UNIVERSITAS INDONESIA
PERBANDINGAN TINGKAT KESEMBUHAN PENGOBATAN TOPIKAL KONSENTRAT FIBRIN KAYA TROMBOSIT DENGAN SALAP SENG OKSIDA 10% PADA ULKUS NEUROPATIK SEDERHANA MORBUS HANSEN DI RUMAH SAKIT KUSTA DR. SITANALA TANGERANG
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Kulit dan Kelamin
ADI SATRIYO 0806485272
FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN JAKARTA JUNI 2013
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip ataupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
Nama
: Adi Satriyo
NPM
: 0806485272
Tanda Tangan :
Tanggal
: 28 Juni 2013 ii
Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN Tesis ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Tesis
: : Adi Satriyo : 0806485272 : Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin : Perbandingan Tingkat Kesembuhan Pengobatan Topikal Konsentrat Fibrin Kaya Trombosit Dengan Salap Seng Oksida 10% Pada Ulkus Neuropatik Sederhana Morbus Hansen di Rumah Sakit Kusta Dr. Sitanala Tangerang.
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Spesialis Kulit dan Kelamin pada Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 28 Juni 2013
iii
Universitas Indonesia
UCAPAN TERIMA KASIH Gusti Allah kuwi Pangènku, aku ora kekurangan apa-apa. (Masmur 23:1) Salam sejahtera, Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini. Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya selama menjalani pendidikan dokter spesialis dan selama menyusun tesis ini. Selain itu, dengan segala kerendahan hati saya juga menyampaikan permohonan maaf atas semua kesalahan saya selama menjalani pendidikan di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)-Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Terima kasih saya ucapkan kepada DR. Dr. Ratna Sitompul, SpM(K) sebagai Dekan FKUI, Prof. DR. Dr. Akmal Taher, SpU(K) sebagai Direktur Utama RSCM Jakarta periode terdahulu dan DR. Dr. C. H. Soejono, SpPD-KGer, MEpid, FACP, FINASIM sebagai Direktur Utama RSCM Jakarta periode saat ini atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk menjalani pendidikan dokter spesialis di Departemen IKKK FKUI-RSCM Jakarta. Terima kasih sebesar-besarnya saya ucapkan kepada DR. Dr. Tjut Nurul Alam Jacoeb, SpKK(K) atas kesediaannya telah menerima saya sebagai peserta program pendidikan dokter spesialis semasa beliau menjabat sebagai Ketua Departemen IKKK FKUI-RSCM. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Shannaz Nadia Yusharyahya, SpKK, MHA selaku Ketua Departemen IKKK FKUI-RSCM periode saat ini. Ungkapan terima kasih setinggi-tingginya kepada seluruh Kepala Divisi, guru besar, dan staf pengajar Departemen IKKK FKUI-RSCM yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menimba ilmu dan pengalaman, serta atas bimbingan, dukungan, nasihat, dan teladan kepada saya. iv
Universitas Indonesia
Terima kasih sebesar-besarnya juga saya sampaikan kepada Prof Dr. Kusmarinah Bramono, SpKK(K), PhD selaku Ketua Program Pendidikan Dokter Spesialis IKKK FKUI-RSCM dan juga sebagai anggota Panitia Tetap Penilai Etik Penelitian FKUI-RSCM, yang telah memberikan ilmu, wawasan, bimbingan, petunjuk, dan semangat bagi saya untuk menyelesaikan tesis dan program pendidikan spesialis di Departemen IKKK FKUI-RSCM. Terima kasih juga saya sampaikan kepada Dr. Larissa Paramitha, SpKK selaku Sekretaris Program Pendidikan Dokter Spesialis IKKK FKUI-RSCM periode saat ini. Rasa terima kasih yang tidak terhingga serta ungkapan rasa hormat saya haturkan kepada Dr. Emmy Soedarmi Sjamsoe-Daili, SpKK(K) dan Dr. Erdina H. D. Pusponegoro, SpKK(K) selaku pembimbing tesis saya. Di tengah kesibukan yang padat sebagai Kepala Divisi Morbus Hansen dan Kepala Divisi Dermatologi Umum IKKK FKUI-RSCM, beliau masih dapat meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, dukungan, motivasi, asupan yang berharga, dan koreksi sejak awal penelitian ini dimulai hingga akhirnya dapat saya selesaikan. Meskipun penelitian ini beberapa kali menemui kendala dalam pelaksanaannya, tetapi atas bantuan, arahan, dan solusi yang diberikan oleh kedua pembimbing saya, penelitian ini dapat saya selesaikan. Jika ada kekurangan ataupun kesalahan yang saya lakukan selama bimbingan, saya ucapkan permohonan maaf yang tulus. Semoga Dr. Emmy Soedarmi Sjamsoe-Daili, SpKK(K) dan Dr. Erdina H. D. Pusponegoro, SpKK(K) mendapatkan yang terbaik dalam hal kesehatan, kebahagiaan, dan kesuksesan. Terima kasih yang dalam saya haturkan kepada DR. Dr. Wresti Indriatmi Makes, SpKK(K), M.Epid sebagai Koordinator Penelitian Departemen IKKK FKUIRSCM saat penelitian ini dilakukan dan kepada Dr. Sandra Widaty, SpKK(K) sebagai Koordinator Penelitian Departemen IKKK FKUI-RSCM periode saat ini dan juga selaku salah satu penguji proposal saya atas asupan dan koreksi yang diberikan sehingga tesis ini dapat menjadi lebih baik. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada DR. Dr. Astrid W. Sulistomo, MPH, SpOk selaku
v
Universitas Indonesia
pembimbing statistik saya atas kesabaran dan kesediannya untuk memberi bantuan, asupan dan koreksi selama pembuatan tesis ini. Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Prof. DR. Dr. Siti Aisah Boediardja, SpKK(K) selaku salah satu penguji proposal tesis saya atas segala bantuan, asupan, dan koreksi yang diberikan sehingga isi tesis ini pada akhirnya dapat menjadi lebih baik Terima kasih dan rasa hormat saya haturkan kepada Dr. Farida Zubier, SpKK(K) sebagai pembimbing akademik selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis di Departemen IKKK FKUI-RSCM yang tidak henti-hentinya memberikan saya semangat dan bimbingan untuk terus berjuang menyelesaikan studi saya. Atas bimbingan dan doa beliau, saya dapat menyelesaikan program pendidikan saya. Mengingat Divisi Morbus Hansen Departemen IKKK-FKUI RSCM merupakan divisi yang menerima ide penelitian saya, ucapan terima kasih khususnya saya sampaikan kepada Kepala Divisi Morbus Hansen Departemen IKKK FKUIRSCM periode saat ini, Dr. Sri Linuwih Menaldi, SpKK(K), dan staf pengajar Divisi Morbus Hansen Departemen IKKK FKUI-RSCM Dr. Triana Agustin, SpKK, dan Dr. Melani Marissa, SpKK. Ucapan terima kasih kepada Prof. DR. Dr. Rianto Setiabudy, SpFK selaku ketua Panitia Tetap Penilai Etik Penelitian FKUI atas persetujuan dan keterangan lolos kaji etik penelitian ini. Kepada seluruh staf poliklinik, staf tata usaha, perpustakaan, staf rawat inap, dan pekarya Departemen IKKK-RSCM Jakarta, saya ucapkan terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya selama saya menjalani pendidikan dokter spesialis. Rasa terima kasih juga saya ungkapkan kepada seluruh pasien di Departemen IKKK FKUI-RSCM maupun rumah sakit jejaring yang telah memperkaya wawasan saya sebagai calon dokter spesialis kulit dan kelamin. vi
Universitas Indonesia
Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Netherlands Leprosy Relief (NLR) atas bantuan dana dan referensi yang bermanfaat dalam penyusunan tesis ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Yohanes Widodo Wirohadidjojo, SpKK(K) atas saran dan pengalamannya. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Drg. Liliana Lazuardy, M.Kes sebagai Direktur Utama RSK Dr. Sitanala, Drg. Dian Prasetyo Andriani sebagai Direktur Umum dan Keuangan RSK Dr. Sitanala, Dr. Riani Indiyarti, SpS sebagai Ketua Komite Medik RSK Dr. Sitanala yang telah memberikan izin kepada saya untuk melakukan penelitian ini di RSK Dr. Sitanala Tangerang. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada Dr. Prima Kartika Esti, SpKK dan Dr. J. P. Handoko Soewono yang telah banyak memberikan arahan dan bantuan untuk penelitian ini. Kepada Dr. Lizda Mashubani sebagai Kepala Sub Bagian Penelitian dan Pengembangan RSK Dr. Sitanala saat penelitian ini diajukan dan Drg. Corryna br Silalahi sebagai Kepala Instalasi Diklat RSK Dr. Sitanala yang telah secara langsung memberikan bantuan teknis dan bimbingannya saat penelitian dimulai saya ucapkan banyak terima kasih. Kepada Dr. Rabiatun sebagai Kepala Instalasi Rawat Inap RSK Dr. Sitanala, Dr. Baitur Rohmah, SpFK sebagai Kepala Poli Kusta RSK Dr. Sitanala, dan Dr. Nie Nie sebagai kepala Poli Luka RSK Dr. Sitanala saya ucapkan banyak terima kasih atas seluruh bantuan dan izin yang telah diberikan kepada saya. Terima kasih juga saya sampaikan kepada Dr. Lim Miranthi Mimi, SpPK sebagai Kepala Instalasi Laboratorium Patologi Klinik RSK Dr. Sitanala atas kemudahan yang diberikan kepada saya untuk melakukan pemeriksaan laboratorium terkait. Saya juga ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Ari Hanasari, Dr. Bakat Tarigan, Dr. Marry S. Maryam, MPH, PhD, Dr. Lenti br Peranginangin, SpPA dan seluruh dokter poli kusta dan dokter ruangan RSK Dr. Sitanala yang telah banyak merujuk pasien agar dapat menjadi subyek penelitian saya. Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh tim perawat, laboran, dan pekarya Poli Kusta, Poli Luka, dan Rawat Inap RSK Dr. Sitanala yang telah ikhlas membantu saya selama penelitian. vii
Universitas Indonesia
Ungkapan rasa sayang dan terima kasih saya sampaikan kepada teman satu angkatan yang telah berbagi suka dan duka selama mengikuti program pendidikan dokter spesialis di Departemen IKKK FKUI-RSCM, Dr. Dewi Hasanah, Dr. Yulia Siskawati, Dr. Ratri Ainulfa, Dr. Caroline Padang, dan Dr. Sri Katon Sulistyaningrum. Kepada teman seperjuangan saat ujian nasional di Bandung, Dr. Niken Wulandari dan Dr. Rompu Roger Aruan. Saya juga ingin berterima kasih kepada rekan sesama chief resident yang banyak memberikan dukungan kepada saya untuk menyelesaikan tesis ini Dr. Rahmatina, Dr. Andina Bulan Sari, Dr. Mardiati Ganjardani, Dr. Lindayani Halim, Dr. Catharina Ari Wilandani, dan Dr. Eka Komarasari. Juga untuk sahabat yang telah lulus, Dr. Windy Keumala Budianti, SpKK, Dr. R. Amanda Sumantri SpKK, Dr. Ni Luh Putu Pitawati, SpKK, Dr. Karunia Burhanudin Lubis, SpKK, Dr. Rinadewi Astriningrum, SpKK, Dr. Yari Castiliani Hapsari, SpKK, Dr. Anjas Asmara, SpKK, Dr. Hernayati M Hutabarat, SpKK, Dr. Jimmi Chandra SpKK, Dr. Nanny Shoraya, SpKK, Dr. Euis Mutmainah, SpKK, Dr. Gloria Novelita, SpKK, Dr. Lasma Asi Maureen, SpKK, Dr. Fhemilya Indra Resvita, SpKK, Dr. Nindita Hapsari, SpKK, dan Dr. Dewi Anggraini, SpKK. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ana Fawziah atas persahabatan dan dukungan yang selalu diberikan selama ini. Teman-teman yang telah ikhlas turut membantu saya dalam penelitian ini secara langsung ataupun tidak langsung adalah Dr. Dwi Indria Anggraini, Dr. Terlinda C. Barros, Dr. Hafiza Fathan, Dr. Tisya Ammalia, Dr. Herni, Dr. Monica Primasari, dan Dr. Harsha Aulia, Dr. Pandu Pradana. Serta kepada sahabat lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, atas pertemanan yang indah, harapan, doa yang dipanjatkan, kerja sama, dukungan, dorongan, nasihat, serta suka dan duka yang dialami bersama. Mohon maaf atas kesalahan ataupun hal-hal yang kurang berkenan selama masa pertemanan kita. Dari lubuk hati yang paling dalam, saya haturkan sembah sujud dan penghormatan kepada kedua orang tua saya, Drs. Bambang Haryono, SmHk dan Melany Kesuma. Terima kasih yang tidak akan pernah cukup atas semua doa yang dipanjatkan, kasih sayang yang dicurahkan, nasihat, didikan, dukungan, kepercayaan, serta bekal hidup yang telah diberikan kepada saya. Terima kasih viii
Universitas Indonesia
atas segala pengertian serta mohon maaf atas pengorbanan yang harus dilakukan selama saya menuntut ilmu. Semoga kebahagiaan, kesehatan, dan suka cita selalu menyertai kehidupan papa dan mama. Kepada adik tercinta, Alinie Anjani, Adimas Satriyo, SSiT dan istri, serta keponakan saya, terima kasih telah menjadi penghibur dan pemberi semangat di kala susah. Semoga semua cita-cita yang dimimpikan dapat tercapai. Saya mendedikasikan hasil penelitian ini kepada seluruh pasien RSK Dr. Sitanala Tangerang yang telah ikhlas berpartisipasi dalam penelitian ini sehingga tesis saya dapat selesai. Saya berharap pengobatan yang telah saya lakukan dapat bermanfaat. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua kebaikan serta melimpahkan berkat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah membantu saya. Harapan saya, semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat tidak hanya bagi saya, tetapi juga bagi orang banyak dan bagi pengembangan ilmu kedokteran. Amin.
Jakarta, 28 Juni 2013 Penulis
ix
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Adi Satriyo NPM : 0806485272 Program Studi : Pendidikan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Departemen : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas : Kedokteran Jenis karya : Tesis demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Perbandingan Tingkat Kesembuhan Pengobatan Topikal Konsentrat Fibrin Kaya Trombosit Dengan Salap Seng Oksida 10% Pada Ulkus Neuropatik Sederhana Morbus Hansen di Rumah Sakit Kusta Dr. Sitanala Tangerang. beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Jakarta Pada tanggal 28 Juni 2013 Yang menyatakan
( Adi Satriyo ) x
Universitas Indonesia
ABSTRAK Nama : Adi Satriyo Program Studi : Pendidikan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Judul : Perbandingan Tingkat Kesembuhan Pengobatan Topikal Konsentrat Fibrin Kaya Trombosit Dengan Salap Seng Oksida 10% Pada Ulkus Neuropatik Sederhana Morbus Hansen di Rumah Sakit Kusta Dr. Sitanala Tangerang. Latar belakang : Ulkus neuropatik sederhana adalah kecacatan serius paling sering (10-20%) ditemukan pada pasien MH. Berbagai terapi topikal ulkus neuropatik sederhana MH, antara lain salap seng oksida (ZnO) 10% masih belum optimal dan menunjukkan keterbatasan. Beberapa penelitian memperlihatkan manfaat penambahan faktor pertumbuhan pada penyembuhan berbagai jenis ulkus. Terdapat beberapa metode untuk mengekstraksi faktor pertumbuhan autolog, salah satunya dengan konsentrat fibrin kaya trombosit (FKT). Tujuan : Menilai tingkat kesembuhan ulkus neuropatik sederhana MH yang diobati secara topikal dengan konsentrat FKT dibandingkan dengan menggunakan salap ZnO 10%. Metode : Penelitian ini merupakan suatu uji klinis acak terkontrol, terbuka, dengan desain paralel. Dilakukan randomisasi untuk membagi 50 subyek menjadi dua kelompok, yaitu kelompok uji (konsentrat FKT) dan kelompok pembanding (salap ZnO 10%). Pengobatan dan evaluasi dilakukan tiap minggu selama enam minggu Hasil : Pada akhir pengobatan, proporsi tingkat kesembuhan baik (pengecilan ulkus > 75%) kelompok uji adalah 40% dan proporsi tingkat kesembuhan baik pada kelompok pembanding adalah 32%. Perbedaan 8% proporsi tingkat kesembuhan baik di antara kedua kelompok tersebut tidak bermakna secara statistik (p = 0,56) (RR 1,3; IK95%: 0,6-2,6). Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan bermakna antara tingkat kesembuhan ulkus neuropatik sederhana MH yang diobati secara topikal menggunakan konsentrat FKT dibandingkan dengan salap ZnO 10%. Kata kunci : konsentrat FKT, salap ZnO, ulkus neuropatik sederhana, MH
xi
Universitas Indonesia
ABSTRACT Name : Adi Satriyo Study program: Dermatovenereology Residency Program Title : Healing Response Comparison Of Platelet-Rich Fibrin Concentrate With 10% Zinc Oxide Ointment In The Treatment Of Simple Neuropathic Ulcers In Leprosy Patients In Dr. Sitanala Leprosy Hospital Tangerang Background : Simple neuropathic ulcer is the most frequent (10-20%) serious disability found in leprosy patients. Various topical treatment for simple neuropathic ulcer in leprosy patients, such as 10% zinc oxide (ZnO) ointment is still not optimal and show limitations. Recent studies have shown the benefits of the addition of growth factors in the healing of various types of ulcers. There are several methods for extracting autologous growth factors, one of which is plateletrich fibrin (PRF) concentrate. Objective : To assess the healing response of simple neuropathic ulcers in leprosy patients treated topically with PRF concentrate compared to 10% ZnO ointment. Methods : Randomized, open, controlled clinical trials, with parallel design. Fifthy subjects randomly allocated into two trial groups, the intervention group (PRF concentrate) and the control group (10% ZnO ointment). Treatment and evaluation was performed every week for six weeks. Results : At the end of treatment, the proportion of good healing response (> 75% closure) in the intervention group and the control group was 40% and 32% respectively. The 8% difference in the proportion of good healing response was not statistically significant (p = 0,56) (RR 1,3; 95%CI: 0,6-2,6). Conclusion : There was no significant difference in the healing response of simple neuropathic ulcers in leprosy patients treated topically with PRF concentrate compared to 10% ZnO ointment. Key words : PRF concentrate, ZnO ointment, simple neuropathic ulcer, leprosy
xii
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...............................................................................
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS...................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................
iii
UCAPAN TERIMA KASIH...................................................................
iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...........
x
ABSTRAK ..............................................................................................
xi
DAFTAR ISI ...........................................................................................
xiii
DAFTAR TABEL ...................................................................................
xvii
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
xviii
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
xix
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................
xx
1. PENDAHULUAN .............................................................................. 1.1 Latar belakang ...................................................................... 1.2 Identifikasi masalah .............................................................. 1.3 Perumusan masalah .............................................................. 1.4 Hipotesis penelitian .............................................................. 1.5 Tujuan penelitian .................................................................. 1.5.1 Tujuan umum ......................................................... 1.5.2 Tujuan khusus ........................................................ 1.6 Manfaat penelitian ................................................................ 1.6.1 Manfaat di bidang pelayanan ................................. 1.6.2 Manfaat di bidang penelitian ................................. 1.6.3 Manfaat di bidang akademik dan pendidikan ........
1 1 4 5 5 5 5 5 6 6 6 6
2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 2.1 Morbus Hansen ..................................................................... 2.1.1 Definisi dan sinonim .............................................. 2.1.2 Etiologi .................................................................. 2.1.3 Patogenesis ............................................................ 2.1.4 Manifestasi klinis dan klasifikasi .......................... 2.1.5 Kecacatan pada morbus Hansen ............................ 2.2 Ulkus neuropatik morbus Hansen ........................................ 2.2.1 Definisi dan sinonim .............................................. 2.2.2 Patogenesis ............................................................ 2.2.3 Klasifikasi berdasarkan derajat keparahan ............ 2.2.4 Penatalaksanaan ..................................................... 2.2.4.1 Imobilisasi ...............................................
7 7 7 7 7 8 9 10 10 10 11 12 12
xiii
Universitas Indonesia
2.2.4.2 Perawatan luka ........................................ 2.2.4.3 Tindakan bedah ....................................... Penyembuhan luka ............................................................... 2.3.1 Definisi .................................................................. 2.3.2 Tahap penyembuhan luka ...................................... 2.3.2.1 Tahap inflamasi ...................................... 2.3.2.2 Tahap proliferasi ..................................... 2.3.2.3 Tahap maturasi ........................................ 2.3.3 Peran faktor pertumbuhan pada penyembuhan luka ........................................................................ 2.3.4 Faktor yang berpengaruh pada penyembuhan luka 2.3.4.1 Faktor intrinsik ........................................ 2.3.4.2 Faktor ekstrinsik ..................................... Salap seng oksida ................................................................. 2.4.1 Seng ....................................................................... 2.4.2 Peran seng pada fisiologi kulit .............................. 2.4.3 Sediaan seng .......................................................... 2.4.4 Peran seng pada penyembuhan luka ...................... Konsentrat fibrin kaya trombosit .......................................... 2.5.1 Definisi dan sinonim .............................................. 2.5.2 Trombosit .............................................................. 2.5.3 Fibrin ..................................................................... 2.5.4 Perkembangan teknologi pemanfaatan konsentrat trombosit untuk penyembuhan luka ...................... 2.5.5 Pemanfaatan fibrin kaya trombosit pada penyembuhan luka ................................................ Obat topikal lain ................................................................... Kerangka teori ...................................................................... Kerangka konsep ..................................................................
12 13 13 13 13 13 14 15
3. METODE PENELITIAN ................................................................. 3.1 Desain penelitian .................................................................. 3.2 Tempat dan waktu penelitian ............................................... 3.3 Populasi penelitian ............................................................... 3.3.1 Populasi target ....................................................... 3.3.2 Populasi terjangkau ............................................... 3.4 Subyek dan cara pemilihan subyek penelitian ..................... 3.5 Estimasi besar sampel .......................................................... 3.6 Kriteria pemilihan subyek penelitian ................................... 3.6.1 Kriteria penerimaan ............................................... 3.6.2 Kriteria penolakan ................................................. 3.7 Bahan dan cara kerja ............................................................ 3.7.1 Alokasi subyek penelitian ...................................... 3.7.2 Obat ....................................................................... 3.7.2.1 Salap seng oksida 10% ............................ 3.7.2.2 Konsentrat fibrin kaya trombosit ............ 3.7.3 Perlengkapan penelitian ......................................... 3.7.4 Informasi awal .......................................................
29 29 29 29 29 29 29 29 31 31 31 31 31 32 32 32 33 33
2.3
2.4
2.5
2.6 2.7 2.8
xiv
15 16 17 18 19 19 20 21 21 22 22 22 23 24 26 26 27 28
Universitas Indonesia
3.7.5 Pengisian status penelitian ..................................... 3.7.6 Cara pemeriksaan .................................................. 3.7.7 Cara pengobatan dan evaluasi ............................... 3.7.7.1 Cara pengobatan ..................................... 3.7.7.2 Cara evaluasi ........................................... 3.7.7.3 Lama evaluasi ......................................... 3.7.8 Kriteria penghentian pengobatan terhadap subyek penelitian ............................................................... 3.7.9 Kriteria dropout ..................................................... 3.7.10 Identifikasi variabel .............................................. 3.7.10.1 Variabel bebas ...................................... 3.7.10.2 Variabel tergantung .............................. 3.7.10.3 Variabel perancu ................................... 3.8 Definisi operasional .............................................................. 3.8.1 Umur ...................................................................... 3.8.2 Tingkat pendidikan ................................................ 3.8.3 Lama ulkus ............................................................ 3.8.4 Ukuran ulkus ......................................................... 3.8.5 Lokasi ulkus ........................................................... 3.8.6 Jumlah ulkus .......................................................... 3.8.7 Merokok ................................................................ 3.8.8 Kriteria diagnostik ................................................. 3.8.8.1 Morbus Hansen ....................................... 3.8.8.2 Ulkus neuropatik sederhana .................... 3.8.8.3 Anemia .................................................... 3.8.8.4 Trombositopenia ..................................... 3.8.8.5 Status gizi ................................................ 3.8.8.6 Hipertensi ................................................ 3.8.8.7 Penyakit arteri perifer ............................. 3.8.8.8 Insufisiensi vena ..................................... 3.8.8.9 Infeksi sekunder ...................................... 3.8.8.10 Diabetes melitus ...................................... 3.8.9 Tingkat kesembuhan .............................................. 3.8.10 Reaksi simpang ..................................................... 3.9 Pengolahan dan analisis data ................................................ 3.10 Etik penelitian ....................................................................... 3.11 Kerangka operasional ...........................................................
34 34 34 34 36 37
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 4.1 Data dasar ............................................................................. 4.1.1 Karakteristik sosiodemografik ............................... 4.1.2 Riwayat kesehatan ................................................. 4.1.3 Karakteristik ulkus ................................................. 4.2 Hasil pengobatan .................................................................. 4.2.1 Efektivitas .............................................................. 4.2.2 Reaksi simpang ...................................................... 4.2.2.1 Iritasi kulit ................................................. 4.2.2.2 Infeksi sekunder ........................................
45 46 46 47 49 50 50 54 54 54
xv
37 37 37 38 38 38 38 38 38 39 39 39 39 40 40 40 40 41 41 41 41 41 42 42 42 42 43 43 43 44
Universitas Indonesia
4.2.2.3 Hipergranulasi ........................................... 4.2.2.4 Trauma akut .............................................. 4.2.2.5 Bau tidak enak .......................................... 4.3 Keterbatasan dan kekuatan penelitian .................................. 4.3.1 Keterbatasan penelitian ......................................... 4.3.2 Kekuatan penelitian ...............................................
55 57 57 57 57 58
5. IKHTISAR, KESIMPULAN DAN SARAN ................................... 5.1 Ikhtisar .................................................................................. 5.2 Kesimpulan ........................................................................... 5.3 Saran .....................................................................................
59 59 63 64
DAFTAR REFERENSI ........................................................................
65
xvi
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL Tabel 2.1.
Skala Wagner ....................................................................
11
Tabel 4.1.
Karakteristik Sosiodemografik Subyek Penelitian Perbandingan Tingkat Kesembuhan Pengobatan Topikal Konsentrat FKT Dengan Salap ZnO 10% Pada Ulkus Neuropatik Sederhana Morbus Hansen di RSK Dr. Sitanala Tangerang Desember 2012 – Maret 2013 (N=50) ..............................
47
Tabel 4.2.
Riwayat Kesehatan Subyek Penelitian Perbandingan Tingkat Kesembuhan Pengobatan Topikal Konsentrat FKT Dengan Salap ZnO 10% Pada Ulkus Neuropatik Sederhana Morbus Hansen di RSK Dr. Sitanala Tangerang Desember 2012 – Maret 2013 (N=50) .............................. 48
Tabel 4.3.
Karakteristik Ulkus Subyek Penelitian Perbandingan Tingkat Kesembuhan Pengobatan Topikal Konsentrat FKT Dengan Salap ZnO 10% Pada Ulkus Neuropatik Sederhana Morbus Hansen di RSK Dr. Sitanala Tangerang Desember 2012 – Maret 2013 (N=50) .............................. 49
Tabel 4.4.
Efektivitas Pengobatan Subyek Penelitian Perbandingan Tingkat Kesembuhan Pengobatan Topikal Konsentrat FKT Dengan Salap ZnO 10% Pada Ulkus Neuropatik Sederhana Morbus Hansen di RSK Dr. Sitanala Tangerang Desember 2012 – Maret 2013 (N=50) .............................. 52
xvii
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1. Alur subyek penelitian ......................................................
45
Gambar 4.2. Perbandingan nilai rerata persentase pengecilan luas ulkus antara kelompok uji dengan kelompok pembanding berdasarkan waktu ............................................................
53
xviii
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Lembar Informasi Penelitian ............................................ Formulir Persetujuan ........................................................ Penyaring Subyek Penelitian ............................................ Status Penelitian ............................................................... Formulir Ringkasan Evaluasi Pengobatan ........................ Tabel Induk ....................................................................... Surat Keterangan Lulus Kaji Etik ...................................
xix
72 75 76 78 86 87 91
Universitas Indonesia
DAFTAR SINGKATAN ABI AIDS bFGF BB BL BT BTA cm cm2 dkk dL DM DPL EGF FKT g g G GDS Hb HLA in IGF IK IMT kg Kemdiknas LL m mmHg mm mm2 MA MAK MDT MH MI MTs PDGF PKT rpm RFT RR RSK SD
ankle brachial index acquired immunodeficiency syndrome basic fibroblast growth factor mid-borderline borderline lepromatous borderline tuberculoid basil tahan asam sentimeter sentimeter persegi dan kawan-kawan desiliter diabetes melitus darah perifer lengkap epidermal growth factor fibrin kaya trombosit gram (satuan massa) gravity (satuan relative centrifugal force atau percepatan) gauge gula darah sewaktu hemoglobin human leucocyte antigen inci insulin-like growth factor interval kepercayaan indeks massa tubuh kilogram Kementrian Pendidikan Nasional lepromatous leprosy meter milimeter air raksa milimeter milimeter persegi madrasah aliyah madrasah aliyah kejuruan multi drugs therapy morbus Hansen madrasah ibtidaiyah madrasah tsanawiyah platelet-derived growth factor plasma kaya trombosit revolusi per menit released from treatment relative risk rumah sakit kusta sekolah dasar xx
Universitas Indonesia
SLTA SLTP SMK SP SPSS TGF-β TIMP-4 TK TT UU VEGF WHO ZnO µL
sekolah lanjutan tingkat atas sekolah lanjutan tingkat pertama sekolah menengah kejuruan subyek penelitian statistical product and service solutions transforming growth factor beta tissue inhibitor of metalloproteinase-4 taman kanak-kanak tuberculoid leprosy undang-undang vascular endothelial growth factor World Health Organization seng oksida mikroliter
xxi
Universitas Indonesia
!
1 BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Morbus Hansen (MH) adalah penyakit infeksi granulomatosa kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae (M.leprae).1 Asia Tenggara adalah daerah dengan prevalensi MH tertinggi diikuti oleh kawasan Amerika, Afrika, Mediterania Timur, dan Pasifik Barat.2 Di Indonesia, prevalensi MH pada tahun 2010 adalah 0,86 per 10.000 penduduk dengan laju deteksi kasus baru 4,6 per 100.000 penduduk dan angka cacat tingkat II sebesar 10,37%.3 MH adalah penyebab utama cacat permanen di antara semua penyakit menular. Diperkirakan 3 juta orang hidup dengan cacat akibat MH dan lebih dari 1 juta orang akan menderita karena cacat tersebut pada dekade mendatang.4 Ulkus neuropatik adalah kecacatan serius yang paling sering (10-20%) ditemukan pada pasien MH.5 Pada bulan Desember 2011 hingga Februari 2012, terdapat 2.303 pasien MH yang berobat di unit rawat jalan rumah sakit kusta (RSK) Dr. Sitanala Tangerang. Terdapat 259 (11,3%) pasien MH dengan ulkus dan 56 (2,4%) di antaranya harus dirawat inap.6 Ulkus neuropatik MH adalah ulkus yang terkait dengan hilangnya sensasi protektif pada lengan dan tungkai sebagai akibat neuropatia perifer pada pasien MH.7,8 Ulkus neuropatik MH sulit sembuh dan sering rekuren. Gangguan sensibilitas, deformitas, trauma, infeksi sekunder, dan keterlibatan tulang merupakan faktor utama rekurensi ulkus neuropatik MH.9-12 Penyembuhan ulkus yang tidak baik akan menimbulkan sikatriks yang dapat memicu siklus ulkus-sikatriks-ulkus sehingga ulkus makin sulit sembuh.5 Ulkus kronik dapat mengakibatkan berbagai komplikasi, termasuk keganasan. Sebuah survei memperlihatkan bahwa 81% responden tidak mengetahui bercak hipopigmentasi yang mati rasa adalah gejala dan tanda MH. Namun 89,6% responden di kelompok yang sama mengasosiasikan MH dengan deformitas atau ulkus.13 Ulkus kronik juga dapat menyebabkan pasien MH dikucilkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, prioritas tenaga kesehatan tidak hanya untuk
Universitas Indonesia
!
2
mencegah terjadinya ulkus tetapi juga harus mempercepat proses penyembuhan ulkus agar pasien dapat kembali ke komunitas dan beraktivitas lagi.9,13 Ulkus neuropatik MH dapat dibagi menjadi ulkus sederhana dan komplikata. Yang termasuk ulkus neuropatik sederhana adalah ulkus neuropatik yang hanya melibatkan kulit dan subkutis tanpa keterlibatan struktur lebih dalam, misalnya tulang atau tendon.11 Terdapat berbagai pendekatan medis pada penatalaksanaan ulkus neuropatik sederhana MH, antara lain salap seng oksida (ZnO) 10%. Meskipun memberikan hasil cukup baik, berbagai metode tersebut belum optimal dan menunjukkan keterbatasan. Hidayat dkk.14 meneliti efektivitas salap ZnO 10% untuk pengobatan ulkus plantar sederhana pasien MH dan mendapatkan proporsi tingkat kesembuhan baik (pengecilan ulkus > 75%) hanya 35%. Oleh karena itu banyak ahli masih mencari serta mengembangkan metode dan zat aktif terbaru untuk mengobati ulkus neuropatik sederhana MH yang efektif, aman, mudah diperoleh, dan murah.9,11,12,15 Penyembuhan luka adalah peristiwa kompleks yang melibatkan berbagai sel dan sitokin, termasuk faktor pertumbuhan. Faktor pertumbuhan merupakan kelompok sitokin yang aktivitas utamanya adalah menginduksi mitosis. Faktor pertumbuhan berperan penting pada semua tahap penyembuhan luka. Selain menciptakan lingkungan yang optimal untuk proses penyembuhan ulkus, penambahan faktor pertumbuhan juga secara langsung menginduksi dan mempercepat proses penyembuhan ulkus.16-18 Ulkus kronik sulit sembuh karena terdapat hambatan pada salah satu tahap penyembuhan luka dan hal ini dapat disebabkan oleh rendahnya kadar faktor pertumbuhan.16,19,20 Banyak ahli mendapatkan manfaat faktor pertumbuhan autolog untuk proses penyembuhan luka dengan menggunakan beberapa metode untuk mengekstraksi faktor pertumbuhan tersebut. Salah satunya dengan pemanfaatan konsentrat trombosit melalui konsentrat plasma kaya trombosit (PKT) dan fibrin kaya trombosit (FKT).21-23 Carter dkk.24 melakukan meta-analisis terhadap 24 penelitian (uji klinis acak terkontrol dan studi perbandingan) memperlihatkan Universitas Indonesia
!
3
bahwa konsentrat PKT terbukti bermanfaat pada penatalaksanaan berbagai ulkus kronik dan mungkin bermanfaat pada penatalaksanaan luka akut. Konsentrat FKT atau platelet-rich fibrin adalah konsentrat trombosit di dalam suatu
biomatriks
fibrin
autolog.25,26
Konsentrat
FKT
merupakan
hasil
pemanfaatan konsentrat trombosit generasi kedua yang memiliki beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan PKT, yaitu (1) pembuatan konsentrat FKT lebih mudah dan lebih singkat, (2) faktor pertumbuhan dalam konsentrat FKT dilepaskan secara bertahap sehingga efeknya bertahan lebih lama, (3) tidak terdapat risiko dermatitis kontak serta reaksi alergik karena pada proses pembuatannya tidak memerlukan penambahan antikoagulan dan aktivator trombosit. Beberapa studi pendahuluan dan kasus berseri memperlihatkan bahwa konsentrat FKT bermanfaat pada penatalaksanaan ulkus diabetikum, ulkus venosum, ulkus dekubitus, ulkus traumatik, ulkus arteriosum, dan ulkus karena radioterapi.19,27-29 Terdapat persamaan dan perbedaan mekanisme kerja antara salap ZnO 10% dengan konsentrat FKT pada beberapa tahap penyembuhan luka. Pada tahap inflamasi, seng sebagai komponen fosfatase alkali berperan dalam modulasi reaksi inflamasi agar luka tidak menjadi kronik, sedangkan trombosit yang teraktivasi dalam konsentrat FKT akan melepaskan beberapa protein bio-aktif yang memicu kemotaksis sel radang pada proses inflamasi.17,30-32 Pada tahap angiogenesis, banyak faktor pertumbuhan juga merupakan faktor angiogenik utama dan fibrin juga memiliki reseptor yang berikatan dengan integrin αvβ3 endotel yang bermigrasi sehingga fibrin berperan sebagai perancah (scaffold) pada proses angiogenesis.17,30,23,33,34 Pada tahap fibroplasia, seng melalui zinc finger protein berperan sebagai faktor transkripsi yang memicu proliferasi keratinosit dan produksi kolagen melalui aktivasi faktor pertumbuhan. Faktor pertumbuhan memediasi interaksi sel-sel dan sel-matriks yang memicu proliferasi sel punca dan mesenkim di daerah tersebut sehingga jaringan granulasi dapat terbentuk, sedangkan fibrin yang terkandung dalam konsentrat FKT akan memiliki reseptor yang berikatan dengan integrin αvβ3 fibroblas yang sedang bermigrasi.17,23,31,33-36 Universitas Indonesia
!
4
Pada tahap re-epitelialisasi, seng memicu ekspresi beberapa integrin sel basal sehingga memicu pergerakan keratinosit pada proses penutupan luka sedangkan fibrin berperan sebagai perancah keratinosit yang bermigrasi dari tepi luka.17,23,30,33,34,37 Sepengetahuan penulis, belum ada penelitian yang menilai efektivitas konsentrat FKT tersebut dan yang membandingkan efektivitas konsentrat FKT dengan salap ZnO 10% pada pengobatan ulkus neuropatik sederhana MH. 1.2 Identifikasi masalah Ulkus neuropatik adalah kecacatan serius yang paling sering (10-20%) ditemukan pada pasien MH. Ulkus neuropatik MH sulit sembuh, sering rekuren, dan dapat mengakibatkan berbagai komplikasi serius. Ulkus kronik juga dapat menyebabkan pasien MH dikucilkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, prioritas tenaga kesehatan tidak hanya untuk mencegah terjadinya ulkus, tetapi juga harus mempercepat proses penyembuhan ulkus agar pasien dapat kembali ke komunitas dan beraktivitas lagi.! Salap ZnO 10% yang sering digunakan sebagai terapi topikal ulkus neuropatik sederhana MH belum memberikan hasil optimal dan menunjukkan keterbatasan sehingga banyak ahli masih mencari serta mengembangkan berbagai metode dan zat aktif terbaru yang efektif, aman, mudah didapat, dan murah untuk mempercepat penyembuhan ulkus neuropatik sederhana MH. Faktor pertumbuhan yang terkandung dalam konsentrat trombosit telah lama dimanfaatkan untuk penyembuhan luka dalam bentuk konsentrat PKT dan FKT. Konsentrat FKT adalah hasil pemanfaatan konsentrat trombosit generasi kedua yang memiliki banyak keunggulan jika dibandingkan dengan PKT. Terdapat beberapa studi pendahuluan dan kasus berseri yang memperlihatkan bahwa konsentrat FKT bermanfaat pada penatalaksanaan berbagai ulkus.
Universitas Indonesia
!
5
Terdapat persamaan dan perbedaan mekanisme kerja antara salap ZnO 10% dengan konsentrat FKT pada beberapa tahap penyembuhan luka. Sepengetahuan penulis, belum ada penelitian yang menilai efektivitas konsentrat FKT tersebut dan yang membandingkan efektivitas konsentrat FKT dengan salap ZnO 10% pada pengobatan ulkus neuropatik sederhana MH. 1.3 Perumusan masalah Bagaimanakah tingkat kesembuhan ulkus neuropatik sederhana MH yang diobati dengan konsentrat FKT dibandingkan dengan salap ZnO 10%? 1.4 Hipotesis penelitian Konsentrat FKT memberikan tingkat kesembuhan yang lebih baik pada pengobatan ulkus neuropatik sederhana MH dibandingkan dengan salap ZnO 10%. 1.5 Tujuan penelitian 1.5.1
Tujuan umum Menilai tingkat kesembuhan ulkus neuropatik sederhana MH yang diobati secara topikal dengan konsentrat FKT dibandingkan dengan menggunakan salap ZnO 10%.
1.5.2
Tujuan khusus
1. Menilai tingkat kesembuhan pengobatan topikal ulkus neuropatik sederhana MH dengan konsentrat FKT. 2. Menilai tingkat kesembuhan pengobatan topikal ulkus neuropatik sederhana MH dengan salap ZnO 10%.! 3. Membandingkan tingkat kesembuhan antara penggunaan konsentrat FKT dan salap ZnO 10% pada pengobatan topikal ulkus neuropatik sederhana MH.
Universitas Indonesia
!
6
1.6 Manfaat penelitian 1.6.1
Manfaat di bidang pelayanan Dengan diketahuinya modalitas yang lebih baik pada penatalaksanaan ulkus neuropatik sederhana MH, diharapkan dapat menjadi terapi pilihan pada tata laksana ulkus neuropatik sederhana MH.
1.6.2
Manfaat di bidang penelitian Hasil penelitian ini dapat dijadikan data dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas konsentrat FKT untuk berbagai jenis ulkus lain, misalnya ulkus diabetikum, ulkus dekubitus, atau ulkus venosum.
1.6.3
Manfaat di bidang akademik atau pendidikan Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan baru mengenai efektivitas konsentrat FKT pada tata laksana ulkus neuropatik sederhana MH
Universitas Indonesia
!
1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Morbus Hansen 2.1.1
Definisi dan sinonim MH adalah penyakit infeksi granulomatosa kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae (M. leprae). Penyakit ini juga dikenal sebagai kusta, Hanseniasis, Hansen’s infection, elefantiasis graecorum.1,38,39
2.1.2
Etiologi Kuman penyebab MH adalah M. leprae yang ditemukan oleh GH Armauer Hansen pada tahun 1873 dan hingga kini belum dapat dikultur pada media artifisial. Kuman ini tahan asam, Gram positif, berbentuk basil dengan ukuran panjang 1-8 µm dan diameter 0,3 µm. Jika dilihat dengan mikroskop elektron, basil ini memiliki nukleoplasma berbentuk spiral di dalam sitoplasma homogen padat yang dibatasi oleh membran plasma dan dinding sel. Suatu selubung lipid membungkus M. leprae dan akan bertambah tebal sesuai dengan umur kuman. M. leprae termasuk ke dalam kelompok kuman slow growing Mycobacteria karena lambat berkembang biak (membelah diri tiap 12-13 hari). Suhu optimal pertumbuhan basil ini adalah 30-33°C. M. leprae adalah suatu mikro-organisme obligat intraselular yang terutama hidup di dalam makrofag di sekitar pembuluh darah superfisial dermis atau sel Schwann di jaringan saraf. Di luar tubuh pejamu, M. leprae dapat tetap hidup selama 1-7 hari pada suhu ruangan.1,40-42
2.1.3
Patogenesis Meskipun mekanisme masuknya M. leprae masih belum pasti, penelitian memperlihatkan bahwa yang tersering adalah melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh bersuhu dingin dan mukosa nasal. Saraf perifer adalah afinitas pertama, kemudian kulit dan traktur respiratorius bagian atas, serta dapat ke berbagai organ lain kecuali susunan saraf pusat.1,43 Kuman Universitas Indonesia
!
2 tersebut akan diambil oleh histiosit di kulit atau sel Schwann di saraf perifer. Proses selanjutnya bergantung pada sistem imunitas selular pejamu. Jika imunitas selular baik, penyakit akan berkembang menjadi tipe tuberkuloid dan jika sebaliknya akan berkembang menjadi tipe lepromatosa.40 Perbedaan imunitas selular antar pejamu disebabkan oleh faktor genetik yang terkait dengan predominasi gen human leucocyte antigen (HLA) tertentu, yaitu HLA-DR3 pada tipe tuberkuloid dan HLADQ1 pada tipe lepromatosa.42 Pada tipe lepromatosa, terdapat gangguan fungsional fosfolipase lisosomal makrofag, suatu enzim yang berfungsi untuk melisiskan kuman. Akibatnya makrofag gagal menghancurkan basil secara sempurna sehingga basil dapat bermutiplikasi dengan bebas dan merusak jaringan. Pada tipe tuberkuloid, makrofag dapat menghancurkan basil dengan sempurna dan memicu respons imunitas selular dengan baik. Namun, makrofag yang akan berubah menjadi sel epiteloid dan kadang bersatu membentuk sel datia Langhans dapat bertahan lama dan menimbulkan reaksi inflamasi berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan sekitar.1,40-42
2.1.4
Manifestasi klinis dan klasifikasi Masa inkubasi sangat bervariasi, umumnya beberapa tahun, ada yang mengatakan antara 40 hari hingga 40 tahun dengan rerata 2-5 tahun. Sebenarnya M. leprae mempunyai patogenitas dan daya invasi rendah, perjalanan klinis penyakit bergantung pada kerentanan pejamu yang ditentukan oleh derajat imunitas selularnya. Meskipun terinfeksi, sebagian besar pejamu hanya mengalami infeksi subklinis dan 95% akan sembuh. Sisanya akan mengalami lesi kulit tidak spesifik berupa makula hipopigmentasi difus (tipe indeterminate). Lebih dari 70% pasien tipe indeterminate akan sembuh sempurna dan sisanya berlanjut menjadi penyakit dengan manifestasi klinis jelas. Manifestasi klinis MH bervariasi
Universitas Indonesia
!
3 dari lesi kulit berupa makula atau infiltrat hingga terjadi kerusakan saraf perifer, mata, tulang, otot, dan organ lain.1,40,43,44 Ada beberapa klasifikasi MH, antara lain klasifikasi Madrid (1953), klasifikasi Ridley-Jopling (1962) dan modifikasi klasifikasi World Health Organization (WHO) tahun 1988. Klasifikasi Madrid berdasarkan pada klinis, sesuai dengan morfologi lesi kulit dan manifestasi neurologik. Berdasarkan klasifikasi ini, MH dibagi menjadi empat tipe, yaitu (1) tipe lepromatosa, (2) tipe tuberkuloid, (3) tipe indeterminate, dan (4) tipe borderline. Klasifikasi Ridley-Jopling berdasarkan pada gambaran klinis, bakteriologis, histopatologis, dan imunologis. Klasifikasi ini membagi MH menjadi lima tipe, yaitu (1) tipe tuberculoid leprosy (TT), (2) tipe borderline tuberculoid (BT), (3) tipe mid-borderline (BB), (4) tipe borderline lepromatous (BL), dan (5) tipe lepromatous leprosy (LL). WHO hanya membagi MH menjadi dua tipe, yaitu tipe pausibasilar (PB) dan multibasilar (MB). MH pausibasilar termasuk MH tipe TT dan BT menurut kriteria Ridley-Jopling atau tipe indeterminate dan tuberkuloid menurut klasifikasi Madrid dengan basil tahan asam (BTA) negatif. MH multibasilar temasuk MH tipe BB, BL, LL, dan sebagian tipe BT menurut kriteria Ridley-Jopling atau tipe borderline dan lepromatosa menurut klasifikasi Madrid dan semua tipe MH dengan BTA positif.1,40,43
2.1.5
Kecacatan pada morbus Hansen Stigma pada MH lebih disebabkan karena kecacatan yang ditimbulkannya. Kecacatan yang timbul pada MH dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu kecacatan primer dan sekunder. Kecacatan primer adalah kecacatan yang disebabkan langsung oleh aktivitas penyakit, terutama kerusakan akibat respons jaringan terhadap M. leprae. Kecacatan sekunder terjadi akibat kecacatan primer, terutama akibat kerusakan saraf. Sebagian besar kecacatan pada MH disebabkan kerusakan saraf perifer sebagai akibat respons imun atau invasi langsung M. leprae. Sebanyak 30% pasien MH akan mengalami kerusakan saraf yang berakibat gangguan sensibilitas dan Universitas Indonesia
!
4 kerusakan kulit. Ulkus adalah kecacatan serius yang paling sering (1020%) ditemukan pada MH.7,45,46
2.2 Ulkus neuropatik morbus Hansen 2.2.1
Definisi dan sinonim Ulkus adalah hilangnya jaringan kulit hingga atau lebih dalam dari papila dermis. Dengan demikian ulkus memiliki tepi, dinding, dasar, dan isi.47,48 Ulkus neuropatik adalah ulkus yang terkait dengan hilangnya sensasi protektif pada lengan dan tungkai sebagai akibat neuropatia perifer yang disebabkan oleh gangguan neurologis primer, gangguan metabolik, trauma, infeksi, atau bedah.7,8 Ulkus neuropatik memiliki tepi teratur, dapat bergaung atau tidak, sering dikelilingi kalus, dan biasanya tidak nyeri kecuali jika terdapat keterlibatan arterial atau jika terinfeksi sekunder. Ulkus neuropatik umumnya terdapat di bagian tubuh yang sering mendapatkan trauma dan tekanan berulang terutama di bagian tubuh yang menyangga berat badan, misalnya telapak kaki sehingga di beberapa kepustakaan sering disebut sebagai ulkus plantar atau mal perforans pedis atau mal perforans du pied.8,49,50 Dahulu, ulkus neuropatik MH juga dikenal dengan nama ulkus trofik atau neurotrofik karena diduga kerusakan saraf akan menyebabkan gangguan nutrisi.50,51
2.2.2
Patogenesis Pada pasien MH terjadi gangguan saraf sensoris, motoris, dan autonom. Gangguan saraf sensoris menyebabkan hipoestesia atau anestesia yang berakibat hilangnya sensasi protektif. Hilangnya sensasi protektif akan menyebabkan hilangnya kemampuan seseorang untuk mendeteksi trauma pada dirinya. Daerah yang sering mengalami hilangnya sensasi adalah mata, telapak tangan dan telapak kaki. Gangguan motorik mengakibatkan kelemahan atau kelumpuhan kelompok otot tertentu dan menyebabkan distribusi tekanan yang tidak rata sehingga ada bagian tubuh yang sering mendapatkan tekanan fokal berulang secara berlebihan. Tekanan berlebihan dan berulang adalah salah satu faktor pencetus timbulnya Universitas Indonesia
!
5 ulkus. Faktor risiko lain adalah kalus dan deformitas. Gangguan otonom akan menimbulkan anhidrosis yang mengakibatkan kekeringan kulit sehingga mudah terjadi fisura. Kerusakan saraf otonom juga menyebabkan gangguan vaskular setempat yang memudahkan terjadinya kerusakan kulit dan gangguan penyembuhan luka.7,10,47,52 Gangguan motoris, sensoris, dan fungsi saraf autonom mendasari kerusakan dan ketidakmampuan tangan dan kaki yang menjadi faktor predisposisi
timbulnya
salah
guna
(misuse).
Mekanisme
ini
mengakibatkan mudahnya terjadi trauma sehingga akhirnya timbul ulkus, kemudian dapat terjadi infeksi sekunder dan sikatriks. Terjadi siklus ulkus-sikatriks-ulkus yang mengakibatkan ulkus sering rekuren.7,10,45,50,52 2.2.3
Klasifikasi berdasarkan derajat keparahan Terdapat beberapa klasifikasi ulkus neuropatik berdasarkan derajat keparahan. Skala derajat keparahan ulkus neuropatik menurut Wagner dapat dilihat pada tabel 1.53 Tabel 2.1. Skala Wagner* Derajat
Keterangan
Derajat 0
Kulit utuh
Derajat 1
Ulkus superfisial
Derajat 2
Ulkus dalam (mencapai tendon atau tulang)
Derajat 3
Ulkus disertai abses atau osteomielitis
Derajat 4
Ulkus disertai gangren di sebagian kaki
Derajat 5
Ulkus disertai gangren di hampir seluruh bagian kaki
Jika ulkus neuropatik terdapat di plantar saja, ulkus dapat dibedakan menjadi (1) ulkus plantar sederhana, yaitu ulkus yang hanya mengenai kulit hingga subkutis dengan dasar ulkus bersih, disertai jaringan granulasi *dikutip dari kepustakaan 53 Universitas Indonesia
!
6 berwarna merah muda, tidak tampak tanda infeksi sekunder atau pembentukan sinus, (2) ulkus terkomplikasi, yaitu ulkus sederhana yang mengalami infeksi sekunder, dapat menyerang tendon dan tulang, (3) ulkus dengan sinus panjang, dasar ulkus tidak tampak, dan (4) ulkus malignitas, yaitu ulkus kronis dengan tanda keganasan, misalnya dasar ulkus meninggi membentuk gambaran seperti kembang kol disertai bau busuk.50 Penelitian lain membagi ulkus neuropatik MH menjadi ulkus sederhana dan komplikata. Ulkus neuropatik sederhana adalah ulkus neuropatik yang hanya melibatkan kulit dan subkutis tanpa keterlibatan tulang.11 Termasuk dalam ulkus sederhana adalah ulkus neuropatik derajat 1 menurut Wagner dan ulkus plantar sederhana. Klasifikasi dibuat untuk kepentingan dokumentasi, kemudahan komunikasi antar tenaga medis, dan panduan tata laksana.53
2.2.4
Penatalaksanaan Prinsip penatalaksanaan ulkus neuropatik MH adalah
2.2.4.1 Imobilisasi Imobilisasi sangat penting pada penyembuhan ulkus neuropatik, yang paling tepat adalah tirah baring, tetapi pasien tetap harus dapat bergerak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada beberapa keadaan dapat digunakan alat bantu, misalnya tongkat, bidai, atau plaster of Paris antara lain nonweight bearing, Rocker, Bohler iron. Dengan istirahat saja, pada umumnya ulkus neuropatik sederhana akan membaik dalam waktu enam minggu.15,50 2.2.4.2 Perawatan luka Luka dirawat dengan cara membersihkan, membuang jaringan mati, dan menipiskan penebalan kulit. Selanjutnya dilakukan penutupan luka dengan dressing yang sesuai dengan kondisi luka.51 Penutupan luka adalah bagian dari proses penyembuhan paripurna. Tujuan penutupan luka dengan dressing adalah untuk menjaga ulkus tetap lembab, mencegah masuknya mikro-organisme dari luar, menyerap eksudat (bila ada), dan memberikan Universitas Indonesia
!
7 perlindungan mekanik pada luka.54,55 Kompres dapat dilakukan saat penggantian dressing atau jika banyak eksudat. Jika terdapat infeksi maka antibiotik dapat ditambahkan.50,51
2.2.4.3 Tindakan bedah Ulkus dengan derajat keparahan rendah cukup ditangani dengan imobilisasi dan perawatan luka saja, sedangkan ulkus dengan derajat keparahan tinggi membutuhkan tindakan bedah.53 Tindakan bedah ditujukan untuk (1) mengatasi komplikasi, misalnya abses, sinus, atau osteomielitis, (2) memperbaiki bentuk dan mekanisme kaki, dan (3) menghilangkan jaringan parut, (4) mencegah penjalaran pada keganasan, dengan cara amputasi dan diseksi kelenjar getah bening.51 2.3 Penyembuhan luka 2.3.1
Definisi Luka adalah gangguan anatomi dan fungsi kulit normal karena cedera jaringan yang mengakibatkan diskontinuitas epitel dengan atau tanpa hilangnya jaringan ikat di bawahnya. Penyembuhan adalah proses kompleks dan dinamis yang menghasilkan pemulihan kontinuitas anatomi dan fungsi. Penyembuhan luka pada kulit adalah suatu proses biologis tubuh yang kompleks dan timbul segera setelah terjadinya luka pada kulit. Proses ini merupakan kombinasi antara proses regenerasi dan reparasi jaringan yang rusak.30
2.3.2
Tahap penyembuhan luka Proses penyembuhan luka dapat dibagi menjadi tiga tahap utama, yaitu tahap inflamasi, tahap proliferasi, dan tahap maturasi.
2.3.2.1 Tahap inflamasi Kerusakan jaringan akan merangsang respons vaskular dan selular untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Tahap ini dimulai dari trauma yang menyebabkan kerusakan pembuluh darah serta ekstravasasi trombosit dan komponen darah lain. Setelah pembuluh darah rusak, terjadi adesi dan Universitas Indonesia
!
8 agregasi trombosit yang mengawali terbentuknya bekuan darah sebagai sumbat hemostasis. Setelah berikatan dengan permukaan dinding pembuluh darah yang rusak, trombosit akan aktif dan mengeluarkan berbagai protein bio-aktif yang memediasi interaksi antara trombosit, leukosit, protein plasma, dan dinding pembuluh darah. Jeram koagulasi akan segera dimulai dan terjadi perubahan fibrinogen menjadi fibrin yang akan bergabung dengan fibronektin dan trombosit untuk membentuk matriks ekstraselular provisional. Sebagian protein bio-aktif yang dilepaskan oleh trombosit juga memiliki efek kemotaktik terhadap leukosit, monosit, dan limfosit. Berbagai sel radang tersebut bekerja sebagai fagosit untuk membunuh kuman dan membersihkan debris. Makrofag juga melepaskan berbagai faktor pertumbuhan, antara lain transforming growth factor-β (TGF-β) yang akan memulai tahap penyembuhan luka selanjutnya. Tahap inflamasi berakhir 24-72 jam pascatrauma dan dapat memanjang hingga 5-7 hari.17,25,30
2.3.2.2 Tahap proliferasi Tahap proliferasi dimulai beberapa jam sesudah trauma. Pada tahap ini terjadi mitosis beberapa sel yang berasal dari epidermis dan dermis sehingga akan terbentuk sawar fungsional baru (re-epitelialisasi), pembuluh
darah
baru
(angiogenesis),
dan
peningkatan
matriks
ekstraselular (fibroplasia).30 Tahap ini ditandai dengan terbentuknya jaringan granulasi yang terdiri atas matriks provisional yang telah memiliki struktur vaskular dan kolagen imatur (tipe III).17 Angiogenesis
adalah
pertumbuhan
pembuluh
darah
baru
(neovaskularisasi) yang dimulai pada hari ke-2 pascatrauma. Angiogenesis dipicu oleh faktor pertumbuhan, antara lain vascular endothelial growth factor (VEGF) dan TGF-β yang akan memicu migrasi dan proliferasi sel endotel. Kapiler yang terbentuk akan memasuki matriks provisional dan mulai membentuk jaringan vaskular yang kompleks.17,30
Universitas Indonesia
!
9 Proses re-epitelialisasi ditandai oleh migrasi, proliferasi, dan diferensiasi keratinosit epidermis yang dipicu oleh faktor pertumbuhan. Hilangnya perlekatan terhadap membran basal akan memicu perubahan fenotipik keratinosit, terjadi pendataran dan pemanjangan keratinosit, disertai pembentukan
pseudopodia.
Re-organisasi
keratin
sitoplasmik
menyebabkan pergerakan sel. Pada 16-24 jam sesudah trauma, keratinosit adneksa kulit berproliferasi dan bermigrasi ke permukaan luka, kemudian akan berdiferensiasi menjadi keratinosit epidermis. Pada 24-48 jam sesudah trauma, keratinosit tepi luka juga akan berproliferasi, bermigrasi, dan berdiferensiasi.17,30 Pada hari ke-3, fibroblas akan bermigrasi menuju matriks provisional dan dipicu oleh TGF-β untuk menyintesis kolagen, terutama kolagen tipe III. Pada hari ke-5, terjadi peningkatan sintesis kolagen tipe I oleh fibroblas. Selain kolagen, fibroblas juga akan menyekresikan proteoglikan dan glikosaminoglikan. Pada akhir tahap inflamasi, matriks ekstraselular provisional akan dihancurkan oleh kolagenase dan plasmin untuk kemudian digantikan oleh matriks kolagenosa. Sesudah 2 minggu, infiltrat peradangan akan menghilang dan terjadi perubahan warna luka yang sebelumnya merah menjadi pucat.17,35 2.3.2.3 Tahap maturasi Tahap maturasi dapat berlangsung bertahun-tahun pascatrauma. Tahap ini ditandai oleh keseimbangan antara sintesis kolagen dan degradasi kolagen sebagai upaya untuk membangun kembali matriks jaringan ikat. TGF-β akan memicu perubahan fibroblas menjadi miofibroblas yang berperan pada kontraksi luka. Akhir penyembuhan luka yang diharapkan adalah luka dengan jaringan parut yang halus dengan kontraksi minimal.17,25 2.3.3
Peran faktor pertumbuhan pada penyembuhan luka Proses penyembuhan luka dikoordinasi oleh faktor pertumbuhan, suatu kelompok sitokin yang aktivitas utamanya adalah menginduksi mitosis. Universitas Indonesia
!
10 Faktor pertumbuhan disekresikan oleh berbagai jenis sel, antara lain trombosit, makrofag, fibroblas, dan endotel. Beberapa faktor pertumbuhan yang berperan pada penyembuhan luka misalnya platelet-derived growth factor (PDGF), TGF-β, basic fibroblas growth factor (bFGF), VEGF, epidermal growth factor (EGF), dan insulin-like growth factor (IGF). Pada penyembuhan luka, faktor pertumbuhan berperan untuk (1) memicu migrasi sel radang ke tempat luka (kemotaksis), (2) memicu proliferasi dan diferensiasi epitel, (3) memberikan efek mitogenik pada sel mesodermal yang ditandai dengan angiogenesis dan pembentukan jaringan granulasi, serta (4) memicu proses degradasi dan pembentukan kolagen.18 Faktor pertumbuhan berperan penting pada semua fase penyembuhan luka.19,20 Selain menciptakan lingkungan yang optimal pada proses penyembuhan ulkus, penambahan faktor pertumbuhan juga langsung menginduksi dan mempercepat proses penyembuhan luka akut maupun kronik. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa faktor pertumbuhan dapat mempercepat penyembuhan luka akut, misalnya pada daerah donor tandur kulit, luka bakar akut, dan luka pasca biopsi plong.18 Ulkus kronis sulit sembuh karena terdapat hambatan pada salah satu tahap penyembuhan luka dan hal ini dapat disebabkan oleh rendahnya kadar faktor pertumbuhan.19,23 Studi eksperimental menunjukkan bahwa keadaan tersebut disebabkan oleh penurunan sintesis, peningkatan degradasi, dan inaktivasi faktor pertumbuhan, sehingga penambahan faktor pertumbuhan diharapkan dapat memperbaiki masalah tersebut.35 Faktor pertumbuhan juga berfungsi sebagai mediator interaksi sel-sel dan sel-matriks yang memicu proliferasi sel punca dan mesenkimal di daerah luka sehingga bermanfaat untuk menimbulkan jaringan granulasi pada tahap awal penyembuhan luka kronis.56
2.3.4
Faktor yang berpengaruh pada penyembuhan luka Secara umum, terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi proses penyembuhan luka, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Universitas Indonesia
!
11
2.3.4.1 Faktor intrinsik A. Umur Kulit yang menua akan mengalami beberapa perubahan fisiologik maupun anatomik, antara lain kulit menjadi atrofik, kurang elastik, dan terjadi penurunan vaskularisasi sehingga terdapat anggapan kulit pada populasi geriatri lebih rentan terhadap trauma dan jika terjadi ulkus akan lebih sulit sembuh. Penelitian memperlihatkan penyembuhan lebih lambat pada populasi geriatrik sehat tanpa penyakit kronik jika dibandingkan dengan populasi muda. Meskipun demikian, faktor umur tanpa adanya faktor lain bukan faktor utama yang menyebabkan hambatan penyembuhan luka. Penyakit kronik sebagai penyulit ulkus juga lebih sering terjadi pada usia tua. Umur menjadi faktor utama pada pasien berumur lebih dari 85 tahun dan risiko terjadinya ulkus dekubitus pada kelompok umur ini adalah 30%.57 B. Gangguan nutrisi Kondisi malnutrisi akan menghambat proses penyembuhan luka karena adanya defisiensi makro- dan mikronutrien yang diperlukan untuk penyembuhan luka. Pasien malnutrisi juga rentan mengalami infeksi. Pada pasien ulkus yang harus terjamin adalah asupan nutrisinya sehingga pasien harus dapat tetap makan dan minum dengan baik.57 C. Edema Edema di sekitar ulkus akan menghambat penyembuhan luka karena menurunkan kualitas kulit serta menginduksi fibrosis dan sklerosis. Edema dapat setempat atau menyeluruh. Edema lokalisata disebabkan oleh limfedema primer (kongenital atau idiopatik) atau sekunder (infeksi, insufisiensi vaskular, trauma, tumor, atau iatrogenik). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan edema generalisata, antara lain hipo-albuminemia, gagal jantung kongestif, gangguan ginjal, dan miksedema.56
Universitas Indonesia
!
12 D. Penyakit kronik Diabetes melitus (DM) merupakan faktor risiko terjadinya gangguan penyembuhan luka. Tingginya kadar glukosa darah akan menggangu fungsi leukosit sehingga pasien DM rentan mengalami infeksi. Komponen mikrovaskular dan neuropatik DM juga menyebabkan gangguan penyembuhan luka. Beberapa kondisi, misalnya acquired immunodeficiency syndrome (AIDS), pasca transplantasi organ, dan kanker merupakan penyulit pasien ulkus karena adanya imunosupresi yang merupakan faktor predisposisi infeksi dan gangguan respons inflamasi.56 E. Gangguan perfusi dan oksigenisasi Semua kondisi yang menyebabkan hambatan perfusi dan oksigenasi ke daerah ulkus akan menghambat proses penyembuhannya. Anemia, syok hipovolemik, penyakit arteri perifer, hipertensi, insufisiensi vena, hemodialisis, penggunaan diuretik, dan penyakit paru obstruktif kronik adalah beberapa kondisi yang dapat menyebabkan gangguan perfusi dan oksigenasi.57 F. Kondisi luka Ulkus yang besar, telah berlangsung lama, dan tidak membaik setelah pengobatan optimal selama tiga minggu merupakan faktor risiko untuk menjadi kronik. Beban biologis berlebih dari jaringan nekrotik dan infeksi adalah suatu penghalang penyembuhan luka dan faktor risiko terjadinya ulkus kronik. Pasien dengan ulkus multipel juga akan lebih lambat sembuh karena peningkatan luas permukaan tubuh yang perlu diperbaiki serta adanya peningkatan kebutuhan oksigen dan nutrisi.57
2.3.4.2 Faktor ekstrinsik A. Obat Obat sistemik dapat menghambat penyembuhan ulkus melalui tiga mekanisme, yaitu (1) secara langsung menyebabkan ulserasi, misalnya obat ergotamin (vasospastik), warfarin (antikoagulan), diltiazem (menginduksi vaskulitis), adriamisin (merusak jaringan), montelukast Universitas Indonesia
!
13 (dikaitkan dengan pioderma gangrenosum), (2) menghambat proses penyembuhan
luka
secara
umum,
misalnya
kortikosteroid
(imunosupresan), vinkristin (antineoplastik), metotreksat (antimitotik), dan (3) menurunkan kualitas kulit, misalnya obat golongan penyekat kanal kalsium (menyebabkan edema), penisilamin (menyebabkan atrofi kulit), bleomisin (menyebabkan sklerosis). Penggunaan obat topikal tertentu secara berlebihan, misalnya povidon iodin dapat menyebabkan dermatitis kontak parah yang berakibat ulserasi.58 B. Merokok Meta-analisis oleh Sorensen dkk.59 memperlihatkan adanya gangguan penyembuhan luka pada perokok dan mantan perokok. Merokok dapat menghambat proses penyembuhan luka melalui beberapa mekanisme, yaitu (1) rokok menyebabkan kerusakan vaskular yang akan menurunkan perfusi jaringan, (2) rokok menurunkan sintesis kolagen, dan (3) rokok menghambat migrasi keratinosit.58 C. Radioterapi Radiasi yang diberikan dengan tujuan menghambat mitosis akan secara langsung menghambat penyembuhan luka. Kerentanan kulit akibat radioterapi dapat bertahan lama hingga bertahun-tahun sesudah radioterapi selesai. Radiodermatitis juga dapat secara langsung menyebabkan ulkus jika kerusakan sel yang terjadi cukup parah.57 2.4
Salap seng oksida
2.4.1 Seng Seng adalah elemen kelumit (trace element) terbanyak kedua di tubuh manusia setelah besi. Seng sebagai kofaktor lebih dari 300 enzim dan 2000 faktor transkripsi, berperan penting pada berbagai proses metabolisme.60 Fungsi seng dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu fungsi katalitik, struktural, dan regulasi. Seng adalah komponen penting di situs katalitik berbagai enzim, misalnya enzim fosfatase alkali dan matriks metaloproteinase (MMP) yang berperan penting pada tahap maturasi proses penyembuhan luka. Seng merupakan komponen struktural reseptor asam Universitas Indonesia
!
14 retinoat, reseptor vitamin D, reseptor hormon steroid, dan protein pengatur gen yang berikatan secara spesifik dengan DNA (zinc finger protein). Pada fungsi regulasi, seng berperan sebagai sinyal ionik antar sel dan dapat berikatan dengan elemen respons logam pada faktor transkripsi untuk mengatur ekspresi gen.61
2.4.2 Peran seng pada fisiologi kulit Kulit dan adneksanya merupakan organ dengan kandungan seng terbesar kedua sesudah tulang dan otot (20% dari seluruh kandungan seng dalam tubuh). Seng terdapat di berbagai sel dan matriks ekstraselular dermis dan epidermis.62 Kadar seng bervariasi di lokasi anatomik yang berbeda, misalnya kadar seng lebih tinggi di kulit telapak kaki atau telapak tangan jika dibandingkan dengan kulit yang lebih tipis dan berambut. Konsentrasi seng di epidermis (50-70 µg/g berat kering) yang lebih tinggi dibandingkan dengan di dermis (5-10 µg/g berat kering) mencerminkan tingginya kandungan zinc finger protein pada enzim polimerase DNA dan RNA sel basal yang aktif membelah.31,36,63 Keseimbangan antara kadar seng dan kalsium di epidermis dibutuhkan untuk sintesis keratohialin, mitosis, dan maturasi keratinosit. Seng mengatur pergerakan keratinosit dan proses keratinisasi melalui modulasi ekspresi integrin keratinosit.36 Selain sawar kulit, inflamasi yang diperantarai oleh berbagai sel radang dan sitokin pro-inflamasi adalah komponen utama imunitas kulit. Seng berperan penting pada pengaturan respons imun melalui berbagai sel radang dan sitokin. Seng mempengaruhi proses fagositosis dan presentasi antigen karena seng diperlukan untuk maturasi dan ekspresi molekul major histocompatibility complex (MHC), serta interaksinya dengan antigen.64 Respons sel imun terhadap berbagai sitokin juga diatur secara tidak langsung oleh seng yang merupakan komponen struktural berbagai sinyal intraselular, misalnya kinase, fosfatase, dan faktor transkripsi misalnya NFkB. Peptidoglycan recognition protein (PGRP), komponen imunitas
Universitas Indonesia
!
15 alami kulit terhadap berbagai kuman patogen, juga membutuhkan seng agar dapat berfungsi optimal.65
2.4.3 Sediaan seng Seng stabil dalam bentuk kation divalen (Zn2+) dan bentuk ini tidak memiliki
kemampuan
mereduksi
atau
mengoksidasi.
Seng
dapat
membentuk kompleks dengan senyawa organik dan inorganik, seperti sulfat, oksida, karbonat, sitrat, glukonat, dan beberapa asam amino (histidin, metionin, lisin).60 Beberapa kompleks seng mudah larut, misalnya seng sulfat dan seng asetat. Kompleks seng yang tidak mudah larut, misalnya seng karbonat dan ZnO, memiliki bioavaibilitas rendah karena sukar diabsorpsi sehingga hanya digunakan untuk sediaan topikal.66 Absorpsi seng eksogen melalui kulit sangat dipengaruhi integritas stratum korneum sebagai sawar kulit. Tanpa sawar kulit yang utuh, absorpsi seng sangat meningkat. Absorpsi seng melalui kulit dipengaruhi oleh pH kulit, sifat fisikokimia sediaan (kelarutan, pH, berat molekul, koefisien partisi), dan konsentrasi seng. Garam seng akan terhidrolisis oleh mantel asam di permukaan kulit dan ion seng yang terlepas akan berikatan dengan gugus sulfidril keratin. Sebagian besar ion seng yang terikat di keratin akan hilang seiring dengan proses eksfoliasi kulit dan sisanya akan masuk ke sirkulasi sistemik.36 2.4.4 Peran seng pada penyembuhan luka Pada perawatan ulkus, seng lebih sering digunakan secara topikal. Garam seng dalam bentuk ZnO telah digunakan sejak lama untuk mempercepat penyembuhan luka.36,67,68 Selain bersifat protektif, seng sebagai komponen fosfatase alkali berperan untuk memodulasi reaksi inflamasi yang terjadi pada fase awal penyembuhan luka agar luka tidak menjadi kronik.31,32 Secara in vitro, seng dapat memicu ekspresi beberapa integrin sel basal pada fase proliferasi penyembuhan luka. Integrin berperan penting pada pergerakan keratinosit dan interaksinya dengan matriks ekstraselular.14,37 Universitas Indonesia
!
16 Beberapa zinc finger protein berperan sebagai faktor transkripsi yang memicu proliferasi keratinosit dan produksi kolagen melalui aktivasi faktor pertumbuhan. 31,36 Telaah sistematik oleh O’Donnell dkk.69 membuktikan manfaat seng topikal pada ulkus venosum kronik. Seng memiliki kemampuan antimikrobial karena pada konsentrasi tertentu bersifat toksik untuk beberapa kuman.36 ZnO juga dapat mempercepat proses debridement jaringan nekrotik.70 Sediaan seng topikal untuk proses penyembuhan luka berupa perban pasta, stoking, dan dressing alginat. Perban pasta atau sepatu Unna terbuat dari kasa lebar yang dilumuri pasta ZnO.66 ZnO topikal dalam bentuk salap atau plester telah lama digunakan pada pengobatan ulkus neuropatik MH dengan hasil bervariasi. Hidayat dkk.14 meneliti efektivitas salap ZnO 10% untuk pengobatan ulkus plantar sederhana pasien MH dan mendapatkan proporsi tingkat kesembuhan baik (pengecilan ulkus > 75%) sebesar 35%.
2.5 Konsentrat fibrin kaya trombosit 2.5.1
Definisi dan sinonim Konsentrat FKT atau platelet-rich fibrin adalah konsentrat trombosit di dalam suatu biomatriks fibrin autolog.25,26 Konsentrat FKT merupakan suatu matriks yang berisi berbagai elemen selular dan molekular sehingga proses penyembuhan luka dapat berlangsung optimal.33 Terdapat beberapa istilah lain untuk konsentrat FKT, antara lain leucopatch, platelet-rich fibrin matrix dan platelet-rich fibrin membrane.29,71
2.5.2
Trombosit Trombosit adalah pecahan sitoplasma megakariosit sumsum tulang yang bersirkulasi dalam darah. Trombosit memiliki tiga jenis granula yaitu granula α, granula padat, dan granula lisosomal. Sebuah granula α memiliki lebih dari 30 protein bio-aktif, berupa (1) faktor pertumbuhan, Universitas Indonesia
!
17 antara lain PDGF, TGF-β, bFGF, VEGF, EGF, dan IGF, (2) protein adesif, antara lain fibrinogen, fibronektin, vitronektin, dan trombospondin1, (3) faktor koagulasi, antara lain faktor V, faktor XI, protein S, dan antitrombin, (4) protease dan antiprotease, antara lain tissue inhibitor of metalloproteinase-4 (TIMP-4), metaloproteinase-4, dan α-1 antitripsin, (5) faktor fibrinolisis, antara lain plasminogen, penghambat aktivator plasminogen, dan α-2 antiplasmin, (6) protein antimikrobial, yaitu trombosidins, dan (7) glikoprotein membran, antara lain ligan CD40 dan P-selektin.! Di dalam granula padat tersimpan ADP/ATP, Ca2+, serotonin, histamin, dopamin, katekolamin. Di dalam granula lisosomal tersimpan berbagai enzim degradatif, misalnya hidrolase, katepsin D dan E, serta elastase. Berbagai protein bio-aktif di dalam granula akan dilepaskan setelah trombosit teraktivasi.16,72-74 Pada tahap awal penyembuhan luka, trombosit telah berperan aktif mempertahankan
homeostasis
tubuh
dengan
membentuk
sumbat
hemostatik. Berbagai protein bio-aktif yang tersimpan di dalam granula trombosit,
terutama
faktor
pertumbuhan,
berperan
penting
pada
73
penyembuhan luka di tahap selanjutnya. In vitro, terdapat korelasi positif antara konsentrasi trombosit dengan proliferasi sel punca mesenkimal, proliferasi fibroblas, dan produksi kolagen tipe I.16 2.5.3
Fibrin Fibrin adalah bentuk aktif suatu molekul plasma, yaitu fibrinogen. Pada proses koagulasi, fibrinogen akan diubah menjadi bentuk yang tidak larut, yaitu fibrin.75 Selain fungsi hemostasis, fibrin juga berperan sebagai perancah yang mendukung dan memicu migrasi dan proliferasi sel. Fibrin juga berfungsi sebagai reservoir berbagai sitokin.76 Peran fibrin pada berbagai proses tersebut, tidak hanya bergantung pada arsitektur dan karakteristik fibrin (fungsi hemostasis), tetapi juga pada interaksi antara reseptor spesifik di polimer fibrin dengan berbagai enzim, faktor koagulasi, dan faktor pertumbuhan.34 Universitas Indonesia
!
18 Pada penyembuhan luka, fibrin berperan pada proses angiogenesis, reepitelialisasi,
dan
fibroplasia.
Pada
angiogenesis,
endotel
akan
mengekspresikan integrin αvβ3 yang berikatan dengan reseptornya di fibrin. Faktor angiogenik utama, yaitu VEGF, PDGF, dan bFGF juga berikatan secara kuat dengan fibrin. Hal ini mendukung peran fibrin sebagai perancah angiogenesis. Sel punca yang bersirkulasi selama neovaskularisasi akan diikat oleh matriks fibrin dan kemudian berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel. Pada re-epitelialisasi, matriks fibrin berfungsi sebagai perancah migrasi sel epitel. Sel epitel tepi luka akan kehilangan polaritas dan bermigrasi melalui jalur transisional yang dibentuk oleh fibrinogen, fibrin, fibronektin, vitronektin. Fibroblas juga akan bermigrasi ke dalam matriks fibrin melalui ikatan antara integrin αvβ3 dengan reseptornya pada fibrin.23,33,34 2.5.4
Perkembangan teknologi pemanfaatan konsentrat trombosit untuk penyembuhan luka Dalam dunia kedokteran, konsentrat trombosit pertama kali digunakan untuk pencegahan dan pengobatan perdarahan akibat tombositopenia. Konsentrat trombosit mulai digunakan untuk membantu penyembuhan luka sejak lebih dari 20 tahun.71 Sediaan trombosit yang dianggap bermanfaat untuk penyembuhan luka memiliki konsentrasi trombosit di atas 1.000.000/mL atau 4-5 kali di atas nilai normal trombosit pada whole blood.25 Sediaan konsentrat trombosit yang pertama kali digunakan untuk penyembuhan luka adalah konsentrat PKT. Terdapat berbagai metode pembuatan konsentrat PKT dengan menggunakan alat komersial atau mesin sentrifugasi biasa. Pada dasarnya, konsentrat PKT dibuat dengan sentrifugasi bertingkat dengan tambahan antikoagulan dan aktivator trombosit. Meskipun sangat bermanfaat, konsentrat PKT juga memiliki beberapa keterbatasan, antara lain (1) faktor pertumbuhan dilepaskan secara cepat dalam jumlah besar, tidak terkontrol, dan akan segera terdegradasi sehingga efeknya tidak bertahan lama, (2) metode pembuatannya cukup sulit dan menyita waktu (30-60 menit) karena harus Universitas Indonesia
!
19 disentrifugasi dua kali, dan (3) terdapat risiko dermatitis kontak serta reaksi alergik karena adanya zat kimia tambahan yang digunakan.71 Konsentrat! FKT dapat dianggap sebagai metode pembuatan konsentrat trombosit generasi kedua yang diciptakan untuk mengatasi keterbatasan konsentrat PKT. Matriks fibrin sebagai bahan pembawa konsentrat trombosit
akan
mengikat
faktor
pertumbuhan
sehingga
faktor
pertumbuhan akan dilepaskan secara perlahan dalam jangka waktu lama. Di sepanjang matriks fibrin juga terdapat deposit glikosaminoglikan (heparin dan asam hialuronat) yang memiliki afinitas kuat terhadap faktor perumbuhan. Terikatnya faktor pertumbuhan pada fibrin juga akan melindunginya dari degradasi.26,77 He dkk.78 menemukan bahwa kadar TGF-β yang dilepaskan konsentrat FKT pada hari ke-7 dan ke-14 lebih tinggi jika dibandingkan hari pertama, dan mulai menurun sesudahnya. Kadar TGF-β yang dilepaskan konsentrat PKT paling tinggi pada hari pertama dan menurun drastis sesudahnya serta lebih rendah secara signifikan jika dibandingkan dengan kadar TGF-β pada konsentrat FKT. Konsentrat FKT hingga hari ke-14 masih dapat secara maksimal memicu proliferasi dan diferensiasi osteoblas, sedangkan konsentrat PKT tidak. Terdapat berbagai metode pembuatan konsentrat FKT, metode yang dibuat oleh Choukroun dkk.75 pada tahun 2001 adalah metode yang berkembang pesat. Hal ini disebabkan oleh proses pengolahan yang mudah dan singkat (15-30 menit) karena hanya mengalami satu kali sentrifugasi, dapat menggunakan mesin sentrifugasi biasa, dan tidak membutuhkan zat kimia tambahan sebagai antikoagulan atau aktivator trombosit sehingga tidak menimbulkan reaksi iritasi atau alergik.26,71,79
Universitas Indonesia
!
20
2.5.5
Pemanfaatan fibrin kaya trombosit pada penyembuhan luka Terdapat berberapa kasus berseri mengenai efektivitas konsentrat FKT pada pengobatan ulkus kronis dengan berbagai etiologi yang tidak sembuh dengan pengobatan konvensional. Steenvoorde dkk.28 mendapatkan angka kesembuhan 62% dengan rerata masa pengobatan 4,2 minggu dan tidak menemukan efek samping apapun. Jorgensen dkk.29 meneliti efektivitas pemberian konsentrat FKT tiap minggu selama enam minggu pada 15 pasien ulkus kronik didapatkan rerata pengecilan luka sebesar 64,7% dengan empat luka (31%) sembuh sempurna. O’Connell dkk.19 meneliti efektivitas konsentrat FKT untuk mempercepat penyembuhan ulkus kronik nonvenosum pada tungkai bawah dan mendapatkan angka kesembuhan 31% dengan rerata masa pengobatan 7,1 minggu. Sebuah studi lain mendapatkan persentase pasien ulkus neuropatik DM yang mendapatkan tingkat kesembuhan baik dengan pengobatan konsentrat FKT selama 12 minggu sebesar 100%.*
2.6 Obat topikal lain Terdapat beberapa obat selain konsentrat FKT dan salap ZnO 10% yang dapat digunakan sebagai terapi topikal ulkus neuropatik sederhana MH. Bansal dan Mukul9 meneliti efektivitas larutan fenitoin pada pengobatan ulkus neuropatik MH kronik selama 4 minggu dan mendapatkan rerata persentase pengecilan luka sebesar 72,1 + 19,9% dengan proporsi tingkat kesembuhan baik sebesar 68%. Bhatia dkk.11 mendapatkan rerata persentase pengecilan ulkus neuropatik akut yang diobati selama 4 minggu dengan larutan fenitoin 2% dan 4% sebesar 88,4 + 14,2% dan 90 + 10,8%. Hidayat dkk.14 Meneliti efektivitas pengobatan kasa amnion pada ulkus plantar sederhana MH dan mendapatkan proporsi tingkat kesembuhan baik sebesar 85% dengan rerata persentase pengecilan ulkus sebesar 93,12 + 17,98%
*
Dikutip dari kepustakaan 27!! Universitas Indonesia
!
21
2.7 Kerangka teori PATOGENESIS ULKUS NEUROPATIK SEDERHANA MH kerusakan saraf perifer anestesia + kulit kering + paralisis salah guna tangan dan kaki trauma berulang
ULKUS NEUROPATIK
PROSES PENYEMBUHAN LUKA FAKTOR PENGHAMBAT
FAKTOR PEMERCEPAT
Anemia
Gangguan
Kelembaban
Wound
Obat
perfusi dan
Mencegah infeksi
dressing
Usia tua
oksigenisasi
Perlindungan mekanik
DM Merokok
Faktor pertumbuhan
Penyakit arteri perifer
memicu semua tahap
Insufisiensi vena
penyembuhan luka Fibrin sebagai
Imunosupresi
Infeksi
perancah interaksi
Gizi buruk
sekunder
sel-matriks ekstraselular
Konsentrat FKT
DM
Usia tua
Penurunan
Edema
kualitas kulit
Proliferasi keratinosit
Salap
Produksi kolagen
ZnO 10%
Modulasi inflamasi
Radioterapi
Mengatasi deformitas
Obat
dan komplikasi
Bedah
Fibrosis Sklerosis
Minimalisasi
Imobilisasi
trauma SEMBUH
Universitas Indonesia
!
22
2.8 Kerangka konsep FAKTOR YANG BERPENGARUH -
Usia
-
Status gizi
-
Kondisi kulit sekitar ulkus
-
Penyakit kronik
-
Merokok
-
Lama ulkus
-
Jumlah ulkus
-
Imobilisasi
Konsentrat FKT
ULKUS NEUROPATIK
SEMBUH
SEDERHANA MH
Salap ZnO 10%
-
Obat
-
Infeksi sekunder
-
Radioterapi
Keterangan : diteliti tidak diteliti (eksklusi)
Universitas Indonesia
!
1 BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Desain penelitian Penelitian ini merupakan uji klinis acak terkontrol secara terbuka dengan desain paralel. Pada desain ini disusun dua kelompok, yaitu kelompok uji dan kelompok pembanding. Kelompok uji mendapat konsentrat FKT dan kelompok pembanding mendapat salap ZnO 10%. 3.2 Tempat dan waktu penelitian •
Penelitian ini dilakukan di RSK Dr. Sitanala Tangerang.
•
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Desember 2012 hingga Maret 2013.
3.3 Populasi penelitian 3.3.1
Populasi target Populasi target adalah seluruh pasien MH dengan ulkus neuropatik sederhana di Indonesia.
3.3.2
Populasi terjangkau Populasi terjangkau adalah pasien MH dengan ulkus neuropatik sederhana di poli kusta dan di ruang rawat inap RSK Dr. Sitanala Tangerang pada periode penelitian.
3.4 Subyek dan cara pemilihan subyek penelitian Subyek penelitian (SP) adalah sebagian populasi terjangkau yang sesuai dengan kriteria penelitian serta bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani formulir persetujuan. Alokasi acak dilakukan untuk penentuan jenis terapi yang diberikan. 3.5 Estimasi besar sampel Sesuai dengan rancangan penelitian, maka besar sampel dihitung menggunakan rumus perbedaan dua proporsi tidak berpasangan.80
Universitas Indonesia
!
2
Zα 2PQ ! + !Zβ P! Q! + P! Q ! !! = !! = P! − P! !
!
Keterangan : n1 =n2 = besar sampel penelitian minimal untuk masing-masing kelompok. α
= nilai α untuk penelitian ini ditetapkan 5 %.
Zα
= tingkat kemaknaan, nilai Z untuk α = 0,05 (tingkat kepercayaan 95 %) dari tabel Zα adalah 1,96.
β
= nilai β untuk penelitian ini ditetapkan 20%
Zβ
= kekuatan penelitian, nilai Z untuk β = 0,2 dari tabel Zβ adalah 0,842
P1
= proporsi tingkat kesembuhan baik terapi salap ZnO 10% untuk ulkus neuropatik sederhana MH menurut kepustakaan adalah 0,35.14
Q1
= 1-P1 = 0,65
P2
= proporsi tingkat kesembuhan baik terapi konsentrat FKT untuk ulkus neuropatik sederhana MH yang diharapkan adalah 0,75
Q2
= 1- P2 = 0,25.
P
= ½ (P1+ P2) = 0,55
Q
= 1- P = 0,45.
Zβ
= 0,842.
!! = !! =
1,96 2x0,55x0,45 ! + !0,842 0,35x0,65 + 0,75x0,25 0,35 − 0,75
!
!
Sehingga: n1 = n2 = 23,07 ~ 23 orang Perhitungan antisipasi dropout adalah 10%, sehingga n1 = n2 = 26 orang. Berdasarkan perhitungan tersebut diharapkan jumlah SP kelompok uji adalah 26 orang dan kelompok pembanding adalah 26 orang sehingga total SP berjumlah 52 orang.
Universitas Indonesia
!
3
3.6 Kriteria pemilihan subyek penelitian 3.6.1
Kriteria penerimaan •
Usia 18 tahun hingga 72 tahun.
•
Pasien MH dalam terapi MDT (multi drugs therapy) atau RFT (released from treatment) yang mempunyai ulkus neuropatik sederhana.
•
Bersedia menjadi SP dengan menandatangani formulir persetujuan setelah diberi penjelasan (informed consent).
3.6.2
Kriteria penolakan •
Menderita DM, penyakit arteri perifer dan insufisiensi vena di sekitar ulkus, riwayat keganasan, dan atau saat ini mengalami reaksi MH.
•
Secara anamnesis terdapat riwayat alergi terhadap salap ZnO 10% dan atau memiliki fobia jarum suntik.
•
Keadaan umum buruk.
•
Menjalani radioterapi, mendapat kortikosteroid sistemik minimal dua minggu sebelumnya, atau obat sistemik lain yang dapat mempengaruhi antikoagulan,
proses obat
penyembuhan
vasospastik,
luka,
antineoplastik,
antara
lain:
antimitotik,
penyekat kanal kalsium, dan penisilamin. •
Perempuan hamil.
•
Anemia berat (Hb < 7 g/dL) atau trombositopenia (trombosit < 150.000/µL).
3.7 Bahan dan cara kerja 3.7.1
Alokasi subyek penelitian Seleksi SP dilakukan secara consecutive sampling. Pembagian SP menjadi dua kelompok penelitian untuk mendapatkan jenis obat yang berbeda ditentukan dengan teknik randomisasi blok menggunakan tabel angka random.
Universitas Indonesia
! 3.7.2
4 Obat
3.7.2.1 Salap seng oksida 10% Salap ZnO 10% dibuat dengan menambahkan 10 g bubuk ZnO ke dalam 90 g vaselin album. Proses pembuatan salap ZnO dilakukan di apotek oleh apoteker atau asisten apoteker. 3.7.2.2 Konsentrat fibrin kaya trombosit Konsentrat
FKT
dibuat
berdasarkan
protokol
Choukroun
dkk.75
Konsentrat FKT dibuat sesaat sebelum pengobatan dan diulang pembuatannya pada saat kunjungan ulang. A. Alat dan bahan •
Table top centrifuge PLC-03 Gemmy
•
Tabung vakum kaca polos steril 5 mL Intherma Vacuum
•
Wing needle 23 G x 0,75 in BD Vacutainer Safety-Lok
•
Cawan petri diameter 6 cm
•
Gunting steril
•
Pinset
•
Kapas alkohol
•
Perekat Micropore
•
Kasa steril
•
Needle holder untuk tabung vakum
B. Prosedur pembuatan 1. Lokasi pengambilan darah SP dibersihkan dengan kapas alkohol. 2. Darah diambil sebanyak 10 mL menggunakan wing needle yang disambung dengan dua tabung vakum menggunakan needle holder. Daerah pengambilan darah ditutup dengan kasa steril dan perekat Micropore. 3. Kedua tabung yang telah terisi darah dipusing dengan kecepatan 1800 rpm (setara dengan percepatan 400 g) selama 10 menit menggunakan table top centrifuge PLC-03 Gemmy. 4. Sesudah dipusing, konsentrat FKT yang terbentuk di bagian atas tabung diambil dengan pinset dan dipisahkan dari lapisan sel darah Universitas Indonesia
!
5 merah di bawahnya dengan gunting steril. 5. Konsentrat FKT yang telah terpisah dipindahkan ke atas cawan petri dan ditekan dengan kasa steril untuk membuang serum yang tersisa. Kemudian, konsentrat FKT tersebut diletakkan di atas ulkus dengan menggunakan pinset steril. Jika konsentrat FKT belum menutupi seluruh permukaan ulkus, maka darah SP dapat diambil kembali dengan prosedur yang sama untuk membuat konsentrat FKT tambahan.
3.7.3
Perlengkapan penelitian •
Lembar informasi
: 52 lembar
•
Lembar persetujuan penelitian
: 52 lembar
•
Status penelitian
: 52 set
•
Kamera digital
: satu buah
•
Pulpen hitam
: tiga buah
•
Spidol permanen OPF hitam(F) Snowman : dua buah
•
Cling film
: tiga gulung
•
Gunting
: satu buah
•
Kertas polithene
: 364 lembar
•
Kertas blok milimeter
: 364 lembar
•
Sarung tangan lateks sekali pakai
: 10 kotak (masing-
masing 100 buah)
3.7.4
•
Tensimeter air raksa
: satu buah
•
Stetoskop
: satu buah
•
Timbangan berat badan
: satu buah
•
Meteran tinggi badan
: satu buah
Informasi awal Sebelum mengikuti pemeriksaan, setiap SP diberi penjelasan tentang tujuan penelitian, kegiatan, keuntungan yang didapat, serta kerugian yang mungkin timbul. SP yang telah memahami dan bersedia mengikuti penelitian diminta menandatangani lembar formulir persetujuan. Universitas Indonesia
! 3.7.5
6 Pengisian status penelitian Pengisian status penelitian meliputi anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan
laboratorium.
Anamnesis
mencakup
identitas,
sosiodemografik, riwayat penyakit, riwayat terapi sebelumnya, dan riwayat merokok. Pemeriksaan fisis berupa inspeksi dan palpasi, dicatat lokasi, jumlah, serta ukuran ulkus. Kondisi kulit sekitar ulkus juga dinilai ada tidaknya edema dan fibrosis. Juga dilakukan pemeriksaan tekanan darah, tinggi badan, dan berat badan. Pemeriksaan laboratorium yang dikerjakan untuk SP meliputi darah perifer lengkap (DPL), gula darah sewaktu (GDS), dan pemeriksaan BTA dari kerokan kulit. 3.7.6
Cara pemeriksaan •
SP diberi penjelasan mengenai tindakan dan tujuan tindakan yang akan dilakukan.
•
Pemeriksa melakukan pemeriksaan dengan menggunakan sarung tangan lateks sekali pakai untuk tiap SP.
•
Pemeriksaan DPL, GDS, dan BTA dilakukan di laboratorium patologi klinik RSK Dr. Sitanala Tangerang.
3.7.7
Cara pengobatan dan evaluasi
3.7.7.1 Cara pengobatan Pengobatan di poli luka RSK Dr. Sitanala Tangerang dilakukan tiap minggu. Kelompok uji diberi terapi topikal konsentrat FKT, sedangkan kelompok pembanding diberi terapi topikal salap ZnO 10%. Jika SP di kelompok uji atau kelompok pembanding memiliki lebih dari satu ulkus, ulkus yang tidak dimasukkan ke dalam analisis kesembuhan diobati dengan salap ZnO 10%. Jika setelah enam minggu pengobatan, masih ada SP yang ulkusnya belum menutup 100% maka SP dirujuk kembali ke poli kusta RSK Dr. Sitanala Tangerang untuk pengobatan lanjutan sesuai dengan standar pengobatan ulkus RSK Dr Sitanala Tangerang. Tirah baring dianjurkan kepada semua SP. Kursi roda atau sepatu microcellular rubber atau kruk diberikan sebagai alat bantu berjalan bagi SP dengan Universitas Indonesia
!
7 ulkus di daerah plantar pedis. SP juga diminta untuk menjaga agar dressing tidak terkena air agar tetap kering dan tidak mudah terlepas. Selama penelitian, SP tidak boleh menggunakan obat topikal dan atau obat sistemik lain untuk mengobati ulkusnya. A. Protokol perawatan luka kelompok uji 1. Luka dibersihkan dengan larutan NaCl 0,9% dan dilakukan debridement tajam menggunakan gunting jaringan jika diperlukan. 2. Konsentrat FKT diaplikasikan di atas ulkus. 3. Ulkus ditutup dengan menggunakan Post-Op Opsite sebagai dressing primer dan kasa gulung sebagai dressing sekunder. 4. Dressing sekunder diganti tiap hari agar tetap bersih. Pergantian dressing sekunder SP rawat jalan dilakukan sendiri oleh SP, sedangkan dressing sekunder SP rawat inap diganti tiap hari oleh tim perawat ulkus RSK Dr. Sitanala Tangerang. 5. Sesudah 3 hari, dressing primer dilepas sendiri oleh SP dan ulkus dibersihkan dengan cairan NaCl 0,9%. Sesudah dibersihkan, ulkus ditutup kembali dengan dressing primer dan sekunder. Jika dressing primer tidak sengaja terlepas sebelum 3 hari, SP diminta untuk membersihkan ulkusnya dengan cairan NaCl 0,9% dan ditutup kembali dengan dressing primer dan sekunder. 6. Perawatan ulkus ulang dan pembuatan konsentrat FKT ulang oleh peneliti dilakukan tiap minggu selama enam minggu di poli luka RSK Dr. Sitanala Tangerang. B. Protokol perawatan luka kelompok pembanding 1. Luka dibersihkan dengan larutan NaCl 0,9% dan dilakukan debridement tajam menggunakan gunting jaringan jika diperlukan. 2. Salap ZnO 10% diaplikasikan di atas ulkus. 3. Ulkus ditutup dengan menggunakan kasa steril sebagai dressing primer dan kasa gulung sebagai dressing sekunder.
Universitas Indonesia
!
8 4. Dressing sekunder diganti tiap hari agar tetap bersih. Pergantian dressing sekunder SP rawat jalan dilakukan sendiri oleh SP, sedangkan dressing sekunder SP rawat inap diganti tiap hari oleh tim perawat ulkus RSK Dr. Sitanala Tangerang. 5. Sesudah 3 hari, dressing primer dilepas sendiri oleh SP, kemudian ulkus dibersihkan dengan cairan NaCl 0,9%, dioleskan salap ZnO 10%, dan ditutup kembali dengan dressing primer dan sekunder. Jika dressing primer basah atau tidak sengaja terlepas sebelum 3 hari, SP diminta untuk membersihkan ulkusnya dengan cairan NaCl 0,9%, mengoleskan salap ZnO 10%, dan menutup ulkusnya kembali dengan dressing primer dan sekunder. 6. Perawatan ulkus ulang oleh peneliti dilakukan tiap minggu selama enam minggu di poli luka RSK Dr. Sitanala Tangerang.
3.7.7.2 Cara evaluasi Evaluasi pengobatan dilakukan tiap minggu dan mulai dilakukan satu minggu setelah pemberian terapi topikal. Dinilai tingkat kesembuhan tiap kunjungan. Tingkat kesembuhan dinilai berdasarkan pengecilan ukuran ulkus (luas ulkus). Luas ulkus diukur dengan menggunakan metode grid tracing. Suatu kertas polithene (transparan) ditempelkan di atas ulkus dan kemudian tepi ulkus digambar di atas kertas polithene tersebut menggunakan spidol permanen OPF hitam (F) Snowman. Kertas polithene tersebut dipindahkan ke atas kertas blok milimeter yang berfungsi sebagai grid. Luas dihitung dengan menjumlahkan jumlah kotak yang masuk di dalam gambar tepi ulkus. Kotak yang masuk secara utuh dihitung sebagai satu satuan kotak. Kotak yang tidak masuk secara utuh dianggap sebagai satu satuan kotak jika paling tidak setengah dari kotak masuk di dalam gambar tepi ulkus dan tidak dianggap atau dihilangkan jika kurang dari setengah kotak masuk di dalam gambar tepi ulkus. Satu satuan kotak bernilai 1 mm2.2,81 Pada tiap kunjungan juga dilakukan dokumentasi ulkus menggunakan kamera digital.
Universitas Indonesia
!
9 Kedalaman ulkus tidak diukur secara spesifik karena tidak praktis pada pelaksanaannya dan secara umum pada penelitian ini memiliki kedalaman yang relatif sama, yaitu dermis.82 Selain tingkat kesembuhan, juga dinilai ada tidaknya reaksi simpang yang terjadi selama periode penelitian.
3.7.7.3 Lama evaluasi Lama evaluasi pengobatan ulkus bervariasi tiap penelitian. Lama evaluasi pada penelitian O’Connell dkk.19 adalah 16 minggu dan pada penelitian Bhatia dkk.9 adalah empat minggu. Studi lain menggunakan waktu 12 minggu untuk lama evaluasi pengobatannya.27 Periode pengamatan penelitian ini adalah 6 minggu. Hal ini sesuai dengan waktu yang diperlukan oleh ulkus neuropatik sederhana MH untuk membaik dengan imobilisasi dan perawatan luka yang baik.15,50 Penelitian Jorgensen dkk.29 juga meneliti efektivitas konsentrat FKT pada ulkus kronik selama 6 minggu. 3.7.8
3.7.9
Kriteria penghentian pengobatan terhadap subyek penelitian •
Ulkus telah sembuh atau menutup 100%.
•
Waktu pengobatan (enam minggu) telah selesai.
Kriteria dropout •
SP tidak ingin berpartisipasi lagi dalam penelitian.
•
Selama penelitian SP mengalami berbagai kondisi yang dapat mengganggu proses penyembuhan ulkus, misalnya reaksi MH, gangguan vaskular, trauma akut pada ulkus yang menyebabkan ukuran ulkus bertambah besar, dan atau keganasan.
•
Ulkus mengalami infeksi sekunder atau reaksi simpang lain yang membutuhkan modalitas terapi lain.
•
SP tidak datang kontrol lebih dari satu kali.
Universitas Indonesia
!
10
3.7.10 Identifikasi variabel 3.7.10.1
3.7.10.2
Variabel bebas •
Konsentrat FKT
•
Salap ZnO 10%
Variabel tergantung •
3.7.10.3
Tingkat kesembuhan ulkus
Variabel perancu •
Umur
•
Status gizi
•
Lama ulkus
•
Kondisi kulit sekitar ulkus (ada tidaknya edema dan fibrosis)
•
Merokok
•
Hipertensi
•
Anemia
•
Imobilisasi (rawat inap atau rawat jalan)
•
Jumlah ulkus
3.8 Batasan operasional 3.8.1
Umur Umur SP pada saat dilakukan pemeriksaan (dengan melihat kartu tanda penduduk), yaitu umur saat ulang tahun terakhir dengan pembulatan ke bawah dihitung dalam satuan tahun. Umur dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok umur 18-59 tahun dan 60-72 tahun. Penentuan batas umur 60 tahun atau lebih sebagai nilai cut-off kelompok usia tua atau geriatri adalah sesuai dengan batasan yang ditentukan WHO.83
3.8.2
Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan didapatkan secara anamnesis. Tingkat pendidikan tertinggi sesuai ijazah yang dimiliki SP, digolongkan sesuai UU No. 20 Tahun 2013 Bab VI mengenai jalur, jenjang, dan jenis pendidikan menjadi:84 Universitas Indonesia
!
11
•
Belum sekolah.
•
Pendidikan dasar: mencakup sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
•
Pendidikan menengah: mencakup sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), madrasah aliyah kejuruan (MAK), dan bentuk lain yang sederajat.
•
Pendidikan tinggi: mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi.
3.8.3
Lama ulkus Lama ulkus dihitung mulai saat disadari pasien hingga saat penelitian dilakukan, dinyatakan dalam bulan, dan dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu akut jika < 3 bulan dan kronik jika > 3 bulan.85
3.8.4
Ukuran ulkus Luas ulkus diukur dengan metode grid tracing dan dinyatakan dalam milimeter persegi (mm2).
3.8.5
Lokasi ulkus Dikelompokkan menjadi daerah telapak kaki, telapak tangan, punggung tangan, punggung kaki, lengan bawah, tungkai bawah, dan daerah lain.
3.8.6
Jumlah ulkus Berdasarkan jumlahnya, ulkus dikelompokkan menjadi dua, yaitu soliter jika hanya ditemukan satu ulkus pada satu SP dan multipel jika ditemukan lebih dari satu ulkus pada satu SP. Jika ada lebih dari satu ulkus pada satu SP, hanya diambil satu ulkus paling besar yang masih memenuhi kriteria ulkus neuropatik sederhana untuk analisis akhir.
Universitas Indonesia
!
12
3.8.7
Merokok Berdasarkan anamnesis, pasien dibagi dalam tiga kelompok, yaitu bukan perokok (tidak pernah merokok), mantan perokok (telah berhenti merokok paling tidak empat minggu sebelumnya), atau perokok aktif (saat ini masih merokok).86 Derajat keparahan merokok ditentukan berdasarkan indeks Brinkman, yaitu perkalian jumlah rerata batang rokok yang dihisap tiap hari dikalikan lama merokok dalam tahun, diklasifikasikan menjadi ringan (0-200), sedang (200-600), dan berat (>600).87
3.8.8
Kriteria diagnostik
3.8.8.1 Morbus Hansen Diagnosis MH dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis, bakteriologis, serologis, dan histopatologis. Pada sebagian besar kasus, diagnosis MH dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis saja. Namun, apabila masih meragukan dapat dilakukan pemeriksaan penunjang, yaitu pemeriksaan bakteriologis, serologis, dan histopatologis. Menurut 8th WHO Expert Committee on Leprosy (2012), diagnosis MH dapat ditegakkan jika ditemukan minimal satu dari tiga tanda kardinal MH, yaitu:88 1. Lesi kulit hipopigmentasi atau eritematosa dengan hilangnya sensasi yang jelas. 2. Penebalan saraf perifer disertai hilangnya sensasi dan atau kelemahan otot yang dipersarafi. 3. Ditemukan BTA pada sediaan kerokan kulit 3.8.8.2 Ulkus neuropatik sederhana Diagnosis ulkus neuropatik sederhana ditegakkan secara klinis dan didefinisikan sebagai ulkus neuropatik yang hanya melibatkan kulit dan subkutis tanpa keterlibatan struktur lebih dalam, misalnya tendon atau tulang. Dasar ulkus neuropatik sederhana adalah jaringan granulasi sehat.
Universitas Indonesia
!
13
3.8.8.3 Anemia Anemia dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium yang ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb) < 10 g/dL. Anemia berat atau anemia simtomatik ditandai dengan kadar Hb < 7 g/dL.89 3.8.8.4 Trombositopenia Trombositopenia dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium yang ditandai dengan kadar trombosit < 150.000/µL.90 3.8.8.5 Status gizi Status gizi dinilai secara klinis dengan menghitung indeks massa tubuh (IMT). IMT diperoleh dengan cara membagi berat badan dalam kilogram dengan kuadrat tinggi badan dalam meter dan dianggap kurang jika IMT < 18,5 kg/m2. Berat badan dinyatakan dalam kilogram (kg), tinggi badan dinyatakan dalam sentimeter (cm), pembulatan ke bawah apabila nilainya kurang dari 0,5 cm atau 0,5 kg. 3.8.8.6 Hipertensi Tekanan darah diukur di lengan dengan menggunakan tensimeter air raksa dan dinyatakan dalam milimeter air raksa (mmHg). SP dinyatakan memiliki hipertensi jika tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan atau jika tekanan darah diastolik > 90 mmHg.91 3.8.8.7 Penyakit arteri perifer Penyakit arteri perifer di sekitar ulkus daerah tungkai bawah dan pedis dideteksi secara klinis melalui (1) adanya sianosis ujung jari, (2) tidak terabanya arteri dorsalis pedis, (3) terdengarnya bising arterial pada auskultasi arteri dorsalis pedis, atau (4) nilai ankle brachial index (ABI) yang tidak normal. ABI adalah rasio tekanan darah sistolik tungkai bawah terhadap tekanan darah sistolik lengan. ABI dianggap tidak normal jika nilainya < 0,9.92
Universitas Indonesia
!
14
3.8.8.8 Insufisiensi vena Insufisiensi vena di daerah tungkai dideteksi secara klinis dengan ditemukannya varises dan atau dermatitis stasis di sekitar ulkus.93 3.8.8.9 Infeksi sekunder Infeksi sekunder ditegakkan secara klinis dengan ditemukannya (1) selulitis atau erisipelas di tungkai atau lengan tempat ulkus berada, (2) sekret purulen atau seropurulen dari ulkus, dan (3) bau busuk yang bersumber dari ulkus.94 3.8.8.10 Diabetes melitus SP dikatakan menderita DM jika (1) secara anamnesis pernah terdiagnosis DM, atau (2) saat ini sedang mengkonsumsi obat anti-DM, atau (3) jika saat pemeriksaan memiliki kadar gula darah sewaktu (GDS) > 200 mg/dL dan atau jika memiliki keluhan klasik DM (polidipsia, polifagia, poliuria, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya).95 3.8.9
Tingkat kesembuhan Persentase pengecilan luka dihitung dengan cara:96
P=
L1 − L2 L1
!100%
P = persentase pengecilan luka L1 = luas ulkus awal L2 = luas ulkus sesudah pengobatan Tingkat kesembuhan dibagi menjadi:9,14 •
derajat 1: baik (penutupan atau pengecilan luas ulkus 75-100%)
•
derajat 2: sedang (penutupan atau pengecilan luas ulkus 50-74%)
•
derajat 3: kurang (penutupan atau pengecilan luas ulkus < 50%)
•
derajat 4: buruk (ulkus bertambah besar) Universitas Indonesia
!
15
3.8.10 Reaksi simpang Dicatat semua kejadian tidak diharapkan yang terjadi selama penelitian baik yang merupakan efek samping obat ataupun tidak. Sediaan seng topikal dapat menyebabkan iritasi kulit, berupa rasa terbakar, tersengat, gatal, atau kesemutan. Reaksi hipersensitivitas terhadap seng sangat jarang dan jika ada umumnya dikaitkan dengan eksipien lain di dalam dressing.36,64 Hingga saat ini belum dilaporkan reaksi simpang yang secara langsung disebabkan oleh konsentrat FKT. 3.9 Pengolahan dan analisis data Seluruh SP yang telah dilakukan randomisasi dimasukkan ke dalam analisis akhir penelitian sesuai dengan prinsip intention to treat analysis. Data SP dicatat pada status penelitian untuk diedit dan dikoding. Data dianalisis secara deskriptif dan analitik serta dilakukan uji statistik yang sesuai. Uji Saphiro-Wilk digunakan untuk mengetahui normalitas data. Data kuantitatif yang tersebar normal disajikan dalam bentuk rerata beserta standar deviasinya, sementara data kuantitatif yang tersebar tidak normal disajikan dalam bentuk median beserta rentang nilainya. Pengujian hubungan antara variabel kualitatif dan variabel kuantitatif dilakukan dengan uji-t independen. Apabila tidak memenuhi syarat uji parametrik, maka pengujian dilakukan dengan uji ranking Mann Whitney. Hubungan antara dua variabel kualitatif dilakukan dengan uji kai-kuadrat, dan jika tidak memenuhi syarat maka diuji dengan uji mutlak Fisher. Data diolah secara statistik menggunakan program SPSS (statistical product and service solutions) ver. 16.0!! ! 3.10
Etik penelitian
Penelitian ini telah lulus kaji etik sesuai dengan surat yang dikeluarkan Panitia Etik Penilai Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dengan nomor 639/H2.F1/ETIK/2012.
Universitas Indonesia
! 3.11
16 Kerangka operasional Pasien MH dengan ulkus neuropatik sederhana
Poli kusta atau ruang rawat inap RSK Dr. Sitanala
Penjelasan penelitian
Anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan laboratorium
Sesuai kriteria penelitian
Tidak sesuai kriteria penelitian
SP
Tidak ikut dalam penelitian Randomisasi Dirujuk kembali ke poli kusta RSK Dr. Sitanala Tangerang
Kelompok uji
Kelompok pembanding
Kunjungan Awal
Terapi topikal dengan FKT
Terapi topikal dengan salap ZnO
Kunjungan Selanjutnya
Evaluasi respons pengobatan pencatatan reaksi simpang pengulangan terapi topikal
Evaluasi respons pengobatan pencatatan reaksi simpang pengulangan terapi topikal
Dropout
Dapat menyelesaikan pengobatan
Dropout
Analisis dan pelaporan hasil!
Universitas Indonesia
!
1 BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Telah dilakukan penelitian untuk membandingkan tingkat kesembuhan antara penggunaan konsentrat FKT dan salap ZnO 10% pada pengobatan topikal ulkus neuropatik sederhana MH sejak bulan Desember 2012 hingga Maret 2013. Alur SP pada penelitian ini dapat dilihat di gambar 4.1.
Total SP (N=50)
Randomisasi
Kelompok uji (N=25)
Infeksi sekunder (N=5) Trauma akut (N=1) Hipergranulasi (N=1) Menggunakan obat lain (N=1)
Dropout (N=8)
Kelompok pembanding (N=25)
Pengobatan dan evaluasi selama 6 minggu
Dapat mengikuti penelitian hingga selesai (N=17)
Intention to treat analysis (N=25)
Infeksi sekunder (N=2)
Dapat mengikuti penelitian hingga selesai (N=23)
Dropout (N=2)
Intention to treat analysis (N=25)
Gambar 4.1. Alur Subyek Penelitian Universitas Indonesia
!
2
Berdasarkan perhitungan statistik, diperlukan besar sampel minimal 46 orang, yaitu 23 orang pada kelompok uji dan 23 orang pada kelompok pembanding. Setelah disesuaikan dengan kriteria penerimaan dan penolakan, didapatkan 50 SP yang memenuhi syarat. Sebanyak 40 SP dapat mengikuti penelitian hingga selesai. Tujuh SP di kelompok uji dan dua SP di kelompok pembanding tidak dapat menyelesaikan penelitian karena mengalami reaksi simpang yang mengharuskan mereka untuk menghentikan pengobatan dan mendapatkan modalitas terapi lain. Satu SP di kelompok uji menggunakan obat lain selama penelitian sehingga juga termasuk dalam kategori dropout. Hasil penelitian disajikan secara deskriptif dan analitik. 4.1. Data dasar 4.1.1 Karakteristik sosiodemografik Jumlah SP adalah 50 orang, 25 orang pada kelompok uji dan 25 orang pada kelompok pembanding. Nilai rerata umur SP kelompok uji adalah 45,8 + 11,9 tahun dengan rentang umur antara 24 tahun hingga 70 tahun, sedangkan pada kelompok pembanding adalah 47,2 + 11,6 tahun dengan rentang umur antara 25 tahun hingga 72 tahun. Sebagian besar (80%) SP berumur kurang dari 60 tahun. Perbandingan jenis kelamin SP dalam masing-masing kelompok pada penelitian ini adalah seimbang. Sebagian besar (82%) SP hanya mengenyam pendidikan dasar dan masih ada lima SP yang belum sekolah. Berdasarkan anamnesis mendalam pada beberapa SP, rendahnya tingkat pendidikan SP pada penelitian ini disebabkan adanya stigma di lingkungan tempat tinggal SP yang menyebabkan pasien MH harus berhenti sekolah saat terdiagnosis MH. Secara umum tidak ditemukan adanya perbedaan bermakna mengenai karakteristik sosiodemografik di antara kedua kelompok. Data mengenai umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan SP dapat dilihat pada tabel 4.1.
Universitas Indonesia
!
3
Tabel 4.1. Karakteristik Sosiodemografik Subyek Penelitian Perbandingan Tingkat Kesembuhan Pengobatan Topikal Konsentrat FKT Dengan Salap ZnO 10% Pada Ulkus Neuropatik Sederhana Morbus Hansen di RSK Dr. Sitanala Tangerang Desember 2012 – Maret 2013 (N=50) Karakteristik sosiodemografik n Jenis kelamin Lelaki Perempuan Kelompok umur 18-59 tahun 60-72 tahun Tingkat pendidikan Belum sekolah Pendidikan dasar Pendidikan menengah Keterangan :
Kelompok terapi FKT ZnO % n %
Nilai p
12 13
48 52
12 13
48 52
1,00*
20 5
80 20
20 5
80 20
1,00*
3 20 2
12 80 8
2 21 2
8 84 8
1,00** 1,00**
n = jumlah SP perbedaan bermakna jika p < 0,05 * menggunakan uji statistik kai-kuadrat ** menggunakan uji statistik mutlak Fisher
. 4.1.2 Riwayat kesehatan Data dasar riwayat kesehatan SP menggambarkan data yang didapatkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisis SP pada kunjungan awal. Sebagian besar (84%) SP pada penelitian ini adalah pasien rawat jalan (poli kusta). Hal ini disebabkan karena jumlah kunjungan pasien ulkus di RSK Dr. Sitanala Tangerang lebih tinggi di rawat jalan dibandingkan dengan rawat inap.6 MH BT adalah tipe MH terbanyak pada penelitian ini dan MH BB adalah tipe MH yang paling jarang ditemukan pada penelitian ini. Hampir semua (96%) SP pada penelitian ini telah menyelesaikan program pengobatan MH dan tidak meminum MDT lagi. Pada keseluruhan SP, 27 di antaranya bukan perokok, lima di antaranya mantan perokok, dan 18 di antaranya perokok. Hipertensi merupakan komorbiditas yang paling sering ditemukan, yaitu 24 % pada kelompok uji dan 32 % pada kelompok pembanding. Hal ini sesuai dengan penelitian mengenai ulkus MH oleh Barreto dan Salgado97 yang menemukan kondisi hipertensi pada 25% subyek penelitiannya. Angka kejadian hipertensi pada penelitian ini juga Universitas Indonesia
!
4 hampir sama dengan prevalensi nasional hipertensi Indonesia sebesar 29,8%.98 Lima dari 50 SP memiliki status gizi kurang (IMT < 18,5 kg/m2) dan lima lainnya memiliki anemia. Secara umum tidak ditemukan adanya perbedaan bermakna mengenai riwayat kesehatan di antara kedua kelompok penelitian. Data mengenai riwayat kesehatan SP dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2. Riwayat Kesehatan Subyek Penelitian Perbandingan Tingkat Kesembuhan Pengobatan Topikal Konsentrat FKT Dengan Salap ZnO 10% Pada Ulkus Neuropatik Sederhana Morbus Hansen di RSK Dr. Sitanala Tangerang Desember 2012 – Maret 2013 (N=50) Riwayat kesehatan n Ruang rawat Poli kusta Rawat inap Tipe MH TT BT BB BL LL Masih meminum MDT Tidak Ya Riwayat merokok Bukan perokok Mantan perokok IB ringan# IB sedang# Perokok aktif IB ringan# IB sedang# Hipertensi Tidak Ya Status gizi IMT < 18,5 kg/m2 IMT > 18,5 kg/m2 Anemia Tidak Ya
Kelompok terapi FKT ZnO % n %
Nilai p
20 5
80 20
22 3
88 12
0,7**
2 12 1 5 5
12 44 4 20 20
3 14 1 3 4
12 56 4 12 16
0,38*
24 1
96 4
25 0
100 0
1,00**
14
56
13
52
2 1
8 4
0 2
0 8
1,00**
6 2
24 8
7 3
28 12
0,63*
19 6
76 24
16 9
68 32
0,35*
4 21
16 84
1 24
4 96
0,35**
21 4
84 16
24 1
96 4
0,35**
Keterangan : n = Jumlah SP, IB = indeks Brinkman, IMT = indeks massa tubuh, perbedaan bermakna jika p < 0,05, * menggunakan uji statistik kai-kuadrat, ** menggunakan uji statistik mutlak Fisher, # digabungkan saat dilakukan uji statistik Universitas Indonesia
!
5
4.1.3 Karakteristik ulkus Karakteristik ulkus yang didapatkan diperoleh melalui anamnesis dan pemeriksaan fisis SP saat kunjungan awal. Data tersebut kemudian dicatat dan digunakan sebagai rujukan saat kunjungan ulang. Data mengenai karakteristik ulkus SP dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3. Karakteristik Ulkus Subyek Penelitian Perbandingan Tingkat Kesembuhan Pengobatan Topikal Konsentrat FKT Dengan Salap ZnO 10% Pada Ulkus Neuropatik Sederhana Morbus Hansen di RSK Dr. Sitanala Tangerang Desember 2012 – Maret 2013 (N=50) Karakteristik ulkus n Kelompok lama ulkus < 3 bulan > 3 bulan Riwayat pengobatan sebelumnya Tidak Ya Lokasi ulkus Telapak kaki Telapak tangan# Punggung kaki# Tungkai bawah# Lutut# Siku# Jumlah ulkus 1 >1 Kalus Tidak ada Ada Edema/fibrosis sekitar ulkus Tidak ada Ada Keterangan :
Kelompok terapi FKT ZnO % n %
Nilai p
4 21
16 84
5 20
20 80
1,00**
1 24
4 96
0 25
0 100
1,00**
21 1 0 1 1 1
84 4 0 4 4 4
22 1 1 0 1 0
88 4 4 0 4 0
1,00**
11 14
44 56
12 13
48 52
0,78*
3 22
12 88
0 25
0 100
0,23**
24 1
96 4
23 2
92 8
1,00**
n = Jumlah SP perbedaan bermakna jika p < 0,05 * menggunakan uji statistik kai-kuadrat ** menggunakan uji statistik mutlak Fisher # digabungkan saat dilakukan uji statistik
Universitas Indonesia
!
6 Nilai median lama ulkus kelompok uji adalah 12 bulan dengan rentang nilai antara dua minggu hingga 10 tahun, sedangkan pada kelompok pembanding adalah 12 bulan dengan rentang nilai antara satu bulan hingga 12 tahun. Nilai median luas ulkus kelompok uji adalah 233 mm2 dengan rentang nilai antara 28 mm2 hingga 864 mm2, sedangkan pada kelompok pembanding adalah 202 mm2 dengan rentang nilai antara 30 mm2 hingga 968 mm2. Sebagian besar (86%) ulkus berlokasi di telapak kaki dan sisanya tersebar merata di telapak tangan, punggung kaki, tungkai bawah, lutut, dan siku. Sebanyak 27 SP memiliki ulkus multipel. Sebagian besar ulkus pada penelitian ini adalah ulkus kronik, memiliki kalus, dan telah diobati sebelumnya. Terdapat tiga ulkus yang memiliki kulit fibrosis dan atau edema di sekitarnya (satu pada kelompok uji dan dua pada kelompok pembanding). Secara umum tidak ditemukan adanya perbedaan bermakna mengenai karakteristik ulkus di antara kedua kelompok penelitian.
4.2
Hasil pengobatan
4.2.1 Efektivitas Pengobatan dilakukan selama enam minggu dan dinilai tingkat kesembuhan pada tiap kunjungan. Tingkat kesembuhan dinilai berdasarkan pengecilan luas ulkus yang diukur dengan menggunakan metode grid tracing. SP yang dropout tetap diikutsertakan pada analisis akhir sesuai dengan prinsip intention to treat analysis. Pada akhir minggu I pengobatan, belum terdapat SP di kelompok uji dan pembanding yang menunjukkan tingkat kesembuhan baik. Pada akhir minggu II pengobatan, proporsi tingkat kesembuhan baik di kedua kelompok adalah 4% dan tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik di antara kedua kelompok. Pada akhir minggu III pengobatan, proporsi tingkat kesembuhan baik di kedua kelompok adalah 12%. Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik di antara kedua kelompok. Pada akhir minggu IV pengobatan, proporsi tingkat kesembuhan baik kelompok uji dan pembanding adalah 24% dan 12%. Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik di antara kedua kelompok, walaupun proporsi tingkat Universitas Indonesia
!
7 kesembuhan baik pada kelompok uji lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok pembanding. Pada akhir minggu V pengobatan, proporsi tingkat kesembuhan baik kelompok uji dan pembanding adalah 32%. Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik di antara kedua kelompok. Pada akhir minggu VI pengobatan, proporsi tingkat kesembuhan baik kelompok uji adalah 40% dan proporsi tingkat kesembuhan baik pada kelompok pembanding adalah 32%. Perbedaan 8% proporsi tingkat kesembuhan baik di antara kedua kelompok tersebut tidak bermakna secara statistik (p = 0,56) dengan nilai relative risk (RR) = 1,3 (IK95%: 0,6-2,6). Data mengenai proporsi tingkat kesembuhan ulkus kedua kelompok dapat dilihat pada tabel 4.4. Selama pengobatan, ulkus pada seluruh SP yang dapat mengikuti penelitian hingga selesai menunjukkan perbaikan klinis dan terdapat tiga (12%) SP pada kelompok uji dan dua (8%) SP pada kelompok pembanding yang ulkusnya menutup 100%. Nilai rerata persentase pengecilan luas ulkus pada akhir minggu VI pengobatan untuk kelompok uji adalah 76,2 + 18,9% (IK95%: 66,4%85,9%), sedangkan nilai rerata persentase pengecilan luas ulkus kelompok pembanding adalah 60,9 + 27,2% (IK95%: 49,1%-72,7%). Walaupun rerata persentase pengecilan luka lebih baik pada kelompok uji, perbedaan 15,3% rerata persentase pengecilan luas ulkus di antara kedua kelompok tersebut tidak bermakna secara statistik (p = 0,053). Grafik perbandingan nilai rerata persentase pengecilan luas ulkus di antara kedua kelompok dapat dilihat pada gambar 4.2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengobatan topikal ulkus neuropatik sederhana MH dengan konsentrat FKT tidak menunjukkan perbedaan bermakna jika dibandingkan dengan salap ZnO 10%. Hidayat dkk.14 mendapatkan proporsi tingkat kesembuhan baik untuk ulkus plantar sederhana pasien MH yang diobati dengan salap ZnO 10% sebesar 35% dan hasil penelitian tersebut hampir sama dengan hasil yang didapatkan pada penelitian ini (32%). Universitas Indonesia
!
8
Tabel 4.4. Efektivitas Pengobatan Subyek Penelitian Perbandingan Tingkat Kesembuhan Pengobatan Topikal Konsentrat FKT Dengan Salap ZnO 10% Pada Ulkus Neuropatik Sederhana Morbus Hansen di RSK Dr. Sitanala Tangerang Desember 2012 – Maret 2013 (N=50) Kelompok terapi n Akhir minggu I FKT ZnO Akhir minggu II FKT ZnO Akhir minggu III FKT ZnO Akhir minggu IV FKT ZnO Akhir minggu V FKT ZnO Akhir minggu VI FKT ZnO Keterangan :
Tingkat kesembuhan Baik Sedang-kurang % n %
Nilai p
0 0
0 0
25 25
100 100
1,00
1 1
4 4
24 24
96 96
1,00
3 3
12 12
22 22
88 88
1,00
6 3
24 12
19 22
76 88
0,46
8 8
32 32
17 17
68 68
1,00
10 8
40 32
15 17
60 68
0,56
n = Jumlah SP perbedaan bermakna jika p < 0,05 SP dengan tingkat kesembuhan sedang, tingkat kesembuhan kurang, dan SP yang dropout dikelompokkan ke dalam kategori tingkat kesembuhan sedang-kurang saat dilakukan uji statistik kai-kuadrat atau uji mutlak Fisher jika tidak memenuhi syarat
Sepengetahuan penulis, hingga saat ini belum ada studi lain yang meneliti efektivitas konsentrat FKT untuk ulkus neuropatik sederhana MH sehingga tidak dapat dibandingkan secara langsung dengan studi lain. Meskipun demikian, terdapat beberapa studi yang meneliti efektivitas konsentrat FKT untuk pengobatan ulkus lainnya. Jorgensen dkk.29 meneliti efektivitas pemberian konsentrat FKT tiap minggu selama enam minggu pada 15 ulkus kronik dengan berbagai etiologi dan mendapatkan rerata pengecilan ulkus sebesar 64,7%.
Universitas Indonesia
!
9
80! 70! 60! 50! (%)$$ pengecilan$ 40! $luka$ 30!
FKT ZnO
20! 10! 0! I!
II!
III!
IV!
V!
VI!
Lama pengobatan (minggu)
Gambar 4.2 Perbandingan Nilai Rerata Persentase Pengecilan Luas Ulkus Antara Kelompok Uji Dengan Kelompok Pembanding Berdasarkan Waktu Penelitian ini mendapatkan nilai rerata persentase pengecilan ulkus yang diobati dengan konsentrat FKT yang lebih tinggi, yaitu 76,2%. Kemungkinan,
hal
tersebut
dapat
disebabkan
karena
karakteristik
sosiodemografik, riwayat kesehatan, dan karakteristik ulkus yang berbeda di antara kedua penelitian. Nilai rerata umur pada penelitian Jorgensen dkk.29 lebih tinggi jika dibandingkan penelitian ini (59 tahun vs. 46,5 tahun). Sebagian (31,3%) SP pada penelitian Jorgensen dkk.27 memiliki DM. Ulkus pada penelitian Jorgensen dkk.29 memiliki nilai median durasi ulkus yang lebih lama dibandingkan dengan penelitian ini (24 bulan vs. 12 bulan) dan beberapa ulkus pada studi Jorgensen dkk.29 berukuran sangat besar (15,7 cm2 vs. 8,64 cm2). Berbagai hal tersebut dapat menyebabkan nilai rerata persentase pengecilan ulkus pada penelitian Jorgensen dkk.29 lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian ini. Gosch dkk* meneliti efektivitas konsentrat FKT untuk ulkus neuropatik DM dan mendapatkan proporsi tingkat kesembuhan baik yang lebih tinggi (100% vs. 40%). Hal tersebut dapat
disebabkan
karena
periode
pengobatan
yang lebih panjang
dibandingkan dengan penelitian ini (12 minggu vs. 6 minggu). *
Dikutip dari kepustakaan 27 Universitas Indonesia
!
10 Proporsi ulkus yang sembuh sempurna pada penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil yang didapatkan O’Connell dkk.19 (12% vs. 31%). Hal ini dapat disebabkan oleh durasi pengobatan pada penelitian O’Connell dkk.19 yang lebih lama (16 minggu vs. 6 minggu) dan lokasi ulkus yang berbeda (terutama di tungkai bawah vs. sebagian besar di telapak kaki). Ulkus di telapak kaki memang lebih sulit sembuh karena daerah telapak kaki adalah daerah yang sering mendapatkan tekanan dan trauma berulang.
4.2.2 Reaksi simpang Penilaian secara anamnesis dan pemeriksaan fisis dilakukan pada setiap kunjungan ulang. Dinilai semua keluhan dan gejala yang timbul selama pengobatan, baik yang disebabkan secara langsung ataupun tidak langsung oleh konsentrat FKT dan salap ZnO 10%. 4.2.2.1 Iritasi kulit Sediaan seng topikal dapat menyebabkan iritasi kulit, berupa rasa terbakar, tersengat, gatal, dan atau kesemutan. Pada penelitian ini, reaksi simpang yang timbul sesudah penggunaan salap ZnO 10% adalah rasa tersengat yang dialami dua (8%) SP. Rasa tersengat ini tidak timbul setiap saat dan bersifat ringan sehingga tidak ada SP yang mengundurkan diri karena efek samping ini. Reaksi iritasi ini tidak dijumpai pada kelompok uji karena konsentrat FKT dibuat dari darah SP sendiri dan tidak diberikan zat kimia tambahan apapun. 4.2.2.2 Infeksi sekunder Terdapat tujuh (14%) SP dari kedua kelompok yang mengalami infeksi sekunder selama mengikuti penelitian ini dan membutuhkan pengobatan dengan antibiotik sistemik serta antibiotik topikal. Dua SP mengalami infeksi sekunder pada minggu I pengobatan, dua SP mengalami infeksi sekunder pada minggu II pengobatan, dua SP mengalami infeksi sekunder pada minggu III pengobatan, satu SP mengalami infeksi sekunder pada minggu IV pengobatan. Lima dari tujuh SP yang mengalami infeksi Universitas Indonesia
!
11 sekunder adalah pasien rawat jalan, hal ini disebabkan karena sulit mengendalikan lingkungan SP dan mengontrol kualitas perawatan luka di rumah. Berdasarkan anamnesis lebih lanjut, seluruh SP yang mengalami infeksi sekunder tersebut tidak merawat ulkusnya dengan baik, memiliki pekerjaan sebagai pekerja kasar (petugas kebersihan, buruh bangunan, dan tukang becak) yang selama penelitian masih tetap bekerja dan tidak selalu memakai alas kaki. Infeksi sekunder yang terjadi pada kasus ini dipikirkan sebagai akibat perawatan ulkus yang kurang baik oleh SP dan tidak disebabkan secara langsung oleh obat yang diberikan. Infeksi sekunder yang terjadi pada penelitian ini lebih sering terjadi pada kelompok uji dibandingkan dengan kelompok pembanding. Lima dari tujuh SP yang mengalami infeksi sekunder berada di kelompok uji dan hanya dua SP dari kelompok pembanding. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan oleh aktivitas antimikrobial yang dimiliki ZnO. Seng memiliki kemampuan antimikrobial terhadap beberapa kuman anaerobik. Pada konsentrasi tertentu bersifat toksik untuk beberapa kuman, terutama kuman Gram positif. Seng menghambat penempelan dan pertumbuhan kuman pada pejamu.36 Sebuah uji klinis acak terkontrol oleh Agren dkk.99 memperlihatkan bahwa pemberian ZnO 3% untuk luka pasca-operasi dapat mempercepat proses penyembuhan, menurunkan jumlah koloni S. aureus, dan menurunkan kebutuhan akan antibiotik jika dibandingkan dengan plasebo.
4.2.2.3 Hipergranulasi Terdapat satu (4%) SP di kelompok uji yang tidak dapat meneruskan penelitian karena timbul hipergranulasi pada akhir minggu I pengobatan. Hipergranulasi adalah tumbuhnya jaringan granulasi berlebihan pada proses penyembuhan luka. Hipergranulasi akan menghambat proses penyembuhan luka karena menghalangi proses migrasi epitel dari tepi luka dan meningkatkan risiko infeksi. Berdasarkan literatur, hingga saat ini tidak pernah dilaporkan adanya kaitan antara konsentrat FKT dengan Universitas Indonesia
!
12 hipergranulasi. Penyebab kondisi hipergranulasi masih belum pasti, tetapi diduga multifaktorial. Faktor pemicu timbulnya hipergranulasi adalah infeksi, reaksi alergik atau iritasi terhadap benda asing, penggunaan dressing oklusif, dan trauma berulang.100 Pada pemeriksaan fisis kasus ini tidak ditemukan adanya pus, nyeri tekan, bau busuk, dan tanda infeksi sekunder lain ataupun adanya benda asing di ulkus SP tersebut. Faktor pemicu yang dapat berperan pada timbulnya hipergranulasi pada kasus ini adalah jenis dressing dan trauma berulang. Dressing yang digunakan di penelitian ini berbahan film transparan semipermeabel dengan absorbent pad yang termasuk dalam kategori dressing oklusif.101,102 Dressing oklusif dapat
menyebabkan
kondisi
hipergranulasi
diduga
melalui
dua
mekanisme, yaitu (1) akumulasi cairan di bawah dressing yang menimbulkan edema jaringan dan (2) efek sitotoksik akibat oklusi. Berdasarkan anamnesis lebih lanjut, SP pada kasus ini tidak menjalankan anjuran untuk beristirahat. Selama pengobatan, karena SP masih sering bekerja dan berjalan jauh terdapat kemungkinan terjadi trauma berulang yang
menimbulkan
respons
inflamasi
sebagai
penyebab
kondisi
hipergranulasi pada kasus ini. Kondisi hipergranulasi ini tidak ditemukan pada kelompok kontrol. Terdapat perbedaan jenis dressing yang digunakan antara kelompok kontrol dan kelompok uji. Pada aplikasinya, konsentrat FKT umumnya digunakan dengan dressing berjenis film transparan (polyurethane) dengan atau tanpa absorbent pad, sedangkan salap ZnO 10% umumnya digunakan dengan kasa steril sebagai dressing.14,15,28,29 Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui jenis dressing yang paling ideal untuk masingmasing obat dan apakah perbedaan jenis dressing tersebut mempengaruhi tingkat kesembuhan secara bermakna.
Universitas Indonesia
!
13
4.2.2.4 Trauma akut Terdapat satu (4%) SP di kelompok uji mengalami trauma akut (terjatuh saat membersihkan rumah) pada minggu ke-4 pengobatan yang menyebabkan ulkus yang sebetulnya sudah membaik menjadi lebar kembali. Kejadian tidak diinginkan pada kasus ini terjadi pada SP rawat jalan yang kurang berhati-hati saat beraktivitas di rumah dan tidak disebabkan secara langsung oleh obat yang diberikan. 4.2.2.5 Bau tidak enak Pada penelitian ini terdapat dua (8%) SP yang mengeluhkan bau tidak enak (berbau seperti darah) ketika diobati dengan konsentrat FKT. Meskipun demikian, keluhan tersebut bersifat subyektif dan tidak terlalu mengganggu sehingga kedua SP masih dapat melanjutkan penelitian. Keluhan ini tidak ditemukan pada kelompok kontrol 4.3
Keterbatasan dan kekuatan penelitian
4.3.1 Keterbatasan penelitian •
Baku emas untuk uji klinis adalah uji klinis dengan desain tersamar ganda, sedangkan desain penelitian ini berupa uji klinis terbuka, yaitu baik peneliti maupun SP mengetahui jenis obat yang diberikan. Pada penelitian ini, ketersamaran tidak mungkin dilakukan karena sediaan obat yang berbeda dan proses pembuatan konsentrat FKT yang harus dibuat langsung dari darah SP sendiri sehingga baik peneliti maupun SP mengetahui jenis obat yang diberikan. Meskipun demikian, hasil penelitian adalah keluaran yang dapat diukur dan bukan gejala subyektif saja sehingga hasil penelitian masih tetap obyektif.
•
Sebagian besar SP pada penelitian ini adalah pasien rawat jalan sehingga sulit mengendalikan lingkungan SP dan mengontrol kualitas perawatan luka di rumah.
Universitas Indonesia
!
14
4.3.2 Kekuatan penelitian •
Dilakukan randomisasi terhadap kedua kelompok, sehingga faktor perancu akan terbagi seimbang di antara kedua kelompok dan pengaruh faktor perancu dapat diminimalisasi.
•
Karakteristik SP yang homogen antara kedua kelompok membuat penelitian ini terhindar dari bias sampel.
•
Pada penelitian ini, pengamatan dilakukan setiap minggu dan tidak hanya pada awal dan akhir pengobatan saja sehingga memberikan gambaran yang lebih baik terhadap perjalanan klinis SP selama pengobatan.
•
Obat yang diteliti dibandingkan dengan obat standar menggunakan cara aplikasi dan dalam kondisi yang sesuai dengan kebiasaan hidup pasien sehari-hari. Hal ini sangat disarankan dalam suatu pelaksanaan uji klinis.
Universitas Indonesia
!
1 BAB 5 IKHTISAR, KESIMPULAN, DAN SARAN
5.1. Ikhtisar MH adalah penyebab utama cacat permanen di antara penyakit menular lain. Diperkirakan 3 juta orang hidup dengan cacat akibat MH dan lebih dari 1 juta orang akan menderita karena cacat tersebut di dekade mendatang.4 Ulkus neuropatik adalah kecacatan serius yang paling sering (10-20%) ditemukan pada pasien MH.5 Ulkus neuropatik MH sulit sembuh, sering rekuren, dan dapat menimbulkan berbagai komplikasi.5 Sebuah survei memperlihatkan bahwa 81% responden tidak mengetahui bercak hipopigmentasi yang mati rasa adalah gejala dan
tanda
MH.
Namun
89,6%
responden
di
kelompok
yang
sama
mengasosiasikan MH dengan deformitas atau ulkus.13 Ulkus kronik juga dapat menyebabkan pasien MH dikucilkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, prioritas tenaga kesehatan tidak hanya untuk mencegah terjadinya ulkus, tetapi juga harus mempercepat proses penyembuhan ulkus agar pasien dapat kembali ke komunitas dan beraktivitas lagi.11 Terdapat berbagai pendekatan medis pada penatalaksanaan ulkus neuropatik sederhana MH, antara lain salap ZnO 10%. Meskipun memberikan hasil cukup baik, berbagai metode tersebut belum optimal dan menunjukkan keterbatasan. Oleh karena itu banyak ahli masih mencari serta mengembangkan metode dan zat aktif terbaru untuk mengobati ulkus neuropatik yang efektif, aman, mudah diperoleh, dan murah.9,11,12,15 Faktor pertumbuhan berperan penting pada semua tahap penyembuhan luka.16,17 Selain menciptakan lingkungan yang optimal untuk proses penyembuhan ulkus, penambahan faktor pertumbuhan juga secara langsung menginduksi dan mempercepat proses penyembuhan ulkus.18 Banyak ahli mendapatkan manfaat faktor pertumbuhan untuk proses penyembuhan luka dengan menggunakan beberapa metode untuk mengekstraksi faktor pertumbuhan tersebut. Salah satunya dengan pemanfaatan konsentrat trombosit melalui konsentrat FKT.21-23 Universitas Indonesia
!
2
Penelitian ini merupakan uji klinis acak terkontrol secara terbuka dengan desain paralel yang bertujuan untuk menilai tingkat kesembuhan ulkus neuropatik sederhana MH yang diobati secara topikal dengan konsentrat FKT dibandingkan dengan menggunakan salap ZnO 10%. Penelitian ini dilakukan di RSK Dr. Sitanala Tangerang mulai bulan Desember 2012 hingga Maret 2013. Berdasarkan perhitungan statistik, diperlukan besar sampel minimal 46 orang, yaitu 23 orang mendapatkan konsentrat FKT (kelompok uji) dan 23 orang mendapatkan salap ZnO 10% (kelompok pembanding). Setelah disesuaikan dengan kriteria penerimaan dan penolakan, didapatkan 50 SP yang memenuhi syarat. Sebanyak 48 SP dapat mengikuti penelitian hingga selesai. Satu SP di kelompok uji dan dua SP di kelompok pembanding tidak menyelesaikan penelitian karena mengalami reaksi simpang yang mengharuskan mereka untuk menghentikan pengobatan dan mendapatkan modalitas terapi lain. Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut: 1. Data dasar a. Karakteristik sosiodemografik Jumlah SP adalah 50 orang, 25 orang pada kelompok uji dan 25 orang pada kelompok pembanding. Nilai rerata umur SP kelompok uji adalah 45,8 + 11,9 tahun dengan rentang umur antara 24 tahun hingga 70 tahun, sedangkan pada kelompok pembanding adalah 47,2 + 11,6 tahun dengan rentang umur antara 25 tahun hingga 72 tahun. Sebagian besar (80%) SP berumur kurang dari 60 tahun. Perbandingan jenis kelamin SP dalam masing-masing kelompok pada penelitian ini seimbang. Sebagian besar (82%) SP hanya mengenyam pendidikan dasar dan masih ada lima SP yang belum sekolah. Secara umum tidak ditemukan adanya perbedaan bermakna mengenai karakteristik sosiodemografik di antara kedua kelompok. b. Riwayat kesehatan Sebagian besar (84%) SP pada penelitian ini adalah pasien rawat jalan dan tipe MH yang terbanyak adalah MH BT. MH BB adalah tipe MH yang paling jarang ditemukan. Hampir semua (96%) SP telah menyelesaikan Universitas Indonesia
!
3 program pengobatan MH dan tidak meminum MDT lagi. Pada keseluruhan SP, 27 di antaranya bukan perokok, lima di antaranya mantan perokok, dan 18 di antaranya perokok. Hipertensi merupakan komorbiditas paling sering ditemukan, yaitu 24 % pada kelompok uji dan 32 % pada kelompok pembanding. Lima dari 50 SP memiliki status gizi kurang (IMT kurang dari 18,5 kg/m2) dan lima lainnya memilki anemia. Secara umum tidak ditemukan adanya perbedaan bermakna mengenai riwayat kesehatan di antara kedua kelompok penelitian c. Karakteristik ulkus Nilai median lama ulkus kelompok uji adalah 12 bulan dengan rentang nilai antara dua minggu hingga 10 tahun, sedangkan pada kelompok pembanding adalah 12 bulan dengan rentang nilai antara satu bulan hingga 12 tahun. Nilai median luas ulkus kelompok uji adalah 233 mm2 dengan rentang nilai antara 28 mm2 hingga 864 mm2, sedangkan pada kelompok pembanding adalah 202 mm2 dengan rentang nilai antara 30 mm2 hingga 968 mm2. Sebagian besar (86%) ulkus berlokasi di telapak kaki dan sisanya tersebar merata di telapak tangan, punggung kaki, tungkai bawah, lutut, dan siku. Sebanyak 27 SP memiliki ulkus multipel. Sebagian besar ulkus pada penelitian ini adalah ulkus kronik, memiliki kalus, dan telah diobati sebelumnya. Terdapat tiga ulkus yang memiliki kulit fibrosis dan atau edema di sekitarnya (satu pada kelompok uji dan dua pada kelompok pembanding). Secara umum tidak ditemukan adanya perbedaan bermakna mengenai karakteristik ulkus di antara kedua kelompok penelitian.
2. Efektivitas a. Evaluasi pada akhir minggu I pengobatan Pada akhir minggu I pengobatan, belum terdapat SP di kelompok uji dan pembanding yang menunjukkan tingkat kesembuhan baik. b. Evaluasi pada akhir minggu II pengobatan Pada akhir minggu II pengobatan, proporsi tingkat kesembuhan baik di kedua kelompok adalah 4% dan tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik. Universitas Indonesia
!
4 c. Evaluasi pada akhir minggu III pengobatan Pada akhir minggu III pengobatan, proporsi tingkat kesembuhan baik di kedua kelompok adalah 12%. Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik di antara kedua kelompok. d. Evaluasi pada akhir minggu IV pengobatan Pada akhir minggu IV pengobatan, proporsi tingkat kesembuhan baik kelompok uji dan pembanding adalah 24% dan 12%. Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik di antara kedua kelompok, walaupun proporsi tingkat kesembuhan baik pada kelompok uji lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok pembanding. e. Evaluasi pada akhir minggu V pengobatan Pada akhir minggu V pengobatan, proporsi tingkat kesembuhan baik kelompok uji dan pembanding adalah 32%. Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik di antara kedua kelompok. f. Evaluasi pada akhir minggu VI pengobatan Proporsi tingkat kesembuhan baik kelompok uji adalah 40% dan proporsi tingkat kesembuhan baik kelompok pembanding adalah 32%. Perbedaan 8% proporsi tingkat kesembuhan baik di antara kedua kelompok tersebut tidak bermakna secara statistik (p = 0,56) dengan nilai relative risk (RR) = 1,3 (IK95%: 0,6-2,6). Nilai rerata persentase pengecilan luas ulkus pada akhir minggu VI pengobatan untuk kelompok uji adalah 76,2 + 18,9% (IK95%: 66,4%-85,9%), sedangkan nilai rerata persentase pengecilan luas ulkus kelompok pembanding adalah 60,9 + 27,2% (IK95%: 49,1%72,7%). Perbedaan 15,3% nilai rerata persentase pengecilan luas ulkus di antara kedua kelompok tersebut juga tidak bermakna secara statistik (p = 0,053). Selama pengobatan, ulkus pada seluruh SP yang dapat mengikuti penelitian hingga selesai menunjukkan perbaikan klinis dan terdapat tiga (12%) SP pada kelompok uji dan dua (8%) SP pada kelompok pembanding yang ulkusnya menutup 100%.
Universitas Indonesia
!
5
3. Reaksi simpang a. Evaluasi pada kelompok pembanding Reaksi simpang yang timbul adalah rasa tersengat yang dialami dua (8%) SP. Rasa tersengat ini tidak timbul setiap saat dan bersifat ringan sehingga tidak ada SP yang mengundurkan diri karena efek samping ini. Terdapat dua (8%) SP tidak bisa meneruskan penelitian karena mengalami infeksi sekunder pada akhir minggu I pengobatan. Infeksi sekunder yang terjadi dipikirkan sebagai akibat perawatan ulkus di rumah yang kurang baik dan tidak disebabkan secara langsung oleh salap ZnO 10%. b. Evaluasi pada kelompok uji Pada penelitian ini terdapat dua (8%) SP yang mengeluhkan bau tidak enak (berbau seperti darah) ketika diobati dengan konsentrat FKT. Meskipun demikian, keluhan tersebut tidak terlalu mengganggu sehingga kedua SP masih dapat melanjutkan peneltian. Terdapat satu (4%) SP yang tidak dapat meneruskan penelitian karena timbul efek samping berupa hipergranulasi pada akhir minggu I pengobatan. Faktor pemicu yang dapat berperan pada timbulnya hipergranulasi pada kasus ini adalah jenis dressing yang digunakan dan trauma berulang. Terdapat lima (20%) SP yang mengalami infeksi sekunder. Infeksi sekunder yang terjadi dipikirkan sebagai akibat perawatan ulkus di rumah yang kurang baik dan tidak disebabkan secara langsung oleh konsentrat FKT. Terdapat satu (4%) SP mengalami trauma akut (terjatuh saat membersihkan rumah) dan hal ini tidak disebabkan oleh obat yang diberikan. 5.2. Kesimpulan 1. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara tingkat kesembuhan ulkus neuropatik sederhana MH yang diobati secara topikal dengan konsentrat FKT dibandingkan dengan menggunakan salap ZnO 10%. 2. Proporsi tingkat kesembuhan baik pengobatan topikal ulkus neuropatik sederhana MH dengan konsentrat FKT selama enam minggu adalah 40%. 3. Proporsi tingkat kesembuhan baik pengobatan topikal ulkus neuropatik sederhana MH dengan salap ZnO 10% selama enam minggu adalah 32%. Universitas Indonesia
!
6
5.3. Saran 1. Berdasarkan data mengenai efektivitas dan keamanan yang didapatkan dari hasil penelitian ini, konsentrat FKT dapat digunakan sebagai terapi topikal ulkus neuropatik sederhana MH tapi tidak memberikan tingkat kesembuhan yang lebih baik jika dibandingkan dengan salap ZnO 10%. 2. Imobilisasi dan perawatan luka yang baik sangat diperlukan pada pengobatan ulkus neuropatik sederhana MH. 3. Jika akan dilakukan penelitian serupa di kemudian hari, sebaiknya pengambilan sampel dibatasi pada populasi pasien rawat inap. Hal ini diperlukan agar dapat lebih mengontrol imobilisasi dan kualitas perawatan luka. Masa pengamatan juga dapat dibuat lebih lama untuk mendapatkan data mengenai efektivitas dan keamanan obat jangka panjang. 4. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar pada penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas konsentrat FKT untuk berbagai jenis ulkus lain, misalnya ulkus venosum, ulkus diabetikum, atau ulkus dekubitus. !
Universitas Indonesia
!
1 DAFTAR REFERENSI 1. Kosasih A, Wisnu IM, Sjamsoe-Daili E, Menaldi SM. Kusta. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, penyunting. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.h.73-88. 2. WHO. Leprosy update. Wkly Epidemiol Record. 2011; 86:389-400. 3. Data penyakit dan lingkungan Ditjen PP dan PL. (Disitasi 22 Maret 2012). Tersedia di: http://www.pppl.depkes.go.id. 4. Van Veen NH, McNamee P, Richardus JH, Smith WC. Cost-effectiveness of interventions to prevent disability in leprosy: a systematic review. PLoS One. 2009;4(2):e4548. Epub 2009 Feb 20. 5. Gahalaut P, Pinto J, Pai GS, Kamath J, Joshua TV. A novel treatment for plantar ulcers in leprosy: local superficial flaps. Lepr Rev. 2005 Sep;76(3):220-31. 6. Laporan data kunjungan pasien poliklinik kusta dan rawat inap rekapitulasi Desember 2011-Februari 2012. Tangerang: RS Kusta Dr. Sitanala Tangerang; 2012. 7. Samira Y, Sérgio H, Michalany NS, de Almeida FA, Jane T. Squamous cell carcinoma in chronic ulcer in lepromatous leprosy. Dermatol Surg. 2009 Des;35(12):2025-30. Epub 8. Vancouver Island Health Authority. Neuropathic ulcers. Dalam: Wound and skin care clinical guidelines. (disitasi 21 April 2012) Tersedia di: http://www.viha.ca/NR/rdonlyres/18FC0E44-7476-4D4E-8118263EC684AF87/0/Chapter7NeuropathicUlcers.pdf. 9. Bansal NK, Mukul. Comparison of topical phenytoin with normal saline in the treatment of chronic trophic ulcers in leprosy. Int J Dermatol. 1993 Mar;32(3):210-3. 10. Feenstra W, Van de Vijver S, Benbow C, Amenu A, Saunderson P. Can people affected by leprosy at risk of developing plantar ulcers be identified? A field study from central ethiopia. Lepr rev. 2001 Jun;72(2):151-7. 11. Bhatia A, Nanda S, Gupta U, Gupta S, Reddy B. Topical phenytoin suspension and normal saline in the treatment of leprosy trophic ulcers: a randomized, double-blind, comparative study. J Dermatolog Treat. 2004;15(5):321-7. 12. Vieira R, Felicíssimo P. Surgical treatment of three cases of plantar foot ulceration in leprosy. Lepr Rev. 2008 Sep;79(3):325-30. 13. Cross H, Newcombe L. An intensive self care training programme reduces admissions for the treatment of plantar ulcers. Lepr Rev. 2001 Sep;72(3):276-84. 14. Hidayat S. Perbandingan hasil pengobatan topikal ulkus plantar sederhana pada penderita kusta dengan kasa-amnion dan salap seng oksida di RSK. Sitanala Tangerang (Tesis). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1999. 15. Tarusaraya P, Halim PW. Hasil perbandingan penyembuhan ulkus plantar pada penderita kusta yang diberi pengobatan dengan amnion graft, zinc oxide ointment dan magnesium sulfat glycerin acriflavin. Dexa Medica. 1995 Maret-Mei;8:22-4. Universitas Indonesia
!
2 16. Eppley B, Pietrzak WS, Blanton M. Platelet-rich plasma: A review of biology and applications in plastic surgery. Plast Reconstr Surg. 2006 Nov;118(6):147e-159e. 17. Shai A, Maibach HI. Natural course of wound healing versus impaired healing in chronic skin ulcers. Dalam: Wound healing and ulcer of the skin. Berlin: Springer; 2005.h.7-17. 18. Shai A, Maibach HI. Growth Factors. Dalam: Wound healing and ulcer of the skin. Berlin: Springer; 2005.h.185-92. 19. O'Connell SM, Impeduglia T, Hessler K, Wang XJ, Carroll RJ, Dardik H. Autologous platelet-rich fibrin matrix as cell therapy in the healing of chronic lower-extremity ulcers. Wound Repair Regen. 2008 NovDec;16(6):749-56. 20. Ranzato E, Patrone M, Mazzucco L, Burlando B, Platelet lysate stimulates wound repair of HaCaT keratinocytes. Br J Dermatol. 2008 Sep;159(3):537-45. Epub 2008 Jul 4. 21. Cole B, Seroyer S, Filardo G, Bajaj S, Fortier L. Platelet rich plasma: Where are we now and where are we going? Sports Health: A Multidisciplinary Approach. 2010;2(3):610. 22. International Society of Hair Restoration Surgery. Platelet-rich plasma in hair transplantation. 2009. (Disitasi 19 Februari 2012). Tersedia di http://www.ishrs.org/articles/platelet-rich-plasma-in-hair-transplantation. htm. 23. Prakash S, Thakur A, Platelet Concentrates: Past, Present and Future. J Maxillofac Oral Surg. 2011 Mar;10(1):45-9. Epub 2011 Feb 25. 24. Carter MJ, Fylling CP, Parnell LK. Use of Platelet Rich Plasma Gel on Wound Healing: A Systematic Review and Meta-Analysis. Eplasty. 2011;11:e38. Epub 2011 Sep 15. 25. Danielsen PL. Platelet-rich fibrin in human acute wound models (Tesis). Copenhagen: Faculty of Health Sciences University of Copenhagen; 2008. 26. Holtzclaw D, Toffler M, Toscano N, Corso MD, Ehrenfest DD. Introducing Choukroun's platelet rich fibrin to the reconstruction surgery milieu. JIACD. 2009 Sep;1(6):21-32. 27. O’Connell SM, Hessler K, Dardik H. Cascade Autologous System Platelet-Rich Fibrin Matrix in the Treatment of Chronic Leg Ulcers. Advances in Wound Care. 2011;1(1):55. 28. Steernvoorde P, van Doorn LP, Naves C, Oskam J. Use of autologous platelet-rich fibrin on hard-to-heal wounds. Journal of Wound Care. 2008;17(2):63. 29. Jorgensen B, Karlsmark T, Vogensen H, Haase L, Lundquist R. A Pilot Study to Evaluate the Safety and Clinical Performance of Leucopatch, an Autologous, Additive-Free, Platelet-Rich Fibrin for the Treatment of Recalcitrant Chronic Wounds. Int J Low Extrem Wounds. 2011 Dec;10(4):218-23. Epub 2011 Okt 18. 2011;10(4):223. 30. Ramali LM. Wound healing process. Dalam: Gunawan H, Dwiyana RF, penyunting. Multidisciplinary approach to skin ulcer 2012. Bandung: Departemen IKKK FKUNPAD; 2012.h.2-13. 31. Schwartz JR, Marsh RG, Draelos ZD. Zinc and skin health: Overview of physiology and pharmacology. Dermatol Surg. 2005; 31(7 Pt 2): 837-47. Universitas Indonesia
!
3 32. Wetter L, Agren MS, Hallmans G, Tengrup I, Rank F. Effects of zinc oxide in an occlusive, adhesive dressing on granulation tissue formation. Scand J Plast Reconstr Surg. 1986;20(2):165-72. 33. Choukroun J, Diss A, Simonpieri A, Girard MO, Schoeffler C, Dohan SL, dkk. Platelet-rich fibrin (PRF): a second-generation platelet concentrate. Part IV: clinical effects on tissue healing. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod. 2006 Mar;101(3):e56-60. 34. Laurens N, Koolwijk P, de Maat MP. Fibrin structure and wound healing. J Thromb Haemost. 2006 Mei;4(5):932-9. 35. Ramali LM. Wound healing process. Dalam: Gunawan H, Dwiyana RF, penyunting. Multidisciplinary approach to skin ulcer 2012. Bandung: Departemen IKKK FKUNPAD; 2012.h.2-13. 36. Lansdown ABG, Mirastschijski U, Stubbs N, Scanlon E, Gren MSA. Zinc in wound healing: Theoretical, experimental, and clinical aspects. Wound Repair Regen. 2007; 15(1): 2-16. 37. Tenaud I, Saiagh I, Dreno B. Addition of zinc and manganese to a biological dressing. J Dermatolog Treat. 2009;20(2):90-3. 38. Jopling WH. Handbook of leprosy. Edisi ke-3. London: William Heinemann Medical Book ltd; 1984.h.8-46. 39. Browne SG. The history of leprosy. Dalam: Hastings RC, Convit J, penyunting. Leprosy. Edisi ke-1. Edinburgh: Churchill Livingstone; 1985.h.1-14. 40. Amirudin MD, Hakim Z, Darwis ER. Diagnosis penyakit kusta. Dalam: Daili ES, Menaldi SM, Ismiarto SP, Nilasari H, penyunting. Kusta. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.h.12-32. 41. Bryceson A, Pfaltzgraff RE. M. leprae. Dalam: Leprosy. Edisi ke-3. New York: Churchill livingstone; 1990.h.5-10. 42. Abulafia J, Vignale RA. Leprosy: pathogenesis updated. Int J Dermatol. 1999;38:321-34. 43. Bryceson A, Pfaltzgraff RE. Clinical pathology. Dalam: Leprosy. Edisi ke3. New York: Churchill livingstone; 1990.h11-24. 44. Bryceson A, Pfaltzgraff RE. Symptoms and signs. Dalam: Leprosy. Edisi ke-3. New York: Churchill livingstone; 1990.h25-55. 45. Reinar LM, Forsetlund L, Bjørndal A, Lockwood D. Interventions for skin changes caused by nerve damage in leprosy. Cochrane Database Syst Rev. 2008 Jul 16;(3):CD004833. 46. Wisnu IM, Hadilukito G. Pencegahan cacat kusta. Dalam: Daili ES, Menaldi SM, Ismiarto SP, Nilasari H, penyunting. Kusta. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.h.83-93. 47. Budimulja U. Morfologi dan cara membuat diagnosis. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, penyunting. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.h.34-42.! 48. Garg A, Levin NA, Bernhard J. Structure of skin lesions and fundamentals of clinical diagnosis. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick's dermatology in general medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw-Hill Companies; 2008.h23-39. Universitas Indonesia
!
4 49. Agusni I. Skin ulcers in tropical disease. Dalam: Gunawan H, Dwiyana RF, penyunting. Multidisciplinary approach to skin ulcer 2012. Bandung: Departemen IKKK FKUNPAD; 2012.h.41-53. 50. Jacoeb TNA, Paulus T, Soepardiman L, Daili SF. Penatalaksanaan ulkus neurotrofik di telapak kaki. MDVI. 1993; 20(57):19-28. 51. Soewono JPH, Darmada IGK. Rehabilitasi medik II. Dalam: Daili ES, Menaldi SM, Ismiarto SP, Nilasari H, penyunting. Kusta. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.h.104-118. 52. Shai A, Maibach HI. Etiology and mechanism of cutaneous ulcer formation. Dalam: Wound healing and ulcer of the skin. Berlin: Springer; 2005.h.1-48. 53. Eftman N, Conlan JE. Management of neuropathic foot. Dalam: Sussman C, Bates-Jensen B, penyunting. Wound care: a collaborative practice manual for health profesionals. Edisi ke-4. China: Lipincott Williams & Wilkins; 2012.h.325-67. 54. Listiawan Y. Basic principles of skin ulcer treatment in dermatovenereology. Dalam: Gunawan H, Dwiyana RF, penyunting. Multidisciplinary approach to skin ulcer 2012. Bandung: Departemen IKKK FKUNPAD; 2012.h.115-32. 55. Shai A, Maibach HI. Dressing materials. Dalam: Wound healing and ulcer of the skin. Berlin: Springer; 2005.h.103-18. 56. Cervelli V, Gentile P, Grimaldi M. Regenerative surgery: use of fat grafting combined with platelet-rich plasma for chronic lower extremity ulcers. Aesthetic Plast Surg. 2009 Mei;33(3):340-5. Epub 2009 Jan 21. 57. Sussman C. Assessment of the patient, skin, and wound. Dalam: Sussman C, Bates-Jensen B, penyunting. Wound care: a collaborative practice manual for health profesionals. Edisi ke-4. China: Lipincott Williams & Wilkins; 2012.h.53-109. 58. Shai A, Maibach HI. Ulcer measurement and patient assessment. Dalam: Wound healing and ulcer of the skin. Berlin: Springer; 2005.h.89-102. 59. Sorensen LT. Wound healing and infection in surgery. The patophysiological impact of smoking, smoking cessation, and nicotine replacement therapy: a systematic review and meta-analysis. Arch Surg. 2012 Apr;147(4):373-83. 60. Saper RB, Rash R. Zinc: an essential micronutrient. Am Fam Physician. 2009; 79(9): 768-72. 61. Maverakis E, Fung MA, Lynch PJ, Draznin M, Michael DJ, Ruben B, dkk. Acrodermatitis enteropathica and an overview of zinc metabolism. J Am Acad Dermatol. 2007; 56(1): 116-24. 62. Sekler I, sensi SL, Hershfinkel M, Silverman WF. Mechanism and regulation of cellular zinc transport. Mol Med. 2007; 13(7-8): 337-43. 63. Rostan EF, Debuys HV, Madey DL, Pinnell SR. Evidence supporting zinc as an important antioxidant for skin. Int J Dermatol. 2002; 41(9): 606-6x. 64. Brocard A, Dreno B. Innate immunity: A crucial target for zinc in the treatment of inflammatory dermatosis. J Eur Acad Dermatol Venereol. 2011; Jan 24. doi: 10.1111/j.1468-3083.2010.03934.x. [Epub ahead of print] Universitas Indonesia
!
5 65. Wang M, Wang S, Liu LH, Li X, Lu X, Gupta D, dkk. Human peptidoglycan recognition proteins require zinc to kill both Gram-positive and Gram-negative bacteria and are synergistic with antibacterial peptides. J Immunol. 2007; 178(5): 3116-25. 66. Bradburry S. Wound healing: is oral zinc supplementation beneficial? Wounds UK, 2006;2(1): 54-61. 67. Bae YS, Hill ND, Bibi Y, Dreiher J, Cohen AD. Innovative uses for zinc in dermatology. Dermatol Clin. 2010 Jul;28(3):587-97. 68. Bibi Nitzan Y, Cohen AD. Zinc in skin pathology and care. J Dermatolog Treat. 2006;17(4):205-10. 69. O’Donnell TF, Lau J. A systematic review of randomized controlled trials of wound dressings for chronic venous ulcer. J Vasc Surg. 2006; 44(5): 1118-25. 70. Agren MS. Zinc oxide increases degradation of collagen in necrotic wound tissue. Br J Dermatol. 1993; 129(2): 221. 71. Dohan Ehrenfest DM, Rasmusson L, Albrektsson T. Classification of platelet concentrates: from pure platelet-rich plasma (p-prp) to leucocyteand platelet-rich fibrin (l-prf). Trends Biotechnol. 2009 Mar;27(3):158-67. Epub 2009 Jan 31. 72. Pietrzak WS, Eppley BL. Platelet-rich plasma: biology and new technology. J Craniofac Surg. 2005 Nov;16(6):1043-54. 73. Anitua E, Andia I, Ardanza B, Nurden P, Nurden AT. Autologous platelets as a source of proteins for healing and tissue regeneration. Thromb Haemost. 2004 Jan;91(1):4-15. 74. Wirawan R, Shodri. Uji ketelitian dan nilai rujukan agregasi trombosit dengan agonist ADP pada orang Indonesia dewasa di Jakarta menggunakan agregometer chrono-log model 490. Jakarta: Balai Penerbit; 2008. 75. Choukroun J, Dohan DM, Diss A, Dohan SL, Dohan AJ, Mouhyi J, dkk. Platelet-rich fibrin (prf): a second generation platelet concentrate. part I: technological concepts and evolution. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod. 2006 Mar;101(3):e37-44. Epub 2006 Jan 19. 76. Visser LC, Arnoczky SP, Caballero O, Egerbacher M. Platelet-rich fibrin constructs elute higher concentrations of transforming growth factor dan increased tendon cell proliferation over time when compared to blood clots: a comparative in vitro analysis. Vet Surg. 2010 Oct;39(7):811-7. doi: 10.1111/j.1532-950X.2010.00739.x. Epub 2010 Sep 2. 77. Dohan DM, Choukroun J, Diss A, Dohan SL, Dohan AJ, Mouhyi J, dkk. Platelet-rich fibrin (prf): a second-generation platelet concentrate. part II: platelet-related biologic features. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod. 2006 Mar;101(3):e45-50. Epub 2006 Jan 10. 78. He L, Lin Y, Hu X, Zhang Y, Wu H. A comparative study of platelet-rich fibrin (prf) and platelet-rich plasma (prp) on the effect of proliferation and differentiation of rat osteoblast in vitro. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod. 2009 Nov;108(5):707-13. 79. Anilkumar K, Geetha A, Umasudhakar, Ramakrishnan T, Vijayalakshmi R, Pameela E. Platelet-rich fibrin: a novel root coverage approach. J Indian Soc Periodontol. 2009 Jan;13(1):50-4. Universitas Indonesia
!
6 80. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH. Perkiraan besar sampel. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-3. Jakarta: CV Sagung Seto; 2008.h.302-31. 81. Gethin G, Cowman S. Wound measurement comparing the use of acetate tracings and VisitrakTM digital planimetry. J Clin Nurs. 2006 Apr;15(4):422-7. 82. Grey JE, Enoch S, Harding KG. Wound Assessment. Dalam: Grey JE, Harding KG, penyunting. ABC of wound healing. Victoria: Blackwell Publishing; 2006.h.1-4. 83. World Health Organization. Definition of an older and elderly person. (disitasi 28 Juni 2013). Tersedia di http://www.who.int/healthinfo/survey/ageingdefnolder/en/ 84. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. (Disitasi 22 Maret 2012). Tersedia di: http://id.wikisource.org/wiki/UndangUndang_Republik_Indonesia_Nomor_20_Tahun_2003 85. Shai A, Maibach HI. Basic definition and introduction. Dalam: Wound healing and ulcer of the skin. Berlin: Springer; 2005.h.1-6. 86. Spear SL, Ducic I, Cuoco F, Hannan C. The effect of smoking on flap and donor-site complications in pedicled TRAM breast reconstruction. Plast Reconstr Surg. 2005 Dec;116(7):1873-80. 87. I G K Sajinadiyasa, I M Bagiada, I B Ngurah Rai. Prevalensi dan Risiko Merokok Terhadap Penyakit Paru di Poliklinik Paru Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. (Disitasi 7 Agustus 2012). Tersedia di http://www.scribd.com/doc/128209736/Prevalensi-Dan-Risiko-MerokokTerhadap-Penyakit-Paru 88. World Health Organization. WHO expert committee on leprosy 8th report. World Health Organ Tech Rep Ser. 2012;(968):11 89. Bhakta IM. Pendekatan terhadap pasien anemia. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI; 2007.h.622-26. 90. Andayani YD. Trombositopenia pada wanita hamil. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI; 2007.h.798-800. 91. Yogiantoro M. Hipertensi esensial. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI; 2007.h.599-603. 92. Antono D, Ismail D. Penyakit arteri perifer. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI; 2007.h.1673-9. 93. Weiss R, Elston DM. Venous insufficiency. (Disitasi 4 Mei 2012) Tersedia di http://emedicine.medscape.com/article/1085412-overview 94. Shai A, Maibach HI. Antibiotics, antiseptics, and cutaneous ulcers. Dalam: Wound healing and ulcer of the skin. Berlin: Springer; 2005.h.136-50. Universitas Indonesia
!
7 95. PERKENI. Konsensus pengendalian dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia 2011. (Disitasi 5 Mei 2012) Tersedia di http://www.perkeni.org/ 96. Sussman C. Wound measurement and prediction on healing. Dalam: Sussman C, Bates-Jensen B, penyunting. Wound care: a collaborative practice manual for health profesionals. Edisi ke-4. China: Lipincott Williams & Wilkins; 2012.h.110-30. 97. Barreto JG, Salgado CG. Clinic-epidemiological evaluation of ulcers in patients with leprosy sequelae and the effect of low level laser therapy on wound healing: a randomized clinical trial. BMC Infect Dis. 2010 Aug;10(10):237. 98. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007. (disitasi 8 Juni 2013). Tersedia di http://www.scribd.com/doc/25886294/RiskesdalaporanNasional 99. Agren MS, Ostenfeld ME, Kiss K, Kallehave F, Gong Y, Raffn K, dkk. A randomized, double-blind, placebo-controlled multicenter trial evaluating topical zinc oxide for acute open wounds following pilonidal disease excision. Wound Repair Regen. 2006; 14(5): 526-35. 100. Vuolo J. Hypergranulation: options for management. (disitasi 13 April 2013) Tersedia di https://uhra.herts.ac.uk/dspace/bitstream/2299/7006/2/904021.pdf 101. Rheinecker SB. Wound management: The occlusive dressing. J Athl Train. 1995 Jun;30(2):143-6. 102. Opsite Post-Op. (disitasi 13 April 2013). Tersedia di http://www.smith-nephew.com/key-products/advanced-woundmanagement/opsite-post-op/
!
Universitas Indonesia
72 Lampiran 1: Lembar Informasi Penelitian INFORMASI PENELITIAN PERBANDINGAN TINGKAT KESEMBUHAN PENGOBATAN TOPIKAL KONSENTRAT FIBRIN KAYA TROMBOSIT DENGAN SALAP SENG OKSIDA 10% PADA ULKUS NEUROPATIK SEDERHANA MORBUS HANSEN DI RUMAH SAKIT KUSTA DR. SITANALA TANGERANG Bapak/Ibu/Saudara yang terhormat, Morbus Hansen atau penyakit kusta adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman M. leprae. Penyakit ini dapat menyerang hampir semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai kecacatan. Ulkus atau tukak atau luka adalah kecacatan serius yang paling sering terjadi. Luka kusta sulit sembuh dan sering timbul lagi. Luka akan mengganggu aktivitas, menjadi sumber infeksi, dan jika dibiarkan lama dapat berkembang menjadi kanker. Salap seng oksida adalah obat yang sering digunakan pada luka kusta. Meskipun memberikan hasil cukup baik, tetapi dirasakan belum optimal sehingga menimbulkan pemikiran perlunya ditemukan pilihan obat lain. Saat ini Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) Fakultas Kedokteran
Universitas
Mangunkusumo
(RSCM)
Indonesia Jakarta
(FKUI)-Rumah sedang
Sakit
melakukan
Dr.
penelitian
Cipto yang
membandingkan efektivitas 2 jenis obat untuk luka kusta, yaitu konsentrat fibrin kaya trombosit (FKT) dengan salap seng oksida. Untuk
memperoleh
data,
kami
akan
melakukan
pemeriksaan
kulit
Bapak/Ibu/Saudara untuk melihat apakah terdapat luka yang sesuai dengan kriteria penelitian kami. Apabila ditemukan luka yang dimaksud, maka akan dilanjutkan dengan pemeriksaan laboratorium. Jika pada pemeriksaan fisis dan laboratorium, kondisi Bapak/Ibu/Saudara memenuhi syarat untuk berpartisipasi dalam penelitian, maka akan diberikan salah satu obat di atas. Penentuan jenis Universitas Indonesia
73 obat yang akan diterima dilakukan secara acak. Jika Bapak/Ibu/Saudara mendapatkan salap seng oksida, obat tersebut hanya akan dioleskan di atas luka dan kemudian ditutup dengan 2 lapis kasa. Jika Bapak/Ibu/Saudara termasuk dalam kelompok yang mendapatkan konsentrat FKT, maka konsentrat tersebut harus
dibuat
terlebih
dahulu
dari
darah
Bapak/Ibu/Saudara
sendiri.
Bapak/Ibu/Saudara akan diambil darahnya menggunakan jarum pengambil darah steril sebanyak 10 mL atau sekitar 1 sendok makan. Jika darah yang telah diambil belum menutupi seluruh permukaan luka, maka proses pengambilan darah akan diulang 1x lagi. Darah yang diambil tadi akan diproses dan dioleskan kembali di atas luka, kemudian ditutup dengan 2 lapis kasa. Pengambilan darah terkadang menimbulkan rasa nyeri ringan, bengkak, atau warna kebiruan yang akan hilang dengan sendirinya dalam beberapa hari. Jika terjadi keluhan akibat pengambilan darah pada penelitian ini, maka Bapak/Ibu/Saudara akan diberi pertolongan dan pengobatan gratis. Pengambilan darah untuk membuat konsentrat FKT hanya dilakukan 1x/minggu selama 6 minggu. Pemantauan hasil pengobatan akan dilakukan setiap minggu sehingga Bapak/Ibu/Saudara harus kontrol teratur setiap minggu selama 6 minggu. Apabila setelah selesai masa pemberian obat masih terdapat luka, maka akan diberikan obat sesuai dengan kondisi luka. Salap seng oksida sangat jarang menimbulkan efek samping. Jika timbul efek samping dapat berupa rasa terbakar, tersengat, gatal, kesemutan, atau timbul kemerahan pada kulit yang bersifat sementara. Bapak/Ibu/Saudara akan mendapatkan pengobatan jika timbul efek samping. Seluruh data dasar dan hasil penelitian ini merupakan data rahasia yang tidak untuk disebarluaskan/dipublikasikan. Publikasi yang dilakukan terhadap hasil penelitian merupakan hasil pengolahan data secara keseluruhan. Kami tidak akan menuliskan biodata Bapak/Ibu/Saudara pada makalah penelitian ataupun publikasi.
Universitas Indonesia
74 Keikutsertaan dalam penelitian ini bersifat sukarela. Bila tidak bersedia, Bapak/Ibu/Saudara berhak menolak untuk ikut serta dalam penelitian ini dan tetap mendapatkan pelayanan dan pengobatan sesuai standar pelayanan RSK Dr. Sitanala Tangerang. Bila telah mengerti dan menyetujui prosedur pemeriksaan pada
penelitian
ini,
Bapak/Ibu/Saudara
dimohon
kesediaannya
untuk
menandatangani formulir persetujuan. Bila keberatan, Bapak/Ibu/Saudara dapat mengundurkan diri setiap saat dari penelitian ini tanpa mendapat sanksi apapun, dan tetap mendapatkan pelayanan dan pengobatan sebagaimana mestinya. Kami sangat menghargai kesediaan Bapak/Ibu/Saudara untuk ikut serta pada penelitian ini. Apabila Bapak/Ibu membutuhkan penjelasan lebih lanjut, dapat menghubungi saya, dr. Adi Satriyo di nomor telepon 088808778796. Terima kasih atas perhatian dan kerjasamanya. Peneliti,! dr. Adi Satriyo
Universitas Indonesia
75 Lampiran 2: Formulir Persetujuan FORMULIR PERSETUJUAN Saya telah mendapat penjelasan mengenai penelitian ini dan telah memahaminya. Saya setuju dengan sukarela untuk diikutsertakan pada penelitian ini sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan. Persetujuan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tanpa paksaan. Saya yang memberi pernyataan Nama
:
Umur
:
Alamat
:
No. Rekam
:
tahun
Medis Tangerang, Yang membuat pernyataan,
(
Saksi,
(
)
peneliti,
)
(
dr. Adi Satriyo
)
Universitas Indonesia
76 Lampiran 3: Penyaring Subyek Penelitian PENYARING SUBYEK PENELITIAN Kriteria inklusi SP (beri tanda √) •
Pasien MH di poliklinik atau di ruang rawat inap RSK Dr. Sitanala Tangerang Ya (
•
)
)
Tidak (
)
Memiliki ulkus neuropatik sederhana Ya (
•
Tidak (
Usia 18 tahun hingga 72 tahun Ya (
•
)
)
Tidak (
)
Tidak (
)
Bersedia menjadi SP Ya (
)
Jika ada jawaban “tidak”, maka pasien tidak memenuhi syarat untuk mengikuti penelitian. Kriteria eksklusi SP (beri tanda √) •
Memiliki DM, penyakit arteri perifer dan insufisiensi vena di sekitar ulkus, riwayat keganasan, dan atau saat ini mengalami reaksi MH Ya (
•
)
Tidak (
)
Memiliki riwayat alergi terhadap salap ZnO 10% atau memiliki fobia jarum suntik Ya (
•
)
Tidak (
)
Menjalani radioterapi, mendapat kortikosteroid sistemik minimal 2 minggu sebelumnya, atau obat sistemik lain yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka, antara lain: antikoagulan, obat vasospastik, antineoplastik, antimitotik, penyekat kanal kalsium, dan penisilamin Ya (
)
Tidak (
) Universitas Indonesia
77
•
Keadaan umum buruk Ya (
•
)
)
Tidak (
)
Trombositopenia (trombosit < 150.000/µL) Ya (
•
Tidak (
Saat ini sedang hamil (untuk SP perempuan) Ya (
•
)
)
Tidak (
)
Anemia berat (Hb < 7 g/dL) Ya (
)
Tidak (
)
Jika ada jawaban “ya”, maka pasien tidak memenuhi syarat untuk mengikuti penelitian. Kesimpulan (
) Pasien memenuhi kriteria sebagai SP
(
) Pasien tidak memenuhi kriteria sebagai SP
Universitas Indonesia
78 Lampiran 4: Status Penelitian Kelompok terapi :
Uji / Pembanding
1
STATUS PENELITIAN Tanggal pemeriksaan 1. No urut penelitian 2. Nama 3. Alamat 4. No. telepon 5. Umur 6. 7.
: …………………………………... : …………………………………… : …………………………………… : ……………………………………. : ……………………………………. : ….. tahun (0) 18-59 tahun; (1) 60-72 tahun Jenis Kelamin (0) Lelaki; (1) Perempuan Tingkat pendidikan (0) Belum sekolah (1) Pendidikan dasar (2) Pendidikan menengah (3) Pendidikan tinggi
2
3 4 5 6
KUNJUNGAN AWAL (SEBELUM MENDAPATKAN PENGOBATAN) Anamnesis 8. Ruang perawatan
(0) Poliklinik (1) Rawat inap 9. Tipe MH (0) TT (1) BT (2) BB (3) BL (4) LL 10. Saat ini masih mendapatkan MDT (0) Tidak (1) Ya 11. Merokok (0) Bukan perokok (1) Mantan perokok (2) Perokok Indeks Brinkman (0) bukan perokok (1) ringan (2) sedang (3) parah
7 8
9
10
11
Universitas Indonesia
79 12. Lama ulkus
: ………………………… bulan (0) < 3 bulan; (1) > 3bulan 13. Sudah pernah diobati (0) Belum (1) Sudah, berupa …………………….. Pemeriksaan Fisis 14. Tekanan darah
: ………………………… (0) Tidak hipertensi (1) Hipertensi
12 13 14
mmHg 15
15. Status Gizi a. Tinggi badan b. Berat badan c. IMT
: …………………………. Cm : …………………………. Kg (0) < 18,5 kg/m2 (1) > 18,5 kg/m2 16. Lokasi ulkus (0) Telapak kaki (1) Telapak tangan (2) Punggung kaki (3) Punggung tangan (4) Tungkai bawah (5) Lengan bawah (6) Bagian tubuh lain, yaitu ……………… 17. Jumlah ulkus (0) 1 (1) > 1 18. Ukuran ulkus : …………………………… mm2 19. Kalus di tepi ulkus (0) Tidak ada (1) Ada 20. Kondisi kulit di sekitar ulkus (edema dan atau fibrosis) (0) Tidak ada (1) Ada Pemeriksaan laboratorium 21. Hb : …………………………… g/dL Anemia (0) Tidak (1) Ya 22. Leukosit : …………………………… /µL 23. Trombosit : …………………………… /µL 24. GDS : …………………………… g/dL 25. BTA : ……………………………
16 17
18 19 20 21
22
Universitas Indonesia
80 EVALUASI AKHIR MINGGU I Tanggal: ………….… Anamnesis 1. Keluhan subyektif: a. Gatal (0) Tidak ada 23 (1) Ada b. Nyeri (0) Tidak ada 24 (1) Ada c. Rasa menyengat (0) Tidak ada 25 (1) Ada d. Rasa terbakar (0) Tidak ada 26 (1) Ada e. Lain-lain……………… (0) Tidak ada 27 (1) Ada Pemeriksaan fisis 2. Ukuran ulkus : …………………….. mm2 28 3. Persentase pengecilan ulkus : …………………….. (%) 29 4. Tingkat kesembuhan (0) baik (1) sedang 30 (2) kurang (3) buruk 5. Keluhan obyektif: a. Bau busuk yang bersumber dari ulkus (0) Tidak ada 31 (1) Ada b. Kemerahan di sekitar ulkus (0) Tidak ada 32 (1) Ada c. Nyeri tekan (0) Tidak ada 33 (1) Ada d. Pus (0) Tidak ada 34 (1) Ada e. Lain-lain……………… (0) Tidak ada 35 (1) Ada 6. Pengobatan dilanjutkan (0) Tidak 36 (1) Ya Universitas Indonesia
81 EVALUASI AKHIR MINGGU II Tanggal: ………….… Anamnesis 1. Keluhan subyektif: a. Gatal (0) Tidak ada 37 (1) Ada b. Nyeri (0) Tidak ada 38 (1) Ada c. Rasa menyengat (0) Tidak ada 39 (1) Ada d. Rasa terbakar (0) Tidak ada 40 (1) Ada e. Lain-lain……………… (0) Tidak ada 41 (1) Ada Pemeriksaan fisis 2. Ukuran ulkus : …………………….. mm2 42 3. Persentase pengecilan ulkus : …………………….. (%) 43 4. Tingkat kesembuhan (0) baik (1) sedang 44 (2) kurang (3) buruk 5. Keluhan obyektif: a. Bau busuk yang bersumber dari ulkus (0) Tidak ada 45 (1) Ada b. Kemerahan di sekitar ulkus (0) Tidak ada 46 (1) Ada c. Nyeri tekan (0) Tidak ada 47 (1) Ada d. Pus (0) Tidak ada 48 (1) Ada e. Lain-lain……………… (0) Tidak ada 49 (1) Ada 6. Pengobatan dilanjutkan (0) Tidak 50 (1) Ya Universitas Indonesia
82 EVALUASI AKHIR MINGGU III Tanggal: ………….… Anamnesis 1. Keluhan subyektif: a. Gatal (0) Tidak ada 51 (1) Ada b. Nyeri (0) Tidak ada 52 (1) Ada c. Rasa menyengat (0) Tidak ada 53 (1) Ada d. Rasa terbakar (0) Tidak ada 54 (1) Ada e. Lain-lain……………… (0) Tidak ada 55 (1) Ada Pemeriksaan fisis 2. Ukuran ulkus : …………………….. mm2 56 3. Persentase pengecilan ulkus : …………………….. (%) 57 4. Tingkat kesembuhan (0) baik (1) sedang 58 (2) kurang (3) buruk 5. Keluhan obyektif: a. Bau busuk yang bersumber dari ulkus (0) Tidak ada 59 (1) Ada b. Kemerahan di sekitar ulkus (0) Tidak ada 60 (1) Ada c. Nyeri tekan (0) Tidak ada 61 (1) Ada d. Pus (0) Tidak ada 62 (1) Ada e. Lain-lain……………… (0) Tidak ada 63 (1) Ada 6. Pengobatan dilanjutkan (0) Tidak 64 (1) Ya Universitas Indonesia
83 EVALUASI AKHIR MINGGU IV Tanggal: ………….… Anamnesis 1. Keluhan subyektif: a. Gatal (0) Tidak ada 65 (1) Ada b. Nyeri (0) Tidak ada 66 (1) Ada c. Rasa menyengat (0) Tidak ada 67 (1) Ada d. Rasa terbakar (0) Tidak ada 68 (1) Ada e. Lain-lain……………… (0) Tidak ada 69 (1) Ada Pemeriksaan fisis 2. Ukuran ulkus : …………………….. mm2 70 3. Persentase pengecilan ulkus : …………………….. (%) 71 4. Tingkat kesembuhan (0) baik (1) sedang 72 (2) kurang (3) buruk 5. Keluhan obyektif: a. Bau busuk yang bersumber dari ulkus (0) Tidak ada 73 (1) Ada b. Kemerahan di sekitar ulkus (0) Tidak ada 74 (1) Ada c. Nyeri tekan (0) Tidak ada 75 (1) Ada d. Pus (0) Tidak ada 76 (1) Ada e. Lain-lain……………… (0) Tidak ada 77 (1) Ada 6. Pengobatan dilanjutkan (0) Tidak 78 (1) Ya Universitas Indonesia
84 EVALUASI AKHIR MINGGU V Tanggal: ………….… Anamnesis 1. Keluhan subyektif: a. Gatal (0) Tidak ada 79 (1) Ada b. Nyeri (0) Tidak ada 80 (1) Ada c. Rasa menyengat (0) Tidak ada 81 (1) Ada d. Rasa terbakar (0) Tidak ada 82 (1) Ada e. Lain-lain……………… (0) Tidak ada 83 (1) Ada Pemeriksaan fisis 2. Ukuran ulkus : …………………….. mm2 84 3. Persentase pengecilan ulkus : …………………….. (%) 85 4. Tingkat kesembuhan (0) baik (1) sedang 86 (2) kurang (3) buruk 5. Keluhan obyektif: a. Bau busuk yang bersumber dari ulkus (0) Tidak ada 87 (1) Ada b. Kemerahan di sekitar ulkus (0) Tidak ada 88 (1) Ada c. Nyeri tekan (0) Tidak ada 89 (1) Ada d. Pus (0) Tidak ada 90 (1) Ada e. Lain-lain……………… (0) Tidak ada 91 (1) Ada 6. Pengobatan dilanjutkan (0) Tidak 92 (1) Ya Universitas Indonesia
85 EVALUASI AKHIR MINGGU VI Tanggal: ………….… Anamnesis 1. Keluhan subyektif: a. Gatal (0) Tidak ada 93 (1) Ada b. Nyeri (0) Tidak ada 94 (1) Ada c. Rasa menyengat (0) Tidak ada 95 (1) Ada d. Rasa terbakar (0) Tidak ada 96 (1) Ada e. Lain-lain……………… (0) Tidak ada 97 (1) Ada Pemeriksaan fisis 2. Ukuran ulkus : …………………….. mm2 98 3. Persentase pengecilan ulkus : …………………….. (%) 99 4. Tingkat kesembuhan (0) baik (1) sedang 100 (2) kurang (3) buruk 5. Keluhan obyektif: a. Bau busuk yang bersumber dari ulkus (0) Tidak ada 101 (1) Ada b. Kemerahan di sekitar ulkus (0) Tidak ada 102 (1) Ada c. Nyeri tekan (0) Tidak ada 103 (1) Ada d. Pus (0) Tidak ada 104 (1) Ada e. Lain-lain……………… (0) Tidak ada 105 (1) Ada 6. Pengobatan dilanjutkan (0) Tidak 106 (1) Ya Universitas Indonesia
86 Lampiran 5: Formulir Ringkasan Evaluasi Pengobatan Nama
:
No urut penelitian
:
FORMULIR RINGKASAN EVALUASI PENGOBATAN Evaluasi
Minggu I
Minggu II
Minggu III
Minggu IV
Minggu V
Minggu VI
2
Ukuran ulkus (mm ) Persentase pengecilan ulkus (%) Tingkat kesembuhan Subyektif -
Nyeri
-
Gatal
-
Rasa tersengat atau terbakar
-
Lain-lain, berupa …..
Obyektif : -
Bau busuk
-
Kemerahan di sekitar ulkus
-
Nyeri tekan
-
Terdapat pus
-
Lain-lain, berupa……
Universitas Indonesia
87
Universitas Indonesia
88
Universitas Indonesia
89
Lampiran 6 (lanjutan) KETERANGAN TABEL INDUK IDENTITAS 1. No urut penelitian 2. Kelompok terapi 0. Uji 1. Pembanding 3. Umur (tahun) 4. Kategori umur 0. 18-59 tahun 1. 60-72 tahun 5. Jenis kelamin 0. Lelaki 1. Perempuan 6. Tingkat pendidikan 0. belum sekolah 1. pendidikan rendah 2. pendidikan sedang 3. pendidikan tinggi KUNJUNGAN AWAL 7. Ruang rawat 0. poliklinik 1. rawat inap 8. Tipe MH 0. TT 1. BT 2. BB 3. BL 4. LL 9. Masih meminum MDT atau tidak 0. Tidak 1. Ya 10. Riwayat merokok 0. bukan perokok 1. mantan perokok 2. perokok 11. Indeks Brinkman 0. bukan perokok 1. ringan 2. sedang 3. parah 12. Lama ulkus (bulan) 13. Kategori lama ulkus 0. < 3 bulan 1. > 3 bulan 14. Riwayat pengobatan sebelumnya 0. sudah pernah diobati 1. belum pernah diobati 15. Tekanan darah 0. Tidak hipertensi 1. Hipertensi 16. Status gizi
17. Lokasi ulkus 0. Telapak kaki 1. Telapak tangan 2. Punggung kaki 3. Punggung tangan 4. Tungkai bawah 5. Lengan bawah 6. Lutut 7. Siku 18. Jumlah ulkus 0. 1 1. >1 19. Ukuran ulkus (dalam mm2) 20. Kalus 0. tidak ada 1. ada 21. Kondisi kulit sekitar ulkus (ada tidaknya edema dan atau fibrosis) 0. tidak 1. ada 22. Anemia 0. tidak ada 1. ada EVALUASI AKHIR MINGGU I 23. Ukuran ulkus (mm2) 24. Persentase pengecilan ukuran ulkus (%) 25. Tingkat kesembuhan ulkus 0. Buruk 1. Kurang 2. Sedang 3. Baik EVALUASI AKHIR MINGGU II 26. Ukuran ulkus (mm2) 27. Persentase pengecilan ukuran ulkus (%) 28. Tingkat kesembuhan ulkus 0. Buruk 1. Kurang 2. Sedang 3. Baik EVALUASI AKHIR MINGGU III 29. Ukuran ulkus (mm2) 30. Persentase pengecilan ukuran ulkus (%) 31. Tingkat kesembuhan ulkus 0. Buruk 1. Kurang 2. Sedang 3. Baik Universitas Indonesia
90 0. IMT < 18,5 kg/m2 1. IMT > 18,5 kg/m2 EVALUASI AKHIR MINGGU IV 32. Ukuran ulkus (mm2) 33. Persentase pengecilan ukuran ulkus (%) 34. Tingkat kesembuhan ulkus 0. Buruk 1. Kurang 2. Sedang 3. Baik EVALUASI AKHIR MINGGU V 35. Ukuran ulkus (mm2) 36. Persentase pengecilan ukuran ulkus (%) 37. Tingkat kesembuhan ulkus 0. Buruk 1. Kurang 2. Sedang 3. Baik EVALUASI AKHIR MINGGU VI 38. Ukuran ulkus (mm2) 39. Persentase pengecilan ukuran ulkus (%) 40. Tingkat kesembuhan ulkus 0. Buruk 1. Kurang 2. Sedang 3. Baik
Universitas Indonesia
91 Lampiran 7: Surat Keterangan Lulus Kaji Etik
Universitas Indonesia