UNIVERSITAS INDONESIA
PERBANDINGAN PERANAN KOMISI PERSAINGAN USAHA DI AMERIKA SERIKAT, AUSTRALIA, PERANCIS, JEPANG DAN INDONESIA DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERSAINGAN USAHA
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Hukum (MH)
AKIRA MAIRILIA 1106109586
FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM KEKHUSUSAN HUKUM EKONOMI JAKARTA JANUARI 2013 i Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Akira Mairilia
NPM
: 1106109586
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 21 Januari 2013
ii Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh: Nama
: Akira Mairilia
NPM
: 1106109586
Program Studi
: Magister Ilmu Hukum
Judul Tesis
: Perbandingan Peranan Komisi Persaingan Usaha Di Amerika Serikat, Australia, Perancis, Jepang dan Indonesia Dalam Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Hukum pada Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Kurnia Toha, S.H., LL.M., Ph.D Penguji
: Dr. Freddy Harris, S.H., LL.M.
Penguji
: Teddy Anggoro, S.H., M.H
Ditetapkan di : Jakarta Tanggal
: 21 Januari 2013
iii Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya yang selalu menuntun dan memberikan rahmat dalam penyelesaian tugas akhir ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Hukum. Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Ekonomi, Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Dalam penulisan tesis ini, penulis telah mendapatkan bimbingan, nasihat, motivasi dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada: 1. Bapak Kurnia Toha, SH., LL.M., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktunya dan selalu memberika pengetahuan untuk membimbing penulisan tesis. 2. Bapak Dr. Freddy Harris, S.H., LL.M. dan Bapak Teddy Anggoro, S.H., M.H., selaku dewan penguji yang telah berkenan meluangkan waktu untuk menguji penulisan tesis. 3. Ibu Prof. Dr. Rosa Agustina, SH.MH, selaku Dosen, sekaligus Ketua Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Magister Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang telah mengajar dan memberikan ilmu pengetahuan. 5. Kedua orang tuaku tercinta, Papa Drs. Husni Nasution dan Mama Syahfitri Purnama, SH., MH., M.Pd., yang selalu menjadi orang tua dengan kasih sayang, selalu memberikan semangat dan doa yang tidak pernah ada habisnya. 6. Adik Yumeina Tiffani, yang selalu siap menemani penulis dalam keadaan apapun. 7. Nurul Meiliza, SH., Raja Larisayuni, SH., Fransisca Sanafi, SH., yang menjadi motivator dan banyak membantu penulis dalam menyelesaikan
iv Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
pendidikan ini. Keberadaan mereka membuat penulis selalu bersemangat dalam hal apapun. 8. Aditya Mahendra SH, yang semangat dan doa terbaik kepada penulis. 9. Sahabat-sabahabat Wida Diny Larasati, S.A.B., Putri Cep Alam, Risnasary, SH., Iqbal Praherdiansyah, SH., Yanuar Wicaksono, SH., Rachmita Virdany, SH., yang selalu memberikan semangat dan doa kepada penulis. 10. Teman-teman Kepengurusan ALSA LC UNDIP 2008-2010, yang selalu memberikan motivasi, semangat, doa, dan persaudaraan hangat kepada penulis. ALSA ALWAYS BE ONE. 11. Bapak dan Ibu Sekretariat Magister Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang telah banyak membantu penulis pada saat penulisan tesis. 12. Teman- teman di Magister Hukum Ekonomi Universitas Indonesia. 13. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan penulisan tugas akhir ini. Penulis menyadari dalam penulisan ini masih banyak kekurangan yang perlu disempurnakan. Oleh karena itu, penulis selalu mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan tesis ini. Semoga tesis ini nantinya akan memberikan manfaat dan pembelajaran yang baik di kemudian hari. Akhir kata, penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan ini. Dengan mengucapkan terima kasih, semoga semua bantuan dan dukungan yang telah diberikan memperoleh imbalan yang setimpal dari Allah SWT.
Jakarta, Januari 2013
Akira Mairilia
v Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Akira Mairilia
NPM
: 1106109586
Program Studi
: Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Ekonomi
Fakultas
: Hukum
Jenis karya
: Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : “Perbandingan Peranan Komisi Persaingan Usaha Di Amerika Serikat, Australia, Perancis, Jepang dan Indonesia Dalam Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha” beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Univeristas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Jakarta
Pada tanggal
: 21 Januari 2013
Yang menyatakan
(Akira Mairilia)
vi Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
ABSTRAK
Nama
: Akira Mairilia
Program Studi
: Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Ekonomi
Judul
: Perbandingan Peranan Komisi Persaingan Usaha Di Amerika Serikat, Australia, Perancis, Jepang dan Indonesia Dalam Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha
Tesis ini membahas dua permasalahan utama. Pertama, bagaimanakah sistem penyelesaian perkara persaingan usaha di negara Amerika Serikat, Australia, Perancis dan Jepang? Dan kedua, bagaimanakah peranan KPPU dalam penanganan perkara persaingan usaha dibandingkan dengan negara Amerika Serikat, Australia, Perancis dan Jepang? Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normatif, tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan perbandingan penyelesaian perkara persaingan usaha di berbagai negara, yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau pilihan penyelesaian perkara persaingan usaha yang sesuai dan dapat membawa KPPU bekerja lebih baik di masa datang. Penyelesaian perkara persaingan usaha dibebankan kepada Federal Trade Commission (FTC) dan Antitrust Division of The Department of Jusrice (DOJ-AD); the Australian Competition and Consumer Commission (ACCC), Autorité; Japan Fair Trade Commission (JFTC); dan Komisi Perngawas Persaingan Usaha (KPPU). Terdapat perbedaan peranan antara tiap komisi dalam penyelesaian perkara. Perbedaan tersebut dapat ditemukan dalam tata cara penyelesaian perkara, perbedaan kewenangan dan tugas pada tiap-tiap komisi, perbedaan dalam penggunaan pembuktian dalam suatu kasus, program-program yang telah dilaksanakan dan sebagainya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa KPPU sebagai organ penegak Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat masih banyak kekurangan dalam menjalankan peranannya. Kekurangan tersebut disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya kelembagaan KPPU yang belum jelas, kewenangan KPPU yang cenderung bersifat absolute, dan sebagainya. Diperlukan penyempurnaan dari UU No.5 Tahun 1999 melalui pengaturan yang tegas mengenai hukum acara persaingan usaha guna menciptkan keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan bagi Indonesia yang berpengaruh terhadap perekonomian negara. Kata kunci: KPPU, perbandingan peranan komisi persaingan usaha, hukum persaingan usaha
vii Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
ABSTRACT
Name
: Akira Mairilia
Study Program
: Law, Economic Law
Title
: The Role of the Competition Commission in the United States, Australia, France, Japan and Indonesia in the Competition Settlement
This thesis mainly discusses about two issues. First, how does the dispute settlement system of competition in United States, Australia, France and Japan? And second, how does the role of KPPU to handling of competition dispute as compared to the United States, Australia, France and Japan? This research is conducted on a juridical normative method, the purpose of this research is provide a comparison of the settlement competition in many countries, which is intended to give an overview or option in dispute settlement that appropriate and could bring the KPPU to work better in the future. Competition settlement imposed on the Federal Trade Commission (FTC) and the Antitrust Division of the Department of Justice (DOJ-AD), the Australian Competition and Consumer (ACCC), Autorité, Japan Fair Trade Commission (JFTC) and Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). There are differences between each commission in settling cases. The differences can be found in the settlement procedure, the differences in the powers and duties each commission, the differences in the use evidence to a case, and so on. The result showed that KPPU as a law enforcement organ of Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 on prohibition of monopolistic practices and unfair business competition are still many lacks to execute its role. The lacks is caused by many factors, including the institutional of KPPU is not yet clear, the authority tend to be absolute, and so on. Required refinement of Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 by setting strict regulation regarding antitrust law in order to establish competition for justice, legal certainty and the benefits to Indonesia that effect to the economy.
Key words: KPPU, the Role of Competition Commission, Antitrust Law
viii Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS …………………………
ii
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………….
iii
KATA PENGANTAR …………………………………………………….
iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR …………………………………………………………………….
vi
ABSTRAK ………………………………………………………………...
vii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………
ix
BAB 1
PENDAHULUAN ………………………………………..
1
1.1
Latar Belakang Masalah …………………………..
1
1.2
Pokok Permasalahan ………………………………
15
1.3
Tujuan Penelitian ………………………………….
15
1.4
Manfaat Penelitian ………………………………...
15
1.5
Kerangka Teori ……………………………………
16
1.6
Kerangka Konsepsional …………………………
19
1.7
Metode Penelitian …………………………………
22
1.8
Sistematika Penelitian …………………………….
24
BAB 2
SISTEM PENYELESAIAN PERKARA PERSAINGAN USAHA di NEGARA AMERIKA SERIKAT, AUSTRALIA, PERANCIS dan JEPANG …………………………………………… 26 2.1
Sistem Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Amerika Serikat …………………………………………… 26
ix Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
2.1.1 Clayton Act dan Federal Trade Commission (FTC) Act………………………………………… 26 2.1.2 Kewenangan dan Fungsi Federal Trade Commission (FTC)……………………………………… 29 2.1.3 Kewenangan dan Fungsi Antitrust Division of the Departement of Justice (DOJ-AD)………. 33 2.1.4 Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Amerika Serikat…………………………………….. 36 2.2
Sistem Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Australia………………………………………….. 37 2.2.1 Competition and Consumer Act 2010…….
37
2.2.2 Kewenangan dan Fungsi Australia Competition and Consumer Commission (ACCC)………… 41 2.2.3 Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Australia…………………………………… 44 2.3
Sistem Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Perancis……………………………………………. 45 2.3.1 Undang-Undang Persaingan Perancis……………………………………. 2.3.2
Usaha 45
Kewenangan dan Fungsi Autorité de la Concurrence (Komisi Persaingan Usaha Perancis)……..
49
2.3.2 Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Perancis…………………………………… 51 2.4
Sistem Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Jepang……………………………………………. 53 2.4.1 Japanese Antimonopoly Law (the Antimonopoly Law (AML))…………………………………… 53 2.4.2 Kewenangan dan Fungsi Japan Fair Trade Commission (JFTC)……………………………… ……... 56 2.4.3 Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Jepang…………………………………….. 58
x Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
2.4
Sistem Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Indonesia…………………………………………… 63 2.4.1 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat……………………………………… 63 2.4.2 Kewenangan dan Fungsi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)…………………………… 65 2.4.3 Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Indonesia………………………………… 75
BAB 3
PERANAN KPPU DALAM PENANGANAN PERKARA PERSAINGAN USAHA DIBANDINGKAN DENGAN AMERIKA SERIKAT, AUSTRALIA, PERANCIS dan JEPANG………………………………………………… 86 3.1
Putusan Perkara Persaingan Usaha KPPU……………………………………………..
oleh 86
3.1.1 Putusan KPPU Nomor 17/KPPU-I/2010 Terhadap Perseroan Terbatas PT. Pfizer Indonesia dan PT. Dexa Medica atas Dugaan Kartel Obat Anti Hipertensi dengan Kandungan Amlodipine Besylate…………………………………… 86 3.1.2 Putusan KPPU Nomor 35/KPPU-I/2010 Terhadap PT. Pertamina dkk. Atas Proses Beauty Contest DonggiSenoro…………………………………….. 96 3.1.3 Putusan KPPU Nomor 23/KPPU-L/2010 terkait Persetujuan Perpanjangan Give Away Gaji Oleh PT. Garuda Indonesia (Persero) Kepada PT. Gaya Bella Diantama dan PT. Uskarindo Prima untuk Periode Tahun 2009/2010 dan Periode Tahun 2010/2011………………………………… 100
BAB 4
3.2
Leniency Program bagi KPPU……………………
102
3.3
Prosedur Penyelesaian Perkara oleh KPPU………...
105
3.4
Tantangan dalam Melakukan Penanganan Perkara Persaingan Usaha……………………………………………… 107
PENUTUP ……………………………………………….
112
4.1
112
KESIMPULAN …………………………………...
xi Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
4.2
SARAN …………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………
113
115
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1
US Department and Justice……………………………….
34
Gambar 2.1
Prosedur Dalam Penyelesaian Perkara JFTC……………
60
Gambar 2.2
Tahapan Proses Penyelesaian Sengketa Dalam KPPU……………………………………………………..
xii Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
Putusan 76
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu negara tidak lepas dari peranan perekonomian yang
berkembang dengan cepat dan efisien. Perekonomian yang berkembang dengan maju dapat dilihat berdasarkan persaingan yang berlangsung antar pelaku usaha. Ketika terdapat persaingan antar pelaku usaha dalam suatu negara, dapat pasti negara tersebut maju dengan pesat karena pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi disebabkan oleh pemanfaatan tekhnologi dan peningkatan produktifitas yang didorong oleh pasar yang kompetitif. Teori ekonomi pasar bebas yang diperkenalkan Adam Smith dikenal sebagai persaingan sempurna. Dalam pasar sempurna, terdapat banyak perusahaan yang beroperasi untuk menjual barang dengan karakteristik yang serupa. Kemampuan mereka untuk mengatur harga pasar ditentukan oleh mekanisme penawaran (supply) dan permintaan (demand) sendiri yang bisa dicapai oleh pasar (price equilibrium), maksudnya ketika pelaku usaha menaikkan harga, maka kemungkinan mereka akan kehilangan sejumlah pembeli yang mencari perusahaan atau penjual yang menjual dengan harga murah. 1 Persaingan merupakan inti dari operasi pasar, dan mendorong inovasi, produktivitas dan pertumbuhan yang dapat menciptakan kesejahteraan. Persaingan merupakan rivalitas antar perusahaan untuk mencapai penjualan dan mendapatkan keuntungan, yang merupakan kekuatan pendorong dalam pasar. Pasar yang efisien
1
D. Carlton dan J. Perloff, Modern Industrian Organization, (New York: Addison-Wesley Longman, Inc, 1999), hlm. 68.
1 UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
2
dan adil sangat penting untuk mempercepat pembangunan sektor swasta dan pertumbuhan ekonomi. 2 Salah satu esensi penting bagi terselenggaranya pasar sempurna adalah persaingan pelaku pasar dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Dalam hal ini, persaingan usaha merupakan sebuah proses di mana pelaku usaha dipaksa menjadi perusahaan yang efisien dengan menawarkan pilihan-pilihan produk dan dalam harga yang lebih rendah. Untuk merebut hati konsumen, para pelaku usaha berusaha menawarkan produk dan jasa yang menarik, baik dari segi harga, kualitas dan pelayanan.3 Persaingan sempurna merupakan struktur pasar yang paling ideal, karena sistem pasar ini dianggap merupakan struktur pasar yang akan menjamin terwujudnya efisiensi kegiatan memproduksi barang atau jasa. Pasar ini didefinisikan sebagai struktur pasar atau industri di mana terdapat banyak penjuak dan pembeli, dan setiap penjual atau pembeli tidak dapat mempengaruhi keadaan pasar. Selain itu, karakteristik dari pasar yang bersaing secara sempurna adalah dengan memberikan informasi secara luas kepada penjual maupun pembeli, mudahnya untuk masuk dan keluar dari pasar, infrastruktur di dalam pasar layak, dan kontrak yang dibuat antara penjual dan pembeli dapat dengan mudah dilaksanakan (contracts can be enforced easily). Ketika semua karateristik ini terpenuhi, maka akan tercapailah maksimalisasi keuntungan yang akan diterima oleh pelaku usaha maupun konsumennya. Persaingan ini dapat terjadi dalam beberapa cara, diantaranya, pelaku usaha bersaing pada harga, fokus pada pengembangan kualitas produk atau jasa, sementara yang
lain
menggunakan
kewirausahaan
atau
keterampilan
riset
untuk
mengembangkan produk baru atau jasa. Konsekuensi dari hal ini adalah bahwa harga akan sampai ke tingkat biaya yang tepat, keragaman produk yang ditawarkan akan
2
Nick Godfrey, Why Is Competition Important For Growth And Poverty Reduction?, Global Forum VII on International Investment 27-28 March 2008, hlm. 3. 3 Andi Fahmi Lubis, et. al., Hukum Persaingan Usaha antara Teks & Konteks, (Jakarta: ROV Creative Media, 2009), hlm. 2.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
3
membuat pasar yang sesuai dengan heterogenitas kebutuhan konsumen dan selera, dan tingkat inovasi akan menjadi tinggi. Dari sudut pandang pelaku usaha, persaingan kuat memberikan banyak keuntungan. Di satu sisi, persaingan seringkali membuat orang bekerja dengan memberikan yang terbaik, memberikan tantangan yang sering kali menghasilkan respon yang benar-benar inovatif, dan dapat memberikan sesuatu yang terbaik dari sebuah perusahaan. Dalam pasar persangan sempurna, jumlah pelaku usaha sangat banyak dan kemampuan setiap pelaku usaha dianggap sedemikian kecilnya, sehingga tidak mampu mempengaruhi pasar. Beberapa karakteristik agar sebuah pasar dapat dikatakan pasar persaingan sempurna, yaitu: 4 1)
Semua pelaku usaha memproduksi barang yang homogeny (homogenitas produk); Produk yang homogeny adalah produk yang mampu memberikan kepuasaan (utilitas) kepada konsumen tanpa perlu mengetahui siapa produsennya.
2)
Produsen dan konsumen memiliki pengetahuan atau informasi sempurna (perfect knowledge); Para pelaku ekonomi (konsumen dan produsen) memiliki pengetahuan sempurna tentang harga produk dan input yang dijual sehingga konsumen tidak akan mengalami perlakuan harga jual yang berbeda dari satu pelaku usaha dengan pelaku usaha lannya.
3)
Output sebuah perusahaan relatif lebih kecil dibanding out pasar (small relatively output); Jumlah
output
perusahaan
secara
individu
dianggap
relative
kecil
dibandingkan dengan jumlah output seluruh perusahaan dalam industri.
4
Masyhurri, Ekonomi Mikro, (Malang: UIN Press, 2007), hlm. 201.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
4
4) Perusahaan menerima harga yang ditentukan pasar (price taken); Perusahaan menjual produknya dengan berpatokan pada harga yang ditetapkan pasar (price taker) karena perusahaan tidak mampu mempengaruhi pasar. 5) Semua perusahaan bebas masuk dan keluar pasar (free entry and exit); Dalam pasar persaingan sempurna, factor mobilitasnya tidak terbatas dan tidak ada yang harus dikeluarkan untuk memindahkan factor produksi. Semua ini bertujuan untuk menumbuh kembangkan kapasitas pengusaha nasional yang handal dan kuat bersaing di pasar regional dan internasional. Selain itu, kebijakan ekonomi pemerintah mampu meyakinkan para investor asing dan ekportir luar negeri mendapat kesempatan yang sama untuk bersaing di pasar dalam negeri dengan pengusaha lokal atau nasional dalam mekanisme pasar yang sehat. Pada era globalisasi perekonomian dunia saat ini, mendorong masuknya barang dan/atau jasa dari berbagai negara yang meramaikan pasar dalam negeri di berbagai negara yang berpotensi membuat suasana persangan pasar menjadi tidak sempurna. Awal masa globalisasi ekonomi ini terjadi, pasar didominasi oleh monopoli dan oligopoli, yang mengakibatkan mematikan proses mekanisme pasar serta merugikan konsumen karena pasar hanya dikuasai oleh beberapa pelaku usaha. Persaingan antara perlaku usaha yang tidak sempurna kerap kali merugikan konsumen dan juga negara karena sektor-sektor ekonomi bergabung menjadi satu dengan produk dan/atau jasa yang tidak saling berhubungan dan bermacam-macam yang dapat mematikan pasar. Oleh karena itu, pengaturan hukum mengenai persaingan usaha tidak sehat diperlukan sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Gobalisasi membuat transaksi ekonomi bersifat transnasional sehingga pendayaan sumber daya tidak hanya dengan batas negara. Negara tidak dilarang menerapkan kebijakan industry untuk melindungi kepentingan sektoral dan strategis nasionalnya sepanjang memang dialokasikan untuk meningkatkan daya saing dan
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
5
kesejahteraan rakyatnya serta diterapkan dalam kebijakan persaingan (competition policy) yang mengutamakan efisiensi, inovasi dan produktivitas. 5 Dengan berlakunya pasar bebas (free trade) pada masa globalisasi menjadikan setiap negara untuk memiliki aturan hukum mengenai persaingan ini. Salah satu esensi penting bagi terselenggaranya pasar bebas tersebut adalah persaingan para pelaku usaha dalam memenuhi kebutuhan konsumen.6 Dalam persaingan usaha merupakan sebuah proses di mana para pelaku usaha dipaksa menjadi perusahaan yang efisien dengan penawaran pilihan-pilihan produk dan jasa dalam harga yang lebih rendah. Persaingan hanya ada bila ada dua pelaku usaha atau lebih yang menawarkan produk dan jasa kepada para pelanggan dalam sebuah pasar. Untuk merebut hati konsumen, para pelaku usaha berusaha menawarkan produk dan jasa yang menaruk, baik segi harga, kualitas dan pelayanan. 7 Fungsi penegakan hukum bertujuan untuk menghilangkan berbagai hambatan persaingan berupa perilaku bisnis yang tidak sehat. Sementara proses pemberian saran pertimbangan kepada pemerintah akan mendorong proses reformasi regulasi menuju tercapainya kebijakan persaingan yang efektif di seluruh sektor ekonomi. Selama ini, baik dalam proses penegakan hukum maupun dalam analisis kebijakan Pemerintah, seringkali ditemui bahwa kebijakan menjadi sumber dari lahirnya berbagai praktek persaingan usaha tidak sehat di beberapa sektor. Salah satu peran pemerintah adalah bahwa mengatur monopoli dan memastikan kompetisi. Pedoman Kebijakan Persaingan merupakan sesuatu yang baik, dilihat sebagai pendukung baik makro-ekonomi (manajemen ekonomi nasional) strategi dan restrukturisasi ekonomi mikro (mempromosikan perusahaan lebih efisien dan industri). Dukungan ini membutuhkan konsistensi di berbagai bidang terkait dengan kebijakan persaingan, terutama perdagangan dan kebijakan industri,
5
Benny Pasaribu, Jurnal Persaingan Usaha Edisi 2, (Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia, 2009), hlm. iii. 6 Andi Fahmi Lubis, et. Al., Opcit. 7 Ditha Wiradiputra, Hukum Persaingan Usaha: Suatu Pengantar, Bahan Ajar Hukum Persaingan Usaha Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
6
restrukturisasi aset negara, dan pendekatan untuk memberdayakan pengusahapengusaha kecil. Kebijakan persaingan usaha merupakan salah satu bentuk intervensi yang dilakukan oleh pemerintah terhadap pasar. Dalam konsep kebijakan publik, segala macam bentuk intervensi pemerintah di pasar dinamakan sebagai regulasi. 8 Dalam arti sempit, regulasi dapat diterjemahkan bebas sebagai bentuk intervensi pemerintah untuk mengatasi persoalan-persoalan yang muncul di pasar berdasarkan mandate yang diperoleh dari legislatif. Agar pasar tetap bersaing, tidak boleh ada hambatan yang tidak perlu masuk ke dalamnnya sehingga perusahaan baru bisa masuk ketika mereka melihat peluang bisnis. Hambatan untuk keluar tidak boleh berlebihan, memungkinkan perusahaan untuk meninggalkan pasar ketika tidak dapat berjalan secara efektif. Sebuah kebijakan persaingan yang efektif juga harus melindungi hak-hak pengusaha untuk masuk dan meninggalkan pasar.9 Hampir di seluruh negara telah memiliki kebijakan persaingan dalam melindungi kegiatan pasar. Tujuan dari kebijakan persaingan adalah: 10 1) Untuk mendorong daya guna ekonomi, yang terdiri dari tiga komponen, yaitu: a. Efisiensi Produktif – Perusahaan menggunakan biaya paling rendah untuk memproduksi barang dan jasa dengan maksimal dari masukan yang diberikan. b. Efisiensi Alokasi – Sumber daya yang disalurkan ke sector-sektor di mana tempat untuk menghasilkan barang dan jasa yang dihargai konsumen. c. Efisiensi Dinamis – Pelaku usaha berusaha untuk mempertahankan daya saing mereka dengan berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan, inovasi, pemasaran dan manajemen untuk tetap mengikuti perubahan teknologi, prefensi, dan produk. 8 9 10
Ibid, hlm. 489. Ibid.
, diakses 6 November 2012.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
7
2) Untuk memperbaiki kekurangan pasar; 3) Untuk meningkatkan kesejahteraan konsumen; 4) Untuk mencapai perumbuhan ekonomi yang lebih tinggi ; 5) Untuk meningkatkan daya saing, baik di pasar domestik dan luar negeri. Pada dasarnya dalam dunia bisnis, upaya untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya merupakan perilaku yang wajar, akan tetapi langkah-langkah yang diambil untuk mencapai tujuan tersebut harus tetap dalam koridor yang diperbolehkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Persaingan yang sehat akan terjadi hanya dan jika ada perubahan perilaku berusaha yang sehat yang nantinya akan dihasilkan suatu produk atau jasa dengan banyak ragam pilihan, kualitas yang lebih baik serta harga yang sangat kompetitif. Untuk menjaga pasar yang sempurna ini dibentuklah undang-undang anti monopoli dan persaingan usaha tidak sehat (antitrust laws). Antitrust laws awalnya berasal dari aturan hukum yang ditujukan untuk mencegah pengelompokan kekuatan insutri-industri yang membentuk “trust” (sejenis kartel atau penggabungan) untuk memonopoli komoditi-komoditi strategis dan menyingkirkan para pesaing lain yang tidak tergabung dalam trust tersebut.11 Antitrust laws telah diuraikan sebagai sebuah piagam yang komprehensif mengenai kebebasan ekonomi yang bertujuan untuk membangun persaingan bebas sebagai aturan perdagangan. 12 Pembuatan undang-undang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatur berbagai perdagangan dan perdangangan dengan mencegah dari perbuatan yang melanggar hukum, penetapan harga dan monopoli, untuk menyelenggarakan persaingan, dan untuk mendorong produksi barang dan jasa yang berkualitas dengan harga yang rendah dengan tujuan utama uantuk menjaga kesejahteraan masyarakat dengan memastikan bahwa tuntutan konsumen akan dipenuhi oleh pembuatan dan penjualan barang pada harga yang wajar.
11
Andi Fahmi Lubis, et. Al, Opcit, hlm. 4. Wilbur L. Fugate, Foreign Commerce and The Antitrust Laws, (Canada: Little, Brown & Company, 1982), hlm. 1.
12
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
8
Kebijakan tentang hukum antitrust bukanlah hal yang baru diakui oleh negara-negara di dunia. Amerika Serikat sudah melarang praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat sejak tahun 1890 dengan adanya Sherman Act.13 Dengan diadakannya Kongres Amerika Serikat yang mengesahkan undangundang berjudul “Act to Protect Trade and Commerce Against Unlawful Restraints and Monopolies”, yang lebih dikenal dengan Sherman Act, kekuasaan pasar dari berbagai konglomerasi swasta yang besar dan kuat, yang pada waktu itu dipandang sangat dominan dalam perekonomian dapat dikontrol dari perilaku-perilaku diksriminatif yang merugikan konsumen akibat kekuatan monopolistik atau oligopolistik yang mereka peroleh dari posisi dominan di pasar. Mahkamah Agung Amerika Serikat mendefinisikan antitrust adalah suatu perjanjian komprehensif yang bebas dan tidak terganggu sebagai prinsip utama perdagangan. 14 The Sherman Act dimaksudkan untuk memerangi persekongkolan bisnis dari perekonomian Amerika selama abad ke-19, dan sampai saat terdapat 2 kategori prilaku yang tetap menjadi landasan penegakan antitrust law. Pertama, menyatakan pelanggaran, melarang kontrak, persekongkolan dan konspirasi yang membatasi perdagangan, dan mengatur penjara dan denda untuk pelanggaran. Pelaku usaha yang membentuk kombinasi seperti itu ajan didenda sebesar $5.000 dan satu tahun penjara. Individu dan perusahaan yang menderita kerugian karena persekongkolan diperbolehkan untuk menuntut di pengadilan federal untuk ganti rugi. Kedua, melarang monopoli, berusaha untuk berkonspirasi untuk memonopoli "setiap bagian dari perdagangan atau perdagangan di antara beberapa negara, atau dengan negara asing". Selanjutnya, muncul empat perundang-undangan sebagai perubahan atau tambahan untuk memperkuat aturan hukum sebelumnya. Antitrust law terbukti dapat mencegah pemusatan kekuatan ekonomi pada sekelompok perusahaan sehingga perekonomian lebih tersebar, membuka kesempatan usaha bagi para pendatang baru, 13
Ernest Gellhorn dan William E. Kovacic, Antitrust Law and Economics, (United States of America: West Publishing Co., 1994), hlm. 1. 14 Gregory Mankiw, Pengantar Ekonomi Mikro, (Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2006), hlm. 405.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
9
serta memberikan perlindungan hukum bagi terselenggaranya proses persaingan yang berorientasi pada mekanisme pasar. Pertama, terjadi pada tahun 1914 diterbitkan undang-undang baru yaitu Clyton Act untuk memperkuat Sherman Act. Undang-undang ini mencantumkan empat jenis persaingan yang tidak adil yang melanggar hukum, diantaranya adalah diskriminasi
harga,
kontrak
eksklusif
dan
mengikat,
pembelian
saham
antarperusahaan, direksi yang merangkap. 15 Pada tahun ini juga diterbitkan Act to Create a Federal Trade Commission, to Define Its Powers and Duties, and For Other purposes yang dikenal dengan nama Federal Trade Commission Act (FTC).16 Kedua, dilakukan pada tahun 1936 yaitu dengan nama Robinson-Patman Act, dan melarang penjualan yang lebih murah kepada seorang pembeli atau `pasar dibanding lainnya atau untuk menjual pada "harga rendah" dengan tujuan merusak persaingan atau menyingkirkan pesaing. Undang-undang ini juga berusaha melindungi pengecer kecil (terutama toko-toko makanan dan obat-obatan kecil) dari persaingan harga yang dilakukan pengusaha jaringan toko ritel, karena kemampuan mereka untuk memperoleh harga yang lebih murah dan biaya konsesi perantara atas pembelian dalam jumlah besar dari pemasok.17 Ketiga, dilakukan pada tahun 1938 yaitu dengan nama Wheeler-Lea Act yang mengamandemen FTC dan melarang penayangan iklan yang salah dan menyesatkan atas produk makanan, obat-obatan, alat-alat korektif dan produk kosmetik yang diperdagangkan antarnegara bagian. Tujuan utamanya adalah melindungi konsumen dari penayangan iklan yang menyesatkan.18 Keempat, pada tahun 1950 terbentuklah Celler-Kefauver Antimerger Act. Undang-undang ini menutup kelemahan dalam Pasal 7 Clyton Act yang melarang membeli saham perusahaan pesaing tetapi mengizinkan pembelian asset perusahaan persaing. Undang-undang ini melarang tidak hanya melarang pembelian saham tetapi 15
Suparno, Regulasi Pemerintah Untuk Mendukung Kalangan Bisnis Serta Melindungi Konsumen, Pekerja dan Lingkungan, <www.kk.mercubuana,ac,id>, diakses 9 Oktober 2012. 16 Ayudya D. Prayoga, et. Al. (Ed.), Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di Indonesia, (Jakarta: Proyek Elips, 1999), hlm. 31. 17 Suparno, Loc.cit. 18 Ibid.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
10
juga asset perusaan saingan, jika pembelian tersebut secara nyata mengurangi persaingan atau cenderung menciptakan monopoli. 19 Hampir semua negara pada sekarang ini memiliki undang-undang antitrust untuk menjaga keseimbangan perekonomiannya dan agar selalu tercipta persaingan yang sempurna. Negara-negara yang menganut sistem common law tidak sedikit yang berkiblat pada Sherman Act dan perubahan-perubahannya dalam menegakkan peraturan antitrust laws. Australia adalah salah satu negara common law yang berkiblat kepada Sherman Act dalam mengatur persaingan usaha di negaranya. Pada tahun 1906, Australia mengundangkan The Australian Industries Preservation Act (AIPA). Dalam hal ini, masing-masing negara memiliki batasan-batasan tersendiri sesuai dengan konstitusi negara masing-masing. Pada tahun 1965, Restrictive Trade Practice Act menggantikan undang-undang sebelumnya. Pada saat pemerintah buruh berkuasa, Trade Practice Act (TPA) menjadi undang-undang sesudah amandemen yang substansial dilakukan pada tahun 1973 dan kemudian efektif diberlakukan pada tanggal 24 Agustus 1974.20 Berdasarkan amandemen undang-undang ini, kemudian didirikanlah suatu lembaga yang diberi kewenangan untuk mengawasi dan melindungi prilaku anti persaingan usaha yang bernama Australian Competition and Consumer Commission atau ACCC.21 Berbeda dengan Perancis yang menganut sistem civil law, memiliki sistem yurisdiksi yaitu líordre judiciaire (mencakup pengadilan sipil dan komersial, serta pengadilan pidana) dan líordre administratif (pengadilan administratif). Semua ini pengadilan mungkin menerapkan hukum pesaingan, baik ketika pelanggaran hukum persaingan adalah obyek dari tindakan utama atau obyek dari tindakan kedua. 22 Lain lagi di Jepang, negara ini memiliki antitrust law yang diberi nama the Antimonopoly Law (AML). Dengan berlakunya undang-undang tersebut, beberapa 19 20 21 22
Ibid. Andi Fahmi Lubis, et.al., Opcit, hlm. 7. Ibid, hlm. 8. Nicholas Bessot, France, <www.ec.europa.eu>, diakses 10 Oktober 2012, hlm. 1.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
11
industry raksasa di Jepang terpaksa direstrukturisasi dengan memecah diri menjadi perusahaan lebih kecil. Di Indonesia, antitrust law diatur dalam Undang-Undang Nomkor 5 Tahun 1999 Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 33 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang kemudian disebut UU Anti Monopoli. 23 Untuk mewujudkan konsep perekonomian yang menganut sistem ekonomi pasar (market economy) dan persaingan sehat seperti yang diinginkan oleh dunia usaha serta program pemulihan ekonomi Indonesia maka bulan Januari 1998 dilakukan penandatanganan Memorandum Kesepakatan (letter of intent) antara pemerintah Indonesia dengan International Monetary Fund (IMF), yang kemudian dipertegas dan dituangkan dalam Memorandum Tambahan Mengenai Kebijakan Ekonomi dan Keuangan Pemerintah Ri (Supplementary Memorandum of Economic and Financial Policies/MEFP of the Government of Indonesia) pada 10 April 1998.24 Pemerintah Indonesia menyepakati untuk melaksanakan berbagai pembaharuan sturtural, salah satunya adalah untuk mempersiapkan Rancangan UU Anti Monopoli yang bertujuan untuk mengubah ekonomi Indonesia menjadi suatu ekonomi yang terbuka, kompetitif dan efisien. 25 Suatu UU Anti Monopoli yang efektif merupakan prasyarat mutlak bagi berjalannya ekonomi pasar. Undang-undang ini melarang perjanjian yang menghambat persaingan, penyalahgunaan kekuasaan monopoli dan penggabungan perusahaan-perusahaan besar yang menguasai pasar. Undang-undang ini menjamin terbukanya akses pasar untuk semua pihak.26 Tujuan dari pembentukan UU Anti Monopoli ini dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Secara umum tujuan diberlakukannya UU Anti Monopoli, seperti yang
23
Sutan Remi Sjahdeni, Latar Belakang, Sejarah, dan Tujuan Undang-Undang Larangan Monopoli, (Jakarta: Jurnal Hukum Bisnis May-Juni, 2002), hlm. 13. 24 L. Budi Kagramanto, Larangan Persengkokolan Tender (Perspektif Hukum Persaingan Usaha), (Yogyakarta: Srikandi, 2008), hlm. 7 25 Thee Kian Wie, Aspek-Aspek Ekonomi Ynag Perlu DIperhatikan Dalam Implementasi Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, (Jakarta: Jurnal Hukum Bisnis Vol. 7, 1999), hlm. 64. 26 Kartte, Undang-Undang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha TIdak Sehat, (Jakarta: Etcetera&Katalis, 2002), hlm. 1.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
12
terdapat di berbagai negara adalah untuk menjaga kelangsungan persaingan antar pelaku usaha itu sendiri agar tetap hidup dan diakui keberadannya. 27 Di samping tujuan umum, ada beberapa tujuan khusus dari UU Anti Monopoli, terutama di beberapa negara yang telah lama menganut sistem perekonomian yang antimonopoli dan persaingan sehat. Tujuan khusus tersebut adalah negara ingin melindungi sistem kompetetisi, seperti apa yang telah lama terjadi di Amerika Serikat, dengan menerapkan preserve competitive system atau memelihara sistem kompetisi. 28 Suatu aturan dapat ditegakkan secara baik diperlukan organ penegak hukum. Suatu aturan hukum yang baik secara formil tidak akan berjalan baik jika tidak didukung organ penegak hukumnya. Beberapa negara yang memiliki antitrust laws diantaranya Amerika Serikat, Australia, Jepang, Perancis dan Indonesia otomatis memerlukan suatu badan penegakan persaingan usaha (competition law enforcement agency). Penegakan persaingan usaha ini dilakukan dengan membentuk komisi sebagai pengawasan terhadap perjalannya pasar agat berjalan dengan sempurna. Peranan komisi persaingan usaha di tiap-tiap negara dalam penyelesian perkara persaingan usaha adalah berbeda tetapi pada dasarnya adalah untuk memberikan penilaian apakah terjadi perjanjian-perjanjian yang dilarang dan kegiatan usaha yang dilarang. Jika komisi ini menilai telah terjadi perjanjian-perjanjian yang dilarang atau kegiatan usahanya dilarang, maka komisi ini dapat menggunakan wewenang dan fungsinya untuk memerintahkan penghentian perjanjian-perjanjian dan kegiatankegiatan yang dilarang tersebut.29 Diperlukannya komisi persaingan usaha adalah ditujukan untuk meningkatkan interaksi dengan para pihak dalam proses anti persaingan usaha dan untuk memperkuat mekanisme untuk melindungi hak-hak procedural para pihak tersebut. Langkah-langkah ini akan meningkatkan transparansi dan keadilan dari proses kompetisi. Mereka memberikan gambaran yang jelas apa yang diharapkan dari 27
L. Budi Kagramanto, Op.Cit, hlm. 13. Ernest Gellhorn dan William E. Kovacic, Opcit, hlm. 38. 29 Marsiyem, Penegakan Hukum Persaingan Usaha, Jurnal Hukum Volume XIV, No. 1, April 2004, <www.isjd.pdii.lipi.go.id>, diakses 10 Oktober 2012. 28
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
13
berbagai tahap penyelidikan antitrust dan meningkatkan kemampuan untuk berinteraksi dalam bentuk pelayanan komisi. Apabila ada pihak yang memiliki sengketa mengenai hak-hak procedural, mereka dapat menyerahkannya kepada petugas pemeriksaan kompetisi, yang memiliki peran yang ditingkatkan selama proses keseluruhan antitrust.30 Penegakan hukum persaingan di Amerika Serikat dibebankan kepada dua institusi yaitu FTC dan Antitrust Division of the Department of Jusrice (DOJ-AD). FTC berwenang untuk melalukan penyelidikan and investigasi serta menindak pelanggaran atas antitrust law, sedangkan DOJ-AD berwenang untuk menuntut pelanggaran tertentu dari antitrust law. 31 dengan mengajukan tuntutan kriminal yang dapat mengakibatkan denda dan hukuman penjara. Lembaga pengawasan untuk persaingan usaha di Australia adalah the Australia Competition and Consumer Commission (ACCC). Perancis meiliki otoritas administrative independen untuk menganalisis dan mengatur operasi pasar yang kompetitif untuk menjaga tatanan ekonomi yang bernama Autorité, yang sebelumnya bernama le Conceil de la Concurrence.32 The Japanese Fair Trade Commission (JFTC) merupakan komisi yang menangani persaingan usaha di Jepang yang dibentuk meniru FTC di Amerika Serikat.33 Di Indonesia dalam pengawasan praktik anti monopoli dan persiangan usaha tidak sehat memiliki suatu komisi yang bernama Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sesuai dengan Pasal 30 ayat (1) UU N0. 5 Tahun 1999, yang berbunyi: 34 (1) Untuk mengawasi pelaksaaan undang-undang ini dibentuk Komisi Pesaingan Usaha yang selanjutnya disebut Komisi.
30
Commission Reforms Antitrust Procedures and Expands Role of Hearing Officer, <www.europa.eu>, diakses 21 November 2012. 31 Hisory of DOJ-AD, <www.justice.gov>, dikases 18 Desember 2012. 32 Reform of The French Competition Regulatory System: The Conceil De La Concurrence Becomes The Autoritie De La Concurrence, <www.autoritedelaconcurrence.fr> diakses 10 Oktober 2012. 33 Mashahiro Murakami, The Japanese Antimonopoly Act 2003, hlm. 64. 34 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha TIdak Sehat.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
14
(2) Komisi adalah suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak lain. (3) Komisi bertanggung jawab terhadap presiden. KPPU merupakan lembaga negara yang state auxiliary organ. Secara sederhana state auxiliary organ adalah lembaga negara yang dibentuk di luar konstruksi dan merupakan lembaga yang membantu pelaskanaan tugas lembaga negara pokok (eksekutif, legislative dan yudkatif). 35 Dalam mengemban tugas menegakkan UU Anti Monopoli, kekuasaan KPPU bersifat absolut, monopolistik serta berposisi dominan, sehingga mampu berbuat apa saja, tanpa ada yang dapat dilakukan pihak lain untuk menghentikan. Banyak pro kontra terhadap penilaian kekuasaan KPPU yang bersifat absolute ini, diperparah dengan banyaknya kasus perkara persaingan usaha yang mengalahkan KPPU di depan pengadilan sampai Mahkamah Agung. Contoh pada Kasus Kartel Obat PT. Pfizer Indonesia dan PT. Dexa Medica melawan KPPU; Kasus PT. Carrefour yang mengalahkan KPPU; dan beberapa kasus lainnya memperlihatkan bahwa KPPU sulit untuk membuktikan dugannya-dugaannya terhadap perkara persaingan usaha. KPPU yang juga berwenang untuk menjatuhkan putusan dapat bertindak tidak objektif karena dia merupakan lembaga yang di beri kewenangan dari penyelidikan sampai penjatuhan putusan. Dalam penulisan ini, penulis akan membandingkan peranan komisi persaingan usaha di berbagai negara yaitu Amerika Serikat, Australia, Perancis dan Jepang dalam penyelesaian perkara persaingan usaha berdasarkan tugas dan kewenangan komisi di negara masing-masing. Kekalahan yang sering terjadi pada KPPU dapat saja menunjukkan bahwa KPPU belum melaksanakan peranan yang sangat besar ini dengan baik. Kekuasaan KPPU bersifat absolut, monopolistik serta berposisi dominan, sehingga mampu berbuat apa saja, tanpa ada yang dapat dilakukan pihak lain untuk menghentikan ini dapat merugika dunia usaha.
35
Jumly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, (Jakarta: Tim Konpress, 2006), hlm. 24.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
15
1.2
Pokok Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah
yang akan penulis angkat dalam rencana penelitian ini, antara lain: 1. Bagaimanakah sistem penyelesaian perkara persiangan usaha di negara Amerika Serikat, Australia, Perancis dan Jepang? 2. Bagaimanakah peranan KPPU dalam pengangan perkara persaingan usaha dibandingkan dengan Amerika Serikat, Australia, Perancis dan Jepang? 1.3
Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memberikan perbandingan sistem penyelesaian perkara persaingan usaha di berbagai negara, yaitu Amerika Serikat, Australia, Perancis dan Jepang yang dimaksud untuk memberikan gambaran atau pilihan penyelesaian persaingan usaha yang lebih baik untuk KPPU agar ke depannya berkerja lebih baik. 2. Tujuan khusus dalam penelitian ini, antara lain: a. Untuk
mengetahui
perbandingan
sistem
penyelesaian
perkara
persaingan usaha di Amerika Serikat, Australia, Perancis dan Jepang. b. Untuk menganalisis peranan KPPU dalam penanganan perkara persaingan usaha dibandingkan dengan di Amerika Serikat, Australia, Perancis dan Jepang. 1.4
Manfaat Penulisan Adapun manfaat penelitian ini diharapkan dapat diperoleh dari penulisan tesis
ini adalah diharapkan dapat memberi masukan kepada KPPU agar dapat bekerja lebih baik dan juga kepada pemerintah agar mengkaji ulang mengenai peranan KPPU dalam penyelesaian perkara persaingan usaha berdasarkan tugas dan kewenangan komisi di negara. Selain itu juga diharapkan menjadi materi bagi pembacanya, baik umum maupun para akademisi khususnya mengkaji sistem penyelesaian perkara pesaingan usaha oleh KPPU.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
16
1.5
Kerangka Teori Kerangka teori merupakan pernyataan yang saling berhubungan dan tersusun
dalam sistem deduksi. 36 Rencana penelitian tesis ini menerapkan teori hukum dalam menganalisis data. Menurut Bruggink, teori hukum adalah seluruh pernyataan yang saling berkaitan berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum, dan sistem tersebut untuk sebagian yang dipositifkan. Kerangka teori yang digunakan untuk menganalisis data dalam rencana penelitian tesis ini adalah teori kewenangan. Teori ini dimaksudkan untuk membahas dan menganalisis tentang perbandingan penyelesaian perkara persaingan usaha di berbagai negara, yaitu Amerika Serikat, Australia, Perancis, Jepang dan Indonesia, dalam hal ini untuk mengalisis bagaimana kewenangan dan fungsi KPPU dalam menyelesaikan perkara persaingan usaha dibandingkan dengan komisi persaingan usaha dari negara-negara tersebut. Secara konseptual, istilah wewenang atau kewenangan sering disejajarkan dengan istilah Belanda “bevoegdheid” (wewenang atau berkuasa). Dalam hukum publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan. Kekuasaan memiliki makna yang sama dengan wewenang karena kekuasaan yang dimiliki oleh eksekutif, legislative dan yudikatif adalah kekuasaan formal. Kekuasaan merupakan unsure esensial dari suatu negara dalam proses penyelenggaraan pemerintahan di samping unsure-unsur lainnya, yaitu hukum; kewenangan (wewenang); keadilan; kejujuran; kebijakbestarian; dan kebijakan. 37 Menurut Ateng Syafrudin ada perbedaan antara pengertian kewenangan dan wewenang.38 Kita harus membedakan antara kewenangan (authority, gezag) dengan wewenang (competence, bevoegheid). Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari
kekuasaan yang diberikan oleh
36
Jan Gijssels dan Mark Van Hoecke dalam B. Arif Sidharta, Apakah Teori Hukum itu?, (Bandung: Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, 2001), hlm. 3. 37 Rusadi Kantaprawira, Hukum dan Kekuasaan, (Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, 1998), hlm. 37. 38 Ateng Syarifudin, Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih dan Bertanggung Jawab, Jurnal Pro Justisia Edisi IV, (Bandung, Universita Parahyangan, 2000), hlm. 22.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
17
undang-undang, sedangkan wewenang hanya mengenai suatu “onderdeel” bagian tertentu saja dari kewenangan. Di dalam kewenangan terdapat wewenang-wewenanng (rechtsbe voegdheden). Wewenang merupakan lingkup tindakan hukum public, lingkup wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang membuat keputusan pemerintah (bestuur), tetapi meliputi wewenang dalam rangka pelaksanaan tugasm dan memberikan wewenang serta distribusi wewenang utamanya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. F.P.C.L. Tonner dalam Ridwan HR berpendapat “Overheidsbevoegdheid wordt in dit verband opgevad als het vermogen om positief recht vast te srellen en Aldus rechtsbetrekkingen tussen burgers onderling en tussen overhead en te scheppen”. Kewenangan pemerintah dalam kaitan ini dianggap sebagai kemampuan untuk melaksanakan hukum positif, dan dengan begitu dapat diciptakan hubungan hukum antara pemerintahan dengan waga negara.39 Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai dasar dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan disetiap negara hukum. Dengan kata lain, setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan harus memiliki legitimasi, yaitu kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. Dengan demikian, substansi asas legalitas adalah wewenang, yaitu suatu kemampuan untuk melakukan suatu tindakan-tindakan hukum tertentu. Dengan begitu, kewenangan memiliki pengertian yang berbeda dengan wewenang. Kewenangan merupakan kekuasaan formal yang berasal dari undangundang, sedangkan wewenang adalah suatu spesifikasi dari kewenangan, artinya siapa saja yang diberikan kewenangan oleh undang-undang, maka ia berwenang untuk melakukan sesuatu yang tersebut dalam kewenangan itu. I Dewa Gede Atmadja, dalam penafsiran konstitusi, menguraikan sebagai berikut : “Menurut sistem ketatanegaraan Indonesia dibedakan antara wewenang otoritatif dan wewenang persuasif. Wewenang otoritatif ditentukan secara
39
Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Rajawali Press, 2006), hlm. 100.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
18
konstitusional, sedangkan wewenang persuasif sebaliknya bukan merupakan wewenang konstitusional secara eksplisit”.40 Wewenang otoritatif untuk menafsirkan konstitusi berada ditangan MPR, karena MPR merupakan badan pembentuk UUD. Sebaliknya wewenang persuasif penafsiran konstitusi dari segi sumber dan kekuatan mengikatnya secara yuridis dilakukan oleh : 1. Pembentukan undang-undang; disebut penafsiran otentik; 2. Hakim atau kekuasaan yudisial, disebut penafsiran Yurisprudensi; 3. Ahli hukum; disebut penafsiran doctrinal. Setiap tindakn pemerintahan dan/atau pejabat umum harus bertumpu pada kewenangan yang sah. Kewenangan itu diperoleh melalui 3 sumber: Atribusi: wewenang yang diberikan atau ditetapkan untuk jabatan tertentu. Dengan demikian wewenang atribusi merupakan wewenang yang melekat pada suatu jabatan. Pelimpahan a. Delegasi: wewenang yang bersumber dari pelimpahan suatu organ pemerintahan kepada organ lain dengan dasar peraturan perundang-undangan b. Mandat: wewenang yang bersumber dari proses atau prosedur pelimpahan dari pejabat atau badan yang lebih tinggi kepada pejabat yang lebih rendah (atasan bawahan). Wewenang terdiri atas sekurang-kurangnya tiga komponen yaitu pengaruh, dasar hukum, dan konformitas hukum. Komponen pengaruh ialah bahwa penggunaan wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan prilaku subyek hukum, komponen dasar hukum ialah bahwa wewenang itu harus ditunjuk dasar hukumnya, dan komponen konformitas hukum mengandung adanya standard wewenang yaitu standard hukum (semua jenis wewenang) serta standard khusus (untuk jenis wewenang tertentu).41 40
I Dewa Gede Atmadja, Penafsiran Konstitusi Dalam Rangka Sosialisasi Hukum: Sisi Pelaksanaan UUD 1945 Secara Murni dan Konsekuen, Pidato Pengenalan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Hukum Tata Negara Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana 10 April 1996, hlm. 2.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
19
KPPU adalah sebuah lembaga yang bertugas untuk menjalankan amanat yang tertuang dalam Undang-Udang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Sampai saat ini, sudah banyak kasus/sengketa persaingan usaha tidak sehat yang dinyatakan tidak bersalah maupun yang dihukum secara administratif. KPPU dalah sebuah lembaga yang independen, tidak terpengaruh oleh kepentingan dari manapun, baik eksekutif maupun dari pihak lain. 42 Hal ini menenjukkkan bahwa KPPU sebagai satu-satunya lembaga penegak hukum di bidang praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat diberi kepercayaan penuh oleh Presidan dan Dewan Perwakilan Rakyat dan bertanggung jawab kepada Presiden. 1.5
Kerangka Konsepsional Dalam upaya mendapatkan pemahaman yang baik dan menghindari
interpretasi yang berlainan, akan dijelaskan pengertian dari berbagai istilah yang sering digunakan dalam rencana penelitian tesis ini. Adapun kerangka konsepsional yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau atas penggunaan jasa tertenti oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. 43 2. Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha
yang
mengakibatkan dikuasainya produksi dan/atau
pemasaran atas barang dan/atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan daoat merugikan kepentingan umum. 44
41
Philipus M. Hadjon, Penataan Hukum Administrasi, Tentang Wewenang, (Surabaya: Fakultas Hukum Unair, 1998), hlm. 2. 42 Sukarmi, Peran Kepolisian Republik Indonesia Dalam Penegakan Hukum Persiangan Usaha, Jurnal Persaingan Usaha Edisi 4, (Jakarta: KPPU, 2010), hlm. 28. 43 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Pasal 1 Angka 1. 44 Ibid, Pasal 1 Angka 2.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
20
3. Pemusatan kekuatan ekonomi adalah penguasaan yang nyata atas suatu pasar bersangkutan oleh satu atau lebih pelaku usaha sehingga dapat menentukan harga barang dan/atau jasa. 45 4. Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.46 5. Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi. 47 6. Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.48 7. Perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lan dengan nama apa pun, baik tertulis maupun tidak tertulis. 49 8. Persengkongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol. 50 45 46 47 48 49 50
Ibid, Pasal 1 Angka 3. Ibid, Pasal 1 Angka 4. Ibid, Pasal 1 Angka 5. Ibid, Pasal 1 Angka 6. Ibid, Pasal 1 Angka 7. Ibid, Pasal 1 Angka 8.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
21
9. Pasar adalah lembaga ekonomi di mana para pembeli dan penjual baik secara langsung maupun tidak langsung dapat melakukan transaksi perdagangan barang dan/atau jasa.51 10. Pasar bersangkutan adalah pasar yang berkaitan dengan jangkauan daerah pemasaran tertentu oleh pelaku usaha atas barang dan/atau jasa yang sama atau sejenis atau substitusi dari barang dan/atau jasa tersebut.52 11. Struktur pasar adalah keadaan pasar yang memberikan petunjuk tentang perilaku pelaku usaha dan kinerja pasar antara lain jumlah penjual dan pembeli, hambatan masuk dan keluar pasar, keragaman produk, sistem distribusi, dan penguasaan pangsa pasar.53 12. Perilaku pasar adalah tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam kapasitasnya sebagai pemasok atau pembeli barang dan/atau jasa untuk mencapai tujuan perusahaan antara lain pencapaian laba, pertumbuhan asset, target penjualan, dan metode persaingan yang digunakan.54 13. Pangsa pasar adalah presentase nilai jual atau eli barang atau jasa tertentu yang dikuasai oleh pelaku usaha pada pasar bersangkutan dalam tahun kalender tertentu.55 14. Harga pasar adalah harga yang dibayar dalam transaksi barang dan/atau jasa sesuai kepastian antara para pihak di pasar bersangkutan.56 15. Konsumen adalah setiap pemakai dan/atau pengguna barang dan/atau jasa baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan orang lain. 57 16. Barang adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha. 58
51 52 53 54 55 56 57 58
Ibid, Pasal 1 Angka 9. Ibid, Pasal 1 Angka 10. Ibid, Pasal 1 Angka 11. Ibid, Pasal 1 Angka 12. Ibid, Pasal 1 Angka 13. Ibid, Pasal 1 Angka 14. Ibid, Pasal 1 Angka 15. Ibid, Pasal 1 Angka 16.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
22
17. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang diperdagangkan dalam masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha.59 18. Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah komisi yang dibentuk untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak melakukan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.60 19. Pengadilan Negeri adalah pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, di tempat kedudukan usaha pelaku usaha.61 20. Mahkamah Agung adalah lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan yang berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang dan wewenang lain yang diberikan Undang-undang.62 21. Kartel adalah suatu kerjasama dari pelaku usaha produk tertentu yang bertujuan untuk mengawasi produksi, penjualan dan harga serta untuk melakukan monopoli terhadap komoditas atau industri tertentu.63 1.7
Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian Metode penelitian yang akan digunakan dalam upaya pengumpulan data atau bahan dalam rencana penelitian ini adalah metode penelitian normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, karena yang dikaji adalah norma hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan peraturan larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat lainnya. Tipe penelitian rencana
59
Ibid, Pasal 1 Angka 17. Ibid, Pasal 1 Angka 18. 61 Ibid, Pasal 1 Angka 19. 62 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 20 Ayat 1. 63 Hendy Campbell dalam Munir Fuady, Hukum Anti Monopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 63.
60
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
23
tesis ini merupakan penellitian doktrinal, yang penelitian-penelitian atas hukum yang dikonsepkan dan dikembangkan atas doktrin yang dianut sang pengembangnya. 2. Jenis Data Data yang digunakan untuk rencana penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari bahan pustaka. Dalam rencana penelitian ini, data yang digunakan meliputi: a. Bahan hukum primer, yaitu berupa ketentuan hukum dan perundangundangan yang terkait, antara lain: 1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; 2) Peraturan Mahkamah AGung Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan terhadap Putusan KPPU; 3) Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penanganan Perkara; 4) Peraturan Komisi Pengawa Persaingan Usaha No. 04 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Pasal 11 tentang Kartel; 5) Sherman Act 1890 6) Clyton Act 1914 7) Robinson-Patman Act 1936 8) Wheeler-Lea Act 1938 9) Trade Practice Act 1974 10) Competition and Consumer Act 2010 11) Ordonansi 1986 12) Nouvelles Regulations Economiques (RNE) 13) Japanese Antitrust Law(the Antimonopoly Law)
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
24
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi atau hal-hal yang berkaitan isi sumber hukum primer serta implementasinya, antara lain: 1) Buku-buku yang berkaitan dengan larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, khususnya peranan KPPU dalam penyelesaian perkara persaingan usaha. 2) Jurnal dan makalah yang terkait dengan permasalahan pada rencana penelitian tesis ini. c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan hukum yang memebrikan penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer dan sekunder yaitu hukum dan berbagai hukum lain yang relevan. 3. Alat Pengumpulan Data Penulis mengumpulkan data terhadap rencana penelitian tesis ini dengan melakukan suatu kegiatan studi dokumen terhadap data sekunder, yaitu penulis akan melakukan studi dokumen atau bahan pustaka. 4. Analisis Data Dalam rencana penelitian tesis ini, penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Data primer dan sekunder yang diperoleh akan dikemukakan dan dianalisis untuk memperoleh jawaban dan masakah yang akan diteliti. 1.8
Sistematika Penulisan Pembahasan dalam tesis ini akan diuraikan secara sistematis. Penulisan ini
terbagi ke dalam empat bab, antara lain: Bab 1. Pendahuluan Bab ini akan memberikan pandangan umum tentang tulisan ini, dimana akan diuraikan mengenai latar belakang masalah, pokok permasalahan, tujuan penelitian, kerangka terori, kerangka konsepsional, metode penelitian dan sistematika penulisan.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
25
Bab 2. Sistem Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Negara Amerika Serikat, Australia, Perancis dan Jepang. Dalam bagian ini penulis mencoba menjabarkan perbandingan mengenai sistem penyelesaian perkara persaingan usaha Amerika Serikat, Australia, Perancis dan Jepang. Bab 3. Peranan KPPU dalam Penanganan Perkara Persaingan Usaha Dibandingkan di Amerika Serikat, Australia, Perancis dan Jepang. Bab ini akan dibahas mengenai peranan KPPU dalam penanganan perkara persaingan usaha melalui contoh-contoh kasus yang pernah ditangani KPPU dibandingkan dengan Amerika Serikat, Australia, Perancis dan Jepang. Pada bab ini juga akan menjelaskan apakah peranan KPPU dalam menyelesaikan perkara persaingan usaha di Indonesia sudah tepat atau belum tepat. Bab 4. Penutup Bab ini terdiri dari dua sub bab, yaitu kesimpulan penulis berdasarkan pokok permasalahan
dan
analisis
data
serta
saran
bagi
pihak-pihak
terkait.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
BAB 2 SISTEM PENYELESAIAN PERKARA PERSAINGAN USAHA di NEGARA AMERIKA SERIKAT, AUSTRALIA, PERANCIS dan JEPANG
2.1
Sistem Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Amerika Serikat
2.1.1 Clayton Act dan Federal Trade Commission (FTC) Act The Clayton Act disetujui pada tahun 1914, memperluas peran pemerintah dalam mengatur usaha dan menjadi dasar peraturan untuk mengatur sebagian besar persaingan usaha pada saat ini. Berbeda dengan Sherman Act yang menjadi dasar untuk peraturan antitrust di Amerika Serikat, Clayton Act menjelaskan dengan lebih rinci mengenai bahaya praktik anti persaingan usaha dengan memberikan “fair warning” kepada para pelaku usaha. 64 Section 2 dari undang-undang ini melarang penjual melakukan diskriminasi harga terhadap para pembeli yang membeli barang-barang yang sama kualitasnya, apabila perbuatan itu mengakibatkan secara berarti berkurangnya persaingan atau dapat menimbulkan praktik monopoli. Tujuan dari section 2 ini adalah untuk melindungi para pengusaha kecil terhadap penetapan harga yang rendah yang dilakukan oleh mereka yang memiliki posisi dominan yang bertujuan untuk menyingkirkan para pengusaha kecil. Clayton Act secara khusus melarang beberapa jenis perilaku yang berbahaya bagi persaingan, seperti:
64
1)
Diskriminasi harga;
2)
Pembagian khusus;
3)
Tying;
Brian Gongol, The Clayton Antitrust Act, <www.gongol.com>, diakses 26 November 2012.
26 UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
27
4)
Marger dan akusisi.
Dalam kasus di atas, perilaku tersebut hanya dilarang jika secara substansial membatasi persaingan atau menciptakan monopoli. Selain itu, Clayton Act melarang individu menjadi pemimpin dari dua atau lebih usaha yang bersaing di pangsa pasar yang sama Clayton Act mendirikan FTC dan AD-DOJ.65 Pihak swasta juga diperbolehkan untuk menuntut ganti rugi (termasuk kerugian) dan penegasan keputusan apabila mereka dirugikan oleh perilaku yang dilarang oleh undang-undang ini. Clayton Act tidak secara tegas melarang “pembesaran”, namun mengatur “cara pembesaran” itu tercapai. Clayton Act diinterpretasikan atas tanggung jawab suatu usaha dan para pihak yang terkena dampak tindakan bisnis. Pada tahun yang sama, 1914, diterbitkan Act to Create a Federal Trade Commission to Define Its Power and Duties, and For Other purposes, atau yang lebih dikenal dengan FTC Act.66 FTC Act melarang metode, tindakan dan praktik persaingan curang dalam perdagangan antarnegara. Undang-undang ini membuat FTC, komisi bipartisan dari lima yang ditunjuk oleh presiden, diperkuat oleh Senat, pelanggaran ditindak oleh polisi berdasarkan Title 15 U.S.C. §§ 41-58 FTC Act. FTC adalah salah satu lembaga administrasi awal, sebagai bagian dari diberlakukannya Clayton Act dan FTC Act. Kedua undang-undang ini melarang praktik bisnis yang anti persaingan atau menghilangkan persaingan yang merugikan konsumen, investor dan pelaku usaha secara umum. Fungsi FTC adalah untuk melawan tindakan penipuan dan praktik perilaku anti persaingan usaha. FTC memberlakukan Clayton Act dan FTC Act, serta sejumlah undang-undang anti monopoli dan perlindungan konsumen lainnya. 67 FTC terdiri dari lima komisaris, yang diangkat oleh Presiden, oleh dan dengan nasihat dan persetujuan dari Senat. Tidak lebih dari tiga Komisaris menjadi anggota dari partai politik yang sama. Para Komisaris yang diangkat pertama kali akan terus 65
Departement of Justice (DOJ), <www.uslf.practicallaw.com>, diakses 26 November 2012. Ayuda D. Prayoga, et. Al, Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di Indonesia, (Jakarta: Proyek ELips, 1999), hlm. 31. 67 Federal Trade Commission of Promotion of Export Trade and Prevention of Unfair Methods of Competition, Legal Information Institute, <www.law.cornell.ed>, diakses 27 November 2012.
66
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
28
menjabat dalam jangka masing-masing tiga, empat, lima, enam dan tujuh tahun, mulai 26 September 1914, jangka waktu masing-masing akan ditunjuk oleh Presiden, namun penerus mereka akan diangkat untuk jangka waktu tujuh tahun, kecuali orang tersebut dipilih untuk mengisi lowongan hanya diangkat untuk jangka waktu yang belum berakhir dari Komisaris yang akan digantikan. Setelah berakhirnya masa jabatan tersebut, harus tetap melayani tugasnya sampai penerusnya telah diangkat dan berkualitas. 68 Presiden harus memilih seorang ketua dari keanggotaan Komisi. Komisaris tidak boleh terlibat dalam usaha atau jabatan lainnya. Setiap Komisaris dapat dipecat oleh Presiden karena inefisiensi, pengabaian tugas atau pelanggaran jabatan. Kekosongan di Komisi tidak akan merugikan hak komisaris yang tersisa untuk melaksanakan semua kekuasaan Komisi. Komisi harus memiliki segel resmi, yang harus diperhatikan secara hukum. 69 Visi dari FTC adalah sebuah perekonomian Amerika Serikat yang ditandai oleh persangan yang kuat antara produsen dan konsumen untuk akses informasi yang akurat, menghasilkan produk berkualitas tinggi dengan harga rendah dan mendorong efisiensi, inovasi dan pilihan konsumen. 70 Misi dari FTC adalah untuk mencegah praktik bisnis yang anti persaingan atau menipu atau tidak adil kepada konsumen, untuk meningkatkan pilihan informasi kepada konsumen dan pemahaman public tentang proses yang kompetitif, dan untuk mencapai semua ini tanpa harus membebani kegiatan usaha yang sah. 71 Meskipun terdapat perbedaan mengenai efektivitas kebijakan antitrust dengan para konsumen, pesaing dan pelaku usaha yang mendapatkan keuntungan dari perekonomian yang kompetitif, kebijakan antitrust merupakan elemen penting dalam
68
Federal Trade Commission Established, <www.law.cornell.edu>, diakses 21 November
2012. 69 70 71
Ibid. About the Federal Trade Commission, <www.ftc.gov>, diakses 21 November 2012. Ibid
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
29
kebijakan public mengenai bisnis. FTC mendorong persaingan perdagangan yang bebas dan adil dengan melakukan penyelidikan dan mencagah pelanggaran hukum. 72 2.1.2 Kewenangan dan Fungsi Federal Trade Commission Sejak berdirinya Federal Trade Commission (FTC) pada tahun 1914, komisi ini telah melindungi para konsumen, investor dan juga pelaku usaha dari praktik anti persaingan usaha, seperti monopoli, merger, penetapan harga, persekongkolan tender, penipuan dan atau iklan yang menyesatkan dan klaim yang tidak berdasar. Komisi ini penting untuk membantu menjalankan ekonomi Amerika Serikat agar berjalan lancar, aman dan adil untuk para pelaku usaha, konsumen dan investor. Pada awalnya, FTC dibebankan dengan tanggung jawab untuk mencegah atau meredam monopoli dan untuk membawa gugatan hukum perdata terhadap pelanggaran hukum. Monopoli menurut sifatnya adalah anti kompetitif, dan karena itu berbahaya bagi kepentingan konsumen, investor, pelaku usaha dan perekonomian pada umumnya. Berdasarkan FTC Act, FTC berwenang, antara lain:73 1) Mencegah sistem persaingan yang tidak adil, dan tindakan tidak adil atau menipu atau praktik yang mempengaruhi perdagangan; 2) Mencari ganti rugi dan bantuan lainnya atas tindakan yang merugikan konsumen; 3) Menjelaskan aturan perundang-undangan perdagangan dengan menjelaskan praktik yang tidak adil atau penipuan, dan menetapkan persyaratan untuk mencegah tindakan tersebut; 4) Melakukan investigasi berkaitan dengan organisasi, bisnis, praktik, dan pengelolaan perusahaan yang bergerak di perdagangan; 5) Membuat laporan dan rekomendasi legislatif kepada Kongres.
72
Federal Trade Commission of Promotion of Export Trade and Prevention of Unfair Methods of Competition, Legal Information Institute, <www.law.cornell.ed>, diakses 27 November 2012. 73 Legal Resources –Statutes Relating to Both Missions, <www.ftc.gov>, diakses 27 Desember 2012.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
30
Setiap pelaku, kemitraan atau korporasi yang diharuskan oleh komisi untuk berhenti dan menghentikan sistem persaingan yang digunakannya, dapat memperoleh pertimbangan pemerintah melalui pengadilan banding Amerika Serikat, dalam setiap daerah di mana sistem atau tindakan atau praktik persaingan tersebut dilaksanakan, atau di mana pelaku, kemitraan atau korporasi tersebut tinggal atau menjalankan usahanya, dalam waktu enam puluh hari sejak tanggal pelayangan perintah tersebut. Komisi dapat merubah temuannya mengenai fakta-fakta, atau membuat temuan baru, dengan alasan bukti tambahan, dan akan mengajukan perubahan atau temuan baru, yang didukung oleh bukti dan rekomendasi final. Keputusan pengadilan bersifat final, kecuali bahwa hal yang sama akan ditinjau kembali oleh Mahkamah Agung.74 Setiap pelaku, kemitraan atau korporasi yang melanggar perintah komisi yang telah menjadi final, dan berlaku, didenda dan harus membayar hukuman perdata tidak lebih dari $ 10.000 untuk setiap pelanggaran. 75 Kedudukan FTC dipertegas dengan adanya penegasan di dalam FTC Act yang menggambarkan penegasan peradilan terhadap kedudukan FTC sebagai lembaga yang memiliki kewenangan khusus di bidang persaingan usaha. 76 Biro Persaingan FTC bekerja bersama-sama dengan Biro Ekonomi, memberlakukan antitrust law untuk kepentingan para konsumen. Biro Persaingan diusulkan untuk memberikan ulasan mengenai merger dan akuisisi serta peraktik bisnis lainnnya yang mungkin anti persaingan, dan bila perlu menyerankan komisi melakukan penegakan hukum untuk melindungi konsumen. 77 Biro Persaingan FTC merupakan pembela hak-hak konsumen Amerika dengan mendukung dan melindungi persaingan secara bebas dan kuat. Ada tiga biro dari FTC, diantaranya adalah:78 a.
Biro Perlindungan Konsumen;
74
§§ 45(c) Review of Order:Rehearing, FTC Act. §§ 45(l) Review of Order:Rehearing, FTC Act. 76 Ningrum Natasya Sirait, et. Al (Ed), Peran Lembaga Peradilan dalam Menangani Perkara Persaingan Usaha, (Jakarta: Partnership for Business Competition, 2003), hlm. 61. 77 Competition Enforcement, <www.ftc.gov>, diakses 27 November 2012. 78 Marc Davis, History of the US FTC, <www.investopedia.com>, diakses 27 November 2012. 75
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
31
Melindungi konsumen terhadap praktik bisnis menipu atau curang. Termasuk mandat FTC adalah iklan yang sifatnya menipu dan produk dan/atau klaim layanan palsu. b.
Biru Ekonomi; Bekerja sesuai dengan Biro Persaingan untuk mempelajari efek ekonomi dari inisiatif pembuatan undang-undang FTC dari hukum yang ada. Dalam hal merger dan akuisisi, misalnya pemberitahuan merger yang berakibat dengan perdagangan bebas atau harga monopoli yang memberikan dampak besar pada perekonomian.
c.
Biro Persaingan; Menyelidiki dan mencoba pencegahan praktik bisnis anti persaingan, seperti monopoli, penetapan harga dan pelanggaran peraturan serupa yang secara negative dapat mempengaruhi persaingan usaha. Pelanggaran pidana pada hal ini, ditangani oleh DOJ-AD yang bekerjasama dengan Biro Persaingan. Kewenangan Biro Persaingan meliputi: 79 1) Memberikan ulasan mengenai merger dan akuisisi, serta tantangan yang akan mereka hadapi yaitu mengakibatkan harga yang lebih tinggi, pilihan menjadi lebih sedikit atau kurangnya inovasi; 2) Berusaha untuk melawan perilaku anti persaingan usaha, termasuk monopoli dan kartel; 3) Mendukung persaingan di dunia industri yang memberikan dampak baik bagi konsumen, seperti perawatan kesehatan, perumahan, minyak dan gas, tekhnologi dan barang sehari-hari; 4) Memberikan informasi dan menyelenggarakan konferensi dan lokakarya, bagi konsumen, bisnis dan membuat kebijakan-kebijakan tentang isu-isu persaingan dan analisis pasar. Hukum menentukan bahwa FTC hanya bisa menangani pelanggaran Antitrust
Law secara perdata dan tidak memiliki juridiksi kriminal terhadap tindakan pidana pelanggaran ketentuan Antitrust.80 79
Welcome to the Berau of Competition, <www.ftc.gov>, diakses 27 November 2012.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
32
Dalam hal penanganan kasus pelanggaran ketentuan persaingan dari sisi pidana (criminal prosecutions) dilakukan oleh DOJ_AD. Dalam hal penanganan secara perdata atas Antitrust DOJ-AD, organ ini memiliki kewenangan yang sama dengan FTC. Untuk mencegah tumpang tindih dalam penanganan kasus; pelanggaran Antitrust Law secara perdata, maka FTC dan DOJ-AD membagi juridiksi mereka atas dasar jenis industri serta mengembangkan komunikasi intensif tentang penanganan kasus-kasus pelanggaran ketentuan persaingan secara perdata.81 Untuk penanganan kasus pelanggaran ketentuan persaingan dari sisi pidana (criminal prosecutions) hanya dapat dilakukan oleh DOJ-AD, bukan oleh FTC, sehingga kemungkinan tumpang tindih kewenangan dalam penegakan hukum persaingan secara pidana tidak akan terjadi. Dalam hubungannya mengenai penegakan hukum dan advokasi, FTC memberikan panduan tentang penerapan undang-undang antitrust AS untuk mendukung transparansi dan mendorong kepatuhan terhadap hukum. Sumber daya ini membantu praktisi antitrust, pembuat kebijakan, bisnis, dan konsumen dengan pertanyaan tentang antitrust law atau kebijakan persaingan. 82 Banyak dari dokumen panduan telah dikembangkan bersama DOJ-AD untuk mempromosikan
kebijakan
persaingan
yang
sehat.
Biro
Persaingan
telah
mengembangkan sumber daya tambahan untuk meningkatkan kepercayaan di pasar melalui upaya pendidikan dan penjangkauan masyarakat yang diarahkan untuk konsumen dan bisnis. Sumber daya pendidikan, termasuk Hitungan Persaingan dan Pedoman Antitrust Law, menginformasikan konsumen mengenai bisnis yang serupa, menjelaskan manfaat pasar kompetitif dan kerja Komisi untuk mendorong harga yang
80
Roger E. Meiners, Antitrust Enforcement and the Consumer, (Washington DC: US Department of Justice-Antitrust Division, 1998), hlm. 2. 81 Lukman Hakim, Sengketa Kewenangan Kelembagaan Negara dan Penataannya Dalam Kerangka Sistem Nasional, Jurnal Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, hlm. 14, <www.widyagama.ac.id> , diakses 6 Januari 2013. 82 Competition Policy Guidance, <www.ftc.gov>, diakses 27 November.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
33
kompetitif, kualitas barang dan jasa yang lebih tinggi, dan memberikan pilihan yang beragam melalui tindakan penegakannya. 83 2.1.3 Kewenangan dan Fungsi Antitrust Division of the Departement of Justice (DOJ-AD) DOJ-AD berfungsi sebagai konsultan bagi warga Amerika Serikat. DOJ-AD mewakili mereka dalam menegakkan hukum demi kepentingan umum. Melalui ribuan jaksa, penyidik dan agen, Departemen memainkan peran kunci dalam perlindungan terhadap penjahat dan subversi, untuk memastikan bahwa persaingan sistem perdagangan berjalan dengan sehat.84 DOJ sendiri, didirikan oleh undang-undang pada tanggal 22 Juni 1870, dengan Jaksa Agung sebagai kepala, sedangkan urusan dan kegiatan DOJ umumnya dijalankan oleh Jaksa Agung. DOJ menuntut pelanggaran hukum federal dan mewakili Pemerintah Amerika Serikat di pengadilan, jaksa mewakili hak dan kepentingan rakyat Amerika, serta menegakkan hukum pidana dan perdata federal, termasuk antitrust, hak sipil, lingkungan dan pajak; hakim imigrasi menjamin pengadilan yang cepat bagi tahanan; agen khusus menyelidiki kejahatan terorganisir dan kekerasan, obat-obatan terlarang, senjata dan pelanggaran bahan peledak; Deputi Marshal melindungi peradilan federal, menangkap buronan dalam tahanan federal; petugas pemasyarakatan menghukum pelaku pelanggaran dan menahan imigran illegal. DOJ juga memberikan sokongan dana pelatihan untuk negara, daerah dan mitra berbagai suku; untuk bersama-sama menjaga keamanan nasional, melawan terorisme, mendukung intelejen dan operasi intelejen asing di bawah pengawas otoritas tunggal. 85
83
Ibid, diakses 27 November. Robert Longley, About the US Department of Justice (DOJ), <www.usgovinfo.about.com>, diakses 18 Desember 2012. 85 US Department of Justice Overview, <www.justice.gov>, diakses 18 Desember 2012. 84
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
34
Gambar 1.1: US Department and Justice86
Pada tahun 1933, di bawah pemerintahan Presiden Franklin D. Roosevelt dan Jaksa Agung Homer S. Cummings, Divisi Antitrust (DOJ-AD) didirikan, dengan menunjuk Harold M. Stephens sebagai Asisten Jaksa Agung pertama yang bertanggung jawab atas Divisi Antitrust. Divisi ini menuntut pelanggaran tertentu dari antitrust law dengan mengajukan tuntutan criminal yang dapat mengakibatkan denda besar dan hukuman penjara. 87
86 87
Ibid. History of DOJ-AD, <www.justice.gov>, diakses 18 Desember 2012.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
35
Selain penegakan antitrust law, DOJ-AD juga bertindak sebagai advokat untuk persaingan, berusaha untuk mendukung persaingan di sektor-sektor ekonomi yang mungkin tunduk pada peraturan pemerintah. Sektor-sektor tersebut meliputi:88
Industri yang diatur secara federal, seperti komunikasi, perbankan, pertanian, sekuritas, transportasi, energy dan perdagangan internasional;
Industri yang diatur oleh negara bagian atau lokal, seperti asuransi, perumaham, perawatan, kesehatan, utilitas umum, lisensi professional dan pekerjaan
Upaya advokasi Divisi meliputi partisipasi Cabang Executif dalam pembuatan kebijakan tugas, persiapan pernyataan dalam segala tindakan legislatif, publikasi laporan diatur dalam kinerja industri dan intervensi pada peraturan tindakan badan pengawas. 89 Kewenangan DOJ-AD diperkuat dengan disahkannya the Tunney Act pada tahun 1974, yang secara formal dikenal sebagai Antitrust Procedures and Penalities Act. The Tunney Act mewajibkan DOJ-AD untuk membuat pernyataan mengenai dampak persaingan, menjelaskan, antara lain, perkara dan keringanan dalam keputusan yang disetujui, mengevaluasi penyelesaian alternatif, dan mendiskusikan solusi yang tesedia kepada pihak yang dirugikan Pernyataan DOJ-AD harus diajukan bersama dengan keputusan persetujuan yang diusulkan dan harus diterbitkan dalam Federal Register setidaknya enam puluh hari sebelum keputusan tersebut menjadi final. DOJ-AD kemudian harus mempertimbangkan komentar tertulis yang diajukan oleh masyarakat
dan
mempublikasikan responnya ke dalam Federal Register setelah enam puluh hari. Selanjutnya pengadilan mempertimbangkan apakah keputusan persetujuan tersebut merupakan untuk kepentingan umum. 90
88
Mission of DOJ-AD, Ibid. Ibid. 90 15 U.S.C. §§ 16(b), 16 (e), dalam Jopseph G. Krauss, et. al., the Tunney Act: A House still Stand, hlm. 2, <www.americanbar.org>, diakses 18 Desember 2012.
89
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
36
2.1.4 Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Amerika Serikat Penyelesaian perkara kompetitsi di Amerika Serikat dapat dilihat dari penyelesaian kasus-kasus antitrust di Amerika Serikat, salah satunya adalah kasus FTC v. Standard Oil Co. of California, 449 U.S. 232 (1980). FTC mengeluarkan keluhan terhadap Standard Oil dan beberapa perusahaan minyak bersar, yang menyatakan bahwa FTC memiliki “anggapan” bahwa perusahaan tersebut melanggar praktik persaingan tidak adil atau curang. Sementara penyelesaian pengaduan di hadapan Hakim Hukum Administrasi masih tertunda, Standard Oil, setelah gagal menarik pengeaduan tersebut, membawa tindakan ini ke Pengadilan Distrik Federal, menyatakan bahwa FTC telah mengeluarkan keluhan tanpa harus “menganggap” bahwa Standard Oil telah melanggar undang-undang dan meminta perintah yang menyatakan keluhan merupakan perbuatan melangggar hukum dan mengharuskan untuk ditarik. Tindakan tersebut ditolak oleh Pengadilan Dsitrik. Pengadilan Banding memutar balikan dengan berpendapat bahwa Pengadilan Distrik dapat menanyakan apakah FTC telah membuat penetapan yang menganggap Standard Oil telah melanggar undang-undang dan pengeluaran keluhan merupakan tindakan lembaga final di bawah §10 (c) dari the Administrative Procedure Act (APA).91 Dalam kasus di atas, FTC hanya sebagai pemberi opini terhadap suatu tindakan yang diindikasikan melanggar antitrust law, bukan sebagai pengadilan yang memutuskan perkara tersebut. Sistematika penyelesaian perkara persaingan usaha di Amerika Serikat tidak melalui FTC. Proses perkara persaingan ini melalui Pengadilan Distrik, kemudian apabila belum merasa adil, dapat diteruskan ke Pengadilan Banding, dan terakhir dapat diajukan ke Mahkamah Agung Amerika Serikat. FTC hanya sebagai penyelidik dan mencoba melakukan pencegahan praktik bisnis anti persaingan, seperti monopoli, jual-rugi dan pelanggaran peraturan serupa yang secara negative dapat mempengaruhi persaingan usaha.
91
FTC v. Standard Oil Co. of California, <www.supreme.justica.com>, diakses 4 Januari 2013.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
37
2.2
Sistem Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Australia
2.2.1
Competition and Consumer Act 2010 Sebelum tahun 1906 tidak ada undang-undang di Australia yang mengatur
khusus mengenai persaingan usaha, walaupun setidaknya ada tiga bentuk serangan terhadap perilaku anti persaingan yang dilihat dari hukum adat. Serangan ini terdiri dari monopoli, pembatasan dari doktrin perdagangan dan persekongkolan dini. Namun, pada abad ke-20, dampak dari hukum adat yang dimiliki daerah ini telah pudar karena penafsiran yang semakin luas atas kata “kewajaran”, di mana pembatasan tersebut diperbolehkan asalkan pembatasan pada pihak secara “wajar”. 92 Undang-undang persaingan usaha pertama Australia muncul dengan nama Australia Industries Pelestarian Act (1906) (AIPA). Ini sangat dipengaruhi oleh Sherman Act, bahasa dan larangan nyatanya serupa.93 Pada Bab 4 dan 7 melarang monopoli dan trust yang berkaitan dengan perdagangan atau perdagangan dengan negara lain dan antar negara-negara di Australia, sedangkan bagian penggabungan dilarang apabila terlibat membatasi perdagangan dengan perusahaan asing atau perdangangan, memperdagangkan atau perusahaan yang didirikan di Australia. AIPA mengalami pukulan pada tahun 1913, Privy Council di Inggris (yang mampu mengadili banding terhadap keputusan Pengadilan Tinggi Australia) menyatakan bahwa pelanggaran hanya dapat dikatakan berdasarkan undang-undang ketika pelaku memiliki maksud yang spesifik untuk merugikan masyarakat. Menangkap dari keputusan utama ini bahwa AIPA sebagian besar tidak mampu ditegakan kecuali terhadap pelanggaran antar negara yang relative kecil. Banyak perubahan yang telah dibuat selama bertahun-tahun, masing-masing berusaha
92
Clarke and Corones, Competition Law and Policy: Cases and Materials, (South Melbourne: Oxford University Press, 2005), hlm. 1. 93 A.I. Tonking dan R. Baxt, Australian Trade Practice Reporter, (Sydney: CCH, 2005), hlm. 150.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
38
untuk meningkatkan keberhasilannya, tapi ini semua tidak efektif dan undang-undang ini dicabut pada tahun 1965 setelah relative tidak efektif. 94 Dalam kepatuhan kepada Kabinet, Maret 1962, Jaksa Agung Commonwealth, Sir Garfield Barwick mengatakan bahwa ia yakin bahwa terdapat sejumlah hal penting yang membatasi praktik perdagangan yang terjadi di Australia. Praktikprakitk yang dianggap paling merusak kegiatan perdagangan adalah: 95 a)
Jual-rugi;
b)
Kartel;
c)
Tying;
d)
Pembagian khusus;
e)
Diskriminasi harga;
f)
Fixed pricing; dan
g)
Kolusi tender. Pada tahun 1965, Pemerintah Australia mengesahkan Restrictive Trade
Practice Act 1965 (‘the 1965 Act’) dan dengan demikian sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang itu adalah untuk menjaga persaingan di dalam perdagangan Australia dan perdangan yang dibutuhkan untuk kepentingan umum. 96 Dalam pelaksanaan dan tinjauannya, 1965 Act tidak efisien dan sulit karena prosedur yang panjang, mahal dan terlalu terfokus, contohnya adalah keuangan pada akhir tahun 1972-1973, pendaftaran memuat 12.360 perjanjian yang diurus oleh Komisaris Trade Practice, hanya sekitar 193 perjanjian yang telah didaftarkan setahun sebelumnya. 97 Sementara Komisaris telah melakukan semua dengan kekuasaannya untuk mengurangi jumlah perjanjian terdaftar, dengan bernegosiasi
94
David K. Round, et.al., Australasian Competition Law: History, Harmonisation, Issues and Lessons, <www.cepr.org>, diakses 2 Desember 2012. 95 H. Spier, Submission to 2002 review of the Trade Practices Act 1974, attachment B, , diakses 2 Desember 2012. 96 Ibid , diakses 2 Desember 2012. 97 Australia, Senate 1973, Debates, 27 September, dalam Ibid , diakses 2 Desember 2012.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
39
dengan
perusahaan-perusahaan
untuk
mengubah
hal-hal
yang
merugikan
masyarakat.98 Tingkat pengagguran rendah dalam 20 tahun, suku bunga tetap pada tingkat terendah dalam lebih dari 30 tahun terkahir, dipacu oleh inovasi dalam komunikasi, jasa keuangan dan informasi berbasis tekhnologi perusahaan Australia bersaing sukses melawan seluruh dunia.99 Faktor kunci pada kesuksesan ini ada pada Trade Practice Act 1974 (TPA) yang membuat perekonomian Australia lebih terbuka dan kompetitif. Tujuan dari TPA adalah untuk meningkatkan kesejahteraan Australia melalui dujungan terhadap persaingan, perdagangan yang adil dan perlindungan terhadap konsumen (Bab 2 TPA), yang secara khusus terfokus pada:100 a. Harga yang adil; b. Penyalahgunaan kekuatan pasar; dan c. Pelanggaran hak-hak konsumen Untuk mengawasi dan melindungi prilaku anti persaingan pasar, TPA mendirikan suatu komisi yang mendorong praktik persiangan dan perdaganan yang adil demi menguntungkan pelaku usaha, konsumen dan masyarakat, yang bernama Australian Competition and Consumer Commission (ACCC) di tahun 1995. Tanggung jawab utamanya adalah untuk memastikan bahwa praktik perdagangan berjalan sesuai dengan persaingan Commonwealth perdagangan yang adil dan hukum perlindungan konsumen.101 Pada tahun 2010, TPA yang mengatur perilaku kompetitif dan konsumen bisnis di Australia selama lebih dari 36 tahun digantikan dengan Competition and Consumer Act 2010 (CCA). Perubahan berarti yang dibawa oleh CCA adalah akan memaksa organiasasi dan individu yang melakukan kegiatan usaha di Australia untuk
98
H. Spier, Submission to 2002 review of the Trade Practices Act 1974, attachment B, , diakses 2 Desember 2012. 99 Graeme Samuel, The Practice Act-the First 30 years, ACCC Update, Desember 16th, 2004, hlm. 3. 100 The ACCC and the Trade Practice Act, <www.news.csu.edu.au>, diakses 3 Desember 2012. 101 What We do, <www.accc.gov.au>, diakses 3 Desember 2012.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
40
membiasakan diri dan mematuhi sejumlah ketentuan baru, serta perintah baru dan penataan kembali yang sebelumnya terdapat pada TPA. Inti ketentuan hukum persaingan Australia tercantum dalam Bab IV CCA. Berikut ini merupakan gambaran singkat tentang unsure-unsur inti dari ACCC, diantaranya adalah:102 a.
Kartel; Kartel dilarang oleh Bab IV Bagian 1 dari ACC. Hal ini dilarang secara perdata
dan merupakan tindak pidana. Ketentuan lama mengenai penetapan harga pada ayat 45A telah dicabut, ketentuan ini diganti dengan Pasal 44ZZRD yang meliputi empat bentuk kegiatan yaitu penetapan harga, pembagian pasarm pembatasan output dan persekongkolan tender. Perilaku ini dilarang ketika dilakukan atau dapat memberikan dampak terhadap “kontrak, perjanjian atau rencana yang melibatkan dua pihak atau lebih. Dalam kaitannya dengan penetapan harga, ketentuan tersebut harus memiliki “tujuan dan efek” dari penetapan harga. Apabila ditemukan adanya pelanggaran terhadap kartelm hukuman pidana hingga $ 220.000 per pelanggaran atau sampai dengan 100 tahun penjara. Hukuman perdata untuk praktik kartel sama dengan pelanggaran-pelanggaran lain yang terdapat pada Bab IV. a.
Trust Pasal 45 CCA melarang perjanjian, pengaturan atau kesepakatan yang
mengadung tujuan, dampak atau dampak yang memungkinkan mengurangi persaingan. b.
Boikot Selain melarang perjanjian anti persangan, Pasal 45 melarang ketentuan eksklusif (boikot).
c.
Penyalahgunaan Kekuasaan Pasar Pasal 46 ayat (1) melarang pelaku usaha mengambil keuntungan dari kekuataan
pasar yang besar dengan tujuan untuk praktik anti persaingan. 102
Australian Competition Law Overview, <www.australiancompetitionlaw>, diakses 3 Desember 2012.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
41
Pasal 46 ayat (1AA) memperkenalkan secara khusus mengenai jual-rugi. Berdasarkan ketentuan ini, jual-rugi dilarang pada sebuah perusahaan yang memiliki pangsa pasar yang besar untuk memasok barang dan/atau jasa di bawah harga pasar untuk jangka waktu tertentu yang bertejuan untuk perilaku anti persaingan. d.
Perjanjian Tertutup Pasal 47 CCA melarang berbagai bentu perjanjian tertutup. Secara umum,
terdapat dua kenis praktik anti persaingan dalam transaksi vertical, yaitu: (1) Pasokan bersyarat terhadap barang atau jasa; (2) Menolak untuk memasok dengan alsan tertentu (misalnya, pembeli menyetujui pasokan bersyarat). Sebagian besar bentuk perjanjian tertutup hanya dapat ditangkap apabila dapat dibuktikan bahwa secara besar menguragi praktik persaingan (Pasal 47 ayat (10)). e.
Merger Merger di larang apabila dapat dibuktikan bahwa memberikan dampak atau kemungkinan terhadap persaingan usaha secara besar (Pasal 50 CCA).
2.2.2 Kewenangan
dan
Fungsi
Australia
Competition
and
Consumer
Commission (ACCC) ACCC merupakan lembaga persaingan dan perlindungan konsumen di Australia. Ini merupakan otoritas independen pemerintah yang wajib melayani kepentingan masyarakat. Sebagian besar tugas ACCC berdasarkan TPA yang bertujuan untuk meningkatakan kesejahteraan warga Australia dengan: 103 a. Mendorong persaingan antar pelaku usaha; b. Mendorong perdagangan yang adil oleh pelaku usaha; c. Memberikan perlindungan bagi hubungan antara konsumen dengan pelaku usaha.
103
Section 87B of the Trade Practice Act, 2009, hlm. 3, <www.accc.gpv.au>, diakses 3 Desember 2012.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
42
Berdasarkan penegakan TPA, tujuan utama ACCC adalah sebagai berikut:104 1. Menghentikan tindakan melawan hukum; 2. Mencegah perilaku yang menyinggung masa depan; 3. Membatalkan kerugian yang disebabkan oleh perilaku yang bertentangan (misalnya dengan iklan perbaikan atau ganti rugi terhadap konsumen dan pelaku usaha yang terkena dampak); 4. Mendorong penggungaan sistegm kepatuhan yang efektif; 5. Jika perlu, menghukum kesalahan dengan pengenaan hukuman atau denda. Dalam hal pelaksanaan kebijakan yang terkait dengan perbuatan anti persaingan, pembatasan perdagangan (restrictive trade practice) dan kebijakan harga (pricing policy), ACCC bertanggung jawab pada Menteri Keuangan. Namun dalam hal-hal yang terkait dengan perlindungan terhadap konsumen, ACCC bertanggung jawab pada Menteri Perindustrian, teknologi, dan urusan Pariwisata. Struktur, wewenang, dan fungsi ACCC. 105 Berdasarkan ketentuan Bagian VIIA TPA, ACCC memiliki wewenang untuk: 1.
Melakukan pengawasan harga (sesuai dengan penjelasan undang-undang); Berdasarkan Ketentuan bagia VIIA mengenai pengawasan harga, sebuah
perusahaan yang telah ”dilaporkan” dalam kaitannya dengan barang dan/atau jasa tertentu tidak bisa meningkatkan harga barang dan/atau jasa yang dijualnya, tanpa terlebih dahulu memberitahukan ACCC. Obyek dari bagian ini adalah pengawasan terhadap harga, dengan menggunakan pengawasan pasar, pendapat menteri, tekanan persangan yang tidak cukup untuk mencapai harga yang tepat dan melindungi konsumen.106 Pembeitahuan merupakan inti dari fungsi pengawasan harga oleh ACCC. Dalam ketentuan pemberitahuan harga, pelaku yang dilaporkan harus memberitahu ACCC akan kenaikan harga jika harga yang diusulkan lebih tinggi dari tingkat harga operasi, 104 105 106
Ibid, diakses 3 Desember 2012. Bab 2 Pasal 6-29 Trade Practice Act. Section 95E Trade Practice Act.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
43
12 bulan sebelumnya. Kesalahan perusahaan yang dilaporkan dinyatakan dengan pemberitahuan pelanggaran mengenai barang dan/atau jasa yang menimbulkan pelanggaran terhadap undang-undang dan pelaku dapat dikenakan denda. Dalam Bagian VIIA , ACCC harus menilai pemberitahuan harga oleh perusahaan yang dilaporkan untuk menyatakan bahwa barang dan/atau jasa sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam undang-undang, termasuk harus untuk:107
Mempertahankan investasi dan lapangan kerja, termasuk pengaruh dari profitabilitas investasi dan pekerjaaan;
Mencegah orang atau perusahaan yang berada dalam posisi tinggi untuk secara substansial mempengaruhi pasar atas barang dan/atau jasa dengan mengambil keuntungan dari kekuatan tersebut untuk menetapkan hara;
Mencegah kenaikan biaya yang timbul dari kenaikan upah dan perubahan konsisi kerja, yang relevan dengan prinsip yang ditetapkan oleh pengadilan industrial.
2.
Memantau harga pasar, dengan pendapat mentri terkait, keadaan tertentu memerlukannya Pemantauan berhubungan dengan penyediaan barang dan/atau jasa dalam
industri tertentu atau penyediaan barang dan/atau jasa oleh orang tertentu. Wewenang atas
pemantauan
harga
berdasarkan
Bagian
VIIA
memungkinkan
ACCC
mendapatkan informasi dan dokumen yang relevan dan akan ada hukuman jika tidak diberikan. 3.
Menyelidiki
dugaan
pelanggaran
dari undang-undang
yang
berpotensi
memerlukan penegakan hukum ataas pelanggaran undang-undang. ACCC memiliki kewenangan untuk memanggil dan memeriksa saks-saksi untuk mendapatkan dokumen, mendapatkan bukti secara pribadi dan mewajibkan pelaku untuk memberikan informasi secaar tertulis. Apabila orang-orang tersebut tidak dapat 107
Section 95G (7) Trade Practice Act.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
44
bekerjasama selama penyidikan atau semacam itu, dapat dianggap melakukan pelanggaran terhadap undang-undang dan dimungkinkan dikenakan denda.108 2.2.3
Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Australia Penegakan hukum persaingan usaha oleh ACCC dapat dinilai dari
pelaksanaan tugas dan kewenangan dalam penanganan penyelesaian kasus-kasus antitrust di Australia, salah satunya adalah kasus ACCC v. April International Marketing Service Australia Ltd. Asia Pulp & Paper Company Ltd. (Singapura) dan PT. Indah Kiat Pulp and Paper Tbk. (Indonesia), di antara tahun 2000 sampai 2004, mengadakan perjanjian dengan pesaing untuk memberi pasokan kertas potong uncoated woodfree folio (UWF) kepada konsumen di Australia yang berisi ketentuan dengan tujuan dan dampak kemungkinan adanya penetapan, pengendalian atau mempertahankan harga rata-rata per ton di mana mereka akan memasok kertas UWF kepada konsumen di Australia dan berpengaruh terhadap ketentuan-ketentuan pasokan harga kertas UWF di Australia. Ini bertentangan dengan Pasal 45a dan pasal 45b Competition and Consumer Act 2010. Perintah-perintah yang telah dikeluarkan oleh ACCC atas kasus berikut adalah: 1. Perusahaan dapat dibatasi dalam waktu lima tahun untuk membuat kontrak atau perencanaan atau persetujuan apapun dengan satu atau lebih pesaing penyedia kertas UWF untuk konsumen di UWF, yang memuat ketentuan tujuan, dampak atau kemungkinan dampak atas penetapan, pengendalian atau mempertahankan harga di mana para pihak dalam kontrak, perjanjian atau persetujuan, atau perusahaan terkait atau agen, yang akan memasok kertas UWF untuk konsumen di Australia (kontrak lain yang dibuat langsung dengan pesaing yang merupakan pelanggan atau agen dari responden); 2. Bahwa Asia Pulp & Paper Company Ltd. (Singapura) harus membayar uang sebesar $ 3.400.000; 108
Part VIIA, division 3, subdivision C Trade Practice Act.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
45
3. Bahwa PT. Indah Kiat Pulp and Paper Tbk. (Indonesia) harus membayar uang denda sebesar $ 800.000; 4. Bahwa perusahaan-perusaah tersebut juga harus membayar kontribusi kepada pemohon sebesar $ 300.000. Terhadap putusan KPPU yang dapat diajukan keberatan ke Pengadilan Negeri, kemudian putusan tersebut dapat dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung. Di Australia, putusan ACCC dapat langsung dimintakan banding ke the Australian Competition Tribunal. Selain itu, keputusan ACCC dapat
direview oleh
Commonwealth Administrative Law Principles. 109 Apabila dari hasil penelitian dan penyelidikan dapat disimpulkan bahwa memang ada indikasi pelanggaran, ACCC akan memutuskan adanya pelanggaran dan memberitahukannya kepada pelaku usaha melalui surat. Dalam surat tersebut disebutkan tindakan yang harus dilakukan oleh pelaku usaha dan batas waktu harus dipenuhinya perintah tersebut. Jika pelaku usaha tidak mengajukan banding ke the Australian Competition Tribunal dan tidak mengindahkan perintah tersebut, ACCC dapat memulai proses litigasi di Federal Court of Australia. Putusan dari Federal Court ini dapat dimintakan banding ke Full Court of the Federal Court. Putusan dari Full of the Federal Court dapat dimintakan kasasi ke High Court of Australia.110 2.3
Sistem Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Perancis
2.3.1 Undang-Undang Persaingan Usaha Perancis Tahap transformasi ekonomi Perancis ditandai dengan perubahan terhadap pengawasan ekonomi yang sebelumnya dilakukan oleh pemerintah, menjadi bergantung pada pasar. Pemerintah telah seluruhnya atau sebagian besar memprivatisasi perusahaan dari berbagai sector, seperti perbankan dan asuransi, mengendalikan saham perusahaan yang listed, sperti Air France, France Telcom, Renault dan Thales. Pemerintah juga dominan di beberapa sector lainnya, terutama di 109
Roles and Activities, The Australian <www.accc.gov.au>, diakses 3 Desember 2012. 110 Ibid.
Competition
and
Consumer
Commission,
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
46
bidang pembangkit listrik, transportasi umum dan industry. Sektor telekomunikasi secara bertahap dibuka untuk persaingan. 111 Landasan awal ditetapkannya hukum persaingan adalah untuk mengendalikan kartel selama Revolusi. The Le Chapelier Law 1791 mengandung ketentuan yang melarang anggota himpunan pasar yang sama untuk berkumpul dengan tujuan atas “kepentingan bersama” mereka. Pada tahun 1980, Penal Code melarang setiap tindakan manipulasi harga yang dapat menghambat persaingan bebas. Ini dilarang berdasarkan Pasal 419, dan berlaku sampai awal abad ke-19, mengikuti Pengadilan Perancis. 112 Undang-undang ini kemudian diubah di tahun 1926 dengan menggabungkan ketentuan atas larangan Pasal 419. Pada World Economic Conference di tahun 1927, Delegasi Perancis menyampaikan rencana pengendalian kartel, akhirnya pada waktu itu Perancis tidak mengadopsi undang-undang persaingan tersebut. Sebuah Ordonansi dibentuk pada tahun 1945 yang mengangap penolakan atas pembagiam diskriminasi harga dan beberapa praktik lainnya adalah pelanggaran hukum. Parlemen berusaha untuk meloloskan Undang-Undang Persaingan pada tahun 1953, namun gagal disepakati. Sebaliknya, pemerintah mengeluarkan dekrit untuk melaksanakan Ordinansi 1945. Keputusan ini berlaku hanya untuk tindakan bersama, bukan untuk perusahaan tunggal. 113 Pada tahun 1986, pemerintahan baru Perancis terpilih di bawah Perdana Menteri Jacques Chirac yang mengatur pengahpusan Ordonansi 1945 yang memungkinkan pemerintah untuk mengendalikan harga dan mengubah ulang hukum persaingan usaha.114 Ordonansi 1986 melarang beberapa praktik yang dapat menghalangi persaingan usaha, yaitu kartel dan persekongkolan yang dilarang dalam Pasal 7. Perilaku posisi dominan diatur dalam paragraf pertama dan penyalahgunaan kekuasaan untuk bernegosiasi dilarang oleh paragraf kedua dari Pasal 8. Pasal 10 111 112 113 114
François Souty, France, (South France: CUTS International, 2006), hlm. 378. Ibid. Ibid. Frédéric Jenny, France: 1987-1994, hlm. 87, <www.piie.com>, diakses 4 Desember 2012.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
47
memberikan dua jenis pengecualian terhadap praktik anti persaingan, yaitu pengecualian hukum ketika hukum menentukan praktik anti persaingan, dan pengecualian ekonomi ketika pelaku dapat menunukkan bahwa praktik-praktik tersebut menyebabkan kemajuan ekonomi yang tidak mungkin diperoleh apabila tidak dilakukan dan memberikan manfaat kepada konsumen.115 Meskipun pada prinsipnya praktik-praktik tersebut dilarang, kecuali pada perusahaan yang memenuhi syarat pengecualian hukum atau ekonomi. Pengecualian hukum selanjutnya berlaku ketika hukum penetapkan praktik anti persaingan di bidang sector pertanian, misalnya beberapa professional melakukan perjanjian yang mengenakan kuota atau membatasi harga untuk tanaman tertentu apabila telah disetujui oleh Menteri Pertanian Perancis atau Komisi Uni Eropa.116 Selain itu, hak untuk meyerahkan kasus ke dewan, sebelumnya hanya terbuka bagi menteri ekonomi, organisasi perdagangan, organisasi konsumen tertentu, dan pemerintah daerah, diperpanjang sampai perusahaan. Hukum mengenai tindakan anti persaingan dan penyalahgunaan posisi dominan mengalami perubahan tidak begitu besar pada Ordonansi 1986. Selain itu juga muncul beberapa ketentuan dalam melihat hukum pada praktik anti persiangan.117 Peran utama dalam menegakkan ketentuan antitrust dari peraturan baru ini adalah mempercayakan kepada otoritas administrasi independen, yaitu le Conceil de la Concurrence, atau Dewan Persaingan. Dewan ini terdiri dari 16 anggota, yang sebagian besar dari sipil maupun hakim hukum administrasi, meskipun beberapa anggota lain memiliki keahlian di bidang usaha.118 Penting untuk dicatat bahwa hukum telah banyak berubah mengenai pembatasan perdagangan. Terdapat empat tipe pembatasan perdaganan yang dilarang dalam Ordonansi 1945, yaitu diskriminasi harga, RPM, jual rugi dan refusal to deal. Dua dari larangan ini, refusal to deal dan diskriminasi harga telah dihapuskan oleh 115
Frédéric Jenny, Media Under French Competition Law, Fordham International Law Journal, Volume 21, Issue 3, 1997, hlm. 679. 116 Frédéric Jenny, loc.cit, diakses 4 Desember 2012. 117 118
Ibid, hlm. 87 , diakses 4 Desember 2012. Ibid, diakses 4 Desember 2012.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
48
Ordonansi 1986. Diskriminasi harga dianggap memiliki dampak terhadap kegiatan persaingan. Pemerintah juga menetapkan larangan perihal tentang refusal to deal berdasarkan Ordonansi 1986 dan ini dianggap penting unutk pengecer tradisional, atas penolakan untuk menjual dengan skala besar, pengecer dengan margin kecil tidak lagi penting.119 Tahun 2001, hukum persaingan Perancis secara lengkap disajikan dan dikodifikasikan kembali dalam Nouvelles Régulations Économiques (RNE). RNE memperbaharui proses penyelidikan dan keputusan dan memberikan pemberitahuan penambahan atas persyaratan premerger, sanksi yang lebih kuat dan ketentuan yang dapat meringankan hukuman. Dalam perhatian tehadap subjek hukum anti persaingan, baik secara tertulis maupun dalam praktik penegakan, khususnya pada Direction Générale de la Concurrence, de la Consummation on et da la Répression des Fraudes (DGCCRF) mengungkapkan pentingnya konsep dari yurisprudensi tradisional Perancis atas persaingan tidak sehat. Perubahan Hukum Persaingan Perancis didorong dan dimediasi oleh hukum persiangan yang menyerukan untuk memikirkan ulang mengenai sturktur Hukum Perancis. Perubahan telah diminta tidak hanya oleh UE karena mutu hukum persiangan mengenai negara dan bantuan terhadap pelayanan public, tetapi juga keputusan-keputusan oleh Conseil di bawah huukum Perancis Pada tanggal 2 Maret 2009, otoritas persaingan Perancis yang baru telah resmi melaksanakan funginya sebagai pengatur, memberlakukan undang-undang baru mengenai persaingan. Ini merupakan kelembagaan baru dan hasil dari kerangka undang-undang berdasarkan modernisasi ekonomi tanggal 4 Agustus 2008 (LME) dan Peraturan 13 November 2008 mengenai modernisasi peraturan persaingan. Peraturan baru ini merupakan bagian dari kecenderungan menuju pembaharuan atas Hukum Persaingan Perancis yang dimulai pada tahun 2001 yang dipengaruhi oleh hukum European Commission (EC). Reformasi ini dimaksudkan untuk meningkatkan
119
Ibid, hlm. 91, diakses 4 Desember 2012.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
49
efisiensi hukum persangan Perancis, terutama melalui pembentuan Authority Competition. 120 Garis besar hukum Perancis adalah mengikuti contoh dari Uni Eropa (UE) dan prinsip-prinsip tentang perjanjian pembatasan, perusahaan yang dominan, merger, dan kegiatan anti persaingan lainnya. Krieria untuk pengecualian diterapkan secara langsung, tanpa persyaratan atau ketentuan untuk meminta persetujuan. Jadi, Perancis telah menggunakan sistem yang sama untuk menerapkan hukumnya dengan sistem penegakan hukum di UE. Di Perancis, menyeimbangkan manfaat ekonomi dapat menyebabkan pengecualian atas larangan terhadap doinasi. Hukum Perancis meliputi peninggalan istimewa untuk Commercial Code mengenai anti persaingan dan pengawasan merger, serta berisi kewenangan untuk mengendalikan harga dan segala praktik anti persaingan. 121 2.3.2 Kewenangan dan Fungsi Autorité de la Concurrence (Komisi Persaingan Usaha Perancis) Kebijakan mengenai persaingan di Perancis sangat kompeks, maka dibentuklah suatu lembaga pembuat keputusan persaingan independen yang bekerja sama dengan pemerintah di Perancis, yang bernama le Conceil de la Concurrence (le Counceil). Le Concei) memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan sebagai bentuk penegakan dari kegiatan persaingan usaha. Lembaga ini merupakan lembaga quasi-yudisial, penerus dari le Conceil, yang dibentuk tahun 1977, menggantikan Conceil Technique des Entetes, yang dibentuk tahun 1953. Le Conceil memiliki kewenangan untuk mengeluarkan putusan dan mengenakan denda setelah pengadilan melakukan pemeriksaan. Selain itu, Direktorat Persaingan dan Konsumen di Departemen Ekonomi, Keuangan dan indsutri juga bertanggung jawab atas penerapan kebijakan persaingan. Kedua lembaga ini mungkin menjadi sumber sinergi, tetapi juga memiliki risiko 120
Clearly Gottlieb Steen & Hamilton LLP, The New French Competition Authority and Competition Law Regime, March 30st 2009, hlm. 1, <www.csgh.com>, diakses 4 Desember 2012. 121 OECD Reviews of Regulatory Reform Review of France, October 2003, hlm. 6, <www.oecd.org>, diakses 4 Desember 2012.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
50
gesekan. Beberapa aspek struktur yang bermasalah, seperti komisi independen dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan sankso, memiliki sedikit kehati-hatian dalam mengatasi sejumlah kasus yang mungkin menyebabkan keterlambatan dalam mencapai keputusan akhir.122 Akibat modernisasi ekonomi di tahun 2008, komisi atas kewenangan persaingan le Conceil berganti menjadi Autorité de la Concurrence (Autorité). Perubahan ini menunjukkan tekad politik yang kuat yaitu untuk memberikan kekuatan kepada suatu lembaga dengan kekuasaan dan sarana dengan harapan dapat meningkatkan efisiensi untuk kepentingan bisnis dan konsumen. Perubahan ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi persaingan Perancis terutama dalam pembentukan Autorité. Ketentuan utamanya adalah, sebagai berikut:123 1.
Memperluas kekuasaan dan cara untuk Otoritas Kompetisi baru;
2.
Mengalihkan yuridiksi atas control merger dari Kementrian Ekonomi kepada Otoritas Kompetisi;
3.
Memperkuat kekuasaan penyelidikan, terutama oleh penyelidik untuk memungkinkan mengajukan pertanyaan yang tidak terbatas atas permintaan penjelasan nyata. Autorité memiliki kewenangan yang merupakan gabungan dari kewenangan
DGCCRF dan le Conseil. Penggabungan ini memberikan manfaat dalam hal kualitas, efisiensi dan efektivitas sealam fase penyelidikan dan analisis perkara. Autorité juga memiliki kewenangan untuk memberikan pendapat atas setiap isu persaingan dan merumuskan rekomendasi kepada Pemerintah dalam rangka meningkatkan “fungsi kompetitif pasar”.124 Seperti di negara-negara Eropa lainnya, otoritas kompetisi Perancis akan dijalankan secara modern dan konsolidasi dalam melaksanakan semua praktik 122
Bruno Lasseree, The New French Competition Law Enforcement Regime, Competition Law International, October 2009, hlm. 16. 123 Clearly Gottlieb Steen & Hamilton, Opcit, hlm. 1. 124 Reform of The French Competition Regulatory System: the Conseil de la Concurrence becomes the Autorité de la Concurrence (Competition Authority), <www.autoritedelaconcurrence.fr>, diakses 6 Desember 2012.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
51
peraturan-peraturan persangan usaha, diantaranya penyelidikan, praktik antitrust, pengendalian merger, publikasi opini dan rekomendasi. Reformasi telah memberikan kekuasaan kepada Autorité untuk bertindak sebagai “advocate kompetisi”, yang dapat dianggap tepat untuk mengungkapkan pendapat dari sudut pandang seorang ahli kompetisi. Selain itu juga dapat berkontribusi menyusun udang-undang atau merekomendasikan langkah-langkah atau tindakan dalam rangka meningkatkan fungsi kompetitif pasar. 125 Kemungkinan yang sangat penting adalah Autorité dapat mengembangkan pengetahuan persaingan dalam rangkan mendidik masyarakat dan pelaku ekonomi tentang pentingnya kompetisi. Oleh karena itu, Autorité berada dalam kedudukan untuk memberi nasihat dan memperingatkan, selain tugas represif yang terus dilaksanakannya. 126 Apabila dibandingkan dengan kewenangan KPPU dengan Autorité jelas berbeda. Autorité bukan merupakan pengadilan yang dapat memutuskan perkara. Autorité hanya memberika opini dan rekomendasi kepada para pihak yang bersengketa yang kemudian diteruskan kepada lembaga lain yang memiliki kewenangan dalam hal memutus perkara. Berdasarkan hal ini Autorité menjadi lembaga “kokoh” dalam melaksanakan kewenangannya demi mengawasi jalannya kegiatan persaingan usaha di Perancis. 2.3.2 Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Perancis Banyak kasus yang dilaporkan oleh beberapa penggugat yang bertindak karena kerugian langsung kepada Pengadilan Perancis, dalam perkara pelanggaran atas praktik anti persaingan yang diatur dalam peraturan persaingan EC. Seringkali penggugat lebih memilih untuk mengajukan klaim pertama kepada Autoritié dalam rangka atas dugaan harus dibuktikan dan dinyatakan melanggar hukum, kemudian
125 126
Ibid, diakses 6 Desember 2012. Ibid, diakses 6 Desember 2012.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
52
dilanjutkan dengan penuntutan ganti rugi ke pengadilan berdsarkan keputusan Autoritié.127 Hukum Persaingan Perancis membedakan antara dua jenis pelaksanaan praktik persaingan (ìpratiques anticoncurrentiellesî. Article 420-1 to Artcle L. 420-5 of the French Commercial Code 1, equivalent to Article 81 and 82 EC) dan praktik pembatasan (ìpratiques restrictivesî. Article L.442-1 et. Seq. Commercial Code). Tidak ada perbedaan mendasar antara tindakan ganti rugi atas pelanggaran hukum persaingan EC dan tindakan atas dua jenis praktik yang didefinisikan dalam hukum nasional. 128 Sistem yuridiksi Perancis terdiri dari Pengadilan Perdata, mencakup Pengadilan Sipil dan Komersial; Pengadilan Pidana; dan Pengadilan Administratif. Ketiga pengadilan ini dapat melaksanakan kompetensinya baik ketika obyek utamanya merupakan pelanggaran hukum persaingan, maupun sebagai obyek sekunder.129 Pengadilan Komersial Perancis merupakan pengadilan Perancis yang memiliki yuridiksi lebih litigasi antara pelaku usaha (ìcommerÁantasî) atas setiap perkara mengenai tindakan komersial. Sebagi tindakan pelanggaran hukum persaingan, biasanya menuntut ganti rugi atas kerugian yang diderita dalam hal komersial, pengadilan ini adalah yang paling mungkin untuk memberika keputusan atas tindakan tersebut. Selanjutnya, dimungkinkan untuk banding ke Mahkamah Agung (íCour de Cassation) adalah mungkin, tetapi hanya untuk masalah-masalah hukum yang bertentangan dengan masalah-masalah faktual. 130 Pengadilan Perdata biasanya hanya berkompeten untuk mengadili tindakan perbuatan melawan hukum, masalah kontraktual, dan tindakan ganti rugi atas pelanggaran hukum persaingan. Namun mengenai masalah persaingan, tindakan ini dibawa ke Pengadilan Komersial. Pengadilan Perdata merupakan satu-satunya
127 128 129 130
Chantal Momège, et.al, France, <www.ec.europa.eu>, hlm.1, diakses 6 Desember 2012. Ibid, diakses 6 Desember 2012. Ibid, hlm.1, diakses 6 Desember 2012. Ibid, hlm.3, diakses 6 Desember 2012.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
53
pengadilan yang berwenang ketika penggugat atau tergugat tidak professional dengan memutuskan untuk tidak membawa tindakannya ke Pengadila Komersial. 131 Apabila nilai klaim tersebut tidak lebih dari 7.600 EUR, Pengadilan Perdata yang berwenang adalah the Tribunal díInstance, dan apabila nilai klaim melebih tersebut atau tidak dapat ditentukan, maka Pengadilan Perdata yang berwenanang adalah the Tribunal de Grance Instance.132 2.4 2.4.1
Sistem Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Jepang Japanese Antitrus Law (the Antimonopoly Law (AML)) AML merupakan alat penting dalam upaya Pemerintah Jepang untuk
membuka dan merestrukturisasi ekonomi Jepang untuk membuatnya lebih sejajar dengan ekonomi negara-negara lainnya. Sebelum berakhirnya Perang Dunia II, ada pemahaman yang terbatas mengenai konsep persaingan usaha yang bebas di Jepang. Dengan datangnya Pasukan Sekutu yang memperkenalkan kebijakan demokratisasi ekonomi dengan membubarkan zaibatsu133 dan memberlakukan AML. Undang-undang Monopoli Jepang melarang monopoli yang dilakukan oleh swasta (private monopolization), hambatan tidak wajar pada perdagangan (unreasonable restraint of trade) dan praktik bisnis yang tidak sehat (unfair business practice).134 Jepang memberlakukan hukumm persaingan, AML tahun 1947, setelah kalah dalam Perang Dunia II, dengan menggunakan antitrust law AS sebagai model. Pada saat yang sama, Jepang meresmikan Japan Fair Trade Commission (JFTC) sebagai lembaga yang bertugas menegakan undang-undang antimonopoli. Setelah akhir kependudukan sekutu, Parlemen Jepang merevisi Undang-Undang Antimonopoli dua
131 132 133 134
Ibid, hlm.4, diakses 6 Desember 2012. Ibid, diakses 6 Desember 2012. Kepemilikan secara ekslusif oleh keluarga. Ayuda D. Prayoga, et. al., Opcit, hlm. 35.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
54
kali (tahun 1949 dan 1953), menambahkan klausul baru untuk membedakannya dari hukum Amerika Serikat.135 Berbeda dengan antitrust law Amerika Serikat, undang-undang Jepang pada dasarnya adalah hukum administrasi yang ditegakkan oleh personel pemerintah melalui konsultasi pribadi dengan para pihak. Pada awal berlakunya Undang-Undang Antimopoli Jepang, undang-undang ini diberlakukan secara ketat, namun dalam perjalanannya, pemberlakuaannya tidak seketat pada awalnya. Bahkan seorang pengamat dari Amerika mengatakan bahwa penegakan hukum Undang-Undang Anti Monopoli Jepang dilakukan setengah hati apabila dibandingkan dengan Amerika Serikat. Penegakan AML oleh JFTC memburuk di bawah bayang-bayang kebijakan industry yang diumumkan oleh Kementrian Perdagangan Internasional dan Industri (MITI). Namun demikian, dimulai pada pertengahan tahun 1970, AML mulai menunjukkan kebangkitan, dam pada tahun 1977, Jepang diperkuat dengan ketentuan baru (terutama sebagai ukuran untuk memerangi peningkatan inflasi yang disebabkan ileh krisis minyak di Timur Tengah). Terpenting adalah pengenalan biaya tambahan untuk memberantas kartel illegal. Pungutan biaya memainkan peran penting dalam pembuatan larangan yang benar-benar efektif terhadap kartel oleh JFTC. Sebelum tahun 1977, JFTC tidak bisa memberikan sanksi untuk kartel, Namun tekanan eksternal (terutama dari Amerika Serikat) mempengaruhi Jepang untuk memperkuat AML dan JFTC.136 AML dibetuk untuk memberikan pembatasan pada tiga jenis perilaku, yaitu: (1) Monopoli; (2) Kartel; (3) Praktik bisnis yang ridak adil.
135
Toshiaki Takigawa, The Prospect of Antitrust Law and policy in The Twenty-First Century: in Reference to the Japanese Antimonopoly Law and Japan Fair Trade Commission, Washington University Global Studies Law Review, Vol.1 2002, hlm. 276. 136 Ibid, hlm. 277.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
55
Selain ketiga kategori diatas, AML juga mencakup ketentuan yang mengatur tentang meger dan akuisisi. Dua undang-undang khusus juga diberlakukan untuk melengkapi AML, yaitu the Law to Regulate Unreasonable Premium and Unreasonable Representation dan the Law to Prevent Unreasonable Delav in Payment of Subcintractors and Related Matters. Ini adalah kerangka peraturan yang masih berlaku sampai dengan saat ini 137 Biaya tambahan 2% untuk melawan perusahaan yang bepartisipasi dalam kartel dirumuskan dalam amandemen tahun 1977. Pada tahun 1992, amandemen menigkatkan biaya tambahan sampai 6%. Amandemen tahun 2005, meningkat menjadi 10% dan tahun 2010, akan dinaikan menjadi 15% untuk kelompok kartel dan untuk pelanggaran berulang. Amandemen 2005 juga memperkenalkan program kelonggaran dan ini membuat penegakan JFTC lebih efektif dalam menangani kartel internasional. 138 Kenaikan harga yang tajam pada awal 1960-an, menyebabkan AML dianggap sebagai cahaya baru, sebagai senjata untuk memerangi harga tinggi yang dapat dikatakan disebabkan oleh kartel, jual-rugi dan predatory pricing yang disebabkan oleh struktur oligopolistic dalam perekonomian. Penegakan signigikan dari AML di tahun 1960 diperjelas dengan peningkatan jumlah kasus yang ditangani oleh JFTC mengenai penetapan harga kartel antara perusahaan dan asosasi perdagangan.139 Selain itu, peristiwa penting di tahun 1960 adalah liberalisasi perdagangan asing dan transaksi saham. Sampai pertengahan tahun 1960, perdagangan luar negeri dan investasi yang diatur secara ketat melalui kuota impor dan pembatasa pada pengenalan modal asing ke Jepang. Akibatnya, ada ruang yang relative kecil untuk persaingan bebas sebagai perkembangan liberalisasi. Peran AML meningkat di berbagai bidang seperti lisensi paten internasional. Sebagai respon terhadap situasi baru, JFTC mengumumkan pedoman baru uang mengatur bagaimana komisi
137
Mitsuo Matsushita, Reforming the Enforcement of the Japanede Antimonopoly Law, Loyola University Chicago Law Journal, hlm. 523, <www.luc.edu>, diakses 11 Desember 2012. 138 Ibid, hlm. 524. 139 Mitsuo Matsushita, the Antimonopoly Law of Japan, hlm. 153, <www.iie.com>, diakses 11 Desember 2012.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
56
perdagangan akan mengawasi ketentuan secara ketat dalam konrak internasional antara perusahan Jepang dan asing. 140 Hukum monopoli Jepang berubah secara mendasar pada tahun 2005. Pada tahun 2005, proses penegakan AML tersebut diubah. Suatu prosedur diperkenalkan JFTC untuk mengeluarkan perintah untuk menghentikan dan berhenti kepada dugaan pelanggar, mengharuskan mereka untuk menghentikan perilaku tersebut setelah penyelidikan. Perbahan ini juga membebankan biaya tambahan administrative kepada dugaan pelanggar dimana biaya tersebut harus dikenakan. 141 Berdasarkan prosedur ini, JFTC berinisiatif melakukan penyelidikan dan menyimpulkan suatu pelanggara apabila terbukti, yang kemudian memberitahukan kepada pihak yang melakukan pelanggaran. JFTC juga berwenang untuk mengambil tindakan yang merugikan. 142 2.4.2 Kewenangan dan Fungsi Japan Fair Trade Commission Dalam rangka mempertahankan persaingan yang adil dan bebas dalam pasar, JFTC memberlakukan AML. JFTC berupaya untuk memulihkan ketertiban dengan memberikan perintah ketika praktik illegal telah terdeteksi, kartel, dan sebagainya. JFTC diberi wewenang dengan undang-undang secara langsung.143 Berdasarkan Pasal 49 dari AML, memungkinkan JFTC memberikan keluhan atas sesuatu yang diduga melanggar
undang-undang,
melakukan
gelar
pendapat,
dan
berhenti
dan
menghentikan tindakan lainnya yang diperlukan untuk melenyapkan berbagai pelanggaran. JFTC merupakan lembaga penegakan AML. JFTC tediri dari seorang ketua komisi, empat komisaris dan sekertariat. Secara kesuluran, JFTC mempekerjakan lebih dari 500 pengacara dan pegawai lainnnya. Ketua dinominasikan oleh Perdana Menteri, sesuai dengan persetujuan dari kedua Majelis the National Diet, kesesuaian
140
Ibid. Mitsuo Matsushita, loc.cit, hlm. 526, diakses 11 Desember 2012. 142 Ibid. 143 Mary Faith Higgins, Japanese Fair Trade Commission Review of International Agreements, hlm. 45, <www.digitalcommons.lmu.edu>, diakses 1 Januari 2013.
141
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
57
calon juga harus diverifikasi oleh Kaisar. Komisaris adalah yang ditunjuk oleh Perdana Menteri dengan persetujuan the National Diet. JFTC memiliki kekuasaan administrative, quasi administrative dan quasi yudisial. Lingkup administrasi meliputi kekuatan lisensi (misalnnya, kekuatan untuk membenarkan kartel dengan kompetisi adil),
keharusan
untuk
menerima
dan
memeriksa
pemberitahuan
(seperti
pemberitahuan pembentukan asosiasi perdaganan dan penandatanganan kontrak), hak prerogratif untuk berkonsultasi dengan kementrian lainnya dan memberikan masihat kepada industry, juga memiliki kewenangan untuk melakukan penelitian ekonomi dan kekuatan lainnya.144 Kekuasaan quasi legislative, diantaranya adalah kekuasaan untuk mengawasi dan menjelaskan tentang prakti persaingan usaha tidak sehat dan untuk komoditas RPM. Kekuasaan quasi yudisial termasuk kekuasaan untuk melakukan investigasi, uantuk megadakan dengar pendapat administratif dan untuk membuat keputusan mengenai kesahan atas perilaku. 145 Ketika JFTC menganggap bahwa adanya pelanggaran, JFTC dapat memilih untuk mengeluarkan pernyataan kepada pihak yang melakukan pelanggaran dan merekomendasikan bahwa pihak tersebut harus menghentikannya. Jika pihak tersebut menerima rekomendasi, JFTC tidak perlu melanjutkan proses dengan mengeluarkan keputusan resmi. Apabila seperti ini,keputusan JFTC disebut dengan rekomendasi. Apabila sidang administrasi digelar, Responden dapat mengusulkan kepada JFTC bahwa ia akan menerima tuduhan fakta dan hukum sebagaimana tercantum dalam pengaduan kepada JFTC dan JFTC dapat mengambil tindakan yang diperlukan guna menghentikan perilaku tersebut dan memulihkan iklim persaingan. Keputusan JFTC dapat diajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tokyo dan Mahkamah Agung. Namun, pihak yang menerima keputusan rekomendasi atau putusan tersebut, tidak dapat membahas gugatan tersebut berdasarkan kesepakatan antara responden dan JFTC.146 144
Johnny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha, Filosofi, Teori dan Implikasi Penerapannya di Indonesia, (Malang: Banyumedia Publishing, 2006), hlm. 160. 145 Ibid. 146 Pasal 80 AML
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
58
Meskipun eksistensi JFTC pada dasarnya adalah sebagai sebuah organ administratif yang independen, namun masih terbuka celah bagi campur tangan pihak luar yang dapat mempengaruhi independensi JFTC. Celah-celah campur tangan pihak lain misalnya disebabkan karena aktivitas JFTC diawasi oleh Parlemen, lagipula penunjukan ketua komisi harus dilakukan dengan persetujuan Parlemen. Di samping itu, setiap tahun JFTC wajib menyampaikan laporan aktivitas penegakan AML pada parlemen. Sementara itu, kewenangan rekrutmen ketua dan anggota komisi JFTC mengusulkan perangkat aturan-aturan terkait, serta mengusulkan anggaran, berada di tangan Perdana Menteri. Celah-celah ini yang masih memungkinkan intervensi yang dapat mempengaruhi kinerja JFTC sebagai sebuah lembaga yang independen. 147 2.4.3 Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Jepang Pada tahun 2010,
rancangan undang-undang untuk
merivisi AML
mengusulkan untuk merevisi prosedur internal JFTC, yaitu meniadakan post-order sidang dan sistem pemeriksaan yang terjadi pada JFTC, dan memberikan yuridiksi ekslukif kepada Pengadilan Distrik Tokyo untuk memeriksa banding atas perintah JFTC. Secara khusus, JFTC telah dikatakan sebagai organisasi quasi yudisial, sebagian karena JFTC melakukan tindakan pemeriksaan. Penghapusan sistem pemeriksaan, tidak akan mengubah status JFTC sebagai komisi administrasi independen, tetapi secara substantive, dari segi struktur, JFTC akan menjadi tidak berbeda dengan instransi pemerintah lainnya. Berdasarkan Pasal 56, dalam hal penyusunan petugas pemeriksa dan penyidik terpisah, dan petugas pemeriksa juga diperbantukan dari luar (misalnya hakim) untuk menjamin ketidakberpihakan. Penyelidikan JFTC dan prosedur pemeriksaan biasanya memakan waktu setidaknya dua tahun, faktanya bahwa sangat mahal bagi perusahaan utuk melalui penyelidikan dan pemeriksaan, dan kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tokyo untuk membatalkan keputusan JFTC. Juga, transparansi
147
Johnny Ibrahim, Opcit.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
59
kemungkinan akan ditingkatkan bila banding dari perintah JFTC dipindahkan ke Pengadilan Negeri. 148
148
Mitsuo Matsushita, loc.cit, hlm. 530, diakses 11 Desember 2012.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
60
Gambar 2.1 : Prosedur Dalam Penyelesaian Perkara JFTC warning Detection by the JFTC
closure Administrative Investigation
Report by the Public to the JFTC
Advance notification (Cases and desist order)
Advance notification (Surcharge payment order)
Submissio n by informents based on Leniency Program
Request by the Small and Medium Enterprise Agency (under the Act establishm ent of the Agency)
Final and conclusive
caution Opportunity to present views and to submit evidence
nj
Opportunity to present views and to submit evidence
Cease and desist order
Surcharge payment order
desicion Lawsuit
Healing procedure
Decision (Revocation or modification of orders)
Position of urgent injuction (Tokyo High Court)
Compulsory investigation for criminal cases
File an accusation with the Prosecutor General
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
61
Penjelasan A clue for starting investigation: Apabila JFTC mendeteksi tersangka melalui penyelidikan mantan pegawainya, informasi yang diberikan oleh masyarakat dan Leniency Program149, ini akan memperlancar penyelidikan. 150 Administrative investigation: Inspeksi di tempat dilakukan terhadap pengusaha yang diduga melakukan tindakan illegal dalam rangka untuk menyelidiki buku akuntansi dan dokumen terkait, dan mengikutsertakan pihak tertentu untuk melakukan pemeriksaan secara rinci jika diperlukan.151 Compulsory investigation for criminal cases: Sesuai dengan surap perintah yang diterbitkan oleh hakim, kunjungan dan pencarian terhadap pengusaha bersangkutan dilakukan untuk penyitaan benda-benda yang diperlukan. Jika tuduhan pidana dianggap beralasan sebagai hasil dari investigasi, tuduhan diajukan kepada jaksa penuntut umum. 152 Advance notification: Apabila tindakan illegal diakui sebagai hasil dari penyelidikan, JFTC memutuskan dalam perintah untuk menghentikan dan berhenti, dan perintah pembayaran biaya tambahan, yang dianggap wajar dan memberikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada para pengusaha dalam isi perintah tersebut. Opportunity to present views and to submit evidence: Pelaku usaha dapat menyampaikan pendangan mereka atas isi perintah dalam pemberitahuan sebelumnya. Untuk mebjamin ukuran keputusan administrative yang adil, mereka
149
Keistimewaan bagi pelaku usaha yang terindikasi melakukan kartel atau praktik lainnya. Syaratnya, pelaku usaha tersebut bersedia membuka data dan informasi kepada KPPU mengenai kartel atau praktik lainnya yang dilakukan. 150 International Affairs Division JFTC, For Fair and Free Market Competition, hlm. 20, <www.jftc.go.jp>, diakses 1 Januari 2013. 151 Ibid. 152 Ibid.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
62
tidak bisa hanya menyampaikan pandangan mereka, tetapi harus turut mengajukan bukti.153 Cease and desist orders: Perintah untuk menghentikan dan berhenti merupakan ukuran administrasi yang ditujukan untuk mendorong penghapusan tindakan illegal. Dalam kasus kartel, pelaku usaha yang terlibat diperintahkan untuk mencabut kenaikan harga, dan sebagainya.154 Surcharge payment orders: Perintah pembayaran biaya tambahan adalah tindakan administrative yang diberlakukan pada kasus-kasus seperti kartel, praktik curang dan monopoli swasta, tambahan atas penhapusan tindakan illegal. Pembayaran biaya tambahan dihitung sesuai dengan formula tertentu dan dibuat untuk kas negara.155 Hearing procedures and decision: Apabila permintaan untuk prosedur pemeriksaan dibuat, penetapan fakta-fakta pelanggaran dan tinjauan yang berlaku dilakukan. Setelah prosedur pemeriksaan, keputusan dibuat berdasarkan pada fakta-fakta pelanggaran. 156 Lawsuit: Apabila pelaku usaha tidak puas dengan keputusan, mereka dapat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tokyo untuk meminta pencabutan. Atas ketiadaan bukti substansial pada keputusan atau dalam kasus pelanggaran Konstitusi, pengadilan mencabut keputusan tersebut.157
153 154 155 156 157
Ibid. Ibid. Ibid. Ibid. Ibid.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
63
2.4
Sistem Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Indonesia
2.4.1 Undang-Undang No. 5 Tahun 199 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, disebut juga Undang-Undang Anti Monopoli. Undang-Undang ini merupakan Undang-Undang yang secara khusus mengatur tentang persaingan dan praktik monopoli. Latar belakang dibentuknya UndangUndang Anti Monopoli adalah akibat terjadinya ketidak adilan antara para pelaku pasar. Reformasi sistem ekonomi yang luas dan khususnya kebijakan regulasi yang dilakukan sejak tahun 1980, menimbulkan situasi yang sangat kritis. Timbul konglomerasi pelaku usaha yang dikuasai oleh keluarga atau partai tertentu. Konglomerasi tersebut menyingkirkan pelaku usaha kecil dan menengan melalui praktik usaha yang kasar. Lahirnya Undang-Undang Anti Monopoli juga tidak lepas dari krisis moneter yang kemudian berlanjut kepada krisis ekonomi yang melanda Indonesia di pertengahan tahun 1997, di mana pemerintah didasarkan bahwa sebenarnya fundamental ekonomi Indonesia pada waktu itu ternyata begitu lemah, lemahnya fundamental ekonomi Indonesia terjadi karena berbagai kebijakan pemerintah di berbagai sector ekonomi yang kurang tepat yang menyebabkan pasar menjadi terdistorsi.158 Terdistorsinya pasar membuat harga yang terbentuk di pasar tidak lagi melrefleksikan hukum permintaan dan hukum penawaran yang riil, proses pembentukan harga dilakukan secara sepihak (oleh pengusaha atau produsen) tanpa memperhatikan kualitas produk yang menerka tawarkan terhadap konsumen. 159 Sesuai dengan Pasal 2 huruf a dan b Undang-Undang Anti Monopoli, asas yang terkandung dalam Undang-Undang tersebut adalah demokrasi ekonomi. Menurut Kurnia Toha, ciri demokrasi ekonomi adalah kolaborasi pemerintah dengan dunia usaha, lembaga-lembaga keuangan serta lembaga-lembaga lainnya tersebut, 158 159
Penjelasan Undang-Undang Anti Monopoli. Sutan Remi Sjahdeini, Opcit, hlm. 14.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
64
guna memberikan proteksi untuk melindungi, membantu, dan meringankan beban golongan menengah ke bawah dalam mengatur kehidupan ekonomi agar tercapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyatnya.160 Undang-Undang Anti Monopoli mencegah sistem yang melanggar proses persaingan usaha dan mencegah terjadinya dominasi pasar. Monopoli dan persaingan usaha merupakan hal yang biasa dalam kegiatan ekonomi. Sejauh kegiatan itu dilakukan dalam rambu-rambu hukum, implikasi penerapan monopoli dan persiangan usaha tidak bisa dihindari dalam mekanisme pasar. Oleh karena itu implementasi Undang-Undang Anti Monopoli ini adalah dalam rangka mengantisipasi pasar bebas pada era globalisasi ekonomi guna dapat mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sebagaimana teramanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka penegakan Undang-Undang Anti Monopoli dibutuhkan apartur penegak hukum yang dapat mengawasi jalannya kegiatan pasar yang sempurna. Lembaga ini merupakan syarat agar persaingan dapat berjalan dengan efektif. Di Indonesia, penegakan hukum persaingan usaha diserahkan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Komisi ini dikatakan sebagai suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak lain. 161 KPPU bertanggung jawab atas segala sesuatu yang berhubungan dengan hukum antimonopoli atau hukum persaingan usaha. Alasan sosiologis sebagai dasar pembentukan KPPU adalah menurunnya citra pengadilan dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara serta beban perkara pengadilan yang sudah menumpuk. Alasan lain adalah dunia usaha membutuhkan penyelesaian yang cepat dan proses pemeriksaan yang bersifat rahasia. Oleh karena itu, diperlukan suatu lembaga khusus yang terdiri dari orang-orang yang ahli dalam bidang ekonomi dan hukum sehingga penyelesaian yang cepat dapat terwujud.162
160
Wawancara Kurnia Toha (Dosen dan Pakar Hukum Persaingan Usaha Universitas Indonesia), 13 Desember 2012. 161 Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli, (Jakarta: SInar Grafika, 2009), hlm. 136. 162 Ayudha D. Prayoga, et al., Opcit, hlm. 128.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
65
KPPU tidak hanya terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah, melainkan juga pengaruh pihak lain, seperti misalnya lembaga kemasyarakatan atau kelompok masyarakat yang memegang kekuasaan keuangan atau ekonomi. Kemandirian komisi yang termuat dalam undang-undang tersebut adalah hak istimewa yang diperlukan untuk dapat melaksanakan undang-undang secara efisien, dan dengan demikian, komisi berkewajiban untuk memelihara ketidaktergantungan tersebut dan tidak dapat membuka diri terhadap dunia luar.163 Sesuai Pasal 35 huruf g UU Anti Monopoli, KPPU diwajibkan untuk memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja komisi kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kewajiban ini semata-mata merupakan pelaksanaan prinsip administrasi yang baik, jadi KPPU tetap bebas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah. 164 Perkembangan dan peningkatan aktifitas pelaku usaha di Indonesia yang didominasi oleh beberapa penguasa mengakibatkan derivasi ekonomi dan sosial antara pengusaha kecil dan menegah, praktik-praktik persaingan usaha tidak sehat masih sangat sering dijumpai, untuk itulah KPPU memerankan perannya sebagai komisi pengawas dalam elaborasi pasar agar tidak terjadi persaingan usaha yang curang. 2.4.2 Kewenangan dan Fungsi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Pengawasan terhadap pelanggaran Undang-Undang Anti Monopoli di Indonesia diserahkan kepada KPPU tersurat dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Anti Monopoli. Untuk menindaklanjuti undang-undang ini, lahirlah Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha tertanggal 8 Juli 1999 yang bertujuan untuk membentuk komisi dan menetapkan tugas dan fungsi struktur organisasi. 165
163 164 165
Suyud Margono, Opcit, hlm. 140. Undang-Undang Anti Monopoli. Suyud Margono, Opcit, hlm. 144.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
66
Undang-undang Anti Monopoli memberikan wewenang kepada KPPU dalam menangani perkara dugaan pelanggaran terhadap Undang-undang Anti Monopoli. Dalam penanganan perkara pelanggaran terhadap hukum persaingan usaha terdapat beberapa aturan yang digunakan menjadi dasar, antara lain: 166 a) Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentan Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; b) Keputusan Presiden No. 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawa Persaingan Usaha, keputusan, pedoman maupun petunjuk teknis mengenai KPPU; c) Keputusan KPPU No. 1 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penanganan Perkara; d) Hukum acara perdata, yaitu untuk ketentuan hukum acara perdata jika pelaku usaha menyatakan keberatan atas putusan KPPU sesuai dengan Pasal 44 ayat (2) Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 atau apabila gugatan perdata yang didasarkan pada adanya perbuatan melanggar hukum. Alasan dibutuhkannya institusi yang secara khusus menyelesaikan kasus praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat adalah karena hukum persaingan usaha membutuhkan orang-orang yang memiliki latar belakang dan/atau mengerti seluk beluk bisnis dalam rangka menjaga mekanisme pasar. Institusi yang melakukan penegakan hukum persaingan usaha beranggotakan orang-orang yang terkait erat dengan hukum, ekonomi dan bisnis. 167 Alasan filosofis yang dapat dijadikan dasar pembentukan KPPU yaitu dalam mengawasi pelaksanaan suatu aturan hukum diperlukan suatu lembaga yang mendapat kewenangan dari negara ini, diharapkan lembaga pengawas ini dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan sebaik-baiknya serta sedapat mungkin mampu untuk bertindak secara independen. 168
166 167 168
Jimli Assidiq, Opcit, hlm. 145. Ayudha D. Prayoga, Opcit, hlm. 16. Marsiyem, Loc.cit, diakses 10 November 2012.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
67
Adapun alasan sosiologis yang dapat dijadikan dasar pembentukan KPPU adalah merosotnya citra pengadilan yang sudah menumpuk. Alasan lain adalah dunia usaha metnbutuhkan penyelesaian yang cepat dan proses pemeriksaan yang bersifat rahasia. Oleh karena itu, diperlukan suatu lembaga khusus yang ahli dalam
bidang
ekonomi
dan
hukum sehingga penyelesaian yang sehat dapat
terwujud.169 Sesuai dengan sifat penegakan hukum persaingan usaha, penegakan UU No. 5 Tahun 1999 adalah penegakan hukum publik yaitu jenis penegakan dimana individu yang mengetahui terjadinya peristiwa pelanggaran tidak dapat langsung melakukan upaya penegakannya melalui pengadilan, akan tetapi harus terlebih dahulu disampaikan kepada KPPU dan institusi inilah yang kemudian mengambil tindakan atas nama publik.170 Sebagai pengawas dan penegak hukum persaingan usaha, KPPU mempunyai kedudukan yang sangat vital, karena lembaga tersebut diberikan status pengawas pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1999. Proses penegakan hukum dapat melalui dua sudut pandang. Dari sudut pandangan kultural, penegakan hukum adalah upaya yang dilaksanakan oleh dan untuk melaksanakan internalisasi hukum pada warga masyarakat. Dari sudut pandangan structural proses penegakan hukum adalah bekerjanya roda lembaga untuk menciptakan keamanan dan ketertiban sesuai dengan ideologi.171 Dalam
konteks
ketatanegaraan,
komplementer (state auxiliary organ)
172
KPPU
merupakan
lembaga
negara
yang mempunyai kewenangan berdasarkan
UU No. 5 Tahun 1999 untuk melakukan penegakan hukum persaingan usaha. Secara sederhana, state auxiliary organ adalah lembaga negara yang dibentuk di luar konstitusi dan merupkam lembaga yang membantu pelaksanaan tugas lembaga negara pokok yang sering disebut dengan lembaga independen semu negara (quasi). Peran 169
Ibid. Syamsul Maarif dalam Hanif Nur Widhiyanti, et. al, Efektivitas Putusan KPPU sebagai Lembaga Penegak Hukum Persaingan, hlm. 127, <www.isjd.pdii.lipi.go.id, diakses 11 Desember 2012. 171 Mulyanah Kusumah dalam Ibid. 172 Budi L. Kagramanto dalam Andi Fahmi Lubis, et. al., Opcit, hlm. 312. 170
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
68
sebuah lembaga quasi menjadi penting sebagai upaya responsive bagi negara-negara yang tengah transisi dari otoriterisme ke demokrasi. 173 Pembentukan lembaga-lembaga auxiliary state organ di luar lembagalembaga utama (main state organ) pada proses transisi menuju demokrasi tersebut merupakan bagian dari demokratisasi kelembagaan lembaga negara dan upaya positif bagi penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan yang lebih baik melalui perananperanan tertetntu yang dijalankan oleh lembaga-lembaga negara khusus tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Kontribusi positif yang diharapkan dari keberadaan lembaga-lembaga negara khusus ini bagi perkembangan demokrasi di Indonesia merupakan indikasi telah berkalan dengan baiknya proses transisi dmeokrasi menuju konsilidasi demokrasi. Lembaga quasi tersebut menjalankan kewenangan yang sebenarnya sudah diakomodasi oleh lembaga negara yang sudah ada, tetapi dengan ketidakpercayaan publik (public distruct) kepada eksekutif, maka dipandang perlu dibentuk lembaga yang sifatnya independen, dalam arti tdak merupakan bagian dari tiga pilar kekuasaan. Lembaga-lembaga ini biasanya dibentuk pada sektor-sektor cabang kekuasaan seperti yudikatif (quasi-judicial), eksekutif (quasi-public) yang fungsinya bisa berupa pengawasan terhadap lembaga negara yang berada di sektor yang sama atau mengambil alih beberapa kewenangan lembaga di sektor yang sama. 174 Penegakan hukum anti monopoli dan persaingan usaha berada dalam peranan KPPU. Namun demikian, tidak berarti bahwa lembaga lain tidak memiliki peranan dalam menangani perkara monopoli dan persaingan usaha. Pengadilan Negeri (PN) dan Mahkamah Agung (MA) juga diberi peranan dalam menyelesaikan perkara tersebut. Peranan PN yaitu untuk menangani keberatan terhadap putusan KPPU dan menangani pelanggaran hukum persaingan yang menjadi perkara pidana karena tidak dijalankannya putusan KPPU yang sudah in kracht. Peranan MA diperlukan apabila terjadi kasasi terhadap keputusan PN tesebut.175
173 174 175
Jimly Asshiddiqie dalam Opcit. Andi Fahmi Lubis, Opcit, hlm. 312. Ibid.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
69
Peranan KPPU tersebut telah dirumuskan dalam UU No. 5 tahun 1999 pada pasal 35 mengenai tugas KPPU, yaitu:176 a) Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai Pasal 16. b) Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengekibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau perwsaingan usaha tidak sehat, sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24. c) Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Paal 25 sampau dengan Pasal 28. d) Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang KPPU sebagaimana diatur dalam Pasal 36. e) Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. f) Menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan UndangUndang ini. g) Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja KPPU kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. Berdasarkan Pasal 35 ayat huruf a dikatakan bahwa tugas KPPU adalah melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, seperti oligopoli, diskriminasi harga, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsomi, integrasi vertical, perjanjian tertutup dan perjanjian dengan pihak luar negeri. Selanjutnya huruf b menugaskan KPPU untuk melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dilarang, seperti monopoli, 176
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
70
monopsoni, penguasaan pasar dan persekongkolan. Sedangkan dalam huruf c KPPU ditugaskan untuk melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, yang dapat timbul melalui posisi dominan, jabatan rangkap, pemilikan saham, penggabungan, peleburan, serta pengambilalihan saham. 177 Dalam Pasal 35 huruf e dan f menugaskan KPPU untuk memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktik monopoli dan atau persangan usaha tidak sehat, serta menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan persaingan usaha tidak sehat. Hal ini memberikan tanggung jawab kepada KPPU untuk bertindak aktif untuk mempengaruhi kebijakan Pemerintah dalam membuat peraturan yang berkaitan dengan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.178 Dengan kata lain, tugas KPPU adalah melakukan penilaian apakah telah terjadi perajanjian-perjanjian yang dilarang dan kegiatan usaha yang dilarang. Jika KPPU menailai telah terjadi perjanjian-perjanjian yang dilarang atau kegiatan usaha yang
dilarang,
maka
KPPU
dapat
menggunakan
wewenangnya
untuk
memerintahkan penghentian perjanjian-perjanjian dan kegiatan-kegiata usaha yang dilarang tersebut Dalam Pasal 36 Undang-Undang Anti Monopoli, ditentukan wewenang KPPU yang meliputi:179 a) Menerima laporan dari masyarakat dan/atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. b) Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan/atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjdinya tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. 177 178 179
Marsiyem, Loc.cit, hlm. 58, diakses 11 Desember 2012. Ibid. Undang-Undang Anti Monopoli.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
71
c) Melakukan penyelidikan dan/atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktik monopoli dan/atau persangan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atu yang ditemukan oleh komisi sebagai hasil dari penelitiannya. d) Menyimpulkan hasil penyelidikan dan/atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktik monopoli dan/atau persaingan tidak sehat. e) Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketantuan undang-undang ini. f) Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan ini undang-undang ini. g) Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi ahli atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan komisi. h) Meminta keterangan dari instansi pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan/atau pemeriksaan terhada pleaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini. i) Mendapatkan, meneliti, dan/atau menilai surat, dokumen atau bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan. j) Memutuskan dan menetapkan ada atu tidaknya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat. k) Memberitahukan putusan komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. l) Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administrative kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini. KPPU diberikan kewenangan dan tugas yang sangat luas meliputi eksekutif, yudikatif, legislatif dan konsultatif. Kewenangan-kewenangan tersebut menyebabkan komisi dapat dikatakan memiliki fungsi-fungsi yang menyerupai lembaga konsultatif, yudikatif, legislatif maupun eksekutif, sehingga sering dikatakan bahwa komisi
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
72
memiliki wewenang yang tumpang tindih karena bertindak sebagai investigator penyidik pemeriksa, penuntut, dan pemutus.180 Kelembagaan KPPU masih dipertanyakan sejak berdiri hingga saat ini oleh berbagai pihak, termasuk lingkup pemerintahan sendiri. Masalah ini mengkondisikan pagar penghalang bagi KPPU untuk berkembang menjadi lembaga negara yang seutuhnya. Ada beberapa pendapat bahwa walaupun KPPU bukan lembaga judicial ataupun penyidik, tetapi KPPU adalah lembaga penegak hukum yang tepat untuk menyelesaikan masalah persangan usaha karena peran multifungsi serta kehlian yang dimiliknya mampu mempercepat proses penangan perkara.181 Adapun kewenangan komisi yang dianggap meyerupai lembaga yudikatif atau bahkan dapat dikatakan melebihi kewenangan lembaga yudikatif yaitu komisi melakukan fungsi-fungsi penyelidikan, serta memutus, bahkan menjatuhkan hukuman administratif atas perkara-perkara yang diperiksanya termasuk memberikan sanksi pemberian ganti rugi kepada pihak yang dirugikan dan denda kepada pihak yang melanggar Undang-Undang Anti Monopoli. 182 Hukum pidana merupakan ultitum remedium bagi UU Anti Monopoli, yang lebih mengedepankan tindakan administrative yang dapat ditempuh oleh KPPU dalam menyelesaikan suatu perkara persaingan usaha tidak sehat. Sebagaimana diatur dalam UU Anti Monopoli, kewenangan KPPU adalah untuk melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap seseorang, di sisi lain, undang-undang ini tidak melengkapi KPPU sebagai organ yang memiliki kewenangan untuk memaksa. 183 Pentingnya penyidik dalam penegakan hukum persaingan usaha sebagai ultitum remedium sangat terasa ketika permasalahan secara administratif tidak lagi mampu sebagai jalan keluar dalam penyelesaian perkara persaingan usaha. Berdasarkan Pasal 36 huruf g yang menyebutkan “meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana 180
Santosa Maulana dalam Lukman Hakim, Ibid, hlm. 12. Syamsul Maarif, Tantangan Penegakan Hukum Persangan Usaha di Indonesia, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 19, 2002, hlm. 13. 182 Lukman Hakim, Locit. 183 Mohammad Reza, Kerjasama KPPU dengan Penyidik dalam Penanganan TIndak Pidana Hukum Persaingan Usaha, Jurnal Persaingan Usaha Edisi 5 Tahun 2011, hlm. 91. 181
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
73
dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi”. Penyidik dalam pasal tersebut merupakan pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undangundang untuk melakukan penyidikan, sesuai dengan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981. KPPU memiliki kewenangan untuk memanggil pelaku usaha, saksi, saksi ahli atau setiap orang, tetapi kewenangan tersebut tidak menyertakan sanksi bagi orang yant tidak memenuhi panggilan tersebut. Oleh karena itu, KPPU tidak dapat memaksakan pihak-pihak tersebut untuk memenuhi panggilan tersebut. Kewenangan lain KPPU yang dikatakan menyerupai lembaga legislatif dikarenakan berdasarkan kewenangannya, komisi dapat membuat peraturanperaturan. Menurut Erman Radjagukguk, Peraturan Komisi (Perkom) yang dikeluarkan KPPU tidak dapat mengikat secara eksternal. Jadi, KPPU hanya berwenang untuk menerbitkan peraturan yang mengikat internal KPPU sendiri. Selain itu, apabila Perkom yang diterbitkan adalah untuk memperjelas isi undang-undang dan tidak mengadakan peraturan baru, hal itu dibolehkan. 184 Adapun kewenangan yang menyerupai lembaga eksekutif pada kewenangan KPPU untuk dapat melaksanakan atau mengeksekusi kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Anti Monopoli serta peraturan pelaksanaannya termasuk pengaturan yang dibuat oleh komisi dalam rangka pengimplementasian hukum persaingan usaha di Indonesia. 185 Apabila melihat Pasal 44 dan Pasal 45 UU no. 5 tahun 1999, pasal-pasal tersebut banyak berbicara kaitannya dengan peradilan. Masalah yang dihadapi adalah UU No. 5 Tahun 1999 memberikan kewenangan yang besar kepada KPPU, dimana dalam undang-undang tersebut terdapat aspek pidana dan aspek administrasi sehingga di dalam pelaksanaannya arus ditetapkan suatu batasan apakah KPPU merupakan suatu badan peradilan dalam arti kekuasaan kehakiman.
184
Erman Radjagukguk, Draft Peraturan KPPU tentang RAngkap Jabatan Tidak Memuat Pranotifikasi, <www.hukumonline.com>, diakses 5 Januari 2012. 185 Lukman Hakim, Locit
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
74
Berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan: “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.” Badan peradilan adalah badan yang termasuk di dalam kekuasaan kehakiman sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945, antara lain Peradilan Pajak, Peradilan Niaga, Peradilan Hak Asasi Manusia dan kesemuanya itu mempunyai tempat dan pegangan pada Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945. Itulah yang disebut badan peradilan, tetapi di samping itu banyak juga badan-badan yang secara formal organisatoris bukan kekuasaan kehakiman tetapi badan tersebut mempunyai kewenangan untuk menjatuhkan sanksi dan hukuman. Salah satunya adalah KPPU. Dikaitkan dengan kewenangan luar biasa yang diberikan KPPU berdasarkan Pasal 36 Huruf j yang mengatakan bahwa KPPU dapat memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat, Pasal tersebut menjadi kontradiktif dengan arti dari kata “Putusan” sebagaimana diartikan dalam peraturan perundang-undangan seperti dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dimana secara garis besar dapat dikatakan bahwa yang berwenang untuk melaksanakan kekuasaan kehakiman hanyalah sebuah lembaga Pengadilan. Hal tersebut di atas tentunya akan menimbulkan kerancuan dan ketidakpastian hukum dalam proses penegakkan hukum persaingan usaha, bahkan dikhawatirkan akan terjadi keadaan yang lebih buruk lagi yakni terhambatnya pertumbuhan ekonomi nasional akibat dari adanya ketidakpastian hukum tersebut.186 Upaya KPPU dalam menegakkan amanat UU No. 5 Tahun 1999 masih mengalami banyak kekurangan dalam hukum acara yang harus dibenahi demi menciptakan iklim yang sehat dan jujur serta upaya menciptakan lembaga hukum
186
Sigit Handoyo Subagiono, dalam Paper Tinjauan Yuridis Terhadap Kewenangan Luar Biasa KPPU Dalam Memberikan Putusan, hlm 6.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
75
yang bersih dan terpecaya. KPPU sesungguhnnya merupakan harapan yang cerah bagi masyarakat khususnya pelaku usaha dalam menciptakan iklim persaingan sehat di Indonesia. 2.4.3 Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Indonesia Berdasarkan seluruh tugas yang diamanatkan oleh UU No. 5 Tahun 1999, penegakan hukum adalah tugas utama dari seluruh tugas yang diberikan kepada KPPU. Tugas tersebut dilaksanakan melalui penanganan perkara pelanggaran terhadap UU No. 5 Tahun 1999 di mana proses penanganan perkara di KPPU dilakukan melalui berbagai tehapan, hal ini dapat dilihat dalam skema penanganan perkara oleh KPPU.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
76
Gambar 2.2: Tahapan Proses Penyelesaian Sengketa Dalam Putusan KPPU
Penyidikan Inisiatif KPPU
Laporan
Pemeriksaan Pendahuluan
Pemeriksaan Lanjutan
tidak menerima putusan Kasasi ke MA
keberatan PN Pembuatan Putusan
menerima putusan
Pembacaan Putusan
dilaksanakan tidak ada keberatan
Penetapan Eksekusi oleh PN
Pelaksanaan
Selesai
tidak dilaksanakan Diserahkan kepada penyidik
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
77
Tata cara penanganan perkara diatur dalam Bab VII mulai dari Pasal 38 sampai dengan Pasal 46. Dari rumusan ketentuan Pasal 38 tersebut, dapat diketahui bahwa tidak hanya pihak yang dirugikan saja, sebagai akibat dari terjadinya pelanggaran terhadap undang-undang ini, yang dapat melaporkan secara tertulis kepada KPPU dengan keterangan lengkap dan jelas tentang telah terjadinya pelanggaran serta kerugian yang ditumbulkan, melainkan juga setiap orang yang mengetahui telah terjadi atau patut diduga telah terrjadi pelanggaran terhadap undang-undang ini dapat melaporkan secara tertulis kepada KPPU dengan keterangan yang jelas tentang telah terjasinya pelanggaran, dengan menyertakan identitas pelapor. Jelas bahwa pelanggaran yang dilakukan atas undang-undang ini bukanlah delik yang bersifat aduan dari pihak yang dirugikan. Atas dasar ketentuan tersebut maka pemeriksaan yang dilakukan KPPU terdiri dalam dua tahap, yaitu:187 a) Pemeriksaan Pendahuluan Berdasarkan Pasal 39 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999, dimana jangka waktunya adalah 30 hari sejak tanggal surat penetapan dimulainya suatu pemeriksaan pendahuluan. Pemeriksaan pendahuluan ini didasarkan pada dua hal, yaitu: 1. Pemeriksaan atas dasar inisiatif; Pemeriksaan atas dasar inisiatif dilakukan atas dasar inisiatif KPPU sendiri yang tidak didsarkan pada laporan dari pihak yang merasa dirugikan sesuai dengan ketentuan Pasal 40 UU No. 5 Tahun 1999 dalam pemeriksaan atas dasar inisiatif KPPU pertama-tama akan membentuk Majelis Komisi untuk melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha dan saksi-saksi. Majelis Komisi kemudian dengan surat penetapan menetapkan dimulanya
pemeriksaan
pendahuluan,
pemeriksaan
pendahuluan
dilakukan untuk mendapatkan pengakuan terlapor berkaitan dengan dugaan pelanggaran yang dituduhkan dan/atau mendapatkan bukti awal 187
Destivano Wibowo dan Harjon Sinaga, Hukum Persaingan Usaha, (Jakarta: Rajawali Press, 2005), hlm. 18.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
78
yang cukup mengenai dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh terlapor serta merekomendasikan pada komisi untuk menetapkan perlu atau tidaknya dilakukan pemeriksaan lanjutan. 2. Pemeriksaan atas dasar laporan. Pemeriksaan atas dasar laporan ini adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh KPPU karena adanya laporan yang disampaikan baik karena ada laporan masyarakat maupun dari pelaku usaha yang dirugikan oleh tindakan pelaku usaha yang dilaporkan. Segera setah laporan yang diterima oleh KPPU dianggap telah lengkap, oleh KPPU menetapkan Majelis Komisi yang akan melakukan pemeriksaan dan penyelidikan kepada pelaku usaha yang dilaporkan dengan surat keputusan. Berdasarkan Pasal 38 ayat (3) UU Anti Monopoli, identitas setiap orang yang melaporkan mengenai telah terjadinya pelanggaran terhadap UU Anti Monopoli, selain pihak yang dirugikan, wajib dirahasiakan oleh KPPU. b) Pemeriksaan Lanjutan Pemeriksaan lanjutan diatur dalam Pasal 39 UU No. 5 Tahun 1999, sebagai berikut: (1) Berdasarkan laporan, KPPU wajib melakukan pemeriksaan pendahuluan, dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah menerima laporan, KPPU wajib menetapkan perlu atau tidaknya dilakukan pemeriksaan lanjutan. (2) Dalam pemeriksaan lanjutan, KPPU wajib melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang dilaporkan. (3) KPPU wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dari pelaku usaha yang dikategorikan sebagai rahasia perusahaan. (4) Apabila dipandang perlu, KPPU dapat mendengar keterangan saksi, saksi ahli, dan/atau pihak lain.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
79
Kegiatan pemeriksaan lanjutan diatur dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 54 Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 1 tahun 2010, hal ini dilakukan untuk menemukan ada tidaknya bukti pelanggaran yang dituduhkan kepada terlapor, maka Tim Pemeriksa Lanjutan melakukan serangkaian kegiatan berupa: a. Memeriksa dan meminta keterangan Terlapor; b. Memeriksa dan meminta keterangan dari saksi, saksi ahli dan instansi pemerintah; c. Memintah, mendapatkan dan menilai surat, dokumen atau alat bukti lain; d. Melakukan penyelidikan terhadap kegiatan Terlapor atau pihak lain terkait deengan dugaan pelanggaran. c) Sidang Majelis Komisi Dalam Pasal 52 Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 1 Tahun 2006,
bahwa
“Sidang
Majelis
Komisi
dilakukan
untuk
menilai,
menyimpulkan dan memutuskan perkara berdasarkan bukti yang cukup tentang terlah terjadi atau tidak terjadinya pelanggaran”, yaitu pelanggaran terhadap UU No. 5 Tahun 1999. d) Putusan Komisi Setelah melalui pemeriksaan pedahuluan, pemeriksaan lanjutan dan sidang komisi, maka Majelis Komisi harus membuat putusan komisi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 43 ayat (3) dan (4) UU No. 5 Tahun 1999. Selanjutnya dalam memutuskan perkara yang dilakukan melalui musyawarah, daitur dalam Pasal 55 Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 1 Taahun 2006, sebagai berikut: 1. Pengabulan Putusan Komisi dilakukan melalui musyawarah untuk mufakat; 2. Apabila musyawarah tidak mencapai mufakat, Putusan diambil melalui pemungutan suara;
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
80
3. Putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berdasarkan mayoritas Anggota Majelis. Pengambilan putusan melalui sidang majelis merupakan hal yang biasa dan juga dilakukan oleh komisi-komisi negara lain seperti Amerika Serikat.188 Konsep pengaturan di atas sangat dipengaruhi oleh pengaturan pengambilan keputusan sidang majelis pada peradilan umum dimana suatu putusan dikatakan sebagai putusan majelis hakim, walaupun mungkin ada anggota majelis yang tidak setuju terhadap putusan tersebut. Dalam Pasal 44 UU No. 5 tahun 1999 menyatakan bahswa Putusan KPPU yang telah diterima oleh pelaku usaha, dalam jangka waktu 30 hari sejak diterimanya
pemberitahuan
putusan
tersebut,
pelaku
usaha
wajib
melaksanakannya dan melaporkan pelaksanannnya kepada KPPU. Namun, apabila kewajiban KPPU tidak dijalankan oleh pelaku usaha, KPPU akan menyerahkan putusan tersebut kepada penyidik untuk disidik sesuai dengan ektentuan perundang-udangan yang berlaku. Putusan KPPU dapat dijadikan sebagai bukti permulaan yang cukup bagi penyidik untuk melakukan penyidikan. Dalam penetepan putusan, KPPU berwenang untuk menjatuhkan sanksi kepada pihak yang berlasah berupa tindakan administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU Anti Monopoli. Berdasarkan Pasal 2 Perkom No.4 Tahun 2009 tentang Pedoman Tindakan Administratif Sesuai Ketentuan Pasal 47 UU Anti Monopoli, yang menyebutkan bahwa: (a) Pelaku usaha atau pihak lain yang berkepentingan dalam memahami Pasal 47 UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; (b) KPPU sendiri dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dan 36 UU No. 5 Tahun 1999 jo. Pasal 4 dan 188
Rahmadi Usman, Hukum Persangan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Graham Media Pustaka Utama, 204), hlm. 136.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
81
Pasal 5 Keppres No. 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Dalam Pedoman Pasal 47 ditentukan bahwa dalam menentukan besaran denda, KPPU menempuh 2 (dua) langkah yaitu (i) menentukan besaran nilai dasar dan (ii) melakukan penyesuaian dengan menambahkan atau mengurangi besaran nilai dasar tersebut. Nilai dasar denda akan terkait dengan proporsi dari nilai penjualan, tergantung dari tingkat pelanggaran, dikalikan dnegan jumlah tahun pelanggaran. Penentuan tingkat pelanggaran akan dilakukan secara
kasus
perkasus
untuk
setiap
tipe
pelanggaran,
dengan
mempertimbangkan seluruh situasi yang terkati dengan kasus terebut.189 Dalam menentukan proporsi tersebut, KPPU harus mempertimbangkan berbagai macam faktor, seperti skala perusahaan; jenis pelanggaran; gabungan pangsa pasar dari para Terlapor; cakupan wilayah geografis pelanggaran; dan telah atau belum dilaksanakannya pelanggaran tersebut. Sedangkan terkait penyesuaian, Pedoman Pasal 47 menentukan KPPU dapat mempertimbangkan keadaan yang menghasilan penambahan atau pengurangan nilai dasar denda tersebut, seperti Terlapor mengulangi pelanggaran yang sama (memberatkan) atau Terlapor bersikap baik dan kooperatif (meringankan). 190 Dalam praktik, KPPU sering kali mendasarkan penentuan besaran denda pada konsep yang tidak jelas dan bahkan mengabaikan ketentuan yang dibuatnya sendiri. Pembuktian dari hal-hal tersebut akan penulis bahas dalam bab selanjutnya. e) Eksekusi Putusan Terhadap putusan KPPU dapat dilakuakan dengan dua cara, yaitu: 1. Eksekusi secara sukarela 2. Eksekusi secara paksa
189
Peraturan KPPU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pedoman TIndakan Administratif Sesuai Ketentuan Pasal 47 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, hlm. 8. 190 Ibid, hlm. 9.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
82
Eksekusi ini dilaksanakan secara paksa dengan dua cara yaitu:191 a. KPPU meminta penetapan eksekusi terhadap pengadilan negeri; b. KPPU menyerahkan putusa tersebut untuk dilakukan penyidikan. Pembentukan UU No. 5 Tahun 1999 memiliki dua aspek hukum, yaitu aspek hukum perdata dan pidana. Permintaan eksekusi kepada PN adalah melaksanakan sanksi administrative yang dikenakan KPPU, sebagimana idmaksud dalam Pasal 47 UU No. 5 Tahun 1999, bersifat perdata. Sedangkan penyerahan putusan KPPU kepada penyidik adalah merupakan upaya penerapan sanksi pidana kepada pelaku usaha yang diduga telah melanggar tindak pidana berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999, penyerahan ini dilakukan karena KPPU tidak berwenang menjatuhkan sanksi pidana kepada pelaku usaha tetapi ini merupakan wewenang peradilan umum. Dalam praktik, pelaksanaan Eksekusi Putusan KPPU kerap kali mengalami hambatan terutama dalam bentuk ketidakpastian eksekusi. KPPU cenderung mengharapkan pelaksanaan putusan oleh pelaku usaha Terlapor secara sukarela. Berdasarkan Pasal 68 ayat (2) Perkom No.1 Tahun 2010 yaitu “Dalam rangka menjamin efektifitas Putusan, Komisi dapat mengambil langkah-langkah lain dilluar upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Pasal ini menentukan KPPU dapat melakukan tindakan selain mengajukan permintaan penetapan eksekusi, salah satunya melalui komunikasi persuasif dengan pelaku usaha. Hal ini berbeda dengan Pasal 46 UU Anti Monopoli yang tidak menyebutkan menengai pelaksanaan eksekusi putusan KPPU selain dengan meminta penetapan eksekusi kepada PN. Terhadap putusan KPPU, Pasal 44 ayat (1) UU Anti Monopoli192 mengatur bahwa Terlapor memiliki kewajiban untuk melaksanakan dan menyampaikan
191
I Ketut Karmi Nurjaya, Peranan KPPU Dalam Menegakkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha TIdak Sehat, Jurnal DInamika Hukum Vol. 9 no. 1 Januari 2009, hlm. 88.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
83
laporan pelaksanaannya kepada KPPU dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak menerima pemberitahuan putusan. Penjelasan pasal tersebut menerangkan 30 (tiga puluh) hari dihitung sejak diterimanya putusan KPPU oleh Terlapor atau kuasa hukumnya. Ketentuan tersebut berbeda dengan yang terdapat dalam Pasal 66 ayat (1) Perkom No. 1 tahun 2010 193 yang menyatakan “Terlapor wajib melaksanakan Putusan Komisi dan menyampaikan laporan pelaksanaannya kepada Komisi paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya jangka waktu pengajuan keberatan”. Hal ini menyimpulkan adanya ketidakharmonisan pengaturan antara Perkom No. 1 tahun 2010 dengan UU No. 5 tahun 1999 yang sangat mungkin akan menimbulkan permasalahan dalam kepastian hukum. BANDING Permasalahan yang lain muncul ketika pihak yang diputus bersalah oleh KPPU mengajukan banding ke PN. Penyelesaian perkara persaingan usaha pada tingkat banding dilakukan oleh PN, PN dapat menangani: a) Pengajuan keberatan atas putusan KPPU; b) Penetapan eksekusi putusan atas putusan yang telah diperiksa; c) Pelimpahan perkara dari penuntut umum terhadap putusan KPPU yang tidak dijalankan oleh terlapor ke PN. Dalam UU Anti Monopoli tidak dijelaskan lebih lanjut mengenai ketentuan dan tata cara pengajuan banding. Undang-undang hanya menyebutkan bahwa jangka waktu pemeriksaan maksimal empat hari sejak diterimanya keberatan dan jangka
192
Pasal Pasal 44 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999 berbunyi “Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak pelaku usaha menerima pemberitahuan putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (4), pelaku usaha wajib melaksanakan putusan tersebut dan menyampaikan laporan pelaksanaannya kepada Komisi”. 193 Pasal 66 ayat (1) Perkom No. 1 Tahun 2010 berbunyi “Dalam hal Terlapor tidak mengajukan keberatan terhadap Putusan Komisi sampai dengan lewat waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 665, maka Terlapor wajib melaksanakan Putusan Komisi dan menyampaikan laporan pelaksanaannya kepada Komisi paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya jangka waktu pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65”.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
84
waktu penjatuhan putusan maksimal 30 hari sejak dimulai pemeriksaan. 194 Pengajuan keberatan kemudian diatur pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 03 Tahun 2005 yang mengatur mengenai beberapa hal yang berhubungan dengan tata cara pengajuan upaya hukum keberatan terhadap putusan KPPU. Terdapat
beberapa
permasalahan
dengan
diterbitkannya
Perma
ini.
Berdasarkan Pasal 2 Butir 1 Perma No. 03 Tahun 2005 menyebutkan bahwa “Keberatan terhadap Putusan KPPU hanya diajukan oleh Pelaku Usaha Terlapor kepada Pengadilan Negeri ditempat kedudukan hukum usaha Pelaku Usaha tersebut”. Dalam hal ini timbul pertanyaan mengenai hak para pelapor untuk mengajukan banding atau tidak yang tidak dijelaskan apabila KPPU menyatakan tidak ada pelanggaran. Pasal 6 Perma No. 03 Tahun 2005 yang menyebutkan bahwa “Dalam hal Majelis Hakim berpendapat perlu pemeriksaan tambahan, maka melalui putusan sela memerintahkan kepada KPPU untuk dilakukan pemeriksaan tambahan”. Terhadap ketentuan pasal tersebut timbul keraguan pada hasil pemeriksaan tambahan yang dilakukan oleh KPPU, baik tambahan berupa dokumen dan juga tambahan berupa saksi-saksi yang diperintahkan PN. Dapat pasti dokumen-dokumen maupun saksisaksi yang meringankan pelaku usaha yang mengajukan banding akan menjadi sia-sia karena tidaklah mungkin KPPU dalam melakukan pemeriksaan tambahan yang memperlemah putusannya sendiri. Tentu saja KPPU akan memperkuat putusan yang diajukan banding oleh pelaku usaha, karena posisi KPPU merupakan pihak dalam perkara banding di PN. Dalam Pasal 42 UU Anti Monopoli, alat-alat bukti pemeriksaan komisi berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan/atau dokumen, dan keterangan pelaku usaha. Maka, tidaklah dimungkinkan bagi KPPU untuk menggunakan indirect evidence dalam pembuktian. America Serikat menggunakan indirect evidence dengan sangat hati-hati, hanya untuk pelanggaran-pelanggaran yang termasuk pelanggaran kriminal. 194
Pasal 45 Ayat (2) Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Praktek Anti Monopoli dan Persangan Usaha TIdak Sehat.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
85
Ketidak konsistenan hukum acara, khususnya mengenai penggunaan alat bukti, sangat mungkin menimbulkan masalah terkait pertimbangan atau pengambilan keputusan. Tidak jarang putusan KPPU hanya mengedepankan alat bukti indirect evidence dimana pembuktian tersebut sangatlah lemah di hadapan hukum acara perdata yang lebih mengedepankan hard evidence. Maka, dalam praktek, tidak sedikit putusan KPPU yang akhirnya dibatalkan oleh pengadilan negeri yang memeriksa perkara Keberatan.195 Pembentuk suatu komisi dengan kewenangan yang cukup luas seperti KPPU diperlukan ketentuan-ketentuan hukum acara yang sangat lengkap. Memang walaupun pada akhirnya KPPU memiliki kewenangan yang luas dimana kewenangan-kewenangan yang luas tersebut harus tetap ada batasnya. KPPU sering melanggar banyak kewenangan sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum.
195
HMBC Rikrik Rizkiyana, et.al, Catatan Kritis Terhadap Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia, hlm. 42, <www.ri-advocates.com>, diakses 5 Januari 2013.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
BAB 3 PERANAN KPPU DALAM PENANGANAN PERKARA PERSAINGAN USAHA DIBANDINGKAN DENGAN AMERIKA SERIKAT, AUSTRALIA, PERANCIS dan JEPANG
3.1
Putusan Perkara Persaingan Usaha oleh KPPU Pada bab ini akan diuraikan mengenai peranan KPPU dalam penyelesaian
persaingan usaha dibandingkan dengan Amerika Serikat, Australia, Perancis dan Jepang. Uraian ini akan dijelaskan melalui beberapa kasus yang telah ditangani oleh KPPU. 3.1.1 Putusan KPPU Nomor 17/KPPU-I/2010 Terhadap Perseroan Terbatas (PT.) Pfizer Indonesia dan Perseroan Terbatas (PT.) Dexa Medica atas Dugaan Kartel Obat Anti Hipertensi dengan Kandungan Amlodipine Besylate. 196 Pada dugaan pelanggaran ini, para pelaku usaha yang diduga melakukan pelanggaran dan ditetapkan sebagai terlapor adalah PT. Pfizer Indonesia (Terlapor I), PT. Dexa Medica (Terlapor II), Pfizer Inc. (Terlapor III), Pfizer Overseas LLC – d/h. Pfizer Overseas Inc. (Terlapor IV), Pfizer Global Trading – co. Pfizer (Terlapor V) dan Pfizer Corporation Panama (Terlapor VI). Kelompok Usaha Pfizer dengan PT. Dexa Medica diduga melakukan pelanggaran Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999 yaitu menetapkan Anti Hipertensi dengan Zat Aktif Amlodipine Besylate. Pfizer Inc. adalah induk dari Pfizer Corporation Panama sebagai pemegang saham mayoritas dari PT. Pfizer Indonesia. Pfizer Inc. adalah pemegang paten zat aktif Amlodipine Besylate, dengan Nomor Paten ID 0 000 321 tertanggal 10 November 1995, masa berlaku patern adalah 20 tahun sejak tanggal permintaan patern yaitu tanggal 3 April 1987, maka masa paten berakhir tanggal 3 April 2007. PT. Pfizer Indonesia mempunyai kewenangan terhadap operasional Pfizer Inc. di Indonesia termasuk pemasaran, penjualan dan produksi secara terbatas, sedangkan 196
Putusan KPPU, <www.kppu.goi.id>, diakses 12 September 2012.
86 UNIVERSITAS INDONESIA
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
87
keputusan bisnis terkait raw material merupakan kewenangan Pfizer Inc. PT. Pfizer Indonesia memiliki produk dalam kategori obat anti hipertensi dengan bahan dasar Amlodipine Besylate. Pfizer inc. dan Pfizer Indonesia tidak memiliki perjanjian lisensi antara tahun 1990-2007, mengacu pada fakta bahwa Pfizer Indonesia merupakan afiliasi dari Pfizer Inc dan oleh sebab itu dapat menggunakan paten dan merek dagang tersebut. Pada tanggal 12 Desember 1995, PT. Dexa Medica mempunyai izin edar obat yang mengandung zat aktif Amlopidine Besilate dengan Merek Tensivask sediaan 5 mg dengan Nomor Pendaftaran DKL 9405014110A1. Bahan baku zat aktif Amlopidine Besylate yang dipergunakan untuk memproduksi Tensizask pada tahun 1955 didapatkan oleh PT. Dexa Medica dari Eropa. Kemudian, Pfizer Inc. melalui PT. Pfizer Indonesia mengumumkan (somasi) terjadi pelanggaran paten atas zat aktif Amlopidine Besylate yang dilakukan oleh PT. Dexa Medica. Penyelesaian sengketa paten dilakukan PT. Dexa Medica dengan menemui PT. Pfizer Indonesia untuk menanyakan kemungkinan pembelian bahan baku zat aktif Amlopidine Besylate kepada Pfizer Inc. Untuk menyelesaikan pelanggaran atas paten Amlopidine Besylate yang dimiliki leh Pfizer Inc, maka PT. Dexa Medica melakukan Supply Agreement atau perjanjian pemasokan bahan baku dengan Pfizer Overseas LLC (d/h Pfizer Overseas Inc.) yang merupakan anak perusahaan dari Pfizer Inc. Dalam pelaksanaan Supply Agreement, yang menerima Planing Order, memberikan persetujuan supplu, mengirimlan zat aktif Amlopidine Besylate, menerbitkan invoice packing list, dan memberikan certificate of analysis kepada PT. Dexa Medica adalah Pfizer Global Trading yang merupakan bagian dari Pfizer Overseas LLC (d/h Pfizer Overseas Inc.). Berdasarkan Supply Agreement, semua bentuk komunikasi dari PT. Dexa Medica dengan Pfizer Overseas LLC. Disampaikan tembusan ke PT. Pfizer Indonesia, yaitu Presiden Direktur. Setelah masa paten berakhir, PT. Dexa Medica berhak memberli zat Amlodipine Besylate dari supplier manapun, namun PT. Dexa Medica tetap membeli za tersebut dari Pfizer Overseas Inc. dengan pertimbangan bahwa PT. Dexa Medica
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
88
ingin memastikan mempertahankan efek klinis Tensivask yang sama pada saat sebelum dan sesudah paten. Dalam pendistribusian Novask dan Tensivask, PT. Pfizer Indonesia dan PT. Dexa Medica sama-sama menggunakan PT. Anugerah Argon Medica. PT. Anugerah Argon Medica merupakan anak perusahaan dari PT. Dexa Medica dengan kepemilikan saham sebesar 98.13%. Perjanjian kerjasama distribusi antara PT. Dexa Medica dan PT. Anugerah Argon Medica dibuat pada tanggal 30 November 1999 oleh PT. Dexa Medica dan PT. Anugerah Argon Medica yang berlaku selama 1 (satu) tahun sejak Desember 1999. Pfizer Distribution Agreement dibuat oleh PT. Pfizer Indonesia dan PT. Anugerah Argon Medica pada tanggal 22 November 1996. Perjanjian distribusi antara PT. Pfizer Indonesia dengan PT. Anugerah Argon Medica ini tidak hanya meliputi Norvask saja, melainkan juga obat-obatan lainnya. Berdasarkan Pasal 40 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999, KPPU dapat melakukan pemeriksaan berdasarkan inisiatif sendiri apabila ada dugaan terjadi pelanggaran. perdata yang diterima KPPU dari PT. IMS Health, selaku penyedia layanan survey produk kesehatan, kenaikan harga Norvask dan Tensivask terjadi secara berkala. Pasca paten berakhir muncul perusahaan-perusahaan lain yang memproduksi obat anti hipertensi dengan zat aktif Amlopidine Besylate, namun dari sisi penjualan per volume atau unit, merek Norvask dan Tensivask dalam berbagai kemasan, tetap menjadi obat yang banyak diresepkanoleh dokter. Muncul dugaan kartel yang terjadi antara PT. Pfizer Indonesia dan PT. Dexa Medica dalam penjualan obat yang berbahan dasar Amlopidine Besilate. PUTUSAN KPPU 1) PT. Pfizer Indonesia, Pfizer Inc., Pfizer Overseas LLC., PT. Pfizer Global Trading dan Pfizer Corporation Panama terbukti secara sah dan meyakinkan lemanggar Pasal 5, Pasal 11, Pasal 16, Pasal 25 ayat (1) huruf a UU No. 5 Tahun 1999.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
89
2) PT. Dexa Medica terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5, Pasal 11, Pasal 16 UU No. 5 Tahun 1999. 3) Memerintahkan kepada PT. Pfizer Indonesia untuk menurunkan harga obat Norvask sebesar 65 % dari HNA samoai saat outusan berkekuatan hukum tetap. 4) Memerintahkan kepada PT. Dexa Medica untuk menurunkan harga obat Tensivask sebesar 60% dari HNA sampai saat putusan berkekuatan hukum tetap. 5) PT. Pfizer Indonesia membayar denda RP 25.000.000.000,- yang harus disetor ke Kas Negara 6) PT. Dexa Medica membayar denda sebesar RP 20.000.000.000,-yang harus disetor ke Kas Negara. Atas dasar putusan KPPU tersebut, para terlapor, PT. Pfizer Indonesia, Pfizer Inc., Pfizer Overseas LLC., Pfizer Global Trading dan Pfizer Corporation Panama dan PT. Dexa Medica mengajukan keberatan terhadap putusan KPPU No. 17/KPPUI/2010. Permohonan keberatan tersebut kemudian di daftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta pusat tertanggal 3 November 2012 dengan Nomor: 05/KPPU/2010/PN/Jkt.Pst. Dalam rapat Permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada hari Rabu, tanggal 31 Agustus 2011, memutuskan untuk mengabulkan permohonan keberatan yang diajukan oleh Pemohon Keberatan I, II, III, IV, V, dan VI untuk seluruhnya dan membatalkan putusan KPPU Nomor. 17/KPPU-I/2010 tertanggal 27 September 2010 untuk seluruhnya. KPPU sebagai pihak yang kalah dalam putusan Pengadilan Negeri atas kasus ini, mengajukan kasasi ke MA, yang kemudian ditolak oleh MA berdasarkan Putusan Perkara Nomor Register 294 K/PDT.SUS/2012.197 Putusan kasasi ini menguatkan putusan pada tingkat pertama di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang telah mengabulkan keberatan Kelompok Usaha Pfizer dan PT Dexa Medica atas putusan KPPU. Putusan KPPU dibatalkan karena melanggar keputusan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat serta UU Nomor 14 Tahun 2001 Lembaran Negara RI Nomor 109 tentang Paten. 197
MA Tolak Permohonan Kasasi KPPU Terkait Kartel Obat, <www.tribunnews.com>, diakses 12 September 2012.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
90
Dengan mempelajari putusan KPPU dalam perkara di atas, ditemukan beberapa persoalan sebagai berikut: a)
KPPU dalam memutus perkara ini menggunakan indirect evidence. Dalam kasus ini, KPPU sebagai komisi persaingan yang menyatakan bahwa
PT. Pfizer dan PT. Dexa Media melakukan perjanjian kartel menggunakan indirect evidence dalam pembuktiannya. Seperti yang telah dijelaskan dalam bab sebelumya bahwa dalam menyimpulkan alat bukti yang digunakan adalah ketentuan hukum acara perdata, yang mana indirect evidence tidak dikenal dalam hal ini. Putusan KPPU hanya mengedepankan alat bukti indirect evidence dimana pembuktian tersebut sangatlah lemah di hadapan hukum acara perdata yang lebih mengedepankan hard evidence. Dengan kata lain, petunjuk merupakan alat bukti yang bergantung kepada alat bukti lain. Jika tidak ada alat bukti lain yang menunjukan adanya pelanggaran UU Anti Monopoli, maka KPPU tidak dapat menyatakan adanya petunjuk perlanggaran tersebut sedangkan indirect evidence berdiri sendiri tanpa ada kaitannya dengan alat bukti lain dan lebih mengarah kepada dugaan, penafsiran atau interpretasi, dan logika. Dalam kasus ini KPPU tidak dapat membuktikan secara sah dan meyakinkan dengan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah tentang adanya perjanjian, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang dimaksudkan untuk menetapkan harga dan kartel. Putusan KPPU tersebut kemudian dibatalkan oleh pengadilan negeri yang memeriksa upaya hukum banding yang diajukan pelaku usaha Terlapor dengan pertimbangan, salah satunya, alat bukti indirect evidence tidak dikenal dalam peraturan perundang-undangan. Berbeda dengan Indonesia, Amerika Serikat mengenal alat bukti indirect evidence. Dalam yuridiksi Amerika Serikat tidak mengharuskan pembuktian bahwa pelaku usaha menandatangani atau menyatakan perjanjian secara tertulis. Penetapan harga, persekongkolan tender, kartel, and perjanjian lainnya dapat dibuktikan baik oleh bukti langsung, seperti kesaksian pelaku tersebut, atau dengan bukti tidak langsung, seperti tawaran yang mencurigakan, contohnya, laporan biaya perjalanan,
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
91
rekaman telepon, catatan harian bisnis. Sadar akan tanggung jawab atas rencana jahat, dapat dibuktikan dengan bukti langsung maupun tidak langsung. 198 Ada dua jenis bukti tidak langsung, yaitu bukti komunikasi dan bukti ekonomi, yaitu:199 Communication Evidence: bukti bahwa pelaku kartel telah bertemu atau berkomunikasi, tetapi tidak mengutarakan isi pokok komunikasi mereka. Ini meliputi, rekaman percakapan telepon antara pelaku kartel, namun tidak temasuk isi pokok yang sebenarnya dari komunikasi tersebut. Selain itu, perjalanan dalam partisipasi rapat. Bukti lain yang menunjukan komunkasi mengenai kartel, seperti waktu pertemuan membahas tentang pemanfaatan harga permintaan atau kekuatan harga, dokumen internal yang membuktikan pengetahuan ataau pemahaman strategi harga pesaing, seperti pengetahuan harga yang akan datang. Economic
Evidence:
pertama,
ekonomi
dapat
membantu
untuk
mengidentifikasi pasar yang cenderung terkartelisasi. Kedua, kartel dapat dibuktian pada bukti ekonomi. Dengan kata lain, ekonomi dapat membantu untuk, membuktikan adanya kartel dengan menganalisis perilaku pelaku usaha di pasar. Indirect evidence diterapkan diberbagai negara, termasuk Australia& Jepang, dengan keadaan yang berbeda. Dalam kasus antitrust terbaru di Amerika Serikat, otoritas persaingan cenderung menggunakan teknik ekonometrik, yang merupaka salah satu jenis bukti tidak langsung, untuk membuktikan adanya perjanjian penetapan harga, meskipun kebanyakan kasus, bukti ekonometrik diperlakukan sebagai suatu hal yang diperlukan namun tidak cukup untuk membuktikan adanya perjanjian penetapan harga. Di Amerika Serikat, kartel dituntut sebagai tindak pidana berdasarkan Sherman Act. Salah satu bagian Sherman Act menyebutkan bahwa “setiap perjanjian,
198
Shriya Lukee, Role of Circumstantial Evidence in the Prosecution of Cartels, hlm. 37 <www.cii.gov.in>, diakses 6 Januari 2013. 199 Ibid, diakses 6 Januari 2013.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
92
penggabungan dalam bentuk trust atau lainnya, atau konspirasi, yang menghalangi perdagangan atau perdagangan antara negara bagian, atau dengan bangsa asing, dinyatakan illegal. Pelanggaran Pidana Sherman Act dapat dihukum dengan denda hingga $100 juta untuk perusahaan terdakwa dan $1 juta bagi perseorangan. Denda juga dapat diatur dua kali lipat dari jumlah bruto atas kerugian para korban. Pelanggaran pidana oleh individu atas Sherman Act juga dapat dihukum sampai sepuluh tahun penjara. DOJ-AD biasanya memproses penuntutan hanya bila ada bukti langsung dari perjanjian yang melanggar hukum. Dalam kasus di mana terdakwa tidak mengaku, bukti langsung yang diajukan adalah kesaksian dari seorang pelaku kartel, yang menjadi pemohon kelonggaran, saksi yang kooperatif, termasuk juga video atau dokumen yang membuktikan perjanjian melanggar hukum. 200 Hanya dalam keadaan tertentu, DOJ-AD akan melanjutkan penuntutan pidana apabila kekurangan bukti. Salah satu kasus, seperti United States v. Champion International
Corporation,
yang
terlibat
persekongkolan
tender
dengan
perusagahaan-perusahaan kayu pada lelang yang diselenggarakan oleh US Forest Service. Sebelum waktu yang dicakup pada surat dakwaan, perusahaan tersebut sangat kompetitif. Sidang pengadilan menemukan bahwa pada waktu tertentu sidang berakhir ketika salah satu terdakwa tidak menemukan pesaingnya dalam pelelangan dan kemudian memutuskan untuk tidak menawarkan pada penjual lain. 201 Sidang pengadilan setuju dengan terdakwa bahwa pola penawaran baru telah berkembang oleh kekuatan ekonomi normal, kiranya tidak dalam perkembangan perjanjian kolusi. Awal dari hal ini, perwakilan para terdakwa mulai bertemu dan mendiskusikan penjualan mereka di masa datang dan keinginan mereka dari setiap perusahaan. Ada atau tidaknya kesepakatan yang dibuat pada pertemuan-pertemuan mengenai penawaran dengan cara apapun, tidak diragukan bahwa terdakwa memiliki kesepakatan tentang penawaran. Pengadilan Banding memperkuat pengadilan yang
200
Policy Roundtables Prosecuting Cartels within Direct Evidence 2006, hlm. 174, <www.oecd.org>, diakses 6 Januari 2013. 201 Ibid, diakses 6 Januari 2013.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
93
menemukan bahwa adanya bukti perjanjian, meskipun DOJ tidak mampu untuk menunjukan bukti langsung dari kesepakatan tersebut.202 Penegak hukum persaingan selalu berusaha untuk memperoleh bukti langsung dari perjanjian dalam penuntutan kasus kartel tetapi memang sulit untuk membuktikannya. Dalam penggunaan bukti tidak langsung, terdapat batas, karena bukti tersebut dapat ambigu, karena itu, harus diinterpretasikan secara benar oleh pene;iti, lembaga persaingan dan pengadilan. Terpenting adalah, bukti tersebut digunakan bersama dengan bukti langsung. 203 Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa dalam Pasal 8 Perma No. 03 Tahun 2005 yang menyebutkan “kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Mahkamah Agung ini, ukum Acara Perdara yang berlaku diterapkan pula terhadap Pengadilan Negeri”. Perma menyimpulkan bahwa alat bukti yang digunakan dalam pemeriksaan perkara banding adalah alat bukti yang dikenal dalam hukum acara perdata. Sebagaimana diatur Pasal 164 HIR, alat bukti dalam hukum acara perdata adalah surat, saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah. Maka, tidaklah dimungkinkan bagi KPPU untuk menggunakan indirect evidence dalam pembuktian. America Serikat menggunakan indirect evidence dengan sangat hati-hati, hanya untuk pelanggaran-pelanggaran yang termasuk pelanggarna criminal. Oleh sebab itu, apabila KPPU menggunakan indirect evidence dalam pembuktian perkara kartel atau lainnya, hukum persangan usaha di sini tidak dapat menggunakan pendekatan hukum acara perdata melainkan menggunakan pendekatan hukum acara tersendiri atau setidaknya menggunakan pendekatan hukum acara pidana. b)
KPPU melampaui kewenangannya Dalam putusannya, KPPU memerintahkan perusahaan farmasi nasional itu
menurunkan harga Tensivask sebesar 60 persen dari harga neto apotek. Putusan ini melanggar UU Anti Monopoli, yang tidak memberikan kewenangan kepada KPPU untuk menetapkan harga. 202 203
Ibid, diakses 6 Januari 2013. Ibid, hlm. 9, diakses 6 Januari 2013.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
94
Timbul banyak pertanyaan mengenai eksistensi dari kewenangan KPPU yang begitu besar. Menurut Prof. Hikmahanto, banyak putusan yang bermasalah ini disebabkan karena ketidak sinkronan antara pertimbangan hukum dan pertimbangan ekonomi. Selain itu, KPPU sebaiknya harus memisahkan ketiga fungsi eksekutif, legislative dan yudikatif secara internal. 204 c)
KPPU tidak paham mengenai pengecualian UU Anti Monopoli Dalam kasus ini, PT. Pfizer melakukan supply agreement adalah perjanjian
terkait hak atas kekayaan intelektual, sehingga termasuk dalam perjanjian yang dikecualikan dari ketentuan UU Anti Monopoli. Supply agreement yang dinyatakan KPPU sebagai bukti adanya kartel merupakan hal keliru, supply agreement tidak mengatur harga, produksi, pemasaran, dan distribusi Tensivask maupun Norvask.205 Berdasarkan Pasal 50 UU Anti Monopoli menyebutkan bahwa yang dikecualikan dari ketentuan undang-undang ini adalah perjanjian yang berkaitan dnegan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba; atau perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan; atau perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atua jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan. Apabila masalah sumber daya manusia yang tidak menguasai persaingan usaha ini dapat diperkecil dengan menghadirkan saksi-saksi ahli yang berkompeten di bidang persaingan usaha, dari segi hukum maupun ekonomi oleh KPPU sebagai pencerah perkara yang ditanganinya. Hal ini juga yang dilakukan FTC dalam penanganan perkara persaingan usaha. Supply Agreement diperbolehkan tetapi perbuatan tersebut harus dilakukan dengan tujuan usaha yang mendukung persaingan. Apabila perjanjian tersebut 204 205
Seminar Ikatan Keluarga Advokat universitas Indonesia, 8 Desember 2012. Ignatius Andy, Obat Generik Tapi Mahal, Gatra 14 Oktober 2010.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
95
merupakan hasil pemaksaan atau karena kekuatan pasar yang sedemikian rupa sehingga pemasok merasa tidak memiliki pilihan atas perjanjian, perjanjian tersebut dainggap anti persaingan.206 d)
KPPU sebagai pihak yang berperkara Pada tingkat banding, KPPU sebagai komisi pemutus perkara tersebut menjadi
pihak yang berperkara di PN. Menurut penulis, hal ini adalah tepat, karena FTC, ACCC, autoritie dan FTC pun merupakan pihak dalam perkara persaingan usaha. Selain itu menurut UU Anti Monopoli, setiap orang yang melaporkan atas terjadinya pelanggaran terhadap UU Anti Monopoli, selain pihak yang dirugikan, wajib dirahasiakan oleh KPPU. Apabila, KPPU tidak menjadi pihak, berarti kerahasiaan pelapor akan bocor kepada terlapor. Ketidak tepatan terjadi ketika bukti awal pemeriksaan yang merupakan putusan KPPU dikembalikan kepada KPPU untuk diperiksa lebih lanjut Kewenangan KPPU yang sangat luas dalam menegakkan hukum persaingan usaha, yang dimulai dengan menerima laporan atas dugaan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, melakukan penelitian, penyelidikan, memutuskan sampai menjatuhkan sanksi bagi pelaku usaha yang melanggar undang-undang, pada praktiknya dapat menimbulkan presumption of guilty dalam proses penegakkan hukum persaingan usaha di KPPU karena mungkin ada penghentian perkara atau perbedaan persepsi dalam praktik penegakan hukum persaingan usaha. Permasalahan mengenai prosedur penanganan perkara persaingan usaha juga pernah dialami oleh JFTC. Ketika prosedur penegakan perkara mulai diberlakukan pada tahun 2006, Keidanren, mewakili kelompok usaha mengkritik hal itu. Asosiasi, akademisi dan lainnya mengusulkan untuk mereformasi prosedur tersebut. Keidanren menyatakan bahwa prosedur pemutusan tidak adil karena JFTC yang melakukan penyelidikan, kemudian yang memperkarakan dan juga sebagai peninjau. 207
206
Agreement Between Supplier and Costumer, hlm, 266, <www.pli.edu>, diakses 6 Januari
2013. 207
Mitsuo Matsushita, Loc.cit, hlm. 527, diakses 6 Januari 2013.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
96
Oleh karena itu, pemeriksa dan komisaris JFTC tidak bisa diharapkan untuk membuat penilaian yang objektif dan jujur mengenai putusan yang mereka keluarkan. Keindanren menyatakan bahwa prosedur pemeriksaan administrasi harus dihapuskan dan digantikan dengan suatu prosedur di mana para pihak dapat langsung mengadakan permohonan kepada pengadilan.208 3.1.2 Putusan KPPU Nomor 35/KPPU-I/2010 Terhadap PT. Pertamina dkk. atas Proses Beauty Contest Proyek Donggi-Senoro. 209 Salah satu contoh penafsiran atas undang-undang dilakukan KPPU pada perkara Nomor 35/KPPU-I/2010 dengan terlapor adalah Pertamina dkk Perkara ini bermula dari KPPU terhadap PT Pertamina (Persero) dan tiga perusahaan lainnya yang mempersalahkan mereka melanggar Pasal 22 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Yang Sehat. KPPU memutuskan bahwa keempat perusahaan tersebut telah melakukan persekongkolan dan diskriminasi dalam pemilihan partner strategis. KPPU berpendapat, bahwa pemilihan partner itu yang dilakukan melalui “beauty contest” sama dengan pengadaan barang dan jasa. 210 Pasal 22 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 menyatakan: “Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat”. Istilah beauty contest tidak terdapat dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Istilah ini berasal dari kepustakaan Hukum Persaingan di luar negeri. Beauty Contest tidak sama dengan pemilihan mitra untuk mendapatkan calon partner guna mengembangkan suatu proyek. Pemilihan mitra tidak sama dengan tender pengadaan barang atau jasa. Pemilihan mitra tersebut tidak masuk dalam ruang lingkup Pasal 22 UndangUndang No. 5 Tahun 1999 karena pemilihan mitra adalah pemilihan calon partner 208 209 210
Ibid. Putusan KPPU, <www.kppu.goi.id>, diakses 12 September 2012. Perkara Nomor 35/KPPU-I/2010, <www.kppu.go.id>, diakses 109 Desember 2012.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
97
untuk membangun suatu usaha, bukan mengenai pengadaan barang/jasa. 211 Pemilihan partner sebagai mitra strategis dalam membangun suatu usaha didasarkan kepada kemampuan permodalan, keahlian, dan pengalaman calon partner tersebut untuk mengadakan investasi, bukan mengenai pengadaan barang/jasa. Menurut Erman Rajagukguk, tindakan melampaui kewenangan terkait penafsiran Pasal 22 yang dilakukan oleh KPPU. Seharusnya, KPPU tidak boleh menafsirkan suatu undang-undang, yang dapat menafsirkan undang-undang adalah hakim dalam rangka penemuan hukum. Pasal 22 mengatur tentang persekongkolan tender. Melalui Peraturan KPPU No 2 Tahun 2010, KPPU lalu memperluas penafsiran persekongkolan tender yang tidak hanya meliputi persekongkolan secara horizontal, tetapi juga vertikal. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 harus dirubah terlebih dahulu apabila ada perluasan penafsiran pada Pasal 22, satu-satunya yang dapat melakukan penafsiran dalam rangka penemuan hukum adalah hakim, bukanlah KPPU.212 Pada dasarnya, undang-undang bagi seorang hakim hanyalah teks yang belum selesai dan bukan teks yang sudah final. Undang-undang yang berisi norma hukum yang bersifat umum dan abstrak hanya mengatur secara garis besar hal-hal yang wajib dilakukan (obligattere), yang dilarang dilakukan (prohibere) dan yang boleh dilakukan (permittere).213 Karena itulah undang-undang bagi penyelenggara pemerintahan bukan teks yang sudah selesai, tetapi masih perlu diatur lebih lanjut dengan delegated legislations, sebagai secondary legislations. Oleh karena undangundang merupakan salah satu unsur dari sistem hukum, maka sifat dasar sistem hukum juga menjadi sifat dasar undang-undang. 214
211
Erman Rajagukguk, Komentar Putusan Nomor 34/PDT.G/KPPU/2011/PN.JKT.PST.: Pemilihan Partner Usaha Tidak Sama Dengan Pengadaan Barang dan Jasa, <www.jurnalhet.com>, diakses 19 Desember 2012. 212 Akademisi Melarang KPPU Menafsirkan Undang-Undang, <www.hukumonline.com>, diakses 19 Desember 2012. 213 Anthon Freddy Susanto dalam A.A. Oka Mahendra, Penafsiran Undang-Undang dari Perspektif Penyelenggara Pemerintah, <www.djpp.depkumham.go.id>, diakses 19 Desember 2012. 214 Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, hlm. 13, <www.jimly.com>, diakses 19 Desember 2012.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
98
Dalam hukum, metode penafsiran atau interpretasi terdiri dari beberapa jenis, yaitu: a) Interpretasi Gramatikal; Titik tolak dalam penafsiran menurut bahasa adalah bahasa sehari-hari. Ketentuan atau kaidah hukum yang tertulis dalam undang-undang diberi arti menurut kalimat atau bahasa sehari-hari. Metode interpretasi ini disebut interpretasi gramatikal karena untuk mengetahui makna ketentuan undangundang dengan cara menguraikannya menurut bahasa, susunan kata atau bunyinya. Dalam interpretasi bahasa ini biasanya digunakan kamus bahasa atau dimintakan keterangan ahli bahasa sebagai narasumber. 215 b) Interpretasi Teleologis; Menafsirkan undang-undang dengan menyelidiki maksud pembuatan dan tujuan dibuatkannya undang-undang tersebut. Dengan interpretasi teleologis ini, undang-undang yang masih berlaku (tetapi sudah usang atau sudah tidak sesuai lagi) diterapkan terhadap suatu peristiwa, hubungan, kebutuhan dan kepentingan pada masa kini. Di sini, peraturan perundang-undangan disesuaikan dengan hubungan dan situasi sosial yang baru. 216 c) Interpretasi Sistematis; Menafsirkan undang-undang yang menjadi bagian dari keseluruhan sistem perundang-undangan dengan cara menghubungkan dengan undang-undang lain itulah yang dinamakan interpretasi sistematis. Dengan metode penafsiran sistematis ini hendak dikatakan bahwa dalam menafsirkan undang-undang tidak boleh menyimpang dari sistem perundang-undangan. 217
215
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada media Group, 2008), hlm. 344. 216 Ibid, hlm. 349. 217 Ibid, 347.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
99
d) Interpretasi Historis Untuk mengetahui makna suatu kaidah dalam perundang-undangan sering pula dilakukan dengan meneliti sejarah, atau riwayat peraturan perundangundangan yang bersangkutan. 218 Ada 2 (dua) jenis interpretasi historis yaitu: a. Interpretasi menurut sejarah hukum (rechts historische-interpretatie) b. Interpretasi menurut sejarah penetapan suatu ketentuan perundangundangan (wet historische-interpretatie) e) Interpretasi Komparatif; Metode penafsiran ini penting terutama bagi hukum yang timbul dari perjanjian internasional, karena dengan pelaksanaan yang seragam akan dapat direalisir kesatuan hukum yang melahirkan perjanjian internasional sebagai hukum obyektif atau kaedah hukum untuk beberapa negara. Di luar hukum perjanjian internasional, kegunaan metode ini terbatas.219 f) Interpretasi Futuristis; Intepretasi ini merupakan metode penemuan hukum yang bersifat antisipatif. Metode ini dilakukan dengan menafsirkan ketentuan perundang-undangan dengan berpedoman pada kaedah-kaedah perundang-undangan yang belum mempunyai kekuatan hukum. 220 g) Interpretsi Restriktif&Ekstensif. 221 Penafsiran restriktif adalah cara penafsiran yang mempersempit arti suatu istilah atau pengertian dalam (pasal) undang-undang. Penafsiran ekstensif adalah menafsirkan dengan memperluas arti suatu istilah atau pengertian dalam (pasal) undang-undang. Menurut penulis, metode penafsiran yang digunakan dalam perkara Pertamina (Persero) dkk. v. KPPU adalah metode penafsiran ekstensif. KPPU memperluas 218
Ibid, hlm. 345. Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 347. 220 A.A. Oka Mahendra, Locit, diakses 19 Desember 2012. 221 C. Asser dan Paul Scholtes, Penuntun dalam Mempelajari Hukum Perdata belanda, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2986), hlm. 85.
219
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
100
penafsiran dari Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999. Berdasarkan penejalsan mengenai penafsiran di atas, penulis berpendapat bahwa adalah hal yang diperbolehkan untuk KPPU sebagai penyelenggara negara untuk menafsirkan undang-undang, asalkan metode yang digunakannya tepat. Perkara Pertamina (Persero) dkk. v. KPPU dinilai tidak tepat karena KPPU tidak memiliki kewenangan untuk memperluas suatu istilah atau pengertian dalam pasal 22 pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1999. Untuk perkara lain atau perkara yang akan datang, KPPU hendaknya lebih mematangkan metode penafsiran yang akan digunakan, jika benar-benar diperlukan. 3.1.3 Putusan
KPPU
Nomor
Perpanjangan Give Away
23/KPPU-L/2010
terkait
Persetujuan
Haji oleh PT. Garuda Indonesia (Persero)
kepada PT. Gaya Bella Diantama dan PT. Uskarindo Prima untuk Periode Tahun 2009/2010 dan Periode Tahun 2010/2011 Dalam putusan tersebut, KPPU menyatakan bahwa Garuda secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 19 huruf d UU Anti Monopoli. Selain itu juga menghukum PT. Gaya Bella Diantama dan PT. Uskarindo Prima, sebagai rekanan Garuda. Kdua perusahaan tersebut tidak diizinkan mengikuti tender dalam lingkup PT. Garuda Indonesia selama satu tahun sejak putusan tersebut berkekuatan hukum tetap. Putusan tersebut terkait atas give away haji, yaitu paket perlengkapan haji, berupa koper, label plastik dan buklet. Atas tindakan tersebut, Garuda dipersalahkan telah melakukan praktik diskriminasi karena maskpai tersebut telah menutup kesempatan dengan memilih PT. Gaya Bella Diantama dan PT. Uskarindo Prima tanpa mekanisme tender, sehingga perusahaan lain sulit masuk unteuk memberikan harga paket haji yang lebih menarik. KPPU menjelaskan bahwa cara terbaik dalam menentukan harga pasar adalah dengan mekanisme tender, yang tidak dilakukan Garuda.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
101
Putusan KPPU 1. Menyatakan Terlapor I: PT Garuda Indonesia (Persero), Terlapor II: PT. Gaya Bella Diantama, dan Terlapor III: PT. Uskarindo Prima terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 19 huruf (d) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; 2. Menghukum Terlapor I: PT. Garuda Indonesia (Persero) untuk membayar denda sebesar Rp. 1.000.000.000,- (Satu miliar rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai Setoran Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha, Sekretariat Jenderal Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha); 3. Menghukum Terlapor II: PT. Gaya Bella Diantama,
untuk membayar denda
sebesar Rp. 1.000.000.000,- (Satu miliar rupiah), yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai Setoran Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha, Sekretariat Jenderal Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha); 4. Menghukum Terlapor III: PT. Uskarindo Prima untuk membayar denda sebesar Rp. 1.000.000.000,- (Satu miliar rupiah), yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai Setoran Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha, Sekretariat Jenderal Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha); 5. Menghukum Terlapor II: PT. Gaya Bella Diantama dan Terlapor III: PT. Uskarindo Prima untuk tidak mengikuti tender di lingkungan PT Garuda Indonesia (Persero) untuk jangka waktu 1 (satu) tahun sejak Putusan ini berkekuatan hukum tetap; 6. Memerintahkan kepada Terlapor I:
PT. Garuda Indonesia (Persero) untuk
mengembalikan kelebihan jumlah pembayaran biaya transportasi khususnya
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
102
komponen Give Away
Haji kepada jemaah haji Indonesia sejumlah Rp.
7.075.620.468.41,- (Tujuh milyar tujuh puluh lima juta enam ratus dua puluh ribu empat ratus enam puluh delapan rupiah dan empat puluh satu sen) melalui Kementerian Agama RI; Merujuk pada Perkom No. 04 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pasal 47 UU No. 5 Tahun 1999 yang menyebutkan bahwa: “Ganti rugi merupakan kompensasi yang harus dibayarkan oleh pelanggar terhadap kerugian yang timbul akibat tindakan anti persaingan yang dilakukannya. Besar kecilnya ganti rugi ditetapkan oleh KPPU berdasarkan pada pembuktian kergian senyatanya oleh pelaku usaha yang merasa dirugikan.” Perkom No. 04 Tahun 2009 juga menyebutkan bahwa: “Proses perhitungan ganti rugi dilakukan berdasar pihak yang menerima kompensasi ganti rugi. Untuk itu melakukan perhitungan kompensasi ganti rugi pada pelaku usaha maka pelaku usaha tersebut wajib membuktikan besar kerugian senyatanya yang isa derita, lalu KPPU melakukan perhitungan mengenai kebenaran (validitas) perhitungan berdasar asas kesesuaian, keadilan dan kepatutan”. Berdasarkan putusan KPPU di atas, KPPU memutus Terlapor agar membayar ganti rugi kepada jemaah haji, yang mana bukan pelaku usaha. Keputusan ini tidak sinkron dengan peraturan yang KPPU buat sendiri. 3.2
Leniency Program bagi KPPU Dalam hal kesulitan untuk memulai pemeriksaan atas dugaan kartel dan
persaingan usaha tidak sehat lainnya, KPPU dapat menerapkan Leniency Program seperti halnya FTC dan JFTC. Banyak negara telah menerapkan Leniency Program sebagai insentif bagi perusahaan atau individu yang menjadi whistle-blower atas suatu praktik kartel. Insentif itu berupa penghapusan denda seluruhnya atau pengurangan denda secara signifikan. Melalui program ini, kepercayaan antara sesama anggota kartel akan ditantang. Pihak pertama yang membocorkan adanya praktik kartel pada lembaga persaingan, akan mendapatkan imunitas atau penghapusan denda hingga 100%, sedangkan teman-teman anggota kartel lainnya akan dikenakan denda yang besar.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
103
Dengan demikian, lahir destabilisasi dalam setiap perjanjian kartel dan berujung pada penurunan praktik kartel secara signifikan. 222 DOJ-AD telah menjadikan program tersebut mudah dan menarik bagi perusahaan untuk mendekati dan berkerjasama dengan divisi tersebut. Perubahan tersebut mencakup hal-hal berikut, yaitu:223 1) amnesti secara otomatis apabila belum dilakukan investigasi sebelumnya; 2) amnesti yang masih dapat diberikan setelah investigasi dimulai,; 3) semua pejabat, direksi serta karyawan yang bekerjasama dibebaskan dari tuntutan pidana. Sebagai hasil dari perubahan-perubahan tersebut, program leniency menjadi andalan utama DOJ-AD dalam penuntutan terhadap kasus-kasus kartel internasional, dan menjadi program leniency DOJ-AD yang paling berhasil, dan banyak dicontoh badan otoritas persaingan Negara lain di seluruh dunia. Penerapan program leniency di Jepang sejak pengesahan perubahan atas UU Antimonopoli tahun 2005 JFTC untuk melaksanakan program leniency. Apabila suatu perusahaan mengidentifikasikan adanya masalah antimonopoly yang bersifat global, perusahaan tersebut harus mempertimbangkan untuk mengambil tindakan di Jepang seiring dengan pengajuan permohonan berdasarkan program leniency di Amerika Serikat dan Uni Eropa. 224 Perbedaan yang paling mencolok antara program leniency Amerika, Eropa (Perancis), dan Jepang terletak pada leniency yang diberikan sebelum dan sesudah dimulainya investigasi. Sebelum investigasi dimulai oleh JFTC, semua denda dapat dihapus berdasarkan leniency. Selain perusahaan pertama, dua perusahaan yang lain dapat menerima leniency sebagian. Setelah investigasi dimulai, leniency dapat diberikan kepada tiga perusahaan, namun hanya leniency yang bersifat sebagian, tanpa memperhatikan urutan perusahaan yang melapor, dimana masing-masing 222
Farid Nasution, Perlunya Leniency Program, <www.hukum.kompasiana.com>, diakses 2 Januari 2013. 223 James F. Griffin dalam Anna Maria Tri Anggraini, Program Leniency dalam Mengungkap Kartel Menurut Persaingan Usaha, Jurnal Persaingan Usaha KPPU Edisi 6 –Tahun 2011, hlm. 108, <www.kppu.go.id> , diakses 6 Januari 2013. 224 Ibid, hlm. 112.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
104
perusahaan akan menerima penghapusan denda sebesar 30%. Berbeda dengan Amerika Serikat dan Eropa (Perancis), leniency penuh dapat diberikan, bukan hanya kepada pihak pertama yang melapor, tetapi juga kepada pihak yang melapor sebelum investigasi dimulai, sedangkan leniency sebagian dapat diperoleh baik sebelum atau setelah investigasi dimulai, meskipun ada perusahaan lain yang memperoleh leniency sebelumnya225 Di Perancis, pada tanggal 8 Desember 2011, Autorité menetapkan adanya kartel antara empat produsen deterjem di Perancis, yaitu Unilever, Procter & Gamble, Henkel dan Colgate Palmolive, dan didenda dengan total sejumlah € 367. 900.000. Perusahaan-perusahaan ini telah mengkoordinasikan strategi penjualan mereka melalui penentuan harga penjualan dan potongan harga yang ditujukan kepada Supermarket dan Hipermarket Perancis. 226 Pada saat itu, terjadi kelonggaran yang diberikan oleh Autorité yang melibatkan kerjasama dari semua peserta dalam program leniency Perancis. Dalam proses pemeriksaan, Autorité bekerja sama dengan EU, memberikan sanksi kepada perusahaan atas penetapan harga deterjen (COMP/39.579- Consumer detergents, Decision of 13 April 2011). Ini merupakan prima facie227, tanpa prejudging ketetapan akhir dari kedua otoritas.228 Pada akhir proses tersebus, dalam keputusannya tanggal 8 Desember 2011, Autorité menyimpulkan bahwa dua pelanggaran atau pelanggaran yang jelas terpisah. Keputusan Perancis berkaitan antara lain mengenai jangka waktu dan daerah yang berbeda, jangkauan produk, dan pihak lain yang memiliki tujuan yang berbeda, yaitu kartel terhadap harga dan promosi dari semua format bubuk cuci Perancis. Autorité dan EC dapat secara sah mengenakan sanksi yang berbeda menyangkut masalah yang
225
Ibid, hlm. 114. France: Thanks its Leniency Programme, the Autorité de la concorrunce detects Cartel of World four major Detergent Manufactures and imposes Fines amounting to € 368.000.000, <www.ec.europa.eu>, diakses 6 Januari 2013. 227 Agar hukum ditaati 228 Loc.cit, diakses 6 Januari 2013. 226
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
105
sama, tanpa bertentangan dengan ne bis in idem atau pun hukum yang berlaku du Eropa.229 Banyak kalangan meyakini bahwa program yang menghapuskan denda atau memberikan imunitas bagi pelaku pelanggaran hukum tidak dikenal dalam sistem hukum Indonesia, sehingga Leniency Program tidak mungkin diberlakukan di Indonesia. Padahal, dalam memutus suatu perkara, hakim-hakim di pengadilan Indonesia selalu mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan dari seorang terdakwa. KPPU sendiri dalam putusannya selalu mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan sebelum menjatuhkan sanksi kepada terlapor.230 Menurut penulis, dengan diberlakukannya Leniency Program ini dapat menjadi jalan keluar bagi KPPU dalam kesulitannya mendapatkan direct evidence dalam memutuskan perkara kartel dan perkara-perkara lainnya. 3.3
Prosedur Penyelesaian Perkara oleh KPPU Ketidak jelasan kualifikasi bentuk kelembagaan KPPU, merupakan penyebab
pula dari ketidakjelasan kewenangan KPPU dalam sistem penyelesaian perkara persaingan usaha. Pasal 36 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tidak memberikan kewenangan penuh bagi KPPU untuk menjalankan fungsinya baik sebagai lembaga peradilan maupun sebagai lembaga penyelidikan, penyidikan, atau penuntutan. Oleh karena itu, diperlukan adanya kejelasan kualifikasi bentuk kelembagaan KPPU. Menurut penulis, kewenangan KPPU dalam hal penyelidikan dan penuntutan dapat dipisah sehingga KPPU hanya menjalankan kewenangan penyelidikan, sedangkan kewenangan penuntutan dapat diambil alih oleh kejaksaan sebagai lembaga negara yang memang berwenang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan. Untuk itu sumber daya manusia KPPU tertutama yang memiliki kapasitas keahlian untuk melakukan penyelidikan di bidang persaingan usaha yang
229 230
Ibid, diakses 6 Januari 2013 Farid Nasution , loc.cit.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
106
ada dapat dialihkan dan dibuatkan direktorat sendiri di bawah Kejaksaan seperti DOJAD Amerika Serikat. Jika menghendaki KPPU sebagai suatu lembaga penyelidikan, penyidikan atau penuntutan, maka KPPU sepatutnya diberikan kewenangan terkait penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan seperti penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan, penyitaan atau kewenangan lain yang dalam praktek mendukung kualifikasi lembaga itu. Selama ini memang berkembang kerjasama KPPU dengan penyidik, dalam hal ini Bareskrim Polri, dalam rangka membantu penanganan perkara dugaan pelanggaran Undang-Undang No .5 Tahun 1999. 231 Namun, jika mengacu kepada ketentuan Pasal 36 huruf g Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, KPPU hanya berwenang meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, ahli atau pihak lain yang tidak memenuhi panggilan KPPU; tidak untuk melakukan penggeledahan, penyitaan yang bertujuan untuk memperoleh bukti pelanggaran. Di perancis, sering kali penggugat lebih memilih mengajukan klaim kepada Autoritiè, yang kemudian dilanjutkan ke pengadilan. Pengadilan yang berwenang untuk menangani perkara ini adalah Pengadilan Komersial, yang biasanya menjatuhkan tuntutan ganti rugi terhadap terlapor, dan dapat diteruskan kepada MA.232 Berbeda dengan Jepang, setelah dilakukan pemeriksaan pendahuluan, JFTC mengeluarkan putusan, baik tentang pelanggaran maupun upaya hukum yang harus ditempuh. Apabila sesuai, secara bersamaan mengeluarkan putusan untuk membayar denda. Terhadap putusan-putusan tersebut, dapat diajukan
keberatan dalam
pemeriksaan administratif, dan kemudian ke pengadilan. JFTC memainkan dua peran dalan penenagkan AML, yaitu administrasi dan quasi yudisial. Dalam fungsi administrasi, JFTC berpedoman atas interprasi masalah, menanggapi konsultasi dan pertanyaan dari pengusaha ata lembaga pemerintah,
231 232
HMBC Rikrik Rizkiyana, Loc.cit, diakses 2 Januari 2013. Chantal Momège, et.al, Loc.cit, diakses 6 Januari 2013.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
107
membuat hubungan dengan masyarakat, pendukung kebijakan persaingan, dan sebagainya. Dalam fungsi quasi yudisial, menyelidiki dan memutuskan kasus. 233 Berdasarkan sistem ini, JFTC diberikan kewenangan untuk melakukan investigasi pidana, sehingga JFTC dapat melakukan investigasi secara independen (berdasarkan perintah pengadilan) apabila menurut pertimbangannya diperlukan penuntutan pidana. Ini akan memungkinkan JFTC melakukan penegakan hukum secara agresif terhadap pelanggaran anti monopoli. Pada saat yang bersamaan, terdakwa akan memperoleh due process of law terkait dengan penggeledahan dan penyitaan, dan akan menyelesaikan perdebatan tentang keabsahan penggunaan barang bukti yang diperoleh dalam investigasi administratif yang dilakukan oleh JFTC dalam proses penuntutan pidana. 234 3.4
Tantangan KPPU dalam Melakukan Penanganan Perkara Persaingan Usaha KPPU sendiri merasakan kendala-kendala yang mereka hadapi merupakan
suatu tantangan dalam penegakkan hukum, baik tantangan konseptual maupun tantangan implementatif. 235 Tantangan tersebut meliputi: 1. Tantangan Konseptual Tantangan ini muncul akibat dari konsep atau prinsip yang diberlakukan UU No. 5 Tahun 1999. Beberapa tantangan tersebut yaitu: a) Tercapainya Berbagai Tujuan. Tantangan pertama berkaitan dengan tujuan UU No. 5 Tahun 1999 mengenai ketentuan yang diatur dalam Pasal 3. Pasal ini sulit dipahami karena terlihat dalam beberapa hal mencampuradukkan antara tujuan dan pendekatan. Efisiensi kegiatan usaha adalah sebuah tujuan sedangkan
233
Shoji Ishii, Hearing Examiner, Fair Trade Commission of Japan, the International Symposium on Justice and Efficiency in Law Enforcement, Republic of China, <www.jftc.go.jp>, diakses 6 Januari 2013. 234 Anna Maria Tri Anggraini, loc.cit, diakses 6 Januari 2013. 235 Syamsul Maarif, Tantangan Penegakan Hukum Persangan Usaha di Indonesia, Jurnal Hukum Bisni, Vol. 19 Mei-Juni 2002, hlm. 44-54
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
108
iklim usaha adalah sebuah pendekatan. Rumusan Pasal ini juga tidak memisahkan antara tujuan jangka panjang dan jangka pendek. KPPU harus mengawal upaya penegakkan undang-undang ini demi tercapainya tujuan. Jika dilihat, tujuan UU No.5 Tahun 1999 mengandung dua hal yaitu persaingan dan non persaingan. Tujuan persaingan di sini adalah efisensi usaha, sedangkan tujuan non persaingan adalah menjaga kepentingan umum. UU No.5 Tahun 1999 juga tidak mendifinisikan kepentingan umum dan kepentingan usaha yang menimbulkan kembali kerancuan dalam kalimatnya. b) Fleksibilitas Penegakkan Hukum Persaingan Dalam penegakkan UU No.5 Tahun 1999 hendaknya menampilkan dirinya sebagai lembaga yang tidak menakutkan bagi pelaku usaha. Fleksibilitas dalam penegakkan hukum persaingan usaha dimungkinkan oleh UU No.5 Tahun 1999 karena tidak semua pengaduan harus diproses sampai ke tingkat pemeriksaan lanjutan. KPPU berwenang untuk tidak meneruskan suatu perkara dan pengakuan pelaku usaha bias menjadi alasannya. Di Amerika Serikat, prosedur ini dikenal dengan settlement dimana pelaku usaha pada prinsipnya mengakui kesalahannya dan bersedia membayar sejumlah ganti rugi atas praktik usahanya yang oleh FTC ditemukan melanggar ketentuan antitrust. Pendekatan settlement ini dapat dikembangkan sepanjang proses dan isinya disampikan kepada masyarakat, sehingga masyarakat menilai sejauhmana penyelesaian yang telah dicapai KPPU cukup adil. Tantangan kemudian adalah membangun suatu mekanisme penegakkan hukum yang fleksibel serta settlement tersebut tidak mengarah pada terjadnya praktik kolusi antara oknum KPPU dan pelaku usaha yang sedang diperiksa. c) Sanksi Hukum Bagi Pejabat Pemerintah Tantangan berikutnya terkait dengan dukungan pemerintah dalam pengenaan sanksi hukum kepada pejabat yang terlibat pelanggara UU No.5 Tahun 1999. Meskipun tidak secara tegas undang-undang ini
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
109
tampaknya membatasi wewenang KPPU yaitu hanya menjatuhkan sanksi hukum kepada pelaku usaha. Apabila pembatasan ini benar, maka KPPU tidak dapat menjatuhkan sanksi hukum paling tidak secara langsung, bukian pelaku usaha termasuk di dalamnya pimpinan proyek atau panitia lelang proyek pemerintah. Hal ini dapat menjadi penghambat tercapainya tujuan UU No.5 Tahun 1999 khususnya dalam tender proyek pemerintah karena meskipun dapat membuktikan adanya keterlibatan seorang pejabat pemerintah dalam suatu pelanggaran, KPPU tidak dapat menjatuhkan sanksi hukum. Tantangannya adalah mendapatkan dukungan langsung dari pejabat terkait, khususnya ketika KPPU melalui putusannya meminta agar pejabat yang terlibat dalam peanggaran undang-undang diberikan tindakan administratif sesuai dengan wewenang yang dimilikinya.
2. Tantangan Implementasi Tantangan implememtasi di sini dimaksudkan sebagai tantangan yang muncul bukan karena prinsip yang terkandung dalam UU No.5 Tahun 1999 melainkan lebih sebagai tantangan yang muncul pada tingkat impelentasi, diantaranya sebagai berikut: a) Penyelesaian Perkara di KPPU Dalam UU No.5 Tahun 1999 tidak disebutkan bahwa hanya perkara dengan nilai tertentu yang perlu diperiksa di KPPU. Pencegahan munculnya suatu perkara melalui pembatasan nilai ekonomi tampaknya sulit dilakukan sebab tidak sesuai dengan rasa keadilan. Tugas KPPU adalah melakukan pemeriksaan sebaik mungkin dan memberikan putusan subyektif sehingga pelaku usaha menerima dan melaksanakan putusan. b) Penanganan Dugaan Pelanggaran di Daerah Ada kemungkinan besar banyak terjadi dugaan pelanggaran UU No.5 Tahun 1999 di daerah. Berdawarkan pengalaman dalam melakukan pemeriksaan di KPPU menemukan banyak hambatan terutama karena
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
110
factor dan biaya. Hal ini juga dapat disebabkan karena sumber daya pada KPPU yang kurang. Jadi terkesan KPPU hanya menyelesaikan perkara yang ada di Jakarta. c) Kesediaan Menjadi Pelapor dan Saksi Dalam menegakkan UU No.5 Tahun 1999, ada dua pihak yang memegang peranan penting yaitu pelapor dan saksi. UU No.5 Tahun 1999 tidak memberikan kewenagan kepada KPPU untuk memberikan jaminan perlinfungan
hukum
kecuali
kaminan
bahwa
identitas
pelapor
dirahasiakan. Yang menjadi tantangan adalah meyakinkan kepada semua pihak untuk segera melaporkan kepada KPPU apabila mereka mengetahui terjadinya pelanggaran UU No.5 Tahun 1999 serta kesediaan semua pihak yang mengetahui terjadinya pelanggaran untuk memberikan kesaksian di KPPU Instrumen UU No.5 Tahun 1999 memerlukan persyaratan kerjasam dengan institusi lain, misalnya dengan pihak Kepolisian, Hakim, Jaksa dan masyarakat pada umumnya. Tanpa kerjasama teersebut akan sulit untuk menunjukkan eksistensi undang-undang tersebut. Dengan pihak Kepolisian, yaitu bagaimana KPPU mendatangkan saksi. Dalam hal ini, KPPU masih beruntung karena saksi bersedia datang walaupun ada hukumnya. Namun KPPU bisa saja menghadapi saksi yang tidak mau datang memenuhi panggilan KPPU. Untuk itu KPPU dapat meminta bantuan pihak Kepolisian untuk mendatangkan saksi, walaupun Polisi kadangkala tidak mau mendatangkan saksi sehingga KPPU bekerjasama dengan Polisi dengan pembuatan MoU.236 d) Mendapatkan Bukti Tertulis Tantangan bagi kita semua untuk mengarahkan pada upaya perubahan praktik usaha bukan pada upaya perubahan praktik usaha bukan pada upaya
penghilangan
barang
bukti seprti
merubah
pada
upaya
236
Pande Radja Silalahi dalam Emmy Yuhassarie, Undang-undang No. 5 Tahun 1999 dan KPPU, (Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2005), hlm.171.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
111
penghilangan barang bukti seprti merubah bentuk perjanjian tertulis menjadi tidak tertulis, tetapi lebih pada perubahan perilaku dan praktik secara tidak sehat menjadi sehat. e) Tantangan Penasihat Hukum Untuk menjamin due process pihak-pihak yang diperiksa oleh KPPU berhak didampingi penasihat hukum. Tantangan bagi KPPU adalah untuk membangun sistem yang mendorong semua pihak yang terlibat dalam pemeriksaan tertama pihak-puhak yang diperiksa dan penasihat hukum untuk mengungkap fakta-fakta dan kebenaran secara lebih cepat bukan menghalang-halangi apalagi menutup fakta dan kebenaran tersebut.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
BAB 4 PENUTUP
4.1
Kesimpulan 1. Dalam rangka mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Anti Monopoli pada tiap-tiap negara, dibentuklah suatu komisi persaingan usaha. Komisi ini merupakan suatu lembaga independen yang memiliki kewenangan sangat besar. Kewenangan komisi adalah berbeda di tiap-tiap negara. Salah satu kewenangan yang diberikan kepada komisi persaingan usaha adalah dalam halnya penyelesaian perkara persaingan usaha. Di Amerika Serikat, Komisi yang menangani persaingan usaha adalah FTC. Hukum menentukan bahwa FTC hanya bisa menangani pelanggaran Antitrust Law secara perdata dan tidak memiliki juridiksi kriminal terhadap tindakan pidana pelanggaran ketentuan Antitrust. Dalam hal penanganan kasus pelanggaran ketentuan persaingan dari sisi pidana (criminal prosecutions) dilakukan oleh DOJ-AD, sehingga kemungkinan tumpang tindih kewenangan dalam penegakan hukum persaingan secara pidana tidak akan terjadi. Di Australia adalah ACCC. ACCC dapat melakukan penelitian, penyelidikan dan memberikan panduan kepada kalangan pelaku usaha dan konsumen
tentang hak dan kewajiban yang mereka miliki berkaitan
dengan hukum persaingan. Di Indonesia, terhadap putusan KPPU dapat diajukan keberatan ke Pengadilan Negeri. Kemudian, terhadap putusan PN tersebut, dapat dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung. Di Australia, lembaga keberatan seperti ini tidak dikenal. Keputusan ACCC dapat langsung dimintakan banding ke the Australian Competition Tribunal.
112 UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
113
Selain itu, keputusan ACCC juga dapat direview oleh Commonwealth administrative law principles. Pengadilan Komersial Perancis merupakan pengadilan Perancis yang memiliki yuridiksi lebih litigasi antara pelaku usaha (ìcommerÁantasî) atas setiap perkara mengenai tindakan komersial. Sebagi tindakan pelanggaran hukum persaingan, biasanya menuntut ganti rugi atas kerugian yang diderita dalam hal komersial, pengadilan ini adalah yang paling mungkin untuk
memberika
keputusan
atas
tindakan
tersebut.
Selanjutnya,
dimungkinkan untuk banding ke Mahkamah Agung (íCour de Cassation) adalah mungkin, tetapi hanya untuk masalah-masalah hukum yang bertentangan dengan masalah-masalah faktual. Komisi penegakan undang-undang anti monopoli Jepang adalah JFTC. Ketika JFTC menganggap bahwa adanya pelanggaran, JFTC dapat memilih untuk
mengeluarkan
pelanggaran
dan
pernyataan
kepada
merekomendasikan
pihak
bahwa
yang
pihak
melakukan
tersebut
harus
menghentikannya. Jika pihak tersebut menerima rekomendasi, JFTC tidak perlu melanjutkan proses dengan mengeluarkan keputusan resmi. Apabila seperti ini,keputusan JFTC disebut dengan rekomendasi. 2. Terdapat beberapa peranan antara KPPU dibandingkan dengan Amerika Serikat, Australia, Perancis dan Jepang dalam penanganan perkara persaingan usaha. Perbedaan tersebut terlihat dari proses penanganan perkara di tiap-tiap negara, kewenangan masing-masing komisi persaingan usaha dan beberapa hal seperti pembuktian dalam penganan perkara, dsb. 4.2
Saran Peranan KPPU sangatlah penting dan dibutuhkan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya sebagai pengawas pelaksanaan UU No.5 Tahun 1999 dan juga dalam melakukan penanganan atas perkara persaingan usaha. Penyempurnaan dari UU
No.5 Tahun 1999. Indonesia membutuhkan
pengaturan yang tegas mengenai hukum acara persaingan usaha guna
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
114
menciptakan keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan bagi Indonesia yang berpengaruh terhadap perekonomian negara.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Buku: Asser, C. dan Paul Scholtes, Penuntun dalam Mempelajari Hukum Perdata Belanda, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2006. Asshiddiqie, Jimly, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Jakarta: Tim Konpress, 2006. Carlton, D. dan J. Perloff, Modern Industrian Organization, New York: AddisonWesley Longman, Inc, 1999. Clarke and Corones, Competition Law and Policy: Cases and Materials, South Melbourne: Oxford University Press, 2005. Fuady, Munir Fuady, Hukum Anti Monopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003. Fugate, Wilbur L., Foreign Commerce and The Antitrust Laws, Canada: Little, Brown & Company, 1982. Gellhom, Ernest dan William E. Kovacic, Antitrust Law and Economics, United States of America: West Publishing Co., 1994. Gregory Mankiw, Pengantar Ekonomi Mikro, Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2006. Hadjon, Philipus M. Hadjon, Penataan Hukum Administrasi, Tentang Wewenang, Surabaya: Fakultas Hukum Unair, 1998. Ibrahim, Johnny, Hukum Persaingan Usaha, Filosofi, Teori dan Implikasi Penerapannya di Indonesia, Malang: Banyumedia Publishing, 2006. Kagramanto, L. Budi, Larangan Persengkokolan Tender Perspektif Hukum Persaingan Usaha), Yogyakarta: Srikandi, 2008. Kantaprawira, Rusadi, Hukum dan Kekuasaan, Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, 1998.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
Kartte, Undang-Undang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Jakarta: Etcetera & Katalis, 2002. Lubis, Andi Fahmi, et.al., Hukum Persaingan Usaha antara Teks & Konteks, Jakarta: ROV Creative Media, 2009. Margono, Suyud, Hukum Anti Monopoli, Jakarta: Sinar Grafika, 2009. Marzuki, Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008. Masyhurri, Ekonomi Mikro, Malang: UIN Press, 2007. Meiners, Roger E. Meiners, Antitrust Enforcement and the Consumer, Washington DC: US Department of Justice-Antitrust Division, 1998. Prayoga, Ayudya D., et.al, Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di Indonesia, Jakarta: Proyek Elips, 1999. Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000. R. Ridwan H., Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Rajawali Press, 2006. Sidharta, Jan B. Arif, Apakah Teori Hukum itu?, Bandung: Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, 2001. Sirait, Ningrum Natasya Sirait, et.al (ed), Peran Lembaga Peradilan dalam Menangani Perkara Persaingan Usaha, Jakarta: Partnership for Business Competition, 2003. Souty, François, France, South France: CUTS International, 2006. Tonking, A.I. dan R. Baxt, Australian Trade Practice Reporter, Sydney: CCH, 2005. Usman, Rahmadi Usman, Hukum Persangan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Graham Media Pustaka Utama, 2004.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
Wibowo, Destivano dan Harjon Sinaga, Hukum Persaingan Usaha, Jakarta: Rajawali Press, 2005. Wiradiputra, Ditha, Hukum Persaingan Usaha: Suatu Pengantar, Bahan Ajar Hukum Persaingan Usaha (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008. Yuhassarie, Emmy, Undang-undang No. 5 Tahun 1999 dan KPPU, Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2005. Jurnal: Godrey, Nick, Why Is Competition Important For Growth And Poverty Reduction?, Global Forum VII on International Investment 27-28 March 2008. Jenny, Frédéric, Media Under French Competition Law, Fordham International Law Journal, Volume 21, Issue 3, 1997. Lasserre, Bruno Lasseree, The New French Competition Law Enforcement Regime, Competition Law International, October 2009. Maarif, Syamsul Maarif, Tantangan Penegakan Hukum Persangan Usaha di Indonesia, Jurnal Hukum Bisni, Vol. 19 Mei-Juni 2002. Nurjaya, I Ketut Karmi Nurjaya, Peranan KPPU Dalam Menegakkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Jurnal Dinamika Hukum Vol. 9 no. 1 Januari 2009. Pasaribu, Benny, Jurnal Persaingan Usaha Edisi 2, Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia, 2009. Review of Order: Rehearing, FTC Act. Reza, Mohammad, Kerjasama KPPU dengan Penyidik dalam Penanganan Tindak Pidana Hukum Persaingan Usaha, Jurnal Persaingan Usaha Edisi 5 Tahun 2011. Sjahdeni, Sutan Remi,, Latar Belakang, Sejarah, dan Tujuan Undang-Undang Larangan Monopoli, Jakarta: Jurnal Hukum Bisnis May-Juni, 2002.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
Sukarmi, Peran Kepolisian Republik Indonesia Dalam Penegakan Hukum Persiangan Usaha, Jurnal Persaingan Usaha Edisi 4, Jakarta: KPPU, 2010. Syarifudin, Ateng, Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih dan Bertanggung Jawab, Jurnal Pro Justisia Edisi IV, Bandung, Universita Parahyangan, 2000. Takigawa, Toshiaki, The Prospect of Antitrust Law and policy in The Twenty-First Century: in Reference to the Japanese Antimonopoly Law and Japan Fair Trade Commission, Washington University Global Studies Law Review, Vol.1 2002. Wie, Thee Kian, Aspek-Aspek Ekonomi Yang Perlu Diperhatikan Dalam Implementasi Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, Jakarta: Jurnal Hukum Bisnis Vol. 7, 1999. Makalah: Atmadja, I Dewa Gede, Penafsiran Konstitusi Dalam Rangka Sosialisasi Hukum: Sisi Pelaksanaan UUD 1945 Secara Murni dan Konsekuen, Pidato Pengenalan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Hukum Tata Negara Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana 10 April 1996. Murakami, Mashahiro Murakami, The Japanese Antimonopoly Act 2003. Samuel, Graeme, The Practice Act-the First 30 years, ACCC Update, Desember 16th, 2004. Subagiono, Sigit Handoyo, Tinjauan Yuridis Terhadap Kewenangan Luar Biasa KPPU Dalam Memberikan Putusan. Peraturan Perundang-Undangan: Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Praktek Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan terhadap Putusan KPPU. Peraturan KPPU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pedoman TIndakan Administratif Sesuai Ketentuan Pasal 47. Peraturan KPPU Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penanganan Perkara. Peraturan KPPU Nomor 04 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Pasal 11 tentang Kartel. Federal Trade Commission Act Trade Practice Act Anti Monopoly Law Putusan: Putusan Nomor 17/KPPU-I/2010 tentang Industri Farmasi Kelas Terapi Almodipine. Putusan Nomor 23/KPPU-L/2010 tentang Persetujuan Perpanjangan Give Away Haji. Putusan Nomor 35/KPPU-I/2010 tentang Beauty Contest Proyek Donggi-Senoro. Situs Internet: About the Federal Trade Commission, <www.ftc.gov>, diakses 21 November 2012. Anggraini, Anna Maria Tri, Program Leniency dalam Mengungkap Kartel Menurut Persaingan Usaha, Jurnal Persaingan Usaha KPPU Edisi 6 –Tahun 2011, <www.kppu.go.id> , diakses 6 Januari 2013 Asshiddiqie, Jimly, Perihal Undang-Undang, hlm. 13, <www.jimly.com>, diakses 19 Desember 2012. Australian Competition Law Overview, <www.australiancompetitionlaw>, diakses 3 Desember 2012.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
Bessot, Nicholas, France, <www.ec.europa.eu>, diakses 10 Oktober 2012. Commission Reforms Antitrust Procedures and Expands Role of Hearing Officer, <www.europa.eu>, diakses 21 November 2012. Competition Enforcement, <www.ftc.gov>, diakses 27 November 2012. Competition Policy Guidance, <www.ftc.gov>, diakses 27 November 2012. Davis, Marc, History of the US FTC, <www.investopedia.com>, diakses 27 November 2012. Departement of Justice (DOJ), <www.uslf.practicallaw.com>, diakses 26 November 2012. Federal Trade Commission of Promotion of Export Trade and Prevention of Unfair Methods of Competition, Legal Information Institute, <www.law.cornell.ed>, diakses 27. November 2012. Federal Trade Commission Established, <www.law.cornell.edu>, diakses 21 November 2012. Federal Trade Commission of Promotion of Export Trade and Prevention of Unfair Methods of Competition, Legal Information Institute, <www.law.cornell.ed>, diakses 27 November 2012. FTC v. Standard Oil Co. of California, <www.supreme.justica.com>, diakses 4 Januari 2013. Gonggol, Brian, The Clayton Antitrust Act, <www.gongol.com>, diakses 26 November 2012. Hakim, Lukman, Sengketa Kewenangan Kelembagaan Negara dan Penataannya Dalam Kerangka Sistem Nasional, Jurnal Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, <www.widyagama.ac.id>, diakses 6 Januari 2013.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
Higgins, Mary Faith Higgins, Japanese Fair Trade Commission Review of International Agreements, <www.digitalcommons.lmu.edu>, diakses 1 Januari 2013. History of DOJ-AD, <www.justice.gov>, dikases 18 Desember 2012. International Affairs Division JFTC, For Fair and Free Market Competition, hlm. 20, <www.jftc.go.jp>, diakses 1 Januari 2013. Ishii, Shoji, Hearing Examiner, Fair Trade Commission of Japan, the International Symposium on Justice and Efficiency in Law Enforcement, Republic of China, <www.jftc.go.jp>, diakses 6 Januari 2013. Jenny, Frédéric Jenny, France: 1987-1994, <www.piie.com>, diakses 4 Desember 2012. Krauss,
Jopseph G., et.al, the Tunney Act: A House <www.americanbar.org>, diakses 18 Desember 2012.
still
Stand,
Legal Resources –Statutes Relating to Both Missions, <www.ftc.gov>, diakses 27 Desember 2012. Longley, Robert, About the US Department <www.usgovinfo.about.com>, diakses 18 Desember 2012.
of
Justice
(DOJ),
Lukee, Shriya, Role of Circumstantial Evidence in the Prosecution of Cartels, <www.cii.gov.in>, diakses 6 Januari 2013. Mahendra, A.A. Oka, Penafsiran Undang-Undang dari Perspektif Penyelenggara Pemerintah, <www.djpp.depkumham.go.id>, diakses 19 Desember 2012. Marsiyem, Penegakan Hukum Persaingan Usaha, Jurnal Hukum Volume XIV, No. 1, April 2004, <www.isjd.pdii.lipi.go.id>, diakses 10 Oktober 2012. Matsushita, Mitsuo, Reforming the Enforcement of the Japanede Antimonopoly Law, Loyola University Chicago Law Journal, <www.luc.edu>, diakses 11 Desember 2012.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
__________, the Antimonopoly Law of Japan, <www.iie.com>, diakses 11 Desember 2012. Momège, Chantal, et.al, France, <www.ec.europa.eu>, diakses 6 Desember 2012. Nasution, Farid, Perlunya Leniency Program, <www.huukm.kompasiana.com>, diakses 2 Januari 2013. OECD Reviews of Regulatory Reform Review of France, October 2003, hlm. 6, <www.oecd.org>, diakses 4 Desember 2012. Radjagukguk, Erman, Draft Peraturan KPPU tentang Rangkap Jabatan Tidak Memuat Pranotifikasi, <www.hukumonline.com>, diakses 5 Januari 2012. __________, Komentar Putusan Nomor 34/PDT.G/KPPU/2011/PN.JKT.PST.: Pemilihan Partner Usaha Tidak Sama Dengan Pengadaan Barang dan Jasa, <www.jurnalhet.com>, diakses 19 Desember 2012. Reform of The French Competition Regulatory System: The Conceil De La Concurrence Becomes The Autoritè De La Concurrence, <www.autoritedelaconcurrence.fr> diakses 10 Oktober 2012. Rizkiyana, HMBC Rikrik, et.al, Catatan Kritis Terhadap Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia, <www.ri-advocates.com>, diakses 5 Januari 2013. Round, David K., et.al., Australasian Competition Law: History, Harmonization, Issues and Lessons, <www.cepr.org>, diakses 2 Desember 2012. Roles and Activities, The Australian Competition and Consumer Commission, <www.accc.gov.au>, diakses 3 Desember 2012. Steen, Clearly Gottlieb & Hamilton LLP, The New French Competition Authority and Competition Law Regime, March 30st 2009, <www.csgh.com>, diakses 4 Desember 2012. Suparno, Regulasi Pemerintah Untuk Mendukung Kalangan Bisnis Serta Melindungi Konsumen, Pekerja dan Lingkungan, <www.kk.mercubuana.ac.id>, diakses 9 Oktober 2012.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
Spier, H., Submission to 2002 review of the Trade Practices Act 1974, attachment B, , diakses 2 Desember 2012. The ACCC and the Trade Practice Act, <www.news.csu.edu.au>, diakses 3 Desember 2012. US Department of Justice Overview, <www.justice.gov>, diakses 18 Desember 2012. Welcome to the Berau of Competition, <www.ftc.gov>, diakses 27 November 2012. What We do, <www.accc.gov.au>, diakses 3 Desember 2012. Widhiyanti, Hanif Nur Widhiyanti, et.al, Efektivitas Putusan KPPU sebagai Lembaga Penegak Hukum Persaingan, <www.isjd.pdii.lipi.go.id, diakses 11 Desember 2012. , diakses 6 November 2012.
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013