UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. CLINISINDO LABORATORIES JL. ULUJAMI RAYA NO 12 JAKARTA SELATAN PERIODE 1 MARET – 30APRIL 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
EPIN YUNANTA TARIGAN, S.Farm. 1206313021
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. CLINISINDO LABORATORIES JL. ULUJAMI RAYA NO 12 JAKARTA SELATAN PERIODE 1 MARET – 30 APRIL 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
EPIN YUNANTA TARIGAN, S.Farm. 1206313021
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh : Nama : Epin Yunanta Tarigan, S.Farm. NPM : 1206313021 Program Studi : Apoteker – Fakultas Farmasi UI Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Clinisindo Laboratories Jl. Ulujami Raya No. 12 Jakarta Selatan Periode 1 Maret – 30 April 2013 Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan dite rima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk me mperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker – Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I
: Budi Prasaja, S.Si., MM., Apt.
(
)
Pembimbing II
: Dr. Hayun, M.Si., Apt.
(
)
Penguji I
: Dr. Harmita, Apt.
(
)
Penguji II
: Dra. Rosmaladewi, Apt.
(
)
Penguji III
: Dra. Maryati K., M.Si., Apt.
(
)
Ditetapkan di : Depok Tanggal :
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas penyertaan,
kasih, berkat, dan anugerah-Nya, penulis dapat menyelesaikan
penyusunan laporan ini. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa,tanpa bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak dalam penyusunan laporan ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama praktek kerja dan penyusunan laporan ini, antara lain: 1.
Bapak Budi Prasaja, S.Si., MM., Apt., selaku Manajer Operasional PT.Clinisindo Laboratories dan Pembimbing PKPA atas kesempatan yang diberikan, bimbingan, saran, serta bantuan yang diberikan selama PKPA dan penyusunan laporan ini.
2.
Bapak Dr.Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI atas bimbingan, saran serta bantuan yang diberikan selama penyusunan laporan ini.
3.
Bapak Dr. Hayun, M.Si., Apt., selaku Pembimbing PKPA atas bimbingan, saran, dan bantuan yang diberikan selama penyusunan laporan ini.
4.
Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi atas kesempatan yang diberikan.
5.
Kak Windy Lusthom, S.Si., Apt., selaku Manajer Teknis atas pengarahan, danbantuanselamapelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
6.
Kak Hardiyanti, S.Si., Apt., selaku Manajer Mutu atas pengarahan dan bantuanyangdiberikan selama PKPA.
7.
Kak Theresia Sinandang, S.Farm., Apt., selaku Supervisor Laboratorium atas pengarahan dan bantuan yang diberikan.
8.
Lia Yumi Yusvita, S.Farm., Apt., Evan, Dedek, serta seluruh karyawan
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
PT. Clinisindo Laboratories yang telah banyak memberikan pengarahan dan bantuan selama PKPA. 9.
Seluruh staf pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas segala bimbingannya selama masa perkuliahan.
10. Keluargaku tercinta, mama, papa, dan adikku, yang tak henti- hentinya memberikan dukungan moril dan materil, doa, dan motivasi selama studi di Farmasi. 11. Teman-teman seperjuangan Apoteker UI angkatan 76,dan keluarga kecilku di Farmasi
angkatan 2009-2013. Terima kasih untuk segala dukungan,
bantuan, saran, dan semangat yang telah diberikan kepada penulis. 12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah memberikan dukungannya selama PKPA dan penulisan laporan ini.
Penulis menyadari dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari sempurna.Oleh karena itu, penulis memohon maaf bila terdapat kesalahan dalam penulisan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
2013
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Epin Yunanta Tarigan, S. Farm.
NPM
: 1206313021
Program Studi
: Apoteker
Fakultas
: Farmasi
Jenis karya
: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
demi pengembangan
ilmu
pengetahuan,
menyetujui
untuk
memberikan
kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty - Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Clinisindo Laboratories Jl. Ulujami Raya No. 12 Jakarta Selatan Periode 1 Maret – 30 April 2013 beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal :
Juni 2013
Yang menyatakan :
(Epin Yunanta Tarigan, S. Farm.)
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii KATA PENGANTAR .................................................................................... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS....................................... vi DAFTAR ISI ................................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii DAFTAR TABEL........................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x BAB 1
PENDAHULUAN .......................................................................... 1 1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1 1.2 Tujuan ....................................................................................... 2
BAB 2
TINJAUAN UMUM ...................................................................... 2.1 Uji Bioavaibilitas dan Bioekivalensi ........................................ 2.2 Alur Uji Bioavailabilitas dan Bioekivalensi ............................. 2.3 Kriteria Uji Bioekivalensi......................................................... 2.4 Desain dan Pelaksanaan Studi Bioekivalensi ........................... 2.5 Produk Obat Uji........................................................................ 2.6 HasilUji Bioekivalensi..............................................................
3 3 4 6 10 14 15
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS ................................................................... 3.1 Sejarah Organisasi .................................................................... 3.2 Visi dan Misi ............................................................................ 3.3 Struktur Organisasi ................................................................... 3.4 Spesifikasi Jabatan.................................................................... 3.5 Bangunan dan Fasilitas ............................................................. 3.6 Peralatan ................................................................................... 3.7 Dokumentasi ............................................................................. 3.8 Pengolahan Limbah ..................................................................
16 16 17 18 20 29 31 32 32
BAB 4
PEMBAHASAN ............................................................................. 33
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 36 5.1 Kesimpulan ............................................................................... 36 5.2 Saran ......................................................................................... 36
BAB 6
DAFTAR ACUAN ......................................................................... 37
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar 2.2. Gambar 3.1
Alur tata cara permohonan uji bioekivalensi ............................ 5 Tahapan pelaksanaan studi BA/BE .......................................... 6 Struktur organisasi PT. Clinisindo Laboratories ...................... 18
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
DAFTAR TABEL
Tabel 2.3 Tabel 2.4
Desain 2-way crossover............................................................ 11 Perbandingan jumlah subyek terhadap koefisien variasi intrasubyek .................................................................... 12
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Daftar obat copy yang mengandung zat aktif wajib uji bioekivalensi ............................................................................. 39
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Biaya kesehatan yang semakin tinggi menuntut adanya substitusi obat inovator (paten) yang harganya mahal dengan obat copy generik yang harganya lebih murah. Untuk memenuhi tujuan tersebut, produk obat copy harus memiliki mutu, efikasi, dan keamanan yang sama dengan produk obat originator. Obat copy harus terbukti ekivalen secara terapetik dengan obat inovator yang telah beredar sehingga dapat digunakan untuk substitusi obat originatornya. Salah satu cara untuk membuktikan ekivalensi terapetik antara produk obat copy dengan produk obat originator yaitu dengan melakukan uji bioekivalensi. Konsentrasi obat di dalam plasma merupakan suatu kesetimbangan dengan konsentrasinya dalam reseptor. Oleh karena itu, konsentrasi obat dalam plasmamenentukan jumlah molekul obat pada reseptor yang menghasilkan efek terapi.Pada uji bioekivalensi, keamanan dan efikasi dari obat uji (obat copy) diprediksi berdasarkan pada pengukuran konsentrasi sistemik obat tersebut dibandingkan terhadap konsentrasi sistemik obat originator dengan dosis molar yang sama. Konsentrasi obat dalam plasma dikendalikan oleh proses absorpsi, distribusi,
metabolisme, dan eliminasi obat (ADME). Proses distribusi,
metabolisme, dan eliminasi adalah konstan untuk subyek yang sama. Oleh karena itu, yang berbeda adalah jumlah obat yang terabsorpsi atau dengan kata lain bergantung pada penghantaran obat dari formulasinya. Jadi, efek terapi bergantung dari bioavailabilitas produk obat dan bioekivalensi berarti ekivalensi bioavailabilitas dari 2 produk obat yang ekivalen secara farmasetik atau alternatif farmasetik. (World Health Organization, 2006; Medicines Control Council, 2003). Uji bioekivalensi merupakan bukti tidak langsung atas keamanan dan efikasi dari produk obat copy, karena itu uji ini perlu dilakukan dengan prosedur yang terstandardisasi. Pengujian yang dilakukan di laboratorium harus mengikuti prinsip Good Laboratory Practice (GLP) dan karena uji bioekivalensi melibatkan manusia, maka desain dan prosedur pengujian harus mengikuti prinsip Good
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
Clinical Practice (GCP). Protokol uji harus mendapat lulus kaji etik (ethical clearance) dan setiap subyek harus diberikan informed consent sebelum study dilakukan. Dengan demikian hasil uji bioekivalensi yang diperoleh dapat dipercaya dan akurat, serta hak, integritas, dan kerahasiaan dari subyek uji klinik juga terlindungi (World Health Organization, 2006; Badan POM RI, 2004).
Apoteker memiliki peran sangat penting dalam pengujian bioekivalensi obat dalam upaya menghasilkan data yang akurat dan bisa dipercaya serta memenuhi . persyaratan yang tertera pada GLP dan GCP. Praktek Kerja Profesi Apoteker merupakan salah satu upaya untuk mendapatkan pengalaman, pengetahuan, dan pembahaman tentang peran apoteker dalam bidang pengujian bioekivalensi obat. Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang berlangsung dari tanggal 1 Maret – 30 April 2013 diharapkan dapat memberikan wawasan kepada calon apoteker
mengenai perannya dalam pengujian
bioekivalensi obat.
1.2 Tujuan
1. Memahami penerapan Cara Uji Klinik Yang Baik (CUKB)/Good Clinical Practice (GCP) dan Good Laboratory Practice (GLP) yang dilakukan PT.Clinisindo Laboratories. 2. Memahami kegiatan yang dilakukan oleh PT. Clinisindo Laboratories. 3. Memahami
peranan
apoteker
dalam
laboratorium
bioavailabilitas/bioekivalensi.
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
pengujian
BAB 2 TINJAUAN UMUM
2.1 Uji Bioavaibilitas dan Bioekivalensi (BPOM RI, 2004) Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mempunyai kewajiban untuk menilai semua produk obat sebelum dipasarkan, memberikan izin pemasaran, dan selanjutnya melakukan pengawasan terhadap produk obat tersebut setelah dipasarkan untuk memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa produk obat tersebut memenuhi standar efikasi, keamanan dan mutu yang dibutuhkan. Produk obat yang mengandung zat aktif berupa zat kimia baru (new chemical entity/NCE) perlu dinilai efikasi, keamanan dan mutunya secara lengkap. NCE ini yang dipatenkan oleh pabrik penemunya disebut juga sebagai obat inovator. Sedangkan untuk produk obat yang merupakan produk copy hanya dibutuhkan standar mutu yang antara lain berupa bioekivalensi dengan produk obat inovator sebagai produk pembanding (reference product) yang merupakan baku mutu. Bioavaibilitas merupakan persentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu produk obat yang mencapai atau tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh atau aktif setelah pemberian produk obat tersebut, diukur dari kadarnya dalam darah terhadap waktu atau dari ekskresinya dalam urin. Bila dibandingkan dengan sediaan intravena yang bioavailabilitasnya 100% disebut sebagai bioavailabilitas absolut dan bila dibandingkan dengan sediaan bukan intravena dinamakan bioavailabilitas relatif. Dua produk obat yang mengandung zat aktif yang sama dalam jumlah yang sama dan bentuk sediaan yang sama disebut ekivalensi farmasetik. Sedangkan bila keduanya mengandung zat aktif yang sama tetapi berbeda dalam bentuk kimia (garam, ester, dan lainnya) atau bentuk sediaan atau kekuatan, maka disebut sebagai alternatif farmasetik. Bioekivalen adalah dua produk obat yang keduanya mempunyai ekivalensi farmasetik atau merupakan alternatif farmasetik dan pada pemberian dengan dosis molar yang sama akan menghasilkan bioavailabilitas yang sebanding sehingga efeknya akan sama dalam hal efikasi maupun keamanan. Jika hasil bioavailabilitas tidak memenuhi kriteria bioekivalen maka kedua produk obat tersebut disebut
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
bioinekivalen. Produk obat pembanding (reference product) adalah produk obat inovator yang telah diberi izin pemasaran di Indonesia berdasarkan penilaian dossier lengkap yang membuktikan efikasi, keamanan dan mutu. Jika produk obat inovator tidak dipasarkan di Indonesia atau tidak lagi dikenali yang mana karena sudah terlalu lama beredar di pasar, maka dapat digunakan produk obat inovator dari primary market (negara dimana produsennya menganggap bahwa efikasi, keamanan dan kualitas produknya terdokumentasi paling baik) atau menggunakan produk yang merupakan market leader yang telah diberi izin pemasaran di Indonesia dan telah lolos penilaian efikasi, keamanan dan mutu. Produk obat pembanding yang akan digunakan harus disetujui oleh BPOM. 2.2 Alur Uji Bioavailabilitas dan Bioekivalensi (BPOM RI, 2001 ; BPOM RI, 2004)
Persetujuan Pelaksanaan
Uji Bioekivalensi (PPUB) adalah surat
persetujuan uji bioekivalensi yang dikeluarkan oleh Kepala Badan POM. Pengajuan
pelaksanaan uji bioekivalensi dilakukan oleh sponsor atau yang
bertindak sebagai sponsor kepada Kepala Badan POM. Alur tata cara permohonan uji bioekivalensi dapat dilihat pada Gambar 2.1 sebagai berikut.
Gambar 2.1 Alur tata cara permohonan uji bioekivalensi
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
Kepala Badan POM dapat meminta tanggapan dari Tim Penasehat Uji Klinik Nasional terhadap persetujuan dari Komisi Ilmiah dan Komisi Etik Institusi untuk pelaksanaan uji bioekivalensi. Kepala BPOM akan memberikan PPUB kepada sponsor dalam kurun waktu sepuluh hari kerja terhitung sejak tanggal diterima pengajuan pelaksanaan uji klinik. PPUB tersebut berlaku selama dua tahun sejak tanggal persetujuan. Komisi Etik adalah suatu badan independen (suatu dewan penilai atau suatu komisi, institusional, regional, nasional, atau supranasional), yang terdiri dari profesional medik/ilmiah dan anggota bertanggungjawab
untuk
kesejahteraan subyek
menjamin
uji klinik
nonmedik/non- ilmiah,
perlindungan
dan
untuk
hak,
keamanan,
memastikan
yang dan
terlaksananya
perlindungan itu, antara lain dengan mengkaji dan menyetujui/memberikan pendapat yang mendukung terhadap protokol uji klinik, kelayakan para peneliti, fasilitas,
cara
dan
bahan
yang
digunakan
untuk
memperoleh
dan
mendokumentasikan persetujuan setelah penjelasan dari subyek uji klinik tersebut. Komisi Ilmiah adalah suatu badan independen yang terdiri dari para tenaga kesehatan yang bertanggung jawab melakukan kajian aspek ilmiah termasuk manfaat yang diharapkan terhadap dokumen uji klinik. Laboratorium bioavailabilitas dan bioekivalensi (BA/BE) terbagi menjadi dua bidang, yaitu bidang klinis dan bagian laboratorium (bioanalisa). Bidang klinis bertanggungjawab atas skrining subyek hingga proses sampling terlaksana, sedangkan bidang bioanalisa memiliki tanggung jawab untuk melakukan pengembangan metode analisa sampel. Bidang bioanalisa melakukan optimasi metode preparasi sampel hingga optimasi metode analisa. Setelah itu akan dilakukan validasi metode bioanalisa untuk mendapatkan metode bioanalisa yang valid yang kemudian akan digunakan untuk analisa sampel rutin. Metode analisa yang valid diperlukan untuk menjamin keabsahan hasil uji yang diperoleh. Bagan tahapan pelaksanaan studi BA/BE dapat dilihat pada Gambar 2.2 sebagai berikut.
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
Gambar 2.2 Tahapan pelaksanaan studi BA/BE 2.3 Krite ria Uji Bioekivalensi Tidak semua obat copy perlu dilakukan uji bioekivalensi sebelum dipasarkan. Ada beberapa obat yang tidak memerlukan uji bioekivalensi secara in vivo, tetapi cukup dilakukan uji bioekivalensi in vitro saja yaitu dengan Uji Disolusi Terbanding (UDT). Selain itu ada juga sediaan obat copy yang tidak perlu diuji ekivalensinya, misalnya sediaan intravena yang bioavailabilitasnya mencapai 100%.
2.3.1
Kriteria produk obat yang memerlukan uji bioekivalensi in vivo
1. Produk obat oral lepas cepat yang bekerja sistemik yang memenuhi satu atau lebih kriteria berikut ini: a. Obat-obat untuk kondisi yang serius yang memerlukan respons terapi yang
pasti
yaitu
antituberkulosis,
antiretroviral,
antimalaria,
antibakteri, antihipertensi, antiangina, obat gagal jantung, antiepilepsi, antiasma
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
b. Batas keamanan atau indeks terapi yang sempit seperti obat digoksin, antiaritmia, antikoagulan, obat - obat sitostatik, litium, fenitoin, siklosporin, sulfonilurea, dan teofilin c. Terbukti ada masalah bioavailabilitas atau bioinekivalensi dengan obat yang bersangkutan. Permasalahan yang terjadi pada obat tersebut meliputi absorpsi bervariasi, eliminasi presistemik yang tinggi, sifat-sifat fisikokimia yang tidak menguntungkan seperti kelarutan rendah, permeabilitas rendah, dan tidak stabil d. Eksipien
dan
proses
pembuatannya
diketahui
mempengaruhi
bioekivalensi. 2. Produk obat non-oral dan non-parenteral yang didesain untuk bekerja sistemik seperti sediaan transdermal, supositoria, permen karet nikotin, gel testosteron dan kontraseptif bawah kulit. 3. Produk obat lepas lambat atau termodifikasi yang bekerja sistemik. 4. Produk kombinasi tetap untuk bekerja sistemik, yang paling sedikit salah satu zat aktifnya memerlukan studi in vivo. 5. Produk obat bukan larutan untuk penggunaan nonsistemik (oral, nasal, okular, dermal, rektal, dan vaginal) dan dimaksudkan untuk bekerja lokal (tidak untuk diabsorpsi sistemik). Bioekivalensi harus ditunjukkan dengan studi klinik atau farmakodinamik, dan atau studi in vitro. Daftar produk obat copy yang mengandung zat aktif wajib uji bioekivalensi dapat dilihat pada lampiran 1.
2.3.2 Produk obat yang cukup dilakukan uji ekivalensi in vitro 1. Produk obat yang tidak memerlukan studi in vivo (tidak termasuk butir 2.3.1.1) 2. Jika studi ekivalensi telah dilakukan sedikitnya pada salah satu kekuatan (biasanya kekuatan yang tertinggi, kecuali untuk alasan keamanan dipilih kekuatan yang lebih rendah); uji disolusi terbanding dapat diterima untuk kekuatan yang lebih rendah berdasarkan perbandingan profil disolusi dengan ketentuan sebagai berikut:
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
a. Tablet lepas cepat Produk obat copy dengan kekuatan berbeda, yang dibuat oleh pabrik obat yang sama di tempat produksi yang sama yaitu dengan syarat jika semua kekuatan mempunyai proporsi zat aktif dan inaktif yang persis sama atau untuk zat aktif yang sangat poten (sampai 10 mg per satuan dosis), zat inaktifnya sama banyak untuk semua kekuatan; studi ekivalensi telah dilakukan sedikitnya pada salah satu kekuatan (biasanya kekuatan yang tertinggi, kecuali untuk alasan keamanan dipilih kekuatan yang lebih rendah) dan atau profil disolusinya mirip antar kekuatan. b. Kapsul berisi butir-butir lepas lambat Jika kekuatannya berbeda hanya dalam jumlah butir yang mengandung zat aktif, maka perbandingan profil disolusi dengan satu kondisi uji yang direkomendasi sudah cukup. c. Tablet lepas lambat Jika produk uji dalam bentuk sediaan yang sama tetapi berbeda kekuatan, dan mempunyai proporsi zat aktif dan inaktif yang persis sama atau untuk zat aktif yang sangat poten (sampai 10 mg per satuan dosis) zat inaktifnya sama banyak, dan mempunyai mekanisme pelepasan obat yang sama, kekuatan yang lebih rendah tidak memerlukan studi in vivo jika menunjukkan profil disolusi yang mirip dalam 3 pH yang berbeda (antara pH 1.2dan 7.5) dengan metode uji yang direkomendasi. 3. Berdasarkan
sistem
klasifikasi
biofarmasetik
(Biopharmaceutic
Classification System/BCS) dari zat aktif serta karakteristik disolusi dan profil disolusi dari produk obat. Berlaku untuk produk obat oral lepas cepat, tetapi tidak berlaku untuk produk obat oral lepas cepat yang disebutkan dalam butir 2.3.1.1. a. Zat aktif memiliki kelarutan dalam air yang tinggi dan permeabilitas dalam usus yang tinggi (BCS kelas 1) serta merupakan produk obat yang memiliki disolusi yang sangat cepat atau produk obat yang memiliki disolusi yang cepat dan profil disolusinya mirip dengan produk pembanding.
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
b. Zat aktif yang memiliki kelarutan dalam air yang tinggi tetapi permeabilitas dalam usus yang rendah (BCS kelas 3) serta merupakan produk obat yang memiliki disolusi yang sangat cepat dan produk obat yang tidak mengandung zat inaktif yang diketahui mengubah motilitas dan atau permeabilitas saluran cerna. c. Zat aktif yang memiliki permeabilitas dalam usus yang tinggi tetapi kelarutan dalam air yang rendah (kelarutan dalam air tinggi hanya pada pH 6,8: BCS kelas 2) serta merupakan produk obat yang memiliki disolusi yang cepat pada pH 6.8 dan produk obat yang memiliki profil disolusi yang mirip dengan produk pembanding (juga berlaku jika disolusi < 10 % pada salah satu pH).
2.3.3 Produk obat yang tidak memerlukan uji ekivalensi 1. Produk obat copy untuk penggunaan intravena sebagai larutan dalam air yang mengandung zat aktif yang sama dalam kadar molar yang sama dengan produk pembanding. 2. Produk obat copy untuk penggunaan parenteral yang lain (misal : intramuskular, subkutan) sebagai larutan dalam air dan mengandung zat aktif yang sama dalam kadar molar yang sama dan eksipien yang sama atau mirip dalam kadar yang sebanding seperti dalam produk pembanding. Eksipien tertentu (misal : pengawet, antioksidan) boleh berbeda asalkan perubahan eksipien ini diperkirakan tidak mempengaruhi keamanan atau efikasi produk obat tersebut. 3. Produk obat copy berupa larutan untuk penggunaan oral (termasuk sirup, eliksir, tingtur atau bentuk larutan lain bukan suspensi), yang mengandung zat aktif dalam kadar molar yang sama dengan produk pembanding, dan hanya mengandung eksipien yang diketahui tidak mempunyai efek terhadap transit atau permeabilitas dalam saluran cerna. 4. Produk obat copy berupa bubuk untuk dilarutkan. 5. Produk obat copy berupa gas.
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
6. Produk obat copy berupa sediaan obat mata atau telinga sebagai larutan dalam air dan mengandung zat aktif yang sama dalam kadar molar yang sama dan eksipien yang praktis sama dalam kadar yang sebanding. 7. Produk obat copy berupa sediaan obat topikal sebagai larutan dalam air dan mengandung zat aktif yang sama dalam kadar molar yang sama dan eksipien yang praktis sama dalam kadar yang sebanding. 8. Produk obat copy berupa larutan untuk aerosol atau produk inhalasi nebulizer atau semprot hidung yang digunakan dengan atau tanpa alat yang praktis sama sebagai larutan dalam air dan mengandung zat aktif yang sama dalam kadar yang sama dan eksipien yang praktis sama dalam kadar yang sebanding.
2.4 Desain dan Pelaksanaan Studi Bioekivalensi Studi bioekivalensi (BE) adalah studi bioavailabilitas komparatif yang dirancang untuk menunjukkan bioekivalensi antara produk uji (suatu produk obat copy) dengan produk obat inovator / pembandingnya. Studi ini dilakukan dengan membandingkan profil kadar obat dalam plasma atau urin antara produk-produk obat pada subyek manusia. Desain dan pelaksanaan studi BE harus mengikuti Pedoman Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB), termasuk harus lolos Kaji Etik dan mendapatkan persetujuan pelaksanaan uji bioekivalensi (PPUB) sebelum studi dimulai karena studi ini menggunakan subyek manusia. Studi biasanya dilakukan pada subyek yang sama (dengan desain menyilang) untuk menghilangkan variasi biologik antar subyek (karena setiap subyek menjadi kontrolnya sendiri) dan hal ini sangat memperkecil jumlah subyek yang dibutuhkan. Untuk membandingkan 2 produk obat, maka dilakukan studi menyilang 2-way crossover (2 periode untuk pemberian 2 produk obat pada setiap subyek). Kedua perlakuan dipisahkan oleh periode washout yang cukup untuk eliminasi produk obat yang pertama diberikan (biasanya lebih dari lima kali waktu paruh dari obat, atau lebih lama jika mempunyai metabolit aktif dengan waktu paruh yang lebih panjang). Jika obat mempunyai kecepatan eliminasi yang sangat bervariasi antar subyek, maka periode washout yang lebih lama diperlukan untuk memperhitungkan kecepatan eliminasi yang lebih rendah pada beberapa subyek.
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
Oleh karena itu, untuk obat dengan waktu paruh eliminasi yang panjang (t ½ > 24 jam), dapat dipertimbangkan penggunaan desain 2 kelompok paralel. Bentuk desain 2-way crossover dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.1 Desain 2-way crossover Period I Reference Test
II Washout
Test Reference
2.4.1 Kriteria seleksi subyek Dalam pemilihan subyek, kriteria inklusi dan eksklusi harus dinyatakan dengan jelas yaitu : a. Subyek merupakan sukarelawan sehat (untuk mengurangi variasi antar subyek) b. Sedapat mungkin pria dan wanita (jika wanita pertimbangkan resiko pada wanita usia subur). c. Umur antara 18 – 55 tahun. d. Berat badan dalam kisaran normal (BMI 18-25 kg/m2 ). e. Kriteria sehat berdasarkan uji laboratorium klinis (pemeriksaan hematologi , fungsi hati, fungsi ginjal, gula darah, dan urinalisis) riwayat penyakit, dan pemeriksaan fisik. f. Pemeriksaan khusus mungkin harus dilakukan sebelum, selama dan setelah studi selesai, bergantung pada kelas terapi dan profil keamanan obat yang diteliti. g. Sebaiknya bukan perokok jika perokok sedang (kurang dari 5 batang sehari) diikutsertakan, harus disebutkan dan efeknya pada hasil studi harus didiskusikan h. Tidak mempunyai riwayat ketergantungan pada alkohol atau penyalahgunaan obat i. Tidak kontraindikasi atau hipersensitif terhadap obat yang diuji ; untuk obat yang terlalu toksik untuk diberikan kepada sukarelawan sehat (misal : sitostatik, antiaritmia)
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
j. Uji serologis terhadap hepatitis B (HBsAg), hepatitis C (anti- HCV) dan HIV (anti-HIV). k. Tidak mendonorkan darah atau kehilangan darah lebih dari 450 mL dalam 3 bulan terakhir. l. Sukarelawan tidak mengkonsumsi obat apapun dalam 14 hari terakhir sampai uji obat dimulai. m. Sukarelawan tidak mengikuti uji obat dalam kurun waktu 4 minggu terakhir untuk menghindari efek obat yang lama tereliminasi di darah.
2.4.2
Jumlah subyek Jumlah subyek yang digunakan dalam uji bioekivalensi ini dihitung
berdasarkan parameter bioavailabilitas yang utama, yakni AUC atau luas area dibawah kurva kadar obat dalam darah terhadap waktu, yang menunjukkan jumlah obat yang masuk peredaran darah sistemik. Jumlah subyek yang dibutuhkan dalam desain menyilang two-way ditentukan dengan cara yaitu: a. Perbedaan nilai rata-rata AUC antara produk uji (test/T) dan produk pembanding (reference/R) yang sesuai dengan kriteria bioekivalen, yakni rasio nilai rata-rata geometrik (AUC)T / (AUC)R = 1,00 dengan 90% CI = 0,80 – 1,25. b. Koefisien variasi (coefficient of variation /CV) intrasubyek dari AUC obat yang diteliti yang diperkirakan dari studi sebelumnya. Jumlah subyek tergantung dari koefisien variasi (CV) intrasubyek sebagai berikut (umumnya CV intrasubyek kurang dari 20 %), seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.4 sebagai berikut :
Tabel 2.2 Perbandingan jumlah subyek terhadap koefisien variasi intrasubyek CV intrasubyek (%)
Jumlah subyek
15,0
12
17,5
16
20,0
20
22,5
24
25,0
28
27,5
34
30,0
40
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
Jumlah subyek minimal adalah 12 orang dan umumnya yang digunakan adalah 18 – 24 subyek. Subyek yang dropout dalam uji maka sampel darah subyek tambahan tersebut diukur kadar obatnya. Subyek yang mengalami withdrawal yang terjadi setelah kadar obatnya diukur, maka hasilnya harus dilaporkan. Jika jumlah subyek ternyata kurang karena variasi yang diperkirakan ternyata lebih besar, maka jumlah subyek dapat ditambah dengan tidak kurang dari setengah jumlah subyek awalnya. Hasil dapat digabung asalkan digunakan protokol yang sama dan produk obat uji dari batch yang sama.
2.4.3 Standardisasi kondisi uji Kondisi uji juga harus distandarisasi untuk mengurangi variabilitas berbagai faktor. Standarisasi yang dapat dilakukan yaitu a. Lama puasa pada malam sebelum pemberian produk yaitu minimal 10 jam b. Jika obat harus diberikan bersama makanan untuk mengurangi efek samping saluran cerna, maka studi BE harus dilakukan bersama makanan standar c. Volume air yang diminum bersama produk harus konstan (antara 150 – 200 ml) karena dapat mempengaruhi pengosongan lambung d. Semua makanan dan minuman yang dikonsumsi setelah pemberian produk harus dibakukan komposisi dan waktu pemberiannya selama periode pengambilan sampel darah yaitu air boleh diminum kapan saja kecuali 1 jam sebelum dan 2 jam sesudah pemberian produk dan makanan standar diberikan tidak kurang dari 4 jam setelah pemberian produk e. Subyek tidak boleh makan obat lain apapun (termasuk obat bebas dan obat tradisional) selama beberapa waktu sebelum penelitian (minimal 1 minggu) dan selama penelitian. Dalam keadaan darurat, penggunaan obat apapun harus dilaporkan dosis dan waktu penggunaannya f.
Subyek tidak boleh mengkonsumsi makanan dan minuman yang dapat berinteraksi dengan fungsi sirkulasi, saluran cerna, hati atau ginjal seperti merokok, minum alkohol, kopi, teh, kola, coklat atau jus buah selama 24 jam sebelum penelitian dan selama periode pengambilan sampel darah
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
g. Posisi tubuh dan aktivitas fisik juga harus distandarisasi sepanjang hari penelitian karena akan mempengaruhi motilitas dan aliran darah saluran cerna.
2.4.4 Pengambilan sampel Sampel yang digunakan biasanya adalah sampel darah, meskipun sampelurin juga dapat digunakan. Sampel darah harus diambil pada waktu-waktu tertentu sehingga dapat menggambarkan fase- fase absorpsi, distribusi, dan eliminasi obat. Kebanyakan obat memerlukan 12-18 sampel darah, yang terdiri dari: a. 1 sampel sebelum obat/pada waktu nol (t0) b. 2-3 sampel sebelum kadar maksimal (Cmax) c. 4-6 sampel sekitar Cmax d. 5-8 sampel setelah Cmax, sampai sedikitnya 3 atau lebih waktu paruh eliminasi obat dalam plasma (> 3 x t1/2). Obat atau obat yang metabolit aktifnya mempunyai waktu paruh eliminasi (t1/2) yang panjang (lebih dari 24 jam), sampel darah harus diambil sampai sedikitnya 72 jam. Sampel urin hanya digunakan jika kadar obat dalam darah terlalu kecil untuk dapat dideteksi dan eliminasi obat dalam bentuk utuh melalui ginjal cukup besar (> 40%). Urin dikumpulkan di tempat studi secara periodik sampai sedikitnya 3 x waktu paruh eliminasi obat (3 x t½ ). Waktu sampling untuk studiselama 24 jam biasanya 0-2, 2-4, 4-8, 8-12 dan 12-24 jam. Volume urin setiap interval waktu tersebut harus diukur dan dilaporkan. Kemudian dibuat kurva jumlah obat kumulatif yang diekskresi dalam urin terhadap waktu.
2.5 Produk Obat Uji Produk obat uji yang digunakan dalam studi BE harus dibuat sesuai dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan catatan batchnya harus dilaporkan. Produk uji yang digunakan dalam studi BE untuk tujuan registrasi harus identik dengan produk obat yang akan dipasarkan. Produk uji harus diambil dari batch skala industri dan sponsor harus menyimpan sampel dari semua produk yang ditelitidalam studi (dalam jumlah yang cukup) selama 2 tahun setelah
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
selesainya studi atau 1 tahun lebih lama dari masa pakai (shelf life) produk atau hingga keluarnya izin edar (dipilih yang lebih lama) agar dapat dilakukan pemeriksaan ulang jika diminta oleh Badan POM.
2.6 Hasil Uji Bioekivalensi Kriteria boekivalen Produk uji (test /T) dan produk pembanding (reference/R) dikatakan bioekivalen jika : a.
Rasio nilai rata-rata geometrik (AUC)T / (AUC)R = 1,00 dengan 90% Cl = 80-125%. Untuk obat-obat dengan indeks terapi yang sempit, interval ini mungkin perlu dipersempit (90-111%). Interval yang lebih lebar mungkin dapat diterima jika didasari pertimbangan klinik yang jelas.
b.
Rasio nilai rata-rata geometrik (Cmax)T / (Cmax)R = 1,00 dengan 90% CI = 80-125% Cmax lebih bervariasi dibanding AUC, maka interval yang lebih lebar mungkin cocok. Interval ini harus ditetapkan sebelumnya, misal 75-133%
atau
70-143%,
dan
harus
diberikan
alasan
dengan
mempertimbangkan efikasi dan keamanannya. c.
Perbandingan tmax dilakukan hanya jika ada klaim yang relevan secara klinik mengenai pelepasan atau kerja yang cepat atau adanya tanda-tanda yang berhubungan dengan efek samping obat. Nilai confidence interval (CI) tidak boleh dibulatkan, jadi untuk CI
80-125% nilainya harus minimal 80,00 dan tidak lebih dari 125,00. Jika bioavailabilitas produk uji lebih besar dibandingkan produk pembandingnya (suprabioavailabilitas), maka harus dilakukan reformulasi. Studi bioekivalensi harus
dilakukan
lagi
dengan
produk
reformulasi
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
tersebut.
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS
3.1 Sejarah Organisasi PT. Clinisindo Laboratories merupakan lembaga penelitian independen (Independent Contract Research Organization) yang bergerak di bidang pengujian dan pengembangan metode analisa bioavailabilitas/bioekivalensi (BA/BE). PT.Clinisindo Laboratories berlokasi di Jl. Ulujami Raya No 12, Pesanggrahan, Jakarta Selatan. PT. Clinisindo Laboratories didirikan pada 20 September 2004 dengan akte pendirian perusahaan Perseroan Terbatas nomor 31, yang menyatakan pemegang saham menyerahkan sepenuhnya operasional dari PT. Clinisindo kepada direktur yang sepenuhnya terlepas dari tugas/tanggung jawab lainnya untuk menghindari terjadinya pertentangan kepentingan dalam pelaksanaan pengujian di Laboratorium PT. Clinisindo, sehingga seluruh keputusan hasil pengujian dan laporan pengujian dilakukan secara profesional dan independen tanpa ada intervensi dari pemegang saham. Laboratorium swasta nasional ini didirikan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pengujian bioekivalensi
dan pengembangan
berdasarkan standar Good Laboratory Practice
metode
analisa
(GLP) dan Good Clinical
Practice (GCP). Untuk menghindari benturan kepentingan dalam proses kegiatan laboratorium maka PT. Clinisindo menerapkan asas independensi seperti penerapan sistem musyawarah mufakat dan berimbang dalam pengambilan keputusan tanpa adanya dominasi dan tekanan dari pihak manapun, serta tersedianya sumber daya keuangan yang dalam pengelolaannya bebas dari benturan berbagai pihak yang berkepentingan. PT. Clinisindo Laboratories memiliki luas area sekitar 500 m2 dan dilengkapi dengan fasilitas klinik, fasilitas analisa, dan fasilitas kantor. Pegawai yang bekerja di PT. Clinisindo Laboratories terdiri dari direktur, manajer operasional, manajer mutu, manajer teknis, administrasi, Pusat Pengendali Dokumen, supervisor klinik, supervisor laboratorium, staf analisa, staf klinik,
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
perawat, analis, dan cleaning service. Personel PT. Clinisindo Laboratories diseleksi dari para profesional yang berpengalaman di bidang analisa dan studi bioekivalensi. PT. Clinisindo Laboratories mempunyai sistem dokumen mutu terdiri dari Quality Manual (QM), Standard Operating Procedure (SOP), dan Standard Operating Instruction (SOI). Personel Quality Assurance (QA) bebas dari campur tangan bagian klinik dan analitik pada penelitian dan terdapat program audit internal untuk inspeksi diri yang diatur dan diorganisasikan oleh manajer mutu (QA) sebagai sistem jaminan mutu. Audit internal minimal dilakukan satu kali setahun untuk semua divisi. Dalam melaksanakan penelitiannya, PT. Clinisindo Laboratories bekerja sama dengan pihak ketiga dalam pemeriksaan kesehatan subyek dan penanganan limbah. 3.2 Visi dan Misi PT. Clinisindo Laboratories memiliki visi untuk “Menjadi Laboratorium Pengujian BA/BE yang Kompeten, Berkualitas, dan Diakui secara Nasional, Regional, dan Internasional”. Untuk mencapai visi tersebut PT. Clinisindo Laboratories memiliki beberapa misi sebagai berikut: a.
Memberikan pelayanan pengujian BA/BE dan pengembangan metode analisa yang berkualitas dengan semangat ilmiah sesuai dengan persyaratan ISO/IEC 17025, Good Clinical Practice (GCP) dan Good Laboratory Practice (GLP).
b.
Mencapai kepuasan customer dengan memberikan laporan hasil pengujian yang akurat, tepat waktu dan sesuai dengan persyaratan pelanggan serta standar pengujian terkini dan/atau standar nasional, regional maupun internasional dengan tetap
menjaga kerahasiaan informasi dan hak
kepemilikan pelanggan. c.
Menerapkan dan meningkatkan efektivitas system manajemen mutu secara berkelanjutan dengan menetapkan sasaran mutu dan mengevaluasinya tiap tahun dalam rapat tinjauan manajemen.
d.
Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia agar semua karyawan jelas dengan tugas dan tanggung jawabnya serta terus menerus mengevaluasi kemampuan tersebut.
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
3.3 Struktur Organisasi PT.Clinisindo Laboratories memiliki susunan organisasi yang dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut.
Direktur
Manajer Operasional
Manajer Mutu (QA)
ManajerTeknis
Pusat Pengendali Dokumen (PPD)
Administrasi
Spv.Lab
Spv.Klinik
Staf Analisa Perawat/Analis Kesehatan
Staf Klinik Analis
Keterangan: Spv. Klinik = SupervisorKlinik Spv. Lab
= Supervisor Laboratorium
Gambar 3.1 Struktur organisasi PT. Clinisindo Laboratories Berdasarkan struktur organisasi tersebut, personil inti laboratorium PT. Clinisindo Laboratories terdiri atas : 3.3.1 Direktur Direktur merupakan manajemen puncak yang mempunyai tanggung jawab penuh terhadap semua kegiatan laboratorium serta memimpin organisasi untuk mencapai tingkat prestasi yang paling baik. Direktur memiliki wewenang untuk membuat keputusan terhadap kebijakan maupun sumber daya laboratorium untuk mencapai mutu data pengujian yang sesuai dengan kebutuhan dan kepuasan
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
customer. Direktur bertugas untuk menetapkan kebijakan mutu dan sasaran mutu laboratorium serta mempromosikannya ke seluruh organisasi untuk meningkatkan kesadaran, motivasi dan pelibatan. Direktur juga menjamin proses komunikasi yang tepat telah ditetapkan, diimplementasikan, serta dipelihara untuk menjamin tercapainya sasaran mutu dalam penerapan sistem manajemen mutu yang efektif dan efisien. Komikasi dilakukan dengan mengadakan pertemuan antar personil laboratorium dalam rapat tinjauan manajemen yang dipimpin oleh direktur. 3.3.2 Manajer operasional Manajer operasional merupakan bagian dari manajemen puncak yang bertanggung jawab sebagai deputi direktur dalam memelihara kebijakan dan sasaran mutu yang telah ditetapkan oleh direktur dan mempromosikannya ke seluruh organisasi laboratorium untuk meningkatkan kesadaran, motivasi, dan keterlibatan. Manajer operasional memiliki kewenangan dalam memutuskan tindakan berkenaan dengan kebijakan dan sasaran mutu serta tindakan bagi perbaikan sistem manajemen mutu, bertanggung jawab memastikan bahwa proses yang sesuai diterapkan dan memungkinkan persyaratan pelanggan atau pihak lain yang berkepentingan dipenuhi dan sasaran mutu tercapai. Selain itu, manajer operasional memiliki kewenangan menunjuk tim panel audit internal dan membantu direktur mengadakan tinjauan manajemen mutu setiap satu tahun sekali. 3.3.3 Manajer Mutu Manajer Operasional menunjuk secara resmi seorang manajer mutu yang diberi kewenangan untuk memberi pengarahan kepada semua manajemen lainnya dalam hal penerapan sistem manajemen mutu laboratorium. Manajer mutu bertanggung jawab untuk memberikan masukan serta usulan kepada direktur dalam memelihara dan meningkatkan sistem manajemen mutu di laboratorium. Selain itu manajer mutu juga bertanggung jawab untuk memastikan bahwa segala aspek dari mutu dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan prosedur mutu laboratorium. 3.3.4 Manajer Teknis Manajer teknis bertanggung jawab atas semua aspek operasional teknis dan ketersediaan sumber daya yang diperlukan untuk memastikan bahwa mutu
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
yang dipersyaratkan dalam kegiatan laboratorium tercapai dan sesuai dengan kebutuhan dan juga kepuasan dari pelanggan.
3.4 Spesifikasi Jabatan Spesifikasi jabatan asli masing- masing karyawan disimpan oleh manajer mutu dan salinan spesifikasi jabatan diberikan kepada karyawan yang bersangkutan. Perubahan atas spesifikasi jabatan harus diajukan oleh Manajer Mutu ke Direktur. 3.4.1
Direktur Direktur adalah minimal seorang sarjana S1 yang telah memiliki pengalaman manajerial selama lima tahun. Direktur memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut : a.
Bertanggung jawab penuh terhadap semua kegiatan laboratorium serta memimpin organisasi untuk mencapai tingkat prestasi yang lebih baik.
b.
Direktur mempunyai wewenang membuat keputusan terhadap kebijakan maupun sumber daya laboratorium untuk mencapai mtu data pengujian sesuai kepuasan pelanggan.
c.
Mengesahkan manual mutu laboratorium
d.
Menyelenggarakan tinjauan manajemen mutu setiap 1 tahun sekali
e.
Menetapkan kebijakan dan sasaran mutu
f.
Memberikan
delegasi
kepada
manajer
operasional
apabila
berhalangan. 3.4.2
Manajer Operasional Manajer operasional adalah minimal seorang sarjana S1 yang telah memiliki pengalaman manajerial selama lima tahun. Manajer operasional tersebut memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut : a. Bertanggung jawab memeriksa manual mutu laboratorium b. Bersama direktur menyelenggarakan tinjauan manejemen mutu setiap satu tahun sekali c. Memelihara kebijakan dan sasaran mutu yang telah ditetapkan oleh direktur
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
d. Mempromosikan kebijakan mutu dan sasaran mutu di seluruh organisasi laboratorium untuk meningkatkan kesadaran, motivasi, dan pelibatan. e. Memastikan fokus perhatian pada persyaratan kepuasaan pelanggan di seluruh organisasi laboratorium f. Memastikan bahwa proses yang sesuai diterapkan dan memungkinkan persyaratan pelanggan atau pihak lain yang berkepentingan dipenuhi dan sasaran mutu tercapai. g. Memutuskan tindakan berkenaan dengan kebijakan mutu dan sasaran mutu h. Memutuskan tindakan bagi perbaikan sistem manajemen mutu i. Melakukan penunjukkan terhadap tim panel audit internal j. Memberikan delegasi kepada manajer terkait apabila berhalangan.
3.4.3
Bagian Laboratorium
3.4.3.1 Manajer Teknis Manajer teknis adalah seorang apoteker yang sudah memiliki pengalaman bekerja minimal lima tahun di laboratorium pengujian. Tugas dan tanggung jawab yang dimiliki oleh seorang manajer teknis adalah sebagai berikut: a. Mengelola seluruh aspek kegiatan pengujian untuk memastian bahwa setiap pengujian sudah mengikuti pedoman Good Clinical Practice (GCP) dan GoodLaboratory Practice (GLP) b. Bersama dengan bagian administrasi menerima permintaan customer, melakukan tinjauan kontrak dan membuat penawaran harga dan membuat perjanjian kontrak apabila harga sudah disepakati. c. Bertanggung jawab dalam penyusunan protokol uji klinik (design study, metode analisa dan sample size) d. Bertanggung jawab dalam pengurusan ethical clearance dari komisi etik dan menjalin kerjasama dengan pelanggan/sponsor dalam pengurusan persetujuan pelaksanaan uji bioekivalensi dari badan POM
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
e. Koordinasi dengan bagian administrasi dalam melakukan pengontrolan pengadaan material yang mempengaruhi mutu ; pemilihan, kualifikasi dan evaluasi pemasok (produsen, distributor, penyedia jasa kalibrasi dan pelatihan) f.
Bertanggung jawab
dalam
keseluruhan aktifitas
laboratorium
bioanalisa yang meliputi : pencarian metode analisa, validasi metode analisa
meliputi penyusunan protokol
dan
laporan
validasi,
pemeriksaan sampel plasma/urin, kalibrasi dan pemeliharaan alat-alat laboratorium,
memonitor
supervisor
lab
dalam
melaksanakan
pengembangan dan validasi metode analisa ataupun bioanalisa g. Mengkoordinasikan penerapan jaminan mutu dan pengendalian mutu (QA/QC) untuk semua jenis pengujian yang dilakukan oleh laboratorium. h. Bertanggung jawab
terhadap
pelaporan
hasil
pengujian dan
penandatanganan sertifikat pengujian i.
Bertanggung jawab dalam penyusunan laporan akhir uji bioekivalensi
j.
Menyusun analisa kebutuhan pelatihan dan program pelatihan yang diperlukan dalam upaya untuk memastikan bahwa setiap personal yang ada mempunyai kompetensi untuk melaksanakan tugas sesuai uraian kerjanya.
k. Memberikan
delegasi
kepada
supervisor
lab/klinik
apabila
berhalangan.
3.4.3.2 Supervisor Laboratorium Supervisor Laboratorium adalah seorang apoteker yang memiliki pengalaman di bidang HPLC. Tugas dan tanggung jawab yang dimiliki oleh seorang supervisor laboratorium adalah sebagai berikut : a. Mengawasi
pelaksanaan
proses
pengembangan
metode
analisa
berdasarkan kompendial, literatur yang relevan atau pengembangan sendiri b. Memeriksa protokol validasi sebelum melakukan validasi metode
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
c. Mengawasi pelaksanaan validasi metode berdasarkan protokol yang dibuat, termasuk memastikan pencatatan bila terdapat penyimpangan terhadap protokol d. Memeriksa laporan hasil validasi metode e. Menyusun dokumen instruksi yang digunakan di dalam laboratorium f.
Memantau pelaksanaan proses kerja yang dilakukan staf dan analis sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan
g. Memberikan penjelasan dan training kepada staf analisa dan analis sebelum memulai suatu pengujian h. Bertanggung jawab
mengawasi pelaksanaan
jaminan
mutu dan
pengendalian mutu (QA/QC) laboratorium . i.
Bertanggung jawab dalam pemeliharaan dan program kalibrasi instrumen dan alat-alat di laboratorium
j.
Bersama manajer teknis memberikan pelatihan dan evaluasi terhadap staf analisa dan analis di bawahnya
k. Memastikan sistem dokumentasi dan pengendalian data laboratorium berjalan dengan baik seperti proses pemindahan dan pengolahan data sudah dilakukan dengan benar serta verifikasi worksheet validasi metode l.
Mengatur agar semua peralatan dan pereaksi yang dibutuhkan tersedia dalam jumlah yang cukup dan digunakan sebagaimana mestinya
m. Mengatur tugas staf analisa dan analis secara efisien dan efektif n. Mengatur pelaksanaan replia pengujian dalam rangka jaminan mutu o. Menunjuk staf analisa atau analis yang menjadi tanggung jawabnya apabila berhalangan
3.4.3.3 Staf analisa Staf Analisa adalah seorang apoteker atau minimal Sarjana farmasi/kimia yang memiliki pengalaman di bidang HPLC. Staf analisa memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: a. Melakukan
proses
pengembangan
metode
analisa
berdasarkan
kompendial, literatur yang relevan, atau pengembangan sendiri b. Membuat protokol validasi sebelum melakukan validasi metode
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
c. Melakukan validasi metode berdasarkan protokol yang dibuat, mencatat dan melaporkan bila terdapat penyimpangan terhadap protokol d. Membuat laporan hasil validasi metode e. Melaksanakan jaminan mutu dan pengendalian mutu (QA/QC) pengujian yang dilakukan oleh laboratorium seperti . f.
Menyusun dokumen instruksi yang digunakan di dalam laboratorium
g. Melakukan pengujian sampel dengan metode analisa yang sudah tervalidasi h. Bekerja sama dan memonitor proses kerja dari analis i.
Melakukan pengoperasian dan pemeliharaan instrumen analisa (HPLC dan LC-MS/MS)
j.
Melaporkan kepada supervisor laboratorium kebutuhan peralatan dan pereaksi yang digunakan dalan analis.
k. Bertanggung jawab terhadap kebersihan dan ketertiban di tempat kerja l.
Bersama supervisor laboratorium pelatihan dan evaluasi terhadap analis di bawahnya.
3.4.3.4 Analis Analis adalah seorang lulusan sekolah menengah analis kimia atau akademi analis kimia/D3 kimia yang bekerja di laboratorium bioekivalensi dan memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: a. Membantu supervisor laboratorium atau staff analisa dalam melakukan proses pengujian b. Membuat larutan pereaksi (reagen) yang menunjang dan diperlukan dalam pengujian c. Melakukan preparasi sampel d. Melakukan pencatatan berkala pada formulir yang telah disediakan seperti : pengecekan antara timbanhan, pengecekan antara mikropipet, catatan monitoring suhu ruangan, suhu lemari es dan freezer. e. Mencatat
setiap
penimbangan,
pemasukan
material
(bahan
kimia/pereaksi), pembuatan pereaksi dan pemakaian alat ke dalam log book atau formulir yang sudah disediakan
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
f.
Melaporkan kepada supervisor laboratorium atau staff analisa bila ada kebutuhan pereaksi, peralatan volumetrik dan kebutuhan lainnya.
g. Melaporkan kepada supervisor laboratorium atau staff analisa jika ada kerusakan atau penyimpangan pada alat atau instrumen h. Bertanggung jawab terhadap kebersihan dan ketertiban di tempat kerja.
3.4.4
Bagian Klinik
3.4.4.1 Supervisor Klinik Supervisor klinik
adalah seorang apoteker/dokter
yang memiliki
pengalaman minimal dua tahun di bidang klinik. Supervisor klinik memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut : a. Melakukan proses perekrutan subyek dan penjelasan informed consent bersama dengan dokter peneliti dan peneliti utama b. Bekerja sama dengan laboratorium klinik yang dipilih untuk melakukan proses screening c. Menyusun protokol studi berdasarkan pertimbangan ilmiah dan literatur yang relevan dibawah peneliti d. Membantu peneliti utama dalam mengurus ethical clearance dan Persetujuan Protokol Uji Bioekivalensi (PPUB) e. Bersama dengan dokter peneliti merancang desain case report form f.
Menunjuk
perawat/analis
kesehatan
untuk
melakukan
proses
pengambilan sampel dan memberikan penjelasan dan training singkat sebelum pengambilan sampel dilaksanakan g. Bertanggung jawab terhadap jalannya proses sampling seperti pemberian obat, standarisasi kondisi subyek (termasuk makanan, snack, minuman), proses monitoring, pencatatan efek samping, kepatuhan subyek, pengambilan sampel serta kegiatan lainnya. h. Memonitor proses dokumentasi klinik berupa data/rekaman ataupun dokumen yang berhubungan dengan subyek i.
Mencatat apabila terjadi penyimpangan terhadap protokol
j.
Memastikan bahwa alat-alat medis yang digunakan berfungsi dengan baik atau terkalibrasi
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
k. Mengatur kebutuhan peralatan yang diperlukan dalam pengambilan sampel (blood collection, jarum suntik, kapas, dan lain- lain) l.
Memastikan kelengkapan isi emergency trolley selalu tersedia jika terjadi kondisi darurat terhadap subyek penelitian saat proses sampling.
m. Menyusun prosedur dan instruksi kerja yang digunakan di bagian klinik n. Mengolah data yang diberikan oleh supervisor laboratorium dan melakukan perhitungan farmakokinetik dan statistik.
3.4.4.2 Staf Klinik Staf klinik adalah seorang farmasi / apoteker/dokter yang memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut : a. Membantu supervisor klinik dalam pengurusan ethical clearance dan PPUB protokol uji b. Membantu persiapan dan pelaksanaan studi klinik, seperti proses perekrutan subyek, pemberian obat, standarisasi kondisi subyek (termasuk makanan, snack, minuman), proses monitoring, pencatatan efek samping, kepatuhan subyek, pengambilan sampel serta kegiatan klinik lainnya c. Membantu supervisor klinik dan dokter dalam proses dokumentasi klinik berupa data/rekaman ataupun dokumen yang berhubungan dengan subyek d. Melakukan pengecekan dan pemeliharaan terhadap alat-alat medis yang digunakan agar tetap berfungsi dengan baik dan terkalibrasi sesuai jadwal yang telah ditetapkan e. Mengatur kebutuhan peralatan yang diperlukan dalam pengambilan sampel (blood collection, jarum suntik, kapas, dan lain- lain) f.
Mengecek kelengkapan isi emergency trolley selalu tersedia jika terjadi kondisi darurat terhadap subyek penelitian saat proses sampling.
3.4.4.3 Perawat/ analis kesehatan Perawat/analis
kesehatan adalah seorang
perawat
yang minimal
merupakan lulusan D3 keperawatan atau sekolah menengah analis kesehatan dan
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
memiliki pengalaman kerja di rumah sakit minimal tiga tahun. Perawat/Analis kesehatan memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: a. Melaksanakan proses pengambilan sampel darah maupun urin sesuai dengan prosedur dan protokol yang sudah ditetapkan dan melakukan pencatatan setiap selesai pengambilan sampel b. Memberikan pelayanan yang diperlukan kepada subyek selama proses pengambilan sampel c. Membantu dokter dalam memonitor dan menangani setiap kejadian yang tidak diinginkan (adverse event) dan melaporkan ke dokter atau supervisor klinik untuk diambil tindakan lebih lanjut d. Bertanggung jawab terhadap kebersihan, pembuangan limbah medis sesuai dengan prosedur yang berlaku dan ketertiban di tempat kerja.
3.4.5
Bagian Quality Assurance
3.4.5.1 Manajer Mutu Manajer mutu adalah seorang apoteker yang memiliki pengalaman kerja di laboratorium minimal tiga tahun. Manajer mutu tersebut memiliki tugas dan tanggung jawab : a. Mengelola tim ISO/IEC 17025 : 2005 dengan tanggung jawab untuk membuat usulan dalam memprakarsai prosedur mutu untuk melaksanakan pengelolaan sistem mutu perusahaan agar sesuai dengan standar ISO/IEC 17025 :2005 ; melaksanakan peraturan atau prosedur mutu yang berlaku pada bagiannya ; mengadakan pelatihan kepada bawahan masing- masing dalam penerapan sistem manajemen mutu ; memantau dan memastikan apakah hasil pekerjaan sesuai standar dan sistem manajemen mutu yang telah ditetapkan dibagiannya masing- masing dan melakukan tindakan koreksi dan pencegahan apabila ada kekurangan serta memberi masukan kepada pimpinan perusahaan tentang status penerapan sistem manajemen mutu dan memberi usulan perbaikan peningkatan kepada manajemen. b. Merencanakan, mengkoordinir, mengevaluasi penyusunan dan melakukan kaji ulang/tinjauan manajemen mutu untuk menetukan kesesuaian,
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
kecukupan,
dan
efektifitas
penerapan
sistem
manajemen
mutu
laboratorium sehingga mencapai sasaran yang telah ditetapkan c. Mengelola tim audit mutu internal dengan tanggung jawab untuk membentuk tim auditor untuk mengelola kegiatan audit mutu internal sesuai dengan prosedur yang berlaku ; mengarahkan program audit internal secara keseluruhan untuk melihat keefektifan pelaksanaan dan pengendalian sistem mutu perusahaan ; memastikan kegiatan audit internal dilaksanakan sesuai standar dan jadwal yang ditetapkan ; memastikan tindakan perbaikan dilaksanakan secara efektif dan dalam jadwal waktu yang disetujui serta memastikan para auditor mutu cukup terlatih dalam melaksanakan tugas auditnya. d. Memastikan pusat pengendali dokumen (PPD) sudah menjalankan tugasnya sesuai pengarahan yang tertuang pada prosedur yang berlaku. e. Mengelola kegiatan tindakan perbaikan dan pencegahan dengan cara memastikan semua keluhan dari pelanggan atau wakilnya ditangani dengan efektif oleh manajemen yang terkait ; memastikan kekurangan mutu atas setiap titik pelaksanaan pekerjaan ditangani secara efektif dan dilakukan tindakan perbaikan dan pencegahan oleh bagian yang terkait ; menyetujui kesempurnaan tindakan perbaikan dan pencegahan yang dilaksanakan oleh pihak terkait aspek mutu ; memacu strategi dan rencana peningkatan mutu agar dilaksanakan oleh pihak yang terkait. f.
Melakukan review laporan akhir suatu studi dan memastikan bahwa laporan yang sudah dibuat sesuai dengan data mentah
g. Memberikan delegasi kepada manajer teknis apabila berhalangan.
3.4.5.2 Pusat Pengendali Dokumen (PPD) Pusat Pengendali Dokumen (PPD) dikelola oleh minimal seorang lulusan Akademi Sekretaris/D3 Ekonomi. Tugas dan tanggung jawab yang dimiliki oleh staf PPD adalah: a. Mengontrol keluar masuknya dokumen, arsip, surat, memo dan dokumendokumen lain.
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
b. Mengatur dan mengontrol sistem pendistribusian dan pengarsipan dokumen c. Ikut menjaga dan mengamankan dokumen-dokumen yang bersifat rahasia dan tidak memberikannya ke bagian lain yang tidak berkepentingan d. Menyiapkan rapat-rapat rutin intern serta ekstern yang diselenggarakan dan membuat serta mendistribusikan notulensi hasi rapat yang diselenggarakan e. Membantu manajer mutu dalam memverifikasi laporan akhir studi dan memastikan bahwa laporan sudah sesuai dengan data mentah.
3.4.6 Staf Administrasi Staf administrasi adalah seorang lulusan DIII/SMF/SMAK
yang
mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: a. Bertanggung jawab untuk mencari pemasok kebutuhan laboratorium sesuai dengan spesifikasi yang sudah ditentukan, meminta penawaran dan pemesanan barang. b. Memelihara sistem administrasi pembelian
laboratorium termasuk
pembuatan purchase order (PO), pengarsipan surat jalan dan invoice. c. Memelihara data approval pemasok dan melakukan update secara rutin d. Bekerja sama dengan user melakukan kualifikasi pemasok sebelum memasukkan ke dalam daftar approval pemasok e. Melakukan evaluasi pemasok secara periodik f.
Bersama manajer teknis melakukan kaji ulang permintaan dan kontak dari customer sesuai dengan bagian tugasnya dan membuat penawaran kepada customer
g. Memberikan delegasi kepada personil yang menjadi tanggung jawabnya apabila berhalangan.
3.5 Bangunan dan Fasilitas 3.5.1
Fasilitas klinik Fasilitas klinik PT.Clinisindo Laboratories memiliki luas wilayah sekitar 216 m2 yang dilengkapi dengan fasilitas seperti:
a. Wilayah untuk registrasi dan skrining subyek.
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
b. Wilayah pelayanan subyek (Subject Service Area) terdiri dari 2 kamar subyek (ward / sleeping area) yang memiliki 26 tempat tidur yang terpisah untuk subyek pria dan wanita, ruang rekreasi yang dilengkapi dengan televisi dan fasilitas internet, dilengkapi dengan air conditioner untuk kenyamanan subyek, ruang istirahat (toilet dan mushola), dan kantin c. Ruang sampling untuk melakukan proses sampling dan mengumpulkan sampel (darah atau urin ) dari subyek. Terdapat pass box khusus untuk mentransfer sampel dari ruang sampling ke ruang preparasi d. Fasilitas yang memadai untuk perawatan subyek yang memerlukan penanganan emergensi atau penanganan medis lainnya e. Tersedia peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) dan obat-obat untuk penyelamatan jiwa (rescue medication) untuk digunakan pada ruang darurat (emergency) f.
3.5.2
Loker tersedia untuk tempat menyimpan barang-barang milik subyek.
Fasilitas analitik Fasilitas analitik PT.Clinisindo Laboratories memiliki luas wilayah
sekitar152 m2 yang dilengkapi dengan fasilitas seperti: a. Ruang preparasi untuk memproses sampel (seperti proses pemisahan plasma dan proses estraksi) dan tempat penyimpanan sampel (freezer) b. Ruang timbang dengan spesifikasi temperatur 20-30o C, kelembaban 20-80% c. Ruang Instrumen dengan spesifikasi temperatur 20-30o C, kelembaban 20-80% d. Gudang bahan-bahan kimia dan reagen e. Refrigerator (lemari pendingin) dan frezzer bersuhu -20 dan -70o C yang ditujukan sebagai tempat penyimpanan bahan standar dan sampel biologis.
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
3.5.3
Fasilitas kantor Fasilitas kantor PT.Clinisindo Laboratories memiliki luas wilayah sekitar
132 m2 yang dilengkapi dengan ruangan administrasi, ruangan manajer, dan ruang rapat.
3.6 Peralatan Instrumen utama yang digunakan untuk menganalisa sampel adalah HPLC dan LC-MS/MS. Peralatan laboratorium lainnya yang digunakan dalam analisa adalah timbangan analitik, mikropipet, pH meter, solid phase extraction (SPE), lemari asam, freezer (-20 dan –70o C), water purified system, evaporator, vortex mixer, dan sentrifus.
3.6.1
Kualifikasi, Kalibrasi, dan Perawatan Kegiatan kualifikasi dan kalibrasi diimplementasikan pada semua
instrumen dan peralatan yang digunakan untuk memproses, analisa, penyimpanan yang mencakup massa, volume, temperatur, kelembaban, dan kecepatan. Kualifikasi dilakukan oleh supplier, termasuk kualifikasi instalasi (IQ), kualifikasi operasional (OQ), dan kualifikasi kinerja (PQ). Kegiatan kalibrasi baik internal maupun eksternal dilakukan secara teratur dan terjadwal dengan baik, frekuensi kalibrasi ditentukan berdasarkan frekuensi penggunaan, kondisi lingkungan, umur instrumen atau peralatan, akurasi dari instrumen atau peralatan, dan rekomendasi menurut buku manual alat. Hasil kalibrasi
diberikan
sebagai
laporan
kalibrasi
dan
diberi
label
“Terkalibrasi/Calibrated”. Adanya penyimpangan pada kalibrasi harus dilaporkan dan dilakukan follow up. Karena kalibrasi harus dilakukan secara periodik, maka label juga harus mencantumkan tanggal dilakukannya kalibrasi ulang. Selama waktu pemeriksaan dan perbaikan, instrumen tidak boleh digunakan dan diberi label “Rusak”. Perawatan juga direncanakan untuk setiap instrumen dan peralatan utama berdasarkan prosedur kontrol peralatan. Penggunaaan tiap peralatan dicatat pada logbook pada masing- masing peralatan.
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
3.7 Dokumentasi Berdasarkan Prosedur Kontrol Dokumen, kontrol dokumen mencakup pemformatan, penomoran, penerbitan, pendistribusian, sirkulasi, pengisian, pengubahan dokumen dan pemusnahan dokumen diklasifikasikan sebagai Controlled document (dokumen terkendali). Dokumen terkendali adalah semua dokumen yang berkaitan dengan sistem manajemen mutu dari ISO/IEC 17025 dan GCP seperti Quality Manual, Standard Operating Procedures (SOP), Standard Operating Instruction (SOI) dan juga pencatatan yang terkait dengan kegiatan laboratorium. Kontrol dokumen merupakan tanggung jawab dari Central Document Controller (PPD) yang berada di bawah pengawasan manajer QA.
3.8 Pengolahan Limbah PT. Clinisindo Laboratories menetapkan sistem pemisahan limbah saat pembuangan berdasarkan jenis, sumber, dan sifat limbah. Analis dibantu petugas kebersihan bertanggung jawab melakukan pembuangan limbah ke dalam wadah yang sesuai. Penanganan limbah kimia dan biologi selanjutnya diserahkan pada pihak ketiga. Limbah yang dihasilkan PT. Clinisindo Laboratories dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
3.8.1
Limbah medis Limbah medis merupakan limbah yang mengandung, terkena atau
tercampur bahan biologis
yang diidentifikasi sebagai limbah B3
dan
membutuhkan penanganan khusus. Berdasarkan sumbernya, limbah medis terbagi menjadi 3, yaitu : a. Limbah klinik Merupakan limbah yang dihasilkan dari bagian klinik seperti dari hasil pemeriksaan serologi / kehamilan atau kegiatan sampling darah subyek. Limbah klinik dikumpulkan dalam kantong plastk berwarna kuning yang diberi label “Biohazard” dan label “Limbah medis padat”. Contoh limbah klinik ini adalah tabung vakum darah, jarum suntik, kapas / micropore terkena darah, tabung plasma / serum.
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
b. Limbah kimia Merupakan limbah yang dihasilkan dari kegiatan preparasi / ekstraksi sampel biologis menggunakan pereaksi kimia cair organik yang bersifat toksik, korosif, mudah terbakar dan mudah meledak. Limbah kimia tersebut dikumpulkan dalam botol kaca coklat dan diberi label “Biohazard” dan label “Limbah medis cair”. Contoh limbah ini adalah asetonitril, metanol, n-heksana, etil asetat.
c. Limbah farmasi Merupakan sisa obat-obatan yang sudah tidak diperlukan lagi atau sudah kadaluarsa.Limbah farmasi dikumpulkan dalam kantong plastik berwarna kuning.
3.8.2
Limbah non- medis Limbah non- medis adalah limbah yang tidak mengandung bahan biologis
yang dapat bersifat limbah B3 (limbah kimia atau non-B3 (tidak berbahaya). Berdasarkan sumbernya, limbah non-medis terbagi menjadi 2, yaitu : a.
Limbah kimia non- medis Limbah kimia non-medis berasal dari kegiatan analisa dilaboratorium tetapi tidak mengandung bahan biologis (plasma/urin). Limbah ini terbagi atas limbah kimia yang mengandung larutan organik (sisa fase gerak yang mengandung asetonitril / metanol), limbah kimia yang mengandung asam pekat misalnya asam sulfat sisa pencucian vial HPLC, dan reagen yang sudah kadaluarsa.
b.
Limbah umum Limbah umum dapat diartikan sebagai limbah domestik seperti limbah kertas, tisu, kemasan pembungkus, kardus, makanan sisa, dan lain- lain.
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
BAB 4 PEMBAHASAN
Biaya kesehatan semakin lama semakin tinggi dan salah satu aspek yang paling berpengaruh terhadap kondisi tersebut adalah mahalnya biaya obat. Maka, untuk menurunkan biaya kesehatan, salah satunya adalah dengan menurunkan harga obat.Untuk itu, diperlukan substitusi obat paten / originator yang harganya mahal dengan obat generik yang lebih murah.Untuk memenuhi tujuan tersebut, obat generik tersebut haruslah ekivalen secara terapetik dengan produk inovator yang telah beredar. Ekivalensi terapetik tersebut dapat dibuktikan melalui uji bioekivalensi obat generik terhadap produk inovator. Setelah obat paten sudah habis masa patennya, maka obat copy generik boleh diproduksi dan dijual dengan harga yang lebih murah. Obat copy generik ini dapat menghemat biaya 40-60% dibandingkan dengan inovator. Hal ini disebabkan oleh pembuatan obat copy generik tidak melakukan penelitian dan pengembangan senyawa kimia baru/new chemical entity (NCE) seperti pada obat inovator/paten. Pada obat copy generik hanya dilakukan pengembangan formulasi produk obat yang sudah off patent agar sama dengan inovator, sehingga tidak perlu dilakukan uji pada hewan dan juga uji klinik untuk keamanan dan efektivitasnya, tetapi perbandingan ekivalensi efek terapetik antara dua produk obat yang mengandung zat aktif yang sama ini harus dibuktikan, yaitu melalui uji bioekivalensi. Obat copy generik memiliki mutu, efikasi, dan keamanan yang sama dengan obat inovator meskipun harganya lebih murah karena proses pembuatan dan pengujiannya sudah terstandardisasi. Persyaratan yang harus dipenuhi untuk obat copy generik ini adalah harus ekivalen secara terapetik dengan obat inovator. Ekivalen secara terapetik dapat diasumsikan sebagai bioekivalen. Bioekivalensi adalah bila dua produk obat yang dibandingkan mempunyai ekivalensi farmasetik atau alternatif farmasetik, pada pemberian dosis molar yang sama akan menghasilkan bioavailabilitas yang sebanding sehingga diperkirakan efeknya akan sama dalam hal efikasi maupun keamanannya. Jika 2 produk obat dinyatakan
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
bioekivalen maka dapat dikatakan tidak ada perbedaan yang bermakna klinis antara bioavailabilitas kedua obat tersebut. Tujuan dari uji bioekivalensi ini adalah untuk menjamin efikasi, keamanan, dan mutu obat copy generik yang akan beredar. Adanya uji bioekivalensi menyebabkan meningkatnya riset obat generik, menghasilkan industri generik yang kompetitif, meningkatnya akses obat yang terjangkau, mendorong inovasi, dan meningkatkan peran Indonesia dalam pasar obat generik secara global. Tidak semua obat harus diuji bioekivalensinya. Ada beberapa obat yang tidak memerlukan uji ekivalensi in vivo (bioekivalensi) tetapi cukup dengan uji ekivalensi in vitro saja (uji disolusi terbanding/UDT), ada pula obat yang tidak perlu uji ekivalensi, dan ada obat yang wajib untuk diuji ekivalensi in vivo. Kriteria untuk uji ekivalensi ini dapat dilihat pada buku pedoman uji bioekivalensi yang dikeluarkan oleh BPOM tahun 2004. Mengingat bahwa uji bioekivalensi merupakan bagian dari uji klinik, maka prosedur pengujian di laboratorium BA/BE harus menerapkan Cara Uji Klinik Yang Baik (CUKB) atau Good Clinical Practices (GCP). Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB) adalah suatu standar untuk desain, pelaksanaan, pencapaian, pemantauan, pengauditan, perekaman, analisa, dan pelaporan uji klinik yang memberikan jaminan bahwa data dan hasil yang dilaporkan dapat dipercaya dan akurat, dan bahwa hak, integritas, dan kerahasiaan subyek uji klinik dilindungi. Pengujian yang dilakukan di laboratorium BA/BE harus mengikuti prinsip Good Laboratory Practice (GLP). GLP ini mencakup sistem kualitas dari kontrol manajemen
untuk
memastikan
keseragaman,
konsistensi,
reliabilitas,
reprodusibilitas, kualitas, dan keamanan selama pengujian untuk Penilaian terhadap Laboratorium BA/BE di Indonesia dilakukan oleh Subdirektorat Standardisasi dan Penilaian Bioavailabilitas/Bioekivalensi Obat yang berada di bawah Direktorat Standardisasi Produk Terapeutik dan PKRT Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia. Akreditasi terhadap institusi yang memiliki laboratorium BA/BE dilakukan oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN).
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
Di Indonesia terdapat beberapa laboratorium pengujian bioavailabilitas dan bioekivalensi (BA/BE) yang telah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN), yaitu Laboratorium Uji Bioekivalensi Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Kedokteran UGM, Laboratorium Pengujian Bioekivalensi Fakultas Farmasi UNAIR, Laboratorium Pengujian Bioekivalensi Sekolah Farmasi ITB, Center for Drug Evaluation Analysis Fakultas Farmasi Universitas Surabaya, PT. Equilab Internasional Indonesia, PT. Clinisindo Laboratories, PT. San-Clin Eq, PT. Pharmametric, PT. Econolab, PT. Omega Medika Farma, dan Laboratorium Bioekivalensi Independen PT. Citra Sintesa Mustika. PT. Clinisindo Laboratories adalah salah satu laboratorium pengujian bioekivalensi swasta yang didirikan pada tahun 2004. Sebagai suatu badan usaha yang independen PT. Clinisindo Laboratories sepenuhnya terlepas dari tugas dan tanggung jawab lain untuk menghindari terjadinya pertentangan kepentingan dalam pelaksanaan pengujian di laboratorium di PT. Clinisindo, sehingga seluruh keputusan hasil pengujian dan laporan hasil pengujian dilakukan secara profesional dan independen tanpa ada intervensi dari pihak lain. Tujuan dari laboratorium PT. Clinisindo Laboratories dibuat adalah untuk memenuhi kebutuhan pengujian bioekivalensi dan pengembangan metode analisa dengan menerapkan prinsip Good Clinical Practice (GCP) dan Good Laboratory Practice (GLP) serta standar lain yang berlaku. Pengujian dilakukan dengan menggunakan instrumen dan peralatan yang terkualifikasi dan terkalibrasi dan seluruh pelaksanaan kegiatan pengujian mulai dari pengambilan sampel dari subyek, penetapan, dan validasi metode bioanalisa sampai pelaksanaan pengujian itu sendiri, dilakukan di dalam fasilitas yang dimiliki oleh PT. Clinisindo Laboratories
dan
dilakukan
oleh
personil
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
yang
kompeten.
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 1. PT. Clinisindo Laboratories telah menerapkan setiap aspek Good Clinical Practice (GCP) dan Good Laboratory Practice (GLP) dengan baik, dalam tiap aspek dan pengujiannya meliputi aspek personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, dokumentasi, audit internal, kesehatan dan keselamatan kerja (K3),
pengolahan limbah laboratorium,
dokumentasi,
serta
kualifikasi dan validasi. 2. Kegiatan yang dilakukan PT. Clinisindo Laboratories dibagi menjadi dua bagian yaitu kegiatan bidang klinik dan bagian laboratorium/bioanalisa. Kegiatan di bidang klinik meliputi skrining subyek hingga proses sampling terlaksana, sedangkan bidang laboratorium/bioanalisa memiliki tanggung jawab untuk melakukan pengembangan metode analisa, validasi metode bioanalisa, dan analisa sampel. 3. Peranan Apoteker dalam pengujian bioavailabilitas/bioekivalensi (BA/BE) adalah keterlibatan dalam pengembangan metode bioanalisa, menyusun rencana studi/protokol uji, dan perhitungan farmakokinetika.
5.2 Saran Penerapan aspek CUKB/GCP dan GLP di PT. Clinisindo Laboratories perlu dipertahankan dan terus ditingkatkan agar dapat menjamin keabsahan hasil pengujian dan juga dapat menjadi contoh yang baik bagi laboratorium BA/BE yanglain.
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
DAFTAR ACUAN
Badan POM RI.(2001). Pedoman Cara Uji Klinik yang Baik di Indonesia.Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Badan POM RI. (2004). Pedoman Uji Bioekivalensi. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Badan POM RI.(2011). Obat Wajib Uji Ekivalensi. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Medicines Control Council. (2003). Biostudies. South Africa: Registration of Medicines Department of Health Republic of South Africa. World Health Organization.(2006). Additional Guidance for Organizations Performing in vivo bioequivalence studies. WHO Technical Report Series, No 937, 439-461.
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
LAMPIRAN
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
Lampiran 1. Daftar obat copy yang mengandung zat aktif wajib uji bioekivalensi
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
Lampiran 2. Daftar obat copy yang mengandung zat aktif wajib uji bioekivalensi (lanjutan)
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
Lampiran 3. Daftar obat copy yang mengandung zat aktif wajib uji bioekivalensi (lanjutan)
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. CLINISINDO LABORATORIES JL. ULUJAMI RAYA NO 12 JAKARTA SELATAN PERIODE 1 MARET – 30APRIL 2013
ANALISA PERBEDAAN GUIDELINE VALIDASI METODE BIOANALISA FDA 2001 DENGAN EMA 2011
EPIN YUNANTA TARIGAN, S. Farm. 1206313021
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...............................................................................................i DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii DAFTAR TABEL................................................................................................. iii BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................1 1.1 Latar Belakang..................................................................................1 1.2 Tujuan ...............................................................................................2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................3 2.1 Validasi dalam Guidance for Industry: Bioanalytical Method Validation .........................................................................................3 2.1.1 Selektivitas ..............................................................................3 2.1.2 Akurasi, Presisi dan Recovery .................................................4 2.1.3 Kurva Kalibrasi / Kurva Standar .............................................4 2.1.4 Stabilitas ..................................................................................5 2.2
Validasi dalam Guideline on Bioanalytical Method Validation.......6 2.2.1 Selektivitas ..............................................................................7 2.2.2 Carry-over ...............................................................................7 2.2.3 Lower limit of quantification (LLOQ).....................................7 2.2.4 Kurva kalibrasi ........................................................................7 2.2.5 Akurasi ....................................................................................8 2.2.6 Presisi ......................................................................................8 2.2.7 Dilution integrity .....................................................................9 2.2.8 Efek matriks.............................................................................9 2.2.9 Stabilitas ..................................................................................9
BAB 3 METODOLOGI .....................................................................................11 3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian.......................................................11 3.2 Metode Pembahasan Data ..............................................................11 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................12 4.1 Hasil................................................................................................12 4.2 Pembahasan ....................................................................................13 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................16 5.1 Kesimpulan .....................................................................................16 5.2 Saran ...............................................................................................16 DAFTAR REFERENSI .......................................................................................17
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Tabel hasil perbandingan validasi metode bioanalisa EMA 2011 dan FDA 2001 ................................................................................................ 11
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengukuran kadar obat dalam matriks biologi (seperti serum, plasma, darah, urin, dan saliva) merupakan aspek yang penting pengembangan produk obat. Data-data tersebut merupakan syarat agar suatu obat baru atau obat generik dapat dipasarkan. Hasil dari pengujian klinis termasuk studi bioekivalensi merupakan bahan pertimbangan yang sangat penting untuk dapat mengetahui keamanan dan kemanfaatan senyawa obat. Oleh karena itu, metode bioanalisa perlu dievaluasi untuk mengetahui apakah metode tersebut dapat memberikan hasil yang dapat dipercaya dan reprodusibel melalui serangkaian pengujian terhadap parameter-parameter uji dalam proses validasi. Sebuat metode bioanalisa harus divalidasi terlebih dahulu sebelum metode tersebut diaplikasikan pada pengujian sampel yang sebenarnya. (EMA, 2011) Metode analisa yang telah dipublikasikan seperti jurnal- jurnal ilmiah atau buku teks resmi sering dimodifikasi untuk menyesuaikan dengan kondisi dari laboratorium pengujian sesuai dengan spesifikasi dan kriteria penerimaan yang dibuat oleh laboratorium tersebut. Modifikasi tersebut harus divalidasi untuk memastikan kinerja dari metode tersebut telah optimal dan sesuai. (FDA, 2001). Untuk melakukan validasi metode analisa tersebut, diperlukan suatu pedoman / panduan resmi yang telah disahkan dan diakui secara internasional untuk digunakan sebagai referensi / acuan. Saat ini, terdapat 2 pedoman resmi yang digunakan secara luas baik oleh industri farmasi maupun industri penelitian berdasarkan kontrak (contract research industry). Pedoman resmi tersebut adalah Guidance for Industry: Bioanalytical Method Validation yang diterbitkan oleh Food and Drug Administration (FDA) pada Mei 2001 dan Guideline on Bioanalytical Method Validation yang diterbitkan oleh European Medicines Agency (EMA) pada 21 Juli 2011.
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
Pedoman yang lebih dulu diterbitkan oleh FDA ditahun 2001 telah digunakan secara utuh oleh industri farmasi, laboratorium bioanalisis, dan badan regulasi sebagai standar acuan validasi metoda bioanalisa. Namun, dengan dipublikasikannya pedoman oleh EMA di tahun 2011 membuat banyak institusi menjadi kesulitan dalam memilih pedoman standar yang akan digunakan. Begitu juga bagi badan regulasi belum bisa menentukan pedoman mana yang akan digunakan dalam negara mereka, terutama badan regulasi diluar benua Eropa dan Amerika, karena belum memiliki pedoman standar sendiri. Untuk itu, perlu diketahui, perbedaan mengenai kedua pedoman standar tersebut. (Smith, Graeme, 2010). Dalam tugas ini akan dibahas mengenai perbedaan antara kedua pedoman resmi tersebut dalam hal parameter uji validasi baik dalam hal prosedur pengerjaan, jumlah sampel yang digunakan, maupun kriteria penerimaannya.
1.2 Tujuan Memperoleh data perbedaan antara Guidance for Industry: Bioanalytical Method Validation yang diterbitkan oleh Food and Drug Administration (FDA) dan Guideline on Bioanalytical Method Validation yang diterbitkan oleh European Medicines Agency (EMA).
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Validasi dalam Guidance for Industry: Bioanalytical Method Validation (FDA, 2001) Gagasan awal dibuatnya pedoman ini adalah saat diadakannya American
Association of Pharmaceutical Scientists (AAPS)/Food and Drug Administration (FDA) Bioanalytical Workshop pertama pada tahun 1990 yang membahas tentang perlunya
metode bioanalisa divalidasi sebagai syarat penerimaan data
farmakokinetik dan bioekivalensi jika akan diserahkan kepada badan regulator. Berdasarkan hasil rapat tersebut, pada Januari1999 dibuatlah draft Guidance on Bioanalytical Methods Validation oleh FDA yang kemudian dirapatkan dan didiskusikan pada AAPS/FDA Bioanalytical Workshop kedua pada Januari 2000. Setelah melalui proses revisi, akhirnya pada Mei 2001, FDA menerbitkan dan mempublikasikan Guidance
for
Industry
:
Bioanalytical Methods
Validation
(Visnawathan, C.T., et al., 2007). Pedoman validasi metode bioanalisa tersebut
hampir secara menyeluruh diadopsi oleh industri farmasi dan industri penelitian kontrak sebagai pedoman standar untuk validasi dan mengimplementasikan metode bioanalisa yang digunakan. Parameter-parameter yang dinilai pada validasi metode bioanalisa menurut FDA dijelaskan sebagai berikut
2.1.1 Selektivitas Selektivitas adalah ukuran kemampuan suatu metode analisa untuk memisahkan dan menganalisa secara kuantitatif analit dengan adanya komponen lain di dalam sampel. Untuk selektivitas, analisa terhadap matriks biologi harus dilakukan terhadap minimal 6 blanko yang berasal dari sumber yang berbeda. Setiap blank plasma harus diuji terhadap interferensinya, dan selektivitas harus dilakukan juga pada kadar lower limit of quantification (LLOQ).
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
2.1.2
Akurasi, Presisi dan Recovery Akurasi menggambarkan kedekatan suatu hasil analisa dari metode yang
digunakan dengan hasil sebenarnya. Untuk analisa dalam matriks biologi, akurasi harus diukur pada minimal 5 kali pengukuran per konsentrasi. Konsentrasi yang digunakan minimal 3 konsentrasi pada konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi dari kurva standar. Perbedaan nilai yang diperbolehkan harus berada dalam rentang ±15% terhadap nilai sebenarnya, kecuali pada LLOQ, tidak boleh melebihi 20% . Presisi suatu metode analisa merupakan kedekatan hasil analisa antar setiap pengukuran individu ketika suatu metode analisa diulang. Untuk analisa dalam matriks biologi, presisi harus diukur pada minimal 5 kali pengukuran per konsentrasi. Konsentrasi yang digunakan minimal 3 konsentrasi pada konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi dari kurva standar. Koefisien variasi (CV) yang dihasilkan harus tidak melebihi 15% terhadap nilai sebenarnya, kecuali pada LLOQ, tidak boleh melebihi 20%. Nilai recovery analit merupakan rasio respon detektor yang diperoleh dari jumlah analit yang diekstraksi dari matriks biologi, dibandingkan dengan respon detektor
dari
analit
yang
diketahui
konsentrasinya.
Nilai
recovery
menggambarkan efisiensi ekstraksi dari suatu metode analisa. Untuk analisa dalam matriks biologi, nilai recovery tidak harus 100%, tetapi harus konsisten, presisi, dan reprodusibel. Pengujian harus dilakukan dengan membandingkan hasil analisa sampel pada 3 konsentrasi (rendah, sedang, dan tinggi) yang diekstraksi dari matriks biologi dengan baku tidak terekstraksi yang mewakili recovery 100 %.
2.1.3 Kurva Kalibrasi / Kurva Standar Kurva kalibrasi menggambarkan hubungan antara respon detektor dengan konsentrasi analit yang diketahui. Untuk membuat kurva kalibrasi dalam analisa matriks biologi, digunakan matriks biologi yang sama dengan matriks biologi yang akan digunakan untuk sampel, dengan cara menambahkan standar yang telah diketahui konsentrasinya ke dalam matriks. Rentang konsentrasi standar dibuat berdasarkan perkiraan konsentrasi sampel yang akan dianalisa. Pembuatan kurva kalibrasi harus mencakup 1 blank
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
sample (matriks tanpa baku dalam), 1 zero sample (matriks dengan baku dalam), dan 6 sampai 8 non-zero samples pada rentang konsentrasi standar, termasuk LLOQ. a. Lower Limit of Quantification (LLOQ) Konsentrasi standar terendah dari kurva kalibrasi dapat diterima sebagai batas terendah kuantifikasi jika respon analit pada LLOQ harus setidaknya 5 kali respon yang dihasilkan dari blank sampel (matriks tanpa baku dalam) serta respon analit harus dapat diidentifikasi, terpisah dengan baik, dan reprodusibel dengan nila i presisi 20% dan akurasi 80-120%.
b. Kurva Kalibrasi/ Kurva Standar/ Konsentrasi- Respon Syarat kurva kalibrasi yang harus dipenuhi memiliki nilai CV sebesar 20% dari konsentrasi no minal pada LLOQ dan nilai CV sebesar 15% dar i konsentrasi no minal pada standar selain LLOQ. Paling sedikit 4 dari 6 non-zero standards harus memenuhi syarat di atas, termasuk LLOQ dan konsentrasi tertinggi dari kalibrasi standar. 2.1.4
Stabilitas Stabilitas obat di dalam cairan biologi merupakan fungsi dari kondisi
penyimpanan, sifat-sifat kimia obat, matriks, dan wadah yang digunakan. Prosedur stabilitas dilakukan untuk mengukur stabilitas analit selama pengumpulan dan penanganan sampel, penyimpanan jangka panjang (dengan pembekuan matriks) dan jangka pendek (pada suhu kamar), dan setelah melewati siklus beku cair dan proses analisa.
2.1.4.1 Stabilitas beku cair (freeze thaw stability) Stabilitas analit dapat ditentukan setelah 3 siklus beku dan cair. Minimal 3 aliquot dari setiap konsentrasi rendah dan tinggi disimpan pada kondisi beku selama 24 jam kemudian dikeluarkan dan dibiarkan sampai mencair pada suhu kamar. Setelah mencair sempurna, sampel dibekukan kembali selama 12 atau 24 jam pada kondisi yang sama. Siklus beku dan cair harus diulang sebanyak 2 kali, kemudian dianalisa pada siklus ketiga.
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
2.1.4.2 Stabilitas jangka pendek (short term stability) Masing- masing 3 aliquot dari setiap konsentrasi rendah dan tinggi dibiarkan pada suhu kamar selama 4-24 jam (ditentukan berdasarkan perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk mengelola sampel) kemudian dianalisa.
2.1.4.3 Stabilitas jangka panjang (long term stability) Lamanya penyimpanan untuk uji stabilitas jangka panjang harus melebihi durasi waktu pengumpulan sampel pertama sampai analisa sampel terakhir.
2.1.4.4 Stabilitas larutan stok (stock solution stability) Stabilitas dari larutan stok zat aktif dan baku dalam harus dievaluasi pada suhu kamar selama paling sedikit 6 jam. Setelah itu, dilakukan perbandingan respon detektor larutan tersebut dengan respon detektor larutan yang baru dibuat.
2.1.4.5 Stabilitas setelah preparasi (post preparative stability) Stabilitas dari sampel yang telah diproses, termasuk waktu sampel berada dalam injektor otomatis (autosampler).
2.2 Validasi
dalam
Guideline
on
Bioanalytical
Method
Validation
(EMA, 2011) Alasan utama dokumen pedoman ini dibuat adalah karena tidak adanya dokumen pedoman standar untuk validasi metode bioanalisa di negara- negara Eropa. Oleh karena itu, European Medicines Agency (EMA) bersepakat merancang suatu pedoman standar bagi negara-negara Eropa. Pada 18 Desember 2008, EMA mempublikasikan lembar konsep (concept paper) yang berisi rekomendasi akan perlunya sebuah pedoman validasi metode bioanalisa. Setelah melalui masa revisi dan saran yang telah diterima,
EMA kemudian
mempublikasikan draft Guideline on the Validation of Bioanalytical Method pada 19 November 2009. Setelah melalui proses revisi, kemudian pada 21 Juli 2011, Guideline tersebut akhirnya secara resmi ditetapkan dan dipublikasikan. Kriteria / parameter validasi dalam Guideline dari EMA tidak semuanya baru, melainkan beberapa diambil dari dokumen validasi metode bioanalisa FDA.
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
Pedoman validasi metode bioanalisa yang dibuat oleh EMA tahun 2011. Validasi metode dan analisa sampel dijelaskan secara terpisah dan semua aspeknya dinilai relevan baik dalam validasi metode dan analisa sampel. Dalam pedoman dari EMA 2011 juga cukup ditegaskan tentang implementasi GLP (Good Laboratory Practice) untuk studi preklinis dan GCP (Good Clinical Practice) untuk uji klinis (Van Amsterdam, Peter, et al., 2013) Parameter-parameter yang dinilai pada validasi metode bioanalisa menurut pedoman EMA ini adalah selektivitas, carry over, lower limit of quantification (LLOQ), kurva kalibrasi, akurasi, presisi, dilution integrity, efek matriks, dan stabilitas dengan penjelasan sebagai berikut : 2.2.1 Selektivitas Uji selektivitas dilakukan menggunakan 6 sampel matriks kosong (blank matrix) dan diuji pada batas lower limit of quantification (LLOQ). Hasil dikatakan dapat diterima / sesuai syarat jika area senyawa endogen dalam sampel kosong < 20% dari area analit pada LLOQ atau < 5% dari area baku dalam. 2.2.2 Carry-over Selama validasi carry-over dilakukan dengan penyuntikan sampel kosong setelah konsentrasi tertinggi dari kurva kalibrasi. Area senyawa endogen dalam sampel kosong harus ≤ 20% dari area LLOQ dan ≤ 5% dari area baku dalam. 2.2.3 Lower limit of quantification (LLOQ) Konsentrasi pada LLOQ dijadikan konsentrasi terendah dalam kurva kalibrasi. LLOQ sebaiknya berada ≤ 5% dari Cmax. Akurasi pada penentuan LLOQ (dihitung dengan % diff) harus berada dalam rentang ± 20% dan presisi (dihitung dengan CV) harus < 20% pada minimal 5 replika. Sebagai tambahan, respon dari analit pada LLOQ harus minimal 5 kali respon dari sampel blanko. 2.2.4 Kurva kalibrasi Kurva kalibrasi terdiri dari sampel blanko, sampel zero (matriks dengan baku dalam) dan minimal 6 tingkat konsentrasi standar dengan LLOQ menjadi
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
titik terendah dalam kurva kalibrasi. Perbedaan nilai yang diukur dengan nilai sebenarnya (% diff) dari masing- masing tingkat konsentrasi standar kalibrasi harus berada dalam rentang ± 15%, kecuali untuk LLOQ dalam rentang ± 20%. 2.2.5 Akurasi Akurasi dilakukan terhadap 4 sampel quality control (sampel QC). Akurasi dievaluasi berdasarkan nilai sampel QC yang diperoleh dalam satu run analisa (within-run accuracy) dan antar run analisa (between-run accuracy). 2.2.5.1 Within-run accuracy Akurasi dilakukan dengan menganalisa minimal 5 sampel masing- masing pada 4 konsentrasi yang berada pada rentang kurva kalibrasi, yaitu LLOQ, 3×LLOQ (low QC), sekitar 50% dari rentang kurva kalibrasi, (medium QC), dan 75% dari titik teratas rentang kalibrasi (high QC). Perbedaan nilai yang diukur dengan sebenarnya (% diff) harus berada dalam rentang ± 15% untuk sampel QC dan ± 20% untuk LLOQ. 2.2.5.2 Between-run accuracy Dilakukan dengan menganalisa 4 konsentrasi, yaitu LLOQ, sampel QC rendah, sedang, dan tinggi dari minimal 3 kali run analisa selama minimal 2 hari yang berbeda. Perbedaan nilai yang diukur dengan sebenarnya (% diff) harus berada dalam rentang ± 15% untuk sampel QC dan ± 20% untuk LLOQ. 2.2.6 Presisi Presisi dinyatakan dalam koefisien variasi (CV) dan dilakukan menggunakan konsentrasi LLOQ, QC rendah, sedang, dan tinggi yang dievaluasi dalam satu run analisa (within-run precision) dan antar run analisa (between-run precision). 2.2.6.1 Within-run precision Presisi dilakukan dengan menganalisa minimal 5 sampel masing- masing pada 4 konsentrasi yang berada pada rentang kurva kalibrasi, yaitu LLOQ, QC
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
rendah, sedang, dan tinggi. Nilai CV harus berada dalam rentang ± 15% untuk sampel QC dan ± 20% untuk LLOQ. 2.2.6.2 Between-run precision Dilakukan dengan menganalisa LLOQ, sampel QC rendah, sedang, dan tinggi dengan masing- masing minimal 3 replika selama minimal 2 hari yang berbeda. Nilai CV harus berada dalam rentang ± 15% untuk sampel QC dan ± 20% untuk LLOQ. 2.2.7 Dilution integrity Uji ini dilakukan dengan melakukan spike menggunakan konsentrasi analit di atas titik tertinggi kurva kalibrasi dan kemudian sampel tersebut diencerkan (minimal 5 replika tiap faktor pengenceran). Akurasi dan presisi analit dalam sampel tersebut berada dalam rentang ± 15%. 2.2.8 Efek matriks (matrix effect) Efek matriks harus dievaluasi jika metode analisa menggunakan spektrometri massa. Faktor matriks (Matrix Factor) dilakukan dengan menghitung perbandingan area puncak matriks biologi yang diekstraksi kemudian ditambahkan analit (post-extracted spiked sample) terhadap area puncak tanpa matriks atau larutan standar murni analit (non-extracted neat sample). Uji dilakukan pada minimal 6 matriks kosong dengan 2 konsentrasi (QC rendah dan tinggi) untuk masing- masing sampel. 2.2.9 Stabilitas Stabilitas analit dalam matriks dievaluasi menggunakan sampel QC rendah dan tinggi yang dianalisa segera setelah preparasi dan setelah disimpan dalam kondisi tertentu. Perbedaan nilai yang diukur dengan sebenarnya (% diff) harus berada dalam rentang ± 15%.
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
2.2.9.1 Stabilitas jangka pendek (short term stability) Pengujian ini untuk memeriksa kestabilan analit pada suhu kamar setelah proses thawing sampai sampel dianalisa. 2.2.9.2 Stabilitas jangka panjang (long term stability) Sampel QC disimpan dalam pendingin (freezer) pada kondisi suhu dan dalam waktu yang sama dengan sampel yang akan digunakan dalam studi. 2.2.9.3 Stabilitas beku cair (freeze thaw stability) Sampel QC disimpan dan dibekukan dalam pendingin (freezer) pada suhu penyimpanan, kemudian dibiarkan mencair pada suhu kamar. Setelah mencair sempurna, sampel dibekukan lagi pada kondisi yang sama. Untuk tiap siklus, sampel harus dapat dibekukan minimal 12 jam sebelah dicairkan. Jumlah siklus untuk stabilitas beku cair harus sama atau melebihi jumlah siklus beku cair selama pengujian sampel. 2.2.9.4 Stabilitas larutan stok (stock solution stability) Menguji stabilitas stok larutan standar analit dan baku dalam. Stok larutan standar dan baku dalam yang dibuat baru dibandingkan dengan yang setelah disimpan pada suhu kamar selama waktu tertentu. Hasil yang diperoleh setelah penyimpanan dibandingkan dengan larutan stok yang baru dibuat. 2.2.9.5 Stabilitas autosampler (autosampler stability) Menguji stabilitas sampel selama berada dalam autosampler. Uji dilakukan dengan membandingkan konsentrasi sampel QC (rendah dan tinggi) yang dianalisa segera setelah preparasi dengan konsentrasi sampel QC setelah penyimpanan dalam autosampler selama 12-24 jam (disesuaikan dengan waktu analisa masing- masing sampel).
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
BAB 3 METODOLOGI
3.1
Waktu dan Tempat Pengkajian Pengkajian dilakukan pada tanggal 1-5 April 2013 yang bertempat di PT.
Clinisindo Laboratories Jl. Ulujami Raya No. 12 Jakarta Selatan.
3.2
Metode Pembahasan Data Pembahasan data dilakukan dengan membandingkan tiap bagian dokumen
Guidance for Industry: Bioanalytical Method Validation yang diterbitkan oleh Food and Drug Administration (FDA) tahun 2001 dan Guideline on Bioanalytical Method Validation yang diterbitkan oleh European Medicines Agency (EMA) tahun 2011untuk memperoleh data perbedaan berdasarkan urutan bagian dari dokumen.
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Hasil Hasil perbandingan yang diperoleh setelah pengkajian kedua dokumen
standar tersebut dirangkum dan ditampilkan dalam tabel 4.1 berikut : Tabel. 4.1. Tabel hasil perbandingan validasi metode bioanalisa EMA 2011 dan FDA 2001 (Smith, Graeme, 2010, Van Amsterdam, Peter, et al,2013)
NO 1
2
Hal / Parameter Yang
Hasil Perbandingan
Dibandingkan
EMA 2011
FDA 2001
Section Ruang
Ruang lingkup validasi dan Juga melingkupi
Lingkup
analisa sampel
pengembangan metode
GLP Compliance
Validasi dan analisa
Analisa untuk studi
sampel mengikuti prinsip
farmakologi/toksikologi dan
GLP
studi preklinis yang datanya diserahkan ke regulator harus mengikuti GLP
3
Validasi yang
Harus dilakukan validasi
Boleh dilakukan validasi
dilakukan jika
lengkap untuk tiap spesies sebagian (partial validation)
menggunakan matriks dan matriks dari spesies yang berbeda 4
5
Parameter Recovery
Recovery tidak dijelaskan
Recovery termasuk dalam
dalam validasi
aspek dalam validasi
Kriteria penerimaan
Carry-over < 20% untuk
Tidak ada pedoman tentang
untuk carry-over
analit dan <5% untuk baku kriteria penerimaan dalam
6
Batas minimal nilai
Nilai LLOQ disarankan
Tidak dibahas dalam
LLOQ yang
≤ 5% dari Cmax analit
pedoman validasi metode
disarankan
yang diuji
bionalisis FDA 2011
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
7
Selektivitas : a. Kriteria penerimaan
a. Area interferensi
a. Nilai % diff analit
plasma < 20% dari
berada pada rentang
area LLOQ analit dan
± 20%
5% untuk area puncak baku dalam 8
Akurasi dan presisi : a. Lama waktu
a. Minimal 2 hari yang berbeda
pengujian (between-run
b. Menggunakan 4
accuracy &
sampel, yaitu LLOQ
precision)
dan sampel QC
b. Sampel yang digunakan dalam
a. Tidak disebutkan lama waktu pengujiannya b. Menggunakan 3 sampel yaitu QC rendah, QC sedang, dan QC tinggi
rendah, QC sedang, dan QC tinggi
pengujian 9
Stabilitas :
a. Siklus beku cair
a. Stabilitas beku cair
bergantung dari
a. Jumlah siklus beku cair = 3 Jumlah
jumlah siklus beku/cair sampel saat studi sebenarnya dilakukan
4.2
Pembahasan Terdapat 2 pedoman standar validasi yang saat ini digunakan sebagai
standar acuan dalam melakukan validasi metode bioanalisa. Kedua pedoman standar tersebut adalah Guidance for Industry: Bioanalytical Method Validation yang diterbitkan oleh Food and Drug Administration (FDA) pada Mei 2001, dan Guideline on Bioanalytical Method Validation yang dipublikasikan oleh European Medicines Agency (EMA) pada 24 Juli 2011. Kedua pedoman tersebut menjelaskan mengenai cara validasi metode bioanalisa yang digunakan dalam studi farmakokinetik atau toksikokinetik. Dokumen pedoman yang diterbitkan oleh EMA cukup banyak mengadopsi dari pedoman dari FDA sehingga memiliki banyak kesamaan, tetapi terdapat beberapa perbedaan.
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
Dokumen pedoman dari FDA membahas adanya 8 parameter yang harus dilakukan dalam validasi metode bioanalisa, yaitu LLOQ, selektivitas, akurasi, presisi, recovery, kurva kalibrasi, dan stabilitas. Pada dokumen pedoman dari EMA menyatakan adanya 9 parameter yang dilakukan, yaitu LLOQ, selektivitas, akurasi, presisi, efek matriks, dilution integrity, kurva kalibrasi, dan stabilitas. Banyak parameter yang sama, namun ada beberapa parameter yang berbeda dalam kedua pedoman tersebut. Pedoman dari EMA lebih menegaskan tentang implementasi dari prinsip Good Laboratory Practice (GLP). Dalam pedoman dari EMA dinyatakan bahwa validasi metode bioanalisa dan analisa sampel harus dilakukan mengikuti prinsip GLP, sedangkan dalam FDA hal ini kurang dijelaskan. Menurut EMA, jika validasi dilakukan pada matrix dari spesies yang berbeda dari pengujian yang telah ada sebelumnya, maka harus dilakukan validasi lengkap terhadap matrix yang baru, sedangkan menurut FDA, cukup hanya dilakukan validasi parsial untuk kondisi tersebut sehingga dapat mengurangi jumlah parameter validasi yang perlu diujikan. Nilai minimal LLOQ yang disarankan oleh EMA yaitu ≤ 5% dari Cmax analit yang diuji, sedangkan dalam pedoman dari FDA batas minimal tersebut tidak diatur secara jelas. Kriteria penerimaan untuk parameter selektivitas menurut pedoman dari EMA adalah jika area interferensi plasma < 20% dari area LLOQ analit dan 5% untuk area puncak baku dalam sedangkan kriteria penerimaan selektivitas menurut FDA 2001 adalah jika nilai % diff konsentrasi LLOQ yang berada pada rentang ± 20%. Parameter akurasi dan presisi dalam pedoman dari EMA dilakukan dalam 2 hari yang berbeda, dilakukan menggunakan 4 sampel, yaitu sampel pada konsentrasi LLOQ dan 3 QC samples (QC rending, sedang, dan tinggi), sedangkan dalam dokumen dari FDA 2001, tidak ada pernyataan mengenai lama waktu pengujiannya dan pengujian akurasi dan presisi dilakukan menggunakan 3 sampel, yaitu sampel QC rendah, sedang, dan tinggi. Dalam pedoman dari FDA, jumlah siklus dalam pengujian stabilitas beku cair adalah sebanyak 3 siklus,
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
sedangkan dalam pedoman dari EMA, jumlah siklus beku cair bergantung dari jumlah siklus beku/cair sampel saaat studi sebenarnya dilakukan. Perbedaan yang terdapat dalam kedua pedoman standar untuk validasi metode bioanalisa ini menyebabkan beberapa industri farmasi dan laboratorium kesulitan dan kebingungan dalam menentukan pedoman standar mana yang sebaiknya digunakan agar datanya dapat diterima oleh badan regulator, demikian juga dialami oleh badan regulator di negara di luar AS dan Eropa belum bisa menentukan pedoman yang akan dipakai karena belum memiliki standar acuan untuk tiap negara tersebut. Oleh karena itu, European Bioanalysis Forum (EBF), American Association of Pharmaceutical Scientists (AAPS), dan American Pharmacist Association (APA) telah mengajukan kepada pihak FDA dan EMA untuk mengadakan harmonisasi pedoman standar validasi metode bioanalisa dengan tujuan agar adanya keseragaman pedoman standard dan memberikan kesempatan bagi badan regulator nasional dari berbagai negara untuk ikut berpartisipasi dalam mewujudkan harmonisasi tersebut.
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Terdapat 9 point perbedaan yang dapat ditemukan dari hasil perbandingan
Guidance for Industry: Bioanalytical Method Validation yang diterbitkan oleh Food and Drug Administration (FDA) dan Guideline on Bioanalytical Method Validation yang diterbitkan oleh European Medicines Agency (EMA). Data perbedaan yang diperoleh ditampilkan dalam tabel 4.1
5.2
Saran Perlu dibuat studi yang dapat memberikan ulasan, penjelasan, dan
komentar mengenai kedua pedoman resmi tersebut sehingga bisa lebih memahami tentang kedua pedoman resmi tersebut agar industri farmasi atau industri penelitian kontrak bisa dengan cermat memilih pedoman yang mana yang akan digunakan.
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013
DAFTAR ACUAN European Medicines Agency. Committee for Medicinal Products for Human use (CHPMP). (2011). Guideline on Bioanalytical Method Validation. European Medicines Agency, London, UK Gotob, Michael. (2010). Comparison of EMA and FDA Requirements. San Fransisco : National Biotechnology Conference Smith, Graeme. (2010). Bioanalytical method validation: notable points in the 2009 draft EMA Guideline and differences with the 2001 FDA Guidance. 2(5), 929-935 US Department of Health and Human Services, US FDA, Center for Drug Evaluation and Research, Center for Veterinary Medicine. (2001). Guidance for Industry: Bioanalytical Method Validation. Rockville, MD, USA Van Amsterdam, Peter. (2012). The EMA Bioanalytical Method Validation Guideline: process, history, discussions and evaluation of its content. Japan : 2nd JBF meeting Van Amsterdam, Peter, et al. (2013). The European Bioanalysis Forum community’s evaluation, interpretation and implementation of the European Medicines Agency guideline on Bioanalytical Method Validation. Bioanalysis, 5(6), 645-659. Viswanathan C.T., et al. (2007). Quantitative bioanalytical methods validation and implementation : best practices for chromatographic and ligand binding assays. Pharm. Res., 24(10), 1962-1973
Laporan praktek…., Epin Yunanta Tarigan, FF, 2013