UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO.34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 8 JANUARI – 14 FEBRUARI 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
RITA ZAHARA, S. Farm. 1306344173
ANGKATAN LXXVIII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JULI 2014
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 8 JANUARI – 14 FEBRUARI 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
RITA ZAHARA, S. Farm. 1306344173
ANGKATAN LXXVIII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JULI 2014 ii
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.
Jika dikemudian hari ternyata saya melakukan plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya.
Depok, 4 Juli 2014
Rita Zahara
iii
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Rita Zahara
NPM
: 1306344173
Tanda Tangan : Tanggal
: 4 Juli 2014
iv
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Praktek Kerja Profesi ini diajukan oleh: Nama
: Rita Zahara, S.Farm.
NPM
: 1306344173
Program Studi
: Apoteker
Judul Laporan
: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika, Jalan Kartini Raya No. 34A, Jakarta Pusat Periode 8 Januari – 14 Februari 2014
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I
: Dr. Harmita, Apt.
( ..................................... )
Pembimbing II
: Dra. Azizahwati M.S., Apt.
( ..................................... )
Penguji I
: .........................................................
( ..................................... )
Penguji II
: .........................................................
( ..................................... )
Penguji III
: .........................................................
( ..................................... )
Ditetapkan di
: Depok
Tanggal
: 4 Juli 2014 v
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika Jl. Kartini Raya No. 34A, Jakarta Pusat. Dalam ruang yang terbatas ini, dengan segala rasa hormat dan kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1.
Bapak Dr. Mahdi Jufri M.Si, Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi UI.
2.
Bapak Dr. Hayun M.Si., Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi UI.
3.
Bapak Dr. Harmita, Apt. selaku tenaga pembimbing dari Apotek Atrika yang telah memberikan waktu, bimbingan dan arahan kepada penulis selama pelaksanaan dan penulisan laporan PKPA.
4.
Ibu Dra. Azizahwati M.S., Apt. selaku pembimbing dari Fakultas Farmasi UI yang telah memberikan ilmu, bimbingan, dan nasehat yang begitu bermanfaat kepada penulis selama pelaksanaan dan penulisan laporan PKPA.
5.
Bapak Winardi Hendrayanta selaku Pemilik Sarana Apotek Atrika.
6.
Para karyawan Apotek Atrika (Mbak Widiarti, Ibu Mimin, Ibu Tuti, Mbak Ponah, dan staf Apotek Atrika lainnya) atas ilmu, arahan dan bantuan yang telah diberikan selama penulis melaksanakan PKPA di Apotek Atrika.
7.
Seluruh dosen dan staf tata usaha Fakultas Farmasi UI atas ilmu dan bantuan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan di Program Profesi apoteker Fakultas Farmasi UI.
8.
Keluarga tercinta atas doa, perhatian, kasih sayang, dan dukungan yang tiada berbatas untuk penulis dalam menyelesaikan pendidikan profesi Apoteker dan penyusunan laporan PKPA ini.
9.
Rekan-rekan PKPA di apotek Atrika yang telah banyak membantu, berbagi ilmu dan pengalaman selama pelaksanaan PKPA.
10. Seluruh sahabat dan teman yang telah bekerja sama dan memberikan dukungan serta semangat kepada penulis selama menjalankan pendidikan Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI. vi
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Semoga laporan PKPA yang telah disusun ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya.
Penulis,
2014
vii
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Fakultas Jenis karya
: Rita Zahara : 1306344173 : Profesi Apoteker : Farmasi : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO.34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 8 JANUARI – 14 FEBRUARI 2014 beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 4 Juli 2014 Yang menyatakan
(Rita Zahara)
viii
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
ABSTRAK
Nama : Rita Zahara Program Studi : Profesi Apoteker Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika Jalan Kartini Raya No.34a, Jakarta Pusat Periode 8 Januari – 14 Februari 2014.
Apotek merupakan salah satu sarana kesehatan yang memberikan suatu pelayanan terpadu kepada masyarakat untuk memperoleh perbekalan farmasi yang bermutu dan terjamin serta terjangkau harganya. Apoteker sebagai penanggung jawab sebuah apotek memiliki peranan yang besar untuk dapat menyelaraskan fungsi pelayanan dan fungsi bisnis apotek agar dapat berjalan sebaik-baiknya. Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika Jalan Kartini Raya No.34a, Jakarta Pusat bertujuan untuk mengetahui dan memahami peran dan tanggung jawab seorang Apoteker di apotek. Selain itu juga mengetahui dan memahami cara pengelolaan apotek dalam kegiatan administrasi, manajemen keuangan, pengadaan, penyimpanan dan penjualan perbekalan farmasi dan pelayanan kefarmasian. Tugas khusus yang diberikan berjudul analisis salah satu resep obat generik yang mengandung ofloksasin di Apotek Atrika pada periode agustus 2013 - januari 2014. Tujuan dari tugas khusus adalah untuk melakukan analisis resep yang mengandung antibiotik ofloksasin generik yang terdapat di Apotek Atrika terkait rasionalitas dalam peresepan.
Kata kunci
: Antibiotik, Apotek Atrika, Apoteker, Ofloksasin, Praktek Kerja Profesi, Rasionalitas Tugas Umum : xiv + 70 hlm; 6 gambar; 15 lampiran Tugas Khusus : vi + 37 hlm; 15 gambar; 4 tabel; 3 lampiran Acuan Tugas Umum : 15 (1980-2009) Tugas Khusus : 30 (1985-2013)
ix
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Rita Zahara Study Program : Apothecary Profession Judul : Report of Apothecary Profession Internship at Atrika Pharmacy on Jalan Kartini Raya No. 34A Central Jakarta in January 8th - February 14th 2014
Pharmacy is one of the health facilities that provide an integrated service to obtain qualified, guaranteed and affordable pharmaceutical supplies. Pharmacist as the responsible of the pharmacy has a major role to align service and business functions to run as well as possible. Apothecary Profession Internship in Atrika Pharmacy No.34a Kartini Raya Street, Central Jakarta aims to identify and understand the roles and responsibilities of pharmacist in a pharmacy. In addition, knowing and understanding how to manage the activities of pharmacy administration, financial management, procurement, storage and sale of supplies and pharmaceutical services. Given a special task analysis titled one of generic prescription drugs at the Atrika Pharmacy containing generic ofloxacin in the period August 2013 - January 2014. The purpose of the special task is to analyze recipe containing generic ofloxacin in Atrika Pharmacy related to prescribing rationality.
Keyword
: Antibiotics, Pharmacist, Ofloxacin, Profession Internship, Rationality General Assignment : xiv + 70 pages; 6 pictures; 15 appendixs Specific Assignment : vi + 37 pages; 15 pictures; 4 tables; 3 appendixs Bibliography General Assignment : 15 (1980-2009) Specific Assignment : 30 (1985-2013)
x
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................................................... HALAMAN JUDUL ...................................................................................... HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ........................... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................ HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................... HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...................................... ABTRAK ........................................................................................................ ABSTRACT ................................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................... DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
i ii iii iv v vi viii ix x xi xiii xiv
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1 1.1 Latar belakang ................................................................................... 1 1.2 Tujuan ................................................................................................ 2 BAB 2 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 2.10 2.11 2.12 2.13 2.14 2.15 2.16
TINJAUAN UMUM APOTEK ....................................................... Definisi apotek .................................................................................. Landasan hukum apotek ................................................................... Tugas dan fungsi apotek ................................................................... Tata cara pemberian izin apotek ....................................................... Persyaratan sarana dan prasarana apotek .......................................... Tenaga kerja di apotek ...................................................................... Peraturan mengenai Apoteker Pengelola Apotek ............................. Pengalihan tanggung jawab Apoteker .............................................. Pencabutan Surat Izin Apotek ........................................................... Sediaan farmasi ................................................................................. Pelayanan kefarmasian di apotek ...................................................... Pengelolaan narkotika ....................................................................... Pengelolaan psikotropika .................................................................. Pengadaan persediaan apotek ........................................................... Penentuan prioritas pengadaan ......................................................... Strategi pemasaran apotek ................................................................
3 3 3 4 4 6 7 9 11 12 13 17 19 22 24 25 28
BAB 3 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5
TINJAUAN KHUSUS APOTEK ATRIKA .................................. Sejarah dan lokasi ............................................................................. Tata ruang ......................................................................................... Struktur organisasi ............................................................................ Tugas dan fungsi jabatan .................................................................. Kegiatan di Apotek Atrika ................................................................
30 30 30 31 31 35
BAB 4 PEMBAHASAN ............................................................................... 44 xi
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 51 5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 51 5.2 Saran ................................................................................................. 51 DAFTAR ACUAN ......................................................................................... 52
xii
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Penandaan obat bebas ................................................................. 14 Gambar 2.2 Penandaan obat bebas terbatas .................................................... 14 Gambar 2.3 Tanda peringatan obat bebas terbatas ......................................... 15 Gambar 2.4 Penandaan obat keras .................................................................. 15 Gambar 2.5 Penandaan narkotika ................................................................... 16 Gambar 2.6 Matriks analisis VEN-ABC ........................................................ 27
xiii
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Tampak depan Apotek Atrika .................................................. 54
Lampiran 2
Tampak dalam Apotek Atrika .................................................. 56
Lampiran 3
Denah ruangan Apotek Atrika .................................................. 57
Lampiran 4
Struktur organisasi Apotik Atrika ............................................ 58
Lampiran 5
Surat pesanan barang di Apotek Atrika .................................... 59
Lampiran 6
Kelengkapan administrasi di Apotek Atrika ............................ 62
Lampiran 7
Kuitansi pembelian ................................................................... 63
Lampiran 8
Faktur pengiriman barang ke cabang ....................................... 64
Lampiran 9
Contoh faktur penerimaan barang ............................................ 64
Lampiran 10 Salinan resep Apotek Atrika ..................................................... 65 Lampiran 11 Etiket Apotek Atrika................................................................. 65 Lampiran 12 Label HTKP (Harga, Timbang, Kemas, dan Penyerahan) ....... 66 Lampiran 13 Laporan penggunaan obat......................................................... 67 Lampiran 14 Alur penanganan resep ............................................................. 69 Lampiran 15 Berita acara pemusnahan resep ................................................ 70
xiv
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pemerintah Indonesia melalui Undang – Undang No. 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, menyatakan bahwa setiap orang atau individu memiliki hak atas pelayanan kesehatan, akses yang sama atas sumber daya kesehatan, memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau, menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan untuk dirinya, mendapatkan lingkungan yang sehat, mendapat informasi dan edukasi tentang kesehatan, serta memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya. Kesehatan merupakan suatu keadaan yang sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi (Presiden Republik Indonesia, 2009a). Setiap tenaga kesehatan di Indonesia, termasuk apoteker, memiliki kewajiban untuk menjalankan perannya dalam upaya kesehatan dengan tujuan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Sarana dimana seorang apoteker dapat menjalankan pekerjaan kefarmasian secara menyeluruh disebut dengan apotek. Dalam PP No. 51 Tahun 2009, disebutkan bahwa pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (Presiden Republik Indonesia, 2009c). Apotek merupakan salah satu sarana kesehatan yang memberikan suatu pelayanan terpadu kepada masyarakat untuk memperoleh perbekalan farmasi yang bermutu dan terjamin serta terjangkau harganya. Apoteker sebagai penanggung jawab sebuah apotek memiliki peranan yang besar untuk dapat menyelaraskan fungsi pelayanan dan fungsi bisnis apotek agar dapat berjalan sebaik-baiknya. Apoteker harus mampu menjalankan peran manajerial, yaitu mampu mengelola apoteknya secara efektif dalam pengelolaan keuangan, perbekalan farmasi, 1
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
sumber daya manusia, dan pemasaran. Dengan demikian, seorang Apoteker di apotek memiliki fungsi profesional, teknis, administrasi dan kewirausahaan. Dalam mempersiapkan apoteker yang profesional dan siap menjalankan fungsinya dalam masyarakat, maka perlu dilakukan praktek kerja di Apotek sebagai pelatihan untuk menerapkan ilmu yang telah didapatkan selama perkuliahan serta dapat mempelajari segala kegiatan dan permasalahan yang ada di suatu apotek. Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI bekerja sama dengan Apotek Atrika melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di apotek bagi calon Apoteker. PKPA di Apotek Atrika dilaksanakan mulai tanggal 8 Januari – 14 Februari 2014. Kegiatan ini diharapkan dapat mempersiapakan para calon apoteker agar dapat mengenal, mengerti, dan menghayati peran dan tanggung jawab seorang apoteker di apotek serta menambah pengetahuan dan meningkatkan keterampilan dalam pekerjaan kefarmasiannya.
1.2
Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika bertujuan agar calon
apoteker: a. Mengetahui dan memahami peran dan tanggung jawab seorang Apoteker di apotek. b. Mengetahui dan memahami cara pengelolaan apotek dalam kegiatan administrasi, manajemen keuangan, pengadaan, penyimpanan dan penjualan perbekalan farmasi dan pelayanan kefarmasian.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN UMUM APOTEK
2.1 Definisi Apotek Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, apotek adalah tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, serta perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika, sedangkan perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Pelayanan kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan tujuan untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
2.2 Landasan Hukum Apotek Apotek memiliki landasan hukum yang datur dalam : a. Undang – Undang Negara, yaitu : 1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika 2) Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 3) Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika b. Peraturan Pemerintah, yaitu : 1) Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. 2) Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 tentang perubahan atas PP No. 3
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
4
26 Tahun 1965 tentang Apotek. c. Peraturan Menteri Kesehatan, yaitu : 1) Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. 2) Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. d. Keputusan Menteri Kesehatan, yaitu : 1) Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. 2) Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2003 tentang
perubahan
atas
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
2.3 Tugas dan Fungsi Apotek Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980, tugas dan fungsi apotek adalah sebagai berikut: a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan. b. Sarana
farmasi
yang
melaksanakan
peracikan,
pengubahan
bentuk,
pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat. c. Sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara luas dan merata.
2.4 Tata Cara Pemberian Izin Apotek Surat Izin Apotek dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan melalui Suku Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Apoteker mengajukan permohonan izin kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk selanjutnya dilakukan pengkajian terhadap pemenuhan syarat yang ditentukan oleh tim Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
5
dari
Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota atau Balai POM
setempat. Sesuai
dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993, Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek adalah sebagai berikut: a. Pemohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan mengajukan Formulir Model APT-1. b. Dengan
menggunakan
Formulir
APT-2
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek melakukan kegiatan. c. Tim
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota
atau
Kepala
Balai
POM
selambat- lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota
melaporkan
hasil
pemeriksaan setempat dengan menggunakan Formulir APT-3. d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan (3) tidak dilaksanakan, apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan menggunakan Formulir Model APT-4. e. Dalam jangka
waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima
laporan pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (3) atau pernyataan ayat (4) Kepala Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota
setempat
mengeluarkan
SIA dengan menggunakan Formulir Model Apt-5. f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud ayat (3) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan Formulir Model APT-6. g. Terhadap surat penundaan, apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal penundaan. Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
6
h. Tehadap
permohonan
izin
apotek
yang
ternyata
tidak
memenuhi
persyaratan, atau lokasi yang tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam jangka waktu selambatlambatnya 12 (dua belas)
hari
kerja
wajib
mengeluarkan
surat
penolakan disertai dengan alasannya dengan menggunakan Formulir Model APT-7. Bila apoteker menggunakan sarana milik pihak lain dalam pendirian apotek maka harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. Pengguna sarana apotek yang dimaksud, wajib didasarkan atas perjanjian kerjasama antara apoteker dan pemilik sarana. b. Pemilik sarana yang dimaksud harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam surat pernyataan yang bersangkutan.
2.5 Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek Untuk mendapatkan izin apotek, seorang apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan, harus siap dengan tempat, perlengkapan
termasuk sediaan farmasi dan
perbekalan farmasi yang lain yang merupakan milik sendiri
atau milik
pihak l ain. Beberapa kelengkapan yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah apotek adalah tempat atau lokasi, bangunan, perlengkapan apotek, tenaga kerja apotek, dan perbekalan farmasi.
2.5.1
Lokasi Persyaratan jarak minimum antar apotek tidak dipermasalahkan lagi, akan
tetapi ketentuan ini dapat berbeda, sesuai dengan kebijakan/peraturan daerah masing-masing. Lokasi apotek dapat dipilih dengan mempertimbangkan segi pemerataan dan pelayanan kesehatan, jumlah penduduk, jumlah praktek dokter, sarana dan pelayanan kesehatan lain, sanitasi dan faktor-faktor lainnya.
2.5.2
Bangunan Suatu apotek harus mempunyai luas bangunan yang cukup sehingga dapat Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
7
menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek. Bangunan apotek yang baik hendaknya memiliki ruang tunggu pasien, ruang peracikan dan penyerahan obat, ruang administrasi, ruang kerja apoteker, tempat pencucian alat dan kamar kecil. Bangunan apotek sebaiknya juga memiliki sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, sumber penerangan yang dapat memberikan penerangan yang memadai, alat pemadam kebakaran, serta ventilasi dan sanitasi yang baik. Papan nama apotek dipasang di depan bangunan dengan ketentuan memenuhi ukuran minimal panjang 60 cm dan lebar 40 cm dengan tulisan hitam diatas dasar putih, tinggi huruf minimal 5 cm, umumnya terbuat dari papan seng yang pada bagian mukanya memuat nama apotek, nama APA, nomor SIA, alamat apotek, dan nomor telepon.
2.5.3
Peralatan Apotek Suatu apotek baru yang ingin beroperasi harus memiliki peralatan yang
memadai agar dapat mendukung pelayanan kefarmasiannya. Peralatan apotek yang harus dimiliki antara lain: a. Peralatan
pembuatan,
pengolahan
dan
peracikan
seperti
timbangan,
lumpang, alu, gelas ukur dan lain-lain. b. Peralatan dan tempat penyimpanan alat perbekalan farmasi seperti lemari obat, lemari pendingin (kulkas), dan lemari khusus untuk narkotika dan psikotropika. Lemari narkotika harus memenuhi persyaratan yang ada dalam Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009. c. Wadah pengemas dan pembungkus. d. Perlengkapan administrasi seperti blanko pesanan, salinan resep, buku catatan penjualan, buku catatan pembelian, kartu stok obat dan kuitansi. e. Buku-buku
dan
literatur
standar
yang diwajibkan,
serta
kumpulan
perundang-undangan yang berhubungan dengan kegiatan apotek.
2.6 Tenaga Kerja Apotek Pekerjaan di apotek dapat dilakukan oleh tenaga kefarmasian maupun nonkefarmasian. Tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
8
kefarmasian, yang terdiri dari Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi dan tenaga menengah farmasi/Asisten Apoteker (Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009). Sebagai tenaga pendukung, juga diperlukan juru resep, kasir, dan pegawai administrasi/tata usaha untuk menunjang kegiatan di apotek. Berdasarkan Kepmenkes RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002, apotek harus dikelola oleh seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA), yaitu apoteker yang telah diberi Surat Izin
Apotek (SIA). Tugas dan kewajiban APA di
apotek adalah sebagai berikut: a. Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non-teknis kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku. b. Menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin. c. Mengatur, melaksanakan, dan mengawasi administrasi. d. Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan omset, mengadakan pembelian yang sah dan penekanan biaya serendah mungkin. e. Melakukan pengembangan apotek. Tenaga kerja di setiap apotek dapat berbeda-beda jumlahnya, tergantung pada kebutuhan masing-masing apotek. Sumber daya manusia yang dapat bekerja di apotek selain Apoteker Pengelola Apotek diantaranya Asisten Apoteker. Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker. Juru resep adalah orang yang membantu Asisten Apoteker dalam menyiapkan (meracik) obat menurut resep. dalam melakukan pekerjaan teknis kefarmasian di bawah pengawasan apoteker. Tenaga kerja di apotek yang tidak diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan dan perundang-undangan dapat bermacammacam jenis dan jumlahnya sesuai dengan kebutuhan apotek tersebut. Kasir merupakan petugas yang mencatat penerimaan dan pengeluaran uang yang dilengkapi dengan kuitansi, nota, tanda setoran, dan lain-lain. Pegawai Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
9
administrasi atau tata usaha bertugas membantu Apoteker dalam kegiatan administrasi seperti membuat laporan harian.
2.7 Peraturan Mengenai Apoteker Pengelola Apotek Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah megucapkan sumpah jabatan apoteker. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA). Sebelum melaksanakan kegiatannya di apotek, seorang APA wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA) yang berlaku untuk seterusnya selama apotek masih aktif melakukan kegiatan dan APA dapat melakukan pekerjaannya serta masih memenuhi
persyaratan.
Seorang APA bertanggung
jawab akan
kelangsungan hidup apotek yang dipimpinnya, dan juga bertanggung jawab kepada pemilik modal apabila bekerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA). Apoteker yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut (Presiden Republik Indonesia, 2009c): a. Memiliki keahlian dan kewenangan b. Menerapkan Standar Profesi c. Didasarkan pada Standar Kefarmasian dan Standar Operasional d. Memiliki sertifikat kompetensi profesi e. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) f. Wajib memiliki Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) bagi Apoteker Pengelola Apotek (APA) dan Apoteker Pendamping di apotek g. Apoteker Pengelola Apotek (APA) hanya dapat melaksanakan praktek di satu apotek sedangkan Apoteker Pendamping hanya dapat melaksanakan praktek paling banyak di tiga apotek Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) merupakan bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri Kesehatan kepada apoteker yang telah diregistrasi. STRA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu lima tahun selama masih memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh STRA, apoteker harus memenuhi persyaratan sebagai berikut (Presiden Republik Indonesia, 2009c): Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
10
a. Memiliki ijazah apoteker b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi c. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji apoteker d. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktek e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi SIPA dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan. SIPA dapat dibatalkan demi hukum apabila pekerjaan kefarmasian dilakukan pada tempat yang tidak sesuai dengan yang tercantum dengan dalam surat izin. Untuk mendapatkan SIPA, apoteker harus memiliki (Presiden Republik Indonesia, 2009c): a. Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) b. Tempat atau ada tempat untuk melakukan pekerjaan kefarmasian atau fasilitas kesehatan yang memiliki izin c. Rekomendasi dari organisasi profesi Adapun tata cara memperoleh SIPA berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 889/MENKES/PER/V/2011, yaitu: a. Untuk memperoleh SIPA, apoteker mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 6. b. Permohonan SIPA harus melampirkan: 1) Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN; 2) Surat pernyataan mempunyai tempat
praktik profesi atau surat
keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian; 3) Surat rekomendasi dari organisasi profesi; dan 4) Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 (dua) lembar; c. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan SIPA paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
11
dalam Formulir 7. Tugas dan kewajiban apoteker di apotek adalah sebagai berikut : a. Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non teknis kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku. b. Mengatur, melaksanakan, dan mengawasi administrasi. c. Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal
sesuai dengan cara meningkatkan omset, mengadakan
pembelian yang sah dan penekanan biaya serendah mungkin. d. Melakukan pengembangan usaha apotek. Wewenang dan tanggung jawab APA meliputi (Umar, 2011): a. Menentukan arah terhadap seluruh kegiatan. b. Menentukan sistem (peraturan) terhadap seluruh kegiatan. c. Mengawasi pelaksanaan seluruh kegiatan. d. Bertanggung jawab terhadap kinerja yang dicapai.
2.8 Pengalihan Tanggung Jawab Apoteker Pengalihan
tanggung
jawab
apoteker
diatur
dalam
Keputusan
menteri kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002 yaitu: a. Apabila Apoteker Pengelola Apotek (APA) berhalangan melakukan tugasnya pada
jam
buka
apotek, APA
harus
menunjuk
Apoteker
Pendamping. b. Apabila APA dan Apoteker
Pendamping
karena
hal-hal
tertentu
berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk apoteker pengganti. c. Apabila APA meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat jam, ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. d. Apabila pada
apotek
tersebut
tidak
terdapat
Apoteker Pendamping,
pelaporan oleh ahli waris wajib disertai penyerahan resep, narkotika, psikotropika, obat keras, dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. e. Pada penyerahan resep, narkotika, psikotropika dan obat keras serta kunci Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
12
tersebut, dibuat berita acara serah terima dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Penunjukkan Apoteker Pendamping dan Apoteker Pengganti harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Berdasarkan Permenkes No. 922/MENKES/PER/X/199 dijelaskan jika pengalihan tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang disebabkan karena penggantian Apoteker Pengelola Apotik kepada Apoteker Pengganti, wajib dilakukan serah terima resep, narkotika, obat dan perbekalan farmasi lainnya serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Serah terima tersebut dibuat Berita Acara Serah Terima yang dibuat rangkap empat dan ditandatangani kedua belah pihak yang melakukan serah terima.
2.9 Pencabutan Surat Izin Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dapat mencabut Surat Izin Apotek apabila: a. Apoteker tidak lagi memenuhi kewajibannya untuk menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. b. Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus menerus. c. Terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang tentang Narkotika, UndangUndang Obat Keras, dan Undang-Undang tentang Kesehatan. d. Surat Izin Praktek Apoteker Pengelola Apotek dicabut. e. Apotek tidak dapat lagi memenuhi persyaratan mengenai kesiapan tempat pendirian
apotek, serta kelengkapan sediaan farmasi dan perbekalan
lainnya baik merupakan milik sendiri atau pihak lain. f. Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran Perundangundangan di bidang obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
13
Pelaksanaan
pencabutan
surat
izin
apotek
dilaksanakan
setelah
dikeluarkan: a. Peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan. b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan Apotek. Pembekuan izin apotek sebagaimana dimaksud dalam huruf b di atas, dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan. Pencairan izin apotek yang dimaksud dilakukan setelah
menerima laporan
pemeriksaan dari Tim Pemeriksa
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Apabila Surat Izin Apotek dicabut, Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengamanan yang dimaksud wajib mengikuti tata cara sebagai berikut: a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu, dan obat lain serta seluruh resep yang tersedia di apotek. b. Narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci. c. Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Wilayah Kantor Kementeriaan Kesehatan atau petugas yang diberi wewenang
olehnya,
tentang
penghentian
kegiatan
disertai
laporan
inventarisasi yang dimaksud dalam huruf a.
2.10
Sediaan Farmasi Menurut PP No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian,
sediaan farmasi mencakup obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik. Untuk
menjaga
keamanan
penggunaan
obat
oleh masyarakat,
maka
pemerintah menggolongkan obat menjadi obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, dan psikotropika, serta narkotika.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
14
2.10.1. Obat Bebas (Menteri Kesehatan RI, 1983) Obat bebas adalah obat tanpa peringatan, yang dapat diperoleh tanpa resep dokter. Tanda khusus yang terdapat pada obat bebas adalah lingkaran bulat berwarna hijau dengan garis tepi hitam.
Gambar 2.1. Penandaan Obat Bebas
2.10.2. Obat Bebas Terbatas (Menteri Kesehatan RI, 1983) Obat bebas terbatas adalah obat dengan peringatan, yang dapat diperoleh tanpa resep dokter. Tanda khusus yang terdapat pada obat bebas terbatas adalah lingkaran bulat berwarna biru dengan garis tepi hitam.
Gambar 2.2. Penandaan Obat Bebas Terbatas
Pada golongan obat bebas terbatas terdapat tanda peringatan yang berbentuk kotak hitam dengan huruf berwarna putih di dalamnya. Tanda peringatan tersebut antara lain: a. P no.1: Awas! Obat Keras. Bacalah aturan memakainya. Contoh obat golongan ini adalah Stopcold, Inza, dan obat flu lainnya. b. P no.2: Awas! Obat Keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan. Contoh obat golongan ini adalah Listerine dan Betadine Gargle. c. P no.3: Awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar badan. Contoh obat golongan ini adalah Rivanol dan Canesten. d. P no.4: Awas! Obat Keras. Hanya untuk dibakar. Contoh obat golongan ini adalah asma sigaret. e. P no.5: Awas! Obat Keras. Tidak boleh ditelan. Contoh obat golongan ini adalah Suppositoria untuk laksatif seperti dulcolac supp. f. P no.6: Awas! Obat Keras. Obat wasir, jangan ditelan. Contoh obat golongan ini adalah ambeven. Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
15
Gambar 2.3. Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas
2.10.3. Obat Keras Daftar G (Menteri Kesehatan RI, 1986) Obat keras adalah obat yang dapat diperoleh dengan resep dokter. Tanda pada obat keras berupa lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi hitam dengan huruf K berwarna hitam yang menyentuh garis tepi dan harus mencantumkan kalimat “Harus dengan resep dokter”.
Gambar 2.4. Penandaan Obat Keras
Di samping itu, psikotropika yang mempengaruhi psikis termasuk ke dalam golongan obat keras. Menurut Undang-undang nomor 5 Tahun 1997, psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan
perubahan
khas
pada
aktivitas
mental
dan perilaku. Psikotropika digolongkan menjadi empat golongan. a. Psikotropika Golongan I Psikotropika golongan ini memiliki potensi dalam mengakibatkan sindroma ketergantungan. Psikotropika golongan ini hanya digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan, contohnya psilosibin, dan lisergida. b. Psikotropika Golongan II Psikotropika golongan ini berkhasiat untuk pengobatan dan dapat Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
16
digunakan dalam terapi dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan, contohnya amfetamin, deksamfetamin, metamfetamin, dan sekobarbital. Sekarang obat psikotropika golongan I dan II dikategorikan dalam obat narkotika golongan I. c. Psikotropika Golongan III Psikotropika golongan ini berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan, contohnya amobarbital, pentazosin, pentobarbital, dan siklobarbital. d. Psikotropika Golongan IV Psikotropika golongan ini berkhasiat untuk pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan, contohnya alobarbital, alprazolam, barbital, diazepam, dan fenobarbital.
2.10.4. Narkotika (Presiden Republik Indonesia, 2009b) Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Pada kemasan ditandai dengan lingkaran warna putih dan tanda palang medali berwarna merah dengan garis tepi warna merah.
Gambar 2.5. Penandaan Narkotika
Narkotika dibagi ke dalam tiga golongan yaitu: a. Narkotika Golongan I Narkotika golongan ini dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
17
kesehatan. Narkotika golongan I dalam jumlah terbatas hanya digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan. Contoh: opium, kokain, heroin, psilosibin. b. Narkotika Golongan II Narkotika golongan ini dapat digunakan sebagai pilihan terakhir dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi tinggi dalam mengakibatkan ketergantungan. Contoh: difenoksilat, metadon, morfin, petidin. c. Narkotika Golongan III Narkotika golongan ini berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi yang
ringan
dalam
mengakibatkan
ketergantungan.
Contoh:
kodein,
dihidrokodein, norkodein.
2.11
Pelayanan Kefarmasian di Apotek Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Pelayanan Kefarmasian adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi, sekarang menjadi pelayanan yang komprehensif dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pelayanan kefarmasian di dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, terdiri dari pelayanan resep, pemberian informasi obat, konseling, pemantauan penggunaan obat, promosi dan edukasi, serta Pelayanan Residensial (Home Care).
2.11.1. Pelayanan Resep a. Skrining resep Apoteker melakukan skrining resep meliputi persyaratan administratif Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
18
(nama, SIP dan alamat dokter, tanggal penulisan resep, tanda tangan/paraf dokter penulis resep, nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien), kesesuaian farmasetik (bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian), pertimbangan klinis (adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). b. Penyiapan obat Kegiatan penyiapan obat terdiri atas peracikan, penulisan etiket, pengemasan, serta penyerahan obat. Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar. Penulisan etiket harus jelas dan dapat dibaca. Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. Sebelum obat diserahkan kepada pasien, harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien.
2.11.2. Pemberian Informasi Obat Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
2.11.3. Konseling Kegiatan konseling merupakan suatu proses komunikasi dua arah yang sistematik antara apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat dan pengobatan. Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau salah penggunaan sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
19
tertentu seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
2.11.4. Pemantauan Penggunaan Obat Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan
penggunaan
obat,
terutama
untuk
pasien
tertentu
seperti
kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya. Pemantauan dilakukan terhadap khasiat obat serta efek samping yang kemungkinan dapat terjadi.
2.11.5. Promosi dan Edukasi Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lain.
2.11.6. Pelayanan Residensial (Home Care) Sebuah bentuk pelayanan apoteker sebagai care giver dalam pelayanan kefarmasian di rumah-rumah khususnya untuk kelompok lanjut usia dan pasien dengan pengobatan terapi kronis lainnya disebut sebagai pelayanan residensial (home care). Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lanjut usia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).
2.12
Pengelolaan Narkotika Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan. Menurut Undang-undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika, pengaturan narkotika bertujuan untuk menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau perkembangan
ilmu
pengetahuan,
mencegah
terjadinya
penyalahgunaan
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
20
narkotika, serta memberantas peredaran gelap narkotika. Pengelolaan narkotika di apotek meliputi pemesanan, penyimpanan, pelayanan/penyerahan, pemusnahan, pencatatan dan pelaporan serta dokumentasi.
2.12.1. Pengadaan/Pemesanan Narkotika Apoteker hanya dapat memesan narkotika melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang telah ditunjuk khusus oleh Menteri, yaitu PT. Kimia Farma dengan tujuan untuk memudahkan pengawasan peredaran narkotika. Pemesanan narkotika dilakukan dengan menggunakan surat pesanan narkotika asli yang ditandatangani oleh Apoteker Penanggungjawab Apotek yang dilengkapi dengan nama, nomor Surat Izin Apotek (SIA) dan Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA), tanggal dan nomor surat, alamat lengkap dan stempel apotek (Lampiran 5.2). Satu surat pesanan hanya dapat digunakan untuk memesan satu jenis narkotika. Surat pesanan dibuat rangkap empat dengan tiga rangkap (beserta aslinya) diberikan untuk PBF dan satu rangkap untuk arsip apotek.
2.12.2. Penyimpanan Narkotika (Menteri Kesehatan RI, 1978) Berdasarkan
Permenkes
Nomor
28/MENKES/PER/V/1978
tentang
penyimpanan narkotika, apotek harus memiliki tempat khusus untuk penyimpanan narkotika yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat. b. Harus mempunyai kunci yang kuat. c. Dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan; bagian pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-garamnya serta persediaan narkotika,
bagian kedua
yang dipergunakan untuk
narrkotika lainnya yang dipakai sehari-hari. d. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40 x80 x 100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai. e. Lemari harus dikunci dengan baik. f. Lemari khusus tidak boleh dipergunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika. g. Anak kunci lemari khusus harus dikuasai oleh penanggung jawab atau Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
21
pegawai lain yang dikuasakan. h. Lemari khusus harus ditaruh di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum.
2.12.3. Pelayanan/Penyerahan Narkotika Menurut Undang-undang nomor 35 tahun 2009, apotek hanya dapat melakukan penyerahan narkotika kepada rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter, dan pasien. Apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada pasien berdasarkan resep dari dokter. Apotek dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas dasar resep yang sama dari seorang dokter atau atas dasar salinan resep dokter. Pada resep narkotika yang baru dilayani sebagian, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani di apotek yang menyimpan resep asli.
2.12.4. Pemusnahan Narkotika Tujuan dilakukannya pemusnahan narkotika adalah untuk menghapus pertanggungjawaban apoteker
terhadap
pengelolaan
narkotika,
menjamin
narkotika yang sudah tidak memenuhi persyaratan dikelola sesuai dengan standar yang berlaku, dan mencegah penyalahgunaan bahan narkotika serta mengurangi risiko terjadinya penggunaan obat yang substandar (Menteri Kesehatan RI, 2008). Berdasarkan Undang-undang nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika, pemusnahan narkotika dilakukan dalam hal diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi, kadaluarsa, tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau berkaitan untuk pengembangan ilmu pengetahuan; atau berkaitan dengan tindak pidana. Pemusnahan yang dilakukan oleh apotek dengan membuat berita acara pemusnahan narkotika dan dilaporkan kepada pihak-pihak yang terkait. Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
28/MENKES/PER/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika dan Undang - Undang nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika, berita acara pemusnahan memuat: a. Keterangan tempat, hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan. Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
22
b. Nama pemegang izin khusus, apoteker pimpinan apotek dan dokter pemilik narkotika. c. Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi dari perusahaan atau badan tersebut. d. Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan. e. Cara pemusnahan. f. Tanda tangan penanggung jawab apotek/pemegang izin khusus dan saksisaksi. Berita acara pemusnahan tersebut dibuat rangkap empat untuk ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Balai Pengawasan Obat dan Makanan, dan satu disimpan sebagai arsip di apotek.
2.12.5. Pencatatan dan Pelaporan Narkotika Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, apotek wajib membuat, menyampaikan dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam penguasaannya. Pelaporan penggunaan narkotika telah dikembangkan dalam bentuk perangkat lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) sejak tahun 2006 oleh Kementerian Kesehatan. Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) adalah sistem yang mengatur pelaporan penggunaan Narkotika dan Psikotropika dari Unit Layanan (Puskesmas, Rumah Sakit dan Apotek) ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan pelaporan elektronik, selanjutnya Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan ke Dirjen Binfar dan Alkes di Kementerian Kesehatan melalui mekanisme pelaporan online yang menggunakan fasilitas internet. Laporan penggunaan narkotika tersebut harus dilaporkan setiap bulan paling lambat tanggal 10 pada bulan berikutnya.
2.13
Pengelolaan Psikotropika Menurut Undang-undang No. 5 tahun 1997, psikotropika adalah zat atau
obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
23
melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan atau ilmu pengetahuan. Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah untuk menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan,
mencegah
terjadinya
penyalahgunaan
psikotropika,
serta
memberantas peredaran gelap psikotropika.
2.13.1. Pemesanan Psikotropika Untuk memesan psikotropika dari PBF diperlukan Surat Pesanan Psikotropika yang ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIPA (Lampiran 5.3). Surat pesanan tersebut dibuat rangkap tiga dengan dua rangkap (beserta asli) diserahkan kepada PBF dan satu rangkap untuk arsip apotek dan setiap surat dapat digunakan untuk memesan beberapa jenis psikotropika.
2.13.2. Penyimpanan Psikotropika Peraturan mengenai penyimpanan psikotropika belum diatur di dalam perundang-undangan atau peraturan lainnya. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika maka sebaiknya obat golongan psikotropika disimpan pada rak atau lemari khusus.
2.13.3. Penyerahan Psikotropika Psikotropika hanya dapat diserahkan oleh apotek kepada apotek lain, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan pasien. Apotek hanya dapat menyerahkan psikotropika kepada pasien berdasarkan resep dari dokter.
2.13.4. Pemusnahan Psikotropika Pada Undang-undang No. 5 tahun 1997, disebutkan bahwa pemusnahan psikotropika dilaksanakan dalam hal berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi psikotropika, kadaluarsa, dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau untuk Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
24
kepentingan
ilmu
pengetahuan.
Setiap
pemusnahan
psikotropika,
wajib
dibuatkan berita acara.
2.13.5. Pelaporan Psikotropika Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan melalui perangkat lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP). Mekanisme pelaporan psikotropika sama dengan pelaporan narkotika. Laporan penggunaan psikotropika tersebut harus dilaporkan setiap bulan paling lambat tanggal 10 pada bulan berikutnya.
2.14
Pengadaan Persediaan Apotek Pengadaan persediaan farmasi merupakan kegiatan untuk memenuhi
kebutuhan perbekalan farmasi berdasarkan fungsi perencanaan dan penganggaran. Tujuan pengadaan adalah memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup dengan kualitas harga yang dapat dipertanggungjawabkan dalam waktu dan tempat tertentu secara efektif dan efisien menurut tata cara dan ketentuan yang berlaku (Quick, 1997). Pengadaan harus memenuhi beberapa syarat, yaitu (Seto, Yunita, Triana, 2004): a. Doematig, artinya sesuai tujuan/sesuai rencana. Pengadaan harus sesuai kebutuhan yang sudah direncanakam sebelumnya. b. Rechtmatig, artinya sesuai hak/sesuai kemampuan. c. Wetmatig, artinya sistem/cara pengadaannya harus sesuai dengan ketentuanketentuan yang berlaku. Secara
umum,
jenis
pengadaan
berdasarkan
waktu
terdiri
dari
(Quick,1997) : a. Annual purchasing, yaitu pemesanan dilakukan satu kali dalam satu tahun. b. Scheduled purchasing, yaitu pemesanan dilakukan secara periodik dalam waktu tertentu misalnya mingguan, bulanan, dan sebagainya. c. Perpetual purchasing, yaitu pemesanan dilakukan setiap kali tingkat persediaan rendah. d. Kombinasi antara annua purchasing, scheduled purchasing, dan perpetual purchasing. Pengadaan dengan
pemesanan
yang bervariasi waktunya Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
25
seperti cara ini dapat diterapkan tergantung dari jenis obat yang dipesan. Misalnya, obat impor dari suatu negara dimana devaluasi mata uang menjadi masalah utama, atau obat berharga murah yang jarang digunakan cukup dipesan sekali dalam setahun saja. Obat-obatan yang relatif slow moving tetapi digunakan secara reguler dapat dipesan secara periodik setiap tahun (scheduled purchasing), dan
obat-obatan yang banyak
diminati dan obat-obatan yang harganya sangat mahal maka pemesanan dilakukan secara perpetual purchasing. Setelah menentukan jenis pengadaan yang akan diterapkan berdasarkan frekuensi dan waktu pemesanan, maka pengadaan barang di apotek dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu (Seto, Yunita, Triana, 2004): a. Pembelian kontan Dalam pembelian kontan, pihak apotek langsung membayar harga obat yang dibeli dari distributor. Biasanya dilakukan oleh apotek yang baru dibuka karena untuk melakukan pembayaran kredit apotek harus menunjukkan kemampuannya dalam menjual. b. Pembelian kredit Pembelian dengan menggunakan cara ini dilakukan pada waktu jatuh tempo yang telah ditetapkan, misalnya 30 hari setelah obat diterima apotek. c. Konsinyasi Pada konsinyasi, barang dari pemilik dititipkan kepada apotek, dimana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila barang tersebut
terjual.
Bila barang tersebut tidak
terjual sampai batas waktu
kadaluarsa atau waktu yang telah disepakati maka barang tersebut dapat dikembalikan kepada pemiliknya.
2.15
Penentuan Prioritas Pengadaan Dalam melakukan pengadaan dibutuhkan penentuan prioritas barang yang Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
26
akan dipesan. Pemilihan prioritas pengadaan dapat dilakukan dengan berbagai metode.
2.15.1. Analisis VEN (Vital, Esensial, Non-esensial) Metode ini mengelompokan obat berdasarkan nilai kepentingan dan vitalitas obat terhadap pelayanan kesehatan untuk melayani permintaan untuk pengobatan. a. V (Vital) Obat
yang
tergolong
dalam kategori
vital
adalah obat
untuk menyelamatkan hidup manusia atau untuk pengobatan karena penyakit
yang mengakibatkan kematian. Pengadaan obat golongan ini
diprioritaskan. b. E (Esensial) Kategori esensial digunakan untuk obat-obat yang banyak diminta untuk digunakan dalam tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak di masyarakat. Dengan kata lain, obat-obat golongan ini adalah obat yang fast-moving. c. N (Non-esensial) Kategori non-esensial untuk obat-obat pelengkap yang sifatnya tidak esensial, tidak digunakan untuk penyelamatan hidup maupun pengobatan penyakit terbanyak, contohnya suplemen, vitamin.
2.15.2. Analisis ABC (Quick, 1997) Analisis ABC disusun berdasarkan penggolongan persediaan yang mempunyai
nilai
harga yang
paling tinggi. Analisis ABC membagi
persediaan berdasarkan atas nilai rupiah (volume persediaan yang dibutuhkan dalam satu periode dikalikan harga per unit). Kriteria kelas dalam klasifikasi ABC adalah:
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
27
a. Kelas A Persediaan pada kelas ini memiliki volume rupiah yang tinggi yaitu sekitar 75 – 80% dari total nilai persediaan, meskipun itemnya hanya sekitar 20% dari seluruh item. Kelas A memiliki dampak biaya yang tinggi terhadap biaya pengadaan. Pengendalian khusus dilakukan secara intensif. b. Kelas B Persediaan yang memiliki volume rupiah yang menengah. Kelas ini mewakili sekitar 10 – 15% dari total nilai persediaan, meskipun itemnya hanya sekitar 30% dari seluruh item. c. Kelas C Persediaan yang memiliki volume rupiah yang rendah. Kelas ini mewakili sekitar 5% dari total nilai persediaan, tapi terdiri sekitar 50% dari seluruh item. Analisis ABC dilakukan dengan menghitung nilai investasi dari tiap sediaan obat dengan cara: 1) Menghitung total investasi tiap jenis obat. 2) Pengelompokan obat berdasarkan nilai investasi dan diurutkan mulai dari nilai investasi terbesar hingga terkecil.
2.15.3. Analisis VEN-ABC Metode analisis ini mengombinasikan kedua metode sebelumnya. Dalam metode ini pengelompokan barang berdasarkan volume dan nilai penggunaannya selama
periode
waktu
tertentu.
Analisa
VEN-ABC
menggabungkan analisis pareto dan VEN dalam suatu matriks sehingga analisis
menjadi
lebih
tajam (Quick, 1997). Matriks dapat dibuat sebagai
berikut: V
E
N
A
VA
EA
NA
B
VB
EB
NB
C
VC
EC
NC
Gambar 2.6. Matriks Analisis VEN-ABC Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
28
Matriks tersebut dapat dijadikan dasar dalam menetapkan prioritas untuk menyesuaikan anggaran atau perhatian dalam pengelolaan persediaan. Obat vital dan esensial dalam kelompok A, B, dan C harus diupayakan tersedia di apotek. Jumlah obat esensial disesuaikan dengan kebutuhan dan banyaknya permintaan pelanggan. Obat vital tetap disediakan dalam jumlah yang cukup walaupun permintaannya sedikit. Untuk obat non-esensial dalam kelompok A tidak diprioritaskan, sedangkan kelompok B dan C pengadaannya disesuaikan dengan kebutuhan (Quick, 1997).
2.16
Strategi Pemasaran Apotek AIDA (Attention, Interest, Desire, Action) merupakan strategi pemasaran
di apotek, dimulai dari bagaimana menarik perhatian calon pembeli hingga memutuskan untuk membeli barang di apotek.
2.16.1 Attention Strategi ini merupakan upaya apotek untuk dapat menarik perhatian (attention) pengunjung/konsumen yang dapat dilakukan dengan: a. Membuat desain eksterior apotek semenarik mungkin, seperti membuat papan nama yang besar dan memasang neon box agar mudah terlihat oleh orang yang lewat. b. Mendesain bangunan berdasarkan kecenderungan selera konsumen dengan memperhatikan kondisi ekonomi di lingkungan tempat pendirian apotek. c. Menggunakan kaca transparan pada sisi depan apotek agar desain interior apotek dapat terlihat dari luar. d. Memiliki halaman parkir yang memadai dan gratis.
2.16.2 Interest Strategi ini bertujuan untuk menimbulkan keinginan pengunjung (interest) untuk masuk ke dalam apotek, yang dapat dilakukan dengan cara menyusun obat yang dipajang di ruang tunggu agar terlihat lengkap dan menarik dengan memperhatikan warna kemasan. Untuk obat yang sedang banyak iklannya Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
29
diletakkan pada posisi eye catching.
2.16.3 Desire Langkah selanjutnya setelah pengunjung masuk ke dalam apotek adalah menimbulkan keinginan mereka untuk membeli obat (desire). Upaya yang dapat dilakukan adalah melayani pengunjung dengan ramah, cepat tanggap dengan keinginan pelanggan, memberikan
informasi
tentang
obat,
meningkatkan
kelengkapan obat, dan memberikan harga yang bersaing.
2.16.4 Action Setelah melalui beberapa tahap diatas, akhirnya pengunjung apotek tersebut memutuskan mengambil sikap untuk menjadi pembeli obat di apotek (action). Pada tahap ini pembeli akan merasakan sendiri pelayanan yang diberikan apotek. Pelayanan yang dapat diberikan antara lain dengan menunjukkan kecepatan pelayanan dan pemberian informasi yang diperlukan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK ATRIKA
3.1
Sejarah dan Lokasi Apotek Atrika didirikan pada tanggal 21 Juli 2001 dengan nomor SIA
1387.01/KANWIL/SIA/01/0. Apotek ini merupakan apotek kerjasama dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA) Atrika yaitu Bapak Winardi Hendrayanta. Sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA) Atrika adalah Bapak Dr. Harmita, Apt. Apotek Atrika terletak di Jalan Kartini Raya No. 34 Jakarta Pusat yang merupakan kawasan pemukiman penduduk. Apotek Atrika terletak di tepi jalan yang mudah dijangkau oleh kendaraan dan dilalui oleh angkutan umum serta merupakan jalan dua arah dengan badan jalan yang tidak terlalu lebar. Di sekitar apotek terdapat praktek dokter umum, dokter spesialis kulit, dan dokter hewan. Apotek Atrika buka dari hari Senin hingga Sabtu, mulai pukul 09.00 sampai 21.00 WIB, kecuali untuk hari Sabtu hanya sampai pukul 16.00 WIB, sedangkan hari Minggu dan hari libur nasional tutup.
3.2
Tata Ruang Bagian depan Apotek Atrika memiliki halaman yang dapat digunakan
sebagai tempat parkir. Bangunan Apotek Atrika terbagi menjadi dua bagian, yaitu ruang depan dan ruang dalam. Ruang depan terdiri dari ruang tunggu, kasir, tempat penerimaan resep sekaligus tempat penyerahan obat, dan etalase untuk obat OTC. Ruang dalam terdiri atas ruang racik yang dikelilingi lemari untuk obat ethical, kamar mandi, dan wastafel. Gambar denah Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 3. Penyusunan obat dilakukan berdasarkan bentuk sediaan dan efek farmakologis yang kemudian diurutkan berdasarkan abjad. Sediaan yang terdapat di Apotek Atrika dibagi menjadi tiga, yaitu sediaan oral padat (tablet, kapsul), sediaan oral cair (sirup, suspensi), dan sediaan topikal (salep, krim, suppositoria, obat tetes mata, dan obat tetes telinga). Selain itu, juga terdapat lemari terpisah
30
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
31
untuk menyimpan obat generik, obat fast moving, obat golongan narkotika, dan psikotropika.
3.3
Struktur Organisasi Pembentukan struktur organisasi dan pembagian tugas serta wewenang
tiap jabatan dilakukan oleh APA. Seorang APA harus dapat memprediksi dan membentuk struktur organisasi apotek, disertai dengan uraian fungsi dan tugas, wewenang serta tanggung jawabnya. APA harus mengetahui kegiatan apa saja yang akan dilakukan dan tipe orang yang bagaimana yang dapat melaksanakan fungsi kegiatan tersebut sehingga apotek dapat beroperasional sesuai rencana. Personalia di Apotek Atrika terdiri dari beberapa orang dengan rincihan sebagai berikut: a. Pemilik sarana apotek
: 1 orang
b. Tenaga farmasi, yaitu
:
1) Apoteker Pengelola Apotek : 1 orang 2) Apoteker Pendamping
: 1 orang
3) Asisten Apoteker
: 1 orang
c. Tenaga non teknis farmasi, yaitu :
3.4
1) Juru resep
: 1 orang
2) Tenaga keuangan dan kasir
: 2 orang
3) Kurir
: 1 orang
4) Pesuruh
: 1 orang
Tugas dan Fungsi Jabatan
3.4.1 Apoteker Pengelola Apotek (APA) Tugas dan tanggung jawab APA adalah sebagai berikut: a. Menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan fungsinya (apotek sebagai tempat pengabdian profesi) dan memenuhi segala kebutuhan perundang-undangan di bidang perapotekan yang berlaku. b. Memimpin seluruh kegiatan manajerial apotek termasuk mengkoordinasikan dan mengawasi dinas kerja karyawan lainnya antara lain mengatur daftar Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
32
giliran kerja, menetapkan pembagian beban kerja, dan tanggung jawab masingmasing karyawan. c. Secara aktif berusaha sesuai dengan bidang tugasnya untuk meningkatkan omset
penjualan
dan
mengembangkan
hasil
usaha
apotek
dengan
mempertimbangkan masukan dari karyawan lainnya untuk perbaikan pelayanan dan kemajuan apotek. d. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan menyerahkan obat. e. Memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. Dalam hal ini Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. f. Melaksanakan pelayanan swamedikasi. g. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan. h. Membuat salinan resep dan kuintasi bila dibutuhkan. i. Mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai harian. j. Bertanggung jawab atas pengadaan obat, terutama obat-obat golongan narkotika dan psikotropika.
3.4.2 Apoteker Pendamping Tugas dan tanggung jawab Apoteker Pendamping adalah sebagai berikut: a. Melaksanakan tugas dan tanggung jawab APA ketika APA sedang tidak berada di tempat. b. Menjamin penyampaian informasi obat kepada pasien. c. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nama pasien, dan cara pakainya. d. Mencatat dan menghitung bon penjualan kredit untuk resep-resep kredit. e. Bertanggung jawab atas pengadaan obat. Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
33
3.4.3 Asisten Apoteker Tugas dan fungsi Asisten Apoteker adalah sebagai berikut: a. Melakukan pendataan kebutuhan barang. b. Mengatur, mengontrol, dan menyusun obat pada tempat penyimpanan obat di ruang peracikan. c. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan menyerahkankan obat. d. Memberi harga untuk resep-resep yang masuk dan memeriksa kelengkapan resep. e. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan. f. Mencatat keluar masuk barang. g. Melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mempunyai kadaluarsa. h. Menyusun daftar masuknya barang dan menandatangani faktur obat yang masuk setiap harinya. i. Mencatat penerimaan uang setelah dihitung terlebih dahulu, begitu juga dengan pengeluaran yang harus dilengkapi dengan kuitansi, nota dan tanda setoran yang sudah diparaf APA atau karyawan yang ditunjuk.
3.4.4 Juru Resep Tenaga yang membantu Asisten Apoteker dalam meracik obat di apotek adalah juru resep. Tugas dan kewajiban juru resep adalah: a. Membantu tugas Apoteker dan Asisten Apoteker dalam penyediaan atau pembuatan obat jadi maupun obat racikan. b. Menyiapkan dan membersihkan alat-alat peracikan serta melaporkan hasil sediaan yang sudah jadi kepada Asisten Apoteker. c. Membuat obat-obat racikan standar di bawah pengawasan Asisten Apoteker. d. Menjaga kebersihan apotek.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
34
3.4.5 Kasir Tugas dan tanggung jawab kasir adalah sebagai berikut: a. Menerima pembayaran tunai maupun dengan kartu kredit. b. Menerima barang masuk. c. Memberi harga untuk resep-resep yang masuk. d. Melayani penjualan obat bebas dan bebas terbatas. e. Mencatat, menghitung, dan menyimpan uang hasil penjualan. f. Menyetor uang hasil penjualan ke bagian keuangan. g. Bertanggung jawab terhadap kesesuaian uang yang masuk dengan penjualan.
3.4.6 Keuangan Tugas dan kewajiban bagian keuangan adalah sebagai berikut: a. Bertanggung jawab terhadap kondisi aliran kas yang terjadi. b. Menerima uang yang disetor oleh kurir dan penjualan obat tunai, baik obat bebas dan bebas terbatas maupun penjualan obat dengan resep. c. Mengeluarkan uang yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan operasional apotek, seperti listrik dan telepon. d. Menyimpan bukti pembayaran dan pembelian barang, serta bukti pertukaran faktur dengan PBF.
3.4.7 Pesuruh Tugas dan tanggung jawab pesuruh adalah sebagai berikut: a. Menjaga kebersihan apotek. b. Menjamin kerapian apotek. c. Membantu petugas apotek lain yang memerlukan bantuan non-teknis kefarmasian.
3.4.8 Kurir Tugas dari seorang kurir adalah sebagai berikut: a. Mengantar obat dan sediaan farmasi untuk pelayanan pesan antar. b. Menjamin obat yang tepat sampai kepada pasien yang tepat. c. Menerima uang hasil pembayaran obat. Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
35
3.5
Kegiatan di Apotek Atrika Tenaga kerja Apotek Atrika bekerja secara bergantian berdasarkan jam
kerja yang telah dibagi menjadi dua shift, yaitu shift I pukul 09.00-16.00 dan shift II pukul 14.00-21.00. Apotek Atrika buka hari Senin sampai Jumat mulai pukul 09.00-21.00 WIB, hari Sabtu pukul 09.00-16.00, sedangkan hari Minggu dan hari libur nasional tutup. Kegiatan yang dilakukan di Apotek Atrika dikelompokkan menjadi dua bidang, yaitu kegiatan di bidang teknis kefarmasian dan kegiatan non-teknis kefarmasian.
3.5.1 Kegiatan Teknis Kefarmasian 3.5.1.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi a.
Pengadaan Barang APA merupakan orang yang bertanggung jawab dalam pengadaan
perbekalan farmasi, tetapi untuk menjaga kelancaran dan ketepatan persediaan barang, Asisten Apoteker dapat melakukan pengadaan barang untuk keperluan mendesak yang dilakukan pada pagi hari dengan surat pesanan sementara yang diparaf oleh Asisten Apoteker. Pengadaan barang di Apotek Atrika, baik jenis maupun jumlah barang disesuaikan dengan kondisi keuangan dan kategori arus barang fast moving atau slow moving. Pengadaan juga didasarkan pada obat-obat yang banyak diresepkan oleh dokter yang praktek di sekitar apotek. Pengadaan barang bisa dilakukan dengan cara konsinyasi, COD (cash order delivery), atau kredit. Konsinyasi adalah penitipan barang dari distributor kepada apotek, dimana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila barang terjual, bila tidak terjual barang tersebut dapat dikembalikan. Biasanya konsinyasi dilakukan untuk obat-obat baru yang belum dijual di apotek, dimana sedang dalam masa promosi, sementara pembayaran dilakukan hanya terhadap barang yang telah terjual. COD adalah pembelian barang dimana pembayaran dilakukan secara langsung pada saat barang datang, sedangkan pembayaran yang dilakukan secara kredit dilakukan sebelum jatuh tempo.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
36
b.
Pemesanan Barang Berdasarkan buku defekta, pemesanan dilakukan kepada PBF dan
menggunakan surat pesanan langsung kepada salesman atau melalui telepon. c.
Penerimaan Barang Asisten Apoteker memeriksa barang yang diterima berdasarkan surat
pesanan dan faktur, baik kuantitas maupun kualitas (tanggal kadaluarsa, keadaan fisik barang, kode produksi/bets dan lain-lain). Apabila barang yang diterima sesuai dengan surat pesanan, maka petugas selanjutnya menandatangani dan memberi stempel apotek pada faktur. Selanjutnya, faktur asli diserahkan kembali ke PBF dan salinan faktur disimpan di apotek sebanyak dua lembar. Pembelian dicatat dalam buku pembelian yang berisi tanggal pembelian, nama PBF, no. faktur, nama dan jumlah barang yang diterima, tanggal kadaluarsa, harga satuan, potongan harga, dan harga total. Jumlah barang yang diterima kemudian ditambahkan ke dalam kartu gudang dan kartu stok. Bila terjadi perubahan harga barang maka perubahan harga dicatat di buku perubahan harga kemudian juga di buku daftar harga barang dalam dan luar. d.
Penyimpanan Barang Penyimpanan obat etichal dilakukan berdasarkan bentuk sediaan dan efek
farmakologis yang kemudian diurutkan berdasarkan abjad. Untuk Obat OTC disusun bentuk sediaan dan diurutkan berdasarkan abjad. Obat disimpan berdasarkan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out), di mana obat yang memiliki tanggal kadaluarsa terlebih dahulu diletakkan di bagian yang paling depan dan/ atau paling atas, agar keluar terlebih dahulu. Selain itu, terdapat juga lemari khusus utuk obat-obat fast moving. Penyimpanan narkotika dilakukan di lemari khusus yang menempel di dinding dan kunci lemari tersebut disimpan oleh Apoteker Pendamping. e.
Pengeluaran Barang Apotek Atrika melakukan pengeluaran barang dengan sistem FEFO (First
Expired First Out) dan FIFO (First In First Out) dan , yaitu barang yang memiliki batas kadaluarsa dan datang lebih awal dikeluarkan terlebih dahulu. Barang yang Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
37
keluar dari penjualan bebas dicatat pada buku penjualan barang bebas (OTC), sedangkan barang yang keluar dari penjualan resep dicatat pada buku resep dan buku bebas dalam. f.
Pemeriksaan dan Pencatatan Stok Barang Kegiatan ini dilakukan setiap hari berdasarkan buku penjualan dan buku
resep. Jumlah barang yang ada dicocokkan dengan jumlah yang tertera pada kartu stok. Barang yang habis dicatat pada buku defekta untuk dilakukan pemesanan. g.
Pembuatan Sediaan Standar (Anmaak) Obat-obat yang dibuat oleh apotek berdasarkan resep-resep standar dalam
buku resmi untuk dijual bebas ataupun berdasarkan resep dokter disebut dengan sediaan standar. Beberapa sediaan standar yang dibuat di Apotek Atrika adalah isol, obat batuk putih, obat batuk hitam, obat biang keringat (BSM), rivanol, salicyl spiritus, dan bedak salisilat. Sediaan standar ini ditempatkan di rak obat bebas dan disusun berdasarkan abjad.
3.5.1.2 Pengelolaan Narkotika a.
Pengadaan Narkotika Pemesanan dilakukan dengan cara menghubungi Pedagang Besar Farmasi
(PBF) melalui telepon untuk memastikan ketersediaan obat. Untuk pemesanan narkotika hanya dapat dilakukan di PBF Kimia Farma. Pemesanan dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan Narkotika yang ditandatangani oleh APA, dilengkapi nama jelas, nomor SIK, dan stempel apotek. Satu lembar surat pesanan hanya dapat digunakan untuk memesan satu macam narkotika. Surat pesanan tersebut terdiri dari empat rangkap yang masing-masing akan diserahkan ke BPOM, Suku Dinas Kesehatan, distributor, dan untuk arsip apotek. Pembayaran narkotika dilakukan secara COD (cash on delivery). b.
Penyimpanan Narkotika Narkotika disimpan di dalam lemari khusus yang menempel di dinding dan
kuncinya dipegang oleh Apoteker Pendamping.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
38
c.
Pelayanan Narkotika Pelayanan resep yang mengandung narkotika hanya diserahkan kepada
pasien untuk pengobatan penyakit berdasarkan resep dokter. Setiap pengeluaran narkotika harus dicatat di kartu stok, buku narkotika, dan diperiksa kesesuaian jumlahnya. Resep yang mengandung narkotika diberi tanda khusus berupa kertas kuning, dan resepnya disimpan terpisah dari resep lain. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek. Salinan resep dari narkotika dengan tulisan iter tidak dilayani sama sekali d.
Pelaporan Narkotika Laporan penggunaan narkotika dibuat setiap bulan dan dikirim ke Suku
Dinas Kesehatan Jakarta Pusat, paling lambat tanggal 10 setiap bulannya dengan tembusan kepada Balai Besar POM dan untuk arsip.
3.5.1.3 Pengelolaan Psikotropika a.
Pengadaan Psikotropika Pemesanan dilakukan dengan cara menghubungi Pedagang Besar Farmasi
(PBF)
melalui telepon untuk memastikan ketersediaan obat. Pemesanan
dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan Psikotropika yang ditandatangani oleh APA, dilengkapi nama jelas, nomor SIK, dan stempel apotek.Surat Pesanan (SP) psikotropika harus ditandatangani oleh APA serta dilengkapi dengan nama jelas, stempel apotek, nomor SIPA dan SIA. Satu surat pesanan ini dapat terdiri dari berbagai macam nama obat psikotropika dan dibuat tiga rangkap. Berbeda dengan narkotika, pemesanan psikotropika dapat ditujukan kepada PBF mana saja yang menjual jenis psikotropika yang diperlukan. b.
Penyimpanan Psikotropika Di Apotek Atrika, psikotropika disimpan dalam lemari khusus dan kunci
lemari dipegang oleh Apoteker Pendamping.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
39
c.
Pelayanan Psikotropika Pelayanan resep prikotropika diserahkan atas dasar resep dokter dan
salinan resep. Resep yang mengandung psikotropika disimpan terpisah dari resep lain. d.
Pelaporan Psikotropika Laporan penggunaan psikotropika dibuat setiap bulan dan dikirimkan ke
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat paling lambat setiap tanggal 10 setiap bulannya dengan tembusan kepada balai Besar POM dan untuk arsip.
3.5.1.4 Pelayanan Apotek a.
Pelayanan Obat dengan Resep Proses pelayanan obat dengan resep di Apotek Atrika dilakukan sesuai
dengan prinsip HTKP (Harga, Timbang, Kemas, Penyerahan). Asisten Apoteker menerima resep dari pasien, kemudian dilakukan skrining resep dan diberi harga pada huruf H dari HTKP berdasarkan harga yang terdapat pada komputer kasir. Setelah itu, pada huruf H tersebut diberi paraf. Apabila resep berasal dari dokter untuk dipakai sendiri atau pada keadaan tertentu lainnya, harga yang telah dihitung kemudian dikurangi diskon sejumlah yang ditentukan. Pasien membayar harga obat yang disetujui di kasir dan kasir mencatat nomor telepon pasien. Resep kemudian dibawa ke bagian peracikan untuk dikerjakan oleh Asisten Apoteker dan juru resep. Setelah semua bahan dalam resep ditimbang, maka huruf T pada HTKP diberi paraf. Resep yang telah selesai dikerjakan dan diberi etiket diperiksa oleh Apoteker atau Asisten Apoteker, kemudian huruf K dari HTKP diberi paraf. Resep yang telah diperiksa kemudian diserahkan kepada pasien. Apoteker atau Asisten Apoteker yang menyerahkan obat menyampaikan informasi yang berkaitan dengan obat tersebut memberikan paraf pada huruf P pada HTKP. Resep yang telah selesai dikumpulkan berdasarkan nomor urut resep per hari dan dicatat dalam buku resep dan buku bebas dalam. Pelayanan resep secara tunai sama dengan pelayanan resep secara kredit, tetapi untuk pelayanan resep secara kredit, kuitansi pembayarannya tidak diserahkan ke pasien tetapi disimpan untuk dilakukan penagihan pada awal bulan berikutnya. Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
40
b.
Pelayanan Obat Tanpa Resep Apotek Atrika melakukan penjualan obat tanpa menggunakan resep dokter
(obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib apotek) dan penjualan sediaan lain di luar obat-obatan. Pembayarannya dilakukan di kasir secara tunai kemudian barang dan struk pembayaran diserahkan kepada pembeli.
3.5.2 Kegiatan Non-Teknis Kefarmasian 3.5.2.1 Kegiatan Administrasi a.
Administrasi Personalia Apotek Atrika melakukan administrasi personalia yang berkaitan dengan
semua hal mengenai urusan pegawai yang meliputi absensi, gaji, hak cuti, dan fasilitas lain yang berhubungan dengan pegawai. b.
Administrasi Umum Apotek Atrika melakukan administrasi umum yang meliputi laporan
penggunaan bahan baku dan sediaan jadi narkotika, laporan penggunaan psikotropika dan segala hal yang berhubungan dengan urusan administrasi. c.
Administrasi Penjualan Apotek Atrika melakukan kegiatan administrasi penjualan dengan
melakukan pencatatan terhadap semua penjualan resep dan penjualan bebas secara tunai. Pengaturan juga dilakukan terhadap harga jual yang dimasukkan ke dalam buku daftar harga jual yang dijadikan sebagai acuan. Apabila terdapat perubahan harga, maka harga yang tertera pada buku harga jual akan diubah. d.
Administrasi Pembelian Apotek Atrika melakukan kegiatan administrasi pembelian dengan
melakukan pencatatan terhadap semua pembelian di buku pembelian dan pengumpulan faktur-faktur berdasarkan debitur. Tanggal tukar faktur yang ditentukan oleh Apotek Atrika adalah setiap tanggal 5 dan 15, sedangkan tanggal pembayaran akan ditentukan pada tanggal tukar faktur.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
41
e.
Administrasi Pajak Apotek Atrika melakukan administrasi pajak dengan melakukan
pencatatan dan pengumpulan faktur pajak serta menghitung jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh apotek. Kegiatan administrasi pajak juga menangani pajak lain yang harus dibayarkan oleh apotek, seperti pajak reklame. f.
Administrasi Pergudangan Apotek Atrika melakukan administrasi pergudangan dengan melakukan
pencatatan pemasukan dan pengeluaran obat menggunakan kartu stok yang tersedia untuk setiap obat sehingga dapat diketahui sisa persediaan. g.
Administrasi Piutang Pengumpulan kuitansi piutang dilakukan terhadap penjualan kredit kepada
suatu badan sosial dan melakukan pencatatan apabila telah dilunasi.
3.5.2.2 Sistem Administrasi Apotek Atrika memiliki sistem administrasi yang dikelola dengan baik, dimulai dari perencanaan, pengadaan, pengelolaan, dan pelaporan barang yang masuk dan keluar, pengelolaan ini dilakukan oleh Apoteker dan Asisten Apoteker yang dibantu oleh karyawan administrasi. Kelengkapan administrasi di Apotek Atrika meliputi: a. Buku Defekta Buku ini digunakan untuk mencatat daftar nama obat atau sediaan yang telah habis atau mencapai stok minimum sehingga harus segera dipesan agar dapat memenuhi kebutuhan di apotek. Dengan adanya buku ini, proses pemesanan menjadi lebih cepat sehingga tersedianya barang di apotek dapat terkontrol dan terjamin dengan baik. b. Surat Pesanan (SP) Surat ini digunakan untuk melakukan pemesanan barang ke PBF. Terdiri dari 2 lembar, di mana 1 lembar pertama untuk diberikan kepada PBF dan lembar terakhir untuk keperluan arsip di apotek. Dalam surat pesanan terdapat tanggal
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
42
pemesanan, nama PBF yang ditunjuk, nomor dan nama barang, jumlah pesanan, tanda tangan pemesanan, dan stempel apotek. c. Buku Faktur Berfungsi sebagai buku penerimaan barang, dalam buku ini tercantum tanggal, nomor urut faktur, nama PBF, nomor faktur, jumlah barang, nama barang, tanggal kadaluarsa, harga satuan, diskon, harga setelah potongan, dan jumlah harga seluruh barang. Buku penerimaan barang depan dan barang dalam dipisahkan. d. Buku Perubahan Harga Buku ini berfungsi untuk mencatat perubahan harga barang. Jika ada perubahan harga barang, maka harga terkini barang tersebut dicatat di buku perubahan harga, kemudian dilakukan perubahan harga barang pada buku daftar harga dalam dan luar, dan juga dilakukan pemberitahuan pada Apotek Atrika cabang. e. Buku Daftar Harga Buku ini berfungsi untuk mencatat harga barang untuk penjualan bebas dan untuk penjualan resep. Pada buku ini tercantum nama obat dengan merek dagang, generik, maupun bahan baku. Penyusunan nama obat berdasarkan abjad dan dipisahkan antara obat dengan nama dagang dan generik. f. Kartu Gudang Kartu ini berfungsi untuk mencatat barang-barang yang masuk atau baru dibeli. Kartu stok besar memuat tanggal penerimaan barang, jumlah barang, nama PBF, nomor faktur, harga satuan, diskon, nomor batch, dan tanggal kadaluarsa. g. Kartu Stok Kartu ini berfungsi untuk mencatat jumlah barang yang keluar dan masuk serta sisa stok barang di lemari. Kartu stok kecil memuat tanggal keluar/ masuk barang, keterangan (nomor resep/penjualan untuk pengeluaran barang, tanggal kadaluarsa untuk pemasukan barang), jumlah yang masuk, jumlah yang keluar, dan sisa stok barang pada lemari. Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
43
h. Buku Pemasukan Barang Dalam Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan obat-obat ethical. Di dalam buku ini tercantum nama barang, jumlah barang dalam satuan terkecil, dan tanggal kadaluarsa. i. Buku Pemasukan Barang Luar Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan obat-obat OTC. j. Buku Resep Buku ini berfungsi untuk mencatat pengeluaran obat berdasarkan resep. Buku ini memuat tanggal dibuatnya resep, nomor resep, nama obat, jumlah obat serta bentuk dan jumlah sediaan yang dibuat. k. Buku Penjualan Obat Bebas Buku ini berfungsi untuk mencatat pengeluaran obat-obat bebas yang memuat tanggal penjualan, nama obat, jumlah, dan harga obat. l. Buku Pembelian dan Penggunaan Narkotika dan Psikotropika Buku ini bertujuan untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran golongan narkotika dan psikotropika, yang mencantumkan nama obat, bulan, persediaan awal, penambahan jumlah yang meliputi tanggal pembelian, jumlah, nama PBF, pengurangan, dan sisa serta keterangan lain jika ada. m. Buku Pengiriman Barang ke Cabang Buku ini berfungsi untuk mencatat barang-barang yang dikirimkan ke Apotek Atrika cabang. Terdapat buku berbeda untuk setiap cabang. Buku ini memuat nama barang, jumlah barang, dan tanggal kadaluarsa.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
BAB 4 PEMBAHASAN
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika dimulai pada tanggal 8 Januari 2014 hingga tanggal 14 Februari 2014. PKPA berlangsung selama enam minggu yang dilaksanakan pada hari Senin hingga Jum’at. Setiap harinya peserta PKPA dibagi menjadi 3 shift yaitu shift pagi, siang, dan malam dengan jam kerja selama 5 jam. Shift pagi dimulai pada pukul 09.00-14.00 WIB sedangkan shift siang dimulai pada pukul 13.00-18.00 WIB dan shift malam dimulai pada pukul 17.00 - 21.00 WIB. Pada hari pertama PKPA di apotek, peserta PKPA melakukan perkenalan dan adaptasi dengan karyawan, sistem serta kultur kerja di apotek. Proses adaptasi dapat memudahkan komunikasi antara peserta dengan karyawan apotek serta dapat membantu kelancaran pelayanan di apotek. Selain itu peserta juga mempelajari denah dan tata letak obat di apotek untuk memudahkan saat pelayanan obat/resep. Apotek Atrika berlokasi di Jalan Kartini Raya No. 34A, Jakarta Pusat. Apotek yang didirikan oleh Bapak Winardi Hendrayanta pada tangga 21 Juli 2001 ini bekerja sama dengan Dr. Harmita, Apt. sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA). Apotek Atrika memiliki tiga buah cabang yaitu di Kuningan, Mangga Dua, dan Pantai Indah Kapuk dan sebagai pusatnya adalah Apotek Atrika di Jalan Kartini. Dalam kesempatan ini, peserta melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika Pusat. Ditinjau dari lokasinya, Apotek atrika terletak pada daerah yang cukup strategis, yaitu dekat dengan pemukiman dan perumahan penduduk yang cukup padat, serta dekat dengan beberapa praktek dokter, mulai dari dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis spesialis kulit dan kelamin, dan dokter hewan. Apotek juga terletak di jalan dua arah yang cukup ramai dilalui kendaraan termasuk kendaraan umum, sehingga mudah untuk dijangkau oleh pasien/pembeli. Dari segi bangunan dan fasilitas yang dimiliki, Apotek Atrika memiliki ukuran bangunan 7 x 7,2 m2 yang terbagi menjadi dua ruangan. Ruang depan apotek digunakan sebagai tempat penerimaan resep, penyerahan obat, kasir, dan 44
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
45
ruang tunggu. Selain itu, terdapat lemari/rak kaca untuk menyimpan produk OTC yang disusun dengan rapi sehingga dapat menarik minat dari calon pembeli. Ruang tunggu juga selalu terjaga kebersihannya dan dilengkapi dengan pendingin ruangan (AC) untuk menambah kenyamanan pelanggan. Jumlah kursi di ruang tunggu dirasa sudah cukup jika dilihat dari jumlah pelanggan yang datang setiap harinya dan ditambah dengan waktu pelayanan yang tidak terlalu lama sehingga pengunjung yang menunggu untuk dilayani dapat bergantian menunggu dengan duduk di kursi ruang tunggu. Ruang tunggu didesain menghadap etalase obat OTC sehingga pengujung dapat dengan mudah melihat barang yang dipajang dan membawa efek positif, yakni peningkatan penjualan. Pada bagian depan Apotek Atrika terdapat papan nama yang menunjukkan keberadaan apotek dengan cukup jelas. Terdapat pula halaman parkir yang memadahi sehingga dapat menampung sebuah mobil dan beberapa sepeda motor pasien/pembeli di apotek. Adanya papan nama apotek yang eye-catching berwarna kuning dengan tulisan “Apotek” berwarna merah, membuat keberadaan Apotek Atrika cukup mudah untuk ditemukan. Tampilan depan apotek dapat dilihat pada Lampiran 1. Bagian ruang belakang apotek digunakan sebagai ruang kerja dan ruang racik. Rak penyimpanan obat terletak di sepanjang sisi ruangan. Meja racik diletakkan tengah ruangan di antara lemari obat
sehingga mempermudah
pekerjaan peracikan. Ruang ini juga dilengkapi dengan pendingin ruangan untuk menjaga temperatur ruangan tetap pada temperatur stabilitas obat selama penyimpanan dan memberi kenyamanan bagi personel apotek dalam menjalankan tugasnya di dalam ruangan. Selain itu terdapat pula toilet bagi karyawan disertai dengan wastafel yang dapat digunakan sebagai tempat untuk cuci tangan atau pun untuk mencuci peralatan. Apotek Atrika tidak memiliki gudang untuk penyimpanan obat karena lokasi apotek yang berdekatan dengan distributor (PBF) sehingga tidak perlu untuk menyimpan obat dalam jumlah yang banyak kecuali untuk obat fast moving. Lokasi PBF yang berdekatan dengan lokasi apotek menyebabkan waktu tunggu barang pesanan menjadi singkat, umumnya kurang dari satu hari. Hal ini dapat meningkatkan efisiensi dengan menghemat biaya
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
46
pemeliharaan stok dan perawatan gudang juga mengurangi risiko kerugian akibat barang yang kadaluarsa maupun yang tidak terjual. Pemesanan obat di apotek Atrika tidak hanya bergantung pada satu PBF. Beberapa hal yang dipertimbangkan ketika pemesanan obat adalah mengenai harga obat yang lebih murah, potongan harga yang diberikan oleh PBF, waktu pengantaran obat yang lebih singkat atau adanya tambahan bonus. Selain pemesanan berdasarkan kebutuhan, Apotek Atrika juga menerima barang titipan (konsinyasi) dimana apotek akan mendapatkan komisi atas penjualan barang. Barang konsinyasi yang tidak terjual hingga batas waktu yang ditentukan atau kadaluarsa dapat dikembalikan ke distributor. Pemesanan barang dilakukan pada hari senin, rabu dan jumat. Jumlah persediaan yang dipesan disesuaikan dengan arus barang. Pemesanan obat dilakukan terhadap obat yang akan habis atau telah mencapai stok minimum yang tertulis dalam buku defekta. Jika dalam keadaan mendesak seperti stok kosong, pemesanan dapat juga dilakukan selain pada hari yang telah ditentukan.Setelah dilakukan pemesanan baik melalui telepon atau melalui sales, obat yang dipesan ditulis dalam surat pesanan (SP) (Lampiran 5.1). Saat barang datang, dilakukan pemeriksaan terhadap kesesuaian barang, meliputi jumlah, kekuatan sediaan, tanggal kadaluarsa pada faktur dan SP. Apabila sesuai, maka faktur diberi nomor urut dan tanggal sesuai urutan yang ada pada buku kedatangan, tanda tangan pegawai apotek yang menerima, serta stempel apotek. Pencatatan terhadap barang datang dilakukan pada buku pemasukan barang dan kartu stok, baik kartu gudang maupun kartu stok kecil. Buku pemasukan barang berisi nama dan jumlah barang yang datang, buku ini terpisah antara obat ethical dan obat OTC. Tiap obat memiliki kartu stoknya masing-masing. Meskipun Apotek Atrika tidak memiliki gudang, namun disana terdapat kartu gudang. Kartu gudang berisi catatan barang-barang yang masuk atau baru dibeli. Kartu gudang berperan sebagai dokumentasi transaksi yang berlangsung. Dengan adanya kartu gudang, lebih mudah untuk mengidentifikasi jumlah dan tanggal masuk, suplier, harga dan termasuk diskon yang diperoleh sehingga perencanaan pengadaan barang akan lebih cepat. Kartu stok kecil berisi catatan jumlah barang yang masuk dan keluar serta sisa stok barang di persediaan. Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
47
Pencatatan dalam kartu stok kecil harus dilakukan setiap obat tersebut masuk atau keluar. Hal ini bertujuan agar jumlah persediaan obat terdokumentasi dengan baik. Jumlah fisik obat pada rak juga harus diperiksa untuk memastikan kesesuaian jumlah yang tertera pada kartu stok. Faktur yang diterima juga didokumentasikan dalam buku faktur. Buku faktur berisikan tanggal, nomor urut faktur, nama PBF, nomor faktur, jumlah barang, nama barang, tanggal kadaluarsa, harga satuan, diskon, harga setelah potongan, dan jumlah harga seluruh barang. Dengan adanya pencatatan ke dalam buku faktur, maka dapat diketahui jumlah pembelian setiap harinya dan hutang yang akan jatuh tempo. Faktur dikelompokkan sesuai tanggalnya untuk ditukar ke PBF pada tanggal 5 dan 15 setiap bulannya. Pada apotek atrika tanggal pembayaran ditentukan oleh pegawai apotek pada saat penukaran faktur, sehingga apotek tidak harus membayar setiap hari dan arus keuangan lebih mudah dikendalikan. Barang datang yang telah diperiksa dan dicatat, selanjutnya diletakkan pada lemari penyimpanan sesuai jenis, bentuk sediaan, efek farmakologi yang kemudian disusun secara alfabetis. Obat yang diletakkan di etalase ruang depan adalah obat-obatan bebas atau over the counter (OTC), sementara obat yang disimpan di rak ruangan belakang adalah obat yang harus dengan resep dokter atau ethical. Obat generik disimpan di rak penyimpanan yang terpisah dan untuk beberapa obat generik yang sering digunakan untuk racikan dipersiapkan di wadah khusus di meja racik agar mudah dijangkau ketika peracikan obat. Penempatan rak penyimpanan di sepanjang sisi ruangan sangat membantu kinerja dari pegawai sehingga obat menjadi lebih mudah dijangkau. Rak penyimpanan juga tidak terlalu tinggi, masih bisa diraih dengan tangan tanpa menggunakan alat bantu untuk mengambil obat yang ada pada rak paling atas. Untuk obat fast moving diletakkan pada lemari yang paling dekat dengan pintu depan, sehingga dalam pelayanannya menjadi lebih cepat. Penyimpanan obat dalam rak obat menggunakan sistem First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO). Obat dengan waktu kadaluarsa yang lebih lama diletakkan pada posisi lebih belakang atau lebih bawah, sedangkan obat dengan waktu kadaluarsa yang lebih cepat diletakkan pada posisi lebih depan Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
48
atau lebih atas agar obat lebih dahulu terambil atau terjual. Sistem penyimpanan seperti ini dapat mencegah kerugian akibat adanya barang yang kadaluarsa akibat sistem penyimpanan yang salah. Apabila terdapat obat yang akan kadaluarsa, maka obat diberi tanda pengingat agar karyawan apotek mendahulukan penjualan obat tersebut. Obat tersebut dapat juga dipersiapkan untuk dikembalikan kepada PBF jika PBF tersebut menerima pengembalian barang. Pengelolaan obat narkotika dan psikotropika di Apotek Atrika dilakukan secara khusus dan mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemesanan dilakukan dengan menggunakan surat pesanan khusus yang ditandatangani oleh APA (Lampiran 5.2 dan 5.3). Penerimaan obat narkotika dan psikotropika hanya dilakukan oleh APA, Apoteker pendamping, atau Asisten Apoteker yang memiliki nomor izin kerja dan telah tersertifikasi sebagai tenaga kefarmasian. Pembayaran obat golongan narkotika dilakukan secara tunai, sedangkan obat psikotropika dapat dilakukan secara kredit. Penyimpanan obat narkotika ditempatkan pada lemari khusus yang terbuat dari kayu, memiliki pintu dan kunci ganda, serta menempel pada dinding. Penyimpanan obat psikotropika dilakukan pada lemari yang diletakan di bawah lemari narkotika. Pada pelayanan resep obat golongan narkotika diberi label HTKP kuning dan disimpan di tempat yang terpisah dari resep lain. Pencatatan obat narkotika dan psikotropika yang masuk dan keluar dilakukan pada kartu stok yang disimpan terpisah dari kartu barang lainnya. Selain pada kartu stok, pencatatan keluar dan masuknya juga dilakukan pada buku pengeluaran narkotik dan psikotropik. Laporan penggunaan narkotika dan psikotropika di Apotek Atrika dikirimkan ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat setiap bulan, sebelum tanggal 10. Laporan Narkotik dan psikotropik apotek Atrika dapat dilihat pada lampiran 13. Pemusnahan narkotika dan psikotropika sangat jarang dilakukan di Apotek Atrika karena penyediaan obat golongan narkotika dan psikotropika dilakukan secermat mungkin untuk menghindari adanya obat yang kadaluarsa sebelum terjual. Penjualan obat pada Apotek Atrika dapat secara bebas maupun dengan resep, permintaan antaran obat, dan pengiriman ke Apotek Atrika cabang lainnya. Setiap resep yang masuk ke Apotek Atrika diberi nomor urut dan disimpan dengan cara dikelompokkan berdasarkan bulannya. Resep yang mengandung Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
49
narkotika dan psikotropika dipisahkan untuk memudahkan pelaporannya tiap bulan. Obat yang diresepkan juga dicatat dalam buku resep dengan mencantumkan tanggal resep, nomor resep, nama obat beserta jumlah yang diresepkan. Resep disimpan selama tiga tahun, setelah itu dilakukan pemusnahan dengan membuat berita acara (Lampiran 15) dan dilaporkan kepada Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat. Pelayanan resep pada Apotek Atrika dilakukan berdasarkan langkah HTKP (Harga, Timbang, Kemas, Penyerahan). Resep yang akan ditebus, ditempel dengan label berwarna putih untuk obat non-narkotik dan HTKP berwarna kuning untuk resep mengandung narkotik (lampiran 12). Pertama-tama dilakukan perhitungan harga obat, kemudian harga tersebut diinformasikan kepada pasien/pembeli. Pasien/pembeli memiliki hak untuk memutuskan apakah jadi membeli atau tidak maupun untuk menebus seluruh resep atau hanya sebagian saja. Setelah mendapat keputusan dari pasien dan resep dilunasi, kemudian disiapkan mulai dari penimbangan dan peracikan, pengemasan, hingga obat diserahkan pada pasien/pengunjung. Setiap langkah pada HTKP ditandatangani oleh karyawan yang mengerjakan masing-masing fungsi. Alur penanganan resep dapat dilihat pada lampiran 14. Pelayanan yang diberikan oleh Apotek Atrika baik itu bebas maupun resep sudah cukup baik. Pengunjung dilayani oleh karyawan dengan ramah, teliti, dan cekatan. Pelayanan terhadap resep pun cukup efisien sehingga tidak memakan waktu lama bagi pasien/pembeli untuk menunggu obat yang diresepkan. Pelayanan informasi obat oleh apoteker maupun asisten apoteker juga telah terlaksana cukup baik walaupun belum lengkap. Pelayanan informasi di apotek terdiri dari informasi cara pemakaian obat, waktu minum obat, interaksi obat, efek samping obat, dan konseling jika diperlukan. Harga barang yang dijual di Apotek Atrika dapat dikatakan cukup bersaing dengan apotek lain. Hal ini ditunjang oleh pemilihan PBF dengan harga barang yang terendah ataupun dengan diskon tertinggi sehingga apotek dapat memperoleh keuntungan dengan harga yang bersaing. Selain itu ketersediaan barang di Apotek Atrika juga cukup menunjang kebutuham pasien/pembeli di Atrika. Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
50
Apotek Atrika juga menjalin hubungan baik dengan apotek pesaing maupun dokter yang praktek di sekitar Apotek. Adanya hubungan yang baik dengan apotek pesaing memberikan keuntungan bagi apotek. Bila obat yang diminta pasien tidak tersedia, maka apotek dapat membeli obat tersebut dari apotek pesaing sehingga kepuasan pelanggan terhadap pelayanan tidak menurun. Hubungan dengan dokter yang terjalin dengan baik juga dapat meningkatkan pendapatan dari apotek karena dokter dapat merekomendasikan pasien untuk menebus resep di Apotek Atrika.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
a. Apoteker di Apotek Atrika telah melaksanakan tugas pokok, fungsi dan perannya sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.. Apoteker bukan hanya berperan sebagai
penanggung jawab teknis
kefarmasian, melainkan pengelola apotek sesuai dengan prinsip-prinsip bisnis sehingga dapat memberikan keuntungan pada Pemilik Sarana Apotek tanpa harus menghilangkan fungsi sosialnya di masyarakat. b. Pengelolaan Apotek Atrika terkait dengan administrasi, manajemen keuangan, pengadaan, penyimpanan dan penjualan perbekalan farmasi serta pelayanan kefarmasian telah dilaksanakan dengan cukup baik. Kegiatan pengadaan obat di Apotek Atrika cukup efisien, penyimpanan obat cukup baik dan tertata, pencatatan barang keluar dan masuk yang rapi, serta sistem administrasi dan keuangan yang jelas.
5.2
Saran
a. Obat masuk dan keluar sebaiknya segera dicatat untuk menghindari adanya ketidak sesuaian antara jumlah fisik dengan kartu stok dan untuk meningkatkan efisiensi sebaiknya menggunakan sistem komputerisasi. b. Kegiatan pelayanan kefarmasian berupa pemberian informasi, edukasi, dan swamedikasi obat oleh Apoteker perlu ditingkatkan untuk meningkatkan kepercayan pelanggan terhadap apotik dan sebagai wujud peranan apoteker untuk medukung keberhasilan terapi pasien.
51
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Kementerian Kesehatan. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan 347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta.
Nomor
Kementerian Kesehatan. (1993a). Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep. Jakarta. Kementerian Kesehatan. (1993b). Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Ijin Apotik. Jakarta. Kementerian Kesehatan. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta. Kementerian Kesehatan. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta. Kementerian Kesehatan. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta. Kementerian Kesehatan. (2009). Undang-undang Kesehatan Republik Indonesia No. 36 tentang Kesehatan. Jakarta. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan dan Tambahan Atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek. Jakarta. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta. Quick, J. (1997). Managing Drug Supply, The selection, Procurement, Distribution, and Use of Pharmaceuticals, 2nd ed Revised and Expanded. Kumarian Pers.
52
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
53
Seto, S., Yunita, N., & T, L. (2004). Manajemen Farmasi. Jakarta: Airlangga University Pers. Umar. (2011). Manajemen Apotek Praktis. Jakarta: Wira Putra Kencana. Undang-Undang Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta.
Republik
Undang-Undang Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia. (2009b). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
54
Lampiran 1 Tampak Depan Apotek Atrika 1.1
Papan Nama Apotik Atrika
1.2
Pintu Masuk Apotek Atrika
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
55
1.3
Halaman Parkir Apotek Atrika
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
56
Lampiran 2 Tampak Dalam Apotek Atrika 2.1
Ruang Depan Apotek Atrika
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
57
Lampiran 3 Denah Ruangan Apotik Atrika
Meja Kasir
Meja Kerja
Meja Peracikan
Rak Obat Topikal (atas) & Bhn Baku (Bawah)
Rak Obat Vitamin/suplemen (atas) & Antimikroba/Antiviral (Bawah)
Rak Obat OTC Liquid
Rak Obat Oral dng Nama Dagang (disusun berdasarkan farmakologi) Rak Obat Oral dng Nama Dagang (disusun berdasarkan farmakologi)
Lemari Narkotik (ditanam diatas) Lemari Alat gelas (bawah)
Rak Obat Antibioti (atas), Analgesik/antiinflamasi, & Saluran Kemih (Bawah)
Rak Obat OTC Liquid & Topikal
Rak Obat Konsinyasi
Etalase Obat OTC Solid Etalase Obat OTC Solid
Meja
Meja Kartu Stok & Pembukuan
Lemari Psikotropik
Meja Kerja
Meja Komputer
Rak Obat Generik
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
58
Lampiran 4 Struktur Organisasi Apotik Atrika
Pemilik Sarana Apotek (PSA)
Apoteker Pengelola Apotek (APA)
Apoteker Pendamping
Asisten apoteker
Juru Resep
Kasir
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
Kurir
59
Lampiran 5 Surat Pesanan Barang di Apotek Atrika 5.1
Surat Pesanan (SP) Apotik Atrika
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
60
5.2
Surat Pesanan Narkotika
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
61
5.3
Surat Pesanan Psikotropika
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
62
Lampiran 6 Kelengkapan Administrasi di Apotek Atrika 6.1
Kartu Stok
6.2
Kartu Gudang
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
63
Lampiran 7 Kuitansi Pembelian
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
64
Lampiran 8 Faktur Pengiriman Barang Ke Cabang
Lampiran 9 Contoh Faktur Penerimaan Barang
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
65
Lampiran 10 Salinan Resep Apotik Atrika
Lampiran 11 Etiket Apotik Atrika
Keterangan:
Etiket putih (atas kiri) untuk obat dalam, etiket biru (atas kanan) untuk obat luar, dan etiket biru kecil (bawah) untuk sediaan krim/salep
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
66
Lampiran 12 Label HTKP (Harga, Timbang, Kemas dan Penyerahan)
Keterangan: putih untuk resep non-narkotik dan kuning untuk resep narkotik
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
Lampiran 13 Laporan Penggunaan Obat 13.1
Laporan Penggunaan Obat Golongan Narkotika
67
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
13.2
Laporan Penggunaan Obat Golongan Psikotropika
68
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
69
Lampiran 14 Alur Penanganan Resep Penerimaan resep
Resep kredit
Resep tunai
Pemeriksaan kelengkapan administrasi
Pemberian harga
Pasien mendapat nomor urut resep
Pasien mendapat nomor resep dan membayar di kasir
Bagian peracikan
Obat jadi
Obat racikan
Pemberian etiket dan salinan resep
Pemeriksaan kesesuaian obat
Penyerahan obat
Resep disimpan oleh apotek
Obat diterima pasien
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
70
Lampiran 15 Berita Acara Pemusnahan Resep POM.53.OB.53.AP.53.P1 BERITA ACARA PEMUSNAHAN RESEP Pada hari ini ............. tanggal ........... bulan ................ tahun ............. sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 280/MenKes/SK/V/1981 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotek, Kami yang bertanda tangan dibawah ini : Nama Apoteker Pengelola Apotek SIPA Nomor Nama Apotek Alamat Apotek
: : : :
Dengan disaksikan oleh : 1. Nama Jabatan SIK Nomor 2. Nama Jabatan SIK Nomor
: : : : : :
Tanggal
Tanggal
Tanggal
Telah melakukan pemusnahan resep pada Apotek kami yang telah melewati batas waktu penyimpanan selama tiga tahun, yaitu : Resep dari tanggal ............................ sampai dengan tanggal ................................. Seberat .................................... kg Tempat dilakukan pemusnahan : Demikian berita acara ini kami buat sesungguhnya dengan penuh tanggung jawab. Berita acara ini dibuat dalam rangkap empat dan dikirimkan kepada : 1. Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia 2. Kepala Dinas Kesehatan 3. Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan 4. Satu sebagai arsip di Apotek Saksi-saksi :
...................., .......................... 20..... Yang membuat berita acara,
1. ( ...................................... ) S.I.K. No.
2. ( ...................................... ) S.I.K. No.
( ........................................... ) S.I.P.A. No.
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS SALAH SATU RESEP OBAT GENERIK YANG MENGANDUNG OFLOKSASIN DI APOTEK ATRIKA PADA PERIODE AGUSTUS 2013 - JANUARI 2014
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
RITA ZAHARA, S. Farm. 1306344173
ANGKATAN LXXVIII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JULI 2014
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS SALAH SATU RESEP OBAT GENERIK YANG MENGANDUNG OFLOKSASIN DI APOTEK ATRIKA PADA PERIODE AGUSTUS 2013 - JANUARI 2014
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
RITA ZAHARA, S. Farm. 1306344173
ANGKATAN LXXVIII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JULI 2014 ii
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .................................................................................. HALAMAN JUDUL ..................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................. DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... DAFTAR TABEL ......................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
i ii iii iv v vi
BAB 1 1.1 1.2
PENDAHULUAN ......................................................................... 1 Latar belakang ................................................................................ 1 Tujuan ............................................................................................. 2
BAB 2 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... Antibiotik ........................................................................................ Penggolongan antibiotik ................................................................. Mekanisme kerja antibiotik ............................................................ Antibiotik Golongan Kuinolon ....................................................... Ofloksasin .......................................................................................
3 3 3 5 13 19
BAB 3 3. 1. 3. 2. 3. 3.
METODOLOGI PENGKAJIAN ................................................ Waktu dan tempat pengkajian ........................................................ Metode pengkajian ......................................................................... Metode pengolahan data .................................................................
20 20 20 20
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 21
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 26 5. 1. Kesimpulan ..................................................................................... 26 5. 2. Saran ............................................................................................... 26 DAFTAR ACUAN ......................................................................................... 27
iii
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1
Struktur kimia golongan penisilin dan sefalosporin ................ 5
Gambar 2.2
Mekanisme kerja antibiotik golongan β-laktam ...................... 6
Gambar 2.3
Struktur kimia golongan tetrasiklin ......................................... 7
Gambar 2.4
Mekanisme kerja antibiotik golongan tetrasiklin .................... 8
Gambar 2.5
Struktur kimia streptomisin ..................................................... 9
Gambar 2.6
Mekanisme kerja aminoglikosida ............................................ 9
Gambar 2.7
Struktur kimia antibiotik golongan kuinolon .......................... 10
Gambar 2.8
Mekanisme kerja antibiotik golongan kuinolon ...................... 10
Gambar 2.9
Mekanisme kerja golongan sulfonamida dan trimetoprim ...... 11
Gambar 2.10 Struktur kimia kloramfenikol .................................................. 12 Gambar 2.11 Mekanisme kerja kloramfenikol .............................................. 12 Gambar 2.12 Struktur kimia siprofloksasin .................................................. 16 Gambar 2.13 Struktur kimia ofloksasin ........................................................ 17 Gambar 2.14 Struktur kimia levofloksasin .................................................... 19 Gambar 4.1
Salinan resep [telah diolah kembali] ........................................ 23
iv
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Parameter Farmakokinetik Beberapa Fluorokuinolon Setelah Pemberian per Oral........................................................................ 14 Tabel 2.2 Dosis dan Sediaan Beberapa Kuinolon dan Fluorokuinolon ........ 16 Tabel 4.1 Daftar obat golongan kuinolon yang tercantum diformularium nasional ......................................................................................... 21 Tabel 4.2 Antibiotik generik golongan kuinolon yang ada di Apotek Atrika dan frekuensi peresepannya pada periode Agustus 2013 – Januari 2014 ................................................................................. 22
v
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1
Contoh resep Lansoprazol di Apotek Atrika ........................... 28
Lampiran 2
Nama PBF dari obat yang ada pada resep ............................... 29
Lampiran 3
Data masing-masing obat dalam resep .................................... 32
vi
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sudah berjalan sejak tanggal 1 Januari 2014. Penyelenggaraan SJSN dilakukan berdasarkan UU No.40 Tahun 2004 yang bertujuan untuk memberi jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya. Sistem jaminan yang telah berjalan adalah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Pada penyelenggaraan JKN, kebutuhan obat-obatan di Tanah Air dipastikan akan meningkat, terutama obat generik. Sebagai jaminan pengadaan dan pelayanan obat maka perlu disusun daftar obat dalam bentuk Formularium Nasional. Formularium Nasional tersebut berisi daftar obat terpilih yang dibutuhkan dan harus tersedia di fasilitas pelayanana kesehatan sebagai acuan dalam pelaksanaan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) (Kementerian Kesehatan, 2013). Obat generik adalah obat dengan nama resmi yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya (Menkes, 2010). Adanya peningkatan kebutuhan akan obat generik pada pelaksanaan JKN dikarenakan menyesuaikan dengan program dari pemerintah, dimana penggunaan obat generik lebih diutamakan. Penggunaan obat generik ini diharapkan tidak hanya diterapkan di rumah sakit saja tapi juga di apotek, sebagai upaya untuk mendukung berjalannya progran JKN. Apotek adalah tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, serta perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat Kementerian Kesehatan (Kementerian Kesehatan, 2004). Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan perlu mengutamakan kepentingan masyarakat dan berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Apoteker sebagai lini terakhir penyerahan obat memiliki peranan dalam pemberian informasi obat yang objektif terhadap masyarakat awan yang buta akan informasi obat. Salah satu yang memerlukan perhatian adalah meluasnya penggunaan antibiotik yang tidak tepat di sarana pelayanan kesehatan, khususnya apotek. 1
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
Penggunaan antibiotik yang tidak rasional merupakan masalah besar dalam bidang kesehatan. Penggunaan yang tidak rasional dapat berdampak serius karena dapat menyebabkan resistensi dan menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang bermakna, juga tingginya biaya yang terbuang percuma untuk tambahan biaya pengobatan (Kementerian Kesehatan, 2011). Untuk menghambat meluasnya resistensi, maka keterlibatan seluruh profesional kesehatan sangat dibutuhkan. Penggunaan antibiotik yang bijak antara lain dengan meningkatkan kualitas penulisan resep antibiotik oleh para dokter serta menerapkan kebijakan pembatasan penggunaan antibiotik di sarana kesehatan. Apoteker sebagai tenaga kesehatan yang profesional dapat berperan serta dalam menanggulangi masalah ini. Caranya adalah ikut serta dalam pertimbangan pemberian terapi dan melakukan monitoring serta evaluasi penggunaan antibiotik. Dalam kesempatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika, dilakukan analisa terhadap penggunaan antibiotik generik. Antibiotik yang dianalisa adalah Ofloksasin. Analisa dilakukan pada resep masuk dalam periode Agustus 2013 – Januari 2014. Dengan dilakukannya analisa terhadap penggunaan antibiotik ofloksasin diharapkan dapat diketahui profil peresepan, penggunaan, kesesuaian terapi antibiotik untuk mewujudkan terapi yang rasional.
1.2 Tujuan Tujuan dari tugas ini adalah untuk melakukan analisis resep yang mengandung antibiotik ofloksasin generik yang terdapat di Apotek Atrika terkait rasionalitas dalam peresepan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Antibiotik Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi,
yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Antibiotik harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin, artinya obat tersebut harus bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk hospes (Setiabudi, 2008b). Beberapa antibiotik merupakan senyawa sintetis (tidak dihasilkan oleh mikroorganisme) yang juga dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Meskipun antibiotik memiliki banyak manfaat, tetapi penggunaannya telah berkontribusi terhadap terjadinya resistensi. (Katzung, 2007). Antibiotik yang masuk pada formularium ada delapan golongan. Antibiotik
tersebut
yaitu
beta
laktam,
golongan
tetrasiklin,
golongan
kloramfenikol, golongan sulfa-trimetoprim, golongan makrolid, golongan aminoglikosida, golongan kuinolon, dan golongan lain-lain. Kedelapan golongan yang tertera dalam formularium adalah antibiotik terpilih yang dibutuhkan dan harus tersedia di pelayanan kesehatan. (Menkes, 2013).
2.2
Penggolongan Antibiotik
2.2.1
Berdasarkan Gugus Kimianya Penggolongan antibiotika berdasarkan gugus kimianya adalah sebagai
berikut (Katzung, 2007): a. Senyawa Beta-laktam dan Penghambat Sintesis Dinding Sel Lainnya Mekanisme aksi penisilin dan antibiotik yang mempunyai struktur mirip dengan β-laktam adalah menghambat pertumbuhan bakteri melalui pengaruhnya terhadap sintesis dinding sel. Dinding sel ini tidak ditemukan pada sel-sel tubuh manusia dan hewan, antara lain: golongan penisilin, sefalosporin dan sefamisin serta betalaktam lainnya.
3
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
4
b. Kloramfenikol, Tetrasiklin, Makrolida, Klindamisin dan Streptogramin Golongan agen ini berperan dalam penghambatan sintesis protein bakteri dengan cara mengikat dan mengganggu ribosom, antara lain: kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida, klindamisin, streptogramin, oksazolidion. c. Aminoglikosida Golongan Aminoglikosida, antara lain: streptomisin, neomisin, kanamisin, amikasin, gentamisin, tobramisin, sisomicin, etilmicin, dan lain-lain. d. Sulfonamida, Trimethoprim, dan Kuinolon Sulfonamida, aktivitas antibiotika secara kompetitif menghambat sintesis dihidropteroat. Antibiotika golongan Sulfonamida, antara lain Sulfasitin, sulfisoksazol, sulfamethizol, sulfadiazin, sulfametoksazol, sulfapiridin, sulfadoxin dan golongan pirimidin yaitu trimetoprim. Trimetoprim dan kombinasi trimetoprim-sulfametoksazol menghambat bakteri melalui jalur asam dihidrofolat reduktase dan menghambat aktivitas reduktase asam dihidrofolik protozoa, sehingga menghasilkan efek sinergis. Fluorokuinolon adalah kuinolon yang mempunyai mekanisme menghambat sintesis DNA bakteri pada topoisomerase II (DNA girase) dan topoisomerase IV. Golongan obat ini adalah asam nalidiksat, asam
oksolinat,
sinoksasin,
siprofloksasin,
levofloksasin,
slinafloksasin,
enoksasin, gatifloksasin, lomefloksasin, moxifloksasin, norfloksasin, ofloksasin, sparfloksasin dan trovafloksasin dan lain-lain.
2.2.2
Berdasarkan Daya Kerjanya
Berdasarkan sifat toksisitas selektif atau aktivitasnya, antibiotik dibagi menjadi dua, yaitu (Setiabudi, 2008b): a. Aktivitas bakteriostati, bersifat menghambat pertumbuhan mikroba. b. Aktivitas bakterisid, bersifat membunuh mikroba.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
5
2.2.3
Berdasarkan Spektrum atau Kisaran Kerja Berdasarkan spektrum atau kisaran kerjanya antibiotik dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu (Kee & Hayes, 1996; Pratiwi, 2008): a. Berspektrum sempit (narrow spectrum), hanya mampu menghambat atau membunuh bakteri Gram positif atau Gram negatif saja. Karena antibiotik berspektrum sempit bersifat selektif, maka obat-obat ini lebih aktif dalam melawan organisme tunggal tersebut daripada antibiotik berspektrum luas. b. Berspektrum luas (broad spectrum), dapat menghambat atau membunuh bakteri dari golongan Gram positif maupun Gram negatif. Antibiotik berspektrum luas sering kali dipakai untuk mengobati penyakit infeksi yang belum diidentifikasi dengan pembiakan dan sensitifitas.
2.3
Mekanisme Kerja Antibiotik
2.3.1
Penisilin, Sefalosporin, dan Antibiotik β-Laktam Lain Antibiotik β-laktam merupakan golongan antibiotik yang paling sering
diresepkan. Antibiotik β-laktam adalah suatu antibiotik yang menghambat proses pembentukkan dinding sel yaitu pada proses pembentukkan peptidoglikan dengan mengganggu terbentuknya jembatan silang pada kantung murein peptidoglikan. Struktur kimia golongan penisilin dan sefalosporin dapat dilihat pada Gambar 2.1
a.
b.
Keterangan: R = Substituen, tergantung jenis antibiotik; a. Struktur inti golongan penisilin; b. Struktur inti golongan sefalosporin
[sumber : Brunton, et al., 2006, telah diolah kembali]
Gambar 2.1 Struktur kimia golongan penisilin dan sefalosporin.
Antibiotik golongan ini memiliki mekanisme kerja dengan menghambat sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri. Dinding sel bakteri merupakan hal yang paling esensial dalam pertumbuhan dan perkembangan bakteri. Peptidoglikan merupakan komponen heteropolimerik yang memberikan sifat rigid terhadap Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
6
dinding sel bakteri karena tersusun atas struktur yang saling berikatan silang (cross-linked ). Pada mikroorganisme gram positif, dinding sel bakteri tersusun atas 50 hingga 100 ketebalan molekul, sedangkan mikroorganisme gram negatif hanya tersusun atas satu hingga dua ketebalan molekul (Lullmann, et al., 2005).
Keterangan : Dinding sel bakteri tersusun atas polimer glikopeptida yang dihubungkan dengan jembatan antara rantai samping asam amino. Ikatan sambung silang dikatalisis oleh enzim transpeptidase yang akan dihambat oleh penisilin dan sefalosporin
[sumber : Brunton, et al., 2006]
Gambar 2.2 Mekanisme kerja antibiotik golongan β-laktam Peptidoglikan tersusun atas dua subunit utama, yaitu UDP-asetilmuramilpentapeptida dan UDP-asetilglukosamin yang saling terhubung (setelah pelepasan nukleotida uridin) sehingga terbentuk rantai polimer yang panjang. Tahap selanjutnya adalah proses ikatan silang (cross-linked ) yang dibantu oleh enzim transpeptidase. Ujung residu glisin pada jembatan pentaglisin dihubungkan dengan ujung residu keempat dari pentapeptida (D-alanin), yang akan melepaskan residu kelima (D-alanin). Antibiotik β-laktam dan antibiotik glikopeptida (vankomisin) menghambat pada tahapan terakhir, yaitu menghambat enzim transpeptidase, atau biasa disebut Penisillin Binding Protein (PBP) sehingga proses ikatan sambung silang tidak terbentuk dan mengakibatkan lisis (Gambar 2.2). Antibiotik -laktam dapat menghambat enzim transpeptidase karena memiliki kemiripan struktur dengan ujung asil-D-alanyl-D-alanine pada rantai
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
7
samping pentapeptida. Antibiotik -laktam akan berikatan secara irreversibel dengan enzim transpeptidase (Katzung, 2007).
2.3.2
Tetrasiklin Antibiotik tetrasiklin memiliki efek bakteriostatik dan memiliki spektrum
luas baik bakteri aerob maupun anaerob gram positif dan gram negatif. Antibiotik yang
termasuk
ke
dalam
golongan
tetrasiklin
adalah
klortetrasiklin,
oksitetrasiklin, demeklosiklin, metasiklin, doksisiklin, dan minosiklin (Katzung, 2007). Struktur kimia inti tetrasiklin dapat dilihat pada Gambar 2.3.
[sumber : Brunton, et al., 2006]
Gambar 2.3 Struktur kimia golongan tetrasiklin
Tetrasiklin bekerja dengan menghambat sintesis protein melalui aksi pengikatan pada subunit 30S ribosomal sehingga mencegah perpindahan aminoasil tRNA menuju sisi aseptor (A) pada kompleks ribosom-mRNA. mRNA akan menempel pada subunit 30S ribosomal bakteri. Sisi P (peptidil) dari subunit 50S ribosomal mengandung rantai polipeptida nascent (belum sempurna). Dalam keadaan normal, aminoasil tRNA akan digabungkan dengan asam amino selanjutnya pada sisi A. Penghambatan tRNA ke sisi A oleh tetrasiklin menyebabkan terputusnya rantai polipeptida yang masih belum sempurna dan nonfungsional bagi bakteri (Katzung, 2007). Mekanisme kerja tetrasiklin dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
8
[sumber : Brunton, et al., 2006]
Gambar 2.4 Mekanisme kerja antibiotik golongan tetrasiklin
2.3.3 Aminoglikosida Aminoglikosida dihasilkan oleh jenis-jenis fungi Streptomyces dan Micromonospora. Aminoglikosida bersifat bakterisid berdasarkan dayanya untuk menembus dinding bakteri dan mengikat diri pada ribosom di dalam sel. Proses translasi (RNA dan DNA) diganggu sehingga biosintesis proteinnya dikacaukan. Spektrum kerjanya luas yaitu aktif terhadap bakteri gram positif dan gram negatif. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah streptomisin, gentamisin, amikasin, kanamisin, neomisin, dan paramomisin. Golongan ini digunakan untuk terapi infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negatif, misalnya streptomisin untuk terapi tuberkulosis (Katzung, 2007). Struktur kimia streptomisin dapat dilihat pada Gambar 2.5. Aminoglikosida memiliki sifat bakterisidal. Aminoglikosida bekerja dengan mengikat polisom dan memengaruhi sintesis protein bakteri sehingga menyebabkan terminasi saat proses translasi oleh mRNA yang prematur. aminoglikosida akan berikatan dengan subunit 30 S ribosomal dan akan memengaruhi tahapan inisiasi pada proses sintesis protein. Hal tersebut akan mengakibatkan kompleks inisiasi yang abnormal, atau biasa disebut dengan streptomycin-monosomes, yang akan terus berakumulasi sehingga menghambat proses translasi selanjutnya. Aminoglikosida juga dapat menyebabkan kesalahan pembacaan mRNA yang akhirnya membentuk suatu susunan asam amino yang Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
9
salah, sehingga terbentuk protein nonfungsional (Katzung, 2007). Mekanisme kerja aminoglikosida dapat dilihat pada Gambar 2.6.
[sumber : Brunton, et al., 2006]
Gambar 2.5 Struktur kimia streptomisin
[sumber : Brunton, et al., 2006]
Gambar 2.6 Mekanisme kerja aminoglikosida
2.3.4 Kuinolon Antibiotik
yang termasuk
ke
dalam
golongan
kuinolon
adalah
siprofloksasin, ofloksasin dan levoflosasin. Target utama dari antibiotik kuinolon adalah DNA girase untuk bakteri gram negatif (misalnya, E. coli) dan Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
10
topoisomerase IV untuk bakteri gram positif (misalnya, S. aureus). Ikatan doublehelix DNA harus dipisahkan agar proses replikasi ataupun transkripsi DNA dapat berjalan. Namun, saat berlangsungnya pemisahan strand DNA akan menyebabkan “overwinding” atau supercoiling positif yang berlebihan pada titik depan pemisahan DNA. Bakteri akan melawannya dengan bantuan enzim DNA girase. DNA girase akan memberikan supercoil negatif pada rantai DNA, sehingga akan merelaksasikan rantai DNA yang mengalami pilinan positif yang berlebihan (Katzung, 2007). Struktur kimia dan mekanisme kerja antibiotik golongan kuinolon dan dapat dilihat pada Gambar 2.7. dan Gambar 2.8.
[sumber : Brunton, et al., 2006]
Gambar 2.7 Struktur kimia antibiotik golongan kuinolon
Keterangan: Enzim mengikat dua segmen DNA (1), membentuk node superhelix positif (+). Enzim kemudian menyebabkan putusnya untai ganda dalam DNA dan melewati segmen depan melalui tempat putus tadi (2). Untuaian yang putus tersebut kemudian disegel kembali (3), menciptakan supercoil negatif (-). Kuinolon menghambat pemutusan dan penutupan aktivitas gyrase dan juga memblokir aktivitas penghubungan kembali topoisomerase IV.
[sumber : Brunton, et al., 2006]
Gambar 2.8 Mekanisme kerja antibiotik golongan kuinolon Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
11
2.3.5
Sulfonamida dan Trimetoprim Sulfonamida memiliki aktivitas antimikroba dengan spektrum luas
melawan bakteri gram positif maupun gram negatif. Sulfonamida memiliki kemiripan struktur kimia dengan asam para-aminobenzoat (PABA) yang berperan dalam sintesis asam folat (asam pteroilglutamat). Sulfonamid merupakan inhibitor kompetitif terhadap dihidropteroat sintase, enzim yang berperan dalam mengkatalisis proses penggabungan PABA menjadi asam dihidropteroat yang merupakan prekursor asam folat. Trimetoprim merupakan antibiotik yang bekerja sinergis dengan antibiotik sulfonamida. Trimetorpim merupakan antibiotik yang poten dan selektif dalam menginhibisi dihidrofolat reduktase, enzim yang berperan dalam mengkatalisis proses reduksi dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat. Tetrahidrofolat merupakan prekursor dalam sintesis purin timidin pada bakteri. Kombinasi antara sulfonamide
(sulfametoksazol)
dan
trimetoprim
biasa
disebut
dengan
kotrimoksazol (Katzung, 2007; Lullmann, et al., 2005). Mekanisme kerja golongan sulfonamida dan trimetoprim dapat dilihat pada Gambar 2.9.
[sumber : Brunton, et al., 2006]
Gambar 2.9 Mekanisme kerja golongan sulfonamida dan trimetoprim
2.3.6
Kloramfenikol Kloramfenikol merupakan antibiotik yang dihasilkan oleh Streptomyces
venezuelae. Kloramfenikol berkhasiat bakteriostatik terhadap hampir semua Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
12
kuman gram-positif dan sejumlah kuman gram-negatif, juga terhadap Chlamydia trachomatis dan Mycoplasma. Bekerja bakterisid terhadap S. pneumonia, dan H. influenzae. Mekanisme kerjanya berdasarkan perintangan sintesis polipeptida kuman. Kloramfenikol memiliki spektrum aktifitas yang luas sebagai antimikroba. Kloramfenikol bekerja dengan menghambat proses sintesis protein bakteri melalui pengikatan pada subunit 50S ribosomal secara reversible (tempat ikatan berdekatan dengan tempat ikatan antibiotik golongan makrolida dan klindamisin). Kloramfenikol akan berikatan dengan subunit 50S ribosomal, terutama pada sisi peptidiltransferase dan akan menghambat reaksi transpeptida. Oleh karena itu, pennghambatan
peptidiltransferase
oleh
kloramfenikol
akan
mencegah
penggabungan rantai asam amino yang telah terbentuk sebelumnya dengan asam amino yang dibawa oleh tRNA sehingga ikatan peptida akan terputus (Katzung, 2007). Struktur kimia dan mekanisme kerja kloramfenikol dan dapat dilihat pada Gambar 2.10 dan Gambar 2.11.
[sumber : Brunton, et al., 2006]
Gambar 2.10 Struktur kimia kloramfenikol
[sumber : Brunton, et al., 2006]
Gambar 2.11 Mekanisme kerja kloramfenikol
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
13
2.4
Antibiotik Golongan Kuinolon Secara garis besar golongan kuinolon dapat dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu kuinolon dan fluorokuinolon. Kuinolon adalah kelompok yang tidak memiliki manfaat klinik untuk pengobatan infeksi sistemik karena kadarnya dalam darah terlalu rendah. Selain itu daya bakterinya agak lemah dan resistensi juga cepat timbul. Indikasi
kliniknya terbatas
sebagai antiseptik
saluran kemih. Yang termasuk kelompok ini adalah asam nalidiksat dan asam pipemidat. Fluorokuinolon adalah kelompok yang disebut demikian karena adanya atom fluor pada posisi enam dalam struktur molekulnya. Daya antibakteri fluorokuinolon jauh lebih kuat dibandingkan kelompok kuinolon lama. Selain itu kelompok obat ini diserap dengan baik pada pemberian oral, dan beberapa derivatnya tersedia juga dalam bentuk parenteral sehingga dapat digunakan untuk penanggulangan infeksi berat, khususnya yang disebabkan oleh kuman Gram-negatif. Yang termasuk dalam golongan ini adalah siprofloksasin, levofloksasin, dan ofloksasin (Setiabudi, 2008a). 2.4.1
Spektrum Antibakteri Kuinolon aktif terhadap beberapa kuman Gram-Negatif antara lain : E.
Coli, Proteus, Klebsiella, dan Enterobacter. Kuinolon ini bekerja dengan menghambat subunit A dari Enzim DNA graise Kuman, Akibatnya replikasi DNA terhenti.
Fluorokuinolon
lama
(Siprofloksin,
Ofloksasin,
Norfloksasin)
mempunyai daya antibakteri yang sangat kuat terhadap E. Coli, Klebsiella, Enterobacter, Proteus, H. Influenzae, Providencia, Serratia, Salmonelle, N. Meningitis, N. Gonorrhoeae, B. Catarrhalis dan Yersinia Entericolitia, tetapi terhadap kuman Gram-positif daya antibakterinya kurang baik. Flurokuinolon Baru (Moksifloksasin, Levofloksasin) mempunyai daya antibakteri yang baik terhadap kuman Gram Positif dan kuman Gram-Negatif, serta kuman atipik (Mycoplasma, chlamydia), Uji klinik menunjukan bahwa flurikuinolon baru ini efektif untuk bakterial bronkitis kronis (Setiabudi, 2008a).
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
14
2.4.2 Resistensi Resistensi terhadap kinolon dapat trejadi melalui 3 Mekanisme, yaitu (Setiabudi, 2008a): a. Mutasi Gen gyr A yang menyababkan subunit A dari DNA graise kuman berubah sehingga tidak dapat diduduki molekul obat lagi. b. Perubahan pada permukaan sel kuman yang mempersulit penetrasi obat kedalam sel. c. Peningkatan Mekanisme Pemompaan obat keluar sel (efflux). Ini merupakan mekanisme penting yang menyebabkan resistemsi S. Pneumoniae terhadap fluorokuinolon.
2.4.3
Farmakokinetik Asam Nalidiksat diserap baik melalui saluran cerna tetapi dengan cepat
dieksresikan dengan cepat melaliu Ginjal. Fluorokuinolon diserap lebih baik melalui saluran cerna dibandingkan dengan asam nalidiksat. Pefloksasin adalah Fluorokuinolon yang absorpsinya paling baik dan masa paruh eliminasinya paling panjang. Bioavailabilitasnya pada pemberian peroral sama dengan pemberian parenteral. Penyerapan Siproflaksin dan Fluorokuiunolon lainnya akan terhambat bila diberikan bersama Antasida. Sifat Flurokuinolon yang menguntungkan ialah bahwa golongan obat ini mampu mencapai kadar tinggi dalam prostat, dan cairan serebrospinalis bila ada meningitis. Sifat lainnya yang menguntungkan adalah masa paruh eliminasinya panjang sehingga obat cukup diberikan dua kali dalam sehari.
Tabel 2.1 Parameter Farmakokinetik Beberapa Fluorokuinolon Setelah Pemberian per Oral Obat Siprofloksasin Ofloksasin Perfloksasin Levofloksasin Norfloksasin Moksifloksasin
Dosis (mg) 500 400 400 200 400 400
Cmax 1,5-3 3,5-5,5 4 2 1,5-2 2,5-5
Bioavabilit as oral (%) 60-80 85-95 >90 >90 40 82-89
Vd (l/kg) 2,5-5 1,2 1,5-2 1,5 1,5 2,5-3,6
T½ (jam) 3-5 5-7 10 4,6 4,5 12,5
Eliminasi renal (%) 30-50 70-85 30-60 85-90 25-40 26
[Sumber: Setiabudi, 2008a] Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
15
2.4.4 Efek Samping Secara Umum dapat dikatakan bahwa efek samping golongan kuinolon hampir sama dengan antibiotik golongan lain. Beberapa efek samping yang dihubungkan dengan penggunaan obat ini adalah (Setiabudi, 2008a): a. Saluran Cerna. Efek samping ini paling sering timbul akibat penggunaan golongan kuinolon, dan bermanifestasi dalam bentuk mual, dan rasa tidak enak diperut. b. Susunan Saraf Pusat. Yang paling sering terjadi adalah sakit kepala dan Pusing. Bentuk yang jarang timbul ialah halusinasi. Kejang dan delirium c. Hepatotoksisitas. Efek samping ini jarang terjadi. d. Kardiotoksisitas. Akumulasi kalium dalam miosit, akibatnya terjadi aritmia Ventrikel. e. Disglikemia. Dapat Menimbulkan hiper atau hipoglikemia. Akibatnya akan memperparah penyakit diabetes Melitus.
2.4.5
Penggunaan dalam Terapi Asam Nalidiksat hanya digunakan sebagai antiseptik saluran Kemih,
sedangkan Flurokuinolon digunakan untuk indikasi yang jauh lebih luas, antara lain (Setiabudi, 2008a): a. Infeksi Saluran Kemih ( ISK ) Fluorokuinolon efektif untuk ISK yang disebabkan oleh kuman-kuman yang multiresisten dan kuman P. Aeruginosa. Siprofloksasin, Norfloksasin, dan floksasin dapat mencapai kadar yang cukup tinggi di jaringan prostat dan dapat diginakan untuk terapi prostatitis bakterial akut maupun kronis. b. Infeksi Saluran Cerna Fluorokuinolon juga efektif untuk diare yang disebabkan oleh Shigella, Salmonella, E. Coli, dan Campylobacter. Siprofloksasin dan ofloksasin mempunyai efektifitas yang baik terhadap demam Tifoid. c. Infeksi Saluran Nafas ( ISN ) Secara umum efektifitas
flurokuinolon generasi pertama (Siproflaksin,
Ofloksasin, dan enoksasin) cukup baik untuk bakterial saluran nafas bawah. Tetapi
ada
lagi
Fluorokuinolon
(moksifloksasin,
Gemifloksasin,
dan
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
16
Levloksasin) mempunyai daya antibakteri yang cukup baik terhadap kuman Gram-Positif maupun kuman Gram-Negatif, dan kuman atipik penyebab infeksi saluran nafas Bawah. d. Penyakit yang ditularkan Melalui Hubungan Seksual Siprofloksasin oral dan levofloksasin oral merupakan obat pilihan utama untuk pengobatan Uretritis dan Servitis oleh gonokukus. e. Infeksi Kulit dan Jaringan Lunak Fluorokuinolon oral mempunyai efektiitas sebanding dengan sefalosporin parenteral untuk pengobatan infeksi berat pada kulit atau jaringan lunak.
Tabel 2.2 Dosis dan Sediaan Beberapa Kuinolon dan Fluorokuinolon Dosis per hari Obat Asam Nalidiksat Asam pipemidat
Sediaan
Oral
Parenteral
Tablet 500 mg
4 kali 500-1000 mg
Tablet 400 mg
2-4 kali 400 mg
Tablet 250, 500 dan 750 2 kali 250-500 mg
mg Siprofloksasin
Infus 400 mg/5ml, 400mg/125 ml
Untuk gonore:1x250 mg
2 kali 200400mg IV
Tablet 400 mg Pefloksasin
Infus 400 mg/5ml,
2 kali 400 mg
2 kali 400 mg IV
1-3 kali 100-200mg
1-3 kali 100-200 mg IV
400mg/125ml Tablet 200 dan 400 mg Ofloksasin
Injeksi 200mg/200ml
Norfloksasin
Tablet 400 mg
2-3 kali 200-400 mg
Tablet 250 dan 500 mg Levofloksasin
Infus 500 mg/100 ml
1 kali 250-500 mg
1 x 500 mg IV tiap 24 jam
1 kali 400 mg
1 x 400 mg IV tiap 24 jam
1 kali 400 mg
1 kali 400 mg IV
Tablet 400 mg Moksifloksasin
Infus 400 mg/ml Tablet 400 mg
Gatifloksasin
Infus 400 mg/250 ml
[Sumber: Setiabudi, 2008] Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
17
2.4.6 Siprofloksasin Siprofloksasin dengan nama kimia 1-siklopropil-6-fluoro-1,4-dihidro-4okso-7-(1-piperazinyl)-3 kuinolin asam karboksilat, memiliki rumus empiris C17H18FN3O3 dan berat molekul 331,4 g/mol, merupakan serbuk kristal berwarna kekuningan dan larut dalam larutan asam dan basa (Depkes, 1995). Struktur kimia siprofloksasin dapat dilihat pada gambar 2.12.
[sumber : Sweetman, 2009]
Gambar 2.12 Struktur kimia siprofloksasin Gambar 2.13 Siprofloksasin adalah generasi kedua FQ yang memiliki spektrum luas. Siprofloksasin dieliminasi melalui ginjal dan sebagian besar dalam bentuk yang tidak berubah. Siprofloksasin mempunyai substituent 6-fluoro yang sangat memperkuat potensi antibakteri melawan bakteri gram (+) dan terutama bakteri gram (-) (E. coli, P.aeruginosa, Salmonella, Campylobacter). Efek samping jarang terjadi, meliputi mual, muntah, ruam, pusing, dan sakit kepala. Konvulsi bisa terjadi karena kuinolon merupakan antagonis asam γ-aminobutirat (GABA). Antibiotik Kuinolon ini tersedia dalam bentuk tablet dengan kandungan Spirofloksasin 250 mg, 500 mg, 750 mg bahkan ada yang 1.000 mg. Juga tersedia dalam bentuk infus dengan kandungan Siprofloksasin 200 mg/100 ml. Siprofloksasin pertama kali diperkenalkan dan dipatenkan oleh Bayer AG pada tahun 1983 dan disetujui penggunaannya di Amerika Serikat oleh Food Drug Administration (FDA) pada tahun 1987. Pada Apotek Atrika jenis yang tersedia adalah siprofloksasin 500 mg.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
18
2.4.7 Levofloksasin Levofloksasin adalah antibakteri sintetik golongan fluorokuinolon yang merupakan S -(-) isomer dari ofloksasin dan memiliki aktivitas antibakteri dua kali lebih besar daripada ofloksasin. Struktur kimia levofloksasin dapat dilihat pada gambar 2.14. Levofloksasin memiliki efek antibakterial dengan spektrum luas, aktif terhadap bakteri gram-positif dan gram-negatif termasuk bakteri anaerob. Levofloksasin telah menunjukkan aktivitas antibakterial terhadap Chlamydia pneumoniae dan Mycoplasma pneumoniae. Levofloksasin secara in vitro lebih aktif melawan bakteri gram-positif, termasuk Streptococcus pneumoniae dan bakteri anaerob dibandingkan fluorokuinolon yang lain. Tetapi, levofloksasin kurang aktif melawan Pseudomonas aeruginosa dibandingkan dengan siprofloksasin (Lacy et al., 2005)
[sumber : Sweetman, 2009]
Gambar 2.14 Struktur kimia levofloksasin
Mekanisme kerja dari levofloksasin adalah dengan menghambat enzim DNA-gyrase, sehingga mengakibatkan kerusakan rantai DNA. DNA-gyrase (topoisomerase II) merupakan enzim yang sangat diperlukan oleh bakteri untuk memelihara struktur superheliks DNA, juga diperlukan untuk replikasi, transkripsi dan perbaikan DNA (Lacy et al., 2005). Antibiotik Kuinolon ini tersedia dalam bentuk tablet dengan kandungan Levofloksasin 250 mg dan 500 mg. Juga tersedia dalam bentuk infus dengan kandungan Levofloksasin 500 mg/100 ml. Pada Apotek Atrika jenis yang tersedia adalah levofloksasin 500 mg.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
19
2.5
Ofloksasin Ofloksasin adalah senyawa antibiotik sintetik dari golongan kuinolon dan
bersifat bakterisid. Ofloksasin mengandung gugus priridon karboksil suatu derivat asam nalidisik Struktur kimia ofloksasin dapat dilihat pada gambar 2.13.
[sumber : Sweetman, 2009]
Gambar 2.15 Struktur kimia ofloksasin
Ofloksasin aktif terhadap bakteri aerobik gram positif termasuk penghasil penisilinase dan bukan penghasil penisilinase, terhadap sebagian besar bakteri aerobik gram negatif termasuk Enterobakteria dan Pseudomonas aeruginosa, dan terhadap Stafilokokus yang resisten terhadap metisilin. Namun ofloksasin juga dapat berperan sebagai fotosensitiser sehingga menyebabkan fotohemolisis. Aktivitas antibakteri ofloksasin dengan jalan menghambat DNA girase, suatu enzim essensial yang merupakan katalis penting dalam duplikasi dan transkripsi DNA bakteri. Distribusi ofloksasin merata ke jaringan bahkan dapat sampai ke jaringan paru. Absorbsinya yang baik pada pemberian oral (70%-90%) memungkinkan obat ini efektif dipakai sebagai antituberkulosif. Konsentrasi dalam serum tercapai 1-3 jam setelah pemberian oral dengan level yang cepat dan tetap tinggi sampai ke ginjal, paru, prostad, saluran empedu, makrofag, serta netrofil. Rliminasi terjadi melalui ginjal dan hanya sekitar 20% yang sampai ke hepar sehingga perlu hatihati pada penderita dengan gangguan fungsi hati dan ginjal. Antibiotik Kuinolon ini tersedia dalam bentuk tablet dengan kandungan Ofloksasin 200 mg dan 500 mg. Juga tersedia dalam bentuk infus dengan kandungan Ofloksasin 200 mg/100 ml. Pada Apotek Atrika jenis yang tersedia adalah ofloksasin 200 mg dan 400 mg. Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN
3.1
Waktu dan Tempat Pengkajian Pengkajian dilakukan pada tanggal 6 Januari – 14 februari 2014 yang
bertempat di Apotek Atrika, Jalan Kartini Raya No.34A, Jakarta Pusat.
3.2
Metode Pengumpulan Data Data-data yang dikumpulkan berasal dari resep yang diterima dan dilayani
Apotek Atrika dalam rentang bulan Agustus 2013 sampai Januari 2014. Obat yang dianalisis adalah antibiotik golongan kuinolon yang ada di apotek dan yang termasuk dalam Formularium Nasional yang digunakan pada SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional). Resep yang terdapat antibiotik golongan kuinolon di didata dari buku resep. Kemudian diambil salah satu resep untuk dianalisis dan dikaji lebih lanjut.
3.3
Metode Pengolahan Data Data yang telah diperoleh, dicatat kemudian dihitung frekuensi
peresepannya. Kemudian dari data tersebut dilakukan rekapitulasi dan dianalisis rasionalitas penggunaan antibiotik ofloksasin dalam terapi.
20
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam kesempatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika, dilakukan rekapitulasi dan analisis resep yang diterima di Apotek Atrika selama periode Agustus 2013 – Januari 2014 yang mencantumkan antibiotik ofloksasin generik. Tujuannya adalah untuk mengetahui profil peresepan dan penggunaan antibiotik golongan kuinolon, terutama ofloksasin generik pada Apotek Atrika. Sebagai acuan dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Kementerian Kesehatan menetapkan Formularium Nasional sesuai Kepmenkes RI Nomor 328/Menkes/SK/VIII/2013. Formularium merupakan daftar obat terpilih yang dibutuhkan dan harus tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan. Obat yang tercantum dalam formularium adalah obat-obat generik. Antibiotik golongan kuinolon yang tercantum dalam formularium dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Daftar obat golongan kuinolon yang tercantum diformularium nasional No.
Nama Generik
1.
Levofloksasin
2.
Ofloksasin
3.
Siprofloksasin
Bentuk sediaan
Kekuatan sediaan
Tablet
500 mg
Infus
5 mg/mL
Tablet
200 mg
Tablet
400 mg
Tablet
500 mg
Infus
2 mg/ml
Dari hasil pengkajian resep yang diterima Apotek Atrika selama periode Agustus 2013 – Januari 2014, terdapat lima resep yang mencantumkan antibiotik golongan kuinolon. Siprofloksasin diresepkan sebanyak satu kali pada bulan Januari. Levofloksasin diresepkan sebanyak dua kali pada bulan Agustus dan September. Ofloksasin diresepkan sebanyak dua kali pada bulan Oktober dan bulan November. Data peresepan obat dapat dilihat pada Tabel 4.2. 21
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
22
Tabel 4.2 Antibiotik generik golongan kuinolon yang ada di Apotek Atrika dan frekuensi peresepannya pada periode Agustus 2013 – Januari 2014 No 1. 2. 3.
Antibiotik
Frekuensi Peresepannya
Siprofloksasin Levofloksasin Ofloksasin
1 2 2
Pada Apotek Atrika, ofloksasin generik yang tersedia adalah ofloksasin dengan kekuatan 400 mg. Pengadaan ofloksasin melalui pemesanan pada Pedagang Besar Farmasi (PBF) Antarmitra Sembada (AMS). Frekuensi dan jumlah pemesanan ofloksasin di Apotek Atrika tidak terlalu banyak, mengingat jumlah peresepan ofloksasin juga rendah. Dari dua resep yang diperoleh, maka dipilihlah salah satunya. Pemilihan resep ini didasarkan karena dianggap cukup kompleks. Resep yang akan dibahas dapat dilihat pada gambar 4.1. Pada resep terdapat tujuh jenis obat yang diresepkan. Lima diantaranya adalah racikan yang disiapkan dalam bentuk kapsul. Obat yang diresepkan adalah teofilin, codein, CTM, ambroxol, dan deksametason yang diracik menjadi bentuk kapsul. Obat lainnya adalah antalgin dan ofloksasin. Data masing-masing obat yang ada dalam resep yang dipilih dapat dilihat pada lampiran 3. Ofloksasin adalah senyawa antibiotik sintetik dari golongan kuinolon dan bersifat bakterisid. Ofloksasin memiliki aktivitas yang lebih besar terhadap Chlamydia trachomatis, Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma pneumoniae, dan Mycobacterium tuberculosis bila dibandingkan dengan siprofloksasin (Anderson, Knoben & Troutman, 2002). Ofloksasin memiliki bioavailabilitas 95-100%, dengan waktu paruh 5-8 jam, serta konsentrasi puncak 2-3mg/L paska pemberian dosis 400 mg. Ofloksasin digunakan untuk pengobatan infeksi serius yang disebabkan oleh mikroorganisme yang sensitif terhadap ofloksasin, seperti infeksi saluran kemih terkomplikasi, gonerea uretral dan serviks akut tidak terkomplikasi, infeksi kulit dan jaringan kulit tidak terkomplikasi, prostatitis yang disebabkan oleh E. Coli, cervicitis atau urethritis non gonococccal yang disebabkan oleh Chlamydia Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
23
trachomatitis, dan eksaserbasi akut bronkitis kronik dan community-acquired pneumoniae. Mekanisme kerja ofloksasin ialah menghambat enzim DNA topoisomerase (ATP-hydrolyzing), suatu DNA topoisomerase tipe II yang dikenal sebagai DNA gyrase. Berbeda dengan golongan kuinolon lain, ofloksasin memiliki mekanisme aksi tambahan yaitu aksinya tidak tergantung pada RNA dan sintesis protein.
Jakarta, 25 November 2013 R/
Teofilin Codein (atau DMP) CTM Ambroxol Deksametason m.f. caps dtd no.xv s. 3dd 1 p.c
100 15 2 tab I 0,5
R/
Tab. Antalgin s. 3dd 1 p.c
xv
R/
Caps. Ofloksasin 400 mg x s. 2 dd1 p.c
Pro : Tn. Hasan Al-ghafi Umur : Obat jangan diganti tanpa seizin dokter =085882664255= Gambar 4.1 Salinan resep [telah diolah kembali]
Pada resep yang telah dipilih, ofloksasin diresepkan bersama dengan obat lain yaitu teofilin, codein, CTM, ambroxol, deksametason dan antalgin yang digunakan dalam terapi asma. Teofilin dan salbutamol sebagai bronkodilator. Sebagai penekan batuk diberikan codein. Klorfeniramin maleat (CTM) sebagai antihistamin bertujuan untuk menurunkan respon alergi dan selain itu CTM juga memiliki efek sedasi sehingga pasien dapat beristirahat. Ambroksol digunakan sebagai mukolitik untuk membantu pengeluaran mukus yang berlebihan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
24
Deksametason bertujuan untuk menurunkan respon inflamasi, mengurangi hipersensitivitas bronkial, dan menurunkan produksi mukus. Penggunaan antibiotik dalam pengobatan asma sebenarnya tidak diperlukan karena asma disebabkan oleh peningkatan respon saluran pernapasan terhadap berbagai macam rangsangan yang ditandai dengan adanya penyempitan saluran pernapasan. Asma sering disertai dengan cairan mukus (dahak) yang berlebihan dari kelenjar-kelenjar yang terdapat pada saluran pernapasan, sehingga dapat menyebabkan gejala batuk, sesak, dan mengi. Asma merupakan penyakit kompleks yang disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan, bukan akibat infeksi oleh bakteri. Namun dalam kasus asma dapat juga disertai dengan terjadinya infeksi. Jika memang ada infeksi bakteri yang menyertai penyakit asma, maka antibiotik baru boleh diberikan (Hartert & Edwards, 2004, Sundaru, 2002). Bakteri yang sering menyertai penyakit asma di antaranya Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis, C. pneumoniae dan M. Pneumoniae (Kraft, 2000). Cairan mukus (dahak) yang dihasilkan oleh penderita asma merupakan habitat yang baik untuk pertumbuhan bakteri sehingga diperlukan antibiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteri pada penderita asma (Universitas Copenhagen, 2010). Namun berdasarkan pedoman pengobatan asma yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, antibiotik tidak termasuk ke dalam obat yang diresepkan dalam pengobatan asma (Kementerian Kesehatan RI, 2007). Pedoman pengobatan Asma yang diterbitka oleh Global Initiative for Asthma juga menyarankan agar antibiotik diberikan jika pasien juga mengalami indikasi pneumonia dan infeksi bakteri, seperti sinusitis (Global Initiative for Asthma, 2011). Efek samping yang dapat muncul pada penggunaan ofloksasin antara lain mual muntah, diare, sakit perut, hilang nafsu makan, sakit kepala, pusing, gangguan tidur, ruam kulit, gatal, reaksi hipersensitivitas, malaise, lemah, dan nyeri pada sendi atau otot. Obat ini dikontraindikasikan untuk pasien yang hipersensitif terhadap ofloksasin dan derivat kuinolon lainya, pada wanita hamil dan menyusui, dan anak di bawah usia 18 tahun. Perlu diperhatikan penggunaannya pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal dan pasien usia Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
25
lanjut karena kecenderungan mengalami penurunan klirens kreatinin. Hindarkan penderita dari sinar matahari yang berlebihan. Bila terjadi fototoksisitas (misal erupsi kulit), pengobatan segera dihentikan. Ofloksasin pada resep ini berinteraksi dengan beberapa obat, diantaranya adalah deksa metason dan teofilin. Interaksi yang terjadi pada keduanya adalah interaksi yang merugikan. Penggunaan deksametason dan ofloksasin secara bersama-sama dapat meningkatkan resiko ruptur tendon. Ofloksasin dengan teofilin dapat meningkatkan kadar teofilin dan dapat berisiko terjadinya henti jantung atau kerusakan otak permanen sehingga perlu dilakukan monitoring. Dosis ofloksasin yang dianjurkan untuk terapi ISPA adalah 400 mg dua kali sehari selama 10 hari (Depkes RI, 2005). Berdasarkan DIH edisi 17, terapi ofloksasin untuk bronkitis akut dan pneumonia adalah 400 mg setiap 12 jam selama 10 hari. Pada resep ini ofloksasin diberikan sebanyak 10 tablet, sehingga bila diminum secara teratur akan habis dalam lima hari. Untuk itu pasien disarankan kembali lagi ke dokter setelah obat tersebut habis. Namun demikian, pemberian ofloksasin pada terapi ini perlu dilakukan peninjauan kembali. Apabila pasien memang mengalami infeksi bakteri maka antibiotik dapat diberikan. Namun, lain halnya apabila pasien ternyata tidak menunjukkan gejala infeksi misalnya saja seperti demam. Dengan demikian maka penggunaan ofloksasin dalam resep ini dinilai tidak tepat.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan, penggunaan antibiotik
ofloksasin dalam terapi dinilai kurang tepat. Dalam pengobatan asma terapi dengan menggunakan antibiotik tidak direkomendasikan, terkecuali bila asma disertai dengan infeksi bakteri. Untuk itu diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan apakah pasien terinfeksi bakteri atau tidak.
5.2
Saran Peresepan antibiotik harus memiliki dasar yang jelas, ketepatan indikasi
antibiotik, serta ketepatan dosis antibiotik yang diberikan. Diperlukan pula kerja sama antara dokter penulis resep dengan apoteker dalam menetapkan terapi pada pasien sehingga tercapai penggunaan antibiotika yang rasional.
26
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Anderson, P.O., Knoben, J.E., & Troutman, W.G. (2002). Handbook of Clinical Drug Data, 10th Ed. United States of America: McGraw-Hill Companies, hal: 166-173. Aslam, Mohammed, dkk. (2003). Farmasi Klinis. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Bertino J. & Fish D. (2000). The Safety Profile of The Fluoroquinolones. Clinical Therapeutics, (22) 798-817. Brunton, L., Lazo, J.S., & Parker, K.L. (2006). Goodman & Gilman’s: The Pharmacological Basis of Therapeutics 11th edition. New York: McGrawHill, hal: 1095-1109. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia, edisi IV. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Departemen Kesehatan republik Indonesia. (2005). Pharmaceutical Care untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan KI Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Dzen, M.S., Roekistiningsih., Santoso, S., & Winarsih, S. (2003). Bakteriologi Medik Edisi Pertama. Malang: Bayu Media Publishing, hal: 224. Global Initiative for Asthma. (2011). Pocket Guide for Astma Management and Prevention. Canada : Global Initiative for Asthma. Hartert T.V., & Edwards, K. (2004). Antibiotics for Asthma?. CID; 38 : 1347 1349. Hooper D.C. & Wolfson J.S. (1985). The Fluoroquinolones: Structures, Mechanisms of Action and Resistance and Spectra of Activity in Vitro. Antimicrob Agents Chemotherap. 28: 581-586. Jawet, E. (1998). Prinsip kerja obat antimikroba. Dalam Katzung B. Farmakologi Dasar dan Klinik (hal. 699-791). Jakarta: EGC. Katzung, B.G. (2007). Basic & Clinical Pharmacology. (10th ed.). United States: Lange Medical Publications. 27
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
28
Kee J.L. & Hayes E.R. (1996). Pharmacology: a Nursing Process Approach. Jakarta: Buku Kedokteran EGC, hal: 324-327. Kementerian Kesahatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES068/I/2010 Tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Pharmaceutical Care untuk Penyakit Asma. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 328/Menkes/SK/VIII/2013 tentang Formularium Nasional. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Kraft M.(2000). The Role of Bacterial Infections in Asthma. Clin Chest Med; 21 (2) : 301-313. Lacy, C.F., Amstrong, L.L., Goldman, M.P., and Lance, L.L. (2005). Drug Information Handbook. 13th ed. Canada: Lexi-Comp Inc, hal: 332-336, 882-884. Lullmann, H., Mohr, K., Hein, L., & Bieger , D. (2005). Color Atlas of Pharmacology 3rd edition. New York: Thieme Stuttgart, 277. Mitrea, LS. (2008). Pharmacology. Canada: Natural Medicine Books, hal: 53. Pratiwi, S.T. (2008). Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga, hal: 111-117. Setiabudi, R. (2008a). Golongan Kuinolon dan Fluorokuinolon. Dalam: Farmakologi dan terapi edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
29
Setiabudi, R. (2008b). Pengantar Antimikroba. Dalam: Farmakologi dan terapi edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Stringer, Janet L. (2006). Basic Concepts in Pharmacology: a Student’s Survival Guide, edisi 3. (diterjemahkan oleh: dr. Huriawati Hartanto). Jakarta: Buku Kedokteran EGC, hal: 186-199. Sweetman, S.C., (2009). Martindale: The Complete Drug Reference, thirty-sixth ed. London: Pharmacheutical Press, hal: 243-248, 292, 310. Tjay, T.H., & Rahardja, K. (2002). Obat-Obat Penting. Edisi Kelima. Cetakan Kedua. Jakarta: Penerbit PT. Elex Komputindo, hal: 275-276. University of Copenhagen. (2010), Bacteria to blame in asthma attacks in children, research suggest. Science Daily. Diakses pada 4 Maret 2014 dari www.sciencedaily.com/release/2010/10/101007092716.htm. Wagman, A.S. & Wentland M.P.M. (2007). Quinolone Antibacterial Agents. Comprehensive Medicinal Chemistry, 7:567-596.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
30
Lampiran 1. Contoh resep Lansoprazol di Apotek Atrika
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
31
Lampiran 2. Nama PBF dari obat yang ada pada resep
Nama PBF
Alamat PBF
No. Telp
Teofilin Jl. Mangga Besar VI5 Jakarta Barat 11180 Indonesia
PT Brataco
Telp: 021-6120312, 6290113, 6266256 Fax : 021-6292430, 6256702
Codein Kimia Farma – Cabang Jakarta 1 CTM Apotek Cosmos Ambroxol Kimia Farma – Cabang Jakarta 1
IGM (Indofarma Global Mandiri) Cabang Jakarta-I
Kompleks Majapahit Permai blok A 105-106 Jl. Majapahit No.13-22 Jakarta Pusat
Telp: 021-34833395 s/d 97
-
Telp: 021-5801957
Kompleks Majapahit Permai blok A 105-106 Jl. Majapahit No.13-22 Jakarta Pusat Jl. Dr Saharjo No. 45 Blok B-85 Kompleks Infinia Park Manggarai, Tebet, Jakarta 12850
Fax : 34833453
Telp: 021-34833395 s/d 97 Fax : 34833453 Telp: 021-83791374, 83792048, 83792599 Fax : 021-83792814
Deksametason IGM (Indofarma Global Mandiri) Cabang Jakarta-I
Kimia Farma – Cabang Jakarta 1
Jl. Dr Saharjo No. 45 Blok B-85 Kompleks Infinia Park Manggarai, Tebet, Jakarta 12850 Kompleks Majapahit Permai blok A 105-106 Jl. Majapahit No.13-22 Jakarta Pusat
Telp: 021-83791374, 83792048, 83792599 Fax : 021-83792814 Telp: 021-34833395 s/d 97 Fax : 34833453
Antalgin IGM (Indofarma Global Mandiri) Cabang Jakarta-I
Jl. Dr Saharjo No. 45 Blok B-85 Kompleks Infinia Park Manggarai, Tebet, Jakarta
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
Telp: 021-83791374, 83792048, 83792599 Fax : 021-83792814
32
Kimia Farma – Cabang Jakarta 1
12850 Kompleks Majapahit Permai blok A 105-106 Jl. Majapahit No.13-22 Jakarta Pusat
Telp: 021-34833395 s/d 97 Fax : 34833453
Ofloksasin AMS (Antarmitra Sembada)
Jl. Mangga No.11 Jati Pulo, Palmerah, Jakarta Barat
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
Telp: 021-5670313, 5670166 Fax : 5643401
33
Lampiran 3. Data masing-masing obat dalam resep 3.4
Teofilin
Nama Obat Komposisi Indikasi Kontraindikasi Peringatan Efek Samping
Teofilin Bahan baku Meringankan dan mengatasi serangan asma bronkial. Tukak peptik Hipertensi, penyakit jantung berat, cedera miokard akut, gagal jantung kronik, kor pulmonal, hipertiroid, & gangguan hati. Mual, muntah, sakit kepala, nyeri ulu hati.
Interaksi Obat
Eritromisin
Dosis
Dosis dewasa: 130 – 150 mg, maks: 500 mg Dosis anak < 1thn: 65 – 75 mg Dosis anak 6-12 thn: 65 -150 mg Pemakaian : 3 – 4x / hari
3.5
Codein
Nama Obat Komposisi Indikasi Kontraindikasi
Peringatan
Efek Samping
Interaksi Obat
Dosis
Codein Kodein Fosfat hemihidrat setara dengan Kodein 20 mg Antitusif Analgesik Asma bronkial, emfisema paru-paru, trauma kepala, tekanan intrakranial yang meninggi, alkoholisme akut, setelah operasi saluran empedu. Hati-hati penggunaan pada pasien dengan infark miokardial dan penderita asma. Hindari minuman beralkohol. Tidak boleh melebihi dosis yang dianjurkan karena dapat menyebabkan kerusakan fungsi hati. Hati-hati penggunaan obat ini pada penderita penyakit ginjal. Hati-hati pada pemberian jangka panjang Dapat menimbulkan ketergantungan. Mual, muntah, idiosinkrasi, pusing, sembelit. Depresi pernafasan terutama pada penderita asma, depresi jantung dan syok Hendaknya hati-hati dan dosis dikurangi, apabila digunakan bersama-sama dengan obat-obat depresan lain, anestetik, tranquilizer, sedatif, hipnotik dan alkohol. Tranquilizer terutama fenotiazin bekerja antagonis terhadap analgesik opiat agonis. Dekstroamfetamin dapat menghambat efek analgesik opiat agonis. Jangan diberikan bersama-sama dengan penghambat MAO dan dalam jangka waktu 14 hari setelah pemberian penghambat MAO. Sebagai analgesik: Dewasa : 30 - 60 mg, tiap 4 - 6 jam sesuai kebutuhan.
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
34
Anak-anak : 0,5 mg/kg BB, 4-6 kali sehari Sebagai antitusif : Dewasa : 10-20 mg, tiap 4 - 6 jam sesuai kebutuhan, maksimum 60 mg perhari. Anak6-12tahun : 5-10 mg, tiap 4 - 6 jam, maksimum 60 mg perhari. Anak 2-6 tahun : 1 mg/kg BB perhari dalam dosis terbagi, maksimum 30 mg perhari. Sebagai antitusif tidak dianjurkan untuk anak di bawah 2 tahun.
3.6
CTM
Nama Obat Komposisi Indikasi
Kontraindikasi Peringatan Efek Samping
Interaksi Obat
Anak-anak : empat kali sehari seperempat sampai setengah tablet Dewasa : tiga sampai empat kali sehari setengah sampai satu tablet
Dosis
3.7
Chlorpheniramine maleas (CTM) Tiap tablet mengandung chlorpheniramine maleas 4 mg Termasuk antihistamin yang banyak digunakan untuk mengobati keadaan-keadaan alergi, seperti pilek, urtikaria (gatal-gatal atau biduren), seasonal hay fever, rhinitis, penyakit serum, pengaruh pemakaian obat-obatan seperti Penicillin atau sulfa. Infeksi saluran napas bawah. Bayi baru lahir atau bayi prematur. Selama minum obat ini tidak oleh mengandarai kendaraan bermotor atau menjalankan mesin. Sedasi. Gangguan saluran pencernaan. Efek antimuskarinik. Hipotensi, lemah otot, telinga berdering tanpa rangsang dari luar, euforia, sakit kepala. Rangsangan sistem saraf pusat. Reaksi alergi. Kelainan darah. Alkohol, obat penekan SSP, antikolinergik, MAOI.
Ambroxol
Nama Obat Komposisi Indikasi
Kontraindikasi Peringatan Efek Samping
Interaksi Obat
Ambroxol Tiap tablet mengandung ambroxol hidroklorida 30 mg Penyakit saluran napas akut dan kronis yang disertai sekresi bronkial yang abnormal, khususnya pada eksaserbasi dan bronkitis kronis, bronkitis asmatik, asma bronkial. Hipersensitif terhadap ambroxol. Pemakaiaan pada kehamilan trimester pertama tidak dianjurkan. Pemakaiaan selama menyusui keamanannya belum diketahui. Ambroxol umumnya ditoleransi dengan baik. Efek samping yang ringan pada saluran pencernaan dilaporkan pada beberapa pasien . Reaksi alergi. Kombinasi ambroxol dengan obat-obatan lain dimungkinkan terutama yang berhubungan dengan sediaan yang digunakan
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
35
sebagai obat standar untuk sindroma bronkitis (glikosida jantung, kortikosteroid, bronkospasmolitik, diuretik, dan antibiotik). Dewasa : sehari tiga kali sehari satu tablet Anak-anak 5-12 thn : sehari tiga kali setengah tablet Anak-anak 2-5 thn : sehari tiga kali 7,5 mg Anak dibawah 2 thn : sehari dua kali 7,5 mg Dosis dapat dikurangi menjadi dua kali sehari, untuk pengobatan yang lama. Harus diminum sesudah makan.
Dosis
3.8
Deksametason
Nama Obat Komposisi Indikasi
Kontraindikasi Peringatan
Efek Samping
Interaksi Obat
Dosis
3.9
Deksametason Tiap tablet mengandung deksametason 0,5 mg Semua penyakit yang dapat diobati dengan kortiko-steroid secara sistemik. Sebagai obat anti peradang-an misalnya pada artritis, untuk penyakit alergi seperti penyakit serum dan asma; untuk penyakit gangguan pada darah misalnya leukemia akut; dan penyakit-penyakit lain yang biasa menggunakan glukokortikoid Pada penderita dengan ulkus peptikum, osteoporosis, psikosis. Hati-hati bila digunakan pada penderita penyakit jantung, diabetes mellitus. ginjal dan hati; penyakit infeksi terutama pada mata; dan infeksi lain yang disebab-kan oleh virus Efek samping umumnya terjadi karena pemakaian dosis besar dan terus menerus, misalnya; ulkus peptikum, osteoporosis dan fraktur vertebra. Efektifitas berkurang dengan fenitoin, phenobarbital, rifampisin. Menurunkan efektivitas diuretik, hipoglikemik, antikolonesterase, salisilat. Dewasa : 0,5 - 9 mg dalam dosis terbagi. Anak-anak s/d 1 tahun : 0,1 mg - 0,25 mg, 2x/hr. Anak-anak 1 - 5 tahun : 0,25 mg -1 mg, 2x/hr. Anak-anak 6-12 tahun : 0,25 mg - 2 mg, 2x/hr.
Antalgin
Nama Obat Komposisi Indikasi Kontraindikasi
Antalgin Tiap tablet mengandung antalgin 500 mg Untuk menghilangkan rasa sakit, terutama kolik dan sakit setelah operasi Pada penderita yang alergi terhadap derivat pirazolon. Kasus porfiria hati (amat jarang) dan devisiensi bawaan glukosa-6fosfat-dehidrogenase. Penderita yang hipersensitif. Bayi tiga bulan pertama atau dengan berat badan dibawah 5 kg. Wanita hamil terutama tiga bulan pertama dan enam minggu terakhir. Penderita dengan tekanan darah < 100 mmHg.
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
36
Peringatan
Efek Samping Interaksi Obat Dosis
3.10
Dapat menimbulkan agranulositosis yang berakibat fatal, maka sebaiknya tidak digunakan terus-menerus dalam jangka panjang. Hati-hati pada penderita yang pernah mengalami gangguan pembentukan darah/kelainan darah. Gejala kepekaan yang manifestasinya kelainan pada kulit. Pada penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan agranulositosis. Bila digunakan bersama dengan klorpromazine, dapat menimbulkan hipotermia yang berat. Dewasa : tiga kali sehari satu tablet (per oral)
Ofloksasin
Nama Obat Komposisi Indikasi
Kontraindikasi Peringatan
Ofloksasin Tiap tablet salut selaput mengandung Ofloksasin 400 mg Untuk pengobatan infeksi serius yang disebabkan oleh mikroorganisme yang sensitif terhadap ofloksasin, seperti: Infeksi saluran kemih terkomplikasi. Urethral dan cervical gonorrhea akut tidak terkomplikasi. Infeksi kulit dan jaringan kulit tidak terkomplikasi. Prostatitis yang disebabkan oleh E. Coli. Cervicitis atau urethritis non gonococccal yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatitis. Eksaserbasi akut bronkitis kronik dan community-acquired pneumoniae. Hipersensitif terhadap ofloksasin dan derivat quinolon lainnya. Wanita hamil dan menyusui. Tidak dianjurkan untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh streptococcus, atau infeksi lain yang disebabkan oleh organisme yang peka terhadap antibiaotik lain yang sudah lama digunakan. Hati-hati pemberian pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal. Pasien usia lanjut mungkin juga membutuhkan penurunan dosis karena kecenderungan penurunan klirens kreatinin. Jika syok atau gejala menyerupai syok timbul, hentikan pengobatan dan berikan pengobatan yang tepat. Jika reaksi hipersensitivitas timbul selama pengobatan, hentikan pengguanaan obat ini. Pasien hendaknya minum air yang cukup untuk mencegah pembentukan kadar yang tinggi dalam urine. Hindarkan penderita dari sinar matahari yang berlebihan. Bila terjadi fototoksisitas (misal erupsi kulit), pengobatan segera dihentikan. Pemberian jangka panjang dapat menyebabkan pertumbuhan yang berlebihan pada mikroorganisme yang kurang peka. Hati-hati pemakaiaan ofloksasin pada penderita epilepsi atau gangguan SSP lainnya dan penderita dengan defisiensi glukosa6-fosfat dehidrogenase. Jangan mengendarai kendaraan bermotor atau menjalankan mesin karena ofloksasin menyebabkan efek neurologi (pusing) yang mengganggu respon penderita. Gangguan ini lebih berat jika obat diminum bersama alkohol.
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014
37
Efek Samping
Interaksi Obat
Dosis
Keamanan dan efektivitas pemakaiaan pada anak-anak dibawah umur 18 tahun belum ditetapkan. Saluran pencernaan dan hati : mual muntah, diare, sakit perut. Jarang terjadi: hilang nafsu makan, kenaikan enzim hati atau bilirubin. Sangat jarang terjadi: cholestatic jaundice, pseudomembrane colitis. Susunan saraf pusat: sakit kepala, pusing, gangguan tidur, agitasi. Jarang terjadi: konfusi, ansietas, depresi, halusinasi, reaksi psikotik, mengantuk. Hematologi: jarang terjadi, leukopenia. Ginjal: jarang terjadi, gangguan fungsi ginjal. Kulit atau alergi: ruam kulit, gatal, reaksi hipersensitivitas. Sangan jarang terjadi: gejala anafilaksis seperti takikardi, demam, dyspnea, syok, angioneurosis, edema, reaksi vaskulitik eosinofilia. Lain-lain: malaise, lemah, sakit pada sendi atau otot. Antasida yang mengandung alumunium dan magnesium hidroksida, sukralfat, kation logam, dan multivitamin akan mengurangi absorbsi ofloksasin bila diberikan bersama-sama. Jangan diberikan bersamaan. Berikan 1-2 jam sebelum atau sesudah pemberian ofloksasin. Pemberian bersamaan dengan antiinflamasi non-steroid menaikkan stimulasi SSP dan kejang. Pemberian bersamaan dengan teofilin dapat terjadi peningatan kadar teofilin dalam plasma dan menaikkan efek samping dari teofilin. Apabila kominasi ini tidak dapat dihindarkan, kadar teofilin dalam plasma harus dimonitor dan dosis teofilin dikurangi. Ofloksasin menaikkan efek anti koagulan walfarin atau derivatnya. Bila diberikan bersamaan, perlu dimonitor waktu protrombin, dan tes koagulan lainnya yang cocok. Kadar gula darah harus dimonitor bila diberikan bersama dengan antidiabetik (seperti insulin, glibenklamid), karena ofloksasin dapat mempengaruhi kadar gula darah termasuk hipoglikemia atau hiperglikemia. Eksaserbasi akut bronkitis kronik dan community-acquired pneumoniae : 400 mg/12 jam selama 10 hari
Laporan praktik…, Rita Zahara, FFar UI, 2014