UNIVERSITAS INDONESIA
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS DAN EFEK SAMPING ANTARA TINGTUR PODOFILIN 25% DENGAN LARUTAN ASAM TRIKLOROASETAT 90% UNTUK TERAPI KONDILOMATA AKUMINATA GENITALIA EKSTERNA DAN/ATAU PERIANAL
TESIS
ANDINA BULAN SARI 0906565305
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN JAKARTA DESEMBER 2013
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS DAN EFEK SAMPING ANTARA TINGTUR PODOFILIN 25% DENGAN LARUTAN ASAM TRIKLOROASETAT 90% UNTUK TERAPI KONDILOMATA AKUMINATA GENITALIA EKSTERNA DAN/ATAU PERIANAL
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Kulit dan Kelamin
ANDINA BULAN SARI 0906565305
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN JAKARTA DESEMBER 2013
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Andina Bulan Sari
NPM
: 0906565305
Tanda tangan :
Tanggal
: 27 Desember 2013
ii Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
iii Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Alhamdulillahirabbil‘alamin. Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas seluruh rahmat, karunia, serta hidayah yang dilimpahkan oleh-Nya sehingga tesis ini dapat saya selesaikan.
Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya selama menjalani pendidikan dokter spesialis dan dalam menyusun tesis ini. Selain itu, dengan segala kerendahan hati saya juga menyampaikan permohonan maaf atas semua kesalahan saya selama menjalani pendidikan di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta.
Terima kasih saya ucapkan kepada Dr. dr. Ratna Sitompul, Sp.M (K) sebagai Dekan FKUI saat ini, dan Prof. Dr. dr. Akmal Taher, Sp.U (K) sebagai Direktur Utama RSCM Jakarta periode terdahulu dan Dr. dr. C. H. Soejono, Sp.PD-K.Ger, M.Epid, FACP, FINASIM sebagai Direktur Utama RSCM Jakarta saat ini atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk menjalani pendidikan dokter spesialis di Departemen IKKK FKUI RSCM Jakarta.
Terima kasih sebesar-besarnya saya ucapkan kepada Dr. dr. Tjut Nurul Alam Jacoeb, Sp.KK (K) atas kesediannya menerima saya sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) semasa beliau menjabat sebagai Ketua Departemen IKKK FKUI RSCM. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Shannaz Nadia Yusharyahya, Sp.KK, MHA selaku Ketua Departemen IKKK FKUI RSCM saat ini. Terima kasih juga saya ucapkan kepada seluruh staf pengajar Departemen IKKK FKUI RSCM Jakarta yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menimba ilmu dan pengalaman, serta atas bimbingan, dukungan, nasihat, dan teladan kepada saya. Permohonan maaf saya
iv Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
haturkan kepada seluruh guru yang saya hormati, apabila ada tindakan saya yang kurang berkenan.
Ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Prof. dr. Kusmarinah Bramono, Sp.KK (K), PhD selaku Ketua Program PPDS IKKK FKUI dan sebagai anggota Panitia Tetap Penilai Etik Penelitian FKUI RSCM, yang telah memberikan ilmu, wawasan, bimbingan, petunjuk, dan semangat bagi saya untuk menyelesaikan tesis dan program pendidikan spesialis di Departemen IKKK FKUI RSCM. Terima kasih juga saya sampaikan kepada dr. Larisa Paramitha, Sp.KK selaku Sekretaris Program PPDS IKKK FKUI RSCM saat ini.
Rasa terima kasih serta ungkapan rasa hormat saya haturkan kepada dr. Farida Zubier, Sp.KK (K) selaku pembimbing tesis saya yang telah menyempatkan diri untuk memberikan bimbingan, dukungan, dan asupan yang berharga. Rasa hormat serta terima kasih yang tak terkira juga saya haturkan kepada dr. Rahadi Rihatmadja, Sp.KK sebagai pembimbing saya. Di tengah kesibukannya yang padat beliau masih menyempatkan diri untuk memberikan bimbingan, asupan yang berharga, serta koreksi yang sangat cermat dan teliti, sejak awal penelitian hingga berakhirnya tesis ini.
Terima kasih kepada Dr. dr. Tjut Nurul Alam Jacoeb, Sp.KK (K) dan Dr. dr. Aida S. D. Suriadiredja, Sp.KK (K) sebagai penguji proposal atas asupannya selama ini. Saya juga menyampaikan rasa terima kasih kepada pembimbing akademik saya, dr. Lili Legiawati, Sp.KK (K) atas perhatian dan waktu yang diberikan.
Mengingat Divisi Infeksi Menular Seksual (IMS) Poliklinik IKKK RSCM merupakan tempat saya menerima subyek penelitian, ucapan terima kasih khususnya saya sampaikan kepada para staf Divisi IMS Departemen IKKK FKUI RSCM, yaitu Prof. dr. Sjaiful Fahmi Daili, Sp.KK (K), dr. Farida Zubier, Sp.KK (K), Dr. dr. Wresti Indriatmi, Sp.KK (K), M.Epid dan dr. Hanny Nilasari, Sp.KK atas kesediaan, waktu, perhatian, dan asupan yang sangat berarti berkaitan dengan aspek substansi penelitian ini.
v Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
Terima kasih yang dalam saya haturkan kepada Dr. dr. Wresti Indriatmi, Sp.KK (K), M.Epid sebagai Koordinator Penelitian Departemen IKKK FKUI terdahulu sekaligus sebagai pembimbing statistik saya. Saya tahu beliau sangat sibuk tetapi masih meluangkan waktunya untuk menganalisis statistik dan mengoreksi penelitian saya, juga atas kebaikan hati dan kesabaran yang luar biasa dalam memberikan bimbingan kepada saya. Saya juga berterima kasih kepada dr. Sandra Widaty, Sp.KK (K) sebagai Koordinator Penelitian Departemen IKKK FKUI saat ini.
Terima kasih saya ucapkan kepada guru dan teman sejawat yang turut membantu dalam usaha pencarian pasien guna memenuhi target subyek penelitian. Kepada Prof. dr. Sjaiful Fahmi Daili, Sp.KK (K), Prof. Dr. dr. Siti Aisah Boediarja, Sp.KK (K), dan Dr. dr. Wresti Indriatmi, Sp.KK (K), M.Epid.
Ucapan terimakasih serta penghargaan setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. dr. Adhi Djuanda, Sp.KK (K), almarhum Prof. Dr. dr. Unandar Budimulja, Sp.KK (K), Prof. dr. Sjaiful Fahmi Daili, Sp.KK (K), dan Prof. Dr. dr. Benny E. Wiryadi, Sp.KK (K) atas kesediaannya berbagi pengalaman, ilmu, wawasan, serta bimbingan dan motivasi yang diberikan selama masa pendidikan saya.
Kepada seluruh staf poliklinik, staf tata usaha, perpustakaan dan staf rawat inap Departemen IKKK RSCM Jakarta, saya ucapkan terima kasih yang sangat besar atas bantuan dan kerjasamanya selama saya menjalani pendidikan dokter spesialis. Rasa terimakasih juga saya ungkapkan kepada seluruh pasien di Departemen IKKK FKUI RSCM maupun rumah sakit jejaring yang telah memperkaya wawasan saya sebagai calon spesialis kulit dan kelamin.
Ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. dr. Rianto Setiabudy, Sp.FK selaku ketua Panitia Tetap Penilai Etik Penelitian FKUI atas persetujuan dan keterangan lolos kaji etik penelitian ini.
vi Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
Terima Kasih kepada Klinik Procare Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Pisangan, Jakarta Timur sebagai tempat saya mengambil sampel penelitian selain di poliklinik IMS Departemen IKKK RSCM. Saya ucapkan rasa terima kasih kepada Direktur Utama Bapak Edi Sugiarto, dr. Teza Farida, dr. Arumita Dian Priliani, dan seluruh staf maupun perawat yang sudah sangat membantu dalam mengumpulkan sampel penelitian dan melakukan pemeriksaan. Banyak pelajaran berharga yang saya dapatkan di sana.
Selama proses belajar hingga saat penulisan tesis ini, saya merasa diingatkan untuk bersyukur akan berkah luar biasa berharga yang saya miliki, berupa temanteman yang selalu bersedia untuk menjadi pendengar yang baik, memberikan dukungan, semangat, dan bantuan dengan tulus, serta hiburan kepada saya saat dibutuhkan. Ungkapan rasa sayang dan terima kasih yang tak ternilai kepada teman satu angkatan, yaitu dr. Mardiati Ganjardani, dr. Lindayani Halim, dr. Catharina Ari Wilandani, dr. Niken Wulandari, dan dr. Rompu Roger Aruan, Sp.KK. Juga untuk teman seperjuangan saat ujian nasional, yaitu dr. Caroline Padang, Sp.KK, dr. Rahmatina, dr. Atika Damayanti, dan dr. Eka Komarasari. Juga para sahabat, senior, dan adik-adik yang saya temui selama masa pendidikan yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu, atas pertemanan yang indah, kerja sama, dan dukungan yang diberikan selama ini.
Teman-teman yang telah dengan ikhlas meluangkan waktu dan menyumbangkan tenaga untuk membantu saya dalam penelitian ini adalah dr. Cut Natya Rucitra, dr. Yunira Safitri, dr. Zunarsih, dr. Melyawati, dr. Taruli Olivia, dan dr. Jonathan Subekti, yang menjadi PPDS utama di divisi IMS saat saya mengumpulkan subyek penelitian. Saya ucapkan rasa terima kasih yang tak terhingga atas bantuan dan dukungan teman-teman.
Dari lubuk hati yang paling dalam, saya haturkan sembah sujud dan penghormatan kepada kedua orang tua saya, Hari Santoso dan R. Itje Koesminawati. Terima kasih yang tidak akan pernah cukup atas semua doa yang dipanjatkan, kasih sayang yang dicurahkan, nasihat, didikan, dukungan, dan
vii Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
kepercayaan, serta bekal hidup yang telah diberikan kepada saya. Saya merasa sangat bersyukur dilahirkan sebagai anak papa dan mama. Terimakasih atas segala pengertian serta mohon maaf atas pengorbanan yang harus dilakukan selama saya menuntut ilmu. Kepada satu-satunya adik tercinta, Dandy Darma Santosa Putra, terima kasih telah menjadi penghibur dan pemberi semangat.
Kepada suami tercinta Ario Legiantuko, terima kasih yang tidak terhingga atas doa, curahan cinta, pengertian, dukungan, serta pengorbanan yang diberikan selama pendidikan ini. Begitu juga dengan anakku tercinta Brian Ardhi Legiantuko. Maafkan mama karena selama ini tidak mempunyai waktu cukup banyak untuk bermain dan menemani Brian. Semoga setelah lulus mama bisa menebus semuanya. Terima kasih karena telah menjadi penyemangat mama selama ini.
Terima kasih kepada eyang R. Koesman Wiradikoesoema dan Kamilah Nyoman Armini yang selalu rajin mendoakan saya dan memberikan semangat selama pendidikan. Juga terima kasih kepada mertua saya R. Bambang Tutuko dan Ligia Emila yang selalu mendoakan dan memberikan semangat. Juga kepada seluruh keluarga besar yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan serta melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada semua pihak yang telah membantu saya. Harapan saya semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat tidak hanya bagi saya, namun bagi orang banyak. Aamiin ya Rabbal Alamiin. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Jakarta, 27 Desember 2013 Penulis Andina Bulan Sari
viii Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program studi Departemen Fakultas Jenis karya
: Andina Bulan Sari : 0906565305 : Pendidikan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin : Kedokteran : Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul Perbandingan Efektivitas dan Efek Samping antara Tingtur Podofilin 25% dengan Larutan Asam Trikloroasetat 90% untuk Terapi Kondilomata Akuminata Genitalia Eksterna dan/atau Perianal. Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan) Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Jakarta Pada tanggal 27 Desember 2013 Yang menyatakan
(Andina Bulan Sari)
ix Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Andina Bulan Sari Program Studi : Pendidikan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Judul : Perbandingan Efektivitas dan Efek Samping antara Tingtur Podofilin 25% dengan Larutan Asam Trikloroasetat 90% untuk Terapi Kondilomata Akuminata Genitalia Eksterna dan/atau Perianal. Latar belakang : Kondilomata akuminata (KA) adalah vegetasi jinak di daerah anogenital yang disebabkan infeksi human papillomavirus. Sampai saat ini KA masih menjadi infeksi menular seksual (IMS) tersering. Pilihan modalitas terapi KA bervariasi. Pilihan utama modalitas terapi KA di Poliklinik Divisi IMS Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) saat ini adalah tingtur podofilin 25%. Namun, penggunaannya sudah tidak disarankan lagi oleh World Health Organization dan European Guidelines. Larutan asam trikloroasetat 90% adalah alternatif yang tersedia. Sampai saat ini belum ada penelitian yang secara langsung membandingkan efektivitas dan efek samping antara kedua terapi topikal tersebut. Tujuan : Membandingkan efektivitas dan efek samping terapi topikal larutan asam trikloroasetat 90% dengan tingtur podofilin 25% pada KA genitalia eksterna dan/atau perianal. Metode : Penelitian ini merupakan suatu uji klinis acak terkontrol terbuka dengan desain paralel tidak berpasangan. Dilakukan randomisasi untuk membagi subyek penelitian (SP) ke dalam kelompok trikloroasetat dan kelompok podofilin. Pengolesan oleh dokter dan evaluasi efek samping dilakukan tiap minggu selama enam minggu. Efektivitas terapi dinilai pada akhir minggu keenam. Hasil : Terdapat 49 SP dengan 10 SP di antaranya drop out, namun seluruh SP disertakan dalam analisis intention to treat. Pada akhir pengobatan, proporsi respons terapi baik (jumlah atau ukuran lesi berkurang ≥ 80%) pada kelompok trikloroasetat sebesar 62,5%, dibandingkan kelompok podofilin 28%. Perbedaan proporsi tersebut bermakna secara statistik (p = 0,04). Keluhan nyeri dirasakan pada seluruh SP kelompok trikloroasetat, dengan nyeri berat (VAS 6-7) sebagai keluhan terbanyak (50% SP). Pada kelompok podofilin keluhan terbanyak adalah nyeri sedang (VAS 3-5) pada 44% SP. Efek samping obyektif berupa erosi terdapat pada 50% SP kelompok trikloroasetat. Kesimpulan : Penutulan larutan asam trikloroasetat 90% setiap minggu selama enam minggu lebih efektif secara bermakna dibandingkan dengan tingtur podofilin 25% untuk terapi KA genitalia eksterna dan/atau perianal. Efek samping nyeri ditemukan lebih sering dan lebih berat secara bermakna pada penutulan larutan asam trikloroasetat 90%. Efek samping obyektif berupa erosi ditemukan lebih sering secara bermakna pada penutulan larutan asam trikloroasetat 90%. Kata kunci : larutan asam trikloroasetat 90%, tingtur podofilin 25%, kondilomata akuminata, efektivitas, efek samping
x Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Andina Bulan Sari Study program : Dermatovenereology Residency Program Title : Comparison of Efficacy and Side Effects between Podophyllin Tincture 25% and Trichloroacetic Acid 90% Solution for External Genital and/or Perianal Condylomata Acuminata Treatment. Background : Condylomata acuminata (CA) are benign vegetation on anogenital region caused by human papillomavirus infection. Condylomata acuminata are still the most prevalent sexually transmitted infection (STI). There are various modalities of CA treatment. The first line treatment modality in STI Division of Dermatovenerology Department Cipto Mangunkusumo Hospital is podophyllin tincture 25%, although no longer recommended by World Health Organization (WHO) and European Guidelines. Another treatment option is trichloroacetic acid 90% solution. There is no clinical study so far that compares the efficacy and side effects of both modalities. Objective : To compare the efficacy and side effects between podophyllin tincture 25% and trichloroacetid acid 90% solutions for external genital and/or perianal CA treatment. Methods : This study is a randomized open controlled clinical trial, with parallel and nonmatching design. All subjects randomly allocated into two trial groups, the trichloroacetic group and podophyllin groups. Application was performed by doctor every week for six weeks. The evaluation of efficacy was performed by the end of six weeks. Result : There were 49 subjects participated in this study. Drop out were found in ten subjects, but all subjects were included in intention to treat analysis. The proportion of excellent response (number or site reduction of the lesions ≥ 80%) in the trichloroacetic group and the podophyllin group was 62,5% and 28% respectively. The difference was statistically significant (p = 0,04). Pain was found in all subjects of the trichloroacetic group, with severe pain (VAS 6-7) being the most prevalent side effects in 50% subjects. Moderate pain (VAS 3-5) was the most prevalent side effects in 44% subjects of podophyllin group. Erosion was found in 50% subjects of the trichloroacetic group. Conclusion : The application of trichloroacetic acid 90% solution every week for six weeks is more effective than podophyllin tincture 25% for external genital and/or perianal CA treatment. Pain is more frequent and severe in trichloroacetid acid 90% solution application. Erosion is more frequent in trichloroacetid acid 90% solution application. Keywords : trichloroacetic acid 90%, podophyllin tincture 25%, condylomata acuminata, efficacy, side effects.
xi Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………....
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS..................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................
iii
UCAPAN TERIMA KASIH ..................................................................
iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .........
ix
ABSTRAK ...............................................................................................
x
ABSTRACT ............................................................................................
xi
DAFTAR ISI…………………………………………………..………..
xii
DAFTAR TABEL ...................................................................................
xvi
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................xviii DAFTAR LAMPIRAN...………………………………………………
xix
DAFTAR SINGKATAN.………………………………………………
xx
BAB 1
BAB 2
PENDAHULUAN ………………….……..………….. 1.1 Latar belakang …………………………………. 1.2 Perumusan masalah …………………………….. 1.3 Pertanyaan penelitian …………………………… 1.4 Hipotesis ………………………………………... 1.5 Tujuan penelitian ……………………………….. 1.6 Manfaat penelitian ……………………………… 1.6.1 Manfaat untuk bidang pendidikan ............ 1.6.2 Manfaat untuk bidang pengembangan penelitian ................................…………... 1.6.3 Manfaat untuk bidang pelayanan ………..
1 1 5 5 5 6 6 6
TINJAUAN PUSTAKA …………………………. …… 2.1 Kondilomata akuminata………..………………… 2.1.1 Definisi........ ………. ……………………. 2.1.2 Epidemiologi … …………………… ……. 2.1.3 Etiopatogenesis ………………………..… 2.1.4 Manifestasi klinis……………………….... 2.1.4.1 Lokasi ............................................
7 7 7 7 8 9 9
6 6
xii Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
2.2
2.3
2.4 2.5 BAB 3
2.1.4.2 Morfologi ...................................... 10 2.1.4.3 Gejala dan komplikasi ................... 11 2.1.5 Diagnosis dan pemeriksaan penunjang …. 11 2.1.5.1 Pemeriksaan asam asetat ............... 11 2.5.1.2 Pemeriksaan histopatologis ........... 12 2.1.6 Diagnosis banding ..................................... 12 2.1.7 Tatalaksana……………………………...... 13 2.1.7.1 Tujuan terapi ………........……….. 13 2.1.7.2 Pemilihan terapi ...................……... 13 2.1.7.3 Metode terapi ....………………..... 14 2.1.7.4 Faktor lain yang mempengaruhi hasil terapi ................................................ 15 2.1.7.5 Pencegahan ...................................... 16 Penggunaan podofilin untuk terapi KA ………….. 17 2.2.1 Sediaan dan kandungan ............................... 17 2.2.2 Cara aplikasi ................................................ 18 2.2.3 Efek samping ............................................... 19 2.2.4 Indikasi dan kontraindikasi .......................... 20 2.2.5 Efektivitas dan rekurensi .............................. 20 Penggunaan asam trikloroasetat untuk terapi KA .. 21 2.3.1 Sediaan dan kandungan............................... 21 2.3.2 Cara aplikasi ............................................... 21 2.3.3 Efek samping .............................................. 21 2.3.4 Indikasi dan kontraindikasi ........................ 22 2.3.5 Efektivitas dan rekurensi ............................ 22 Kerangka teori .................………………………... 23 Kerangka konsep ………………………………... 24
METODE PENELITIAN ……………………………... 3.1 Desain penelitian ………………………………… 3.2 Tempat dan waktu penelitian ……………………. 3.3 Populasi penelitian ………………………………. 3.3.1 Populasi target …………………………… 3.3.2 Populasi terjangkau ……………………… 3.4 Sampel dan cara pemilihan sampel ……………… 3.5 Kriteria pemilihan SP …………………………… 3.5.1 Kriteria inklusi ....... …………………….... 3.5.2 Kriteria eksklusi ....….……………………. 3.6 Perkiraan besar sampel ............................................ 3.7 Bahan dan cara kerja …………………………….. 3.7.1 Alokasi SP ....................... .……………….. 3.7.2 Obat ……………………………………....
25 25 25 25 25 25 25 26 26 26 26 27 27 27
xiii Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
3.8
3.9
3.7.3 Bahan dan alat pemeriksaan …………...… 28 3.7.4 Informasi pra pemeriksaan …………...….. 28 3.7.5 Pengisian status penelitian …………..…… 29 3.7.6 Cara pemeriksaan …………………...…… 29 3.7.6.1 Anamnesis ....................................... 29 3.7.6.2 Pemeriksaan fisis ............................. 29 3.7.6.3 Pemeriksaan hitung CD4 ................. 30 3.7.6.3.1 Alat dan bahan .................. 30 3.7.6.3.2 Langkah pemeriksaan ....... 30 3.7.7 Cara pengobatan dan evaluasi……...…….. 31 3.7.7.1 Cara pengobatan .............................. 31 3.7.7.2 Evaluasi pengobatan ........................ 32 3.7.8 Kriteria penghentian pengobatan atau drop out ...................................................................... 33 3.7.9 Identifikasi variabel ……………………… 33 3.7.9.1 Variabel bebas …………………... 33 3.7.9.2 Variabel tergantung …………….. 33 Definisi operasional ……………………………… 33 3.8.1 Kondilomata akuminata …………………... 33 3.8.2 Usia……………….……………………….. 34 3.8.3 Jenis kelamin………………………………. 34 3.8.4 Status pernikahan .......……..……………… 34 3.8.5 Tingkat pendidikan SP .............……….….. 34 3.8.6 Keluhan subyektif………………………… 35 3.8.7 Lama penyakit……………………………. 35 3.8.8 Riwayat terapi…………………………….. 35 3.8.9 Keluhan serupa pada pasangan seksual …. 35 3.8.10 Perilaku seksual pasangan ……………….. 36 3.8.11. Jumlah pasangan seksual ...........…………. 36 3.8.12 Merokok .........................…………………. 36 3.8.13 Lokasi lesi .............................…………….. 36 3.8.14 Morfologi lesi ...…………………..………. 37 3.8.15 Jumlah lesi KA pada daerah genital dan/atau Perianal ........................................................ 37 3.8.16 Rerata ukuran lesi KA ................................. 37 3.8.17 Infeksi menular seksual lain ........................ 38 3.8.18 Respons terhadap pengobatan ..................... 38 3.8.19 Efek samping ............................................... 38 3.8.20 Penggunaan kondom selama terapi ............. 39 3.8.21 Pemeriksaan hitung CD4 ............................. 40 3.8.22 Status HIV .................................................. 40 Kerangka operasional .………………...…………. 41
xiv Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
3.10 3.11
Etik penelitian .......................………….…………. 42 Pengolahan dan analisis data ..…………………….. 42
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………... 43 4.1 Karakteristik SP ....................................................... 43 4.1.1 Karakteristik sosiodemografik ........................ 43 4.1.2 Karakteristik klinis ........................................... 45 4.1.3 Karakteristik lesi .............................................. 50 4.2 Hasil pengobatan ...................................................... 51 4.2.1 Respons terhadap pengobatan ......................... 52 4.2.2 Efek samping pengobatan ................................ 57 4.2.2.1 Efek samping subyektif ....................... 57 4.2.2.2 Efek samping obyektif ......................... 60 4.3 Keterbatasan dan kekuatan penelitian ...................... 63 4.3.1 Keterbatasan penelitian ................................... 63 4.3.2 Kekuatan penelitian ......................................... 64
BAB 5
IKHTISAR, KESIMPULAN, DAN SARAN .………..... 65 5.1 Ikhtisar ........................................................................... 65 5.2 Kesimpulan ..................................................................... 69 5.3 Saran ............................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………......... 71
xv Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Karakteristik Sosiodemografik Subyek Penelitian Perbandingan Efektivitas dan Efek Samping antara Tingtur Podofilin 25% dengan Larutan Asam Trikloroasetat 90% untuk KA Genitalia Eksterna dan/atau Perianal di Divisi IMS Poliklinik IKKK RSCM dan Klinik Procare PKBI Pisangan, Jakarta, 2013 (N = 49) ……………….......................................
45
Karakteristik Klinis Subyek Penelitian Perbandingan Efektivitas dan Efek Samping antara Tingtur Podofilin 25% dengan Larutan Asam Trikloroasetat 90% untuk KA Genitalia Eksterna dan/atau Perianal di Divisi IMS Poliklinik IKKK RSCM dan Klinik Procare PKBI Pisangan, Jakarta, 2013 (N = 49)........................................
49
Tabel 4.3
Karakteristik Lesi Subyek Penelitian Perbandingan Efektivitas dan Efek Samping antara Tingtur Podofilin 25% dengan Larutan Asam Trikloroasetat 90% untuk KA Genitalia Eksterna dan/atau Perianal di Divisi IMS Poliklinik IKKK RSCM dan Klinik Procare PKBI Pisangan, Jakarta, 2013 (N = 49).... 51
Tabel 4.4
Perbandingan Efektivitas Terapi antara Tingtur Podofilin 25% dengan Larutan Asam Trikloroasetat 90% untuk KA Genitalia Eksterna dan/atau Perianal di Divisi IMS Poliklinik IKKK RSCM dan Klinik Procare PKBI Pisangan, Jakarta, 2013 (N = 49) .............................................
52
Distribusi Morfologi Lesi Berdasarkan Respons Terapi Tingtur Podofilin 25% dan Larutan Asam Trikloroasetat 90% untuk KA Genitalia Eksterna dan/atau Perianal di Divisi IMS Poliklinik IKKK RSCM dan Klinik Procare PKBI Pisangan, Jakarta, 2013 (N = 49) ...........................................................
53
Tabel 4.5
Tabel 4.6
Perbandingan Morfologi Lesi dengan Respon Terapi antara Tingtur Podofilin 25% dengan Larutan Asam Trikloroasetat 90% untuk Terapi KA Genitalia Eksterna dan/atau Perianal di Divisi IMS Departemen IKKK RSCM dan Klinik Procare PKBI Pisangan, Jakarta, 2013 (N = 49) ............................................. 54
xvi Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
Tabel 4.7
Perbandingan Efek Samping Subyektif Kunjungan Awal antara Tingtur Podofilin 25% dengan Larutan Asam Trikloroasetat 90% untuk KAGenitalia Eksterna dan/atau Perianal di Divisi IMS Poliklinik IKKK RSCM dan Klinik Procare PKBI Pisangan, Jakarta, 2013 (N = 49) ....... 58
Tabel 4.8
Perbandingan Efek Samping Subyektif Kunjungan II-V antara Tingtur Podofilin 25% dengan Larutan Asam Trikloroasetat 90% untuk KA Genitalia Eksterna dan/atau Perianal di Divisi IMS Poliklinik IKKK RSCM dan Klinik Procare PKBIPisangan, Jakarta, 2013 ............................................................................
59
Perbandingan Efek Samping Reaksi Lokal Kulit Ringan antara Tingtur Podofilin 25% dengan Larutan Asam Trikloroasetat 90% untuk Terapi KA Genitalia Eksterna dan/atau Perianal di Divisi IMS Poliklinik IKKK RSCM dan Klinik Procare PKBI Pisangan, Jakarta, 2013 .......
62
Tabel 4.9
xvii Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Visual analogue scale ........................................................... 88
xviii Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Penyaring subyek penelitian ................................................. 76
Lampiran 2
Informasi penelitian .............................................................. 77
Lampiran 3
Formulir persetujuan penelitian ........................................... 80
Lampiran 4
Status penelitian ................................................................... 81
Lampiran 5
Visual analogue scale .......................................................... 88
Lampiran 6
Tabel induk ........................................................................... 89
Lampiran 7
Surat keterangan lulus kaji etik ............................................ 96
xix Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR SINGKATAN
AS CDC DNA GUM HIV HPV IKKK IMS IFN KA KSIMSI
VAS
: Amerika Serikat : Centers for Disease and Control Prevention : Deoxyribonucleic acid : Genitourinary medicine : Human Immunodeficiency Virus : Human papillomavirus : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin : Infeksi menular seksual : Interferon : Kondilomata akuminata : Kelompok Studi Infeksi Menular Seksual Indonesia : Loop Electrosurgical Excision Procedure : Laki-laki berhubungan seksual dengan laki-laki : milimeter : National Health and Nutrition Examination Survey : Podofilin : Polymerase Chain Reaction : Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia : Rumah sakit : Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo : Sekolah Dasar : Sekolah Menengah Atas : Sekolah Menengah Kejuruan : Sekolah Menengah Pertama : Subyek penelitian : Trikloroasetat : Taman Kanak-Kanak : Tingtur podofilin 25% dan larutan asam trikloroasetat 50% : Visual Analogue Scale
WHO
: World Health Organization
LEEP LSL mm NHANES P PCR PKBI RS RSCM SD SMA SMK SMP SP T TK TP
xx Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Kondilomata akuminata (KA) adalah vegetasi jinak di daerah anogenital yang disebabkan oleh infeksi human papillomavirus (HPV). Saat ini terdapat lebih dari 100 tipe HPV dengan 45 tipe di antaranya dapat menginfeksi epitel genitalia.1 Kondilomata akuminata telah ditemukan sejak zaman Hippocrates, tetapi masih menjadi infeksi menular seksual (IMS) tersering. Hal ini disebabkan mayoritas infeksi terdapat dalam bentuk subklinis dan tidak ada modalitas terapi yang benarbenar dapat mengeradikasi HPV.2 Keadaan ini juga yang menyebabkan angka rekurensi cukup tinggi, bahkan dapat mencapai 70% dalam enam bulan pemantauan.3 Insidens dan prevalensi infeksi HPV semakin meningkat sejak pertengahan tahun 1960-an, terutama pada kelompok dewasa muda yang seksual aktif.4 Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat (AS) memperkirakan insidens KA berkisar antara 500.000-1.000.000 populasi per tahun dan prevalensi mencapai 24-40 juta populasi per tahun. Prevalensi KA di antara kelompok seksual aktif (usia 18-49 tahun) diperkirakan sebesar 1%.5 Pada tahun 2002 hampir 70.000 kasus baru dilaporkan oleh klinik genitourinary medicine (GUM) di Inggris dengan proporsi 53% laki-laki dan 47% perempuan.6 Kondilomata akuminata adalah IMS tersering di Eropa Utara dengan insidens 2,4 kasus per 1000 populasi per tahun dan di Amerika Utara dengan insidens 8 kasus per 1000 populasi per tahun.7 Data yang dikumpulkan oleh Kelompok Studi IMS Indonesia (KSIMSI) mendapatkan peningkatan jumlah kasus baru KA di 12 rumah sakit (RS) pendidikan meliputi Medan, Padang, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, 1
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
2 Yogyakarta, Surakarta, Malang, Surabaya, Denpasar, dan Manado bila dibandingkan antara tahun 1998 dengan tahun 2007-2011. Proporsi kasus baru KA terhadap seluruh IMS selama lima tahun terakhir (2007-2011) di RS dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta berkisar antara 21,25-33,66%. Sejak tahun 2008 KA menempati urutan pertama kasus IMS yang datang ke Poliklinik Divisi IMS Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) RSCM. Tercatat 63 kasus baru di Poliklinik Divisi IMS Departemen IKKK RSCM pada tahun 2011.8 Proporsi kasus baru KA terhadap seluruh IMS selama lima tahun terakhir (20082012) di Klinik Procare Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Pisangan, Jakarta, berkisar antara 8,5-14%.9 Pilihan modalitas terapi KA bervariasi dan dapat dikelompokkan menjadi metode sitodestruktif kimiawi dan ablasi fisis, terapi antimetabolik, terapi antivirus, dan imunomodulasi.3,10,11 Berdasarkan cara aplikasi, dapat dibagi menjadi terapi yang diaplikasikan oleh pasien dan diaplikasikan oleh dokter.2 Terapi sitodestruktif kimiawi yang diberikan secara topikal dan diaplikasikan oleh dokter, umumnya lebih dipilih di negara berkembang karena efektif dan cara aplikasi lebih cepat.3 Pilihan utama modalitas terapi KA di Poliklinik Divisi IMS Departemen IKKK RSCM saat ini adalah tingtur podofilin 25%, dengan pilihan lain adalah larutan asam trikloroasetat 90%. Tingtur podofilin 25% berasal dari ekstrak tanaman Podophyllum spp. yang tumbuh liar di Amerika Utara bagian Timur (Podophyllum peltatum) dan di pegunungan India (Podophyllum emodi).2,12,13 Podofilin mengandung bahan lignan yang bersifat antimitotik, yang bekerja dengan menghambat mitosis pada metafase sehingga menyebabkan pembengkakan dan apoptosis sel.2,12 Saat ini penggunaan tingtur podofilin sudah tidak direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO) karena tidak sesuai dengan pedoman terapi yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan disarankan agar ditarik dari protokol terapi klinis. Hal ini disebabkan efektivitas tingtur podofilin yang rendah, toksisitas yang tinggi, dan profil mutagenisitas yang serius.2,12 Begitu juga menurut European Guidelines for the Management of Anogenital Warts 2012 dan United Kingdom Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
3 National Guidelines on the Management of Anogenital Warts 2007, tingtur podofilin termasuk dalam kelompok terapi yang tidak direkomendasikan karena efektivitasnya sedang, mengandung komponen mutagenik, dan menimbulkan risiko toksisitas lokal dan sistemik yang berat.14,15 Evaluasi keamanan tingtur podofilin sampai saat ini belum pernah dilakukan. Namun, penelitian mutagenisitas, karsinogenisitas, dan toksisitas menunjukkan potensi bahaya tingtur podofilin besar, karena dapat menginduksi perubahan kromosom dan tumor pada hewan percobaan.12,16 Podofilin mengandung dua flavonoid mutagenik, yaitu quercetin dan kaempherol, sehingga tidak disarankan penggunaan terlalu lama karena bersifat onkogenik dan menyebabkan perubahan displastik.2,3 Kehamilan merupakan kontraindikasi pemberian tingtur podofilin karena
dapat
menyebabkan
abortus.2
Preparat
tingtur
podofilin
tidak
terstandarisasi dan sangat bervariasi dalam konsentrasi komponen aktif (misalnya podofilotoksin) dan kontaminan (misalnya α-peltatin dan β-peltatin).13 Tingtur podofilin tidak stabil selama penyimpanan dan sering mengalami kristalisasi. Angka efektivitas jangka panjang tingtur podofilin belum pernah diteliti, tetapi pada berbagai penelitian angka efektivitas berkisar antara 20-80%, sedangkan angka rekurensi berkisar antara 23-70%.12 Saat ini tingtur podofilin masih digunakan sebagai terapi lini pertama terutama di negara berkembang, termasuk di Poliklinik Divisi IMS Departemen IKKK RSCM, karena tingtur podofilin mudah didapat dan harganya terjangkau. Selain itu, terapi topikal lain misalnya podofilotoksin dan imiquimod yang lebih direkomendasikan tidak tersedia di beberapa negara berkembang, termasuk Indonesia. Iritasi lokal yang terjadi cukup ringan dibandingkan terapi topikal lain, misalnya larutan asam trikloroasetat 90%, sehingga cukup nyaman bagi pasien.2 Menurut pengalaman peneliti saat ini ketersediaan tingtur podofilin 25% semakin terbatas. Tingtur podofilin 25% memang masih tersedia di beberapa apotik di Jakarta, namun untuk pembelian hanya diperbolehkan dalam jumlah sedikit dengan alasan ketersediaan obat terbatas. Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
4 Terapi topikal lain yang menjadi pilihan di Poliklinik Divisi IMS Departemen IKKK RSCM adalah larutan asam trikloroasetat 90%. Larutan asam trikloroasetat dalam berbagai konsentrasi telah digunakan sejak lama di bidang dermatologi, misalnya sebagai cairan peeling, tattoo removal, terapi jaringan parut akibat akne, terapi untuk tumor jinak kulit (keratosis seboroik, skin tag), dan moluskum kontagiosum. Penggunaan larutan asam trikloroasetat sebagai salah satu modalitas terapi KA disebabkan sifatnya yang dapat mendestruksi kulit dengan cara koagulasi protein selular.2 Konsentrasi larutan asam trikloroasetat untuk terapi KA belum terstandarisasi, tetapi beberapa penelitian melaporkan konsentrasi efektif berkisar
antara
85-95%.16
Saat
ini
larutan
asam
trikloroasetat
masih
direkomendasikan baik pada pedoman WHO maupun European Guidelines, karena tidak diabsorbsi secara sistemik sehingga profil keamanan lebih baik dan dapat digunakan pada kehamilan.2,13,14 Pada Canadian Consensus Guidelines on Human Papillomavirus 2007, larutan asam trikloroasetat menjadi terapi lini pertama untuk KA.17 Angka efektivitas bervariasi, berkisar antara 56-81% dan angka rekurensi berkisar antara 6-50%.16 Kerugian penggunaan larutan asam trikloroasetat adalah iritasi lokal karena sifatnya yang sangat korosif. Rasa terbakar yang intens dapat dirasakan sampai sepuluh
menit
setelah
aplikasi,
bahkan
penggunaan
berlebihan
dapat
menyebabkan ulserasi dan sikatriks.2 Larutan asam trikloroasetat mempunyai viskositas sangat rendah sehingga mudah menyebar ke kulit normal pada saat aplikasi. Karenanya itu, aplikasi larutan asam trikloroasetat harus berhati-hati agar tidak menimbulkan efek samping.10 Sepengetahuan peneliti, sampai saat ini belum ada penelitian yang secara langsung membandingkan efektivitas antara tingtur podofilin 25% dengan larutan asam trikloroasetat 90%. Hasil penelitian dapat dijadikan dasar untuk menggunakan larutan asam trikloroasetat sebagai alternatif terapi KA selain tingtur podofilin, khususnya di Poliklinik Divisi IMS Departemen IKKK RSCM.
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
5 Imunitas selular dan humoral diperlukan untuk mengatasi lesi KA, tetapi imunitas selular lebih berperan penting2,18 Prevalensi KA meningkat pada pasien dengan gangguan imunitas selular, misalnya pada transplantasi organ dan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), terutama dengan hitung CD4 < 200 sel/mm3.19-21 Selain itu, gangguan sistem imunitas selular menyebabkan respons terapi KA buruk dan angka rekurensi tinggi.1 Pada penelitian ini akan dilakukan pemeriksaan hitung CD4 untuk melihat pengaruh status imunitas selular terhadap keberhasilan terapi. 1.2
PERUMUSAN MASALAH
Hingga saat ini tingtur podofilin 25% merupakan pilihan utama terapi topikal KA di Poliklinik Divisi IMS Departemen IKKK RSCM. Namun, penggunaannya sudah tidak direkomendasikan lagi oleh WHO dan European Guidelines karena efektivitasnya rendah, toksisitas tinggi, dan profil mutagenisitas yang serius. Selain itu, saat ini ketersediaan tingtur podofilin 25% semakin terbatas. Pilihan lain terapi topikal di Poliklinik Divisi IMS Departemen IKKK RSCM adalah larutan asam trikloroasetat 90%, yang masih direkomendasikan oleh WHO dan European Guidelines, karena tidak diabsorbsi secara sistemik sehingga profil keamanan lebih baik. Tetapi sepengetahuan peneliti, sampai saat ini belum ada penelitian yang secara langsung membandingkan antara tingtur podofilin 25% dengan larutan asam trikloroasetat 90% untuk terapi KA. 1.3 •
PERTANYAAN PENELITIAN Bagaimanakah efektivitas terapi topikal larutan asam trikloroasetat 90% dibandingkan dengan tingtur podofilin 25% pada KA genitalia eksterna dan/atau perianal?
•
Bagaimanakah efek samping terapi topikal larutan asam trikloroasetat 90% dan tingtur podofilin 25% pada KA genitalia eksterna dan/atau perianal?
1.4 •
HIPOTESIS Terapi topikal larutan asam trikloroasetat 90% lebih efektif dibandingkan dengan tingtur podofilin 25% pada KA genitalia eksterna dan/atau perianal. Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
6
•
Efek samping pada terapi topikal larutan asam trikloroasetat 90% lebih berat dibandingkan dengan tingtur podofilin 25% pada KA genitalia eksterna dan/atau perianal.
1.5 •
TUJUAN PENELITIAN Membandingkan efektivitas terapi topikal larutan asam trikloroasetat 90% dengan tingtur podofilin 25% pada KA genitalia eksterna dan/atau perianal.
•
Membandingkan efek samping terapi topikal larutan asam trikloroasetat 90% dengan tingtur podofilin 25% pada KA genitalia eksterna dan/atau perianal.
. 1.6
MANFAAT PENELITIAN
1.6.1
Manfaat untuk bidang pendidikan
Didapatkan data efektivitas dan efek samping terapi topikal tingtur podofilin 25% dan larutan asam trikloroasetat 90% untuk terapi KA genitalia eksterna dan/atau perianal. 1.6.2
Manfaat untuk bidang pengembangan penelitian
Data efektivitas dan efek samping terapi topikal tingtur podofilin 25% dan larutan asam trikloroasetat 90% untuk terapi KA yang didapat dari penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis efektivitas biaya penggunaan terapi topikal tingtur podofilin 25% dan larutan asam trikloroasetat 90%. 1.6.3
Manfaat untuk bidang pelayanan
Larutan asam trikloroasetat 90% dapat digunakan sebagai alternatif tingtur podofilin 25% untuk terapi KA di berbagai pusat pelayanan kesehatan, baik unit pelayanan kesehatan primer maupun rujukan, dan profil keamanannya diketahui.
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONDILOMATA AKUMINATA 2.1.1 Definisi Kondilomata akuminata adalah vegetasi jinak di daerah anogenital yang disebabkan infeksi virus HPV, dengan genotipe 6 dan 11 ditemukan pada lebih dari 90% kasus.22,23 2.1.2 Epidemiologi Centers for Disease Control and Prevention AS memperkirakan insidens KA berkisar antara 500.000-1.000.000 populasi per tahun dan prevalensi mencapai 24-40 juta populasi per tahun. Prevalensi KA di antara kelompok seksual aktif (usia 18-49 tahun) diperkirakan sebesar 1%.5 Data National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) tahun 1999-2004 terdapat 5,6% kelompok dewasa seksual aktif (usia 18-59 tahun) melaporkan adanya riwayat KA.24 Pada tahun 2002 hampir 70.000 kasus baru dilaporkan dari klinik GUM di Inggris dengan proporsi 53% laki-laki dan 47% perempuan. Kondilomata akuminata paling banyak ditemukan pada laki-laki kelompok usia 20-24 tahun (776 kasus per 100.000 populasi) dan pada perempuan kelompok usia 16-19 tahun dan 20-24 tahun (682 dan 672 kasus per 100.000 populasi).6,25 Kondilomata akuminata adalah IMS tersering di Eropa Utara dengan insidens 2,4 kasus per 1000 populasi per tahun dan di Amerika Utara dengan insidens 8 kasus per 1000 populasi per tahun.7 Ozgul dkk. (2011) mendapatkan prevalensi KA pada perempuan usia 3065 tahun di Turki adalah 154 kasus per 100.000 populasi.26 Data yang dikumpulkan oleh KSIMSI mendapatkan peningkatan jumlah pasien baru KA di 12 RS pendidikan meliputi Medan, Padang, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surakarta, Malang, Surabaya, Denpasar, dan Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
8 Manado bila dibandingkan antara tahun 1998 dengan tahun 2007-2011. Proporsi kasus baru KA terhadap seluruh IMS lain selama lima tahun terakhir (2007-2011) di RSCM Jakarta berkisar antara 21,25-33,66%. Sejak tahun 2008 KA menempati urutan pertama kasus IMS yang datang ke Poliklinik Divisi IMS Departemen IKKK RSCM. Tercatat 63 kasus baru di Poliklinik Divisi IMS Departemen IKKK RSCM pada tahun 2011.8 Proporsi kasus baru KA terhadap seluruh IMS selama lima tahun terakhir (2008-2012) di Klinik Procare PKBI Pisangan, Jakarta, berkisar antara 8,5-14%.9 2.1.3 Etiopatogenesis Human papillomavirus adalah virus deoxyribonucleic acid (DNA) rantai ganda yang berasal dari famili virus papilomaviridae. Human papillomavirus merupakan virus non-enveloped dengan diameter 55 nanometer. Genom virus tersusun dari 8000 pasang basa dan tertutup dalam kapsul ikosahedral yang tersusun dari 72 kapsomer.2,27,28 Saat ini terdapat lebih dari 100 genotipe HPV dengan 45 tipe di antaranya dapat menginfeksi epitel genitalia.18,29 Virus HPV mempunyai spesifisitas spesies dan jaringan yang sangat baik. Human papillomavirus diklasifikasikan menjadi tipe risiko rendah (misalnya HPV-6, -11, -40, -42) dan tinggi (misalnya HPV-16, -18, -31, -33, -35) berdasarkan risiko terjadinya kanker anogenital.30 Beberapa tipe HPV dapat menginfeksi satu lesi KA secara bersamaan.2,14,31 Infeksi HPV ditransmisikan secara primer melalui kontak seksual dengan angka transmisi sebesar 60%. Risiko transmisi lebih besar dengan adanya pasangan seksual ≥ 4 orang dalam enam bulan terakhir dan pasangan seksual selama hidup ≥ 5 orang.32,33 Transmisi melalui jari dan jalan lahir pernah dilaporkan. Autoinokulasi DNA HPV dari lesi kutil nongenital dapat terjadi pada beberapa kasus. Deoxyribonucleic acid HPV dapat dideteksi pada fomites (misalnya sarung tangan operasi, forseps), namun transmisi melalui fomites tersebut belum dapat dibuktikan.2,34
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
9 Target virus HPV adalah sel epitel dan replikasi bergantung pada epitel skuamosa berdiferensiasi. Deoxyribonucleic acid virus saja dapat terdeteksi di lapisan epitel terbawah, sedangkan protein kapsid (struktural) dan virus infeksius dapat terdeteksi di lapisan superfisial sel yang berdiferensiasi.2 Virion HPV pada sel epitel pasangan seksual akan masuk ke lapisan sel basal melalui daerah mikroabrasi yang terjadi akibat trauma saat berhubungan seksual.34 Virus akan memasuki fase laten, yaitu hanya terdapat DNA virus tanpa perubahan histopatologis. Beberapa gen virus akan memproduksi DNA virus, diikuti produksi protein kapsid dan penyusunan partikel virus. Virus yang matang akan memproduksi protein dan pada pemeriksaan histopatologis memberikan gambaran khas berupa koilositotik atipia. Virus akan menstimulasi pembelahan sel yang diikuti replikasi virus. Masa inkubasi KA sulit ditentukan karena sebagian besar infeksi dalam bentuk laten atau subklinis, tetapi umumnya berkisar antara satu sampai delapan bulan, dengan rerata tiga bulan.2,34 Beberapa penelitian menyimpulkan infeksi HPV adalah suatu infeksi transien dan sering mengalami resolusi komplit.27 Ho dkk. (1998) menyimpulkan bahwa seorang perempuan akan terbebas dari infeksi HPV apabila infeksi tersebut baru saja didapat.32 Oleh karena itu, semakin lama infeksi terjadi maka virus akan lebih sulit menghilang.35 Imunitas selular dan humoral diperlukan untuk mengatasi lesi KA, tetapi imunitas selular lebih berperan penting.2,18 Kondisi imunosupresi, misalnya infeksi HIV, dapat menyebabkan seseorang lebih rentan terhadap infeksi HPV persisten dan berisiko terinfeksi tipe HPV multipel.32,36 Prevalensi infeksi HPV termasuk lesi KA lebih meningkat pada pasien HIV, terutama dengan hitung CD4 ≤ 200 sel/mm3.19-21 Insidens KA pada pasien positif HIV adalah 5,01 personyears dibandingkan dengan 1,31 person-years pada pasien negatif HIV.17 2.1.4 Manifestasi klinis 2.1.4.1 Lokasi Lesi KA biasanya terdapat di daerah yang mengalami trauma saat berhubungan seksual. Pada laki-laki yang tidak disirkumsisi lesi KA sering terdapat di rongga prepusium (frenulum, glans penis, sulkus koronarius), sedangkan pada laki-laki Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
10 yang disirkumsisi lesi KA sering terdapat di batang penis. Lesi KA juga dapat mengenai daerah skrotum, inguinal, perineum, meatus uretra, dan anus. Pada perempuan lokasi tersering adalah bagian posterior introitus vagina, labia minora, labia mayora, klitoris, meatus uretra, vestibulum, perineum, dan anus. Juga dapat mengenai vagina dan serviks, tetapi lebih sering berupa infeksi subklinis. Lesi KA di daerah anus paling sering ditemukan pada pasien yang melakukan hubungan seksual anal reseptif.2,22 2.1.4.2 Morfologi Morfologi KA dapat bervariasi, namun hal ini tidak berkaitan dengan genotipe virus HPV, karena genotipe yang sama dapat memberikan tampilan klinis berbeda.37 •
Akuminata atau eksofitik: merupakan bentuk klasik yaitu lesi bertangkai dan menyerupai kembang kol dengan tonjolan seperti jari, permukaan tidak beraturan, konsistensi lunak, dan berwarna merah jambu. Biasanya terdapat di daerah epitel yang mengalami keratinisasi parsial dan lembab, misalnya rongga prepusium, meatus uretra, labia minora, introitus vagina, serviks, anus, dan intertriginosa.2,34 Bentuk akuminata mudah mengalami maserasi dan rapuh sehingga progresi lebih cepat dan transmisi HPV lebih mudah.37
•
Papular: bentuk lesi menyerupai kubah, menonjol tetapi tidak bertangkai, berukuran kecil dengan diameter satu sampai empat milimeter (mm). Permukaan lesi halus dan tidak iregular seperti pada bentuk akuminata. Biasanya terdapat di daerah kering dengan epitel yang mengalami keratinisasi sempurna, misalnya bagian terluar prepusium, batang penis, skrotum, lateral vulva, pubis, perineum, dan perianal.2,22,34
•
Keratotik: bentuk lesi berupa papul keras dan tidak bertangkai dengan permukaan sedikit kasar dan tajam menyerupai lapisan tanduk. Biasanya terdapat di daerah dengan keratinisasi sempurna. Tampilannya sangat mirip dengan veruka vulgaris.2,34
•
Sesil atau datar: bentuk lesi sedikit meninggi atau berupa makula, multipel, tidak menyatu, dengan ukuran kecil dan permukaan halus. Biasanya terdapat
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
11 di batang penis, juga sering terdapat di mukosa. Terdapat di daerah dengan keratinisasi sempurna ataupun parsial.2,22 2.1.4.3 Gejala dan komplikasi Keluhan pasien dapat bervariasi mulai dari tanpa keluhan, inflamasi, fisura, rasa tidak nyaman, gatal, rasa terbakar, perdarahan, dan dispareunia. Keluhan-keluhan ini lebih sering terjadi pada lesi KA berukuran besar. Lesi KA di uretra dapat mengganggu
keluarnya
cairan
tubuh.1,2,22
Infeksi
subklinis
umumnya
asimtomatik.2 Lesi yang tampak secara klinis dapat mengganggu kehidupan seksual. Pasien seringkali memiliki rasa bersalah, marah, cemas, dan hilangnya harga diri. Lesi KA dapat dicurigai ke arah keganasan apabila terdapat perdarahan, pola iregular dan pigmentasi yang tidak biasa, ulserasi, atau teraba infiltrat di dermis.14 2.1.5 Diagnosis dan pemeriksaan penunjang Diagnosis KA terutama ditegakkan secara klinis, yaitu berdasarkan riwayat pajanan dan tampilan klinis.1,2 Mayoritas lesi KA didiagnosis hanya dengan inspeksi.18 Pada laki-laki daerah meatus uretra dan perianal harus diperiksa sedangkan pada perempuan pemeriksaan spekulum harus dilakukan untuk mengeksklusi lesi di serviks atau introitus vagina.14 Pada penelitian, sepertiga sampai setengah perempuan dengan KA di daerah vulva mempunyai lesi KA di vagina dan serviks yang umumnya subklinis, dan 90% laki-laki homoseksual dengan KA perianal mempunyai infeksi subklinis di anus atau mukosa rektum.2,12 2.1.5.1 Pemeriksaan asam asetat Pemeriksaan asam asetat mempunyai sensitivitas rendah karena pemeriksaan ini menunjukkan daerah epitel tidak berdiferensiasi yang dapat disebabkan selain infeksi HPV.2 Spesifisitasnya juga rendah dan sering positif palsu karena kondisi inflamasi, misalnya liken sklerosus et atrophicus, liken planus, psoriasis, balanopostitis, vulvovaginitis, eksim, herpes genitalis, dan mikroabrasi.22 Oleh karena itu, pemeriksaan ini tidak direkomendasikan untuk skrining, tetapi dapat
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
12 digunakan untuk mempertegas lesi pada infeksi subklinis, identifikasi lesi untuk biopsi target, dan demarkasi lesi saat pemberian terapi.22 Kumar dkk. (2001) mendapatkan bahwa pemeriksaan asam asetat terutama berguna untuk lesi KA tipe eksofitik. Derajat kepositifan yang bervariasi di antara berbagai tipe KA disebabkan variasi hidrasi epidermis. Pada tipe eksofitik kondisi sel epitel lembab sehingga memudahkan penetrasi asam asetat. Warna putih yang khas terbentuk disebabkan cahaya yang direfleksikan dari sel epitel yang bengkak.37 2.1.5.2 Pemeriksaan histopatologis Pemeriksaan histopatologis diindikasikan apabila terdapat diagnosis banding papulosis Bowenoid, penyakit Bowen, dan giant condyloma, diagnosis tidak jelas pada pasien imunokompromais, respons buruk pada terapi sebelumnya yang dianggap adekuat, dan terdapat tanda-tanda keganasan.1,22 Gambaran histopatologis khas untuk KA adalah parakeratosis dengan derajat bervariasi, granulomatosis sedang, akantosis dengan penebalan dan pemanjangan rete ridges, papilomatosis, dan gambaran mitosis di epidermis. Gambaran paling khas adalah koilosit, yaitu sel skuamosa matang dengan zona perinuklear besar dan jernih yang tersebar di lapisan terluar sel. Inti sel koilosit berukuran besar, hiperkromatik, dan sering terlihat ganda.2,27 2.1.6 Diagnosis banding Secara morfologi lesi KA dapat menyerupai kondilomata lata, treponematosis nonvenereal, granuloma inguinale tipe verukosa hipertrofik, tuberkulosis verukosa kutis, skin tag, keganasan, dan tumor jinak (misalnya neurofibroma, lipoma, dan fibroepitelioma).11 Lesi KA berukuran kecil dapat didiagnosis banding dengan papilomatosis vestibular, moluskum kontagiosum, keratosis seboroik, fordyce’s spot, liken planus, dan granuloma benda asing. Lesi di sekitar anus dapat didiagnosis banding dengan prolaps anus dan anal tag.2 Kondisi fisiologis yang sering menyerupai KA pada laki-laki adalah pearly penile papules dan smegma, Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
13 sedangkan pada perempuan adalah papil fisiologis di permukaan dalam labia minora dan vestibulum. Kelenjar sebasea di prepusium dan labia minora seringkali tampak sebagai lesi KA.22 2.1.7 Tatalaksana 2.1.7.1 Tujuan terapi Tujuan terapi KA adalah menghilangkan lesi simtomatik dengan efek samping minimal dan periode bebas lesi selama mungkin.1,2,34 Terapi lesi subklinis tidak perlu dilakukan karena tidak mempengaruhi angka transmisi, gejala, dan rekurensi infeksi HPV.1 Kondilomata akuminata yang tidak diterapi dapat regresi spontan, menetap, atau bertambah besar. Beberapa penelitian mendapatkan lesi KA yang diterapi dengan plasebo dapat regresi komplit dalam waktu tiga bulan pada 1030% pasien.27 Oleh karena itu, pasien dapat diinformasikan bahwa tidak melakukan terapi (watchful waiting) adalah salah satu pilihan.1 Tujuan lain terapi KA adalah untuk menurunkan angka transmisi infeksi HPV ke pasangan seksual, walaupun hal ini masih menjadi perdebatan.22,23 Terapi lesi KA merupakan suatu proses debulking untuk mereduksi jumlah virion dan menurunkan persistensi DNA HPV di jaringan genital yang merupakan sumber infeksi. Pada beberapa penelitian didapatkan 49-94% pasangan seksual dari perempuan dengan lesi KA terdapat lesi yang sama.1,2 Tujuan terapi lainnya adalah mencegah keganasan, karena HPV tipe risiko rendah yang umumnya ditemukan pada lesi KA dapat berkembang menjadi giant condyloma. Namun, sampai saat ini tidak terdapat bukti terapi KA berperan dalam menurunkan insidens kanker serviks dan genital.1 2.1.7.2 Pemilihan terapi Tidak ada metode terapi yang dapat mengeradikasi total lesi KA.22 Hanya terapi bedah yang mempunyai angka efektivitas mendekati 100%.14 Rekurensi terdapat pada seluruh terapi dengan angka rekurensi secara umum adalah 20-30%. Rekurensi umumnya terjadi karena aktivasi virus laten yang terdapat di kulit Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
14 normal di sekitar lesi KA dan reinfeksi dari pasangan seksual yang tidak diterapi.6,9 Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan terapi adalah usia, kondisi hamil dan menyusui, status imunologis, dan lesi KA itu sendiri (morfologi, ukuran, jumlah, lokasi anatomis, dan status sirkumsisi pada laki-laki). Faktor lain misalnya harga, kenyamanan, efek samping, dan pengalaman klinisi juga harus dipertimbangkan. Penggantian modalitas terapi dapat dilakukan apabila tidak ada respons setelah tiga sesi terapi atau lesi tidak menghilang setelah enam kali terapi.2,30,38 Tindak lanjut rutin selama dua sampai tiga bulan disarankan untuk pemantauan respons terapi dan rekurensi.1 2.1.7.3 Metode terapi Beberapa metode terapi KA antara lain: •
Sitodestruktif: bekerja dengan cara menghancurkan jaringan KA.2,34 Terapi sitodestruktif kimiawi lebih efektif pada lesi KA di daerah keratinisasi parsial, lembab, dan konsistensi lunak. Sedangkan terapi ablasi fisis lebih efektif pada daerah keratinisasi sempurna.1 o Sitodestruktif kimiawi Podofilotoksin mengandung ekstrak dari bagian paling aktif podofilin, yang bekerja dengan cara berikatan dengan mikrotubulus sel, menghambat mitosis, dan menginduksi apoptosis. Efektivitas sediaan larutan < 50% sedangkan sediaan krim berkisar antara 60-80% selama satu sampai empat kali siklus terapi. Angka rekurensi berkisar antara 7-38%.22 Podofilotoksin merupakan salah satu terapi KA yang dianggap paling cost-effective.39 Tingtur podofilin 10-25% merupakan terapi standar untuk KA.1 Namun, penggunaannya saat ini sudah tidak direkomendasikan karena masalah efektivitas dan toksisitas.2 Larutan asam trikloroasetat 85-95% paling efektif untuk lesi berukuran kecil dan lembab, walaupun dapat digunakan untuk lesi di daerah vagina dan anus.1,30
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
15 o Ablasi fisis Krioterapi direkomendasikan pada jumlah lesi sedikit sampai dengan sedang, dan lesi di vagina, anus, dan meatus uretra.1,22 Angka efektivitas berkisar antara 63-89%.22,40 Terapi bedah meliputi bedah elektrik dengan angka efektivitas berkisar antara 61-94%, eksisi tangensial dan eksisi gunting dengan angka efektivitas berkisar antara 35-72%, kuretase, dan loop electrosurgical excision procedure (LEEP). Terapi lain adalah laser karbon dioksida dengan angka efektivitas berkisar antara 23-52%.1,40 •
Terapi antimetabolik Krim fluorourasil 5% tidak lagi direkomendasikan karena efek samping lokal yang berat dan teratogenik, namun terkadang masih digunakan untuk lesi KA di uretra.22
•
Terapi antivirus Injeksi interferon (IFN) intralesi tidak direkomendasikan untuk terapi rutin karena efek samping lokal dan sistemik. Terutama direkomendasikan sebagai penunjang tindakan bedah dengan angka efektivitas berkisar antara 1763%.1,22,40 Efektivitas untuk sediaan topikal berkisar antara 6-90%.40
•
Imunomodulasi Imiquimod adalah suatu cell-mediated immune response modifier topikal yang diaplikasikan sendiri oleh pasien.1 Imiquimod akan menginduksi produksi lokal IFN-α dan -γ dan menarik sel imun termasuk sel T CD4+, yang diikuti induksi sistem imun terhadap regresi KA dan reduksi DNA HPV.22 Angka efektivitas berkisar antara 37-56%.1,40
2.1.7.4 Faktor lain yang mempengaruhi hasil terapi Faktor lain yang mempengaruhi hasil terapi adalah jumlah lesi, luas lesi, dan durasi KA.41 Merokok juga dianggap sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi walaupun masih menjadi perdebatan. Merokok dianggap menghambat hilangnya lesi KA karena berkurangnya jumlah sel Langerhans di serviks yang menyebabkan supresi respons imun. Radiasi ultraviolet dapat mempengaruhi imunitas lokal epidermis dan sistemik dengan menurunkan jumlah dan fungsi sel Langerhans di epidermis, serta aktivitas sel natural killer.38,41 Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
16 Kondisi imunokompromais, misalnya pasien transplantasi organ atau infeksi HIV, mempunyai respons buruk terhadap terapi, tingginya angka relaps, dan meningkatnya risiko displasia.1 Namun, tidak ada perbedaan pilihan terapi antara pasien imunokompromais dengan imunokompeten.36 Pada kondisi hamil penggunaan podofilin, podofilotoksin, dan fluorourasil tidak diperbolehkan karena bersifat teratogenik, sedangkan penggunaan imiquimod masih dapat dipertimbangkan. Modalitas terapi yang diperbolehkan selama hamil adalah larutan asam trikloroasetat, bedah eksisi, krioterapi, dan bedah elektrik.1 2.1.7.5 Pencegahan Hal lain yang perlu dilakukan pada pasien KA adalah konseling, pemeriksaan pasangan seksual, dan pemeriksaan sitologi servikal setiap tahun pada perempuan.34 Konseling perlu dilakukan untuk memberikan informasi bahwa pasien dapat menularkan penyakit ke pasangan seksual sehingga dianjurkan abstinensia atau penggunaan kondom. Penggunaan kondom sebenarnya tidak terlalu efektif dalam mencegah transmisi IMS. Prevalensi infeksi HPV genital sangat tinggi pada kelompok seksual aktif sehingga pasangan seksual umumnya sudah terinfeksi HPV. Walaupun begitu, penggunaan kondom tetap disarankan karena dapat mencegah terbentuknya lesi baru dan mempercepat penyembuhan apabila pasangan seksual mempunyai tipe HPV yang sama.14,23 Evaluasi dan terapi pasangan seksual untuk mencegah reinfeksi atau rekurensi masih menjadi perdebatan.30 Hal ini disebabkan infeksi subklinis umumnya multifokal di seluruh traktus genitalia, terutama di sekitar lesi KA. Oleh karena itu, rekurensi lebih disebabkan karena infeksi yang belum sembuh daripada reinfeksi dari pasangan seksual. Suatu penelitian mendapatkan bahwa terapi infeksi HPV pada pasangan seksual tidak berpengaruh pada kesembuhan lesi KA atau displasia serviks. Namun, evaluasi pasangan seksual dapat memberikan kesempatan untuk edukasi dan skrining IMS lain.14,30 Perempuan dengan lesi KA atau riwayat KA disarankan untuk melakukan pemeriksaan sitologi servikal setiap tahun karena dianggap terdapat infeksi HPV Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
17 laten.1,14,30 Pasien juga disarankan untuk skrining IMS lain, terutama pada kelompok usia seksual aktif (< 25 tahun).14,30 2.2 PENGGUNAAN PODOFILIN UNTUK TERAPI KA Tingtur podofilin masih menjadi salah satu terapi lini pertama untuk KA, terutama di negara berkembang, karena tingtur podofilin mudah didapat, harga terjangkau, penggunaan klinis luas, dan tidak tersedianya podofilotoksin serta imiquimod di beberapa negara berkembang.2,3,11,42 Selain itu, iritasi lokal akibat podofilin umumnya ringan.31 Penggunaan podofilin saat ini masih direkomendasikan oleh CDC Sexually Transmitted
Diseases
Treatment
Guidelines
2006
tetapi
sudah
tidak
direkomendasikan oleh European Guidelines for the Management of Anogenital Warts 2012 dan United Kingdom National Guidelines for the Treatment of Anogenital Warts 2007.5,14,15 Tingtur podofilin juga tidak sesuai dengan pedoman WHO untuk terapi yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan disarankan agar ditarik dari protokol terapi klinis karena efektivitasnya rendah, toksisitas tinggi, dan profil mutagenisitas yang serius.2,12 2.2.1 Sediaan dan kandungan Podofilin berasal dari ekstrak etanol dari rhizom dan akar yang dikeringkan, yang berasal
dari
tanaman Podophyllum
peltatum dan
Podophyllum
emodi.
Podophyllum peltatum merupakan tanaman liar yang tumbuh di Amerika Utara bagian Timur sedangkan Podophyllum emodi tumbuh di pegunungan India.2 Bahan aktif utama pada podofilin adalah podofilotoksin. Podofilin juga mengandung lignan lain yaitu α-peltatin, β-peltatin, dan 4-dimetilpodofilotoksin; dan dua flavonoid mutagenik, yaitu quercetin yang berpigmen kuning dan kaempherol.2,13 Quercetin dan kaempherol terkonjugasi dalam bentuk glikosida pada tanaman dan tidak bersifat mutagenik, tetapi akan mengalami hidrolisis menjadi glikon yang mutagenik oleh β-glikosidase di flora usus mamalia. Tujuh puluh lima persen berat kering podofilin tersusun dari produk dekomposisi Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
18 podofilotoksin, peltatin, dan substansi lain yang tidak teridentifikasi; 10% berat kering oleh quercetin; dan 13% berat kering oleh kaempherol. Podofilin bekerja dengan
cara
menghambat
mitosis
pada
metafase
dan
menyebabkan
pembengkakan dan apoptosis sel.2 Podofilin terdapat dalam bentuk bubuk kering yang bervariasi warnanya dari coklat terang sampai kuning kehijauan dan berubah menjadi gelap ketika terpapar panas atau cahaya. Juga terdapat dalam bentuk larutan dengan minyak mineral, spiritus, parafin cair, propilen glikol, dan tingtur benzoin.2 Sediaan dalam bentuk tingtur benzoin akan melokalisasi terapi dan tidak larut air. Berbagai konsentrasi podofilin sudah diuji untuk terapi KA, tetapi konsentrasi 25% terbukti paling efektif.10,43 Preparat podofilin tidak terstandarisasi dan sangat bervariasi antar merk karena prosedur ekstraksinya memerlukan penambahan rhizom dengan etanol diikuti dengan presipitasi pada air yang diasamkan, sehingga tidak memungkinkan penentuan jumlah podofilin yang tepat.13,22 Komposisi podofilin yang bervariasi antar merk inilah yang dapat menyebabkan efek samping lokal tidak terduga.44 Podofilin tidak stabil selama penyimpanan karena sering mengalami kristalisasi dan pembentukan pikroisomer lignan yang tidak aktif.13 Walaupun sediaan podofilin baru dibuat, podofilotoksin cepat mengalami kristalisasi meninggalkan bahan lain yang tidak diketahui komposisi dan efektivitasnya.44 Waktu paruh podofilin tidak diketahui, namun ada penelitian yang mengatakan tiga bulan, sedangkan konsentrasi bahan aktif dapat bervariasi sesuai dengan usia preparat.12,13,34 2.2.2 Cara aplikasi Aplikasi tingtur podofilin dilakukan oleh tenaga terlatih. Tingtur podofilin diaplikasikan dengan swab kapas sampai membentuk lapisan tipis dan dibiarkan mengering.13 Aplikasi terbatas < 0,5 mililiter atau luas area ≤ 10 cm2 setiap sesi terapi. Kulit normal di sekitar KA dilindungi terlebih dahulu dengan petrolatum atau bedak.2,3,12 Podofilin harus dicuci empat sampai enam jam setelah aplikasi, Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
19 walaupun sumber rekomendasi ini tidak jelas.12 Podofilin dapat diberikan satu sampai tiga kali setiap minggu selama enam minggu.13 Apabila KA menetap setelah enam kali terapi maka dapat dipertimbangkan terapi lain.2 Lesi KA akan berubah warna menjadi pucat dalam beberapa jam setelah aplikasi tingtur podofilin, dan dalam waktu 24-48 jam dapat mengalami nekrosis. Pada hari kedua dan ketiga lesi KA mulai lepas dan menghilang.2 2.2.3 Efek samping Podofilin mempunyai risiko toksisitas lokal dan sistemik yang berat.2,12 Podofilin dapat menyebabkan reaksi lokal kulit, yaitu kemerahan, nyeri tekan, bengkak, gatal, rasa terbakar, nyeri, bahkan sampai ulserasi dan luka bakar.45 Penggunaan pada laki-laki yang tidak disirkumsisi dapat menyebabkan fimosis.10 Risiko intoksikasi sistemik dapat terjadi karena absorbsi bahan dengan konsentrasi tinggi dan didistribusikan ke berbagai organ vital yaitu mukosa gastrointestinal, ginjal, sumsum tulang, dan sistem saraf pusat. Intoksikasi sistemik biasanya terjadi pada penggunaan topikal berlebihan atau ingesti. Gejala intoksikasi mulai terlihat beberapa jam setelah ingesti dan setelah 24 jam pada penggunaan topikal. Pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan gangguan status mental, neuropati perifer, depresi napas, dan koma. Terdapat abnormalitas tanda vital (misalnya hipotensi, takikardi, dan takipneu), gagal ginjal, leukositosis, depresi sumsum tulang, dan hipotensi ortostatik. Tidak terdapat antidotum untuk kondisi intoksikasi.2,12,45 Evaluasi keamanan podofilin belum pernah dilakukan. Namun penelitian mutagenisitas, karsinogenisitas, dan toksisitas mengindikasikan podofilin mempunyai potensi bahaya yang besar. Podofilin mengandung dua flavonoid mutagenik, yaitu quercetin dan kaempherol. Quercetin bersifat mutagenik pada bakteri dan serangga, menyebabkan konversi gen pada ragi, dan kelainan kromosom pada sel yang dikultur, tetapi hasilnya masih meragukan pada studi karsinogenisitas di hewan. Kaempherol bersifat mutagenik pada bakteri, serangga, dan sel mamalia secara in vitro, serta menginduksi mikronukleus pada mencit. Podofilin menginduksi mutasi Salmonella typhimurium, defek kromosom pada kultur sel mamalia, delesi kromatid dan kromosom, pertukaran kromatid, dan sel Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
20 dengan aberasi multipel di limfosit manusia.3 Walaupun podofilin bersifat nonkarsinogenik pada penelitian di hewan, podofilin bersifat kokarsinogenik dengan terapi estrogen.44 Terapi podofilin dapat menyebabkan perubahan histologis termasuk peningkatan jumlah mitosis dan apoptosis di jaringan KA. Oleh karena itu, penggunaan lama tidak disarankan karena potensi onkogenik yang menyebabkan perubahan displastik.2,3 2.2.4 Indikasi dan kontraindikasi Podofilin sebaiknya digunakan untuk lesi berukuran kecil. Kontraindikasi penggunaan podofilin adalah pada kehamilan, karena podofilin bersifat teratogenik, dan pasien dengan riwayat hipersensitivitas terhadap podofilin. Penggunaannya tidak disarankan pada bayi dan anak-anak.2,10 Podofilin tidak efektif untuk daerah kering, misalnya batang penis, skrotum, labia mayora, dan uretra. Podofilin tidak dianjurkan untuk penggunaan di membran mukosa oral, vagina, serviks, dan intra-anal.15,34 2.2.5 Efektivitas dan rekurensi Angka efektivitas jangka panjang belum pernah diteliti.12 Namun, dari berbagai kepustakaan angka efektivitas berkisar antara 20-80%.2,3,10,23 Pada uji klinis acak, podofilin mempunyai angka kesembuhan berkisar antara 41-77%.34 Angka rekurensi berkisar antara 23-70% bergantung pada lama pemantauan.3,10,13,23,34,37 Salah satu penyebab angka rekurensi tinggi adalah preparat podofilin yang mengalami inaktivasi karena penyimpanan terlalu lama.44 Tidak terdapat uji klinis yang membandingkan podofilin dengan plasebo atau krioterapi.18 Lacey dkk. (2003) membandingkan antara larutan podofilotoksin, krim podofilotoksin, dan podofilin dengan hasil angka efektivitas larutan podofilotoksin lebih tinggi, sama efektif dengan krim podofilotoksin, dan larutan maupun krim podofilotoksin lebih cost effective dibandingkan dengan podofilin.46 Podofilin sama efektifnya untuk lesi KA bila dibandingkan dengan bedah eksisi.18 Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
21 2.3 PENGGUNAAN ASAM TRIKLOROASETAT UNTUK TERAPI KA Asam bikloroasetat dan trikloroasetat dalam berbagai konsentrasi merupakan alternatif terapi podofilin dengan risiko toksisitas sistemik lebih rendah. Saat ini merupakan pilihan terapi topikal KA yang cukup sering digunakan.47-49 Larutan asam trikloroasetat masih menjadi terapi topikal yang direkomendasikan baik pada pedoman WHO maupun European Guidelines.13,14 Menurut Canadian Consensus
Guidelines
on
Human
Papillomavirus
2007,
larutan
asam
17
trikloroasetat merupakan terapi lini pertama untuk lesi KA. 2.3.1 Sediaan dan kandungan
Larutan asam trikloroasetat merupakan bahan kaustik yang bekerja dengan cara destruksi kulit melalui koagulasi protein selular.2,22 Konsentrasi larutan asam trikloroasetat belum terstandarisasi, tetapi beberapa penelitian melaporkan konsentrasi efektif berkisar antara 85-95%. Larutan asam trikloroasetat mempunyai viskositas sangat rendah bila dibandingkan dengan air sehingga mudah menyebar saat aplikasi.16 2.3.2 Cara aplikasi Larutan asam trikloroasetat diaplikasikan menggunakan swab kapas dan dibiarkan mengering sampai muncul warna keputihan.2,13,22 Kulit normal di sekitar lesi dilindungi dengan petrolatum.2 Berbeda dengan podofilin, setelah aplikasi larutan asam trikloroasetat tidak perlu dicuci. Aplikasi dapat dilakukan dengan interval satu minggu. Setelah aplikasi sering diikuti dengan rasa terbakar yang intens selama sepuluh menit.2,22 Apabila nyeri tidak tertahankan, dapat dinetralisasi dengan pemberian sodium bikarbonat, bedak, atau sabun cair.2 2.3.3 Efek samping Larutan asam trikloroasetat sangat korosif sehingga penggunaan berlebihan dapat menyebabkan nyeri, ulserasi dalam, dan sikatriks.2,13,22 Taner dkk. (2007) melakukan penelitian menggunakan larutan asam trikloroasetat 85% dan mendapatkan efek samping tersering adalah nyeri dan ulserasi, namun tidak satupun subyek penelitian (SP) keluar dari penelitian.50 Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
22 2.3.4 Indikasi dan kontraindikasi Larutan asam trikloroasetat merupakan salah satu pilihan terapi KA pada perempuan hamil karena tidak diabsorbsi sistemik.2,13 Terdapat serial kasus penggunaan larutan asam trikloroasetat pada perempuan hamil dengan hasil 97% pasien mengalami perbaikan setelah terapi dan 6% di antaranya mengalami kekambuhan.13,18 Larutan asam trikloroasetat paling sesuai untuk lesi berukuran kecil dan lembab, tetapi kurang efektif untuk lesi berukuran besar dan lesi yang mengalami keratinisasi.2 Larutan asam trikloroasetat dapat digunakan di introitus vagina, serviks, anus, dan intrameatus.13-15 2.3.5 Efektivitas dan rekurensi Penelitian penggunaan larutan asam trikloroasetat untuk terapi KA masih sedikit. Namun, dari berbagai kepustakaan angka efektivitas dan rekurensi bervariasi bergantung pada lama pemantauan. Angka efektivitas larutan asam trikloroasetat berkisar antara 56-81%.14,16 Penelitian lain mendapatkan angka efektivitas berkisar antara 70-81% setelah enam kali aplikasi.13,22,34 Angka rekurensi berkisar antara 6-50%.13,14,22 Penelitian lain mendapatkan angka rekurensi sebesar 63%.23 Uji klinis yang membandingkan antara larutan asam trikloroasetat dengan terapi lain tidak banyak. Terdapat penelitian yang membandingkan antara larutan asam trikloroasetat dengan krioterapi untuk terapi KA dan didapatkan efektivitas sama setelah enam sampai sepuluh minggu terapi.18
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
23 2.4
KERANGKA TEORI PEJAMU Jumlah pasangan seksual selama hidup > 5 Riwayat infeksi menular seksual lain Merokok Konsumsi alkohol Status imun
AGEN Human papillomavirus
TRANSMISI Hubungan seksual
LINGKUNGAN Kelembapan, suhu hangat KONDILOMATA AKUMINATA (jumlah, ukuran, morfologi, lokasi, pertimbangan harga, kenyamanan, efek samping, pengalaman klinisi) TATALAKSANA NONMEDIKAMENTOSA Konseling, pemeriksaan pasangan seksual, sitologi servikal
PILIHAN TERAPI
Destruktif
Ablasi fisis: krioterapi, bedah elektrik, eksisi tangensial, kuretase, LEEP, laser
Antimetabolik:
Antivirus:
krim fluorourasil 5%
interferon injeksi dan topikal
Imunomodulasi: imiquimod krim
Sitodestruktif kimiawi
Larutan asam
Tingtur podofilin 25%
trikloroasetat 90% Nekrosis sel Kaustik Keuntungan: v Penggunaan klinis pada berbagai lokasi v Efek samping sistemik tidak ada v Dapat digunakan pada kehamilan Kerugian: v Efek samping lokal berupa nyeri v Aplikasi berulang kali v Angka kesembuhan bervariasi (51-80%)
Keuntungan: v Mudah didapat, harga terjangkau v Penggunaan klinis pada berbagai lokasi Kerugian: v Preparat tidak terstandarisasi dan tidak stabil v Efek samping lokal dan sistemik v Tidak dapat digunakan pada kehamilan v Aplikasi berulang kali v Angka kesembuhan sangat bervariasi (20-80%)
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
24 2.5 KERANGKA KONSEP
Kondilomata akuminata
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil terapi: • Jumlah lesi • Ukuran lesi • Morfologi lesi • Lokasi lesi • Durasi lesi • Abstinensia/penggunaan kondom • Hitung CD4 • Duh tubuh genital (pada perempuan) • Sirkumsisi (pada laki-laki)
Terapi kondilomata akuminata
Larutan asam trikloroasetat 90%
Tingtur podofilin 25%
Efektivitas
Efek samping
Efek samping subyektif
Segera
Susulan
Efek samping obyektif
Reaksi lokal ringan
Reaksi lokal berat
Sikatriks atrofik/ hipertrofik
Infeksi sekunder
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
25 BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 DESAIN PENELITIAN Penelitian ini merupakan uji klinis acak terbuka paralel tidak berpasangan. 3.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN •
Anamnesis, pemeriksaan fisis, pemberian terapi, dan evaluasi hasil terapi dilakukan di Poliklinik Divisi IMS Departemen IKKK RSCM dan Klinik Procare PKBI Pisangan, Jakarta.
•
Pengumpulan sampel dilakukan mulai bulan April 2013 sampai besar sampel minimal terpenuhi.
3.3 POPULASI PENELITIAN 3.3.1 Populasi target Populasi target adalah semua pasien KA. 3.3.2 Populasi terjangkau Populasi terjangkau adalah semua pasien KA yang berkunjung ke Poliklinik Divisi IMS Departemen IKKK RSCM dan Klinik Procare PKBI Pisangan, Jakarta. 3.4 SAMPEL DAN CARA PEMILIHAN SAMPEL Subyek penelitian adalah sebagian populasi terjangkau yang dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi serta bersedia menandatangani formulir persetujuan. Alokasi random dilakukan untuk menentukan jenis terapi yang diberikan.
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
26 3.5 KRITERIA PEMILIHAN SP 3.5.1 Kriteria inklusi Pasien yang berkunjung ke Poliklinik Divisi IMS Departemen IKKK RSCM dan Klinik Procare PKBI Pisangan, Jakarta, dengan: •
Diagnosis KA secara klinis
•
Usia 18-65 tahun
•
Lokasi KA di genitalia eksterna dan/atau perianal
•
Belum mendapatkan terapi untuk KA dalam satu bulan terakhir
3.5.2 Kriteria eksklusi Pasien dengan: •
Riwayat hipersensitivitas terhadap obat yang akan digunakan
•
Pasien hamil dan menyusui
•
Giant condyloma (lesi KA dengan diameter ≥ 10 cm)
3.6 PERKIRAAN BESAR SAMPEL Sesuai dengan rancangan penelitian, maka besar sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus perbedaan proporsi tidak berpasangan:
Keterangan : n1 = n2 = besar sampel penelitian minimal untuk masing-masing kelompok uji. Zα
= tingkat kemaknaan, skor Z untuk α = 0,05 (tingkat kepercayaan 95 %) dari tabel Zα adalah 1,96.
α
= tingkat kemaknaan penelitian ini ditetapkan 5 %.
P1
= proporsi kesembuhan KA dengan terapi tingtur podofilin 25% dalam waktu enam minggu (40% = 0,40)2,3
Q1
= 1-P1 = 0,60
P2
= proporsi kesembuhan KA dengan terapi larutan asam trikloroasetat 90% dalam waktu enam minggu (80% = 0,80)14
Q2
= 1- P2 = 0,20 Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
27 P
= ½ (P1+ P2) = 0,60
Q
= 1- P = 0,40
Zβ
= 0,842
Rumus dihitung menggunakan program MedCalc™ versi 12.0, mendapatkan hasil n1 = n2 = 20 orang. Perhitungan antisipasi drop out (DO) dengan rumus n’ = n/(1f) dengan nilai f sebesar 10%, sehingga didapatkan hasil n1 = n2 = 23 orang. Berdasarkan perhitungan tersebut, didapatkan besar sampel minimal 23 SP yang mendapat terapi topikal tingtur podofilin 25% dan 23 SP yang mendapat terapi topikal larutan asam trikloroasetat 90%, sehingga total SP minimal adalah 46 orang. 3.7
BAHAN DAN CARA KERJA
3.7.1
Alokasi SP
Subyek penelitian minimal adalah 46 orang. Dilakukan pencatatan pasien yang datang berkunjung ke Poliklinik Divisi IMS Departemen IKKK RSCM dan Klinik Procare PKBI Pisangan, Jakarta, kemudian diwawancara sesuai kuesioner penyaring SP. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling. Pembagian SP ke dalam dua kelompok penelitian untuk mendapatkan jenis obat berbeda menggunakan teknik randomisasi blok. 3.7.2 •
Obat
Tingtur podofilin 25% sebanyak 100 ml Larutan ini dipesan melalui apotik Kimia Farma RSCM. Larutan disimpan dalam botol kaca dalam suhu ruangan.
•
Larutan asam trikloroasetat 90% sebanyak 100 ml Larutan ini dipesan melalui PT. Cipta Derma Estetika. Cara pembuatan: Kristal asam trikoroasetat sebanyak 90 gram dimasukkan ke dalam gelas ukur. Setelah itu dituangkan akua destilata ke dalam gelas ukur hingga mencapai volume 100 ml. Larutan tersebut diaduk menggunakan pengaduk kaca
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
28 kemudian dituangkan ke dalam botol. Botol ditutup rapat, dilabel, dan disimpan dalam suhu dingin (2-80C). 3.7.3
Bahan dan alat pemeriksaan
•
Lembar informasi
: 50 set
•
Lembar persetujuan penelitian
: 50 lembar
•
Status penelitian
: 50 set
•
Cotton bud
: 150 batang
•
Kamera digital
: 1 buah
•
Penggaris/kaliper
: 6 buah
•
Pulpen hitam
: 3 buah
•
Sarung tangan lateks sekali pakai : 2 kotak (masing-masing berisi 100 buah)
•
Kaca pembesar
: 1 buah
•
Lampu periksa
: 1 buah
•
Meja obstetrik
: 1 buah
•
Spekulum
: 1 untuk setiap pasien perempuan
•
Anuskopi
: 1 untuk setiap pasien laki-laki
•
Counter
: 1 buah
•
Kalkulator
: 1 buah
•
Gunting rambut
: 2 buah
•
Petrolatum
: 200 gram
•
Sodium bikarbonat
: 2 flacon
3.7.4
Informasi prapemeriksaan
Sebelum mengikuti penelitian, setiap SP diberi penjelasan tentang tujuan penelitian, keuntungan yang didapat, serta kerugian yang mungkin timbul. Subyek penelitian yang telah memahami dan bersedia mengikuti penelitian diminta menandatangani lembar formulir persetujuan.
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
29 3.7.5
Pengisian status penelitian
Pengisian status penelitian meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisis. Anamnesis mencakup identitas, data sosiodemografik, riwayat penyakit dan terapi, faktor risiko, serta penyakit serupa pada pasangan seksual. Pemeriksaan fisis berupa pemeriksaan venereologikus rutin lengkap, yaitu inspeksi, palpasi, pemeriksaan dalam dengan spekulum pada perempuan yang sudah menikah, dan anuskopi apabila ada indikasi. Dilakukan pencatatan lokasi, jumlah, serta rerata ukuran lesi dalam mm pada status penelitian. Dilakukan dokumentasi lesi, kemudian hasilnya dicetak dan ditempelkan pada lembar status penelitian. 3.7.6
Cara pemeriksaan
Langkah pemeriksaan adalah sebagai berikut: 3.7.6.1 Anamnesis •
Bintil-bintil pada kelamin, dengan atau tanpa keluhan subyektif (gatal, nyeri, mudah berdarah, cepat menyebar).
•
Lama penyakit
•
Riwayat terapi
•
Faktor risiko: jumlah pasangan seksual selama hidup, merokok, keluhan IMS lain saat ini, riwayat sirkumsisi
•
Perilaku seksual pasangan: risiko tinggi, tidak risiko tinggi
•
Keluhan serupa pada pasangan seksual
•
Penggunaan kontrasepsi, menstruasi terakhir
3.7.6.2 Pemeriksaan fisis Daerah genitalia eksterna dan perianal dibagi menjadi beberapa lokasi untuk mempermudah pencatatan, yaitu: •
Laki-laki: pubis, skrotum, batang penis, glans penis, sulkus koronarius, prepusium, perineum, perianal
•
Perempuan: pubis, labia mayora, labia minora, klitoris, komisura posterior, introitus vagina, perineum, perianal.
Untuk tiap lokasi dicatat jumlah dan rerata ukuran lesi KA dalam ukuran mm. Apabila lesi KA terdapat di daerah berambut diperlukan pengguntingan rambut Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
30 terlebih dahulu untuk memudahkan aplikasi terapi topikal. Fotografi dilakukan dengan menggunakan kamera digital. Hasil fotografi dicetak dan ditempelkan pada lembar status penelitian. Apabila pasien mengalami keluhan IMS selain KA maka dilakukan pemeriksaan rutin lain dan diberikan terapi sesuai penyakit. 3.7.6.3 Pemeriksaan hitung CD4 3.7.6.3.1 Alat dan bahan a. Tabung Vacutainer® SST™ b. Jarum Vacutainer® c. Vacutainer® holder d. Kapas alkohol e. Rak sampel f. Vorteks g. Flow cytometer 3.7.6.3.2 Langkah pemeriksaan a. Kulit lokasi pengambilan sampel diusap dengan kapas alkohol. Kemudian darah vena diambil sebanyak ± 3 ml dengan menggunakan vacutainer®, dilabel serta disimpan pada suhu ruangan (20-250C). b. Reagen BD Tritest CD3/CD4/CD45 diambil dengan pipet sebanyak 20 uL dan dimasukkan ke dalam tabung ukuran 12 x 75 mm yang sudah dilabel dengan nomor identifikasi sampel. c. Darah diambil dengan pipet sebanyak 50 uL dan dimasukkan ke dalam tabung yang sama. d. Tabung ditutup kemudian divorteks perlahan agar reagen dan darah tercampur. Dilakukan inkubasi selama 15 menit di ruangan gelap dalam suhu ruangan (20-250C). e. Larutan BD FACS lysing ditambahkan sebanyak 450 uL ke dalam tabung. f. Tabung ditutup dan divorteks perlahan agar tercampur. Dilakukan inkubasi selama 15 menit dalam keadaan gelap dengan suhu ruangan (20-250C). g. Sampel dianalisis menggunakan flow cytometer. h. Hasil pemeriksaan hitung CD4 dicatat. Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
31 3.7.7
Cara pengobatan dan evaluasi
3.7.7.1 Cara pengobatan Pengobatan diberikan sesuai waktu berkunjung pasien, yaitu pada hari Senin sampai Jumat. Subyek penelitian dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama (kelompok P) diberi terapi topikal tingtur podofilin 25%, sedangkan kelompok kedua (kelompok T) diberi terapi topikal larutan asam trikloroasetat 90%. Pemberian terapi dilakukan dengan cara penutulan yang dilakukan satu kali seminggu. Tiap SP sudah diberi penjelasan secara lisan dan tertulis mengenai efek terapi serta efek samping pascaterapi dalam lembar informasi dan persetujuan penelitian. •
Kelompok podofilin Terapi pada kelompok ini dilakukan di Poliklinik Divisi IMS Departemen IKKK RSCM dan Klinik Procare PKBI Pisangan, Jakarta, oleh peneliti. Terapi dilakukan pada kunjungan awal (hari-1) dan kebutuhan terapi ulang dievaluasi pada awal minggu II (hari-8), awal minggu III (hari-15), awal minggu IV (hari-22), awal minggu V (hari-29), awal minggu VI (hari-36), dan awal minggu VII (hari-43). Cara penggunaan tingtur podofilin 25%, yaitu: 1. Kulit normal di sekitar KA dilindungi dengan petrolatum. 2. Tingtur podofilin 25% ditutulkan pada masing-masing lesi KA menggunakan cotton bud, maksimal penutulan adalah 0,5 ml setiap sesi. 3. Larutan dibiarkan mengering. 4. Subyek penelitian diminta untuk mencuci daerah yang ditutul setelah empat jam dengan air dan sabun yang sehari-hari dipakai. Pencucian dapat dilakukan lebih cepat apabila SP mengeluh nyeri atau rasa terbakar. 5. Setelah pemberian obat dalam satu sampai dua hari lesi KA akan rontok dan dapat timbul luka. Luka dioles salep antibiotik, yang bertujuan untuk mencegah infeksi sekunder.51
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
32
•
Kelompok trikloroasetat Terapi pada kelompok ini dilakukan di Poliklinik Divisi IMS Departemen IKKK RSCM dan Klinik Procare PKBI Pisangan, Jakarta, oleh peneliti. Terapi dilakukan pada kunjungan awal (hari-1) dan kebutuhan terapi ulang dievaluasi pada awal minggu II (hari-8), awal minggu III (hari-15), awal minggu IV (hari-22), awal minggu V (hari-29), awal minggu VI (hari-36), dan awal minggu VII (hari-43). Cara penggunaan larutan asam trikloroasetat 90%, yaitu: 1. Kulit normal di sekitar KA dilindungi dengan petrolatum. 2. Larutan asam trikloroasetat 90% ditutulkan pada masing-masing lesi KA menggunakan cotton bud sampai timbul warna keputihan. 3. Larutan dibiarkan mengering. 4. Setelah pemberian obat dalam satu sampai dua hari lesi KA akan rontok dan dapat timbul luka. Luka dioles salep antibiotik, yang bertujuan untuk mencegah infeksi sekunder.51
3.7.7.2 Evaluasi pengobatan Evaluasi dilakukan pada kunjungan awal (hari-1), kunjungan awal minggu II (hari-8), awal minggu III (hari-15), awal minggu IV (hari-22), awal minggu V (hari-29), awal minggu VI (hari-36), dan awal minggu VII (hari-43). Apabila dalam waktu enam minggu lesi KA tidak menghilang akan diganti dengan pilihan terapi lain, misalnya bedah listrik. Evaluasi ulang: –
Jumlah dan rerata ukuran lesi pada tiap daerah genital dan/atau perianal, serta jumlah lesi yang sembuh atau hilang. Lesi baru dicatat dan diberikan terapi tetapi tidak dianalisis.
–
Efek samping penggunaan obat berupa keluhan subyektif dan obyektif.
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
33 3.7.8
Kriteria penghentian pengobatan atau drop out
Pengobatan dihentikan bila: 1. Terjadi efek samping berat berupa nyeri yang tidak tertahankan atau ulserasi pada saat aplikasi terapi topikal dan/atau sampai dengan evaluasi terakhir. 2. Subyek penelitian hamil saat penelitian. 3. Subyek penelitian memutuskan untuk tidak meneruskan partisipasi dalam penelitian. 4. Subyek penelitian hanya satu sampai dua kali kunjungan sehingga tidak memungkinkan dilakukan evaluasi. 3.7.9
Identifikasi variabel
3.7.9.1 Variabel bebas •
Tingtur podofilin 25%
•
Larutan asam trikloroasetat 90%
3.7.9.2 Variabel tergantung •
Kesembuhan KA yang dinilai dari jumlah dan rerata ukuran
•
Efek samping terapi
3.8
DEFINISI OPERASIONAL
3.8.1
Kondilomata akuminata
Diagnosis ditegakkan bila secara klinis ditemukan lesi kulit khas KA berupa : •
Akuminata atau eksofitik: merupakan bentuk klasik yaitu lesi bertangkai dan menyerupai kembang kol dengan tonjolan seperti jari, permukaan tidak beraturan, konsistensi lunak, dan berwarna merah jambu.
•
Papular: bentuk lesi menyerupai kubah, menonjol tetapi tidak bertangkai, berukuran kecil dengan diameter satu sampai empat mm. Permukaan lesi halus dan tidak iregular seperti pada bentuk akuminata.
•
Keratotik: bentuk lesi berupa papul keras dan tidak bertangkai dengan permukaan sedikit kasar dan tajam menyerupai lapisan tanduk. Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
34
•
Sesil atau datar: bentuk lesi sedikit meninggi atau berupa makula, multipel, tidak menyatu, dengan ukuran kecil dan permukaan halus.
3.8.2
Usia
Usia SP (dalam satuan tahun) pada saat dilakukan pemeriksaan dihitung dengan mengurangi tahun pemeriksaan dengan tahun lahir. 3.8.3
Jenis kelamin
Jenis kelamin merupakan petanda gender SP dinilai berdasarkan bentuk anatomis genitalia eksterna, yaitu: •
0 = Perempuan
•
1 = Lelaki
3.8.4
Status pernikahan
Status pernikahan saat pemeriksaan, yaitu: •
0 = Belum menikah
•
1 = Menikah
•
2 = Cerai
3.8.5
Tingkat pendidikan SP
Tingkat pendidikan SP menggambarkan jenjang pendidikan lulus terakhir SP, digolongkan sesuai Kementrian Pendidikan Nasional, yaitu: •
0 = Tidak sekolah
•
1 = Pendidikan rendah: jenjang pendidikan awal selama sembilan tahun pertama masa sekolah, yaitu taman kanak-kanak (TK) dan sekolah dasar (SD).
•
2 = Pendidikan sedang: jenjang lanjutan pendidikan dasar, yaitu sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas/kejuruan (SMA/SMK).
•
3 = Pendidikan tinggi: jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah, yang mencakup
diploma,
sarjana,
magister,
doktor,
dan
spesialis
yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
35 3.8.6
Keluhan subyektif
Keluhan subyektif adalah keluhan yang dirasakan oleh SP sebelum dimulainya terapi, yaitu: •
0 = Tidak ada
•
1 = Gatal
•
2 = Nyeri
•
3 = Gatal dan nyeri
•
4 = Lain-lain
3.8.7
Lama penyakit
Lama penyakit diartikan sebagai waktu sejak timbulnya gambaran klinis KA hingga saat SP diperiksa oleh peneliti, yaitu: •
0 = Tidak diketahui
•
1 = < 3 bulan
•
2 = ≥ 3 bulan
3.8.8
Riwayat terapi
Riwayat terapi adalah riwayat pengobatan KA yang pernah diterima SP dari dokter, yaitu: •
0 = Tidak ada
•
1 = Ada, diberi keterangan berupa (dapat lebih dari satu): o Destruksi fisis (kuretase, bedah beku, laser, bedah listrik, bedah eksisi) o Destruksi kimiawi (tingtur podofilin 25%, larutan asam trikloroasetat 90%) o Imunomodulator (krim imiquimod 5%) o Antimetabolik (krim 5-fluorourasil) o Antivirus (IFN injeksi atau topikal)
•
2 = Tidak diketahui
3.8.9
Keluhan serupa pada pasangan seksual
Adanya lesi KA pada pasangan seksual SP, yaitu: •
0 = Tidak ada Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
36
•
1 = Ada
•
2 = Tidak tahu/tidak menjawab
3.8.10 Perilaku seksual pasangan •
0 = Tidak risiko tinggi
•
1 = Risiko tinggi
•
2 = Tidak tahu Berdasarkan penelitian faktor risiko oleh WHO, perilaku risiko tinggi adalah apabila terdapat satu dari beberapa hal di bawah ini: •
Lelaki: mitra seksual > 1 dalam satu bulan terakhir, berhubungan seksual dengan penjaja seks dalam satu bulan terakhir, mengalami satu atau lebih episode IMS dalam satu bulan terakhir, perilaku istri atau mitra seksual berisiko tinggi.
•
Perempuan: suami atau mitra seksual menderita IMS, suami atau mitra seksual atau pasien sendiri mempunyai mitra seksual > 1 dalam satu bulan terakhir, mempunyai mitra baru dalam tiga bulan terakhir, mengalami satu atau lebih episode IMS dalam satu bulan terakhir, perilaku suami atau mitra seksual berisiko tinggi.
3.8.11 Jumlah pasangan seksual Jumlah pasangan seksual selama hidup, yaitu: •
0 = < 5 orang
•
1 = ≥ 5 orang
3.8.12 Merokok Kebiasaan merokok pasien, yaitu: •
0 = Tidak pernah merokok
•
1 = Pernah merokok
3.8.13 Lokasi lesi Lokasi lesi adalah daerah genital dan perianal yang terdapat lesi KA, yaitu: •
Pubis Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
37
•
Skrotum
•
Batang penis
•
Glans penis
•
Sulkus koronarius
•
Prepusium
•
Labia mayora
•
Labia minora
•
Klitoris
•
Komisura posterior
•
Introitus vagina
•
Perineum
•
Perianal
3.8.14 Morfologi lesi Merupakan mayoritas bentuk lesi yang terlihat secara klinis, yaitu: •
0 = Akuminata/eksofitik
•
1 = Papular
•
2 = Keratotik
•
3 = Sesil/datar
3.8.15 Jumlah lesi KA pada daerah genital dan/atau perianal Jumlah lesi KA pada daerah genital dan/atau perianal diartikan sebagai banyaknya lesi khas KA total yang dihitung pada daerah genital dan/atau perianal sesuai dengan pembagian lokasi tubuh pada poin 3.8.13. 3.8.16 Rerata ukuran lesi KA Rerata ukuran lesi KA merupakan mayoritas ukuran lesi KA yang terdapat pada SP. Ukuran yang dihitung adalah volume ( panjang x lebar x tinggi) menggunakan alat ukur kaliper.
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
38 3.8.17 Infeksi menular seksual lain Ada tidaknya IMS lain selama dilakukan terapi KA. •
0 = Tidak ada
•
1 = Ada, diberi keterangan berupa (dapat lebih dari satu): o Sifilis o Herpes genitalis o Uretritis/servisitis gonorrhea/nonspesifik o Kandidosis vulvovaginitis o Trikomoniasis o Proktitis gonorrhea/nonspesifik o Moluskum kontagiosum
3.8.18 Respons terhadap pengobatan Respons terhadap pengobatan adalah berkurangnya jumlah atau ukuran lesi akibat pemberian terapi topikal. Kriteria kesembuhan dalam hal ini adalah hilangnya lesi KA, dibuktikan dengan inspeksi pada permukaan kulit bekas lesi. Hasil pengamatan dikelompokkan menjadi: 0 = Tidak ada respons (jumlah lesi dan ukuran lesi menetap atau bertambah
•
dalam waktu enam minggu masa penelitian). 1 = Respons parsial (jumlah atau ukuran lesi berkurang < 80% dalam waktu
•
enam minggu masa penelitian). 2 = Respons baik (jumlah atau ukuran lesi berkurang ≥ 80% dalam waktu
•
enam minggu masa penelitian). 3.8.19 Efek samping Efek samping adalah akibat atau gejala yang timbul disamping proses atau tujuan utamanya, dinilai pada minggu I, II, III, IV, V, VI. Dibagi menjadi: a. Efek samping segera •
0 = Tidak ada
•
1 = Gatal
•
2 = Nyeri ringan (Visual Analogue Scale/VAS 1-2)
•
3 = Nyeri sedang (VAS 3-5) Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
39
•
4 = Nyeri berat (VAS 6-7)
•
5 = Nyeri sangat hebat (VAS 8-10)
•
6 = Lain-lain
b. Efek samping susulan •
•
Efek samping subyektif 0
= Tidak ada
1
= Gatal
2
= Nyeri ringan (VAS 1-2)
3
= Nyeri sedang (VAS 3-5)
4
= Nyeri berat (VAS 6-7)
5
= Nyeri sangat hebat (VAS 8-10)
6
= Lain-lain
Efek samping obyektif 1. Reaksi lokal kulit ringan, yaitu berupa kemerahan, bengkak, dan luka superfisial. 2. Reaksi lokal kulit berat, yaitu berupa ulserasi dalam. 3. Sikatriks atrofik (depresi permukaan kulit/permukaan kulit yang cekung karena kehilangan jaringan saat proses penyembuhan luka) maupun sikatriks hipertrofik (relief kulit yang tidak normal berupa kulit yang terlihat menonjol secara klinis karena pembentukan jaringan ikat berlebih saat proses penyembuhan luka). 4. Infeksi sekunder
3.8.20 Penggunaan kondom selama terapi Subyek penelitian atau pasangan seksual SP memakai kondom selama dilakukannya terapi KA. •
0 = Selalu : bila kondom dipakai setiap melakukan senggama.
•
1 = Kadang-kadang : bila kondom tidak selalu dipakai saat senggama
•
2 = Tidak pernah : bila kondom tidak pernah dipakai saat senggama
•
3 = Tidak melakukan hubungan seksual selama terapi
•
4 = Tidak dapat dinilai karena SP drop out Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
40 3.8.21 Pemeriksaan hitung CD4 Pemeriksaan hitung CD4 dilakukan pada semua SP. Pada pasien positif HIV dan sudah melakukan pemeriksaan hitung CD4 maka hasil pemeriksaan hitung CD4 dalam jangka waktu enam bulan sebelumnya dapat digunakan. •
0 = > 200 sel/mm3
•
1 = ≤ 200 sel/mm3
•
2 = Tidak diperiksa
3.8.22 Status HIV Status HIV tidak diperiksakan khusus tetapi ditanyakan dan dilakukan pencarian di rekam medis. Jika status HIV ada maka dicantumkan pada penelitian ini. •
0 = Negatif
•
1 = Positif
•
2 = Tidak tahu
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
41 3.9 KERANGKA OPERASIONAL Anamnesis dan pemeriksaan fisis
Diagnosis KA ditegakkan
Tidak setuju ikut
Setuju ikut
Informed consent
Pemeriksaan hitung CD4
Randomisasi
Kelompok P
Kelompok T
Terapi topikal tingtur podofilin 25% oleh peneliti Hari ke-1,
Evaluasi langsung
Evaluasi langsung
awal minggu II-VI
Evaluasi ukuran, jumlah, dan efek samping
Perlu terapi ulang
Awal
Terapi topikal larutan asam trikloroasetat 90% oleh peneliti
Tidak perlu terapi ulang
Evaluasi respons pengobatan dan efek samping
Evaluasi ukuran, jumlah, dan efek samping
Perlu terapi ulang
Tidak perlu terapi ulang
Evaluasi respons pengobatan dan efek samping
minggu VII Tidak sembuh
Sembuh
Sembuh
Terapi pilihan lainnya
Tidak sembuh
Terapi pilihan lainnya Analisis data dan pelaporan hasil
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
42 3.10
ETIK PENELITIAN
Permohonan izin (ethical clearance) diajukan kepada Panitia Kaji Etik Penelitian FKUI. Subyek penelitian diberikan penjelasan mengenai tujuan penelitian, kegiatan, keuntungan yang didapat, serta kerugian yang mungkin timbul sebelum menandatangani persetujuan tertulis. 3.11
PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
Seluruh data SP dicatat pada status penelitian untuk diedit dan dikoding. Seluruh pasien yang ikut dalam penelitian dimasukkan dalam analisis (intention to treat analysis). Untuk mengetahui sebaran data normal atau tidak digunakan uji Shapiro-Wilk (sampel < 50). Untuk mengetahui perbedaan karakteristik sosiodemografik, karakteristik klinis, karakteristik lesi, perbedaan angka kesembuhan, dan efek samping antarkelompok perlakuan digunakan uji Chisquare, apabila data tidak memenuhi syarat uji Chi square maka digunakan uji mutlak Fischer. Data diolah secara statistik menggunakan program Stata 12.
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
43 BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Telah dilakukan penelitian untuk membandingkan efektivitas dan efek samping antara tingtur podofilin 25% dengan larutan asam trikloroasetat 90% untuk KA genitalia eksterna dan/atau perianal sejak bulan April hingga Oktober 2013. Setelah disesuaikan dengan kriteria penerimaan dan penolakan, sebanyak 49 orang SP ikut serta dalam penelitian. Setelah melalui randomisasi blok sejumlah 24 orang dimasukkan pada kelompok yang mendapatkan larutan asam trikloroasetat 90% (T) dan 25 orang pada kelompok yang mendapatkan tingtur podofilin 25% (P). Sebanyak 39 orang SP dapat menyelesaikan penelitian. Tiga orang SP di kelompok T dan tujuh orang SP di kelompok P tidak dapat menyelesaikan penelitian karena hanya datang satu sampai dua kali kunjungan, namun seluruh SP disertakan dalam analisis intention to treat. Hasil penelitian disajikan secara deskriptif dan analitik. Telah dilakukan uji kesetaraan antara SP yang direkrut dari PKBI dengan RSCM. Didapatkan hasil berbeda bermakna untuk jenis kelamin, yaitu jenis kelamin lakilaki lebih banyak pada SP asal PKBI (100%) dibandingkan dengan RSCM (59,5%).
Hasil berbeda bermakna juga didapatkan untuk perilaku seksual
pasangan, yaitu perilaku risiko tinggi lebih banyak pada SP asal PKBI (91,7%) dibandingkan dengan RSCM (51,4%), dan jumlah pasangan selama hidup > 5 lebih banyak pada SP asal PKBI (75%) dibandingkan dengan RSCM (37,8%). 4.1 Karakteristik SP 4.1.1 Karakteristik sosiodemografik Usia SP termuda adalah 19 tahun, sedangkan usia tertua adalah 51 tahun. Rerata usia adalah 28,7 (simpang baku 8,4 tahun) pada kelompok T dan 27,6 (simpang baku 6,1 tahun) pada kelompok P. Sebaran usia tersebut tidak berbeda jauh dengan penelitian Pratomo (1988)52 di RSCM (18-34 tahun, rerata 24,52 tahun) Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
44 dan Goh dkk. (1998)43 di Singapura (20-71 tahun, mayoritas 20-39 tahun). Kondilomata akuminata dapat mengenai dewasa seksual aktif dengan rentang usia 18-60 tahun, namun prevalensi pada kelompok usia dewasa muda lebih tinggi, yaitu 15-24 tahun pada perempuan dan 20-29 tahun pada laki-laki. Hal ini diperkirakan karena perilaku seksual promiskuitas yang lebih tinggi pada kelompok usia tersebut.6,19,53 Menurut Wen dkk. (1999), individu dengan usia lebih tua memiliki respons imun lebih baik sehingga lebih resistan terhadap infeksi HPV dan mampu mengeradikasi HPV lebih cepat.54 Sebagian besar SP, yakni 34 orang (69,4%), berjenis kelamin laki-laki. Hasil penelitian ini tidak berbeda jauh dengan penelitian Pratomo (1988)52 yang mendapatkan persentase laki-laki 62,5%, begitu juga dengan penelitian Lin dkk. (2010)55 di Hong Kong yang mendapatkan 82% pasien KA adalah laki-laki. Data yang dikumpulkan oleh KSIMSI selama tahun 2007-2011 mendapatkan jumlah pasien baru KA berdasarkan jenis kelamin di 12 RS pendidikan di Indonesia hampir sama, yaitu 1915 laki-laki dan 2000 perempuan.8 Perbedaan rasio tersebut mungkin disebabkan penelitian ini tidak memasukkan perempuan hamil dan menyusui sehingga jumlah SP perempuan lebih sedikit. Selain itu, SP asal PKBI seluruhnya berjenis kelamin laki-laki. Sebagian besar SP, yakni 33 orang (67,3%), memiliki tingkat pendidikan sedang. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Pratomo (1988) yang mendapatkan pasien KA terbanyak pada pendidikan tamat SMA, setara dengan tingkat pendidikan sedang pada penelitian ini.52 Tingkat pendidikan SP penting diketahui terutama untuk edukasi penyakit dan terapi yang akan diberikan. Sebanyak 32 SP (65,3%) berstatus belum menikah. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Pratomo (1988) dengan persentase SP belum menikah adalah 60%.52 Berbeda dengan penelitian Taner dkk. (2007) di Turki yang mendapatkan 74% SP berstatus menikah dan 26% SP belum menikah.50 Penelitian yang disebut terakhir mendapatkan tujuh SP pada kelompok menikah mempunyai pasangan seksual lebih dari satu. Hasil penelitian tersebut berbeda dengan penelitian ini mungkin karena SP hanya terdiri atas perempuan. Pada penelitian ini SP lebih Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
45 banyak laki-laki, yang sebagian besar berhubungan seksual dengan laki-laki (LSL) dan umumnya tidak menikah. Karakteristik sosiodemografik, yaitu usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan status pernikahan tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok penelitian (Tabel 4.1). Tabel 4.1 Karakteristik Sosiodemografik Subyek Penelitian Perbandingan Efektivitas dan Efek Samping antara Tingtur Podofilin 25% dengan Larutan Asam Trikloroasetat 90% untuk KA Genitalia Eksterna dan/atau Perianal di Divisi IMS Poliklinik IKKK RSCM dan Klinik Procare PKBI Pisangan, Jakarta, 2013 (N = 49) Karakteristik sosiodemografik
Total (N = 49)
Kelompok terapi Podofilin TCA (N = 25) (N = 24) n % n % 27,6 tahun 28,7 tahun (6,1) (8,4)
Nilai p
n % Rerata usia 0,59* (simpang baku) Jenis kelamin Laki-laki 34 69,4 19 76 15 62,5 0,30** Perempuan 15 30,6 6 24 9 37,5 Tingkat pendidikan SP Rendah 2 4,1 2 8 0 0 Sedang 33 67,3 18 72 15 62,5 0,18** Tinggi 14 28,6 5 20 9 37,5 Status menikah Belum 32 65,3 17 68 15 62,5 Sudah 11 22,4 6 24 5 20,8 0,65** Bercerai 6 12,3 2 8 4 16,7 Keterangan : N = jumlah SP; perbedaan bermakna jika p < 0,05; * = uji t tidak berpasangan; ** = uji chi-square
4.1.2
Karakteristik klinis
Karakteristik klinis menggambarkan data yang didapatkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisis saat kunjungan pertama. Sebagian besar lesi KA asimtomatik, namun apabila terdapat keluhan, bentuknya dapat bervariasi berupa rasa tidak nyaman, gatal, rasa terbakar, perdarahan, dan dispareunia. Keluhan-keluhan ini lebih sering terjadi pada lesi berukuran besar.1,2,22 Pada penelitian ini, keluhan penyerta terbanyak sebelum perlakuan
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
46 adalah gatal, yang ditemukan pada 24 SP (48,9%). Sebanyak 14 SP (28,6%) tidak mempunyai keluhan. Sebanyak 30 SP (61,2%) mengetahui adanya lesi KA < 3 bulan dan 19 SP (38,8%) ≥ 3 bulan. Hasil ini serupa dengan penelitian Chan dkk. (2002)11 dan White dkk. (1997)56 yang mendapatkan sebagian besar SP menderita KA selama ≤ 3 bulan. Namun, penelitian Wilson dkk. (2001)38 mendapatkan durasi KA sangat bervariasi dengan median empat minggu (rentang 1-130 minggu) dan Armstrong dkk. (1994)57 dengan rerata tujuh minggu (rentang 1-20 minggu). Sebanyak 30 SP (61,2%) mempunyai pasangan yang berperilaku seksual risiko tinggi dan 24 SP (48,9%) melaporkan tidak terdapat lesi KA pada pasangan seksualnya. Anic dkk. (2012) mendapatkan bahwa salah satu faktor risiko KA adalah pasangan seksual yang menderita KA.58 KA bersifat sangat menular, sehingga 65% individu dengan pasangan seksual penderita KA akan mendapat lesi KA juga dalam waktu enam minggu sampai delapan bulan.59,60 Pada penelitian ini sebagian besar SP menyatakan bahwa pada pasangan seksualnya tidak terdapat lesi KA, namun penularan KA tetap bisa terjadi karena infeksi subklinispun dapat menularkan HPV.59 Faktor risiko paling konsisten untuk infeksi HPV adalah jumlah pasangan seksual yang banyak.4,61 Risiko transmisi lebih besar dengan riwayat pasangan seksual ≥ 4 orang dalam enam bulan terakhir dan pasangan seksual selama hidup ≥ 5 orang.32,33 Pada penelitian ini jumlah pasangan selama hidup < 5 orang terdapat pada 26 SP (53,1%) dan ≥ 5 orang pada 23 SP (46,9%). Anic dkk. (2012) mendapatkan risiko KA meningkat dengan bertambahnya jumlah pasangan seksual (≥ 3 orang) dan jumlah hubungan seksual intravagina (≥ 21 kali) dalam tiga bulan terakhir.58 Kjaer dkk. (2007) mendapatkan perempuan dengan jumlah pasangan seksual selama hidup ≥ 15 orang akan meningkatkan risiko terkena KA sembilan kali lipat.33 Wen dkk. (1999) mendapatkan jumlah pasangan seksual selama hidup ≥ 10 orang meningkatkan risiko terkena KA dua kali lipat.54
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
47 Sebagian besar SP, yakni 42 orang (85,7%), belum diterapi saat pertama kali datang. Terdapat tujuh SP dengan riwayat terapi, yaitu larutan asam trikloroasetat (tiga SP), kauterisasi (dua SP), dan tingtur podofilin (dua SP). Hubungan merokok dengan terjadinya KA masih menjadi perdebatan. Wen dkk. (1999) mendapatkan risiko terkena KA akan meningkat dua kali lipat pada lakilaki perokok.54 Hansen dkk. (2010) mendapatkan risiko terkena KA meningkat 0,6% untuk setiap batang rokok per hari.62 Wilson dkk. (2001) mendapatkan angka kesembuhan pada kelompok tidak merokok lebih tinggi dibandingkan dengan merokok, walaupun perbedaan tersebut tidak bermakna secara statistik.38 Merokok merupakan satu dari banyak faktor yang berkaitan dengan perilaku seksual berisiko tinggi. Namun, terdapat dasar biologis yang mengaitkan rokok dengan KA. Merokok menyebabkan penurunan kadar S100 dan sel CD1a(+) Langerhans di epitel serviks yang bergantung dosis dan menyebabkan supresi respons imun. Merokok juga memperlambat pembersihan KA melalui mekanisme yang sama.19,38,60,63 Pada penelitian ini sebanyak 31 SP (63,3%) mengaku pernah merokok, sedangkan 18 SP (36,7%) tidak pernah merokok. Riwayat merokok tidak ditanyakan secara rinci (batang per hari) pada penelitian ini. Oleh karena itu, walaupun lebih banyak SP merokok, hubungan merokok dengan lesi KA perlu diteliti lebih lanjut. Sebanyak 45 SP (91,8%) tidak menggunakan kontrasepsi, sedangkan empat SP (8,16%) menggunakan kontrasepsi kondom. Kontrasepsi yang banyak dikaitkan dengan kejadian KA adalah kontrasepsi oral, walaupun hal tersebut masih diperdebatkan. Pada penelitian ini tidak satupun SP menggunakan kontrasepsi oral.11 Pemeriksaan hitung CD4 dilakukan pada seluruh SP. Hitung CD4 ˃ 200 sel/mm3 ditemukan pada 40 SP (81,6%), sedangkan hitung CD4 ≤ 200 sel/mm3 ditemukan pada tiga SP (6,1%). Pemeriksaan hitung CD4 tidak dilakukan pada lima SP karena tidak datang kontrol dan satu SP menolak dengan alasan takut melakukan pemeriksaan darah. Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
48 Menurut kepustakaan insidens KA lebih tinggi pada laki-laki yang tidak disirkumsisi (1,7 per 100 populasi per tahun) dibandingkan dengan laki-laki yang disirkumsisi (1,3 per 100 populasi per tahun).60 Namun, metaanalisis yang dilakukan Larke dkk. (2011) mendapatkan sirkumsisi tidak menurunkan insidens KA walaupun dapat mencegah infeksi HPV.64 Pada penelitian ini hanya terdapat satu SP laki-laki pada kelompok P yang tidak disirkumsisi. Hasil ini berbeda dengan penelitian Oriel dkk. (1971) di Inggris yang mendapatkan 79% SP tidak disirkumsisi.65 Perbedaan ini mungkin disebabkan kebiasaan sirkumsisi yang tinggi di negara kita karena berkaitan dengan agama. Sebanyak 38 SP (77,6%) tidak terbukti terinfeksi oleh IMS lain, sedangkan pada sebelas SP (22,4%) terdapat IMS lain, yaitu sifilis (empat SP), bakterial vaginosis (dua SP), servisitis nonspesifik (dua SP), proktitis nonspesifik (dua SP), kandidosis vulvovaginitis (satu SP), moluskum kontagiosum (satu SP), dan trikomoniasis (satu SP). Temuan tersebut berbeda dengan penelitian Pratomo (1988) yang mendapatkan 60% SP disertai dengan IMS lain, dengan IMS terbanyak pada laki-laki berupa uretritis nonspesifik dan pada perempuan adalah kandidosis genital.52 Pada penelitian Pratomo, kandidosis genital yang merupakan IMS terbanyak pada perempuan (enam SP) sebenarnya bukanlah suatu IMS murni, yang artinya tidak selalu terjadi akibat hubungan seksual berisiko tinggi. Oleh karena itu, apabila kandidosis tidak dimasukkan dalam kelompok IMS maka sebenarnya persentase koinfeksi IMS lain menjadi lebih rendah (45%). Namun, angka tersebut tetap lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian ini mungkin disebabkan rentang usia yang lebih sempit pada penelitian Pratomo (18-31 tahun) sehingga kemungkinan promiskuitas lebih besar pada kelompok dewasa muda tersebut. Anic dkk. (2012)58 mendapatkan riwayat terdiagnosis dengan salah satu IMS merupakan faktor risiko terjadinya KA, namun penelitian Oriel dkk. (1971)65 tidak menemukan perbedaan insidens IMS lain pada pasien KA dibandingkan dengan tanpa KA. Karakteristik klinis tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok penelitian (Tabel 4.2). Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
49 Tabel 4.2 Karakteristik Klinis Subyek Penelitian Perbandingan Efektivitas dan Efek Samping antara Tingtur Podofilin 25% dengan Larutan Asam Trikloroasetat 90% untuk KA Genitalia Eksterna dan/atau Perianal di Divisi IMS Poliklinik IKKK RSCM dan Klinik Procare PKBI Pisangan, Jakarta, 2013 (N = 49) Data dasar
Total (N = 49) N %
Kelompok terapi Podofilin TCA (N = 25) (N = 24) n % N %
Nilai p
Keluhan penyerta Gatal 24 48,9 11 44 13 54,2 Gatal dan nyeri 7 14,3 4 16 3 12,5 Lain-lain 2 4,1 1 4 1 4,2 0,83* Nyeri 2 4,1 2 8 0 0 Tidak ada 14 28,6 7 28 7 29,1 Lama sakit < 3 bulan 30 61,2 16 64 14 58,3 0,68** ≥ 3 bulan 19 38,8 9 36 10 41,7 Keluhan pasangan Ada 7 14,3 3 12 4 16,7 Tidak ada 24 48,9 15 60 9 37,5 0,28** Tidak tahu 18 36,8 7 28 11 45,8 Perilaku pasangan Risiko tinggi 30 61,2 13 52 17 70,8 Tidak risiko tinggi 9 18,4 5 20 4 16,7 0,32** Tidak tahu 10 20,4 7 28 3 12,5 Total pasangan <5 26 53,1 16 64 10 41,7 0,11** ≥5 23 46,9 9 36 14 58,3 Riwayat terapi TCA 3 6,1 2 8 1 4,2 Kauter 2 4,1 0 0 2 8,3 0,49** Podofilin 2 4,1 1 4 1 4,2 Tidak ada 42 85,7 22 88 20 83,3 Merokok Pernah 31 63,3 17 68 14 58,3 0,48** Tidak pernah 18 36,7 8 32 10 41,7 Hitung CD4 ≤ 200 sel/mm3 3 6,1 1 4 2 8,3 3 40 81,6 21 84 19 79,2 0,80* > 200 sel/mm 5 10,2 2 8 3 12,5 Belum periksa 1 2,1 1 4 0 0 Menolak periksa Keterangan: N = jumlah SP; bermakna jika p < 0,05; * = uji mutlak Fischer;** = uji chi-square
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
50 4.1.3 Karakteristik lesi Morfologi lesi KA terbanyak adalah tipe akuminata, yang terdapat pada 35 SP (71,4%). Tipe papular terdapat pada sembilan SP (18,4%) dan tipe keratotik terdapat pada lima SP (10,2%). Terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok penelitian (Tabel 4.3). Hasil ini serupa dengan penelitian Taner dkk. (2007) yang mendapatkan tipe terbanyak adalah akuminata dan papular.50 Pada sebagian besar SP, yakni 31 orang (63,4%), lesi berada pada satu lokasi. Lokasi terbanyak pada laki-laki adalah perianal (22 SP) dan batang penis (sembilan SP). Temuan tersebut berbeda dengan penelitian Pratomo (1988) yang mendapatkan lokasi KA pada laki-laki berdasarkan urutan terbanyak adalah batang penis, subprepusium, sulkus koronarius, pubis, uretral, frenulum, skrotum, dan inguinal.53 Perbedaan ini dapat terjadi mungkin karena pada penelitian ini banyak terdapat pasien LSL dengan lokasi KA di perianal. Pada penelitian ini lokasi terbanyak pada perempuan adalah labia mayora (sebelas SP), komisura posterior (enam SP), dan perineum (lima SP). Hal ini serupa dengan penelitian Pratomo (1988) dengan lokasi terbanyak berdasarkan urutan adalah labia mayora, komisura posterior, vagina, klitoris, perianal, inguinal, labia minora, dan pubis. Lokasi tersebut merupakan lokasi yang banyak terjadi trauma saat berhubungan seksual.52 Nilai median jumlah lesi saat kunjungan pertama adalah tiga (rentang 1-40) pada kelompok T dan lima (rentang 1-31) pada kelompok P. Hasil ini serupa dengan penelitian Wilson dkk. (2001) di Inggris yang mendapatkan median jumlah lesi adalah enam (rentang 1-41).38 Taner dkk. (2007) mendapatkan jumlah lesi KA terbanyak adalah 6-10 lesi pada 56,9% SP.50 Godley dkk. (1987) mendapatkan rerata jumlah lesi adalah enam (rentang 1-32).66 Nilai median rerata ukuran lesi saat kunjungan pertama adalah 35,6 mm3 (rentang 1,375-3084 mm3) pada kelompok T dan 18,2 mm3 (rentang 1,16-2352 mm3) pada kelompok P. Peneliti tidak menemukan penelitian lain yang melakukan
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
51 pengukuran lesi KA secara tiga dimensi (volume). Penelitian lain umumnya hanya mengukur diameter atau luas lesi KA. Karakteristik lesi, yaitu lokasi lesi, rerata jumlah lesi, dan rerata ukuran lesi tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok penelitian. Bentuk papular secara bermakna lebih banyak ditemukan pada kelompok P dan bentuk keratotik lebih banyak pada kelompok T (Tabel 4.3). Tabel 4.3 Karakteristik Lesi Subyek Penelitian Perbandingan Efektivitas dan Efek Samping antara Tingtur Podofilin 25% dengan Larutan Asam Trikloroasetat 90% untuk KA Genitalia Eksterna dan/atau Perianal di Divisi IMS Poliklinik IKKK RSCM dan Klinik Procare PKBI Pisangan, Jakarta, 2013 (N = 49) Karakteristik lesi
Total (N = 49) n %
Kelompok terapi Podofilin TCA (N = 25) (N = 24) n % n %
Morfologi Akuminata 35 71,4 16 64 19 79,2 Keratotik 5 10,2 1 4 4 16,7 Papular 9 18,4 8 32 1 4,1 Lokasi 1 lokasi 31 63,4 15 60 16 66,6 2 lokasi 9 18,3 5 20 4 16,7 > 2 lokasi 9 18,3 5 20 4 16,7 Jumlah lesi 5 3 (rentang) (1-31) (1-40) Rerata ukuran lesi 18,2 mm3 35,6 mm3 (rentang) (1,16-2352) (1,375-3084)) Keterangan : N = jumlah SP; perbedaan bermakna jika p < 0,05; * = uji mutlak Fischer; ** = uji Mann-Whitney
Nilai p
0,02* 1,00* 0,78** 0,39**
4.2 Hasil pengobatan Sebanyak sepuluh SP drop out, tiga SP kelompok T dan tujuh SP kelompok P. Alasan drop out adalah SP keluar kota atau keluar negeri berkaitan dengan pekerjaan (lima SP), sakit (satu SP), dan tidak diketahui karena tidak bisa dihubungi (empat SP). Tidak terdapat perbedaan bermakna jumlah SP yang drop out antara kedua kelompok terapi (p = 0,17).
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
52 4.2.1 Respons terhadap pengobatan Pengobatan diberikan setiap minggu selama enam minggu. Setiap kali kunjungan dilakukan pencatatan ukuran dan jumlah lesi. Respons terhadap pengobatan dinilai setelah enam minggu (awal minggu VII), dan dilakukan analisis intention to treat dengan menyertakan SP drop out dalam kelompok tidak ada respons. Pada pengamatan awal minggu VII, respons baik (jumlah atau ukuran lesi berkurang ≥ 80% dalam waktu enam minggu masa penelitian) terdapat pada 62,5% SP kelompok T, sedangkan kelompok P menunjukkan angka lebih rendah, yakni 28%. Tidak ada respons (jumlah lesi dan ukuran lesi menetap atau bertambah dalam waktu enam minggu masa penelitian) adalah 12,5% pada kelompok T, sedangkan pada kelompok P terdapat angka yang lebih tinggi, yakni 32%. Subyek penelitian dengan respons parsial (jumlah atau ukuran lesi berkurang < 80% dalam waktu enam minggu masa penelitian) adalah 25% pada kelompok T, sedangkan pada kelompok P terdapat angka yang lebih tinggi, yakni 40%. Analisis statistik dengan uji chi-square mendapatkan perbedaan bermakna antara kedua kelompok penelitian (p = 0,04). Data respons terapi dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Perbandingan Efektivitas Terapi antara Tingtur Podofilin 25% dengan Larutan Asam Trikloroasetat 90% untuk KA Genitalia Eksterna dan/atau Perianal di Divisi IMS Poliklinik IKKK RSCM dan Klinik Procare PKBI Pisangan, Jakarta, 2013 (N = 49) Kelompok terapi Podofilin TCA (N = 25) (N = 24) N % N % n % Tidak ada 11 22,4 8 32 3 12,5 Parsial 16 32,7 10 40 6 25 Baik 22 44,9 7 28 15 62,5 Keterangan : N = jumlah SP; perbedaan bermakna jika p < 0,05; * = uji chi-square Respons terapi
Total (N = 49)
Nilai p
0,04*
Pada kelompok T, seluruh SP (15 orang) yang terdapat dalam kelompok respons terapi baik mengalami kesembuhan 100%, yang artinya tidak terdapat lagi lesi KA. Pada kelompok P hanya empat dari tujuh SP kelompok respons terapi baik yang mengalami kesembuhan 100%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
53 penggunaan larutan asam trikloroasetat 90% untuk terapi KA genitalia eksterna dan/atau perianal lebih efektif dibandingkan dengan tingtur podofilin 25%. Number needed to treat (NNT), yaitu jumlah pasien yang harus diobati untuk mendapat tambahan satu hasil yang baik atau menghindarkan satu kegagalan, dihitung dengan membandingkan respons terapi baik dengan gabungan antara respons terapi parsial dengan tidak ada respons. Nilai NNT yang didapat adalah 3 (RR 2,23; IK95%:1,1-4,4; p = 0,01), yang artinya setiap mengobati tiga pasien dengan larutan asam trikloroasetat 90% akan diperoleh tambahan satu pasien sembuh atau menghindarkan tambahan satu pasien tidak sembuh. Faktor yang menyebabkan efektivitas tingtur podofilin 25% rendah pada penelitian ini adalah frekuensi penutulan yang hanya satu kali setiap minggu. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan pasien. Sebenarnya dalam kepustakaan tingtur podofilin 25% dapat diberikan satu sampai tiga kali setiap minggu selama enam minggu.13 Pemberian tingtur podofilin 25% menurut Panduan Praktis Klinis RSCM 2012 adalah satu sampai dua kali seminggu.67 Pada penelitian ini morfologi tidak menjadi salah satu faktor yang menyebabkan efektivitas terapi tingtur podofilin 25% rendah, meskipun sebaran lesi KA tidak seimbang antara kedua kelompok terapi. Semua tipe KA, baik akuminata maupun papular, tidak begitu baik responsnya dengan pemberian tingtur podofilin 25% dibandingkan dengan larutan asam trikloroasetat 90% (Tabel 4.5). Tabel 4.5 Distribusi Morfologi Lesi Berdasarkan Respons Terapi Tingtur Podofilin 25% dan Larutan Asam Trikloroasetat 90% untuk KA Genitalia Eksterna dan/atau Perianal di Divisi IMS Poliklinik IKKK RSCM dan Klinik Procare PKBI Pisangan, Jakarta, 2013 (N = 49) Kelompok terapi Respons terapi
Podofilin (N = 25) Akuminata Keratotik n % N % Baik 4 25 0 0 Parsial 6 37,5 0 0 Tidak ada 6 37,5 1 100 Keterangan: N = jumlah SP
Papular n % 3 37,5 3 37,5 2 25
TCA (N = 24) Akuminata Keratotik n % n % 12 63,1 2 50 4 21,1 2 50 3 15,8 0 0
Papular n % 1 100 0 0 0 0
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
54 Dilakukan analisis bivariat untuk memastikan apakah ketidakseimbangan distribusi morfologi KA mempengaruhi respons terapi dan didapatkan hasil tidak bermakna (Tabel 4.6). Pada analisis ini respons dibagi menjadi dua, yaitu tidak ada respons dan ada respons. Respons parsial dan tidak ada respons digabungkan sebagai tidak ada respons. Tabel 4.6 Perbandingan Morfologi Lesi dengan Respon Terapi antara Tingtur Podofilin 25% dengan Larutan Asam Trikloroasetat 90% untuk Terapi KA Genitalia Eksterna dan/atau Perianal di Divisi IMS Departemen IKKK RSCM dan Klinik Procare PKBI Pisangan, Jakarta, 2013 (N = 49) Kelompok terapi Podofilin (N = 25) TCA (N = 24) Tidak ada Ada Tidak ada Ada respons respons respons respons n % N % n % n % n % Papular 9 18,4 5 27,8 3 42,9 0 0 1 6,7 Keratotik 5 10,2 1 5,6 0 0 2 22,2 2 13,3 Akuminata 35 71,4 12 66,6 4 57,1 7 77,8 12 80 Keterangan : N = jumlah SP; perbedaan bermakna jika p < 0,05; * = uji chi-square Morfologi lesi
Peneliti
Total (N = 49)
tidak
menemukan
penelitian
terdahulu
yang
secara
Nilai p
0,64*
langsung
membandingkan efektivitas antara tingtur podofilin 25% dengan larutan asam trikloroasetat 90% untuk terapi KA. Terdapat satu penelitian yang dilakukan Gabriel dkk. (1983) di London yang membandingkan antara tingtur podofilin 25% (P) dengan campuran tingtur podofilin 25% dan larutan asam trikloroasetat 50% (TP). Terapi diberikan dengan interval setiap minggu selama enam minggu. Pada saat penilaian minggu keenam terdapat 68,9% kelompok P sembuh dan 67,7% kelompok TP sembuh, dan tidak ada perbedaan bermakna antara kedua kelompok terapi. Rerata jumlah terapi pada kelompok P adalah empat kali, sedangkan kelompok TP lebih sedikit yaitu 2,9 kali, dan perbedaan tersebut bermakna secara statistik.68 Efektivitas terapi tingtur podofilin pada penelitian Gabriel dkk. lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian ini. Hal ini dapat disebabkan durasi kontak tingtur podofilin pada penelitian Gabriel dkk. lebih lama. Pada saat kunjungan awal podofilin dicuci setelah aplikasi empat jam, sedangkan pada kunjungan kedua dicuci setelah 12 jam, dan kunjungan berikutnya dicuci setelah 24 jam. Namun, pada penelitian tersebut tidak dijelaskan alasan pencucian dilakukan lebih lama. Larutan asam trikloroasetat pada penelitian Gabriel dkk. memiliki Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
55 konsentrasi berbeda dan dicampur dengan tingtur podofilin 25% sehingga sulit dibandingkan dengan penelitian ini. Terdapat satu penelitian terdahulu yang menilai efektivitas serta efek samping larutan asam trikloroasetat untuk terapi KA, yaitu oleh Taner dkk. (2007), yang menggunakan larutan asam trikloroasetat 85% untuk terapi KA genitalia eksterna dan perianal perempuan. Larutan asam trikloroasetat diberikan setiap lima hari sampai maksimal enam kali kunjungan. Terdapat 51 SP dengan median terapi adalah empat kali (rentang 2-5). Seluruh lesi KA menghilang pada terapi kelima.50 Konsentrasi efektif larutan asam trikloroasetat menurut literatur adalah 85-95%.16 Efektivitas terapi larutan asam trikloroasetat pada penelitian Taner dkk. lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian ini. Tingginya angka kesembuhan pada penelitian tersebut dapat disebabkan lesi KA yang masuk dalam penelitian hanyalah lesi tunggal yang terdapat di genitalia eksterna dan perianal. Namun, pada penelitian tersebut tidak dijelaskan batasan ukuran lesi KA yang dimasukkan dalam penelitian. Terdapat beberapa penelitian lain yang membandingkan efektivitas dan efek samping larutan asam trikloroasetat dengan terapi lain selain tingtur podofilin untuk lesi KA. Beberapa penelitian tersebut akan dijabarkan sebagai pembanding pada penelitian ini. Godley dkk. (1987) membandingkan antara larutan asam trikloroasetat dengan krioterapi untuk KA di penis. Larutan asam trikloroasetat diberikan setiap minggu selama sepuluh minggu. Sebanyak 46 dari 69 SP (81%) mengalami resolusi lengkap dengan rerata jumlah kunjungan adalah empat kali.66 Efektivitas terapi larutan asam trikloroasetat pada penelitian Godley dkk. lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian ini. Hal ini dapat disebabkan jumlah maksimal aplikasi terapi yang lebih besar, yaitu sepuluh kali. Namun, pada penelitian Godley dkk. tidak dijelaskan konsentrasi larutan asam trikloroasetat yang digunakan. Abdullah dkk. (1993) membandingkan antara larutan asam trikloroasetat 95% dengan krioterapi untuk terapi KA. Terapi diberikan setiap minggu selama enam Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
56 minggu. Sebanyak 21 dari 33 SP (63,6%) mengalami resolusi lengkap.69 Efektivitas terapi larutan asam trikloroasetat pada penelitian Abdullah dkk. hampir sama dengan penelitian ini. Hal ini dapat disebabkan kriteria inklusi dan eksklusi serta lama pemantauan yang sama. Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang menilai efektivitas tingtur podofilin untuk lesi KA dan akan dijabarkan sebagai pembanding pada penelitian ini. Simmons dkk. (1981) membandingkan antara tingtur podofilin 10% dengan 25% yang diberikan setiap minggu selama enam minggu. Penilaian dilakukan pada bulan ketiga setelah terapi pertama. Resolusi lengkap terdapat pada 12 dari 54 SP (22,2%) kelompok podofilin 10% dan 12 dari 55 SP (21,8%) kelompok podofilin 25%. Kelompok podofilin 10% membutuhkan rerata terapi 4,3 minggu dan kelompok podofilin 25% 3,7 minggu, tetapi perbedaan tersebut tidak bermakna secara statistik.70 Efektivitas terapi tingtur podofilin pada penelitian Simmons dkk. hampir sama dengan penelitian ini. Angka efektivitas yang lebih rendah pada penelitian Simmons dkk. dapat disebabkan penilaian terapi yang dilakukan tiga bulan setelah terapi pertama, sehingga beberapa SP yang sembuh setelah enam minggu terapi dapat mengalami rekurensi saat penilaian. Terdapat beberapa penelitian lain yang membandingkan efektivitas dan efek samping tingtur podofilin dengan terapi lain selain larutan asam trikloroasetat untuk lesi KA. Beberapa penelitian tersebut akan dijabarkan sebagai pembanding pada penelitian ini. Edwards dkk. (1988) membandingkan antara tingtur podofilin 20% dengan podofilotoksin 0,5% untuk terapi KA di penis. Kelompok podofilin diberikan terapi setiap minggu selama enam minggu. Terdapat 12 dari 19 SP (63,1%) sembuh pada kelompok podofilin.71 Penelitian Edwards dkk. maupun penelitian ini sebenarnya mempunyai kriteria inklusi dan eksklusi, lama pemantauan, dan konsentrasi tingtur podofilin yang hampir sama. Namun, efektivitas terapi pada penelitian Edwards dkk. lebih tinggi dapat disebabkan lesi KA yang dimasukkan dalam penelitian hanya lesi di penis. Selain itu, perlu diingat bahwa perbedaan Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
57 angka efektivitas terapi yang cukup besar mungkin disebabkan preparat podofilin yang tidak terstandarisasi. Preparat podofilin sangat bervariasi antar merk karena prosedur ekstraksi yang membutuhkan penambahan rhizom dengan etanol diikuti dengan presipitasi pada air yang diasamkan, sehingga tidak memungkinkan penentuan jumlah podofilin yang tepat.13,22 Selain itu, podofilin seringkali tidak stabil selama penyimpanan karena dapat mengalami kristalisasi dan pembentukan pikroisomer lignan yang tidak aktif.13 Hal inilah yang menyebabkan angka efektivitas tingtur podofilin sangat bervariasi dengan rentang 20-80%.2,3,10,23 Condylomata International Collaborative Study Group (1991) membandingkan antara IFN-α2a subkutan dengan tingtur podofilin 25% untuk terapi KA. Podofilin diberikan dua kali setiap minggu selama enam minggu. Penilaian dilakukan dua bulan setelah selesai terapi dan respons lengkap terdapat pada 52 dari 69 SP (75%). Respons lengkap terdapat pada minggu keempat dan kelima.15 Efektivitas tingtur podofilin pada penelitian tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian ini. Pada penelitian tersebut aplikasi podofilin lebih sering, yaitu dua kali seminggu selama enam minggu dibandingkan dengan penelitian ini yang hanya sekali dalam seminggu. 4.2.2 Efek samping pengobatan 4.2.2.1 Efek samping subyektif Efek samping subyektif dibagi menjadi efek samping segera dan susulan. Efek samping subyektif yang dinilai adalah rasa gatal dan nyeri yang digradasi dari ringan sampai sangat berat berdasarkan nilai VAS. Penilaian dilakukan segera setelah aplikasi obat setiap kali kunjungan pada minggu I, II, III, IV, V, VI. Saat kunjungan awal, seluruh SP pada kelompok T mengeluh adanya efek samping segera. Keluhan terbanyak berupa nyeri berat (VAS 6-7) pada 12 SP (50%). Namun, keluhan nyeri ini hanya bersifat sementara dan menghilang dalam waktu 5-10 menit. Tidak satupun SP mengeluh gatal ataupun nyeri ringan. Pada kelompok P terdapat 16 SP (64%) mengeluh efek samping segera dan sembilan SP (36%) tidak mengeluhkan efek samping. Keluhan terbanyak adalah nyeri Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
58 sedang (VAS 3-5) pada sebelas SP (44%). Berdasarkan hasil statistik terdapat perbedaan bermakna efek samping segera antara kedua kelompok penelitian saat kunjungan pertama (Tabel 4.7) Tabel 4.7 Perbandingan Efek Samping Subyektif Kunjungan Awal antara Tingtur Podofilin 25% dengan Larutan Asam Trikloroasetat 90% untuk KA Genitalia Eksterna dan/atau Perianal di Divisi IMS Poliklinik IKKK RSCM dan Klinik Procare PKBI Pisangan, Jakarta, 2013 (N = 49) Efek samping subyektif
Total (N = 49)
Kelompok terapi Podofilin TCA (N = 25) (N = 24) n % n % 9 36 0 0 0 0 0 0 4 16 0 0
N % 9 18,4 Tidak ada 0 0 Gatal 4 8,2 Nyeri ringan (VAS 1-2) 17 34,7 11 44 6 25 • Nyeri sedang (VAS 3-5) 13 26,5 1 4 12 50 • Nyeri berat (VAS 6-7) 6 12,2 0 0 6 25 • Nyeri sangat berat (VAS 8-10) Keterangan : N = jumlah SP; perbedaan bermakna jika p < 0,05; * = uji mutlak Fischer • • •
Nilai p
0.00*
Dari hasil pengamatan ini dapat disimpulkan bahwa keluhan subyektif yang timbul segera setelah aplikasi obat lebih banyak disebabkan oleh larutan asam trikloroasetat 90% dibandingkan dengan tingtur podofilin 25%. Keluhan subyektif terbanyak yang timbul karena penggunaan larutan asam trikloroasetat 90% adalah nyeri sedang sampai dengan sangat berat, sedangkan pada kelompok podofilin adalah nyeri ringan sampai dengan sedang. Efek samping segera pada kunjungan berikutnya dirasakan oleh seluruh SP pada kelompok T dengan derajat nyeri yang berbeda-beda. Sebagian besar SP merasakan derajat nyeri yang sama. Subyek penelitian yang merasakan nyeri semakin ringan mungkin disebabkan sudah terbiasa dengan nyeri yang dirasakan tiap kali penutulan, sedangkan SP yang merasakan nyeri semakin berat mungkin disebabkan ukuran lesi semakin kecil sehingga larutan asam trikloroasetat lebih terakumulasi di dasar lesi saat penutulan. Data efek samping segera pada kunjungan II sampai VI dapat dilihat pada Tabel 4.8. Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
60 Efek samping susulan hanya dikeluhkan oleh lima SP selama masa penelitian. Efek samping susulan yang dikeluhkan adalah gatal pada dua SP dengan masingmasing satu SP pada tiap kelompok terapi. Efek samping lain adalah nyeri ringan pada satu SP kelompok T, nyeri sedang pada satu SP kelompok P, dan nyeri berat pada satu SP kelompok T. Godley dkk. (1987) mendapatkan efek samping subyektif pada kelompok trikloroasetat adalah rasa tidak nyaman pada 4,3% SP dan nyeri seperti tertusuktusuk pada 37,7% SP, tetapi tidak satupun SP menghentikan penelitian.66 Taner dkk. (2007) mendapatkan efek samping subyektif terbanyak pada penggunaan larutan asam trikloroasetat 85% adalah rasa nyeri seperti terbakar yang bersifat sementara pada seluruh SP, tetapi tidak satupun SP menghentikan terapi.50 Hasil penelitian Godley dkk. dan Taner dkk. sesuai dengan penelitian ini, yaitu efek samping terbanyak penggunaan larutan asam trikloroasetat adalah nyeri. Gabriel dkk. (1983) tidak mendapatkan adanya efek samping subyektif segera maupun susulan pada seluruh SP dengan penggunaan tingtur podofilin 25%.68 Begitu juga dengan penelitian Simmons dkk. (1981) yang membandingkan antara tingtur podofilin 10% dengan 25% untuk terapi KA tidak didapatkan SP dengan efek samping subyektif.70 Pada penelitian ini sembilan SP tidak mengeluhkan adanya efek samping subyektif, namun terdapat efek samping nyeri ringan sampai dengan berat pada 16 SP . 4.2.2.2 Efek samping obyektif Efek samping obyektif yang dinilai adalah reaksi lokal kulit ringan (kemerahan, bengkak, luka superfisial), reaksi lokal kulit berat (ulserasi), sikatriks atrofik/hipertrofik, dan infeksi sekunder. Penilaian dilakukan setiap kali kunjungan pada minggu I, II, III, IV, V, VI. Selama penelitian tidak ditemukan SP dengan efek samping obyektif berupa reaksi lokal kulit berat dan sikatriks atrofik/hipertrofik pada kedua kelompok terapi. Efek samping obyektif terbanyak yang ditemukan selama penelitian adalah reaksi lokal kulit ringan, yaitu berupa erosi pada 12 SP (50%) kelompok T. Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
61 Sembilan SP mengalami erosi pada minggu I pengobatan, satu SP pada minggu II pengobatan, satu SP pada minggu III pengobatan, dan satu SP pada minggu IV pengobatan. Subyek penelitian diedukasi kembali mengenai higiene daerah genital dan diberikan antibiotik topikal untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder. Erosi yang terjadi umumnya akan membaik dalam waktu satu minggu dan tidak satupun SP menghentikan penelitian karena keluhan tersebut. Pada kelompok P tidak terdapat SP yang mengalami reaksi lokal ringan selama penelitian. Data efek samping obyektif berupa reaksi lokal kulit ringan dapat dilihat pada Tabel 4.9. Efek samping obyektif lainnya yang ditemukan selama penelitian adalah infeksi sekunder pada satu SP (4,16%) kelompok T. Infeksi sekunder terjadi pada minggu V pengobatan. Infeksi sekunder dapat terjadi pada SP tersebut disebabkan kurangnya higiene genital. Infeksi sekunder diatasi dengan memberikan antibiotik oral. Pada kelompok P tidak terdapat SP yang mengalami infeksi sekunder selama penelitian. Infeksi sekunder tidak terjadi walaupun CD4 ≤ 200 sel/mm3. Godley dkk. (1987) menggunakan larutan asam trikloroasetat untuk terapi KA penis dan mendapatkan 37,7% SP mengalami ulserasi.66 Begitu juga penelitian Abdullah dkk. (1993) yang menggunakan larutan asam trikloroasetat 95% dan terdapat 27,2% SP mengalami ulserasi.69 Taner dkk. (2007) menilai efektivitas terapi larutan asam trikloroasetat 85% untuk lesi KA dan terdapat ulserasi pada 15,6% SP dan 5,8% SP di antaranya menjadi sikatriks permanen.50 Pada penelitian ini efek samping terbanyak adalah erosi dan tidak terdapat SP dengan efek samping ulserasi dan sikatriks. Pada penelitian Godley dkk. tidak dijelaskan apakah kulit sekitar lesi dilindungi terlebih dahulu sebelum penutulan larutan asam trikloroasetat, sedangkan pada penelitian Abdullah dkk. dan Taner dkk. dilakukan pengolesan bedak tetapi setelah penutulan larutan asam trikloroasetat. Hal inilah yang mungkin menyebabkan efek samping lebih berat pada ketiga penelitian tersebut.
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
63 Gabriel dkk. (1983) tidak mendapatkan adanya
efek samping obyektif pada
seluruh SP dengan penggunaan tingtur podofilin 25%.68 Begitu juga dengan penelitian Simmons dkk. (1981) yang membandingkan tingtur podofilin 10% dengan 25% untuk terapi KA, dan tidak satupun SP mengalami efek samping obyektif.70 Namun, penelitian Edwards dkk. (1988) mendapatkan pada kelompok podofilin terdapat efek samping obyektif berupa eritema ringan pada 15 SP. Efek samping tersebut membaik tanpa perlu intervensi aktif.71 Begitu juga dengan Condylomata International Collaborative Study Group (1991) yang melakukan penelitian pada 81 SP dengan tingtur podofilin 25% dan efek samping obyektif terdapat pada 50% SP berupa iritasi dan ulserasi. Namun, tidak satupun SP menghentikan penelitian.15 Pada penelitian ini tidak terdapat SP kelompok podofilin yang mengalami efek samping obyektif. 4.3 Keterbatasan dan kekuatan penelitian 4.3.1 Keterbatasan penelitian •
Desain penelitian berupa uji klinis terbuka (open trial), yaitu baik peneliti maupun SP mengetahui obat yang diberikan. Baku emas untuk uji klinis adalah uji klinis dengan desain tersamar ganda, yaitu baik peneliti maupun SP tidak mengetahui pengobatan yang diberikan. Pada penelitian ini, ketersamaran sulit dilakukan karena larutan obat tampak berbeda saat aplikasi, terjadi perubahan bentuk lesi setelah tutul larutan asam trikloroasetat, dan rasa nyeri yang hebat saat penutulan larutan asam trikloroasetat. Pernah terdapat penelitian terdahulu yang menyamarkan warna larutan dengan menggunakan pewarna inert, namun hal ini sulit dilakukan karena harus melakukan uji coba terlebih dahulu di bagian farmasi untuk memastikan kestabilan sediaan obat.
•
Peneliti melakukan pengukuran lesi dan penutulan terapi topikal. Pada uji klinis pengukuran lesi hendaknya dilakukan secara blinded oleh orang yang berbeda untuk menghindari bias pengukuran.
•
Jumlah drop out cukup besar, yakni sebanyak 20%. Hal tersebut disebabkan lamanya masa observasi sehingga seringkali berbenturan dengan kepentingan pribadi SP. Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
64
•
Penutulan tingtur podofilin hanya dilakukan satu kali seminggu yang mungkin mempengaruhi efektivitas tingtur podofilin.
4.3.2 Kekuatan penelitian •
Dilakukan randomisasi terhadap kedua kelompok penelitian, sehingga faktor perancu akan terbagi seimbang di antara kedua kelompok dan faktor bias dapat dikontrol secara efektif.
•
Peneliti melakukan sendiri anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemberian terapi dengan bantuan dari dokter supervisi dalam hal penegakan diagnosis untuk lesi KA yang meragukan.
•
Penilaian rerata ukuran dan jumlah lesi serta efek samping dilakukan setiap minggu, tidak hanya pada awal dan akhir pengobatan saja, sehingga memberikan gambaran yang lebih baik terhadap perjalanan klinis SP selama pengobatan.
•
Pengukuran lesi dilakukan secara tiga dimensi yaitu volume (panjang x lebar x tinggi) sehingga lebih akurat.
•
Adanya ketersamaran dalam analisis, yaitu pihak analis data hanya mengetahui terapi sebagai terapi A dan B.
•
Lokasi lesi KA lebih bervariasi pada penelitian ini dibandingkan dengan penelitian terdahulu yang membandingkan efektivitas terapi topikal untuk KA.
•
Karakteristik klinis SP lebih bervariasi pada penelitian ini karena memasukkan pasien LSL.
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
65 BAB 5 IKHTISAR, KESIMPULAN, DAN SARAN
5.1 Ikhtisar Kondilomata akuminata adalah vegetasi jinak di daerah anogenital yang disebabkan infeksi virus HPV, dengan genotipe 6 dan 11 ditemukan pada lebih dari 90% kasus.22,23 Kondilomata akuminata telah ditemukan sejak zaman Hippocrates, tetapi masih menjadi IMS tersering. Hal ini disebabkan mayoritas infeksi terdapat dalam bentuk subklinis dan belum ada modalitas terapi yang benar-benar dapat mengeradikasi HPV.2 Insidens dan prevalensi infeksi HPV semakin meningkat sejak pertengahan tahun 1960-an, terutama pada kelompok dewasa muda seksual aktif.4 Pilihan modalitas terapi untuk KA bervariasi dan dapat dikelompokkan menjadi metode sitodestruktif kimiawi dan fisis, terapi antimetabolik, terapi antivirus, dan imunomodulasi.3,10,11 Terapi sitodestruktif kimiawi yang diberikan secara topikal dan diaplikasikan oleh dokter umumnya lebih dipilih di negara berkembang karena efektif dan cepat aplikasinya.3 Tingtur podofilin 25% berasal dari ekstrak tanaman Podophyllum spp. yang mengandung bahan lignan bersifat antimitotik, yang bekerja dengan menghambat mitosis pada metafase sehingga menyebabkan pembengkakan dan apoptosis sel.2,12 Saat ini penggunaan tingtur podofilin sudah tidak direkomendasikan oleh WHO, European Guidelines for the Management of Anogenital Warts 2012, dan United Kingdom National Guidelines on the Management of Anogenital Warts 2007 karena efektivitasnya yang rendah, toksisitas yang tinggi, dan profil mutagenisitas yang serius.2,12 Preparat podofilin tidak terstandarisasi dan sangat bervariasi dalam konsentrasi komponen aktif dan kontaminannya.13 Podofilin tidak stabil selama penyimpanan dan sering mengalami kristalisasi. Angka efektivitas jangka panjang tingtur podofilin belum pernah diteliti, tetapi pada Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
66 berbagai penelitian angka kesembuhan berkisar antara 20-80%, sedangkan angka rekurensi berkisar antara 23-70%.12 Penggunaan
larutan
asam
trikloroasetat
dalam
terapi
KA
didasarkan
kemampuannya mendestruksi kulit dengan cara koagulasi protein selular.2 Konsentrasi larutan asam trikloroasetat untuk terapi KA belum terstandarisasi, tetapi beberapa penelitian melaporkan konsentrasi efektif berkisar antara 8595%.16 Saat ini larutan asam trikloroasetat masih direkomendasikan baik pada pedoman WHO maupun European Guidelines, karena tidak diabsorbsi secara sistemik sehingga profil keamanan lebih baik dan dapat digunakan pada kehamilan.2,13 Angka efektivitas bervariasi, berkisar antara 56-81% dan angka rekurensi berkisar antara 6-50%.16 Namun, kekurangan penggunaan larutan asam trikloroasetat adalah iritasi lokal karena sifatnya sangat korosif, bahkan penggunaan berlebihan dapat menyebabkan ulserasi dan sikatriks.2 Sejak bulan April sampai dengan Oktober 2013 dilakukan penelitian untuk mengetahui perbandingan efektivitas terapi tingtur podofilin 25% dengan larutan asam trikloroasetat 90% untuk KA genitalia eksterna dan/atau perianal. Penelitian ini dilakukan pada pasien KA genitalia eksterna dan/atau perianal di Divisi IMS poliklinik IKKK RSCM dan Klinik Procare PKBI, Pisangan, Jakarta. Sejumlah 49 orang SP diikutsertakan pada penelitian ini. Terapi tingtur podofilin 25% dan larutan asam trikloroasetat 90% diberikan setiap minggu selama enam minggu. Sebanyak 39 orang SP dapat mengikuti penelitian hingga selesai, terdiri dari 25 orang pada kelompok P dan 24 orang pada kelompok T. Sepuluh SP drop out karena hanya datang satu sampai dua kali kunjungan. Kesepuluh orang tersebut diikutsertakan dalam analisis intention to treat sebagai subyek yang tidak berespons terhadap terapi.
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
67 Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut: 1. Data dasar a. Karakteristik sosiodemografik Jumlah SP pada kelompok T adalah 24 orang dan pada kelompok P adalah 25 orang. Usia termuda adalah 19 tahun, sedangkan usia tertua adalah 51 tahun. Rerata usia adalah 28,7 (simpang baku 8,4 tahun) pada kelompok T dan 27,6 (simpang baku 6,1 tahun) pada kelompok P. Sebagian besar SP berjenis kelamin laki-laki, sebanyak 34 orang (69,4%), dan memiliki tingkat pendidikan sedang, sebanyak 33 orang (67,3%). Sebagian besar SP pada penelitian ini belum menikah, yakni 32 orang (65,3%). Tidak terdapat perbedaan bermakna karakteristik sosiodemografik antara kedua kelompok penelitian. b. Karakteristik klinis Keluhan penyerta terbanyak sebelum SP diberikan perlakuan adalah gatal pada 24 SP (48,9%). Lesi KA telah dialami selama < 3 bulan pada 30 SP (61,2%). Sebagian besar SP (61,2%) mempunyai pasangan dengan perilaku seksual risiko tinggi, tetapi lesi KA tidak terdapat pada sebagian besar pasangan seksual SP (48,9%). Jumlah pasangan selama hidup ≥ 5 orang terdapat pada 23 SP (46,9%). Sebagian besar SP (85,7%) belum pernah mendapat terapi. Sebanyak 63,3% SP mengaku pernah merokok. Sebagian besar SP (91,8%) tidak menggunakan kontrasepsi. Hasil pemeriksaan CD4 > 200 sel/mm3 terdapat pada 40 SP (81,6%). Hanya terdapat satu SP laki-laki yang tidak sirkumsisi. Infeksi menular seksual lain tidak ditemukan pada 38 SP (77,6%), sedangkan sebelas SP (22,4%) menderita IMS lain, yaitu sifilis, bakterial vaginosis, servisitis nonspesifik, proktitis nonspesifik, kandidosis vulvovaginitis, moluskum kontagiosum, atau trikomoniasis. Tidak terdapat perbedaan bermakna karakteristik klinis antara kedua kelompok penelitian. c. Karakteristik lesi Morfologi lesi KA berdasarkan urutan terbanyak adalah akuminata pada 35 SP (71,4%), papular pada sembilan SP (18,4%), dan keratotik pada lima SP (10,2%). Sebagian besar SP, yakni 31 orang (63,4%), mempunyai Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
68 lesi KA pada satu lokasi. Lokasi terbanyak pada laki-laki adalah perianal dan batang penis, sedangkan pada perempuan adalah labia mayora, komisura posterior, dan perineum. Nilai median jumlah lesi saat kunjungan pertama adalah tiga (rentang 1-40) pada kelompok T dan lima (rentang 1-31) pada kelompok P. Nilai median rerata ukuran lesi saat kunjungan pertama adalah 35,6 mm3 (rentang 1,375-3084 mm3) pada kelompok T dan 18,2 mm3 (rentang 1,16-2352 mm3) pada kelompok P. Tidak terdapat perbedaan bermakna karakteristik lesi antara kedua kelompok terapi, kecuali morfologi lesi, yakni pada kelompok P tipe papular lebih banyak (32%) dibandingkan dengan kelompok T (4,1%), dan tipe keratotik lebih banyak pada kelompok T (16,7%) dibandingkan dengan kelompok P (4%). 2.
Efektivitas terapi Penilaian efektivitas terapi dilakukan pada akhir minggu keenam. Respons terapi baik lebih besar pada kelompok T, yakni 62,5% SP, dibandingkan dengan 28% SP pada kelompok P. Terdapat perbedaan bermakna respons terapi antara kedua kelompok penelitian (p = 0,04). Number needed to treat adalah 3 (p = 0,01; RR = 2,2; IK95%: 1,1-4,5).
3. Efek samping terapi a. Efek samping subyektif Saat kunjungan awal, seluruh SP pada kelompok T mengeluh efek samping segera berupa nyeri berat (VAS 6-7) pada 12 SP (50%). Efek samping susulan terdapat pada tiga SP selama penelitian, yaitu gatal (satu orang), nyeri ringan (satu orang), dan nyeri berat (satu orang). Pada kelompok P terdapat 16 SP (64%) mengeluh adanya efek samping segera dan sembilan SP (36%) tidak mengeluh adanya efek samping. Keluhan terbanyak adalah nyeri sedang (VAS 3-5) pada sebelas SP (44%). Efek samping susulan terdapat pada dua SP, yaitu gatal (satu orang) dan nyeri sedang (satu orang). Berdasarkan hasil statistik efek samping segera lebih sering terjadi dan lebih berat secara bermakna pada kelompok T. Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
69 b. Efek samping obyektif Terdapat efek samping obyektif berupa erosi pada 12 SP (50%) kelompok T. Sembilan SP mengalami erosi pada minggu I pengobatan, satu SP pada minggu II pengobatan, satu SP pada minggu III pengobatan, dan satu SP pada minggu IV pengobatan. Efek samping obyektif lainnya adalah infeksi sekunder pada satu SP (4,16%). Pada kelompok P tidak terdapat efek samping obyektif selama masa penelitian. Berdasarkan hasil statistik reaksi lokal kulit ringan lebih sering terjadi secara bermakna pada kelompok T. 5.2 Kesimpulan 1. Penutulan larutan asam trikloroasetat 90% setiap minggu selama enam minggu lebih efektif secara bermakna dibandingkan dengan tingtur podofilin 25%, dengan frekuensi dan durasi terapi yang sama, untuk terapi KA genitalia eksterna dan/atau perianal. 2. Efek samping subyektif segera berupa rasa nyeri ditemukan lebih sering dan lebih berat secara bermakna pada penutulan larutan asam trikloroasetat 90% dibandingkan dengan pada tingtur podofilin 25%. 3. Efek samping obyektif berupa erosi ditemukan lebih sering secara bermakna pada penutulan larutan asam trikloroasetat 90% dibandingkan dengan pada tingtur podofilin 25%. 4. Efektivitas terapi larutan asam trikloroasetat 90% untuk terapi KA genitalia eksterna dan/atau perianal adalah 62,5%. 5. Efektivitas terapi tingtur podofilin 25% untuk terapi KA genitalia eksterna dan/atau perianal adalah 28%. 6. Didapatkan nilai NNT adalah 3, yang artinya setiap mengobati tiga pasien dengan larutan asam trikloroasetat 90% akan diperoleh tambahan satu pasien sembuh atau menghindarkan tambahan satu pasien tidak sembuh. 5.3 Saran 1. Larutan asam trikloroasetat 90% disarankan untuk digunakan sebagai terapi KA genitalia eksterna dan/atau perianal di berbagai pusat pelayanan Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
70 kesehatan primer maupun rujukan. Namun, aplikasinya harus sangat berhati-hati agar tidak terjadi efek samping yang berat. 2. Penggunaan tingtur podofilin 25% sebagai terapi KA masih dapat dipertimbangkan terutama pada pasien yang tidak dapat mentoleransi efek samping nyeri segera setelah penutulan larutan asam trikloroasetat 90%. 3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar pada penelitian lebih lanjut yang membandingkan efektivitas larutan asam trikloroasetat 90% atau tingtur podofilin 25% dengan modalitas terapi KA lain. 4. Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan jumlah sampel lebih besar dengan desain uji acak tersamar ganda dan analisis efektivitas biaya. 5. Dapat dilakukan penelitian lain dengan aplikasi tingtur podofilin 2-3 kali seminggu. 6. Dapat dilakukan penelitian lain dengan berbagai konsentrasi TCA untuk mendapatkan konsentrasi TCA yang ideal.
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
71 DAFTAR PUSTAKA
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Kodner C, Nasraty S. Management of genital warts. Am Fam Phys 2004;70(12):2335-42. Thappa D, Senthilkumar M, Laxmisha C. Anogenital warts an overview. Indian J Sex Transm Dis 2004;25:55-66. Jablonska S. Traditional therapies for the treatment of condylomata acuminata (genital warts). Australasian J Dermatol 1998;39:S2-S4. Trottier H, Franco E. The epidemiology of genital human papillomavirus infection. Vaccine 2006;24:S1/4-S1/15. Centers for Disease Control and Prevention. Sexually Transmitted Diseases Treatment Guidelines 2010. Morbidity and Mortality Weekly Report 2010;59:RR-12. Anonymous. Sexually transmitted disease quarterly report: genital warts and herpes simplex virus infection in the UK. Common Dis Rep 2003;13(44):1-4. Chirgwin K, Feldman J, Augenbraun M, Landesman S, Minkoff H. Incidence of venereal warts in HIV infected and uninfected women. J Infect Dis 1995;172:235-8. Indriatmi W. Epidemiologi infeksi menular seksual di Indonesia. Symposium Sexually Transmitted Infections a Rising Corner 2012, conference proceeding. Hotel Crown Plaza - Semarang, Indonesia 15-16 September 2012. PKBI. Data pasien KA Klinik Procare Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia 2008-2012. 2013. Beutner K, Wiley D, Douglas J, Tyring S, Fife K, Trofatter K, et al. Genital warts and their treatment. Clin Infect Dis 1999;28(suppl 1):S3756. Chan Y, Ng K, Chan R. The epidemiology and treatment of anogenital warts in Singapore: a retrospective evaluation. Ann Acad Med Singapore 2002;31:502-8. Krogh G, Longstaff E. Podophyllin office therapy against condyloma should be abandoned. Sex Transm Inf 2001;77:409-12. Scheinfeld N, Lehman D. An evidence-based review of medical and surgical treatments of genital warts. Dermatology online journal 2000;12(3):5. Lacey C, Woodhall S, Wikstrom A, Ross J. 2012 European guidelines for the management of anogenital warts. IUSTI 2012 GW Guidelines 2012:120. Clinical Effectiveness Group (British Association for Sexual Health and HIV). United Kingdom National Guideline on the Management of Anogenital Warts 2007. Tersedia dalam: http://www.bashh.org/documents/86/86.pdf.
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
72 16. 17. 18. 19. 20.
21. 22.
23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31.
32.
Wiley D, Douglas J, Beutner K, Cox T, Fife K, Moscicki A, et al. External genital warts: diagnosis, treatment, and prevention. Clin Infect Dis 2002;35(Suppl 2):S210-24. Roy M, Bryson P. Chapter 5: treatment of external genital warts and preinvasive neoplasia of the lower tract. J Obstetric Gynecol Canada 2007;29:S37-42. Buck H. Warts (genital). Clin Evidence 2007;8:1-20. Lacey C, Lowndes C, Shah K. Chapter 4: burden and management of noncancerous HPV-related conditions: HPV-6/11 disease. Vaccine 2006;24:S3/35-S3/41. Mbulawa Z, Marais D, Johnson L, Boulle A, Coetzee D, Williamson A. Influence of human immunodeficiency virus and CD4 count on the prevalence of human papillomavirus in heterosexual couples. J General Vir 2010;91:3023-31. Luu H, Amirian E, Chan W, Beasley R, Piller L, Scheurer M. CD4+ cell count and HIV load as predictors of size of anal warts over time in HIVinfected women. J Infect Dis 2012; :1-8. Krogh V, Lacey C, Gross G, Barrasso R, Schneider A. European course on HPV associated pathology: guidelines for primary care physicians for the diagnosis and management of anogenital warts. Sex Transm Inf 2000;76:162-8. Maw R. Critical appraisal of commonly used treatment for genital warts. Int J STD AIDS 2004;15:357-64. Dinh T, Sternberg M, Dunne E, Markowitz L. Genital warts among 18-to 59-year-olds in the United States: National Health and Nutrition Examination Survey 1999–2004. Sex Transm Dis 2008;35(4):357-60. Hughes G, Simms I, Rogers P, Swan A, Catchpole M. New cases seen at genitourinary medicine clinics: England 1997. Commun Dis Rep Suppl 1998;8(7):S1-11. Ozgul N, Tuncer M, Abacioglu M, Gultekin M. Estimating prevalence of genital warts in Turkey: survey among KETEM-affiliated gynecologist across Turkey. Asian Pacific J Cancer Prev 2011;12:2397-440. Leung A, Davies H. Genital infection with human papillomavirus in adolescent. Advances in Therapy 2005;22(3):187-97. Steben M, Duarte-Franco E. Human papillomavirus infection: epidemiology and patophysiology. Gyn Oncology 2007;107:S2-S5. Baseman J, Koutsky L. The epidemiology of human papillomavirus infections. J Clin Virology 2005;32S:S16-S24. Beutner K, Reitano M, Richwald G, Wiley D. External genital warts: report of the American Medical Association consensus conference Clin Infect Dis 1998;27:796-806. Brown D, Schroeder J, Bryan J, Stoler M, Fife K. Detection of multiple human papillomavirus type in condylomata acuminata lesions from otherwise healthy and immunospuppressed patients. J Clin Microbiol 1999;37(10):3316-22. Ho G, Bierman R, Beardsley L, Chang C, Burk R. Natural history of cervicovaginal papillomavirus infection in young women. N Engl J Med 1998;338:423-8. Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
73 33.
34. 35. 36.
37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46.
47. 48. 49.
Kjaer S, Tram T, Sparen P, Tryggvadottir L, Munk C, Dasbach E, et al. The burden of genital warts: a study of nearly 70.000 women from the general female population in the 4 nordic countries. J Infect Dis 2007;196:1447-54. Ting P, Dytoc M. Therapy of external anogenital warts and molluscum contagiosum: a literature review. Dermatol Therapy 2004;17:68-101. Stanley M. Immune responses to human papilloma viruses. Indian J Med Res 2009;130:266-76. Dunne E, Friedman A, Datta D, Markowitz L, Workowski K. Updates on human papillomavirus and genital warts and counseling messages from the 2010 sexually transmitted diseases treatment guidelines. Clin Infect Dis 2011;53:S143-52. Kumar B, Gupta S. The acetowhite test in genital human papillomavirus infection in men: what does it add? . J Eur Acad Dermatol Venereol 2001;15:27-9. Wilson J, Brown C, Walker P. Factors involved in clearance of genital warts. Int J STD AIDS 2001;12:789-92. Williams P, Krogh G. The cost-effectiveness of patient-applied treatments for anogenital warts. Int J STD AIDS 2003;14:228-34. French L, Nashelsky J. What is the most effective treatment for external genital warts? J Famil Pract 2000;51:313 Ghaemmaghami F, Nazari Z, Mehrdad N. Female genital warts. Asian Pacific J Cancer Prev 2007;8:339-47. Meijden W, Notowicz A, Blog F, Langley P. A retrospective analysis of costs and patterns of treatment for external genital warts in the Netherlands. Clin Ther 2002;24(1):183-96. Goh C, Ang C, Chan R, Cheong W. Comparing treatment response and complications between podophyllin 0,5%/0,25% in ethanol vs podophyllin 25% in tincture benzoin for penile warts. Sing Med J 1998;39:17-9. Longstaff E, Krogh G. Condyloma eradication: self-therapy with 0,150,5% podophyllotoxin versus 20-25% podophyllin preparations-an integrated safety assessment. Reg Toxicol Pharmacol 2001;33:117-37. Givens M, Rivera W. Genital burns from home use of podophyllin. Burns 2005;31:394-5. Lacey C, Goodall R, Tennvall G, Maw R, Kinghorn G, Fisk P. Randomised controlled trial and economic evaluation of podophyllotoxin solution, podophyllotoxin cream, and podophyllin in the treatment of genital warts. Sex Transm Infect 2003;79:270-5. McClean H, Shann S. A cross-sectional survey of treatment choices for anogenital warts. Int J STD AIDS 2005;16:212-6. Langley P, White D, Drake S. Patterns of treatment and resource utilization in the treatment of external genital warts in England and Wales. Int J STD AIDS 2004;15:473-8. Roongpisuthipong A. Current therapy for condyloma acuminata of the patients attending female STD unit, Siriraj Hospital. J Med Assoc Thai 2010;93(6):643-5.
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
74 50. 51. 52. 53.
54. 55. 56.
57.
58. 59. 60.
61. 62. 63. 64. 65.
Taner Z, Taskiran C, Onan A, Gursoy R, Himmetoglu O. Therapeutic value of trichloroacetic acid in the treatment of isolated genital warts on the external female genitalia. J Reprod Med 2007;52:521-5. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia/PERDOSKI Panduan Pelayanan Medis Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin. 2011. Pratomo U. Kondiloma akuminatum, penyakit hubungan seksual penyerta dan respons imun seluler. Thesis. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 1988. Hughes G, Catchpole M, Rogers P, Brady A, Kinghorn G, Mercey D, et al. Comparison of risk factors for four sexually transmitted infections: results from a study of attenders at three genitourinary medicine clinics in England. Sex Transm Inf 2000;76:262-7. Wen L, Estcourt C, Simpson J, Mindel A. Risk factors for the acquisition of genital warts: are condoms protective? Sex Transm Inf 1999;75:312-6. Lin C, Lau J, Ho K, Lau M, Tsui H, Lo K. Incidence of genital warts among the Hong Kong general adult population. BMC Inf Dis 2010;10:272-7. White D, Billingham C, Chapman S, Drake S, Jayaweera D, Jones S, et al. Podophyllin 0,5% or 2% v podophyllotoxin 0,5% for the self treatment of penile warts: a double blind randomised study. Genitourin Med 1997;73:184-7. Armstrong D, Maw R, Dinsmore W, Morrison G, Pattman R, Watson P, et al. A randomised, double blind, parallel group study to compare subcutaneous interferon alpha-2a plus podophillin with placebo plus podophyllin in the treatment of primary condylomata acuminata. Genitourin Med 1994;70:389-93. Anic G, Lee J, Lazcano-Ponce E, Gage C, Silva R, Baggio M, et al. Risk factors for incident condyloma in a multinational cohort of men: the HIM study. J Infect Dis 2012;205:789-93. Gormley R, Kovarik C. Human papillomavirus-related genital disease in the immunocompromised host. J Am Acad Dermatol 2012;66:867.e1-16. Banura C, Mirembe F, Orem J, Mbonye A, Kasasa S, Mbidde E. Prevalence, incidence and risk factors for anogenital warts in Sub Saharan Africa: a systematic review and meta analysis. Infect Agents Cancer 2013;8:1-10. Chelimo C, Wouldes T, Cameron L, Elwood J. Risk factors for and prevention of human papillomavirus (HPV), genital warts and cervical cancer. J Infect 2013;66:207-17. Hansen B, Hagerup-Jenssen M, Kjaer S. Association between smoking and genital warts: longitudinal analysis. Sex Transm Infect 2010;86:25862. Wiley D, Elashoff D, Masongsong E, Harper D, Gylys K, Silverberg M, et al. Smoking enhances risk for new external genital warts in men. Int J Environ Res Public Health 2009;6:1215-34. Larke N, Thomas S, Silva I, Weiss H. Male circumcision and human papillomavirus infection in men: a systematic review and meta-analysis. J Infect Dis 2011;204:1375-90. Oriel J. Natural history of genital warts. Brit J Vener Dis 1971;47:1-13. Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
75 66. 67. 68. 69. 70. 71.
Godley M, Bradbeer C, Gellan M, Thin R. Cryotherapy compared with trichloroacetic acid in treating genital warts. Genitourin Med 1987;63:3902. Panduan Praktis Klinis RSCM Divisi Infeksi Menular Seksual Departemen IKKK. 2012. Gabriel G, Thin R. Treatment of anogenital warts: comparison of trichloroacetic acid and podophyllin versus podophyllin alone. Br J Vener Dis 1983;59:124-6. Abdullah A, Walzman M, Wade A. Treatment of external genital warts comparing cryotherapy (liquid nitrogen) and trichloroacetic acid. Sex Transm Dis 1993;20:344-5. Simmons P. A comparative double-blind study of 10% and 25% podophyllin in the treatment of anogenital warts. Br J Vener Dis 1981;57:208-9. Edwards A, Atma-Ram A, Thin R. Podophyllotoxin 0,5% v podophyllin 20% to treat penile warts. Genitourin Med 1988;64:263-5.
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
76 Lampiran 1: Penyaring subyek penelitian
PENYARING SUBYEK PENELITIAN Kriteria inklusi subyek penelitian (Beri tanda √) Ya
Tidak Gambaran klinis sesuai KA Usia 18-65 tahun Lokasi KA di genitalia eksternal dan/atau perianal Belum mendapat terapi untuk KA dalam satu bulan terakhir
Jika ada jawaban "tidak", maka pasien tidak memenuhi kriteria untuk mengikuti penelitian. Kriteria penolakan subyek penelitian (Beri tanda √) Ya
Tidak Riwayat hipersensitivitas terhadap tingtur podofilin atau larutan asam trikloroasetat Pasien hamil dan menyusui Giant condyloma (lesi KA dengan diameter ≥ 10 cm)
Jika ada jawaban "ya", maka pasien tidak memenuhi kriteria untuk mengikuti penelitian. Kesimpulan ( ) Pasien memenuhi kriteria sebagai subyek penelitian ( ) Pasien tidak memenuhi kriteria sebagai subyek penelitian
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
77 Lampiran 2: Informasi penelitian INFORMASI PENELITIAN INFORMASI UNTUK PASIEN KONDILOMATA AKUMINATA YANG AKAN MENGIKUTI PENELITIAN DAN MENDAPATKAN TERAPI TINGTUR PODOFILIN 25% ATAU LARUTAN ASAM TRIKLOROASETAT 90% Setelah melalui pemeriksaan, Bapak/Ibu/Saudara/i mengalami suatu penyakit yang disebut kutil kelamin. Kutil kelamin merupakan infeksi menular seksual yang ditandai dengan pertumbuhan jaringan bersifat jinak menyerupai kutil di daerah kelamin. Terapi dibutuhkan agar kutil tidak bertambah ukuran maupun jumlahnya dan mencegah penularan ke pasangan seksual. Salah satu pilihan terapi kutil kelamin adalah dengan penutulan tingtur podofilin 25% atau larutan asam trikloroasetat 90%. Saat ini Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) Rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo
(RSCM)
sedang
melakukan
penelitian
yang
membandingkan efektivitas dua jenis obat untuk kutil kelamin, yaitu tingtur podofilin 25% dan larutan asam trikloroasetat 90%. Kedua obat tersebut lazim dipakai, tetapi perbandingan keunggulan keduanya belum pernah dilakukan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan pemberian terapi di Divisi Infeksi Menular Seksual Departemen IKKK RSCM. Setelah wawancara dan mengisi kuesioner, akan dilakukan pemeriksaan fisis rutin berupa pemeriksaan dalam (pada vagina perempuan yang sudah menikah), dan pemeriksaan anus apabila ada indikasi. Setelah dilakukan pemeriksaan dan dipastikan lesi tersebut adalah kutil, maka akan dilakukan fotografi yang bertujuan untuk membandingkan perkembangan lesi pada setiap kunjungan. Apabila kutil terdapat di daerah berambut, sebelumnya diperlukan pengguntingan rambut untuk mempermudah penutulan obat. Setelah selesai pemeriksaan, Bapak/Ibu/Saudara/i akan diambil darah sebanyak 3 ml (kira-kira kurang dari 1 sendok makan) pada daerah lipat siku dengan Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
78 menggunakan jarum pengambil darah steril. Pengambilan darah terkadang menimbulkan rasa nyeri ringan, bengkak, atau warna kebiruan yang akan hilang dengan sendirinya dalam beberapa hari. Bila terjadi keluhan akibat pengambilan darah pada penelitian ini, maka Bapak/Ibu/Saudara/i akan diberi pengobatan secara gratis. Darah yang telah diambil akan dikirim ke laboratorium untuk pengukuran hitung CD4. Hasil pemeriksaan dapat diambil satu minggu kemudian. Dari hasil pemeriksaan hitung CD4 Bapak/Ibu/Saudara/i dapat mengetahui status sistem kekebalan tubuh yang dapat mempengaruhi keberhasilan terapi kutil kelamin. Setelah itu Bapak/Ibu/Saudara/i akan diberikan salah satu terapi yang ditentukan secara acak, yaitu tingtur podofilin 25% atau larutan asam trikloroasetat 90%, yang diberikan dengan cara ditutulkan oleh dokter. Pada saat penutulan dapat terasa perih dan nyeri selama beberapa menit. Apabila rasa nyeri terlalu berat Bapak/Ibu/Saudara/i dapat segera memberitahukan kepada saya sehingga dapat dilakukan penanganan lebih lanjut. Setelah penutulan Bapak/Ibu/Saudara/i diminta untuk menunggu beberapa saat agar bahan yang ditutulkan mengering terlebih dahulu, setelah itu Bapak/Ibu/Saudara/i dapat segera pulang. Apabila bahan yang ditutulkan adalah tingtur podofilin 25% maka setelah empat jam harus dicuci menggunakan air dan sabun yang dipakai sehari-hari di rumah. Beberapa hari setelah penutulan kutil akan rontok. Terkadang kutil yang rontok dapat menyebabkan timbulnya luka sehingga saya akan memberikan salep antibiotik untuk dioleskan 2x/hari. Bapak/Ibu/Saudara/i diharapkan untuk kontrol setiap minggu sampai dengan lesi bersih, dengan maksimal kontrol sebanyak enam kali. Apabila dalam waktu enam kali kontrol kutil tidak menghilang maka akan diganti dengan pilihan terapi lain, misalnya dengan bedah listrik. Namun, apabila kutil sudah menghilang sebelum minggu ke-VI Bapak/Ibu/Saudara/i tetap diminta kontrol sesuai jadwal, untuk memastikan tidak ada kekambuhan. Semua pemeriksaan dan terapi untuk kutil kelamin setiap kali kontrol tidak dikenakan biaya. Apabila pada pemeriksaan kelamin rutin terdapat infeksi Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
79 menular seksual selain kutil kelamin, maka akan dilakukan terapi sesuai dengan penyakit tersebut, tetapi biaya pemeriksaan dan terapi tetap ditanggung oleh Bapak/Ibu/Saudara/i. Seluruh data dasar dan hasil penelitian ini merupakan data rahasia yang tidak disebarluaskan. Publikasi dilakukan terhadap hasil penelitian yang merupakan hasil pengolahan data pasien keseluruhan. Saya tidak akan menuliskan nama Bapak/Ibu/Saudara/i (identitas diganti dengan nomor urut penelitian). Penelitian ini sudah disetujui oleh Panitia Kaji Etik Penelitian FKUI. Apabila dalam masa penelitian Ibu/Saudari hamil diharapkan segera memberitahu peneliti. Hal ini disebabkan salah satu obat yang digunakan dalam penelitian ini dapat memengaruhi kondisi janin. Ibu/Saudari akan dikeluarkan dari penelitian dan diberikan obat lain yang lebih aman. Keikutsertaan dalam penelitian ini bersifat sukarela. Bila tidak bersedia, Bapak/Ibu/Saudara/i berhak menolak ikut serta dalam penelitian ini dan tetap mendapatkan pelayanan dan pengobatan sebagaimana mestinya. Bila telah mengerti
dan
menyetujui
prosedur
pemeriksaan
pada
penelitian
ini,
Bapak/Ibu/Saudara/i diharap menandatangani formulir di bawah ini sebagai tanda persetujuan. Bila keberatan, Bapak/Ibu/Saudara/i dapat mengundurkan diri setiap saat dari penelitian ini tanpa mendapat sanksi apapun dan tetap mendapatkan pelayanan dan pengobatan sebagaimana mestinya. Apabila Bapak/Ibu/Saudara/i membutuhkan penjelasan, dapat menghubungi saya, dr. Andina Bulan Sari, PPDS Departemen IKKK FKUI-RSCM, no telepon 081959165756/02131935383.
dr. Andina Bulan Sari
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
80 Lampiran 3: Formulir persetujuan penelitian
FORMULIR PERSETUJUAN Setelah mendapat penjelasan, saya yang bertandatangan di bawah ini: Nama : ...................................................................................................................... Usia : ......................................................................................................................... Alamat : ..................................................................................................................... .................................................................................................................................... Menyatakan setuju untuk mengikuti penelitian sesuai prosedur yang telah ditentukan. Saya mengerti bahwa saya dapat mengundurkan diri dari penelitian dengan memberitahu terlebih dahulu kepada dokter pemeriksa. Demikian surat persetujuan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tanpa paksaan. Jakarta,..................................
Dokter pemeriksa,
(dr. Andina Bulan Sari)
Pasien
(....................................)
Saksi pertama
(........................................ )
Saksi kedua
(.............................................) Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
81 Lampiran 4: Status penelitian Kelompok terapi : T / P STATUS PENELITIAN Tanggal pemeriksaan
: …………………………………...
1. No. urut penelitian
: ……………………………………
2. Nama
: ……………………………………
3. Alamat
: ……………………………………
4. No. telepon
: ……………… HP: ……………...
5. Usia
: ….. tahun
6. Jenis Kelamin
: (0) Perempuan (1) Lelaki
7. Tingkat pendidikan
: (0) Tidak sekolah (1) Pendidikan dasar (TK dan SD) (2) Pendidikan sedang (SMP dan SMU/SMK) (3) Pendidikan tinggi (diploma, sarjana, magister, doktor, spesialis)
8. Pekerjaan
: ......................................................
9. Status pernikahan
: (0) Belum menikah (1) Menikah (2) Cerai
KUNJUNGAN AWAL (HARI-1) Anamnesis 10. Timbul kutil kelamin disertai keluhan berupa: (0) Tidak ada (1) Gatal (2) Nyeri (3) Gatal dan nyeri (4) Lain-lain 11. Penyakit telah diderita selama: ................. (0) Tidak diketahui (1) < 3 bulan (2) ≥ 3 bulan Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
82 12. Sudah pernah diobati :
(0) Belum (1) Sudah, berupa .................................... (2) Tidak tahu
13. Keluhan serupa pada pasangan seksual saat ini: (0) Tidak ada (1) Ada (2) Tidak tahu/tidak menjawab 14. Perilaku pasangan seksual: (0) Tidak risiko tinggi (1) Risiko tinggi (2) Tidak tahu
15. Jumlah pasangan seksual selama hidup: (0) < 5 (1) ≥ 5 16. Merokok: (0) Tidak pernah merokok (1) Pernah merokok 17. Penggunaan kontrasepsi: (0) Tidak ada (1) Ada, sebutkan .......................... 18. Menstruasi terakhir: ................................... 19. Status HIV: (0) Negatif (1) Positif (2) Tidak tahu Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
83 Pemeriksaan Fisis 20. Sirkumsisi (pada pasien laki-laki): (0) Ya (1) Tidak 21. Lokasi dan jumlah masing-masing lesi: 1) Pubis
8) Prepusium
2) Perineum
9) Labia mayora
3) Perianal
10) Labia minora
4) Skrotum
11) Klitoris
5) Batang penis
12) Introitus vagina
6) Glans penis
13) Komisura posterior
7) Sulkus koronarius 22. Jumlah total lesi: .......................... 23. Rerata ukuran lesi pada tiap lokasi: 1) Pubis
8) Prepusium
2) Perineum
9) Labia mayora
3) Perianal
10) Labia minora
4) Skrotum
11) Klitoris
5) Batang penis
12) Introitus vagina
6) Glans penis
13) Komisura posterior
7) Sulkus koronarius 24. Lokasi lain (hanya dicatat, tidak dinilai respons pengobatan) ...................................................... 25. Morfologi lesi: (0) Akuminata/eksofitik (1) Papular (2) Keratotik (3) Sesil/datar
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
84 26. Infeksi menular seksual lain: (0) Tidak ada (1) Ada, yaitu ................................. 27. Efek samping segera setelah penutulan: (0) Tidak ada (1) Gatal (2) Nyeri ringan (VAS 1-2) (3) Nyeri sedang (VAS 3-5) (4) Nyeri berat (VAS 6-7) (5) Nyeri sangat berat (VAS 8-10) (6) Sulit dinilai
Pemeriksaan penunjang 28. Hasil pemeriksaan hitung CD4: ................................. (0) > 200 sel/mm3 (1) ≤ 200 sel/mm3
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
85
EVALUASI AWAL MINGGU II (HARI-8) – AWAL MINGGU VII (HARI-43) Tanggal pemeriksaan : ……………………... Anamnesis
1. Efek samping susulan secara subyektif: (0) Tidak ada (1) Gatal (2) Nyeri ringan (VAS 1-2) (3) Nyeri sedang (VAS 3-5) (4) Nyeri berat (VAS 6-7) (5) Nyeri sangat berat (VAS 8-10) (6) Sulit dinilai
2. Efek samping segera setelah penutulan: (0) Tidak ada (1) Gatal (2) Nyeri ringan (VAS 1-2) (3) Nyeri sedang (VAS 3-5) (4) Nyeri berat (VAS 6-7) (5) Nyeri sangat berat (VAS 8-10) (6) Sulit dinilai Pemeriksaan fisis
3. Lokasi dan jumlah masing-masing lesi: 1) Pubis
8) Prepusium
2) Perineum
9) Labia mayora
3) Perianal
10) Labia minora
4) Skrotum
11) Klitoris
5) Batang penis
12) Introitus vagina
6) Glans penis
13) Komisura posterior
7) Sulkus koronarius 4. Jumlah total lesi: ..............................
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
86
5. Rerata ukuran lesi pada tiap lokasi: 1) Pubis
8) Prepusium
2) Perineum
9) Labia mayora
3) Perianal
10) Labia minora
4) Skrotum
11) Klitoris
5) Batang penis
12) Introitus vagina
6) Glans penis
13) Komisura posterior
7) Sulkus koronarius 6. Lesi baru (0) Tidak ada (1) Ada, keterangan lokasi, jumlah, dan rerata ukuran (dicatat tetapi tidak dianalisis) ..................................................................... 7. Respons terhadap pengobatan: (diisi untuk kunjungan VII) (0) Tidak ada respons (1) Respons parsial (2) Respons baik 8. Efek samping obyektif: a. Reaksi lokal kulit ringan (kemerahan, bengkak, luka superfisial) (0) Tidak ada (1) Ada b. Reaksi lokal kulit berat (ulserasi dalam, luka bakar) (0) Tidak ada (1) Ada c. Sikatriks atrofik/hipertrofik (0) Tidak ada (1) Ada d. Infeksi sekunder (0) Tidak ada Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
87 (1) Ada Penggunaan kondom selama terapi
(0) Selalu (1) Kadang-kadang (2) Tidak pernah (3) Tidak melakukan hubungan seksual selama terapi (4) Tidak dapat dinilai
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
88
Lampiran 5: Visual Analogue Scale
Gambar 1. Visual Analogue Scale1
1
Dikutip dari Anonym. Pain evaluation and measurement. In: Francesca F, Bader P, Echtle D,
Giunta F, Williams J, editors. Pain management. Eur Assoc Urology:2007. P 7-8. Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
89
Lampiran 6: Tabel Induk TABEL INDUK Identitas
Kunjungan I
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
T T P T P T P T P P T P T P T P P P T P T T P T T P P T P T P T
21 34 24 26 25 27 21 32 25 24 22 43 28 32 51 20 21 25 27 19 27 46 40 20 23 32 30 24 34 21 30 30
0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 3 3 2 2 3 1 3 3 2 3 3 2 3 2 3 2 2 3
0 2 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 2 1 0 0 1 0 2 1 0 2 0
1 0 0 0 1 0 4 3 0 3 1 1 1 0 1 1 3 0 0 1 0 3 1 3 1 2 1 1 1 1 2 1
1 2 1 1 2 1 1 2 1 2 1 2 2 1 2 1 2 2 2 1 1 1 2 2 2 1 1 1 2 1 1 1
0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 2 1 0 2 0 0 0 0 2 2 0 2 0 2 2 1 1 0 0 0 2 0
1 2 2 1 1 1 2 0 1 2 1 0 0 1 0 1 2 2 1 2 1 2 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1
1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1
1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 0
0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0
0 0 1 2 0 1 0 2 0 2 1 2 2 0 0 0 1 0 0 2 2 0 2 0 0 0 1 1 2 0 0 0
1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
0 1 0 0 1 2 2 2 0 0 1 2 1 1 2 1 0 2 1 2 2 2 1 1 1 2 2 2 2 0 0 1
0 1 0 0 1 0 2 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 2 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0
2 1 0 0 2 1 0 0 2 0 0 2 1 2 1 0 0 2 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 3 2 3 6 4 1 34 5 11 2 15 39 5 40 1 4 2 2 14 5 1 31 7 3 6 5 3 18 6 1 4
4 1874,67 101 24,3 4 2,375 2352 24,5 2,8 22,63 3084 2,567 15,157 6,6 1,375 42 1266,62 20 36 121,03 35,2 48 19,32 2,57 113,33 2 50,45 10,5 46,19 14 6 23,5
5 4 3 3 2 4 3 4 3 2 3 0 3 3 4 3 0 0 4 2 4 3 3 5 4 3 0 4 0 4 0 5
33 34 35 36 37
P P T P T
28 22 23 28 28
1 1 1 1 1
3 2 3 1 2
0 0 0 0 0
1 3 1 1 4
1 1 1 1 2
0 0 0 0 1
2 2 2 0 2
1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
1 1 1 0 0
0 0 1 0 0
0 0 0 2 0
5 4 1 6 1
18,2 28 1440 1,16 40
0 3 3 3 3
38 39 40
P T P
28 44 32
1 1 1
2 2 2
0 2 0
3 1 1
1 1 2
0 0 0
0 2 0
1 1 1
1 1 1
1 1 1
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
1 0 2
0 0 0
0 0 0
1 1 3
12 150 19
2 5 4
41 42 43 44 45 46 47 48 49
P T T P T P T P T
24 21 22 26 39 35 30 23 24
1 1 1 1 0 1 1 1 0
2 2 2 2 2 2 2 2 3
0 0 0 1 1 2 0 0 0
0 1 0 1 0 0 1 0 1
1 1 2 1 1 2 2 1 1
0 0 1 0 0 0 0 0 0
0 1 2 0 2 2 2 2 1
1 1 1 0 1 2 1 1 2
1 1 1 0 0 0 1 0 0
0 1 0 1 0 1 0 1 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 1 0 0 0 1
0 0 0 0 0 1 1 1 1
0 0 0 0 0 1 0 0 1
0 0 0 0 1 0 0 1 0
1 1 1 1 2 1 2 0 2
0 0 2 0 0 0 0 0 0
0 0 0 2 0 0 0 2 0
3 1 1 4 2 4 3 5 7
9,33 735 80 7,87 3 3,62 36,33 3,3 45,71
3 5 4 3 5 0 4 0 4
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
90
Lampiran 6 (lanjutan) TABEL INDUK (LANJUTAN) Kunjungan II
Kunjungan III
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
4 0 3 0 0 0 TD 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TD 0 TD 0 TD 0 0 0
3 4 3 3 2 4 TD 5 3 2 3 0 4 3 4 3 3 0 TD 2 TD 5 TD 3 3 0
1 3 2 1 6 1 TD 31 1 8 2 15 36 2 35 1 4 2 TD 12 TD 1 TD 1 3 5
0,75 1504,33 4 1 3,5 4 TD 16,774 1 20,25 2334 1,76 13,96 5,5 1,342 18 950,75 20 TD 14,5 TD 4 TD 12 92,67 1,65
0 0 0 0 0 0 TD 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 TD 0 TD 0 TD 0 0 0
0 0 0 0 0 0 TD 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 TD 0 TD 0 TD 1 1 0
0 0 0 0 0 0 TD 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TD 0 TD 0 TD 0 0 0
0 0 0 0 0 0 TD 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TD 0 TD 0 TD 0 0 0
0 0 0 0 0 0 TD 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TD 0 TD 0 TD 0 0 0
0 0 0 0 0 0 TD 0 TD 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 TD TD 0 0 0 TD TD
0 4 0 0 3 0 TD 5 TD 2 4 0 3 2 0 3 2 0 4 TD TD 0 2 0 TD TD
0 3 0 0 5 0 TD 25 TD 7 2 15 31 2 0 1 4 1 1 TD TD 0 31 0 TD TD
0 1173 0 0 1 0 TD 14,085 TD 14,71 2314,5 1,5 20,14 0,5 0 18 489,5 8 60 TD TD 0 19,32 0 TD TD
0 0 0 0 0 0 TD 0 TD 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TD TD 0 0 0 TD TD
0 0 0 0 0 0 TD 1 TD 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 TD TD 0 0 0 TD TD
0 0 0 0 0 0 TD 0 TD 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TD TD 0 0 0 TD TD
0 0 0 0 0 0 TD 0 TD 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TD TD 0 0 0 TD TD
0 0 0 0 0 0 TD 0 TD 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TD TD 0 0 0 TD TD
0 TD 0 0 0 0
3 TD 0 4 0 4
4 TD 10 4 1 2
60,75 TD 20,92 7,62 3 4,12
0 TD 0 0 0 0
0 TD 0 1 0 1
0 TD 0 0 0 0
0 TD 0 0 0 0
0 TD 0 0 0 0
TD TD 0 0 0 0
TD TD 0 3 0 0
TD TD 8 1 0 0
TD TD 9,28 2 0 0
TD TD 0 1 0 0
TD TD 0 1 0 0
TD TD 0 0 0 0
TD TD 0 0 0 0
TD TD 0 0 0 0
0
2
3
16,67
0
0
0
0
0
0
3
3
11,83
0
0
0
0
0
0 0 0 0
3 3 2 5
4 1 2 1
11,12 864 2,5 12
1 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
TD 0 0 0
TD 4 0 5
TD 1 1 1
TD 816 1 12
TD 0 0 0
TD 0 0 0
TD 0 0 0
TD 0 0 0
TD 0 0 0
0 0
2 5
1 1
6 40
0 0
0 1
0 0
0 0
0 0
TD 0
TD 5
TD 1
TD 8
TD 0
TD 1
TD 0
TD 0
TD 0
0
0
3
11,5
0
0
0
0
0
0
0
3
5,04
0
0
0
0
0
0 0 TD 0
3 5 TD 0
3 1 TD 4
5,67 630 TD 7,5
0 0 TD 0
0 1 TD 0
0 0 TD 0
0 0 TD 0
0 0 TD 0
0 0 TD 0
0 5 TD 0
1 1 TD 4
2 630 TD 2,12
0 0 TD 0
0 1 TD 0
0 0 TD 0
0 0 TD 0
0 0 TD 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0 0 0
0 4
3 1
2,16 4
0 0
0 1
0 0
0 0
0 0
0 0
0 4
1 1
3 0,5
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 5
4 4
2,5 18
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 5
2 4
4,5 10,5
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
91
Lampiran 6 (lanjutan) TABEL INDUK (LANJUTAN) Kunjungan IV
Kunjungan V
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
0 1 0 0 0 0 TD 0 TD 0 TD 0 0 0 0 0 0 TD 0 TD TD 0
0 5 0 0 2 0 TD 0 TD 2 TD 0 3 0 0 3 3 TD 4 TD TD 0
0 3 0 0 3 0 TD 1 TD 7 TD 15 29 0 0 1 4 TD 1 TD TD 0
0 1103 0 0 1 0 TD 9 TD 18,5 TD 1,483 13,01 0 0 18 172,25 TD 40 TD TD 0
0 0 0 0 0 0 TD 0 TD 0 TD 0 0 0 0 0 0 TD 0 TD TD 0
0 0 0 0 0 0 TD 0 TD 0 TD 0 1 0 0 0 0 TD 1 TD TD 0
0 0 0 0 0 0 TD 0 TD 0
0 0 0 0 0 0 TD 0 TD 0
0 0 0 0 0 0 TD 0 TD 0
0 TD 0
0 TD 5
0 TD 1,4
0 TD 0
0 TD 0
0 0 0 0 0 0 TD 0 TD TD 0 TD 0 TD 0
0 0 0 0 0 0 TD 0 TD TD 0 TD 0 TD 0
0 5 0 0 2 0 TD 3 TD 2 3 0 5 0 0 3 TD TD
0 TD 0
0 0 0 0 0 0 TD 0 TD TD 0 TD 0 TD 0
0 0 0 0 0 0 TD 0 TD 0 0 0 0 0 0 0 TD TD 0 TD TD 0 TD 0 0 TD
TD TD 0 TD 0 2 TD
0 3 0 0 2 0 TD 0 TD 7 1 14 29 0 0 1 TD TD 0 TD TD 0 TD 0 3 TD
0 881 0 0 1 0 TD 0 TD 11,6 4620 1,57 13,01 0 0 18 TD TD 0 TD TD 0 TD 0 98,2 TD
0 0 0 0 0 0 TD 0 TD 0 0 0 0 0 0 0 TD TD 0 TD TD 0 TD 0 0 TD
0 0 0 0 0 0 TD 0 TD 0 1 0 1 0 0 0 TD TD 0 TD TD 0 TD 0 0 TD
0 0 0 0 0 0 TD 0 TD 0 0 0 0 0 0 0 TD TD 0 TD TD 0 TD 0 0 TD
0 0 0 0 0 0 TD 0 TD 0 0 0 0 0 0 0 TD TD 0 TD TD 0 TD 0 0 TD
0 0 0 0 0 0 TD 0 TD 0 0 0 0 0 0 0 TD TD 0 TD TD 0 TD 0 0 TD
TD TD 0 0 0 0
TD TD 0 3 0 0
TD TD 8 1 0 0
TD TD 4,85 2 0 0
TD TD 0 0 0 0
TD TD 0 0 0 0
TD TD 0 0 0 0
TD TD 0 0 0 0
TD TD 0 0 0 0
TD TD 0 TD 0 0
TD TD 1 TD 0 0
TD TD 8 TD 0 0
TD TD 2,89 TD 0 0
TD TD 0 TD 0 0
TD TD 0 TD 0 0
TD TD 0 TD 0 0
TD TD 0 TD 0 0
TD TD 0 TD 0 0
0
0
3
11,83
0
0
0
0
0
0
0
3
9,16
0
0
0
0
0
TD 0 0 0
TD 4 0 0
TD 1 1 0
TD 510 0,5 0
TD 0 0 0
TD 0 0 0
TD 0 0 0
TD 0 0 0
TD 0 0 0
TD 0 0 0
TD 4 2 0
TD 1 1 0
TD 510 0,5 0
TD 0 0 0
TD 0 0 0
TD 0 0 0
TD 0 0 0
TD 0 0 0
TD 0
TD 0
TD 0
TD 0
TD 0
TD 1
TD 0
TD 0
TD 0
TD 0
TD 0
TD 0
TD 0
TD 0
TD 0
TD 0
TD 0
TD 0
TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD
TD
0
0
3
5,04
0
0
0
0
0
0 0 TD TD
0 3 TD TD
1 1 TD TD
2 500 TD TD
0 0 TD TD
0 1 TD TD
0 0 TD TD
0 0 TD TD
0 0 TD TD
0 0 TD 0
0 5 TD 0
1 1 TD 3
2 450 TD 2,67
0 0 TD 0
0 1 TD 0
0 0 TD 0
0 0 TD 0
0 0 TD 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0 0
0 0
1 0
3 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
1 0
3 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
2 0
4,5 0
1 0
0 0
0 0
0 0
0 0
TD 0
TD 0
TD 0
TD 0
TD 0
TD 0
TD 0
TD 0
TD 0
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
92
Lampiran 6 (lanjutan) TABEL INDUK (LANJUTAN) Kunjungan VI
Kunjungan VII
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
0 TD 0 0 0 0 TD 0 TD 1 0 0 0 0 0 0 0 TD 0 TD TD 0 TD 0 0 TD
0 TD 0 0 2 0 TD 0 TD 0 4 0 3 0 0 3 3 TD 0 TD TD 0 TD 0 3 TD
0 TD 0 0 1 0 TD 0 TD 7 2 13 29 0 0 1 4 TD 0 TD TD 0 TD 0 1 TD
0 TD 0 0 1 0 TD 0 TD 11,6 3084 1,6 12,049 0 0 18 72,18 TD 0 TD TD 0 TD 0 252 TD
0 TD 0 0 0 0 TD 0 TD 0 1 0 0 0 0 0 0 TD 0 TD TD 0 TD 0 0 TD
0 TD 0 0 0 0 TD 0 TD 0 0 0 1 0 0 0 0 TD 0 TD TD 0 TD 0 0 TD
0 TD 0 0 0 0 TD 0 TD 0 0 0 0 0 0 0 0 TD 0 TD TD 0 TD 0 0 TD
0 TD 0 0 0 0 TD 0 TD 0 0 0 0 0 0 0 0 TD 0 TD TD 0 TD 0 0 TD
0 TD 0 0 0 0 TD 0 TD 0 0 0 0 0 0 0 0 TD 0 TD TD 0 TD 0 1 TD
0 TD 0 0 0 0 TD 0 TD 0 0 TD TD 0 0 0 0 TD 0 TD TD 0 TD 0 0 0
0 TD 0 0 0 0 TD 0 TD 7 1 TD TD 0 0 1 4 TD 0 TD TD 0 TD 0 1 6
0 TD 0 0 0 0 TD 0 0 33,03 5390 TD TD 0 0 18 6,375 TD 0 TD TD 0 TD 0 147 2,67
0 TD 0 0 0 0 TD 0 0 0 0 TD TD 0 0 0 0 TD 0 TD TD 2 TD 0 1 1
2 1 2 2 2 2 0 2 0 1 1 1 1 2 2 1 2 1 2 0 0 0 0 2 1 0
0 TD 0 0 0 0 TD 0 TD 0 0 TD TD 0 0 0 0 TD 0 TD TD 0 TD 0 0 0
0 TD 0 0 0 0 TD 0 TD 0 0 TD TD 0 0 0 0 TD 0 TD TD 0 TD 0 0 0
0 TD 0 0 0 0 TD 0 TD 0 0 TD TD 0 0 0 0 TD 0 TD TD 0 TD 0 0 0
0 TD 0 0 0 0 TD 0 TD 0 0 TD TD 0 0 0 0 TD 0 TD TD 0 TD 0 1 0
0 3 3 3 3 3 4 3 4 0 3 0 0 3 3 3 3 3 3 4 4 3 4 3 3 0
TD TD 0 0 0 0 0 TD 0 0 0 TD 0 0 0 0 TD
TD TD 1 4 0 0 0 TD 4 0 0 TD 0 0 0 5 TD
TD TD 7 1 0 0 3 TD 1 1 0 TD 0 2 1 1 TD
TD TD 2,82 2 0 0 9,16 TD 510 0,5 0 TD 0 6,06 2 400 TD
TD TD 0 1 0 0 0 TD 0 0 0 TD 0 0 0 0 TD
TD TD 0 1 0 0 0 TD 0 0 0 TD 0 0 0 1 TD
TD TD 0 0 0 0 0 TD 0 0 0 TD 0 0 0 0 TD
TD TD 0 0 0 0 0 TD 0 0 0 TD 0 0 0 0 TD
TD TD 0 0 0 0 0 TD 0 0 0 TD 0 0 0 0 TD
TD TD 0 0 0 0 0 TD 0 0 0 TD 0 0 0 0 TD
TD TD 7 0 0 0 3 TD 1 1 0 TD 0 2 1 1 TD
TD TD 2,82 0 0 0 9,16 TD 450 0,5 0 TD 0 6,063 2 320 TD
TD TD 2 0 0 0 0 TD 0 0 0 TD 0 0 0 0 TD
0 0 0 2 2 2 1 0 1 2 2 0 2 1 1 1 0
TD TD 0 1 0 0 0 TD 0 0 0 TD 0 0 0 0 TD
TD TD 0 0 0 0 0 TD 0 0 0 TD 0 0 0 0 TD
TD TD 0 0 0 0 0 TD 0 0 0 TD 0 0 0 0 TD
TD TD 0 0 0 0 0 TD 0 0 0 TD 0 0 0 0 TD
4 4 0 3 1 2 3 4 3 3 0 4 1 3 3 3 4
TD 0 0 0 0 0
TD 0 0 0 0 0
TD 0 1 0 2 0
TD 0 3 0 4,5 0
TD 0 0 0 0 0
TD 0 0 0 0 0
TD 0 0 0 0 0
TD 0 0 0 0 0
TD 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
3 0 1 0 2 0
2,67 0 3 0 4,5 0
0 0 0 0 0 0
1 2 1 2 1 2
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 3 3 3 3 3
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
93
Lampiran 6 (lanjutan) KETERANGAN TABEL INDUK IDENTITAS 1. Nomor urut penelitian 2. Kelompok terapi T. Larutan TCA 90% P. Tingtur podofilin 25% 3. Umur (tahun) 4. Jenis kelamin 0. Perempuan 1. Lelaki 5. Tingkat pendidikan 0. Tidak sekolah 1. Pendidikan rendah 2. Pendidikan menengah 3. Pendidikan tinggi 6. Status pernikahan 0. Belum menikah 1. Menikah 2. Cerai KUNJUNGAN I 7. Keluhan penyerta 0. Tidak ada 1. Gatal 2. Nyeri 3. Gatal dan nyeri 4. Lain-lain 8. Lama sakit 0. Tidak diketahui 1. < 3 bulan 2. ˃ 3 bulan 9. Riwayat terapi 0. Tidak ada 1. Ada 10. Keluhan pasangan 0. Tidak ada 1. Ada 2. Tidak tahu/tidak menjawab 11. Perilaku pasangan seksual 0. Tidak risiko tinggi 1. Risiko tinggi 2. Tidak tahu 12. Jumlah pasangan seksual selama hidup 0. < 5 orang 1. ≥ 5 orang 13. Riwayat merokok 0. Tidak pernah 1. Pernah 14. Kontrasepsi 0. Tidak ada 1. Ada 15. Sirkumsisi
0. Tidak 1. Ya 16. Lokasi lesi 0. 1 lokasi 1. 2 lokasi 2. > 2 lokasi 17. Lokasi lain 0. Tidak ada 1. Ada 18. IMS penyerta 0. Tidak ada 1. Ada 19. Status HIV 0. Negatif 1. Positif 2. Tidak tahu 20. Hitung CD4 0. > 200 1. ≤ 200 2. Tidak periksa 21. Morfologi lesi 0. Akuminata 1. Keratotik 2. Papular 3. Sesil/datar 22. Jumlah lesi 23. Rerata ukuran lesi (mm3) 24. Efek samping segera 0. Tidak ada 1. Gatal 2. Nyeri ringan (VAS 1-2) 3. Nyeri sedang (VAS 3-5) 4. Nyeri berat (VAS 6-7) 5. Nyeri sangat berat (VAS 8-10) 6. Lain-lain KUNJUNGAN II 25. Efek samping susulan 0. Tidak ada 1. Gatal 2. Nyeri ringan (VAS 1-2) 3. Nyeri sedang (VAS 3-5) 4. Nyeri berat (VAS 6-7) 5. Nyeri sangat berat (VAS 8-10) 6. Lain-lain 26. Efek samping segera 0. Tidak ada 1. Gatal 2. Nyeri ringan (VAS 1-2) 3. Nyeri sedang (VAS 3-5) 4. Nyeri berat (VAS 6-7) 5. Nyeri sangat berat (VAS 8-10) 6. Lain-lain Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
94 27. Jumlah lesi 28. Rerata ukuran lesi (mm3) 29. Lesi baru 0. Tidak ada 1. Ada 30. Reaksi lokal kulit ringan 0. Tidak ada 1. Ada 31. Reaksi lokal kulit berat 0. Tidak ada 1. Ada 32. Sikatriks atrofik/hipertorfik 0. Tidak ada 1. Ada 33. Infeksi sekunder 0. Tidak ada 1. Ada KUNJUNGAN III 34. Efek samping susulan 0. Tidak ada 1. Gatal 2. Nyeri ringan (VAS 1-2) 3. Nyeri sedang (VAS 3-5) 4. Nyeri berat (VAS 6-7) 5. Nyeri sangat berat (VAS 8-10) 6. Lain-lain 35. Efek samping segera 0. Tidak ada 1. Gatal 2. Nyeri ringan (VAS 1-2) 3. Nyeri sedang (VAS 3-5) 4. Nyeri berat (VAS 6-7) 5. Nyeri sangat berat (VAS 8-10) 6. Lain-lain 36. Jumlah lesi 37. Rerata ukuran lesi (mm3) 38. Lesi baru 0. Tidak ada 1. Ada 39. Reaksi lokal kulit ringan 0. Tidak ada 1. Ada 40. Reaksi lokal kulit berat 0. Tidak ada 1. Ada 41. Sikatriks atrofik/hipertorfik 0. Tidak ada 1. Ada 42. Infeksi sekunder 0. Tidak ada 1. Ada KUNJUNGAN IV 43. Efek samping susulan 0. Tidak ada 1. Gatal 2. Nyeri ringan (VAS 1-2)
3. Nyeri sedang (VAS 3-5) 4. Nyeri berat (VAS 6-7) 5. Nyeri sangat berat (VAS 8-10) 6. Lain-lain 44. Efek samping segera 0. Tidak ada 1. Gatal 2. Nyeri ringan (VAS 1-2) 3. Nyeri sedang (VAS 3-5) 4. Nyeri berat (VAS 6-7) 5. Nyeri sangat berat (VAS 8-10) 6. Lain-lain 45. Jumlah lesi 46. Rerata ukuran lesi (mm3) 47. Lesi baru 0. Tidak ada 1. Ada 48. Reaksi lokal kulit ringan 0. Tidak ada 1. Ada 49. Reaksi lokal kulit berat 0. Tidak ada 1. Ada 50. Sikatriks atrofik/hipertorfik 0. Tidak ada 1. Ada 51. Infeksi sekunder 0. Tidak ada 1. Ada KUNJUNGAN V 52. Efek samping susulan 0. Tidak ada 1. Gatal 2. Nyeri ringan (VAS 1-2) 3. Nyeri sedang (VAS 3-5) 4. Nyeri berat (VAS 6-7) 5. Nyeri sangat berat (VAS 8-10) 6. Lain-lain 53. Efek samping segera 0. Tidak ada 1. Gatal 2. Nyeri ringan (VAS 1-2) 3. Nyeri sedang (VAS 3-5) 4. Nyeri berat (VAS 6-7) 5. Nyeri sangat berat (VAS 8-10) 6. Lain-lain 54. Jumlah lesi 55. Rerata ukuran lesi (mm3) 56. Lesi baru 0. Tidak ada 1. Ada 57. Reaksi lokal kulit ringan 0. Tidak ada 1. Ada 58. Reaksi lokal kulit berat 0. Tidak ada 1. Ada Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
95 59. Sikatriks atrofik/hipertorfik 0. Tidak ada 1. Ada 60. Infeksi sekunder 0. Tidak ada 1. Ada KUNJUNGAN VI 61. Efek samping susulan 0. Tidak ada 1. Gatal 2. Nyeri ringan (VAS 1-2) 3. Nyeri sedang (VAS 3-5) 4. Nyeri berat (VAS 6-7) 5. Nyeri sangat berat (VAS 8-10) 6. Lain-lain 62. Efek samping segera 0. Tidak ada 1. Gatal 2. Nyeri ringan (VAS 1-2) 3. Nyeri sedang (VAS 3-5) 4. Nyeri berat (VAS 6-7) 5. Nyeri sangat berat (VAS 8-10) 6. Lain-lain 63. Jumlah lesi 64. Rerata ukuran lesi (mm3) 65. Lesi baru 0. Tidak ada 1. Ada 66. Reaksi lokal kulit ringan 0. Tidak ada 1. Ada 67. Reaksi lokal kulit berat 0. Tidak ada 1. Ada 68. Sikatriks atrofik/hipertorfik 0. Tidak ada 1. Ada
69. Infeksi sekunder 0. Tidak ada 1. Ada KUNJUNGAN VII 70. Efek samping susulan 0. Tidak ada 1. Gatal 2. Nyeri ringan (VAS 1-2) 3. Nyeri sedang (VAS 3-5) 4. Nyeri berat (VAS 6-7) 5. Nyeri sangat berat (VAS 8-10) 6. Lain-lain 71. Jumlah lesi 72. Rerata ukuran lesi (mm3) 73. Lesi baru 0. Tidak ada 1. Ada 74. Respons terapi 0. Tidak ada respons 1. Respons parsial 2. Respons baik 75. Reaksi lokal kulit ringan 0. Tidak ada 1. Ada 76. Reaksi lokal kulit berat 0. Tidak ada 1. Ada 77. Sikatriks atrofik/hipertorfik 0. Tidak ada 1. Ada 78. Infeksi sekunder 0. Tidak ada 1. Ada 79. Penggunaan kondom selama terapi 0. Selalu 1. Kadang-kadang 2. Tidak pernah 3. Tidak berhubungan seksual 4. Tidak dapat dinilai TD = tidak datang
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013
96 Lampiran 7: Surat Keterangan Lulus Kaji Etik
Universitas Indonesia
Perbandingan efektivitas…, Andina Bulan, FK UI, 2013