UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 07-18 JANUARI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DIAN RAHMA BAKTI, S.Farm. 1206312965
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 07-18 JANUARI 2013
TUGAS UMUM PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
DIAN RAHMA BAKTI, S.Farm. 1206312965
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013 i
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Fakultas Jenis karya
: Dian Rahma Bakti, S.Farm : 1206312965 : Apoteker : Farmasi : Karya Akhir
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode 7 – 18 Januari 2013. beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia / memformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis / pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal: 2 Juli 2013 Yang menyatakan
(Dian Rahma Bakti, S.Farm.)
iii Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkah rahmatNya penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Angkatan LXXVI Universitas Indonesia, yang diselenggarakan pada tanggal 07 – 18 Januari 2013 di Direktorat Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kegiatan PKPA dan penyusunan laporan PKPA merupakan bagian dari kegiatan perkuliahan program pendidikan profesi apoteker dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan dan keterampilan mahasiswa. Setelah mengikuti kegiatan PKPA, diharapkan apoteker yang lulus nantinya dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki kepada masyarakat pada saat memasuki dunia kerja. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak sejak masa kegiatan PKPA hingga masa penyusunan laporan PKPA, sulit untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat kepada: 1. Dra. Maura Linda Sitanggang, PhD selaku Direktur Jenderal Bina kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2. Drs. Bayu Teja M., Apt., M.Pharm. selaku Direktur Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, atas pengarahannya selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 3. Drs. Syafrizal, Apt. selaku Kepala Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan atas bimbingan dan arahan yang diberikan selama pelaksanaan Praktek Kerja Porfesi Apoteker. 4. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S, Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. 5. Bapak Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia dan juga sebagai pembimbing dalam atas
iv
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
pengarahan dan bimbingan yang diberikan selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 6. Seluruh staf Fakultas Farmasi Universitas Indonesia dan Seluruh staf Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. 7. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah memberikan dukungan dalam penyusunan laporan ini. Akhir kata, penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima segala kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa yang akan datang. Penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu rekanrekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan.
Depok, Januari 2013
Penulis
v
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i HALAMAN PENGESEHAN ............................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................................................ iii KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... viii 1. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1 1.2 Tujuan ......................................................................................................... 3 2. TINJAUAN UMUM ....................................................................................... 4 2.1 Tinjauan Umum Kementerian Keseharan ................................................. 4 2.1.1 Visi ..................................................................................................... 4 2.1.2 Misi .................................................................................................. 4 2.1.3 Kedudukan, Tugas, dan Fungsi ........................................................ 4 2.14 Nilai-Nilai .......................................................................................... 5 2.1.5 Rencana Strategis .............................................................................. 5 2.1.6 Struktur Organisasi ........................................................................... 5 2.2 Tinjauan Tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan .................................................................................................. 6 2.2.1 Tugas dan Fungsi .............................................................................. 6 2.2.2 Tujuan ............................................................................................... 7 2.2.3 Sasaran dan Indikator ....................................................................... 7 2.2.4 Kegiatan ............................................................................................ 7 2.2.5 Struktur Organisasi ........................................................................... 8 3. TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN .................................................................... 13 3.1 Tugas Pokok dan Fungsi ........................................................................... 13 3.2 Tujuan ....................................................................................................... 14 3.3 Sasaran ...................................................................................................... 14 3.4 Strategi Intervensi ...................................................................................... 14 3.5 Struktur Organisasi ................................................................................... 15 3.6 Sumber Daya Manusia .............................................................................. 20 4. PEMBAHASAN ..............................................................................................23 4.1 Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat .............................23 4.2 Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ........25 4.3 Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ..........33 4.4 Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ................................................................................38 vi
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
5. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................44 5.1 Kesimpulan ..................................................................................................44 5.2 Saran ............................................................................................................45 DAFTAR ACUAN ...............................................................................................46
vii
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 2.1 Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan ..............................47 Lampiran 2.2 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan .....................................................................48 Lampiran 2.3 Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan ................................................48 Lampiran 2.4 Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan .................................................................49 Lampiran 2.5 Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian ....49 Lampiran 2.6 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ...........................................................................50 Lampiran 2.7 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian ...............................................................................50 Lampiran 4.1 Alur Penyediaan Obat Nasional .................................................51 Lampiran 4.2 Protap Perencanaan Kebutuhan Obat .........................................52 Lampiran 4.3 Formulir IFK-3 ...........................................................................53 Lampiran 4.4 Formulir IFK-4 ...........................................................................54
viii
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Hak untuk hidup sehat adalah hak setiap rakyat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan termasuk pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia tahun 1945 dalam pasal 34 ayat (3) yang menyatakan bahwa “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”. Oleh karena kesehatan adalah salah satu unsur penting bahkan sangat strategis dalam upaya pembangunan manusia, maka harus dibarengi dengan pelaksanaan dari Pemerintah agar hak tersebut dapat diperoleh oleh setiap orang. Kementerian Kesehatan sebagai institusi pemerintah yang mempunyai tugas dan wewenang menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan berupaya agar kualitas pelayanan kesehatan semakin baik, termasuk peningkatan kualitas di bidang pelayanan kefarmasian (Departemen Kesehatan RI, 2009). Dalam dunia kefarmasian, kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula berorientasi pada pengelolaan obat sebagai komoditas (drug oriented) telah berubah orientasi menjadi pelayanan komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (patient oriented). Untuk menunjang hal tersebut, maka pemerintah melalui Keputusan Menteri Kesehatan No. 1277/MENKES/SK/2001 membentuk Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Yanfar dan Alkes) yang selanjutnya berganti nama menjadi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Binfar Alkes) berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1575/MENKES/PER/XI/2005. Dengan demikian apoteker selaku tenaga kesehatan yang bertanggung jawab atas pelayanan kefarmasian dituntut 1
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
2
untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan melalui pembinaan pelayanan kefarmasian. Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dibagi menjadi empat direktorat, salah satunya adalah Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Direktorat ini bertugas menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan sebagai upaya menjalankan strategi pembangunan kesehatan dalam rangka mewujudkan visi dan misi Kementerian kesehatan periode tahun 2010 – 2014 (Departemen Kesehatan RI, 2010). Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Binfar dan Alkes) mempunyai tanggung jawab mensinergiskan pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) dengan pelayanan medik dan pelayanan keperawatan melalui penyusunan kebijakan, pedoman dan standar teknis pelaksanaam yang dapat dipergunakan di seluruh sarana pelayanan kesehatan di Indonesia agar terwujud visi Kementerian Kesehatan “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”. Apoteker merupakan profesi yang diperkenankan dalam penyediaan obat karena apoteker mempunyai kompetensi dan pengetahuan di bidang obat dan perbekalan kesehatan (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2007). Untuk menjamin ketersediaan dan terjangkaunya obat dan perbekalan kesehatan maka diperlukan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia yang profesional salah satunya adalah apoteker tersebut. Mengingat pentingnya hal-hal tersebut, maka diperlukan adanya pembekalan bagi para calon apoteker mengenai tugas dan fungsi apoteker dalam regulasi terkait bidang kefarmasian yang bertujuan memperkenalkan program pemerintah dalam meningkatkan peran apoteker di masyarakat. Oleh karena itu, diselenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Kementerian Kesehatan. Dengan demikian, diharapkan calon apoteker dapat memperoleh gambaran nyata tentang peran apoteker di masyarakat secara umum dan di Direktorat
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
3
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan secara khusus, terutama di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan bertujuan agar calon apoteker : a.
Memahami tugas pokok dan fungsi dari Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
b.
Memahami tugas pokok dan fungsi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
BAB 2 TINJAUAN UMUM
2.1 Tinjauan Umum Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mempunyai visi dan misi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b). 2.1.1 Visi Kementerian Kesehatan mempunyai visi yaitu masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan. 2.1.2 Misi Misi Kementerian Kesehatan adalah sebagai berikut: a. Meningkatkan
derajat
kesehatan
masyarakat
melalui
pemberdayaanmasyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani. b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan. c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan. d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik. 2.1.3 Kedudukan, Tugas, dan Fungsi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) Kementerian Kesehatan berada di bawah dan bertanggung jawab kepadaPresiden. Kementerian Kesehatan dipimpin oleh Menteri Kesehatan. KementerianKesehatan mempunyai tugas membantu menyelenggarakan urusan di bidangkesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalammenyelenggarakan pemerintahan negara.
Dalam
melaksanakan
tugas
tersebut,Kementerian
Kesehatan
menyelenggarakan fungsi: a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan. b. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan. c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan.
4
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
Universitas Indonesia
5
d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan di daerah. e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional. 2.1.4 Nilai-Nilai (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b) Kementerian kesehatan memiliki nilai-nilai yang merupakan satukeseluruhan dalam melaksanakan program-program yang dimiliki oleh Kementerian Kesehatan. Nilainilai tersebut yaitu pro rakyat, inklusif, responsif, efektif, dan bersih. 2.1.5 Rencana Strategis (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b) Kementerian Kesehatan mempunyai Rencana Strategis 2010-2014 sebagai berikut: a. Meningkatkan
pemberdayaan
masyarakat
swasta
dan
masyarakat
madanidalam pembangunan kesehatan melalui kerjasama nasional dan global. b. Meningkatkan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu, pelayanan, dan berkeadilan, serta berbasis bukti, dengan pengutamaan pada upaya promotifdan preventif. c. Meningkatkan
pembiayaan
pembangunan
kesehatan,
terutama
untuk
mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional. d. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan sumber daya manusia kesehatan yang merata dan bermutu. e. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. f. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan, berdaya guna, dan berhasil guna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yangbertanggung jawab. 2.1.6 Struktur Organisasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) Kementerian Kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan terdiri atas: a. Sekretariat Jenderal. b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
6
e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. f. Inspektorat Jenderal. g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi. j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat. k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan. l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi. m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal. n. Pusat Data dan Informasi. o. Pusat Kerja Sama Luar Negeri. p. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan. q. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan. r. Pusat Komunikasi Publik. s. Pusat Promosi Kesehatan. t. Pusat Inteligensia Kesehatan. u. Pusat Kesehatan Haji. Struktur organisasi dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 2.1
2.2 Tinjauan Tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2.2.1 Tugas dan Fungsi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2010) 2.2.1.1 Tugas Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasiaan dan alat kesehatan. 2.2.1.2 Fungsi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi: 1. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
7
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; 3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan criteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; 4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; dan 5. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2.2.2 Tujuan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011) 1. Terjaminnya ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan; 2. Terlindunginya masyarakat dari penggunaan obat dan perbekalan kesehatan yang tidak memenuhi standar mutu, keamanan, dan kerasionalan; dan 3. Meningkatnya mutu pelayanan farmasi komunitas dan farmasi rumah sakit dalam kerangka pelayanan kesehatan komprehensif yang didukung oleh tenaga farmasi yang profesional. 2.2.3 Sasaran dan Indikator (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011) Sasaran hasil program kefarmasian dan alat kesehatan adalah meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2014 adalah persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%. 2.2.4 Kegiatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011) Untuk mencapai sasaran tersebut, maka kegiatan yang akan dilakukan meliputi: 1. Peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan; 2. Peningkatan produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; 3. Peningkatan pelayanan kefarmasian; dan 4. Peningkatan produksi dan distribusi kefarmasian.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
8
2.2.5 Struktur Organisasi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dipimpin oleh Direktur Jenderal yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri (Lampiran 2.2 ) : 2.2.5.1 Sekretariat Direktorat Jenderal 1. Tugas dan Fungsi Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal. Dalam melaksanakan tugas, Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi : a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program, anggaran; b. Pengelolaan data dan informasi; c. Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional dan hubungan masyarakat; d. Pengelolaan urusan keuangan; e. Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah tangga, dan perlengkapan; dan f. Evaluasi dan penyusunan laporan 2. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri dari (Lampiran 2.3) : a. Bagian Program dan Informasi; b. Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat; c. Bagian Keuangan; d. Bagian Kepegawaian dan Umum; dan e. Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.5.2 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 1. Tugas dan Fungsi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
9
di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; d. Pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; e. Penyiapan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; dan f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
2. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri dari (Lampiran 2.4) : a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat; b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
10
2.2.5.3 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian 1. Tugas dan Fungsi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional; b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional; c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi,farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional; d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional; e. Penyiapan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional; dan f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. 2. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri dari (Lampiran 2.5) : a. Subdirektorat Standardisasi; b. Subdirektorat Farmasi Komunitas; c. Subdirektorat Farmasi Klinik; d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.5.4 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan 1. Tugas dan Fungsi Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
11
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; dan f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. 2. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri dari (Lampiran 2.6) : a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan; b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
12
2.2.5.5 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian 1. Tugas dan Fungsi Direktorat
Bina
Produksi
dan
Distribusi
Kefarmasian
mempunyai
tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan criteria di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; dan g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. 2. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri dari (Lampiran 2.7) : a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional; b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan; c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekusor dan Sediaan Farmasi Khusus; d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN
3.1 Tugas pokok dan fungsi Tugas Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan yaitu melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalammelaksanakan tugasnya Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi : 1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; 2. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisisdan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; 3. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; 4. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan Standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan, dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; 5. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; dan 13
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
Universitas Indonesia
14
6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat. 3.2 Tujuan Tujuan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan adalah penyediaan obat dan perbekalan kesehatan di sektor publik yang lengkap, jumlahcukup, dan mudah diperoleh setiap saat dengan harga terjangkau dan kualitas terjamin, serta menjamin ketersediaan, pemerataan, mutu, keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan. Dengan mewujudkan suatu pedoman, standar, norma, kriteria, dan prosedur di bidang penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar, sesuai peraturan yang berlaku. 3.3 Sasaran Sasaran hasil Program Obat Publik dan Pebekalan Kesehatan adalah meningkatnya ketersediaan obat esensial generik di sarana pelayanan kesehatan dasar.Indikatortercapainya sasaran hasil pada tahun 2014 adalah persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%, persentase penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatansebesar80%, dan persentase instalasi farmasi Kab/Kota sesuai standar sebesar 80%. 3.4 Strategi intervensi Dalam rangka mencapai sasaran, maka Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan memiliki strategi dalam menjalankan kebijakannya antara lain : a. Meningkatkan cakupan dan kuantitas pelayanan dengan beberapa strategi yang dijalankan, antara lain: 1. Ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan mencakup jenis, jumlah cukup dan mudah diperoleh setiap saat, harga terjangkau dan kualitas terjamin; dan 2. Manajemen logistik obat dan perbekalan kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
15
b. Membangun kemitraan dengan pemerintah daerah, dinas/instansi lintas sektor dan perguruan tinggi profesi terkait dalam hal: 1. Perumusan kebijakan di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan di unit pelayanan kesehatan dasar. 2. Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur dalam hal pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan; dan 3. Melaksanakan advokasi dalam rangka terwujudnya kebijakan, program atau proyek atau kegiatan untuk mencapai tujuan dan sasarannya.
3.5
Struktur organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Struktur organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
terdiri dari: 1. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat; 2. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; 3. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; 4. SubdirektoratPemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; 5. Subbagian Tata Usaha; dan 6. Kelompok Jabatan Fungsional. 3.5.1
Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang analisis dan Standardisasi harga obat. 3.5.1.1 Tugas dan fungsi Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat menyelenggarakan fungsi : 1. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat; Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
16
2. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan standardisasi harga obat; 3. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga obat; dan 4. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat. 3.5.1.2 Struktur organisasi Subdit Analisis dan Standardisasi Harga Obat Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat terdiri atas : a. Seksi Analisis Harga Obat Seksi Analisis Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan analisis, kajian, dan pemantauan harga obat. b. Seksi Standardisasi Harga Obat Seksi Standardisasi Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria harga obat. 3.5.2
Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan. 3.5.2.1 Tugas dan fungsi Subdit Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi : 1. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan; 2. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan; 3. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan; dan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
17
4. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan. 3.5.2.2 Struktur organisasi Subdit Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas : a. Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perencanaan penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan. 3.5.3 Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. 3.5.3.1 Tugas dan fungsi Subdit Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi: 1. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan; 2. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan; 3. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan; dan 4. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
18
3.5.3.2 Struktur organisasi Subdit Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas : a. Seksi Standarisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Standarisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Seksi Bimbingan dan Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Bimbingan dan Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. 3.5.4 Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang program obat publik dan perbekalan kesehatan. 3.5.4.1 Tugas dan fungsi Subdit Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan bahan pemantauan pelaksanaan kebijakan di bidang program obat publik dan perbekalan kesehatan; dan b. Penyiapan bahan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang program obat publik dan perbekalan kesehatan. 3.5.4.2 Struktur organisasi Subdit Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
19
Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas : a. Seksi Pemantauan Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Pemantauan Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pemantauan pelaksanaan program obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Seksi Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan evaluasi pelaksanaan program obat publik dan perbekalan kesehatan. 3.5.5 Subbagian Tata Usaha Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Tugas sub bagian ini adalah melakukan urusan Tata Usaha dan rumah tangga Direktorat. Uraian Tugas sub bagian ini adalah sebagai berikut : 1. Melakukan penyiapan rancangan kegiatan Sub Bagian Tata Usaha berdasarkan rencana jangka panjang, menengah, dan pendek sesuai program dan referensi terkait; 2. Melakukan penyiapan rancangan rencana pelaksanaan kegiatan Sub Bagian Tata Usaha berdasarkan rencana tahunan; 3. Membimbing pelaksanaan tugas/kegiatan Sub Bagian Tata Usaha dengan memberi petunjuk dan membagi tugas agar pelaksanaan tugas/kegiatan dapat berjalan dengan lancar, tepat waktu, dan tepat guna; 4. Melakukan manajemen layanan ketatausahaan dan kerumahtanggaan dengan cara merencanakan, mengatur, dan mengevaluasi sumber daya yang ada di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan agar pelaksanaan program/kegiatan sesuai dengan rencana; 5. Melakukan penyiapan rancangan usulan kebutuhan tenaga dan kebutuhan diklat pegawai di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan berdasarkan kebutuhan pelaksanaan program serta masukan dari unit kerja di lingkungan Direktorat; Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
20
6. Melakukan penyiapan rancangan usulan kebutuhan peralatan/perlengkapan/fasilitas kerja di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dan kebutuhan biaya pemeliharaannya berdasarkan kebutuhan pelaksanaan program serta masukan dari unit kerja di lingkungan Direktorat; 7. Melakukan penyiapan rancangan usulan kenaikan pangkat, Kejadian Luar Biasa (KLB), pemindahan, pemberhentian dan pensiun/cuti dan lain-lain di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dengan cara menelaah/mengolah bahan/data kepegawaian yang ada dan usulan dari pegawai yang bersangkutan; 8. Melaporkan secara berkala pelaksanaan kegiatan layanan ketatausahaan dan kerumahtanggaan baik lisan maupun tertulis kepada Direktur Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dengan cara menyusun laporan sesuai dengan hasil pelaksanaan kegiatan; dan 9. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh atasan dalam rangka kelancaran pelaksanaan tugas.
3.6 Sumber daya manusia Sumber daya manusia yang terdapat pada Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan berjumlah 38 orang dengan perincian sebagai berikut :
Tabel 3.1 Sumber Daya Manusia (SDM) Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Jumlah
Organisasi
SDM
Direktur Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
1
Sub Direktorat Analisis Obat dan Standarisasi Harga Obat
7
Sub Direktorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Sub Direktorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan
8 7
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
21
Kesehatan Sub Direktorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Sub Bagian Tata Usaha
7 8
Total
38
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
BAB IV PEMBAHASAN
4.1.
Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang analisis dan standardisasi harga obat. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat terdiri atas dua seksi, yaitu Seksi Analisis Harga Obat dan Seksi Standardisasi Harga Obat. Seksi Analisis Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan analisis, kajian, dan pemantauan harga obat. Seksi Standardisasi Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan criteria harga obat. Output atau keluaran utama dari subdit ini berupa Surat Keputusan Harga Obat baik berupa SK Harga Eceran Tertinggi (HET), SK Harga Obat untuk Pengadaan Pemerintah, dan SK Harga Vaksin dan Serum. Harga obat yang ditentukan adalah harga obat generik, baik untuk pengadaan pemerintah, maupun yang langsung ke masyarakat melalui penjualan di apotek. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 092/MENKES/SK/II/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Generik Tahun 2012 merupakan acuan bagi apotek, rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dalam menjual obat generik. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 094/MENKES/SK/II/2012 tentang Harga Obat untuk Pengadaan Pemerintah Tahun 2012 merupakan acuan dalam pengadaan obat di tingkat pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota termasuk rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Penetapan harga obat generik dilakukan oleh Menteri Kesehatan berdasarkan rekomendasi Tim Evaluasi Harga Obat yang terdiri dari unsur pakar kesehatan, akademisi, lembaga profesi, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Kementerian 23
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
Universitas Indonesia
24
Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Perumusan rekomendasi harga obat generik tersebut dilakukan dengan pendekatan struktur harga obat dan kelayakan harga dalam kondisi nyata Indonesia. Harga obat generik dikendalikan oleh pemerintah untuk menjamin akses masyarakat terhadap obat. Oleh karena itu, harga obat generik bisa ditekan karena obat generik dijual dalam kemasan dengan jumlah besar dan tidak diperlukan biaya iklan dalam pemasarannya. Proporsi biaya iklan obat dapat mencapai 20-30% sehingga biaya iklan obat akan mempengaruhi harga obat secara signifikan (Idris dan Widjajarta, 2007). Harga obat generik juga dikendalikan untuk meningkatkan ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat secara berkelanjutan agar tercipta derajat kesehatan setinggi-tingginya yang merupakan salah satu dari tujuan dari Kebijakan Obat Nasional. Di samping itu, amanat Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan memberikan tugas dan tanggung jawab kepada Kementerian Kesehatan untuk mengendalikan harga obat generik yang termasuk dalam Daftar Obat Esensial Nasional. Penetapan harga obat dilakukan dengan tetap memberikan peluang margin keuntungan yang memadai bagi industri farmasi untuk dapat memproduksi obat generik sesuai standar yang berlaku. Penetapan harga obat dilakukan berdasarkan beberapa komponen. Menurut Soewarta Kosen, health system specialist, komponen harga obat meliputi harga produksi, profit margin distributor, profit margin pengecer, pajak (import + PPN), biaya distribusi, pajak bahan baku. Sedangkan berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, komponen harga obat generik meliputi: zat aktif, zat tambahan, bahan kemasan, profit perusahaan, biaya operasional, pajak, termasuk juga biaya umum, dan biaya modal. Secara teoritis, komponen harga untuk penetapan harga obat generik sebenarnya telah memenuhi teori unsur komponen harga dari Soewarta Kosen, hanya saja ada dua perbedaan mendasar yang bisa dilihat dari kedua komponen harga tersebut, di mana kedua perbedaan tersebut saling terkait, a. Pertama, perbedaan sudut pandang dan tujuan. Sudut pandang komponen harga secara teoritis adalah sudut pandang industri farmasi/obat yang sangat Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
25
memperhatikan mekanisme pasar sehingga pada akhirnya komponen hargalah yang akan sangat menentukan profit yang akan di dapat oleh industri tersebut. Sedangkan sudut pandang komponen harga obat generik adalah sudut pandang pemerintah sebagai pembuat kebijakan, di mana komponen harga mengacu bukan hanya dari teori, tetapi juga dari pemikiran tim evaluasi harga obat. Pada akhirnya komponen harga obat generik yang ditentukan oleh pemerintah bukan sekadar bertujuan menentukan profit bagi industri farmasi, tetapi yang terpenting adalah mewujudkan dan memenuhi keterjangkauan obat bagi seluruh rakyat Indonesia. b. Kedua, unsur dari komponen harga obat, yaitu biaya promosi/pemasaran. Secara teoritis, biaya promosi merupakan unsur komponen harga yang tidak dapat dipisahkan dari unsur komponen harga yang lain (seperti biaya produksi dan biaya distribusi), karena biaya promosi juga merupakan unsur yang sangat menentukan bagi industri farmasi untuk mendapatkan profit yang sebesarbesarnya (terutama untuk bisa menutup biaya produksi obat dengan nama dagang). Biaya promosi jugalah yang membuat harga obat itu menjadi mahal. Sedangkan pada komponen harga obat generik yang ditetapkan, pemerintah menghilangkan unsur biaya promosi dari komponen harga sehingga obat generik yang ditetapkan pemerintah menjadi jauh lebih murah. Dengan hal ini, diharapkan obat generik bisa dijangkau oleh seluruh rakyat Indonesia.
4.2. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 4.2.1. Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Perencanaan kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan adalah salah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Tujuan perencanaan ini adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar sehingga terjamin ketersediaan dan keterjangkauan obat yang bermutu, aman, dan berkhasiat. Pada tingkat pusat, rencana penyediaan obat meliputi obat program, vaksin imunisasi dasar, obat buffer/ bencana, serta vaksin dan obat haji yang dananya bersumber dana APBN. Tujuan pengadaan obat program, vaksin imunisasi dasar dan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
26
obat buffer adalah untuk menjamin tersedianya obat baik ditingkat dipusat maupun di daerah dengan kondisi, mutu yang terjamin, sesuai kebutuhan program, tersedia secara teratur dan merata disetiap unit, dan mudah diperoleh berdasarkan tempat dan waktu. Tahap perencanaan kebutuhan (tahap pemilihan obat, tahap kompilasi pemakaian obat, prediksi perubahan pola penyakit, dan tahap perhitungan kebutuhan obat) dan pengusulan kebutuhan obat program (jenis dan jumlah , rencana distribusi, buffer stok pusat, dan spesifikasi) dilakukan oleh Ditjen P2PL sedangkan tahap perencanaan pengadaan (tahap perhitungan kebutuhan obat, sisa stok, dan alokasi anggaran) dan distribusi obat program dilakukan oleh Ditjen Binfar Alkes. Pada tingkat provinsi, perencanaan penyediaan obat meliputi buffer provinsi, vaksin reguler, obat program PPPL, dan obat gizi & kesehatan ibu anak. Sumber dana pernyediaan obat tersebut adalah dari APBD 1 (provinsi). Tanggung jawab pengadaan obat tingkat provinsi ada pada Dinkes Provinsi. Pada tingkat kabupaten/ kota, perencanaan penyediaan obat meliputi obat pelayanan kesehatan dasar dan buffer kabupaten/ kota. Sumber dana pernyediaan obat tersebut adalah dari APBD 2 (Kabupaten/ Kota) dan dana alokasi khusus (DAK) yang berasal dari pusat untuk daerah. Tanggung jawab pengadaan obat tingkat provinsi ada pada Dinkes Kabupaten/ Kota. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, mutlak diperlukan koordinasi dan keterpaduan dalam hal perencanaan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan, sehingga pembentukan tim perencanaan obat terpadu adalah merupakan suatu kebutuhan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana melalui koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar instansi yang terkait dengan masalah obat di setiap Kabupaten/Kota. Sebelum tahun 2010, pengadaan obat berasal dari pusat (APBN) berupa obat dan perbekkes yang didistribusikan ke tiap Kabupaten/Kota dan berasal dari APBD dan Dana Alokasi Umum (DAU) berupa dana untuk pembelian atau pengadaan obat. Akan tetapi setelah 2010, pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan dari pusat dialihkan dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK).
Adapun beberapa alasan
pengalihan APBN ke kab/kota dalam bentuk DAK, antara lain: 1. Membantu kab/kota yang kemampuan APBD nya terbatas. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
27
2. Sebagai bentuk pembelajaran bagi daerah, dimana bukan hanya dalam perencanaan obat, namun sampai proses pengadaan dan peng anggaran nya. 3. Meningkatkan rasa tanggungjawab daerah terhadap pemenuhan kebutuhan obat bagi masyarakatnya. 4. Sebagai
salah
satu
langkah
dalam
mendukung berjalannya
proses
desentralisasi yang bertanggungjawab. DAK tersebut diberikan untuk Kabupaten/Kota tertentu, tergantung kemampuan keuangan dan letak geografis Kabupaten/Kota tersebut. Daerah yang tidak mendapatkan DAK maka pengadaan obatnya berasal dari APBD. Biasanya pemberian DAK dapat berbeda - beda tiap tahun baik jumlah maupun lokasi daerahnya, tergantung perkembangan dari Kabupaten/Kota tersebut. Saat ini pusat bertindak sebagai pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan untuk stok pengaman nasional. Sumber dana yang masih belum tersedia adalah dana pengelolaan obat di kabupaten/ kota dan dana distribusi dari kabupaten/ kota ke puskesmas. Dana pengelolaan sejauh ini berasal dari dana operasional yang bersumber dari dana dekonsentrasi dari pusat ke provinsi untuk kegiatan yang menunjang program kefarmasian dan alat kesehatan. Dana distribusi seharusnya menjadi tanggung jawab daerah untuk menjamin ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan yang diperlukan masyarakat di daerahnya hingga ke pelosok. Secara singkat, proses pengadaan obat di tingkat kabupaten/ kota ini diawali dari data yang disampaikan puskesmas (LPLPO) ke UPOPPK di Kabupaten/ Kota yang selanjutnya dikompilasi menjadi rencana kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/ Kota yang dilengkapi dengan teknik – teknik perhitungannya. Selanjutnya dalam perencanaan kebutuhan buffer stok pusat maupun provinsi dengan menyesuaikan terhadap kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/ Kota dan tetap mengacu kepada DOEN. Rencana kebutuhan dan rencana pengadaan dapat berbeda. Rencana kebutuhan adalah jumlah dan jenis obat yang diperlukan dan didapat dari pemakaian rata – rata perbulan pada tahun sebelumnya dikalikan delapan belas bulan. Sedangkan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
28
rencana pengadaan adalah jumlah dan jenis obat yang harus dibeli atau diadakan dan didapatkan dengan mengurangi rencana kebutuhan dengan sisa stok. Perencanaan kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan menjadi sangat penting karena tanpa perencanaan yang tepat dapat mengakibatkan ketersediaan obat yang tidak sesuai sehingga dapat menghambat pelaksanaan pelayanan kesehatan. Alur perencanaan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan melalui jalur dari bawah ke atas (bottom-up), yaitu: 1. Data kebutuhan diperoleh dari data pemakaian oleh Puskesmas setiap bulan yang kemudian dikompilasi dan dibuat suatu rencana kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan selama satu tahun. Dalam proses perencanaan kebutuhan obat per tahun, Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat). 2. Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang akan melakukan kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan obat Puskesmas diwilayah kerjanya. 3. Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota melapor ke Dinas Kesehatan Propinsi setiap tiga bulan sekali 4. Dinas Kesehatan Propinsi membuat laporan ke Direktorat Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan. Proses perencanaan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan melalui beberapa tahap (Lampiran 4.2). Tahap pertama adalah tahap pemilihan obat. Fungsi seleksi/ pemilihan obat adalah untuk menentukan apakah obat benar – benar diperlukan sesuai dengan jumlah penduduk dan pola penyakit di daerah. Seleksi dapat didasari oleh hal berikut ini, diantaranya: 1) Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik yang memberikan efek terapi jauh lebih baik dibandingkan resiko efek samping yang akan ditimbulkan 2) Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari duplikasi kesamaan jenis. 3) Jika ada obat baru harus ada bukti yang spesifik untuk efek terapi yang lebih baik. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
29
4) Hindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi mempunyai efek yang lebih baik dibanding obat tunggal. 5) Apabila jenis obat banyak, maka kita memilih berdasarkan obat pilihan (drug of choice) dari penyakit yang prevalensinya tinggi. Berikutnya adalah proses kompilasi yang berfungsi untuk mengetahui pemakaian bulanan masing – masing jenis obat di unit pelayanan kesehatan/ puskesmas selama setahun dan sebagai data pembanding bagi stok optimum. Informasi yang didapat dari kompilasi pemakaian obat adalah jumlah pemakaian tiap jenis obat pada masing – masing unit pelayanan kesehatan/ puskesmas, persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian setahun seluruh unit pelayanan kesehatan/ puskesmas, dan pemakaian rata – rata untuk setiap jenis obat untuk tingkat kabupaten/ kota. Tahap selanjutnya adalah tahap perhitungan kebutuhan obat. Tahap ini merupakan tahap paling kritis karena masalah kekosongan ataupun kelebihan obat dapat terjadi apabila informasi semata – mata hanya berdasarkan informasi yang teoritis kebutuhan pengobatan. Dengan koordinasi dan proses perencanaan untuk pengadaan obat secara terpadu serta melalui tahapan seperti di atas, maka diharapkan obat yang direncanakan dapat dengantepat jenis dan tepat jumlah serta tepat waktu dan tersedia pada saat dibutuhkan. Adapun pendekatan perencanaan kebutuhan dapat dilakukan melalui beberapa metode, yaitu metode konsumsi dan metode morbiditas. Metoda konsumsi didasarkan atas data pemakaian obat tahun sebelumnya. Untuk memperoleh data pemakaian obat yang mendekati ketepatan, maka perlu dilakukan analisa trend pemakaian obat tiga tahun sebelumnya atau lebih. Metode morbiditas didasarkan atas pola penyakit dengan memperhatikan perkembangan pola penyakit dan lead time. Tahap selanjutnya adalah memproyeksikan kebutuhan obat, pada tahap ini akan dibuat rancangan stok akhir untuk periode yang akan datang dan dihitung rancangan kebutuhan obat untuk tahun yang akan datang dengan mengisi Lembar Kerja Perencanaan Pengadaan Obat dengan menggunakan formulir IFK-3 (Lampiran 4.3). Kemudian dilakukan tahap penyesuaian rencana pengadaan obat dengan dana yang tersedia. Pada perencanaan kebutuhan obat, apabila dana tidak mencukupi, perlu Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
30
dilakukan analisa kebutuhan sesuai anggaran yang ada (dengan menggunakan metode perhitungan ABC) dan untuk seleksi obat perlu dilakukan analisa VEN. Agar kegiatan dalam perencanaan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan dapat dilaksanakan sesuai dengan waktu yang ditetapkan, dalam hal ini ditetapkan jadwal kegiatan yang disajikan dalam Rencana Kerja Operasional untuk perencanaan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota yang dimulai dari persiapan perencanaan, pelaksanaan perencanaan dan pengendalian perencanaan yang dilanjutkan dengan penyusunan rencana kerja operasional untuk pengadaan juga dimulai dari persiapan pengadaan, pelaksanaan pengadaan dengan menggunakan formulir IFK-4 (Lampiran 4.4). Selain itu perlu pula pemerataan tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dalam hal pengelolaan obat, dalam hal ini, apoteker maupun tenaga teknis kefarmasian lainya agar proses pengelolaan obat pada umumnya dan perencanaan pengadaan obat khususnya dapat berjalan dengan efektif dan efisien karena dikerjakan oleh tenaga yang handal dan sesuai bidangnya. Pendayagunaan tenaga kesehatan di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK) dan daerah bermasalah kesehatan (DBK), perlu memperoleh perhatian khusus. Pendayagunaan tenaga kesehatan untuk manajemen kesehatan, institusi pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan, institusi penelitian dan pengembangan kesehatan juga perlu mendapatkan perhatian yang memadai. Pengembangan tenaga kesehatan termasuk peningkatan karirnya dilakukan melalui peningkatan motivasi tenaga kesehatan untuk mengembangkan diri, dan mempermudah tenaga kesehatan memperoleh akses terhadap pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan. Peningkatan pelatihan tenaga kesehatan dilakukan melalui pengembangan standar pelatihan tenaga kesehatan guna memenuhi standar kompetensi yang diharapkan oleh pelayanan kesehatan kepada seluruh penduduk Indonesia. Peningkatan pelatihan tenaga kesehatan, juga dilakukan melalui akreditasi institusi pelatihan tenaga kesehatan, serta sertifikasi tenaga pelatih.
Perlu juga
dilakukan bimbingan teknis dan pelatihan rutin dari pusat mengenai pengelolan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
31
termasuk perencanaan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan kepada para pekerja yang bertanggung jawab dalam masalah ini. 4.2.2. Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Dalam berbagai upaya pelayanan kesehatan, obat merupakan salah satu unsur penting. Di antara berbagai alternatif yang ada, intervensi dengan obat merupakan intervensi yang paling banyak digunakan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan (Departemen Kesehatan RI, 2002). Peningkatan derajat kesehatan dapat tercapai dengan pemantauan secara rutin ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan yang bermutu, bermanfaat dan berkhasiat.Oleh karena itu, obat diharapkan tersedia dalam jumlah yang cukup dengan mutu yang baik, tersebar merata dengan jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan. Untuk mejamin hal tersebut diperlukan pemantauan dan evaluasi ketersediaan obat secara rutin. Pada saat ini permasalahan yang masih ada pada pemantauan ketersediaan adalah persen ketersediaan beberapa obat yang bisa mencapai ratusan bahkan puluhan ribu persen pada beberapa provinsi dan terdapat kekurangan di provinsi lainnya. Hal ini dapat terjadi karena beberapa hal yaitu :
Kurang tepatnya perencanaan ketersediaan yang diajukan pemerintah daerah
Persediaan obat yang dikirim langsung dari pusat tanpa permintaan dari pemerintah daerah
Tidak tersedianya sistem pemantauan ketersediaan seluruh Indonesia secara real time yang memadai yang dapat memberitahukan kelebihan dan kekurangan ketersediaan obat (e-logistic tidak berjalan dengan maksimal) Permasalahan kurang tepatnya perencanaan ketersediaan obat yang diajukan
pemerintah daerah dapat diatasi dengan pemilihan metode bimbingan teknis yang efisien, tepat tujuan, dan berkala. Pergantian sumber daya manusia yang tidak menentu pada pengelola instalasi pada pemerintah daerah menjadi kendala dalam pemilihan metode teknis yang efisien, tepat tujuan dan berkala. Untuk itu perlu di tegaskan undang-undang penetapan tenaga kerja kefarmasian melalui masa bakti yang memuat sanksi tegas bagi daerah yang mengganti pengurus instalasi kefarmasian sebelum masa bakti berakhir dengan demikian waktu pemberian metode Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
32
teknis dapat disesuaikan dengan mulainya masa bakti kepengurusan yang baru. Pemilihan metode bimbingan teknis yang tepat dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mempelajari karakteristik tiap sumber daya pada tiap daerah sehingga dapat diketahui metode terbaik yang dapat memberikan penyerapan materi yang maksimal pada setiap sumber daya. Untuk penelusuran karakter dilakukan menurut garis pemantauan yang ada (pemerintah pusat mempelajari karakter sumber daya manusia di tiap pemerintah provinsi, pemerintah provinsi mempelajari karakter sumber daya manusia di pemerintah kabupaten/kota, dan pemerintah kabupaten/kota mempelajari sumber daya manusia di puskesmas-puskesmas yang menjadi tanggung jawab pemantauan pemerintah kabupaten/kota tersebut). Ketersediaan obat yang tidak merata juga disebabkan oleh pengiriman obat oleh pusat secara spontan (bukan merupakan kebutuhan yang diajukan oleh pemerintah provinsi). Hal ini terjadi karena terdapat perkiraan pemerintah untuk kebutuhan obat suatu daerah di luar perencanaan daerah tersebut sehingga terdapat kelebihan ketersediaan. Untuk mengatasinya pemerintah pusat perlu memastikan kembali apakah daerah tersebut benar-benar membutuhkannya sebelum mengirim obat tersebut. Tidak tersedianya sistem pemantauan ketersediaan seluruh Indonesia secara real time yang memadai yang dapat memberitahukan kelebihan dan kekurangan ketersediaan obat (e-logistic tidak berjalan dengan maksimal). E-logistic menjadi terbengkalai dikarenakan tidak pada setiap daerah terdapat sarana penunjang komunikasi yang memadai sehingga pemantauan secara real time tidak dapat dilakukan. Sampai pada saat ini pemantauan ketersediaan masih memakai sistem laporan tertulis dan jika diperlukan memakai semi elektronik (e-mail). Jika memungkinkan, e-logistic dapat berjalan dengan maksimal jika ditunjang dengan pembangunan sarana komunikasi yang memadai pada setiap pemerintah daerah. Pembangunan tersebut dapat membantu tersedianya pemantauan secara real-time persediaan tiap provinsi sehingga tidak terjadi penumpukan dan kekurangan ketersediaan obat serta dapat menciptakan kerjasama antar pemerintah provinsi (jika terdapat obat berlebih pada satu provinsi dapat dialihkan ke provinsi lain yang Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
33
membutuhkan). Pembangunan sarana komunikasi tersebut dapat dimulai dengan membangun kerjasama lintas bidang dengan kementerian komunikasi dan informasi sehingga dapat bersama-sama mengusung keberhasilan e-logistic. Tentunya bantuan dari kementerian komunikasi bukan hanya berupa upaya pembangunan sarana komunikasi tetapi juga pembuatan dan pelaksanaan program e-logistic. Baik tidaknya suatu perencanaan dapat diketahui dengan mengevaluasi hasil pelaksanaan perencanaan ketersediaan obat. Jika setelah dilaksanakan perencanaan ketersediaan obat dapat memenuhi kebutuhan obat selama 18 bulan, maka perencanaan tersebut dikatakan baik. Jika setelah dilaksanakan hanya dapat memenuhi kebutuhan obat selama kurang dari 18 bulan atau lebih dari 18 bulan maka harus ditelusuri lagi letak kesalahan perencanaan ketersediaan obat tersebut.
4.3 Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dibagi menjadi dua seksi yaitu Seksi Standarisasi Pengelolaan serta Seksi Bimbingan Teknis dan Pengendalian. 4.3.1 Standardisasi Pengelolaan Proses pengelolaan Oblik dan Perbekalan Kesehatan dapat berjalan dengan baik apabila terdapat suatu standar dan acuan yang digunakan setiap instalasi farmasi atau puskesmas. Oleh karena itu dibuat pedoman pengelolaan obat yang dapat digunakan sebagai acuan pengelolaan obat. Pedoman ini dibuat oleh seksi standarisasi seksi pengelolaan dari Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Pedoman yang dibuat beragam jenisnya sesuai dengan kebutuhan masing-masing, misalnya pedoman pengelolaan obat di Puskesmas, Pustu (Puskesmas Pembantu), pedoman obat haji, pedoman pengelolaan vaksin dan lain-lain. Selain pedoman juga dibuat materi pelatihan yang ditujukan untuk menunjang kegiatan pelatihan yang dilakukan pengelola obat di Instalasi Farmasi kabupaten/kota dan Puskesmas. Proses pengelolaan obat tidak hanya pembuatan pedoman saja, namun perlu dilakukan bimbingan teknis dan pengendalian untuk menjamin bahwa Instalasi Farmasi menjalankan tugasnya sesuai pedoman 4.3.1 Bimbingan Teknis Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
34
Seksi bimbingan teknis dan pengendalian obat publik dan perbekalan kesehatan diketahui mempunyai tugas dalam melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Bimbingan teknis dilakukan dengan cara memberikan bimbingan, pengarahan, dan penjelasan mengenai standar atau pedoman tentang seluruh tahap pengelolaan obat, sehingga obat dapat tersedia merata dan terjangkau di pelayanan kesehatan dasar. Dalam melaksanakan kegiatan ini digunakan instrumen (tools) untuk melakukan penilaian terhadap sumber daya manusia, anggaran, sarana dan prasaranan dan proses manajemen pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Instrumen (tools) tersebut sebagai bahan bimbingan teknis yang perlu dipersiapkan oleh seksi bimbingan teknis dan pengendalian obat publik dan perbekalan kesehatan. Bimbingan teknis dilakukan secara rutin oleh seksi bimbingan teknis dan pengendalian di direktorat bina oblik dan perbekalan kesehatan, karena itu merupakan tugas dari seksi tersebut dalam upaya pengendalian, pemantauan, dan evaluasi instalasi farmasi kabupaten/kota. Keluaran (output) yang diperoleh setelah melakukan bimbingan teknis adalah profil pengelolaan oblik dan perbekalan kesehatan di instalasi farmasi kabupaten/kota. Profil tersebut berupa hasil penyusunan laporan dari bimbingan teknis yang dibuat oleh seksi bimbingan teknis dan pengendalian. Hasil profil tersebut dapat dijadikan landasan untuk menentukan kebijakan yang akan datang mengenai pengelolaan. Pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan meliputi rangkaian kegiatan mulai dari tahap perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pencatatan dan pelaporan, monitoring dan evaluasi. Untuk pengelolaan obat publik dan perbekalan diperlukan suatu pedoman. Pedoman tersebut diberikan untuk memberikan kejelasan dan digunakan sebagai acuan bagi pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di Propinsi/Kabupaten/Kota maupun pusat dalam proses pelaksanaan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Pedoman tersebut telah mengalami penyempurnaan,
yang diharapkan pengelolaan obat publik dan
perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota menjadi lebih terarah dan dapat dijadikan dasar untuk menyamakan gerak dan langkah dalam memberdayakan Institusi Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
35
Pengelola Obat di Kabupaten/Kota, sehingga dapat menjamin ketersediaan obat yang bermutu di Unit Pelayanan Kesehatan Dasar. Penyusunan suatu pedoman melibatkan berbagai pihak baik itu dari kementerian kesehatan, departemen lain, maupun para pakar yang dianggap kompeten dibidangnya. Substansi untuk pedoman tersebut merupakan rumusan yang diberikan oleh berbagai pihak yang dianggap ahli di bidangnya. Pembahasan draft pedoman dilakukan dalam suatu forum khusus yang membahasa secara lebih terperinci mengenai aspek- aspek penting dan kritis dalam pedoman tersebut. Koreksi dan masukan mengenai tata bahasa akan dibantu oleh bagian biro hukum, sedangkan tata laksana format pembuatan pedoman akan dibantu oleh bagian Pusdiklat PPSDM. Setelah pedoman ini disetujui dan dianggap sesuai dengan maksud dan tujuan, pedoman ini kemudian disahkan oleh pejabat yang berwenang. Kemudian Setelah itu, dilakukan sosialisasi untuk mengimplementasikannya di lapangan agar sesuai dengan harapan. Tahap perencanaan dan pengadaan bertujuan untuk menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk program kesehatan yang telah ditetapkan. Setelah dilakukan perencanaan dan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan penyimpanan dan pendistribusian. Proses penyimpanan dilakukan setelah pengadaan obat dan sebelum pendistribusian. Tujuan penyimpanan obat yaitu untuk memelihara mutu obat, menghindari penyalahgunaan, menjaga kelangsungan ketersediaan serta memudahkan pencariaan dan pengawasan. Kegiatan penyimpanan obat meliputi penyiapan sarana penyimpanan, pengaturan tata ruang, penyusunan stok obat, dan pengamatan mutu obat. Sistem penyimpanan dapat dilakukan melalui FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out). Sistem FIFO berarti bahwa obat yang pertama keluar adalah obat yang pertama masuk sedangkan FEFO berarti bahwa obat yang pertama keluar adalah obat yang pertama kadaluwarsa (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia , 2008. Sistem yang digunakan bertujuan untuk menghindari terjadinya penumpukan obat dan perbekalan kesehatan yang beresiko kadaluwarsa sehingga akan menimbulkan kerugian. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
36
Setelah obat diterima dan disimpan, obat dapat digunakan atau disitribusikan guna memenuhi pelayanan kesehatan. Obat yang didistribusikan merupakan obat yang bermutu, terjamin keabsahan, tepat jenis dan jumlahnya (Pedoman Teknis, 2008). Tujuan distribusi obat yaitu terlaksananya pengiriman obat secara merata dan teratur sehingga dapat diperoleh pada saat dibutuhkan, terjaminnya mutu obat publik dan perbekalan kesehatan pada saat pendistribusian, terjaminnya kecukupan dan terpeliharanya penggunaan obat di unit pelayanan kesehatan, terlaksananya pemerataan kecukupan obat sesuai kebutuhan pelayanan dan program kesehatan. Dalam melakukan pendistribusian obat publik dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar dilakukan secara berjenjang. Instalasi Farmasi Provinsi
akan
melakukan disribusi ke Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota.
Selanjutnya, Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota akan melakukan pendistribusian ke Puskesmas dan kemudian Puskesmas sebagai pelayanan kesehatan di tingkat dasar akan menggunakan obat publik dan perbekalan kesehatan tersebut disamping juga akan mendistribusikannya ke puskesmas jaringan-jaringannya. Pencatatan dan pelaporan data obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka pengelolaan obat secara tertib baik obat yang diterima, disimpan, didistribusikan maupun yang digunakan di unit pelayanan kesehatan seperti Puskesmas. Tujuannya adalah agar tersedianya data mengenai jenis dan jumlah penerimaan, persediaan, pengeluaran/penggunaan dan data mengenai waktu dari seluruh rangkaian kegiatan mutasi obat. Sarana dan prasarana menjadi unsur yang penting dalam pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan terutama untuk pendistribusian dan penyimpanan. Distribusi merupakan kegiatan penyaluran dan penyerahan obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub-sub unit pelayanan kesehatan seperti sub unit pelayanan kesehatan di lingkungan Puskesmas, Puskesmas pembantu, Puskesmas keliling, Posyandu, dan Polindes. Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Sarana dan prasarana di Instalasi Farmasi mencakup luas tanah dan bangunan, alat Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
37
pengamanan, alat transportasi, alat komunikasi, alat pengolahan data, dan perlengkapan penyimpanan. Dengan dilakukan penilaian dapat diketahui kuantitas serta kualitas sarana dan prasarana telah sesuai standar atau tidak. Dalam pengadaan sarana dan prasarana biasanya disesuaikan dengan jumlah anggaran yang dimiliki Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota. Pada prinsipnya dalam mengelola obat publik dan perbekalan kesehatan baik di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, maupun Puskesmas adalah sama. Pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan yang dilakukan pada masingmasing tingkat, meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan, serta pemantauan dan evaluasi. Namun, dalam melakukan pengelolaan pada masing-masing tingkat tersebut
juga
terdapat
perbedaan.
Perbedaannya
adalah
dalam
hal
jalur
pendistribusian dan sumber pendanaan untuk pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Dalam pengelolaan yang menjadi indikator pencapaiannya adalah tersedianya obat dan perbekalan kesehatan dengan jenis dan jumlah yang cukup di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota. Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota digunakan untuk mengelola obat di Kabupaten/Kota dan obat yang dikelola tersebut sebagian besar ditujukan untuk kebutuhan puskesmas dan jaringannya. Kegiatan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan
yang
Kabupaten/Kota
baik adalah melaksanakan
apabila
masing-masing
keseluruhan tahapan
Instalasi Farmasi
pengelolaan,
seperti
perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian penggunaan, pencatatan dan pelaporan, serta pemantauan dan evaluasi. Hambatan yang dialami saat pelaksanaan adalah sulitnya menyatukan pemahaman mengenai pendistribusian obat dan perbekalan kesehatan melalui satu pintu, hal ini disebabkan karena belum adanya pedoman pendistribusian khusus obat
publik
dan
perbekalan
kesehatan. Berdasarkan
hal
tersebut
maka
direncanakanlah pembuatan pedoman pendistribusian obat yang baik. Pedoman distribusi yang akan disusun diharapkan dapat menjaga mutu dan stabilitas Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
38
obat. Selain itu pedoman tersebut harus bersifat applicable yaitu mudah dipahami dan dilaksanakan sesuai dengan kondisi lapangan karena proses distribusi dilakukan oleh pihak ketiga yaitu pihak penyedia jasa pengantaran. Program yang direncanakan untuk tahun 2012 adalah memperbaiki pedoman pemusnahan, distribusi, perencanaan yang terpadu, buffer stock, dan pedoman instalasi farmasi yang lebih bertenaga. Terdapat beberapa tantangan yang dapat menghambat terlaksananya program di tahun 2012 antara lain tidak semua pihak menyetujui konsep yang dibuat, dalam membuat peraturan harus mudah diikuti, serta pencatatan dan pelaporan agar obat tersebut tepat penggunaan. Pedoman-pedoman yang disusun bersifat mengharuskan. Namun, jika
terdapat
kekurangan
atau
kesalahan
dalam
pelaksanaannya,
instansi
pelayanan kesehatan yang terlibat tidak diberikan hukuman namun diberikan bimbingan teknis agar pedoman dapat diterapkan secara keseluruhan.
4.4. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Berbeda dengan subdit-subdit lainnya yang adi direktorat obat publik dan perbekalan kesehatan, subdit pemantauan dan evaluasi dalam prakteknya, tidak melakukan kegiatan teknis. Tugas utama dari subdit ini adalah mengamati, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program yang dijalankan oleh ketiga subdit lainnya dalam mencapai sasaran hasil, yakni meningkatnya ketersediaan obat esensial generik di sarana pelayanan kesehatan dasar. Tujuan dari adanya unit kerja ini adalah untuk mendapatkan informasi bahwa kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan untuk dilaksanakan telah dilakukan sekaligus menilai apakah hasil pencapaian sesuai atau tidak dengan target yang diharapkan. Pada dasarnya, kegiatan pemantauan adalah kegiatan pengumpulan faktafakta yang ada, sedangkan evaluasi adalah kegiatan yang menganalisa kumpulan dari fakta-fakta tersebut. Oleh karena itu, pada subdirektorat ini dibagi ke dalam 2 seksi, yaitu seksi pemantauan dan seksi evaluasi, di mana keduanya saling bekerja secara sinergis. Aspek-aspek yang harus dilakukan pemantauan dan evaluasi adalah Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
39
perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penggunaan, pencatatan pelaporan, dan dukungan manajemen. Pemantauan adalah kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan suatu kegiatan, dan selanjutnya mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul atau yang akan timbul dengan maksud agar dapat diambil tindakan sedini mungkin sebagai dasar daiam melakukan tindakan-tindakan selanjutnya guna menjamin pencapaian tujuan. Secara garis besar, rencana pemantauan terbagi atas 3 hal. Pertama-tama, difokuskan memonitor apa yang telah dilakukan, keluaran apa yang dihasilkan, di mana, kapan, oleh siapa, dan untuk siapa dilakukan. Kemudian, hasil pemantauan dibandingkan dengan rencana semula (baseline). Selanjutnya, selisih antara rencana dan hasil pemantauan dibuat laporannya, kemudian sejauh mungkin faktor-faktor penyebab perbedaan itu diidentifikasi. Contoh hal yang biasanya dimonitor, seperti: prasarana apa saja yang telah ditingkatkan, di mana peningkatan prasarana itu dilakukan, klien mana saja yang menerima pelayanan tersebut dan untuk apa, obat gratis apa yang telah disediakan, untuk siapa dan untuk penyakit apa saja. Pelaksana pemantauan adalah yang bukan melaksanakan program atau kegiatan yang dipantau tersebut. Untuk frekuensi pemantauan, sebaiknya dilakukan paling tidak setiap 6 bulan sekali untuk sebuah program jangka menengah atau jangka panjang. Yang akan menerima laporan hasil pemantauan tidak hanya pihak pemerintah (eksekutif dan legislatif) tetapi juga pihak pelaksana (rumah sakit, penyedia), lalu instansi pemerintah pusat, serta wakil-wakil kelompok penerima manfaat untuk meminta umpan balik. Laporan ini bisa disosialisasikan dengan melaksanakan pertemuan berkala untuk meninjau kembali tingkat kemajuan serta memutuskan apakah rencana implementasi perlu disesuaikan. Evaluasi merupakan penilaian atas dampak kolektif, baik positif maupun negatif, dari semua (atau sebagian besar) kegiatan yang telah dilakukan, pada lokasi dan/atau kelompok sasaran yang berbeda-beda. Selain itu, evaluasi dapat juga didefinisikan sebagai penilaian deskripsi keluaran dan hasil/manfaat sebagaimana dilihat dari sudut pandang penerima manfaat. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
40
Jenis evaluasi yang akan dilaksanakan meliputi evaluasi proses dan evaluasi dampak. Evaluasi ini berfokus pada apa yang telah dilakukan, bagaimana melakukannya, siapa yang menjadi penerima manfaat, serta apa respons mereka terhadap kegiatan yang dilakukan. Evaluasi didasarkan pada laporan-laporan monitoring dan penelaahan atas dokumen-dokumen, wawancara, serta kunjungan lapangan. Sementara untuk evaluasi dampak, dilakukan pada saat program/kegiatan sudah berakhir pada periode tertentu, dengan tujuan untuk mengukur dampak serta menghimpun pelajaran/pengalaman yang berguna. Evaluasi ini untuk mengungkapkan siapa sebenarnya yang memperoleh manfaat dari kegiatan yang dilakukan dan berapa besar manfaatnya; dengan kata lain, sejauh mana hasil/manfaat (dan dampak) yang diharapkan telah tercapai. Setelah dilakukan pemantauan terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan, maka dilaksanakanlah evaluasi apakah kegiatan berjalan sesuai rencana atau tidak, jika tidak apa dampaknya untuk indikator-indikator pencapaian yang telah dibuat, bagian mana yang harus diperbaiki, hingga sampai pendeteksian dini atau early warning sebagai antisipasi awal. Dengan demikian, apabila terdapat kendala di awal pelaksanaan dapat segera diatasi sehingga tidak menjadi masalah yang berkelanjutan di akhir pelaksanaan program. Oleh karena itulah, perlu dirumuskan beberapa indikator pencapaian sasaran di tahun berikutnya berdasarkan hasil pencapaian pada tahun sebelumnya. Indikator tersebut terdiri dari 3 aspek utama, yakni persentase ketersediaan obat dan vaksin, persentase penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan, dan persentase instalasi farmasi kab/kota sesuai standar. Acuan besarnya target persentase pencapaian masing-masing indikator tersebut diperhitungkan dan dipertimbangkan dari dua faktor, yaitu ketersediaan obat pada satu perode tertentu dan kebutuhan obat selama satu tahun yang didasarkan pada rata-rata pemakaian obat per bulan di tahun sebelumnya. Tahapan prosedur pemantauan dan evaluasi ada beberapa, dimulai dari: 1. Tidak mengevaluasi orang yang melakukan kegiatannya tapi adalah program kegiatannya dan organisasinya. 2. Terbagi dari tahapan: Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
41
Case by case (sporadis) Yaitu melakukan pemantauan dan evaluasi secara random
Evaluasi per struktur Yaitu melakukan
pemantauan dan evaluasi secara bulanan,
triwulan, atau per 6 bulan
Evaluasi paripurna Yaitu melakukan pemantauan dan evaluasi secara setahun sekali, biasanya juga diundang dari pihak luar, seperti “Pertemuan Capaian Obat Publik”
Evaluasi perbaikan Yaitu tahapan yang memberikan solusi atas masalah yang menjadi kendala agar terciptanya perbaikan di masa yang akan datang
3. Cermati indikator Yaitu tahapan yang melakukan pertimbangan menetapkan indikator selanjutnya secara SMART (smart, measurable, achieveable, realistic, time). Harus paham kapan suatu indikator bisa digunakan sebagai alat untuk mengukur kinerja suatu program kegiatan. Syaratnya, indikator tersebut harus dalam kendali orang yang mengerjakan tersebut atau setidaknya dominan kendalinya. Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara sistematis. Keduanya dilaksanakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan efisiensi dalam setiap aspek program Direktorat Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Dengan mengetahui tingkat efisiensinya, akan menghemat tenaga, biaya, maupun waktu. Oleh karena itu, pemantauan dan evaluasi akan dilaksanakan menyangkut berbagai hal yang terkait, yaitu menyangkut kualitas input, proses, dan output. Dari pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan akan diperoleh output berupa profil pencapaian indikator berdasarkan pengambilan data secara bottom up. Profil ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk menentukan langkah ke depan dan menentukan solusi terhadap kendala-kendala yang dihadapi. Pengambilan data tersebut dilakukan dari struktur terendah kemudian di rekapitulasi ke sektor Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
42
diatasnya. Data diserahkan oleh Instalasi Farmasi Kabupaten /Kota melalui format laporan pemantauan, kemudian di laporkan setiap dua bulan sekali ke Dinas Kesehatan Propinsi (secara berjenjang) atau ke Pusat (secara langsung). Apabila kegiatan yang dilakukan tidak mencapai target sasaran, maka tugas dari unit kerja ini adalah mencari solusi yang baik yang dapat dilaksanakan atau dikenal dengan istilah “mampu laksana”. Perlu diketahui, menentukan solusi merupakan bagian pekerjaan yang paling sulit dalam pelaksanaan pihak yang bekerja pada subdirektorat ini, karena setiap orang yang berada dalam tim ini harus bisa memprioritaskan masalah apa dulu yang harus dicari solusinya di antara kurang lebih 46 kegiatan yang tergabung dalam berbagai program yang ada di Direktorat Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Oleh karena itu, diharapkan orang-orang tersebut mempunyai “sense of crisis” yang tinggi. Solusi tidak harus ideal dan jangan terlalu sulit diimplementasikan, yang terpenting mampu dilaksanakan oleh seluruh subdit dalam rangka perbaikan hasil kegiatan. Selain itu, penyebab tidak memenuhi sesuai target dapat dikarenakan kinerja tim yang salah dalam membuat sasaran target sehingga terlalu kecil atau terlalu tinggi. Jika target terlalu kecil atau terlalu besar maka perlu diperhitungkan kembali sehingga didapatkan target yang lebih rasional dan diperkirakan lebih tepat dalam mendekati capaian sasaran untuk kegiatan selanjutnya. Sampai saat ini, refleksi pelaksanaan pemantauan dan evaluasi hanya sampai batasan output saja (terjaminnya ketersediaan obat dan vaksin di seluruh wilayah Indonesia), belum mencapai outcome (dampak adanya peningkatan kesehatan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia). Hal ini dikarenakan adanya berbagai kendala yang masih sulit dihadapi. Kendala pertama terkait evaluasi keberhasilan suatu program yang menjadi sangat kompleks karena banyak terdapat aspek yang terkait di dalamnya, mulai dari sarana dan prasarana, SDM yang terlibat (baik edukatif maupun administratif), kelancaran pelaksanaan program, efisiensi waktu penyelenggaraan, dan seberapa jauh efektifnya program tersebut diselenggarakan. Oleh karena itu, pemantauan dan evaluasi baru dapat dilaksanakan di 3 kabupaten/kota tiap provinsi di Indonesia. Dalam pelaksanaannya, setelah dilakukan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
43
pemantauan dan evaluasi, pemerintah pusat akan memberikan bimbingan teknis kepada pihak yang dipantau dan dievaluasi, yaitu dinas kesehatan propinsi, kabupaten/kota maupun puskesmas. Dengan demikian, diharapkan pihak tersebut dapat mengetahui kekurangan dan kendala apa saja yang dialami selama melakukan kegiatan atau program obat publik dan perbekalan kesehatan sehingga dapat mengatasi permasalahan yang terjadi, perbaiki kesalahan sistem pelaksanaan yang ada dan meningkatkan kualitas kinerjanya. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan dari berbagai pihak yang terkait dengan pengelolaan obat baik di tingkat Provinsi maupun tingkat Kabupaten/Kota sehingga diharapkan terdapat perubahan yang signifikan dengan adanya evaluasi yang dilakukan demi perbaikan dalam pelaksanaan program yang akan datang.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
yang dilakukan mahasiswa pada
bagian Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, disimpulkan bahwa : a. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Adapun fungsi dari Direktorat tersebut adalah merumuskan kebijakan; pelaksanaan kebijakan; penyusunan norma, standard, prosedur, dan kriteria; pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan, serta pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. b. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standard, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Adapun fungsi dari Direktorat tersebut adalah penyiapan perumusan kebijakan; pelaksanaan kegiatan; penyiapan penyusunan norma, standard, prosedur, dan kriteria; penyiapan pemberian bimbingan teknis; evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; serta pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
44
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
Universitas Indonesia
45
5.2 Saran Saran yang dapat diberikan dari kesimpulan di atas adalah sebagai berikut: a. Pedoman yang sudah diselesaikan pembahasannya segera ditetapkan dan disosialisasikan kepada semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan pedoman tersebut. b. Disarankan setiap subdit menyusun protap pelaksanaan kegiatannya, agar pemantauan lebih mudah dilaksanakan dalam rangka antisipasi untuk melakukan perbaikan dan rencana tindak lanjut yang akan dilakukan. c. Mahasiswa sebaiknya dilibatkan secara langsung dalam teknis pelaksanaan kerja di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
DAFTAR ACUAN
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.2006. Pedoman Supervisi dan Evaluasi Obat dan Perbekalan Kesehatan.Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. 2010. Laporan hasil anajemen Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehaatn di Instansi pemerintah Tahun 2010. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 021/MENKES/SK/2011 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010 – 2014.Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. 2008. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan untuk Pelayanan Kesehatan Dasar.Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan RI. 2009. Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia No. 36 tentang Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan RI. 2010. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1810/ MENKES/SK/XII/2010 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan Tahun Anggaran 2011.Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan.Jakarta : Kementerian Kesehatan RI
46
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
Universitas Indonesia
47
Lampiran 2.1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan
Bagan Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
48
Lampiran 2.2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Lampiran 2.3. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
49
Lampiran 2.4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Lampiran 2.5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
50
Lampiran 2.6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Lampiran 2.7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
51
Lampiran 4.1. Alur Penyediaan Obat Nasional
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
52
Lampiran 4.2. Protap Perencanaan Kebutuhan Obat
Mempertimbangkan
Usulan Kebutuhan
User
Konsumsi tahun sebelumnya
Rencana Pengadaan
Perencana
Usulan Pengadaaan
KPA
Rencana Pengadaan Ketersediaan anggaran
PPK
Usulan pengadaan Ketersediaan anggaran Mekanisme pengadaan
Pengadaan
Usulan kebutuhan Sisa stok Hasil pemantauan/evaluasi Prediksi peningkatan sasaran/target Prediksi peningkatan kasus
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
53
Lampiran 4.3. Formulir IFK-3
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
54
Lampiran 4.4. Formulir IFK-4
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
55
Lanjutan Lampiran 4.4. Formulir IFK-4
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 07-18 JANUARI 2013
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PENGELOLAAN OBAT DAN ALAT KESEHATAN HAJI DI ARAB SAUDI TAHUN 2012
DIAN RAHMA BAKTI, S.Farm. 1206312965
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PENGELOLAAN OBAT DAN ALAT KESEHATAN HAJI DI ARAB SAUDI TAHUN 2012
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
DIAN RAHMA BAKTI, S.Farm. 1206312965
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013 ii
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... iv 1. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1 1.2 Tujuan ......................................................................................................... 2 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 3 2.1 Pemantauan ................................................................................................ 3 2.1.1 Kegunaan Pemantauan ..................................................................... 3 2.1.2 MetodePemantauan ......................................................................... 3 2.2 Evaluasi ...................................................................................................... 5 2.2.1 Kegunaan Evaluasi ........................................................................... 5 2.2.2 Tipe Evaluasi .................................................................................... 6 2.3 Penyelenggaraan Kesehatan Haji Indonesia ........................................... 7 2.4 Pengelolaan Obat dan Alat Kesehatan Haji ............................................ 12 2.4.1 Seleksi ............................................................................................... 13 2.4.2 Perencanaan ...................................................................................... 13 2.4.3 Pengadaan Obat dan Alat Kesehatan ............................................... 13 2.4.4 Penyimpanan .................................................................................... 14 2.4.5 Pendistribusian .................................................................................. 15 2.4.6 Pencatatan dan Pelaporan ................................................................. 16 2.5 Indikator Pengelolaan Obat dan Alat Kesehatan Haji ............................... 17 3. METODOLOGI PENGKAJIAN …………………………….................... 19 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Pengkajian ............................................. 19 3.2 Metode Pengolahan Data ........................................................................... 19 4. PEMBAHASAN ……………………………............ .................................... 20 4.1 Seleksi ....................................................................................................... 24 4.2 Perencanaan ............................................................................................... 24 4.3 Pengadaan Obat dan Alat Kesehatan ......................................................... 25 4.4 Penyimpanan .............................................................................................. 25 4.5 Pendistribusian ........................................................................................... 26 4.6 Pencatatan dan Pelaporan .......................................................................... 27 5. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................29 5.1 Kesimpulan ................................................................................................29 5.2 Saran ..........................................................................................................29 DAFTAR ACUAN ...............................................................................................31 iii
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4.
Protap Pengadaan Obat Emergensi di Arab Saudi ......................32 Surat Keterangan Permohonan Pengadaan Obat Emergensi di Arab Saudi ..............................................................................33 Contoh Berkas Berita Acara Serah Terima Obat dan Perbekalan Kesehatan .................................................................34 Berkas Daftar Obat dan Perbekalan Kesehatan ..........................35
iv
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan ibadah Haji merupakan Program
Nasional dan
dilaksanakan oleh Pemerintah secara antar Departemen. Departemen Kesehatan adalah salah satu Departemen terkait yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan haji, tanggung jawab ini sejak masa persiapan keberangkatan, di perjalanan pergi/pulang, selama di Arab Saudi dan setelah kembali ke tanah air. Hal ini didasarkan atas Undang-Undang Nomor 13, Tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah Haji. Masyarakat muslim Indonesia yang menunaikan ibadah Haji mencapai 200 ribu orang lebih setiap tahun, dengan risiko kesehatan yang masih cukup tinggi. Pada 10 tahun terakhir ini, jemaah Haji Indonesia wafat di Arab Saudi selama pelaksanaan operasional haji mencapai 2,1-3,2 per 1000 yang menunjukkan 2-3 kali lipat lebih besar dibandingkan pada kondisi normal di tanah air. Oleh karena itu, salah satu indikator utama dalam pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat dan alat kesehatan haji selain terjaminnya ketersediaan obat dan alat kesehatan di Arab Saudi adalah menurunnya angka kematian jemaah Haji yang wafat di Arab Saudi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sesuai dengan UU Nomor 23, tahun 2002 tentang kesehatan, obat dan alat kesehatan yang disediakan harus memiliki mutu dan kualitas yang terjamin. Hal ini penting karena obat merupakan unsur yang sangat berbeda dengan komoditi lain sehingga perlu penanganan yang khusus dalam hal pengelolaannya. Pengelolaan obat dan alat kesehatan Haji dimulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, dan pencatatan/pelaporan dilakukan oleh tenaga farmasi yang bertugas sebagai PPIH pada musim Haji. Dalam rangka menjamin pengelolaan obat yang baik, maka perlu didukung dengan adanya sumber daya yang dapat mencapai hal tersebut. Peraturan perundang-undangan, sumber daya manusia, biaya, dan sistem manajemen merupakan unsur-unsur penting yang harus ada dan saling membutuhkan. 1
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
Universitas Indonesia
2
Oleh karena itulah dilakukannya pemantauan dan evaluasi di setiap aspek pengelolaan obat dan alat kesehatan seperti yang telah disebutkan di atas. Dengan pemantauan dan evaluasi pengelolaan yang baik, diharapkan bisa lebih awal dalam pendeteksian dini masalah yang akan timbul selama operasional, sehingga bisa memprioritaskan untuk mencari solusi, dan sebagai bahan masukan dalam pelaksanaan penyeleggaraan kesehatan Haji di musim Haji berikutnya. Dengan ini diharapkan obat yang disediakan terjamin mutu dan kualitasnya, tepat jumlah dan jenis item yang dibutuhkan serta tersebar secara merata sehingga dapat diperoleh pada waktu yang tepat.
1.2 Tujuan Penyusunan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker ini bertujuan agar mahasiswa mengerti dan memahami pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat dan alat kesehatan Haji di Arab Saudi, serta membandingkan hasil dari pemantauan dan evaluasi yang telah dilakukan pada musim Haji tahun 2012 dengan sasaran indikator yang ingin dicapai.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemantauan Pemantauan (Monitoring) merupakan proses kajian (review) terhadap suatu program yang sedang berlangsung untuk mengetahui tingkat penyelesaian aktivitas program dan pencapaian target, dan memungkinkan tindakan-tindakan korektif selama implementasi program. Pemantauan yang disusun secara sistematis berdasarkan tujuan program dan terkait dengan aktivitas spesifik sangat penting untuk peningkatan kinerja program dan pencapaian tujuan program jangka panjang (Bina Obat Publik dan Perbekalan kesehatan, 2011). Sistem Pemantauan sebaiknya dipusatkan pada aktivitas kunci program dan tujuannya. Agar pemantauan dapat efisien maka harus difokuskan pada halhal spesifik yang berhubungan langsung dengan kinerja, rencana program, tujuan, dan target, serta telah dirancang dengan jelas (Bina Obat Publik dan Perbekalan kesehatan, 2011). 2.1.1 Kegunaan Pemantauan Kegunaan pemantauan adalah memeriksa kesesuaian antara aktivitas yang dilaksanakan
dengan
yang
direncanakan,
mengukur
pencapaian
target,
mengidentifikasi masalah-masalah dalam implementasi untuk menginisiasi tindakan korektif, mengidentifikasi dan meningkatkan kinerja yang sudah baik, mengidentifikasi dan memperkuat kinerja yang lemah, membantu supervisi target di daerah yang bermasalah, menilai apakah aktivitas yang dilaksanakan memiliki efek yang diharapkan, menilai kecenderungan (trend) jangka panjang, dan memberikan kontribusi dalam melakukan review dan merevisi program prioritas dan perencanaan (Bina Obat Publik dan Perbekalan kesehatan, 2011). 2.1.2 Metode Pemantauan Pemantauan dapat dilakukan dengan menggunakan kombinasi empat metode (Bina Obat Publik dan Perbekalan kesehatan, 2011) sebagai berikut yaitu :
3 Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
Universitas Indonesia
4
a. Kunjungan Pengawas (supervisory) Kunjungan pengawas mendorong kinerja staf, provide some on-site, in-service training, dan mewakili metode informal yang penting namun memonitor implementasi program secara langsung. Kunjungan pengawas sebaiknya memperkuat persyaratan dalam pelaporan rutin. Dalam beberapa kunjungan terkadang melibatkan pengumpulan informasi untuk kajian khusus. b. Pelaporan Rutin Inti dari sistem pemantauan adalah pelaporan rutin melalui sistem manajemen informasi obat. Desain atau revisi sistem manajemen informasi obat dimulai dengan dua pertanyaan dasar, yaitu: 1. Siapa pengguna informasi dari sistem manajemen informasi obat ? 2. Apa kebutuhan informasinya? Kegagalan paling besar dalam sistem pelaporan rutin adalah desain yang berlebihan (overdesign) dan tidak terimplementasi (underimplementation). Pengumpulan data yang terlalu banyak biasanya menghasilkan terlalu sedikit analisis. Sistem pelaporan yang terlalu kompleks berakibat pada tingkat pemenuhan yang rendah terhadap persyaratan pelaporan. Proses implementasi sebuah sistem informasi memerlukan waktu dan uang dimana semakin kompleks sebuah sistem, semakin banyak waktu dan uang yang diperlukan untuk membuatnya berfungsi. c. Sistem Pelaporan Sentinel Sistem pelaporan sentinel dapat berguna untuk melengkapi sistem pelaporan rutin, terutama untuk informasi yang berguna namun datanya tidak diperoleh secara rutin. Sistem pelaporan sentinel terdiri dari sejumlah unit sampel yang dipilih dengan hati-hati dan diberikan tanggung jawab lebih dalam pencatatan dan pelaporan. d. Kajian Khusus Kajian khusus diperlukan untuk memperoleh informasi yang tidak tersedia dari pelaporan rutin ataupun sentinel.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
5
2.2 Evaluasi Evaluasi adalah serangkaian prosedur untuk menilai suatu program dan memperoleh informasi tentang keberhasilan pencapaian tujuan, kegiatan, hasil dan dampak serta biayanya. Fokus utama evaluasi adalah mencapai perkiraan yang sistematis dari dampak program Bina Obat Publik dan Perbekalan kesehatan, 2011). Proses evaluasi dapat dilihat sebagai lima langkah model umpan baik, yang masing-masing langkah adalah (Bina Obat Publik dan Perbekalan kesehatan, 2006). a. Penetapan apa yang harus diukur. Manajemen puncak menetapkan proses pelaksanaan dan hasil mana yang akan dipantau dan dievaluasi. Proses dan hasil pelaksanaan harus dapat diukur dalam kaitannya dengan tujuan. b. Pembuatan standar kinerja. Standar digunakan untuk mengukur kinerja. Standar harus dapat mengukur apa yang mencerminkan hasil kinerja yang telah dilaksanakan. c. Pengukuran kinerja yang aktual, yaitu dibuat pada waktu yang tepat. d. Bandingkan kinerja yang aktual dengan standar. Jika hasil kinerja yang aktual berada dalam kisaran toleransi maka pengukuran dihentikan. e. Melakukan tindakan korektif. Jika hasil kinerja aktual berada di luar kisaran toleransi, harus dilakukan koreksi untuk deviasi yang terjadi. 2.2.1 Kegunaan Evaluasi Evaluasi bermanfaat untuk (Bina Obat Publik dan Perbekalan kesehatan, 2006) : a. Menetapkan kesulitan-kesulitan yang ditemui dalam program yang sedang berjalan. b. Meramalkan kegunaan dari pengembangan usaha-usaha dan memperbaikinya. c. Mengukur kegunaan program-program yang inovatif. d. Meningkatkan efektivitas program, manajemen dan administrasi. e. Kesesuaian tuntutan tanggung jawab.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
6
Evaluasi memerlukan penilaian terhadap hasil yang dicapai dengan membandingkan terhadap tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan. Perbedaan antara pengukuran dengan pencapaian tujuan menjadi dasar untuk pengambilan keputusan. 2.2.2 Tipe Evaluasi Ada empat tipe evaluasi yang dibedakan atas interaksi dinamis diantara lingkungan program dan waktu evaluasi, yaitu (Bina Obat Publik dan Perbekalan kesehatan, 2006): a. Evaluasi formatif Dilakukan selama berlangsungnya kegiatan program. Evaluasi ini bertujuan untuk melihat dimensi kegiatan program yang melengkapi informasi untuk perbaikan program. b. Evaluasi sumatif Dilakukan pada akhir program. Evaluasi ini perlu untuk menetapkan ikhtisar progaram, termasuk informasi outcome, keberhasilan kegagalan program. c. Evaluasi penelitian Suatu proses penelitian kegiatan yang sebenarnya dari suatu program, agar ditemukan hal-hal yang tidak tampak dalam pelaksanaan program. d. Evaluasi presumtif Didasarkan pada tendensi yang menganggap bahwa jika kegiatan tertentu dilakukan oleh orang yang tertentu yang diputuskan dengan pertimbangan yang tepat dan jika bertambahnya anggaran sesuai dengan perkiraan, maka program yang dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan. Dalam mengevaluasi dibutuhkan suatu indikator yang digunakan untuk mengukur sampai seberapa jauh tujuan atau sasaran telah berhasil dicapai. Penggunaan lain dari indikator adalah untuk penetapan prioritas, pengambilan tindakan dan untuk pengujian strategi dari sasaran yang ditetapkan. Hasil pengujian tersebut dapat digunakan oleh penentu kebijakan untuk meninjau kembali strategi dan sasaran yang lebih tepat.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
7
2.3 Penyelenggaraan Kesehatan Haji Indonesia Penyelenggaraan
kesehatan haji adalah rangkaian kegiatan pelayanan
kesehatan haji meliputi, pemeriksaan kesehatan, bimbingan dan penyuluhan kesehatan haji, pelayanan kesehatan, imunisasi, surveilans, SKD dan respon KLB, penanggulangan KLB dan musibah massal, kesehatan lingkungan dan manajemen penyelenggaraan kesehatan haji (Departemen Kesehatan RI, 2009). Ibadah haji adalah rukun islam yang kelima yang merupakan kewajiban sekali seumur hidup bagi setiap orang islam yang mampu menunaikannya. Jemaah haji adalah Warga Negara Indonesia yang beragama Islam dan telah mendaftarkan diri untuk menunaikan Ibadah Haji sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Penyelenggaraan Ibadah Haji adalah rangkaian kegiatan pengelolaan pelaksanaan Ibadah haji yang meliputi pembinaan, pelayanan, dan perlindungan Jemaah Haji (Departemen Kesehatan RI, 2009). Program Kesehatan Haji dilaksanakan oleh berbagai unit utama di Departemen Kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi penyelenggaraan program dan operasional penyelenggaraan kesehatan haji dengan membentuk Panitia Penyelenggara Kesehatan Haji Pusat dengan tugas pokok dan fungsi yang disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan dan ditetapkan dengan keputusan Menteri Kesehatan. Apabila diperlukan, panitia ini dapat membentuk Tim Operasional Penyelenggara Kesehatan Haji (Departemen Kesehatan RI, 2009).
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
8
Panitia Penyelenggara Kesehatan Haji Pusat
Tim Operasional Penyelenggaraan Kesehatan Haji
Ketua
Ketua Pelaksana Operasional Daerah
Ketua Pelaksana Operasional Embarkasi dan Debarkasi
Ketua Pelaksana Operasional Arab Saudi
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
9
Bagan Organisasi Pengelola Obat dan Alat Kesehatan di Arab Saudi
Tenaga pengelola obat dan alat kesehatan meliputi (Departemen Kesehatan RI, 2009): a. Tenaga Farmasi : tenaga yang memiliki kompetensi di bidang pengelolaan obat dan alat kesehatan (Apoteker dan Asisten Apoteker) b. Tenaga Non Farmasi : tenaga yang membantu farnasi dalam pengelolaan obat dan alat kesehatan.
Pengelola terdiri dari : a. Depo Pusat: tenaga yang sudah pernah menjadi petugas di salah satu Daker b. Depo Daker (Mekkah, Jeddah, dan Madinah) Tenaga pengelolaan obat dan alat kesehatan tersebut dibagi atas: No
Unit Kerja
Apoteker
1
Depo Pusat
2 orang
Asisten Apoteker 3 orang
2
Daker Jeddah
2 orang
2 orang
3
Daker Mekkah
3 orang
2 orang
4
Daker Madinah
2 orang
2 orang
5
Masing-masing Sektor Madinah dan Mekkah Embarkasi/Debarkasi
1 orang
1 orang
1 orang
1 orang
6
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
10
Adapun tugas, fungsi, dan tanggung jawab meliputi (Departemen Kesehatan RI, 2009): a. Depo Pusat bertanggung jawab atas pengelolaan obat dan alat kesehatan, dengan tugas: 1. mengecek stok obat dan alat kesehatan tahun lalu 2. mengecek jumlah, jenis obat, dan alat kesehatan yang dikirim dari Indonesia 3. menyiapkan rencana kebutuhan obat dan alat untuk tas kloter 4. merencanakan, menyiapkan, serta mendistribusikan obat dan alat kesehatan ke daerah kerja (Daker) 5. menyiapkan kebutuhan obat dan alat kesehatan untuk pelaksanaan Armina 6. menyimpan obat dan alat kesehatan sesuai dengan standar penyimpanan obat yang baik 7. mengadakan/membeli obat dan alat kesehatan yang diperlukan karena tidak tersedia/persediaan menipis atau sudah habis 8. melakukan monitoring ketersediaan obat dan alat kesehatan di daker Mekkah, Jeddah, dan Madinah 9. membuat laporan dan evaluasi pengelolaan obat dan alat kesehatan selama operasional penyelenggaraan haji.
b. Daker (Jeddah, Mekkah, dan Madinah) bertanggung jawab atas pengelolaan obat dan alat kesehatan dengan tugas: 1. menerima dan memeriksa obat dan alat kesehatan yang diterima dari Depo pusat 2. melayani permintaan obat dan alat kesehatan dari apotek BPHI dan sektor 3. menyimpan obat dan alat kesehatan sesuai dengan standar penyimpanan obat yang baik 4. mengadakan/membeli obat dan alat kesehatan bila ada kekurangan atas persetujuan Wakadaker bidang kesehatan dan berkoordinasi dengan Depo pusat. 5. Daker Jeddah dan Madinah menyerahkan dan menerima pengembalian Tas Kloter 6. menerima pengembalian obat dan alat kesehatan pasca Armina
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
11
7. melakukan monitoring ketersediaan obat di apotik BPHI dan sektor 8. membuat laporan dan evaluasi pengelolaan obat dan alat kesehatan selama operasional penyelenggaraan haji 9. mengembalikan sisa obat dan alat kesehatan yang ada di depo daker ke depo Pusat termasuk Tas Kloter dari depo daker Jeddah dan Madinah.
c. Apotek BPHI (Jeddah, Mekkah, Madinah) bertanggung jawab atas pengelolaan obat dan alat kesehatan dengan tugas: 1. menerima dan menghitung stok awal obat dan alat kesehatan untuk apotek BHI 2. melayani permintaan obat dan alat kesehatan dari BPHI 3. melayani resep dokter untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan 4. merencanakan kebutuhan obat dan alat kesehatan untuk apotek BPHI 5. menyimpan obat dan alat kesehatan sesuai dengan standar penyimpanan obat yang baik 6. mengelola obat Psikotropik di daerah kerjanya 7. membuat laporan sisa obat dan alat kesehatan selama operasional penyelenggaraan haji.
d. Sektor bertanggung jawab atas pengelolaan obat dan alat kesehatan dengan tugas: 1. menerima dan menghitung stok awal obat dan alat kesehatan dari daker 2. merencanakan kebutuhan obat dan alat kesehatan untuk sektor dan kloter 3. menyimpan obat dan alat kesehatan sesuai dengan standar penyimpanan obat yang baik 4. melayani resep dokter sektor dan melayani permintaan obat dan alat kesehatan dari dokter kloter 5. mengembalikan sisa obat obat dan alat kesehatan ke daker setalah selesai pelayanan keshatan haji 6. membuat laporan dan evaluasi pengelolaan obat dan alat kesehatan selama operasional penyelenggaraan haji.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
12
e. Kloter bertanggung jawab atas pengelolaan obat dan alat kesehatan dengan tugas: 1. menerima dan menghitung stok awal obat dan alat kesehatan dalam Tas Kloter di bandara Jeddah dan Madinah 2. mengajukan permintaan kebutuhan obat dan alat kesehatan ke sektor 3. memyimpan obat dan alat kesehatan dalam Tas Kloter 4. menyerahkan obat dan alat kesehatan kepada pasien 5. membuat laporan mutasi obat dan alat kesehatan selama operasional penyelenggaraan haji 6. mengembalikan sisa obat obat dan alat kesehatan kepada daker Jeddah dan Madinah 7. dalam pelaksanaan tugas, dokter dibantu oleh perawat dan tenaga lainnya.
f. Embarkasi/Debarkasi bertanggung jawab atas pengelolaan obat dan alat kesehatan dengan tugas: 1. menerima dan menghitung obat dan alat kesehatan yang dikirimkan oleh Depkes RI, c/q. Ditjen Binfar dan Alkes, berkoordinasi dengan unit terkait (Ditjen P2PL) 2. menyimpan obat dan alat kesehatan 3. menyerahkan obat dan alat kesehatan untuk pelayanan kesehatan jemaah haji sesuai dengan resep dokter 4. membuat laporan mutasi obat dan alat kesehatan di embarkasi/debarkasi selama operasional penyelenggaraan haji 5. laporan mutasi obat disampaikan kepada Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
2.4 Pengelolaan Obat dan Alat Kesehatan Haji (Departemen Kesehatan RI, 2009) Pengelolaan obat an alat kesehatan haji dimulai dari seleksi, perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penggunaan, pencatatan/pelaporan, dan monitoring evaluasi dilakukan oleh tenaga farmasi yang bertugas sebagai PPIH
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
13
pada musim haji, baik yang bertugas di : depo Pusat, daker Jeddah, daker Mekkah, daker Madinah, BPHI maupun sektor, sedangkan di kloter dikelola oleh tenaga kesehatan yang bertugas pada masing-masing kloter. 2.4.1 Seleksi Seleksi merupakan proses pemilihan obat berdasarkan efektifitas, efisiensi, dan aman (rasional). Sasaran pemilihan untuk mendapatkan obat dan alat kesehatan yang efektif efisien dan aman adalah jenis obat dan alat kesehatan dari sumber yang resmi. Dari Formularium Obat Haji yang akan dijadikan sebagai pedoman perencanaan pengadaan obat. Formularium disusun oleh Tim Penyusun Formularium Obat yang ditetentukan oleh Menteri Kesehatan. 2.4.2 Perencanaan Perencanaan obat dan alat kesehatan adalah salah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan obat dan alat kesehatan. Tujuan perencanaan penyediaan alat kesehatan adalah untuk menentukan jenis dan jumlah obat dan alat kesehatan sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan di Arab Saudi. Perencanaan obat harus didukung dengan beberapa data yang dapat digunakan dalam perhitungan, seperti pola konsumsi obat, pola penyakit, jumlah kunjungan, sisa stok, dan alokasi dana. Perencanaan ini akan lebih baik jika melihat juga data kondisi dua tahun sebelumnya untuk mengetahui tren penggunaan obat. Perencanaan kebutuhan obat dan alat kesehatan haji dilakukan berdasarkan Formularium yang telah disusun oleh tim yang dibentuk atas SK Menkes dan didasarkan hasil laporan penggunaan obat dan alat kesehatan tahun sebelumnya. Sedangkan pengadaan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2.4.3 Pengadaan Obat dan Alat Kesehatan Pengadaan obat dan alat kesehatan haji merupakan suatu proses merealisasikan persediaan obat dan alat kesehatan sesuai dengan hasil perencanaan. Pengadaan dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan c.q. Ditjen Binfar dan Alkes sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
14
Setelah selesai pengadaan yang disesuaikan dengan Formularium Obat Haji tahun berjalan, maka selanjutnya obat dan alat kesehatan siap dikirim, diterima, dan dipergunakan. Pengiriman ke Arab Saudi dilaksanakan oleh rekanan pemenang tender melalui mekanisme pengiriman barang ke luar negeri yang lazim dengan memperhatikan: 1. adanya pelaksana pengiriman dan penerimaan 2. diprogramkan selesai pada tahun berjalan: a. pengiriman melalui cargo pesawat dengan biaya cargo perangko depo Pusat Arab Saudi b. obat dan alat kesehatan siap dikirim dengan packaging yang baik c. packaging diberi tanda yang berbeda pada setiap kelompok farmakologinya 3. dokumen pengiriman lengkap, meliputi: a. tersedia faktur pembelian b. tersedia surat rekomendasi pengiriman obat dan alat kesehatan dari Depkes RI dan Badan POM RI c. Air Way bill d. In Voice e. dan lain-lain. Obat dan alat kesehatan yang diadakan sudah harus tiba di Arab Saudi 3 bulan sebelum jamaah haji dating, sehingga obat dan alat kesehatan dapat didistribusikan ke masing-masing daker Jeddah, Mekkah, dan Madinah yang kemudian didistribusikan ke masing-masing sektor sebelum kedatangan jamaah haji agar seluruh unit pelayanan kesehatan pada musim haji siap dalam melaksanakan tugas. 2.4.4 Penyimpanan Tujuan penyimpanan obat adalah untuk memelihara mutu obat, menjaga kelangsungan persediaan, dan memudahkan pencarian dan pengawasan. Kegiatan penyimpanan meliputi: penyiapan sarana penyimpanan, pengaturan tata ruang, penyusunan stok obat dan pengamatan mutu obat. Penyimpanan obat dan alat kesehatan dilakukan di:
Depo Pusat Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
15
Daker Jeddah
Daker Mekkah
Daker Madinah
Sektor
Kloter-kloter.
Pada akhir tugas penyelenggaraan haji, sisa obat dan alat kesehatan dikembalikan ke depo pusat dilengkapi dengan laporan sisa obat. Semua sarana penyimpanan obat dan alat kesehatan harus dilengkapi dengan air conditioner, pallet, lemari pendingin, dan lemari psikotropik untuk menjaga mutu obat. Kemudian, obat disusun secara alfabetis/bentuk sediaan/kelas terapi untuk mempermudah dalam mencari obat dengan memperhatikan sistem FEFO dan FIFO. Penggunaan kartu stok harus dilakukan untuk mempermudah pencatatan dan pelaporan jika terjadi mutasi obat. Cara penyimpanan obat dan alat kesehatan di daker Jeddah, Makkah, dan Madinah adalah sebagai berikut: a. obat dan alat kesehatan disimpan dengan pengelompokan farmakologis dan alfabetis
obat dan alat kesehatan ditata di rak atau lemari obat
obat psikotropik ditata di lemari penyimpanan khusus
b. penyimpanan obat dan alat kesehatan disesuaikan dengan sifat produk
penyimpanan insulin, vaksin, dan reagensia pada suhu 2-8 derajat Celcius
penyimpanan obat dan alat kesehatan pada suhu 22 derajat Celcius
c. setiap mutasi obat dan alat kesehatan dicatat dalam kartu stok obat dan alat kesehatan. 2.4.5 Pendistribusian Obat dan alat kesehatan didistribusikan dari depo Pusat ke daker Jeddah, Mekkah, dan Madinah berdasarkan persetujuan dari apoteker penanggung jawab dan diserahkan kepada apoteker penanggung jawab di daker. Selanjutnya, obatobat tersebut didistribusikan ke masing-masing sektor dan BPHI di wilayah kerjanya. Selain itu, ada juga yang disiapkan untuk tas kloter yang dibawa terus
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
16
oleh dokter selama jamaah haji melakukan ibadah. Pendistribusiannya menggunakan sistem pull dan imprest. Berdasarkan tempat pelaksanaan pendistribusian obat dan alat kesehatan di daker, dibagi menjadi 2 kegiatan, yaitu: 1. apotek BPHI melaksanakan pendistribusian obat dan alat kesehatan untuk pasien rawat inap dan rawat jalan bersamaan dengan operasionalisasi Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) daker Jeddah, Mekkah, dan Madinah selama 24 jam. Pendistribusian meliputi penyediaan obat, alat kesehatan, bahan laboratorium, dan bahan radiologi. 2. pendistribusian obat dan alat kesehatan ke sektor dan kloter. Penanggung jawab daker melaksanakan pendistribusian obat dan alat kesehatan ke sektor sesuai dengan kebutuhan dan permintaan masingmasing sektor dengan mempertimbangkan jumlah kloter yang dilayani dan pola penyakit. Sedangkan distribusi obat dan alat kesehatan ke kloter dilakukan oleh sekttor sesuai dengan mempertimbangkan pola penyakit dan kunjungan pasien. Berdasarkan waktu pelaksanaan, pendistribusian obat dan alat kesehatan dapat dibagi menjadi 3 kegiatan, yaitu: a. periode Pra-Armina b. periode Armina c. periode Pasca-Armina untuk periode Armina, seluruh kebutuhan obat diusulkan oleh dakernya masing-masing sesuai daker tersebut ditugaskan sebagai penanggung jawab di wilayah Armina, setelah selesai pelaksanaan Armina seluruh sisa obat pada saat Armina dikembalikan ke daker Mekkah. 2.4.6 Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan dan pelaporan penggunaan obat haji, meliputi: pengertian, sistem, dan jenis pencatatan/pelaporan. Di samping itu juga pengenalan bentuk formulir, alur, dan waktu pelaporan. Pencatatan dan pelaporan obat dan alat kesehatan merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka penatausahaan obat secara tertib, baik obat yang diterima, Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
17
disimpan, didistribusikan, maupun yang digunakan di unit pelayanan kesehatan pada operasional haji di Arab Saudi yang dilaksanakan oleh petugas farmasi di depo Pusat, daker, sektor, dan kloter. Sistem pencatatan dan pelaporan obat dan alat kesehatan sebagai unit kerja yang secara fungsional berada di bawah dan langsung bertanggung jawab kepada unit yang lebih tinggi dan mempunyai kewajiban untuk melaporkan kegiatan pengelolaan yang dilaksanakan. Pelaksanaan pencatatan dan pelaporan ini menuntut peran dan keterlibatan seluruh unsur/unit terkait, baik di kloter, sektor, dan BPHI di Arab Saudi dan dilaksanakan dengan teliti, cermat, dan disiplin. Demikian juga dalam pelaporannya dibutuhkan kecepatan dan ketepatan waktu penyampaiannta, serta ada kesinambungan selama kurun periode operasional haji. Kesemuanya akan berguna untuk menunjang analisis data mengenai jenis dan jumlah penerimaan, persediaan, pengeluaran/penggunaan obat dan alat kesehatan, dan data mengenai waktu dari seluruh rangkaian kegiatan mutasi obat dan alat kesehatan untuk haji Indonesia yang benar, akurat, cepat, dan tepat.
2.5 Indikator Pengelolaan Obat dan Alat Kesehatan Haji (Departemen Kesehatan RI, 2009) 2.5.1 Indikator Umum Angka kematian jemaah haji < 2 per 1000 jemaah (jemaah haji wafat adalah jemaah haji yang wafat pada saat berada di embarkasi, di Arab Saudi (selama operasional haji + 14 hari), dan di debarkasi sampai dengan 14 hari tiba di tanah air. 2.5.2 Indikator Pengerahan Tenaga Kesehatan 1) Minimal satu petugas kloter pernah menjadi petugas kesehatan haji 4 tahun terakhir. 2) Minimal sepertiga jumlah petugas kesehatan di setiap bidang PPIH, 2 \tahun terakhir pernah bertugas pada bidang tugas yang sama.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
18
3) Seratus persen petugas kesehatan mengikuti pelatihan kompetensi teknis kesehatan dan kompetensi koordinasi tim di kloter dan PPIH. 2.5.3 Indikator Bimbingan dan Penyuluhan 1) Prosentase kunjungan usia lanjut ke pelayanan kesehatan meningkat 2) Angka kematian jemaah haji di luar sarana kesehatan <40% 2.5.4 Indikator Pelayanan Kesehatan 1) Kelengkapan dokumen Buku Kesehatan Jemaah Haji (BKJH) pada usia 60 tahun ke atas lebih dari 70% 2) Proporsi kesakitan dan kematian karena gangguan fungsi jantung dan pernafasan turun. 2.5.5 Indikator Pengendalian Penyakit 1) Setiap asrama haji dan pondokan jemaah haji memenuhi 80% standar sanitasi. 2) Tidak terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) 3) Deteksi dini KLB (Kejadian Luar Biasa) 2.5.6 Indikator Surveilans Kelengkapan dan ketepatan waktu pendataan harian, Laporan Khusus, Laporan Akhir, layanan umum (COD/OV, info: media, keluarga, dan masyarakat) 2.5.7 Indikator Logistik Tersedianya sediaan farmasi, alat kesehatan, peralatan medik, dan logistik kesehatan haji tepat waktu dan sesuai kebutuhan di setiap layanan kesehatan haji, baik di tanah air, dalam perjalanan, maupun di Saudi Arabia.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN
3.1
Tempat dan Waktu Pelaksanaan Pengkajian Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Industri dilaksanakan di
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada periode 7 – 18 Januari 2013.
3.2
Metode Pengumpulan Data Laporan tugas khusus dibuat dengan melakukan pengumpulan data dari
hasil wawancara terhadap beberapa orang yang ahli dalam bidangnya tersebut, seperti dari bagian subdit Pemantauan dan Evaluasi, khususnya yang menangani mengenai obat program Haji. Selain itu, data diperoleh melalui studi literatur yang bersumber dari pedoman-pedoman yang dikeluarkan langsung oleh Ditjen Binfar Alkes, Direktorat Oblik dan Perbekkes. Salah satunya adalah Pedoman Pengelolaan Obat dan Alat Kesehatan Haji.
19 Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
Universitas Indonesia
BAB 4 PEMBAHASAN
Berbeda dengan subdit-subdit lainnya yang ada direktorat obat publik dan perbekalan kesehatan, subdit pemantauan dan evaluasi dalam prakteknya, tidak melakukan kegiatan teknis. Tugas utama dari subdit ini adalah mengamati, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program yang dijalankan oleh ketiga subdit lainnya dalam mencapai sasaran hasil, yakni indikator masing-masing yang dituju. Tujuan dari adanya unit kerja ini adalah untuk mendapatkan informasi bahwa kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan untuk dilaksanakan telah dilakukan sekaligus menilai apakah hasil pencapaian sesuai atau tidak dengan target yang diharapkan. Pada dasarnya, kegiatan pemantauan adalah kegiatan pengumpulan faktafakta yang ada, sedangkan evaluasi adalah kegiatan yang menganalisa kumpulan dari fakta-fakta tersebut. Oleh karena itu, pada subdirektorat ini dibagi ke dalam 2 seksi, yaitu seksi pemantauan dan seksi evaluasi, di mana keduanya saling bekerja secara sinergis.Aspek-aspek yang harus dilakukan pemantauan dan evaluasi adalah perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penggunaan, pencatatan pelaporan, dan dukungan manajemen. Dalam bahasan ini, tentunya segala hal tersebut yang termasuk ke dalam pilar pengelolaan obat dan alat kesehatan haji di Indonesia pada tahun 2012. Pemantauan adalah kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan suatu kegiatan, dan selanjutnya mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul atau yang akan timbul dengan maksud agar dapat diambil tindakan sedini mungkin sebagai dasar dalam melakukan tindakan-tindakan selanjutnya guna menjamin pencapaian tujuan. Secara garis besar, rencana pemantauan terbagi atas 3 hal. Pertama-tama, difokuskan memonitor apa yang telah dilakukan, keluaran apa yang dihasilkan, di mana, kapan, oleh siapa, dan untuk siapa dilakukan. Kemudian, hasil pemantauan dibandingkan dengan rencana semula (baseline). Selanjutnya, selisih antara rencana dan hasil pemantauan dibuat laporannya, kemudian sejauh mungkin faktor-faktor penyebab perbedaan itu
20 Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
Universitas Indonesia
21
diidentifikasi. Contoh hal yang biasanya dimonitor, seperti: prasarana apa saja yang telah ditingkatkan, di mana peningkatan prasarana itu dilakukan, klien mana saja yang menerima pelayanan tersebut dan untuk apa, obat gratis apa yang telah disediakan, untuk siapa dan untuk penyakit apa saja. Pelaksana pemantauan adalah yang bukan melaksanakan program atau kegiatan yang dipantau tersebut yang akan menerima laporan hasil pemantauan tidak hanya pihak pemerintah (eksekutif dan legislatif) tetapi juga pihak pelaksana (rumah sakit, penyedia), lalu instansi pemerintah pusat, serta wakil-wakil kelompok penerima manfaat untuk meminta umpan balik. Laporan ini bisa disosialisasikan dengan melaksanakan pertemuan berkala untuk meninjau kembali tingkat kemajuan serta memutuskan apakah rencana implementasi perlu disesuaikan. Evaluasi merupakan penilaian atas dampak kolektif, baik positif maupun negatif, dari semua (atau sebagian besar) kegiatan yang telah dilakukan, pada lokasi dan/atau kelompok sasaran yang berbeda-beda. Selain itu, evaluasi dapat juga didefinisikan sebagai penilaian deskripsi keluaran dan hasil/manfaat sebagaimana dilihat dari sudut pandang penerima manfaat. Jenis evaluasi yang akan dilaksanakan meliputi evaluasi proses dan evaluasi dampak. Evaluasi ini berfokus pada apa yang telah dilakukan, bagaimana melakukannya, siapa yang menjadi penerima manfaat, serta apa respons mereka terhadap kegiatan yang dilakukan. Evaluasi didasarkan pada laporan-laporan monitoring dan penelaahan atas dokumen-dokumen, wawancara, serta kunjungan lapangan.
Sementara
untuk
evaluasi
dampak,
dilakukan
pada
saat
program/kegiatan sudah berakhir pada periode tertentu, dengan tujuan untuk mengukur dampak serta menghimpun pelajaran/pengalaman yang berguna. Evaluasi ini untuk mengungkapkan siapa sebenarnya yang memperoleh manfaat dari kegiatan yang dilakukan dan berapa besar manfaatnya; dengan kata lain, sejauh mana hasil/manfaat (dan dampak) yang diharapkan telah tercapai. Setelah dilakukan pemantauan terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan, maka dilaksanakanlah evaluasi apakah kegiatan berjalan sesuai rencana atau tidak, jika tidak ada dampaknya untuk indikator-indikator pencapaian yang telah dibuat, bagian mana yang harus diperbaiki, hingga sampai pendeteksian dini
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
22
atau early warning sebagai antisipasi awal. Dengan demikian, apabila terdapat kendala di awal pelaksanaan dapat segera diatasi sehingga tidak menjadi masalah yang berkelanjutan di akhir pelaksanaan program. Oleh karena itulah, perlu dirumuskan beberapa indikator pencapaian sasaran di tahun berikutnya berdasarkan hasil pencapaian pada tahun sebelumnya. Indikator utama adalah ketersedianya obat dan vaksin serta alat kesehatan bagi seluruh jamaah Haji Indonesia di Arab Saudi dan menurunnya angka kematian jamaah Haji Indonesia pada saat melakukan penyelenggaraan ibadah Haji. Secara teknis, tahapan prosedur pemantauan dan evaluasi ada beberapa, dimulai dari: 1. Tidak mengevaluasi orang yang melakukan kegiatannya tapi adalah program kegiatannya dan organisasinya. 2. Cermati indikator Yaitu tahapan yang melakukan pertimbangan menetapkan indikator selanjutnya secara SMART (smart, measurable, achieveable, realistic, time). Harus paham kapan suatu indikator bisa digunakan sebagai alat untuk mengukur kinerja suatu program kegiatan. Syaratnya, indikator tersebut harus dalam kendali orang yang mengerjakan tersebut atau setidaknya dominan kendalinya. Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara sistematis. Keduanya dilaksanakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan efisiensi dalam setiap kegiatan pada penyelenggaraan kesehatan haji ini. Dengan mengetahui tingkat efisiensinya, akan menghemat tenaga, biaya, maupun waktu. Oleh karena itu, pemantauan dan evaluasi akan dilaksanakan menyangkut berbagai hal yang terkait, yaitu menyangkut kualitas input, proses, dan output. Dari pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat dan alat kesehatan haji akan diperoleh output berupa profil pencapaian indikator berdasarkan pengambilan data secara bottom up. Profil ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk menentukan langkah ke depan dan menentukan solusi terhadap kendala-kendala yang dihadapi. Pengambilan data tersebut dilakukan dari struktur terendah kemudian di rekapitulasi ke sektor diatasnya. Data diserahkan oleh Embarkasi/Debarkasi Haji melalui aplikasi embarkasi dan debarkasi (Siskohat Bidang Kesehatan) dan dikirim (uploads) ke
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
23
www.siskohatkes.net dengan koneksi internet, jadwal laporan paling lambat jam 24.00 Waktu Indonesia Bagian Barat ke Dinas Kesehatan Provinsi, pihak-pihak lain yang terkait, dan Direktorat Jenderal PP & PL yang kemudian akan diteruskan ke Menteri Kesehatan RI setiap hari pukul 08.00 WIB. Apabila kegiatan yang dilakukan tidak mencapai target sasaran, maka tugas dari unit kerja ini adalah mencari solusi yang baik yang dapat dilaksanakan atau dikenal dengan istilah “mampu laksana”. Perlu diketahui, menentukan solusi merupakan bagian pekerjaan yang paling sulit dalam pelaksanaan pihak yang bekerja pada subdirektorat ini, karena setiap orang yang berada dalam tim ini harus bisa memprioritaskan masalah apa dulu yang harus dicari solusinya di antara berbagai macam kegiatan yang sedang dilaksanakan dalam ibadah Haji di Arab Saudi. Oleh karena itu, diharapkan orang-orang tersebut mempunyai “sense of crisis” yang tinggi. Solusi tidak harus ideal dan jangan terlalu sulit diimplementasikan, yang terpenting mampu dilaksanakan dalam rangka perbaikan hasil kegiatan. Selain itu, penyebab tidak memenuhi sesuai target dapat dikarenakan kinerja tim yang salah dalam membuat sasaran target sehingga terlalu kecil atau terlalu tinggi. Jika target terlalu kecil atau terlalu besar maka perlu diperhitungkan kembali sehingga didapatkan target yang lebih rasional dan diperkirakan lebih tepat dalam mendekati capaian sasaran untuk kegiatan selanjutnya. Sampai saat ini, refleksi pelaksanaan pemantauan dan evaluasi hanya sampai batasan output saja (terjaminnya ketersediaan obat dan vaksin di Arab Saudi), belum sepenuhnya mencapai outcome (dampak adanya penurunan angka kematian jemaah haji Indonesia di Arab Saudi). Hal ini dikarenakan adanya berbagai kendala yang masih sulit dihadapi. Kendala utama menjadi sangat kompleks karena banyak terdapat aspek yang terkait di dalamnya, mulai dari sarana dan prasarana, SDM yang terlibat (baik edukatif maupun administratif), kelancaran pelaksanaan kegiatan, efisiensi waktu penyelenggaraan, dan seberapa jauh efektifnya kegiatan tersebut diselenggarakan.Oleh
karena
itu,
setelah
dilakukan pemantauan dan evaluasi, pemerintah pusat akan memberikan bimbingan teknis kepada pihak yang dipantau dan dievaluasi. Dengan demikian, diharapkan pihak tersebut dapat mengetahui kekurangan dan kendala apa saja
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
24
yang dialami selama melakukan kegiatan pengelolaan obat dan alat kesehatan haji sehingga dapat mengatasi permasalahan yang terjadi, memperbaiki kesalahan sistem pelaksanaan yang ada dan meningkatkan kualitas kinerjanya. 4.1 Seleksi Hasil seleksi dari pemilihan obat haji dituangkan di dalam Formularium haji. Formularium inilah yang menjadi standar untuk kegiatan perencanaan obat dan alat kesehatan haji. Obat yang ada di daftar Formularium adalah obat yang harus wajib ada untuk pelayanan kesehatan Haji di Arab Saudi. Tim penyusun Formularium dibentuk atas SK Menteri Kesehatan, terdiri dari tenaga kesehatan yang pernah bertugas langsung di Arab Saudi pada musim Haji maupun tenaga ahli yang terkait langsung. Penyusunan Formularium Haji bukan dari penggunaan konsumsi obat-obatan pada tahun sebelum-sebelumnya, namun dianalisis dari pola penyakit dari jamaah haji sebelumnya. Jadi, intinya Formularium ini adalah untuk menentuan apa saja item obat yang rasional yang nantinya akan digunakan. Dengan terjadinya perubahan jumlah jemaah maupun dilihat dari pola penyakit manusia, seiring berjalannya waktu, akan terjadi pergeseran pola atau tren penyakit. Maka, tidak tertutup kemungkinan Formularium Haji yang ada saat ini, suatu saat tidak sesuai lagi. 4.2 Perencanaan Setelah dipilih item obat apa saja yang akan digunakan untuk pelayanan kesehatan Haji, selanjutnya ditentukan berapa banyak jumlah yang dibutuhkan. Perhitungan jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan kombinasi antara banyaknya konsumsi rata-rata 2 tahun sebelumnya dan pola penyakit calon jamaah Haji yang akan berlangsung. Form daftar obat dan perbekalan kesehatan yang diperlukan dapat dilihat pada lampiran. Selain itu, perlu perhatian khusus untuk obat-obatan bagi penyakit RISTI (Risiko Tinggi) yang sudah umum terjadi, terutama pada jemaah Haji usia lanjut, seperti penyakit kardiovaskular, Diabetes Melitus, Kolesterol, Asma. Data mengenai RISTI ini didapat dari Pusat Kesehatan Haji. Pada musim Haji di tahun 2012 yang lalu, jemaah Haji Indonesia banyaknya ada sekitar 210.000 jiwa. Dari jumlah tersebut, ada sekitar 490 jiwa
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
25
atau sekitar 0,23% yang meninggal di Arab Saudi. Angka ini masih dianggap baik untuk rentang ukuran indikator dalam rangka penurunan angka kematian jemaah Haji yang ditargetkan. Penyakit hipertensi dan DM lah yang menjadi penyumbang terbesar angka kematian jamaah Haji tersebut. Sedangkan, penyakit lain yang paling sering diderita selama musim Haji adalah ISPA, obstruksi paru, dan common cold. 4.3 Pengadaan Pengadaan adalah realisasi dari perencanaan, yaitu melakukan pembelian dari hasil penentuan jumlah dan item obat & alat kesehatan hingga barang tersebut datang. Pada dasarnya, sistem pengadaan sama dengan pengadaan obat-obatan PKD, yaitu melalui tender. Bedanya, untuk mengantisipasi kekurangan stok obat atau karena adanya kejadian luar biasa (KLB) sewaktu di Arab Saudi, ada yang namanya dana emergency. Dana ini digunakan untuk pengadaan obat dalam kondisi darurat. Obat dibeli langsung di Arab Saudi. Namun, hal ini tidak semudah dalam pengadaan obat di Indonesia, ada kendala yang harus dilalui, seperti mencari golongan obat yang sesuai dengan efek terapi yang sama, umumnya obat dijual dalam jumlah yang terbatas. Prosedur tetap pengadaan obat emergency di Arab Saudi dapat dilihat pada lampiran. Melihat adanya kejadian yang seperti ini, bisa dikatakan sebagai suatu temuan yang baik untuk dianalisa dan dicarikan solusinya. Ada baiknya, dilakukan sistem pendeteksian awal apa penyebab kenapa bisa terjadi kekurangan stok obat. Ditelusuri mulai dari proses pendistribusian dari depo Pusat, apotek BPHI, dan sektor. Pelajari pola penyebab terjadinya KLB, seperti kelonjakan jumlah jemaah Haji dari tahun sebelumnya atau faktor alam dan lingkungan. Dengan kondisi well-prepared seperti ini, niscaya kita dapat melakukan pendeteksian dini terhadap masalah yang akan muncul nantinya. 4.4 Penyimpanan Begitu obat dikirim dari Indonesia ke Arab Saudi, obat pertama kali sampai disimpan di depo Pusat. Pada kenyataannya, pada musim Haji tahun 2012 kemarin, letak depo Pusat disamakan dengan daker Mekkah. Menurut prosedur seharusnya, obat yang disimpan di depo Pusat didistribusikan sebanyak 70% ke
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
26
daker Mekkah, baru didistribusikan lagi ke Jeddah dan Madinah selebihnya. Merupakan satu temuan lagi untuk dievaluasi, tidak adanya batasan yang jelas antara depo Pusat dan daker Mekkah dalam hal tempat dan lokasi akan memperbesar risiko campur baurnya penyimpanan obat-obatan yang ada di sana. Hal ini menyebabkan fungsional depo pusat seolah seperti mati suri hanya tinggal nama, sedangkan operasional dialihkan seluruhnya ke daker Mekkah. Sebaiknya, dibuat pemisahan yang jelas antara depo Pusat dan daker Mekkah, baik dari tempat kerja dan tugas fungsionalnya. Bagaimanapun juga, jika dalam suatu struktur organisasi telah ditetapkan unit-unitnya, maka unit tersebut mempunyai peranannya masing-masing yang akan saling mendukung struktur management organisasi tersebut. Jika memang dari segi tugas dan kewajiban depo Pusat dirasa tumpang tindih dengan daker Mekkah, maka yang perlu dibenahi adalah sistem pembagian tugas dan kewajiban tersebut yang mesti ada pembaharuan. Secara teknis di lapangan, terdapat laporan mengenai sarana dan prasarana yang digunakan untuk proses penyimpanan obat, seperti jumlah pallet yang tidak mencukupi, air conditioner yang tidak berfungsi maksimal, jumlah lemari psikotropik yang tidak mencukupi, dan kurangnya fasilitas penyimpanan obat dan vaksin yang memerlukan suhu dingin. 4.5 Pendistribusian Pendistribusian dimulai dari depo Pusat ke setiap daker Mekkah, Jeddah, dan Madinah, lalu dari daker dilanjutkan ke BPHI dan sektor, dari sektor didistribusikan lagi ke kloter. Contohnya, di daker Mekkah ada sebanyak 11 sektor, di mana sektor ini tersebar di setiap pemondokan jemaah Haji. Sektor bisa diibaratkan seperti puskesmas, sedangkan BPHI berfungsi seperti rumah sakit bagi jemaah Haji. Alur pendistribusian tersebut bisa dilihat pada lampiran. Untuk
proses
pendistribusian
secara
teknis,
obat-obat
tersebut
didistribusikan menggunakan ambulans melewati jalan darat, terkadang malah menumpang di ambulans jemaah yang kebetulan sedang dievakuasi. Hal ini bisa menjadi bahan evaluasi. Perlu ditekankan kembali, pendistribusian obat-obatan tidak sama dengan pendistribusian barang lain. Pendistribusian obat harus dengan perlakuan dan kondisi yang sesuai menurut sediaannya masing-masing. Jika tidak Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
27
memperhatikan hal ini, secara tidak langsung, kita turut andil dalam menurunnya efek terapi obat yang dikandung di dalamnya, sehingga menurunkan efikasinya. Sebaiknya pemerintah membenahi hal semacam ini dengan menambah sarana transportasi di Arab Saudi untuk pendistribusian obat. Faktor lingkungan juga harus diperhatikan, melewati jalan darat cukup memakan waktu yang cukup lama. Tidak ada salahnya mencoba untuk bekerja sama dengan sistem transportasi lokal di Arab Saudi untuk melakukan pengiriman obat. Bisa dengan melewati jalur udara, misalnya. Tentunya hal ini lebih efektif, efisien, dan obat cepat sampai ditujuan dengan risiko kerusakan seminimal mungkin. 4.6 Pencatatan dan Pelaporan Hal penting yang perlu diperhatikan dalam pencatatan adalah pengelolaan kartu stok. Pencatatan pada kartu stok pada setiap mutasi barang adalah hal vital yang perlu dilakukan karena hal ini menjadi dasar untuk pelaporan dan untuk rencana permintaan pengadaan obat untuk yang akan datang. Selain itu, ketersediaan obat haji sangat dipengaruhi oleh pengendalian persediaan. Hal ini baru bisa dilakukan apabila informasi yang diperlukan tersedia. Informasi yang diperlukan dalam pengenalian persediaan tersebut, misalnya: jumlah kunjungan pasien, pemakaian rata-rata, sisa stok, dan lain sebagainya. Semua unit kegiatan mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, hingga pendistribusian harus melakukan mekanisme pelaporan setiap kegiatan yang sudah dilakukannya. Pada akhirnya, semua laporan mulai dari kloter, sektor, BPHI, dan daker akan dilaporkan ke depo Pusat. Untuk lebih jelasnya bisa dengan melihat bagan alur laporan obat dan alat kesehatan Haji pada lampiran. Pencatatan dan pelaporan kegiatan penyelenggaraan Haji didukung oleh suatu sistem informasi manajemen dengan program aplikasi komputer SISKOHAT
bidang
Kesehatan
yang
dapat
diaktifkan
pada
situs
www.SISKOHATKES.net dengan user name dan password yang ditetapkan oleh tim SISKOHATKES, dengan alamat Ditjen PP & PL, Departemen Kesehatan. Kegiatan pencatatan dan pelaporan melalui website ini sudah dilakukan sejak pemeriksaan kesehatan di puskesmas, pemeriksaan kesehatan di kabupaten/kota, provinsi, embarkasi/debarkasi Haji, Ditjen PP & PL, selama di Arab Saudi, dan sekembalinya dari Arab Saudi. Segala laporan yang dikirim dari Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
28
depo Pusat di Arab Saudi ke Indonesia, melalui Ditjen PP & PL dilakukan analisa data hasil penyelenggaraan kesehatan haji pada saat operasional dan diseminasi informasi melalui media massa (cetak, elektronik, website, hotline, dan sms) dengan melibatkan unit-unit utama Departemen Kesehatan, pemerintah, dan swasta, serta organisasi masyarakat lainnya.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Pemantauan dan evaluasi didasarkan pada laporan-laporan monitoring dan penelaahan atas dokumen-dokumen, wawancara, serta kunjungan lapangan yang dilakukan secara sistematis. Pemantauan dan evaluasi dilakukan terhadap semua aspek pengelolaan obat dan alat kesehata Haji, dimulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, hingga pencatatan dan pelaporan. Keduanya dilaksanakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan efisiensi dalam setiap kegiatan pada penyelenggaraan kesehatan Haji yang sedang berlangsung. Dengan mengetahui tingkat efisiensinya, akan menghemat tenaga, biaya, maupun waktu. Oleh karena itu, pemantauan dan evaluasi akan dilaksanakan menyangkut berbagai hal yang terkait, yaitu menyangkut kualitas input, proses, dan output. Dari pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat dan alat kesehatan haji akan diperoleh output berupa profil pencapaian indikator. Indikator utama adalah ketersediaanya obat dan vaksin serta alat kesehatan bagi seluruh jamaah Haji Indonesia di Arab Saudi dan menurunnya angka kematian jamaah Haji Indonesia pada saat melakukan penyelenggaraan ibadah Haji.
5.2 Saran
a. Dalam pembuatan Formularium Haji ditetapkan masa waktu berlakunya agar bisa terus direvisi dalam jangka waktu yang telah ditentukan. b. Dilakukan sistem pendeteksian awal apa penyebab kenapa bisa terjadi kekurangan stok obat. Ditelusuri mulai dari proses pendistribusian dari depo Pusat, apotek BPHI, dan sektor. Pelajari pola penyebab terjadinya KLB, seperti kelonjakan jumlah jemaah Haji dari tahun sebelumnya atau faktor alam dan lingkungan.
29 Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
Universitas Indonesia
30
c. Dibuat pemisahan yang jelas antara depo Pusat dan daker Mekkah, baik dari tempat kerja dan tugas fungsionalnya. d. Menambah sarana transportasi di Arab Saudi untuk pendistribusian obat, salah satunya melalui kerja sama dengan sistem transportasi lokal di Arab Saudi. e. Membuat kerja sama transportasi dengan maskapai pesawat udara komersial Indonesia agar bisa menerbangkan jenazah jemaah haji yang wafat di Arab Saudi kembali ke tanah air. f. Menambah dan memperbaharui sarana atau prasarana penyimpanan obat di Arab Saudi, seperti pallet, Air Conditioner, lemari psikotropik, dan lemari pendingin. g. Menambah mekanisme lain yang relevan untuk tersedianya informasi yang cepat dan akurat, mengingat waktu pelayanan pendek sedangkan jumlah yang dilayani sangat banyak, seperti: SMS, online logistic system, dan lain lain.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
DAFTAR ACUAN
Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Jakarta: Ditjen Binfar dan Alkes Direktorat Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. (2005). Pedoman Teknis Pemeriksaan Kesehatan Calon Jemaah Haji Indonesia. Jakarta: Ditjen Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Materi Pelatihan Pengelolaan Obat di Kabupaten/Kota. Jakarta: Ditjen Binfar dan Alkes. Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Pedoman Teknis Pengadaan Obat . Jakarta: Ditjen Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan untuk Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta: Ditjen Binfar dan Alkes. Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Pedoman Pengelolaan Obat dan Alat Kesehatan Haji. Jakarta: Ditjen Binfar dan Alkes Direktorat Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji (Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 442/MENKES/SK/VI/2009). Jakarta: Ditjen Binfar dan Alkes. MSH. (1998). Managing Drug Supply. New York: Kumarin Press.
31 Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
Universitas Indonesia
32
Lampiran 1. Protap Pengadaan Obat Emergensi di Arab Saudi
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
33
Lampiran 2. Surat Keterangan Permohonan Pengadaan Obat Emergensi di Arab Saudi
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
34
Lampiran 3. Contoh Berkas Berita Acara Serah Terima Obat dan Perbekalan Kesehatan
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
35
Lampiran 4. Berkas Daftar Obat dan Perbekalan Kesehatan
Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013