UNIVERSITAS INDONESIA SKOR MALNUTRISI-INFLAMASI, C-REACTIVE PROTEIN DAN SOLUBLE TUMOR NECROSIS FACTOR RECEPTOR-1 PADA PASIEN HEMODIALISIS YANG MENGALAMI ATEROSKLEROSIS
TESIS
J SARWONO 1206327115
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SUBSPESIALIS PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT DALAM JAKARTA JULI 2014
Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA SKOR MALNUTRISI-INFLAMASI, C-REACTIVE PROTEIN DAN SOLUBLE TUMOR NECROSIS FACTOR RECEPTOR-1 PADA PASIEN HEMODIALISIS YANG MENGALAMI ATEROSKLEROSIS
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Pendidikan Dokter Sub Spesialis Penyakit Dalam
J SARWONO 1206327115
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SUBSPESIALIS PEMINATAN GINJAL - HIPERTENSI PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT DALAM JAKARTA JULI 2014
ii Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
iii
Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
iv Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
`
v Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Sub Spesialis Penyakit Dalam Kekhususan Ginjal Hipertensi di Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa apa yang saya dapatkan sampai saat ini baik selama pendidikan maupun selama melakukan penelitian ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan, kerjasama, dan doa restu dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini ijinkan saya menyampaikan rasa hormat, penghargaan dan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada:
Dr. dr. Ratna Sitompul, SpM(K) sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia saat ini, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menjalani proses pendidikan di Fakultas yang beliau pimpin.
Dr. dr. Imam Subekti, SPPD-KEMD, FINASIM selaku ketua Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
dr. H.E. Mudjaddid, SpPD-KPsi, FINASIM selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Sub Spesialis Penyakit Dalam saat ini.
dr. Dharmeizar, SpPD-KGH sebagai Ketua Divisi Ginjal Hipertensi yang telah memberikan kesempatan dan dorongan sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan ini.
Prof. Dr. dr. Suhardjono, SpPD-KGH, KGer, selaku pembimbing utama yang telah menghantarkan saya dalam melewati jenjang pendidikan ini.
Dr. dr. Parlindungan Siregar, SpPD-KGH, selaku pembimbing yang telah membantu saya dalam melewati jenjang pendidikan ini
Dr. dr. Suhendro, SpPD-KPTI selaku pembimbing metode penelitian dan statistik yang telah memberikan ide, masukan dan saran agar penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.
dr. Maruhum Bonar H.M, SpPD-KGH, sebagai Koordinator Pendidikan Divisi Ginjal Hipertensi sekaligus sebagai pembimbing yang telah memberikan bimbingan, dukungan, semangat dan motivasi melakukan penelitian.
vi Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
Prof. dr. Wiguno Prodjosudjadi, PhD, SpPD-KGH dan Prof. Dr. dr. Endang Susalit, SpPD-KGH, sebagai guru besar yang telah menjadi sumber pengetahuan, guru dan teladan selama masa pendidikan dan yang akan tetap menjadi tempat bertanya.
Dr. dr. Imam Effendi, SpPD-KGH, Dr. dr. Lucky Aziza Bawazir, SpPD-KGH, SH, MH, dr. Aida Lydia, PhD, SpPD-KGH, dr. Ginova Nainggolan, SpPDKGH, dr. Ardaya, SpPD-KGH, dr. Pringgodigdo Nugroho, SpPD, dr. Ni Made Hustrini, SpPD dan dr. Vidhia Umami, SpPD sebagai guru dan pembimbing yang telah memberikan waktu, perhatian dan dukungan selama menjalani pendidikan di Divisi Ginjal Hipertensi.
Para Guru Besar dan Staf Pengajar di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM, yang telah menjadi guru dan teladan selama masa pendidikan dan tetap akan menjadi tempat bertanya bagi saya di kemudian hari.
Para Koordinator dan Ketua Divisi di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM, yang telah memberikan dukungan sarana dan prasarana selama proses pendidikan saya selama ini.
Para sejawat peserta pendidikan Sub Spesialis di Divisi Ginjal Hipertensi: dr. Harnavi Harun, SpPD-KGH, dr. Marihot Tambunan, SpPD, dr. Candra Wibowo, SpPD, dr. Kuspudji Dwitanto, SpPD, dr. Maria Riastuti, SpPD, dr. Linda, SpPD, dr. Lydia Simatupang, SpPD, dr. Drajad Priyono, SpPD, dr. Hasan Basri, SpPD, dr. Ratna Soewardi, SpPD, dr. M. Syafiq, SpPD, dr. Sri Ayu Vernawati, SpPD, dr. Fitri Imelda, SpPD, dr. Wachid Putranto, SpPD, dr. Puteri Wahyuni, SpPD, dr. Pujiwati, SpPD dan dr. Deka, SpPD atas kerjasama, dukungan, kekeluargaan dan kekompakan yang terbina selama pendidikan.
Ns. Martha Magdalena, SKep dan teman-teman, Frestya Presiosa, Rostati, Ridha Mahtuah, mbak Lidya, Gumicita yang telah banyak membantu saya selama proses pendidikan.
Ayahanda almarhum R.Poerwahjo dan Ibunda almarhumah RA. Soedarmi yang telah membesarkan, mendidik, mensupport, mendoakan dan membentuk kepribadian saya.
vii Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
Kepada yang tercinta istri saya Dr. Anti Dharmayanti, SpPK yang telah merelakan, mendorong, memberi kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan, dan yang senantiasa mendoakan saya, tidak ada kata yang dapat saya ucapkan selain syukur kehadiratNYA. Kepada anak saya Ardhito Wirawan dan Eryawan Yudha Taruna, kalian adalah karunia Tuhan yang telah menjadikan semangat, kekuatan bagi papa untuk menyelesaikan pendidikan ini. Semoga ini dapat menjadi motivasi untuk selalu belajar sampai kapanpun.
Akhirnya kepada semua pihak, teman sejawat yang tidak sempat saya sebutkan satu persatu yang telah membantu selama masa pendidikan saya sampaikan terima kasih yang sebesar besarnya semoga Tuhan senantiasa melimpahkan rahmat kepada kita semua.
Jakarta, 1 Juli 2014
J. Sarwono
viii Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: J. Sarwono : Ilmu Penyakit Dalam : Skor Malnutrisi-Inflamasi, C-Reactive Protein dan Soluble Tumor Necrosis Factor Receptor-1 pada pasien Hemodialisis yang mengalami Aterosklerosis.
Latar belakang : Inflamasi pada hemodialisis (HD) berhubungan dengan terjadinya kontak darah dengan membran dialisis, cairan dialisat, akses vaskuler dan infeksi. Peningkatan sitokin pro-inflamasi berperan penting terhadap terjadinya aterosklerosis selain itu inflamasi berakibat anoreksia dan kondisi hiperkatabolik yang menyebabkan malnutrisi. Keadaan ini disebut sebagai Sindrom Malnutrisi-Inflamasi-Aterosklerosis. Karakteristik HD di Indonesia berbeda dengan negara maju, perbedaan tersebut terkait penggunaan dialyzer pakai ulang dan tipe low-flux, belum menggunakan dialisat ultrapure dan dosis HD yang tidak adekuat. Tujuan : Melihat beda rerata antara Skor-MI, hsCRP dan sTNFR-1 pada pasien HD yang mengalami aterosklerosis dan yang tidak aterosklerosis. Metode Penelitian : Desain studi potong lintang pada pasien HD yang dalam keadaan stabil yang sudah menjalani HD antara 3 bulan sampai 5 tahun di RSUP Fatmawati. Jumlah subyek 60 orang yang dikumpulkan dalam kurun waktu Desember 2013 sampai dengan Februari 2014. Pemeriksaan hsCRP dan sTNFR-1 sebagai biomarker inflamasi, untuk menentukan status nutrisi menggunakan skor malnutrisi-inflamasi(Skor-MI) dan pemeriksaan USG doppler arteri Karotis untuk menentukan penebalan intima-media(CIMT). Analisis statistik dengan uji T dan uji Mann-Whitney. Hasil : Penelitian ini menunjukkan Skor-MI pada kelompok yang CIMT positif (aterosklerosis) memiliki nilai median lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang non aterosklerosis (7 vs 5). Sedangkan kadar sTNFR-1 memiliki nilai median CIMT positif (3.48) lebih rendah dibandingkan CIMT negatif (12,126 vs 11,657). Kadar hsCRP pada kelompok CIMT positif memiliki nilai rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok dengan CIMT yang negatif (3.48 vs 5.32). Dari ketiga variabel tersebut tidak ada beda rerata (p>0,05). Kesimpulan : Tidak terdapat beda rerata antara Skor-MI, hsCRP dan sTNFR-1 pada pasien HD yang mengalami aterosklerosis dan yang tidak aterosklerosis Kata kunci : Hemodialisis, Skor Malnutrisi-Inflamasi, hsCRP, sTNFR-1, aterosklerosis
x Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
ABSTRACT Name Study Program Judul
: J Sarwono : Internal Medicine : Malnutrition-Inflammation score, C-Reactive Protein and Soluble Tumor Necrosi Factor Receptor-1 on Hemodyalisis patients with Atherosclerosis
Background: Inflammation in hemodialysis is associated with blood contact with dialysis membrane, dialysate solution, vascular access and infection. Increment of pro-inflammatory cytokine plays important role in atherosclerosis development. Inflammation also causes anorexia and hypercatabolism state leading to malnutrition. This condition is called malnutrition-inflammation-atherosclerosis syndrome. Hemodialysis characteristics in Indonesia is different with those in developed countries. Those differences are associated with reuse dialyzer, low flux hemodialysis, inadequate dose of hemodialysis, and unavailability of ultrapure dialysate. Aim: To determine the mean difference between MI score, hsCRP and sTNFR-1 in hemodyalisis patients with atherosclerosis and non-atherosclerosis. Methods: This is a cross-sectional study which has involved hemodialysis patients who underwent HD between 3 months to 5 years in Fatmawati Central Hospital. There are 60 subjects collected from December 2013 until February 2014. hsCRP and soluble TNFR-1 were used as inflammation biomarker, MI score was used to assess nutritional status. and carotid doppler ultrasonography was used to assess carotid intima media thickness. This study used T-test and Mann-Whitney for statistical analysis. Results: Median score for malnutrition-inflammation score in atherosclerotic group is higher than non atherosclerotic group (7 vs 5), while the median sTNFR1 in atherosclerotic group is lower than non atherosclerotic group (12,126 vs 11,657). Mean hsCRP in atherosclerotic group is higher than non atherosclerotic group (3.48 vs 5.32). There are no mean differences of all those three variables (p>0.05). Conclusion: No mean differences between MI-score, hsCRP, and sTNFR-1 with atherosclerotic and non-atherosclerotic in HD patients Keywords: Hemodialysis, Malnutrition-inflammation score, hsCRP, sTNFR-1
xi Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
BAB 1
BAB 2
BAB 3
HALAMAN JUDUL HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS HALAMAN PENGESAHAN INSTITUSI PENDIDIKAN KATA PENGANTAR HALAMAN PERSYARATAN PERSETUJUAN ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR PENDAHULUAN 1.1. Rumusan Masalah 1.2. HipotesisPenelitian 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum 1.3.2. Tujuan Khusus 1.4. Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hemodialisis di Indonesia 2.2. Malnutrisi pada Pasien Hemodialisis 2.3. Inflamasi pada Hemodialisis 2.3.1. Infeksi yang Berhubungan dengan Akses Vaskuler pada Hemodialisis 2.3.2. Infeksi yang tidak Berhubungan dengan Akses Vaskuler 2.3.2.1. Hepatitis B 2.3.2.2. Hepatitis C 2.3.3. C-Reactive Protein 2.3.4. Soluble Tumor Necrosis Receptor (sTNFR1) 2.4. Aterosklerosis pada Hemodialisis 2.5. Sindrom Malnutrisi-Inflamasi-Aterosklerosis (MIA) 2.6. Pengelolaan Inflamasi-Malnutrisi pada Pasien Hemodialisis 2.7. Kerangka Teori Penelitian KERANGKA KONSEP 3.1. Kerangka Konsep 3.2. Definisi Operasional
xii Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
i iii iv v vi ix x xii xiv xv xvi 1 3 4 5 5 5 5 6 6 6 9 10 10 10 10 11 12 14 17 17 19 20 20 21
Universitas Indonesia
BAB 4
BAB 5
BAB 6
METODE PENELITIAN 4.1. Disain penelitian 4.2. Subyek dan Tempat Penelitian 4.3. Besar Sampel 4.4. KriteriaInklusidanEksklusiPenelitian 4.5. Cara Kerja 4.6. Prosedur Pengambilan Sampel 4.7. Prosedur Hemodialisis 4.8. Penilaian Malnutrisi 4.9. Penilaian Carotid Intima Media Thickness(CIMT) 4.10. Alur Penelitian 4.11. Analisis Data 4.12. Masalah Etik HASIL PENELITIAN 5.1. Karakteristik Subyek 5.2. Beda Rerata antara Skor-MI, hsCRP, sTNFR1 dengan CIMT PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik Subyek 6.2. Perbedaan Rerata antara Skor-MI, hsCRP, sTNFR1 dengan CIMT KETERBATASAN PENELITIAN SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Lampiran 1. Status Pasien Lampiran 2. Skor Malnutrisi Inflamasi Lampiran 3.Penjelasan terhadap Subjek Penelitian Lampiran 4. Surat Persetujuan Ikut Penelitian Lampiran 5. Keterangan Lolos Kaji Etik Lampiran 6. Surat Keterangan Ijin Penelitian 1 Lampiran 7. Surat Keterangan Ijin Penelitian 2
xiii Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
22 22 22 22 23 23 23 24 25 25 26 26 26 28 27 29 32 32 34 37 38 39
Universitas Indonesia
DAFTAR SINGKATAN
1. ACE-I 2. ADMA 3. ARB 4. CAPD 5. CIMT 6. CRP 7. Dkk 8. DM 9. ELISA 10. EPO 11. HD 12. hsCRP 13. ICAM-1 14. IL-6 15. IMT 16. KDOQI 17. LDL 18. LFG 19. LVH 20. MEP 21. MIA 22. MICS 23. MMP 24. NHANES 25. NO 26. PEW 27. PGK 28. PGTA 29. PJK 30. SGA 31. Skor-MI 32. sTNFR1 33. TNFα 34. VCAM-1
Angiotensin coverting enzyme inhibitor Asymetric dimethyl-L-arginine Angiotensin receptor blocker Continuous ambulatory peritoneal dialysis Carotid intima media thickness C-reactive protein dan kawan-kawan Diabetes mellitus Enzyme link immunosorbent Assays Erythropoeitin Hemodialisis high sensitive C-reactive protein Inter celluler adhesion molecule-1 Interleukin-6 Indeks masa tubuh Kidney disease outcomes quality initiative Low density lipoprotein Laju filtrasi glomerulus Left ventricular hypertrophy Malnutrisi energi protein malnutrisi-inflamasi-aterosklerosis Malnutrition Inflamation Complex Syndrom Matrix Methalo Proteinase National health and nutrition Examination Nitric oxyde synthetase Protein energy wasting Penyakit ginjal kronik Penyakit ginjal tahap akhir Penyakit Jantung Koroner Subjective global assessment Skor Malnutrisi inflamasi soluble tumor necrosis factor receptor-1 Tumor necrosis factor-α Vascular cell adhesion molecule-1
xiv Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8
Penyebab Malnutrisi pada Pasien Dialisis Penyebab Inflamasi pada Pasien PGK Definisi Operasional Besar Sampel Data Karakteristik Subyek Penelitian Beda Rerataantara Skor-MI, hsCRP, sTNFR1 dengan CIMT Beda Rerata antara hsCRP, sTNFR1dengan Skor-MI Penelitian lain yang mengkorelasikan antara CIMT dengan hsCRP dan Usia
xv Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
9 11 21 23 27 29 30 37
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7 Gambar 8
Prevalensi Penyakit Kardiovaskuler pada PGK Proses Terjadinya Aterosklerosis pada PGK Kerangka Teori Kerangka Konsep Alur Penelitian Frekuensi Distribusi hsCRP dari seluruh Pasien Frekuensi Distribusi MI Skor dari seluruh Pasien Frekuensi Distribusi CIMT dari seluruh Pasien
xvi Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
15 11 19 20 26 28 28 29
Universitas Indonesia
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit ginjal kronik (PGK) dewasa ini merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian karena angka kejadian yang terus meningkat. Penyakit ini bersifat kronik progresif yang berakhir dengan penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) dan memerlukan pengobatan pengganti berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Data dari National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) prevalensi PGK sebanyak 15% pada tahun 2003-2006, dan pada kelompok usia 60 tahun keatas didapatkan 38%. 1 Hasil survey dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia didapatkan bahwa 12,5% populasi sudah mengalami penurunan fungsi ginjal, dan data dari Indonesian Renal Registry 2013 jumlah pasien PGTA yang menjalani hemodialisis (HD) sebanyak 13.213 pasien. 2,3 Penyakit kardiovaskuler adalah penyebab mortalitas dan morbiditas utama pada PGK, dengan angka morbiditas sebesar 30% pada pasien yang menjalani dialisis reguler.4 Penyakit kardiovaskuler pada pasien PGK sebagian besar berhubungan dengan faktor inflamasi, dan tindakanhemodialisis merupakan salah satu faktor penting yang menyebabkan inflamasi.5 Tindakan HD berkaitan erat dengan proses inflamasi yang persisten. Proses inflamasi ini terjadi karena adanya kontak darah dengan membran dialisis, cairan dialisat, maupun akses vaskuler. Selain itu pasien dialisis juga sering mengalami infeksi seperti Hepatitis B dan C. Karakteristik hemodialisis di Indonesia berbeda dibandingkan dengan negara maju karena masih ada keterbatasan biaya. Perbedaan tersebut terkait dengan penggunaan dialyzer yang dipakai berulang dan tipe low flux, belum menggunakan dialisat jenis ultrapure, dan dosis hemodialisis yang tidak adekuat. Menurut Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (KDOQI) 2006, HD sebaiknya dilakukan seminggu tiga kali
dengan durasi 4 jam setiap kali dialisis, dan akan mendapatkan dosis HD yang adekuat dengan perhitungan rumus adekuasi dialisis, yaitu Kt/V (Kt merupakan jumlah bersihan urea dari plasma persatuan waktu dan V merupakan volume
1 Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
2
distribusi dari ureum) : 1,2.6 Suatu meta analisis oleh Susantitaphong menyatakan bahwa penggunaan dialisat ultrapure dapat menurunkan kadar CReactive Protein (CRP) secara signifikan7, penelitian lain oleh Rashidi8 menyatakan bahwa peningkatan frekuensi HD dapat menurunkan kadar CRP secara signifikan. Lacson9 juga menyatakan bahwa penggunaan dialyzer berulang akan meningkatkan kadar CRP ,Ward10 menyimpulkan bahwa produksi oksigen radikal dapat dikurangi jika menggunakan high flux dialyzer. Pada pasien PGK terjadi peningkatan kadar ureum darah, yang kemudian akan meningkatkan respon pro-oksidan dan pro-inflamasi, juga penurunan ekskresi sitokin pro-inflamasi. Peningkatan sitokin pro-inflamasi berperan penting terhadap progresifitas terjadinya proses aterosklerosis selain faktor tradisional Framingham. Penanda aterosklerosis subklinis yang valid adalah Carotid Internal Media Thickness (CIMT) dari arteri karotis ekstrakranial. Penelitian Sutarka N dkk11 mendapatkan 40% penderita PGK dengan rata-rata laju filtrasi glomerulus (LFG) 33 ml/mnt, menunjukkan adanya kalsifikasi, dan 36% diantaranya didapatkan plak pada arteri karotis. Selain komplikasi kardiovaskuler, inflamasi pada PGK akan berakibat anoreksia dan kondisi hiperkatabolik yang akan menyebabkan malnutrisi. Malnutrisi energi protein (MEP) merupakan suatu kondisi didapatkannya kehilangan massa otot, lemak dan cadangan protein viseral yang tidak sepenuhnya disebabkan oleh asupan nutrisi yang tidak adekuat. Keadaan ini akan meningkat secara progresif sejalan dengan hilangnya fungsi ginjal yang tersisa. Inflamasi akut maupun kronik pada pasien dialisis akan memicu proses katabolisme protein yang dapat berakhir pada kondisi malnutrisi. Keadaan malnutrisi, inflamasi dan aterosklerosis yang terjadi secara bersamaan ini yang disebut sebagai Sindrom Malnutrisi-Inflamasi-Aterosklerosis.12 Penelitian menunjukkan bahwa jika menggunakan Subjective Global Assessment (SGA) untuk menilai status nutrisi, maka akan ditemukan prevalensi malnutrisi lebih rendah, pada laju filtrasi glomerulus (LFG) yang lebih tinggi. Selain penggunaan SGA untuk menilai status nutrisi pasien PGK, juga dapat digunakan Skor Malnutrisi Inflamasi (Skor-MI) yang terdiri dari riwayat nutrisi, pemeriksaan fisik, indeks masa tubuh (IMT), dan pemeriksaan laboratorium.
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
3
Karena adanya penggunaan variabel IMT dan laboratorium maka pemeriksaan ini lebih obyektif dan lebih mudah dibanding SGA. Pada penelitian Kalantar-Zadeh12 skor-MI merupakan sistem skor yang dapat memprediksi morbiditas dan mortalitas pasien HD. Biomarker yang dapat digunakan untuk menilai adanya inflamasi pada pasien dialisis adalah kadar CRP yang diproduksi oleh hati dan mengatur berbagai macam sitokin. Kadar CRP akan meningkat pada kondisi inflamasi. Razeghi dkk13 mendapatkan adanya korelasi antara peningkatan kadar CRP dan penurunan kadar albumin, hemoglobin dan transferin. Hal ini menunjukkan adanya korelasi antara faktor nutrisi dan inflamasi. Penelitian Raafat dkk14 menyatakan, peningkatan kadar CRP dan sitokin pro-inflamasi berhubungan dengan meningkatnya morbiditas penyakit kardiovaskuler dan memburuknya status nutrisi pasien PGTA. Soluble Tumor Necrosis Factor Receptor1 (sTNF-R1) juga mengalami peningkatan yang nyata pada proses inflamasi kronik dan stabil pada sampel plasma uremik. Van-Overbeeke dkk15 membandingkan TNFα dan sTNF-R1 pada populasi PGTA yang belum menjalani dialisis, Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) dan HD, didapatkan sTNF-R1 meningkat pada pasien dengan PGTA, CAPD dan HD, sedangkan TNFα tidak meningkat. Beda rerata antara biomarker malnutrisi, inflamasi dan aterosklerosis telah banyak diteliti di negara lain pada populasi pasien PGTA yang menjalani HD dengan adekuat. Penelitian ini akan mengamati beda rerata antara biomarker inflamasi dan malnutrisi dengan aterosklerosis pada populasi pasien PGTA yang menjalani HD dengan dosis dua kali seminggu, menggunakan dialyzer pakai ulang dan tipe low-flux dan belum menggunakan dialisat yang ultrapure.
1.2 Rumusan Masalah Sudah banyak penelitian diluar negeri yang menunjukkan tingginya angka malnutrisi, inflamasi dan aterosklerosis pada pasien PGTA yang menjalani HD, maka diperlukan suatu penelitian dalam skala lokal untuk menilai ketiga hal tersebut pada populasi PGTA yang menjalani HD. Karena karakteristik pasien HD di Indonesia berbeda dibandingkan dengan dinegara maju.
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
4
Berdasarkan uraian pada latar belakang, dapat diidentifikasi masalah yang merupakan dasar penelitian ini yaitu: 1. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab morbiditas yang penting pada pasien PGK dengan morbiditas sebesar 30%. 2. Pelaksanaan HD di Indonesia berbeda dibandingkan negara maju, meliputi penggunaan dialyzer yang dipakai berulang dan jenis low flux, belum menggunakan dialisat jenis ultrapure, dan dosis hemodialisis yang tidak adekuat. 3. Sampai saat ini, Skor-MI belum digunakan di pusat layanan HD di Indonesia, sedangkan
diperkirakan
Skor-MI
mampu
memprediksi
terjadinya
aterosklerosis pada pasien PGTA yang menjalani HD 4. Parameter terukur seperti hsCRP dan sTNF-R1 diperkirakan memiliki hubungan dengan terjadinya aterosklerosis pada pasien PGTA yang menjalani HD
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah ada beda rerata Skor-MI antara pasien yang mengalami aterosklerosis dan yang tidak aterosklerosis? 2. Apakah ada beda rerata kadar hsCRP antara pasien yang mengalami aterosklerosis dan yang tidak aterosklerosis? 3. Apakah ada beda rerata kadar sTNF-R1 antara pasien yang mengalami aterosklerosis dan yang tidak aterosklerosis?
1.3 Hipotesis Penelitian -
Terdapat
beda
rerata
Skor-MI
antara
pasien
yang
mengalami
aterosklerosis dan yang tidak aterosklerosis. -
Terdapat beda rerata kadar hsCRP antara pasien yang mengalami aterosklerosis dan yang tidak aterosklerosis
-
Terdapat
beda rerata
sTNF-R1
antara
pasien yang
mengalami
aterosklerosis dan yang tidak aterosklerosis
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
5
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum -
Untuk melihat beda rerata antara biomarker malnutrisi dan inflamasi pada pasien HD yang mengalami aterosklerosis dan yang tidak aterosklerosis.
1.4.2 Tujuan Khusus -
Menentukan beda rerata Skor-MI antara pasien yang mengalami aterosklerosis dan yang tidak aterosklerosis pada populasi pasien HD
-
Menentukan beda rerata hsCRP antara pasien yang mengalami aterosklerosis dan yang tidak aterosklerosis pada populasi pasien HD
-
Menentukan beda rerata sTNFR1 antara dengan pasien yang mengalami aterosklerosis dan yang tidak aterosklerosis pada populasi pasien HD
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Pelayanan dan Pengabdian Masyarakat -
Diharapkan penelitian ini akan meningkatkan kewaspadaan klinisi mengenai masalah malnutrisi dan inflamasi pada pasien PGTA yang menjalani HD, sehingga dapat dilakukan deteksi dini dan intervensi terutama mengenai masalah risiko penyakit kardiovaskuler.
1.5.2 Manfaat Akademis -
Dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya seperti studi kohort atau eksperimental untuk melihat hubungan sebab dan efek dari Skor MI, hsCRP, sTNFR1 dan aterosklerosis.
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hemodialisis di Indonesia Hasil survey dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia mendapatkan bahwa 12,5% populasiumum sudah mengalami penurunan fungsi ginjal, dan data dari Indonesian Renal Registry 2013 jumlah pasien PGTA yang menjalani HD sebanyak 13.213 orang. Berbeda dengan di negara maju pelaksanaan HD di Indonesia pada umumnya dilaksanakan 2 kali seminggu dengan lama HD 5 jam setiap kali dialisis, selain itu masih menggunakan ginjal buatan yang low flux dan masih melakukan proses ulang untuk ginjal buatan tersebut, dan untuk cairan reverse osmosis belum menggunakan dialisat yang ultrapure.2 Proses HD sebenarnya tidak hanya merupakansuatu proses difusi dan filtrasi melalui membran semipermeabel untuk mengeluarkan berbagai zat sisa metabolisme yang terakumulasi dalam badan akibat penurunan fungsi ginjal yang berat. Kontak antara darah dan benda asing dari berbagai komponen peralatan HD ternyata mengakibatkan berbagai reaksi yang mengakibatkan efek samping.5 Setiap kali menjalani hemodialisis, akibat kontak antara darah dengan ginjal buatan atau membran dialiser sistem imun di dalam darah seperti sistem komplemen, netrofil, trombosit, sistem koagulasi, kalikrein, sel mast dan monosit akan teraktivasi. Komplemen yang teraktivasi, bersama dengan endotoksin atau pirogen dalam dialisat yang masuk ke kompartemen darah (backfiltration), merupakan penginduksi produksi sitokin oleh sel mononuklear. Aktivasi monosit akan menghasilkan sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IL-1, IL-6. Interleukin -6 yang disekresi oleh berbagai sel seperti fibroblas, adiposit, monosit dan endotel, mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses terjadinya inflamasi.12
2.2 Malnutrisi pada Pasien Hemodialisis Diperkirakan bahwa setiap tahunnya terdapat 80.000 pasien terdiagnosis PGK, dan penyakit ginjal menempati urutan ke 9 dari penyebab kematian di AS. Penyakit Ginjal Kronik memang sangat kompleks dan malnutrisi pada pasien
6 Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
7
PGK perlu mendapatkan perhatian. Pada dua dekade terakhir, malnutrisi menjadi salah satu penyebab yang penting dari morbiditas dan mortalitas pasien PGK. Walaupun suplementasi oral dan nutrisi parenteral telah lazim diberikan pada penanganan PGK akan tetapi prevalensi malnutrisi tidak menurun dengan terapi intervensi ini. Pada pasien HD insiden malnutrisi meningkat dari 18-75%, walaupun angka ini masih tergantung dari tiap kriteria untuk mendiagnosis malnutrisi. Di Eropa gejala malnutrisi didapatkan pada 20-35% pasien HD. Di Italia Utara pada populasi > 65 thn. lebih dari 32% kematian berhubungan dengan malnutrisi dan angka ini meningkat menjadi 41% pada pasien-pasien > 75 tahun, sedangkan di Italia Selatan prevalensi malnutrisi 6-9%, dan angka ini meningkat pada laki-laki lanjut usia. Sampai sekarang berbagai terminologi telah digunakan untuk menjelaskan kondisi malnutrisi pada pasien PGTA antara lain adalah malnutrisi uremia, malnutrisi energi protein, sindroma malnutrisi-inflamasiaterosklerosis (MIA), dan malnutrition-inflammation complex. Fouque dkk. kemudian mengembangkan suatu terminologi Protein Energy Wasting (PEW) untuk menjelaskan kondisi malnutrisi pada pasien PGK. 16 PEW adalah suatu kondisiterdapatnya cadangan energi dan protein menurun. Kelainan ini sering diasosiasikan dengan penurunan kapasitas fungsional yang berkaitan dengan stres metabolik. Deplesi energi atau protein bisa diakibatkan oleh asupan yang tidak adekuat (sebagai contoh : anoreksia nervosa), namun pada penyakit ginjal, terdapat beberapa kondisi yang mengakibatkan hilangnya massa tubuh yang tidak berkaitan dengan penurunan asupan. Kondisi tersebut mencakup proses inflamasi non spesifik, hilangnya nutrien ke dalam dialisat, asidemia, serta gangguan endokrin. Berbagai penyebab malnutrisi pada pasien hemodialisis dapat dilihat pada tabel 1 Pada pasien PGK ada 2 gambaran malnutrisi yang nampak, yang pertama adalah penurunan asupan energi dan ini sering pada sindrom uremia, yang kedua adalah inflamasi sistemik kronik. Hal ini berhubungan dengan penyakit yang menyebabkan PGK atau komplikasi seperti infeksi, gagal jantung kongestif dan inkompabilitas membran dialisis. Pada studi HEMO penanda malnutrisi berhubungan kuat dengan kualitas hidup yang buruk.17
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
8
Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan SGA dalam menilai status nutrisi menunjukkan prevalensi malnutrisi yang lebih rendah pada laju filtrasi glomerulus yang lebih tinggi (20-28% pada LFG 30-20 ml/menit) dan sebesar 40% pada pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir diawal terapi hemodialisis rutin dan sebanyak 18-51% pada pasien PGK dengan peritoneal dialisis. Selain SGA untuk menilai status nutrisi pasien PGK dapat digunakan Skor-MI yang terdiri dari riwayat nutrisi, pemeriksaan fisik, IMT, dan pemeriksaan laboratorium yaitu kadar albumin dan serum TIBC, oleh karena itu Skor-MI lebih obyektif dibanding SGA. Skor-MI merupakan sistem skor untuk menilai malnutrisi-inflamasi pada pasien PGK.18 Raafat M dkk.14 mendapatkan peningkatan yang signifikan dari penanda inflamasi (CRP, IL-1β, IL-18) dan penurunan yang signifikan dari faktor-faktor nutrisi seperti albumin, serum iron dan ferritin pada pasien PGK. Kalantar-Zadeh12 menyatakan bahwa Skor-MI merupakan marker yang dapat memprediksi morbiditas dan mortalitas pasien HD.
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
9
Tabel 1. Penyebab Malnutrisi pada Pasien Dialisis. Asupan nutrient yang tidak adekuat Anoreksia yang disebabkan : Toksin uremia Gangguan pengosongan lambung Inflamasi dengan atau tanpa kondisi2 komorbid Gangguan psikis dan emosional Restriksi diet Pemberian diet rendah kalium dan rendah fosfat Kondisi sosial : kemiskinan, diet yang tidak adekuat Keterbatasan fisik : keterbatasan untuk mendapatkan makanan atau menyiapkan makanan Kehilangan nutrien saat dialisis Hilang melalui membran HD ke dialisat Melalui membran HD atau tubing Hilang kedalam dialisat peritoneal Hiperkatabolik akibat kondisi komorbid Penyakit kardiovaskuler Komplikasi diabetes Infeksi dan atau sepsis Kondisi komorbid yang lain Hiperkatabolik yang berhubungan dengan tindakan dialisis Balans protein negatif Balans energi negatif Gangguan endokrin akibat uremia Resistensi insulin Resisten terhadap hormon pertumbuhan dan atau IGF-1 Peningkatan kadar dan sensitivitas glukagon Hiperparatiroid Kelainan endokrin yang lain Asidemia dengan asidosis metabolik Hilangnya nutrien bersamaan dengan hilangnya darah Kamyar Kalantar-Zadeh, Alp Ikizler, Gladys Block, Morrel M. Avram and Joel D Kopple. Am J Kidney Dis 2003; 42 : 864-881.12
2.3 Inflamasi pada Hemodialisis Berbagai macam penyebab inflamasi pada pasien HD baik itu terkait dengan proses HD sendiri termasuk akses vaskuler maupun kondisi komorbid dan akibat penurunan laju filtrasi glomerulus, hal ini dapat dilihat pada tabel 2. Infeksi merupakan penyebab paling banyak dari morbiditas dan mortalitas pada pasien dialisis. Suatu studi di Amerika pada 332.442 pasien gagal ginjal terminal, insiden pasien yang mengalami infeksi dan menjalani perawatan di rumah sakit sebesar 26% pada anak dan 31% dewasa. Data USRDS menunjukkan
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
10
bahwa pasien dialisis 100-300 kali lebih tinggi yang mengalami sepsis dibandingkan dengan populasi normal, terutama pada pasien diabetes mellitus (DM) dan lanjut usia. Suatu studi kohort USRDS pada 119.858 pasien dialisis dimana 50% nya > 65 tahun, minimal 1 kali pernah menjalani perawatan rumah sakit akibat infeksi pada pangamatan selama 2 tahun, perawatan di RS akibat infeksi meningkat 26% dari tahun 1993-2007.16
2.3.1 Infeksi yang Berhubungan dengan Akses Vaskuler pada Hemodialisis Insiden infeksi yang berhubungan dengan akses vaskuler 0,6-100 pasien perbulan dan kuman Staphylococcus aureus merupakan penyebab yang paling sering (27,7-50%).13
2.3.2 Infeksi yang tidak Berhubungan dengan Akses Vaskuler 2.3.2.1 Hepatitis B Infeksi Hepatitis B lebih sering berhubungan dengan prosedur dialisis bukan dengan akses dialisis. Pada 1960 transmisi Hepatitis B berhubungan dengan transmisi pasien ke pasien dan pasien ke staf. Hepatitis B outbreak tahun 1992-2007 unit hemodialisis menempati proporsi yang paling tinggi (30,3%). Risiko terpapar virus Hepatitis B terkait dengan prosedur HD sendiri, seperti karena kontak darah dengan alat, obat injeksi yang terkontaminasi, kulit atau mukosa yang luka dan terkontaminasi virus. Analisis data pada periode 19871990 dari 185 pasien HD, serokonversi hepatitis B 0,19 per-pasien/tahun pada pasien HD, dari Asia-Pasific DATA didapatkan infeksi Hepatitis B masih tinggi, dan evaluasi HBsAg masih sama antara pasien HD dan CAPD. Akhir-akhir ini dengan adanya vaksinasi Hepatitis B maka insiden infeksi Hepatitis B pada pasien HD telah semakin menurun.5
2.3.2.2 Hepatitis C Prevalensi Hepatitis C 2,7% di UK dan >20% di Eropa Selatan, di Asia Pasifik : 7,9% pada pasien HD. Di Australia dan New Zealand 1995-2005 insiden Hepatitis C pada pasien HD 0,0003 dan per-pasien/tahun. Walaupun belum ada
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
11
vaksin Hepatitis C dengan Universal Infection Control yang baik insiden Hepatitis C bisa ditekan.5 Tabel 2. Penyebab Inflamasi pada Pasien PGK Penyebab inflamasi akibat PGK atau penurunan laju filtrasi glomerulus Menurunnya klirens dari sitokin pro-inflamasi Volume overload Oxidative stress (radikal oksigen) Carbonyl stress (pentosidine dan advanced glycation end products) Menurunnya antioksidan (vitamin E, vitamin C, karotenoid, selenium, glutation) Memburuknya nutrisi energi-protein dan asupan makanan Kondisi komorbid yang menyertai Penyakit-penyakit yang melibatkan ginjal sendiri (SLE, AIDS) Meningkatnya prevalensi dari kondisi komorbid (penyakit kardiovaskuler, DM, usia lanjut) Faktor-faktor inflamasi yang berhubungan dengan tindakan dialisis Hemodialisis Kontak darah dengan ginjal buatan Biokompatibel Kemurnian air dialisis atau dialisat Filtrasi balik atau difusi balik dari kontaminan Benda asing seperti graft akses Kateter intravena Peritoneal dialisis Peritonitis Infeksi pada kateter peritoneal dan kateter sebagai benda asing Kontak dengan cairan peritoneal dialisis Kamyar Kalantar-Zadeh, Alp Ikizler, Gladys Block, Morrel M. Avram and Joel D Kopple. Am J Kidney Dis 2003 ; 42 : 864-881.12 2.3.3 C-Reactive Protein C-Reactive Protein merupakan protein fase akut utama dan telah ditetapkan sebagai indikator inflamasi non spesifik.C Reactive Protein menggambarkan pembentukan sitokin pro inflamasi sepertiIL-1, IL-6 dan TNF . Pada populasi umum inflamasi kronik merupakan penyebab penting terjadinya aterosklerosis, demikian juga yang terjadi pada populasi PGK. Pada pasien PGK peningkatan kadar marker inflamasi seperti CRP menunjukkan tingginya progresifitas dari PGK nya dan kondisi klinis yang jelek. Kadar CRP yang normal adalah < 1 mg/L, pada kadar 1-3 mg/L risiko kardiovaskuler akan meningkat,
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
12
kadar 3-10 mg/L biasa terjadi pada pasien PGK dan terdapat peningkatan kejadian risiko kardiovaskuler, kadar CRP > 50 mg/L didapatkan pada infeksi akut.19 Pemeriksaan High sensitive CRP(hs-CRP) merupakan pemeriksaan yang dapat mengukur konsentrasi CRP yang sangat sedikit sehingga bersifat lebih sensitif dengan rentang pengukuran 0,1 – 20 mg/L. Marker ini cukup baik untuk mendeteksi adanya suatu inflamasi derajat rendah. Pemeriksaan hs-CRP dapat digunakan untuk memperkirakan risiko penyakit jantung koroner (PJK) dimana proses aterosklerosis terjadi akibat inflamasi derajat rendah dan kadar CRP tidak meningkat. Berdasarkan risiko kardiovaskuler kadar hs-CRP < 1,0 mg/L menunjukkan risiko PJK rendah, hs-CRP 1,0 – 3,0 mg/Lmenunjukkan risiko sedang dan hs-CRP > 3,0 mg/L risiko terkena PJK tinggi. Razeghi E dkk19, mendapatkan adanya korelasi antara peningkatan kadar CRP dan penurunan kadar albumin, Hb dantransferin, hal ini menunjukkan adanya korelasi antara faktor nutrisi dan inflamasi. Penelitian Raafat M dkk14 menunjukkan peningkatan kadar CRP dan sitokin pro-inflamasi berhubungan dengan meningkatnya morbiditas penyakit kardiovaskuler dan memburuknya status nutrisi pasien PGTA. El Banawy dkk20 mendapatkan kadar CRP yang meningkat secara signifikan pada pasien HD dan 78,3% > 10 mg/L merupakan indikasi proses inflamasi dan mempunyai korelasi yang positif dengan penebalan intima media arteri Karotis.
2.3.4 Soluble Tumor Necrosis Receptor 1 (sTNF-R1) Sitokin TNF-α adalah sitokin polipeptida yang diproduksi oleh makrofag yang teraktivasi, sel T, natural killer cells, netrofil dan sel mast. Selain itu fibroblast dan sel intrinsik ginjal seperti sel mesangial, epitel glomerolus maupun tubulus juga mampu memproduksi TNF-α. Tumor Nekrosis Factor-α berperan sebagai mediator inflamasi yang penting baik pada kondisi inflamasi akut maupun kronik yang diproduksi sebagai respon terhadap berbagai rangsangan infeksius maupun cedera jaringan. Tumor Nekrosis Factor-α juga berperan dalam menstimulasi produksi sitokin(sitokin) lainnya seperti IL-1, IL-6,GM-CSF, IL-8 dan beberapa matriks metalloproteinase (MMP).21 Ada 2 macam TNF reseptor yang telah teridentifikasi TNF-α reseptor 1 (TNFRI) dan TNF-α reseptor 2 (TNFR2). Kedua TNF-α reseptor ini berada di
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
13
permukaan sel makrofag, netrofil dan limfosit dan memiliki kemampuan afinitas yang berbeda terhadap TNF-α. TNF-α harus berikatan dengan dua atau lebih reseptornya untuk menghasilkan sinyal kaskade inflamasi dan menimbulkan aktivitas biologik. Tumor Nekrosis Factor-αconverting enzyme (TACE atau ADAM-1) berperan dalam menghasilkan bentuk soluble dari TNF-α reseptor yakni sTNF-RI dan sTNF-RII. Konsentrasi sTNF-R meningkat secara signifikan pada kondisi inflamasi. Disatu sisi sTNF-R mampu menghambat efek dari TNF-α, disisi lain sTNF-R mampu berperan sebagai carrier bagi TNF- α dan memperkuat efek dari TNF-α. Masa paruh dari TNF- α sangat pendek yaitu sekitar 6 menit, keberadaan dari sTNF-R dapat menstabilisasi TNF-α sehingga waktu paruh TNFα akan lebih lama. Ikatan antara TNF-α dengan sTNF-R akan memperlambat proses disosiasinya karena terjadi stabilisasi dari struktur trimerik. 21 Studi oleh Alvin dkk22
untuk menilai kadar TNF-α
maupun IL-1β
terhadap 23 pasien hemodialisis kronik, 10 pasien CAPD, 15 pasien dengan PGTA yang dibandingkan dengan 17 pasien sehat sebagai kontrol menunjukan bahwa tidak ada peningkatan kadar TNF-α maupun IL-1β pada pasien HD, PD maupun pasien dengan PGTA. Studi ini mendapatkan nilai kadar TNF-α dan IL1β yang sama dengan pasien sehat sebagai kelompok kontrol. Peningkatan kadar TNF-α hanya didapatkan pada 2 pasien HD yang mengalami reaksi pirogenik selama proses HD berlangsung dan pada 3 pasien PGTA yang mendapatkan transfusi sel darah merah. Studi ini menunjukan bahwa tidak ada peningkatan kadar TNf-α dan IL-1β secara kronik pada pasien penyakit ginjal tahap akhir, pasien HD rutin maupun PD. Studi oleh Riemsdijk dkk15 terhadap 15 pasien HD rutin, 10 pasien PD, 11 pasien penyakit ginjal kronik dan 12 pasien sehat sebagai kontrol juga tidak mendapatkan adanya peningkatan kadar TNF-α di plasma meskipun didapatkan tingginya ekspresi mRNA dari TNF-α. Sebaliknya, kadar sTNF-R1 dan sTNF-2 meningkat secara signifikan pada pasien penyakit ginjal terminal, pasien HD rutin dan pasien CAPD dibandingkan pasien sehat. Peningkatan kadar sTNf-RI dan sTNF-RII berkorelasi secara signifikan dengan kadar serum kreatinin. STNF-R diproduksi setelah adanya ikatan antaraTNF-α dengan TNF-R yang ada di permukaan membran sel, sehingga keberadaan sTNF-R dapat mewakili aktivitas
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
14
sistem TNF-α secara keseluruhan. Akan tetapi pada kondisi dimana terjadi penurunan fungsi ginjal maka peningkatan sTNF-R merupakan hasil dari aktivasi sistem TNF-α dan gangguan pembersihan oleh ginjal. Hal ini menunjukan bahwa pada kondisi penyakit ginjal kronik yang stabil, pasien HD rutin maupun PD yang stabil, konsentrasi TNF-α bebas di plasma tidak meningkat secara signifikan sehingga sulit terdeteksi dengan teknik pemeriksaan ELISA. Selain itu terdapat penurunan sensitivitas pemeriksaan TNF-α dengan teknik ELISA pada sample plasma uremikum dibandingkan normal plasma. Waktu paruh TNF-α yang pendek dan ikatannya dengan sTNF-R membuat TNF-α menjadi lebih stabil. Mengingat sTNF-R diproduksi setelah adanya ikatan antara TNF-α dan TNF-R dan keberadaan sTNF-R dapat mewakili aktivitas TNF-α secara keseluruhan maka dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan sTNF-R dapat mewakili gambaran adanya inflamasi kronik pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, pasien HD maupun PD.22,23
2.4 Aterosklerosis pada Hemodialisis Penelitian epidemiologi klinik melaporkan angka mortalitas penyakit kardiovaskuler meningkat 20 kali lebih banyak pada pasien dialisis dibandingkan populasi normal, karena keterlibatan faktor risiko tradisional (Framingham Risk Factor) dan faktor risiko terkait uremia. Penyakit kardiovaskuler
merupakan
penyebab kematian utama (44% dari seluruh kematian) pada pasien-pasien dialisis. Prevalensi penyakit kardiovaskuler meningkat pada semua pasien dengan PGK. Hipertrofi ventrikel kiri meningkat sesuai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus dan 30% dari pasien dialisis telah disertai dengan penyakit jantung koroner atau gagal jantung. (gambar 2.1)
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
15
Gambar 1. Prevalensi penyakit kardiovaskuler pada PGK CVA: cerebrovascular accident, MI: myocardial infarction, PVD : peripheralvascular disease, TIA:transient ischaemic attack. US Renal Data System report (2011)
Proses aterosklerosis diawali dengan terjadinya kerusakan endotel yang akan diikuti dengan menempelnya monosit pada endotel yang diperantarai beberapa molekul adesi seperti Inter Cellular Adhesion Molecule-1 (ICAM-1) dan Vascular Cell Adhesion Molecule-1 (VCAM-1), kemudian monosit akan berpenetrasi ke lapisan dibawah intima. Monosit yang memasuki dinding arteri akan berubah menjadi makrofag yang akan memfagositosis LDL teroksidasi dan membentuk sel busa dan selanjutnya menjadi ‘fatty streaks’ Aktivasi ini menghasilkan sitokin yang akan merangsang proliferasi dan migrasi sel otot polos dari tunika media ke intima dan terjadi penumpukan ekstraselular matriks dan membentuk ‘fibrous cap’ pada tahap inilah yang disebut sebagai plak aterosklerosis. Pasien dengan penurunan laju filtrasi glomerulus lebih cenderung meninggal karena penyakit kardiovaskuler, data ini mendorong agar intervensi dilakukan pada stadium awal PGK, yaitu upaya pencegahan dan pengobatan penyakit kardiovaskuler. (gambar 2.2)
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
16
Gambar 2. Proses terjadinya Aterosklerosis pada PGK
Meskipun pasien PGK biasanya memiliki faktor risiko tradisional seperti diabetes, hipertensi dan hipertrofi ventrikel kiri, mereka juga terpapar dengan faktor risiko kedua yaitu nontradisional yang berhubungan dengan uremia. Faktor risiko ini meningkat sejalan dengan penurunan fungsi ginjal dan bertanggung jawab pada progresivitas penyakit kardiovaskuler yaitubeban volume dengan konsekuensi hipertensi, anemia, metabolisme kalsium-fosfat, akumulasi toksin uremia dan proses inflamasi kronik. Semua faktor risiko ini akhirnya berakibat pada kegagalan ventrikel kiri karena hipertrofi miokard dan atau iskemi, yang berlanjut pada dilatasi jantung dan kegagalan pompa jantung. 24 Risiko kardiovaskuler pada PGK sebenarnya telah terjadi pada stadium awal ketika laju filtrasi glomerulus yang diukur dengan bersihan inulin masih normal. Terdapat peningkatan konsentrasi asymetric dimethyl-L-arginine (ADMA) suatu penghambat nitric oxyde synthetase (NO) pada penderita dengan kelainan ginjal. ADMA ini berhubungan dengan penebalan dari Carotidintimamedia thickness (CIMT) arteri karotis dan aterosklerosis arteri koroner. Ada 2 tipe kalsifikasi vaskuler pada penderita PGK yaitu kalsifikasi aterosklerotik yang ditandai dengan kalsifikasi pada intima dan terbentuknya plak aterosklerotik serta kalsifikasi mediasklerotik ditandai dengan kalsifikasi linier pada lapisan media yang lebih berhubungan dengan gangguan metabolisme mineral.
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
17
CIMT dari arteri karotis ekstrakranial dianggap sebagai penanda valid dari aterosklerosis subklinis karena dapat menggambarkan tahap dini dari proses aterosklerosis,
serta
merupakan
indikator
terhadap
terjadinya
proses
aterosklerosis pada pembuluh darah ditempat lain serta sebagai prediktor terhadap terjadinya stroke dan infark miokard. Peningkatan CIMT dapat dievaluasi dengan menggunakan B-mode ultrasonografi. Penelitian Sutarka N dkk mendapatkan 40% penderita PGK dengan rata-rata LFG 33 ml/mnt menunjukkan adanya kalsifikasi dan 36% diantaranya didapatkan plak pada arteri Karotis.11 Patel ML dkk25 mendapatkan 58% plak pada arteri Karotis, 68% single plak dan 32% dua atau lebih. An WS dan Son YK26 melaporkan 61,2% kalsifikasi vaskuler dan 55,6% dengan plak arteri Karotis.
2.5 Sindrom Malnutrisi-Inflamasi-Aterosklerosis (MIA) Beberapa penelitian telah menunjukkan peran dari inflamasi dengan terjadinya aterosklerosis pada pasien HD. Stenvinkel dkk27, menyatakan bahwa kronik inflamasi dan malnutrisi yang terjadi pada psien HD merupakan faktor risiko untuk terjadinya komplikasi kardiovaskuler. Malnutrisi pada pasien HD pada dasarnya disebabkan oleh asupan nutrisi yang kurang, kehilangan nutrien meningkat dan katabolisme protein yang meningkat. Pada pasien HD yang menderita
penyakit
jantung
koroner
(PJK)
seringkali
didapatkan
hipoalbuminemia dan peningkatan kadar petanda inflamasi seperti CRP. Hubungan antara status nutrisi yang buruk, inflamasi yang terus berlangsung dan aterosklerosis pada pasien HD ini dikenal dengan Sindrom Malnutrisi-InflamasiAterosklerosis.28
2.6 Pengelolaan Inflamasi-Malnutrisi pada Pasien Hemodialisis Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi inflamasi pada pasien hemodialisis diantaranya pencegahan infeksi, memperbaiki sistem dialisis dan usaha untuk menambah frekuensi dialisis agar mendapatkan adekuasi yang baik. Selain itu konsultasi dengan petugas gizi mengenai pemberian diet yang benar, latihan fisik dan pengendalian tekanan darah yang optimal juga akan mengurangi risiko penyakit kardiovaskuler atau aterosklerosis yang sering terjadi pada pasien
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
18
HD. Tujuan pengaturan nutrisi pada pasien HD adalah untuk memelihara status nutrisi yang baik, mencegah berkembangnya penyakit kardiovaskuler dan memperbaiki toksisitas uremi dan berbagai kelainan metabolik yang berpengaruh terhadap nutrisi. Seringkali pasien HD justru terlalu sedikit mengkonsumsi nutrien yang seharusnya dibutuhkan, oleh karena itu penting untuk mendapatkan edukasi yang baik mengenai perubahan pola diet antara sebelum dan sesudah menjalani HD. Intervensi dengan obat juga akan membantu untuk mengatasi malnutrisi-inflamasi diantaranya pemberian anti oksidan seperti vitamin E dan Nacetylcystein, appetite stimulant magestrol acetate, selain itu juga ACE-inhibitor, Angiotensin receptor blockers (ARB), allopurinol, sevelamer.29
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
19
2.7 Kerangka Teori Penelitian
Penyakit Komorbid Diabetes Melitus
PGK stadium 5
Gangguan metabolisme Gangguan hormonal Penurunan nafsu makan Depresi
Inflamasi kronik
Dosis HD tidak adekuat Dialyzer reuse Dialisat non ultrapure Infeksi
Aktivasi komplemen
Hemodialisis
Katabolisme Protein Protein loss via dilayzer
↓ klirens sitokin Akumulasi toksin uremik
Inflamasi
Malnutrisi (SKOR-MI)
Sitokin inflamasi ↑
sTNF-R1 ↑
hsCRP ↑
Disfungsi Endotel
Aterosklerosis (CIMT)
Gambar 3. Kerangka Teori
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
20
BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Pasien PGTA yang menjalani HD
Aterosklerosis ( CIMT Positif )
Skor-MI hsCRP sTNF-R1 Non Aterosklerosis ( CIMT Negatif )
Gambar 4. Kerangka Konsep
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
20
21
3.2 Definisi Operasional Variable Pasien Hemodialisis
Albumin
TIBC (Total Iron Binding Capacity) Aterosklerosis
hsCRP (high sensitive C-Reactive Protein) sTNF-R1 (soluble Tumor Necrosis Factor – Reseptor 1) Status Nutrisi
Definisi
Cara Pengukuran
Pasien yang menjalani HD lebih dari 3 bulan dan kurang dari 5 tahun sejak penelitian dimulai Kadar albumin dalam serum subyek penelitian yang diukur dengan satuan g/dl Kadar serum TIBC subyek penelitian yang dengan satuan mg/dl
Diambil dari status pasien
Skala Pengukuran Numerik
Dengan pemeriksaan laboratorium metode elektroforesis
Numerik
Pemeriksaan laboratorium dengan metode ELISA
Numerik
Merupakan proses inflamasi yang mengakibatkan penebalan dan pengerasan arteri akibat penimbunan plak ateromatus.24 Kadar serum hsCRP subyek penelitian dengan satuan mg/l
Dengan pemeriksaan USG Doppler karotis dengan mengukur CIMT (Carotid Intima Media Thickness), positif bila > 1 mm.52 Pemeriksaan laboratorium dengan metode ELISA
Numerik
Kadar serum sTNF-R1 subyek penelitian dengan satuan µg/ml
Pemeriksaan laboratorium dengan metode ELISA
Numerik
Kuesioner Skor-MI
Numerik
Status nutrisi berdasarkan kuesioner Skor-MI. Hasil berupa skor 0-30
Numerik
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
22
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian Penelitian ini dilakukan secara potong lintang untuk melihat beda rerata antara Skor-MI, hsCRP dan sTNFR1 pada pasien hemodialisis yang mengalami aterosklerosis dan yang tidak aterosklerosis.
4.2 Subyek Dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada pasien yang menjalani hemodialisis di RSUP Fatmawati Jakarta. Penelitian ini dilakukan dari bulan Desember 2013 sampai Februari 2014.
4.3 Besar Sampel Untuk melihat beda rerata inflamasi kronis dan terjadinya malnutrisi dan ateroskelerosis pada pasien yang menjalani hemodialisis, besar sampel dihitung dengan perhitungan rumus beda rerata sebagai berikut:
Keterangan: n = Besar sampel σ = Simpangan baku α = derajat kepercayaan 95% β = kekuatan uji 80% = rerata kelompok aterosklerosis = rerata kelompok tidak aterosklerosis
22 Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
23
Tabel 4. Besar Sampel Penelitian Lain Pisetkul (Skor MI) Heidari (hsCRP) Vielhauer (sTNFR1)
CIMT + Mean Sd 5,46 2,26 27,74 22,2 26400 13600
CIMT mean 3 13,44 19600
sd 1,69 9,8 5500
n 11 32 52
Dari perhitungan besar sampel diatas, sampel terbanyak adalah 52 pasien. Dengan penambahan 10% besar sampel sehingga jumlah sampel yang diambil adalah 60 pasien
4.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi Penelitian 4.4.1 Kriteria Inklusi a. Pasien hemodialisis yang sudah lebih dari 3 bulan dan tidak melebihi dari 5 tahun b. Pasien menyatakan persetujuannya secara tertulis 4.4.2 Kriteria Eksklusi a. Apabila terdapat infeksi akut (klinis didapatkan : demam, batuk, sakit saat buang air kecil, sakit perut, diare), penyakit kronik (klinis didapatkan : tuberkulosis paru, sirosis hati, tanda keganasan), penyakit autoimun yang aktif dan mendapatkan obat anti inflamasi b. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis c. Riwayat pemakaian obat antiinflamasi atau obat statin d. Riwayat merokok aktif e. Pasien yang mendapatkan nurtisi parenteral selama dialisis atau mendapatkan diet sonde
4.5 Cara Kerja Waktu pengambilan data pasien disesuaikan dengan jadwal rutin hemodialisis a. Data primer meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan antropometri. Setiap pasien yang memenuhi kriteria dilakukan pemeriksaan lengkap, pengisian skor malnutrisi- inflamasi. Pengambilan darah dilakukan sebelum HD untuk pemeriksaan high sensitive CRP (hsCRP) dan soluble Tumor Necrosis Factor Receptor 1 (sTNFR1). Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
24
b. Data sekunder. Pada seluruh populasi HD, data demografis : usia, gender, data etiologipenyakitginjalkronik. Juga riwayat penyakit dahulu, data pemeriksaan laboratorium (Hb, albumin, TIBC, anti HCV). Data selama hemodialisis : adekuasi hemodialisis (Kt/V).
4.6 Prosedur Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel menggunakan tabung Serum separator tube/SST6 cc
Bolak-balik tabung perlahan hingga homogen.
Diamkan selama 30-45 menit hingga darah beku.
Segera sentrifus pada 1300-2000 g selama 10 menit.
segera pisahkan serum dan masukkan ke dalam cup sampel.
hsCRP Metode
: Immunoturbidimetri
Persyaratan Sampel
: 50 uL Serum
Stabilitas Sampel
: 3 hari pada 15-25°C 8 hari pada 2-8°C 3 tahun pada -20°C
Manfaat Pemeriksaan : Memprediksi faktor risiko penyakit kardiovaskular seperti penyakit jantung koroner. Nilai Rujukan
: ≤ 1 mg/L
sTNF R1 Prinsip Pemeriksaan : Pemeriksaan ini menggunakan teknik quantitatif sandwich enzyme immuno-assay. Sebelumnya antibodi monoklonal spesifik untuk TNF R1 telah di-coated dalam microplate. Standar dan sample dipipet ke dalam well dan keberadaan TNF R1 akan disandwich dan dipasangkan oleh immobilized antibody dalam well. Setelah dilakukan pencucian untuk menghilangkan substansi yang tidak terikat, kemudian ditambahkan enzyme-linked antibodypoliclonal spesifik terhadap TNF R1. Kemudian setelah dilakukan pencucian kembali untuk menghilangkan reagen antibody-enzyme yang tidak berikatan, selanjutnya
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
25
larutan substrat ditambahkan ke dalam well dan kemudian terbentuklah warna yang sebanding dengan jumlah TNF R1 yang terikat. Pembentukan warna dihentikan dan kemudian intensitas warna diukur. Nilai Rujukan
: 749-1966 pg/mL dengan mean 1198 pg/mL.
4.7 Prosedur Hemodialisis Hemodialisis dilakukan sekitar 5 jam (300 menit), dengan kecepatan aliran darah 250 - 300 ml/menit, kecepatan dialisat 500 ml/menit, sedangkan besar ultrafiltrasi bervariasi sesuai dengan berat badan kering pasien yang ingin dicapai. Antikoagulan yang dipakai adalah heparin sodium secara bolus dan dilanjutkan memakai pompa infus secara terus menerus sampai dialisis selesai. Dosis heparin disesuaikan dengan kebutuhan pasien, dikontrol dengan masa pembekuan. Larutan dialisat mengandung bikarbonat sebagai buffer, mengandung zat Ca, Na, K. Air yang dipakai adalah air yang telah diproses dengan sistem reverse osmosis secara terpusat. Adekuasi dialisis dihitung dengan formula Daugirdas-2, yaitu; K t/V = -ln(R - 0.008 * t) + (4-3.5 * R) * UF/W Keterangan: Kt/V = adekuasi hemodialisis R = Ureum pra dialisis/ureum paska dialisis t = lama hemodialisis UF/W = Ultrafiltrasi/weight
4.8 Penilaian Malnutrisi Dalam penelitian ini malnutrisi diukur dengan cara penilaian skor malnutrisi inflamasi (Skor-MI). Skor ini menilai secara komprehensif sindrom kompleks malnutrisi-inflamasi, yang terdiri dari SGA ditambah dengan pemeriksan laboratorium albumin serum dan TIBC. Skor-MI ini terdiri dari dari 10 kelompok dengan skor maksimal masing-masing adalah 3, sehingga skor total menjadi 30. Skor-MI ini mempunyai korelasi yang erat dengan mortalitas, morbiditas pasien HD (Kalantar-Zadeh, 2001)
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
26
4.9 Penilaian Carotid Intima Media Thickness (CIMT) Untuk pemeriksaan USG dopler arteri karotis, pasien dalam posisi berbaring dengan leher ekstensi, kepala miring atau menghadap kekiri. Pertama kali mengidentifikasi arteri karotis komunis dan selanjutnya terlihat bifurkasiodan arteri karotis interna untuk melihat adanya plak dan pengukuran CIMT. Daerah yang diukur adalah 10 mm dan 20 mm setelah bifurkasio karotis di arteri karotis interna kanan. Kemudian CIMT diperoleh dengan rata-rata dua pengukuran. CIMT didefinisikan sebagai jarak dari tepi garis hipoekoik pertama (antara lumen - intima) ke tepi dari baris kedua (antara media - adventitia). Plak ditetapkan sebagai penebalan intima - media > 1 mm.
4.10 Alur Penelitian Pasien Hemodialisis > 3 bulan dan < 5 tahun
Kriteria inklusi dan eksklusi Pemeriksaan hsCRP, sTNFR1, MI Skor
Pemeriksaan USG doppler arteri karotis
Gambar 5. Alur Penelitian
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
27
4.11. Analisis Data Perhitungan dan analisis statistik program SPSS 16.0. Perbedaan antara 2 kelompok data numerik dengan distribusi normal menggunakan uji T tidak berpasangan. Uji Mann-Whitney akan digunakan jika distribusi data tidak normal. Dalam uji hipotesis nilai p < 0,05 dianggap bermakna. Dalam analisis multivariat digunakan regresi logistik
4.12. Masalah Etika Setiap pasien yang diikutsertakan dalam penelitian ini akan diberi penjelasan secara lisan dan tertulis pada surat informed consent mengenai tujuan penelitian, manfaat peneltian, dan prosedur penelitian. Jika pasien bersedia, maka pasien diminta untuk menandatangani informed consent. Selanjutnya proposal penelitian ini akan diajukan kepada Komisi Etik FKUI, untuk mendapatkan ethical clearance.
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
28
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Karakteristik Subyek Penelitian dilakukan di Unit Hemodialisis RSUP Fatmawati sejak bulan Desember 2013 sampai dengan bulan Februari 2014 setelah mendapatkan persetujuan dari Komite Etik. Didapatkan 60 pasien penyakit ginjal tahap akhir yang menjalani Hemodialisis yang memenuhi persyaratan penelitian. Pasien terdiri dari 27 (45%) laki-laki dan 33 (55%) perempuan, dengan usia rata-rata 49.67 tahun. Penyebab penyakit ginjal tahap akhir terbanyak adalah Glomerulonefritis 35%, diikuti dengan Diabetes Melitus 26.7%, Hipertensi 20% dan InfeksiObstruksi sebanyak 8.3%.
Tabel 5. Data Karakteristik Subyek Penelitian (n:60) Variabel JenisKelamin Laki-laki Perempuan Usia Etiologi CKD Glomerulonefritis Diabetes Melitus Hipertensi Infeksi-Obstruksi Tidak Jelas Penyakit Ginjal Polikistik Indeks Massa Tubuh Lama dialisis Tekanan darah Sistolik Tekanan darah Diastolik Hb Kt / V CIMT MI Skor hsCRP sTNFR1
n (%)
Mean (SB)
27 (45) 33 (55) 50.27 (14.63) 21 (35) 16 (26.7) 12 (20) 5 (8.3) 4 (6.7) 2 (3.3) 21.53 (3.98) 23 (3-59)* 135 (100-190)* 80 (70-110)* 8.15 (6-13)* 1.49 (0.35) 0.9 (0.5-1.4)* 6 (1-17)* 4.5 (0.35-43.7)* 11743.5 (2962.9)
*Median (Min-Mak)
27 Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
29
Dari Gambar 6. jumlah pasien dengan hsCRP < 3 atau pasien dengan risiko kardiovaskuler rendah : 19 orang (32%), dan yang mempunyai risiko kardiovaskuler tinggi : 41 orang (68%).
80%
68%
60% 40%
32%
hsCRP
20% 0% <3
>3
Gambar 6. Frekuensi Distribusi hsCRP dari seluruh pasien
Gambar 7. menunjukkan jumlah pasien dengan Skor-MI : 11-30 sebesar 14 orang (23.3%) dan Skor-MI < 11 sebesar 46 orang (76.7%).
76,7% 80,0% 60,0% 40,0%
23,3%
MI Skor
20,0% 0,0% Malnutrisi
Normal
Gambar 7. Fekuensi Distribusi MI Skor dari Seluruh Pasien
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
30
Gambar 8. menunjukkan jumlah pasien yang mengalami aterosklerosis sebesar 11 orang (18.3%) dan 49 orang (81.7%) tidak mengalami aterosklerosis.
81,7%
100,0% 80,0% 60,0% 40,0%
CIMT
18,3%
20,0% 0,0% Aterosklerosis
Non Aterosklerosis
Gambar 8. Fekuensi Distribusi CIMT dari Seluruh Pasien
5.2. Beda rerata antara Skor-MI, hsCRP, sTNFR1 dengan CIMT yang positif dan negatif Data pada Skor-MI dan hsCRP memiliki sebaran tidak normal sehingga dianalisis dengan Uji Mann Whitney sedangkan sTNFR1 dianalisis dengan Uji T. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa tidak ada beda rerata antara Skor-MI, hsCRP, sTNFR1 dengan CIMT.
Tabel 6. Beda Rerata antara Skor-MI, hsCRP, sTNFR1 dengan CIMT yang positif dan negatif Variabel Skor-MI hsCRP sTNFR1
CIMT Positif 7(3-16) 3.48(0.35-21.8) 12126(3.608)
Negatif 5(1-17) 5.32(0.45-43.70) 11657(2.834)
p value 0.130* 0.560* 0.639
*Uji Mann Whitney (Distribusi data tidak normal)
Hasil tersebut memperlihatkan Skor-MI (p-value: 0.130) pada kelompok CIMT positif memiliki nilai median (7) lebih tinggi dibandingkan pada kelompok SkorMI dengan CIMT negatif (5). hsCRP (p-value=0.560) dengan nilai CIMT positif
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
31
memiliki nilai median (3.48) lebih rendah daripada kelompok hsCRP dengan CIMT negatif (5.32). Uji t dilakukan antara CIMT dengan sTNFR1 dengan p-value: 0.639 dengan rata-rata kelompok sTNFR1 dengan CIMT positif adalah 12126 dan rata-rata sTNFR1 dengan CIMT negatif adalah 11657
Tabel 7. Beda Rerata antara hsCRP, sTNFR1dengan Skor-MI Variabel hsCRP sTNFR1
Skor-MI Tinggi (n=14) Rendah (n=46) 3.84(0.88-43.70) 6.46(0.35-41.90) 12442 (2221) 11586.9 (3146)
p value 0.733* 0.332
*Uji Mann Whitney (Distribusi data tidak normal)
Hasil tersebut memperlihatkan bahwa tidak ada beda rerata antara hsCRP dan sTNFR1 dengan Skor-MI. Uji Mann Whitney dilakukan pada hsCRP dengan Skor-MI (p-value: 0.733) dengan nilai median (3.84) pada kelompok Skor-MI tinggi, sedangkan pada kelompok Skor-MI rendah memiliki nilai median (6.46). Uji t dilakukan antara Skor-MI dengan sTNFR1 dengan p-value 0.332 dengan rata-rata kelompok sTNFR1 dengan CIMT positif adalah 12442 dan rata-rata sTNFR1 dengan CIMT negatif adalah 11586.
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
32
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Karakteristik Subjek Penelitian Pada penelitian ini didapatkan jumlah pasien HD pria lebih banyak dibandingkan pasien wanita, dengan rerata usia 50.27 + 14.63 tahun. Data dari National health and Nutrition Examination Survey (NHANES) 2013 di Amerika wanita lebih banyak menderita PGTA dengan rata-rata rentang usia terbanyak 4059 tahun. Etiologi PGTA pada subjek penelitian ini terbanyak adalah Glomerulonefritis sebanyak 21 orang (35%), sedangkan menurut
Centre of
Disease Control (CDC) berdasarkan data dari National Health Interview Study, diabetes mellitus adalah etiologi utama dari PGTA di Amerika , 44% dari kasus baru PGK di Amerika disebabkan oleh DM. Namun hasil penelitian Chotima dkk30 di Thailand etiologi utama PGTA yang menjalani HD adalah glomerulonefritis ,sama dengan penelitian ini selain itu perbedaan ini mungkin juga bisa dijelaskan bahwa pada penelitian ini tidak bersifat nasional namun hanya dilakukan pada satu pusat hemodialisis saja, sementara perbedaan rata-rata usia sepertinya juga mungkin disebabkan oleh etiologi yang berbeda dimana glomerulonefritis menyebabkan PGK pada usia yang lebih muda. Durasi HD pada subjek penelitian ini sangat bervariasi, mulai dari 3 bulan sampai dengan 59 bulan (median 23 bulan). Rerata IMT pada penelitian ini adalah sebesar 21.53 + (3.98). Indeks massa tubuh pada penelitian ini cenderung normoweight. Median tekanan darah sistolik dan diastolik berturut-turut 135 dan 80 mmHg, keadaan ini sudah sesuai dengan rekomendasi dari Joint National Committe ke 8 (JNC 8) yang menganjurkan tekanan darah pasien HD < 140/90 mmHg. Rerata Kt/V pada seluruh subjek penelitian 1.49 + 0.35 dengan dosis HD 2 kali seminggu dan lama HD 5 jam tiap kali HD. Menurut National Kidney Foundation nilai Kt/V : 1,2 dengan frekuensi HD tiga kali seminggu sedangkan untuk HD 2 kali seminggu Kt/V : 1,8, maka pasien masuk dalam kategori HD yang tidak adekuat.
32 Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
33
Pada populasi normal proses penyakit kardiovaskular terjadi dalam jangka waktu yang lama namun pada populasi khusus seperti pada PGK, nampaknya sudah terjadi kelainan kardiovaskular bahkan sebelum terjadi PGK. Nilai hsCRP nampaknya merupakan suatu petanda yang menghubungkan antara inflamasi dengan kejadian kardiovaskuler pada pasien PGK. Pada penelitian ini didapatkan median kadar hsCRP sebesar 4.5 mg/dL dengan kadar minimal 0.35 mg/dL dan maksimal 43.70 mg/dL. Subyek penelitian secara klinis stabil, 50% subjek memiliki kadar hsCRP > 3 mg/dL. Nilai hsCRP pada populasi penelitian ini lebih tinggi dibanding pada populasi normal hal ini sesuai dengan penelitian Johanna dkk.31 yang menunjukkan peningkatan nilai CRP selama hemodialisis dan nilai CRP berhubungan dengan risiko kematian. Heidari32 menyebutkan bahwa tingginya kadar CRP mungkin lebih berhubungan dengan risiko trombosis dibanding dengan derajat aterosklerosis. Johanna dkk31 menyebutkan bahwa penggunaan ACE-inhibitor, jenis dialyzer, dan durasi dialisis tidak berhubungan dengan peningkatan kadar CRP. Johanna menyebutkan bahwa terlepas dari nilai CRP sebelumnya, nilai CRP akan meningkat setelah single dyalisis dan peningkatan nilai berkaitan dengan peningkatan risiko kematian dimana peningkatan 1 mg/dL berhubungan dengan risiko kematian 9%.31,33 Rerata sTNFR1 sebesar 11743.5 + 2962.9 pg/mL atau 11.74 + 3 ng/mL. Nilai sTNFR1 ini lebih tinggi dibandingkan dengan populasi normal. Penelitianpenelitian lain sudah menunjukkan bahwa proses penuaan berhubungan dengan proses inflamasi kronik dan menurunnya fungsi filtrasi glomerulus, soluble TNF reseptor1 juga meningkat pada kondisi seperti sepsis bakterial dan penyakit autoimun kronis seperti SLE dan reumatoid artritis semuanya menunjukkan bahwas TNFR1 berhubungan dengan proinflamasi maupun inflamasi kronik. Selsel ginjal seperti sel mesangial, sel podosit dan sel epitel intratubular juga menghasilkan TNF.TNF juga meregulasi set T dalam peranannya pada inflamasi dan autoimunitas.34 Pada penelitian ini nilai tengah Skor-MI sebesar 6 dengan variasi minimal 1 dan maksimal 17. Hal ini menunjukkan kondisi nutrisi populasi penelitian masih bagus. Chazot35 di Perancis menunjukkan bahwa HD jangka lama meningkatkan risiko malnutrisi yang ditunjukkan dengan penurunan berat badan
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
34
dan IMT walaupun dengan pemberian kalori yang cukup, penelitian tersebut dilakukan pada populasi pasien yang sudah menjalani HD selama kurang lebih 25 tahun. Skor nutrisi yang masih bagus pada kelompok penelitian ini mungkin disebabkan karena jangka waktu HD pada penelitian ini paling lama 5 tahun. Pasien yang mengalami aterosklerosis (CIMT > 1 mm) sebesar 11 orang (18.3%) dan 49 orang (81.7%) tidak mengalami aterosklerosis (CIMT < 1 mm). Pada pasien dengan PGK insiden Penyakit Jantung Koroner dan Gagal Jantung Kongestif jauh meningkat dibandingkan pada populasi normal namun pada populasi penelitian ini populasi yang mengalami aterosklerosis lebih sedikit mungkin hal ini disebabkan karena etiologi PGK pada penelitian ini berbeda dibanding dengan penelitian lainnya serta usia populasi penelitian ini lebih muda. 6.2 Perbedaan rerata antara MI Skor, hsCRP, sTNFR1 dengan CIMT yang positif dan yang negatif Data pada MI Skor dan hsCRP memiliki sebaran tidak normal sehingga dianalisis dengan Uji Mann Whitney sedangkan sTNFR1 dianalisis dengan Uji T. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa tidak ada perbedaan rerata antara Skor-MI, hsCRP, sTNFR1 dengan CIMT. Hal ini mungkin bisa dijelaskan karena metode penelitian ini adalah studi potong lintang sehingga sulit mendapatkan hubungan antara inflamasi dan aterosklerosis. Namun jika dilihat tabel 8 nilai Skor-MI dan sTNFR1 meningkat pada CIMT yang positif (aterosklerosis) walaupun tidak bermakna, sementara nilai hsCRP tidak meningkat pada pasien dengan CIMT yang positif. Hal ini mungkin bisa dijelaskan bahwa hsCRP akan meningkat selama dialisis atau intradialisis sementara pada penelitian ini nilai hsCRP diambil pada saat predialisis hingga nilainya lebih rendah, bisa dikatakan bahwa nilai hsCRP kemungkinan bersifat fluktuatif sementara nilai sTNFR1 lebih tinggi karena sitokin proinflamasi ini bersifat lebih stabil pada situasi uremik. Hal ini berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh Zoccali36, yang menyatakan
bahwa
faktor
inflamasi
berperan
penting
dalam
kejadian
aterosklerosis pada pasien PGTA. Pernyataan Zoccali juga didukung oleh Cao yang melibatkan 5.888 subyek dalam penelitiannya. Cao 37 menyatakan bahwa peningkatan CRP berhubungan dengan risiko kejadian aterosklerosis yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan doppler arteria karotis. Penelitian yang Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
35
menghubungkan antara sTNFR1 dengan aterosklerosis pada pasien PGTA sangat terbatas, tetapi jika merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Cortez-Cooper38, didapatkan bahwa sTNFR1 berhubungan dengan aterosklerosis arteri karotis. Banyak faktor yang menyebabkan hsCRP pada kelompok dengan aterosklerosis lebih rendah daripada kelompok yang tidak aterosklerosis. Korish39 menyatakan pemberian antioksidan berupa vitamin E dan vitamin C pada hewan coba dapat menurunkan kadar sitokin inflamasi. Telaah sistematik oleh Coombes 40 menyatakan pemberian antioksidan diantaranya vitamin E dan vitamin C dapat menurunkan stres oksidatif. Oliviera41 menyatakan bahwa makanan yang mengandung serat dapat menurunkan hsCRP. Selain itu obat-obatan seperti penghambat ACE, Angiotensin Receptor Blocker dan N-acetyl Cystein juga dapat menurunkan respon inflamasi. Pada pasien-pasien PGK sendiri akan mengalami peningkatan penebalan tunika intima media arteri karotis ketika menjalani hemodialisis, Jayanta P dkk42 melaporkan bahwa terdapat korelasi yang positif antara penebalan tunika intima media dengan HD yang independen dengan faktor-faktor tradisional. Banyak penelitian lain juga yang menyebutkan adanya hubungan antara marker pro inflamasi dengan penyakit kardiovaskular pada pasien PGK, sudah lama ditemukan bahwa pada pasien PGK terjadi kondisi chronic low grade inflamation dan malnutrisi. Penelitian Zaki A dkk43 pada pasien HD yang sudah menjalani HD lebih dari 6 bulan dengan dosis HD 3 kali seminggu dan durasi HD 4 jam setiap kali dialisis, didapatkan 30% telah mengalami aterosklerosis dengan pemeriksaan doppler arteri karotis. Selain itu Zaki A juga mendapatkan bahwa pada pasien dengan aterosklerosis plak arteri karotis mempunyai kadar CRP yang lebih tinggi. Berbeda dengan penelitian Falaknazi dkk di Iran yang mendapatkan aterosklerosis plak arteri karotis sebesar 56% pada subyek yang 70% hipertensi dan 44% DM dan 16% dengan riwayat penyakit jantung koroner. 43 Penelitian Park AH dkk44 di Korea mendapatkan 12 pasien (20%) dengan aterosklerosis plak dari 60 subyek yang diteliti dan berhubungan secara signifikan dengan meningkatnya usia. Jennifer K, Pai dkk45
melaporkan bahwa sTNFR1
meningkat secara
signifikan pada wanita dengan myocardial infarct yang diikuti selama 8 tahun, sementara hsCRP meningkat pada wanita dan pria , sementara Cesari dkk46
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
36
melaporkan subyek penelitian usia lanjut dengan peningkatan TNF alfa mempunyai risiko relatif untuk penyakit kardiovaskular sebesar 1,79. Ballantyen dkk47 melaporkan pada penelitian pada populasi umum bahwa risiko relatif untuk penyakit jantung koroner adalah 1,72 di antara subjek dengan kadar CRP lebih dari 3 mg/l. Pada pasien HD dapat terjadi peningkatan aktivitas sistem TNF alfa yang ditunjukkan dengan peningkatan ekspresi mRNA, peningkatan protein bebas, peningkatan sTNFR1.48 Kondisi protein energy wasting sering ditemukan pada pasien PGK dan sering juga berhubungan dengan inflamasi, Rafat dkk.14 melaporkan bahwa pada pasien PGK ditemukan peningkatan marker inflamasi dan penurunan yang signifikan dari status nutrisi meliputi albumin, ferrtin, dan serum besi. Pada penelitian ini tidak ditemukan korelasi antara skor malnutrisi inflamasi dengan penebalan tunika intima media namun dari tabel 8 didapatkan hubungan antara sTNFR-1 dengan skor malnutrisi. Pada pasien PGTA paparan terhadap membran dialisat, infeksi yang berulang akan meningkatkan status inflamasi, pada akhirnya hal ini akan berpengaruh terhadap status nutrisi pasien PGTA. Kalantar-Zadeh dkk49 melaporkan mengenai malnutrition-inflamation complex syndrome (MICS) yang dialami oleh pasien yang menjalani HD reguler dan menyebutkan pasien HD yang mempunyai skor malnutri-inflamasi tinggi akan berakibat lebih buruk seperti angka perawatan di rumah sakit. Pisetkul C dkk30 di Thailand mendapatkan bahwa Skor-MI yang tinggi berhubungan secara signifikan dengan terjadinya aterosklerosis pada arteri karotis, tetapi tidak ada korelasi dengan marker inflamasi hsCRP. Elsurer R dkk50 di Turkey melaporkan bahwa Skor-MI pada pasien HD dengan Anti HCV yang positif lebih tinggi pada pasien yang mengalami aterosklerosis
dibandingkan dengan pasien HD
yang
non-
aterosklerosis.
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
37
Tabel 8. Penelitian lain yang melihat beda rerata antara CIMT dengan hsCRP dan Usia Peneliti
Tahun
Wilayah
Pasien (n)
CIMT & hsCRP (p)
CIMT & Usia (p)
2008
Turkey
42
< 0.01
-
2013
China
62
< 0.05
> 0.05
2004
Turkey
92
< 0.001
< 0.001
Park K A, dkk
2013
Korea
60
0.209
0.008
Zaki A45
2008
Mesir
50
0.005
0.000
Akdag I, dkk 51 52
Ren H, dkk
53
Kiykim A A, dkk 43
Penelitian lain yang melihat beda rerata antara CIMT positif dan negatif dengan hsCRP antara lain penelitian Akdag
dkk51 tahun 2008 di Turkey ;
penelitian Ren H dkk52 tahun 2013 di China ; penelitian Kiykim A A dkk.53 tahun 2004 di Turkey ; dan penelitian Zaki A dkk.45 tahun 2008 di Mesir mendapatkan nilai p < 0.05 (bermakna). Sedangkan penelitian Park K A dkk43 pada tahun 2013 di Korea mendapatkan p > 0.05 tidak ada perbedaan rerata antara CIMT positif dan negatif dengan hsCRP.
6.3 Beda rerata antara hsCRP, sTNFR1 dengan Skor-MI Pada tabel 7 bisa kita lihat tidak terdapat beda rerata antara penanda inflamasi kronik sTNFR1 dengan status nutrisi dalam hal ini Skor-MI, antara hsCRP dan Skor-MI juga tidak ada beda rerata. Hasil penelitian Avesani dkk54 di Swedia, pada pasien PGTA sering didapatkan malnutrisi energi protein yang disertai dengan proses inflamasi derajat rendah yang ditandai dengan meningkatnya kadar penanda pro inflamasi yang bersirkulasi seperti interleukin-6 dan CRP. Proses inflamasi akan mempengaruhi status nutrisi melalui beberapa hal : menurunnya selera makan, meningkatnya katabolisme protein, inflamasi juga akan menekan ekspresi gen albumin yang menyebabkan berkurangnya produksi albumin serum. Pada keadaan inflamasi juga terjadi katabolisme protein otot yang mengakibatkan pengurangan massa otot dan kadar kreatinin darah sehingga inflamasi akan berpengaruh besar pada komposisi tubuh. Meskipun tidak sebagai penyebab langsung kematian pasien HD, pasien dengan malnutrisi dari berbagai penelitian mempunyai resiko kematian yang tinggi. Selain itu pasien HD dengan
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
38
hipoalbuminemia juga dilaporkan mempunyai resiko kematian yang tinggi. Malnutrisi
pada pasien dalisis juga sering menyebabkan anemia dan pada
keadaan inflamasi dan malnutrisi ini respon terhadap pemberian eritropoeitin kurang baik, hal ini biasanya dikaitkan dengan tingginya kadar sitokin proinflamasi. Pada pasien dialisis hubungan antara kondisi nutrisi yang buruk dan dampaknya pada penyakit kardiovaskuler ini memberi data epidemiologi yang berbeda atau terbalik bila dibandingkan dengan populasi umum dan ini oleh Kalantar-Zadeh disebut reverse epidemiology, karena pada populasi umum justru kondisi obesitas yang dihubungkan dengan meningkatnya risiko penyakit kardiovaskuler.12 Banyak usaha yang sudah dilakukan untuk memperbaiki nutrisi pada pasien HD seperti konseling nutrisi yang intensif, pemberian nutrisi secara enteral dan parenteral yang diberikan saat dialisis tetapi hasilnya masih kurang memuaskan.
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
39
KETERBATASAN PENELITIAN Desain penelitian potong lintang sehingga sulit untuk melihat adanya hubungan sebab akibat
antara faktor inflamasi,
malnutrisi dan
aterosklerosis. Pemilihan pasien yang stabil dan dianggap sudah homogen belum tentu menggambarkan pasien hemodialisis yang ada. Penilaian status nutrisi menggunakan skor MI, yang bersifat lebih obyektif Pemeriksaan sitokin pro inflamasi menggunakan sTNFR1 dimana marker ini stabil pada kondisi uremik
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
40
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
VII.1.Simpulan •
Tidak terdapat beda rerata Skor-MI antara pasien yang mengalami aterosklerosis dan yang tidak aterosklerosis
•
Tidak terdapat beda rerata kadar hsCRP antara pasien yang mengalami aterosklerosis dan yang tidak aterosklerosis
•
Tidak terdapat beda rerata kadar sTNFR1 antara pasien yang mengalami aterosklerosis dan yang tidak aterosklerosis
VII.2.Saran •
Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan desain studi kohort untuk mencari hubungan sebab akibat dengan besar sampel yang sesuai
•
Pada pasien HD perlu pengelolaan nutrisi yang optimal dan usaha pencegahan dan pengobatan inflamasi
•
Untuk evaluasi status nutrisi pasien HD sebaiknya dilakukan pemeriksaan Skor-MI secara berkala dan dapat dipakai sebagai target terapi
•
Untuk unit hemodialisis di Indonesia perlu dilakukan perubahan mengenai dosis HD, penggunaan dialyzer yang non-reuse dan high-flux
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Coresh J, Selvin E, Stevens LA, Manzi J, Kusek JW, Eggers P, et al. Prevalence of chronic kidney disease in the United States. JAMA 2007 ; 208 : 2038-47. 2. Dharmeizar. Epidemiologi dan penatalaksanaan penakit ginjal kronik.Dalam : Sja’bani M, Dharmeizar, Lestariningsih, Purwanto B, eds.Simposium nasional peningkatan pelayanan penyakit ginjal kronik masa kini, Joglosemar 2012, edisi 1,Yogyakarta : PERNEFRI wilayah Yogyakarta ; 2013. 3. Perhimpunan Nefrologi Indonesia. 5th Annual report of Indonesian Renal Registry, Bandung : PERNEFRI wilayah Bandung ; 2013. 4. Dewayani R. Penyakit jantung koroner pada ‘chronic kidney disease’. J Kardiol Ind 2007 ; 28 : 387-95. 5. Tao Li PK, Chow KM. Infectious complication in dialysis-epidemiology and outcome. Nat. Rev. Nephrol 2011 : 1-12. 6. Depper TA, Daugirdas JT, Goldstein S, Ing TS, Kumar V, Meyer KB, et al. Hemodialysis adequacy 2006. Am J Kidney Dis 2006 ; Suppl 1: S6-S7. 7. Susantitaphong P, Riella C, Jaber BL. Effect of ultrapure dialysate on markers of inflamation, oxidative stress, nutrition and anemia parameters : metaanalysis. Nephrol Dial Transplant 2013 : 1-9. 8. Rashidi AA, Suleimani AA, Nikoueinejad H, Sarbolouki S. The evaluation of increase in hemodialysis frequency on C-reactive protein levels and nutritional status. Acta Med Iran 2013 ; 51(2) : 119-24. 9. Lacson E, Wang W, Mooney A, Ofsthun N, Lazarus M, Hakim RM. Abandoning peracetic acid based dialyzer reuse is associeted with improved survival. Clin J Am Soc Nephrol 2011 ; 6 : 297-302. 10. Ward RA, Ouseph R, McLeish KR. Effects of high-flux hemodialysis on oxidant stress. Kidney Int 2003 ; 63 : 353-9. 11. Sutarka N, Suwitra K, Loekman JS, Sudhana W, Kandarini Y, Martadiani ED, Margiani N. Hubungan penyakit ginjal kronis predialisis dengan beberapa parameter penyakit aterosklerosis arteri karotis.J Peny Dalam 2010 ;11: 171-5.
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
42
12. Kalantar-Zadeh K, Ikizler A, Block G, Avram MM, Kopple JD. Malnutritioninflamation complex syndrome in dialysis patients : cause and consequences. Am J Kidney Dis 2003 ; 42 :864-81. 13. Razeghi E, Omati H, Maziar S, Khashayar P, Mahdavi-Mazdeh M. Chronic Inflamation increases risk in hemodialysis patients. Saudi J Kidney Dis Transplant 2008 ; 19(5) : 785-9. 14. Raafat M, Metwaly A, Khalik AA, Abu-Zikri N, Madkour M, Hussein N. Inflamatory and nutritional biomarkers : role as non traditional risk factor for cardiovascular morbidity in patients with chronic kidney disease. Life Sci J 2012 ; 9(2) : 1109-16. 15. Riemsdijk IC, Baan CC, Hesse CJ, Loonen EHM, Niesters HGM, Zietse R et al. TNF-α:mRNA, plasma protein levels and soluble receptors in patients on chronic hemodialysis and CAPD with end stage renal failure. Clin Nephrol 2000;53:115-23. 16. Foque D, Passlick-Deetjen J. Management of renal patient : clinical algorithm on nutritional status and its relationship to inflamation. Lengerich; Pabst Sciences Publisher, 2003. 17. Cheung AK, Sarnak MJ, Yan G, Berkoben M, Heyka R, Kaufman A, Lewis J, Rocco M, Toto R, Windus D, Ornt D, Levey AS. Cardiac diseases in maintenance hemodialysis patients : Result of the HEMO Study. Kidney Int 2004 ; 65 : 2380-9. 18. Konsensus nutrisi pada penyakit ginjal kronik. Edisi1,Jakarta:PERNEFRI; 2013. 19. Kalantar-Zadeh K. Inflamatory marker mannia in chronic kidney disease : Pentraxis at the crossroad of universal soldiers of inflamation. Clin J Am Soc Nephrol 2007 ; 2 : 872-5. 20. El-Banawy S, Emara ES, Kandil MH, Khalil ES, Muharem D. Atherosclerosis in hemodialysis patients : relation to chronic inflamation and endothelial dysfunction. JMRI 2007 ; 28(2) : 131-41. 21. Vielhauer V, Mayadas TN. Functional of TNF and its receptors in renal disease: distinct roles in inflammatory tissue injury and immune regulation. Semin Nephrol 2007;27(3):286-308.
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
43
22. Powell AC, Bland LA, Oettinger CW, McAllister SK, Oliver JC, Arduino MJ et al. Lack of plasma interleukin Iβ or tumor necrosis factor-α elevation during unfavorable hemodialysis conditions. J Am Soc Nephrol.1991;2:1007-13 23. Aderka D, Engelmann H, Maor Y, Brakebusch C, Wallach D. Stabilization of bioactivity of tumor necrosis factor by its soluable receptors. J Exp Med. 1992;175:323-9. 24. Moody WE, Edward NC, Chue CD, Ferro CJ, Townend JN. Arterial disease in chronic kidney disease. Heart 2013 ; 99 : 365-72. 25. Patel MI, Sachan R, Parihar A, Sethi R. Association between intima-media thickness of the carotid artery and risk factors for cardiovascular disease in patients on maintenance hemodialysis.IJSR 2012 ; 2(4) : 1-5. 26. An WS, Son YK. Vascular calcification on plain radiographs is associated with carotid intima media thickness, malnutrition and cardiovascular events in dialysis patients : a prospective obsevational study. Nephrology 2013 ; 14(27) : 1-8 27. Chung S, Koh ES, Shin SJ, Park CW. Malnutrition in patients with chronic kidney disease. OJIM 2012 ; 2 : 89-99. 28. Rao
P,
Reddy GC,
Kanagasabapathy AS.
Malnutrition-inflamation-
atherosclerosis syndrome in chronic kidney disease. Indian J Clin Biochem 2008 ; 23(3) : 209-17 29. Stenvinkel P. What can be done to limit protein energy wasting and its consequences in dialysis patients? Semin dialysis ; 26(1) : 16-39. 30. Pisetkul C, Chanchairujira K, Chotipanvittayakul N, Ong-Ajyooth L, Chanchairujira
T.
Malnutrition-inflamation
score
associated
with
atherosclerosis, inflamation and short-term outcome in hemodialysis patients. J Med Assoc Thai 2010; 93 : S147-56. 31. Korevaar JC, Van Manen JG, Dekker FW, De Waart DR, Boeschoten EW, Krediet RT. Effect off an increase in C-Reactive Protein level during a hemodialysis session on mortality. J Am Soc Nephrol 2004 ; 15 : 2916-22. 32. Heidari B. C-reactive protein and other markers of inflamation in hemodialysis patients. Caspian J Intern Med 2013 ; 4(1) : 611-6.
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
44
33. Soska V, Sobotova D. C-reactive protein and hemodialysis treatment. Klin Biochem Metab 2008 ; 16(37) : 194-7. 34. Vielhauer V, Mayadas TN. Functions of TNF and its receptors in renal disease distinc roles in inflamatory tissue injury and immune regulation. Semin Nephrol 2007 ; 27(3) : 286-308. 35. Chazot C, Laurent G, Charra B, Blanc C, Vo Van C, Jean G, Vanel T, Terrat JC, Ruffet M. Malnutrition in long-term haemodialysis survivors. Nephrol Dial Transplant 2001; 16 : 61-9. 36. Zoccali C, Bernedetto FA, Mallamaci E, Tripepi G, Fermo I, Foci A, Paroni R, Malatino LS. Inflamation is associated with carotid atherosclerosis in dialysis patients. J Hypertens 2000 ; 18(9) : 1207-13. 37. Cao JJ, Arnold AM, Manollo TA, Polak JF, Psati BM, Hirch CH, Kuller LH, Cushman M.Association of carotid artery intima media thickness, plaques, and C-reactive protein with future cardiovascular disease and all cause mortality. Circulation 2007 ; 116(1) : 32-8. 38. Cortez-Cooper M, Meaders E, Stallinos J, Haddow S, Kraj B, Sloan G, McCully KK, Cannon JG. Soluble TNF and IL-6 receptors : indicators of vascular health in women without cardiovascular disease. Vasc Med 2013 ; 18(5) : 282-9. 39. Korish AA. Multiple antioxidants and L-arginine modulate inflamation and dyslipidemia in chronic renal failure rats. Ren Fail 2010 ; 32(2) : 203-13. 40. Coombes JS, Fasset RG. Antioxidant therapy in hemodialysis patients : a systematic review. Kidney Int 2012 ; 81(3) : 233-40. 41. Oliveira A, Rodriguez-Artalejo F, Lopes C. The association of fruit, vegetables, antioxidant vitamins and fibre intake with high-sensitivity Creactive protein : sex and body mass index interactions. Eur J Clin Nutr (2009) ; 63 : 1345-52. 42. Paul J, Dasgupta S, Ghosh MK. Carotid Artery intima media thickness as a surrogate marker of atherosclerosis in patients with chronic renal failure and hemodialysis. North Am J Med Sci 2012 ; 4(2) : 80-7.
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
45
43. Zaki A, El-Hefni S, Saleh A, Ammar Y, El-Banawi H. The association between malnutrition, inflamation and atherosclerosis in hemodialysis patients. J Med Res Ins 2008 ; 29(2) : 150-61. 44. Falaknazi K, Tajbakhsh R, Sheikholeslami FH, Taziki O, Fassihi F, Rahbar K, Haghighi AN. Evaluation of association between intima-media thickness of the carotid artery and risk factors for cardiovascular disease in patients on maintenance hemodialysis. Saudi J Kidney Dis Transpl 2012 ; 23(1) : 31-6. 45. Park KA, Jo, HM, Han JS, Kim MJ, Kwun DH, Park MY, Choi SJ, Kim JK, Hwang SD. Features of atherosclerosis in hemodialysis patients. Kidney Res Clin Pract 2013 ; 32 : 177-82. 46. Cesari M, Kritchevsky SB, Baumgartner RN, Atkinson HH, Penninx BW, Lenchik L, Palla SL, Ambrosius WT, Tracy RP, Pahor M. Sarcopenia, obesity and inflamation- result from the trial of
angiotensin converting enzyme
inhibition and novel cardiovascular risk factors study.Am J Clin Nutr 2005 ; 82 : 428-34. 47. Ballantyne CM, Hoogeveen RC, Bang H, Coresh J, Folsom AR, Heiss G, Sharrett AR.Lipoprotein associated phospholipase A2, high sensitivity CReactive Protein, and risk for incident coronary heart disease in middle aged men and women in the atherosclerosis risk in communities (ARIC) Study.Circulation 2004 ; 109 : 837-42. 48. Van Riemdijk CC, Loonen EHM, Knoop CJ, Betonico GN, Neisters HGM, Zeitze R, et al.T cells activate the tumor necrosis factor-α system during hemodialysis, resulting in tachyphylaxis.Kidney Int J 2001; 59 : 883-92 49. Kalantar –Zadeh K, Kopple J, Humpreys MH, Block G. Comparing outcome predictability of markers of malnutrition-inflamation complex syndrom in hemodialysis. Nephrol Dial Transplant 2004; 19 : 1507-19. 50. Elsurer R, Afsar B, Sezer S, Arat Z, Ozdemir FN, Haberal M. Malnutrition inflamation score is associated with coronary artery disease in Hepatitis C virus-infected hemodialysis patients. Eur J Clin Nutr 2008 ; 62 : 1449-54. 51. Akdag I, Yilmaz Y, Kahvecioglu S, Bolca N, Ercan I, Ersoy A, Gullulu M. Clinical value of the malnutrition-inflamation-atherosclerosis syndrome for long-term prediction of cardiovascular mortality in patients with end stage
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
46
renal disease : a 5-year prospective study. Nephron Clin Pract 2008 ; 108: 99105. 52. Ren H, Zhou X, Luan Z, Luo X, Han S, Cai Q, Rui W, Li Y. The relationship between carotid atherosclerosis, inflamatory cytokines, and oxidative stress in middle-aged and elderly hemodialysis patients. Int J Nephrol 2013 : 1-5. 53. Kiykim AA, Camsari A, Kahraman S, Arici M, Altun B, Cicek D, Erdem Y, Yasavul U, Turgan C, Caglar S, Oto A.Increased incidence of carotid artery wall changes and associated variables in hemodialysis patients without symtomatic cardiovascular disease. Yonsei Med J 2004 ; 45(2) : 247-54. 54. Avesani CM, Carrero JJ, Axelsson J, Qureshi AR, Lindholm B, Stenvinkel P. Inflamation and wasting in chronic kidney disease : partner in crime. Kidney Int 2006 ; 70 : S8-13.
. Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
47
Lampiran 1
STATUS PASIEN Anamnesis Lingkari jawaban yang benar atau jawablah pertanyaan di bawah ini dengan tepat dan benar. A. Identitas 1. Nama
:
2. Nomer rekam medis
:
3. Jenis kelamin/umur
:
4. Status pernikahan
:
5. Agama
:
6. Pendidikan
:
7. Suku
:
8. Pekerjaan
:
9. Alamat
:
B. Anamnesis , Pemeriksaan fisik dan laboratorium sesuai dengan tabel dari Malnutrisi Inflamasi skor
Pemeriksaan Fisik Kesadaran
:
Tekanan Darah
:
Frekuensi Nadi:
Frekuensi Pernapasan :
Suhu
:
Tinggi Badan:
cm
Berat Badan:
kg
Indeks Massa Tubuh : Kecukupan volume/cairan:
Turgor:
Kelembaban kulit:
Lidah:
Tekanan Vena Jugular: Jantung
:
Paru
:
Abdomen
:
Ekstremitas
:
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
48
Lampiran 1 (lanjutan) Laboratorium (tanggal pemeriksaan laboratorium) Hemoglobin
:
Hematokrit
:
Leukosit
:
Trombosit
:
Ureum
:
Kreatinin
:
hs-CRP
:
sTNF-R1
:
CIMT
:
Penilaian Skor MI
:
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
49
Lampiran 2 Skor Malnutrisi Inflamasi (skor MI) Skor
Komponen MI
0
1
2
3
<0,5 kg
0,5 -1,0 kg
>1 kg tapi <5%
≥5%
A
Riwayat Medis
1.
Perubahan berat badan kering di akhir dialisis (perubahan secara keseluruhan pada 3-6 bulan terakhir)
2.
Asupan diit
Nafsu makan baik, asupan diit tidak menurun
Asupan diit suboptimal
Berkurangnya asupan makan padat dan cair
Hypocaloric liquid to starvation (starvasi karena diit cair pun tidak masuk)
3.
Gejala GI
Tidak ada gejala, nafsu makan baik
Gejala ringan, nafsu makan buruk, atau kadang mual
Kadang muntah atau gejala GI sedang
Sering diare atau muntah atau anoreksia berat
4.
Kapasitas fungsional (hubungan nutrisi degnan gangguan fungsional)
Kapasitas fungsional normal, merasa sehat
Kadang sulit melakukan aktivitas dasar atau seirng merasa lelah
Sulit melakukan aktivitas mandiri (misalnya pergi ke kamar mandi)
Bed/chair-ridden atau aktivitas fisik minimal sampai tidak ada
5.
Komorbiditas, termasuk lama (tahun) dialisis
Tanpa komorbiditas
Komorbiditas ringan (tanpa KKM†)
Komorbiditas sedang (termasuk 1 KKM)
Dalam dialisis 1 4 tahun
Dalam dialisis >4 tahun
Setiap komorbiditas berat, multipel (≥2 KKM)
Dalam dialisis <1 tahun
B
Pemeriksaan fisik
6.
Berkurangnya cadangan lemak atau kehilangan lemak subkutan (dibawah mata, trisep, bisep, dada)
Tidak ada perubahan
Ringan
Sedang
Berat
7.
Tanda kehilangan massa oto (kening, klavikula, skapula, costae, kuadrisep, lutut, interoseus)
Tidak ada perubahan
Ringan
Sedang
Berat
C
Ukuran tubuh
8.
Indeks massa tubuh
≥20
18-19,9
16-17,99
<16
2
(kg/m ) D
Parameter laboratorium
9.
Albumin serum (g/dL)
≥24
3,5-3,9
3,0-3,4
<3
10.
Total iron-binding capacity serum (mg/dL)
≥250
200-249
150-199
<150
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
50
Lampiran 3 ‘Penjelasan mengenai penelitian Hubungan antara Skor Malnutrisi-Inflamasi, CReactive Protein dan soluble Tumor Necrosis Factor Receptor-1 dengan terjadinya aterosklerosis. Tim peneliti di Subbagian Ginjal Hipertensi Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, sedang melakukan penelitian untuk mengetahui dapatkah penanda yang disebut Skor Malnutrisi-Inflamasi atau skor yang bisa menunjukkan pengaruh reaksi radang terhadap gangguan nutrisimenjadi prediktor tejadinyapenebalan dan kekakuan pembuluh darah, bila terjadi di jantung disebut Penyakit Jantung Koroner pada pasien yang menjalani hemodialisis atau cuci darah. Seperti penelitian sebelumnya diketahui bahwa angka kejadian penyakit jantung koroner pada pasien yang menjalani cuci darah cukup tinggi yaitu 30%.Penyakit jantung koroner pada pasien yang menjalanicuci darah peran dari faktor peradangan atau infeksi sangat penting, selain penebalan dan kekakuan pembuluh darah, reaksi radang juga akan berpengaruh terhadap gangguan nutrisi atau status gizi yang buruk.Data-data pada Skor Malnutrisi-Inflamasi pada pusat cuci darah pada umumnya sudah ada, jadi dengan mudah dan cepat dapat dihitung Skor tersebut dan bila skor dapat memprediksi terjadinya penyakit jantung koroner maka dokter akan dapat melakukan pencegahan ataupun pengobatan terhadap komplikasi yang terjadi.Penelitian ini melibatkan 81 pasien yang menjalani cuci darah sudah lebih dari 3 bulan dan kurang dari 5 tahun dan dalam keadaan stabil. Penelitian ini akan dilakukan di RSCM dan RS fatmawati. Untuk mengetahui terjadinya penebalan dan kekakuan pembuluh darah maka akan dilakukan pemeriksaan USG doppler pada pembuluh darah karotisyang berada disekitar leher bagian depan kanan dan kiri. Pada penelitian ini juga akan dilihat penandaterjadinya reaksi radang yang lain seperti High sensitive C-Reactive Protein yang sudah banyak diteliti dan ada hubungan antara penanda tersebut dengan terjadinya penyakit jantung koroner dan Soluble Tumor Necrosis Factor Receptor-1yang merupakan penanda reaksi radang yang stabil pada kondisi penyakit ginjal tahap akhir. Dengan menggunakan Skor Malnutrisi-Inflamasi yang sederhana dan mudah ini akan dilihat apakah ada hubungannya dengan terjadinya penebalan dan kekakuan pembuluh darah atau penyakit jantung koroner pada pasien yang menjalani cuci darah rutin. Bila anda bersedia ikut penelitian, dokter/perawat akan mengambil darah anda sejumlah 10 cc atau kira-kira 1 sedok makan pada saat akan menjalani cuci darah. Darah tersebut akan dikirim oleh dokter ke Laboratorium Prodia yang akan melakukan pemeriksaan kadar High Sensitive C-Reactive Protein dan Soluble Tumor Necrosis Factor Receptor-1. Tindakan pengambilan darah ini cuma satu kali, umumnya tidak berbahaya bila dikerjakan oleh tenaga medis berpengalaman, namun dapat menimbulkan nyeri ringan maupun memar pada tempat tusukan. Terkadang tindakan ini juga dapat menimbulkan perdarahan ringan, infeksi dan atau sedikit bengkak warna biru yang baru sembuh setelah beberapa hari. Bila timbul efek samping akibat penelitian ini, anda akan diberi pertolongan dan dibebaskan dari biaya yang diperlukan untuk itu. Anda juga dibebaskan dari biaya memeriksakan darah ke Laboratorium Prodia seperti yang disebut diatas untuk keperluan penelitian dengan tidak lupa membawa formulir khusus yang diberikan oleh peneliti kepada anda. Anda bebas menolak untuk ikut dalam penelitian ini. Bila anda telah memutuskan untuk ikut dalam penelitian ini, anda juga bebas untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa menyebabkan berubahnya kualitas pelayanan dokter terhadap anda.
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
51
Lampiran 3 (lanjutan) Semua data penelitian ini akan diperlakukan secara rahasia sehingga tidak memungkinkan orang lain menghubungkannya dengan anda. Selama anda ikut dalam penelitian, setiap informasi baru yang dapat mempengaruhi pertimbangan anda untuk terus ikut atau berhenti dari penelitian ini akan segera disampaikan pada anda. Bila anda tidak menaati instruksi yang diberikan oleh para peneliti, anda dapat dikeluarkan setiap saat dari penelitian ini. Bila anda memutuskan untuk tidak ikut dalam penelitian ini anda akan tetap menjalani cuci darah secara rutin dan penatalaksanaan rutin sebagaimana yang anda tempuh selama ini, yaitu konsultasi berkala, pemeriksaan laboratorium dan pengobatan sesuai kondisi anda. Anda diberi kesempatan untuk menanyakan semua hal yang belum jelas sehubungan dengan penelitian ini. Bila sewaktu-waktu terjadi efek samping atau anda membutuhkan penjelasan, anda dapat menghubungi dokter J. Sarwono di Subbagian Ginjal Hipertensi, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jalan Diponegoro no. 71, Jakarta. Nomer telpon Subbagian Ginjal Hipertensi 021-3141203, nomer Handphone 0818722707. ____________________________
Formulir Persetujuan
Semua penjelasan diatas telah disampaikan kepada saya dan semua pertanyaan saya telah dijawab oleh dokter. Saya mengerti bahwa bila masih memerlukan penjelasan saya akan mendapat jawaban dari dr. J. Sarwono. Dengan menandatangani formulir ini, saya setuju untuk ikut dalam penelitian ini.
Tandatangan pasien/subyek
Tanggal
(Nama jelas : ..................................)
Tandatangan saksi
(Nama jelas : ...................................)
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
52
Lampiran 4
SURAT PERSETUJUAN IKUT PENELITIAN Yang bertanda-tangan di bawah ini: Nama
:
Tgl lahir/umur
:
Jenis kelamin
:
Pekerjaan
:
Alamat
:
Nomer telpon/HP
:
Setelah mendapat keterangan secukupnya serta menyadari manfaat dan resiko penelitian ini yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA SKOR MALNUTRISIINFLAMASI, C-REACTIVE PROTEIN DAN SOLUBLE TUMOR NECROSIS FACTOR RECEPTOR-1 DENGAN TERJADINYA ATEROSKLEROSIS PADA PASIEN HEMODIALISIS” dengan suka rela menyetujui untuk diikutsertakan dalam penelitian di atas dengan catatan bila merasa dirugikan dalam bentuk apapun, berhak membatalkan persetujuan ini setiap waktu.
Jakarta, ........................... Saksi,
Yang menyetujui,
(......................................)
(.........................................) Peneliti,
(dr. J. Sarwono, SpPD)
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
53
Lampiran 5
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
54
Lampiran 6
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014
55
Lampiran 7
Universitas Indonesia Skor malnutrisi ..., Johanes Sarwono, FK UI, 2014