UNIVERSITAS INDONESIA
EFEKTIFITAS KONSELING ANALISIS TRANSAKSIONAL TENTANG DIET CAIRAN TERHADAP PENURUNAN INTERDIALYTIC WEIGHT GAIN (IDWG) PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS YANG MENJALANI HEMODIALISA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH TEGAL
TESIS
Sri Hidayati 1006834025
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DEPOK NOVEMBER 2012
iii Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
EFEKTIFITAS KONSELING ANALISIS TRANSAKSIONAL TENTANG DIET CAIRAN TERHADAP PENURUNAN INTERDIALYTIC WEIGHT GAIN (IDWG) PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS YANG MENJALANI HEMODIALISA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH TEGAL
TESIS Diajukan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Medikal Bedah
Sri Hidayati 1006834025
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DEPOK NOVEMBER 2012 iv Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
HALAMANPERNYATAANORISINALITAS
Tesis ini adalah basil karya saya sendiri,
Dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
TeJah saya nyatakan dengan benar
Nama
: Sri Hidayati
:%15
NPM Tanda Tangan
: 8 Januari 2013
Tanggal
ii
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
HALAMAN PENGESAHAN
Tesls ini diajukan oleh Nama : SRI HillAYAII NPM : 1006834025 Program Studi : Magister llmu Keperawaten Judul Tesis : Efektifitas Konseling Aoalisis Transaktional lentang Diet Cairan terhadap Penuruoan Interdialytic Weight Gain (IDWG) Pasien Gaga! Ginja! Kronik yang menja!ani Terapi Hemodlalisa di Rumah Sakit Umum Kardinah Kola Tega!.
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Keperawatan pada Program Studi Magister I1mu Keperawaian, Fakultas llmu
Keperawatan, Universitas Indonesia
DEWANPENGUn
Pemhimbing I
: Dr. Raina Sitorus, S.Kp., MApp., Sc.
.
(
~
'
\1--/
Pembimbing IT
: Masfuri, S.Kp., MN.
(
Penguji I
: Riri Maria, S.Kp., MANP.
(
Penguji II
; Ns. Diana Irawati M.Kep., Sp., KMB
( ..
iii
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
~ ~:
)
)
)
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLlKASI
TUGAS AKHIR UNTUKKEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Sri Hidayati NPM : 1006834025 Program Studi : Magister I1mu Keperawatan, Keperawatan Medikal Bedah Fakultas : Ilmu Keperawatan Jenis Karya : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikun kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Efektifitas Konseling Analisis Transaktional Tentang Diet Cairan Terhadap Penurunan lnterdialytic Weight Gain (IDWG) Pasien Gaga! Ginjal Krenik Yang Menjalani Hemodialisa Di RSUD Kardinah Kota Tegal. Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantwnkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenamya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 15 Januari 2013 Yang jenyatakan
/'
(Sri Hidayati)
vi
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH UNIVERSITAS INDONESIA Tesis, Januari 2013 Sri Hidayati Efektifitas Konseling Analisis Transaktional tentang Diet Cairan Terhadap Penurunan Interdialytic Weight Gain Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa Di RSUD Kardinah xiii + 95 hal + 3 skema + 21 tabel + 12 lampiran Abstrak Konseling analisis transaktional merupakan bentuk konseling yang dapat diterapkan untuk mengatasi kenaikan interdialytic weight gain pada pasien chronic kidney disease. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas konseling analisis transaktional tentang pembatasan cairan terhadap penurunan interdialytic weight gain pada pasien chronic kidney disease yang menjalani hemodialisa. Penelitian ini menggunakan desain quasi experiment dengan pendekatan pretest-posttest control group. Responden penelitian ini sebanyak 24 responden. Analisis bivariat dan univariat menggunakan uji statistik t-test dan annova. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konseling analisis transaktional berpengaruh terhadap penurunan interdialytic weight gain dengan nilai p=0,0003. Perawat disarankan menerapkan konseling analisis transaktional ini guna mengantisipasi peningkatan interdialytic weight gain yang berlebihan. Kata kunci : Perawat, Analisis Transaktional, chronic kidney disease, hemodialisa, Interdialytic Weight Gain. Daftar Pustaka 62 (1989 – 2012)
iv Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
POST GRADUATE NURSING FAKULTY OF NURSING UNIVERSITAS INDONESIA Thesis, on January 2013 Sri Hidayati
Title The Effectiveness of Transactional Analysis Counseling about Liquid Diet towards The Reduction of Interdialytic Weight Gain In Patients with Chronic Renal Failure who were undergoing Hemodialysis in Kardinah Hospital xiii + 95 pages + 3 schemes + 21 tables + 12 attachments Abstract Transactional analysis counseling is a tipe of counseling that can be applied to addres of interdialytic weight gain in patients with chronic kidney disease. The goal of this research was to determine the effectiveness of transactional analysis counseling on a fluid restriction interdialytic weight gain in patients with chronic kidney disease undergoing hemodialysis. This study used a quasi experiment design approach to pretest-posttest control group. The respondents of this study were 24 patients. Univariate and bivariate analyzes were using the statistical of test t-test and ANNOVA. The study conclude that transactional analysis counseling effects the in reducting of interdialytic weight gain with p = 0.0003. Therefore, nurses are advised to apply transactional analysis counseling to anticipate interdialytic weight gain.
Keywords : Nurse, Transactional Analysis, hemodialysis, Interdialytic Weight Gain
Chronic
Bibliography 62 (1989 - 2012)
v Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
Kidney
Disease,
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah dengan rasa syukur kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat dan karunia-NYA sehingga penulis dapat dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Medikal Bedah Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa dengan terselesaikannya tesis ini berkat bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih.
1. Ibu Dewi Irawati, M.A., PhD, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia 2. Ibu Astuti Yuni, S.Kp., MN., selaku Ketua Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan 3. Ibu Dr. Ratna Sitorus, S.Kp., M.App., Sc, selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, masukan, saran serta arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini 4. Bapak Masfuri, S.Kp., MN, selaku pembimbing II yang memberikan masukan, bimbingan, serta saran sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini 5. Seluruh dosen dan staf karyawan Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang telah membantu dan memfasilitasi penulis selama menjalani proses pendidikan 6. Rekan-rekan mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, khususnya untuk temen-teman kekhususan Keperawatan Medikal Bedah. 7. Tercinta dan tersayang untuk suamiku M. Subkhi, S.T. dan kedua malaikat kecilku (Nizar dan Zafran) yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan dengan penuh kesabaran. 8. Dua bidadariku (Nila dan Lutfi) yang selalu menjaga malaikat kecilku dengan sepenuh hati dan keikhlasan.
vi Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu penulis mohon maaf dan tidak lupa penulis mohon saran dan masukan yang membangun demi peningkatan ilmu pengetahuan. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi ilmu keperawatan sehingga dapat memberikan pelayanan asuhan keperawatan yang profesional.
Depok, 27 Desember 2012 Penulis
vii Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN .............................................................................. HALAMAN JUDUL ............................................................................. HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................... KATA PENGANTAR ............................................................................ DAFTAR ISI .......................................................................................... DAFTAR TABEL .................................................................................... DAFTAR SKEMA ................................................................................... DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
i ii iii iv viii ix x xi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................
1 5 6 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gagal Ginjal Kronis .................................................................. 2.1.1 Definisi ........................................................................ 2.1.2 Etiologi .......................................................................... 2.1.3 Patofisiologi ................................................................... 2.1.4 Manifestasi Klinis .......................................................... 2.1.5 Perjalanan Klinis ............................................................ 2.1.6 Penatalaksanaan ............................................................ 2.1.7 Pencegahan dan komplikasi ...........................................
8 8 9 10 13 15 16 19
2.2 Hemodialisa ........................................................................... 2.2.1 Definisi ......................................................................... 2.2.2 Tujuan ........................................................................... 2.2.3 Komplikasi .................................................................... 2.2.3 Interdialytic Weight Gain (IDWG) .................................
21 21 21 22 24
2.3 Asuhan Keperawatan .............................................................. 2.3.1 Pengkajian ..................................................................... 2.3.2 Diagnosa Keperawatan .................................................. 2.3.3 Intervensi Keperawatan ................................................. 2.3.4 Konseling sebagai intervensi keperawatan ..................... 2.3.5 Konseling dengan pendekatan analisis transaktional ...... a. Pengertian ................................................................... b. Komponen analisis transaktional .................................. c. Proses konselinganalisis transaktional .........................
27 28 29 30 31 32 32 34 39
2.4 Kerangka Teori ........................................................................
42
viii Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
BAB 3 KERANGKA OPERASIONAL
KONSEP,
HIPOTESIS,
DAN
DEFINISI
3.1 Kerangka Konsep .................................................................... 3.2 Hipotesis .................................................................................. 3.3 Definisi Operasional ................................................................
43 44 44
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian ...................................................................... 4.2 Populasi dan sampel ................................................................. 4.3 Tempat Penelitian ................................................................... 4.4 Waktu Penelitian ...................................................................... 4.5 Etika Penelitian ....................................................................... 4.6 Alat Pengumpulan Data ........................................................... 4.7 Prosedur Pengumpulan Data .................................................... 4.8 Validitas dan Reabilitas ........................................................... 4.9 Pengolahan Data ..................................................................... 4.10 Analisa Data ..........................................................................
46 47 49 50 52 52 53 55 57 58
BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Analisis Univariat ................................................................... 5.2 Analisis Bivariat .....................................................................
61 67
BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Interpretasi Hasil dan Diskusi Hasil ......................................... 6.2 Keterbatasan Penelitian ........................................................... 6.3 Implikasi Keperawatan ..........................................................
77 83 84
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ............................................................................. 7.2 Saran ...................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ LAMPIRAN
ix Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
85 86 87
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Klasifikasi Penyebab Gagal Ginjal Kronik ................................ 9 Tabel 1.2. Manifestasi Klinis Sindrom Uremik Gagal Ginjal Kronik ........ 14 Tabel 1.3. Tahap-tahap dari Gagal Ginjal Kronik ...................................... 16 Tabel 4.1 Tingkat Reabilitas Berdasarkan Nilai Alpha .............................. 60 Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia ................................... 62 Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ..................... 62 Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan .......................... 63 Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Periode Hemodialisa............ 63 Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi .............................. 64 Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan ....................... 65 Tabel 5.7 Distribusi Rata-rata Kenaikan IDWG ....................................... 66 Tabel 5.8 Distribusi Rata-rata Penurunan IDWG ..................................... 67 Tabel 5.9 Uji Normalitas Data IDWG ...................................................... 68 Tabel 5.10 Analisis Homogenitas Berdasarkan Usia.................................. 69 Tabel 5.11 Analisis Homogenitas Berdasarkan Jenis Kelamin .................. 69 Tabel 5.12 Analisis Homogenitas Berdasarkan Pendidikan ...................... 70 Tabel 5.13 Analisis Homogenitas Peningkatan Rata –rata IDWG ............. 70 Tabel 5.14 Analisis Perbedaan IDWG sebelum dan sesudah Intervensi..... 71 Tabel 5.15 Hubungan Umur dengan Penurunan IDWG............................. 73 Tabel 5.16 Hubungan Periode Hemodialisa dengan Penurunan IDWG ..... 73 Tabel 5.17 Hubungan Jenis Kelamin dengan penurunan IDWG ............... 74 Tabel 5.18 Hubungan Pendidikan dengan penurunan IDWG .................. 75 Tabel 5.19 Hubungan Motivasi dengan Penurunan IDWG......................... 75 Tabel 5.20 Hubungan Pengetahuan dengan Penurunan IDWG .................. 76
x Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
DAFTAR KURVA
5.1 Kurva Rata-rata Kenaikan IDWG sebelum intervensi ........................... 65 5.2 Kurva Rata-rata Penurunan IDWG setelah intervensi ............................ 72
xi Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
DAFTAR SKEMA
Skema 3.1. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik ........................................ 13 Skema 3.2. Kerangka Teori ....................................................................
42
Skema 3.3. Kerangka Konsep .................................................................
43
xii Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Analisis Struktural ................................................................. 33 Gambar 2.2. Transaksi Silang .................................................................... 34 Gambar 4.1. Rancangan Penelitian ............................................................ 45
xiii Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
1
BAB 1 PENDAHULUAN
Pada bab ini peneliti akan membahas tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, dan tujuan penelitian serta manfaat dilakukannya penelitian. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronis (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir atau ESRD (End Stage Renal Desease) merupakan gangguan fungsi gagal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh ginjal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer & Bare, 2002). Penyakit ginjal kronik terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan dalam yang cocok untuk kelangsungan hidup. Kerusakan pada kedua ginjal bersifat irreversibel. Penyebab Chronic Kidney Desease antara lain penyakit infeksi, penyakit peradangan, penyakit vaskuler hipertensif, gangguan jaringan ikat, gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik, nefropati obstruktif (Price & Wilson, 2006).
Angka kejadian CKD meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah CKD di dunia tahun 2009 di Amerika Serikat rata-rata prevalensinya 10-13% atau sekitar 25 juta orang yang terkena Penyakit Ginjal Kronik. Sedangkan di Indonesia tahun 2009 prevalensinya 12,5% atau 18 juta orang dewasa yang terkena penyakit ginjal kronik. Menurut data Dinas Kesehatan Jawa Tengah jumlah penderita CKD di Jawa Tengah tahun 2004 sekitar 169 kasus (Thata, Mohani & Widodo, 2009).
Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita gagal ginjal yang cukup tinggi. Menurut data dari Persatuan Nefrologi Indonesia (Pernefri) 2004, diperkirakan ada 70 ribu pasien gagal ginjal di Indonesia, namun yang terdeteksi menderita gagal ginjal kronis tahap terminal dari mereka yang
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
2
menjalani cuci darah (hemodialisis) hanya sekitar empat ribu atau lima ribu saja. Hemodialisis adalah terapi yang paling sering digunakan, di antara pasien dengan ERSD di Amerika Serikat dan Eropa 46%-98% menjalankan terapi hemodialisis, meskipun hemodialisis secara efektif dapat memberikan konstribusi yang efektif untuk memperpanjang hidup pasien, namun angka morbiditas dan mortalitasnya masih cukup tinggi, hanya 32%-33% pasien yang menjalani terapi hemodialisis hanya bisa bertahan pada tahun kelima (Denhaerynck, Manhaeve, Dobbels, Garzoni, Nolte, & Degeest, 2007).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Sistem Pelaporan dan Pencatatan Rumah Sakit (SP2RS), diperoleh gambaran bahwa penyakit gagal ginjal menduduki peringkat ke empat dari sepuluh penyakit tidak menular yang menjadi penyebab kematian terbanyak di Rumah Sakit di Indonesia sebesar 3,16% (3047 angka kematian), sedangkan menurut data Profil Kesehatan Indonesia (2006), gagal ginjal menempati urutan ke enam sebagai penyebab kematian pasien yang di rawat di rumah sakit di seluruh Indonesia, sebesar 2,99% (Depkes, 2008).
Diperkirakan terdapat lebih dari 100.000 pasien di Indonesia yang akhir-akhir ini menjalani terapi hemodialisa. Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut, misalnya pada pasien yang memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari sampai beberapa minggu) atau dapat digunakan dalam keadaan sakit kronis, yakni pada pasien dengan gagal ginjal kronik stadium akhir atau end stage renal desease (ESRD) yang memerlukan terapi jangka panjang atau permanen (Suharyanto, 2002). Beberapa penulis (Denhaerynck, Manhaeve, Dobbels, Garzoni, Nolte, & Degeest, 2007) menunjukkan dalam risetnya bahwa keberhasilan dalam menjalankan hemodialisis di dasarkan pada unsur-unsur yang beragam, antara lain kepatuhan pasien dalam pembatasan cairan, rutin dalam menjalani hemodialisis, pengelolaan diri pasien, dan pemberdayaan pasien.
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
3
Pembatasan asupan cairan pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan, karena asupan cairan yang berlebihan dapat mengakibatkan kenaikan berat badan yang cepat (melebihi 5%), edema, ronkhi basah dalam paru-paru, kelopak mata yang bengkak dan sesak napas yang diakibatkan oleh volume cairan yang berlebihan dan gejala uremik (Smeltzer & Bare, 2002). Cairan yang diminum pasien gagal ginjal tahap lanjut harus diawasi dengan seksama. Beberapa pasien mengalami kesulitan dalam membatasi asupan cairan yang masuk, namun mereka tidak mendapatkan pemahaman tentang bagaimana strategi yang dapat membantu mereka dalam pembatasan cairan (Tovazzi & Mazzoni, 2012). Meskipun pasien sudah mengerti bahwa kegagalan dalam pembatasan cairan dapat berakibat fatal, namun sekitar 50% pasien yang menjalani terapi hemodialisis tidak mematuhi pembatasan cairan yang direkomendasikan (Barnett, Li, Pinikahana & Si, 2007). Hal ini dapat mengakibatkan kenaikan interdialytic weight gain melebihi batas normal.
Interdialytic Weight Gain (IDWG) merupakan peningkatan volume cairan yang dimanifestasikan dengan peningkatan berat badan sebagai indikator untuk mengetahui jumlah cairan yang masuk selama periode interdialitik dan kepatuhan pasien terhadap pengaturan cairan pada pasien yang mendapatkan terapi hemodialisis. Peningkatan IDWG melebihi 5% dari berat badan kering dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi seperti hipertensi, hipotensi intradialisis, gagal jantung kiri, asites, pleural effusion, gagal jantung kongestif, dan dapat mengakibatkan kematian. IDWG dapat disebabkan oleh berbagai macam factor baik faktor internal yang meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, rasa haus, Stres, Self efficacy, maupun faktor eksternal yaitu dukungan keluarga dan social serta jumlah intake cairan (Levey, Coresh, Balk, Kaustz & Levin, 2003). Nilai interdialyitic weight gain yang dapat ditoleransi sekitar 2 hingga 3 pon atau sekitar 0,9 – 1,3 kilogram.
Parameter yang tepat untuk diikuti selain data asupan dan pengeluaran cairan yang dicatat dengan tepat adalah pengukuran berat badan harian. Asupan yang
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
4
bebas dapat menyebabkan beban sirkulasi menjadi berlebihan, dan edema, sedangkan asupan yang terlalu rendah mengakibatkan dehidrasi, hipotensi, dan gangguan fungsi ginjal (Suharyanto, 2002). Dilaporkan prevalensi kenaikan Interdialytic Weight Gain (IDWG) di beberapa negara mengalami kenaikan, sekitar 9,7%-49,5% di Amerika Serikat, dan 9,8%-70% di Eropa (Kugler, Valminck, Haverich & Maes, 2005).
Edukasi yang diberikan kepada pasien hemodialisis, belum memberikan dampak yang maksimal terhadap penurunan interdialyitic weight gain, hal ini sesuai dengan yang di kemukakan oleh Baraz, Parvardeh, Mohammadi & Braumand, (2009), pada penelitian yang dilakukan dari 155 pasien hemodialisis telah mendapatkan edukasi tentang pembatasan cairan, namun tidak ada perbedaan yang signifikan. Di Amerika Serikat, sekitar 17% pasien menerima sedikit informasi mengenai hemodialisis (Mehrotra, Marsh, Vonesh, Peters & Nissenson, 2007). Perawat sebagai pemberi layanan asuhan keperawatan diharapkan dapat memberikan pelayanan maksimal kepada pasien, terutama dalam memberikan pendidikan kesehatan. Barnett, Li, Pinikahana & Si, (2007), menemukan lebih dari 50% pasien hemodialisis tidak patuh terhadap pembatasan cairan, sehingga perlu mendapatkan edukasi yang berkelanjutan dan diberikan secara rutin. Pada penelitian Kugler, Valminck, Haverich & Maes (2005) menjelaskan bahwa pembatasan cairan yang sangat sulit bagi pasien hemodialisa. Kugler, Valminck, Haverich & Maes (2005), sebanyak 76,4% pasien mengalami kesulitan dalam pembatasan cairan dengan menggunakan metode DDFQ (Dialysis Diet and Fluid Nonadherence Questionnaire). Alharbi & Enrione (2012), dari 222 pasien hemodialisa terdapat 58,7% tidak mematuhi pembatasan cairan, sehingga perlu mendapatkan konseling dan edukasi secara rutin dan berkelanjutan. Dalam penelitian tersebut tidak ada metode standar untuk mengukur ketidakpatuhan dalam pembatasan cairan (Denhaerynck, Manhaeve, Dobbels, Garzoni, Nolte & Degeest, 2007).
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
5
Data dari rumah sakit Finland menunjukkan dari 106 pasien yang dirawat di rumah sakit tersebut, lebih dari 50% tidak mendapatkan konseling tentang penyakit kronik yang dideritanya (Kaakinen, Kaariainen & Kyngas, 2012). Konseling dengan pendekatan analisis transaktional merupakan pendekatan behavioral-kognitif yang berasumsi setiap pribadi memiliki potensi untuk memilih dan mengarahkan ulang atau membentuk ulang nasibnya sendiri. Teori ini lebih menitikberatkan pada komunikasi yang efisien kepada pasien sehingga membantu pasien mengevaluasi setiap keputusannya dalam membuat keputusan baru yang lebih tepat (Lawrence, 2007). Konseling analisis transaktional perlu di terapkan pada konsep keperawatan untuk pasien-pasien yang mengalami penyakit kronis, seperti diabetes melitus, dan gagal ginjal dengan dialisis. Kondisi pasien dengan penyakit kronis sering mengalami keputusasaan dalam pengobatan, sehingga potensial terjadinya ketidakpatuhan dalam program yang dianjurkan (Egan, Rivera, Robillard & Hanson, 1997).
Data dari Rumah Sakit Umum Kardinah Kota Tegal, pada saat studi pendahahuan pada bulan Agustus 2012 di unit hemodialisa angka interdialytic weight gain mengalami kenaikan, hal ini paling sering terjadi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa. Dari sekitar 130 jumlah pasien yang menjalani hemodialisa sekitar 57% didapati kenaikan interdialytic weight gain lebih dari 2 kg tiap kali akan menjalani hemodialisa. Dari hasil wawancara peneliti dengan perawat ruangan, intervensi yang diberikan kepada tentang pembatasan asupan cairan dengan cara memberikan pendidikan kesehatan tentang jumlah cairan oral yang boleh diberikan. Namun kurang dari 5% pasien yang taat menjalani aturan tersebut. Pasien yang mengkonsumsi cairan berlebihan mengaku mereka merasa tidak tahan dengan rasa haus dan rasa tidak nyaman pada mulut mereka, sedangkan mereka tidak mengetahui bagaimana mengatasi hal tersebut.
Penelitian
tentang
efektifitas
konseling
dengan
pendekatan
analisis
transaksional tentang diet cairan terhadap penurunan interdialytic weight gain
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
6
pasien pasien gagal ginjal kronik belum pernah diteliti.Konseling analisis transaktio ini menarik untuk diteliti karena di lapangan masih banyak pasien yang belum menjalani diit cairan dengan semestinya, sehingga dengan diberikannya konseling kepada pasien diharapkan pasien lebih teratur dalam menjalani diet cairan yang mana sebagai indikasi peningkatan ataupun penurunan Interdialytic Weight Gain klien. Baraz, Parvardeh, Mohammadi & Braumand, (2009) dalam penelitiannya mengemukakan konseling perlu diberikan pada pasien gagal ginjal kronik yang mengalami kenaikan interdialytic weiht gain yang berlebihan. Dengan di minimalisir bahkan ditiadakannya peningkatan Interdialytic Weight Gain yang berlebihan pada pasien, akan terhindar dari komplikasi yang dapat ditimbulkan sehingga dapat memperpanjang umur harapan hidup pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa.
1.2 Rumusan Masalah Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu sindroma klinik yang disebabkan oleh penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan irreversible. Setiap penyakit yang terjadi pada ginjal akan menyebabkan terganggunya fungsi ginjal terutama berkaitan dengan fungsi pembuangan sisa metabolisme zat gizi keluar tubuh (Wilson, 2006 dalam Price & Wilson, 2006). Bila pasien telah mengalami gagal ginjal, ini merupakan stadium terberat dari penyakit ginjal kronik dan untuk mempertahankan hidupnya diperlukan terapi berupa cuci darah atau dialisis (Sinaga, 2008).
Menurut Saran (2003), meskipun pasien gagal ginjal kronis pada awal menjalani hemodialisa sudah diberikan penyuluhan kesehatan untuk mengurangi asupan cairan, akan tetapi pada terapi hemodialisa berikutnya masih sering terjadi pasien datang dengan keluhan sesak napas akibat kelebihan volume cairan. Kebutuhan program pengajaran yang memadai tentang pengaturan diet dan pembatasan cairan pada pasien gagal ginjal kronik telah banyak di bahas, dan didiskusikan, namun belum ada pengajaran yang benar-benar sesuai (Baraz, Parvardeh, Mohammadi & Braumand, 2009).
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
7
Analisis transaktional merupakan suatu komunikasi yang efektif, di mana perawat dapat mengetahui perasaan dan pengalaman seseorang terhadap perilakunya. Teori ini membahas tentang kepribadian dan sistem yang terorganisir dari
terapi
interaksional.
Dengan
menggunakan
analisis
transaktional dapat memahami faktor-faktor yang dapat memperngaruhi komunikasi pasien, menghargai keragaman yang diciptakan oleh kepribadian yang berbeda serta melibatkan pasien berdasarkan interaksi sebagai orang dewasa (Lawrence, 2007). Oleh karena itu, konsep analisis transaktional perlu diterapkan dalam keperawatan untuk menangani pasien-pasien dengan penyakit kronis, seperti diabetes melitus dan gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa (Egan, Rivera, Robillard & Hanson, 1997).
Dalam beberapa penelitian yang dilakukan, belum ada program konseling dengan pendekatan analisis transaksional guna pembatasan asupan cairan pada pasien yang menjalani terapi hemodialisa. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian : bagaimana efektifitas konseling analisis transaksional tentang diet cairan terhadap penurunan Interdialytic Weight Gain (IDWG) pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di RSU Kardinah Tegal tahun 2012?
1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas konseling analisis transaksional tentang diet cairan terhadap penurunan Interdialitic Weight Gain (IDWG) pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di Rumah Sakit Umum Kardinah Tegal Tahun 2012.
1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1.3.2.1 Gambaran karakteristik umur, jenis kelamin, dan pendidikan pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa.
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
8
1.3.2.2 Gambaran periode hemodialisa, motivasi dan pengetahuan pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa. 1.3.2.3 Hubungan antara umur, jenis kelamin, pendidikan, dan periode hemodialisa, motivasi dan pengetahuan terhadap penurunan Interdialytic Weight Gain (IDWG) pasien Gagal ginjal kronik. 1.3.2.4 Perbedaan penurunan Interdialytic Weight Gain (IDWG) pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Pelayanan/Asuhan Keperawatan Dapat memberikan suatu support yang positif bagi perawat untuk dapat memberikan
pelayanan
konseling
dengan
pendekatan
analisis
transaktional yang lebih menekankan aspek psikologis sehingga dapat menjalin komunikasi yang efektif untuk pasien. Sebagai masukan untuk mengembangkan program konseling analisis transaktional pada pasien yang sedang menjalani hemodialisa.
1.4.2 Perkembangan Ilmu Keperawatan Guna dikembangkan lebih terperinci tentang ilmu konseling, tidak hanya sebatas konseling secara umum, namun dapat berupa pendekatan analisis transaktional yang tepat bagi pasien yang menderita penyakit kronik.
1.4.3 Metodologi Dapat menjadi landasan yang bermanfaat dalam pengembangan penelitian-penelitian di bidang konseling, memberikan wacana serta guna menyempurnakan penelitian di masa yang akan datang.
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
9
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan diuraikan secara rinci mengenai tinjauan teori yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. 2.1 GAGAL GINJAL KRONIS 2.1.1 Definisi Gagal ginjal kronis (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversibel di mana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer & Bare, 2002). Penyakit ginjal kronik terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan dalam yang cocok untuk kelangsungan hidup. Kerusakan pada kedua ginjal bersifat irreversibel. Penyebab Chronic Kidney Desease antara lain penyakit infeksi, penyakit peradangan, penyakit vaskuler hipertensif, gangguan jaringan ikat, gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik, nefropati obstruktif (Price & Wilson, 2006).
Penyakit ginjal kronis juga didefinisikan sebagai penurunan dari fungsi jaringan ginjal secara progresif di mana massa di ginjal yang masih ada tidak mampu lagi mempertahankan lingkungan internal tubuh (Black & Hawks, 2005). Gagal ginjal kronis merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang berlangsung pelahan-lahan karena penyebab berlangsung lama dan menetap yang mengakibatkan penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) sehingga ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit (Hudak & Gallo, 2005).
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
10
Gagal ginjal kronik merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yg progresif dan irreversibel dari berbagai penyebab, setiap penyakit yang terjadi pada ginjal akan menyebabkan terganggunya fungsi ginjal terutama berkaitan dengan fungsi pembuangan sisa metabolisme zat gizi keluar dari tubuh (Price & Wilson, 2006). Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolik tubuh atau melakukan fungsi regularnya. Suatu bahan yang yang biasa dieliminasi di urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan sekresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit, serta asam basa.
2.1.2 Etiologi Penyebab penyakit ginjal stadium terminal yang paling banyak di New England adalah sebagai berikut : a.
Glomerulonefritis kronik (24%)
b.
Nefropati Diabetik (15%)
c.
Nefroklerosis hipertensif (9%)
d.
Penyakit ginjal polikistik (8%)
e.
Pielonefritis kronis dan nefritis intersisial lain (8%) (Brenner & Lazarus dalam Price & Wilson,2006)
penyebab gagal ginjal kronik yang tersering dapat di bagi menjadi 8 kelas, yaitu Penyakit infeksi tubulointersisiel, penyakit peradangan, Penyakit vaskular hipertensif, gangguan jaringan ikat, gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik dan nefropati obstruktif. Dari 8 kelas tersebut dapat dilihat dalam tabel di bawah ini. Tabel 1.1 : klasifikasi Penyebab Gagal Ginjal Kronik No. 1.
Klasifikasi Penyakit
Penyakit infeksi Pielonefritis atau refluk nefropati
tubulointersisiel
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
11
2.
Penyakit peradangan
Glomerulonefritis
3.
Penyakit vaskular hipertensif
Nefrosklerosis
benigna,
Nefrosklerosis maligna, Stenosis arteri renalis 4.
Gangguan jaringan ikat
Lupus
eritematosus
Poliartritis
nodosa,
sistemik, Sklerosis
sistemik progresif 5.
6.
Gangguan
kongenital
dan Penyakit ginjal polikistik, asidosis
herediter
tubulus ginjal,
Penyakit metabolik
Diabetes
melitus,
Gout,
Hiperparatiroidisme, Amiloidosis 7.
Nefropati toksik
Penyalahgunaan
analgasik,
Nefropati timah 8.
Nefropati obstruktif
Traktus urinarius bagian atas : batu,
neoplasma,
fibrosis,
retroperitoneal. Traktus urinarius bagian bawah : hipertrofi prostat, striktur uretra, anomali kongenital leher vesika urinaria dan uretra.
2.1.3
Patofisologi Gagal Ginjal Kronik Meskipun penyakit ginjal kronik terus berlanjut, namun jumlah solute yang harus diekskresikan oleh ginjal untuk mempertahankan homeostatis tidaklah berubah, kendati jumlah nefron sudah menurun secara progresif. Dua adaptasi penting yang dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. a. Sisa nefron yang ada mengalami hipertropi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh baban kerja ginjal b. Terjadi peningkatan kecepatan filtrasi, beban solute dan reabsorbsi tubulus dalam setiap nefron, meskipun GFR di seluruh massa nefron turun di bawah normal.
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
12
Proses adaptasi ini dapat berhasil apabila tingkat kerusakan ginjal di bawah 75%, akan tetapi apabila kerusakan telah mencapai sekitar 75%, maka kecepatan filtrasi dan beban solute bagi setiap nefron tinggi sehingga keseimbangan glomerulus tubulus tidak lagi dipertahankan (Suharyanto, 2002). Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium gagal ginjal kronis didasarkan pada tingkat GFR (Glomerular Filtration Rate) yang tersisa dan mencakup : a. Penurunan cadangan ginjal Yang terjadi bila GFR turun 50% dari normal (penurunan fungsi ginjal), tetapi tidak ada akumulasi sisa metabolik. Nefron yang sehat mengkompensasi
nefron
yang
sudah
rusak,
dan
penurunan
kemampuan mengkonsentrasi urin. Pemeriksaan CCT 24 jam diperlukan untuk mendeteksi penurunan fungsi. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut seperti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan tes GFR yang teliti.
b. Insufisiensi ginjal Terjadi apabila GFR turun menjadi 20 – 35% dari normal. Nefronnefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang diterima. Mulai terjadi akumulai sisa metabolik dalam darah karena nefron
yang sehat
tidak mampu lagi
mengkompensasi. Penurunan respon terhadap diuretik, menyebabkan oliguri, edema. Derajat insufisiensi dibagi menjadi ringan, sedang dan berat, tergantung dari GFR, sehingga perlu pengobatan medis. Pada tahap ini kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda tergantung dari kadar kadar protein dalam diet (bandingkan grafik BUN dalam diet rendah
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
13
protein dengan diet yang normal kadar proteinnya). Kadar kreatinin serum juga mulai meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan kecuali bila penderita misalnya mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung atau dehidrasi. Pada stadium ini mulai terdapat gejala nokturia dan poliuri.
c. Gagal ginjal yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal. Semakin banyak nefron yang mati.
d. Penyakit gagal ginjal stadium akhir Terjadi bila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus. Akumulasi sisa metabolik dalam jumlah banyak seperti ureum dan kreatinin dalam darah. Ginjal sudah tidak mampu mempertahankan homeostatis dan pengobatannya dengan dialisa atau penggantian ginjal. (Price & Wilson, 2006)
Gangguan fungsi ginjal diakibatkan oleh kerusakan nefron. Sisa nefron yang ada mengalami hipertropi dalam untuk melaksanakan beban kerja ginjal. Terjadi peningkatan filtrasi, beban zat terlarut dan dan reabsorbsi tubulus dalam setiap nefron, meskipun GFR untuk seluruh massa nefron yang terdapat di ginjal turun di bawah nilai normal.
Mekanisme
adaptasi
ini
cukup
berhasil
dalam
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang rendah. Namun pada akhirnya, jika 75% massa nefron sudah hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban zat terlarut bagi setiap nefron demikian tinggi sehingga keseimbangan glomerulus-tubulus tidak dapat lagi dipertahankan (Wilson, 2006). Patofisiologi gagal giinjal kronis dapat dilihat di skema berikut :
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
14
Skema 2.1 Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik
Hilangnya fungsi nefron
Hiperplasia endotel Dan mesangial Hipertropi sel epitel
patogenesis glumerolusklerosis tekanan hidrostatik intra kapiler
Volume glomerulus
Densites sel epitel
Obliterasi dan Retraksi podosit Konfeksi lokal
Koefisien ultrafiltasi
Kolaps kapiler segmen
konfeksi lokal
hilangnya epitel
Akumulasi hialin
proteinuria
(Brevis & Epstein, 1984 dalam Price & Wilson, 2006)
2.1.4
Manifestasi klinis gagal ginjal kronik Pada gagal ginjal kronik akan terjadi rangkaian perubahan. Bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien akan pasien akan menderita sindrom uremik, yaitu suatu komplek gejala yang diakibatkan atau berkaitan dengan retensi metabolit nitrogen akibat gagal ginjal.
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
15
Dua kelompok gejala klinis dapat terjadi pada sindrom uremik, yaitu : a. Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi : kelainan volume cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen serta metabolit lainnya, serta anemia akibat defisiensi sekresi ginjal (eritropoetin). b. Gabungan kelainan kardiovaskuler, neuromuskuler, saluran cerna, dan kelainan lainnya. Tabel 1.2 : Manifestasi klinis sindrom uremik pada gagal ginjal kronik Sistem Tubuh Biokimia
Manifestasi Asidosis metabolik (HCO3- serum 18-20 mEq/L), Azotemia
(penurunan
GFR
menyebabkan
peningkatan BUN dan kreatinin), Retensi Na, Hipermagnesia, Hiperuresemia. Saluran Cerna
Anoreksia, mual, muntah, napas bau amoniak, mulut kering, perdarahan saluran cerna, diare stomatitis, parotis.
Perkemihan
Poliuria, berlanjut menuju oliguri, lalu anuri, nokturia, BJ urin 1,010, proteinuria
Metabolisme
Protein,
sintesis
abnormal
hiperglikemia,
kebutuhan insulin menurun, lemak, peningkatan kadar trigliserid Sex
Libido menghilang, amenore, impotensi dan sterilitas
Neuromuskuler
Mudah lelah, otot mengecil dan lemah, SSP penurunan ketajaman mental, konsentrasi buruk, kekacauan mental, koma, otot berkedut, kejang.
Kardiovaskuler
Hipertensi, retinopati dan ensefalopati hipertensif, beban sirkulasi berlebih, edema, gagal jantung kongestif, dan disritmia.
Gangguan kalsium
Hiperfosfatemia,
hipokalsemia,
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
16
hiperparatiroidisme, deposit garam kalsium pada sendi, pembuluh darah, jantung dan paru-paru, konjungtivitis (uremia mata merah). Pernapasan
Kussmaul, dispnea, edema paru, pnemonitis.
Kulit
Pucat, pruritus, kristal uremia, kulit kering, dan memar.
Hematologik
Anemia, hemolisis, kecenderungan perdarahan, resiko infeksi.
2.1.5
Perjalanan Klinis Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 (tiga) stadium, yaitu : a. Stadium I, dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal, dan penderita asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dengan test pemekatan kemih dan test GFR yang teliti. b. Stadium II, dinamakan insufisiensi ginjal 1) Pada stadium ini, di mana lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak. 2) GFR besarnya 25% dari normal. 3) Kadar BUN dan kreatinin serum mulai meningkat dari normal. 4) Gejala-gejala nokturia atau sering berkemih di malam hari sampai 700 ml dan poliuria (akibat dari kegagalan pemekatan) mulai timbul. c. Stadium III, dinamakan gagal ginjal stadium akhir atau uremia. 1) Sekitar 90% dari massa nefron telah hancur atau rusak, atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh. 2) Nilai GFR hanya 10% dari keadaan normal 3) Kreatinin serum dan BUN akan meningkat dengan mencolok 4) Gejala-gejala yang timbul karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh, yaitu oliguri karena kegagalan glomerulus, sindrom uremik.
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
17
Tabel 1.3 : Tahap-tahap dari gagal ginjal kronik Tahap
Gambaran
GRF mL/min/1.73m2
1
Ø 90
Slight kidney damage with normal on increase filtrasion
2
Mild decrease in kidney function
60-89
3
Moderate
30-59
decrease
in
kidney
function 4
Severe decrease in kidney function
15-29
5
Kidney failure requiring dialysis or
< 15
trasplantation
2.1.6
Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik Pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 2 (dua) tahap, yaitu tindakan konservatif dan dialisis atau transplantasi ginjal.
2.1.6.1 Tindakan konservatif Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredakan atau memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif. Pengobatan antara lain : 1.
Pengaturan diet protein, kalium, natrium, dan cairan a. Pembatasan protein Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN, tetapi juga mengurangi asupan kalium dan fosfat, serta mengurangi produksi ion hidrogen yang berasal dari protein. Pembatasan asupan asupan protein telah terbukti menormalkan kembali kelainan ini dan memperlambat terjadinya gagal ginjal (Zeller dan Jacobus, 1989 dalam suharyanto, 2002). Jumlah kabutuhan protein biasanya dilonggarkan sampai 60-80 g/hari, apabila penderita mendapatkan pengobatan dialisis teratur.
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
18
b. Diet rendah kalium Hiperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagal ginjal lanjut. Asupan kalium dikurangi. Diet yang dianjurkan adalah 4080 mEg/hari. Penggunaan makanan dan obat-obatan yang tinggi kaliumnya dapat menyebabkan hiperkalemia.
c. Diet rendah natrium Diet Na yang dianjurkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2 g Na). Asupan natrium yang terlalu longgar dapat mengakibatkan retensi cairan, edema perifer, edema paru, hipertensi dan gagal jantung kongestif.
d. Pengaturan cairan Cairan yang diminum penderita gagal ginjal tahap lanjut harus diawasi dengan seksama. Parameter yang tepat untuk diikuti selain data asupan dan pengeluaran cairan yang dicatat dengan tepat adalah pengukuran Berat Badan Harian. Asupan yang bebas dapat menyebabkan beban sirkulasi menjadi berlebihan, dan edema. Sedangkan asupan yang terlalu rendah mengakibatkan dehidrasi, hipotensi dan gangguan fungsi ginjal. Aturan yang dipakai untuk menentukan banyaknya asupan cairan adalah : jumlah urin yang dikeluarkan selama 24 jam terakhir + 500 ml (IWL). Asupan cairan membutuhkan regulasi yang hati-hati dalam gagal ginjal kronik, karena rasa haus pasien merupakan panduan yang tidak dapat diyakini mengenai keadaan hidrasi pasien (Wilson, 2006).
Berat badan di bawah berat badan ideal akan muncul gejala dehidrasi dan atau deplesi volume, misalnya hipotensi, kram, hipotensi pustural, dan pusing. Berat badan di atas berat badan ideal akan muncul tanda dan gejala kelebihan cairan, misalnya udema, sesak napas. Tanda seperti ini akan muncul bila kenaikan berat badan pasien lebih dari 2 kg. Akumulasi cairan yang dapat
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
19
ditoleransi
adalah
1-2
kg
selama
periode
intradialitik
(Cahyaningsih, 2009).
Kepatuhan dalam pembatasan asupan cairan ini sering menjadi permasalahan, menurut Agh, Inotai, & Meszaros, (2011) banyak faktor yang mempengaruhi pasien dalam kepatuhan menjalani terapi, di antaranya usia, jenis kelamin, pengetahuan, dan demografi pasien. Hal tersebut menjadi pertimbangan karena dapat berdampak
pada
keberhasilan
program
diit
pada
pasien
hemodialisa. Selain itu, kepatuhan dalam menjalani program terapi dapat juga dipengaruhi oleh gaya hidup, aspek psikososial, support sistem, dan kemauan (Anggarwal, & Mosca, 2010). Lain halnya yang di sampaikan oleh Nilsson, William, Ros, Bratt, & Keel, (2007) depresi dalam pengobatan jangka panjang menjadikan alasan utama pasien tidak mematuh pengobatan yang harus dijalankan.
Pada gagal ginjal parsial kronis, penumpukkan cairan mungkin tidak terlalu berat, selama asupan garam dan cairan tidak berlebihan, sampai fungsi ginjal turun 30% dari normal atau lebih rendah lagi. Alasan untuk hal ini, seperti telah dijelaskan sebelumnya, adalah bahwa nefron yang tersisa mengekskresikan garam dan air dalam jumlah lebih besar. Bahkan bila retensi cairan yang terjadi hanya sedikit, bersama dengan peningkatan renin dan angiotensin II yang biasanya terjadi pada penyakit ginjal sistemik, sering menyebabkan hipertensi berat pada gagal ginjal kronik (Price & Wilson, 2006).
Jika asupan air segera dibatasi setelah timbul gagal ginjal akut, kandungan cairan tubuh total mungkin hanya sedikit meningkat, jika asupan cairan tidak dibatasi dan pasien tetap minum sebagai responnya terhadap rasa haus, cairan tubuh akan segera meningkat.
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
20
Pada pasien dengan fungsi ginjal yang begitu menurun sehingga memerlukan dialisis untuk mempertahankan hidupnya, hampir seluruhnya mengalami hipertensi. Pada kebanyakan pasien ini, penurunan asupan garam yang berlangsung berat atau pengeluaran cairan
ekstraseluler
melalui
dialisis
dapat
mengendalikan
hipertensi. Selebihnya pasien tetap mengalami hipertensi bahkan setelah natrium banyak dikeluarkan melalui dialisis (Guyton, 2007).
2.1.7 Pencegahan dan pengobatan komplikasi : 2.1.7.1 Hipertensi Hipertensi dapat dikontrol dengan pembatasan natrium dan cairan. Pemberian obat antihipertensi : metildopa (aldomet), propanolol, klonidin (catapres). Apabila penderita sedang mengalami terapi hemodialisis, pemberian antihipertensi dihentikan karena dapat mengakibatkan hipotensi dan syok yang diakibatkan oleh keluarnya cairan intravaskuler melalui ultraviltrasi.
2.1.7.2 Hiperkalemia Hiperkalemia merupakan komplikasi yang paling serius, karena bila K+ Serum mencapai sekitar 7 mEq/L, dapat mengakibatkan aritmia dan juga henti jantung. Hiperkalemia dapat diobati dengan pemberian glukosa dan insulin intravena, yang akan memasukkan K+ ke dalam sel, atau dengan pemberian Kalsium Glukonat 10%.
2.1.7.3 Anemia Anemia pada gagal ginjal kronik diakibatkan penurunan sekresi eritropoetin oleh ginjal. Pengobatannya adalah pemberian hormon eritropoetin, yaitu rekombinan eritropoetin (Eshbach et al, 1987 dalam suharyanto, 2002), selain dengan pemberian vitamin dan asam folat, besi dan transfusi darah.
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
21
2.1.7.4 Asidosis Asidosis ginjal biasanya tidak diobati kecuali HCO3- plasma turun di bawah angka 15 mEq/L. Bila asidosis berat akan dikoreksi dengan pemberian Na HCO3- (Natrium Bikarbonat) parenteral. Koreksi pH darah yang berlebihan dapat mempercepat timbulnya tetani, maka harus dimonitor dengan seksama.
2.1.7.5 Diet rendah fosfat Diet rendah fosfat dengan pemberian gel yang dapat mengikat fosfat di dalam usus. Gel yang dapat mengikat fosfat harus dimakan bersama dengan makanan.
2.1.7.6 Pengobatan hiperurisemia Adapun jenis obat pilihan yang dapat untuk mengobati hiperuremia pada penyakit ginjal lanjut adalah alopurinol. Efek kerja obat ini mengurangi kadar asam urat dengan menghambat biosintesis sebagian asam urat total yang dihasilkan oleh tubuh.
2.1.7.7 Dialisis Pengobatan gagal ginjal stadium akhir adalah dengan dialisis dan transplantasi ginjal. Dialisis dapat digunakan untuk mempertahankan penderita dalam keadaan klinis yang optimal sampai tersedia donor ginjal. Dialisis dilakukan apabila kadar kreatinin serum biasanya di atas 6 mg/100 ml pada laki-laki atau 4 ml/100 ml pada wanita, dan GFR kurang dari 4 ml/menit.
2.2 Hemodialisa 2.2.1
Definisi Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari sampai beberapa minggu) atau pada pasien dengan gagal
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
22
ginjal kronik stadium akhir atau End Stage Renal Desease (ESRD) yang memerlukan terapi jangka panjang atau permanen.
2.2.2
Tujuan Tujuan dilakukan hemodialisa adalah untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Terdapat tiga prinsip yang didasari kerja hemodialisis, yaitu difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi, ke cairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah. Cairan dialisat tersusun dari semua elektrolit yang penting dengan konsentrasi ekstrasel yang ideal. Kelebihan cairan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan, di mana air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat). Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan penghisap pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air (Suharyanto, 2002).
2.2.3
Komplikasi hemodialisis 1) Akut Pergerakan darah ke luar sirkulasi menuju sirkuit dialisis dapat menyebabkan hipotensi. Dialisis awal yang terlalu agresif dapat menyebabkan disequilibrium (ketidakseimbangan) dialisis, sebagai akibat perubahan osmotik di otak pada saat kadar ureum plasma berkurang. Efeknya bervariasi dari mual dan nyeri kepala sampai kejang dan koma. Nyeri kepala selama dialisis dapat disebabkan oleh efek vasodilator asetat. Gatal selama atau sesudah hemodialisis dapat merupakan gatal pada gagal ginjal kronik yang dieksaserbasi oleh pelepasan histamin akibat rekasi alergi yang ringan terhadap membran dialisis (O’callaghan, 2007). Kadangkala, pajanan darah ke membran
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
23
dialisis dapat menyebabkan respon alergi yang lebih luas, hal yang lebih jarang terjadi menggunakan membran biokompatibel modern. Kram pada dialisis mungkin mencerminkan pergerakan elektrolit melewati
membran
otot.
Hipoksemia
selama
dialisis
dapat
mencerminkan hipoventilasi yang disebabkan oleh pengeluaran bikarbonat atau pembentukan pirau dalam paru akibat perubahan vasomotor yang diinduksi oleh zat yang diaktivasi oleh membran dialisis. Kadar kalium yang dikurangi secara berlebihan menyebabkan hipokalemia dan disritmia. Masalah pada sirkuit dialisis dapat menyebabkan
emboli
udara
yang
sebaiknya
diobati
dengan
memposisikan kepala pasien di sisi kiri bawah dengan menggunakan oksigen 100%.
2) Kronis Masalah yang paling sering berkaitan dengan akses dan termasuk trombosis fistula, pembentukan aneurisma, dan infeksi, terutama dengan graft sintetik atau akses vena sentral sementara. Infeksi sistemik dapat timbul pada lokasi akses atau didapat dari sirkuit dialisis. Transmisi infeksi yang ditularkan melalui darah (blood-borne infection) seperti hepatitis virus dan HIV merupakan suatu bahaya potensial. Pada dialisis jangka panjang, deposit protein amiloid dialisis yang mengandung mikroglobulin – ß2 dapat menyebabkan sindrom terowongan karpal (carpal tunnel syndrome) dan artropati destrktif dengan lesi tulang kistik. Senyawa pengikat fosfat yang mengandung aluminium dan kontaminasi aluminium dari cairan dialisat dapat menyebabkan toksisitas aluminium dengan demensia, mioklonus, kejang, dan penyakit tulang. Keadaan tersebut membaik dengan pemberian deferoksamin (O’callaghan, 2007).
Menurut
Suharyanto
(2002),
meskipun
hemodialisis
dapat
memperpanjang usia tanpa batas yang jelas, tindakan ini tidak akan mengubah perjalanan alami penyakit ginjal yang mendasari dan juga
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
24
tidak akan mengendalikan seluruh fungsi ginjal. Pasien tetap akan mengalami sejumlah permasalahan dan komplikasi. Salah satu penyebab kematian di antara pasien-pasien yang menjalani hemodialis adalah penyakit kardiovaskuler dan arterioskelrotik. Gangguan metabolisme lipid (hipertrigliseridemia) tampaknya semakin diperberat dengan tindakan hemodialisis. Adapun komplikasi dialisis secara umum dapat mencakup hal-hal sebagai berikut: 1) Hipotensi, dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan dikeluarkan. 2) Emboli udara, merupakan komplikasi yang jarang terjadi tetapi dapat terjadi jika udara memasuki sistem vaskuler pasien. 3) Nyeri dada, dapat terjadi karena PCO2 menurun bersamaan dengan terjadinya sirkulasi darah di luar tubuh. 4) Pruritus, dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir metabolisme meninggalkan kulit. 5) Gangguan keseimbangan dialisis, terjadi karena perpindahan cairan serebral dan muncul sebagai serangan kejang. Komplikasi ini kemungkinan terjadinya lebih besar jika terdapat gejala uremia yang berat. 6) Kram otot, terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat meninggalkan ruang ekstrasel. 7) Mual, muntah, merupakan peristiwa yang paling sering terjadi.
2.2.4 IDWG (Interdialytic Weight Gain) Interdialytic Weight Gain (IDWG) merupakan peningkatan volume cairan yang dimanifestasikan dengan peningkatan berat badan sebagai indikator untuk mengetahui jumlah cairan yang masuk selama periode interdialitik dan kepatuhan pasien terhadap pengaturan cairan pada pasien yang mendapatkan terapi hemodialisis. Peningkatan IDWG melebihi 5% dari berat badan kering dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi seperti hipertensi, hipotensi intradialisis, gagal jantung kiri, asites, pleural
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
25
effusion, gagal jantung kongestif, dan dapat mengakibatkan kematian. IDWG dapat disebabkan oleh berbagai macam factor baik faktor internal yang meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, rasa haus, Stres, Self efficacy, maupun faktor eksternal yaitu dukungan keluarga dan social serta jumlah intake cairan. Berat badan kering adalah berat badan yang dirasakan secara subjektif enak oleh pasien. Data objektif berat badan kering adalah tidak adanya overhidrasi seperti oedema, peningkatan vena jugularis, ronchi dan pada saat dilakukan penarikan cairan (ultra filtrasi) tidak terjadi hipotensi, kram, muntah (Cahyaningsih, 2009).
Pada inisiasi dialisis, kebanyakan pasien mengalami fase katabolik selama beberapa bulan akibat penyakit kronis. Pada saat yang sama, eksresi garam dan air yang adekuat telah menurun akibat kerusakan nefron yang progresif. Gangguan ini mengakibatkan pengerutan sel masa tubuh dan perluasan kompartemen ekstraseluler. Saat dialisis memperbaiki keadaan uremia, suatu peningkatan masa tubuh dapat tak terdeteksi akibat penurunan volume ekstraseluler. Penurunan masa tubuh dan peningkatan cairan ekstraseluler dapat pula tidak diketahui selama sakit akut. Faktafakta ini yang menyebabkan peningkatan berat badan interdialitik yang besar, tidak tercapainya berat badan kering, dan dapat mengalami hipotensi intradialitik akibat faktor nonvolume. Sebaliknya, mereka dapat mengalami normotensi, nonedema, tanpa tanda-tanda kelebihan cairan walau berada di atas berat badan keringnya. Pemantauan tekanan darah yang
terus-menerus
merupakan
satu-satunya
cara
untuk
menentukan hipervolume yang bisa menyebabkan hipertensi paling lambat 12 jam setelah meninggalkan unit hemodialisis. Penyesuaian yang tepat pada
berat
badan
kering
tidak
selalu
sewaktu
munculnya
komplikasi under/over hidrasi dan saat sakit.
Ketidakpatuhan dalam mengurangi asupan cairan dapat meningkatkan berat badan dan memungkinkan berbagai macam komplikasi yang dapat ditimbulkan, seperti sesak pada pernapasan. Ketidakpatuhan pembatasan
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
26
cairan dapat terjadi pada pasien di antara hemodialisis sebelumnya dan selnjutnya, dengan indikasi adanya peningkatan berat badan, yang mana di sebut dengan Interdialitic Weigth Gain (IDWG), atau bahkan sebaliknya pada pasien yang membatasi asupan cairan yang berlebihan dapat mengakibatkan Intradialitic Weigth Loss (IDWL). Ketidakpatuhan dalam asupan cairan dapat mengakibatkan 2 kemingkinan yaitu IDWG ataupun IDWL (Denhaerynck, Manhaeve, Dobbels, Garzoni, Nolte & Degeest, 2007).
Asupan cairan membutuhkan regulasi yang hati-hati dalam gagal ginjal kronik, karena rasa haus pasien merupakan panduan yang tidak dapat diyakini mengenai keadaan hidrasi pasien (Wilson, 2006 dalam Price & Wilson, 2006). Berat badan harian merupakan parameter yang penting dipantau, selain catatan yang akurat mengenai asupan dan keluaran. Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan kelebihan beban sirkulasi, edema, dan intoksikasi cairan.
Asupan yang kurang optimal dapat menyebabkan dehidrasi, hipotensi, dan perburukan ginjal. Aturan umum untuk asupan cairan adalah keluaran urine dalam 24 jam + 500 ml mencerminkan kehilangan cairan yang disadari. Misalnya, jika keluaran urine pasien dalam 24 jam adalah 400 ml, maka asupan cairan total perhari adalah 400 + 500 ml = 900 ml. Kebutuhan pasien yang diperbolehkan pada pasien anefrik adalah 800 ml/hr, dan pasien dialisis diberi cairan yang mencukupi untuk memungkinkan penambahan berat badan 2 hingga 3 pon (sekitar 0,9 hingga 1,3 kg) selama pengobatan. Yang jelas, asupan cairan harus diatur sedemikain rupa untuk mencapai keseimbangan cairan (Wilson, 2006 dalam Price & Wilson, 2006). Pengukuran berat badan kering seperti pengukuran berat badan ideal yakni (TB – 100) – 10%, di mana kondisi pasien normotensive, tidak mengalami kelebihan cairan (udema) atau dehidrasi. Berat badan ideal ini harus dicapai pasien di akhir dialisis (Cahyaningsih, 2009).
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
27
Pembatasan pemasukan cairan pada gagal ginjal kronik perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya komplikasi seperti hipervolumia, dan komplikasi pada sistem kardiovakuler,
yang hal tersebut dapat
memperberat beban kerja dari ventrikel kiri, cara untuk mengurangi beban kerja tersebut yakni dengan mengurangi pemasukan cairan yang berlebihan. Cairan yang masuk dan keluar harus seimbang, baik yang lewat urine maupun yang keluar tanpa disadari klien yaitu insensible water loss. Jumlah cairan yang dikonsumsi adalah dengan menambahkan cairan yang keluar dengan 500 ml. Jika asupan air segera dibatasi setelah timbul gagal ginjal akut, kandungan cairan tubuh total mungkin hanya sedikit meningkat. Jika asupan cairan tidak dibatasi dan pasien tetap minum sebagai responnya terhadap mekanisme rasa haus normal, cairan tubuh akan segera meningkat (Guyton, 2007).
Renin merupakan suatu enzim proteolitik yang disekresikan oleh ginjal yang mempunyai respon terhadap penurunan perfusi ginjal yang menyebabkan penurunan volume ekstrasel. Renin bertugas untuk mengubah
angiotensinogen
menjadi
angiotensin
I
yang
dapat
mengakibatkan terjadinya vasokontriksi. Kemudian angiotensin I akan diubah menjadi angiotensin II yang kemudian akan menyebabkan vasokontriksi pada pembuluh darah selektif yang masif dan merelokasi dan meningkatkan aliran darah ke ginjal, yang meningkatkan perfusi ke ginjal. Angiotensin II juga menstimulasi pelepasan aldosteron bila konsentrasi natrium rendah (Weldy, 1996 dalam Crisp & Taylor, 2001). Peningkatan kadar angiotensin II pada pasien gagal ginjal dapat menimbulkan haus. Efek dari dipsogenik angiotensin II yang disebabkan kondisi-kondisi yang terkait dengan perangsangan dari sistem renin angiotensin yang menyebabkan rasa haus yang berlebihan, kondisi ini merupakan haus yang tidak terkontrol, meskipun terjadi hidrasi yang memadai (Black & Hawks, 2005). Masukan cairan pada pasien gagal
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
28
ginjal kronik yang mengalami haus dapat juga disebabkan oleh mukosa mulut yang kering dan rasa metalik di mulut akibat uremia.
2.3 Asuhan Keperawatan Pasien Gagal Ginjal Kronis Yang Menjalani Hemodialis Asuhan
keperawatan
diarahkan
untuk
mengkaji
status
cairan
dan
mengidentifikasi sumber potensial yang mengakibatkan ketidakseimbangan, mengimplementasikan program diet untuk menjamin masukan nutrisi yang sesuai dalam batas-batas program penanganan, dan meningkatkan rasa positif dengan mendorong peningkatan perawatan diri dan kemandirian. Sangatlah penting untuk menjelaskan dan menginformasikan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit gagal ginjal tahap akhit, pilihan penanganan, dan komplikasi potensial. Dukungan emosi terbesar diperlukan pasien dan keluarga berhubungan dengan sejumlah perubahan yang dialami. Intervensi khusus, beserta rasional dan kriteria evaluasi disajikan secara rinci tercantum sebagai berikut.
Asuhan keperawatan yang berkesinambungan perlu diberikan kepada pasien gagal ginjal kronik, terutama yang menjalani terapi hemodialisa. Perawat berperan sangat penting dalam memberikan pelayanan yang maksimal kepada pasien. Pasien memerlukan konseling yang terkait informasi yang harus dipahami serta dijalani oleh pasien dan keluarga dalam rangka untuk memelihara kesehatan dan menghindari komplikasi yang berhubungan dengan gagal ginjal tahap akhir. Karenanya perawat di harapkan dapat memberikan pendidikan yang berkelanjutan dan mengulangi pengajaran awal sambil memantau perkembangan pasien dan kepatuhan mereka terhadap program penanganan (Smelzter & Bare, 2002). Perawat nefrologi seharusnya sering memiliki hubungan jangka panjang dengan pasien mereka dan idealnya ditempatkan untuk memberikan pendidikan berkelanjutan dan dorongan, terutama bagi mereka yang mengalami kesulitan dalam mengikuti program pembatasan cairan dan makanan (Barnett, Yoong, Pinikahana, & Si-Yen, 2007).
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
29
2.3.1 Pengkajian 1) Aktifitas dan istirahat, adanya kelelahan, kelemahan, dan malaise, kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak. 2) Sirkulasi kaji adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada, hipertensi : nadi kuat, edema, jaringan dan pitting pada kaki, dan telapak tangan, disritmia jantung, friction rub perikardial, (respon terhadap akumulasi cairan), pucat, kulit coklat kehijauan, kuning, kecenderungan perdarahan. 3) Integritas Ego, kaji mengenai faktor stress (misalnya finansial, hubungan, dsb), perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, serta didapati tanda seperti menolak, ansietas, takut, marah, mudah tersinggung, perubahan kepribadian. 4) Eliminasi, adanya penurunan frekuensi urin, oliguri, atau anuria, distensi abdomen, diare, atau konstipasi, perubahan warna urin (kuning pekat, merah, atau coklat), oliguri, atau anuria. 5) Makanan dan cairan, kaji peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi), anoreksia, nyeri epigastrium, mual/muntah, napas bau amoniak, distensi abdomen (asites), pembesaran hati (hepatomegali), perubahan turgor kulit, lembab, edema, ulserasi gusi, perdarahan gusi atau lidah, penurunan kekuatan otot, penampilan tak bertenaga. 6) Neurosensori, seperti adanya sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot (kejang), rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan, dan kelemahan, khususnya ekstremitas bawah (neuropati perifer), gangguan status mental (misalnya penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, penurunan kesadaran, stupor atau koma, tanda chvostek dan trosseau positif, kejang, fasikulasi otot, aktifitas kejang, rambut tipis, kuku rapuh dan tipis. 7) Nyeri dan kenyamanan, kaji riwayat nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, adanya perilaku hati-hati (distraksi), gelisah.
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
30
8) Pernapasan, meliputi adanya napas pendek, noctural paroxysmal dyspnea, batuk dengan atau tanpa sputum kental, takipnea, dispnea, pernapasan kusmaul (cepat dan dalam), batuk produktif dengan sputum merah muda dan encer (edema paru). 9) Keamanan seperti kulit gatal, ada atau berulangnya infeksi, pruritas, demam (karena sepsis atau dehidrasi) petekie, ekimosis. 10) Seksualitas, penurunan libido, amenore, infertilitas 11) Interaksi sosial, kesulitan menentukan kondisi (misalnya tidak mampu bekerja, atau mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga).
2.3.2 Diagnosa Keperawatan Setelah dilakukan pengkajian pada pasien, maka langkah selanjutnya dalam proses keperawatan adalah menentukan diagnosa keperawatan. Adapun diagnosa keperawatannya adalah perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan gastrointestinal (akibat uremia), anorekia, mual atau muntah, pembatasan diet. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan terapi pembatasa, penurunan kekuatan/kelemahan, gangguan muskuloskeletal, gangguan persepsi atau kognitif. Kurang perawatan diri berhubungan dengan gangguan persepsi atau kognitif (akumulasi toksin), intoleransi aktifitas, penurunan kekuatan dan ketahanan terhadap nyeri. Resiko tinggi konstipasi berhubungan dengan penurunan masukan cairan, pola diet, penurunan motilitas usus, ketidakseimbangan elektrolit, hipovolemia, hiperglikemia. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, ancaman konsep diri, perubahan
konsep
diri,
perubahan
status
kesehatan,
status
sosioekonomik. Gangguan citra diri (harga diri) berhubungan dengan krisis situasional, penyakit kronis pada peran biasanya. Kurang pengetahuan tentang kondisi, program penanganan, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan, tidak mengenal informasi, keterbatasan kognitif (Suharyanto, 2002).
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
31
2.3.3 Intervensi Keperawatan Dalam intervensi keperawatan ini, peneliti memfokuskan pada diagnosa Kurang pengetahuan tentang kondisi, program penanganan, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan, tidak mengenal informasi, keterbatasan kognitif (Suharyanto, 2002). Adapun Nursing Outcame Classification (NOC) tahun 2008 adalah adanya pengetahuan tentang proses penyakit (Knowledge : disease process) dengan kriteria hasil : mengetahui proses penyakit, faktor-faktor penyebab, faktor resiko, dampak dari penyakit, tanda dan gejala penyakit, potensial terjadinya komplikasi, tanda dan gejala komplikasi, pencegahan terhadap timbulnya komplikasi, efek psikososial penyakit bagi diri sendiri, efek psikososial penyakit bagi keluarga, manfaat management penyakit, tersedianya dukungan kelompok, dan adanya sumber informasi tentang penyakit yang tersedia.
Nursing Intervention Classification (NIC) masalah keperawatan kurang pengetahuan adalah dengan memberikan konseling (carpenito, 1999) berada pada Behavioral, yang terdapat Communication enhancement. Intervensi konseling activity sebagai berikut : membangun hubungan terapeutik
berdasarkan
kepercayaan
dan
saling
menghormati,
menunjukkan empati, kehangatan, menetapkan hubungan konseling jangka panjang, menetapkan tujuan bersaman, menyediakan privasi dan menjamin kerahasiaan, berikan informasi yang diperlukan, dorong ekspresi perasaan, bantu pasien dalam mengidentifikasi masalah atau situasi yang memperburuk kondisinya, gunakan tehnik refleksi dan klarifikasi, bantu pasien dalam mengidentifikasi solusi alternatif dalam pemecahan masalah, identifikasi adanya perbedaan antara pandangan pasien dan tim kesehatan, tentukan perilaku keluarga dalam perawatan pasien, verbalisasi perbedaan perasaan pasien dengan perilaku, gunakan alat penilaian (misalnya, kertas dan pensil tindakan, rekaman, rekaman video, latihan interaksional dengan orang lain) untuk membantu meningkatkan kesadaran diri pasien, ungkapkan aspek-aspek dari
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
32
pengalaman atau kepribadian untuk mendorong kepercayaan, bantu pasien dalam mengidentifikasi kekuatan. Cegah pengambilan keputusan ketika pasien berada pada stress berat.
2.3.4 Konseling Sebagai Salah Satu Intervensi Keperawatan Konseling adalah proses membantu klien melalui pihak ketiga atau membantu sistem memperbaiki layanannya terhadap klien mereka (Gibson, 2011). Hubungan ini mengacu pada tindakan sukarela antara seorang penolong profesional dan individu, di mana konselor menyediakan bantuan bagi klien untuk mendefinisikan dan menjawab masalah-masalah terkait pekerjaan, maupun kesehatan.
Perawat memiliki keahlian dalam hal teori, ilmiah, dan ketrampilan klinis, dapat mempengaruhi dan menfasilitasi kesehatan masyarakat melalui pendidikan pada pasien untuk merubah perilaku (Carison, 2010). Menurutnya, perawat mempunyai andil yang cukup besar dalam hal perubahan
perilaku kesehatan pada pasien, misalnya kegemukan,
pemakaian alkohol, merokok, dan bahkan pada program diet. Pada pasien dengan gagal ginjal kronik perlu pengaturan diet yang seksama guna mencegah berbagai komplikasi yang dapat ditimbulkan, hal tersebut tidak terlepas dari peran perawat yang mempunyai kewajiban untuk memberikan pendidikan yang berkelanjutan terhadap pasien tersebut.
Salah satu peran perawat adalah sebagai konselor, hal ini merupakan komponen pada proses keperawatan dan pendidikan kesehatan. Konseling mencerminkan hubungan perawat pasien, komunikasi teraupetik dan pelayanan yang berorientasi pada masalah (Tamsuri, 2007). Konseling dapat dipandang sebagai salah satu bentuk pelayanan keperawatan, yakni memberi petunjuk pada pasien untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, dan perilaku
konstruktif
yang
berguna
untuk
mempertahankan
dan
meningkatkan derajat kesehatannya. Konseling dalam layanan keperawatan belum banyak dilaksanakan, meskipun Konseling keperawatan merupakan
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
33
pekerjaan yang sama pentingnya dengan bidang pekerjaan profesional lainnya, seperti kedokteran, kerja sosial, pendidikan dll, namun hal tersebut sering diabaikan. Pasien perlu diberi konseling tentang komplikasi yang terjadi dan memberitahu jika mereka telah gagal dari program terapi, dengan konseling dapat didiskusikan dengan pasien untuk pemecahan masalah (Sheahan & Free, 2005).
2.3.5 Konseling dengan Pendekatan Analisis Transaktional 2.3.5.1 Pengertian Analisis transaktional merupakan suatu komunikasi yang efektif, di mana perawat dapat mengetahui perasaan dan pengalaman seseorang terhadap perilakunya. Teori ini membahas tentang kepribadian dan sistem yang terorganisir dari terapi interaksional. Dengan menggunakan analisis transaktional dapat memahami faktor-faktor yang dapat memperngaruhi komunikasi pasien, menghargai keragaman yang diciptakan oleh kepribadian yang berbeda serta melibatkan pasien berdasarkan interaksi sebagai orang dewasa (Lawrence, 2007). Oleh karena itu, konsep analisis transaktional perlu diterapkan dalam keperawatan untuk menangani pasien-pasien dengan penyakit kronis, seperti diabetes melitus dan gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa (Egan, Rivera, Robillard & Hanson, 1997).
Tehnik yang esensial di dalam konseling ini adalah prosedur kontrak yang dilakukan sebelum setiap langkah konseling. Kontrak antara konselor dan pasien ini adalah cara melatih atau mempersiapkan pasien membuat keputusan-keputusan penting mereka sendiri. Selain tehnik kontrak, analisis transaksional juga memanfaatkan kuisioner, skrip/skenario hidup, analisis struktural, permainan peran, analisis permainan dan ritual, dan penekanan (penguatan).
Di setiap tahapan konseling, keputusan untuk terus maju di serahkan kepada pasien, ini cara konselor melindungi dirinya agar konseling tidak
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
34
terkesan memaksakan pasien. konselor dapat memberi gambaran umum tahap selanjutnya, namun tidak akan pernah masuk ke dalamnya sebelum pasien setuju lewat kontrak untuk berpartisipasi lebih jauh.
Konseling dengan pendekatan analisis transaksional mungkin dapat diterapkan pada pasien gagal ginjal kronik yang sering melanggar diet cairan yang telah dianjurkan, sehingga terjadi peningkatan berat badan yang berlebihan. Analisis transaksional adalah pendekatan behavioralkognitif yang beramsumsi setiap pribadi memiliki potensi untuk memilih dan mengarahkan ulang atau membentuk ulang nasibnya sendiri. Teori ini lebih menitikberatkan pada komunikasi yang efisien kepada pasien sehingga membantu pasien mengevaluasi setiap keputusannya dalam membuat keputusan baru yang lebih tepat (Lawrence, 2007). Tehnik yang esensial di dalam konseling ini adalah prosedur kontrak yang dilakukan sebelum setiap langkah konseling. Kontrak antara konselor dan pasien ini adalah cara melatih atau mempersiapkan pasien membuat keputusankeputusan penting mereka sendiri. Selain tehnik kontrak, analisis transaksional juga memanfaatkan kuisioner, skrip/skenario hidup, analisis struktural, permainan peran, analisis permainan dan ritual, dan penekanan (penguatan) (Gibson, 2011).
Analisis transaktional merupakan suatu komunikasi yang efektif, di mana perawat dapat mengetahui perasaan dan pengalaman seseorang terhadap perilakunya. Teori ini membahas tentang kepribadian dan sistem yang terorganisir dari terapi interaksional. Dengan menggunakan analisis transaktional dapat memahami faktor-faktor yang dapat memperngaruhi komunikasi pasien, menghargai keragaman yang diciptakan oleh kepribadian yang berbeda serta melibatkan pasien berdasarkan interaksi sebagai orang dewasa (Lawrence, 2007).
Analisis transaktional adalah cara yang ampuh dengan menggunakan penilaian psikoanalisis yang bisa digunakan untuk menganalisis transaksi
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
35
komunikasi individu (Berne, 2001 dalam Hollins, 2011). Eric Berne mengamati individu atau pasien kadang-kadang bertindak seperti anakanak, dewasa, bahkan seperti orang tua. Dia juga menyadari bahwa individu kadang melakukan peran dengan motif tersembunyi yang mendasari pesan mereka, suara, gerakan tubuh merupakan bagian yang cukup besar dari pesan, dan yang lebih penting daripada kata yang diucapkan (Harris, 2004 dalam Hollins, 2011).
2.3.5.2 Komponen Konseling Analisis Transaktional 1) Analisis struktural Seseorang individu menanggapi rangsangan yang datang dengan berbeda-beda, seperti contoh seorang perawat dalam berkomunikasi dengan pasien ada yang tenang, hangat, simpatik, dan menarik, namun di sisi lain ada yang berkomunikasi dengan kritis, marah, atau menghakimi.
Analisis
bermacam-macam
ego
transaktional tersebut.
dapat Otak
memanfaatkan manusia
dari
mempunyai
pengalaman masa lalu yang disimpan dalam kenangan. Ini adalah kenangan disimpan berdekatan dengan perasaan yang berhubungan dengan komunikasi tertentu. Ketika disajikan dengan stimulus yang sama melalui konseling dengan orang lain, orang tanpa sadar mungkin dapat ‘menghidupkan kembali” pengalaman masa lalu. Eric Berne (2001), menggambarkan analisis struktural dalam ego menjadi 3 kategori, antara lain: a) Orang tua/Parent Orang tua (P) sering bersikap sebagai pengendali, membatasi, kaku, mengungkapkan perasaan dengan emosi, kadang kadang menjadi sombong dan menjengkelkan (Critical Parent). CP selalu menetapkan
aturan
“harus”, “jangan”,
“tidak bisa”, dan
seterusnya, melihat suatu kesalahan tetap sebagai kesalahan. Sebaliknya Nurturing Parent (NP) selalu mengungkapkan hal yang positif, menerima orang lain apa adanya, memberikan
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
36
saran/nasihat, melindungi, memelihara, melihat suatu kesalahan sebagai proses untuk belajar. b) Dewasa/Adult Adult adalah bagian dari diri kita yang berhubungan dengan “di sini dan sekarang”. Seorang yang dewasa adalah selalu berfikir secara rasional dan analisis. Seorang dewasa akan mampu mengidentifikasi masalah, menganalisis, dan menghasilkan solusi yang rasional. Pada konsep penting analisis transaktional adalah akan membawa pasien dalam kondisi sebagai orang dewasa sehingga dapat merespon pemikiran dalam berkomunikasi. Dewasa merupakan bagian yang paling produktif dalam membuat sebuah keputusan (Holyoake, 2000). c) Anak/Child Free Child (FC) adalah anak yang natural, penuh kasih sayang, petualang, selalu percaya, dan memahami aturan. Sedangkan AC (Adapted Child) mengalami kekacauan dalam komunikasi, serta tidak terstruktur. AC diharapkan dapat berperilaku seperti “tolong”, “terima kasih”, dan “maaf”, namun ketika reaksi dari parent berlebihan akan menghasilkan reaksi AC yang berlebihan. Dengan kata lain orang tuan CP akan menghasilkan anak AC dan orang tua NP akan menghasilkan anak yang FC, seperti terlihat dalam gambar berikut : Gambar 3.1. Analisis Struktural
P
CP NP
A
A
C
AC FC
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
37
Untuk berkomunikasi secara efektif dengan pasien dalam keadaan ego dewasa yang berarti bahwa perawat harus mengmbangkan dialog diarahkan kepada keadaan ego dewasa. Mengingat seorang perawat dalam sesi konseling pasien menggunakan model konseling interaktif, maka pengembangan transaksi dewasa kepada dewasa dalam kontrol seorang perawat. Jika seorang perawat tidak memahami analisis transaktional ini, mungkin akan berkomunikasi
seperti
orang
tua
atau
anak
yang
akan
menghasilkan komunikasi yang kurang optimal (Lawrence, 2007). Dalam berkomunikasi dengan pasien, perawat harus mampu mengendalikan diri dan berperilaku seperti orang dewasa, jika berkomunikasi layaknya orang tua atau anak maka pasien tidak dapat merespon, bahkan komunikasi akan rusak atau tidak efektif (Solomon, 2010). Hal ini dikatakan sebagai transaksi silang, seperti yang terlihat dalam gambar berikut : Gambar 3.2 Transaksi Normal & Silang
P
P
P
P
A
A
A
A
C
C
C
C
2) Penguatan Penguatan adalah suatu respon terhadap suatu tingkah laku dan penampilan pasien. Penguatan adalah suatu respons terhadap suatu
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
38
tingkah
laku
pasien
yang dapat
menimbulkan
kemungkinan
berulangnya kembali tingkah laku tersebut. Burhus Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses belajar. Skinner menyatakan bahwa penguatan terdiri atas penguatan positif dan negatif.
Penguatan dapat dianggap sebagai stimulus positif, jika penguatan tersebut
seiring
melakukan
dengan
pengulanggan
meningkatnya perilakunya
perilaku itu,
pasien
contohnya
yang pujian.
Sebaliknya jika respon pasien kurang atau tidak diharapkan sehingga tidak menunjang tujuan pembelajaran, harus segera diberi penguatan negatif agar respon tersebut tidak di ulangi lagi dan berubah menjadi respon yang sifatnya positif contohnya teguran, peringatan atau sanksi. Komponen-komponen dalam keterampilan memberi penguatan dapat berupa penguatan verbal, misalnya dengan kata-kata atau kalimat pujian (“bagus”, “tepat sekali”, dll). Adapun bentuk penguatan non verbal seperti senyuman, anggukan, acungan ibu jari, atau tepuk tangan, kadang-kadang dilaksanakan bersama-sama dengan penguatan verbal.
Tujuan dari pemberian penguatan kepada pasien adalah untuk meningkatkan motivasi, mengontrol perilaku yang negatif, dan menumbuhkan rasa percaya diri (Harris, 2004 dalam Hollins, 2011). Sebagai contoh ketika pasien dengan usahanya mengatur asupan cairan untuk mengontrol kenaikan interdialytic weight gain, meski hasil yang dicapai belum maksimal, namun penguatan positif perlu diberikan kepada pasien tersebut, agar termotivasi untuk lebih baik lagi. Ada teori yang mendasar mengenai asumsi ini bahwa penguatan negatif lebih baik daripada tidak sama sekali, dalam arti penguatan negatif di berikan untuk merubah perilaku pasien yang negatif (Tilney, 1998, dalam Hollins, 2011).
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
39
Seseorang akan berusaha untuk menyeimbangkan antara penguatan negatif dan positif dalam kehidupan mereka. Seorang yang dewasa akan merasa nyaman dan terbiasa ketika dalam awal kehidupannya sering mendapatkan penguatan negatif maupun positif. Namun ada beberapa orang merasa kesulitan dalam mengatur diri mereka ketika menerima penguatan negatif (Berne, 2001).
3) Posisi kehidupan Posisi kehidupan seseorang akan mengungkapkan bagaimana individu akan berhubungan dengan orang lain. Ada 4 posisi kehidupan dasar yaitu : a)
Saya OK, dan anda OK Berarti penerimaan terhadap diri sendiri dan orang lain. Ini adalah cara komunikasi yang paling efektif dan kooperatif dengan orang lain, yang memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan pribadi seseorang secara maksimal.
b) Saya OK, dan anda tidak OK Ini menunjukkan nilai pada diri sendiri, tidak kepada orang lain. Individu ini berusaha untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dengan mengorbankan orang lain. c)
Saya tidak OK, dan anda OK. Posisi ini menunjukkan suatu penerimaan pada orang lain, tapi tidak untuk diri sendiri. Individu seperti ini akan mudah dimanfaatkan oleh orang lain.
d) Saya tidak OK, dan anda tidak OK Menunjukkan tidak adanya penerimaan pada diri sendiri dan orang lain. Seseorang dengan posisi seperti ini tidak dapat kooperatif dan berkomunikasi dengan orang lain.
Orang tidak akan menghabiskan seluruh waktunya dalam satu posisi hidup, meskipun beberapa individu lebih dominan dalam posisi tertentu. Dengan menganalisis posisi kehidupan tersebut
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
40
memungkinkan seseorang untuk mencapai keberhasilan maupun kegagalan. Istilah posisi kehidupan bagi Berne dipergunakan untuk menunjukan pola kehidupan yang dapat berwujud cara bertingkah laku yang diyakini, sebagai cara, nasib, atau modus bagi dirinya. Tidak jarang pula posisi boleh menjadi batas atau standar sukses yang ditanamkan orang tuanya. Posisi kehidupan ini bisa mempengaruhi interksi seseorang dengan orang lain. Kendatipun hal ini tidak disadarinya. Posisi kehidupan ini bisa mempengaruhi sehat tidaknya (OK tidak OK) seseorang dalam memandang diri dan lingkungannya.
4) Permainan peran Individu yang mempunyai wawasan dan kemauan untuk mengubah kehidupan adalah kunci untuk memperbaiki perilakunya (Berne, 2001). Perilaku seseorang dapat memberikan gambaran terhadap kesadaran akan kesehatannya. Sebagai contohnya adalah ketika pasien gagal ginjal kronik diminta untuk memilih salah satu gelas yang berisi minuman didepannya. Satu gelas berisi minuman yang sesuai dengan anjuran dietnya, sedangkan satu gelas lainnya berisi minuman yang melebihi batas anjuran dietnya. Ketika pasien memilih gelas yang benar, maka diasumsikan pasien tersebut telah mengerti tentang asupan cairan yang direkomendasikan, begitu juga sebaliknya.
2.3.5.3 Proses Konseling Analisis Transaktional Dalam AT konseling diarahkan kepada bagaimana klien bertransaksi dengan lingkungannya. Karena itu, dalam melakukan konseling ini, konselor memfokuskan perhatian terhadap apa yang dikatakan klien kepada orang lain dan apa yang dikatakan orang lain kepada klien. Untuk itu, tahapan digunakan dalam AT diantaranya adalah : 1) Membangun hubungan Konseling pada hakikatnya adalah sebuah hubungan, yakni suatu hubungan yang sifat dan tujuannya adalah membantu/menolong.
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
41
Maka langkah awal konselor adalah membangun iklim yang kondusif bagi penghargaan timbal balik, kepercayaan, kebebasan, komunikasi terbuka dan pemahaman umum tentang apa saja yang terlihat di dalam proses konseling. Membangun hubungan dengan pasien harus dicapai di dalam proses awal konseling. Faktor-faktor yang terpenting dalam hubungan
pasien
dengan
konselor
adalah
penghargaan
dan
penerimaan yang positif, akurat, dan keaslian. Proses konseling di dalam hubungan semacam ini berusaha membantu pasien bertanggung jawab atas problemnya sendiri dan mencari solusinya. Meskipun tanggung jawab pada akhirnya semakin meningkat di pihak pasien, namun di tahapan ini tanggung jawab proses konseling utamanya masih terletak pada pihak konselor. Pada analisis transaksional ini menitikberatkan pada fase ini, sehingga dapat terbina trust dengan pasien. 2) Mengidentifikasi dan mengeksplorasi problem Jika proses membangun hubungan sudah berhasil, maka pasien akan lebih reseptif terhadap diskusi dan eksplorasi yang mendalam terhadap problem mereka. Pada tahap ini pasien diasumsikan menjadi lebih bertanggung
jawab
daripada
tahap
sebelumnya,
yakni
mengkomunikasikan problem yang sedang dihadapi klien. Selama fase ini, konselor akan terus menampilkan perilaku pendampingan dan memberikan titik tekan bagi ketrampilan komunikasi seperti parafrasa, klarifikasi, pemeriksaan persepsi atau umpan balik. Konselor bisa juga melontarkan beberapa pertanyaan kepada pasien, namun pernyataan dikemukakan sedemikian rupa untuk memfasilitasi pengeksplorasian berkelanjutan terhadap probelm pasien. Pada tahapan ini, pasien tidak hanya mengeksplorasikan pengalaman dan perilaku, tetapi juga menyatakan perasaan dan hubungan problemnya dengan cara menjalani hidup. 3) Merencanakan solusi problem dan bantuan Setelah konselor menentukan semua informasi yang relevan yang terkait problem pasien serta memahaminya, dan setelah pasien
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
42
menerima fakta kalau dia harus bertindak sesuatu untuk mengatasi problem tersebut, maka tibalah waktunya untuk membuat sebuah rencana bagi pemecahan problem pasien. Langkah-langkah konseling pada tahap ini adalah : a) Mendefinisikan program Sangat penting untuk konselor dan pasien melihat problem dari pesrpektif yang sama dan memiliki pemahaman yang sama untuk cara-cara penyelesainnya. b) Mengidentifikasi dan mendata semua solusi yang memungkinkan Di titik ini mengungkapkan semua kemungkinan solusi merupakan langkah terbaik. Entah pasien maupun konselor harus berperan aktif, namun klien mestinya diberi kesempatan mendata sebanyak mungkin alternatif lain.
c) Mengeksplorasi konsekuensi solusi yang diusulkan bersama Di sini, pasien dan konselor mengidentifikasi prosedur-prosedur yang dibutuhkan untuk pengimplementasian setiap solusi yang disarankan. d) Memprioritaskan solusi yang paling tepat dan disepakati Setelah keputusan dibuat dan solusi terbaik dipilih, klien siap bergerak menuju pengaplikasian dan pengimplementasian.
4) Pengaplikasikan solusi dan penutupan sesi konseling Di tahap akhir ini, tanggung jawab menjadi syarat utama keberhasilan. Pasien bertanggung jawab mengaplikasikan solusi yang sudah disepakati. Pertama-tam konselor bertanggung jawab menguatkan tindakan klien menuju solusi problem yang sudah disepakati. Lalu pasein terlibat aktif mengaplikasikan solusi problem, konselor harus terus mempertahankan posisinya sebagai sumber upaya tindak lanjut (follow up), dukungan dan penguatan. Namun, pasien mungkin memerlukan juga bantuan konselor untuk meluruskan sejumlah hal yang ternyata tidak sesuai rencana. Seperti sudah dikatakan, tanggung
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
43
jawab menetukan titik awal dan titik akhir proses konseling terletak di tangan konselor meskipun pasien juga boleh menghentikan proses ini kapanpun dia inginkan.
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
44
Skema 2.2 Kerangka Teori Aktifasi sistem renin, angiotensin, aldosteron
Gagal ginjal kronik Mulut kering dan rasa metalik akibat uremia
Angiotensin II
Mengurangi rasa haus: -
Hipotalamus
Mengunyah permen karet tanpa glukosa Perawatan mulut Mengatur suhu minuman
Haus Komplikasi : Kurang pengetahuan
Hemodialisis
Intake cairan berlebihan
-Sesak napas -Oedem -Hipertensi
NIC :
Konseling :
- Kaji tingkat pengetahuan - Sediakan informasi - Dukung pasien untuk eksplorasi - Berikan Konseling
- Psikoanalitik - Analisis Transaktional - Person centered - Behavioral
Analisis transaktional
Peningkatan berat badan
-
Analisis struktural Bermain peran Analisis script Penguatasn/stroke Permainan ritual
- Farmakologis - Retensi Na - Pembatasan cairan - Terapi ginjal
Penurunan Berat Badan Pasien
Sumber : (Egan, P.M., Rivera, G.S., Robillard, R.R., Hanson, A., (1997), ; Price & Wilson, 2006; Gibson, 2011; Purnomo, 2011) Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
45
BAB 3 KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
Pada bab ini akan diuraikan mengenai kerangka konsep, hipotesis dan difinisi operasional dari masing-masing variabel dalam penelitian. 3.1 Kerangka Konsep Kerangka konseptual penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang diteliti (Setiadi, 2007). Konsep adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar variabel (Nursalam, 2009).
Skema 2.3 kerangka konsep Variabel Independent
Variabel Dependent
Penurunan interdialytic weight gain
Konseling analisis transaksional
Confounding -
Usia Motivasi Pengetahuan Periode hemodialisa
3.2 Variabel 3.2.1 Variabel dependent Variabel terikat dalam penelitian ini adalah penurunan interdialytic weight gain pasien dengan terapi hemodialisa.
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
46
3.2.2 Variabel indipendent Variabel bebas pada penelitian ini adalah konseling dengan pendekatan analisis transaksional.
3.2.3 Variabel confounding Adapun variabel pengganggu pada penelitian ini meliputi usia, motivasi, pengetahuan, dan durasi menjalani HD.
3.3 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2007). Sementara menurut Arikunto (2010) menjelaskan hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul.
Hipotesis : Konseling analisis transaksional tentang diet cairan dapat menurunkan interdialytic weight gain pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di Rumah Sakit Umum Kardinah Kota Tegal tahun 2012.
3.4 Definisi Operasional Variabel
Definisi
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala
Operasional Dependent Penurunan interdialyitic weight gain
Independent Konseling analisis transaksional
Penurunan berat badan sampai batas berat badan kering bagi pasien yang mengalami peningkatan berat badan > 1,3 kg tiap kali sesi hemodialisa. Metode konseling yang meliputi analisis struktural, bermain peran, bermain ritual,
Lembar pengkajian
Kilogram
Panduan konseling
1. Dilakukan konseling 2. Tidak dilakukan konseling
Rasio
Nominal
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
47
Confounding Usia
Motivasi
penguatan, serta skenario hidup. bilangan tahun Lembar responden yang pengkajian dihitung dalam tahun sejak lahir sampai dengan ulang tahun terakhir. Dorongan dari diri Kuisioner pasien untuk mencapai derajat kesehatan yang maksimal.
Pengetahuan
Aspek kognitif Kuisioner pasien tentang diet yang harus dijalankan untuk pasien hemodialisa.
Periode hemodialisa
Waktu yang sudah Lembar dijalani pasien dari observasi pertama kali mendapatkan terapi hemodialisa sampai sekarang
Tahun
Rasio
1. Baik (skor > Ordinal 80) 2. Sedang (skor 60-80) 3. Kurang (skor <60) 1. Baik (skor Ordinal >80) 2. Sedang (skor 60-80) 3. Kurang (skor <80) Tahun Rasio
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
48
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian Desain penelitian adalah rencana dan struktur penelitian yang disusun sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan penelitiannya (Notoatmojo, 2005). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain pre-test and post-test with control group design (Quasi Eksperiment with control). atau eksperimen semu yaitu bentuk desain eksperimen yang menggunakan kelompok kontrol tetapi kelompok kontrolnya tidak berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang dapat memempengaruhinya, karena
peneliti
akan
memperlakukan
responden
sebagai
kelompok
eksperiman.
Gambar 3.3 Rancangan penelitian dapat diilustrasikan sebagai berikut :
Pre test
perlakuan
post test
Kelompok Ekperimen
01
X
02
Kelompok Kontrol
01
-
02
Peneliti melakukan suatu eksperimen berupa konseling dengan pendekatan analisis transaktional untuk mengetahui pengaruhnya terhadap penurunan interdialytic weight gain pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa. Perbedaan antara sebelum dan sesudah intervensi dapat diasumsikan sebagai efek dari intervensi yang telah dilakukan. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian yakni mengetahui adanya efektifitas dalam konseling tersebut. Di dalam desain ini observasi dilakukan sebanyak 2 kali yaitu sebelum eksperimen dan sesudah eksperimen. Kemudian penelitian
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
49
observasi yang dilakukan sebelum eksperimen (01), disebut pre-test, dan observasi sesudah eksperimen (02) disebut post-test (Arikunto, 2010). Rumus yang digunakan untuk menghitung efektifitas treatment adalah sebagai berikut :
t = Md √∑x2d N (N-1) Keterangan : Md
: mean dari deviasi (d) antara pre-test dan post-test
xd
: perbedaan deviasi dengan mean deviasi
N
: banyaknya subyek
df
: atau db adalah N-1
4.2 Populasi dan sampel 4.2.1 Populasi Populasi dalam penelitian adalah subyek (misalnya manusia; klien) yang memenuhi kriteria yang telah di tetapkan (Nursalam, 2009 : 89). Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah pasien yang menjalani terapi hemodialisa di unit [hemodialisa di rumah sakit umum Kardinah Tegal sebanyak 32 orang.
4.2.2 Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2007). Tehnik sampel yang digunakan adalah purposive sample yaitu sampel yang dilakukan dengan cara mengambil subyek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Tehnik ini biasanya dilakukan karena beberapa pertimbangan, misalnya alasan keterbatasan
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
50
waktu, tenaga dan dana sehingga tidak dapat mengembil sampel yang benar dan jauh (Arikunto, 2006).
Besarnya sampel dalam penelitian ini didapatkan dengan menggunakan rumus minimal sample size (Nursalam 2008). Besarnya sampel yang didapatkan sebanyak 24 orang. Sampel 24 orang di bagi menjadi kelompok kontrol dan kelompok intervensi masing-masing sebanyak 12 orang. Untuk kelompok intervensi yang menjalani hemodialisa pada hari senin dan kamis, sedangkan untuk kelompok kontrol yang menjalani hemodialisa pada hari selasa dan jumat. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah adanya interaksi pengetahuan antara kelompok kontrol dan intervensi. Dalam mengantisipasi adanya drop out pada proses penelitian ini, maka jumlah diatas ditambah 10%, sehingga jumlah sampel yang diperlukan adalah 24+2,4 = 26,4 dibulatkan menjadi 26. Sehingga didapatkan besar sampel untuk kelompok intervensi sebanyak 13 sampel dan besar sampel untuk kelompok kontrol sebanyak 13 sampel.
Rumus Minimal Sample Size sebagai berikut : Z2.N.p.q
n =
d2(N-1) + Z2.p.q
Keterangan : n
= perkiraan jumlah sampel
N = perkiraan besar populasi Z = nilai standar normal untuk α = 0,05 (1,96) p
= perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50%
q
= tingkat kesalahan yang di pilih (d = 0,05)
besarnya sampel berdasarkan perhitungan sebagai berikut : n
=
(1,96)2.32.0,5.0,5 (0,1)2.(32-1) + (1,96)2.0,5.0,5
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
51
=
30,7338 8,7104
=
24,191
=
24 orang
Pada penelitian ini, peneliti menentukan jumlah sampel yang telah dipilih untuk dijadikan responden dengan kriteria inklusi sebagai berikut : 1. Kesadaran kompos mentis 2. Menjalani terapi hemodialisa 2 kali dalam seminggu 3. Usia 12 – 55 tahun 4. Rata-rata kenaikan interdialytic weight gain > 1,3 kg pada saat sebelum dilakukan hemodialisa dalam 4 kali hemodialisa secara berturut-turut. 5. Mampu berkomunikasi secara efektif. 6. Mampu membaca dan menulis 7. Tidak mengalami komplikasi penyakit lain 8. Pasien gagal ginjal kronik murni/komplikasi yang terkontrol Sedangkan untuk kriteria ekklusi adalah sebagai berikut : 1. Rata-rata kenaikan interdialytic weight gain < 1,3 kg pada saat sebelum dilakukan hemodialisa dalam 4 kali hemodialisa secara berturut-turut. 2. Usia di bawah 12 tahun dan di atas 55 tahun 3. Tidak kooperatif 4. Tidak bersedia menjadi responden 5. Mengalami komplikasi penyakit lain yang tidak terkontrol
4.3 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah sakit umum kardinah kota Tegal, khususnya di ruang hemodialisa yang telah didukung sepenuhnya oleh kepala ruangan, maupun perawat untuk dilakukan penelitian.
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
52
4.4 Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama 3 minggu pada tanggal 19 November sampai tanggal 8 Desember 2012.
4.5 Etika Penelitian Masalah etika dalam keperawatan merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian mengingat penelitian keperawatan akan berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan karena manusia mempunyai hak asasi dalam kegiatan penelitian. Masalah etika dalam penelitian keperawatan dapat meliputi : 4.5.1. Informed Concent Setelah diberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian kemudian pasien yang bersedia menjadi responden menandatangani lembar persetujuan
yang merupakan bentuk
persetujuan antara peneliti dan responden penelitian untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Responden akan tetap mendapatkan hak-haknya sebagai responden, dan diberi kebebasan
untuk
berhenti
menjadi
responden
apabila
mendapatkan ketidaknyamanan selama penelitian :
4.5.2. Anonimity dan Confidentiality Masalah
etika
keperawatan
merupakan
masalah
yang
memberikan jaminan dalam menggunakan subyek penelitian dengan cara menjaga kerahasiaan tidak mencantumkan nama pasien, tetapi menggunakan inisial nama atau kode responden pada lembar kuisioner dan setelah pengambilan data. Lembar persetujuan dipisahkan dengan lembar kuisioner dan selanjutnya data tersebut disimpan oleh peneliti dan hanya data yang akan dilaporkan. Hasil dari penelitian ini setelah tidak digunakan, maka semua data-data yang menyangkut penelitian ini akan dimusnahkan.
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
53
4.5.3. Beneficence Merupakan kewajiban peneliti untuk melakukan hal bermanfaat bagi responden. Prinsip dari hal penelitian ini adalah tidak memaksakan kepada pasien, menyeimbangkan antara efek intervensi yang peneliti lakukan tanpa merugikan pasien. Dalam hal ini peneliti menjelaskan manfaat penelitian ini kepada responden yaitu untuk meminimalkan kenaikan interdialytic weight gain sehingga akan terhindar dari komplikasi yang diakibatkan karena kenaikan interdialytic weight gain yang berlebihan,
dan
responden
diberi
kebebasan
untuk
mengundurkan diri apabila didapati ketidaknyamanan dalam proses penelitian.
4.5.4. Nonmaleficence Pada prinsip ini peneliti untuk tidak melakukan tindakan yang dapat menimbulkan bahaya bagi pasien, yang meliputi upaya untuk mencegah dan membuang unsur-unsur yang bahaya. Efek yang mungkin dapat ditimbulkan dalam konseling ini adalah kelelahan akibat proses konseling yang memerlukan waktu yang lama. Namun hal ini diantisipasi dengan memberikan konseling analisis transaksional dengan membaginya menjadi 4 tahapan untuk meminimalkan efek kelelahan pada responden.
4.5.5. Fidelity Prinsip fidelity merupakan kewajiban untuk percaya terhadap responden. Fidelity atau kesetiaan menekankan ketulusan dalam menjalin hubungan dengan orang lain dan memenuhi semua komitmen yang telah dibuat (Smeltzer & Bare, 2004). Dalam hal ini peneliti berusaha membina hubungan yang baik dengan pasien, sehingga dapat terbina rasa untuk saling percaya. Untuk menumbuhkan rasa saling percaya antara peneliti dan responden
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
54
membutuhkan waktu minimal 4 kali pertemuan, yaitu pada minggu pertama 2 pertemuan, dan 2 kali pertemuan pada minggu berikutnya.
4.5.6. Veracity Veracity atau kejujuran merupakan upaya untuk menyampaikan kebenaran
informasi
yang
diberikan,
tidak
melakukan
kebohongan (Hudak & Gallo, 2005). Peneliti memberikan informasi kepada yang benar dan apa adanya kepada responden dengan cara responden diberikan penjelasan secara detail mengenai tujuan, manfaat, waktu, dan efek yang mungkin dapat muncul ketika proses penelitian ini berlangsung.
4.5.7. Justice Justice atau keadilan adalah suatu kewajiban untuk bersikap adil dalam distribusi beban dan keuntungan (Hudak & Gallo, 2005). Prinsip keadilan menuntut peneliti untuk bersikap adil pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Untuk kelompok kontrol mendapatkan perlakuan edukasi standar rumah sakit oleh perawat ruangan tentang diet asupan cairan, sedangkan kelompok intervensi selain mendapatkan edukasi terstandar dari rumah sakit, akan mendapatkan konseling dari peneliti. Pemilihan sampel dilakukan secara random antara kelompok kontrol dan intervensi, sehingga responden mempunyai peluang yang sama untuk menjadi kelompok kontrol atau intervensi.
4.6 Alat Pengumpulan Data dan Prosedur Pengumpulan Data
4.6.1. Alat Pengumpulan Data Alat pengumpulan data pada penelitian ini dengan menggunakan instrumen penelitian berupa lembar pengkajian dan kuisioner yang diartikan sebagai daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik,
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
55
sudah matang, di mana responden (dalam hal kuisioner) dan interview (dalam hal wawancara) tinggal memberikan jawaban atau dengan memberikan tanda-tanda tertentu (Notoatmojo, 2010 : 152). Alat pengumpulan data pada penelitian ini berupa : a) Data demografi pasien dan lembar pengkajian, yang meliputi usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin, dan periode hemodialisa. Periode hemodialisa menggunakan skala rasio dengan hasil ukur tahun. Jenis kelamin menggunakan skala nominal, usia menggunakan skala rasio, pendidikan menggunakan skala ordinal. Sedangkan status dialisa berisi tentang berat badan kering/berat badan ideal, berat badan pre dialisis, dan berat badan post dialisis, dll. Pada lembar pengkajian ini difokuskan pada peningkatan interdialytic weight gain pasien sebelum menjalani hemodialisa, dengan peningkatan > 1,3 kg dari rata-rata responden menjalani hemodialisa dalam 4 kali kunjungan secara berturut-turut dengan menggunakan skala rasio. b) Kuisioner tingkat pengetahuan pasien hemodialisa. kuisioner ini berisi tentang seputar pengetahuan pasien tentang hemodialisa, meliputi definisi, komplikasi, dan diit makanan dan minuman. Kuisioner ini berisi 20 item pertanyaan. Kuisioner dengan menggunakan skala Likert yang terdiri dari SS : sangat setuju, S : setuju, R : ragu-ragu, TS : tidak setuju, dan STS : sangat tidak setuju. Skor penilaian >80 dikategorikan baik, nilai 60-80 dikategorikan sedang, dan nilai <60 di kategorikan kurang. Pengukuran kuisioner ini dengan menggunakan skala ordinal, yakni berupa tingkatan baik, sedang, dan kurang. Pengisian kuisioner pengetahuan ini diukur sebelum dilakukan konseling. c) Kuisioner motivasi pasien dalam menjalankan hemodialisa dan upaya untuk pencegahan dari berbagai komplikasi, dengan mematuhi asupan cairan yang direkomendasikan. Kuisioner dengan menggunakan skala Likert yang terdiri dari SS : sangat setuju, S : setuju, R : ragu-ragu, TS : tidak setuju, dan STS : sangat tidak
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
56
setuju. Skor penilaian >80 dikategorikan baik, nilai 60-80 dikategorikan sedang, dan nilai <60 di kategorikan kurang. Pengukuran kuisioner ini dengan menggunakan skala ordinal, yakni berupa tingkatan baik, sedang, dan kurang. Pengisian kuisioner motivasi ini dilakukan sebelum konseling diberikan.
4.6.2. Prosedur Pengumpulan Data Sebelum melakukan penelitian peneliti meminta surat pengantar untuk melakukan penelitian dari Universitas Indonesia, kemudian peneliti memohon izin ke Rumah Sakit Umum Kardinah Tegal. Setelah mendapat izin dari pihak Rumah Sakit Kardinah, peneliti kemudian mengumpulkan data. a) Sebelum dilakukan pengumpulan data, hal pertama yang dilakukan peneliti adalah menjelaskan tujuan dan manfaat serta prosedur penelitian kepada calon responden. Jika responden telah mengerti dan bersedia menjadi responden dalam penelitian ini, maka responden diminta menandatangani surat persetujuan menjadi responden. b) Minggu pertama selama 2 kali pertemuan, pada kelompok intervensi dilakukan pada hari senin dan kamis dengan membina trust dengan responden, yang menitikberatkan pada komunikasi yang efektif sehingga peneliti dan responden mempunyai persepsi dan tujuan yang sama (Iam ok, You ok). Membina trust dengan cara : 1) Peneliti sebelum melakukan konseling kepada responden yang sebagai kelompok intervensi, minggu pertama (hari senin, selasa, kamis, dan jumat) mengikuti sesi hemodialisa responden di ruangan, melakukan tindakan keperawatan dilakukan oleh peneliti, jika memungkinkan (seperti, menimbang
berat
badan,
mengukur
tekanan
darah,
menyiapkan tempat tidur, dll).
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
57
2) Mendampingi responden selama dilakukan hemodialisa (34 jam) dengan mengajak responden untuk berbagi cerita, tentang kondisi penyakitnya, keluarganya, perawatan selama hemodialisa, dan sebagainya. 3) Setelah responden merasa trust dan nyaman dengan kehadiran peneliti, maka antara responden dan peneliti merencanakan kontrak selanjutnya,
yakni melakukan
konseling mengenai diet cairan pada pasien hemodialisa.
c) Minggu kedua, selama 2 kali pertemuan pada hari senin dan kamis pada sesi hemodialisa yang pertama peneliti memulai meminta responden mengisi data demografi meliputi, usia jenis kelamin, pendidikan dan durasi periode hemodialisa. Pada sesi hemodialisa yang kedua peneliti mengisi lembar pengkajian responden, yang berisi identitas responden, riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan terapi yang diberikan. Untuk variabel motivasi dan pengetahuan diukur sebelum dilakukan konseling. Sedangkan peningkatan interdialytic weight gain responden diukur berdasarkan nilai rata-rata dalam 4 kali melakukan hemodialisa
(2
minggu)
untuk
menghindari
kenaikan
interdialitic weight gain karena situasional. Penimbangan berat badan dilakukan oleh kepala perawat ruangan dengan menggunakan timbangan yang sudah dikalibrasi, untuk menghindari subyektifitas peneliti dengan posisi di belakang responden.
d) Minggu ketiga, pada sesi hemodialisa yang pertama, sebelum peneliti melakukan konseling ditimbang terlebih dahulu peningkatan interdialytic weight gain. Konseling dilakukan setelah pasien selesai melakukan hemodialisa. konseling berisi tentang diet asupan carian yang meliputi jumlah cairan dikonsumsi selama sehari, kemungkinan komplikasi yang dapat
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
58
terjadi, dan cara-cara mengatasi haus yang berlebihan. Peneliti juga memberikan booklet kepada pasien yang berisi materi yang telah disampaikan yang bisa di baca di rumah. Pada sesi hemodialisa yang kedua, peneliti melakukan pengkajian kembali
kepada
responden,
untuk
mengetahui
adanya
penurunan interdialytic weight gain pasien.
Pada minggu ketiga yakni pada pertemuan kelima, didapatkan 2 responden
yang
drop,
satu
dari
kelompok
kontrol
mengundurkan diri dikarenakan merasa tidak nyaman dan kurang kooperatif, sedangkan satu dari kelompok intervensi disebabkan responden tersebut rata-rata dari nilai interdialytic weight gain selama 4 hemodialisa secara berturut-turut tidak mencapai 1,3 kilogram, sehingga tidak memenuhi kriteria inklusi. Sampel yang diambil 26 responden menjadi 24 responden yang dibagi menjadi 12 kelompok kontrol dan 12 kelompok intervensi.
4.7. Validitas dan Reabilitas Instrumen 4.7.1. Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah (Arikunto, 2006). Validitas menyatakan apa yang seharusnya diukur. Sebuah instrumen itu mampu apa yang seharusnya diukur menurut situasi dan kondisi tertentu (Setiadi, 2007). Teknik yang dipakai adalah Product Moment dengan rumus sebagai berikut :
r
{nå X
n å XY - (å X )(å Y ) 2
}{
- (å X ) n å Y 2 - (å Y ) 2
2
}
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
59
Keterangan : r = Korelasi antara variabel X dengan Y X = Skor tiap item Y = Skor total n = Banyaknya subjek Hasil penghitungan tiap-tiap item kemudian dibandingkan dengan tabel nilai product moment. Sebuah item dinyatakan valid jika rhitung > rtabel (p value < 0,05). Instrumen penelitian diujikan di ruang hemodialysis di Rumah Sakit Islam Harapan Anda Kota Tegal. Instrumen di revisi sebanyak 1 kali dari hasil uji validaitas dan reabilitas pertama, disebabkan masih belum memenuhi validitas construct. Uji validitas dan reabilitas pada instrumen/kuisioner motivasi dan pengetahuan adalah sebagai berikut :
Pada kuisioner motivasi ini jumlah pertanyaan yang tidak valid sebanyak 3 item. Dengan n = 12, r tabel = 0,632, nilai ketiga item tersebut kurang dari nilai r tabel. Pertanyaan nomor 3 dengan nilai r hitung -0,285, nomor 11 dengan nilai r hitung 0,534, dan nomor 15 dengan nilai r hitung -0,773, ketiga nomor tersebut tidak valid karena nilai kurang dari 0,632. Setelah di revisi dan diujikan kembali ke responden didapatkan hasil ke 20 item pertanyaan tersebut valid, nilai r hitung lebih besar dari 0,632.
Pada kuisioner pengetahuan ini jumlah pertanyaan yang tidak valid hanya 1 item. Dengan n = 12, r tabel = 0,632, nilai item tersebut kurang dari nilai r tabel. Pertanyaan nomor 12 dengan nilai r hitung 0,424 nilai tersebut tidak valid karena nilai kurang dari 0,632. Setelah di revisi dan diujikan kembali ke responden didapatkan hasil ke 20 item pertanyaan tersebut valid, nilai r hitung lebih besar dari 0,632.
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
60
4.7.2. Reabilitas Reliabilitas berkenaan dengan tingkat keajegan atau ketetapan hasil dari pengukuran. Suatu instrumen memiliki tingkat reabilitas yang memadai bila instrumen tersebut digunakan mengukur aspek yang diukur beberapa kali hasilnya sama atau relatif sama. Sebelum dilakukan pengumpulan data melalui kuisioner, peneliti melakukan uji coba reabilitas terhadap kuisioner. Reabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Instrumen yang sudah dapat dipercaya yang reable akan menghasilkan data
yang
dapat
dipercaya
juga.
Uji
reliabilitas
dilakukan
menggunakan Alpha Cranbach (Arikunto, 2006), dengan rumus sebagai berikut: 2 k ìï å s b üï 1a= (k - 1) íïî å s t 2 ýïþ
Keterangan : α
= Reliabilitas instrument
k
= Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
∑ s b 2 = Jumlah varians butir ∑ s t 2 = Varians total Standar yang digunakan dalam menentukan reliable atau tidaknya suatu instrumen penelitian pada umumnya adalah perbandingan antara r hitung diwakili nilai alpha dengan r tabel pada taraf kepercayaan 95% atau tingkat signifikan 5%. Tingkat reabilitas dengan metode Alpha Cronbach diukur berdasarkan nilai alpha 0 sampai dengan 1.
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
61
Alpha skala tersebut dikelompokkan ke dalam lima kelas dengan range yang sama. Kuesioner dinyatakan memiliki reliabilitas tinggi jika nilai Alpha Cronbach > 0,6 atau mendekati angka 1. Bila nilai Alpha Cronbach < konstanta (0,6), maka pertanyaan tidak reliabel (Riyanto 2011 : 148). Ukuran kemantapan alpha dapat diinterpretasikan dengan tabel berikut :
Tabel 1.4. Tingkat Reabilitas Berdasarkan Nilai Alpha
Alpha
Tingkat Reliabel
0,00 s.d 0,20
Kurang reliabel
>0,20 s.d 0,40
Agak reliabel
>0,40 s.d 0,60
Cukup reliabel
>0,60 s.d 0.80
Reliabel
>0,80 s.d 1,00
Sangat reliabel
Untuk uji reabilitas pada kuisioner motivasi di dapatkan nilai Alpha Cronbach 0,728 yang berarti kuisioner tersebut reabel. Sedangkan untuk uji reabilitas pada kuisioner pengetahuan di dapatkan nilai Alpha Cronbach 0,752 yang berarti kuisioner tersebut reabel.
4.8. Pengolahan Data Menurut Notoatmojo (2010 : 176-177), pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap sebagai berikut : 4.8.1. Editing Dalam tahap ini dilakukan pemeriksaan antara lain kesesuaian jawaban, kelengkapan pengisian serta konsistensi jawaban. Pada editing tidak dilakukan penggantian atau penafsiran jawaban responden. Editing pada proses ini peneliti memeriksa semua kuesioner yang masuk mengenai kelengkapan, konsistensi maupun kesalahan jawaban pada kuesioner. Tujuannya untuk meneliti kembali editing dilakukan dilapangan sehingga bila terjadi lengkap, editing
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
62
dilakukan dilapangan sehingga bila terjadi kekurangan atau tidak kesesuaian dapat segera dilengkapi.
4.8.2. Coding Memberi kode angka pada atribut variabel agar lebih mudah dalam menganalisa data.
4.8.3. Tabulating Memasukan jawaban dalam bentuk kode kedalam master tabel untuk memudahkan peneliti dalam menganalisis data yang diperoleh.
4.8.4. Cleaning Peneliti mengoreksi dan membetulkan kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan pengisian kode jawaban, ketidaklengkapan dan sebagainya.
4.9. Analisa Data Prosedur analisa data pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 4.9.1. Analisis Univariat Digunakan untuk masing-masing variabel, usia, jenis kelamin, durasi terapi hemodialisa. Analisis univariat usia dengan data numerik, dijelaskan dengan mean, median dan standar deviasi, sedangkan jenis kelamin, dan durasi terapi hemodialisa, dijelaskan dengan prosentase atau proporsi.
4.9.2. Analisis Bivariat Analisis bivariat adalah analisis secara simultan dari dua variabel, untuk melihat variabel konseling terkait dengan variabel umur, pengetahuan, dan motivasi, serta lamanya menjalani hemodialisa. Analisis bivariat terdiri atas metode-metode statistik inferensial yang digunakan untuk menganalisi data dua variabel penelitian. Data kategorik dengan chi-square sedangkan data kontinue dengan t-test.
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
63
Analisis untuk menguji kemaknaan dari perbedaan mean variabel penelitian antara sebelum dan sesudah intervensi, didapatkan sebaran data berditribusi normal, maka uji variabel dengan menggunakan Paired t-test.
Tabel 1.5 Analisa Data Karakteristik dan
Variabel Dependent
Jenis Uji
confounding Usia (rasio)
Regresi linier
Jenis Kelamin
Independent
(nominal)
sample t-test
Pendidikan (ordinal)
Penurunan
Periode Hemodialisa
interdialytic weight
(rasio)
One Way Annova Regresi linear
gain
Pengetahuan
One Way Annova
(ordinal) Motivasi (ordinal)
One Way Annova
Analisa variabel penurunan interdialytic weight gain sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol menggunakan uji paired t-test berpasangan.
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
64
BAB 5 HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Lokasi Penelitian dan Sampel Bab ini menjelaskan hasil dari penelitian tentang efektifitas konseling analisis transaktional tentang diet cairan terhadap penurunan Interdialytic Weight Gain pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Kota Tegal pada bulan November – Desember 2012. Penelitian ini dilaksanakan pada hari senin dan kamis untuk kelompok intervensi, serta hari selasa dan jumat untuk kelompok kontrol. Sampel yang didapatkan sebanyak 24 responden, dengan perincian 12 pasien untuk kelompok kontrol dan 12 pasien untuk kelompok intervensi. Kelompok intervensi mendapatkan perlakuan standar dari rumah sakit dan diberikan konseling oleh peneliti, sedangkan kelompok kontrol hanya mendapatkan perlakuan dari rumah sakit yakni mendapatkan edukasi dan penimbangan berat badan sebelum dan sesudah dialisis. Kedua kelompok tersebut telah dilakukan pre test dan post test kemudian hasilnya dibandingkan. Hasil dari analisis dapat dilihat dari pemaparan berikut :
5.2 Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi semua variabel karakteristik responden yang terdiri dari usia, jenis kelamin, pendidikan, periode hemodialisa, motivasi dan pengetahuan responden. Untuk data numerik dengan menghitung mean, median, standar deviasi (SD), nilai minimal dan maksimal. Sedangkan untuk data kategorik dengan cara menghitung frekuensi serta prosentase.
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
65
5.2.1 Gambaran Karakteristik Responden
Kelompok
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia Di RSUD Kardinah Tegal November - Desember 2012 n1 = n2 = 12 Minn Mean Median SD Maks
95% CI
Intervensi
12
42,17
44,50
9,01
25-54
36,44-47,89
Kontrol
12
41,75
44,50
9,57
23-55
35,67-47,83
Dari tabel 5.1 rata-rata usia kelompok intervensi adalah 42,17 tahun, dengan standar deviasi 9,01 usia terendah kelompok intervensi adalah 25 tahun dan tertinggi usia 54 tahun. dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata usia kelompok intervensi antara 36,44 sampai dengan 47,89 sedangkan usia rata-rata kelompok kontrol adalah 41,75 tahun dengan standar deviasi 9,57 usia terendah kelompok kontrol adalah 23 dan tertinggi usia 55 tahun, dengan hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata usia kelompok kontrol antara 35,67 sampai 47,83. Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Pendidikan Di RSUD Kardinah Tegal November – Desember 2012 n1 = n 2 = 12 Variabel Intervensi Kontrol Total n % n % Jenis Kelamin Laki-laki 7 58,3 7 58,3 14 Perempuan 5 41,7 5 41,7 10 Jumlah 12 100 12 100 24 Tingkat Pendidikan SD 2 16,67 2 16,67 4 SMP 4 33,33 2 16,67 6 SMA 5 41,67 6 50 11 PT 1 8,33 2 16,67 3 Jumlah 12 100 12 100 24
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
66
Berdasarkan tabel 5.2 tersebut dapat diketahui bahwa jenis kelamin responden yang terbanyak adalah laki-laki sebanyak 14 responden atau sekitar 58,3%, sedangkan responden perempuan sebanyak 10 responden atau sekitar 41,7%. Sedangkan tingkat pendidikan yang terbanyak dari kelompok intervensi maupun kelompok kontrol adalah SMA yaitu sebanyak 5 responden (41,67%) pada kelompok intervensi, dan 6 responden (50%) pada kelompok kontrol. Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Periode Hemodialisa November – Desember 2012 n1 = n2 = 12 Kelompok
Mean
Median
SD
Min-Maks
95% CI
Intervensi
1,94
2
1,03
0,5-3,5
1,29-2,59
Kontrol
1,91
1,85
0,84
0,6-3,4
1,37-2,45
Dari tabel 5.3 rata-rata periode hemodialisa kelompok intervensi adalah 1,94 tahun, dengan standar deviasi 1,03. Periode terpendek kelompok intervensi adalah 0,5 tahun dan terpanjang 3,5 tahun. dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata periode hemodialisa kelompok intervensi antara 1,29 sampai dengan 2,59 sedangkan periode hemodialisa rata-rata kelompok kontrol adalah 1,91 tahun dengan standar deviasi 0,84 periode hemodialisa terpendek
kelompok kontrol adalah 0,6 tahun dan
terpanjang 3,4 tahun, dengan hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata durasi hemodialisa kelompok kontrol antara 1,37 sampai dengan 2,45.
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
67
Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi dan Pengetahuan November – Desember 2012 n1 = n2 = 12 Intervensi Kontrol Variabel Total n % n % Motivasi Baik 2 16 1 9 3 Sedang 9 75 9 75 18 Kurang 1 9 2 16 3 Jumlah 12 100 12 100 24 Pengetahuan Baik 1 9 0 0 1 Sedang 7 53 10 83 17 Kurang 4 38 2 17 6 Jumlah 12 100 12 100 24 Dari tabel 5.4 dapat dilihat bahwa motivasi kelompok intervensi yang terbanyak adalah dengan kategorik sedang yakni 9 responden (75%), kategorik baik sebanyak 2 responden (16%), dan kategorik kurang sebanyak 1 responden (9%), sedangkan motivasi pada kelompok kontrol yang terbanyak adalah pada kategorik sedang yaitu 9 responden (75%), kategorik baik sebanyak 1 responden (9%), dan kategorik kurang 2 responden (16%). Sedangkan untuk tingkat pengetahuan kelompok intervensi yang terbanyak adalah kategorik sedang sebanyak 7 responden (53%), kategorik baik 1 responden (9%), dan kategorik kurang 4 responden (38%), sedangkan pengetahuan pada kelompok kontrol terbanyak dengan kategorik sedang sebanyak 10 responden (83%), pada kategorik baik 0 responden (0%), dan pada kategorik kurang sebanyak 2 responden (17%).
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
68
5.2.2. Distribusi Nilai Rata-rata Interdialytic Weight Gain sebelum intervensi Tabel 5.5 Distribusi Nilai Rata-rata Interdialytic Weight Gain Sebelum Intervensi November – Desember 2012 n1 = n2 = 12 Variabel IDWG
0,71
MinMaks 1,4-4
2,15-3,15
1,04
1,4-4,7
1,80-3,12
Kelompok
Mean
Median
SD
Intervensi
2,65
2,70
Kontrol
2,46
2,15
95% CI
Dari tabel 5.5 di atas menjelaskan bahwa nilai rata-rata Interdialytic Weight Gain pada kelompok intervensi adalah 2,65 kg dengan standar deviasi 0,71 dengan hasil estimasi interval 95% diyakini bahwa nilai ratarata Interdialytic Weight Gain pada kelompok intervensi adalah 2,15 sampai 3,15 kg. Sedangkan pada kelompok kontrol nilai rata-rata Interdialytic Weight Gain adalah 2,46 kg dengan standar deviasi 1,04 dengan hasil estimasi interval 95% diyakini bahwa rata-rata nilai Interdialytic Weight Gain pada kelompok kontrol adalah 1,80 sampai 3,12 kg. 5.2.3
Distribusi Nilai Rata-rata Interdialytic Weight Gain setelah intervensi Tabel 5.6 Distribusi Rata-rata Nilai Interdialytic Weight Gain Setelah Intervensi November – Desember 2012 n1 = n2 = 12
Intervensi
1,92
1,95
0,58
MinMaks 1,1-3,3
Kontrol
2,66
2,55
0,81
1,8-4,6
Variabel Kelompok Mean Median IDWG
SD
95% CI 1,55-2,29 2,15-3,18
Dari tabel 5.6 di atas menjelaskan bahwa nilai rata-rata Interdialytic Weight Gain pada kelompok intervensi adalah 1,92 kg dengan standar
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
69
deviasi 0,58 dengan hasil estimasi interval 95% diyakini bahwa nilai ratarata Interdialytic Weight Gain pada kelompok intervensi adalah 1,55 sampai 2,29 kg. Nilai rata-rata pada kelompok intervensi mengalami penurunan setelah intervensi. Sedangkan pada kelompok kontrol nilai rata-rata
Interdialytic Weight Gain adalah 2,66 kg dengan standar
deviasi 0,81 dengan hasil estimasi interval 95% diyakini bahwa rata-rata nilai Interdialytic Weight Gain pada kelompok kontrol adalah 1,80 sampai 4,60 kg. Nilai rata-rata pada kelompok kontrol ini cenderung mengalami peningkatan.
5.3. Analisis Bivariat Sebelum dilakukan uji statistik dengan t-test analisa bivariat perlu dilakukan uji homogenitas/kesetaraan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol untuk membandingkan karakteristik responden tersebut. Jika didapatkan hasil dari uji kesetaraan p > 0,05 maka berarti terdapat kesetaraan antara kelompok intervensi dan kontrol atau tidak ada perbedaan yang signifikan di antara kelompok kontrol dan intervensi, sehingga dapat dikatakan kedua kelompok tersebut homogen.
5.3.1. Uji Normalitas Data Tabel 5.7 Uji Normalitas Data Interdialytic Weight Gain Sebelum dan Sesudah Intervensi November – Desember 2012 n1 = n2 = 12 Variabel
Kelompok
Mean
SD
Skewness/SE
Sebelum
2,65
0,78
0,2
Sesudah
1,92
0,58
1,3
Sebelum
2,46
1,04
0,42
Sesudah
2,66
0,81
1,84
Intervensi
IDWG
Kontrol
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
70
Dari tabel 5.7 di atas menjelaskan kelompok intervensi sebelum intervensi didapatkan mean 2,65 standar deviasi 0,78 dengan nilai Skewness 0,2 maka dapat dikatakan nilai tersebut berdistribusi normal, karena nilai Skewness/SE ≥ -2 sampai dengan ≤ 2. Setelah intervensi didapatkan mean 1,92 standar deviasi 0,75 dengan nilai Skewness/SE 0,13 maka dapat dikatakan nilai tersebut berdistribusi normal, karena nilai Skewness/SE ≤ 2. Pada kelompok kontrol didapatkan data sebelum intervensi didapatkan mean 2,46 standar deviasi 1,40 dengan nilai Skewness/SE 0,42 maka dapat dikatakan nilai tersebut berdistribusi normal, karena nilai Skewness/SE ≤ 2. Setelah intervensi didapatkan mean 2,66 standar deviasi 0,81 dengan nilai Skewness/SE 1,84 maka dapat dikatakan nilai tersebut berdistribusi normal, karena nilai Skewness/SE ≤ 2.
5.3.2. Uji Homogenitas Karakteristik Responden
Tabel 5.8 Analisis Homogenitas Berdasarkan Usia Responden Di RSUD Kardinah Tegal November – Desember 2012 n1 = n2 = 12 Variabel Kelompok Mean SD Usia
Intervensi
42,17
9,02
Kontrol
41,75
9,57
p 0,13
Dari tabel 5.8 dapat dilihat bahwa rata-rata usia responden kelompok intervensi 42,17 tahun dan kelompok kontrol 41,75 tahun dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa kelompok intervensi dan kontrol homogen hal ini dibuktikan dengan nilai p 0,13.
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
71
Tabel 5.9 Analisis Homogenitas Berdasarkan Jenis Kelamin Responden Di RSUD Kardinah Tegal November – Desember 2012 n1 = n2 = 12 Kelompok Kelamin
Intervensi
Total
Kontrol
n
%
n
%
n
%
Laki-laki
7
29
7
29
14
58
Perempuan
5
21
5
21
10
42
p
0,55
Dari tabel 5.9 dapat dilihat bahwa rata-rata jenis kelamin responden kelompok intervensi dan kelompok kontrol adalah homogen hal ini dibuktikan dengan nilai p 0,55 yang berarti lebih besar dari α > 0,05.
Tabel 5.10 Analisis Homogenitas Berdasarkan Pendidikan Di RSUD Kardinah Tegal November – Desember n1 = n2 = 12 Kelompok Pendidikan
Intervensi
Total
Kontrol
p
n
%
n
%
n
%
SD
2
8,33
2
8,33
4
16,66
SMP
4
16,67
2
8,33
6
16,66
SMA
5
20,83
6
25
11
45,83
PT
1
4,16
2
8,33
3
12,5
Jumlah
12
50
12
50
24
100
0,47
Dari tabel 5.10 dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan responden kelompok intervensi dan kelompok kontrol adalah homogen hal ini dibuktikan dengan nilai p 0,47 yang berarti lebih besar dari α > 0,05.
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
72
Tabel 5.11 Analisis Homogenitas Berdasarkan Peningkatan Rata-rata Interdialytic Weight Gain Sebelum Intervensi Di RSUD Kardinah Tegal November – Desember 2012 n1 = n2 = 12 Variabel Kelompok Mean SD p Intervensi 2,65 0,78 0,78 IDWG Kontrol 2,47 1,04 Dari tabel 5.11 dapat dilihat bahwa rata-rata peningkatan Interdialytic Weight Gain responden kelompok intervensi 2,65 dan kelompok kontrol 2,47 dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa kelompok intervensi dan kontrol homogen hal ini dibuktikan dengan nilai p 0,78.
5.4. Hubungan karakteristik responden dan variabel confounding terhadap penurunan Interdialytic Weight Gain pada kelompok intervensi.
5.4.1. Hubungan Umur Responden dengan Penurunan interdialytic weight gain Tabel 5.12 Hubungan Umur Responden Dengan Penurunan Interdialytic Weight Gain Di RSUD Kardinah Tegal November – Desember 2012 Persamaan garis Variabel r R2 Usia
0,20
0,04
Penurunan IDWG = 1,352+0,14 (usia)
p 0,51
Dari tabel 5.12 di atas dapat dijelaskan usia responden terhadap penurunan Interdialytic Weight Gain menunjukkan hubungan kurang kuat (r = 0,20) dan berpola positif artinya semakin tua usia responden maka semakin kuat penurunan Interdialytic Weight Gain. Nilai koefisien determinasi 0,04 artinya usia mampu menjelaskan penurunan Interdialytic Weight Gain sebesar 4%. Hasil uji statistik regresi linier sederhana didapatkan tidak ada
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
73
hubungan yang signifikan antara usia dengan penurunan Interdialytic Weight Gain (p = 0,51, α > 0,05).
5.4.2. Hubungan Periode Hemodialisa Responden dengan Penurunan interdialytic weight gain Tabel 5.13 Hubungan Periode Hemodialisa Dengan Penurunan Interdialytic Weight Gain Di RSUD Kardinah Tegal November – Desember 2012 Variabel r R2 Persamaan garis Periode Hemodialisa
p
Penurunan IDWG = 0,34
0,12
0,272
1,542 + 0,197 periode hemodialisa
Tabel 5.13 periode hemodialisa responden terhadap penurunan Interdialytic Weight Gain menunjukkan hubungan agak lemah (r = 0,34) dan berpola positif artinya semakin lama periode hemodialisa responden maka semakin kuat penurunan Interdialytic Weight Gain. Nilai koefisien determinasi 0,12 artinya periode hemodialisa mampu menjelaskan penurunan Interdialytic Weight Gain sebesar 12%. Hasil uji statistik regresi linier sederhana didapatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara lama periode dengan penurunan Interdialytic Weight Gain (p = 0,27, α > 0,05).
5.4.3. Hubungan Jenis Kelamin Responden dengan Penurunan interdialytic weight gain Tabel 5.14 Hubungan Jenis Kelamin Dengan Penurunan Interdialytic Weight Gain Di RSUD Kardinah Tegal November – Desember 2012 Variabel Mean SD SE
p
n
0,05
7
Jenis Kelamin Laki-laki
1,97
0,70
0,26
Perempuan
1,86
0,45
0,20
5
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
74
Tabel 5.14 menjelaskan bahwa nilai rata-rata penurunan Interdialytic Weight Gain responden berjenis kelamin laki-laki sebesar 1,97 kg dengan standar deviasi 0,70, sedangkan pada perempuan rata-rata penurunan Interdialytic Weight Gain sebesar 1,86 kg dengan standar deviasi 0,20 artinya rata-rata penurunan Interdialytic Weight Gain laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan, secara statistik jenis kelamin berpengaruh terhadap penurunan Interdialytic Weight Gain setelah intervensi dengan nilai p 0,05, α > 0,05, meski pengaruhnya sangat lemah.
5.4.4. Hubungan Tingkat Pendidikan Responden
dengan Penurunan
interdialytic weight gain Tabel 5.15 Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Penurunan Interdialytic Weight Gain Di RSUD Kardinah Tegal November – Desember 2012 Variabel Mean SD 95% CI
p
Pendidikan SD
2,20
1,55
-11,77-16,7
SMP
2,00
0,29
1,53-2,46
SMA
1,90
0,32
1,49-2,30
PT
1,20
-
-
0,630
Dari tabel 5.15 rata-rata penurunan Interdialytic Weight Gain pada responden yang berpendidikan SD adalah 2,2 kg dengan standar deviasi 1,55. Pada responden yang berpendidikan SMP rata-rata penurunan Interdialytic Weight Gain adalah 2 kg dengan standar deviasi 0,29, responden yang berpendidikan SMA penurunan Interdialytic Weight Gain adalah 1,9 kg dengan standar deviasi 0,32 dan responden yang berpendidikan Perguruan Tinggi adalah 1,2 kg. Dari uji statistik di dapatkan p 0,630, yang berarti dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan penurunan Interdialytic Weight Gain.
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
75
5.4.5. Hubungan Motivasi Responden dengan Penurunan interdialytic weight gain Tabel 5.16 Hubungan motivasi Dengan Penurunan Interdialytic Weight Gain Di RSUD Kardinah Tegal November – Desember 2012 Variabel Mean SD 95% CI
p
Motivasi Baik
2,0
0,21
0,244-0,055
Sedang
1,9
0,63
-4,167-7,267
Kurang
1,4
0,98
-6,294-11,49
0,737
Dari tabel 5.16 rata-rata penurunan Interdialytic Weight Gain pada responden yang mempunyai motivasi baik adalah 2,0 kg dengan standar deviasi 0,21. Pada responden yang mempunyai motivasi sedang rata-rata penurunan Interdialytic Weight Gain adalah 1,9 kg dengan standar deviasi 0,63, responden yang mempunyai motivasi kurang penurunan Interdialytic Weight Gain adalah 1,4 kg dengan standar deviasi 0,98. Dari uji statistik di dapatkan p 0,737, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara motivasi dengan penurunan Interdialytic Weight Gain.
5.4.6. Hubungan Tingkat Pengetahuan Responden dengan Penurunan interdialytic weight gain Tabel 5.17 Hubungan Pengetahuan Dengan Penurunan Interdialytic Weight Gain Di RSUD Kardinah Tegal November – Desember 2012 Variabel Mean SD 95% CI
p
Pengetahuan Baik
1,60
0,10
1,75-2,24
Sedang
2,05
0,56
-3,48-6,68
Kurang
1,78
1,34
-9,72-14,42
0,837
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
76
Dari tabel 5.17 rata-rata penurunan Interdialytic Weight Gain pada responden yang mempunyai pengetahuan baik adalah 1,6 kg dengan standar deviasi 0,10. Pada responden yang mempunyai pengetahuan sedang rata-rata penurunan Interdialytic Weight Gain adalah 2,05 kg dengan standar deviasi 0,56, responden yang mempunyai pengetahuan kurang penurunan Interdialytic Weight Gain adalah 1,78 kg dengan standar deviasi 1,34. Dari uji statistik di dapatkan p 0,837, yang berarti dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan penurunan Interdialytic Weight Gain.
5.5. Analisis perbedaan nilai Interdialytic Weight Gain kelompok kontrol dan intervensi setelah dilakukan intervensi Tabel 5.18 Analisis Perbedaan Interdialytic Weight Gain Sebelum dan Sesudah Intervensi Pada kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Di RSUD Kardinah Tegal November-Desember 2012 n1 = n2 = 12 Variabel Kelompok Mean SD SE p n Intervensi
IDWG
Sebelum
2,65
7,81
0,22
Sesudah
1,92
5,88
0,17
Sebelum
2,46
1,043
0,30
Sesudah
2,66
0,812
0,23
0,003
12
0,09
12
Kontrol
Tabel 5.18 dapat menjelaskan adanya perbedaan terhadap nilai ratarata Interdialytic Weight Gain (p = 0,003, α < 0,05) pada kelompok intervensi. Dari tabel di atas dapat dilihat juga perbedaan penurunan nilai rata-rata Interdialytic Weight Gain pada kelompok intervensi sebelum perlakuan adalah 2,65 dengan standar deviasi 7,81 dan standar error 0,225. Sedangkan setelah intervensi didapatkan rata-rata penurunan Interdialytic Weight Gain adalah 1,92 dengan standar deviasi 5,88 dan standar error 170. Dari hasil analisis tabel di atas di Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
77
dapatkan p 0,003, α < 0,05 maka dapat disimpulkan adanya perbedaan yang signifikan antara nilai Interdialyitic Weight Gain sebelum dan sesudah pemberian intervensi.
Rata-rata nilai Interdialytic Weight Gain pada kelompok kontrol pre test didapatkan 2,46 dengan standar deviasi 1,04 dan standar error 0,30, sedangkan nilai rata-rata pada post test didapatkan 2,66 dengan standar deviasi 0,81 dan standar error 0,23. Hasilnya p 0,09, α > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan penurunan Interdialytic Weight Gain antara pengukuran sebelum dan sesudah pada kelompok kontrol.
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
78
BAB 6 PEMBAHASAN
Bab ini membahas tentang hasil-hasil yang telah diperoleh dari penelitian yang sudah dilaksanakan serta akan membahas dengan literatur yang terkait yang ada dan hasil-hasil penelitian yang serupa yang pernah dilakukan. Selain itu juga akan membahas tentang keterbatasan-keterbatasan penelitian serta implikasi hasil penelitian ini terhadap keperawatan. Beberapa hal yang akan dijelaskan meliputi karakteristik responden, efektifitas konseling analisis transaktional terhadap penurunan Interdialytic Weight Gain, rata-rata peningkatan Interdialytic Weight Gain pada kelompok kontrol dan intervensi, rata-rata penurunan Interdialytic Weight Gain pada kelompok kontrol dan intervensi serta hubungan karakteristik dan variabel confouding terhadap penurunan Interdialytic Weight Gain. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk menjelaskan efektifitas konseling analisis transaktional terhadap penurunan Interdialytic Weight Gain. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Kota Tegal di ruang Hemodialisa. Kelompok intervensi dilakukan pada hari senin dan kamis, sedangkan untuk kelompok kontrol dilakukan pada hari selasa dan jumat. Nilai penurunan Interdialytic Weight Gain pada kelompok intervensi dibandingkan dengan nilai penurunan Interdialytic Weight Gain pada kelompok kontrol.
6.1
Gambaran Karakteristik Responden 6.1.1. Usia Responden Rata-rata usia pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa adalah 42,17 tahun pada kelompok intervensi dengan rentang usia 25–54 tahun. sedangkan pada kelompok intervensi rata-rata usia responden
41,75
pada
rentang
23-55
tahun
Penelitian
mengungkapkan bahwa rata-rata pasien gagal ginjal kronik berusia di atas 40 tahun. Menurut USRDS (United States Renal Data System) insiden tertinggi pada usia 60 tahun, karena usia merupakan faktor resiko terjadinya gagal ginjal kronik. Proses menua tersebut dapat berpengaruh terhadap perubahan fungsi ginjal (Schoolwerth,
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
79
Engelgau, Hostetter, Rufo & Mclelan, 2006), sedangkan menurut Levey (2002) 41% penderita gagal ginjal kronik lebih banyak dialami oleh usia di atas 40 tahun. Hasil dari penelitian oleh Baraz, Parvardeh, Mohammadi & Braumand (2009) rata-rata umur responden gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa dilihat dari kepatuhan dalam asupan cairan adalah berkisar antara 40-50 tahun.
6.1.2. Jenis Kelamin Dari jenis kelamin rata-rata pada penelitian ini adalah didominasi oleh jenis kelamin laki-laki yakni berkisar 58,3%. Hal ini sejalan dengan penelitian di Amerika yang menyatakan bahwa angka kejadian ESRD pada kaum laki-laki lebih tinggi dibandingkan pada wanita (Schoolwerth, Engelgau, Hostetter, Rufo & Mclelan, 2006). Begitu juga di Jepang sendiri angka kejadian ESRD pada kelompok laki-laki lebih besar dibandingkan pada kelompok wanita. Insidensi ESRD di Jepang tertinggi terjadi pada kelompok umur 80-84 tahun yaitu sebesar 1432 tiap 1 juta penduduk untuk laki-laki dan 711 tiap 1 juta penduduk untuk wanita (Wakai, Nakai, Kikuchi, Iseki, Miwa, et al. 2004).
Hasil dalam penelitian ini ada hubungan yang signifikan jenis kelamin dengan penurunan interdialytic weight gain dengan nilai p 0,05. Pasien yang menderita gagal ginjal kronik lebih banyak dialami oleh laki-laki dari pada perempuan. Hal tersebut dikarenakan jenis kelamin laki-laki mempunyai gaya hidup yang berbeda dengan perempuan, seperti merokok. Merokok pada akhir-akhir ini diketahui sebagai faktor risiko dari berbagai penyakit antara lain kanker paru, gangguan kardiovaskuler dan gagal ginjal (Orth, 2002). Penelitian pada hampir 8.000 orang, baik perokok ringan maupun berat, didapatkan hasil bahwa para perokok cenderung lebih memiliki albuminuria daripada yang tidak merokok. Albuminuria adalah suatu
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
80
protein yang terdapat dalam urin yang menunjukkan fungsi ginjal yang buruk atau ginjal mengalami kerusakan, baik pada penderita diabetes maupun penderita non diabetik (Retnakaran, Cull, Thorm, Adler & Holman, 2006). Data dari penelitian didapatkan rata-rata jenis kelamin dari pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa laki-laki sebanyak 52,4% lebih banyak dibandingkan dengan
perempuan
yang
hanya
47,6%
(Baraz,
Parvardeh,
Mohammadi & Braumand, 2009). Ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mehrota, Marsh, Vonesh, Peters & Nissenson, (2005) insiden penderita penyakit gagal ginjal kronik didominasi oleh lakilaki sebesar 53,8%.
6.2
Hubungan karakteristik responden dan variabel confounding dengan penurunan Interdialytic Weight Gain 6.2.1 Usia Responden Hubungan usia dengan penurunan Interdialytic Weight Gain menunjukkan hubungan kurang kuat (r = 0,208) dan berpola positif artinya semakin tua usia responden maka semakin kuat penurunan Interdialytic Weight Gain. Nilai koefisien determinasi 0,043 artinya usia mampu menjelaskan penurunan Interdialytic Weight Gain sebesar 43%. Hasil uji statistik regresi linier sederhana didapatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan penurunan Interdialytic Weight Gain (p 0,051, α > 0,05). Menurut Suharyanto (2002), meskipun hemodialisis dapat memperpanjang usia tanpa batas yang jelas, tindakan ini tidak akan mengubah perjalanan alami penyakit ginjal yang mendasari dan juga tidak akan mengendalikan seluruh fungsi ginjal. Pasien tetap akan mengalami sejumlah permasalahan dan komplikasi. Salah satu penyebab kematian di antara pasien-pasien yang menjalani hemodialis adalah penyakit kardiovaskuler dan arterioskelrotik. Gangguan metabolisme lipid (hipertrigliseridemia)
tampaknya
semakin
diperberat
dengan
tindakan hemodialisis. Schmidt & Thews (1989) mengemukakan
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
81
bahwa pasien-pasien dengan usia dewasa tidak mampu merasakan atau merespon terhadap mekanisme haus, sehingga mengakibatkan kenaikan interdialytic weight gain.
6.2.2 Jenis Kelamin Dari jenis kelamin menjelaskan bahwa nilai rata-rata penurunan Interdialytic Weight Gain responden berjenis kelamin laki-laki sebesar 1,971 kg dengan standar deviasi 0,701, sedangkan pada perempuan rata-rata penurunan Interdialytic Weight Gain sebesar 1,860 kg dengan standar deviasi 0,201 artinya rata-rata penurunan Interdialytic Weight Gain laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan, secara statistik jenis kelamin berpengaruh terhadap penurunan Interdialytic Weight Gain setelah intervensi dengan nilai p 0,05, α > 0,05.
Pada penelitian ini karakteristik responden didominasi oleh laki-laki dengan jumlah 14 responden atau sekitar 56% dibandingkan dengan perempuan yang hanya 10 responden atau sekitar 44%. Dari hasil penelitian ini ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan terhadap penurunan Interdialytic Weight Gain. Data dari USRDS tahun 2004 menunjukkan bahwa tingkat kejadian kasus ESRD lebih tinggi untuk laki-laki dengan angka kejadian 409 kasus perjuta penduduk dibandingkan dengan 276 untuk perempuan, sedangakan menurut Chazot, Charra, Van, Jean, Vanel et al. (1999) sebanyak 65,6% pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa didominasi oleh jenis kelamin laki-laki. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Igbokwe & Obika (2007) bahwa terdapat perbedaan ambang haus antara laki-laki dan perempuan, di mana ambang haus laki-laki lebih rendah daripada perempuan, sehingga pasien laki-laki kurang dapat mengontrol rasa hausnya.
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
82
6.2.3 Pendidikan Rata-rata penurunan Interdialytic Weight Gain pada responden yang berpendidikan SD adalah 2,2 kg dengan standar deviasi 1,555. Pada responden
yang
berpendidikan
SMP
rata-rata
penurunan
Interdialytic Weight Gain adalah 2 kg dengan standar deviasi 0,294, responden yang berpendidikan SMA penurunan Interdialytic Weight Gain adalah 1,9 kg dengan standar deviasi 0,324 dan responden yang berpendidikan Perguruan Tinggi adalah 1,2 kg. Dari uji statistik di dapatkan p 0,630, yang berarti dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan penurunan Interdialytic Weight Gain.
Tingkat pendidikan responden yang paling banyak pada kedua kelompok adalah SMA. Pada kelompok kontrol dan 50 % pada kelompok intervensi 41,67%. Dengan tingkat pendidikan pada kisaran kelompok tersebut diharapkan dapat menerima informasi dengan baik. Dalam penelitian ini tingkat pendidikan tidak mempengaruhi penurunan interdialytic weight gain hal ini selaras dengan penelitian Bandura (1991) bahwa pendidikan tidak mempengaruhi perubahan perilaku, hal tersebut tergantung terhadap ketersediaan sumber informasi yang didapat individu tersebut. Petugas kesehatan mempunyai peran yang sangat penting terhadap perubahan perilaku pasien dengan memberikan informasi yang jelas berupa penyuluhan kesehatan.
6.2.4 Periode Hemodialisa Periode hemodialisa responden terhadap penurunan Interdialytic Weight Gain menunjukkan hubungan agak lemah (r = 0,345) dan berpola positif artinya semakin lama periode hemodialisa responden maka semakin kuat penurunan Interdialytic Weight Gain. Nilai koefisien determinasi 0,119 artinya periode hemodialisa mampu
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
83
menjelaskan penurunan Interdialytic Weight Gain sebesar 1,1%. Hasil uji statistik regresi linier sederhana didapatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara lama periode dengan penurunan Interdialytic Weight Gain (p 0,27, α > 0,05). Rata-rata dari periode hemodialisa sekitar 1,9 tahun hal ini sejalan dengan penelitian oleh Alharbi (2012) bahwa pasien hemodialisa yang terbanyak dari duration of hemodialysis yakni dalam interval 1-5 tahun dengan prosentase 41,3%. Pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa akan merasakan haus yang disebabkan oleh Angiotensin II, yang merupakan hormon bersirkulasi yang berinteraksi pada suatu struktur limbik otak yang dapat menimbulkan haus. Pembuangan cairan pada saat hemodialisis dapat menyebabkan penurunan volume sirkulasi tubuh, dan selanjutnya dapat menstimulasi pembentukan Angiotensin II pada pasien sehingga muncul keluhan haus yang berlebihan pada saat dialisis (Graziani, Badalamenti, Bo, Marabini, Gazzano, Como et al, 1993).
6.2.5 Motivasi Rata-rata penurunan Interdialytic Weight Gain pada responden yang mempunyai motivasi baik adalah 2,0 kg dengan standar deviasi 0,212. Pada responden yang mempunyai motivasi sedang rata-rata penurunan Interdialytic Weight Gain adalah 1,9 kg dengan standar deviasi 0,63, responden
yang mempunyai
motivasi kurang
penurunan Interdialytic Weight Gain adalah 1,4 kg dengan standar deviasi 0,989. Dari uji statistik di dapatkan p 0,737, yang berarti dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara motivasi dengan penurunan Interdialytic Weight Gain. Pengukuran motivasi pada penelitian ini dilakukan sebelum konseling diberikan pada kelompok intervensi, sehingga hasil dari penelitian ini belum menunjukkan nilai yang signifikan. Menurut Corey (2003) menjelaskan
bahwa konseling dapat
meningkatkan
motivasi
seseorang untuk merubah perilakunya menjadi lebih baik. Sehingga
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
84
diharapkan dengan konseling yang akan diberikan kepada kelompok intervensi dapat meingkatkan motivasi pasien gagal ginjal kronik untuk mengendalikan interdialytic weight gain.
Motivasi adalah merupakan hasil dari sejumlah proses yang bersifat internal dan eksternal bagi seseorang individu yang menyebabkan timbulnya sifat antusiasme dalam melaksanakan kegiatan tertentu (Stokols, 1992). Pasien yang menjalani hemodialisa perlu diberikan motivasi dari dukungan keluarga, disebabkan pasien yang menderita gagal ginjal kronik mengalami keadaan ketergantungan terhadap hidupnya serta terjadi penyesuaian diri terhadap penyakitnya yang mengakibatkan terjadinya perubahan perilaku, antara lain menjadi pasif, ketergantungan, merasa tidak aman, bingung dan menderita, maka untuk menghadapi keadaan tersebut motivasi keluarga sangat diperlukan. Gunarsah (2000) menjelaskan bahwa individu yang tidak termotivasi mempunyai konsep diri yang tidak realistis, merasa tidak berguna, kurang komunikasi dan merasa tidak berdaya sehingga perlu mendapatkan konseling.
6.2.6 Pengetahuan Rata-rata penurunan Interdialytic Weight Gain pada responden yang mempunyai pengetahuan baik adalah 1,6 kg dengan standar deviasi 0,10. Pada responden yang mempunyai pengetahuan sedang rata-rata penurunan Interdialytic Weight Gain adalah 2,05 kg dengan standar deviasi 0,565, responden yang mempunyai pengetahuan kurang penurunan Interdialytic Weight Gain adalah 1,78 kg dengan standar deviasi 1,34. Dari uji statistik di dapatkan p 0,837, yang berarti dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan penurunan Interdialytic Weight Gain.
Berdasarkan penelitian Chazot, Charra, Van, Jean, Vanel, Calemard, et al. (1999) diperoleh hasil bahwa ternyata tidak ditemukan
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
85
penurunan intelektual pada masa dewasa, setidaknya sampai usia 70 tahun.
Secara luas
bahwa kecepatan
memproses
informasi
mengalami penurunan pada masa dewasa akhir. Penelitian lain membuktikan bahwa orang-orang dewasa lanjut kurang mampu mengeluarkan kembali informasi yang telah disimpan dalam ingatannya. Stokols (1992) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa pengetahuan tidak menjamin individu untuk merubah perilakunya. Faktor yang mendasari perubahan perilaku individu selain dari pengetahuan, misalnya karena dukungan keluarga dan lingkungan. Pengukuran pengetahuan pada penelitian ini dilakukan sebelum dilakukan konseling, sehingga hasil yang didapatkan kurang signifikan. Pengetahuan post konseling tidak diukur lagi dalam penelitian ini.
6.3
Efektifitas
Konseling
Analisis
Transaktional
Terhadap
Penurunan
Interdialytic Weight Gain. Dari hasil analisis dapat menjelaskan adanya perbedaan terhadap penurunan Interdialytic Weight Gain (p = 0,003,_= α < 0,05) pada kelompok intervensi. Hal ini menunjukkan bahwa konseling yang diberikan kepada responden memberikan perubahan perilaku kepada pasien hemodialisa, ini dibuktikan perbedaan penurunan nilai rata-rata Interdialytic Weight Gain pada kelompok intervensi sebelum perlakuan adalah 2,65. Sedangkan setelah intervensi didapatkan rata-rata penurunan Interdialytic Weight Gain 1,92, maka dapat disimpulkan adanya perbedaan yang signifikan antara penurunan Interdialyitic Weight Gain sebelum dan sesudah pemberian intervensi. Menurut Gibson (2010) pemberian konseling dapat merubah perilaku seseorang menjadi lebih baik Konseling dengan pendekatan analisis transaksional mungkin dapat diterapkan pada pasien gagal ginjal kronik yang sering melanggar diit cairan yang telah dianjurkan, sehingga terjadi peningkatan berat badan yang berlebihan. Analisis transaksional adalah pendekatan behavioral-kognitif yang beramsumsi setiap pribadi memiliki potensi untuk memilih dan mengarahkan ulang atau membentuk
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
86
ulang nasibnya sendiri. Teori ini lebih menitikberatkan pada komunikasi yang efisien kepada klien sehingga membantu klien mengevaluasi setiap keputusannya dalam membuat keputusan baru yang lebih tepat (Lawrence, 2007).
Sedangkan rata-rata penurunan Interdialytic Weight Gain pada kelompok kontrol pre test didapatkan 2,46 dengan standar deviasi 1,04 dan standar error 0,301, sedangkan nilai rata-rata pada Post test didapatkan 2,666. Hasil P value adalah P = 0,09, α > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan penurunan Interdialytic Weight Gain antara pengukuran pertama (pre test) dan pengukuran kedua (post test) pada kelompok kontrol. Dengan demikian hendaknya tiap pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa diberikan konseling karena konsep analisis transaktional perlu diterapkan dalam keperawatan untuk menangani pasienpasien dengan penyakit kronis, seperti diabetes melitus dan gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa (Egan, Rivera, Robillard & Hanson, 1997).
Salah satu alasan pasien ketika terdapat kenalikan interdialytic weight gain adalah karena adanya rasa haus yang berlebihan, meski pasien dalam keadaan overload, hal tersebut dapat mengakibatkan kenaikan cairan berlebihan secara kronis (Mistiaen, 2001). Tugas perawat nefrologi adalah memberikan konseling kepada pasien untuk membantu pasien dalam mengatasi kenaikan interdialytic weight gain terutama dalam pembatasan cairan, akan sangat membantu bagi perawat untuk mengetahui seberapa banyak pasien hemodialisa menderita kehausan dan mencegah serta mengobati kehausan, sehingga dapat mengoptimalkan asuhan keperawatan yang diberikan (Mistiaen, 2001). Saran (2003) kenaikan interdialytic weight gain pada pasien hemodialisa merupakan salah satu penyebab mortalitas bagi pasien gagal ginjal kronik. Studi lain menunjukkan bahwa dari 110 pasien yang mendapatkan konseling tentang pembatasan asupan
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
87
cairan 72% dari pasien tersebut menunjukkan adanya penurunan interdialytic weight gain (Raza, Courts, Quadri & Qureshi, 2004).
Konseling analisis transaktional dapat memahami faktor-faktor yang dapat memperngaruhi
komunikasi
pasien,
menghargai
keragaman
yang
diciptakan oleh kepribadian yang berbeda serta melibatkan pasien berdasarkan interaksi sebagai orang dewasa (Lawrence, 2007). Data menunjukkan bahwa pasien dengan gagal ginjal kronik mengalami keputusasaan sehingga mereka berpotensi tidak mematuhi terapi, salah satunya pembatasan asupan cairan yang mengakibatkan kenaikan interdialytic weight gain (Feroze, Martin, Reina & Zadeh, 2010). Pasien tersebut perlu mendapatkan konseling dari perawat guna mengoptimalkan kehidupan mereka. Meski pada penelitian ini didapatkan penurunan nilai interdialytic weight gain dari nilai rata-rata sebelum intervensi 2,65 kg menjadi 1,92 dengan selisih penurunan 0,73 kg, namun belum mencapai batas normal (0,9-1,3 kg). Hal ini dikarenakan pemberian konseling analisis transaksional yang kurang optimal dengan waktu yang terbatas.
6.4
Keterbatasan Penelitian 6.4.1. Dalam pengisian kuisioner lebih banyak bersifat subyektifitas, banyak faktor yang mempengaruhi pengisiannya, antara lain tingkat pemahaman yang berbeda, kelelahan, situasi dan lingkungan yang kurang mendukung, misalnya ramai, panas, dll. Serta dipengaruhi juga dengan tingkat pendidikan yang berbeda-beda sehingga pemahaman dari responden juga berbeda-beda. Di samping hal tersebut
kualitas
penyusunan
instrumen
dipengaruhi
oleh
kemampuan kognitif peneliti dalam mengintrogasikan teori kurang sempurna.
6.4.2. Konseling analisis transaktional merupakan hal yang baru bagi peneliti yang masih sebagai peneliti pemula di bidang konseling, khususnya pada pendekatan dengan analisis transaktional jadi masih
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
88
banyak kesulitan dan kekurangan dalam menerapkan ke responden sehingga hasil yang didapatkan kurang optimal. Selain itu masing sangat jarang buku-buku keperawatan yang mengupas tentang konseling, khususnya konseling analsis transaksional.
6.5
Implikasi Hasil Penelitian 6.5.1. Implikasi Terhadap pelayanan Keperawatan Dapat memberikan suatu support yang positif bagi perawat untuk dapat memberikan pelayanan konseling dengan pendekatan analisis transaktional yang lebih menekankan aspek psikologis sehingga dapat menjalin komunikasi yang efektif untuk pasien. Sebagai masukan untuk mengembangkan program konseling analisis transaktional pada pasien yang sedang menjalani hemodialisa.
6.5.2. Implikasi Terhadap Keilmuan Guna dikembangkan lebih terperinci tentang ilmu konseling, tidak hanya sebatas konseling secara umum, namun dapat berupa pendekatan analisis transaktional yang tepat bagi pasien yang menderita penyakit kronik serta dapat menjadi landasan yang bermanfaat dalam pengembangan penelitian-penelitian di bidang konseling, memberikan wacana serta guna menyempurnakan penelitian di masa yang akan datang.
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
89
BAB 7 KESIMPULAN
7.1. Kesimpulan 7.1.1. Pada penelitian ini didapatkan data terdapat perbedaan yang signifikan penurunan interdialytic weight gain pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol, yakni dengan nilai p 0,003 pada intervensi dan nilai p 0,09 pada kelompok kontrol. usia rata-rata responden adalah 42,17 tahun, lebih banyak didominasi oleh jenis kelamin laki-laki dengan jumlah 14 responden dari 24 responden atau sekitar 58%. Untuk pendidikan yang terbanyak adalah berpendidikan SMA sebanyak 11 responden atau sekitar 48%. Sedangkan variabel confounding antara lain periode hemodialisa rata-rata dari responden 1,9 tahun, sedangkan untuk motivasi yang terbanyak adalah kategorik baik yaitu 9 responden atau 75%, serta pengetahuan sebagaian besar responden 7 responden atau 53% dengan kategorik berpengetahuan sedang. 7.1.2. Ada hubungan yang signifikan antara usia dengan penurunan interdialytic weight gain semakin tua umur responden semakin nyata penurunan interdialytic weight gain. 7.1.3. Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan penurunan interdialytic weight gain. 7.1.4. Tidak ada hubungan antara periode hemodialisa dengan penurunan interdialytic weight gain. 7.1.5. Tidak ada hubungan antara motivasi dengan penurunan interdialytic weight gain. 7.1.6. Tidak
ada
hubungan
antara
pengetahuan
dengan
penurunan
interdialytic weight gain.
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
90
7.2. Saran 7.2.1. Pelayanan Asuhan keperawatan Diharapkan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan terutama dalam memberikan konseling analisis transaktional kepada pasien gagal ginjal kronik untuk menurunkan interdialytic weight gain dengan cara menumbuhkan trust antara lain dengan komunikasi yang teraupetik, menghargai hak pasien, menjaga privasi, dan memberikan informasi yang akurat sehingga konseling yang akan disampaikan dapat memberikan hasil yang optimal.
7.2.2. Metodologi Perlu
adanya
transaksional
pelatihan/workshop bagi
tentang
perawat-perawat
konseling
klinik,
sehingga
analisis dapat
memberikan pelayanan yang profesional.
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
DAFTAR PUSTAKA
Agh, T., Inotai, A., & Meszaros, A., (2011). Factors Associated With Medication Adherence in Patients With Cronic Obctructive Pulmonary Desease, University Pharmacy Department of Pharmacy Administration, 82, 328-334 Alharbi, K., & Enrione, B.E., (2012). Malnutrition Is Prevalent Among Hemodialysis Patients In Jeddah. Saudi Arabia, Saudi Journal of Kidney Deseases and Transplantation, 23 (3), 598-608 Anggarwal, B., & Mosca, L., (2010). Lifestyle and psichososial Risk Factors Predict Non-Adherence to Medication, The Society of Behavioral Medicine, 40, 228-233 Arikunto, S., (2006), Prosedur Penelitian ; Suatu Pendekatan Praktek, edisi revisi, Rineka Cipta. Arikunto, S., (2010), Prosedur Penelitian ; Suatu Pendekatan Praktek, edisi revisi, Rineka Cipta. Bandura, A., (1991). Social Cognitive Theory of Self-Regulation. Organizational Behavior and Human Decision Processes. Vol. 50: 248-287 Baraz., P.S., Mohammadi, E., & Braumand, B., (2009). Dietary and Fluid Compliance : An Educational for Patients Having Haemodialysis, Journal of Advanced Nursing, 66(1), 60-68 Barnett, T., Li, Y.T., Pinikahana, J., Si Y., T., (2007). Fluid Compliance Among Patients Having Haemodialysis : Can an Educational Programme Make a Difference?. Journal of Advenced Nursing, 61(3), 300-306 Berne, E., (2001). Transactional Analysis in Psychotherapy, New York, Grove Press. Black, J.M. & Hawks, J.H., (2005). Medical-Surgical Nursing Clinical Management for Positive Outcomes. (7th ed.). St. Louis: Elsevier. Cahyaningsih, N.D., (2009), Hemodialisis (cuci darah) Panduan Praktis Perawatan Gagal Ginjal, Mitra Cendekia, Yogyakarta. Callaghan, C., (2007), At a Glance Sistem Ginjal, Edisi Kedua, Erlangga, Jakarta. Carison, E., (2010). Impacting Health Throuhg On the Job Counseling : Role for Professional Nurses, MEDSURG Nursing, diunduh tanggal 4 September 2012.
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
Carpenito, L.J., (1999), Nursing Diagnosis and Collaborative Problems , Third Edition, Philadelphia, Lipincot. Chazot, C., Charra, B., Van, C.V., Jean, G., Vanel, T., Calemard, et al. (1999). The Janus-faced Aspect of Dry Weight, European Renal Association Dialysis and Transplantation, 14, 121-124. Corey, G., (2003), Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, Bandung, Rafika Aditama. Crisp & Taylor, (2001). Potter & Perry’s Fundamental of nursing. Australia Harcourt. Depkes, (2008), Profil Kesehatan Indonesia (2006), Departemen Kesehatan Indonesia. Denhaerynck, K., Manhaeve, D., Dobbels F., Garzoni, D., Nolte, C., & Degeest, S., (2007). Prevalence and Consequences of Nonadherence to Hemodialysis Regimen, American Journals of Critical Care, 16, 222235 Egan, P.M., Rivera, G.S., Robillard, R.R., & Hanson, A., (1997). The No Suicide Contract, Helpful or Harmful?, Journal of Psychososial Nursing & Mental Health Services, 35(3), 31 Feroze, U., Martin, D., Reina, A., Zadeh, K., (2010). Mental Health, Depression and Anxiety Patient on Maintenance Dialysis, Iranian Journal of Kidney Desease, 4(3) Gibson, L.R. & Mitchell, H.M., (2011) Bimbingan & Konseling, Edisi Ketujuh, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Graziani, G., Badalamenti, S., Bo, A.D., Marabini, M., Gazzano, G., Como, G., Vigano, E., et al (1993). Abnormal haemodinamics and elevated angiotensin II plasma levels in poliydipsic patients on regular hemodialysis treatment. Diunduh dari http://www.nature.com/ki/journal tanggal 5 September 2012. Gunarsah, D.S., (2000), Konseling dan Psikoterapi, Jakarta, Gunung Mulia. Guyton, A.C. & Hall, J.E., (2007), Textbook of Medical Physiology, 10th Edition, Philadelphia : W.B Saunders Company. Hollins, C., (2011), Transactional Analysis : A Method of Analysing Communication, British Journal Midwifery, 19(9), 587-593 Holyoake, D., (2000). Using Transactional Analysis to Understand The Supervisory Process, Nursing Standart, 14(33), 37-41 Hudak, M. C. & Gallo, B. M., (2005). Critical Care Nursing, A holistic Approach. (8th ed.), Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
Igbokwe, V.U. & Obika, L.F.O., (2007). Thirst perception and dryness of mouth in healthy young adults Nigerians. African Journal of Biomedical Research. Kaakinen, P., Kaariainen, M., & Kyngas, H., (2012). The Chronically Ill Patient Quality of Counseling in The Hospital, Journal of Nursing Education and Practice, 2(4), 1925-4040 Kugler, C., Valminck, H., Haverich, A., & Maes, B., (2005). Nonadherence With Diet and Fluid Restrictions Among Adults Having Hemodialysis, Journal of Nursing Scholarship, 37 (1), 25-29 Lawrence, L., (2007). Applying Transactional and Personality Assessment to Improve Patient Counseling and Communication Skills, American Journal of Pharmaceutical Education, 71 (4) Article 81. Levey, A., (2002), Chronic Kidney Dessease : Progression, American College of Physicianc, 139, 137-147 Levey, A.S., Coresh, J., Balk, E., Kaustz, A.T., Levin, A., (2003). National Kidney Foundation practice guidelines for chronic kidney disease: evaluasi, klasifikasi and stratification; Ann Intern Med; 139:137 – 147 Mehrotra, R., Marsh, D., Vonesh, E., Peters, V., & Nissenson, A., (2007). Patient Education and Access of ESRD Patient to Renal Replacement Therapist Beyond in Center Hemodialysis, Kidney International, 68, 378-390 Mistiaen, P., (2001). Thirst, Interdialytic Weight Gain And Thirst-Interventions In Hemodialysis Patient : A Literature Review, Nephrology Nursing Journal, 28(6) Nilsson, L., William, M., Ros, M., Bratt, G., & Keel, B., (2007). Factors Associated with Suboptimal Antiretroviral Therapy Adherence to Dose, Schedule, and Diaetary Instructions, Center for Health Promotion & Prevention Research, USA, 11, 175-183 Notoadmodjo, S., (2005), Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Notoadmodjo, S., (2010), Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Nursalam, (2008), Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Edisi 2, Salemba Medika. Nursalam, (2009), Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Edisi 2, Salemba Medika. Orth, S.R., (2002). Smoking and kidney, J.Am Soc Nephrol,13:1663-1672 Price, S.A. & Wilson L.M., (2006), Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisis 4, Jakarta, EGC.
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
Purnomo, B.B., (2011), Dasar-dasar Urologi, Edisi ketiga, Sagung Seto, Jakarta. Raza, H., Courts, A., Quadri, K., Qureshi, J., (2004). The Effect of Active Nutritional Counseling In Improving Biochemical Nutritional Parameters and Fluid Overload Problems in Maintenance Hemodialysis Patient, Saudi Journal of Kidney Diseases an Transplantation, 15(2), 140-143 Retnakaran, R., Cull, C.A., Thorn, K.I., Adler, A.I., Holman, R.R., (2006). Risk factors for renal dysfunction in type type 2 Diabetes; Diabetes;55:1832-9 Saran, R., (2003), Nonadherence in hemodialysis : assosiation with mortality, hospitalization, and practise patterns in the DOPPS, kidney internasional, 64, 254-262 Schmidt, R., F. & Thews, G., (1989). Human Psysiology. 2nd Completely Revised Edition. New York : Springer-Verlag Berlin Heidelberg.. Schoolwerth, A.C., Engelgau, M.M., Hostetter, T.H., Rufo, K.H., McClelan, W.M., (2006). Chronic kidney disease a publik health problem that needs a public health action plan, Prevention Chronic Disease, 3(2):15 Sheahan, L.S., & Free, A.T., (2005). Counseling Parents to Quit Smoking. Pediatric Nursing, 31(2), 98-109 Setiadi, (2007), Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan, Graha Ilmu, Yogyakarta. Sinaga, M.U, (2008), Peran dan Tanggung Jawab dalam Masalah Pengadaan Donor Organ Manusia, http://www.google.com.int/journalpenelitian/publication/angka/GGK/ masalah/20iisi03/php.htm, di unduh 5 September 2012. Solomon, C., (2010). Eric Berne the Therapist : One Patient’s Perpective, Psychoanalitic Dialoques : The International Journal of Relational Perspectives, 21(4), 428-436 Sugiyono, (2007), Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R & D, Bandung, Alfabeta. Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., Cheever. K.H.. (2002). Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical Nursing, Philadelphia : Lippincott William & Wilkins. Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., Cheever. K.H., (2004). Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical Nursing, Philadelphia : Lippincott William & Wilkins.
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
Stokols D., (1992). Establishing and Maintaining Healthy Environments: Toward a Social Ecology of Health Promotion. American Psychologist. Vol. 47: 6- 22 Suharyanto, T. & Madjid A., (2002), Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan, Penerbit Trans Info Media, Jakarta. Tamsuri, A., (2002), Konseling Dalam Keperawatan, EGC, Jakarta. Thata, M., Mohani & Widodo, (2009), Abstrak Penelitian Penyakit Ginjal Kronik, http://library.itd.unair.ac.id/files/disk1/4/itdunair-mochammadt-160-1abstrak-2-pdf, diunduh tanggal 4 Sepetember 2012. Tovazzi, M.E., & Mazzoni, V., (2012). Personal Paths of Fluid Retriction in Patient on Hemodialysis, Nephrology Nursing Journal, 39(3), 207-215 Wakai, K., Nakai, S., Kikuchi, K., Iseki, K., Miwa, N., Masakane, I., Wada, A., Shinzato, T., Nagura, Y., Akiba, T., (2004). Trends in incidence of end-stage renal disease in japan, 1983 – 2000, age-adjusted and agespeciphic rates by gender and cause, Nephrology Dialysis Transplantation, 19:2044 – 2052
Universitas Indonesia
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
LAMPIRAN 1
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS INDONESIA PENJELASAN PENELITIAN Judul Penelitian
Peneliti NPM
: Efektifitas Konseling Analisis Transaktional tentang Diet Cairan Terhadap Penurunan Interdialytic Weight Gain Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa Di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal : Sri Hidayati : 1006834025
Saya mahasiswa Program Magister Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Peminatan Keperawatan Medikal Bedah dengan NPM : 1006834025, mempunyai tujuan untuk melakukan penelitian dengan judul Efektifitas Konseling Analisis Transaktionan tentang Diet Cairan Terhadap Penurunan Interdialytic Weight Gain Pasien Gagal Ginjal Kronik yang menjalani Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal Tahun 2012. Penelitian ini dilakukan di unit hemodialisa, bapak/ibu yang ada di unit hemodialisa tersebut di minta kesediannya untuk mengisi kuisioner dan selanjutnya diharapkan dapat mengikuti konseling tentang diet cairan pada pasien hemodialisa. Setelah dilakukan konseling maka bapak/ibu akan mendapatkan buklet/panduan tentang pentingnya menjaga asupan cairan yang seimbang. Setelah itu, pada sesi hemodialisa selanjutnya, bapak/ibu akan di timbang kembali berat badannya, untuk mengetahui keefektifan konseling yang diberikan terhadap penurunan berat badan klien. Saya menjamin bahwa penelitian ini tidak akan mempunyai dampak yang merugikan pada siapapun, khususnya pasien hemodialisa. Bila pada penelitian ini bapak/ibu merasakan ketidaknyamanan maka bapak/ibu berhak untuk berhenti. Dari hasil penelitian ini akan dimanfaatkan untuk meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan di masa mendatang. Peneliti akan menjamin kerahasiaan identitas dan data serta identitas bapak/ibu, serta akan menghargai hak-hak pasien. Dengan penjelasan singkat ini, peneliti berharap bapak/ibu dapat berpartisipasi dalam penelitian ini. Atas kerjasama dan kesediannya dalam berpartisipasi, saya ucapkan terima kasih.
Peneliti,
Sri Hidayati
Jakarta, November 2012 Responden,
(..........................)
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
LAMPIRAN 2
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS INDONESIA LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN (INFORMED CONCENT)
Setelah saya mendapatkan penjelasan dalam penelitian ini, saya memahami tentang tujuan dan manfaat dari penelitian ini. Saya memahamii bahwa peneliti akan menjamin kerahasiaan serta menjunjung tinggi hak-hak pasien. Dengan mengikuti dan bersepran dalam penelitian ini akan memberikan manfaat dalam pemberian asuhan keperawatan yang berkualitas di masa yang akan datang. Saya bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, dan bersedia mendatangani informed concent ini tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Saya juga percaya bahwa catatan mengenai penelitian ini akan dirahasiakan serta di jamin identitas pasien. Saya mengerti bahwa segala data yang ada dalam penelitian ini akan dimusnahkan jika sudah tidak digunakan lagi, hanya peneliti yang tahu kerahasiaan data penelitian ini.
Jakarta, November 2012 Responden,
(.................................)
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
LAMPIRAN 3 STATUS HEMODIALISA HARIAN Tanggal Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Dialisa ke Berat Badan Tinggi Badan Berat Badan Ideal Mulai jam Selesai Lama Dialisa
: : : : : : : : : : : :
Pemeriksaan Pra Dialisa Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum Respirasi Nadi
JVP.....cm Baik Normal Normal
Jenis Dialisa
Dehidrasi Sedang Asidosis Iregular
Overhidrasi Buruk Frekuensi.......x/mnt Frekuensi.......x/mnt
Asetat Bikarbonat Asetat + subtitusi bikarbonat Single needle Double Needle Kalium
Penyulit Selama Hemodialisa Shunt Problem
Sakit Kepala
Sakit Dada
Menggigil/dingin
Perdarahan
Mual
Aritmia
Panas badan
Dehidrasi
Hipotensi
Kram
Gatal-gatal
Pucat
Kejang
Hipertensi
Koma
Alergi
Pusing
Nyeri sendi
Perikarditis
Pengobatan :
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
LAMPIRAN 4 KUISIONER MOTIVASI Judul : Efektifitas Konseling dengan Pendekatan Analisis Transaktional Tentang Diit Cairan terhadap Penurunan Berat Badan Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi Hemodialisa di RSU Kardinah Tegal 2012
Berilah tanda √ pada jawaban yang menurut anda benar/sesuai dengan keadaan anda. SS
: sangat setuju
TS
: tidak setuju
S
: setuju
STS
: sangat tidak setuju
R
: ragu-ragu
No. Pernyataan 1. Pengertian hemodialisa/cuci darah menurut saudara adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan gagal ginjal kronik. 2. Tujuan dari hemodialisa adalah untuk mengeluarkan zat-zat racun dari dalam darah dan mngeluarkan air yang berlebihan. 3. Saudara akan merasa senang jika terapi hemodialisa berjalan dengan cepat 4. Saudara akan merasa senang jika mengetahui cara mencegah komplikasi. 5. Saudara akan melaksanakan hemodialisa secara rutin, dan akan menjalankan program terapi diet yang dianjurkan. 6. Saudara akan menjalankan terapi hemodialisa dan program diet setelah muncul gejala komplikasi. 7. Saudara akan membatasi asupan cairan sesuai dengan direkomendasikan. 8. Saudara akan merasa senang, jika terdapat penurunan berat badan. 9. Saudara merasa tidak nyaman jika mengkonsumsi air berlebihan sehingga mengakibatkan bengkak-bengkak. 10. Saudara akan mengurangi asupan cairan yang berlebihan secara bertahap. 11. Saudara akan mengurangi asupan cairan yang berlebihan sebanyak 10 cc/hr 12. Saudara akan segera memeriksaan ke
SS
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
S
R
TS STS
13. 14. 15. 16. 17.
18. 19.
20.
pelayanan kesehatan yang terdekat jika muncul komplikasi. Saudara akan menjalankan program diet jika ada pengawasan dari keluarga Saudara akan menjalankan program diet jika ada pengawasan dari perawat. Saudara akan mematuhi anjuran dari perawat jika menguntungkan terhadap kondisi saudara Saudara akan memantau penaingkatan berat badan secara rutin. Saudara akan merasa senang apabila ada perawat yang memberikan penyuluhan tentang hemodialisa. Saudara akan merasa senang jika pelayanan di hemodialisa dengan biaya murah/gratis. Saudara akan merasa senang jika jarak unit hemodialisa dan rumah dapat terjangkau dengan cepat (dekat). Saudara akan meminta saran dari perawat tentang tata cara pasien dengan terapi hemodialisa.
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
LAMPIRAN 5
KUESIONER : PENGETAHUAN TENTANG DIIT HEMODIALISA Petunjuk pengisian : Berilah tanda (X) pada kolom yang telah disediakan sesuai dengan jawaban Bapak/Ibu mengenai pengetahuan tentang diit hemodialisa SS = Sangat setuju dengan pernyataan S = Setuju dengan pernyataan R = Ragu-ragu TS = Tidak setuju dengan pernyataan STS = Sangat tidak setuju dengan pernyataan No. 1.
2.
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
12.
13. 14.
Pernyataan Asupan cairan yang seimbang mencegah terjadinya peningkatan berat badan yang berlebihan Peningkatan berat badan yang berlebihan mengakibatkan komplikasi seperti sesak napas, bengkak, dan meningkatnya tekanan darah. Pemasukan cairan yang direkomendasikan 500 ml + buang air kecil 24 jam. Mengatur suhu minuman dapat mengurangi haus Penderita gagal ginjal tidak perlu membatasi jumlah makanan yang mengandung protein. Jumlah kebutuhan protein sekitar 60-80 g/hari. Jumlah kalium yang direkomendasikan 40-80 mEq/hari. Asupan kalium yang berlebihan dapat mengakibatkan gangguan pada jantung. Asupan natrium yang berlebihan dapat mengakibatkan tekanan darah meningkat. Pembatasan natrium berarti mengurangi masukan garam. Pasien dengan hemodialisa dapat mengakibatkan terjadinya anemia (kurang darah) Kentang adalah salah satu contoh bahan makanan yang harus dihindari dari penderita gagal ginjal kronik. Daging, telur, susu dan yogurt banyak mengandung protein Asupan makanan yang banyak mengandung
SS
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
S
R
TS
STS
15.
16. 17. 18.
19. 20.
fosfat juga perlu dibatasi. Makanan yang mengandung fosfat antara lain sereal, gandum, kacang-kacangan dan bijibijian Gagal ginjal merupakan penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Pasien yang menjalani terapi hemodialisa, akan tetap menjalaninya seumur hidup. Semakin pasien mematuhi pembatasan asupan cairan maka akan meningkatkan kualitas hidup pasien. Hemodialisis dapat bersifat sementara dan permanen. Ketidakpatuhan dalam menjalankan diet dapat mengakibatkan berbagai macam komplikasi.
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
PEMERINTAH KOTA TEGAL
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH
lL. Alp KS. TUBUN NO.4 Tegal
Talp. (0283) 356067, Fax (0283) 353113 Kode pas 52124
Tegal, 2\ Nopember 2012 Kepada:
Nomor
Yth. Dekan Fakultas I1mu Keperawatan Universitas Indonesia
Lampiran Perihal
ljin Penelitian
Di Jakarta
Mernperhatikan sural Saudara Nomor 43621H2.F12.D/PDP.04.00/2012 tanggal
7 Nopember 2012, perihal Permohonan ijin Penelitian untuk kcgiatan Tesis mahasiswa Program Pendidikan Magister Fakultas Ilrnu Keperawatan peminatan Keperawatan
Medikal Bedah, bersama ini disampaikan bahwa permchcnan ijin penelitian atas nama: Nama NPM
:Sdr. Sri Hidayati
: j OG6834025
diijinkan dan selanjutnya proses pelaksanaan mengikuti prosuder/ketentuan yang berlaku di RSUD Kardinah.
Demikian, atas perhatianya disarnpaikan terima kasih.
RDINAH
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
Kampus UI Depok Telp (021)78849120. 78849121 Faks.7864124
Web Site: www.fik.ut.aoid
Email:
[email protected]
Nomor
: '/3 62/H2.F12.D/POP.04.00/2012
07 November 2012
Lampiran
Perihal
: Permohonan Ijin Penelitian
Yth. Direktur RSUD Kardinah Tegal Jalan K. S. Tubun NO.4 Kejambon, Tegal Jawa Tengah
Dalam rangka pelaksanaan kegiatan Tesis mahasiswa Program Pendidikan Magisler Fakultas IImu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK-UI) dengan Peminatan Keperawatan Medikal Bedah atas nama:
Sdr. Sri Hidayati
NPM 1006834025
akan mengadakan penelitian dengan judul "Efektifitas Pemberian Konseling dengan Pendekatan Analisis Transaktional tentang diit Cairan terhadap Penurunan Serat Badan Klien Gagal Ginjal Kronik·yang MenjaJani Terapi Hemodialisa". Sehubungan dengan hal tersebut, bersama ini kami mohon dengan hormat kesediaan Saudara mengijinkan yang bersangkutan untuk mengadakan penelitian di RSUD Kardinah Tega!. Atas perhatian Saudara dan kerjasama yang baik, disampaikan terima kasih
Dekan,
\~ 1t-oe~il~A, PhD NiP
195206011974112001
Tembusan Yth. : 1. Sekretaris FIK-UI 2. Manajer Pendidikan dan Riset FIK-UI 3. Kepada Oiklat RSUD Kardinah Tegal 4. Kasi Keperawatan RSUD Kardinah Tegal 5. Ketua Program Magister dan Spesialis FIK-UI 6. Koordinator M.ATesis FIK-UI 7. Pertinggal
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
Kampus UI Depok Telp. (021)78849120. 78849121 Faks.7884124
Email:
[email protected] Web Site: www.fik.uLac.id
KETERANGAN LOLOS KAJI ETIK No. 55/H2.F12.D/HKP.02.04/2012
Kcmite Etik Penethlan, Fakuhas IImu Keperawatan Universitas Indonesia dalam upaya melindungi hak azasi dan kesejahteraan subyek penelitlan keperawatan,
telah mengkaji
dengan tellti proposal berjudul :
Efektifitas Konseling Aualisis Transaktional tcntang DiH Cairan terhadap Penurunan Bernt Badaa Pasion Gaga) Giojal Kronis yang menjalani Terapi Hernodialisa di Rumah
Saklt Kardinah Tegal Tahun 2012.
Nama penelltl utama : Sri Hidayati Nama lnstltusl
: Fakultas IImu Keperawatan Universitas Indonesia
Dan telah menyetujui proposal tersebut.
Jakarta, 8 Desember 2012 Ket a,
;tf Ora. Se yo NIP. 195206011974112 001
a', Kp, M.App.Sc, PhD
NIP. 19 11427 197703 2 001
Efektifitas konseling..., Sri Hidayati, FIK UI, 2012