UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR EKSTRIMITAS DI RUANG BEDAH ANAK RUMAH SAKIT UMUM FATMAWATI
KARYA ILMIAH AKHIR-NERS
KARTIKA SARI 0806334016
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI REGULER DEPOK JULI 2013
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR EKSTRIMITAS DI RUANG BEDAH ANAK RUMAH SAKIT UMUM FATMAWATI
KARYA ILMIAH AKHIR-NERS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners Keperawatan
KARTIKA SARI 0806334016
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI REGULER DEPOK JULI 2013
i
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Karya ilmiah akhir ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Kartika Sari
NPM
: 0806334016
Tanda Tangan
:
( Tanggal
: 20 Juni 2013
ii Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
)
HALAMAN PENGESAHAN
Karya ilmiah akhir ini diajukan oleh : Nama
: Kartika Sari
NPM
: 0806334016
Program Studi
: Ilmu Keperawatan
Judul Karya ilmiah akhir
:Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Pasien Post Operasi Fraktur Ekstrimitas di Ruang Bedah Anak Rumah Sakit Umum Fatmawati
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners pada Program Profesi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Penguji I
: Siti Chodidjah, S.Kp., M.N
(
)
Penguji II
: Ns. Yuminah, S.Kep
(
)
Ditetapkan di : Depok Tanggal
: 20 Juni 2013
iii Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ini dengan baik. Dengan mengucap rasa syukur alhamdulillah akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir yang berjudul “Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Pasien Post Operasi Fraktur Ekstrimitas di Ruang Bedah Anak Rumah Sakit Umum Fatmawati.” Karya ilmiah akhir ini merupakan salah satu syarat untuk mengikuti tahapan proses karya ilmiah akhir untuk mencapai gelar Ners Keperawatan di Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah akhir ini jauh dari kesempurnaan dan butuh banyak bantuan dari berbagai pihak untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Ibu Siti Chodidjah, S.Kp., M.N, selaku pembimbing karya ilmiah akhir yang telah membimbing, meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis hingga selesainya karya ilmiah akhir ini;
2.
Ibu Riri Maria, S.Kp., MANP; selaku Koordinator Mata Ajar Karya Ilmiah Akhir-Ners;
3.
Ibu Kuntarti, S.Kp., M.Biomed, selaku Koordinator dan Ketua Program Studi Sarjana Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang memberi motivasi dan mendoakan hingga terselesaikannya perjalanan profesi ini;
4.
Ibu Ns. Yuminah S.Kep, selaku Kepala Ruangan IRNA A Teratai Lantai III RSUP Fatmawati yang telah membimbing dan memotivasi pelaksanaan praktik KKMP di ruangan;
5.
Ibu (Nurhaida) dan Ayah (Zulkifli) serta kakak- kakak (Kak Ojha, Bang Io, dan Bang Iki), yang senantiasa mendoakan dan memberi dukungan dalam bentuk apapun selama penyusunan karya ilmiah akhir ini;
6.
Teman- teman kosan yang menemani kehidupan profesi saya dalam suka dan duka : Mba Yunika, Cimuik, Mande Santi, Nganu (Dani), Okta, Dhilu, Rara, Pipit, dan adik- adik FIK 2009. Semoga kebersamaan ini menjadi kenangan manis selama perjuangan profesi.
iv Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
7.
Teman-teman satu bimbingan karya ilmiah akhir Ade Kurniah, Titis Tolada, Aditya Wijayanti, Hafidzah Fitriyah, Dewanti yang sama-sama berjuang mulai
dari
bimbingan,
penyusunan
proposal
hingga
sidang
serta
terselesaikannya karya ilmiah akhir ini; 8.
Angkatan 2008 FIK UI yang PEDULI, yang selalu menjadi insipirasi dan penyemangat dalam melakukan segala aktivitas perkuliahan dari awal hingga saat ini.
Penulis menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pembuatan karya ilmiah akhir ini karena keterbatasan penulis sebagai manusia, penulis yakin kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Oleh karena itu, penulis mohon maaf apabila dalam pembuatan karya ilmiah ini terdapat kesalahan dan kekurangan. Kritik dan saran yang membangun selalu penulis harapkan dalam penyempurnaan penulisan karya ilmiah akhir selanjutnya. Penulis mengharapkan semoga karya ilmiah akhir ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Depok, 20 Juni 2013
Penulis
v Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Kartika Sari
NPM
: 0806334016
Program Studi
: Ilmu Keperawatan
Fakultas
: Ilmu Keperawatan
Jenis Karya
: Karya Ilmiah Akhir
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Pasien Post Operasi Fraktur Ekstrimitas di Ruang Bedah Anak Rumah Sakit Umum Fatmawati beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/ formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/ pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada Tanggal : 20 Juni 2013 Yang menyatakan
(Kartika Sari)
vi Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
ABSTRAK
Nama Program Judul
: Kartika Sari : Ilmu Keperawatan : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Pasien Post Operasi Fraktur Ekstrimitas di Ruang Bedah Anak Rumah Sakit Umum Fatmawati
Nyeri pada kondisi paska pembedahan fraktur berasal dari kerusakan integritas jaringan akibat patahan fragmen tulang dan pemasangan fiksasi. Bagi anak, nyeri merupakan salah satu stres hospitalisasi. Apabila tidak dikontrol dengan baik bisa menyebabkan lamanya waktu rawat dan menambah biaya perawatan. Tujuan dari karya ilmiah ini adalah menganalisis keefektifan manajemen nyeri nonfarmakologis relaksasi nafas dalam pada anak post operasi fraktur ekstrimitas di rumah sakit Fatmawati. Analisis ini melibatkan seorang klien anak di ruang bedah dengan mengajarkan teknik nafas dalam dan mengimplementasikannya di saat anak merasa nyeri. Alat untuk mengukur nyeri berupa Numeric Pain Scale. Implementasi teknik nafas dalam sebagai pendamping analgesik dapat menurunkan nyeri dari skala 9 ke skala 4. Kata kunci : fraktur, post operasi, nyeri, nafas dalam, anak
ABSTRACT
Name Program Title
: Kartika Sari : Faculty of Nursing : Analysis of Clinical Nursing Practice of Urban Public Health in Children with Post-Surgery of Extremity fracture in Pediatric Surgical Room in Fatmawati Hospital
Pain in post-surgical caused by skin integrity damaged due to fractured of fragments and installation of fracture fixation. For children, pain is one of the psychological traumatic during hospitalization. If it is not adequately controlled, it can increase the duration of hospitalization and the treatment costs. The purpose of this paper was to analyze the effectiveness of relaxation through deep breathing in children undergone post-surgical treatment in Fatmawati Hospital. A tool for measuring pain is a Numerical Pain Scale. The usage of analgetic togethered with deep breathing technique for four day period decreased pain rating scale from 9 to 4. Key words: fractures, post-surgical, pain, deep breathing, child
vii Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................................. HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ..................................... HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... KATA PENGANTAR ................................................................................ LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................ ABSTRAK ................................................................................................... DAFTAR ISI ............................................................................................... DAFTAR SKEMA ..................................................................................... DAFTAR TABEL ....................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
i ii iii iv vi vii viii x xi xii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................... 1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................ 1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................................... 1.4 Manfaat Penulisan .................................................................................. 1.4.1 Manfaat Bagi Masyarakat ............................................................ 1.4.2 Manfaat Bagi Pelayanan Keperawatan ........................................ 1.4.3 Manfaat Bagi Pendidikan........................................................ ....
1 1 3 3 3 4 4 4 4 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 2.1 Konsep Fraktur ...................................................................................... 2.1.1 Definisi ......................................................................................... 2.1.2 Klasifikasi .................................................................................... 2.1.3 Etiologi ......................................................................................... 2.1.4 Patofisiologi ................................................................................. 2.1.5 Proses Penyembuhan Tilang ........................................................ 2.1.6 Manifestasi Klinis ........................................................................ 2.1.7 Komplikasi ................................................................................... 2.1.8 Penatalaksanaan Medis ................................................................ 2.2 Nyeri ...................................................................................................... 2.2.1 Definisi ......................................................................................... 2.2.2 Mekanisme Nyeri........................................................... .............. 2.2.3 Nyeri Post Operasi ....................................................................... 2.3 Konsep Anak Usia Sekolah .................................................................... 2.4 Relaksasi Nafas Dalam .......................................................................... 2.5 Konsep KKMP Terkait Kasus ................................................................
5 5 5 5 6 7 7 9 10 11 13 13 13 15 16 17 18
BAB 3 TINJAUAN KASUS ........................................................................ 3.1 Pengkajian ................................................................................................ 3.2 Analisis Data ............................................................................................ 3.3 Diagnosa Keperawatan............................................................................. 3.4 Implementasi Keperawatan ...................................................................... 3.5 Evaluasi Keperawatan ..............................................................................
21 21 24 24 25 27
viii Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
29 29
BAB 4 ANALISIS SITUASI........................................................................ 4.1 Profil Lahan Praktik ............................................................................... 4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep terkait KKMP dan Konsep Kasus terkait ......................................................... ................... 4.3 Analisis Intervensi dengan Konsep Aplikasi ........................................ 4.4 Alternatif Pemecahan Masalah ..............................................................
30 32 35
BAB 5 PENUTUP........................................................................................ 5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 5.2 Saran ........................................................................................................
36 36 36
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... LAMPIRAN
38
ix Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
DAFTAR SKEMA
Skema 2.1 Web of Causation (WOC) Fraktur .........................................
x Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
20
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Analisa Data .................................................................................
xi Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
24
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pengkajian Lampiran 2 Nursing Care Plan Lampiran 3 Catatan Perkembangan
xii Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Jumlah anak yang mengalami fraktur di Teheran mencapai 37.1% dari 1.274 orang anak. Penyebab fraktur yang paling banyak adalah karena jatuh dan kecelakaan lalu lintas (Khaji, Zargar & Karbakhsh, 2010). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Cooper tahun 2004, pada umumnya fraktur tersebut terjadi pada anak sebelum mencapai usia 19 tahun.
Lingkungan sangat mempengaruhi kejadian fraktur (Tandon et all, 2007). Di lingkungan perkotaan, dengan semakin tingginya mobilitas penduduk dan penggunaan kendaraan seperti sepeda dan kendaraan bermotor, menambah tingginya angka kejadian cedera dan fraktur (Tandon et all, 2007).
Di rumah sakit King Edward VII Memorial pada tahun 2004- 2005 dari 500 anak yang cedera, fraktur physeal menjadi urutan pertama (17.4 %) dilanjutkan dengan fraktur terbuka (2.8%) lalu fraktur multipel (2.0 %) dan cedera lain (syaraf, amputasi dan cedera ringan) sebanyak 2.4 % (Tandon et all, 2007). Selanjutnya Rennie, L et all, 2007 menambahkan, yang paling sering mengalami fraktur adalah bagian ekstrimitas. Dari kasus kecelakaan, 9% mengalami fraktur dan harus mendapatkan pelayanan kesehatan ( Spady et all, 2004 dalam Hedstroom, 2006).
Prinsip utama penatalaksanaan fraktur pada anak adalah secara konservatif (tanpa operasi), baik dengan cara manipulasi tertutup atau pun traksi berkesinambungan. Namun demikian, beberapa fraktur pada anak-anak memerlukan tindakan operasi terbuka dengan fiksasi internal, seperti fraktur leher femur dengan pergeseran fragmen atau pada fraktur pada epifisis tertentu dan pada fraktur terbuka yang memerlukan operasi segera ( Mulyono, 2008).
Universitas Indonesia
1
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
2
Salah satu efek dari pembedahan adalah nyeri. Nyeri merupakan pengalaman emosional dan sensori yang tidak menyenangkan yang disertai dengan rusaknya jaringan atau berpotensi untuk mengalaminya. Nyeri itu sendiri mulai muncul saat terjadi fraktur, dan hal itu merupakan stresor bagi anak (Syamsuddin, 2009). Dalam penelitiannya, ditemukan data sebanyak 85% pasien fraktur mengeluhkan nyeri (Foley dick, 2000 dalam You dkk, 2010). Keluhan nyeri juga sering dijumpai pada pasien yang menjalani pembedahan. Jika nyeri tidak dapat dikontrol maka klien akan menjalani hospitalisasi yang lebih lama karena proses rehabilitasi yang tertunda.
Manajemen nyeri merupakan salah satu perhatian perawat dalam memberi asuhan keperawatan. Ada dua jenis penatalaksanaan nyeri, yaitu terapi farmakologis wewenang
dan dokter
nonfarmakologis. sehingga
peran
Terapi
farmakologis
perawat
lebih
merupakan
mandiri
pada
penatalaksanaan nonfarmakologis. Perawat dapat menerapkan terapi musik, imaginasi terbimbing, akupuntur, biofeedback, relaksasi otot progresif dan teknik kognitif lainnya seperti hipnotis, terapi pengulangan perilaku, distraksi dan relaksasi serta stimulasi kutan (TENS) ( Susan, 2005).
Relaksasi adalah salah satu terapi nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri, termasuk nyeri paska pembedahan. Mekanisme nafas dalam pada anak sama dengan dewasa. Namun pada anak yang lebih kecil (mulai dari toddler) bisa dilakukan nafas dalam dengan perantara benda atau permainan, seperti meniup gelembung udara, bulu, kertas, baling- baling, balon dan lain- lain. Teknik lain dapat dilakukan dengan meniup benda- benda lainnya seperti mengecat kuku dengan cat kuku, kuas dan air dan minta anak untuk menghembusnya sampai kering atau meniup lilin ulang tahun (Wong, 2002).
Banyak efek positif setelah relaksasi, di antaranya adalah menurunkan ketegangan otot, menurunkan pernafasan, nadi, tekanan darah ke dalam ambang batas normal, menurunkan kecepatan metabolisme, meningkatkan perasaan sejahtera, menurunkan penggunaan oksigen, peningkatan kesadaran
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
3
global (Potter & Perry, 2006). Manajemen nyeri yang tepat dapat meminimalkan efek buruk dari hospitalisasi.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Syamsuddin, tahun 2009 menyebutkan bahwa relaksasi nafas dalam dengan baling- baling paska pembedahan ekstrimitas dan abdomen pada anak usia sekolah dapat menurunkan nyeri secara signifikan. Selain itu, penelitian lainnya menjelaskan bahwa sakit kepala pada anak berkurang setelah melakukan teknik nafas dalam (Carney, 1983 dalam Potter & Pery, 2006).
1.2. Perumusan Masalah Fraktur merupakan masalah yang cukup banyak terjadi pada anak- anak. Beberapa
kasus
fraktur
memerlukan
prosedur
pembedahan
untuk
menanganinya. Masuk ke rumah sakit merupakan stres tersendiri bagi anakanak, apalagi menjalani pembedahan. Dampak negatif hospitalisasi lebih besar akibat nyeri paska pembedahan. Apabila tidak dikontrol dengan baik bisa menyebabkan lamanya waktu rawat dan menambah biaya perawatan. Maka dari itu, perawat harus memahami tindakan keperawatan yang tepat pada anak untuk meminimalkan nyeri. Salah satu terapi untuk mengurangi nyeri adalah relaksasi nafas dalam. Namun, persepsi anak- anak terhadap nyeri berbeda sesuai dengan tumbuh kembangnya. Dari kondisi ini, penulis ingin melakukan analisis bagaimana keefektifan teknik relaksasi nafas sebagai terapi nofarmakologis dalam mengontrol nyeri klien.
1.3. Tujuan Penulisan 1.3.1 Tujuan umum Tujuan umum dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk memberikan analisis mengenai terapi nonfarmakologis relaksasi nafas dalam pada anak post operasi fraktur ekstrimitas di RSU Fatmawati.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
4
1.3.2 Tujuan Khusus 1.3.2.1
Menggambarkan karakteristik klien anak yang nyeri post operasi fraktur ekstrimitas di RSU Fatmawati
1.3.2.2
Memberikan
asuhan
keperawatan
mengenai
masalah
keperawatan post operasi fraktur ekstrimitas pada anak di RSU Fatmawati 1.3.2.3
Menganalisis kesenjangan antara asuhan keperawatan yang diberikan dengan teori- teori tentang penatalaksanaan anak dengan post operasi fraktur ekstrimitas di RSU Fatmawati
1.4. Manfaat Penulisan 1.4.1 Masyarakat Karya ilmiah ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang teknik untuk melakukan latihan relaksasi nafas dalam untuk mengurangi nyeri post operasi fraktur terbuka pada bagian ekstrimitas sehingga meningkatkan kenyamanan klien dan mengurangi stres hospitalisasi selama dirawat di rumah sakit. 1.4.2 Pelayanan Keperawatan Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan inspirasi kepada para perawat untuk lebih kreatif lagi dalam menyusun asuhan keperawatan. Khususnya dalam memberikan intervensi keperawatan pasien anak dengan nyeri post operasi fraktur terbuka pada bagian ekstrimitas. 1.4.3 Pendidikan Hasil penulisan ini diharapkan mampu memberikan masukan tentang efektivitas teknik nonfarmakologis dalam mengatasi nyeri pada pasien anak. Pendidikan kesehatan diharapkan memberikan kemampuan bagi peserta didik untuk mengatasi anak dengan masalah nyeri.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Fraktur 2.1.1 Definisi Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer & Bare, 2002). Sjamsuhidayat (2004) juga mengungkapkan bahwa fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/ atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Sedangkan Black dan Hawks (2009) menyatakan bahwa fraktur adalah terpisahnya kontinuitas tulang normal yang terjadi karena tekanan pada tulang yang berlebihan.
2.1.2 Klasifikasi Klasifikasi fraktur yang paling sederhana adalah fraktur terbuka dan tertutup menurut paparannya terhadap lingkungan (Black & Hawks, 2009). 2.1.2.1 Fraktur terbuka Karakteristik fraktur terbuka adalah robeknya kulit pada area tulang
yang
mengalami
fraktur.
Akibat
adanya
hubungan/kontak antara luka dengan lingkungan luar dan jaringan ekstensif yang rusak, maka fraktur terbuka berpotensi mengalami infeksi. Fraktur terbuka dibagi menjadi beberapa tingkat keparahannya, yaitu grade 1 ( ukuran luka kurang dari 1 cm dengan kontaminasi minimal), grade 2 ( ukuran luka lebih dari 1 cm dengan kontaminasi dan kerusakan jaringan sedang), dan grade 3 ( ukuran luka lebih dari 6-8 cm dengan kerusakan jaringan lunak, saraf dan tendon serta kontaminasi yang tinggi). 2.1.2.2 Fraktur tertutup Adanya kerusakan tulang secara internal menembus
kulit.
Sebelumnya,
fraktur
tetapi tidak
tertutup
kadang
Universitas Indonesia 5 Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
6
dipandang sebagai fraktur yang sederhana. Pandangan ini dapat menyesatkan karena fraktur tertutup sering menimbulkan komplikasi seperti fraktur terbuka.
Tipe fraktur yang sering terjadi pada anak-anak adalah fraktur bengkok, terjadi jika tulang dibengkokkan tetapi tidak patah. Tulang anak yang fleksibel dapat dibengkokan 45 derajat atau lebih sebelum patah. Pembengkokan terjadi paling banyak pada ulna dan fibula, seringkali berhubungan dengan fraktur radius dan tibia. Lalu fraktur buckle atau torus, ditimbulkan oleh kompresi tulang keropos; tampak seperti penonjolan di tempat fraktur. Fraktur ini terjadi pada bagian tulang yang keropos dekat metafisis (bagian korpus tulang di sekitar epifisis). Kemudian fraktur greenstick, terjadi jika sebuah tulang membentuk sudut di luar batas pembengkokan. Sisi yang terkompresi membengkok dan tekanan sisinya menurun, yang menyebabkan fraktur tidak lengkap yang serupa dengan patahan yang terlihat jika greenstick pecah. selanjutnya adalah fraktur lengkap yang memisahkan fragmen tulang. Fragmen ini seringkali masih terhubung oleh engsel periosteal, yang dapat membantu atau mengganggu reduksi.
2.1.3 Etiologi Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Smeltzer & Bare, 2002). Black dan Hawks (2009) mengungkapkan bahwa fraktur juga dapat diakibatkan oleh penyakit yang mempengaruhi metabolisme tulang seperti osteoporosis. Fraktur dapat terjadi karena trauma langsung akibat benda bergerak yang menghantam area tubuh yang dilindungi tulang, maupun trauma tidak langsung karena kontraksi otot yang sangat kuat terhadap tulang.
Fraktur pada anak biasanya terjadi sebagai hasil peningkatan mobilitas dan gerakan yang tidak adekuat dan keterampilan kognitif. Hal tersebut
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
7
dapat mengakibatkan trauma (seperti jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera olahraga dan penganiayaan pada anak) atau penyakit tulang yang menghasilkan tulang abnormal yang rapuh (osteogenesis imperfect).
Penyebab fraktur paling umum yang terjadi pada anak adalah akibat jatuh. Karena reflek perlindungan, tangan sering
terulur menerima
tekanan kuat dari jatuh. Tipe jatuh dapat mempengaruhi setiap bagian tangan yang menahan (pergelangan tangan, siku dan bahu). Fraktur humeral suprakondilar, fraktur siku biasa terlihat pada kasus jatuh, adalah cedera serius karena dapat mengakibatkan gangguan sirkulasi, nekrosis selular dan kontraktur iskemik.
2.1.4 Patofisiologi Fraktur yang terjadi mengakibatkan otot tidak lagi terikat pada ujung tulang yang patah sehingga terjadi spasme yang menekan ujung-ujung patahan tulang dan menyebabkan fragmen tulang yang patah bergeser dari posisi normalnya. Semakin besar otot maka dapat menyebabkan spasme berlebihan yang mampu menggeser tulang yang besar sekalipun seperti fraktur pada femur. Selain itu, periosteum dan pembuluh darah di korteks, sumsum dan jaringan lunak sekitar menjadi rusak. Ujung tulang yang patah serta jaringan lunak yang cedera menimbulkan perdarahan. Hematoma terbentuk di kanal medular antara fragmen tulang yang patah dan di bawah periosteum. Jaringan nekrotik pada fraktur segera menstimulasi respons peradangan yang ditandai dengan vasodilatasi, edema, nyeri, hilangnya fungsi tulang, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Proses tersebut terjadi sebagai awal dari proses penyembuhan tulang (Black & Hawks, 2009).
2.1.5 Proses Penyembuhan Tulang Black dan Hawks (2009) menyatakan bahwa terdapat 5 tahap dalam proses penyembuhan tulang berawal dari pembentukan hematoma/
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
8
tahap inflamasi 1-3 hari (72 jam). Hematoma segera terbentuk di lokasi fraktur. Dilatasi vaskular terjadi sebagai respon terhadap akumulasi selsel yang mati dan debris di sekitar area fraktur. Eksudasi fibrin yang kaya akan plasma mengawali migrasi sel-sel fagosit ke area trauma. Apabila suplai darah inadekuat maka tahap awal ini akan terganggu. Kemudian proses selanjutnya adalah pembentukan fibrokartilago 3 hari2 minggu. Sebagai respon terhadap inflamasi akut maka fibroblas, osteoblas, dan kondroblas bermigrasi ke lokasi fraktur dan membentuk fibrokartilago. Trauma periosteum mempercepat proliferasi osteoblas. Osteogenesis terjadi secara cepat dan formasi tulang terjadi dalam waktu beberapa hari di area yang fraktur, di mana area tersebut sangat membutuhkan
suplai
darah.
Dalam
beberapa
hari,
kombinasi
peningkatan periosteal dan jaringan granulasi membentuk suatu sabuk di sekitar ujung fragmen tulang yang fraktur, sabuk tersebut berkembang dan menjadi penghubung antara area fraktur. Proses ini disebut juga sebagai kalus primer.
Lalu proses berikutnya pembentukan kalus 2-6 minggu. Terbentuknya kartilago dan matriks tulang yang baru menghilang seiring dengan terbentuknya kalus dan meningkatnya jumlah kalus sementara. Prokalus berukuran besar, lebih luas daripada diameter tulang, tidak memiliki massa tulang keras dan kartilago, dapat melindungi fragmen tulang namun tidak dapat melindunginya. Prokalus melebar hingga melewati batas fraktur sebaga bentuk perlindungan sementara. Pada fraktur sederhana, prokalus terbentuk maksimal dalam waktu 14-21 hari setelah injuri. Pada fase ini, penting sekali dilakukannya pelurusan tulang secara tepat. Lalu proses selanjutnya adalah osifikasi selama 3 minggu6 bulan. Mula-mula osifikasi membentuk kalus eksternal (diantara periosteum dan korteks) kemudian kalus internal dan akhirnya kalus intermediet (diantara fragmen kortikal). Selama minggu ketiga sampai kesepuluh, kalus berubah menjadi tulang dan menyatukan patahan tulang dengan sempurna sehingga tahap ini sering disebut tahap
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
9
penyatuan. Dan tahap penyembuhan terakhir merupakan konsolidasi dan remodeling dari 6 minggu-1 tahun. Pada tahap ini osifikasi terus berlanjut dan jarak antara patahan tulang semakin hilang dan akhirnya menutup. Bersamaan dengan terbentuknya tulang sejati melalui osifikasi, terjadi remodeling kalus oleh aktivitas osteoblas dan osteoklas. Jaringan tulang berlebih akan direabsorpsi dari kalus. Jumlah dan jangka waktu remodeling tulang tergantung pada tekanan yang dialami tulang, beban tulang, dan usia penderita. Pasien dapat mulai untuk mengangkat beban pada tahap ini.
Pada anak- anak prosesnya berlangsung lebih cepat (Wong, 2002). Seperti contoh fraktur femoralis. Periode neonatal biasanya 2 – 3 minggu. Sedangkan periode anak- anak awal ± 4 minggu. Lalu periode anak- anak akhir 6 – 8 minggu. Dan periode remaja 8 – 12 minggu.
2.1.6 Manifestasi Klinis Manifestasi klinis dari fraktur antara lain deformitas, dimana posisi tulang abnormal disebabkan oleh gaya penyebab trauma dan spasme otot yang mendorong patahan tulang (Lemone & Burke, 2008). Posisi tulang abnormal tersebut bisa diketahui dengan membandingkannya dengan bagian yang sehat/normal (Smeltzer & Bare, 2002). Apabila tidak diatasi, deformitas dapat menyebabkan masalah penyatuan tulang dan perbaikan fungsi daerah yang mengalami trauma. Yang kedua adalah pembengkakan yang merupakan edema yang disebabkan rusaknya jaringan lunak dan perdarahan jaringan sekitar (Lemone & Burke, 2008). Edema pada tempat tertutup yang tidak terdeteksi dapat menghambat sirkulasi dan merusak saraf sehingga berisiko terjadi sindrom kompartemen.lalu yang ketiga adalah memar (ekimosis) yang terjadi akibat perdarahan subkutan pada lokasi fraktur (Black & Hawks, 2009). Selanjutnya yang keempat spasme otot, umumnya terjadi pada fraktur dan merupakan suatu respon perlindungan terhadap cedera dan fraktur (Black & Hawks, 2009). Kemudian yang
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
10
kelima nyeri yang timbul karena spasme otot yang diakibatkan oleh refleks involunter otot, trauma langsung jaringan, peningkatan tekanan saraf sensorik, dan perpindahan daerah yang fraktur. (Black & Hawks, 2009). Selanjutnya yang keenam adalah kehilangan fungsi dimana terjadi ketidakstabilan tulang yang patah, nyeri atau spasme otot dapat menyebabkan kehilangan fungsi. Paralisis juga dapat terjadi akibat kerusakan saraf (Black & Hawks, 2009). Lalu yang ketujuh krepitus (suara gemeretak) yang dapat terdengar sewaktu tulang digerakkan akibat gesekan ujung-ujung patahan tulang (Smeltzer & Bare, 2002). Kemudian kedelapan yaitu perubahan neurovaskular, di mana
cedera neurovaskular dapat terjadi akibat terjepitnya saraf
karena edema, perdarahan, atau patahan tulang. Klien dapat mengalami kesemutan, mati rasa, atau tidak terabanya denyut nadi distal pada lokasi fraktur. Lalu selanjutnya ke sembilan adalah syok (Black & Hawks, 2009).
2.1.7
Komplikasi Komplikasi awal (Smeltzer & Bare, 2002) adalah syok ketika tulang yang merupakan
organ memiliki
vaskularisasi
yang banyak
mengalami fraktur, kehilangan darah dalam jumlah besar dapat menyebabkan terjadinya syok hipovolemik dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak. Lalu bisa terjadi sindrom emboli lemak.
Kemudian
komplikasi
selanjutnya
adalah
sindrom
kompartemen yang merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari kebutuhan jaringan karena edema atau perdarahan. Pasien dapat mengeluh nyeri dalam, berdenyut dan tidak dapat diatasi dengan opioid. Palpasi pada otot akan terasa pembengkakan dan keras. Parestesia (mati rasa dan geli) timbul sebelum terjadi paralisis. Komplikasi lainnya yang mungkin muncul seperti
tromboemboli,
infeksi,
dan
koagulopati
intravaskuler
diseminata (KID). Komplikasi lanjut yang mungkin terjadi adalah malunion, yaitu suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
11
dalam posisi yang tidak seharusnya, membentuk sudut, atau miring. Delayed union dan nonunion juga mungkin terjadi. Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Union merupakan kegagalan fragmen tulang yang patah untuk menyatu kembali. Union dapat terjadi karena reduksi yang tidak benar, imobilisasi yang kurang tepat, cedera jaringan lunak yang sangat berat, infeksi (Price & Wilson, 1994). Lalu nekrosis avaskuler tulang yang terjadi bila tulang kehilangan asupan darah dan mati. Pasien mengalami nyeri dan keterbatasan gerak. Sinar-x menunjukkan kehilangan kalsium dan kolaps struktural. Komplikasi selanjutnya adalah reaksi terhadap alat fiksasi internal. Nyeri dan penurunan fungsi merupakan indikator utama telah terjadinya masalah meliputi pemasangan dan stabilitas yang tidak memadai, alat yang cacat atau rusak, alat berkarat sehingga menyebabkan inflamasi lokal, respon alergi terhadap campuran logam.
2.1.8 Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan medis fraktur yaitu (Black & Hawks, 2009) : 2.1.8.1 Closed Reduction (Reduksi Tertutup) Dilakukan melalui manipulasi dan traksi manual untuk menggerakkan
fragmen
fraktur
dan
mempertahankan
kesejajaran tulang. Closed reduction harus dilakukan sesegera mungkin setelah trauma guna mengurangi resiko hilangnya fungsi tulang, untuk mencegah/menghambat degenerasi
sendi
(traumatic
arthritis)
dan
untuk
meminimalkan efek kerusakan akibat trauma.
2.1.8.2 Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) Open reduction adalah salah satu metode reduksi pada fraktur selain closed reduction, melalui proses pembedahan. Indikasi dilakukannya
open
reduction
apabila
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
metode
closed
Universitas Indonesia
12
reduction mengalami kegagalan, fraktur tersebut merupakan akibat dari penyebaran sekunder tumor, adanya kerusakan saraf dan sirkulasi atau pada trauma multipel, serta bila biaya pengobatan
dapat
ditekan
seminimal
mungkin.
Kontraindikasi dilakukannya open reduction bila terdapat infeksi, serpihan yang parah pada fragmen fraktur, dan adanya osteoporosis yang parah.
Open reduction biasanya disertai dengan internal fixation yang bertujuan untuk menstabilisasi dan mengimobilisasi tulang sehingga dapat memungkinkan terjadinya proses pemulihan pada tulang yang mengalami fraktur. Internal fixation merupakan prosedur yang menggunakan alat-alat dari logam seperti pelat, sekrup, kawat, dan paku. Pemasangan alat-alat dari logam tersebut tergantung pada tipe fraktur, jenis reduksi yang dilakukan, dan area yang dipengaruhi oleh fraktur. Internal fixation dilakukan pada patah tulang tertutup yang tidak stabil, fraktur terbuka, dan fraktur yang disertai cedera jaringan lunak atau pada korban yang mengalami trauma multipel.
Metode ORIF memiliki beberapa keuntungan diantaranya: ketelitian reposisi fragmen-fragmen tulang yang patah, kemungkinan untuk mobilisasi lebih cepat, kesempatan untuk mengobservasi pembuluh darah dan saraf yang berada di dekat fraktur, mencapai stabilisasi fiksasi yang cukup memadai, tidak perlu berulangkali menggunakan gips atau alat-alat stabilisasi lainnya, perawatan di rumah sakit dapat ditekan seminimal mungkin, terutama pada kasus-kasus tanpa komplikasi. Namun perlu diperhatikan bahwa metode ORIF tidak mempercepat proses penyembuhan tulang. Pada paska ORIF tibia fibula akan muncul selain nyeri pada daerah luka
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
13
juga mengenai lutut serta kekakuan sehingga mengalami keterbatasan dalam bergerak dan penurunan rentang sendi (Ropyanto, 2011).
2.1.8.3 External Fixation Merupakan peralatan mekanik yang terdiri dari pin dan metal yang dimasukkan ke tulang dan disambungkan ke kerangka eksternal
untuk
menstabilkan
fraktur
selama
proses
penyembuhan. Cara ini digunakan jika penanganan fraktur lain sudah tidak bisa menangani fraktur.
2.1.8.4 Traksi Sebuah aplikasi yang memberikan gaya tarik pada bagian tubuh untuk meminimalkan spasme otot, mengurangi, meluruskan
dan
mengimobilisasi
fraktur,
mengurangi
deformitas.
2.2 Nyeri 2.2.1 Definisi Asosiasi internasional untuk penelitian nyeri (The International Association for the Study of Pain, IASP, 1979), mendefinisikan nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian yang dilukiskan dengan istilah kerusakan (Perry & Potter, 2006).
2.2.2 Mekanisme Nyeri Sel yang rusak yang disebabkan oleh stimulus termal, mekanik, kimiawi, atau stimulus listrik mengakibatkan pelepasan substansi yang menghasilkan nyeri, seperti histamin, bradikinin dan kalium yang bergabung dengan lokasi reseptor di nosiseptor (reseptor yang berespon
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
14
terhadap stimulus yang membahayakan) untuk memulai transmisi neural yang dikaitkan dengan nyeri (Pasaribu, 2011).
Di sepanjang serabut saraf perifer aferen tersebar stimulus nyeri menghasilkan impuls saraf. Serabut saraf ini terdiri dari dua tipe yaitu: serabut A-Delta dan serabut C. Serabut A-Delta bekerja dengan cepat dan bermielin, mengirim sensasi yang tajam, terlokalisasi, dan mendeteksi intensitas nyeri. Serabut C bekerja lambat, viseral, tidak bermielin, menyampaikan impuls yang terlokalisasi buruk, berukuran sangat kecil , dan terus menerus (Perry & Potter, 2006).
Mediator biokimia seperti kalium dan prostaglandin spinalis. Di dalam kornu dorsalis, neurotransmiter, seperti substansi P dilepaskan, menyebabkan suatu transmisi sinapsis dari saraf perifer (sensori) ke saraf traktus spinotalamus. Pada proses ini, mungkin saja impuls nyeri ditransmisikan lebih jauh ke dalam sistem saraf pusat. Stimulus nyeri berjalan
melalui
serabut
saraf
di
traktus
spinotalamus
yang
menyeberangi sisi yang berlawanan dengan medula spinalis, impuls nyeri kemudian berjalan ke arah medula spinalis lalu informasi ditransmisikan ke pusat yang lebih tinggi di otak dengan cepat, termasuk formasio retikularis, sistem limbik, talamus, korteks sensori dan korteks asosiasi yang peka (Perry & Potter, 2006). Transmisi stimulus nyeri berlanjut disepanjang serabut saraf aferen dan berakhir dibagian kornu dorsalis medula spinalis. Di dalam kornu dorsalis, neurotransmiter, seperti substansi P dilepaskan, menyebabkan suatu transmisi sinapsis dari saraf perifer (sensori) ke saraf traktus spinotalamus. Hal ini memungkinkan impuls nyeri berjalan lebih jauh ke dalam sistem saraf pusat. Stimulus nyeri berjalan melalui serabut saraf di traktus spinotalamus yang menyeberangi sisi yang berlawanan dengan medula spinalis, impuls nyeri kemudian berjalan kearah medula spinalis lalu informasi ditransmisikan dengan cepat ke pusat yang lebih
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
15
tinggi di otak, termasuk formasio retikularis, sistem limbik, talamus, korteks sensori dan korteks asosiasi (Farida, 2010).
Tubuh mampu menyesuaikan diri atau membuat variasi resepsi nyeri. Serabut saraf di traktus spinotalamus yang berakhir di otak tengah, menstimulasi daerah tersebut untuk mengirim stimulus kembali ke bawah kornu dorsalis di medula spinalis. Serabut ini disebut sistem nyeri desendens, yang bekerja dengan melepaskan neuroregulator yang menghambat transmisi stimulus nyeri (Potter & Pery, 2006).
Secara umum saraf otonom (simpatis dan parasimpatis) menghasilkan respon fisiologis nyeri. Respon yang terjadi pada stimulus simpatis seperti
dilatasi
saluran
bronkiolus
dan
peningkatan
frekuensi
pernafasan, peningkatan frekuensi denyut jantung, diaphoresis, peningkatan ketegangan otot, penurunan motilitas saluran cerna, dan vasokontriksi perifer. Respon nyeri juga dapat terjadi pada stimulasi saraf parasimpatis seperti pucat, ketegangan otot, penurunan denyut jantung dan tekanan darah, pernafasan cepat dan tidak teratur, mual dan muntah, serta kelemahan atau kelelahan (Potter & Pery, 2006).
2.2.3 Nyeri Post Operasi Nyeri karena pembedahan memiliki sedikit perubahan yaitu karena pembedahan itu sendiri yang menyebabkan rangsang nosiseptif dan juga karena paska pembedahan disebabkan terjadinya respon inflamasi pada daerah sekitar operasi dimana terjadi pelepasan zat-zat kimia oleh jaringan yang rusak dan sel-sel inflamasi. Zat-zat kimia tersebut antara lain adalah prostaglandin, histamine, serotonin, bradikinin, substansi P, leukotrien; dimana zat-zat tadi akan ditransduksi oleh nosiseptor dan ditransmisikan oleh serabut saraf A delta dan C ke neuroaksis (Farida, 2010). Nyeri post operasi juga dapat disebabkan oleh iskemik jaringan dan spasme otot. Nyeri akibat iskemik jaringan terjadi bila aliran darah yang menuju ke jaringan terhambat. Jaringan akan terasa nyeri sekali
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
16
bila dalam waktu beberapa menit saja aliran darah tidak menuju ke jaringan tersebut. Salah satu penyebab timbulnya rasa nyeri pada jaringan yang iskemik adalah terkumpulnya sejumlah besar asam laktat dalam jaringan.
2.3 Konsep Anak Usia Sekolah 2.3.1 Respon Anak terhadap Nyeri Respon anak terutama anak usia sekolah (6 – 12 tahun) terhadap nyeri lebih terlihat saat melewati prosedur yang menimbulkan nyeri, namun berkurang
pada
situasi
antisipasi.
Biasanya
mereka
akan
memperlihatkan sikap berdalih, misalnya “tunggu sebentar” atau “ saya belum siap”, adanya rigiditas otot seperti mengepalkan tangan, jari memucat, gigi bergemeretak, ekstrimitas berkontraksi, tubuh kaku, mata tertutup dan berkerut (Wong, 2002). Reaksi nyeri bisa digambarkan secara verbal dan non verbal. Anak bisa mejelaskan bagaimana karakteristik nyeri kepada petugas kesehatan secara konkrit (Gerik, 2005). Ini bisa digunakan sebagai salah satu alat ukur dalam mengkaji dan mengevaluasi nyeri klien.
2.3.2 Pengkajian Nyeri pada Anak Alat untuk mengakaji nyeri untuk anak banyak ragamnya. Salah satunya adalah skala numerik. Skala numerik digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri pada anak umur 5 tahun, selama anak dapat menghitung dan mempunyai konsep tentang angka dan hubungannya dengan nilai angka lain. Gunakan garis lurus dengan ujung titik teridentifikasi sebagai ”tidak ada nyeri” dan ”nyeri paling buruk” pembagian sepanjang garis ditandai dengan unit dari 0 sampai 10 (sebagai angka tertinggi). Jelaskan pada anak bahwa salah satu ujung garis adalah 0, yang berarti bahwa individu tidak merasa nyeri. Pada ujung yang lain adalah sepuluh, yang berarti individu merasa nyeri paling hebat. Angka 1 sampai 9 adalah untuk nyeri paling sedikit
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
17
sampai nyeri berat. Minta anak untuk memilih angka yang paling baik menggambarkan nyerinya (Walco & Ilowite, 1991 dalam Wong, 2002).
Menurut Wong (2002) banyak metode yang dapat kita gunakan untuk menilai nyeri pada anak, salah satu yang umum yaitu: question the children (bertanya pada anak), use pain rating scale (menggunakan skala nyeri), evaluate behaviour (evaluasi tingkah laku), secure parent’s involvement (mengikut sertakan orangtua), take cause of pain into account (mencari penyebab nyeri), dan take action (mengambil tindakan).
2.4 Relaksasi Nafas Dalam Menurut Smeltzer & Bare tahun 2002, relaksasi nafas dalam merupakan latihan pernapasan dengan tehnik bernapas dengan menggunakan otot diafragma secara perlahan dan dalam yang memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas dalam dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memposisikan badan secara nyaman lalu memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap inspirasi (” hirup, dua, tiga ”) dan ekspirasi (”hembuskan, dua, tiga”). Pada saat perawat mengajarkan teknik ini, akan sangat membantu bila menghitung dengan keras bersama pasien pada awalanya. Napas yang lambat, berirama juga dapat digunakan sebagai teknik distraksi (Harnawatiaj, 2008). Pada saat relaksasi terjadi perpanjangan serabut otot, menurunnya pengiriman impuls saraf ke otak, menurunnya aktifitas otak, dan fungsi tubuh yang lain sehingga muncullah respons relaksasi seperti menurunnya denyut nadi, penurunan tekanan darah, konsumsi oksigen dan jumlah pernapasan (Potter & Perry, 2006). Tujuan dari relaksasi nafas dalam deep breathing exercise yaitu: a) untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta mengurangi kerja pernapasan; b) meningkatkan inflasi alveolar maksimal, relaksasi otot dan menghilangkan ansietas; c) mencegah pola aktifitas otot pernapasan yang
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
18
tidak berguna, melambatkan frekuensi pernapasan, mengurangi udara yang terperangkap serta mengurangi kerja bernafas (Smeltzer & Bare, 2002). Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan ketegangan otot (Potter & Pery, 2006). Teknik relaksasi memerlukan latihan sebelum pasien menjadi terampil melakukannya. Teknik relasasi nafas dalam dan lambat bisa menurunkan nyeri kepala akut pada cedera kepala ( Tarwoto, 2009). Selain itu, pemberian terapi relaksasi nafas dalam dengan bermain meniup baling-baling efektif menurunkan intensitas nyeri pada anak post operasi selama perawatan luka operasi (Syamsuddin, 2009).
2.5 Konsep KKMP Terkait Kasus Data yang didapat dari Polda Metro Jaya khusunya bagian lalu lintas dari Januari sampai November 2012, terdapat 9.226 orang yang mengalami kecelakaan. Kecelakaan didominasi oleh kendaraan roda dua dengan jumlah 6.705 motor. Tingginya volume kendaraan serta banyaknya kendaraan berukuran besar menjadi faktor utama tingginya angka kecelakaan.
Dari data WHO pada tahun 2011, terdapat sekitar 400.000 korban di bawah usia 25 tahun yang meninggal di jalan raya, dengan rata-rata angka kematian 1.000 anak-anak dan remaja setiap harinya. Bahkan, kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab utama kematian anak-anak di dunia, dengan rentang usia 10-24 tahun.
Masyarakat perkotaan menempatkan transportasi sebagai kebutuhan turunan, akibat aktivitas ekonomi, sosial dan sebagainya (BIN, 2013). Dalam kerangka ekonomi makro, transportasi menjadi sarana yang mengambil kedudukan penting bagi perekonomian, baik di tingkat lokal, regional dan nasional. Sehingga kecelakaan dalam dunia transportasi memiliki dampak signifikan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat (BIN, 2013). Terdapat empat faktor penyebab kecelakaan transportasi Indonesia, yakni kondisi sarana dan prasarana transportasi, faktor manusia dan alam (Outlook 2013). Namun
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
19
demikian, di antara keempat faktor tersebut, kelalaian manusia menjadi faktor utama penyebab tingginya angka kecelakaan lalu lintas (BIN, 2013).
Korban kecelakaan lalu lintas lebih didominasi oleh usia muda dan produktif, sebagian besar kasus kecelakaan itu terjadi pada masyarakat miskin sebagai pengguna sepeda motor, dan transportasi umum. Menkokesra menyebutkan kecelakaan motor mencapai 120.226 kali atau 72% dari seluruh kecelakaan lalu lintas dalam setahun. Dengan korban yang demikian, dampak sosial kecelakaan lalu lintas adalah akan menciptakan masalah sosial baru yaitu bertambahnya beban ekonomi akibat anggota keluarga berobat ke pelayanan kesehatan dan yang lebih parah lagi adalah kemiskinan akibat matinya ekonomi keluarga karena pencari nafkah meninggal akibat kecelakaan.
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
20
gambar 2.1 Web of Caution (WOC) fraktur
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
BAB III TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian Nama klien adalah An. TN yang lahir pada tanggal 2 Maret 2006. Saat ini klien berusia 8 tahun. Nama penjaga (Ibu) klien adalah Ny.E, dengan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga sedangkan pekerjaan ayah klien adalah sebagai wiraswasta. Ibu klien lulusan DIII begitu juga ayah klien. Klien tinggal di daerah Kalideres. Agama yang dianut adalah agama Islam . Suku bangsa klien adalah Betawi.
Klien masuk ke rumah sakit Fatmawati pada tanggal 6 Me 2013 dengan keluhan fraktur terbuka pada tibia dan fibula distal dextra dan akan direncanakan pemasangan k wire (ORIF). Fraktur terjadi karena tertindih sepeda motor (jatuh dari kendaraan) pada tanggal 4 Mei dan dibawa ke rumah sakit daerah setempat namun tidak ada penanganan yang berarti. 2 hari kemudian klien berobat ke puskesmas. Dari puskesmas langsung dirujuk ke RSU Fatmawati.
Klien merupakan anak satu- satunya dari Bp. U dan Ny.E. Mereka hidup mandiri namun tetap berada dekat dengan kediaman orang tua dari pihak perempuan. Jadi klien dekat dengan neneknya. Di rumah klien dekat dengan orang tuanya. Klien merupakan anak laki- laki satu – satunya sehingga dimanjakan. Hubungan dengan teman sebaya, dari informasi yang diperoleh dari ibu klien mengatakan bahwa klien punya banyak teman. Biasanya klien bermain dengan teman- temannya setelah pulang sekolah. Namun hal ini tidak dapat diobservasi selama klien dirawat di rumah sakit. Pembawaan klien di rumah sakit, awalnya pendiam dan tidak mau berkomunikasi dalam bentuk aapapun dengan perawat, agak manja. Mungkin saja efek hospitalisasi, sehinggga takut dengan perawat jika didekati namun setelah lebih sering bertemu, klien baru mau mejawab pertanyaan perawat.
Universitas Indonesia 21 Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
22
Tidak ada makanan yang disukai/tidak disukai klien yang spesifik . Selera makan klien baik, makanan berupa diet biasa dan selalu habis dimakan. Alat makan yang dipakai adalah piring, sendok, gelas. Pola makan/jam makan selama sakit mengikuti jadwal rumah sakit. Pola tidur klien sekitar pukul 21.00 – 06.00. Kebiasaan sebelum tidur adalah selalu di dekat ibu. Klien mandi dilap badan pagi dan sore oleh orang tuanya. Kegiatan bermain klien selama di rumah sakit adalah main videogame + TV (handpohone) di tempat tidur. Eliminasi (BAB) lancar 1 kali sehari.
Diagnosa medis klien adalah post operasi debridement dan pemasangan ORIF k wire. Status nutrisi baik, berat badan normal, nafsu makan baik, dan tidak ada pantangan makanan. Status hidrasi klien baik, turgor kulit bagus, bibir (mukosa) sedikit kering, nadi 88 x / menit, suhu afebris, minum adekuat. Obat-obatan yang sekarang dikonsumsi adalah ketorolax 15 mg 3 x / hari, ranitidine 25 mg 2 x / hari, cefotaxime 500 mg 2 x / hari, dan dexametasone 2.5 mg (extra). Selama pengakajian aktivitas klien hanya tirah baring, imobilisasi pada bagian fraktur namun mobilisasi pada bagian yang tidak fraktur. Tindakan Keperawatan adalah rencana ganti balutan perhari setelah 3 hari post operasi, rawat luka, posisi bagian fraktur ditinggikan (elevasi) sejajar dengan jantung, menggerakkan bagian distal (jari- jari ) pada ekstrimitas bagian dextra, imobilisasi bagian fraktur dan miring kiri dan kanan setiap 2 jam setiap hari
Hasil Laboratorium (Tanggal 7 Mei 2013) berupa nilai leukosit 12.000 / ul ( nilai normal : 6.0 – 17.5 ribu / ul). Sedangkan hasil pemeriksaan penunjang (7 Mei 2013) : Rontgen ekstrimitas post operasi terdapat k wire yang terpasang antara tulang.
Pada pemeriksaan fisik, Keadaan umum klien
baik,
kesadaran
compos
mentis. Mata simetris, discharge (-), merah (-), iritasi (-), pupil isokor, reflek pupil terhadap cahaya (+), anemis (-) . Hidung bersih, simetris, mucus (-), tidak ada sumbatan jalan nafas. Mulut caries (+), lubang (geraham kanan
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
23
bawah dan atas), lidah bersih, lesi (-), mukosa lembab. Telinga normal, simetris, discharge (+) telinga kiri, nyeri (-). Tengkuk normal. Dada simetris, skar (-), pengembangan dada simetris. Jantung BJI/BJII (+/+), S3/S4 (-/-), pengisian kapiler < 3 detik, sianosis (-) . Paru-paru lapang paru terdengar vesikuler, suara paru tambahan (-). Perut bersih, skar (-), kembung (-), tekstur 4 kuadran supel, BU ±7 x / menit.
Punggung bersih, skar (-), simetris, normal. Genitalia normal, ekstrimitas fraktur terbuka pada ekstrimitas dextra. Kulit luka pada fraktur karena kecelakaan, lebar kira- kira 5 x 10 cm, dengan kedalaman paling dalam 1 cm (grade 1). Pada hari kedua pengkajian (9 Mei 2013) dilakukan observasi keadaan luka, luka basah, grade I, pus (-), bau (-), jahitan bagus, debridement bagus, masih sedikit jaringan granulasi pada bagian pinggir luka, perdarahan (-), rembes balutan (-), kulit di sekitar luka hangat (+) dan bengkak (+).
Klien tampak berkeringat dan gelisah pada hari kedua paska operasi dan tampak meringis saat balutan dimanipulasi, digerakkan atau tersenggol. Klein tampak menjaga aera yang luka. Klien mengatakan nyeri skala 8 (8 Mei 2013), frekuensi setiap saat, bertambah nyeri apabila digerakkan, nyeri seperti tertusuk- tusuk, nyeri terasa di sekitar balutan luka, saat mengganti balutan, nyeri skala 9. Tanda-tanda vital (8 Mei 2013) TD : 100/70 mmHg , RR : 20 x/ menit, Nadi : 100 x / menit S: 36.8 C.
Pada pengkajian tingkat perkembangan mengenai kemandirian dan bergaul, klien mau diajak berkenalan, akan menjawab ketika ditanya, namun belum pernah memulai percakapan dengan perawat. Tidak kenal dengan teman samping tempat tidur, hanya sibuk dengan mainan sendiri. Saat disuntik, menangis, mengatakan sakit dan memanggil orang tuanya agar berada didekatnya. Karena efek hospitalisasi, klien menjadi takut jika ditanya oleh petugas kesehatan, namun secara umum, klien normal. Sudah bisa mengambil keputusan sendiri untuk melatih kakinya (jari kaki pada ekstrimitas yang fraktur untuk bergerak). Bisa menilai peran petugas kesehatan namun tetap
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
24
takut dengan tindakan yang akan diberikan, walaupun bukan tindakan invasif. Klien biasanya aktif bergerak, tidak ada kelainan, kecuali fraktur akibat kecelakaan.
3.2 Analisa Data Tabel 3.1 Analisa Data DATA KLIEN -
-
-
-
Data Subyektif Klien mengatakan nyeri skala 8,frekuensi setiap saat, bertambah nyeri apabila digerakkan, nyeri seperti tertusuktusuk, nyeri terasa di sekitar balutan luka, saat mengganti balutan (8 Mei 2013) nyeri skala 9
MASALAH KEPERAWATAN Nyeri akut
Data Objektif Klien menangis dan berteriak saat mengganti balutan luka post operasi Klien tampak meringis saat reposisi kaki Klien tampak menjaga area fraktur yang terbalut balutan Klien tampak gelisah dan berkeringat Nadi : 90 x/ menit, saat mengganti balutan : 121 x/ menit Data Objektif Klien kecelakaan 4 hari yang lalu dengan fraktur terbuka pada ekstrimitas dextra Post operasi fraktur terbuka dengan pemasangan k wire dan ORIF Tampak balutan luka pada ekstrimitas dextra dan terdapat ORIF Luka terbuka dan tampak jahitan pada beberapa bagian di sekitar ORIF Luka grade I, pus(-), granulasi (+) namun sedikit pada bagian pinggir, luka masih basah, jahitan baik, bau (-), jaringan nekrosis (-)
Risiko infeksi
Data Subyektif Klien mengatakan nyeri jika digerakkan Data Objektif Klien menjaga area luka agar tidak bergerak atau tersenggol Tampak balutan pada ekstrimitas dextra Post operasi fraktur terbuka dengan pemasangan k wire dan ORIF pada ekstrimitas dextra
Gangguan mobilisasi fisik
3.3 Diagnosa Keperawatan Masalah keperawatan yang didapat dari kasus ini adalah nyeri akut, risiko infeksi, gangguan mobilisasi, gangguan integritas kulit, risiko cidera, defisit
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
25
perawatan diri : mandi. Pada pembahasan selanjutnya penulis akan mendiskusikan diagnosa yang telah ditegakkan berdasarkan prioritas yaitu nyeri akut, risiko infeksi, dan gangguan mobilisasi.
3.4 Implementasi Keperawatan Diagnosa utama yang diintervensi pada klien dengan post operasi fraktur terbuka fibula dan tibia dextra adalah : 3.4.1
Nyeri berhubungan dengan spasme otot, post operasi fraktur terbuka dengan pemasangan k wire ORIF. Kriteria hasilnya berupa setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 hari klien menunjukkan tindakan santai: mampu berpartisipasi dalam aktifitas/ tidur, / istirahat dengan tenang dan mampu menggunakan keterampilan relaksisi dan aktifitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual, serta skala nyeri klien turun menjadi 3 – 4.
Implementasi
keperawatanya
secara
mandiri
mempertahankan
imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, meninggikan dan dukung ekstremitas, mengvaluasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi nyeri dan respon non verbal pasien setiap shift, mengidentifikasi aktivitas terapeutik yang tepat untuk usia pasien, kemampuan fisik dan penampilan pribadi, mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Lalu melakukan kolaborasi dengan dokter tentang pemberian analgesik sesuai dengan indikasi (ketorolax 15 mg 3 x / hari).
3.4.2
Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, traksi tulang; trauma jaringan, terpajan pada lingkungan. Kriteria hasilnya adalah setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 hari, diharapkan klien memiliki tanda- tanda vital dalam rentang normal (S : 36.5 - 37.5 , N : 60 – 100 x / menit , RR : 17 – 21 x/ menit), lalu tanda- tanda infeksi tidak muncul (kemerahan, bengkak, nyeri, suhu meningkat).
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
26
Implementasi keperawatanya yang telah dilakukan secara mandiri adalah melakukan perawatan set steril dan perawatan luka sesuai protokol. Melakukan inspeksi balutan dan luka dan memperhatikan karakteristik
drainage.
Lalu
mengajarkan
klien
untuk
mempertahankan sterilitas insersi k wire, kemudian mengobservasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka : kaji adanya keluhan nyeri, rasa terbakar, edema, eritema, dan bau tidak enak, selain itu pantau tanda- tanda vital klien. Tindakan kolaborasinya
adalah
pemberian
antibiotika
sesuai
indikasi
(cefotaxime 500 mg 2 x / hari) dan menganalisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap)
3.4.3 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan prosedur invasif (pemasangan k wire ORIF) traksi fraktur tulang terbuka. Kriteria hasil yang diharapkan adalah setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 hari klien mengatakan mampu menggunakan alat bantu mobilisasi secara benar, melakukan aktivitas sesuai toleransi, aktif menggerakkan anggota tubuh yang tidak terkena fraktur,
mempertahankan
bagian
kaki
yang
fraktur
minimal
pergerakannyamaka dilakukan implementasi keperawatan secara mandiri yakni mengkaji tonus otot, kekuatan, mobilitas sendi, nyeri, kaku, edema, kemampuan gerak.
Penulis juga mengkaji tingkat aktifitas yang dapat dilakukan untuk kegiatan sehari-hari, status bed rest, pembatasan aktifitas, sensori (berkurangnya sensasi dan mati rasa) dan fungsi motorik ekstremitas, efek fisik dari imobilisasi terhadap sistem tubuh seperti kerusakan kulit, hilangnya kekuatan otot dan kontraktur, efek fisiologis dari imobilisasi ; gangguan body image, ketidakmampuan mengurangi stress, kehilangan stimuli, cemas, prilaku regresif.
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
27
Selain itu juga menghindari pembatasan aktivitas yang berlebihan, mendorong anak untuk melakukan aktifitas yang dapat dilakukan, mendorong anak untuk meningkatkan ambulasi dan aktifitas harian, mengajarkan ROM pada orang tua dan anak, latihan penguatan yang tepat, mengajarkan orang tua dan anak untuk menggunakan alat bantu untuk aktifitas harian serta perkuat orang tua dan anak tentang pentingnya terapi dan perawatan follow up jangka waktu pendek atau panjang sesuai kebutuhan.
3.5 Evaluasi Keperawatan 3.5.1
Nyeri berhubungan dengan spasme otot, edema, pergerakkan fragmen tulang setelah post operasi fraktur terbuka dengan pemasangan k wire ORIF S: Klien mengatakan nyeri berkurang dari skala 8 ke 4 Klien mengatakan bisa melakukan nafas dalam ketika terasa nyeri O: Klien terlihat lebih santai dari hari- ke hari TTV dalam batas normal ( S : 36.9 C, nadi : 87 x / menit, RR: 20 x / menit) Pada perawatan luka klien tampak menangis, namun berkurang dari hari ke hari A: masalah nyeri teratasi P: dorong untuk melakukan teknik relaksasi lainnya apabila terasa nyeri
3.5.2
Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, traksi tulang; trauma jaringan, terpajan pada lingkungan. S:
klien mengatakan jarang cuci tangan dan jarang memegang
balutan luka
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
28
O: TTV dalam rentang normal ( S : 36.9 C, nadi : 87 x / menit, RR: 20 x / menit) Tindakan aseptik oleh perawat (+) Luka membaik dari hari ke hari selama ganti balutan, luka luasnya 5 x 10 cm grade I, pus (-), bau (-) granulasi (+), jahitan bagus, jaringan nekrosis (-), rembes (-) Pemberian antibiotik sesuai jadwal A : masalah resiko tinggi infeksi teratasi sebagian P: motivasi klien dan keluarga untuk tindakan aseptik sebelum dan sesudah kontak dengan klien (menyentuh balutan luka)
3.5.3
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan prosedur invasif (pemasangan k wire ORIF) traksi fraktur tulang terbuka S: klien mengatakan tiap hari klien dibantu keluarga menggerakan anggota badan selain fraktur dan bagian distal fraktur O: Klien tampak menggerakkan tangannya, kaki yang sehat di tempat tidur (anak aktif) Klien tampak menjaga posisi kaki yang fraktur pada posisi yang sama walaupun berpindah tempat Tanda- tanda sindrom kompartemen (-), nyeri (-), sensasi (+), pulsasi nadi (+), suhu (normal) Pendidikan kesehatan terkait alat bantu mobilisasi belum disampaikan A: masalah gangguan mobilisasi fisik teratasi sebagian P: memberikan pendidikan kesehatan dari awal klien dirawat
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB IV ANALISIS SITUASI
4.1. Profil Lahan Praktek Rumah sakit umum Fatmawati terletak di Jl. RS Fatmawati Cilandak Jakarta. Awalnya pada tahun 1953, gagasan Ibu Fatmawati untuk mendirikan RS Tuberkulose anak untuk perawatan dan tindakan rehabilitasinya. Lalu tahun 1961 berubah fungsi menjadi RSU , 15 april 1961 ditetapkan sebagai hari jadi RSF. Kemudian tahun 1984 sebagai RSU kelas B pendidikan dan sebagai RS rujukan wilayah Jakarta Selatan dan tahun 1992 ditetapkan sebagai rumah sakit unit swadana. Kemudian tahun 1997 menjadi PNBP. Lalu akhir tahun 2000 ditetapkan sebagai RS perusahaan jawatan (PERJAN). Selanjutnya akhir tahun 2005, rumah sakit PERJAN menjadi UPT Departemen Kesehatan dengan menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum, maka tatanan organisasi dan kebijakan disesuaikan lalu akhirnya pada tahun 2010 menjadi rumah sakit kelas A pendidikan.
Ruang bedah IRNA A Lantai III Utara merupakan salah satu ruang rawat yang ada di RSUP Fatmawati dengan kekhususan bedah anak. Lantai 3 Utara merupakan ruang bedah anak kelas 1, 2, dan 3. Ruangan tersebut memiliki 12 kamar, salah satunya adalah ruangan untuk luka bakar yaitu kamar 305; satu ruangan lagi untuk isolasi yaitu kamar 312; 4 ruangan untuk kelas 1 yaitu 306,307,309, 311; 2 ruangan untuk kelas 2 yaitu 308 dan 310; 4 ruangan untuk kelas 3 yaitu kamar 301, 302, 303, dan 304. Di lantai 3 khususnya di bagian utara adalah ruang rawat inap untuk anak- anak khususnya bagian bedah (perawatan pre dan post operasi). Terdapat beberapa kelompok mahasiswa yang sedang praktik di sini. Selain itu para mahasiswa dari profesi lainnya seperti co ass dan residen juga praktik.
Kasus bedah sangat beragam di rumah sakit Fatmawati. Klien anak dirawat dengan penyakit seperti cedera kepala, fraktur, spina bifida, hidrosepalus, hirsprung, atresia ani, hipospadia, tonsilitis, appendisitis dan lain- lain. Untuk
Universitas Indonesia 29 Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
30
klien khusus fraktur dalam jangka waktu dua bulan (Mei – Juni) berjumlah 14 dari 459 klien anak.
4.2. Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP dan Konsep Kasus Terkait Di lingkungan perkotaan, dengan semakin tingginya mobilitas penduduk dan penggunaan kendaraan seperti sepeda dan kendaraan bermotor menambah tingginya angka kejadian cedera dan fraktur (Tandon et all, 2007). Data dari WHO menyebutkan bahwa Indonesia pada tahun 2010
rata-rata angka
kematian 1.000 anak-anak dan remaja setiap harinya. Kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab utama kematian anak-anak di dunia, dengan rentang usia 10-24 tahun (BIN, 2013).
Hal ini merupakan masalah yang serius. Ditambah lagi, Jakarta merupakan pusat urbanisasi Indonesia. Dengan segala perkembangan yang terjadi terutama dari segi transportasi (bertambahnya jumlah kendaraan mulai dari kendaraan pribadi sampai umum, roda dua sampai roda enam, dari sepeda motor sampai mobil truk besar) serta pembangunan jalan baik yang umum maupun tol, tidak dibarengi dengan kualitas pengguna jalan yang taat peraturan. Banyaknya para pengguna kendaraan beroda dua yang tidak memakai alat pengaman selama mengemudi seperti helm, kaca spion, ketidaklengkapan
surat-
surat
kendaraan,
banyak
pengendara
yang
mengemudi tidak pada tempatnya serta kondisi kendaraan yang tidak prima saat dibawa jalan. Terdapat empat faktor penyebab kecelakaan transportasi Indonesia, yakni kondisi sarana dan prasarana transportasi, faktor manusia dan alam (Outlook, 2013). Namun, di antara keempat faktor tersebut, kelalaian manusia menjadi faktor utama penyebab tingginya angka kecelakaan lalu lintas (BIN, 2013).
Kejadian kecelakaan lalu lintas memungkinkan anak mengalami fraktur. Bagian yang sering mengalami fraktur pada kasus kecelakaan adalah ekstrimitas. Fraktur biasanya bisa disembuhkan dengan tindakan pengobatan
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
31
tanpa pembedahan. (Mulyono, 2008). Namun, beberapa kasus memerlukan tindakan pembedahan untuk memperbaikinya. Tindakan pembedahan pada pasien anak dengan fraktur tidak jauh dari fiksasi alat fiksasi baik dari dalam (internal) maupun luar (eksternal) tergantung indikasi.
Pembedahan pada abad ini adalah suatu prosedur yang lebih dikenal dan tidak lagi menjadi sesuatu yang mengerikan. Bahkan ada juga yang lebih memilih prosedur ini daripada pengobatan biasa karena kualitasnya lebih menjamin dan menjanjikan angka keberhasilan tinggi. Pada proses bedah, pasti terdapat jaringan yang rusak sekecil apapun. Rusaknya jaringan ini pasti menghasilkan berbagai respon, salah satunya nyeri. Selain itu, respon spasme jaringan paska bedah menambah rasa nyeri.
Pada anak, persepsi dan respon dalam menanggapi nyeri berbeda. Hal ini tergantung pada tumbuh kembang mereka (Wong, 2002). Kemampuan untuk mengetahui persepsi anak terhadap nyeri serta memberikan asuhan yang tepat sesuai dengan
kebutuhan mereka akan memberikan kenyamanan selama
mereka dirawat.
Klien An. Masuk ke ruangan post operasi pemasangan k wire pada tulang tibia dan fibulanya karena mengalami kecelakaan beberapa hari sebelum dirawat. Klien mengalami kecelakaan lalu lintas saat berkendaraan motor di wilayah Jakarta Barat bersama keluarga (ayah dan adik). Klien sempat tertindih motor pada bagian tibia dan fibula. Daya tahan tulang klien tidak lebih lemah daripada daya tekan motor dan struktur tulang klien belum sekuat orang dewasa (masih dalam tahap pertumbuhan) sehingga terjadilah fraktur. Fraktur yang dialami oleh klien merupakan fraktur terbuka sehingga memerlukan tindakan pembedahan segera untuk mengembalikan posisi tulang, mencegah infeksi dan memperbaiki kerusakan intergritas kulit yang rusak. Penggunaan teknik ORIF pada klien merupakan rekomendasi utama. Internal fixation dilakukan pada patah tulang tertutup yang tidak stabil, fraktur terbuka, dan fraktur yang disertai cedera jaringan lunak atau pada
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
32
korban yang mengalami trauma multiple (Black & Hawks, 2009). Tujuannya adalah agar reposisi stabil dan mempercepat proses penyembuhan.
4.3. Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep Aplikasi Klien an.TN dirawat dari tanggal 7 sampai 11 Mei 2013 dengan diagnosa Post operasi fraktur terbuka tibia fibula dextra, pemasangan k wire dan debridement hari ke II. Klien belum pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya. Klien sebelumnya mengalami kecelakaan lalu lintas saat mengendarai motor di daerah Kalideres. Hari kedua post operasi, penulis mulai merawat klien sampai klien pulang.
Fraktur terbuka merupakan fraktur yang berbahaya dan berisiko tinggi terkena infeksi apabila tidak ditangani sesegera mungkin. Tindakan pembedahan merupakan cara yang direkomendasikan untuk kondisi ini. Dari proses pembedahan, muncul masalah keperawatan utama seperti nyeri akut, risiko infeksi dan gangguan mobilisasi.
Respon pertama yang dialami pasien paska pembedahan adalah nyeri. Saat penulis mulai pratik di ruang bedah anak lantai 3 utara, klien sudah post operasi pemasangan k wire hari ke dua. Klien mengalami nyeri skala 7 pada bagian fraktur yang sudah dioperasi. Karakteristik nyerinya seperti tertusuk- tusuk. Nyeri akan bertambah jika digerakkan. Frekuensi nyeri setiap saat. Keluarga dan klien sudah mencoba mendistraksi rasa nyeri namun sulit. Pemberian analgetik sesuai jadwal masih tetap dilakukan.
Klien mengeluhkan nyerinya yang semakin terasa dan tidak hilanghilang. Etiologi nyeri pada kondisi ini adalah dari kerusakan integritas jaringan akibat patahan fragmen tulang dan pemasangan ORIF (Ropyanto, 2011). Pada saat itu, klien sudah diberikan terapi farmakologis untuk meredakan nyeri. Namun klien tetap mengeluh nyeri. Nyeri pada saat paska bedah sampai kurang lebih tiga hari adalah normal karena masih dalam proses inflamasi pada luka bedah (Black dan Hawks, 2009).
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
33
Saat ditanya, klien mengatakan nyeri saat itu ada pada skala 7 dengan intensitas sedang, terasa terus menerus seperti ditusuk- tusuk dan akan bertambah jika digerakkan atau tersenggol.
Kontrol nyeri sangat penting sesudah pembedahan. Anak yang mengalami fraktur pada tulang panjang seperti tibia, fibula, femur akan merasakan nyeri yang berat ( Melby, 2011). Pemberian terapi farmakologik yang digabung dengan nonfarmakologik sudah banyak terbukti meningkatkan kontrol nyeri seseorang (Tasso, Kay, Behar-Horenstein & Linda S, 2004). Ada beberapa penatalaksanaan nyeri secara nonfarmakologik, di antaranya TENS, terapi musik, imaginasi terbimbing, akupuntur, biofeedback, dan teknik kognitif lainnya seperti hipnotis, terapi pengulangan perilaku, distraksi, dan relaksasi.
Penatalaksanaan nyeri nonfarmakologik yang dilakukan klien berupa relaksasi nafas dalam. Saat klien dalam posisi yang santai, klien mulai mengatur pernafasannya dengan bantuan instruksi dari penulis. Latihan ini berlangsung lebih kurang 10 - 15 menit. Ketika terasa nyeri, penulis meminta klien untuk nafas dalam sampai nyeri berkurang. Hal ini hampir sama dengan pedoman teknik nafas dalam yang direkomendasikan oleh Wong pada tahun 2002.
Sebelum dan sesudah melakukan teknik nafas dalam, penulis mengajukan beberapa pertanyaan tentang nyeri klien ( skala, lokasi, frekuensi, faktor pemberat dan yang meringankan nyeri, karakteristik), mengecek TTV (nafas dan nadi) serta memperhatikan wajah dan tingkah lakunya. Hal ini sangat berguna untuk mengetahui keefektifan teknik nafas dalam yang diajarkan.
Saat anak merasa nyeri, dilakukan teknik nafas dalam. Klien dengan post operasi pemasangan k wire karena fraktur terbuka mengalami nyeri yang berat. Nyeri akan bertambah berat ketika anak menjalani prosedur
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
34
perawatan luka. Maka dari itu, klien lebih intensif melakukan teknik nafas dalam ketika proses perawatan lukan dan ganti balutan. Perawatan luka post operasi mempercepat penyembuhan luka namun juga meningkatkan intensitas nyeri (Syamsuddin, 2009).
Klien saat ini berusia 8 tahun (anak usia sekolah). Pada usia ini, klien sudah mampu melakukan langkah- langkah nafas dalam secara benar. Selain itu, klien juga mampu mengekspresikan perasaan setelah melakukannya kepada perawat secara verbal sehingga perawat bisa menilai keefektifan teknik ini dari klien sendiri. Teknik relaksasi nafas dalam ini dapat diterapkan untuk semua orang, dari anak- anak sampai orang yang tua. Untuk anak dengan usia di bawah 5 tahun, akan lebih sulit dilakukan teknik ini karena mereka belum sepenuhnya mengerti (berfikir konkrit). Manajemen nyeri berupa distraksi, dukungan keluarga, dan musik
mungkin lebih optimal untuk mereka. Untuk anak usia
sekolah, teknik nafas dalam bisa diterapkan (Wong, 2002). Mereka sudah mengerti maksud dan tujuan dari teknik tersebut.
Selama empat hari masa perawatan, klien menunjukkan kemampuan kontrol nyeri yang baik. Pada awal menggunakan teknik nafas dalam, klien masih belum sepenuhnya fokus sehingga nyeri masih pada skala yang tinggi. Namun, pada hari berikutnya, nyeri bisa berkurang sampai pada skala yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari penurunan skala nyeri dari 9 ke 4, klien terlihat lebih santai, TTV dalam rentang normal ( S : 36.5 - 37.5 , N : 60 – 100 x / menit , RR : 17 – 21 x/ menit). Pada saat relaksasi terjadi perpanjangan serabut otot, menurunnya pengiriman impuls saraf ke otak, menurunnya aktifitas otak, dan fungsi tubuh yang lain sehingga muncullah respon relaksasi seperti menurunnya denyut nadi, penurunan tekanan darah, konsumsi oksigen dan jumlah pernapasan. Selain itu, periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan ketegangan otot (Potter & Pery, 2006).
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
35
4.4. Alternatif Pemecahan yang Dapat Dilakukan Teknik nafas dalam merupakan salah satu dari sekian banyak terapi nonfarmakolgis untuk mengurangi nyeri. Selain teknik ini, ada teknik lain yang disebut distraksi. Distraksi merupakan suatu kondisi di mana pasien memusatkan pikiran terhadap satu titik fokus tertentu selain nyeri (Syamsuddin, 2009). Objek dari distraksi bisa benda atau kegiatan tergantung kesukaan atau ketertarikan masing- masing individu.
Mekanisme patofisiologi dari distraksi adalah dengan menstimulasi sistem kontrol desenden yang dapat menurunkan persepsi sehingga rangsangan nyeri yang ditransmisikan ke otak lebih sedikit (Syamsuddin, 2009). Distraksi bisa dilakukan secara aktif seperti menyanyi, meremas bola, memainkan videogames, dan lain- lain. Di samping itu, distraksi juga dapat dilakukan secara pasif, contohnya menonton film kesukaan, mendengarkan musik, membaca buku, untuk anak yang lebih kecil bisa dengan membacakan suatu cerita (Srouji, Ratnapalan & Schneeweiss, 2010).
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan Kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan cedera merupakan masalah perkotaan yang banyak terjadi pada usia produktif termasuk anak- anak. Akibat dari cedera, salah satunya adalah fraktur. Fraktur ekstrimitas paling banyak dialami oleh anak saat kecelakaan. Meurut BIN tahun 2013, penyebab utama kecelakaan adalah kelalaian manusia, di samping sarana, prasarana, dan cuaca yang kurang mendukung. Akibatnya, beberapa di antara mereka perlu dirawat di rumah sakit bahkan harus dioperasi untuk reposisi fragmen tulang yang patah.
Respon anak terhadap nyeri akan berbeda, sesuai dengan tumbuh kembang mereka. Nyeri yang muncul paska bedah bisa dikontrol dengan manajemen nyeri nonfarmakologis di samping obat (analgesik). Banyak cara yang bisa diberikan dan diajarkan perawat kepada anak seperti musik, imaginasi terbimbing, akupuntur, biofeedback, relaksasi otot progresif dan teknik kognitif lainnya seperti hipnotis, terapi pengulangan perilaku, distraksi dan relaksasi serta stimulasi kutan (TENS) (Potter & Pery, 2006).
Ketika praktik, peneliti telah menerapkan teknik relaksasi nafas dalam untuk anak post operasi fraktur pada ekstrimitas. Nafas dalam memberikan efek rileks dan mengurangi spasme otot. Selain itu, teknik ini tidak membutuhkan media apapun dan sangat mudah untuk dilakukan. Setelah klien diajarkan teknik ini, hasilnya cukup memuaskan. Klien anak menjadi lebih mampu untuk mengontrol nyerinya.
5.2. Saran 5.2.1
Dalam bidang keperawatan, perawat khususnya perawat bedah sebaiknya lebih kreatif dalam menerapkan teknik relaksasi nafas dalam untuk menurunkan nyeri pada anak. Anak usia sekolah
36 Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
37
memiliki tingkat kognitif yang lebih tinggi sehingga bisa diajarkan teknik relaksasi nafas dalam secara langsung maupun bermain. Media seperti baling- baling, bulu, balon, gelembung udara dan lain- lain bisa menjadi sarana untuk menerapkan teknik ini. selain itu, perawat bisa mengajarkan teknik ini sebelum pembedahan agar bisa latihan terlebih dahulu. Dengan begitu, diharapkan efek relaksasi dari teknik nafas dalam dapat dirasakan secara optimal 5.2.2
Institusi pendidikan agar membekali peserta didik dengan kemampuan untuk menangani anak dengan masalah ketidaknyamanan nyeri yang menjalani proses pembedahan akibat fraktur sehingga diharapakan anak dapat mengontrol nyerinya dan mengurangi stres akibat hospitalisasi dan pembedahan di rumah sakit.
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Black, J. M. & Hawks, J. M. (2009). Medical-surgical nursing: clinical management for positive outcomes. (5th Ed). St. Louis, Missouri: Elsevier Saunders. Doenges, Marilynn E., MF Moorhouse, dan AC Geissler. (2000). Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. Jakarta: Penerbit EGC. Gerik, Susan M. (2005). Pain management in children: developmental considerations and mind-body therapies. Khaji, Ali, Mousa Zargar and Mojgan Karbakhsh. (2010). Extremity fractures in children: a hospital based study in Tehran. Chinese Journal of Traumatology 2010; 13(4):217-221 Kwekkeboom, L.K & Elfa Gretarsdottir . ( 2006). Systematic Review of Relaxation Interventions for Pain. Journal of Nursing Scholarship; Third Quarter 2006; 38, 3; ProQuest pg. 269 NANDA International. (2012). Nursing diagnoses: definitions and classifications 2012-2014. USA: Wiley-Blackwell. Perry, A.G., & Potter, P.A. (2006). Fundamental of nursing: Concepts, process, and practice. (Renata Komalasari, penerjemah). (Edisi 4). Jakarta: EGC (buku asli diterbitkan 1997). Rennie L, Court-Brown CM, Mok JY, et al.(2007) The epidemiology of fractures in children. Injury. 38(8):913-922. Ropyanto, Chandra B. (2011). Analisis faktor- faktor yang berhubungan dengan status fungsional pasien paska open reduction internal fixation (ORIF) fraktur ekstrimitas bawah di RS ortopedi Prof. Soeharso Surakarta. Thesis tidak dipublikasikan. Universitas Indonesia Smeltzer, C.S., & Bare, G.B. (2002). Text book medical-surgical nursing Brunner – Suddarth. (11 th ed). Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins. Srouji, Rasha, Ratnapalan, S, and Schneeweiss, S.(2010). Pain in children: assessment and nonpharmacological management.Volume 2010, Article ID 474838, 11 pages
Universitas Indonesia 38
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
39
Syamsuddin, A. (2009). Efektifitas terapi relaksasi nafas dalam dengan bermain meniup baling-baling untuk menurunkan intensitas nyeri pada anak post perawatan luka operasi di dua rumah sakit di Banda Aceh Nanggroe Aceh Darussalam. Thesis tidak dipublikasikan. Universitas Indonesia. Tandon, Tarang, M Shaik, and N Modi. (2007). Paediatric trauma epidemiology in an urban scenario in India. Journal of Orthopaedic Surgery 2007;15(1):41-5 Wong, D. L., Eaton, M. H., Wilson, D., Winkelstein, M.L., Schwartz, P. (2002). Buku ajar keperawatan pediatrik. (6th ed.) volume 1. (Agus Sutarna, Neti Juniarti, H.Y. Kuncara, Penerjemah). Jakarta: EGC. Wong, D. L., Eaton, M. H., Wilson, D., Winkelstein, M.L., Schwartz, P. (2002). Buku ajar keperawatan pediatrik. (6th ed.) volume 2. (Agus Sutarna, Neti Juniarti, H.Y. Kuncara, Penerjemah). Jakarta: EGC. BIN. (2013). Kecelakaan lalu lintas menjadi pembunuh terbesar ketiga. July 09, 2013. http://www.bin.go.id/awas/detil/197/4/21/03/2013/kecelakaan-lalulintas-menjadi-pembunuh-terbesar-ketiga Farida, Ani. (2010). Efektifitas terapi musik terhadap penurunan nyeri post operasi pada anak usia sekolah di RSUP H. Adam Malik Medan. Diunduh, 30 Juni 2013 pukul 20.40 WIB. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/20095 Melby, Vildar et all. (2011). Acute pain relief in children: use of rating scales and analgesia. Diunduh Diunduh, 30 Juni 2013 pukul 19.30 WIB www.emergencynurse.co.uk Pasaribu, Indah S. (2011). Intensitas nyeri dan perilaku nyeri pada pasien pasca bedah orif di rumah sakit umum pusat haji Adam Malik Medan. Diunduh, 30 Juni 2013 pukul 20.32 WIB http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/24754
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Lampiran 1
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UI ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA PENGKAJIAN ANAK
Nama Mahasiswa
: Kartika Sari
Tempat Praktek
: lt.3 utara, gd. Teratai RSU Fatmawati
Tanggal Praktek
:7 Mei – 22 Juni 2013
I. IDENTITAS DATA Nama
: An. TN
Tempat/tgl lahir
: 2 Maret 2006
Usia
:8 tahun
Nama Ayah/Ibu
: Ny. E
Pekerjaan Ayah
: wiraswasta
Pekerjaan Ibu
: IRT
Alamat
: Kali deres
Agama
:Islam
Suku Bangsa
:betawi
Pendidikan Ayah
:DIII
Pendidikan Ibu
:DIII
II. KELUHAN UTAMA Nyeri post operasi pemasangan ORIF k wire. Fraktur terbuka sebelum operasi karena tertindih sepeda motor (jatuh dari kendaraan). Fraktur tibia dan fibula distal dextra. Jahitan pada daerah pemasangan k wire dan di sekitar metatarsal dextra. Riwayat kehamilan dan kelahiran: 1. Prenatal Tidak ada keluhan. 2. Intranatal Tidak ada keluhan, lahir degan proses persalinan normal
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
3. Postnatal Bayi sehat, normal dan imunisasi lengkap
III. RIWAYAT MASA LAMPAU 1. Penyakit waktu kecil Batuk, demam, pilek 2. Pernah dirawat di RS Belum pernah 3. Obat-obatan yang digunakan Tidak ada sebelumnya 4. Tindakan (operasi) Operasi pemasangan ORIF k wire pada fraktur terbuka tibia fibula bagian distal dextra 5. Alergi Tidak ada 6. Kecelakaan Pada tanggal 4 Mei 2013 (jatuh dari kendaraan dan kaki tertindih kendaraan. 7. Imunisasi lengkap
IV. RIWAYAT SOSIAL 1. Yang mengasuh Orang tua kandung 2. Hubungan dengan anggota keluarga Baik, dekat dan harmonis, klien juga dekat dnegan nenek kandungnya 3. Hubungan dengan teman sebaya Tidak terkaji dan tidak bisa terobservasi 4. Pembawaan secara umum Pendiam, agak manja, efek hospitalisasi, takut dengan perawat jika didekati. 5. Lingkungan rumah Tidak dapat terobservasi
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
V. KEBUTUHAN DASAR 1. Makanan yang disukai/tidak disukai
:
Selera
: baik, makanan selalu habis dimakan
Alat makan yang dipakai
:piring, sendok, gelas
Pola makan/jam
:mengikuti jadwal rumah sakit : 21.00 – 06.00
2. Pola tidur Kebiasaan sebelum tidur
: di dekat ibu
Tidur siang
: di RS tidak ada, di rumah kadang- kadang
3. Mandi
:lap badan pagi dan sore
4. Aktivitas bermain
: ada videogame + TV (handpohone) di
tempat tidur 5. Eliminasi
:lancar 1 kali sehari
VI. KEADAAN KESEHATAN SAAT INI 1. Diagnosa Medis Post operasi debridement dan pemasangan ORIF k wire 2. Tindakan operasi Debridement dan pemasangan ORIF k wire 3. Status nutrisi Baik, BB normal, nafsu makan baik, tidak ada pantangan makanan 4. Status cairan Baik, turgor kulit bagus, bibir (mukosa) sedikit kering, nadi 88 x / menit, suhu afebris, minum adekuat 5. Obat-obatan Ketorolax 15 mg 3 x / hari Ranitidine 25 mg 2 x / hari Cefotaxime 500 mg 2 x / hari Dexametasone 2.5 mg (extra) 6.Aktivitas Tirah baring, imobilisasi pada bagian fraktur namun mobilisasi pada bagian yang tidak fraktur 7. Tindakan Keperawatan
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Ganti balutan perhari, rawat luka Posisi bagian fraktur ditinggikan (elevasi) sejajar dengan jantung Menggerakkan bagian distal (jari- jari ) pada ekstrimitas bagian dextra Imobilisasi bagian fraktur Mobilisasi, miring kiri dan kanan setiap 2 jam setiap hari 8. Hasil Laboratorium Tanggal 7 Mei 2013 Hasil
Nilai rujukan
interpretasi
10.5 – 12.9
Rendah
35 – 43
Rendah
Leukosit 12 ribu/ul
6.0 – 17.5
Normal
Trombosit 282 ribu/ul
217 – 497
Normal
Eritrosit 3.45 juta/ul
3.6 – 5.2
Rendah
VER 80.9 fl
74.0 – 102.0
Normal
HER 26.8 pg
23.0 – 31.0
Normal
KHER 33.1 g/dl
26.0 – 34.0
Normal
RDW 16.9 %
11.5 – 14.5
Tinggi
Hemoglobin 9.2 g/dl Hematokrit 28 %
9. Hasil Pemeriksaan penunjang Rontgen ekstrimitas post operasi terdapat k wire yang terpasang antara tulang 10. Data Tambahan
VII. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum
: baik, kesadaran compos mentis
TB/BB(Persentil)
: tidak terkaji
Lingkar kepala
: tidak terkaji
Mata
: simetris, discharge (-), merah (-), iritasi (-), pupil isokor, reflek pupil terhadap cahaya (+)
Hidung
: bersih, simetris, mucus (-), tidak ada sumbatan
jalan nafas Mulut
: caries (+), lubang (geraham kanan bawah dan atas), lidah bersih, lesi (-), mukosa lembab
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Telinga
: normal, simetris, discharge (+) telinga kiri,
nyeri (-) Tengkuk
: normal
Dada
:simetris, skar (-), pengembangan dada simetris
Jantung
: BJI/BJII (+/+)
Paru-paru
: lapang paru terdengar vesikuler, suara paru
tambahan (-) Perut
:bersih, skar (-), kembung (-), tekstur 4 kuadran supel, BU ±7 x / menit
Punggung
:bersih, skar (-), simetris, normal
Genitalia
:normal
Ekstrimitas
:fraktur terbuka pada ekstrimitas dextra
Kulit
: luka pada fraktur karena kecelakaan, lebar kirakira 5 x 10 cm, dengan kedalaman paling dalam 1 cm (grade 1). Pada hari kedua pengkajian observasi keadaan luka, luka basah, grade I, pus (), bau (-), jahitan bagus, debridement bagus, masih sedikit jaringan granulasi pada bagian pinggir luka, perdarahan (-), rembes balutan (-), kulit di sekitar luka hangat (+) dan bengkak (+). Klien tampak berkeringat dan gelisah pada hari kedua paska operasi
dan
tampak
meringis
saat
balutan
dimanipulasi, digerakkan atau tersenggol. Klein tampak menjaga aera yang luka. Klien mengatakan nyeri skala 8,frekuensi setiap saat, bertambah nyeri apabila digerakkan, nyeri seperti tertusuk- tusuk, nyeri terasa di sekitar balutan luka, saat mengganti balutan, nyeri skala 9. Tanda-tanda vital
: TD : 100/70 mmHg , RR : 20 x/ menit, Nadi : 100 x / menit S: 36.8 C
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
VIII. PEMERIKSAAN TINGKAT PERKEMBANGAN 1. Kemandirian dan bergaul Mau diajak berkenalan, akan menjawab ketika ditanya, namun belum pernah memulai percakapan dengan perawat. Tidak kenal dengan teman samping tempat tidur, hanya sibuk dengan mainan sendiri. Saat disuntik, menangis dan memanggil orang tuanya agar berada didekatnya. 2. Motorik Halus Karena efek hospitalisasi, klien menjadi takut jika ditanya oleh petugas kesehatan, namun secara umum, klien normal. Sudah bisa mengambil keputusan sendiri untuk melatih kakinya (jari kaki pada ekstrimitas yang fraktur untuk bergerak). Bisa menilai peran petugas kesehatan namun tetap takut dengan tindakan yang akan diberikan, walaupun bukan tindakan invasiF. 3. Kognitif dan bahasa normal 4. Motorik kasar Aktif bergerak, tidak ada kelainan, kecuali fraktur akibat kecelakaan
IX. ANALISA DATA DATA KLIEN - Klien mengatakan nyeri skala 8,frekuensi setiap saat, bertambah nyeri apabila digerakkan, nyeri seperti tertusuk- tusuk, nyeri terasa di sekitar balutan luka, saat mengganti balutan, nyeri skala 9 - Klien menangis dan berteriak saat mengganti balutan luka post operasi - Klien tampak meringis saat reposisi kaki - Klien tampak menjaga area fraktur yang terbalut balutan - Klien tampak gelisag dan berkeringat - Nadi : 90 x/ menit, saat mengganti balutan : 121 x/ menit
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
MASALAH KEPERAWATAN Nyeri akut
- Klien kecelakaan 4 hari yang lalu dengan fraktur
Risiko infeksi
terbuka pada ekstrimitas dextra - Post operasi fraktur terbuka dengan pemasangan k wire dan ORIF - Tampak balutan luka pada ekstrimitas dextra dan terdapat ORIF - Luka terbuka dan tampak jahitan pada beberapa bagian di sekitar ORIF - Luka grade I, pus(-), granulasi (+), luka masih basah
- Klien mengatakan nyeri jika digerakkan
Gangguan
- Klien menjaga area luka agar tidak bergerak atau
mobilisasi fisik
tersenggol - Tampak balutan pada ekstrimitas dextra - Post operasi fraktur terbuka dengan pemasangan k wire dan ORIF pada ekstrimitas dextra
X. PRIORITAS MASALAH Masalah Keperawatan: 1. Nyeri akut 2. Risiko infeksi 3. Gangguan mobilisasi fisik 4. Gangguan integritas kulit 5. Risiko cidera 6. Defisit perawatan diri : mandi Diagnosa Keperawatan: 1. Nyeri akut 2. Risiko infeksi 3. Gangguan mobilisasi
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Lampiran 2
NURSING CARE PLAN No.
Diagnosa keperawatan
1
Nyeri berhubungan dengan spasme otot, edema, pergerakkan fragmen tulang setelah post operasi fraktur terbuka dengan pemasangan k wire ORIF
2
PERENCANAAN
Tujuan setelah dilakukan 2.1.1 asuhan 2.1.2 keperawatan selama 4 hari klien: - Menunjukkan tindakan santai: mampu berpartisipasi dalam aktifitas/ tidur, / istirahat dengan tenang - Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksisi dan aktifitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual
Intervensi Mandiri : Pertahankan Imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring
Rasional Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang/ tegangan jaringan yang cedera
Tinggikan dan dukung ekstremitas
Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan oedema dan menurunkan nyeri
Hindari penggunaan sprei dan bantal plastic dibawah tempat tidur, pertahankan linen terbuka dibawah ekstremitas gips
Meningkatkan ketidaknyamanan karena produksi panas dalam gips yang kering
Tinggikan penutup tempat tidur
Mempertahankan kehangantan tubuh tanpa ketidaknyamanan karena tekanan selimut pada bagian yang sakit
Evaluasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi nyeri dan respon non verbal pasien
Mempengaruhi pilihan/ pengawasan ketidakefektifan intervensi
Dorong pasien untuk mendisusikan masalah sehubungan dengan cedera
Membantu menghilangkan ansietas
Identifikasi aktivitas terapeutik yang tepat untuk usia pasien, kemampuan fisik dan
Mencegah kebosanan, menurunkan ketegangan dan dapat meningkatkan kekuatan otot.
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
penampilan pribadi. Latih klien untuk nafas dalam
2
Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, traksi tulang; trauma jaringan, terpajan pada lingkungan.
setelah dilakukan 2.1.3 asuhan keperawatan selama 4 hari klien: - TTV dalam rentang normal - Tanda- tanda infeksi tidak muncul (kemerahan, bengkak, nyeri, suhu meningkat) - Petugas kesehatan dan klien dapat menerapkan tindakan aseptik (cuci tangan sebelum dan sesudah
Kolaborasi Berikan obat sesuai dengan indikasi : narkotik dan analgesic non narkotik. Mandiri : Lakukan perawatan set steril dan perawatan luka sesuai protokol. Inspeksi balutan dan luka, perhatikan karakteristik drainase
Untuk merelaksasi otot yang spasme, menurunkan kebutuhan metabolisme, menjadikan klien merasa lebih santai Untuk menurunkan nyeri dan/atau spasme otot.
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka. Deteksi dini terjadinya infeksi memberikan kesempatan untuk intervensi tepat waktu.
Ajarkan klien untuk mempertahankan Meminimalkan kontaminasi. sterilitas insersi pen, fiksasi eksternal, dll Observasi tanda-tanda vital dan tandatanda peradangan lokal pada luka : Kaji adanya keluhan nyeri, rasa terbakar, edema, eritema, dan bau tidak enak
Mengevaluasi perkembangan masalah klien. Dapat mengidentifikasi adanya infekai local/ nekrosis jaringan yang dapat menimbulkan osteomilitis
Jaga kebersihan diri dan lingkungan serta Mencegah kontaminasi silang batasi pengunjung Awasi TTV
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Peningkatan suhu/ takikardi dapat menunjukkan terjadinya sepsis.
bersentuhan dengan balutan, cairan tubuh klien - Petugas kesehatan dan klien menjaga kebersihan klien dan lingkungan
3
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan prosedur invasif traksi tulang, fraktur terbuka post operasi pemasangan k wire ORIF
setelah dilakukan 2.1.4 asuhan keperawatan selama 4 hari klien: - Mengatakan mampu menggunakan alat bantu mobilisasi secara benar - Melakukan aktivitas sesuai toleransi - Aktif menggerakkan anggota tubuh yang tidak terkena fraktur - Mempertahankan
Kolaborasi Kolaborasi pemberian antibiotika sesuai Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat indikasi. digunakan secara profilaksis, mencegah atau mengatasi infeksi. Analisa hasil pemeriksaan laboratorium Leukositosis biasanya terjadi pada proses (Hitung darah lengkap, LED, Kultur dan infeksi, anemia dan peningkatan LED dapat sensitivitas luka/serum/tulang) terjadi pada osteomielitis. Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab infeksi. Mandiri : Kaji tonus otot, kekuatan, mobilitas sendi, Memberikan informasi tentang kondisi dan nyeri, kaku, edema, kemampuan gerak fungsi muskuloskeletal dan tingkat aktifitas yang dapat dilakukan untuk kegiatan sehari-hari Kaji status bed rest, pembatasan aktifitas
Istirahat selam fase akut dapat mempercepat penyembuhan dan perbaikan jaringan
Kaji sensori (berkurangnya sensasi dan Memberikan informasi tentang kondisi dan mati rasa) dan fungsi motorik ekstremitas. pengobatan yang mempengaruhi mobilisasi. Kaji efek fisik dari imobilisasi terhadap Mencegah komplikasi imobilisasi dengan sistem tubuh seperti kerusakan kulit, monitoring dan intervensi yang diperlukan hilangnya kekuatan otot dan kontraktur. Kaji efek fisiologis dari imobilisasi ; Memberikan informasi tentang perilaku dan gangguan body image, ketidakmampuan kehilangan hasil dari imobilisasi yang mencegah mengurangi stress, kehilangan stimuli, anak berhadapan dengan perasaan dan ekspresi
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
bagian kaki yang fraktur minimal pergerakannya
cemas, prilaku regresif
kecemasan.
Hindari pembatasan aktivitas yang Meningkatkan mobilitas dan aktifitas sinonim berlebihan. Dorong anak untuk dengan hidup dan sehat. Izinkan otonomi dan melakukan aktifitas yang dapat dilakukan. control untuk perkembangan normal.
Dorong anak untuk meningkatkan Memberikan anak untuk berusaha dan mencapai ambulasi dan aktifitas harian hasil yang akan dicapai Ajarkan ROM pada orang tua dan anak, Memelihara fungsi otot dan sendi latihan penguatan yang tepat Ajarkan orang tua dan anak untuk Meningkatkan keamanan penggunaan alat bantu menggunakan alat bantu untuk aktifitas dan perlengkapan harian. Perkuat orang tua dan anak tentang Meningkatkan kepatuhan dengan menentukan pentingnya terapi dan perawatan follow terapi terutama yang dibutuhkan untuk menjamin up jangka waktu pendek atau panjang pemeliharaan kesehatan dan mobilitas sesuai kebutuhan
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Lampiran 3
CATATAN PERKEMBANGAN Tanggal Nama Klien/Usia
: 7 Mei 2013 (07.30 – 15.00) : An. TN/ 8 tahun
Diangnosa Kriteria Evaluasi Keperawatan Nyeri berhubungan Setelah dilakukan asuhan dengan spasme otot, keperawatan selama 4 hari edema, pergerakkan klien: fragmen tulang, - Menunjukkan tindakan traksi, imobilisasi, santai: mampu berpartisipasi stress dalam aktifitas/ tidur, / istirahat dengan tenang - Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksisi dan aktifitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual
Diagnosa Medis Ruangan
: Post operasi pemasangan ORIF k wire hr II : 302 Teratai
Implementasi
Evaluasi (SOAP)
Mempertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring
S : klien mengeluh nyeri di sekitar area post operasi , dengan skala 7 setelah dilakukan distraksi dan latihan nafas dalam. Klien mengatakan takut menggerakkan kakinya karena masih sangat nyeri. O: - Klien tampak meringis menahan sakit - Klien tampak menjaga area balutan luka - Klien tampak tegang - Suhu : 36.9 C, nadi : 87 x / menit - Pemberian obat sesuai jadwal (obat pagi sudah diberikan oleh dinas malam) A : masalah nyeri teratasi sebagian P: - motivasi relaksasi nafas dalam dan distraksi - Dukungan keluarga dalam motivasi dan menemani klien - Pertahankan posisi bagian yang fraktur sejajar jantung - Lanjutkan kolaborasi analgetik
Tinggikan dan dukung ekstremitas Ajarkan teknik nafas dalam Kolaborasi pertama dan sesuai keperluan. Berikan obat sesuai dengan indikasi : ketorolax
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Paraf
Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, traksi tulang; trauma jaringan, terpajan pada lingkungan.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan prosedur invasif traksi tulang, fraktur
setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 hari klien: - TTV dalam rentang normal - Tanda- tanda infeksi tidak muncul (kemerahan, bengkak, nyeri, suhu meningkat) - Petugas kesehatan dan klien dapat menerapkan tindakan aseptik (cuci tangan sebelum dan sesudah bersentuhan dengan balutan, cairan tubuh klien - Petugas kesehatan dan klien menjaga kebersihan klien dan lingkungan
Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka : Kaji adanya keluhan nyeri, rasa terbakar, edema, eritema, dan bau tidak enak Jaga kebersihan diri dan lingkungan serta batasi pengunjung
setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 hari klien: - Mengatakan mampu menggunakan alat bantu
Kaji tonus otot, kekuatan, mobilitas sendi, nyeri, kaku, edema, kemampuan gerak dan tingkat aktifitas yang dapat dilakukan untuk kegiatan
Kolaborasi pemberian antibiotika sesuai indikasi Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap
S : klien mengatakan belum membersihkan badan semenjak paska operasi, klien merasa nyeri tekan pada distal kaki yang dibalut, rasa terbakar terasa namun tidak berat. O: Klien tampak berkeringat, lepek, bau (-) luka terbalut dengan elastis perban, rembes (+) sudah dilakukan pengambilan darah untuk cek DL, bau tidak enak pada balutan (-), edema pada distal ada namun ringan Kolaborasi pemberian antibiotik secara teratur A : masalah risiko infeksi belum teratasi P: Rencana ganti balutan oleh dokter sore ini Motivasi keluarga untuk membersihkan klien Lanjutkan medikasi antibiotik S : klien mengatakan belum bisa menggerakkan bagian bagian distal dari kaki yang terbalut elastis perban, kaki yang terpasang perban elsatis dipindahkan dengan posisi yang sama (dibantu orang tua), klien mengeluh pegal pada
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
terbuka post operasi pemasangan k wire ORIF
mobilisasi secara benar - Melakukan aktivitas sesuai toleransi - Aktif menggerakkan anggota tubuh yang tidak terkena fraktur - Mempertahankan bagian kaki yang fraktur minimal pergerakannya
sehari-hari Kaji status bed rest, pembatasan aktifitas klien Kaji sensori (berkurangnya sensasi dan mati rasa) dan fungsi motorik ekstremitas. Kaji efek fisiologis dari imobilisasi ; gangguan body image, ketidakmampuan mengurangi stress, kehilangan stimuli, cemas, prilaku regresif Hindari pembatasan aktivitas yang berlebihan. Dorong anak untuk melakukan aktifitas yang dapat dilakukan.
bagian panggul O: Klien tampak menjaga area luka agar tidak bergerak (tersenggol) Klien tirah baring Klien mampu makan dan minum secara mandiri Klien mampu duduk dari tidur secara perlahan sendiri Bagian distal dari area fraktur , sensasi (+), edema (+), pergerakan (+) waalupun minimal Keluarga melakukan massase di sekitar pinggul klien Klien tampak tenang saat menonton TV (HP nya) A : gangguan mobilitas fisik belum teratasi P: Motivasi kien untuk latihan menggerakan bagian distal dari area yang fraktur Motivasi keluarga untuk memandirikan klien sejauh kemampuan klien untuk mandiri Dorong klien untuk menggerakkan anggota tubuh lainnya untuk bergerak
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
CATATAN PERKEMBANGAN Tanggal Nama Klien/Usia
: 8 Mei 2013 (13. 00 – 21.00) : An. TN/ 8 tahun
Diangnosa Kriteria Evaluasi Keperawatan Nyeri berhubungan Setelah dilakukan asuhan dengan spasme otot, keperawatan selama 4 hari edema, pergerakkan klien: fragmen tulang, - Menunjukkan tindakan traksi, imobilisasi, santai: mampu berpartisipasi stress dalam aktifitas/ tidur, / istirahat dengan tenang - Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksisi dan aktifitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual
Risiko infeksi
setelah dilakukan asuhan
Diagnosa Medis Ruangan
: Post operasi pemasangan ORIF k wire hr III : 302 Teratai
Implementasi
Evaluasi (SOAP)
Mempertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring
S : klien mengatakan masih nyeri dengan skala 7, berkurang jika nafas dalam selama 15 menit dan dilanjutkan dengan nonton TV (distraksi). Nyeri akan muncul jika digerakkan atau tersenggol pada bagian fraktur. Karakteristik nyeri seperti ditusuk- tusuk O: Klien tampak meringis menahan sakit Klien tampak menjaga area yang fraktur TTV, S : 36.9 C, N : 80 x/detik Terapi medikasi tetap dilanjutkan A : masalah nyeri teratasi sebagian P: Motivasi nafas dalam dan distraksi Pertahankan imobilisasi sementara pada bagian fraktur Lanjutkan terapi medikasi Dorong orang tua utnuk selalu menemani klien
Tinggikan dan dukung ekstremitas Evaluasi nafas dalam Kolaborasi pertama dan sesuai keperluan. Berikan obat sesuai dengan indikasi : ketorolax
Observasi tanda-tanda vital dan S : klien mengatakan sudah mandi dan ganti
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Paraf
berhubungan dengan prosedur invasif, traksi tulang; trauma jaringan, terpajan pada lingkungan.
keperawatan selama 4 hari klien: - TTV dalam rentang normal - Tanda- tanda infeksi tidak muncul (kemerahan, bengkak, nyeri, suhu meningkat) - Petugas kesehatan dan klien dapat menerapkan tindakan aseptik (cuci tangan sebelum dan sesudah bersentuhan dengan balutan, cairan tubuh klien - Petugas kesehatan dan klien menjaga kebersihan klien dan lingkungan
tanda-tanda peradangan lokal pada luka : Kaji adanya keluhan nyeri, rasa terbakar, edema, eritema, dan bau tidak enak Jaga kebersihan diri dan lingkungan (forbedden setiap pagi, membuang sampah makanan atau apapun yang tidak berguna) Memantau keadaan insersi kanula intravena Kolaborasi pemberian antibiotika sesuai indikasi
pakaian hari ini. Bagian dari ekstrimitas post operasi , nyeri (-), rasa terbakar (-) O: Balutan rembes (-), bau (-), kotor (-) Bagian di sekitar lukan serta distal dari ekstrimitas post operasi, bengkak (-), eritema (-), suhu tinggi (+) Orang tua sudah mencuci tangan sebelum kontak dengan anak Sampah dan barang yang tidak berhubungan dengan klien dibuang dan dijauhkan Kanula intravena baik, flebitis (-) Hasil laboratorium, leukosit :12. 000/ ul (normal) Pemberian antibiotik masih dilanjutkan A : maslaah risiko infeksi masih teratasi sebagian P: Memantau TTV setiap shift Memantau keadaan di sekitar insersi alat invasif pada klien Mendorong keluarga dan klien untuk mencuci tangan sebelum dan kontak dengan klien (khususnya kontak dengan bagian balutan/ area luka ) Ganti balutan luka oleh perawat setiap hari Lanjutkan pemberian antibiotik
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan prosedur invasif traksi tulang, fraktur terbuka post operasi pemasangan k wire ORIF
setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 hari klien: - Mengatakan mampu menggunakan alat bantu mobilisasi secara benar - Melakukan aktivitas sesuai toleransi - Aktif menggerakkan anggota tubuh yang tidak terkena fraktur - Mempertahankan bagian kaki yang fraktur minimal pergerakannya
Kaji tonus otot, kekuatan, mobilitas sendi, nyeri, kaku, edema, kemampuan gerak dan tingkat aktifitas yang dapat dilakukan untuk kegiatan sehari-hari Latihan menggerakkan bagian distal setiap hari Kaji status bed rest, pembatasan aktifitas klien Kaji sensori (berkurangnya sensasi dan mati rasa) dan fungsi motorik ekstremitas.
Hindari pembatasan aktivitas yang berlebihan. Dorong anak untuk melakukan aktifitas yang dapat dilakukan.
S : klien mengatakan bisa menggerakkan bagian distal dengan bebas namun masih terasa nyeri O: Klien latihan menggerakkan bagian distal dari area yang fraktur didampingi orang tuanya Edema (-), panas (-), nyeri (ada namun sudah berkurang, skala 2) Klien bisa memindahkan sendiri badannya (bergeser ke atas atau ke bawah temapt tidur) Klien menggerakkan anggota badan yang lainnya dengan leluasa Klien masih tirah baring (eliminasi di temapt tidur ) A : masalah gangguan mobilisasi fisik masih teratasi sebagian P: Pantau sensori, kekuatan otot , nyeri, kekakuan setiap shift Motivasi klien dibantu orang tua untuk melatih bagian distal area post operasi untuk digerakkan Dorong keluarga untuk menentukan alat bantu jalan untuk anak setelah keluar dari RS
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
-
Tingaktkan kemadirian klien sesuai kemampuan dari hari ke hari
CATATAN PERKEMBANGAN Tanggal Nama Klien/Usia Diangnosa Keperawatan Nyeri berhubungan dengan spasme otot, edema, pergerakkan fragmen tulang, traksi, imobilisasi, stress
: 10 Mei 2013 ( 07.30 – 15.00) : An. TN/ 8 tahun
Diagnosa Medis Ruangan
: Post operasi pemasangan ORIF k wire hr IV : 302 Teratai
Kriteria Evaluasi
Implementasi
Evaluasi (SOAP)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 hari klien: - Menunjukkan tindakan santai: mampu berpartisipasi dalam aktifitas/ tidur, / istirahat dengan tenang - Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksisi dan aktifitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual
Mempertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring
S : klien mengatakan masih nyeri dengan skala 7 dari skala 9, saat mengganti balutan nyeri muncul lebih kuat. Karakteristik nyeri seperti terbakar. Akan berkurang jika tidak dimanipulasi(ganti balutan) dan relaksasi nafas dalam O: Klien menangis kencang menahan sakit (saat ganti balutan) Klien tampak kesulitan melakukan nafas dalam karena menahan sakit Klien tampak berkeringat TTV, S : 37.2 C, N : 96 x/detik, RR : 24 kali / menit Terapi medikasi tetap dilanjutkan A : masalah nyeri teratasi sebagian P:
Tinggikan dan dukung ekstremitas Evaluasi nafas dalam Kolaborasi pertama dan sesuai keperluan. Berikan obat sesuai dengan indikasi : ketorolax
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Paraf
-
-
Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, traksi tulang; trauma jaringan, terpajan pada lingkungan.
setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 hari klien: - TTV dalam rentang normal - Tanda- tanda infeksi tidak muncul (kemerahan, bengkak, nyeri, suhu meningkat) - Petugas kesehatan dan klien dapat menerapkan tindakan aseptik (cuci tangan sebelum dan sesudah bersentuhan dengan balutan, cairan tubuh klien - Petugas kesehatan dan klien menjaga kebersihan klien dan lingkungan
Lakukan perawatan set steril dan perawatan luka sesuai protokol. Inspeksi balutan dan luka,
Motivasi nafas dalam dan distraksi Pertahankan imobilisasi sementara pada bagian fraktur Lanjutkan terapi medikasi Dorong orang tua utnuk selalu menemani klien
S : klien mengatakan sudah mandi dan ganti pakaian hari ini. Bagian dari ekstrimitas post operasi , nyeri (-), rasa terbakar (-) O: Keadaan luka baik,luas kira 5 x 10 cm, Ajarkan klien untuk grade 2, masih basah pus (-), jaringan mempertahankan sterilitas area granulasi (+), jahitan bagus luka Balutan rembes (-), bau (-), kotor (-) Bagian di sekitar lukan serta distal dari Observasi tanda-tanda vital dan ekstrimitas post operasi, bengkak (-), tanda-tanda peradangan lokal eritema (-), suhu tinggi (+) pada luka : Kaji adanya Orang tua sudah mencuci tangan sebelum keluhan nyeri, rasa terbakar, kontak dengan anak edema, eritema, dan bau tidak Sampah dan barang yang tidak enak berhubungan dengan klien dibuang dan dijauhkan Jaga kebersihan diri dan Kanula intravena baik, flebitis (-) lingkungan serta batasi Pemberian antibiotik masih dilanjutkan pengunjung A : maslaah risiko infeksi masih teratasi sebagian Awasi TTV P:
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
-
Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
-
-
-
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan prosedur invasif traksi tulang, fraktur terbuka post operasi pemasangan k wire ORIF
setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 hari klien: - Mengatakan mampu menggunakan alat bantu mobilisasi secara benar - Melakukan aktivitas sesuai toleransi - Aktif menggerakkan anggota tubuh yang tidak terkena fraktur - Mempertahankan bagian kaki yang fraktur minimal pergerakannya
Kaji tonus otot, kekuatan, mobilitas sendi, nyeri, kaku, edema, kemampuan gerak dan tingkat aktifitas yang dapat dilakukan untuk kegiatan sehari-hari Latihan menggerakkan bagian distal setiap hari Kaji status bed rest, pembatasan aktifitas klien Kaji sensori (berkurangnya sensasi dan mati rasa) dan fungsi motorik ekstremitas.
Ganti balutan setiap hari Memantau TTV setiap shift Memantau keadaan di sekitar insersi alat invasif pada klien Mendorong keluarga dan klien untuk mencuci tangan sebelum dan kontak dengan klien (khususnya kontak dengan bagian balutan/ area luka ) Lanjutkan pemberian antibiotik
S : klien mengatakan bisa anggota badan lainnya selain area fraktur dan bagian distal dengan bebas dengan nyeri minimal O: Klien latihan menggerakkan bagian distal dari area yang fraktur didampingi orang tuanya Edema (-), panas (-), nyeri (ada namun sudah berkurang, skala 2) Klien bisa memindahkan sendiri badannya (bergeser ke atas atau ke bawah temapt tidur) Klien menggerakkan anggota badan yang lainnya dengan leluasa Klien masih tirah baring (eliminasi di temapt tidur ) A : masalah gangguan mobilisasi fisik masih teratasi sebagian
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Hindari pembatasan aktivitas yang berlebihan. Dorong anak untuk melakukan aktifitas yang dapat dilakukan.
P: -
-
-
-
Pantau sensori, kekuatan otot , nyeri, kekakuan setiap shift Motivasi klien dibantu orang tua untuk melatih bagian distal area post operasi untuk digerakkan Dorong keluarga untuk menentukan alat bantu jalan untuk anak setelah keluar dari RS Tingaktkan kemadirian klien sesuai kemampuan dari hari ke hari
CATATAN PERKEMBANGAN Tanggal Nama Klien/Usia Diangnosa Keperawatan Nyeri berhubungan dengan spasme otot, edema, pergerakkan fragmen tulang, traksi, imobilisasi, stress
: 11 Mei 2013 (13.00 – 21.00) : An. TN/ 8 tahun
Diagnosa Medis Ruangan
: Post operasi pemasangan ORIF k wire hr V : 302 Teratai
Kriteria Evaluasi
Implementasi
Evaluasi (SOAP)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 hari klien: - Menunjukkan tindakan santai: mampu berpartisipasi dalam aktifitas/ tidur, / istirahat dengan tenang - Menunjukkan penggunaan
Mempertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring
S : klien mengatakan masih nyeri dengan skala 4, saat mengganti balutan nyeri muncul lebih kuat. Karakteristik nyeri seperti terbakar. Akan berkurang jika tidak dimanipulasi(ganti balutan) serta relaksasi nafas dalam dan distraksi O: Klien menangis kencang menahan sakit (saat ganti balutan)
Tinggikan dan dukung ekstremitas Dorong latihan nafas dalam
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
Paraf
keterampilan relaksisi dan aktifitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual
Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, traksi tulang; trauma jaringan, terpajan pada lingkungan.
setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 hari klien: - TTV dalam rentang normal - Tanda- tanda infeksi tidak muncul (kemerahan, bengkak, nyeri, suhu meningkat) - Petugas kesehatan dan klien dapat menerapkan tindakan aseptik (cuci tangan sebelum dan sesudah bersentuhan dengan balutan, cairan tubuh klien
terutama saat mengganti balutan luka Kolaborasi pertama dan sesuai keperluan. Berikan obat sesuai dengan indikasi : ketorolax
Klien tampak kesulitan melakukan nafas dalam karena menahan sakit Klien tampak berkeringat TTV, S : 36.6 C, N : 72 x/detik, RR : 20 kali / menit Terapi medikasi tetap dilanjutkan A : masalah nyeri teratasi P: Motivasi nafas dalam dan distraksi Pertahankan imobilisasi sementara pada bagian fraktur Lanjutkan terapi medikasi Dorong orang tua utnuk selalu menemani klien
Lakukan perawatan set steril dan perawatan luka sesuai protokol. Inspeksi balutan dan luka,
-
S : klien mengatakan sudah mandi dan ganti pakaian hari ini. Bagian dari ekstrimitas post operasi , nyeri (-), rasa terbakar (-) O: Keadaan luka baik,luas kira 5 x 10 cm, Ajarkan klien untuk grade 2, masih basah pus (-), jaringan mempertahankan sterilitas area granulasi (+) lebih banyak dari kemarin, luka jahitan bagus, jar. nekrotik (-), tampak pin (k wire) Observasi tanda-tanda vital dan Balutan rembes (-), bau (-), kotor (-), tanda-tanda peradangan lokal balutan dibalut tidak terlalu erat pada luka : Kaji adanya Bagian di sekitar lukan serta distal dari keluhan nyeri, rasa terbakar, ekstrimitas post operasi, bengkak (-),
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
- Petugas kesehatan dan klien menjaga kebersihan klien dan lingkungan
edema, eritema, dan bau tidak enak Jaga kebersihan diri dan lingkungan serta batasi pengunjung Awasi TTV Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan prosedur
setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 hari klien: - Mengatakan mampu
Kaji tonus otot, kekuatan, mobilitas sendi, nyeri, kaku, edema, kemampuan gerak dan tingkat aktifitas yang dapat
eritema (-), suhu tinggi (-) Orang tua menjaga kebersihan dan mencuci tangan sebelum kontak dengan anak Sampah dan barang yang tidak berhubungan dengan klien dibuang dan dijauhkan Kanula intravena baik, flebitis (-) Pemberian antibiotik masih dilanjutkan A : maslaah risiko infeksi masih teratasi sebagian P: Ganti balutan setiap kali kontrol (rencana pulang Memantau TTV setiap shift Memantau keadaan di sekitar insersi alat invasif pada klien Mendorong keluarga dan klien untuk mencuci tangan sebelum dan kontak dengan klien (khususnya kontak dengan bagian balutan/ area luka ) Lanjutkan pemberian antibiotik, ganti oral (instruksi dokter) -
S : klien mengatakan bisa anggota badan lainnya selain area fraktur dan bagian distal dengan bebas dengan nyeri minimal O:
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
invasif traksi tulang, fraktur terbuka post operasi pemasangan k wire ORIF
menggunakan alat bantu mobilisasi secara benar - Melakukan aktivitas sesuai toleransi - Aktif menggerakkan anggota tubuh yang tidak terkena fraktur - Mempertahankan bagian kaki yang fraktur minimal pergerakannya
dilakukan untuk kegiatan sehari-hari Latihan menggerakkan bagian distal setiap hari Kaji status bed rest, pembatasan aktifitas klien Kaji sensori (berkurangnya sensasi dan mati rasa) dan fungsi motorik ekstremitas.
Hindari pembatasan aktivitas yang berlebihan. Dorong anak untuk melakukan aktifitas yang dapat dilakukan.
Klien latihan menggerakkan bagian distal dari area yang fraktur didampingi orang tuanya Edema (-), panas (-), nyeri (-) Klien bisa memindahkan sendiri badannya (bergeser ke atas atau ke bawah temapt tidur) Klien menggerakkan anggota badan yang lainnya dengan leluasa Klien belajar turun dari tempat tidur A : masalah gangguan mobilisasi fisik masih teratasi sebagian P: Pantau sensori, kekuatan otot , nyeri, kekakuan setiap shift Dorong keluarga untuk menentukan alat bantu jalan untuk anak setelah keluar dari RS Tingkatkan kemadirian klien sesuai kemampuan dari hari ke hari Motivasi klien dibantu orang tua untuk melatih bagian distal area post operasi untuk digerakkan
Analisis praktik ..., Kartika Sari, FIK UI, 2013
-