1
ANALISIS MANAJEMEN PAJAK DALAM UPAYA MENCAPAI EFISIENSI BEBAN PAJAK PADA PT. IPS Novani Budiarti, SE Dahlia Sari, SE., M.Si Program Studi Ekstensi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Abstrak Skripsi ini membahas analisa manajemen pajak penghasilan pada PT. IPS, khususnya pajak penghasilan badan pada tahun 2008 dalam upaya mencapai efisiensi beban pajak. Penelitian ini adalah studi kasus. Hasil Penelitian menyarankan agar PT. IPS melakukan koreksi atas penghasilan final dan non final, agar tidak menyebabkan beban pajak yang lebih besar, serta melakukan pembetulan atas SPT Masa PPh Pasal 23 untuk melaporkan objek yang seharusnya terutang PPh Pasal 23.
Kata Kunci
:
Penghasilan Final dan Non Final, Manajemen Pajak
Abstract This research discuss about analysis of income tax management on PT. IPS particularly income tax in 2008 in achieving efficiency of tax expense. This research is a case study. Results of the study suggest that PT IPS to revise the Corporate Income Tax Return regarding corrections on the final and non-final income, to avoid the larger administrative sanction, as well as perform revision of the Article 23 Income Tax Return to disclose all transaction that subjected to Income Tax .
Keywords: Final and Non-Final income, tax management
Analisis manajemen ..., Novani Budiarti, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
2 I.
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang Penelitian Bagi negara, pajak adalah salah satu sumber penerimaan penting yang akan digunakan
untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin (pemb. gaji pegawai) maupun pengeluaran pembangunan. Sedangkan bagi perusahaan, pajak merupakan beban yang akan mengurangi laba bersih, maka perusahaan akan berupaya semaksimal mungkin agar dapat membayar pajak sekecil mungkin dan berupaya untuk menghindari pajak. Namun penghindaran pajak harus dilakukan dengan cara-cara yang legal agar tidak merugikan perusahaan dikemudian hari. I.2.
Perumusan Penulis melakukan penelitian pada sebuah Perusahaan Sekuritas yang terletak di daerah
Jakarta Pusat. Perusahaan ini telah melangsungkan usahanya kurang lebih selama 9 tahun, dengan rumusan masalah sebagai berikut : a. Apakah koreksi fiskal yang dilakukan oleh PT IPS telah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku atas laporan keuangan komersil? b. Metode perencanaan apa yang dilakukan pada PPh 21? Apakah dengan melakukan gross method, gross up method, atau net method? c. Bagaimana perencanaan pajak yang PT. IPS lakukan terkait dengan pembayaran denda kepada nasabah? d. Apakah perencanaan pajak yang dilakukan PT. IPS sudah optimal?
I.3.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui bagaimana implementasi perencanaan pajak
yang dilakukan oleh PT. IPS, terlebih terkait pada Pajak Penghasilan
21, 23 dan Pajak
Penghasilan Badan;
Analisis manajemen ..., Novani Budiarti, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
3 II.
LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
II.1
Manajemen Pajak (Tax Management) Manajemen Pajak (Tax Management) merupakan perencanaan pajak yang dilakukan
agar pembayaran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak menjadi lebih efisien dan sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku. Menurut Lumbantoruan yang dikutip oleh Suandy (2005) mendefinisikan Manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban pajak dengan benar tetapi dengan jumlah pajak yang dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Strategi mengefisienkan beban pajak (penghematan pajak) yang dilakukan oleh perusahaan haruslah bersifat legal, agar dapat menghindari sanksi-sanksi pajak dikemudian hari. Secara umum penghematan pajak menganut prinsip the last and latest, yaitu membayar dalam jumlah seminimal mungkin dan pada waktu terakhir yang masih diizinkan oleh undang-undang dan peraturan perpajakan. Tujuan manajemen pajak: 1. Menerapkan peraturan perpajakan yang benar. 2. Usaha efisiensi untuk mencapai laba dan likuiditas yang seharusnya. 3. Membayar pajak menurut hukum dan peraturan yang berlaku. 4. Menghindari hal-hal yang tidak terduga. Manajemen Pajak dapat dibagi menjadi beberapa fungsi: a)
Tax Planning Perencanaan pajak adalah langkah awal yang dapat dilakukan dalam manajemen pajak. Definisi dari Perencanaan Pajak adalah adalah proses mengorganisasi usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga utang pajaknya, baik pajak penghasilan maupun pajak-pajak lainnya, berada dalam posisi yang paling minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan baik oleh ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan maupun secara komersial (Zain, 2005). Menurut J R Cerepak dan D H Taylor Tax Planning dibagi menjadi 3, yaitu: 1. Tax Saving (Penghematan Pajak) 2. Tax Avoidance (Penghindaran Pajak) 3. Tax Evasion (Penggelapan Pajak)
Analisis manajemen ..., Novani Budiarti, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
4 b)
Tax Administration/Tax Compliance Tax administration/tax complaince merupakan manajemen pajak dalam memenuhi kewajiban melaksanakan administrasi perpajakan dengan cara menghitung pajak secara benar, membayar pajak tepat waktu sehingga mengurangi resiko timbulnya denda. Sebagai contoh, berdasarkan Pasal .. Undang-Undang nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan dijelaskan bahwa pembayaran Pajak Penghasilan yang paling lambat pada tanggal 10 setiap bulan harus sudah dibayarkan,
c)
Tax Audit Mencakup strategi dalam menangani pemeriksaan pajak, menanggapi hasil pemeriksaan pajak maupun strategi dalam mengajukan surat keberatan atau surat banding.
II.2
Pajak Penghasilan
II.2.1 Pengertian Pajak Pajak menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. II.2.2 Penghasilan Dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan yang dimaksudkan dengan penghasilan adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. Definisi penghasilan (income) meliputi baik pendapatan (revenue) maupun keuntungan (gains).
Analisis manajemen ..., Novani Budiarti, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
5 Pendapatan timbul dalam melaksanakan aktivitas perusahaan yang biasa dan dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fees), bunga, dividen, royalti, dan sewa. Penghasilan mencerminkan pos lainnya yang memenuhi definisi penghasilan dan mungkin timbul atau mungkin tidak timbul dalam melaksanakan aktivitas perusahaan yang biasa. Berdasarkan UU Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008 Pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa penghasilan adalah : “..setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun..”. Yang Terdapat 2 cara pengenaan pajak dari penghasilan yaitu pengenaan pajak secara final dan tidak final. Pengenaan PPh secara final mengandung arti bahwa atas penghasilan yang diterima atau diperoleh akan dikenakan PPh dengan tarif tertentu dan dasar pengenaan pajak tertentu pada saat penghasilan tersebut diterima atau diperoleh. PPh yang dikenakan, baik yang dipotong fihak lain maupun yang disetor sendiri, bukan merupakan pembayaran di muka atas PPh terutang tetapi sudah langsung melunasi PPh terutang untuk penghasilan tersebut. Sedangkan Penghasilan yang merupakan objek dari PPh tidak final, akan diperhitungkan didalam SPT Tahunan Badan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dapat dikurangkan secara fiskal sesuai dengan Pasal 6 UU Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan (dapat dilihat di Lampiran 4) dan dikaikan dengan tarif didalam Pasal 17 UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Apabila suatu Perusahaan memiliki penghasilan yang dikenakan PPh Final dan tidak Final, maka berdasarkan Surat Penegasan Direktur Jenderal Pajak nomor S-614/PJ.42/2003 (lihat lampiran 5) tentang Perlakuan Perpajakan Terhadap Pengeluaran dan Biaya dari Penghasilan yang Pengenaan Pajaknya Bersifat Final
(dapat dilihat di Lampiran 5)
disebutkan bahwa: a. Biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan yang penghasilannya dikenakan PPh final tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto atas kegiatan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umum.
Analisis manajemen ..., Novani Budiarti, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
6 b. Biaya bersama (joint cost) dialokasikan secara proporsional berdasarkan omset (revenue) dari masing-masing kegiatan. Berdasarkan peraturan tersebut diatas, apabila perusahaan memiliki penghasilan yang merupakan Objek PPh Final dan tidak Final, maka pada saat perhitungan SPT Tahunan Badan, harus dipisahkan antara biaya-biaya yang terkait dengan penghasilan yang bersifat final dengan biaya-biaya yang terkait dengan penghasilan yang bersifat tidak final. Apabila biaya-biaya tidak dapat dipisahkan, maka pada saat perhitungan SPT Tahunan biaya-biaya tersebut dipisahkan dengan menggunakan proporsi dari penghasilan yang bersifat final dan tidak final. II.2.3 Biaya-Biaya Adapun untuk pengeluaran-pengeluaran ataupun biaya yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu biaya yang dapat dibebankan secara fiskal dan biaya yang tidak dapat dibebankan secara fiskal. Pada prinsipnya, biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, seperti biaya yang berkenaan dengan pekerjaan, biaya perjalanan, biaya administrasi, pajak kecuali Pajak Penghasilan, biaya beasiswa, magang dan pelatihan, dan lain lain seperti yang terdapat pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Pasal 6 ayat (1). Sedangkan pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi pengeluaran yang sifatnya adalah pemakaian penghasilan, atau yang jumlahnya melebihi kewajaran, meliputi biaya yang dibebankan atau, dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota; pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan; yang selanjutnya diatur dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Oleh karena adanya perbedaan tersebut, maka dimungkinkan terjadinya koreksi dari laporan keuangan secara komersil ke laporan keuangan fiskal. Jika koreksi tersebut membuat pendapatan menjadi lebih besar atau beban perusahaan secara fiskal menjadi lebih kecil sehingga pajak terutang menjadi lebih besar maka terjadi koreksi positif. Sebaliknya koreksi fiskal negatif mengakibatkan jumlah penghasilan menjadi
Analisis manajemen ..., Novani Budiarti, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
7 lebih kecil sehingga menurunkan pajak terutang. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan sebagai berikut : a).
Koreksi Fiskal Positif Penyesuaian fiskal positif pada umumnya timbul akibat biaya-biaya yang secara
komersial diakui, tetapi tidak diakui secara fiskal. Dalam SPT PPh Wajib Pajak Badan, menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, penyesuaian fiskal positif itu contohnya seperti : a. biaya yang dibebankan/dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya; b. harta yang dihibahkan, bantuan, atau sumbangan; c. pajak penghasilan; d. biaya representasi, entertainment, jamuan tamu, dan sebagainya, kecuali Wajib Pajak tersebut dapat membuktikan bahwa biaya tersebut telah benar-benar dikeluarkan (formal) dan benar ada kaitannya dengan kegiatan perusahaan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; e. biaya yang terkait dengan penghasilan yang bukan merupakan objek pajak, dikenakan PPh Final dan dikenakan pajak berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana diatur didalam Peraturan Pemerintah No 94 Tahun 2010 Pasal 13 huruf a b).
Koreksi Fiskal Negatif Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2008 tentang
Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, yang menjadi penyebab timbulnya koreksi negatif adalah : a. bantuan, sumbangan; termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang berhak; b. harta hibahan yang diterima oleh badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial, atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan Menteri Keuangan; sepanjang
Analisis manajemen ..., Novani Budiarti, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
8 tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihakpihak yang bersangkutan; c. warisan; d. harta termasuk setoran tunai e. Penghasilan yang telah dipotong PPh yang bersifal final Dalam rekonsiliasi fiskal ini, yang ingin diperbandingkan adalah berbagai pos di dalam SPT PPh Badan itu sendiri dengan berbagai ketentuan pajak yang berlaku. II.2.4 Pajak Penghasilan Pasal 21 Pajak Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri, yang selanjutnya disebut PPh Pasal 21, adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa,dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi. Subjek Pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan. Dalam menghitung PPh 21 yang terhutang terdapat 3 pilihan kebijakan perusahaan yaitu : a.
Gross Method: Dengan menggunakan Gross Method, PPh Pasal 21 dipotong langsung dari penghasilan yang diterima oleh karyawan. Dalam hal ini, PPh Pasal 21 tersebut bukan merupakan beban perusahaan, sehingga Perusahaan hanya berkewajiban untuk melakukan pemotongan, penyetoran dan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21. Metode ini merupakan metode yang paling efisien bagi perusahaan didalam melakukan pemotongan PPh Pasal 21 karena perusahaan tidak perlu menanggung PPh Pasal 21 karyawan. Namun bagi karyawan, metode dianggap tidak efisien karena PPh Pasal 21 dipotong langsung dari penghasilan karyawan sehingga mengurangi Take Home Pay.
b.
Gross Up Method Dengan menggunakan metode Gross Up, Perusahaan menanggung jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong dari penghasilan karyawan. Namun, pemotongan tersebut dilakukan dengan cara memberikan tunjangan PPh 21 kepada karyawan sehingga bagi karyawan merupakan tambahan penghasilan yang merupakan Objek PPh Pasal 21.
Analisis manajemen ..., Novani Budiarti, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
9 Sedangkan bagi perusahaan, tunjangan pajak yang diberikan kepada karyawan sehingga merupakan biaya yang dapat dikurangkan dalam perhitungan penghasilan kena pajak. c.
Net Method Dengan menggunakan Net Method, Perusahaan menanggung seluruh PPh Pasal 21 yang seharusnnya merupakan kewajiban bagi karyawan. Dalam hal Perusahaan menggunakan Net Method, PPh Pasal 21 merupakan beban pajak yang harus dikeluarkan, namun beban tersebut tidak dapat dibebankan secara fiskal sesuai dengan Pasal 9 UU PPh Nomor 36 tahun 2008. Bagi perusahaan yang penghasilannya merupakan objek PPh Final, bentuk pemberian
kepada karyawan sebaiknya dalam bentuk natura. Sebab pemberian dalam bentuk cash akan mempertinggi PPh 21 yang terhutang dan biaya yang dikeluarkan tidak dapat dibebankan kepada penghasilan bruto perusahaan. Sedangkan bagi perusahaan yang penghasilannya merupakan objek PPh Badan, akan lebih menguntungkan dalam bentuk cash sebab dapat menjadi beban dalam penghitungan PPh Badan yang terhutang. II.2.5 Pajak Penghasilan Pasal 23 Pasal 23 UU Nomor 36 Tahun 2008 menyebutkan bahwa “Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan: a. sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas: 1.
dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;
2.
bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f;
3.
royalti; dan
4.
hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e;
b. sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas: 1.
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan
Analisis manajemen ..., Novani Budiarti, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
10 2.
imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
III.1
Gambaran Umum Perusahaan
III.1.1 Sejarah Pendirian Perusahaan Sesuai dengan yang telah dijelaskan pada latar belakang penulisan ini bahwa dengan semakin banyaknya orang yang berinvestasi dengan tujuan untuk persiapan masa depan ataupun untuk memperoleh keuntungan dari investasi tersebut maka mendorong para pengusaha untuk mendirikan Perusahaan Sekuritas. Dengan alasan tersebut maka didirikanlah PT IPS yang memulai kegiatan usahanya pada bulan Mei 2002. Tugas utama dari Perusahaan Sekuritas ini adalah untuk menghimpun dana dari masyarakat yang ingin berinvestasi, dan melindungi kepentingan nasabahnya dan menjaga integritas pasar. Hal ini dapat dilakukan antara lain melalui pelaksanaan perjanjian tertulis, menjalankan prinsip mengenal nasabah, memberikan informasi yang cukup kepada nasabah untuk mengambil keputusan investasi, menyampaikan laporan berkala, menjaga keamanan aset nasabah termasuk melakukan pemisahan aset dengan milik perusahaan. Berdasarkan jenis usahanya pendapatan utama dari Perusahaan Sekuritas adalah komisi perantara perdagangan efek dan penjamin emisi efek, manajer investasi, reksadana dan deviden. Sedangkan untuk kegiatan non operasionalnya pendapatan perusahaan sekuritas adalah berasal dari pendapatan denda dari nasabah yang terlambat melakukan penyetoran atas transaksi pembelian yang dilakukan. Perusahaan memperbanyak nasabah dengan menerapkan sistem online III.2.2 Visi Dan Misi PT IPS memiliki Visi untuk menjadi penyelenggara jasa investasi yang dimotori oleh teknologi terbaik di Indonesia, dan bank investasi terkemuka. Sedangkan misi-misi yang ingin dilakukan adalah : 1. Melayani kebutuhan masyarakat untuk berinvestasi dengan kemudahan teknologi, dimana saja, setiap saat. 2. Memberikan nilai tambah jasa finansial bagi perusahaan-perusahaan Indonesia.
Analisis manajemen ..., Novani Budiarti, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
11 IV.
PERENCANAAN PAJAK ATAS TRANSAKSI YANG DILAKUKAN PT. IPS
IV.1
Laporan Keuangan Komersial Sebelum membahas perencanaan pajak perusahaan, pertama-tama akan dibahas
laporan keuangan komersial yang telah di audit oleh KAP BWP yang akan menjadi dasar koreksi fiskal dalam menghitung pajak penghasilan sesuai pada tabel dibawah ini: Tabel 4.1 Laporan Keuangan Komersial Uraian
Akuntansi Komersial
PENDAPATAN Komisi Perantara Perdagangan Saham Komisi Perantara Perdagangan Obligasi Jasa Penjaminan Emisi dan Penjualan Efek Jasa Manajemen Investasi Jasa Penasihat Keuangan Laba (Rugi) Perdagangan Efek - bersih Pendapatan Dividen
39.646.453.832 1.572.794.700 10.122.193.232 1.979.898.864 1.337.500.000 (3.084.056.646) 311.010.605
Jumlah Pendapatan
51.885.794.587
BEBAN USAHA Beban Gaji Beban Sewa Beban Komunikasi Beban Komputer Beban Transaksi Efek Beban Professional Beban Percetakan dan Peralatan kantor Beban Penyusutan Beban Transportasi Beban Rekreasi Beban Perjamuan Beban Promosi dan iklan Beban Admin Bank Beban Umum dan Administrasi kantor Beban Proses emisi Beban Amortisasi Beban Asuransi Beban Management Beban Estimasi manfaat karyawan Beban Perjalanan Dinas Beban Lain-lain
17.727.733.841 4.087.847.435 1.615.152.855 1.627.887.805 879.893.848 430.845.000 658.422.700 5.709.057.086 811.097.258 149.000.000 736.166.360 1.998.622.295 165.928.822 840.813.195 487.465.872 719.686.302 4.370.000.000 920.872.213 96.847.239 4.346.134.751
Jumlah Beban Usaha
48.379.474.877
LABA USAHA
3.506.319.710
Analisis manajemen ..., Novani Budiarti, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
12 Tabel 4.1 Laporan Keuangan Komersial (sambungan..) Uraian Akuntansi Komersial PENDAPATAN (BEBAN) LAIN LAIN Pendapatan Bunga 3.104.186.625 Laba (rugi) selisih kurs 60.378.295 Lain-lain (574.481.604) Beban Bunga Pinjaman (11.387.543.396) Laba (rugi) penjualan aktiva tetap 3.000.000 Pendapatan Penalti Nasabah 21.976.959.031 Jumlah Pendapatan Lain-lain – Bersih
13.182.498.951
LABA SEBELUM PAJAK PENGHASILAN 16.688.818.661 Sumber : Laporan Keuangan Audit PT IPS
IV.2
Pajak Penghasilan Badan
IV.2.1 Koreksi Fiskal Didalam SPT Tahunan Badan yang telah dilaporkan, penghasilan kena pajak PT IPS adalah sebesar Rp19.896.942.114 dengan perhitungan sebagai berikut:
Uraian
Tabel 4.2 : Kertas Kerja Perhitungan Laba Kena Pajak PT IPS Komersial Koreksi Fiskal Positif Negatif
PENDAPATAN : Komisi jasa transaksi saham Komisi jasa transaksi obligasi Komisi jasa penjaminan Komisi reksadana Komisi jasa konsultasi keuangan Laba (rugi) perdagangan efek Pendapatan Dividen
39.646.453.832 1.572.794.700 10.122.193.232 1.979.898.864 1.337.500.000 (3.084.056.646) 311.010.605
-
Jumlah Pendapatan BEBAN USAHA : Biaya Gaji Biaya Sewa Biaya Komunikasi Biaya Komputer Biaya transaksi efek Biaya Professional Biaya Percetakan dan Peralatan kantor Biaya Penyusutan Biaya Transportasi Biaya Rekreasi Biaya Perjamuan Biaya Promosi dan iklan
Fiskal
-
(1.572.794.700)k -
39.646.453.832 10.122.193.232 1.979.898.864 1.337.500.000 (3.084.056.646) 311.010.605
51.885.794.587
-
(1.572.794.700)
50.312.999.887
17.727.733.841 4.087.847.435 1.615.152.855 1.627.887.805 879.893.848 430.845.000
75.188.787a 89.698.722b 155.969.764c -
-
17.727.733.841 4.087.847.435 1.539.964.069 1.538.189.083 723.924.084 430.845.000
658.422.700 5.709.057.086 811.097.258 149.000.000 736.166.360 1.998.622.295
2.021.874.627d 149.000.000e 736.166.360f -
-
658.422.700 3.687.182.459 811.097.258 1.998.622.295
Analisis manajemen ..., Novani Budiarti, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
13 Tabel 4.2 : Kertas Kerja Perhitungan Laba Kena Pajak PT IPS (sambungan) Uraian
Komersial
Biaya Admin Bank Biaya Umum dan Administrasi kantor Biaya Proses emisi Biaya Asuransi Biaya Management Biaya Estimasi manfaat karyawan Biaya Perjalanan Dinas Biaya Lain-lain Jumlah Beban Usaha
165.928.822
Koreksi Fiskal Positif Negatif -
Uraian -
165.928.822
840.813.195 487.465.872 719.686.302 4.370.000.000
134.963.060g -
-
705.850.135 487.465.872 719.686.302 4.370.000.000
920.872.213 96.847.239 4.346.134.751 48.379.474.877
920.872.213h 637.254.411i 4.920.987.944
-
96.847.239 3.708.880.339 43.458.486.933
3.506.319.710
4.920.987.944
(1.572.794.700)
6.854.512.954
3.104.186.625 60.378.295 (574.481.604) (11.387.543.396)
2.964.116.834j
(3.104.186.625)l -
60.378.295 (574.481.604) (8.423.426.562)
3.000.000 21.976.959.031
-
-
3.000.000 21.976.959.031
Jumlah Pendapatan Lain-lain – Bersih
13.182.498.951
2.964.116.834
(3.104.186.625)
13.042.429.160
LABA SEBELUM PAJAK PENGHASILAN
16.688.818.661
7.885.104.778
(4.676.981.325)
19.896.942.114
LABA USAHA PENDAPATAN (BEBAN) LAIN LAIN Pendapatan Bunga Laba (rugi) selisih kurs Lain-lain Biaya Bunga Pinjaman Laba (rugi) penjualan aktiva tetap Pendapatan Penalti Nasabah
Sumber : Surat Pemberitahuan Tahunan Badan PT IPS 2008. (telah diolah kembali)
Secara keseluruhan koreksi fiskal yang dilaporkan pada SPT Badan PT. IPS sudah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Namun berdasarkan analisis dari penulis terdapat koreksi atas koreksi fiskal perusahaan yaitu atas biaya 5200000100 - Biaya Pantry, yang merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pembelian teh, kopi, gula, tissue dan lainnya merupakan biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha. Sehingga koreksi fiskal atas biaya lain – lain berkurang menjadi Rp596.918.711 dan Penghasilan Kena Pajak berkurang menjadi Rp19.856.606.414.
Analisis manajemen ..., Novani Budiarti, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
14 IV.2.2 Penghasilan Final dan Non Final Berdasarkan ilustrasi laporan keuangan di awal, dapat diketahui bahwa PT IPS memiliki penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan final (Komisi Perantara Perdagangan Obligasi) dan penghasilan non final (Komisi Perantara Prrdagangan Saham, Jasa Penjaminan Emisi dan Penjualan Efek, Jasa Manajemen Investasi, Jasa Penasihat Keuangan, Pendapatan Dividen). Dalam menghitung besarnya penghasilan kena pajak untuk perusahaan yang memiliki penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan final dan non final, maka berdasarkan Surat Direktur Jenderal Pajak nomor S-614/PJ.42/2003 (lihat lampiran 5)tentang Perlakuan Peajakan Terhadap Pengeluaran dan Biaya dari Penghasilan yang Pengenaan Pajaknya Bersifat Final diatur bahwa apabila biaya tersebut merupakan biaya bersama (Joint Cost), maka biaya tersebut dialokasikan sesuai dengan proporsi berdasarkan masing-masing penghasilan. Dari analisis yang penulis lakukan atas koreksi-koreksi fiskal yang telah dilaporkan didalam SPT PPh Badan, telah diketahui bahwa PT IPS memiliki penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan final yang berasal dari komisi jasa perantara obligasi. Oleh karena itu menurut pendapat penulis, seharusnya PT IPS dapat melakukan pemisahan antara biaya-biaya yang berkaitan dengan penghasilan final dan non final. Namun PT IPS tidak melakuakn pemisahan tersebut, sehingga menurut pendapat Penulis, dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak PT IPS harus melakukan proporsi atas biaya bersama sesuai dengan S-614/PJ.42/2003 (lihat lampiran 5). Adapun proporsi antara penghasilan yang dikenakan PPh final dan non final adalah sebagai berikut: Tabel 4.15 : Proporsi Pendapatan Final dan Non Final Pendapatan Pendapatan Final Pendapatan non Final Jumlah Pendapatan
Jumlah 1.572.794.700 50.312.999.887 51.885.794.587
Proporsi 3,03% 96,97%
Sumber : Surat Pemberitahuan Badan PT IPS 2008
Berdasarkan proporsi diatas, maka penulis menambahkan jumlah koreksi fiskal yang seharusnya dilaporkan oleh PT IPS dengan perincian sebagai berikut :
Analisis manajemen ..., Novani Budiarti, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
15 Tabel 4.16 : Perhitungan Penghasilan Kena Pajak Yang Seharusnya Uraian
Fiskal Sesuai SPT
PENDAPATAN Komisi jasa transaksi saham Komisi jasa transaksi obligasi
Final 3,03%
39.646.453.832 -
Komisi jasa penjaminan Komisi reksadana Komisi jasa konsultasi keuangan Laba (rugi) perdagangan efek Pendapatan Dividen
Fiskal Yang Seharusnya
-
10.122.193.232 1.979.898.864 1.337.500.000 (3.084.056.646) 311.010.605
39.646.453.832 10.122.193.232 1.979.898.864 1.337.500.000 (3.084.056.646) 311.010.605
Jumlah Pendapatan BEBAN USAHA Biaya Gaji Biaya Sewa Biaya Komunikasi Biaya Komputer Biaya transaksi efek Biaya Professional Biaya Percetakan dan Peralatan kantor Biaya Penyusutan Biaya Transportasi Biaya Rekreasi Biaya Perjamuan Biaya Promosi dan iklan Biaya Admin Bank Biaya Umum dan Administrasi kantor Biaya Proses emisi Biaya Amortisasi Biaya Asuransi Biaya Management Biaya Estimasi manfaat karyawan Biaya Perjalanan Dinas Biaya Lain-lain
50.312.999.887
-
50.312.999.887
17.727.733.841 4.087.847.435 1.539.964.069 1.538.189.083 723.924.084 430.845.000 658.422.700 3.687.182.459 811.097.258 1.998.622.295 165.928.822 705.850.135 487.465.872 719.686.302 4.370.000.000 96.847.239 3.749.216.040*
537.374.171 123.913.392 46.680.355 46.626.551 21.944.040 13.060.043 19.958.521 111.768.184 24.586.488 60.583.491 5.029.738 21.396.171 14.776.371 21.815.582 132.466.177 2.935.694 113.601.246
17.190.359.670 3.963.934.043 1.493.283.713 1.491.562.533 701.980.044 417.784.957 638.464.179 3.575.414.275 786.510.770 1.938.038.804 160.899.083 684.453.964 472.689.501 697.870.720 4.237.533.823 93.911.545 3.635.614.794
Jumlah Beban Usaha LABA USAHA PENDAPATAN (BEBAN) LAIN LAIN Pendapatan Bunga Laba (rugi) selisih kurs Lain-lain Biaya Bunga Pinjaman Laba (rugi) penjualan aktiva tetap Pendapatan Penalti Nasabah Jumlah Pendapatan Lain-lain - Bersih LABA SEBELUM PAJAK PENGHASILAN
43.498.822.633 6.814.177.254
1.318.516.215 1.318.516.215
42.180.306.418 8.132.693.469
60.378.295 (574.481.604) (8.423.426.562) 3.000.000 21.976.959.031 13.042.429.160 19.856.606.414
(1.830.225) 17.414.046 255.336.181 (90.938) (666.179.346) (395.350.281) 923.165.934
58.548.071 (557.067.558) (8.168.090.381) 2.909.062 21.310.779.685 12.647.078.879 20.779.772.348
*sudah termasuk koreksi atas biaya pantry Sumber : Surat Pemberitahuan Tahunan Badan PT IPS (telah diolah kembali)
Analisis manajemen ..., Novani Budiarti, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
16 Berdasarkan perhitungan diatas, jumlah penghasilan kena pajak untuk PT IPS seharusnya adalah sebesar 20.779.772.348. Perhitungan berdasarkan proporsi sesuai dengan S-614/PJ.42/2003 (lihat lampian 5) memang menyebabkan kenaikan terhadap jumlah pajak terutang karena harus menambahkan jumlah koreksi fiskal untuk porsi biaya yang berhubungan dengan penghasilan yang bersifat final. Namun apabila PT IPS tidak melakukan proporsi atas biaya, maka pada saat pemeriksaan, Kantor Pajak akan mengeluarkan sanksi administrasi sebesar 2% perbulan dari Pajak Penghasilan yang kurang dibayar. Adapun perbedaan jumlah pajak terutang antara SPT yang telah dilaporkan dengan pajak terutang yang seharusnya dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.17 : Perbandingan Hasil Penelitian dengan SPT Tahunan Keterangan Penghasilan Kena Pajak Pajak terutang Kredit Pajak PPh Kurang Dibayar
Seharusnya 20.779.772.000 6.216.431.600 5.363.894.052 852.537.548
SPT 19.896.942.000 5.951.582.600 5.363.894.052 587.688.548
Selisih 921.990.000 264.849.000 264.849.000
Berdasarkan perhitungan diatas terlihat bahwa jumlah pajak terutang meningkat dari sebesar 587.688.548 menjadi 852.537.548. Namun apabila untuk tahun pajak 2008 dilakukan pemeriksaan atas PT IPS maka akan menimbulkan sanksi administrasi sebesar 2% per bulan dari PPh yang kurang dibayar karena SPT Tahunan Badan untuk tahun pajak 2008 yang telah dilaporkan, adalah merupakan perhitungan yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Menurut pendapat penulis, seharusnya PT IPS melakukan perencanaan pajak yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal ini untuk menghindari pengenaan sanksi yang akan mengakibatkan pembayaran pajak menjadi lebih besar.
IV.3
Pajak Penghasilan Pasal 21 PT. IPS dalam memotong pph 21 karyawannya menggunakan gross method yang
merupakan metode yang paling efisien dibandingkan dua metode lainnya, yaitu gross up method dan net method. Berikut akan disampaikan perbandingan antara metode gross method, gross up method, dan net method. Apabila PT IPS menggunakan metode Gross Up Method maka jumlah beban pajak yang menjadi tanggungan Perusahaan adalah sebesar Rp10.094.240.200 dan apabila menggunakan
Net
Method
adalah
sebesar
Rp10.094.240.350.
Analisis manajemen ..., Novani Budiarti, FE UI, 2013
Sedangkan
dengan
Universitas Indonesia
17 menggunakan Gross Method beban pajak yang ditanggung perusahaan adalah sebesar Rp5.951.582.600. Berdasarkan analisis diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa dalam memenuhi kewajiban pemotongan PPh Pasal 21, kebijakan PT IPS dalam menerapakan sudah efisien, karena apabila menggunakan 2 metode lainnya akan mengakibatkan jumlah pembayaran pajak yang lebih besar. IV.4
Pajak Penghasilan Pasal 23 Selain memiliki kewajiban untuk melakukan penyetoran PPh Pasal 21 setiap bulan,
Perusahaan juga memiliki kewajiban untuk melaporkan PPh Pasal 23 setiap bulan atas pembayaran bunga, sewa, dan jasa lainnya yang merupakan objek PPh Pasal 23. Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis terhadap SPT Masa PPh Pasal 23, PT IPS telah melakukan kewajiban untuk melakukan penyetoran dan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 23 secara tepat waktu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan atas buku besar PT IPS, penulis menemukan adanya transaksi yang merupakan pembayaran bunga kepada konsumen yang belum dilaporkan didalam SPT Masa PPh Pasal 23. Didalam akun Pendapatan Penalti, penulis menemukan adanya pembayaran bunga atas keterlambatan PT IPS dalam pembayaran uang hasil penjualan saham atau obligasi kepada nasabah sebesar Rp5.658.169.168. Sedangkan didalam akun Pendapatan Lain-Lain, penulis menemukan adanya pembayaran bunga kepada konsumen atas penggunaan dana nasabah yang dikelola oleh PT IPS sehingga menghasilkan pendapatan yang kemudian akan dikembalikan kepada konsumen beserta bunga sebesar Rp1.995.003.122 Berdasarkan hal tersebut diatas, dapat dilihat bahwa PT IPS belum menerapkan manajemen pajak yang efisien atas pemotongan dan pelaporan PPh Pasal 23 karena masih terdapat objek PPh Pasal 23 yang belum dipotong oleh PT IPS. Apabila dilakukan pemeriksaan, maka pemeriksa akan menemukan adanya objek PPh Pasal 23 yang belum dipotong.
Analisis manajemen ..., Novani Budiarti, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
18 V.1
Kesimpulan Setelah melalui pembahasan mengenai penerapan perencanaan pajak yang efektif dan
efisien untuk menyelesaikan rumusan masalah penelitian yang berkaitan dengan upaya dalam efisiensi beban pajak secara legal, maka dapat diambil beberapa kesimpulan : 1.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap laporan keuangan, buku besar, dan pelaporan SPT Masa dan SPT Tahunan Badan, maka penulis beendapat bahwa PT IPS selalu tepat waktu dalam pelaporan. Namun didalam perhitungan penghasilan kena pajak dalam SPT Tahunan Badan, biaya pantry seharusnya dapat dibiayakan secara fiskal. PT IPS juga melakukan kesalahan karena tidak melakukan koreksi atas biaya yang seharusnya merupakan porsi dari penghasilan yang bersifat final. Oleh karena itu apabila dilakukan pemeriksaan pajak terhadap PT IPS maka akan berakibat sanksi administrasi sebesar 2% dari PPh yang kurang dibayar.
2.
Dalam hal pemotongan PPh Pasal 21 karyawan PT IPS telah menerapkan perencanaan pajak yang baik dengan menggunakan metode gross method. Dengan menggunakan metode gross method, maka PT IPS tidak perlu untuk menanggung beban pajak yang seharusnya menjadi tanggungan karyawan. Apabila PT IPS menggunakan metode gross up sehingga biaya pajak PPh Pasal 21 karyawan dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan kena pajak di PPh Badan, namun jumlah beban pajak yang ditanggung perusahaan akan tetap menjadi lebih besar sesuai dengan analisis yang penulis lakukan didalam BAB IV
3.
Dalam hal pemotongan PPh Pasal 23, PT IPS tidak melaporkan seluruh objek PPh Pasal 23 di dalam SPT Masa PPh Pasal 23 yang dilaporkan. Hal tersebut dapat dikategorikan sebagai Tax Evasion (Penggelapan Pajak). Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan terhadap buku besar terdapat adanya pembayaran denda kepada nasabah yang dapat dianggap sebagai bunga sebesar Rp7.653.172.290 sehingga terdapat PPh yang kurang dibayar sebesar Rp1.147.975.844. Apabila dilakukan pemeriksaan terhadap PT IPS maka pemeriksa akan menemukan hal tersebut dan PT IPS akan terkena sanksi administrasi sebesar 2% perbulan maksimal 24 bulan dari PPh Pasal 23 yang kurang dibayar.
4.
Secara keseluruhan, manajemen pajak yang diterapkan oleh PT IPS belum optimal karena terdapat adanya kesalahan didalam menerapkan peratauran yang berlaku terutama didalam PPh Badan dan PPh Pasal 23. Kesalahan tersebut dapat mengakibatkan adanya
Analisis manajemen ..., Novani Budiarti, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
19 resiko kekurangan pembayaran pajak dan sanksi administrasi apabila dilakukan pemeriksaan pajak terhadap PT IPS. V.2
Saran Dengan kesimpulan-kesimpulan yang telah penulis kemukakan diatas, maka penulis
dapat memberikan saran sebagai berikut: 1.
PT IPS disarankan untuk segera melakukan pembetulan atas SPT Tahunan Badan yang telah dilaporkan dan untuk tahun yang akan datang secara konsisten melakukan koreksi atas proporsi biaya yang merupakan bagian dari penghasilan yang bersifat final.
2.
PT IPS disarankan untuk segera melakukan pembetulan atas SPT Masa PPh Pasal 23 untuk melaporkan objek yang seharusnya terutang PPh Pasal 23. PT IPS juga diharapkan untuk mengelola dana nasabah secara bijak dan melakukan pemisahan atas dana-dana nasabah dengan membuat escrow account/virtual account atas nama masing-masing nasabah, sehingga dana nasabah tersebut tidak tercampur didalam 1 rekening.
3.
Dalam hal persiapan dalam menghadapi pemeriksaan oleh kantor pajak, maka PT disarankan untuk mempersiapkan dokumen-dokumen yang dibutuhkan oleh pemeriksa secara lengkap sehingga proses pemeriksaan dapat berjalan dengan baik tanpa adanya koreksi-koreksi yang akan merugikan PT IPS sendiri.
Analisis manajemen ..., Novani Budiarti, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
20 DAFTAR PUSTAKA Ahmad, Wiratni.(2009). Disiplin Pajak Sebagai Faktor Utama Keberhasilan Pemungutan Pajak di Indonesia. Departemen Pendidikan Nasional Universitas Padjajaran. Bandung :Depdiknas. Berdasarkan dari website, Mekanisme Perdagangan, https://www.post.co.id/docs/trade_procedures.pdf
31
Mei
2012
Direktur Jenderal Pajak, 1986, Peraturan Dirjen Pajak / Surat Edaran / 1986 / Se27/Pj.22/1986, Biaya "Entertainment" Dan Sejenisnya Seri PPh Umum 18 Direktur Jenderal Pajak, 1995, Peraturan Dirjen Pajak / Surat Edaran / 1995 / Se46/Pj.4/1995, Tentang Perlakuan Biaya Bunga Yang Dibayar Atau Terutang Dalam Hal Wajib Pajak Menerima Atau Memperoleh Penghasilan Berupa Bunga Deposito atau Tabungan Lainnya. Direktur Jenderal Pajak, 2002, Peraturan Dirjen Pajak / Keputusan / 2001 - 2005 / Kep220/Pj./2002, Tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler Dan Kendaraan Perusahaan Direktur Jenderal Pajak, 2003, Peraturan Dirjen Pajak / Surat / 2003 / S-614/Pj.42/2003, Perlakuan Perpajakan Terhadap Pengeluaran Dan Biaya Dari Penghasilan Yang Pengenaan Pajaknya Bersifat Final Muljono, Djoko.(2006). Akuntansi Pajak.Yogyakarta: ANDI. Presiden Republik Indonesia, 2002, Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2002, Tentang Pajak Penghasilan Atas Bunga Dan Diskonto Obligasi Yang Diperdagangkan Dan/Atau Dilaporkan Perdagangannya Di Bursa Efek Presiden Republik Indonesia, 2008, Undang Undang No 36 Tahun 2008, Tentang Perubahan Keempat atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Scholes, M.S.,&Wolfson, M.A.(1992).Taxes and Business Strategy a Planing Approach. Prentice hall :USA. Suandy, Erly.2008.Perencanaan Pajak Edisi 4.Jakarta: Salemba Empat. Surono (2008, September 25). Pengertian Saham dan Obligasi, http://mozaik-info.blogspot.com/2008/09/pengertian-saham-dan-obligasi.html Waluyo.2006.Perpajakan Indonesia Edisi 6.Jakarta: Salemba Empat. Zain, Mohammad, Manajemen Perpajakan, Jakarta : Salemba Empat, 2003
Analisis manajemen ..., Novani Budiarti, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
Analisis manajemen ..., Novani Budiarti, FE UI, 2013
Analisis manajemen ..., Novani Budiarti, FE UI, 2013