UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA PUSAT JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 82, JAKARTA PUSAT PERIODE 5 MEI – 20 MEI 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DINNY CHAIRUNISA 1306343504
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2014
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA PUSAT JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 82, JAKARTA PUSAT PERIODE 5 MEI – 20 MEI 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
DINNY CHAIRUNISA 1306343504
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2014 ii Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
SURAT PERTTYATAATI BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan
di bawah ini
dengan sebenarnya menyatakan bahwa
laporan praktek kerja profesi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.
Jika di kernudian hari ternyata saya melakukan tindakan Plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya
'dan rnenerima sanksi yang dijatuhkan
oleh
Universitas Indonesia kepada saya.
Depolq 281uni2014
MDinny Chairunisa
lll
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas lndonesia
IIALAI}IAII PER}IYATAAN ORISINALITAS
Laporan Praktek Kerja Frofesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri, Dan sernua sumber baik yang dikutb maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Narna
Dinny Chairunisa, S.Farm
NPM
1306343504
t
TandaTangan
Tanggal
-.'
28luri20l4
rv
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Univen$ih lndoneia
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh: Nama :Dinny Chairunisa, S. Farm. NPM :1306343504 :Apoteker - Fakultas Farmasi UI Program Studi :Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Suku Dinas Judul Laporan Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Pusat Jl. Percetakan Negara No. 82, Jakarta Pusat Periode 05 Mei - 20 Mei 2014
Telah herhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yarg diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Indonesia.
DEWAN PENGUJI Pembimbing
I
Pembimbing
II : Dr. Silvia Surini, M. Pharm. Sc., Apt.
: Dra.
Anik Sulfiyah, Apt.
penguji
t, .2y.,...thly.l ...Iy:.l'.I...1f.1
Penguji
II :
$/IPt7o
h 0h, Juurnn-0p
Pengujin,,
Ditetapkan
Tanggai
di
: Depok l
111
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME, karena hanya atas berkat rahmat dan izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat periode 5 Mei – 20 Mei 2014 dengan lancar dan baik. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan profesi Apoteker dan memperoleh gelar Apoteker. Penulis menyadari bahwa selama masa PKPA di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat ini tidak mungkin selesai tanpa bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-sebesarnya kepada: 1. Bapak Dr. Mahdi Jufri, Apt., MS, selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. 2. Dr. Hayun, M.Si., Apt selaku Ketua Program Profesi Apoteker 3. Dr. Silvia Surini, M. Pharm. Sc., Apt., selaku Pembimbing dari Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI, atas bimbingan, arahan, dan nasehat yang diberikan selama masa PKPA dan penyusunan laporan. 4. Ibu Dr. Netry Listriyani, M. KM. selaku Kepala Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Pusat yang telah memberikan izin dan kesempatan, serta menyediakan sarana dan prasarana melaksanakan PKPA di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Pusat. 5. Bapak Asbel Bellik, S.KM., M.Si. selaku Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Pusat yang telah membantu untuk memfasilitasi kegiatan PKPA di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Pusat. 6. Ibu Dra. Anik Sulfiyah, Apt., selaku Pembimbing PKPA di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakata Pusat, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, dan nasehat selama PKPA dan penyusunan laporan. 7. Seluruh staf pengajar, tata usaha, dan karyawan di Program Apoteker Fakultas
vi Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
vii
Universitas Indonesia atas segala ilmu pengetahuan, didikannya, serta bantuan dan masukan selama ini. 8. Seluruh karyawan Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Pusat atas kerjasama, bantuan, dan nasehat selama masa PKPA. 9. Orang tua dan adik-adik yang selalu memberikan doa, serta dukungan moral dan finansial kepada penulis. 10. Rekan-rekan mahasiswa Apoteker angkatan LXXVIII yang telah berjuang bersama dalam menyelesaikan studi di Program Profesi Apoteker di Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak untuk melakukan perbaikan di kesempatan yang akan datang. Akhir kata, Penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh selama PKPA dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan untuk perkembangan ilmu pengetahuan.
Penulis
2014
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
HALAMAN PER}TYATAA}I PERSETUJUAII PUBLIKASI TUGAS AKHIR T]NTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
ini: Dinny Chairunisa, S.Farm NPM 1346343504 Program Studi: Apoteker Nama
Fakultas Jenis karya
Farmasi Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Behas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Rayalty Free Right) ataskarya ilmiah saya yang berjudul:
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAII JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 82, JAKARTA PUSAT PERIODE 5 MEI _ 20 MEI 20t4. beserta perangkat yang ada (bila diperlukan) dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihrnedialformatkan, mengelola dalam bentuk basis data, merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada
Tanggal:28 Juni 2A14 Yang menyatakan
(Dinny Chairunis4 S. Farm)
VlII
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama NPM Program Studi Judul
: Dinny Chairunisa, S. Farm : 1306343504 : Profesi Apoteker : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Pusat Periode 5 – 20 Mei 2014
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur bertujuan untuk memahami tugas dan fungsi Suku Dinas Kesehatan Kota Jakarta Timur dan juga memahami tugas pokok dan fungsi dari bagian tenaga kesehatan, bagian standarisasi mutu kesehatan dan bagian farmasi, makanan dan minuman yang termasuk di dalam seksi sumber daya kesehatan (SDK). Sedangkan tujuan dari tugas khusus adalah untuk mengetahui dan menganalisis Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas Johar Baru, Jakarta Pusat.
Kata kunci
: Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Pusat, Bagian farmasi, tenaga kesehatan. Tugas umum : xii + 35 halaman; 21 lampiran Tugas khusus : v + 26 halaman; 1 gambar; 1 tabel; 8 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 7 (1990-2012) Daftar Acuan Tugas Khusus : 13 (2004-2012)
ix Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name NPM Program Study Title
: Dinny Chairunisa, S.Farm : 1306343504 : Apothecary profession : Pharmacist Internship Program at Health Agency of Central Jakarta Period January 5th – May 20th 2014
Pharmacists Professional Practice in Health Agency of Central Jakarta Administration aims to understand the duties and functions of parts of Central Jakarta Health Office and also to understand the duties and functions of the part of health personnel, parts standardization and quality health pharmacy, food and beverage included in the resources in the health section (SDK). While the purpose of the special assignment is to know and analyze Rasional Drug Use at Puskesmas Johar Baru, Central Jakarta. Keywords : Health Dept Central Jakarta, Part pharmaceutical, health workers General Assignment : xii + 35 pages; 21 appendices Specific Assignment : v + 26 pages, 1 pictures; 1 tables, 8 appendices Bibliography of General Assignment: 7 (1990-2012) Bibliography of Specific Assignment: 13 (2004-2012)
x Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... vii BAB 1 1.1. 1.2.
PENDAHULUAN ............................................................................. 1 Latar Belakang .................................................................................... 1 Tujuan ................................................................................................. 2
BAB 2
TINJAUAN UMUM SUKU DINAS KESEHATAN JAKARTA PUSAT ........................................................................... 3 Instansi Kesehatan .............................................................................. 3 Suku Dinas Kesehatan ........................................................................ 4 Struktur Organisasi Suku Dinas Kesehatan ........................................ 6
2.1. 2.2. 2.3. BAB 3
3.3.
TINJAUAN KHUSUS SEKSI SUMBER DAYA KESEHATAN ................................................................................... 13 Struktur Organisasi. ............................................................................ 13 Ruang Lingkup Perizinan Sarana Farmasi Makanan dan Minuman ............................................................................................. 13 Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian (Binwasdal) ................... 25
BAB 4
PEMBAHASAN ................................................................................ 28
BAB 5 5.1. 5.2.
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 35 Kesimpulan ......................................................................................... 35 Saran ................................................................................................... 35
3.1. 3.2.
DAFTAR ACUAN ............................................................................................. 36
xi Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14. Lampiran 15. Lampiran 16. Lampiran 17. Lampiran 18. Lampiran 19. Lampiran 20. Lampiran 21.
Struktur Organisasi Suku Dinas Kesehatan ............................. 37 Diagram Alur Pemberian Izin yang Diterbitkan oleh Sudinkes Kotamadya ................................................................ 38 Daftar Periksa Perizinan Apotek yang Bekerja Sama Dengan Pihak Lain ................................................................... 39 Daftar Periksa Perizinan Apotek Izin Apoteker Praktik Profesi ...................................................................................... 40 Daftar Periksa Perizinan Apotek Rakyat.................................. 41 Daftar Periksa Perizinan Depo Farmasi ................................... 42 Daftar Periksa Perizinan Apotek karena Pergantian Apoteker Penanggung Jawab ................................................... 43 Daftar Periksa Perizinan Apotek karena Pergantian Pemilik Sarana Apotek ............................................................. 44 Daftar Periksa Perizinan Apotek karena Perubahan Alamat (Perubahan Nama Jalan) .......................................................... 45 Daftar Periksa Perizinan Apotek karena Izin Apotek Hilang .. 46 Daftar Periksa Perizinan Apotek karena Perubahan Denah Ruang Apotek .......................................................................... 47 Daftar Periksa Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) / Surat Izin Kerja Apoteker ........................................................ 48 Daftar Periksa Perizinan Pedagang Eceran Obat ..................... 49 Daftar Periksa Perpanjangan Izin Pedagang Eceran Obat ....... 50 Daftar Periksa Permohonan Izin Pergantian Penanggung Jawab Teknis Pedagang Eceran Obat ...................................... 51 Persyaratan Administrasi Izin Usaha Kecil Obat Tradisional.. 52 Formulir Permohonan Sertifikat Produk Pangan Industri Rumah Tangga ......................................................................... 53 Persyaratan Administrasi Perizinan UMOT............................. 54 Formulir Pemeriksaan Toko Obat (Perizinan dan Binwasdal) 55 Formulir Pemeriksaan UKOT .................................................. 57 Formulir Pemeriksaan UMOT ................................................. 59
xii Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, setiap orang berhak atas kesehatan. Setiap orang memiliki hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Pemerintah Republik Indonesia, 2009). Pembangunan
kesehatan
diselenggarakan
dengan
tujuan
untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Dalam rangka terselenggaranya pembangunan kesehatan dibutuhkan upaya kesehatan dan sumber daya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan
yang
dilakukan
secara
terpadu,
terintegrasi
dan
berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Sumber daya di bidang kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi yang dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat (Pemerintah Republik Indonesia, 2009). Pemerintah memiliki tanggung jawab dalam merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan (Pemerintah
Republik
Indonesia,
2009).
Pemerintah
pusat
memberikan
keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan dalam mengatur dan mengurus daerahnya sendiri termasuk bidang kesehatan (Pemerintah Republik Indonesia, 1999; Pemerintah Republik Indonesia, 2000). Dengan adanya kewenangan tersebut pula, maka Pemerintah DKI Jakarta melalui Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta 1 Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
No.150 Tahun 2009 mendirikan Suku Dinas Kesehatan di setiap Kota Administrasi yang berada di DKI Jakarta, yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur. Suku Dinas Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan pelayanan perizinan, perencanaan, pengendalian dan penilaian efektifitas pelayanan kesehatan. Suku Dinas Kesehatan merupakan perpanjangan tangan dari Dinkes Provinsi dimana secara teknis dan administrasi bertanggung jawab kepada Kepala Dinkes Provinsi dan secara operasional bertanggung jawab kepada Walikota Administratif yang bersangkutan (Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2009). Sebagai sumber daya manusia yang berperan dalam pelayanan kesehatan, apoteker memiliki peran dan fungsi dalam Suku Dinas Kesehatan. Peran dan fungsi tersebut berkaitan dengan pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi cara perizinan, serta pembinaan, pengawasan, dan pengendalian dari pelayanan kesehatan, termasuk sarana dan tenaga kesehatan. Sebagai seorang calon apoteker, penulis perlu mengetahui perannya di lingkup pemerintahan sebagai salah satu tempat untuk melaksanakan tugas profesinya kelak. Oleh karena itu, penulis melakukan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di bidang pemerintahan, yaitu di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Pusat periode 5 Mei – 20 Mei 2014. 1.2. Tujuan Mengetahui kegiatan utama yang dilakukan oleh bidang Farmasi Makanan dan Minuman di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
3
BAB 2 TINJAUAN UMUM SUKU DINAS KESEHATAN JAKARTA PUSAT
2.1
Instansi Kesehatan Instansi pemerintah yang khusus menangani bidang kesehatan terdiri dari
Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan, Suku Dinas Kesehatan, dan Pusat Kesehatan Masyarakat. 2.1.1
Kementerian Kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2008) Kementerian Kesehatan (dahulu Departemen Kesehatan) merupakan
badan pelaksana pemerintah di bidang kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan. Kementerian Kesehatan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kementerian Kesehatan bertugas membantu Presiden dan menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang kesehatan yang berfungsi sebagai regulator di tingkat nasional. 2.1.2
Dinas Kesehatan (Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta, 2009) Dinas Kesehatan adalah badan pelaksana otonomi daerah di bidang
kesehatan. Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang diangkat dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan. Kepala Dinas dalam melaksanakan tugasnya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah. 2.1.3
Suku Dinas Kesehatan (Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta, 2009) Suku Dinas Kesehatan terdiri dari Suku Dinas Kesehatan Kota
Administrasi dan Suku Dinas Kesehatan Kabupaten Administrasi. Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Pusat merupakan salah satu perangkat pada tingkat kotamadya di Provinsi DKI Jakarta. Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Pusat dipimpin oleh seorang Kepala Suku Dinas yang diangkat dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Kepala Suku Dinas bertanggung jawab secara teknis administratif kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan secara teknis operasional kepada Walikota Administrasi yang bersangkutan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
4
2.1.4
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) (Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta, 2009) Puskesmas adalah organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya
kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran aktif masyarakat. Puskesmas menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kesehatan dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan. 2.2
Suku Dinas Kesehatan
2.2.1
Visi dan Misi Visi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat yaitu “Dengan pelayanan prima
menuju Jakarta Pusat SEHAT”. Untuk mewujudkan visi tersebut, maka telah ditetapkan misi, yaitu: a. Mengembangkan sistem informasi dan profesionalisme sumber daya manusia. b. Menerapkan sistem pelayanan prima. c. Menciptakan lingkungan kerja yang kondusif. d. Melaksanakan pembinaan, pengawasan dan pengendalian secara profesional. e. Mengembangkan program-program kesehatan dan menggalang kemitraan dalam rangka pemberdayaan masyarakat. Kebijakan mutu dari Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat adalah Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat bertekad mewujudkan pelayanan prima, selalu melakukan perbaikan berkelanjutan dengan cara mengembangkan profesionalisme sumber daya manusia, sistem informasi dan mengembangkan program-program kesehatan serta menggalang kemitraan dalam rangka pemberdayaan masyarakat menuju Jakarta Pusat Sehat. 2.2.2
Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
No.150 tahun 2009, Suku Dinas Kesehatan merupakan gabungan dari dua suku dinas yang terdahulu, yakni Suku Dinas Pelayanan Kesehatan dan Suku Dinas Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
5
Kesehatan Masyarakat. Suku Dinas Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan kegiatan
pembinaan
dan
pengembangan
kesehatan
masyarakat.
Untuk
melaksanakan tugas pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat, Suku Dinas Kesehatan mempunyai fungsi: a. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas. b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas. c. Pembinaan, pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan kesehatan lingkungan, kesehatan masyarakat, pelayanan kesehatan perorangan, rujukan, khusus, tradisional dan keahlian. d. Pengendalian penanggulangan kegawatdaruratan, bencana dan Kejadian Luar Biasa (KLB). e. Pengendalian pencegahan dan pemberantasan penyakit menular/tidak menular. f. Pengawasan dan pengendalian ketersediaan kefarmasian. g. Pelaksanaan surveilans kesehatan. h. Pelaksanaan monitoring penerapan sistem manajemen mutu kesehatan. i. Pengendalian pencapaian standarisasi prasarana dan sarana pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta. j. Pelaksanaan pemungutan, penata usahaan, penyetoran, pelaporan dan pertanggungjawaban penerimaan retribusi kesehatan yang diterima Suku Dinas. k. Pemberian, pengawasan, pengendalian dan evaluasi, perizinan/ rekomendasi/ sertifikasi di bidang kesehatan. l. Penegakan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan pada lingkup Kota/ Kabupaten Administrasi. m. Pelaksanaan pengembangan peran serta masyarakat dalam upaya peningkatan gizi dan kesehatan masyarakat. n. Penghimpunan, pengolahan, pemeliharaan, penyajian, pengembangan dan pemanfaatan data dan informasi mengenai kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan, prasarana dan sarana pelayanan kesehatan perseorangan, rujukan, khusus, tradisional dan keahlian pada lingkup Kota/ Kabupaten Administrasi. o. Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, pemeliharaan dan perawatan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
6
prasarana dan sarana Suku Dinas. p. Pengelolaan kepegawaian, keuangan, dan barang. q. Pelaksanaan kegiatan kerumahtanggaan dan ketatausahaan. r. Pelaksanaan kegiatan publikasi dan pengaturan acara Suku Dinas. s. Penyiapan bahan laporan Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota yang terkait dengan tugas dan fungsi Suku Dinas. t. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi Suku Dinas. Struktur Organisasi
2.3
Struktur organisasi Suku Dinas Kesehatan berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 150 Tahun 2009 terdiri dari Kepala suku Dinas, Subbagian Tata Usaha, Seksi Kesehatan Masyarakat, Seksi Pelayanan Kesehatan, Seksi Sumber Daya Kesehatan, Seksi Pengendalian masalah kesehatan. Subbagian dipimpin oleh seorang Kepala Subbagian dan setiap seksi dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan. Bagan struktur organisasi Suku Dinas Kesehatan dapat dilihat pada lampiran 1. 2.3.1
Kepala Suku Dinas Kepala Suku Dinas mempunyai tugas sebagai berikut:
a. Memimpin dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi Suku Dinas. b. Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas Sub bagian, Seksi dan Sub kelompok Jabatan Fungsional. c. Melaksanakan kerja sama dan koordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) dan/atau instansi pemerintah/swasta terkait, dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi Suku Dinas. d. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan fungsi Suku Dinas. 2.3.2
Subbagian Tata Usaha Subbagian Tata Usaha merupakan Satuan Kerja staf Suku Dinas
Kesehatan dalam pelaksanaan administrasi umum Suku Dinas Kesehatan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
7
Subbagian Tata Usaha dipimpin oleh seorang Kepala Subbagian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas sebagai berikut: a. Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. b. Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. c. Mengkoordinasikan penyusunan Rencana Kerja dan Angggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas. d. Melaksanakan monitoring, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas. e. Pengelolaan kepegawaian, keuangan dan barang Suku Dinas. f. Pelaksanaan kegiatan surat menyurat dan kearsipan Suku Dinas. g. Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, pemeliharaan dan perawatan prasarana dan sarana kerja Suku Dinas. h. Memelihara kebersihan, keindahan, keamanan dan ketertiban kantor. i. Melaksanakan pengelolaan ruang rapat/ pertemuan Suku Dinas. j. Melaksanakan publikasi kegiatan, upacara dan pengaturan acara Suku Dinas. k. Menerima, mencatat, membukukan, menyetorkan dan melaporkan penerimaan retribusi Suku Dinas Kesehatan. l. Menyiapkan bahan laporan Suku Dinas yang terkait dengan tugas Subbagian Tata Usaha. m. Mengkoordinasikan penyusunan laporan (kegiatan, keuangan, kinerja, dan akuntabilitas) Suku Dinas. n. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas Subbagian Tata Usaha. 2.3.3
Seksi Kesehatan Masyarakat Seksi Kesehatan Masyarakat merupakan Satuan Kerja lini Suku Dinas
Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Seksi Kesehatan Masyarakat dipimpin oleh Seorang Kepala Seksi yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Kesehatan Masyarakat mempunyai tugas sebagai berikut: Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
8
a. Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai ruang lingkup tugasnya. b. Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dalam lingkup tugasnya. c. Melaksanakan pengendalian mutu kegiatan pelaksanaan kesehatan keluarga termasuk kesehatan ibu, bayi, anak balita, kesehatan anak prasekolah, usia sekolah, remaja, kesehatan reproduksi, usia lanjut, keluarga berencana, pekerja wanita dan asuhan keperawatan. d. Mengkoordinasikan sektor terkait dan masyarakat profesi untuk pencegahan dan pengendalian program kesehatan masyarakat. e. Melaksanakan kegiatan promosi kesehatan dan informasi. f. Melaksanakan bimbingan teknis tenaga kesehatan di bidang kesehatan masyarakat. g. Melaksanakan kajian perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat tingkat kota Administrasi. h. Melaksanakan manajemen basis data kesehatan melalui sistem informasi manajemen kesehatan yang terintegrasi. i. Melaksanakan pengendalian pelaksanaan program gizi dan PPSM. j. Menerapkan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG). k. Menyiapkan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas Seksi Kesehatan Masyarakat. l. Melaporkan
dan
mempertanggungjawabkan
pelaksanaan
tugas
Seksi
Kesehatan Masyarakat. 2.3.4
Seksi Pelayanan Kesehatan Seksi Pelayanan Kesehatan merupakan Satuan Kerja lini Suku Dinas
Kesehatan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan. Seksi Pelayanan Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Suku Dinas.
Seksi Pelayanan Kesehatan mempunyai tugas sebagai berikut: a. Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
9
b. Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. c. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian tata laksana pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan. d. Menghimpun,
mengolah,
menyajikan,
memelihara,
mengembangkan,
memanfaatkan, data dan informasi upaya pelayanan kesehatan. e. Melaksanakan kegiatan pengawasan dan pengendalian penerapan standar pelayanan kesehatan masyarakat. f. Melaksanakan kegiatan pembinaan dan pelaksanaan akreditasi sarana pelayanan kesehatan. g. Memberikan rekomendasi/perizinan sarana pelayanan kesehatan. h. Memberikan tanda daftar kepada pengobat tradisional. i. Melaksanakan siaga 24 jam setiap Pusat Pengendali Dukungan Kesehatan (Pusdaldukkes). j. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan standar pelayanan minimal pelayanan kesehatan. k. Menyiapkan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas Seksi Pelayanan Kesehatan. l. Melaporkan
dan
mempertanggungjawabkan
pelaksanaan
tugas
Seksi
Pelayanan Kesehatan. 2.3.5
Sumber Daya Kesehatan (SDK) Seksi Sumber Daya Kesehatan merupakan Satuan Kerja lini Suku Dinas
Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan sumber daya kesehatan. Seksi Sumber Daya Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Sumber Daya Kesehatan mempunyai tugas sebagai berikut: a. Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. b. Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. c. Melaksanakan pemberian perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan, dan minuman. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
10
d. Memberikan rekomendasi/ perizinan praktek tenaga kesehatan. e. Melaksanakan kegiatan bimbingan teknis tenaga kesehatan. f. Menyusun peta kebutuhan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan berdasarkan analisa kebutuhan pendidikan dan pelatihan. g. Melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi tingkat kepatuhan petugas kesehatan terhadap standar pelayanan. h. Melaksanakan kegiatan audit internal dan audit eksternal penerapan sistem manajemen mutu. i. Melaksanakan survei kepuasan pelanggan kesehatan. j. Melaksanakan kegiatan bimbingan, konsultasi dan pendampingan penerapan sistem manajemen mutu kepada Puskesmas. k. Melaksanakan kegiatan pengembangan mutu melalui forum dan fasilitator. l. Melaksanakan fasilitasi peningkatan kemampuan tenaga fasilitator, instruktur, assesor dan auditor mutu pelayanan kesehatan. m. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian sarana pelayanan kefarmasian, yang meliputi industri kecil obat tradisional, subpenyalur alat kesehatan, apotek, toko obat, depo obat dan industri makanan minuman rumah tangga. n. Melaksanakan kegiatan pemantauan dan pengendalian harga obat generik dan persediaan cadangan obat esensial. o. Melaksanakan pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan pada lingkup kota administrasi. p. Melaksanakan monitoring dan pemetaan sumber daya kesehatan. q. Menyiapkan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas Seksi Sumber Daya Kesehatan. r. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas Seksi Sumber Daya Kesehatan. Seksi Sumber Daya Kesehatan dibagi menjadi beberapa koordinator untuk memudahkan pelaksanaan tugas dan fungsi Seksi Sumber Daya Kesehatan. Koordinator yang terdapat pada Seksi Sumber Daya Kesehatan adalah Koordinator Tenaga Kesehatan, Koordinator Pengelola Standarisasi Mutu Kesehatan dan Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
11
2.3.6
Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan merupakan Satuan Kerja lini Suku
Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian masalah kesehatan. Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan mempunyai tugas sebagai berikut: a. Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. b. Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. c. Melaksanakan pengendalian penyakit menular, penyakit tidak menular, kesehatan jiwa masyarakat, surveilans epidemiologi, penanggulangan wabah/ Kejadian Luar Biasa (KLB) dan kesehatan lingkungan. d. Melaksanakan kegiatan pembinaan pelaksanaan kesehatan haji. e. Menyiapkan materi sosialisasi kesehatan tentang pengendalian penyakit menular/ tidak menular serta kesehatan jiwa masyarakat. f. Melaksanakan kegiatan bimbingan, konsultasi dan pendampingan teknis peningkatan
kompetensi
surveilans
epidemiologi,
tenaga
kesehatan
pengendalian penyakit menular dan tidak menular serta kesehatan jiwa masyarakat. g. Melaksanakan kegiatan koordinasi, kerja sama dan kemitraan pengendalian penyakit menular dan tidak menular serta kesehatan jiwa masyarakat dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) dan/atau instansi pemerintah/swasta/masyarakat. h. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian kegiatan imunisasi. i. Menghimpun, mengolah, menyajikan, memelihara, mengembangkan, dan memanfaatkan data dan informasi surveilans epidemiologi sebagai Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB) pada lingkup Kabupaten/ Kota Administrasi. j. Melaksanakan kegiatan investigasi penyakit potensial Kejadian Luar Biasa (KLB) dan dugaan wabah serta keracunan makanan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
12
k. Meningkatkan sistem jaringan informasi wabah/ Kejadian Luar Biasa (KLB) dan surveilans. l. Melaksanakan kegiatan pengendalian surveilans kematian. m. Melaksanakan kegiatan monitoring dan pemetaan kegiatan penanggulangan wabah/ Kejadian Luar Biasa (KLB) dan surveilans. n. Melaksanakan kegiatan pengendalian pelaksanaan program kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air minum/air bersih, penyehatan makanan dan minuman, pengamanan limbah, pengendalian vektor, pengendalian radiasi, penyehatan lingkungan kumuh penyehatan di tempat-tempat umum, tempat kerja, tempat pengelolaan pestisida termasuk pemberian rekomendasi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), upaya pengelolaan lingkungan/ upaya pemantauan lingkungan. o. Melaksanakan kegiatan pengawasan dan pengendalian sarana penunjang kesehatan lingkungan. p. Penyajian materi pelatihan teknis dalam bidang Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja. q. Menyiapkan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan. r. Melaporkan
dan
mempertanggungjawabkan
pelaksanaan
tugas
Seksi
Pengendalian Masalah Kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
13
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS SEKSI SUMBER DAYA KESEHATAN
3.1
Struktur Organisasi Seksi Sumber Daya Kesehatan yang secara garis besar mempunyai
peran dalam lingkup tenaga kesehatan, mutu kesehatan, serta kefarmasian, makanan, dan
minuman,
dibagi
menjadi
beberapa
koordinator
untuk
memudahkan pelaksanaan tugas dan fungsi. Koordinator yang terdapat pada Seksi Sumber Daya Kesehatan Jakarta Pusat adalah Koordinator Tenaga Kesehatan,
Koordinator
Pengelola Standarisasi
Mutu
Kesehatan, serta
Koordinator Pelayanan Farmasi Makanan Minuman. Setiap Koordinator memiliki tugas pokok dan fungsi yang mendukung pelaksanaan tugas-tugas dari Seksi Sumber Daya Kesehatan (SDK). 3.2
Ruang Lingkup Perizinan Sarana Farmasi Makanan dan Minuman Ruang lingkup perizinan dari sarana kesehatan farmasi makanan
minuman yang proses perizinannya telah didelegasikan ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat adalah apotek, toko obat, Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT), Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK), serta Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT). Secara umum, prosedur proses pengurusan perizinan sarana kesehatan farmasi makanan minuman adalah sebagai berikut: a. Pemohon mengajukan permohonan survey lokasi kepada Kepala Suku Dinas Pelayanan Kesehatan Kotamadya setempat di atas materai Rp 6.000,b. Surat permohonan dilampiri dengan persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan di atas dan jangan lagi ditambah dengan persyaratan lainnya sesuai tahapan izin dan jenis sarana kesehatan c. Barkas permohonan yang sudah lengkap diserahkan ke bagian Pelayan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang berada di wali kotamadya Jakarta Pusat. d. Berkas tersebut kemudian diteruskan kepada Kepala Suku Dinas Pelayanan Kesehatan Kotamadya untuk didisposisikan kepada Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan Farmasi Makanan Minuman e. Kelapa Seksi Pelayanan Kesehatan Farmasi Makanan Minuman menerima Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
14
berkas tersebut dan mendisposisi staf, memeriksa ulang kelengkapan dan meneliti keabsahan persyaratan f. Staf meneliti dan menelaah terhadap persyaratan perizinan tersebut dan bila telah memenuhi persyaratan segera membuat resume/ hasil telaah kepada Kasi Farmasi Makanan Minuman untuk dapat dijadwalkan rencana pemeriksaan lapangan, dan bila belum memenuhi persyaratan administrasi, maka staf membuat surat kekurangan data dan dikirimkan kepada Pemilik / Pemohon izin tersebut g. Bila semua persyaratan telah dilengkapi, Kepa Seksi Yankes Farmakmin menjadwalkan pemeriksaan atas persetujuan pemohon untuk melakukan pemeriksaan dan membuat usulan surat tugas tim untuk pemeriksaan lapangan (terhadap perizinan yang semestinya dilakukan pemeriksaan lapangan) kepada Kelapa Suku Dinas Pelayanan Kesehatan Kotamadya setempat h. Atas dasar usulan Kasi Yankes Farmakmin, Kepala Suku Dinas Pelayanan Kesehatan menandatangani surat tugas tersebut (bila tidak ada perubahan) dan atas dasar surat tugas ini tim turun ke lapangan untuk melakukan pemeriksaan setempat Diagram alur pedoman pemberian izin yang diterbitkan oleh Sudinkes Kotamadya dapat dilihat di Lampiran 2. 3.2.1
Apotek Berdasarkan
PerMenKes
No.1332/MenKes/SK/X/2002
tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek menyebutkan bahwa apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran
Sediaan
Farmasi,
Perbekalan
Kesehatan
lainnya
kepada
masyarakat. Tugas dan fungsi apotek adalah sebagai tempat pengabdian profesi apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan, sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat dan sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
15
Apotek terbagi dalam empat jenis, yaitu: a. Apotek kerja sama b. Apotek praktik profesi c. Apotek rakyat / apotek kerja sama yang berasal dari toko obat sentra pasar d. Apotek depo obat / farmasi Syarat perizinan pendirian apotek dapat dilihat di Lampiran 3, 4, 5, 6. Pengelolaan apotek merupakan tugas dan tanggung jawab seorang apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker. Sebelum melaksanakan kegiatannya, apotek wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA). D i k a w a s a n J a k a r t a t e r m a s u k J a k a r t a P u sa t , SIA berlaku seumur hidup, namun dibatasi dengan masa berlaku STRA, yaitu 5 tahun. Sehingga apoteker tersebut harus tetap mendapat rekomendasi ulang dari Ikatan Apoteker Indonesia dan mengurus SIA ulang. Perubahan apotek dapat berupa perubahan non fisik dan perubahan fisik. Jika terjadi perubahan non fisik tidak perlu dilakukan pemeriksaan lapangan sedangkan jika terjadi perubahan fisik perlu dilakukan pemeriksaan lapangan. Berikut merupakan kriteria yang temasuk dalam kriteria fisik maupun non fisik yang dapat menyebakan perubahan pada tiap-tiap jenis apotek: a.
Apotek kerja sama Jenis perubahan non fisik adalah:
pergantian apoteker pengelola apotek (baik karena meninggal dunia maupun lainnya)
penggantian pemilik sarana kesehatan apotek,
perubahan nama apotek
perubahan alamat apotek tanpa pemindahan lokasi
surat izin sarana kesehatan apotek hilang atau rusak.
Jenis perubahan fisik adalah:
perubahan denah apotek
perubahan pindah lokasi apotek. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
16
b.
Apotek praktik profesi Jenis perubahan sama dengan pada apotek kerja sama, akan tetapi tidak ada
kriteria adanya penggantian pemilik sarana kesehatan apotek. c.
Apotek rakyat / apotek kerja sama yang berasal dari toko obat sentra pasar Jenis perubahan sama dengan pada apotek kerja sama, akan tetapi tidak ada
kriteria adanya penggantian pemilik sarana kesehatan apotek. d.
Apotek depo obat / farmasi Jenis perubahan sama dengan pada apotek kerja sama, akan tetapi tidak ada
kriteria adanya penggantian pemilik sarana kesehatan apotek. Setiap perubahan baik fisik maupun non fisik harus disertai dengan perubahan izin apotek dan mengajukan permohonan tertulis kepada Suku Dinas Kesehatan. Untuk mendapatkan SIA baru, APA harus menyiapkan tempat (lokasi dan bangunan) dan perlengkapannya termasuk obat dan perbekalan farmasi lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. Persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan SIA yang dikarenakan masing-masing perubahan tersebut dapat dilihat di Lampiran 7, 8, 9, 10, dan 11. Alur perizinan pendirian apotek di Jakarta Pusat dibagi dalam dua permohonan yaitu permohonan survei dan permohonan izin. Permohonan survei dimulai dari pemohon datang ke bagian Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di kantor walikota bagian kesehatan. Lalu setelah berkas masuk ke Sudin akan dibuatkan surat tugas yang selanjutnya dilakukan survei ke lokasi oleh tiga orang guna melihat apakah apotek tersebut memenuhi syarat atau tidak. Jika memenuhi syarat maka akan masuk pada tahap permohonan yang kedua yaitu permohonan izin dimana jika berkas lengkap maka Surat Izin Apotek (SIA) dapat diterbitkan. Namun, apabila dari hasil survei hasilnya tidak memenuhi syarat dalam batas yang dapat ditoleransi maka pemohon akan diminta untuk melengkapi terlebi dahulu. Sedangkan, apabila hasil survei tidak memenuhi syarat dalam batas yang tidak dapat ditoleransi maka dikeluarkan surat penolakan dan Surat Izin Apotek tidak dapat diterbitkan. Bangunan apotek harus mempunyai luas yang memadai sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek serta memelihara mutu perbekalan kesehatan di bidang farmasi. Bangunan apotek Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
17
sekurang-kurangnya terdiri dari ruang tunggu, ruang peracikan dan penyerahan obat, ruang administrasi dan kamar kerja Apoteker, tempat pencucian alat dan toilet / WC. Bangunan apotek harus dilengkapi sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang cukup, alat pemadam kebakaran yang berfungsi dengan baik serta ventilasi dan sistem sanitasi yang baik. Apotek harus mempunyai papan nama yang memuat nama apotek, nama Apoteker Pengelola Apotek (APA), nomor Surat Izin Apotek (SIA) dan alamat apotek. Selain itu, apotek juga harus memiliki perlengkapan yang memadai seperti timbangan, mortir, wadah dan etiket, tempat penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, kartu stok dan sebagainya. Khusus untuk pemakaian narkotika dan psikotropika, apotek harus melaporkan pemakaiannya setiap bulan kepada Suku Dinas Kesehatan setempat. Persyaratan SIPA/ SIKA dapat dilihat di Lampiran 12. Seorang Apoteker sebagai APA harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Ijazahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan b. Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai Apoteker c. Apoteker yang menjalankan Pekerjaan Kefarmasian harus memiliki sertifikat kompetensi profesi d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai Apoteker e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi APA di apotek lain. Semua perizinan Sarana Kesehatan Farmasi Makanan Minuman dalam memberikan pelayanan / operasionalnya selalu mempunyai dampak dan tujuan yaitu untuk memberikan kesehatan jasmani dan rohani bagi konsumen yang dilayani. Oleh karena itu bila Pengelola / Pemilik Sarana Kesehatan tersebut tidak menjalankan seperi yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, akan diberikan sanksi yang sesuai dengan peanggaran yang dilakukan. Sanksi yang akan diberikan dibagi dalam beberapa criteria: a. Sanksi administratif, dapat berupa peringatan, penghentian seentara kegiatan, atau pencabutan izin Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
18
b. Sanksi pidana diajukan ke pengadilan. Apabila Apotek buka 24 jam, maka apotek tersebut harus ada Apoteker Pendamping, dan apabila APA dan Apoteker Pendamping berhalangan melakukan tugasnya, APA dapat menunjuk Apoteker Pengganti. Penunjukan tersebut harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota, dalam hal ini kepada Sudin Kesehatan Kotamadya setempat untuk daerah DKI Jakarta dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat dan Menteri Kesehatan RI di Jakarta. APA bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker Pendamping maupun Apoteker Pengganti, dalam pengelolaan apotek. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus-menerus, SIA atas nama Apoteker yang bersangkutan dapat dicabut. Pada setiap pengalihan tanggung jawab kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA oleh Apoteker Pengganti, harus diikuti dengan serah terima resep, narkotika dan perbekalan farmasi lainnya serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Serah terima ini harus diikuti dengan pembuatan berita acara. Apabila apotek melakukan pelanggaran, maka langkah pertama adalah diberikan teguran secara lisan untuk segera dilakukan perbaikan. Apabila tidak ada perbaikan dari apotek tersebut maka diberikan peringatan tertulis kepada APA. Pelaksanaan pencabutan SIA dapat dilakukan setelah dikeluarkan peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak 3 kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 bulan atau pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 bulan. Akan tetapi, pembekuan izin ini dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selain APA, Asisten Apoteker (AA) yang bekerja di apotek juga harus memiliki Surat Izin Asisten Apoteker (SIAA) dan Surat Izin Kerja AA (SIKAA) di apotek tempat AA tersebut bekerja. SIAA ini dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan
Propinsi
sedangkan
SIKAA
diperoleh
dengan
mengajukan
permohonan ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
19
3.2.2 Pedagang Eceran Obat (Toko Obat) Toko obat adalah orang atau badan hukum di Indonesia yang memiliki izin untuk menyimpan obat bebas dan obat terbatas (daftar W) serta untuk dijual secara eceran di tempat tertentu sebagai tercantum dalam surat izin. Pedagang eceran obat menjual obat bebas dan obat bebas terbatas (daftar W) dalam bungkusan pabrik yang membuatnya secara eceran. Kepemilikan sarana untuk toko obat berbentuk perorangan atau badan hukum. Persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh izin usaha toko obat antara lain (PerMenKes No. 1331/MenKes/SK/X/2002, 2002) dapat dilihat di Lampiran 13 dan perpanjangan perizinan toko obat dapat dilihat di Lampiran 14. Apabila terjadi perubahan- perubahan tertentu maka izin harus diperbaharui. Perubahan dikategorikan dalam dua jenis yaitu perubahan fisik dan non fisik. Perubahan non fisik (tidak dilakukan pemeriksaan Perubahan lapangan): a. Terjadi pergantian Asisten Apoteker Penanggung jawab Teknis sarana kesehatan toko obat (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya). b. Terjadi pergantian nama sarana kesehatan toko obat. c. Terjadi perubahan alamat sarana kesehatan toko obat tanpa pemindahan lokasi. d. Terjadi pergantian pemilik sarana kesehatan toko obat (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya). e. Terjadi karena surat izin sarana kesehatan toko obat hilang atau rusak.
Perubahan fisik (dilakukan pemeriksaan lapangan): a. Terjadi pemindahan lokasi sarana kesehatan toko obat b. Terjadi perpanjangan izin sarana kesehatan toko obat. 3.2.3
Cabang Penyalur Alat Kesehatan Cabang penyalur alat kesehatan adalah perwakilan usaha dari penyalur
alat kesehatan yang telah mendapatkan izin. Kepemilikan sarana untuk cabang penyalur alat kesehatan harus berbentuk perorangan dan berbadan hukum Nomor 143/Menkes/Per/III/1991 tentang Cabang Penyalur Alat Kesehatan. Persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh izin Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK) dapat dilihat di Lampiran 15. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
20
Perubahan non fisik (tidak dilakukan pemeriksaan lapangan): a. Terjadi pergantian pemilik sarana kesehatan Cabang Penyalur Alat Kesehatan (baik meninggal dunia maupun lainnya). b. Terjadi pergantian nama sarana kesehatan Cabang Penyalur Alat Kesehatan. c. Terjadi perubahan
alamat sarana
kesehatan Cabang
Penyalur Alat
Kesehatan tanpa pemindahan lokasi d. Terjadi karena surat izin sarana kesehatan Cabang Penyalur Alat Kesehatan hilang atau rusak Perubahan fisik (dilakukan pemeriksaan lapangan): a. Terjadi pemindahan lokasi sarana kesehatan Cabang Penyalur Alat Kesehatan. b. Terjadi perluasan lokasi sarana kesehatan Cabang Penyalur Alat Kesehatan. 3.2.4 Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT) Usaha Kecil Obat Tradisional yang selanjutnya disebut UKOT adalah usaha yang membuat semua bentuk sediaan obat tradisional, kecuali bentuk sediaan tablet dan efervesen. UKOT hanya dapat diselenggarakan oleh badan usaha yang memiliki izin usaha sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Permohonan izin UKOT diajukan oleh pemohon kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Kepala Balai setempat. Dalam hal perizinan UKOT, Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota
hanya
untuk
mengajukan
permohonan rekomendasi. Persyaratan administrasi yang harus dilengkapi untuk memperoleh Izin Industri Kecil Obat Tradisional dapat dilihat pada Lampiran 16. 3.2.5 Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.04.12.2207 tahun 2012, Industri Rumah Tangga adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis. Sebelum dapat memasarkan produk makanan/minuman ke masyarakat, diperlukan perizinan PIRT yang disebut dengan Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT). Hal ini diperlukan sebagai izin jaminan usaha Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
21
makanan/ minuman rumahan yang dijual dan beredar di masyarakat memenuhi standar keamanan makanan atau izin edar produk pangan. Izin ini hanya diberikan kepada produk pangan olahan dengan tingkat resiko yang rendah. Untuk memperoleh SPP-IRT, industri pangan tersebut harus memiliki minimal satu orang penanggung jawab yang telah mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan dan mendapat sertifikat dengan hasil yang baik. Tata cara penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga, yaitu: 1. Pengajuan Permohonan Tahapan yang pertama adalah mengajukan permohonan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota atau Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota. Persyaratan yang harus dilengkapi untuk m en yel en gga r a k an Sertifikasi Industri Makanan dan Minuman Rumah Tangga yaitu: a. Surat permohonan dari direktur/ pimpinan perusahaan/ perorangan ditujukan kepada Sudin yankes setempat rangkap 2 dan 1 rangkap di atas materai Rp 6.000 b. Data perusahaan, bila dalam bentuk CV lampirkan akte notarisnya c. Peta lokasi d. Denah ruangan produksi e. Rancangan etiket f. Fotocopy KTP pemilik g. Pas foto 3x4 cm 2 lembar h. Surat izin perindustrian dari Dinas/ Sudin perindustrian i. Data produk makanan yang akan diproduksi j. Khusus untuk repack harus ada surat keterangan dari asal produk k. Status gedung (sewa/ milik sendiri) lampirkan fotocopy sertifikat, bila sewa lampirkan surat sewa minimal 2 tahun beserta fotocopy KTP pemilik Permohonan tidak dapat dipenuhi/ ditolak apabila jenis pangan yang diproduksi berupa: a. Susu dan hasil olahannya b. Daging, ikan, unggas dan hasil olahannya yang memerlukan proses dan atau penyimpanan beku Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
22
c. Pangan kaleng berasam rendah (pH < 4,5) d. Pangan bayi e. Minuman beralkohol f. Air minum dalam kemasan (AMDK) g. Pangan lain yang wajib memenuhi persyaratan SNI h. Pangan lain yang ditetapkan oleh Badan POM 2. Penyelenggaraan Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP) Tahap
penyelenggaraan
yang kedua adalah
menyelenggarakan
dan
melaksanakan Penyuluhan Keamanan Pangan. Penyuluhan Keamanan Pangan dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota atau Suku Dinas Kesehatan di DKI Jakarta. Pelaksanaannya dapat dilaksanakan secara bersama-sama oleh beberapa Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota. Materi ya n g d i b e r i k a n d a l a m Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP), yaitu: a. Peraturan di bidang pangan b. Pedoman dan tata cara penyelenggaraan SPP-IRT c. Mikrobiologi pangan d. Bahan tambahan pangan (BTP) e. Higiene dan sanitasi pengolahan pangan f. Pengetahuan bahan pangan g. Pengawetan dan pengolahan pangan h. Cara produksi pangan yang baik untuk industri rumah tangga (IRT) i. Pengemasan, penyimpanan dan pelabelan j. Good practices dalam rantai pangan 3. Pemeriksaan sarana produksi industri rumah tangga pangan (IRTP) Tahap penyelenggaraan yang ketiga adalah pemeriksaan sarana produksi. Setelah melaksanakan Penyuluhan Keamanan Pangan, petugas Suku Dinas Pelayanan Kesehatan Kotamadya Jakarta Pusat melakukan pemeriksaan ke sarana produksi IRTP. Petugas yang melakukan pemeriksaan tersebut harus memiliki Sertifikat Inspektur Pangan IRTP yang dikeluarkan oleh Badan POM/ Balai POM setempat. Nilai mutu sarana produksi IRTP dengan hasil minimal cukup merupakan salah satu persyaratan utama untuk mendapatkan SPP-IRT.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
23
4. Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) Tahap penyelenggaraan yang keempat adalah Sertifikasi Produksi Pangan IRT. Sertifikat yang diterbitkan dari kegiatan ini terdiri dari 2 jenis, yaitu Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan dan Sertifikat Produksi Pangan IRT. Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan diberikan kepada peserta yang telah lulus mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan, dimana semua IRTP harus mempunyai minimal 1 orang tenaga yang telah memiliki sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan. Apabila IRTP tidak mempunyai tenaga yang telah memiliki sertifikat yang dimaksud, maka perusahaan tersebut harus menunjuk tenaga yang sesuai dengan tugasnya untuk mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan. Sedangkan
Sertifikat Produksi
Pangan diberikan
pada
IRTP
yang
mempunyai tenaga yang lulus Penyuluhan Keamanan Pangan dan telah diperiksa sarana produksinya dengan hasil minimal cukup, dimana sertifikat ini diterbitkan untuk 1 jenis pangan produk IRTP. Formulir permohonan sertifikat produk pangan industri rumah tangga dapat dilihat pada Lampiran 17. 5. Sistem Pelaporan Penyelenggaraan SPP-IRT di Sudinkes Kota Administrasi Jakarta Pusat harus dilaporkan kepada Badan POM atau Balai Besar POM setempat dengan melampirkan Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan dan Sertifikat Produksi Pangan IRTP dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta selambat lambatnya satu bulan setelah penyelenggaraan. Balai Besar POM melaporkan rekapitulasi penerbitan SPP-IRT kepada Badan POM. Sistem pendataan dan pelaporan SPP-IRT dilakukan oleh Sudinkes Kota Administrasi setempat dan bekerjasama dengan Balai Besar POM. Balai Besar POM melaporkan Rekapitulasi penerbitan SPP-IRT kepada Badan POM. Sertifikat produksi pangan industri rumah tangga dapat dicabut/ dibatalkan/ ditangguhkan antara lain: 1.
Sertifikat dapat dicabut/ dibatalkan bila pemilik/ penanggung jawab tidak melaksanakan ketentuan yang ditetapkan.
2.
Pejabat yang berhak mencabut/ membatalkan/ menangguhkan sertifikat Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
24
penyuluhan adalah Kepala Sudin Yankes setempat. 3.
Perusahaan yang karena suatu hal pindah alamat, ditinggalkan oleh pemilik/ penanggung jawabnya harus melaporkan kepada Kepala Sudin Pelayanan Kesehatan Kotamadya setempat. Penggantian nama pemilik/ penanggung jawab dalam sertifikat penyuluhan dapat dilakukan setelah dinilai memenuhi semua persyaratan.
3.2.6 Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT) (Permenkes No.006 Tahun 2012) Menurut Permenkes No.006 tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional menjelaskan Usaha Mikro Obat Tradisional yang selanjutnya disebut UMOT adalah usaha yang hanya membuat sediaan obat tradisional dalam bentuk param, tapel, pilis, cairan obat luar dan rajangan. UMOT hanya dapat diselenggarakan oleh badan usaha perorangan yang memiliki izin usaha sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap industri dan usaha di bidang obat tradisional wajib memiliki izin dari Menteri Kesehatan, kecuali untuk usaha jamu gendong dan usaha jamu racikan. Dalam memberikan izin obat tradisional, Menteri Kesehatan mendelegasikan kewenangan pemberian izin UMOT kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota. Selain wajib memiliki izin, industri dan usaha obat tradisional juga wajib memenuhi ketentuan peraturan perundangundangan di bidang penanaman modal. Persyaratan administrasi yang harus dipenuhi untuk memperoleh izin UMOT dapat dilihat pada Lampiran 18. Permohonan izin UMOT diajukan oleh pemohon kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima permohonan untuk izin UMOT, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota menunjuk tim untuk melakukan pemeriksaan setempat. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima penugasan, tim melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan administrasi dan teknis, dan menyampaikan hasil pemeriksaan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota menyetujui, menunda, atau menolak permohonan izin UMOT dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai setempat. Apabila dalam 30 (tiga puluh) hari kerja setelah surat permohonan diterima oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
25
Kota, tidak dilakukan pemeriksaan/ verifikasi, pemohon dapat membuat surat pernyataan siap berproduksi Kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ kota. Izin UMOT diberikan kepada pemohon yang telah memenuhi persyaratan. Permohonan izin UMOT ditunda atau ditolak apabila ternyata belum memenuhi persyaratan. Dalam hal pemberian izin UMOT ditunda, kepada pemohon diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya Surat Penundaan. Setiap industri dan usaha obat tradisional berkewajiban: a. Menjamin keamanan, khasiat/ manfaat dan mutu produk obat tradisional yang dihasilkan; b. Melakukan penarikan produk obat tradisional yang tidak memenuhi ketentuan keamanan, khasiat/ manfaat dan mutu dari peredaran; dan c. Memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. Setiap industri dan usaha obat tradisional dilarang membuat: a. Segala jenis obat tradisional yang mengandung bahan kimia hasil isolasi atau sintetik yang berkhasiat obat; b. Obat tradisional dalam bentuk intravaginal, tetes mata, sediaan parenteral, supositoria kecuali untuk wasir; dan/ atau c. Obat tradisional dalam bentuk cairan obat dalam yang mengandung etanol dengan kadar lebih dari 1% (satu persen). UMOT yang telah mendapat izin, yang melakukan perubahan nama, alamat, atau Tenaga Teknis Kefarmasian penanggung jawab wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dengan tembusan kepada Kepala Balai setempat. Industri dan usaha obat tradisional yang akan melakukan perubahan kapasitas dan/ atau fasilitas produksi wajib melapor dan mendapat persetujuan sesuai ketentuan. UMOT wajib menyampaikan laporan secara berkala setiap 6 (enam) bulan meliputi jenis dan jumlah bahan baku yang digunakan serta jenis, jumlah, dan nilai hasil produksi. Laporan UMOT disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ kota dengan tembusan kepada Kepala Balai setempat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
26
3.3 Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian (Binwasdal) Pembinaan (counseling) adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk menyiapkan dan mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan agar mempunyai kompetensi sesuai dengan yang diperlukan. Pengawasan (supervision/ inspection) adalah pemantauan dan/ atau evaluasi kesesuaian antara perencanaan dengan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pengendalian (controlling) adalah kegiatan untuk mengendalikan organisasi yang di audit atau dinilai apakah memenuhi persyaratan/ peraturan yang telah ditentukan. Pengendalian dilakukan berdasarkan strategi dan program pengendalian yang jelas mengenai urutan kegiatan, pelaksanaan dan penanggung jawab kegiatan serta sumber daya yang dibutuhkan dan jadwal kegiatan. Tujuan pelaksanaan binwasdal oleh bagian farmasi, makanan dan minuman antara lain: a. Tujuan umum, yaitu terbinanya sarana pelayanan farmasi maupun sarana farmasi makanan dan minuman serta alat kesehatan agar mampu memberikan pelayanan kefarmasian baik di sarana pelayanan kefarmasian. b. Tujuan khusus antara lain, yaitu terjaminnya mutu pelayanan kefarmasian baik pada sarana produksi maupun sarana distribusi serta terjamin dan tersedianya perbekalan farmasi dan alat kesehatan yang bermutu, aman dan berkhasiat serta terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sasaran binwasdal di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat yaitu apotek, toko obat, Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT), Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) dan Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK). Formulir pemeriksaan toko obat, formulir pemeriksaan UKOT, dan formulir pemeriksaan UMOT dapat dilihat berturut-turut pada Lampiran 19, Lampiran 20, dan Lampiran 21. Langkah-langkah Binwasdal dimulai dari pengumpulan data yang dapat diperoleh dari pengolahan laporan kemudian dilakukan analisis untuk menentukan apakah terdapat ketidaksesuaian dengan peraturan yang berlaku. Sumber lain yang dapat digunakan sebagai data yaitu dengan kunjungan lapangan secara rutin. Datadata hasil kunjungan lapangan diolah kemudian dikaji untuk mengetahui apakah sesuai dengan yang dilaporkan. Langkah selanjutnya yaitu penyusunan laporan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
27
hasil kegiatan binwasdal. Apabila ditemukan masalah/ temuan maka diberikan saran perbaikan atau dengan dilakukan tindakan/ pemberian sanksi. Semua perizinan Sarana Kesehatan Farmasi Makanan dan Minuman dalam memberikan pelayanan atau operasionalnya selalu mempunyai tujuan yaitu untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi konsumen yang dilayani. Oleh sebab itu, bila pengelola atau pemilik sarana kesehatan tersebut tidak menjalankan seperti apa yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan maka akan diberikan sanksi yang sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan. Sanksi yang akan diberikan bagi pengelola atau pemilik yang tidak menjalankan peraturan perundang-undangan atau pelanggaran dalam mengelola sarana kesehatan farmasi makanan dan minuman sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang terkait dengan pelayanan kesehatan, yaitu: 1. Teguran tertulis (sebanyak 3 kali) 2. Penghentian pemberian pelayanan kesehatan sementara 3. Pencabutan Surat Izin dan Surat Keputusan (SK) penyelenggaraan sarana pelayanan kesehatan 4. Merekomendasikan untuk melarang melakukan pekerjaan sebagai tenaga praktik kesehatan 5. Meneruskan adanya tindak pidana bidang kesehatan kepada pihak yang berwenang.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
28
BAB 4 PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil PKPA di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Pusat pada tanggal 5 Mei sampai dengan 20 Mei 2014, tugas pokok dan fungsi dari suku dinas kesehatan telah dilaksanakan dengan baik. Pada kesempatan PKPA ini, kami ditempatkan di Suku Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Pusat pada Seksi Sumber Daya Kesehatan (SDK). Seksi Sumber Daya Kesehatan yang secara garis besar mempunyai peran dalam lingkup tenaga kesehatan, mutu kesehatan, serta kefarmasian, makanan, dan minuman, dibagi menjadi beberapa koordinator untuk memudahkan pelaksanaan tugas dan fungsi. Koordinator yang terdapat pada Seksi Sumber Daya Kesehatan Jakarta Pusat adalah Koordinator Tenaga Kesehatan, Koordinator Pengelola Standarisasi Mutu Kesehatan, serta Koordinator Pelayanan Farmasi Makanan dan Minuman. Setiap Koordinator memiliki tugas pokok dan fungsi yang mendukung pelaksanaan tugas-tugas dari Seksi Sumber Daya Kesehatan. Salah satu tugas pokok dan fungsi dari Seksi Sumber Daya Kesehatan (SDK) adalah pemberian izin sarana kesehatan farmasi makanan dan minuman. Sarana-sarana yang termasuk ruang lingkup dari perizinan tersebut adalah apotek, toko obat, sub penyalur alat kesehatan, usaha kecil obat tradisional, dan sertifikasi kelayakan olahan / produksi makanan minuman rumah tangga dan tata boga. Alur perizinan pendirian apotek di Jakarta Pusat dibagi dalam dua tahapan yaitu permohonan survei dan permohonan izin. Permohonan survei dimulai dari pemohon datang ke bagian Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di kantor walikota bagian kesehatan. Lalu setelah berkas masuk ke Sudin akan dibuatkan surat tugas yang selanjutnya dilakukan survei ke lokasi oleh tiga orang guna melihat apakah apotek tersebut memenuhi syarat atau tidak. Tim survei seharusnya berasal dari bidang Farmakmin, akan tetapi karena keterbatasan SDM mengakibatkan diikutsertakannya bidang lain dalam survei lokasi. Jika memenuhi syarat maka akan masuk pada tahap permohonan yang kedua yaitu permohonan izin dimana jika berkas lengkap maka Surat Izin Apotek dapat diterbitkan. Apabila dari hasil survei hasilnya tidak memenuhi syarat dalam batas yang dapat ditoleransi maka pemohon akan diminta untuk melengkapi Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
29
terlebih dahulu. Namun, apabila hasil survei tidak memenuhi syarat dalam batas yang tidak dapat ditoleransi maka dikeluarkan surat penolakan dan Surat Izin Apotek tidak dapat diterbitkan. Berkas permohonan akan diteruskan kepada Kepala Suku Dinas setempat untuk didisposisikan kepada Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan (SDK) yang kemudian diteruskan kembali ke staf untuk diperiksa ulang kelengkapan dan diteliti keabsahan persyaratan. Jika belum memenuhi persyaratan administrasi, maka staf tersebut akan membuat surat kekurangan data dan dikirimkan ke pemohon izin. Jika telah memenuhi persyaratan, staf akan membuat resume yang akan diberikan kepada Kasi Sumber Daya Kesehatan (SDK) untuk dijadwalkan rencana pemeriksaan lapangan dan membuat usulan surat tugas tim yang akan ditandatangani oleh Kepala Suku Dinas setempat. Atas dasar surat tugas ini, Kasi Sumber Daya Kesehatan (SDK) mengirimkan Tim Pemeriksa sebanyak 3 orang dengan kualifikasi pendidikan farmasi. Tim Pemeriksa ini akan meninjau ke lokasi untuk menilai apakah lokasi tersebut layak didirikan atau diadakan pelayanan kesehatan farmasi makanan minuman tersebut, memeriksa persyaratan fisik dan bangunan, memeriksa kelengkapan ketenagaan, memeriksa kelengkapan peralatan lain baik yang khusus maupun umum baik yang diperlukan untuk peracikan / produksi dan lainnya. Hasil pemeriksaan di lapangan kemudian dicatat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Jika hasil pemeriksaan memenuhi persyaratan maka izin dapat dikeluarkan, dan jika hasil pemeriksaan lapangan belum memenuhi persyaratan maka diinformasikan kepada pemohon agar segera melengkapi data atau persyaratan fisik, terkecuali kondisi apotek tidak memungkinkan untuk diberi perizinan. Setelah izin ditandatangani oleh Kepala Suku Dinas Kesehatan, selanjutnya diinformasikan ke pemohon bahwa proses perizinan telah selesai dan dapat diambil. Seluruh tahapan dalam proses perizinan dihitung dari lengkapnya permohonan Suku Dinas setempat hingga izin keluar harus selesai dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja. Pada pelaksanaannya, masih banyak pemohon izin yang datang ke sudinkes untuk mengajukan permohonan izin. Hal tersebut menunjukkan bahwa
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
30
sosialisasi mengenai perubahan jalur perizinan melalui PTSP masih kurang, sehingga masih banyak yang belum tahu. Tugas lainnya dari Kasi Sumber Daya Kesehatan (SDK) adalah mengelola pengadaan obat, dimana di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat menyediakan 2 jenis pengadaan, yaitu untuk buffer stock (cadangan) dan untuk program. Obatobat tersebut diberikan oleh Kementerian Kesehatan yang kemudian diberikan ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat melalui Dinas Kesehatan Propinsi. Obat-obat tersebut kemudian disimpan dalam gudang Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat sampai terdapat permintaan obat dari pihak Rumah Sakit atau Puskesmas setempat. Obat buffer stock merupakan obat-obat yang digunakan jika terjadi bencana alam dan obat-obat untuk kejadian luar biasa (KLB) atau gawat darurat. Sedangkan obat program merupakan obat yang digunakan untuk kebutuhan program kesehatan yang telah ditetapkan secara nasional. Pihak Rumah Sakit atau Puskesmas akan memberikan surat permintaan obat kepada Kepala Suku Dinas Jakarta Pusat untuk mendapatkan persetujuan pada pihak obat program. Setelah disetujui, pihak Sumber Daya Kesehatan (SDK) Suku Dinas Kesehatan setempat akan memberikan obat tersebut dan akan didokumentasikan dalam Berita Acara Pemeriksaan. Obat-obat tersebut sebelum didistribusikan ke Rumah Sakit dan Puskesmas, disimpan terlebih dahulu di gudang Suku Dinas Kesehatan setempat. Gudang untuk penyimpanan obat harus memenuhi persyaratan-persyaratan standar seperti tersedianya kartu stok; tersedia catatan pemusnahan obat, mutasi obat (tanggal, waktu, saksi dan cara pemusnahan); tersedianya dan jumlahnya lemari obat / rak dan palet memenuhi persyaratan; penyimpanan obat dilakukan dengan sistem labelisasi dan FEFO (First Expire Date First Out); tidak ada stok berlebihan atau obat yang tidak pernah digunakan tersimpan di rak / palet; tersedia alat pengaman ruangan (teralis); tersedia ventilasi, suhu dan penerangan yang memenuhi syarat gudang penyimpanan obat; pintu gudang obat mempunyai 2 (dua) buah kunci pengaman terpisah satu sama lainnya; adanya himbauan dilarang masuk ke gudang obat selain petugas; obat yang rusak / Expired Date disimpan terpisah dalam satu tempat khusus; kebersihan dan kerapihan selalu terjaga; dan tersedia APAR (Alat Pemadam Api Ringan). Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
31
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat sebenarnya memiliki 2 gudang obat. Gudang obat tersebut berlokasi di daerah Tanah Abang yang berada di Puskesmas Kelurahan Tanah Abang dan berlokasi di Kantor Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat itu sendiri. Dalam implementasi sebenarnya, gudang yang berada di Kantor Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat, terdapat beberapa hal yang belum memenuhi persyaratan-persyaratan standar tersebut, seperti pintu gudang obat hanya memiliki 1 (satu) buah kunci pengaman, dan tidak menerapkan sistem labelisasi. Dalam gudang suku dinas kesehatan setempat hanya terdapat palet, mungkin dikarenakan penyimpanan obat digudang sudah disimpan dalam kardus besar, sehingga tidak diperlukan lagi lemari obat / rak. Pada alat pengaman ruangan, jendela gudang Suku Dinas Setempat juga tidak dilengkapi dengan teralis. Pada pengaturan suhu, sebenarnya suhu di gudang (28°C) sudah memenuhi persyaratan yaitu dibawah 30°C, akan tetapi pada umumnya suhu yang digunakan biasanya berkisar 25°C, sehingga suhu di Suku Dinas Kesehatan hampir tidak memenuhi persyaratan. Gudang Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat juga tidak tersedia himbauan dilarang masuk ke gudang selain petugas dan tidak tersedianya APAR (Alat Pemadam Api Ringan). Kekurangan persyaratan-persyaratan ini masih dapat ditoleransi dikarenakan gudang Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat tidak digunakan sebagai gudang untuk penyimpanan dalam jangka waktu lama akan tetapi hanya sebagai tempat penyimpanan sementara sebelum pada akhirnya disalurkan ke Rumah Sakit atau Puskesmas. Sedangkan gudang Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat yang berada di daerah Tanah Abang sebenarnya sudah memenuhi persyaratan-persyaratan penyimpanan obat. Akan tetapi gudang tersebut sudah lama tidak dipergunakan. Hal ini dikarenakan jika penempatan obat dilakukan pada gudang yang berlokasi di Tanah Abang, dipertimbangkan faktor jarak antara kantor Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat dengan lokasi gudang Tanah Abang tersebut yang terpantau cukup jauh, sehingga waktu akan lebih banyak terbuang untuk perjalanan pengambilan obat pada setiap permintaan. Seksi Sumber Daya Kesehatan (SDK) juga melakukan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian (Binwasdal) secara rutin terhadap sarana kesehatan, seperti Apotek, Toko Obat, Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), Sub Penyalur Alat Kesehatan (SUPAK) dan Perusahaan pangan Industri Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
32
Rumah Tangga (PIRT). Seksi Sumber Daya Kesehatan (SDK) melakukan Binwasdal minimal satu kali dalam setahun yang telah disesuaikan dengan jadwal binwasdal dan anggaran dana yang tersedia. Pada
pelaksanaan
binwasdal
terhadap
sarana
kesehatan
apotek,
diberlakukan bagi sarana apotek yang akan didirikan maupun sarana apotek yang telah lama beroperasi di kotamadya setempat. Jenis perizinan yang diberikan oleh seksi Sumber Daya Kesehatan (SDK) terhadap apotek adalah izin tetap, dimana izin tersebut berlaku selama apotek tersebut berdiri dan dimaksudkan bahwa pihak penyelenggara sudah dapat operasional penuh karena seluruh persyaratan sarana / prasarana sudah lengkap. Pelaksanaan binwasdal diperlukan untuk memantau suatu sarana kesehatan tetap dapat memenuhi persyaratan standar mutu pelayanan di apotek. Petugas pemeriksa dari Suku Dinas Kesehatan akan memberikan saransaran untuk perbaikan bila ditemukan hal-hal yang masih kurang dan tidak sesuai. Namun bila ditemukan pelanggaran, akan diberikan peringatan baik secara lisan maupun tertulis. Jika pelanggaran masih tetap dilaksanakan oleh apotek tersebut, maka dilakukan penindakan, pemberian sanksi hingga pencabutan izin apotek. Hal-hal yang dilakukan dalam kegiatan Binwasdal di apotek, yaitu pemeriksaan sarana apotek, pemeriksaan bangunan apotek dan kelengkapannya, melakukan pemeriksaan resep, dispensing, pemeriksaan pengaturan obat, pemeriksaan lemari narkotika, pemeriksaan kartu stok, pemeriksaan etiket dan wadah, memeriksa kelengkapan buku standar yang diwajibkan, sampling obat generik, monitoring harga obat generik, tanggal tera timbangan, dan mendata sumber daya manusia. Dalam kegiatan Binwasdal di rumah sakit, dilakukan pemeriksaan pada sarana apotek yang terdapat di rumah sakit tersebut. Hal-hal yang dilakukan adalah pemeriksaan kelengkapan apotek, melakukan pemeriksaan resep, dispensing, pemeriksaan pengaturan obat, pemeriksaan lemari narkotika, pemeriksaan kartu stok, pemeriksaan etiket dan wadah, memeriksa kelengkapan buku standar yang diwajibkan, sampling obat generik, monitoring penggunaan obat generik, tanggal tera timbangan, dan mendata sumber daya manusia. Kunjungan kegiatan Binwasdal pada puskesmas adalah pemeriksaan sarana pelayanan kefarmasian yang dimiliki oleh puskesmas tersebut. Kegiatan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
33
kefarmasian yang dilakukan di puskesmas kecamatan antara lain penyaluran obat melalui apotek puskesmas kecamatan dan pendistribusian obat ke puskemaspuskesmas kelurahan. Sedangkan kegiatan kefarmasian di puskesmas kelurahan hanya terbatas pada penyaluran obat melalui apotek puskesmas. Kunjungan dilakukan secara berkala minimal satu tahun sekali. Kegiatan Binwasdal yang dilakukan antara lain pemeriksaan keadaan apotek yang dilakukan sesuai form yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal-hal yang dilakukan dalam kegiatan Binwasdal di puskesmas, yaitu melakukan pemeriksaan resep, dispensing, pemeriksaan pengaturan obat, pemeriksaan kartu stok, sampling obat generik, monitoring obat generik, memeriksa tempat penyimpanan obat, tanggal tera timbangan, pelayanan apotek, penyerahan obat, mendata 10 penyakit terbesar di puskesmas tersebut dan mendata sumber daya manusia. Kegiatan yang dilakukan pada Binwasdal Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT) antara lain melakukan pemeriksaan bangunan dan fasilitas, serta memeriksa perlengkapan dan kelengkapan sarana produksi obat tradisional. Halhal yang diperiksa antara lain identitas sarana, nomor izin sarana, nama badan hukum, nama penanggung jawab produksi, bangunan sarana produksi, perlengkapan produksi, dan perlengkapan khusus. Perlengkapan khusus diperiksa berdasarkan jenis produk yang dihasilkan. Produk-produk yang dihasilkan oleh Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT) antara lain produk obat tradisional bentuk serbuk, pil, cairan (obat dalam atau obat luar), parem, pilis, mangir, dan obat oles (salep atau krim). Hal-hal yang dilakukan pada kegiatan Binwasdal di Perusahaan pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) antara lain pemeriksaan lokasi dan lingkungan produksi, pemeriksaan bangunan dan fasilitasnya serta kegiatan higiene dan sanitasinya, pemeriksaan kelengkapan peralatan produksi, pemeriksaan suplai air, pemeriksaan kesehatan karyawan, pemeliharaan dan program higiene dan sanitasi, pemeriksaan pelabelan pangan, penarikan produk, pencatatan/ dokumentasi, pemeriksaan penyimpanan barang-barang kesehatan yang terkait, serta sumber daya manusia. Sedangkan kegiatan-kegiatan Binwasdal yang dilakukan pada Toko Obat antara lain memastikan bahwa toko obat tidak menjual obat keras, psikotropik, Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
34
narkotika, serta tidak meracik obat. Selain itu, memastikan bahwa papan nama toko obat terpasang dengan baik, jelas dan terdapat keterangan bahwa „Toko Obat Berizin Tidak Menerima Resep Dokter‟. Kemudian memeriksa bahwa tersedianya APAR (Alat Pemadam Api Ringan), tersedia lemari/ rak/ etalase dengan jumlah yang cukup, pemeriksaan penempatan obat yang benar dan masih dalam kondisi yang baik, pemeriksaan bangunan dan fasilitasnya yang memadai, faktur pembelian obat tersimpan dengan baik, memeriksa pencatatan mutasi obat, dan memeriksa kartu stok obat yang tersedia.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
35
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Kegiatan utama yang dilakukan oleh bidang Farmasi Makanan dan Minuman adalah pengelolaan obat, perizinan serta pembinaan, pengawasan, dan pengendalian (binwasdal) terhadap sarana pelayanan farmasi makanan dan minuman yang berada di wilayah kota administrasi Jakarta Pusat. 5.2. Saran a.
Menggiatkan sosialisasi perizinan sarana yang saat ini sudah tidak lagi dilakukan di Sudinkes, melainkan telah berpindah di kantor walikota melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).
b.
Perlu adanya penambahan tenaga yang bekerja di bidang Sumber Daya Kesehatan khususnya bagian Farmasi Makanan dan Minuman.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
DAFTAR ACUAN
Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. (2002). Pedoman Perizinan Sarana Farmasi Makanan dan Minuman Provinsi DKI Jakarta. Jakarta: Suku Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Peraturan Menteri Kesehatan No. 246/Menkes/PER/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Kecil Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Peraturan Menteri Kesehatan No.006 Tahun 2012. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2009). Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 150 Tahun 2009 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. (1999). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia. (2000). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Otonom. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.
36 Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
38
Lampiran 1. Struktur organisasi Suku Dinas Kesehatan
Kepala Suku Dinas Kesehatan
Subbagian Tata Usaha
Seksi Kesehatan Masyarakat
Seksi Pelayanan Kesehatan
Seksi Sumber Daya Kesehatan
Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
38
Lampiran 2. Diagram alur pemberian izin yang diterbitkan oleh Sudinkes Kotamadya
Berkas permohonan dari pemohon ke PTSP
Sudin Yankes Kotamadya
Evaluasi permohonan dan pemerksaan sarana oleh Seksi FMM
Tidak lengkap
Lengkap dan memenuhi syarat
Penundaan dan saran perbaikan dengan batas waktu maksimal 1 bulan
Izin apotek, IKOT, UMOT, Toko Obat, CPAK
Pemohon
Lengkap dan memenuhi syarat
Pemohon
Lamanya permohonan masuk s.d. keluar izin = 12 hari kerja (apabila berkas permohonan lengkap)
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
39
Lampiran 3. Daftar periksa perizinan apotek yang bekerja sama dengan pihak lain
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
40
Lampiran 4. Daftar periksa perizinan apotek izin apoteker praktik profesi
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
41
Lampiran 5. Daftar periksa perizinan apotek rakyat
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
42
Lampiran 6. Daftar periksa perizinan depo farmasi
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
43
Lampiran 7. Daftar Periksa perizinan apotek karena pergantian apoteker penanggung jawab
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
44
Lampiran 8. Daftar periksa perizinan apotek karena pergantian pemilik sarana apotek
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
45
Lampiran 9. Daftar periksa perizinan apotek karena perubahan alamat (perubahan nama jalan)
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
46
Lampiran 10. Daftar periksa perizinan apotek karena izin apotek hilang
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
47
Lampiran 11. Daftar periksa perizinan apotek karena perubahan denah ruang apotek
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
48
Lampiran 12. Daftar Periksa Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) / Surat Izin Kerja Apoteker
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
49
Lampiran 13. Daftar periksa perizinan pedagang eceran obat
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
50
Lampiran 14. Daftar periksa perpanjangan izin pedagang eceran obat
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
51
Lampiran 15. Daftar periksa permohonan izin pergantian penanggung jawab teknis pedagang eceran obat
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
52
Lampiran 16. Persyaratan administrasi izin Usaha Kecil Obat Tradisional
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
53
Lampiran 17. Formulir Permohonan Sertifikat Produk Pangan Industri Rumah Tangga No. Dokumen
C M-01/PM-04/PKJS-PF
No. Revisi
00 Jakarta,
Lamp : Hal : Permohonan Sertifikat Produk Pangan Industri Rumah Tangga Kepada Yth. Kepala Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Pusat Di Jakarta Yang bertanda tangan di bawah ini saya Nama Pemilik
: ....................................................................
Nama Perusahaan
: .....................................................................
Alamat/ Telepon
: .....................................................................
Nama Penanggung Jawab ................................................................ : Alamat/ Telepon
: .....................................................................
Sebagai pertimbangan bersama ini kami lampirkan surat-surat sebagai berikut: 1. Data perusahaan pangan industri rumah tangga 2. Peta lokasi tempat usaha 3. Denah ruangan beserta ukuran 4. Rancangan etiket/ label 5. Foto copy penanggung jawab/ pemilik 6. Pas foto berwarna pemohon/ penanggung jawab 3x4 (2 lembar) 7. Surat tanda pendaftaran industri kecil bagi perusahaan yang memiliki modal peralatan lebih daari Rp 5.000.000 8. Data produk 9. Surat keterangan penunjukkan, bila repacking 10. Copy tanda bukti pemilik tempat/ status bangunan, bila tempat usaha milik sendiri lampirkan sertifikat dan bila sewa minimal 2 tahun dengan melampirkan surat sewa dan foto copy KTP pemilik 11. Sertifikat Keamanan Pangan (mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan) Demikianlah permohonan ini kami buat dengan sebenarnya dengan harapan dapat dikabulkan. Hormat kami Cap Perusahaan Materai 6000
(…………..)
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
54
Lampiran 18. Persyaratan administrasi perizinan UMOT
Lampiran 19. Formulir pemeriksaan Toko Obat (Perizinan dan Binwasdal)
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
55
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
56
(lanjutan)
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
57
Lampiran 20. Formulir pemeriksaan UKOT
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
58
(lanjutan)
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
59
Lampiran 21. Formulir pemeriksaan UMOT
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
60
(lanjutan)
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
PEMANTAUAN PENGGUNAAN OBAT RASIONAL DI PUSKESMAS KECAMATAN JOHAR BARU PERIODE APRIL 2014
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DINNY CHAIRUNISA 1306343504
ANGKATAN LXXVIII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JUNI 2014
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... iii DAFTAR TABEL .............................................................................................. iv DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... v BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1 1.2 Tujuan ............................................................................................................. 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3 2.1 Pusat Kesehatan Masyarakat ........................................................................... 3 2.1.1 Pengertian Puskesmas ............................................................................ 3 2.1.2 Visi dan Misi Puskesmas ....................................................................... 4 2.1.3 Tujuan dan Fungsi Puskesmas ............................................................... 5 2.2 Penggunaan Obat Rasional ............................................................................. 6 2.3 Penggunaan Obat yang Tidak Rasional .......................................................... 9 2.3.1 Deskripsi ................................................................................................ 9 2.3.2 Kriteria Penggunaan Obat yang Tidak Rasional .................................... 10 2.4 Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional .................................. 11 2.4.1 Deskripsi ................................................................................................ 11 2.4.2 Manfaat Pemantauan dan Evaluasi ........................................................ 12 2.4.3 Cara Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat ................................. 12 2.4.4 Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi ....................................................... 13 BAB 3. METODE PELAKSANAAN ................................................................ 17 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ..................................................................... 17 3.2 Metode Pelaksanaan ........................................................................................ 17 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 19 4.1 Hasil ............................................................................................................... 19 4.2 Pembahasan .................................................................................................... 20 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 25 5.1 Kesimpulan .................................................................................................... 25 5.2 Saran ............................................................................................................... 25 DAFTAR ACUAN .............................................................................................. 27 LAMPIRAN ......................................................................................................... 29
ii
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1. Grafik Batang Laporan Indikator Peresepan Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas Johar Baru Periode April 2014 ................. 20
iii
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Laporan Indikator Peresepan Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas Kecamatan Johar Baru Periode April 2014 ....................... 19
iv
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Formulir Pelaporan Indikator Peresepan ISPA non Pneumonia ..... 29 Lampiran 2. Formulir Pelaporan Indikator Peresepan Diare non Spesifik ......... 30 Lampiran 3. Formulir Pelaporan Indikator Peresepan Myalgia .......................... 31 Lampiran 4. Laporan Indikator Peresepan di Puskesmas.................................... 32 Lampiran 5. Formulir Pelaporan Indikator Peresepan ISPA non Pneumonia Puskesmas Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat, DKI Jakarta Periode April 2014.......................................................................... 33 Lampiran 6. Formulir Pelaporan Indikator Peresepan ISPA non Diare Non Spesifik Puskesmas Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat, DKI Jakarta Periode April 2014 ..................................................... 36 Lampiran 7. Formulir Pelaporan Indikator Peresepan Myalgia Puskesmas Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat, DKI Jakarta Periode April 2014 ............................................................. 39 Lampiran 8. Laporan Indikator Peresepan di Puskesmas Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat, DKI Jakarta Periode April 2014 .................... 42
v Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus
dapat diwujudkan melalui pembangunan yang berkesinambungan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan hal tersebut yaitu membentuk Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS). Puskesmas merupakan salah satu unit pelayanan kesehatan. Dalam memberikan pelayanan kesehatan terutama pengobatan di Puskesmas maka diperlukan pengelolaan obat yang benar secara optimal untuk menjamin tercapainya tepat jumlah, tepat jenis, tepat penyimpanan, tepat waktu pendistribusian, tepat penggunaan dan tepat mutunya di tiap unit pelayanan kesehatan (Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010). Salah satu tanggung jawab apoteker adalah melakukan penilaian kerasionalan penggunaan obat dan memberikan laporan sebagai suatu bentuk pengawasan terhadap pengelolaan obat yang terdapat di Puskesmas. Laporan tentang kerasionalan obat ini diserahkan ke seksi Sumber Daya Kesehatan (SDK) pada subseksi Farmasi, Makanan, dan Minuman (Farmakmin) Suku Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pelaporan Penggunaan Obat Rasional (POR) bertujuan untuk memberikan gambaran pola peresepan di Puskesmas atas pasien dengan diagnosa ISPA, diare dan myalgia. Persentase penggunaan antibiotika pada ISPA non pneumonia, persentase penggunaan antibiotika pada diare non spesifik, persentase penggunaan sediaan injeksi pada pengobatan myalgia, serta rata-rata jumlah item obat per lembar dapat digunakan untuk memonitoring POR di Puskesmas. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis melakukan rekapitulasi laporan POR di Puskesmas Johar Baru periode April 2014 dalam rangka tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat. 1 Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
1.2
Tujuan
1. Menentukan kerasionalan berdasarkan penggunaan antibiotika untuk penyakit ISPA non pneumonia dan diare non spesifik serta penggunaan injeksi untuk penyakit myalgia 2. Menentukan kerasionalan berdasarkan rerata item obat per lembar resep periode April 2014 di Puskesmas Kecamatan Johor Baru kota administrasi Jakarta Pusat.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)
2.1.1
Pengertian Puskesmas Berdasarkan KEPMENKES RI No. 128/MENKES/SK/II/2004 mengenai
Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) didefinisikan sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (UPTD), Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia. Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas merupakan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Puskesmas bertanggungjawab hanya sebagian upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan kemampuannya. Secara nasional, standar wilayah kerja Puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari dari satu Puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar Puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggung jawab langsung kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Kemenkes RI, 2004). Program upaya pengobatan di Puskesmas bertujuan meningkatkan mutu pelayanan dan menjaga tingkat ketersediaan obat pada semua unit pelayanan yang ada di wilayahnya. Dalam melaksanakan pengelolaan obat di Puskesmas telah ditetapkan unit pengelola obat dengan Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) di Puskesmas dan Puskesmas Pembantu, yaitu (Direktorat Jenderal
Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010): a. Petugas menyusun rencana kebutuhan obat secara efektif dan efisien. b. Petugas melaksanakan permintaan obat dan perbekalan kesehatan sesuai kebutuhan. 3 Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
4
c. Petugas menerima obat dari gudang farmasi Kabupaten/Kota sesuai slip penerimaan obat. d. Petugas menyimpan obat sesuai dengan bentuk sediaan atau indikasi, kemudian abjad nama obat dengan memperhatikan waktu kadaluarsa (bila ada). e. Petugas mencatat setiap jenis obat dalam kartu stok obat. f. Petugas mendistribusikan obat ke unit pelayanan dalam bentuk buku register harian. g. Petugas membuat Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) setiap akhir bulan, Laporan Indikator Peresepan, dan lainnya. h. Petugas melakukan pembinaan, supervisi, dan evaluasi pengelolaan obat. 2.1.2
Visi dan Misi Puskesmas Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas
adalah tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan Sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan berperilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Indikator Kecamatan Sehat yang ingin dicapai mencakup 4 (empat) indikator utama yakni lingkungan sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu dan derajat kesehatan penduduk kecamatan (Kemenkes RI, 2004). Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut adalah (Kemenkes RI, 2004): 1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya. Puskesmas akan selalu menggerakkan pembangunan sektor lain yang diselenggarakan di wilayah kerjanya, agar memperhatikan aspek kesehatan, yakni pembangunan yang tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan, setidak-tidaknya terhadap lingkungan dan perilaku masyarakat. 2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya. Puskesmas akan selalu berupaya agar setiap keluarga dan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya makin berdaya di bidang Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
5
kesehatan, melalui peningkatan pengetahuan dan kemampuan menuju kemandirian untuk hidup sehat. 3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. Puskesmas akan selalu berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar dan memuaskan masyarakat, mengupayakan pemerataan pelayanan kesehatan serta meningkatkan efisiensi pengelolaan dana sehingga dapat dijangkau oleh seluruh anggota masyarakat. 4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat berserta lingkungannya. Puskesmas akan selalu berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat yang berkunjung dan yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya, tanpa diskriminasi dan dengan menerapkan kemajuan ilmu dan teknologi kesehatan yang sesuai. Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dilakukan Puskesmas mencakup pula aspek lingkungan dari yang bersangkutan. 2.1.3
Tujuan dan Fungsi Puskesmas Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas
adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat 2010 (Kemenkes RI, 2004). Puskesmas mempunyai fungsi sebagai berikut : 1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Di samping itu Puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
6
Puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. 2. Pusat pemberdayaan masyarakat Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan, dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat. 3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab Puskesmas meliputi: a. Pelayanan kesehatan perorangan Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi (private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan
perorangan,
tanpa
mengabaikan
pemeliharaan
kesehatan
dan
pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk Puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap. b. Pelayanan kesehatan masyarakat Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik (public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya. 2.2
Penggunaan Obat Rasional Penggunaan obat secara rasional (rational use of medicine) menurut World
Health Organization (2010) adalah kondisi dimana pasien menerima pengobatan Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
7
yang sesuai dengan kebutuhan klinis mereka, dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan individual, untuk jangka waktu yang tepat, dan dalam biaya terapi yang terjangkau bagi pasien maupun komunitas mereka. Lebih detil lagi, penjabaran definisi ini dirangkum dalam satu slogan, yaitu „8 Tepat dan 1 Waspada‟ (Swandari, 2012), yang berisi: a. Tepat Diagnosis Penggunaan obat harus berdasarkan penegakan diagnosis yang tepat. Ketepatan diagnosis menjadi langkah awal dalam sebuah proses pengobatan karena ketepatan pemilihan obat dan indikasi akan tergantung pada diagnosis penyakit pasien. Contohnya misalnya pasien diare yang disebabkan ameobiasis maka akan diberikan metronidazol. Jika dalam proses penegakkan diagnosisnya tidak dikemukakan penyebabnya adalah amoebiasis, terapi tidak akan menggunakan metronidazol. Pada pengobatan oleh tenaga kesehatan, diagnosis merupakan wilayah kerja dokter. Sedangkan pada swamedikasi oleh pasien, apoteker mempunyai peran sebagai second opinion untuk pasien yang telah memiliki self-diagnosis. b.
Tepat pemilihan obat Berdasarkan diagnosis yang tepat maka harus dilakukan pemilihan obat
yang tepat. Pemilihan obat yang tepat dapat ditimbang dari ketepatan kelas terapi dan jenis obat yang sesuai dengan diagnosis. Selain itu, obat juga harus terbukti manfaat dan keamanannya. Obat juga harus merupakan jenis yang paling mudah didapatkan. Jenis obat yang akan digunakan pasien juga seharusnya jumlahnya seminimal mungkin. c.
Tepat indikasi Pasien diberikan obat dengan indikasi yang benar sesuai diagnosa Dokter.
Misalnya Antibiotik hanya diberikan kepada pasien yang terbukti terkena penyakit akibat bakteri. d.
Tepat pasien Obat yang akan digunakan oleh pasien mempertimbangkan kondisi
individu yang bersangkutan. Riwayat alergi, adanya penyakit penyerta seperti kelainan ginjal atau kerusakan hati, serta kondisi khusus misalnya hamil, laktasi, balita, dan lansia harus dipertimbangkan dalam pemilihan obat. Misalnya
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
8
Pemberian obat golongan Aminoglikosida pada pasien dengan gagal ginjal akan meningkatkan resiko nefrotoksik sehingga harus dihindari. e.
Tepat dosis Dosis obat yang digunakan harus sesuai range terapi obat tersebut untuk
memberikan efek terapi yang maksimal. Obat mempunyai karakteristik farmakodinamik maupun farmakokinetik yang akan mempengaruhi kadar obat di dalam darah dan efek terapi obat. Besar dosis, cara, dan frekuensi pemberian umumnya disesuaikan dengan kondisi pasien dari segi usia, bobot badan, maupun kelainan tertentu. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat dengan rentang terapi yang sempit misalnya Teofilin, Digitalis, dan Aminoglikosida akan sangat beresiko timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan. f.
Tepat cara dan lama pemberian Cara pemberian yang tepat harus mempertimbangkan mempertimbangkan
keamanan dan kondisi pasien. Hal ini juga akan berpengaruh pada bentuk sediaan dan saat pemberian obat. Misalnya pasien anak yang tidak mampu menelan tablet parasetamol dapat diganti dengan sirup. Lama pemberian meliputi frekuensi dan lama pemberian yang harus sesuai karakteristik obat dan penyakit. Frekuensi pemberian akan berkaitan dengan kadar obat dalam darah yang menghasilkan efek terapi.
Contohnya penggunaan antibiotika Amoxicillin
500 mg dalam
penggunaannya diberikan tiga kali sehari selama 3-5 hari akan membunuh bakteri patogen yang ada. Agar terapi berhasil dan tidak terjadi resistensi maka frekuensi dan lama pemberian harus tepat. g.
Tepat harga Penggunaan obat tanpa indikasi yang jelas atau pemberian obat untuk
keadaan yang sama sekali tidak memerlukan terapi obat merupakan pemborosan dan sangat membebani pasien, termasuk peresepan obat yang mahal padahal alternatif obat yang lain dengan manfaat dan keamanan sama dan harga lebih mudah tersedia. Contoh Pemberian antibiotik pada pasien Infeksi Saluran Pernafasan Atas/ISPA non pneumonia dan diare non spesifik, serta penggunaan injeksi pada pasien myalgia yang sebenarnya tidak diperlukan hanya merupakan pemborosan serta dapat menyebabkan efek samping yang tidak dikehendaki.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
9
h. Tepat informasi Kejelasan informasi tentang obat yang harus diminum atau digunakan pasien akan sangat mempengaruhi ketaatan pasien dan keberhasilan pengobatan. Tenaga kefarmasian harus mampu menyediakan dan memberikan informasi kepada pasien dan tenaga kesehatan lain untuk menunjang penggunaan obat yang rasional dalam rangka mencapai keberhasilan terapi. Informasi yang diberikan meliputi nama obat, aturan pakai, lama pemberian, efek samping, dan interaksi obat tertentu dengan makanan. Misalnya pada peresepan Rifampisin harus diberi informasi bahwa urin dapat berubah menjadi berwarna merah sehingga pasien tidak akan berhenti minum obat walaupun urinnya berwarna merah. i.
Waspada efek samping Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak
diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi. Contohnya Penggunaan Teofilin menyebabkan jantung berdebar. Prinsip 8 Tepat dan 1 Waspada diharapkan dapat menjadi indikator untuk menganalisis rasionalitas dalam penggunaan Obat. Kampanye Penggunaan Obat Rasional (POR) diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi belanja obat dan mempermudah akses masyarakat untuk memperoleh obat dengan harga terjangkau. POR juga dapat mencegah dampak penggunaan obat yang tidak tepat sehingga menjaga keselamatan pasien. Pada akhirnya, POR akan meningkatkan kepercayaan masyarakat (pasien) terhadap mutu pelayanan kesehatan. 2.3
Penggunaan Obat yang Tidak Rasional (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010)
2.3.1
Deskripsi Penggunaan obat dikatakan tidak rasional jika kemungkinan dampak
negatif yang diterima oleh pasien lebih besar dibanding manfaatnya. Dampak negatif dapat berupa : a.
Dampak klinis (misalnya terjadi efek samping dan resistensi kuman).
b.
Dampak ekonomi (biaya tak terjangkau karena penggunaan obat yang tidak rasional dan waktu perawatan yang lebih lama).
c.
Dampak sosial (ketergantungan pasien terhadap intervensi obat).
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
10
2.3.2 Kriteria Penggunaan Obat yang Tidak Rasional Menurut Buku Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Puskesmas, suatu penggunaan obat dikatakan tidak rasional bila ditemukan salah satu dari empat kondisi peresepan di bawah ini, yaitu : 1.
Peresepan yang Berlebih (over prescribing) Pemberian obat yang sebenarnya tidak diperlukan untuk penyakit yang
bersangkutan. Sebagai contoh, pemberian antibiotik pada ISPA non pneumonia (yang umumnya disebabkan oleh virus). 2.
Peresepan yang Kurang (under prescribing) Pemberian obat kurang dari yang seharusnya diperlukan, baik dalam hal
dosis, jumlah maupun lama pemberian. Tidak diresepkannya obat yang diperlukan untuk penyakit yang diderita juga termasuk dalam kategori ini. Sebagai contoh pemberian antibiotik selama 3 hari untuk ISPA pneumonia yang seharusnya diberikan selama 5 hari, tidak memberikan oralit pada anak yang jelas menderita diare yang spesifik. 3.
Peresepan yang Majemuk (multiple prescribing) Pemberian beberapa obat untuk satu indikasi penyakit yang sama. Dalam
kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat. Sebagai contoh, pemberian dua jenis antibiotik untuk satu indikasi penyakit yang sama. 4.
Peresepan yang Salah (incorrect prescribing) Suatu peresepan dapat dikatakan salah bila:
a.
Pemberian obat yang tidak sesuai dengan indikasi penyakit. Sebagai contoh, pemberian injeksi vitamin B12 untuk keluhan pegal linu, sebenarnya pasien bukan karena defisiensi vitamin B12.
b.
Pemberian obat untuk kondisi yang sebenarnya merupakan kontraindikasi pada pasien. Sebagai contoh, pemberian antibiotik golongan kuinolon (misalnya siprofloksasin dan ofloksasin) untuk wanita hamil.
c.
Pemberian obat yang memberikan kemungkinan risiko efek samping yang lebih besar. Sebagai contoh, pasien ISPA non pneumonia tidak memerlukan antibiotik tetapi diberikan antibiotik yang dapat meningkatkan resistensi pasien terhadap antibiotik.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
11
2.4
Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional (Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2010) 2.4.1
Deskripsi Pemantauan merupakan proses kegiatan untuk melakukan identifikasi
masalah dan pengukuran besarnya masalah serta penilaian terhadap keberhasilan dalam penggunaan obat rasional. Pemantauan merupakan metode yang digunakan untuk keperluan pengawasan/pengendalian serta bimbingan dan pembinaan. Dua komponen aktif dalam melakukan pemantauan penggunaan obat yaitu: a.
Pengawasan dan pengendalian terhadap mutu penggunaan obat, pencatatan, serta pelaporannya.
b.
Membina
dan
membimbing
pelaksana
pengobatan
meningkatkan kemampuan dan keterampilan
agar
senantiasa
mereka dalam rangka
pemakaian obat yang rasional, serta membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi dilapangan. Salah satu cara untuk melakukan evaluasi penerapan penggunaan obat rasional adalah dengan cara pemantauan dan evaluasi. Monitoring yang terus menerus akan menghasilkan ketersediaan obat yang sesuai dengan kebutuhan sehingga mencapai penggunaan obat yang rasional. 2.4.2
Manfaat Pemantauan dan Evaluasi Dua subjek yang menjadi fokus dalam membicarakan maanfaat
pemantauan dan evaluasi penggunaan obat rasional, yaitu: a.
Dokter/pelaku pengobatan Pemantauan penggunaan obat dapat digunakan untuk melihat mutu
pelayanan kesehatan. Dengan pemantauan ini maka dapat dideteksi adanya kemungkinan penggunaan obat yang berlebih (over prescribing), kurang (under prescribing), majemuk (multiple prescribing) maupun tidak tepat (incorrect prescribing). b.
Apoteker dalam hal perencanaan obat Pemantauan dan evaluasi penggunaan obat secara teratur dapat
mendukung perencanaan obat sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai penggunaan obat rasional.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
12
2.4.3 Cara Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Pemantauan penggunaan obat dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung 2.4.3.1 Pemantauan Secara Langsung Dalam melakukan pemantauan dan evaluasi penggunaan obat dengan metode pemantauan secara langsung, alur pemantauan dimulai dengan mengamati proses pengobatan mulai dari anamnesis, pemeriksaan, peresepan, hingga penyerahan obat ke pasien. Pemantauan dengan cara ini dapat dilakukan secara berkala pada waktu-waktu yang tidak diberitahukan sebelumnya, sehingga diperoleh gambaran nyata mengenai praktik pemakaian obat yang berlangsung pada saat itu. Komponen yang dijadikan objek untuk dilakukan pemantauan pada penggunaan obat yaitu : a.
Kecocokan antara gejala/tanda-tanda (symptoms/signs), diagnosis, dan jenis pengobatan yang diberikan.
b.
Kesesuaian antara pengobatan yang diberikan dengan pedoman pengobatan yang ada.
c.
Pemakaian obat tanpa indikasi yang jelas (misalnya antibiotik untuk ISPA non pneumonia).
d.
Praktik polifarmasi untuk keadaan yang sebenarnya cukup hanya diberikan satu atau 2 jenis obat.
e.
Ketepatan indikasi.
f.
Ketepatan jenis, jumlah, cara, dan lama pemberian (didasarkan pada pedoman pengobatan yang ada).
g.
Kesesuaian obat dengan kondisi pasien (misalnya ditemukan pemberian injeksi pada diare).
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
13
2.4.3.2 Pemantauan Secara Tidak Langsung Dalam melakukan pemantauan dan evaluasi penggunaan obat dengan metode pemantauan secara tidak langsung, proses pemantauan dapat dilakukan melalui : a.
Kartu Status Pasien Berdasarkan kartu status pasien, dapat dilihat kecocokan dan ketepatan
antara gejala dan tanda yang ditemukan selama anamnesis dan pemeriksaan, dengan diagnosis yang dibuat dalam kartu status penderita, serta pengobatan (terapi) yang diberikan (termasuk jenis, jumlah, dan cara pemberian obat). b.
Buku Register Pasien Berdasarkan buku register pasien, data yang dapat diamati yaitu jumlah
kasus yang pengobatannya tidak sesuai dengan standar, over prescribing dari antibiotik dan pemakaian sediaan injeksi. 2.4.4 Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi Terdapat tiga tahap dalam melakukan kegiatan pemantauan dan evaluasi penggunaan obat rasional. Tahap pertama yaitu melakukan pencatatan terhadap status pasien dan pelaporan terhadap register harian setiap pasien. Hal ini dilakukan agar mendapatkan data awal pasien mengenai data demografi pasien, kondisi pasien saat ini, dan riwayat pengobatan yang pernah di dapat pasien. Tahap kedua yaitu monitoring dan evaluasi indikator peresepan. Pada tahap ini, dilakukan penilaian terhadap empat indikator peresepan dari resep yang masuk. Tahap ketiga yaitu melakukan pengumpulan data peresepan. Setelah informasi pasien telah didapat dan telah dilakukan penilaian terhadap resep dari pasien yang bersangkutan maka pada tahap ini dilakukan rekapitulasi data dimana format yang dijadikan acuan yaitu format formulir indikator peresepan. Formulir indikator peresepan dapat dilihat pada Lampiran 5. 2.4.4.1 Pencatatan dan Pelaporan Adapun cara pencatatan dan pelaporan yang baku adalah sebagai berikut: a.
Status Pasien Kolom anamnesis/pemeriksaan :
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
14
Kolom ini diisi keterangan yang bersifat patognomonik untuk kondisi yang dijumpai, baik berupa keluhan, gejala klinik, dan hasil pemeriksaan oleh dokter. Kolom diagnosis : Kolom ini diisi dengan diagnosis yang dokter sampaikan secara jelas. Jika terdapat dua diagnosis maka tuliskan keduanya, misalnya bronkitis dan diare. Kolom terapi : Kolom ini diisi dengan obat yang diberikan oleh dokter. Kelengkapan dengan kesederhanaan dari status pasien ini memungkinkan pemantauan terhadap kecocokan antara kolom anamnesis, kolom diagnosis, dan kolom terapi. b.
Register Harian Dilakukan pengisian secara lengkap di setiap kolom buku register harian,
mulai dari tanggal kunjungan, nomer kartu status, nama pasien, alamat, jenis kelamin, umur, diagnosis, pengobatan yang diberikan, sampai keterangan lainnya. 2.4.4.2 Monitoring dan Evaluasi Indikator Peresepan Tiga indikator peresepan yang akan dinilai dalam pemantauan dan evaluasi penggunaan obat yang rasional adalah : a.
Rata-rata jumlah obat per pasien.
b.
Persentase penggunaan antibiotik.
c.
Persentase penggunaan injeksi. Berdasarkan ketiga indikator tersebut dapat dilakukan evaluasi dan ditarik
suatu kesimpulan mengenai pola peresepan yang telah ada. 2.4.4.3 Pengumpulan Data Peresepan Pengumpulan data peresepan dilakukan oleh petugas puskesmas dengan menggunakan formulir indikator peresepan. Pengumpulan data yang dilakukan setiap hari akan memudahkan pengisian dan tidak menimbulkan beban dibandingkan dengan pengisian yang ditunda sampai satu minggu atau satu bulan.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
15
Kasus yang dimasukkan ke dalam kolom formulir monitoring indikator peresepan adalah pasien yang berobat ke Puskesmas dengan diagnosis tunggal berupa: a.
ISPA non pneumonia (batuk-pilek).
b.
Diare akut non spesifik.
c.
Penyakit sistem otot dan jaringan (myalgia). Ketiga penyakit tersebut memiliki diagnosis masing-masing, yaitu:
a.
ISPA non pneumonia. Data diambil jika ditulis: ISPA (diagnosa dokter / perawat tidak spesifik), pilek, (common cold), batuk – pilek, otitis media, sinusitis. ISPA non pneumonia merupakan viral infection / non bacterial inflamation.
b.
Diare non spesifik. Disebabkan oleh gastroenteritis, penyebab tidak jelas, virus, dll (non bakterial). Data diambil jika ditulis: diare, mencret-mencret, atau sejenisnya.
c.
Myalgia. Data diambil jika ditulis: nyeri otot, pegal-pegal, sakit pinggang, atau sejenisnya. Tidak membutuhkan injeksi (misal : vitamin B1) Dasar pemilihan ketiga diagnosis di atas adalah:
a.
Termasuk 10 penyakit terbanyak.
b.
Diagnosis dapat ditegakkan oleh petugas tanpa memerlukan pemeriksaan penunjang.
c.
Pedoman terapi untuk ketiga diagnosis jelas.
d.
Tidak memerlukan antibiotika/injeksi.
e.
Selama ini ketiganya dianggap potensial untuk diterapi secara tidak rasional. Dalam pemantauan POR terdapat indikator untuk ketiga penyakut dengan
diagnosis diatas. Indikator Kinerja POR Nasional antara lain: a.
% AB ISPA non pneumonia, batas toleransi: 20 %
b.
% Diare akut non spesifik, batas toleransi: 8 %
c.
% Injeksi pada myalgia, batas toleransi: 1 %
d.
Rerata jumlah item obat per resep, batas toleransi: 2,6 item
2.4.4.4 Pengolahan / penyajian data:
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
16
Data yang telah dikumpulkan dikompilasi dalam bentuk diagram batang / garis. Data peresepan digunakan sebagai alat untuk Pemantauan Wilayah Setempat (PWS). Data peresepan di Puskesmas menjadi data indikator POR di tingkat Nasional dengan cara: -
Data yang telah dikompilasi di Puskesmas dilaporkan ke Dinkes Kab/Kota
-
Data yang telah dikompilasi di Kab/Kota dilaporkan ke Dinkes Provinsi
-
Data yang dikompilasi di Dinkes Provinsi dilaporkan ke Kementerian Kesehatan
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
BAB 3 METODE PELAKSANAAN
3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan dilakukan di Puskesmas Kecamatan Johar Baru Kota Administrasi Jakarta Pusat periode 11-16 Mei 2014. 3.2. Metode Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan pengumpulan resep pasien dengan indikasi penyakit myalgia, diare non spesifik dan ISPA non pneumonia selama Praktek Kerja Profesi Apoteker di Puskesmas Kecamatan Johar Baru selama bulan April 2014. Data dikumpulkan dengan melakukan pengisian formulir monitoring indikator peresepan dengan mengikuti petunjuk pengisian “Cara Pengumpulan Data” sebagai berikut: a. Pasien diambil dari register harian, 1 kasus per hari untuk setiap diagnosis terpilih. Dengan demikian dalam 1 bulan diharapkan terkumpul sekitar 25 kasus per diagnosis terpilih. b. Bila pada hari tersebut tidak ada pasien dengan diagnosis tersebut, kolom dikosongkan, dan diisi dengan diagnosis yang sama, yang diambil pada harihari berikutnya. c. Untuk masing-masing diagnosis tersebut, diambil pasien dengan urutan pertama pada hari pencatatan. d. Puyer dan obat kombinasi ditulis rincian jenis obatnya. e. Jenis obat termasuk obat minum, injeksi, dan obat luar. f. Imunisasi tidak dimasukkan dalam kategori injeksi. g. Istilah antibiotik termasuk kemoterapi dan anti amoeba. h. Kolom “kesesuaian dengan pedoman” dikosongkan. Kolom ini akan diisi oleh pembina pada saat kunjungan supervisi (diambil 10 sampel peresepan secara acak untuk diskusi). i. Kunjungan supervisi (diambil 10 sampel peresepan secara acak).
17 Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
18
Data yang diperoleh kemudian diolah dalam spreadsheet Ms. Excel “Formulir Pelaporan Indikator Peresepan” (Lampiran 1, 2 dan 3) sesuai “Cara Pengisian Form” sebagai berikut: Kolom 1: Tanggal-bulan-tahun yang tertulis pada resep Kolom 2: Nomor urut data resep Kolom 3: Inisial nama pasien Kolom 4: Umur pasien dalam tahun atau bulan (untuk bayi) Kolom 5: Jumlah zat aktif obat yang tercantum pada setiap resep Kolom 6: YA/TIDAK untuk menyatakan penggunaan antibiotik Kolom 7: Nama obat yang tertulis dalam setiap lembar resep Kolom 8: Dosis pemakaian yang tercantum pada lembar resep Kolom 9: Lama pemakaian yang tercantum dalam lembar resep / hari Hasil perhitungan keempat indikator tersebut dikompilasi dalam “Laporan Indikator Peresepan di Puskesmas” seperti pada Lampiran 4 dan disajikan dalam bentuk grafik. Selain melakukan analisis terhadap Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas, penulis juga mengkaji hasil yang diperoleh melalui tinjauan pustaka dari berbagai referensi tentang kesehatan yang ada di Puskesmas Johar Baru.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Data hasil perhitungan Penggunaan Obat Rasional (POR) di Puskesmas
Kecamatan Johar Baru Kota Administrasi Jakarta Pusat periode April 2014 ditunjukkan pada Tabel 4.1 dan disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 4.2. Data POR menunjukkan rata-rata item jenis obat perlembar resepnya pada bulan April 2014 untuk ISPA non pneumonia adalah sebanyak 3,96 item ≈ 4 item sedangkan diare non spesifik adalah 3,40 item ≈ 4 item. Untuk myalgia, rata-rata item jenis obat perlembar resepnya adalah sebanyak 2,40 item ≈ 3 item. Hasil rata-rata item obat per lembar resep untuk ketiga jenis penyakit tersebut adalah 3,25 item ≈ 4 item obat. Hasil penggunaan antibiotik pada ISPA non pneumonia adalah 36% dan pada diare non spesifik 24%, sedangkan penggunaan injeksi pada myalgia adalah 0%.
Tabel 4.1 Laporan indikator peresepan Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas Kecamatan Johar Baru periode April 2014 Penggunaan
Penggunaan
Penggunaan
Antibiotik
Antibiotik
Injeksi pada
pada ISPA
pada Diare
Myalgia (%)
Non-
Non-Spesifik
Pneumonia
(%)
Rerata Item / Lembar Resep ISPA Diare Myalgia
Ratarata
(%) 36
24
0
3,96
19 Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
3,40
2,40
3,25
Universitas Indonesia
20
3.25
0.36
0.24 0.00
% Antibiotik ISPA Non-Pneumonia
% Antibiotik Diare NonSpesifik
% Injeksi Myalgia
Rerata Item / Lembar Resep
Gambar 4.1. Grafik batang laporan indikator peresepan Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas Johar Baru periode April 2014
4.2
Pembahasan Data penggunaan obat rasional (POR) adalah data atau pelaporan yang
merepresentasikan penggunaan antibiotika pada pasien dengan diagnosis tunggal berupa Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) non pneumonia, penggunaan antibiotika pada diare non spesifik, penggunaan injeksi pada pasien dengan dengan diagnosis tunggal yaitu myalgia serta rata-rata item obat per lembar resep. Berdasarkan hasil rekapitulasi mengenai data POR, didapatkan hasil rata-rata item obat per lembar resep untuk ketiga jenis penyakit adalah 3,25 item, sedangkan Kemenkes RI menetapkan standar bahwa tingkat polifarmasi di Puskesmas dikategorikan rasional bila rata-rata obat tiap pasien adalah 2,6 item. Dari hasil tersebut, terlihat indikasi terjadinya polifarmasi. Masalah polifarmasi terjadi kemungkinan disebabkan karena dokter fokus memberikan terapi untuk gejala yang timbul bukan berdasarkan diagnosis penyakit pasien. Tekanan dari pasien yang mengharapkan gejala penyakit yang mengganggu aktivitas pasien cepat hilang juga dapat mendorong dokter untuk meresepkan banyak obat seperti antibiotik (Blartiy, Shinde, Nandheswar & Tiwari, 2008). Selain itu, pola peresepan dokter juga dapat dipengaruhi oleh informasi komersial yang berlebihan dari pabrik obat, saran kolega profesi, literatur akademis dan regulasi pemerintah (Soumerai, Mclaughlin & Avorn, 2005).
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
21
Berdasarkan pengamatan pada resep ISPA non pneumonia, diare non spesifik, dan myalgia didapatkan hasil rata-rata item jenis obat perlembar resepnya untuk ISPA non pneumonia sebanyak 3,96 item, untuk diare non spesifik sebanyak 3,40 item, dan untuk myalgia sebanyak 2,40 item. Hasil tersebut menunjukkan polifarmasi umumnya terjadi pada diagnosis penyakit ISPA non pneumonia dan diare non spesifik. ISPA non pneumonia termasuk penyakit yang memberikan gejala yang cukup banyak dikeluhkan pasien seperti demam, pusing, pilek, batuk, dan radang tenggorokan. Sedangkan diare non spesifik adalah diare yang penyebabnya tidak jelas sehingga dapat mendorong dokter meresepkan banyak obat untuk mengobati keluhannya. Banyaknya keluhan yang diderita pasien mendorong dokter penulis resep meresepkan obat untuk masing-masing keluhan tersebut. Hal ini menyebabkan banyak obat diresepkan untuk satu pasien sehingga berakibat pengobatan menjadi tidak rasional. Pasien dengan diagnosis penyakit ISPA non pneumonia seringkali juga diresepkan antibiotik yang tidak diperlukan dalam pengobatan. Antibiotik juga banyak diresepkan pada pasien diare non spesifik yang belum diketahui secara pasti apakah diare tersebut benar disebabkan oleh bakteri. Selanjutnya, berdasarkan hasil rekapitulasi penggunaan antibiotik pada ISPA non pneumonia di Kecamatan Johar Baru periode April 2014 adalah 36,00%. Hasil ini dapat dinyatakan tidak rasional karena melebihi standar yang telah ditetapkan Kemenkes RI yaitu 20 % untuk penggunaan antibiotik pada ISPA non pneumonia. ISPA non pneumonia merupakan infeksi saluran nafas yang disebabkan oleh virus yang dikenal dengan batuk pilek sehingga tidak dibutuhkan antibiotik untuk pengobatannya. Namun faktanya, antibiotik seakan menjadi pilihan terapi yang lazim untuk penyakit ISPA non pneumonia. Antibiotik yang sering digunakan pada pasien ISPA non pneumonia adalah amoksisilin, sefadroksil, dan siprofloksasin. Ketiga antibiotik tersebut merupakan antibiotik dengan spektrum luas dan potensi tinggi sehingga efektif untuk bakteri gram positif maupun negatif. Penggunaan antibiotik terutama spektrum luas akan memperparah resistensi antibiotik. Menurut Purnamawati (2009), pemakaian antibiotik yang tidak rasional yaitu dengan memakai antibiotik berjenis cakupan luas (broad spectrum) tidak hanya mematikan kuman yang menyebabkan
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
22
penyakit pada pasien, tetapi juga akan membunuh kuman baik/flora normal pada tubuh manusia (Dwiharjanti, 2010). Para dokter penulis resep umumnya menggunakan antibiotik berspektrum luas dengan harapan penyakit pasien dapat segera sembuh walaupun ISPA non pneumonia disebabkan oleh virus bukan bakteri ISPA non pneumonia seperti demam, flu dan radang tenggorokan disebabkan oleh virus. Hal ini dapat mengakibatkan ketidaktepatan indikasi pengobatan, mengakibatkan pengobatan menjadi tidak rasional dan bahkan menyebabkan resistensi. Hasil rekapitulasi data POR mengenai penggunaan antibiotik pada diare non spesifik di Kecamatan Johar Baru periode April 2014 menunjukkan angka sebesar 24,00%. Hasil ini dapat dinyatakan tidak rasional karena melebihi standar yang telah ditetapkan Kemenkes RI yaitu 8% untuk batas penggunaan antibiotik pada diare non spesifik. Pada kasus diare non spesifik, ketidakrasionalan dikarenakan tidak tepat indikasi. Penderita diare non spesifik disebabkan bukan karena bakteri, melainkan virus, makanan yang merangsang motilitas saluran cerna atau yang tercemar toksin, dan gangguan pencernaan (Menteri Kesehatan RI, 2008). Oleh karena itu, penggunaan antibiotika tidak tepat, kecuali terdapat hasil laboratorium yang menunjukkan diare tersebut disebabkan oleh bakteri yang tergolong diare spesifik. Menurut Treebupachatsakul, Tiengrim, dan Thamlikitkul (2006) dan Heaton (2009), penggunaan antibiotik secara bebas dapat membahayakan kesehatan pasien tanpa pemantauan klinis terhadap efeknya, karena selain antibiotik tidak mampu menurunkan tingkat komplikasi penyakit, antibiotik juga tidak mempercepat penyembuhan penyakit akibat virus. Penggunaan antibiotik yang berlebihan dapat dipengaruhi oleh faktor kebiasaan dokter meresepkan antibiotik, permintaan pasien agar segera sembuh dari penyakit, dan ketidakpastian diagnosis. Oleh karena itu, diperlukan evaluasi, standar terapi untuk penggunaan antibiotik, dan peningkatan sarana untuk penegakan diagnosis infeksi pada fasilitas pelayanan kesehatan (WHO, 2004). Sebelum pemberian antibiotik dimulai, harus dipastikan terlebih dahulu jenis antibiotika yang akan digunakan, dosis, cara dan lama pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik juga ditentukan oleh keadaan klinis pasien, kuman-kuman yang berperan (parameter mikrobiologis), dan sifat antibiotik tersebut.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
23
Penggunaan antibiotik berlebihan terutama antibiotik yang berpotensi tinggi dapat mengakibatkan terjadinya resistensi terhadap antibiotik yang berpotensi lebih rendah (Fakultas Kedokteran UI, 2007). Akibat yang utamanya dikhawatirkan adalah terjadinya resistensi antibiotik. Menurut WHO (1993), resistensi antibiotik dapat mengakibatkan dampak yang merugikan baik dari segi ekonomi (bertambahnya biaya terapi) maupun klinis (bertambahnya keparahan penyakit). Oleh karena itu, persentase penggunaan antibiotik diharapkan menjadi serendah mungkin untuk menghindari akibat yang tidak diinginkan. Selanjutnya, hasil rekapitulasi penggunaan injeksi pada myalgia di Puskesmas Kecamatan Johar Baru menunjukkan persentase penggunaan sebesar 0%. Hasil ini dapat dinyatakan rasional bila dibandingkan dengan standar POR nasional yaitu 1%. Hal ini mengindikasikan bahwa pelayanan kesehatan di Puskesmas Kecamatan Johar Baru berjalan cukup baik. Sebagai penulis resep, dokter di Puskesmas Kecamatan Johar Baru telah berhati-hati dalam meresepkan sediaan injeksi karena dianggap masih banyak alternatif obat yang dinilai cukup efektif untuk mengobati myalgia. Pada myalgia, pasien mengalami nyeri otot sehingga perlu diberikan vitamin B kompleks terutama B1 dan B12 serta analgesik. Kebutuhan pasien myalgia akan vitamin B dapat diperoleh dari pemberian secara oral karena bukan merupakan keadaan darurat defisiensi vitamin B yang membutuhkan injeksi segera. Berdasarkan hasil rekapitulasi
semua indikator peresepan dalam
pemantauan dan evaluasi POR diatas, dapat dilihat penggunaan obat yang tidak rasional kerap terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas Kecamatan Johar Baru umumnya terjadi karena banyak faktor. Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan obat yang tidak rasional antara lain (Dwiharjanti, 2010): faktor dari pembuat resep (prescriber) yang kurang memiliki bekal pengetahuan dan keterampilan terapetika petugas semasa pendidikan, kurang mendapatkan penyegaran ilmu selama menjalankan tugas, kurang mendapatkan pelatihan tentang pengobatan rasional, lemahnya model yang diacu, rasa tidak aman/kurang percaya diri, dan kurang mendapatkan informasi yang terkini mengenai pengobatan. Sebagian besar dokter umumnya lebih banyak mengandalkan pengalaman praktek sehari-hari yang meskipun tidak keliru tetapi
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
24
tetap memerlukan dasar/alasan ilmiah yang dapat diterima. Aktivitas promosi oleh industri farmasi yang menyebabkan adanya kepentingan pribadi bagi petugas. Tekanan dari pasien dalam bentuk permintaan untuk meresepkan obat-obat tertentu berdasarkan pilihan pasien sendiri. Sering timbulnya rasa kurang yakin dan kurang percaya pada diri dokter terhadap diagnosis dapat menyebabkan diagnosis menjadi tidak tegak sehingga pengobatan untuk pasien menjadi tidak tepat. Seringkali penulis resep juga melakukan generalisasi yang keliru terhadap pengobatan penyakit-penyakit tertentu atas dasar pengalaman praktek, misalnya memberikan terapi suntik kepada pasien yang sebenarnya tidak perlu. Terbatasnya waktu bagi dokter untuk melakukan pemeriksaan secara seksama karena banyaknya pasien juga dapat menyebabkan diagnosis menjadi kurang mendalam sehingga hasil pemeriksaan menjadi tidak jelas, dan pada akhirnya pengobatan menjadi tidak tepat. Selain itu, faktor lain yang dapat mengakibatkan penggunaan obat yang tidak rasional di fasilitas pelayanan kesehatan adalah faktor dari sistem supply, antara lain stok obat yang terbatas sehingga pengobatan dilakukan dengan menggunakan obat seadanya, sistem supply yang buruk misalnya keterlambatan pendistribusian, dan adanya obat yang rusak atau kadaluarsa akibat penyimpanan yang buruk atau sistem pendistribusian yang tidak baik dapat menyebabkan obat yang diberikan ke pasien tidak sesuai dengan indikasi yang seharusnya. Sistem pemantauan dan pelaporan POR telah dilakukan di masing-masing Puskesmas dalam upaya memantau dan mengendalikan penggunaan obat sesuai standar. Namun pemantauan POR ini masih memiliki beberapa keterbatasan. Keterbatasan tersebut antara lain data yang diambil hanya didasarkan pada resep dokter sehingga tidak dapat diketahui dengan jelas diagnosa dan penyakit yang diderita pasien sebenarnya. Data yang tertera pada resep yang diterima hanyalah data-data kelengkapan resep seperti nama, usia, obat-obat yang diresepkan beserta jumlah dan aturan pemakaian sedangkan diagnosa tidak terdapat dalam resep, tetapi hanya ada pada rekam medis pasien. Hal tersebut dapat menimbulkan hasil yang kurang terpercaya sehingga dapat dianggap sebagai pengobatan yang tidak rasional oleh apoteker atau asisten apoteker yang melakukan pengolahan data POR setiap bulannya.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Berdasarkan data yang telah diperoleh dari Puskesmas Kecamatan Johar
Baru untuk periode April 2014 dan analisis data yang dihasilkan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan data persentase rata-rata penggunaan antibiotik untuk penyakit ISPA non pneumonia, persentase penggunaan antibiotik untuk penyakit diare non spesifik, serta persentase rata-rata penggunaan injeksi untuk penyakit myalgia di Puskesmas Kecamatan Johar Baru dapat disimpulkan bahwa penggunaan antibiotik yang tidak rasional sedangkan penggunaan injeksi sudah rasional. 2. Dari data persentase rata-rata penggunaan antibiotik pada ISPA non pneumonia dan diare non spesifik dapat dinyatakan penggunaan obat tidak rasional. Sedangkan dari data presentase rata-rata penggunaan injeksi pada myalgia dapat dinyatakan bahwa pengobatan myalgia di Puskesmas Kecamatan Johar Baru telah sesuai dengan ketentuan POR Nasional.
5.2
Saran
1. Apoteker yang bertugas di Puskesmas harus berperan aktif dalam pengawasan dan pemantauan data POR di Puskesmas masing-masing. 2. Perlu dilakukan pembenahan dan peningkatan sarana dan prasarana di puskesmas supaya proses pelayanan kesehatan pasien dapat berjalan dengan maksimal. 3. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat berdiskusi lebih lanjut dengan Puskesmas Kecamatan terkait data penggunaan obat yang tidak rasional pada laporan Penggunaan Obat Rasional untuk menjamin pengontrolan penggunaan obat yang rasional berjalan sesuai ketentuan. 4. Perlu adanya kerja sama dengan asosiasi dokter (IDI) agar melakukan sosialisasi kembali tentang penggunaan obat rasional kepada para dokter misalnya dalam hal meresepkan antibiotik pada ISPA non pneumonia dan diare
25 Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
26
non spesifik, karena penggunaan antibiotik yang tinggi akan berdampak pada tingginya resistensi di Indonesia.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
DAFTAR ACUAN
Bhartiy, S. S., Shinde, M., Nandheswar, S., & Tiwari, S.C. (2008). Pattern of prescribing practices in the Madhya Pradesh, India. Kathmandu University Medical Journey, 6 (1), 55-59. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2010). Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Dwiharjanti, R. (2010). Penerapan Kebijakan Penggunaan Obat Rasional RSUP Persahabatan Jakarta Tahun 2010 (Studi Kasus Penggunaan Antibiotik di Bagian Perina). Tesis. Universitas Indonesia, Depok.
Fakultas Kedokteran UI. (2007). Farmakologi dan Terapi Edisi ke-5. Jakarta: Gaya Baru. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128/MENKES/SK/II/2004. (2004). Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Menteri Kesehatan RI. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 296/MENKES/SK/III/2008 tentang Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Sari, K. C. D. P. (2011). Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Obat Ditinjau dari Indikator Peresepan Menurut WHO di Seluruh Puskesmas Kecamatan Kota Depok pada tahun 2010. Skripsi. Universitas Indonesia, Depok. Soumerai, S. B., Mclaughlin, T. J., & Avorn, J. (2005). Improving Drug Prescribing in Primary Care: A Critical Analysis of the Experimental Literature. The Milbank Quarterly, 83 (4), 1-48. Sumpradit, et al. (2012). Antibiotics Smart Use: a workable model for promoting the rational use of medicines in Thailand. Bulletin of the World Health Organization, 90 (12), 905-913.
27 Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
28
Swandari, Swestika. (2012). Penggunaan Obat Rasional melalui Indikator 8 Tepat dan 1 Waspada. Balai Besar Pelatihan Kesehatan Makassar. Maret 16, 2014. http://bbpkmakassar.or.id/index.php/Umum/InfoKesehatan/Penggunaan Obat-Rasional-POR-melalui-Indikator-8-Tepatdan-1-Waspada.phd. WHO. (2004). Drug and Therapeutics Committees: A Practical Guide. Switzerland: WHO. WHO. (2010, May). Medicines: Rational Use of Medicines. 23 September, 2014. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs338/en/
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
29
Lampiran 1. Formulir Pelaporan Indikator Peresepan ISPA non Pneumonia FORM-1
FORMULIR PELAPORAN INDIKATOR PERESEPAN ISPA NON PNEUMONIA Puskesmas : ………………………………………… Kabupaten : ……………………………………… Provinsi : ………………………………………..
Tg No. l
Nama
Umur
(1) (2)
(3)
(4)
Bulan : ………………………… Tahun : …………………………
Lama Sesuai Jumlah Item Antibiotik Dosis NamaObat Pemakaian Pedoman Obat Ya/Tidak Obat (hari) Ya/Tidak (5)
(6)
(7) a. b.
1
c. d. a. b.
2
c. d. a. b.
3
c. d. a. b.
4
c. d. a. b.
dst
c. d.
N=
Total Item Obat Rerata Item Obat/ Lembar Resep Persentase AB
A
B
A/N B/Nx 100 %
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
(8)
(9)
( 10 )
30
Lampiran 2. Formulir Pelaporan Indikator Peresepan Diare Non Spesifik FORM-2
FORMULIR PELAPORAN INDIKATOR PERESEPAN DIARE NON SPESIFIK Puskesmas : ………………………………………… Kabupaten : ……………………………………… Provinsi : ………………………………………..
Tg No. l
Nama
Umur
(1) (2)
(3)
(4)
Bulan : ………………………… Tahun : …………………………
Lama Sesuai Jumlah Item Antibiotik Dosis NamaObat Pemakaian Pedoman Obat Ya/Tidak Obat (hari) Ya/Tidak (5)
(6)
(7) a. b.
1
c. d. a. b.
2
c. d. a. b.
3
c. d. a. b.
4
c. d. a. b.
dst
c. d.
N=
Total Item Obat Rerata Item Obat/ Lembar Resep Persentase AB
A
B
A/N B/Nx 100 %
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
(8)
(9)
( 10 )
31
Lampiran 3. Formulir Pelaporan Indikator Peresepan Myalgia FORM-3
FORMULIR PELAPORAN INDIKATOR PERESEPAN MYALGIA Puskesmas : ………………………………………… Kabupaten : ……………………………………… Provinsi : ………………………………………..
Tg No. l
Nama
Umur
(1) (2)
(3)
(4)
Bulan : ………………………… Tahun : …………………………
Lama Sesuai Jumlah Item InjeksiYa/ Dosis NamaObat Pemakaian Pedoman Obat Tidak Obat (hari) Ya/Tidak (5)
(6)
(7) a. b.
1
c. d. a. b.
2
c. d. a. b.
3
c. d. a. b.
4
c. d. a. b.
dst
c. d.
N=
Total Item Obat Rerata Item Obat/ Lembar Resep Persentase Injeksi
A
B
A/N B/Nx 100 %
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
(8)
(9)
( 10 )
32
Lampiran 4. Laporan Indikator Peresepan di Puskesmas LAPORAN INDIKATOR PERESEPAN DI PUSKESMAS Nama Puskesmas
:
Bulan: ……………
Jenis Puskesmas
: Perawatan/BukanPerawatan
Tahun: ................
Jumlah Apoteker
:
Jumlah AA/D3 Farmasi : Jumlah Dokter
:
Kabupaten/Kota
:
Provinsi :
:
Rerata Item / Lembar Resep % Penggunaan % Penggunaan % Penggunaan Antibiotik pada Antibiotik pada Injeksi pada Diare ISPA NonMyalgia RataNon-Spesifik ISPA Diare Myalgia Pneumonia rata (1)
(2)
(3)
(4)
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
(5)
(6)
(7)
33
Lampiran 5. Formulir Pelaporan Indikator Peresepan ISPA non Pneumonia Puskesmas Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat, DKI Jakarta Periode April 2014 FORM-1
FORMULIR PELAPORAN INDIKATOR PERESEPAN ISPA NON PNEUMONIA Puskesma s Kabupaten Provinsi
: Kecamatan Johar Baru : Jakarta Pusat : DKI Jakarta
Bulan : April Tahun : 2014
Tgl
No
Nama
Umur
Jumlah Item Obat
Antibiotik Ya/Tidak
Nama Obat
Dosis Obat
Lama Pemakaian (hari)
Sesuai Pedoman Ya/Tidak
(1) 4/1/ 201 4
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
1
Tn. Firmansyah
29 th
3
Tidak
Gliseril guaiakolat tab
3x1
3
Parasetamol tab
3x1
3
Vitamin C tab
2x1
5
Gliseril guaiakolat tab
3x1/2
3
2x1
5
3x1/2 1x1 cth
3 24
Parasetamol tab Gliseril guaiakolat tab
3x1/2
6
3x1/2
6
CTM tab Deksametason tab
3x1/2
6
1x1
5
Vitamin C tab
1x1
5
Parasetamol tab
3x1
3
Amoksisilin tab
3x1
3
Ambroksol tab
3x1
3
Vasvita kaplet
1x1
10
Cefadroxil tab
2x1
5
Ambroksol tab
3x1
3
CTM tab Asam mefenamat tab
3x1
3
3x1
3
Pehavral tab
1x1
5
OBH biasa sirup
3x2 C
2
Bromheksin tab Vitamin B kompleks tab
3x1
3
3x1
3
Parasetamol tab
3x1
3
Bromheksin tab
3x1
3
4/2/ 201 4
2
Raditia
6 th
4
Tidak
Efedrin tab Parasetamol tab 4/3/ 201 4
4/4/ 201 4
Caviplex sirup 3
4
5 4/7/ 201 4
4/8/ 201 4
4/10 /201 4
6
7
Ainul
A. Kohar
Sifanizal
Ny. Jubariah
Sumiati
9 th
22 th
71 th
57 th
33 th
5
4
5
3
4
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
34
4/11 /201 4
4/14 /201 4
8
9
4/15 /201 4
10
4/16 /201 4
11
4/17 /201 4
4/21 /201 4
4/21 /201 4
4/22 /201 4 4/22 /201 4
4/23
12
13
14
15
16
17
Naysa
Padian
Anggun
Della
Ny. Ruminah
Sri Wulandari
Hani R.
Ramdan
Nelson S
Veronika
Aminofilin tab Vitamin B kompleks tab 3 bln
12 th
10 th
11 th
4
5
2
5
Ya
Ya
Tidak
Ya
3x1
3 3
Ambroksol sirup Parasetamol sirup
2x1 3x1 1/4 cth 3x1 cth 3x1 cth
CTM tab
3x 1/4
3
Amoksisilin tab Gliseril guaiakolat tab
3x1
3
3x1
3
CTM tab Vitamin B kompleks tab
3x1
3
2x1
3
Parasetamol tab
3x1
3
Parasetamol tab
3x1/2
3
Gliseril guaiakolat tab
3x1/2
3
Amoksisilin tab
3x1/2
3
Parasetamol tab
3x1/2
3
Bromheksin tab
3x1/2
3
CTM tab
3x1/2 1x1 cth
3 24
Parasetamol tab Gliseril guaiakolat tab
3x1
3
3x1
3
CTM tab
3x1
3
Vasvita kaplet
1x1
5
Amoksisilin tab
3x1
3
Parasetamol tab
3x1
3
CTM tab Dekstrometorfan tab
3x1
3
3x1
3
Vitamin C tab
1x1
5
Parasetamol tab Gliseril guaiakolat tab
3x1
3
3x1
3
OBH biasa sirup Vitamin B kompleks tab
3x1 C
4
3x1
3
Parasetamol tab
3x1/2
3
Bromheksin tab Vitamin B kompleks tab
3x1/2
3
2x1
3
3x1
3
3x1
3
3x1
3
3x1
3
Cefadroxil sirup
Caviplex sirup 60 th
31 th
22 th
18 th
53 th
21 th
4
5
4
3
3
3
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Gliseril guaiakolat tab Dekstrometorfan tab Vitamin B kompleks tab Ambroksol tab
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
32 8 8
35 /201 4 4/23 /201 4
4/24 /201 4
4/24 /201 4
4/25 /201 4
4/25 /201 4
4/28 /201 4
4/29 /201 4
4/30 /201 4
18
19
Nuraeni
26 th
Tn. Purnomo
33 th
3
4
Ya
Ya
Parasetamol tab
3x1
3
Caviplex kaplet Siprofloksasin tab
1x1
5
2x1
5
Parasetamol tab
3x1
3
Ambroksol tab
3x1
3
Ambroksol tab
3x1
3
3x1 C
4
Amoksisilin tab
3x1
3
CTM tab
3x1
3
OBH sirup
20
Tn. Ahmad
32 th
4
Tidak
Ambroksol tab
3x1
3
3x1 C
4
Cetirizine tab
1x1
3
Scopma tab
2x1
5
Cefadroxil tab
2x1
5
Ambroksol tab Deksametason tab
3x1
3
3x1
3
Caviplex kaplet Dekstrometorfan tab Gliseril guaiakolat tab
1x1
5
2x1
3
3x1
3
Caviplex kaplet
1x1
5
Parasetamol tab Gliseril guaiakolat tab
3x1
3
3x1
3
CTM tab
3x1
3
Parasetamol tab Dekstrometorfan tab
3x1
3
3x1
3
Parasetamol tab Vitamin B kompleks tab
3x1
3
3x1
3
Vitamin C tab
2x1
5
CTM tab
2x1
5
Efedrin tab Gliseril guaiakolat tab
3x1
3
3x1
3
Parasetamol tab Gliseril guaiakolat tab
3x1
3
3x1
3
CTM tab
2x1
3
Caviplex kaplet
1x1
5
OBH sirup
21
22
23
24
25
Indriyani
28 th
Mursiyah
47 th
Watiah
45 th
Ahya
24 th
Sularto
39 th
Total Item Obat N = 25
Rerata Item Obat/ LembarResep Persentase AB
4
4
4
6
4
A = 99 A/N= 3,96
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
9
B/Nx 100% = 36%
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
36
Lampiran 6. Formulir Pelaporan Indikator Peresepan Diare Non Spesifik Puskesmas Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat, DKI Jakarta Periode April 2014 FORM-2
FORMULIR PELAPORAN INDIKATOR PERESEPAN DIARE NON SPESIFIK Puskesmas Kabupaten Provinsi
Tgl
No
(1) 4/1/ 201 4
(2)
4/4/ 201 4 4/4/ 201 4
4/7/ 201 4 4/7/ 201 4
4/8/ 201 4
4/11 /201 4 4/11 /201 4
1
2
3
4
: Kecamatan Johar Baru : Jakarta Pusat : DKI Jakarta
Nama (3) Bapak Buyung
Haikal
Umur
Jumlah Item Obat
Antibiotik Ya/Tidak
Nama Obat
Dosis
Lama Pemakaian (hari)
Sesuai Pedoman Ya/Tidak
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
70 th
4
Tidak
Metformin tab
2x1
7
Diaform tab
3x2
2
Parasetamol tab
3x1
3
Oralit sachet
qs
Sprn
Zinc tab
1x1
10
Vitamin B6 tab
2x1
3
Salisil talk
2x1
Sprn
CTM tab
3x1
3
Prednisone tab
3x1
3
Amoksisilin tab Hidrocortisone cream
3x1
3
sue
Sprn
Oralit sachet
qs
Sprn
Zinc tab
1x1
10
Oralit sachet
qs
Sprn 10
Caviplexsirup
1x1/2 1x1 cth
Domperidone tab
3x1/2
3
Vitamin B6 tab
2x1
3
Zinc tab
1x1
Sprn
Parasetamol tab
3x1
3
Diaform tab
3x1
3
Diazink tab
1x1
Sprn
Vitamin B6 tab
3x1
3
Oralit sachet
qs
Sprn
Zinc tab
1x1
10
Cotrimoxazole sirup
3x1
8
Oralit sachet
qs
Sprn
6 1/2 th
3 th 2 bln
M. Farid
4 bln 24 hr
Farul
Bulan : April Tahun : 2014
3
6
2
Tidak
Ya
Tidak
Zinc tab 5
6
7
8
Firna
8 th
Ny. Dian S
Luwis
Aru
29 th
2 1/2 th
7 bln 19 hr
4
4
2
4
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
24
37
Zinc tab
4/14 /201 4 4/15 /201 4
9
10
4/16 /201 4
11
4/17 /201 4
12
4/21 /201 4
13
4/21 /201 4
4/22 /201 4
14
15
4/23 /201 4
16
4/23 /201 4
17
4/24 /201 4
18
4/24 /201 4
19
Nawawi
30 th
11 bln 15 hr
Fadil
Bian
8 hari
Yaafi
2 th 3 bln
Natsir
79 th
M. Asyar
16 bln
7 bln 5 hr
Salsa
Fahri
7 hari
Almira
3 th
M. Bahri
4 th
Frisdawati
45 th
3
4
2
Tidak
Ya
Tidak
Parasetamol sirup
1x1 3x 0.4 cc
Diaform tab
2x1
5
Zinc tab
1x1
10
Oralit sachet
qs
Sprn
Oralit sachet
qs
Sprn
Zinc tab Cotrimoxazole sirup
10
Caviplex sirup
1x1 3x1 cth 1x1 cth
Oralit sachet
qs
Sprn
1x1/2
10
Oralit sachet
qs
Sprn
Zinc tab Domperidone sirup
1x1 3x1 cth
10
Diaform tab
3x1
3
Parasetamol tab
3x1
3
CTM tab
3x1
3
Oralit sachet
qs
Sprn
Cotrimoxazole sirup
3x1
8
Zinc tab
1x1
10
Oralit sachet Parasetamol sirup
qs
Sprn 8
Parasetamol drops
3x1 3x 0.9 cc
Sprn
Oralit sachet
qs
Sprn
Zinc tab Gliseril guaiakolat tab Dekstrometorfan tab
1x1
10
3x1
3
3x1
3
1x1/2
10
Oralit sachet
qs
Sprn
Oralit sachet
qs
Sprn
Zinc tab Cotrimoxazole sirup
1x1 2x1 cth
10
Oralit sachet
qs
Sprn
Zinc tab
1x1
10
Cotrimoxazol tab
2x1
3
Loperamid tab
2x1
3
Parasetamol tab
3x1
3
Zinc tab 3
4
4
5
2
3
2
4
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Zinc tab
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
10 50
8 24
8
12
38
4/25 /201 4
20
4/25 /201 4
21
22 4/28 /201 4
4/28 /201 4
4/29 /201 4
4/30 /201 4
23
24
25
Reinhard
Rista P
M. Faqih
Hendri
Nadia
Intan
3 bln
20 th
3 bl
19 bl
25 tahun
17 th
Total Item Obat N = 25
Rerata Item Obat/ LembarResep Persentase AB
2
3
3
5
3
4
A = 85
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
B=6
Oralit sachet
qs
Sprn
Oralit sachet
qs
Sprn
Zinc tab
1x1
10
Diaform tab
2x1
5
Zinc tab
1x1
10
Salbutamol tab
3x1
3
Oralit sachet
qs
Sprn
Zinc tab Gliseril guaiakolat tab Dekstrometorfan tab
1x1
10
3x1
3
3x1
3
Diaform tab
3x1
3
Papaverin tab Domperidon sirup
3x1 2x1 cth
3 12
Zinc tab
1x1
10
Oralit sachet
qs
Sprn
Loperamid tab
3x1
3
Papaverin tab
3x1
3
Domperidon tab
3x1
3
Diaform tab
2x1
3
Zinc tab Metoclopramide tab
1x1
10
2x1
3
Oralit sachet
qs
Sprn
A/N= 3,4 B/Nx 100% = 24%
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
39
Lampiran 7. Formulir Pelaporan Indikator Peresepan Myalgia Puskesmas Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat, DKI Jakarta Periode April 2014 FORM-3
FORMULIR PELAPORAN INDIKATOR PERESEPAN MYALGIA Puskesmas Kabupaten Propinsi
: Kecamatan Johar Baru : Jakarta Pusat : DKI Jakarta
Bulan : April Tahun : 2014
Tgl
No
Nama
Umur
Jumlah Item Obat
Injeksi Ya/Tidak
Nama Obat
Dosis
Lama Pemakaian (hari)
Sesuai Pedoman Ya/Tidak
(1) 4/1/ 201 4
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
44 th
4
Tidak
Asam mefenamat tab
3x1
3
Kalsium tab
2x1
5
Vitamin B1 tab
3x1
3
Vitamin B12 tab
3x1
3
Piroksikam tab
2x1
5
Vasvita kaplet
1x1
5
Paracetamol 500 mg
3x1
3
Pehavral
1x1
5
Piroksikam tab
2x1
5
Prednison tab
3x1
3
Pehavral tab
1x1
5
Ibuprofen tab Vitamin B kompleks tab
3x1
3
3x1
3
Vitamin C tab
3x1
3
Ibuprofen tab Vitamin B kompleks tab Na diklofenak tab Vitamin B kompleks tab
3x1
3
3x1
3
3x1
3
3x1
3
3x1
3
3x1
3
Asam mefenamat tab
3x1
3
Vitamin B1 tab
3x1
3
Vitamin B12 tab
3x1
3
Piroksikam tab
2x1
5
Pehavral tab
1x1
5
4/2/ 201 4 4/3/ 201 4 4/4/ 201 4
4/7/ 201 4 4/8/ 201 4 4/10 /201 4 4/11 /201 4 4/14 /201 4
4/15 /201 4
1
2
3
4
5
Ny. Oni
Halimah
Elly Wagiman
Ny. Yulianti
6
Tn. M. Tabrani
7
Ny. Sarah
8
9
10
Nurhikma h
Tn. Pang Sui Lai
Buchori Muslim
58 th
2
Tidak
23
2
Tidak
60 th
3
Tidak
30 th
41 th
49 th
42 th
50 th
30 th
3
2
2
2
3
2
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Asam mefenamat tab Vitamin B kompleks tab
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
40
4/16 /201 4
4/17 /201 4 4/21 /201 4 4/21 /201 4 4/22 /201 4 4/22 /201 4
4/23 /201 4 4/23 /201 4 4/24 /201 4 4/24 /201 4 4/25 /201 4 4/25 /201 4 4/28 /201 4 4/29 /201 4 4/30 /201 4
11
Ny. Jubaedah
12
Ny. Perdiaha ni
13
Ny. Urifah
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Tn. Ateng
Agrie
Suryani
Susilawat i
Sundari
Tn. Lili S
Ny. Lince
Agus
Maryati
Nurlaila Sari
Khotijah Hindu
Halimah
45 th
40 th
49 th
54 th
35 th
48 th
25 th
50 th
47 th
52 th
30 th
53 th
32 th
37 th
54 th
3
2
2
2
2
3
2
3
2
2
2
2
2
2
4
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Na diklofenak tab
2x1
5
Vitamin B12 tab
3x1
3
Vitamin B1 tab
3x1
3
Piroksikam tab Vitamin B kompleks tab Na diklofenak tab Vitamin B kompleks tab Na diklofenak tab Vitamin B kompleks tab
2x1
5
3x1
3
3x1
3
3x1
3
3x1
3
3x1
3
3x1
3
3x1
3
3x1
3
3x1
3
2x1
5
3x1
3
3x1
3
Piroksikam tab
1x1
10
Prednison tab
2x1
5
Vitamin B12 tab Na diklofenak tab
2x1
5
2x1
3
Neurodex tab
1x1
5
3x1
3
3x1
3
3x1
3
3x1
3
3x1
3
3x1
3
Asam mefenamat tab
3x1
3
Neurodex tab
1x1
5
3x1
3
3x1
3
3x1
Sprn
Asam mefenamat tab Vitamin B kompleks tab Asam mefenamat tab Vitamin B kompleks tab Deksametason tab Asam mefenamat tab Vitamin B kompleks tab
Asam mefenamat tab Vitamin B kompleks tab Asam mefenamat tab Vitamin B kompleks tab Na diklofenak tab Vitamin B kompleks tab
Asam mefenamat tab Vitamin B kompleks tab Asam mefenamat tab
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
41
Total Item Obat N = 25
Rerata PersentaseInjeksi
A = 60 A/N= 2,4
Kalsium tab
2x1
5
Vitamin B1 tab
3x1
3
Vitamin B12 tab
3x1
3
B=0
B/Nx 100% = 0%
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
42
Lampiran 8. Laporan Indikator Peresepan di Puskesmas Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat, DKI Jakarta Periode April 2014 LAPORAN INDIKATOR PERESEPAN DI PUSKESMAS Nama Puskesmas Jenis Puskesmas Jumlah Apoteker Jumlah AA/D3 Farmasi Jumlah Dokter Kabupaten/Kota Provinsi
: Puskesmas Kecamatan Johar Baru : Perawatan/BukanPerawatan :3 :3 : : Jakarta Pusat : DKI Jakarta
Bulan : April Tahun : 2014
Rerata Item / lembarResep % Penggunaan Antibiotik pada ISPA Non-Pneumonia
% Penggunaan Antibiotik pada Diare NonSpesifik
% Penggunaan Injeksi pada Myalgia
ISPA
Diare
Myalgia
Ratarata
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
0.36
0.24
0.00
3.96
3.40
2.40
3.25
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014