UNIVERSITAS INDONESIA
EDUKASI PENCEGAHAN DISLOKASI DAN SUPERVISED IN-HOSPITAL EXERCISE PROGRAM PADA KLIEN POST TOTAL HIP ARTHROPLASTY DI RUANG BEDAH KELAS ANGGREK TENGAH KANAN RSUP PERSAHABATAN
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
HERLIA YULIANTINI, S.Kep 0806333966
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JULI 2013
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
EDUKASI PENCEGAHAN DISLOKASI DAN SUPERVISED IN-HOSPITAL EXERCISE PROGRAM PADA KLIEN POST TOTAL HIP ARTHROPLASTY DI RUANG BEDAH KELAS ANGGREK TENGAH KANAN RSUP PERSAHABATAN
KARYA ILMIAH AKHIR NERS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
HERLIA YULIANTINI, S.Kep 0806333966
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JULI 2013
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
PERNYATAAN ORISINALITAS
Karya ilmiah akhir Ners ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Herlia Yuliantini, S.Kep
NPM
: 0806333966
Tanda tangan
:
Tanggal
: 4 Juli 2012
ii
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
HALAMAN PENGESAHAN
Karya ilmiah ini diajukan oleh: Nama : Herlia Yuliantini, S.Kep NPM : 0806333966 Program Studi : Ilmu Keperawatan Judul : Edukasi Pencegahan Dislokasi dan Supervised In-Hospital Exercise Program pada Klien Post Total Hip Arthroplasty di Ruang Bedah Kelas Anggrek Tengah Kanan RSUP Persahabatan
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners (Profesi Keperawatan) pada Program Studi Profesi Ners Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Efy Afifah, S.Kp., M.Kes NIP
: 196805111993032002
Penguji
: Ns. Nuraini, S.Kep
NIP
: 197909102001122001
(
)
(
)
Ditetapkan di
: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Tanggal
: 04 Juli 2013
iii
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners ini dengan judul “Edukasi Pencegahan Dislokasi dan Supervised In-Hospital Exercise Program pada Klien Post Total Hip Arthroplasty di Ruang Bedah Kelas Anggrek Tengah Kanan RSUP Persahabatan” ini tepat pada waktunya. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghormatan kepada: 1. Ibu Dewi Irawaty, MA., PhD selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK UI); 2. Ibu Riri Maria, SKp., MANP, selaku koordinator mata ajar Karya Ilmiah Akhir Ners; 3. Ibu Efy Afifah, S.Kp., M.Kes, selaku pembimbing dalam pembuatan karya ilmiah akhir ini; 4. Ibu Ns. Nuraini, S.Kep, selaku pembimbing klinik dan penguji dalam sidang karya ilmiah akhir ini yang telah memberikan banyak pelajaran, pengalaman, dan masukan selama praktik profesi ners di RSUP Persahabatan; 5. Teristimewa kepada Bapak Hery Fajari dan Ibu Siti Rukayah sebagai ayah dan ibu tersayang, serta Safri Sholehuddin sebagai adik tercinta yang telah memberikan dukungan secara penuh, baik dukungan moral, doa, dan materi selama penulis menyusun karya ilmiah akhir ini; 6. Ibu Tuti Herawati, S.Kp., MN, selaku pembimbing dalam mata ajar KKMP Kekhususan Peminatan KMB yang telah memberikan pemahaman dan masukan terhadap aplikasi pemberian asuhan keperawatan pada klien yang dikelola selama praktik; 7. Ibu Lestari Sukmarini, S.Kp., MN, selaku pembimbing akademik penulis;
iv
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
8. Bapak/Ibu dosen serta seluruh staf Fakultas Ilmu Keperawatan yang telah banyak membantu penulis selama waktu praktik profesi ners; 9. Teman-teman OMOESTA yang selalu menyemangati satu sama lain yakni Esti Giatrininggar, Fitri Mulyana, Kak Monika Rini P., Puspa Utami P., Mujiati Alifah W., dan terutama Nicky Anelia yang telah meluangkan banyak waktu untuk berdiskusi dan mencari jurnal bersama penulis; 10. Kakak-kakak perawat ruang Bedah Kelas yakni Bu Ipah, Bu Rini, Ang Dede, Kak Mita, Kak Ari, Kak Kiki, Kak Iko, Kak Sri, Kak Tika, Kak Dwi, Kak Dian, Kak Aryatni dan Bang Holong yang telah berbagi ilmu, pengalaman, dan mengajarkan banyak tindakan keperawatan selama penulis melaksanakan praktik profesi ners di RSUP Persahabatan; 11. Teman-teman kost-an “Cum Laude” yakni Citra Amaliyah, Riana Wulandari, Sri Astuti, Monica Utari Mariana, Nur Widyanti Nurdin yang selalu memberikan semangat dan menjadi tempat berkeluh kesah; 12. Teman-teman FIK UI angkatan 2008…..PEDULI! 13. Teman-teman “4 DEWA” yakni Nopa Dwi M. (ITB), Ratih Kusuma H. (UGM), dan Delly Ramadon (UI) yang saling menyemangati satu sama lain walaupun tidak pernah bertatap muka secara langsung; 14. Serta pihak lain yang mungkin tidak sempat penulis uraikan satu persatu tanpa mengurangi rasa terima kasih saya. Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah akhir ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu. Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa penyusunan karya ilmiah akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis mengharapkan beberapa kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan karya ilmiah akhir ini ke depannya. Depok, 4 Juli 2012 Penulis
HERLIA YULIANTINI, S.Kep v
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Herlia Yuliantini, S.Kep
NPM
: 08066333966
Program Studi
: Ilmu Keperawatan
Fakultas
: Ilmu Keperawatan
Jenis Karya
: Karya Ilmiah Akhir Ners
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Edukasi Pencegahan Dislokasi dan Supervised In-Hospital Exercise Program pada Klien Post Total Hip Arthroplasty di Ruang Bedah Kelas Anggrek Tengah Kanan RSUP Persahabatan beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas royalti nonekslusif ini Universitas Indonesia bebas menyimpan, mengalihmedia/ formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan karya ilmiah akhir saya selama tetap dicantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Pada tanggal
: Depok : 4 Juli 2012
Yang Menyatakan
( Herlia Yuliantini, S.Kep ) vi
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
ABSTRAK
Nama : Herlia Yuliantini, S.Kep Program Studi : Ilmu Keperawatan Judul : Edukasi Pencegahan Dislokasi dan Supervised In-Hospital Exercise Program pada Klien Post Total Hip Arthroplasty di Ruang Bedah Anggrek Tengah Kanan RSUP Persahabatan
Masalah masyarakat perkotaan yakni perubahan gaya hidup terkait pola makan dan aktivitas fisik berdampak pada obesitas yang mempengaruhi program rehabilitasi klien post total hip arthroplasty. Obesitas menjadi salah satu faktor risiko terjadinya komplikasi post total hip arthroplasty yang dapat menunda kemajuan pemulihan dan penyembuhan klien. Komplikasi total hip arthroplasty berupa dislokasi dapat menyebabkan nekrosis avaskular. Nekrosis avaskular stase lanjut hanya dapat ditangani melalui operasi total hip arthroplasty. Prosedur total hip arthroplasty dapat menyebabkan kerusakan mobilitas fisik pada klien. Penulisan ini bertujuan untuk menganalisis implementasi pemberian edukasi pencegahan dislokasi dan latihan mobilisasi di rumah sakit pada klien post total hip arthroplasty. Pemberian edukasi pencegahan dislokasi dan program latihan di rumah sakit yang diawasi (supervised in-hospital exercise program) oleh perawat atau ahli fisioterapi kepada klien dan keluarga sebagai bagian dari program rehabilitasi klien post total hip arthroplasty menjadi upaya untuk meningkatkan kualitas hidup klien.
Kata kunci 55 + xii halaman Daftar Pustaka
: dislokasi, nekrosis avaskular, obesitas, total hip arthroplasty : 3 tabel : 19 (2000-2013)
vii
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
ABSTRACT
Name : Herlia Yuliantini, S.Kep Study Program : Nursing Science Title : Education of Preventing Dislocation and Supervised In-Hospital Exercise Program on Client of Post Total Hip Arthroplasty in Bedah Kelas Room Anggrek Tengah Kanan RSUP Persahabatan
Urban society problem which is changes in life style related to eating habits and physical activity lead to obesity which influences rehabilitation program of client after total hip arthroplasty surgery. Obesity is one of risk factors for post total hip arthroplasty complication that could delay rehabilitation progress and recovery. Total hip arthroplasty complication such as dislocation could cause avascular necrosis. Later stages of avascular necrosis could only be handled by doing the total hip arthroplasty surgery. Total hip arthroplasty surgery could cause impaired physical mobility in client. The aims of this paper was to analyze the implementation of giving education for preventing dislocation and mobilization exercise in hospital for client after total hip arthroplasty surgery. Giving education of preventing dislocation and supervised in-hospital exercise program by nurses or physiotherapists for client and family as part of rehabilitation program for client after total hip arthroplasty surgery should be addressed to improve clients’ quality of life.
Keywords xii + 55 pages Bibliography
: avascular necrosis, dislocation , obesity, total hip arthroplasty : 3 tables : 19 (2000-2013)
viii
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................. PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................ HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... KATA PENGANTAR ................................................................................ HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............... ABSTRAK .................................................................................................. DAFTAR ISI ............................................................................................... DAFTAR TABEL ...................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
i ii iii iv vi vii ix xi xii
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................... 1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1.2. Perumusan Masalah ................................................................ 1.3. Tujuan Penulisan ..................................................................... 1.3.1 Tujuan Umum ................................................................ 1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................... 1.4. Manfaat Penelitian .................................................................. 1.4.1 Manfaat Aplikatif ........................................................... 1.4.2 Manfaat Teoritis ............................................................. 1.4.3 Manfaat Metodologis .....................................................
1 1 5 5 5 5 6 6 6 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 2.1 Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan ..................... 2.2 Obesitas ................................................................................... 2.3 Nekrosis Avaskular ................................................................. 2.4 Total Hip Arthroplasty ............................................................ 2.5 Mobilisasi ................................................................................ 2.5.1 Definisi ........................................................................... 2.5.2 Tujuan Mobilisasi .......................................................... 2.5.3 Jenis Mobilisasi .............................................................. 2.5.4 Mobilisasi pada Klien Post Pembedahan ....................... 2.5.5 Dampak Mobilisasi Post Pembedahan ........................... 2.6 Latiham Mobilisasi pada Klien Post Total Hip Arthroplasty (THA) ...................................................................................... 2.6.1 Status Post THA ............................................................. 2.6.2 Latihan Segera Setelah Operasi (Immediate Postoperative Exercise).......................................................................... 2.6.3 Tindakan Pencegahan Dislokasi (Hip Precautions) ....... 2.6.4 Latihan untuk Bergerak .................................................. 2.6.5 Latihan Setelah Operasi (Postoperative Exercises) ....... 2.6.6 Latihan dengan Tahanan pada Berat Badan Sepenuhnya (Full Weight Bearing Exercises) .................................... ix
7 7 8 9 10 11 11 12 12 13 13 14 14 14 15 16 17 19
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA .............................. 3.1 Pengkajian Keperawatan .......................................................... 3.1.1 Informasi Umum Klien .................................................. 3.1.2 Anamnesa ....................................................................... 3.1.3 Pemeriksaan Fisik .......................................................... 3.1.4 Pengkajian dengan Pendekatan Sistem Tubuh ............... 3.2 Pemeriksaan Penunjang .......................................................... 3.2.1 Pemeriksaan Laboratorium ............................................ 3.2.2 Pemeriksaan Diagnostik ................................................. 3.3 Pertimbangan Rencana Pulang ................................................ 3.4 Analisis Data ........................................................................... 3.5 Prioritas Diagnosis Keperawatan ............................................ 3.6 Laporan Intra Operasi ............................................................. 3.6.1 Pengkajian ...................................................................... 3.6.2 Diagnosis Keperawatan .................................................. 3.6.3 Tindakan Keperawatan .................................................. 3.7 Rencana Asuhan Keperawatan ................................................ 3.7.1 Intervensi Keperawatan .................................................. 3.7.2 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan ......................
21 21 21 21 22 24 30 30 32 32 32 35 35 35 35 36 36 36 40
BAB 4 ANALISIS SITUASI .................................................................... 4.1 Profil Lahan Praktik ................................................................ 4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP dan Konsep Kasus Terkait ...................................................... 4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait ..................................................................................... 4.4 Alternatif Pemecahan yang Dapat Dilakukan .........................
42 42
46 50
BAB 5 PENUTUP ..................................................................................... 5.1 Kesimpulan ............................................................................. 5.2 Saran ........................................................................................
52 52 52
42
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
x
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Daftar Obat ..................................................................................
29
Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium .................................................
30
Tabel 3.3 Analisis Data ................................................................................
32
xi
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Rencana Asuhan Keperawatan pada Klien Post THA
Lampiran 2
Catatan Perkembangan
Lampiran 3
Pemeriksaan Diagnostik
Lampiran 4
Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total
Lampiran 5
Daftar Riwayat Hidup
xii
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
BAB 1 PENDAHULUAN
Pendahuluan diperlukan untuk memberikan gambaran awal mengenai penulisan yang dilakukan. Adapun komponen yang akan diuraikan dalam bab ini meliputi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, dan manfaat penulisan. Bab ini akan mempermudah penulis dalam melakukan penulisan secara sistematis.
1.1 Latar Belakang Penggantian sendi panggul total (total hip arthroplasty atau THA) merupakan operasi untuk menggantikan acetabulum dan kepala femur yang rusak dengan implant buatan. THA ini dilakukan untuk menghentikan rasa sakit pada sendi panggul klien agar klien mampu bergerak dengan lebih mudah. THA biasa diindikasikan untuk mengatasi masalah panggul yang meliputi nekrosis avaskular, dysplasia pada panggul, fraktur, oseteoatrhritis, osteonekrosis, dan rheumatoid arthtritis. THA telah terbukti dapat mengurangi nyeri pada klien dan meningkatkan fungsi serta kualitas hidup klien (Jill, J. dan Goldstein, W., 2003). Lebih dari 168.000 prosedur THA telah dilakukan di Amerika setiap tahun. The National Joint Registry for England and Wales juga melaporkan bahwa prosedur THA telah mengalami peningkatan dari tahun 2006/2007 sebanyak 51.981 kasus menjadi 77.608 kasus pada tahun 2008/2009 di Inggris dan Wales. Di Indonesia, jumlah prosedur THA masih relatif kecil jika dibandingkan dengan jumlah penggantian di negara-negara maju akibat tingginya harga dan kurangnya pengetahuan klien (Jamari, dkk., 2012).
Komplikasi post operasi THA yang dapat menunda kemajuan pemulihan dan penyembuhan klien lebih berisiko terjadi pada klien yang obesitas. Klien yang obesitas terutama obesitas yang parah tidak diperbolehkan menjalani prosedur THA akibat peningkatan risiko infeksi dan keterbatasan kemampuan mobilisasi. Hal ini sejalan dengan penelitian Vincent, H.K., Weng, J. P., dan Vincent, K. R. (2007) di Virginia yang menunjukkan bahwa indeks massa tubuh (IMT) mempengaruhi efisiensi pengukuran kemandirian fungsi (functional independence 1
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
2
measure), lamanya klien dirawat di rumah sakit (length of stay), dan biaya perawatan. Selain itu, klien yang obesitas dapat mencapai peningkatan fisik tetapi dalam efisiensi yang lebih rendah dan biaya yang lebih mahal. Penelitian Vincent et al. (2012) juga menunjukkan bahwa klien yang telah menjalani prosedur THA mengalami peningkatan kemampuan fungsional tetapi secara umum klien yang mengalami obesitas tidak mencapai level yang sama terkait fungsi fisik pada waktu follow-up yang telah ditentukan.
Obesitas memang telah menjadi permasalahan kesehatan yang mendunia. Saat ini, 1,6 miliar orang dewasa di seluruh dunia mengalami berat badan berlebih (overweight), dan sekurang-kurangnya 400 juta diantaranya mengalami obesitas. Pada tahun 2015, 2,3 miliar orang dewasa akan mengalami overweight dan 700 juta di antaranya obesitas (Depkes, 2009). Di Indonesia, data Riskesdas (2010) menyebutkan bahwa 27,7 juta jiwa penduduk Indonesia yang berusia di atas 18 tahun mengalami obesitas.
Angka kejadian obesitas tersebut memperlihatkan perubahan yang sangat besar pada masyarakat dan pola tingkah laku masyarakat selama lebih dari sepuluh tahun. Hal ini dapat disebabkan oleh interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan yang meliputi gaya hidup, perilaku makan dan aktivitas fisik, Faktor genetik menjadi komponen penting yang menentukan kerentanan untuk mengalami peningkatan berat badan, sedangkan keseimbangan energi ditentukan oleh gaya hidup seperti asupan kalori dan aktivitas fisik.
Perubahan gaya hidup masyarakat seperti pola makan dan aktivitas fisik akibat perkembangan status sosial ekonomi masyarakat perkotaan berkontribusi dalam meningkatkan jumlah orang dewasa yang mengalami overweight dan obesitas. Peningkatan pendapatan dan populasi yang menjadi lebih kekota-kotaan mengakibatkan masyarakat lebih memilih menu diet dengan tinggi kalori, mengandalkan makanan cepat saji dan makan di luar rumah, kebiasaan meminum minuman berkalori tinggi secara berlebihan serta melakukan sedentary lifestyle. Pada waktu yang sama, pekerjaan dan konstruksi lingkungan sekitar yang kurang Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
3
mendukung aktivitas fisik menjadi lebih sedikit. Hal tersebut juga diperburuk oleh meningkatnya penggunaan transportasi otomatis, teknologi di rumah, dan pengisian waktu luang secara pasif.
Selama angka kejadian obesitas terus meningkat dan prosedur THA banyak dilakukan secara progresif pada klien muda atau klien yang obesitas, sasaran kemampuan jangka panjang merupakan hal yang sangat penting (Vincent, et al., 2012). Sasaran kemampuan tersebut meliputi pemeliharaan kemandirian dengan aktivitas penahanan beban (load bearing activites) pada kehidupan sehari-hari, mobilitas secara mandiri, dan pergerakan tubuh untuk jangka waktu yang lama. Vincent et al. (2012) menyebutkan bahwa klien yang obesitas yang telah menjalani prosedur THA berisiko untuk mengalami kegagalan kualitas hidup untuk waktu yang lama dibandingkan dengan klien yang tidak obesitas. Sebagai contoh, 35% klien yang telah menjalani prosedur THA mengalami pembatasan aktivitas pada tahun kelima. Obesitas secara signifikan dapat memprediksikan ketergantungan klien post operasi THA pada alat bantu jalan dan berhubungan dengan hasil follow-up yang rendah.
Klien post operasi THA baik yang obesitas maupun yang tidak obesitas akan memiliki gangguan dan keterbatasan dalam melakukan mobilisasi. Keterbatasan tersebut berupa rasa nyeri, kelemahan otot abduktor pada panggul, kontraktur pada sendi panggul dan gangguan cara berjalan akibat kemelamahan otot fleksor dan ekstensor pada panggul. (Unlu, E. et al., 2007). Hal ini didukung oleh penelitian Okoro, T. et al. (2013) yang menyebutkan bahwa imobilisasi akibat pembedahan dan perawatan di rumah sakit dapat menyebabkan kemunduran lebih lanjut pada massa, kekuatan, dan fungsi otot. Departement of Rehabilitation Services Brigham and Women’s Hospital menjelaskan bahwa pada hari pertama setelah operasi THA, klien akan mengalami penurunan kemandirian dalam mobilisasi di tempat tidur, pemindahan tubuh, ambulasi, aktivitas fungsional, aktivitas dasar harian dan kualitas hidup. Oleh sebab itu, selama perawatan akut di rumah sakit, klien perlu diberikan pemahaman dan latihan mengenai tindakan
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
4
pencegahan dislokasi pada panggul, mobilisasi di tempat tidur, pemindahan tubuh, dan ambulasi.
Latihan merupakan bagian penting dari program preventif dan rehabilitatif untuk memperbaiki kerusakan fisik akibat dari prosedur pembedahan arthroplasty (THA) pada panggul (Unlu, E. et al., 2007). Kecepatan berjalan, irama, dan kekuatan otot merupakan hal yang penting terkait keterbatasan pada klien yang telah menjalani prosedur THA. Program latihan dibutuhkan untuk meningkatkan performa fungsional pada klien post operasi THA. Trudelle-Jackson et al. (2002) menekankan mengenai pentingnya program rehabilitasi pada fase lanjut setelah prosedur THA dan menyarankan tentang latihan weight-bearing dan stabilitas postural (Unlu, E. et al., 2007).
Prosedur THA juga dilakukan di RSUP Persahabatan sebagai rumah sakit yang mengedepankan pelayanan prima kepada klien. Ruang Bedah Kelas Anggrek Tengah Kanan merupakan tempat perawatan klien pre operasi dan post operasi THA. Selama mahasiswa melakukan praktek profesi mata ajar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan dan Manajemen selama tujuh minggu di ruang perawatan tersebut, mahasiswa menemukan masalah kurang optimalnya pengawasan fisioterapis dan perawat terhadap aktivitas klien post operasi THA. Hal ini dapat mempengaruhi terjadinya komplikasi post operasi THA seperti dislokasi ataupun kerusakan mobilisasi.
Berdasarkan pada alasan tersebut, laporan akhir praktek profesi program ners ini akan memaparkan hasil implementasi dari asuhan keperawatan yang menekankan pada peningkatan kemampuan mobilisasi klien yang telah diberikan kepada klien post operasi THA di ruang Bedah Kelas Anggrek Tengah Kanan RSUP Persahabatan, Jakarta Timur.
Selain itu, laporan ini juga akan membahas
keterkaitan antara prosedur THA dengan konsep keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan.
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
5
1.2 Perumusan Masalah Penggantian sendi panggul total (total hip arthroplasty atau THA) merupakan operasi yang telah dilakukan di berbagai negara termasuk Indonesia untuk mengatasi masalah panggul yang meliputi nekrosis avaskular, dysplasia pada panggul, fraktur, oseteoatrhritis, osteonekrosis, dan rheumatoid arthtritis. Komplikasi post operasi THA yang dapat menunda kemajuan pemulihan dan penyembuhan klien lebih berisiko terjadi pada klien yang obesitas. Pada dasarnya, klien post operasi THA baik yang obesitas maupun yang tidak obesitas akan memiliki gangguan dan keterbatasan dalam melakukan mobilisasi. Masalah kurang optimalnya pengawasan fisioterapis dan perawat terhadap aktivitas klien post operasi THA dapat mempengaruhi terjadinya komplikasi post operasi THA seperti dislokasi ataupun kerusakan mobilisasi. Berdasarkan pada latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, penulis akan membahas asuhan keperawatan pada klien post THA.
1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penulisan karya ilmiah ini adalah menyajikan pemaparan asuhan keperawatan pada klien post THA di ruang Bedah Kelas Anggrek Tengah Kanan RSUP Persahabatan, Jakarta Timur.
1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penulisan karya ilmiah ini, yaitu: a. Menganalisis kasus klien post THA di ruang Bedah Kelas Anggrek Tengah Kanan RSUP Persahabatan, Jakarta Timur sesuai dengan konsep keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan terkait b. Menganalisis kasus klien post THA di ruang Bedah Kelas Anggrek Tengah Kanan RSUP Persahabatan, Jakarta Timur sesuai dengan konsep kasus terkait c. Menganalisis salah satu aplikasi asuhan keperawatan yang diberikan pada klien post THA di ruang Bedah Kelas Anggrek Tengah Kanan RSUP Persahabatan, Jakarta Timur sesuai dengan konsep tdan penelitian terkait Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
6
d. Memberikan alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan pada kasus klien post THA di ruang Bedah Kelas Anggrek Tengah Kanan RSUP Persahabatan, Jakarta Timur
1.4 Manfaat Penulisan Manfaat penulisan karya ilmiah ini antara lain: 1.4.1 Manfaat Aplikatif Hasil pemaparan ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi banyak pihak seperti pemberi pelayanan kesehatan, keluarga, dan masyarakat. Bagi pemberi pelayanan kesehatan, pemaparan ini dapat menjadi acuan untuk lebih memperhatikan dan meningkatkan kualitas asuhan keperawatan yang diberikan pada klien post THA terutama dalam hal pencegahan dislokasi post THA dan pemulihan fungsi mobilisasi klien tersebut. Hasil pemaparan ini juga memberi wacana bagi keluarga dan masyarakat tentang program rehabillitasi pada klien post THA sehingga keluarga dan masyarakat diharapkan mampu menjadi sistem pendukung yang aktif dalam pencegahan dislokasi post THA dan pemulihan fungsi mobilisasi pada klien tersebut.
1.4.2 Manfaat Teoritis Hasil pemaparan ini diharapkan dapat menjadi data atau masukan bagi institusi pendidikan untuk lebih memperhatikan pengajaran terkait aplikasi pemberian asuhan keperawatan yang diberikan pada klien post THA terutama dalam hal pencegahan dislokasi post THA dan pemulihan fungsi mobilisasi klien tersebut. Hasil pemaparan ini juga diharapkan dapat mengarahkan institusi pendidikan untuk mengembangkan bahan pengembangan pengetahuan dalam keilmuan keperawatan medikal bedah mengenai program rehabilitasi pada klien post THA.
1.4.3 Manfaat Metodologis Hasil pemaparan ini dapat digunakan sebagai rujukan data dasar bagi pengembangan
pengetahuan
dan
pengalaman
dalam
bidang
penelitian
keperawatan mengenai program rehabilitasi yang bertujuan untuk mencegah dislokasi post THA dan memulihkan fungsi mobilisasi pada klien post THA. Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka diperlukan untuk mendukung permasalahan yang diungkapkan dalam karya ilmiah. Adapun teori dan konsep yang akan diuraikan dalam bab ini meliputi keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan, obesitas, nekrosis avaskular, total hip arthroplasty, mobilisasi, dan latihan mobilisasi pada klien post THA.
2.1 Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Perawatan kesehatan masyarakat adalah suatu upaya pelayanan keperawatan yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh perawat dengan mengikutsertakan tim kesehatan lain dan masyarakat untuk memperoleh tingkat kesehatan yang lebih tinggi dari individu, keluarga dan masyarakat (Depkes RI, 1996). Ruang lingkup praktik keperawatan masyarakat meliputi: upaya-upaya peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan (preventif), pemeliharaan kesehatan dan pengobatan (kuratif), pemulihan kesehatan (rehabilitatif) dan mengembalikan serta memfungsikan kembali baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat ke lingkungan sosial dan masyarakatnya (resosialisasi). Kegiatan praktik keperawatan masyarakat yang dilakukan perawat mempunyai lahan yang luas dan tetap menyesuaikan dengan tingkat pelayanan kesehatan wilayah kerja perawat.
Salah satu ruang lingkup perawatan kesehatan masyarakat adalah masyarakat perkotaan. Masyarakat perkotaan merupakan komunitas yang tinggal di daerah perkotaan dengan semua keadaan dan kondisi yang ada di lingkungan kota. Keperawatan masyarakat perkotaan memiliki 8 karakteristik dan merupakan hal yang penting dalam melakukan praktik (Allender, 2001) yaitu: merupakan lahan keperawatan, merupakan kombinasi antara keperawatan publik dan keperawatan klinik, berfokus pada populasi, menekankan terhadap pencegahan akan penyakit serta adanya promosi kesehatan dan kesejahteraan diri, mempromosikan tanggung
7
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
8
jawab klien dan self care, menggunakan pengesahan/pengukuran dan analisa, menggunakan prinsip teori organisasi, dan melibatkan kolaborasi interprofesional.
2.2 Obesitas Masalah kesehatan masyarakat perkotaan tidak terlepas dari gaya hidup masyarakat perkotaan. Perubahan gaya hidup masyarakat seperti pola makan dan aktivitas fisik akibat perkembangan status sosial ekonomi masyarakat perkotaan berkontribusi dalam meningkatkan jumlah orang dewasa yang mengalami overweight dan obesitas. Peningkatan pendapatan dan populasi yang menjadi lebih kekota-kotaan mengakibatkan masyarakat lebih memilih menu diet dengan tinggi kalori, mengandalkan makanan cepat saji dan makan di luar rumah, kebiasaan meminum minuman berkalori tinggi secara berlebihan serta melakukan sedentary lifestyle. Pada waktu yang sama, pekerjaan dan konstruksi lingkungan sekitar yang kurang mendukung aktivitas fisik menjadi lebih sedikit. Hal tersebut juga diperburuk oleh meningkatnya penggunaan transportasi otomatis, teknologi di rumah, dan pengisian waktu luang secara pasif.
Obesitas dan overweight adalah istilah yang sering digunakan untuk menyatakan adanya masalah kelebihan berat badan. Obesitas merupakan suatu kelainan yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan. Overweight adalah kelebihan berat berat badan ideal yang dapat disebabkan oleh penimbunan jaringan lemak atau nonlemak. Misalnya, pada seorang atlet binaragawan, kelebihan berat badan dapat disebabkan karena hipertrofi jaringan otot.
Prevalensi overweight dan obesitas biasanya dikaji dengan menggunakan indeks massa tubuh (IMT). IMT didefinisikan sebagai kilogram berat badan dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter. Jika IMT lebih dari 25 kg/mm2, seseorang dikatakan overweight dan jika IMT lebih dari 30 kg/mm2, seseorang dikatakan obesitas.
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
9
2.3 Nekrosis Avaskular Nekrosis avaskular merupakan kondisi yang dihasilkan dari suplai darah yang kurang ke area tulang tertentu yang menyebabkan kematian tulang (Marx, J. A. et al., 2002). Kondisi ini dapat terjadi akibat trauma dan kerusakan pada pembuluh darah yang menyuplai oksigen pada tulang. Penyebab lain yakni karena obstruksi (embolisme) udara atau lemak yang memblok aliran darah melalui pembuluh darah, hypercoagulable state, dan inflamasi dinding pembuluh darah (vaskulitis).
Nekrosis avaskular kaput femur merupakan komplikasi lanjut dari dislokasi sendi panggul. Kaput femur adalah tempat yang paling sering mengalami nekrosis avaskular terutama karena pasokan darahnya yang khas yang membuatnya mudah mengalami iskemia karena terputusnya arteri.
Perkembangan nekrosis avaskular awalnya asimptomatik lalu berkembang seiring dengan waktu, hal ini harus dideteksi hingga 3 tahun sesudah trauma. Nyeri merupakan keluhan utama dan keluhan lainnya berupa jalan pincang, paha mengecil/otot atrofi, tungkai dapat memendek 1-2 cm, dan gerakan terbatas terutama abduksi dan rotasi internal pada panggul (Moesbar, N., 2006). Jill, J. B. dan Goldstein, W.M. (2003) juga mengatakan bahwa klien dengan masalah panggul seperti nekrosis avaskular akan mengalami perubahan gaya berjalan dan memperlihatkan ketidakmampuan dalam aktivitas harian seperti menggunakan kaos kaki atau sepatu dan menyilangkan kaki.
Pemeriksaan dengan sinar X-polos, pada stadium dini tidak menampakkan kelainan. Hal seperti ini dapat dideteksi dengan pemeriksaan scintigrafi atau MRI. Ficat dan Arlet membagi nekrosis avaskular menjadi 4 stadium yakni: stadium 1: tidak atau sedikit nyeri, gambaran radiologis normal; stadium 2: ada tanda-tanda radiologis dini, tetapi kaput femoris secara struktural utuh; stadium 3: meningkatnya distorsi kaput femoris atau fragmentasi; dan stadium 4: hancurnya permukaan sendi, terdapat osteoarthritis sekunder (Moesbar, N., 2006).
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
10
Penanganan pada nekrosis avascular tergantung pada tingkat kondisi diagnosis dan bagian sendi yang terlibat. Nekrosis avascular awal (sebelum tampak perubahan pada X-Ray) diatasi dengan prosedur bedah core decompression yakni membuang inti tulang dari area yang terkena dan pada beberapa kasus dilakukan pencangkokan tulang baru pada area tersebut. Nekrosis avaskular stase lanjut (ketika perubahan pada X-Ray telah terjadi) menghasilkan kerusakan tulang dan sendi yang serius sehingga membutuhkan arthroplasty atau pembedahan penggantian sendi.
2.4 Total Hip Arthroplasty Total hip arthroplasty (THA) adalah operasi untuk menggantikan acetabulum dan kepala femur yang rusak dengan implan buatan. Proses pembedahannya (Department of Rehabilitation Services The Brigham and Women’s Hospital, 2010) adalah kepala femur yang rusak dibuang, kemudian acetabulum dipersiapkan dengan membersihkan dan melebarkan acetabulum menggunakan peluas lubang berbentuk sirkular sehingga ukuran bertambah luas secara berangsur-angsur. Batok (cup) acetabulum yang baru akan ditanam dengan aman di dalam rongga hemispherical yang sudah dipersiapkan. Bagian dalam implan plastik ditempatkan di dalam batok besi dan difiksasi ke dalam bagian tersebut. Kemudian, femur dipersiapkan untuk penanaman batang femur. Bagian pusat yang cekung pada tulang femur dibersihkan dan dilebarkan untuk membuat lubang yang cocok dengan bentuk implan batang. Bagian puncak akhir dari femur dihaluskan sehingga batang (stem) dapat disisipkan sama rata dengan permukaan tulang. Apabila bola merupakan bagian yang terpisah, ukuran yang pas akan dipilih. Lalu bola dimasukkan ke dalam batok acetabulum (buatan) sehingga sendi menjadi lurus dan insisi ditutup.
Penyakit atau kondisi yang dapat menyebabkan masalah pada panggul meliputi nekrosis avaskular, dysplasia pada panggul, fraktur, oseteoatrhritis, osteonekrosis, dan rheumatoid arthtritis (Jill, J.B. dan Goldstein, W.M., 2003). Ketika kondisi tersebut menyebabkan nyeri berat dan kehilangan fungsi dan pergerakan, prosedur THA sangat perlu dilakukan. Klien biasanya mengeluh pada bagian atas paha, Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
11
paha, dan lutut. Klien akan mengalami perubahan gaya berjalan dan memperlihatkan ketidakmampuan dalam aktivitas harian seperti menggunakan kaos kaki atau sepatu dan menyilangkan kaki (Jill, J. B. dan Goldstein, W. M., 2003).
Adapun komplikasi post THA meliputi kekurangan darah, deep vein thrombosis (DVT), embolisme paru, perdarahan sendi yang berlebihan, hematoma, infeksi sendi, dislokasi sendi, dan cedera saraf skiatik. Komplikasi lanjut prosedur ini antara lain nekrosis kulit, pengeluaran drainase yang menetap pada sendi, pembentukan hematoma yang lebar, komplikasi penyembuhan luka seperti bengkak, nyeri, dan kemerahan pada sendi, dislokasi, dan heterotrophic ossification (pertumbuhan tulang esktra yang menyebabkan kekakuan).
2.5 Mobilisasi Mobilisasi merupakan hal yang vital bagi kesehatan total seseorang. Dalam mempertahankan mobilisasi fisik secara optimal maka sistem saraf, otot, dan skeletal harus tetap utuh dan berfungsi baik. Pada subbab ini, penulis akan menguraikan tentang definisi, tujuan mobilisasi, jenis mobilisasi, mobilisasi pada klien post pembedahan, dampak mobilisasi post pembedahan, dan latihan mobilisasi pada klien post total hip arthroplasty (THA).
2.5.1 Definisi Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah, teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat, dan penting untuk kemandirian (Barbara, 2006 dalam Sebo, M., 2011). Sebaliknya menurut Susan J. Garrison (2004) keadaan imobilisasi adalah suatu pembatasan gerak atau keterbatasan fisik dari anggota badan dan tubuh itu sendiri dalam berputar, duduk dan berjalan, hal ini salah satunya disebabkan oleh berada pada posisi tetap dengan gravitasi berkurang seperti saat duduk atau berbaring (Sebo, M., 2011).
Mobilisasi secara tahap demi tahap sangat berguna untuk meningkatkan kesehatan, kesejahteraan, dan kualitas hidup klien. Secara psikologis mobilisasi Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
12
akan memberikan kepercayaan pada klien bahwa dirinya mulai merasa sembuh. Perubahan gerakan dan posisi ini harus dijelaskan kepada klien atau keluarga yang menunggui sehingga klien dan keluarga akan dapat mengetahui manfaat mobilisasi dan berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan mobilisasi (Barbara, 2006 dalam Sebo, M., 2011).
2.5.2 Tujuan Mobilisasi Potter dan Perry (2005) menyebutkan bahwa mobilisasi mempunyai banyak tujuan seperti mengekspresikan emosi dengan gerakan nonverbal, pertahanan diri, pemenuhan kebutuhan dasar, aktivitas hidup sehari-hari, dan kegiatan rekreasi. Adapun menurut Susan J. Garrison (2004), tujuan mobilisasi antara lain: mempertahankan fungsi tubuh, memperlancar peredaran darah sehingga mempercepat penyembuhan luka, membantu pernafasan menjadi lebih baik, mempertahankan
tonus
otot,
memperlancar
eliminasi
alvi
dan
urin,
mengembalikan aktivitas tertentu sehingga klien dapat kembali normal dan dapat memenuhi kebutuhan gerak harian, dan memberi kesempatan perawat dan klien untuk berinteraksi atau berkomunikasi (Sebo, M., 2011).
2.5.3 Jenis Mobilisasi Adapun jenis-jenis mobilisasi antara lain (Sebo, M., 2011): a. Mobilisasi penuh Mobilisasi penuh menekankan pada saraf motorik dan sensorik untuk mengontrol seluruh area tubuh. Mobilisasi penuh mempunyai banyak keuntungan bagi kesehatan, baik fisiologis maupun psikologis bagi klien untuk memenuhi kebutuhan dan keselamatan secara bebas, mempertahankan interaksi sosial dan peran dalam kehidupan sehari-hari. b. Mobilisasi sebagian Klien yang mengalami mobilisasi sebagian umumnya mempunyai gangguan saraf sensorik maupun motorik pada area tubuh. Mobilisasi sebagian dapat dibedakan menjadi: 1) mobilisasi temporer yang disebabkan oleh trauma reversible pada sistem musculoskeletal seperti dislokasi sendi dan tulang Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
13
2) mobilisasi permanen biasanya disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang reversible (Susan J, Garrison, 2004 dalam Sebo, M., 2011)
2.5.4 Mobilisasi pada Klien Post Pembedahan Mobilisasi post pembedahan yaitu proses aktivitas yang dilakukan pasca pembedahan dimulai dari latihan ringan di atas tempat tidur (latihan pernafasan, latihan batuk efektif, dan menggerakkan tungkai) sampai dengan klien bisa turun dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi dan berjalan ke luar kamar (Brunner & Suddarth, 2002 dalam Sebo, M., 2011). Selama 24 sampai 48 jam pertama, perhatian ditujukan pada pemberian pereda nyeri dan pencegahan komplikasi. Latihan menarik nafas dalam, batuk, dan fleksi kaki atau tangan harus didorong untuk dilakukan setiap jam (Brunner & Suddarth, 2002 dalam Sebo, M., 2011).
2.5.5 Dampak Mobilisasi Post Pembedahan Dampak mobilisasi post operasi antara lain (Sebo, M., 2011): a. Peningkatan kecepatan dan kedalaman pernafasan Hal ini dapat mencegah atelektasis dan pneumonia hipostasis serta meningkatkan kesadaran mental dampak dari peningkatan okseigen ke otak b. Peningkatan sirkulasi Hal ini dapat meningkatkan asupan nutrisi untuk penyembuhan daerah luka, mencegah trombophlebitis, meningkatkan kelancaran fungsi ginjal, dan mengurangi rasa nyeri c. Peningkatkan berkemih untuk mencegah retansi urin d. Peningkatan metabolism Hal ini untuk mencegah berkurangnya tonus otot dan mengembalikan keseimbangan nitrogen e. Peningkatan peristaltik Hal ini untuk mempermudah terjadinya flatus, mencegah distensi abdominal dan nyeri akibat gas, mencegah konstipasi, dan mencegah ileus paralitik.
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
14
2.6 Latihan Mobilisasi pada Klien Post Total Hip Arthroplasty (THA) Latihan mobilisasi akan meningkatkan kekuatan dan fungsi otot yang akan memperbaiki mobilisasi klien. Pada subbab ini, penulis akan menguraikan tentang status post THA, latihan segera setelah operasi, tindakan pencegahan dislokasi, latihan untuk bergerak, latihan setelah operasi, dan latihan dengan tahanan pada berat badan sepenuhnya.
2.6.1 Status Post THA Setelah pembedahan, klien akan mulai berjalan dengan jarak yang pendek di suatu ruangan dan melakukan ativitas ringan dengan bantuan sehingga penting diketahui mengenai “weght bearing status” ketika akan klien mulai berjalan. Thunder Bay Regional Health Sciences Centre (2008) menyebutkan bahwa weight bearing status meliputi: a. Non weight bearing Kaki klien yang dioperasi tidak boleh menginjak lantai ketika berjalan. b. Touch weight bearing Kaki klien yang dioperasi boleh menyentuh lantai, tetapi hampir semua berat badan ditopang oleh tangan dengan bantuan walker atau kruk. c. Partial weight bearing Klien boleh menopang beberapa persen dari berat badannya sesuai instruksi dokter atau fisioterapis pada kaki yang dioperasi. d. Weight beraing as tolerated Klien boleh berdiri dengan berat badan yang sama rata pada kaki baik yang dioperasi ataupun tidak. Klien diperbolehkan untuk menopang berat badan sesuai dengan tingkat kenyamanan yang dirasakan.
2.6.2 Latihan Segera Setelah Operasi (Immediate Postoperative Exercise) Latihan berikut ini perlu dilakukan segera setelah operasi dengan tujuan membantu mencegah komplikasi pernapasan, mencegah bekuan darah pada kaki klien, dan meningkatkan peredarah darah. Adapun bentuk latihannya antara lain: a. Nafas dalam dan latihan batuk
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
15
Setelah klien bangun dan mampu bergerak, anjurkan klien untuk menarik nafas dalam hingga 10 kali, lalu diteruskan dengan batuk. Latihan ini perlu dilakukan setiap jam. AAOS (2000) menyebutkan bahwa latihan nafas dalam akan membantu mencegah akumulasi sekret di dalam paru yang berdampak pada infeksi paru (Temple, J., 2004). b. Gerakan memompa pada pergelangan kaki Klien dianjurkan untuk menggerakkan kaki ke atas, bawah, dan membuat lingkaran (rotasi tumit). Latihan ini perlu diulangi sampai 50 kali setiap jam. AAOS (2000) menyebutkan bahwa rotasi tumit dan fleksi tumit akan membantu mencegah pembendungan darah pada pembuluh vena di betis yang berdampak pada deep vein thrombosis (Temple, J., 2004). c. Kontraksi pada bokong Klien dianjurkan untuk mengencangkan otot bokong dan menahannya sambil menghitung selama 5 detik. Latihan ini perlu diulangi 5 sampai 10 kali dan diakukan 3 sampai 4 kali setiap hari. d. Penguatan Quadrisep Statis Klien dianjurkan untuk mengencangkan otot pada bagian depan paha yang dioperasi dengan cara menekan lutut ke arah tempat tidur. Latihan ini dapat dilakukan sambil berbaring atau duduk di tempat tidur. AAOS (2000) menyebutkan bahwa latihan quadriceps yang melibatkan pengencangan pada otot paha dan dorongan pada tungkai ke arah belakang di tempat tidur akan membantu menstabilkan tungkai (Temple, J., 2004).
2.6.3 Tindakan Pencegahan Dislokasi (Hip Precautions) Tindakan pencegahan ini bertujuan untuk mengurangi risiko dislokasi (lepasnya sendi). Tindakan ini harus dilakukan setiap waktu selama 6-8 minggu setelah operasi (1,5-2 bulan). Saat melakukan kontrol, klien akan diberitahu apakah harus melanjutkan tindakan ini atau tidak. Adapun tindakan pencegahan dislokasi antara lain klien tidak diperbolehkan untuk menekuk panggul melebihi 900, menyilangkan kaki, dan memutar pinggang.
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
16
2.6.4 Latihan untuk Bergerak Latihan untuk belajar bergerak adalah sebagai berikut. a. Berbaring Ketika berbaring pada salah satu sisi tubuh, klien dianjurkan untuk meletakkan bantal di antara kaki klien terlebih dahulu. Hal ini perlu dilakukan selama 6 minggu (1,5 bulan) pertama setelah operasi. b. Turun dari tempat tidur Klien diinstruksikan untuk menurunkan kaki yang dioperasi ke pinggir tempat tidur, kemudian dianjurkan untuk menurunkan kaki yang tidak dioperasi ke pinggir tempat tidur, dan klien diminta mendorong dengan tangan untuk berdiri perlahan. c. Naik ke tempat tidur Klien diinstruksikan untuk duduk di pinggir tempat tidur dan mundur hingga kaki klien ditopang tempat tidur, dengan menggunakan kedua tangan untuk menjaga keseimbangan klien di tempat tidur, anjurkan klien untuk mengangkat dan mengayunkan kedua kaki ke tempat tidur. Klien dianjurkan untuk menggunakan tangan dan kaki yang tidak dioperasi untuk mendorong badan klien ke atas. d. Latihan duduk Klien diminta untuk duduk dengan tegap pada kursi yang dilengkapi dengan sandaran dan pegangan tangan. Klien dianjurkan untuk duduk pada kursi yang lebih tinggi dari tinggi lutut. Klien tidak diperbolehkan duduk pada kursi yang lembut seperti sofa, kursi tanpa sandaran, kursi goyang, atau kursi di angkot. e. Latihan berdiri Klien diminta untuk memindahkan bokong pada pinggiran kursi sehingga kaki menapak di lantai. Klien dianjurkan untuk menekuk kaki yang tidak dioperasi untuk menopang berat badan. Klien diinstruksikan untuk menjaga kaki yang dioperasi tetap lurus di depan dan tidak diperbolehkan untuk menekuknya ke depan. Klien diminta mendorong badan dan menopang berat badannya dengan kaki yang tidak dioperasi dengan tangan klien menekan tangan kursi.
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
17
f. Duduk ke kursi Klien diminta untuk merasakan adanya kursi atau tempat tidur oleh bagian belakang kaki klien. Klien dianjurkan untuk menjangkau tangan kursi dan menurunkan badan dengan tetap mempertahankan kaki yang dioperasi lurus ke depan dan menopang berat badan dengan kaki yang tidak dioperasi. Kaki yang dioperasi tidak diperbolehkan untuk ditekuk ke depan. g. Menggunakan walker Klien diminta berdiri yang tegak dan melihat ke depan ketika berjalan, kemudian klien dilatih untuk menggerakkan walker ke arah depan terlebih dahulu, diikuti dengan kaki yang dioperasi. Lalu klien diminta untuk menggerakkan kaki yang tidak dioperasi ke arah depan. Klien diintruksikan untuk menopang berat badan pada walker untuk menghindari penopangan berat badan pada kaki yang dioperasi ketika melangkah ke depan.
2.6.5 Latihan Setelah Operasi (Postoperative Exercises) Latihan ini dimulai ketika klien dirawat di rumah sakit dan dilanjutkan setelah pulang dari rumah sakit. Latihan ini akan membantu klien untuk memulihkan gerakan normal dan kekuatan pada panggul dan menambah kesembuhan. Latihan ini perlu dilakukan 2-3 kali sehari. a. Menekuk panggul dan lutut (Hip and Knee Bending) Klien diminta berbaring dengan kepala yang agak tinggi sedikit, kemudian anjurkan klien untuk melilitkan handuk di bawah kaki yang dioperasi. Klien diinstruksikan untuk menarik handuk lalu mendorong tumit ke arah bokong. Klien dianjurkan untuk mertahankan tumit tetap pada tempat tidur dan tidak diperbolehkan untuk mendorong tumit sampai panggul tertekuk melebihi 900. Gerakan maju (Progression) Klien diminta berbaring dengan kepala yang agak tinggi sedikit, kemudian anjurkan klien untuk mendorong tumit ke arah bokong. Klien diminta untuk mempertahankan tumit tetap pada tempat tidur dan tidak diperbolehkan untuk mendorong tumit sampai panggul tertekuk melebihi 900. b. Isometrik pada urat-urat lutut (isometric Hamstrings)
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
18
Klien diminta untuk menekan seluruh bagian kaki yang dioperasi ke tempat tidur. Klien dianjurkan untuk merasakan otot pada bokong dan kaki yang dioperasi mengencang. Klien tidak diperbolehkan mendorong sampai panggul tertekuk melebihi 900. c. Penguatan quadrisep di atas gulungan (Quadriceps strengthening over a roll) Klien diminta mengangkat tumit dari tempat tidur dengan meletakkan gulungan handuk di bawah lutut pada kaki yang dioperasi. Perawat perlu memastikan paha klien tidak menekan gulungan. d. Abduksi panggul (Hip Abduction) Perawat dapat meletakkan kantong plastik besar dibawah tumit atau gunakan seprai di sekitar kaki klien untuk membantu klien memindahkan kaki pada awal latihan hingga klien mampu melakukannya tanpa bantuan. Klien diminta untuk mendorong kaki yang dioperasi menyamping di tempat tidur, pertahankan lutut klien menekan tempat tidur, dan pertahankan tempurung lutut dan jari kaki menghadap ke atas. e. Mengaktifkan perut (Abdominal Activation) Ketika klien berbaring, klien dianjurkan untuk mengangkat kepala klien sedikit dan mengencangkan otot perut sehingga pusar klien bergerak ke bawah ke arah tulang belakang. f. Berdiri dengan panggul ditekuk (Standing Hip Bending) Klien diminta berdiri dengan memegang topangan sehingga seimbang kemudian anjurkan klien untuk menekuk panggul yang dioperasi dengan mendorong lutut ke arah dada. Klien tidak diperbolehkan mendorong sampai panggul tertekuk melebihi 900. g. Berdiri dengan panggul abduksi (Standing Hip Abduction) Klien diminta berdiri dengan memegang topangan sehingga seimbang, lalu anjurkan klien untuk mengangkat kaki yang dioperasi ke arah pinggir dengan tetap berdiri tegak. Klien diminta untuk mempertahankan panggul sama tinggi dan mempertahankan badan bagian atas serta jari kaki menunjuk ke depan. Lalu anjurkan klien untuk mengembalikan kaki secara perlahan ke posisi semula. h. Melengkungkan urat-urat lutut (Hamstring Curls) Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
19
Klien diminta berdiri dengan memegang topangan sehingga seimbang, lalu anjurkan klien untuk mengangkat tumit ke arah bokong. Klien diinstruksikan untuk mempertahankan paha sama tinggi satu sama lain kemudian klien diminta untuk mengembalikan kaki secara perlahan ke posisi semula. i. Berdiri dengan paha diluruskan (Standing Hip Extension) Klien diminta berdiri dengan tangan pada pinggang atau memegang topangan, lalu anjurkan klien untuk mengangkat kaki yang dioperasi ke arah belakang. Klien diinstruksikan untuk mempertahankan lutut tetap lurus dan berdiri tegak.
2.6.6 Latihan dengan Tahanan pada Berat Badan Sepenuhnya (Full Weight Bearing Exercises) Latihan ini hanya dimulai setelah klien diijinkan untuk menahan berat badan sepenuhnya pada kaki yang dioperasi. Latihan ini dilakukan 2-3 kali sehari. a. Bridging Klien diminta untuk menekuk kedua lutut ke atas dengan kaki tetap datar pada tempat tidur. Klien diinstruksikan untuk mendorong terus kedua kaki dan mengangkat bokong sedikit di atas tempat tidur. Klien dianjurkan untuk mempertahankan otot perut sampai kencang untuk menghindari sakit pada punggung. b. Latihan melangkah ke samping (Sideway Stepping Exercises) Klien diminta berdiri dan berlatih melangkah ke samping. Klien diintruksikan untuk melakukan beberapa langkah pada satu tujuan kemudian kembali lagi ke arah berlawanan, yakni pada posisi semula. Klien mungkin membutuhkan topangan pada tangan. Klien tidak diperbolehkan untuk membuat kaki terlalu dekat satu sama lain atau memutar tubuh. c. Latihan
melangkah
ke
depan/belakang
(Forward/Backward
Stepping
Exercises) Klien diminta berdiri tegak dan menopang berat badan pada kaki yang dioperasi. Klien diminta untuk memulai melangkah ke depan dan belakang menggunakan kaki yang tidak dioperasi. Klien dianjurkan untuk berlatih memindahkan berat badan dari satu kaki ke kaki yang lain. Ketika Klien dapat Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
20
melakukan ini, klien dapat melangkah maju 5-6 langkah ke belakang dalam satu baris. Klien dianjurkan untuk menggunakan topangan pada tangan untuk keselamatan dan keseimbangan. d. Keseimbangan pada satu kaki (Single Leg Balance) Klien diminta untuk seimbang pada kaki yang dioperasi dan anjurkan klien untuk menggunakan topangan. Klien diinstruksikan untuk meningkatkan waktu ketika latihan keseimbangan dengan menggunakan topangan. (misal: latih keseimbangan untuk 20-30 detik). Perawat atau fisioterapis perlu memperhatikan klien saat latihan keseimbangan tanpa menggunakan topangan. Kemudian klien diminta untuk meniingkatkan sedikit demi sedikit waktu latihan keseimbangan pada satu kaki ketika tidak menggunakan topangan. e. ¼ Berjongkok pada dinding (¼ Wall Squat) Klien diminta menempatkan kaki dan bahu secara melebar dan terpisah dan sedikitnya 12 cm dari dinding. Klien dianjurkan untuk menekuk ¼ lutut secara perlahan ke arah bawah. Dan tidak diperbolehkan untuk membuat lutut melebihi jari kaki. Klien boleh menggunakan topangan jika diperlukan. f. Latihan melangkah (Step Exercises) Klien diminta untuk menempatkan kaki yang dioperasi di atas kotak setinggi beberapa cm. Klien diinstruksikan untuk mendorong badan ke atas untuk melangkah ke kotak dengan menggunakan otot pada kaki yang dioperasi. Klien tidak diperbolehkan untuk menarik badan ke atas. Klien dianjurkan untuk melangkah ke lantai dengan kaki yang tidak dioperasi. Perawat atau fisioterapis menganjurkan klien untuk melakukan gerakan ini secara perlahan dan terkontrol. Gerakan ini dapat dimulai dengan kotak setinggi 5-10 cm lalu ditingkatkan sampai kotak setinggi 15 cm dan selanjutnya sampai 20 cm jika sudah mampu.
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
BAB III LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA
Bab ini akan menguraikan asuhan keperawatan pada klien kelolaan utama sesuai dengan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, perumusan diagnosis keperawatan, perencanaan intervensi, implementasi, dan evaluasi. Bab ini juga akan memaparkan laporan intra operasi yang terdiri dari pengkajian, diagnosis keperawatan, dan tindakan keperawatan yang telah dilakukan selama klien menjalani prosedur operasi.
3.1 Pengkajian Keperawatan 3.1.1 Informasi Umum Klien a. Nama
: Tn. A
b. Jenis Kelamin
: Laki-laki
c. Umur
: 57 tahun
d. Tanggal masuk
: 29 Mei 2013
e. Tanggal Pengkajian
: 31 Mei 2013
f. Suku bangsa
: Jawa
3.1.2 Anamnesa a. Keluhan Utama saat Pengkajian Klien mengeluh pegal pada bagian punggung karena sudah berbaring sejak selesai operasi dan nyeri pada luka operasi. b. Riwayat Penyakit Sekarang Klien masuk dengan keluhan nyeri pada pinggang bagian kanan terutama saat berjalan dan merasa kaki kanannya menjadi lebih pendek sehingga pincang saat berjalan. Diagnosa prabedah yaitu avascular necrosis hip dextra. Klien telah dioperasi pada tanggal 30 Mei 2013 dengan tindakan pembedahan total hip arthroplasty avascular necrosis hip dextra. Diagnosis pascabedah post total hip artroplasty avascular necrosis hip dextra. Pemeriksaan TTV pada saat pengkajian yaitu TD=150/100 mmHg, Nadi=90 x/menit, RR=20x/menit, suhu=36,70C. 21
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
22
c. Riwayat Penyakit Sebelumnya Klien mengatakan pernah jatuh dari pohon kelapa saat masih kecil sehingga tulang paha dan tangannya patah pada tahun 1962. Kemudian, klien dibawa ke rumah sakit untuk dioperasi. Pada tahun 2008, klien mengatakan dioperasi lagi untuk melepas pen yang ada di paha yang patah. Klien juga mengatakan pernah mengalami kecelakaan kerja terkena mesin pemotong bahan pembuatan kaleng sehingga satu buku jari telunjuk kiri diamputasi. Pada awal Januari 2013, klien juga mengalami kelumpuhan pada tangan dan kaki kiri. Klien mengatakan tangan dan kaki kirinya tiba-tiba tidak bisa digerakkan saat bangun tidur.
3.1.3 Pemeriksaan Fisik a. KU/ tingkat kesadaran
: KU sedang/ kesadaran CM
b. BB/ TB
: 80 Kg/160 cm
c. IMT
: 31,25 kg/mm2
d. TTV
: TD : 150/100 mmHg, Nadi: 90 x/menit, RR: 20 x/menit, Suhu: 36,70 C
e. Mata Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada gangguan penglihatan, hanya penglihatan sedikit kabur karena faktor usia. Respon pupil kanan dan kiri baik. Klien menggunakan alat bantu penglihatan (kacamata) terutama saat membaca. f. Hidung Tidak ada keluhan flu, tidak ada sumbatan, tidak ada gangguan penciuman, tidak ada nafas cuping hidung. Klien tidak memiliki riwayat sinusitis. g. Telinga Tidak ada cairan abnormal yang keluar dari lubang telinga (discharge), tidak terdapat gangguan pendengaran, tidak ada nyeri pada daerah telinga. Klien tidak menggunakan alat bantu dengar.
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
23
h. Mulut Klien tidak menggunakan gigi palsu, tidak ada bau mulut, tidak ada sariawan, kebiasaan membersihkan gigi dan mulut 2x/hari, namun sejak dirawat d RS klien hanya membersihkan gigi dengan cara berkumur. i. Leher Tidak terdapat peningkatan JVP, tidak ada keluhan sakit menelan, tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid dan getah bening. j. Dada 1) Paru-paru a) Inspeksi
: pergerakan dada terlihat simetris, tidak terlihat penggunaan otot bantu nafas
b) Palpasi
: tidak terdapat massa atau nyeri tekan, lapang kanan dan kiri dada klien sama
c) Perkusi
: sonor
d) Auskultasi : bronkhial (+), bronkovesikuler (+), vesikuler (+), Rh -/-, Whezing -/2) Jantung BJ1 dan BJ 2 normal , murmur (-) gallops (-) k. Abdomen 1) Inspeksi
: terlihat buncit, acites (-), tidak ada laserasi
2) Palpasi
: dinding perut supel, teraba sedikit keras, hati dan lien tidak teraba
3) Perkusi
: timpani terutama pada kuadran kiri
4) Auskultasi
: BU 3x/menit
l. Ektrimitas Akral hangat, bengkak/edema ekstrimitas tidak ada, jari telunjuk kiri tampak kehilangan satu buku jari, tampak balutan luka dan drainase pada paha kanan
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
24
3.1.4 Pengkajian dengan Pendekatan Sistem Tubuh a. Pemeriksaan Status Lokalis Look : Tampak balutan luka pada paha kanan klien tetapi tidak ada rembesan darah. klien juga tampak masih belum mampu menekuk lututnya. CRT < 2 detik pada jari kaki kanan. Feel : Klien mengeluh nyeri saat paha kanan ditekan. Kaki kanan klien teraba hangat tetapi tidak ada baal. Arteri popliteal dan dorsalis pedis kanan teraba. Move
: ROM pada kaki kanan terbatas.
b. Aktivitas/Istirahat Gejala (Subjektif) Klien mengatakan sudah pensiun dari pekerjaannya. Klien mengatakan dahulu klien bekerja di bagian produksi pembuatan kaleng. Klien mengatakan tidak memiliki aktivitas/hobi tertentu. Klien mengatakan sudah sering dan dirawat di RS tetapi tidak merasa bosan. Keterbatasan karena kondisi klien saat ini adalah klien mengatakan belum bisa duduk. Kebiasaan tidur klien pada malam hari yakni pukul 21.00 WIB lalu bangun pukul 05.00 WIB dan tidak pernah tidur siang. Klien mengatakan merasa segar saat terbangun. Tanda (Objektif) Respon terhadap aktivitas yang teramati pada saat pengkajian (31 Mei 2013) yakni TD 150/100 mmHg dan RR 20 x/menit. Status mental klien yakni kesadaran baik dan status mental CM dengan GCS 15. Pengkajian terkait muskuloskeletal diperoleh data kekuatan otot: tidak dikaji karena masih post op 5555 5555 5555 Rentang gerak pada panggul kanan terbatas tetapi tidak terdapat tremor. c. Sirkulasi Gejala (Subjektif) Klien mengatakan tidak memiliki riwayat hipertensi, batuk/hemotisis, dan riwayat DM. Akan tetapi pada awal Januari 2013, klien mengalami
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
25
lumpuh pada tangan dan kaki kiri. Klien mengatakan tangan dan kaki kirinya tiba-tiba tidak bisa digerakkan saat bangun tidur. Tanda (Objektif) TD klien saat berbaring yang diukur pada tangan kanan yakni 150/100 mmHg dan nadi 90 x/menit. Nadi pada kaki kanan yakni poplitea dan dorsalis pedis terpalpasi positif. Hasil auskultasi dada terdengar bunyi jantung S1 dan S2, tidak ada gallop dan murmur. Tidak terdapat distensi vena jugular. Hasil pengkajian pada ekstremitas suhu teraba hangat, tidak ada pucat, tidak ada varises, pengisian kapiler < 2 detik. Hasil pengkajian pada mata tidak ada sianosis, konjungtiva tidak anemis pada mata kanan dan kiri, dan sclera tidak ikterik. Membran mukosa bibir dan punggung kuku berwarna merah muda. d. Integritas Ego Gejala (Subjektif) Faktor stress yang dimiliki klien yakni klien mengatakan badannya sudah hancur dan tidak normal karena sudah sering dioperasi. Klien mengajak berbincang keluarga yang menunggu dan klien yang dirawat di sebelah tempat tidurnya untuk mengatasi stresnya. Tidak ada masalah finansial yang berat tetapi klien menggunakan KJS untuk pembiayaan selama di RS. Klien mengatakan dirinya beragama Islam. Tanda (Objektif) Status emosi klien tampak tenang dan tidak terobservasi respon-respon fisiologis. e. Eliminasi Gejala (Subjektif) Klien mengatakan BAB teratur sehari sekali dan tidak menggunakan laksatif. Klien mengatakan ketika BAB, fesesnya lembek, dan BAB terakhir yakni : sehari sebelum operasi hari Rabu malam tanggal 29 Mei 2013. Klien mengatakan dirinya tidak memiliki hemoroid. Klien juga mengatakan dirinya tidak mengalami konstipasi dan diare. Klien mengatakan BAK normal dan tidak mengalami inkontinensia. Klien mengatakan warna urin kuning tidak terlalu pekat. Klien Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
26
mengatakan tidak pernah merasa nyeri/rasa terbakar/kesulitan BAK. Berdasarkan
penjelasan
klien,
klien
tidak
memiliki
riwayat
ginjal/kandung kemih. Tanda (Objektif) Abdomen klien teraba lunak dan tidak ada nyeri tekan. Bising usus klien 3x/menit. Klien tidak mengalami perubahan pada kandung kemih. BAK yang terlalu sering juga tidak terjadi pada klien. f. Makanan dan Cairan Gejala (Subjektif) Klien mendapat diit biasa bebas. Jumlah makanan yakni 3 x sehari. Klien mengatakan makan terakhir pada pagi hari tanggal 31 Mei 2013. Klien mengatakan tidak mengalami kehilangan selera makan, tidak ada mual/muntah, dan tidak mengalami nyeri ulu hati. Klien mengatakan tidak memiliki alergi makanan tetapi tidak terlalu suka memakan nasi goreng. Tanda (Objektif) Berdasarkan penjelasan klien, BB klien sekarang 80 kg dan TB klien sekarang 165 cm. Bentuk tubuh klien tampak gemuk. Turgor kulit klien elastic. Tidak ada edema pada tubuh. Membran mukosa klien tampak lembab. Bising usus klien 3x/menit. g. Higiene Gejala (Subjektif) Aktivitas klien sehari-hari selama masih dirawat di RS masih tergantung pada orang lain. Klien mengatakan masih perlu dibantu untuk bergerak, makan, membersihkan diri, berpakaian, dan toileting. Klien mengatakan bantuan diberikan oleh keluarga dan perawat. Tanda (Objektif) Penampilan umum klien cukup rapi. Cara berpakaian klien yang teramati pun rapi. Akan tetapi, badan klien tercium agak bau karena badan klien hanya dilap dengan air.
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
27
h. Neurosensori Gejala (Subjektif) Klien mengatakan kepalanya terasa sedikit pusing dan ada sakit kepala. Klien mengatakan tidak kesemutan/kebas/kelemahan. Klien mengatakan tangan kiri agak berat jika akan digunakan. Klien mengatakan tidak mengalami kehilangan penglihatan dan pendengaran. Tanda (Objektif) Status mental klien CM. Klien juga memiliki orientasi terhadap waktu tempat dan orang yang baik. KLien dapat mengingat memori jangka panjang (riwayat klien masuk ke RS) dan pendek (mengingat nama perawat yang baru saja berkenalan dengan klien). Klien dapat berbicara dengan jelas. i. Nyeri/Ketidaknyamanan Gejala (Subjektif) Klien mengatakan terasa nyeri pada panggul bagian kanan dengan intensitas 6. Klien mengatakan skala nyeri yang dirasakannya adalah 6 dari skala maksimum 10. Klien mengatakan nyeri terasa ketika akan bergerak. Klien mengatakan nyerinya hilang dan timbul dan nyeri karena ada luka. Tanda (Objektif) Klien tampak mengerutkan muka dan menjaga area yang sakit yakni dengan memegangi paha bagian kanan yang terbalut elastic verban ketika terasa nyeri. j. Pernapasan Gejala (Subjektif) Klien mengatakan tidak memiliki riwayat asma dan penyakit paru seperti TB. Klien mengatakan dirinya adalah perokok tetapi sekarang sudah mulai dikurangi. Klien tidak menggunakan alat bantu pernapasan atau oksigen. Tanda (Objektif) Hasil pengkajian sistem pernapasan klien didapatkan data frekuensi napas klien 20 x/menit, dapat bernapas dalam, dada tampak simetris, dan Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
28
tidak ada penggunaan otot-otot asesori. Bunyi nafas klien yakni vesikuler pada kedua lapang paru dan tidak ada ronki serta wheezing pada kedua lapang paru. Klien juga tidak mengalami sianosis dan tidak tampak gelisah. k. Keamanan Gejala (Subjektif) Klien mengatakan tidak memiliki alergi atau sensitivitas terhadap makanan, obat, ataupun alergen lain. Klien mendapatkan transfusi pada tanggal 31 Mei 2013 yakni sebanyak 216 ml PC dengan golongan darah A dan Rhesus + kemudian pada pukul 10.25 – 12.15 WIB klien mendapat transfusi bag kedua sebanyak 193 ml PC dengan golongan darah A dan Rhesus +. Klien mengatakan riwayat cedera kecelakaan yang pernah dialami klien yakni pernah jatuh dari pohon kelapa pada tahun 1962 mengalami patah bahu kiri dan panggul kanan kemudian dioperasi pasang pen. Pada tahun 2008, klien mengalami operasi kembali pengangkatan pen. Klien juga pernah mengalami kecelakaan kerja yakni jari telunjuk kiri terkena mesin pemotong bahan pembuatan kaleng sehingga 1 buku jarinya tidak ada. Klien pernah mengalami fraktur dan dislokasi pada bahu kiri dan panggul kanan tetapi tidak mengalami kerusakan penglihatan dan pendengaran. Tanda (Objektif) Suhu tubuh klien 36,70C dan tidak mengalami diaphoresis. Klien laserasi pada panggul kanan post operasi THA. Tonus otot klien positif tetapi kekuatan umumnya sedang. Rentang gerak klien terbatas pada panggul kanan. Cara berjalan tidak terkaji karena klien tampak berbaring di tempat tidur. l. Interaksi Sosial Gejala (Subjektif) Klien mengatakan sudah menikah dan hidup dengan istri. Klien mengatakan memiliki 3 anak yakni 2 anak perempuan dan 1 anak lelaki yang semuanya sudah menikah. Klien mengatakan kakaknya adalah Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
29
orang pendukung lain. Peran klien dalam struktur keluarga yakni sebagai ayah dan suami. Tanda (Objektif) Klien dapat berbicara dengan jelas. Klien tampak sering berbicara dengan istri, anak, dan kakak yang menunggui klien selama klien dirawat di RS. Pola interaksi keluarga yang teramati yakni istri duduk di kursi, klien berbaring di tempat tidur, dan tampak sering berbincang bersama. m. Penyuluhan/Pembelajaran Gejala (Subjektif) Klien tampak berbicara menggunakan bahasa Indonesia dan dapat membaca. Tingkat pendidikan terakhir klien yakni SD. Obat yang diresepkan adalah sebagai berikut. Tabel 3.1 Daftar Obat Obat Ceftiaxone
Dosis 1 x 2 gr
Tujuan Mencegah infeksi pada luka post operasi
Ranitidine
2 x 1 ampul
Antiemetik, mengurangi rasa mual
Ketorolak
2 x 1 ampul
Analgesik, mengurangi nyeri
Marcain 0,125% + 1 x
Analgesik post op
Morfin 2 mg Ondansentron D
4 mg iu (KP)
Antiemetik
Diagnosa saat masuk perdokter yakni avaskular nekrosis hip dextra. Alasan dirawat per pasien yakni nyeri pinggang bagian kanan. Riwayat keluhan terakhir berdasarkan penjelasan klien yaitu klien mengatakan nyeri pada pinggang bagian kanan dan jalan menjadi pincang. Harapan klien terhadap perawatan/pembedahan sebelumnya yaitu kakinya memiliki panjang yang sama dan tidak nyeri di bagian pinggang
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
30
3.2 Pemeriksaan Penunjang 3.2.1 Pemeriksaan Laboratorium Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tanggal
Jenis Test
Hasil Pemeriksaan
Nilai Normal
7 Mei
HEMATOLOGI
2013
Netrofil
49,4
50 – 70 %
Monosit
8,7
2–8%
Eosinofil
1012
2–4%
Hemoglobin
11,9
13 – 18 g/dl
Hematokrit
36
40 – 52 %
MCV
77,2
80 – 100 fl
MCH
25,7
26 – 34 pg
Laju Endap Darah
95
0 – 10 mm
KIMIA KLINIK Glukosa
Darah
2 155
70 – 140 mg/dl
jam PP Kolesterol Total
248
< 200 mg/dl yang diinginkan 200-239 mg/dl Batas Tinggi > 240 mg/dl Tinggi
Kolesterol LDL
187,5
< 100 mg/dl Optimal 100-129 mg/dl Mendekati Optimal 130-159 mg/dl Batas Tinggi 150-189 mg/dl Tinggi > 200 mg/dl Sangat Tinggi
13 Mei
HEMATOLOGI
2013
Netrofil
48,5
50 – 70 % Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
31
Monosit
8,1
2–8%
Eosinofil
10,6
2–4%
Basofil
1,2
0–1%
Hemoglobin
11,6
13 – 18 g/dl
Hematokrit
35
40 – 52 %
MCV
77,7
80 – 100 fl
MCH
25,6
26 – 34 pg
KIMIA KLINIK Glukosa
Darah
2 156
70 – 140 mg/dl
jam PP Ureum
44
20 – 40 mg/dl
30 Mei
HEMATOLOGI
2013
Leukosit
10,89
5 – 10 ribu/mm3
Netrofil
81,6
50 – 70 %
Limfosit
11,5
25 – 42 %
Eritrosit
3,54
4,5 – 5,5 juta/ul
Hemoglobin
9,3
13 – 18 g/dl
Hematokrit
26
40 – 52 %
MCV
74
80 – 100 fl
RDW-CV
14,7
11,5 – 14,5 %
31 Mei
HEMATOLOGI
2013
Leukosit
15,22
5 – 10 ribu/mm3
Limfosit
4,1
25 – 42 %
Eosinofil
0,0
2–4%
Eritrosit
4,04
4,5 – 5,5 juta/ul
Hemoglobin
11,0
13 – 18 g/dl
Hematokrit
30
40 – 52 %
MCV
74,5
80 – 100 fl
MCHC
36,5
32 – 36 %
RDW-CV
14,9
11,5 – 14,5 %
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
32
3.2.2 Pemeriksaan Diagnostik a. Rontgent Thorax (tanggal 13 Mei 2013) CTR 50%; tidak ada kelainan. b. Rontgent Coxae (tanggal 29 Mei 2013) Tampak nekrosis avaskular pada panggul bagian kanan. c. Rontgent Pelvis dan Femur AP Lateral (tanggal 30 Mei 2013) Tampak implan acetabulum dan femoral head dengan 3 screw.
3.3 Pertimbangan Rencana Pulang DRG yang menunjukkan lama dirawat rata-rata
:-
Tanggal informasi di dapatkan
: klien masuk tanggal 29 Mei
2013 setelah dilakukan operasi total hip artroplasty pada tanggal 30 Mei 2013 a. Tanggal pulang yang diantisipasi
: belum diketahui, masih
menunggu apakah ada komplikasi setelah operasi b. Sumber-sumber yang tersedia
: keluarga
c. Perubahan-perubahan yang diantisipasi dalam situasi kehidupan setelah pulang
:
Melakukan
latihan
mobilisasi dengan menggunakan alat bantu jalan, perlu duduk pada kursi dengan sandaran serta pegangan tangan, tidak diperbolehkan duduk pada kursi yang lembut, melakukan sholat dengan posisi duduk d. Area yang mungkin membutuhkan perubahan/bantuan: aktivitas seharihari terutama saat melakukan mobilisasi
3.4 Analisis Data Analisis data adalah sebagai berikut: Tabel 3.3 Analisis Data Data
Masalah keperawatan Intraoperatif Nyeri akut
DO: - Klien tampak mengerutkan wajah menahan nyeri saat punggungnya disuntik persiapan anestesi
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
33
- Klien mendapatkan 3 kali suntikan untuk pemberian analgesik epidural dan 2 kali suntikan untuk anestesi spinal - Klien tampak menggerak-gerakkan kaki untuk menahan sakit ketika punggungnya disuntik - TTV preop ((TD = 150/100 mmHg; N = 90 x/menit; RR = 20 x/menit; Suhu = 36,70C) - TTV intraop: Pukul 09.20 TD = 193/99 mmHg Pukul 09.25 TD = 174/107 mmHg Pukul 09.30 TD = 190/89 mmHg Risiko cedera akibat pemberian
DS: - Klien mengatakan pernah mengalami
posisi perioperatif
kelumpuhan pada tangan dan kaki kirinya setelah bangun tidur pada Januari 2013 DO: - TTV preop ((TD = 150/100 mmHg; N = 90 x/menit; RR = 20 x/menit; Suhu = 36,70C) - Warna kulit tidak pucat - ROM terbatas pada panggul kanan Postoperatif Nyeri akut
Ds: - Klien mengatakan nyeri jika bergerak - Klien mengatakan skala nyeri yang dirasakan adalah 6 dari nilai maksimum 10
Do: Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
34
- Klien tampak mengerutkan dahi - Klien tampak berhati-hati saat menggerakkan panggul kanannya - TTV (TD = 150/100 mmHg; N = 90 x/menit; RR = 20 x/menit; Suhu = 36,70C) Kerusakan mobilitas fisik
DS: - Klien mengatakan nyeri bila bergerak - Klien mengatakan masih belum kuat menggerakkan paha kanannya DO: - TTV (TD = 150/100 mmHg; N = 90 x/menit; RR = 20 x/menit; Suhu = 36,70C) - Klien tampak melakukan sebagian aktivitas di tempat tidur - Rentang gerak pada tungkai kanan tampak terbatas - Look: Paha kanan klien tampak dibalut elastic verband; posisi kaki abduksi diganjal bantal - Feel : nyeri tekan (+)
Risiko infeksi
DS: - Klien mengatakan nyeri pada luka operasi DO: - Adanya luka pembedahan - Klien terpasang drainase - TD = 150/100 mmHg; N = 90 x/menit; RR = 20 x/menit; Suhu = 36,70C - Hasil lab post op: leukosit 10,89 ribu/mm3
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
35
3.5 Prioritas Diagnosis Keperawatan a. Nyeri akut b.d. trauma jaringan dan spasme refleks otot sekunder akibat pembedahan penggantian sendi panggul total. b. Kerusakan
mobilitas
fisik
b.d.
kerusakan
rangka
neurovaskuler:
nyeri/ketidaknyamanan; terapi restriktif/imobilisasi tungkai c. Risiko infeksi b.d. prosedur invasif, manipulasi bedah, implantasi benda asing
3.6 Laporan Intra Operasi 3.6.1 Pengkajian Klien dibawa ke ruang operasi pada pukul 10.00 WIB. Klien diberikan anestesi spinal yaitu bupivacain, fentanyl 25 mg, dan catapres 30 mg melalui IV. Tandatanda vital pukul 09.20 WIB: TD 193/99 mmHg, SpO2 100%, HR 120 x/menit saat diberikan anestesi. Setelah diberikan anestesi, klien dipasang anestesi epidural. Posisi klien di meja operasi miring ke arah kiri dengan guling diantara 2 kaki dan kepala di atas bantal. Kemudian area panggul kanan didesinfeksi dan ditutup doek steril. Klien terpasang asering Gelofusin 500 cc kemudian setelah habis diganti dengan RL 500 cc, dan kemudian Asering 500 cc. Klien dilakukan insisi pada area panggul kanan. Dokter bedah kemudian membuang kepala femur yang rusak. Acetabulum dipersiapkan dengan membersihkan dan melebarkan acetabulum dengan menggunakan peluas lubang yang berbentuk circular sehingga ukuran bertambah luas secara berangsur-angsur. Kemudian ditanam acetabulum cup cemented no. 50 dengan 3 screw. Kemudian dipersiapkan femoral component lalu dipasang stem femoral no. 12 cemented dilanjutkan dengan pemasangan head femoral ukuran 28-0 pada stem femoral. Lalu dilanjutkan dengan reposisi head ke acetabulum dilanjutkan dengan test stabilitas dan hasilnya stabil. Klien dipasang drain kemudian luka dicuci dan dijahit lapis demi lapis. Tanda-tanda vital pada pukul 12.00 WIB: TD : 120/70 mmHg, SpO2 100%, HR 72x/menit. Operasi THA selesai pada pukul 12.00. Klien terpasang kateter urin, drain, dan IV.
3.6.2 Diagnosis Keperawatan Diagnosis keperawatan selama klien menjalani prosedur THA yakni: Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
36
a. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme refleks otot sekunder akibat pemberian anestesi b. Resiko cedera berhubungan dengan pelaksanaan prosedur pembedahan selama dua jam atau lebih
3.6.3 Tindakan Keperawatan Tindakan yang dilakukan selama klien menjalani prosedur THA antara lain: a. Memotivasi klien untuk tetap rileks saat disuntikkan anestesi b. Memeriksa identitas klien, pastikan secara verbal: nama klien, prosedur, dan dokter yang tepat, serta area yang akan dilakukan pengangkatan. c. Mengunci roda tempat tidur klien maupun meja operasi sebelum memindahkan klien. d. Memastikan posisi klien tepat berada di tengah meja operasi dan tidak rawan untuk jatuh. e. Mengamankan klien pada meja operasi dengan restrain secukupnya. f. Memantau pemberian kain pada tubuh klien untuk menjaga suhu tubuh dan menutupi area yang tidak dilakukan tindakan. g. Memantau TTV klien dan tanda perdarahan.
3.7 Rencana Asuhan Keperawatan 3.7.1 Intervensi Keperawatan Intervensi yang dilakukan pada klien post THA yakni Tn. A difokuskan pada tiga diagnosis utama berdasarkan analisis data yang telah dilakukan. Adapun intervensi keperawatan pada Tn.A meliputi: a. Nyeri akut b.d. trauma jaringan dan spasme refleks otot sekunder akibat pembedahan penggantian sendi panggul total. Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan nyeri yang dirasakan klien dapat berkurang atau hilang Kriteria Evaluasi: 1) Klien mengatakan skala nyeri yang dirasakan berkurang dari 6 menjadi 3 dengan skala maksimum 10 2) Klien mengekspresikan rasa percaya diri dalam usaha mengontrol nyeri Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
37
3) Muka klien tidak meringis dan mengerutkan dahi pada saat melakukan aktivitas 4) Klien tampak nyaman dan santai 5) TTV klien dalam rentang normal : TD=140/90 mmHg, Nadi=80100x/menit, RR=12-20x/menit, Suhu=36,5-37,50C Intervensi: 1) Kaji mengenai adanya nyeri R: Nyeri biasa dialami setelah prosedur pembedahan akibat trauma dan respons jaringan. Spasme oto terjadi setelah penggantian sendi panggul total. Imobilisasi menyebabkan ketidaknyamnan pada titik tekanan. 2) Minta klien untuk menjelaskan ketidaknyaman R: Karakteristik nyeri dapat membantu menentukan penyebab ketidaknyamanan. Nyeri dapat sebagai akibat komplikasi (hematoma, infeksi, flatus). Nyeri merupakan pengalaman individual dapat mempunyai arti berbeda-beda bagi setiap orang. 3) Pahami adanya nyeri: menginformasikan kepada klien macam-macam analgetik dan relaksan otot yang tersedia R: Peredaan nyeri dapat dialami oleh klien dengan mengkomunikasikan keprihatinan dan ketersediaan bantuan untuk membantu klien menghadapi nyeri. 4) Gunakan teknik modifikasi nyeri: a. Menggunakan analgetik R: klien mungkin memerlukan opioid parenteral selama 24-48 jam pertama dan kemudian dilanjutkan menjadi analgetik oral. b. Mengubah posisi dalam batas yang diperbolehkan R: penggunaan bantal dapat memberikan penyanggaan yang memadai, mengurangi tekanan pada tonjolan tulang. c. Memodifikasi lingkungan R: interaksi dengan orang lain, distraksi, dan kelebihan beban atau deprivasi sensori dapat mempengaruhi pengalaman nyeri d. Memberitahu dokter bedah bila perlu
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
38
R: intervensi bedah mungkin diperlukan bila nyeri disebabkan oleh hematoma atau edema berlebihan 5) Evaluasi dan mencatat ketidaknyamanan dan keefektifan teknik modifikasi nyeri R: keefektifan tindakan didasarkan pada pengalaman; data tentang pengenalan
mengenai
pengalaman
nyeri,
penatalaksanaan
dan
pengurangan nyeri b. Kerusakan
mobilitas
fisik
b.d.
kerusakan
rangka
neurovaskuler:
nyeri/ketidaknyamanan Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawataan mobilitas fisik klien dapat dipertahankan Kriteria Hasil: 1) Posisi yang dianjurkan tetap dipertahankan 2) Klien membantu saat perubahan posisi 3) Klien memperlihatkan kemandirian saat pemindahan tubuh 4) Klien berpartisipasi dalam program ambulasi progresif dan berpartisipasi aktif dalam program latihan 5) Klien mempergunakan alat bantu ambulasi dengan benar dan aman Intervensi: 1) Pertahankan posisi sendi panggul yang benar (abduksi, rotasi netral, fleksi terbatas) R: dapat mencegah dislokasi prostesis sendi panggul 2) Instruksikan dan bantu perubahan posisi dan perpindahan R: memberikan dorongan partisipasi aktif pada klien sambil mencegah terjadinya dislokasi 3) Instruksikan dan berikan pengawasan latihan pergeseran kuadrisep dan gluteal R: dapat memperkuat otot yang diperlukan untuk berjalan 4) Konsultasi dengan ahli fisioterapi: instruksikan dan berikan pengawasan ambulasi progresif yang aman dalam batasan pembebanan berat badan yang diperbolehkan
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
39
R: beratnya pembebanan berat badan bergantung pada kondisi klien dan prostesis, alat bantu ambulasi dipergunakan untuk membantu pasien dalam ambulasi tanpa pembebanan berat badan dan pembebanan berat badan parsial 5) Berikan semangat dan dukungan terhadap program latihan R: latihan rekondisi dapat menyebabkan rasa tidak nyaman dan memberikan semangat dapat membantu klien mematuhi program latihan 6) Instruksikan dan berikan pengawasan penggunaan alat bantu ambulasi yang aman R: mencegah cedera akibat penggunaan yang tidak aman c. Risiko infeksi Faktor risiko: prosedur invasif, manipulasi bedah, implantasi benda asing Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan infeksi tidak terjadi atau tidak menjadi aktual Kriteria Hasil: 1) Mencapai penyembuhan luka tepat waktu 2) TTV klien dalam rentang normal 3) Tanda-tanda infeksi tidak muncul seperti pus 4) Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor 5) Insisi mengalami penyatuan baik tanpa pengeluaran cairan atau respons inflamasi berlebihan Intervensi: 1) Pantau tanda vital klien R: suhu, denyut nadi, dan pernapasan akan meningkat sebagai respons infeksi (besarnya respons dapat minimal pada klien lansia) 2) Gunakan teknik aseptik saat mengganti balutan dan pengosongan kantong drainase R: mencegah masuknya organisma 3) Kaji penampilan dan sifat drainase R: insisi yang mengeluarkan cairan, bengkak dan merah menunjukkan adanya infeksi 4) Kaji keluhan nyeri Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
40
R: nyeri bisa diakibatkan oleh hematoma luka—kemungkinan lokus infeksi—yang memerlukan evakuasi bedah 5) Berikan antibiotika profilaksis sesuai resep dan lakukan observasi adanya efek samping R: menghindari infeksi prostesis
3.7.2 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan Implementasi yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah nyeri akut pada klien yakni mengkaji keluhan nyeri pada hari pertama sampai dangan hari kelima post THA. Selain itu, klien juga diminta untuk menjelaskan nyeri yang dirasakan untuk mengidentifikasi karakteristik nyeri yang akan membantu menentukan penyebab ketidaknyamanan yang dirasakan. Klien juga telah diinformasikan mengenai analgetik yang diberikan kepada klien ketika mahasiswa menginjeksikan analgetik yaitu ketorolak atau perawat anestesi menginjeksikan analgetik epidural yaitu marcain 0,125% dan morfin 2 mg. Mahasiswa juga telah menggunakan teknik modifikasi nyeri dengan mengubah posisi klien dalam batas yang diperbolehkan dan menganjurkan keluarga untuk memberikan kompres hangat pada botol air mineral yang diletakkan pada daerah nyeri. Mahasiswa juga mengevaluasi dan mencatat keluhan nyeri serta keefektifan teknik modifikasi nyeri yang diberikan.
Hasil yang diperoleh yakni keluhan nyeri klien berkurang secara berangsur-angsur selama 5 hari perawatan setelah menjalani prosedur THA. Skala nyeri klien pada awal pengkajian yakni 6 berkurang menjadi 3 pada hari kelima post THA dengan skala maksimum 10. Klien juga tampak nyaman dan santai serta tidak tampak meringis atau mengerutkan dahi pada saat melakukan aktivitas fisik. TTV klien pun berada pada batas normal. Masalah nyeri teratasi pada hari kelima post THA.
Implementasi yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah kerusakan mobilitas fisik pada klien yakni mempertahankan posisi sendi panggul yang benar dengan memberikan ganjalan bantal agar kaki klien tetap abduksi selama berbaring di tempat tidur. Selain itu, klien juga diinstruksikan dan dibantu untuk mengubah posisi atau memindahkan tubuhnya untuk memberikan dorongan partisipasi aktif Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
41
pada klien sambil mencegah terjadinya dislokasi. Mahasiswa juga telah memberikan edukasi dan pengawasan terhadap latihan pergeseran quadriseps dan gluteal. Mahasiswa berkolaborasi dengan ahli fisioterapi dan dokter bedah untuk memberikan latihan dan pengawasan terhadap mobilisasi dan ambulasi progresif yang dilakukan klien. Klien juga diberikan semangat dan dukungan agar mematuhi program latihan. Pada hari kelima post THA, mahasiswa melatih klien untuk menggunakan walker dan melakukan pengawasan terhadap penggunaan walker.
Hasil yang diperoleh yakni mobilitas klien mengalami peningkatan secara bertahap. Klien tetap dapat mempertahankan posisi yang dianjurkan. Klien juga memperlihatkan kemandirian saat memindahkan tubuh dari tempat tidur ke kursi roda maupun sebaliknya. Klien dan keluarga juga berpartisipasi aktif program latihan yang dilakukan mahasiswa. Klien juga dapat mempergunakan alat bantu berupa walker dengan benar dan aman. Masalah kerusakan mobilitas fisik teratasi pada hari kelima post THA.
Implementasi yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah risiko infeksi pada klien yakni memantau tanda-tanda vital klien. Selain itu, perawat dan mahasiswa juga menggunakan teknik aseptik saat mengganti balutan dan mengosongkan kantong drainase. Perawat ruangan dan mahasiswa juga mengkaji penampilan dan sifat drainase serta keluhan nyeri. Perawat dan mahasiswa juga berkolaborasi bersama dokter bedah untuk memberikan antibiotik yaitu ceftriaxone untuk menghindari infeksi prostesis.
Hasil yang diperoleh yakni infeksi tidak menjadi aktual. Klien mencapai penyembuhan luka tepat waktu. TTV klien dalam rentang normal selama hari perawatan. Saat dilakukan penggantian balutan dan aff drain pada hari keempat post THA, luka klien tampak bersih dan insisi mengalami penyatuan yang baik tanpa pengeluaran cairan atau respons inflamasi berlebihan. Masalah risiko infeksi teratasi pada hari keempat post THA.
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
BAB 4 ANALISIS SITUASI
Bab ini akan membahas tentang profil lahan praktik, analisis masalah keperawatan dengan konsep terkait keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan dan konsep kasus terkait, analisis salah satu intervensi dengan konsep dan penelitian terkait, dan alternatif pemecahan yang dapat dilakukan.
4.1 Profil Lahan Praktik Ruang Bedah Kelas Anggrek Tengah Kanan merupakan salah satu ruang rawat yang ada di RSUP Persahabatan dengan kekhususan bedah, yakni bedah ortopedi, bedah digestif, bedah onkologi, bedah urologi, serta bedah saraf. Ruang Anggrek Tengah Kanan ini merupakan ruang kelas III untuk pasien laki-laki dan perempuan. Ruangan tersebut memiliki 10 kamar dengan kapasitas 30 tempat tidur dan sebuah kamar isolasi dengan kapasitas dua buah tempat tidur. Ruang rawat dilengkapi dengan satu nurse station dan ruangan kepala ruangan, satu ruang tindakan dan penyimpanan alat, satu kamar ganti perawat, satu kamar dokter muda, satu ruang dapur, satu spoel hoek dan satu gudang serta kamar mandi untuk pasien.
Selama mahasiswa melakukan praktek profesi mata ajar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan dan Manajemen selama tujuh minggu di ruang perawatan tersebut, mahasiswa menemukan dua klien yang menjalani prosedur penggantian panggul total (total hip arthroplasty atau THA). Mahasiswa juga menemukan masalah kurang optimalnya pengawasan fisioterapis dan perawat terhadap aktivitas klien post operasi THA. Hal ini dapat mempengaruhi terjadinya komplikasi post operasi THA seperti dislokasi ataupun kerusakan mobilisasi.
4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP dan Konsep Kasus Terkait Kasus bedah ortopedi yang dikelola mahasiswa adalah kasus klien yang bernama Tn. A (57 tahun) post operasi penggantian panggul total (total hip arthroplasty 42
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
43
atau THA). Berdasarkan penjelasan klien, klien mengatakan pernah jatuh dari pohon kelapa saat masih kecil sehingga tulang paha dan tangannya patah pada tahun 1962. Kemudian, klien dibawa ke rumah sakit untuk dioperasi. Pada tahun 2008, klien mengatakan dioperasi lagi untuk melepas pen yang ada di paha yang patah. Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 31 Mei 2013, klien menjelaskan bahwa alasan masuk rumah sakit adalah karena klien mengeluh nyeri pada pinggang bagian kanan terutama saat berjalan dan merasa kaki kanannya menjadi lebih pendek sehingga pincang saat berjalan.
Pada kasus kelolaan ditemukan fakta bahwa klien merupakan salah satu masyarakat perkotaan yang mengalami salah satu masalah kesehatan masyarakat perkotaan berupa perubahan gaya hidup yang berdampak pada obesitas. Klien dapat dikatakan mengalami obesitas karena klien memiliki IMT 31,25 kg/mm2. Setelah dilakukan pengkajian, klien mengatakan bahwa dahulu klien tidak pernah memperhatikan asupan makanan yang dikonsumsi. Klien juga mengatakan dirinya jarang melakukan aktivitas fisik seperti olahraga. Kondisi klien yang saat ini sudah mengalami pensiun juga berdampak pada berkurangnya aktivitas fisik yang dapat dilakukan klien.
Nyeri pada pinggang bagian kanan terutama saat berjalan dirasakan oleh klien sejak tiga bulan yang lalu. Klien juga mengeluh terdapat perubahan panjang pada kaki kanan sehingga kaki kanan menjadi lebih pendek dan mengganggu aktivitas harian. Keluarga juga mengatakan bahwa gaya berjalan klien mengalami perubahan menjadi pincang sejak tiga bulan yang lalu. Oleh karena itu, keluarga menyarankan klien untuk menggunakan alat bantu jalan berupa satu buah kruk milik istrinya. Klien mengatakan jika tidak menggunakan alat tersebut, pinggang klien akan terasa sangat nyeri saat berjalan untuk menopang berat tubuh. Berdasarkan hasil observasi pre operasi, klien tampak berjalan pincang dengan menggunakan kruk dan tinggi kruk tampak tidak sesuai dengan tinggi klien sehingga klien tidak berjalan dengan tegak.
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
44
Setelah dilakukan pengkajian secara mendalam, mahasiswa menemukan masalah yakni klien kurang memahami bahwa tulang yang patah saat masih kecil bukanlah tulang paha melainkan tulang panggul. Klien juga mengatakan setelah operasi pada tahun 1962, klien tidak mendapatkan informasi mengenai tindakan yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya nekrosis avaskular sebagai komplikasi lanjut dari dislokasi pada sendi panggul kanan klien yang merupakan komplikasi post THA yang telah dijalani klien. Hal ini didukung oleh diagnosis medis yang menunjukkan bahwa klien mengalami nekrosis avaskular pada panggul kanan. Nekrosis avaskular merupakan kondisi yang dihasilkan dari suplai darah yang kurang ke area tulang tertentu yang menyebabkan kematian tulang (Marx, J. A. et al., 2002). Kondisi ini dapat terjadi akibat trauma dan kerusakan pada pembuluh darah yang menyuplai oksigen pada tulang. Kaput femur adalah tempat yang paling sering mengalami nekrosis avaskular terutama karena pasokan darah yang khas yang mempermudah terjadinya iskemia karena terputusnya arteri. Nekrosis avaskular kaput femur merupakan komplikasi lanjut dari dislokasi sendi panggul.
Keluhan klien yang meliputi nyeri pada pinggang kanan, perubahan gaya berjalan menjadi pincang, dan kaki kanan yang memendek memperkuat diagnosis nekrosis avaskular pada panggul kanan klien. Moesbar (2006) menyebutkan bahwa nyeri merupakan keluhan utama pada nekrosis avaskular dan keluhan lainnya berupa jalan pincang, paha mengecil/otot atrofi, tungkai dapat memendek 1-2 cm, dan gerakan terbatas terutama abduksi dan rotasi internal pada panggul. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Jill, J. B. dan Goldstein, W. M. (2003) yang mengatakan bahwa klien dengan masalah panggul seperti nekrosis avaskular akan mengalami perubahan gaya berjalan dan memperlihatkan ketidakmampuan dalam aktivitas harian seperti menggunakan kaos kaki atau sepatu dan menyilangkan kaki.
Pemeriksaan penunjang yakni rontgent atau radiologi diperlukan untuk mendapatkan gambaran perubahan tulang yang menonjol pada stase penyakit yang lebih lanjut. Hasil pemeriksaan penunjang rontgent coxae klien sebelum operasi menggambarkan adanya kelainan pada sendi panggul kanan yang Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
45
menunjukkan bahwa klien telah mengalami nekrosis avaskular stase lanjut. Nekrosis avaskular stase lanjut menghasilkan kerusakan tulang dan sendi yang serius sehingga membutuhkan arthroplasty atau pembedahan penggantian sendi. Oleh karena itu, klien dijadwalkan untuk menjalani prosedur penggantian sendi panggul total (total hip arthroplasty atau THA).
Mahasiswa melakukan observasi selama klien menjalani prosedur THA. Dokter bedah melakukan insisi pada area panggul kanan klien kemudian membuang kepala femur yang rusak. Acetabulum buatan dipersiapkan dengan membersihkan dan melebarkan acetabulum dengan menggunakan peluas lubang yang berbentuk circular sehingga ukuran bertambah luas secara berangsur-angsur. Kemudian ditanam acetabulum cup cemented no.50 dengan 3 screw. Lalu femoral component dipersiapkan dan dipasang stem femoral no.12 cemented dilanjutkan dengan pemasangan femoral head ukuran 28-0 pada stem femoral. Setelah itu, dilakukan reposisi femoral head ke acetabulum dilanjutkan dengan test stabilitas dan hasilnya stabil. Klien dipasang drain kemudian luka dicuci dan dijahit lapis demi lapis.
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, masalah keperawatan yang terjadi pada Tn. A yang telah menjalani prosedur THA meliputi nyeri akut, kerusakan mobilitas fisik, dan risiko infeksi. Nyeri akut terjadi karena adanya trauma jaringan dan spasme refleks otot sekunder akibat pembedahan penggantian sendi panggul total. Kerusakan mobilitas fisik terjadi karena kerusakan rangka neurovaskuler: nyeri/ketidaknyamanan. Sedangkan, risiko infeksi berhubungan dengan faktor risiko beruupa prosedur invasif, manipulasi bedah, implantasi benda asing yang telah dijalani klien.
Mahasiswa sebagai calon perawat profesional perlu membuat rencana asuhan keperawatan yang terorganisasi dengan baik untuk menyelesaikan masalah keperawatan
tersebut
sehingga
setiap
perawat
dapat
dengan
cepat
mengidentifikasi tindakan keperawatan yang diberikan. Dalam kasus klien post THA ini, mahasiwa perlu menyusun rencana asuhan keperawatan yang sesuai Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
46
dengan ruang lingkup praktik keperawatan masyarakat yang meliputi: upayaupaya peningkatan kesehatan (promotif) terkait gaya hidup sehat, pencegahan (preventif) terkait tindakan pencegahan komplikasi terutama dislokasi post THA, pemeliharaan kesehatan dan pengobatan (kuratif) terkait penyembuhan luka post THA, pemulihan kesehatan (rehabilitatif) terkait latihan mobilisasi post THA dan mengembalikan serta memfungsikan kembali baik klien dan keluarga ke lingkungan sosial dan masyarakatnya (resosialisasi).
4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait Kasus kelolaan yakni Tn.A sebagai klien post THA mengalami masalah keperawatan berupa kerusakan mobilitas fisik. Hal ini terjadi karena kerusakan rangka neurovaskuler yaitu adanya nyeri/ketidaknyamanan post pembedahan. Kerusakan mobilitas fisik tersebut dapat berdampak pada lamanya tirah baring yang dilakukan klien yang dapat mengakibatkan komplikasi post THA. Perawat dan fisioterapis bertanggung jawab untuk melakukan pencegahan komplikasi tersebut.
Komplikasi post operasi THA yang dapat menunda kemajuan pemulihan dan penyembuhan klien lebih berisiko terjadi pada klien yang obesitas. Tn.A sebagai kasus kelolaan merupakan klien yang mengalami obesitas karena memiliki IMT 30 kg/mm2 yakni 31,25 kg/mm2 sehingga diperlukan pengawasan terhadap aktivitas yang dilakukan. Hal ini didukung oleh penelitian Vincent, H.K., Weng, J. P., dan Vincent, K. R. (2007) di Virginia yang menunjukkan bahwa indeks massa tubuh (IMT) mempengaruhi efisiensi pengukuran kemandirian fungsi (functional independence measure), lamanya klien dirawat di rumah sakit (length of stay), dan biaya perawatan. Selain itu, klien yang obesitas juga dapat mencapai peningkatan fisik tetapi dalam efisiensi yang lebih rendah dan biaya perawatan yang lebih mahal. Penelitian Vincent et al. (2012) juga menunjukkan bahwa klien yang telah menjalani prosedur THA mengalami peningkatan kemampuan fungsional tetapi secara umum klien yang mengalami obesitas tidak mencapai level yang sama terkait fungsi fisik pada waktu follow-up yang telah ditentukan.
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
47
Selama angka kejadian obesitas terus meningkat dan prosedur THA banyak dilakukan secara progresif pada klien muda atau klien yang obesitas, sasaran kemampuan jangka panjang merupakan hal yang sangat penting (Vincent, et al., 2012). Sasaran kemampuan tersebut meliputi pemeliharaan kemandirian dengan aktivitas penahanan beban (load bearing activites) pada kehidupan sehari-hari, mobilitas secara mandiri, dan pergerakan tubuh untuk jangka waktu yang lama. Vincent et al. (2012) menyebutkan bahwa klien yang obesitas yang telah menjalani prosedur THA berisiko untuk mengalami kegagalan kualitas hidup untuk waktu yang lama dibandingkan dengan klien yang tidak obesitas. Sebagai contoh, 35% klien yang telah menjalani prosedur THA mengalami pembatasan aktivitas pada tahun kelima. Obesitas secara signifikan dapat memprediksikan ketergantungan klien post operasi THA pada alat bantu jalan dan berhubungan dengan hasil follow-up yang rendah.
Klien post operasi THA baik yang obesitas maupun yang tidak obesitas akan memiliki gangguan dan keterbatasan dalam melakukan mobilisasi. Keterbatasan tersebut berupa rasa nyeri, kelemahan otot abduktor pada panggul, kontraktur pada sendi panggul dan gangguan cara berjalan akibat kelemahan otot fleksor dan ekstensor pada panggul (Unlu, E. et al., 2007). Hal ini didukung oleh penelitian Okoro, T. et al. (2013) yang menyebutkan bahwa imobilisasi akibat pembedahan dan perawatan di rumah sakit dapat menyebabkan kemunduran lebih lanjut pada massa, kekuatan, dan fungsi otot.
Implementasi yang telah dilakukan oleh mahasiswa untuk mengatasi masalah kerusakan mobilitas fisik pada Tn.A adalah edukasi pencegahan dislokasi dan program latihan di rumah sakit yang diawasi (supervised in-hospital exercise program) oleh mahasiswa. Hal ini dilakukan kepada klien dan keluarga sebagai bagian dari program rehabilitasi klien post THA. Mahasiswa juga berkolaborasi dengan alhi fisioterapi dan dokter bedah dalam memberikan asuhan keperawatan pada Tn.A. Hasil studi jangka panjang menunjukkan bahwa operasi penggantian panggul total atau THA dapat menghilangkan nyeri pada panggul tetapi akan menyisakan kerusakan dan keterbatasan kemampuan fungsional seperti penurunan Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
48
kecepatan berjalan yang terus-menerus. Oleh karena itu, dislokasi sebagai komplikasi prosedur THA perlu dicegah. Selain itu, latihan mobilisasi terkait weight bearing status perlu dilatih pada klien tersebut untuk mengembalikan fungsi mobilisasi klien. Unlu, E. et al. (2007) menyebutkan bahwa latihan merupakan bagian penting dari program preventif dan rehabilitatif untuk memperbaiki kerusakan fisik akibat dari prosedur pembedahan arthroplasty (THA) pada panggul. Kecepatan berjalan, irama, dan kekuatan otot merupakan hal yang penting terkait keterbatasan pada klien yang telah menjalani prosedur THA. Program latihan pada klien post THA dibutuhkan untuk meningkatkan performa fungsional. Departement of Rehabilitation Services Brigham and Women’s Hospital menjelaskan bahwa pada hari pertama setelah operasi THA, klien akan mengalami penurunan kemandirian dalam mobilisasi di tempat tidur, pemindahan tubuh, ambulasi, aktivitas fungsional, aktivitas dasar harian dan kualitas hidup. Oleh sebab itu, selama perawatan akut di rumah sakit, mahasiswa telah memberikan edukasi untuk meningkatkan pemahaman Tn.A mengenai tindakan pencegahan dislokasi pada panggul antara lain klien tidak diperbolehkan untuk menekuk panggul melebihi 900, menyilangkan kaki, dan memutar pinggang. Tindakan pencegahan dislokasi ini perlu dilakukan setiap waktu selama 6-8 minggu setelah operasi (1,5-2 bulan). Mahasiswa menjelaskan pada klien bahwa saat kontrol, dokter akan memberitahu klien apakah harus melanjutkan tindakan ini atau tidak.
Mahasiswa juga menekankan pada Tn.A bahwa implant yang ditanam pada panggulnya tidak seperti pen yang akan diambil kembali ketika tulang telah tersambung dengan baik pada klien fraktur. Mahasiswa menjelaskan bahwa implant tersebut bersifat permanen sehingga klien perlu memperhatikan pilihan aktivitas yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Apabila dislokasi terjadi maka klien akan menjalani prosedur operasi untuk memperbaikinya.
Selain itu, pada hari pertama post THA mahasiswa juga telah melatih klien untuk melakukan latihan segera setelah operasi (immediate postoperative exercise) yang Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
49
meliputi nafas dalam dan latihan batuk; gerakan memompa pada pergelangan kaki, kontraksi pada bokong, dan penguatan quadriceps statis. Latihan yang dilakukan
ini
didesain
untuk
mencegah
komplikasi
dan
membantu
mengembalikan kemampuan dalam aktivitas harian klien. AAOS (2000) menyebutkan bahwa latihan nafas dalam membantu mencegah akumulasi sekret di dalam paru yang berdampak pada infeksi paru. Latihan quadriceps yang melibatkan pengencangan pada otot paha dan dorongan pada tungkai ke arah belakang di tempat tidur akan membantu menstabilkan tungkai. Rotasi tumit dan fleksi tumit akan membantu mencegah pembendungan darah pada pembuluh vena di betis yang berdampak pada deep vein thrombosis (Temple, J., 2004).
Kemudian, mahasiswa memberikan edukasi dan latihan mobilisasi awal untuk bergerak yang meliputi cara berbaring di tempat tidur, cara turun dari tempat tidur, dan cara naik ke tempat tidur. Mahasiswa juga menjelaskan latihan yang dapat dilakukan klien sambil berbaring selama di rawat di rumah sakit yang meliputi cara menekuk panggul dan lutut, melakukan gerakan maju latihan isometrik pada urat-urat lutut, penguatan quadriceps di atas gulungan, abduksi panggul, dan mengaktifkan perut.
Hari kelima post operasi THA, klien baru berhasil duduk di kursi roda yang dimodifikasi dengan menumpuk beberapa selimut agar tinggi kursi roda menjadi lebih tinggi dari lutut klien. Kemampuan klien untuk berpindah dari tempat tidur ke kursi roda atau sebaliknya sebaiknya tercapai pada hari kedua post operasi THA. Keterlambatan ini terjadi akibat tempat tidur yang mengalami kerusakan pada siderail sehingga sudah menghalangi klien untuk turun dari tempat tidur.
Mahasiswa telah melatih cara duduk, berdiri, duduk ke kursi, dan menggunakan walker untuk berjalan. Saat mahasiswa memandu klien dalam menggunakan walker, mahasiswa didampingi oleh dokter bedah untuk melakukan pengawasan. Setelah berlatih menggunakan walker, dokter bedah menginstruksikan pada klien bahwa klien boleh pulang pada hari tersebut sehingga mahasiswa juga memberikan edukasi dan melatih klien untuk masuk atau keluar dari mobil terkait Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
50
discharge planning bagi klien. Selain itu, mahasiswa juga memberikan edukasi kepada keluarga mengenai pencegahan dislokasi pada klien saat berada di rumah misalnya dengan menyediakan kloset duduk dengan memodifikasi kursi kayu atau membeli commode jika mampu. Hal tersebut bertujuan untuk mencegah klien untuk menekuk panggul melebihi 900. Mahasiswa juga menjelaskan pada klien dan keluarga untuk sementara sebelum kontrol pertama, aktivitas ibadah klien sebaiknya dilakukan berbaring. Mahasiswa juga menjelaskan mengenai latihan dengan tahanan pada berat badan sepenuhnya (full weight bearing exercises) dan menekankan kepada klien bahwa latihan tersebut hanya dimulai setelah klien diijinkan oleh dokter bedah untuk menahan berat badan sepenuhnya pada kaki yang dioperasi. Hal ini didukung oleh pernyataan Trudelle-Jackson et al. (2002) yang menekankan mengenai pentingnya program rehabilitasi pada fase lanjut setelah prosedur THA dan menyarankan tentang latihan weight-bearing dan stabilitas postural (Unlu, E., et al., 2007).
4.4 Alternatif pemecahan yang dapat dilakukan Masalah kerusakan mobilitas fisik yang terjadi pada klien timbul akibat adanya kerusakan rangka neurovaskuler yaitu adanya nyeri/ketidaknyamanan post pembedahan. Kurang optimalnya pengawasan perawat atau fisioterapis terhadap aktivitas klien juga dapat berdampak pada terjadinya dislokasi pada panggul klien post THA. Apabila kerusakan mobilitas fisik pada klien tidak segera diatasi maka tujuan mobilisasi seperti untuk mempertahankan fungsi tubuh, memperlancar peredaran darah, membantu pernafasan menjadi lebih baik, mempertahankan tonus otot, memperlancar eliminasi alvi dan urin, mengembalikan aktivitas tertentu, dan memberi kesempatan perawat dan klien untuk berinteraksi atau berkomunikasi tidak akan tercapai. Hal tersebut akan mengganggu kesehatan, kesejahteraan, dan kualitas hidup klien.
Hal ini menunjukkan pentingnya dilakukan edukasi pencegahan dislokasi dan program latihan di rumah sakit yang diawasi (supervised in-hospital exercise program) oleh perawat atau fisioterapis sebagai bagian dari program rehabilitasi klien post THA. Penelitian di Turki yang dilakukan Unlu, E. et al. (2007) Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
51
menunjukkan bahwa pemberian latihan mobilisasi pada klien post operasi penggantian panggul total yang meliputi ROM, latihan isometrik dan kontraktil eksentrik pada panggul selama 6 minggu di rumah sakit menunjukkan peningkatan pada otot abduktor pada panggul setelah latihan isometrik maksimum. Oleh karena itu, perawat harus lebih memperhatikan dan meningkatkan kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien post THA. Perawat dapat berkolaborasi dengan profesi lain seperti dokter bedah dan ahli fisioterapi dalam memberikan edukasi dan mengawasi program latihan mobilisasi selama klien dirawat di rumah sakit untuk meningkatkan pemulihan dan kesembuhan klien akibat kerusakan mobilitas fisik post THA. Dalam memberikan edukasi pencegahan dislokasi dan program latihan di rumah sakit yang diawasi (supervised in-hospital exercise program) oleh perawat secara optimal, perawat ruangan dapat menggunakan buku panduan program pemulihan post operasi penggantian panggul total yang telah dibuat oleh mahasiswa dan disetujui oleh dokter bedah.
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
BAB 5 PENUTUP
Bab ini akan menguraikan kesimpulan dan saran dari seluruh rangkaian penulisan yang telah dilakukan. Penulis menyimpulkan hasil pemaparan secara keseluruhan dan memberikan saran terkait hasil analisis. Bab ini terdiri dari dua bagian, yaitu kesimpulan dan saran.
5.1 Kesimpulan Penulisan karya ilmiah akhir ini bertujuan untuk menyajikan pemaparan asuhan keperawatan yang dilakukan oleh mahasiswa pada klien post THA di ruang Bedah Kelas Anggrek Tengah Kanan RSUP Persahabatan. Pemaparan asuhan keperawatan dilakukan dengan menerapkan proses keperawatan yang meliputi pengkajian,
perumusan
diagnosis
keperawatan,
perencanaan
(termasuk
identifikasi hasil yang diperkirakan), implementasi, dan evaluasi.
Masalah masyarakat perkotaan yakni perubahan gaya hidup yang berdampak pada obesitas mempengaruhi program rehabilitasi klien post THA. Obesitas dapat menjadi faktor risiko penyebab komplikasi post THA yang dapat menunda kemajuan pemulihan dan penyembuhan klien. Nekrosis avaskular sebagai komplikasi lanjut dari dislokasi pada sendi panggul kanan klien yang merupakan komplikasi post THA yang telah dijalani klien perlu diatasi dengan melakukan kembali prosedur THA. Masalah kerusakan mobilitas fisik yang terjadi pada klien post THA dapat diatasi dengan pemberian edukasi pencegahan dislokasi dan program latihan di rumah sakit yang diawasi (supervised in-hospital exercise program) oleh perawat atau ahli fisioterapi. Hal ini perlu diberikan kepada klien dan keluarga sebagai bagian dari program rehabilitasi klien post THA.
5.2 Saran Hasil pemaparan ini dapat menjadi masukan bagi pemberi pelayanan kesehatan, keluarga, dan masyarakat, institusi pendidikan, serta peneliti. Pemberi pelayanan kesehatan diharapkan dapat lebih memperhatikan dan meningkatkan kualitas 52
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
53
asuhan keperawatan yang diberikan pada klien post THA terutama dalam hal pencegahan dislokasi post THA dan pemulihan fungsi mobilisasi klien tersebut. Keluarga dan masyarakat diharapkan mampu menjadi sistem pendukung yang aktif dalam program rehabilitasi klien post THA. Institusi pendidikan diharapkan dapat lebih memperhatikan pengajaran terkait aplikasi pemberian asuhan keperawatan yang diberikan pada klien post THA dan mengembangkan bahan pengembangan pengetahuan dalam keilmuan keperawatan medikal bedah mengenai program rehabilitasi pada klien post THA. Hasil pemaparan ini dapat digunakan sebagai rujukan data dasar bagi pengembangan pengetahuan dan pengalaman dalam bidang penelitian keperawatan mengenai program rehabilitasi yang bertujuan untuk mencegah dislokasi post THA dan memulihkan fungsi mobilisasi pada klien post THA.
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Allender, J. A., Spradley, B.W. (2001). Community health nursing concepts and practice. Philadelphia: Lippincott Carpenito, L. J. (2009). Diagnosis keperawatan: aplikasi pada praktek klinis. (Kursini Semarwati Kadar [et al], Penerjemah). Ed 9. Jakarta: EGC. Departement of Rehabilitation Services Brigham and Women’s Hospital. (2010). Standard of care: total hip arthroplasty. Juni 13, 2013. http://google.co.id Doenges M.E. (2000). Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk Jakarta: EGC. Jamari, dkk. (2012). Pengembangan prototype sambungan tulang panggul produk Indonesia. Laboratorium Perancangan Teknik dan Tribologi, Universitas Diponegoro, Semarang. Juni 27, 2013. http://insentif.ristek.go.id Jill, J. B., & Goldstein, W. M. (2003). Home study program: Primary total hip arthroplasty. Association of Operating Room Nurses.AORN Journal, 78(6), 947-953,956-959,961-969. Juni 9, 2013. Marx, J. A et al. (2002). Rosen’s emergency medicine: concepts and clinical practice. 5th Ed. St. Louis: Mosby Inc. Moesbar, N. (2006). Nekrosis avaskular pada traumatic dislokasi sendi panggul terlantar. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39. Okoro, T., et al. (2013). What does standard rehabilitation practice after total hip replacement in the UK entail? results of a mixed methods study. BMC Musculoskeletal Disorders, 14(1), 91.Juni 9, 2013. perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed 3. Potter, P. and Perry, A. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses, dan praktis. (Yasmin Asih [et al], Penerjemah). Ed 4. Jakarta: EGC. Royal Free Hampstead. (2009). Physiotherapy after total hip replacement. Mei, 2013. http://www.royalfree.nhs.uk
54
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
55
Sebo, M. (2011). Efektivitas mobilisasi dini dalam mencegah kontraktur pada pasien post operasi ORIF. Universitas Pembangunan Nasional (UPN) “Veteran”, Jakarta. Juni 27, 2013. http://etd.edprints.upn.ac.id Smeltzer, S. C. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth. (Agung Waluyo [et al], Penerjemah). Ed 8. Jakarta: EGC Temple, J. (2004). Total hip replacement. Nursing Standard, 19(3), 44-51; quiz 53-4. Juni 9, 2013. Thunder Bay Regional Health Sciences Centre. (2008). Total Hip Replacementexercise booklet-restricted weight bearing. North West Community Care Access Centre, ST. Joseph’s Care Group. Mei 23, 2013. http://google.co.id University College London Hospitals NHS Foundation Trust. (2011). Total hip replacement surgery and your recovery programme: a guide for patients and carers. UCLH Trauma & Orthopaedic Team. Mei 23, 2013. http://google.co.id Unlu, E., et al. (2007). The effect of exercise on hip muscle strength, gait speed and cadence in patients with total hip arthroplasty: A randomized controlled study. Clinical Rehabilitation, 21(8), 706-11. Juni 9, 2013. Vincent, H. K., et al. (2012). Obesity and long term functional outcomes following elective total hip replacement. Journal of Orthopaedic Surgery and Research, 7(1), 16. Juni 9, 2013. Vincent, H. K., Weng, J. P., & Vincent, K. R. (2007). Effect of obesity on inpatient rehabilitation outcomes after total hip arthroplasty. Obesity, 15(2), 522-30. Juli 2, 2013.
Universitas Indonesia
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Lampiran 1 - Rencana Asuhan Keperawatan pada Klien Post THA RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN POST TOTAL HIP ARTHROPLATSY (THA) Rencana Tindakan Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Nyeri akut b.d. trauma Setelah 1) Kaji mengenai adanya Klien jaringan dan spasme refleks dilakukan asuhan nyeri mengatakan otot sekunder akibat keperawatan skala nyeri yang pembedahan penggantian nyeri yang dirasakan sendi panggul total. dirasakan klien berkurang dari 6 dapat berkurang menjadi 3 atau hilang dengan skala maksimum 10 Klien mengekspresikan rasa percaya diri 2) Minta klien untuk menjelaskan dalam usaha ketidaknyaman mengontrol nyeri Muka klien tidak meringis dan mengerutkan dahi pada saat melakukan aktivitas Klien tampak nyaman dan 3) Pahami adanya nyeri: santai menginformasikan kepada Diagnosa Keperawatan
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Rasional 1) Nyeri biasa dialami setelah prosedur pembedahan akibat trauma dan respons jaringan. Spasme oto terjadi setelah penggantian sendi panggul total. Imobilisasi menyebabkan ketidaknyamnan pada titik tekanan 2) Karakteristik nyeri dapat membantu menentukan penyebab ketidaknyamanan. Nyeri dapat sebagai akibat komplikasi (hematoma, infeksi, flatus). Nyeri merupakan pengalaman individual dapat mempunyai arti berbedabeda bagi setiap orang. 3) Peredaan nyeri dapat dialami oleh klien dengan
Lampiran 1 - Rencana Asuhan Keperawatan pada Klien Post THA klien macam-macam TTV klien dalam analgetik dan relaksan otot rentang normal : yang tersedia TD=140/90 mmHg, Nadi=804) Gunakan teknik modifikasi 100x/menit, nyeri: RR=12a. Menggunakan analgetik 20x/menit, Suhu=36,537,50C
b. Mengubah posisi dalam batas yang diperbolehkan
c. Memodifikasi lingkungan R: interaksi dengan orang lain, distraksi, dan kelebihan beban atau deprivasi sendori dapat mempengaruhi
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
mengkomunikasikan keprihatinan dan ketersediaan bantuan untuk membantu klien menghadapi nyeri.
a. Klien mungkin memerlukan opioid parenteral selama 2448 jam pertama dan kemudian dilanjutkan menjadi analgetik oral. b. Penggunaan bantal dapat memberikan penyanggaan yang memadai, mengurangi tekanan pada tonjolan tulang. c. Interaksi dengan orang lain, distraksi, dan kelebihan beban atau deprivasi sendori dapat mempengaruhi pengalaman nyeri
Lampiran 1 - Rencana Asuhan Keperawatan pada Klien Post THA pengalaman nyeri d. Memberitahu dokter bedah bila perlu
5) Evaluasi dan mencatat ketidaknyamanan dan keefektifan teknik modifikasi nyeri
Kerusakan mobilitas fisik b.d. kerusakan rangka neurovaskuler: nyeri/ketidaknyamanan
Setelah dilakukan tindakan keperawataan mobilitas fisik klien dapat dipertahankan
Posisi yang dianjurkan tetap dipertahankan Klien membantu saat perubahan posisi Klien memperlihatkan kemandirian saat pemindahan tubuh Klien berpartisipasi
1) Pertahankan posisi sendi panggul yang benar (abduksi, rotasi netral, fleksi terbatas) 2) Instruksikan dan bantu perubahan posisi dan perpindahan 3) Instruksikan dan berikan pengawasan latihan pergeseran kuadrisep dan gluteal 4) Konsultasi dengan ahli
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
d.
Intervensi bedah mungkin diperlukan bila nyeri disebabkan oleh hematoma atau edema berlebihan 5) Keefektifan tindakan didasarkan pada pengalaman; data tentang pengenalan mengenai pengalaman nyeri, penatalaksanaan dan pengurangan nyeri 1) Dapat mencegah dislokasi prostesis sendi panggul
2) Memberikan dorongan partisipasi aktif pada klien sambil mencegah terjadinya dislokasi 3) Dapat memperkuat otot yang diperlukan untuk berjalan 4) Beratnya pembebanan
Lampiran 1 - Rencana Asuhan Keperawatan pada Klien Post THA dalam program ambulasi progresif dan berpartisipasi aktif dalam program latihan Klien mempergunakan alat bantu ambulasi dengan benar dan aman
Risiko infeksi Faktor risiko: prosedur invasif, manipulasi bedah, implantasi benda asing
Setelah dilakukan tindakan keperawatan infeksi tidak terjadi atau tidak menjadi aktual
fisioterapi: instruksikan dan berikan pengawasan ambulasi progresif yang aman dalam batasan pembebanan berat badan yang diperbolehkan
5) Berikan semangat dan dukungan terhadap program latihan
6) Instruksikan dan berikan pengawasan penggunaan alat bantu ambulasi yang aman 1) Pantau tanda vital klien
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu TTV klien dalam rentang normal Tanda-tanda 2) Gunakan teknik aseptik infeksi tidak
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
berat badan bergantung pada kondisi klien dan prostesis, alat bantu ambulasi dipergunakan untuk membantu pasien dalam ambulasi tanpa pembebanan berat badan dan pembebanan berat badan parsial 5) Latihan rekondisi dapat menyebabkan rasa tidak nyaman dan memberikan semangat dapat membantu klien mematuhi program latihan 6) Mencegah cedera akibat penggunaan yang tidak aman 1) Suhu, denyut nadi, dan pernapasan akan meningkat sebagai respons infeksi (besarnya respons dapat minimal pada klien lansia) 2) Mencegah masuknya
Lampiran 1 - Rencana Asuhan Keperawatan pada Klien Post THA muncul seperti saat mengganti balutan dan pus pengosongan kantong drainase Luka bersih tidak lembab dan 3) Kaji penampilan dan sifat drainase tidak kotor Insisi mengalami penyatuan baik 4) Kaji keluhan nyeri tanpa pengeluaran cairan atau respons inflamasi berlebihan 5) Berikan antibiotika profilaksis sesuai resep dan lakukan observasi adanya efek samping
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
organisme
3) Insisi yang mengeluarkan cairan, bengkak dan merah menunjukkan adanya infeksi 4) Nyeri bisa diakibatkan oleh hematoma luka— kemungkinan lokus infeksi—yang memerlukan evakuasi bedah 5) Menghindari infeksi prostesis
Lampiran 2 - Catatan Perkembangan CATATAN PERKEMBANGAN
Nama
: Tn. A
Usia
: 57 tahun
Ruangan
: Ruang Bedah Kelas, Anggrek Tengah Kanan
Tgl
Diagnosa
Jum’at
Nyeri akut b.d. trauma
Mandiri
S:
31 Mei
jaringan dan spasme
1. Mengkaji adanya
-
2013
refleks otot sekunder akibat pembedahan
Implementasi
nyeri
menjelaskan
panggul total.
ketidaknyamanan
- Klien mengatakan
Klien mengatakan nyeri agak
2. Meminta klien untuk
penggantian sendi
DS:
Evaluasi
berkurang setelah tarik nafas dalam -
Klien mengatakan
yang dirasakan
tidak nyaman jika
3. Meninggikan kaki
kakinya diberikan
kanan dengan bantal
posisi
dan memberikan
mengangkang
posisi abduksi
dengan diganjal
skala nyeri yang
(diganjal dengan
bantal
dirasakan adalah 6 dari
bantal di antara dua
O:
nilai maksimum 10
kaki)
-
nyeri jika bergerak - Klien mengatakan
DO: - Klien tampak mengerutkan dahi - Klien tampak dapat
4. Mengevaluasi
tampak lebih rileks
keluhan nyeri
setelah tarik nafas
5. Memotivasi klien untuk melakukan
menggerakkan
teknik relaksasi nafas
panggul kanannya
dalam
Wajah klien
dalam -
Klien tidak tampak gelisah
-
Klien tampak melakukan tarik
tetapi masih sangat berhati-hati saat
Kolaborasi
nafas dalam untuk
melakukan gerakan
1. Mendampingi
mengurangi
- TTV (TD = 150/100
perawat anestesi
nyerinya
mmHg; N = 90
dalam memberikan
-
x/menit; RR = 20
analgesik epidural
mampu
x/menit; Suhu =
dan
menggerakkan jari
36,70C)
menginformasikan
kaki kanannya
mengenai tujuan
walau hanya
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Klien tampak
Lampiran 2 - Catatan Perkembangan pemberian analgesik epidural
sedikit A: Masalah teratasi sebagian: -
Klien tampak tidak meringis dan mengerutkan dahi pada saat melakukan aktivitas
P: -
Pertahankan posisi abduksi pada kaki
-
Evaluasi keluhan nyeri
-
Motivasi untuk melakukan teknik relaksasi
Jumat,
Kerusakan mobilitas
Mandiri
S:
31 Mei
fisik b.d. kerusakan
1. Mempertahankan
-
2013
rangka neurovaskuler:
posisi sendi panggul
lutut kanan masih
nyeri/ketidaknyamanan
yang benar (posisi
sulit digerakkan
abduksi)
-
2. Membantu klien
DS: - Klien mengatakan nyeri bila bergerak - Klien mengatakan masih belum kuat
Klien mengeluh
Klien mengatakan akan berlatih
untuk mengubah
menggerakkan
posisi dan
kaki kanannya
memindahkan tubuh 3. Mengawasi klien
O: -
Klien mampu
menggerakkan paha
ketika berlatih
melakukan
kanannya
penggeseran
pergeseran
kuadrisep dan gluteal
kuadrisep dan
DO: - TTV (TD = 150/100
4. Memberikan
gluteal pada kaki
mmHg; N = 90
semangat dan
kanan tetapi masih
x/menit; RR = 20
dukungan kepada
minimal
x/menit; Suhu =
klien untuk mengikuti
-
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Paha kanan klien
Lampiran 2 - Catatan Perkembangan 36,70C)
program latihan
sudah mampu
- Klien tampak
menekan tangan
mempertahankan
Kolaborasi
perawat ke arah
posisi anatomis pada
1. Konsul dengan ahli
tempat tidur
panggul kanan - Klien tampak
fisoterapi mengenai
dengan kekuatan
latihan setelah operasi
minimal
melakukan sebagian
yang harus segera
A:
aktivitas di tempat
dilakukan
Masalah teratasi
tidur - Look: Paha kanan
sebagian: -
Klien mampu
klien tampak dibalut
mempertahankan
elastic verband;
posisi yang
posisi kaki abduksi
dianjurkan
diganjal bantal
-
Klien membantu saat perubahan
- Feel:nyeri tkan (+)
posisi P: -
Pertahankan posisi sendi panggul yang benar
-
Bantu dalam mengubah posisi
-
Awasi latihan pergeseran kuadrisep dan gluteal
-
Berikan semangat dan dukungan terhadap program latihan
-
Bantu dan awasi mobilisasi dengan walker
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Lampiran 2 - Catatan Perkembangan Jum’at, Risiko infeksi b.d.
Mandiri
S:
31 Mei
prosedur invasif,
1. Memantau TTV
-
2013
manipulasi bedah, implantasi benda asing
klien
masih nyeri pada
2. Mengkaji penampilan dan sifat
luka operasi -
drainase
DS: - Klien mengatakan terasa nyeri pada luka operasi DO : - Adanya luka pembedahan
nyeri
rembes O: -
- TTV (TD = 150/100
TTV (TD =
5. Mencuci tangan
150/100 mmHg; N
sebelum kontak
= 90 x/menit; RR =
dengan klien
20 x/menit; Suhu = 36,70C)
- Klien terpasang drainase
Klien mengatakan balutannya tidak
3. Mengkaji area luka 4. Mengkaji keluhan
Klien mengatakan
Kolaborasi
-
1. Memberikan
mmHg; N = 90
antibiotik ceftriaxone
x/menit; RR = 20
2 gr dalam 100 cc
x/menit; Suhu =
NaCl 0,9%
Luka dibalut elastik verband
-
Luka tidak ada rembesan
-
36,70C)
Drainase berwarna merah pekat sejumlah 34 ml
- Hasil lab post op: Hb 9,3 g/dl; leukosit
A:
10,89 ribu/mm3
Masalah teratasi sebagian: -
TTV klien dalam rentang normal
-
Luka tidak ada rembesan
P: -
Pantau TTV klien
-
Evaluasi area luka
-
Evaluasi penampilan dan sifat drainase
-
Gunakan teknik aseptik saat
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Lampiran 2 - Catatan Perkembangan mengganti balutan dan mengosongkan kantong drainase Sabtu,
Kerusakan mobilitas
Mandiri
S:
1 Juni
fisik b.d. kerusakan
1. Memperthankan
-
2013
rangka neurovaskuler:
posisi sendi panggul
lutut kanan sudah
nyeri/ketidaknyamanan
yang benar
bisa digerakkan
2. Memberikan edukasi DS: - Klien mengatakan
-
paham mengenai
pencegahan dislokasi
pencegahan
3. Membantu klien
nyeri bila bergerak
dalam mengubah
O:
posisi dan
-
sudah cukup kuat menggerakkan paha kanannya DO: - TTV (TD = 140/90
4. Mengawasi latihan
Kaki kanan tampak bisa digerakkan
-
Klien tampak
pergeseran kuadrisep
sudah bisa
dan gluteal
mengangkat
5. Memberikan semangat dan
x/menit; RR = 18
dukungan terhadap
x/menit; Suhu =
program latihan
- Klien tampak
dislokasi
memindahkan tubuh
mmHg; N = 88
370C)
Klien mengatakan
mengenai
sudah tidak terlalu - Klien mengatakan
Klien mengatakan
badannya ke posisi duduk -
Paha kanan klien sudah mampu
6. Memotivasi klien
menekan tangan
untuk memberi
perawat ke arah
melakukan sebagian
beban seperti dua
tempat tidur masih
aktivitas di tempat
botol air mineral
dengan kekuatan
tidur
yang diikat oleh
minimal tetapi
sarung di kaki kiri
sudah ada
klien tampak dibalut
(sesuai anjuran ahli
kontraksi
elastic verband;
fisioterapi) dan
A:
posisi kaki abduksi
menggerakkan kaki
Masalah teratasi
diganjal bantal
kiri
sebagian:
- Look: Paha kanan
- Feel : nyeri tekan (+)
-
Klien memperlihatkan kemandirian saat pemindahan tubuh
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Lampiran 2 - Catatan Perkembangan -
TTV dalam batas normal
P: -
Bantu dalam mengubah posisi
-
Awasi latihan pergeseran kuadrisep dan gluteal
-
Berikan semangat dan dukungan terhadap program latihan
-
Bantu dan awasi mobilisasi dengan walker
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Lampiran 2 - Catatan Perkembangan Sabtu,
Risiko infeksi b.d.
Mandiri
S:
1 Juni
prosedur invasif,
1. Memantau TTV
-
2013
manipulasi bedah, implantasi benda asing
klien
nyeri sudah
2. Mengevaluasi
berkurang pada
penampilan dan sifat drainase
DS: - Klien mengatakan nyeri sudah
3. Mengevaluasi area
luka operasi O: -
luka
DO : - Adanya luka pembedahan - Klien terpasang
x/menit; RR = 18 Kolaborasi
x/menit; Suhu =
1. Memberikan
370C)
antibiotik ceftriaxone
-
2 gr dalam 100 cc NaCl 0,9%
Luka dibalut elastik verband
-
Luka tidak ada rembesan
drainase - TTV (TD = 140/90
TTV (TD = 140/90 mmHg; N = 88
berkurang pada luka operasi
Klien mengatakan
-
Drainase berwarna
mmHg; N = 88
merah pekat
x/menit; RR = 18
sejumlah 30 ml
x/menit; Suhu = 0
37 C) - Hasil lab post transfusi: Hb 11 g/dl;
A: Masalah teratasi sebagian: -
normal
leukosit 15,22 ribu/mm3
TTV dalam rentang
-
Luka tidak ada rembesan
P: -
Pantau TTV klien
-
Gunakan teknik aseptik saat mengganti balutan dan pengosongan kantong drainase
-
Evaluasi penamilan dan sifat drainase
-
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Evaluasi area luka
Lampiran 2 - Catatan Perkembangan Sabtu,
Nyeri akut b.d. trauma
Mandiri
S:
1 Juni
jaringan dan spasme
1. Mengevaluasi
-
2013
refleks otot sekunder
keluhan nyeri
akibat pembedahan
nyeri agak
2. Motivasi untuk
penggantian sendi
melakukan teknik
panggul total.
relaksasi
Klien mengatakan
berkurang setelah tarik nafas dalam -
3. Memotivasi klien
Klien mengatakan sudah mampu
DS:
untuk melakukan
mengangkat paha
- Klien mengatakan
teknik relaksasi nafas
kanannya
skala nyeri yang
dalam dan mengubah
O:
dirasakan adalah 5
posisi yang nyaman
-
TTV (TD = 140/90
dari nilai maksimum
mmHg; N = 88
10
x/menit; RR = 18
DO:
x/menit; Suhu =
- Klien tampak
370C)
mengerutkan dahi
-
- Klien tampak mampu
Klien tampak nyaman dan santai
menggerakkan
setelah tarik nafas
tubuhnya tetapi masih
dalam
berhati-hati saat
-
menggerakkan panggul kanan
Klien tidak tampak gelisah
-
- TTV (TD = 140/90
Klien tampak melakukan tarik
mmHg; N = 88
nafas dalam untuk
x/menit; RR = 18
mengurangi
x/menit; Suhu = 370C)
nyerinya -
Klien tampak mampu mengangkat paha kanannya
A: Masalah teratasi sebagian: -
TTV dalam batas normal
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Lampiran 2 - Catatan Perkembangan -
Klien tampak nyaman dan santai
-
Muka klien tidak meringis dan mengerutkan dahi pada saat melakukan aktivitas
P: -
Evaluasi keluhan nyeri
-
Motivasi untuk melakukan teknik relaksasi
-
Informasikan kepada klien mengenai analgesik yang diberikan
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Lampiran 2 - Catatan Perkembangan Senin,
Nyeri akut b.d trauma
Mandiri
S:
3 Juni
jaringan dan spasme
1. Mengevaluasi
-
2013
refleks otot sekunder
keluhan nyeri
akibat pembedahan
nyeri sekali pada
2. Menganjurkan klien
penggantian sendi
untuk mencari posisi
panggul total.
yang nyaman
Klien mengatakan
panggul kanan -
Klien mengatakan sudah mencoba
3. Memotivasi klien
tarik nafas dalam
DS:
untuk melakukan
tetapi masih nyeri
- Klien mengatakan
teknik relaksasi nafas O:
nyeri pada panggul kanan walau hanya berbaring - Klien mengatakan
dalam
-
4. Memotivasi keluarga untuk memberikan
Klien tampak gelisah
-
Klien tampak
kompres hangat
melakukan tarik
skala nyeri yang
dengan
nafas dalam untuk
dirasakan adalah 7
menggunakan botol
mengurangi
dari nilai maksimum
air mineral di pinggir
nyerinya
10
paha kanan
-
Klien tampak tidak
DO:
menggerakkan
- Klien tampak
panggul kanannya
meringis menahan sakit - Klien tampak mengerutkan dahi - Klien tampak mampu
ketika nyeri A: Masalah teratasi sebagian: -
Klien dapat
menggerakkan kaki
menggerakkan
kanan sambil
bagian tubuhnya
memegangi paha
P:
kanannya
-
- TTV (TD = 150/90 mmHg; N = 102
Evaluasi keluhan nyeri
-
Motivasi untuk
x/menit; RR = 20
melakukan teknik
x/menit; Suhu =
relaksasi
37,80C)
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Lampiran 2 - Catatan Perkembangan Senin,
Kerusakan mobilitas
Mandiri
S:
3 Juni
fisik b.d. kerusakan
1. Membantu klien
-
2013
rangka neurovaskuler:
dalam mengubah
lutut masih agak
nyeri/ketidaknyamanan
posisi
sakit untuk
2. Mengevaluasi DS:
mengenai pencegahan
- Klien mengatakan
dislokasi
nyeri saat bergerak - Klien mengatakan sedang tidak mampu menggerakkan paha kanannya
Klien mengeluh
bergerak -
Klien mengatakan masih ingat
3. Mengawasi latihan
mengenai
pergeseran kuadrisep
pencegahan
dan gluteal
dislokasi
4. Memberikan semangat dan
O: -
Kaki kanan tampak
DO:
dukungan terhadap
agak sulit
- TTV (TD = 150/90
program latihan
digerakkan
mmHg; N = 102
-
Klien mampu
x/menit; RR = 18
melakukan
x/menit; Suhu =
pergeseran
37,80C)
kuadrisep dan
- Klien masih berbaring
gluteal pada kaki
di tempat tidur
kanan tetapi masih
- Klien tampak
minimal
mempertahankan
A:
posisi anatomis pada
Masalah teratasi
kaki kanan
sebagian: -
Klien mampu mempertahankan posisi yang dianjurkan
-
Klien berpartisipasi aktif dalam program latihan
P: -
Bantu dalam mengubah posisi
-
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Awasi latihan
Lampiran 2 - Catatan Perkembangan pergeseran kuadrisep dan gluteal -
Berikan semangat dan dukungan terhadap program latihan
-
Bantu dan awasi mobilisasi dengan walker
Selasa,
Nyeri akut b.d trauma
Mandiri
S:
4 Juni
jaringan dan spasme
1. Mengevaluasi
-
2013
refleks otot sekunder
keluhan nyeri
akibat pembedahan
2. Memotivasi klien
berkurang setelah
penggantian sendi
untuk melakukan
tarik nafas dalam
panggul total.
teknik relaksasi nafas O: dalam dan mengubah
nyeri sudah
-
posisi yang nyaman
DS: - Klien mengatakan
ketidaknyamanan
kanan sudah
dan keefektifan
berkurang
teknik modifikasi
- Klien mengatakan
nyeri
Klien tampak nyaman dan santai
3. Mengevaluasi
nyeri pada panggul
Klien mengatakan
setelah tarik nafas dalam -
Klien tidak tampak gelisah
-
Klien tampak
skala nyeri yang
melakukan tarik
dirasakan adalah 3
nafas dalam untuk
dari nilai maksimum
mengurangi
10
nyerinya
DO:
-
- Klien tidak tampak
Klien tampak mampu
mengerutkan dahi saat
mengangkat paha
bergerak
kanannya
- Klien dapat
A:
menggerakkan kaki
Masalah teratasi
kanannya
sebagian:
- TTV (TD = 150/90
-
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Skala nyeri
Lampiran 2 - Catatan Perkembangan mmHg; N = 102
berkurang menjadi
x/menit; RR = 18
3 dari 10
x/menit; Suhu =
-
0
37,8 C)
Klien tidak tampak meringis dan mengerutkan dahi saat bergerak
-
Klien dapat menggerakkan bagian tubuhnya
P: -
Evaluasi keluhan nyeri
-
Motivasi untuk melakukan teknik relaksasi
-
Evaluasi ketidaknyamanan dan keefektifan teknik modifikasi nyeri
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Lampiran 2 - Catatan Perkembangan Selasa,
Risiko infeksi b.d.
Mandiri
S:
4 Juni
prosedur invasif,
1. Memantau TTV
-
2013
manipulasi bedah, implantasi benda asing.
klien
lebih nyaman
2. Mengkaji area luka
setelah drainase-
3. Mengevaluasi
nya di -aff
DS:
penampilan dan sifat
- Klien mengatakan
drainase
nyeri sudah
-
Klien mengatakan nyeri sudah
4. Membantu
berkurang pada
berkurang pada luka
melakukan aff-drain
operasi
dan ganti balutan
O:
dengan tetap
-
- Klien mengatakan
Klien mengatakan
luka operasi
TTV (TD = 150/90
skala nyeri yang
mempertahankan
mmHg; N = 102
dirasakan adalah 3
teknik aseptik
x/menit; RR = 18
dari nilai maksimum
x/menit; Suhu =
10
37,80C)
DO :
-
- Adanya luka pembedahan
tidak kotor -
- Luka bersih tidak lembab dan tidak
Luka bersih dan
Luka tidak ada rembesan
-
Insisi mengalami penyatuan baik
kotor - TTV (TD = 150/90
tanpa pengeluaran
mmHg; N = 102
cairan atau respon
x/menit; RR = 18
inflamasi
x/menit; Suhu =
berlebihan
37,80C)
-
Tidak ada tanda infeksi pada luka seperti pus
-
Drainase sudah diaff
A: Masalah teratasi P: -
Intervensi dihentikan
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Lampiran 2 - Catatan Perkembangan Rabu,
Nyeri akut b.d trauma
Mandiri
S:
5 Juni
jaringan dan spasme
1. Mengobservasi tanda- -
2013
refleks otot sekunder
tanda vital klien
skala nyeri yang
2. Mengevaluasi
akibat pembedahan
dirasakan adalah 2
keluhan nyeri
penggantian sendi
dari nilai
3. Memberikan posisi
panggul total.
yang nyaman dan
Klien mengatakan
maksimum 10 -
Klien mengatakan
DS:
dalam batas yang
lebih rileks setelah
- Klien mengatakan
diperbolehkan
tarik nafas dalam
nyeri pada panggul
4. Memotivasi klien
O:
kanan sudah
untuk melakukan
berkurang
teknik relaksasi nafas
nyaman dan santai
dalam
setelah tarik nafas
- Klien mengatakan skala nyeri yang
-
5. Mengevaluasi
dirasakan adalah 3
keefektifan teknik
dari nilai maksimum
modifikasi nyeri
Klien tampak
dalam -
Klien mengekspresikan
10
rasa percaya diri
DO:
dalam usaha
- Klien tampak mampu
mengontrol nyeri
menggerakkan bagian
-
tubuhnya
Muka klien tidak meringis dan
- Klien tidak tampak
mengerutkan dahi
meringis dan
pada saat
mengerutkan dahi
melakukan
- TTV (TD = 120/80
aktivitas
mmHg; N = 100
-
x/menit; RR = 18
TTV (TD = 120/80 mmHg; N = 100
0
x/menit; Suhu = 36 C)
x/menit; RR = 18 x/menit; Suhu = 360C) A: Masalah teratasi P: -
Intervensi dihentikan
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Lampiran 2 - Catatan Perkembangan Rabu,
Kerusakan mobilitas
Mandiri
S:
5 Juni
fisik b.d. kerusakan
1. Memotivasi klien
-
2013
rangka neurovaskuler:
untuk latihan gerak
paha kanannya
nyeri/ketidaknyaman
mulai dengan kaki
sudah tidak nyeri
kiri yang tidak sakit
-
2. Motivasi dan bantu
DS: - Klien mengatakan sudah tidak nyeri saat bergerak - Klien mengatakan sudah mampu menggerakkan paha kanannya
Klien mengatakan sudah bisa berdiri
klien untuk mobilisasi menggunakan walker
Klien mengatakan
dari kursi roda -
3. Mengevaluasi
Klien mengatakan mengerti tentang
mengenai pencegahan
aktivitas yang tidak
dislokasi
boleh dilakukan
4. Memberikan edukasi terkait latihan yang
O: -
Klien mampu
DO:
perlu dilakukan dan
menyebutkan
- TTV (TD = 120/80
aktivitas yang perlu
pencegahan
dihindari
dislokasi
mmHg; N = 100 x/menit; RR = 18 x/menit; Suhu = 360C) - Klien tampak duduk di kursi roda
5. Melakukan discharge
-
planning
menyebutkan
6. Membantu klien
aktivitas yang tidak
untuk berpindah dari kursi roda ke tempat
boleh dilakukan -
tidur
Klien tampak mampu berdiri dari
7. Mengawasi latihan
kursi roda dengan
pergeseran kuadrisep dan gluteal
Klien mampu
cara yang tepat -
Klien tampak mampu berjalan
Kolaborasi:
menggunakan
1. Bersama dokter
walker dengan
bedah mengawasi ambulasi klien
benar -
Klien tampak tegak
terutama saat
saat berjalan
menggunakan walker
menggunakan walker -
TTV dalam batas normal (TD =
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Lampiran 2 - Catatan Perkembangan 120/80 mmHg; N = 100 x/menit; RR = 18 x/menit; Suhu = 360C) -
Klien tampak berpindah dari kursi roda ke tempat tidur dengan benar
-
Paha kanan klien sudah mampu menekan tangan perawat ke arah tempat tidur dengan maksimal
A: Masalah teratasi P: -
Intervensi dihentikan
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Lampiran 3 - Pemeriksaan Diagnostik PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK a. Rontgent Thorax tanggal 13 Mei 2013
b. Rontgent Coxae tanggal 29 Mei 2013
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Lampiran 3 - Pemeriksaan Diagnostik c. Rontgent Pelvis tanggal 30 Mei 2013 (post THA)
d. Rontgent Femur AP Lateral tanggal 30 Mei 2013 (post THA)
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total
BUKU PANDUAN PROGRAM PEMULIHAN POST OPERASI PENGGANTIAN PANGGUL TOTAL
Pemilik
: ___________________
NAMA DOKTER
: ___________________
NAMA PERAWAT
: ___________________
TANGGAL OPERASI
: ___________________
RUANG RAWAT
: ___________________
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total
Pencegahan pada Panggul Tindakan pencegahan bertujuan untuk mengurangi risiko dislokasi (lepasnya sendi). Tindakan ini harus dilakukan setiap waktu selama 6-8 minggu setelah operasi (1,5- 2 bulan). Saat kontrol, Anda akan diberitahu apakah harus melanjutkan tindakan ini atau tidak. 1) DILARANG MENEKUK PANGGUL MELEBIHI 900
2) DILARANG MENYILANGKAN KAKI
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total
3) DILARANG MEMUTAR PINGGANG
LATIHAN SEGERA SETELAH OPERASI Anda sebaiknya melakukan latihan berikut ini segera setelah operasi dengan tujuan : membantu mencegah komplikasi pernapasan, mencegah bekuan darah pada kaki Anda, dan meningkatkan peredarah darah. 1) NAFAS DALAM DAN LATIHAN BATUK Setelah Anda bangun dan mampu bergerak, tarik nafas dalam hingga 10 kali, lalu diteruskan dengan batuk, latih setiap jam. 2) GERAKAN MEMOMPA PADA PERGELANGAN KAKI Gerakan kaki Anda ke atas, bawah, dan membuat lingkaran. Ulangi sampai 50 kali setiap jam.
3) KONTRAKSI PADA BOKONG Kencangkan otot bokong Anda dan tahan sambil menghitung selama 5 detik. Ulangi 5 sampai 10 kali. Lakukan 3 sampai 4 kali setiap hari.
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total
4) PENGUATAN QUADRISEP STATIS Kencangkan otot pada bagian depan paha yang dioperasi dengan cara menekan lutut ke arah tempat tidur. Latihan ini dapat dilakukan sambil berbaring atau duduk di tempat tidur.
LATIHAN UNTUK BERGERAK 1) BERBARING Ketika berbaring pada salah satu sisi tubuh, letakkan bantal di antara kaki Anda terlebih dahulu. Lakukan selama 6 minggu (1,5 bulan) pertama setelah operasi. 2) TURUN DARI TEMPAT TIDUR a) Turunkan kaki yang dioperasi ke pinggir tempat tidur b) Turunkan kaki yang tidak dioperasi ke pinggir tempat tidur c) Dorong dengan tangan Anda untuk berdiri perlahan
3) NAIK KE TEMPAT TIDUR a) Duduk di pinggir tempat tidur dan mundur hingga kaki Anda ditopang tempat tidur b) Gunakan kedua tangan untuk menjaga keseimbangan Anda di tempat tidur Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total
c) Angkat dan ayunkan kedua kaki ke tempat tidur. Gunakan tangan dan kaki Anda yang tidak dioperasi untuk mendorong badan Anda ke atas
LATIHAN LANJUTAN UNTUK BERGERAK 1) DUDUK a) Duduklah dengan tegap pada kursi yang dilengkapi dengan sandaran dan pegangan tangan. b) Duduklah pada kursi yang lebih tinggi dari tinggi lutut Anda. c) DILARANG duduk pada kursi yang lembut seperti sofa, kursi tanpa sandaran, kursi goyang, atau kursi di angkot. 2) BERDIRI a) Pindahkan bokong Anda pada pinggiran kursi sehingga kaki Anda menapak di lantai. b) Tekuk kaki yang tidak dioperasi untuk menopang berat badan Anda. c) Jaga kaki yang dioperasi tetap lurus di depan Anda. d) DILARANG untuk menekuknya ke depan. e) Dengan tangan Anda menekan tangan kursi, dorong badan Anda dan topang berat badan Anda dengan kaki yang tidak dioperasi. 3) DUDUK KE KURSI a) Rasakan adanya kursi atau tempat tidur oleh bagian belakang kaki Anda. Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total
b) Jangkau tangan kursi
c) Turunkan badan Anda dengan tetap mempertahankan kaki yang dioperasi lurus ke depan dan topang berat badan Anda dengan kaki yang tidak dioperasi. d) DILARANG untuk menekuknya ke depan.
4) MENGGUNAKAN WALKER Berdiri yang tegak dan lihat ke depan ketika berjalan: a) Gerakkan walker ke arah depan terlebih dahulu, ikuti dengan kaki yang dioperasi. Lalu gerakkan kaki yang tidak dioperasi ke arah depan. b) Topang berat badan Anda pada walker untuk menghindari penopangan berat badan pada kaki yang dioperasi ketika melangkah ke depan.
MASUK KE DALAM MOBIL 1) Pindahkan tempat duduk/kursi sejauh mungkin dan bersandarlah sedikit. Bersandar pada bagian punggung kursi akan membantu panggul Anda yang dioperasi tetap lurus ketika kaki Anda masuk ke dalam mobil. 2) Mundur ke dekat kursi dan tempatkan satu tangan pada bagian belakang kursi dan satunya lagi pada dashboard sebagai topangan. 3) Duduklah secara perlahan dan pertahankan kaki yang dioperasi tetap lurus. 4) Dorong sejauh Anda bisa. Ayunkan kaki Anda, tekuk lutut Anda pada posisi yang nyaman. Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total
LATIHAN SETELAH OPERASI
Lakukan 2-3 kali sehari
Latihan ini dimulai ketika Anda dirawat di rumah sakit dan dilanjutkan setelah pulang dari rumah sakit. Latihan di bawah in akan membantu Anda untuk memulihkan gerakan normal dan kekuatan pada panggul dan menambah kesembuhan. 1) A. MENEKUK PANGGUL DAN LUTUT 1. Berbaringlah dengan kepala yang agak tinggi sedikit, lilitkan handuk di bawah kaki yang dioperasi. Tarik handuk lalu dorong tumit ke arah bokong. 2. Pertahankan tumit tetap pada tempat tidur. 3. DILARANG mendorong tumit sampai panggul tertekuk melebihi 900. 1) B. GERAKAN MAJU 1. Berbaringlah dengan kepala yang agak tinggi sedikit. 2. Dorong tumit Anda ke arah bokong. 3. Pertahankan tumit tetap pada tempat tidur. 4. DILARANG mendorong tumit sampai panggul tertekuk melebihi 900. Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total
LATIHAN LANJUTAN SETELAH OPERASI
Lakukan 2-3 kali sehari
2) ISOMETRIK PADA URAT-URAT LUTUT a) Tekan seluruh bagian kaki yang dioperasi ke tempat tidur. b) Rasakan otot pada bokong dan kaki yang dioperasi mengencang. c) DILARANG mendorong sampai panggul tertekuk melebihi 900. 3) PENGUATAN QUADRISEP DI ATAS GULUNGAN a) Dengan gulungan handuk di bawah lutut pada kaki yang dioperasi, angkat tumit Anda dari tempat tidur. b) Pastikan paha Anda tidak menekan gulungan. 4) ABDUKSI PANGGUL a) Letakkan kantong plastik besar dibawah tumit atau gunakan seprai di sekitar kaki Anda untuk membantu Anda memindahkan kaki pada awal latihan hingga Anda bisa melakukannya tanpa bantuan. b) Dorong kaki yang dioperasi menyamping di tempat tidur, pertahankan lutut Anda menekan tempat tidur. c) Pertahankan tempurung lutut dan jari kaki menghadap ke atas. 5) MENGAKTIFKAN PERUT a) Ketika Anda berbaring, angkat kepala Anda sedikit dan kencangkan otot perut sehingga pusar Anda bergerak ke bawah ke arah tulang belakang. Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total
6) BERDIRI DENGAN PANGGUL DITEKUK a) Berdiri dengan memegang topangan sehingga seimbang, tekuk panggul yang dioperasi dengan mendorong lutut Anda ke arah dada. b) DILARANG mendorong sampai panggul tertekuk melebihi 900. 7) BERDIRI DENGAN PANGGUL ABDUKSI a) Berdiri dengan memegang topangan sehingga seimbang, angkat kaki yang dioperasi ke arah pinggir dengan tetap berdiri tegak. b) Pertahankan panggul Anda sama tinggi. Pertahankan badan bagian atas dan jari kaki menunjuk ke depan. c) Kembalikan kaki secara perlahan ke posisi semula.
8) MELENGKUNGKAN URAT-URAT LUTUT a) Berdiri dengan memegang topangan sehingga seimbang, angkat tumit Anda ke arah bokong. Pertahankan paha Anda sama tinggi satu sama lain. b) Kembalikan kaki secara perlahan ke posisi semula.
9) BERDIRI DENGAN PAHA DILURUSKAN a) Berdiri dengan tangan pada pinggang atau memegang topangan, angkat kaki yang dioperasi ke arah belakang. Pertahankan lutut Anda lurus. b) Pertahankan untuk tetap berdiri tegak
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total
LATIHAN DENGAN TAHANAN PADA BERAT BADAN SEPENUHNYA Latihan ini hanya dimulai setelah Anda diijinkan untuk menahan berat badan sepenuhnya pada kaki yang dioperasi. Lakukan 2-3 kali sehari. 10) BRIDGING a) Tekuk kedua lutut ke atas dengan kaki tetap datar pada tempat tidur. Dorong terus kedua kaki Anda dan angkat bokong Anda sedikit di atas tempat tidur. b) Pertahankan otot perut Anda kencang untuk menghindari sakit pada punggung. 11) LATIHAN MELANGKAH KE SAMPING a) Berdiri dan latihlah melangkah ke samping. Lakukan beberapa langkah pada satu tujuan kemudian kembali lagi ke arah berlawanan, kembali pada posisi semula. Anda mungkin membutuhkan topangan pada tangan. b) DILARANG membuat kaki Anda terlalu dekat satu sama lain atau memutar tubuh. 12) LATIHAN MELANGKAH KE DEPAN/BELAKANG a) Berdiri tegak dan topang berat badan Anda pada kaki yang dioperasi. Mulailah dengan melangkah ke depan dan belakang menggunakan kaki yang tidak dioperasi. Latih memindahkan berat badan Anda dari satu kaki ke kaki yang lain. Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total
b) Ketika Anda dapat melakukan ini, Anda dapat melangkah maju 5-6 langkah ke belakang dalam satu baris. Gunakan topangan pada tangan untuk keselamatan dan keseimbangan. 13) KESEIMBANGAN PADA SATU KAKI a) Usahakan untuk seimbang pada kaki yang dioperasi. Mulai dengan menggunakan topangan. b) Latihan: 1. Tingkatkan waktu Anda ketika latihan keseimbangan dengan menggunakan topangan. (misal: latih keseimbangan untuk 20-30 detik) 2. Berhati-hatilah untuk latihan keseimbangan tanpa menggunakan topangan. 3. Tingkatkan sedikit demi sedikit waktu Anda latihan keseimbangan pada satu kaki ketika tidak menggunakan topangan. 14) ¼ BERJONGKOK PADA DINDING a) Tempatkan kaki dan bahu Anda secara melebar dan terpisah dan sedikitnya 12 cm dari dinding. b) Tekuk ¼ lutut secara perlahan ke arah bawah. c) DILARANG membuat lutut Anda melebihi depan jari kaki Anda. d) Anda boleh menggunakan topangan jika diperlukan. 15) LATIHAN MELANGKAH a) Tempatkan kaki yang dioperasi di atas kotak setinggi beberapa cm. b) Dorong badan Anda ke atas untuk melangkah ke kotak dengan menggunakan otot pada kaki yang dioperasi. DILARANG menarik badan Anda ke atas. Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total
c) Melangkah ke lantai dengan kaki yang tidak dioperasi. Lakukan gerakan ini secara perlahan dan terkontrol. Mulai dengan kotak setinggi 5-10 cm lalu tingkatkan sampai kotak setinggi 15 cm dan selanjutnya sampai 20 cm jika sudah mampu.
PEDOMAN AKTIVITAS 6 Minggu (1,5 bulan) setelah operasi
12 minggu (3 bulan) setelah operasi
Menyetir
Bersepeda di luar rumah
Bersepeda tetapi
Berkebun
Tidak Diperbolehkan Mengangkat beban berat yang melibatkan kaki
tidak dijalankan di luar (menetap) Berbaring pada sisi
Aktivitas seksual
panggul yang dioperasi Berbaring dengan bantal diantara kedua lutut
Berenang dengan gaya dada Menekuk panggul melebihi 900 untuk memakai sepatu atau kaus kaki Menggunakan kursi yang ditinggikan/toilet
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
DILARANG Jogging atau berlari
Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total
DAFTAR REFERENSI
Thunder Bay Regional Health Sciences Centre. (2008). Total Hip Replacementexercise booklet-restricted weight bearing. North West Community Care Access Centre, ST. Joseph’s Care Group. Mei 23, 2013. http://google.co.id University College London Hospitals NHS Foundation Trust. (2011). Total hip replacement surgery and your recovery programme: a guide for patients and carers. UCLH Trauma & Orthopaedic Team. Mei 23, 2013. http://google.co.id Royal Free Hampstead. (2009). Physiotherapy after total hip replacement. Mei, 2013. http://www.royalfree.nhs.uk
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013
Lampiran 5 - Daftar Riwayat Hidup DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Biodata Nama
: Herlia Yuliantini
Tempat, Tanggal Lahir
: Cirebon, 13 Juli 1990
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Golongan Darah
:A
Alamat
: Jl. Margonda Raya Gg. H. Atan No. 34 RT 04 RW 12 Kelurahan Kemirimuka Kecamatan Beji Depok 16423 Jl. Rajawali Barat I No. 29/90 RT 01 RW 04 Kelurahan Kecapi Kecamatan Harjamukti PERUMNAS-CIREBON 45142
Telepon/HP
: 081324994941
Email
:
[email protected] [email protected]
II. Riwayat Pendidikan 1. TK Mutiara
: 1995-1996
2. SDN Pangrango
: 1996-2002
3. SMP Negeri 1 Cirebon
: 2002-2005
4. SMA Negeri 1 Cirebon
: 2005-2008
5. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
: 2008-2013
Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013