UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PEMENUHAN KLAUSULA PENYELESAIAN PERSELISIHAN PADA AKAD PENGHIMPUNAN DANA DAN PENYALURAN PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
TESIS
SYAMSIAH 1006789570
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA JAKARTA JANUARI 2013
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PEMENUHAN KLAUSULA PENYELESAIAN PERSELISIHAN PADA AKAD PENGHIMPUNAN DANA DAN PENYALURAN PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Hukum
SYAMSIAH 1006789570
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA JAKARTA JANUARI 2013
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
ABSTRAK Nama
: Syamsiah
Program Studi
: Hukum Ekonomi
Judul
:
Analisis Pemenuhan Klausul Penyelesaian Perselisihan Pada Akad Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Pembiayaan Pada Perbankan Syariah.
Begitu pentingnya muslim memegang perjanjian yang telah diikrarkan untuk memenuhinya. Hubungan hukum antara bank dan nasabah dilandasi adanya perjanjian baik dalam penanaman dana maupun dalam penyaluran dana. Perbankan merupakan lembaga kepercayaan yang sangat sensitif akan adanya sengketa dan keluhan serta pemberitaan negatif yang dalam penyelesaiannya tidak dapat dilaksanakan dengan segera oleh bank yang bersangkutan. Dalam penyelesaian sengketa dan perselisihan maka Perbankan syariah selain harus patuh (comply) kepada prinsip kehati-hatian yang mengacu pada ketentuan Bank Indonesia dan prinsip syariah dengan mengacu pada fatwa Dewan Syariah Nasional. Perbankan syariah secara umum telah telah memenuhi ketentuan sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia dan fatwa Dewan Syariah Nasional dalam pencantuman klausula penyelesaian perselisihan dalam akad penghimpunan dana dan penyaluran pembiayaan namun untuk penyelesaian perselisihan melalui arbitrase belum diterapkan untuk semua akad penghimpunan dana. Kata kunci: Perbankan Syariah, Klausula Penyelesaian Perselisihan, Arbitrase, Nasabah, Sengketa, Penghimpunan Dana, Penyaluran Pembiayaan.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
ABSTRACT Name
: Syamsiah
Program of Study: Hukum Ekonomi Title
: Analysis on the Compliance of Dispute Resolution Clause in Funding and Financing agreement In Syariah Banking.
It is an important for moslem to fulfill agreement that their made. The legal relationship between the bank and the customer based on the good agreement in funding and financing. Banking is the most sensitive institution of trust that there is a dispute and complaints and negative coverage in the solution can not be implemented immediately by the bank concerned. In dispute resolution the syariah banks should be comply the prudential principles referring to Bank Indonesia and syariah principles with reference to the National Fatwa Council of Syariah. Syariah banking has generally meets the requirements in accordance with Bank Indonesia Regulation and the National Fatwa Council of Syariah in the inclusion of a dispute resolution clause in the funding and financing but the settlement of disputes through arbitration agreement has not been applied to funding agreement. Key words: Syariah Banking, Dispute Resolution Clause, Arbitration, Customer Disputes, funding and Financing.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL……………………………………………………………. i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ………………………………. ii HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………….. iii KATA PENGANTAR…………………………………………………………… iv HALAMAN PERSYARATAN PERSETUJUAN PUBLIKASI………………... vi ABSTRAK/ABSTRACT………………………………………………………… vii DAFTAR ISI…………………………………………………………………...... ix 1. PENDAHULUAN…………………………………………………………… 1 1.1. Latar Belakang………………………………………………………….. 1 1.2. Perumusan Masalah…………………………………………………….. 4 1.3. Tujuan Penulisan………………………………………………………... 4 1.4. Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual……………………………... 4 1.4.1. Kerangka Teori ………………………………………………….. 4 1.4.2. Kerangka Konseptual…………………………………………… 19 1.5. Metodologi Penelitian…………………………………………………... 23 1.5.1. Sifat Penelitian…………………………………………………… 23 1.5.2. Pendekatan Masalah…………………………………………….. 24 1.5.3. Sumber Data Penulisan………………………………………….. 24 1.5.4. Teknik Pengumpulan Data…………………………………….... 25 1.6. Sistematika Penulisan……………………… 25 2. OVERVIEW AKAD PADA PRODUK PERBANKAN SYARIAH………. 28 2.1 Jenis-Jenis Akad pada Produk Perbankan Syariah……………………... 28 2.2 Akad Yang Digunakan Dalam Rangka Penghimpunan Dana dan 30 Penyaluran Pembiayaan………………………………………………… 2.3 Sekilas Dewan Syariah Nasional……………………………………….. 65 2.4 Sekilas Badan Arbitrase Syariah Nasional……………………………… 68 2.5 Penyelesaian Perselisihan Melalui Arbitrase Pada Berbagai Negara…... 71 3. ANALISA PEMENUHAN KLAUSULA PENYELESAIAN 75 PERSELISIHAN …………………………………………………………… 3.1 Perkembangan Perbankan Syariah di 75 Indonesia……………………………... 3.2 Akad Penghimpunan Dana pada Bank Umum Syariah………………… 77 3.3 Akad Penyaluran Pembiayaan pada Bank Umum Syariah……………... 81 3.4 Klausula Penyelesaian Perselisihan melalui Arbitrase…………………. 85 3.5 Analisa Pemenuhan Klausula Penyelesaian Perselisihan dan Arbitrase .. 94 4. PENUTUP…………………………………………………………………… 106 4.1 Kesimpulan………………………………………………………........... 106 4.2 Saran…………………………………………………………………….. 106 DAFTAR REFERENSI…………………………………………………………….
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
107
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Begitu pentingnya Islam memegang perjanjian yang telah diikrarkan untuk memenuhinya sebagaimana Firman Allah QS. al-Ma‟idah [5]: 1 yang berbunyi :
… يَاأَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ آ َمنُىْ ا أَوْ فُىْ ا ِب ْال ُعقُىْ ِد Ya ayyuhalladzi naamanu aufa bil „uqadh…….. “Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu….” Begitu pentingnya Islam memegang perjanjian yang telah diikrarkan untuk memenuhinya. Hal ini berkaitan dengan perkembangan lembaga keuangan perbankan syariah secara legal formal di Indonesia dimulai ketika pemerintah menerbitkan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang antara lain menyebutkan dimungkinkannya berdiri bank dengan sistem bagi hasil. Kemudian UU tersebut diperbaiki dengan UU No.10 tahun 1998 tentang penerapan dual banking system dalam perbankan nasional ini. Dengan cepat UU ini mendorong dibukanya bank syariah dan divisi syariah di Indonesia dengan pertumbuhan yang sangat pesat. Permasalahan perbankan saat ini semakin beraneka ragam, dan penyelesaian pengaduan nasabah tidak selalu dapat memuaskan nasabah. Ketidakpuasan tersebut dapat diakibatkan oleh tuntutan nasabah yang tidak dapat dipenuhi baik seluruhnya maupun sebagian. Pada gilirannya, ketidakpuasan tersebut berpotensi menimbulkan sengketa antara nasabah dengan bank, yang apabila berlarut-larut dan tidak segera ditangani dapat mempengaruhi reputasi bank,
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
2
mengurangi kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan dan merugikan hak-hak nasabah. Hubungan hukum antara bank dan nasabah dilandasi adanya perjanjian baik penanaman dana maupun penyaluran dana. Dalam hubungan hukum ini tidak tertutup kemungkinan akan terjadinya perselisihan karena adanya wan prestasi dari salah satu pihak yang berujung pada sengketa. Penyelesaian sengketa hakikatnya masuk ranah hukum perjanjian sehingga berlaku asas kebebasan berkontrak (freedom of contract). Artinya para pihak bebas melakukan pilihan hukum dan pilihan forum penyelesaian sengketa yang akan dipakai manakala terjadi sengketa keperdataan di antara mereka. Klausula penyelesaian sengketa ini hampir dapat dikatakan selalu ada dalam kontrak-kontrak bisnis dewasa ini, termasuk dalam kontrak pembiayaan yang dibuat antara pihak nasabah dengan pihak perbankan syariah. Pasal 55 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menegaskan bahwa: (1) Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama; (2) Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi Akad; (3) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan Prinsip Syariah. 1
Dalam Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, dinyatakan: 2 “Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman diserahkan kepada badan peradilan dengan berpedoman kepada Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan kehakiman. Hal tersebut merupakan induk dan kerangka umum yang meletakkan dasar dan asas peradilan serta pedoman bagi lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara yang masing-masing diatur dalam Undangundang tersendiri. 1
Abdul Ghofur Anshori, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah, (GMUP, 2010).
2
Penjelasan Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
3
Penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui arbitrase tetap diperbolehkan, akan tetapi putusan arbiter hanya mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memperoleh izin atau perintah untuk dieksekusi (executoir) dari pengadilan. Selama ini yang dipakai sebagai dasar pemeriksaan arbitrase di Indonesia adalah Pasal 615 sampai dengan Pasal 651 Reglemen Acara Perdata (Reglement of de Rechtsvordering, Staatsblad 1847:52) dan Pasal 377 Reglement Indonesia. Yang Diperbaharui (Het Herzeine Indonesisch Reglement, Staatsblad 1941:44) dan pasal 705 Reglemen Acara Untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Rechtsreglement Buitengewesten, Staatsblad 1927:227). Pada umumnya lembaga arbitrase mempunyai kelebihan dibandingkan dengan lembaga peradilan Kelebihan tersebut antara lain : a. dijamin kerahasiaan sengketa para pihak; b. dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif; c. para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, jujur dan adil; d. para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase; dan e. putusan arbiter merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan melalui tata cara (prosedur) sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan. Pada kenyataannya apa yang disebutkan di atas tidak semuanya benar, sebab di negara-negara tertentu proses peradilan dapat lebih cepat dari pada proses arbitrase. Satu-satunya kelebihan arbitrase terhadap pengadilan adalah sifat kerahasiannya karena keputusannya tidak dipublikasikan. Namun demikian penyelesaian sengketa melalui arbitrase masih lebih diminati daripada litigasi, terutama untuk kontrak bisnis bersifat internasional. Dengan perkembangan dunia usaha dan perkembangan lalu lintas di bidang perdagangan baik nasional maupun internasional serta perkembangan hukum pada umumnya, maka peraturan yang terdapat dalam Reglemen Acara Perdata (Reglement of de Rechtvodering) yang dipakai sebagai pedoman arbitrase sudah tidak sesuai lagi sehingga perlu disesuaikan karena pengaturan dagang yang bersifat internasional sudah merupakan kebutuhan conditio sine qua non sedangkan hal tersebut tidak diatur dalam reglement Acara Perdata (Reglement op de Rechtvodering). Bertolak dari kondisi ini, perubahan yang mendasar terhadap Reglement Acara Perdata (Reglement op de Rechtvodering) baik secara filosofis maupun substantif sudah saatnya dilaksanakan.” Arbitrase yang diatur dalam Undang-undang ini merupakan cara penyelesaian suatu sengketa di luar peradilan umum yang didasarkan atas perjanjian tertulis dari pihak yang bersengketa tetapi tidak semua sengketa dapat diselesaikan
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
4
melalui arbitrase, melainkan hanya sengketa mengenai hak yang menurut hukum dikuasai sepenuhnya oleh para pihak yang bersengketa atas dasar kata sepakat mereka. 3
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Bagaimana sifat hukum penyantuman klausula penyelesaian perselisihan dalam akad penghimpunan dana dan penyaluran pembiayaan perbankan syariah? b. Bagaimana pemenuhan akad penghimpunan dan penyaluran pembiayaan perbankan syariah dalam penyantuman penyelesaian perselisihan melalui arbitrase?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk
mengetahui
bagaimana sifat
hukum penyantuman klausula
penyelesaian perselisihan dalam akad penghimpunan dana dan penyaluran pembiayaan perbankan syariah. b. Untuk mengetahui bagaimana pemenuhan akad penghimpunan dan penyaluran
pembiayaan
perbankan
syariah
dalam
penyantuman
penyelesaian perselisihan melalui arbitrase.
1.4 Kerangka Teori Dan Kerangka Konseptual 1.4.1 Kerangka Teori beberapa teori hukum untuk menganalisa permasalahan yang diangkat penulis. Teori hukum mempunyai fungsi untuk menjelaskan atau 3
Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
5
menerangkan, menilai dan memprediksi serta mempengaruhi hukum positif, misalnya menjelaskan ketentuan yang berlaku, menilai suatu peraturan atau perbuatan hukum dan memprediksi hak dan kewajiban yang akan timbul dari suatu perjanjian. Friedman menyatakan : “All legal theory must contain of philosophy-man‟s reflection on his position in the universe and gain its colour and specific content from political theory the ideas entertained on the best form of society”4 Dalam pemaparan kerangka pemikiran disini peneliti akan menyajikan dasar-dasar pemikiran berdasarkan teori-teori yang ada dan ketentuan yang berlaku. a. Syarat sahnya Perjanjian Dalam Burgerlijk Wetboek (BW) yang kemudian diterjemahkan oleh Prof. R. Subekti, SH dan R. Tjitrosudibio menjadi Kitab UndangUndang Hukum Perdata (KUHPer) bahwa mengenai hukum perjanjian diatur dalam Buku III tentang Perikatan, dimana hal tersebut mengatur dan memuat tentang hukum kekayaan yang mengenai hak-hak dan kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak-pihak tertentu. Sedangkan menurut teori ilmu hukum, hukum perjanjian digolongkan kedalam Hukum tentang Diri Seseorang dan Hukum Kekayaan karena hal ini merupakan perpaduan antara kecakapan seseorang untuk bertindak serta berhubungan dengan hal-hal yang diatur dalam suatu perjanjian yang dapat berupa sesuatu yang dinilai dengan uang. Keberadaan suatu perjanjian atau yang saat ini lazim dikenal sebagai kontrak, tidak terlepas dari terpenuhinya syarat-syarat mengenai sahnya suatu
4
Lawrence M.Friedman, Legal Theory (London: Macmillan Press, 1998), hal.5.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
6
perjanjian/kontrak seperti yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPer, antara lain sebagai berikut: 5 i. ii. iii. iv.
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; Suatu hal tertentu; dan Suatu sebab yang halal.
Dengan dipenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya. Istilah hukum perjanjian atau kontrak merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu contract law, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah overeenscomsrecht Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan anatara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Dengan demikian perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Perikatan adalah suatu perhubungan hukum anatara dua orang atau dua pihak, berdasarkan yang mana pihak yang satu berhak menunutut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Maka hubungan hukum antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan. Hubungan hukum adalah hubungan yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum disebabkan karena timbulnya hak dan kewajiban, dimana hak merupakan suatu kenikmatan, sedangkan 5
Prof. R. Subekti, SH dan R. Tjitrosudibio, 2004, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
Jakarta, Pradnya Paramita.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
7
kewajiban merupakan beban. Adapun unsur-unsur yang tercantum dalam hukum perjanjian/kontrak dapat dikemukakan sebagai berikut:
i.
Adanya kaidah hukum Kaidah dalam hukum perjanjian dapat terbagi menjadi dua macam, yakni tertulis dan tidak tertulis. Kaidah hukum perjanjian tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan,
traktat, dan yurisprudensi.
Sedangkan kaidah hukum perjanjian tidak tertulis adalah kaidahkaidah hukum yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat, seperti: jual beli lepas, jual beli tahunan, dan lain sebagainya. Konsep-konsep hukum ini berasal dari hukum adat. ii.
Subyek hukum Istilah lain dari subyek hukum adalah rechtperson. Rechtperson diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban. Dalam hal ini yang menjadi subyek hukum dalam hukum kontrak adalah kreditur dan debitur. Kreditur adalah orang yang berpiutang, sedangkan debitur adalah orang yang berutang.
iii.
Adanya Prestasi Prestasi adalah apa yang menjadi hak kreditur dan kewajiban debitur. Suatu prestasi umumnya terdiri dari beberapa hal sebagai berikut: -
memberikan sesuatu;
-
berbuat sesuatu;
-
tidak berbuat sesuatu.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
8
iv.
Kata sepakat Di dalam Pasal 1320 KUHPer ditentukan empat syarat sahnya perjanjian seperti dimaksud diatas, dimana salah satunya adalah kata sepakat
(konsensus).
Kesepakatan ialah persesuaian
pernyataan kehendak antara para pihak. v.
Akibat hukum Setiap Perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban.
b.
Karakteristik Kontrak Seperti diketahui bersama bahwa Hukum kontrak adalah bagian hukum perdata (privat). Hukum ini memusatkan perhatian pada kewajiban untuk melaksanakan kewajiban sendiri (self imposed obligation). Disebut sebagai bagian dari hukum perdata disebabkan karena pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam kontrak, murni menjadi urusan pihak-pihak yang berkontrak. Kontrak, dalam bentuk yang paling klasik, dipandang sebagai ekspresi kebebasan manusia untuk memilih dan mengadakan perjanjian. Kontrak merupakan wujud dari kebebasan (freedom of contract) dan kehendak bebas untuk memilih (freedom of choice). Sejak abad ke-19 prinsip-prinsip itu mengalami perkembangan dan berbagai pergeseran penting. Pergeseran demikian disebabkan oleh: pertama,
tumbuhnya
bentuk-bentuk
kontrak
standar;
kedua,
berkurangnya makna kebebasan memilih dan kehendak para pihak, sebagai akibat meluasnya campur tangan pemerintah dalam kehidupan rakyat; ketiga, masuknya konsumen sebagai pihak dalam berkontrak. Ketiga faktor ini berhubungan satu sama lain. Tetapi, prinsip kebebasan
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
9
berkontrak dan kebebasan untuk memilih tetap dipandang sebagai prinsip dasar pembentukan kontrak.
c.
Asas-asas Hukum Kontrak Berdasarkan teori, di dalam suatu hukum kontrak terdapat 5 (lima) asas yang dikenal menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antara lain adalah: asas kebebasan berkontrak (freedom of contract), asas konsensualisme (concsensualism), asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik (good faith) dan asas kepribadian (personality). Berikut ini adalah penjelasan mengenai asas-asas dimaksud: a.
Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract) Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPer, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” 6 Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk: 1.
membuat atau tidak membuat perjanjian;
2.
mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
3.
menentukan
isis
perjanjian,
pelaksanaan,
dan
persyaratannya, serta 4.
menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.
Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah adanya paham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, yang diteruskan oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat dalam zaman renaissance melalui antara lain 6
Prof. R. Subekti, SH dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta,
Pradnya Paramita,2004).
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
10
ajaran-ajaran Hugo de Grecht, Thomas Hobbes, John Locke dan J.J. Rosseau. Menurut paham individualisme, setiap orang bebas untuk memperoleh apa saja yang dikehendakinya. Dalam hukum kontrak asas ini diwujudkan dalam “kebebasan berkontrak”. Pemerintah sama sekali tidak boleh mengadakan intervensi didalam
kehidupan
sosial
ekonomi
masyarakat.
Paham
individualisme memberikan peluang yang luas kepada golongan kuat ekonomi untuk menguasai golongan lemah ekonomi. Pihak yang kuat menentukan kedudukan pihak yang lemah. Pihak yang lemah berada dalam cengkeraman pihak yang kuat sperti yang diungkap dalam exploitation de homme par l‟homme. Pada akhir abad ke-19, akibat desakan paham etis dan sosialis, paham
individualisme
mulai
pudar,
terlebih-lebih
sejak
berakhirnya Perang Dunia II. Paham ini kemudian tidak mencerminkan keadilan. Masyarakat menginginkan pihak yang lemah lebih banyak mendapat perlindungan. Oleh karena itu, kehendak bebas tidak lagi diberi arti mutlak, akan tetapi diberi arti relatif dikaitkan selalu dengan kepentingan umum. Pengaturan substansi kontrak tidak semata-mata dibiarkan kepada para pihak namun perlu juga diawasi. Pemerintah sebagai pengemban
kepentingan
umum
menjaga
keseimbangan
kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Melalui penerobosan hukum kontrak oleh pemerintah maka terjadi pergeseran hukum kontrak ke bidang hukum publik. Oleh karena itu, melalui intervensi pemerintah inilah terjadi pemasyarakatan hukum kontrak/perjanjian.
b.
Asas Konsensualisme (concensualism) Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPer. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
11
kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman. Didalam
hukum
Jerman
tidak
dikenal
istilah
asas
konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal. Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata (dalam hukum adat disebut secara kontan). Sedangkan perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta otentik maupun akta bawah tangan). Dalam hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis literis dan contractus innominat. Yang artinya bahwa terjadinya perjanjian apabila
memenuhi
bentuk
yang
telah
ditetapkan.
Asas
konsensualisme yang dikenal dalam KUHPer adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian.
c.
Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda) Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPer. Asas ini pada mulanya dikenal dalam hukum gereja. Dalam hukum gereja itu disebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian bila ada kesepakatan antar pihak yang
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
12
melakukannya
dan
dikuatkan
dengan
sumpah.
Hal
ini
mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan dengan unsur keagamaan. Namun, dalam perkembangan selanjutnya asas pacta sunt servanda diberi arti sebagai pactum, yang berarti sepakat yang tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan formalitas lainnya. Sedangkan istilah nudus pactum sudah cukup dengan kata sepakat saja.
d.
Asas Itikad Baik (good faith) “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.”7 Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut normanorma yang obyektif. Berbagai putusan Hoge Raad (HR) yang erat kaitannya dengan penerapan asas itikad baik dapat diperhatikan dalam kasus-kasus posisi berikut ini. Kasus yang paling menonjol adalah kasus Sarong Arrest dan Mark Arrest. Kedua arrest ini berkaitan dengan turunnya nilai uang (devaluasi) Jerman setelah Perang Dunia I. Kasus Sarong Arrest: Pada tahun 1918 suatu firma Belanda memesan pada pengusaha Jerman sejumlah sarong dengan harga sebesar 100.000 gulden. Karena keadaan memaksa sementara, penjual dalam waktu tertentu tidak dapat menyerahkan pesanan.
7
Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
13
Setelah
keadaan
memaksa
berakhir,
pembeli
menuntut
pemenuhan prestasi. Tetapi sejak diadakan perjanjian keadaan sudah banyak berubah dan penjual bersedia memenuhi pesanan tetapi dengan harga yang lebih tinggi, sebab apabila harga tetap sama maka penjual akan menderita kerugian, yang berdasarkan itikad baik antara para pihak tidak dapat dituntut darinya. Pembelaan yang penjual ajukan atas dasar Pasal 1338 ayat (3) KUHPer dikesampingkan oleh HR dalam arrest tersebut. Menurut putusan HR tidak mungkin satu pihak dari suatu perikatan atas dasar perubahan keadaan bagaimanapun sifatnya, berhak berpatokan pada itikad baik untuk mengingkari janjinya yang secara jelas dinyatakan HR masih memberi harapan tentang hal ini denga memformulasikan: mengubah inti perjanjian atau mengesampingkan secara keseluruhan. Dapatkah diharapkan suatu putusan yang lebih ringan, jika hal itu bukan merupakan perubahan inti atau mengesampingkan secara keseluruhan. Putusan HR ini selalu berpatokan pada saat dibuatnya oleh para pihak Apabila pihak pemesan sarong sebanyak yang dipesan maka penjual harus melaksanakan isi perjanjian tersebut, karena didasarkan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Kasus Mark Arrest: Sebelum Perang Dunia I, seorang warganegara Jerman memberi sejumlah pinjaman uang kepada seorang warganegara Belanda pada tahun 1924. dari jumlah tersebut masih ada sisa pinjaman tetapi karena sebagai akibat peperangan nilai Mark sangat menurun, maka dengan jumlah sisa tersebut hampir tidak cukup untuk membeli prangko sehingga dapat dimengerti kreditur meminta pembayaran jumlah
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
14
yang lebih tinggi atas dasar devaluasi tersebut. Namun, Pasal 1757 KUHPer menyatakan :8 “Jika saat pelunasan terjadi suatu kenakan atau kemunduran harga atau ada perubahan mengenai berlakunya mata uang maka pengembalian jumlah yang dipinjam harus dilakukan dalam mata uang yang berlaku pada saat itu.” Hoge Raad menimbang bahwa tidak nyata para pihak pada waktu
mengadakan
perjanjian
bermaksud
untuk
mengesampingkan ketentuan yang bersifat menambah dan memutuskan bahwa orang Belanda cukup mengembalikan jumlah uang yang sangat kecil itu. Menurut Hakim pada badan peradilan tertinggi ini, tidak berwenang atas dasar itikad baik atau kepatutan mengambil tindakan terhadap undang-undang yang bersifat menambah. Putusan Mark Arrest ini sama dengan Sarong Arrest bahwa hakim terikat pada asa itikad baik, artinya hakim dalam memutus perkara didasarkan pada saat terjadinya jual beli atau saat penjam-meminjam uang. Apabila orang Belanda meminjam uang sebanyak 1000 gulden, maka orang Belanda tersebut harus mengembalikan sebanyak jumlah uang diatas, walaupun dari pihak peminjam berpendapat bahwa telah terjadi devaluasi uang. Berbeda dengan kondisi di Indonesia pada tahun 1997 dimana kondisi negara pada saat itu mengalami krisis moneter dan ekonomi. Pihak perbankan telah mengadakan perubahan suku bunga bank secara sepihak tanpa diberitahu kepada nasabah. Pada saat perjanjian kredit dibuat, disepakati suku bunga bank sebesar 16 % per tahun, akan tetapi setelah terjadi krisis moneter, suku bunga bank naik menjadi 21-24 % per tahun. Hal ini menandakan bahwa pihak nasabah berada pada pihak yang dirugikan karena kedudukan nasabah berada pada posisi yang lemah (low bargaining posistion). Oleh karena itu, 8
Ibid, Pasal 1757
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
15
pada masa-masa yang akan datang pihak kreditur harus melaksanakan
isi
kontrak
sesuai
dengan
yang
telah
disepakatinya, yang dilandasi pada asas itikad baik.
e.
Asas Kepribadian (personality) Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPer. Pasal 1315 KUHPer menegaskan: 9 “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 KUHPer berbunyi: 10 “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.” Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian, ketentuan itu terdapat pengecualiannya sebagaimana diintridusir dalam Pasal 1317 KUHPer yang menyatakan: 11 “Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.” Pasal
ini
mengkonstruksikan
bahwa
seseorang
dapat
mengadakan perjanjian/kontrak untuk kepentingan pihak ketiga, 9
Ibid, Pasal 1315. Ibid, Pasal 1340. 11 Ibid, Pasal 1317. 10
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
16
dengan adanya suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUHPer, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Jika dibandingkan kedua pasal itu maka Pasal 1317 KUHPer mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUHPer untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan demikian, Pasal 1317 KUHPer mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUHPer memiliki ruang lingkup yang luas.
d.
Jenis Penyelesaian Perselisihan menurut literatur: Menurut JG Merills : “the mean available for the settlement of international disputes are commonly divided into two groups. Those considered so far, namely negotiation, mediation, inquiry and conciliation, are termed diplomatic means, because the parties retain control of the disputes and may accept or reject a proposed settlement, on the other hand, are employed when what is wanted is a binding decision, usually on the basis of international law, and hence these are known as legal means of settlement”.12
e.
Berdasarkan Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tanggal 16 Juli 2008 tentang Perbankan Syariah, pada pasal 55 dan penjelasan pasal 55 ayat (2): Yang dimaksud dengan “penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad” adalah upaya sebagai berikut:13 a.
12
Musyawarah;
JG Merills, International Dispute Settlement, (United Kingdom:Second Edition, Cambridge
University Press, 1996). 13
Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tanggal 16 Juli 2008 tentang Perbankan Syariah.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
17
f.
b.
Mediasi perbankan
c.
Melalui Basyarnas atau lembaga arbitrase lain; dan/atau
d.
Melalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum
Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Pasal 1 angka 1 : Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Pasal 5 ayat (1) Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
g.
Berdasarkan PBI No. 9/19/PBI/2007 tanggal 17 Desember 2007 tentang Pelaksanaa Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah. 14 Bab III Penyelesaian Sengketa antara Bank dengan Nasabah. Pasal 4 ayat (1) Dalam hal salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana tertuang dalam akad antara Bank dengan Nasabah, atau jika terjadi sengketa antara Bank dengan Nasabah, penyelesaian dilakukan melalui musyawarah. Ayat (2) Dalam hal musyawarah tidak mencapai kesepakatan, maka penyelesaian sengketa dapat dilakukan antara lain melalui mediasi termasuk mediasi perbankan sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku. Ayat (3) Dalam hal penyelesaian sengketa tidak mencapai kesepakatan, maka penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui mekanisme arbitrase syariah atau melalui lembaga peradilan berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku.
h.
Berdasarkan PBI No. 8/5/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Mediasi Perbankan.
14
Peraturan Bank Indonesia No. 9/19/PBI/2007 tanggal 17 Desember 2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
18
Pasal 1 angka 4 : Sengketa adalah permasalahan yang diajukan oleh nasabah atau Perwakilan Nasabah kepada penyelenggara mediasi perbankan, setelah melalui proses penyelesaian pengaduan oleh Bank sebagaimana diatur dalam PBI tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah. Pasal 1 angka 5 : Mediasi adalah proses penyelesaian Sengketa yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang disengketakan. Pasal 6 ayat (1): Mediasi perbankan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dilaksanakan untuk setiap sengketa yang memiliki nilai tuntutan financial paling banyak Rp500 juta.
i.
Tinjauan atas Fungsi Bank dalam kaitannya dengan timbulnya perselisihan
Bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dan menjalankan usahanya terutama dari dana masyarakat dan kemudian menyalurkan kembali kepada masyarakat. Selain itu, bank juga memberikan jasa-jasa keuangan dan pembayaran lainnya. Dengan demikian ada dua peranan penting yang dimainkan oleh bank yaitu sebagai lembaga penyimpan dana masyarakat dan sebagai lembaga penyedia dana bagi masyarakat dan atau dunia usaha. 15
Dalam dunia perbankan, nasabah merupakan konsumen dari pelayanan jasa perbankan. Kedudukan nasabah dalam hubungannya dengan
15
Burhanuddin Abdullah, Jalan Menuju Stabilitas Mencapai Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan (Jakarta : Pustaka LP3ES Indonesia, 2006). hal 2003.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
19
pelayanan jasa perbankan, berada pada dua posisi yang dapat bergantian sesuai dengan sisi mana mereka berada 16 Timbulnya friksi tersebut terutama disebabkan oleh empat hal yaitu: 17 1. Informasi yang kurang memadai mengenai karakteristik produk atau jasa yang ditawarkan bank; 2. Pemahaman nasabah terhadap aktivitas dan produk serta jasa perbankan yang masih kurang; 3. Ketimpangan hubungan antara nasabah dengan bank, khususnya bagi nasabah peminjam dana; 4. Tidak adanya saluran memadai untuk memfasilitasi penyelesaian friksi yang terjadi antara nasabah dengan bank. Perlindungan nasabah merupakan tantangan perbankan yang berpengaruh secara langsung terhadap sebagian besar masyarakat. Oleh karena itu menjadi tantangan yang sangat besar bagi perbankan dan Bank Indonesia untuk menciptakan standar yang jelas dalam memberikan perlindungan kepada nasabah.
1.4.2 Kerangka Konseptual Dalam penulisan tesis “Analisis Pemenuhan Klausul Penyelesaian Perselisihan Pada Akad Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Pembiayaan Perbankan Syariah Di Indonesia ” ini terdapat istilahistilah yang digunakan dalam bidang hukum dan bidang perbankan. Untuk menghindari kesimpangsiuran pengertian mengenai istilah yang dipakai dalam penulisan ini, berikut dijelaskan definisi operasional dari istilah tersebut: 18
16
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia (Bandung: PT Citra Aditya Bhakti, 2003), hal 282. 17
Muliaman D. Hadad (a), Perlindungan dan Pemberdayaan Nasabah Bank Dalam Arsitektur Perbankan Indonesia, dikutip dari http://www.bi.go,id. 18
PBI No. 8/5/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Mediasi Perbankan.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
20
Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank adalah bank umum dan bank perkreditan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 termaksud kantor cabang bank asing dan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang tidak memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi keuangan (walk in customer). Perwakilan nasabah adalah perseorangan, lembaga dan atau badan hukum yang bertindak untuk dan atas nama nasabah dengan berdasarkan surat kuasa khusus dari nasabah.
Sengketa adalah permasalahan yang diajukan oleh Nasabah atau Perwakilan Nasabah kepada penyelenggara mediasi perbankan, setelah melalui proses penyelesaian pengaduan oleh bank sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah. Mediasi adalah proses penyelesaian Sengketa yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang disengketakan. Mediator adalah pihak yang tidak memihak dalam membantu pelaksanaan mediasi.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
21
Kesepakatan
adalah
persetujuan
bersama
antara
nasabah
atau
perwakilan nasabah dengan bank terhadap suatu upayapenyelesaian sengketa. Akta kesepakatan adalah dokumen tertulis yang memuat kesepakatan yang bersifat final dan mengikat bagi nasabah dan bank. Mediasi adalah upaya penyelesaian konflik dengan melibatkan pihak ketiga yang netral, yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan yang membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak. 19 Akad berasal dari bahasa Arab „aqada artinya mengikat atau mengokohkan. Secara bahasa pengertiannya adalah ikatan, mengikat. Dikatakan ikatan (al-rabath) maksudnya adalah menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah satunya pada yang lainnya, hingga keduanya bersambung dan menjadi seperti seutas tali yang satu.20 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Para pihak adalah subyek hukum, baik menurut hukum perdata maupun hukum publik. Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa kausual arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitarse tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa.
19 20
http://id.wikipedia.org/wiki/Mediasi http://qori-ekonomiislam.blogspot.com/
diunduh tanggal 24 April 2012.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
22
Pengadilan Negeri adalah Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal termohon. Pemohon adalah pihak yang mengajukan permohonan penyelesaian sengketa melalui arbitrase. Termohon adalah pihak lawan dari Pemohon dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase. Arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa atau yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri atau oleh lembaga arbitrase, untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase. Lembaga Arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu; lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa. Putusan Arbitrase Internasional adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia, atau putusan suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional. Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. 21
21
Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Pasal 1.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
23
1.5 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah metode yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang mengacu pada norma-norma hukum yang salah satunya terdapat dalam peraturan perundang-undangan
22
. Metode yuridis normatif juga disebut dengan
pendekatan doktrinal, yakni merupakan suatu tesis yang mengacu pada analisis hukum, law as it is written in the book23. Tesis hukum normatif yang digunakan adalah berdasarkan data sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif. 24 Digunakannnya pendekatan yuridis normatif karena masalah yang diteliti adalah berkisar mengenai keterkaitan peraturan yang satu dengan yang lainnya. Selain itu penulisan dalam tesis ini juga bersifat kualitatif, yakni penulis akan melakukan analisa data secara menyeluruh dan merupakan suatu kesatuan yang bulat (holistic) 25 . Salah satu kekhususan dari metode kualitatif adalah lebih menekankan proses daripada hasil.
1.5.1. Sifat Penelitian. Metode penelitian yuridis normatif yang bersifat kualitatif, dipilih dan digunakan dalam melakukan analisa permasalahan dalam tesis ini setidak-tidaknya karena alasan sebagai berikut: a. Penulisan tesis ini dilakukan berdasarkan kepada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan khususnya mengenai perbankan, Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia serta Fatwa Dewan Syariah Nasional.
22
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Radjawali, 1985),
23
Ronald Dworkin, Legal Research, (Daedalus: Spring, 1973), hal.250. J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, (Jakarta: Pradnya Paramitha, 2003), hal.
hal.14. 24
3. 25
Matthem B.Milles and Michael Huberman, Qualitative Data Analysis, (London: Sage Publication Inc, 1974), hal.147.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
24
b. Pembahasan masalah dalam penulisan tesis ini akan difokuskan mengenai peraturan perundang-undangan khususnya mengenai perbankan, Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia baik yang secara langsung berkaitan dengan penyelesaian perselisihan pada Perbankan Syariah. c. Penelitian tesis ini bertujuan untuk mengkaji ketentuan-ketentuan tersebut khususnya Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia merupakan ketentuan yang jelas, dapat diprediksi, dan
menjamin
adanya
(predictability of
kepastian
enforcement)
dalam
penegakan
serta dapat
hukum
berperan dalam
pembangunan ekonomi.
1.5.2. Pendekatan Masalah Pendekatan masalah yang digunakan dalam tesis ini adalan pendekatan perundang-undangan (statute approach). Penulisan dalam tesis ini menggunakan pendekatan tersebut karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian26.
1.5.3. Sumber Data Penulisan Sumber-sumber data penulisan yang dipakai di dalam tesis ini dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penulisan yang berupa materi hukum primer, materi hukum sekunder dan materi hukum tersier, yaitu sebagai berikut: a. Materi Hukum Primer, yang terdiri dari peraturan perundangundangan di bidang perbankan, dan ketentuan Bank Indonesia baik secara langsung mengatur mengenai mediasi perbankan terutama Perbankan Syariah.
26
Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), hal.302.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
25
b. Materi Hukum sekunder, yang terdiri dari fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional, buku, makalah, tulisantulisan di media, artikel dan materi ilmiah lainnya yang membahas mengenai mediasi perbankan terkait Perbankan Syariah. c. Materi Hukum tersier, yang terdiri dari bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum sekunder 27 seperti misalnya kamus umum, kamus hukum, majalah dan/atau jurnal-jurnal ilmiah, hasil pengamatan sebagai staf pemeriksa Bank Indonesia.
1.5.4. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan materi yang terkait dengan penulisan tesis ini dilakukan dengan metode pengumpulan materi penulisan sebagai berikut 28: a. Studi Pustaka Penulis
akan
melakukan
penelaahan
studi
pustaka
guna
mendapatkan materi penulisan baik yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan non hukum. Bahanbahan penulisan tesis tersebut diusahakan akan didapatkan melalui sumber utama, namun juga tidak terbatas dan dapat dikumpulkan melalui perpustakaan, media massa cetak maupun elektronik, seminar dan internet. b. Pengamatan Sebagai karyawan Bank Indonesia di Bidang Pengawasan Bank, metode pengamatan dapat dilakukan secara off-site maupun on-site. Metode off-site dapat dilakukan melalui laporan bank yang diserahkan secara berkala secara bulanan, laporan hasil audit intern bank dan laporan hasil audit Bank Inonesia, sedangkan metode on-
27
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, op.cit., hal. 14. Made Wiraartha, Pedoman Penulisan: Usulan Penelitian, Skripsi, dan Tesis, (Yogyakarta: CV Andi Offset, 2006), hal. 36-39. 28
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
26
site biasanya dilakukan melalui pemeriksaan secara langsung kepada bank yang bersangkutan. Metode pengamatan ini merupakan salah satu strong point bagi penulis, dalam mengumpulkan bahan-bahan penulisan terhadap masalah yang terkait dengan penyelesaian perselisihan.
1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan akan disajikan penulis dalam tesis ini adalah sebagai berikut: Bab I, pada bab ini penulis akan memaparkan mengenai latar belakang penulisan, pokok permasalahan, tujuan penulisan, kerangka pemikiran dan kerangka konseptual, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. Bab II, pada bab ini penulis akan memaparkan mengenai produk-produk yang dikeluarkan bank syariah dan akad-akad yang digunakan baik pembiayaan maupun pendanaan berdasarkan ketentuan Bank Indonesia maupun yang diatur dalam fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN). Selain itu akan diuraikan pula penerapan penyelesaian perselisihan melalui arbitrase pada beberapa negara. Bab III,
pada bab ini penulis akan melakukan analisa atas
pencantuman klausula penyelesaian perselisihan dalam praktek di perbankan syariah melalui analisa akad pembiayaan maupun akad pendanaan terkait dengan pasal penyelesaian perselisihan. Kemudian membandingkan penerapan penyelesaian perselisihan sesuai dengan UU No. 21 tahun 2008 dan fatwa DSN berdasarkan bank yang menjadi sampel. Bab IV,
sebagai bab terakhir dan merupakan penutup akan
menguraikan mengenai kesimpulan dan saran dari penulisan tesis ini. Sebagai penutup, Bab ini akan memberikan kesimpulan mengenai jawaban terhadap pokok-pokok permasalahan dalam penulisan dan saran-saran dalam pelaksanaan penyelesaian perselisihan.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
28
BAB II OVERVIEW AKAD PADA PRODUK PERBANKAN SYARIAH
2.1 Jenis-Jenis Akad Pada Produk Perbankan Syariah “Akad berasal dari bahasa Arab „aqada artinya mengikat atau mengokohkan.”29 Secara bahasa pengertiannya adalah ikatan, mengikat. Dikatakan ikatan (alrabath) maksudnya adalah menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah satunya pada yang lainnya, hingga keduanya bersambung dan menjadi seperti seutas tali yang satu. Menurut Fiqh Islam akad berarti perikatan, perjanjian dan permufakatan (ittifaq). Dalam kaitan ini peranan Ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan Qabul (pernyataan menerima ikatan) sangat berpengaruh pada objek perikatannya, apabila ijab dan qabul sesuai dengan ketentuan syari‟ah, maka munculah segala akibat hukum dari akad yang disepakati tersebut. Menurut Musthafa Az-Zarka suatu akad merupakan ikatan secara hukum yang dilakukan oleh dua atau beberapa pihak yang sama-sama berkeinginan mengikatkan dirinya. Kehendak tersebut sifatnya tersembunyi dalam hati, oleh karena itu menyatakannya masing-masing harus mengungkapkan dalam suatu pernyataan yang disebut Ijab dan Qabul.30
Syarat umum yang harus dipenuhi suatu akad menurut ulama fiqh antara lain, pihak-pihak yang melakukan akad telah cakap bertindak hukum, objek akad harus ada dan dapat diserahkan ketika akad berlangsung, akad dan objek akadnya tidak dilarang syara‟, ada manfaatnya, ijab dan qabul dilakukan dalam satu majelis dan tujuan akad harus jelas dan diakui syara‟.
29 30
http://qori-ekonomiislam.blogspot.com/ diunduh tanggal 24 April 2012. Ibid.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
29
Dalam kaitannya dengan praktek perbankan Syari‟ah dan ditinjau dari segi maksud dan tujuan dari akad itu sendiri dapat digolongkan kepada dua jenis yakni Akad Tabarru dan Akad Tijari.31
1. Akad Tabarru Akad Tabarru yaitu akad yang dimaksudkan untuk menolong sesama dan murni semata-mata mengharap ridha dan pahala dari Allah SWT, sama sekali tidak ada unsur mencari return, ataupun suatu motif. Yang termasuk katagori akad jenis ini diantaranya adalah Hibah, Ibra, Wakalah, Kafalah, Hawalah, Rahn dan Qirad.. Selain itu menurut penyusun Eksiklopedi Islam termasuk juga dalam kategori akad Tabarru seperti Wadi’ah, Hadiah, hal ini karena tiga hal tersebut merupakan bentuk amal perbuatan baik dalam membantu sesama,oleh karena itu dikatakan bahwa akad Tabarru adalah suatu transaksi yang tidak berorientasi komersial atau non profit oriented. Transaksi model ini pada prinsipnya bukan untuk mencari keuntungan komersial akan tetapi lebih menekankan pada semangat tolong menolong dalam kebaikan dan membangun ketakwaan (ta‟awanu alal birri wattaqwa).32 Dalam akad ini pihak yang berbuat kebaikan (dalam hal ini pihak bank) tidak mensyaratkan keuntungan apa-apa. Namun demikian pihak bank itu dibolehkan meminta biaya administrasi untuk menutupi (cover the cost) kepada nasabah (counter-part) tetapi tidak boleh mengambil laba dari akad ini.
31 32
Ibid Ibid
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
30
2. Akad Tijari Akad Tijari adalah akad yang berorientasi pada keuntungan komersial (for propfit oriented) Dalam akad ini masing-masing pihak yang melakukan akad berhak untuk mencari keuntungan. Di dalam Bank Syari‟ah biasanya yang termasuk kelompok akad ini diantaranya; Murabahah, Salam, Istisna, Musyarakah, Mudharabah, Ijarah, Ijarah muntahiya bittamlik, Sharf, Muzaraah, Mukhabarah dan Barter.
Variasi produk dan jasa menjadi hal yang tak terhindarkan untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat. Di sisi lain, inovasi produk dan jasa juga akan menimbulkan beragam risiko termasuk risiko reputasi. Dengan demikian, mekanisme pengeluaran dan penghentian produk bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah adalah salah satu kunci dari kemajuan perbankan syariah di Indonesia, dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat sekaligus memitigasi kemungkinan berbagai risiko yang akan timbul. 33 Bank syariah memiliki berbagai macam produk dalam penghimpunan dan penyaluran dana untuk menjalankan operasionalnya dalam rangka mendapatkan profit untuk dibagihasilkan kepada nasabah. Produk yang digunakan dapat berbedabeda antara satu bank dengan bank lainnya namun secara garis besar akad yang digunakan tidak jauh berbeda. 2.2 Akad yang digunakan bank dalam rangka penghimpunan dana dan Penyaluran Pembiayaan 1. Giro34 a. Definisi
Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek/bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan.
33
Bank Indonesia. Peraturan Bank Indonesia No. 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. 34 Bank Indonesia, Buku Kodifikasi Produk Perbankan Syariah.2008. hal A-1.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
31
b. Akad
1) Wadiah
Transaksi penitipan dana atau barang dari pemilik kepada penyimpan dana atau barang dengan kewajiban bagi pihak yang menyimpan untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-waktu.
2) Mudharabah
Transaksi penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
c. Fitur dan Mekanisme
Giro atas dasar akad wadiah
Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan nasabah bertindak sebagai penitip dana; Bank tidak diperkenankan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus kepada nasabah; Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biayabiaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya cek/bilyet giro, biaya meterai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening; Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah; dan Dana titipan dapat diambil setiap saat oleh nasabah.
Giro atas dasar akad mudharabah
Bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal);
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
32
Pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati; Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biayabiaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya cek/bilyet giro, biaya meterai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening; dan Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah.
d. Tujuan/ Manfaat
1) Bagi Bank
2) Bagi Nasabah
e. Analisis dan Identifikasi Risiko
f. Fatwa Syariah
sumber pendanaan bank baik dalam Rupiah maupun valuta asing. salah satu sumber pendapatan dalam bentuk jasa (fee based income) dari aktivitas lanjutan pemanfaatan rekening giro oleh nasabah. memperlancar aktivitas pembayaran dan/atau penerimaan dana. Dapat memperoleh bonus atau bagi hasil. Risiko Likuiditas yang disebabkan oleh fluktuasi dana yang ada di rekening giro relatif tinggi dan Bank setiap saat harus memenuhi kewajiban jangka pendek tersebut. Risiko Pasar yang disebabkan oleh pergerakan nilai tukar untuk giro dalam valuta asing.
Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional 01/DSN-MUI/IV/2000 tentang Giro.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
No:
33
2. Tabungan35 a. Definisi
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek/bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
b. Akad
1) Wadiah
Transaksi penitipan dana atau barang dari pemilik kepada penyimpan dana atau barang dengan kewajiban bagi pihak yang menyimpan untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-waktu.
2) Mudharabah
Transaksi penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
c. Fitur dan Mekanisme.
Tabungan atas dasar akad wadiah
35
Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan nasabah bertindak sebagai penitip dana; Bank tidak diperkenankan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus kepada nasabah; Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya meterai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukaan dan
Ibid. hal A-3
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
34
penutupan rekening; Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah; dan Dana titipan dapat diambil setiap saat oleh nasabah.
Tabungan atas dasar akad mudharabah
Bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal); Pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati; Penarikan dana oleh nasabah hanya dapat dilakukan sesuai waktu yang disepakati; Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya meterai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening; dan Bank tidak diperbolehkan mengurangi bagian keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan.
d. Tujuan/Manfaat
1) Bagi Bank
2) Bagi Nasabah
sumber pendanaan bank baik dalam Rupiah maupun valuta asing. salah satu sumber pendapatan dalam bentuk jasa (fee based income) dari aktivitas lanjutan pemanfaatan rekening tabungan oleh nasabah. kemudahan dalam pengelolaan likuiditas baik dalam hal penyetoran, penarikan, transfer, dan pembayaran transaksi yang fleksibel. dapat memperoleh bonus atau bagi hasil.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
35
e. Analisis dan Identifikasi Risiko
f. Fatwa Syariah
Risiko Likuiditas yang disebabkan oleh fluktuasi dana yang ada di rekening tabungan relatif tinggi dibandingkan deposito. Risiko displacement (commercial displacement risk) yang disebabkan oleh adanya potensi nasabah memindahkan dananya yang didorong oleh tingkat bonus atau bagi hasil riil yang lebih rendah dari tingkat suku bunga. Risiko Pasar yang disebabkan oleh pergerakan nilai tukar untuk tabungan dalam valuta asing.
Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No: 02/DSN-MUI/IV/2000 tentang Tabungan.
3. Deposito36 a. Definisi
Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian antara nasabah dengan bank.
b. Akad
Mudharabah
36
Transaksi penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
Ibid. hal A-5
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
36
c. Fitur Dan Mekanisme.
Bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal); Pengelolaan dana oleh Bank dapat dilakukan sesuai batasan-batasan yang ditetapkan oleh pemilik dana (mudharabah muqayyadah) atau dilakukan dengan tanpa batasan-batasan dari pemilik dana (mudharabah mutlaqah); Dalam Akad Mudharabah Muqayyadah harus dinyatakan secara jelas syaratsyarat dan batasan tertentu yang ditentukan oleh nasabah; Pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati; Penarikan dana oleh nasabah hanya dapat dilakukan sesuai waktu yang disepakati; Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya meterai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening; dan Bank tidak diperbolehkan mengurangi bagian keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan.
d. Tujuan/Manfaat 1) Bagi Bank
sumber pendanaan bank baik dalam Rupiah maupun valuta asing dengan jangka waktu tertentu yang lebih lama dan fluktuasi dana yang relatif rendah.
2) Bagi Nasabah
alternatif investasi yang memberikan keuntungan dalam bentuk bagi hasil.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
37
e. Analisis dan Identifikasi Risiko
f. Fatwa Syariah
Risiko Likuiditas yang disebabkan oleh perbedaan maturity gap antara penghimpunan dana dan penyaluran dana cukup besar. Risiko displacement (commercial displacement risk) yang disebabkan oleh adanya potensi nasabah memindahkan dananya setelah jatuh tempo yang didorong oleh tingkat bagi hasil riil yang lebih rendah dari tingkat suku bunga. Risiko Pasar yang disebabkan oleh pergerakan nilai tukar untuk deposito dalam valuta asing.
Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No: 03/DSN-MUI/IV/2000 tentang Deposito.
A. Penyaluran Dana 1. Pembiayaan Atas Dasar Akad Mudharabah37 a. Definisi
Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: a.
transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah; b. transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna‟; d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan e. transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang mewajibkan 37
Ibid. hal B-1
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
38
pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujroh, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
b. Akad
1) Mudharabah
Transaksi penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
2) Mudharabah Muthlaqah
Mudharabah untuk kegiatan usaha yang cakupannya tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis sesuai permintaan pemilik dana.
3) Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah untuk kegiatan usaha yang cakupannya dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis sesuai permintaan pemilik dana.
c. Fitur Dan Mekanisme
Bank bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal) yang menyediakan dana dengan fungsi sebagai modal kerja, dan nasabah bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dalam kegiatan usahanya; Bank memiliki hak dalam pengawasan dan pembinaan usaha nasabah walaupun tidak ikut serta dalam pengelolaan usaha
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
39
nasabah, antara lain Bank dapat melakukan review dan meminta buktibukti dari laporan hasil usaha nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan; Pembagian hasil usaha dari pengelolaan dana dinyatakan dalam nisbah yang disepakati; Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak; Jangka waktu Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah, pengembalian dana, dan pembagian hasil usaha ditentukan berdasarkan kesepakatan Bank dan nasabah; Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah diberikan dalam bentuk uang dan/atau barang, serta bukan dalam bentuk piutang atau tagihan; Dalam hal Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah diberikan dalam bentuk uang harus dinyatakan secara jelas jumlahnya; Dalam hal Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah diberikan dalam bentuk barang, maka barang tersebut harus dinilai atas dasar harga pasar (net realizable value) dan dinyatakan secara jelas jumlahnya; Pengembalian Pembiayaan atas dasar Mudharabah dilakukan dalam dua cara, yaitu secara angsuran ataupun sekaligus pada akhir periode Akad, sesuai dengan jangka waktu Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah; Pembagian hasil usaha dilakukan atas dasar laporan hasil usaha pengelola dana (mudharib) dengan disertai bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan; dan Kerugian usaha nasabah pengelola dana (mudharib) yang dapat ditanggung oleh Bank selaku pemilik dana (shahibul maal) adalah maksimal sebesar jumlah
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
40
pembiayaan maal).
yang
diberikan
(ra‟sul
d. Tujuan/ Manfaat
1) Bagi Bank
2) Bagi Nasabah
e. Analisis dan Identifikasi Risiko
memenuhi kebutuhan modal usaha melalui sistem kemitraan dengan bank.
f. Fatwa Syariah
sebagai salah satu bentuk penyaluran dana. memperoleh pendapatan dalam bentuk bagi hasil sesuai pendapatan usaha yang dikelola nasabah.
Risiko Pembiayaan (credit risk) yang disebabkan oleh nasabah wanprestasi atau default. Risiko Pasar yang disebabkan oleh pergerakan nilai tukar jika pembiayaan atas dasar akad mudharabah diberikan dalam valuta asing. Risiko Operasional yang disebabkan oleh internal fraud antara lain pencatatan yang tidak benar atas nilai posisi, penyogokan/ penyuapan, ketidaksesuaian pencatatan pajak (secara sengaja), kesalahan, manipulasi dan mark up dalam akuntansi/ pencatatan maupun pelaporan.
Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No: 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh).
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
41
2. Pembiayaan Atas Dasar Akad Musyarakah38 a. Definisi
Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: a. b.
c.
d. e.
transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah; transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna‟; transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujroh, tanpa imbalan, atau bagi hasil. b. Akad
Musyarakah
38
Transaksi penanaman dana dari dua atau lebih pemilik dana dan/atau barang untuk menjalankan usaha tertentu sesuai syariah dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang disepakati, sedangkan pembagian kerugian berdasarkan proporsi modal masing-masing.
Ibid hal B-4
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
42
c. Fitur Dan Mekanisme
Bank dan nasabah masing-masing bertindak sebagai mitra usaha dengan bersama-sama menyediakan dana dan/atau barang untuk membiayai suatu kegiatan usaha tertentu; Nasabah bertindak sebagai pengelola usaha dan Bank sebagai mitra usaha dapat ikut serta dalam pengelolaan usaha sesuai dengan tugas dan wewenang yang disepakati seperti melakukan review, meminta bukti-bukti dari laporan hasil usaha yang dibuat oleh nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan; Pembagian hasil usaha dari pengelolaan dana dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati; Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak; Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah diberikan dalam bentuk uang dan/atau barang, serta bukan dalam bentuk piutang atau tagihan; Dalam hal Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah diberikan dalam bentuk uang harus dinyatakan secara jelas jumlahnya; Dalam hal Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah diberikan dalam bentuk barang, maka barang tersebut harus dinilai atas dasar harga pasar (net realizable value) dan dinyatakan secara jelas jumlahnya; Jangka waktu Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah, pengembalian dana, dan pembagian hasil usaha ditentukan berdasarkan kesepakatan antara Bank dan nasabah; Pengembalian Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah dilakukan dalam dua cara, yaitu secara angsuran ataupun sekaligus pada akhir periode Pembiayaan, sesuai dengan jangka
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
43
waktu Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah; Pembagian hasil usaha berdasarkan laporan hasil usaha nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan; dan Bank dan nasabah menanggung kerugian secara proporsional menurut porsi modal masing-masing.
d. Tujuan/Manfaat
1) Bagi Bank
2) Bagi Nasabah
e. Analisis dan Identifikasi Risiko
memenuhi kebutuhan modal usaha melalui sistem kemitraan dengan bank.
f. Fatwa Syariah
sebagai salah satu bentuk penyaluran dana. memperoleh pendapatan dalam bentuk bagi hasil sesuai pendapatan usaha yang dikelola.
Risiko Pembiayaan (credit risk) yang disebabkan oleh nasabah wanprestasi atau default. Risiko Pasar yang disebabkan oleh pergerakan nilai tukar jika pembiayaan atas dasar akad musyarakah diberikan dalam valuta asing. Risiko Operasional yang disebabkan oleh internal fraud antara lain pencatatan yang tidak benar atas nilai posisi, penyogokan/ penyuapan, ketidaksesuaian pencatatan pajak (secara sengaja), kesalahan, manipulasi dan mark up dalam akuntansi/ pencatatan maupun pelaporan.
Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No: 08/DSN-MUI/IV/2000, tentang
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
44
Pembiayaan Musyarakah.
3. Pembiayaan Atas Dasar Akad Murabahah39
a. Definisi
Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: a. b.
c.
d. e.
transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah; transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna‟; transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujroh, tanpa imbalan, atau bagi hasil. b. Akad
Murabahah
39
Transaksi jual beli suatu barang sebesar harga perolehan barang ditambah dengan margin yang disepakati olah para pihak, dimana penjual menginformasikan terlebih
Ibid. hal B-6
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
45
dahulu harga perolehan kepada pembeli.
c. Fitur Dan Mekanisme
Bank bertindak sebagai pihak penyedia dana dalam kegiatan transaksi Murabahah dengan nasabah; Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya; Bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyediaan barang yang dipesan nasabah; dan Bank dapat memberikan potongan dalam besaran yang wajar dengan tanpa diperjanjikan dimuka.
d. Tujuan/Manfaat
1) Bagi Bank
2) Bagi Nasabah
e. Analisis dan Identifikasi Risiko
f. Fatwa Syariah
sebagai salah satu bentuk penyaluran dana. memperoleh pendapatan dalam bentuk margin. merupakan salah satu alternatif untuk memperoleh barang tertentu melalui pembiayaan dari bank. dapat mengangsur pembayaran dengan jumlah angsuran yang tidak akan berubah selama masa perjanjian. Risiko Pembiayaan (credit risk) yang disebabkan oleh nasabah wanprestasi atau default. Risiko Pasar yang disebabkan oleh pergerakan nilai tukar jika pembiayaan atas dasar akad murabahah diberikan dalam valuta asing. Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No: 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
46
Murabahah. (Lampiran 6). Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No: 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang Wakalah. (Lampiran 7). Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No: 13/DSN-MUI/IX/2000 tentang Uang Muka Dalam Murabahah. (Lampiran 8). Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No: 16/DSN-MUI/IX/2000 tentang Diskon Dalam Murabahah. (Lampiran 9). Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No: 23/DSN-MUI/III/2002 tentang Potongan Pelunasan Dalam Murabahah. (Lampiran 10). Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No: 46/DSN-MUI/II/2005 tentang Potongan Tagihan Murabahah (Khashm Fi AlMurabahah). (Lampiran 11). Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No: 47/DSN-MUI/II/2005 tentang Penyelesaian Piutang Murabahah Bagi Nasabah Tidak Mampu Membayar. (Lampiran 12). Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No: 48/DSN-MUI/II/2005 tentang Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah. (Lampiran 13). Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No: 49/DSN-MUI/II/2005 tentang Konversi Akad Murabahah.
4. Pembiayaan atas dasar akad salam40 a. Definisi
Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: a. b.
40
transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah; transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk
Ibid. hal B-8
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
47
c.
d. e.
ijarah muntahiya bittamlik; transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna‟; transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujroh, tanpa imbalan, atau bagi hasil. b. Akad
Salam
Transaksi jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh.
c. Fitur Dan Mekanisme
Bank bertindak baik sebagai pihak penyedia dana dalam kegiatan transaksi Salam dengan nasabah; Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis berupa Akad Pembiayaan atas dasar Salam; Penyediaan dana oleh Bank kepada nasabah harus dilakukan di muka secara penuh yaitu pembayaran segera setelah Pembiayaan atas dasar Akad Salam disepakati atau paling lambat 7 (tujuh) hari setelah Pembiayaan atas dasar Akad Salam disepakati; dan Pembayaran oleh Bank kepada nasabah tidak boleh dalam bentuk pembebasan
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
48
utang nasabah kepada Bank atau dalam bentuk piutang Bank. d. Tujuan/ Manfaat
1) Bagi Bank
2) Bagi Nasabah
e. Analisis dan Identifikasi Risiko
sebagai salah satu bentuk penyaluran dana dalam rangka memperoleh barang tertentu sesuai kebutuhan nasabah akhir. memperoleh peluang untuk mendapatkan keuntungan apabila harga pasar barang tersebut pada saat diserahkan ke bank lebih tinggi daripada jumlah pembiayaan yang diberikan. memperoleh pendapatan dalam bentuk margin atas transaksi pembayaran barang ketika diserahkan kepada nasabah akhir.
memperoleh dana di muka sebagai modal kerja untuk memproduksi barang.
Risiko Pembiayaan (credit risk) yang disebabkan oleh nasabah wanprestasi atau default. Risiko Pasar yang disebabkan oleh pergerakan nilai tukar jika modal Salam dalam penyelesaian adalah dalam valuta asing.
f. Fatwa Syariah
Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No: 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam.
g. Referensi
PBI No.7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah beserta ketentuan perubahannya. PBI No.9/19/PBI/2007 tentang
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
49
Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah. 5. Pembiayaan atas dasar akad istishna‟41 a. Definisi
Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: a.
transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah; b. transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna‟; d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan e. transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujroh, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
b. Akad
Istishna’
41
Transaksi jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran sesuai
Ibid. hal B-10
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
50
dengan kesepakatan.
c. Fitur Dan Mekanisme
Bank bertindak baik sebagai pihak penyedia dana dalam kegiatan transaksi Istishna‟ dengan nasabah; dan Pembayaran oleh Bank kepada nasabah tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang nasabah kepada Bank atau dalam bentuk piutang Bank.
d. Tujuan/ Manfaat
1) Bagi Bank
2) Bagi Nasabah
e. Analisis dan Identifikasi Risiko
memperoleh barang yang dibutuhkan sesuai spesifikasi tertentu.
f. Fatwa Syariah
sebagai salah satu bentuk penyaluran dana dalam rangka menyediakan barang yang diperlukan oleh nasabah. memperoleh pendapatan dalam bentuk margin.
Risiko Pembiayaan (credit risk) yang disebabkan oleh nasabah wanprestasi atau default, baik dalam penyelesaian aktiva istishna‟ dalam penyelesaian maupun penyelesaian kewajiban pembayaran aktiva istishna‟ yang sudah diserahkan. Risiko Pasar yang disebabkan oleh pergerakan nilai tukar jika modal aktiva istishna‟ dalam penyelesaian adalah dalam valuta asing. Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Istishna‟. (Lampiran 16). Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional 22/DSN-MUI/III/2002 tentang Jual
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
No: Beli No: Beli
51
Istishna‟ Paralel. 6. Pembiayaan atas dasar akad ijarah 42
a. Definisi
Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: a.
transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah; b. transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna‟; d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan e. transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujroh, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
b. Akad
1) Ijarah
42
Transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan/atau jasa antara pemilik objek sewa termasuk kepemilikan hak pakai atas objek sewa dengan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakan.
Ibid. hal B-12
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
52
2) Ijarah Muntahiya Transaksi sewa menyewa antara pemilik Bittamlik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakannya dengan opsi perpindahan hak milik objek sewa.
c. Fitur Dan Mekanisme
Bank bertindak sebagai penyedia dana dalam kegiatan transaksi Ijarah dengan nasabah; Bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyediaan obyek sewa yang dipesan nasabah; Pengembalian atas penyediaan dana Bank dapat dilakukan baik dengan angsuran maupun sekaligus; Pengembalian atas penyediaan dana Bank tidak dapat dilakukan dalam bentuk piutang maupun dalam bentuk pembebasan utang; dan Dalam hal pembiayaan atas dasar Ijarah Muntahiya Bittamlik, selain Bank sebagai penyedia dana dalam kegiatan transaksi Ijarah dengan nasabah, juga bertindak sebagai pemberi janji (wa‟ad) antara lain untuk memberikan opsi pengalihan hak penguasaan obyek sewa kepada nasabah sesuai kesepakatan.
d. Tujuan/ Manfaat
1) Bagi Bank
2) Bagi Nasabah
sebagai salah satu bentuk penyaluran dana. memperoleh pendapatan dalam bentuk imbalan/fee/ujroh. memperoleh hak manfaat atas barang yang dibutuhkan. memperoleh peluang untuk mendapatkan
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
53
e. Analisis dan Identifikasi Risiko
f. Fatwa Syariah
hak penguasaan barang dalam hal menggunakan akad Ijarah Muntahiya Bittamlik. merupakan sumber pembiayaan dan layanan perbankan syariah untuk memperoleh hak manfaat atas barang dan/atau memperoleh peluang untuk mendapatkan hak penguasaan barang. Risiko Pembiayaan (credit risk) yang disebabkan oleh nasabah wanprestasi atau default. Risiko Pasar yang disebabkan oleh pergerakan nilai tukar jika modal pengadaan aktiva Ijarah maupun sumber pembiayaan Ijarah adalah dalam valuta asing. Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No: 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah. (Lampiran 18). Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No: 27/DSN-MUI/III/2002 tentang Al Ijarah al Muntahiyah bi al-Tamlik.
7. Pembiayaan Atas Dasar Akad Qardh 43
a. Definisi
Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: a. b.
c. d. 43
transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah; transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna‟; transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
Ibid. hal B-14
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
54
e.
transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujroh, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
b. Akad
Qardh
Transaksi pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.
c. Fitur Dan Mekanisme
Bank bertindak sebagai penyedia dana untuk memberikan pinjaman (Qardh) kepada nasabah berdasarkan kesepakatan; Bank dilarang dengan alasan apapun untuk meminta pengembalian pinjaman melebihi dari jumlah nominal yang sesuai Akad; Bank dilarang untuk membebankan biaya apapun atas penyaluran Pembiayaan atas dasar Qardh, kecuali biaya administrasi dalam batas kewajaran; Pengembalian jumlah Pembiayaan atas dasar Qardh, harus dilakukan oleh nasabah pada waktu yang telah disepakati; dan Dalam hal nasabah digolongkan mampu namun tidak mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada waktu yang telah disepakati, maka Bank dapat
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
55
memberikan sanksi sesuai syariah dalam rangka pembinaan nasabah. d. Tujuan/Manfaat
1) Bagi Bank
sebagai salah satu bentuk penyaluran dana termasuk dalam rangka pelaksanaan fungsi sosial Bank. peluang bank untuk mendapatkan fee dari jasa lain yang disertai dengan pemberian fasilitas Qardh.
2) Bagi Nasabah
sumber pinjaman yang bersifat non komersial. sumber pembiayaan bagi nasabah yang membutuhkan dana talangan antara lain terkait dengan garansi dan pengambilalihan kewajiban.
e. Analisis dan Identifikasi Risiko
f. Fatwa Syariah
Risiko Pembiayaan (credit risk) yang disebabkan oleh nasabah wanprestasi atau default. Risiko Pasar yang disebabkan oleh pergerakan nilai tukar jika Qardh untuk transaksi komersial adalah dalam valuta asing.
Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No: 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang Al Qardh.
8. Pembiayaan Multijasa 44 a. Definisi
Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: a.
44
transaksi bagi hasil dalam bentuk
Ibid. hal B-16
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
56
mudharabah dan musyarakah; transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna‟; d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan e. transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujroh, tanpa imbalan, atau bagi hasil. b.
b. Akad
1) Ijarah
Transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan/atau jasa antara pemilik objek sewa termasuk kepemilikan hak pakai atas objek sewa dengan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakan.
2) Kafalah
Transaksi penjaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga atau yang tertanggung (makful lahu) untuk memenuhi kewajiban pihak kedua (makful „anhu/ashil).
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
57
c. Fitur Dan Mekanisme
Pembiayaan Multijasa atas dasar akad Ijarah
Bank bertindak sebagai penyedia dana dalam kegiatan transaksi Ijarah dengan nasabah; Bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyediaan obyek sewa yang dipesan nasabah; Pengembalian atas penyediaan dana Bank dapat dilakukan baik dengan angsuran maupun sekaligus; dan Pengembalian atas penyediaan dana Bank tidak dapat dilakukan dalam bentuk piutang maupun dalam bentuk pembebasan utang.
Pembiayaan Multijasa atas dasar akad Kafalah
Bank bertindak sebagai pemberi jaminan atas pemenuhan kewajiban nasabah terhadap pihak ketiga; Obyek penjaminan harus: Merupakan kewajiban pihak/orang yang meminta jaminan; Jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya; dan Tidak bertentangan dengan syariah (tidak diharamkan). Bank dapat memperoleh imbalan atau fee yang disepakati di awal serta dinyatakan dalam jumlah nominal yang tetap; Bank dapat meminta jaminan berupa Cash Collateral atau bentuk jaminan lainnya atas nilai penjaminan; dan Dalam hal nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban kepada pihak ketiga, maka Bank melakukan pemenuhan kewajiban nasabah kepada pihak ketiga dengan memberikan dana talangan sebagai Pembiayaan atas dasar Akad Qardh yang harus diselesaikan oleh nasabah.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
58
d. Tujuan/ Manfaat
1) Bagi Bank
2) Bagi Nasabah
e. Analisis Dan Identifikasi Risiko
memperoleh pemenuhan jasa-jasa tertentu seperti pendidikan dan kesehatan dan jasa lainnya yang dibenarkan secara syariah.
f. Fatwa Syariah
sebagai salah satu bentuk penyaluran dana dalam rangka memberikan pelayanan jasa bagi nasabah. Memperoleh pendapatan dalam bentuk imbalan/fee/ujroh.
Risiko Pembiayaan (credit risk) yang disebabkan oleh nasabah wanprestasi atau default. Risiko Pasar yang disebabkan oleh pergerakan nilai tukar jika pembiayaan multijasa untuk transaksi komersial adalah dalam valuta asing.
Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No: 44/DSN-MUI/VII/2004 tentang Pembiayaan Multijasa.
B. Pelayanan Jasa 1. Letter Of Credit (L/C) Impor Syariah 45
a. Definisi
45
L/C Impor adalah surat pernyataan akan membayar kepada Eksportir (beneficiary) yang diterbitkan oleh Bank (issuing bank) atas permintaan Importir dengan pemenuhan persyaratan tertentu (Uniform
Ibid. hal C-1
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
59
Customs and Practice for Documentary Credits/ UCP).
b. Akad
1) Wakalah bil Ujroh
2) Kafalah
c. Fitur Dan Mekanisme
Wakalah merupakan pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak (muwakkil) kepada pihak lain (wakil) dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Wakalah bil ujroh adalah akad wakalah dengan memberikan imbalan/fee/ujroh kepada wakil. Akad Wakalah bil Ujroh dapat dilakukan dengan atau tanpa disertai dengan Qardh atau Mudharabah atau Hawalah.
Transaksi penjaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga atau yang tertanggung (makful lahu) untuk memenuhi kewajiban pihak kedua (makful „anhu/ashil).
Bank dapat bertindak sebagai wakil dan pemberi jaminan atas pemenuhan kewajiban importir terhadap eksportir dalam melakukan pembayaran (akad wakalah bil ujroh dan kafalah); Obyek penjaminan harus: Merupakan kewajiban importir; Jelas nilai dan spesifikasinya, antara lain mata uang yang digunakan dan waktu pembayaran; dan Tidak bertentangan dengan syariah (tidak diharamkan). Bank dapat memperoleh imbalan/fee/ujroh yang disepakati di awal serta dinyatakan dalam jumlah nominal yang tetap, bukan dalam bentuk
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
60
prosentase; Importir harus memiliki dana pada bank sebesar harga pembayaran barang yang diimpor (akad wakalah bil ujroh); Bila importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga barang yang diimpor maka: Bank dapat memberikan dana talangan (qardh) kepada importir untuk pelunasan pembayaran barang impor (akad wakalah bil ujroh dan qardh); dan Bank dapat bertindak sebagai shahibul mal yang menyerahkan modal kepada importir sebesar harga barang yang diimpor (akad wakalah bil ujroh dan mudharabah). Bila importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga barang yang diimpor dan pembayaran belum dilakukan maka: Hutang kepada eksportir dialihkan oleh importir menjadi hutang kepada bank dengan meminta bank membayar kepada eksportir senilai barang yang diimpor (akad wakalah bil ujroh dan hawalah).
d. Tujuan/ Manfaat
1) Bagi Bank
2) Bagi Nasabah
sumber pendapatan dalam bentuk imbalan/fee/ujroh dari akad wakalah bil ujroh dan kafalah. sumber pendapatan dalam bentuk bagi hasil dari akad wakalah bil ujroh dan mudharabah. sumber pendapatan dalam bentuk imbalan/fee/ujroh dari akad wakalah bil ujroh dan hawalah. menerima barang yang diimpor disertai dokumen pendukung yang sesuai.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
61
e. Analisis Dan Identifikasi Risiko
f. Fatwa Syariah
memperoleh jasa penyelesaian pembayaran dan atau penjaminan. akseptasi yang mendukung aktivitasnya dalam perdagangan internasional. Risiko Pembiayaan (credit risk) yang disebabkan oleh ketidakmampuan importir membayar tagihan penyelesaian L/C. Risiko Pasar yang disebabkan kesulitan bank memperoleh valuta asing yang diperlukan pada waktu pembayaran. Risiko Reputasi yang disebabkan oleh ketidakmampuan bank memenuhi komitmen yang dijanjikan. Risiko Operasional yang disebabkan oleh ketidakandalan manajemen teknologi informasi.
Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No: 34/DSN-MUI/IX/2002 tentang L/C Impor Syariah.
2. Bank Garansi Syariah 46 a. Definisi
Bank Garansi adalah jaminan yang diberikan oleh bank kepada pihak ketiga penerima jaminan atas pemenuhan kewajiban tertentu nasabah bank selaku pihak yang dijamin kepada pihak ketiga dimaksud.
b. Akad
Kafalah 46
Transaksi penjaminan yang diberikan oleh
Ibid. hal C-3
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
62
penanggung (kafil) kepada pihak ketiga atau yang tertanggung (makful lahu) untuk memenuhi kewajiban pihak kedua (makful „anhu/ashil).
c. Fitur dan Mekanisme
Bank bertindak sebagai pemberi jaminan atas pemenuhan kewajiban nasabah terhadap pihak ketiga; Kontrak (akad) jaminan memuat kesepakatan antara pihak bank dan pihak kedua yang dijamin dan dilengkapi dengan persaksian pihak penerima jaminan; Obyek penjaminan harus: Merupakan kewajiban pihak/orang yang meminta jaminan; Jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya termasuk jangka waktu penjaminan; dan Tidak bertentangan dengan syariah (tidak diharamkan). Bank dapat memperoleh imbalan atau fee yang disepakati di awal serta dinyatakan dalam jumlah nominal yang tetap; Bank dapat meminta jaminan berupa Cash Collateral atau bentuk jaminan lainnya atas nilai penjaminan; dan Dalam hal nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban kepada pihak ketiga, maka Bank melakukan pemenuhan kewajiban nasabah kepada pihak ketiga dengan memberikan dana talangan sebagai Pembiayaan atas dasar Akad Qardh yang harus diselesaikan oleh nasabah.
d. Tujuan/ Manfaat
1) Bagi Bank
sumber pendapatan imbalan/fee/ujroh.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
dalam
bentuk
63
2) Bagi Nasabah
e. Analisis Dan Identifikasi Risiko
meningkatkan kelayakan ataupun creditworthiness sehingga mudah diterima sebagai rekanan usaha.
f. Fatwa Syariah
Risiko Reputasi yang disebabkan oleh ketidakmampuan bank memenuhi komitmen yang dijanjikan. Risiko Pembiayaan (credit risk) yang disebabkan oleh ketidakmampuan nasabah untuk membayar piutang Qardh yang diterimanya.
Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No: 11/DSN-MUI/IV/2000 tentang Kafalah.
3. Penukaran Valuta Asing (Sharf) 47 a. Definisi
Penukaran Valas merupakan jasa yang diberikan bank syariah untuk membeli atau menjual valuta asing yang sama (single currency) maupun berbeda (multi currency), yang hendak ditukarkan atau dikehendaki oleh nasabah.
b. Akad
Transaksi pertukaran antar mata uang berlainan jenis.
Sharf
c. Fitur Dan Mekanisme
47
Bank dapat bertindak baik sebagai pihak yang menerima penukaran maupun pihak yang menukarkan uang dari atau kepada nasabah; Transaksi pertukaran uang untuk mata uang berlainan jenis (valuta asing) hanya dapat dilakukan dalam bentuk transaksi spot; dan
Ibid. hal C-5
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
64
Dalam hal transaksi pertukaran uang dilakukan terhadap mata uang berlainan jenis dalam kegiatan money changer, maka transaksi harus dilakukan secara tunai dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan.
Menyediakan mata uang (valuta asing) yang dibutuhkan nasabah. mendapatkan keuntungan dari selisih kurs dalam hal penukaran mata uang yang berbeda.
d. Tujuan/Manfaat
1) Bagi Bank
2) Bagi Nasabah
e. Analisis dan Identifikasi Risiko
memperoleh mata uang yang diperlukan untuk bertransaksi.
f. Fatwa Syariah
Risiko Operasional yang disebabkan oleh human error ataupun fraud. Risiko hukum terkait dengan tindak pidana pencucian uang menggunakan fasilitas penukaran valas.
Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 28/DSN-MUI/III/2002 tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf).
2.3 Sekilas Dewan Syariah Nasional Dewan Syariah Nasional merupakan salah satu institusi dalam hukum Islam untuk memberikan jawaban dan solusi terhadap problem yang dihadapi oleh umat Islam. Bahkan umat Islam pada umumnya menjadikan fatwa sebagai rujukan di dalam bersikap dan bertingkah laku. Sebab posisi fatwa di kalangan masyarakat umum, laksana dalil di kalangan para mujtahid dalam arti kedudukan fatwa bagi warga masyarakat yang awam terhadap ajaran Islam, seperti dalil bagi mujtahid.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
65
Dalam relevansinya dengan ekonomi syariah (muamalah maliyah) yang berkembang di Indonesia secara fungsional, fatwa memiliki fungsi tabyin yang berarti
menjelaskan hukum yang merupakan regulasi praktis bagi lembaga
keuangan dan tawjih, yaitu memberi petunjuk (guidance) serta pencerahan kepada masyarakat luas tentang norma dan hukum ekonomi syariah.48 Dewan Syariah Nasional dapat memberi teguran kepada lembaga keuangan syariah jika lembaga yang bersangkutan menyimpang dari garis panduan yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan jika Dewan Syariah Nasional setelah menerima laporan dari Dewan Pengawas Syariah pada lembaga yang bersangkutan mengenai hal tersebut. Jika lembaga keuangan syariah tersebut tidak mengindahkan teguran yang diberikan, Dewan Syariah Nasional dapat mengusulkan kepada otoritas yang berwenang, seperti Bank Indonesia dan Departemen Keuangan untuk memberikan sanksi agar perusahaan tersebut tidak mengembangkan lebih jauh tindakantindakannya yang tidak sesuai dengan syariah.49 Dewan Syariah Nasional memiliki kewenangan untuk menetapkan fatwa tentang produk dan jasa dalam Kegiatan Usaha Bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
50
Dewan Syariah Nasional memiliki anggota
dari para ahli bidang syariah Islam serta praktisi ekonomi, terutama sektor keuangan, baik bank maupun non bank yang berfungsi untuk menjalankan tugastugas Majelis Ulama Indonesia. Dewan Syariah Nasional berwenang untuk (a) memberikan atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada suatu lembaga keuangan syariah , dengan memperhatikan
48
Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h.64.
49
Didin Hafidhuddin, Pengawasan Ekonomi Syariah (Kelembagaan dan Produk Fatwa), Suara Uldilag, Vol. 3 No.IX, (September 2006), h.152. 50
Pasal 1 ayat (9) Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/FBI/2004 tentang Bank Umum Yang Melaksanakan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
66
pertimbangan PBH-DSN; (b) mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan Dewan Pengawas Syariah di setiap lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait; (c) mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Bank Indonesia dan BAPEPAM; (d) memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional.51 Fatwa Dewan Syariah Nasional yang sebagian fatwanya telah masuk pada regulasi berupa Undang-undang, Peraturan Bank Indonesia dan Peraturan Mahkamah Agung, merupakan politik hukum di dalam arah pentaqninan, artinya berkat political will pemerintahan Indonesia sangat menentukan tercapainya regulasi tersebut, karena perundang-undangan pada prinsipnya adalah produk politik, hal ini bisa terjadi karena bahan di dalam pembentukan hukum nasional adalah hukum adat, hukum barat dan hukum Islam.52 Bila mencermati setiap Fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI mengenai produk dan kegiatan yang tercakup dalan ekonomi Syariah, maka sebagian besar Fatwa DSN mencantumkan ketentuan penyelesaian sengketa melalui Badan Arbitrase Syariah. Hanya fatwa yang terkait dengan kegiataan pendanaan (Funding) yang tidak mencantumkan ketentuan tentang Badan Arbitrase Syariah. Secara prinsip, dimasukannya ketentuan Badan Arbitrase Syariah dalam Fatwa adalah pemikiran yang baik. Pelaku usaha Syariah akan memperoleh perlindungan hukum dari arbiter-arbiter Badan Arbitase yang sangat mengerti skim ekonomi Syariah.
51
Rifyal Ka‟bah, Praktek Hukum Ekonomi Syariah Di Indonesia, Suara Uldilag, Vol.3 No.IX (September 2006) h.59. 52
Tatang Sutardi, Drs.,M.HI. artikel. Diunduh dari http://pa-tanahgrogot.net /utama/index.php?option= com_content&view=article&id=59:fatwa-dsn-mui-tentang-uang-muka-danjaminan-dalam-murabahah&catid= :artikel-hukum&Itemid=10
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
67
Fatwa DSN dalam klausul penyelesaian perselisihan dalam akad pembiayaan bank syariah: “Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari‟ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.”53 Dalam kontek Ushul Fiqih, sebuah Fatwa dijadikan dasar hukum bagi umat Islam dalam menentukan arah kebijakan pelaksanaan muamalah. Apakah yang diperbolehkan atau dilarang oleh Fatwa, akan menjadi pedoman pelaku usaha untuk melaksanakan kegiatan ekonomi (syariah). Pedoman tersebut menjadi terlegitimasi dan berhak menyandang „produk sesuai syariah‟ ketika seluruh pelaksanaan kegiatan ekonomi telah sesuai dengan Fatwa. Sedangkan apa yang dilarang oleh Fatwa maka menjadi pantangan atau larangan pelaku usaha untuk menjalankan kegiatan tersebut. Implikasinya ketika suatu kegiatan ekonomi tidak sejalan dengan Fatwa, maka kegiatan ekonomi tersebut tidak lagi berhak menyandang „Produk sesuai Syariah‟. Dikaitkan dengan adanya ketentuan penyelesaian sengketa melalui Badan Arbitrase Syariah dalam Fatwa DSN, maka sudah menjadi kewajiban bagi pelaku usaha bisnis ekonomi Syariah untuk menggunakan lembaga Badan Arbitrase Syariah bagi tempat penyelesaian sengketa dan perselisihan bagi para pelaku usaha Syariah. 2.4 Sekilas tentang Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) Kaum muslimin telah mengenal arbitrase (lembaga hukum) sebagai pranata sosial semenjak awal kehadiran islam. Arbitrase syariah sebagai khasanah fiqiyah kini diaktualisasikan dalam sebuah lembaga hukum yang bernama Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS), didirikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) semula bernama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI).
53
Lihat fatwa DSN yang terkait dengan pembiayaan, terdapat klausul yang berisi tentang penyelesaian perselisihan dengan cara arbitrase melalui Badan Syariah Nasional (Basyarnas).
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
68
Arbitrase syariah sangat penting perannya mengiringi perkembangan ekonomi syariah. Dalam kegiatan perekonomian syariah yang meningkat dewasa ini, kenungkinan terjadi dispute-sengketa atau perselisihan juga semakin besar.
Organisasi Basyarnas berkedudukan di Jakarta dengan cabang atau perwakilan di tempat-tempat lain yang dianggap perlu. Basyarnas pada saat didirikan bernama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI). BAMUI didirikan pada tanggal 21 Oktober 1993 berbadan hukum Yayasan. Akte Pendiriannya ditandatangani oleh Ketua Umum MUI Bapak KH. Hasan Basri dan Sekretaris Umum Bapak HS. Prodjokusumo. BAMUI dibentuk oleh MUI berdasarkan rekomendasi
Rapat Kerja
Nasional (rakernas) MUI tahun 1992. Perubahan nama dari BAMUI menjadi Basyarnas diputuskan dalam rakernas MUI tahun 2002. Perubahan nama, perubahan bentuk dan pengurus BAMUI dituangkan dalam SK MUI No. Kep09/MUI/XII/2003 tanggal 24 Desember 2003.54 Basyarnas sesuai Pedoman Dasar yang ditetapkan oleh MUI adalah lembaga hukum yang bebas, otonom dan independen tidak dicampuri oleh kekuasaan dan pihak-pihak manapun. Basyarnas adalah perangkat MUI sebagaimana Dewan Syariah Nasional (DSN), Lembaga Pengkajian Pengawasan Obat dan Makanan (LP-POM), Yayasan Dana Dakwah Pembangunan (YDDP). Dasar hukum arbitrase syariah adalah:
54
Lihat artikel Yudo Paripurno , SH (Ketua Basyarnas) pada Buletin Examinasi yang diterbitkan tahun 2011.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
69
1. Al Quran (antara lain Surat Al Hujurat ayat 9 dan Surat An Nisa ayat 35), As sunnah (hadist riwayat An-Nasa‟I yang menceritakan dialog Rasulullah SAW dengan Abu Syureih Abu Al Hakam), Ijma dan Qiyas. 2. Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa 3. SK Dewan Pimpinan MUI No. Kep-09/MUI/XII/2003 tanggal 24 Desember 2003 tentang Badan Arbitrase Syariah Nasional. 4. Fatwa Dewan Syariah Nasional.
Wewenang yurisdiksi: Basyarnas memiliki wewenang sebagaimana diatur dalam Peraturan
Prosedur,
Basyarnas sebagai berikut: 1. Menyelesaikan secara adil dan cepat sengketa muamalah (perdata) yang timbul dalam bidang perdagangan, keuangan, industry, jasa dan lain-lain yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersangkutan dan para pihak sepalat secara tertulis untuk menyerahkan penyelesaiannya kepada Basyaranas sesuai Peraturan Prosedur Basyarnas. 2. Memberikan pendapat yang mengikat atas permintaan para pihak tanpa adanya suatu sengketa mengenai persoalan berkenaan dengan suatu perjanjian. Dengan klausul arbitrase dalam perjanjian arbitrase telah meniadakan hak para pihak untuk menyelesaikan sengketa atau beda pendapat ke Pengadilan Negeri (PN). PN juga Pengadilan Agama tidak berwenang bahkan wajib menolak mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dengn perjanjian arbitrase. Menyelesaikan, memeriksa dan memutus sengketa-sengketa yang ada dalam perjanjian
arbitrase
adalah
wewenang/yurisdikasi/kompetensi
arbitrase.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
lembaga
70
Sistem Penanganan Perkara Basyarnas mempunyai Peraturan Prosedur yag memuat tata cara penanganan suatu perkara antara lain: Permohonan untuk mengadakan arbitrase, penetapan arbitrase, acara pemeriksaan, perdamaian, pembuktian dan saksi-saksi, berakhirnya pemeriksaan, pengambilan putusan, pendaftaran putusan, pelaksanaan putusan (eksekusi). Proses Arbitrase di Basyarnas sesuai dengan Peraturan Prosedur Basyarnas adalah sebagai berikut: 1. Penyampaian surat
permohonan untuk menyelenggarakan arbitrase di
sekretariat Basyarnas. 55 2. Ketua Basyarnas menetapkan arbiter (tunggal atau majelis) yang akan memeriksa dan memutus sengketa.56 3. Arbiter memberitahukan kepada Termohon agar menanggapi permohonan dan mejawab secara tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 21 hari. 57 4. Salinan jawaban Termohon akan diserahkan kepada Pemohon disertai dengan panggilan kepada para pihak untuk menghadap di muka sidang arbitrase pada hari/tanggal yang audah ditetapkan dalam waktu selambat-lambatnya 14 hari. 58 5. Sebelum pemeriksaan dimulai arbiter harus berusaha mendamaikan para pihak. 59
6. Apabila dianggap perlu arbiter, baik atas permintaan para pihak maupun atas prakarsa
sendiri,
dapat
memanggil
saksi
atau
ahli
untuk
didengar
keterangannya. 60 7. Apabila arbiter mengangap pemeriksaan telah cukup , maka arbiter akan menutup pemeriksaan dan menetapkan satu hari sidang guna membacakan putusan.61 55
Badan Syariah Nasional. Peraturan Prosedur. Pasal 3. Ibid. Pasal 7 ayat (1). 57 Ibid. Pasal 7 ayat (3). 58 Ibid. Pasal 13 59 Ibid. Pasal 19 ayat (1) 60 Ibid. Pasal 20 ayat (2) 56
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
71
8. Salinan putusan yang
telah ditandatangani oleh arbiter diberikan kepada
masing-masing Pemohon dan Termohon. 62 9. Lembar asli putusan arbitrase didaftarkan pada kepaniteraan Pengadilan Negeri (PN) dalam waktu paling 30 hari sejak putusan dibacakan. 63 10. Putusan arbitrase wajib ditaati dan dilaksanakan secara sukarela.
64
11. Apabila putusan arbitrase tidak dilaksanakan secara sukarela, maka atas permohonan salah satu pihak, putusan dilaksanakan berdasarkan perintah ketua Pengadilan Negeri seperti pelaksanaan putusan (eksekusi) perkara perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.65
2.5 Praktek penyelesaian perselisihan melalui arbitrase pada berbagai negara Sebagian besar Negara di dunia telah menerapkan suatu konvensi penting di bidang arbitrase yaitu Konvensi New York. Sebagi perbandingan praktek arbitrase di Negara lain akan dipaparkan sumber hukum, struktur dan keputusan pada Negara Malaysia, Singapura dan Australia. 66 Sumber Hukum Australia, salah satu peninggalan penting Inggris di Negara kolonimya adalah English Arbitration Act 1697. Begitu kuatnya pengaruh Inggris terhadap Negara koloninya sehingga perubahan hukum arbitrase Inggris pada tahun 1979 dilakukan pula di New South Wales (1984), Victoria Western Australia (1985), South Australia dan Tasmania (1986) dan kemudian diundangkan menjadi Uniform Commercial Arbitration Act dan Parlemen Persemakmuran mengamandemen Undang-Undang Arbitrase (Arbitration Act 1974) menjadi International Arbitration Act.
61
Ibid. Pasal 22 ayat (1) Ibid. Pasal 25 ayat (2) 63 Ibid. Pasal 25 ayat (4) 64 Ibid. Pasal 25 ayat (1) 65 Ibid. Pasal 25 ayat (6) 66 Maqdir Ismail, Dr, SH,, LL.M. Pengantar Praktek Arbitrase di Indonesia, Malaysia, Singapura dan Australia.( Universitas Al Azhar Indonesia, Jakarta, 2007).hal 33. 62
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
72
Semenjak itu wajah hukum arbitrase Australia semakin tampak modern, apalagi setelah Negara tersebut memberlakukan Konvensi New York yang disahkan oleh Commenwealth Act. Pada Undang-Undang itu dinyatakan bahwa Model Law dapat digunakan dalam semua arbitrase komersial internasional di Australia, kecuali bila para pihak menyatakan secara tertulis hal yang sebaliknya. Malaysia, arbitrase komersial di Malaysia diatur oleh Arbitration Act 1952 yang mencontoh English Arbitration Act of 1952, yang kemudian diperbarui pada tahun 1972 dan diperluas penggunaannya ke seluruh negara bagian di Malaysia. Pada tahun 1980 Arbitration Act kembali diamandemen dengan tambahan beberapa bab yang mengatur mengenai pengurangan control judicial arbitrase internasional. Saat ini Arbitration Act 1952 telah dilengkapi dengan Rules of the High Court 1980, meskipun ada Undang-Undang lain yang berlawanan, undang-undang ini tidak berlaku pada arbitrase yang diselenggarakan menurut ketentuan Convention on the Settlement of Investment Dispute between States dan National Other States 1965. Singapura, hukum arbitrase di Singapura disusun berdasarkan undangundang local serta kasus-kasus Singapura dan Inggris. Hukum arbitrase pertama yang dijadikan undang-undang pada tahun 1953, yang kemudian diamandemen pada tahun 1969 dan 1980, disusun mengikuti apa yang termuat dalam undangundang arbitrase Inggris. Undang-undang local yang (Cap 16, Singapore Statutes, 1970 revised edition) sebagaimana diamandemen oleh Arbitration (amandement) Act 1980; Arbitration (International Investment Dispute Act, Cap 17, Singapore Statutes, 1970 Revised Edition). Arbitration Act, Cap 16 dan Arbitration Act (amendement) Act 1980 (No. 2 of 1980) keduanya mencontoh English Arbitration Act 1950 dan English Arbitration Act 1979, Arbitrase domestik di Singapura diatur oleh Arbitration Act, Cap 10 1985 Revition Edition. Indonesia, arbitrase dalam bentuk formal baru berkembang di era 1970 an ketika BANI (Badan Arbitrase Nasional Indoensia) didirikan pada tahun 1977. Sebelum itu, praktek arbitrase sebagian besar diatur oleh pasal 615-651 Reglemen
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
73
Acara Perdata. Peraturan arbitrase yang disusun pemerintah Belanda jauh sebelum Indonesia merdeka pada tahun 1945 banyak merugikan penduduk pribumi Indonesia. Penguasa Belanda saat itu memperkenalkan arbitrase hanya kepada penduduk non pribumi yaitu golongan penduduk Belanda, Eropa dan penduduk lain yang tunduk pada Hukum Sipil Barat, serta golongan Asia Timur non pribumi lainnya yang berasal dari Jepang dan Cina. Kebijakan hukum Belanda tersebut berakibat pada lambatnya proses pendirian lembaga arbitrase di Indonesia karena hingga tahun 1977 tidak ada lembaga arbitrase yang berdiri dan baru pada tahun 1999 Indonesia berhasil mengundangkan undang-undang arbitrase. Otonomi Hukum Lembaga Arbitrase Hingga tingkat tertentu kegunaan arbitrase sebagai alternative penyelesaian perselisihan dalam proses litigasi di pengadilan bergantung kepada sifat dasar yurisdiksi dan otonomi hukum badan arbitrase pengadilan. Di Australia, Malaysia dan Singapura, lembaga-lembaga judisial
termasuk badan arbitrase cenderung
otonom dari kekuasaan legislative dan eksekutif. Dengan kata lain ketiga negara ini mengakui bahwa distrbusi kekuasaan juga berarti pemisahan kekuasaan. Badanbadan arbitrase nasional dan internasional di ketiga negara tersebut merupakan lembaga independen yang memiliki kekuasaan “merdeka” karena didirikan tanpa keterlibatan infrastruktur pemerintah. Sebaliknya pemerintah Indonesia menggunakan system distribusi kekuasaan (distribution of power) bukan pemisahan kekuasaan (separation of power) secara mutlak. Meskipun secara teoritis pemisahan itu ada, tetapi dalam praktik pihak eksekutif selalu ingin mendominasi, akibatnya presiden sebagai kepala eksekutif dapat turut campur dalam bidang-bidang yang berada dibawah kekuasaan legislative dan judikatif.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
74
BAB III KLAUSULA PENYELESAIAN PERSELISIHAN SEBAGAIMANA DIATUR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 DAN FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL
3.1 Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia a. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS)67 Selama periode tahun 2012, jumlah BUS dan UUS sampai dengan Oktober 2012 tidak mengalami perubahan, namun demikian jumlah jaringan kantor meningkat. Meskipun dengan jumlah BUS (11 buah) maupun UUS (24 buah) yang sama, namun pelayanan kebutuhan masyarakat akan perbankan syariah menjadi semakin meluas yang tercermin dari bertambahnya Kantor Cabang dari sebelumnya sebanyak 452 menjadi 508 Kantor, sementara Kantor Cabang Pembantu (KCP) dan Kantor Kas (KK) telah bertambah sebanyak 440 kantor pada periode yang sama (Oktober 2012). Secara keseluruhan jumlah kantor perbankan syariah yang beroperasi sampai dengan bulan Oktober 2012 dibandingkan tahun sebelumnya meningkat dari 1.692 kantor menjadi 2.188 kantor. Kelompok Bank BUS UUS Jumlah Kantor BUS & UUS
2011 11 23 1688
Okt-2012 11 23 2188
Growth Nominal % 0 0 0 0 500 29.62%
b. Pertumbuhan Volume Usaha dan Struktur Perbankan Syariah 68 Perkembangan perbankan syariah selama satu tahun terakhir, mulai Oktober 2011 sampai dengan bulan Oktober 2012 cukup menggembirakan. Perbankan 67
Outlook Perbankan Syariah Indonesia 2013. Bank Indonesia, diunduh dari website http;://www.bi.go.id. 68 Ibid.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
75
syariah mampu tumbuh ± 37% sehingga total asetnya menjadi Rp174,09 triliun. Pembiayaan telah mencapai Rp. 135,58 triliun (40,06%) dan penghimpunan dana menjadi Rp134,45 triliun (32,06%). Strategi edukasi dan sosialisasi perbankan syariah yang ditempuh dilakukan bersama antara Bank Indonesia dengan industri dalam bentuk iB (islamic banking) campaign baik untuk funding maupun financing telah mampu memperbesar market share perbankan syariah menjadi ± 4,3 %. Penghimpunan dana masyarakat terbesar dalam bentuk deposito yaitu Rp78,50 triliun (58,39%) diikuti oleh Tabungan sebesar Rp40,84 triliun (30,38%) dan Giro sebesar Rp15,09 triliun (11,22%). Penyaluran dana masih didominasi piutang Murabahah sebesar Rp80,95 triliun atau 59,71% diikuti pembiayaan Musyarakah yang sebesar Rp25,21 triliun (18,59%) dan pembiayaan Mudharabah sebesar Rp11,44 triliun (8,44%), dan piutang Qardh sebesar Rp11,19 triliun (8,25%). Sebagaimana pencapaian pada tahun lalu, perbankan syariah tetap berkomitmen untuk menggerakkan sektor riil dan mengoptimalkan pencapaian tersebut. Pembiayaan sebagai upaya lembaga finansial dalam menggerakkan sektor riil telah mendapat perhatian tinggi dari perbankan syariah. Sebesar 80,85% dari total penyaluran dana perbankan syariah atau Rp135,58 triliun diinvestasikan ke dalam aktivitas pembiayaan, lalu Penempatan pada Bank Indonesia dalam bentuk Surat Berharga Bank Indonesia Syariah (SBIS), giro dan Fasilitas Bank Indonesia (FASBI) sebesar Rp 18,52 triliun kemudian penempatan pada Surat Berharga yang dimiliki
(11,04%),
sebesarRp 7,82
triliun (4,66%) serta penempatan pada Bank Lain sebesar Rp5,16 triliun (3,08%).
Pos Tertentu Aset DPK Pembiayaan
Oktober 2011 127.19 101.57 122.73
Oktober 2012 174.09 134.45 135.58
Growth Nominal % 46.90 36.87% 32.88 32.37% 12.85 10.47%
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
76
c. Struktur dan pertumbuhan Sumber Dana dan Penyaluran Dana BUS dan UUS
69
Penghimpunan dana masyarakat meningkat ± 32% yang sebagian besar (58,39%) terhimpun dalam Deposito. Sedangkan dari sisi penyaluran dana meningkat ± 40% menjadi Rp135,58 triliun dimana piutang Murabahah paling mendominasi dengan portofolio sebesar 59,71%. Hal ini mengindikasikan bahwa perbankan syariah masih didominasi oleh dana mahal dalam penghimpunan dan menyalurkannya dalam
pricing (marjin dari piutang
Murabahah) yang cukup tinggi dibandingkan dengan rata-rata suku bunga (ratarata tahun 2012 s.d September 2012 equivalent rate sebesar 14,31%). Atas hal tersebut perlu dikaji kembali faktor-faktor yang berpengaruh dalam menggeser struktur bisnis perbankan syariah sehingga menjadi lembaga keuangan yang efisien dan dapat memberikan kemanfaatan yang lebih besar. Dari sisi preferensi masyarakat terhadap produk-produk perbankan syariah dari sisi penghimpunan dana, masyarakat masih cenderung memilih produk yang memberikan imbal hasil yang tinggi yaitu pada deposito dibandingkan tabungan sebagaimana tercermin pada besarnya rasio deposito daripada current account dan saving account (CASA) dibandingkan dengan dana pihak ketiga (DPK). Sementara dari penyaluran pembiayaan masih didominasi oleh akad murabahah dibandingkan dengan akad bagi hasil (mudharabah atau musyarakah).
3.2 Akad Penghimpunan Dana Bank Umum Syariah Penghimpunan dana pada bank syariah masih didominasi oleh giro tabungan dan deposito. Berikut adalah contoh akad tersebut, sebagai berikut:
69
Ibid.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
77
A. PT Bank BRISyariah 70 Giro, Tabungan dan Deposito dengan dengan akad Wadiah dan Mudharabah: “NASABAH dengan ini tunduk dan terikat pada Syarat dan Ketentuan Umum Rekening PT. BANK BRISYARIAH dan peraturan lain yang berlaku pada BANK, Bank Indonesia dan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Akad.”
B. PT Bank Syariah Bukopin 71 1. Giro dan Tabungan dengan akad Wadiah Dengan ini Nasabah berjanji dan mengikat diri untuk menempatkan dananya dalam bentuk Giro Wadi'ah pada Bank dan sekaligus Nasabah memberikan kuasa (wakalah) kepada Bank menggunakan dana yang ditempatkan tersebut untuk dikelola oleh Bank dengan Nomor Rekening........................................................................dan dapat ditarik sewaktu-waktu oleh nasabah. Demikian perjanjian ini kami buat dengan sebenarnya atas dasar musywarah dan mufakat dan antara Nasabah dan Bank menyetujui serta terikat pada ketentuan yang berlaku atas Giro Wadi'ah, sehingga tidak dapat diubah tanpa pemberitahuan terlebih dahulu dari Bank Syariah Bukopin. 2. Tabungan dengan akad Mudharabah Dengan ini menerangkan bahwa antara Nasabah dan Bank telah sepakat dan saling mengikatkan diri untuk mengadakan perjanjian bagi hasil atas pengelolaan dana Nasabah oleh Bank sebesar Rp……………….............…..………../bulan, yang terhitung mulai tanggal........................................dikelola oleh Bank dalam bentuk Tabungan iB Rencana Nomor....................................... berjangka waktu .................. tahun, dengan nisbah bagi hasil ............% untuk Nasabah dan ............% untuk Bank.. Demikianlah Perjanjian ini kami buat dengan sebenarnya atas dasar musyawarah dan mufakat sehingga tidak dapat diubah tanpa persetujuan terlebih dahulu dari para pihak.
70
Contoh akad ini diperoleh penulis dari PT BRISyariah berdasarkan surat permohonan peneliitian No. 289/H2.F5.MIH/PDP.04.02.Penelitian/2012 tanggal 3 Mei 2012 perihal Penelitian/Wawancara. 71
Contoh akad ini diperoleh penulis dari T Bank Syariah Bukopin berdasarkan surat permohonan penelitian No. 287/H2.F5.MIH/PDP.04.02.Penelitian/2012 tanggal 3 Mei 2012 perihal Penelitian/Wawancara.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
78
3. Deposito dengan akad Mudharabah Dengan ini menerangkan bahwa antara Nasabah dan Bank telah sepakat dan saling mengikatkan diri untuk mengadakan perjanjian bagi hasil atas pengelolaan dana Nasabah oleh Bank sebesar Rp……………….............…..………..yang terhitung mulai tanggal........................................dikelola oleh Bank dalam bentuk Deposito Mudharabah Nomor....................................... berjangka waktu .................. bulan dengan nisbah bagi hasil ............% untuk Nasabah dan ............% untuk Bank. Bagi hasil yang diterima oleh Nasabah akan ditarik tunai / dipindahbukukan ke rekening No. ...................................................../ diperpanjang secara otomatis (ARO) *) oleh Nasabah. Untuk Deposito Mudharabah dengan sistem ARO, Nasabah setuju dengan nisbah bagi hasil yang berlaku pada saat perpanjangan. Demikianlah Perjanjian ini kami buat dengan sebenarnya atas dasar musyawarah dan mufakat sehingga tidak dapat diubah tanpa persetujuan terlebih dahulu dari para pihak.
C. PT Bank Muamalat Indonesia 72 1. Giro, Tabungan Wadiah dan Deposito Angka 7 : Nasabah dengan ini memberikan persetujuan kepada Bank untuk memberikan data atau informasi Nasabah kepada pihak lainnya dalam rangka menjalankan suatu ketentuan peraturan perundangundangan dan/atau menjalankan suatu kegiatan promosi/tujuan komersial lainnya dan/atau sebagai akibat timbulnya hak/kewajiban Bank atas pelaksanaan Ketentuan dan Persyaratan Tabungan Mudharabah ini. Nasabah dengan ini membebaskan Bank dari segala tuntutan yang timbul akibat pemberian dan/atau diterimanya data-data tersebut. Angka 8. NASABAH telah membaca dan dengan ini tunduk dan terikat pada Ketentuan dan Persyaratan Tabungan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk dan peraturan lain yang berlaku pada BANK, termasuk namun tidak terbatas pada Peraturan Bank Indonesia dan fatwa Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Akad ini.
72
Contoh akad ini diperoleh penulis dari PT Bank Muamalat Indonesia berdasarkan surat permohonan penelitian No. 287/H2.F5.MIH/PDP.04.02.Penelitian/2012 tanggal 3 Mei 2012 perihal Penelitian/Wawancara.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
79
HUKUM YANG BERLAKU DAN JURISDIKSI 1. Keabsahan, penafsiran, dan pelaksanaan dari Ketentuan dan Persyaratan Deposito ini diatur dan tunduk pada ketentuan syariah dan hukum yang berlaku di negara Republik Indonesia. 2. Dalam hal terjadi sengketa, maka diselesaikan di Pengadilan Agama dengan pilihan domisili hukum yang sama dengan kantor cabang Bank di mana Deposito dibuka
D. PT Bank BNI Syariah 73 Giro, Tabungan dan Deposito dengan dengan akad Wadiah dan Mudharabah: PENYELESAIAN PERSELISIHAN (1) Segala perselisihan yang timbul berdasarkan Akad ini antara Para Pihak
berkenaan dengan penafsiran dan/atau pelaksanaan Akad ini, Para Pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah dan mufakat dengan tunduk pada prinsip syariah. (2) Apabila dalam 30 (tiga puluh) hari kalender sejak dilakukan penyelesaian secara musyawarah dan mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini tidak tercapai kesepakatan, Para Pihak sepakat untuk menyelesaikannya melalui Pengadilan Agama ....... DOMISILI HUKUM Tentang akad ini dan segala akibatnya, Para Pihak sepakat untuk memilih domisili hukum yang umum dan tetap di Kantor Kepanitraan Pengadilan Agama ....... di .........
E. PT Bank BCA Syariah 74 Giro, Tabungan dan Deposito dengan dengan akad Wadiah dan Mudharabah:
73
Contoh akad ini diperoleh penulis dari PT Bank BNI Syariah berdasarkan surat permohonan penelitian No. 291/H2.F5.MIH/PDP.04.02.Penelitian/2012 tanggal 3 Mei 2012 perihal Penelitian/Wawancara. 74
Contoh akad ini diperoleh penulis dari PT Bank BCA Syariah berdasarkan surat permohonan peneliitian No. 290/H2.F5.MIH/PDP.04.02.Penelitian/2012 tanggal 3 Mei 2012 perihal Penelitian/Wawancara.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
80
Hukum berlaku dan penyelesaian Sengketa 16.2 Penyelesaian sengketa 16.2.1 Jika ada sengketa sehubungan dengan perjanjian ini, para pihak sepakat untuk penyelesaikan sengketa tersebut sesuai dengan langkah-langkah yang diatur dalam pasal 4 PBI No.9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah. 16.2.2 Jika sengketa tersebut tidak dapat diselesaikan melalui musyarah dan mediasi perbankan, kedua pihak sepakat untuk menyelesaikan sengketa tersebut melalui PN Jakarta Timur.”
3.3 Akad Penyaluran Dana Bank Umum Syariah Akad penyaluran dana dapat digunakan berdasarkan akad jual beli (murabahah), bagi hasil atau sewa. Dalam pembahasan tesis ini, penulis hanya akan memaparkan akad dengan basis jual beli (murabahah) dengan pertimbangan bahwa sampai dengan saat ini masih merupakan akad yang banyak digunakan perbankan syariah. Selain itu penulis juga mempertimbangkan bahwa terkait dengan klausula arbitrase, berdasarkan pengalaman yang ditemui di lapangan klausula arbitrase biasanya “one fit for all” karena bank menstandarkan bunyi klausula arbitrase untuk semua akad, namun yang membedakan hanya letak urutan penomoran yang berbeda dalam setiap akad.
A. PT Bank BRISyariah 75 Akad Perjanjian Murabahah, Mudharabah, Musyarakah, Ijarah dan Qardh:
“Pasal 5 Hukum Yang Berlaku 75
Contoh akad ini diperoleh penulis dari PT BRISyariah berdasarkan surat permohonan peneliitian No. 289/H2.F5.MIH/PDP.04.02.Penelitian/2012 tanggal 3 Mei 2012 perihal Penelitian/Wawancara.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
81
Pelaksanaan Akad ini tunduk kepada ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan ketentuan syariah yang berlaku bagi BANK, termasuk tetapi tidak terbatas pada Peraturan Bank Indonesia dan Fatwa Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia.
1.
2.
3.
4.
Pasal 6 Penyelesaian Perselisihan Apabila di kemudian hari terjadi perbedaan pendapat atau penafsiran atas hal-hal yang tercantum di dalam Akad ini atau terjadi perselisihan atau sengketa dalam pelaksanaan Akad ini, Para Pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah untuk mufakat. Dalam hal, penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 Pasal ini tidak mencapai kesepakatan, maka Para Pihak bersepakat, dan dengan ini berjanji serta mengikatkan diri satu terhadap yang lain, untuk menyelesaikannya melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) menurut Peraturan dan Prosedur Arbitrase yang berlaku di dalam Badan Arbitrase tersebut. Para Pihak sepakat, dan dengan ini mengikatkan diri satu terhadap yang lain, bahwa putusan yang ditetapkan oleh BASYARNAS tersebut sebagai keputusan tingkat pertama dan terakhir. Tanpa mengurangi tempat pokok BASYARNAS di Jakarta yang ditentukan di dalam Peraturan dan Prosedur Arbitrase BASYARNAS, Para Pihak bersepakat memilih tempat pelaksanaan arbitrase di kota tempat cabang BANK berada. Namun penunjukan dan pembentukan Arbiter atau Majelis Arbitrase dilakukan oleh ketua BASYARNAS.”
B. PT Bank Syariah Bukopin 76 Akad Perjanjian Murabahah, Mudharabah, Musyarakah, Ijarah dan Qardh: Pasal 17 Penyelesaian Perselisihan
76
Contoh akad ini diperoleh penulis dari PT Bank Syariah Bukopin berdasarkan surat permohonan penelitian No. 287/H2.F5.MIH/PDP.04.02.Penelitian/2012 tanggal 3 Mei 2012 perihal Penelitian/Wawancara.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
82
1. Apabila terjadi perbedaan dalam memahami atau menafsirkan pasal-pasal dalam AKAD ini, sehingga mengakibatkan terjadinya perselisihan dalam melaksanakan AKAD, maka NASABAH dan BANK sepakat untuk menyelesaikan secara musyawarah untuk mufakat.----------------------------2. Apabila penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat tidak menghasilkan keputusan yang disepakati kedua belah pihak, maka dengan ini NASABAH dan BANK sepakat untuk diselesaikan melalui Pengadilan Negeri .………… (sesuai cabang masing-masing) untuk memberi putusan sesuai dengan hukum acaranya yang berlaku.------------C. PT Bank Muamalat Indonesia 77 Akad Perjanjian Murabahah, Mudharabah, Musyarakah, Ijarah dan Qardh:
PENYELESAIAN PERSELISIHAN 1. Apabila di kemudian hari terjadi perbedaan pendapat atau penafsiran atas hal-hal yang tercantum di dalam Akad ini atau terjadi perselisihan atau sengketa dalam pelaksanaan Akad ini, Para Pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah untuk mufakat. 2. Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud ayat 1 tidak tercapai, maka Para Pihak bersepakat, dan dengan ini berjanji serta mengikatkan diri satu terhadap yang lain, untuk menyelesaikannya melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) menurut Peraturan dan Prosedur Arbitrase yang berlaku di dalam Badan Arbitrase tersebut atau Pengadilan Agama *). 3. Para Pihak sepakat, dan dengan ini mengikatkan diri satu terhadap yang lain, bahwa pendapat hukum (legal opinion) dan/atau putusan yang ditetapkan oleh BASYARNAS tersebut sebagai keputusan tingkat pertama dan terakhir. 4. Tanpa mengurangi tempat pokok BASYARNAS di Jakarta yang ditentukan di dalam Peraturan dan Prosedur Arbitrase BASYARNAS, Para Pihak bersepakat memilih tempat pelaksanaan arbitrase di kota tempat cabang BANK berada. Namun penunjukan dan pembentukan Arbiter atau Majelis Arbitrase dilakukan oleh ketua BASYARNAS. 5. Mengenai pelaksanaan (eksekusi) putusan BASYARNAS, sesuai dengan ketentuan Pasal 59 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Para Pihak sepakat bahwa Para Pihak dapat meminta pelaksanaan (eksekusi) putusan BASYARNAS 77
Contoh akad ini diperoleh penulis dari PT Bank Muamalat Indonesia berdasarkan surat permohonan penelitian No. 287/H2.F5.MIH/PDP.04.02.Penelitian/2012 tanggal 3 Mei 2012 perihal Penelitian/Wawancara.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
83
tersebut pada setiap Pengadilan Negeri di wilayah hukum Republik Indonesia.
D. PT Bank BNI Syariah 78 Akad Perjanjian Murabahah, Mudharabah, Musyarakah, Ijarah dan Qardh:
PENYELESAIAN PERSELISIHAN (3) Segala perselisihan yang timbul berdasarkan Akad ini antara Para Pihak
berkenaan dengan penafsiran dan/atau pelaksanaan Akad ini, Para Pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah dan mufakat dengan tunduk pada prinsip syariah. (4) Apabila dalam 30 (tiga puluh) hari kalender sejak dilakukan penyelesaian secara musyawarah dan mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini tidak tercapai kesepakatan, Para Pihak sepakat untuk menyelesaikannya melalui Pengadilan Agama…………………. DOMISILI HUKUM Tentang akad ini dan segala akibatnya, Para Pihak sepakat untuk memilih domisili hukum yang umum dan tetap di Kantor Kepaniteraan Pengadilan Agama ....... di .........
E. PT Bank BCA Syariah 79 Akad Perjanjian Murabahah, Mudharabah, Musyarakah, Ijarah dan Qardh: Hukum berlaku dan penyelesaian Sengketa 16.2 Penyelesaian sengketa
78
Contoh akad ini diperoleh penulis dari PT Bank BNI Syariah berdasarkan surat permohonan penelitian No. 291/H2.F5.MIH/PDP.04.02.Penelitian/2012 tanggal 3 Mei 2012 perihal Penelitian/Wawancara. 79
Contoh akad ini diperoleh penulis dari PT Bank BCA Syariah berdasarkan surat permohonan penelitian No. 290/H2.F5.MIH/PDP.04.02.Penelitian/2012 tanggal 3 Mei 2012 perihal Penelitian/Wawancara.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
84
16.2.1 Jika ada sengketa sehubungan dengan perjanjian ini, para pihak sepakat untuk penyelesaikan sengketa tersebut sesuai dengan langkah-langkah yang diatur dalam pasal 4 PBI No.9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah. 16.2.2 Jika sengketa tersebut tidak dapat diselesaikan melalui musyarah dan mediasi perbankan, kedua pihak sepakat untuk menyelesaikan sengketa tersebut melalui PN Jakarta Timur.”
3.4 Analisa atas Klausula Penyelesaian Perselisihan melalui Arbitrase pada Akad Bank Syariah Dengan makin meningkatnya jumlah bank syariah dan meningkatnya transaksi syariah maka dimungkinkan terjadinya sengketa-sengketa antara bank syariah tersebut
dengan
nasabahnya
sehingga
Dewan Syariah Nasional
menganggap perlu mengeluarkan fatwa-fatwa bagi lembaga keuangan syariah, agar didapat kepastian hukum mengenai setiap akad-akad dalam perbankan syariah, dimana di setiap akad itu dicantumkan klausula arbitrase yang berbunyi : „‟Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara para pihak maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah”. Dengan adanya fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional tersebut dimana setiap bank syariah atau lembaga keuangan syariah dalam setiap produk akadnya harus mencantumkan klausula arbitrase, maka semua sengketa-sengketa yang terjadi antara perbankan syariah atau lembaga keuangan syariah dengan nasabahnya maka penyelesaiannya harus melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS). Sementara jika dicermati untuk akad yang terkait dengan kegiataan pendanaan (Funding) yang tidak mencantumkan ketentuan tentang Badan Arbitrase Syariah, hal ini seiring dengan fatwa DSN yang hanya mengatur klausula arbitrase
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
85
hanya untuk pembiayaan. Secara prinsip, dimasukannya ketentuan Badan Arbitrase Syariah dalam Fatwa adalah pemikiran yang baik. Pelaku usaha Syariah akan memperoleh perlindungan hukum dari arbiter-arbiter Badan Arbitase yang sangat mengerti skim ekonomi Syariah. Namun demikian, tidak mudah bagi Para Pelaku Usaha Syariah untuk memilih arbitrase Syariah sebagai tempat ideal untuk menyelesaikan sengketa karena menghadapi berbagai kendala, yaitu : 1. Keterbatasan keberadaan Arbitrase Syariah di seluruh wilayah Indonesia. Tidak semua provinsi memiliki Badan Arbitrase Syariah. Akibatnya para dapi bpihak akan kembali menggunakan Pengadilan Negeri sebagai tempat penyelesaian sengketa. Untuk kendala pertama ini, nampaknya Basyarnas sebagai satusatunya Badan Arbitrase Syariah di Indonesia terus berupaya untuk mendirikan Badan Arbitrase Syariah di Tanah Air. 2. Badan Arbitrase tidak memiliki perangkat atau dasar hukum untuk melakukan penetapan sita, pelaksanaan lelang atau proses pengosongan atas sebuah bangunan sengketa misalnya. Putusan Badan Arbitrase (baik Syariah ataupun tidak) harus diikuti dengan permohonan ke Pengadilan Negeri (yang penarapan hukumnya sangat konvensional) untuk kemudian dilakukan proses hukum selanjutnya (sita, lelang, pengosongan,dll). Karenanya pihak-pihak bersengketa harus melalui dua lembaga yang berbeda (Badan Arbitrase Syariah dan Pengadilan Negeri) untuk dapat menyelesaikan sengketanya. 3. Dari sisi eksekusi atas jaminan Bank. Sesuai Undang-Undang Hak Tanggungan, sertifikat tanah yang telah dibebankan Hak Tanggungan, tidak perlu diajukan proses gugatan (baik melalui Pengadilan Negeri maupun Badan Arbitrase) yang memerlukan tahapan pembuktian yang sangat lama, namun cukup mengajukan permohonan penetapan lelang kepada Ketua Pengadilan Negeri. Karenanya peran Badan Arbitrase dalam pelaksanaan eksekusi jaminan tidak diperlukan dan dapat dikesampingkan. Namun masalah menjadi muncul, ketika nasabah macet tersebut mengajukan gugatan bantahan atas permohonan eksekusi lelang tersebut, dengan mengajukan alasan misalnya hutang nasabah kepada bank
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
86
syariah tidak sebesar yang dimintakan bank syariah atau alasan-alasan lain yang direkayasa. Atas upaya hukum Nasabah tersebut, Pengadilan Negeri biasanya akan menghentikan proses eksekusi lelang, untuk kemudian memeriksa keberatan nasabah tersebut dengan membentuk majelis hakim lengkap. Maka bergulirlah gugatan bantahan tersebut menjadi perkara gugatan biasa di Pengadilan Negeri yang memerlukan proses yang lama dan berjenjang. Proses inilah yang justru mengenyampingkan peran Badan Arbitrase untuk menyelesaikan sengketa Pelaku Usaha Syariah. Dapat saja dalam persidangan gugatan bantahan tersebut, Bank Syariah menyatakan bahwa pengadilan tidak berwenang memeriksa sengketa transaksi Syariah terebut. Karena dalam akad pembiayaan telah ditentukan tempat penyelesaian sengketa adalah Badan Arbitrase Syariah. Namun demikian, hal tersebut memerlukan waktu yang lebih lama (juga biaya tentunya) sampai Majelis Hakim menentukan putusan bahwa Pengadilan Negeri tidak berwenang memeriksa kasus ini. (itupun bisa di Banding dan di Kasasi). Lalu dimulailah persidangan baru di Badan Arbitrase Syariah yang sungguh melelahkan tentunya bagi pihak yang bersengketa. 4. Mengingat masih repotnya bersengketa dalam transaksi syariah ada usulan agar Pengadilan Agama saja yang mengambil peran Pengadilan Negeri sekaligus sebagai tempat menyelesaikan sengketa ekonomi Syariah dengan pertimbangan dari sisi Syariah, para Hakim di Pengadilan Agama tentunya sedikit banyak mengerti mengenai kaidah-kaidah syariah. Harapannya agar MA dapat memahami kesulitan para lembaga keuangan syariah, namun demikian UndangUndang yang mengatur saat ini masih belum dapat mengakomodir keinginan pelaku syariah. Beberapa keuntungan keuntungan yang dimiliki oleh lembaga arbitrase ini yaitu:80
80
Adi Sulistiyono, “Budaya Musyawarah Untuk Penyelesaian Sengketa Win-Win Solution Dalam Perspektif Hukum”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 25. 71.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
87
1.
2.
3. 4.
5. 6. 7. 8.
Arbitrase dapat mengurangi kemacetan dan penumpukan perkara (court congestion) di pengadilan. Banyaknya kasus yang diajukan ke pengadilan menyebabkan proses berperkara seringkali berkepanjangan dan memakan biaya yang tinggi serta sering memberikan hasil yang kurang memuaskan. Arbitrase dapat meningkatkan keterlibatan masyarakat (desentralisasi hukum) atau memberdayakan pihak-pihak yang bersengketa dalam proses penyelesaian sengketa. Arbitrase dapat memperlancar jalur keadilan (acces to justice) di masyarakat. Dalam arbitrase memberikan kesempatan bagi tercapainya penyelesaian sengketa yang menghasilkan keputusan yang dapat diterima oleh semua pihak, sehingga para pihak tidak menempuh upaya banding dan kasasi. Penyelesaian perkara lebih cepat dan biaya murah. Bersifat tertutup rahasia (confidential). Lebih tinggi tingkat kemungkinan untuk melaksanakan kesepakatan, sehingga hubungan pihak-pihak bersengketa di masa depan masih terjalin dengan baik. Mengurangi merebaknya ”permainan kotor” dalam pengadilan. Prinsip pemeriksaan yang tertutup untuk umum (disclousure) dalam
berarbitrase merupakan suatu keuntungan terbesar bagi para pihak. Pengertian tertutup untuk umum di sini adalah tidak dibolehkannya para pihak maupun arbiter untuk mengimformasikan (expose) segala keterangan maupun rahasia mengenai para pihak. Prinsip ini dapat menjaga nama baik para pihak sehingga pada kelanjutan diharapkan tidak menimbulkan efek negatif bagi para pihak maupun usahanya. Menurut Stephen R. Bond, sedikitnya ada 9 (Sembilan) unsur yang harus disepakati oleh para pihak dalam klausula arbitrase, sebagaimana disajikan kembali dalam modul kuliah, yaitu: 81 a. Adanya klausula penyelesaian sengketa Pasal ini memuat penyelesaian sengketa yang mungkin terjadi antara para pihak, baik mengenai penafsiran perjanjian maupun pelaksanaan perjanjian tersebut. Ada dua kemungkinan tempat
penyelesaian sengketa yaitu
penyelesaian melalui pengadilan (dalam atau luar negeri) atau melalui arbitrase (nasional atau internasional). Para pihak dapat pula apakah memilih arbitrase ad 81
Erman Rajagukguk dan Rosa Agustina, Modul Kuliah.Hukum Investasi dan Pasar Modal, (Jakarta:Universitas Indonesia, 2010).
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
88
hoc yaitu arbitrase yang dibentuk setelah terjadinya sengketa atau arbitrase permanen atau institusi, yaitu badan-badan arbitrase yang sudah ada baik internasional (International Chamber of Commerce-ICC) Paris atau Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas). Klausula arbitrase tidak hanya basis bagi arbitrase, tetapi juga amat menentukan bagi terwujudnya arbitrase. Untuk itu klausula arbitrase harus disusun dengan hati-hati dan jelas kata-katanya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa, yang berbunyi:82 Pasal 2 Undang-undang ini mengatur penyelesaian sengketa atau beda pendapat antar para pihak dalam suatu hubungan hukum tertentu yang telah mengadakan perjanjian arbitrase yang secara tegas menyatakan bahwa semua sengketa atau beda pendapat yang timbul atau yang mungkin timbul dari hubungan hukum tersebut akan diselesaikan dengan cara arbitrase atau melalui alternatif penyelesaian sengketa. Pasal 4 (1) Dalam hal para pihak telah menyetujui bahwa sengketa di antara mereka akan diselesaikan melalui arbitrase dan para pihak telah memberikan wewenang, maka arbiter berwenang menentukan dalam putusannya mengenai hak dan kewajiban para pihak jika hal ini diatur dalam perjanjian mereka. (2) Persetujuan untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dimuat dalam suatu dokumen yang ditandatangani oleh para pihak. b. Para pihak harus menetapkan apakah menyelesaikan sengketa yang mungkin timbul diserahkan kepada majelis arbitrase yang akan dibentuk setelah sengketa timbul (ad hoc arbitration) atau menyerahkan kepada suatu badan arbitrase yang telah ada (institutional arbitrasion).
82
Pasal 2 Undang-Undang No. 30 tahun 199 tentang Arbitrase sebagai Alternatif Penyelesaian
Sengketa.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
89
Kalau para pihak sepakat dengan ad hoc arbitration, klasula harus menentukan dengan tegas jumlah arbiter dan dengan cara bagaimana mereka ditunjuk atau diangkat. Pasal 13 (1) Dalam hal para pihak tidak dapat mencapai kesepakatan mengenai pemilihan arbiter atau tidak ada ketentuan yang dibuat mengenai pengangkatan arbiter, Ketua Pengadilan Negeri menunjuk arbiter atau majelis arbitrase. (2) Dalam suatu arbitrase ad-hoc bagi setiap ketidakkesepakatan dalam penunjukan seorang atau beberapa arbiter, para pihak dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk menunjuk seorang arbiter atau lebih dalam rangka penyelesaian sengketa para pihak. c. Klausula arbitrase yang seragam Ada 3 syarat klausul arbitrase yang efektif, yaitu adanya kata-kata “ all dispute semua sengketa)”,” in connection with (yang berkaitan dengan)” dan “finally settled (diselesaikan final).83
d. Tempat diadakannya arbitrase Pentingnya tempat arbitrase tidak dapat dianggap remeh karena hal ini akan menentukan keterlibatan Pengadilan nasional dalam proses arbitrase baik dalam membantu lancarnya proses arbitrase maupun intervensi Pengadilan manakala terjadi hal-hal yang bertentangan dengan undang-undang atau putusan arbitase nantinya, sebagaimana disebutkan dalam pasal 31 ayat (3) Undang Undang No. 30 tahun 1999 yang berbunyi: 84 “(1) Para pihak dalam suatu perjanjian yang tegas dan tertulis, bebas untuk menentukan acara arbitrase yang digunakan dalam pemeriksaan sengketa sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini. (2)Dalam hal para pihak tidak menentukan sendiri ketentuan mengenai acara arbitrase yang akan digunakan dalam pemeriksaan, dan arbiter atau majelis arbitrase telah terbentuk sesuai dengan Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14, semua sengketa yang penyelesaiannya diserahkan kepada arbiter atau majelis arbitrase akan diperiksa dan diputus menurut ketentuan dalam Undang-undang ini. (3) Dalam hal para pihak yang telah memilih acara arbitrase sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus ada kesepakatan mengenai ketentuan jangka waktu dan tempat diselenggarakan arbitrase dan apabila jangka 83 84
Op.cit. hal. Op.cit, pasal 31 ayat (3).
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
90
waktu dan tempat arbitrase tidak ditentukan, arbiter atau mejalis arbitrase yang akan menentukan.”
e. Pilihan hukum Pilihan hukum yang diterapkan oleh para arbiter untuk menentukan masalah yang substantive bukan unsur yang menentukan bagi sahnya perjanjian arbitrase. Namun demikian hukum mana yang berlaku dalam proses arbitrase, tentulah dapat diserahkan kepada para pihak sendiri. Tidak adanya unsur pilihan hukum dalam klausula arbitrase akan menjadi factor yang berarti dalam penambahan waktu dan biaya arbitrase. Disamping pilihan hukum yang dilakukan yang diputuskan oleh arbitrator sendiri (karena tidak disebut dalam perjanjian arbitrase) mungkin bisa tidak menyenangkan salah asatu pihak. Selanjutnya, bila hukum yang akan diterapkan sudah dicantumkan dalam perjanjian arbitrase, pemilihan arbiter yang menguasai hukum yang dipilih tersebut lebih mudah dilakukan. Pilihan hukum tersebut diistilahkan proper law of a contract dimana seluruh kontrak atau unsur-unsurnya tunduk pada hukum tersebut. Hal ini diatur dalam Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase sebagai Alternatif Penyelesaian Perselisihan. Pasal 34 (1) Penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dilakukan dengan menggunakan lembaga arbitrase nasional atau internasional berdasarkan kesepakatan para pihak. (2) Penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan menurut peraturan dan acara dari lembaga dipilih, kecuali ditetapkan lain oleh para pihak.
f. Komposisi dari Arbiter Unsur selanjutnya yang perlu mendapat perhatian adalah mengenai komposisi dari majelis arbiter terkait dengan jumlah dan kualifikasi tertentu. Arbiter tunggal bisa diperjanjikan oleh para pihak, tetapi hal tersebut sangat tergantung
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
91
pada kepercayaan mereka terhadap arbiter tunggal.Banyak pihak yang lebih menyukai majelis arbitrase yang terdiri dari 3 orang, dimana masing-masing pihak dapat mengangkat seorang arbiter yang mewakilinya dan kedua arbiter ini kemudian akan mengangkat arbiter ketiga sebagai ketua majelis arbitrase. Sebagaimana diatur dalam undang-undang arbitrase yang berbunyi : “Pasal 14 (1) Dalam hal para pihak telah bersepakat bahwa sengketa yang timbul akan diperiksa dan diputus oleh arbiter tunggal, para pihak wajib untuk mencapai suatu kesepakatan tentang pengangkatan arbiter tunggal. Pasal 15 (1) Penunjukan dua orang arbiter oleh para pihak memberi wewenang kepada dua arbiter tersebut untuk memilih dan menunjuk arbiter yang ketiga. (2) Arbiter ketiga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diangkat sebagai ketua majelis arbitrase. (3) Apabila dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah pemberitahuan diterima oleh pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), dan salah satu pihak tidak menunjuk seseorang yang akan menjadi anggota majelis arbitrase, arbiter yang ditunjuk oleh pihak lainnya akan bertindak sebagai arbiter tunggal dan putusannya mengikat kedua belah pihak. (4) Dalam hal kedua arbiter yang telah ditunjuk masing-masing pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berhasil menunjuk arbiter ketiga dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah arbiter yang terakhir ditunjuk, atas permohonan salah satu pihak, Ketua Pengadilan negeri dapat mengangkat arbiter ketiga. (5) Terhadap pengangkatan arbiter yang dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), tidak dapat diajukan upaya pembatalan.
g. Bahasa dalam Proses Arbitrase Banyak para pihak yang salah mengerti dan menduga bahwa bahasa dari kontrak otomatis menjadi bahasa yang dipergunakan dalam proses arbitrase. Penentuan bahasa ini menjadi penting mengingat penterjemahan segala hal dalam proses arbitrase, bila dilakukan dalam lebih dari saru bahasa akan memperpanjang waktu dan menambah biaya. Hal ini diatur dalam pasal 28
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
92
Pasal 28 Bahasa yang digunakan dalam semua proses arbitrase adalah bahasa Indonesia, kecuali atas persetujuan arbiter atau majelis arbitrase para pihak dapat memilih bahasa lain yang akan digunakan. h. Putusan akhir yang mengikat Manfaat dari arbitrase pada prinsipnya bebas dari campur tangan Pengadilan selama proses arbitrase berlangsung dan putusan arbitrase adalah merupakan putusan akhir yang tidak dapat dibanding ke Pengadilan, dalam arti substansi putusan arbitrase tidak dapat diperiksa lagi oleh pengadilan. Hal ini diatur dalam : Pasal 17 (1) Dengan ditunjuknya seorang arbiter atau beberapa arbiter oleh para pihak secara tertulis dan diterimanya penunjukan tersebut oleh seorang arbiter atau beberapa arbiter secara tertulis, maka antara pihak yang menunjuk dan arbiter yang menerima penunjukan terjadi suatu perjanjian perdata. (2) Penunjukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), mengakibatkan bahwa arbiter atau para arbiter akan memberikan putusannya secara jujur, adil, dan sesuai engan ketentuan yang berlaku dan para pihak akan menerima putusannya secara final dan mengikat seperti yang telah diperjanjikan bersama. Pasal 60 Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak. Namun dalam hal perjanjian arbitrase dengan pihak asing atau akan menggunakan arbitrase internasional, merupakan hal yang penting memasukkan klausul yang berbunyi “Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak.” Mengingat di beberapa negara memungkinkan putusan arbitrase tersebut dapat dimintakan banding ke Pengadilan. i.
Biaya arbitrase Biaya arbitrase terdiri dari 3 (tiga) kategori yaitu biaya dari regim arbitrase, biaya dari majelis dan biaya yang dikeluarkan para pihak. Biaya dari regim arbitrase termasuk biaya administrasi, biaya sewa ruangan untuk pertemuan dan pengeluaran lainnya yang terkait. Biaya majelis termasuk fee dan pengeluaran
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
93
arbiter. Biaya para pihak termasuk fee untuk penasihat hukum dan ahli, pengeluaran persiapan kasus, pengeluaran untuk staf. Pembebanan biaya administrasi ada beberapa kemungkinan: Majelis arbiter yang menentukan Kemungkinan akan dibebankan kepada pihak yang kalah Mungkin para pihak telah sepakat sebelumnya dalam klausula arbitrase bahwa biaya ditanggung berdua dalam jumlah yang sama.
3.5 Analisa atas Pemenuhan Klausula Penyelesaian Perselisihan dan Arbitrase pada Bank Umum Syariah Dengan berdasarkan Stephen R. Bond, maka analisa akan berdasarkan pada 9 (sembilan) unsur yang harus disepakati oleh para pihak dalam klausula arbitrase. Pembahasan akan membandingkan klausul perjanjian terkait pemenuhan unsurunsur yang disepakati dalam akad pendanaan dan pembiayaan pada masing-masing bank syariah sebagai berikut: PT BANK BRISYARIAH Klausula penyelesaian perselisihan pada akad penghimpunan dana berupa giro, tabungan dan deposito: 1. Klausula penyelesaian sengketa tidak didefinisikan dengan jelas, sebagaiamana klausula “NASABAH dengan ini tunduk dan terikat pada Syarat dan Ketentuan Umum Rekening PT. BANK BRISYARIAH dan peraturan lain yang berlaku pada BANK, Bank Indonesia dan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Akad.” 2. Majelis arbitrase ad hoc vs institusional tidak disebutkan dalam klausula. 3. Klausul arbitrase yang seragam : tidak didefinisikan dengan jelas dalam klausula yang berbunyi “peraturan lain yang berlaku pada BANK, Bank Indonesia dan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSNMUI)” sehingga masih berupa alternatif penyelesaian. 4. Tempat diadakannya arbitrase : tidak disebutkan dalam klausula akad.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
94
5. Pilihan hukum : tidak disebutkan dalam klausula akad. 6. Komposisi arbiter : tidak disebutkan dalam klausula akad. 7. Bahasa dalam proses arbitrase : tidak disebutkan dalam klausula akad. 8. Putusan akhir yang mengikat : tidak disebutkan dalam klausula akad. 9. Biaya arbitrase : tidak disebutkan dalam klausula akad.
Klausula penyelesaian perselisihan pada akad penyaluran pembiayaan: 1. Klausul penyelesaian sengketa : “Apabila di kemudian hari terjadi perbedaan pendapat atau penafsiran atas hal-hal yang tercantum di dalam Akad ini atau terjadi perselisihan atau sengketa dalam pelaksanaan Akad ini, Para Pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah untuk mufakat. Dalam hal, penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 Pasal ini tidak mencapai kesepakatan, maka Para Pihak bersepakat, dan dengan ini berjanji serta mengikatkan diri satu terhadap yang lain, untuk menyelesaikannya melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) menurut Peraturan dan Prosedur Arbitrase yang berlaku di dalam Badan Arbitrase tersebut.” 2. Majelis arbitrase ad hoc vs institusional : penunjukan dan pembentukan Arbiter atau Majelis Arbitrase dilakukan oleh ketua BASYARNAS. 3. Klausul arbitrase yang seragam : “Dalam hal, penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 Pasal ini tidak mencapai kesepakatan, maka Para Pihak bersepakat, dan dengan ini berjanji serta mengikatkan diri satu terhadap yang lain, untuk menyelesaikannya melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) menurut Peraturan dan Prosedur Arbitrase yang berlaku di dalam Badan Arbitrase tersebut.” Klausula ini untuk semua akad penyaluran dana. 4. Tempat diadakannya arbitrase : “tempat pokok BASYARNAS di Jakarta yang ditentukan di dalam Peraturan dan Prosedur Arbitrase BASYARNAS, Para
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
95
Pihak bersepakat memilih tempat pelaksanaan arbitrase di kota tempat cabang BANK berada.” 5. Pilihan hukum : “Pelaksanaan Akad ini tunduk kepada ketentuan perundangundangan yang berlaku di Indonesia dan ketentuan syariah yang berlaku bagi BANK, termasuk tetapi tidak terbatas pada Peraturan Bank Indonesia dan Fatwa Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia.” 6. Komposisi arbiter : Tidak dicantumkan secara jelas dalam akad, namun secara tersirat akan sesuai dengan Peraturan Prosedur Basyarnas. 7. Bahasa dalam proses arbitrase : Tidak dicantumkan dalam klausula akad. 8. Putusan akhir yang mengikat : Para Pihak sepakat, dan dengan ini mengikatkan diri satu terhadap yang lain, bahwa putusan yang ditetapkan oleh BASYARNAS tersebut sebagai keputusan tingkat pertama dan terakhir. 9. Biaya arbitrase : Tidak dicantumkan dalam klausula akad.
PT BANK SYARIAH BUKOPIN Klausula penyelesaian perselisihan pada akad penghimpunan dana berupa giro, tabungan dan deposito: 1. Klausul penyelesaian sengketa : Demikian perjanjian ini kami buat dengan sebenarnya atas dasar musyawarah dan mufakat dan antara Nasabah dan Bank menyetujui serta terikat pada ketentuan yang berlaku atas Giro Wadi'ah, sehingga tidak dapat diubah tanpa pemberitahuan terlebih dahulu dari Bank Syariah Bukopin. Klausula tersebut tidak menyatakan dengan jelas untuk penyelesaian perselisihan. 2. Majelis arbitrase ad hoc vs institusional : Tidak disebutkan dalam klausula akad. 3. Klausul arbitrase yang seragam : Tidak disebutkan dalam klausula akad. 4. Tempat diadakannya arbitrase : Tidak disebutkan dalam klausula akad. 5. Pilihan hukum : Tidak disebutkan dalam klausula akad. 6. Komposisi arbiter : Tidak disebutkan dalam klausula akad.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
96
7. Bahasa dalam proses arbitrase : Tidak disebutkan dalam klausula akad. 8. Putusan akhir yang mengikat : Tidak disebutkan dalam klausula akad. 9. Biaya arbitrase : Tidak disebutkan dalam klausula akad. Klausula penyelesaian perselisihan pada akad penyaluran pembiayaan dengan skim jual beli, bagi hasil dan sewa. 1. Klausul penyelesaian sengketa : “Apabila terjadi perbedaan dalam memahami atau menafsirkan pasal-pasal dalam AKAD ini, sehingga mengakibatkan terjadinya perselisihan dalam melaksanakan AKAD, maka NASABAH dan BANK sepakat untuk menyelesaikan secara musyawarah untuk mufakat. Apabila penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat tidak menghasilkan keputusan yang disepakati kedua belah pihak, maka dengan ini NASABAH dan BANK sepakat untuk diselesaikan melalui Pengadilan Negeri .………… (sesuai cabang masing-masing) untuk memberi putusan sesuai dengan hukum acaranya yang berlaku.” 2. Majelis arbitrase ad hoc vs institusional : Tidak dicantumkan dengan jelas dalam klausula akad. 3. Klausul arbitrase yang seragam : “Apabila terjadi perbedaan dalam memahami atau menafsirkan pasal-pasal dalam AKAD ini, sehingga mengakibatkan terjadinya perselisihan dalam melaksanakan AKAD, maka NASABAH dan BANK sepakat untuk menyelesaikan secara musyawarah untuk mufakat. Apabila penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat tidak menghasilkan keputusan yang disepakati kedua belah pihak, maka dengan ini NASABAH dan BANK sepakat untuk diselesaikan melalui Pengadilan Negeri .………… (sesuai cabang masing-masing) untuk memberi putusan sesuai dengan hukum acaranya yang berlaku.” Klausula ini untuk semua akad penyaluran dana. 4. Tempat diadakannya arbitrase : Tidak dicantumkan dengan jelas dalam klausula akad. 5. Pilihan hukum : Tidak dicantumkan dengan jelas dalam klausula akad.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
97
6. Komposisi arbiter : Tidak dicantumkan dengan jelas dalam klausula akad. 7. Bahasa dalam proses arbitrase : Tidak dicantumkan dengan jelas dalam klausula akad. 8. Putusan akhir yang mengikat : Tidak dicantumkan dengan jelas dalam klausula akad. 9. Biaya arbitrase : Tidak dicantumkan dengan jelas dalam klausula akad. PT BANK MUAMALAT INDONESIA Klausula penyelesaian perselisihan pada akad penghimpunan dana berupa giro, tabungan dan deposito: 1. Klausul penyelesaian sengketa : “Dalam hal terjadi sengketa, maka diselesaikan di Pengadilan Agama dengan pilihan domisili hukum yang sama dengan kantor cabang Bank di mana Deposito dibuka.” 2. Majelis arbitrase ad hoc vs institusional : Tidak ada klausula arbitrase dalam akad. 3. Klausul arbitrase yang seragam : Tidak ada klausula arbitrase dalam akad. 4. Tempat diadakannya arbitrase : Tidak ada klausula arbitrase dalam akad. 5. Pilihan hukum : “Keabsahan, penafsiran, dan pelaksanaan dari Ketentuan dan Persyaratan Deposito ini diatur dan tunduk pada ketentuan syariah dan hukum yang berlaku di negara Republik Indonesia.” 6. Komposisi arbiter : Tidak ada klausula arbitrase dalam akad. 7. Bahasa dalam proses arbitrase : Tidak ada klausula arbitrase dalam akad. 8. Putusan akhir yang mengikat : Tidak ada klausula arbitrase dalam akad. 9. Biaya arbitrase : Tidak ada klausula arbitrase dalam akad.
Klausula penyelesaian perselisihan pada akad penyaluran pembiayaan dengan skim jual beli, bagi hasil dan sewa. 1. Klausul penyelesaian sengketa : Apabila di kemudian hari terjadi perbedaan pendapat atau penafsiran atas hal-hal yang tercantum di dalam Akad ini atau
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
98
terjadi perselisihan atau sengketa dalam pelaksanaan Akad ini, Para Pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah untuk mufakat. Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud ayat 1 tidak tercapai, maka Para Pihak bersepakat, dan dengan ini berjanji serta mengikatkan diri satu terhadap yang lain, untuk menyelesaikannya melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) menurut Peraturan dan Prosedur Arbitrase yang berlaku di dalam Badan Arbitrase tersebut atau Pengadilan Agama *). Para Pihak bersepakat, dan dengan ini berjanji serta mengikatkan diri satu terhadap yang lain, untuk menyelesaikannya melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) menurut Peraturan dan Prosedur Arbitrase yang berlaku di dalam Badan Arbitrase tersebut atau Pengadilan Agama *). (masih ada dualisme antara Basyarnas dan Pengadilan Agama) 2. Majelis arbitrase ad hoc vs institusional : penunjukan dan pembentukan Arbiter atau Majelis Arbitrase dilakukan oleh ketua BASYARNAS Klausul arbitrase yang seragam : “Apabila di kemudian hari terjadi perbedaan pendapat atau penafsiran atas hal-hal yang tercantum di dalam Akad ini atau terjadi perselisihan atau sengketa dalam pelaksanaan Akad ini, Para Pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah untuk mufakat. Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud ayat 1 tidak tercapai, maka Para Pihak bersepakat, dan dengan ini berjanji serta mengikatkan diri satu terhadap yang lain, untuk menyelesaikannya melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) menurut Peraturan dan Prosedur Arbitrase yang berlaku di dalam Badan Arbitrase tersebut atau Pengadilan Agama *). Klausula ini untuk semua akad penyaluran pembiayaan. 3. Tempat
diadakannya
arbitrase
:
“Tanpa
mengurangi
tempat
pokok
BASYARNAS di Jakarta yang ditentukan di dalam Peraturan dan Prosedur Arbitrase BASYARNAS, Para Pihak bersepakat memilih tempat pelaksanaan arbitrase di kota tempat cabang BANK berada.” 4. Pilihan hukum : Tidak dicantumkan dengan jelas dalam klausula akad.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
99
5. Komposisi arbiter : penunjukan dan pembentukan Arbiter atau Majelis Arbitrase dilakukan oleh ketua BASYARNAS 6. Bahasa dalam proses arbitrase : Tidak dicantumkan dengan jelas dalam klausula akad. 7. Putusan akhir yang mengikat : Para Pihak sepakat, dan dengan ini mengikatkan diri satu terhadap yang lain, bahwa pendapat hukum (legal opinion) dan/atau putusan yang ditetapkan oleh BASYARNAS tersebut sebagai keputusan tingkat pertama dan terakhir. 8. Biaya arbitrase : Tidak dicantumkan dengan jelas dalam klausula akad.
PT BANK BNI SYARIAH Klausula penyelesaian perselisihan pada akad penghimpunan dana berupa giro, tabungan dan deposito: 1. Klausul penyelesaian sengketa : Segala perselisihan yang timbul berdasarkan Akad ini antara Para Pihak berkenaan dengan penafsiran dan/atau pelaksanaan Akad ini, Para Pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah dan mufakat dengan tunduk pada prinsip syariah. Apabila dalam 30 (tiga puluh) hari kalender sejak dilakukan penyelesaian secara musyawarah dan mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini tidak tercapai kesepakatan, Para Pihak sepakat untuk menyelesaikannya melalui Pengadilan Agama ....... 2. Majelis arbitrase ad hoc vs institusional : Tidak ada ada klasula arbitrase dalam akad. 3. Klausul arbitrase yang seragam : Segala perselisihan yang timbul berdasarkan Akad ini antara Para Pihak berkenaan dengan penafsiran dan/atau pelaksanaan Akad ini, Para Pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah dan mufakat dengan tunduk pada prinsip syariah. Apabila dalam 30 (tiga puluh) hari kalender sejak dilakukan penyelesaian secara musyawarah dan mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini tidak tercapai kesepakatan, Para Pihak sepakat untuk menyelesaikannya melalui Pengadilan Agama .......
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
100
4. Tempat diadakannya arbitrase : Tidak ada ada klasula arbitrase dalam akad. 5. Pilihan hukum : Tentang akad ini dan segala akibatnya, Para Pihak sepakat untuk memilih domisili hukum yang umum dan tetap di Kantor Kepanitraan Pengadilan Agama ....... di....
6. Komposisi arbiter : Tidak ada ada klasula arbitrase dalam akad. 7. Bahasa dalam proses arbitrase: Tidak ada ada klasula arbitrase dalam akad. 8. Putusan akhir yang mengikat : Tidak ada ada klasula arbitrase dalam akad. 9. Biaya arbitrase : Tidak ada ada klasula arbitrase dalam akad. Klausula penyelesaian perselisihan pada akad penyaluran pembiayaan dengan skim jual beli, bagi hasil dan sewa. 1. Klausul penyelesaian sengketa : Segala perselisihan yang timbul berdasarkan Akad ini antara Para Pihak berkenaan dengan penafsiran dan/atau pelaksanaan Akad ini, Para Pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah dan mufakat dengan tunduk pada prinsip syariah. Apabila dalam 30 (tiga puluh) hari kalender sejak dilakukan penyelesaian secara musyawarah dan mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini tidak tercapai kesepakatan, Para Pihak sepakat untuk menyelesaikannya melalui Pengadilan Agama ....... Majelis arbitrase ad hoc vs institusional : Tidak ada ada klasula arbitrase dalam akad. 2. Klausul arbitrase yang seragam : Segala perselisihan yang timbul berdasarkan Akad ini antara Para Pihak berkenaan dengan penafsiran dan/atau pelaksanaan Akad ini, Para Pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah dan mufakat dengan tunduk pada prinsip syariah. Apabila dalam 30 (tiga puluh) hari kalender sejak dilakukan penyelesaian secara musyawarah dan mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini tidak tercapai kesepakatan, Para Pihak sepakat untuk menyelesaikannya melalui Pengadilan Agama ....... Klausula ini untuk semua akad penyaluran pembiayaan. 3. Tempat diadakannya arbitrase : Tidak ada ada klasula arbitrase dalam akad.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
101
4. Tempat diadakannya arbitrase : Tidak ada ada klasula arbitrase dalam akad. 5. Pilihan hukum : Tentang akad ini dan segala akibatnya, Para Pihak sepakat untuk memilih domisili hukum yang umum dan tetap di Kantor Kepanitraan Pengadilan Agama ....... di....
6. Komposisi arbiter : Tidak ada ada klasula arbitrase dalam akad. 7. Bahasa dalam proses arbitrase: Tidak ada ada klasula arbitrase dalam akad. 8. Putusan akhir yang mengikat : Tidak ada ada klasula arbitrase dalam akad. Biaya arbitrase : Tidak ada ada klasula arbitrase dalam akad.
PT BANK BCA SYARIAH Klausula penyelesaian perselisihan pada akad penghimpunan dana berupa giro, tabungan dan deposito: 1. Klausul penyelesaian sengketa :
Jika ada sengketa sehubungan dengan
perjanjian ini, para pihak sepakat untuk penyelesaikan sengketa tersebut sesuai dengan langkah-langkah yang diatur dalam pasal 4 PBI No.9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah. Jika sengketa tersebut tidak dapat diselesaikan melalui musyawarah dan mediasi perbankan, kedua pihak sepakat untuk menyelesaikan sengketa tersebut melalui PN Jakarta Timur.”
Penyelesaian perselisihan tidak dicantumkan dengan jelas dalam akad, namun tersirat dinyatakan langkah-langkah yang akan dilakukan diatur dalam pasal 4 PBI No. 9/19/PBI/2007 adalah: Pasal 4 ayat (1) Dalam hal salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana tertuang dalam akad antara Bank dengan
Nasabah, atau jika
terjadi sengketa antara Bank dengan Nasabah, penyelesaian dilakukan melalui musyawarah.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
102
Ayat (2) Dalam hal musyawarah tidak mencapai kesepakatan, maka penyelesaian sengketa dapat dilakukan antara lain melalui mediasi termasuk mediasi perbankan sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku. Ayat (3) Dalam hal penyelesaian sengketa tidak mencapai kesepakatan, maka penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui mekanisme arbitrase syariah atau melalui lembaga peradilan berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku. 2. Majelis arbitrase ad hoc vs institusional : Tidak dicantumkan dengan jelas dalam klausula akad. 3. Klausul arbitrase yang seragam: Jika ada sengketa sehubungan dengan perjanjian ini, para pihak sepakat untuk penyelesaikan sengketa tersebut sesuai dengan langkah-langkah yang diatur dalam pasal 4 PBI No.9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah. Jika sengketa tersebut tidak dapat diselesaikan melalui musyawarah dan mediasi perbankan, kedua pihak sepakat untuk menyelesaikan sengketa tersebut melalui PN Jakarta Timur.”
Klausula ini untuk semua akad penyaluran pembiayaan. 4. Tempat diadakannya arbitrase : Tidak dicantumkan dengan jelas dalam klausula akad. 5. Pilihan hukum : Tidak dicantumkan dengan jelas dalam akad, namun masih ada dualism penyelesaian perselisihan, akan dilakukan melalui arbitrase syariah atau melalui lembaga peradilan. 6. Komposisi arbiter : Tidak dicantumkan dengan jelas dalam klausula akad. 7. Bahasa dalam proses arbitrase : Tidak dicantumkan dengan jelas dalam klausula akad. 8. Putusan akhir yang mengikat : Tidak dicantumkan dengan jelas dalam klausula akad. 9. Biaya arbitrase : Tidak dicantumkan dengan jelas dalam klausula akad.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
103
Klausula penyelesaian perselisihan pada akad penyaluran pembiayaan dengan skim jual beli, bagi hasil dan sewa. 1. Klausul penyelesaian sengketa :
Jika ada sengketa sehubungan dengan
perjanjian ini, para pihak sepakat untuk penyelesaikan sengketa tersebut sesuai dengan langkah-langkah yang diatur dalam pasal 4 PBI No.9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah. Jika sengketa tersebut tidak dapat diselesaikan melalui musyawarah dan mediasi perbankan, kedua pihak sepakat untuk menyelesaikan sengketa tersebut melalui PN Jakarta Timur.”
Penyelesaian perselisihan tidak dicantumkan dengan jelas dalam akad, namun tersirat dinyatakan langkah-langkah yang akan dilakukan diatur dalam pasal 4 PBI No. 9/19/PBI/2007 adalah: Pasal 4 ayat (1) Dalam hal salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana tertuang dalam akad antara Bank dengan
Nasabah, atau jika
terjadi sengketa antara Bank dengan Nasabah, penyelesaian dilakukan melalui musyawarah. Ayat (2) Dalam hal musyawarah tidak mencapai kesepakatan, maka penyelesaian sengketa dapat dilakukan antara lain melalui mediasi termasuk mediasi perbankan sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku. Ayat (3) Dalam hal penyelesaian sengketa tidak mencapai kesepakatan, maka penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui mekanisme arbitrase syariah atau melalui lembaga peradilan berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku. 2. Majelis arbitrase ad hoc vs institusional : Tidak dicantumkan dengan jelas dalam klausula akad. 3. Klausul arbitrase yang seragam: Jika ada sengketa sehubungan dengan perjanjian ini, para pihak sepakat untuk penyelesaikan sengketa tersebut sesuai dengan langkah-langkah yang diatur dalam pasal 4 PBI No.9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
104
penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah. Jika sengketa tersebut tidak dapat diselesaikan melalui musyawarah dan mediasi perbankan, kedua pihak sepakat untuk menyelesaikan sengketa tersebut melalui PN Jakarta Timur.”
Klausula ini untuk semua akad penyaluran pembiayaan. 4. Tempat diadakannya arbitrase : Tidak dicantumkan dengan jelas dalam klausula akad. 5. Pilihan hukum : Tidak dicantumkan dengan jelas dalam akad, namun masih ada dualism penyelesaian perselisihan, akan dilakukan melalui arbitrase syariah atau melalui lembaga peradilan. 6. Komposisi arbiter : Tidak dicantumkan dengan jelas dalam klausula akad. 7. Bahasa dalam proses arbitrase : Tidak dicantumkan dengan jelas dalam klausula akad. 8. Putusan akhir yang mengikat : Tidak dicantumkan dengan jelas dalam klausula akad. 9. Biaya arbitrase : Tidak dicantumkan dengan jelas dalam klausula akad.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
105
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian serta analisis hasil penelitian yang telah dikemukakan pada babbab terdahulu maka pada bagian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Sifat hukum penyantuman klausula penyelesaian perselisihan dalam akad penghimpunan dana
dan penyaluran pembiayaan bersifat
mandatory,
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang dijabarkan kembali dalam Peraturan Bank Indonesia dan Fatwa Dewan Syariah Nasional. 2. Pemenuhan klausula penyelesaian perselisihan melalui arbitrase hanya sebagian bank yang dicantumkan secara tertulis dalam akad akad pembiayaan, sementara untuk akad penghimpunan dana beberapa bank tidak menuliskan secara tegas hanya tersirat dengan mengacu pada peraturan Bank Indonesia dan peraturan perundang undangan yang berlaku.
4.2 Saran 1. Bank sebaiknya menyantumkan klausula penyelesaian perselisihan dalam akad penghimpunan dana dan penyaluran pembiayaan. Dari sisi bank pada akad penghimpunan dana walaupun secara langsung tidak terekspos risiko, namun dalam rangka perlindungan konsumen sebaiknya dituliskan dengan jelas dalam akad mengenai klausula penyelesaian perselisihan. 2. Untuk kepastian hukum sebaiknya bank syariah mencantumkan secara jelas klausul penyelesaian perselisihan melalui arbitrase dalam akad penghimpunan dan penyaluran dana jika alternatif penyelesaian melalui musyawarah mufakat, mediasi tidak bisa diterapkan.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
106
DAFTAR REFERENSI
1. Buku-Buku Abdullah, Burhanuddin. Jalan Menuju Stabilitas Mencapai Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan. Jakarta. Pustaka LP3ES Indonesia. 2006. Dworkin, Ronald. Legal Research. Daedalus, Spring. 1973. Djumhana, Muhammad. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung. PT Citra Aditya Bhakti. 2003. Ibrahim, Johny. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bandung, Citra Aditya Bakti. 2007. Ismail, Maqdir, Dr, SH,, LL.M. Pengantar Praktek Arbitrase di Indonesia, Malaysia, Singapura dan Australia. Universitas Al Azhar Indonesia, Jakarta, 2007.
M.Friedman, Lawrence. Legal Theory. London. Macmillan Press. 1998. Merills, JG. International Dispute Settlement, United Kingdom, Second Edition, Cambridge University Press. 1996. Milles, Matthem B and Huberman, Michael. Qualitative Data Analysis, London, Sage Publication Inc. 1974. Rajagukguk, Erman dan Agustina, Rosa. Hukum Investasi dan Pasar Modal, Universitas Indonesia. 2010. R.Monette, Duane et all. Aplied Social Research. San Fransisco. Holy, Rinehart, and Winston, Inc. 1986. Subekti R. Prof., SH dan Tjitrosudibio, R. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta. Pradnya Paramita. 2004.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
107
Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri. Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, Radjawali. 1985. Supranto, J. Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Jakarta, Pradnya Paramitha. 2003. Wiraartha, Made. Pedoman Penulisan: Usulan Penelitian, Skripsi, dan Penelitian, Yogyakarta, CV Andi Offset. Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
2. Peraturan Perundang-Undangan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan kehakiman. Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/FBI/2004 tentang Bank Umum Yang Melaksanakan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tanggal 16 Juli 2008 tentang Perbankan Syariah. Peraturan Bank Indonesia No. 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan. Peraturan Bank Indonesia No. 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaa Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah. Peraturan Bank Indonesia No. 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013
108
3. Makalah, Jurnal dan Artikel Sulistiyono, Adi. Budaya Musyawarah Untuk Penyelesaian Sengketa Win-Win Solution Dalam Perspektif Hukum. Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 25. 71. . Badan Syariah Nasional. Peraturan Prosedur. Bank Indonesia, Buku Kodifikasi Produk Perbankan Syariah.2008.
D. Hadad, Muliaman. Perlindungan dan Pemberdayaan Nasabah Bank Dalam Arsitektur Perbankan Indonesia. Bank Indonesia. Outlook Perbankan Syariah Indonesia 2013. Didin Hafidhuddin, Pengawasan Ekonomi Syariah. Kelembagaan dan Produk Fatwa, Suara Uldilag, Vol. 3 No.IX, September 2006. Rifyal Ka‟bah, Praktek Hukum Ekonomi Syariah Di Indonesia, Suara Uldilag, Vol.3 No.IX.September 2006. Sunandar, Heri. Hukum Islam. Vol. VIII No. 6. 2007. Tatang Sutardi, Drs.,M.HI. artikel Uang Muka dan Jaminan dalam Murabahah. Yudo Paripurno , SH, Buletin Examinasi.2011.
4. Internet http://www.hukumonline.com Http://www.bi.go,id. http://id.wikipedia.org/wiki/Mediasi
http://qori-ekonomiislam.blogspot.com/
http://pa-tanahgrogot.net
Analisis pemenuhan..., Syamsiah, FH UI, 2013