UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN : PENGARUH AMBULASI DINI PADA PASIEN POST TOTAL KNEE REPLACEMENT DI RUANG RAWAT BEDAH KELAS RSUP PERSAHABATAN JAKARTA TAHUN 2014
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
JULIANA G.E.P MASSIE 1106129871
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS DEPOK JUNI 2014
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN : PENGARUH AMBULASI DINI PADA PASIEN POST TOTAL KNEE REPLACEMENT DI RUANG RAWAT BEDAH KELAS RSUP PERSAHABATAN JAKARTA TAHUN 2014
KARYA ILMIAH AKHIR NERS Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Ners Keperawatan
JULIANA G.E.P MASSIE 1106129871
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS DEPOK JULI 2014
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti haturkan ke hadirat Allah Bapa di Surga atas kasih sayang dan anugrahNya yang sungguh terlampau nyata di dalam kehidupan peneliti sehingga peneliti dapat merampungkan Karya Ilmiah Akhir Ners dengan judul “Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan : Pengaruh Ambulasi Dini pada Pasien Post Total Knee Replacement di Ruang Rawat Bedah Kelas RSUP Persahabatan Jakarta Tahun 2014” ini dengan semaksimal mungkin. Karya Ilmiah Akhir Ners ini disusun untuk memperoleh gelar Ners Generalis di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1.
Ibu Dra. Junaiti Sahar, S.Kp., M.App., PhD selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia atas segala fasilitas, sarana dan prasarana yang diberikan untuk penulis selama mengenyam pendidikan.
2.
Ibu Tuti Herawati, S.Kp., MN selaku pembimbing KKMP KMB RS Persahabatan dan pembimbing Karya Ilmiah Akhir Ners yang dengan penuh kesabaran membimbing dan memberikan masukan-masukan yang berguna untuk penulis.
3.
Ibu Ns. Nuraini, S.Kep selaku Clinical Instructor dan Kepala Ruangan Bedah Kelas RSUP Persahabatan Jakarta dan penguji Karya Ilmiah Akhir Ners yang telah begitu banyak memberikan saran dan masukan untuk perbaikan.
4.
Ibu Fajar Tri Waluyanti, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep. An selaku Sekretaris Program Studi Profesi Ners
5.
Ibu dr. Francinita Nati, MM selaku Direktur RS Mitra Keluarga Kelapa Gading dan Vice President Mitra Keluarga Group.
6.
Ibu Ns. Yashinta Bangun, S.Kep selaku Manager Keperawatan RS Mitra Keluarga Kelapa Gading yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melanjutkan pendidikan profesi Ners ini.
7.
Ibu Ns. Margaretha Rinny, S.Kep selaku Koordinator Ruang ICU/ICCU RS Mitra Keluarga Kelapa Gading yang telah memberikan dukungan bagi penulis selama menjalani pendidikan.
8.
Papa Jelius Leo Pold Massie dan Mama Maria Asumpta Yosephine Sri Hartini Hardjodijono, untuk doa dan airmata yang senantiasa menyertai langkah hidup penulis dari jauh sana.
iv Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
9.
Papa Ronald Korompis dan Mama Mary Wewengkang untuk cinta, perhatian dan dukungannya selama ini, teristimewa untuk kepercayaan yang tiada henti dan kesempatan yang tak terbatas. Koko Denny, koko Dodi, koko Didi, cici Dirga, dan cici Daya : thank you for being my big brother and sister...
10. Yang terkasih koko Jemmy Kurniawan, B.Sc., MBA, terimakasih untuk inspirasi, semangat dan all the jerk that you have given to me... 11. Teman-teman kelompok KKMP KMB di Ruang Bedah Kelas : Kak Saveriana Suyati Luju, Adriana Mehta, Mustafidz Al Abror, Novita Widyaputri, Reni Febriani, Retno Indah Pertiwi dan Sittatun Mukharomah : finally, seven weeks has gone... Masingmasing kita sudah jadi pemenangnya... 12. Teman-teman seperjuangan Ekstensi FIK UI Angkatan 2011 dan Profesi FIK UI Angkatan 2013. 13. Rekan-rekan kerja di Ruang ICU/ICCU RS Mitra Keluarga Kelapa Gading : terima kasih untuk kerjasamanya, kerelaan dan kebesaran hatinya untuk selalu bertukar dinas dadakan. 14. Rekan-rekan sejawat di Ruang Bedah Kelas RSUP Persahabatan Jakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bila masih terdapat begitu banyak kesalahan dalam penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners ini, maka penulis mengharapkan berbagai saran, kritik serta masukan dari pembaca budiman sekalian utuk perbaikan Karya Ilmiah ini di waktu yang akan datang. Semoga Karya Ilmiah Akhir Ners ini dapat berguna dalam pengembangan ilmu keperawatan.
Jakarta, Juli 2014 Penulis
v Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Juliana G.E.P Massie : Profesi Ners : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan : Dampak Ambulasi Dini pada Pasien Post Total Knee Replacement di Ruang Rawat Bedah Kelas RSUP Persahabatan Jakarta Tahun 2014
Osteoartritis merupakan salah satu masalah kesehatan degeneratif daerah perkotaan yang banyak menyerang usia lanjut. Salah satu penatalaksanaan osteoartirtis adalah dengan tindakan pembedahan untuk penggantian sendi yang rusak. Fenomena yang terjadi pada klien pasca pembedahan penggantian sendi ini antara lain kurangnya pengetahuan klien tentang pentingnya ambulasi dini pasca pembedahan. Tujuan penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners ini adalah untuk melakukan analisis manfaat ambulasi dini pada klien pasca penggantian sendi lutut di Ruang Rawat Bedah Kelas RSUP Persahabatan Jakarta. Edukasi pasien pada tahap pre operasi tentang ambulasi dini terbukti efektif mengurangi komplikasi pasca pembedahan. Kata kunci
: osteoartritis, penggantian sendi lutut, ambulasi dini.
vii Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
ABSTRACT
: Juliana G.E.P Massie Name Study Program : Ners Title : Analysis of Clinical Practice on Urban Health Nursing : Impact of Early Ambulation on Patients with Total Knee Replacement at Surgical Ward RSUP Persahabatan Jakarta, Year 2014 Osteoarthritis is a degenerative health problems are common in urban elderly. One of the osteoarthritis management is a replacement of the damaged joint. Some research shows that patients after joint replacement surgery had lack of knowledge about the importance of early ambulation post-surgery. The purpose of this final clinical nursing report aimed to analyze the impact of early ambulation on patient with total knee replacement at Surgical Ward RSUP Persahabatan Jakarta. Education about early ambulation in pre-operative phase is needed for patient to prevent and decrease post-surgery complications.
Key words
: osteoarthtritis, total knee replacement, early ambulation.
viii Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...............................................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN .....................................................................................
iv
KATA PENGANTAR .............................................................................................
v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ................................................................
vi
ABSTRAK ..............................................................................................................
vii
ABSTRACT ............................................................................................................
viii
DAFTAR ISI ...........................................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................
xii
DAFTAR TABEL ...................................................................................................
xiii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ................................................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ........................................................................................
5
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum .....................................................................................
6
1.3.2. Tujuan Khusus ....................................................................................
6
1.4. Manfaat Penelitian ..........................................................................................
7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoartritis 2.1.1. Definisi OA .........................................................................................
8
2.1.2. Epidemiologi OA.................................................................................
8
2.1.3. PatogenesisOA ....................................................................................
8
2.1.4. Faktor Risiko OA ................................................................................
11
2.1.5. Diagnsosis OA ....................................................................................
11
2.1.6. Pemeriksaan Diagnostik ......................................................................
13
2.1.7. Penatalaksanaan OA ...........................................................................
14
2.1.8. Berat Badan OA ..................................................................................
17
ix Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
2.2. Osteoartritis dalam KKMP .............................................................................
19
2.3. Total Knee Replacement .................................................................................
20
2.4. Asuhan Keperawatan Klien dengan OA .........................................................
22
2.5. Asuhan Keperawatan Klien dengan Penggantian Sendi 2.5.1. Pengkajian ...........................................................................................
24
2.5.2. Diagnosa Keperawatan .......................................................................
25
2.5.3. Intervensi Keperawatan .......................................................................
26
2.6. Ambulasi Dini Pasca Bedah Ortopedi 2.6.1. Definisi ................................................................................................
26
2.6.2. Tahapan Ambulasi ..............................................................................
27
2.6.3. Manfaat Ambulasi Dini .......................................................................
29
2.6.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ambulasi Dini Klien ...................
29
2.6.5. Latihan Kekuatan Otot dan Sendi .......................................................
30
BAB 3 TINJAUAN KASUS KELOLAAN 3.1. Pengkajian Keperawatan Pre Operasi 3.1.1. Informasi Umum .................................................................................
38
3.1.2. Riwayat Penyakit Sekarang ................................................................
38
3.1.3. Riwayat Penyakit Dulu .......................................................................
38
3.1.4. Anamnesis ...........................................................................................
38
3.2. Diagnosa Keperawatan Pre Operasi ..............................................................
54
3.3. Rencana Keperawatan Pre Operasi ................................................................
55
3.4. Evaluasi Keperawatan Pre Operasi ................................................................
58
3.5. Pengkajian Keperawatan Post Operasi 3.5.1. Anamnesis ...........................................................................................
59
3.5.2. Analisa Data Post Operasi ..................................................................
61
3.6. Diagnosa Keperawatan Post Operasi .............................................................
62
3.7. Rencana Keperawatan Post Operasi ..............................................................
63
3.8. Evaluasi Keperawatan Post Operasi ..............................................................
67
BAB 4 ANALISIS SITUASI 4.1. Profil lahan Praktik ........................................................................................
70
4.2. Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep KKMP dan Konsep OA .....
71
x Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
4.3. Analisis Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait ............................
76
4.4. Alternatif Penyelesaian Masalah ....................................................................
79
BAB 5 PENUTUP 5.1. Kesimpulan .....................................................................................................
81
5.2. Saran 5.2.1. Pelayanan ............................................................................................
81
5.2.2. Klien ....................................................................................................
82
5.2.3. Penelitian Selanjutnya .........................................................................
82
5.2.4. Institusi Pendidikan .............................................................................
82
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................
xiv
LAMPIRAN ...........................................................................................................
xvii
xi Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1.
Perbandingan Sendi Sehat dan OA .................................
11
Gambar 2.2.
Deformitas Sendi Akibat OA ..........................................
13
Gambar 2.3.
Rumus Indeks Massa Tubuh ..........................................
17
Gambar 2.4.
Rumus Waist-Hip Ratio ..................................................
18
Gambar 2.5.
Komponen Implant Lutut ................................................
22
Gambar 2.6.
Dangling Position ...........................................................
28
Gambar 2.7.
Standing Balance ............................................................. 28
Gambar 2.8.
Gluteal Set .......................................................................
32
Gambar 2.9.
Quadriceps Set ................................................................
33
Gambar 2.10.
Ankle Pump .....................................................................
33
Gambar 2.11.
Range of Motion ..............................................................
34
Gambar 2.12
Cara Berjalan Menggunakan Kruk .................................. 36
Gambar 2.13.
Menaiki Tangga dengan Kruk ......................................... 38
Gambar 2.14.
Menuruni Tangga dengan Kruk ......................................
38
Gambar 3.1
Foto Genue Bilateral 31/12/2013.....................................
52
Gambar 3.2.
Foto Thorak AP 3/2/2014................................................. 52
Gambar 3.3.
Foto Genue Bilateral Post TKR 13/5/2014.......................................................................... 60
.
xii Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.
Klasifikasi Internasional untuk IMT Orang 18 Dewasa........................................................................
Tabel 2.2.
Klasifikasi Waist-hip Ratio Orang Dewasa dengan 19 Modifikasi...................................................................
Tabel 3.1.
Pengkajian Fall Morse Scale (Risiko Jatuh) .............
46
Tabel 3.2.
Pengkajian Braden Scale (Risiko Luka Tekan) .........
46
Tabel 3.3.
Pengkajian Barthel Index Activity ..............................
47
Tabel 3.4.
Daftar Medikasi Klien ................................................
50
Tabel 3.5.
Pemeriksaan Radiologi Pre Operasi ...........................
51
Tabel 3.6.
Pemeriksaan Laboratorium Pre Operasi ..................... 52
Tabel 3.7.
Analisa Data Pre Operasi ...........................................
53
Tabel 3.8.
Diagnosa Keperawatan Pre Operasi ...........................
54
Tabel 3.9.
Rencana Keperawatan Pre Operasi ............................
55
Tabel 3.10.
Pemeriksaan Radiologi Post Operasi .........................
60
Tabel 3.11.
Pemeriksaan Laboratorium Post Operasi ...................
61
Tabel 3.12.
Analisa Data Post Operasi ..........................................
61
Tabel 3.13.
Diagnosa Keperawatan Post Operasi .........................
62
Tabel 3.14.
Rencana Keperawatan Post Operasi ........................... 63
xiii Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Dewasa ini, seiring dengan perkembangan ilmu keperawatan, pemberian pelayanan keperawatan tidak hanya terfokus pada klien yang menjalani perawatan di Rumah Sakit (RS). Namun, berkembang pada konteks yang lebih luas, termasuk pelayanan keperawatan di komunitas dan keluarga. Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP) merupakan salah satu bentuk pemberian asuhan keperawatan yang menerapkan proses keperawatan komunitas untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan dan pelayanan pada klien di komunitas. Proses asuhan Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP) ini berfokus pada pencegahan masalah keperawatan masyarakat di daerah perkotaan.
Perkembangan zaman, keadaan demografi perkotaan dan gaya hidup masyarakat urban sangat mempengaruhi masalah kesehatan. Perkembangan tersebut meliputi banyaknya pembangunan gedung-gedung
bertingkat, pusat perbelanjaan, dan
padatnya transportasi. Fenomena ini juga terjadi kota Jakarta yang merupakan salah satu megacity di Asia. Perkembangan kota yang semakin pesat ini mempengaruhi kesehatan lingkungan yang ada di daerah perkotaan (Rohmawati, 2013). Masalah kesehatan yang ada di perkotaan bersifat lebih kompleks karena merupakan gabungan antara masalah kesehatan konvensional dan modern.
Karakteristik masyarakat perkotaan yang bersifat individualistik, materialistik, heterogen, dan kritis dengan berbagai macam latar belakang pendidikan dan tuntutan kerja yang tinggi dapat menyebabkan bertambah kompleksnya masalah kesehatan yang terjadi di perkotaan. Salah satu fenomena kesehatan yang kerap muncul pada masyarakat perkotaan, khususnya usia lanjut adalah penyakit radang tulang dan sendi (osteoartritis/OA). Seiring dengan bertambahnya usia, insiden osteoartritis (OA) juga semakin bertambah. Perlu diingat bahwa angka harapan hidup penduduk Indonesia meningkat dari tahun ke tahun sesuai dengan meningkatnya pembangunan di segala bidang. Tahun 2000, tercatat usia harapan hidup perempuan dan laki-laki di Indonesia masing-masing adalah 68 tahun dan 65 tahun. Sedangkan di tahun 2007,
1 Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
2
usia harapan hidup penduduk Indonesia diperkirakan rata-rata 67,5 tahun; di tahun 2012 rata-rata 69 tahun dan tahun 2017 rata-rata 70,3 tahun.
Menurut Bachtiar (2010), OA menjadi penyakit muskuloskeletal yang sering terjadi pada warga usia lanjut di abad 21. Dapat dibayangkan nanti ketika seseorang sudah berusia lebih dari 60 tahun, ¼ dari seluruh populasi wanita dan ⅕ dari seluruh populasi pria dapat terkena OA. Dari 5 juta penduduk Inggris, 80% penderita OA berusia di atas 70 tahun. Demikian pula halnya dari 40 juta penduduk Amerika Serikat, sekitar 70-90% penderita OA berusia di atas 75 tahun.
Menurut National Health and Nutrition Examination Survey dalam Kontjoro (2010), Amerika Serikat pada tahun 1988 menduduki peringkat pertama dunia untuk prevalensi terjadinya penyakit degeneratif muskuloskeletal (artrosis) sebanyak 34/1.000 orang pada usia di bawah 45 tahun, 257/1.000 orang pada usia 45-65 tahun dan 486/1.000 orang pada usia di atas 65 tahun. National Institutes of Health di tahun 1999 membandingkan biaya penelitian yang dikeluarkan untuk kasus keganasan adalah sebesar US$ 3,4 milyar; artrosis
sebesar US$ 237 juta dan
osteoporosis sebesar US$ 137 juta. Hal ini merupakan masalah dunia yang terus bertambah seiring dengan bertambahnya angka harapan hidup.
Prevalensi OA di Indonesia secara umum mencapai 30,3%; di mana prevalensi pada penderita dengan rentang usia 45-54 tahun adalah sebesar 46,3%; usia 55-64 tahun sebesar 56,4%; usia 65-74 tahun sebesar 62,9% dan di atas 75 tahun sebesar 65,4% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Depkes RI, 2008 dalam Bachtiar, 2010). Sedangkan menurut Handayani (2008) dan Koentjoro (2010), prevalensi OA di Indonesia mencapai 5% pada usia < 40 tahun, 30% pada usia 40 – 60 tahun, dan 65% pada usia > 61 tahun.
Rata-rata penderita OA lutut laki-laki berusia 59,7 tahun sedangkan penderita OA lutut perempuan rata-rata berusia 65,3 tahun. Dalam suatu penelitian diperoleh data bahwa sepanjang tahun 2012 terdapat 328 kasus gonartrosis dari 3 Rumah Sakit di Jakarta yaitu RS PGI Cikini, RS PELNI dan RS Setia Mitra dengan 82,31% usia penderitanya di atas 50 tahun. Data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa 40% penduduk dunia yang berusia lebih dari 70 tahun akan Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
3
menderita OA lutut. Berdasarkan data tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa insiden OA akan semakin bertambah seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup di Indonesia.
Menurut Imayati dan Kambayana (2013), perevalensi OA lutut secara radiologis di Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita. Degenerasi sendi yang menyebabkan sindrom klinis osteoartritis muncul paling sering pada sendi tangan, panggul, kaki, dan tulang belakang (spine) meskipun bisa terjadi pada sendi sinovial mana pun. Prevalensi kerusakan sendi sinovial ini meningkat dengan pertambahan usia. Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang usia lanjut di Indonesia menderita cacat karena OA. Oleh karena itu tantangan terhadap dampak OA akan semakin besar karena semakin banyaknya populasi yang berusia tua (Imayati & Kambayana, 2013). Dari jumlah tersebut 80% di antaranya berdampak pada keterbatasan gerak. Prevalensi OA secara total di Indonesia mencapai angka 34,3 juta kasus pada tahun 2002 dan meningkat 36,5 juta kasus di tahun 2007.
Tindakan untuk penanganan OA dapat dengan pembedahan atau tanpa pembedahan. Pengobatan OA lutut stadium akhir sering memerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan nyeri lutut. Penggantian Sendi Lutut (PSL) atau Total Knee Replacement (TKR) merupakan salah satu tindakan yang dianggap lebih baik dibandingkan pengobatan konservatif, debridemen artroskopi atau Osteotomi Tibia Tinggi (OTT). Penggantian Sendi Lutut (PSL) atau Total Knee Replacement (TKR) selain menghilangkan nyeri lutut secara optimal juga dapat mempertahankan gerakan sendi lutut dari 0 sampai dengan 115 derajat.
Immobilisasi (bed rest) yang lama, akan merangsang atropi otot skeletal terutama ekstremitas bagian bawah. Menurunnya kekuatan otot sejumlah 1-1.5 % perhari selama periode immobilisasi dan mencapai 5,5 % perhari jika immobilisasi yang dikarenakan pemasangan gips, drain atau fraktur (Honkanen, et al 1997, Thorn, et al, 2001; dalam Eldawati, 2011). Setelah 10 hari otot tidak diberi beban atau bed rest, maka hasilnya pada 4 hari pertama akan terjadi penurunan kekuatan otot untuk menahan beban dan setelah 6 minggu bed rest, hampir setengah dari kekuatan otot akan menurun (Eldawati, 2011).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
4
Derajat atropi otot tergantung pada lokasi dan fungsi muskuloskeletal. Otot antigravity (seperti otot quadrisep dan gastrocnemius) memiliki serat otot yang dengan intensitas rendah namun dalam penggunaannya memiliki durasi yang panjang dalam beraktifitas (Appel, 1997 dalam Eldawati, 2011). Otot antigravity akan lebih mudah mengalami perubahan bentuk jika tidak digunakan untuk beraktifitas dibandingkan dengan otot nongravity seperti otot bisep dan trisep (Kasper et al, 1996, Kauhanen et al, 1996, Leivo et al, 1998 dalam Eldawati, 2011). Selain atropi, otot antigravity akan kehilangan protein kontraktilitas, tanpa merubah jumlah total serat yang disebabkan immobilisasi (Appel, 1997 dalam Eldawati, 2011).
Kondisi immobilisasi yang lama, berdampak terhadap lama hari rawat/length of stay. (Waher, Salmond & Pellino, 2002 dalam Eldawati, 2011). Secara teori, klien pasca pembedahan ortopedi, dapat melakukan mobilisasi dini beberapa jam sampai satu hari pasca pembedahan (Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L & Cheever, K.H, 2010). Lamanya hari rawat di Rumah Sakit (RS), berdampak kepada masalah finansial klien, karena semakin lama dirawat, maka semakin besar biaya yang dibutuhkan. Selain itu, kesempatan klien lainnya untuk dirawat di RS tersebut akan berkurang karena pergantian (turn over) klien yang terlalu lama (Folden & Tappen, 2007 dalam Eldawati, 2011).
Komplikasi berikutnya yang dapat ditimbulkan akibat immobilisasi adalah ketergantungan pada orang lain dan keterbatasan aktifitas, sehingga dampak jangka panjang yang ditimbulkan untuk klien adalah kehilangan sumber ekonomi yang juga berdampak besar terhadap kelangsungan hidup keluarga, terutama bagi klien yang berperan sebagai kepala keluarga atau tulang punggung keluarga (Waher, Salmond & Pellino, 2002 dalam Eldawati, 2011). Salah satu cara untuk mencegah atropi otot akibat immobilisasi yang lama pada pasca pembedahan ortopedi adalah dengan melakukan ambulasi dini.
Ambulasi dini adalah salah satu tindakan keperawatan yang dimulai dari duduk di pinggir tempat tidur, berdiri dan berjalan dengan menggunakan alat bantu (kruk) (Lewis, Heitkemper & Dirksen, 2004 dalam Eldawati, 2011). Manfaat dari pelaksanaan ambulasi dini pada klien pasca pembedahan ortopedi di antaranya adalah turn over klien meningkat pertempat tidur dalam setiap bulan serta terjadi Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
5
penurunan morbiditas dan mortalitas setelah pembedahan dibandingkan standar sebelumnya (Morris, et al, 2008). Kemampuan klien untuk melakukan ambulasi dini pasca pembedahan sangat dipengaruhi oleh persiapan yang dilakukan klien sebelum pembedahan (pre pembedahan).
Suatu keharusan bagi perawat sebagai tenaga kesehatan professional, yang berada hampir 24 jam di samping klien, untuk melaksanakan perannya baik sebagai direct clinical practice, yaitu memberikan pelayanan langsung kepada klien berdasarkan keilmuan, pengalaman dan evidence-based practice.
Selain itu, perawat yang
berperan sebagai expert coaching and guidance harus membantu perawat pelaksana dalam menerapkan evidence-based practice baru dalam praktek keperawatan, khususnya memfasilitasi pemberian pendidikan kesehatan pada klien (Health Promotion) atau mengajarkan klien bagaimana caranya mencapai status kesehatan yang optimal (Hamric, A.B., Spross, J.A. & Hanson, C.M., 2014). Peran aktif perawat dibutuhkan dalam mempersiapkan klien sedini mungkin untuk melakukan ambulasi dini pasca pembedahan dengan cara melakukan latihan pre pembedahan pada klien dengan rencana pembedahan ortopedi, sehingga kekuatan otot dapat dipertahankan dan klien lebih mudah untuk melakukan ambulasi dini pasca pembedahan.
Berdasarkan fenomena yang sudah dijabarkan sebelumnya, maka karya tulis ilmiah ini dibuat untuk menganalisis praktik klinik keperawatan pada klien dengan post TKR atas indikasi OA genue dekstra di Ruang Rawat Bedah Kelas RSUP Persahabatan Jakarta. Hal ini didasarkan pada fakta, bahwa masih tingginya tingkat ketergantungan klien pasca pembedahan ortopedi, lamanya hari rawat klien dengan pasca pembedahan ortopedi, ketidaksiapan klien untuk segera melakukan ambulasi dini karena kelemahan pada otot akibat immobilisasi yang lama atau ketakutan klien untuk melakukan pergerakkan setelah pembedahan yang dikarenakan kurang pengetahuan tentang cara melakukan latihan sebelum pembedahan.
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan hasil observasi penulis saat praktik ataupun hasil wawancara penulis dengan perawat ruang Bedah Kelas RSUP Persahabatan Jakarta, diperoleh data bahwa persiapan pre pembedahan yang dilakukan oleh perawat terhadap klien yang akan dilakukan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
6
pembedahan ortopedi masih berfokus kepada mempersiapkan pengosongan saluran sistem pencernaan, premedikasi ataupun kesiapan fisik dan mental, tetapi latihan (exercise) pre pembedahan belum dilakukan oleh perawat. Selain itu, klien pasca pembedahan ortopedi sebagian besar masih belum mampu melakukan ambulasi dini seperti duduk di pinggir tempat tidur dengan kaki menjuntai (dangling position), berdiri di samping tempat tidur, atau menggunakan alat bantu pergerakkan seperti tongkat atau walker. Kondisi ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti, rasa sakit setelah pembedahan, ketakutan untuk melakukan mobilisasi, kurangnya pengetahuan untuk melakukan latihan kekuatan otot dan rentang gerak sendi sebelum operasi serta kurangnya evaluasi oleh perawat tentang kemampuan ambulasi dini klien pasca pembedahan yang harus diketahui oleh keluarga.
Keluarga klien jarang dilibatkan untuk melatih ataupun memantau kemajuan program latihan pre pembedahan yang seharusnya dilakukan oleh klien. Kurangnya melakukan latihan kekuatan otot kaki dan tangan, baik yang cedera ataupun yang masih sehat selama menunggu jadwal operasi dapat menjadi penyebab berkurangnya kemampuan untuk melakukan ambulasi dini. Rata-rata jadwal tunggu operasi antara 1-2 minggu, baik karena menunggu giliran operasi, mempersiapakan kondisi fisik klien, terutama yang perlu dilakukan traksi ataupun menunggu persiapan alat ortopedi seperti jenis fiksasi yang digunakan untuk klien yang bersangkutan. Kondisi ini dapat menjadi faktor predisposisi berkurangnya kekuatan otot, bahkan berisiko untuk terjadi atropi, karena selama rentang waktu tersebut klien tidak melakukan aktifitas fisik yang dapat merangsang kekuatan otot. Berdasarkan permasalahan diatas, maka penulis merasa perlu untuk menganalisis praktik klinik keperawatan pada klien dengan post TKR atas
indikasi OA genue dekstra di Ruang Rawat Bedah Kelas RSUP Persahabatan Jakarta. 1.3. Tujuan Penulisan 1.3.1. Tujuan Umum Untuk menggambarkan analisis praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada klien post Total Knee Replacement atas indikasi osteoartritis genue dekstra di ruang bedah kelas RSUP Persahabatan Jakarta. 1.3.2. Tujuan Khusus − Dilakukannya analisis masalah keperawatan terkait dengan kasus hambatan mobilisasi akibat nyeri pada klien pasca pembedahan Total Knee Replacement dengan konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
7
− Dilakukannya asuhan keperawatan kepada klien kelolaan dengan masalah hambatan mobilisasi akibat nyeri pada klien pasca pembedahan Total Knee Replacement. − Dilakukannya analisis evidence based practice mengenai mobilisasi dini dalam mengatasi masalah nyeri pada klien pasca pembedahan Total Knee Replacement.
1.4. Manfaat Penulisan 1.4.1. Untuk Keilmuan Hasil Karya Tulis Ilmiah ini dapat digunakan sebagai justifikasi pentingnya pengetahuan tentang penatalaksanaan ambulasi dini pada klien pasca pembedahan TKR. 1.4.2. Untuk Instansi Penyedia Layanan Kesehatan 1.4.2.1. Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat menyajikan data demografi terkait penatalaksanaan ambulasi dini pada klien pasca pembedahan TKR. 1.4.2.2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi dan evaluasi bagi RS dalam memetakan kinerja perawat terkait penatalaksanaan ambulasi dini pada klien pasca pembedahan TKR. 1.4.2.3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber data bagi RS untuk menentukan kebijakan yang terkait dengan upaya peningkatan kompetensi perawat dalam penatalaksanaan ambulasi dini pada klien pasca pembedahan TKR. 1.4.3. Untuk Praktek Keperawatan Karya Tulis Ilmiah ini dapat memberikan informasi tambahan bagi perawat mengenai penatalaksanaan ambulasi dini pada klien pasca pembedahan TKR. 1.4.4. Untuk Penelitian Lanjutan Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat memberikan data awal untuk penelitian yang terkait dengan penatalaksanaan ambulasi dini pada klien pasca pembedahan TKR
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Osteoartritis 2.1.1. Definisi OA atau dikenal juga sebagai artritis degeneratif, artritis hipertropi atau artritis yang berhubungan dengan usia. OA merupakan penyakit sendi degeneratif, di mana keseluruhan struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. Penyakit ini ditandai dengan kerusakan tulang rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatnya ketebalan serta sklerosis dari lempeng tulang, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula sendi, timbulnya peradangan, dan melemahnya otot-otot yang menghubungkan sendi (Felson, 2008 dalam Koentjoro, 2010).
2.1.2. Epidemiologi Osteoartritis OA merupakan penyakit sendi pada orang dewasa yang paling umum di dunia. Felson (2008) melaporkan bahwa satu dari tiga orang dewasa memiliki tandatanda radiologis terhadap OA. OA pada lutut merupakan tipe OA yang paling umum dijumpai pada orang dewasa. Joern, W.P.M., Klaus, U.S.B. & Eyseel, Peer (2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa orang dewasa dengan kelompok umur 60-64 tahun sebanyak 22% . Pada pria dengan kelompok umur yang sama, dijumpai 23% menderita OA pada lutut kanan, sementara 16,3% sisanya didapati menderita OA pada lutut kiri. Berbeda halnya pada wanita yang terdistribusi merata, dengan insiden OA pada lutut kanan sebanyak 24,2% dan pada lutut kiri sebanyak 24,7%.
2.1.3. Patogenesis Osteoartritis Mekanisme pertahanan sendi diperankan oleh pelindung sendi yaitu : kapsula dan ligamen sendi, otot-otot, saraf sensori aferen dan tulang di dasarnya. Kapsula dan ligamen-ligamen sendi memberikan batasan pada rentang gerak (Range of Motion) sendi (Felson, 2008). Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago pada permukaan sendi sehingga mencegah terjadinya keletihan kartilago akibat gesekan. Sedangkan protein yang disebut dengan 8 Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
9
lubricin merupakan protein pada cairan sendi yang berfungsi sebagai pelumas. Protein ini akan berhenti disekresikan apabila terjadi cedera dan peradangan pada sendi (Felson, 2008).
Ligamen bersama dengan kulit dan tendon, mengandung suatu mekanoreseptor yang tersebar di sepanjang rentang gerak sendi. Umpan balik yang dikirimkannya memungkinkan otot dan tendon mampu untuk memberikan tegangan yang cukup pada titik-titik tertentu ketika sendi bergerak (Felson, 2008). Otot-otot dan tendon yang menghubungkan sendi adalah inti dari pelindung sendi. Kontraksi otot yang terjadi ketika pergerakan sendi memberikan tenaga dan akselerasi yang cukup pada anggota gerak untuk menyelesaikan tugasnya. Kontraksi otot tersebut turut meringankan stres yang terjadi pada sendi dengan cara melakukan deselerasi sebelum terjadi tumbukan (impact). Tumbukan yang diterima akan didistribusikan ke seluruh permukaan sendi sehingga meringankan dampak yang diterima. Tulang di balik kartilago memiliki fungsi untuk menyerap goncangan yang diterima (Felson, 2008).
Kartilago sendiri berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi oleh cairan sendi sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang terjadi ketika bergerak. Kekakuan kartilago yang dapat dimampatkan berfungsi sebagai penyerap tumbukan yang diterima sendi. Perubahan pada sendi sebelum timbulnya OA dapat terlihat pada kartilago sehingga penting untuk mengetahui lebih lanjut tentang kartilago (Felson, 2008). Terdapat dua jenis makromolekul utama pada kartilago, yaitu Kolagen tipe dua dan Aggrekan. Kolagen tipe dua terjalin dengan ketat, membatasi molekul-molekul aggrekan di antara jalinan-jalinan kolagen. Aggrekan adalah molekul proteoglikan yang berikatan dengan asam hialuronat dan memberikan kepadatan pada kartilago (Felson, 2008).
Kartilago memiliki metabolisme yang lamban, dengan pergantian matriks yang lambat dan keseimbangan yang teratur antara sintesis dengan degradasi. Kegagalan dari mekanisme pertahanan oleh komponen pertahanan sendi akan meningkatkan kemungkinan timbulnya OA pada sendi (Felson, 2008). Namun, pada fase awal perkembangan OA kartilago sendi memiliki metabolisme yang Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
11
2.1.4. Faktor Risiko Hal-hal yang dapat menjadi faktor risiko timbulnya OA antara lain : −
Trauma, yaitu patah tulang yang mengenai permukaan sendi.
−
Pekerjaan yang menimbulkan beban berulang pada sendi.
−
Obesitas (kegemukan), yang menyebabkan peningkatan beban pada sendi, terutama sendi lutut.
−
Riwayat OA pada keluarga.
−
Densitas (kepadatan) tulang yang rendah.
2.1.5. Diagnosis Osteoartritis 2.2.4.2. Tanda dan Gejala Klinis Umumnya, klien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan. Berikut ini adalah keluhan yang dapat dijumpai pada klien OA : −
Nyeri sendi Keluhan ini merupakan keluhan utama klien. Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan dan tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain. Perubahan ini dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini (secara radiologis). Umumnya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya bisa digoyangkan dan menjadi kontraktur. Hambatan gerak dapat konsentris/seluruh arah gerakan maupun eksentris/salah satu arah gerakan saja (Soeroso, 2006 dalam Koentjoro, 2010). Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago pada sendi tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat diasumsikan bahwa nyeri yang timbul pada OA berasal dari luar kartilago (Felson, 2008). Dalam suatu penelitian yang menggunakan Magnetic Resonant Imaging (MRI), diperoleh data bahwa sumber dari nyeri yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
12
(sinovitis), efusi sendi, dan edema sumsum tulang (Felson, 2008). Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit tumbuh, inervasi neurovaskular menembus bagian dasar tulang hingga ke kartilago dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang Hal ini menimbulkan nyeri (Felson, 2008). Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di dekat sendi. Sumber nyeri yang umum di lutut adalah akibat dari anserine bursitis dan sindrom iliotibial band (Felson, 2008). −
Hambatan gerakan sendi Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan dengan pertambahan rasa nyeri (Soeroso, 2006).
−
Kaku pagi Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah klien berdiam diri atau tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau kendaraan dalam waktu yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari (Soeroso, 2006).
−
Krepitasi Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala ini umum dijumpai pada klien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh klien atau dokter yang memeriksa. Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar hingga jarak tertentu (Soeroso, 2006).
−
Pembesaran sendi (deformitas) Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar (Soeroso, 2006).
−
Pembengkakan sendi yang asimetris Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang biasanya tidak banyak (< 100 cc) atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk permukaan sendi berubah (Soeroso, 2006).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
14
2.2.5.3. Pemeriksaan laboratorium Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak berguna. Pemeriksaan darah tepi masih dalam batas normal begitu pula dengan pemeriksaan imunologi masih dalam batas normal. Untuk kasus OA yang disertai peradangan sendi dapat dijumpai peningkatan ringan sel peradangan (< 8000/m) dan peningkatan nilai protein (Soeroso, 2006). 2.2.5.4. Foto polos sendi (roentgen) Pada penderita OA, pemeriksaan radiografi pada sendi yang terkena sudah cukup untuk memberikan suatu gambaran diagnostik (Soeroso, 2006). Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA adalah : penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada bagian yang menanggung beban seperti lutut), peningkatan densitas
tulang
subkondral
(sklerosis),
kista
pada
tulang,
pembentukan osteofit (tonjolan-tonjolan kecil pada tulang) pada pinggir sendi, destruksi tulang dan perubahan struktur anatomi sendi.
Berdasarkan temuan-temuan radiografis di atas, maka OA dapat diberikan suatu derajat. Kriteria OA berdasarkan temuan radiografis dikenal sebagai kriteria Kellgren dan Lawrence yang membagi OA dimulai dari tingkat ringan hingga tingkat berat. Perlu diingat bahwa pada awal penyakit, gambaran radiografis sendi masih terlihat normal (Felson, 2006).
2.1.7. Penatalaksanaan Osteoartritis Walaupun belum ada pengobatan yang spesifik untuk penyakit degeneratif sendi; dan walaupun kerusakan pada sendi akan permanen dan bahkan progresif (semakin parah), pengobatan terbaik dapat diberikan bila tatalaksana secara umum dan lokal disesuaikan untuk setiap penderita. Tujuan pengobatan OA adalah : −
Membantu penderita agar mengerti penyakitnya
−
Memberi bantuan psikologis
−
Menghilangkan rasa sakit
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
15
−
Menekan proses inflamasi (peradangan)
−
Mempertahankan fungsi sendi dan mencegah perubahan sendi dengan mempertahankan aktifitas fisik
−
Melakukan koreksi terhadap kelainan yang sudah terjadi
−
Memperbaiki fungsi sendi
−
Memperkuat otot-otot yang lemah
Pengelolaan OA berdasarkan atas sendi yang terkena dan berat ringannya OA yang diderita (Soeroso, 2006). Penatalaksanaan OA terbagi atas 3 hal, yaitu : 2.1.7.1. Terapi non-farmakologis − Edukasi Edukasi atau penjelasan kepada klien perlu dilakukan agar klien dapat mengetahui serta memahami tentang penyakit yang dideritanya, bagaimana agar penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan agar persendiannya tetap terpakai (Soeroso, 2006). − Terapi fisik atau rehabilitasi Klien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi ini dilakukan untuk melatih klien agar persendiannya tetap dapat dipakai dan melatih klien untuk melindungi sendi yang sakit. (Soeroso, 2006). Terapi fisik dapat membantu meningkatkan kekuatan otot dan gerakan pada sendi yang kaku. − Alat penyangga sendi (splint dan braces) Splint
dan
kawat
penyangga
terkadang
dapat
membantu
menyokong sendi yang lemah. Beberapa mencegah sendi dari pergerakan; sedangkan yang lainnya memungkinkan beberapa gerakan. Penggunaan alat bantu ini hanya dilakukan bila direkomendasikan oleh dokter atau terapis. Penggunaan penjepit dengan cara yang salah dapat menyebabkan kerusakan sendi, kekakuan, dan rasa sakit. − Penurunan berat badan Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang memperberat OA. Oleh karena itu, berat badan harus dapat dijaga agar tidak
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
16
berlebih dan diupayakan untuk melakukan penurunan berat badan apabila berat badan berlebih (Soeroso, 2006).
2.1.7.2. Terapi farmakologis Penanganan terapi farmakologi melingkupi penurunan rasa nyeri yang timbul, mengoreksi gangguan yang timbul dan mengidentifikasi manifestasi-manifestasi klinis dari ketidakstabilan sendi (Felson, 2006). − Anti Inflamasi Nonsteroid (AINS), Inhibitor Siklooksigenase-2 (COX-2), dan Asetaminofen Untuk mengobati rasa nyeri yang timbul pada OA lutut, penggunaan obat AINS dan Inhibitor Siklooksigenase-2 (COX-2) dinilai lebih efektif daripada penggunaan asetaminofen. Namun karena risiko toksisitas obat Antiinflamasi Nonsteroid (AINS) lebih tinggi daripada asetaminofen. Namun, asetaminofen tetap menjadi obat pilihan pertama dalam penanganan rasa nyeri pada OA. Cara lain untuk mengurangi dampak toksisitas dari obat AINS adalah dengan cara mengkombinasikannya dengan menggunakan inhibitor COX-2 (Felson, 2006). − Chondroprotective Agent Chondroprotective Agent adalah obat-obatan yang dapat menjaga atau merangsang perbaikan kartilago pada klien dengan OA. Obatobatan yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah : tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin C, dan sebagainya (Felson, 2006).
2.1.7.3. Terapi pembedahan Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang mengganggu aktifitas sehari-hari. Kasus yang parah dari osteoartritis mungkin memerlukan tindakan pembedahan untuk mengganti sendi yang rusak. Pilihan tindakan pembedahan mencakup:
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
17
− Pembedahan arthroskopi untuk memangkas robekan sendi dan tulang rawan yang rusak − Mengganti alignment tulang untuk menghilangkan stress pada tulang atau sendi (osteotomi) − Bedah fusi tulang, biasanya di tulang belakang (arthrodesis) − Penggantian parsial atau total sendi yang rusak dengan sendi buatan (arthroplasti lutut , arthroplasti pinggul)
2.1.8. Berat Badan dan Osteoartritis Berat badan sering dihubungkan dengan berbagai macam penyakit, termasuk OA. Berat badan yang berlebih ternyata berkaitan dengan meningkatnya risiko seseorang menderita OA pada kemudian hari, baik wanita maupun pria. Menurut penelitian dari Grotle, M., et al (2008); selain umur, berat badan yang berlebih terutama obesitas turut berperan dalam patogenesis dan patofisiologi dari OA lutut terutama dalam perkembangan penyakit ke derajat yang lebih tinggi. Peran faktor metabolik dan hormonal pada kaitannya antara OA dan obesitas juga disokong dengan adanya kaitan antara OA dengan penyakit jantung koroner, diabetes mellitus dan hipertensi (Soeroso, 2006). Untuk mendeteksi kelebihan berat badan yang diderita seseorang, ada dua cara sederhana yang dapat dilakukan yaitu dengan cara mengukur Indeks Massa Tubuh/IMT (WHO, 2014) dan mengukur Waist-hip ratio (Vasquez, G., Duval, S., Jr, D.R.J., & Silventoinnen, K., 2007). Indeks Massa Tubuh (IMT) dapat diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
IMT =
Berat badan dalam kilogram (Kg) Tinggi badan dalam meter kuadrat (m2) Gambar 2.3. Rumus Indeks Massa Tubuh Sumber : World Health Organization (2014)
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
18
Setelah dinilai, maka nilai tersebut dibandingkan dengan tabel klasifikasi IMT berikut : Tabel 2.1. Klasifikasi Internasional untuk IMT Orang Dewasa Klasifikasi
IMT (kg/m2)
Underweight
<18,50
Sangat kurus
<16,00
Kurus
16,00 – 16,99
Kurus ringan
17,00 – 18,49
Normal
18,50 – 24,99
Overweight
> 25,00
Pre-obese
25,00 – 29,99
Obese
≥30,00
Obese kelas I
30,00 – 34,99
Obese kelas II
35,00 – 39,99
Obese kelas III
≥40,00
Sumber : World Health Organization (2014)
Waist-hip ratio, dapat dinilai dengan mengukur lingkar pinggang klien pada titik tersempit lalu mengukur lingkar panggul pada titik terlebarnya. Selanjutnya, hasil pengukuran dimasukkan ke dalam rumus berikut ini :
Waist-hip ratio =
Lingkar pinggang pada titik tersempit Lingkar panggul pada titik terlebar Gambar 2.4. Rumus Waist-hip ratio
Sumber : (Vasquez, G., Duval, S., Jr, D.R.J., & Silventoinnen, K., 2007)
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
19
Hasil yang diperoleh lalu dibandingkan dengan nilai dalam tabel berikut : Tabel 2.2. Klasifikasi Waist-hip Ratio Orang Dewasa dengan Modifikasi Waist-hip ratio Nilai
Klasifikasi
0,74 atau lebih rendah
Non obese
0,75 hingga 0,85
Obese
0,85+
Obese sentral
Sumber : (Vasquez, G., Duval, S., Jr, D.R.J., & Silventoinnen, K., 2007)
Beberapa penelitian menunujukkan bahwa wanita dan orang gemuk akan lebih cenderung mengeluhkan rasa nyeri hebat pada lutut dibandingkan dengan orang yang kurang gemuk (Soeroso, 2006). Menurut penelitian Thumboo (2002), klien OA lutut dengan obesitas akan mengalami peningkatan rasa nyeri pada daerah lutut jauh lebih besar dibandingkan dengan klien yang tidak obese. Berdasarkan kedua hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor yang dapat meningkatkan rasa nyeri pada klien dengan OA lutut adalah obesitas.
2.2. Osteoartritis dalam KKMP KKMP merupakan suatu metode yang digunakan oleh perawat untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan dan pelayanan pada klien dengan fokus masalah kesehatan area perkotaan. Proses keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan bertujuan untuk mencegah masalah keperawatan yang sering terjadi pada masyarakat urban.
OA lutut merupakan masalah kesehatan yang bersifat degeneratif karena sebagian besar kasus OA menyerang penderita berusia lanjut. Penyakit ini menyerang penduduk di seluruh dunia tidak terkecuali Indonesia. Salah satu faktor risiko terjadinya OA lutut yaitu trauma yang mengenai permukaan sendi, pekerjaan yang menimbulkan
beban
berulang
pada
sendi,
obesitas
(kegemukan)
yang
menyebabkan peningkatan beban pada sendi, terutama sendi lutut, riwayat OA pada keluarga dan densitas (kepadatan) tulang yang rendah.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
20
Angka harapan hidup penduduk Indonesia meningkat dari tahun ke tahun sesuai dengan meningkatnya pembangunan di segala bidang. Tahun 2000, tercatat usia harapan hidup perempuan dan laki-laki di Indonesia masing-masing adalah 68 tahun dan 65 tahun. Sedangkan di tahun 2007, usia harapan hidup penduduk Indonesia diperkirakan rata-rata 67,5 tahun; di tahun 2012 rata-rata 69 tahun dan tahun 2017 rata-rata 70,3 tahun.
Prevalensi OA di Indonesia secara umum mencapai 30,3%; di mana prevalensi pada penderita dengan rentang usia 45-54 tahun adalah sebesar 46,3%; usia 55-64 tahun sebesar 56,4%; usia 65-74 tahun sebesar 62,9% dan di atas 75 tahun sebesar 65,4% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Depkes RI, 2008 dalam Bachtiar, 2010). Sedangkan menurut Handayani (2008) dan Koentjoro (2010), prevalensi OA di Indonesia mencapai 5% pada usia < 40 tahun, 30% pada usia 40 – 60 tahun, dan 65% pada usia > 61 tahun.
Rata-rata penderita OA lutut laki-laki berusia 59,7 tahun sedangkan penderita OA lutut perempuan rata-rata berusia 65,3 tahun. Dalam suatu penelitian diperoleh data bahwa sepanjang tahun 2012 terdapat 328 kasus gonartrosis dari 3 Rumah Sakit di Jakarta yaitu RS PGI Cikini, RS PELNI dan RS Setia Mitra dengan 82,31% usia penderitanya di atas 50 tahun. Data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa 40% penduduk dunia yang berusia lebih dari 70 tahun akan menderita OA lutut. Berdasarkan data tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa insiden A akan semakin bertambah seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup di Indonesia.
2.3. Total Knee Replacement Sendi lutut merupakan sambungan tulang paha dengan tungkai kaki bagian bawah yang terdiri dari dua artikulasi yaitu antara femur dan tibia kemudian antara femur dan patella (Masouros, S.D., Newell, N., Ramasamy, A., et al., 2013). Sendi lutut merupakan bagian persendian yang paling banyak berperan pada tubuh manusia. Sendi lutut memiliki peranan yang sangat penting dalam mengakomodasi tegangan yang tinggi dengan tetap mempertahankan mobilitas dan stabilitas tubuh manusia. Kemampuan sendi lutut harus mampu menopang tiga kali dari berat badan ketika
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
21
berjalan dan lima kali berat badan ketika menaiki tangga. Kekuatan serta ketahanan sendi lutut buatan dalam keausan harus diperhatikan.
Sendi lutut memiliki fungsi yang sangat komplek yaitu dapat menahan beban dinamis yang sangat tinggi, dapat memberikan fasilitas untuk tubuh dalam melakukan gerakan yang lebar dan jangkauan yang jauh, dapat menyerap kejutan dan dapat mempertahankan kestabilan tubuh. Dalam kesehariannya, individu sering mengalami kerusakan pada sendi lutut dan tulang pinggul. Hal tersebut disebabkan adanya keausan yang terjadi pada tulang kartilago, degenerasi tulang, cedera maupun faktor beban lainnya (Amirouche, F. & Solitro, G.V., 2011). Sendi lutut menjadi sendi yang sangat rentan karena peran yang dilakukan sangat kompleks. Selain itu, sendi lutut tidak dilingkupi oleh daging seperti persendian yang lain. Pergantian sendi lutut disebabkan oleh beberapa hal di antaranya karena penyakit, umur, dan jenis kelamin.
Kerusakan tersebut dapat diatasi dengan melakukan pembedahan pergantian sendi lutut (Total Knee Arthroplasty atau Total Knee Replacement). Pembedahan ini dilakukan dengan cara menggantikan sebagian dari sendi lutut, yaitu bagian yang mengalami kerusakan atau degenerasi dengan menggunakan Total Knee Joint Prosthetic. Penggantian sendi lutut atau Total Joint Replacement secara keseluruhan dimulai pada tahun 1938 dengan kedua komponen terbuat dari metal. Pemilihan material menggunakan metal sebagai total joint replacement, saat ini telah ditinggalkan karena friksi yang tinggi dan keausan yang cepat antar kedua permukaan. Sedangkan pada tahun 1960 sampai dengan sekarang, total joint replacement menggunakan prinsip plastik dengan metal. Material yang digunakan pada waktu itu adalah plastik High Density Polyethylene. Penggunaan material ini merupakan material yang paling aman digunakan sampai saat ini.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
23
Kekakuan yang terjadi pada klien OA biasanya muncul pagi hari setelah bangun tidur dan mereda kurang dari 30 menit atau dengan pergerakan (Smeltzer, O’Connel & Bare, 2003 dalam Bachtiar, 2010). Pembengkakan terjadi akibat adanya efusi pada sinovitis atau akibat dari osteofit dengan nodul-nodul Heberden (Hasset & Spector, 2003 dalam Bachtiar, 2010). Adapun gangguan fungsi yang terjadi pada klien dengan OA disebabkan nyeri saat bergerak dan kerusakan struktural sendi (Smeltzer, O’Connel & Bare, 2003 dalam Bachtiar, 2010).
Untuk mengangkat diagnosis OA cenderung sulit karena hanya sekitar 30-50% penderita yang mengalami perubahan pada foto sinar X melaporkan gejala khas yang mengarah pada OA. Pemeriksaan foto sinar X pada klien OA akan menunjukkan adanya penyempitan ruang sendi dan osteofit (penonjolan) pada tulang subkhondral sebagai akibat dari usaha regenerasi tulang rawan. Pemeriksaan darah tidak akan begitu bermakna untuk membantu menegakkan diagnosa OA (Smeltzer, O’Connel & Bare, 2003 dalam Bachtiar, 2010). Pemeriksaan Computed Tomography Scanning (CT Scan) atau Magneting Resonance Imaging (MRI) hanya akan membantu memperjelas gambaran sendi secara lebih rinci dibandingkan dengan foto sinar X (Wilke, 2003 dalam Bachtiar, 2010).
Berdasarkan tanda dan gejala tersebut, maka masalah keperawatan yang utama pada klien dengan OA adalah nyeri. Keluhan nyeri baik yang bersifat akut maupun kronis semerupakan hasil dari proses degradasi tulang rawan dan inflamasi daerah sinovium. Gangguan mobilitas fisik sendiri muncul sebagai manifestasi nyeri hebat yang ditandai dengan keterbatasan rentang gerak sendi (Doegoes, Moorhouse & Murr, 2008 dalam Bachtiar, 2010).
Berangkat dari masalah keperawatan yang sering ditemui pada klien OA, maka tujuan utama dari manajemen keperawatan pada klien OA berfokus untuk mengurangi keluhan nyeri dan kekakuan yang dirasakan klien. Selain itu, asuhan keperawatan disusun dengan tujuan untuk mempertahankan dan memperbaiki mobilitas sendi serta mencegah kerusakan sendi yang lebih lanjut (Walker, 2009). Intervensi keperawatan diutamakan untuk memberikan edukasi pada klien terkait penurunan berat badan dan latihan fisik (Seed, S.M., Dunican, K.C. & Lynch, Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
24
A.M., 2009). Intervensi lainnya meliputi okupasi terapi dan penggunaan alat bantu, sedangkan akupuntur atau ultrasonografi dipertimbangkan untuk dilakukan pada sebagian penderita (Seed, S.M., Dunican, K.C. & Lynch, A.M., 2009).
2.5. Asuhan Keperawatan Klien dengan Penggantian Sendi Banyak klien yang mengalami disfungsi muskuloskeletal harus menjalani pembedahan untuk mengoreksi masalahnya. Masalah yang dapat dikoreksi meliputi stabilisasi fraktur, deformitas, penyakit sendi, jaringan infeksi atau nekrosis, gangguan peredaran darah dan adanya tumor. Asuhan Keperawatan pada klien dengan penggantian sendi dapat mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi.
2.5.1. Pengkajian Area pengkajian pada klien pre pembedahan dipusatkan pada kemampuan klien untuk melakukan latihan sebelum pembedahan disamping pengkajian lainnya seperti hidrasi, riwayat pengobatan terbaru dan kemungkinan adanya infeksi. Hidrasi yang adekuat merupakan sasaran yang sangat penting pada klien orthopedik. Immobilisasi dan tirah baring dapat menyebabkan trombosis vena dalam, statis urin dan infeksi kandung kemih yang diakibatkannya dan pembentukan batu. Hidrasi yang adekuat dapat menurunkan kekentalan darah, memperbaiki aliran kemih, dan membantu mencegah terjadinya tromboplebitis dan masalah saluran kemih. Untuk menentukan hidrasi pre pembedahan, perawat harus mengkaji kulit, tanda vital, haluaran urin dan hasil pemeriksaan laboratorium untuk membuktikan adanya dehidrasi atau adanya infeksi.
Pengkajian yang juga sangat penting diperhatikan adalah kemampuan klien untuk mengelola nyeri yang dirasakan. Salah satu metode yang dipilih untuk mengurangi rasa nyeri klien adalah dengan mengurangi bengkak pada ekstremitas yang cedera, dengan cara meninggikan ekstremitas yang cedera, melakukan kompres es untuk mengurangi pembengkakan dan memberikan traksi kulit. Analgetik kadang diberikan untuk mengontrol nyeri akut, pada cedera muskuloskeletal dan spasme otot. Selama periode tepat
sebelum
pembedahan,
perawat
harus
mendiskusikan
dan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
25
mengkoordinasikan pemberian analgetik bersama ahli anastesi dan dokter bedah. Bila perlu diberikan obat premedikasi, maka obat tersebut harus diinjeksikan kedalam daerah yang sehat, karena absorbsi jaringan jauh lebih baik pada daerah yang tidak mengalami trauma (Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L & Cheever, K.H, 2010).
Pengkajian
terhadap
mobilitas
klien
mencakup
perubahan
posisi,
kemampuan untuk bergerak, kekuatan otot, fungsi sendi dan batasan mobilisasi yang ditentukan. Perawat juga harus berkolaborasi dengan dokter ortopedi, fisioterapi atau anggota tim lain, untuk mengkaji mobilitas klien. Selama aktivitas perubahan posisi, pindah, dan ambulasi, perawat harus mengkaji kemampuan klien, kondisi fisiologis klien seperti hipotensi orthostatic, pucat, diaphoresis, mual, takikardi dan keletihan. Jika klien tidak mampu untuk ambulasi secara mandiri atau tanpa bantuan, perawat harus mengkaji kemampuan klien menjaga keseimbangan, berpindah, atau menggunakan alat bantu gerak atau berjalan.
2.5.2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan penggantian sendi antara lain gangguan mobilisasi fisik (immobilisasi) berhubungan dengan kerusakan
muskuloskeletal.
Diagnosa
gangguan
mobilisasi
fisik
didefinisikan oleh North American Nursing Association (NANDA) sebagai suatu keadaan ketika individu berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik (Perry dan Potter,2009). Diagnosa keperawatan pada klien bedah ortopedi berbeda antara satu klien dengan klien lainnya, tergantung jenis pembedahan yang dijalaninya. Sebagian besar masalah keperawatan yang dialami oleh klien di antaranya nyeri berhubungan dengan trauma muskuloskeletal, perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan pembengkakan, alat immobilisasi dan gangguan aliran balik vena; gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, pembengkakan dan alat immobilisasi serta gangguan citra tubuh, harga diri, atau peran yang berhubungan dengan dampak masalah muskuloskeletal (Black & Hawks, 2009; Doengoes, 2002; NANDA,2006; Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L & Cheever, K.H, 2010). Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
26
2.5.3. Intervensi Keperawatan Tujuan utama intervensi pada klien yang menjalani bedah ortopedi meliputi meredakan rasa nyeri, mempertahankan perfusi jaringan adekuat, memelihara kesehatan, meningkatkan mobilitas dan peningkatan konsep diri positif. Tindakan keperawatan untuk meredakan rasa nyeri diantaranya dengan meninggikan ekstremitas yang bengkak atau cedera, memberikan kompres es untuk mengurangi pembengkakan, kolaborasi pemberian analgetik dan metode alternatif untuk mengontrol rasa nyeri seperti tekhnik relaksasi dan distraksi, pemfokusan, imaginasi, lingkungan yang tenang dan masase punggung. Tindakan memelihara kesehatan di antaranya dapat dilakukan dengan mengkaji kebutuhan nutrisi dan hidrasi, hindari penggunaan kateter urine untuk menghindari risiko infeksi saluran kemih dan anjurkan klien untuk berhenti merokok untuk memfasilitasi fungsi respiratorik yang optimal dan penggunaan spirometri insentif (Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L & Cheever, K.H., 2010).
Tindakan untuk peningkatan mobilisasi klien adalah mengajarkan latihan selama periode pre pembedahan yaitu latihan pengesetan gluteal dan pengesetan kuadrisep untuk memelihara otot yang diperlukan untuk berjalan. Latihan isometrik untuk otot betis dan pergelangan kaki (ankle pump) harus dilakukan untuk meminimalkan stasis vena dan mencegah trombosis vena dalam. Latihan rentang gerak aktif sendi yang sehat harus diupayakan dan klien yang direncanakan akan menggunakan alat bantu untuk berjalan, harus memperkuat ekstremitas atas dan pundak dengan berpegangan pada monkey bar (Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L & Cheever, K.H., 2010).
2.6. Ambulasi Dini Pasca Bedah Ortopedi 2.6.1. Definisi Ambulasi dini adalah meningkatkan aktifitas fisik atau berjalan untuk mempertahankan atau memperbaiki otonomi fungsi tubuh selama tindakan atau pemulihan dari sakit (Duchterman & Bulechek, 2004 dalam Eldawati, Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
27
2011). Ambulasi adalah aktivitas tiga dimensi yang kompleks yang melibatkan ekstremitas bawah, pelvis, batang tubuh dan ekstremitas atas (Waher, Salmond & Pellino, 2002 dalam Eldawati, 2011). 2.6.2. Tahapan Ambulasi Pada klien dengan keterbatasan ekstremitas bawah, latihan ambulasi dimulai dengan bantuan alat gerak. Untuk meyakinkan klien aman atau selamat selama latihan melangkah, maka respon kardiovaskular harus dikaji, karena latihan seperti berpindah posisi atau turun naik tangga adalah sebagian
dari
proses
rehabilitasi
yang
membutuhkan
pengkajian
hemodinamik secara akurat. Hal ini harus diperhatikan, bahwa kondisi medis harus selalu stabil, karena latihan tidak bisa dilakukan pada kondisi kronis seperti Chronic Obstructive Pulmonary Disease/COPD dan Coronary Arteri Disease/CAD (Waher, Salmond & Pellino, 2002 dalam Eldawati, 2011). Sebelum mengajarkan ambulasi kepada klien, maka ada beberapa tahapan ambulasi yang harus dilakukan klien. Tujuan tahapan ambulasi ini di antaranya adalah untuk mencapai fungsi yang independen pada ambulasi sebagai usaha aktif yang dilakukan oleh klien.
Adapun tahapan ambulasi tersebut adalah : 2.6.2.1. Pre Ambulasi Program latihan untuk mempersiapkan otot untuk berdiri dan berjalan sedini mungkin ketika klien berada di pinggir tempat tidur, latihan isometrik pada otot perut, paha serta tangan. −
Duduk Seimbang (Dangling Position) Perawat membantu klien untuk duduk di sisi tempat tidur dengan bantuan yang diperlukan. Klien duduk di pinggir tempat tidur dengan posisi kaki tidak menyentuh lantai. Kemudian perawat meminta klien menekuk lutut sambil mengayunkan kedua kaki. Gerakan ini dilakukan selama 2 sampai 3 menit.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
29
2.6.3. Manfaat Ambulasi Dini Manfaat ambulasi dini adalah untuk memperbaiki sirkulasi, mencegah flebotrombosis
(Deep
Trombosis
Venaprofunda/DVT),
mengurangi
komplikasi pasca pembedahan, mempercepat pemulihan peristaltik usus, mempercepat pemulihan klien pasca pembedahan (Craven & Hirnle, 2009) atau latihan pre pembedahan adalah meningkatkan kekuatan otot, mencegah kontraktur sehingga klien sudah dipersiapkan sejak awal untuk melakukan ambulasi dini pasca pembedahan (Black & Hawks,2009). Edukasi adalah kunci
sukses
untuk
mencapai
hasil
yang
baik,
perawat
harus
mengikutsertakan klien dan keluarga selama proses edukasi, dengan menginformasikan kebutuhan latihan dan petunjuk atau panduan latihan. Selain itu proses edukasi harus menumbuhkan kebutuhan fungsional setelah klien dipulangkan dengan lingkungan rumah atau dukungan sosial yang adekuat (Waher, Salmond & Pellino, 2002 dalam Eldawati, 2011).
2.6.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ambulasi Dini Klien Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan klien untuk melakukan ambulasi dini pasca pembedahan (Waher,Salmond & Pellino, 2002, dalam Eldawati, 2011) antara lain : 2.6.4.1. Usia Usia klien sangat mempengaruhi penyembuhan luka pasca pembedahan ortopedi, semakin tua usia klien maka proses penyembuhan luka akan semakin lama, hal ini disebabkan oleh proses degenerasi. 2.6.4.2. Jenis Kelamin Jenis kelamin laki-laki akan memiliki kekuatan otot yang lebih baik dibandingkan perempuan, terutama pada kondisi sakit. Perempuan cenderung lebih kurang toleransi terhadap sakit daripada laki - laki 2.6.4.3. Motivasi Motivasi
klien
turut
mempengaruhi
kemampuannya
untuk
melakukan ambulasi dini. Dengan motivasi yang tinggi, maka klien mendapatkan kekuatan untuk dapat melakukan ambulasi dini. Selain itu dukungan keluarga juga dapat meningkatkan motivasi klien. Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
30
2.6.4.4. Status kognitif Status kognitif klien yang mempengaruhi kemampuan untuk mengikuti program exercise/latihan, terkait dengan daya ingat dan tingkat kemandirian klien. 2.6.4.5. Penyakit penyerta Penyakit penyerta yang bersifat kronis, status kardiopulmonal, penyakit metabolik atau hormonal akan mempengaruhi kemampuan klien dalam melakukan ambulasi dini pasca pembedahan. 2.6.4.6. Peningkatan rasa nyeri Meningkatnya rasa nyeri yang dialami klien dan ketidakmampuan klien untuk relaksasi juga mempengaruhi kemampuan klien untuk melakukan ambulasi. 2.6.4.7. Adanya Deep Venous Thrombosis (DVT) atau terjadinya infeksi Trombosis/DVT berisiko menimbulkan gangguan pada sirkulasi darah sehingga akan menimbulkan penurunan konsentrasi oksigen dan penurunan kadar hemoglobin.
2.6.5. Latihan Kekuatan Otot dan Sendi 2.6.5.1. Definisi Kekuatan otot adalah kemampuan otot menghasilkan tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik secara dinamis maupun statis. (Kisner et al, 1996 dalam Eldawarti, 2011). Otot skeletal manusia dewasa secara keseluruhan dapat menghasilkan kekuatan otot kurang lebih 22.000 kilogram (Ganong, 2000 dalam Eldawati, 2011). Latihan Kekuatan Otot adalah latihan penguatan/pengencangan otot gluteal dan kuadrisep yang dilakukan sebelum tindakan operasi dengan tujuan untuk memelihara kekuatan otot yang diperlukan untuk berjalan (Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L & Cheever, K.H., 2010).
Range of Motion (ROM) adalah latihan gerak sendi untuk meningkatkan aliran darah perifer dan mencegah kekakuan otot/sendi. Tujuannya adalah memperbaiki dan mencegah kekakuan otot, memelihara serta meningkatkan fleksibilitas sendi, pertumbuhan Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
31
tulang dan mencegah kontraktur. Latihan gerak sendi dapat segera dilakukan untuk meningkatkan kekuatan otot dan ketahanan otot (endurance) sehingga memperlancar aliran darah serta suplai oksigen untuk jaringan yang akan mempercepat proses penyembuhan.
2.6.5.2. Jenis-jenis Latihan Gerak Sendi − Aktif Asistif Range of Motion (AAROM) Adalah kontraksi aktif dari otot dengan bantuan kekuatan eksternal seperti terapis, alat mekanik atau ekstremitas yang tidak sakit. AAROM meningkatkan fleksibilitas, kekuatan otot, meningkatkan koordinasi otot dan mengurangi ketegangan pada otot sehingga dapat mengurangi rasa nyeri. − Aktif Resistif ROM (ARROM) Yaitu kontraksi aktif dari otot melawan tahanan yang diberikan, tahanan dari otot dapat diberikan dengan berat/beban, alat, tahanan manual atau berat badan. Tujuannya meningkatkan kekuatan otot dan stabilitas. − Isometrik Exercise Adalah kontraksi aktif dari otot tanpa menggerakan persendian atau fungsi pergerakan. Isometrik exercise digunakan jika ROM persendian dibatasi karena injuri atau immobilisasi seperti penggunaan cast/gips dan brace. Contoh isometric exercise adalah quadriceps set, gluteal set. − Isotonic Exercise (Aktif ROM dan Pasif ROM) Adalah kontraksi terjadi jika otot dan yang lainnya memendek (konsentrik) atau memanjang (ensentrik) melawan tahanan tertentu atau hasil dari pergerakan sendi. Misalnya isotonic exercise fleksi atau ekstensi ekstremitas, isotonic exercise tetap menyebabkan ketegangan pada otot yang menimbulkan rasa nyeri pada otot. − Isokinetic Exercise Adalah latihan dengan kecepatan dinamis dan adanya tahanan pada otot serta persendian dengan bantuan alat. Isokinetik menggunakan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
32
konsentrik dan ensentrik kontraksi. Contoh alat yang digunakan seperti Biodex,Cybex II dan mesin Kin-Com.
Ada 6 tipe dari gerakan sendi dasar (Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L & Cheever, K.H., 2010) yaitu : − Fleksi dan Ekstensi − Dorso fleksi dan Plantar fleksi − Adduksi dan Abduksi − Inversi dan Eversi − Internal dan Eksternal rotasi − Pronasi dan Supinasi − Sirkumduksi untuk bahu
2.6.5.3. Jenis-jenis Latihan Kekuatan Otot Jenis latihan kekuatan otot pre operasi yang dapat dilakukan di antaranya : − Latihan Isometrik (pengesetan otot) Kontraksi otot akan mempertahankan massa otot dan memperkuat serta mencegah atropi otot (Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L & Cheever, K.H., 2010). Adapun latihan pengesetan otot (kekuatan otot) di antaranya : a. Latihan pengesetan Gluteal (Gluteal set) caranya : 1) Posisikan klien telentang dengan tungkai lurus bila mungkin. 2) Instruksikan klien untuk mengkontrasikan otot bokong dan perut. 3) Minta klien untuk menahan kontraksi selama 5 – 10 detik. 4) Biarkan klien rileks. 5) Ulangi latihan ini, 10 kali dalam satu jam ketika klien terjaga.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
36
− Weight Bearing as Tolerated, di mana seluruh berat badan ditopang oleh kaki sesuai dengan toleransi klien. − Full Weight Bearing, di mana seluruh berat badan klien bertumpu pada kaki. Pada tahap ini, seluruh aktifitas klien dibantu dengan alat ± 3 bulan pasca pembedahan.
Persiapan latihan yaitu memastikan kekuatan otot, rentang gerak sendi, kondisi hemodinamik klien, hipotensi ortostatik, tingkat kesadaran. Jika tidak ada masalah, maka latihan menggunakan kruk, bisa dimulai. Cara melakukannya adalah: − Cara berdiri : posisi tripod yaitu dengan menempatkan kruk 15 cm di depan samping kaki kiri dan kanan. − Cara berjalan empat titik : tiga penopang selalu berada di lantai, pertama pindahkan kruk, lalu pindahkan kaki yang berlawanan dengan kruk, kemudian ulangi urutan cara ini dengan kruk dan kaki yang lain secara bergantian. − Cara berjalan tiga titik : berat badan ditopang di kaki yang tidak sakit kemudian di kedua kruk. Untuk tahap awal kaki yang sakit tidak boleh menyentuh lantai. Secara bertahap kaki yang sakit dilatih untuk menyentuh lantai dan menopang berat badan secara penuh. − Cara berjalan dua titik : memerlukan sedikit penopang berat sebagian di setiap kaki. Setiap kruk digerakkan bersamaan dengan kaki yang berlawanan, sehingga gerakkan kruk sama dengan gerakan lengan saat berjalan normal. − Berjalan menggunakan kruk, membutuhkan energi yang besar dan menyebabkan stres kardiovaskular yang besar. Klien yang lebih tua, dengan kapasitas latihan yang menurun, penurunan kekuatan lengan, dan masalah keseimbangan akibat usia, dan penyakit multiple, mungkin tidak mampu menggunakan kruk. Alat bantu jalan yang menjadi pilihan untuk klien lanjut usia adalah walker karena lebih stabil dan dapat menopang berat badan klien secara penuh (Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L & Cheever, K.H., 2010).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
BAB 3 TINJAUAN KASUS KELOLAAN
3.1. Pengkajian Pre Operasi 3.1.1. Informasi Umum Klien wanita usia 54 tahun kelahiran 7 Mei 1960 dengan inisial DM, suku bangsa Sunda dan beragama Islam. Klien bertempat tinggal di Cipinang Kebembem RT 05/14, Kelurahan Pisangan Timur, Pulo Gadung, Jakarta Timur. Klien masuk dari Poli Ortopedi RSUP Persahabatan pada tanggal 12 Mei 2014 pukul 09.44 WIB. Klien direncanakan untuk menjalani operasi Total Knee Replacement atas indikasi OA Genue Dextra dan dikelola oleh dr. S, Sp.OT. Sumber informasi secara autoanamnesa diperoleh dari klien dan anak bungsu klien sedangkan secara alloanamnesa diperoleh dari rekam medis klien. Keabsahan informasi yang diperoleh dari rentang 0-4 adalah 4.
3.1.2. Riwayat Penyakit Sekarang Bulan Maret 2013 klien pernah terjatuh karena terpeleset dengan posisi lutut bertumpu menopang berat badan klien. Sejak saat itu, klien mulai merasakan rasa nyeri di kedua lututnya yang disertai dengan sensasi kaku di pagi hari. Klien mengatakan kedua lutut, khususnya lutut kanan mulai tampak membengkak dan semakin sulit digerakkan. Klien menjadi sulit untuk rukuh saat sholat dan mengalami keterbatasan dalam melakukan aktifitas rumah tangga sehari-hari seperti mencuci baju dan mengepel lantai. Untuk mengatasi keluhannya, klien hanya mencoba untuk mengolesi kedua lututnya dengan minyak kayu putih atau balsam untuk menimbulkan sensasi rasa hangat di kedua lutut yang nyeri.
3.1.3. Riwayat Penyakit Dulu Bulan Desembar 2013, klien dirawat selama 2 minggu di Ruang Penyakit Dalam RSUP Persahabatan dengan diagnosa medis Congestive Heart Failure Functional Class (CHF FC) 1 dengan Iskemia Anteroseptal dan CAP dd/ Tb paru. Klien mengatakan sudah tuntas pengobatan Tb selama 6 bulan pada tahun 2013. Klien juga memiliki riwayat penyakit asma sejak kecil yang sudah
39 Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
40
tidak pernah kambuh lagi saat ini. Riwayat Hipertensi selama 10 tahun diobati dengan rutin Amlodipine 10 mg.
3.1.4. Anamnesis 3.1.4.1. Aktivitas/Isstirahat − Gejala (Subjektif) Klien mengatakan sehari-hari bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga yang hobi memasak. Di waktu luang klien biasanya mengurusi tanaman bunga di halaman rumahnya. Klien biasanya tidur pukul 21.00 malam dan bangun pukul 04.30 pagi. Klien sangat jarang tidur siang. Klien mengatakan tidak pernah mengalami insomnia dan tidak mempunyai kebiasaan khusus sebelum tidur. Saat ini klien merasakan keterbatasan akibat kondisi kesehatan yang dialaminya yaitu kesulitan menggerakkan kaki kanan karena rasa nyeri yang hebat pada sendi lutut kanan. Karena rasa yang nyeri yang hebat ini, klien mengalami kesulitan bila harus jongkok saat mencuci baju, mengepel lantai dan rukuh saat menunaikan ibadah sholat. − Tanda (Objektif) Status mental klien tampak tenang dan kooperatif. Massa dan tonus otot teraba kuat, postur badan gemuk dan tidak ada tremor. Rentang gerak klien terbatas di kedua ekstremitas bawah. Tekanan darah saat diukur 120/60 mmHg, frekuensi nadi per palpasi arteri radialis 70 x/menit, dan frekuensi pernapasan 20 x/menit. Kekuatan otot klien 5555 5555 4444 4444
3.1.4.2. Sirkulasi − Gejala (Subjektif) Klien mengatakan sudah 10 tahun terakhir menderita hipertensi dan rutin mengkonsumsi obat antihipertensi oral Amlodipine 10 mg. Klien terakhir dirawat di instalasi penyakit dalam RSUP Persahabatan pada bulan Desember 2013 dengan keluhan sesak
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
41
napas dan cepat lelah bila beraktivitas. Riwayat bengkak pada kedua mata kaki sering dialami klien pada pertengahan sampai akhir tahun 2013. − Tanda (Objektif) Pengisian kapiler < 3 detik, ekstremitas warna pink dan teraba hangat dengan suhu perifer 36,5 0C penyebaran rambut merata, membran mukosa lembab, wajah klien tidak pucat dan bibir tidak pecah-pecah. Pulsasi arteri karotis tidak begitu jelas terlihat dengan nilai pengukuran JVP 5-2 cmH2O. Punggung kuku normal, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, diaphoresis (-), varises (-), sianosis (-) dan Homan sign (-). Hasil pemeriksaan jantung : a) Inspeksi : tidak tampak kardiomegali, tidak tampak jelas pergerakan jantung; b) Palpasi : teraba getaran sistolik dan diastolik, nadi per palpasi arteri radialis 74 x/menit, irama reguler, kualitas kuat; c) Perkusi : timpani; d) Auskultasi : bunyi S1 dan S2 terdengar jelas, murmur(-), gallop (-), TD saat berbaring dan duduk relatif sama di kisaran = 120/60 mmHg. Hasil pengukuran Ankle Brachial Index (ABI) = 1,3 yang diinterpretasikan masih berada dalam batas normal.
3.1.4.3. Integritas Ego − Gejala (Subjektif) Klien mengatakan salah satu faktor stress yang dirasakan saat ini adalah penyesuaian diri menjadi kepala keluarga setelah 6 bulan yang lalu ditinggal meninggal oleh suami. Klien mencoba mengatasi stress dengan banyak berdzikir, mengaji dan sholat. Untuk masalah finansial, saat ini klien banyak dibantu oleh 4 orang anaknya yang sudah berkeluarga dan memiliki pekerjaan tetap. Klien mengatakan dalam menghadapi masalah cenderung tertutup dan tidak begitu suka berbagi masalah yang dihadapinya dengan orang lain selain keluarga dekat seperti kelima orang anaknya.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
42
− Tanda (Objektif) Status emosional klien tampak tenang. Klien tampak lebih banyak diam dan ekspresi wajah sedikit tegang. Namun klien sangat kooperatif menjawab setiap pertanyaan dari perawat.
3.1.4.4. Eliminasi − Gejala (Subjektif) Klien mengatakan biasa BAB 1 x/hari setiap pagi tanpa laksativa. BAB terakhir pagi ini (12/5/2014) pukul 05.30 WIB. Klien menyangkal adanya riwayat perdarahan per anus dan hemmoroid. Klien jarang mengalami konstipasi kecuali bila dirasa kurang minum air putih. Selain itu, klien mengatakan jarang mengalami diare kecuali bila terlalu banyak makan makanan yang pedas dan merangsang pencernaan. Klien biasa BAK 5-6 x/hari, anyang-anyangan, rasa perih atau terbakar saat miksi tidak ada. Warna urine kuning jernih dan tidak ditemui adanya darah di dalam urine. Klien pernah mengkonsumsi diuretik Furosemid 1 tablet sehari dari bulan Desember 2013 sampai Februari 2014. Klien menyangkal adanya riwayat penyakit ginjal di dalam keluarga. Klien minum air putih minimal 1000 cc/hari. − Tanda (Objektif) Abdomen teraba supel lunak, nyeri tekan (-), tidak teraba adanya massa. Lingkar abdomen 102 cm, bising usus 15 x/menit di setiap kuadran. Perubahan kandung kemih tidak ada, hemmoroid tidak ada, BAK terlalu sering tidak ada.
3.1.4.5. Makanan/Cairan − Gejala (Subjektif) Klien mengatakan tidak ada perubahan nafsu makan, mual dan muntah tidak ada. Klien masih mampu menghabiskan ¾ - 1 porsi makanan yang disajikan. Klien makan 3 kali sehari makanan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
43
pokok dengan selingan 2 kali sehari berupa kue basah dan teh manis. Makan terakhir siang ini (12/5/2014) pukul 13.00 WIB. Klien tidak ada keluhan nyeri ulu hati dan tidak ada riwayat alergi atau intoleransi makanan. Masalah mengunyah dan menelan tidak ada, gigi masih lengkap tanpa protesa tanpa gigi berlubang. BB terakhir 85 kg dan tidak mengalami perubahan berat badan dalam 3 bulan terakhir. − Tanda (Objektif) BB = 85 kg, TB = 160 cm, IMT = 33,20 (Obesse Kelas 1), LILA = 48 cm, LP = 102 cm. Postur tubuh klien gemuk. Turgor kulit culup, membran mukosa lembab, edema (-), ascites (-), distensi vena jugularis (-), pembesaran tiroid (-), hernia (-), halitosis (-). Lidah bersih berwarna pink kemerahan, bising usus 15 x /menit di setiap kuadran, suara napas vesikuler di kedua lapang paru. Saat ini klien mendapatkan diet biasa 1900 kkal protein 40 gram. Selain itu keluarga klien juga tampak menyediakan klien makanan dari luar RS seperti biskuit, buah-buahan dan susu tinggi kalsium. Klien minum minimal 1000 cc/hari dan tidak ada retriksi cairan untuk klien saat ini.
3.1.4.6. Higiene − Gejala (Subjektif) Klien mengatakan masih melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri tanpa bantuan untuk kebutuhan makan, berias, higiene dan berpakaian. Untuk kebutuhan toileting saat ini klien membutuhkan bantuan anak bungsunya karena klien kesulitan menggunakan toilet jongkok di RS. Pemakaian alat bantu/protesa tidak ada. Klien biasa mandi 2 x/hari pada pukul 04.45 sebelum sholat subuh dan pukul 15.00 sebelum sholat Azhar. − Tanda (Objektif) Klien tampak bersih dan terawat, cara berpakaian rapi dan sesuai gender. Bau badan tidak tercium. Kondisi kulit kepala bersih, tidak berketombe, tumor (-), dan kutu kepala (-).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
44
3.1.4.7. Neurosensori − Gejala (Subjektif) Klien mengatakan tidak ada keluhan rasa ingin pingsan, pusing atau sakit kepala hebat. Klien tidak memiliki riwayat kejang sebelumnya. Riwayat stroke dan gejala sisa tidak ada. Rasa kesemutan, kebas dan kelemahan anggota gerak tidak pernah dirasakan. Klien tidak memiliki masalah dengan penglihatan juga pendengaran, sehingga tidak pernah melakukan pemeriksaan khusus untuk fungsi mata dan telinganya. − Tanda (Objektif) Orientasi klien baik terhadap waktu, tempat dan orang. Kesadaran Compos Mentis, GCS : E4M6V5 dan sangat kooperatif. Memori saat ini dan yang lalu masih berfungsi dengan baik. Klien tidak menggunakan kacamata, lensa kontak atau alat bantu dengar. Kedua pupil isokor 2/2, reaksi cahaya +/+, refleks batuk dan menelan (+), refleks berkedip (+), refleks hammer (+), refleks babinski (-), facial drop (-), paralisis (-), genggaman tangan kanan dan kiri sama kuat. Tuli konduktif tidak ada, klien mampu mengekspresikan wajah seperti tersenyum dan mengerutkan kening. Pemeriksaan Mini Muscle Test (MMT) pada keempat ekstremitas 5555 5555 4444 4444
3.1.4.8. Nyeri/Ketidaknyamanan − Gejala (Subjektif) Klien mengatakan nyeri di kedua sendi lutut, skala nyeri 5-6, frekuensi nyeri muncul 3-4 x/hari dengan durasi 3-5 menit. Kualitas nyeri seperti rasa ngilu yang menyebar sampai ke pergelangan kaki. Nyeri semakin memberat saat klien melipat lututnya atau menggerakkan kedua kakinya. Menurut klien, nyeri yang dialaminya tidak dapat hilang walaupun sudah dikompres air es. Nyeri sedikit berkurang dengan istirahat dan tidur.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
45
− Tanda (Objektif) Klien tampak mengerutkan wajah dan menjaga area yang sakit. Penyempitan fokus tidak ada. Respon emosional yang teramati akibat nyeri yang dialami klien antara lain mengaduh dan mengucap istighfar.
3.1.4.9. Pernapasan − Gejala (Subjektif) Klien mengatakan tidak ada keluhan sesak napas dan batuk berdahak. Riwayat asma sejak usia 17 tahun diobati dengan inhaler. Klien tidak merokok dan anggota keluarga yang tinggal serumah
tidak
ada
yang
merokok.
Klien
tidak
pernah
menggunakan alat bantu pernapasan. Saat dirawat pada bulan Desember 2013, klien mengatakan pernah menggunakan oksigen via nasal kanul karena sesak hebat. − Tanda (Objektif) Frekuensi pernapasan klien 20 x/menit, bunyi napas vesikuler di kedua lapang paru, tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan, taktil dan vokal fremitus bagian kanan sama dengan bagian kiri, batuk (-), sianosis (-), jari tabuh (-), produksi sputum (-), dan pernapasan cuping hidung (-). Klien memiliki riwayat Tb paru dan sudah tuntas pengobatan setahun yang lalu.
3.1.4.10. Keamanan − Gejala (Subjektif) Klien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi makanan dan obat. Klien tidak pernah mengalami masalah dengan perubahan sistem imun sebelumnya. Klien tidak pernah menerima transfusi darah. Bulan Maret 2013, klien pernah jatuh terpeleset dengan posisi kedua lutut bertumpu menopang berat badan. Keluhan nyeri sendi di kedua lutut mulai dirasakan setelah cedera tersebut. Masalah punggung, perubahan tahi lalat, pembesaran nodus dan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
46
kerusakan penglihatan atau pendengaran tidak pernah dialami oleh klien. Klien ini juga merasakan kaku pada sendi lututnya sejak 3 bulan terakhir, di mana kaku tersebut biasanya muncul pada pagi hari setelah klien bangun tidur dan menetap sekitar setengah jam. Bila kaku sendi ini muncul, klien tidak dapat menggerakkan kedua kakinya sama sekali dan hanya bisa diam di tempat tidur. Jika kedua kaki coba digerakkan oleh orang lain kedua kaki klien hanya bisa bergeser ke kanan ataupun ke kiri. Klien ini juga mengeluhkan susah untuk bergerak dan berjalan karena nyerinya dan klien juga mengaku kadang merasakan seperti ada sesuatu yang patah atau remuk ketika lututnya digerakkan. − Tanda (Objektif) Suhu tubuh klien lewat pengukuran aksila 36,5 0C, diaphoresis (-), integritas kulit baik : laserasi (-), luka bakar (-), jaringan parut (-), ulserasi (-), ekimosis (-), lepuh dan kemerahan tidak ada. Tonus otot kuat, cara berjalan klien dengan menyeret kedua kaki, fraktur dan dislokasi (-), parastesia (-), paralisis (-). Tampak adanya edema di kedua sendi lutut dan krepitasi pada kedua lututnya ketika digerakkan secara pasif. Klien hanya mampu untuk memfleksikan lututnya sebatas 40-450 begitu pula jika digerakkan secara pasif. Rentang gerak klien terbatas pada sendi kedua lutut. ROM 5555 5555 4444 4444
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
47
Tabel 3.1. Pengkajian Fall Morse Scale (Risiko Jatuh) No. 1
2 3
4 5
6
Pengkajian Riwayat Jatuh Apakah klien pernah jatuh dalam 3 bulan terakhir? Diagnosa Sekunder Apakah klien memiliki lebih dari 1 penyakit? Alat Bantu Jalan − Bedrest atau dibantu perawat − Kruk/tongkat/walker − Berpegangan pada benda-benda di sekitar Terapi Intravena Apakah saat ini klien terpasang infus? Gaya Berjalan/Cara Berpindah − Normal/bed rest/immobilisasi − Lemah (tidak bertenaga) − Gangguan/tidak normal (pincang/diseret) Status Mental − Orientasi penuh − Keterbatasan daya ingat Total Nilai Kesimpulan
Skala Tidak 0 Ya 25 Tidak Ya
0 15
Tidak Ya
0 15 30 0 20
Nilai
0 10 20 0 15
0
15
30
20
20
0 85
Risiko Tinggi Jatuh
Sumber : Potter P.A., & Perry, A.G. (2009)
Tabel 3.2. Pengkajian Braden Scale (Risiko Luka Tekan) Parameter Persepsi Sensori
Kelembaban
Aktivitas
Mobilitas
1. Tidak merasakan/respon terhadap stimuli nyeri, kesadaran menurun
1. Selalu terpapar oleh keringat atau urine basah 1. Tergeletak di tempat tidur 1. Tidak mampu bergerak
Temuan 2. Gangguan 3. sensori pada bagian ½ permukaan tubuh atau hanya berespon pada stimuli nyeri, tidak dapat menkomunikasi kan ketidaknyamana n 2. Kulit lembab 3.
2. Tidak bisa berjalan 2. Tidak dapat merubah posisi secara tepat dan teratur
Gangguan sensori pada 1 atau 2 ekstremitas atau berespon pada perintah verbal tapi tidak selalu mampu mengatakan ketidaknyama nan
Kulit kadangkadang lembab 3. Berjalan pada jarak terbatas 3. Dapat merubah posisi ektremitas secara mandiri
4. Tidak ada gangguan sensori, berespon penuh terhadap perintah verbal
4. Kulit kering
4
4. Dapat berjalan sekitar ruangan 4. Dapat merubah posisi di tempat tidur tanpa bantuan
3
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
Skor 4
3
48
Parameter Nutrisi
1. Tidak dapat menghabiskan 1/3 porsi makannya, sedikit minum, puasa atau NPO lebih dari 5 hari 1. Tidak mampu mengangkat badannya sendiri, atau spastik, kontraktur atau gelisah
Gesekan
Temuan 2. Jarang mampu 3. menghabiskan ½ porsi makanannya atau intake cairan kurang dari jumlah optimum 2. Membutuhkan 3. bantuan minimal mengangkat tubuhnya
Mampu menghabiskan lebih dari ½ porsi makannya
4. Dapat menghabis kan porsi makannya, tidak memerlukan suplementasi nutrisi
Dapat bergerak bebas tanpa gesekan
3
Total Skor Kesimpulan
21 Risiko Rendah
Sumber : http://www.healthcare.uiowa.edu (2014) telah dimodifikasi
Tabel 3.3. Pengkajian Barthel Index Activity No. 1
2
3
4
5
6
7
8
Parameter Makan/feeding − Tidak mampu − Butuh bantuan − Mandiri Mandi/bathing − Tergantung orang lain − Mandiri Perawatan diri/grooming − Membutuhkan bantuan orang lain − Mandiri Berpakaian/dressing − Tergantung orang lain − Sebagian dibantu, mis. mengancing baju − Mandiri Buang air kecil/bladder − Inkontinensia/menggunakan kateter − Kadang inkontinensia < 1 x 24 jam − Kontinensia > 7 hari Buang air besar/bowel − Inkontinensia/butuh enema − Kadang inkontinensia (1 x/minggu) − Kontinensia Penggunaan toilet/toileting − Tergantung bantuan orang lain − Membutuhkan bantuan minimal − Mandiri Cara berpindah/transferring − Tidak mampu
Skor 4
Skor
Nilai
0 1 2
2
0 1
1
0 1
1
0 1 2
2
0 1 2
2
0 1 2
2
0 1 2
1
0 Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
49
No.
9
10
Parameter − Butuh bantuan 2 orang untuk duduk − Butuh bantuan 1 orang Mobilitas/mobility − Immobilisasi − Menggunakan kursi roda − Berjalan dengan bantuan 1 orang − Mandiri/menggunakan alat bantu Naik turun tangga/going upstairs and downstairs − Tidak mampu − Membutuhkan bantuan/alat bantu − Mandiri Total Skor Kesimpulan
Skor 1 2
Nilai 2
0 1 2 3
3
0 1 2
1
17 Ketergantungan Ringan
Sumber : http://www.rehabmeasures.org (2010) telah dimodifikasi
3.1.4.11. Seksualitas − Gejala (Subjektif) Klien mengatakan sudah tidak lagi melakukan hubungan seksual dengan pasangan sejak suami meninggal 6 bulan yang lalu. Selama melakukan hubungan intim, klien dan pasangan tidak pernah menggunakan kondom. Klien mengungkapkan selama ini tidak ada masalah atau kesulitan dalam hubungan seksual dengan pasangan. − Tanda (Objektif) Usia menarkhe klien adalah 12 tahun dengan lama siklus haid 21 hari dan durasi haid 5 hari. Menstruasi terakhir 1 Mei 2014, klien belum menopause. Klien belum pernah melakukan pemeriksaan payudara (mammogram) ataupun Papsmear. Rabas vahina (-), letak kedua payudara simetris, tidak teraba adanya tumor dan pembesaran kelenjar getah bening, kutil/lesi genitalia (-) dan bentuk nipple eksverted.
3.1.4.12. Interaksi Sosial − Gejala (Subjektif) Status perkawinan klien adalah menikah 1 kali selama 17 tahun dan cerai mati 6 bulan yang lalu. Klien saat ini tinggal berdua dengan anak perempuan bungsunya yang belum menikah. Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
50
Keluarga besar klien terdiri atas 2 orang adik kandung klien dan 5 orang anak klien. Orang-orang yang menjadi sistem pendukung klien antara lain teman-teman pengajian klien di kompleks RT. Saat ini peran klien di dalam keluarga selain sebagai kepala keluarga bagi anak bungsunya juga sebagai sesepuh di dalam keluarga yang selalu dimintai pendapat oleh anak-anak dan juga adik-adiknya. Stressor terbesar klien dalam kehidupan rumah tangga sekarang yaitu adanya perasaan tidak enak hati terhadap anak bungsunya yang masih kuliah karena harus membebaninya dengan beberapa tugas rumah tangga karena keterbatasan fisik akibat penyakit yang diderita oleh klien. Klien juga mengatakan sangat cemas dalam menghadapi operasinya kali ini. Hal ini dikarenakan klien tidak memiliki pengalaman operasi sebelumnya. Klien mengungkapkan rasa takutnya tidak bisa berjalan dan beraktivitas kembali secara normal setelah operasi. − Tanda (Objektif) Bicara klien sangat jelas dan mudah dimengerti. Klien tidak menggunakan alat bantu bicara dan tidak ada kerusakan verbal. Komunikasi baik verbal maupun non verbal yang teramati bersama dengan anggota keluarga lainnya dalam batas normal. Pola interaksi antar sesama anggota keluarga saling menghormati dan mengasihi satu dengan yang lainnya.
3.1.4.13. Penyuluhan/Pembelajaran − Gejala (Subjektif) Klien biada menggunakan bahasa Indonesia dengan dialek Sunda yang kental dalam kesehariannya. Pendidikan terakhir klien adalah SMA dan tidak ada keterbatasan kognitif dalam pembelajaran yang teridentifikasi di dalam pengkajian ini. Klien mengatakan beberapa riwayat penyakit yang pernah diderita di dalam silsilah keluarganya antara lain Diabetes Mellitus,
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
51
Tuberkulosis, hipertensi dan penyakit jantung. Suami klien sendiri meninggal akibat serangan jantung mendadak. Saat ini klien meyakini bahwa sakit lutut yang dideritanya akibat kebiasaan klien sering mandi pada malam hari sewaktu muda dulu. Klien mengatakan selama ini dirinya tidak pernah mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan bebas yang dijual di warung atau apotik tanpa resep medis. Harapan spesifik klien terhadap perawatan dan pengobatannya saat ini yaitu ingin cepat pulih dan kembali melakukan aktivitasnya seperti biasa tanpa ada hambatan berarti. − Tanda (Objektif) Diagnosa klien saat masuk di IGD RSUP Persahabatan yaitu OA Genue Dextra Grade 4 dengan alasan rawat untuk tindakan Pro TKR. Riwayat keluhan terakhir yaitu nyeri hebat di kedua lutut. Pemeriksaan fisik lengkap sudah dilakukan oleh mahasiswa pada tanggal 12 Mei 2014 pukul 19.30 WIB. Obat-obatan yang diresepkan untuk klien antara lain :
Tabel 3.4. Daftar Medikasi Klien Nama
Dosis
Obat Ceftriaxone
Cara
Tujuan
Pemberian 1 x 2 gram
Intravena
Ceftriaxone
adalah
kelompok
obat
golongan cephalosporin. Bekerja dengan cara mematikan bakteri dalam tubuh. Ketorolac
2 x 30 mg
Intravena
Merupakan analgesik non-narkotik yang menghambat sintesis prostaglandin. Obat ini bekerja di perifer dan tidak mempunyai efek terhadap reseptor opiat.
Rantin
2 x 50 mg
Intravena
Merupakan suatu antagonis histamin pada reseptor
H2
yang
menghambat
kerja
histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung.
Sumber : Rekam Medik No.2079117 (2014); http://www.mims.com/indonesia (2014)
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
52
3.1.4.14. Pertimbangan Perencanaan Pulang Tanggal pulang yang diantisipasi belum diketahui, minimal 3-5 hari pasca pembedahan setelah klien menjalani rehabilitasi medik. Beberapa perubahan yang dapat diantisipasi untuk kehidupan klien setelah pulang ke rumah antara lain : modifikasi ketinggian tempat tidur klien, penggunaan kloset duduk untuk klien BAB dan BAK, lingkungan rumah klien yang dibuat bebas dari tanjakan dan diet untuk mempertahankan sampai dengan mengurangi berat badan klien. Area yang membutuhkan perubahan/bantuan untuk klien di rumah pasca
pembedahan
misalnya
penyiapan
makanan,
kebutuhan
berbelanja dan perawatan diri, perawatan luka, transportasi, ambulasi klien dan pengobatan selanjutnya. Gambaran fisik rumah klien saat ini adalah rumah permanen dengan 2 lantai yang memiliki ventilasi dan pencahayaan cukup untuk 2 orang anggota keluarga. Fasilitas kehidupan yang dibutuhkan klien saat di rumah pasca pembedahan antara lain walker dan kruk untuk berjalan.
3.1.4.15. Pemeriksaan Penunjang − Radiologi Tabel 3.5. Pemeriksaan Radiologi Pre Operasi Pemeriksaan
Kesan
Foto Genue Bilateral
Sesuai OA genue bilateral,
31 Desember 2013
dextra grade 3-4, sinistra grade 3; disertai tanda-tanda bursitis suprapatelar
Foto Thoraks AP
Cor dan pulmo dalam batas
3 Februari 2014
normal
Sumber : Rekam Medik No.2079117 (2013-2014)
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
54
3.1.4.16. Analisa Data Pre Operasi Tabel 3.7. Analisa Data Pre Operasi Data Fokus Kenyamanan
Masalah Keperawatan
Etiologi
DS : Klien mengatakan : − P nyeri di kedua sendi lutut − Q skala nyeri 5 – 6 seperti rasa ngilu − R nyeri menyebar dari lutut sampai ke pergelangan kaki − S nyeri memberat bila melipat lutut atau menggerakkan kedua kaki − T durasi 5 menit, frekuensi 3 x/hari
Nyeri (kronik)
Destruksi sendi sekunder dari reaksi inflamasi
Hambatan mobilitas fisik
Nyeri sendi lutut
Ansietas ringan
Kurang pengetahuan tentang prosedur operasi
DO : − TTV : TD = 120/60 mmHg, N = 74 x/menit − Respon non verbal : − Klien tampak mengerutkan wajah − Klien tampak menjaga area yang sakit Keamanan DS : Klien mengatakan : − Riwayat cedera (jatuh terpeleset) dengan posisi kedua lutut bertumpu pada bulan Maret 2013 − Nyeri di sendi lutut kiri dan kanan DO : − Klien tampak berjalan dengan menyeret kedua kaki − Edema di kedua sendi lutut − Krepitasi (+) di kedua lutut − Foto genu bilateral (31/12/2013) : Sesuai OA genu bilateral : dextra grade 3-4; sinistra grade 3 dengan tanda-tanda bursitis suprapatelar − ROM 5555 5555 4444 4444 Integritas Ego DS : Klien mengatakan : − Cemas menghadapi operasi karena tidak punya pengalaman operasi sebelumnya − Takut tidak bisa berjalan dan beraktifitas kembali pasca
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
55
Data Fokus
Masalah Keperawatan
Etiologi
operasi DO : − TTV : TD = 120/60 mmHg, N = 74 x/menit − Klien tampak lebih banyak diam dan tegang
Sumber : Doengoes, M.E; Moorhouse, M.F & Geissler, A.C. (2010); Olah Data Pribadi (2014)
3.2. Diagnosa Keperawatan Pre Operasi Tabel 3.8. Diagnosa Keperawatan Pre Operasi No. 1 2 3
Diagnosa Keperawatan Nyeri (kronik) Hambatan mobilitas fisik Ansietas ringan
Tanggal Ditemukan 12 Mei 2014 12 Mei 2014 12 Mei 2014
Tanggal Teratasi ----12 Mei 2014
Sumber : Doengoes, M.E; Moorhouse, M.F & Geissler, A.C. (2010); Olah Data Pribadi (2014)
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
57
Tgl
Diagnosa Keperawatan DS : Klien mengatakan : − Cemas menghadapi operasi kali ini karena klien tidak memiliki riwayat operasi sebelumnya − Takut tidak bisa berjalan dan beraktifitas kembali pasca operasi DO : − TTV : TD = 120/60 mmHg, Nadi = 74 x/menit − Klien tampak lebih banyak diam dan ekspresi wajah klien tegang
Tujuan dan Kriteria Hasil 110/60 – 130/80 mmHg Nadi = 60-100 x/menit − Klien beraprtisipasi aktif dalam tindakan keperawatan − Ekspresi wajah klien tidak tampak tegang − Klien mengerti tujuan pembedahan dan tindakan untuk persiapan operasi yang harus dijalaninya
Intervensi Keperawatan terkait tujuan pembedahan dari sisi keperawatan dan beberapa prosedur persiapan operasi yang harus dilakukan oleh klien
Rasional edukasi pre operasi yang benar dapat menurunkan tingkat kecemasan klien dan meningkatkan peran serta aktif klien untuk proses pemulihan selanjutnya
3. Pantau TTV (TD dan Nadi) klien tiap shift
3. Tingkat kecemasan klien yang terlalu berlebihan dapat mempengaruhi hemodinamik dan persiapan pre operasi klien lainnya
4. Ajarkan klien tekhnik relaksasi otot progresif dan distraksi untuk mengurangi kecemasan
4. Relaksasi otot progresif dan distraksi merupakan pilihan intervensi keperawatan yang dapat digunakan untuk meredakan ansietas klien
Paraf
Sumber : Carpenito-Moyet, L.J. (2008); Doengoes, M.E; Moorhouse, M.F & Geissler, A.C. (2010); NANDA (2012); Olah Data Pribadi (2014)
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
58
3.4. Evaluasi Keperawatan Pre Operasi Hasil dari tindakan keperawatan yang sudah dilakukan sesuai dengan masalah keperawatan adalah sebagai berikut: 3.4.1. Nyeri (kronikt) Di hari pertama pengkajian, klien mengatakan mengalami nyeri dengan skala 5-6 di kedua lutut. Hal ini dibuktikan dengan hasil foto genue bilateral tertanggal 31 Desember 2013 dengan kesan : sesuai OA genue bilateral, dextra grade 3-4, sinistra grade 3; disertai tanda-tanda bursitis suprapatelar. Nyeri dilaporkan klien menyebar dari lutut sampai ke pergelangan kaki, dengan skala nyeri 5-6 dan rasa nyeri yang khas seperti ngilu. Rasa nyeri tersebut muncul saat klien melakukan mobilisasi. Durasi nyeri berlangsung selama lebih dari 3- menit dan muncul 3-4 x/hari.
Hari pertama implementasi keperawatan, mahasiswa mengajarkan klien untuk melakukan tekhnik relaksasi tarik napas dalam. Setelah klien melakukan tarik napas dalam dengan benar, diperoleh data secara subjektif bahwa keluhan nyeri di sekitar kedua lutut berkurang dari sebelumnya. Skala nyeri berkurang menjadi sekitar 4.
3.4.2. Hambatan mobilitas fisik Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik ini antara lain : memberikan posisi elevasi 1 bantal di bawah kedua lutut klien, membantu mobilisasi klien dengan tetap memperhatikan posisi anatomis klien dan mengkaji rentang gerak klien. Hasil dari tindakan keperawatan yang sudah dilakukan ini yaitu : klien mengungkapkan keluhan nyeri sendi lutut sedikit berkurang setelah diberikan ganjalan bantal di bawah lutut, klien merasa jauh lebih nyaman, klien mampu untuk melakukan mobilisasi bertahap dengan bantuan perawat dan keluarga. Selain itu rentang gerak sendi klien dipertahankan sesuai dengan batas toleransi yang dimiliki klien tanpa menimbulkan kerusakan sendi lebih lanjut.
3.4.3. Ansietas ringan Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan ansietas ringan yang terjadi sebelum pembedahan antara lain Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
59
mengkaji pemahaman klien tentang penyakit yang dideritanya saat ini dan tujuan dari tindakan pembedahan yang akan dilakukan. Mahasiswa juga memberikan edukasi beberapa hal penting yang wajib diketahui dan dilakukan klien terkait persiapan operasi, meliputi persiapan fisik (nutrisi dan puasa, TTV, cek laboratorium, latihan gerak dan pemberian antibiotik profilaksis), persiapan psikis seperti latihan tarik napas, relaksasi otot dan distraksi untuk mengurangi kecemasan. Hasil dari tindakan keperawatan yang sudah dilakukan ini, yaitu secara subjektif klien melaporkan kecemasan berkurang setelah diberikan edukasi oleh perawat. Secara objektif, setelah dilakukan tindakan keperawatan, TTV klien berada dalam rentang normal, klien tampak jauh lebih rileks, serta mampu berpartisipasi aktif dalam tindakan-tindakan keperawatan pre operasi.
3.5. Pengkajian Post Operasi 3.5.1. Anamnesis 3.5.1.1.
Kenyamanan − Gejala (Subjektif) Klien mengatakan rasa nyeri terasa di sekitar area operasi, skla nyeri berkisar antara 5-6. Kualitas nyeri seperti rasa ngilu yang menggigit. Nyeri menyebar sampai ke pergelangan kaki kanan. Klien mengatakan keluhan nyeri muncul dan semakin memberat apabila klien menggerakkan kaki kanannya. Frekuensi nyeri muncul 3 x/hari dengan durasi 5 menit. − Tanda (Objektif) Saat dikaji, TTV : TD = 110/60 mmHg, N = 68 x/menit, dan P = 18 x/menit. Klien tampak mengerutkan wajah menahan nyeri dan tampak berhati-hati saat melakukan mobilisasi miring kanan dan kiri di atas tempat tidur.
3.5.1.2.
Keamanan − Gejala (Subjektif) Klien mengungkapkan rasa khawatir untuk bergerak karena takut luka jahitan operasinya akan terbuka. Klien juga mengeluh
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
61
− Laboratorium Tabel 3.11. Pemeriksaan Laboratorium Post Operasi Jenis
Tanggal
Nilai
14/5
15/5
Rujukan
Hemoglobin
9
9,8
12 – 16 g/dL
Hematokrit
29
30
35 – 47 %
Trombosit
283.000
138.000
150 – 440 ribu/mm3
Leukosit
13.390
7710
5 – 10 ribu/mm3
Pemeriksaan
Sumber : Rekam Medik No.2079117 (2014)
3.5.2. Analisa Data Post Operasi
Tabel 3.12. Analisa Data Post Operasi Data Fokus Kenyamanan
Masalah Keperawatan
Etiologi
DS : Klien mengatakan : − P nyeri di sekitar area operasi (lutut kanan) − Q skala nyeri 5-6 seperti rasa ngilu − R nyeri menyebar dari lutut sampai ke betis kanan − S nyeri muncul saat kaki digerakkan − T durasi 5 menit, frekuensi 3 x/hari
Nyeri (akut)
Trauma muskuloskeletal sekunder dari prosedur pembedahan
Risiko tinggi penurunan jaringan perifer
Imobilisasi sekunder dari nyeri luka post operasi
DO : − TTV : TD = 110/60 mmHg, N = 68 x/menit, P = 18 x/menit − Klien tampak mengerutkan wajah menahan nyeri − Klien tampak berhati – hati saat melakukan mobilisasi Keamanan Faktor Risiko : − Klien mengatakan takut luka jahitan operasi terbuka bila banyak bergerak − Look klien tampak mengerutkan wajah menahan nyeri dan berhatihati saat mobilisasi, telapak kaki kanan tidak tampak pucat, CRT < 3 detik, terpasang drain vacum
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
62
Data Fokus produksi 600 cc/24 jam, luka post operasi dibalut elastis verban, eritema (-). − Feel nyeri tekan (+), pulsasi arteri dorsalis pedis kanan dan kiri sama kuat, spasme otot (-) − Power plegi (-), parasthesia (-), kekuatan kedua otot kaki grade 4 − Ankle Brachial Index = 1,3 − Move ROM 5555 5555 4444 4444 Keamanan
Masalah Keperawatan
Faktor Risiko : − Klien mengatakan : a) Kulit di sekitar area operasi terasa gatal dan panas b) Punggung terasa panas dan pegal − Punggung klien mulai tampak kemerahan − Klien bed rest 6-8 jam post spinal anestesi − Luka operasi tertutup elastis verban
Risiko tinggi kerusakan integritas kulit
Etiologi
Tirah baring lama sekunder dari interupsi mekanis jaringan pasca pembedahan
Sumber : Doengoes, M.E; Moorhouse, M.F & Geissler, A.C. (2010); Olah Data Pribadi (2014)
3.6. Diagnosa Keperawatan Post Operasi Tabel 3.13. Diagnosa Keperawatan Post Operasi No. 1 2 3
Diagnosa Keperawatan Nyeri (akut)
Risiko tinggi penurunan perfusi jaringan perifer Risiko tinggi kerusakan integritas kulit
Tanggal Ditemukan 13 Mei 2014 13 Mei 2014
Tanggal Teratasi
13 Mei 2014
16 Mei 2014
17 Mei 2014 17 Mei 2014
Sumber : Doengoes, M.E; Moorhouse, M.F & Geissler, A.C. (2010); Olah Data Pribadi (2014)
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
64
Tgl
Diagnosa Keperawatan melakukan mobilisasi
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi Keperawatan relaksasi, misalnya tarik naps dalam, guided imagery dan visualisasi 6. Observasi gejala sisa dari pemberian obat-obatan anestesi yang bersifat sedasi narkose
Kolaborasi 7. Berikan terapi analgetik Ketorolac 2 x 30 mg via intravena sesuai program medis
14/5
Risiko tinggi penurunan perfusi jaringan perifer Definisi : Penurunan aliran darah vena/arteri menuju area perifer akibat trauma pembuluh darah atau pemakaian protesa yang tidak tepat (Doengoes, M.E; Moorhouse, M.F & Geissler, A.C., 2010). Faktor Risiko : − Klien mengatakan takut luka jahitan operasi terbuka bila banyak bergerak − Look klien tampak mengerutkan wajah menahan nyeri
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, penurunan perfusi jaringan perifer tidak terjadi KH : − Klien tidak mengungkapkan ketakutan untuk melakukan mobilisasi dini − Klien tidak tampak mengerutkan wajah karena menahan nyeri − CRT dipertahankan < 2 detik − Produksi drain < 100 cc/24 jam − Pallor (-) − Nyeri tekan (-)
8. Hubungi penata anestesi untuk pemberian analgetik via blok epidural Mandiri 1. Ubah posisi klien di tempat tidur tiap shift dan bantu klien saat mobilisasi
Rasional emosional dan otot
Paraf
6. Depresi pernapasan mungkin terjadi pada pemberian obat-obatan golongan opiat-narkotika
7. Analgetik intravena akan dengan segera mencapai pusat rasa sakit dibandingkan pemberian medikasi jalur lainnya
1. Menekan mekanisme vasokontriksi dan mencegah hipotensi khususnya pada klien dengan terapi anestesi Fluoethane
2. Motivasi klien untuk melakukan ambulasi dini pasca pembedahan
2. Meningkatkan sirkulasi dan mempertahankan fungsi normal organ
3. Kaji ekstremitas bawah klien dari adanya tanda eritema dan Homan sign
3. Sirkulasi mungkin harus dibatasi untuk posisi tertentu selama proses pembedahan sedangkan pemberian anestesi akan menurunkan tonusitas
Grace
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
65
Tgl
−
− − −
Diagnosa Keperawatan dan berhati-hati saat mobilisasi, telapak kaki kanan tidak tampak pucat, CRT < 3 detik, terpasang drain vacum produksi 600 cc/24 jam, luka post operasi dibalut elastis verban, eritema (-). Feel nyeri tekan (+), pulsasi arteri dorsalis pedis kanan dan kiri sama kuat, spasme otot (-) Power plegi (-), parasthesia (-), kekuatan kedua otot kaki grade 4 Ankle Brachial Index = 1,3 Move ROM 5555 5555 4444 4444
− − − −
−
− −
− −
14/5
Risiko tinggi kerusakan integritas kulit Definisi : Kerusakan pada membran mukosa, jaringan kornea, integumen atau subkutan (NANDA, 2012). Faktor Risiko : − Klien mengatakan : a) Kulit di sekitar area operasi terasa gatal dan panas b) Punggung terasa panas dan pegal − Punggung klien mulai tampak kemerahan − Klien bed rest 6-8 jam post spinal anestesi
Tujuan dan Kriteria Hasil Spasme otot (-) Plegi (-) Parasthesia (-) Pulsasi arteri dorsalis pedis kanan dan kiri teraba sama kuat TTV dalam rentang normal : TD = 110/60 – 130/80 mmHg Nadi = 60-100 x/menit Elastis verban dipertahankan 2 x 24 jam post operasi Kekuatan otot kaki kanan meningkat sampai dengan grade 5 Pergerakan sendi fleksi (+) di kedua lutut ROM 5555 5555 5555 5555
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, kerusakan integritas kulit klien tidak terjadi KH : − Tidak ada keluhan gatal atau panas di sekitar luka operasi klien − Tidak ada keluhan punggung klien terasa panas dan pegal − Tidak ada tanda-tanda luka tekan (kemerahan, bullae, atau lecet) di sekitar punggung klien
Intervensi Keperawatan
Rasional vasomotor sehingga berisiko untuk terjadinya bendungan vaskular dan trombus
4. Ingatkan klien untuk tidak menyilangkan kaki atau duduk dengan kedua kaki tergantung lama
4. Mencegah terjadinya sirkulasi vena stasis dan trombophlebitis
5. Pantau ketat TTV (TD dan Nadi) klien tiap shift, pulsasi arteri perifer, warna dan suhu kulit serta pengisian kapiler, produksi drain dan urine
5. Merupakan indikator dari volume sirkulasi dan fungsi organ/perfusi yang adekuat
6. Bantu latihan rentang gerak meliputi latihan aktif kaki dan lutut serta penggunaan alat bantu jalan
6. Menstimulasi sirkulasi perifer, membantu mencegah terjadinya vena stasis dan menurunkan risiko terjadinya trombus
Mandiri 1. Ubah posisis klien tiap shift
1. Mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimalkan risiko kerusakan kulit
2. Letakkan bantalan pelindung di bawah kaki atau di sekitar area dengan penonjolan tulang
2. Meminimalkan penekanan pada area dengan penonjolan tulang
3. Lakukan perawatan luka operasi 48 jam post operasi dengan NaCl 0,9% dan kassa steril
3. Meminimalkan kontaminasi kuman dengan penggantian balutan dan sebagai metode untuk evaluasi kondisi luka pasca operasi
4. Dorong klien untuk meningkatkan
4. Nutrisi yang adekuat
Paraf
Grace
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
66
Tgl
Diagnosa Keperawatan − Luka operasi tertutup elastis verban
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi Keperawatan asupan nutrisi dari sumber protein
Rasional terbukti mempercepat penyembuhan luka
Paraf
Sumber : Carpenito-Moyet, L.J. (2008); Doengoes, M.E; Moorhouse, M.F & Geissler, A.C. (2010); NANDA (2012); Olah Data Pribadi (2014)
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
67
1.1. Evaluasi Keperawatan Post Operasi Hasil dari tindakan keperawatan yang sudah dilakukan sesuai dengan masalah keperawatan adalah sebagai berikut : 1.1.1. Nyeri (akut) Di hari pertama pengkajian, klien mengatakan mengalami nyeri dengan skala 5-6 di sekitar area operasi (lutut kanan). Nyeri menyebar dari lutut sampai ke betis kanan dan muncul saat kaki digerakkan. Durasi nyeri berlangsung selama lebih dari 5 menit dan muncul 3 x/hari. Hari pertama implementasi keperawatan, mahasiswa menganjurkan klien untuk melakukan tekhnik relaksasi tarik napas dalam yang sudah diajarkan sebelum tindakan pembedahan. Setelah klien melakukan tarik napas dalam, diperoleh data secara subjektif bahwa keluhan nyeri di sekitar area operasi berkurang dari sebelumnya. Skala nyeri berkurang menjadi sekitar 2-3. Respon hemodinamik pasca tindakan tarik napas dalam, didapatkan bahwa TTV (tekanan darah dan nadi) klien masih berada dalam batas normal dan respon non verbal tampak wajah klien jauh lebih rileks dari sebelumnya.
Hari kedua implementasi, mahasiswa mengajarkan tekhnik relaksasi otot progresif untuk mengurangi keluhan nyeri area operasi yang masih dirasakan oleh klien. Di akhir intervensi, klien mengungkapkan berkurangnya rasa nyeri secara signifikan, dari skala 3 menjadi 1-2. Respon hemodinamik pasca tindakan relaksasi otot progresif dalam batas normal dan klien tampak jauh lebih rileks dari hari sebelumnya.
Hari ketiga implementasi, mahasiswa memberikan kesempatan pada klien untuk memilih tekhnik distraksi yang disukai oleh klien untuk meredakan rasa nyeri yang dirasakan di sekitar area operasi. Klien memilih tekhnik distraksi nyeri dengan berdzikir, karena dianggap mudah dilakukan dan klien merasa jauh lebih tenang setiap kali berdzikir. Melalui modifikasi ketiga tekhnik relaksasi tersebut, klien melaporkan penurunan skala nyeri yang signfikan dengan skala 0-1. Data subjektif tersebut didukung dengan data rentang hemodinamik yang normal, baik tekanan darah maupun nadi, juga respon non verbal klien yang tidak lagi tampak mengerutkan wajah dan meringis menahan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
68
sakit. Dengan demikian melalui tindakan keperawatan yang telah diberikan selama 3 x 24 jam, nyeri akut pada klien pasca pembedahan TKR teratasi.
1.1.2. Risiko tinggi penurunan perfusi jaringan perifer Fokus dari tindakan keperawatan untuk masalah keperawatan ini adalah membantu klien untuk segera melakukan ambulasi dini pasca pembedahan. Klien dan keluarga diberikan edukasi mengenai pentingnya ambulasi dini pasca pembedahan untuk menghindari komplikasi pasca bedah seperti stasis vena dan kontraktur. Kondisi ekstremitas bagian bawah klien dikaji setiap hari, meliputi look (ada tidaknya eritema dan pallor, waktu pengisian kapiler, dan produksi drain vacum); feel (ada tidaknya nyeri tekan dan spasme otot serta kekuatan pulsasi arteri dorsalis pedis kaki kanan dan kiri); power (ada tidaknya plegi dan parasthesia, kekuatan otot khususnya kaki kanan serta ada tidaknya tanda-tanda yang mengarah pada risiko DVT yaitu Homan sign); dan Move (kemampuan fleksi sendi-sendi kaki dan rentang pergerakan sendi klien). Hasil dari tindakan keperawatan ini antara lain : klien dan keluarga mengerti pentingnya ambulasi dini pasca pembedahan. Respon psikomotor yang teramati yaitu keluarga berperan aktif mendampingi dan memotivasi klien untuk melakukan ambulasi dini. Kondisi ekstremitas bawah klien meliputi pengkajian look, feel, power dan move dalam batas normal sehingga dapat disimpulkan di akhir pemberian asuhan keperawata bahwa risiko terjadinya penurunan perfusi jaringan perifer sebagai akibat immobilisasi pasca pembedahan tidak terjadi pada klien ini.
1.1.3. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit Klien mengeluhkan ketidaknyamanan pada kulit di sekitar area pembedahan yang tertutup dengan elastis verban. Dalam pengkajian sebelumnya, klien melaporkan tidak ada riwayat alergi, baik makanan, obat-obatan maupun bahan sandang penunjang tindakan medis seperti elastis verban atau plester. Ketidaknyamanan yang dirasakan klien berupa keluhan rasa panas dan gatal di sekitar kulit yang tertutup elastis verban. Posisi klien yang diharuskan bed rest 6-8 jam pasca anestesi spinal menimbulkan rasa tidak nyaman pada punggung belakang klien.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
69
Tindakan keperawatan di hari pertama difokuskan pada partisipasi aktif keluarga klien untuk mencegah terjadinya luka tekan di bagian punggung dan area yang mengalami penekanan lainnya dengan rutin mengganti diaper minimal 2-3 x/hari, segera mengganti linen klien bila basah/kotor dan mengubah posisi tidur klien minimal tiap 2 jam sekali. Mahasiswa juga mengajarkan pada keluarga cara untuk melakukan massase punggung klien dengan menggunakan minyak kelapa. Edukasi pada klien dan keluarga juga diberikan untuk meningkatkan asupan nutrisi khusunya yang beraal dari bahan-bahan tinggi protein seperti daging, telur, tahu dan tempe untuk mempercepat proses penyembuhan luka. Hasil dari tindakan keperawatan di hari pertama asuhan ini antara lain : klien melaporkan keluhan rasa panas dan pegal di punggung berkurang setelah tindakan massase punggung. Integritas kulit punggung dan sekitar bokong klien dalam kondisi baik, kering, tidak ada luka lepuh/lecet dan bebas dari eritema.
Hari kedua pasca pembedahan, mahasiswa melakukan penggantian balutan luka operasi di lutut kanan klien dengan menggunakan cairan fisiologis NaCl 0,9% dan kassa steril. Hasil yang diperoleh dari tindakan penggantian balutan luka operasi ini antara lain : luka operasi sepanjang 7,5 cm di atas lutut kanan klien tampak kering, perdarahan tidak ada, jahitan operasi paten dan tidak ditemukan adanya pus.
Mahasiswa mengingatkan kembali pada klien untuk banyak mengkonsumsi asupan nutrisi tinggi protein. Selain itu, klien dimotivasi agar banyak duduk tegak untuk mencegah penekanan terlalu lama di daerah punggung. Mahasiswa juga mendorong klien untuk melakukan perawatan diri dengan mandi, ganti pakaian dan berhias. Hasil dari tindakan keperawatan yang sudah dilakukan tersebut antara lain klien tampak menghabiskan 1 porsi makanan yang disediakan dari RS ditambah dengan konsumsi 6 butir putih telur rebus. Sore hari sebelum sholat Azhar, klien dengan dibantu oleh keluarga sudah melakukan perawatan diri dengan mandi di kamar mandi, mengganti pakaiannya dan berhias diri. Dengan demikian, di akhir pemberian asuhan keperawatan, dapat disimpulkan bahwa risiko terjadinya kerusakan integritas kulit
akibat
tirah
baringang
lama
tidak
terjadi
pada
klien
ini.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
BAB 4 ANALISIS SITUASI
4.1. Profil Lahan Praktek RSUP Persahabatan adalah RS Umum Pemerintah Kelas A yang berada di Jalan Persahabatan Raya, Jakarta Timur. Saat ini RSUP Persahabatan memiliki kapasitas 600 tempat tidur, terakreditasi untuk 16 bidang pelayanan kesehatan, dan merupakan RS pusat rujukan (top referral) nasional untuk masalah kesehatan respirasi. Visi RSUP Persahabatan yaitu : menjadi Rumah Sakit terdepan dalam menyehatkan masyarakat dengan unggulan kesehatan respirasi kelas dunia dan misinya yaitu : menyelenggarakan pelayanan, pendidikan dan penelitian dalam bidang kesehatan secara profesional dan berorientasi pada klien.
Ruang rawat bedah kelas RSUP Persahabatan memiliki kapasitas 32 tempat tidur, merupakan instalasi pemberi layanan perioperatif pada klien dengan kasus-kasus pembedahan, meliputi berbagai disiplin ilmu bedah seperti bedah ortopedi, bedah urologi, bedah digestif, bedah syaraf, bedah plastik, bedah mulut sampai dengan bedah onkologi dan THT. Ruang Bedah Kelas memiliki 15 orang staff keperawatan yang dibagi menjadi 1 orang Kepala Ruangan dan 2 orang Ketua Tim. Klasifikasi pendidikan staff keperawatan di Ruang Bedah Kelas ini antara lain 2 orang Ners (13,33%), 2 orang S1 Keperawatan (13,3%) dan sisanya D3 Keperawatan (73,33%). Metode penugasan yang digunakan di ruang rawat ini yaitu Metode Tim.
Kasus bedah ortopedi merupakan salah satu kasus bedah dengan klien terbanyak yang dirawat di Ruang Bedah Kelas RSUP Persahabatan. Berbagai kasus pasca bedah ortopedi yang sering dilakukan antara lain tindakan Open Reduction Internal Fixation (ORIF), Open Reduction Eksternal Fixation (OREF), Total Knee Replacement (TKR), dan Total Hip Replacement (THR). Selama bulan Januari sampai dengan Mei 2014, tercatat sebanyak 17 klien dirawat dengan diagnosa OA genue dan menjalani tindakan TKR di Ruang Bedah Kelas RSUP Persahabatan. Klien ortopedi dengan kasus TKR di Ruang Bedah Kelas RSUP Persahabatan memiliki lama hari rawat yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat mobilisasi klien dan masalah penyerta lainnya yang menghambat pemulihan.
70 Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
71
4.2. Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep KKMP dan Konsep OA Menurut Susilo et al (2012), terdapat 2 determinan sosial dari kesehatan yang terjadi pada masyarakat perkotaan, yaitu penyakit menular dan tidak menular. OA merupakan salah satu jenis penyakit tidak menular yang bersifat degeneratif karena sebagian besar kasus OA menyerang penderita berusia lanjut. Penyakit ini menyerang penduduk di seluruh dunia tidak terkecuali Indonesia.
Dalam konteks lingkup perkotaan, stress pada individu dapat dipicu oleh faktor ekonomi, beban kerja yang meningkat, lingkungan tempat tinggal yang padat atau polusi lingkungan. Tingginya beban kerja dan persaingan di dalam kota menuntut masyarakat urban berpacu dengan waktu. Dengan demikian terjadi pergeseran budaya dalam masyarakat urban yang cenderung menawarkan fasilitas serba cepat untuk memenuhi segala kebutuhan hidup, misalnya dalam hal konsumsi makanan. Makanan cepat saji adalah salah satu ciri khas pergeseran budaya yang diadopsi dari dunia barat. Selain itu, seiring dengan kemajuan teknologi, kota menawarkan layanan rekreasi bagi masyarakat urban tanpa harus bepergian keluar rumah lewat alat komunikasi dalam bentuk telepon pintar/smartphone. Kecanduan game online ataupun jejaring sosial berimplikasi pada rendahnya motivasi masyarakat urban untuk melakukan aktifitas fisik di hari libur ataupun di waktu senggang.
Berangkat dari fenomena tersebut, maka dapat dipastikan bahwa pola konsumsi fast food dan kecanduan game berkontribusi terhadap peningkatan jumlah individu dengan keluhan obesitas pada masyarakat urban. Obesitas sendiri menjadi salah satu faktor risiko terjadinya OA pada usia muda walaupun secara teori, OA merupakan penyakit muskuloskeletal yang sifatnya degeneratif. Pada karya ilmiah ini, kasus yang akan dibahas adalah aplikasi praktik klinik kesehatan masyarakat perkotaan pada klien dengan OA genue dekstra yang akan menjalani operasi penggatian sendi lutut total.
Dari hasil pengkajian, diperoleh data bahwa klien pernah mengalami trauma fisik karena terpeleset dengan posisi badan bertumpu pada kedua lutut di bulan Maret 2013. Selain itu ditinjau dari data antropometri klien, dengan tinggi badan sekitar 160 cm dan berat badan 85 kg, diperoleh perhitungan IMT klien sebesar 33,2 kg/m2 yang termasuk pada klasifikasi obese kelas 1. Kemungkinan terjadinya OA pada Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
72
salah satu lutut klien obese mencapai 5 kali lipat dibandingkan dengan klien non obese. Fakta tersebut menyimpulkan bahwa obesitas menjadi faktor risiko terjadinya OA, terutama pada sendi lutut (Arthritis Research Campaign, 2007). Klien sendiri adalah seorang Ibu Rumah Tangga yang terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah tangga seorang diri. Salah satu pekerjaan rumah tangga yang sering dilakukan klien yang berisiko meningkatkan beban sendi pada kedua lututnya adalah mencuci baju dan mengepel lantai dengan posisi jongkok.
Klien saat ini berusia 54 tahun. Hal ini sesuai dengan teori dan penelitian-penelitian sebelumnya tentang OA yang menyatakan bahwa prevalensi OA di Indonesia secara umum mencapai 30,3%; dengan prevalensi penderita dalam rentang usia 45-54 tahun adalah sebesar 46,3%; usia 55-64 tahun sebesar 56,4%; usia 65-74 tahun sebesar 62,9% dan di atas 75 tahun sebesar 65,4% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Depkes RI, 2008 dalam Bachtiar, 2010). Sedangkan menurut Handayani (2008) dan Koentjoro (2010), prevalensi OA di Indonesia mencapai 5% pada usia < 40 tahun, 30% pada usia 40 – 60 tahun, dan 65% pada usia > 61 tahun.
Dalam kasus ini, klien adalah seorang perempuan, di mana menurut Davidson (2007), OA lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan pada laki-laki. Penelitian di Norwegia juga menunjukkan bahwa perbandingan angka prevalensi OA di Norwegia adalah sebesar 14,7% pada perempuan
dan 10,5% pada laki-laki
(Arissa, 2012). Sedangkan prevalensi OA lutut secara radiologis di Indonesia mencapai 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita (Andriyasa, K. & Putra, T.R., 2012). Di usia kurang dari 45 tahun, kejadian OA pada laki-laki lebih banyak daripada perempuan (Imayati, P. & Kambayana, G., 2013).
Perempuan lebih cenderung untuk menderita OA dibandingkan laki-laki karena regulasi hormonal dalam tubuh wanita yang cenderung fluktuatif berpotensi menghambat penyerapan kalsium dalam darah. Kalsium sendiri memegang peranan penting dalam proses pembentukan tulang. Selanjutnya dalam kasus ini, klien belum mengalami menopause walaupun sudah berusia 54 tahun. Perempuan dan menopause merupakan satu entitas dalam proses alamiah tubuh. Proses ini tak dapat dihindari karena setiap perempuan akan mengalami menopause pada tahapan usia berbeda. Secara umum rentang waktu perempuan memasuki masa menopause adalah usia 45Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
73
55 tahun. Menopause merupakan masa di mana hormon estrogen berkurang dan perempuan berhenti mengalami masa menstruasi. Berkurangnya hormon estrogen tersebut menimbulkan berbagai ketidaknyamanan, seperti gejolak panas, insomnia, jantung berdebar, vagina kering, libido menurun, dan lainnya. Dampak jangka panjangnya menyebabkan osteoporosis. Hormon estrogen berperan penting membantu penyerapan kalsium di tubuh. Kepadatan tulang turun sebanyak 3% setelah 12 bulan tidak menstruasi. Penurunan densitas tulang akibat osteoporosis turut berkontribusi terhadap tingginya angka kejadian OA.
Kriteria diagnosis dari OA lutut berdasarkan American College of Rheumatology yaitu adanya nyeri lutut, pada foto rontgen ditemukan adanya gambaran osteofit, klien berusia > 50 tahun, adanya keluhan kaku sendi pada pagi hari < 30 menit dan adanya krepitasi. Nyeri pada sendi tersebut biasanya merupakan keluhan utama yang membuat klien datang ke dokter. Nyeri biasanya bertambah berat dengan gerakan dan berkurang dengan istirahat. Umumnya klien OA mengatakan bahwa keluhannya sudah berlangsung lama tetapi berkembang secara perlahan.
Hal ini sesuai dengan keluhan klinis yang ditemui pada kasus ini di mana klien datang ke RS dengan keluhan nyeri kedua lututnya sejak 6 bulan yang lalu. Nyeri tersebut juga tidak menghilang setelah lutut klien dikompres. Nyeri makin memberat saat klien melipat lututnya dan menggerakkan kakinya namun sedikit berkurang dengan istirahat.
Daerah predileksi OA biasanya mengenai sendi-sendi penyangga tubuh seperti lutut. Selain itu dapat juga terjadi pada sendi carpometacarpal I, metatarsophalangeal I, sendi apofiseal tulang belakang dan paha (Imayati, P. & Kambayana, G., 2013). Hal ini sesuai dengan gambaran klinis yang ada pada klien, di mana sesuai dengan hasil foto genue bilateral tertanggal 31 Desember 2013 diperoleh kesan gambaran OA genue bilateral. Pada beberapa klien OA juga dapat timbul kaku sendi yang dapat timbul setelah immobilisasi seperti setelah duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup lama atau bahkan setelah bangun tidur. Biasanya kaku sendi ini berlangsung kurang dari 30 menit. Klien ini juga merasakan kaku pada sendi lututnya sejak 3 bulan terakhir, di mana kaku tersebut biasanya muncul pada pagi hari setelah klien bangun tidur dan menetap sekitar setengah jam. Bila kaku sendi ini muncul, Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
74
klien tidak dapat menggerakkan kedua kakinya sama sekali dan hanya bisa diam di tempat tidur. Bila ekstremitas bawah tersebut digerakkan oleh orang lain maka kedua kaki klien hanya bisa bergeser ke kanan ataupun ke kiri.
Klien dengan OA mengalami hambatan gerak sendi dan adanya rasa gemeretak yang kadang-kadang dapat terdengar ketika sendi digerakkan. Klien dalam kasus ini juga mengeluhkan susah untuk bergerak dan berjalan karena nyerinya. Klien juga mengaku kadang merasakan seperti ada sesuatu yang patah atau remuk ketika lututnya digerakkan. Selain itu klien mengeluhkan adanya bengkak pada kedua lututnya yang juga dapat ditemukan pada klien OA lainnya. Klien mengungkapkan adanya perubahan terhadap gaya berjalan, di mana klien berjalan dengan menyeret kedua kaki. Gejala ini merupakan gejala yang menyulitkan klien dan merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian klien OA, terlebih pada klien lanjut usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan terutama pada OA lutut (Soeroso, 2006).
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, pada klien OA ditemukan adanya hambatan gerak sendi baik secara aktif maupun pasif. Selain itu biasanya terdengar adanya krepitasi yang semakin jelas dengan bertambah beratnya penyakit. Gejala ini disebabkan karena adanya pergesekan kedua permukaan tulang sendi pada saat sendi digerakkan atau secara pasif dimanipulasi. Pada klien ini terdengar adanya krepitasi pada kedua lututnya ketika digerakkan secara pasif. Selain itu pada klien juga terdapat hambatan gerak aktif pada sendi kedua lutut yaitu klien hanya mampu untuk memfleksikan lututnya sebatas 40-45° saja, begitu pula jika digerakkan secara pasif. Dari hasil pemeriksaan lokal pada sendi klien juga ditemukan adanya pembengkakan dan adanya tanda-tanda peradangan seperti adanya nyeri sendi, kemerahan dan teraba hangat pada kedua lutu. Semua tanda ini sesuai dengan tanda-tanda pada klien OA di mana pembengkakan yang terjadi disebabkan karena adanya efusi cairan dan adanya osteofit pada permukaan sendi. Selanjutnya, dalam kasus ini klien juga mengungkapkan kecemasannya dalam menghadapi pembedahan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya informasi yang didapatkan klien sebelum dilakukan operasi dan tidak adanya pengalaman menjalani pembedahan sebelumnya. Saat dilakukan pengkajian awal klien terlihat gelisah dan menjawab pertanyaan dengan ragu dan singkat. Klien mengungkapkan ketakutannya Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
75
tidak dapat berjalan dan beraktifitas kembali secara normal setelah menjalani pembedahan. Hal ini disebabkan karena klien belum paham benar tujuan dan persiapan pembedahan yang seharusnya dijalani untuk meminimalkan risiko dan komplikasi dari pembedahan yang akan dijalaninya.
Risiko tinggi penurunan perfusi jaringan perifer menjadi salah satu masalah keperawatan yang harus diwaspadai pada setiap klien yang menjalani pembedahan ortopedi. Prosedur immobilisasi 6-8 jam pasca pembedahan untuk menghindari efek samping dari anestesi spinal tanpa dibarengi dengan persiapan operasi yang memadai terkait latihan gerak dan edukasi ambulasi dini pasca pembedahan akan meningkatkan risiko terjadinya stasis vena dan tromboemboli. Rasa takut untuk melakukan mobilisasi seringkali diakibatkan oleh rasa nyeri pasca pembedahan yang masih akan terasa di sekitar area operasi. Dengan demikian penting bagi perawat untuk membekali klien dengan informasi yang cukup pada tahap persiapan operasi terkait hal-hal krusial yang seharusnya dilakukan oleh klien pasca pembedahan untuk mengurangi risiko komplikasi lanjut dari pembedahan, termasuk latihan gerak dan ambulasi dini. Berikutnya, kondisi klien yang diharapkan berada pada posisi tirah baring hanya pada 6-8 jam pasca anestesi spinal akan meningkatkan risiko terjadinya kerusakan integritas kulit, apabila klien tidak dengan segera melakukan ambulasi dini pasca pembedahan. Hal ini dibuktikan dengan keluhan klien yang merasakan ketidaknyamanan di beberapa area tubuhnya yang mengalami penekanan akibat tirah baring seperti punggung yang terasa pegal dan panas.
Terdapat 3 elemen penting yang menjadi dasar terbentuknya luka tekan yaitu intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler, durasi dan besarnya tekanan, serta toleransi jaringan. Luka tekan terjadi sebagai hasil hubungan antara waktu dengan tekanan (Potter dan Perry, 2005). Semakin besar tekanan dan durasinya, maka semakin besar pula insiden terbentuknya luka. Kulit dan jaringan subkutan dapat mentoleransi beberapa tekanan, tetapi tekanan eksternal yang besar akan menurunkan atau menghilangkan aliran darah ke dalam jaringan sekitarnya.
Jaringan yang mengalami penekanan ini menjadi hipoksia sehingga terjadi cedera iskemi. Jika tekanan lebih besar dari 32 mmHg dan tidak segera dihilangkan dari tempat yang mengalami hipoksia, maka pembuluh darah akan kolaps sehingga Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
76
terbentuklah trombosis (terjadi pembekuan darah). Jika tekanan dihilangkan sebelum titik krisis maka sirkulasi pada jaringan tersebut akan pulih kembali melalui mekanisme fisiologis hiperemia reaktif. Kulit mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mentoleransi iskemi daripada otot sehingga luka tekan akan dimulai di tulang dengan iskemi otot akibat penekanan yang akhirnya melebar ke epidermis (Potter dan Perry, 2005).
4.3. Analisis Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait Salah satu masalah keperawatan yang terjadi pada klien dengan pasca pembedahan ortopedi ini adalah risiko tinggi penurunan perfusi jaringan perifer sebagai akibat dari immobilisasi. Eldawati (2011) dalam penelitiannya membandingkan 2 kelompok klien pasca pembedahan ortopedi, di mana dalam kelompok kontrol, klien tidak dilakukan intervensi latihan gerak pre operasi dan pada kelompok intervensi, klien diberikan latihan gerak sebelum menghadapi pembedahan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa ada perbedaan rata-rata kemampuan ambulasi dini yang lebih baik pada kelompok intervensi dibandingkan dengan kelompok kontrol (p = 0,017). Secara teori hal ini terjadi karena latihan kekuatan otot dapat mencegah terjadinya atropi pada otot, meningkatkan aliran balik vena, dan mempertahankan kekuatan otot pada kelompok otot besar yaitu otot quadrisep dan gluteal (Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L & Cheever, K.H., 2010). Selain itu, energi untuk melakukan aktifitas tetap terpelihara, sehingga klien memiliki kemampuan yang lebih baik untuk melakukan ambulasi pada hari ke 4 pasca operasi.
Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hoeman (2006) bahwa seorang dengan disability harus dilatih untuk beraktifitas agar tidak menjadi bergantung dan lebih mandiri dalam melakukan aktifitas dengan rehabilitasi. Menurut Oldmeadow (2006) faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan ambulasi dini klien pasca operasi ortopedi adalah status mental, mobilisasi pre operasi, kondisi kesehatan klien dan dukungan sosial. Pernyataan ini juga didukung oleh Brunner & Suddarth (2009) bahwa ambulasi dini ditentukan oleh tingkat aktifitas fisik klien, kestabilan sistem kardiovaskuler dan neuromuskular. Salah satu aktifitas fisik yang dilakukan oleh klien, yang dapat menghindari risiko atropi otot adalah dengan latihan kekuatan otot baik isometrik maupun isotonik (Sjamsuhidajat Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
77
& Jong, 2005). Nielsen (2009) menyatakan bahwa program latihan sebelum operasi (prehabilitation) dapat meningkatkan fungsi dan mempersingkat lama hari rawat di rumah sakit (hospital stay) tanpa komplikasi lanjut atau ketidakpuasan. Dampak dari latihan kekuatan otot sebelum operasi adalah meningkatkan kemampuan ambulasi dini klien pasca operasi. Ambulasi dini merupakan komponen penting dalam perawatan pasca operasi fraktur karena jika klien membatasi pergerakkannya di tempat tidur dan sama sekali tidak melakukan ambulasi, klien akan semakin sulit untuk mulai latihan berjalan (Kozier, 2010).
Menurut Kozier, et al (1995 dalam Asmadi, 2008) ambulasi adalah aktifitas berjalan. Ambulasi dini merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada klien pasca operasi dimulai dari bangun dan duduk sampai klien turun dari tempat tidur, dan mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi klien (Roper, 2007). Ambulasi mendukung kekuatan, daya tahan dan fleksibilitas sendi. Keuntungan lainnya dari latihan secara perlahan dapat meningkatkan toleransi aktivitas (Kozier, 2010). Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka perawat yang berada di tatanan praktek, harus memikirkan, kondisi yang mempercepat kemampuan klien untuk melakukan ambulasi dini pasca operasi, dengan tidak tergantung pada bantuan orang lain. Salah satu cara yang harus dipertimbangkan di antaranya adalah dengan melakukan latihan kekuatan otot dan sendi sebelum operasi.
Kekuatan otot adalah kemampuan otot atau kelompok otot untuk menghasilkan tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik secara dinamis maupun statis. Otot skeletal manusia dewasa secara keseluruhan dapat menghasilkan kekuatan otot kurang lebih 22.000 Kg (Eldawati, 2011). Latihan Kekuatan Otot adalah latihan penguatan/pengencangan otot gluteal dan kuadrisep yang dilakukan sebelum tindakan operasi dengan tujuan untuk memelihara kekuatan otot yang diperlukan untuk berjalan (Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L & Cheever, K.H., 2010).
Range of Motion (ROM) adalah latihan gerak sendi untuk meningkatkan aliran darah perifer dan mencegah kekakuan otot/sendi. Tujuannya adalah memperbaiki dan mencegah kekakuan otot, mempertahankan fleksibilitas sendi, meningkatkan pertumbuhan tulang dan mencegah kontraktur. Latihan gerak sendi dapat segera dilakukan untuk meningkatkan kekuatan otot dan ketahanan otot (endurance) Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
78
sehingga memperlancar aliran darah serta suplai oksigen untuk jaringan sehingga akan mempercepat proses penyembuhan.
Dalam kasus ini, mahasiswa sudah melakukan latihan otot untuk klien di tahap pre operasi dengan harapan ketahanan (endurance) otot klien akan lebih terjaga sehingga klien mampu melakukan ambulasi dini pada tahap pasca pembedahan. Di hari ke-0 pasca pembedahan, 8 jam setelah operasi, klien sudah mampu melakukan ambulasi dini dengan mulai menggerakkan ujung-ujung jari tangan dan kaki, pergelangan tangan dan kaki, kedua lengan dan bahu serta melakukan mobilisasi miring kiri dan kanan secara bertahap setiap 2 jam sekali.
Hari pertama pasca pembedahan, klien sudah mampu untuk duduk bersandar dengan 1 bantal di atas tempat tidur dengan bantuan 1 orang. ROM pasif dikerjakan pada ekstremitas yang sakit dan ROM aktif dikerjakan pada ekstremitas yang sehat. Klien direncanakan untuk latihan pre ambulasi dengan dangling position namun karena produksi drain mencapai 600 cc/24 jam dan Hb 9 g/dL, maka ambulasi klien masih terbatas di atas tempat tidur untuk mencegah perdarahan masif dan keluhan neurovaskuler lainnya seperti pusing dan rasa ingin pingsan. Menurut Yanty (2010), perubahan status kesehatan dapat mempengaruhi sistem muskuloskeletal dan sistem saraf berupa penurunan koordinasi yang menakibatkan berkurangnya kemampuan seseorang untuk melakukan aktifitas dan latihan.
Hari kedua pasca pembedahan, produksi drain ± 195 cc/24 jam berwarna merah segar. Klien sudah mendapatkan transfusi PRC golongan A+ total 2 kantong (344 cc). Namun klien masih mengeluh sedikit pusing dan Hb post transfusi masih di bawah target (9,8 g/dL). Hasil pengukuran tekanan darah dengan posisi duduk pada nilai 110/60 mmHg dengan rentang nadi berkisar 78-80 kali per menit tidak mengindikasikan adanya hipotensi ortostatik. Intervensi keperawatan untuk ambulasi dini klien difokuskan untuk latihan kekuatan otot sesuai toleransi klien di atas tempat tidur. Klien diingatkan kembali untuk melakukan latihan kekutan otot meliputi ankle pumping, gluteal set dan quadriceps set exercise juga latihan pergerakan sendi yang pernah diajarkan pada fase pre operasi. ROM pasif untuk ekstremitas yang sakit dan ROM aktif untuk ekstremitas yang sehat dikerjakan klien bersama mahasiswa. Hasil evaluasi neurovaskuler pasca latihan menunjukkan Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
79
tekanan darah berkisar 120/60 mmHg dan nadi sekitar 88 kali per menit. Kedua indikator tersebut masih berada dalam batas normal. Secara verbal klien mengungkapkan tidak ada keluhan pusing ataupun rasa ingin pingsan.
Hari ketiga pasca pembedahan, keluhan pusing dan rasa ingin pingsan sudah tidak ada. Tekanan darah sebelum latihan 130/70 mmHg dengan rentang nadi 78-84 kali per menit. Klien menyatakan keinginannya untuk melakukan ambulasi dini. Latihan dangling position dilakukan selama ± 5 menit dengan gerakan uncang-uncang kaki di samping tempat tidur. Selanjutnya klien mencoba melakukan standing balance sambil berpegangan pada sisi tempat tidur selama ± 2 menit. ROM pasif dan aktif tetap dikerjakan bersama mahasiswa. Hasil evaluasi neurovaskuler pasca latihan menunjukkan tekanan darah berkisar 120/60 mmHg dan nadi sekitar 88 kali per menit. Kedua indikator tersebut masih berada dalam batas normal. Secara verbal klien mengungkapkan tidak ada keluhan pusing ataupun rasa ingin pingsan.
Keuntungan dari pemberian edukasi pada fase pre operasi dalam kasus ini yaitu klien menjadi lebih siap menjalani operasi dan tidak canggung lagi untuk melakukan latihan kekuatan otot dan sendi pasca pembedahan. Kedua latihan tersebut sudah dapat dilakukan klien secara mandiri dengan diawasi dan dibantu keluarga tanpa harus menunggu tim rehabilitasi medik. Pemberian edukasi yang benar pada tahap persiapan operasi juga membantu meningkatkan peran serta aktif klien dan keluarga untuk mendukung tercapainya tujuan intervensi keperawatan.
4.4. Alternatif Pemecahan Masalah Asuhan keperawatan yang diberikan pada klien memiliki beberapa kendala. Langkah yang diambil mahasiswa adalah mencari alternatif solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah keperawatan yang dilakukan. Solusi yang dimaksud dapat bersumber dari perawat dengan peran utamanya sebagai pemberi asuhan keperawatan, fasilitas layanan kesehatan, peran kolaborasi dengan profesional kesehatan lain, ataupun keterlibatan klien dan keluarga dalam proses pemberian asuhan keperawatan. Dengan adanya alternatif penyelesaian masalah, diharapkan intervensi keperawatan yang diperlukan dapat menyelesaikan masalah keperawatan klien dengan efektif.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
80
Salah satu kendala yang ditemui mahasiswa dalam mengaplikasikan tindakan keperawatan di lapangan adalah prosedur persiapan pre operatif, khususnya untuk tindakan pembedahan ortopedi, yang masih belum memaksimalkan latihan gerak otot dan sendi sebagai salah satu persiapan pembedahan yang krusial. Sebagian besar klien yang dirawat di Ruang Bedah Kelas masih belum terpapar informasi mengenai tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk mempersiapkan diri menjalani pembedahan, yang apabila dilakukan dengan benar di awal persiapan operasi akan meminimalkan risiko terjadinya komplikasi pasca pembedahan.
Saat dilakukan pengkajian awal, mahasiswa sudah menerapkan latihan gerak otot untuk persiapan pembedahan. Hari pertama pasca operasi, tampak klien takut untuk melakukan ambulasi dini dikarenakan produksi drain mencapai 600 cc/24 jam. Klien menganggap produksi drain yang sangat banyak sebagai akibat dari mobilisasi yang dilakukannya pasca pembedahan. Selain itu, latihan gerak pasca pembedahan yang menjadi tanggung jawab bagian Rehabilitasi Medik baru bisa datang mendampingi klien untuk latihan gerak pada hari keempat pasca pembedahan. Dengan demikian, klien baru menjalani latihan gerak dengan menggunakan alat bantu pada hari keempat pasca pembedahan yang sudah tidak sesuai dengan teori ambulasi dini pasca pembedahan.
Solusi yang dapat ditawarkan pada perawat ruangan untuk meminimalkan risiko komplikasi lanjut pasca pembedahan ortopedi, antara lain pemanfaatan waktu persiapan operasi semaksimal mungkin untuk melatih gerakan otot klien. Hal dapat ini menjadi antisipasi situasional, apabila disiplin ilmu yang bertanggung jawab sebagai delegator konsulen untuk latihan gerak pasca pembedahan tidak dapat hadir mendampingi klien pada H+1 tindakan. Penggunaan media seperti leaflet atau poster tentang latihan otot dan pergerakan sendi serta manfaat ambulasi dini pasca pembedahan di setiap kamar klien juga bisa menjadi salah satu altrernatif pemecahan masalah. Dengan memaksimalkan persiapan operasi di awal, diharapkan klien tanpa harus menunggu pendampingan dari tenaga fisioterapis, sudah mampu melakukan latihan gerak otot sederhana secara mandiri.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
BAB 5 PENUTUP
9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada pasien post Total Knee Replacement atas indikasi osteoartritis genue dekstra di Ruang Bedah Kelas RSUP Persahabatan Jakarta, adalah sebagai berikut : − Penyakit degeneratif muskuloskeletal yang sering terjadi di perkotaan adalah OA − Salah satu manifestasi klinis utama yang sering dikeluhkan klien dengan OA adalah rasa nyeri sendi yang hebat − Untuk mengatasi keluhan klien akibat OA, tindakan pembedahan untuk mengganti sendi yang rusak menjadi alternatif pilihan yang paling sering dilakukan − Komplikasi yang harus dihindari pasca pembedahan ortopedi adalah terjadinya stasis vena dan risiko tromboemboli akibat tirah baring − Ambulasi dini pasca pembedahan menjadi intervensi keperawatan krusial yang bertujuan meminimalkan risiko komplikasi lebih lanjut dari tindakan bedah ortopedi − Ambulasi dini dapat diajarkan dan diinformasikan pada klien di tahap persiapan dengan cara latihan gerak otot
9.2. Saran 9.2.1. Pelayanan − Karya Tulis Akhir Ners ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi Bidang Keperawatan dan SMF Bedah RSUP Persahabatan untuk menyempurnakan Standard Operational Procedure (SOP) persiapan operasi klien klien terkait ambulasi dini. − Karya Tulis Akhir Ners ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi RSUP Persahabatan untuk menekankan kembali pentingnya ambulasi dini bagi klien pasca pembedahan dengan menyediakan fasilitas berupa brosur edukasi bagi klien dan keluarga. − Karya Tulis Akhir Ners ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi perawat ruang Bedah Kelas untuk memasukan topik edukasi ambulasi
81 Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
82
dini pada saat pengkajian awal pasien persiapan operasi di samping kelengkapan administrasi operasi lainnya. 9.2.2. Klien − Karya Tulis Akhir Ners ini diharapkan dapat memberikan ilmu pengetahuan baru bagi klien dan keluarga tentang berbagai prosedur persiapan operasi yang harus dijalani khususnya ambulasi dini. − Karya Tulis Akhir Ners ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk meningkatkan kesadaran klien dan keluarga tentang pentingnya mabulasi dini pasca pembedahan untk menurunkan risiko komplikasi pembedahan dan lamanya hari rawat di RS. 9.2.3. Penelitian selanjutnya − Karya Tulis Akhir Ners ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi dasar untuk kepentingan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan ambulasi dini pasca pembedahan. 9.2.4. Institusi pendidikan −
Karya Tulis Akhir Ners ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk memberikan tambahan informasi kepada mahasiswa mengenai asuhan keperawatan pada klien dengan masalah sistem muskuloskeletal pasca pembedahan. Khususnya mengenai pentingnya latihan gerak otot dan ambulasi dini pada pasien yang kan menjalani tindakan pembedahan ortopedi.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
DAFTAR PUSTAKA
Amirouche, F. & Solitro, G.V. (2011). Challenges in modeling total knee arthroplasty and total hip replacement. IUTAM symposium on human body dynamics, Volume 2, Halaman 18 – 25. Diunduh tanggal 23 Juni 2014 pukul 2.55 WIB dari http://www.sciencedirect.com. Asmadi. (2008). Tehnik prosedural keperawatan; konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba Medika. Bachtiar, A. (2010). Pengaruh ekstrak jahe (Zingiber officinale) terhadap tanda dan gejala osteoartritis pada pasien rawat jalan di Puskesmas Pandanwangi Kota Malang. Tesis. Depok : FIK UI. Barbay, K. (2009). Research Evidence for the Use Preoperative Exercise in Patients Preparing for Total Hip or Total Knee Arthroplasty. Orthopaedic nursing; Volume 3, Nomor 28, Halaman 127 – 133. Diunduh tanggal 21 Juni 2014 pukul 17.00 WIB dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov. Black, J.M., (2009). Medical surgical nursing: clinical management for continuity of care, 8th ed. Philadephia: W.B. Saunders Company Braden scale for predicting pressure http://www.healthcare.uiowa.edu.
sore
risk.
(n.d.).
12
Mei
2014.
Carpenito-Moyet, L.J. (2008). Nursing care plans and documentation : nursing diagnosis and collaborative problems. 5th Edition. USA : Lippincot Williams & Wilkins. Craven, F.R. & Hirnle, J.C. (2009). Fundamentals of nursing human, health and function. 6th Edition. USA : Lippincott Williams & Wilkins. Departemen Kesehatan Republik Indonesia/DEPKES RI, (2009). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta. Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., & Geissler, A.C. (2010). Rencana asuhan keperawatan. pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 5. Alih bahasa : I Made Kariasa. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Eldawati. (2011). Pengaruh latihan kekuatan otot pre operasi terhadap kemampuan ambulasi dini pasien pasca operasi fraktur ekstremitas bawah di RSUP Fatmawati Jakarta. Tesis. Depok : Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Felson, D.T. (2008). Osteoarthritis of the Knee. The new england journal of medicine, Nomor 354, Halaman 841 – 848. Diunduh tanggal 3 Juni 2014 pukul 10.00 WIB dari http://www.nejm.org.
xiv Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
Folden, S. & Tappen, R. (2007). Factors Influencing Function and Recovery Following Hip Repair Surgery. Orthopaedic nursing, Volume 4, Nomor 26, Halaman 234 – 241. Diunduh tanggal 12 Juni 2014 pukul 12.10 WIB dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov. Global Database on Body Mass Index : an interactive surveillance tools for monitoring nutrition transition. (n.d.). 11 Juni 2014. http://apps.who.int/bmi/index.jsp. Grotle, M., et al. (2008). Obesity and Osteoarthritis in Knee, Hip and/or Hand : An Epidemiological Study in the General Population With 10 Years Follow-Up. BMC musculoskeletal disorders, Volume 9, Nomor 132. Diunduh tanggal 11 Juni 2014 pukul 21.20 WIB dari http://www.biomedcentral.com. Hamric, A.B., Spross, J.A., & Hanson, C.M. (2014). Advanced practice nursing : an integrative approach. 5th Edition. St. Louis : Saunders Elsevier. Handayani, R.D. (2008). Faktor roisiko yang mempengaruhi terjadinya osteoartritis pada lansia di Instalasi Rehabilitasi Medik RSU Haji Surabaya 2008. Skripsi. Surabaya : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. Home exercise program : knee exercises after knee replacement surgery. (n.d.). 23 Juni 2014. http://www.allinahealth.org. Imayati, P. & Kambayana, G. (2013). Case Report : Osteoarthritis. E-jurnal medika udayana, Volume 2, Nomor 7, Halaman 1233 – 1244. Diunduh tanggal 21 Juni 2014 pukul 02.15 WIB dari http://ojs.unud.ac.id. Joern, W.P.M., Klaus, U.S.B. & Eyseel, Peer (2010). The Epidemiology, Etiology, Diagnosis and Treatment of Osteoarthritis of the Knee. Dtsch arztebl international, Volume 9, Nomor 107, Halaman 152 – 162. Diunduh tanggal 30 Juni 2014 pukul 03.40 WIB dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov. Knee replacement surgery : part 1. (n.d.). 27 Juni 2014. http://www.cpmc.org. Koentjoro, S.L. (2010). Hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan derajat osteoartritis lutut menurut Kellgren dan Lawrence. Karya Tulis Ilmiah. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Kozier, B & Erb,G.(2010). Fundamentals of nursing : concepts and procedures. 3rd Edition. California : Addison- Wesly. Masouros, S.D., Newell, N., Ramasamy, A., et al. (2013). Design of a Traumatic Injury Simulator for Assessing Lower Limb Response to High Loading Rates. Annals of biomedical engineering, Volume 4, Halaman 1957 – 1967. Diunduh tanggal 10 Juni 2014 pukul 17.00 WIB dari http://www.imperial.ac.uk. Morris, P.E., et al. (2008). Early Intensive Care Unit Mobility Therapy in The Treatment of Acute Respiratory Failure. Critical care medicine, Volume 36, Nomor 8, Halaman 2238 – 2243. Diunduh tanggal 19 Juni 2014 pukul 19.10 WIB dari http://ccn.aacnjournals.org. xv Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
NANDA. (2012). Nursing diagnoses: definitions & Classification. NANDA International : Philadelphia. Nielsen, R.P., Lars, D. & Hanne, T. (2010). Prehabilitation and Early Rehabilitation After Spinal Surgery : Randomized Clinical Trial. Clinical rehabilitation, Volume 24, Nomor 2, Halaman 137 – 143. Diunduh tanggal 12 Juni 2014 pukul 21.20 WIB dari http://cre.sagepub.com. Novitasari, D. (2012). Pengaruh terapi musik terhadap nyeri post operasi ORIF di RSUD H. Abdoel Moeloek Propinsi Lampung. Tesis. Depok : Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Osteoarthritis. (n.d.). 17 Mei 2014. http://www.e.wikipedia.org. Prescription drug information, interaction & side effects. (n.d.). 16 Mei 2014. http://www.drugs.com. Range of motion. (n.d.). 31 Mei 2014. http://medical-dictionary.thefreedictionary.com Rehab measures : barthel index. (n.d.). 12 Mei 2014. http://www.rehabmeasures.org. Seed, S.M., Dunican, K.C. & Lynch, A.M. (2009). Osteoarthritis : a review of treatment options. Geriatrics, Volume 64, Nomor 10. Diunduh tanggal 12 Juni 2014 pukul 17.20 WIB dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov. Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L. & Cheever, K.H. (2010). Brunner & Suddarth’s textbook of medical-surgical nursing.Volume 1. USA : Lippincot Williams & Willkins. Total hip replacement exercise. (n.d.). 22 Juni 2014. http://www.quillorthopaedic.com. Total knee replacement. (n.d.). 22 Juni 2014. http://www.arthritisresearchuk.org Vasquez, G., Duval, S., Jr, D.R.J., & Silventoinnen, K. (2007). Comparison of body mass index, waist circumference, and waist/hip ratio in predicting incident diabetes: a metaanalysis. 19 Februari 2007. John Hopkins Bloomberg School of Public Health, Epidemiologic Reviews. Diunduh pada tanggal 22 Juni 2014 pukul 12.15 WIB dari http://epirev.oxfordjournals.org. Walker, K. (2009). Philosophy and Nursing: Exploring The Truth Effects of History, Culture and Language. In Daly, J., Speedy, S. & Jackson, D. (Eds). Contexts of nursing: an introduction. 3rd Edition. (Halaman 65 – 79). Sydney: Elsevier. Wilkinson, J.M. (2012). Prentice hall nursing diagnosis handbook with NIC intervention and NOC outcomes. 8th Edition. New Jersey : Pearson Prentice Hall.
xvi Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
Tgl −
Diagnosa Keperawatan Takut tidak bisa berjalan dan beraktifitas kembali pasca operasi
DO : − TTV : TD = 120/60 mmHg, Nadi = 74 x/menit − Klien tampak lebih banyak diam dan ekspresi wajah klien tegang
Tindakan Keperawatan 2. Memberikan pendidikan kesehatan terkait persiapan-persiapan opersi yang perlu diketahui klien Hasil : − Klien dan keluarga aktif serta kooperatif mengikuti pendidikan kesehatan − Respon kognitif : Klien mampu menyebutkan persiapan fisik pre operasi seperti nutrisi yang adekuat dan puasa 12 jam sebelum tindakan, tekanan darah yang terkontrol, cek darah, latihan gerak otot-sendi dan pemberian antibiotik. Klien juga mampu menyebutkan persiapan psikis pre operasi seperti latihan tarik napas dalam, relaksasi otot dan distraksi untuk menurunakan tingkat kecemasan − Respon afektif : Klien dan keluarga menyatakan kesediaan untuk latihan gerak otot-sendi, latihan tarik napas dalam, dan relaksasi otot − Respon psikomotor : Klien mampu melakukan latihan gerak otot-sendi, tekhnik relaksasi tarik napas dalam, dan relaksasi otot dengan benar Klien memilih kegiatan mengaji sebagai pilihan distraksi untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan di kedua sendi lututnya
Evaluasi Keperawatan − Klien mengerti secara kognitif, afektif dan psikomotor tujuan pembedahan serta tindakan-tindakan keperawatan yang harus dilakukan pre operasi
Paraf
Analisis : Ansietas ringan klien teratasi Planning : Lanjutkan intervensi keperawatan nomor 1-4
3. Memantau TTV (TD dan Nadi) klien Hasil : − TD = 130/70mmHg − Nadi = 84 x/menit − Klien tampak lebih rileks setelah mendapatkan penjelasan tentang prosedur
xix Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
Tgl
Diagnosa Keperawatan
Tindakan Keperawatan persiapan operasi − Klie mengatakan kecemasan berkurang dalam menghadapi operasi
Evaluasi Keperawatan
Paraf
xx Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
Tgl
Diagnosa Keperawatan − − − − − − −
Tindakan Keperawatan CRT < 2 detik Nyeri tekan (-) Spasme otot (-) Fleksi minimal di kedua sendi lutut klien Kekuatan otot = 4 Drain = 85 cc/24 jam ROM 5555 5555 4444 4444
− − − −
Evaluasi Keperawatan Kekuatan otot kaki kanan = 4 Fleksi kaki kanan klien belum maksimal Drain < 100 cc/24 jam ROM 5555 5555 4444 4444
Paraf
Analisis : Penurunan perfusi jaringan perifer tidak terjadi Planning : − Intervensi keperawatan perawat ruangan
dilanjutkan
oleh
xxvii Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
TETAP SEHAT DAN AKTIF PASCA PENGGANTIAN SENDI LUTUT Bapak/Ibu pasien yang terkasih, Jika anda baru saja m enjalani penggantian sendi lutut, anda m ungkin akan bertanyabertanya - tanya : dapatkah saya kem bali beraktivitas norm al dengan lutut buatan ini? A pa saja yang boleh dan tidak boleh saya lakukan setelah pulang dari RS? Leaflet dibuat untuk m em bantu anda m eraw at diri sendiri atau anggota keluarga anda yang m enjalani penggantian sendi lutut. Salam sehat
JULIANA GRACIA, S.Kep
[email protected] FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA 2014
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
Penggantian Sendi Lutut adalah suatu prosedur pembedahan yang dilakukan untuk mengatasi keluhan nyeri lutut ayang disebabkan oleh reaksi peradangan, kegemukan atau trauma
PERAWATAN PASCA PENGGANTIAN SENDI LUTUT
♦
KONTROL ULANG
♦
OBAT—OBATAN
Kontrol ulang pertama setelah pem-
Anda akan diberikan resep obat pulang
bedahan biasanya dilakukan 7—14
melipu obat an pembekuan darah, an nyeri, pencahar dan vitamin.
hari pasca bedah
Hal-hal yang harus diperhakan saat konsumsi obat, antara lain : ♦
KRUK DAN WALKER ∗
Anda akan menggunakan kruk/walker minimal 4—6 minggu sampai batas
Saat anda mengkonsumsi obat an pembekuan, anda dianjurkan untuk d-
♦
FISIOTERAPI DAN LATIHAN ak mengkonsumsi aspirin/obat sendi
waktu yang ditentukan oleh dokter.
Anda sebaiknya melakukan lahan
Anda sebaiknya dak terlalu banyak
yang telah diajarkan oleh fisioterapis
menahan berat badan pada sisi lutut
Anda sebanyak 4—6 kali sehari
lainnya. ∗
Efek samping konsumsi obat an nyeri adalah konspasi; sehingga Anda sangat dianjurkan banyak minum air puh dan
yang dioperasi
makan buah untuk mencegah konspasi
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014
PERAWATAN PASCA PENGGANTIAN SENDI LUTUT
♦
∗ Bagaimana bila muncul pembengkakan di
HAL—HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN ∗ Apakah luka operasi dak boleh basah?
area operasi?
Usahakan agar luka sayatan operasi anda
Pembengkakan di sekitar area operasi wajar
dak basah minimal 24 jam setelah jahitan
terjadi. Anda dapat melakukan beberapa hal
operasai diangkat
berikut ini :
∗ Kapan boleh melakukan perjalanan jauh?
• Gunakan kompres es
Anda boleh melakukan perjalanan jauh • Tinggikan kaki Anda
setelah 4—6 minggu pasca operasi. Bila Anda akan bepergian menggunakan pe-
• Gunakan stocking
sawat , Anda akan diberikan Kartu
• Lakukan lahan pompa pergelangan kaki
Pengguna Implant Lutut agar dak
seper yang telah diajarkan terapis Anda
melewa alat detektor logam yang dapat
.
merusak sendi lutut buatan Anda.
Analisis praktik ..., Juliana G.E.P Massie, FIK UI, 2014