UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT STANDARDISASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK, DAN PRODUK KOMPLEMEN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA PUSAT PERIODE 2 – 24 SEPTEMBER 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
ALI SYAIFULLOH MUNTHYA, S. Farm. 1206329335
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT STANDARDISASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK, DAN PRODUK KOMPLEMEN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA PUSAT PERIODE 2 – 24 SEPTEMBER 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
ALI SYAIFULLOH MUNTHYA, S. Farm. 1206329335
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 ii
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
iii Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
iv Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Badan Pengawas Obat dan Makanan, Jl. Percetakan Negara No.23, Jakarta Pusat, periode tanggal 2 - 24 September 2013 sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak yang penulis terima, sulit bagi penulis untuk dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Oleh karena itu, dalam ruang yang terbatas ini dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat kepada: 1. Ibu Dra. Kenik Sintawati, Apt., selaku pembimbing PKPA di Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia yang telah membimbing dan mengarahkan penulis. 2. Ibu Dr. Amarila Malik, M. S., Apt., selaku pembimbing PKPA di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah membimbing, memberi saran, dan mendukung penulis. 3. Bapak Ir. Roy A. Sparringa, M. App. Sc., Ph.D, selaku Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 4. Bapak Drs. Hary Wahyu T., Apt., selaku Direktur Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 5. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M. Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. 6. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M. S., Apt., selaku Pj.S Fakultas Farmasi Universitas Indonesia sampai dengan 20 Desember 2013. 7. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku ketua Program Profesi Apoteker Universitas Indonesia.
iv
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
8. Ibu Dra. Kenik Sintawati, Apt., selaku Ka. Sub. Dit. Standardisasi Produk II sekaligus Plt Ka. Sub. Dit. Standardisasi Sarana Produksi Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen. 9. Ibu Drh. Rachmi Setyorini, MKM., selaku Ka. Sub. Dir. Standardisasi Produk I Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 10. Seluruh staf dan karyawan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, khususnya Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, yang telah memberikan bantuan dan perhatian selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 11. Seluruh staf pengajar dan tata usaha program Profesi Apoteker Universitas Indonesia atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis. 12. Keluarga tercinta atas semua dukungan, kasih sayang, perhatian, kesabaran, dorongan, semangat dan doa yang tidak henti-hentinya. 13. Teman-teman Apoteker Angkatan 77 Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas dukungan dan kerja sama selama ini. 14. Semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama penyusunan laporan ini. Penulis menyadari bahwa laporan PKPA ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan laporan PKPA ini. Semoga laporan PKPA ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam dunia farmasi khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Penulis,
2014 v
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
vi
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama NPM Program Studi Judul
: Ali Syaifulloh Munthya, S. Farm : 1206329335 : Profesi Apoteker :Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Badan Pengawas Obat dan Makanan Periode 2 – 24 September 2013
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia bertujuan untuk mengetahui dan memahami peran dan fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan dan mengetahui dan memahami kegiatan pada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen di Badan Pengawas Obat dan Makanan. Sedangkan tujuan dari tugas khusus adalah untuk menelaah dampak diberlakukannya kewajiban pencantuman nomor notifikasi pada penandaan kosmetik.
Kata kunci :
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen, Obat dan Makanan, Notifikasi Kosmetik, Penandaan Kosmetik Tugas umum : x + 48 halaman; 5 lampiran Tugas khusus : iii + 14 halaman Daftar Acuan Tugas Umum : 9 (2001-2013) Daftar Acuan Tugas Khusus : 8 (2003-2013)
vii
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name NPM Program Study Title
: Ali Syaifulloh Munthya, S.Farm : 1206329335 : Apothecary profession : Pharmacist Internship Program at BPOM RI Period October21st-November 26th2013
Pharmacists Professional Practice in BPOM RI aims to understand the duties and functions of Organization of BPOM RI and also to understand the duties and functions of the part of health personnel, parts standardization herbal medicine, cosmeutic, adan food suplement. While the purpose of the special task is to examine the impact of the inclusion of mandatory notification number on cosmetic labeling. Keywords
: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen, Obat dan Makanan, Notifikasi Kosmetik, Penandaan Kosmetik General Assignment : x + 48 pages; 5 appendices Specific Assignment : iii + 14 pages; Bibliography of General Assignment: 9 (2001-2013) Bibliography of Specific Assignment: 8 (2003-2013)
viii
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .........................................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN ..............................................................................
iii
KATA PENGANTAR.......................................................................................
iv
DAFTAR ISI......................................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
viii
BAB 1
PENDAHULUAN .............................................................................
1
1.1
Latar Belakang...........................................................................
1
1.2 Tujuan........................................................................................
2
TINJAUAN UMUM BADAN POM................................................
3
2.1 Kedudukan.................................................................................
3
2.2 Tugas Pokok, Fungsi dan Kewenangan.....................................
3
2.2.1 Tugas Pokok Badan POM ..............................................
3
2.2.2 Fungsi Badan POM ........................................................
4
2.2.3 Wewenang Badan POM .................................................
4
2.3 Visi dan Misi Badan POM ........................................................
5
2.3.1 Visi Badan POM.............................................................
5
2.3.2 Misi Badan POM ............................................................
5
2.4 Budaya Organisasi.....................................................................
5
2.5 Kebijakan dan Sasaran Strategi Badan POM ...........................
6
2.5.1 Sasaran Strategi ..............................................................
6
2.5.2 Arah Kebijakan dan Strategi ..........................................
6
2.6 Struktur Organisasi Badan POM ...............................................
8
2.6.1 Kepala Badan POM........................................................
9
2.6.2 Sekretariat Utama ...........................................................
9
2.6.3 Deputi .............................................................................
10
2.6.4 Inspektorat ......................................................................
16
2.6.5 Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional................
16
2.6.6 Pusat Penyidikan Obat dan Makanan .............................
18
BAB 2
vi
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 3
2.6.7 Pusat Riset Obat dan Makanan.......................................
18
2.6.8 Pusat Informasi Obat dan Makanan ...............................
19
2.6.9 Unit Pelaksanaan teknis Badan POM di Daerah ............
20
2.7 Sistem Pengawasan Obat dan Makanan Badan POM ................
21
2.8 Target kinerja Badan POM.........................................................
23
TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT STANDARDISASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN .................................................................................
24
3.1 Struktur Organisasi ....................................................................
24
3.2 Tugas Pokok ..............................................................................
24
3.3 Fungsi ........................................................................................
25
3.4 Sub Direktorat Standardisasi Produk I ......................................
26
3.5 Sub Direktorat Standardisasi Produk II.....................................
27
3.6 Sub Direktorat Standardisasi Sarana Produksi .........................
28
BAB 4
PEMBAHASAN ................................................................................
29
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................
36
5.1 Kesimpulan................................................................................
36
5.2 Saran ..........................................................................................
37
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
38
LAMPIRAN.......................................................................................................
39
vii
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur Organisasi Badan POM RI ............................................
39
Lampiran 2. Struktur Organisasi Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen .................
40
Lampiran 3. Struktur Organisasi Struktur Organisasi Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen ..................................................................................
41
Lampiran 4. Tahapan Penyusunan Peraturan Kepala Badan ...........................
42
Lampiran 5. Tahapan Penyusunan Pedoman dan Rancangan Standar.............
43
viii
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Sejalan dengan meningkatnya laju pertumbuhan masyarakat di Indonesia yang diiringi dengan kesadaran akan kebutuhan konsumen terhadap suatu produk, maka semakin tinggi pula kebutuhan akan konsumsi masyarakat terhadap produk-produk tersebut. Hal tersebut ditandai dengan perubahan gaya hidup masyarakat termasuk pola konsumsinya. Gaya hidup konsumen tersebut pada kenyataanya dapat meningkatkan resiko dengan memberikan efek yang luas pada kesehatan dan keselamatan konsumen. Apabila konsumen menggunakan produk yang rusak atau terkontaminasi oleh bahan berbahaya, maka resiko yang terjadi akan berakibat buruk pada kesehatan tubuh serta berlangsung secara cepat. Sehingga dibutuhkan produk-produk
yang aman, bermutu, berkhasiat agar tidak menganggu
kesehatan dan keselamatan konsumen. Sementara itu, pengetahuan masyarakat masih belum memadai untuk dapat memilih dan menggunakan produk secara tepat, benar dan aman. Di sisi lain banyaknya promosi produk mendorong konsumen untuk mengkonsumsi secara berlebihan dan seringkali tidak terjamin secara kemananan, kualitas dan keefektifannya. Oleh karena itu Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) sebagai institusi pemerintah yang melakukan pengawasan terhadap obat, obat tradisional, makanan dan kosmetik di Indonesia perlu menerapkan sistem pengawasan yang efektif dan efisien untuk melindungi keamanan, keselamatan dan kesehatan konsumen. Apoteker adalah salah satu profesi kesehatan dan merupakan sumber daya manusia yang berkompeten yang memiliki peran penting dalam pengawasan obat dan makanan untuk mendukung tugas Badan POM. Calon Apoteker tidak cukup hanya belajar dari teori melainkan perlu mengetahui dan memahami secara langsung mengenai pengawasan obat dan makanan yang beredar di Indonesia yang sesungguhnya melalui Praktek Kerja Profesi 1 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
2
Apoteker. Menyadari pentingnya hal tersebut, maka diselenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Badan POM RI Jakarta Pusat. Pelaksanaan tersebut berlangsung mulai tanggal 2 – 24 September 2013. Pendalaman kelompok dilaksanakan di Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik. Harapan yang ingin dicapai dalam program PKPA ini adalah calon mahasiswa Apoteker mampu menerapkan ilmu yang telah diperolehnya selama pelaksanaan PKPA dalam dunia kerja nantinya. 1.2 TUJUAN 1.
Mengetahui dan memahami peran dan fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan.
2.
Mengetahui dan memahami kegiatan pada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen
di Badan Pengawas
Obat dan Makanan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN UMUM BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
2.1 KEDUDUKAN Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (Badan POM) adalah lembaga pemerintah yang mempunyai wewenang dalam pengawasan obat dan makanan yang beredar di Indonesia. Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 tahun 2001 yang beberapa kali diubah dengan Keppres No. 3 tahun 2002, Keppres No. 46 tahun 2002, Keppres No. 30 tahun 2003, Keppres No. 9 tahun 2004, Perpres No. 11 tahun 2005, Keppres No. 64 tahun 2005, dan Perpres No. 3 tahun 2013 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Badan POM ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang bertanggung jawab kepada Presiden dan dalam melaksanankan tugasnya dikoordinasi oleh Menteri Kesehatan. Struktur organisasi Badan POM dapat dilihat pada Lampiran 1.
2.2 TUGAS POKOK, FUNGSI DAN KEWENANGAN Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 103 tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Kementrian, Badan POM mempunyai tugas, fungsi, dan wewenang sebagai berikut: 2.2.1 Tugas Pokok Badan POM Seperti yang tercantum dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 tahun 2001 pasal 67, tugas pokok Badan POM adalah melaksanakan tugas pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
4
2.2.2 Fungsi Badan POM Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 tahun 2001 pasal 68, fungsi Badan POM adalah: a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat dan makanan. b. Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan. c. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Badan POM. d. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang Pengawasan Obat dan Makanan. e. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana,
kepegawaian,
keuangan,
kearsipan,
persandian,
perlengkapan dan rumah tangga. 2.2.3 Wewenang Badan POM Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 tahun 2001 pasal 69, wewenang Badan POM adalah: a. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang pengawasan obat dan makanan. b. Perumusan kebijakan di bidang pengawasan obat dan makanan untuk mendukung pengobatan secara makro. c. Penetapan sistem informasi di bidang pengawasan obat dan makanan. d. Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat aditif) tertentu untuk makanan dan penetapan pedoman pengawasan peredaran obat dan makanan. e. Pemberian izin dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan industri farmasi. f. Penetapan pedoman penggunaan, konservasi, pengembangan dan pengawasan tanaman obat. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
5
2.3 VISI DAN MISI BADAN POM Seperti yang tercantum dalam Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.04.01.21.11.10.10509 Tahun 2010 tentang Penetapan Visi dan Misi Badan Pengawas Obat dan Makanan menyatakan bahwa visi dan misi Badan POM adalah sebagai berikut: 2.3.1 Visi Badan POM Menjadi Institusi Pengawas Obat dan Makanan yang Inovatif, Kredibel, dan diakui Secara Internasional untuk melindungi masyarakat. 2.3.2 Misi Badan POM a. Melakukan pengawasan pre-market dan post-market berstandar internasional. b. Menerapkan sistem manajemen mutu secara konsisten. c. Mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai lini. d. Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan. e. Membangun organisasi pembelajaran (Learning Organization).
2.4 BUDAYA ORGANISASI Sebagai suatu organisasi, Badan POM memiliki nilai – nilai yang diyakini dengan tujuan untuk dihayati dan diamalkan oleh seluruh anggota organisasi dalam melaksanakan tugas. Nilai-nilai luhur yang hidup dan tumbuh berkembang dalam organisasi menjadi semangat bagi seluruh anggota organisasi dalam berkarsa dan berkarya. Pilar-pilar dari budaya organisasi Badan POM adalah sebagai berikut: 1. Profesional Menegakkan profesionalisme dengan integritas, objektivitas, ketekunan dan komitmen yang tinggi. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
6
2. Kredibel Dapat dipercaya dan diakui oleh masyarakat luas, nasional dan internasional. 3. Cepat tanggap Antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah. 4. Kerjasama tim Mengutamakan keterbukaan, saling percaya dan komunikasi yang baik. 5. Inovatif Mampu melakukan pembaruan sesuai ilmu pengetahuan dan teknologi terkini.
2.5 KEBIJAKAN DAN STRATEGI BADAN POM 2.5.1 Sasaran Strategi Sasaran strategi Badan POM selama 5 tahun adalah sebagai berikut: a. Pengawasan obat dan makanan terlaksana secara efektif untuk melindungi konsumen di dalam dan di luar negeri dengan sistem yang tergolong terbaik di ASEAN. b. Terwujudnya laboratorium pengawasan obat dan makanan yang modern dengan jaringan kerja di seluruh Indonesia dengan kompetensi dan kapabilitas terunggul di ASEAN. c. Meningtkatnya kompetensi, kapabilitas, dan jumlah modal insane yang unggul dalam melaksanakan pengawasan obat dan makanan. d. Diterapkannya sistem manajemen mutu di semua unit kerja Badan POM.
2.5.2 Arah Kebijakan dan Strategi Nasional Arah kebijakan dan strategi nasional bidang kesehatan yang menjadi acuan pembangunan bidang Pengawasan Obat dan Makanan. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
7
1. Fokus 1: Peningkatan Kesehatan ibu, bayi, balita dan keluarga berencana Peningkatan kesehatan ibu, bayi, balita dan Keluarga Berencana melalui upaya yang menjamin produk obat dan makanan yang memenuhi persyaratan keamanan dan mutu, yang digunakan dalam upaya: a) Peningkatan cakupan peserta KB aktif b) Pemberian makanan pemulihan bagi ibu hamil kekurangan energi kronis (KEK) c) Pencapaian cakupan imunisasi yang tinggi, merata dan berkualitas pada bayi, anak sekolah dan wanita usia subur (WUS) 2. Fokus 2: perbaikan status gizi masyarakat Perbaikan status gizi masyarakat, melalui pengujian laboratorium terhadap sampel-sampel produk yang digunakan untuk upaya: a) Asupan zat gizi makro, dll, untuk memenuhi angka kecukupan gizi b) Surveilans pangan dan gizi c) Pemberian makanan pendamping ASI d) Fortifikasi e) Pemberian makanan pemulihan balita gizi kurang f) Penanggulangan gizi darurat 3. Fokus 3: pengendalian penyakit menular serta penyakit tidak menular, diikuti penyehatan lingkungan Pengendalian penyakit menular serta penyakit tidak menular,
diikuti
penyehatan
lingkungan,
melalui
upaya
pengawasan yang diarahkan untuk menurunkan proporsi obat dan makanan bermasalah di pasar, sebagai salahsatu faktor risiko timbulnya penyakit. 4. Fokus 4: peningkatan ketersediaan, keterjangkuan, pemerataan, mutu dan penggunaan obat serta pengawasan obat dan makanan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
8
Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, mutu dan penggunaan obat, serta pengawasan Obat dan Makanan, yang dilaksanakan melalui pelaksanaan kegiatan-kegiatan: a) Pengawasan produksi produk terapetik dan PKRT b) Pengawasan produk dan bahan berbahaya c) Pengawasan obat dan makanan di 31 Balai Besar/ Balai POM d) Pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian keamanan, manfaat dan mutu obat dan makanan serta pembinaan laboratorium POM e) Standarisasi produk terapetik dan PKRT f) Penyelidikan dan penyidikan terhadap pelanggaran di bidang obat dan makanan g) Inspeksi dan sertifikasi makanan h) Standarisasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen i) Standarisasi makanan j) Surveilan dan penyuluhan keamanan makanan k) Pengawasan distribusi produk terapetik dan PKRT l) Pengawasan narkotika, psikotropika, prekursor dan zat adiktif m) Penilaian produk terapetik dan produk biologi n) Penilaian obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen o) Penilaian makanan p) Riset keamanan, khasiat, mutu obat dan makanan q) Pengembangan Obat Asli Indonesia
2.6 STRUKTUR ORGANISASI BADAN POM Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, Badan POM terdiri atas Kepala, Inspektorat, Sekretariat Utama, Deputi dan Unit Pelaksana Teknis Balai Besar/Balai POM. Deputi terdiri dari beberapa Direktorat yang mempunyai bagiannya masing-masing. Berikut ini merupakan struktur organisasi Badan POM: Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
9
2.6.1 Kepala Badan POM Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 tahun 2001 Pasal 80, Badan POM adalah pemimpin dari Badan POM dan mempunyai tugas sebagai berikut: a. Memimpin Badan POM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku. b. Menyiapkan kebijakan nasional dan kebijakan umum sesuai dengan tugas Badan POM. c. Menetapkan kebijakan teknis pelaksanaan tugas Badan POM yang menjadi tanggung jawabnya. d. Membina dan melaksanakan kerjasama dengan instansi dan organisasi lain.
2.6.2 Sekretariat Utama a. Tugas Sekretariat Utama Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 tahun 2001 Bagian Ketiga Pasal 83, Sekretariat Utama ditujukan sebagai unsur pembantu pimpinan Badan POM yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Badan POM.
Dalam pelaksanaannya, Sekretariat Utama
mempunyai
tugas mengkoordinasi perencanaan, pembinaan, pengendalian terhadap program, administrasi, dan sumber daya di Badan POM, seperti perencanaan strategis dan organisasi, pengembangan pegawai, pengelolaan keuangan, bantuan hukum dan legislasi, hubungan masyarakat dan kerjasama internasional, serta akses masyarakat terhadap Badan POM melalui Unit Layanan Pengaduan Konsumen yang menerima dan menindaklanjuti berbagai pengaduan dari masyarakat di bidang obat dan makanan, serta dilakukan pembinaan administratif beberapa pusat yang ada di lingkungan Badan POM dan unit-unit pelaksana teknis yang tersebar di seluruh Indonesia.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
10
b. Fungsi Sekretariat utama Fungsi sekretariat utama, antara lain: 1) Pengkoordinasian, sinkronisasi dan integrasi perencanaan, penganggaran, penyusunan laporan, pengembangan pegawai termasuk pendidikan dan pelatihan serta perumusan kebijakan teknis di lingkungan Badan POM. 2) Pengkoordinasian, sinkronisasi, dan integrasi penyusunan peraturan
perundang-undangan,
kerjasama
luar
negeri,
hubungan antarlembaga, kemasyarakatan, dan bantuan hukum yang berkaitan dengan tugas Badan POM. 3) Pembinaan
dan
pelayanan
administrasi
ketatausahaan,
organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, perlengkapan dan rumah tangga. 4) Pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan pusat-pusat dan unit-unit pelaksana teknis di lingkungan Badan POM. 5) Pengkoordinasian administrasi pelaksanaan tugas Deputi di lingkungan Badan POM. 6) Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai dengan bidang tugasnya.
c. Struktur Sekretariat utama Sekretariat utama terdiri dari: 1. Biro Perencanaan dan Keuangan 2. Biro Kerjasama Luar Negeri 3. Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat 4. Biro Umum
2.6.3 Deputi Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 tahun 2001 Bagian Ketiga, Deputi bertanggung jawab terhadap
Kepala
dan
mempunyai
tugas
merumuskan
dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
11
melaksanakan kebijakan di bidang tertentu. Deputi di Badan POM terdiri dari: a. Deputi I Bidang Pengawasan Produk Terapetik, Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA) 1) Tugas Deputi I Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA bertugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan produk Terapetik dan NAPZA dengan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: a) Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang pengawasan produk terapetik dan NAPZA. b) Penyusunan rencana pengawasan produk terapetik dan NAPZA. c) Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang penilaian obat dan produk biologi. d) Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang penilaian alat kesehatan, produk diagnostik dan perbekalan kesehatan rumah tangga. e) Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang standardisasi produk terapetik. f) Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang inspeksi dan sertifikasi produk terapetik.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
12
g) Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang pengawasan NAPZA. h) Pengawasan produk terapetik dan NAPZA. i) Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik dan NAPZA. j) Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan produk terapetik dan NAPZA. k) Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai dengan bidang tugasnya. 2) Struktur Deputi I Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA terdiri dari: a) Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi. b) Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT. c) Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Produk Terapetik. d) Direktorat Pengawasan NAPZA.
b. Deputi II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen 1) Tugas Deputi II Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan dibidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. 2) Fungsi Deputi II Dalam melaksanakan tugas Deputi Bidang Pengawasan Obat
Tradisional,
Kosmetik
dan
Produk
Komplemen
menyelenggarakan fungsi sebagai:
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
13
a) Pengkajian dan penyusunan nasional dan kebijakan umum di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. b) Penyusunan rencana pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. c) Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang penilaian obat tradisional, suplemen makanan dan kosmetik. d) Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis,
pemantauan,
pemberian
bimbingan
dibidang
pengaturan dan standardisasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. e) Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan dibidang inspeksi dan sertifikasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. f) Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang Obat Asli Indonesia. g) Pengawasan
obat
tradisional,
kosmetik
dan
produk
komplemen. h) Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. i) Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen j) Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai dengan bidang tugasnya. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
14
3) Struktur Deputi II Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen, terdiri dari: a) Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik. b) Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen. c) Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen. d) Direktorat Obat Asli Indonesia.
c. Deputi III Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya 1) Tugas Deputi III Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya. 2) Fungsi Deputi III Dalam Pengawasan
melaksanakan Keamanan
tugasnya,
Pangan
dan
Deputi Bahan
Bidang
Berbahaya
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: a) Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya. b) Penyusunan rencana pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya. c) Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang penilaian keamanan pangan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
15
d) Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang standarisasi produk pangan. e) Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang inspeksi dan sertifikasi pangan. f) Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang surveilan dan penyuluhan keamanan pangan. g) Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang pengawasan produk dan bahan berbahaya. h) Pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya. i) Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang
pengawasan
keamanan
pangan
dan
bahan
berbahaya. j) Evaluasi
pelaksanaan
kebijakan
teknis
pengawasan
keamanan pangan dan bahan berbahaya. k) Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai dengan bidang tugasnya. 3) Struktur Deputi III Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya terdiri dari: a) Direktorat Penilaian Keamanan Pangan. b) Direktorat Standardisasi Produk Pangan. c) Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan. d) Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
16
2.6.4 Inspektorat Inspektorat dipimpin oleh Inspektur yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala Badan POM. Dalam
pelaksanaan tugas sehari-hari, Inspektorat dibina oleh Sekretaris Utama. a. Tugas Inspektorat Inspektorat memiliki tugas melaksanakan pengawasan fungsional di lingkungan Badan POM. b. Fungsi Inspektorat Dalam
melaksanakan
tugasnya,
Inspektorat
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: 1) Penyiapan perumusan kebijakan, rencana dan program pengawasan fungsional. 2) Pelaksanaan
pengawasan
fungsional
sesuai
dengan
ketentuanperaturan perundang-undangan yang berlaku. 3) Pengusutan mengenai kebenaran laporan atau pengaduan tentang hambatan, penyimpangan atau penyalahgunaan dalam pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh unsur atau unit di lingkungan Badan POM. 4) Pelaksanaan urusan tata usaha Inspektorat.
2.6.5 Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) merupakan rujukan dari 26 laboratorium pemeriksaan obat dan makanan di seluruh Indonesia yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional, Badan Standardisasi Nasional, serta merupakan WHO Collaborating Center sejak tahun 1986 dan anggota International Certification Scheme. Fasilitas penunjang dari PPOMN adalah laboratorium bioteknologi, laboratorium baku pembanding, laboratorium kalibrasi, laboratorium hewan percobaan dan didukung dengan peralatan laboratorium canggih untuk analisis fisikokimia Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
17
seperti Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, Kromatografi Gas, Spektrofotometer Absorpsi Atom, Spektrofotometer Infra Merah; analisis fisik seperti Alat Uji Disolusi Otomatis dan Smoking Machine serta peralatan untuk analisis mikrobiologi dan biologi. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional adalah unsur pelaksana tugas Badan POM yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan POM, dalam pelaksanaan tugas seharihari secara teknis dibina oleh Deputi dan secara administrasi dibina oleh Sekretariat Utama. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional dipimpin oleh seorang Kepala. a. Tugas PPOMN PPOMN mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu Produk Terapetik, Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain, Alat Kesehatan, Obat Tradisional, Kosmetik, Produk Komplemen, Pangan dan
Bahan Berbahaya sesuai
perundang-undangan
yang
berlaku,
dengan peraturan
serta
melaksanakan
pembinaan laboratorium pengawasan obat dan makanan. b. Fungsi PPOMN Dalam
melaksanakan
tugasnya,
PPOMN
menyelenggarakan fungsi: 1) Penyusunan rencana dan program pengujian obat dan makanan. 2) Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk Terapetik, NAPZA, alat kesehatan, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya. 3) Pembinaan mutu laboratorium Pengujian Obat dan Makanan di seluruh Indonesia. 4) Pelaksanaan sistem rujukan pengawasan obat dan makanan. 5) Penyediaan baku pembanding dan pengembangan metode analisa pengujian. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
18
6) Pelatihan tenaga ahli di bidang pengujian obat dan makanan. 7) Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan. 8) Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan pusat.
2.6.6 Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Pusat Penyidikan Obat dan Makanan adalah unsur pelaksana tugas Badan POM yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan POM, dalam pelaksanaan tugas sehari-hari secara teknis dibina oleh Deputi dan secara administrasi dibina oleh Sekretariat Utama. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional dipimpin oleh seorang Kepala. a. Tugas PPOM Pusat Penyidikan Obat dan Makanan (PPOM) memiliki tugas melaksanakan kegiatan penyelidikan dan penyidikan terhadap perbuatan melawan hukum di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif, obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen dan makanan serta produk sejenis lainnya. b. Fungsi PPOM Dalam melaksanakan tugasnya, PPOM menyelenggarakan fungsi: 1) Penyusunan rencana dan program penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan. 2) Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan. 3) Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan.
2.6.7 Pusat Riset Obat dan Makanan Pusat Riset Obat dan Makanan adalah unsur pelaksana tugas Badan POM yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan POM, dalam pelaksanaan tugas sehari-hari secara Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
19
teknis dibina oleh Deputi dan secara administrasi dibina oleh Sekretariat Utama. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional dipimpin oleh seorang Kepala. a. Tugas PROM Pusat Riset Obat dan Makanan (PROM) mempunyai tugas melaksanakan kegiatan di bidang riset toksikologi, keamanan pangan dan produk terapetik. b. Fungsi PROM Dalam
melaksanakan
tugasnya,
PROM
menyelenggarakan fungsi: 1) Penyusunan rencana dan program riset obat dan makanan. 2) Pelaksanaan riset obat dan makanan. 3) Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan riset obat dan makanan.
2.6.8 Pusat Informasi Obat dan Makanan Pusat Informasi Obat dan Makanan adalah unsur pelaksana tugas Badan POM yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan POM, dalam pelaksanaan tugas sehari-hari secara teknis dibina oleh Deputi dan secara administrasi dibina oleh Sekretariat Utama. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional dipimpin oleh seorang Kepala. a. Tugas PIOM Pusat Informasi Obat dan Makanan (PIOM) mempunyai tugas melaksanakan kegiatan di bidang pelayanan informasi obat, informasi kemananan pangan, informasi keracunan dan teknologi informasi. b. Fungsi PIOM Dalam melaksanakan tugasnya, PIOM menyelenggarakan fungsi: 1) Penyusunan rencana dan program kegiatan pelayanan informasi obat dan makanan. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
20
2) Pelaksanaan pelayanan informasi obat. 3) Pelaksanaan pelayanan informasi keracunan. 4) Pelaksanaan kegiatan di bidang teknologi informasi. 5) Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pelayanan informasi obat dan makanan. 6) Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan pusat.
2.6.9 Unit Pelaksana Teknis Badan POM di Daerah Organisasi dan Tata kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan POM terdiri atas 19 (sembilan belas) Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan dan 12 (dua belas) Balai Pengawas Obat dan Makanan. a. Tugas Unit Pelaksana Teknis Badan POM Unit Pelaksana Teknis Badan POM adalah unit organisasi yang melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan obat dan makanan di wilayah kerjanya, diatur, dengan Keputusan Kepala Badan POM setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur Negara. Unit Pelaksana Teknis Badan POM mempunyai tugas melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan produk terapeutik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisonal, kosmetik, produk komplemen, keamanan pangan dan bahan berbahaya. b. Fungsi Unit Pelaksana Teknis Badan POM Unit Pelaksana Teknis memiliki fungsi yaitu: 1) Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan. 2) Pelaksanaan pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya. 3) Pelaksanaan pengujian laboratorium dan penilaian mutu produk secara mikrobiologi. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
21
4) Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi. 5) Pelaksanaan
penyidikan
dan
penyelidikan
pada
kasus
pelanggaran hukum. 6) Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi. Pelaksanaan kegiatan pelayanan informasi konsumen. 7) Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan. 8) Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan. 9) Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, sesuai dengan bidang tugasnya.
2.7 SISTEM PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN BADAN POM Proses mengawasi obat dan makanan mempunyai permasalahan dengan dimensi yang luas dan kompleks. Dari segi datangnya produk yang perlu diawasi, permasalahan datang dari 2 sisi yaitu dari luar dan dalam negeri. Produk luar akan masuk dengan mudah ke dalam Indonesia lewat perdagangan internasional yang tanpa/kurang perlindungan. Ini diakibatkan adanya globalisasi ekonomi yang memasuki era pasar bebas. Tidak hanya produk dari luar, tetapi produk dari dalam di pasar global. Penyebabnya akibat dari globalisasi komunikasi, teknologi, transportasi memudahkan memodernisasinya suatu industri. Diperlukan suatu sistem pengawasan yang komprehensif, dimulai dari awal proses suatu produk hingga produk tersebut beredar di tengah masyarakat. Upaya yang dilakukan untuk menekan sekecil mungkin risiko yang bisa terjadi, dilakukan SISPOM tiga lapis, yang tak lain ditujukan untuk keamanan masyarakat Indonesia: 1. Sub-sistem pengawasan Produsen Sistem pengawasan internal oleh produsen melalui pelaksanaan cara-cara produksi yang baik atau Good Manufacturing Practices (GMP) agar setiap bentuk penyimpangan dari standar mutu dapat dideteksi sejak awal. Secara hukum produsen bertanggung jawab atas mutu dan keamanan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
22
produk
yang
dihasilkannya.
Apabila
terjadi
penyimpangan
dan
pelanggaran terhadap standar yang telah ditetapkan maka produsen dikenakan sanksi, baik administratif maupun pro justitia. 2. Sub-sistem pengawasan Konsumen Sistem pengawasan oleh masyarakat konsumen sendiri melalui peningkatan kesadaran dan pengetahuan mengenai kualitas produk yang digunakannya dan cara penggunaan produk yang rasional. Pengawasan oleh masyarakat sendiri sangat penting dilakukan karena pada akhirnya masyarakatlah
yang
mengambil
keputusan
untuk
membeli
dan
menggunakan suatu produk. Konsumen dengan kesadaran dan tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap mutu dan kegunaan suatu produk di satu sisi dapat membentengi dirinya sendiri terhadap penggunaan produk-produk yang tidak memenuhi syarat dan tidak dibutuhkan, sedang pada sisi lain akan mendorong produsen untuk ekstra hati-hati dalam menjaga kualitasnya. 3. Sub-sistem pengawasan Pemerintah/ Badan POM Sistem pengawasan oleh pemerintah melalui pengaturan dan standardisasi, penilaian keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum diijinkan beredar di Indonesia; inspeksi, pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk yang beredar serta peringatan kepada publik yang didukung penegakan hukum. Untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat konsumen terhadap mutu, khasiat dan keamanan produk maka pemerintah juga melaksanakan kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi. Prinsip dasar Sistem Pengawasan Obat dan Makanan: a. Tindakan pengaman yang cepat, tepat, akurat dan profesional. b. Tindakan dilakukan berdasarkan atas tingkat risiko dan berbasis buktibukti ilmiah. c. Lingkungan pengawasan bersifat menyeluruh, mencakup seluruh siklus proses. d. Berskala nasional/lintas provinsi, dengan jaringan kerja internasional. e. Otoritas yang menunjang penegakan supremasi hukum. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
23
f. Memiliki jaringan laboratorium nasional yang kohesif dan kuat yang berkolaborasi dengan jaringan global. Memiliki jaringan sistem informasi keamanan dan mutu produk.
2.8 TARGET KINERJA BADAN POM Target kinerja dari Badan POM yaitu: 1.
Terkendalinya penyaluran produk Terapetik dan NAPZA.
2.
Terkendalinya mutu, keamanan dan khasiat/kemanfaatan produk obat dan makanan termasuk klaim pada label dan iklan di peredaran.
3.
Tercegahnya risiko penggunaan bahan kimia berbahaya sebagai akibat pengelolaan yang tidak memenuhi syarat.
4.
Penurunan kasus pencemaran pangan.
5.
Peningkatan kapasitas organisasi yang didukung dengan kompetensi dan keterampilan personel yang memadai.
6.
Terwujudnya komunikasi yang efektif dan saling menghargai antara sesama dan pihak terkait.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT STANDARDISASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN
3.1 STRUKTUR ORGANISASI Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen dipimpin oleh seorang Direktur yang membawahi 3 (tiga) Sub Direktorat yaitu Sub Direktorat Standardisasi Produk I, Sub Direktorat Standardisasi Produk II dan Sub Direktorat Standardisasi Sarana Produksi. Produk I merupakan produk Obat Tradisional dan Suplemen Makanan sedangkan Produk II merupakan produk Kosmetik. Masing-masing
Sub
Direktorat dipimpin oleh seorang Kepala Sub Direktorat (Ka.Subdit) yang membawahi beberapa Seksi. Sub Direktorat Standardisasi Produk I membawahi Seksi Standardisasi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan, Seksi Standardisasi Sediaan Galenik dan Seksi Tata Operasional. Sub Direktorat Produk II membawahi Seksi Standardisasi Bahan Kosmetik dan Seksi Standardisasi Kosmetik. Sub Direktorat Standardisasi Sarana Produksi membawahi Seksi Standardisasi Sarana Produksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan dan Seksi Standardisasi Sarana Produksi Kosmetik. Seksi Tata Operasional berkoordinasi dengan seluruh Sub Direktorat.
3.2 TUGAS POKOK Berdasarkan Keputusan Kepala BPOM RI No.02001/SK/KBPOM tanggal 26 Februari tahun 2001 Pasal 182, Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen mempunyai tugas penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi dibidang
24 Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
25
pengendalian dan standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen. 3.3 FUNGSI Fungsi Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk
Komplemen
menurut
Keputusan
Kepala
BPOM
RI
No.02001/SK/KBPOM tanggal 26 Februari tahun 2001 Pasal 183 adalah sebagai berikut: 1. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar,
kriteria
dan
prosedur
serta
pelaksanaan
pengendalian,
pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan di bidang pengaturan dan standardisasi Produk I. 2. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar,
kriteria
dan
prosedur
serta
pelaksanaan
pengendalian,
pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan di bidang pengaturan dan standardisasi Produk II. 3. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar,
kriteria
dan
prosedur,
serta
pelaksanaan
pengendalian,
pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan di bidang pengaturan dan standardisasi sarana produksi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen. 4. Penyusunan rencana dan program standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen. 5. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan teknis di bidang pengaturan dan standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen. 6. Evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pengaturan dan standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen. 7. Pelaksanaan tugas lain sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen.
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
26
3.4 SUB DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK I 1. Tugas Melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijkan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan pelaksanaan pengaturan dan standardisasi Produk I. 2. Fungsi Sub Direktorat Standardisasi Produk I memiliki fungsi sebgai berikut: a. Penyusunan rencana dan program standardisasi Produk I. b. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta
pelaksanaan
pengaturan dan standardisasi Obat Tradisional dan
Suplemen
Makanan. c. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur serta
pelaksanaan
pengaturan dan standardisasi Sediaan Galenik. d. Evaluasi dan penyusunan laporan standardisasi Produk I. e. Pelaksanaan urusan tata operasional di lingkungan Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen. 3. Struktur Sub Direktorat Standardisasi Produk I Sub Direktorat Standardisasi Produk I terdiri dari: a. Seksi Standardisasi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan, mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan perencanaan dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan pengaturan dan standardisasi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan. b. Seksi Standardisasi Sediaan Galenik, mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan penyusunan laporan, serta melakukan
prosedur, evaluasi dan
pengaturan dan standardisasi
Sediaan Galenik.
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
27
c. Seksi Tata Operasional mempunyai tugas melakukan urusan tata operasional di lingkungan Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen.
3.5 SUB DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK II 1. Tugas Melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan pelaksanaan pengaturan dan standardisasi Produk II. 2. Fungsi Sub Direktorat Standardisasi Produk II memiliki fungsi sebagai berikut: a. Penyusunan rencana dan program standardisasi Produk II. b. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengaturan dan standardisasi Bahan Kosmetik. c. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria prosedur serta pelaksanaan pengaturan dan Standardisasi Kosmetik. d. Evaluasi dan penyusunan laporan standardisasi Produk II. 3. Struktur Sub Direktorat Standardisasi Produk II Sub Direktorat Standardisasi Produk II terdiri dari: a. Seksi Standardisasi Bahan Kosmetik mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan penyusunan laporan, serta melakukan
prosedur, evaluasi dan
pengaturan dan standardisasi
Bahan Kosmetik. b. Seksi Standardisasi Kosmetik, mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan serta melakukan pengaturan dan
Standardisasi
Kosmetika.
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
28
3.6 SUB DIREKTORAT STANDARDISASI SARANA PRODUKSI 1. Tugas Melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan pelaksanaan pengaturan dan standardisasi sarana produksi. 2. Fungsi a. Penyusunan rencana dan program standardisasi sarana produksi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen. b. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengaturan dan standardisasi sarana produksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan. c. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengaturan dan standardisasi sarana produksi Kosmetik. d. Evaluasi dan penyusunan laporan standardisasi sarana produksi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen. 3. Struktur Subdirektorat Standardisasi Sarana Produksi Sub Direktorat Standardisasi Sarana Produksi terdiri dari: a. Seksi Standardisasi Sarana Produksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan, mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan serta melakukan pengaturan dan standardisasi sarana produksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan. b. Seksi Standardisasi Sarana Produksi Kosmetik mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan serta melakukan pengaturan dan standardisasi sarana produksi Kosmetik.
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 4 PEMBAHASAN
Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) adalah sebuah lembaga di Indonesia yang bertugas mengawasi peredaran obat dan makanan di Indonesia. Badan POM memiliki beberapa fungsi yakni mengkaji dan menyusun kebijakan nasional di bidang Pengawasan Obat dan Makanan, melaksanaan kebijakan tertentu di bidang Pengawasan Obat dan Makanan, melakukan koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Badan POM, memantau, memberi bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang Pengawasan Obat dan Makanan dan menyelenggarakan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah tangga (Keppres RI No. 103, 2001). Badan POM dalam menjalankan fungsi melakukan pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat dan makanan umumnya berdasarkan latar belakang kebutuhan masyarakat, perkembangangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta kondisi regional/global. Misalnya laporan-laporan pengaduan adanya efek berbahaya dari konsumsi sebuah produk di masyarakat tidak jarang menjadi salah satu yang berperan disusunnya peraturan, pedoman atau standar. Laporan-laporan tersebut selanjutnya dikaji berdasarkan perkembangan IPTEK terkini. Selain itu, sebagai anggota masyarakat regional/global, dalam beberapa hal Indonesia juga perlu menyusun peraturan, pedoman dan standar menyesuaikan kondisi regional/global. Salah satu unit yang bertanggungjawab dalam pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat dan makanan adalah Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen. Direktorat ini berada di bawah Deputi II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen yang membawahi Sub Direktorat Standardisasi Produk I, Sub Direktorat Standarisasi Produk II dan Standardisasi Sarana Produksi. Sub Direktorat Standardisasi Produk I bertanggungjawab melakukan penyusunan 29 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
30
peraturan, pedoman dan standar untuk produk obat tradisional dan suplemen makanan, sedangkan Sub Direktorat Standardisasi Produk II melakukan penyusunan peraturan, pedoman dan standar untuk produk kosmetika. Sementara itu, Sub Direktorat Standardisasi Sarana Produksi melakukan penyusunan peraturan, pedoman dan standar untuk sarana produksi obat tradisional, kosmetika dan produk komplemen. Dalam menyusun peraturan, pedoman dan standar terkait Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Makanan, Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen memiliki dan menerapkan Standar Operasional Procedure (SOP) yang telah ditetapkan. Inisiatif penyusunan peraturan Kepala Badan POM dapat berasal dari Kepala Badan POM atau Unit Kerja. Dalam hal inisiatif berasal dari Kepala Badan POM, Sestama/Deputi ditugaskan oleh Kepala Badan POM untuk meneruskan perintah kepada Direktorat Standadrisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Kompleman melakukan pembahasan dan penyusunan peraturan. Sedangkan jika inisiatif berasal dari Unit Kerja, usulan dilaporkan kepada Kepala badan POM melalui Deputi/Sestama. Bila usulan disetujui, Sestama/Deputi menugaskan Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Kompleman melakukan pembahasan dan penyusunan peraturan. Pembahasan dilakukan secara internal maupun eksternal melibatkan lintas unit dan/atau stakeholder terkait jika diperlukan.
Hasil
pembahasan
dilaporkan
kepada
Sestama/Deputi.
Bila
diperlukan, Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melakukan sounding kepada stakeholder. Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melalui Biro Hukum dan Humas melakukan notifikasi ke WTO jika diperlukan. Pembahasan akhir peraturan dilakukan Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen bersama dengan Biro Hukum. Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen meminta persetujuan dari unit kerja di lingkungan Kedeputian terkait dan menyerahkan hasil persetujuan Peraturan Kepala Badan POM kepada Biro Hukum dan Humas yang selanjutnya diteruskan kepada Deputi/Sestama dan Kepala Badan POM. Jika disetujui, Kepala Badan POM menandatangani peraturan Kepala Badan POM. Namun jika tidak Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
31
disetujui, proses akan kembali ke posisi awal. Biro Hukum dan Humas melakukan penyelesaian akhir Peraturan Kepala Badan POM dan mengajukan pengundangan kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk mendapatkan nomor Berita Negara RI. Biro Hukum dan Humas menyerahkan Peraturan Kepala Badan POM yang asli kepada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen. Setelah Penyusunan Peraturan Kepala Badan POM selesai, Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen dengan Biro Hukum dan Humas melakukan sosialisasi kepada seluruh stakeholder terkait. Biro Hukum dan Humas menginformasikan kepada Pusat Informasi Obat dan Makanan (PIOM) untuk mengunggah Peraturan Kepala Badan POM dalam website Badan POM. Selanjutnya Peraturan Kepala Badan POM didokumentasikan oleh Biro Hukum dan Humas oleh Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen. Tahapan Penyusunan Peraturan Kepala Badan dapat dilihat pada lampiran 4. Selain menyusun Peraturan Kepala Badan POM, Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen juga memiliki tugas menyusun Pedoman dan Standar. Inisiatif penyusunan Pedoman dan Rancangan Standar dapat berasal dari Deputi/ Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen/Unit kerja. Inisiatif dapat berasal dari Deputi/Unit Kerja. Semua usulan disampaikan kepada Deputi. Selanjutnya Deputi menugaskan kepada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen untuk melakukan analisis dan menyusun materi untuk Pedoman dan Rancangan Standar. Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melakukan pembahasan secara internal maupun eksternal melibatkan lintas unit dan/atau stakeholder terkait jika diperlukan. Hasil pembahasan dilaporkan kepada Deputi/Sestama. Jika disetujui oleh Deputi, dan jika diperlukan Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melakukan sounding dengan stakeholder terkait. Pemberlakuan Pedoman dan Rancangan Standar agar memiliki kekuatan hukum mengikuti tata cara penyusunan peraturan. Selanjutnya Direktorat Standardisasi
Obat
Tradisional,
Kosmetik
dan
Produk
Komplemen
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
32
mendokumentasikan Pedoman dan Rancangan Standar. Tahapan Penyusunan Pedoman dan Rancangan Standar dapat dilihat pada lampiran 5. Badan POM sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang mempunyai wewenang dalam melakukan pengawasan terhadap obat dan makanan, termasuk produk Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen, harus dapat menyesuaikan dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang berkembang saat ini. Oleh sebab itu, diperlukan sumber daya manusia yang memiliki intelektualitas tinggi serta didukung oleh infrastruktur yang memadai dalam memperoleh informasi perkembangan Ilmu Pengetahuan yang berkaitan dengan perubahan peraturan. Salah satu komoditi yang berada dalam pengawasan Badan POM dan perlu mendapat perhatian adalah Obat Tradisional. Pengembangan obat tradisional saat ini sangat meningkat dikarenakan masyarakat Indonesia mulai mengenal lebih jauh tanaman - tanaman untuk obat. Akhir-akhir ini, tampak adanya trend hidup sehat pada masyarakat untuk menggunakan produk yang berasal dari alam. Oleh karena itu, obat-obatan tradisional perlu didorong untuk menjadi salah satu pilihan pengobatan. Obat tradisonal memang patut mendapatkan perhatian yang lebih besar bukan hanya disebabkan potensi pengembangannya yang terbuka, tetapi juga permintaan pasar akan bahan baku obat-obat tradisional ini terus meningkat untuk kebutuhan domestik maupun internasional. Sehingga perlu diperhatikan peraturan - peraturan dan standardisasi obat tradisional yang ada. Mengingat perkembangan obat tradisional yang pesat tersebut, pemerintah melalui Permenkes RI 006 tahun 2012 telah mengatur tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional. Industri Obat Tradisonal dibagi dalam beberapa stratifikasi yaitu Industri Obat Tradisional (IOT) dan Industri Ekstrak Bahan Alam (IEBA). Sedangkan Stratifikasi Usaha Obat Tradisional terdiri dari Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT, Usaha Jamu Rajangan dan Usaha Jamu Gendong. Berdasarkan PP 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Kosmetik termasuk ke dalam sediaan farmasi sehingga harus memenuhi persyaratan keamanan, kemanfaatan dan mutu. Untuk menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu, produsen kosmetika harus menerapkan Cara Pembuatan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
33
Kosmetik yang Baik (CPKB). CPKB merupakan salah satu faktor penting untuk dapat menghasilkan kosmetika yang memenuhi standar mutu dan keamanan. Mengingat pentingnya penerapan CPKB maka pemerintah secara terus menerus memfasilitasi industri kosmetika agar dapat menerapkan CPKB melalui langkahlangkah dan tahapan yang terprogram. Dalam upaya mendorong Industri Kosmetika agar dapat menerapkan CPKB, pemerintah melalui Permenkes 1175 tahun 2010 tentang Izin Produksi Kosmetika membuat klasifikasi izin produksi kosmetika menjadi dua yaitu golongan A dan golongan B. Izin produksi golongan A yaitu izin produksi untuk industri kosmetika yang dapat membuat semua bentuk dan jenis sediaan kosmetika dan izin produksi kosmetika golongan B yaitu izin produksi untuk industri kosmetika yang dapat membuat bentuk dan jenis sediaan kosmetika tertentu dengan menggunakan teknologi sederhana. Industri kosmetika yang telah memiliki izin produksi kosmetika golongan A diwajibkan memiliki apoteker sebagai penanggung jawab, memiliki fasilitas produksi sesuai dengan produk yang akan diproduksi, fasilitas laboratorium dan wajib menerapkan CPKB. Sedangkan Industri kosmetika yang memiliki izin produksi industri kosmetika Golongan B dipersyaratkan memiliki sekurang-kurangnya tenaga teknis kefarmasian sebagai penanggung jawab, memiliki fasilitas produksi dengan teknologi sederhana sesuai produk yang akan diproduksi, dan mampu menerapkan higiene sanitasi dan dokumentasi sesuai CPKB. Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan yang diakui dunia internasional. Terlebih lagi untuk mengantisipasi pasar bebas di era globalisasi maka penerapan CPKB merupakan nilai tambah bagi kosmetika Indonesia untuk bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar dalam negeri maupun internasional. Dalam pembuatan kosmetika, pengawasan yang menyeluruh disertai pemantauan sangat penting untuk menjamin agar konsumen memperoleh produk yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Selain hal tersebut di atas, dalam bidang kosmetika Indonesia telah berkomitmen untuk ikut serta dalam Harmonisasi ASEAN sejak 1 Januari 2011. Tujuan dari Harmonisasi ASEAN adalah: Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
34
Meningkatkan kerjasama antar Negara-negara anggota ASEAN dalam rangka menjamin mutu, keamanan, dan klaim manfaat dari semua kosmetika yang dipasarkan di ASEAN.
Menghapus hambatan perdagangan kosmetika melalui harmonisasi standar dan persyaratan teknis.
Meningkatkan daya saing produk-produk ASEAN.
Meningkatkan perekonomian ASEAN Member States (AMS).
Implementasi dari Harmonisasi ASEAN yaitu penerapan Notifikasi Kosmetika. Persyaratan utama kosmetika yang boleh dinotifikasi adalah memenuhi persyaratan teknis, meliputi aspek keamanan, bahan, penandaan dan klaim sesuai peraturan perundang-undangan, dimana semua hal tersebut terangkum dalam Dokumen Informasi Produk (DIP). Perbedaan yang mendasar antara sistem ini dengan yang sebelumnya berlaku di Indonesia adalah perubahan dari sistem Registrasi (sistem pre market approval) menjadi Notifikasi (sistem pengawasan post market surveillance). Pada sistem Registrasi dilakukan penilaian terhadap keamanan, mutu, dan manfaat serta penandaan produk sebelum beredar melalui evaluasi dokumen yang diserahkan ke Badan POM, sedangkan Notifikasi dilakukan dengan cara pencatatan dan verifikasi terhadap formula dan data kosmetika sebelum produk beredar serta penilaian/evaluasi secara keseluruhan terhadap
kosmetika
dilakukan
setelah
produk
beredar.
Alasan
utama
diberlakukannya perubahan ini adalah karena kosmetika dinilai beresiko rendah sepanjang semua aturan dipatuhi oleh produsen. Selain itu, pada mekanisme Notifikasi prosesnya lebih cepat dibandingkan dengan Registrasi yaitu 14 hari kerja telah ada pemberitahuan secara elektronik bahwa kosmetika telah ternotifikasi atau ditolak Notifikasinya. Masa berlaku notifikasi selama 3 tahun. Notifikasi dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja secara online. Dengan telah disepakatinya Harmonisasi ASEAN maka pelaku usaha di bidang kosmetik dituntut agar mampu memenuhi standar ASEAN. Untuk itu pemerintah harus berupaya untuk mempersiapkan pelaku usaha di bidang kosmetik, termasuk industri dan UKM agar produk-produk yang dihasilkan sesuai dengan standar dari ASEAN dengan cara melakukan sosialisasi, pelatihan, Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
35
asistensi, dan bimbingan teknis baik dalam hal Notifikasi, CPKB maupun DIP. Selain itu pemerintah juga harus mempersiapkan diri dengan melakukan pelatihan terhadap petugas dari instansi terkait yang akan melakukan pengawasan dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai penerapan Notifikasi Kosmetik. Dewasa ini berbagai jenis suplemen makanan telah membanjiri pasaran, termasuk pasar Indonesia. Konsumsi suplemen makanan diperlukan untuk meningkankan asupan zat gizi yang tidak/belum tercukupi dengan makanan dan bukan digunakan sebagai obat/makanan. Budaya makanan instan yang sebagian kurang memperhatikan faktor gizi, menyebabkan banyak orang merasa perlu memenuhi kebutuhan gizi dengan cara mengkonsumsi suplemen makanan. Dari tahun ke tahun terus terjadi peningkatan permintaan akan kebutuhan tahun mendorong para produsen suplemen makanan berlomba-lomba memproduksi suplemen makanan. Produksi suplemen makanan yang dilakukan secara masal dan untuk kepentingan diperdagangkan memiliki dampak positif maupun negatif terhadap masyarakat. Sebagai salah satu bentuk pengawasan produk suplemen makanan, Badan POM telah mengeluarkan Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.41.1381 tahun 2005 Tentang Tata Laksana Pendaftaran Suplemen Makanan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN Selama melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Badan POM, terutama Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) adalah sebuah Lembaga Non Kementerian di Indonesia yang bertugas mengawasi peredaran obat-obatan dan makanan di Indonesia. 2. Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen mempunyai tugas menyiapkan perumusan kebijakan, penyusunan pedomanan, standar, kriteria prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis, dan melakukan evaluasi di bidang pengendalian dan Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen. 3. Di bidang obat tradisional, Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen ikut serta berpartisipasi dengan membantu pemerintah dalam merancang peraturan, pedoman dan standar yang berkaitan dengan obat tradisional 4. Di bidang kosmetik, Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen ikut serta berpartisipasi dalam mensukseskan program Harmonisasi ASEAN antara lain dengan merancang peraturan, pedoman dan standar yang berkaitan dengan notifikasi kosmetik. 5. Di
bidang
suplemen
makanan,
Direktorat
Standardisasi
Obat
Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen ikut serta berpartisipasi
36
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
37
dengan membantu pemerintah dalam merancang peraturan, pedoman dan standar yang berkaitan dengan suplemen makanan.
5.2 SARAN 1. Badan POM
lebih ketat lagi dalam mengawasi Obat Tradisional,
Kosmetik dan Produk Komplemen yang beredar di Indonesia. 2. Badan POM khususnya di Direktorat Standardisasi
Obat
Tradisional,
Kosmetik dan Produk Komplemen diharapkan terus mengupayakan membuat peraturan mudah dipahami oleh semua pihak yang terkait. 3. Badan POM diharapkan menjaga dan meningkatkan kerjasama dalam bidang Pengawasan Obat dan Makanan baik lintas unit, lintas sektor maupun stakeholder yang terkait. 4. Badan POM diharapkan meningkatkan sosialisasi tentang peraturanperaturan yang telah ditetapkan kepada masyarat dan pelaku usaha agar tujuan dibuatnya peraturan tersebut lebih mudah dicapai. 5. Badan POM diharapkan mengembangkan penyuluhan publik tentang penggunaan yang benar obat tradisional dan produk komplemen , agar masarakat
dapat aman mengkonsumsi produk dan tidak
terlalu
membebani daya belinya. 6. Dengan adanya pengalihan notifikasi kosmetika dari registrasi , maka upaya perlindungan konsumen melalui post marketing surveillance perlu ditingkatkan.
Universitas indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2001. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103, Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. Jakarta Anonim. Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.21.1732, Tentang Grand Strategy Badan Pengawas Obat dan Makanan bahwa Arah Kebijakan dan Strategi Badan POM. Jakarta Anonim. 2009. Undang-Undang Nomor 36, Tentang Kesehatan. Jakarta Anonim. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1175, Tentang Izin Produksi Kosmetika. Jakarta Anonim. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1176, Tentang Notifikasi Kosmetika. Jakarta Anonim. 2010. Peraturan Kepala badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK. 03.1.23.12.10.12459, Tentang Persyaratan Teknis Kosmetika. Jakarta Anonim. 2010. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.04.01.21.11.10.10509, Tentang Penetapan Visi dan Misi Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta Anonim. 2013. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Presiden Nomor 103 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Kementrian. Jakarta Anonim. 2013. Tentang Badan POM RI. http://pom.go.id.
38
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
39
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur Organisasi Badan POM RI
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
40
Lampiran 2. Struktur Organisasi Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
41
Lampiran 3. Struktur Organisasi Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen Badan POM RI DIREKTUR STANDARDISASI OT, KOS, PK DRS. HARY WAHYU T., APT
KASUBDIT STAND PRODUK I DRH.RACHMI SETYORINI, MKM
KASIE STAND. SEDIAAN GALENIK
KASUBDIT STAND PRODUK II
PLT KASUBDIT STAND SARANA PRODUKSI
DRA. KENIK SINTAWATI, Apt.
DRA. KENIK SINTAWATI, Apt.
KASIE STAND KOSMETIK
KASIE STAND. SAR PROD. KOS
DRA. YURITA AMARYA, MKM
MASRUROH, S.Si, MKM
DRA. RINI TRIA S., M.SC
KASIE STAND . OT & SM ELIN NOVIA SEMBIRING, S.Si, Apt.
KASIE STAND. SAR PROD. OT & SM
KASIE STAND BAHAN KOSMETIK
AMBAR SETYORINI,
ASTINI RIANI S.Si , Apt.
S.Si, Apt.
KASIE TATA OPERASIONAL DRA. ARNIDA ROESLI, Apt.
Pejabat Fungsional
Keterangan : Produk I = Obat Tradisional dan Suplemen Makanan Produk II = Kosmetik
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
42
Lampiran 4. Tahapan Penyusunan Peraturan Kepala Badan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
43
Lampiran 5. Tahapan Penyusunan Pedoman dan Rancangan Standar
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
44
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT STANDARDISASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA PUSAT PERIODE 2 – 24 SEPTEMBER 2013
TUGAS KHUSUS DAMPAK DIBERLAKUKANNYA KEWAJIBAN PENCANTUMAN NOMOR NOTIFIKASI PADA PENANDAAN KOSMETIK
ALI SYAIFULLOH MUNTHYA, S.Farm. 1206329335
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT STANDARDISASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA PUSAT PERIODE 2 – 24 SEPTEMBER 2013
TUGAS KHUSUS DAMPAK DIBERLAKUKANNYA KEWAJIBAN PENCANTUMAN NOMOR NOTIFIKASI PADA PENANDAAN KOSMETIK Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
ALI SYAIFULLOH MUNTHYA, S.Farm. 1206329335
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 ii
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .........................................................................................
ii
DAFTAR ISI......................................................................................................
iii
BAB 1
PENDAHULUAN .............................................................................
1
1.1
Latar Belakang...........................................................................
1
1.2 Tujuan........................................................................................
2
1.3
Manfaat......................................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA....................................................................
3
2.1 Definisi Kosmetik......................................................................
3
2.2 Penggolongan Kosmetik............................................................
3
2.3 Notifikasi Kosmetik...................................................................
4
BAB 3
PEMBAHASAN ................................................................................
10
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................
13
4.1 Kesimpulan................................................................................
13
4.2 Saran ..........................................................................................
13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
14
BAB 2
iii
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan tejadinya peningkatan kebutuhan hidup, baik kebutuhan primer namun juga kebutuhan sekunder. Salah satu kebutuhan tersebut adalah kosmetik. Di Indonesia, kebutuhan akan kosmetik terus meningkat namun pada umumnya masyarakat belum mengetahui
keamanam,
kemanfaatan dan mutu kosmetik. Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Republik Indonesia merupakan Lembaga Pemerintahan Non Kementerian (LPNK) yang bertugas dalam pengawasan obat dan makanan. Salah satu komoditi yang berada dalam lingkup pengawasan Badan POM adalah kosmetik. Pengawasan tersebut dilakukan untuk melindungi masyarakat dari kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan, keamanan, kemanfaatan dan mutu yang beredar di wilayah Indonesia. Sebelum tahun 2011, setiap pelaku usaha yang ingin mengedarkan kosmetik Indonesia wajib melakukan registrasi untuk mendapatkan nomor izin edar yang menandakan bahwa produk memenuhi persyaratan, keamanan, kemanfaatan dan mutu berdasarkan evaluasi pre-market oleh Badan POM RI. Namun seiring terjadinya perubahan kondisi regional maupun global Indonesia ikut serta dalam harmonisasi ASEAN. Salah satu penerapan harmonisasi ASEAN yaitu perubahan sistem Registrasi Kosmetik menjadi Notifikasi Kosmetik. Pemberlakuan sistem Notifikasi Kosmetik di Indonesia dimulai sejak 1 Januari 2011. Notifikasi kosmetik merupakan suatu mekanisme online yang harus dilakukan oleh pelaku usaha sesuai dengan tata cara yang telah ditentukan, sebelum mengedarkan kosmetik. Notifikasi Kosmetik dilakukan dengan cara pencatatan dan verifikasi terhadap formula dan data produk kosmetik sebelum produk beredar. Penilaian/evaluasi keseluruhan terhadap kosmetik lebih dititik beratkan pada pengawasan sesudah beredar (post market), 1 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
2
diantaranya melalui audit Dokumen Informasi Produk (DIP), inspeksi Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB), sampling dan pengujian laboratorium. Dalam penerapannya, pelaku usaha tidak dipersyaratkan untuk mencantumkan nomor izin edar pada penandaan kosmetik. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya beberapa masalah di lapangan, baik yang dialami oleh konsumen, toko/pengecer/distributor, non pabrikan, pelaku usaha maupun petugas Badan POM. Berdasarkan kenyataan tersebut, Badan POM perlu untuk membuat regulasi tentang kewajiban pencantuman nomor izin edar pada penandaan kosmetik yang dalam era notifikasi disebut sebagai nomor notifikasi.
1.2 TUJUAN Adapun tujuan penyusunan laporan ini adalah untuk menelaah dampak diberlakukannya kewajiban pencantuman nomor notifikasi pada penandaan kosmetik.
1.3 MANFAAT Sebagai studi pengetahuan tentang dampak positif dan negatif kewajiban pencantuman nomor notifikasi pada penandaan kosmetik, sehingga dapat memberikan informasi kepada semua pihak yang terkait.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI KOSMETIK Kosmetik berasal dari bahasa Yunani ‘kosmetikos’ yang mempunyai arti keterampilan menghias atau mengatur. Pengertian kosmetik berdasarkan Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1175/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Izin Produksi Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar), atau gigi dan membran mukosa mulut, terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan, dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.
2.2 PENGGOLONGAN KOSMETIK Penggolongan kosmetik berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat
dan
makanan
Republik
Indonesia
Nomor
HK.03.1.23.12.10.11983 Tahun 2010 Tentang Kriteria dan Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetik adalah sebagai berikut: Sediaan Bayi Sediaan Kebersihan Badan Sediaan Perawatan Kulit Sediaan Perawatan Wajah Sediaan Rias Wajah Sediaan Rias Mata Sediaan Mandi Sediaan Wangi-wangian Sediaan Rambut Sediaan Pewarna Rambut Sediaan Cukur Sediaan Hygiene Mulut Sediaan Kuku 3
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
4 Sediaan Tabir Surya Sediaan Mandi Surya Sediaan Menggelapkan kulit
Penggolongan kosmetik berdasarkan kegunaan bagi kulit adalah sebagai berikut : a. Kosmetik perawatan kulit (skin-care cosmetic) Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser), misalnya sabun, susu pembersih wajah, dan penyegar kulit (freshner) Kosmetik
untuk
melembabkan
kulit
(moisturizer),
misalnya
moisturizer cream, night cream. Kosmetik pelindung kulit, misalnya sunscreen cream dan sunscreen foundation, sun block cream/lotion. Kosmetik untuk menipiskan kulit (peeling), misalnya scrub cream yang berisi butiran-butiran halus yang berfungsi sebagai penipis kulit (abrasiver). b. Kosmetik riasan (dekoratif atau make-up) Jenis ini diperlukan untuk merias dan menutup cacat pada kulit sehingga menghasilkan penampilan yang lebih menarik. Dalam kosmetik riasan, peran zat pewarna dan zat pewangi sangat besar (Tranggono R.I & Latifah F, 2007).
2.3 NOTIFIKASI KOSMETIK Pada tahun 1997, ASEAN Consultative Committee on Standard and Quality (ACCSQ) membentuk Adhoc Working Group untuk masing-masing bidang yang akan diharmonisasi, diantaranya Cosmetic Product Working Group (CPWG) yang bertugas untuk melakukan persiapan dan penyusunan regulasi ASEAN di bidang kosmetik. Di bulan September 2003, telah berhasil
ditandatangani
kesepakatan
ASEAN
Harmonized
Cosmetic
Regulatory Scheme (AHCRS) oleh 10 Menteri Perindustrian dan Perdagangan negara anggota ASEAN. Dengan ditandatanganinya AHCRS, CPWG diubah menjadi ASEAN Cosmetic Committee (ACC) untuk Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
5
mendukung
negara
anggota
dalam
mempersiapkan
implementasi
harmonisasi ASEAN dan memantau perkembangan dan kesiapan negara anggota dalam menerapkan harmonisasi ASEAN dalam bidang kosmetik. Sejak tanggal 1 Januari 2011, Indonesia sudah memberlakukan harmonisasi ASEAN di bidang kosmetik melalui sistem notifikasi. Tujuan dari sistem notifikasi ini adalah untuk memberikan tanggung jawab yang lebih besar kepada pelaku usaha tentang keamanan, kemanfaatan dan mutu kosmetik serta dalam rangka melindungi kesehatan dan keselamatan masyarakat dari peredaran dan penggunaan kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan. Notifikasi kosmetik dilakukan kepada Badan POM dengan tata cara ang telah ditentukan dan harus memenuhi persyaratan teknis dan standar yang telah disepakati di ASEAN. Pada pasal 4 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1176/Menkes/Per/VIII/2010
tentang
Notifikasi
Kosmetik,
disebutkan disebutkan bahwa pemohon yang boleh mengajukan Notifikasi adalah sebagai berikut : a. Industri kosmetik yang berada di wilayah Indonesia yang telah memiliki izin produksi; b. Importir kosmetik yang mempunyai Angka Pengenal Impor (API) dan surat penunjukkan keagenan dari produsen negara asal; dan/atau c. Usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi dengan industri kosmetik yang telah memiliki izin produksi.
Tahap-tahap pengajuan Notifikasi adalah sebagai berikut: 1. Pemohon mendaftarkan diri kepada Badan POM 2. Pemohon yang telah mendaftarkan diri dapat mengajukan permohonan notifikasi dengan mengisi formulir (template) secara elektronik melalui website Badan POM 3. Apabila dalam jangka 14 (empat belas) hari kerja sejak pengajuan permohonan notifikasi diterima oleh Kepala Badan POM tidak ada surat Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
6
penolakan terhadap kosmetik yang dinotifikasi dianggap disetujui dan dapat beredar di wilayah Indonesia. Kepala Badan POM dapat menolak permohonan notifikasi jika kosmetik yang diajukan tidak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan, dan atau tidak memenuhi peraturan perundang-undangan di bidang kosmetik. Notifikasi berlaku selama tiga tahun dan dapat diperpanjang jika telah habis masa berlakunya. Untuk permohonan notifikasi dikenakan biaya sebagai penerimaan Negara bukan pajak sesuai ketentuan perundangundangan.
Prosedur Notifikasi dapat dilihat pada gambar 1 dan gambar 2 di bawah ini :
Pemohon
Mengisi formulir registrasi pemohon via online
Verifikasi data * Catatan :
User ID dan Password ** * Badan POM akan melakukan verifikasi kebenaran keberadaan produsen luar negeri ** User ID dan Password digunakan untuk prosedur selanjutnya (notifikasi kosmetik)
Gambar 1. Alur Pendaftaran Pemohon Notifikasi Kosmetik
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
7
Pemohon
Mengisi formulir (www.pom.go.id)
Nomor Notifikasi
Ditolak (on the web)
(on the web)
Kirim
TIDAK Pemberitahuan Perintah bayar (on website) → cetak dan bayar
YA
Verifikasi Template dan Formula / Komposisi 14 HK
Surat Perintah Bayar (Penyerahan Bukti Bayar) dikirim ke Badan POM
TIDAK (on the web)
YA Verifikasi
Product ID
Gambar 2. Alur Proses Notifikasi Kosmetik
Pembatalan Notifikasi diatur dalam pasal 14 yaitu sebagai berikut a. Izin produksi, izin usaha industri, tanda daftar industri, atau Angka Pengenal Importir (API) sudah tidak berlaku. b. Berdasarkan evaluasi, kosmetik yang telah beredar tidak memenuhi persyaratan teknis. c. Atas permintaan pemohon notifikasi. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
8
d. Perjanjian kerjasama antara pemohon dengan perusahaan pemberi lisensi/industri penerima kontrak produksi, atau surat penunjukkan keagenan dari produsen Negara asal sudah berakhir dan tidak diperbaharui e. Kosmetik yang telah beredar tidak sesuai dengan data dan/atau dokumen yang disampaikan pada saat permohonan notifikasi f. Pemohon
notifikasi
tidak
memproduksi,
atau
mengimpor
dan
mengedarkan kosmetik dalam jangka waktu 6 (enam) bulan, setelah kosmetik yang dinotifikasi sudah disetujui Badan POM.
Dalam melaksanakan ketentuan pasal 5 ayat (3) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1176/MENKES/PER/VIII/2010 Tahun 2010 tentang Notifikasi Kosmetik, Badan POM menerbitkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.12.10.12459 Tahun 2010 tentang Persyaratan Teknis Kosmetik. Di dalam ketentuan pasal 8 diatur mengenai kosmetik paling sedikit harus mencantumkan: Nama kosmetik; Kegunaan; Cara penggunaan; Komposisi; Nama dan negara produsen; Nama dan alamat lengkap pemohon notifikasi; Nomor bets; Ukuran, isi, atau berat bersih; Tanggal kedaluwarsa; Peringatan/perhatian dan keterangan lain.
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Kepala
Badan
Pengawas
Obat
dan
Makanan
Nomor
HK.03.1.23.12.10.12459 Tahun 2010 tentang Persyaratan Teknis Kosmetik, disebutkan bahwa Nomor Notifikasi diwajibkan tercantum pada penandaan. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
9
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
BAB 3 PEMBAHASAN
Indonesia dengan jumlah penduduk terbesar ke 4 di dunia menjadi pasar kosmetik yang cukup menggiurkan. Hal ini mendorong pelaku usaha kosmetik menjamur di Indonesia. Belum lagi banyaknya produk impor yang masuk ke Indonesia juga tidak bisa dibilang sedikit. Sehingga untuk menjamin keamanan, kemanfaatan dan mutu penggunaan kosmetik di pasaran, pemerintah menerapkan sistem pengawasan baik pre-market maupun post-market. Sebagai landasan dalam pengawasan, dibutuhkan pedoman atau acuan berupa peraturan-peraturan dan standar produk.
Badan POM sebagai lembaga pemerintah yang bertanggung
jawab terhadap pengawasan obat dan makanan merupakan lembaga terdepan dalam melakukan penyusunan peraturan-peraturan tersebut, termasuk di bidang kosmetik. Indonesia ikut berpartisipasi dalam Harmonisasi ASEAN di bidang Kosmetik terlebih setelah menerapkan sistem Notifikasi Kosmetik yang dimulai sejak 1 Januari 2011. Untuk mengawal penerapan notifikasi kosmetik tersebut, telah dikeluarkan beberapa peraturan baru seperti Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1175 tahun 2010 tentang Izin Produksi Kosmetik dan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1176 tentang Notifikasi Kosmetik dan beberapa peraturan teknis lainnya. Dalam melaksanakan ketentuan pasal 5 ayat (3) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1176/MENKES/PER/VIII/2010 Tahun 2010 tentang Notifikasi Kosmetik, Badan POM menerbitkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.12.10.12459 Tahun 2010 tentang Persyaratan Teknis Kosmetik. Di dalam ketentuan pasal 8 tidak dicantumkan persyaratan bahwa produk kosmetik harus mencantumkan nomor notifikasi pada penandaan. Hal ini membuat sebagian masyarakat mengeluhkan cara menentukan legalitas produk yang akan mereka beli. Beberapa kalangan masyarakat mungkin sudah bisa menentukan kosmetik yang legal atau tidak legal berdasarkan penandaan dan melihat nomor notifikasi yang ada di website Badan POM, namun masih juga 10
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
11
dikeluhkan karena pelaku usaha tidak wajib mencantumkan nomor notifikasi pada penandaan produknya. Maka dari itu Badan POM menganggap perlu membuat peraturan yang diharapkan mampu menjawab permasalahan ini. Hal ini yang melandasi diterbitkannya Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor Hk.03.1.23.12.10.12459 Tahun 2010 Tentang Persyaratan Teknis Kosmetik, dimana disebutkan ada penambahan kewajiban mencantumkan nomor notifikasi pada penandaan kosmetik. Dampak diberlakukannya kewajiban pencantuman nomor notifikasi pada penandaan kosmetik dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini: No 1
Dampak
Keterangan
Positif
Masyarakat/ konsumen
Memudahkan
Negatif konsumen
yang sebelumnya
dalam membedakan produk
kosmetik
Harga kosmetik
legal
dan ilegal.
tidak mencantumkan nomor notifikasi pada penandaan, setelah kewajiban ini dapat meningkat
2
Toko/ retailer
Mengetahui kepastian legalitas kosmetik yang dijual
3
Pelaku usaha
Menghindari pemalsuan terhadap kosmetik yang
Biaya produksi meningkat
diproduksi Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kosmetik yang berlabel notifikasi umumnya lebih tinggi Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
12
No 4
Dampak
Keterangan
Positif Mempermudah Badan
Petugas Badan POM
Negatif Perlu membuat
POM melakukan
sistem penomoran
pengawasan terhadap
notifikasi
kosmetik
Perlu melakukan advokasi kepada pelaksana teknis Badan POM
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 KESIMPULAN Kewajiban pencantuman nomor notifikasi pada penandaan kosmetik memiliki dampak positif lebih banyak dibanding dampak negatif bagi pihak masyarakat/konsumen, pelaku usaha, toko/retailer maupun Badan POM.
4.2 SARAN Diharapkan
Badan
POM
membuat
regulasi
yang
dapat
mengakomodasi pelaku usaha yang akan mengajukan notifikasi ulang produknya untuk mendapatkan nomor notifikasi yang sama.
13
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2003. Keputusan Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Nomor PO.01.04.42.4082 tentang Pedoman Tata Cara Pendaftaran dan Penilaian Kosmetik. Jakarta Anonim. 2010. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.12.10.11983 tentang Kriteria dan Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetik. Jakarta Anonim. 2010. Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.12.10.12123 tentang pedoman Dokumen Informasi Produk. Jakarta Anonim. 2010. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.12.10.12459 tentang Persyaratan Teknis Kosmetik. Jakarta Anonim. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1175 tentang Izin Produksi Kosmetik. Jakarta Anonim. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1176 tentang Notifikasi Kosmetik. Jakarta Anonim. 2013. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 44 tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.12.10.12459 tahun 2010 Tentang Persyaratan Teknis Kosmetik. Jakarta Tranggono, R.I & Latifah, F. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
14
Laporan praktek..., Ali Syaifulloh, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia