UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KIMIA FARMA Tbk. UNIT RISET DAN PENGEMBANGAN JL. CIHAMPELAS NO. 5, BANDUNG, JAWA BARAT PERIODE 6 MEI - 29 MEI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
MELISA, S.Farm. 1106047190
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KIMIA FARMA Tbk. UNIT RISET DAN PENGEMBANGAN JL. CIHAMPELAS NO. 5, BANDUNG, JAWA BARAT PERIODE 6 MEI - 29 MEI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
MELISA, S.Farm. 1106047190
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013 ii
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Universitas Indonesia
iii
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Kimia Farma Tbk. yang telah dilaksanakan pada tanggal 6 Mei – 29 Mei 2013, serta dapat menyelesaikan laporan tugas umum ini dengan tepat waktu. Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini dilaksanakan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan mahasiswa, serta dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan. Pada kesempatan ini, dengan penuh ketulusan dan kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1.
Ibu Dra. Puti Krishnamurti I. M., selaku Manajer Unit Riset dan Pengembangan PT. Kimia Farma.
2.
Bapak Drs. Efrinaldi, Apt Asisten Manajer Bagian Pengembangan Produk di Unit Riset dan Pengembangan PT. Kimia Farma Tbk.
3.
Ibu Dra. Fitrileni, M.Si., Apt. selaku Asisten Manajer Bagian Pemastian Mutu dan pembimbing penulis dalam Praktek Kerja Profesi Apoteker di Unit Riset dan Pengembangan PT. Kimia Farma Tbk.
4.
Ibu Dra. V. Ani Trimuryani, M.Si., Apt. selaku Peneliti Bagian Pengembangan Produk di Unit Riset dan Pengembangan PT. Kimia Farma Tbk.
5.
Ibu Dra. Yuti Mutiawati, Apt. selaku Peneliti Bagian Pegembangan Produk di Unit Riset dan Pengembangan PT. Kimia Farma Tbk.
6.
Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
7.
Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
8.
Ibu Dra. Maryati K., M.Si., Apt. selaku pembimbing industri PKPA di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
9.
Karyawan dan staf Unit Riset dan Pengembangan PT. Kimia Farma Tbk. yang telah membantu dalam pelaksanaan dan penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini. iv
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Universitas Indonesia
10. Bapak dan Ibu staf pengajar beserta karyawan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. 11. Orang tua dan keluarga tercinta atas doa, dukungan, semangat, dan perhatian kepada Penulis sehingga pelaksanaan PKPA dan penyelesaian laporan dapat tercapai. 12. Teman-teman Apoteker Angkatan LXXVI atas semangat, dukungan dan kerja sama selama ini. 13. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis selama pelaksanaan PKPA ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga laporan PKPA ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam dunia farmasi pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Penulis 2013
v
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama
: Melisa, S. Farm.
NPM
: 1106047190
Program Studi : Profesi Apoteker Fakultas
: Farmasi
Jenis Karya
: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: “Laporan Praktek Kerja Profesi di PT. Kimia Farma Tbk. Unit Riset dan Pengembangan, Bandung Periode 6 Mei – 29 Mei 2013” beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini
Universita
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 29 Juni 2013 Yang menyatakan
vi
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .....................................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................
iii
KATA PENGANTAR ...................................................................................
iv
DAFTAR ISI ..................................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
viii
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................ .....
1
1.1
Latar Belakang ........................................................................
1
1.2
Tujuan .....................................................................................
2
BAB 2 TINJAUAN UMUM PT. KIMIA FARMA Tbk........................... .
3
2.1
Sejarah Singkat ........................................................................
3
2.2
Visi dan Misi ...........................................................................
4
2.2.1
Visi ..............................................................................
4
2.2.2
Misi .............................................................................
4
2.3
Struktur Organisasi .................................................................
5
2.4
Sumber Daya Manusia ............................................................
5
2.5
Budaya Perusahaan .................................................................
5
2.6
Bidang Usaha ..........................................................................
6
2.6.1
PT. Kimia Farma (holding) .........................................
6
2.6.2
PT. Kimia Farma Trading and Distribution (PT. KFTD) .................................................................
8
2.6.3
PT. Kimia Farma Apotek (PT. KFA) ..........................
9
2.6.4
PT. Sinkona Indonesia Lestari ....................................
10
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS UNIT RISET DAN PENGEMBANGAN PT. KI MIA FARMA Tbk............................................................ ...
11
3.1
Latar Belakang Berdirinya Unit Riset dan Pengembangan .....
11
3.2
Visi dan Misi ...........................................................................
11
3.2.1
Visi ..............................................................................
11
3.2.2
Misi .............................................................................
11
3.3
Fungsi ......................................................................................
12
3.4
Struktur Organisasi .................................................................
12
vii
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Universitas Indonesia
3.4.1
Bagian Pengembangan Produk ...................................
13
3.4.1.1 Sub Bagian Pengembangan Produk Farma ...
13
3.4.1.2 Sub Bagian Pengembangan Produk Non Farma .............................................................
14
3.4.2
Bagian Pemastian Mutu ..............................................
16
3.4.3
Sub Bagian Umum dan Sumber Daya Manusia ..........
16
3.4.3.1 Pemeliharaan dan Keamanan .........................
17
3.4.3.2 Pengadaan ......................................................
17
3.4.3.3 Gudang ...........................................................
18
Sub Bagian Akuntansi dan Keuangan .........................
19
Fasilitas ............................................................................. ......
20
BAB 4 PEMBAHASAN ...............................................................................
21
3.4.4 3.5 4.1
PT. Kimia Farma Tbk. .............................................................
4.2
Unit
Riset
dan
Pengembangan
PT.
Kimia
21
Farma
Tbk...................................... .....................................................
22
4.2.1
Sub Bagian Pengembangan Produk Farma .................
23
4.2.2
Sub Bagian Pengembangan Produk Non Farma dan Produk Bioteknologi ...................................................
25
Bagian Pemastian Mutu ..............................................
27
Peran Apoteker dalam Riset dan Pengembangan Obat ...........
29
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................
30
4.2.3 4.3 5.1
Kesimpulan ............................................................................
30
5.2
Saran ......................................................................................
30
DAFTAR ACUAN .........................................................................................
32
viii
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur organisasi Unit Risbang PT. Kimia Farma Tbk. .......... 33
ix
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Obat merupakan suatu kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat,
karena kegunaannya untuk pengobatan, peredaan dan pencegahan penyakit sehingga mutu obat menjadi suatu hal yang sangat penting. Tingginya kebutuhan akan obat dalam dunia kesehatan dan vitalnya aktivitas obat mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh manusia sehingga melahirkan sebuah tuntutan terhadap industri farmasi agar mampu memproduksi obat yang berkualitas. Industri farmasi sendiri merupakan salah satu elemen yang berperan penting dalam mewujudkan kesehatan nasional melalui aktivitasnya dalam bidang pembuatan obat. Oleh karena itu, semua industri farmasi harus benar-benar berupaya agar dapat menghasilkan produk obat yang memenuhi standar kualitas yang dipersyaratkan (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2006). Untuk itulah, PT. Kimia Farma Tbk. membentuk Unit Riset dan Pengembangan (Unit Risbang) yang bergerak dalam bidang penelitian dan pengembangan obat. Untuk menjalankan tugas tersebut dibutuhkan tenaga profesional yang memahami tentang obat dan teknologi salah satunya adalah profesi Apoteker. Di Unit Risbang ini, apoteker memiliki beragam peranan, antara lain dalam bidang pengembangan produk farma, pengembangan produk non farma, dan pengembangan metode analisis. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) merupakan salah satu sarana bagi calon apoteker untuk mendapatkan pengalaman dan pemahaman yang lebih dalam tentang tugas dan fungsi apoteker di industri farmasi. Pada PKPA ini penulis dapat mengamati dan mempelajari langsung kegiatan yang dilaksanakan di Unit Risbang PT. Kimia Farma Tbk. Pelaksanaan PKPA berlangsung dari tanggal 6 Mei sampai dengan 29 Mei 2013. Dengan PKPA ini, diharapkan mahasiswa calon apoteker dapat mengetahui peranan apoteker dalam bidang pengembangan obat khususnya di Unit Risbang PT. Kimia Farma Tbk. serta dapat mengambil manfaat dan ilmu agar nantinya dapat diterapkan untuk kepentingan dunia kesehatan. 1
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Universitas Indonesia
2 1.2
Tujuan Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Unit Riset dan Pengembangan
PT. Kimia Farma Tbk. adalah: a. Memahami peran, tugas, dan kegiatan Unit Riset dan Pengembangan PT. Kimia Farma Tbk. b. Memahami peran apoteker secara umum di bidang riset dan pengembangan, serta secara khusus di Unit Riset dan Pengembangan PT. Kimia Farma Tbk.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
BAB 2 TINJAUAN UMUM PT. KIMIA FARMA Tbk, 2.1
Sejarah Singkat Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia
yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1817. Nama perusahaan ini pada awalnya adalah NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co. Berdasarkan kebijaksanaan nasionalisasi atas eks perusahaan Belanda di masa awal kemerdekaan, pada tahun 1958, Pemerintah Republik Indonesia melakukan peleburan sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF (Perusahaan Negara Farmasi) Bhinneka Kimia Farma. Kemudian pada tanggal 16 Agustus 1971, bentuk badan hukum PNF diubah menjadi Perseroan Terbatas, sehingga nama perusahaan berubah menjadi PT Kimia Farma (Persero). Sejarah berdirinya PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Terdiri atas beberapa periode yaitu : a.. Periode I (1957-1959) Pada periode ini melaksanakan nasionalisasi perusahaan farmasi milik bangsa Belanda yang ada di Indonesia. Program nasionalisasi ini di koordinasi oleh Badan Pengambil alihan Farmasi (BAPHAR). b. Periode II (1960-1968) Periode ini adalah periode pembentukan Perusahaan Negara farmasi (PNF) dari perusahaan-perusahaan
farmasi
milik
Belanda
yang
telah
di
nasionalisasikan sebelumnya. Pembentukan PNF ini berdasarkan PP. No.60/1961 dibawah koordinasi Badan Pimpinan Umum Farmasi Negara sebagai peleburan BAPPHAR yang bernaung di bawah Departemen kesehatan. c. Periode III Untuk
meningkatkan
efisiensi
setiap
BUMN,
dikeluarkan
instruksi Presiden No.17/1967 sehingga Departemen Kesehatan melebur perusahaan milik negara terrsebut ke didalam perusahaan Negara Farmasi dan alat-alat kesehatan Bhinneka Kimia Farma dan PNF Kasa Husada di Surabaya dirubah menjadi 3
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Universitas Indonesia
4 perusahaan umum dan perusahaan daerah, kemudian PN Sari Husada di Yogyakarta berdiri sendiri sebagai anak perusahaan. d. Periode IV Periode IV di mulai tahun 1971 ditandai dengan dikeluarkannya PP No. 116 tahun 1971 yang berlaku sejak tanggal 19 maret 1971. Perusahaan Negara Farmasi dan Alat-Alat Kesehatan Bhinneka Kimia Farma setelah melalui proses audit dinyatakan lulus untuk menjadi Perseroan Terbatas (PT) yang selanjutnya disahkan pada tanggal 16 agustus 1971 sebagai PT. Kimia Farma (Persero) dengan Akta Notaris dan di umumkan dalam berita negara. e. Periode V Pada periode ini tepatnya tanggal 28 juni 2001 PT. Kimia Farma (Persero) menjadi Perusahaan terbuka (Tbk) dengan nama PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Bersama dengan perubahan tersebut, PT. Kimia Farma (Persero) Tbk telah dicatat pada Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (sekarang kedua bursa telah merger telah merger dan kini bernama Bursa Efek Indonesia). Berbekal pengalaman selama puluhan tahun, Perseroan telah berkembang menjadi perusahaan dengan pelayanan kesehatan terintegrasi di Indonesia. Perseroan kian diperhitungkan kiprahnya dalam pengembangan dan pembangunan bangsa, khususnya pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia.
2.2 Visi dan Misi (PT. Kimia Farma Tbk., 2013) 2.2.1 Visi Menjadi korporasi bidang kesehatan terintegrasi dan mampu menghasilkan pertumbuhan nilai yang berkesinambungan melalui konfigurasi dan koordinasi bisnis yang sinergis. 2.2.2 Misi Menghasilkan pertumbuhan nilai korporasi melalui usaha di bidang-bidang : a.
Industri kimia dan farmasi dengan basis penelitian dan pengembangan produk yang inovatif.
b.
Perdagangan dan jaringan distribusi. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
5 c.
Pelayanan kesehatan yang berbasis jaringan retail farmasi dan jaringan pelayanan kesehatan lainnya.
d.
Pengelolaan aset-aset yang dikaitkan dengan pengembangan usaha perusahaan.
2.3 Struktur Organisasi PT. Kimia Farma Tbk. dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang membawahi empat Direktorat, yaitu Direktorat Pemasaran, Direktorat Produksi, Direktorat Umum dan SDM, dan Direktorat Keuangan, yang masing-masing dimpimpin oleh seorang direktur (Direksi PT. Kimia Farma Tbk., 2009).
2.4 Sumber Daya Manusia Jumlah karyawan perusahaan dan anak perusahaan per 30 Juni 2011 yaitu sebanyak 5.306 orang. Dalam menjalankan operasional perusahaan, manajemen menyadari bahwa peran sumber daya manusia sangat penting. Strategi manajemen untuk menggali kemampuan karyawan, yaitu dengan mengalokasikan dana setiap tahunnya untuk program pengembangan sumber daya manusia, meliputi pelatihan, seminar, lokakarya di dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu, setiap tahun perusahaan juga mengirimkan karyawannya untuk mengikuti pendidikan di perguruan tinggi untuk menambah wawasan dan meningkatkan kemampuan karyawan (PT. Kimia Farma Tbk., 2011). 2.5 Budaya Perusahaan (PT. Kimia Farma Tbk., 2013) Dalam menjalankan usaha, PT. Kimia Farma Tbk. mengacu pada nilai-nilai perusahaan “I CARE” (Innovative, Costumer First, Accountability, Responsibility, Eco Friendly) yang menjadi pedoman dalam berkarya membangun kesehatan bangsa. Yang dimaksud dengan I CARE tersebut adalah: I
: Innovative, memiliki budaya berpikir out of the box dan membangun produk unggulan.
C : Costumer First, mengutamakan pelanggan sebagai rekan kerja/mitra.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
6 A : Accountability, bertanggung jawab atas amanah yang dipercayakan oleh perusahaan dengan memegang teguh profesionalisme, integritas, dan kerjasama. R : Responsibility, memiliki tanggung jawab pribadi untuk bekerja tepat waktu, tepat sasaran dan dapat diandalkan. E : Eco Friendly, menciptakan dan menyediakan produk maupun jasa layanan yang ramah lingkungan. 2.6 Bidang Usaha (PT. Kimia Farma Tbk., 2013) PT. Kimia Farma Tbk. memiliki beberapa bidang usaha yang pengelolaannya dibagi antara PT. Kimia Farma Tbk. dan dua anak perusahaannya. Bidang usaha industri yang didukung oleh riset dan pengembangan, serta pemasaran dikelola oleh PT. Kimia Farma Tbk. (holding). Sedangkan, bidang usaha ritel farmasi/ apotek, klinik, dan laboratorium klinik, serta perdagangan dan distribusi dikelola oleh anak perusahaan, yaitu PT. Kimia Farma Apotek dan PT. Kimia Farma Trading and Distribution. 2.6.1 PT. Kimia Farma (holding) Dengan dukungan kuat riset dan pengembangan, segmen usaha yang dikelola oleh perusahaan induk ini memproduksi obat jadi dan obat tradisional, yodium, kina, dan produk-produk turunannya, serta minyak nabati. Lima fasilitas produksi yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia merupakan tulang punggung dari segmen industri, dimana kelimanya telah mendapatkan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan sertifikat ISO 9001 dan 140001 dari institusi luar negeri (Llyod’s, SGS, TUV). Hasil produksi yang dibuat oleh Pabrik Farmasi perusahaan baik produk obat-obat kimia, Formulasi dan herbal, dibagi dalam enam lini produksi yaitu etikal, obat bebas, generik, narkotik, lisensi dan bahan baku. Hampir semua kelas terapi diakomodasi oleh produk perusahaan yang terdiri dari 385 item produk dan dipasarkan ke seluruh Indonesia serta diekspor ke beberapa negara melalui jaringan distribusi perseroan atau yang memiliki perjanjian dengan perseroan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
7 PT. Kimia Farma Tbk. memiliki lima fasilitas produksi yang tersebar di lima kota di Indonesia. Kelima fasilitas produksi tersebut, yaitu: a.
Unit Produksi Jakarta di Pulogadung DKI Jakarta Pabrik Jakarta merupakan satu-satunya pabrik obat di Indonesia yang
mendapat tugas dari Pemerintah untuk memproduksi obat golongan narkotika. Pabrik ini telah memperoleh sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan ISO-9002 serta mendapat rating ”A” untuk sertifikasi dari Badan POM. Di pabrik ini telah beroperasi fasilitas pembuatan produk Antiretroviral (ARV) yang sudah mendapat sertifikat CPOB untuk memenuhi kebutuhan obat HIV/ AIDS dalam negeri. Pabrik ini juga mendapatkan Proper Biru dalam pengolahan limbah dari Kementerian Lingkungan Hidup dan penghargaan dari Gubernur DKI Jakarta untuk Ketaatan dan Kinerja Pengolahan Lingkungan. Sediaan yang diproduksi di Pabrik Jakarta antara lain tablet, tablet salut, kapsul, granul, sirup kering, suspensi/ sirup, tetes mata, krim, dan injeksi (PT. Kimia Farma Tbk., 2011). b.
Unit Produksi Bandung di Jawa Barat Pabrik Bandung memproduksi bahan baku kina dan turunannya, obat-obat
herbal, serta Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR). Pabrik ini telah mendapatkan US-FDA Approval (Badan Pengawas Makanan dan Obat-Obatan Amerika Serikat) dan menerima sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk produksi tablet, sirup, serbuk, dan pil KB. Selain itu, pabrik ini juga menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO-9002, serta mendapat rating ”A” untuk sertifikasi dari Badan POM dan Kosher Certificated dari Court of the Chief Rabbi Beth Din London. Pabrik Bandung juga mendapatkan sertifikat produk garam kina dari European Directorate for the Quality of Medicines (EDQM) dan sertifikat halal MUI Jawa Barat (PT. Kimia Farma Tbk., 2011). c.
Unit Produksi Semarang di Jawa Tengah Pabrik Semarang mengkhususkan diri pada produksi minyak jarak, minyak
nabati, dan kosmetik (bedak). Pabrik ini telah menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO-9001 serta telah mendapatkan sertifikat Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) (PT. Kimia Farma Tbk., 2011).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
8 d.
Unit Produksi Watudakon di Jombang Jawa Timur Pabrik Watudakon merupakan satu-satunya pabrik yang mengolah tambang
yodium di Indonesia dan telah mendapatkan sertifikat CPOB, ISO-9001 dan ISO 14001. Pabrik ini juga memproduksi bahan baku fero sulfat sebagai bahan utama pembuatan tablet besi untuk obat penambah darah serta kapsul lunak “yodiol” yang merupakan obat untuk pencegahan gondok. Selain itu, Pabrik Watudakon juga memproduksi obat dalam sediaan tablet, tablet salut, salep, sirup, dan cairan obat untuk penggunaan luar dan dalam (PT. Kimia Farma Tbk., 2011). e.
Unit Produksi Tanjung Morawa di Medan Sumatera Utara Produk dari Pabrik Tanjung Morawa ditujukan untuk memasok kebutuhan
obat di wilayah Sumatera dan sudah mendapatkan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) serta mendapat rating ”A” untuk sertifikasi dari Badan POM. Sediaan yang diproduksi oleh pabrik ini antara lain tablet, krim, dan kapsul (PT. Kimia Farma Tbk., 2011). Bidang industri PT. Kimia Farma Tbk. didukung oleh Unit Riset dan Pengembangan (Risbang) yang berlokasi di Bandung. Unit Risbang ini melaksanakan kegiatan penciptaan produk baru dan pengembangan produkproduk PT. Kimia Farma Tbk. Dalam bidang riset dan pengembangan, PT. Kimia Farma Tbk. telah menjalin kerja sama dengan beberapa perguruan tinggi, antara lain Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Sumatra Utara, Universitas Padjajaran, Universitas Airlangga, dan Universitas Gadjah Mada (PT. Kimia Farma Tbk., 2011).
2.6.2 PT. Kimia Farma Trading and Distribution (PT. KFTD) Awalnya bidang perdagangan dan distribusi dikelola oleh Divisi Pedagang Besar Farmasi (PBF) dari PT. Kimia Farma Tbk. Berbekal kemampuan dan pengalaman dalam menangani pendistribusian produk-produk PT. Kimia Farma Tbk., pada tanggal 4 Januari 2003 Divisi PBF berkembang menjadi anak perusahaan dengan nama PT. Kimia Farma Trading and Distribution (PT. KFTD). Tugas utama PT. KFTD adalah mendistribusikan produk-produk Kimia Farma ke berbagai jaringan yang tersebar di seluruh nusantara, yang mencakup 33 Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
9 provinsi dan 466 kabupaten/ kota. Saat ini terdapat 41 cabang PT. KFTD yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Sebagai penyedia Jasa Layanan Distribusi, KFTD mendistribusikan aneka produk dari perusahaan induk, produk dari prinsipal lainnya serta produk-produk non prinsipal. KFTD mendistribusikan produk-produk tersebut melalui penjualan reguler ke Apotek (Apotek Kimia Farma dan Apotek selain Kimia Farma), Rumah Sakit, Toko Obat, Supermarket dan lain sebagainya. Di bidang Jasa Perdagangan atau Trading, KFTD melayani dan membantu program-program Pemerintah untuk memenuhi kebutuhan obat-obatan bagi masyarakat di seluruh Indonesia (PT. Kimia Farma Tbk., 2011). 2.6.3 PT. Kimia Farma Apotek (PT. KFA) PT. KFA adalah anak perusahaan PT. Kimia Farma Tbk. yang didirikan berdasarkan akta pendirian Nomor 6 tanggal 4 Januari 2003 yang dibuat dihadapan notaris yang telah mendapatkan persetujuan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. PT. KFA memiliki tujuan untuk memberikan layanan prima atas penjualan produk farmasi, serta solusi jasa layanan kefarmasian untuk seluruh rakyat Indonesia. Untuk mencapai hal tersebut PT. KFA melakukan beberapa hal antara lain usaha dalam bidang pengelolaan apotek dan
klinik
(PT. Kimia Farma Tbk., 2011). Jumlah outlet Apotek Kimia Farma saat ini berjumlah 390, dimana melalui pengelolaan apotek ini memberikan pendapatan terbesar. Klinik Kimia Farma menyediakan layananan berupa klinik dasar, klinik spesialis, dan klinik gigi. Saat ini klinik kesehatan Kimia Farma berjumlah 9 buah (PT. Kimia Farma Tbk., 2011). Pada tahun 2010 dibentuk anak perusahaan PT. KFA, yaitu PT. Kimia Farma Diagnostika (PT. KFD). Tujuannya adalah agar bisnis jasa layanan kesehatan dapat lebih fokus sehingga makin berkembang mendukung layanan one stop health care service. PT. KFD menyediakan layanan laboratorium klinik. Untuk meningkatkan penjualan, PT. KFD melakukan kerja sama dengan beberapa perusahaan BUMN dan swasta untuk medical check up karyawan. Saat ini
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
10 terdapat 38 laboratorium klinik yang dikelola oleh PT. KFD (PT. Kimia Farma Tbk., 2011). 2.6.4 PT. Sinkona Indonesia Lestari PT. Sinkona Indonesia Lestari mempunyai jalur usaha Manufaktur dan Pemasaran. PT. Sinkona Indonesia Lestari (SIL) berdiri di kawasan hijau perkebunan teh milik PTPN VIII di Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Perusahaan yang bergerak di bidang industri garam kina dan derivatnya ini diresmikan oleh Menteri Pertanian RI dan Menteri Kesehatan RI pada 31 Agustus 1991. Saham PT. SIL saat ini dimiliki oleh tiga pemegang saham yaitu PT. Kimia Farma (Persero) Tbk, PTP Nusantara VIII dan Yayasan Kartika Eka Paksi dimana PT. Kimia Farma (Persero) Tbk merupakan pemegang saham mayoritas dengan 56% saham. Pemasaran produk hampir 100% ke luar negeri, sehingga untuk tetap dapat bersaing di pasar global, sejak tahun 1996 SIL telah menerapkan SMM ISO 9002 : 1994 dan tahun 1999 menerapkan SML ISO 14001 : 1996 dengan sertifikasi PT SGS Indonesia. Selanjutnya sertifikasi sistem-sistem manajemen tersebut diperbaharui hingga saat ini menjadi SMM ISO 9001 : 2008 dan ISO 14001 : 2004. Selain SMM dan SML, SIL mendapatkan pula sertifikat CPOB dari Badan POM, Halal dari MUI dan Kosher dari London Beth Din.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS UNIT RISET DAN PENGEMBANGAN PT. KIMIA FARMA Tbk.
3.1 Latar Belakang Berdirinya Unit Riset dan Pengembangan Kegiatan penelitian dan pengembangan pada mulanya dilakukan oleh setiap unit produksi PT. Kimia Farma Tbk. Seiring berjalannya waktu, dilakukan pemusatan kegiatan penelitian dan pengembangan tersebut. Hal ini dikaitkan dengan adanya perubahan pola konsumsi di tengah masyarakat dan persaingan pasar sehingga diperlukan penelitian dan pengembangan secara terpadu dan terfokus dari seluruh unit produksi untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan masyarakat terhadap obat. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka PT. Kimia Farma Tbk. membangun Divisi Riset dan Teknologi di bawah Direktorat Produksi pada tanggal 19 Juni 1991 yang berlokasi di Jalan Cihampelas Nomor 5 Bandung (PT. Kimia Farma Tbk., 1999). Pada tahun 2003 bersamaan dengan perubahan struktur organisasinya, divisi ini berubah menjadi Unit Riset dan Pengembangan (Unit Risbang) (Direksi PT. Kimia Farma Tbk., 2009).
3.2 Visi dan Misi 3.2.1 Visi (PT. Kimia Farma Tbk., 2013) Menjadi unit yang menghasilkan produk unggulan yang bermutu, inovatif dan kompetitif di pasar 3.2.2 Misi (PT. Kimia Farma Tbk., 2013) a.
Mengembangkan produk baru farmasi, bahan baku kimia dan bahan baku obat alami unggulan yang bermutu, berkhasiat dan kompetitif di pasaran.
b.
Mengembangkan produk baru melalui kerja sama dengan lembaga penelitian alam dan luar negeri.
c.
Mengembangkan penelitian produk eksis di pabrik untuk meningkatkan mutu dan efisiensi.
11
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Universitas Indonesia
12 d.
Mengembangkan sumber daya manusia yang mempunyai akhlak tinggi, berkompetensi tinggi dalam kaidah-kaidah pengembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang berorientasi pasar.
3.3 Fungsi (PT. Kimia Farma Tbk., 2013) a.
Sebagai pusat penelitian produk baru dari bahan sintesis dan bahan alam melingkupi penyediaan bahan baku, formulasi, dan analisis.
b.
Sebagai pusat penelitian renovasi produk eksis, bantuan teknis teknologi bagi unit lain, dan pengembangan berkelanjutan yang efisien dalam proses.
c.
Sebagai pusat pembuatan dokumen registrasi.
d.
Sebagai pusat informasi produk dan perkembangan ilmu pengetahuan serta peraturan yang berhubungan dengan kefarmasian.
e.
Sebagai koordinator kerja sama penelitian dengan institusi di luar PT. Kimia Farma Tbk.
3.4 Struktur Organisasi Menurut SK. Dir. No 38/ DIR/ IX/ 2012 tanggal 18 September 2012, struktur organisasi Unit Risbang dipimpin oleh seorang manajer terdiri dari dua bagian yaitu Bagian Pengembangan Produk dan Bagian Pemastian Mutu. Kedua bagian ini dipimpin oleh asisten manajer. Bagian pengembangan produk membawahi sub bagian pengembangan produk farma, sub bagian pengembangan produk non farma, sub bagian pengembangan produk bioteknologi, dan sub bagian pengembangan tanaman obat. Sedangkan bagian pemastian mutu membawahi sub bagian pemastian mutu dan sub bagian sistem mutu. Sub bagian Sumber Daya Manusia dan Umum serta Sub bagian Akuntansi dan keuangan berada langsung dibawah manajer. Setiap sub bagian dipimpin oleh supervisor. Sementara itu terdapat jabatan fungsional yang dalam hal ini adalah peneliti. Jabatan fungsional ini mempunyai kedudukan setara dengan asisten manajer. Struktur Organisasi Divisi Pengembangan Bisnis Strategi PT. Kimia Farma Tbk. dapat dilihat pada Lampiran 1.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
13 3.4.1 Bagian Pengembangan Produk Bagian Pengembangan Produk memiliki tugas dan fungsi, antara lain menciptakan produk baru dengan mengembangkan formula dari zat aktif bahan sintesis atau bahan alam, mengerjakan reformulasi produk yang sudah ada atau sudah eksis, dan melakukan bantuan teknis baik untuk internal maupun eksternal PT. Kimia Farma Tbk. Pengembangan produk baru dilaksanakan berdasarkan ide yang diusulkan oleh Unit Risbang, Unit Marketing, Unit Produksi, Direksi PT. Kimia Farma Tbk., maupun program Pemerintah yang kemudian diajukan dalam rapat koordinasi yang dinamakan rapat produk baru. Sedangkan untuk penelitian tiap tahun dituangkan dalam RKAP, dan reformulasi produk eksis berasal dari pemintaan pabrik. Bagian Pengembangan Produk mempunyai empat sub bagian yaitu Sub Bagian Pengembangan Produk Farma, Sub Bagian Pengembangan produk Non Farma, Sub Pengembangan Produk Bioteknologi, dan Sub Bagian Pengembangan Tanaman Obat. 3.4.1.1 Sub Bagian Pengembangan Produk Farma Proses pengembangan produk diawali dengan preformulasi. Formulator melakukan studi literatur mengenai zat aktif dan zat tambahan yang akan digunakan, juga tentang bentuk sediaan yang akan dibuat serta fasilitas pabrik yang akan memproduksinya. Sebelum membuat rancangan formula, dilakukan uji interaksi antar zat yang digunakan. Uji interaksi dilakukan dengan mencampur bahan aktif dan bahan tambahan dengan perbandingan 1:5 kemudian campuran ini disimpan pada suhu ruang dan 40oC selama beberapa waktu (hingga 3 bulan). Campuran ini diperiksa ada tidaknya interaksi yang muncul. Uji interaksi dilakukan untuk semua bahan tambahan. Pemeriksaan terhadap hasil uji interaksi terbatas pada pengamatan fisik saja. Formula alternatif dirancang berdasarkan hasil preformulasi dan hasil uji interaksi. Formula-formula tersebut dibuat dalam skala laboratorium. Sediaan yang baik dan memenuhi spesifikasi secara fisik diserahkan ke Subunit Pengembangan Metode Analisis dan Validasi untuk dievaluasi. Jika hasil analisis Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
14 menunjukkan sediaan tersebut dapat memenuhi spesifikasi yang dipersyaratkan, selanjutnya dilakukan validasi proses pembuatan skala laboratorium. Setelah dipilih formula yang terbaik, tahap berikutnya yang dilakukan adalah uji stabilitas. Uji yang dilakukan adalah uji stabilitas dipercepat, dilakukan pada suhu 40±2oC dengan RH 75±5%. Uji dilaksanakan selama enam bulan. Sediaan yang stabil selama minimal 1 tahun kemudian dibuat dalam skala pilot dan divalidasi proses pembuatannya. Selanjutnya, dilakukan uji stabilitas jangka panjang, dilakukan pada suhu 30±2oC dengan RH 75±5%. Uji dilakukan selama 5 tahun. Beberapa jenis obat disyaratkan oleh Badan POM untuk diuji ekuivalensi atau bioavailabilitas dan uji bioekuivalensi (Uji BA/BE). Jika sediaan yang dibuat termasuk dalam obat yang harus diuji ekuivalensi, maka sediaan tersebut dapat diuji ekuivalensi bersamaan dengan pendaftaran pra registrasi, dengan syarat uji ekivalensi harus selesai pada pendaftaran registrasi tersebut. Ada beberapa dokumen dan laporan yang harus dibuat oleh Subunit Formulasi, antara lain Catatan Pengolahan/ Pengemasan Bets (CPB), protokol validasi, laporan validasi, dan dokumen pengembangan formula. Dokumen dan laporan tersebut digunakan untuk melengkapi dokumen registrasi. Jika sediaan telah mendapatkan nomor izin edar, maka tahap selanjutnya adalah pembuatan skala produksi yang dilakukan di Unit Produksi. Tiga bets pertama dari skala produksi sediaan tersebut dalam pembuatannya masih didampingi dan merupakan tanggung jawab Unit Pengembangan Produk Farma. 3.4.1.2 Sub Bagian Pengembangan Produk Non Farma Sub bagian Pengembangan Produk Non Farma melakukan kegiatannya di Laboratorium Ekstraksi bahan Alam (EBA). Sub bagian ini terdiri dari dua unit yaitu budidaya dan penyediaan bahan alam serta laboratorium atau pilot ekstraksi bahan alam. Sasaran Sub bagian Pengembangan Produk Non Farma adalah: a.
Perbaikan proses produksi yang eksis di pabrik, yaitu memperoleh teknologi proses yang efisien.
b.
Pengembangan produk dari produk yang eksis di pabrik, yaitu memperoleh produk kimia dan bahan alam yang bermutu dan efisien yang berasal dari produk yang sudah ada; Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
15 c.
Perolehan produk dan proses baru, yaitu memperoleh produk baru kimia dan bahan alam bermutu dan efisien sebagai bahan baku farmasi, produk penunjang pertanian, dan produk pengolahan limbah
d.
Pelayanan kebutuhan ekstrak, yaitu melayani kebutuhan bahan alam dan proses bahan alam baik untuk internal maupun eksternal Kimia Farma. Terdapat tiga fasilitas yang menunjang budidaya tanaman di Unit Risbang
PT. Kimia Farma Tbk., yaitu Kebun Tanaman Obat Bintang di Cianjur seluas 500 Ha, Kebun Percobaan Banjaran di Bandung seluas 5 Ha, dan laboratorium kultur jaringan. Bagian budidaya tanaman memiliki dua target dalam pelaksanaannya yaitu menghasilkan kuantitas tanaman yang maksimal dan kualitas tanaman yang memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan (kadar zat identitas maksimal). Sebelum melakukan budidaya tanaman, dilakukan studi literatur meliputi pencarian informasi nomenklatur tanaman, bagian tanaman yang digunakan, khasiat, dan kandungan kimia. Lalu pada pembudidayaan tanaman, diaplikasikan teknologi budidaya mulai saat pembibitan, penanaman (meliputi kondisi tanah, perlakukan jarak tanam, pemupukan, dan kondisi lain), pemeliharaan (meliputi pemupukan dan penyiraman), panen (meliputi cara panen dan umur panen), serta pascapanen (meliputi penyimpanan tanaman segar, pengeringan menjadi simplisia, dan pengemasannya). Bagian laboratorium atau pilot ekstraksi bahan alam bertanggung jawab dalam pembuatan bahan baku dari bahan alam berupa ekstrak atau isolat untuk kepentingan penelitian atau produksi. Dalam pelaksanaannya terdapat tiga target yaitu kualitas memenuhi standar mutu, kuantitas maksimal (rendemen maksimal), layak secara teknik (dapat diaplikasikan skala industri), ekonomis (biaya relatif rendah), dan ramah lingkungan (relatif tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan). Sebagian besar ekstraksi dilakukan dengan metode refluks. Ekstrak yang dihasilkan disampling untuk dihitung kadarnya, kemudian disaring dan ditampung sebelum dipekatkan. Pemekatan ekstrak dilakukan dengan menggunakan metode pemanasan dan destilasi etanol. Setelah didapatkan ekstrak pekat, dilakukan sampling kembali sebelum diserahkan ke bagian produksi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
16 3.4.2 Bagian Pemastian Mutu Bagian Pemastian Mutu mempunyai fungsi dan tugas untuk mencari atau meneliti metode analisis yang valid untuk produk-produk yang dikembangkan oleh Unit Risbang PT. Kimia Farma Tbk yang terdiri dari produk bahan kimia dan produk bahan alam, serta dan melakukan analisis produk-produk tersebut. Penelitian metode analisis dilakukan dengan studi literatur dan percobaan. Dicari metode analisis dari farmakope. Jika tidak ada, digunakan metode analisis yang berasal dari jurnal atau supplier. Metode analisis juga bisa diperkirakan dari metode analisis bahan yang memilki kesamaan atau analog. Penelitian metode analisis bahan alam lebih sulit karena beragamnya kandungan kimia dalam bahan alam. Metode analisis yang terpilih kemudian divalidasi. Selanjutnya, dibuat prosedur tetap pengujian, prosedur tetap validasi, protokol validasi, serta dokumen stabilitas dan datanya, termasuk untuk bahan pembantu. Analisis yang dilakukan oleh bagian pemastian mutu antara lain: a.
Uji identifikasi bahan baku;
b.
Uji stabilitas sediaan meliputi penetapan kadar dan pengamatan fisik;
c.
Uji disolusi dan uji disolusi terbanding.
d.
Uji identifikasi profil kromatografi lapis tipis;
e.
Uji stabilitas sediaan meliputi penetapan kadar dan pengamatan fisik;
f.
Uji mikrobiologi meliputi uji potensi sediaan antibiotik, uji sterilitas sediaan steril, dan uji Angka Lempeng Total (ALT). Instrumen yang menunjang proses analisis di Subunit Analisis antara lain
kromatografi
cair
kinerja
tinggi
(KCKT),
spektrofotometer
UV-Vis,
spektrofotometer infra merah, spektrofotometer serapan atom, kromatografi lapis tipis densitometer, potensiometer, alat uji disolusi, dan lain-lain. Alat-alat tersebut dikaliberasi secara berkala, yaitu antara enam bulan sampai setahun sekali oleh orang yang memiliki sertifikat kompetensi dalam bidang kalibrasi. 3.4.3 Sub Bagian Umum dan Sumber Daya Manusia Bagian ini dipimpin oleh seorang supervisor yang membawahi beberapa bagian, yaitu Umum, Bagian Sumber Daya Manusia (SDM), Bagian Pemeliharaan dan Keamanan, Bagian Pengadaan, Bagian Gudang. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
17 3.4.3.1 Pemeliharaan dan Keamanan Bagian
Pemeliharaan
dan
Bagian
Keamanan
bertugas
melakukan
pemeliharaaan dan menjaga keamanan gedung, laboratorium, rumah dinas, kendaraan dinas, kebun tanaman obat, kebun percobaan, dan instalasi listrik di PT. Kimia Farma Tbk. Unit Risbang. 3.4.3.2 Pengadaan Bagian Pengadaan Unit Risbang PT. Kimia Farma Tbk. bertanggung jawab terhadap pengadaan barang dan jasa. Pengadaan barang yang dilakukan, antara lain bahan baku dan zat kimia, alat laboratorium, kemasan, barang teknik, dan barang lain-lain. Beberapa contoh bahan baku dan zat kimia yang diadakan adalah zat aktif obat, zat tambahan obat, zat kimia pro analisis, dan pelarut. Contoh pengadaan jasa yang dilakukan, antara lain jasa perbaikan alat laboratorium dan jasa perbaikan gedung. Permintaan pengadaan barang diajukan oleh masing-masing subunit dan bagian dengan menggunakan Surat Permintaan Pemesanan Barang/Jasa (SPPBJ) ke Bagian Pengadaan. SPPBJ tersebut diisi oleh subunit atau bagian yang meminta dengan persetujuan penanggung jawab (asisten manajer atau supervisor) subunit atau bagian tersebut. Formulir juga harus mendapat persetujuan bagian keuangan dan akuntansi, serta dari Manajer Unit Risbang. Setelah SPPBJ mendapatkan persetujuan dari Manajer Unit Risbang untuk diadakan, selanjutnya Bagian Pengadaan mencari penawaran dari supplier. Hal yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan supplier adalah kualitas barang, harga, ketepatan waktu pengiriman barang, dan jangka waktu pembayaran. Pengadaan barang atau jasa selain dari supplier juga bisa dari unit lain di PT. Kimia Farma Tbk. Contoh pengadaan dari unit lain adalah pengadaan bahan baku obat dari Unit Produksi. Permohonan pengadaan bahan baku ke PT. Kimia Farma unit produksi ini dilakukan langsung oleh pimpinan unit Risbang ke Manajer bagian Produksi. Bahan yang dimaksud dihitung sebagai barang pembebanan dan pembayarannya langsung diurus antar bagian akuntansi kedua perusahaan melalui NPI (Nota Pembebanan Intern). Setelah supplier didapatkan, Bagian Pengadaan membuat Surat Pemesanan Barang atau Jasa (SPB) ke supplier. Untuk pembelian bahan baku impor, Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
18 pemesanan dilakukan melalui kantor pusat di Jakarta, namun pembebanan biaya tetap dikenakan kepada Unit Risbang. 3.4.3.3 Gudang Bagian Gudang Unit Risbang PT. Kimia Farma Tbk. bertanggung jawab terhadap penerimaan, penyimpanan, dan pendistribusian barang yang datang ke Unit Risbang. Selain itu, Bagian Gudang juga bertanggung jawab dalam pengiriman barang dari unit Risbang ke unit lain di Kimia Farma. Barang yang sampai di gudang Unit Risbang diperiksa kesesuaiannya dengan SPPBJ, jika sudah sesuai dibuatkan Berita Acara Penerimaan Barang (BAPB). BAPB tersebut kemudian diserahkan ke Bagian Keuangan dan Akuntansi untuk dicatat dan dibayarkan tagihannya ke supplier. Untuk bahan baku dan zat kimia, BAPB harus disertai Laporan Analisis (LA) yang menyatakan bahwa barang yang datang tersebut benar dan memenuhi spesifikasi yang dipesan. Barang yang datang juga diberi kode, antara lain menunjukkan subunit atau bagian yang meminta barang, bulan dan tahun permintaan barang, serta nomor urut permintaan barang. Gudang Unit Risbang merupakan gudang transit. Hampir tidak ada barang yang disimpan di gudang. Barang yang datang langsung didistribusikan ke masing-masing subunit atau bagian yang meminta. Barang yang disimpan di gudang hanya alkohol 95% dan aquadest. Gudang tempat penyimpanan alkohol dibuat terpisah dari bangunan gedung Unit Risbang. Pengiriman barang dari gudang Unit Risbang ke unit lain disertai dengan Surat Pengantar. Barang tersebut baru dapat dikirim jika Surat Pengantar tersebut telah ditandatangi oleh Bagian Gudang, Bagian Umum dan Administrasi Personalia, serta Manajer Unit Risbang. Contoh pengiriman barang yang dilakukan adalah pengiriman ekstrak kental tanaman ke Unit Produksi. Barang yang masuk ke gudang dibedakan menjadi dua yaitu Barang Dagangan (BD) dan Barang Non Dagangan (BND). Barang Dagangan yaitu semua barang yang berperan dalam produksi suatu barang lain yang mempunyai nilai jual. Contoh Barang Dagangan adalah bahan baku dan bahan kimia, bahan kemasan, serta alat-alat lab. Sedangkan Barang Non Dagangan adalah barang lain
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
19 yang hasilnya tidak mempunyai nilai jual seperti kebutuhan rumah tangga, Alat Tulis Kantor (ATK), dan lain-lain. 3.4.4 Sub Bagian Akuntansi dan Keuangan Bagian Keuangan dan Akuntansi terdiri dari Bagian Akuntansi dan Bagian Keuangan. Bagian Akuntansi bertanggung jawab untuk melakukan verifikasi keuangan dan memeriksa kelengkapan dokumen. Bagian Akuntansi membukukan semua biaya kegiatan di Unit Risbang, serta membuat laporan yang ditujukan kepada kantor pusat setiap bulannya dalam bentuk laporan neraca laba rugi dan cash flow. Bagian Keuangan bertanggung jawab terhadap pembayaran penagihan atas pengeluaran dana Unit Risbang, termasuk biaya pajak. Unit Risbang hanya melakukan pengeluaran dana dan tidak ada dana pemasukan. Oleh karena itu, Unit Risbang disebut sebagai Cost Center. Permintaan dana dari Unit Risbang ke PT. Kimia Farma Tbk. dinyatakan dalam bentuk Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) yang dibuat setiap tahun. RKAP tersebut merupakan gabungan dari rencana kerja dari semua subunit dan bagian di Unit Risbang. RKAP dibuat berdasarkan rapat koordinasi dengan seluruh subunit dan bagian, kemudian dievaluasi oleh Bagian Keuangan. Setelah diketahui dan disetujui oleh Manajer Risbang, RKAP ini diserahkan ke kantor pusat untuk mendapatkan persetujuan direksi. Laporan realisasi anggaran harus dibuat dan diserahkan kepada pihak manajemen kantor pusat. Laporan tersebut dibuat per bulan, per triwulan, per semester, dan per tahun. Laporan keuangan juga dibuat setiap akhir periode akuntansi (tutup buku). Setiap tiga bulan dilakukan konsolidasi neraca untuk pelaporan penggunaan dana kepada direksi dan komisaris. Auditor PT. Kimia Farma Tbk. dapat berasal dari pemegang saham yang menggunakan jasa akuntan publik, pemerintah melalui Badan Pemeriksa Keuangan, dan pihak internal perusahaan yang tergabung dalam Satuan Pengawas Intern dari kantor pusat di Jakarta. 3.5 Fasilitas Fasilitas yang terdapat di Unit Risbang PT. Kimia Farma Tbk. antara lain laboratorium, kantor, perpustakaan, kebun percobaan, kebun tanaman obat, dan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
20 gudang. Laboratorium yang terdapat di Unit Riset dan Pengembangan antara lain laboratorium pengembangan formula, laboratorium analisis, laboratorium biologi, laboratorium mikrobiologi, laboratorium bioteknologi, dan laboratorium kultur jaringan, laboratorium produksi skala pilot, laboratorium ekstraksi bahan alam.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 PT. Kimia Farma Tbk. PT. Kimia Farma Tbk. merupakan salah satu perusahaan BUMN yang bergerak di bidang farmasi yang berperan penting dalam menghasilkan obat baru dan produksi obat-obat generik di Indonesia. Selain bidang industri farmasi, perusahaan juga melakukan pengembangan usaha dalam bidang ritel farmasi atau apotek, klinik, dan laboratorium klinik, serta dalam bidang perdagangan dan distribusi. Pengelolaan bidang-bidang usaha tersebut dibagi antara PT. Kimia Farma Tbk. (holding) dan dua anak perusahaannya, yaitu PT. Kimia Farma Apotek dan PT. Kimia Farma Trading and Distribution. PT. Kimia Farma Tbk. (holding) mengelola bidang usaha industri yang didukung oleh riset dan pengembangan, serta pemasaran. Produk-produk yang dihasilkan Kimia Farma tidak terbatas pada obat saja, namun ada juga obat tradisional, kosmetik, minyak, dan senyawa kimia. Fasilitas produksi PT. Kimia Farma Tbk. tersebar di lima kota di Indonesia, antara lain di Pulogadung DKI Jakarta, di Bandung Jawa Barat, di Semarang Jawa Tengah, di Watudakon Jombang Jawa Timur, dan di Tanjung Morawa Medan Sumatera Utara. Masingmasing unit produksi memiliki kekhususan jenis produk yang dihasilkan (PT. Kimia Farma Tbk., 2011). PT. Kimia Farma Trading and Distribution (PT. KFTD) mengelola bidang usaha perdagangan dan distribusi dengan tugas utamanya yaitu mendistribusikan produk-produk Kimia Farma ke berbagai jaringan yang tersebar di seluruh nusantara. Saat ini terdapat 41 cabang PT. KFTD yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia (PT. Kimia Farma Tbk., 2011). PT. Kimia Farma Apotek (PT. KFA) mengelola usaha ritel farmasi atau apotek, klinik, dan laboratorium klinik. Pada tahun 2010 layanan laboratorium klinik diserahkan pengelolaannya kepada anak perusahaan PT. KFA, yaitu PT. Kimia Farma Diagnostika (PT. KFD). Saat ini terdapat 390 apotek, 9 klinik, dan 38 laboratorium klinik yang tersebar di seluruh nusantara (PT. Kimia Farma Tbk., 2011). 21
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Universitas Indonesia
22 Seiring dengan pertumbuhan industri farmasi yang semakin pesat maka diperlukan inovasi baru dalam perkembangan obat di Indonesia. Oleh karena itu, PT. Kimia Farma, Tbk. membentuk Unit Riset dan Pengembangan yang bertugas melakukan penelitian dan pengembangan produk Kimia Farma. 4.2 Unit Riset dan Pengembangan PT. Kimia Farma Tbk. Secara struktural, terdapat dua bagian dan delapan sub bagian di Unit Riset dan Pengembangan. Selain itu, juga terdapat jabatan fungsional yaitu kelompok peneliti. Dua bagian di Unit Risbang PT. Kimia Farma Tbk. adalah Bagian Pengembangan Produk dan Bagian Pemastian Mutu. Masing-masing bagian dipimpin oleh asisten manajer yang bertanggung jawab kepada Manajer Risbang (Direksi PT. Kimia Farma Tbk., 2012). Bagian pengembangan produk membawahi Sub bagian Pengembangan Produk Farma, Sub Bagian Pengembangan Produk Non Farma, Sub Bagian Pengembangan Produk Bioteknologi, dan Sub Bagian Pengembangan Tanaman Obat sedangkan Bagian Pemastian Mutu membawahi dua Sub Bagian, yaitu Sub Bagian Pengawasan Mutu dan Sub Bagian Sistem Mutu. Dua sub bagian lainnya adalah Sub Bagian Sumber Daya Manusia dan Umum serta Sub Bagian Akuntansi dan Keuangan. Bagian Pengadaan Unit Risbang PT. Kimia Farma Tbk. bertanggung jawab terhadap pengadaan barang yang diperlukan untuk menunjang kegiatan riset dan pengembangan. Permintaan pengadaan barang diajukan oleh masing-masing subunit dan bagian dengan menggunakan Surat Permintaan Pemesanan Barang/ Jasa (SPPBJ) ke Bagian Pengadaan. SPPBJ tersebut diisi oleh subunit atau bagian yang meminta dengan persetujuan penanggung jawab (asisten manajer atau supervisor) subunit atau bagian tersebut. Formulir juga harus mendapat persetujuan bagian keuangan dan akuntansi, serta dari Manajer Unit Risbang. Setelah SPPBJ mendapatkan persetujuan dari Manajer Unit Risbang untuk diadakan, selanjutnya Bagian Pengadaan mencari penawaran dari supplier. Hal yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan supplier adalah kualitas barang, harga, ketepatan waktu pengiriman barang, dan jangka waktu pembayaran. Pengadaan barang atau jasa selain dari supplier juga bisa dari unit Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
23 lain di PT. Kimia Farma Tbk. Contoh pengadaan dari unit lain adalah pengadaan bahan baku obat dari Unit Produksi. Permohonan pengadaan bahan baku ke PT. Kimia Farma unit produksi ini dilakukan langsung oleh pimpinan unit Risbang ke Manajer bagian Produksi. Bahan yang dimaksud dihitung sebagai barang pembebanan dan pembayarannya langsung diurus antar bagian akuntansi kedua perusahaan melalui NPI (Nota Pembebanan Intern). Setelah supplier didapatkan, Bagian Pengadaan membuat Surat Pemesanan Barang atau Jasa (SPB) ke supplier. Untuk pembelian bahan baku impor, pemesanan dilakukan melalui kantor pusat di Jakarta, namun pembebanan biaya tetap dikenakan kepada Unit Risbang. 4.2.1 Sub Bagian Pengembangan Produk Farma Sumber ide untuk pengembangan produk baru maupun reformulasi produk eksis dapat berasal dari Unit Risbang, Unit Marketing, Unit Produksi, Direksi PT. Kimia Farma Tbk., ataupun berasal dari program pemerintah. Seluruh ide tersebut akan dibahas pada rapat koordinasi yang dilakukan setiap 1 bulan atau 2 bulan sekali. Hasil rapat tersebut akan dituangkan dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) yang berisi keputusan produk baru yang akan diproduksi, waktu produk tersebut mulai diproduksi dan mulai diedarkan ke pasaran. Pemilihan produk baru yang akan diproduksi dilakukan berdasarkan pertimbangan tren pasar, minat konsumen dan anggaran dana yang ada. Setelah itu, manajer Risbang akan melakukan disposisi ke sub bagian Risbang terkait mengenai produk baru yang akan diproduksi kemudian masing-masing sub bagian akan melakukan kegiatan untuk merealisasikan produk baru tersebut sesuai dengan bidang kerjanya masing-masing. Proses pengembangan produk diawali dengan proses praformulasi. Formulator melakukan studi literatur untuk mengetahui sifat fisikokimia bahan aktif dan bahan tambahan seperti pemerian, kelarutan, stabilitas, kompatibilitas, pH dan sifat lain yang diperlukan informasinya sehubungan dengan formulasi. Selanjutnya mencari informasi mengenai produk kompetitor, teknologi yang dimiliki serta ketersediaan bahan baku dan kesiapan alat produksi. Sebelum rancangan formula dibuat, dilakukan uji interaksi untuk melihat ada tidaknya interaksi yang terjadi antara zat aktif dan zat tambahan. Uji interaksi Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
24 ini dilakukan dengan mencampur bahan aktif dan bahan tambahan (tunggal) dengan perbandingan 1 : 5. Campuran ini disimpan pada suhu 60ºC kemudian diamati tampilan fisiknya apakah terjadi interaksi atau tidak. Uji interaksi dilakukan untuk semua bahan tambahan. Selanjutnya, dirancang formula alternatif berdasarkan hasil preformulasi dan hasil uji interaksi untuk dibuat dalam skala laboratorium terlebih dahulu. Hasil sediaan yang baik dan memenuhi spesifikasi secara fisik akan diserahkan ke sub bagian Pemastian Mutu untuk dievaluasi. Apabila hasil dari bagian Pemastian Mutu menunjukkan sediaan tersebut dapat memenuhi spesifikasi yang dipersyaratkan, selanjutnya dilakukan validasi proses skala laboratorium. Pembuatan formula skala laboratorium ini harus diulang dua sampai tiga kali untuk memastikan bahwa hasil yang diperoleh bukan karena faktor kebetulan. Tahapan selanjutnya adalah uji stabilitas dipercepat untuk skala laboratorium. Uji ini dilakukan untuk mendapatkan profil stabilitas suatu sediaan secara cepat. Formula sediaan yang memenuhi syarat stabilitas kemudian dibuat dalam skala pilot yang jumlahnya 1/10 dari bets atau 100.000 tablet dan pembuatan formula skala pilot ini juga harus diulang dua sampai tiga kali untuk memastikan bahwa hasil yang diperoleh bukan karena faktor kebetulan. Kemudian, hasil dari skala pilot dikirim ke sub bagian Pemastian Mutu kemudian dievaluasi. Sebagai tambahan, pada skala pilot dilakukan stabilitas jangka panjang (on going) . Hasil dari uji stabilitas ini digunakan untuk menentukan perkiraan masa kadaluwarsa suatu produk. Dari skala pilot sudah dapat dibuat dokumen batch record, protokol validasi proses dan metode analisis, data stabilitas, dan data pengembangan produk. Dokumen-dokumen tersebut untuk kelengkapan registrasi obat di Badan POM. Untuk produk obat yang mengandung zat aktif berupa zat kimia baru dibutuhkan penilaian efikasi, keamanan,dan mutu secara lengkap. Sedangkan untuk produk obat yang merupakan obat copy dibutuhkan standar mutu antara lain berupa uji biokeivalensi (BE) dengan produk obat innovator sebagai produk pembanding/komparator. Uji ekuivalensi adalah uji in vivo dan/ atau in vitro untuk menentukan ekuivalensi antara obat uji (obat copy) dengan obat
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
25 komparator. Uji BE untuk membuktikan kesetaraan terapetik antara obat copy terhadap obat inovatornya agar dapat dikatakan interchangeable. Sub bagian pengembangan produk farma bekerja sama dengan institusi atau laboratorium independen yang telah terakreditasi untuk melakukan uji BE sesuai dengan protokol yang telah disetujui komisi etik. Sebelum melakukan uji BE perlu diketahui profil disolusi obat copy dibandingkan dengan obat inovator dengan uji disolusi terbanding. Pada proses uji BE, PT. Kimia Farma, Tbk. bertindak sebagai sponsor yang berperan menyediakan dana, produk uji, data pendukung awal dan mengawasi jalannya uji BE. Beberapa hal yang perlu diawasi diantaranya adalah fasilitas, pemenuhan prosedur Good Laboratory Practice (GLP), kesesuaian alur proses BE dengan protokol serta pemenuhan hak volunter oleh institusi pelaksana BE. Ada sebelas kategori dalam daftar obat copy yang mengandung zat aktif yang wajib uji biokuivalensi. Daftar lengkap obat-obat tersebut dapat dilihat pada Peraturan Kepala Badan POM RI Tahun 2011 tentang Obat Wajib Uji Ekuivalensi. Jika sediaan telah mendapatkan nomor izin edar, maka tahap selanjutnya adalah pembuatan skala produksi. Tiga bets pertama dari skala produksi sediaan tersebut dalam pembuatannya masih didampingi dan merupakan tanggung jawab sub bagian pengembangan produk farma. Pada tiga bets pertama tersebut juga dilakukan uji stabilitas on going untuk mengetahui stabilitas dan masa kadaluwarsa sebenarnya dari sediaan. 4.2.2 Sub Bagian Pengembangan Produk Non Farma dan Produk Bioteknologi Saat ini, banyak bukti penelitian tentang bahan alam yang memberikan khasiat yang bermanfaat bagi manusia. Hal ini yang memperkuat perkembangan budidaya tanaman berhasiat sebagai lahan potensial di bidang farmasi. Bahan alam yang digunakan sebagai bahan baku antara lain tanaman segar, simplisia, ekstrak atau isolat yang diperoleh melalui proses tertentu dan terstandardisasi. Oleh karena itu, PT. Kimia Farma Unit Risbang mempunyai Sub Bagian Pengembangan Produk Non Farma yang bekerja di Laboratorium Ekstraksi Bahan Alam (EBA). Sub Bagian Pengembangan Produk Non Farma Dalam memiliki tiga sasaran, yaitu perbaikan proses produksi yang eksis di pabrik (memperoleh Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
26 teknologi proses yang efisien); pengembangan produk dari produk yang eksis di pabrik (memperoleh produk kimia dan bahan alam yang bermutu dan efisien yang berasal dari produk yang sudah ada); produk dan proses baru (memperoleh produk baru kimia /isolat dan bahan alam yang bermutu dan efisien untuk obat tradisional, pangan, pertanian dan alternatif bahan bakar minyak) dan pelayanan (melayani kebutuhan bahan alam dan proses pengolahan bahan alam). Terdapat tiga fasilitas yang menunjang budidaya tanaman di Unit Risbang PT. Kimia Farma Tbk. yaitu Kebun Percobaan Banjaran di Bandung, Kebun Tanaman Obat Bintang di Cianjur dan laboratorium kultur jaringan. Budidaya tanaman memiliki dua target dalam pelaksanaannya yaitu menghasilkan kuantitas tanaman yang maksimal dan kualitas tanaman yang memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan (kadar zat identitas maksimal). Program untuk tanaman kina di Kebun Tanaman Obat Bintang (KTO Bintang) yang dilaksanakan bersama dengan Sub Bagian Pengembangan Produk Bioteknologi yaitu : a.
Kultur jaringan kina Tujuan dilakukan kultur jaringan kina adalah untuk mempertahankan
kualitas bibit, untuk mempercepat proses perbanyakan bibit, serta untuk mengurangi biaya pembibitan, tingkat kematian bibit, dan tingkat keragaman kualitas bibit. b.
Optimalisasi pembibitan tanaman kina dan peremajaan tanaman kina dengan sistem sambung tempel Optimalisasi dan peremajaan ini bertujuan supaya didapatkan bibit kina
yang optimal dalam sisi kualitas, waktu, dan jumlah. Cara sambung silang yang diterapkan adalah dengan menyambungsilangkan (stek) dua varietas kina, yaitu ledgeriana dan succirubra. Kina ledgeriana memiliki kadar kinin yang tinggi, namun kurang tahan terhadap penyakit. Sedangkan, kina succirubra lebih tahan terhadap penyakit, namun kadar kininnya rendah. Dengan melakukan stek terhadap dua varietas tersebut, diharapkan didapat kina yang tahan penyakit dengan kadar kinin tinggi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
27 c.
Sistem panen baru tanaman kina Selama ini sistem panen kina adalah dengan menebang pohon kina. Sistem
panen baru yang diterapkan adalah dengan menguliti batang kina secara selangseling atau berjarak. Diharapkan dengan sistem panen ini untuk mendapatkan kulit batang kina yang siap panen, tidak perlu menunggu waktu delapan tahun seperti sebelumnya. Sistem panen ini masih beberapa bulan diterapkan dan masih dalam tahap penelitian mengenai kadar kinin dalam kinanya. Dalam memulai pembudidayaan tanaman, ada dua cara atau jalur yang dilakukan. Pertama atas usul dari Direksi atau Unit Marketing untuk membuat sediaan yang menggunakan ekstrak tanaman tertentu. Kemudian, ditindaklanjuti dengan penelitian dan pembudidayaan tanaman tersebut. Kedua adalah atas ide Subunit EBA tentang tanaman berkhasiat tertentu. Tanaman tersebut dijadikan tanaman koleksi dan diteliti. Jika khasiatnya terbukti, maka tanaman tersebut dapat diusulkan untuk dimanfaatkan dengan dibuat sediaannya. Tahap awal dalam pengembangan produk bahan alam adalah melakukan studi literatur berkaitan dengan budidaya tanaman untuk mendapatkan informasi mengenai tanaman yang digunakan sebagai bahan baku, kandungan kimia yang terkandung dalam tanaman yang memiliki efek farmakologi, bagian tanaman yang akan digunakan, efek farmakologi yang ditimbulkan, cara pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan yang baik serta metode ekstraksi dan isolasi yang sesuai. Setelah tanaman berhasil dipanen akan didistribusikan ke subunit laboratorium Ekstraksi Bahan Alam (EBA) untuk dilakukan trial metode ekstraksi. Setelah diperoleh metode ekstraksi yang sesuai maka dilakukan optimasi jenis pelarut, jumlah pelarut, waktu ekstraksi dan suhu. Selanjutnya dilakukan validasi metode ekstraksi sebanyak 3 bets untuk menunjukan hasil yang konstan. Jika metode ekstraksi valid, maka prosedurnya dicatat dalam Catatan Pengolahan Bets untuk dilakukan scale up skala pilot. 4.2.3 Bagian Pemastian Mutu Bagian Pemastian Mutu mempunyai fungsi dan tugas untuk mencari atau mengembangkan metode analisis yang valid untuk produk-produk yang dikembangkan oleh Unit Risbang PT. Kimia Farma Tbk. Metode analisis yang dikembangkan disesuaikan dengan kondisi pabrik tempat sediaan akan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
28 diproduksi. Metode analisis dicari yang juga mungkin dilakukan di pabrik tersebut terkait dengan ketersediaan instrument maupun alat analisis. Selain itu, bagian pemastian mutu juga melakukan analisis produk-produk tersebut. Analisis yang dilakukan oleh bagian pemastian mutu antara lain: a.
Uji identifikasi bahan baku.
b.
Uji stabilitas sediaan meliputi penetapan kadar dan pengamatan fisik.
c.
Uji disolusi dan uji disolusi terbanding.
d.
Uji mikrobiologi meliputi uji potensi sediaan antibiotik, uji sterilitas sediaan steril, dan uji Angka Lempeng Total (ALT). Pengujian stabilitas dilakukan terhadap sediaan farmasi untuk menentukan
waktu kadaluarsa dari suatu sediaan farmasi serta menjamin apakah produk farmasi tersebut memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan khasiat. Bagian stabilitas memiliki tugas untuk membuat protokol dan uji stabilitas terhadap suatu formulasi. Uji stabilitas ini dibagi menjadi dua yaitu uji stabilitas dipercepat sebagai perkiraan awal batas kadaluarsa produk dan uji stabilitas jangka panjang (on going) untuk menentukkan tanggal kadaluarsa suatu produk jadi. Kegunaan lain uji stabilitas yaitu untuk meningkatkan penggunaan dan kepercayaan konsumen karena dapat memperkirakan penggunaan produk farmasi yang telah diketahui waktu kadaluarsanya. Uji mikrobiologi dilakukan pada produk bahan alam, antibiotik, dan sediaan steril. Analisis mikrobiologi yang dilakukan oleh subunit ini meliputi uji potensi sediaan antibiotik, uji sterilitas sediaan steril, dan uji Angka Lempeng Total (ALT). Uji potensi digunakan pada sediaan antibiotika untuk menetapkan konsentrasi minimal obat yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Uji sterilitas digunakan pada sediaan steril yang bertujuan untuk menentukan apakah sediaan steril tersebut memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan sedangkan uji Angka Lempeng Total (ALT) untuk menentukan jumlah total bakteri yang terdapat pada sampel yang diperiksa. Bagian Pemastian Mutu juga melakukan uji ekuivalensi in vitro yaitu uji disolusi terbanding (UDT) yaitu uji disolusi komparatif yang dilakukan untuk menunjukkan similiaritas profil disolusi antara obat uji dengan obat innovator atau komparator. UDT dapat dilakukan sebagai pendahuluan uji BE. Jika UDT Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
29 menunjukkan hasil yang kurang baik maka tidak perlu membuang dana dan waktu untuk melakukan uji BE. Selain melakukan analisis sampel yang berasal dari internal Unit Risbang dan unit lain di Kimia Farma, Subunit Analisis juga menyediakan layanan jasa analisis untuk eksternal Kimia Farma.
4.3 Peran Apoteker dalam Riset dan Pengembangan Obat Peran apoteker di Unit Risbang PT. Kimia Farma Tbk. meliputi berbagai bagian, baik di Bagian Pengembangan Produk maupun Bagian Pemastian Mutu. Pada Bagian Pengambangan Produk, Apoteker berperan dalam memformulasikan produk baru maupun reformulasi produk yang sudah ada. Peran apoteker juga dibutuhkan dalam bagian pemastian mutu, yaitu sebagai analis bahan baku maupun produk yang akan dikembangkan. Selain itu, apoteker juga berperan sebagai peneliti untuk pengembangan produk bahan alam, mulai dari pembudidayaan hingga pembuatan sediaan. Peranan apoteker dalam berbagai aspek inilah yang menjadikan apoteker memiliki kompetensi untuk bekerja dalam bidang-bidang tersebut. Berkenaan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa peran apoteker sangat dibutuhkan dalam riset dan pengembangan produk obat baru, termasuk di Unit Risbang PT. Kimia Farma Tbk.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
1.
PT. Kimia Farma Unit Riset dan Pengembangan dipimpin oleh seorang manager yang membawahi dua kepala bagian yaitu Bagian Pengembangan Produk dan Bagian Pemastian Mutu; serta dua sub bagian yaitu Sub Bagian SDM & Umum dan Sub Bagian Akuntansi dan Keuangan. Bagian Pengembangan Produk membawahi Sub Bagian Pengembangan Produk Farma, Sub Bagian Pengembangan Produk Non Farma, Sub Bagian Pengembangan Produk Bioteknologi, dan Sub Bagian Pengembangan Tanaman Obat, sedangkan Bagian Pemastian Mutu membawahi Sub Bagian Pengawasan Mutu dan Sub Bagian Sistem Mutu.
2.
Berdasarkan struktur organisasi di Unit Risbang PT. Kimia Farma Tbk., ruang lingkup Apoteker berada di Sub Bagian Pengembangan Produk Farma dan Non Farma serta di Sub Bagian Pemastian Mutu farma dan non farma.
3.
Fungsi dan peran Unit Riset dan Pengembangan PT. Kimia Farma Tbk. yaitu : sebagai pusat penelitian produk baru dari bahan sintesis dan bahan alam melingkupi penyediaan bahan baku, formulasi, dan analisis; sebagai pusat penelitian renovasi produk eksis, dan bantuan teknis teknologi bagi unit lain; sebagai pusat informasi produk dan perkembangan ilmu pengetahuan serta peraturan yang berhubungan dengan kefarmasian; dan sebagai koordinator kerja sama penelitian dengan institusi di luar PT. Kimia Farma Tbk.
5.2
Saran
1.
Perlu dipertahankan dan ditingkatkan kinerja dan komunikasi antar bagian maupun sub bagian yang ada agar tercipta lingkungan kerja yang kondusif dan pengembangan obat yang dilakukan dapat memberikan hasil yang optimal. 30
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Universitas Indonesia
31
2.
Perlu ditingkatkan pemanfaatan dan pemeliharaan secara optimal Kebun Percobaan Banjaran dan Kebun Tanaman Obat Bintang dengan melakukan budidaya maupun penanaman tanaman asli indonesia lainnya yang dapat digunakan untuk penelitian dan pengembangan menjadi sediaan farmasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
DAFTAR ACUAN Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2011b). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.12.11.10217 Tahun 2011 tentang Obat Wajib Uji Ekivalensi. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Direksi PT. Kimia Farma Tbk. (2009). Surat Keputusan Direksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. No. KEP. 12 A/ DIR/ VI/2009 tentang Struktur Organisasi PT Kimia Farma Persero Tbk. Jakarta: PT. Kimia Farma Tbk. Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Undang-undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta: Lembar Negara Republik Indonesia. PT. Kimia Farma Tbk. (2007). Company Profile Kimia Farma, Entering The Health Care Industri. Jakarta: PT. Kimia Farma Tbk. PT. Kimia Farma Tbk. (2011). 40 Tahun Kimia Farma, Melayani Sepenuh Hati. Jakarta: PT. Kimia Farma Tbk. PT. Kimia Farma Tbk. (2013). Company Profile PT. Kimia Farma Tbk. Jakarta: PT. Kimia Farma Tbk.
32
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Universitas Indonesia
Lampiran 1. Struktur Organisasi Divisi Pengembangan Bisnis Strategi PT. Kimia Farma Tbk. DIVISI PENGEMBANGAN BISNIS STRATEGI
General Manager
UNIT RESEARCH & DEVELOPMENT
Manager
Asman
BAGIAN PENGEMBANGAN PRODUK
SUB BAGIAN PENGEMBANGAN PRODUK FARMA
Supervisor
SUB BAGIAN PENGEMBANGAN PRODUK NON FARMA
PENELITI
BAGIAN PEMASTIAN MUTU
SUB BAGIAN PENGAWASAN MUTU
SUB BAGIAN SISTEM MUTU
UNIT RISET BISNIS
UNIT REGULATORI
PROJECT
BAGIAN ANALISA INVESTASI
(AD HOC)
BAGIAN REGISTRASI
SUB BAGIAN SDM & UMUM SUB BAGIAN ANALISA BISNIS
FUNGSIONAL REGISTRASI
SUB BAGIAN AKUNTANSI & KEUANGAN
SUB BAGIAN PENGEMBANGAN PRODUK BIOTEKNOLOGI
SUB BAGIAN PENGEMBANGAN TANAMAN OBAT
33
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
PENYUSUNAN PROSEDUR VALIDASI METODE ANALISIS METRONIDAZOL DALAM SEDIAAN TABLET SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
MELISA, S.Farm. 1106047190
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...................................................................................... DAFTAR ISI................................................................................................... DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... DAFTAR TABEL .......................................................................................... BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1.2 Tujuan Penelitian ................................................................................... BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 2.1 Metronidazol .......................................................................................... 2.1.1 Monografi ................................................................................. 2.1.2 Indikasi ...................................................................................... 2.1.3 Farmakologi .............................................................................. 2.1.4 Farmakokinetik ......................................................................... 2.1.5 Efek Samping ............................................................................ 2.2 Tablet ..................................................................................................... 2.3 Metode Analisis Tablet Metronidazol.................................................... 2.4 Validasi Metode Analisis ....................................................................... 2.4.1 Kecermatan atau Akurasi .......................................................... 2.4.2 Keseksamaan atau Presisi ......................................................... 2.4.3 Selektifitas atau Spesifisitas ...................................................... 2.4.4 Linearitas dan Rentang ............................................................. 2.4.5 Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) ................... 2.4.6 Ruggedness (Ketangguhan) ...................................................... 2.4.7 Robustness (Kekuatan) .............................................................. BAB 3 PROSEDUR VALIDASI METODE ANALISIS TABLET METRONIDAZOL ............................................................................ 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tugas Khusus .................................... 3.2 Tujuan .................................................................................................... 3.3 Alat dan Bahan ....................................................................................... 3.3.1 Alat ............................................................................................ 3.3.2 Bahan ........................................................................................ 3.4 Prosedur Kerja ....................................................................................... 3.4.1 Uji Kesesuaian Sistem .............................................................. 3.4.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi ...................................................... 3.4.3 Selektivitas ............................................................................... 3.4.4 Uji Stres .................................................................................... 3.4.5 Akurasi ...................................................................................... 3.4.6 Presisi ....................................................................................... 3.4.7 Linearitas dan Rentang ............................................................ 3.4.8 Kekuatan (Robustness).............................................................. BAB 4 PEMBAHASAN ................................................................................. BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 5.2 Saran ...................................................................................................... DAFTAR ACUAN ......................................................................................... ii
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Universitas Indonesia
i ii iii iv 1 1 2 3 3 3 3 4 4 4 4 6 7 8 8 10 10 10 11 11 14 14 14 14 14 14 14 14 16 18 19 22 23 26 27 30 34 34 34 35
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Struktur Metronidazol ..............................................................
iii
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Universitas Indonesia
3
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3
Parameter atau Karakteristik Validasi ......................................... Kriteria Penerimaan Perolehan Kembali (akurasi) ...................... Persyaratan Presisi .......................................................................
iv
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Universitas Indonesia
7 8 9
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kebutuhan masyarakat akan obat-obatan tidak akan pernah habis bahkan
terus meningkat dari waktu ke waktu. Proses pembuatan obat perlu diatur secara ketat karena obat tersebut akan masuk ke dalam tubuh atau kontak langsung dengan tubuh. Industri farmasi harus mampu menjamin bahwa obat yang diproduksi tidak hanya berkhasiat tetapi memiliki mutu dan keamanan yang baik. Oleh karena itu, diperlukan suatu standar yang sama dan diterapkan bagi semua industri farmasi. Hal ini bertujuan agar semua industri menghasilkan obat dengan kualitas baik. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap produk obat yang berkualitas dan kemungkinan terjadinya resistensi terhadap beberapa golongan obat, maka penelitian dan pengembangan obat terus dilakukan. Dalam kegiatan riset dan pengembangan obat, tugas pokok para ahli adalah mengembangkan produk yang sudah diedarkan sebelumnya, menghasilkan produk baru dan juga mampu menganalisis produk sehingga produk obat yang dihasilkan memenuhi persyaratan kualitas, aman dan berkhasiat. Dalam kegiatan analisis obat diperlukan suatu metode analisis yang tepat dengan tingkat selektivitas dan sensitivitas yang tinggi serta nilai akurasi dan presisi yang tinggi. Untuk memperoleh hal tersebut, maka metode analisis yang akan digunakan harus divalidasi terlebih dahulu. Di industri farmasi, validasi dilaksanakan merujuk pada pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang terdiri dari, validasi proses, validasi pembersihan, validasi ulang dan validasi metode analisis (Indrayanto, 1994). Uji validasi berperan penting dalam dunia farmasi untuk menjamin produk yang dihasilkan berkualitas, seragam, memenuhi persyaratan standar (dosis tepat), efektif dan aman ketika digunakan. Validasi metode analisis umumnya dilakukan terhadap uji identifikasi, uji kuantitatif kandungan impuritas, uji batas impuritas dan uji kuantitatif zat aktif dalam sampel bahan atau obat atau komponen tertentu 1
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Universitas Indonesia
2
dalam obat (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006). Suatu metode analisis baru dapat digunakan bila telah dilakukan validasi dan kondisinya disesuaikan dengan laboratorium dan peralatan yang tersedia, meskipun metode yang akan dipakai tersebut telah dipublikasikan pada jurnal, buku teks atau buku resmi seperti farmakope. Metode analisis yang akan digunakan sebaiknya memberi hasil seksama, artinya bila dilakukan oleh analis lain keterulangannya baik atau pada alat lain, hari lain atau dilakukan dilokasi yang berbeda hasilnya relatif sama. Dalam tugas khusus ini akan dibahas mengenai validasi metode analisis metronidazol dalam sediaan tablet secara kromatografi cair kinerja tinggi dengan menyusun prosedur validasi metode analisisnya. Penyusunan prosedur validasi metode analisis ini menggunakan acuan penetapan kadar tablet metronidazol seperti tertera pada United States Pharmacopeia (USP) 30 tahun 2007.
1.2
Tujuan Menyusun prosedur validasi metode analisis untuk sediaan tablet
metronidazol secara kromatografi cair kinerja tinggi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Metronidazol ( Ditjen POM, 1995)
2.1.1 Monografi
[Sumber: Ditjen POM,1995] Gambar 2.1 Struktur Kimia Metronidazol
Rumus molekul
: C6H9N3O3
Nama kimia
: 2-metil-5-nitroimidazol-1-etanol
Berat molekul
: 171,16 g/mol
Pemerian
: Hablur atau serbuk hablur, putih hingga kuning pucat; tidak berbau; stabil di udara.
Kelarutan
: Sukar larut dalam eter, agar sukar larut dalam air, dalam etanol dan dalam kloroform.
Penyimpanan
: Pada suhu kamar dalam wadah tertutup baik dan tahan terhadap cahaya
2.1.2 Indikasi Metronidazol digunakan untuk amubiasis, trikomoniasis dan infeksi bakteri anaerob. Metronidazol efektif untuk amubiasis intestinal maupun ekstraintestinal. Namun efeknya lebih jelas pada jaringan, sebab sebagian besar metronidazol mengalami penyerapan di usus halus. Untuk amubiasis intestinal dianjurkan pemberian amubiasis intestinal lain setelah pemberian metronidazol (Syarif, A., Elysabeth, 2007).
3
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Universitas Indonesia
4
2.1.3
Farmakologi Metronidazol merupakan obat antibakteri dan anti protozoa sintetik derivat
nitroimidazole yang mempunyai aktivitas bakterisid, amebisid dan trikomonosid. Mekanisme kerjanya dalam organisme atau bakteri gugusan nitro direduksi oleh enzim dan membentuk zat-zat antara yang merintangin sintesa DNA dan atau merusak DNA, sehingga sintesa asam nukleinat terganggu. Penggunaan obat ini merupakan pilihan pertama untuk amebiasis hati (Tjay dan Rahardja, 2007). 2.1.4 Farmakokinetik Absorbsi metronidazol berlangsung dengan baik sesudah pemberian oral. Satu jam setelah pemberian dosis tunggal 500mg/oral diperoleh kadar plasma kirakira 10µg/ml. Umumnya untuk kebanyakan protozoa dan bakteri yang sensitif, ratarata diperlukan kadar tidak lebih dari 8µg/ml. waktu paruhnya berkisar 8-10 jam. Pada beberapa kasus terjadi kegagalan karena rendahnya kadar sistemik. Ini disebabkan oleh absorpsi yang buruk atau metabolisme yang terlalu cepat. Obat ini di ekskresi melalui urin dalam bentuk asal dan bentuk metabolik hasil oksidasi dan glukuronidasi (Syarif, A., Elysabeth, 2007). 2.1.5 Efek Samping Efek samping hebat yang memerlukan penghentianpengobatan jarang ditemukan. Efek samping yang paling sering dikeluhkan ialah sakit kepala, mual, dan mulut kering. Muntah, diare dan spasme usus jarang dialami. Lidah berselaput dan stomatitis dapat terjadi selama pengobatan yang berkaitan dengan moniliasis. Efek samping lain dapat berupa pusing, vertigo, ataksia, parestesia pada ekstremitas, urtikaria, flushing, pruritis, disuria, sistitis, rasa tekan pada pelvik, juga kering pada mulut, vagina dan vulva (Syarif, A., Elysabeth, 2007).
2.2
Tablet Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, tablet merupakan sediaan padat
mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Selain bahan pengisi, bahan tambahan lain yang biasa digunakan dalam pembuatan tablet adalah bahan pengikat, penghancur, pembasah, pelicin atau bahan lainnya yang cocok. Berdasarkan metode pembuatannya, dapat diklasifikasikan sebagai tablet cetak atau tablet kempa. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
5
Suatu tablet, harus memenuhi kriteria sebagai berikut : 1.
Harus mengandung zat aktif dan non aktif yang memenuhi persyaratan,
2.
Harus mengandung zat aktif yang homogen dan stabil,
3.
Keadaan fisik harus cukup kuat terhadap gangguan fisik/mekanik,
4.
Keseragaman bobot dan penampilan harus memenuhi persyaratan,
5.
Waktu hancur dan laju disolusi harus memenuhi persyaratan,
6.
Harus stabil terhadap udara dan suhu lingkungan,
7.
Bebas dari kerusakan fisik,
8.
Stabilitas kimiawi dan fisik cukup lama selama penyimpanan,
9.
Zat aktif harus dapat dilepaskan secara homogen dalam waktu tertentu,
10. Tablet memenuhi persyaratan Farmakope yang berlaku. Dibandingkan dengan bentuk sediaan lain, sediaan tablet memliki keuntungan, antara lain : 1.
Volume sediaan cukup kecil dan wujudnya padat (merupakan bentuk sediaan oral yang paling ringan dan paling kompak), memudahkan pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutan,
2.
Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh (mengandung dosis zat aktif yang tepat/teliti) dan menawarkan kemampuan terbaik dari semua bentuk sediaan oral; untuk ketepatan ukuran serta variabilitas kandungan yang paling rendah),
3.
Dapat mengandung zat aktif dalam jumlah besar dengan volume yang kecil,
4.
Tablet merupakan sediaan yang kering sehingga zat aktif lebih stabil,
5.
Tablet sangat cocok untuk zat aktif yang sulit larut dalam air,
6.
Zat aktif yang rasanya tidak enak akan berkurang rasanya dalam tablet,
7.
Tablet paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal di tenggorokan, terutama bila bersalut yang memungkinkan pecah/hancurnya tablet tidak segera terjadi,
8.
Pelepasan zat aktif dapat diatur (tablet lepas tunda, lepas lambat, lepas terkendali),
9.
Tablet dapat disalut untuk menutupi zat aktif, menutupi rasa dan bau yang tidak enak, dan untuk terapi lokal (salut enterik),
10. Dapat
diproduksi
besar-besaran,
sederhana,
cepat,
sehingga
biaya
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
6
produksinya lebih rendah 11. Pemakaian oleh penderita lebih mudah 12. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang memiliki sifat pencampuran kimia, mekanik, dan stabilitas mikrobiologi yang paling baik Di samping keuntungan di atas, sediaan tablet juga mempunyai beberapa kerugian, antara lain : 1.
Ada orang tertentu yang tidak dapat menelan tablet (dalam keadaan tidak sadar/pingsan)
2.
Formulasi tablet cukup rumit, antara lain : a.
Beberapa zat aktif sulit dikempa menjadi kompak padat, karena sifat amorfnya, flokulasi, atau rendahnya berat jenis;
b.
Zat aktif yang sulit terbasahi (hidrofob), lambat melarut, dosisnya cukup besar atau tinggi, absorbsi optimumnya tinggi melalui saluran cerna, atau kombinasi dari sifat tersebut, akan sulit atau tidak mungkin diformulasi atau dipabrikasi dalam bentuk tablet yang masih menghasilkan bioavaibilitas obat cukup (harus diformulasi sedemikian rupa);
c.
Zat aktif yang rasanya pahit, zat aktif dengan bau yang tidak dapat dihilangkan, atau zat aktif yang peka terhadap oksigen, atmosfer, dan kelembaban udara, memerlukan enkapsulasi atau penyalutan dahulu sebelum dikempa. Dalam keadaan ini sediaan kapsul menjadi lebih baik serta lebih murah daripada tablet.
2.3
Metode Analisis Tablet Metronidazol
2.3.1
Metode Analisis Metronidazol dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
a.
Sistem kromatografi
b.
Detektor
: UV 254 nm
Kolom
: L7 (4,6 mm x 15 cm)
Fase gerak
: air dan metanol (80:20)
Laju alir
: 1,0 mL/menit
Volume injeksi
: 10 µl
Kriteria uji kesesuaian sistem Resolusi (R) tidak kurang dari 2,0 dan deviasi standar relatif (RSD) untuk Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
7
lima kali injeksi replikat tidak lebih dari 2,0 %. c.
Prosedur Secara terpisah suntikkan 10,0 µl larutan standar dan larutan assay ke
dalam kromatografi, catat kromatogram, dan ukur respons terhadap puncak utama. Hitung kuantitas, dalam mg, metronidazol dalam tablet dengan rumus: 10(L/D)C(rU/rS) Dimana L adalah jumlah mg metronidazol dalam tiap tablet seperti yang tertera pada etiket; D adalah konsentrasi, dalam mg per mL, metronidazol pada larutan assay seperti yang tertera pada etiket tiap tablet dan tingkat pengenceran. C merupakan konsentrasi, dalam mg per mL, metronidazol RS pada larutan standard; rU dan rS adalah respons puncak metronidazol dalam larutan assay dan larutan standar. 2.3.2
Tablet Metronidazole (United States Pharmacopeia 30) Tablet Metronidazol mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak
lebih dari 110,0% metronidazol (C6H9N3O3) dari jumlah yang tertera pada etiket. 2.4
Validasi Metode Analisis Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap
parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk tujuan penggunaannya. Parameter-parameter tersebut adalah kecermatan (accuracy), keseksamaan (precision), selektivitas (specificity), linearitas (linearity), rentang (range), batas kuantitasi (LOQ) dan batas deteksi (LOD), ketangguhan (ruggedness) dan kekuatan (robustness) (Harmita, 2006). Tabel 2.1 Parameter atau karakteristik validasi Cemaran
Penetapan
Karakteristik Tipe Prosedur Analisis Akurasi Presisi: - Repeatability - Intermediate Precision
Kadar Identifikasi
Uji Kuantitatif
Uji Batas
(Disolusi dan
-
+
-
Kandungan) +
-
+
-
+
-
+
-
+ Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
8
Spesifisitas Limit Deteksi Limit
+ -
+ -
+ +
+ -
Kuantitasi Linearitas Rentang
-
+ + +
-
+ +
[Sumber: ICH, 1994]
Tiap parameter validasi tersebut merupakan parameter terpenting untuk validasi berbagai jenis prosedur analisis yang berbeda. Robustness (kekuatan) tidak dicantumkan di dalam tabel tetapi perlu dipertimbangkan pada tahap yang sesuai dalam pengembangan prosedur analisis (ICH, 1994). 2.4.1
Kecermatan atau Akurasi Kecermatan adalah kedekatan hasil penetapan yang diperoleh dengan hasil
sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai hasil perolehan kembali dari analit yang ditambahkan. Cara penentuan kecermatan atau akurasi dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode absolut (spike-placebo recovery) dan metode adisi (standard addition method) (Harmita, 2006). Persyaratan akurasi dijelaskan seperti dalam tabel di bawah ini: Tabel 2.2 Kriteria penerimaan perolehan kembali (akurasi) Konsentrasi Zat Aktif (%) 100 10 1 0,1 0,01 0,001 0,0001 0,00001 0,000001 0,0000001
Unit
Batas perolehan kembali
100% 10% 1% 0,1% 100 ppm 10 pm 1 ppm 100 ppb 10 ppb 1 ppb
(%) 98-102 98-102 97-103 95-105 90-107 80-110 80-110 80-110 60-115 40-120
[Sumber: AOAC, 1998]
2.4.2
Keseksamaan atau Presisi Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara
hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
9
campuran yang homogen (Harmita, 2006). Persyaratan presisi dijelaskan dalam tabel di bawah ini. Tabel 2.3 Persyaratan presisi Konsentrasi (%) 100 10 1 0,1 0,01 0,001 0,0001 0,00001 0,000001 0,0000001
Unit 100% 10% 1% 0,1% 100 ppm 10 pm 1 ppm 100 ppb 10 ppb 1 ppb
Batas RSD (%) 1,3 2,8 2,7 3,7 5,3 7,3 11 15 21 30
[Sumber: AOAC, 1998]
Percobaan keseksamaan dilakukan terhadap paling sedikit enam replika sampel yang diambil dari campuran sampel dengan matriks yang homogen. Sebaiknya keseksamaan ditentukan terhadap sampel sebenarnya yaitu berupa campuran dengan bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) untuk melihat pengaruh matriks pembawa terhadap keseksamaan ini. Demikian juga harus disiapkan sampel untuk menganalisis pengaruh pengotor dan hasil degradasi terhadap keseksamaan ini (Harmita, 2006). ICH menjelaskan bahwa presisi terdiri dari tiga komponen, yaitu (Center for Drug Evaluation and Research, 1994): a.
Repeatibility (keterulangan) Keterulangan adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali
oleh analis yang sama pada kondisi sama dan dalam interval waktu yang pendek. Keterulangan dinilai melalui pelaksanaan penetapan terpisah lengkap terhadap sampel-sampel identik yang terpisah dari bets yang sama, jadi memberikan ukuran keseksamaan pada kondisi yang normal. b.
Intermediate precision (presisi intermediet) Presisi intermediet menilai ketahanan uji metode pada lingkungan yang
berbeda dari yang biasa digunakan selama pengembangan metode. Tujuannya adalah untuk menjamin bahwa metode akan memberikan hasil yang sama ketika sampel yang serupa dianalisis saat fase pengembangan metode selesai. Berdasarkan waktu dan sumber daya, metode dapat diuji pada banyak hari, analis, Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
10
instrumen, dan lain-lain. c.
Reproducibility (ketertiruan) Ketertiruan adalah keseksamaan metode jika dikerjakan pada kondisi yang
berbeda. Biasanya analisis dilakukan dalam laboratorium-laboratorium yang berbeda menggunakan peralatan, pereaksi, pelarut, dan analis yang berbeda pula.
2.4.3 Selektifitas atau Spesifisitas Selektifitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektifitas seringkali dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan. Pada metode analisis yang melibatkan kromatografi, selektifitas ditentukan melalui perhitungan daya resolusinya (Rs) (Harmita, 2006).
2.4.4
Linearitas dan Rentang Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon
yang secara langsung, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan dan linearitas yang dapat diterima (Harmita, 2006).
2.4.5
Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) Batas deteksi (LOD) adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang
dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi (LOQ) merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2006).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
11
2.4.6
Ruggedness (Ketangguhan Metode) Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh
dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal. Seperti laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang berbeda, dan lain-lain. Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji. Ketangguhan metode merupakan ukuran ketertiruan pada kondisi operasi normal antara lab dan antar analis (Harmita, 2006).
2.4.7
Robustness (Kekuatan) Kekuatan merupakan pengukuran kemampuan metode tetap tidak
terpengaruh oleh variasi kecil dalam parameter metode. Kekuatan dapat dijamin dengan spesifikasi uji kesesuaian sistem. Untuk memvalidasi kekuatan suatu metode perlu dibuat perubahan metodologi kecil dan terus menerus dan mengevaluasi respon analitik dan efek pada presisi dan akurasi. Sebagai contoh, perubahan yang dibutuhkan untuk menunjukkan kekuatan prosedur HPLC dapat mencakup perubahan komposisi organik fase gerak, pH fase gerak dan perubahan temperatur kolom (Center for Drug Evaluation and Research, 1994; Harmita, 2006). 2.4.7.1 Uji Kesesuaian Sistem Uji Kesesuaian Sistem merupakan parameter awal yang menjamin dalam menghasilkan sistem yang sesuai dan baik. Suatu metode atau sistem yang sudah divalidasi harus dilakukan secara rutin pengecekan uji kesesuaian sistem. Uji kesesuaian sistem digunakan untuk memverifikasi bahwa resolusi dan reproduktifitas dari sistem kromatografi memadai untuk analisis yang akan dilakukan. Pengujian didasarkan pada konsep bahwa peralatan, elektronik, proses analisis, dan sampel yang akan dianalisis merupakan suatu sistem integral yang dapat dievaluasi. Parameter yang diperhitungkan dalam uji kesesuaian sistem adalah (Center for Drug Evaluation and Research, 1994; USP 32, 2009): 1.
Faktor kapasitas (k’) Faktor kapasitas didefinisikan sebagai waktu tambahan yang diperlukan
zat terlarut untuk terelusi, dibandingkan dengan zat yang tidak tertahan (zat yang Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
12
faktor kapasitasnya tidak ada). Umumnya nilai dari faktor kapasitas lebih dari dua (Harmita, 2006; ICH, 2005). k’ = tR-tM
(2.1)
tM dimana k’ merupakan faktor kapasitas, tR merupakan waktu retensi zat dan tM merupakan waktu retensi zat inert (contohnya pelarut).
2.
Faktor ikutan (T) Faktor ikutan (tailing factor) didefinisikan sebagai perbandingan antara
jarak tepi muka sampai tepi belakang puncak dibagi dua kali jarak dari maksimum puncak sampai tepi muka puncak, dimana pengukuran jarak-jarak tersebut diukur pada titik yang ketinggiannya 5% dari tinggi puncak di atas garis dasar kromatogram. Faktor ikutan ini dapat menentukan puncak yang
tidak
asimetris. Untuk suatu puncak yang simetris, faktor ikutan besarnya satu, dan besar faktor ikutan akan bertambah jika kromatogram makin tampak berekor. Nilai faktor ikutan yang baik adalah kurang dari atau sama dengan dua (Harmita, 2006; ICH, 1994). T = W 0,05
(2.2)
2f Dimana T merupakan faktor ikutan, W0,05 merupakan jarak tepi muka sampai tepi belakang puncak dan f merupakan jarak dari maksimum puncak sampai tepi muka puncak.
3.
Jumlah lempeng teoritis (N) dapat dihitung dengan rumus:
N = 16
tR 2 W
(2.3)
Dimana N merupakan jumlah lempeng teoritis, tR adalah waktu retensi dan W adalah luas puncak. Jumlah lempeng teoritis ditentukan oleh konstruksi kolom, sifat sampel, laju alir, temperatur, dan cara memasukkan sampel. Semakin besar jumlah lempeng teoritis, maka puncak makin sempit sehingga resolusi makin baik dan keadaan kromatografi
yang ideal makin dipenuhi (jumlah lempeng Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
13
teoritis lebih dari 2500). Kemampuan seluruh kolom labih baik dinilai dengan menghitung panjang kolom yang sesuai dengan sebuah lempeng teoritis (HETP = Height Equivalent to a Theaoritical Plate). Efisiensi kolom menunjukkan kemampuan kolom untuk menghasilkan puncak sempit dan perbaikan pemisahan. Efisiensi kolom dapat diukur sebagai jumlah plat teoritis atau HETP. HETP yaitu panjang kolom yang diperlukan untuk tercapainya keseimbangan komponen sampel antara eluen dengan kolom (Harmita, 2006). 𝐻𝐸𝑇𝑃 =
𝐿 𝑁
(2.4)
Dimana HETP (Height Equivalent to A Theoretical Plate) merupakan panjang lempeng teoritis, L (Length) adalah panjang kolom dan N adalah jumlah plat teoritis. HETP semakin kecil berarti kolom semakin efisien. Kolom yang baik mempunyai HETP yang kecil dan N yang besar.
4.
Resolusi (R) (daya pisah) Resolusi Resolusi didefinisikan sebagai perbedaan antara waktu retensi 2
puncak yang saling berdekatan (ΔtR = tR2-tR1) dibagi dengan rata-rata lebar puncak (W1+W2)/2 seperti rumus berikut : R = 2(tR2 – tR1)
(2.5)
W1+W2 Dengan R adalah resolusi, tR adalah waktu retensi dan W adalah luas puncak. Nilai R harus mendekati atau lebih dari 1,5 karena akan memberikan pemisahan puncak yang baik (base line resolution). Nilai ini menunjukkan bahwa kedua puncak terpisah secara sempurna (Harmita, 2006).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
BAB 3 VALIDASI METODE ANALISIS TABLET METRONIDAZOL
3.1
Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tugas Khusus Metode penelitian dilakukan dengan cara studi literatur untuk membuat
penyusunan prosedur validasi metode analisis metronidazol dalam sediaan tablet secara kromatografi cair kinerja tinggi. Studi literatur dilakukan di PT. Kimia Farma Unit Riset dan Pengembangan Jl. Cihampelas No. 5 Bandung pada periode 6 – 29 Mei 2013. 3.2
Tujuan Tujuan validasi metode analisis adalah untuk membuktikan dan
memastikan bahwa metode analisis memenuhi kriteria penerimaan sesuai tujuan penggunaannya. 3.3
Alat dan Bahan
3.3.1
Alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan detektor UV 254 nm,
kolom L7 (oktil silana) 4,6- mm x 15-cm, timbangan analitik, membran filter 0,45 µm, pH meter, magnetic stirrer, pengaduk ultrasonik (Ultrasonic Bronson), dan alat-alat gelas. 3.3.2
Bahan Tablet sampel metronidazole 500 mg, tablet plasebo, working standard
metronidazol, metanol, dan aquadest. 3.4
Prosedur Kerja
3.4.1
Uji Kesesuaian Sistem
3.4.1.1 Pembuatan Larutan Metronidazol a.
Pelarut metanol
b.
Fase Gerak Fase gerak dibuat dengan komposisi campuran air dan metanol (80:20),
kemudian disaring dengan menggunakan vakum dan membran filter 0,45 µm (Ditjen POM,1995). 14
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Universitas Indonesia
15
c.
Larutan Standar Metronidazol Ditimbang seksama ± 50 mg metronidazol working standard (WS),
masukan ke dalam labu ukur 100,0 mL, dilarutkan dengan metanol sebanyak 20,0 mL, kemudian volumenya dicukupkan dengan metanol hingga garis batas, hingga dihasilkan larutan dengan konsentrasi 0,5 mg/mL. (U.S. Pharmacopeia 30, 2007). 3.4.1.2 Pengukuran Uji Kesesuaian Sistem Metronidazol 1. Dialirkan fase gerak melewati kolom selama tidak kurang dari 30 menit. 2. Disuntikkan 10 µl larutan standar sebanyak enam kali pada KCKT dengan: Fase diam
: kolom L7 (oktil silana) 4,6 mm x 15 cm
Fase gerak
: air - metanol (80:20)
Laju alir
: 1,0 ml/menit
Temperatur
: Temperatur kolom dijaga pada 40ºC
Detektor
: UV
Panjang gelombang
: 254 nm
3. Waktu retensi dicatat, kemudian dihitung resolusi (R), jumlah lempeng teoritis (N), standar deviasi relatif (RSD), faktor ikutan (T) dan faktor kapasitas (k’). 3.4.1.3 Perhitungan a.
(k’)
Faktor kapasitas
= tR-tM tM
dengan :
b.
tR
= waktu retensi zat
tM
= waktu retensi zat inert
Faktor ikutan (T)
=
W 0,05 2f
dengan :
W0,05
= jarak tepi muka sampai tepi belakang puncak
f
= jarak dari maksimum puncak sampai tepi muka puncak
c.
Jumlah lempeng teoritis (N)
N = 16 dengan :
N
tR W
2
= jumlah lempeng teoritis Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
16
d.
tR
= waktu retensi
W
= luas puncak
Efisiensi kolom (HETP) 𝐻𝐸𝑇𝑃 =
𝐿 𝑁
HETP = (Height Equivalent to A Theoretical Plate)
dengan:
panjang lempeng teoritis L (Length) = panjang kolom N
e.
= jumlah plat teoritis
Resolusi (R) dengan :
= 2(tR2-tR1) W1+W2 R
= resolusi
tR
= waktu retensi
W
= luas puncak
3.4.1.4 Syarat a.
Resolusi (R) metronidazol terkait senyawa A (cemaran) tidak kurang dari 2,0.
b.
Jumlah lempeng teoritis (N) tidak dari 5000.
c.
Faktor ikutan (T) adalah kurang dari atau sama dengan 2.
d.
Faktor kapasitas (k’) adalah lebih dari 2.
3.4.2
Pembuatan Kurva Kalibrasi
3.4.2.1 Pembuatan kurva kalibrasi larutan standar 1)
Timbang seksama ± 50,0 mg standar metronidazol,
2)
Masukkan ke dalam labu ukur 50,0 mL,
3)
Larutkan dengan metanol sebanyak 20,0 mL,
4)
kemudian volumenya dicukupkan dengan fase gerak hingga garis batas, hingga dihasilkan larutan dengan konsentrasi 1,0 mg/mL.
5)
Pipet 8,0 mL dari larutan standar dan masukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL. Tambahkan fase gerak sedikit demi sedikit hingga batas labu ukur, homogenkan (konsentrasi 0,8 mg/mL).
6)
Pipet 7,0 mL dari larutan standar dan masukkan ke dalam labu ukur 10,0 Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
17
mL. Tambahkan fase gerak sedikit demi sedikit hingga batas labu ukur, homogenkan (konsentrasi 0,7 mg/mL). 7)
Pipet 6,0 mL dari larutan standar dan masukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL. Tambahkan fase gerak sedikit demi sedikit hingga batas labu ukur, homogenkan (konsentrasi 0,6 mg/mL).
8)
Pipet 5,0 mL dari larutan standar dan masukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL. Tambahkan fase gerak sedikit demi sedikit hingga batas labu ukur, homogenkan (konsentrasi 0,5 mg/mL). Pipet 4,0 mL dari larutan standar dan masukkan ke dalam labu ukur 10,0
9)
mL. Tambahkan fase gerak sedikit demi sedikit hingga batas labu ukur, homogenkan (konsentrasi 0,4 mg/mL). 10)
Pipet 3,0 mL dari larutan standar dan masukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL. Tambahkan fase gerak sedikit demi sedikit hingga batas labu ukur, homogenkan (konsentrasi 0,3 mg/mL).
11)
Pipet 2,0 mL dari larutan standar dan masukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL. Tambahkan fase gerak sedikit demi sedikit hingga batas labu ukur, homogenkan (konsentrasi 0,2 mg/mL).
3.4.2.2 Pengukuran kurva kalibrasi Parasetamol 1. Disuntikkan 10 µl larutan standar dengan konsentrasi 0,8; 0,7; 0,6; 0,5; 0,4; 0,3; dan 0,2 mg/mL secara duplo dan bergantian pada KCKT dengan: Fase diam
: kolom L1 (oktadesil silana) 3,9 mm x 30 cm
Fase gerak
: air - metanol (3:1)
Laju alir
: 1,5 ml/menit
Temperatur
: Temperatur kolom dijaga pada 40ºC
Detektor
: UV
Panjang gelombang
: 243 nm
2.Dari data yang diperoleh, dilakukan perhitungan untuk mendapatkan persamaan garis regresi, koefisien regresi (r), serta limit deteksi (LOD)dan limit kuantitasi (LOQ) 3.4.2.3 Perhitungan 1. a. Persamaan regresi linear: y = a + bx dengan: x = konsentrasi Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
18
y = luas puncak a = perpotongan garis lurus dengan sumbu y b = kemiringan garis r = koefisien korelasi b. Kriteria penerimaan: koefisien korelasi (r) ≥ 0,999 2. Uji Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi (LOD dan LOQ) a. Perhitungan: 1) Digunakan data linearitas (konsentrasi (x) dan luas puncak (y)) dan persamaan regresi linear yang diperoleh dari lima larutan standar pada uji linearitas. 2) Dihitung batas deteksi dan kuantitasi dengan rumus :
Q=
k x Sy / x b
dengan :
Q
= LOD (batas deteksi) atau LOQ (batas kuantitasi)
k
= 3 untuk LOD atau 10 untuk LOQ
Sy/x
= standar deviasi fungsi
=
[ ∑ (x- )2 ] n-2
b
3.4.3
= slope pada persamaan regresi linier y = a + bx
Uji Selektivitas
3.4.3.1 Pembuatan Larutan a.
Pelarut metanol
b.
Fase Gerak Fase gerak dibuat dengan komposisi campuran air dan metanol (80:20),
kemudian disaring dengan menggunakan vakum dan membran filter 0,45 µm (Ditjen POM,1995). c.
Larutan Standar Metronidazol Ditimbang seksama ± 50 mg metronidazol working standard (WS),
masukan ke dalam labu ukur 100,0 mL, dilarutkan dengan metanol sebanyak 20,0 mL, kemudian volumenya dicukupkan dengan metanol hingga garis batas, Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
19
hingga dihasilkan larutan dengan konsentrasi 0,5 mg/mL. (U.S. Pharmacopeia 30, 2007). d.
Larutan Sampel Ditimbang dan diserbukkan tidak kurang dari 10 tablet. Kemudian
ditimbang seksama setara sejumlah 100 mg serbuk sampel lalu dimasukkan kedalam labu ukur 10,0 mL, ditambahkan 5,0 mL metanol dan kocok menggunakan magnetic stirrer kurang lebih 30 menit cukupkan hingga batas. Kemudian larutan tersebut dipipet 5,0 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL dan ditambahkan pelarut sampai garis batas hingga dihasilkan larutan dengan konsentrasi 0,5 mg/mL, berdasarkan yang tertera pada etiket. Kemudian larutan disentrifugasi pada 3000 rpm selama 10 menit, dan ambil bagian supernatan yang bersih (U.S. Pharmacopeia 30, 2007). 3.4.3.2 Pengukuran Selektivitas 3.4.3.2.1 Kondisi KCKT Metronidazol 1.
Disuntikkan larutan sampel dan larutan plasebo metronidazol sebanyak
10 µl secara bergantian pada KCKT dengan: Fase diam
: kolom L7 (oktil silana) 4,6 mm x 15 cm
Fase gerak
: air dan Metanol (80:20)
Laju alir
: 1,0 ml/menit
Temperatur
: Temperatur kolom dijaga pada 40ºC
Detektor
: UV
Panjang gelombang
: 254 nm
2. Amati puncak pada kromatogram. 3.4.3.2.2 Syarat: Hasil kromatogram larutan sampel dan larutan plasebo parasetamol selektivitas tidak boleh mengandung gangguan di sekitar waktu retensi zat aktif.
3.4.4
Uji Stres
3.4.4.1 Pembuatan Larutan a.
Pelarut metanol
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
20
b.
Fase Gerak Fase gerak dibuat dengan komposisi campuran air dan metanol (80:20),
kemudian disaring dengan menggunakan vakum dan membran filter 0,45 µm (Ditjen POM,1995). c.
Larutan Standar Metronidazol Ditimbang seksama ± 50 mg metronidazol working standard (WS),
masukan ke dalam labu ukur 100,0 mL, dilarutkan dengan metanol sebanyak 20,0 mL, kemudian volumenya dicukupkan dengan metanol hingga garis batas, hingga dihasilkan larutan dengan konsentrasi 0,5 mg/mL. (U.S. Pharmacopeia 30, 2007). d.
Larutan Sampel Ditimbang dan diserbukkan tidak kurang dari 10 tablet. Kemudian
ditimbang seksama setara sejumlah 100 mg serbuk sampel lalu dimasukkan kedalam labu ukur 10,0 mL, ditambahkan 5,0 mL metanol dan kocok menggunakan magnetic stirrer kurang lebih 30 menit cukupkan hingga batas. Kemudian larutan tersebut dipipet 5,0 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL dan ditambahkan pelarut sampai garis batas hingga dihasilkan larutan dengan konsentrasi 0,5 mg/mL, berdasarkan yang tertera pada etiket. Kemudian larutan disentrifugasi pada 3000 rpm selama 10 menit, dan ambil bagian supernatan yang bersih (U.S. Pharmacopeia 30, 2007). e.
Larutan Plasebo Timbang seksama sejumlah 150,0 mg serbuk eksipien lalu dimasukkan
kedalam labu ukur 10,0 mL, dilarutkan dengan
metanol sebanyak 5,0 mL,
disonicate selama 5 menit kemudian volumenya dicukupkan dengan pelarut metanol hingga garis batas. 3.4.4.2 Pengukuran stres 1.
Siapkan larutan standar metronidazol dan larutan sampel.
2.
Ambil masing-masing 5,0 mL larutan standar metronidazol dan larutan sampel kemudian masing-masing larutan tersebut simpan di oven pada suhu 60ºC selama 24 jam.
3.
Ambil masing-masing 5,0 mL larutan standar metronidazol dan larutan sampel tambahkan 5,0 mL HCl 0,1N larutan tersebut disimpan selama 24 Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
21
jam. 4.
Ambil masing-masing 5,0 mL larutan standar metronidazol dan larutan sampel tambahkan 5,0 mL NaOH 0,1N larutan tersebut disimpan selama 24 jam.
5.
Ambil masing-masing 5,0 mL larutan standar metronidazol dan larutan sampel tambahkan 5,0 mL H2O2 3% larutan tersebut disimpan selama 24 jam.
6.
Kemudian masing-masing larutan standar metronidazol dan larutan sampel disuntikkan sebanyak 10,0 µl secara bergantian pada KCKT pada kondisi analisis terpilih.
7.
Setelah itu, hasil kromatogram dari masing-masing larutan standar metronidazol dan larutan sampel dibandingkan sebelum penyimpanan selama 24 jam dengan sesudah penyimpanan selama 24 jam baik dari pengaruh lingkungan panas, asam, basa maupun oksidasi.
3.4.4.3 Kondisi KCKT Metronidazol 1.
Disuntikkan larutan standar metronidazol dan larutan sampel sebanyak
10,0 µl secara bergantian pada KCKT dengan:
2.
Fase diam
: kolom L7 (oktil silana) 4,6 mm x 15 cm
Fase gerak
: air dan metanol (80:20)
Laju alir
: 1,0 ml/menit
Temperatur
: Temperatur kolom dijaga pada 40ºC
Detektor
: UV
Panjang gelombang
: 254 nm
Amati puncak pada kromatogram.
3.4.4.4 Syarat Dari hasil kromatogram dilihat waktu retensinya. Jika terdapat puncak baru yang muncul namun dengan waktu retensi berbeda, kemungkinan hasil itu menunjukkan hasil degradasi dari analit, maka dapat disimpulkan bahwa metode yang digunakan selektif terhadap hasil degradasi analit.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
22
3.4.5
Uji Akurasi
3.4.5.1 Pembuatan Larutan Metronidazol a.
Pelarut metanol
b.
Fase Gerak Fase gerak dibuat dengan komposisi campuran air dan metanol (80:20),
kemudian disaring dengan menggunakan vakum dan membran filter 0,45 µm (Ditjen POM,1995). c.
Larutan Standar Metronidazol Ditimbang seksama ± 50 mg metronidazol working standard (WS),
masukan ke dalam labu ukur 100,0 mL, dilarutkan dengan metanol sebanyak 20,0 mL, kemudian volumenya dicukupkan dengan metanol hingga garis batas, hingga dihasilkan larutan dengan konsentrasi 0,5 mg/mL. (U.S. Pharmacopeia 30, 2007). d.
Larutan Uji Ditimbang dan diserbukkan tidak kurang dari 10 tablet. Kemudian
ditimbang seksama setara sejumlah 100 mg serbuk sampel lalu dimasukkan kedalam labu ukur 10,0 mL, ditambahkan 5,0 mL metanol dan kocok menggunakan magnetic stirrer kurang lebih 30 menit cukupkan hingga batas, hingga dihasilkan larutan dengan konsentrasi 10,0 mg/mL. (U.S. Pharmacopeia 30, 2007). e.
Larutan Sampel
1.
Larutan sampel 80% Pipet 5,0 mL larutan uji, dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL dan
ditambahkan pelarut sampai garis batas hingga dihasilkan larutan dengan konsentrasi 8,0 mg/mL, berdasarkan yang tertera pada etiket. Kemudian larutan disentrifugasi pada 3000 rpm selama 10 menit, dan ambil bagian supernatan yang bersih (U.S. Pharmacopeia 30, 2007). 2.
Larutan sampel 100% Pipet 5,0 mL larutan uji, dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL dan
ditambahkan pelarut sampai garis batas hingga dihasilkan larutan dengan konsentrasi 10,0 mg/mL, berdasarkan yang tertera pada etiket. Kemudian larutan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
23
disentrifugasi pada 3000 rpm selama 10 menit, dan ambil bagian supernatan yang bersih (U.S. Pharmacopeia 30, 2007). 3.
Larutan sampel 120% Pipet 5,0 mL larutan uji, dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL dan
ditambahkan pelarut sampai garis batas hingga dihasilkan larutan dengan konsentrasi 12,0 mg/mL, berdasarkan yang tertera pada etiket. Kemudian larutan disentrifugasi pada 3000 rpm selama 10 menit, dan ambil bagian supernatan yang bersih (U.S. Pharmacopeia 30, 2007). 3.4.5.2 Pengukuran Akurasi Metronidazol a. Disuntikkan 10,0 µl larutan standar dan masing-masing larutan sampel secara bergantian dan dilakukan duplo pada KCKT dengan: Fase diam
: kolom L7 (oktil silana) 4,6 mm x 15 cm
Fase gerak
: air dan metanol (80:20)
Laju alir
: 1,0 ml/menit
Temperatur
: Temperatur kolom dijaga pada 40ºC
Detektor
: UV
Panjang gelombang
: 254 nm
b. Akurasi dihitung berdasarkan nilai perolehan kembali untuk tiap pengukuran. 3.4.5.3 Perhitungan persen perolehan kembali 𝐵
% 𝑅𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 = 𝐴 x 100 % Keterangan : B = Konsentrasi hasil penyuntikan setelah area diplotkan pada kurva kalibrasi A = Konsentrasi sampel yang ditimbang 3.4.5.4 Syarat Perolehan kembali (recovery) atau akurasinya berada pada rentang 98%-102%.
3.4.6
Uji Presisi
3.4.6.1 Pembuatan Larutan a.
Pelarut metanol
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
24
b.
Fase Gerak Fase gerak dibuat dengan komposisi campuran air dan metanol (80:20),
kemudian disaring dengan menggunakan vakum dan membran filter 0,45 µm (Ditjen POM,1995). c.
Larutan Standar Metronidazol Ditimbang seksama ± 50 mg metronidazol working standard (WS),
masukan ke dalam labu ukur 100,0 mL, dilarutkan dengan metanol sebanyak 20,0 mL, kemudian volumenya dicukupkan dengan metanol hingga garis batas, hingga dihasilkan larutan dengan konsentrasi 0,5 mg/mL. (U.S. Pharmacopeia 30, 2007). d.
Larutan Sampel Ditimbang dan diserbukkan tidak kurang dari 10 tablet. Kemudian
ditimbang seksama setara sejumlah 100 mg serbuk sampel lalu dimasukkan kedalam labu ukur 10,0 mL, ditambahkan 5,0 mL metanol dan kocok menggunakan magnetic stirrer kurang lebih 30 menit cukupkan hingga batas. Kemudian larutan tersebut dipipet 5,0 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL dan ditambahkan pelarut sampai garis batas hingga dihasilkan larutan dengan konsentrasi 0,5 mg per mL, berdasarkan yang tertera pada etiket. Kemudian larutan disentrifugasi pada 3000 rpm selama 10 menit, dan ambil bagian supernatan yang bersih (U.S. Pharmacopeia 30, 2007). e.
Larutan Plasebo Timbang seksama sejumlah 150,0 mg serbuk eksipien lalu dimasukkan
kedalam labu ukur 10,0 mL, dilarutkan dengan
metanol sebanyak 5,0 mL,
disonicate selama 5 menit kemudian volumenya dicukupkan dengan pelarut metanol hingga garis batas. 3.4.6.2 Pengukuran Presisi Metronidazol a.
Keterulangan (repeatability)
1)
Siapkan larutan standar metronidazol, larutan sampel dan larutan plasebo.
2)
Pengukuran presisi dilakukan dengan cara disuntikkan 10 µl larutan
standar, larutan sampel dan larutan plasebo secara bergantian pada KCKT dengan: Fase diam
: kolom L7 (oktil silana) 4,6 mm x 15 cm
Fase gerak
: air dan metanol (80:20) Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
25
Laju alir
: 1,0 ml/menit
Temperatur
: Temperatur kolom dijaga pada 40ºC
Detektor
: UV
Panjang gelombang
: 254 nm
3)
Lakukan duplo untuk tiap pengujian
b.
Presisi Antara Lakukan pengujian diatas oleh 2 analis yang berbeda dan/ atau
menggunakan alat yang berbeda. Pengukuran dilakukan terhadap parameter presisi, yaitu: a.
Keterulangan (repeatability) - Dilakukan pengukuran presisi terhadap enam replikasi larutan oleh satu analis. - Dihitung RSD dari enam pengukuran dan dicatat hasilnya.
b.
Presisi intermediet - Dilakukan pengukuran presisi terhadap enam replikasi larutan oleh dua analis yang berbeda. - Dihitung RSD dari enam pengukuran dan dicatat hasilnya.
3.4.6.3 Perhitungan Standar deviasi relatif (RSD) = SD X 100% SD = [ ∑ (x- )2 ] n-1 dengan :
SD
= standar deviasi
x
= luas puncak = luas puncak rata-rata
N
= jumlah penyuntikkan
3.4.6.4 Syarat a.
Keterulangan (repeatability) Kriteria: Standar deviasi relatif (RSD ≤ 2%.
b.
Presisi Intermediet Kriteria: Standar deviasi relatif (RSD) ≤ 2%.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
26
3.4.7
Uji Linearitas dan Rentang
3.4.7.1 Pembuatan Larutan a.
Pelarut metanol
b.
Fase Gerak Fase gerak dibuat dengan komposisi campuran air dan metanol (80:20),
kemudian disaring dengan menggunakan vakum dan membran filter 0,45 µm (Ditjen POM,1995). c.
Pembuatan Larutan Sampel
1.
Larutan Sampel Metronidazol Ditimbang dan diserbukkan tidak kurang dari 10 tablet. Kemudian
ditimbang seksama setara sejumlah 100 mg serbuk sampel lalu dimasukkan kedalam labu ukur 10,0 mL, ditambahkan 5,0 mL metanol dan kocok menggunakan magnetic stirrer kurang lebih 30 menit cukupkan hingga batas. Kemudian larutan tersebut dipipet 5,0 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL dan ditambahkan pelarut sampai garis batas hingga dihasilkan larutan dengan konsentrasi 0,5 mg per mL, berdasarkan yang tertera pada etiket. Kemudian larutan disentrifugasi pada 3000 rpm selama 10 menit, dan ambil bagian supernatan yang bersih (U.S. Pharmacopeia 30, 2007). 2. Dibuat seri konsentrasi: a. Larutan standar konsentrasi 0,3 mg/ml Dipipet 0,6 ml larutan standar ke dalam labu ukur 10 ml dan ditambahkan dengan fase gerak hingga garis batas (60% konsentrasi target). b. Larutan standar konsentrasi 0,4 mg/ml Dipipet 0,8 ml larutan standar ke dalam labu ukur 10 ml dan ditambahkan dengan fase gerak hingga garis batas (80% konsentrasi target). c. Larutan standar konsentrasi 0,5 mg/ml Dipipet 1,0 ml larutan standar ke dalam labu ukur 10 ml dan ditambahkan dengan fase gerak hingga garis batas (100% konsentrasi target). d. Larutan standar konsentrasi 0,6 mg/ml Dipipet 1,2 ml larutan standar ke dalam labu ukur 10 ml dan ditambahkan dengan fase gerak hingga garis batas (120% konsentrasi target). Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
27
e. Larutan standar konsentrasi 0,7 mg/ml Dipipet 1,4 ml larutan standar ke dalam labu ukur 10 ml dan ditambahkan dengan fase gerak hingga garis batas (140% konsentrasi target). 3. Semua larutan disaring dengan membran filter 0,45 µm. 3.4.7.2 Pengukuran Linearitas dan Rentang Metronidazol 1. Disuntikkan 10 µl larutan standar dengan konsentrasi 0,3; 0,4; 0,5; 0,6 dan 0,7 mg/mL secara duplo dan bergantian pada KCKT dengan: Fase diam
: kolom L7 (oktil silana) 4,6 mm x 15 cm
Fase gerak
: air dan metanol (80:20)
Laju alir
: 1,0 ml/menit
Temperatur
: Temperatur kolom dijaga pada 40ºC
Detektor
: UV
Panjang gelombang
: 254 nm
2. Dihitung koefisien korelasi, kemiringan garis dan perpotongan garis lurus dengan sumbu y sebagai analisis regresi linearnya serta dicatat hasilnya. 3.4.7.3 Perhitungan 1. Persamaan regresi linear: y = a + bx dengan: x = konsentrasi y = luas puncak a = perpotongan garis lurus dengan sumbu y b = kemiringan garis r = koefisien korelasi 2. Kriteria penerimaan: koefisien korelasi (r) ≥ 0,9990
3.4.8
Uji Kekuatan (Robustness)
3.4.8.1 Pembuatan Larutan a.
Larutan Standar Metronidazol Ditimbang seksama ± 50 mg metronidazol working standard (WS),
masukan ke dalam labu ukur 100,0 mL, dilarutkan dengan metanol sebanyak 20,0 mL, kemudian volumenya dicukupkan dengan metanol hingga garis batas, hingga dihasilkan larutan dengan konsentrasi 0,5 mg/mL. (U.S. Pharmacopeia 30, 2007). Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
28
b.
Larutan Sampel Ditimbang dan diserbukkan tidak kurang dari 10 tablet. Kemudian
ditimbang seksama setara sejumlah 100 mg serbuk sampel lalu dimasukkan kedalam labu ukur 10,0 mL, ditambahkan 5,0 mL metanol dan kocok menggunakan magnetic stirrer kurang lebih 30 menit cukupkan hingga batas. Kemudian larutan tersebut dipipet 5,0 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL dan ditambahkan pelarut sampai garis batas hingga dihasilkan larutan dengan konsentrasi 0,5 mg per mL, berdasarkan yang tertera pada etiket. Kemudian larutan disentrifugasi pada 3000 rpm selama 10 menit, dan ambil bagian supernatan yang bersih (U.S. Pharmacopeia 30, 2007). 3.4.8.2 Prosedur Metronidazol 1. Divariasikan kondisi analisis fase gerak pada metode kromatografi cair kinerja tinggi, yaitu: a. Komposisi fase gerak diubah menjadi air - metanol (78:22) b. Laju alir diubah menjadi 1,1 ml/menit c. Suhu kolom diubah menjadi 38ºC d. Panjang gelombang diubah menjadi 250 nm 2. Disuntikkan 10,0 µl larutan standar dan larutan sampel dari lima replikasi secara bergantian pada KCKT dengan fase diam, panjang gelombang dan detektor yang sama. 3. Dihitung standar deviasi relatif dan diamati faktor ikutannya. 3.4.8.3 Perhitungan a.
Standar deviasi relatif RSD = SD X 100%
SD =
[ ∑ (x- )2 ] n-1
dengan : SD = standar deviasi x
= luas puncak = luas puncak rata-rata
n
= jumlah penyuntikan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
29
b.
Faktor ikutan (T) = W 0,05 2f
dengan : W0,05 = jarak tepi muka sampai tepi belakang puncak f
= jarak dari maksimum puncak sampai tepi muka puncak
3.4.8.4 Syarat a.
Standar deviasi relatif tidak lebih dari 2%.
b.
Tailing factor (T) kurang dari atau sama dengan 2.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
BAB 4 PEMBAHASAN
Salah satu tugas Subunit Pengembangan Metode Analisis dan Validasi dalam Unit Riset dan Pengembangan PT. Kimia Farma Tbk. adalah melakukan validasi terhadap metode analisis sebelum digunakan untuk menganalisis bahan baku atau produk jadi farmasi. Data validasi didapatkan dari data percobaan di laboratorium berdasarkan protokol validasi yang telah dibuat sebelumnya yang berisi tujuan, ruang lingkup, tanggung jawab dan prosedur serta kriteria penerimaannya. Validasi tersebut biasa disebut validasi metode analisis yang bertujuan
untuk
mengetahui
bahwa
metode
analisis
sesuai
tujuan
penggunaannya (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2006). Untuk memproduksi satu produk obat dibutuhkan penyiapan beberapa dokumen terkait riset dan pengembangannya, seperti studi literatur dan validasi metode analisis. Pada tugas khusus ini akan dijelaskan validasi metode analisis zat aktif metronidazol dalam sediaan tablet. Penulis membuat prosedur validasi metode analisis metronidazol dalam sediaan tablet secara sampel berdasarkan data dari hasil studi literatur tanpa melakukan percobaan di laboratorium. Metronidazol merupakan obat antibakteri dan anti protozoa sintetik derivat nitroimidazole yang mempunyai aktivitas bakterisid, amebisid dan trikomonosid. Mekanisme kerjanya dalam bakteri gugusan nitro direduksi oleh enzim dan membentuk zat-zat antara yang merintangin sintesa DNA dan atau merusak DNA, sehingga sintesa asam nukleinat terganggu. Penggunaan obat ini merupakan pilihan pertama untuk amebiasis hati (Tjay dan Rahardja, 2007). Tablet metronidazol mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% metronidazol (C6H9N3O3) dari jumlah yang tertera pada etiket. Metode analisis metronidazol dalam sediaan tablet dipilih metode analisis dari United States Pharmacopeia 30 yang menggunakan alat kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Kondisi kromatografi yang digunakan untuk penetapan kadar metronidazol terdiri dari fase gerak berupa air-metanol (80:20), fase diam berupa kolom L7 (4,6 mm x 15 cm) dengan laju alir 1,0 ml/menit dan volume injeksi 10 µl, serta detektor berupa detektor UV dengan panjang 30
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Universitas Indonesia
31
gelombang 254 nm. Uji kesesuaian sistem yang perlu dilakukan sebelum dilakukannya validasi metode analisis untuk menjamin dan memverifikasi bahwa resolusi dan reproduktifitas dari sistem kromatografi memadai untuk analisis yang akan dilakukan. Parameter yang harus dipenuhi dalam uji kesesuaian sistem adalah resolusi (R), faktor ikutan (T), jumlah lempeng teoritis (HETP) dan efisiensi dari kolom (N), dan faktor kapasitas (k’). Di USP 30 tercantum kriteria untuk metronidazol dalam tablet yaitu resolusi tidak kurang dari 2. Setelah dilaksanakan uji kesesuaian sistem, validasi metode analisis tablet metronidazol dapat dijalankan sesuai parameter-parameternya, yaitu kecermatan (accuracy),
keseksamaan
(precision),
selektivitas
(specificity),
linearitas
(linearity), rentang (range), batas kuantitasi (LOQ) dan batas deteksi (LOD), ketangguhan (ruggedness) dan kekuatan (robustness) (Harmita, 2006). Tahap pertama yang dilakukan dalam validasi metode analisis adalah pembuatan kurva kalibrasi larutan standar. Kurva kalibrasi menggambarkan hubungan antara respon detektor dengan konsentrasi analit yang diketahui. Kurva kalibrasi didapat dengan menyuntik seri konsentrasi standar kemudian dibuat persamaan regresi linier antara konsentrasi dengan respon detektor. Ditimbang dengan seksama kurang lebih sebanyak 50 mg standar metronidazol kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 50,0 mL. Zat dilarutkan metanol, dan dicukupkan volumenya hingga batas. Kemudian larutan tersebut diencerkan dengan fase gerak hingga didapatkan seri konsentrasi 0,8; 0,7; 0,6; 0,5; 0,4; 0,3; dan 0,2 mg/mL. Sebanyak 10,0 μL aliquot masing-masing larutan dengan seri konsentrasi tersebut disuntikkan ke alat KCKT sebanyak dua kali dan dihitung nilai rata ratanya. Data area pada kromatogram yang dihasilkan diplot ke persamaan regresi linear y = a + bx. Persamaan regresi linear tersebut dapat digunakan untuk menghitung koefisien korelasi (r), batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ). Uji selektivitas dilakukan untuk melihat kemampuan metode analisis yang mampu mengukur larutan standar metronidazol dan larutan sampel secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain berupa eksipien tablet yang ada dalam
sampel.
Sebagai
persyaratan
minimal,
metode
harus
mampu
memisahkan zat aktif dengan bahan tambahan atau produk degradasinya. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
32
Kromatogram plasebo tidak boleh muncul pada waktu retensi (tR) analit dalam matriks sampel. Uji Stres dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai kestabilan intrinsik zat aktif akibat adanya hidrolisis oleh asam atau basa, fotolisis, oksidasi dan lainnya (Center of Drug Evaluation and Research, 1994). Pengujian dilakukan terhadap empat kondisi yaitu kondisi panas, asam, basa, dan oksidasi. Dibuat dari larutan standar dan larutan sampel parasetamol dengan konsentrasi 0,5 mg/mL, masing-masing dalam kondisi panas, HCl 0,1 N; NaOH 0,1 N; H2O2 3%. Larutan tersebut disimpan selama 24 jam pada temperatur kamar kemudian disuntikkan sebanyak 10,0 μL ke alat KCKT dengan fase gerak air dan metanol (80:20), dan laju alir 1,0 ml/menit. Hasil kromatogram dibandingkan dengan kromatogram sebelum penyimpanan selama 24 jam.Dari hasil kromatogram dilihat waktu retensinya. Jika terdapat puncak baru yang muncul namun dengan waktu retensi berbeda, kemungkinan hasil itu menunjukkan hasil degradasi dari analit, maka dapat disimpulkan bahwa metode yang digunakan selektif terhadap hasil degradasi analit. Pada uji akurasi, ditentukan nilai perolehan kembali (recovery) dari tiga konsentrasi, yaitu konsentrasi rendah (80%), konsentrasi sedang (100%) dan konsentrasi tinggi (120%). Dalam pedoman AOAC yang diterbitkan tahun 1998, disebutkan bahwa analit yang berada pada matriks sampel dengan konsentrasi 10100% memiliki batas perolehan kembali antara 98% hingga 102%, dapat dilihat pada Tabel 2.2. Uji keseksamaan (presisi) dilakukan terhadap dua komponen pada metode presisi, yaitu keterulangan (repeatability) dan presisi intermediet (ruggedness). Pada komponen keterulangan disuntikkan larutan standar metronidazol sebanyak berturut-turut 10 µl masing-masing 6 kali penyuntikan dari 6 replikasi sampel oleh analis dan instrumen yang sama serta dalam interval waktu yang singkat. Pada komponen presisi intermediet, pengukuran dilakukan oleh analis yang berbeda. Pada pedoman AOAC yang telah dipulikasikan (1998) menyatakan bahwa persyaratan presisi untuk penetapan kadar bahan aktif dalam matriks sampel dengan konsentrasi 10% adalah memiliki standar deviasi relatif 2,8%. Pada prosedur validasi metode analisis ini dibuat persyaratan presisi dengan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
33
standar deviasi relatif sebesar 2,0% yang bertujuan agar hasil analisis yang didapatkan semakin seksama dan kemungkinan deviasinya semakin kecil. Uji Linearitas merupakan kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah interval antara batas tertinggi dan batas terendah dari analit yang diuji yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan akurasi, presisi, dan linearitas yang dapat diterima. ICH merekomendasikan bahwa untuk uji linearitas dilakukan minimal pada 5 konsentrasi uji, untuk rentang analisis pada produk jadi minimal 80%-120% kadar analit dalam sampel (Validation of Compendial Methods, 2008). Uji linearitas dilakukan untuk mendapatkan persamaan regresi linearnya. Uji linearitas dilakukan dengan membuat lima seri pengenceran dari larutan sampel metronidazol hingga diperoleh konsentrasi 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; dan 0,7 mg/mL. Data area pada kromatogram yang dihasilkan diplot ke persamaan regresi linear y = a + bx. Uji kekuatan (robustness) dilakukan dengan sedikit memvariasikan kondisi analisis seperti variasi fase gerak, suhu dan laju alir. Pada prosedur validasi metode analisis ini dilakukan variasi terhadap perbandingan komposisi fase gerak yang digunakan air-metanol ± 0,2 awal dan laju alir ±0,1 ml/menit. Perubahan kecil yang dilakukan diharapkan tidak berpengaruh besar terhadap kapasitas metode analisis. Validasi metode analisis dilakukan agar dapat memperoleh metode analisis dengan tingkat selektivitas dan sensitivitas yang tinggi serta dengan sesedikit mungkin gangguan. Pengujian terhadap parameter-parameter validasi tersebut kemudian akan dirumuskan ke dalam suatu protokol validasi metode analisis sediaan farmasi yang merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan validasi yang akan dilakukan. Prosedur pengujian metode analisis hendaklah jelas dan mudah dimengerti serta terdokumentasi karena hal ini akan menentukan karakteristik validasi yang perlu untuk dievaluasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Validasi metode analisis tablet metronidazol dengan kromatografi cair
kinerja tinggi disusun berdasarkan referensi dari United States Pharmacopeia edisi 30. Sistem kromatografi cair kinerja tinggi
yang digunakan untuk
penetapan kadar metronidazol terdiri dari fase gerak berupa
air-metanol
(80:20), fase diam berupa kolom L7 (4,6 mm x 15 cm) dengan laju alir 1,0 ml/menit, temperatur 40ºC dan volume injeksi 10 µl, serta detektor berupa detektor UV dengan panjang gelombang 254 nm.
5.2
Saran Pemberian kesempatan praktek kerja profesi apoteker yang lebih lama
agar dapat melakukan validasi metode analisis secara langsung dengan peralatan yang tersedia di Unit Riset dan Pengembangan PT. Kimia Farma Tbk.
34
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
AOAC. (1998). AOAC Peer-Verified Methods Program, Manual on Policies and Procedures. Arlington: AOAC. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Center for Drug Evaluation and Research (CDER). (1994). Reviewer Guidance: Validation of Chromatographic Methods. Ditjen POM.,1979,Farmakope Indonesia edisi III ,DEPKES RI,Jakarta Ditjen POM.,1995,Farmakope Indonesia edisi IV ,DEPKES RI,Jakarta Harmita. (2006). Analisis Fisikokimia. Jakarta: Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia. ICH. (1994). Validation of Analytical Procedures: Text and Methodology Q2(R1). ICH Expert Working Group. Indrayanto, G. 1994. Metode Validasi pada Analisis dengan Kromatografi. Medika J. Kedokteran dan Farmasi. Syarif, A., Elysabeth. (2007). Farmakologi Dan Terapi. Editor. Sulistia G., dan Rianto S. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Tjay, T.H., Rahardja, K. (2007). Obat-obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi VI. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo. Halaman 540-541. U.S. Pharmacopeia. (2007). USP 30-NF 25 U.S. Pharmacopeia National Formulary Volume II. Rockville: The United States Pharmacopeial Convention. Validation of Compendial Methods. (2008). Dalam United States Pharmacopoeia (32nded., pp.). Rockville: The United States Pharmacopeial Convention.
35
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Universitas Indonesia