UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI GERAI APOTEK MITRASANA JL. RATU KEMUNING BLOK A2 NO. 8 D DURI KEPA, JAKARTA BARAT PERIODE 6 FEBUARI-14 MARET 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
LUCKY ANDREAN SAPUTRA, S.Farm. 1106047114
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI DEPOK
JUNI 2012
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI GERAI APOTEK MITRASANA JL. RATU KEMUNING BLOK A2 NO. 8 D DURI KEPA, JAKARTA BARAT PERIODE 6 FEBUARI-14 MARET 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
LUCKY ANDREAN SAPUTRA, S.Farm. 1106047114
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI DEPOK
JUNI 2012 ii
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh: Nama : Lucky Andrean Saputra, S.Farm. NPM : 1106047114 Program Studi : Apoteker – FMIPA UI Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Gerai Apotek Mitrasana Jl. Ratu Kemuning Blok A2 No. 8 D Duri Kepa, Jakarta Barat, Periode 6 Febuari-14 Maret 2012
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker – FMIPA, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I
: Selvy Palit, S.Si, Apt.
(
)
Pembimbing II
: Dr. Harmita, Apt..
(
)
Penguji I
:. Dr. Harmita, Apt.
(
)
Penguji II
: Dra. Rosmala Dewi, Apt.
(
)
Penguji III
: Drs. Mawardinur, Apt.
(
)
Ditetapkan di : Depok Tanggal : 23 Juni 2012
iii Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan perlindungan-Nya, sehingga penulis dapat melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dan menyelesaikan laporan ini dengan baik. Praktek Kerja Profesi Apoteker ini merupakan salah satu persyaratan yang diajukan Program Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, bagi para mahasiswanya untuk memperoleh gelar Apoteker. Penulis menyadari adanya bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak selama pelaksanaan PKPA di apotek Mitrasana, oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: a. Ibu Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt., selaku Ketua Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Penetahuan Alam Universitas Indonesia. b. Ibu Selvy Palit, S.Si, Apt., selaku Manajer Operasional PT. Millenia Dharma Insani dan pembimbing PKPA di apotek dari apotek Mitrasana, yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama praktek kerja di apotek Mitrasana. c. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi dan pembimbing PKPA di apotek dari Fakultas Farmasi UI. d. Bapak Sie Djohan selaku Director of Corporate Business Development & Management System PT. Kalbe Farma, Tbk., yang telah bersedia memberikan kesempatan praktek kerja di apotek Mitrasana. e. Bapak dr. Sandy Qlintang selaku Direktur PT. Millenia Dharma Insani. f. Ibu Hubertina Indrawati selau Regional Manager di PT. Millenia Dharma Insani yang telah bersedia memberikan penjelasan umum dan struktur organisasi Mitrasana. g. Kak Laretna selaku Area Manager Mitrasana Jakarta Utara yang telah memberikan banyak bimbingan dan bantuan. h. Kak Nindya selaku Store Manager gerai Mitrasana Taman Ratu yang telah memberikan banyak bimbingan dan bantuan. i. Seluruh karyawan Mitrasana Kelapa Gading dan seluruh staf PT. Millenia Dharma Insani. iv Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
j. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Farmasi UI. k. Seluruh teman-teman Apoteker UI angkatan LXXIV l. Semua pihak, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah membantu dalam pelaksanaan PKPA dan penyusunan laporan ini. Penulis juga menyadari adanya kekurangan pada pelaksanaan PKPA dan penyusunan laporan ini, sehingga saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Jakarta, 10 Juni 2012 Penulis
v Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................. DAFTAR ISI ................................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
ii iii iv vi vii
1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1.2. Tujuan ...............................................................................................
1 1 2
2. TINJAUAN UMUM APOTEK .............................................................. 2.1. Aspek Legalitas dan Organisasi ........................................................ 2.2. Aspek Pengelolaan Sumber Daya ..................................................... 2.3. Apek Asuhan Kefarmasian ............................................................... 2.4. Aspek Pelayanan ...............................................................................
3 3 14 24 26
3. TINJAUAN KHUSUS ............................................................................ 3.1. PT. Kalbe Farma, Tbk ....................................................................... 3.2. PT. Millenia Dharma Insani .............................................................. 3.3. Mitrasana Apotek-Healthmart-Laboratorium-Dokter ......................
36 36 39 40
4. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 4.1. Lingkungan Apotek .......................................................................... 4.2. Pengadaan Barang Apotek ................................................................ 4.3. Tata Letak Produk ............................................................................. 4.4. Administrasi Apotek ......................................................................... 4.5. Layanan NHD (Nutritional Home Delivery) ....................................
46 46 48 49 50 51
5. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 5.1. Kesimpulan ....................................................................................... 5.2. Saran .................................................................................................
52 52 52
DAFTAR ACUAN ........................................................................................
53
vi
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur Organisasi Perseroan ....................................................... Lampiran 2. Struktur Organisasi Grup Kalbe................................................. Lampiran 3. Struktur Organisasi PT. Millenia Dharma Insani....................... Lampiran 4. SOP Penjualan OTC/ Minimarket ....................................................... Lampiran 5. SOP Penjualan Obat Resep Dalam...................................................... Lampiran 6. SOP Penjualan Obat Resep Luar ......................................................... Lampiran 7. SOP Pendaftaran Klinik ...................................................................... Lampiran 8. SOP Pendaftaran Pasien Baru ............................................................. Lampiran 9. SOP Klinik atau Praktek Dokter ......................................................... Lampiran 10. SOP Pelayanan Laobratorium atau Rontegen ................................... Lampiran 11. SOP Pengambilan Sampel ................................................................ Lampiran 12. SOP Rujukan Sampel Laboratorium ................................................. Lampiran 13. SOP Layan Antar ..............................................................................
vii
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
54 55 56 57 58 61 62 63 64 65 66 67 68
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang dimaksud dengan kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan di bidang kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Untuk itulah diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitasi) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Salah satu faktor yang ikut berkontribusi terhadap pembangunan kesehatan adalah tersedianya sarana pelayanan kesehatan yang merata dan terjangkau bagi masyarakat. Apotek merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan yang berfungsi menyediakan dan menyalurkan sediaan farmasi dan alat kesehatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027/MENKES/ SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Apotek merupakan salah satu sarana penunjang kesehatan, dimana apotek berperan dalam menyediakan dan menyalurkan sediaan farmasi, perbekalan kesehatan serta komoditi lainnya. Selain sebagai suatu unit pelayanan kesehatan (nonprofit oriented), apotek juga merupakan suatu institusi bisnis (profit oriented). Apotek berperan dalam pelayanan obat atas resep dokter dan pelayanan obat tanpa resep dokter untuk masyarakat yang ingin melakukan pengobatan sendiri. Saat ini, orientasi dunia kefarmasian telah bergeser dari yang semula hanya berfokus pada pengelolaan dan menjual obat (product oriented) menjadi berfokus pada pasien (patient oriented) dengan obat sebagai komoditi penunjang pelayanan yang komprehensif guna meningkatkan kualitas hidup pasien. 1
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
2
Sebagai konsekuensi dari perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian informasi untuk menghindari penggunaan obat yang salah maupun penyalahgunaan obat, monitoring penggunaan obat, dan mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan. Apoteker juga harus mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat rasional. Sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan apotek, apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antarprofesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier, dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Mitrasana merupakan salah satu sarana untuk mempersiapkan calon apoteker agar dapat mengerti dan memahami ruang lingkup apotek serta gambaran secara langsung tugas dan peran apoteker di apotek.
1.2. Tujuan 1.2.1. Mengetahui bentuk layanan dan peran apoteker dalam prakteknya di apotek dengan terlibat secara langsung dalam kegiatan praktek farmasi komunitas 1.2.2. Mengetahui pengelolaan obat dan alat kesehatan di apotek, baik dari aspek manajerial, administratif, maupun bisnis di lingkungan apotek tempat PKPA.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
BAB 2 TINJAUAN UMUM APOTEK
2.1. Aspek Legalitas dan Organisasi 2.1.1. Definisi, Tugas, dan Fungsi Apotek Apotek diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1965 yang kemudian disempurnakan dengan adanya Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 tentang tugas dan fungsi apotek, apotek didefinisikan sebagai suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat. Adapun tugas dan fungsi apotek adalah: 1. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan 2. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat 3. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332 Tahun 2002 dan Kepmenkes RI No. 1027 Tahun 2004 sedikit mengubah definisi di atas menjadi ”Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran
sediaan
farmasi,
perbekalan
kesehatan
lainnya
kepada
masyarakat”. Peraturan umum tentang perapotekan yang terbaru dan sampai saat ini masih berlaku adalah Kepmenkes RI No. 1027 Tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek yang disusun sebagai pedoman praktek serta melindungi profesi apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian. Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.
3
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
4
2.1.2. Persyaratan Apotek Berdasarkan Permenkes No. 922/MenKes/Per/X/1993, persyaratan umum apotek harus memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 1. Untuk mendapatkan ijin, Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi, dan perbekalan lainnya yang merupakan milik sendiri atau pihak lain 2. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi 3. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. Menurut Kepmenkes RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, mengenai sarana dan prasarana apotek, apotek mempunyai ketentuan sebagai berikut: a. Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat b. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek c. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat d. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya e. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh Apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling f. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya g. Apotek harus bebas dari hewan pengerat, serangga/pest h. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin i. Apotek harus memiliki: 1. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien 2. Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/materi informasi 3. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien 4. Ruang racikan 5. Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
5
j. Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap, dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban, dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang sudah ditetapkan.
2.1.3. Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek Persyaratan menjadi Apoteker Pengelola Apotek (APA) diatur dalam Permenkes No. 922/Menkes/Per/X/1993 pasal 5 sebagai berikut: 1. Ijazahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan 2. Telah mengucapkan Sumpah/Janji sebagai Apoteker 3. Memiliki Surat Ijin Kerja dari Menteri 4. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai Apoteker 5. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain. Untuk melaksanakan ketentuan pasal 37 ayat (4), pasal 42 ayat (4), pasal 50 ayat (3) Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian,
maka
Menteri
Kesehatan
menetapkan
Permenkes
No.
889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Ijin Praktik, dan Ijin Kerja Tenaga Kefarmasian. Permenkes No. 889/Menkes/Per/V/2011 pasal 2 ayat (1) menjelaskan bahwa setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi dan dalam ayat (2) disebutkan bahwa surat registrasi Apoteker berupa STRA. Pada pasal 7 ayat (1) dijelaskan syarat memperoleh STRA, yaitu: 1. Memiliki ijazah Apoteker 2. Memiliki sertifikat kompetensi profesi 3. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan Sumpah/Janji Apoteker 4. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat ijin praktek 5. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
6
2.1.4. Tata Cara Perijinan Apotek Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal ini adalah: 1. Permenkes No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perijinan Apotek. 2. Kepmenkes RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002 yang mengubah beberapa ketentuan dalam Permenkes No. 922 Tahun 1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perijinan Apotek. Dalam Kepmenkes RI No. 1332 Tahun 2002 pasal 4 dinyatakan bahwa ijin apotek diberikan oleh Menteri Kesehatan, dimana wewenang ini dilimpahkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Berikut ini adalah tata cara pengajuan ijin apotek sesuai dengan Kepmenkes RI No. 1332 tahun 2002 pasal 7: 1. Permohonan Ijin Apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan melampirkan: a. Salinan/fotokopi Surat Ijin Kerja Apoteker b. Salinan/fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) c. Salinan/fotokopi denah bangunan d. Surat yang menyatakan status bangunan dalam bentuk akte hak milik/sewa/ kontrak e. Daftar Asisten Apoteker dengan mencantumkan nama, alamat, tanggal lulus, dan nomor surat ijin kerja f. Asli dan salinan/fotokopi daftar terperinci alat perlengkapan apotek g. Surat pernyataan dari Apoteker Pengelola Apotek bahwa tidak bekerja tetap pada Perusahaan Farmasi lain dan tidak menjadi Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain h. Asli dan salinan/fotokopi surat ijin atasan (bagi pemohon pegawai negeri anggota ABRI, dan pegawai instansi pemerintah lainnya) i. Akte perjanjian kerja sama Apoteker Pengelola Apotek dengan Pemilik Sarana Apotek yang disahkan oleh notaris j. Surat pernyataan PSA tidak terlibat pelanggaran peraturan perundangundangan di bidang obat k. Ijin HO (Hinder Ordonantie). Saat mengurus ijin HO akan diperoleh Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
7
formulir ijin gangguan tetangga yang harus ditandatangani oleh tetangga sekitar tempat akan didirikan apotek tersebut, yang kemudian disahkan oleh ketua RT, ketua RW, dan Kelurahan. Dalam ijin HO dilampirkan denah tempat usaha, akte pendirian badan usaha, fotokopi Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dan persetujuan pemilik, jika bangunan yang akan didirikan adalah kontrak. Pada proses mendapatkan ijin HO, apotek yang bersangkutan akan mendapatkan Surat Rekomendasi Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menjadi salah satu syarat permohonan ijin HO. Selanjutnya Dinas Perijinan Kabupaten/Kota akan mengeluarkan surat keputusan tentang pemberian ijin gangguan. l. SIUP (Surat Ijin Usaha Perdagangan). Walaupun tidak mutlak, SIUP berguna dalam pengajuan kredit. m. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). 1. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan. 2. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat. 3. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan (3) tidak dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. 4. Dalam jangka waktu 12 hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (3) atau pernyataan ayat (4), Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Ijin Apotek. 5. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud ayat (3) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
8
6. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud ayat (6), Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambatlambatnya dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal dikeluarkan Surat Penundaan. Apabila semua hasil pemeriksaan sudah memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota akan mengeluarkan SIA. Surat Ijin Apotek dapat dicabut apabila sudah tidak memenuhi syarat lagi. Hal ini sesuai dengan Kepmenkes RI No. 1332 Tahun 2002 pasal 25. Pencabutan SIA dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota apabila: 1. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai APA 2. Apoteker tidak memenuhi kewajiban menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin 3. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terusmenerus 4. Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 31, yaitu pelanggaran terhadap UU Obat Keras Nomor St. 1937 No. 541, UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, UU No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, UU No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika, serta ketentuan perundang-undangan lain yang berlaku 5. Surat Ijin Kerja APA dicabut 6. PSA terbukti terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat 7. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan sesuai Permenkes No. 922 Tahun 1993 pasal 6. Pencabutan SIA dilakukan setelah dikeluarkan peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak 3 kali secara berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 bulan. Pembekuan Ijin Apotek berlaku untuk jangka waktu selama-lamanya 6 bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek. Pembekuan tersebut dapat dicairkan kembali apabila apotek telah terbukti memenuhi segala persyaratan sesuai dengan ketentuan dan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
9
setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Adapun tata cara perijinan apotek dapat dilihat pada Gambar 2.1. Apoteker Mengajukan ijin Pemeriksaan tidak dilakukan
Mengajukan ijin
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
12 hari kerja Surat Pernyataan Siap Melakukan Kegiatan dengan tembusan ke Kepala Dinas Propinsi
Selambat-lambatnya 6 hari kerja Tim Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten atau dapat meminta bantuan teknis dari Balai POM untuk melakukan pemeriksaan
Selambat-lambatnya 6 hari kerja Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Belum memenuhi syarat
Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
maksimal 12 hari Surat Penundaan
Surat Ijin Apotek
Surat Penolakan dengan alasan
maksimal 1 bulan Diberi kesempatan untuk melengkapi
Gambar 2.1. Skema Proses Perijinan Pendirian Apotek
2.1.5.
Studi Kelayakan Pendirian Apotek Perencanaan pendirian suatu apotek perlu dilakukan sebelum apotek
didirikan, salah satunya adalah dengan membuat studi kelayakannya. Studi kelayakan (feasibility study) merupakan suatu metode penjajakan gagasan dari Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
10
sebuah ide yang digunakan sebagai pertimbangan untuk mengetahui layak tidaknya ide tersebut untuk dilaksanakan. Studi kelayakan dalam pendirian suatu apotek adalah kelayakan yang berimbang baik dari segi bisnis maupun pengabdian profesi dari suatu apotek. Studi kelayakan yang dibuat bertujuan untuk menghindari penanaman modal yang tidak efektif dan berguna untuk mengetahui apakah apotek yang akan didirikan dapat bertahan dan menghasilkan keuntungan secara bisnis disamping berfungsi sebagai tempat pengabdian profesi. Apotek yang akan didirikan harus dapat dikelola dengan baik dan memiliki manajemen yang kuat agar dapat maju dan berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Manajemen yang kuat dapat ditandai dengan perencanaan yang matang, menyeluruh dan bersifat realistis. Pertimbangan yang menjadikan studi kelayakan bersifat realistis antara lain jumlah penduduk di sekitar apotek, apotek yang sudah ada, pola transportasi, fasilitas kesehatan umum di sekitar apotek, tingkat pendidikan, dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Untuk mematangkan perencanaan, pertimbangan-pertimbangan tersebut dapat dianalisa dengan menggunakan analisa SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat). Studi kelayakan mencakup beberapa aspek yaitu lokasi, pasar, keuangan, teknis, dan manajerial. 2.1.6.1. Aspek Lokasi Dalam membuat studi kelayakan perlu memperhatikan lokasi dimana apotek akan berdiri dengan mempertimbangkan beberapa faktor antara lain: jumlah dan kepadatan penduduk, keadaan sosial-ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat setempat, jarak dengan apotek lain, keberadaan apotek dan fasilitas kesehatan lain (misalnya Puskesmas, Rumah Sakit, praktek dokter, dsb.) di sekitar wilayah apotek, keamanan, dan keterjangkauan apotek. Aspek lokasi sangat menentukan keberhasilan dari apotek yang akan didirikan dan erat hubungannya dengan aspek pasar. 2.1.6.2. Aspek Pasar Sebagai suatu unit bisnis, apotek seharusnya bisa menghasilkan keuntungan yang mendukung keberlangsungan suatu apotek. Analisis pasar harus dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya pasar yang akan menyerap usaha yang akan dijalankan. Analisis pasar meliputi bentuk pasar, potensi pasar, dan jenis Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
11
konsumen tertentu yang akan dilayani atau yang akan menjadi sasaran pemasaran apotek (target pasar) serta tingkat persaingan apotek. Dalam analisis pasar ini yang perlu menjadi perhatian adalah perkiraan jumlah resep yang dapat diserap dari masing-masing dokter, poliklinik atau rumah sakit di sekitar apotek, harga obat tiap resep dan keadaan penduduk di sekitar lokasi yang meliputi jumlah penduduk, tingkat pendidikan penduduk, tingkat sosial atau ekonomi, dan perilaku penduduk untuk berobat. 2.1.6.3. Aspek Teknis Aspek ini meliputi proses perijinan, teknologi yang digunakan, instalator/pemasangan instalasi listrik dan air, pemilihan PBF, jumlah dan jenis komoditas yang dibutuhkan, rencana usaha, penyusunan Standard Operating Procedure (SOP), penentuan software penunjang kegiatan usaha, serta target untuk memulai operasional. 2.1.6.4. Aspek Manajerial Aspek ini meliputi analisis sumber daya manusia seperti dalam hal penyusunan visi dan misi apotek, struktur organisasi apotek, penentuan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan, pembuatan job description dan job specification, dan sistem pengelolaan. 2.1.6.5. Aspek Bisnis Apotek adalah jenis usaha yang khusus dimana obat adalah produk utama apotek. Berbeda dengan produk yang lain, obat jelas memiliki sifat, khasiat, resiko, dan tata aturan pengelolaan yang khusus. Sejak dari aspek pengadaan, penyimpanan, peracikan, hingga pendistribusiannya dilakukan dengan cara-cara yang telah ditentukan, serta diawasi oleh pemerintah (Balai POM, Dinas Kesehatan). Oleh karena itu usaha apotek merupakan usaha yang memiliki 2 aspek yang saling menyatu, yaitu aspek profesi (berkaitan dengan kemanusiaan) dan aspek bisnis. Sebagai fungsi pengabdian profesi, penyelenggaraan apotek diatur oleh perundang-undangan. Beberapa aspek yang diatur adalah mengenai proses perijinan, penanggung jawab dan tenaga kesehatan, syarat bangunan dan ruangan, stock, administrasi dan pelaporan obat, pengelolaan obat, dan standar pelayanan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
12
Sedangkan sebagai lembaga bisnis, usaha ini haruslah menggunakan kaidahkaidah bisnis agar berkembang atau menghasilkan keuntungan finansial. 1.
Permodalan Modal diperlukan dalam menjalankan suatu kegiatan usaha dan
merupakan salah satu hal yang paling dibutuhkan dan memegang peranan penting. Sumber permodalan dapat diperoleh secara ekuitas dan hutang. Modal ekuitas dapat diperoleh antara lain dari tabungan pribadi, teman-teman ataupun saudara, dan penjualan saham umum (go public), sedangkan untuk modal hutang dapat diperoleh antara lain dari investor perorangan, bank komersial, dan program yang didukung pemerintah. Modal yang dibutuhkan dalam pendirian apotek dapat berupa: modal operasional, modal non operasional, dan cadangan modal. Modal nonoperasional adalah investasi usaha dalam bentuk aktiva tetap yaitu aset yang lebih permanen dalam sebuah usaha. Modal nonoperasional digunakan untuk investasi apotek (perlengkapan, administrasi, dan perijinan). Modal operasional adalah investasi usaha dalam bentuk aktiva jangka pendek atau aktiva lancar, yaitu kas, surat berharga, piutang usaha (< 1 tahun), persediaan, dan biaya dibayar di muka. Modal operasional digunakan untuk pengadaan obat-obatan di apotek sedangkan cadangan modal digunakan untuk menutup biaya operasional selama enam bulan (terutama untuk apotek baru yang baru buka). Jumlah modal yang diperlukan tergantung dari tipe apotek yang akan didirikan. Secara umum dapat dikelompokkan menjadi 3 tipe: a. Tipe kecil, yaitu apotek yang hanya menyediakan obat-obat dalam macam atau jumlah
yang
sedikit
saja.
Modal
awal
yang
diperlukan
(selain
bangunan/ruangan) berkisar 30-50 juta. b. Tipe sedang, yaitu apotek yang menyediakan obat/produk dalam macam dan jumlah yang lebih banyak. Modal yang diperlukan berkisar 50-150 juta. c. Tipe besar, yaitu apotek yang secara lebih lengkap menyediakan obat/produk dalam jumlah yang cukup. Modal di atas 150 juta. 2.
Perhitungan BEP Break Even Point (BEP) merupakan suatu teknik analisa yang mempelajari
hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan, dan volume kegiatan. Suatu apotek dikatakan BEP jika keadaan apotek pada suatu periode tertentu tidak Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
13
mengalami kerugian dan tidak pula memperoleh laba, yang berarti antara jumlah biaya dengan jumlah hasil penjualannya adalah sama. Fungsi dari analisa BEP antara lain digunakan untuk perencanaan laba, sebagai alat pengendalian, alat pertimbangan dalam menentukan harga jual, dan alat pertimbangan dalam mengambil keputusan (Anief, 2005). Perhitungan Break Even Point (BEP) dapat dilakukan menggunakan rumus berikut ini:
(2.1)
Biaya tetap (fix cost) adalah biaya yang bersifat tetap, yang besarnya tidak tergantung pada tingkat/volume barang atau jasa yang dihasilkan oleh suatu bisnis/usaha. Contoh biaya tetap adalah biaya penyusutan/depresiasi ruangan gudang, biaya pemeliharaan gudang, pajak, dan biaya buruh penjaga gudang. Biaya tidak tetap (variable cost) adalah biaya yang berubah-ubah karena adanya perubahan jumlah/volume barang atau jasa yang dihasilkan oleh suatu bisnis/usaha, contohnya adalah biaya modal yang ditanam (modal kerja) dan biaya upah buruh bagian penerimaan barang. Sebuah apotek dikatakan prospektif apabila jangka waktu yang digunakan untuk mengembalikan modalnya semakin kecil. Hal ini menandakan laba bersih rata-rata apotek tersebut juga besar. Untuk mengetahui apakah modal yang ditanam di apotek lebih menguntungkan daripada investasi di bank, maka dapat digunakan Return on Investment (ROI) dan untuk mengetahui berapa lama modal akan kembali dari usaha apotek yang dilakukan maka digunakan parameter Pay Back Period (PBP) (Umar, 2005). Untuk mengetahui apakah modal yang ditanam di apotek lebih menguntungkan daripada investasi di bank maka dapat digunakan ROI (Return on Investment). ROI merupakan analisa hasil usaha (Jogiyanto, 2003).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
14
(2.2)
ROI yang baik adalah lebih besar daripada jasa pinjaman rata-rata. Besarnya ROI yang diperoleh merupakan tingkat pengembangan usaha suatu perusahaan (Anief, 2005). Pay Back Period digunakan untuk menghitung berapa lama modal yang kita keluarkan akan kembali (balik modal).
(2.3)
2.2. Aspek Pengelolaan Sumber Daya 2.2.1.
Sumber daya manusia Sumber daya manusia merupakan salah satu penentu keberhasilan apotek.
Oleh karena itu diperlukan suatu garis wewenang dan tanggung jawab yang jelas dan saling mengisi disertai dengan pembagian tugas yang jelas pada masingmasing bagian dalam struktur organisasi tersebut. Struktur organisasi didefinisikan sebagai mekanisme-mekanisme formal dengan mana organisasi dikelola. Struktur organisasi diperlukan untuk: 1. Diperlukan untuk menjelaskan hubungan antarpersonal 2. Untuk menegaskan peran, tugas, kewajiban, dan wewenang tiap personal 3. Ditetapkan oleh masing-masing organisasi.
2.2.2.
Apoteker Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh
seorang apoteker yang profesional. Eight Stars of Pharmacist adalah nilai-nilai yang harus dimiliki seorang farmasis untuk bisa memberikan pelayanan dan kontribusi yang baik dalam pekerjaan maupun kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Eight stars of pharmacist yaitu: 1. Leader (bisa memimpin diri sendiri dan orang lain, bertanggung jawab terhadap kesejahteraan pasien dan masyarakat) 2. Decision maker (mampu menyusun kebijaksanaan obat) 3. Communicator (mampu berinteraksi dengan pasien dan tenaga kesehatan lain) Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
15
4. Long life learner (menjaga ilmu pengetahuan dan ketrampilan tetap up to date) 5. Teacher (membagi ilmu pengetahuan dan memberi peluang praktisi lain memperoleh ilmu pengetahuan) 6. Care giver (memberikan pelayanan yang berkualitas) 7. Manager (mampu mengelola sumber daya dan pendukungnya) 8. Researcher (menggunaan sesuatu berdasarkan bukti) Di apotek, apoteker dapat bertugas sebagai : 1. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah apoteker yang telah diberi Surat Ijin Apotek (SIA). Setiap satu apotek harus ada 1 APA dan seorang apoteker hanya bisa menjadi APA di satu apotek saja. 2. Apoteker pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek di samping APA dan atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. Menurut Kepmenkes RI No. 1332 tahun 2002 pasal 19, “Apabila APA berhalangan hadir pada jam buka apotek, maka harus menunjuk apoteker pendamping”. Apabila APA tidak bisa selalu ada di apotek selama jam buka apotek, maka apoteker pendamping ini dapat menggantikannya. Syarat menjadi apoteker pendamping sama dengan syarat menjadi APA dalam Pasal 5 Permenkes RI No. 922 tahun 1993. 3. Apoteker pengganti adalah apoteker yang menggantikan APA selama APA tersebut tidak berada di tempat lebih dari 3 bulan secara terus-menerus, telah memiliki SIK, dan tidak bertindak sebagai APA di apotek lain. Syarat menjadi Apotek Pengganti sama dengan syarat menjadi APA dalam pasal 5 Permenkes RI No. 922 tahun 1993.
2.2.3.
Asisten Apoteker (AA) Menurut Kepmenkes RI No. 679 tahun 2003 tentang registrasi dan ijin
kerja asisten apoteker, “Asisten apoteker adalah tenaga kesehatan yang berijazah Sekolah Asisten Apoteker/Sekolah Menengah Farmasi, Akademi Farmasi Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan, Akademi Analisis Farmasi dan Makanan Jurusan Analisis Farmasi sesuai peraturan perundangan yang berlaku”. Pada Pasal 22 ayat 2 Permenkes RI No. 922 tahun 1993 “Asisten Apoteker melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek di bawah pengawasan apoteker “. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
16
2.2.4.
Pemilik Sarana Apotek (PSA) Pemilik Sarana Apotek tidak harus ada. Apoteker Pengelola Apotek dapat
sekaligus menjadi PSA. APA dapat bekerjasama dengan PSA apabila diperlukan saja, misal karena APA belum mempunyai cukup modal untuk pengadaan sarana apotek.
2.2.5.
Karyawan Juru resep (reseptir), kasir, akuntan, petugas kebersihan, dan karyawan lain
tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan. Sumber daya manusia merupakan sumber daya yang paling sulit untuk dikelola dan sekaligus merupakan sumber daya yang sangat penting karena sumber daya ini memberikan sumbangan tenaga, bakat, kreativitas, dan usaha kepada organisasi. Dalam pengelolaan sumber daya manusia ini diperlukan apoteker yang senantiasa memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan
yang
baik,
mengambil
keputusan
yang
tepat,
kemampuan
berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karir, dan membantu memberikan pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan, memilih dan menempatkan tenaga kerja sesuai dengan kemampuannya dan pendidikannya, dan memberikan dorongan kepada tenaga kerja untuk bekerja giat. Pengelolaan SDM dapat juga dilakukan dengan menetapkan hak dan kewajiban setiap karyawan dengan jelas, yaitu dengan menetapkan job description yang jelas sesuai dengan tugas dan tanggung jawab serta wewenangnya (Hartini dan Sulasmono, 2008).
2.2.6.
Tahap-Tahap pengelolaan SDM Dalam hal ini, APA bertindak sebagai penanggung jawab dan mempunyai
wewenang dalam pengelolaan SDM. Besarnya gaji karyawan ditentukan berdasarkan keahlian, ketrampilan, besarnya tanggung jawab, dan lamanya pengabdian di apotek (Hartini dan Sulasmono, 2008). Adapun tahapan pengolahan sumber daya manusia adalah sebagai berikut: 1. Perencanaan SDM Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
17
2. Seleksi dan rekruitmen 3. Pengembangan 4. Penilaian prestasi kerja 5. Kompensasi 6. Penanganan stress dan konflik 7. Pemberhentian
2.2.7.
Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Lainnya
2.2.7.1. Perencanaan Perencanaan merupakan kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga dalam rangka pengadaan dengan tujuan mendapatkan jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, serta menghindari kekosongan obat. Dalam perencanaan pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya seperti obat-obatan dan alat kesehatan, maka perlu dilakukan pengumpulan data yang akan dipesan. Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang akan dipesan dibuat berdasarkan data sediaan yang habis atau hampir habis yang dicatat dalam buku defecta, yaitu jika barang habis atau persediaan menipis berdasarkan jumlah barang yang tersedia pada bulan-bulan sebelumnya. Tujuan perencanaan antara lain: 1. Efisiensi penggunaan dana, dengan memilih obat yang sangat dibutuhkan tetapi harga relatif murah 2. Estimasi kebutuhan obat yang akurat (tidak berlebih tetapi juga jangan sampai kurang) 3. Menyamakan persepsi antara pihak pengguna (provider atau user) dengan penyedia obat. Berdasarkan Kepmenkes RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek, maka dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu memperhatikan: 1. Pola penyakit Apotek perlu memperhatikan dan mencermati pola penyakit yang timbul di sekitar masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tentang obat-obat untuk penyakit tersebut. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
18
2. Tingkat perekonomian masyarakat Tingkat ekonomi masyarakat di sekitar apotek juga akan mempengaruhi daya beli terhadap obat-obatan. Apotek perlu menyediakan obat-obat yang harganya terjangkau seperti obat generik berlogo, jika masyarakat sekitar memiliki tingkat perekonomian menengah ke bawah. Demikian pula sebaliknya, jika masyarakat sekitar memiliki tingkat perekonomian menengah ke atas yang cenderung memilih membeli obat-obat paten, maka apotek juga harus menyediakan obat-obat paten yang sering diresepkan.
3. Budaya masyarakat Pandangan masyarakat terhadap suatu obat, pabrik obat, ataupun iklan obat dapat berpengaruh terhadap perilaku mereka dalam pemilihan obat, terutama untuk obat-obat tanpa resep. Pada lingkungan masyarakat dengan budaya lebih senang berobat ke dokter, maka apotek perlu memperhatikan obat-obat yang sering diresepkan oleh para dokter tersebut (Hartini dan Sulasmono, 2008). Dalam perencanaan pengadaan ini, ada tiga metode yang sering dipakai yaitu: 1. Metode Epidemiologi Perencanaan dengan metode ini dibuat berdasarkan pola penyebaran penyakit dan pola pengobatan penyakit yang terjadi dalam masyarakat sekitar. 2. Metode Konsumsi Perencanaan dengan metode ini dibuat berdasarkan data pengeluaran barang periode lalu. Data-data tersebut kemudian dikelompokan dalam kelompok fast moving (cepat beredar) maupun yang slow moving (lambat beredar). 3. Metode Kombinasi Metode ini merupakan gabungan dari metode epidemiologi dan metode konsumsi. Perencanaan pengadaan barang dibuat berdasarkan pola penyebaran penyakit dan melihat kebutuhan sediaan farmasi periode sebelumnya. 2.2.7.2. Pengadaan Pengadaan (procurement) merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan, yaitu dengan pembelian. Kebijakan pengelolaan apotek terutama dalam pengadaan barang, sangat menentukan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
19
keberhasilan usaha, tingkat laba, dan kelancaran jalannya apotek (Hartini dan Sulasmono, 2008). Dalam melakukan kegiatan pengadaan barang, perlu diperhatikan hal-hal berikut (Hartini dan Sulasmono, 2008): 1. Buku defecta (buku obat habis), rencana anggaran belanja, daftar harga obat terakhir 2. Barang harus berasal dari sumber dan jalur distribusi yang resmi 3. Perjanjian, misalnya perjanjian retur barang rusak dan kadaluwarsa 4. Kualitas barang harus memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Pengadaan barang dapat dilakukan dengan 3 cara: 1. Pengadaan secara berencana Cara ini digunakan untuk membeli barang-barang yang sulit diperoleh, yaitu apabila keberadaan PBF di luar kota. Dari buku defecta dapat diketahui jenis obat yang habis dalam persediaan sehingga dapat segera dilakukan pemesanan. Perencanaan terhadap jenis dan jumlah obat disesuaikan dengan kondisi keuangan dan arus obat dengan cara menyediakan stock yang cukup untuk obat-obat yang fast moving dan menyediakan obat-obat yang slow moving dalam jumlah yang terbatas atau minimalis. 2. Pengadaan secara spekulasi Pembelian dengan cara ini merupakan pembelian yang dilakukan dalam jumlah yang lebih besar dari kebutuhan. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan untuk mengantisipasi adanya kenaikan harga atau untuk mendapatkan potongan harga khusus yang ditawarkan hanya pada waktu tertentu. Untuk dapat melakukan pembelian ini harus dipertimbangkan kondisi keuangan, kecepatan distribusi obat, dan kapasitas tempat penyimpanan apotek. 3. Pengadaan dalam jumlah terbatas Pembelian ini dilakukan sesuai dengan kebutuhan jangka pendek. Hal ini dilakukan apabila dana yang tersedia terbatas dan PBF berada dalam satu kota atau dapat dengan cepat mendapatkan barang yang dimaksud dalam waktu yang singkat (Hartini dan Sulasmono, 2008).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
20
Proses pengadaan barang untuk kebutuhan apotek dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Persiapan Persiapan pembelian dilakukan dengan cara mengumpulkan data barangbarang yang akan dipesan dari buku defecta, termasuk obat-obat baru yang ditawarkan PBF. 2. Pemesanan Berdasarkan buku defecta tersebut dilakukan pemesanan barang ke PBF. Pemesanan dilakukan dengan menggunakan surat pesanan (SP) yang sudah ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama dan nomor ijin pengelolaan apotek atau surat ijin kerja. Surat Pesanan (SP) untuk pembelian obat dibedakan menjadi 3, yaitu: a. SP obat narkotika Pemesanan narkotika dilakukan melalui PBF Kimia Farma sebagai distributor tunggal. Pemesanan dilakukan dengan menggunakan surat pesanan narkotika rangkap lima ditandatangani oleh APA dan dilengkapi dengan Surat Ijin Kerja (SIK) serta stempel apotek. Surat pesanan narkotika tersebut masing-masing untuk Dinas Kesehatan setempat, BPOM, PBF Kimia Farma, General Manager perdagangan atau penanggung jawab narkotika Kimia Farma dan arsip apotek. Satu SP hanya boleh memuat satu item dan satu potensi obat. b. SP untuk obat psikotropika Pemesanan psikotropika menggunakan surat pesanan khusus, dapat melalui PBF atau pabrik obat.
Surat pesanan ditandatangani oleh apoteker
pengelola apotek kemudian dikirim ke PBF.
Surat pesanan untuk golongan
psikotropika dibuat rangkap 2, dimana lembar 1 untuk PBF dan lembar 2 untuk arsip. Surat pesanan dibuat oleh apotek yang bersangkutan, dan satu SP dapat digunakan untuk memesan barang lebih dari satu item. c. SP untuk obat etikal (obat keras) dan obat bebas Setiap SP bisa memuat banyak item obat. SP dibuat rangkap 2 (dua), yaitu 1 (satu) lembar (asli) untuk PBF, 1 (satu) lembar tembusan SP lainnya untuk apotek sebagai arsip yang digunakan untuk pengecekan barang datang dan sebagai
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
21
arsip pembelian di apotek. Setiap SP dibuat nomor sebagai pengaman untuk menghindari penyalahgunaan (Jogiyanto, 2003). 3. Penerimaan barang Pada saat pengiriman barang, PBF menyertakan surat pesanan, dan faktur pembelian. Faktur ini dibuat sebagai bukti yang sah dari pihak kreditur mengenai transaksi penjualan barang. SP digunakan untuk mencocokkan barang yang dipesan dengan barang yang dikirim. Setelah sesuai dengan surat pesanan, APA atau AA (yang memilki SIK) yang menerima akan menandatangani faktur, memberi cap apotek, dan menuliskan nama terangnya sebagai bukti penerimaan barang. 4. Pencatatan Dari faktur disalin dalam buku penerimaan barang, ditulis nomor urut dan tanggal, nama PBF, nama obat, nomor batch, tanggal kadaluwarsa, jumlah, harga satuan, potongan harga, dan jumlah harga. Setiap hari dilakukan pencatatan penerimaan barang sehingga dapat diketahui beberapa jumlah barang di setiap pembelian. Dari catatan ini harus diwaspadai jangan sampai jumlah pembelian tiap bulannya melebihi angggaran yang telah ditetapkan, kecuali bila ada kemungkinan kenaikan harga (spekulasi memborong obat-obat yang fast moving). Faktur-faktur kemudian diserahkan ke bagian administrasi untuk diperiksa sekali lagi, lalu dibendel dalam map, kemudian menunggu waktu pelunasan (Jogiyanto, 2003). 5. Pembayaran Bila sudah jatuh tempo tiap faktur dikumpulkan per debitur, masingmasing dibuatkan bukti kas keluar serta cek atau giro, kemudian diserahkan ke bagian keuangan untuk ditandatangani sebelum dibayarkan ke PBF. Pembayaran barang yang sudah dipesan dapat dilakukan secara cash atau kredit, tergantung dari jenis obat, serta perjanjian dengan pihak distributor. Pelayanan untuk obat jenis narkotik harus secara COD (Cash On Delivery). Suatu apotek perlu mengadakan persediaan tetap (safety stock) untuk menjamin kelancaran pelayanan. Dalam menentukan jumlah persediaan diapotek perlu diperhatikan adalah dana yang tersedia, kapasitas gudang, keadaan harga, dan besarnya diskon serta mudah tidaknya barang diperoleh (Jogiyanto, 2003). Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
22
2.2.7.3. Penyimpanan Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat (Hartini dan Sulasmono, 2008). Obat dan bahan obat harus disimpan dalam wadah yang cocok dan harus memenuhi ketentuan pembungkusan dan penandaan sesuai dengan ketentuan pembungkusan dan penandaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Obat yang disimpan harus terhindar dari cemaran dan peruraian, terhindar dari pengaruh udara, kelembaban, panas, dan cahaya. Obat dan sediaan farmasi yang dibeli tidak langsung dijual tetapi ada yang disimpan di gudang sebagai persediaan. Penyimpanan obat digolongkan berdasarkan bentuk bahan baku, seperti bahan padat, dipisahkan dari bahan yang cair atau bahan yang setengah padat. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari zat-zat yang bersifat higroskopis, demukian pula halnya dengan bahan-bahan yang mudah terbakar. Serum vaksin dan obat-obat yang mudah rusak atau meleleh pada suhu kamar disimpan dalam lemari es. Tujuan penyimpanan obat adalah untuk memelihara mutu obat, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga kelangsungan persediaan, dan memudahkan pencarian dan pengawasan (Hartini dan Sulasmono, 2008). Kegiatan penyimpanan obat meliputi pengaturan tata ruang, penyusunan stock obat, pencatatan stock obat, dan pengamatan mutu obat. 1. Pengaturan tata ruang Faktor-faktor yang diperlukan adalah kemudahan bergerak, sirkulasi udara yang baik, rak, almari, kondisi penyimpanan khusus, dan pencegahan kebakaran (Hartini dan Sulasmono, 2008). 2. Penyusunan stock obat Sistem penyimpanan barang di apotek bisa berdasarkan beberapa hal, yaitu berdasarkan bentuk sediaan, efek farmakologi, alfabetis, FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out) (Hartini dan Sulasmono, 2008).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
23
3. Pencatatan stock obat Fungsi kartu stock adalah untuk mencatat mutasi obat (penerimaan, pengeluaran,
hilang,
rusak,
atau
kadaluwarsa).
Kartu
stock
diletakkan
bersamaan/berdekatan dengan obat yang bersangkutan. Setiap terjadi mutasi obat, langsung dicatat dalam kartu stock. Pencatatan dilakukan secara rutin dari hari ke hari. Tiap lembar kartu stock hanya diperuntukkan mencatat data mutasi satu jenis obat. Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada setiap akhir bulan. Data pada kartu stock digunakan untuk menyusun laporan, perencanaan, pengadaan, distribusi dan sebagai pembanding terhadap jumlah obat yang ada dalam tempat penyimpanannya dengan jumlah yang tercantum dalam kartu stock (Hartini dan Sulasmono, 2008). 4. Pengamatan mutu obat Obat yang disimpan dapat mengalami perubahan baik secara fisik maupun kimiawi. Perubahan mutu obat dapat diamati secara visual, jika dari pengamatan visual diduga ada kerusakan yang tidak dapat ditetapkan dengan cara organoleptik yaitu pengamatan visual berdasarkan bentuk, rasa, bau, dan warna maka harus dilakukan pemeriksaan untuk pengujian laboratorium (Hartini dan Sulasmono, 2008). Kontrol persediaan bertujuan untuk mengantisipasi agar apotek tidak sampai kehabisan barang dan menghindari loss of sales. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah Lead Time dan Re Order Point. Lead time adalah jarak antara waktu pemesanan dan barang datang. Dengan memperhitungkan lead time maka kita bisa mencegah kekosongan barang. Re order point merupakan penggunaan barang dari lead time/jumlah minimal barang yang masih tersedia atau masih bisa digunakan (Hartini dan Sulasmono, 2008). 2.2.7.4. Penjualan Berdasarkan SK Menkes No. 280 tahun 1981 pasal 24, pemberian harga obat, perbekalan farmasi, dan jasa oleh apotek harus ditekan serendah mungkin berdasarkan struktur harga yang telah ditetapkan oleh Mentri Kesehatan atas usul panitia yang tediri dari wakil-wakil Badan POM, pabrik obat, dan apotek. Harga obat yang ditetapkan oleh Pemerintah setelah mendapat masukan dari stake holder
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
24
antara lain Gabungan Pengusaha Farmasi (GPF), dinyatakan sebagai harga eceran tertinggi (HET) pada konsumen dan tidak boleh dilampaui oleh pedagang eceran. Pada prinsipnya harga obat atas resep dinyatakan sebagai Harga jual Apotek (HJA) dengan rumus sebagai berikut: (2.4) Keterangan: HJA
= Harga Jual Apotek
PPN
= Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10 %
Indeks harga = Harga bahan dengan keuntungan (25-35%) BP
= Biaya pembuatan (tuslah dan embalase)
2.3. Aspek Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical Care) Berdasarkan PP No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan langsung dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Praktek kefarmasian dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan berupa apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, ada beberapa hal yang harus dilakukan seorang Apoteker dalam melakukan pelayanan praktek kefarmasian kepada pasien, yang meliputi: 2.3.1.
Konseling Promosi dan Edukasi Menurut Kepmenkes RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004, Apoteker harus
memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau salah penggunaan sediaan farmasi atau perbekalan farmasi lainnya. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
25
obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas, serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Apoteker berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi dalam rangka pemberdayaan masyarakat dengan cara apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet atau brosur, poster, penyuluhan,
dan
lain-lainnya
sesuai
dengan
Kepmenkes
RI
No.
1027/Menkes/SK/IX/2004. Konseling merupakan suatu proses komunikasi dua arah yang sistematik antara apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat dan pengobatan. Konseling membutuhkan kepekaan dan kemampuan dari apoteker dalam memahami dan melayani pasien/konsumen agar merasa diperhatikan dan diperlukan dengan baik. Manfaat dari konseling untuk pasien adalah mengurangi kesalahan dalam penggunaan obat, mengurangi ketidakpatuhan, mengurangi Adverse Drug Reactions, menjamin bahwa pengobatan rasional, tambahan penjelasan tentang penyakitnya, dapat merawat diri sendiri, dan mengurangi biaya kesehatan
2.3.2.
Pengobatan Sendiri (Self Medication) Pengobatan mandiri merupakan tindakan mengobati diri sendiri dengan
obat tanpa resep (OTR) yang dilakukan secara tepat guna dan bertanggung jawab. Hal ini mengandung makna bahwa pengobatan mandiri yang dilakukan oleh dan untuk diri sendiri harus dilakukan secara rasional, termasuk tindakan pemilihan dan penggunaan produk obat, merupakan tanggung jawab penggunanya. Berdasarkan Permenkes No. 919/Menkes/Per/X/1993 tentang kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep (OTR), pemerintah menunjukkan dukungannya dalam program pengobatan mandiri, yakni dengan menetapkan obat yang diserahkan tanpa resep. Berdasarkan Permenkes No. 919/Menkes/Per/X/1993, obat yang dapat diserahkan tanpa resep harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan wanita hamil, anak dibawah usia dua tahun, dan orang tua diatas 65 tahun
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
26
2. Pengobatan sendiri dengan obat yang dimaksud tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit 3. Penggunaan tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan 4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia 5. Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri. Dalam rangka membantu masyarakat dalam pengobatan sendiri yang tepat, apoteker di apotek harus memberikan informasi mengenai terapi yang tepat, aman, dan, rasional sesuai permintaan masyarakat sendiri, serta memantau hasil terapi tersebut. Untuk memantau langkah-langkah pengobatan sendiri yang telah ditempuh oleh pasien, sebaiknya apotek
mempunyai catatan pengobatan
(medication record) mengenai pasien, keluhan, langkah pengobatan yang dipilih, serta jumlah obat yang diberikan.
2.3.3.
Pelayanan Residensial (Home Care) Menurut Kepmenkes RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004, pelayanan
residensial (home care) adalah pelayanan apoteker sebagai care giver dalam pelayanan kefarmasian di rumah-rumah khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan terapi kronis lainnya. Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini, apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).
2.4. Aspek Pelayanan 2.4.1.
Pelayanan Resep Sebuah apotek mempunyai fungsi utama dalam pelayanan obat atas resep
dan tanpa resep. Dalam pelayanan obat dengan resep dokter, maka resep tersebut harus diperiksa terlebih dahulu kelengkapan dan keabsahannya. Setelah itu resep
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
27
tersebut dapat dilayani, mulai dari pemberian harga, penyiapan obat-obatan sampai penyerahan obat-obat kepada pasien (Hartini dan Sulasmono, 2008). Pengertian resep secara sederhana dimaknai sebagai suatu permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. Bagi dokter umum dan dokter spesialis tidak ada pembatasan mengenai jenis obat yang boleh diberikan kepada penderitanya. Bagi dokter gigi hanya boleh menuliskan jenis obat yang berhubungan dengan gigi, sedangkan dokter hewan dibatasi penggunaannya pada hewan saja, sedangkan jenisnya tidak dibatasi (Hartini dan Sulasmono, 2006). Alur pelayanan resep di apotek dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Apoteker Pasien membawa resep
Resep diserahkan kepada
Apoteker melakukan skrining resep Cek ketersediaan obat Diberi harga
Apoteker
Obat dilayani/dibuat Diberi etiket Kontrol ulang Obat siap diserahkan
Kasir:
Resep diserahkan kepada
Penyerahan obat dan informasi
Menerima uang Memberi no R/ dan dicap lunas Memberi karcis nomor resep
Pasien mengembalikan karcis nomor resep
Gambar 2.2. Alur Pelayanan Resep di Apotek
2.4.2.
Skrining resep: Berdasarkan Kepmenkes RI No. 1027/Menkes/SK/2004 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian, Apoteker wajib melakukan skrining resep yang meliputi: 1. Persyaratan administrasi meliputi yang meliputi nama dokter, SIP, dan alamat dokter; tanggal penulisan resep; tanda tangan/paraf dokter penulis resep; nama, Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
28
alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis, jumlah obat yang diminta; cara pemakaian yang jelas; dan informasi lainnya. 2. Kesesuaian farmasetik meliputi: bentuk sediaan obat, dosis obat, potensi obat, stabilitas obat, inkompatibilitas obat, cara, dan lama pemberian obat. 3. Pertimbangan klinis yang harus dilakukan adalah dengan melihat adanya alergi, efek samping obat, interaksi, kesesuaian (dosis, jumlah obat, dan lainlain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
2.4.3.
Penyiapan obat Menurut Kepmenkes RI No. 1027/Menkes/SK/2004 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di apotek, langkah-langkah penyiapan obat yang harus dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Peracikan meliputi penyiapan, menimbang, mencampur, mengemas, dan memberikan etiket pada wadah. Dalam pelaksanaannya harus dibuat sesuai prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis, jumlah obat, serta penulisan etiket yang benar. 2. Etiket menurut pasal 11 dalam Kepmenkes RI No. 280/Menkes/SK/V/1981 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotek, disebutkan bahwa obat yang diserahkan atas dasar resep harus dilengkapi dengan etiket berwarna putih untuk obat dalam dan berwarna biru untuk obat luar. Pada etiket harus dicantumkan: nama, alamat, nomor telepon apotek; nama dan nomor Surat Ijin Pengelolaan Apoteker Pengelola Apotek; nomor dan tanggal pembuatan resep; nama pasien; aturan pemakaian obat; serta tanda lain yang diperlukan. Tulisan pada etiket harus jelas dan dapat dibaca. 3. Kemasan obat yang diberikan hendaknya dikemas dengan rapi dengan kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.
2.4.4.
Penyerahan obat
1. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai dengan pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan. Sebelum obat Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
29
diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. 2. Informasi obat Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi yang diberikan meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas, serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi, dan informasi lain yang mendukung proses penyembuhan pasien.
Dalam
memberikan
informasi
diharapkan
apoteker
dapat
berkomunikasi dengan baik berdasarkan pemahaman terhadap latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya penerima informasi.
2.4.5.
Pelayanan Obat Wajib Apotek (OWA) Obat Wajib Apotek (OWA) telah ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Kesehatan No. 347/Menkes/SK/VII/1990 (OWA 1), Peraturan Menteri Kesehatan No. 924/ Menkes/Per/X/1993 (OWA 2) dan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1176/ Menkes /SK/X/1999 (OWA 3), bahwa OWA adalah obat keras tertentu yang dapat diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter. Kriteria OWA yang dapat diserahkan ke pasien Menurut Permenkes No. 919 tahun 1993 meliputi: tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita, anak di bawah usia 2 tahun, dan orang tua di atas 65 tahun; pengobatan sendiri dengan obat yang dimaksud tidak memberikan resiko kelanjutan penyakit; penggunaannya tidak membutuhkan cara atau alat khusus yang harus dilakukan tenaga kesehatan; penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevelansinya tinggi di Indonesia; dan obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri. Tujuan ditetapkannya OWA adalah untuk meningkatkan peran Apoteker dalam membantu masyarakat mengatasi masalah kesehatan dengan cara melakukan
pengobatan sendiri secara tepat, aman, dan rasional. Menurut
Kepmenkes RI No.347/Menkes/SK/VII/1990, Apoteker memiliki beberapa kewajiban yang harus dipenuhi dalam pelayanan OWA, yaitu: 1. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan dalam Obat Wajib Apotek (OWA) yang bersangkutan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
30
2. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan 3. Memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi, efek samping, dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien.
2.4.6.
Pelayanan obat keras, narkotika, dan psikotropika
2.4.6.1. Obat Keras Undang-Undang Obat Keras (St. No. 419 tanggal 22 Desember 1949 dalam Pasal 1 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan: 1. Obat-obat keras: obat-obatan yang tidak digunakan untuk keperluan teknik, yang
mempunyai
khasiat
mengobati,
menguatkan,
membaguskan,
mendesinfeksi, dan lain-lain tubuh manusia, baik dalam bungkusan maupun tidak 2. Obat-obatan G: obat-obat keras yang oleh Sec. V. St. didaftar pada daftar obatobatan berbahaya (Gevaarlijk: daftar G) 3. Obat-obatan W: obat-obat keras yang oleh Sec. V. St. didaftar pada daftar peringatan (Warschurwing: daftar W). Menurut Kepmenkes RI No. 2396/A/SK/VIII/86 tentang Tanda Khusus Obat Keras Daftar G, pada kemasan obat keras diberi tanda lingkaran berdiameter minimal 1 cm dengan warna merah dan garis tepi lingkaran berwarna hitam dengan huruf K berwarna hitam di tengah lingkaran yang menyentuh tepi lingkaran. Tanda khusus tersebut melengkapi tanda: “HARUS DENGAN RESEP DOKTER” (Umar, 2005). 2.4.6.2. Narkotika Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Berdasarkan Undang-undang No. 22 tahun 1997, narkotika dibagi menjadi 3 golongan, yaitu: 1. Narkotika golongan I Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
31
tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: tanaman Papaver somniverum, L., opium mentah, heroin. 2. Narkotika golongan II Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: morfin, petidin, metadon. 3. Narkotika golongan III Narkotika yang berkhasiat pengobatan banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh: kodein, campuran opium dengan bahan lain bukan narkotika, propiram. Ketentuan penyimpanan narkotika diatur menurut Permenkes No. 28 tahun 1978 pasal 5 dan 6 sebagai berikut: 1. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat 2. Harus mempunyai kunci yang kuat 3. Terdiri dari dua ruangan dengan dua pintu, masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian pertama digunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan garam-garamnya serta persediaan narkotika (stock). Sedangkan bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari. 4. Apabila ukuran lemari kurang dari 40x80x100 cm, maka almari tersebut harus melekat pada dinding atau lantai atau menjadi satu kesatuan dengan almari yang besar 5. Lemari khusus tidak boleh dipergunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan 6. Anak kunci lemari khusus dikuasai oleh pegawai yang dikuasakan yaitu Asisten Apoteker atau tenaga medis lainnya 7. Lemari khusus diletakkan ditempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum. Menurut UU RI No. 22 tahun 1997, apotek dapat menyerahkan narkotika kepada rumah sakit, puskesmas, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter, dan pasien. Pelayanan narkotika kepada pasien berdasarkan pada resep dokter. Resep-
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
32
resep yang mengandung narkotika diberi tanda garis merah. Resep tersebut dipisahkan dari resep yang lain dan dicatat dalam buku khusus pencatatan. Apotek berkewajiban untuk membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan pengeluaran narkotika yang ada dalam penguasaannya kepada Menteri Kesehatan. Laporan narkotika dikirim kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan Kepala Balai POM Provinsi setempat, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat dan sebagai arsip apotek. Laporan dikirim selambat-lambatnya 10 hari bulan berikutnya. Laporan ditandatangani oleh APA disertai dengan nama terang, nomor ijin kerja, dan cap apotek. Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika disebutkan bahwa pemusnahan narkotika dilakukan bila diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau dapat digunakan dalam proses produksi, kadaluwarsa, tidak memenuhi persyaratan untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, atau berkaitan dengan tindak pidana. Pemusnahan narkotika disaksikan oleh petugas Dinas Kesehatan Daerah dan disertai dengan berita acara pemusnahan paling sedikit rangkap 3. Dalam pelaksanaan pemusnahan narkotika di apotek harus dibuat berita acara yang kemudian dikirimkan kepada Kepala Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan Kantor Dinas Kesehatan Propinsi, Kepala Balai POM Propinsi setempat, dan arsip apotek. Berita acara memuat: 1. Nama, jenis, sifat, dan jumlah. 2. Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukan pemusnahan 3. Tanda tangan dan identitas pelaksana dan pejabat yang menyaksikan pemusnahan (UU No. 22 tahun 1997 pasal 61) 4. Cara pemusnahan 5. Nama Apoteker Pengelola Apotek (Hartini dan Sulasmono, 2008). 2.4.6.3. Psikotropika Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis, bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
33
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu: 1. Psikotropika golongan I. Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Psikotropika ini hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian atau lembaga pendidikan. Contoh: tenamfetamin, katinona, dan etisiklidin. 2. Psikotropika golongan II Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh: amfetamin, sekobarbital. 3. Psikotropika golongan III Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: amobarbital, pentobarbital, siklobarbital. 4. Psikotropika golongan IV Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: allobarbital, diazepam, etinamat. Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, para pengguna, atau pasien berdasarkan resep dokter. Penggunaan psikotropika perlu dilakukan monitoring dengan mencatat resep-resep yang berisi obat psikotropika dalam buku register yang berisi nomor, nama sediaan, satuan, persediaan awal, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran, sisa akhir bulan, dan keterangan. Penyimpanan obat golongan psikotropika belum diatur dalam peraturan perundang undangan khusus. Obat-obat golongan psikotropika cenderung untuk disalahgunakan, maka disarankan agar penyimpanan obat-obat golongan psikotropika diletakkan tersendiri dalam rak atau dalam lemari khusus. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
34
Pemusnahan psikotropika dilakukan bila berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku, bila sudah kadaluwarsa dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan. Pemusnahan psikotropika dilakukan oleh APA, lalu dibuat surat permohonan tertulis kepada BPOM setempat dan dibentuk panitia pemusnahan terdiri dari APA, AA, Petugas BPOM, dan Dinas Kesehatan setempat. Kemudian ditentukan tanggal pemusnahan dan dibuat berita acara. Dikirimkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dengan tembusan Dinas Kesehatan Propinsi, Kepala BPOM setempat, dan arsip apotek. Pembuatan berita acara memuat: 1. Nama, jenis, sifat, dan jumlah 2. Alasan dimusnahkan 3. Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukan pemusnahan 4. Tanda tangan dan identitas pelaksana dan pejabat yang menyaksikan pemusnahan 5. Cara pemusnahan (Hartini dan Sulasmono, 2008). Pemusnahan psikotropika karena alasan berhubungan dengan tindak pidana dilaksanakan dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah mendapatkan kekuatan hukum tetap. Khusus untuk psikotropika golongan I, pemusnahan karena alasan diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi psikotropika, wajib dilaksanakan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah melakukan penyitaan. Pemusnahan psikotropika karena alasan lain dilakukan dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah mendapat kepastian.
2.4.7.
Evaluasi Mutu Pelayanan Dunia kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke
pasien yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi
tersebut,
apoteker
dituntut
untuk
meningkatkan
pengetahuan,
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
35
keterampilan dan prilaku untuk dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat dan mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan. Oleh sebab itu, apoteker dalam menjalankan praktek harus sesuai standar yang ada untuk menghindari terjadinya hal tersebut. Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat yang rasional.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS
3.1. PT. Kalbe Farma, Tbk. 3.1.1.
Sejarah dan Profil Perusahaan (Kalbe, 2010) PT. Kalbe Farma, Tbk. (Kalbe), didirikan pada tahun 1966, tepatnya pada
tanggal 10 September, oleh enam orang bersaudara yang dipimpin dr. Boenjamin Setiawan, Ph. D. (yang lebih dikenal sebagai dokter Boen) dan Fransiskus Bing Aryanto dengan tekad membantu manusia Indonesia meningkatkan kesadaran akan kesehatan dan kesejahteraan mereka. PT. Kalbe Farma, Tbk., berawal dari sebuah bisnis farmasi yang beroperasi di sebuah garasi rumah yang berlokasi di daerah Tanjung Priok, Jakarta Utara. Visi yang tajam, jiwa wirausaha yang tinggi, serta kerja keras para pendiri dan seluruh karyawan telah menyebabkan Kalbe terus berkembang dan menjadi perusahaan yang sukses. Saat ini, setelah lebih dari 40 tahun beroperasi, PT. Kalbe Farma, Tbk., diakui pada tingkat regional sebagai perusahaan farmasi terbesar se-Asia Tenggara. Meskipun telah beroperasi selama lebih dari 40 tahun, Kalbe masih memiliki banyak tujuan yang ingin dicapai. Pengembangan usaha telah gencar dilakukan melalui akuisisi strategis terhadap perusahaan farmasi lain, membangun merek produk yang unggul dan menjangkau pasar internasional, dalam rangka transformasi Kalbe menjadi perusahaan produk kesehatan serta nutrisi yang terintegrasi dengan daya inovasi, strategi pemasaran, pengembangan merek, distribusi, kekuatan keuangan, keahlian riset dan pengembangan serta produksi yang sulit ditandingi dalam mewujudkan misinya untuk meningkatkan kesehatan untuk kehidupan yang lebih baik. Grup Kalbe telah menangani portofolio merek yang handal dan beragam untuk produk obat resep, obat bebas, minuman energi dan nutrisi, yang dilengkapi dengan kekuatan bisnis usaha kemasan dan distribusi yang menjangkau lebih dari satu juta outlet. Kalbe telah berhasil memposisikan merek-mereknya sebagai pemimpin di dalam masing-masing kategori terapi dan segmen industri, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di berbagai pasar internasional, dengan produkproduk kesehatan dan obat-obatan yang telah senantiasa menjadi andalan keluarga 36
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
37 seperti Promag®, Mixagrip®, Woods®, Komix®, Prenagen® dan Extra Joss®. Pembinaan dan pengembangan aliansi dengan mitra kerja internasional telah mendorong pengembangan usaha Kalbe di pasar internasional. Pada akhir tahun 2005, pangsa pasar internasional Kalbe telah meluas hingga Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam, Myanmar, Sri Lanka, dan Afrika Selatan. Kerja sama internasional juga dimanfaatkan untuk berpartisipasi dalam proyek-proyek riset dan pengembangan yang canggih, serta memberi kontribusi dalam penemuan terbaru di dalam bidang kesehatan dan farmasi, termasuk riset sel punca. Pelaksanaan konsolidasi Grup pada tahun 2005 telah memperkuat kemampuan
produksi,
pemasaran
dan
keuangan
Perseroan
sehingga
meningkatkan kapabilitas dalam rangka memperluas usaha Kalbe, baik di tingkat nasional maupun internasional. Saat ini, sebagai salah satu perusahaan farmasi terbesar di Asia Tenggara, Kalbe memiliki saham yang telah tercatat di bursa efek dengan nilai kapitalisasi pasar di atas US$ 1 miliar dan penjualan melebihi Rp 7 triliun. Posisi kas yang sangat baik saat ini juga memberikan fleksibilitas yang luas dalam pengembangan usaha Kalbe di masa mendatang. Dengan dukungan finansial yang kuat dan sumber daya yang berkualitas, Kalbe akan terus berinovasi dan berkembang untuk mencapai cita-cita perusahaan, menjadi pemimpin dalam sektor bisnis farmasi di Indonesia, serta mempersiapkan diri menghadapi tantangan global.
3.1.2.
Nama dan Logo Logo Kalbe menggunakan double helix DNA yang melambangkan
komitmen dalam mengabdikan ilmu untuk kesehatan dan kesejahteraan. Warna hijau sebagai warna dasar digunakan untuk melambangkan kehidupan, pertumbuhan, dan inovasi. Pada bulan Maret 2007, Kalbe memperkenalkan logo baru dan pada logo baru tersebut, Kalbe tetap mempertahankan simbol double helix DNA tetapi penggambarannya diperbaharui sebagai wujud dua manusia. Hal ini menunjukkan bahwa Kalbe yang baru lebih dinamis, siap menghadapi hal-hal baru, serta mempertegas fokus Kalbe kepada masyarakat, kepedulian, dan rasa berbagi. Adapun logo Kalbe dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
38
Gambar 3.1 Logo Kalbe [Sumber: Kalbe, 2010]
3.1.3.
Visi dan Misi (“Laporan Tahunan”, 2009)
3.1.3.1. Visi Menjadi perusahaan yang dominan dalam bidang kesehatan di Indonesia dan memiliki eksistensi di pasar global dengan merek dagang yang kuat, didasarkan oleh manajemen, ilmu dan teknologi yang unggul. 3.1.3.2. Misi Meningkatkan kesehatan untuk kehidupan yang lebih baik.
3.1.4.
Moto (“Laporan Tahunan”, 2009) “The Scientific Pursuit of Health for a Better Life” atau penelusuran ilmiah
terhadap dunia kesehatan untuk kehidupan yang lebih baik.
3.1.5.
Core Value (Nilai Inti) (“Laporan Tahunan”, 2009) Core Value atau nilai inti yang dianut oleh PT. Kalbe Farma, Tbk. antara
lain: 1. Memberikan Pelayanan Terbaik kepada Pelanggan. 2. Gigih untuk Mencapai yang Terbaik. 3. Kerjasama yang Kokoh. 4. Inovasi. 5. Lincah. 6. Integritas.
3.1.6.
Struktur Organisasi Perseroan (“Laporan Tahunan”, 2009) Bagan struktur organisasi perseroan dapat dilihat pada Lampiran 1.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
39
3.1.7.
Struktur Organisasi Grup Kalbe (“Laporan Tahunan”, 2009) Bagan struktur organisasi Grup Kalbe dapat dilihat pada Lampiran 2.
3.2. PT. Millenia Dharma Insani 3.2.1.
Pendahuluan PT. Millenia Dharma Insani merupakan anak perusahaan dari Grup Kalbe
yang memiliki fokus usaha pada bisnis jaringan apotek, healthmart, praktek dokter, dan laboratorium. Bagan struktur organisasi PT. Millenia Dharma Insani sebagai anak perusahaan Grup Kalbe dapat dilihat pada Lampiran 3.
3.2.2.
Tugas dan fungsi Berdasarkan struktur organisasi PT. Millenia Dharma Insani, terdapat
tujuh bagian utama yang saling mendukung dengan tugas dan tanggung jawab yang berbeda. Tujuh bagian utama tersebut beserta tugas dan fungsinya, antara lain: 3.2.2.1. Operational (Operasional) Tugas pokok manajer operasional adalah mengelola seluruh kegiatan operasional gerai, yang meliputi: 1. Pendapatan dan laba (revenue and profit). 2. Penanganan aset (asset handling). 3. Penanganan persediaan (inventory handling). 4. Penanganan sumber daya manusia (people handling). 5. Menaungi beberapa manajer area, dan setiap manajer area membawahi store manager yang bertanggung jawab langsung terhadap kegiatan operasional gerai. Manajer operasional juga dibantu oleh Koordinator Pelayanan Medis yang bertugas mengawasi kualitas pelayanan di seluruh gerai Mitrasana, memberi pelatihan pelayanan medis, serta pencarian dan penerimaan staf medis.
3.2.2.2. Supply Chain Management Supply Chain Management bertugas mengelola pembelian dan pengadaan barang yang dibutuhkan oleh seluruh gerai. Supply Chain Management terbagi ke dalam tiga divisi, yaitu Divisi Merchandise, Divisi Purchasing, dan Divisi Logistic. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
40
3.2.2.3. Business Development (Pengembangan Bisnis) Manajer bagian Pengembangan Bisnis PT. Millenia Dharma Insani bertugas mengembangkan jenis-jenis usaha dan layanan yang prospektif, serta menjalin kerja sama dengan investor dan perusahaan. 3.2.2.4. Finance (Keuangan) Manajer
Keuangan
bertugas
mengatur
dan
mengelola
keuangan
perusahaan, termasuk pendapatan dan biaya dari seluruh gerai, agar efisien. 3.2.2.5. Information Technology (IT atau Teknologi Informasi) Tugas Manajer Teknologi Informasi mencakup perancangan program komputer untuk pengelolaan dan operasional seluruh gerai, perancangan jaringan online di dalam setiap gerai, dan perancangan jaringan semionline antara setiap gerai dengan kantor pusat. 3.2.2.6. Human Resource and General Affair (Sumber Daya Manusia atau Personalia dan Bagian Umum) Bagian ini bertugas menyelenggarakan penerimaan dan pelatihan karyawan, mengurus pembayaran gaji karyawan, dan mengurus hal-hal perizinan dan hal-hal yang berhubungan dengan hukum. 3.2.2.7. Network Development Bagian ini bertugas untuk membangun jaringan dengan pihak lain di luar Mitrasana, termasuk membangun jaringan dengan pihak asuransi. 3.2.2.8. Marketing Bagian ini bertugas untuk menyusun dan merancang progam promosi dan sales focus di setiap gerai Mitrasana. 3.3. Mitrasana Apotek – Healthmart – Laboratorium – Dokter 3.3.1.
Pendahuluan Mitrasana didirikan pada tanggal 18 Januari 2008 di Cikarang baru oleh
pendiri Grup Kalbe, yaitu dr. Boenjamin Setiawan, Ph. D. Pendirian sarana pelayanan kesehatan Mitrasana dilatarbelakangi oleh dua hal. Pertama, Mitrasana berupaya mendukung program pemerintah dalam hal memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health care) yang bermutu dan terjangkau. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang dimaksud adalah pelayanan dokter Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
41
umum dan pelayanan ini diharapkan dapat diakses oleh masyarakat, baik dari kalangan ekonomi bawah, menengah, maupun dari kalangan ekonomi atas. Kedua, Mitrasana diharapkan menjadi strategic alignment bagi seluruh satuan unit bisnis Grup Kalbe, yaitu memberikan pelayanan kesehatan bagi seluruh karyawan Grup Kalbe.
3.3.2.
Nama dan Logo Nama Mitrasana berasal dari dua kata, yaitu “mitra” yang berarti sahabat,
partner, atau rekan, dan “sana” yang berasal dari bahasa Latin dan berarti sehat, sehingga Mitrasana ingin merangkul pasien atau pelanggan dengan menjadi sahabat mereka di bidang kesehatan. Hal ini juga ditunjukkan pada logo Mitrasana yang menggambarkan penyedia layanan kesehatan dan pelanggan yang bergandengan tangan. Bentuk logo yang menyerupai hati menggambarkan bahwa pelayanan di Mitrasana dilakukan dengan sepenuh hati. Adapun logo Mitrasana dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Logo Mitrasana
3.3.3.
Visi dan Misi
3.3.3.1. Visi Menjadi penyedia layanan kesehatan primer, satu atap bagi keluarga Indonesia, dengan pelayanan prima, harga terjangkau, dan jaringan luas. 3.3.3.2. Misi Misi yang diusung oleh Mitrasana antara lain: 1. Layanan kesehatan yang bermutu dengan harga yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. 2. Layanan kesehatan yang ramah dan penuh perhatian. 3. Lokasi gerai yang dekat dengan perumahan dan perindustrian. 4. Saluran distribusi produk kesehatan (obat, alat kesehatan, dsb.) dan makanan kesehatan langsung kepada konsumen. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
42
3.3.4.
Moto Solusi sehat yang nyaman dan terjangkau bagi Anda dan keluarga.
3.3.5.
Core Value (Nilai Inti) Nilai inti yang dijunjung oleh Mitrasana adalah Panca Sradha, yaitu:
3.3.5.1. Trust (Kepercayaan) Kepercayaan adalah perekat hidup kami. Trust mencakup: 1. Menghargai orang lain dan memperlakukan mereka seperti kita ingin diperlakukan. 2. Mempercayai bahwa setiap orang punya potensi dan percaya bahwa setiap orang mampu menggunakan potensinya semaksimal mungkin. 3. Menjunjung tinggi keterbukaan dan kejujuran. 3.3.5.2. Mindfulness (Kesadaran) Kesadaran adalah dasar dari setiap tindakan kami. Mindfulness mencakup: 1. Peka dan peduli terhadap harapan seluruh pemangku kepentingan. 2. Peka dan peduli terhadap masyarakat dan lingkungan. 3. Menjunjung tinggi nilai-nilai perusahaan dalam bertindak dan mengambil keputusan 3.3.5.3. Innovation (Inovasi) Inovasi merupakan kunci keberhasilan kami. Innovation mencakup: 1. Menghargai semangat kewirausahaan dengan menjadi pelopor yang inovatif. 2. Tekat untuk meningkatkan kualitas hidup melalui inovasi berdasarkan kebutuhan pelanggan dengan memanfaatkan ilmu dan teknologi. 3. Senantiasa menerapkan cara-cara baru dalam berbisnis untuk memenangkan persaingan. 3.3.5.4. Strive to be the best (bertekad untuk menjadi yang terbaik) Tekad untuk menjadi yang terbaik mencakup: 1. Menginspirasi dan membekali setiap individu untuk mencapai sasaran yang menantang. 2. Membudayakan proses belajar dan perbaikan yang berkesinambungan. 3.3.5.5. Interconnectedness (Saling keterkaitan) Interconnectedness adalah panduan hidup kami. Hal ini mencakup:
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
43
1. Mengutamakan kerja sama tim dalam keragaman budaya dengan suasana kerja yang hangat dan menyenangkan. 2. Percaya bahwa kesuksesan perusahaan bergantung pada keharmonisan karyawan dan keluarganya. 3. Berkontribusi pada masyarakat dan manfaat sumber daya lingkungan secara bertanggung jawab untuk menjaga kesinambungan.
3.3.6.
Lokasi Pada tahun 2008, terdapat 4 gerai yang tersebar di Cikarang dan Bekasi,
yaitu Mitrasana Ruko Roxy (Cikarang Baru), Taman Aster, Graha Asri, dan Mega Regency. Pada tahun 2010, Mitrasana diharapkan mampu memperbanyak cabangnya hingga 56 gerai. Pada tahun 2012 Mitrasana menutup dua gerainya, yaitu: gerai yang berlokasi di Vila Melati Mas dan Sunter. Dalam rangka pengembangan bisnis, pada tahun 2012 Mitrasana juga berencana membuka beberapa gerai baru di daerah Bekasi yaitu: pada daerah Kali Abang, Pondok Ungu Permai, Grand Wisata, Vila Nusa Indah, dan Pekayon.
3.3.7.
Pelayanan Pelayanan kesehatan yang terdapat pada Mitrasana terdiri atas apotek,
healthmart, laboratorium, dan praktek dokter (dokter umum, gigi, dan spesialis). Layanan apotek dari Mitrasana menyediakan obat-obatan yang terjamin keasliannya dengan harga yang terjangkau, dan layanan antar yang gratis. Healthmart atau swalayan kesehatan menyediakan kategori produk kesehatan, seperti obat OTC (Over The Counter), vitamin dan suplemen, obat tradisional, produk perawatan tubuh, produk perawatan bayi, serta alat kesehatan. Laboratorium Mitrasana menggunakan peralatan yang otomatis dan mampu meberikan hasil yang akurat, didukung oleh tenaga analis yang kompeten, serta memberikan layanan pengambilan sampel di rumah. Praktek dokter atau dokter keluarga yang dimiliki Mitrasana memberikan layanan kunjungan dokter ke rumah (home visit) dan konsultasi melalui telepon. Keunggulan yang dimiliki oleh Mitrasana antara lain:
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
44
1. Jaringan yang luas, yaitu memiliki beberapa gerai yang tersebar di beberapa wilayah. 2. Sistem informasi yang terintegrasi dan online, yaitu sistem informasi untuk pelayanan pasien, stok obat, dan pembelian yang terpusat (central procurement). 3. Kualitas dan kelengkapan produk, mulai dari obat OTC, ethical, hingga alat kesehatan. 4. One Stop Services, yaitu pelayanan dalam satu atap meliputi: layanan apotek, dokter, laboratorium, dan healthmart. 5. Pelayanan dokter keluarga, diwujudkan melalui pelayanan homecare, homevisit, dan follow up pasien setelah tiga hari berobat di Mitrasana dengan tujuan menuntaskan terapi pasien dan tidak lanjut jika terjadi keluhan lain.
3.3.8.
Operasional Mitrasana Operasional Mitrasana bertanggung jawab atas pengelolaan seluruh
kegiatan operasional di gerai. Sejak tahun 2009 Mitrasana telah memiliki Standard Operational Procedure (SOP) agar seluruh kegiatan operasional Mitrasana terlaksana sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditentukan oleh departemen operasional Mitrasana. Terdapat sepuluh SOP yang dirancang oleh operasional Mitrasana. Adapun SOP yang dirancang oleh operasional Mitrasana antara lain: 1.
SOP Penjualan OTC/ Minimarket SOP Penjualan OTC/ Minimarket dapat dilihat pada Lampiran 4.
2.
SOP Penjualan Obat Resep Dalam SOP Penjualan Obat Resep Dalam dapat dilihat pada Lampiran 5.
3.
SOP Penjualan Obat Resep Luar SOP Penjualan Obat Resep Luar dapat dilihat pada Lampiran 6.
4.
SOP Pendaftaran Klinik SOP Pendaftaran Klinik dapat dilihat pada Lampiran 7.
5.
SOP Pendaftaran Pasien Baru SOP Pendaftaran Pasien Baru dapat dilihat pada Lampiran 8.
6.
SOP Klinik/ Praktek Dokter Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
45
SOP Klinik/ Praktek Dokter dapat dilihat pada Lampiran 9. 7.
SOP Laboratorium/ Rontgen SOP Laboratorium/ Rontgen dapat dilihat pada Lampiran 10.
8.
SOP Pengambilan Sampel/ Persiapan Rontgen SOP Pengambilan Sampel/ Persiapan Rontgen dapat dilihat pada Lampiran 11.
9.
SOP Rujukan Sampel Laboratorium SOP Rujukan Sampel Laboratorium dapat dilihat pada Lampiran 12.
10. SOP Layan Antar SOP Layan Antar dapat dilihat pada Lampiran 13.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1.Lingkungan Apotek Apotek Mitrasana Taman Ratu merupakan salah satu gerai yang dimiliki Mitrasana Kalbe. Apotek Mitrasanan Taman Ratu terletak di Jalan Ratu Kemuning Blok A2 No.8D, RT011/RW013, Duri Kepa dan telah beroperasi selama kurang lebih tujuh tahun. Letak Apotek Mitrasana cukup strategis yaitu dekat dengan pemukiman dan perumahan penduduk yang cukup padat, serta dekat dengan beberapa praktek dokter, mulai dari dokter umum, dokter gigi, dan dokter spesialis saraf. Apotek ini juga terletak di samping jalan dua arah yang cukup ramai dilalui kendaraan, seperti kendaraan pribadi dan kendaraan umum sehingga mudah untuk dicapai. Lokasi yang strategis ini juga didukung dengan sarana sekolah dan restoran serta usaha lain yang padat pengunjung. Pada bagian depan Apotek Mitrasana terdapat papan nama penunjuk keberadaan apotek yang terlihat dengan jelas. Di depan apotek terdapat halaman yang dapat digunakan sebagai tempat parkir dengan kapasitas satu buah mobil dan beberapa sepeda motor. Bangunan Apotek Mitrasanan berbentuk ruko panjang ke belakang yang terbagi menjadi beberapa ruangan, antara lain ruang display produk, ruang tengah sebagai counter untuk penerimaan resep; kasir; penyerahan obat; ruang tunggu pasien, ruang praktek dokter, dan ruang penyimpanan dan peracikan obat. Pada ruang display produk terdapat gondola-gondola (rak) sebagai tempat produk obat diletakkan dengan penyajian menyerupai minimarket. Ruang tengah sebagai counter diberi papan dengan tulisan timbul yang memberi petunjuk kepada pasien untuk mengenali tempat penerimaan resep, kasir, dan pengambilan obat. Di counter terdapat lemari etalase dari kaca tembus pandang dengan tinggi sekitar 1,2 meter dan lemari etalase kaca pada tembok belakang counter yang menjulang hingga plafon. Pada ruang tunggu disediakan empat baris kursi besi yang nyaman dengan kapasitas empat orang pada tiap baris. Jumlah tempat duduk di ruang tunggu termasuk mencukupi, dilihat dari jumlah konsumen yang datang ke apotek setiap hari tidak melebihi kapasitas tempat duduk, terlebih pelayanan 46
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
47
yang diberikan termasuk cepat. Di bagian belakang ruang counter terdapat ruang dalam yang digunakan sebagai tempat penyimpanan obat keras dan ruang racik serta ruang kerja untuk keperluan administratif apotek. Untuk menjamin stabilitas obat selama penyimpanan dan kenyamanan tenaga kerja saat melakukan pekerjaannya, ruang racik dilengkapi dengan pendingin ruangan atau air conditioner (AC). Pertimbangan yang sama dilakukan untuk semua ruangan yang ada di Apotek Mitrasana. Dengan adanya AC di ruang tunggu diharapkan dapat meningkatkan kenyamanan pasien. Desain ruang racik Apotek Mitrasana menempatkan meja racik dengan wastafel untuk pencucian peralatan racik pada sisi tembok dengan lemari gantung di atasnya dan pada sisi tembok lainnya adalah rak-rak sebagai tempat penyimpanan obat keras. Ruang tersebut juga dilengkapi dengan dua lemari pendingin, yang satu untuk penyimpanan obat dengan suhu penyimpanan khusus dan satunya lagi untuk kebutuhan karyawan. Di ruang tengah apotek disediakan toilet yang dilengkapi wastafel untuk karyawan dan pasien (konsumen). Adapun denah ruangan Apotek Mitrasana Taman Ratu dapat dilihat pada Gambar 4.1. Ruang Racik
Ruang Praktek Dokter
Gudang NHD
Counter Ruang Tunggu Pasien Toilet
G o n d o l a
Pintu masuk
G o n d o l a
Halaman Pakir Gambar 4.1. Denah Ruangan Apotek Mitrasana Taman Ratu
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
48
4.2.Pengadaan Barang Apotek Apotek Mitrasana Taman Ratu tidak memiliki gudang penyimpanan obat. Pengadaan obat di apotek Mitrasana dilakukan oleh kantor pusat. Gudang penyimpanan obat untuk Apotek Mitrasana terletak di kantor pusat. Sebagai salah satu gerai Mitrasana, Apotek Mitrasana Taman Ratu melakukan permintaan barang ke pengadaan di pusat sesuai untuk kebutuhan apotek yang disesuaikan dengan arus keluar masuk barang. Arus uang tidak menjadi fakor pertimbangan karena diatur oleh bagian keuangan di pusat. Hal ini dapat meningkatkan efisiensi dengan menghemat biaya pemeliharaan stok dan perawatan gudang. Permintaan barang dilakukan oleh Apotek Mitrasana Taman Ratu dua kali dalam seminggu pada hari Senin dan Kamis setiap minggu sebelum jam sembilan pagi. Permintaan dikirim melalui sistem jaringan Mitrasana yang akan diterima secara langsung oleh bagian pembelian di pusat. Permintaan dilakukan dua kali dalam seminggu untuk mencegah adanya stok mati atau obat yang kadaluarsa (akibat terlalu lama disimpan) sehingga perputaran barang lancar dan penyebab kerugian apotek dapat ditekan. Pada selang waktu permintaan, petugas apotek akan memeriksa jenis persediaan obat yang mulai menipis untuk melakukan permintaan tepat waktu sehingga tidak terjadi stock out. Pembelian barang tidak dilakukan apotek sendiri tetapi oleh bagian pembelian di pusat. Pada saat barang yang diminta datang, dilakukan pemeriksaan kesesuaian jenis dan jumlah barang antara barang yang diserahkan dengan daftar barang yang tertera pada faktur daftar permintaan yang disetujui. Selain jumlah dan jenis, juga diperiksa nomor batch dan tanggal kadaluwarsa antara barang yang datang dengan yang tertera di faktur serta dilakukan pemeriksaan fisik terhadap barang yang datang. Apabila barang yang datang dengan faktur sudah sesuai, maka faktur diberi tanggal penerimaan, nomor urut, stempel apotek dan ditandatangani oleh penerima. Setelah serah terima faktur dan barang selesai, dilakukan pemindahan data barang yang datang melalui sinkronisasi dengan data yang dikirim dari logistik pusat. Stok yang tersedia akan disesuaikan secara otomatis dengan barang yang datang. Pengeluaran barang pada saat transaksi dengan konsumen diproses langsung menggunakan sistem komputasi sehingga stok yang keluar masuk akan disinkronisasi secara otomatis dengan sistem.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
49
Selain pembelian secara umum, barang di Apotek Mitrasana Taman Ratu juga berasal dari titipan atau konsinyasi. Sistem yang diberlakukan adalah apabila barang tersebut terjual maka apotek akan menerima komisi, barang dengan sistem ini dapat dikembalikan apabila tidak laku terjual hingga batas waktu yang disepakati atau batas kadaluarsa barang. Barang – barang dengan sistem demikian umumnya merupakan sediaan herbal dan vitamin, suplemen makanan, serta produk kesehatan lain.
4.3.Tata Letak Produk Peletakan produk di Apotek Mitrasana Taman Ratu menggunakan beberapa jenis lemari atau rak penyimpanan yang terbagi menjadi tiga ruang besar. Ruang display yang terletak pada paling depan apotek mempunyai sususan beberapa tingkat rak-rak besi yang disebut gondola dengan penataan menyerupai mini market. Barang yang ditampilkan di ruang ini adalah obat bebas dan perbekalan untuk higenitas diri. Barang-barang ditata berdasarkan beberapa kelompok seperti sediaan topikal bebas, over the counter (OTC), herbal, skin care, oral care, baby care, hair care, dll. Ruang counter yang terletak di bagian tengah apotek mempunyai susunan etalase kaca tembus pandang yang mempermudah konsumen atau pasien untuk memilih produk yang diinginkan. Pada etalase kaca yang berdiri di lantai, tersusun kelompok obat simptomatik untuk batuk, pilek, dan sakit kepala baik yang kombinasi maupun tunggal. Pada etalase kaca yang menempel pada tembok, tersusun kelompok suplemen makanan, suplemen kesehatan dan alat kesehatan seperti nebulizer , alat pengukur kadar gula dalam darah, jarum sekali pakai untuk pemeriksaan kadar gula darah, dll. Obat-obat yang ditampilkan di ruang ini adalah obat-obat bebas dan bebas terbatas. Obat ethical (obat keras) disimpan di ruang racik yang terletak di paling belakang apotek. Penyusunan obat ini pada rak-rak kaca bertingkat yang tertempel di tembok. Penyusunan obat ethical berdasarkan kelompok obat keras dan obat hormon, masing-masing disusun berdasarkan abjad. Pada sisi tembok lainnya terdapat beberapa kotak rak dari kayu yang digunakan untuk meletakkan sediaan mata dan telinga. Kotak rak bagian atas sebagai tempat penyimpanan obat generik.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
50
Obat yang mendekati batas kadaluwarsa (dalam waktu tiga hingga enam bulan ke depan) ditempatkan di sudut ruang racik, dikelompokkan sesuai dengan bulan kadaluwarsa dan dibuat daftar sehingga pencatatan jelas. Apabila memungkinkan, maka obat tersebut didahulukan untuk dijual atau dipersiapkan proses retur ke distributor melalui logistik. Apabila pada saat batas kadaluarsa tiba sedangkan obat tersebut tidak terjual atau tidak dapat diretur ke distributor, maka obat tersebut akan dimusnahkan. Dalam rangka mengurangi dan mencegah terjadinya kerugian akibat obat kadaluarsa, penjualan atau pengeluaran barang atau obat di apotek dilakukan dengan menggunakan sistem FEFO (First Expired First Out). Sistem ini menyusun barang yang baru datang (umumnya batas kadaluarsa panjang) pada bagian dalam atau bagian bawah tumpukan obat sehingga obat-obat yang lama akan terjual terlebih dahulu. Pengeluaran barang atau obat di Apotek Mitrasana Taman Ratu dapat terjadi karena pembelian yang dilakukan pasien atau konsumen baik pembelian dengan resep maupun pembelian untuk swamedikasi, dan pengiriman barang atau obat ke gerai Apotek Mitrasana lain sesuai permintaan. Setelah mengirimkan barang ke gerai Mitrasana lain, gerai pengirim akan mengirimkan stok barang yang dikirimkan melalui sistem jaringan Mitrasana. Stok yang dikirimkan akan diterima oleh gerai penerima secara manual sehingga jumlah stok dalam sistem akan melakukan sinkronisasi dan berubah menjadi stok setelah menerima barang kiriman.
4.4.Administrasi Apotek Pengelolaan resep di Apotek Mitrasana Taman Ratu sudah dilakukan dengan baik. Semua resep yang diterima dan dikerjakan, disimpan per hari berdasarkan nomor urut resep. Resep-resep tersebut akan disimpan selama tiga tahun. Setelah periode tiga tahun, dialakukan pemusnahan resep dengan membuat berita acara, yang dilaporkan kepada Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat. Apotek Mitrasana Taman Ratu tidak melayani penebusan obat golongan narkotika dan psikotropika. Pelayanan resep dalam hal kecepatan dan ketepatan selalu ditingkatkan untuk meningkatkan kepuasan pasien. Pada pelayanan resep,
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
51
informasi umum sesuai perintah dokter selalu disampaikan ke pasien, namun pemberian konseling obat masih jarang dilakukan. Segala administrasi di Apotek Mitrasana Taman Ratu telah dilakukan secara terkomputerisasi untuk meningkatkan kinerja apotek. Sistem jaringan yang digunakan merupakan program khusus yang meliputi pencatatan pembelian, persediaan, dan penjualan barang-barang di apotek beserta keterangan dari barang tersebut. Sistem ini sangat bermanfaat bagi informasi seputar apotek yang lebih terintegrasi, misalkan informasi mengenai arus barang di apotek, termasuk hal pengeluaran barang karena sistem ini terhubung langsung dengan kasir.
4.5.Layanan NHD (Nutritional Home Delivery) Selain pelayanan apotek dan klinik, Mitrasana Taman Ratu juga melakukan pelayanan NHD (Nutritional Home Delivery). NHD merupakan salah satu unit usaha Kalbe yang menyediakan layanan antar produk-produk nutrisi Kalbe. Produk-produk yang dilayani pada umumnya berupa susu baik bagi anak, ibu, serta lansia dan makanan rendah gula bagi penderita diabetes mellitus. Apotek Mitrasana Taman Ratu mempunyai gudang penyimpanan bagi produkproduk NHD. Penjualan produk NHD pada gerai Mitrasana bersifat pasif, di mana Mitrasana tidak mencari konsumen secara langsung, melainkan tele dari NHD yang berkomunikasi langsung dengan konsumen melalui telepon. Tele akan mengirimkan detil pemesanan tiap pasien (Service order) ke gerai melalui sistem jaringan NHD. Service order yang diterima kemudian dicetak sebagai bentuk bon atau faktur bagi konsumen yang telah memesan NHD. Selanjutnya petugas apotek membantu menyiapkan obat dari bon atau faktur yang diterima dari sistem dan dicetak. Setelah produk disiapkan, pada jam tertentu para delivery man dari NHD akan mendatangi apotek dan mengantarkan produk NHD yang sudah disiapkan petugas apotek ke alamat yang tertera di bon atau faktur.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 5.1.1. Mitrasana, merupakan salah satu bentuk apotek modern yang menyediakan layanan apotek, healthmart, laboratorium, dan praktek dokter. Bentuk pelayanan yang diberikan di apotek Mitrasana dilandasi oleh visi apotek Mitrasana, yaitu menjadi penyedia layanan kesehatan primer yang terjangkau oleh masyarakat. Dalam rangka mewujudkan visi tersebut, PT. Millenia Dharma Insani selaku induk perusahaan apotek Mitrasana, telah merancang standar kegiatan operasional gerai Mitrasana. 5.1.2. Apoteker selaku store manager di gerai Mitrasana bertanggung jawab untuk memastikan terlaksananya kegiatan operasional apotek sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Apoteker pada apotek Mitrasana berperan sebagai care giver, leader, decision maker, communicator, long life learner, teacher, researcher, dan juga manager.
5.2. Saran Seiring dengan meningkatnya peran apoteker dalam apotek modern, maka kompetensi yang dimiliki oleh apoteker tidak hanya terbatas oleh kompetensi keilmuan farmasi, namun juga memerlukan kompetensi dari aspek manajerial, administrasi, dan bisnis. Oleh karena itu, diperlukan peningkatkan kerjasama antara farmasi komunitas dengan Perguruan Tinggi Farmasi di Indonesia berupa memasukkan materi kuliah manajemen farmasi komunitas pada program sarjana farmasi sebagai dasar untuk apoteker nantinya.
52
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ACUAN
Anief, M. (1998). Manajemen Farmasi. Yogyakarta: Gajah Mada Univrsity Press. Anonim. (2009). Laporan tahunan 2008 annual report: Bersama Memacu Prestasi. Jakarta: PT. Kalbe Farma Tbk. Hartini, & Sulasmono. (2006). Apotek, Ulasan Beserta Naskah Peraturan Perundang-undangan Terkait Apotek Termasuk Naskah dan Permenkes Tentang Apotek Rakyat, Edisi Revisi. Yogyakarta: Universitas Sanata Darma. Indrawati, H. (2012, Febuari 10). Bagaimana Struktur Organisasi Mitrasana. (L. Saputra, Interviewer). Jogiyanto, H. (2003). Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. Kalbe. (n.d.). Retrieved March 20, 2012, from http://www.kalbe.co.id. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2010d). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 509/ MENKES/ SK/ IV/ 2010. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2010c). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2010b). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1190/ MENKES/ PER/ VIII/ 2010. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2010a). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1191/ MENKES/ PER/ VIII/ 2010. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Umar, M. (2007). Manajemen Apotek Praktis. . Jakarta: CV. Nyohoka Brother’s.
53
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
LAMPIRAN
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
53
Lampiran 1. Struktur Organisasi Perseroan
General Meeting of Shareholder
Corporate Executive Committee
Board of Commisioner
Remuneration & Nomination Audit Committee
Board of Directors
Chief Executive Officer
Consumer
Pharmaceutical Business Operational
Business Unit
Nutritional
Corporate Function
International
Human Resources Research & Development
OTC
Manufacturing
Ethical
Cikarang Site
Business Development
AHD
Pulogadung Site
Management System
Distribution & Logistic
Cipanas Site
Finance & Treasury
Packaging
Bekasi Site
IT & System
Biotechnology Eyecare
Group QA/QC
Others Group Process Improvement
Group Process Development
Central procurement
Central PPIC
Audit 54 Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
Secretary & Communication Legal Supply Chain Management Central Media Buying
55
Lampiran 2. Struktur Organisasi Grup Kalbe
Kalbe
Cordlife Indonesia
Orange Kalbe Ltd.
Pharmametric Labs
PT. Bifarma Adiluhung
PT. Bintang Toedjoe
PT. Dankos Farma
PT. Finusol Prima Farma Internasional
PT. Kalbe Morinaga Indonesia
PT. Hexpharm Jaya Laboratories
PT. Millenia Dharma Insani
PT. Enseval Putera Mega Trading, Tbk.
Trisapta Jaya
PT. Kageo Igar Jaya
PT. Avesta Continental Pack
PT. Sanghiang Perkasa
PT. Indogravure
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
56
Lampiran 3. Struktur Organisasi PT. Millenia Dharma Insani
Direktur
General Manager
Finance & Accounting
Business Development
Human Resources & Legal
Finance
Marketing
Recruitment
Accounting
General Affair
Payroll
Area Manager Store Manager
Training & Development
Audit Outlet Development
Purchasing & Logistic
Operational
Information Tecnology
Merchandise
Supporting
Promotion
Programme
Pelayanan Medik
Logistic
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
Dokter
57
Lampiran 4. SOP Penjualan OTC/ Minimarket
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
58
Lampiran 5. SOP Penjualan Obat Resep Dalam
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
59
(lanjutan)
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
60
(lanjutan)
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
61
Lampiran 6. SOP Penjualan Obat Resep Luar
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
62
Lampiran 7. SOP Pendaftaran Klinik
62
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
63
Lampiran 8. SOP Pendaftaran Pasien Baru
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
64
Lampiran 9. SOP Klinik atau Praktek Dokter
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
65
Lampiran 10. SOP Pelayanan Laobratorium atau Rontegen
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
66
Lampiran 11. SOP Pengambilan Sampel
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
67
Lampiran 12. SOP Rujukan Sampel Laboratorium
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
68
Lampiran 13. SOP Layan Antar
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER EFISIENSI OPERASIONAL GERAI APOTEK MITRASANA JL. BOULEVARD GADING TIMUR RAYA KAV. 6 KELAPA GADING, JAKARTA UTARA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
LUCKY ANDREAN SAPUTRA, S.Farm. 1106047114
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI DEPOK
JUNI 2012
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER EFISIENSI OPERASIONAL GERAI APOTEK MITRASANA JL. BOULEVARD GADING TIMUR RAYA KAV. 6 KELAPA GADING, JAKARTA UTARA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
LUCKY ANDREAN SAPUTRA, S.Farm. 1106047114
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI DEPOK
JUNI 2012 ii
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
ii iii iv
1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1.2. Tujuan ...............................................................................................
1 1 2
2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 2.1. Pengertian Apotek ............................................................................. 2.2. Manajemen Apotek ........................................................................... 2.3. Tugas dan Fungsi Apotek ................................................................. 2.4. Tujuan Pembentukan Struktur Organisasi Apotek ........................... 2.5. Administrasi ...................................................................................... 2.6. Laporan dan Pembukuan................................................................... 2.7. Gerai Mitrasana Kelapa Gading........................................................ 2.8. Web-EDI (Electronic Data Interchage) ...........................................
3 3 3 6 7 9 11 14 17
3. METODOLOGI ..................................................................................... 3.1. Lokasi ................................................................................................ 3.2. Waktu ................................................................................................ 3.3. Responden ......................................................................................... 3.4. Cara Kerja .........................................................................................
18 18 18 18 18
4. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 4.1. Pengalaman Kerja Personel Gerai Mitrasana ................................... 4.2. Responden Bekerja pada Tempat yang Tepat ................................... 4.3. Permasalahan dan Penyebab ............................................................. 4.4. Solusi.................................................................................................
20 20 21 22 25
5. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 5.1. Kesimpulan ....................................................................................... 5.2. Saran .................................................................................................
27 27 27
DAFTAR ACUAN ........................................................................................
28
iii
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran 1. Kuesioner yang Disebarkan Kepada Personel Gerai Mitrasana Kelapa Gading (tampak depan) ..............................
29
Lampiran 2. Lampiran 2. Kuesioner yang Disebarkan Kepada Personel Gerai Mitrasana Kelapa Gading (tampak belakang) ....................... Lampiran 3. Lampiran 3. Kerangka Web-EDI (Electronic Data Interchage) .......
30 31
iv
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Potensi market obat di Indonesia memiliki nilai yang besar. Pada tahun 2000, potensi market obat Indonesia menempati urutan keenam di Asia, di bawah Jepang, China, India, Korea Selatan, dan Taiwan. Pada tahun 2000 potensi market obat di Indonesia menyumbang 0.55% potensi market obat dunia atau setara dengan 612 juta dolar amerika. Pada tahun 2005 potensi market di Indonesia meyumbang 0.61% potensi market obat di dunia atau setara dengan 721 juta dolar Amerika (Icon, 2002). Dengan kata lain potensi market obat di Indonesia terus bertumbuh menjadi semakin besar. Potensi market obat yang terus bertumbuh menyebakan tingkat persaingan penyalur obat, khususnya apotek, semakin tajam. Apotek tidak hanya menjadi tempat penyaluran perbekalan kefarmasian dan perbekalan kesehatan, tetapi juga menjadi suatu unit bisnis yang memperhatikan profit dan kepuasan pelanggan. Perkembangan fungsi apotek dari fungsi dasarnya diikuti dengan bertambahnya kegiatan operasional dan tanggung jawab personil pengelola apotek. Bertambahnya kegiatan operasional dan tanggung jawab personil pengelola apotek perlu diikuti dengan peningkatan kemampuan sumber daya manusia pengelola apotek. Apoteker dituntut tidak hanya berperan sebagai pemberi pelayanan kefarmasian (care giver). Apoteker juga harus memiliki kemampuan untuk mengelola semua unsur yang dapat menunjang kegiatan apoteknya (manager), termasuk kemampuan untuk mengelola bisnis farmasi. Sistem operasional apotek yang efisien merupakan salah satu kunci kesuksesan apotek. Melalui sistem operasional yang efisien, maka waktu yang tersedia bagi seorang apoteker dalam melakukan perannya di luar kegiatan operasional apotek sehari-hari akan semakin bertambah. Selain itu suatu sistem operasinal apotek yang efisien dapat menekan pengeluaran biaya operasional apotek, sehingga pada akhirnya efisiensi sistem operasional akan berpengaruh pada profit yang didapatkan apotek. Apotek dan klinik Mitrasana merupakan salah satu unit bisnis Kalbe yang
1
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
2
ditangani oleh PT. Millenia Dharma Insani. Mitrasana bergerak tidak hanya pada bidang pengobatan dan penyaluran obat bagi masyarakat (apotek) saja, namun juga melayani perbekalan kesehatan lain yang diberi konsep healthmart. Selain itu terdapat Mitrasana cabang tertentu yang menyediakan pelayanan laboratorium dan penyaluran produk bernutrisi yang dikelola oleh unit bisnis lain dari Kalbe. Dengan demikian, masing-masing cabang dituntut untuk dapat mengelola sesuai dengan multikonsep yang dianut oleh Mitrasana. Mitrasana yang memililiki multikonsep tersebut perlu didampingi suatu sistem operasional yang aplikatif agar kondisi yang diharapkan dapat berjalan sesuai yang direncanakan. Dengan didasari hal tersebut di atas, maka penulis merasa perlu untuk melihat efisiensi sistem operasional Mitrasana dari dua sisi, baik dari sistem operasional Mitrasana sendiri, maupun subyek yang melaksanakan sistem operasional tersebut.
1.2. Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) pada gerai Apotek Mitrasana Kelapa Gading bertujuan agar calon apoteker memahami penyebab dan soulusi ketidakefisiensan operasional apotek, dilihat dari aspek sumber daya manusia penegelola dan sistem operasional apotek.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian apotek Apotek berasal dari bahasa yunani apotheca yang secara harfiah berarti "penyimpanan". Bila diartikan definisi apotek adalah tempat menjual dan kadang membuat atau meramu obat. Apotek juga merupakan tempat apoteker melakukan praktik profesi farmasi sekaligus menjadi peritel (Anief, 1998). Dimana dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Salah satu realisasi pembangunan dibidang farmasi oleh pemerintah dan swasta adalah dengan menyediakan sarana pelayanan kesehatan salah satunya adalah apotek. Pengertian mengenai apotek pun telah ditetapkan oleh permerintah. Adapun beberapa definisi apotek menurut pemerintah antara lain (Departemen Kesehatan, 2004): 1. Menurut PERMENKES No.1332/MENKES/SK/X/2002 : Apotek adalah suatu tempat tertentu , tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat 2. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker .
2.2. Manajemen Apotek Dalam mengelola sebuah apotek, berlaku juga cara mengelola fungsifungsi manajemen dalam menyusun rencana kerja (planning) untuk mencapai suatu tujuan. Karena untuk melaksanakan rencana kerja tidak mungkin dilakukan oleh satu fungsi, maka organisasi (apotek) membagi-bagi pekerjaan (organizing) yang ada di apotek dengan tugas, wewenang dan tanggung jawab pada setiap fungsi (Smith, 1975). Kemudian masing-masing fungsi melaksanakan rencana kerja (actuating) sesuai dengan fungsi pekerjaan dan sasaran yang akan
3
Universitas indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
4
dicapainya. Adapun diagram alir manajemen dalam pengelolaan sebuah apotek dapat dilihat pada Gambar 2.1. Planning
Controlling
FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN
Actuating
Organizing
Gambar 2.1. Diagram Alir Fungsi Manajemen dalam Pengelolaan Sebuah Apotek [Sumber: Smith, 1975]
2.2.1.
Organisasi Organisasi sebagai salah satu bagian dari fungsi manajemen secara umum,
telah coba didefinisikan oleh beberapa pakar. Definisi organisasi secara umum berdasarkan beberapa pakar diuraikan sebagai berikut (Mobach, Werf, & Tromp, 2000) : 1. Menurut Stephen F. Robin Organisasi adalah suatu pengaturan yang sistematis dari manusia untuk menyelesaikan beberapa tujuan tertentu. 2. Menurut James, A.F. Stoner and R. Edward Freeman Organisasi adalah dua atau lebih manusia yang bekerja bersama-sama dengan suatu cara yang terstruktur untuk mencapai tujuan tertentu. 3. Menurut David H. Holt Organisasi adalah struktur hubungan yang ada apabila dua atau lebih manusia secara bersamaan bekerja bersama untuk mengejar tujuan umum.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
5
2.2.2.
Apotek sebagai Organisasi Apoteker harus dapat mendesain organisasi farmasi, dalam hal ini apotek,
melalui berbagai cara. Organisasi apotek dapat dibagi misalnya berdasarkan orientasinya, pelayanan dan bisnis. Pertama, apotek sebagai organisasi menyediakan pelayanan sebagai bagian dari rantai bisnis farmasetik. Apoteker dalam hal ini harus dapat menentukan tujuan yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan terhadap pasien. Kedua, apotek sebagai organisasi memerlukan timbal balik berupa uang untuk mempertahankan aktivitasnya. Apoteker dalam hal ini harus dapat menentukan tujuan yang berkaitan dengan ketahanan ekonomi dari apotek. Pemilihan tujuan organisasi apotek akan menghasilkan struktur organisasi. Pada umumnya, tujuan dari apotek merupakan campuran dari tujuan pelayanan dan bisnis, atau seringkali disebut pharmacy mix. Pharmacy mix terdiri dari 3 hal, product mix, process mix, dan customer mix (Smith, 1975). 2.2.2.1. Product Mix Product mix mencakup standar spesifik yang harus dimiliki suatu obat, minimalisasi resiko, dan minimalisasi timbulnya eror. Apoteker harus mendesain struktur organisasi apotek yang berbasis produk dan pengawasannya sehingga apotek dapat menjual produk dengan kualitas terbaik, keamanan tertinggi dan resiko terendah. 2.2.2.2. Process Mix Process mix mencakup bagaimana mengorganisir peracikan obat berdasarkan resep secara efisien dan menghasilkan keuntungan bagi apotek. Apoteker harus mendesain struktur organisasi apotek yang berbasis keuangan sehingga menghasilkan produktivitas tertinggi dengan mengeluarkan biaya terendah. 2.2.2.3. Customer Mix Customer mix mencakup cara-cara memenuhi keinginan pelanggan. Apoteker harus mendesain struktur organisasi apotek yang berbasis pelanggan sehingga menghasilkan kualitas pelayanan tertinggi dan berujung pada kepuasan pelanggan.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
6
Meskipun tujuan apotek merupakan tujuan campuran namun apoteker harus menetapkan tujuan utama apotek agar dapat mengontrol dan membuat struktur organisasi yang utuh dan terarah.
2.3. Tugas dan Fungsi Apotek Tugas dan fungsi apotek telah ditetapkan oleh pemerintah. Tugas dan fungsi apotek yang telah ditetapkan pemerintah ini terus diperbaharui, guna mengukuti tugas dan fungsi apotek yang terus berkembang. Tugas dan fungsi apotek yang paling baru mengikuti tugas dan fungsi apotek yang ditetapkan oleh PP No. 51 Tahun 2009 hasil pembaharuan dari Peraturan Pemerintah No.25 tahun 1980. Adapun tugas dan fungsi apotek berdasarkan Peraturan Pemerintah No.25 tahun 1980 adalah sebagai berikut: 1. Tempat pengabdian profesi apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan. 2. Sarana farmasi yang telah melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat. 3. Sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyalurkan obat yang diperlukan masyarakat secara luas dan merata. 4. Sebagai sarana pelayanan informasi obat dan perbekalan farmasi lainnya kepada masyarakat. Tugas dan fungsi apotek pada Peraturan Pemerintah No.25 tahun 1980 kini telah diperbaharui dalam PP No. 51 Tahun 2009. Berdasarkan PP No. 51 Tahun 2009, tugas dan fungsi apotek antara lain: 1. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. 2. Sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian. 3. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan farmasi antara lain obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika. 4. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi
atau penyaluranan obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
7
2.4. Tujuan Pembentukan Struktur Organisasi Apotek Untuk mengembangkan struktur organisasi apotek diperlukan identifikasi atas berbagai tugas dan tanggung jawab oleh manajemen apotek dan selanjutnya akan dilakukan pembentukan struktur organisasi untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan fungsi masing-masing. Pembentukan struktur organisasi yang efektif didasarkan pada ciri atau karakteristik apotek. Dengan pembentukan struktur organisasi yang tepat, maka apotek dapat mengurangi biaya dan meningkatkan nilai pelayanan. Tugas, fungsi, dan tanggung jawab sumber daya yang mengelola sebuah apotek, terutama apoteker, juga telah ditetapkan oleh pemerintah. Namun seiring dengan perkembangan dunia apotek, tugas, fungsi, dan tanggung jawab sumber daya pengelola apotek, dapat disesusaikan dengan profil apotek yang dikelolanya, tanpa melupakan tugas, fungsi, dan tanggung jawab dasarnya. 2.4.1.
Tugas , Fungsi dan Tanggung Jawab Apoteker Menurut PP no. 51 Tahun
2009 2.4.1.1. Tugas 1. Melakukan pekerjaan kefarmasian (pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional). 2. Membuat dan memperbaharui SOP (Standard Operational Procedure) baik di industri farmasi maupun 3. Harus memenuhi ketentuan Cara Distribusi yang Baik yang ditetapkan oleh Menteri saat melakukan pekerjaan kefarmasian dalam distribusi atau penyaluran sediaan farmasi, termasuk pencatatan segala sesuatu yang berkaitan dengan proses distribusi atau penyaluran sediaan farmasi. 4. Apoteker wajib menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
8
2.4.1.2. Peran 1. Sebagai penanggung jawab di industri farmasi pada bagan pemastian mutu (Quality Assurance), produksi, dan pengawasan mutu (Quality Control). 2. Sebagai penanggungjawab Fasilitas Pelayanan Kefarmasian yaitu di apotek, di Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS), puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama. 3. Apoteker dapat mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien. 4. Dalam
melakukan
pekerjaan
kefarmasian
pada
fasilitas
pelayanan
kefarmasian, apoteker dapat mengangkat seorang Apoteker pendamping yang memiliki SIPA. 2.4.1.3. Tanggungjawab 1. Melakukan pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) di apotek untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap sediaan farmasi dalam rangka pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat, juga untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan sediaan farmasi yang tidak tepat dan tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan. Pelayanan kefarmasian juga ditujukan pada perluasan dan pemerataan pelayanan kesehatan terkait dengan penggunaan farmasi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. 2. Menjaga rahasia kefarmasian di industri farmasi dan di apotek yang menyangkut proses produksi, distribusi dan pelayanan dari sediaan farmasi termasuk rahasia pasien. 3. Harus memenuhi ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang ditetapkan oleh Menteri dalam melakukan pekerjaan kefarmasian dalam produksi sediaan farmasi, termasuk di dalamnya melakukan pencatatan segala sesuatu yang berkaitan dengan proses produksi dan pengawasan mutu sediaan farmasi pada fasilitas produksi sediaan farmasi. 4. Tenaga kefarmasian dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas produksi sediaan farmasi harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang produksi dan pengawasan mutu.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
9
5. Menerapkan standar pelayanan kefarmasian dalam menjalankan praktek kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian. 6. Wajib menyelenggarakan program kendali mutu dan kendali biaya, yang dilakukan melalui audit kefarmasian. 7. Menegakkan disiplin dalam menyelenggarakan pekerjaan kefarmasian yang dilakukan sesuai dengan ketentuan aturan perundang-undangan.
Tugas, fungsi, dan tanggung jawab apoteker yang diatur oleh PP No. 51 Tahun 2009 meliputi tugas, fungsi, dan tanggung jawab apoteker secara keseluruhan, baik apoteker yang berkarya di bidang industri, maupun apoteker yang berkarya di bidang pelayanan. Oleh karena itu apoteker harus menyesuaikan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya masing-masing tergantung dimana apoteker tersebut mengabdikan profesinya.
2.5. Administrasi Berdasarkan Kepmenkes RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, dalam menjalankan kegiatan di apotek perlu menjalankan kegiatan administrasi yang meliputi (Departemen Kesehatan, 2004): 2.5.1.
Administrasi Umum Kegiatan administrasi umum yang dilakukan di apotek meliputi,
pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika, dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Laporan yang harus dibuat, yaitu laporan tenaga kefarmasian, penggunaan narkotika, penggunaan psikotropika, statistik resep, dan pelayanan obat generik berlogo.
2.5.2.
Administrasi Khusus Kegiatan administrasi khusus yang dilakukan di apotek antara lain
meliputi pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien, dan pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat. Untuk kelancaran pengelolaan apotek diperlukan administrasi yang baik dan teratur. Kegiatan yang dilakukan oleh bagian administrasi meliputi:
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
10
2.5.2.1. Kesekretariatan 1. Pengarsipan surat yang masuk dan keluar 2. Penyusutan laporan seperti: a. Laporan pemakaian narkotika dan psikotropika perbulan b. Laporan statistika resep dan penjualan obat generik berlogo perbulan. c. Laporan jumlah tenaga kerja kesehatan pertiga bulan. d. Laporan perpajakan pertahun e. Buku pencatatan OWA. 2.5.2.2. Administrasi keuangan 1. Pencatatan pemasukan uang Uang yang masuk dari hasil penjualan setiap hari, baik penjualan dengan resep maupun tanpa resep, dicatat dalam satu buku harian penjualan dan dilakukan rekapitulasi setiap bulannya. Dari hasil rekapitulasi bulanan, setiap akhir tahun setelah dilakukan stock opname dibuat neraca rugi laba dan neraca akhir tahun. Kelengkapan administrasi penjualan meliputi nota penjualan tunai, faktur, daftar harga (merupakan daftar harga obat, bahan baku, dan alat kesehatan yang sewaktuwaktu dapat dilihat untuk memperlancar pelayanan), daftar penjualan harian, atau rekapitulasi untuk mencatat penjualan tiap hari baik melalui resep maupun tanpa resep. 2. Pencatatan bukti penggunaan uang Pengeluaran dilakukan untuk pembelian perbekalan farmasi atau pembekalan kesehatan lainnya dan biaya operasional. Kelengkapan administrasinya antara lain pembelian (bukti-bukti pembelian, buku pembelian, buku defekta, blanko pemesanan, buku hutang, dan buku lunas) dan biaya operasional (catatan pengeluaran harian, bulanan, dan tahunan). 2.5.2.3. Administrasi penjualan Administrasi penjualan mengatur penetapan harga jual, mengajukan harga penawaran, mengatur penagihan, dan penerimaan piutang. Kelengkapan administrasi adalah nota penjualan tunai, faktur, daftar harga, dan daftar penjualan harian yang mencatat penjualan setiap hari baik melalui resep maupun penjualan bebas. Penjualan antara lain meliputi: obat bebas, obat bebas terbatas, OWA, dan pelayanan resep.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
11
2.5.2.4. Administrasi barang dan inventaris Berupa pencatatan inventaris yang dimiliki oleh apotek. Nilai-nilai inventaris akan berkurang tiap tahun karena ada penyusutan meskipun barang tersebut masih bagus, besarnya penyusutan tergantung jenis barang. Sedangkan administrasi barang (sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan) meliputi pencatatan barang datang, penyimpanan barang, dan penjualan barang. 2.5.2.5. Administrasi pembelian Pembelian perbekalan farmasi atau barang lain secara kredit atau tunai disertai dengan bukti. 2.5.2.6. Administrasi piutang Untuk administrasi piutang ini dilakukan pencatatan penjualan yang hanya secara kredit saja. 2.5.2.7. Administrasi kepegawaiaan Meliputi arsip karyawan, struktur organisasi, job description, absensi karyawan, penggajian karyawan, dan cuti karyawan (Hartini & Sulasmono, 2006)
2.6. Laporan dan Pembukuan Bagian administrasi mempunyai tugas membuat laporan dan pembukuan sebagai berikut (Hartini & Sulasmono, 2006): 2.6.1.
Buku Kas Mencatat semua transaksi dengan uang tunai, penerimaan sebelah kiri dan
pengeluaran di sebelah kanan. Pembukuan kas dibuat dalam 3 macam yaitu harian, bulanan, dan tahunan. Penerimaan meliputi penjualan obat dengan resep dan tanpa resep, diskon pembelian barang dari PBF, retur obat, pajangan iklan/display, dan tagihan piutang. Sedangkan pengeluaran meliputi: 1. Administrasi: pembelian buku-buku, blanko-blanko, tinta print, dan alat-alat tulis 2. Rumah tangga: seperti pembelian beras, gula, teh, maupun sumbangan 3. Pemeliharaan inventaris: misalnya service AC, komputer, motor, plangisasi gedung 4. Pembelian barang dagangan: pembelian ke PBF ataupun pembelian ke apotek lain
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
12
5. Kesejahteraan dan upah: gaji karyawan, tunjangan-tunjangan 6. Penerangan: pembayaran listrik dan telepon 7. Embalase: berupa barang-barang untuk keperluan membungkus, etiket, salinan resep, dan kuitansi 8. Pajak: meliputi pajak umum dan khusus yang harus dibayar oleh apotek sebagai salah satu badan usaha swasta dengan kewajiban membayar pajak
2.6.2.
Buku bank Digunakan untuk mencatat semua transaksi lalu lintas per giro, termasuk
nomor-nomor cek dan giro bilyet. Buku ini digunakan untuk mencatat kekayaan apotek yang disimpan di bank serta mencatat keluar-masuknya uang di bank.
2.6.3.
Buku hutang Merupakan dokumen apotek untuk mencatat hutang-hutang pada PBF
maupun pada bank. Dalam buku ini dicatat nomor faktur dan besarnya kredit.
2.6.4.
Buku permintaan barang apotek Berisi catatan barang apa saja yang diperlukan sehingga bagian pemesanan
dapat membuat surat pesanannya
untuk keperluan pengadaan, dengan
pertimbangan barang apa yang paling mendesak untuk pengadaannya.
2.6.5.
Buku pembelian barang Buku ini digunakan untuk mengetahui dan mencatat jumlah uang yang
dikeluarkan untuk pembayaran obat.
2.6.6.
Buku penerimaan barang Barang yang diterima dan telah sesuai dengan pesanan dan faktur,
dimasukkan dalam catatan penerimaan barang dan selanjutnya dikelompokkan menurut PBF. Dari faktur atau DO (Delivery Order) disalin dalam buku penerimaan barang, dimana ditulis nomor urut, tanggal, nama PBF, nama obat, banyaknya, harga satuan, potongan harga, dan total harga pembelian.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
13
Semua total pembelian dari tiap-tiap PBF setiap harinya dijumlahkan setiap satu bulan, sehingga dapat diketahui apakah jumlah pembelian setiap bulannya sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan atau tidak, kecuali jika ada kemungkinan kenaikan harga barang (spekulasi memborong obat-obat fast moving). Faktur-faktur tersebut kemudian diserahkan ke bagian administrasi untuk diperiksa, lalu dibendel dalam map tunggu, menunggu jatuh tempo waktu pembayaran (Jogiyanto, 2003) Sedangkan bagian keuangan memiliki tugas untuk membuat laporanlaporan sebagai berikut: 2.6.7.
Laporan Laba-Rugi Laporan laba-rugi merupakan laporan yang menyajikan informasi tentang
pendapatan, biaya, laba atau rugi yang diperoleh perusahaan selama periode tertentu. Laporan laba-rugi biasanya berisi hasil penjualan, pembelian, persediaan awal, persediaan akhir, HPP (Harga Pokok Penjualan), biaya operasional, laba kotor, laba bersih sebelum pajak, laba bersih setelah pajak, pendapatan nonusaha, dan pajak.
2.6.8.
Laporan Neraca Akhir Tahun Neraca (balance sheet) adalah laporan yang menyajikan informasi tentang
posisi aktiva, utang, dan modal pada waktu tertentu. Komponen neraca terdiri dari aktiva di sebelah kiri dan pasiva di sebelah kanan. Kedua sisi selalu dalam keadaan seimbang (jumlah aktiva sama dengan pasiva). Pada kolom aktiva terdiri dari semua barang dan kekayaan yang dimiliki perusahaan yaitu aktiva lancar (kas dan bank, surat berharga, piutang dagang, persediaan, dan biaya dibayar dimuka), investasi (penanganan modal dalam jangka waktu panjang), aktiva tetap (gedung, tanah, mobil, mesin, peralatan), dan aktiva yang tidak terwujud (hak paten yang dimiliki oleh suatu perusahaan, merek dagang dan hak cipta). Di kolom pasiva terdiri dari kewajiban lancar (seperti hutang, pajak penghasilan yang belum dibayar), kewajiban jangka panjang, modal sendiri, dan kewajiban lain-lain.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
14
2.6.9.
Laporan Hutang Piutang Laporan hutang adalah laporan yang berisi tentang kewajiban perusahaan
kepada pihak lain. Sedangkan laporan piutang adalah laporan yang berisi tentang kewajiban pihak lain kepada perusahaan (Hartini & Sulasmono, 2006).
2.7. Gerai Mitrasana Kelapa Gading Gerai Mitrasana Kelapa Gading merupakan gerai percontohan apotek Mitrasana. Gerai-gerai Mitrasana yang lain diharapkan dapat mengikuti gerai Mitrasana Kelapa Gading, baik dalam hal pelayanan, kegiatan operasional, maupun kondisi fisik gerai. Oleh karena itu, gerai Mitrasana Kelapa Gading dituntut untuk menunjukkan pelayanan, kegiatan operasional, maupun kondisi fisik yang maksimal guna menjadi gerai percontohan yang baik bagi gerai lain. Head Office (HO) Mitrasana terletak pada bangunan yang sama dengan oulet Mitrasana Kelapa Gading. Oleh karena itu, kondisi dan kegiatan operasional gerai sehari-hari selau terpantau oleh personel office Mitrasana. Adapun alamat gerai dan Head Office (HO) Mitrasana Kelapa Gading berlokasi di Jl. Boulevard Gading Timur Raya Kav. 6, Kelapa Gading, Jakarta Utara. 2.7.1.
Struktur Organisasi Gerai Mitrasana Setiap gerai Mitrasana memiliki satu orang store manager yang
bertangung jawab kepada area manager. Store manager di mitrasasana pada umumnya merupakan seorang apoteker, namun pada beberapa gerai seorang asisten apoteker dapat dilantik menjadi Person In Charge yang memiliki wewenang dan tanggung jawab yang setara dengan store manager. Store manager memiliki minimal satu asisten apoteker yang mewakili store manager jika store manager sedang tidak berada di gerai. Store manger dan asisten apoteker membawahi personel-personel lain guna menunjang pelaksanaan operasional seperti kasir dan kurir (Indrawati, 2012). Jika gerai mitrasana yang bersangkutan menyediakan layanan laboratorium, maka akan ada personel analis dan perawat. Adapun susunan organisasi gerai Mitrasana Kelapa Gading dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
15
Area Manager
Store Manager AAPIC
Kasir
Asisten Apoteker
Kurir
Analis
Perawat Gambar 2.2 Struktur Organisasi Gerai Mitrasana Kelapa Gading [Sumber: Hubertina, 2012] 2.7.2.
Laporan-laporan Administratif Mitrasana Kegiatan operasional di Mitrasana dilaporkan kepada Head Office (HO)
sebanyak dua kali dalam satu bulan, yaitu laporan awal bulan (setiap tanggal 1) dan laporan pertengahan bulan (setiap tanggal 16). Laporan-laporan yang diserahkan pada awal bulan dan pertengahan bulan memiliki susunan yang berbeda. Adapun laporan yang dikirim ke Head Office (HO) setiap awal bulan meliputi (Nindya, 2012): 1. Laporan Stock Movement Summar, yaitu Laporan pergerakan barang di gerai dalam jangka waktu tertentu 2. Laporan Pendapatan Template vs Sistem, yaitu Laporan perbandingan kesesuaian pendapatan sistem dengan pendapatan yang sebenarnya. 3. Laporan Lost Sales, yaitu Laporan yang memuat jenis barang yang tidak dapat disediakan oleh gerai pada saat permintaan datang dari konsumen, baik karena barang habis, barang kadaluwarsa, maupun barang tidak dijual di gerai. 4. Laporan Rekapitulasi Barang Kadaluwarsa, yaitu Laporan yang memuat jenis, jumlah, dan waktu kadaluwarsa barang dalam jangka waktu enam bulan ke depan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
16
5. Laporan Data Customer NHD (Nutrition Home Delivery), yaitu Laporan yang berisi nama dan alamat customer yang berbelanja melalui NHD pada bulan yang bersangkutan. 6. Laporan Rekapitulasi Resep Racikan, yaitu Laporan resep yang dilayani oleh apotek dalam bulan yang bersangkutan. 7. Laporan Rekapitulasi EDC (Electronic Debit Credit), yaitu Laporan transaksi yang tidak dibayarkan secara tunai, melainkan dengan kartu kredit atau debit. 8. Laporan Stok Opname Klinik, yaitu Laporan ketersediaan alat-alat kesehatan yang ada di ruang dokter yang mendukung kegiatan operasional klinik. 9. Laporan Cash Opname Petty Cash, yaitu Laporan pengeluaran apotek yang diambil dari dana yang tersimpan dalam petty cash. 10. Laporan Absensi Dokter Umum, yaitu Laporan kehadiran dokter umum pada gerai apotek yang menyediakan jasa praktek dokter umum. 11. Laporan Selfoc (Sales Focus), yaitu Laporan yang berisi perkembangan kegiatan promosi yang dilakukan apotek pada waktu yang bersangkutan.
Jumlah laporan yang dilaporkan pada pertengahan bulan lebih sedikit jika dibandingkan dengan laporan yang dilaporkan pada awal bulan. Beberapa laporan yang dilaporkan pada pertengahan bulan merupakan perkembangan lanjutan dari laporan awal bulan. Adapun laporan yang dilaporkan pada pertengahan bulan meliputi: 1. Laporan Absensi Karyawan, yaitu Laporan yang memuat waktu kehadiran karyawan apotek pada periode tertentu. 2. Laporan Tagihan Asuransi, yaitu Laporan tagihan pasien yang memeriksakan diri ke dokter dan menebus resep dengan layanan asuransi.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
17
2.8. Web-EDI (Electronic Data Interchage) Layanan mempertukarkan
Web-EDI dokumen
memungkinkan elektronik
kantor
melaului
pusat
media
dan
internet
mitra dengan
menggunakan aplikasi web dan format dokumen tunggal. Pertukaran dokumen bisnis yang biasa dilakukan dengan melalui fax, kurir, dan telepon, saat ini dapat dilakukan melalui media internet. Adapun keuntungan dari sistem ini antara lain: 1. Mengurangi proses penginputan data secara manual 2. Lebih hemat biaya 3. Mengurangi frekuensi kesalahan 4. Dapat mengatasi lonjakan data yang terjadi secara tiba-tiba 5. Proses yang lebih cepat
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Observasi dilakukan di gerai Mitrasana Kelapa Gading yang beralamat di Jl. Boulevard Gading Timur Raya Kav. 6, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
3.2. Waktu Obseravasi dilakukan dalam jangka waktu ± 2 (dua) minggu yaitu pada tanggal 6-11 Febuari 2012 dan 9-14 Maret 2012.
3.3. Responden Responden berjumlah 12 orang yang merupakan personel pelaksana kegiatan operasional di gerai Mitrasana Kelapa Gading. Adapun komposisi dari 12 orang tersebut adalah sebagai berikut: No.
Jabatan
Jumlah (orang)
1.
Area manager
1
2.
Store manager
1
3.
Asisten apoteker
6
4.
Kasir
1
5.
Analis
1
6..
Kurir
2
Tabel 3.1 Tabel Komposisi Personel Gerai Mitrasana Kelapa Gading
3.4. Cara Kerja Observasi dilakukan terhadap kegiatan operasional dan tanggung jawab yang dilaksanakan oleh personel gerai. Selain itu peneliti juga membagikan kuesioner untuk diisi oleh responden. Adapun format kuesioner yang dibagikan kepada responden terlampir pada Lampiran 1 dan 2. Pertanyaan yang berada dalam kuesioner terbagi menjadi tiga fase, yaitu: 1. Fase pertama, merupakan kumpulan pertanyaan yang bertujuan untuk memperoleh informasi latar belakang pekerjaan dari responden. 18
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
19
2. Fase kedua, merupakan kumpulan pertanyaan untuk menganalisis apakah responden bekerja pada tempat yang salah atau tidak. Pada fase kedua pertanyaan dijawab dengan memberikan nilai pada masing-masing pertanyaan. Nilai maksimum untuk masing-masing pertanyaan adalah lima, sehingga jumlah nilai maksimum untuk fase kedua adalah dua puluh lima. Kemudian persentase nilai masing-masing responden dihitung dengan membandingkan dengan nilai total masing-masing responden dengan nilai maksimum fase kedua. Adapun rumus untuk menghitung persentase nilai fase kedua adalah sebagai berikut: 3. Fase ketiga, merupakan kumpulan pertanyaan untuk memperoleh informasi lebih lanjut untuk menganalisis permasalahan yang dihadapi oleh responden dalam melaksanakan tugasnya masing-masing.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengalaman Kerja Personel Gerai Mitrasana Berdasarkan kuesioner pada fase pertama, diperoleh data bahwa 67% personel gerai Mitrasana Kelapa Gading telah memiliki pengalaman kerja. Mereka pernah berkerja di tempat lain sebelum mereka bergabung bersama Mitrasana. Sebanyak tujuh orang personel di gerai Mitrasana Kelapa Gading telah bergabung dengan Mitrasana sejak tahun 2011, tiga orang personel bergabung dengan Mitrasana pada tahun 2012, satu orang personel bergabung 2010, dan satu orang personel bergabung sejak tahun 2009. Jumlah karyawan yang mulai bekerja di Mitrasana sejak tahun 2009 sampai 2012 dapat dilihat pada Gambar 4.1. Sebanyak 75% personel Mitrasana menempati jabatan yang sama ketika mereka mulai bekerja di Mitrasana, sebanyak 58,3% personel Mitrasana Kelapa Gading telah mendapatkan pelatihan, dan sebanyak 83,3% personel memahami job description mereka dalam berkarir di Mitrasana Kelapa Gading. 8
J u m l a h
7 6 5
4 3 2 1 0
2009
2010
2011
2012
Tahun Gambar 4.1. Jumlah Karyawan yang Mulai Bekerja di Mitrasana Sejak Tahun 2009 Sampai 2012 Dengan kata lain mayoritas personel Mitrasana Kelapa Gading bukan personel baru yang tidak memahami aktivitas operasional gerai sehari-hari. Mereka memiliki pengalaman kerja sebelum bergabung di Mitrasana, bahkan beberapa di antara mereka menempati jabatan yang sama sejak mereka bergabung dengan Mitrasana. Oleh karena itu, personel operasional Mitrasana Kelapa 20
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
21
Gading seharusnya telah memahami tanggung jawab mereka, baik jenis pekerjaan rutin yang mereka laksanakan sehari-hari, maupun kendala yang mungkin mereka temukan dalam melaksanakan pekerjaan tersebut.
4.2. Responden Bekerja pada Tempat yang Tepat Pada fase kedua kuesioner, pertanyaan dijawab dengan menggunakan nilai. Nilai maksimal untuk setiap pertanyaan adalah lima, sedangkan fase kedua terdiri dari lima pertanyaan. Oleh karena itu, nilai maksimal keseluruhan untuk fase kedua adalah 25. Pertanyaan-pertanyaan pada fase kedua bertujuan untuk menganalisis apakah responden di Mitrasana Kelapa Gading bekerja pada tempat yang salah atau tidak. Kemudian nilai dari masing-masing responden dijumlahkan dan dibandingkan dengan nilai maksimum yang mungkin diperoleh dari fase kedua. Nilai yang diperoleh masing-masing responden dan persentase nilai mereka dari kuesioner fase kedua dapat dilihat pada Tabel 4.1. Responden
Nilai Responden
Nilai Maksimum
Persentase Nilai
Fase Kedua
Responden (%)
A
11
25
44
B
17
25
64
C
21
25
84
D
19
25
76
E
18
25
72
F
19
25
76
G
19
25
76
H
17
25
68
I
16
25
64
J
19
25
76
K
14
25
56
L
14
25
56
Table 4.1. Nilai yang Diperoleh Masing-masing Responden dan Persentase Nilai Pada Fase Kedua Jika persentase nilai yang dikehendaki dari masing-masing responden adalah 50%, maka hanya 8,3% responden yang merasa bekerja pada tempat yang Universitas Indonesia Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
22
salah. Oleh karena itu seharusnya 91,3% merasa bersemangat dan bergairah untuk melaksanakan pekerjaan mereka masing-masing di Mitrasana Kelapa Gading.
4.3. Permasalahan dan Penyebab 4.3.1.
Administrasi Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti ketidakefisienan yang
terjadi di Mitrasana Kelapa Gading disebabkan oleh kegiatan administrasi yang terlalu banyak. Kegiatan administrasi ini meliputi kegiatan pelaporan gerai yang dilaporkan setiap awal dan pertengahan bulan. Hasil obsevasi ini sesuai dengan hasil kuesioner yang dibagikan oleh peneliti. Berdasarkan data yang diperoleh dari kuesioner, sebanyak 58% responden setuju bahwa waktu mereka banyak tersita oleh kegiatan pelaporan.. Adapun data yang diperoleh peniliti dari kuesioner yang dibagikan kepada personel Mitrasana Kelapa Gading dapat dilihat pada Gambar 4.2. 6
J u m l a h
5 4 3 2
1 0 Laporan (Admin)
NHD
Merapikan Gondola
Antar Barang
Mmperbaiki Menunggu Kerusakan Customer Alat Datang
Jenis Kegiatan Gambar 4.2. Jumlah Karyawan vs Rutinitas Sehari-hari di Gerai Mitrasana Kelapa Gading Di samping laporan administrasi yang terlalu banyak, personel Mitrasana Kelapa Gading cenderung untuk menunda-nunda pekerjaan. Dari 12 responden, sepuluh responden mengakui bahwa dirinya merupakan cenderung untuk menunda-nunda pekerjaan, sedangkan dua data yang lain tidak dapat dipakai, karena responden tidak menjawab. Oleh kerena sifat sering menunda pekerjaan tersebut, pekerjaan sering tidak selesai pada waktunya ataupun tidak optimal karena dikerjakan secara teburu-buru. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
23
4.3.2.
Perangkat Lunak Setiap hari Mitrasana Kelapa Gading melayani pembelian produk-produk
nutrisi Kalbe. Permintaan pembelian produk-produk nutrisi ini mayoritas berasal dari Nutrition Home Delivery. Nutrition Home Delivery merupakan salah satu anak perusahaan Kalbe yang menyediakan jasa layanan antar produk nutrisi Kalbe kepada konsumen. Nutrition Home Delivery dan Mitrasana sebagai sesama anak perusahaan Kalbe telah melakukan kerjasama, di mana Nutrition Home Delivery merupakan anak perusahaan yang bertugas mencari konsumen dan mengantarkan barang yang dipesan kepada konsumen, sedangkan Mitrasana bertugas untuk memenuhi permintaan Nutrition Home Delivery. Mitrasana dan Nutrition Home Delivery menggunakan aplikasi web yang berbeda, di mana Mitrasana menggunakan Retailsoft®, sedangkan Nutrition Home Delivery menggunakan Citrix®. Oleh karena aplikasi web yang berbeda ini, maka setiap kali ada permintaan produk kepada gerai Mitrasana Kelapa Gading, maka personel gerai perlu menginput data yang dikirimkan oleh pihak Nutrition Home Delivery ke dalam program Retailsoft® secara manual. Selanjutnya personel gerai akan mencetak struk untuk ditagih kepada konsumen dan secala berkala mengupdate jumlah stok barang yang ada di gerai. Data konsumen, seperti nama, alamat, dan no. telepon, dicatat dan diserahkan ke Head Office setiap bulan. Kegiatan penyesuaian data dari Citrix® ke Retailsoft® secara manual menyita waktu personel. Hal ini sesuai dengan data kuesioner yang dibagikan peneliti kepada personel gerai Mitrasana Kelapa Gaiding, di mana sebanyak 16% responden menjawab bahwa kegiatan yang menyita waktu mereka adalah kegiatan layanan Nutrition Home Delivery (NHD). Kegiatan menyesuaikan data dari Citrix® ke sistem Retailsoft® secara manual dapat memicu terjadinya resiko kesalahan input. Bahkan beberapa langkah pada program Citrix® bersifat ireversibel, sedangkan gerai tidak diberikan wewenang untuk mengubah program Citrix®. Oleh karena itu, terkadang terjadi ketidaksesuaian antara Service Order (SO) yang dikirimkan oleh pihak Nutrition Home Delivery (NHD) dengan kondisi aktual outelet. Bentuk ketidaksesuaian yang terjadi antara lain: 1. Kekosongan jumlah atau jenis barang pada gerai yang bersangkutan, sedangkan Service Order (SO) telah dikirimkan oleh Nutrition Home Delivery
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
24
(NHD) kepada gerai Mitrasana Kelapa Gading. Dalam rangka pemenuhan barang yang tidak tersedia di gerai, gerai dapat mencari kekurangan jumlah atau jenis barang pada dari gerai lain atau bahkan membeli ke luar dengan menggunakan petty cash. 2. Tidak tersedianya kurir Nutrition Home Delivery (NHD) di gerai di saat yang dibutuhkan. Berdasarkan job description dan kontrak antara Nutrition Home Delivery (NHD) dengan Mitrasana, seharusnya barang-barang pesanan Nutrition Home Delivery (NHD) diantarkan oleh kurir Nutrition Home Delivery (NHD), bukan diantar oleh kurir gerai. Namun Service Order (SO) yang datang kepada gerai sering datang terlambat, sedangkan waktu pemenuhan Service Order (SO) tersebut harus segera dipenuhi. Akibatnya kurir gerai Mitrasana sering mengantarkan barang titipan Nutrition Home Delivery (NHD) tersebut kepada konsumen. Retailsoft® dapat membuatkan struk kepada konsumen, jika di dalam sistem stok barang yang diminta tersedia dan jumlahnya mecukupi. Untuk setiap kali penerimaan fisik barang yang dilakukan oleh gerai, idealnya gerai segera menerima IBT (Inter Branch Transfer) dari Head Office. Fungsi dari IBT (Inter Branch Transfer) ini adalah meng-update jenis dan jumlah barang yang ada dalam sistem Retailsoft®, sehingga gerai dapat segera melakukan transaksi. Seringkali barang dalam kondisi fisik sudah diterima di gerai, namun IBT (Inter Branch Transfer) dari Head Office terlambat dikirimkan. Akibatnya gerai tidak dapat melakukan proses transaksi, meskipun barang secara fisik sudah tersedia di gerai. Retailsoft® merupakan suatu perangkat lunak yang memiliki banyak fitur. Jika dapat diberdayakan secara optimal, laporan administrasi yang dikirimkan ke Head Office (HO) setiap bulannya dapat dipangkas, karena Head Office dapat menarik data dari sitem Retailsoft® itu sendiri. Namun kemampuan personel gerai dalam mengoperasikan Retailsoft® berbeda-beda, sehingga keseragaman penginputan data dalam Retailsoft® pun kurang seragam. Akibatnya banyak fitur dari Retailsoft® yang kurang optimal pemanfaatanya dalam Mitrasana, sehingga beban pekerjaan administrasi pun dapat dikurangi.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
25
4.4. Solusi Dari bentuk permasalahan dan penyebab yang berhasil ditemukan oleh peneliti dari kegaitan operasioanal Mitrasana, khususnya pada Mitrasana Kelapa Gading, peneliti mencoba memikirkan solusi yang mungkin diterapkan pada Mitrasana. 4.4.1.
Mengurangi Beban Administrasi Laporan Mitrasana telah menggunakan sistem informasi
Retailsoft® yang
digenerate setiap hari ke Head Office (HO). Oleh karena itu seharusnya Head Office (HO) dapat memperoleh informasi perkembangan apotek setiap harinya. Jika dimanfaatkan secara optimal, informasi yang dapat diperoleh dari Retailsoft® antara lain laporan stock movement summary, laporan rekapitulasi barang kadaluwarsa, laporan rekapitulasi resep racikan, dan laporan rekapitulasi EDC (Electronic Debit Credit). Melaui bantuan sistem informasi lain yang dimiliki oleh Mitrasana, maka laporan absensi karyawan, absensi dokter umum, dan customer layanan Nutrition Home Delivery (NHD) tidak perlu dilaporkan ke Head Office (HO) setiap awal dan pertengahan bulan. Head Office (HO) tetap perlu mendapatkan laporan dari masing-masing gerai. Laporan yang dapat diakses oleh Head Office (HO) melaui Retailsoft® tidak perlu dilaporkan kembali pada awal dan pertengahan bulan. Dengan kata lain, pelaporan administratif pada Mitrasana Kelapa Gading dapat dirampingkan. Laporan yang tetap perlu dilaporkan kepada Head Office (HO) menurut peneliti antara lain: Laporan pendapatan template vs system, cash opname petty cash, asuransi, lost sales, selfoc, dan tagihan opersional. 4.4.2.
EDI (Electronic Data Interchage) Penerapan EDI (Electronic Data Interchage) antara Nutrition Home
Delivery (NHD) dengan Mitrasana, dapat mengefisenkan proses penginputan data ke dalam Retailsoft® yang selama ini dilakukan secara manual. Dengan diterapkannya EDI antara Nutrition Home Delivery (NHD) dengan Mitrasana, maka koneksi antara Nutrition Home Delivery (NHD) dan Mitrasana dapat dilakukan dalam satu aplikasi web dan dalam satu format dokumen. Oleh karena itu, personel di gerai Mitrasana tidak perlu menginput ulang data nama barang, jumlah barang, dan data konsumen secara manual. Personel di gerai cukup
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
26
memutuskan Service Order (SO) mana yang sanggup dipenuhi oleh gerainya kemudian memprosesnya. Hal ini dapat meminimalkan proses salah input jenis dan jumlah barang dalam Retailsoft®.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Mitrasana, khususnya gerai Mitrasana Kelapa Gading, selalu berupaya untuk melakukan efisiensi terhadap kegiatan operasionalnya. Berdasarkan data kuesioner yang disebar oleh peneliti kepada personel Mitrasana di gerai Kelapa Gading, diperoleh data bahwa 67% personel Mitrasana Kelapa Gading telah memiliki pengalaman kerja dan 91,3% personel merasa bekerja pada posisi yang tepat. Sumber daya yang bekerja di gerai Mitrasana Kelapa Gading menjawab bahwa kegiatan yang paling menyita waktu mereka di gerai adalah kegiatan pelaporan dan pelayanan Nutrition Home Delivery. Kegiatan pelaporan dan pelayanan Nutrition Home Delivery menurut peneliti dapat diefisienkan dengan pemanfaatan fitur Retailsoft® dan penerapan EDI (Electronic Data Interchange).
5.2. Saran Operasional
perangkat
lunak
dan
fitur
dari
Retailsoft ®
harus
disosialiasikan terhadap personel Mitrasana yang bertanggung jawab terhadap kegiatan administrasi apotek. Bentuk sosialisasi yang dilakukan dapat berupa kegiatan training yang disertai exit test untuk memastikan bahwa materi training tersampaikan kepada personel dengan benar. Selain itu sistem EDI (Electronic Data Interchange) antara Mitrasana dengan Nutrition Home Delivery perlu dirukunkan. Kegiatan perukunan EDI (Electronic Data Interchange) dapat dilakukan oleh Mitrasana sendiri ataupun oleh 3rd party penyedia jasa EDI (Electronic Data Interchange).
27
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ACUAN
Anief, M. (1998). Manajemen Farmasi. Yogyakarta: Gajah Mada Univrsity Press. Departemen Kesehatan, R. I. (2004). Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Hartini, & Sulasmono. (2006). Apotek, Ulasan Beserta Naskah Peraturan Perundang-undangan Terkait Apotek Termasuk Naskah dan Permenkes Tentang Apotek Rakyat, Edisi Revisi. Yogyakarta: Universitas Sanata Darma. Icon. (2002). The 2000-2005 World Outlook for Drug Stores and Propietary Sites. San Diego: Icon Group. Indrawati, H. (2012, Febuary 10). Bagaimana Struktur Organisasi Mitrasana. (L. Saputra, Interviewer). Jogiyanto, H. (2003). Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2010d). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 509/ MENKES/ SK/ IV/ 2010. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2010c). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Mobach, Werf, v. d., & Tromp, T. (2000). APOM-project : A Pilot study of Pharmacy Organization and Management. Belanda: Hydra. Nindya. (2012, Febuary 14). Apa Saja Laporan yang Dilaporkan oleh Gerai Mitrasana. (L. Saputra, Interviewer) Smith, H. (1975). Principles and Methods of Pharmacy Management. Philadelphia: Lea & Febiger.
28
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
LAMPIRAN
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
53
Lampiran 1. Kuesioner yang Disebarkan Kepada Personel Gerai Mitrasana Kelapa Gading (tampak depan)
30
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
Lampiran 2. Kuesioner yang Disebarkan Kepada Personel Gerai Mitrasana Kelapa Gading (tampak belakang)
31
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012
32
Lampiran 3. Kerangka Web-EDI (Electronic Data Interchage)
Kantor Pusat dengan Sistem Informasi
Kantor Pusat dengan Layanan Web
Laporan praktek..., Lucky Andrean Saputra, FMIPA UI, 2012