UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS SIFAT MEKANIS MAGNESIUM EQUAL CHANNEL ANGULAR PRESSING (ECAP) SEBAGAI BAHAN PLATE PADA FRAKTUR MANDIBULA MELALUI UJI BENDING DAN UJI KEULETAN DALAM CAIRAN FISIOLOGIS DULBECCO’S MOODIFIED EAGLE MEDIUM (DMEM)
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis dalam Ilmu Bedah Mulut dan Maksilofasial
Novianto Agung Cahyono 0806390396
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL JAKARTA AGUSTUS 2014
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim, Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Sholawat dan salam tak lupa tercurah kepada Rasulullah Nabi Muhammad SAW. Karena atas rahmat dan karunia Allah SWT hingga penelitian yang berjudul “ Analisis Sifat Mekanis Magnesium Equal Channel Angular Pressing (ECAP) sebagai Bahan Plate pada Fraktur Mandibula Melalui Uji Bending dan Uji Keuletan Dalam Cairan Fisiologis Dulbecco’s Moodified Eagle Medium (DMEM).” dapat penulis selesaikan. Penelitian ini adalah syarat untuk menyelesaikan pendidikan penulis sebagai spesialis bedah mulut maksilofasial di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa penelitian penelitian ini tidak dapat selesai tanpa bimbingan serta bantuan dari banyak pihak. Oleh sebab itu penulis ingin mengucapkan penghargaan dan rasa terima kasih secara khusus kepada: 1. Dr. drg. Lilies Dwi Sulistyani, SpBM, selaku pembimbing I dan koordinator Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG UI yang telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran, hingga memberikan motivasi untuk penulis hingga tesis ini terselesaikan. 2. Drg. Andi Soufyan Santosa, M.Kes, selaku pembimbing II yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikirannya dalam membimbing penulis. 3. Prof.Dr.drg. Benny S Latief, SpBM(K), selaku Guru Besar Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia yang telah memberikan ide, motivasi, dan masukan berharga kepada penulis dalam topik penelitian ini. 4. Staf pengajar Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia yang telah dengan sabar membimbing penulis selama menjalani pendidikan: Prof. Drg. Iwan Tofani, SpBM, PhD, Dr. drg. Pradono, SpBM, drg. Abdul Latief, SpBM(K), drg. Evy Eida Vitria, SpBM, drg. Vera Julia, SpBM, dan drg. Dwi Ariawan, MARS, SpBM, drg Rachmitha Anne SpBM. Selain itu juga untuk staf yang telah purnabakti drg. HRM Zulkarnain Moertolo, SpBM(K) serta (almarhum) drg. Teguh I.S. SpBM(K). 5. Konsulen di rumah sakit jejaring: Dr. drg. C. Rini S. SpBM, drg. Deddy S. Sukardi, SpBM, drg. Retnowati, SpBM, drg. Syafruddin HAK, SpBM(K), dan drg. Etty Soenartini, SpBM dimana tempat penulis menimba ilmu dan ketrampilan klinis selama menjalani pendidikan. iv
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
6. Teknisi Laboratorium Teknik Mesin Politeknik Negeri Jakarta dan teknisi Laboratorium B2TKS, BPPT, Puspitek Serpong. 7. Karyawan Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia: Pak Sahir, Mba Supri, Mba Rani, dan Mba Yuni dan karyawan perpustakaan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia: Pak Asep, Pak Yanto, Pak Nuh, dan Pak Norman yang terus memberikan bantuan dan kemudahan kepada penulis selama menjalani pendidikan. 6. Bapak Sutoyo,BA dan Ibu Kasirah (Alm), orang tua penulis yang tanpa henti memberikan bantuan moril, materil, doa serta cintanya hingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan pendidikan ini. Kakak adik penulis yang turut memberikan doa dan motivasinya, Mbak Wiwiek, Mbak Ita dan Wahyu. 7. Rasa sayang dan terimakasih yang mendalam penulis sampaikan kepada istri tercinta, drg. Wahyuning Ratnawidya, yang terus mendampingi, mendukung, menyemangati penulis dengan tulus dan sepenuh hati, serta senantiasa mendoakan penulis serta menjadi sumber inspirasi dan kebahagiaan terbesar bagi penulis. Kedua buah hati penulis, Cahaya Mutiara Salamah dan M. Afif Rahman mohon maaf apabila selama ini banyak waktu bersama yang tersita. 8. Bapak dan ibu mertua penulis, Dr. Suhardjo Poertadji dan Ibu dr. Sri Sugiarti, MARS (Alm), rasa terimakasih yang mendalam atas bantuan doa, moril dan materiil hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini. 11. Teman-teman terhebat, residen bedah mulut FKG UI, Eky, Marik, Semi, Bayu, Bang Dani, Bang Kadri, Mbak Dian, Hetty dan Kak Revo rekan seangkatan dalam menyelesaikan pendidikan Bedah Mulut
FKG UI atas semua bantuannya selama penulis menjalani
pendidikan. Para senior Bang Arfan, Bang Arbi, Bang Dimas, Mbak Rahmi, Mbak Ninung dan Mbak Indira atas bantuan dan dukungannya selama penulis menjalani pendidikan ini. 11. Rekan adik kelas Stefani atas pencerahan ilmunya, Johan Edward atas bantuan dan dukungannya selama pendidikan ini, dan Hanan atas bantuan dan dukungannya dalam menyelesaikan penelitian ini. 11. Para pasien yang telah ikhlas menerima perawatan selama penulis menyelesaikan pendidikan. 12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang ikut membantu penulis dalam menyelesaikan pendidikan dan penelitian ini. v
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
Semoga Allah SWT membalas segala amal dan budi baik, serta melimpahkan berkah, hidayah dan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan pendidikan. Penulis juga memohon maaf apabila terjadi kesalahan baik yang disadari maupun yang tidak disengaja selama pendidikan. Penulis berharap penelitian ini dapat memberi manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu Bedah Mulut dan Maksilofasial. Jakarta, Agustus 2014
Penulis
vi
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
ABSTRAK Nama
: Novianto Agung Cahyono
Program Studi
: Ilmu Bedah Mulut dan Maksilofasial
Judul
: Analisis Sifat Mekanis Magnesium Equal Channel Angular Pressing
(ECAP) Sebagai Bahan Plate Pada Fraktur Mandibula Melalui Uji Bending dan Uji Keuletan Dalam Cairan Fisiologis Dulbecco’s Moodified Eagle Medium (DMEM). Latar Belakang: Magnesium merupakan biomaterial logam yang berpotensi digunakan sebagai material implan tubuh yang dapat terdegradasi. Syarat magnesium dapat digunakan sebagai material implan biodegradasi adalah laju degradasi magnesium harus
memiliki
kekuatan mekanis yang cukup dalam jangka waktu tertentu, sampai terjadi penyembuhan tulang, kecepatan resorbsi yang sesuai dengan kecepatan penyembuhan tulang. Aplikasi magnesium sebagai implan yang terdegradasi terhambat karena tingkat tinggi degradasi lingkungan fisiologis. Dengan adanya sifat biodegradasi magnesium maka diperlukan cara bagaimana mencegah atau
menekan
kecepatan
laju
biodegradasi
sehingga dapat
disesuaikan dengan proses penyembuhan tulang. Beberapa penelitian tentang magnesium telah dilakukan untuk mengatasi keterbatasan tersebut, antara lain dengan prosedur Equal Channel Angular Pressing ( ECAP), merupakan salah satu prosedur dari grain refinement yang dapat menurunkan laju degradasi dan meningkatkan sifat mekanis magnesium. Tujuan: Menganalisa sifat mekanis magnesium ECAP dalam perendaman dalam larutan DMEM. Metode: Sifat mekanis magnesium ECAP dianalisis setelah dilakukan perendaman dalam larutan DMEM dengan menggunakan masing-masing sepuluh sampel magnesium ECAP untuk uji bending dan sepuluh sampel magnesium ECAP uji keuletan. Sifat mekanis di analisis menggunakan nilai bending pada uji bending dan nilai keuletan pada uji keuletan. Hasil: Terdapat pengaruh waktu perendaman terhadap nilai bending magnesium ECAP, nilai keuletan magnesium ECAP dan penurunan nilai bending juga nilai keuletan magnesium ECAP pada perendaman dalam larutan fisiologis DMEM.
Kata Kunci: Magnesium ECAP, sifat mekanis, nilai bending , nilai keuletan.
viii
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
ABSTRACT
Name
: Novianto Agung Cahyono
Study Programme
: Oral Surgery and Maxillofacial
Title
: Analysis of The Mechanical properties of Magnesium Equal
Channel Angular Pressing (ECAP) as A Plate on A Mandibular Fracture through Bending Test and Ductility Test in Physiological Fluids of Dulbecco’s Moodified Eagle Medium (DMEM)
Background: Magnesium is a metal biomaterials that could potentially be used as an implant material which can be decomposed body. Requirement of magnesium can be used as an implant material is the biodegradation rate of degradation must possess sufficient mechanical strenght in a certain period of time until the healing bone resorption speed corresponding to speed bone healing, generally magnesium has a rapid rate of degradation, it is undesirable magnesium deficiency. Application of magnesium as the implant is degraded hampered by high levels of physiological environmental degradation. With the biodegradation rate of speed so it can be adapted to the bone healing process. Several studies on magnesium have been made to overcome these limitations. Among others, the ECAP procedure which is one of the grain refinement procedure that can decrease the rate of degradasi and improve the mechanical properties of magnesium. Objective: To analyze the mechanical properties of magnesium ECAP in DMEM solution immersion. Methods: Mechanical properties of magnesium ECAP analyzed after immersion in DMEM solution by using each of the ten samples of magnesium ECAP for bending test and ten samples of magnesium ECAP for ductility test. Result: There is the effect of immersion time on the value of ECAP bending magnesium, magnesium ECAP ductility value and impairment bending ductility also magnesium ECAP on immersion in physiological solution of DMEM.
Keywords: Magnesium ECAP, mechanical properties, bending values, the value of ductility.
ix
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
ii
HALAMAN PENGESAHAN
iii
KATA PENGANTAR
iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
vii
ABSTRAK
viii
ABSTRACT
ix
DAFTAR ISI
x
DAFTAR SINGKATAN
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
1. PENDAHULUAN
1
1.1. Latar Belakang
1
1.2. Rumusan Masalah
4
1.3. Tujuan Penelitian
5
1.4. Manfaat Penelitian
5
2. TINJAUAN PUSTAKA
6
2.1 Fraktur Maksilofasial 2.1.1 Definisi Fraktur dan Jenis Fraktur
6
2.1.2 Penatalaksanaan Fraktur
7
2.1.3 Proses Penyembuhan Fraktur
7
2.1.3.1 Proses Penyembuhan Fraktur Primer
7
2.1.3.2 Proses Penyembuhan Fraktur Sekunder
7
2.1.4 Komplikasi Penyembuhan
10
2.2 Biomaterial
11
2.2.1. Polimer
12
2.2.2. Titanium
12 x
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
2.2.3. Magnesium
13
2.2.4. Magnesium ECAP
14
2.3. Uji Mekanis Biomaterial
15
2.4. Kerangka Teori
16
3. KERANGKA KONSEP , HIPOTESIS, VARIBEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
17
3.1 Kerangka Konsep
17
3.2 Hipotesis
17
3.3 Identifikasi Variabel
18
3.4 Definisi Operasional
18
4. METODOLOGI PENELITIAN
19
4.1 Desain Penelitian
19
4.2 Tempat Penelitian
19
4.3 Waktu Penelitian
19
4.4 Sampel Penelitian
19
4.5 Alat dan Bahan
20
4.6 Cara Kerja
21
4.6.1 Uji Bending
21
4.6.2 Uji Keuletan
21
4.7 Analisa Data
21
4.8. Alur Penelitian
23
5. HASIL PENELITIAN
24
6. PEMBAHASAN
28
7. KESIMPULAN DAN SARAN
31
7.1 Kesimpulan
31
7.2 Saran
31
DAFTAR PUSTAKA
32 xi
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
DAFTAR SINGKATAN Mg
: Magnesium
PLA
: Polylactite acid
PGA
: Polyglicoic acid
Gpa
: Gigapascal
Mpa
: Megapascal
ECAP : Equal channel angular pressing DMEM : Dulbecco’s moodified eagle medium Nacl
: Natrium-chlorida
PBS
: Phosphate buffered saline
HAKI
: Hak atas kekayaan Intelektual
MMF
: Maxillo- Mandibulare Fixation
TGF-B1 : Transforming Growth Factor-Beta 1 VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor PCL
: Poly Caprolatone
PLLA
: Poly L-Lactide
TiO2
: Titanium dioxide
FeTiO3 : Ferrum Titanium trioxide SPD
: Severe Plastic Deformation
ASTM : American Society of Testing and Materials UPM
: Universal Machine Testing
B2TKS : Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur BPPT
: Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
xii
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
DAFTAR GAMBAR Gambar. Ilustrasi skematik dari prosedur ECAP
14
Gambar. Ilustrasi mesin uji three point bending
15
Gambar. Skema Kerangka Teori
16
Gambar. Skema Kerangka Konsep
17
Gambar 4.a. Contoh sampel uji bending
20
Gambar 4.b. Contoh sampel uji keuletan
20
Gambar 4.c. Skema alur penelitian
23
Gambar 5.1. Distribusi nilai bending Mg ECAP terhadap waktu perendaman DMEM
25
Gambar 5.2. Distribusi nilai tarik Mg ECAP terhadap waktu perendaman DMEM
26
Gambar 5.3. Distribusi rerata nilai elongasi sampel Mg ECAP pada waktu perendaman
27
xiii
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
DAFTAR TABEL
Tabel 51 Nilai Bending Magnesium Ecap sebelum dan sesudah perendaman
24
Tabel 5.2 Nilai tarik Magnesium Ecap sebelum dan sesudah perendaman
25
Tabel 5.3 Nilai Elongasi Magnesium Ecap sebelum dan sesudah perendaman
26
Tabel 6.1 Nilai bending Mg ECAP, polimer dan titanium
29
Tabel 6.2. Nilai tarik Mg ECAP, polimer dan titanium
29
xiv
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Analisa Statistik Uji Bending dan Uji Keuletan
35
Lampiran 2. Uji lolos kode etik
37
xv
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
. Dengan semakin meningkatnya mobilitas, semakin tinggi pula resiko terjadinya trauma. Salah satu trauma yang sering terjadi adalah trauma maksilofasial, yang sering dijumpai seiring meningkatnya kecelakaan lalu lintas, kekerasan fisik, olah raga , trauma akibat senjata api, fraktur patologis akibat odontektomi gigi. Trauma maksilofasial merupakan salah satu kasus yang sering dijumpai di bidang bedah mulut. Kasus fraktur tulang rahang merupakan kasus umum yang sering dijumpai dalam bidang bedah mulut dan maksilofasial. Prinsip dasar penanganan fraktur pada maksilofasial adalah reposisi, fiksasi dan imobilisasi. Pada penanganan fraktur maksilofasial diperlukan alat fiksasi berupa implan yang diaplikasikan pada tulang dalam jangka waktu tertentu. Implan yang diaplikasikan pada fragmen tulang yang fraktur diimobilisasi sampai proses penyatuan tulang selesai.1 Terdapat beberapa jenis material implan tulang dengan segala kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Material implan tulang harus memiliki kekuatan mekanis yang cukup dalam jangka waktu tertentu, sampai terjadi penyembuhan tulang, kecepatan resorbsi yang sesuai dengan kecepatan penyembuhan tulang, memiliki biokompatibilitas serta biosafety yang baik, karena akan dipergunakan dalam jaringan tubuh manusia.2,3 Material implan yang sering digunakan adalah titanium, paduan logam cobalt, stainless steel.² Titanium saat ini merupakan pilihan utama sebagai material implan tulang. Titanium memiliki sifat mekanis dan resistensi korosi yang baik. Titanium dapat menerima beban dengan kekuatan
mekanis yang tinggi, namun material ini memiliki modulus
elastisitas yang tidak sesuai dengan tulang sehingga dapat menimbulkan shear strength, dan menyebabkan kegagalan fungsi fiksasi serta imobilisasi. Harga titanium yang tinggi dapat menjadi kendala bagi pasien untuk mendapatkan perawatan fraktur yang ideal. Selain itu titanium material implan yang
tidak dapat diresorbsi oleh tubuh sehingga kadangkala
diperlukan operasi kedua untuk pengangkatan material tersebut. 4 Dengan adanya keterbatasan material logam, maka dikembangkan material implan yang dapat diresorbsi tubuh sehingga tidak memerlukan operasi lagi untuk pengangkatan material implan setelah terjadi penyembuhan tulang. Magnesium (Mg) merupakan salah satu logam
yang sedang dikembangkan penggunaannya sebagai material implan. 1 Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
2
Magnesium merupakan bahan logam yang memiliki potensi dan aplikasi implan jaringan keras , dan di dalam tubuh manusia , magnesium elemen yang esensial dan secara alami ditemukan sekitar
50%
terdapat di tulang. Sebagai bahan yang mengalami degradasi
magnesium memiliki ketahanan patah yang lebih besar bila dibandingkan dengan polimer seperti Polylactite acid (PLA) dan Polyglicoic acid (PGA). Magnesium termasuk logam ringan dengan modulus elastisitas dan compressive yield strenght yang paling mirip dengan tulang bila dibandingkan dengan bahan logam lainnya. Magnesium memiliki fracture toughnes
lebih
tinggi bila dibandingkan dengan biomaterial keramik, serta memiliki
modulus of elasticity (41-45 Gpa) yang mendekati tulang sehingga mencegah efek stress shielding. Sebagai
material
implan magnesium
juga memiliki beberapa kekurangan
diantaranya korosi dan degradasi, hal ini menyebabkan magnesium kehilangan kekuatan mekanisnya dan terdegradasi sebelum penyembuhan
tulang
selesai. Dikarenakan sifat
magnesium tersebut maka diperlukan cara untuk mengkontrol kecepatan biodegradasinya sehingga dapat disesuaikan dengan lamanya proses penyembuhan tulang yang adekuat.
4,5
Proses penyembuhan fraktur pada tulang antara 4 sampai 8 minggu tulang baru mulai menjembatani fraktur (soft callus berubah menjadi hard callus ) dan dapat dilihat secara radiologis, terdiri dari 5 fase yaitu : Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cidera dan pembentukan hematoma di tempat patah tulang. Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari pembuluh darah yang robek . Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (periosteum & otot). Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cidera kemudian akan diinvasi oleh magrofag (sel darah putih besar), yang akan membersihkan daerah tersebut. Terjadi inflamasi, pembengkakan dan nyeri. Setelah hari ke-6 yaitu tahap proliferasi sel, akan mengalami organisasi, terbentuk benang-benang fibrin dalam gumpalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoklast (berkembang dari osteosit, sel endotel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Pada hari ke- 12 yaitu tahap pembentukan kalus , pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrous, tulang rawan, dan tulang serat matur. Bentuk kalus dan volume dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Sampai hari ke-24 yaitu pada tahap penulangan kalus (osifikasi). Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam dua sampai tiga minggu
patah tulang, melalui proses penulangan
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
3
endokondral. Tahap menjadi tulang dewasa (Remodeling). Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun – tahun tergantung beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan pada kasus yang melibatkan
tulang
kompak
dan
kanselus
–
stres
fungsional
pada
tulang.
6
Dengan adanya sifat biodegradasi magnesium maka diperlukan cara bagaimana mencegah atau menekan kecepatan laju biodegradasi sehingga dapat disesuaikan dengan proses penyembuhan tulang. Beberapa penelitian tentang magnesium telah dilakukan untuk mengatasi keterbatasan
tersebut,
antara lain dengan prosedur equal channel angular
pressing ( ECAP) , merupakan salah
satu
prosedur dari grain refinement .7 ECAP
merupakan suatu prosedur yang cukup sederhana, ekonomis untuk mengurangi ukuran grain, akan tetapi bisa meningkatkan kekuatan mekanis magnesium. Oleh Karayan,dkk (2011) melakukan penelitian mengenai proses ECAP pada magnesium, proses melalui ECAP ini dilakukan 6 kali pressing dengan suhu 300ºC, ukuran grain berkurang dari 700 µm menjadi 10 µm, dan didapatkan morfologi permukaan yang baik. Selain itu pada penelitian tersebut diperoleh
peningkatan terhadap korosi dari magnesium murni dalam larutan ringer.
7
Penelitian Orlov dkk (2010) menyatakan magnesium alloy ZK60 ECAP semakin bertambah kuat dengan didapatkannya peningkatan sifat mekanis dari 264 MPa menjadi 351 MPa.8 .
Beberapa kelebihan dari magnesium adalah sifat mekanis dari magnesium yang
banyak kemiripan dengan tulang , merupakan elektrolit normal di dalam tubuh dan cukup ekonomis, dan juga memiliki sifat mudah diresorbsi tubuh sehingga tidak memerlukan operasi lagi untuk pengangkatan material implan tersebut. 7
.
Salah satu syarat yang dibutuhkan suatu material implan adalah memiliki sifat mekanis yang sesuai dengan tulang, sifat mekanis merupakan suatu respon atau perilaku material terhadap gaya yang diberikan. Suatu uji mekanis dilakukan untuk mendapatkan sifat mekanis dari material implan tersebut. Pengujian material ini pada prinsipnya bersifat merusak (destructive test), dan hasil dari uji material ini dapat berupa data atau kurva sesuai dengan ciri dan sifat dari material tersebut. 9,10,11
.
Dalam penelitian ini peneliti akan meneliti tentang sifat mekanis magnesium ECAP berupa uji bending dan uji keuletan secara in vitro. Uji bending ( bending test ) merupakan uji untuk menentukan mutu suatu material secara visual. Uji keuletan adalah uji untuk menunjukkan kemampuan bahan untuk bertambah panjang ketika diberi beban atau gaya tarik.7 Penelitian tentang magnesium terselenggara atas ide awal dari Prof. DR. Drg. Benny S . Latief SpBM(K), selaku Guru Besar Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
4
Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Indonesia, yang mengusulkan Magnesium ECAP
sebagai material implan. Penelitian sebelumnya telah dilakukan Rahmi dkk tentang analisis sifat mekanis
magnesium ECAP
melalui uji tarik dan uji kekerasan dengan hasil
magnesium yang melalui proses ECAP akan mengalami peningkatan sifat mekanis dan kekerasan.12 Penelitian ini merupakan
penelitian
mengenai sifat mekanis
magnesium
ECAP, penulis melakukan penelitian mengenai sifat mekanis magnesium ECAP meliputi uji bending dan uji keuletan secara in vitro pada perendaman larutan Dulbecco’s moodified eagle medium (DMEM) yaitu, larutan yang mengandung ion organik dan inorganik yang menyerupai cairan plasma tubuh. Larutan DMEM dipilih karena memiliki kelebihan dibandingkan larutan fisiologis lain seperti NaCl 0,9%, hanks solution, atau Phosphate Buffered Saline (PBS)2 , sehingga dapat diaplikasikan sebagai material implan dalam bidang bedah mulut dan maksilofasial khususnya di bidang fraktur.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas, maka dapat disusun rumusan masalah penelitian sebagai berikut: Masalah Umum: Bagaimana sifat mekanis magnesium ECAP Masalah Khusus: 1.2.1 Bagaimana nilai uji bending (bending test) magnesium ECAP pada perendaman dalam larutan fisiologis ( DMEM) . 1.2.2 Bagaimana nilai keuletan (ductility) magnesium ECAP pada perendaman dalam larutan fisiologis ( DMEM) . 1.2.3 Bagaimana pengaruh waktu perendaman pada nilai bending dari magnesium ECAP. 1.2.4 Bagaimana pengaruh waktu perendaman terhadap nilai keuletan dari magnesium ECAP.
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
5
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan Umum : Menganalisa sifat mekanis magnesium ECAP dalam perendaman dalam larutan DMEM. Tujuan Khusus: 1.3.1 Menganalisa nilai bending magnesium ECAP
pada perendaman
dalam
larutan
DMEM sebelum direndam, pada hari ke 3,6,12, dan 24. 1.3.2 Menganalisa nilai keuletan
magnesium
ECAP
pada perendaman dalam larutan
DMEM ECAP sebelum direndam, pada hari ke 3,6,12, dan 24. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat bagi pengetahuan dari penelitian ini dapat memberi informasi mengenai sifat mekanis magnesium ECAP melalui uji bending dan uji keuletan. 1.4.2 Penelitian ini diharapkan menjadi dasar penelitian lanjutan di bidang biomaterial , sehingga dapat bermanfaat buat keperluan aplikatif di klinik terutama di bidang Bedah Mulut dan Maksilofasial terutama di bidang fraktur. 1.4.3 Hasil dari penelitian ini ikut mendukung untuk menjadi hak atas kekayaan intelektual (HAKI) yang akan didaftarkan melalui Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG UI.
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fraktur Maksilofasial 2.1.1 Definisi Fraktur dan Jenis Fraktur Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, baik sebagian atau seluruhnya, yang biasanya disebabkan oleh trauma mekanik ataupun patologis. 14 Jenis fraktur: 1. Simple or closed fracture: Fraktur yang tidak berhubungan dengan keadaan eksternal tulang 2. Compound or open fracture: Fraktur yang berhubungan dengan keadaan eksternal tulang, seperti kulit, mukosa atau ligamen periodontal 3. Comminuted fracture: Fraktur pada tulang berupa patah menjadi beberapa bagian 4. Greenstick fracture: Fraktur hanya pada salah satu sisi tulang 5. Pathologic fracture: Fraktur yang terjadi pada daerah yang lemah karena adanya suatu penyakit 6. Complicated fracture: Fraktur dengan luka parah pada jarigan lunak atau pada struktur di atasnya 7. Direct fracture: Fraktur yang terjadi pada lokasi yang terkena impact 8. Indirect fracture: Fraktur yang terjadi berada di lokasi beberapa jaraknya pada site impact 9. Impacted fracture: Fraktur di mana satu fragmen menjadi beberapa fragmen 10. Incomplete fracture: Fraktur dimana garis fraktur tidak mengenai seluruh bagian tulang 11. Multiple fractures: Dua atau lebih garis fraktur yang terjadi pada tulang namun tidak saling berhubungan 12. Unstable fracture: Fraktur dengan kecenderungan untuk slip out setelah reduksi.15
6 Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
7
2.1.2 Penatalaksanaan Fraktur Prinsip dasar penanganan trauma maksilofasial adalah reposisi, fiksasi dan immobilisasi. Penanganan fraktur bisa dengan reduksi terbuka atau reduksi tertutup. Penanganan fraktur secara umum dapat dilaksanakan melalui 2 metode, yaitu
metode
tertutup dan metode terbuka. Metode tertutup (closed reduction) yaitu penanganan konservatif dengan melakukan reposisi tanpa operasi langsung pada garis fraktur dan melakukan immobilisasi interdental wiring atau eksternal pin fixation. Metode terbuka (open reduction) : tindakan operasi untuk melakukan koreksi deformitas – maloklusi dikarenakan fraktur dengan melakukan fiksasi interosseus wiring serta imobilisasi dengan plate dan screw. Pada reduksi terbuka diperlukan fiksasi dengan plate dan screw yang diaplikasikan pada fragmen tulang yang fraktur dan immobilisasi dengan MMF ( Maxillo- Mandibulare Fixation) dipertahankan sampai proses penyatuan tulang selesai.14,15 2.1.3 Proses Penyembuhan Fraktur
Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan – kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari fraktur dipengaruhi oleh beberapa faktor lokal dan faktor sistemik, adapun faktor lokal: lokasi fraktur, jenis tulang yang mengalami fraktur, reposisi anatomis dan immobilasi yang stabil, adanya kontak antar fragmen, ada tidaknya infeksi, tingkatan dari fraktur. Adapun faktor sistemik adalah : keadaan umum pasien, umur, malnutrisi dan penyakit sistemik. Dalam istilah-istilah histologi klasik, penyembuhan fraktur telah dibagi atas penyembuhan fraktur primer dan fraktur sekunder. 16,17 2.1.3.1 Proses Penyembuhan Fraktur Primer Penyembuhan cara ini terjadi internal remodelling yang meliputi upaya langsung oleh korteks untuk membangun kembali dirinya ketika kontinuitas terganggu. Agar fraktur menjadi menyatu, tulang pada salah satu sisi korteks harus menyatu dengan tulang pada sisi lainnya (kontak langsung) untuk membangun kontinuitas mekanis. Tidak ada hubungan dengan pembentukan kalus. Terjadi internal remodelling dari haversian system dan penyatuan tepi fragmen fraktur dari tulang yang patah . 2.1.3.2 Proses Penyembuhan Fraktur Sekunder Penyembuhan sekunder meliputi respon dalam periostium dan jaringan-jaringan lunak eksternal. Proses penyembuhan fraktur ini secara garis besar dibedakan atas 5 fase, yakni
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
8
fase hematom (inflamasi), fase proliferasi, fase kalus, osifikasi dan remodelling.16,17 1. Fase inflamasi: Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cidera dan pembentukan hematoma di tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah terjadi hipoksia dan inflamasi yang menginduksi ekpresi gen dan mempromosikan pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur untuk memulai penyembuhan. Produksi atau pelepasan dari faktor pertumbuhan spesifik, sitokin, dapat membuat kondisi mikro yang sesuai untuk : menstimulasi pembentukan periosteal osteoblast dan osifikasi intra membran pada tempat fraktur, menstimulasi pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur, dan menstimulasi kondrosit untuk berdiferensiasi pada kalus lunak dengan osifikasi endokondral yang mengiringinya.18 Berkumpulnya darah pada fase hematom awalnya diduga akibat robekan pembuluh darah lokal yang terfokus pada suatu tempat tertentu. Namun pada perkembangan selanjutnya hematom bukan hanya disebabkan oleh robekan pembuluh darah tetapi juga berperan faktor-faktor inflamasi yang menimbulkan kondisi pembengkakan lokal. Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktur terjadi sampai 2 – 3 minggu. 16,17 2. Fase proliferasi Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk benang-benang fibrin dalam gumpalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan osteoblast (berkembang dari osteosit, sel endotel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrous dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum, tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang. Tetapi gerakan yang berlebihan akan merusak struktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial elektronegatif. Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 – 3 setelah terjadinya fraktur dan berakhir pada minggu ke 4 – 8. 19 3. Fase pembentukan kalus Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi mulai terbentuk jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang mulai tumbuh atau umumnya disebut sebagai jaringan
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
9
tulang rawan. Sebenarnya tulang rawan ini masih dibagi lagi menjadi tulang lamellar dan woven bone. Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrous, tulang rawan, dan tulang serat matur. Bentuk kalus dan volume dibutuhkan untuk menghubungkan efek secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrous. Secara klinis fragmen tulang tidak bisa lagi digerakkan. Regulasi dari pembentukan kalus selama masa perbaikan fraktur dimediasi oleh ekspresi dari faktor-faktor pertumbuhan. Salah satu faktor yang paling dominan dari sekian banyak faktor pertumbuhan adalah Transforming Growth Factor-Beta 1 (TGF-B1) yang menunjukkan keterlibatannya dalam pengaturan differensiasi dari osteoblast dan produksi matriks ekstra seluler. Faktor lain yaitu: Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) yang berperan penting pada proses angiogenesis selama penyembuhan fraktur.20 4. Fase konsolidasi Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus menerus, tulang yang immature (woven bone) diubah menjadi mature (lamellar bone). Keadaan tulang ini menjadi lebih kuat sehingga osteoklast dapat menembus jaringan debris pada daerah fraktur dan diikuti osteoblast yang akan mengisi celah di antara fragmen dengan tulang yang baru. Proses ini berjalan perlahan-lahan selama beberapa bulan sebelum tulang cukup kuat untuk menerima beban yang normal. 20 5. Fase remodeling Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat dengan bentuk yang berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu berbulan -bulan bahkan bertahun-tahun terjadi proses pembentukan dan penyerapan tulang yang terus menerus lamella yang tebal akan terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi. Rongga medulla akan terbentuk kembali dan diameter tulang kembali pada ukuran semula. Akhirnya tulang akan kembali mendekati bentuk semulanya, terutama pada anak-anak. Pada keadaan ini tulang telah sembuh secara klinis dan radiologi.19,20
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
10 2.1.4 Komplikasi Penyembuhan
Komplikasi soft tissue berakibat dari kesalahan teknis atau masalah dalam penyembuhan luka. Umumnya, pembentukan jaringan parut yang tidak diinginkan dapat dihindari dengan menutup insisi di wajah dengan dua lapis, jahitan subkutan dengan benang absorbable yang lebih dalam untuk menghilangkan tension dari penutupan kulit. Penutupan luka seharusnya dilakukan dengan membuat tepi-tepi luka sedikit eversi, serta penanganan tepi luka secara nontraumatik. Pada insisi intraoral, dapat terjadi dehiscence parsial atau komplit karena penutupan luka yang tidak adekuat, oral hygiene yang buruk, trauma lokal atau gerak berlebihan. Saat mendesain insisi gingivobukal, selapis mukosa seharusnya dipertahankan di gingival agar tersedia soft tissue yang adekuat untuk dijahit. Hal ini bisa dicapai dengan melakukan insisi lebih ke labial sampai bagian terdalam sulkus gingivolabial. Jika terjadi dehiscence, akhirnya akan sembuh juga dengan hanya menjaga hygiene lokal.21,22 Cedera saraf dapat ditemukan sebelum pembedahan karena efek langsung dari trauma. Karena itu, status saraf motorik dan sensorik wajah serta dahi harus dicatat sebelum operasi. Cedera nervus supraorbital sering diakibatkan peregangan saraf pada saat meretraksi soft tissue dan jaringan lunak mata untuk mendapatkan akses ke rima orbita superior dan medial. Cabang frontalis dari nervus fasialis dapat cedera karena traksi berlebihan dari flap dahi. Gangguan anatomis nervus dapat terjadi jika menggunakan bidang yang salah untuk mengakses arkus zygoma. Nervus ini berjalan superficial menyeberangi arkus sampai lapisan superficial fasia temporalis profunda. Karena itu pada lapisan ini diseksi seharusnya dilakukan dengan dalam. Bidang yang tepat dapat diakses dengan menginsisi fasia temporalis jauh diatas arkus dan mendiseksi dalam sampai ke fasia dan sampai ke arkus yang patah. Cedera saraf misalnya parestesia sering ditemukan inkomplit dan sementara.
21,22
Cedera akar gigi dari screw holes yang dipasang dengan salah letak dapat mengakibatkan nonviable teeth. Jika garis fraktur terletak rendah dan tidak tersisa area yang cukup untuk menghindari gigi ketika memasang plate, pertimbangkan untuk menggunakan fiksasi suspension atau wire. 21,22 Infeksi post operatif cenderung lebih sering terjadi pada fraktur dengan cedera soft tissue yang luas, luka terkontaminasi, fraktur terbuka, fraktur yang mempunyai hubungan dengan rongga intranasal atau intraoral, atau darah di rongga sinus yang tidak terevakuasi. Jika terapi antibiotika empirik tidak dapat mengeliminasi infeksi, mungkin diperlukan debridement dan drainase. Kultur dilakukan jika ditemukan materi yang purulen. Infeksi yang tidak tertangani dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan osteomielitis di sekitar area yang dipasangi screw atau wire.
21,22
Pengangkatan implant dan debridement tulang
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
11
dapat diperlukan jika terapi antibiotika saja tidak cukup.21,22 Malunion dan maloklusi serta deformitas dapat terjadi bila reduksi tidak dilakukan dengan tepat atau terjadi pelonggaran fiksasi selama masa post operatif. Hal ini dapat dihindari dengan teknik operasi yang teliti dan fiksasi adekuat, lebih baik lagi dengan miniplate yang dipasang dengan tepat. Pasien yang non-compliant dengan MMF dan tidak melaksanakan latihan mengunyah dini dapat berakibat gerak rahang yang terbatas (micromotion), yang selanjutnya dapat mengakibatkan penyembuhan tulang yang buruk. Jika malunion ditemukan lebih dini, dapat dilakukan usaha mengoptimalkan reduksi dengan melonggarkan tension MMF dan menyesuaikan kekencangan wire atau elastics agar diperoleh oklusi yang normal. Bila hal ini gagal, fiksasi rigid (wire atau plate) harus dilepas dan diganti untuk stabilisasi yang lebih baik.21,22
..
Pada kasus yang terlambat datang di mana tulang ditemukan telah menyembuh menjadi suatu malposition, harus dilakukan osteotomi di area sekitar lokasi fraktur dan tulang direposisi dengan fiksasi rigid. Pada kasus tertentu, terjadi resorpsi tulang karena adanya malunion dan gerakan; dalam hal ini diperlukan interposition grafts atau overlay grafts. Split calvarial graft sesuai digunakan untuk area midface, namun rib graft juga dapat menjadi alternatif.21,22 Total nonunion dapat ditemui meski jauh lebih jarang dibanding malunion. Pada kebanyakan kasus, memperlama periode fiksasi dan imobilisasi pada akhirnya juga menghasilkan penyembuhan. Namun jika nonunion tetap terjadi, area fraktur harus dieksplorasi dan difiksasi ulang. Celah atau gap antar tulang perlu ditatalaksana dengan bone graft.21,22
2.2 Biomaterial Syarat utama material implan yang digunakan di dalam jaringan tubuh sebagai plate dan screw
pada tulang
adalah biokompatibel, biomaterial ini harus tidak
memperlihatkan respon yang merugikan tubuh, tidak toksik dan tidak karsinogenik. Selain itu pada biomaterial ini harus memiliki sifat fisik dan mekanik yang sesuai dengan fungsi aplikasi material tersebut di dalam jaringan tubuh.23 Biomaterial telah banyak digunakan dibidang Kedokteran Gigi, biomaterial ini bisa berasal dari alam maupun sintetik. Tujuan pemakaian biomaterial ini di dalam jaringan tubuh untuk meningkatkan kualitas hidup dan meningkatkan derajat kesehatan seseorang. Biomaterial
sebaiknya memiliki sifat fisik dan mekanik yang memadai sehingga bisa
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
12
menjadi pengganti dari jaringan tubuh. Biomaterial tersebut bila diaplikasikan secara klinis harus dapat dengan mudah dibentuk, mempunyai harga yang ekonomis, dan bahan bakunya dapat dengan mudah ditemukan di pasaran.23 Di bidang Bedah Mulut dan Maksilofasial, biomaterial ini umumnya digunakan untuk kasus perawatan fraktur. Pemakaian biomaterial, misalnya penggunaan plate dan screw harus diperhatikan juga mengenai waktu penyembuhan tulang. Fragmen tulang di fiksasi dengan menggunakan plate dan screw dipertahankan sampai penyatuan tulang selesai.23 Biomaterial dapat dibagi menjadi beberapa kategori, antara lain : logam , keramik, polimer dan komposit. Magnesium sebagai biomaterial alam memiliki beberapa keuntungan diantaranya memiliki banyak kesamaan seperti material yang terdapat di dalam tubuh, tidak toksik dan tidak karsinogenik. Material plate dan screw yang umum digunakan diantaranya cobalt alloy, baja tahan karat, titanium dan juga material resorbable berbahan dasar polimer.23 2.2.1. Polimer Polimer adalah molekul rantai panjang dari bahan organik atau campuran berbasis karbon. Polimer ini terdiri atas dua macam yaitu thermoplastic dan thermosets. Bahan thermoplastic mudah dicetak dan akan mencair kembali jika dipanaskan. Adapun material thermoset akan mengalami ikatan silang pada saat pertama kali dipanaskan dan akan terbakar bila dipanaskan ulang. Vroman dan Tighzert (2009) yang mendapatkan rerata nilai tarik material polimer polyglicolyde (PGA) adalah 32.22 MPa, poly L-lactide (PLLA) 45 – 70 MPa dan polycaprolatone (PCL) sebesar 23 MPa.26 Pada penelitian Buijs dkk (2007) didapatkan rerata nilai tarik plate dan screw PGA dan PLLA antara 57.05 MPa sampai 156.81 Mpa.27 2.2.2. Titanium Titanium merupakan logam transisi yang bewarna putih keperakan. Titanium bersifat ringan dan kuat. Selain itu, titanium memiliki massa jenis yang rendah, keras dan mudah diproduksi. Titanium juga tidak larut dalam larutan asam kuat dan tidak reaktif di udara karena memiliki lapisan oksida dan nitrida sebagai pelindung. Titanium merupakan logam yang memiliki kekuatan tinggi, kelenturan tinggi, resistan terhadap korosi. Kekurangan logam ini adalah sulit menghantarkan listrik dan panas (konduktor jelek). Logam ini memiliki tensile strenght (kekuatan tarik) 240-550 MPa. Logam ini tahan pengikisan 20 kali lebih
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
13
besar daripada logam campuran tembaga nikel. Nomor atom titanium adalah 22 dengan massa atom relatifnya adalah 47,88 gr/mol. Titanium memiliki titik lebur 1.660*C dan titik didih 3.287*C. Titanium di alam berbentuk bijih seperti rutil (TiO2) dan ilmenit (FeTiO3). Meskipun melimpah di bumi, tetapi untuk mendapatkan unsur ini harus melalui proses yang panjang dan biaya yang mahal. Salah satu cara yang digunakan dalam proses pembuatan titanium adalah Metode Kroll yang banyak menggunakan klor dan karbon. Hasil reaksinya adalah titanium tetraklorida yang kemudian dipisahkan dengan besi triklorida dengan menggunakan proses distilasi. Senyawa titanium tetraklorida, kemudian direduksi oleh magnesium menjadi logam murni. Lalu, udara dikeluarkan agar logam yang dihasilkan tidak dikotori oleh unsur oksigen dan nitrogen. Sisa reaksi adalah antara magnesium dan magnesium diklorida yang kemudian dikeluarkan dari hasil reaksi menggunakan air dan asam klorida sehingga meninggalkan spons titanium. Spon ini akan mencair dibawah tekanan helium atau argon yang pada akhirnya membeku dan membentuk batangan titanium murni. Untuk bidang kedokteran, titanium digunakan untuk bahan implan gigi, penyambung tulang, pengganti tulang tengkorak, struktur penahan katup jantung.9,10David JR (2003) menyatakan pure titanium memiliki rerata nilai tarik sebesar 240 – 550 MPa, sedangkan titanium alloy sebesar 795 – 1100 Mpa dan nilai bending titanium 450 MPa.23 2.2.3. Magnesium Magnesium adalah unsur ke delapan yang paling berlimpah di kulit bumi. Magnesium merupakan logam yang sangat reaktif
lebih
reaktif dari alumunium.
Magnesium merupakan logam ringan ( dua pertiga densitas alumunium), yang cukup kuat dan berwarna putih keperakan. Di dalam tubuh manusia magnesium ini merupakan kation ke-4 terbesar dan diperkirakan 1 mol magnesium terdapat dalam 70 kg manusia dewasa. Merupakan logam ketiga yang umum digunakan setelah besi dan alumunium. Magnesium murni memiliki kekuatan tarik 21-140 MPa, kekuatan tekan 21-115 MPa, kekerasan 30-47 HB dan densitas ( suhu 20º) 1,738 g/cm²). Magnesium juga bisa bereaksi dengan air pada suhu kamar dan apabila magnesium terendam air akan terbentuk gelembung hidrogen yang menyebabkan magnesium terdegradasi. Karena mengalami degradasi, magnesium ini memiliki ketahanan fraktur yang lebih besar bila dibandingkan dengan polimer. Magnesium dengan densitas 1,738 g/cm², merupakan logam ringan dan memiliki modulus elastisitas yang mendekati sifat natural tulang normal manusia dibandingkan material implan lainnya. Dikarenakan magnesium memiliki peranan dalam metabolisme tubuh, hal ini memberikan
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
14
kelebihan magnesium sebagai fiksasi internal dalam penanganan fraktur di bidang bedah mulut. 10
2.2.4. Magnesium ECAP Magnesium memiliki sifat korosi sangat cepat dalam PH fisiologis (7,4- 7,6) dan kondisi fisiologis klorida mengurangi integritas mekanik material sebelum jaringan sembuh dan memproduksi gas hidrogen dengan laju yang terlalu cepat untuk diproses jaringan tubuh. Equal Channel Angular Pressing (ECAP) adalah suatu proses inovatif untuk memperoleh deformasi plastis menyeluruh (severe plastic deformation, SPD) dan menghasilkan
sifat
mekanis
yang
unggul
melalui
teknik
penghalusan
butir.7
Metode yang dilakukan untuk memperbaiki sifat mekanis magnesium antara lain dengan
metode penghalusan bulir,
pelapisan dan
teknik logam campuran.
Menurut
Karayan dkk (2011) disebutkan bahwa dilakukan ECAP magnesium pada suhu 300º C dapat menurunkan tingkat korosi magnesium dan menghasilkan ukuran grain yang lebih kecil dari 700 µm menjadi 10 µm . Teknik ini menggunakan die dengan sudut internal 120° dan dengan sudut siku (Ψ) 20° dalam temperatur 573°K atau 300°C sebanyak 6 kali pres (Gambar 2.2.3). Proses ECAP ini dapat menurunkan densitas korosi dari 172 μA menjadi 5 μA7
Gambar. Ilustrasi skematik dari prosedur ECAP
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
15
2.3. Uji Mekanis Biomaterial a. Uji Bending Dalam prakteknya masih sedikit para peneliti melakukan pengujian bahan yang memperhatikan aspek dan pengaruh variasi dimensi benda uji terhadap data hasil bending. Untuk mengetahui sifat mekanik suatu bahan maka dilakukan pengujian bahan diantaranya dengan uji bending. Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat uji bending sistem hidrolik terhadap
magnesium ECAP
sedangkan metode yang digunakan dalam
pengujian ini adalah three point bending. Data tekanan dongkrak, simpangan dan waktu diambil hingga spesimen/benda uji mendapatkan tekanan maksimal dari gaya tekan hidrolik.
Gambar. Ilustrasi mesin uji three point bending
b. Uji Keuletan Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui keuletan
dari material, kemampuan bahan
bertambah panjang ketika diberi beban gaya tarik, pada berbagai kondisi dari perlakuan tertentu sehingga dapat diketahui apakah terjadi pengurangan nilai keuletannya, pengujian ini dilakukan pada temperatur ruang. Standar pengujian keuletan biasanya menggunakan standar uji American Standard Testing and Materials (ASTM), sedangkan metode yang digunakan dalam pengujian ini menggunakan ASTM E-190 dengan test berbentuk U dan alat uji yang dipakai adalah mesin uji tarik merk universal machine testing UPM 1000 yang dapat digunakan sebagai mesin kompresi. Mekanisme uji tarik adalah dengan cara meletakkan sampel uji tarik pada alat pemegang ulir di kedua ujungnya, kemudian diberikan beban tarik searah sumbu sampel, laju pembebanan diatur melalui panel kontrol hidrolik, penarikan dilakukan hingga tegangan maksimum.23
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
16
2.4. Kerangka Teori Fraktur
Reposisi dan Fiksasi
Open reduction
Closed reduction
Plate dan screw
Material
Bahan non - resorbable
Bahan resorbable
Mg
Polimer
Titanium
Mg ECAP
Gambar. Skema Kerangka Teori
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
Stainless steel
17
BAB III KERANGKA KONSEP , HIPOTESIS, VARIBEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Nilai bending Magnesium ECAP
Larutan DMEM
Nilai Keuletan
Gambar. Skema kerangka konsep
3.2 Hipotesis Hipotesis Umum Terdapat perbedaan sifat mekanis magnesium ECAP terhadap waktu perendaman larutan fisiologis. Hipotesis Khusus 3.2.1 Terdapat perbedaan nilai bending magnesium ECAP pada perendaman dalam larutan fisiologis (DMEM). 3.2.2 Terdapat perbedaan nilai keuletan magnesium ECAP pada perendaman dalam larutan fisiologis (DMEM) 3.2.3 Terdapat pengaruh waktu perendaman terhadap nilai bending ECAP 3.2.4 Terdapat pengaruh waktu perendaman terhadap nilai keuletan magnesium ECAP
17 Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
18
3.3 Identifikasi Variabel 3.3.1 Variabel independen : Magnesium ECAP 3.3.2 Variabel dependen : nilai bending dan nilai keuletan 3.3.3 Variabel yang dikendalikan : larutan DMEM dan lama perendaman
3.4 Definisi Operasional Variabel
Definisi Operasional
Magnesium ECAP
Magnesium yang telah melalui proses Equal channel Luas dalam Rasio angular pressing (ECAP) dengan 6 kali pressing pada mm² kecepatan 0,01 mm/detik dan suhu 300ºC untuk mendapatkan nanostructure dari butir magnesium dengan bentuk plate ukuran 50x30mm
Larutan DMEM
Cairan fisiologis steril dengan merk Gibco dari PT mL Nutrilab Pratama dengan Komposisi inorganik Calcium Chloride,Ferric Nitrate, Magnesium Sulfate,PotassiumChloride,Sodium Bicarbonate,Sodium Phosphate monobasic,asam amino,vitamin dan d-glukosa dengan volume 30 mm, suhu 37ºC, dan pH 7
Rasio
Nilai Bending
Uji bending untuk menentukan flexural strength Mpa komponen. Pengujian ini dilakukan dengan menumpu batang dengan tumpuan sederhana dan kemudian membebani batang tersebut secara transversal pada bagian tengahnya. Bila materialnya ulet, kegagalan yang terjadi berupa luluh sedangkan bila materialnya getas kegagalannya adalah berupa patahan. Nilai keuletan adalah kecenderungan material untuk % mengalami deformasi secara signifikan sebelum patah. Adapun ukuran keuletan suatu material diukur dengan menggunakan persen perpanjangan sebelum patah atau persen pengurangan luas sebelum patah. Material dengan perpanjangan lebih dari 5% pada saat patah dianggap sebagai material ulet. Sampel direndam pada 5 waktu perlakuan, yaitu sebelum Hari
Rasio
Nilai Keuletan (elongasi)
Cara /Hasil Skala Pengukuran
Lama Perendaman direndam, hari ke 3, 6,12 dan 24.
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
Rasio
Rasio
19
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. 4.2 Tempat Penelitian Pemrosesan Magnesium ECAP dilakukan di Politeknik Negeri Jakarta dan Uji bending dan uji keuletan dilakukan di Laboratorium B2TKS, BPPT Kawasan Puspitek Serpong . 4.3 Waktu Penelitian Penelitian akan dilakukan pada bulan Juni- Agustus 2014. 4.4 Sampel Penelitian Sampel penelitian berupa spesimen magnesium Ecap yang dibentuk menjadi bentuk sesuai standar uji ASTM E8-04 . Pada magnesium tersebut dilakukan equal channel angular pressing (ECAP) dengan 6 x pressing kecepatan 0,1 mm/detik dan suhu 300º C. Metode
yang
digunakan
dalam
pengujian
ini
adalah
three
point
bending.
Pada penelitian ini material yang digunakan pada sampel ini, merupakan material logam magnesium yang homogen, yaitu memiliki struktur kimiawi dan fisik yang sama. Untuk kontrol akan digunakan titanium . Total sampel yang akan digunakan untuk sampel adalah 20 sampel magnesium ECAP. Masing- masing sampel direndam pada 5 waktu perlakuan, yaitu sebelum direndam, hari ke 3, 6,12 dan 24. Sebagai kriteria inklusi yang digunakan pada penelitian ini sampel uji bending berupa spesimen magnesium ECAP berdiameter 6,7± 0,43 mm dengan jarak tumpuan 18 mm dan dapat diuji bending dengan menggunakan ASTM D790 : “Standard Test Methods For Flexural Properties of unreinforced and Reinforced Plastics and Electrical Insulating Materials” dengan mesin three point bending. Sedangkan untuk sampel uji keuletan terhadap bahan uji magnesium ECAP berdiameter 3,33± 0,08 mm dengan luas penampang 8,72 ± 0,38 mm2 , metode yang digunakan dalam pengujian ini menggunakan ASTM E-190 dengan test berbentuk U dan alat uji yang dipakai adalah mesin uji tarik merk universal machine testing UPM 1000 yang dapat digunakan sebagai mesin kompresi.
19 Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
20
Gambar 4a.Contoh sampel uji
Gambar 4b. Contoh sampel uji keuletan
bending
4.5 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian No
Prosedur Kerja
Alat/ Bahan
Merk
1
Proses ECAP
-Dies dengan Tarnogrocke sudut 120º dan sudut tepi 20 º
Suplier
Jumlah
PNJ
1 buah
-Universal testing machine - Mesin bubut 2
Perendaman
1 buah
Maruto BPPT
-Steril Container -Benang silk 3.0 -Larutan DMEM -Syringe 50 ml -pH meter
Gibco
-Inkubator
Terumo
-Selotip
Ezdo
-Plastik wrapping
Tesena
3
Uji Bending
Mesin uji three UPM 1000 point bending UPM 1000
BPPT
4
Uji Keuletan
Mesin uji tarik
BPPT
UPM 1000
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
21
4.6 Cara Kerja 4.6.1 Uji Bending Sampel
magnesium
ECAP diuji berdasarkan
ASTM D 790 : “Standard Test
Methods For Flexural Properties of unreinforced and Reinforced Plastics and Electrical Insulating Materials” yaitu
standar uji bending
material logam. Magnesium ECAP
dibentuk sesuai bentuk dies dan direndam dalam larutan DMEM 50 cc pada suhu 37º C. Sampel dicuci dengan cairan cromate acid, metode perendaman ini dilakukan berdasarkan pada standar ASTM G 31-72 : “Standard practice for laboratory immersion corrosion testing of metals”, yaitu dengan merendam spesimen dalam larutan DMEM dengan volume sekitar 50 cc dan pH 7. Kemudian pada sampel dilakukan uji bending dengan menggunakan mesin uji three point bending. Penelitian ini menggunakan 2 sampel untuk setiap waktu perendaman, sehingga pencatatan dari hasil uji bending merupakan rerata dari kedua sampel tersebut. 4.6.2 Uji Keuletan Sampel magnesium ECAP diuji berdasarkan
ASTM E 190
yaitu standar uji keuletan
material logam. Magnesium ECAP dibentuk sesuai bentuk dies dan direndam dalam larutan DMEM 50 cc pada suhu 37º C. Sampel dicuci dengan cairan cromate acid, metode perendaman ini dilakukan berdasarkan pada standar ASTM G 31-72 : “Standard practice for laboratory immersion corrosion testing of metals”, yaitu dengan merendam spesimen dalam larutan DMEM dengan volume sekitar 50 cc dan pH 7. Kemudian pada sampel dilakukan uji keuletan dengan menggunakan mesin uji tarik merk universal machine testing UPM 1000. Penelitian ini menggunakan 2 sampel untuk setiap waktu perendaman, sehingga pencatatan dari hasil uji keuletan merupakan rerata dari kedua sampel tersebut.
4.7 Analisa Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini dicatat dan dikumpulkan sebagai data primer. Kemudian data tersebut dianalisis secara deskriptif untuk menentukan rata-rata dan simpang baku. Distribusi data awal diuji dengan menggunakan uji Saphiro-wilk, data dikatakan normal apabila nilai probabilitasnya lebih dari 0,05. Data yang didapat bukan merupakan data yang homogen (p <0.05), sehingga tidak dapat dilanjutkan dengan uji Anova.
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
22
Data akan dianalisis dengan uji nonparamaetrik yaitu Kruskal-Wallis. Komputasi dilakukan dengan program SPSS dan tingkat kemaknaan ditentukan pada P < 0,05.
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
23
4.8. Alur Penelitian Magnesium ECAP
Sampel uji perendaman
Sampel sesuai standar ASTM D790 dan ASTM E 190 Magnesium ECAP sebelum direndam
Perendaman sampel di dalam larutan DMEM dengan suhu 37º C
Magnesium ECAP sebelum direndam
Pengambilan sampel pada hari ke 3, 6, 12 dan 24
Pengambilan sampel pada hari ke 3, 6, 12 dan 24
Pencucian sampel dengan cromate acid selama 5-10 menit
Pencucian sampel dengan cromate acid selama 5-10 menit
Uji Bending
Uji Keuletan
Pengolahan data dengan menghitung hasil uji keuletan dan uji bending
Laporan penelitian
Gambar 4.6 Skema alur penelitian
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
24
BAB V HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbedaan nilai keuletan dan bending magnesium ECAP dalam perendaman larutan DMEM. Uji keuletan dan uji bending menggunakan universal machine testing UPM 1000 pada masing-masing sampel penelitian sebelum direndam, dan yang sudah direndam pada hari ke 3, 6,12 dan 24.
Tabel 51 Nilai Bending Magnesium Ecap sebelum dan sesudah perendaman
Lama perendaman dalam DMEM
Nilai bending
nilai p*
0 hr
3 hr
6 hr
12 hr
24 hr
83,25
95,6
102,4
129,4
81
0,199
(MPa) Keterangan : * Uji normalitas Shappiro-Wilk p > 0,05
Tabel 5.1 Dapat dilihat rerata nilai bending masing-masing sampel magnesium ECAP pada waktu perendaman. Berdasarkan sebaran distribusi data menggunakan Shappiro-Wilk didapatkan data tersebut terdistribusi dengan normal, hal ini menunjukkan dengan nilai p dari Shappiro-Wilk di atas 0,05. Karena data terdistribusi dengan normal dan data yang didapat
bukan merupakan data yang homogen (p< 0,05) sehingga tidak dapat dilanjutkan dengan uji Anova. Data akan dianalisis dengan uji non parametrik yaitu Kruskal-Wallis. Hasil statistik nilai bending magnesium ECAP didapatkan nilai p= 0,199 (p> 0,05), sehingga tidak terdapat perbedaan nilai bending yang bermakna pada setiap perlakuan.
24
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
25
Gambar 5.1 Distribusi nilai bending magnesium ECAP terhadap waktu perendaman larutan DMEM
Pada gambar 5.1 Terdapat gambaran nilai bending tertinggi pada magnesium ECAP pada perendaman selama 12 hari (129,375 MPa) dan mengalami penurunan nilai bending pada lama perendaman selama 24 hari (81,00 MPa). Tabel 5.2 Nilai tarik Magnesium Ecap sebelum dan sesudah perendaman
Lama perendaman dalam DMEM
Nilai tarik (MPa)
0 hr
3 hr
133
137
6 hr 156
12 hr 148
nilai p* 24hr 111
0,166
Keterangan : * Uji normalitas Shappiro-Wilk p>0,05
Pada tabel 5.2 Dapat dilihat rerata nilai tarik masing-masing sampel magnesium ECAP pada waktu perendaman. Berdasarkan sebaran distribusi data menggunakan Shappiro-Wilk didapatkan data tersebut terdistribusi dengan normal, hal ini menunjukkan dengan nilai p dari uji Shappiro-Wilk di atas 0,05. Karena data terdistribusi dengan normal dan data yang didapat bukan merupakan data yang homogen (p< 0,05) sehingga tidak dapat dilanjutkan dengan uji Anova. Data akan dianalisis dengan uji non parametrik yaitu Kruskal-Wallis. Hasil statistik nilai tarik magnesium ECAP didapatkan nilai p= 0,263 (p> 0,05), sehingga tidak terdapat perbedaan nilai tarik yang bermakna pada setiap perlakuan
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
26
Gambar 5.2 Distribusi nilai tarik magnesium ecap terhadap waktu perendaman larutan DMEM
Pada gambar 5.2 Terdapat nilai tarik tertinggi magnesium ECAP pada lama perendaman selama 6 hari (155,5 MPa) dan mengalami penurunan nilai tarik pada lama perendaman hari ke 24 (111,5 MPa). Tabel 5.3 Nilai Elongasi Magnesium Ecap sebelum dan sesudah perendaman
Lama perendaman dalam DMEM
Elongasi(%)
0 hr
3 hr
3,7
7,05
6 hr
12 hr
5,8
6,4
nilai p* 24 hr 5,55
0,166
Keterangan : * Uji normalitas Shappiro-Wilk p>0,05
Pada tabel 5.3 Dapat dilihat rerata nilai elongasi masing-masing sampel magnesium ECAP pada waktu perendaman. Berdasarkan sebaran distribusi data menggunakan Shappiro-Wilk didapatkan data tersebut terdistribusi dengan normal, hal ini menunjukkan dengan nilai p dari uji Shappiro-Wilk di atas 0,05. Karena data terdistribusi dengan normal dan data yang didapat bukan merupakan data yang homogen (p< 0,05) sehingga tidak dapat dilanjutkan dengan uji Anova. Data akan dianalisis dengan uji non parametrik yaitu Kruskal-Wallis. Hasil statistik nilai elongasi magnesium ECAP didapatkan nilai p= 0,166 (p> 0,05), sehingga tidak terdapat perbedaan nilai elongasi yang bermakna pada setiap perlakuan
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
27
Gambar 5.3 Distribusi rerata nilai elongasi masing-masing sampel magnesium ECAP pada waktu perendaman.
Pada gambar 5.3 Terdapat nilai elongasi tertinggi pada waktu perendaman hari ke-3(7,05 %) dan relatif stabil sampai hari ke-12 .Terlihat mulai mengalami penurunan pada hari ke 24.(5,55%).
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
28
BAB VI PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk menilai kekuatan mekanis magnesium ECAP melalui uji bending dan uji keuletan sebagai salah satu material yang bisa berpotensi sebagai biomaterial implan tulang di bidang bedah mulut dan maksilofasial. ECAP merupakan suatu prosedur yang cukup sederhana, ekonomis untuk mengurangi ukuran grain, akan tetapi bisa meningkatkan kekuatan mekanis magnesium. Karayan, dkk (2011) melakukan penelitian mengenai proses ECAP
pada magnesium, proses melalui ECAP ini dilakukan
6 kali
pressing dengan suhu 300ºC, ukuran grain berkurang dari 700 µm menjadi 10 µm, dan didapatkan morfologi permukaan yang baik. Selain itu pada penelitian tersebut diperoleh peningkatan terhadap korosi dari magnesium murni dalam larutan ringer. 7 Penelitian Orlov dkk (2010) menyatakan magnesium alloy ZK60 ECAP semakin bertambah kuat dengan didapatkannya peningkatan sifat mekanis
dari 264 MPa menjadi 351 MPa.8
Salah satu syarat yang dibutuhkan suatu material implan adalah memiliki sifat mekanis yang sesuai dengan tulang, sifat mekanis merupakan suatu respon atau perilaku material terhadap gaya yang diberikan. Suatu uji mekanis dilakukan untuk mendapatkan sifat mekanis dari material implan tersebut. Pengujian material ini pada prinsipnya bersifat merusak (destructive test), dan hasil dari uji material ini dapat berupa data atau kurva sesuai dengan ciri dan sifat dari material tersebut. 9,10,11 Syarat utama material implan yang digunakan di dalam
jaringan tubuh
sebagai plate dan screw
pada tulang
adalah
biokompatibel, biomaterial ini diharapkan tidak memperlihatkan respon yang merugikan tubuh, tidak beracun dan tidak karsinogenik. Selain itu pada biomaterial ini harus memiliki sifat fisik dan mekanik 23
jaringan tubuh.
yang sesuai dengan fungsi aplikasi material tersebut di dalam
Terdapat beberapa penelitian mengenai peningkatan kekuatan mekanis
pada magnesium ECAP pada kekuatan tarik. Berdasarkan penelitian Orlov dkk (2010) menyatakan magnesium alloy ZK60 ECAP semakin bertambah kuat dengan didapatkannya peningkatan kekuatan tarik dari 264 MPa menjadi 351 MPa.8 Pada penelitian ini juga didapatkan nilai tarik magnesium ECAP yang meningkat dari 15 Kgf/mm2 (147.09 MPa) menjadi 19 Kgf/mm2 (186.33 MPa). Fang dkk (2006) didapatkan peningkatan kekuatan tarik Al-Cu alloy ECAP dari 83 MPa menjadi 239 MPa.7 Penelitian Bin Chen dkk (2006) juga mendapatkan peningkatan kekuatan tarik magnesium alloy AZ91 menjadi sebesar 417 MPa dari kekuatan awal.24 Hasil penelitian ini membuktikan bahwa proses ECAP pada suatu material logam dapat meningkatkan kekuatan mekanisnya. Penelitian Kannan dan Raman
28 Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
29
(2003) mendapatkan penurunan kekuatan tarik kalsium (Ca) alloy Z91yang direndam dalam larutan simulated body fluid (SBF) dari 126 MPa menjadi 106 MPa atau sebesar 15%.25 Hasil penelitian ini menghasilkan nilai tarik magnesium ECAP lebih baik dari polimer dan mendekati kekuatan tarik titanium. Vroman dan Tighzert (2009) yang mendapatkan rerata nilai tarik material polimer polyglicolyde (PGA) adalah 32.22 MPa, poly L-lactide (PLLA) 45 – 70 N/ MPa dan polycaprolatone (PCL) sebesar 23 MPa.26 Pada penelitian Buijs dkk (2007) didapatkan rerata nilai tarik plate dan screw PGA dan PLLA antara 57.05 MPa sampai 156.81 MPa, sedangkan rerata nilai tarik plate dan screw titanium 1.5 mm dan 2.0 mm adalah 251.21 MPa dan 369.84 MPa.27 David JR (2003) menyatakan pure titanium memiliki rerata nilai tarik sebesar 240 – 550 MPa, sedangkan titanium alloy sebesar 795 – 1100 MPa. Nilai bending polimer 12,4 MPa dan nilai bending titanium 450 MPa.23 Pada penelitian ini menghasilkan nilai bending magnesium ECAP tertinggi pada magnesium ecap pada perendaman selama 12 hari (129,375 MPa) dan mengalami penurunan nilai bending pada perendaman selama 24 hari (81 MPa). Pada penelitian ini menghasilkan nilai tarik magnesium ECAP tertinggi pada magnesium ecap pada perendaman selama 12 hari (156 MPa) dan mengalami penurunan nilai tarik pada perendaman selama 24 hari (111 MPa). Penelitian ini terdapat nilai elongasi tertinggi pada waktu perendaman hari ke-3 (7,05 %) dan relatif stabil sampai hari ke-12 .Terlihat mulai mengalami penurunan pada hari ke 24 (5,55%). Hal ini menunjukkan keuletan magnesium ECAP mengalami penurunan pada hari ke- 24. Tabel 6.1 Nilai bending Mg ECAP, polimer dan titanium
Nilai bending (MPa)
Polimer
Titanium
Mg ECAP
12,4
450
81 -129,4
Tabel 6.2. Nilai tarik Mg ECAP, polimer dan titanium
Nilai tarik (MPa)
Polimer
Titanium
Mg ECAP
23-156,8
240-550
111-156
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
30
Berdasarkan data-data tersebut dapat disimpulkan, magnesium ECAP memiliki sifat kelenturan dan keuletan yang relatif stabil pada perendaman larutan DMEM sampai hari ke12 dan mengalami penurunan sifat mekanis pada hari ke-24. Kekuatan serta ketahanan magnesium ECAP terhadap deformasi plastis maupun permanen yang dinyatakan dengan kekuatan tarik , masih lebih baik dari material polimer dan mendekati material titanium. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka didapatkan peningkatan sifat mekanis material magnesium ECAP.
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
31
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 7.1.1 Terdapat pengaruh waktu perendaman terhadap nilai bending magnesium ECAP dan penurunan nilai bending magnesium ECAP pada perendaman dalam larutan fisiologis DMEM. 7.1.2 Terdapat pengaruh waktu perendaman terhadap nilai keuletan magnesium ECAP dan penurunan nilai keuletan magnesium ECAP pada perendaman dalam larutan fisiologis DMEM.
7.2 Saran Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan
mengenai sifat mekanis material
magnesium ECAP. Meskipun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sifat mekanis magnesium ECAP yang disimulasikan dalam larutan fisiologis DMEM mengalami penurunan kekuatan sesuai dengan waktu perlakuan, namun masih diperlukan penelitian lanjut baik secara in vitro maupun in vivo sampai material ini menjadi sebuah produk berupa plate dan screw dan dapat di aplikasikan secara klinis di bidang bedah mulut dan maksilofasial. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai sifat mekanis magnesium ECAP antara lain : uji puntir dan uji fatigue.
31 Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Prein J. Manual of Internal Fixation in the Cranio-Facial Skeleton:Techniques Recommended by the Ao/Asif-Maxillofacial Group: Springer;19983. 2. Xin Y, Hu T, Chu PK. In vitro studies of biomedical magnesium alloys in a simulated physiological environment: A review. Acta Biomaterialia 2011;7(4):1452-9. 3. Gu Xuen-Nan, Zheng Y-F. A review on magnesium alloys as biodegradable materials. Heidelberg, ALLEMAGNE: Springer; 2010; 4(2) : 111-5. 4. Wang H, Shi Z. In vitro biodegradation behavior of magnesium and magnesium alloy. Journal of Biomedical Materials Research Part B: Applied Biomaterials 2011;98B(2):203-09. 5. Song G. Control of Biodegradation of Biocompatible Magnesium Alloys.Corrosion Science 2007;49: 1696-701. 6. Karayan AI, Pratesa Y, Ashari A, Fadli E, Nurjaya DM. Corrosion Resistance Improvement of ECAP-Processed Pure Magnesium in Ringer's Solution. Jakarta: Department of Metalurgy Engineering, Universitas Indonesia; 2011. 7. Fang DR, Zhang ZF, Wu SD, Huang CX, et al. Effect of equal channel angular pressing on tensile properties and fracture modes of casting Al–Cu alloys. Journal of Materials Science and Engineering A 2006; 426:305-13 8. Orlov D, Raab G, Lamark T.T, Popov M, Estrin Y. Improvement of mechanical properties of magnesium alloy ZK60 by integrated extrusion and equal channel angular pressing. Acta Materialia 2011;59:375-385. 9. Sofyan B. Pengantar Material Teknik. Jakarta; 2011:25-34 10. Zainuri M. Kekuatan Bahan. Yogyakarta; 2008:101-5 11. William D. Callister J. Materials Science and Engineering An Introduction 12. Rahmi dkk: Analisis Sifat Mekanis Magnesium setelah melalui proses Equal Channel Angular Pressing (ECAP) melalui uji tarik dan uji kekerasan dalam cairan fisiologis ( In Vitro).2012 13. Argie D. Trauma kepala. 2008 ( updated 2008 ; cited 2013 February 2); Avaible from :http://argie-nc.blogspot.com/2008/10/trauma-kepala.html. 14. Ochs MW, Tucker MR. Management of Facial Fractures. In : Petterson LJ, Ellis E, Hupp JR, Tucker MR, editors. Contemporary of Oral and Maxillofacial Surgery. 4 ed. Philadelphia: CV Mosby; 2003.p. 527-58 32 Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
33
15. Fonseca RJ, Turvey TA, Marciani RD. Oral and Maxillofacial Surgery. 2 ed. Philadelpia: Elsevier ;2008. 16.
Buckley, R., . General Principle of Fracture Care, Department of Surgery, Division of Orthopaedi, University of Calgary, Canada:4-32,2004
17. Buckwalter, J. A.,et al . Orthopaedic Basic Science – Biology and Biomechanics of The Musculoskeletal System, Second Edition, American Academy of Orthopaedic Surgeons, United States of America.320-382,2000 18. Kaiser . Cracking Bone Repair.Vol 271,Iss 3. Washington, United States of America:763,1996 19. Canale, S. T. Fracture Healing ( Bone Regeneration ), In: Campbell’s Operative Orthopaedic, Tenth Edition, Vol : 3, Mosby, United States of America.26862693,2003 20. Chen, C.E . et al. Bone Growth Stimulators are a noninvasive option for Fracture Treatment: 419:21-29,2004 21. Manson PN. Facial fractures. In Mathes SJ, ed: Mathes Plastic Surgery, 2nd edition, vol.3, part 2. Philadelphia; Saunders Elseviers, 2006 : 77 – 366. 22. McMahon JD, Koppel DA, Devlin M, Moos KF. Maxillary and panfacial fractures. In Booth PW, Eppley BL, Schmelzeisen R, eds : Maxillofacial Trauma and Esthetic Facial Reconstruction. London, Philadelphia; Churchill-Livingstone, 2003 : 237 – 258. 23. Davis JR, International A. Handbook of materials for medical devices: ASM International; 2003. 24. Chen Bin, Lin D-L, Jin Li, Zeng Q-Z, Lu Chen. Equal-channel angular pressing of magnesium alloy AZ91 and its effects on microstructure and mechanical properties. Journal of Materials Science and Engineering A 2008;483-484:113-6. 25. Kannan B.M, Raman S.R.K. In vitro degradation and mechanical integrity of calciumcontaining magnesium alloys in modified-simulated body fluid. Biomaterials 2008;29:2306-14. 26. Vroman I, Tightzert L. Review-Biodegradable Polymers. Materials 2009;2:307 – 44.
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
34
27. Buijs GJ, Houwen E, Stegenga B, et al. Mechanical Strength and Stiffness of Biodegradable and Titanium-Osteofixation Systems. J Oral Maxillofac Surg 2007:65:2148-2158.
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
35
Lampiran 1. Analisa Statistik Uji Bending dan Uji Keuletan
95% Confidence Interval for Mean N nilai bending
2
8.3250
.31820
.22500
5.4661
11.1839
8.10
8.55
3 hari perendaman
2
9.5625
2.70468
1.91250
-14.7381
33.8631
7.65
11.48
6 hari perendaman
2
10.2375
.47730
.33750
5.9492
14.5258
9.90
10.58
12 hari perendaman
2
12.9375
.15910
.11250
11.5081
14.3669
12.82
13.05
24 hari perendaman
2
8.1000
2.22739
1.57500
-11.9123
28.1123
6.52
9.68
10
9.8325
2.18416
.69069
8.2700
11.3950
6.52
13.05
16.97056 12.00000
-19.4745
285.4745
121.00
145.00
6.50000
54.9097
220.0903
131.00
144.00
16.26346 11.50000
9.3786
301.6214
144.00
167.00
3.00000
109.8814
186.1186
145.00
151.00
40.30509 28.50000
-250.6268
473.6268
83.00
140.00
nilai kuat sebelum perendaman
elongasi
2 1.3300E2
3 hari perendaman
2 1.3750E2
6 hari perendaman
2 1.5550E2
12 hari perendaman
2 1.4800E2
24 hari perendaman
2 1.1150E2
Total nilai
Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
sebelum perendaman
Total
tarik
Mean
10 1.3710E2
9.19239
4.24264
22.45712
7.10156
121.0351
153.1649
83.00
167.00
sebelum perendaman
2
3.7000
.70711
.50000
-2.6531
10.0531
3.20
4.20
3 hari perendaman
2
7.0500
.21213
.15000
5.1441
8.9559
6.90
7.20
6 hari perendaman
2
5.8000
1.55563
1.10000
-8.1768
19.7768
4.70
6.90
12 hari perendaman
2
6.4000
.84853
.60000
-1.2237
14.0237
5.80
7.00
24 hari perendaman
2
5.5500
1.20208
.85000
-5.2503
16.3503
4.70
6.40
10
5.7000
1.40712
.44497
4.6934
6.7066
3.20
7.20
Total
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
36
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov Statistic
df
a
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
nilai bending
.121
10
.200
*
.962
10
.809
nilai kuat tarik
.251
10
.073
.838
10
.052
nilai elongasi
.203
10
.200*
.890
10
.168
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Data terdistribusi dengan normal, hal ini ditunjukkan dengan nilai sig. dari uji saphiro-wilk diatas 0.05. Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic nilai bending
df1
df2
Sig.
7.888E15
4
5
.000
nilai kuat tarik
.
4
.
.
nilai elongasi
.
4
.
.
Data yang didapat bukan merupakan data yang homogen (sig.<0.05), sehingga tidak dapat dilanjutkan dengan uji anova. Data akan dianalisis dengan uji nonparamaetrik yaitu kruskal-wallis.
Test Statistics nilai bending Chi-Square df Asymp. Sig.
a,b
nilai kuat tarik
nilai elongasi
6.000
5.245
6.488
4
4
4
.199
.263
.166
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: lama perendaman
Pada uji kuskal wallis, didapatkan bahwa: Tidak terdapat perbedaan nilai bending yang bermakna (sig. = 0.199) Tidak terdapat perbedaan nilai kuat tarik yang bermakna (sig. = 0.263) Tidak terdapat perbedaan nilai elongasi yang bermakna (sig. = 0.166)
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014
Analisis sifat..., Novianto Agung Cahyono, FKG UI, 2014