UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN BERDUKA DISFUNGSIONAL PADA KLIEN REMAJA DENGAN KETERGANTUNGAN AMFETAMIN DI RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
ERNY PRIAN KUSUMA 0806457022
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DEPOK JULI 2013
Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN BERDUKA DISFUNGSIONAL PADA KLIEN REMAJA DENGAN KETERGANTUNGAN AMFETAMIN DI RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT
KARYA ILMIAH AKHIR NERS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners Keperawatan
ERNY PRIAN KUSUMA 0806457022
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DEPOK JULI 2013
Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
ii Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
iii Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
“Barang siapa yang keluar untuk menuntut ilmu, maka dia berada di jalan Allah sampai dia kembali” (H.R. Tirmidzi) “….Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu, dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat….” (Q.S. Al-Mujadalah : 11)
Dan
Sebaik-baik manusia adalah orang yang selalu memberi manfaat kepada manusia lain.” (H.R. Muttafaqun Alaih)
Semogakarya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi banyak kalangan dan dapat menghantarkan kita ke dalam golongan orang-orang yang beriman dan berilmu. Aamiin.
Karya ini dipersembahkan khusus untuk : Ibu, Kusumaningsih, Dan Ayah, Slamet Supriyanto.
iv Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Penulisan karya ilmiah akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi mata ajar tugas akhir keperawatan Program Profesi Ners Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan karya ilmiah akhir ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: (1) Ice YuliaWardani, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep.J. sebagai Pembimbing Akademik dan yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. (2) Widya Lolita, S.Kp.,M.Kep. sebagai Pembimbing Klinik yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. (3) Slamet Supriyanto dan Kusumaningsih selaku orang tua dan Arief Kusuma Priyanto dan Intan Priyandini selaku kakak yang telah memberikan do’a dan dukungan material maupun moral. (4) Seluruh pimpinan dan staf Rumah Sakit Ketergantungan Obat yang telah membantu saya dalam memperoleh data dan membantu dalam perizinan. (5) Semua pihak yang telah membantu dan mendukung saya menyelesaikan karya ilmiah akhir, semoga Allah membalas dengan kebaikan yang berlimpah. Akhir kata, saya berharap Allah SWT membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah akhir ini dapat membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Depok,
Juli 2013
Penulis
v Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
vi Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
ABSTRAK
Nama : Erny Prian Kusuma Program Studi : Ilmu Keperawatan Judul : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan : Berduka Disfungsional Pada Klien Remaja Dengan Ketergantungan Amfetamin Di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Ketergantungan zat pada remaja merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat perkotaan dengan prevalensi tinggi di Indonesia. Berduka dapat menjadi efek yang timbul akibat hospitalisasi dari penyelesaian ketergantungan zat. Karya ilmiah ini adalah analisis dari penerapan asuhan keperawatan berduka disfungsional akibat dari hospitalisasi pada remaja dengan ketergantungan amfetamin. Hasil analisis menunjukkan bahwa asuhan keperawatan berduka disfungsional dapat diberikan kepada klien untuk menyelesaikan setiap fase berduka. Fase berduka akibat hospitalisasi yang tidak selesai dapat mengganggu proses pemberian program terapi pada klien dengan ketergantungan zat. Hasil tersebut menyarankan pemberi asuhan meningkatkan dukungan dan melibatkan support system secara optimal. Kata Kunci
: Ketergantungan zat, remaja, berduka
ABSTRACT Name : Erny Prian Kusuma Study Program : Nursing Title : Analysis of Public Health Nursing Clinical Practice Urban : Dysfunctional Grieving In Adolescent With Amphetamine Dependence in Rumah Sakit Ketergantungan Obat Substance dependence in adolescents is a public health problem in urban areas with a high prevalence in Indonesia. Grieving can be an effect arising from the settlement of substance dependence hospitalization. This scientific is analysis of the application of nursing care due to dysfunctional grieving of hospitalization in adolescents with amphetamine dependence. The result of this analysis shows that dysfunctional grieving nursing care can be given to client to complete each phase of the grieving. Uncompleted grieving phase due to hospitalization can disrupt the process of therapy program in client with substance dependence. This result suggest to increasing support to client and involving support system optimally. Key Words : Substance dependence, Adolescent, Grief
vii Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i HALAMAN ORISINALITAS ........................................................................ ii HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii KATA PENGANTAR ..................................................................................... v HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .................... vi ABSTRAK ....................................................................................................... vii DAFTAR ISI .................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ............................................................................................ x DAFTAR BAGAN .......................................................................................... xi DAFTAR SKEMA ........................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………. xiii BAB 1 1.1 1.2 1.3
1.4
PENDAHULUAN Latar Belakang .................................................................................. Perumusan Masalah ........................................................................... Tujuan Penelitian .............................................................................. 1.3.1 Tujuan Umum ........................................................................... 1.3.2 Tujuan Khusus .......................................................................... Manfaat Penelitian ............................................................................ 1.4.1 Manfaat Aplikatif .................................................................... 1.4.2 Manfaat Teoritis ...................................................................... 1.4.3 Manfaat Metodologis ...............................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keperawatan Kesehatan Masalah Perkotaan ......................................... 2.2 Remaja dan Penyalahgunaan NAPZA .................................................. 2.2.1 Remaja ...................................................................................... 2.2.2 Tumbuh kembang remaja ......................................................... 2.2.3 Penyalahgunaan NAPZA pada Remaja .................................... 2.3 Ketergantungan Amfetamin .................................................................. 2.3.1 Amfetamin ................................................................................ 2.3.1.1 Metamfetamin............................................................... 2.3.2 Mekanisme Kerja Amfetamin ................................................... 2.3.3Tanda dan Gejala Intoksikasi Amfetamin.................................. 2.3.4 Gejala Putus Zat Amfetamin ..................................................... 2.3.5 Komorbiditas Amfetamin ......................................................... 2.3.6 Overdosis Amfetamin ............................................................... 2.3.2 Ketergantungan NAPZA ..................................................................
viii Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
1 4 4 4 5 5 5 5 6
7 7 7 8 9 10 10 11 12 13 14 14 15 15
2.3.2.1 Tingkatan Ketergantungan NAPZA.............................................. 2.3.2.2 Penyebab Ketergantungan NAPZA .............................................. 2.3.2.3 Dampak Ketergantungan NAPZA ................................................ 2.4 Hospitalisasi pada Remaja..................................................................... 2.5 Kehilangan dan Berduka ....................................................................... 2.5.1 Definisi Kehilangan dan Berduka ............................................. 2.5.2 Faktor penyebab berduka .......................................................... 2.5.3 Tahapan berduka ....................................................................... 2.5.4 Tanda dan Gejala Berduka ........................................................ 2.5.5 Akibat berduka .......................................................................... 2.5.6 Asuhan Keperawatan Berduka ..................................................
16 17 18 20 20 20 21 21 23 23 23
BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA 3.1 3.2 3.3
3.4
3.5
Gambaran Kasus Kelolaan ................................................................. Analisa Data ...................................................................................... Masalah Keperawatan ....................................................................... 3.3.1 Pohon Masalah ........................................................................ 3.3.2 Prioritas Masalah Keperawatan ............................................... 3.3.3 Diagnosa Keperawatan ............................................................ Tindakan Keperawatan ..................................................................... 3.4.1 Tujuan Tindakan Keperawatan ................................................ 3.4.2 Tindakan Keperawatan Berduka Disfungsional ...................... Evaluasi Tindakan Keperawatan .......................................................
BAB 4 ANALISIS SITUASI 4.1 Profil Lahan Praktek .......................................................................... 4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep terkait KKMP dan Kasus terkait ...................................................................................... 4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep ................................. 4.4 Alternatif Pemecaan Masalah yang Dapat Dilakukan ....................... BAB 5 Penutup 5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 5.2 Saran ................................................................................................. 5.2.1 Bidang Keilmuan ..................................................................... 5.2.2 Bidang Pelayanan ....................................................................
27 31 33 33 34 34 35 35 35 37
39 40 44 48
49 49 50 50
DAFTAR REFERENSI ................................................................................ 51 LAMPIRAN
ix Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Analisa Data Klien ........................................................................ 31 Tabel 3.2 Lanjutan Analisa Data Klien ......................................................... 32 Tabel 3.3 Lanjutan Analisa Data Klien ......................................................... 33
x Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
DAFTAR BAGAN Bagan 3.1 Riwayat Hidup Klien Berhubungan dengan Pemakaian Zat ......... 27
xi Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
DAFTAR SKEMA
Skema 3.1 Pohon Masalah .............................................................................. 34 Skema 3.2 Tahapan Berduka Klien Selama Proses Perawatan ....................... 37
xii Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
: Pengkajian Keperawatan
Lampiran 2
: Rencana Asuhan Keperawatan
Lampiran 3
: Catatan Perkembangan Klien
Lampiran 4
: Daftar Riwayat Hidup Penulis
xiii Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masyarakat perkotaan saat ini harus dihadapkan dengan berbagai masalah kesehatan sebagai akibat dari gaya hidup dan lingkungan yang cenderung kurang sehat. Masalah kesehatan perkotaan yang muncul berasal dari lingkungan fisik, psikologis, maupun sosial. Efendi dan Makhfudli (2009) dan Hitchcock (1999) dalam Santoso (2010) menjelaskan bahwa masalah kesehatan perkotaan yang sering muncul ialah penyakit infeksi dan menular, kurang gizi, penyakit degeneratif, serta penyalahgunaan NAPZA dan minuman keras. Penyalahgunaan NAPZA dan minuman keras adalah salah satu masalah kesehatan perkotaan yang berasal dari lingkungan psikologis dan sosial.
Penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif lainnya (NAPZA) atau yang lebih populer disebut narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) merupakan masalah kompleks yang sudah menjadi tren atau gaya hidup masyarakat perkotaan. Remaja memiliki risiko yang lebih tinggi pada masalah penyalahgunaan NAPZA (Santoso, 2010 & Ritanti, 2010). Hal tersebut tergambar dari penyalahgunaan NAPZA 97% berusia 13-25 tahun (Hawari, 2006 & Iswanti, et al, 2007 dalam Hidayati&Indrawati, 2012). Penelitian lainnya juga pernah dilakukan Setyonegoro (1988); Alwady (1985); Hilman (1996); Idris (1990) dalam Joewana (2005) dalam Santoso (2010) yang menunjukkan bahwa sebagian besar pengguna zat psikoaktif berusia kurang dari 25 tahun. Santoso (2009) dalam Santoso (2010) mengemukakan bahwa partisipan dalam penelitiannya pertama kali menggunakan NAPZA saat usia 13-17 tahun. Prevalensi bertambahnya pengguna NAPZA pada remaja sekitar 1,99% (BNN, 2008 dalam Ritanti, 2010). Sehingga dapat disimpulkan bahwa penyalahgunaan NAPZA masih di dominasi oleh remaja.
1 Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
2
Remaja adalah tahapan transisi atau masa peralihan seseorang dari anak-anak menuju dewasa (Mitra bintibmas, 2010 & Kompas, 2006, dalam Jaji, 2009). Masa remaja ditandai dengan berbagai proses perubahan yang terjadi baik secara fisik maupun psikologis (Santoso, 2010). Pada tahapan ini pertumbuhan dan perkembangan remaja disiapkan untuk menjadi dewasa. Karakteristik remaja yang penuh dorongan keingintahuan, penjelajahan, petualangan, ingin menunjukkan keberanian, ingin ambil risiko, masa labil, mudah terpengaruh, mudah meniru, mudah diiming-imingi (Mitra bintibmas, 2010) membuat remaja menjadi kelompok rentan dalam penyalahgunaan NAPZA. Seperti yang dijelaskan Hawari (2006), terdapat tiga kutub sosial yang dapat membuat remaja melakukan penyalahgunaan NAPZA, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Semua karakteristik dan faktor pendukung pada pertumbuhan dan perkembangan remaja yang negatif dapat menjadi pemicu remaja menyalahgunakan NAPZA.
Amfetamin menjadi salah satu zat yang tren digunakan pada tahun 1995an keatas (Hawari, 2006). Hal tersebut dikarenakan efek pemakaiannya sehingga dapat memunculkan rasa percaya diri pada remaja (Hawari, 2006 & Mitra bintibmas, 2010). Efek yang timbul dari penggunaan amfetamin adalah cenderung hiperaktif, merasa gembira, harga diri meningkat, namun cenderung paranoid dan menimbulkan halusinasi (Hawari, 2006). Di sisi lain, amfetamin memiliki dampak jangka pendek maupun jangka panjang yang negatif. Apabila pengguna mengalami putus zat, maka efek yang ditimbulkan adalah perubahan alam perasaan, rasa lelah, letih, gangguan tidur, dan mimpi yang bertambah sehingga mengganggu kenyamanan tidur (Hawari, 2006). Efek pemakaian yang daat meningkatkan harga diri dan percaya diri, serta dampak putus zat yang mengganggu fisik dan emosional dapat menjadi sebagian besar alasan remaja menjadi ketergantungan terhadap amfetamin.
Ruang rawat Mental psikiatri evaluasi (MPE) dan rehabilitasi sebagai salah satu tempat bagi pasien yang digunakan untuk mengurai gejala intoksikasi. Ruang rawat MPE membantu pasien melalui fase withdrawal syndrom atau
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
3
sindrom putus zat sampai pada keadaan stabil. Fase stabilisasi di ruang MPE berkisar antara 10-14 hari. Setelah pasien dapat dinyatakan stabil, keluarga dan pasien yang menentukan dirinya melanjutkan untuk pulang atau rehabilitasi. Rehabilitasi sebagai tempat pasien mempelajari dan mendapat penyuluhan terkait NAPZA. Program rehabilitasi ditentukan oleh keluarga, pasien, dan konselor. Pada setiap program, ketiganya berperan karena dapat menentukan kasil akhir setelah pasien keluar dari rumah sakit.
Pada fase dan keadaan tertentu, seringkali pasien merasakan perawatan di ruang rawat MPE dan rehabilitasi menjadi suatu kehilangan yang mendalam karena pasien merasa harus terputus dengan lingkungan yang nyaman bagi dirinya dan mendapati lingkungan yang baru. Sebagaimana dijelaskan bahwa perpisahan terhadap hubungan antar manusia yang bernilai adalah definisi dari kehilangan menurut Dyer (2001) dalam Ritanti (2010) dan Kozier, et al, dalam Ritanti (2010). NANDA (2012) menjabarkan bahwa kehilangan merupakan bagian dari berduka yang terjadi pada seseorang.
Pemberian asuhan keperawatan berduka disfungsional dapat dijadikan sebagai salah satu intervensi yang dapat digunakan untuk menangani pasien pada kondisi berduka dan kehilangan. Pemberian asuhan keperawatan asuhan keperawatan berduka disfungsional diberikan berdasarkan tahap berduka yang dialami pasien. Kubler-Ross (1969) dalam Ritanti (2010) menjelaskan bahwa berduka dan kehilangan berorientasi pada perilaku dan menyangkut lima tahap, yaitu fase pengingkaran (Denial), fase kemarahan (Anger), fase tawar menawar (Bargaining), fase depresi (Depression), dan fase penerimaan (Acceptance).
Perawat memiliki peranan penting dalam membantu pasien melewati fase kehilangan dan berduka dengan pemberian asuhan keperawatan yang sesuai dengan teori. Untuk itu, dilakukan penulisan karya ilmiah tentang asuhan keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada klien dengan berduka disfungsional di ruang rawat mpe dan rehabilitasi rumah sakit ketergantungan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
4
obat. Hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran hasil terkait penerapan teori asuhan keperawatan berduka disfungsional pada klien dengan ketergantungan zat di ruang rawat MPE dan rehabilitasi.
1.2 Perumusan Masalah Penyalahgunaan NAPZA menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat perkotaan yang sening muncul. Remaja, yang berusia 13-25 tahun, memiliki risiko tinggi terhadap penyalahgunaan NAPZA. Hal tersebut dimungkinkan terjadi karena remaja merupakan masa transisi seseorang dari anak-anak menuju dewasa. Pertumbuhan dan perkembangan disiapkan untuk menjadi dewasa. Sehingga karakteristik yang timbul pada masa remaja adalah rasa keingintahuan tinggi karena berada pada pencarian jati diri. Selain itu, kekompokan terhadap teman sebaya, sangat terlihat pada masa remaja.
Penggunaan amfetamin menjadi salah satu penyalahgunaan NAPZA yang dilakukan oleh kebanyakan remaja karena efek yang ditimbulkan, yaitu membuat rasa percaya diri yang tinggi. Dampak ketergantungan yang buruk dapat membuat seorang remaja pada akhirnya harus menjalani perawatan di ruang rawat detoksifikasi dan rehabilitasi. Proses perawatan tersebut bagi sebagian besar remaja dapat menimbulkan proses kehilangan. Proses kehilangan yang dialami remaja memunculkan fase berduka. Fase berduka yang dialami oleh remaja perlu dilakukan intervensi keperawatan untuk membantu remaja melewati setiap fasenya dengan koping yang adaptif. Hal tersebut dilakukan karena fase berduka yang dialami oleh klien dapat mengganggu proses pemberian program terapi untuk klien.
1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 Tujuan Umum Mampu menggambarkan asuhan keperawatan berduka disfungsional pada klien remaja yang mengalami ketergantungan amfetamin.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
5
1.3.2 Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penulisan karya ilmiah akhir ini adalah mahasiswa: Mampu menggambarkan penggunaan NAPZA pada usia remaja Mampu menggambarkan pada klien remaja dengan ketergantungan amfetamin Mampu menggambarkan hospitalisasi pada remaja Mampu menggambarkan terkait
asuhan keperawatan berduka
disfungsional Mampu menggambarkan pemberian asuhan keperawatan fisik maupun psikososial pada klien remaja dengan ketergantungan amfetamin Mampu menganalisis kesenjangan yang terdapat antara teori dan praktek
dalam
pelaksanaan
asuhan
keperawatan
berduka
difungsional; Mampu menganalisis penyelesaian masalah kesenjangan yang terjadi antara teori dan praktek dalam pelaksanaan asuhan keperawatan berduka disfungsional
1.4 Manfaat Penulisan 1.4.1 Manfaat Teoritis Karya ilmiah ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan, terutama keperawatan jiwa mengenai asuhan keperawatan berduka disfungsional pada klien remaja dengan ketergantungan amfetamin.
1.4.2 Manfaat Aplikatif Karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pemberian asuhan keperawatan pada klien ketergantungan amfetamin dengan berduka disfungsional sehingga dapat dijadikan acuan bagi pelayanan rumah sakit untuk mengatasi siatuasi berduka yang dialami pasien yang mengalami putus zat.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
6
1.4.3 Manfaat Metodologis Karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian lain terkait pemberian asuhan keperawatan berduka disfungsional pada klien remaja dengan ketergantungan amfetamin.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keperawatan Kesehatan Masalah Perkotaan Keperawatan kesehatan masalah perkotaan adalah bentuk pemberian asuhan keperawatan yang berfokus pada masalah kesehatan pada masyarakat perkotaan. Hal ini sesuai dengan Spradley (1985); Logan and Dawkin (1987) dalam Anderson (2006) yang menjelaskan bahwa keperawatan kesehatan komunitas adalah pelayanan keperawatan profesional yang ditujukan kepada masyarakat dengan pendekatan pada kelompok risiko tinggi, dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan dengan menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelayanan keperawatan.
Masalah kesehatan perkotaan yang sering muncul ialah penyakit infeksi dan menular, kurang gizi, penyakit degeneratif, serta penyalahgunaan NAPZA dan minuman keras (Efendi dan Makhfudli, 2009 dan Hitchcock, 1999 dalam Santoso, 2010). Penyalahgunaan NAPZA merupakan masalah kompleks yang sudah menjadi tren atau gaya hidup masyarakat perkotaan. Gaya hidup pada masa remaja biasanya mengakibatkan perilaku berisiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok usia lain di masyarakat (Santoso, 2010). Sehingga dapat disimpulkan bahwa masalah kesehatan penyalahgunaan NAPZA lebih berisiko pada remaja yang disebabkan oleh gaya hidup yang cenderung timbul dari masyarakat perkotaan.
2.2 Remaja dan Penyalahgunaan NAPZA 2.2.1 Remaja Remaja adalah mereka yang berada pada rentang 10-19 tahun (WHO, 2006 dalam Nuraini, 2013). Remaja dibagi menjadi tiga masa, yaitu remaja awal (10-14 tahun), remaja pertengahan (15-16 tahun), dan remaja akhir (17-19 tahun) menurut Santrock (2007) dalam Nuraini 7 Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
8
(2013). Remaja juga diartikan sebagai makhluk bio, psiko, sosial, dan spiritual (Neuman, 1989 dalam Meleis, 1997, dalam Jaji, 2009), berada pada masa transisi, yaitu peralihan dari masa kanak-kanak menjadi dewasa (Kompas, 2006, dalam Jaji, 2009). Sehingga dapat disimpulkan bahwa remaja adalah individu pada rentan usia 10-19 tahun yang berada pada masa transisi.
Masa
remaja
adalah
masa
penuh
dorongan
keingintahuan,
penjelajahan, petualangan, ingin menunjukkan keberanian, ingin ambil risiko, masa labil, mudah terpengaruh, mudah meniru, mudah diiming-imingi (Mitra bintibmas, 2010 & Siregar, 2004). Santoso (2010) menjelaskan bahwa masa remaja ditandai dengan berbagai proses perubahan yang terjadi baik secara fisik maupun psikologis. Masa remaja juga ditandai oleh kekompakan, kesetiaan, kepatuhan, dan solidaritas tinggi terhadap kelompok sebaya (Hidayati&Indrawati, 2012 & Mitra bintibmas, 2010). Kesimpulannya adalah masa remaja adalah masa pencarian diri dan bersifat labil secara emosional dan perilaku.
2.2.2 Tumbuh Kembang Remaja Tumbuh kembang remaja meliputi perkembangan fisik, kognitif, moral, dan psikososial. Perkembangan fisik digambarkan dengan perubahan fisik mengarah pada pencapaian bentuk badan orang dewasa (Siregar, 2006 dalam Santoso 2010). Perkembangan kognitif remaja adalah berpikir abstrak, idealis, logik, sehingga remaja cenderung kritis dan tidak puas terhadap permasalahan yang ditemuinya, proses berfikir remaja lebih didasari pada realita dan kepandaian
aktifitas
mental
dalam
menyelesaikan
masalah
(Lefrancois, 1996 dalam Hitchock, Schubert&Thomas, 1999 dalam Santoso, 2010). Perkembangan moral remaja digambarkan bahwa remaja mulai berfikir kritis dan rasional, serta memiliki rasa keingin tahu
yang
tinggi
(Stroufe,
Cooperr,
DeHart,
1992
dalam
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
9
Fortinash&Holoday, 2004, dalam Santoso, 2010). Perkembangan psikososial pada remaja dalah tahap pencarian jati diri dan kebingungan peran, sehingga remaja terfokus pada perkembangan identitas dirinya untuk mencapai apa yang diinginkan (Erikson, 1963 dalam Fortinash&Holoday, 2004, dalam Santoso, 2010).
Perkembangan yang terjadi pada remaja dapat menghasilkan reaksi positif dan reaksi negatif. Reaksi positif dapat menghindarkan remaja dari penyalahgunaan NAPZA. Sedangkan, reaksi negatif yang dapat terjadi akibat dari perkembangan dapat terjadi dan hal tersebut yang memungkinkan terjadinya penyalahgunaan NAPZA pada remaja. Hal ini sesuai dengan penilitian Hikmat (2008) dalam Santoso (2010) yang menyatakan bahwa remaja yang tidak mampu melewati tumbuh kembangnya
dengan baik memiliki risiko lebih besar terhadap
penyalahgunaan NAPZA.
2.2.3 Penyalahgunaan NAPZA pada Remaja Remaja sebagai individu sedang mengalami transisi pada tumbuh kembangnya memiliki risiko yang tinggi terhadap penyalahgunaan NAPZA. Hal tersebut didukung oleh data Badan Narkotika tahun 2008 dalam Nuraini (2013) yang menyebutkan bahwa 75% kasus penyalahgunaan NAPZA berasal dari kelompok umur 10-18 tahun dan 79% berpendidikan SLTA. Selain itu, diajabarkan pula dalam laporan Youth Risk Behaviour Survey bahwa penyalahgunaan NAPZA kebanyakan dimulai pada kalangan pelajar sekolah (Allender, 2001 dalam Nuraini, 2013).
Penyalahgunaan NAPZA yang dilakukan oleh remaja kebanyakan didukung oleh beberapa faktor. Faktor risiko remaja menggunakan NAPZA,
diantaranya
faktor
psikologi,
keluarga,
sosial,
dan
lingkungan (Nuraini, 2013). Faktor psikologi dijabarkan bahwa pengaruh teman sebaya, rendahnya kepercayaan diri, koping individu
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
10
maladaptif terhadap masalah yang timbul, dan kegagalan akademik memicu
remaja
rentan
pada
penyalahgunaan
NAPZA
(Allender&Spradley, 2005; Sells&Blum,1996 dalam Hitchock, 1999; Allender&Spradley, 2005; Tim penulis Poltekkes Depkes Jakarta I, 2010; Ansary, 2005 dalam Nuraini, 2013). Pola asuh keluarga, keluarga yang disfungsional, dan riwayat penggunaan NAPZA pada keluarga merupakan faktor keluarga yang menjadi risiko bagi remaja dalam penggunaan NAPZA (Steinberg, 2002; Pappalia, 2003; Bernaril&Fisher, 2003 dalam Nuraini, 2013). Allender&Spradley, 2005; Joewana, 2003 dalam Nuraini, 2013 menjelaskan bahwa faktor sosial remaja menyalahgunakan NAPZA ialah nilai-nilai sosial yang menjadikan kompetisi, produktivitas, dan keharusan untuk ikut serta menjadi tekanan tersendiri bagi remaja, selain itu kebutuhan pada penerimaan remaja dalam pergaulan. Sedangkan, faktor lingkungan yang menjadi risiko bagi penyalahgunaan NAPZA pada remaja adalah keberadaan
NAPZA
dan
kesalahan
persepsi
masyarakat
(Allender&Spradley, 2005 dalam Nuraini, 2013). Keempat faktor tersebut saling berakitan, dan pada perkembangannya harus terpenuhi secara optimal untuk menghindarkan remaja dari penyalahgunaan NAPZA.
2.3 Ketergantungan Amfetamin 2.3.1 Amfetamin Amfetamin merupakan suatu senyawa sintetik analog dengan epinefrin dan merupakan suatu agnis ketekolamin tidak langsung (Japardi, 2002). Amfetamin termasuk dalam psikotropika golongan I (Hawari, 2006). Psikotropik adalah suatu zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebab perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku (Japardi, 2002). Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
11
mempunyai
potensi
sangat
kuat
mengakibatkan
sindroma
ketergantungan (Kemenkes, 2010). Amfetamin merupakan golongan stimulan (Kemenkes, 2010). Golongan stimulan adalah jenis NAPZA yang dapat merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan kerja. Amfetamin terbagi menjadi dua jenis, yaitu MDMA (Methylene dioxy methamphetamin) dan amfetamin. Amfetamin memiliki lama kerja lebih panjang dibanding MDMA, dan memiliki efek halusinasi yang lebih kuat (Kemenkes, 2010). Sehingga, dapat disimpulkan bahwa amfetamin merupakan golongan psikotropika I yang memiliki sifat stimulan dengan efek ketergantungan tinggi dan terbagi menjadi dua turunan, yaitu MDMA dan amfetamin.
2.3.1.1 Amfetamin Amfetamin
merupakan
jenis
turunan
dari
amfetamin.
Amfetamin dikenal dengan ice, di korea, glass di filipina, shabu, di jepang (Kemenkes, 2010 dan Japardi, 2002). Shabu atau amfetamin merupakan kelompok narkotika yang merupakan stimulan sistem saraf dengan nama kini methamphetamine hidrochloride, yaitu turunan dari stimulan saraf amfetamin (Japardi, 2002).
Shabu berbentuk kristal putih mirip vetsin
(mitra bintibmas, 2010). Rumus kimia amfetamin adalah (S)-Nmethyl-l-phenylpropan-2-amine (C10H15N) (Japardi, 2002). Shabu termasuk jenis stimulan, yang bekerja merangsang sistem saraf pusat otak (mitra bintibmas, 2010). Sehingga dapat disimpulkan bahwa amfetamin merupakan jenis zat turunan amfetamin berbentuk kristal putih mirip vetsin dengan efek stimulan.
Cara penggunaan amfetamin adalah dapat dengan tiga cara. Japardi (2002), menjabarkan bahwa penggunaan amfetamin dapat digunakan secara suntikann, inhalasi, dihisap atau dihirup (Japradi, 2002). Dapat diminum per oral dalam bentuk
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
12
(Kemenkes, 2010). Dalam bentuk kristal, dibakar dengan menggunakan kertas alumunium foil dan asapnya dihisap (intra nasal) atau dibakar dengan menggunakan botol kaca yang dirancang khusus (bong) (Kemenkes, 2010). Dalam bentuk kristal yang dilarutkan, dapat melalui intravena (Kemenkes, 2010).
2.3.1.2 Mekanisme Kerja Amfetamin Mekanisme kerja amfetamin pada susunan saraf dipengaruhi oleh pelepasan biogenik amine yaitu dopamin, norepinefrin, atau serotonin atau pelepasan ketiganya dari tempat penyimpanan pada persinap yang terletak pada akhiran saraf (Japardi, 2002). Pada dopamin didapati bahwa amfetamin menghambat re uptake dopaminergik dan sinapstosom di hipotalamus dan secara langsung melepaskan dopamin yang baru disintesa (Japardi, 2002). Pada norepinefrin, amfetamin memblok re uptake norepinefrin dan juga menyebabkan pelepasan norepinefrin baru, penambahan atau pengurangan karbon diantara cincin fenil dan nitrogen melemahkan efek amfetamin pada pelepasan re uptake norepinefrin (Japardi, 2002). Sedangkan pada serotonin, devirat metamafetamin dengan elektron kuat yang menari penggantian pada cincin fenil akan mempengaruhi sistim serotoninergik (Japardi, 2002). Sehingga, dapat disimpulkan bahwa
ketiga
kerja
reseptor
biogenik
tersebut
saling
mempengaruhi satu sama lain.
Aktivitas susunan saraf pusat yang terjadi melalui jaras tersebut dalam otak, masing-masing menimbulkan aktivitas serta kepribadian pada individu pengguna. Stimulasi pada pusat motorik di daerap media otak depan (medial forebrain) menyebabkan peningkatan dari kadar norepinefrin dalam sinaps menimbulkan euforia dan meningkatkan libido (Japardi, 2002).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
13
Stimulasi
pada
ascending
reticular
activating
system
menimbulkan peningkatan aktivitas motorik dan menurunkan rasa lelah (Japardi, 2002). Stimulasis pada sistim dopaminergik pada otak menimbulkan gejala yang mirip dengan skizofrenia (Japardi, 2002). Kesimpulannya adalah kerja dari ketiga reseprtor
tersebut
meningkatkan
diatas,
libido,
dapat
menimbulkan
peningkatan
aktivitas
euforia, motorik,
menurunkan rasa lelah dan menimbulkan gejala yang mirip dengan skizofrenia bagi pengguna amfetamin.
2.3.1.3 Tanda dan Gejala Intoksikasi Amfetamin Amfetamin mempengaruhi otak dan membuat rasa nikmat, meningkatkan energi, dan meningkatkan mood (Kemenkes, 2010).
Kondisi
intoksikasi
stimulan
akan
menimbulkan
beberapa gejala psikotik, beberapa hari sampai beberapa minggu (Kemenkes, 2010). Gejala psikologik penggunaan amfetamin menurut Kemenkes (2010), Hawari (2006) dan Japardi (2002), yaitu agitasi psikomotor, rasa gembira (elation), harga diri meningkat (grandiosity), bayak bicara (melantur), kewaspadaan meningkat
(paranoid),
bayangan/sesuatu
yang
halusinasi sebenarnya
penglihatan tidak
ada),
(melihat mudah
tersinggung. Gejala fisik yang ditimbulkan menurut Hawari (2006) dan Japardi (2002), yaitu jantung berdebar (palpitasi), pupil melebar (dilatasi pupil), tekanan darah naik, keringat berlebihan, mual dan muntah, tingkah laku maladaptif, sulit tidur gangguan dilusi (waham) dan menurut Mitra bintibmas (2010) semua aktivitas tubuh dipercepat.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
14
2.3.1.4 Gejala Putus Zat Amfetamin Sindrom putus zat amfetamin merupakan gejala yang tidak mengenakkan baik psikis maupun fisik, untuk mengatasinya yang bersangkutan mengkonsumsi amfetamin dengan takaran semakin bertambah dan sering (Hawari, 2006). Gejala sindrom putus zat amfetamin menurut Hawari (2006) diantaranya perubahan alam perasaan menjadi sedih, murung, tidak dapat merasakan senang dan keinginan bunuh diri, rasa lelah, lesu, tidak berdaya, gangguan tidur, mimpi-mimpi bertambah sehingga menggangu kenyamanan tidur. Kemenkes (2010) juga menjabarkan abahwa gejala putus zat yang terjadi dari penggunaan zat ini adalah perasaan depresi, craving, ide bunuh diri, pikiran bizzare, mood yang datar, ketergantungan , dan fungsi sosial yang buruk. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa seseorang dalam keadaan putus zat dapat mengalami sindrom putus zat yang dapat mengakibatkan perubahan yang signifikan pada dirinya.
2.3.1.5 Komorbiditas Amfetamin Komorbiditas adalah satu penyakit atau lebih berada secara bersama-sam pada seorang individu pada suatu saat (Kemenkes, 2010). Komorbiditas biasanya merujuk pada adanya gangguan penggunaan
NAPZA
diikuti
dengan
gangguan
mental
(Kemenkes, 2010). Komorbiditas dari penggunaan amfetamin diantaranya paranoid, psikosis, depresi berat (kadang-kadang percobaan bunuh diri), maniak, agitasi, cemas sampai panik (Fatmawati, 2005). Kadangkala kondisi menyerupai skizofrenia kronik dapat timbul pada pengguna kronik yang berat (Kemenkes,
2010).
Sehingga,
kesimpulannya
adalah
komorbiditas dari penggunaan amfetamin secara garis besar mempengaruhi fisik dan psikis.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
15
2.3.1.6 Overdosis Amfetamin Kerusakan pembuluh darah di otak akibat sumbatan partikel amfetamin pada pembuluh darah yang kecil dapat membuat pecah pembuluh darah di otak (Kemenkes, 2010 dan Fatmawati, 2005). Sehingga dapat disimpulkan, penggunaan amfetamin dapat membuat sumbatan pada otak, apabila digunakan dalam jumlah
berlebihan
sumbatan
tersebut
dapat
langsung
menghambat aliran darah ke otak, yang dapat menyababkan pecah pembuluh darah di otak.
2.3.2
Ketergantungan NAPZA Ketergantungan NAPZA adalah keadaan dimana ketelah terjadi ketergantungan fisik dan psikis, sehingga tubuh memerlukan jmlah NAPZA yang makin bertambah (toleransi), apabila pemakaiannya dikurangi atau dihentikan akan timbul gejala putus zat (withdrawal symptom) (Japardi, 2002). Sehingga dapat disimpulkan bahwa ketergantungan
NAPZA
adalah
keadaan
seseorang
dalam
ketergantungan secara fisik dan psikis.
Kriteria
seseorang
ketergantungan
NAPZA
adalah
toleransi,
withdrawal/putus zat, NAPZA yang dikonsumsi jumlahnya semakin banyak, keinginan yang kuat untuk terus-menerus memakai NAPZA (craving) dan usaha yang sia-sia untuk berhenti, banyak membuang waktu
dan
melakukan
aktivitas
untuk
mendapatkan
NAPZA
(Kapeta.org, 2013). Selain itu, seseorang dengan ketergantungan NAPZA akan mengalami masalah dalam kehidupan sosial, pekerjaan, atau fungsi rekreasi, dan tetap menggunakan NAPZA walaupun mengetahui kerugian yang diakibatkan obat tersebut terhadap dirinya (Kapeta.org,
2013).
Kesimpulannya
adalah
seseorang
dengan
ketergantungan NAPZA memiliki kriteria sehingga dirinya digolongkan pada orang dengan ketergantungan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
16
2.3.2.1 Tingkat Ketergantungan NAPZA Tingkatan ketergantungan NAPZA terdiri dari 5, yaitu pemakaian
coba-coba
(experimental
use),
pemakaian
sosial/rekreasi (sosial/recreational use), pemakaian situasional (situational use), penyalahgunaan (abuse), dan ketergantungan (dependence use) (Japardi, 2002).
Pemakaian coba-coba (experimental use), yaitu pemakaian NAPZA yang tujuannya ingin mencoba, untuk memenuhi ras ingin
tahu
sosial/rekreasi
(Japardi,
2002).
(sosial/recreational
Sedangkan,
pemakaian
use)
pemakaian
yaitu
NAPZA dengan tujuan bersenang-senang, pada saat rekreasi atau santai (Japardi, 2002). Pemakaian situasional (situational use), yaitu pemakaian pada saat mengalami keadaan tertentu seperti ketegangan, kesedihan, kekecewaan, dengan maksud menghilangkan perasaan- perasaan tersebut (Japardi, 2002).
Tingkat yang keempat adalah penyalahgunaan (abuse), yaitu pemakaian sebagai suatu pola penggunaan yang bersifat patologik/klinis (menyimpang) yang ditandai oleh intoksikasi sepanjang hari, tidak mampu mengurangi atau menghentikan, berusaha berulang kali mengendalikan, terus menggunakan walaupun sakit fisiknya kambuh (Japardi, 2002). Tingkatan terakhir, yaitu ketergantungan (dependence use) dimana telah terjadi toleransi dan gejala putus zat, bila pemakaian NAPZA dihentikan atau dikurangi dosisnya (Japardi, 2002).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
17
2.3.2.2 Penyebab Ketergantungan NAPZA Penyebab dari ketergantungan seseorang tehadap NAPZA ialah akibat dari interaksi antara faktor yang terkait dengan individu, faktor lingkungan, dan faktor rersedianya zat (NAPZA) (Japardi, 2002). Faktor individu yang menyebabkan seseorang ketergantungan NAPZA adalah individu yang berada dalam rentang dan sedang mengalami perubahan bilogik, psikologik, maupun sosial (Japardi, 2002). Pada individu tersebut terdapat beberapa ciri, diantaranya kecenderungan memiliki gangguan jiwa lain (komorbiditas) seperti depresi, cemas, psikotik (Japardi, 2002). Selain itu, ciri yang tampak adalah perilaku menyimpang dari norma yang berlaku, sifat mudah kecewa, keinginan untuk bersenang-senang, melarikan diri dari masalah, bosa, dan kesepian, dan kurang menghayati iman dan kepercayaan(Japardi, 2002).
Faktor lainnya ialah faktor lingkungan dan faktor ketersediaan NAPZA. Faktor lingkungan meliputi ingkungan keluarga, lingkungan teman pergaulan, lingkungan sekolah atau tempat kerja, dan lingkungan masyarakat atau sosial (Japardi, 2002). Sedangkan faktor ketersediaan NAPZA adalah
mudahnya
keterjangkauan NAPZA, banyaknya iklan terkait minuman beralkohol dan rokok sebagai stimulus awal, dan khasiat farakologik NAPZA yang menenangkan, menghilangkan nyeri, dan membuat euforia berlebihan (Japardi, 2002). Ketiga penyebab ini saling beraitan dan mempengaruhi satu sama lain, sehingga dapat menyebabkan seseorang menjadi ketergantungan dengan NAPZA.
Selain dari tiga faktor ketergantungan yang sudah dijabarkan diatas, terdapat tiga alasan yang menjadi penyebab seseorang menjadi ketergatungan terhadap NAPZA, yaitu fun (pleasure),
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
18
forget (pain amelioration),
dan
functional (purposeful),
(Kapeta.org, 2013). Fun (pleasure) misalnya untuk berkumpul bersama teman sebaya, merayakan suatu peristiwa atau pesta (Kapeta.org, 2013). Forget (pain amelioration), misalnya untuk melupakan kesedihan akibat perceraian orangtuanya , rasa duka akibat
kehilangan
orang
yang
dicintainya.
Functional
(purposeful), misalnya untuk masuk kalangan sosial tertentu, untuk melakukan suatu bisnis (Kapeta.org, 2013).
2.3.2.3 Dampak Ketergantungan NAPZA Dampak ketergantungan NAPZA dapat mencangkup tiga hal fisik, psikis, dan sosial bagi seseorang. Dampak penyalahgunaan narkoba terhadap fisik, diantaranya gangguan pada sistem saraf (neurologis) kesadaran,
seperti: kerusakan
kejang-kejang, saraf
tepi
halusinasi, (Hariyanto,
gangguan 2012
dan
Kemenkes, 2010). Selain itu, dapat pula terjadi gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti: infeksi akut otot jantung, gangguan peredaran darah, gangguan pada kulit (dermatologis) seperti: penanahan (abses), alergi, eksim (Hariyanto, 2012 dan Kemenkes, 2010). Gangguan pada paruparu
(pulmoner)
seperti:
penekanan
fungsi
pernapasan,
kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru (Hariyanto, 2012 dan Kemenkes, 2010). Pada beberapa kasus, dapat diikuti oleh
sakit kepala, mual-mual dan
muntah, suhu tubuh
meningkat, dan sulit tidur (Hariyanto, 2012 dan Kemenkes, 2010). Kesimpulannya adalah dampak ketergantungan NAPZA dapat mempengaruhi sistem saraf, pembuluh darah dan jantung, paru-paru, dan dapat disertai dengan gejala lainnya.
Selain itu, dampak ketergantungan NAPZA juga dapat terjadi pada kesehatan reproduksi, dimana terjadi gangguan pada endokrin,
seperti:
penurunan
fungsi
hormon
reproduksi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
19
(estrogen, progesteron, testosteron), serta gangguan fungsi seksual (Hariyanto, 2012 dan Kemenkes, 2010).
Dampak
penyalahgunaan narkoba terhadap kesehatan reproduksi pada remaja perempuan antara lain perubahan periode menstruasi, ketidakteraturan menstruasi, dan amenorhoe (tidak haid) (Hariyanto, 2012 dan Kemenkes, 2010).
Bagi pengguna
narkoba melalui jarum suntik, khususnya pemakaian jarum suntik secara bergantian, risikonya adalah tertular penyakit seperti hepatitis B, C, dan HIV (Hariyanto, 2012 dan Kemenkes, 2010). Hal ini juga diperjelas dengan hasil penelitian, Prof. Dr. dr. Zubairi Djoerban, SpPD-K.H.O.M dalam Hendrata (2011) yang menjelaskan bahwa 91% penderita HIV positif yang di rawat di rumah sakit adalah pengguna NAPZA dan berjenis kelamin
laki-laki.
Sehingga
dapat
disimpulkan
bahwa
ketergantungan NAPZA dapat merusak seluruh sistem pada tubuh manusia.
Dampak psikis dan sosial juga dapat terjadi dari ketergantungan NAPZA. Dampak psikis yang terjadi akibat ketergantungan NAPZA diantaranya depresi lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah, hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga, agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal, sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan, cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, dan ide untuk bunuh diri (Hariyanto, 2012 dan Japardi, 2002). Selain itu, Kemenkes (2010) menjabarkan dampak psikis yang dapat terjadi adalah kecenderungan untuk agresif dan terlibat perkelahian dan berani mengambil risiko. Sedangkan, dampak penyalahgunaan narkoba terhadap lingkungan sosial gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan, pendidikan menjadi terganggu, problem hubungan dengan orang lain, masa depan suram (Hariyanto, 2012 dan Kemenkes, 2010). Sehingga dapat
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
20
disimpulkan bahwa ketergantungan NAPZA selain berakit bagi fisik, juga dapat menimbulkan dampak bagi psikis dan sosial seseorang yang ketiganya saling berkaitan satu sama lain.
2.4 Hospitalisasi pada Remaja Efek hospitalisasi dapat terjadi pada semua lapisan umur. Hal tersebut juga terjadi pada remaja. Proses perpisahan, denial, menunjukkan tindakan non kooperatif, marah, dan depresi juga sering ditunjukkan pada remaja dengan hospitalisasi (Nettina, 1996 dalam Susanti, 2010). Hasil penelitian Susanti (2010) menjelaskan efek hospitalisasi bagi remaja adalah kekhawatiran, ketakutan akan perubahan bentuk tubuh dan perubahan sosial akibat pemisahan dari lingkungan teman sebaya atau keluarga.
Pengalaman perawatan di rumah sakit merupakan pengalaman yang penuh dengan stres, baik bagi anak maupun orangtua (Supartini, 2004). Lingkungan rumah sakit itu sendiri merupakan penyebab stres dan kecemasan anak (Murniasih&Rahmawati, 2007). Perawatan di rumah sakit memunculkan tantangan yang harus dihadapi seperti mengatasi suatu perpisahan dan penyesuaian terhadap lingkungan asing. Perpisahan dapat menjadi faktor penyebab seorang remaja mengalami proses berduka selama perawatan di Rumah sakit. Proses berduka maladaptif dapat terjadi pada remaja apabila koping dalam menghadapi perpisahan sebagai sumber kehilangan tidak adaptif.
2.5 Kehilangan dan Berduka 2.5.1 Definisi Kehilangan dan Berduka Kehilangan adalah pengalaman perpisahan yang berhubungan dengan suatu objek, orang, kepercayaan, hubungan antar manusia yang bernilai (Dyer, 2001 dalam Ritanti, 2010). Kozier, et al, dalam Ritanti (2010) menerangkan bahwa kehilangan sebagian situasi saat ini atau yang akan terjadi, dimana sesuatu yang berbeda nilainya karena hilang keberadaannya. Sedangkan, Berduka adalah proses kompleks yang
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
21
normal yang mencakup respons dan perilaku emosi, fisik, spiritual, sosial, dan intelektual ketika individu, keluarga, dan komunitas menghadapi kehilangan aktual, kehilangan yang diantisipasi, atau persepsi kehilangan ke dalam kehidupan mereka sehari-hari (NANDA, 2011). Sehingga disimpulkan bahwa kehilangan dan berduka adalah suatu bentuk perpisahan yang mencangkup respons perilaku dan emosional.
2.5.2 Faktor Penyebab Berduka Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan proses berduka dapat digolongkan
menjadi
patofisiologis
(kehilangan
fungsi
atau
kemandirian sekunder akibat kardiovaskuler, trauma, muskloskeletal, dan lain-lain); tindakan: dialisis jangka panjang, operasi (mastektomi, kolostomi, histerektomi); disfungsional: penyakit terminal, kematian, perpisahan, perceraian, pensiun, anak akan meninggalkan rumah, dan lain-lain; dan maturasional: penuaan. Sedangkan dalam menghadapi kehilangan, individu dipengaruhi oleh bagaimana persepsi individu terhadap
kehilangan,
tahap
perkembangan,
kekuatan/koping
mekanisme, dan support system (Potter & Perry, 2005).
2.5.3 Tahapan Berduka Terdapat beberapa teori mengenai tahap berduka. Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) dalam Videbeck (2008) adalah berorientasi pada perilaku dan menyangkut lima tahap, yaitu denial, anger, bargaining, depresi, dan acceptance. Fase pertama adalah fase pengingkaran (denial) adalah perasaan tidak percaya, syok, biasanya ditandai dengan menangis, gelisah, lemah, letih, dan pucat. Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan.
Fase selanjutnya adalah fase kemarahan (anger), dimana perasaan marah dapat diproyeksikan pada orang atau benda yang ditandai
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
22
dengan muka merah, suara keras, tangan mengepal, nadi cepat, gelisah, dan perilaku agresif. Pada fase ini individu akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan manifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan. (KublerRoss, 1969 dalam Videbeck, 2008). Fase ketiga adalah fase tawar menawar
(Bargaining),
mengungkapkan
rasa
pada
fase
ini
individu
marah
akan
kehilangan,
mampu ia
akan
mengekspresikan rasa bersalah, takut dan rasa berdosa. Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, individu sering kali mencari pendapat orang lain. Peran perawat pada tahap ini adalah diam, mendengarkan, dan memberikan sentuhan terapeutik. (KublerRoss, 1969 dalam Videbeck, 2008).
Kemudian, fase depresi (depression), fase ini terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan tersebut. Individu menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara, putus asa. Perilaku yang muncul seperti menolak makan, susah tidur, dan dorongan libido menurun. Peran perawat pada fase ini tetap mendampingi individu dan tidak meninggalkannya sendiri. Terakhir adalah fase penerimaan (acceptance), dimana fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan, pikiran yang berpusat pada objek kehilangan mulai berkurang. Peran perawat pada tahap ini menemani klien bila mungkin, bicara dengan pasien, dan menanyakan apa yang dibutuhkan klien. (Kubler-Ross, 1969 dalam Videbeck, 2008).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
23
2.5.4 Tanda dan Gejala Berduka Terdapat beberapa sumber yang menjelaskan mengenai tanda dan gejala yang sering terlihat pada individu yang sedang mengalami berduka. Gejala kesedihan melibatkan empat jenis reaksi, yaitu reaksi perasaan, fisik, kognisi, dan perilaku. Reaksi perasaan, misalnya kesedihan, kemarahan, rasa bersalah, kecemasan, menyalahkan diri sendiri, ketidakberdayaan, mati rasa, kerinduan. Reaksi fisik, misalnya sesak, mual, hipersensitivitas terhadap suara dan cahaya, mulut kering, kelemahan. Reaksi kognisi, misalnya ketidakpercayaan, kebingungan, mudah lupa, tidak sabar, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi, ketidaktegasan. Reaksi perilaku, misalnya, gangguan tidur, penurunan nafsu makan, penarikan sosial, mimpi buruk, hiperaktif, menangis (Videbeck, 2008).
2.5.5 Akibat Berduka Jika seseorang mengalami proses berduka berkepanjangan yang disertai dengan melakukan tindakan-tindakan menyimpang, maka dapat dikatakan bahwa individu tersebut mengalami proses berduka yang bersifat disfungsional. Proses berduka yang maladaptif tersebut akan menyebabkan berbagai masalah sebagai akibat munculnya emosi negatif dalam diri individu (Videbeck, 2008). Dampak yang muncul diantaranya perasaan ketidakberdayaan dan risiko bunuh diri (NANDA, 2011).
2.5.6 Asuhan Keperawatan Berduka Pemberian
asuhan
keperawatan
pada
klien
dengan
berduka
disfungsional dilakukan mulai dari tahapan pengkajian hingga evaluasi. Pengkajian dilakukan untuk mengkaji perasaan sedih, menangis, perasaan putus asa, kesepian, mengingkari kehilangan, kesulitan mengekspresikan perasaan, konsentrasi menurun, kemarahan yang berlebihan, tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain, merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan, reaksi emosional
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
24
yang lambat, serta adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas (Videbeck, 2008 dan NANDA, 2011).
Data hasil pengkajian memunculkan diagnosa keperawatan Berduka disfungsional. Berduka disfungsional adalah sesuatu respon terhadap kehilangan yang nyata maupun yang dirasakan dimana individu tetap terfiksasi dalam satu tahap proses berduka untuk suatu periode waktu yang terlalu lama, atau gejala berduka yang normal menjadi berlebihlebihan untuk suatu tingkat yang mengganggu fungsi kehidupan. Faktor yang berhubungan meliputi antisipasi kehilangan objek yang berarti (misal harta benda, pekerjaan, status, rumah, bagian dari proses tubuh), antisipasi kehilangan orang terdekat, kematian orang terdekat, serta kehilangan objek yang berarti (NANDA, 2011).
Diagnosa keperawatan berduka disfungsional menghasilkan rencana tindakan keperawatan, yaitu : Tentukan pada tahap berduka mana pasien terfiksasi. Identifikasi perilaku-perilaku yang berhubungan dengan tahap ini. Rasional: Pengkajian data dasar yang akurat adalah penting untuk perencanaan keperawatan yang efektif bagi pasien yang berduka; Kembangkan hubungan saling percaya dengan pasien. Perlihatkan empati dan perhatian. Jujur dan tepati semua janji. Rasional: Rasa percaya merupakan dasar untuk suatu kebutuhan yang terapeutik; Perlihatkan sikap menerima dan membolehkan pasien untuk mengekspresikan perasaannya secara terbuka. Rasional: Sikap menerima menunjukkan kepada pasien bahwa anda yakin bahwa ia merupakan seseorang pribadi yang bermakna sehingga rasa percaya diri meningkat; Dorong pasien untuk mengekspresikan rasa marah. Bantu pasien untuk mengeksplorasikan perasaan marah sehingga pasien dapat mengungkapkan secara langsung kepada objek atau orang/pribadi yang dimaksud. Rasional: Pengungkapan secara verbal perasaan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
25
dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam dapat membantu pasien sampai kepada hubungan dengan persoalan-persoalan yang belum terpecahkan; Komunikasikan kepada pasien bahwa menangis merupakan hal yang dapat diterima. Menggunakan sentuhan merupakan hal yang terapeutik dan tepat untuk kebanyakan pasien; Bantu pasien untuk mengeluarkan kemarahan yang terpendam dengan berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas motorik kasar. Rasional: Latihan fisik memberikan suatu metode yang aman dan efektif untuk mengeluarkan kemarahan yang terpendam; Ajarkan tentang tahap-tahap berduka yang normal dan perilaku yang berhubungan dengan setiap tahap. Bantu pasien untuk mengerti bahwa perasaan seperti rasa bersalah dan marah terhadap konsep kehilangan adalah perasaan yang wajar dan dapat diterima selama proses berduka. Rasional: Pengetahuan tentang perasaanperasaan yang wajar yang berhubungan dengan berduka yang normal dapat menolong mengurangi beberapa perasaan bersalah menyebabkan timbulnya respon-respon ini; Dorong pasien untuk meninjau hubungan dengan konsep kehilangan. Dengan dukungan dan sensitivitas, menunjukkan realita situasi dalam area-area dimana kesalahan presentasi diekspresikan. Rasional; Pasien harus menghentikan persepsi idealisnya dan mampu menerima baik aspek positif maupun negatif dari konsep kehilangan sebelum proses berduka selesai seluruhnya; Bantu pasien dalam memecahkan masalahnya sebagai usaha untuk menentukan metoda-metoda koping yang lebih adaptif terhadap pengalaman kehilangan. Berikan umpan balik positif untuk identifikasi strategi dan membuat keputusan. Rasional: Umpan balik positif meningkatkan harga diri dan mendorong pengulangan perilaku yang diharapkan;
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
26
Bantu klien mengidentifikasi aktivitas yang telah diabaikan atau dilalaikan. Beri dukungan untuk menyelesaikan atau mengikuti program yang diadakan.
Evaluasi akhir dari pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan berduka disfungsional, yaitu klien diharapkan mampu untuk menyatakan secara verbal tahap-tahap proses berduka yang normal dan perilaku yang berhubungan dengan tiap-tiap tahap; mampu mengidentifikasi posisinya sendiri dalam proses berduka dan mengekspresikan perasaannya yang berhubungan dengan konsep kehilangan secara jujur; dan klien tidak terlalu lama mengekspresikan emosi-emosi dan perilaku-perilaku yang berlebihan yang berhubungan dengan berduka disfungsional dan mampu melaksanakan aktifitasaktifitas hidup sehari-hari secara mandiri (NANDA, 2011).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
BAB III LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA
3.1 Gambaran Kasus Kelolaan
•Lahir •Tumbuh kemban g anak usia normal 1994
2005-2006 •Ayah Meningg al •Pertama Kali merokok
•Menggunakan Inex, Recreational •Menggunakan Shabu, dependence, 45x/Hari, 1/4 Ji •Dikeluarkan dari sekolah kelas 2 STM •Kasus Pencabulan, dipenjara 2011
2012-2013 •Ganja, cobacoba, hanya 3x •Menggunaka n Shabu, dependence, 4-5x/Hari, 1/4 Ji •Bandar shabu
Bagan 3.1 Riwayat Hidup Klien berhubungan dengan Pemakaian Zat
Gambar diatas menjelaskan gambaran kehidupan klien dan hubungannya dengan pemakaian NAPZA. Klien berjenis kelamin laki-laki dan berusia 19 tahun. Klien lahir di malaysia, 11 januari 1994, saat lahir sampai berusia 3 tahun, klien tinggal di Malaysia, karena ayah klien bekerja disana. Meskipun lahir dan sempat 3 tahun besar di Malaysia, klien tetap berkewarganegaraan Indonesia. Klien merupakan anak ke 4 dari 5 bersaudara. Tidak ada riwayat pemakaian NAPZA di keluarga. Klien sangat dekat dengan ayah. Sampai pada klien berusia 11 tahun, ayah klien meninggal.
Kepergian ayahnya, cukup membuat perubahan besar dalam hidup klien. Klien mulai mengenal rokok dan mulai merokok usia 12 tahun atau kelas 6 sekolah dasar (SD). Klien mulai berpacaran saat usia 15 tahun. Dahulunya, klien termasuk anak yang berprestasi di sekolah. Namun, semakin lama 27 Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
28
prestasi belajar menurun, sampai akhirnya klien diberhentikan dari sekolah saat kelas 2 STM. Klien merasa gagal menjadi anak yang dapat dibanggakan oleh keluarga. Perasaan menyesal dan sedih sering dirasakan oleh klien.
Di rumah, orang terdekat klien adalah ibu. Namun, ibu klien sibuk bekerja pagi hingga malam. Rumah klien 2 lantai, dimana kamar tidur klien berada di lantai 2, sementara kamar tidur seluruh anggota keluarga yang lain di lantai 1. Seluruh anggota keluarga masih tinggal di satu rumah yang sama. Pola asuh yang diterapkan oleh ibu klien adalah permisif. Dimana, ibu selalu memberikan apa yang diminta oleh klien. Menurut ibu klien, jika tidak diberikan klien akan marah.
Klien yang memiliki 3 mantan pacar dan sudah 2 kali melakukan hubungan seksual. Klien pertama kali melakukan hubungan seksual dengan pacar keduanya. Klien sempat terlibat kasus kriminal perkara pencabulan. Klien sempat dipenjara di Polres Kampar selama 3 hari. Kedua kalinya klien melakukan hubungan seksual dengan pacar ketiganya, namun menggunakan kondom. Klien mengaku saat itu dirinya melakukan hubungan seksual dibawah pengaruh penggunaan zat amfetamin.
Klien mulai mengenal amfetamin saat berusia 17 tahun, saat klien kelas 2 Sekolah Teknik Menengah (STM). Klien mengenal amfetamin dari kebiasaan pekerja di tempat magang yang selalu menggunakan shabu sebelum bekerja. Klien mengatakan pekerja yang menggunakan shabu lebih giat, kreatif, dan bersemangat. Ketika klien ditawari untuk mencoba, klien menerima. Klien menggunakan shabu setiap hari. Awalnya hanya 1x per hari, namun karena efek lemas yang ditimbulkan jika penggunaan dihentikan akhirnya pemakaian meningkat sampai 4-5x per hari sebanyak ¼ ji atau gram per hari. Hal tersebut menjadi rutinitas klien selama magang, namun ketika magang selesai, efek kantuk dan lemas yang ditimbulkan membuat klien menjadi malas untuk berangkat ke sekolah. Sehingga, klien sering bolos dan akhirnya diberhentikan dari sekolah.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
29
Klien bekerja membantu orang tua di toko orangtua setelah berhenti sekolah. Namun, aktivitas klien lebih banyak bermain dengan teman lainnya pada malam hari. Klien juga sempat mencoba ektasi 3 kali tahun 2011, saat berkumpul bersama teman di malam hari. Selain itu, sempat mencoba ganja pada tahun 2012. Klien hobi melakukan balapan motor, atau lebih dikenal dengan drug race.
Selain itu, karena perkembangan shabu yang cukup menjanjikan dan sangat mudah ditemui di Riau, klien akhirnya menjadi bandar. Sistem yang digunakan adalah bagi hasil, dimana barang yang didapat kemudian di edarkan oleh klien, kemudian hasilnya 1/3 untuk kembali modal, 1/3 untuk klien, dan 1/3 untuk penyedia barang. Pendapatan yang dihasilkan berkisar 100-200 juta, namun uang tersebut digunakan klien untuk bersenang-senang. Awalnya orang tua klien tidak mengetahui klien menggunakan napza. Akhirnya ketika orang tua klien mengetahui bahwa klien menjadi target operasi, orang tua klien langsung membawa klien ke RSKO.
Klien mulai di rawat di ruang MPE pada tanggal 09 mei 2013. Pemakaian terakhir klien adalah malam hari sebelum klien berangkat ke Jakarta sebanyak ¼ ji/gram. Awal perawatan di ruang MPE, selama 3 hari klien hanya berada di kamar, dan keluar untuk mengambil obat. Klien tampak sering dikamar dan menonton televisi, atau tidur. Ketika ditanya saat beberapa kali mengambil obat dan makanan, klien mengatakan badannya pegal dan lemas, mengantuk, malas beraktivitas. Tidur pagi, siang, dan malam. Saat diajak interaksi klien tampak sering menguap dan ingin segera mengakhiri interaksi untuk tidur.
Pengkajian baru pertama dilakukan pada hari keempat. Hari itu, klien sudah mulai sering terlihat keluar kamar, berkumpul dengan pasien lainnya, dan beraktivitas dengan alat yang disediakan oleh rumah sakit, seperti billiard, tenis meja, dan alat fitness. Klien mengatakan selama 3 hari di kamar, klien menangis, sampai sebelum klien berinteraksi klien menangis. Klien merasa
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
30
sangat menyesal telah menggunakan NAPZA. Klien mengatakan andai saja dirinya dulu tidak menggunakan narkoba, mungkin tidak akan begini. Klien selalu mengatakan ingin pulang, klien sangat merindukan keluarganya dan tidak bisa jauh dari keluarga. Menurut klien dirawat di RSKO merupakan pengalaman terberat yang pernah dialaminya selama hidup karena harus berpisah dengan keluarga dan lainnya, selain itu komunikasi pun sulit. Saat bercerita tentang keluarganya, klien berkaca-kaca, menunduk ke bawah, dan menghentikan pembicaraan. Klien meminta izin untuk pamit dari interaksi.
Beberapa interaksi sudah dilakukan terhadap klien, dan yang masih tergambar dalam diri klien adalah rasa penyesalan karena dirinya telah menggunakan NAPZA, sehingga dirinya berada di RSKO. Klien mengandai-andaikan dirinya jika tidak menggunakan NAPZA tentu akan menjadi kebanggan orangtua dan jika klien tidak menggunakan NAPZA pasti dirinya tidak akan ada di RSKO. Selama 2 minggu perawatan di MPE, sudah didiskusikan terkait cara klien menolak penggunaan zat. Setelah 2 minggu, keluarga klien berkonsultasi dan keputusan terkait klien mengikuti rehabilitasi tidak dijelaskan terperinci oleh keluarga klien. Klien melakukan percobaan bunuh diri. Percobaan bunuh diri dilakukan di kamar klien di rehabilitasi dengan menggunakan daun pintu. Percobaan tersebut segera didapati oleh teman klien. Di ruangan perawat, klien menangis, dan marah-marah meminta pulang. Klien mengatakan dirinya stres jika harus lama direhabilitasi, sehingga lebih baik mati saja.
Selama 2 minggu perawatan di rehabilitasi, klien belum menunjukkan kemajuan seperti pasien lainnya. Klien banyak menangis dan meminta pulang, beberapa kali interaksi dengan klien, klien menyatakan dirinya stres berada disini, dan ingin pulang. Klien yakin bahwa dirinya akan dijemput pulang sebelum puasa, walaupun konselor sudah mengatakan bahwa dirinya akan berada di rehabilitasi selama bulan puasa. Klien mencoba kabur dari rehabilitasi. Minggu terakhir merawat klien, klien masih mengatakan “saya mungkin bisa menerima saya direhabilitasi, tapi belum sekarang, butuh
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
31
waktu”. Terlebih lagi, sudah sebulan lebih klien berada di RSKO, tidak pernah dijenguk oleh ibu dan keluarga, membuat klien merasa stres.
Hasil pengkajian terkait pengetahuan terkait HIV/AIDS, Hepatitis C., dan TBC masih belum diketahui oleh Klien. Menurut klien HIV/AIDS adalah penyakit memamtikan karena jarum suntik. Sedangkan, hepatitis C. Klien tidak mengetahui sama sekali. Selama pemberian materi yang diadakan di rehabilitasi, klien tidak pernah menyimak, sehingga ketika ditanya kembali klien tidak mengetahui. Klien menjadi mudah lupa atau sulit berkonsentrasi ketika materi diberikan. Sehingga perlu beberapa kali pertemuan untuk memastikan klien menyadari bahaya akibat NAPZA.
3.2 Analisa Data
Tabel 3.1 Analisa Data Klien Data Klien Data Subjektif :
Masalah Keperawatan Berduka
Klien menyatakan dirinya depresi selama berada di RS.
disfungsional
Klien menggatakan sudah tidak sanggup menjalani perawatan. Klien mengatakan “saya mungkin bisa menerima saya direhabilitasi, tapi belum sekarang, butuh waktu”.
Klien memiliki riwayat pemakaian shabu 4-5x/hari, 1/4Ji. Klien memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
Data Objektif : Menangis, menyangkal berkepanjangan, menarik diri, mata berkacakaca ketika proses awal interaksi. Data Subjektif :
Gangguan
Klien mengatakan mengantuk dan banyak tidur.
Pola tidur
Pada malam sulit memulai tidur, berakibat pada siang harinya klien menjadi sering tidur.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
32
Tabel 3.2 Lanjutan Analisa Data Klien Data Klien
Masalah Keperawatan
Data Objektif :
Gangguan
Klien tidur hampir seharian. Tidur pagi, siang, dan malam.
Pola tidur
Saat diajak interaksi klien tampak sering menguap dan ingin segera mengakhiri interaksi untuk tidur. Data Subjektif :
Koping
Klien merokok sejak usia 11 tahun.
individu tidak
Klien sempat terlibat kasus kriminal akibat pergaulan bebas dan
efektif
penggunaan zat. Riwayat penggunaan shabu, ganja, inex. Data Objektif : Klien tampak menarik diri. Pasif. Perkembangan perawatan lambat Data Subjektif :
Harga Diri
Klien meraasa menyesal dan sedih terhadap dirinya saat ini.
Rendah
Klien merasa tidak dapat menjadi anak yang dibanggakan. Riwayat klien menggunakan ganja dan inex saat berkumpul bersama teman. Data Objektif : Data Subjektif :
Koping
Ibu klien sibuk bekerja.
keluarga tidak
Ibu klien berangkat pagi dan pulang malam, selama itu ibu berada di
efektif
toko. Rumah klien 2 lantai, dimana kamar tidur klien berada di lantai 2, sementara kamar tidur seluruh anggota keluarga yang lain di lantai 1. Pola asuh yang diterapkan oleh ibu klien adalah permissif. Ayah klien sudah meninggal Data Objektif : Ibu belum pernah tampak datang menjenguk klien selama di Rumah sakit.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
33
Tabel 3.3 Lanjutan Analisa Data Klien Data Klien
Masalah Keperawatan Risko bunuh
Data Subjektif : Klien melakukan percobaan bunuh diri.
diri
Percobaan bunuh diri dilakukan di kamar klien di rehabilitasi dengan menggunakan daun pintu. Percobaan tersebut segera didapati oleh temannya, dan klien langsung dibawa untuk diobati. Di ruangan perawat, klien menangis, dan marah-marah meminta pulang. Data Objektif : Tampak sayatan di pergelangan tangan klien. Data Subjektif :
Defisiensi
HIV/AIDS adalah penyakit memamtikan karena jarum suntik.
pengetahuan: NAPZA,
Klien tidak mengetahui sama sekali. Klien menjadi mudah lupa atau sulit berkonsentrasi ketika materi
HIV/AIDS, Hep.C
diberikan. Data Objektif : Klien hanya tersenyum dan menggelengkan kepala ketika ditanya kembali terkait materi yang pernah disampaikan. Klien tampak berusaha mengingat.
3.3 Masalah Keperawatan Masalah keperawatan timbul dari hasil pengkajian berupa wawancara, data dari status pasien dan konselor, serta observasi terhadap klien. Hasil pengkajian yang didapatkan dikumpulkan menjadi analisa data untuk menghasilkan masalah keperawatan.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
34
3.3.1 Pohon Masalah Hasil pengkajian yang didapat dari klien menghasilkan pohon masalah sebagai berikut :
Risiko Bunuh Diri
Berduka disfungsional
Koping individu tidak efektif
Skema 3.1 Pohon Masalah
Dari pohon masalah yang tergambar diatas, muncul beberapa diagnosa keperawatan pada klien dengan ketergantungan amfetamin. Diagnosa keperawatan yang muncul ialah Berduka disfungsional, Gangguan Pola tidur, Harga Diri Rendah, Koping individu tidak efektif, Koping keluarga tidak efektif, Risko bunuh diri, dan Defisiensi pengetahuan : NAPZA, HIV/AIDS.
3.3.2 Prioritas Masalah Keperawatan Prioritas masalah keperawatan ditentukan berdasarkan keaktualan masalah dan risiko yang dapat timbul dari masalah keperawatan tersebut. Prioritas masalah utama adalah gangguan pola tidur, berduka disfungsional, koping individu tidak efektif, risiko bunuh diri, harga diri rendah, defisiensi pengetahuan : NAPZA, HIV.AIDS, dan koping keluarga tidak efektif. Gangguan pola tidur menjadi masalah keperawatan fisik yang menjadi prioritas, karena aktual terjadi dan menjadi keluhan klien. Selain itu, gangguan pola tidur sangat
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
35
mempengaruhi perkembangan perawatan klien selama di Rumah sakit. Berduka disfungsional menjadi masalah keperawatan psikososial yang menjadi prioritas, karena aktual terjadi pada klien sebagai bagian dari dampak hospitalisasi pada klien. Berduka disfungsional menjadi prioritas yang harus diselesaikan karena dapat membantu klien menjalani perawatan secara optimal.
3.3.3 Diagnosa Keperawatan Hasil analisis data diatas menghasilkan beberapa masalah keperawatan, baik masalah, fisik, maupun psikososial. Pada karya ilmiah ini, penulis akan membahas terkait penerapan pemberian asuhan keperawatan “Berduka Disfungsional”. Hal tersebut dikarenakan proses berduka yang disfungsional dapat mengganggu proses perawatan dan program rehabilitasi yang diberikan kepada klien. Sehingga, berduka disfungsional perlu diangkat sebagai suatu masalah keperawatan yang harus diselesaikan untuk mendukung penyelesaian terhadap masalah keperawatan lainnya.
3.4 Tindakan Keperawatan 3.4.1 Tujuan Tindakan Keperawatan Tujuan dari pemberian tindakan keperawatan dengan diagnosa berduka disfungsional adalah pasien mampu melalui proses berduka dan menerima kehilangan (Videbeck, 2008).
3.4.2 Tindakan Keperawatan Berduka Disfungsional Tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien remaja dengan ketergantungan amfetamin di ruang rawat MPE dan rehabilitasi adalah menentukan tahap berduka klien. Setelah tahap berduka klien ditetapkan, perawat mengembangkan bina hubungan saling percaya (BHSP) dengan klien. Cara perawat mengembangkan hubungan saling percaya adalah dengan memperlihatkan empati dan perhatian, serta sikap jujur dan menepati semua janji terhadap klien.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
36
Memperlihatkan sikap menerima dan membolehkan klien untuk mengekspresikan perasaannya secara terbuka adalah intervensi yang dilakukan perawat setelah BHSP terjalin. Klien masih berada pada tahap denial saat intervensi pertama diberikan. Klien masih tampak sering menangis dan belum menerima bahwa dirinya jauh dari keluarga. Pada tahap denial pada klien, perawat menerapkan teknik komunikasi listening, silent, dan broad opening. Perawat mengkomunikasikan kepada klien bahwa menangis merupakan hal yang dapat diterima.
Setelah klien mampu melewati fase denial, perawat memfasilitasi klien memenuhi fase anger. Teknik komunikasi yang diterapkan adalah listening. Pada fase ini perawat hanya memfasilitasi proses anger klien dengan teknik listening. Proses kemarahan klien tidak tampak dalam tanda
fisik,
sehingga
pada
fase
anger,
perawat
berusaha
mengkomunikasikan kepada klien tentang apa yang dipikirkan dan harapan klien terkait proses perawatan yang dilakukan pada klien. Perawat juga memotivasi klien untuk berpasitivasi dalam aktivitas motorik kasar, seperti olahraga sebagai bentuk pengalihan dari proses anger klien terhadap perawatan.
Fase bargaining cukup lama dialami klien. Pada fase ini klien mengungkapkan penyesalan karena menggunakan napza, sehingga membuatnya berada pada perawatan dan kehilangan dari lingkungan nyaman klien. Perawat mendengarkan klien dan menerima fase bargaining klien sebagai proses berduka. Perawat membantu klien agar dapat membuat keputusan terkait proses perawatan yang dialaminya dengan menunjukkan realitas situasi dalam area-area dimana kesalahan presentasi diekspresikan.
Fase depresi masih dialami klien sampai saat terakhir intervensi diberikan pada klien. Pada fase ini, perawat memperlakukan dengan penuh perhatian namun tetap realistis. Perawat mengkaji pikiran dan
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
37
perasaan klien serta persepsi klien pada hal yang perlu diklarifikasi terkait proses perawatan yang perlu dijalani oleh klien. Koping adaptif yang awalnya ditangkap sebagai alat klien memenuhi tahapan berduka ternyata tidak mampu diterapkan oleh klien. Sehingga fase depresi ditampilkan dalam bentuk yang maladaptif. Pada fase ini, depresi ditampilkan dengan percobaan bunuh diri dan kabur sebagai bagian dari koping maladaptif pasien dalam melewati proses berduka.
Fase acceptance belum dimunculkan oleh klien, sehingga intervensi yang diberikan adalah memotivasi klien dalam mengikuti program perawatan / rehabilitasi dan memfasilitasi komunikasi terhadap keluarga sebagai support system.
3.5 Evaluasi Tindakan Keperawatan
Depression Bargaining Anger
Denial
Minggu pertama
Minggu kedua
Minggu ketiga
Minggu keempat
Minggu kelima
Minggu keenam
Skema 3.2 Tahapan Berduka Klien Selama Proses Perawatan
Gambar diatas menjelaskan tahapan berduka yang dialami klien selama enam minggu
proses
pemberian
asuhan
keperawatan.
Gambar
tersebut
menunjukkan minggu pertama hingga minggu ke enam pemberian asuhan keperawatan, klien belum menyelesaikan tahapan berduka yang dialaminya.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
38
Asuhan keperawatan berduka disfungsional diberikan kepada klien pada setiap tahapan.
Hasil evaluasi dari tindakan keperawatan yang diberikan pada klien adalah bina hubungan saling percaya terjalin anatara perawat dan klien. Klien mampu mengidentifikasi posisi dirinya dalam proses kehilangan dan mengekspresikan perasaan-perasaannya yang berhubungan dengan konsep kehilangan secara jujur. Pada setiap fase, klien memiliki tanda yang dapat diidentifikasi oleh perawat, sehingga perawat dapat memberikan intervensi yang sesuai dan klien mampu melewati tahap berduka.
Pada fase denial, anger, bargaining, dan depresi klien menampilkan koping maladaptif, sehingga berduka yang dialami klien merusak fungsional klien. Hal tersebut tampak dari klien yang cenderung menarik diri selama proses denial, selalu mengulangi penyesalan dan penawaran terhadap keberadaan dirinya pada fase bargaining. Fase depresi yang cukup lama dialami klien selama perawatan, dan berakibat pada perkembangan perawatan yang lambat serta perilaku maladaptif yang dilakukan klien.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
BAB IV ANALISIS SITUASI
4.1 Profil Lahan Praktek Rumah sakit ketergantungan obat (RSKO) adalah rumah sakit yang memiliki kekhususan dalam mengatasi klien dengan ketergantungan obat. Standar pelayanan terapi pada klien dengan ketergantungan obat terdiri dari berbagai bentuk pelayanan, diantaranya adlaah pelayanan detoksifikasi NAPZA dan rehabilitasi NAPZA (Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan, 2011). Pelayanan detoksifikasi NAPZA adalah proses atau tindakan medis untuk membantu klien dalam mengatasi gejala putus NAPZA (Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan, 2011). Sedangkan, pelayanan rehabilitasi NAPZA adalah upaya terapi (intervensi) berbasis bukti yang mencangkup perawatan medis, psikososial atau kombinasi keduanya, baik perawatan rawat inap jangka pendek maupun panjang (Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan, 2011).
Pelayanan detoksifikasi NAPZA di RSKO merupakan bagian dari pelayanan yang dilakukan di ruang rawat Medic Psikiatric Evaluation (MPE). Disebut juga sebagai ruangan untuk perawatan pasien akut dengan gangguan perilaku akibat penggunaan NAPZA. Semua pasien yang mengalami gejala putus zat dirawat di ruang MPE. Namun tidak semua klien dirawat di pelayanan rehabilitasi. Hal tersebut karena keputusan rehabilitasi klien bergantung pada keluarga sebagai support system setelah klien keluar dari perawatan. Lamanya perawatan di MPE berkisar 14 hari sampai 3 bulan bergantung pada kondisi klien. Sedangkan untuk perawatan rehabilitasi bergantung pada program yang disetujui oleh keluarga dan konselor.
39 Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
40
4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep terkait KKMP dan Kasus terkait Penyalahgunaan NAPZA pada remaja adalah salah satu bentuk dari masalah kesehatan yang banyak muncul pada masyarakat perkotaan. Hal tersebut tergambar dari beberapa kasus penyalahgunaan NAPZA terjadi pada remaja dengan berbagai lapisan masyarakat perkotaan (Efendi dan Makhfudli, 2009 dan Hitchcock, 1999 dalam Santoso, 2010). Teori Spradley (1985); Logan and Dawkin (1987) dalam Anderson (2006) menjelaskan bahwa pemberian asuhan keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan yang profesional salah satunya ditunjukkan kepada masyarakat dengan pendekatan pada kelompok dengan risiko tinggi dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal.
Pemberian asuhan keperawatan kesehatan masyarakat yang profesional mencangkup bio-psiko-sosial-spiritual. Pada klien remaja, pemberian asuhan keperawatan perlu memperhatikan karakteristik dari tumbuh kembang yang sangat khas. Tumbuh kembang masa remaja yang khas ialah masa transisi. Sesuai dengan Lefrancois (1996) dalam Hitchock, Schubert&Thomas (1999), Erikson (1963) dalam Fortinash&Holoday (2004) dalam Santoso (2010) yang menjabarkan bahwa perkembangan remaja terdiri dari kognitif, psikologis. Keseluruhan aspek tersebut menjelaskan bahwa karakteristik remaja adalah cenderung kritis, dan berada pada tahap pencarian jati diri dan kebingungan peran.
Remaja pada kasus ini menggambarkan bahwa penggunaan NAPZA sebagai bagian dari memenuhi tumbuh kembangnya, yaitu mencari pengakuan dari teman
sebaya,
membenarkan
rasionalitas
berdasarkan
realita
yang
dihadapinya. Hal ini didukung oleh Hidayati&Indrawati,(2012) & Mitra bintibmas, (2010) dimana masa remaja ditandai oleh kekompakan, kesetiaan, kepatuhan, dan solidaritas tinggi terhadap kelompok sebaya. Teori lainnya, juga yang juga menjelaskan adalah perkembangan moral remaja digambarkan bahwa remaja mulai berfikir kritis dan rasional, serta memiliki rasa keingin
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
41
tahu yang tinggi (Stroufe, Cooperr, DeHart, 1992 dalam Fortinash&Holoday, 2004, dalam Santoso, 2010).
Selain karena karakteristik tumbuh kembang pada remaja yang mempengaruhi pemakaian NAPZA. Faktor risiko remaja menggunakan NAPZA dipengaruhi oleh faktor psikologi, keluarga, sosial, dan lingkungan. Hal ini sesuai dengan Nuraini (2013) yang menyebutkan bahwa faktor risiko remaja menggunakan NAPZA, diantaranya faktor psikologi, keluarga, sosial, dan lingkungan. Allender&Spradley (2005); Sells&Blum,1996 dalam Hitchock (1999); Allender&Spradley (2005); Tim penulis Poltekkes Depkes Jakarta I (2010); Ansary (2005) dalam Nuraini (2013) menjabarkan bahwa faktor psikologi adalah pengaruh teman sebaya, rendahnya kepercayaan diri, koping individu maladaptif terhadap masalah yang timbul, dan kegagalan akademik. Faktor psikologi yang mempengaruhi penggunaan NAPZA pada kasus ini adalah pengaruh teman sebaya, rendahnya kepercayaan diri, dan kegagalan akademik. Pada kasus digambarkan awal penggunaan NAPZA pada klien dilakukan saat klien sedang bersama teman-teman magang, kemudian melihat pekerja bengkel yang menggunakan shabu lalu bekerja secara optimal. Rendahnya kepercayaan diri dapat melatarbelakangi pemakaian NAPZA, hal tersebut karena klien merasa lebih percaya diri dalam bekerja setelah menggunakan NAPZA.
Faktor risiko lainnya yang memengaruhi klien menggunakan NAPZA adalah pola asuh keluarga. Sesuai dengan Steinberg (2002); Pappalia (2003); Bernaril&Fisher (2003) dalam Nuraini (2013) yang menyatakan bahwa pola asuh keluarga, keluarga yang disfungsional, dan riwayat penggunaan NAPZA pada keluarga merupakan faktor keluarga yang menjadi risiko bagi remaja dalam penggunaan NAPZA. Pola asuh keluarga yang diterapkan pada klien adalah permissif dimana keluarga memberikan apa yang klien inginkan. Hal tersebut memudahkan klien dalam penggunaan NAPZA.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
42
Selain dari faktor psikologi dan keluarga, faktor yang mendukung klien pada kasus ini menggunakan NAPZA adalah faktor sosial. Allender&Spradley (2005); Joewana (2003) dalam Nuraini (2013) menjelaskan bahwa faktor sosial remaja menyalahgunakan NAPZA ialah nilai-nilai sosial yang menjadikan kompetisi, produktivitas, dan keharusan untuk ikut serta menjadi tekanan tersendiri bagi remaja, selain itu kebutuhan pada penerimaan remaja dalam pergaulan. Pada kasus ini tergambar bahwa setelah penggunaan NAPZA, efek yang ditimbulkan sesuai dengan harapan klien, yaitu peningkatan produktivitas. Selain itu, penggunaan NAPZA juga dilakukan saat klien berkumpul dengan teman sebaya, sehingga kebutuhan akan penerimaan dalam pergaulan tergambar pada kasus ini.
Penggunaan NAPZA memberikan efek ketergantungan, sehingga ketika NAPZA diputus, tubuh berespon untuk tetap memenuhi kebutuhan akan penggunaan NAPZA. Trigger tersebut yang berdampak pada berbagai aspek bio-psiko-sosial-spiritual. Amfetamin menjadi salah satu dari penggunaan zat oleh remaja, karena efek yang ditimbulkan akan menambah kepercayaan diri dan optimalisasi kerja. Namun ketergantungan amfetamin berdampak pada bio-psiko-sosial-spiritual pada remaja. Dampak pada aspek biologis yang ditimbulkan adalah pengaruh zat terhadap tubuh yang cenderung ditingkatkan untuk terus bekerja, sehingga efek lemas jika putus zat (Hawari, 2006). Aspek psikologis yang timbul berupa perubahan emosi dan mood yang mudah berubah (Hawari, 2006). Aspek sosial yang timbul, dimana remaja akan cenderung acuh atau anti sosial, serta terlibat dalam kriminal. Dampak pada aspek spiritual, yaitu penurunan pada kualitas beribadah atau melalaikan rutinitas ibadah pada remaja (Mitra bintibmas, 2010). Dampak yang timbul tersebut terjadi pada klien dalam kasus ini, sehingga hal tersebut mempengaruhi seluruh aspek dalam dirinya.
Dampak
yang mempengaruhi seluruh
aspek bio-psiko-sosial-spiritual
menimbulkan beberapa masalah keperawatan. Harga diri rendah dapat menjadi masalah awal yang dialami remaja sebagai alasan dalam penggunaan
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
43
napza. Koping individu tidak efektif menjadi latar belakang remaja menggunakan NAPZA. Defisiensi dapat muncul menjadi faktor pendukung remaja yang mengalami ketergantungan zat. Remaja kurang mengetahui dampak dari penggunaan amfetamin, sehingga masalah keperawatan defisiensi pengetahuan dapat muncul. Koping keluarga menjadi support system bagi remaja putus dari penggunaan NAPZA (Videbeck, 2008). Ketidakberdayaan menjadi masalah keperawatan yang timbul karena klien berada pada keadaan menyerah terhadap keadaan. Berduka disfungsional dapat timbul sebagai akibat dari proses perawatan bagi klien remaja dengan ketergantungan zat. Hal ini sesuai dengan Nettina (1996) dalam Susanti, (2010), dimana proses perpisahan, denial, menunjukkan tindakan non kooperatif, marah, dan depresi juga sering ditunjukkan pada remaja dengan hospitalisasi. Hasil penelitian Susanti
(2010)
menjelaskan
efek
hospitalisasi
bagi
remaja
adalah
kekhawatiran, ketakutan akan perubahan bentuk tubuh dan perubahan sosial akibat pemisahan dari lingkungan teman sebaya atau keluarga. Pengalaman perawatan di rumah sakit merupakan pengalaman yang penuh dengan stres, baik bagi anak maupun orangtua (Supartini, 2004). Efek hospitalisasi tersebut tampak pada klien sehingga intervensi dari diagnosa berduka disfungsional dilakukan oleh klien untuk membantu klien dalam menjalani proses perawatan dan program yang diberikan di ruang rawat MPE dan Rehabilitasi.
Kesimpulan dari analisis kasus dikaitkan dengan masalah perkotaan dan penggunaan NAPZA adalah masalah keperawatan pada remaja dengan ketergantungan NAPZA timbul akibat dari berbagai masalah kesehatan masyarakat perkotaan. Hal tersebut juga dapat berpengaruh pada masalah kesehatan perkotaan yang lain sebagai dampak yang ditimbulkan dari penggunaan NAPZA.
Ketergantungan NAPZA menyebabkan klien perlu
untuk dilakukan perawatan dan perawatan tersebut dapat berdampak pada proses kehilangan bagi remaja. Hal tersebut terjadi karena dipengaruhi oleh karakteristik remaja dan beberapa faktor lainnya. Proses kehilangan tersebut perlu diselesaikan dengan pemberian intervensi keperawatan berduka agar klien mampu melewati seluruh tahap berduka yang dialaminya. Sehingga,
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
44
tahap berduka yang terlewati tidak mengganggu pemberian proses perawatan selama di ruang rawat MPE dan rehabilitasi.
4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep Intervensi keperawatan berduka disfungsional diberikan pada remaja yang menjalani
perawatan.
Hal
tersebut
disesuaikan
dengan
teori
yang
berhubungan dengan proses hospitalisasi yang dapat menimbulkan dampak berduka pada remaja. Penelitian terkait Efek hospitalisasi pada remaja yang dilakukan oleh Susanti (2010), Supartini (2004), dan Murniasih&Rahmawati, (2007) menjelaskan bahwa kekhawatiran, ketakutan akan perubahan bentuk tubuh dan perubahan sosial akibat pemisahan dari lingkungan teman sebaya atau keluarga muncul akibat dari proses perawatan yang dilakukan pada klien remaja. Perpisahan dapat menjadi faktor penyebab seorang remaja mengalami proses berduka selama perawatan di Rumah sakit.
Berduka disfungsional adalah salah satu bentuk berduka yang dialami oleh seseorang dan diatasi dengan koping ang maladaptif, sehingga muncul kerusakan pada fungsional klien. Hal tersebut sesuai dengan teori Dyer (2001), Kozier, et al, dalam Ritanti (2010), dan NANDA (2011) yang menjelaskan bahwa kehilangan sebagai pengalaman perpisahan kepada objek yang bernilai. Berduka menjadi proses dalam penerimaan seseorang terhadap kehilangan yang terjadi. Berduka menurut potter&perry (2005) dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang digolongkan menjadi empat, yaitu patofisiologis (kehilangan fungsi atau kemandirian sekunder akibat kardiovaskuler, trauma, muskloskeletal, dan lain-lain); tindakan: dialisis jangka panjang, operasi (mastektomi, kolostomi, histerektomi); disfungsional: penyakit terminal, kematian, perpisahan, perceraian, pensiun, anak akan meninggalkan rumah, dan maturasional. Pada kasus ini berduka ditampilkan sebagai bentuk kehilangan yang digolongkan pada disfungsional, dimana klien merasa kehilangan terhadap lingkungan nyaman (keluarga dan teman) yang dialami oleh remaja. Kehilangan timbul akibat dari proses perawatan selama di ruang rawat MPE dan Rehabilitasi.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
45
Intervensi yang diberikan pada klien dengan berduka disfungsional adalah membantu klien dalam melewati seluruh tahap berduka yang dialaminya (Videbeck, 2008 & Potter & Perry, 2005). Teknik yang digunakan pada setiap tahapnya berbeda. Pada tahap denial, perawat menerapkan teknik listening, silent, dan broad opening. Perawat berusaha memenuhi kebutuhan klien untuk didengarkan perasaannya. Teknik ini tepat dilakukan pada klien remaja, karena pada teknik listening, remaja butuh didengarkan terkait perasaan kehilangan yang dialaminya. Silent sebagai teknik pelengkap bagi listening saat klien mengungkapkan perasaannya. Teknik silent efektif digunakan, karena klien memiliki kecenderungan bahwa dirinya butuh didengarkan dan butuh perhatian lebih. Broad opening tepat dilakukan apabila klien lebih terkontrol secara emosional, sehingga klien lebih berfokus terhadap kehilangan yang terjadi (Videbeck, 2008).
Respon klien dari intervensi yang diberikan pada tahap denial adalah menghasilkan koping yang adaptif. Hal tersebut tergambar dari klien mampu menceritakan semua perasaannya, sehingga klien tidak lagi tampak mengurung diri di kamar selama menjalani perawatan. Sebelum intervensi diberikan, klien tampak lebih sering berada di kamar. Pada beberapa kali interaksi yang dilakukan antara klien dan perawat membuat klien merasa meluapkan apa yang dirasakan dibutuhkan untuk dirinya. Teknik yang dilakukan membuat klien merasa percaya dan mampu menceritakan semua yang dirasakannya kepada perawat (NANDA, 2011 dan Videbeck, 2008). Hal tersebut membantu klien dalam menstabilkan emosinya.
Tahapan berduka yang dilalui oleh klien remaja akibat hospitalisasi, terkadang samar terlihat pada fase anger. Hal ini karena pada kasus, klien hanya menampakkan kekesalan karena dirinya sendiri. Pada fase anger, perawat mengakomodasi kemarahan klien dengan mengalihkan pada aktivitas dan sosialisasi dengan pasien lainnya. Hal ini sesuai dengan intervensi sesuai NANDA (2011) dan Videbeck (2008) dimana intervensi yang diberikan pada tahap anger adalah mendorong pasien untuk mengekspresikan rasa marah
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
46
agar tidak menjadi defensif jika permulaan ekspresi kemarahan dipindahkan kepada perawat atau terapis. Bantu pasien untuk mengeksplorasikan perasaan marah sehingga pasien dapat mengungkapkan secara langsung kepada objek atau orang/pribadi yang dimaksud (NANDA, 2011). Rasionalnya adalah pengungkapan secara verbal perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam dapat membantu pasien sampai kepada hubungan dengan persoalan-persoalan yang belum terpecahkan (NANDA, 2011). Selain itu, mengeluarkan kemarahan yang terpendam juga dapat dilakukan dengan berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas motorik kasar (NANDA, 2011). Rasionalnya adalah latihan fisik memberikan suatu metode yang aman dan efektif untuk mengeluarkan kemarahan yang terpendam.
Tahapan bargaining tampak jelas pada kasus dan teknik yang dilakukan perawat adalah menyadarkan klien pada realitas. Hal ini efektif dilakukan, karena klien akan berusaha berfikir positif terhadap situasi yang dialaminya. Hal ini sesuai dengan intervensi keperawatan NANDA (2011) dimana perawat mendorong pasien untuk meninjau hubungan dengan konsep kehilangan
yang
dialaminya.
Dengan
dukungan
dan
sensitivitas,
menunjukkan realita situasi dalam area-area dimana kesalahan presentasi diekspresikan (NANDA, 2011 & Videbeck, 2008). Rasionalnya adalah klien harus menghentikan persepsi idealisnya dan mampu menerima baik aspek positif maupun negatif dari konsep kehilangan sebelum proses berduka selesai seluruhnya (NANDA, 2011). Respon yang ditimbulkan klien dari pemberian intervensi pada tahap bargaining adalah klien akhirnya sadar pada realita bahwa dirinya harus mengikuti program perawatan. Klien menyadari bahwa program perawatan yang diberikan kepada klien adalah untuk kebaikan klien.
Tahap depresi seringkali terjadi berlarut pada klien dengan koping maladaptif. Hal ini tampak terjadi pada klien remaja pada kasus yang tergambar dengan
perilaku disfungsional yang ditimbulkan. Percobaan
bunuh diri dan kabur menjadi salah satu bentuk perilaku maladaptif yang
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
47
dapat terjadi akibat dari koping berduka yang maladaptif. Penerapan beberapa diagnosa dapat dijadikan sebagai teknik yang dapat digunakan pada klien untuk menyelesaikan tahapan ini. Hal ini sesuai dengan intervensi keperawatan NANDA (2011) dimana perawat membantu pasien dalam memecahkan masalahnya sebagai usaha untuk menentukan metoda-metoda koping yang lebih adaptif terhadap pengalaman kehilangan. Berikan umpan balik positif untuk identifikasi strategi dan membuat keputusan. Rasionalnya adalah umpan balik positif meningkatkan harga diri dan mendorong pengulangan perilaku yang diharapkan (NANDA, 2011). Selain itu, perawat membantu klien mengidentifikasi aktivitas yang telah diabaikan atau dilalaikan. Beri dukungan untuk menyelesaikan atau mengikuti program yang diadakan.
Respon klien terhadap intervensi yang diberikan pada tahap depresi menunjukkan adanya peningkatan. Perawat terus menerus memberi motivasi terhadap klien terkait pelaksanaan program rehabilitasi yang sedang dijalani. Pada awalnya klien masih tampak tidak bersemangat, sehingga mendapat beberapa hukuman karena tidak menjalani proses program rehabilitasi yang sesuai. Namun, pada akhirnya tampak beberapa peningkatan yang dialami klien sebagai bagian dari motivasi yang terus ditingkatkan oleh perawat. Pada fase depresi, perawat juga tetap memberikan kesempatan pada klien untuk meluapkan perasaannya. Hal tersebut dilakukan karena ekspresi perasaan masih tetap terjadi selama fase berduka (Videbeck, 2008). Dengan adanya dukungan dari perawat, klien merasa dirinya termotivasi untuk menjalani program perawatan rehabilitasi.
Kolaborasi dengan berbagai multidisiplin menjadi teknik terbaik bagi klien dalam pencapaian acceptance pada klien remaja. Keluarga sebagai support system juga dapat dilibatkan dalam membantu remaja melewati proses berdukanya (Videbeck, 2008). Hal tersebut tampak dari peningkatan yang terjadi pada klien sebagai dampak dari pemberian dukungan pada klien dalam menjalani proses perawatan.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
48
4.4 Alternatif Pemecahan Masalah yang Dapat Dilakukan Keluarga sebagai support system klien dalam melakukan perawatan selama proses rehabilitasi NAPZA. Peran serta keluarga merupakan elemen terpenting dalam proses perkembangan perawatan klien. Sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa proses perawatan merupakan suatu kehilangan bagi klien, maka melibatkan keluarga turut serta dalam proses klien menjalani tahap berduka akan lebih membantu.
Alternatif pada pemecahan masalah proses berduka yang dialami klien remaja yang dapat dilakukan adalah dengan melibatkan keluarga secara utuh sebagai suatu support system bagi remaja dalam menjalani program perawatan yang diberikan. Perawat dapat berperan sebagai mediator bagi remaja dan keluarga dalam proses pemberian intervensi berduka.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Masalah kesehatan masyarakat perkotaan merupakan bagian dari masalah keperawatan yang perlu diselesaikan dengan intervensi keperawatan. Pelayanan keperawatan profesional dapat ditujukan kepada masyarakat dengan pendekatan pada kelompok risiko tinggi, dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal. Kelompok risiko tinggi pada masyarakat perkotaan adalah remaja. Hal tersebut dikarenakan remaja adalah masa transisi dari anak menuju dewasa. Pada proses transisi ini, karakteristik kuat pada remaja adalah mencoba hal baru untuk membuktikan rasionalitasnya. Penyalahgunaan NAPZA menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat perkotaan yang rentan pada remaja.
Detoksifikasi dan rehabilitasi menjadi salah satu penyelesaian terhadap masalah penyalahgunaan NAPZA. Proses detoksifikasi dan rehabilitasi berefek pada perpisahan yang terjadi antara remaja dengan keluarga dan lingkungan. Perpisahan selama perawatan tersebut yang dapat mendasari perawat perlu melakukan intervensi keperawatan. Pemberian intervensi keperawatan berduka diharapkan membatu klien remaja melewati proses berdukanya, sehingga program perawatan yang dilakukan optimal. Pemberian intervensi keperawatan berduka tidak hanya diberikan oleh klien, namun keluarga menjadi bagian dalam proses perawatan.
5.2 Saran Berdasarkan hasil kesimpulan yang telah diuraikan di atas, penulis dapat memberikan saran terkait hasil pemberian asuhan keperawatan berduka disfungsional pada klien remaja dengan ketergantungan amfetamin sebagai berikut:
49 Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
50
5.2.1 Di Bidang Keilmuan (Teoritis) Saran bagi bidang keilmuan agar dapat memperkaya teori mengenai asuhan keperawatan pada klien remaja dengan berduka yang diterapkan pada klien dengan ketergantungan obat sehingga dapat dijadikan referensi bagi para penulis berikutnya.
5.2.2
Di Bidang Pelayanan (Aplikatif) Saran bagi pelayanan di rumah sakit, khususnya kepada perawat ruangan agar dapat terus memotivasi dan melibatkan klien dalam setiap pemberian asuhan keperawatan. Selain itu, penegasan kepada pentingnya komunikasi antara perawat dan pasien menjadi perhatian penting. Hal tersebut dikarenakan karena kesalahan komunikasi dapat menimbulkan kesalahan persepsi pada individu dan penyimpatan fokus. Perawat diharapkan dapat meningkatkan komunikasi terapeutik karena pemberian intervensi berduka disfungsional diperlukan pendekatan intensif yang membutuhkan komunikasi terapeutik, baik kepada klien untuk menghindari kesalahan persepsi, agar pemberian asuhan keperawatan dapat dilakukan sesuai rencana.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
DAFTAR REFERENSI
Allender, J.A., Spradley, B.W. (2001). Community health nursing: concepts and practice, ed.5. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins Anderson, Elizabeth T. (2006). Buku ajar keperawatan komunitas : teori dan praktik; alih bahasa, Agus Sutarna, Ed 3. Jakarta : EGC Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan R.I. (2006). Pedoman penyuluhan masalah narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA) bagi petugas kesehatan. Jakarta : Departemen Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan. (2010). Keputusan menteri kesehatan kesehatan republik Indonesia nomor 420/MENKES/SK/III/2010 tentang pedoman layanan terapi dan rehabilitasi komprehensif pada gangguan penggunaan NAPZA berbasis rumah sakit. Jakarta : Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan. (2011). Keputusan menteri kesehatan kesehatan republik Indonesia nomor 421/MENKES/SK/III/2010 standar pelayanan terapi dan rehabilitasi gangguan penggunaan zat. Jakarta : Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan. (2010). Keputusan menteri kesehatan kesehatan republik Indonesia nomor 422/MENKES/SK/III/2010
tentang
pedoman
penatalaksanaan
medik
gangguan penggunaan NAPZA. Jakarta : Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa Effendi & Makhfudi. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas : teori dan praktik dalam keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Fatmawati, Widya. (2005). NAPZA ditinjau dari segi kesehatan. Yogyakarta : RS grhasia Hariyanto.
(2012).
Dampak
penyalahgunaan
(http://belajarpsikologi.com/dampak-penyalahgunaan-narkoba/).
NAPZA. Diunduh
15 Juli 2013.
51 Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
52
Hendrata, Maria Irene. (2011). HIV/AIDS sebagai dampak dari ketergantungan narkoba. (http://www.tanyadok.com/kesehatan/hivaids-sebagai-dampakdari-ketergantungan-narkoba). Diunduh pada 15 Juli 2013 Hidayati, P.E. & Indrawati. (2012). Gambaran pengetahuan dan upaya pencegahan terhadap penyalahgunaan narkoba pada remaja di SMK Negeri 2 Sragen Kabupaten Sragen. Sragen Hawari, Dadang. (2006). Penyalahgunaan dan ketergantungan NAZA (Narkotika, alkohol, dan zat adiktif). Edisi kedua. Jakarta : Balai penerbit FK UI Indiyah. (2005). Faktor-faktor penyebab penyalahgunaan NAPZA : studi kasus pada narapidana di LP klas II/A Wirogunan, Yogyakarta. Jakarta : Jurnal Kriminologi Indonesia Vol.4 No.1 Sepetember 2005 Jaji. (2009). Hubungan faktor sosial dan spiritual dengan risiko penyalahgunaan NAPZA pada remaja SMP dan SMA di Kota Palembang. Depok Japardi,
Iskandar. (2002). Efek neurologis dari ectasy dan shabu-shabu.
Sumatera Utara : Universitas Sumatera Utara Kapeta.org. (2013). Tingkat perkembangan penyalahgunaan narkoba. (http://kapeta.org/2013/02/17/tingkat-perkembangan-penyalahgunaannarkoba/). Diunduh pada 15 Juli 2013 Mitra Bintibmas. (2010). Selamatkan anak bangsa dari bahaya narkoba. Jakarta : Bina darma printing. NANDA. (2011). Buku saku diagnosis keperawatan. Edisi 9. Jakarta : EGC Nuraini, Intan Sari. (2013). Hubungan karakteristik remaja, keluarga dan pola asuh keluarga dengan pengendalian risiko penyalahgunaan NAPZA pada aggregate remaja di Kelurahan Tugu, Kota Depok. Depok Pieter, H.Z.,Janiwarti, B., & Sragih, M. (2011). Pengatar psikopatologi untuk keperawatan. Jakarta : Kencana prenada media group Potter & Perry. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan : konsep, proses, dan praktik.Volume 1. Edisi 4. Jakarta : EGC Ritanti. (2010). Studi fenomenologi : pengalaman keluarga yang mempunyai anak pengguna NAPZA dalam menjalani kehidupan bermasyarakat di kelurahan Palmerah, Jakarta Barat. Depok.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
53
Santoso, Budi. (2010). Peer konselor sebagai bentuk intervensi keperawatan komunitas untuk mencegah risiko penyalahgunaan NAPZA pada siswa SMK TJ di Kelurahan Ratu Jaya Depok. Depok Siregar, M. (2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan narkotik pada remaja. Jurnal Pemberdayaan Komunitas Supartini, Y. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC Susanti, T.S. (2010). Hubungan antara konsep diri dengan kecemasan pada remaja selama hospitalisasi di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta. Yogyakarta Videbeck, S.L. (2008). Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta : EGC
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
LAMPIRAN 1 PENGKAJIAN KEPERAWATAN PENGKAJIAN KEPERAWATAN (NAPZA) Identitas Pribadi 1. Nama lengkap : Klien 2. Tempat, tanggal lahir : Malaysia, 11 Januari 1994 3. Jenis kelamin : Laki-laki 4. Kewarganegaraan : Warga Negara Indonesia 5. Pendidikan terakhir : 2 STM 6. Agama : Islam 7. Status perkawinan : V Belum Menikah menikah Bercerai 8. Frekuensi menikah : - kali 9. Usia saat pertama kali menikah : Belum Menikah 10. Sumber pemasukan : Pensiunan Lainnya, Gaji ________ V Keluarga V Jadi bandar Teman 11. Status tempat tinggal saat ini : V Bersama orangtua Tidak punya tempat tinggal Bersama teman Tinggal sendiri Bersama sanak family 12. Pekerjaan sebelum masuk RS : Bandar, Karyawan Toko Keluarga 13. Anggota keluarga yang juga memakai NAPZA : Tidak ada 14. Jenis zat yang pernah dipakai keluarga : Tidak ada 15. Daftar anggota keluarga : Anak ke 4 dari 5 bersaudara (ayah, ibu, saudara kandung, istri/suami, anak) No. Nama Hubungan Usia Status Kesehatan 1 X Kakak 27 Tak ada keluhan 2 X Kakak 24 Tak ada keluhan 3 X Kakak 21 Tak ada keluhan 4 X Adik 19 Tak ada keluhan 5 X Ibu 17 Riwayat asam urat 6 X Keponakan 4 Tak ada keluhan 7
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
Alasan Masuk RSKO 1. Cara datang ke RS : Sendiri Diantar dokter Diantar LSM V Diantar Diantar keluarga penegak Diantar teman hukum 2. Motivasi mengikuti perawatan : Terpaksa Permintaan sendiri V Berhenti total Mengurangi dosis 3. Pengobatan sebelumnya (lokasi, tahun) : Belum pernah 4. Tahun pertama kali menggunakan NAPZA : 17 tahun 5. Zat yang pertama kali digunakan : Shabu-shabu 6. Alasan penggunaan NAPZA : V Ingin tahu atau coba-coba Tersedianya NAPZA Hubungan sex Tekanan sebaya Frustasi Melarikan diri dari masalah Rekreasi Lainnya: ___________ Mencari kesenangan 7. Jumlah uang yang dihabiskan untuk membeli NAPZA dalam 1 bulan terakhir: Gratis 8. Perkembangan penggunaan NAPZA : Tahun Waktu Frekuensi Cara No Jenis Zat Pemakaian Pemakaian Pemakaian dan Pemakaian Pertama Terakhir Jumlah Zat Menggunakan Malam 08 / 05 / 1 Shabu-shabu 2011-2013 3 x ¼ Ji Bong 2013 2 Inex 2011 - 2013 Rekreasional Oral Rekreasional 9. Lokasi penggunaan NAPZA (yang paling sering): V Rumah Tidak tentu V Jalanan Lainnya, Bengkel Rumah teman Pola Hidup 1. Mandi 2. Tidur siang V Ya, jam 13.30 – 15.00 3. Jam tidur malam 4. Jam terbangun di pagi hari 5. Aktivitas harian sebelum masuk RSKO tidur, main 6. Aktivitas harian setelah masuk RSKO ngerokok, nonton tv, makan, 7. Makan 8. Makanan selingan 9. BAB (buang air besar) 10. BAK (buang air kecil)
: 3 kali / hari : Tidak : 21.30 WIB : 05.00 WIB : Bangun tidur, nyabu, tidur, nyabu, : Bangun, tidur, mandi, sholat, : 3 kali / hari : 1 kali / hari : 1 kali / hari : 3 kali / hari
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
Kondisi Kesehatan 1. Penyakit yang pernah diderita sebelumnya : 2. Riwayat di rawat di rumah sakit : 1 kali, karena kecelakaan motor, 1 bulan yang lalu 3. Anda sedang menggunakan obat yang diresepkan secara teratur : V Tidak Ya, sebutkan,________________ ____ 4. Status HIV: Tes positif Hasil tes tidak Tidak tahu diketahui V Tes negatif Belum pernah tes 5. Status HCV: Tidak tahu Hasil tes tidak Tes positif diketahui V Tes negatif Belum pernah tes 6. Status TBC: Tidak tahu Tes BTA 3x Rontgen foto positif positif Belum periksa Tes BTA 3x VRontgen foto negatif negatif 7. Jika sakit, sering berkonsultasi pada V Dokter Mengobati sendiri Apotik/farmasis Tidak diobati Pengobatan alternatif 8. Pernah menjadi pendonor darah selama menggunakan NAPZA? V Tidak Ya, tahun____ Kondisi Psikis 1. Apakah anda pernah mengalami masalah serius dalam berhubungan dengan : Ibu, jelaskan ____________________________________________________________ Ayah, jelaskan ___________________________________________________________ Adik / kakak, jelaskan ________________________________________________________ Suami / istri, jelaskan ________________________________________________________ Keluarga lain yang berarti, jelaskan _________________________________________________________ Pacar , jelaskan Sering berantem Teman akrab, jelaskan __________________________________________________________ Tetangga, jelaskan __________________________________________________________ Teman sekerja, jelaskan __________________________________________________________
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
2.
3.
Perasaan saat ini : V Depresi serius-kesedihan V Putus asa Kehilangan minat Kesukaran dalam melakukan kegiatan sehari-hari Ketegangan V Gelisah Kekhawatiran yang berlebihan Pernah terpikir untuk bunuh diri : V Ya, 1 kali, karena tidak betah di RSKO, ingin pulang
Sulit merasa relaks V Sulit berkonsentrasi atau mengingat sesuatu Kesulitan mengontrol amarah Kadang melihat / mendengar sesuatu yang tidak ada objeknya Lainnya, sebutkan ______________ Tidak
Penggunaan Cara Suntik yang Beresiko 1. Pernah menggunakan NAPZA dengan cara suntik: V Tidak Ya, tahun pertama suntik__________ 2. Pernah bertukar jarum suntik: V Tidak Ya 3. Jenis zat yang pernah disuntik : Tidak ada/tidak pernah 4. Frekuensi menyuntik dalam 1 hari : - kali 5. Alasan menyuntik : Ingin Cepat dan tahu/cobalebih pas coba Kualitas obat Lebih murah kurang baik Lebih nyaman
Teman/pasang an menyuntik Lainnya, ________
Riwayat Perilaku Kriminal 1. Penangkapan dan penuntutan atas kasus di bawah ini: Mencuri di toko, ______ kali Pelacuran, ______ kali Bebas bersyarat / masa Perampokan, ______ kali percobaan, ______ kali Pencurian / pembobolan, ______ kali Pemalsuan, ______ kali V Penyerangan, berantem Penyerangan bersenjata, Pembakaran rumah, ______ ______ kali kali V Menjual NAPZA Perkosaan, ______ kali Lainnya, sebutkan, ______ Pembunuhan, ______ kali 2. Pernah menghadiri atau mendengarkan persidangan? V Ya Tidak 3. Pernah dipenjara ? V Ya, Jumlah 1 kali Lamanya 3 hari Alasan Tuduhan pencabulan Lokasi Polres Kampar Tidak
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
Perilaku Seksual 1. Apakah Anda pernah melakukan hubungan seksual? V Ya Tidak 2. Jika pernah, dengan siapa? Pasangan PSK Lainnya_____ ___ Anak Sesama pengguna V Pacar NAPZA 3. Pernah menderita penyakit infeksi menular seksual? V Lebih dari 1 tahun lalu 1-3 bulan lalu Tidak tahu 3-6 bulan lalu` Kurang dari 1 tahun lalu 4. Pernah menggunakan kondom saat berhubungan seks? V Selalu Tidak pernah Kadangkadang Sering Jarang Pengetahuan tentang Virus yang Ditularkan Melalui Darah 1. Menurut Anda, apakah bertukar jarum suntik dapat menularkan penyakit? V Ya Tidak 2. Apakah yang Anda ketahui tentang HIV/AIDS? Pengertian, penyakit Cara menularkan,1 jarum mematiikan suntik Penyebab, suntik (1 jarum) Cara pengobatan,tidak ada 3. Sumber informasi tentang HIV/AIDS Teman lain TV Teman pengguna Brosur Lainnya,_____ NAPZA ____ V Staf/petugas Radio 4. Apakah yang Anda ketahui tentang Hepatitis C? Pengertian, Cara menularkan, ____________________ ________________ Penyebab,_______________ Cara pengobatan, ________ ________________ 5. Sumber informasi tentang Hepatitis C TV Teman Teman lain pengguna Brosur Lainnya, NAPZA _________ Staf/petugas Radio Pemeriksaan Psikiatrik 1. Pemeriksaan status mental V Terorientasi 2. Penampilan keseluruhan V Rapi Tidak rapi
Tidak terorientasi V Bersih Kotor
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
3. 4.
5.
6.
Gangguan pola pikir Ada Mood/alam perasaan : Meningkat Sangat sesuai Menurun Riwayat keluarga : a. Komunikasi Terbuka b. Mekanisme koping keluarga V Adaptif
V Tertutup Maladaptif, ______________
Buruk, ____________________ Buruk, ____________________
2.
Daya ingat: V Baik
3.
Pikiran obsesif: Ya, _______________ Halusinasi: Ya, _______________ Waham: Ya, _______________
5.
Datar V Sesuai Tidak sesuai
Konsep diri a. Gambaran diri/Citra tubuh : Klien merasa dirinya biasa saja. Klien merasa setelah dibotaki, menjadi tidak percaya diri. Tubuhnya sekarang semakin gemuk dan tidak bagus b. Ideal diri : Klien mengatakan seharusnya dirinya lulus sekolah dan melanjutkan kuliah lalu bekerja, namun sekarang dirinya menjadi tidak seperti yang diharapkan c. Peran : Klien merasa perannya sebagai anak sudah terpenuhi, namun dirinya terkadang bertengkar dengan ibu jika ada beberapa masalah yang tidak sesuai dengan dirinya. d. Harga diri : Beberapa pencapaian yang tidak ia dapati selama ini, misalnya menyelesaikan sekolah, membuat klien merasa sedikit minder
Fungsi Kognitif 1. Konsentrasi: V Baik
4.
V Tidak ada
V Tidak V Tidak V Tidak
Pemeriksaan Fisik 1. Tanda-tanda vital Tekanan darah : 100 / 70 mmHg Nadi : 89 / menit RR : 20 / menit Suhu : 36,8 oCelcius
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
2.
3. 4. 5.
6.
7.
8.
Pemeriksaan sistemik a. Sistem pencernaan : Tidak ada keluhan b. Sistem kardiovaskuler : Tidak ada keluhan c. Sistem respiratori : Tidak ada keluhan d. Sistem saraf pusat : Tidak ada keluhan e. THT dan kulit : Tidak ada keluhan Diagnosis medis sementara : Ampethamin dependence Pemeriksaan penunjang yang diperlukan : Rencana terapi : a. Farmakoterapi : N5000 1X1, Cipralex 10mg + Abilify 2,5mg 1X1, Mersipropil 400mg 1X1, vitamin C. 1X1, B.Complex 3X1 b. Terapi non farmakologi: Rencana kegiatan: a. Terapi aktivitas kelompok tentang: Penyuluhan HIV/AIDS, HEP.C, TBC b. Konseling tentang: Tumbuh kembang usia remaja c. Pendidikan kesehatan tentang: Penyuluhan HIV/AIDS, HEP.C, TBC, bahaya NAPZA jangka panjang Diagnosa keperawatan : Gangguan rasa nyaman : nyeri V Gangguan pola tidur Ansietas V Keputusasaan V Ketidak berdayaan V Risiko bunuh diri Ideal diri tidak realistis Gangguan identitas interpersonal Perubahan sensori persepsi : halusinasi Risiko perilaku kekerasan V Koping individu tidak efektif Koping keluarga tidak efektif Gangguan proses keluarga V Kurang pengetahuan tentang HIV/AIDS, Hep.C, Thypoid, Bahaya NAPZA jangka panjang Gangguan berhubungan : manipulasi/ curiga/ ________________________ V Berduka Rencana Asuhan Keperawatan : Terlampir Jakarta, 27 Mei 2013 Nama & Tanda Tangan
Erny Prian Kusuma, S.Kep Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
LAMPIRAN 2 RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KOPING INDIVIDU TIDAK EFEKTIF Tujuan TUK 1 : Menjalin hubungan saling percaya antara klien dengan perawat.
Kriteria Evaluasi
Rencana Tindakan
Setelah 1x45 menit interaksi, keluarga menunjukkan tanda-tanda percaya kepada perawat : Klien dapat berinteraksi secara aktif dengan perawat, yang ditunjukkan dengan : Ekspresi wajah bersahabat. Menunjukkan rasa senang. Ada kontak mata. Mau berjabat tangan. Mau menyebutkan nama. Mau duduk
Rasional
Bina hubungan menggunakan terapeutik:
saling percaya dg Hubungan saling percaya yang baik prinsip komunikasi merupakan dasar yang kuat bagi keluarga dalam mengekspresikan perasaannya. Sapa klien dengan ramah baik verbal Menunjukkan keramahan dan sikap maupun non verbal. bersahabat. Perkenalkan nama, nama panggilan Agar klien tidak ragu kepada perawat dan tujuan perawat perawat. berkenalan. Tanyakan nama lengkap dan nama Menunjukkan bahwa perawat ingin panggilan yg disukai klien. kenal dengan klien. Tunjukkan sikap jujur dan menepati Agar klien percaya kpd perawat. janji setiap berinteraksi dengan klien. Penerimaan yang sesuai dengan Tunjukkan sikap empati dan keadaan yang sebenarnya dapat
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
berdampingan dengan menerima klien apa adanya. perawat. Bersedia mengungkapkan masalah Tanyakan perasaan klien dan yang dihadapi masalah yang dihadapi klien. Dengarkan dengan penuh perhatian. Hindari respon mengkritik atau menyalahkan saat klien mengungkapkan perasaanya. Buat kontrak interaksi yang jelas. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
TUK 2 : Menyebutkan penyebab masalah penyalahgunaan zat.
Setelah 1x45menit interaksi, klien dapat menyebutkan penyebab awal penyalahgunaan zat.
TUK 3 :
Setelah 1x45menit interaksi,
meningkatkan keyakinan pada keluarga serta merasa adanya suatu pengakuan. Perhatian yang diberikan dapat meningkatkan harga diri klien. Respon mengkritik atau menyalahkan dapat menimbulkan adanya sikap penolakan. Memberi info tentang kontrak waktu. Membantu klien untuk memperluas kesadaran diri dan menerima semua aspek kepribadiannya.
Kaji kontak pertama klien dengan zat, Bantu klien menilai penyebab utama memakai zat. Beri reinforcement positif atas apa yang telah diungkapkan klien.
Pengetahuan penyebab penyalahgunaan zat akan memudahkan klien melakukan antisipasi jika penyebab itu suatu saat muncul.
Diskusikan bersama klien mengenai akibat dari penyalahgunaan zat baik
Reinforcement positif akan meningkatkan rasa percaya diri dan
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
Menyebutkan akibat yang mungkin muncul dari penyalahgunaan zat.
klien dapat menyebutkan akibat yang mungkin muncul (secara mental, fisik, sosial, intelektual, dan spiritual) dari penyalahgunaan zat, sebagai berikut : Fisik Mental: mudah marah, cepat tersinggung, curiga. Sosial: berhunbungan dengan orang lain terganggu, orang lain tidak percaya, sering melakukan perbuatan yang melanggar norma. Intelektual: konsentrasi terganggu, mudah lupa, prestasi belajar menurun. Spiritual; kegiatan ibadah terganggu, putus asa, kemungkinan bunuh diri, dan lain-lain.
yang merugikan maupun yang menyenangkan secara mental, fisik, sosial, intelektual, dan spiritual. Berikan pujian kepada klien tentang pemahaman mengenai akibat dari penyalahgunaan zat secara mental, fisik, sosial, intelektual, dan spiritual. Bantu klien menilai untung dan rugi pemakaian zat. Beri kesempatan klien untuk mengambil keputusan terhadap penggunaan zat. Beri reinforcement positif atas apa yang telah diungkapkan klien.
harga diri klien. Pengetahuan klien tentang akibat yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan zat, dapat memberikan perhatian pada klien untuk tidak menyalahgunakan zat. Membantu meningkatkan kesadaran klien akan efek merugikan dari zat yang bersifat permanent.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
TUK 4 : Mengenal cara baru untuk menolak keinginan menggunakan zat.
Setelah 1x45menit interaksi, klien dapat menyebutkan cara baru untuk meredam keinginan menggunakan zat, yaitu: mengisi rekaman positif dalam otak dengan slogan positif misalnya, ”saya punya masa depan atau saya harus sembuh”, diucapkan secara berulang-ulang. Mengemukakan perasaan terutama jika ada masalah kepada orang dekat dan punya akhlak yang baik, atau teman yang baik. Membuat jadwal kegiatan yang terstruktur dan mengisi kegiatan harian aktivitas yang positif. Memutuskan hubungan dengan teman pemakai. Membuat rencana masa
Diskusikan bersama klien mengenai cara yang biasa dilakukan untuk menolak keinginan menggunakan zat (sugesti). Berikan pujian kepada klien tentang cara klien yang positif dan tepat dalam menolak keinginan menggunakan zat. Diskusikan bersama klien mengenai cara baru yang bisa dilakukan untuk menolak keinginan menggunakan zat. Minta klien untuk mengulang tentang cara baru untuk menolak keinginan menggunakan zat. Beri reinforcement positif atas apa yang telah diungkapkan klien. Anjurkan klien untuk melatih cara baru yang telah di diskusikan selama berada di RS.
Reinforcement positif akan meningkatkan rasa percaya diri dan harga diri klien Untuk mengetahui kemampuan dan potensi klien atas koping yang digunakan.
Klien akan merasa dilibatkan dalam menyelesaikan masalah yang penting dalam dirinya. Melatih kemampuan klien menangkap informasi selama berdiskusi. Reinforcement positif akan meningkatkan rasa percaya diri dan harga diri klien. Membiasakan klien untuk menerapkannya di rumah atau setelah pulang dari RS.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
depan. TUK 5 : Mendemonstrasika n cara baru untuk menolak keinginan menggunakan zat.
Setelah 1x45menit interaksi, klien dapat mendemonstrasikan cara baru untuk menolak keinginan menggunakan zat, yaitu; Membiasakan mengucapkan slogan positif minimal 3 x per hari. Mengemukakan perasaan terutama jika ada masalah kepada orang dekat atau kepada orang yang ada di RS. Membuat jadwal kegiatan yang terstruktur dan mengisi kegiatan harian yang positif. Membuat rencana masa depan.
Tanyakan kepada klien, cara baru yang biasa digunakan atau dilatih klien selama di RS. Beri reinforcement positif atas usaha yang telah dilakukan klien.
Untuk mengetahui kemampuan klien dalam menerapkan cara baru menolak keinginan zat. Reinforcement positif akan meningkatkan rasa percaya diri dan harga diri klien.
Minta klien untuk menyusun jadwal kegiatan harian, mingguan, dan bulanan. Motivasi klien untuk melatih atau menggunakan cara baru untuk menolak keinginan menggunakan zat.
Klien dapat terbiasa mengontrol perilakunya dengan aktivitas yang terstruktur dengan baik. Dengan telah berlatih selam di rumah sakit akan memebiasakan klien untuk menerapkannnya di rumah setelah pulang dari rumah sakit.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
TUK 6 : Memanfaatkan sumber dukungan.
Setelah 1x45menit interaksi, klien mengenal sumber dukungan yang ada seperti : Keluarga. Petugas kesehatan di RS. Petugas LP. Ahli agama. Setelah 1x45menit interaksi, keluarga dapat menyebutkan bentuk-bentuk dukungan yang dapat diberikan kepada klien, yaitu : Reinforcement positif. Memberikan perhatian Mengawasi klien. Kontrol teratur. Pendidikan agama (memperdalam ilmu agama).
Jelaskan kepada klien tentang sumber dukungan yang ada (keluarga, rumah sakit, dokter, dan perawat). Jelaskan kepada klien manfaat support sistem baginya selama proses penyembuhan.
Sumber dukungan akan meningkatkan motivasi klien dalam mengatasi keinginan menggunakan zat. Keluarga klien adalah orang yang terdekat bagi klien dan diharapkan mampu menjadi terapis bagi klien
Jelaskan kepada keluarga proses terapi yang dibutuhkan klien. Mempersiapkan keluarga untuk menerima perubahan pola penyelesaian masalah klien. Beri kesempatan keluarga untuk mengungkapkan perasaannya. Beri dukungan semangat kepada keluarga
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KETIDAKBERDAYAAN Tujuan TUK : Selama 1x45 menit interaksi, klien dapat 1. menjalin hubungan saling percaya dengan perawat.
2. dapat
Kriteria Evaluasi
Rencana Tindakan
Rasional
Selama 1x45 menit interaksi, klien menunjukkan tandatanda percaya kepada perawat : Ekspresi wajah bersahabat. Menunjukkan rasa senang Ada kontak mata Bersedia berjabat tangan Bersedia menyebutkan nama Bersedia menjawab salam Bersedia duduk berdampingan bersama perawat Bersedia menungkapkan masalah yang sedang dihadapi.
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik: sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal, perkenalkan diri dengan sopan, tanyakan nama lengkapdan nama panggilan yang disukai klien, Jelaskan tujuan pertemuan, Jujur dan menepati janji, Tunjukkan sikap empati danmenerima klien apa adanya, Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
Hubungan saling percaya yang baik merupakan dasar yang kuat bagi keluarga dalam mengekspresikan perasaannya. menunjukkan keramahan dan bersahabat menunjukkan bahwa perawat ingin kenal dengan klien agar klien tidak ragu dengan perawat agar klien percaya kepada perawat menghargai klien sebagai seorang manusia yang memiliki kekurangan membuat klien merasa dihargai dan disayangi sehingga klien akan lebih dekat dengan perawat.
Selama 1x45 menit interaksi,
Kaji masalah-masalah yang sering
Diharapkan klien dapaat
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
mengidentifik asi masalah yang sering dihadapi sehari-hari.
klien menyebutkan sedikitnya tiga masalah yang sering ditemui.
3. Mengungkapk an perasaannya dengan cara yang konstruktif.
Selama 1x45 menit interaksi, klien menyebutkan sedikitnya empat cara yang biasa digunakan untuk mengungkapkan apa yang dirasakan.
ditemui klien baik dari diri sendiri, keluarga, sekolah, lingkungan tempat tinggal, maupun tempat kerja. beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya. Berikan kondisi yang nyaman seperti, ruangan tertutup, tenang, dan nyaman. Beri reinforcement positif atas apa yang telah diungkapkan klien. Kaji cara yang biasa klien gunakan untuk mengungkapkan perasaannya. Diskusikan bersama klien alternatif lain untuk mengungkapkan perasaannya. Berikan kondisi yang nyaman seperti, ruangan tertutup, tenang, dan nyaman. Beri reinforcement positif atas apa yang telah diungkapkan klien.
mempersiapkan diri saat menghadapi masalah yang sama.
Meningkatkan kepuasan klien mengemukakan perasaannya. Menciptakan lingkungan yang kondusif bagi klien untuk berbagi perasaannya. Meningkatkan harga diri dan percaya diri klien Untuk mengetahui mekanisme koping klien. Meningkatkan kepuasan klien dalam mengemukakan perasaannnya. Menciptakan lingkungan yang kondusif bagi klien untuk berbagi perasaannya. Meningkatkan harga diri dan percaya diri klien.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
4. mengembangk an strategi penyelesaian masalah yang konstruktif.
5. dapat sumber dukungan.
Selama 1x45 menit interaksi, klien dapat menetapkan cara mengungkapkan perasaan yang tidak merugikan.
- Selama 1x45 menit interaksi, klien dapat menyebutkan masalah dan
o Bantu klien untuk menilai aspek positif dan negatif dari tiap cara yang teridentifikasi. o Beri reinforcement positif atas apa yang telah diungkapkan klien terutama cara yang tepat yang dikemukakan. o Beri kesempatan klien untuk mengambil keputusan terhadap pengungkapan perasaan yang konstruktif. o Hilangkan atau kurangi faktorfaktor yang menyebabkan klien tidak berdaya Memberikan pengetahuan terkait ketidakberdayaan yang klien alami Bantu klien menyelesaikan masalah dan kemampuan klien untuk mengontrol situasi baik internal maupun eksternal
Membantu klien mengidentifikasi keuntungan dan kerugian dari tiap cara yang teridentifikasi. Meningkatkan harga diri dan percaya diri klien.
Bantu klien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk mengurangi ketegangan.
Peningkatan pengetahuan akan memotivasi klien melakukakan penyelesaian masalah yang
Membantu meningkatkan kesadaran klien terhadap cara tidak adaptif yang telah digunakan. Klien diharapkan dapat mempersiapkan diri dengan menyusun strategi penyelesaian masalah yang konstruktif.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
langkah-langkah penyelesaiannya. - klien dapat menyebutkan sumber dukungan yang ada, yaitu keluarga, konselor, psikolog, dokter, perawat, teman dekat dan Klien dapat memanfaatkan sumber dukungan yang ada
Bantu klien untuk mengemukakan masalah yang mungkin akan dihadapi dan langkah-langkah penyelesaiannya. Informasikan kepada klien mengenai sumber dukungan yang ada.
konstruktif.
Sumber dukungan akan memotivasi klien untuk mampu menggunakan koping yang adaptif dalam menyelesaikan masalah.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN POLA TIDUR
Tujuan Kriteria Hasil TUM: Setelah intervensi keperawatan, klien menunjukkan perbaikan dalam pola tidur/istirahat. TUK: 1. Klien dapat Klien dapat menyebutkan: mengidentifikasi pola - Frekuensi tidurnya - Lama
Rencana Tindakan
Bantu klien mengidentifikasi: - Frekuensi - Lama
Rasional
Dengan mengidentifikasi pola tidur klien, akan memudahkan perawat dalam
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
- Kualitas Dari pola tidurnya
- Kualitas Dari pola tidurnya
memberikan intervensi yang tepat.
2. Klien dapat mengidentifikasi faktor penghambat pola tidur/istirahat
Klien mampu menjelaskan faktor penghambat pola tidurnya seperti stres, banyak pikiran dll.
Bantu klien mengidentifikasi faktor penghambat pola tidurnya Jelaskan kepada klien kemungkinan cara untuk menghindarinya.
Dengan mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur akan memudahkan untuk memberikan intervensi yang tepat.
3. Klien dapat mengidentifikasi apa yang biasa dilakukan sebelum tidur
Klien mampu menyebutkan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan untuk menghadapi masalah pola tidurnya
Diskusikan dengan klien, apa yang biasa dilakukan untuk mengatasi masalah gangguan tidurnya.
Dengan mengetahui kebiasaan yang dilakukan akan memudahkan perawat dalam memberikan intervensi yang tepat untuk mengatasi masalahnya.
4. Klien dapat memodifikasi lingkungan untuk mengatasi gangguan tidurnya.
Klien mengungkapkan perbaikan dalam pola tidur/istirahat.
Diskusikan bersama klien untuk menggunakan alat bantu tidur seperti mandi air hangat, makanan kecil sebelum tidur, minum susu, relaksasi.
Alat bantu tidur untuk meningkatkan efek relaksasi
5. Klien dapat meningkatkan
Klien melakukan aktifitas ringan pada siang hari.
Diskusikan dengan klien tentang jadwal aktifitas sehari-hari.
Aktivitas siang hari dapat membantu pasien
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
Dorong beberapa aktifitas ringan selama siang hari Buat bersama individu jadwal program aktifitas sehari-hari (berjalan, terapi fisik) Tidak menganjurkan tidur siang lebih dari 90 menit. Dorong tidur sejenak pada pagi hari.
aktifitas sehari-hari
menggunakan energi dan siap untuk tidur pada malam hari.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN BERDUKA DISFUNGSIONAL Tujuan TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Kriteria Evaluasi Setelah interaksi, klien menunjukkan tanda-tanda percaya kepada perawat yang ditunjukkan dengan : Ekspresi wajah bersahabat. Menunjukkan rasa senang. Ada kontak mata. Mau berjabat tangan.
Rencana Tindakan Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik: Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien.
Rasional Hubungan saling percaya yang baik merupakan dasar yang kuat bagi klien dalam mengekspresikan perasaannya. Menunjukkan keramahan dan sikap bersahabat. Agar klien tidak ragu kepada perawat. Menunjukkan bahwa perawat ingin kenal dengan klien. Agar klien percaya kepada perawat.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
Mau menyebutkan nama. Mau duduk berdampingan dengan perawat. Bersedia mengungkapkan masalah yang dihadapi.
Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji Penerimaan yang sesuai dengan setiap berinteraksi dengan klien. keadaan yang sebenarnya dapat meningkatkan keyakinan pada Tunjukkan sikap empati dan menerima keluarga serta merasa adanya suatu klien apa adanya. pengakuan. Tanyakan perasaan klien dan masalah Perhatian yang diberikan dapat yang dihadapi klien. Dengarkan dengan meningkatkan harga diri klien. penuh perhatian. Respon mengkritik atau Hindari respon mengkritik atau menyalahkan dapat menimbulkan menyalahkan saat klien mengungkapkan adanya sikap penolakan. perasaanya. Memberi info tentang kontrak Buat kontrak interaksi yang jelas. waktu.
TUK 2: Klien mampu mengungkapkan perasaan kehilangan dengan cara yang positif.
Setelah interaksi, klien mampu : Mengungkapkan perasaan yang dialaminya saat kehilangan Mengekspresikan perasaannya akan proses kehilangan dengan aman.
Tunjukkan sikap menerima sehingga klien tidak takut mengungkapkan perasaannya secara terbuka tentang kehilangan. Dukung reaksi berduka klien yang adaptif. Identifikasi bersama klien apa yang dirasakan saat kehilangan.
TUK 3 : Klien mengetahui
Setelah interaksi, klien mampu :
Jelaskan pada klien tentang konsep kehilangan, yaitu :
Ungkapan perasaan dapat meringankan beban klien.
Pengetahuan yang diterima tentang perasaan yang
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
tahapan proses berduka.
Menyebutkan konsep kehilangan.
Menyangkal, jelaskan manfaat tahap menyangkal klien, jangan paksa klien melewati tahap menyangkal dengan cepat tanpa kesiapan emosional. Marah, dorong untuk ungkapkan kemarahan yang adaptif, redamkan kemarahan klien secara bertahap, yakinkan klien bahwa hal ini adalah takdir Yang maha Kuasa. Isolasi, perkuat harga diri klien dengan memberikan privasi, dorong klien untuk melakukan aktivitas sosial secara bertahap. Depresi, identifikasi tingkat depresidan kembangkan pendekatan yang sesuai, gunakan rasa berbagi dan empati, hargai rasa berduka. untuk menunjukkan rasa berduka yang adaptif.
TUK 4: Klien dapat menggambarkan arti kehilangan.
Klien mengetahui posisi berduka yang dialami klien saat ini.
Anjurkan klien menghubungkan dengan konsep kehilangan. Dengan dukungan sensitivitas, tunjukkan kenyataan situasi yang dihadapi klien saat ini.
berhubungan konsep kehilangan dapat membantu meringankan perasaan bersalah yang menghasilkan respon tersebut.
Menghentikan presepsi idealis klien dan agar klien mampu menerima aspek positif dan negatif dari konsep kehilangan.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
TUK 5:Klien dapat menggunakan koping yang adaptif dalam menghadapi proses berduka
TUK 6 : Klien dapat menyebutkan cara kehilangan denga
Setelah 2x interaksi, klien dapat hikmah yang dapat dipetik.
Tanyakan apa yang diharapkan klien terhadap peristiwa ini. Identifikasi bersama klien hikmah yang dapat diambil dari peristiwa ini.
Setelah 2x interaksi, klien dapat menyebutkan faktorfaktor yang mengancam penyelesaian proses berduka: ketergantungan kepada orang lain konflik yang tidak teratasi sistem pemdukung tidak adekuat jumlah kehilangan sebelumnya kesehatan fisik dan psikologis klien. Setelah 2x interaksi, Klien dapat menyebutkan cara menerima kehilangan dengan ikhlas :
Identifikasi bersama klien faktor-faktor yang mengancam penyelesaian proses berduka: ketergantungan kepada orang lain. konflik yang tidak teratasi sistem pendukung tidak adekuat jumlah kehilangan sebelumnya kesehatan fisik dan psikologis klien.
Identifikasi bersama klien mengenai cara menghadapi kehilangan dengan ikhlas : Mengidentifikasi hikmah dari peristiwa ini seperti klien menyebutkan “ini adalah takdir Tuhan Yang Maha Esa dan ini
Pengetahuan ini memudahkan perawat mengidentifikasi tahap penerimaan klien terhadap musibah yang dialami
Klien tidak mangalami proses berduka yang berkepanjangan dan disfungsional.
Menambah kekuatan klien dalam menghadapi kenyataan ini.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
ikhlas.
TUK 7: Klien dapat menggunakan sistem pendukung yang ada.
Mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, Mengidentifikasi hikmah dari peristiwa ini. Setelah 1x20 menit interaksi, klien dapat menggunakan sistem pendukung yang ada.
jalan yang terbaik” Dukung reaksi berduka klien yang adaptif. Identifikasi dan tekankan kekuatan yang dimiliki klien Dukung keluarga untuk mengevaluasi perasaan-perasaannya dan saling mendukung yang satu dengan yang lainnya. Beri informasi kepada klien tanda resolusi melalui konseling.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KOPING KELUARGA TIDAK EFEKTIF
Tujuan TUK : 1. Keluarga dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Kriteria Evaluasi
Rencana Tindakan
Setelah 1x45 menit interaksi, Bina hubungan saling percaya dengan keluarga menunjukkan tanda- menggunakan prinsip komunikasi tanda percaya kepada perawat : terapeutik: Keluarga dapt berinteraksi Sapa klien dengan ramah baik verbal secara aktif dengan perawat, maupun non verbal. yang ditunjukkan dengan : Perkenalkan nama, nama panggilan Ekspresi wajah bersahabat. perawat dan tujuan perawat Menunjukkan rasa senang. berkenalan. Ada kontak mata. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yg disukai klien. Mau berjabat tangan. Tunjukkan sikap jujur dan menepati Mau menyebutkan nama. janji setiap berinteraksi dengan klien. Mau duduk berdampingan Tunjukkan sikap empati dan menerima dengan perawat. klien apa adanya. Bersedia mengungkapkan Tanyakan perasaan klien dan masalah masalah yang dihadapi. yang dihadapi klien. Dengarkan dengan penuh perhatian. Hindari respon mengkritik atau
Rasional Hubungan saling percaya yang baik merupakan dasar yang kuat bagi klien dalam mengekspresikan perasaannya. Menunjukkan keramahan dan sikap bersahabat. Agar klien tidak ragu kepada perawat. Menunjukkan bahwa perawat ingin kenal dengan klien. Agar klien percaya kpd perawat. Penerimaan yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dapat meningkatkan keyakinan pada klien serta merasa adanya suatu pengakuan. Perhatian yang diberikan dapat meningkatkan harga diri klien. Respon mengkritik atau menyalahkan
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
menyalahkan saat klien dapat menimbulkan adanya sikap mengungkapkan perasaanya. penolakan. Buat kontrak interaksi yang jelas. Memberi info tentang kontrak waktu. Kaji pendapat dan diskusi dengan klien :
2. Keluarga dapat mengenal masalah yang dapat menjadi penyebab pemakaian obat pada anggota keluarga
3. Keluarga
Setelah 1x45menit interaksi, keluarga dapat menyebutkan : Keluarga dapat menyebutkan minimal satu penyebab pemakaian zat pada anggota keluarga. Keluarga dapat menyebutkan situasi yang dapat menimbulkan klien memakai zat adiktif. Setelah 1x45menit interaksi, keluarga dapat menyebutkan sumber koping yang digunakan untuk merawat klien.
Kaji pendapat keluarga mengenai penyebab klien memakai zat pertama kalinya.
Pendapat keluarga adalah dasar dalam memberikan intervensi selanjutnya.
Pemahaman keluarga terhadap faktorfaktor penyebab klien kambuh merupakan dasar utama keterlibatan keluarga dalam perawatan klien.
Diskusikan bersama keluarga situasi yang dapat mendorong klien untuk Meningkatkan harga diri dan percaya kambuh. diri keluarga. Diskusikan dengan keluarga tentang tindakan yang selama ini dilakukan oleh keluarga dalam merawat klien. Memberikan motivasi bagi keluarga Beri reinforcement positif pada dalam merawat klien tindakan yang telah dilakukan keluarga dalam merawat klien. Untuk mengidentifikasi cara adaptif yang dilakukan keluarga dalam merawat klien. Diskusikan dengan keluarga tentang
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
mampu mengambil keputusan untuk melakukan tindakan perawatan klien 4. Keluarga dapat menggunaka n koping yang telah dipilih dalam merawat anggota keluarga yang sakit.
alternatif koping adaptif atau sumber koping yang akan digunakan dalam merawat klien.
Setelah 1x45menit interaksi, keluarga dapat menunjukkan sikap yang lebih beradaptif dalam merawat klien.
Setelah 1x45menit interaksi, keluarga dapat membantu klien beradaptasi dalam lingkungan keluarga seperti : a. Menyediakan peralatan yang dibutuhkan klien, b.Melatih kemampuan klien dalam menyelesaikan 5. Keluarga masalah dari yang dapat sederhana sampai yang memodifikasi kompleks.
Jelaskan kepada keluarga tentang berbagai cara yang adaptif dalam merawat klien seperti : Bersikap asertif Komunikasi terbuka Tidak bersikap bermusuhan Memenuhi kebutuhan klien yang masih dapat ditoleransi oleh keluarga. Libatkan klien dalam kegiatan keluarga. Motivasi keluarga untuk menerima klien apa adanya dengan cara: Tidak mengeluarkan kata-kata yang mengejek atau merendahkan klien. Melibatkan klien dalam diskusi keluarga. Menghargai klien
Menambah dan meningkatkan pengetahuan keluarga dalam merawat klien. Keluarga juga dapat belajar mengikutsertakan klien dalam kegiatan keluarga yang bertujuan untuk meningkatkan harga diri klien.
Sikap terbuka dan jujur pada klien penting dalam membentuk kepribadian klien kembali adaptif. Menumbuhkan rasa kasih sayang klien terhadap keluarga dan meningkatkan semangat hidup klien bahwa masih ada orang yang memperhatikannya. Melatih klien mengambil keputusan dan penerimaan klien di lingkungan keluarga.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
lingkungan keluarga yang sehat dalam merawat klien di rumah.
6. Keluarga dapat memanfaatka n sumber dukungan yang ada.
Setelah 1x45 menit interaksi, klien mampu melaksanakan praktek perawatan diri secara mandiri : 6.1. Keluarga menyebutkan 2 sumber dukungan bagi dirinya yaitu rumah sakit, dokter dan perawat. 6.2. Keluarga menjelaskan 2 bentuk dukungan yang dapat diberikan kepada klien yaitu : reinforcement positif, mengawasi klien, memberi perhatian dan kontrol teratur. Setelah 1x45menit interaksi,
Melakukan kegiatan yang positif. Diskusikan dengan keluarga untuk menyediakan perlengkapan yang diperlukan klien sehari-hari seperti, peralatan kebersihan diri dan berhias. Diskusikan dengan keluarga untuk melatih kemampuan klien dalam menyelesaikan masalah dari yang sederhana sampai kompleks.
Sumber dukungan akan meningkatkan motivasi keluarga untuk merawat klien.
Bantu keluarga mengidentifikasi sumber dukungan yang dapat digunakan untuk merawat klien. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sumber pendukung untuk proses penyembuhan klien. Jelaskan pada keluarga tentang proses terapi yang sedang klien jalani. Persiapkan keluarga untuk menerima perubahan pola penyelesaian masalah Keterlibatan sistem pendukung dapat klien. meningkatkan proses penyembuhan Beri dukungan dan semangat pada klien. keluarga. Mencegah kambuhnya penyakit klien.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
Keluarga dapat memanfaatkan sumber-sumber pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat bila keluarga merasa kesulitan. 7.Keluarga dapat memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat secara optimal.
Komunikasikan dengan keluarga fasilitas pelayanan kesehatan yang ada dan usaha keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
RENCANA KEPERAWATAN HARGA DIRI RENDAH
Tujuan TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Kriteria Evaluasi Setelah 1x45 menit interaksi, klien menunjukkan tanda-tanda percaya kepada perawat : Klien dapat berinteraksi secara aktif dengan perawat, yang ditunjukkan dengan : Ekspresi wajah bersahabat. Menunjukkan rasa senang. Ada kontak mata. Mau berjabat tangan. Mau menyebutkan nama. Mau duduk berdampingan dengan perawat.
Rencana Tindakan Rasional Bina hubungan saling percaya dg Hubungan saling percaya yang baik menggunakan prinsip komunikasi merupakan dasar yang kuat bagi klien terapeutik: dalam mengekspresikan perasaannya. Menunjukkan keramahan dan sikap Sapa klien dengan ramah baik verbal bersahabat. maupun non verbal. Agar klien tidak ragu kepada Perkenalkan nama, nama panggilan perawat. perawat dan tujuan perawat berkenalan. Tanyakan nama lengkap dan nama Menunjukkan bahwa perawat ingin panggilan yg disukai klien. kenal dengan klien. Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji Agar klien percaya kepada perawat. setiap berinteraksi dengan klien. Tunjukkan sikap empati dan menerima Penerimaan yang sesuai dengan klien apa adanya. keadaan yang sebenarnya dapat meningkatkan keyakinan pada klien serta merasa adanya suatu pengakuan. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien. Dengarkan dengan Perhatian yang diberikan dapat penuh perhatian. meningkatkan harga diri klien.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
Hindari respon mengkritik atau Respon mengkritik atau menyalahkan saat klien mengungkapkan menyalahkan dapat menimbulkan perasaanya. adanya sikap penolakan. Buat kontrak interaksi yang jelas. Memberi info tentang kontrak waktu. TUK 2: Klien dapat menidentifikas i aspek positif
Setelah 1x15 menit interaksi, Klien dapat menyebutkan aspek positif yg dimiliki klien, keluarga, lingkungan serta kemampuan yang dimiliki klien
TUK 3: Setelah 2 kali interaksi klien Klien dapat menyebutkan kemampuan yang menilai dapat dilaksanakan kemampuan yg dimiliki untuk dilaksanakan TUK 4:
Setelah 1 kali interaksi klien
Diskusikan bersama klien aspek positif Menyadarkan klien bahwa ia yang dimiliki klien. memiliki sesuatu yang patut dibanggakan sehingga dapat Bersama klien membuat daftar meningkatkan percaya diri klien mengenai: Aspek positif klien Kemampuan yg dimiliki klien Beri pujian yg realistis, hindarkan memberi penilaian negatif Diskusikan dengan klien kemampuan yg dapat dilaksanakan Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan pelaksanaannya.
Klien mempunyai kegiatan yang sesuai dengan kemampuannya
Rencanakan bersama klien aktivitas yang
Klien mempunyai kegiatan yang
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
Klien dapat membuat rencana kegiatan merencanakan harian kegiatan sesuai dengan kemampuan yg dimilikinya.
dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan klien. Tingkatkan kegiatan sesuai kondisi klien. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan.
sesuai dengan kemampuannya sehingga dapat menumbuhkan rasa percaya diri klien
TUK 5: Klien dapat melakukan kegiatan sesuai rencana yang dibuat
Setelah 2 kali interaksi klien melakukan kegiatan sesuai jadual yang dibuat
Anjurkan klien untuk melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan. Pantau kegaiatan yang dilaksanakan klien. Beri pujian atas usaha yg dilakukan klien. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan kegiatan setelah pulang.
Memotivasi klien untuk melakukan kegiatan yang direncanakan. Reinforcement positif meningkatkan harga diri klien. Agar kemampuan yang sudah dimiliki klien tetap terjaga.
TUK 6: Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yg ada.
Setelah 3 kali interaksi klien memanfaatkan sistem pendukung yg ada di keluarga
Diskusikan pentingnya peran dan potensi keluarga untuk mengatasi harga diri rendah klien. Jelaskan kepada keluarga cara merawat klien. Latih keluarga cara merawat klien. Tanyakan perasaan keluarga setelah latihan merawat klien.
Menyiapkan keluarga untuk mendukung kesembuhan klien
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
Beri motivasi keluarga untuk memberi dukungan klien selama dirawat di RS dan menyiapkan lingkungan yang mendukung kondisi klien di rumah. Beri pujian kepada keluarga atas keterlibatannya merawat klien di RS. Anjurkan keluarga untuk mengunjungi klien secara rutin dan bergantian
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN RISIKO BUNUH DIRI
Tujuan TUM : Klien tidak akan membahayakan dirinya sendiri secara fisik TUK : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria evaluasi
Intervensi
Setelah 2 kali interaksi klien Bina hubungan saling percaya dengan menunjukkan tanda-tanda menggunakan prinsip komunikasi percaya kepada perawat : terapeutik Ekspresi wajah Sapa klien dengan ramah baik verbal bersahabat. dan non verbal. Menunjukkan rasa Perkenalkan nama, nama panggilan dan senang. tujuan perawat berkenalan. Ada kontak mata. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien. Mau berjabat tangan. Buat kontrak yang jelas. Mau menyebutkan nama. Tunjukkan sikap jujur. dan menepati Mau menjawab salam. janji setiap kali interaksi. Mau duduk Tunjukkan sikap empati dan menerima berdampingan dengan apa adanya. perawat.
Rasional
Bila sudah terbina hubungan saling percaya diharapkan klien dapat kooperatif, sehingga pelaksanaan asuhan keperawatan dapat berjalan dengan baik.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
Bersedia mengungkapkan masalah yang dihadapi.
2. Klien tidak akan melakukan aktivitas yang mencederakan dirinya
Klien dapat mengurangi ancaman terhadap integritas fisik atau sistem diri klien dalam sifat, jumlah, asal, atau waktu
3. Klien akan mengidentifikasikan aspek-aspek positif yang ada pada dirinya
Klien dapat menyebutkan aspek positif yg dimiliki klien, keluarga, lingkungan serta kemampuan yang dimiliki klien
4. Klien akan mengimplementasik an dua respons protektif diri yang
Klien dapat menyebutkan dan mengimplementasikan dua mekanisme koping
Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien. Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien. Observasi dengan ketat Pindahkan benda yang berbahaya Siapkan lingkungan yang aman Berikan kebutuhan fisiologik dasar Kontrak untuk keamanan jika tepat Pantau pengobatan Identifikasi kekuatan-kekuatan klien Ajak klien untuk berperan serta dalam aktivitas yag disukai dan dapt dilakukannya Dukung kebersihan diri dan keinginan untuk berhias Tingkatkan hubungan interpersonal yang sehat Permudah kesadaran, penamaan, dan ekspresi perasaan Bantu pasien mengenal mekanisme koping yang tidak sehat
Prioritas tertinggi yang diberikan pada aktivitas penyelamatan hidup pasien Perilaku pasien harus diawasi sampai kendali diri memadai untuk keamanan Perilaku bunuh diri mencerminkan depresi yang mendasar dan terkait dengan harga diri rendah serta kemarahan terhadap diri sendiri
Mekanisme koping maladaptif harus diganti dengan yang sehat untuk mengatasi stres dan ansietas
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
adaptif
5. Klien akan mengidentifikasi dua sumber dukungan sosial yang bermanfaat
adaptif yang efektif bagi diri sendiri guna mencegah perilaku mencederai diri sendiri secara fisik Klien dapat menyebutkan dua sumber dukungan sosial yang bermanfaat guna mencegah perilaku mencederai diri sendiri
Identifikasi alternatif cara koping Beri imbalan untuk perilaku koping yang sehat
Bantu orang terdekat untuk berkomunkasi secara konstruktif dengan klien Tingkatkan hubungan keluarga yang sehat Identifikasi sumber komunitas yang relevan Prakarsai rujukan untuk menggunakan sumber komunitas
Isolasi sosial menyebabkan harga diri rendah dan depresi, mencetuskan perilaku destruktif terhadap diri sendiri
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN DEFISIENSI PENGETAHUAN TERKAIT HIV/AIDS
Tujuan Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Kriteria Hasil Setelah 1x45 menit interaksi, klien menunjukkan tanda-tanda percaya kepada perawat : Klien dapat berinteraksi secara aktif dengan perawat, yang ditunjukkan dengan : Ekspresi wajah bersahabat. Menunjukkan rasa senang. Ada kontak mata. Mau berjabat tangan. Mau menyebutkan nama. Mau duduk berdampingan dengan perawat.
Rencana Tindakan Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik: Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yg disukai klien. Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap berinteraksi dengan klien. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien.
Rasional Hubungan saling percaya yang baik merupakan dasar yang kuat bagi klien dalam mengekspresikan perasaannya. Menunjukkan keramahan dan sikap bersahabat. Agar klien tidak ragu kepada perawat. Menunjukkan bahwa perawat ingin kenal dengan klien. Agar klien percaya kepada perawat. Penerimaan yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dapat meningkatkan keyakinan pada klien Perhatian yang diberikan dapat meningkatkan harga diri klien.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
Klien dapat mengidentifikasi Pengetahuan klien terkait HIV/AIDS
Setelah 1x15 menit interaksi, Klien dapat menyebutkan Apa yang klien ketahui terkait HIV/AIDS
Klien dapat mengetahui terkait informasi yang diberikan : HIV/AIDS
Setelah 1 kali interaksi klien mampu menyebutkan kembali pengertian HIV/AIDS, penyebab HIV/AIDS, cara penularan HIV/AIDS, dan akibat HIV/AIDS
Dengarkan dengan penuh perhatian. Hindari respon mengkritik atau menyalahkan saat klien mengungkapkan perasaanya. Buat kontrak interaksi yang jelas. Diskusikan bersama klien terkait kebutuhan belajar pasien Lakukan penilaian terhadap tingkat pengetahuan pasien saat ini dan pemahaman terhadap materi Tentukan kemampuan pasien untuk mempalajari informasi Tentukan motivasi pasien untuk mempelajari informasi
Respon mengkritik atau menyalahkan dapat menimbulkan adanya sikap penolakan. Memberi info tentang kontrak waktu.
Beri penyuluhan sesuai dengan tingkat pemahaman pasien Diskusikan dengan klien terkait pengertian HIV/AIDS, penyebab HIV/AIDS, cara penularan HIV/AIDS, dan akibat HIV/AIDS Beri reinforcement positif atas kemampuan klien
Memudahkan klien dalam memahami materi Menambah pengetahuan klien terkait HIV/AIDS Menambah rasa percaya diri klien terhadap kemampuan yang dimiliki terhadap informasi yang baru diterima
Mengetahui kemampuan yang sudah dimiliki klien terkait informasi Menentukan intervensi selanjutnya terkait penyuluhan yang perlu diberikan kepada klien terkait HIV/AIDS
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
LAMPIRAN 3 CATATAN PERKEMBANGAN
CATATAN PERKEMBANGAN KLIEN Tangga Implemetasi l 13/05/ Diagnosa : Gangguan pola tidur 2013 Membina hubungan saling percaya membantu klien mengidentifikasi frekuensi, lama, dan kualitas tidur Mendorong beberapa aktifitas ringan selama siang hari Menganjurkan tidak tidur siang lebih dari 90 menit. Diagnosa : Koping individu tidak efektif Membina hubungan saling percaya memberi kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya. mengkaji kontak pertama klien dengan zat, membantu klien menilai penyebab utama memakai zat. memberi reinforcement positif atas apa yang telah diungkapkan klien. memberikan pujian kepada klien tentang pemahaman mengenai akibat dari penyalahgunaan zat secara mental, fisik, sosial,
Evaluasi Subjektif : Klien mengatakan penyebab menggunakan zat adalah karena pertama kali melihat orang/pegawai bengkel menggunakan shabu setiap hari sebelum bekerja dapat membuat pegawai kreatif dan giat bekerja. Semenjak itu, klien mulai menggunakan shabu sebelum bekerja (magang) di bengkel. Perubahan mulai terjadi akibat pemakaian shabu, klien menjadi sering terlambat datang sekolah, sampai dikeluarkan dari sekolah. Klien masih melanjutkkan menggunakan shabu, sampai akhirnya menjadi bandar. Keluarga tidak mengetahui klien menggunakan shabu, sampai akhirnya orang tua mendapati shabu di kamar klien dan akhirnya membawa klien ke RSKO. Klien mengatakan pola tidur berubah sejak dari rumah, lebih banyak tidur pagi
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
intelektual, dan spiritual. Diagnosa : Berduka Membina hubungan saling percaya Menunjukkan sikap menerima sehingga klien tidak takut mengungkapkan perasaannya secara terbuka tentang kehilangan. mendukung reaksi berduka klien yang adaptif. mengidentifikasi bersama klien apa yang dirasakan saat kehilangan
14/05/ 2013
Diagnosa : Gangguan pola tidur Berdiskusi dengan klien, apa yang biasa dilakukan untuk mengatasi masalah gangguan tidurnya. Berdiskusi dengan klien tentang jadwal aktifitas sehari-hari. mendorong beberapa aktifitas ringan selama siang hari, misalnya bermain billiard
siang dan sore hari sehingga malam sulit tidur. Tidur kurang nyenyak.Klien mengatakan selama 3 hari menangis di kamar, kangen dengan rumah, tidak betah berada di rumah sakit. Objektif : Klien terlihat lemas, mengantuk, sering menguap, kontak mata (+), koheren, sesekali menunduk ke bawah saat interaksi dan berikeringat (+), saat ditanya terkait riwayat berpacaran dan berhubungan seksual, klien hanya tersenyum dan tidak menjawab Analisis : Bina hubungan saling percaya (BHSP) belum teratasi, gangguan pola tidur teratasi sebagian, koping individu tidak efektif teratasi sebagian; berduka teratasi sebagian berada pada fase denial Planning : Lanjutkan BHSP, Lanjutkan interaksi siang hari, agar klien tidak tidur dan mudah tidur malam. Subjektif : Klien mengatakan awal magang adalah awal pertemuan dirinya dengan NAPZA. Klien menggunakan shabu pukul 10.00, awal magang di bengkel, sehingga klien merasa lebih percaya diri dalam beraktivitas. Setelah itu, klien menggunakan
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
membuat bersama individu jadwal program aktifitas sehari-hari, bercakap-cakap siang hari Tidak menganjurkan tidur siang lebih dari 90 menit. Diagnosa : Koping individu tidak efektif Membina hubungan saling percaya Membantu klien menilai untung dan rugi pemakaian zat. memberi kesempatan klien untuk mengambil keputusan terhadap penggunaan zat. memberi reinforcement positif atas apa yang telah diungkapkan klien. Diagnosa : Berduka Menunjukkan sikap menerima sehingga klien tidak takut mengungkapkan perasaannya secara terbuka tentang kehilangan. mendukung reaksi berduka klien yang adaptif. Jelaskan pada klien tentang konsep kehilangan yang dialami, yaitu: Menyangkal, jelaskan manfaat tahap menyangkal klien, jangan paksa klien melewati tahap menyangkal dengan cepat tanpa kesiapan emosional. Marah, dorong untuk ungkapkan kemarahan yang adaptif, redamkan kemarahan klien secara bertahap, yakinkan klien bahwa hal ini adalah takdir Yang maha Kuasa. Isolasi, perkuat harga diri klien dengan memberikan privasi, dorong klien untuk melakukan aktivitas sosial secara bertahap.
lagi pukul 16.00, setelah pulang magang. Kemudian pukul 18.00/19.00 sebelum pergi bermain bersama teman atau berpacaran. Saat bersama teman, biasanya juga klien menggunakan shabu. Pemakaian shabu kurang lebih 4-5 kali per hari. Namun, klien menyadari mulai saat itu klien menjadi berubah pola hidupnya, sehingga sekolah pun menjadi terbengkalai dan klien dikeluarkan dari sekolah. Klien mengatakan selama di rumah sakit ini sudah mlai berubah pola tidurnya, klien dapat bangun pagi dan sholat subuh, biasanya kesiangan. Klien masih belum menerima keberadaan dirinya selama di rumah sakit. Klien mengatakan sebelum interaksi, klien menangis di kamar karena kangen dengan keluarga di rumah dan suasana rumah. Objektif : Beberapa kali klien menguap saat interaksi. Sesekali menunduk, klien terlihat lemas dan mengantuk. Mata klien terlihat merah. Analisis : Koping individu tidak efektif teratasi sebagian; berduka teratasi sebagian pada fase denial. Gangguan pola tidur teratasi sebagian Planning : Mendiskusikan masalah yang dihadapi pasien dan
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
Menganjurkan klien menghubungkan dengan konsep kehilangan. Dengan dukungan sensitivitas, tunjukkan kenyataan situasi yang dihadapi klien saat ini. 17/05/ 2013
Diagnosa : Koping individu tidak efektif Mendiskusikan bersama klien mengenai akibat dari penyalahgunaan zat baik yang merugikan maupun yang menyenangkan secara mental, fisik, sosial, intelektual, dan spiritual. memberikan pujian kepada klien tentang pemahaman mengenai akibat dari penyalahgunaan zat secara mental, fisik, sosial, intelektual, dan spiritual. mendiskusikan bersama klien mengenai cara yang biasa dilakukan untuk menolak keinginan menggunakan zat (sugesti). memberikan pujian kepada klien tentang cara klien yang positif dan tepat dalam menolak keinginan menggunakan zat. mendiskusikan bersama klien mengenai cara baru yang bisa dilakukan untuk menolak keinginan menggunakan zat. meminta klien untuk mengulang tentang cara baru untuk menolak keinginan menggunakan zat. memberi reinforcement positif atas apa yang telah diungkapkan klien. menganjurkan klien untuk melatih cara baru yang telah di diskusikan selama berada di RS.
mendiskusikan koping yang efektif. Menemani klien melewati fase berduka. Motivasi klien untuk memperbanyak aktivitas di luar kamar. Subjektif : Klien mengatakan sudah tidak ingin memakai lagi dan akan berhenti, karena tidak kuat tinggal jauh dengan orangtua. Masalah/trigger yang sering dihadapi jika pasien menggunakan kembali adalah ketika klien bertengkar dengan pacar. Setelah keluar dari RSKO klien akan persiapkan untuk mendapatkan/mendaftar SMK paket C. Objektif : Terlihat antusias menceritakan terkait penyelsaian kecanduan yang dialami, koheren (+), fokus Analisis : Teratasi sebagian Planning : Lanjutkan intervensi evaluasi latihan 3 cara untuk mengendalikan penggunaan zat dan memotivasi untuk berhenti
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
18/05/ 2013
Diagnosa : Berduka mendukung reaksi berduka klien yang adaptif. menanyakan apa yang diharapkan klien terhadap peristiwa ini. mengidentifikasi bersama klien hikmah yang dapat diambil dari peristiwa ini. mengidentifikasi bersama klien mengenai cara menghadapi musibah dengan ikhlas Diagnosa : Ketidak berdayaan memberikan kondisi yang nyaman seperti, ruangan tertutup, tenang, dan nyaman. memberi reinforcement positif atas apa yang telah diungkapkan klien. memberi kesempatan klien untuk mengambil keputusan terhadap pengungkapan perasaan yang konstruktif. menghilangkan atau kurangi faktor-faktor yang menyebabkan klien tidak berdaya Diagnosa : Koping individu tidak efektif Meminta klien untuk mengulang tentang cara baru untuk menolak keinginan menggunakan zat. memberi reinforcement positif atas apa yang telah diungkapkan klien. menganjurkan klien untuk melatih cara baru yang telah di diskusikan selama berada di RS. menananyakan kepada klien, cara baru yang biasa digunakan atau
Subjektif : Klien bercerita bahwa setelah keluar dari RSKO , dirinya akan mengikuti ujian paket C. Klien mengatakan bahwa dirinya ingin berubah, ingin sekolah lagi. Klien mengatakan akan mengubah kebiasaan selama dirumah dengan kebiasaan selama disini, bagun pagi dan mulai aktivitas. Klien menyesalkan keberadaan dirinya di rumah sakit ini,
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
dilatih klien selama di RS. Meminta klien untuk menyusun jadwal kegiatan harian, mingguan, dan bulanan. memotivasi klien untuk melatih atau menggunakan cara baru untuk menolak keinginan menggunakan zat. menjelaskan kepada klien manfaat support sistem baginya selama proses penyembuhan. Diagnosa : Berduka Menganjurkan klien menghubungkan dengan konsep kehilangan. Dengan dukungan sensitivitas, tunjukkan kenyataan situasi yang dihadapi klien saat ini. mengoientifikasi bersama klien hikmah yang dapat diambil dari peristiwa ini. Identifikasi bersama klien faktor-faktor yang mengancam penyelesaian proses berduka, salah satunya adalah ketergantungan kepada orang lain. Mengidentifikasi hikmah dari peristiwa ini seperti klien menyebutkan “ini adalah takdir Tuhan Yang Maha Esa dan ini jalan yang terbaik” mendukung reaksi berduka keluarga yang adaptif. Diagnosa : Ketidak berdayaan mengkaji masalah-masalah yang sering ditemui klien baik dari diri sendiri, keluarga, sekolah, lingkungan tempat tinggal, maupun tempat kerja.
mengandaikan jika dirinya berada di rumah, mungkin akan melanjutkan sekolah. Mengandaikan jika dirinya tidak menggunakan NAPZA, mungkin tidak akan begini. Objektif : Kontak mata +, klien tampak bersemangat untuk segera keluar dari RSKO. Analisis : Teratasi sebagian Planning : Diagnosa berduka pada tahap bargaining, teratasi sebagian; Lanjutkan intervensi, jika pasien tidak pulang : evaluasi mengontrol keinginan menggunakan zat
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
23/05/ 2013
memberi kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya. memberi reinforcement positif atas apa yang telah diungkapkan klien. membantu klien untuk mengemukakan masalah yang mungkin akan dihadapi dan langkah-langkah penyelesaiannya. Diagnosa : Koping individu tidak efektif membantu klien menilai untung dan rugi pemakaian zat. mendiskusikan bersama klien mengenai cara baru yang bisa dilakukan untuk menolak keinginan menggunakan zat. meminta klien untuk mengulang tentang cara baru untuk menolak keinginan menggunakan zat. memberi reinforcement positif atas apa yang telah diungkapkan klien. menganjurkan klien untuk melatih cara baru yang telah di diskusikan selama berada di RS. Diagnosa : Berduka menunjukkan sikap menerima sehingga klien tidak takut mengungkapkan perasaannya secara terbuka tentang kehilangan. Menganjurkan klien menghubungkan dengan konsep kehilangan. Dengan dukungan sensitivitas, tunjukkan kenyataan situasi yang dihadapi klien saat ini. menanyakan apa yang diharapkan klien terhadap peristiwa ini. mengidentifikasi bersama klien hikmah yang dapat diambil dari peristiwa ini.
Subjektif : Klien menceritakan suasana hatinya saat ini yang belum siap menghadapi rencana bahwa dirinya akan mengikuti rehabilitasi. “Saya ingin pulang, kangen rumah”. Klien mengatakan ingin berubah. Klien mengatakan dirinya stres berada disini dan bosan, ingin pergi dari sini. Percobaan bunuh diri yang dilakukan untuk menarik perhatian agar segera dikeluarkan dari rumah sakit. Menurut klien percobaan bunuh diri adalah cara yang tepat, karena klien tidak mengerti harus bagaimana lagi. Objektif : Klien sering menghela nafas panjang pada beberapa kesempatan interaksi dengan klien. Kontak mata +, tampak sedih Analisis : Teratasi sebagian Planning : Observasi ketat terkait percobaan bunuh diri
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
24/05/ 2013
mengidentifikasi bersama klien faktor-faktor yang mengancam penyelesaian proses berduka, yaitu ketergantungan kepada orang lain dan kesehatan fisik dan psikologis klien. mengidentifikasi bersama klien mengenai cara menghadapi musibah dengan ikhlas Diagnosa : Ketidak berdayaan memberi kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya. membantu klien untuk menilai aspek positif dan negatif dari tiap cara yang teridentifikasi. membantu klien untuk mengemukakan masalah yang mungkin akan dihadapi dan langkah-langkah penyelesaiannya. menginformasikan kepada klien mengenai sumber dukungan yang ada. Diagnosa : Risiko bunuh diri mendengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien. mengajak klien untuk berperan serta dalam aktivitas yag disukai dan dapt dilakukannya membantu orang terdekat untuk berkomunkasi secara konstruktif dengan klien Diagnosa : Koping individu tidak efektif memberi kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya. Meminta klien untuk mengulang tentang cara baru untuk menolak keinginan menggunakan zat. memberi reinforcement positif atas apa yang telah diungkapkan
Kolaborasi dengan konselor menemani klien, melalui fase depresi. Lanjutkan intervensi koping individu tidak efektif (evaluasi) selama di rehabilitasi Edukasi terkait HIV/AIDS dan NAPZA
Subjektif : Klien menyatakan rasa kekecewaan yang begitu besar kepada keluarga dan staf RS, yang membuatnya ada di rehabilitasi. “Saya sakit hati, ternyata saya di rehabilitasi lebih dari seminggu, saya tidak diberitahu
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
klien. memotivasi klien untuk melatih atau menggunakan cara baru untuk menolak keinginan menggunakan zat. menjelaskan kepada klien tentang sumber dukungan yang ada (keluarga, rumah sakit, dokter, dan perawat). menjelaskan kepada klien manfaat support sistem baginya selama proses penyembuhan. Diagnosa : Berduka menanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien. Dengarkan dengan penuh perhatian. menghindari respon mengkritik atau menyalahkan saat klien mengungkapkan perasaanya. menunjukkan sikap menerima sehingga klien tidak takut mengungkapkan perasaannya secara terbuka tentang kehilangan. mengidentifikasi bersama klien mengenai cara menghadapi musibah dengan ikhlas Diagnosa : Ketidak berdayaan mengkaji masalah-masalah yang sering ditemui klien baik dari diri sendiri, keluarga, sekolah, lingkungan tempat tinggal, maupun tempat kerja. memberi kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya. memberi reinforcement positif atas apa yang telah diungkapkan klien. Diagnosa : Risiko bunuh diri
apa-apa”. Klien menceritakan bagaimana dirinya berfikir untuk bunuh diri kemarin. Klien menceritakan kronologis percobaan bunuh diri yang dilakukannya. Klien mencoba bunuh diri dengan menggesek pergelangan tangannya ke daun pintu, namun tidak berhasil. Objektif : Klien tampak kesal terhadap proses perawatan yang diberikan pada dirinya. Klien tampak belum menerima keberadaaannya berada di program rehabilitasi. Mata berkaca-kaca. Fokus. Kontak mata (+) Analisis : Teratasi sebagian Planning : Lanjutkan : diskusi cara mencapai harapan dan masa depan Observasi ketat percobaan bunuh diri yang pernah dialami Menemani klien melewati fase depresi
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
27/05/ 2013
Menunjukkan sikap empati dan menerima apa adanya. mendengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien. membantu pasien mengenal mekanisme koping yang tidak sehat Diagnosa : Koping individu tidak efektif memberi kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya. meberi reinforcement positif atas apa yang telah diungkapkan klien. memotivasi klien untuk melatih atau menggunakan cara baru untuk menolak keinginan menggunakan zat. menjelaskan kepada klien tentang sumber dukungan yang ada (keluarga, rumah sakit, dokter, dan perawat). Diagnosa : Berduka menunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya. menanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien. Dengarkan dengan penuh perhatian. menghindari respon mengkritik atau menyalahkan saat klien mengungkapkan perasaanya. mengidentifikasi dan tekankan kekuatan yang dimiliki klien. Diagnosa : Ketidak berdayaan menunjukkan sikap empati danmenerima klien apa adanya, memberi perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien. Diagnosa : Risiko bunuh diri mendengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien. membantu pasien mengenal mekanisme koping yang tidak sehat
Subjektif : Klien mengatakan belum bisa menerima ini, seandainya dirinya tidak menggunakan NAPZA, mungkin klien tidak berada disini. Klien menyesali keberadaannya berada di rumah sakit ini. Klien memotivasi dirinya untuk menjadi lebih baik agar cepat keluar dari rumah sakit. Objektif : Klien tampak putus asa menyadari bahwa dirinya harus megikuti program rehabilitasi. Analisis : Teratasi sebagian Planning : Lanjutkan intervensi diagnosa risiko bunuh diri, dan koping individu tidak efektif
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
28/05/ 2013
01/06/ 2013
Diagnosa : Berduka menunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya. menanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien. Dengarkan dengan penuh perhatian. menghindari respon mengkritik atau menyalahkan saat klien mengungkapkan perasaanya. mengidentifikasi bersama klien apa yang dirasakan saat kehilangan menganjurkan klien menghubungkan dengan konsep kehilangan. Dengan dukungan sensitivitas, tunjukkan kenyataan situasi yang dihadapi klien saat ini. mendukung reaksi berduka keluarga yang adaptif. mengidentifikasi dan tekankan kekuatan yang dimiliki klien Diagnosa : Defisiensi pengetahuan terkait HIV/AIDS mendiskusikan bersama klien terkait kebutuhan belajar pasien melakukan penilaian terhadap tingkat pengetahuan pasien saat ini dan pemahaman terhadap materi menentukan kemampuan pasien untuk mempalajari informasi mendiskusikan dengan klien terkait pengertian HIV/AIDS, penyebab HIV/AIDS, cara penularan HIV/AIDS, dan akibat HIV/AIDS Beri reinforcement positif atas kemampuan klien Diagnosa : Koping individu tidak efektif meminta klien untuk mengulang tentang cara baru untuk menolak
Subjektif : Klien mengatakan bosan mengikuti program yang ada, ingin pulang. Klien mengatakan belum mampu menghafal creed. Sulit untuk berkonsentrasi. Malas mengikuti aktivitas yang diadakan. Ingin pulang. Klien tidak mengingat apapun materi yang diberikan pada class session, karena tidur selama berada di kelas, malas. Membahas terkait HIV/AIDS, klien mengatakan HIV/AIDS adalah penyakit yang menyerang kekebalan tubuh manusia. Disebabkan oleh adanya virus. Cara penularannya melalui darah dan pengobatannya dengan minum obat ARV. Objektif : Klien tampak antusias membahas materi HIV/AIDS, kontak mata (+), koheren. Mudah lupa Analisis : Teratasi sebagian Planning : Evaluasi kembali terkait pengetahuan klien tentang HIV/AIDS Motivasi mengikuti aktivitas, orientasi pada realita Subjektif : Klien mengatakan jika nanti ditawari menggunakan zat
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
10/06/ 2013
keinginan menggunakan zat. memberi reinforcement positif atas apa yang telah diungkapkan klien. menganjurkan klien untuk melatih cara baru yang telah di diskusikan selama berada di RS. memotivasi klien untuk melatih atau menggunakan cara baru untuk menolak keinginan menggunakan zat. Diagnosa : Berduka menanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien. Dengarkan dengan penuh perhatian. menghindari respon mengkritik atau menyalahkan saat klien mengungkapkan perasaanya. menunjukkan sikap menerima sehingga klien tidak takut mengungkapkan perasaannya secara terbuka tentang kehilangan. mengidentifikasi bersama klien hikmah yang dapat diambil dari peristiwa ini. mengidentifikasi dan tekankan kekuatan yang dimiliki klien Diagnosa : Defisiensi pengetahuan terkait HIV/AIDS Mengevaluasi pengetahuan klien terkait pengertian HIV/AIDS, penyebab HIV/AIDS, cara penularan HIV/AIDS, dan akibat HIV/AIDS memberi reinforcement positif atas kemampuan klien Diagnosa : Koping individu tidak efektif mendiskusikan kembali bersama klien mengenai akibat dari
kembali, klien akan menolak dengan cara menghindar dan mengalihkan, atau membuang barang tersebut. Jika ditawari untuk menjadi bandar kembali, klien akan menolak karena tidak ingin rehabilitasi lagi. Klien mengatakan dirinya sedang dihukum karena belum mampu menghafal creed. Menurutnya sulit berkonsentraasi dan malas. Objektif : Klien terlihat sulit untuk mengingat hal yang kemarin dibahas, terkait HIV/AIDS. Motivasi tinggi untuk belajar.Motivasi tinggi untuk mengafirmasi diri berhenti dari pemakaian zat. Fokus. Koheren. Afek sesuai. Mood stabil. Analisis : Berduka pada fase depresi belum teratasi, koping individu tidak efektif teratasi sebagian, defisiensi pengetahuan teratasi sebagian Planning : Evaluasi dalam beberapa hari terkait pemahanan mengenai HIV/AIDS, membantu klien melewati fase depresi, memotivasi klien dalam menjalani program rehabilitasi Subjektif : Klien mengatakan jika nanti sudah keluar dari RS, jika
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
penyalahgunaan zat baik yang merugikan maupun yang menyenangkan secara mental, fisik, sosial, intelektual, dan spiritual. memberi kesempatan klien untuk mengambil keputusan terhadap penggunaan zat. memberi reinforcement positif atas apa yang telah diungkapkan klien. mendiskusikan bersama klien mengenai cara yang biasa dilakukan untuk menolak keinginan menggunakan zat (sugesti). memberikan pujian kepada klien tentang cara klien yang positif dan tepat dalam menolak keinginan menggunakan zat. Diagnosa : Berduka mendukung reaksi berduka klien yang adaptif. mengidentifikasi bersama klien hikmah yang dapat diambil dari peristiwa ini. mengidentifikasi bersama klien mengenai cara menghadapi musibah dengan ikhlas
11/06/ 2013
Diagnosa : Koping individu tidak efektif meminta klien untuk mengulang tentang cara baru untuk menolak keinginan menggunakan zat.
ditawari menggunakan NAPZA, klien akan menghindar dan menolak. Klien mengafirmasi dirinya : “saya akan menjadi pengusaha”, “Saya ingin menjadi ustad”. Klien menilai dirinya memang pemalas, sehingga klien termotivasi untuk rajin karena ingin menjadi pengusaha. Klien mengatakan masih sulit menerima dirinya masih berada disini, menurut klien, seharusnya klien sudah kembali ke rumah. Menurut klien orang tua klien juga menginginkan dirinya pulang ke rumah. Klien mempercayai dirinya akan segera pulang dari rumah sakit. Klien mengatakan sangat merindukan suasana rumah. Objektif : Klien tampak bersemangat saat mengucapkan afirmasi dirinya. Afek sesuai, kontak mata +, mata klien tampak merah karena baru bangun tidur Analisis : Teratasi sebagian Planning : Lanjutkan evaluasi afirmasi, buat jadwal klien mengucapkan afirmasi pada diri Subjektif : Klien mengatakan cara mengontrol penggunaan zat dengan menolak dan berhenti menggunakan. Menurut
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
15/06/ 2013
memberi reinforcement positif atas apa yang telah diungkapkan klien. memotivasi klien untuk melatih atau menggunakan cara baru untuk menolak keinginan menggunakan zat. Diagnosa : Berduka menunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya. menanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien. Dengarkan dengan penuh perhatian. menghindari respon mengkritik atau menyalahkan saat klien mengungkapkan perasaanya. mendukung reaksi berduka klien yang adaptif. menganjurkan klien menghubungkan dengan konsep kehilangan. Dengan dukungan sensitivitas, tunjukkan kenyataan situasi yang dihadapi klien saat ini. menanyakan apa yang diharapkan klien terhadap peristiwa ini. mengidentifikasi bersama klien hikmah yang dapat diambil dari peristiwa ini. Diagnosa : Berduka menunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya. menanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien. Dengarkan dengan penuh perhatian. mendukung reaksi berduka klien yang adaptif. mengidentifikasi bersama klien hikmah yang dapat diambil dari peristiwa ini.
klien, rehabilitasi sudah membuatnya tidak ingin menggunakan shabu atau lainnya lagi. Terlebih lagi saat ini sudah banyak mengetahui bahaya jangka panjang penggunaan napza, semakin membuat klien tidak ingin mencoba lagi. Klien mengatakan dirinya sempat mencoba kabur dari rehabilitasi, sebenarnya ingin meminta kepastian untuk segera dikeluarkan dari rumah sakit. Objektif : Afek sesuai, koheren, fokus. Analisis : Berduka pada fase depresi belum terlewati, sehingga intervensi teratasi sebagian. Koping individu tidak efektif teratasi sebagian Planning : Lanjutkan intervensi koping individu : motivasi dan evaluasi mengontrol penggunaan zat Subjektif : Klien mengatakan dirinya masih belum bisa menerima jika dirinya mengikuti rehabilitasi lebih lama lagi. Klien mengatakan beberapa kali sempat diberi kesempatan menelpon ibu dan ingin pulang. Klien meyakini bahwa orang tuanya akan segera menjemput pulang. Klien mengatakan tidak mungkin akan
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
Mengi dentifikasi bersama klien mengenai cara menghadapi musibah dengan ikhlas mengidentifikasi dan tekankan kekuatan yang dimiliki klien Diagnosa : Harga diri rendah mendiskusikan bersama klien aspek positif yang dimiliki klien. memberi pujian yg realistis, hindarkan memberi penilaian negatif mendiskusikan dengan klien kemampuan yg dapat dilaksanakan memberi pujian atas usaha yg dilakukan klien.
18/06/ 2013
Diagnosa : Koping individu tidak efektif Mengevaluasi cara klien mengontrol pemakaianan zat Memotivasi dan menganjurkan klien untuk melatih cara baru yang telah di diskusikan selama berada di RS. memberi reinforcement positif atas usaha yang telah dilakukan klien. menjelaskan kepada klien manfaat support sistem baginya selama proses penyembuhan.
berpuasa di rumah sakit. Klien menjadi tidak bersemangat untuk melanjutkan aktivitas yang ada di rehabilitasi dan program yang diadakan. Klien merasa tidak percaya diri terhadap penampilannya saat ini yang bertambah gemuk dan botak. Klien yakin untuk melanjutkan sekolah paket C dan bersemangat untuk mengikutinya Objektif : Koheren. Afek sesuai. Terlihat kecewa dan malasmalasan untuk mengikuti program setelah interaksi dilakukan. Mood stabil. Analisis : Teratasi sebagian Planning : Motivasi menerima kenyataan mengikuti program untuk kebaikan klien Subjektif : Klien mengatakan sangat senang dengan keberadaan perawat karena dapat menjadi penyemangat dan pengganti keluarga yang jauh. Klien mulai sadar bahwa keluarganya memang menginginkan dirinya mengikuti rehabilitasi. Namun klien masih nyatakan belum bisa menerima hal tersebut. Lingkungan di rumah sakit sangat berbeda dan membuatnya tertekan.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
Diagnosa : berduka menganjurkan klien menghubungkan dengan konsep kehilangan. Dengan dukungan sensitivitas, tunjukkan kenyataan situasi yang dihadapi klien saat ini. Mengidentifikasi hikmah dari peristiwa ini seperti klien menyebutkan “ini adalah takdir Tuhan Yang Maha Esa dan ini jalan yang terbaik” mengidentifikasi dan tekankan kekuatan yang dimiliki klien Diagnosa : Harga diri rendah memberi motivasi klien selama dirawat di RS untuk melakukan hal positif dan mengikuti program memberi pujian atas kemauan klien
19/06/ 2013
Mengevaluasi kemampuan klien terhadap cara mengontrol penggunaan zat Meningkatkan motivasi mengikuti program rehabilitasi dan mengevaluasi afirmasi klien Mengevaluasi pengetahuan klien terkait HIV/AIDS Memotivasi klien dalam menyelesaikan tahap depresi pada fase berduka yang dialami Kolaborasi : konselor dalam pemberian motivasi dan komunikasi terhadap keluarga
Klien mengatakan sangat merindukan keluarga. Kemampuan dan aspek positif klien mulai dikembangkan selama mengikuti perawatan di rumah sakit. Objektif : Klien terlihat senang, tersenyum, mood stabil, mata merah setelah bangun tidur. Klien masih berada pada tahap depresi pada fase berduka, konsetrasi dan daya ingat jangka pendek kurang dalam mengingat hal yang baru dibicarakan sebelumnya. Analisis : Teratasi sebagian Planning : Evaluasi dan terminasi Subjektif : Klien mengatakan penerimaan butuh proses. Klien berterima kasih atas motivasi yang telah diberikan perawat pada ririnya, hal tersebut banyak membantu menguatkan klien selama berada direhabilitasi dan selama perawatan di rumah sakit Objektif : Klien terlihat sedih saat melakukan terminasi, kontak mata + Analisis :
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
Teratasi sebagian Planning : Lanjutkan intervensi berduka, dampingi klien sampai pada fase acceptance, sehingga klien dapat mudah menjalani program rehabilitasi.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013
LAMPIRAN 4 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Data Diri Nama Erny Prian Kusuma Tempat, Tanggal lahir Serang, 20 Juli 1990 Jenis Kelamin Perempuan Status Belum Menikah Alamat Kos : Jalan Ketapang No.9 Pondok Cina, Beji, Depok Rumah : Ramananuju Tegal No.96 Cilegon-Banten, 42441 Email
[email protected] ;
[email protected] Pendidikan TK YPWKS 1 CILEGON 1995-1996 SD YPWKS 1 CILEGON 1996-2002 SMPN 1 CILEGON 2002-2005 SMAN 2 CILEGON 2005-2008 SARJANA UNIVERSITAS INDONESIA 2008-2012 PROGRAMPROFESI NERS UNIVERSITAS INDONESIA 2012-2013 Pengalaman Organisasi Anggota GC (Green Community) Universitas Indonesia 2011-2012 Ketua Biro Humas Forum Pengkajian dan Pengamalan Islam (FPPI) 2011 2010-2011 Fakultas Ilmu Keperawatan Indonesia Staf Departemen Riset GC (Green Community) Universitas Indonesia 2009-2010 Staf Departemen Ilmiy FPPI (Forum Pengkajian dan Pengamalan 2008-2009 Islam) Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Anggota Bidang Karya Tulis NDC (Nursing Discussion Community) 2008-2009 Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Staf (HumMed) (Hubungan Masyarakat dan Media) Badan Eksekutif 2008-2009 Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Prestasi Juara 1 Lomba Fotografi dengan tema ”Oldies but Goldies” pada (Be 2010 Incridible Incridible In Nursing Achivements) BRAVE FIK UI Pendanaan Karya Tulis oleh DIKTI dengan Judul ”Rasi (Beras Singkong) 2011 Pengganti Nasi : Langkah Alternatif dalam Mengatasi Ketidakterjangkauan Harga Beras Di Indonesia” pada Program Kreatifitas Mahasiswa-Gagasan Tertulis (PKM-GT) Karya Ilmiah Skripsi : Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Penanganan Diare dan 2012 Cara Ibu dalam Menangani Diare Pada Balita di Kelurahan Beji, Kecamatan Beji, Depok Tahun 2012
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Erny Prian, FIK UI, 2013