UNIVERSITAS INDONESIA
GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PEREMPUAN DEWASA TENTANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) DI RW 10 KELURAHAN SUKAMAJU BARU, KECAMATAN TAPOS, KOTA DEPOK
SKRIPSI
Yuanita Fransiska 0806334584
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA DEPOK JULI 2012
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
UNIVERSITAS INDONESIA
GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PEREMPUAN DEWASA TENTANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) DI RW 10 KELURAHAN SUKAMAJU BARU, KECAMATAN TAPOS, KOTA DEPOK
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan
Yuanita Fransiska 0806334584
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DEPOK JULI 2012
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Yuanita Fransiska
NPM
: 0806334584
Tanda Tangan : Tanggal
: 9 Juli 2012
ii Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini diajukan oleh: Nama : Yuanita Fransiska NPM : 0806334584 Program Sudi : Ilmu Keperawatan Judul Penelitian : Gambaran Pengetahuan dan Sikap Perempuan Dewasa tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia. PEMBIMBING
Pembimbing : Ns. Wiwit Kurniawati, S.Kep., M.Kep., Sp.Mat. (
)
Penguji
)
: Titin Ungsianik, S.Kp., MBA.
(
Ditetapkan di : Depok Tanggal
: 9 Juli 2012
iii Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi salah tugas mata kuliah Tugas Akhir semester genap di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Skripsi ini dapat saya selesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dan dorongan semangat yang tak terhingga. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ns. Wiwit Kurniawati, S.Kep., M.Kep., Sp.Mat. sebagai dosen pembimbing yang telah bersedia memberikan pengarahan dan bimbingan kepada saya selama penyusunan tugas akhir ini. 2. Kuntarti, SKp., M.Biomed. sebagai koordinator mata ajar Tugas Akhir dan seluruh dosen pengajar yang memberikan banyak ilmu dan informasi di setiap perkuliahan. 3. Orang tua tercinta, Bapak Yusmadi dan Ibu Nurul Afifah yang senantiasa memberikan kasih sayang serta dukungan yang tiada terhingga. 4. Adik-adik tersayang, Isni Aristia dan Salsia Octa Berliana, yang selalu memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi ini. 5. Deni Tri Hartanto, ST. yang selalu sabar, setia, dan senantiasa memberikan motivasi kepada penulis. 6. Sahabat-sahabat tersayang: Melati, Trie Utari Dewi, Winda Eriska, Aulia Laili Nisa, Tiara Eka Putri, Dian Fitriani, Niken Puspitaningrum, Ema Kusmia Hamijaya, dan Ni Putu Eka Rosmala Dewi yang selalu memberikan informasi dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini. 7. Bapak Marwah Ali Ashari (Om Hari), yang selalu memberikan dukungan kepada penulis. 8. Om Tanto dan Bule Murni yang secara tidak langsung membantu penyelesaian skripsi ini.
iv Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
9. Bapak Ketua RW 10, Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok, yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di lingkungan tersebut. 10. Ibu-ibu kader Posyandu RW 10, Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok,yang telah membantu penulis mendapatkan data-data perempuan dewasa di lingkungan tersebut. 11. Ibu-ibu di RW 10, Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok, yang bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. 12. Teman-teman mahasiswa reguler angkatan 2008 Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang telah memberikan semangat dan bersedia berbagi banyak informasi dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Saya menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Besar pula harapan saya agar tugas akhir ini dapat menjadi dasar bagi penelitian yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan masyarakat.
Depok, Juli 2012 Penulis
v Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Yuanita Fransiska
NPM
: 0806334584
Program Studi : Ilmu Keperawatan Fakultas
: Ilmu Keperawatan
Jenis Karya
: Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Gambaran Pengetahuan dan Sikap Perempuan Dewasa tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemiliki Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Depok
Pada tanggal : 9 Juli 2012 Yang menyatakan
(Yuanita Fransiska)
vi Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
ABSTRAK
Nama
: Yuanita Fransiska
Program Studi : Ilmu Keperawatan Judul
: Gambaran Pengetahuan dan Sikap Perempuan Dewasa tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok
Angka kejadian KDRT pada perempuan dewasa terus meningkat setiap tahunnya. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran pengetahuan dan sikap perempuan dewasa tentang KDRT di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Tapos, Depok. Desain penelitian yang digunakan deskriptif sederhana dengan metode analisis univariat. Jumlah sampel sebanyak 93 responden, ditentukan dengan teknik quota sampling. Hasil penelitian menunjukkan 64,5% responden memiliki pengetahuan kurang dan 54,8% responden memiliki sikap buruk tentang KDRT. Pengetahuan kurang karena kurangnya sumber informasi, tidak berpengalaman, dan finansial terbatas. Sikap buruk dipengaruhi pengalaman significant others, budaya patriarki, dan keterbatasan akses media. Penyedia layanan kesehatan hendaknya memberikan penyuluhan dan konseling mengenai KDRT.
Kata kunci
: Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), pengetahuan, perempuan dewasa, sikap
vii
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
ABSTRACT
Name
: Yuanita Fransiska
Study Program: Nursing Science : Descriptive Study of Adult Woman’s Knowledge and Attitude of Domestic Violence in RW 10, Sukamaju Baru Village, Tapos Subdistrict, Depok City
Title
The number of domestic violence to women increases every year. This study purpose was to provide an overview about knowledge and attitudes of adult women about domestic violence in RW 10, Sukamaju Baru Village, Tapos, Depok. The research design was simple descriptive with univariate analysis methods. Total samples were 93 respondents; determined by quota sampling technique. The results showed 64.5% of respondents had low level of knowledge and 54.8% of respondents have bad attitudes toward domestic violence. Less knowledge caused by inadequate resources, experienced, and financial. Significant others’ experiences, patriarchy, and limited media access influence bad attitude. To prevent domestic violence, the health service providers should provide adequate health education.
Key words
: Adult Woman, Attitudes , Domestic violence, Knowledge
viii
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
DAFTAR ISI Halaman Judul i Halaman Pernyataan Orisinalitas ii Halaman Pengesahan iii Kata Pengantar iv Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi vi Abstrak vii Daftar Isi ix Daftar Tabel xi Daftar Gambar xii Daftar Lampiran xiii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Perumusan Masalah 5 1.3 Pertanyaan Penelitian 5 1.4 Tujuan Penelitian 6 1.4.1 Tujuan Umum 6 1.4.2 Tujuan Khusus 6 1.5 Manfaat Penelitian 6 1.5.1 Manfaat bagi Pendidikan 6 1.5.2 Manfaat bagi Profesi Keperawatan 6 1.5.3 Manfaat bagi Pelayanan Kesehatan Setempat 7 1.5.4 Manfaat bagi Masyarakat 7 1.5.5 Manfaat bagi Penelitian Selanjutnya 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 2.1 Tahap Perkembangan Perempuan Dewasa 8 2.2 Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 9 2.2.1 Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 9 2.2.2 Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 10 2.2.2.1 Kekerasan Fisik 10 2.2.2.2 Kekerasan Psikologis 11 2.2.2.3 Kekerasan Seksual 12 2.4.2.1 Kekerasan Ekonomi 13 2.2.3 Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 14 2.2.3.1 Dampak Fisik 14 2.2.3.2 Dampak Psikologis 15 2.4.4 Tindakan yang Dilakukan Ketika Perempuan Dewasa Mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 16 2.3 Pengetahuan 17 2.3.1 Pengertian Pengetahuan 17 2.3.2 Tingkatan Pengetahuan 18 2.3.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pengetahuan 18 2.3.4 Penelitian Pengetahuan Perempuan tentang KDRT 19 2.4 Sikap 20 2.4.1 Pengertian Sikap 20 2.4.2 Tingkatan Sikap 21 ix
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
2.4.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Sikap 22 2.4.4 Penelitian Sikap Perempuan terhadap KDRT 23 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 24 3.1 Kerangka Konsep 24 3.2 Definisi Operasional 26 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 28 4.1 Desain Penelitian 28 4.2 Populasi dan Sampel 28 4.3 Tempat dan Waktu Penelitian 30 4.4 Etika Penelitian 31 4.5 Alat Pengumpulan Data 32 4.6 Metode Pengumpulan Data 32 4.6.1 Uji Coba Kuesioner 32 4.6.2 Pengumpulan Data 34 4.7 Pengolahan Data 34 4.8 Analisis Data 35 BAB V HASIL PENELITIAN 37 5.1 Karakteristik Responden 37 5.2 Pengetahuan Responden tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Secara Umum 39 5.3 Sikap Responden tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Secara Umum 40 5.4 Pengetahuan dan Sikap Responden tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Berdasarkan Karakteristik Responden 40 5.4.1 Usia 41 5.4.2 Tingkat Pendidikan 42 5.4.3 Pekerjaan 43 5.4.4 Status Pernikahan 44 BAB VI PEMBAHASAN 45 6.1 Interpretasi dan Diskusi Hasil 45 6.1.1 Pengetahuan Perempuan Dewasa tentang KDRT 46 6.1.2 Sikap Perempuan Dewasa tentang KDRT 46 6.1.3 Pengetahuan dan Sikap Perempuan Dewasa tentang KDRT Berdasarkan Karakteristik Responden 47 6.2 Keterbatasan Penelitian 53 6.2.1 Topik 53 6.2.2 Metodologi 53 6.3 Implikasi bagi Pelayanan, Pendidikan, dan Penelitian Selanjutnya 53 6.3.1 Pelayanan 53 6.3.2 Pendidikan 53 6.3.3 Penelitian Selanjutnya 53 BAB VI PENUTUP 54 7.1 Kesimpulan 54 7.2 Saran 55 DAFTAR PUSTAKA 59
x
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian
27
Tabel 4.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian
31
xi
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
25
Gambar 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Usia di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok 37 Gambar 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Pendidikan di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok 38 Gambar 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pekerjaan di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok 38 Gambar 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Status Pernikahan di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok 39 Gambar 5.5 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang KDRT di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok 39 Gambar 5.6 Distribusi Frekuensi Sikap Responden tentang KDRT di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok 40 Gambar 5.7 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang KDRT Berdasarkan Karakteristik Usia di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok 41 Gambar 5.8 Distribusi Frekuensi Sikap Responden tentang KDRT Berdasarkan Karakteristik Usia di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok 41 Gambar 5.9 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang KDRT Berdasarkan Karakteristik Tingkat Pendidikan di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok 42 Gambar 5.10 Distribusi Frekuensi Sikap Responden tentang KDRT Berdasarkan Karakteristik Tingkat Pendidikan di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok 42 Gambar 5.11 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang KDRT Berdasarkan Karakteristik Pekerjaan di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok 43 Gambar 5.12Distribusi Frekuensi Sikap Responden Perempuan Dewasa tentang KDRT Berdasarkan Karakteristik Pekerjaan di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok 43 Gambar 5.14 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang KDRT Berdasarkan Karakteristik Status Pernikahan di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok 44 Gambar 5.15 Distribusi Frekuensi Sikap Responden tentang KDRT Berdasarkan Karakteristik Status Pernikahan di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok 44 xii
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Permohonan Ijin Penelitian dari FIK UI
Lampiran 2
Surat Ijin Riset dari Kesbangpol & Linmas Kota Depok
Lampiran 3
Persetujuan Tertulis untuk Partisipasi dalam Penelitian
Lampiran 4
Kuesioner Penelitian
Lampiran 5
Biodata Penulis
xiii
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan salah satu masalah kesehatan perempuan yang banyak terjadi di Indonesia. Definisi KDRT menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 adalah “Setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga” (Triwijati, 2007). Jumlah kasus KDRT yang dicatat oleh Komisi Nasional
Anti
Kekerasan
Terhadap
Perempuan
(Komnas
Perempuan)
menyebutkan bahwa sebanyak 22.512 kasus kekerasan terhadap perempuan di tahun 2006 yang dilayani oleh lembaga ini, 74% diantaranya adalah kasus KDRT (Kolibonso, 2010). Peningkatan kasus KDRT ini terus terjadi di Indonesia. Kasus KDRT di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Kebijakan Perlindungan Perempuan 2010 sampai 2014 yang ditulis oleh Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan menyebutkan data Bareskrim tentang peningkatan kasus KDRT per tahunnya dari tahun 2004 sebanyak 2.231 kasus, tahun 2005 sebanyak 2.302 kasus, tahun 2006 sebanyak 2.672 kasus dan tertinggi pada tahun 2007 yaitu sebanyak 2.901 kasus (Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan, 2010). Sumber tersebut juga menuliskan lonjakan jumlah kasus KDRT menurut Komnas Perempuan dari tahun 2004 sebanyak 14.020 kasus, tahun 2005 sebanyak 20.391 kasus, tahun 2006 sebanyak 22.517 kasus, tahun 2007 sebanyak 25.522 kasus dan tertinggi pada tahun 2008 sebanyak 54.425 kasus. Jumlah kasus tersebut dimanifestasi dalam berbagai bentuk kasus kekerasan. Kasus KDRT pada perempuan terjadi dalam berbagai bentuk tindak kekerasan dan memberikan dampak negatif bagi korbannya. Bentuk kekerasan yang terjadi 1
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
2
ditemukan oleh Komnas Perempuan pada tahun 2011 yaitu sebanyak 4% atau 3.753 kasus dari total 105.103 kasus kekerasan terhadap perempuan berupa kasus kekerasan seksual diantaranya kasus perkosaan, eksploitasi seksual, pelecehan seksual, dan kontrol seksual (Tarida, 2011). Dampak KDRT terlihat pada Data Women Crisis Center (WCC) pada tahun 2007 yang mencatat 87% dari perempuan korban kekerasan yang mengakses layanan WCC mengalami KDRT dan sembilan dari sepuluh perempuan korban kekerasan yang didampingi WCC mengalami gangguan kesehatan jiwa, 12 orang pernah mencoba bunuh diri, dan 13,12% menderita gangguan kesehatan reproduksi (Kolibonso, 2010). Dampak lain dari KDRT diperoleh dari data Susenas tahun 2006 dalam Kebijakan Perlindungan Perempuan 2010 sampai 2014 yaitu 71% perempuan korban KDRT mengalami sakit hati, 7% mengalami stress, dan 5% menderita luka cacat (Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan, 2010). Data-data tersebut menunjukkan bahwa KDRT mayoritas terjadi pada perempuan. KDRT banyak terjadi pada perempuan karena berbagai faktor. Faktor pertama berasal dari pihak laki-laki dimana laki-laki yang memiliki kekuatan fisik lebih besar dapat dengan mudah menganiaya perempuan yang memiliki kekuatan fisik lebih lemah. Faktor lain adalah faktor budaya yang menguntungkan pihak lakilaki seperti budaya patriarki di Indonesia. Budaya patriarki di Indonesia menunjukkan bahwa laki-laki berada dalam posisi dominan atau superior dibandingkan dengan perempuan dan menjadikan laki-laki memiliki kekuasaan lebih tinggi di dalam keluarga (Kurniasih, 2007). Posisi laki-laki yang lebih tinggi dalam budaya patriarki dan konflik yang terjadi dalam rumah tangga yang tidak terselesaikan dapat memicu adanya tindak kekerasan. Hal tersebut dapat menjadi alasan untuk menjadikan perempuan sebagai korban kekerasan. Faktor lain penyebab KDRT berasal dari diri perempuan sendiri. Mardiana (2012) dalam situs detik.com menuliskan bahwa Ketua Tim Penggerak (TP) PKK Provinsi Jawa Barat, Netty Prasetiyani Heryawan menilai minimnya pemahaman perempuan tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) menjadi salah satu penyebab masih tingginya kejadian KDRT di Jawa Barat. Hal serupa ditemukan berdasarkan studi kualitatif yang dilakukan Novitasari (2010) pada warga desa Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
3
Rasabou menyebutkan gambaran kekerasan yang terjadi di desa Rasabou yaitu berupa kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan ekonomi dan kekerasan seksual dengan faktor yang melatarbelakangi terjadinya KDRT tersebut antara lain tingkat pengetahuan yang rendah, anggapan KDRT sudah menjadi budaya, dan pernikahan dini. Sikap korban KDRT dapat terlihat dari penelitian lain yang dilakukan oleh Fachrina dan Anggraini (2007) yang menyebutkan mayoritas responden mengalami KDRT secara fisik (70%), emosional dan ekonomi masingmasing 57,14% serta seksual (66,66%) memilih sikap diam atau pasrah saja, meskipun hampir keseluruhan responden menyatakan bahwa tindakan KDRT tersebut merupakan tindakan yang tidak wajar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pengetahuan yang rendah dan sikap pasrah dapat menjadi penyebab KDRT. Beberapa penelitian terkait pengetahuan dan sikap terhadap KDRT telah dilakukan. Penelitian mengenai pengetahuan dilakukan Sari (2008) dan Risna (2009). Penelitian yang dilakukan Sari (2008) pada ibu rumah tangga di Kabupaten Langkat menunjukkan bahwa sebanyak 33 orang (55,9%) dari 59 responden
kurang mengetahui dampak kekerasan. Penelitian tersebut juga
menunjukkan bahwa KDRT yang dilakukan di rumah berakibat pada kesehatan reproduksi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Risna dkk. (2009) mengenai tingkat pengetahuan ibu rumah tangga tentang KDRT terhadap istri di RW 08 Kelurahan Pondok Cina, Beji, Depok menyebutkan mayoritas responden memiliki pengetahuan yang tinggi (58,1%). Kedua penelitian ini hanya dilakukan pada ibu rumah tangga saja dan tidak dilakukan pada perempuan umumnya. Kedua penelitian tersebut juga membahas pengetahuan ibu rumah tangga berdasarkan materi tentang definisi, bentuk-bentuk, dan dampak KDRT, namun tidak membahas
mengenai
karakteristik
responden
yang
dapat
memengaruhi
pengetahuan itu sendiri. Perbedaan kedua penelitian tersebut terletak pada tempat penelitian dimana penelitian Sari (2008) dilakukan di pedesaan dan Risna dkk. (2009) di perkotaan. Penelitian Sari (2008) menggambarkan pengetahuan ibu rumah tangga di pedesaan namun dari satu kabupaten hanya diambil 59 ibu rumah tangga sebagai responden.
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
4
Penelitian mengenai sikap terhadap KDRT dilakukan Marshall dan Furr (2010) pada perempuan di Turki. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perempuan yang memiliki ukuran rumah tangga yang lebih besar, memegang nilai-nilai patriarki, menikah di usia yang lebih muda, menetap di daerah pedesaan, dan menerima uang pengantin (lamaran), membenarkan setidaknya satu situasi dimana suami dapat memukul istri mereka. Penelitian ini menekankan pada faktor yang membuat seorang perempuan membenarkan satu bentuk KDRT, namun tidak memberikan gambaran sikap perempuan terhadap KDRT pada umumnya. Penelitian mengenai pengetahuan dan sikap terhadap KDRT pada perempuan dewasa di pedesaan dengan budaya patriarki yang cukup kental perlu dilakukan. Salah satu daerah dimana budaya patriarki sangat kental dalam lingkungan pedesaan berada pada wilayah RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok. Studi pendahuluan yang peneliti lakukan di kawasan ini menunjukkan beberapa perempuan dewasa tidak mengetahui tentang KDRT. Beberapa perempuan dewasa di kawasan ini menganggap KDRT hanya berupa kekerasan fisik berupa pemukulan dan penganiayaan terhadap istri. Kekerasan terhadap anak dan orang lain yang tinggal serumah juga dianggap bukan KDRT pada beberapa perempuan dewasa. Beberapa perempuan dewasa dalam studi pendahuluan ini juga tidak mengerti bagaimana harus bersikap terhadap KDRT. Perempuan dewasa di kawasan ini memiliki keanekaragaman demografi yang menarik untuk diteliti. Budaya patriarki terlihat cukup kental di wilayah ini dimana perempuan tunduk pada semua perkataan laki-laki. Hal-hal tersebut menyebabkan perlu diadakannya penelitian mengenai gambaran pengetahuan dan sikap perempuan dewasa tentang kekerasan dalam rumah tangga di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok.
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
5
1.2 Perumusan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang tinggi. Korban KDRT terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. KDRT terjadi dalam berbagai bentuk, seperti kekerasan fisik, psikologis, ekonomi dan seksual. KDRT memiliki dampak yang negatif bagi perempuan, diantaranya cedera, gangguan reproduksi, sakit hati, dan bahkan bunuh diri. Mayoritas korban KDRT adalah kaum perempuan. Faktor yang menyebabkan terjadinya KDRT diantaranya kekuatan fisik laki-laki, budaya patriarki, pengetahuan yang rendah dan sikap pasrah pada perempuan. Budaya patriarki masih kental pada masyarakat pedesaan. Penelitian yang pernah dilakukan terkait pengetahuan dan sikap terhadap KDRT hanya dilakukan pada ibu rumah tangga, membahas mengenai materi KDRT, dan tidak memberikan gambaran sikap pada perempuan umumnya terkait KDRT. Penelitian mengenai pengetahuan dan sikap terhadap KDRT terkait karakteristik responden pada wilayah pedesaan belum banyak dilakukan. Salah satu daerah pedesaan dengan budaya patrarki yang cukup kental adalah RW 10, Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti gambaran pengetahuan dan sikap perempuan dewasa tentang KDRT di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok?
1.3 Pertanyaan Peneliltian Berdasarkan pemaparan perumusan masalah di atas, dapat ditarik beberapa pertanyaan penelitian, yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran pengetahuan perempuan dewasa di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)? 2. Bagaimana gambaran sikap perempuan dewasa di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)?
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
6
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1
Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitan ini adalah untuk menggambarkan pengetahuan dan sikap perempuan dewasa di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok. 1.4.2
Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menggambarkan pengetahuan perempuan dewasa di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok tentang KDRT. 2. Menggambarkan sikap perempuan dewasa di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok tentang KDRT. 3. Menggambarkan pengetahuan dan sikap perempuan dewasa di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok tentang KDRT berdasarkan karakteristik usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan status pernikahan.
1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1.5.1 Bagi Pendidikan Manfaat penelitian ini bagi pendidikan adalah sebagai bahan pertimbangan terhadap pengembangan kurikulum pada pendidikan keperawatan untuk memasukkan tema Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). 1.5.2 Bagi Profesi Keperawatan Gambaran pengetahuan dan sikap perempuan dewasa terhadap KDRT ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi keperawatan komunitas untuk merancang asuhan keperawatan komunitas dan keluarga terkait KDRT pada masyarakat.
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
7
1.5.3 Bagi Pelayanan Kesehatan Setempat Gambaran pengetahuan kurang dan sikap buruk terkait KDRT dapat menjadi rekomendasi bagi pemberi pelayanan kesehatan di wilayah RW 01, Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok untuk memberikan penyuluhan dan konseling terakait KDRT kepada perempuan dewasa. 1.5.4 Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi perempuan dewasa untuk lebih aktif dalam mencari informasi mengenai KDRT. 1.5.5 Bagi Penelitian Penelitian ini juga dapat menjadi acuan bagi penelitian berikutnya yang mengangkat tema KDRT. Penelitian ini juga diharapkan menjadi landasan untuk mengembangkan Evidence Based Practice dalam kesehatan perempuan.
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menjabarkan tinjauan pustaka sebagai landasan teoritis dalam penelitian ini. Hal-hal yang dibahas pada bab ini adalah mengenai variabel yang digunakan dalam penelitian, yaitu pengetahuan dan sikap. Tahap perkembangan pada perempuan dewasa juga dibahas pada bab ini. Bab ini juga menjelaskan mengenai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sebagai objek penelitian.
2.1 Tahap Perkembangan Perempuan Dewasa Tahap perkembangan perempuan dewasa dapat ditinjau berdasarkan beberapa teori. Teori-teori tersebut dikemukakan oleh beberapa ahli seperti Levinson dan Havigrust. Fase perkembangan kognitif dijelaskan oleh Levinson. Levinson (1978) dalam Potter dan Perry (2006) menyebutkan fase-fase perkembangan dewasa. Masa awal transisi dewasa dimulai dari usia 18 sampai 20 tahun yaitu ketika seseorang berpisah dari keluarga dan merasakan kebebasan. Usia 21 sampai 27 tahun merupakan fase dimana seorang perempuan dewasa menyiapkan dan mencoba karir dan gaya hidup. Masa transisi dimulai dari usia 28 sampai 32 tahun yaitu ketika seorang perempuan dewasa secara besar-besaran memodifikasi aktivitas kehidupannya dan memikirkan tujuan masa depan. Usia 33 sampai 39 tahun merupakan masa tenang yaitu ketika seorang perempuan dewasa mengalami stabilitas yang besar. Tahun keberhasilan berada pada usia 40 sampai 65 tahun dimana seorang perempuan dewasa sudah memiliki pengaruh maksimal, membimbing dan menilai diri sendiri. Tugas perkembangan pada tahap dewasa juga dijelaskan oleh Havigrust. Havigrust (1972, dalam DeLaune dan Ladner, 2002) membagi masa dewasa menjadi masa dewasa awal, masa dewasa tengah, dan masa dewasa akhir. Tugas 8
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
9
perkembangan masa dewasa awal adalah memilih pasangan, belajar untuk hidup dengan pasangan, memulai keluarga, mengatur rumah, menetapkan diri dalam karir, menerima tanggung jawab sebagai warga negara, dan menjadi bagian dari kelompok sosial. Perempuan pada masa dewasa tengah memiliki tugas perkembangan untuk memenuhi tanggung jawab kemasyarakatan dan sosial, mempertahankan standar ekonomi hidup, membantu anak remaja untuk bertanggung jawab, menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis dan penuaan.
2.2 Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) Indonesia telah memiliki kebijakan hukum terkait dengan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT). Kebijakan tersebut tercantum dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekekerasan Dalam Rumah Tangga. Undang-undang tersebut secara eksplisit telah memaparkan dengan rinci mengenai perilaku KDRT. 2.2.1 Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) Pengertian KDRT dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004. Pengertian KDRT dalam undang-undang tersebut ialah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Triwijati, 2007). Undang-undang tersebut secara langsung menyebutkan bahwa objek dari perilaku kekerasan adalah perempuan. Kekerasan yang diterima perempuan biasanya dilakukan oleh pasangan atau suami dalam rumah tangga. Hal tersebut sesuai dengan definisi penyalahgunaan pasangan (spouse) yaitu perlakuan buruk atau penyalahgunaan satu orang dengan yang lain dalam konteks hubungan intim (Videback, 2008). Stuart dan Laraia (2005) juga mendefinisikan kekerasan keluarga (family violence) sebagai urutan
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
10
perilaku berbahaya yang terjadi diantara keluarga dan anggota keluarga yang lain. Kekerasan ini dapat terjadi dalam berbagai bentuk tindak kekerasan.
2.2.2 Bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) Kekerasan dalam Rumah Tangga dapat dilakukan melalui beberapa cara. Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
23
Tahun
2004 tentang
Penghapusan KDRT menyebutkan bentuk-bentuk KDRT sebagai “Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, atau penelantaran rumah tangga” (Triwijati, 2007). Bentuk-bentuk KDRT akan dijelaskan pada penjabaran berikut ini. 2.2.2.1 Kekerasan Fisik Kekerasan fisik merupakan kekerasan yang dapat menimbulkan bahaya secara fisik bagi korbannya. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT dalam Pasal 6 menyebutkan kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat
(Triwijati, 2007). Hal
tersebut terjadi akibat bentuk kekerasan fisik yang bermacam-macam. Kejadian kekerasan fisik dapat terjadi melalui berbagi cara. Meiyenti (1999) menyebutkan kejadian kekerasan fisik dengan kejadian terbanyak adalah memukul, menampar, menjambak, mencubit dan menendang. Dimensi kekerasan fisik juga disebutkan oleh E. Kristi Poerwandari dalam Luhulima (2000) yaitu mencakup memukul, menampar, mencekik, menendang, melempar barang ke tubuh korban, menginjak, melukai dengan tangan kosong atau alat senjata, dan membunuh. Kekerasan fisik dapat terjadi ketika seorang suami menggunakan kekuatannya untuk melakukan tindak kekerasan fisik. Bentuk kekerasan akibat penggunaan kekuatan fisik suami dapat bermacammacam. Stuart dan Laraia (2005) mengidentifikasi tiga tindak kekerasan dengan penggunaan kontrol dan kekuatan. Tindak kekerasan yang pertama adalah Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
11
menimbulkan atau mencoba menimbulkan luka fisik atau penyakit seperti mencubit, mendorong, menarik rambut, menampar, memukul, menggigit, memutar lengan, meninju, memukul dengan benda tumpul, menendang, menusuk dan menembak. Tindak kekerasan yang kedua adalah menghambat akses untuk menjaga kesehatan, misalnya obat-obatan, perawatan medis, kursi roda, makanan atau minuman, tidur, dan kebersihan diri. Bentuk tindak kekerasan fisik yang terakhir adalah memaksa korban untuk menggunakan alkohol atau obat-obatan lain. 2.2.2.2 Kekerasan Psikologis Kekerasan psikologis atau psikis juga banyak terjadi dalam rumah tangga. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT dalam Pasal 7 menyebutkan bahwa kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b adalah
perbuatan yang mengakibatkan
ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang (Triwijati, 2007). Bentuk-bentuk kekerasan psikologis dapat terjadi melalui berbagai cara. Kekerasan psikologis dilakukan mulai dari kekerasan sederhana sampai kekerasan yang kompleks. Meiyenti (1999) mengidentifikasi jenis-jenis kekerasan psikologis yang sering terjadi, yaitu berbicara keras, mencela, menghina, mengancam, memaksakan
kehendak,
meninggalkan
istri
untuk
kawin
lagi
tanpa
pemberitahuan, dan mengisolasi istri dari dunia luar. Hal serupa juga dituliskan Videback (2008) tentang kekerasan psikologis, yaitu membuat nama panggilan yang buruk, meremehkan, berteriak, menghancurkan properti, dan melakukan ancaman serta bentuk-bentuk halus seperti menolak untuk berbicara atau mengabaikan korban. Beberapa poin lain diungkapkan E. Kristi Poerwandari dalam Luhulima (2000) yang menyebutkan bentuk-bentuk kekerasan psikologis seperti berteriak-teriak, menyumpah, mengancam, merendahkan, mengatur, melecehkan, menguntit dan memata-matai,
tindakan-tindakan lain yang
menimbulkan rasa takut (termasuk yang diarahkan kepada orang-orang dekat
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
12
korban). Kekerasan psikologis dapat terjadi ketika seorang suami menggunakan kekuatannya untuk melakukan tindak kekerasan psikologis. Bentuk kekerasan akibat penggunaan kekuatan suami dapat bermacam-macam. Stuart dan Laraia (2005) mengidentifikasi dua tindak kekerasan psikologis akibat kekuatan dan kontrol suami. Tindak kekerasan yang pertama adalah menanamkan atau mencoba menanamkan ketakutan dengan cara mengintimidasi, mengancam untuk membahayakan diri pelaku atau korban, mengancam untuk membahayakan atau menculik anak, menggertak, memeras, mengganggu, merusak barang-barang dan hewan peliharaan, dan memainkan pikiran. Tindak kekerasan psikologis yang kedua adalah mengisolasi atau mencoba mengisolasi korban dari teman, keluarga, sekolah atau pekerjaan, misalnya memutus akses telepon atau transportasi, merusak hubungan pribadi korban, mengganggu orang lain, terus menerus mengecek dan menemani, menuduh tanpa ada dasar, dan memenjarakan. 2.2.2.3 Kekerasan Seksual Pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT menyebutkan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut dan pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu (Triwijati, 2007). Kekerasan seksual dapat membahayakan kesehatan korban karena dilakukan dengan cara yang tidak dikehendaki. Cara-cara kekerasan seksual dilakukan bermacam-macam. Kekerasan seksual mencakup tindakan-tindakan yang mengarah ke ajakan atau desakan seksual seperti menyentuh, meraba, mencium dan/atau melakukan tindakan-tindakan lain yang tidak dikehendaki korban dan lain-lain (Luhulima, 2000). Videback (2008) menyebutkan pelecehan seksual termasuk serangan selama hubungan seksual seperti
menggigit
puting,
menarik
rambut,
menampar,
memukul
dan
pemerkosaan. Kekerasan seksual juga dapat terjadi ketika seorang suami menggunakan kekuatannya untuk melakukan tindak kekerasan seksual. Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
13
Bentuk kekerasan seksual akibat penggunaan kekuatan fisik suami dapat bermacam-macam. Stuart dan Laraia (2005) mengidentifikasi dua tindakan kekerasan seksual akibat penggunaan kekuatan fisik dan suami. Tindak kekerasan seksual yang pertama adalah memaksa atau mencoba memaksa hubungan seksual tanpa persetujuan, contohnya pemerkosaan dalam perkawinan, pemerkosaan kenalan, memaksa berhubungan seks setelah pemukulan fisik, menyerang bagian seksual dari tubuh, prostitusi paksa, seks tanpa pelindung, mencumbu, sodomi, berhubungan seks dengan yang lain, dan menggunakan pornografi. Tindak kekerasan seksual yang kedua adalah mencoba merusak seksualitas korban dengan cara memperlakukan korban dengan cara-cara seksual yang merendahkan, dan mengritik performa dan hasrat seksual. 2.2.2.4 Kekerasan Ekonomi Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) dapat pula terjadi dari segi ekonomi. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT dalam Pasal 9 ayat 1 yang berbunyi setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut (Triwijati, 2007). Pasal tersebut sangat jelas melarang suami untuk menelantarkan istrinya dari segi ekonomi. Penelantaran dapat pula terjadi dengan pelarangan seseorang untuk bekerja, tetapi tidak memberikan nafkah yang dibutuhkan korban. Hal tersebut sebagaimana ayat kedua pada pasal tersebut menjelaskan bahwa penelantaran sebagaimana dimaksud ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut (Triwijati, 2007). Ayat ini juga menyebutkan bahwa pelarangan korban untuk bekerja dimaksudkan agar pelaku kekerasan dapat mengendalikan dan mengatur hidup korban sehingga tidak berani untuk melaporkan kekerasan
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
14
yang dialaminya. Kekerasan ekonomi juga dapat terjadi ketika seorang suami menggunakan kekuatannya untuk melakukan tindak kekerasan. Bentuk kekerasan ekonomi akibat penggunaan kekuatan dan control suami dapat bermacam-macam. Stuart dan Laraia (2005) mengidentifikasi cara suami mengontrol korban dengan membuat atau mencoba membuat korban merasa memiliki ketergantungan keuangan. Hal tersebut dilakukan dengan mengontrol secara total sumber keuangan, mengontrol keuangan dan memutus akses untuk mendapatkan uang, melarang kehadiran di sekolah, melarang bekerja, mengganggu pekerjaan, meminta akuntabilitas dan pembenaran pada semua uang yang keluar, memaksa menipu, memutus infromasi tentang keuangan keluarga, dan memaksa korban untuk bertanggung jawab pada semua tagihan.
2.2.3 Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) 2.2.3.1 Dampak Fisik Dampak fisik merupakan dampak nyata yang dapat terlihat pada korban KDRT. Videback (2008) menyebutkan bahwa kekerasan fisik terjadi dari menekan dan mendorong sampai pemukulan parah dan tersedak dan bisa menyebabkan kerusakan tubuh, patah tulang rusuk, pendarahan, kerusakan otak, dan bahkan pembunuhan. Hal tersebut senada dengan pernyataan Triwijati (2007) yang menyebutkan bahwa luka fisik akibat kekerasan parah dapat menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Kekerasan fisik tidak hanya dapat menimbulkan luka tetapi juga dapat menimbulkan efek lain dari luka tersebut. Struart dan Laraia (2005) mengidentifikasi dampak dari kekerasan fisik yang tidak berkaitan dengan luka, misalnya sakit kepala, masalah menstrual, nyeri kronis, gangguan tidur, dan gangguan pencernaan. Gangguan imun juga dapat terjadi sehingga korban rentan terhadap gangguan kesehatan lain.
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
15
2.2.3.2 Dampak Psikologis Korban KDRT mengalami trauma psikologis selain trauma fisik. Trauma psikologis yang terjadi meliputi isolasi sosial, ketidakberdayaan, menyalahkan diri sendiri, ambivalensi dan harga diri rendah. Penjelasan mengenai dampak tersebut akan dijelaskan berikut ini. Isolasi sosial dapat terjadi pada perempuan yang mengalami KDRT. Hal tersebut terjadi karena perempuan yang menjadi korban kekerasan memiliki akses yang sangat sedikit akan jaringan dan dukungan personal (Luhulima, 2000). Suami sebagai pelaku kekerasan akan memutuskan hubungan istri dengan orang lain melalui pengendalian aktivitas hidupnya. Perempuan korban KDRT juga sering merasa malu, takut dan kebingungan akibat kekerasan yang diterimanya. Perempuan korban KDRT dapat pula mengalami rasa tidak berdaya. Hal tersebut terjadi akibat usahanya untuk menghindari atau melarikan diri dari kekerasan yang dihadapinya tidak berhasil (Luhulima, 2000). Perempuan akan merasa bahwa percuma untuk melakukan kontak dengan keluarga atau orang terdekat lainnya karena mereka belum tentu percaya pada ceritanya. Korban KDRT cenderung menyalahkan diri sendiri terhadap kekerasan yang dialaminya. Perempuan tersebut biasanya berpikir bahwa dirinya yang menyebabkan terjadinya perilaku kekerasan dari pasangan (Luhulima, 2000). Hal tersebut juga ditambah dari pernyataan orang lain yang lebih menyudutkan perempuan korban kekerasan. Perasaan ambivalensi juga dapat muncul pada perempuan korban KDRT. Ambivalensi adalah konflik perasaan yang simultan, seperti cinta dan benci terhadap seseorang, sesuatu atau suatu keadaan (Bobak, et. al, 2005). Pelaku KDRT tidak setiap saat melakukan kekerasan dan korban kadang merasa bahwa pasangannya adalah lelaki baik yang mencintainya (Luhulima, 2000). Hal tersebut membuat perempuan menjadi bingung akan perasaannya. Harga diri rendah merupakan dampak yang cukup parah bagi perempuan korban KDRT. Perasaan tersebut muncul karena perlakuan buruk yang diterima korban Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
16
justru datang dari pasangan yang seharusnya menyayanginya (Luhulima, 2000). Hal tersebut membuat perempuan korban KDRT merasa bahwa dirinya tidak berharga dan hanya menyebabkan kemarahan pasangan sehingga tega melakukan kekerasan pada dirinya.
2.2.4 Tindakan yang Dilakukan Ketika Perempuan Dewasa Mengalami Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) Korban KDRT mendapat perlindungan dari negara. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 sebagai payung hukum bagi korban KDRT. Pasal 26 pada UU tersebut menyebutkan bahwa korban berhak melapor secara langsung kekerasan dalam rumah tangga kepada kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat kejadian perkara (Triwijati, 2007). Perempuan korban KDRT dapat juga memberikan kuasa kepada orang lain untuk melaporkan kekerasan rumah tangga. Masalah yang sering timbul pada masyarakat adalah pemikiran bahwa orang lain tidak boleh mencampuri urusan rumah tangga seseorang. Hal tersebut dapat menambah tekanan pada korban KDRT karena membuatnya menjadi merasa seorang diri dalam dunia ini. Pasal 15 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 menyebutkan bahwa setiap orang yang mendengar, melihat atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk (a) mencegah berlangsungnya tindak pidana, (b) memberikan perlindungan kepada korban, (c) memberikan pertolongan darurat dan (d) membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan (Triwijati, 2007).
2.3 Pengetahuan 2.3.1 Pengertian Pengetahuan Pengetahuan merupakan dasar dari proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang dimaksud dalam pengetahuan adalah pembelajaran kognitif. Pembelajaran kognitif meliputi semua perilaku intelektual (Potter dan Perry, 2006). Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
17
Notoatmodjo (2010) menyebutkan bahwa pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya). Pengetahuan kesehatan dapat diukur dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung (wawancara)
atau
melalui
pertanyaan-pertanyaan
tertulis
atau
angket
(Notoatmodjo, 2010). Hasil penilaian melalui pertanyaan-pertanyaan tertulis atau angket dapat diklasifikasikan menjadi kategori penilaian. Pengetahuan dapat dibuat menjadi tiga kategori dengan skor 76% - 100% untuk pengetahuan baik, skor 56% - 75% untuk pengetahuan cukup dan <55% untuk pengetahuan kurang (Arikunto, 2004). Skala Guttman dapat berupa pertanyaan “ya” atau “tidak” dapat digunakan untuk kuesioner mengenai pengetahuan ini. 2.3.2 Tingkatan Pengetahuan Pengetahuan seseorang terbagi kedalam beberapa tingkatan. Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda (Notoatmodjo, 2010). Tingkatan pembelajaran kognitif menurut Bloom (1956, dalam Potter dan Perry, 2006) adalah pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Penjelasan mengenai tingkatan pengetahuan akan dijelaskan berikut ini. Tingkat pertama dari pengetahuan adalah “tahu”. “Tahu” diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu (Notoatmodjo,
2010).
Seseorang
yang
mendapat
pengetahuan
dapat
menggunakannya untuk mendapatkan fakta atau informasi baru dan dapat diingat kembali (Potter dan Perry, 2006). Pemahaman merupakan tingkat kedua dari pengetahuan. Pemahaman adalah kemampuan untuk memahami materi yang dipelajari (Potter dan Perry, 2006). Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut dan dapat menyebutkan tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut (Notoatmodjo, 2010).
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
18
Tingkatan ketiga pada tingkat pengetahuan adalah aplikasi. Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek objek yang diketahui tersebut pada situasi lain (Notoatmodjo, 2010). Penerapan atau aplikasi mencakup penggunaan ide-ide abstrak yang baru dipelajarinya untuk diterapkan dalam situasi nyata (Potter dan Perry, 2006). Analisis merupakan tingkat pengetahuan keempat dalam tingkatan pengetahuan. Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui (Notoatmodjo, 2010). Analisis berarti mengaitkan ide yang satu dengan yang lain dengan cara yang benar. Domain ini memungkinkan seseorang memisahkan informasi penting dari informasi yang tidak penting (Potter dan Perry, 2006). Tingkatan kelima adalah sintesis. Sintesis merupakan kemampuan memahami sebagian informasi dari semua informasi yang diterimanya (Potter dan Perry, 2006). Sintesis menunjukkan kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki (Notoatmodjo, 2010). Evaluasi merupakan tingkat terakhir dalam tingkatan pengetahuan. Evaluasi merupakan penilaian terhadap sejumlah informasi yang diberikan untuk tujuan yang telah ditetapkan (Potter dan Perry, 2006). Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2010). 2.3.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pengetahuan Pengetahuan yang dimiliki seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktorfaktor tersebut dapat berasal dari dalam maupun luar individu. Notoatmodjo (2007) mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi pengetahuan, yaitu pengalaman, tingkat pendidikan, keyakinan, fasilitas, penghasilan dan sosial budaya. Penjabaran mengenai faktor-faktor yang memengaruhi pengetahuan akan dijelaskan berikut. Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
19
Pengalaman, pendidikan, dan keyakinan merupakan faktor internal yang memengaruhi pengetahuan seseorang. Pengalaman
dapat
diperoleh
dari
pengalaman sendiri maupun orang lain dan dapat memperluas pengetahuan seseorang. Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang dan umumnya seseorang yang memiliki pendidikan
lebih
tinggi
akan
mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Keyakinan yang diperoleh secara turun
temurun
dan
tanpa
adanya pembuktian
dapat mempengaruhi
pengetahuan seseorang, baik keyakinan yang bersifat positif maupun negatif (Notoatmodjo, 2007). Usia juga dapat memengaruhi pengetahuan sesuai dengan penelitian yang sesuai dengan konsep ini dilakukan oleh Hansson, et.al (2008) dengan hasil bahwa bagian dari pengaruh negatif pada peningkatan usia terhadap kemampuan umum dapat dikompensasikan dengan peningkatan domain pengetahuan yang relevan. Al Hibri dkk. (2001) menyebutkan bahwa wanita karir atau wanita yang bekerja umumnya adalah wanita yang berpendidikan cukup tinggi, mempunyai tingkat energi tinggi, dan pada umumnya menikmati kesehatan yang baik. Tingkat energi tinggi yang dimiliki sebagian perempuan bekerja yang memiliki pengetahuan baik digunakan untuk mengakses sumber informasi. Faktor
eksternal
yang
memengaruhi
pengetahuan
diantaranya
fasilitas,
penghasilan, dan sosial budaya. Fasilitas atau media sebagai sumber informasi dapat mempengaruhi pengetahuan yang dapat diperoleh dari buku maupun media massa seperti radio, televisi, majalah, dan koran. Penghasilan tidak berpengaruh langsung
terhadap
pengetahuan
seseorang, namun
seseorang yang
berpenghasilan cukup besar akan mampu menyediakan atau membeli fasilitas sumber informasi. Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu (Notoatmodjo, 2007). 2.3.4 Penelitian Pengetahuan Perempuan tentang KDRT Hasil penelitian yang dilakukan oleh Risna et al (2009) mengenai tingkat pengetahuan ibu rumah tangga tentang KDRT terhadap istri di RW 08 Kelurahan Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
20
Pondok Cina, Beji, Depok menyebutkan mayoritas responden memiliki pengetahuan yang tinggi (58,1%). Hal ini dapat terjadi karena ibu rumah tangga di perkotaan lebih mudah dalam mengakses informasi sehingga lebih sadar terhadap KDRT. Penelitian lain terkait pengetahuan dilakukan Sari (2008) pada ibu rumah tangga di Kabupaten Langkat yang menunjukkan bahwa sebanyak 33 orang (55,9%) dari 59 orang responden kurang mengetahui dampak kekerasan. Penelitian yang dilakukan pada perempuan menikah di area pedesaan di China oleh Zhao et. al (2006) tentang pengetahuan perempuan menikah tentang KDRT menunjukkan hasil perempuan yang sudah menikah memiliki pengetahuan relatif sedikit tentang KDRT dan 75,2% wanita bahkan tidak tahu apa kekerasan dalam rumah tangga yang dimaksud dan beberapa wanita menderita KDRT tetapi tidak mengetahui implikasinya.
2.4 Sikap 2.4.1 Pengertian Sikap Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senangtidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2010). Terdapat tiga komponen sikap menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2010). Komponen yang pertama adalah kepercayaan atau keyakinan ide, dan konsep terhadap objek. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek merupakan
komponen
kedua
dalam
sikap.
Komponen
ketiga
adalah
kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen tersebut membentuk sikap yang utuh (total attitude) (Notoatmodjo, 2010). Sikap dapat diukur secara langsung maupun tidak langsung. Notoatmodjo (2010) menyatakan pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan
tentang
stimulus
atau
objek
yang
bersangkutan. Pertanyaan secara langsung juga dapat dilakukan dengan cara Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
21
memberikan pendapat dengan menggunakan kata “setuju” atau “tidak setuju” pada pernyataan-pernyataan terhadap objek-objek tertentu dengan menggunakan skala Likert. Pembagian kategori untuk variabel sikap yaitu skor 55% - 100% untuk sikap baik dan skor <55% untuk sikap buruk (Arikunto, 2004). 2.4.2 Tingkatan Sikap Sikap seseorang terbagi kedalam beberapa tingkatan. Bloom (1986, dalam Potter dan Perry, 2006) membagi sikap menjadi lima tingkatan dengan penjelasan berikut ini.
Tingkat pertama dari sikap adalah menerima (receiving). Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek) (Notoatmodjo, 2010). Potter
dan Perry (2006) mendefinisikan penerimaan
sebagai sikap terbuka untuk mengikuti petunjuk dari orang lain. Tingkat ini merupakan tingkat afektif yang terendah, meliputi penerimaan secara pasif terhadap suatu masalah, situasi, gejala, nilai dan keyakinan. Menanggapi merupakan tingkat kedua dari sikap. Menanggapi berarti melibatkan partisipasi aktif melalui proses mendengarkan dan bereaksi secara verbal dan nonverbal (Potter dan Perry, 2006). Menanggapi dapat juga diartikan dengan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi (Notoatmodjo, 2010). Tingkat ketiga pada ranah afektif (sikap) adalah menilai. Menilai berarti memberikan nilai pada suatu objek atau perilaku (Potter dan Perry, 2006). Menilai mengacu pada nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tertentu dan dapat menimbulkan reaksi-reaksi seperti menerima, menolak atau tidak menghiraukan (Munaf, 2001). Pengorganisasisan merupakan tingkat keempat pada sikap. Pengorganisasian adalah mengembangkan sistem nilai melalui identifikasi dan pengorganisasian nilai
serta
penyelesaian
kembali
konflik
(Potter
dan
Perry,
2006).
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
22
Pengorganisasian meliputi konseptualisasi nilai-nilai menjadi satu sistem nilai. Sikap-sikap yang membuat lebih konsisten dapat menimbulkan konflik-konflik internal dan membentuk suatu sistem nilai internal (Munaf, 2001). Pengarakteristikan merupakan tingkat terakhir dalam sikap. Pengarakteristikan meliputi tindakan dan respons terhadap sistem nilai yang konsisten (Potter dan Perry, 2006). Seseorang akan berperilaku secara konsisten dan bertanggung jawab bila nilai yang dianutnya diuji atau ditantang. Bertanggung jawab merupakan sikap yang paling tinggi tingkatannya dimana seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya berani mengambil risiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya risiko lain (Notoatmodjo, 2010). 2.4.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Sikap Pembentukan sikap seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari dalam (internal) maupun luar pribadi seseorang (eksternal).
Rahayuningsih
(2008)
menyebutkan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi pembentukan sikap, yaitu pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting (significant other), media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan agama, dan faktor emosional. Faktor dari dalam (internal) yang memengaruhi sikap diantaranya pengalaman pribadi dan faktor emosional. Pengalaman pribadi dapat menjadi faktor yang memengaruhi sikap seseorang. Pembentukan sikap dari pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat dan melibatkan faktor emosional. Faktor emosional merupakan suatu sikap yang dilandasi oleh emosi yang fungsinya sebagai semacam penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego (Rahayuningsih, 2008). Kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, lembaga pendidikan dan agama merupakan faktor eksternal yang memengaruhi sikap. Rahayuningsih (2008) mengungkapkan pembentukan sikap tergantung pada kebudayaan tempat individu tersebut dibesarkan. Orang lain yang dianggap penting (significant others) juga menjadi salah satu faktor pembentukan sikap. Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
23
Orang-orang yang termasuk significant others menurut Rahayuningsih (2008) adalah orang-orang yang diharapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah laku dan opini, orang yang tidak ingin dikecewakan, dan yang berarti khusus terhadap kehidupan seseorang. Media massa dapat berupa media cetak dan elektronik yang membawa pesan-pesan tertentu sehingga dapat diinternalisasi dalam kehidupan seseorang. Pesan yang cukup kuat akan memberikan dasar afektif dalam menilai sesuatu sehingga membentuk sikap tertentu. Institusi dan agama berfungsi meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu sehingga dapat menghasilkan pemahaman baik dan buruk, salah atau benar, yang menentukan sistem kepercayaan seseorang (Rahayuningsih, 2008).
2.4.4 Penelitian Sikap Perempuan terhadap KDRT Penelitian Astuti et. al (2006) menunjukkan bahwa rata-rata sikap
terhadap
kekerasan suami pada istri yang bekerja sebesar 71,6% berada pada kategori sikap positif bahwa perempuan bekerja menunjukkan kecenderungan sikap untuk menolak tindak kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga yang dilakukan suami. Penelitian lain mengenai sikap terhadap KDRT di lakukan oleh Rohmah (2004, dalam Hanum, 2006) menyebutkan ada keterkaitan antara tingkat pendidikan korban kekerasan dalam rumah tangga dengan atribusi yang dilakukan dimana korban kekerasan yang berpendidikan tinggi (SMA ke atas) memiliki kecenderungan untuk menilai penyebab kekerasan yang dialami berdasarkan rasional. Kim-goh dan Baello (2008) meneliti tentang sikap terhadap KDRT pada komunitas imigran Korea dan Vietnam menemukan bahwa responden yang lebih muda memiliki sikap yang lebih negatif terhadap KDRT dibandingkan dengan responden yang lebih tua. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Marshall dan Furr (2010) pada perempuan di Turki menunjukkan bahwa perempuan yang memiliki ukuran rumah tangga yang lebih besar, memegang nilai-nilai patriarki, menikah di usia yang lebih muda, menetap di daerah pedesaan, dan menerima uang pengantin (lamaran), membenarkan setidaknya satu situasi dimana suami dapat memukul istri mereka. Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
Bab ini berisi kerangka konsep dan definisi operasional penelitian. Kerangka konsep mencakup variabel yang akan diteliti maupun tidak diteliti. Definisi operasional mencakup penjabaran variabel yang meliputi cara ukur, hasil ukur, dan skala data.
3.1 Kerangka Konsep Landasan literatur yang telah dibuat menjadi dasar dalam pembentukan kerangka konsep. Kerangka konsep ini mencakup variabel yang akan diteliti. Penelitian ini mengangkat variabel pengetahuan dan sikap perempuan dewasa terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Pengetahuan dan sikap merupakan bagian pembentuk perilaku. Bagan berikut ini menjelaskan secara singkat kerangka konsep penelitian.
24
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
25
Faktor yang memengaruhi pengetahuan: keyakinan, fasilitas, penghasilan, sosial budaya
Pengetahuan perempuan dewasa tentang KDRT
usia, tingkat pendidikan, pekerjaan pengalaman (pernikahan)
Faktor yang memengaruhi pembentukan sikap: kebudayaan, significant others, media massa, agama, faktor emosional usia, pendidikan, pekerjaan, pengalaman (pernikahan)
Perilaku perempuan dewasa terhadap KDRT
Sikap perempuan dewasa terhadap KDRT
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Sumber: Al Hibri, dkk., 2001; Astuti, dkk., 2006; Hansson, et.al., 2008; Kim-goh & Baello, 2008; Notoatmodjo, 2010; Rahayuningsih, 2008; Sari, 2008; Zhao, et.al, 2006 (diolah kembali)
Keterangan: = diteliti
= tidak diteliti
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
26
3.2 Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian
Variabel Pengetahuan
Definisi
Hasil Ukur
Skala
Pengetahuan
Kuesioner dengan 29 Pengetahuan
Ordinal
perempuan
pertanyaan
Operasional
dewasa
Cara Ukur
pada baik
yang responden
jika
skor 76% -
berusia 21 sampai menggunakan
skala 100%
60 tahun tentang Guttman
dengan
Kekerasan Dalam penjabaran
sebagai Pengetahuan
Rumah
Tangga berikut:
(KDRT)
cukup jika
seperti a. 16 pertanyaan ya skor 56% -
pengertian,
pada
bentuk-bentuk,
dengan scoring:
dampak,
dan
1 = salah
tindakan
ketika
2 = benar
mengalami KDRT.
b. 13
kuesioner 75%
Pengetahuan
pertanyaan kurang jika
tidak
pada skor <55%
kuesioner, dengan scoring:
1 = kurang
1 = salah
2 = cukup
2 = benar
3 = baik
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
27
Variabel Sikap
Definisi Operasional
Cara Ukur
Sudut
pandang, Kuesioner dengan 15
respon
dan pertanyaan pada
keyakinan
responden
perempuan
menggunakan skala
terhadap
Likert
Kekerasan Dalam Rumah (KDRT).
Tangga
Hasil Ukur Sikap baik
Skala Ordinal
jika skor 55% - 100%
Sikap baik
a. 6 pertanyaan
jika skor
positif pada
<55%.
kuesioner dengan skor:
1 = buruk
Sangat Tidak
2 = baik
Setuju (STS) = 1 Tidak Setuju (TS) =2 Biasa Saja (BS) = 3; Setuju (S) = 4 Sangat Setuju (S) =5 b. 9 pertanyaan negatif pada kuesioner dengan skor: Sangat Tidak Setuju (STS) = 1 Tidak Setuju (TS) = 2; Biasa Saja (BS) = 3; Setuju (S) = 4 Sangat Setuju (S) =5
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
BAB IV METODE PENELITIAN
Bab ini menyajikan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. Desain penelitian, populasi dan sampel, dan tempat dan waktu yang digunakan dalam penelitian ini dijabarkan pada bab ini. Bab ini juga menjabarkan metode dan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini. Cara analisis data yang dilakukan juga dijelaskan sebagai acuan dalam pengolahan data.
4.1 Desain Penelitian Desain penelitian dapat diartikan sebagai rencana menyeluruh peneliti
untuk
memperoleh jawaban dari pertanyaan penelitian dan untuk menguji hipotesis penelitian (Polit dan Beck, 2006). Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian deskriptif sederhana. Tujuan dari penelitian deskriptif sederhana ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap perempuan dewasa tentang KDRT di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok.
4.2 Populasi dan Sampel Populasi adalah seluruh agregat kasus yang memiliki kriteria spesifik (Polit dan Beck, 2006). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perempuan dewasa yang berusia 21 sampai 60 tahun dan bertempat tinggal di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Tapos, Depok. Populasi diwakili oleh sampel. Sampel diambil dari sebagian populasi tersebut. Pemilihan sampel menggunakan teknik penarikan sampel tidak acak (non probability sampling) secara quota sampling. Teknik quota sampling merupakan penarikan sampel dimana sampel yang akan diambil ditentukan oleh pengumpul data dan sebelumnya telah ditentukan jumlah yang akan diambil
28
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
29
(Hastono dan Sabri, 2010). Kriteria inklusi sampel yang dipilih pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Perempuan yang berada pada tahap perkembangan dewasa (usia 21 sampai 60 tahun). 2. Perempuan yang dapat membaca dan menulis. 3. Perempuan yang bertempat tinggal di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Depok. 4. Perempuan yang bersedia menjadi responden. Jumlah sampel yang diambil menggunakan rumus Slovin (Setiawan, 2007):
Keterangan n
: jumlah sampel
N
: jumlah populasi
d
: derajat ketepatan yang direfleksikan oleh kesalahan yang dapat ditolerir (d=0,1)
Jumlah perempuan dewasa yang berusia 21 sampai 60 tahun di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok pada tahun 2012 sebesar 855 orang (Data Kelurahan Sukamaju Baru, 2012). Jumlah sampel berdasarkan perhitungan adalah sebagai berikut:
Peneliti melakukan koreksi jumlah sampel untuk kemungkinan adanya kuesioner yang tidak valid sebesar 10%. Formula yang digunakan untuk koreksi jumlah sampel adalah (Notoatmojo, 2010):
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
30
100 Keterangan n’ : besar sampel setelah dikoreksi n : jumlah sampel berdasarkan estimasi sebelumnya f : prediksi presentase sampel drop out Jadi jumlah sampel total adalah 100 perempuan dewasa di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Tapos, Depok. Kuesioner yang terkumpul adalah sebanyak 100 kuesioner namun yang terisi lengkap hanya 93 kuesioner. Jumlah tersebut masih melebihi jumlah sampel minimal yaitu 90 sampel. Oleh karena itu, data yang diolah sebanyak 93 kuesioner.
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok. Agenda penelitian adalah sebagai berikut: Tabel 4.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian Jadwal
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Pengajuan judul Penyusunan proposal Pengumpulan proposal Pengumpulan data Pengolahan data Penyajian data Sidang skripsi Pengumpulan skripsi
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
31
4.4 Etika Penelitian Peneliti memberikan hak kepada responden untuk menerima atau menolak dalam berpartisipasi dalam penelitian ini. Prinsip etik menurut Polit dan Beck (2006) adalah sebagai berikut. 1.
Beneficence atau kemurahan hati. Peneliti harus meyakinkan bahwa penelitian yang dilakukan tidak berbahaya bagi responden dan bertujuan untuk kebaikan. Penelitian ini bertujuan agar gambaran pengetahuan dan sikap perempuan dewasa di kawasan ini dapat teridentifikasi.
2.
Fidelity atau kesetiaan. Peneliti memiliki kewajiban individu dan sebagai calon tenaga kesehatan untuk patuh terhadap komitmen pekerjaan atau dengan kata lain profesional dan tanggung jawab terhadap profesi.
3.
Nonmaleficiency adalah prinsip bahwa semua tindakan pada responden harus bebas dari setiap resiko yang membahayakan. Penelitian ini tidak menimbulkan resiko yang berbahaya bagi responden.
4.
Respect for human dignity yaitu responden memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang lengkap dan tuntas tentang riset, tujuan dan manfaatnya. Penelitian ini dilengkapi dengan informed consent yang berisi tentang judul, tujuan, manfaat, dan responden yang dipilih. Informed consent juga dilengkapi dengan kontak peneliti sehingga responden dapat bertanya lebih lanjut.
5.
Justice atau berlaku adil yaitu responden memiliki hak untuk mendapatkan perlakukan yang adil. Peneliti tidak membeda-bedakan perlakukan kepada responden ketika mengisi kuesioner.
6.
Veracity atau kejujuran yaitu peneliti wajib berkata jujur dan terbuka mengenai segala sesuatu yang dilakukan selama kegiatan riset. Responden juga diharapkan dapat mengisi pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner dengan jujur.
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
32
4.5 Alat Pengumpulan Data Alat pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada teori yang sesuai dengan dasar penelitian. Notoatmodjo (2010) menyebutkan kuesioner untuk
variabel
pengetahuan menggunakan skala Guttman dengan pertanyaan dikotom yang memiliki alternatif jawaban “ya” atau “tidak”. Sumber yang sama menyebutkan pernyataan untuk variabel sikap dalam kuesioner disusun menggunakan skala Likert dengan simbol Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Biasa Saja (BS), Setuju (S), dan Sangat Setuju (S). Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama berisi 4 pertanyaan yang berkaitan dengan data demografi atau karakteristik responden. Pertanyaan yang diajukan pada karakteristik responden adalah rentang usia responden, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan status pernikahan. Bagian kedua terdiri dari 29 pernyataan yang berkaitan dengan pengetahuan perempuan dewasa tentang KDRT yang terdiri dari pertanyaan mengenai pengertian KDRT, bentuk-bentuk KDRT, dampak KDRT dan tindakan yang dilakukan ketika mengalami KDRT. Bagian ketiga kuesioner berisi 15 pertanyaan mengenai sikap perempuan dewasa terhadap KDRT.
4.6 Metode Pengumpulan Data 4.6.1 Uji Coba Kuesioner Uji coba kuesioner merupakan upaya untuk memenuhi syarat reliabilitas dan validitas instrumen yang digunakan. Tujuan uji coba kuesioner adalah untuk mengetahui ketepatan alat ukur yang digunakan, konsistensi, dan pemahaman responden terhadap pernyataan yang terdapat dalam kuesioner. Uji coba kuesioner dilakukan di luar populasi yaitu populasi perempuan dewasa di luar RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Depok yang memenuhi kriteria inklusi responden pada penelitian ini. Jumlah responden yang ikut serta dalam uji coba kuesioner sebanyak 30 orang agar diperoleh distribusi nilai hasil pengukuran Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
33
mendekati normal. Kuesioner yang diujicobakan lalu digunakan untuk mengetahui sejauh mana kuesioner yang telah disusun memiliki validitas dan reliabilitas. Kuesioner mengenai variabel sikap diuji validitas dan reliabilitasnya. Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2010). Validitas kuesioner dapat ditentukan dengan melakukan uji korelasi antara nilai atau skor tiap-tiap item pertanyaan dengan skor total kuesioner. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan sistem pengolahan data di komputer. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Notoatmodjo, 2010). Reliabilitas menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten pada sekurang-kurangnya dua kali percobaan. Uji coba tersebut kemudian diuji dengan rumus korelasi product moment. Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner variabel sikap menunjukkan dari 30 pertanyaan hanya 15 pertanyaan yang valid dan reliabel. Pertanyaan yang valid adalah pertanyaan yang memiliki nilai corrected item total corelation lebih dari nilai df tabel. Nilai df tabel untuk d = 0,1 adalah 0,423 (Guilford dan Fruchter, 1978). Uji reliabilitas juga dilakukan selain uji validitas. Pertanyaan yang reliabel adalah pertanyaan yang memiliki nilai alpha Cronbach lebih dari 0,6. Sebanyak 15 pertanyaan yang tidak valid dan reliabel dibuang. Pertanyaan yang digunakan dalam penelitian adalah pertanyaan yang valid dan reliabel yaitu pertanyaan nomor 1, 2, 3, 5, 8, 9, 12, 16, 18, 19, 20, 24, 25, 26, dan 28. Uji keterbacaan digunakan untuk menguji variabel pengetahuan. Peneliti melakukan revisi redaksional terhadap kalimat yang sulit dimengerti responden. Satu pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner pengetahuan sama sekali tidak dimengerti responden sehingga peneliti membuang pertanyaan tersebut. Pertanyaan yang dibuang adalah pertanyaan nomor 24. Total pertanyaan pengetahuan yang digunakan dalam penelitian berjumlah 29 pertanyaan.
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
34
4.6.2 Pengumpulan Data Proses pengumpulan data dimulai setelah peneliti mendapatkan surat izin penelitan dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dan Kantor Kesbangpol dan Linmas. Peneliti mengajukan permohonan izin ke Kelurahan Sukamaju Baru dan Ketua RW 10. Peneliti mulai melakukan pengumpulan data setelah mendapat izin lisan dari kelurahan dan RW. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan sistem penyebaran kuesioner. Peneliti menjelaskan identitas peneliti dan maksud penyebaran kuesioner. Peneliti meminta responden yang memenuhi kriteria inklusi untuk membaca informed consent. Responden yang setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian diminta untuk mengisi lima pertanyaan tentang karakteristik responden, 29 pertanyaan tentang pengetahuan dan 15 tentang sikap dalam kuesioner. Kuesioner yang telah terisi kemudian dikembalikan kepada peneliti dan responden memperoleh cenderamata. Proses pengumpulan data dilakukan selama empat hari mulai tanggal 8 Mei 2012 sampai tanggal 11 Mei 2012.
4.7 Pengolahan Data Pengolahan data yang dilakukan mengikuti tahap-tahap sebagai berikut: 1. Entry data yaitu proses dimana data yang ada dipindahkan ke dalam suatu media untuk dilakukan pengolahan data. Peneliti memindahkan semua data dalam kuesioner ke dalam tabel utama. 2. Editing data yaitu pengecekan kuesioner dilakukan untuk mengetahui kelengkapan data. Kelengkapan data ditandai dengan semua pertanyaan sudah terisi jawabannya dengan jelas dan lengkap serta tulisan jelas terbaca. Pengecekan juga melihat relevansi data yaitu melihat apakah jawaban yang tertulis atau diberikan relevan dengan pertanyaan. Konsistensi data juga dilihat yaitu apakah diantara beberapa pertanyaan yang berkaitan, isi jawabannya konsisten. Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
35
3. Coding data merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri dari beberapa kategorik. Pemberian kode ini sangat penting karena pengolahan dan analisis data rencananya menggunakan sistem komputer. Pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku kode (code book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel. 4. Tabulating suatu proses dimana data yang telah diberikan kode dimasukkan ke dalam bentuk distribusi frekuensi.
4.8 Analisis data Masalah deskriptif kategorik dianalisis secara deskriptif untuk variabel kategorik (Dahlan, 2010). Hasil analisis berupa frekuensi dan persentase (proporsi) disajikan dalam bentuk diagram. Diagram yang digunakan adalah diagram pie dan batang. Diagram pie digunakan pada data karakteristik responden, yaitu usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan status pernikahan. Diagram batang digunakan pada data pengetahuan dan sikap responden tentang KDRT serta data pengetahuan dan sikap terkait karakteristik responden. Analisis data pada penelitian ini adalah menggunakan analisis univariat untuk mengetahui gambaran pengetahuan perempuan dewasa tentang KDRT di RW 10, Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok. Penghitungan proporsi dilakukan menggunakan rumus yang dilakukan untuk analisis univariat. Rumus yang digunakan dalam uji proporsi adalah sebagai berikut:
Keterangan F : frekuensi N : jumlah sampel
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
36
Analisis univariat dalam penelitian ini menggambarkan frekuensi dari seluruh variabel yang diteliti. Variabel yang dimaksud yaitu pengetahuan dan sikap perempuan dewasa tentang KDRT. Pengetahuan responden dibuat menjadi tiga kategori dengan skor 76% sampai 100% untuk pengetahuan baik, skor 56% sampai 75% untuk pengetahuan cukup dan kurang dari 55% untuk pengetahuan kurang (Arikunto, 2004). Pengetahuan baik disini jika responden mengetahui semua materi tentang KDRT, pengetahuan cukup jika responden hanya mengetahui sebagian materi tentang KDRT dan pengetahuan kurang jika responden hanya mengetahui sedikit materi tentang KDRT. Pembagian kategori untuk variabel sikap yaitu skor 55% sampai 100% untuk sikap baik dan skor kurang dari 55% untuk sikap buruk (Arikunto, 2004). Sikap baik pada responden dimaksudkan jika peneliti berani melawan tindak KDRT sedangkan sikap buruk jika responden hanya pasrah terhadap KDRT. Peneliti juga menghitung gambaran pengetahuan dan sikap responden tentang KDRT berdasarkan karakteristik masing-masing responden.
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
BAB V HASIL PENELITIAN
Bab ini menyajikan data hasil penelitian yang meliputi karakteristik responden, gambaran pengetahuan, dan sikap responden secara umum maupun berdasarkan karakteristik responden.
5.1 Karakteristik Responden Karakteristik responden yang diteliti dalam penelitian ini adalah usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, suku, dan status pernikahan. Gambar berikut memberikan gambaran mayoritas responden berada pada usia 40 sampai 60 tahun sebanyak 35,5 %.
24,7%
35,5%
21 - 27 tahun 28 - 32 tahun
14,0%
33 - 39 tahun 40 - 60 tahun
25,8%
Gambar 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Perempuan Dewasa Menurut Usia di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Tapos, Depok Sumber: Data Primer, 2012
37
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
38
Gambar berikut menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah lulusan SMA, yaitu sebanyak 40,9 %.
6,4%
24,7%
SD SMP SMA
40,9%
Perguruan Tinggi 28,0%
Gambar 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Perempuan Dewasa Menurut Tingkat Pendidikan di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Tapos, Depok Sumber: Data Primer, 2012
Mayoritas responden (95,6%) merupakan ibu rumah tangga yang dapat dilihat pada gambar berikut.
4,4%
Ibu Rumah Tangga Bekerja di Luar Rumah 95,6%
Gambar 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pekerjaan di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Tapos, Depok Sumber: Data Primer, 2012 Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
39
Gambar 5.4 menggambarkan bahwa mayoritas responden memiliki status menikah sebanyak 93,5%.
6,5%
Menikah Janda
93,5%
Gambar 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Status Pernikahan di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Tapos, Depok Sumber: Data Primer, 2012
5.2 Pengetahuan Responden tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Secara Umum Gambaran pengetahuan responden tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) disajikan dalam diagram di bawah ini. Gambar 5.6 menggambarkan pengetahuan rendah tentang KDRT dimiliki mayoritas responden (64,5 %).
70 60 50 40 30 20 10 0
64,5%
Kurang 11,8%
23,7%
Cukup Baik
Kurang
Cukup
Baik
Gambar 5.5 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang KDRT di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Tapos, Depok Sumber: Data Primer, 2012 Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
40
5.3 Sikap Responden tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Secara Umum Gambar tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki sikap buruk terhadap KDRT yaitu berjumlah 51 responden (54,8%).
60
54,8% 45,2%
50 40 30
Buruk
20
Baik
10 0
Buruk
Baik
Gambar 5.6 Distribusi Frekuensi Sikap Responden Perempuan Dewasa terhadap KDRT di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Tapos, Depok Sumber: Data Primer, 2012
5.4 Pengetahuan dan Sikap Responden tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Berdasarkan Karakteristik Responden Bagian ini menyajikan data yang menggambarkan pengetahuan dan sikap responden tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) berdasarkan karakteristik demografi.
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
41
5.4.1 Usia Gambar 5.7 menggambarkan bahwa mayoritas pengetahuan kurang dimiliki oleh responden berusia 33 sampai 39 tahun (70,8%) dan pengetahuan baik dimiliki responden berusia 40 sampai 60 tahun (27,3%). 100,0% 80,0%
70,8%
61,5%
60,9%
63,6%
Baik
60,0% 40,0% 20,0%
26,1% 13,0%
23,1% 15,4%
Cukup
27,3% 16,7% 12,5%
9,1%
Kurang
0,0%
21 - 27 tahun 28 - 32 tahun 33 - 39 tahun 40 - 60 tahun Gambar 5.7 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang KDRT Berdasarkan Karakteristik Usia di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Tapos, Depok Sumber: Data Primer, 2012
Gambar berikut memberikan gambaran mayoritas sikap baik terhadap KDRT dimiliki oleh responden berusia 33 sampai 39 tahun (54,2%) sedangkan sikap buruk dimiliki responden berusia 28 sampai 32 tahun (61,5%). 100,0% 80,0% 60,0% 40,0%
47,8%52,2%
61,5% 38,5%
54,2% 45,8%
60,6% 39,4%
Baik Buruk
20,0% 0,0%
21 - 27 tahun 28 - 32 tahun 33 - 39 tahun 40 - 60 tahun Gambar 5.8 Distribusi Frekuensi Sikap Responden tentang KDRT Berdasarkan Karakteristik Usia di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Tapos, Depok Sumber: Data Primer, 2012 Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
42
5.4.2 Tingkat Pendidikan Gambar berikut memberikan gambaran mayoritas pengetahuan baik dimiliki oleh responden lulusan SD (30,4%) sedangkan pengetahuan kurang dimiliki responden lulusan perguruan tinggi (66,8%). 100,0% 80,0%
65,2%
66,8%
65,8%
61,5%
60,0% 40,0% 20,0%
Baik 30,4% 4,3%
23,1% 15,4%
21,1% 13,2%
16,6% 16,6%
Kurang
0,0%
SD
Cukup
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
Gambar 5.9 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang KDRT Berdasarkan Karakteristik Tingkat Pendidikan di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Tapos, Depok Sumber: Data Primer, 2012
Gambar berikut memberikan gambaran sikap baik terhadap KDRT dimiliki oleh mayoritas responden lulusan perguruan tinggi (60%) dan sikap buruk dimiliki mayoritas responden lulusan SMA (65,8%). 100,0% 80,0% 60,0% 40,0% 20,0% 0,0%
52,2%
47,8%
53,8%46,2%
65,8% 34,2%
60,0% 40,0%
Baik Buruk
SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
Gambar 5.10 Distribusi Frekuensi Sikap Responden terhadap KDRT Berdasarkan Karakteristik Tingkat Pendidikan di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Tapos, Depok Sumber: Data Primer, 2012 Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
43
5.4.3 Pekerjaan Gambar 5.11 menggambarkan mayoritas pengetahuan baik (75%) dan kurang (25%) tentang KDRT dimiliki oleh responden yang bekerja di luar rumah. 100,0% 75,0%
80,0%
64,0%
Baik
60,0% 40,0% 20,0%
Cukup
25,0%
23,6% 12,4%
Kurang 0,0%
0,0%
Ibu Rumah Tangga
Bekerja di Luar Rumah Gambar 5.11
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden terhadap KDRT Berdasarkan Karakteristik Pekerjaan di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Tapos, Depok Sumber: Data Primer, 2012
Gambar berikut menggambarkan mayoritas sikap baik terhadap KDRT dimiliki oleh responden yang bekerja di luar rumah (50%) sedangkan sikap buruk dimiliki mayoritas responden ibu rumah tangga (55,1%). 100,0% 80,0% 60,0%
44,9%
55,1%
50,0%
50,0%
40,0%
Baik Buruk
20,0% 0,0%
Ibu Rumah Tangga
Bekerja di Luar Rumah
Gambar 5.12 Distribusi Frekuensi Sikap Responden terhadap KDRT Berdasarkan Karakteristik Pekerjaan di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Tapos, Depok Sumber: Data Primer, 2012 Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
44
5.4.4 Status Pernikahan Gambar di bawah menggambarkan pengetahuan baik dimiliki oleh mayoritas responden janda (40%) sedangkan pengetahuan kurang dimiliki mayoritas responden menikah (64,4%). 100,0% 80,0%
64,4%
60,0% 40,0% 20,0%
60,0% 40,0%
23,0%
Baik Cukup
12,6%
Kurang
0,0%
0,0%
Menikah
Janda Gambar 5.13
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden terhadap KDRT Berdasarkan Karakteristik Status Pernikahan di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Tapos, Depok Sumber: Data Primer, 2012
Gambar berikut menggambarkan sikap baik terhadap KDRT dimiliki oleh mayoritas responden menikah (46%) sedangkan sikap buruk dimiliki mayoritas responden janda (60%). 100,0% 80,0% 60,0%
46,0%
60,0%
54,0% 40,0%
Baik
40,0%
Buruk
20,0% 0,0%
Menikah
Janda Gambar 5.14
Distribusi Frekuensi Sikap Responden terhadap KDRT Berdasarkan Karakteristik Status Pernikahan di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Tapos, Depok Sumber: Data Primer, 2012 Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
BAB VI PEMBAHASAN
Bab ini menyajikan pembahasan mengenai data yang telah didapat dari penelitian. Interpretasi dan diskusi hasil dan keterbatasan penelitian tercantum dalam pembahasan berikut ini. Bab ini juga mencakup implikasi penelitian ini bagi pelayanan, pendidikan, dan penelitian berikutnya.
6.1 Interpretasi dan Diskusi Hasil Hasil penelitian yang disajikan pada bab sebelumnya memberikan gambaran pengetahuan dan sikap perempuan dewasa tentang KDRT. Penjabaran berikut membahas hasil penelitian berdasarkan teori yang mendasari dan penelitian terkait. 6.1.1 Pengetahuan Perempuan Dewasa tentang KDRT Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa mayoritas responden memiliki pengetahuan kurang (64,5%). Hal ini dimungkinkan terjadi pada perempuan dewasa di RW 10, Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok karena memiliki keyakinan bahwa KDRT hanya merupakan tindak kekerasan fisik yang dilakukan suami kepada istri. Kondisi sosial yang
beranggapan bahwa
KDRT bukan merupakan hal yang pantas untuk diceritakan kepada orang lain turut memengaruhi pengetahuan perempuan dewasa. Finansial perempuan dewasa di kawasan ini bergantung pada penghasilan suami yang kebanyakan memiliki penghasilan terbatas. Hal tersebut membuat perempuan dewasa merasa kurang perlu untuk mengakses sumber informasi mengenai KDRT yang tentunya memerlukan biaya tambahan. Sumber informasi yang dimiliki perempuan dewasa di kawasan pedesaan ini hanya sebatas pada televisi dan radio. Majalah, koran, dan internet sulit di jangkau karena letaknya jauh dari wilayah RW 10. Penyuluhan mengenai KDRT belum pernah diadakan sehingga perempuan 45
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
46
dewasa kurang sadar bahwa informasi mengenai KDRT itu penting. Hal ini sesuai dengan faktor yang memengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo, yaitu dipengaruhi oleh beberapa faktor. Notoatmodjo (2007), yaitu pengalaman, tingkat pendidikan, keyakinan, sosial budaya, penghasilan, dan fasilitas atau media informasi. Kondisi pengetahuan mengenai KDRT di kawasan pedesaan ini berbeda dengan kondisi di perkotaan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Risna et al (2009) mengenai tingkat pengetahuan ibu rumah tangga tentang KDRT terhadap istri di RW 08 Kelurahan Pondok Cina, Beji, Depok menyebutkan mayoritas responden memiliki pengetahuan yang tinggi (58,1%). Hal ini dapat terjadi karena ibu rumah tangga di perkotaan lebih mudah dalam mengakses informasi sehingga lebih sadar terhadap KDRT. 6.1.2 Sikap Perempuan Dewasa tentang KDRT Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar responden (54,8 %) memiliki sikap buruk terhadap KDRT. Hal ini dimungkinkan bahwa pembentukan sikap perempuan dewasa terhadap KDRT dipengaruhi nilai-nilai agama yang dianut sebagian besar perempuan dewasa di wilayah ini juga mengajarkan bahwa laki-laki merupakan pemimpin bagi kaum perempuan. Hal tersebut diperkuat dengan pengalaman dari orang lain yang dianggap penting (significant others) seperti ibu, bapak, suami, dan kerabat dekat juga. Orang lain yang dianggap penting tersebut menanamkan budaya patriarki dan subordinasi dimana laki-laki berada pada posisi dominan sebagai kepala keluarga sehingga memiliki kekuasaan lebih tinggi daripada perempuan. Perempuan dewasa di wilayah ini juga mengalami keterbatasan dalam mengakses media massa sehingga tidak mendapat informasi tambahan bagaimana seharusnya perempuan menyikapi KDRT. Pendapat ini diperkuat dengan hal yang disampaikan Rahayuningsih (2008), yaitu pembentukan sikap dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya pengalaman, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting (significant other), media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan agama, dan faktor emosional (Rahayuningsih, 2008).
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
47
Penelitian lain yang juga menunjukkan bahwa budaya patrarki dan wilayah pedesaan dapat memengaruhi pembentukan sikap dilakukan oleh Marshall dan Furr (2010) pada perempuan di Turki. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perempuan yang memiliki ukuran rumah tangga yang lebih besar, memegang nilai-nilai patriarki, menikah di usia yang lebih muda, menetap di daerah pedesaan, dan menerima uang pengantin (lamaran), membenarkan setidaknya satu situasi dimana suami dapat memukul istri mereka. Penelitian tersebut menyimpulkan ideologi patriarki yang menciptakan gagasan ideal dari “maskulinitas hegemonik” dan “menekankan feminitas” sebagai alasan bagi perempuan untuk mengalah. “Maskulinitas hegemonik” adalah dominasi laki-laki yang tidak hanya kekuatan fisik namun juga ke dalam praktik budaya dan kelembagaan serta bidang lain seperti pembagian kerja di rumah sedangkan “menekankan feminitas adalah bentuk feminitas yang sesuai dengan kondisi subordinasi perempuan dan "berorientasi mengakomodasi kepentingan dan keinginan manusia" (Connel, 1987, dalam Marshall dan Furr, 2010). Status istri yang lebih rendah, khususnya dalam rumah tangga dan pola interaksi seksual, dapat menghasilkan keyakinan pada seorang perempuan bahwa ketika menantang otoritas suaminya, perempuan tidak mematuhi feminitas ideal ini (Marshall dan Furr, 2010). 6.1.3 Pengetahuan dan Sikap Responden tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Berdasarkan Karakteristik Responden 6.1.3.1 Usia Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas pengetahuan kurang dimiliki oleh responden berusia 33 sampai 39 tahun (70,8%) dan pengetahuan baik paling banyak dimiliki responden berusia 40 sampai 60 tahun (27,3%). Hal ini sesuai dengan teori perkembangan Levinson (1978, dalam Potter dan Perry, 2006) bahwa usia 40 sampai 60 tahun merupakan tahun keberhasilan dimana seorang perempuan dewasa sudah memiliki pengaruh maksimal, membimbing dan menilai diri sendiri. Perempuan dewasa rentang usia ini telah berhasil membuat evaluasi diri dari kehidupan berumah tangga sehingga mampu mengintegrasikan pengetahuan dari pengalaman, keyakinan, dan sumber informasi yang diterima. Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
48
Hal ini sesuai dengan tahap perkembangan Piaget bahwa pada masa ini seseorang dapat menggunakan semua kemampuan kognitif dari tahap perkembangan terdahulu (DeLaune dan Ladner, 2002). Penelitian yang sesuai dengan konsep ini dilakukan oleh Hansson, et.al (2008) dengan hasil bahwa bagian dari pengaruh negatif
pada
peningkatan
usia
terhadap
kemampuan
umum
dapat
dikompensasikan dengan peningkatan domain pengetahuan yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap perempuan dewasa terhadap KDRT pada penelitian ini mayoritas baik pada usia 33 sampai 39 tahun (54,2%) dan buruk pada usia 28 sampai 32 tahun (61,5%). Hal ini dapat dijelaskan melalui fase perkembangan menurut Levinson (1978, dalam Potter dan Perry, 2006). Levinson mengidentifikasi rentang usia 28 sampai 32 tahun merupakan masa transisi dimana seorang perempuan dewasa secara besar-besaran memodifikasi aktivitas kehidupannya dan memikirkan tujuan masa depan. Perempuan pada masa ini mengalami peralihan menuju tahap kedewasaan sehingga cenderung labil dalam menyikapi suatu hal. Hal tersebut dapat menjadi penyebab perempuan dewasa memiliki sikap yang buruk terhadap KDRT. Berbeda dengan perempuan dewasa pada rentang usia 33 sampai 39 tahun yang diidentifikasi Levinson sebagai masa tenang. Perempuan dewasa pada masa ini telah memiliki stabilitas yang lebih besar sehingga memiliki ketenangan dalam bertindak dan menyikapi KDRT. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kim-goh dan Baello (2008) tentang sikap terhadap KDRT pada komunitas imigran Korea dan Vietnam yang menemukan bahwa responden yang lebih muda memiliki sikap yang lebih negatif terhadap KDRT dibandingkan dengan responden yang lebih tua.
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
49
6.1.3.2 Tingkat Pendidikan Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan baik tentang KDRT dimiliki oleh mayoritas responden lulusan SD (30,4%) sedangkan pengetahuan kurang dimiliki responden lulusan perguruan tinggi (66,8%). Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2007) yang menyatakan bahwa umumnya seseorang yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Pendapat Notoatmodjo didukung penelitian yang dilakukan Ameh dan Abdul (2004) tentang KDRT pada wanita hamil di Zaira, Nigeria yang menyebutkan bahwa dari 270 wanita yang mendatangi klinik antenatal, 140 orang (79%) diantaranya berpendidikan lebih dari SMP dimana 55,6% memiliki pengetahuan tentang KDRT sedangkan 44,4% tidak memiliki pengetahuan tentang KDRT. Hal ini menunjukkan bahwa idealnya perempuan dewasa dengan pendidikan lebih tinggi memiliki pengetahuan yang baik. Kontradiksinya adalah pendidikan formal tidak dapat menjadi satu-satunya faktor yang memengaruhi pengetahuan tentang KDRT mengingat KDRT merupakan tema sosial yang belum ada dalam kurikulum pendidikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap baik terhadap KDRT dimiliki oleh mayoritas responden lulusan perguruan tinggi (60%) dan sikap buruk dimiliki mayoritas responden lulusan SMA (65,8%). Hal ini sesuai melalui pernyataan Rahayuningsih (2008) dimana lembaga pendidikan berfungsi meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu sehingga dapat menghasilkan pemahaman baik dan buruk, salah atau benar, yang menentukan sistem kepercayaan seseorang. Hal tersebut sesuai dengan penelitian mengenai sikap terhadap KDRT yang di lakukan oleh Rohmah (2004, dalam Hanum, 2006). Penelitian tersebut menyebutkan ada keterkaitan antara tingkat pendidikan korban kekerasan dalam rumah tangga dengan atribusi yang dilakukan dimana korban kekerasan yang berpendidikan tinggi (SMA ke atas) memiliki kecenderungan untuk menilai penyebab kekerasan yang dialami berdasarkan rasional. Perempuan lulusan perguruan tinggi telah menggunakan rasional untuk melakukan perlawanan dan melaporkan tindak KDRT jika hal tersebut terjadi. Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
50
6.1.4.3 Pekerjaan Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden yang memiliki pengetahuan baik (25%) dan kurang (75%) tentang KDRT adalah responden yang bekerja di luar rumah. Hal ini menjadi kontradiksi karena dalam satu karakteristik terdapat dua kategori yang berlawanan.
Mayoritas perempuan bekerja memiliki
pengetahuan kurang karena perempuan yang bekerja memiliki beban kerja tambahan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Astuti (2008) bahwa beban kerja menjadi dua kali lipat terlebih bagi perempuan yang bekerja di luar rumah karena selain bekerja, mereka juga harus bertanggung jawab untuk keseluruhan pekerjaan rumah tangga. Beban kerja ganda tersebut membuat perempuan yang bekerja di luar rumah tidak sempat mengakses informasi mengenai KDRT sehingga mayoritas memiliki pengetahuan kurang. Berbeda dengan perempuan bekerja yang memiliki pengetahuan baik karena kemungkinan memiliki waktu kerja yang tidak terlalu padat sehingga dapat mengakses informasi di sela waktu kerja. Perempuan bekerja tersebut juga memiliki pergaulan yang lebih luas sehingga dapat memperoleh informasi tambahan mengenai KDRT dari rekan kerja. Hal ini sesusai dengan penelitian yang dilakukan Al Hibri dkk. (2001) yang menyebutkan bahwa wanita karir atau wanita yang bekerja umumnya adalah wanita yang berpendidikan cukup tinggi, mempunyai tingkat energi tinggi, dan pada umumnya menikmati kesehatan yang baik. Tingkat energi tinggi yang dimiliki sebagian perempuan bekerja yang memiliki pengetahuan baik digunakan untuk mengakses sumber informasi mengenai KDRT. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 64% responden ibu rumah tangga memiliki pengetahuan kurang dan hanya 23,6% memiliki pengetahuan baik. Hal ini terjadi karena konsep ibu rumah tangga pada perempuan yang mengacu pada suatu proses ideologis dan materiil dimana perempuan secara dominan didefinisikan sebagai ibu rumah tangga dengan tugas yang tidak dibayar untuk melayani reproduksi tenaga kerja dalam rumah tangga (Meis, 1986, dalam Astuti, 2008). Ibu rumah tangga di terlalu sibuk mengurus keperluan rumah tangga sehingga tidak memiliki waktu untuk mencari tahu mengenai KDRT. Ibu rumah tangga di kawasan rural ini juga memiliki keterbatasan akses terhadap media Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
51
informasi sehingga tidak memiliki pengetahuan tambahan mengenai KDRT. Media sebagai sumber informasi dapat mempengaruhi pengetahuan yang dapat diperoleh dari buku maupun media massa seperti radio, televisi, majalah, dan koran (Notoatmodjo, 2007). Kurang sadar akan pentingnya media informasi untuk menambah pengetahuan mengenai KDRT juga membuat ibu rumah tangga memiliki pengetahuan kurang. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Sari (2008) pada ibu rumah tangga di Kabupaten Langkat yang menunjukkan bahwa sebanyak 33 orang (55,9%) dari 59 orang responden kurang mengetahui dampak kekerasan. Hasil penelitian ini menunjukkan sikap baik terhadap KDRT dimiliki mayoritas responden perempuan yang bekerja di luar rumah (50%) dan sikap buruk dimiliki mayoritas responden ibu rumah tangga (55,1%). Ibu rumah tangga memiliki sikap buruk terhadap KDRT karena merasa bergantung pada suami, terutama dari segi finansial. Kurangnya sumber-sumber ekonomi membuat perempuan sangat bergantung pada suaminya sehingga rentan terhadap kekerasan, merasa kesulitan dalam mengeluarkan diri dari kekerasan, dan menerima dengan pasrah segala bentuk kekerasan yang dialaminya (Astuti, 2008; Kapoor, 2000). Hal ini berbeda dengan perempuan bekerja yang memiliki sikap baik terhadap KDRT karena telah memiliki penghasilan sendiri sehingga tidak merasa bergantung pada suami. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Astuti dkk. (2006) yang menunjukkan bahwa rata-rata sikap terhadap kekerasan suami pada istri yang bekerja sebesar 71,6% berada pada kategori sikap positif bahwa perempuan bekerja menunjukkan kecenderungan sikap untuk menolak tindak kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga yang dilakukan suami. 6.1.4.4 Status Pernikahan Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan baik dimiliki oleh mayoritas responden janda (40%) sedangkan pengetahuan kurang dimiliki mayoritas responden menikah (64,4%). Pengetahuan yang kurang tersebut dapat terjadi karena perempuan menikah menganggap KDRT hanya merupakan kekerasan fisik yang dilakukan suami terhadap istri. Kekerasan dalam bentuk verbal dan emosional biasanya tidak dianggap kekerasan pada beberapa budaya dan negara Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
52
tertentu (Astuti, 2008). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan pada perempuan menikah di area pedesaan di China oleh Zhao et. al (2006) dengan hasil perempuan yang sudah menikah memiliki pengetahuan relatif sedikit tentang KDRT dan 75,2% wanita bahkan tidak tahu apa kekerasan dalam rumah tangga yang dimaksud dan beberapa wanita menderita KDRT tetapi tidak mengetahui implikasinya. Hal ini berbeda dengan janda yang memiliki pengetahuan baik tentang KDRT yang diperoleh dari pengalamannya pernah membina rumah tangga. Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa pengalaman dapat diperoleh dari
pengalaman
sendiri
maupun
orang
lain dan dapat memperluas
pengetahuan seseorang. Hasil penelitian juga menunjukkan sikap baik terhadap KDRT dimiliki oleh mayoritas responden menikah (46%) sedangkan sikap buruk dimiliki mayoritas responden janda (60%). Perempuan yang menjanda memiliki sikap buruk karena pengalaman pernah berumah tangga. Perempuan tersebut memiliki kemungkinan mengalami KDRT selama masa perkawinan dan memilih untuk bercerai namun perceraian tersebut mendapat pertentangan dari masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat Kurniasih (2007) bahwa masyarakat masih memandang negatif terhadap janda akibat perceraian dibanding janda karena ditinggal mati suami. Pengaruh pengalaman dan pandangan masyarakat yang membebani perempuan berstatus janda menjadikannya menyesal atas perceraian dan seharusnya menerima kekerasan sebagai hal yang wajar.
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
53
6.2 Keterbatasan Penelitian 6.2.1 Topik Topik penelitian ini masih memiliki keterbatasan. Penelitian ini mengacu kepada teori pembentukan perilaku menurut Notoatmodjo (2007). Penelitian ini hanya menggunakan variabel pengetahuan dan sikap. 6.2.2 Metodologi Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam hal desain penelitian yaitu desain deskriptif sederhana. Penelitian ini hanya mencari gambaran mengenai pengetahuan dan sikap responden terhadap KDRT. Keterbatasan penelitian ini adalah tidak menggunakan desain penelitian yang mencari hubungan antar variabel.
6.3 Implikasi bagi Pelayanan, Pendidikan, dan Penelitian 6.3.1 Pelayanan Implikasi penelitian ini dalam pelayanan kesehatan terutama kesehatan perempuan adalah sebagai rekomendasi bagi pemberi pelayanan kesehatan setempat untuk memberikan penyuluhan dan konseling terkait KDRT kepada perempuan dewasa. 6.3.2 Pendidikan Implikasi penelitian ini bagi pendidikan keperawatan adalah sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan kurikulum tentang materi KDRT. 6.3.3 Penelitian Selanjutnya Penelitian ini menjadi data dasar bagi penelitian selanjutnya mengenai pengetahuan dan sikap tentang KDRT. Penelitian selanjutnya dapat menambah variasi karakteristik responden dan mengangkat variabel perilaku. Penelitian berikutnya juga dapat menggunakan desain penelitian yang menghubungkan pengetahuan dan sikap serta dengan variabel lainnya. Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
BAB VII PENUTUP
7.1 Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mayoritas perempuan dewasa di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok memiliki pengetahuan kurang (64,5%) tentang KDRT. Pengetahuan kurang kemungkinan terjadi karena kurangnya sumber informasi, tidak memiliki pengalaman, keyakinan yang salah, finansial yang terbatas, dan kesadaran yang kurang untuk mencari informasi tentang KDRT. 2. Mayoritas perempuan dewasa di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok memiliki sikap buruk (54,8%) tentang KDRT. Pengalaman orang lain yang dianggap dekat, budaya patriarki, dan subordinasi yang ditanamkan serta keterbatasan akses media massa dimungkinkan menjadi faktor yang memengaruhi sikap buruk tentang KDRT. 3. Mayoritas perempuan dewasa memiliki pengetahuan baik pada rentang usia 40 sampai 60 tahun (27,3%), lulusan SD (30,4%), bekerja di luar rumah (25%), dan janda (40%), sedangkan pengetahuan kurang dimiliki mayoritas perempuan dewasa pada rentang usia 33 sampai 39 tahun (70,8%), lulusan perguruan tinggi (66,8%), bekerja di luar rumah (75%), dan menikah (64,4%). Mayoritas perempuan dewasa memiliki sikap baik pada rentang usia 33 sampai 39 tahun (54,2%), lulusan perguruan tinggi (60%), bekerja di luar rumah (50%) dan menikah (46%), sedangkan sikap buruk dimiliki mayoritas perempuan dewasa pada rentang usia 28 sampai 32 tahun (61,5%), lulusan SMA (65,8%), ibu rumah tangga (55,1%), dan janda (60%).
54
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
55
7.2 Saran Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Perempuan dewasa diharapkan lebih aktif dalam mencari sumber informasi mengenai KDRT baik melalui media massa maupun pelayanan kesehatan setempat untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap baik. 2. Perempuan dewasa dari kategori usia yang telah memiliki pengetahuan dan sikap baik diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang KDRT kepada orang-orang di sekitarnya. Perempuan lulusan perguruan tinggi diharapkan lebih terbuka terhadap informasi mengenai KDRT. 3. Pemberian penyuluhan kesehatan perempuan terkait KDRT diberikan merata dan dengan pertimbangan waktu yang dapat diikuti oleh perempuan dewasa yang bekerja di luar rumah maupun ibu rumah tangga serta mencakup sosialisasi mengenai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga agar memiliki pemahaman yang valid mengenai KDRT.
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hibri, A. dkk. (2001). Wanita dalam masyarakat Indonesia: Akses, pemberdayaan, dan kesempatan. Yogyakarta: Sunan Kalijaga Press. Ameh, N. & Abdul, M. A. (2004). Prevalence of domestic violence amongst pregnant women in Zaria, Nigeria. Annals of African Medicine Vol. 3, No. 1; 2004: 4 – 6. Diunduh dari www.bioline.org.br/pdf?am04002 pada 26 Juni 2012 Arikunto, S. (2004). Evaluasi program pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara. Astuti, D. A. dkk. (2006). Hubungan antara kemandirian dengan sikap terhadap kekerasan suami pada istri yang bekerja di Kelurahan Sampangan, Kecamatan gajah Mungkur, Kota Semarang. Jurnal psikologi Universitas Diponegoro Vol. 3 No. 1 Juni 2006. Diunduh dari www.ejournal.undip.ac.id/index.php/psikologi/article/view/691 Astuti, T.M.P. (2008). Konstruksi gender dalam realitas sosial. Semarang: Universitas Negeri Semarang Press Bobak, Lowdermilk, & Jensen. (2005). Buku ajar keperawatan maternitas E/4 (Maria A. Wijayarini dan Peter I. Anugerah, Terjemahan). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Dahlan, M. S. (2010). Seri evidence based medicine. Jakarta: CV Sagung Seto. DeLaune, S.C. & Ladner, P. K. (2002). Fundamentals of nursing standards and practice (2nd ed). New York: Delmar. Fachrina & Anggraini, N. (2007). Kekerasan terhadap perempuan dalam keluarga pada masyarakat Minangkabau kontemporer. Padang: Laporan Penelitian Universitas Andalas. Guilford, J. P. & Fruchter, B. (1978). Fundamental Statistics in Psychology and Education. Singapore : McGraw-Hill. Hansson, P., Rönnlund, M., Juslin, P., & Nilsson, L. (2008). Adult age differences in the realism of confidence judgments: Overconfidence, format dependence, and cognitive predictors. Psychology and Aging, 23(3), 531544. doi:10.1037/a0012782 Hanum, F. (2006). Perempuan dan kekerasan dalam rumah tangga. Sarathi Vol. 13 No. 2 Juni 2006. Hastono, S. P., & Sabri, L. (2010). Statistik kesehatan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 59
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
60
Kapoor, S. (2000). Domestic violence against women and girls. Diunduh dari http://www.unicef-irc.org/publications/213 pada 27 juni 2012 Kim-goh, M., & Baello, J. (2008). Attitudes toward domestic violence in korean and vietnamese immigrant communities: Implications for human services. Journal of Family Violence, 23(7), 647-654. doi:10.1007/s10896008-9187-2 Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan. (2010). Kebijakan perlindungan perempuan. Diunduh dari www.menegpp.go.id/aplikasidata/index.php?option=com pada tanggal 8 Maret 2012. Kolibonso, R. S. (2010). Penegakan hukum kejahatan kekerasan dalam rumah tangga. Diunduh dari http://www.djpp.depkumham.go.id/hukumpidana/677-penegakan-hukum-kejahatan-kekerasan-dalam-rumahtangga.html pada tanggal 8 Maret 2012. Kurniasih, N. (2007). Kajian yuridis sosiologis terhadap kekerasan berbasis gender. Diunduh dari www.uninus.ac.id/.../KAJIAN%20YURIDIS%20 pada tanggal 8 Maret 2012. Luhulima, A. S. (2000). Pemahaman bentuk-bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan dan alternatif pemecahannya. Jakarta: P.T. Alumni Mardiana, E. (2012). Pengetahuan perempuan jabar tentang KDRT masih minim. Diunduh dari http://bandung.detik.com/read/2012/02/19/124557/1846045/486/pengetahua n-perempuan-jabar-tentang-kdrt-masih-minim pada tanggal 30 Juni 2012. Marshall, G. A. & Furr, L. A. (2010). Factors that affect womens attitudes toward domestic violence in turkey. Violence and Victims, 25(2), 265-77. http://search.proquest.com/docview/287961419?accountid=17242 Meiyenti, S. (1999). Kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga. Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada. Munaf, S. (2001). Evaluasi pendidikan fisika (individual textbook). Bandung: Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta. -------. (2010). Promosi kesehatan: Teori dan aplikasi (edisi revisi). Jakarta : PT. Rineka Cipta. -------. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Novitasari, Y. (2010). Faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Studi kasus KDRT di desa Rasabou Kecamatan Sape Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat). Bima: Laporan Penelitian Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
61
Polit D. F & Beck, T. C. (2006). Essential nursing research methods appraisal utilization. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins. Posyandu Matahari & Griya Bhara Wira. (2012). Data PUS dan WUS RW 10, Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok. Depok: Arsip Posyandu. Potter, P.A & Perry, A. G. (2006). Fundamental of nursing: concept, theory and practice. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Rahayuningsih, S., U. (2008). Sikap (attitude). Diunduh www.nurul_q.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/9095/bab1 tanggal 8 Maret 2012.
dari pada
Risna, et. al. (2009). Tingkat pengetahuan ibu rumah tangga tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terhadap istri di RW 08 Kelurahan Pondok Cina, Kecamatan Beji, Kota Depok. Depok: Laporan Penelitian UI Sari, D.K. (2008). Gambaran pengetahuan ibu tentang kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga di dusun V Desa Sambi Rejo Kec. Stabat Kab. Langkat tahun 2008. Diunduh dari www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23856/6/Cover.pdf pada tanggal 8 Maret 2012. Setiawan, N. (2007). Penentuan ukuran sampel memakai rumus slovin dan tabel krejcie-morgan: telaah konsep dan aplikasinya. Bandung: Skripsi S1. Stuart, G., W. and Laraia, M., T. (2005). Principles and practice of psychiatric nursing, 8th ed. St. Louis: Elsevier Mosby. Tarida, S. (2011). Kekerasan Seksual dalam Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2011. Diunduh dari http://www.komnasperempuan.or.id/2011/08/kekerasan-seksual-dalamcatatan-tahunan-komnas-perempuan-tahun-2011/ pada tanggal 8 Maret 2012. Triwijati, E. (2007). Memahami kekerasan dalam rumah tangga dan menanggulanginya. Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Videback, S. (2008). Psychiatric mental health nursing. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins. Zhao, F. M., et.al (2006). Investigation on the patterns and knowledge regarding domestic violence among married woman in rural areas of China. Diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17172104 pada tanggal 26 Juni 2012.
Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
Lampiran 3 LEMBAR INFORMASI KUESIONER
Saya sebagai peneliti bernama Yuanita Fransiska. Saya adalah mahasiswa program reguler S1 di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Alamat saya di Kp. Sindangkarsa RT 01 RW 10 No. 42 Sukamaju Baru, Tapos, Depok, 16955. Penelitian yang saya lakukan ini merupakan syarat untuk memenuhi gelar Sarjana Keperawatan di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Pembimbing saya pada penelitian ini adalah Ibu Ns. Wiwit Kurniawati, S.Kep.Sp.Kep.Mat. Saya bermaksud meminta Anda untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap perempuan dewasa tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di RW 10 Kelurahan Sukamaju Baru, Tapos, Depok. Lembar persetujuan ini saya berikan kepada anda dan menjelaskan bahwa keterlibatan anda dalam penelitian ini atas dasar sukarela. Metode yang saya gunakan dalam penelitian ini adalah pengisian kuesioner. Kuesioner yang diisi berisi tiga bagian. Bagian pertama berisi pertanyaan-pertanyaan data demografi. Bagian kedua merupakan bagian pertanyaan-pertanyaan mengenai pengetahuan dan bagian ketiga mengenai sikap perempuan dewasa mengenai KDRT. Semua informasi dan data yang berkaitan dengan Anda akan saya jaga kerahasiaannya. Sejauh yang saya ketahui, keterlibatan anda dalam penelitian ini tidak menyebabkan risiko yang besar. Setelah dilakukan proses wawancara, Anda akan mendapatkan cenderamata dari peneliti. Anda dapat menghubungi saya di nomor 083897875534 atau email
[email protected] jika masih terdapat pertanyaan mengenai penelitian ini. Setelah membaca dan memahami mengenai informasi mengenai penelitian ini, saya mengharapkan Anda setuju untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Depok, Mei 2012 Peneliti
Yuanita Fransiska
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
Lampiran 4 Kode Responden (diisi oleh peneliti)
KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PEREMPUAN DEWASA TERHADAP KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) DI RW 10 KELURAHAN SUKAMAJU BARU, KECAMATAN TAPOS, KOTA DEPOK
Petunjuk pengisian: 1. Bacalah lembar penjelasan penelitian dengan seksama. 2. Bacalah lembar persetujuan menjadi responden dengan seksama. 3. Isilah pernyataan dengan jawaban sesuai dengan kondisi Anda. 4. Periksa kembali jawaban Anda dan pastikan semua nomor telah diisi.
A. Data Demografi Keterangan: Berilah tanda silang (x) pada jawaban pada opsi jawaban yang Anda pilih. Apabila Anda ingin mengganti jawaban, Anda cukup mencoret jawaban sebelumnya (x) dan beri tanda silang (x) pada jawaban yang Anda pilih.
1. Berapa usia anda saat ini? a. 21 sampai 27 tahun
c. 33 sampai 39 tahun
b. 28 sampai 32 tahun
d. 40 sampai 60 tahun
2. Apakah tingkat pendidikan terakhir Anda? a. Tidak sekolah
e. Diploma 3 (D3)
b. Sekolah Dasar (SD)
f. Sarjana Strata 1 (S1)
c. Sekolah Menengah Pertama (SMP)
g. Lain-lain
d. Sekolah Menengah Atas (SMA) (sebutkan…………………)
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
Lampiran 4 (lanjutan) 3. Apa pekerjaan Anda saat ini? a. Ibu Rumah Tangga
d. Pegawai (karyawati) swasta
b. PNS
e. Guru
c. Wiraswasta
d. Lain-lain (sebutkan) ……………
4. Apa suku asal Anda? a. Jawa
d. Padang
b. Sunda
e. Batak
c. Betawi
f. Lainnya (sebutkan) ………………
5. Apa status pernikahan Anda saat ini? a. Lajang
c. Janda karena kematian
b. Menikah
d. Janda karena perceraian
c. B. Pengetahuan tentang KDRT
No. 1
Uraian
Ya
KDRT adalah segala tindakan yang menimbulkan kesengsaraan atau penderitaan bagi istri.
2
Memukul,
menampar,
menjambak,
mencubit
dan
menendang adalah bentuk tindakan kekerasan fisik dalam KDRT. 3
Menolak untuk berbicara atau mengabaikan istri bukan merupakan tindakan KDRT.
4
Suami yang memaksakan hubungan suami istri tanpa persetujuan istri bukan merupakan tindakan KDRT.
5
Suami berhak melarang istri untuk tidak bekerja dengan atau tanpa alas an.
6
Luka fisik akibat kekerasan dalam KDRT dapat menyebabkan kecacatan bahkan kematian.
7
Perilaku kekerasan yang dilakukan suami semata-mata hanya karena kesalahan yang dilakukan istri.
8
Suami yang merusak barang-barang di rumah ketika
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
Tidak
Lampiran 4 (lanjutan) marah kepada istri tidak termasuk tindak KDRT. 9
Korban
KDRT
dapat
melaporkan
sendiri
atau
memberikan kuasa kepada orang lain untuk melaporkan tindak KDRT yang dialaminya. 10
Seseorang yang mendengar atau mengetahui adanya tindak kekerasan dalam rumah tangga wajib melaporkan kepada pihak yang berwajib.
11
Perempuan korban KDRT cenderung tidak melaporkan kekerasan yang dilakukan oleh suami karena masih merasa bahwa suaminya adalah lelaki baik yang mencintainya
12
Laki-laki sebagai kepala keluarga tidak boleh melakukan tindak kekerasan kepada istri dan anak-anak.
13
Memaksa istri untuk menggunakan alkohol atau obatobatan terlarang adalah salah satu bentuk tindak KDRT.
14
Penelantaran terhadap istri dan anak-anak merupakan salah satu tindak KDRT.
15
Perlakuan
KDRT
suami
terhadap
istri
dapat
menimbulkan dampak pada anak. 16
KDRT adalah hal yang tidak pantas diceritakan kepada keluarga.
17
KDRT adalah hal yang tidak pantas diceritakan kepada orang lain.
18
Lembaga Swadaya Masyrakat (LSM) merupakan tempat bagi korban KDRT untuk memperoleh bantuan.
19
Bantuan medis maupun hukum bagi korban KDRT dapat diperoleh di Pusat Krisis Terpadu.
20
Korban KDRT tidak mendapat bantuan dari pihak kepolisian.
21
Tidak ada landasan hukum yang mengatur tentang KDRT.
22
Suami mengontrol seluruh keuangan rumah tangga.
23
Setiap orang yang mendengar adanya tindak KDRT harus
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
Lampiran 4 (lanjutan) segera memberikan pertolongan darurat. 24
Rasa tidak berdaya dapat terjadi pada perempuan korban KDRT
25
Perempuan korban KDRT merasa terkurung karena suami melarang istrinya untuk berhubungan dengan orang lain.
26
Kekerasan
yang
dilakukan
kepada
anak
bukan
merupakan tindak KDRT 27
Kekerasan terhadap lansia / orang tua pasangan yang tinggal serumah bukan merupakan KDRT
28
Meninggalkan
istri
untuk
kawin
lagi
tanpa
pemberitahuan adalah salah satu tindak KDRT. 29
Seseorang tidak berhak mencampuri tindak KDRT yang dialami oleh orang lain.
C. Sikap terhadap KDRT Keterangan: STS
= Sangat Tidak Setuju
TS
= Tidak Setuju
BS
= Biasa Saja
S
= Setuju
SS
= Setuju Sekali
No. 1
Uraian Saya
merasa
bahwa
STS suami
TS
yang
disiplin dan tegas adalah suami yang selalu membentak istrinya. 2
Saya hanya menangis sendiri dan diam jika suami membentak dan mencaci saya dengan kata-kata kasar.
3
Saya merasa suami boleh memukul istri jika tidak mengikuti perintah suami.
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
BS
S
SS
Lampiran 4 (lanjutan) 4
Tidak apa-apa jika saya ditampar suami saya
5
Saya
merasa
perempuan
tidak
pantas
menceritakan
jika
masalah
keluarga kepada orang lain 6
Saya malu untuk menceritakan masalah rumah tangga saya pada orang lain
7
Saya
merasa
suami
tidak
boleh
mencemooh dan memarahi istri 8
Saya akan menceritakan pada tetangga saya jika suami saya sering memukul.
9
Saya akan menuruti perintah suami jika memaksakan
hubungan
seksual
walaupun saya enggan dan merasa sakit. 10
Saya akan pergi mencari bantuan jika suami saya menyakiti saya.
11
Saya akan tetap bekerja walaupun suami melarang saya.
12
Saya akan mengadukan kepada pihak kepolisian
jika
mendengar
kasus
KDRT. 13
Saya merasa suami berhak mengatur seluruh hidup saya.
14
Saya merasa suami berhak mencaci maki istri yang melakukan kesalahan.
15
Saya akan melawan suami jika suami melakukan kekerasan kepada anak.
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.
Lampiran 5 BIODATA PENULIS
Nama
: Yuanita Fransiska
Tempat Tanggal Lahir: Jakarta, 31 Maret 1991 Agama
: Islam
Fakultas
: Ilmu Keperawatan
NPM
: 0806334584
Alamat
: Kp. Sindang Karsa RT 01 RW 10 No. 42, Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok, Kode Pos 16455
No. HP
: 085710086118
Email
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan Tahun
Pendidikan Formal
1996 – 2002
SDN Sindangkarsa 2
2002 – 2005
SMPN 12 Depok
2005 – 2008
SMAN 1 Depok
2008 – 2012
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Gambaran pengetahuan..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2012.