UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 7 – 18 JANUARI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DEWI MURNI, S.Farm. 1206312946
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 7 – 18 JANUARI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
DEWI MURNI, S.Farm. 1206312946
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013 ii
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
iii
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada periode 7 18 Januari 2013. Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini dilaksanakan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Apoteker, dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman dan mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan hingga penyusunan laporan ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dra. Maura Linda Sitanggang, Ph.D., Apt. selaku Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengenal Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2.
Drg. Arianti Anaya I, MKM., sebagai Direktur Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yang telah mengizinkan dan memberikan fasilitas kepada para mahasiswa peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker.
3.
Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi UI.
4.
Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI yang telah memberikan dukungan dan motivasi selama penulis menempuh pendidikan di Farmasi UI.
5.
Drs. Masrul, Apt. sebagai Kepala Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi serta sebagai pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker dan menyusun tugas akhir.
6.
Dr. Berna Elya, M.S., Apt. Sebagai pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker berlangsung hingga penyusunan laporan akhir.
7.
Drs. Rahbudi Helmi, MKM., Apt. sebagai Kepala Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga atas ilmu pengetahuan iv
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
yang diberikan selama pelaksanaan hingga penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 8.
Dra. Ema Viaza, Apt. sebagai Kepala Seksi Produk Diagnostik In vitro atas ilmu pengetahuan yang diberikan selama pelaksanaan hingga penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
9.
Nurhidayat, S.Si., Apt. sebagai Kepala Seksi Produk Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga atas ilmu pengetahuan yang diberikan selama pelaksanaan hingga penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
10. Lupi Trilaksono, S.Si., Apt. sebagai Kepala Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi atas ilmu pengetahuan yang diberikan selama pelaksanaan hingga penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 11. Siti Nurhasanah, S.Si., Apt. sebagai Kepala Seksi Alat Kesehatan Elektromedik atas ilmu pengetahuan dan motivasi yang diberikan selama pelaksanaan hingga penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 12. Dra. Nurlaili Isnaini, Apt., MKM. sebagai Kepala Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik atas ilmu pengetahuan yang diberikan selama pelaksanaan hingga penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 13. Lucia Dina Kombong, SH. MSi. sebagai Kepala Sub Bagian Tata Usaha yang telah memfasilitasi para mahasiswa peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker. 14. Seluruh Kepala Subdirektorat, Kepala Seksi, dan staf di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yang telah memberikan pengarahan, ilmu pengetahuan, dan dukungan selama pelaksanaan hingga penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 15. Seluruh karyawan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 16. Seluruh staf pengajar dan tata usaha Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI yang telah banyak memberikan bekal ilmu, berbagi pengalaman, dan pengetahuan kepada penulis selama masa studi di Fakultas Farmasi. v
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
17. Mama, Mimi, Anipa, Fajar dan seluruh keluarga atas segala kasih sayang, dukungan, kesabaran, perhatian, semangat, dorongan dan do’a yang tiada henti. 18. Teman satu perjuangan: Ayun, Agil, April, Evelina, Febi, Iwan dan Tika atas kebersaman, bantuan dan semangat yang diberikan kepada penulis selama melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 19. Seluruh teman-teman Apoteker UI angkatan 76 yang telah mendukung dan bekerja sama selama perkuliahan hingga pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 20. Semua pihak yang turut membantu dan memberikan dukungan selama penulis melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker dan penyusunan laporan yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan laporan ini. Harapan penulis, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia farmasi.
Penulis
2013
vi
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI LAPORAN PRAKTEK KERJA UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Dewi Murni, S. Farm. NPM : 1206312946 Program Studi : Apoteker Fakultas : Farmasi Jenis karya : Laporan Praktek Kerja demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas laporan praktek kerja saya yang berjudul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode 7 – 18 Januari 2013 beserta
perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan laporan praktek kerja saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 5 Juli 2013 Yang menyatakan
( Dewi Murni )
vii
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. KATA PENGANTAR ............................................................................................ HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ………………. DAFTAR ISI ........................................................................................................... DAFTAR TABEL ................................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................................
ii iii iv vii viii ix x
BAB 1. PENDAHULUAN....................................................................................... 1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1.2. Tujuan Penelitian ...............................................................................
1 1 2
BAB 2. TINJAUAN UMUM ................................................................................... 2.1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ...................................... 2.2. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.................
3 3 7
BAB 3. TINJAUAN KHUSUS ................................................................................ 3.1. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan .................... 3.2. Visi dan Misi ..................................................................................... 3.3. Tugas Pokok dan Fungsi .................................................................... 3.4. Tujuan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ........ 3.5. Strategi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ....... 3.6. Sasaran Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ....... 3.7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan .......................................................................................... 3.8. Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ..... 3.9. Pembinaan, Pengendalian, dan Pengawasan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ............................................................ 3.10. Jadwal Kegiatan PKPA di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ..................................................................................
14 14 15 16 17 17 18 18 24 35 36
BAB 4. PEMBAHASAN……………………………………………………………..
39
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………. 5.1 Kesimpulan........................................................................................ 5.2 Saran .................................................................................................
45 45 45
DAFTAR ACUAN ..................................................................................................
47
viii
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Jadwal kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ................................................. 36
ix
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan RI ........................................ 48 2. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal .................................. 49 3. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. ............................................................................................... 50 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan…………................................................................................. 51 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian.................... 52 6. Struktur Oragnisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian 53 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ................................................................................................ 54 8. Struktur Lengkap Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Periode 2011-2012.................................................................. 55 9. Formulir Permohonan Sertifikat Produksi Alat Kesehatan / Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) .......................................................... 56 10. Formulir Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan ................................ 57 11. Blanko Penilaian Permohonan Izin Edar .................................................. 59 12. Blanko perubahan/perpanjangan izin edar ................................................ 62
x
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas
sumberdaya di bidang kesehatan. Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Setiap orang juga berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya kesehatan secara menyeluruh agar terwujud masyarakat yang sehat, mandiri dan berkeadilan (Pemerintah Republik Indonesia, 2009). Upaya kesehatan tidak terlepas dari penggunaan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Saat ini, jenis dan jumlah alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) yang beredar dan digunakan masyarakat semakin bertambah sehingga masyarakat perlu dilindungi kesehatan dan keselamatannya terhadap kesalahgunaan, penyalahgunaan, dan penggunaan alat kesehatan dan PKRT yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan kemanfaatan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010b). Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri atas Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, dan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a). Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT). Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, Subdirektorat 1
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
Universitas Indonesia
2
Penilaian Produk Diagnostik In Vitro dan PKRT, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, Subbagian Tata Usaha, dan Kelompok Jabatan Fungsional (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a). Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan bertanggung jawab dalam hal pemberian sertifikat produksi, izin penyalur alat kesehatan (PAK), izin edar, pembinaan, pengendalian, dan pengawasan alat kesehatan dan PKRT yang beredar di dalam wilayah Republik Indonesia. Dasar keilmuan yang dimiliki oleh seorang apoteker turut berperan serta dalam Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Apoteker tidak hanya diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat tetapi juga dapat melindungi masyarakat dari alat kesehatan dan PKRT yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan kemanfaatan. Untuk memahami peran apoteker dibidang alat kesehatan dan PKRT, maka dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Direktorat
Jenderal
Bina
Kefarmasian
dan Alat
Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
1.2.
Tujuan
a.
Mengetahui secara umum struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
b.
Mengetahui struktur organisasi, tugas, dan fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
c.
Memperoleh wawasan dan pengetahuan mengenai peranan apoteker dalam bidang pelayanan kefarmasian khususnya dalam bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
2.1.1. Visi dan Misi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Visi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ialah “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”. Untuk mencapai masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan, ditempuh melalui misi sebagai berikut: a.
Meningkatkan
derajat
kesehatan
masyarakat,
melalui pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani. b.
Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan.
c.
Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya kesehatan.
d.
Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik
2.1.2. Tujuan (Kementerian Kesehatan, 2010) Terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil-guna dan berdaya-guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
2.1.3. Dasar Hukum (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) Dasar hukum Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang tercantum pada
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1144/MENKES/PER/2010, yaitu: a.
Undang-undang No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 No. 166, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916).
b.
Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 No. 144, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 5063). 3
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
Universitas Indonesia
4
c.
Peraturan Presiden Republik Indonesia No.47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara.
d.
Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 84/P Tahun 2009.
e.
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014.
f.
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara.
g.
Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010.
h.
Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan.
i.
Keputusan Menteri Kesehatan No.375/Menkes/SK/V/2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025.
2.1.4. Nilai-Nilai (Kementerian Kesehatan, 2010) Guna mewujudkan visi dan misi rencana strategis pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai berikut: a.
Pro rakyat Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan
selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan haruslah menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama, dan status sosial ekonomi. b.
Inklusif Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak,
karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan saja. Dengan demikian, seluruh komponen masyarakat harus berpartisipasi aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasi profesi, organisasi masyarakat, organisasi masyarakat pengusaha, masyarakat madani, dan masyarakat akar rumput. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
5
c.
Responsif Program kesehatan haruslah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat,
serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi setempat, sosial budaya, dan kondisi geografis. Faktor-faktor ini menjadi dasar dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda, sehingga diperlukan penanganan yang berbeda pula. d.
Efektif Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang
telah ditetapkan, dan bersifat efisien. e.
Bersih Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi,
dan nepotisme (KKN), transparan, dan akuntabel.
2.1.5. Struktur Organisasi (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) Struktur organisasi Kementerian Kesehatan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1144/MENKES/PER/VIII/2010
yang
dikeluarkan tanggal 19 Agustus 2010. Peraturan Menteri Kesehatan tersebut menyatakan bahwa Kementerian Kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan terdiri atas: a. Sekretariat Jenderal; b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan; c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak; e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan; f. Inspektorat Jenderal; g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan; i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi; j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat; k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan; l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi; m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal; Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
6
n. Pusat Data dan Informasi; o. Pusat Kerja Sama Luar Negeri; p. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan; q. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan; r. Pusat Komunikasi Publik; s. Pusat Promosi Kesehatan; t. Pusat Inteligensia Kesehatan; dan u. Pusat Kesehatan Haji. Struktur organisasi Kementerian Kesehatan RI dapat dilihat pada Lampiran 1.
2.1.6. Tugas (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 pasal 2, Kementerian Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden Republik Indonesia dalam menyelenggarakan pemerintahan Negara.
2.1.7. Fungsi (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) Menurut pasal 3, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010,
Kementerian
Kesehatan
menyelenggarakan
fungsi, yaitu: a. Perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan. b. Pengelolaan barang milik atau kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan di daerah. e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
2.1.8. Rencana Strategis (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Sasaran strategis dalam pembangunan kesehatan 2010-2014, yaitu: Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
7
a. Meningkatkan status kesehatan dan gizi masyarakat. b. Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular. c. Menurunnya disparitas status kesehatan dan status gizi antar wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi serta gender. d. Meningkatnya penyediaan anggaran publik untuk kesehatan dalam rangka mengurangi risiko finansial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh penduduk, terutama penduduk miskin. e. Meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tingkat rumah tangga dari 50 persen menjadi 70 persen. f. Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis di Daerah Tertinggal, Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan Terluar (DTPK). g. Seluruh Provinsi melaksanakan program pengendalian penyakit tidak menular. h. Seluruh Kabupaten/kota melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM).
2.2
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
2.2.1. Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Direktorat Jenderal adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. Direktorat Jenderal dipimpin oleh Direktur Jenderal. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
8
2.2.2. Susunan Organisasi Struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 2. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari: a. Sekretariat Direktorat Jenderal; b. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; c. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian; d. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan; dan e. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
2.2.2.1.Sekretariat Direktorat Jenderal Sekretariat
Direktorat
Jenderal
Bina
Kefarmasian
dan
Alat
Kesehatanmempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Struktur organisasi Sekretariat Jenderal dapat dilihat pada Lampiran 3. Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi: a.
Koordinasi dan penyusunan rencana, program dan anggaran.
b.
Pengelolaan data dan informasi.
c.
Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional dan hubungan masyarakat.
d.
Pengelolaan urusan keuangan.
e.
Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan gaji, rumah tangga dan perlengkapan.
f.
Evaluasi dan penyusunan laporan.
Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri atas : a.
Bagian Program dan Informasi;
b.
Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat;
c.
Bagian Keuangan;
d.
Bagian Kepegawaian dan Umum; dan
e.
Kelompok Jabatan Fungsional. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
9
2.2.2.2. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Struktur organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 4. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi, yaitu: a.
Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;
b.
Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;
c.
Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;
d.
Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;
e.
Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; dan
f.
Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
10
Direktorat Bina Obat Publik dan PerbekalanKesehatan terdiri atas : a.
Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat;
b.
Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;
c.
Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;
d.
Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan PerbekalanKesehatan;
e.
Subbagian Tata Usaha; dan
f.
Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.2.3. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan; penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan
kefarmasian.
Struktur
organisasi
Direktorat
Bina
Pelayanan
Direktorat
Bina Pelayanan
Kefarmasian dapat dilihat pada Lampiran 5. Dalam
melaksanakan
tugas
tersebut,
Kefarmasian menyelenggarakan fungsi : a.
Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional;
b.
Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional;
c.
Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional;
d.
Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional;
e.
Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional; dan
f.
Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
11
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri atas : a.
Subdirektorat Standardisasi;
b.
Subdirektorat Farmasi Komunitas;
c.
Subdirektorat Farmasi Klinik;
d.
Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional;
e.
Subbagian Tata Usaha; dan
f.
Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.2.4. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Struktur organisasi Direktorat Bina Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 6 dan struktur lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7. Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi : a.
Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;
b.
Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;
c.
Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;
d.
Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;
e.
Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; dan
f.
Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
12
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas : a.
Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan;
b.
Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga;
c.
Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga;
d.
Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi;
e.
Subbagian Tata Usaha; dan
f.
Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.2.5. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, serta penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian dapat dilihat pada Lampiran 8. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan fungsi: a.
Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian;
b.
Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian;
c.
Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi kefarmasian;
d.
Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di bidang produksi dan distribusi kefarmasian;
e.
Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian;
f.
Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; dan
g.
Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
13
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri atas : a.
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional;
b.
Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan;
c.
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus;
d.
Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat;
e.
Subbagian Tata Usaha; dan
f.
Kelompok Jabatan Fungsional.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN
3.1.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan merupakan salah
satu direktorat dalam Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dibentuk berdasarkan Keputusan
Menteri
No.1144/MENKES/PER/VIII/2010
Kesehatan tentang
Republik Organisasi
dan
Indonesia Tata
Kerja
Kementerian Kesehatan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dipimpin oleh seorang Direktur yang bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a): a.
Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan
b.
Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
c.
Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
d.
Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi
e.
Subbagian Tata Usaha
f.
Kelompok Jabatan Fungsional Pembinaan, pengendalian dan pengawasan Alkes adalah satu rangkaian
upaya menyeluruh agar alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) yang beredar di masyarakat memenuhi persyaratan sehingga aman dan terjangkau untuk digunakan oleh masyarakat. Oleh karena itu, pembinaan, pengendalian dan pengawasan Alkes dan PKRT harus dilakukan mulai proses produksi hingga produk tersebut digunakan oleh masyarakat, yaitu pada tingkat pengadaan, tingkat distribusi dan tingkat penggunaan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan juga berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota, instansi terkait serta bermitra dengan Asosiasi 14
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
Universitas Indonesia
15
Perusahaan alat kesehatan dan lembaga kemasyarakatan lainnya dalam pelaksanaan pembinaan, pengendalian dan pengawasan alat kesehatan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a). Peraturan
Menteri
No.1189/MENKES/PER/VIII/2010
Kesehatan
Republik
tentang Produksi
Indonesia
Alat Kesehatan
dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, No. 1190/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, dan No. 1191/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Penyaluran Alat Kesehatan menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan kegiatan - kegiatan yang dilaksanakan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Pengamanan yang dimaksud dalam peraturan ini adalah upaya untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan yang tidak tepat, dan/atau yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan kemanfaatan.
3.2.
Visi dan Misi
3.2.1. Visi (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) Tersedianya alat kesehatan aman, bermutu dan bermanfaat sesuai dengan kebutuhan serta terjangkau oleh masyarakat.
3.2.2. Misi (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) Guna tercapainya visi yang telah ditetapkan tersebut Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai misi antara lain: a. Menjamin kualitas, keamanan, kemanfatan alat kesehatan serta menjamin ketersediaan alat kesehatan dengan harga terjangkau. b. Melindungi masyarakat terhadap penggunaan alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan atau mutu persyaratan. c. Mencegah penyalahgunaan dan kesalahgunaan alat kesehatan. d. Mengembangkan penyelenggaraan usaha-usaha alat kesehatan secara efektif dan efisien. e. Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia. f. Menyusun peraturan, perundang-undangan dan kebijakan di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
16
g. Memanfaatkan perkembangan IPTEK untuk meningkatkan mutu, manfaat dan keamanan alat kesehatan. h. Meningkatkan peran serta dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang alat kesehatan.
3.3.
Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan
Keputusan
No.1144/MENKES/PER/VIII/2010
tentang
Menteri Organisasi
Kesehatan dan
Tata
Kerja
Kementerian Kesehatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan, perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a): a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi, dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi, dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Penyusunan norma, standard, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan rumah tangga. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
17
3.4.
Tujuan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Tujuan dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, yaitu:
a. Meningkatkan mutu dan keamanan alat kesehatan dan PKRT; b. Meningkatkan ketersediaan alat kesehatan dan PKRT dalam jenis yang lengkap, jumlah cukup, harga yang terjangkau, bermutu, digunakan secara tepat dan dapat diperoleh saat diperlukan; dan c. Meningkatkan ketersediaan alat kesehatan dan PKRT melalui optimalisasi industri nasional dengan memperlihatkan keanekaragaman produk dan keunggulan daya saing.
3.5.
Strategi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Untuk mencapai tujuannya Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan mempunyai strategi, yaitu (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005): a. Penggalangan kemitraan. b. Peningkatan keterpaduan program. c. Pengembangan profesionalisme sumber daya manusia. d. Peningkatan dukungan peraturan dan perundangan. e. Meningkatkan sosialisasi dan advokasi. f. Mobilisasi sumber dana dan tenaga. g. Pemberdayaan daerah. h. Konsolidasi internal. i. Melakukan regulasi di bidang alat kesehatan. j. Mengoptimalkan industri alat kesehatan berbasis keanekaragaman sumber daya alam dan keunggulan daya asing. k. Meningkatkan penerapan standar mutu, keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan. l. Memberdayakan dan meningkatkan pelaksanaan komunikasi, informasi, dan edukasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
18
3.6.
Sasaran Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai
sasaran, antara lain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005): a. Terjaminnya ketersediaan alat kesehatan sesuai kebutuhan. b. Terjaminnya ketersediaan alat kesehatan di sektor publik. c. Terjaminnya mutu pengelolaan alat kesehatan di kabupaten/kota. d. Terjaminnya mutu alat kesehatan yang beredar. e. Diterapkannya petunjuk pengelolaan alat kesehatan melalui peningkatan pelayanan perizinan yang profesional dan tepat waktu. f. Terjaminnya mutu sarana produksi dan distribusi alat kesehatan. g. Tercegahnya resiko atau akibat samping dari penggunaan alat kesehatan yang tidak memenuhi syarat. h. Terhindarnya masyarakat dari alat kesehatan yang tidak bermutu serta mengoptimalkan efektifitas alat kesehatan terhadap biaya dan manfaat terhadap resiko. i. Tersedianya sistem informasi alat kesehatan yang akurat, objektif, dan terkini sehingga mudah diakses oleh tenaga kesehatan dan masyarakat.
3.7.
Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 7. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010, terdiri dari: 3.7.1. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan Subdirektorat Penilaian Alat kesehatan, menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan di bidang penilaian alat kesehatan. Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi: Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
19
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian alat kesehatan; b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dibidang penilaian alat kesehatan; c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang penilaian alat kesehatan; dan d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian alat kesehatan. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, terdiri dari Seksi Alat Kesehatan Elektromedik dan Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik.
3.7.1.1 Seksi Alat Kesehatan Elektromedik Seksi Alat Kesehatan Elektromedik mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian alat kesehatan elektromedik. Alat kesehatan elektromedik merupakan alat kesehatan yang dalam penggunaannya menggunakan tenaga listrik dan rangkaian elektronika (sirkuit elektronik) sebagai pengontrol kerja dari alat, baik untuk diagnostik, monitoring maupun terapi. Penggunaan alat ini dilakukan oleh orang yang ahli (expert) dan harus terdapat manual book baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Contoh alat kesehatan elektromedik adalah EKG, USG, alat pacu jantung, inkubator, dan lainlain.
3.7.1.2 Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik memiliki tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian alat kesehatan non elektromedik. Alat kesehatan
non
elektromedik
merupakan
alat
kesehatan
yang
dalam
penggunaannya tidak menggunakan tenaga listrik. Contoh alat kesehatan non elektromedik adalah kassa, termometer raksa, kursi roda, softlens, dan lain-lain.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
20
3.7.2. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Tugas dari Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, (PKRT) adalah melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam
melaksanakan
tugasnya,
Subdirektorat
Penilaian
Produk
Diagnostik In vitro dan PKRT menyelenggarakan fungsinya, yaitu: a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga; b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga; c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga; d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan PKRT, terdiri dari: 3.7.2.1 Seksi Produk Diagnostik In vitro Seksi Produk Diagnostik In vitro mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro. Produk diagnostik in vitro adalah reagensia, instrumen, dan sistem yang digunakan untuk mendiagnosa penyakit atau kondisi lain, termasuk penentuan kondisi kesehatan, untuk penyembuhan, pengurangan atau pencegahan penyakit atau akibatnya termasuk produk yang penggunaannya ditunjukkan bagi pengumpulan, penyiapan dan pengujian spesimen yang diambil dari tubuh manusia. Contoh dari produk
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
21
diagnostik in vitro adalah dengue test, strip gula darah, tes kehamilan, dan lainlain.
3.7.2.2 Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang penilaian perbekalan kesehatan rumah tangga. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) adalah alat, bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk pemeliharaan dan perawatan kesehatan untuk manusia, pengendali kutu hewan peliharaan, tempattempat umum dan rumah tangga. Contoh PKRT adalah repelan, tissue, pewangi pakaian, deterjen, dan lain-lain.
3.7.3. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
22
b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, terdiri dari: 3.7.3.1 Seksi Inspeksi Produk Seksi Inspeksi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
3.7.3.2 Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang inspeksi sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
3.7.4. Sub Direktorat Standardisasi dan Sertifikasi Berdasarkan
Peraturan
No.1144/MENKES/PER/VIII/2010
Menteri tentang
Kesehatan Organisasi
Republik dan
Indonesia
Tata
Kerja
Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
23
sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi menyelenggarakan fungsi, antara lain : a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, terdiri dari: 3.7.4.1. Seksi Standardisasi Produk Seksi Standardisasi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
3.7.4.2. Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
24
3.8.
Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Kegiatan yang dilakukan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Alat Kesehatan yaitu: a. Melaksanakan pre market control dengan melakukan evaluasi dan monitoring terhadap keamanan, mutu, efektifitas dan keterjangkauan serta tepat guna alat kesehatan. b. Mengembangkan, mempromosikan dan menerapkan kebijakan dan standar terhadap alat kesehatan. c. Melakukan pengawasan post-market (surveilance, vigilance serta pengawasan iklan) untuk menjamin senantiasa keamanan dan kemanfaatan (safety and performance) dalam penggunaannya. d. Mengantisipasi dan merespon setiap masalah kesehatan masyarakat yang terkait dengan alat kesehatan Kegiatan-kegiatan utama yang dilaksanakan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, meliputi : sertifikasi produksi, pemberian izin edar dan pemberian izin penyalur alat kesehatan serta pelayanan surat keterangan.
3.8.1 Sertifikasi Produksi Sertifikasi produksi diberikan kepada sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang telah melaksanakan cara produksi yang baik untuk menghasilkan produk yang memenuhi standar mutu. Sertifikasi produksi didasarkan pada Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, sebelumnya yang berlaku adalah izin produksi. Produksi alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang memiliki sertifikat produksi dan perusahaan yang telah memperoleh sertifikat produksi harus dapat menunjukkan bahwa produksi dilaksanakan sesuai dengan pedoman Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) dan atau Cara Pembuatan Perbekalan Kesehatan Dan Rumah Tangga yang Baik (CPPKRTB). Hal-hal yang harus diperhatikan dalam CPAKB dan CPPKRTB adalah:
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
25
a. Bangunan (denah untuk berproduksi). diperhatikan apakah sudah memenuhi persyaratan ruangan produksinya baik untuk pencampuran, pengisian, pewadahan, penandaan dan lain-lain. b. Peralatan dan Bahan. c. Organisasi dan sumber daya manusia (terutama penanggung jawab teknisnya). d. Perlengkapan kerja, seperti sarung tangan, masker, penutup kepala,pakaian kerja, dan lain-lain. e. Higiene dan sanitasi. f. Pengawasan mutu. g. SOP (Standard Operating Procedure). h. Inspeksi diri. i. Penanganan terhadap keluhan. j. Dokumentasi, dan lain-lain. Tata cara atau prosedur mendapatkan sertifikat produksi alat kesehatan dan/atau PKRT, sebagai berikut : a. Perusahaan pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri Kesehatan Republik Indonesia melalui Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat, dengan menggunakan contoh formulir pada Lampiran 9. b. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota membentuk tim pemeriksaan bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat. Tim pemeriksaan bersama, jika diperlukan, dapat melibatkan tenaga ahli/konsultan/lembaga tersertifikasi di bidang produksi yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. c. Tim pemeriksaan bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja melakukan pemeriksaan dan membuat berita acara pemeriksaan. d. Apabila telah memenuhi persyaratan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksaan bersama membuat surat rekomendasi kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
26
e. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf (b), (c), dan (d) tidak dilaksanakan pada waktunya, perusahaan pemohon yang bersangkutan dapat membuat surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehtan Kabupaten/Kota setempat. f. Setelah surat rekomendasi diterima dan lampirannya sebagaimana dimaksud pada huruf (e), Direktur Jenderal mengeluarkan sertifikat produksi alat kesehatan dan /atau PKRT, dalam jangka waktu 30 hari kerja setelah berkas lengkap. g. Dalam jangka waktu 30 hari kerja sebagaimana dimaksud pada huruf (f), Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat melakukan penundaan atau penolakan permohonan sertifikat produksi. h. Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud huruf (g), diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratannya yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 6 bulan sejak diterbitkannya surat penundaan. Menurut
Peraturan
Menteri
No.1189/MENKES/PER/VIII/2010
Kesehatan
tentang Produksi
Republik
Indonesia
Alat Kesehatan
dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, maka sertifikat produksi alat kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu : a. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas A Sertifikat produksi alat kesehatan kelas A adalah sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah menerapkan CPAKB secara keseluruhan sehingga diizinkan untuk memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa, kelas IIb dan kelas III. Penanggung jawab teknisnya minimal Apoteker atau sarjana Lainyang sesuai dan harus mempunyai laboratorium sendiri. b. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas B Sertifikat produksi alat kesehatan kelas B adalah sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa, dan kelas IIb, sesuai ketentuan CPAKB.Khusus alat kesehatan kelas I yang dimaksud adalah kelas I steril.Penanggung jawab teknisnya minimal D3
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
27
farmasi, kimia, teknik yang sesuai dengan bidangnya. Jika tidak memiliki laboratorium sendiri, harus bekerja sama dengan laboratorium yang ditunjuk. c. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas C Sertifikat produksi alat kesehatan kelas C adalah sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I, dan kelas IIa tertentu, sesuai ketentuan CPAKB. Penanggung jawab teknisnya asisten apoteker atau tenaga lain yang sederajat, bekerja sama dengan laboratorium yang terakreditasi.
3.8.2. Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan Badan usaha yang telah memiliki izin edar sebagai penyalur dapat melaksanakan penyaluran alat kesehatan. Persyaratan yang dibutuhkan dalam proses permohonan izin penyalur alat kesehatan adalah sebagai berikut : 3.8.2.1.Surat Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan Surat permohonan ditujukan kepada dinas kesehatan propinsi setempat dilengkapi dengan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009) : a. Akte notaris b. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan). c. Peta lokasi dan denah bangunan. d. Alamat gedung, dan bengkel. e. Penanggung jawab teknis. f. Tenaga teknisi. g. Surat penunjukan dari produsen luar negeri sebagai penyalur tunggal yang dilegalisir oleh KBRI setempat atau dari produsen dalam negeri sebagai penyalur tunggal yang dilegalisir oleh notaris setempat. h. Jenis atau macam alat kesehatan yang diedarkan. i. Brosur/katalog dari alat kesehatan yang diedarkan.
3.8.2.2.Tata Cara Pengajuan Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan Tata cara pengajuan permohonan dan pemberian IPAK (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, (2010c), sebagai berikut: Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
28
a. Pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melalui kepala dinas kesehatan provinsi setempat, dengan menggunakan formulir seperti pada Lampiran 10. b. Kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota untuk membentuk tim pemeriksa bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat. c. Tim pemeriksa bersama selambat lambatnya 12 (dua belas) hari kerja melakukan pemeriksaan setempat dan membuat berita acara pemeriksaan, dengan menggunakan formulir 2. d. Apabila telah memenuhi persyaratan, kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya dalam waktu 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksa bersama meneruskankepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, dengan menggunakan formulir 3. e. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana yang dimaksud pada (b) hingga (d) tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon yang bersangkutan dapat membuat surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan kepada kepala dinas kesehatan provinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota setempat, dengan menggunakan formulir 4. f. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima surat pernyataan (e), dengan mempertimbangkan persyaratan, Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat melakukan penundaan atau penolakan izin PAK, dengan menggunakan formulir 5. g. Dalam jangka 30 (tiga puluh) hari kerja sejak menerima hasil pemeriksaan (d), Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengeluarkan izin PAK, dengan menggunakan formulir 6. h. Terhadap penundaan (f), pemohon diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak diterbitkan surat penundaan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
29
3.8.3. Pemberian Izin Edar Produk Dalam
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1189/MENKES/ PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga tercantum ketentuan pelaksanaan pendaftaran, cara pendaftaran, formulir pendaftaran, formulir permohonan, penilaian data, keputusan, perubahan data, penambahan ukuran kemasan, pembatalan persetujuan, pendaftaran kembali, kategori dan subkategori serta petunjuk pengisian formulir pendaftaran alat kesehatan maupun perbekalan kesehatan rumah tangga produksi dalam negeri dan impor. Untuk alat kesehatan lokal, pengajuan pendaftaran dilakukan oleh produsen yang telah memiliki sertifikat produksi sedangkan untuk alat kesehatan impor pengajuan pendaftaran dilakukan oleh penyalur alat kesehatan. Persyaratan alat kesehatan untuk mendapat izin registrasi, alat tersebut haruslah memiliki kriteria, sebagai berikut (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010c) : a. Khasiat atau manfaat dan keamanan yang dibuktikan dengan melakukan uji klinis atau bukti-bukti lain sesuai dengan status perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Selain itu, untuk perbekalan kesehatan rumah tangga dibuktikan juga dengan uji keamanan yaitu tidak menggunakan bahan yang dilarang dan tidak melebihi batas kadar yang telah ditentukan. b. Mutu yang memenuhi syarat dinilai dari cara produksi yang baik dan hanya menggunakan bahan dengan spesifikasi yang sesuai untuk alat kesehatan maupun perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Penandaan berisi informasi yang dapat mencegah terjadinya salah pengertian atau salah penggunaan. Perbekalan kesehatan rumah tangga harus berisi informasi yang cukup termasuk tanda peringatan dan cara penanggulangannya apabila terjadi kecelakaan. Pengajuan izin registrasi alat kesehatan dan PKRT harus dilengkapi datadata yang terdiri dari data administrasi dan data teknis. Kelengkapan dokumen tersebut akan dinilai dengan mengisi checklist yang terdapat dalam blanko penilaian seperti pada Lampiran 11.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
30
3.8.3.1 Data Administrasi a. Data yang harus ada untuk registrasi alat kesehatan dalam negeri, yaitu: sertifikat produksi sesuai dengan jenis alat kesehatan yang didaftarkan, lisensi (bila merek produk dan formulanya berasal dari pihak lain), paten merek (bila menggunakan merek sendiri). b. Data yang harus ada untuk registrasi alat kesehatan luar negeri/impor, yaitu: izin usaha penyalur alat kesehatan, surat penunjukkan/surat kuasa untuk mendaftarkan yang di legalisir oleh KBRI setempat, surat keterangan dari pejabat pemerintah/badan yang diberi kewenangan di negara asal (Certificateof Free Sale atau lainnya) bahwa produk tersebut diizinkan untuk dijual. c. Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT dalam negeri, yaitu sertifikat
produksi,
surat
perjanjian
kerjasama/MOU
(Memorandum
ofUnderstanding) bila produsen memproduksi berdasarkan pesanan pihak lain (toll manufacturing), surat lisensi bila merek dan formula berasal dari pihak lain, surat pernyataan merek, paten merek yang dikeluarkan Ditjen HAKI (jika ada), izin Komisi Pestisida (untuk PKRT yang mengandung pestisida), formulir lampiran AA (formula dan prosedur pembuatan), formulir lampiran BB (spesifikasi bahan baku dan wadah), formulir lampiran CC (spesifikasi dan stabilitas produk jadi), formulir lampiran DD (kegunaan, cara penggunaan, penandaan dan contoh produk), hasil pengujian, rancangan penandaan. Catatan : Khusus PKRT yang mengandung pestisida harus menyertakan surat persetujuan dari Komisi Pestisida. Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT impor, yaitu: surat penunjukan sebagai distributor dari pabrik asal dan telah dilegalisir oleh KBRI setempat, surat kuasa untuk mendaftar dari pabrik asal, certificate of free sale untuk produk PKRT yang akan didaftarkan, ijin Komisi Pestisida, formulir lampiran AA (formula dan prosedur pembuatan), formulir lampiran BB (spesifikasi bahan baku dan wadah), formulir lampiran CC (spesifikasi dan stabilitas produk jadi), formulir lampiran DD (kegunaan, cara penggunaan, penandaan dan contoh produk), hasil pengujian, rancangan penandaan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
31
3.8.3.2 Data Teknis Data teknis yang diperlukan, sebagai berikut : a. Untuk produk yang terbentuk dari bahan kimia, pendaftar harus memberikan komponen formula dalam satuan internasional atau persentase dan menuliskan fungsi masing-masing bahan. b. Prosedur pembuatan secara singkat berupa alur kerja/flow chart dalam proses produksi disertai dengan keterangan tentang proses kritis yang mempengaruhi kualitas dan langkah yang dilakukan untuk mengontrol proses kritis tersebut. c. Untuk produk HIV, harus melampirkan hasil evaluasi dari RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Untuk produk elektromedik, pastikan keamanan dengan melampirkan data hasil uji sesuai dengan persyaratan IEC 60601 mengenai keselamatan listrik. d. Untuk kelas I, sertifikat CE dapat menggantikan CoA dan proses produksi. e. Untuk alat kesehatan, formulir yang perlu dilampirkan adalah Formulir A (data administrasi), Formulir B (informasi produk), Formulir C (spesifikasi dan jaminan mutu), Formulir D (penandaan dan petunjuk penggunaan), dan Formulir E (post market evaluation). Evaluasi dan penilaian data dilaksanakan oleh tim penilai alat kesehatan. Untuk alat kesehatan dengan teknologi baru atau canggih, maka dilakukan evaluasi oleh tim ahli yang terdiri dari pakar di bidangnya. Bila hasil penilaian dan keputusan pendaftaran dinyatakan lengkap maka akan dikeluarkan nomor registrasi/izin edar. Sedangkan, bila dinyatakan kurang atau tidak lengkap maka dapat diberikan kesempatan untuk melengkapi data yang kurang dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 bulan terhitung mulai tanggal pemberitahuan. Jika sampai pada batas waktu yang ditentukan pemohon tidak melengkapi data maka dilakukan penolakan pendaftaran. Nomor registrasi akan dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia setelah permohonan izin edar telah disetujui. Nomor registrasi terdiri dari 11 digit dengan keterangan sebagai berikut : 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
32
Digit 1
: kelas
Digit 2,3
: kategori
Digit 4,5
: sub kategori
Digit 6,7
: tahun pemberian izin (dibalik)
Digit 8 sampai 11
: nomor urut pendaftaran
Alat Kesehatan Dalam Negeri
: AKD
Alat Kesehatan Impor
: AKL
PKRT Impor
: PKL
PKRT Dalam Negeri
: PKD
Contoh nomor izin edar: a. Alat kesehatan: AKL 21104900078 AKL
: Alat Kesehatan Luar Negeri
Digit 1 (Angka 2)
: kelas 2 (resiko sedang)
Digit 2,3 (Angka 11)
: Peralatan obstetrik dan ginekologi (OG)
Digit 4,5 (Angka 04)
: Peralatan obstetrik dan ginekologi bedah
Digit 6,7 (Angka 90)
: tahun pemberian izin (dibalik) 2009
Digit 8-11 (Angka 0078) : nomor urut pendaftaran 0078 Alat ini adalah alat kesehatan luar negeri (AKL), termasuk kelas 2 dan didaftarkan pada tahun 2009. Untuk penentuan/penilaian kelas, kategori dan sub kategori alat kesehatan mengacu pada Code of Federal Regulation (CFR). b. PKRT: PKD 20305700520 PKD
: PKRT dalam negeri
Digit 1 (Angka 2)
: kelas 2 (resiko sedang)
Digit 2,3 (Angka 03)
: kategori 3 (pembersih)
Digit 4,5 (Angka 05)
: sub kategori 5 (pembersih kloset)
Digit 6,7 (Angka 70)
: tahun pemberian izin (dibalik) 2007
Digit 8-11 (Angka 0520) : nomor urut pendaftaran 0520 Alat ini adalah PKRT dalam negeri (PKD), termasuk kelas 2, kategori pembersih, subkategori pembersih kloset, dan didaftarkan pada tahun 2007. Izin edar berlaku selama 5 (lima) tahun atau sesuai dengan masa penunjukan keagenan masih berlaku dan dapat diperbaharui sepanjang memenuhi persyaratan. Jika alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar terbukti tidak Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
33
memenuhi persyaratan mutu, keamanan serta kemanfaatan, pemerintah berwenang mencabut nomor pendaftaran/izin edar dan memerintahkan penarikan alat kesehatan tersebut dari peredaran. Jika dalam masa peredarannya terdapat penambahan atau perubahan pada produk yang telah diberi izin edar tersebut, seperti: nama, penandaan, kemasan, penambahan ukuran kemasan, dan lain-lain, maka produk tersebut harus didaftarkan kembali, produk tidak perlu mengganti nomor izin edar (masih dapat memakai nomor izin edar yang lama). Namun, jika terjadi perubahan formula maka produk harus didaftarkan lagi ke Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan) dan nomor izin edar lama tidak berlaku lagi (diganti dengan nomor izin edar baru setelah dilakukan penilaian ulang dengan blanko pada Lampiran 11 dan 12).
3.8.4. Pelayanan Surat Keterangan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan selain memberikan pelayanan pengajuan sertifikat produksi, izin edar dan izin penyalur, juga memberikan pelayanan surat keterangan, diantaranya yaitu (Departemen Kesehatan RI, 2009):
3.8.4.1. Certificate Of Free Sale (CFS) CFS adalah surat keterangan bahwa produk alat kesehatan atau PKRT yang akan diekspor telah terdaftar pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan telah beredar di Indonesia. Ketentuan pemberian CFS, antara lain: a. Perusahaan mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri Kesehatan RI (Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat kesehatan). b. CFS diberikan kepada pemilik sertifikat produksi alkes/PKRT dan izin edar yang masih berlaku. c. CFS diberikan untuk 1 kali permohonan dan satu negara tujuan. d. Masa berlaku CFS adalah 1 tahun sejak tanggal diterbitkan. e. Proses Surat Keterangan Ekspor alat kesehatan/PKRT diberikan dalam waktu selambat-lambatnya 3 hari kerja.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
34
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan CFS, yaitu: a. Surat permohonan ditandatangani oleh Direktur/Penanggung Jawab Teknis dengan mencantumkan negara tujuan. b. Salinan surat izin edar yang masih berlaku yang mencantumkan nama produk. c. Salinan sertifikat produksi yang masih berlaku beserta addendum d. Salinan NPWP e. Contoh produk jadi yang akan diekspor
3.8.4.2. Surat Keterangan Lainnya Surat keterangan lainnya hanya diberikan untuk keperluan berikut: a. Produk alat kesehatan atau PKRT untuk penelitian dan pendidikan b. Bahan atau komponen bahan baku impor untuk digunakan dalam memproduksi alat kesehatan atau PKRT yang sudah terdaftar. c. Bahan atau produk tertentu yang berdasarkan kajian bukan termasuk alat kesehatan dan/atau PKRT yang harus didaftarkan pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan) d. Produk alat kesehatan yang diperlukan untuk pengujian dalam rangka persyaratan pemberian izin edar. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan surat keterangan tersebut yaitu : a. Surat permohonan mendapatkan surat keterangan yang sesuai. b. Surat perjanjian Goverment to Goverment dari pihak yang berwenang. c. Surat keterangan impor barang yang sudah disetujui oleh pihak bea cukai (invoice). d. Surat perjanjian kerjasama antara donator dan penerima serta persetujuan dari Direktorat Jenderal Pelayanan Medik bila digunakan di rumah sakit atau persetujuan Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat bila digunakan di puskesmas. e. Surat protokol pengujian.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
35
f. Surat persetujuan dari komite medik rumah sakit yang mencantumkan nama pasien pengguna. g. Surat pernyataan dokter penanggung jawab h. Izin edar dan izin produksi terkait produk yang dimaksud. i. Katalog/brosur/data pendukung lainnya mengenai produk tersebut.
3.9.
Pembinaan,
Pengendalian
dan
Pengawasan
Keamanan
Alat
Kesehatan dan PKRT (Menteri Kesehatan RI, 2010c) 3.9.1. Pembinaan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT Pembinaan yang dilakukan dalam rangka pengamanan alat kesehatan dan PKRT bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan, melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan alat kesehatan dan PKRT yang tidak tepat atau tidak memenuhi persyaratan, dan menjamin terpenuhinya atau terpeliharanya persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan dan PKRT. Pembinaan keamanan alat kesehatan dan PKRT dilaksanakan dalam bidang, antara lain: a. Informasi produk b. Perdagangan c. Sumber daya manusia d. Pelayanan kesehatan e. Periklanan
3.9.2. Pengendalian dan Pengawasan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT Penggunaan alat kesehatan dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan dan membahayakan kesehatan sehingga dapat merugikan pasien atau operator alat tersebut. Oleh karena itu, pengawasan perlu dilakukan untuk dapat menjamin mutu, keamanan dan kemanfaatan dari produk baik pre-market maupun postmarket. Pengawasan ini dilaksanakan baik oleh pemerintah dan masyarakat (pengawasan eksternal), maupun produsen/penyalur (pengawasan internal).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
36
3.9.2.1.Pengawasan yang dapat dilakukan oleh pemerintah a. Audit terhadap informasi teknis dan klinik b. Pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi c. Sampling dan pengujian d. Pengawasan penandaan iklan
3.9.2.2.Pengawasan yang dapat dilakukan oleh produsen/penyalur a. Audit terhadap informasi alat kesehatan dan/atau PKRT yang didapat dari sarana distribusi/penyalur b. Pemeriksaan kembali terhadap produk untuk mengetahui kejadian yang tidak diinginkan c. Melaporkan kepada pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota tentang kejadian yang tidak diinginkan
3.9.2.3.Pengawasan yang dapat dilakukan oleh masyarakat a.
Memberdayakan masyarakat untuk mengetahui hak dan kewajiban terhadap alat kesehatan yang beredar.
b.
Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya penggunaan alat kesehatan yang tidak memenuhi standard yang ditetapkan.
c.
Dapat memberikan masukkan kepada pemerintah dan produsen demi peningkatan mutu.
3.10. Jadwal Kegiatan PKPA di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Tabel 3.1. Jadwal kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan No.
Hari dan Tanggal
Jenis atau Materi Kegiatan
1.
Senin, 7 Januari 2013
1. Penjelasan umum tentang struktur organisasi Kementerian
Kesehatan
dan
penjelasan
struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
37
Kefarmasian dan Alat Kesehatan oleh KaSubBag
Kepegawaian
Bapak
Kamid
Waluyo, SH., MM. 2. Penjelasan tentang direktorat Bina Produksi dan
Distribusi
Alat
Kesehatan
oleh
KaSubBag Tata Usaha Ibu Lucia Dina Kombong, SH., M.Si. 3. Membaca
buku
pedoman
Permenkes
1189,1190 dan 1191 serta buku lain yang terkait. 2.
Selasa, 8 Januari 2013
1. Penjelasan Kesehatan
mengenai dan
pengawasan
PKRT
oleh
Alat
KaSubDit
Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT Bapak Drs. Rahbudi Helmi, MKM., Apt 2. Penjelasan mengenai tata cara registrasi PKRT oleh Kasie Produk PKRT Ibu Nurhidayat, S.Si., Apt. 3.
Rabu, 9 Januari 2013
1. Penjelasan mengenai tata cara registrasi Alat Kesehatan dan PKRT oleh Kasie Alat kesehatan
Nonelektromedik
Ibu
Dra.
Nurlaili Isnaini, MKM., Apt. 2. Penjelasan mengenai tata cara registrasi produk diagnostik in vitro oleh Kasie Produk diagnostik in vitro Ibu Dra. Ema Viaza, Apt. 3. Penjelasan mengenai kebijakan
regulasi
Alat Kesehatan dan PKRT, Cara Pembuatan Alat
Kesehatan
yang
Baik dan Cara
Distribusi Alat Kesehatan yang Baik oleh Kasie. Produksi
Standardidasi dan
dan
Distribusi
Sertifikasi
Bapak
Lupi
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
38
Trilaksono,S.Si,Apt. 4.
Kamis, 10 Januari 2013
1. Menginput data registrasi Alat Kesehatan dari pemohon izin edar 2. Mengerjakan tugas umum dan tugas khusus
5.
Jumat, 11 Januari 2013
1. Menginput data registrasi Alat Kesehatan dari pemohon izin edar 2. Mengerjakan tugas umum dan tugas khusus
6.
Senin, 12 Januari 2013
Menyusun laporan tugas umum
7.
Selasa, 13 Januari 2013
Menyusun laporan tugas umum
8.
Rabu, 14 Januari 2013
Menyusun laporan tugas khusus
9.
Kamis, 15 Januari 2013
Menyusun laporan tugas khusus
10. Jumat, 16 Januari 2013
Menyusun laporan tugas khusus
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
BAB 4 PEMBAHASAN Upaya kesehatan di Indonesia perlu dilakukan secara menyeluruh agar tercipta masyarakat yang sehat, mandiri dan berkeadilan. Upaya kesehatan tersebut tidak terlepas dari penggunaan berbagai alat kesehatan dan PKRT. Jenis dan jumlah alat kesehatan dan PKRT yang beredar dan digunakan oleh masyarakat pun semakin bertambah, sehingga masyarakat perlu dilindungi terhadap kesalahgunaan, penyalahgunaan dan penggunaan alat kesehatan dan PKRT yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan kemanfaatan. Oleh karena itu, penilaian mengenai alat kesehatan dan PKRT penting dilakukan secara komprehensif agar alat kesehatan dan PKRT yang beredar terjamin keamanan, mutu, dan kemanfaatannya. Peran pemerintah terhadap penjaminan keamanan, mutu, dan kemanfaatan alat kesehatan dan PKRT dilakukan melalui Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang bertugas untuk merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri atas Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, dan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian yang memiliki tugas pokok dan fungsi masing-masing demi mencapai visi Kementerian Kesehatan yaitu masyarakat yang sehat, mandiri dan berkeadilan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan memiliki jumlah pegawai sebanyak 39 orang. Kegiatan operasional dilakukan pada hari Senin hingga hari Jumat, dimulai pukul 08.00 hingga pukul 16.00 WIB. Sistem absensi di Kementerian Kesehatan dilakukan dengan menggunakan finger print. Seragam dinas kepemerintahan dipakai pada hari Senin dan Kamis. Hari Selasa dan Jumat menggunakan baju batik, sedangkan hari Rabu menggunakan baju bebas yang sopan dan rapi. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri dari empat subdirektorat, yaitu: Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, Subdirektorat 39 Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
40
Penilaian Produk Diagnostik dan PKRT, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT, serta Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi. Masing-masing subdirektorat dikepalai oleh satu orang kepala subdit yang membawahi dua orang kepala seksi. Pembagian subdirektorat ini berdasarkan tugas pokok dan fungsi yang
sesuai
dengan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor.1144/Menkes/Per/VIII/2010. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan terdiri dari seksi Alat Kesehatan Elektromedik dan seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik. Pada struktur organisasi terdahulu, dua seksi tersebut berada dalam subdirektorat yang berbeda. Perubahan struktur organisasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan efisiensi kinerja sesuai dengan spesifikasi dari kedua jenis alat kesehatan tersebut. Alat kesehatan merupakan instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak mengandung
obat
yang
digunakan
untuk
mencegah,
mendiagnosis,
menyembuhkan, dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. Alat kesehatan elektromedik adalah alat kesehatan yang dalam penggunaannya menggunakan teknik listrik dan rangkaian elektronika (sirkuit elektronik) sebagai pengontrol kerja dari alat, baik untuk diagnostik, monitoring maupun terapi. Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh produsen alat kesehatan elektromedik adalah mempunyai bengkel untuk reparasi atau workshop dan mempunyai izin dari BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir) jika alat yang hendak diedarkan menggunakan radiasi atau sinar X. Selain itu, pada pelayanan izin penyalur alat kesehatan elektromedik dipersyaratkan bahwa penyalur diwajibkan untuk memiliki bengkel. Hal tersebut merupakan salah satu upaya dalam peningkatan mutu dari alat kesehatan. Sedangkan, alat kesehatan non elektromedik
adalah
alat
kesehatan
yang
dalam
penggunaannya
tidak
menggunakan tenaga listrik. Penggunaan alat kesehatan ini beberapa ada yang dapat dilakukan oleh orang biasa (bukan tenaga ahli), sehingga cara penggunaannya harus dicantumkan pada alat kesehatan atau tertera pada kemasan. Namun beberapa alat kesehatan non elektromedik juga memerlukan tenaga ahli,
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
41
seperti penggunaan implan jantung yang sangat beresiko apabila penggunaannya tidak menggunakan bantuan tenaga ahli. Pembagian kelas alat kesehatan dilakukan berdasarkan resiko, yaitu kelas I berarti resiko rendah seperti kasa, kelas II berarti resiko sedang seperti PCG dan kelas III berarti resiko tinggi seperti implan jantung. Alat kesehatan dibagi ke dalam kategori dan sub kategori yang mengikuti Code of Federal Regulation dari Amerika, karena penilaiannya lebih baik dibandingkan dengan penilaian yang dilakukan Eropa. Pembagiannya terdiri dari peralatan kimia klinik dan toksikologi klinik; peralatan hematologi dan toksikologi klinik; peralatan imunologi dan mikrobiologi; peralatan anestesi; peralatan kardiologi; peralatan gigi; peralatan telinga, hidung dan tenggorokan (THT); peralatan gastroenterologi-urologi (GU); peralatan Rumah Sakit Umum dan perorangan (RSU & P); peralatan neurologi; peralatan obstetrik dan ginekologi (OG); peralatan mata; peralatan ortopedi; peralatan kesehatan fisik; peralatan radiologi; peralatan bedah umum dan bedah plastik. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan PKRT merupakan subdit yang menilai produk diagnostik in vitro dan PKRT. Kegiatan yang dilakukan adalah menilai dan memberikan izin edar sebelum diedarkan di wilayah Republik Indonesia baik produk yang berasal dari luar negeri maupun dalam negeri. Penilaian ini bertujuan untuk dapat menentukan apakah produk diagnostik in vitro dan PKRT yang akan beredar telah memenuhi persyaratan yang berlaku dalam rangka menjamin keamanan, mutu, dan manfaat produk tersebut. Penilaian dilakukan terhadap data administrasi dan data teknis. Data administrasi meliputi formulir pendaftaran, sertifikat produksi (produksi dalam negeri), IPAK (Izin Penyalur Alat Kesehatan), surat penunjukan sebagai agen tunggal, surat kuasa untuk mendaftar, certificate of free sale (untuk produk impor), dan surat pernyataan kepemilikan merek (produk dalam negeri). Data teknis meliputi formula/kompisisi, prosedur pembuatan, spesifikasi produk jadi, Certificate of Analysis (CoA), kestabilan, uji fungsi alat, penandaan serta penanganan komplain. Produk diagnostik in vitro adalah alat kesehatan yang baik digunakan tunggal maupun dalam kombinasi, ditujukan oleh pabrikannya untuk pemeriksaan invitro spesimen yang berasal dari tubuh manusia yang semata-mata atau pada Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
42
prinsipnya digunakan untuk memberikan informasi bagi tujuan diagnostik, pemantauan atau kesesuaian. Produk ini mencakup reagen, kalibrator, wadah spesimen, piranti lunak, dan instrument atau perlengkapan terkait atau barang lainnya. Produk diagnostik in vitro dibagi dalam 4 kategori yaitu peralatan kimia klinik dan toksikologi klinik, peralatan hematologi dan patologi, peralatan imunologi dan mikrobiologi dan peralatan obstetrik dan ginekologi. Registrasi alat kesehatan diagnostik in vitro kelas III (misalnya untuk penyakit HIV atau flu burung) harus menyertakan uji klinis dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Berbeda dengan jenis alat kesehatan lainnya, produk diagnostik in vitro memiliki kekhasan tersendiri, sebagian produk memiliki persyaratan penyimpanan suhu dan kelembapan bahkan ada produk yang harus disimpan pada suhu 2 – 8OC, serta rentan terhadap perubahan suhu dan kelembapan sehingga kondisi penyimpanan dan distribusi sangat mempengaruhi kualitas produk. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu penilaian produk diagnostik sebelum diberikan izin edar. PKRT adalah alat, bahan atau campuran bahan untuk pemeliharaan dan perawatan kesehatan untuk manusia, pengendali kutu hewan peliharaan, rumah tangga dan tempat-tempat umum. PKRT dibagi kedalam 7 kategori yaitu tisu dan kapas, sediaan untuk mencuci, pembersih, alat perawatan bayi, antiseptika dan desinfektan, pewangi dan pestisida rumah tangga. Pembagian kelas untuk PKRT sama dengan kelas untuk alat kesehatan yaitu kelas I (resiko rendah), kelas II (resiko sedang), dan kelas III (resiko tinggi). Produk PKRT banyak digunakan oleh konsumen dan beberapa diantaranya mengandung bahan berbahaya seperti pestisida sehingga penting untuk dilakukan penilaian produk PKRT sebelum diberikan izin edar. Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, tugas Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi adalah melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT. Dalam melakukan standardisasi, subdit ini bekerjasama dengan Badan Standardisasi Nasional (BSN). Subdirektorat Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
43
Standardisasi dan Sertifikasi terdiri atas (1) Seksi Standardisasi Produk dan (2) Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi. Keduanya mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk alat kesehatan dan PKRT (Seksi Standardisasi Produk) atau di bidang standardisasi dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT (Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi). Produk dari Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi antara lain, sertifikat produksi, izin penyalur, pedoman Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) dan Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB). Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT merupakan bagian dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yang bertugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi alat kesehatan dan PKRT. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT memiliki dua seksi yaitu, inspeksi produk dan inspeksi sarana produksi dan distribusi. Kegiatan pengawasan alkes dan PKRT yang beredar di Indonesia dilakukan dengan tiga kegiatan utama, yaitu post market surveillance, vigilance, dan pengawasan iklan. Post market surveillance merupakan kegiatan pemantauan terhadap produk yang beredar di pasaran, sarana produksi serta sarana distribusi alkes dan PKRT. Kegiatan ini dilakukan dengan cara pembelian produk dari pasar kemudian diuji parameter – parameter produk tersebut dari segi keamanan, mutu, dan kemanfaatannya. Hasil pengujian ini akan dibandingkan dengan data – data yang dilampirkan oleh produsen ketika mendaftarkan produknya. Penilaian terhadap sarana produksi dan distribusi dilakukan dengan cara melakukan inspeksi ke sarana produksi dan distribusi di seluruh wilayah Indonesia. Kegiatan ini dilakukan setiap 5 tahun sekali. Kelayakan sarana produksi dan distribusi dinilai dari komitmen produsen dan distributor dalam menerapkan pedoman CPAKB dan CDAKB.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
44
Kegiatan vigilance adalah kegiatan pelaporan terkait alkes dan PKRT oleh produsen, distributor, masyarakat atau pemerintah mencakup kegiatan produksi, distribusi seta penggunaannya oleh masyarakat. Laporan ini dilakukan setiap satu tahun sekali. Untuk kasus - kasus tertentu misalnya kejadian yang menyebabkan banyak korban jiwa, maka pelaporan harus dilakukan maksimal 2x24 jam setelah peristiwa terjadi. Bila suatu kasus menimbulkan korban jiwa yang tidak banyak (hanya satu atau dua korban), maka pelaporan dilakukan maksimal sepuluh hari setelah peristiwa terjadi. Apabila suatu peristiwa terjadi namun tidak menimbulkan korban jiwa, maka pelaporan dilakukan maksimal tiga puluh hari kalender. Pengawasan
iklan dilakukan dengan cara melakukan pemantauan
terhadap iklan yang dipublikasikan di media massa, baik elektronik maupun cetak. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa peraturan terkait periklanan alkes dan PKRT tidak dilanggar. Beberapa hal yang harus dipatuhi terkait periklanan misalnya tenaga profesional tidak boleh mengiklankan produk kecuali untuk pelayanan masyarakat, penggunaan kata – kata superlatif tidak boleh digunakan dan penggunaan anak – anak tidak diperkenankan kecuali produk tersebut digunakan oleh anak.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.
Kesimpulan
a.
Menteri Kesehatan membawahi beberapa Direktorat Jenderal, Inspektorat Jenderal dan Sekretariat Jenderal. Direktorat Jenderal tersebut adalah Direktorat
Jenderal
Bina
Upaya
Kesehatan,
Direktorat
Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, serta Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. b.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari atas Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Farmasi, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan serta Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
c.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan membawahi Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan; Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan PKRT; Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT; Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi; Subbagian Tata Usaha; dan Kelompok Jabatan Fungsional. Direktorat ini berperan dalam menyelenggarakan upaya kesehatan melalui penilaian, pembinaan, pengendalian,
dan
pengawasan
terhadap
segala
kegiatan
yang
berhubungan dengan pengamanan alat kesehatan dan perbekalan rumah tangga. Pelayanan yang diberikan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan adalah pelayanan sertifikat produksi, izin penyalur alat kesehatan, dan izin edar alat kesehatan dan PKRT. d.
Apoteker berperan sebagai tim penilai yang mengevaluasi berkas permohonan sertifikat produksi, izin penyalur alat kesehatan, dan izin edar alat kesehatan dan PKRT.
5.2.
Saran
a.
Penambahan jumlah tenaga kerja dan memperluas ruangan kerja untuk meningkatkan kinerja dan kecepatan pelayanan terhadap pemohon.
45
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
Universitas Indonesia
46
b.
Penggunaan sistem online untuk mempermudah dan mempercepat pelayanan sertifikat produksi, izin penyalur alat kesehatan, dan izin edar alat kesehatan dan PKRT perlu dioptimalkan.
c.
Sosialisasi lebih luas mengenai registrasi alat kesehatan dan PKRT kepada masyarakat.
d.
Program
pengawasan
mengenai
periklanan
dan
sampling
perlu
ditingkatkan, untuk menjaga konsumen atau masyarakat dari produk yang tidak memenuhi syarat keamanan, mutu, dan kemanfaatan.
46
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2005). Rencana Strategis Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Depkes RI tahun 2005-2009. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Pedoman Penilaian Alat Kesehatan/Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010a). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010b). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1189/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010c). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1190/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta.
47
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
47
Lampiran 1. Struktur organisasi Kementerian Kesehatan RI
48
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
48
Lampiran 2. Struktur organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal
49
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
49
Lampiran 3. Struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
50
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
50
Lampiran 4. Struktur organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
51
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
51
Lampiran 5. Struktur organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
52
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
52
Lampiran 6. Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
53
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
53
Lampiran 7. Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
54
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
54
Lampiran 8. Struktur lengkap organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Periode 2011-2012 DIREKTUR BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN drg. Arianti Anaya MKM
SUBBAGIAN TATA USAHA Lucia Dina Kombong, SH
KASUBDIT PENILAIAN ALKES Dra. Masrul, Apt
KEPALA SEKSI ALKES ELEKTROMEDIK Siti Nurhasanah, S.Si, Apt
KEPALA SEKSI ALKES NON ELEKTROMEDIK
KEPALA SUBDIT PENILAIAN PRODUK DR DAN PKRT
KEPALA SUBDIT INSPEKSI ALKES DAN PKRT
SUBDIT STANDARDISASI DAN SERTIFIKASI
Dra.Rully Makarawo, Apt
Drs. Rahbudi Helmi, Apt, MKM.
Dra.Lili Sa’diah Jusuf, Apt
KEPALA SEKSI PRODUK DR
KEPALA SEKSI INSPEKSI PRODUK
Dra.Ema Viaza, Apt
Hasnil Randa Sari, S.Si, Apt
KEPALA SEKSI PRODUK PKRT
KEPALA SEKSI INSPEKSI SARANA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI Dra.Ninik Hariyati, Apt
Nurhidayat, S.Si, Apt
Dra.Nurlaili Isnaini, Apt
SEKSI STANDARDISASI PRODUK Ismiyati, S.Si., Apt
KEPALA SEKSI STANDARDISASI DAN SERTIFIKASI PRODUKSI DAN DISTRIBUSI Lupi Trilaksono, S.Si, Apt.
KELOMPOK JABFUNG
55
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
56
Lampiran 9. Formulir permohonan sertifikat produksi alat kesehatan/perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) PERMOHONAN SERTIFIKAT PRODUKSI ALAT KESEHATAN /PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA Saya yang bertanda tangan dibawah ini mengajukan permohonan sertifikat produksi Alat Kesehatan/Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga 1. Nama Pemohon
:
Alamat Pemohon
:
2. Nama Pabrik
:
Alamat Pabrik
:
3. Badan Usaha
:
4. NPWP
:
SIUP
:
TDI
:
5. Status Permodalan
:
6. Alamat Surat menyurat dan
:
Nomor Telepon Alamat Gudang
:
7. Jenis yang akan diproduksi
:
8. Nama Penanggung Jawab
:
Teknis Produksi 9. Pendidikan Penanggung
:
Jawab Produksi
Pas foto pemohon
Berwarna Ukuran 4 x 6
Pemohon,
Stempel Perusahaan Materai 6000
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
Tanda Tangan
(.......................)
57
Lampiran 10. Formulir permohonan izin penyalur alat kesehatan
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
58
Lampiran 10. (lanjutan)
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
59
Lampiran 11. Blanko penilaian permohonan izin edar HASIL PEMERIKSAAN PERMOHONAN PENDAFTARAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA Nomor Registrasi Tanggal / No pendafataran
: :
Nama pemeriksa Tanggal Pemeriksaan
: :
Nama PKRT
:
Kategori Sub kategori
: :
Bentuk sediaan / Warna Kemasan, Netto
: :
Nama Pabrik Alamat Pabrik
: :
Nama Pendaftar Alamat Pendaftar
: :
Atas dasar lisensi dari
:
Hasil Pemeriksaan Data
Lengkap
Kurang
lengkap 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Data Administrasi Formula dan cara pembuatan Spesifikasi bahan baku dan wadah Spesifikasi produk jadi dan stabilitas Kegunaan dan cara penggunaan Penandaan
Kesimpulan Hasil Pemeriksaan
: 1. Lengkap 2. Kurang lengkap
Kasie
Penilai
(……………………) Ka Sub Dit
(………………) Saran: 1. Disetujui 2. Disetujui dengan melengkapi data 3. Menambah data 4. Ditolak
__________________ NIP
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
60
Lampiran 11. (lanjutan) PEMERIKSAAN DATA TEKNIS 1.
No. urut
:
2.
Tanggal Pemeriksaan
:
3.
Nama Pemeriksa
:
Nama PKRT
:
Bentuk / warna / kemasan / netto
:
II
Administrasi
A
Lengkap
Tidak
PRODUK IMPOR
1. Ijin Usaha Penyalur PKRT
+
-
1.1 Mencantumkan Nama Pabrik/Merek
+
-
1.2 Mencantumkan Nama Jenis
+
-
2. Surat kuasa untuk mendaftar ke Depkes RI
+
-
2.1 Jenis Produk
+
-
2.2 Jangka Waktu
+
-
+
-
+
-
+
-
+
-
1.1 Izin penggunaan Pestisida dari Deptan
+
-
1.2 Penandaan yang disetujui Komisi Pestisida
+
-
1. Formula (kualitatif dan kuantitatif) dan fungsi bahan
+
-
2. Prosedur pembuatan secara singkat dan lengkap
+
-
3. Nama Resmi / Nama Kimia
+
-
4. Pemeriksaan bahan yang dilarang/melebihi kadar
+
-
1. Spesifikasi setiap bahan baku
+
-
2. Sertifikat uji laboratorium dari bahan
+
-
3. Spesifikasi wadah dan tutup
+
-
3. Keterangan pejabat setempat yang berwenang dan telah dilegalisir oleh KBRI/Kepala pabrik yang telah dilegalisir Pejabat yang berwewenang & KBRI 4. Surat penunjukkan sebagai agen tunggal atau distributor tunggal dari pabrik induk B
PRODUK DALAM NEGERI
1. Ijin Produksi dan lampirannya 1.1. Masih Berlaku **Surat keterangan dari Komisi Pestisida untuk produk yang mengandung pestisida (produk impor dan dalam negeri)
III Lampiran AA
IV Lampiran BB
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
61
Lampiran 11. (lanjutan) Lengkap
Tidak
V Lampiran CC 1. Spesifikasi dan prosedur pemeriksaan produk jadi
+
-
2. Stabilitas produk jadi dan batas kadaluarsa (jika ada)
+
-
3. Hasil uji Lab Produk Jadi (SNI)
+
-
IV Lampiran DD 1.
Kegunaan, cara penggunaan, peringatan, ket lain
+
-
2.
Contoh kode produksi
+
-
3.
Contoh produk (2 buah)
+
-
VII PENANDAAN (wadah, bungkus, brosur) 1.
Nama dagang/merek dan nama jenis
+
-
2.
Nama produsen
+
-
3.
Alamat produsen
+
-
4.
Nama distributor (produk impor)
+
-
5.
Alamat distributor (produk impor)
+
-
6.
Penempatan No. Registrasi
+
-
7.
Kode Produksi
+
-
8.
Tanggal Kadaluwarsa
+
-
9.
Netto dalam satuan metriK
+
-
10.
Nama dan kadar bahan aktif
+
-
11.
Warna desain penandaan
+
-
12.
Kegunaan dan cara penggunaan dalam
+
-
+
-
+
-
bahasa Indonesia 13.
Peringatan untuk Aerosol
14.
Keterangan cara penanggulangan bila terjadi kecelakaan
15.
Klain sesuai dengan data yang ada
DATA YANG HARUS DILENGKAPI
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
62
Lampiran 12. Blanko perubahan/perpanjangan izin edar
BLANKO PERUBAHAN/PERPANJANGAN IZIN EDAR KEMENKES RI PK
Nama Produk
:
Jenis Produk
:
Kategori
:
Sub Kategori
:
Bentuk Sediaan / warna
:
Kemasan
:
Nama Pabrik
:
Nama Pendaftar
:
Atas Dasar Lisensi
:
Kelengkapan Data
:
Form Perubahan Data Penandaan Lama Penandaan Baru Dokumen Lain No. Reg Lama Surat Permohonan Surat Pernyataan tidak ada yang berubah Surat Pernyataan / Laporan Efek Samping Kesimpulan
Pemeriksa
(
: :
L / TL L / TL
: : : : :
L / TL L / TL L / TL L / TL L / TL
Kasie
)
(
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
Ka Subdit
)
(
)
UNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERIKSAAN KSAAN DAN DA PENILAIAN BERKAS PERMOHO PERMOHONAN IZIN EDAR DAR PRODUK PROD DIAGNOSTIK IN VITRO KELAS II “KIT KIT TES MALARIA Ag P.f/Pan” TUGAS S KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER POTEKER DI DIREKTOR IREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI TRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORA IREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN ENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DONESIA PERIODE PERIOD 7 JANUARI – 18 JANUARI 2013
DEWI MURNI, S. Farm. 1206312946
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGR PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.......................................................................................... DAFTAR ISI....................................................................................................... DAFTAR TABEL.............................................................................................. DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
i ii iii iv v
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................. 1.1 Latar Belakang ……......................................................................... 1.2 Tujuan................................................................................................
1 1 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 2.1 Alat Kesehatan……......................................................................... 2.2 Registrasi Alat Kesehatan……........................................................ 2.3 Malaria.............................................................................................. 2.4 Kit Tes Malaria Ag P.f/Pan..............................................................
4 4 6 15 18
BAB 3 METODOLOGI TUGAS KHUSUS................................................... 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan …................................................ 3.2 Pengamatan Berkas Permohonan Izin Edar .. .............................. 3.3 Penilaian Kelengkapan Data Administrasi ................................... 3.4 Penilaian Kelengkapan Data Teknis .............................................
20 20 20 20 21
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 4.1 Permohonan Izin Edar Kit Tes Malaria Ag P.f/Pan …………... 4.2 Formulir A: Persyaratan Data Administrasi untuk Produk Impor 4.3 Formulir B: Informasi Produk....................................................... 4.4 Formulir C: Informasi Spesifikasi dan Jaminan Mutu................. 4.5 Formulir D: Penandaan dan Petunjuk Penggunaan….................. 4.4 Formulir E: Post Market Evaluation………………....................
24 25 25 28 33 35 36
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 5.1 Kesimpulan.................................................................................... 5.2 Saran ..............................................................................................
37 37 37
DAFTAR ACUAN.............................................................................................
38
ii
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL Tabel 2.1.
Kategori dan Sub Kategori Alat Kesehatan ...............................
iii
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
40
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR 10 Gambar 2.1. Alur kerja registrasi secara on-line............................................ Gambar 2.2. Mekanisme tes diagnostik cepat................................................. 17 Gambar 2.3. Prosedur uji dan interpretasi hasil pengujian menggunakan kit tes Malaria Ag P.f/Pan....................................................................... 19 Gambar 4.1. Plastic cassette kit tes Malaria Ag P.f/Pan................................ 35
iv
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7.
Formulir A .................................................................................... Formulir B .................................................................................... Formulir C .................................................................................... Formulir D .................................................................................... Formulir E .................................................................................... Formulir Pendaftaran Alat Kesehatan ........................................ Hasil Pemeriksaan Berkas Permohonan Izin Edar PT AH .......
v
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
43 44 45 46 47 48 49
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan esensial dalam hidup setiap individu.
Peningkatan kualitas hidup seseorang dapat diperoleh dengan tercapainya derajat kesehatan yang tinggi. Upaya peningkatan kesehatan merupakan suatu hal yang wajib dipenuhi oleh pemerintah. Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya nasional diarahkan guna tercapai kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat agar dapat terwujudnya peningkatan kualitas hidup tiap individu. Sebagai upaya dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya diperlukan dukungan ketersediaan sumber daya kesehatan yang salah satunya adalah alat kesehatan yang harus terjamin keamanan, mutu, dan manfaatnya (Presiden Republik Indonesia, 2009). Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin, dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010b). Alat kesehatan mempunyai peranan yang penting dalam menunjang diagnosa penyakit atau penentuan status kesehatan seseorang. Oleh karena itu, penanganan produk harus dilakukan dengan hati-hati dan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan, sehingga tingkat keamanan, mutu dan manfaat produk itu sama pada waktu produksi maupun pada waktu sampai ke pengguna alat kesehatan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007). Salah satu masalah kesehatan yang menjadi polemik di Indonesia sampai sekarang ialah Malaria. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI tahun 2007, proporsi malaria dibanding semua penyakit pada semua umur menduduki tempat ke-6. Malaria sebagai penyebab kematian pada usia 5 – 14 tahun menduduki tempat ke 3, sedangkan penyebab kematian pada usia 15 – 44 tahun menduduki tempat ke 4 (Depkes RI, 2008). Berdasarkan Riskesdas 2010 angka kasus baru malaria sebesar 22,9 per 1000 penduduk. Hasil Sensus Penduduk 2010, Indonesia 1
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
Universitas Indonesia
2
berpenduduk 237.641.326 jiwa, diperkirakan kasus baru malaria sebesar 5,4 juta. Hal ini dapat mengakibatkan kerugian yang sangat besar mulai dari kesehatan masyarakat, produktivitas kerja, sumber daya manusia bahkan sampai sektor pariwisata (Hakim, 2012). Upaya yang dapat dilakukan untuk menekan angka kesakitan dan kematian karena malaria dilakukan melalui program pemberantasan malaria melalui diagnosis dini (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Oleh karena itu dibutuhkan alat kesehatan untuk mendeteksi infeksi malaria dengan cepat sebagai langkah awal (skrining) untuk diagnosis. Tes diagnostik cepat merupakan salah satu jenis alat kesehatan produk diagnostik in vitro yang dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi malaria. Produk diagnostik in vitro adalah produk diagnostik yang digunakan secara in vitro. Produk diagnostik adalah reagensia, instrumen, dan sistem yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit atau kondisi lain, termasuk penentuan tingkat kesehatan, dengan maksud pengobatan, pengurangan atau mencegah penyakit atau akibatnya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007). Menurut
peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
nomor
1190/MENKES/PER/VIII/2010 tentang izin edar alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) bahwa alat kesehatan atau PKRT yang akan diimpor, digunakan dan/atau diedarkan di wilayah Republik Indonesia harus terlebih dahulu memiliki izin edar. Izin edar adalah izin yang diberikan kepada perusahaan untuk produk alat kesehatan atau PKRT yang akan diimpor, digunakan dan/atau diedarkan di wilayah Republik Indonesia, berdasarkan penilaian terhadap keamanan, mutu dan kemanfaatan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010b). Upaya pemerintah dilakukan melalui Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, khususnya Sub Direktorat Penilaian Produk Diagnostik In Vitro dan PKRT. Menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1144/Menkes/Per/VIII/2010 pasal 598 mengenai tugas seksi produk diagnostik in vitro adalah melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis, Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
3
pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro. Dengan demikian diharapkan masyarakat Indonesia dapat terlindungi dari produk alat kesehatan yang tidak aman dan tidak bermutu serta tidak bermanfaat atau memiliki risiko penggunaan yang berat yaitu dapat menimbulkan kecacatan permanen atau bahkan kematian. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, khususnya pada Sub Direktorat Penilaian Produk Diagnostik In Vitro dan PKRT dilakukan untuk memahami proses pemberian izin edar alat kesehatan produk diagnostik in vitro melalui pemeriksaan dan penilaian berkas persyaratan yaitu data administrasi dan data teknis yang diajukan oleh pemohon dalam memperoleh izin edar alat kesehatan.
1.2. Tujuan a.
Memahami proses pemberian izin edar alat kesehatan produk diagnostik in vitro.
b.
Memahami cara pemeriksaan dan penilaian kelengkapan dan kebenaran berkas permohonan izin edar produk diagnostik in vitro melalui berkas permohonan izin edar kit tes Malaria Ag P.f/pan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1.
Alat Kesehatan
2.1.1. Definisi Alat Kesehatan Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. Alat kesehatan dapat juga mengandung obat yang tidak mencapai kerja utama pada atau dalam tubuh manusia melalui proses farmakologi, imunologi atau metabolisme tetapi dapat membantu fungsi yang diinginkan dari alat kesehatan dengan cara tersebut (Menteri Kesehatan RI, 2010b). Alat kesehatan berdasarkan tujuan penggunaan sebagaimana dimaksud oleh produsen, dapat digunakan sendiri maupun kombinasi untuk manusia dengan satu atau beberapa tujuan sebagai berikut (Menteri Kesehatan RI, 2010b): a. Diagnosis, pencegahan, pemantauan, perlakuan atau pengurangan penyakit b. Diagnosis, pemantauan, perlakuan, pengurangan atau kompensasi kondisi sakit c. Penyelidikan, penggantian, pemodifikasian, mendukung anatomi atau proses fisiologis d. Mendukung atau mempertahankan hidup e. Menghalangi pembuahan f. Desinfeksi alat kesehatan g. Menyediakan informasi untuk tujuan medis atau diagnosis melalui pengujian in vitro terhadap spesimen dari tubuh manusia
2.1.2. Klasifikasi Alat Kesehatan Alat kesehatan diklasifikasikan berdasarkan resiko yang ditimbulkan oleh penggunaan produk, yaitu (Menteri Kesehatan RI, 2010b):
4
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
Universitas Indonesia
5
a. Kelas I (resiko rendah) Alat kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya tidak rnenyebabkan akibat yang berarti. Penilaian untuk alat kesehatan ini dititikberatkan hanya pada mutu dan produk. Contoh: kursi roda, penekan lidah, plester, alat bantu berjalan, pembalut luka (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009). b. Kelas IIa (resiko sedang-rendah) Alat kesehatan yang kegagalannya atau salah penggunaannya dapat memberikan akibat yang berarti kepada pasien tetapi tidak menyebabkan kecelakaan yang serius. Alat kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi formulir pendaftaran dan memenuhi persyaratan yang cukup lengkap untuk dinilai tetapi tidak memerlukan uji klinis. Contoh: jarum hipodermik, kateter sekali pakai, lensa kontak, monitor tekanan darah digital, alat bantu dengar (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009). c. Kelas IIb (resiko sedang-tinggi) Alat kesehatan yang kegagalannya atau salah penggunaannya dapat memberikan akibat yang sangat berarti kepada pasien tetapi tidak menyebabkan kecelakaan yang serius. Alat kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi formulir pendaftaran dan memenuhi persyaratan yang lengkap termasuk analisa resiko dan bukti keamanannya untuk dinilai tetapi tidak memerlukan uji klinis. Contoh: ventilator paru, implan ortopedik, inkubator bayi, kantong darah (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009). d. Kelas III (resiko tinggi) Alat kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya dapat memberikan akibat yang serius kepada pasien atau perawat/operator. Alat kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi formulir pendaftaran dan memenuhi persyaratan yang lengkap termasuk analisa resiko dan bukti keamanannya untuk dinilai serta memerlukan uji klinis. Contoh: benang bedah yang dapat diserap, implan pacu jantung, sten jantung (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
6
Pembagian kategori dan sub kategori alat kesehatan dapat dilihat pada Tabel 2.1.
2.1.3. Produk Diagnostik In Vitro Produk diagnostik in vitro adalah alat kesehatan yang baik digunakan tunggal maupun dalam kombinasi ditujukan oleh pabrikannya untuk pemeriksaan in vitro spesimen yang berasal dari tubuh manusia yang semata-mata atau pada prinsipnya digunakan untuk memberikan informasi bagi tujuan diagnostik, pemantauan atau kesesuaian. Produk ini mencakup reagen, kalibrator wadah spesimen, piranti lunak dan instrumen atau perlengkapan terkait atau barang lainnya (CFR, 2011). Kategori alat kesehatan yang termasuk dalam produk diagnostik in vitro yaitu kategori 1 (Peralatan Kimia Klinik dan Toksikologi Klinik), 2 (Peralatan Hematologi dan Patologi), 3 (Peralatan Imunologi dan Mikrobiologi) dan 11 (Peralatan Obstetrik dan Ginekologi).
2. 2. Registrasi Alat Kesehatan Menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
nomor
1190/MENKES/PER/VIII/2010 tentang izin edar alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) bahwa alat kesehatan atau PKRT yang akan diimpor, digunakan dan/atau diedarkan di wilayah Republik Indonesia harus terlebih dahulu memiliki izin edar, berdasarkan penilaian terhadap mutu, keamanan dan kemanfaatan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010b). Alat kesehatan dan/atau PKRT yang memiliki izin edar harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010b): a. Keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan dibuktikan dengan melakukan uji klinis dan/atau bukti-bukti lain yang diperlukan b. Keamanan dan kemanfaatan PKRT dibuktikan dengan menggunakan bahan yang tidak dilarang dan tidak melebihi batas kadar yang telah ditentukan sesuai peraturan dan/atau data klinis atau data lain yang diperlukan c. Mutu dengan cara pembuatan yang baik dan menggunakan bahan dengan spesifikasi yang sesuai dan memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
7
Untuk penilaian keamanan, mutu dan kemanfaatan alat kesehatan dan/atau PKRT dalam rangka pemberian izin edar dibentuk tim penilai dan tim ahli alat kesehatan dan/atau PKRT. Tim ahli dapat terdiri atas pakar, organisasi profesi, asosiasi terkait, perguruan tinggi, praktisi dan instansi terkait. Tim penilai dan tim ahli ditetapkan oleh Direktur Jenderal (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010b).
2.2.1. Pra Registrasi Pra registrasi merupakan proses penilaian awal melalui registrasi online pada website regalkes.depkes.go.id. Petugas yang melaksanakan evaluasi pra registrasi adalah anggota tim penilai. Adapun hal yang dinilai dalam proses pra registrasi adalah memeriksa kelengkapan data administrasi, formulir pendaftaran dan data teknis. Pemberitahuan berkas pendaftaran yang tidak lengkap tercantum dalam website untuk kemudian dilengkapi kembali kekurangannya oleh pemohon (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, 2012).
2.2.2. Persyaratan Pendaftaran Izin Edar Alat Kesehatan Untuk mendapatkan izin edar alat kesehatan diperlukan kelengkapan persyaratan izin edar yaitu data administrasi dan data teknis (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010b).
2.2.2.1. Data Administrasi a. Alat kesehatan dalam negeri, data yang harus ada yaitu sertifikat produksi sesuai dengan jenis alat kesehatan yang didaftarkan yang masih berlaku, lisensi (bila merek produk dan formulanya berasal dari pihak lain), dan paten merek atau surat pernyataan kepemilikan merek. b. Alat kesehatan luar negeri /impor, data yang harus ada yaitu izin penyalur alat kesehatan (IPAK), surat penunjukan/surat kuasa untuk mendaftarkan yang dilegalisir oleh KBRI setempat (Letter of Authorization), dan surat keterangan dari pejabat pemerintah/badan yang diberi kewenangan di negara asal (Certificate of Free Sale atau lainnya) bahwa produk tersebut diizinkan untuk dijual. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
8
2.2.2.2. Data teknis Data teknis yang diperlukan pada permohonan izin edar alat kesehatan adalah Formulir A (data administrasi), Formulir B (informasi produk), Formulir C (informasi spesifikasi dan jaminan mutu), Formulir D (penandaan dan petunjuk penggunaan) dan Formulir E (post market evaluation). Contoh formulir dapat dilihat pada Lampiran 1 sampai dengan Lampiran 5.
2.2.3. Pelaksanaan Pemberian Izin Edar Alat Kesehatan Prosedur permohonan izin edar alat kesehatan yaitu (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, 2012): a. Pemohon melakukan pendaftaran perusahaan secara online melalui website www.prodis-alkes.depkes.go.id dan mendapatkan username serta password. b. Pemohon mengajukan permohonan izin edar dengan melampirkan persyaratan yang dibutuhkan dan akan diperiksa kelengkapannya. c. Jika berkas yang diunggah ditolak, pemohon dapat mengubah data dan mengunggah kembali berkas permohonan. Jika berkas yang diunggah diterima, pemohon akan menerima nomor pendaftaran sementara dan jadwal ke loket untuk menyerahkan berkas berupa hardcopy dalam map yang disusun berdasarkan urutan yang telah ditetapkan. Map berwarna merah untuk produk alkes elektromedik, biru untuk produk alkes non elektromedik, hijau untuk produk diagnostik in vitro serta kuning untuk produk PKRT. Petugas akan melakukan verifikasi kesesuaian antara berkas yang diunggah dengan hardcopy serta penentuan kelas dari produk yang diajukan. d. Jika terdapat ketidaksesuaian atau kekurangan, pemohon akan diminta untuk melengkapinya kembali secara online. e. Setelah permohonan berkas disetujui, maka akan dikeluarkan permintaan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dapat dicetak dan dibawa ke loket untuk meminta SSBP, setelah itu dapat dilakukan pembayaran pada bank yang telah ditentukan. f. Setelah membayar PNBP, berkas hard copy yang telah diverifikasi dan tanda bukti pembayaran PNBP diserahkan ke loket untuk menerima tanda terima tetap. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
9
g. Selanjutnya berkas diserahkan kepada kepala sub direkorat (Kasubdit) masing-masing. h. Kasubdit memberikan disposisi kepada kepala seksi (Kasie) untuk bertanggung jawab terhadap proses penilaian. i. Kasie memberikan disposisi kepada tim penilai untuk melakukan proses penilaian terhadap berkas, kemudian hasil penilaian diserahkan kepada Kasie untuk diperiksa ulang. j. Kasie memberikan kesimpulan terhadap hasil penilaian apakah berkas lengkap atau tidak. k. Kasubdit melakukan verifikasi terhadap hasil kesimpulan Kasie, Kasubdit berhak menentukan apakah suatu berkas lengkap atau tidak l. Apabila ada permasalahan dengan produk yang dievaluasi terkait dengan keamanannya, dilakukan diskusi dengan tim ahli untuk menentukan status keamanan produk. m. Berkas yang tidak lengkap akan dibuatkan surat tambahan data dan diserahkan kepada Direktur untuk diminta persetujuannya, kemudian surat tambahan data akan diserahkan kepada pemohon. n. Setelah berkas dinyatakan lengkap, dilakukan pemberian nomor izin edar oleh Tata Usaha dan pengetikan sertifikat/izin edar oleh penilai. o. Sertifikat/izin edar diserahkan kepada Kasie untuk diparaf. p. Sertifikat/izin edar diserahkan kepada Kasubdit untuk diparaf oleh Kasubdit dan ditandatangani oleh Direktur (untuk produk diagnostik in vitro kelas I dan II). q. Direktur menyerahkan sertifikat/izin edar secara verbal kepada Direktur Jenderal untuk disetujui dan ditandatangani (untuk produk diagnostik in vitro kelas III). r. Sertifikat/izin edar yang telah selesai dimasukkan ke dalam sistem National Single Window (NSW) dan diberikan kepada pemohon di loket Unit Layanan Terpadu. Keputusan persetujuan atau penolakan pendaftaran izin edar alat kesehatan atau PKRT dalam jangka waktu yang dihitung sejak dokumen dinyatakan lengkap adalah sebagai berikut (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010b): Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
10
a. Kelas I
: 30 hari kerja
b. Kelas IIa dan IIb : 60 hari Kerja c.
Kelas III
: 90 hari kerja
[Sumber: Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, 2012]
Gambar 2.1. Alur kerja registrasi secara online
2.2.4.
Penilaian Persyaratan Registrasi
2.2.4.1. Data Administrasi Hal-hal yang harus diperhatikan dalam persyaratan administrasi antara lain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009): a. Sertifikat produksi Produk yang didaftarkan termasuk dalam lampiran sertifikat produksi, bila tidak tercantum harus mengajukan adendum. b. Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) IPAK
beserta adendumnya yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan
khususnya Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan ( untuk alat kesehatan impor), diberikan dalam bentuk foto kopi. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
11
c. Surat Penunjukan/Letter of Authorization (LoA) Dikeluarkan oleh prinsipal, jika dikeluarkan oleh perwakilan prinsipal harus disertai dengan surat penunjukan perwakilan yang dikeluarkan oleh prinsipal dengan legalisir KBRI setempat. Perhatikan masa berlaku surat penunjukkan yaitu minimal 2 tahun. d. Certificate of Free Sale (CFS) CFS dikeluarkan oleh pemerintah atau badan yang berwenang mengeluarkan surat tersebut dan produk yang didaftarkan sama dengan yang dinyatakan dalam CFS yang diberikan. CFS menyatakan produk yang akan didaftarkan dibuat dan beredar di negara asalnya. CFS menyebutkan produk yang dijual dan menyebutkan nama dan alamat pabrik serta harus diperhatikan hanya produk buatan pabrik tersebut yang diperbolehkan dan tercantum pada nomor registrasi. CFS berasal dari country of origin (yang memiliki sistem regulasi yang diakui), jika tidak ada dapat digantikan dengan CFS dari negara lain dimana produk tersebut telah diedarkan.
2.2.4.2. Data Teknis Hal-hal yang harus diperhatikan dalam persyaratan teknis antara lain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009): a. Untuk produk yang terbentuk dari bahan kimia, pendaftar harus memberikan komponen formula dalam satuan internasional atau persentase dan menuliskan fungsi masing-masing bahan. b. Prosedur pembuatan secara singkat berupa alur kerja/flow chart dalam proses produksi disertai dengan penandaan tentang proses kritis yang mempengaruhi kualitas dan langkah yang dilakukan untuk mengontrol proses kritis tersebut. c. Produk HIV harus melampirkan hasil evaluasi dari RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. d. Produk diagnostik in vitro dipastikan keamanannya dengan melampirkan data hasil uji sesuai dengan persyaratan IEC 61010 mengenai keselamatan listrik. e. Untuk kelas I, sertifikat CE dapat menggantikan Certificate of Analysis dan proses produksi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
12
2.2.4.3. Penandaan Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menilai penandaan antara lain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009): a. Informasi yang diperlukan untuk mengidentifikasi dan cara penggunaan produk dengan aman harus tersedia. Jika kemasan individual tidak memungkinkan informasi yang lengkap, informasi tersebut harus terdapat dalam leaflet, insert, atau bentuk lain yang sesuai. b. Cara penggunaan harus jelas dan mudah dipahami (dalam bahasa Indonesia). c. Perhatikan adanya klaim berlebihan yang tidak disertai dengan data pendukung yang memadai. Setiap klaim hendaklah dapat didukung oleh data pendukung yang sesuai. Penandaan sekurang-kurangnya berisi (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010b): a. Nama produk dan/atau nama dagang; b. Nama dan alamat perusahaan yang memproduksi alat kesehatan dan/atau PKRT; c. Nama dan alamat PAK dan/atau importir PKRT yang memasukkan produk ke dalam wilayah Indonesia; d. Komponen pokok alat kesehatan dan/atau PKRT; e. Bahan aktif dan kadar untuk produk PKRT; f. Kegunaan dan cara penggunaan harus dalam bahasa Indonesia; g. Tanda peringatan atau efek samping harus dalam bahasa Indonesia; h. Batas waktu kadaluwarsa untuk alat kesehatan dan/atau PKRT tertentu; dan i. Nomor bet/kode produksi/nomor seri, nomor izin edar dan netto.
2.2.4.4. Code of Federal Regulation (CFR) Code of Federal Regulation (CFR) merupakan sistem pengkodean untuk regulasi dan peraturan umum serta permanen untuk hukum administratif yang dikeluarkan oleh departemen atau agensi dari Pemerintah Amerika Serikat. Sistem pengkodean ini dibagi menjadi 50 judul. Alat kesehatan termasuk dalam judul 21 (Makanan dan Penghantaran Obat), sub judul 21 (Alat Kesehatan), bagian 800898.
Setiap judul (atau volume) dari CFR direvisi setahun sekali. Judul 21 Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
13
direvisi pada tanggal 1 April setiap tahunnya dan biasanya tersedia di situs FDA beberapa bulan kemudian (FDA, 2009). Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menggunakan kode CFR untuk mengkategorikan registrasi alat kesehatan.
2.2.4.5. Harmonized Commodity Description and Coding System (HS Code) The Harmonized Commodity Description and Coding System atau yang biasa disebut sistem terharmonisasi adalah sistem standardisasi internasional untuk nama dan nomor klasifikasi produk perdagangan. HS Code disusun dan dikembangkan oleh World Custom Organization (WCO). WCO merupakan organisasi independen antar pemerintah dengan anggota lebih dari 200 negara yang berpusat di Brussels, Belgia. Kode cakupan terbesar terdiri dari 4 digit angka, sebagai kode awal. Nomenklatur internasional ditentukan pada 6 digit angka setelahnya. Jika dibutuhkan, kode untuk subdivisi diberikan lagi 2 digit angka. Untuk memastikan penggunaan HS Code yang sesuai dengan peraturan internasional, maka perusahaan harus mencantumkan 4 digit awal dan 6 digit keterangannya.
Penggunaannya
seragam,
namun
boleh
mencantumkan
subkategori yang diadopsi dari peraturan negara tertentu (WCO, 2012).
2.2.5. Nomor Izin Edar Nomor izin edar dikeluarkan untuk permohonan izin edar yang telah disetujui. Nomor izin edar tersebut terdiri dari AKD untuk Alat Kesehatan Dalam Negeri atau AKL untuk Alat Kesehatan Luar Negeri diikuti 11 digit dengan keterangan sebagai berikut :
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Digit 1
: kelas
Digit 2,3
: kategori
Digit 4,5
: sub kategori
Digit 6,7
: tahun pemberian izin (dibalik)
Digit 8 sampai 11
: nomor urut
10
11
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
14
Salah satu contoh nomor izin edar untuk produk impor alat kesehatan diagnostik in vitro untuk mendiagnosis infeksi malaria adalah AKL 20305213456 yang berarti AKL adalah alat kesehatan impor, digit ke 1 (angka 2) menunjukkan alat kesehatan kelas 2, digit ke 2 dan 3 (angka 03) menunjukkan kategori 3 yaitu peralatan imunologi dan mikrobiologi, digit ke 4 dan 5 (angka 05) menunjukkan sub kategori 5 yaitu sistem tes imunologikal, digit ke 6 dan 7 (21) yang merupakan tahun pemberian izin edar (dibalik) tahun 2012 dan digit ke 8-11 menunjukkan nomor urut pemberian izin edar 3456. Penentuan/penilaian kelas, kategori dan sub kategori alat kesehatan mengacu pada Code of Federal Regulation (CFR). Jika produk yang telah didaftar dalam masa peredarannya terdapat perubahan seperti ukuran, kemasan, penandaan dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka perusahaan harus mengajukan perubahan izin edar tanpa perubahan nomor izin edar. Namun jika terjadi perubahan selain yang tersebut di atas maka harus memenuhi ketentuan tata cara permohonan izin edar baru dengan perubahan nomor izin edar (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010b).
2.2.6.
Masa Berlaku Izin Edar Izin edar berlaku sesuai dengan masa penunjukan keagenan atau
maksimal selama lima tahun dan dapat diperbaharui sepanjang memenuhi persyaratan. Izin edar dinyatakan tidak berlaku apabila (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010b): a. Masa berlaku izin edar habis. b. Masa berlaku sertifikat produksi habis dan/atau dibatalkan. c. Batas waktu keagenan habis, dibatalkan, atau tidak diperpanjang; atau d. Persetujuan izin edar dicabut oleh Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk. Perpanjangan Masa Berlaku Izin Edar: a. Perusahaan wajib memperpanjang nomor izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT selambat-lambatnya tiga bulan sebelum habis masa berlakunya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
15
b. Perusahaan mengajukan perpanjangan nomor izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT setelah habis masa berlakunya dan harus memenuhi ketentuan tata cara permohonan izin edar baru. c. Perpanjangan masa berlaku izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT yang tidak mengalami perubahan data dilakukan dengan memeriksa dokumen terkait yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk. d. Perpanjangan masa berlaku izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT impor yang masa berlaku penunjukkan keagenannya telah habis tetapi belum sampai lima tahun dari waktu pengeluarannya, dapat diperpanjang dengan mengajukan
surat
permohonan
perpanjangan
disertai
dengan
surat
penunjukkan baru yang diketahui oleh perwakilan Republik Indonesia setempat.
2.3.
Malaria
2.3.1. Etiologi Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh adanya parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Jenis Plasmodium yang menginfeksi manusia adalah P. falciparum menyebabkan malaria tropika; P. vivax dan P.ovale menyebabkan malaria tersiana serta P.malariae menyebabkan malaria kuartana. Jenis Plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah P. falciparum dan P. vivax sedangkan P. malariae dapat ditemukan di beberapa provinsi antara lain: Lampung, Nusa Tenggara Timur dan Papua. P.ovale pernah ditemukan di Nusa Tenggara Timur dan Papua (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).
2.3.2. Metode Diagnosis a. Diagnosis klinis Diagnosis dilakukan berdasarkan gejala yang dirasakan pasien dan temuan fisik saat pemeriksaan. Pada kebanyakan kasus gejala klinis awal tidak sama sehingga perlu dikonfirmasi dengan uji laboratorium.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
16
b. Diagnosis mikroskopik Parasit
malaria
dapat
diidentifikasi
dengan
pengujian
mikroskopik
menggunakan apusan darah tipis. Teknik ini merupakan standar konfirmasi laboratorium untuk pemeriksaaan malaria. Namun hal ini bergantung kepada kualitas reagen, mikroskop dan pengalaman laboran. c. Pengujian cepat Kit tes untuk mendeteksi antigen/antibodi dari parasit malaria tersedia dalam berbagai macam bentuk seperti dipstik atau kaset. Hasil pengujian dapat diperoleh dalam waktu 2-10 menit. Tes diagnostik cepat menjadi alternatif ketika pengujian mikroskopik yang dapat dipercaya tidak dapat dilakukan. Namun perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan akurasi, menurunkan harga, dan memastikan kinerja yang adekuat dibawah kondisi penyimpangan agar alat ini dapat digunakan secara luas. Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen spesifik (protein) parasit malaria dengan menggunakan metoda immunokromatografi dalam bentuk dipstik. Antigen ini terdapat dalam darah orang yang terinfeksi atau baru saja terinfeksi, yaitu HRP-2 (Histidine Rich Protein 2) yang diproduksi oleh trofozoit, skizon dan gametosit muda P. falciparum; dan enzim parasite lactate dehydrogenase (p-LDH) dan aldolase yang diproduksi oleh parasit bentuk aseksual atau seksual P. falciparum, P.vivax, P.ovale dan P.malariae (DepKes RI, 2008). Kebanyakan alat diagnostik hanya dapat mendeteksi infeksi karena P. falciparum melalui HRP-2 atau laktat dehidrogenase (LDH). Namun, beberapa alat diagnostik dapat mendeteksi antigen spesifik P.falciparum dan antigen pan-spesifik (aldolase atau pan-malaria pLDH) sehingga dapat membedakan infeksi non-P.falciparum dari infeksi campuran (Tangpukdee, Duangdee, Wilairatana & Krudsood, 2009).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
17
Keterangan: (1) Antibodi berlabel pewarna, spesifik untuk antigen target, terdapat di ujung bawah strip selulosa atau dalam plastik yang tersedia dengan strip. Antibodi, yang juga spesifik untuk antigen target, terikat ke strip dalam garis tipis (uji), dan antibodi lain yang spesifik untuk antibodi berlabel, atau antigen, terikat pada garis kontrol. (2) Darah dan buffer, yang ditempatkan diatas strip atau didalam lubang, dicampur dengan antibodi berlabel dan bergerak melewati garis antibodi yang terikat. (3) Jika terdapat antigen, beberapa antibodi berlabel akan terperangkap pada garis uji. Kelebihan antibodi berlabel akan terperangkap pada garis kontrol [Sumber: WHO, 2004].
Gambar 2.2. Mekanisme tes diagnostik cepat
d. Diagnosis molekular Asam nukleat parasit dideteksi menggunakan polymerase chain reaction (PCR). Metode ini lebih akurat dibandingkan mikroskopik namun lebih mahal dan membutuhkan laboratorium khusus. e. Diagnosis serologis Serologi mendeteksi antibodi terhadap parasit malaria dengan menggunakan indirect immunofluorescence (IFA) atau enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Serologi tidak mendeteksi infeksi yang sedang terjadi namun riwayat terdahulu. f. Uji resistensi obat Uji ini dilakukan pada laboratorium khusus untuk menilai kerentanan parasit yang diambil dari pasien tertentu terhadap obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
18
2.4.
Kit Tes Malaria Ag P.f/Pan Kit tes malaria Ag P.f/Pan merupakan produk diagnostik in vitro yang
digunakan sebagai pengujian cepat (tes diagnostik cepat) untuk mendeteksi infeksi malaria dalam sampel darah manusia. Kit tes ini dapat menunjukkan perbedaan diagnosis antara infeksi malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum melalui antigen histidine-rich protein-II (P.f, HRP-II) dengan yang disebabkan oleh spesies Plasmodium lainnya melalui antigen Pan, pLDH (P.vivax, P.malariae atau P.ovale) (SD, Guidebook of SD B Malaria Antigen Rapid Test series). Menurut Code of Federal Regulation, kit tes ini termasuk dalam alat kesehatan kelas II, kategori Peralatan Imunologi dan Mikrobiologi, sub kategori Sistem Tes Imunologikal. Keputusan persetujuan atau penolakan pendaftaran izin edar dalam jangka waktu yang dihitung sejak dokumen dinyatakan lengkap adalah 60 hari kerja untuk alat kesehatan kelas II (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010b). Prinsip
tes
menggunakan
kit
tes
Malaria
Ag
P.f/Pan
ialah
imunokromatografi. Sampel mengalir melalui membran pada kaset setelah penambahan larutan uji, konjugat warna colloidal gold dari antibodi anti-P.f HRPII dan antibodi pan spesifik pLDH mengompleks P.f HRP-II/pLDH dalam sampel yang lisis. Kompleks bergerak melalui membran ke daerah garis uji dimana akan dihentikan oleh lapisan antibodi monoklonal anti-P.f HRP-II dan atau antibodi pan spesifik anti-pLDH pada membran yang membentuk pita berwarna merah-ungu pada masing-masing daerah yang menunjukkan hasil positif. Tidak terbentuknya pita berwarna pada suatu daerah menunjukkan hasil negatif untuk antigen yang bersangkutan (SD, Guidebook of SD B Malaria Antigen Rapid Test series).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
19
Keterangan : (1) Hasil negatif: muncul hanya 1 garis pada “C” (garis kontrol) (2) Hasil positif. a. P.f positif: muncul 2 garis (garis Tes ”P.f” dan garis kontrol “C”) atau 3 garis (Garis tes “P.f” dan “Pan”, garis kontrol “C”) pada jendela hasil tanpa mementingkan garis mana yang keluar lebih dahulu muncul, b. Pan positif (P.vivax, P.ovale, P.malariae) : muncul 2 garis (Garis tes “Pan” dan garis kontrol “C”) tanpa mementingkan garis mana yang keluar lebih dahulu muncul. (3) Hasil invalid: jika garis kontrol “C” tidak muncul pada jendela hasil. Hal ini dapat terjadi jika petunjuk penggunaan mungkin tidak diikuti dengan benar atau kit tes telah rusak. Disarankan untuk menguji ulang spesimen tersebut [Sumber: SD, Guidebook of SD B Malaria Antigen Rapid Test series ].
Gambar 2.3. Prosedur uji dan interpretasi hasil pengujian menggunakan kit tes Malaria Ag P.f/Pan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
BAB 3 METODOLOGI TUGAS KHUSUS 3.1.
Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan dilaksanakan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
pada tanggal 7 Januari - 18 Januari 2013 yang bertempat di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
3.2.
Pengamatan Berkas Permohonan Izin Edar Pemeriksaan dan penilaian dilakukan pada berkas permohonan izin edar
untuk produk diagnostik in vitro impor yang diajukan oleh PT. AH kepada Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan melalui Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In Vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Metode pemeriksaan dilakukan dengan cara mengamati dan menilai berkas-berkas persyaratan yang diajukan. Untuk menilai kelengkapan berkas digunakan lembar penilaian yang mencantumkan syarat-syarat yang harus dilengkapi.
3.3.
Penilaian Kelengkapan Data Administrasi Data administrasi yang harus dilengkapi untuk produk impor adalah
sebagai berikut : a.
Izin penyalur alat kesehatan (IPAK)
b.
Surat penunjukkanr/Letter of Authorization (LoA) Perhatikan jenis alat kesehatan, jangka waktu (minimal 2 tahun) dan LoA dilegalisir oleh KBRI setempat.
c.
Surat keterangan telah beredar di negara asal dari lembaga yang berwenang (Certificate of Free Sale)
d.
Keterangan PMA (Pra Market Approval untuk Alkes kelas III), untuk HIV harus dilampirkan hasil evaluasi dari RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
20
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
Universitas Indonesia
21
3.4.
Penilaian Kelengkapan Data Teknis Penilaian kelengkapan data teknis dilakukan pada formulir A, formulir B,
formulir C, formulir D dan formulir E. Data-data yang harus dilengkapi pada formulir tersebut adalah sebagai berikut: 3.4.1. Formulir A (Data Administrasi) a. Fotokopi sertifikat produksi alat kesehatan yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan khususnya Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (untuk alat kesehatan lokal). b. Fotokopi izin penyalur alat kesehatan beserta adendumnya yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan khususnya Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (untuk alat kesehatan impor). c. Fotokopi surat kuasa sebagai agen atau distributor tunggal yang diberi kuasa mendaftar alat kesehatan ke Kementerian Kesehatan dari prinsipal/pabrik asal yang telah dilegalisir KBRI. d. Certificate of free sale dari lembaga yang berwenang (untuk alat kesehatan impor). e. Ringkasan ekslusif alat kesehatan. f. Salinan/fotokopi sertifikasi dan dokumen yang menyebutkan kesesuaian terhadap standar produk, persyaratan keamanan, efektivitas dan sistem mutu dalam desain dan proses pembuatan. g. Standar yang digunakan dan bukti kesesuaian terhadap standar tersebut. h. Surat pernyataan paten merek atau surat pernyataan kepemilikan merek/surat pernyataan bersedia melepas keagenan Formulir ini dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 1.
3.4.2. Formulir B (Informasi Produk) a. Uraian alat b. Deskripsi dan fitur alat kesehatan. c. Tujuan penggunaan d. Indikasi e. Petunjuk penggunaan f. Kontra indikasi Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
22
g. Peringatan (bila ada) h. Perhatian (bila ada) i. Potensi efek yang tidak diinginkan j. Alternatif terapi k. Material l. Informasi pabrik m. Proses produksi Formulir ini dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 2.
3.4.3. Formulir C (Informasi Spesifikasi dan Jaminan Mutu) a. Menjelaskan karakteristik fungsional dan spesifikasi kinerja teknis alat. b. Informasi tambahan karakteristik alat yang belum dicantumkan pada bagian sebelumnya c. Ringkasan dari verifikasi rancangan dan dokumen validasi. d. Studi pre klinis. e. Hasil pengujian validasi piranti lunak (jika dapat diterapkan). f. Informasi hasil penelitian untuk alat yang mengandung material biologi. g. Bukti klinis. h. Analisis risiko dari alat. i. Hasil analisis risiko (wajib untuk kelas III). j. Spesifikasi dan/atau persyaratan bahan baku. k. Spesifikasi kemasan (produk diagnostik). l. Data hasil uji analisis dan/atau uji klinis (spesifisitas, sensitifitas dan stabilitas) untuk pereaksi / produk diagnostik in vitro. m. Hasil uji analisis atau hasil uji klinis dan keamanan alat kesehatan. Formulir ini dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 3.
3.4.4. Formulir D (Penandaan dan Petunjuk Penggunaan) a. Jelaskan penandaan yang ada pada alat b. Contoh penandaan c. Petunjuk penggunaan, materi pelatihan dan petunjuk pemasangan serta pemeliharaan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
23
d. Kode produksi dan artinya Formulir ini dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 4.
3.4.5. Formulir E (Post Market Evaluation) Prosedur yang digunakan dan sistem pencatatan, penanganan komplain, laporan kejadian efek yang tidak diinginkan dan prosedur recall. Formulir ini dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 5.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Malaria Ag P.f/Pan merupakan produk diagnostik in vitro impor yang diproduksi oleh SD Inc. Menurut Code of Federal Regulation (CFR), produk ini termasuk dalam alat kesehatan kelas II, kategori Peralatan Imunologi dan Mikrobiologi, sub kategori Sistem Tes Imunologikal. Malaria Ag P.f/Pan digunakan sebagai pengujian cepat untuk mendeteksi infeksi malaria dalam sampel darah manusia. Alat ini dapat membedakan malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum melalui deteksi antigen histidine-rich protein II (P.f, HRP II) atau Plasmodium spesies lainnya melalui deteksi antigen Pan, pLDH (P.vivax, P.malariae atau P.ovale). Dalam rangka memberi pengamanan dari penggunaan yang tidak tepat dan melindungi masyarakat dari peredaran alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan kemanfaatan maka harus dilakukan penilaian sebelum diedarkan yaitu memberikan izin edar. Izin edar adalah izin yang diberikan kepada perusahaan untuk produk alat kesehatan atau perbekalan kesehatan rumah tangga yang akan diimpor, digunakan dan/atau diedarkan di wilayah Republik Indonesia, berdasarkan penilaian terhadap keamanan, mutu, dan kemanfaatan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010b). Perusahaan A International Limited selaku distributor semua produk yang dibuat oleh SD Inc. telah memberi autorisasi penuh kepada PT AH sebagai distributor
tunggal
di
Indonesia
untuk
meregistrasikan,
mengimpor,
mendistribusikan dan menjual kit tes Malaria Ag P.f/Pan. PT AH selaku pendaftar mengajukan berkas permohonan izin edar untuk produk kit tes Malaria Ag P.f/Pan yang meliputi data administrasi dan data teknis. Data administrasi yang diajukan untuk produk diagnostik in vitro impor berupa izin penyalur alat kesehatan (IPAK), surat penunjukan/Letter of Authorization (LoA), Certificate of Free Sale (CFS), dan data teknis meliputi Formulir A, B, C, D, dan Formulir E.
24
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
Universitas Indonesia
25
4.1.
Permohonan Izin Edar Kit Tes Malaria Ag P.f/Pan Permohonan pendaftaran alat kesehatan yang diajukan memiliki identitas
sebagai berikut: a. Nama alat kesehatan
: “Malaria Ag P.f/Pan”
b. Tipe/kemasan
: Device/Box 25 device/tes
c. Nama pabrik
: SD
d. Nama pendaftar
: PT. AH
e. Atas dasar lisensi dari
: SD
f. Kategori
: Peralatan Imunologi dan Hematologi
g. Sub kategori
: Sistem Tes Imunologikal
h. Nama (sesuai CFR)
: Plasmodium species Antigen Detection Assays
i. Nomor jenis (sesuai CFR): 866.3402 j. Kelas (sesuai CFR)
: II
k. HS. Code
: 3822.00.10.00
Lampiran identitas alat kesehatan yang diisikan perusahaan pemohon izin edar pada formulir pendaftaran sudah lengkap. Pada formulir ini tercantum nama produk serta tanda tangan dan stempel perusahaan.
4.2.
Formulir A: Persyaratan Data Administrasi untuk Produk Impor
4.2.1. Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) Hal yang tertera pada surat keterangan, yaitu: a. Nomor
: HK.07.Alkes/IV/716/AK.2/2012
b. Tanggal
: 30 Oktober 2012
c. Diberikan kepada
: PT AH
d. Nama penanggung jawab teknis : RBS (Apoteker) e. Jenis alat kesehatan
: Produk Diagnostik In Vitro
Salinan dari IPAK yang dilampirkan dalam berkas permohonan pendaftaran alkes memberikan keterangan dan pernyataan bahwa PT AH selaku perusahaan pendaftar diizinkan untuk menyalurkan produk diagnostik in vitro dengan ketentuan harus selalu diawasi oleh penanggung jawab teknis yang tercantum dalam surat keputusan; mematuhi perundang-undangan yang berlaku; melaksanakan dokumentasi pengadaan, penyimpanan dan penyaluran; surat Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
26
keputusan berlaku untuk seterusnya selama perusahaan masih aktif melakuan kegiatan penyaluran dan berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia. Surat keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan catatan akan diadakan peninjauan atau perubahan apabila terdapat kekurangan atau kekeliruan. Penanggung jawab teknis PT AH selaku distributor ialah seorang apoteker. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang mengharuskan penanggung jawab teknis distributor memiliki pendidikan minimal
Diploma III atau tenaga lain yang
sederajat. Selain itu juga tercantum jenis alat kesehatan yang mendapatkan izin untuk disalurkan yang salah satunya adalah produk diagnostik in vitro. Surat keputusan ini sudah sesuai dengan permohonan izin edar alkes yang sedang diajukan oleh PT AH.
4.2.2. Surat Penunjukkan/Letter of Authorization (LoA) Pada LoA yang harus diperhatikan adalah masa berlaku penunjukan dan apakah produk yang didaftarkan termasuk dalam surat penunjukan tersebut. Pada LoA yang diserahkan oleh PT AH menyatakan bahwa perusahaan A International Limited yang beradomisili di Irlandia selaku distributor untuk semua produk yang dibuat oleh SD Inc. yang merupakan perusahaan dari Korea, telah memberi autorisasi penuh kepada PT AH sebagai distributor tunggal di Indonesia untuk meregistrasikan, mengimpor, mendistribusikan dan menjual semua produk yang berada di bawah naungan grup A International Limited di Indonesia. Surat kuasa ini dikeluarkan pada tanggal 7 Juni 2012 oleh KPG di Galway, Irlandia namun terdapat kejanggalan karena legalisasi dilakukan oleh KBRI di London pada tanggal 16 Juli 2012. Surat kuasa ini berlaku dari tanggal 1 Juni 2012 hingga 31 Mei 2017.
Selain itu, terdapat juga Letter of Declaration yang didalamnya
memuat daftar produk yang diberikan kuasa yang salah satunya adalah Malaria Ag P.f/Pan.
4.2.3. Certificate of Free Sale dari lembaga yang berwenang Certificate of Free Sale (CFS) yaitu surat yang menyatakan bahwa alat kesehatan tersebut sudah beredar dan digunakan di negara asal produk diproduksi atau negara lain. Surat keterangan ini dikeluarkan oleh Korea Food and Drug Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
27
Administration yang ditandatangani pada tanggal 9 November 2010. Dalam CFS ini tidak tercantum masa berlaku sehingga dianggap berlaku 5 tahun sampai dengan tahun 2015. Surat ini menyatakan bahwa SD Inc. mendapat autorisasi untuk memproduksi obat dibawah The Pharmaceutical Affairs Law dan produk yang terlampir diizinkan untuk dijual bebas pada pasar domestik dan luar negeri. Salah satu poduk tersebut ialah Malaria Ag P.f/Pan. CFS menjadi pengakuan bahwa produk tersebut aman, bermutu dan bermanfaat sehingga layak untuk diedarkan.
4.2.4. Ringkasan ekslusif alat kesehatan a. Tinjauan ringkas mengenai deskripsi alat kesehatan Kit tes malaria Ag P.f/Pan merupakan tes kualitatif cepat yang membedakan infeksi malaria melalui deteksi HRP-II yang spesifik terhadap Plasmodium falciparum dan pLDH pan yang spesifik terhadap spesies Plasmodium dalam sampel darah manusia. b. Sejarah pemasaran. Produsen telah memproduksi alat kesehatan produk diagnostik in vitro untuk manusia sejak tahun 1999 dan telah dijual di pasar global. c. Tujuan penggunaan dan indikasi pada label. Kit tes malaria Ag P.f/Pan digunakan sebagai pengujian cepat untuk mendeteksi infeksi malaria dalam sampel darah manusia, menunjukkan perbedaan diagnosis antara Plasmodium falciparum histidine-rich protein II (P.f, HRP II) dan spesies Plasmodium lainnya (Pan, pLDH) (P.vivax, P.malariae atau P.ovale). Hal ini tercantum pada kemasan produk. d. Informasi penting tentang keamanan dan kinerja alat. Informasi penting mengenai keamanan dan kinerja alat tidak dilampirkan pada formulir A namun penjelasan tentang hal ini dicantumkan pada formulir B.
4.2.5. Dokumen Kesesuaian terhadap standar produk, persyaratan keamanan, efektivitas dan sistem mutu dalam desain dan proses pembuatan Perusahaan pendaftar telah melampirkan dokumen yang menjelaskan tentang standardisasi sistem yang digunakan untuk produk yang diajukan. Dalam Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
28
sertifikat yang di keluarkan oleh The Certification Body of TϋV SϋD Product Service GmbH menjelaskan bahwa SD Inc. telah terjamin melakukan pemeliharaan sistem yang sesuai dengan standar yang digunakan dalam melakukan perancangan, pengembangan, produksi, dan distribusi alat kesehatan diagnostik in vitro (pengujian cepat, ELISA, sistem pengujian urinalisa, dan sistem monitoring glukosa darah). Sertifikat ini berlaku hingga 31 Agustus 2013.
4.2.6 Standar yang digunakan dan bukti kesesuaian terhadap standar tersebut Standar yang digunakan serta bukti kesesuaian terhadap standar telah di keluarkan sesuai dengan EN ISO 13485 tahun 2003 tentang Alat KesehatanSistem Manajemen Mutu-Persyaratan Regulasi untuk SD Inc. yang menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah terjamin melakukan pemeliharaan sistem dalam melakukan perancangan, pengembangan, produksi, dan distribusi alat kesehatan diagnostik in vitro (pengujian cepat, ELISA, sistem pengujian urinalisa, dan sistem monitoring glukosa darah).
4.3.
Formulir B: Informasi Produk Pada Formulir B yang diajukan oleh PT AH tercantum komponen/formula
dari produk secara kuantitatif. Selain itu juga mencantumkan uraian alat, tujuan penggunaan, petunjuk penggunaan, peringatan dan perhatian. Informasi mengenai produk juga terdapat dalam package insert menggunakan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Proses produksi tercantum dalam bentuk berupa alur proses produksi (flow chart) sampai dengan dihasilkannya produk jadi.
4.3.1. Uraian Alat Uraian alat terdiri dari cara penggunaan, indikasi penggunaan alat, brosur, material
produk,
dan kadaluwarsa
(untuk
produk steril/yang memiliki
kadaluwarsa). Perusahaan pendaftar sudah melampirkan informasi ini dengan lengkap. a. Cara Penggunaan Pengambilan dan penyimpanan spesimen dengan
venipuncture dilakukan
dengan cara: ambil darah, tampung dalam tabung darah (yang mengandung Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
29
EDTA/sitrat/heparin) dengan venipuncture; jika darah tidak langsung digunakan, simpan pada suhu 2-8oC. Untuk penyimpanan lebih dari 3 hari, sebaiknya darah dibekukan. Darah yang telah disimpan harus dikondisikan dahulu pada suhu kamar sebelum digunakan. Penggunaan sampel yang disimpan lebih dari 3 hari dapat menimbulkan reaksi non spesifik; sampel yang disimpan pada suhu 2-8oC harus digunakan maksimal dalam waktu 3 hari. Pengambilan dengan lanset dilakukan dengan cara: bersihkan daerah yang akan diambil dengan alkohol swab; goyangkan ujung jari dan tusuk dengan lanset steril yang telah tersedia; sapukan tetesan darah pertama dengan kapas steril; ambil pipet kapiler yang tersedia, goyangkan tabung secara perlahan, celupkan ujung pipet yang terbuka kedalam tabung kemudian ambil darah dengan mengatur tekanan dalam pipet kapiler sampai batas garis berwarna hitam pada pipet kapiler. Hal yang harus diperhatikan adalah antikoagulan seperti heparin, EDTA dan sodium sitrat tidak mempengaruhi hasil uji. Hal-hal yang berpengaruh seperti sampel hemolitik, sampel yang mengandung faktor reumatoid, sampel lipaemik, dan sampel ikterik dapat menyebabkan hasil pengujian yang tidak sesuai. Gunakan loop dan pipet sekali pakai untuk tiap-tiap sampel guna menghindari kontaminasi silang pada sampel-sampel tersebut yang dapat menyebabkan hasil yang salah. Prosedur pemeriksaan dilakukan pertama dengan mengkondisikan seluruh komponen kit dan spesimen pada suhu kamar sebelum digunakan. Keluarkan kaset tes dari foil, letakkan pada permukaan yang datar dan kering. Bersihkan ujung jari dengan alkohol swab dan tusuk jari dengan lanset. Dengan loop sekali pakai yang telah disediakan, celupkan ujung bulat loop ke dalam spesimen darah (5µL) dan dengan hati-hati tempatkan ujung bulat tersebut ke dalam lubang sampel. Tambahkan 4 tetes larutan uji ke dalam lubang larutan uji pada kit. Hasil dapat dibaca dalam waktu 20 – 30 menit. Peringatan: jangan baca hasil tes setelah 30 menit karena dapat memberi hasil palsu. Interpretasi hasil negatif hanya muncul 1 garis pada “C” (garis kontrol). Hasil positif untuk P.f positif muncul 2 garis (garis Tes” P.f” dan garis kontrol “C”) Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
30
atau 3 garis (Garis tes “P.f” dan “Pan”, garis kontrol “C”) pada jendela hasil tanpa mementingkan garis mana yang keluar lebih dahulu muncul. Hasil positif untuk Pan positif (P.vivax, P.ovale, P.malariae) muncul 2 garis (Garis tes “Pan” dan garis kontrol “C”) tanpa mementingkan garis mana yang keluar lebih dahulu muncul. Hasil invalid jika garis kontrol “C” tidak muncul pada jendela hasil. Hal ini dapat terjadi jika petunjuk penggunaan mungkin tidak diikuti dengan benar atau kit tes telah rusak. Disarankan untuk menguji ulang spesimen tersebut. b. Indikasi Penggunaan Alat Untuk mendiagnosa adanya antigen Plasmodium falciparum (metoda HRP-II) dan Plasmodium spesies yang lain (P.vivax, P.ovale, P.malariae; metoda pLDH) secara terpisah dalam darah manusia. c. Brosur Ada package insert produk. d. Material Produk Satu strip kit tes terdiri dari Gold conjugate: Mouse monoclonal antibodies specific to P.f HRP-II-gold colloid (0.18 ± 0.036 µg) dan Mouse monoclonal antibodies pan specific to PLDH-gold colloid (0.06 ± 0.012 µg); Test Line Pf: Mouse monoclonal antibodies specific to P.f HRP-II (0.32 ± 0.064 µg); Test Line Pan: Mouse monoclonal antibodies pan specific to PLDH (0.80 ± 0.16 µg); Control Line: Recombinant pPM-LDH antigen (1.0 ± 0.2 µg); Nitrocellulose membrane (25 ± 5x4.0±0.8 mm); Conjugate pad (7 ± 1.4 x 4.0 ± 0.8 mm); Sample pad 1 (13 ± 2.6 x 4.0 ± 0.8 mm); Sample pad 2 (10 ± 2.0 x 4.0 ± 0.8 mm); Absorbent pad (19 ± 3.6x4.0 ± 0.8 mm); Plastic cassette. Selain itu juga terdapat larutan uji yang terdiri dari Bovine serum albumin, Triton X-100, 20 Mm Triss Buffer dan Sodium azide secukupnya. e. Kadaluwarsa (untuk produk steril/yang memiliki kadaluwarsa) Studi stabilitas kit tes pada suhu ruang (1 – 40oC) stabil setidaknya 24 bulan saat disimpan tertutup didalam kemasan aslinya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
31
4.3.2. Deskripsi dan Fitur Alat Kesehatan Kit tes memiliki garis uji (P.f dan Pan) dan garis kontrol pada permukaan alat. Kedua garis tidak terlihat sebelum pengaplikasian sampel uji. Garis kontrol (C) digunakan sebagai kontrol prosedural. Garis kontrol harus selalu muncul jika pengujian dilakukan dengan baik dan reagen uji pada garis kontrol berfungsi. Pita berwarna merah-ungu pada masing-masing garis menunjukkan hasil positif. Komponen kit terdiri dari kit tes dalam alumunium dengan masing-masing desikan di dalamnya, larutan uji, aplikator sampel sekali pakai (5 µL), lanset (pilihan) dan alkohol swab (pilihan).
4.3.3.
Tujuan Penggunaan Untuk mendiagnosa adanya antigen Plasmodium falciparum (metoda
HRP-II) dan Plasmodium spesies yang lain (P.vivax, P.ovale, P.malariae; metoda pLDH) secara terpisah dalam darah manusia. Kit tes ditujukan untuk skrining tes dan jika hasil yang diperoleh meragukan maka sampel tersebut harus diuji atau dikonfirmasi ulang dengan menggunakan metode pendukung lainnya.
4.3.4. Peringatan (bila ada) a. Hanya untuk diagnosa in vitro. Alat jangan digunakan ulang. b. Petunjuk penggunaan harus diikuti dengan tepat untuk mendapatkan hasil yang akurat. Petugas yang melakukan pengujian harus terlatih dalam menggunakan alat ini dan berpengalaman c. Dilarang menangani spesimen sambil makan atau merokok d. Gunakan sarung tangan pelindung saat menangani spesimen. Cuci tangan sampai bersih sesudahnya. e. Hindari percikan atau semprotan aerosol. f. Bersihkan noda percikan/tumpahan dengan desinfektan yang sesuai. g. Musnahkan seluruh sisa spesimen, kaset dan substansi lain yang dapat menimbulkan kontaminasi dalam kontainer khusus. Perlakukan sebagai limbah yang menginfeksi. h. Jangan menggunakan dan mencampur dengan spesimen yang berbeda.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
32
i. Jika mengikuti petunjuk penggunaan dengan tepat, tidak akan timbul resiko bagi penguji. j. Jangan menggunakan pipet dengan mulut. Jangan campur reagen dengan no.lot berbeda. Penjelasan mengenai peringatan dalam penggunaan alat kesehatan ini sudah cukup lengkap karena sudah mencakup penjelasan mengenai peringatan keamanan dalam hal penggunaan, keselamatan pengguna, serta pengelolaan limbah alat kesehatan tersebut secara singkat.
4.3.5.
Perhatian (bila ada)
a. Kit tes dapat disimpan pada suhu 1 – 40oC. Jangan bekukan kit atau komponen. Catatan: ketika disimpan pada lemari pendingin (1 – 8oC), letakkan seluruh komponen kit pada suhu kamar (15 – 40oC) minimal 30 menit sebelum digunakan. b. Setelah botol larutan uji dibuka pertama kali, masih stabil sampai masa kadaluwarsa jika disimpan pada suhu 1 – 40oC. c. Kit tes peka terhadap kelembaban dan panas. d. Lakukan pemeriksaan sesegera mungkin setelah kaset dikeluarkan dari foil/bungkusnya. e. Jangan digunakan bila masa kadaluwarsanya telah lewat. f. Masa kadaluwarsa tercantum pada kemasan luar. g. Jangan digunakan bila kemasan alumunium foil atau segel rusak. h. Ketika ditransportasikan atau disimpan, hindari paparan suhu tinggi (> 45oC) dalam jangka waktu lebih dari satu minggu. Penjelasan mengenai hal yang perlu diperhatikan untuk alat kesehatan ini sudah lengkap mencakup hal-hal yang perlu diperhatikan seperti kondisi penyimpanan dan kondisi transportasi, untuk tetap mempertahankan validitas hasil tes dari alat kesehatan ini.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
33
4.3.6. Material Pemohon melampirkan Material Safety Data Sheet dari produk jadi. Hal ini diperlukan untuk mengetahui apakah terdapat bahan-bahan berbahaya pada produk.
4.3.7. Proses produksi Prosedur pembuatan secara singkat tercantum dalam bentuk berupa alur proses produksi (flow chart) sampai dengan dihasilkannya produk jadi.
4.4.
Formulir C: Informasi Spesifikasi dan Jaminan Mutu
4.4.1. Karakteristik fungsional dan spesifikasi kinerja teknis alat Bagian ini menjelaskan bagaimana metode/proses alat tersebut dapat bekerja. Hal ini sudah dicantumkan oleh pemohon.
Prinsip tes ini ialah
imunokromatografi. Sampel mengalir melalui membran pada kaset setelah penambahan larutan uji, konjugat warna colloidal gold dari antibodi anti-P.f HRPII dan antibodi pan specific pLDH mengompleks P.f HRP-II/pLDH dalam sampel yang lisis. Kompleks bergerak melalui membran ke daerah garis uji dimana akan dihentikan oleh lapisan antibodi monoklonal anti-P.f HRP-II dan atau antibodi pan specific anti-pLDH pada membran yang membentuk pita berwarna merahungu pada masing-masing daerah yang menunjukkan hasil positif. Tidak terbentuknya pita berwarna pada suatu daerah menunjukkan hasil negatif untuk antigen yang bersangkutan.
4.4.2. Bukti klinis dan data hasil uji klinis Uji klinis ini dilakukan untuk membandingkan sensitivitas kit tes malaria Ag P.f/Pan terhadap metode mikroskopi menggunakan apusan darah tipis atau tebal dari pasien yang didiagnosis terinfeksi malaria dari gejala yang ditunjukkan. Jumlah sampel yang digunakan ialah 368 sampel untuk grup positif P.f, 111 sampel untuk grup positif Non-P.f dan 200 sampel untuk grup negatif malaria. Hasil yang diperoleh ialah sensitivitas P.f 99,7% (367/368), sensitivitas Non P.f 95,5% (106/111) dan spesifisitas 99,5% (199/200). Uji untuk deteksi malaria berdasarkan level parasit Plasmodium falciparum: sensitivitas dengan > 50 Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
34
parasit/ul darah lebih besar dari 100% sedangkan Non-Plasmodium falciparum: sensitivitas dengan > 50 parasit/ul darah lebih besar dari 98%. Hasil ini menunjukkan bahwa kit tes malaria Ag P.f/Pan merupakan alat yang efektif untuk diagnosis cepat malaria.
4.4.3. Spesifikasi bahan baku Pada bagian ini pemohon diminta mencantumkan kriteria dan karakteristik bahan baku yang digunakan apakah sudah sesuai dengan standar yang berlaku. Disini pemohon mencantumkan spesifikasi dari bahan baku yakni konsentrasi protein dan reaktivitasnya. Selain itu juga dicantumkan kontrol bahan baku,
4.4.4. Spesifikasi kemasan Pemohon melampirkan spesifikasi kemasan kit tes dengan rincian sebagai berikut: a. Plastic cassette Terlihat tidak berdebu dan tidak memiliki debris. Strip pada bagian dalam kaset harus terletak dengan tepat sesuai dengan spesifikasi. b. Kantong/pembungkus aluminium foil Berfungsi untuk memastikan dan menjaga kekedapan kemasan. Semua tulisan yang tercetak pada kantong harus terbuat dari bahan yang kompatibel dengan produk. c. Silika gel Berfungsi memastikan kondisi kering produk. d. Instruksi penggunaan Semua tulisan yang tercetak harus sesuai dengan status lisensi produk. e. Kemasan luar Semua tulisan yang tercetak pada kemasan luar harus sesuai dengan status lisensi produk.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
35
4.4.5. Data stabilitas bilitas produk produ Data uji ji stabilitas menunjukkan produk kit tes malaria ria Ag P.f/Pan P.f/Pa tetap stabil minimall 24 bulan dari d tanggal pembuatan jika disimpan pan dalam kondisi tertutup dan berada erada pada kemasan ke aslinya pada suhu 1 – 40oC.
4.5.
Formulir D:: Penan Penandaan dan Petunjuk Penggunaan
4.5.1 Penandaan aan pada ala alat Penandaan aan yang terletak pada alat adalah sebagai berikut:
Keterangan: S : lubang sampel yang ang akan diuji diu dan lubang larutan uji (berbentuk kotak) C : munculnya sebuah uah pita/garis pita/gari yang berwarna pada sisi kiri Jendela Hasil il menunjukkan menunjuk bahwa tes telah berlangsung ung dengan baik. ba Garis ini disebut Garis Kontrol. T (Pan dan P.f): garis/pita aris/pita yang muncul pada sisi kanan ini merupakan Garis ris Tes. Jika muncul 3 (tiga) garis (pada T dan C) tanpa mempedulikan garis mana yang muncul lebih lebi dahulu, menunjukkan hasil tes positif [Sumber: Berkas permohonan izin edar kit tes Malaria Ag P.f/Pan]. P
Gambar 44.1. Plastic cassette kit tes Malaria Ag P.f/Pan
4.5.2 Contoh penandaan Contoh penandaan telah dilampirkan dalam berkas permohonan permohona yaitu berupa desain kemasan lu luar produk yang merupakan identitas itas produk tersebut. t Penandaan produk oduk telah mencantumkan m nama produk dengan an jelas, nama na dan alamat produsen, en, nama dan da alamat distributor, netto, cara penyimpanan, penyimpana kode produksi, tempat pat penulisan tanggal kadaluwarsa, dan tempat penulisan nom nomor izin edar. Selain itu tu yang juga penting adalah terdapat penandaan n bahwa produk pro ini merupakan produk oduk diagnostik diagnos in vitro yang digunakan hanya untuk sekali pakai. p
4.5.3
Petunjuk juk penggunaan, penggun materi pelatihan, petunjuk pemasangan pemasanga serta pemeliharaan Pemohon hon melampirkan melamp package insert yang berisi nama ama produk, prod no.
katalog, kode kemasan, kkomposisi dan kemasan, tujuan penggunaan nggunaan, deskripsi singkat produk, prinsip rinsip pengujian, penanganan dan penyiapan enyiapan spesimen, sp Universitas iversitas In Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
36
penanganan dan penyiapan produk, petunjuk penggunaan, cara pembacaan hasil, cara penyimpanan dan perawatan. Package insert ini sudah memuat informasi yang lengkap sebagai petunjuk bagi professional yang akan mengggunakan alat ini.
4.5.4 Kode produksi dan artinya Kode produksi kit tes terdiri dari 13 digit angka dengan ketentuan sebagai berikut: a. Digit 1 – 3
: kode negara
b. Digit 4 – 8
: kode pabrik
c. Digit 9 – 11
: kode produk
d. Digit 12
: kode jenis kemasan
e. Digit 13
: kode pemeriksa
4.6.
Formulir E: Post Market Evaluation Formulir E berisi mengenai evaluasi pasca pemasaran dimana PT AH
mencantumkan alur penanganan komplain. Data lain yang masih harus dilengkapi ialah prosedur (standar operasional atau prosedur tetap) yang digunakan dan sistem pencatatan, laporan kejadian efek yang tidak diinginkan dan prosedur recall. Hasil pemeriksaan berkas pengajuan permohonan izin edar oleh PT AH dapat dilihat pada Lampiran 7. Pada berkas data administratif perlu dilakukan verifikasi kebenaran Letter of Authorisation (LoA) mengenai ketidaksesuaian antara kota dikeluarkanya LoA yaitu Galway di Irlandia dengan legalisir oleh KBRI di kota London yang merupakan bagian dari negara Inggris.
Setelah
dikonfirmasi, ternyata Indonesia tidak memiliki KBRI di Irlandia sehingga legalisir dilakukan oleh KBRI di Inggris. Pada berkas data teknis Formulir E masih perlu dilengkapi dengan prosedur (standar operasional atau prosedur tetap) yang digunakan dan sistem pencatatan, laporan kejadian efek yang tidak diinginkan dan prosedur recall. Setelah dikonfirmasi, PT AH sudah melengkapi data tersebut sehingga berkas permohonan izin edar produk diagnostik in vitro kit tes Malaria Ag P.fPan dinyatakan lengkap dan dapat diberikan nomor izin edar. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan a.
Izin edar alat kesehatan produk diagnostik in vitro di wilayah Indonesia dapat diperoleh dengan cara mengajukan berkas permohonan berupa data administrasi dan data teknis beserta kelengkapannya sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1190/Menkes/ Per/VIII/2010 tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
b.
Berkas permohonan izin edar produk diagnostik in vitro kit tes Malaria Ag P.f/Pan yang diajukan oleh PT AH dinyatakan lengkap dan benar sesuai dengan persyaratan sehingga produk tersebut dapat diberikan nomor izin edar.
5.2. Saran a.
Perlu dilakukan evaluasi persyaratan perizinan pada formulir A, B, C, D, dan E agar tidak saling tumpang tindih satu sama lain sehingga lebih efisien.
b.
Perlu sosialisasi yang baik terhadap pemohon mengenai peraturan pemerintah yang baru tentang produksi, izin edar dan penyaluran alat kesehatan untuk meningkatkan pemahaman pemohon.
c.
Perlu dilakukan optimalisasi sistem komputerisasi secara registrasi online dalam pelayanan pemberian izin edar.
37
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Petunjuk Teknis Cara Produksi Alat Kesehatan yang Baik. Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Pedoman Penatalaksanaan Malaria di Indonesia. Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Pedoman Penilaian Alat Kesehatan/Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. (2012). Registrasi On line Alat Kesehatan dan PKRT. Jakarta.
FDA. (2009). “Code of Fedeal Regulations: Title 21-Food and Drugs”. June 16, 2009. U.S. Department of Health & Human Services. Diakses 23 Januari 2013 pukul 16.35 WIB.
http://www.fda.gov/MedicalDevices/Device
Regulation and Guidance/Databases/ucm135680.htm
Hakim, Lukman. (2012). “Malaria Berdampak Multidimensi” dalam Info Sehat Untuk Semua: Mediakom. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010a). Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta.
38
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
Universitas Indonesia
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010b). Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1190/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta.
SD. Guidebook of SD B Malaria Antigen Rapid Test series.
Tangpukdee, N., Duangdee, C., Wilairatana, P., & Krudsood, S. (2009). Malaria Diagnosis: A Brief Review. Korean J Parasitol. Vol. 47, No. 2: 93-102.
World Custom Organization. (2012). “Harmonized Commodity Description and Coding System”. July 7, 2012. Diakses 23 Januari 2013 pukul 16.35 WIB. http://www.wcoomd.org/home_hsoverview boxes_hsharmonizedsystem.htm
World Health Organization. (2004). The Use of Malaria Rapid Diagnostic Tests. Geneva: World Health Organization.
39
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
Universitas Indonesia
TABEL
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
40
Tabel 2.1. Kategori dan Subkategori Alat Kesehatan
No. 1.
Kategori Peralatan
Kimia
Klinik
Toksikologi Klinik
Sub Kategori dan a. Sistem Tes Kimia Klinik b. Peralatan Laboratorium Klinik c. Sistem Tes Toksikologi Klinik
2.
Peralatan
Hematologi
Patologi
dan a. Pewarna Biologikal b. Produk Kultur Sel dan Jaringan c. Peralatan dan Asesori Patologi d. Pereaksi Penyedia Spesimen e. Peralatan Hematologi Otomatis dan Semi otomatis f. Peralatan Hematologi Manual g. Paket dan Kit Hematologi h. Pereaksi Hematologi i. Produk yang digunakan dalam pembuatan sediaan darah dan sediaan berasal dari darah
3.
Peralatan
Imunologi
Mikrobiologi
dan a. Peralatan Diagnostika b. Peralatan Mikrobiolgi c. Pereaksi Serologi d. Perlengkapan
dan
Pereaksi
Laboratorium Imunologi e. Sistem Tes Imunologikal f. Sistem
Tes
Imunologikal
Antigen Tumor 4.
Peralatan Anastesi
a. Peralatan Anastesi Diagnostik b. Peralatan Anastesi Pemantauan c. Peralatan Anastesi Terapetik d. Peralatan Anastesi Lainnya
5.
Peralatan Kardiologi
a. Peralatan Kardiologi Diagnostik b. Peralatan Kardiologi Pemantauan
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
41
Tabel 2.1. (Lanjutan)
c. Peralatan Kardiologi Prostetik d. Peralatan Kardiologi Bedah e. Peralatan Kardiologi Terapetik 6.
Peralatan Gigi
a. Peralatan Gigi Diagnostik b. Peralatan Gigi Prostetik c. Peralatan Gigi Bedah d. Peralatan Gigi Terapetik e. Peralatan Gigi Lainnya
7.
Peralatan Telinga, Hidung, dan a. Peralatan THT Diagnostik Tenggorokan (THT)
b. Peralatan THT Prostetik c. Peralatan THT Bedah d. Peralatan THT Terapetik
8.
Peralatan
Gastroenterologi- a. Peralatan GU Diagnostik
Urologi (GU)
b. Peralatan GU Pemantauan c. Peralatan GU Prostetik d. Peralatan GU Bedah e. Peralatan GU Terapetik
9.
Peralatan Rumah Sakit Umum a. Perlatan RSU & P Pemantauan dan Perorangan (RSU & P)
b. Perlatan RSU & P Terapetik c. Perlatan RSU & P Lainnya
10.
Peralatan Neurologi
a. Peralatan Neurologi Diagnostik b. Peralatan Neurologi Bedah c. Peralatan Neurologi Terapetik
11.
Peralatan
Obstetrik
Ginekologi (OG)
dan a. Peralatan OG Diagnostik b. Peralatan OG Pemantauan c. Peralatan OG Prostetik d. Peralatan OG Bedah e. Peralatan OG Terapetik f. Peralatan Bantu Reproduksi
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
42
Tabel 2.1. (Lanjutan)
12.
Peralatan Mata
a. Peralatan Mata Diagnostik b. Peralatan Mata Prostetik c. Peralatan Mata Bedah d. Peralatan Mata Terapetik
13.
Peralatan Ortopedi
a. Peralatan Ortopedi Diagnostik b. Peralatan Ortopedi Prostetik c. Peralatan Ortopedi Bedah
14.
Peralatan Kesehatan Fisik
a. Perlatan
Kesehatan
Fisik
Kesehatan
Fisik
Kesehatan
Fisik
Diagnostik b. Perlatan Prostetik c. Perlatan Terapetik 15.
Peralatan Radiologi
a. Peralatan Radiologi Diagnostik b. Peralatan Radiologi Terapetik c. Peralatan Radiologi Lainnya
16.
Peralatan
Bedah
Bedah Plastik
Umum
dan a. Peralatan Bedah Diagnostik b. Peralatan Bedah Prostetik c. Peralatan Bedah d. Peralatan Bedah Tearpeutik
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
LAMPIRAN
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
43 Lampiran 1. Formulir A FORMULIR A (DATA ADMINISTRASI) NAMA PRODUK : NAMA PERUSAHAAN YANG MENDAFTARKAN ALAMAT PERUSAHAAN NAMA PABRIK ALAMAT PABRIK TIPE/UKURAN 1.
: : : : :
Berikan fotokopi sertifikat produksi alat kesehatan yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan Cq Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (untuk alat kesehatan lokal).
2.
Berikan fotokopi izin penyalur alat kesehatan beserta addendumnya yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan Cq Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (untuk alat kesehatan impor).
3.
Berikan fotokopi surat kuasa sebagai sole agent atau sole distributor yang diberi kuasa mendaftar alat kesehatan ke Kementerian Kesehatan dari prinsipal / pabrik asal yang telah dilegalisir KBRI.
4.
Berikan Certificate of free sale dari lembaga yang berwenang.
5.
Berikan ringkasan ekslusif alat kesehatan berisi: a. Tinjauan ringkas mengenai deskripsi alat kesehatan beserta mekanisme kerjanya bila ada. b. Sejarah pemasaran. c. Tujuan penggunaan dan indikasi pada label. d. Jika belum memiliki izin edar dari negara lain yang diakui harus memberikan informasi tentang status tunggu tersebut. e. Informasi penting tentang keamanan dan kinerja alat.
6.
Salinan/fotokopi sertifikasi dan dokumen yang menyebutkan kesesuaian terhadap standar produk, persyaratan keamanan, efektivitas dan sistem mutu dalam desain dan proses pembuatan.
7.
Berikan standar yang digunakan dan bukti kesesuaian terhadap standar tersebut.
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
44 Lampiran 2. Formulir B FORMULIR B (INFORMASI PRODUK)
NAMA PRODUK : NAMA PERUSAHAAN YANG MENDAFTARKAN ALAMAT PERUSAHAAN NAMA PABRIK ALAMAT PABRIK TIPE/UKURAN
1.
: : : : :
Uraian alat •
cara penggunaan
•
indikasi penggunaan alat
•
brosur
•
material produk
•
kadaluarsa (untuk produk steril/yang memiliki kadaluarsa)
2.
Deskripsi dan fitur alat kesehatan.
3.
Tujuan Penggunaan
4.
Indikasi
5.
Petunjuk penggunaan
6.
Kontra indikasi
7.
Kontra indikasi
8.
Peringatan (bila ada)
9.
Perhatian (bila ada)
10.
Potensi efek yang tidak diinginkan
11.
Alternatif terapi
12.
Material
13.
Informasi pabrik
14.
Proses produksi
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
45 Lampiran 3. Formulir C FORMULIR C (INFORMASI SPESIFIKASI DAN JAMINAN MUTU)
NAMA PRODUK : NAMA PERUSAHAAN YANG MENDAFTARKAN ALAMAT PERUSAHAAN NAMA PABRIK ALAMAT PABRIK TIPE/UKURAN
: : : : :
1.
Jelaskan karakteristik fungsional dan spesifikasi kinerja teknis alat
2.
Berikan informasi tambahan karakteristik alat yang belum dicantumkan pada bagian sebelumnya
3.
Berikan ringkasan dari verifikasi rancangan dan dokumen validasi
4.
Berikan studi pre-klinis
5.
Berikan hasil pengujian validasi piranti lunak (jika dapat diterapkan)
6.
Berikan informasi hasil penelitian untuk alat yang mengandung material biologi
7.
Berikan bukti klinis
8.
Jelaskan analisis risiko dari alat
9.
Berikan hasil analisis risiko
10.
Berikan spesifikasi dan/atau persyaratan bahan baku
11.
Berikan spesifikasi kemasan (produk diagnostik)
12.
Berikan data hasil uji analisis dan / atau uji klinis (spesifisitas, sensitifitas dan stabilitas) untuk pereaksi / produk diagnostik in vitro.
13.
Berikan hasil uji analisis atau hasil uji klinis dan keamanan alat kesehatan
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
46 Lampiran 4. Formulir D FORMULIR D (PENANDAAN DAN PETUNJUK PENGGUNAAN)
NAMA PRODUK : NAMA PERUSAHAAN YANG MENDAFTARKAN ALAMAT PERUSAHAAN NAMA PABRIK ALAMAT PABRIK TIPE/UKURAN
: : : : :
1.
Jelaskan penandaan yang ada pada alat
2.
Berikan contoh penandaan
3.
Berikan petunjuk penggunaan, materi pelatihan dan petunjuk pemasangan serta pemeliharaan
4.
Berikan kode produksi dan artinya *** Khusus alat kesehatan yang berupa instrument cukup melampirkan brosur dan manual yang berisi keterangan secara lengkap
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
47 Lampiran 5. Formulir E FORMULIR E (EVALUASI PASCA PEMASARAN)
NAMA PRODUK : NAMA PERUSAHAAN YANG MENDAFTARKAN ALAMAT PERUSAHAAN NAMA PABRIK ALAMAT PABRIK TIPE/UKURAN 1.
: : : : :
Prosedur yang digunakan dan sistem pencatatan, penanganan komplain, laporan kejadian efek yang tidak diinginkan dan prosedur recall.
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
48 Lampiran 6. Formulir Pendaftaran Alat Kesehatan DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN PERMOHONAN PENDAFTARAN ALAT KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR : …………………………. TANGGAL : ……………………… ALAT KESEHATAN DALAM NEGERI IMPOR 1.
Nama Podusen yang mendaftarkan Alamat lengkap & no.telepon Alamat surat menyurat & no.telepon 2. NPWP 3. Nama dagang alat kesehatan 4. Kategori & Sub kategori alkes 5. HS. Code 6. Keterangan lain mengenai alkes (tipe, netto, kemasan, ukuran) 7. Nama pemberi lisensi Alamat lengkap 8. Nama pabrik induk Alamat lengkap 9. Nama pemberi lisensi Alamat lengkap 10. Permohonan ini dilengkapi
: : : : : : : : : : : : : : : … lampiran (sebutkan jumlahnya) Jakarta, ……………………
Tanda tangan
Tanda tangan
Penanggung Jawab Teknis
Pimpinan Perusahaan
Stempel Perusahaan (
)
(
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
)
49 Lampiran 7. Hasil Pemeriksaan Berkas Permohonan Izin Edar PT AH HASIL PEMERIKSAAN PERMOHONAN PENDAFTARAN ALAT KESEHATAN Diisi oleh pemohon setelah mendapat persetujuan petugas loket Nomor Pendaftaran : Tanggal Pendaftaran : Nama Alat Kesehatan : Malaria Ag P.f/Pan Type : device Kemasan : box @ 25 device/tes Nama pabrik : SD Inc., Alamat pabrik : Korea Nama pendaftar : PT AH Alamat pendaftar : Jakarta Atas dasar lisensi dari : SD Kategori* : Peralatan Imunologi dan Mikrobiologi SubKategori* : Sistem Tes Imunologikal HS. Code : 38.2.00.10.00 Pernyataan melepas keagenan: LoA s/d: Hasil Pemeriksaan Data* Lengkap
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Data Administrasi Komposisi/bahan/formula yang digunakan Spesifikasi/stabilitas/hasil uji klinik Kegunaan/petunjuk penggunaan (manual) Katalog/brosur/contoh Penandaan
Kesimpulan Hasil Pemeriksaan
: : : : : :
Kurang Lengkap
√ √ √ √ √ √
: 1. Lengkap 2. Kurang Lengkap
Kasie
√
Penilai
(……………………..) KaSubDit*
(……………………..)
(……………………..) Saran* : 1. Disetujui 2. Disetujui dengan melengkapi data 3. Menambah data 4. Ditolak
(* diisi oleh petugas)
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
50 Lampiran 7. (Lanjutan) PEMERIKSAAN DATA TEKNIS 1. No. urut 2. Tanggal Pemeriksaan 3. Nama Pemeriksa
: : :
Nama Alat Kesehatan Type/Kemasan
: :
I. KLASIFIKASI/IDENTIFIKASI 1. Kategori : Peralatan Imunologi dan Mikrobiologi 2. Sub Kategori : Sistem Tes Imunologikal 3. Nama (sesuai CFR) : Plasmodium species antigen detection assays 4. Nomor jenis (sesuai CFR) : 866.3402 5. Kelas (sesuai CFR) : II II. ADMINISTRASI A. PRODUK IMPOR 1. Izin Usaha Penyalur Alat Kesehatan 1.1. Mencantumkan Nama Pabrik/Merek 1.2. Mencantumkan Nama Jenis
Lengkap
Tidak
+√
-
+√
-
+√
-
+√
-
+√
-
+√
-
3. Keterangan telah beredar di negara lain dari pejabat yang berwenang di negara asal (CFS)
+√
-
4. Keterangan PMA (Pra Market Approval untuk Alkes kelas III)
+
-
+
-
+
-
+
-
+
-
2. Surat kuasa untuk mendaftar/LOA 2.1. Jenis Produk 2.2. Jangka waktu (minimal 2 tahun) LOA telah dilegalisir diketahui oleh KBRI
B. PRODUK DALAM NEGERI 1. Izin Produksi 1.1. Masih Berlaku 1.2. Nama Jenis (sesuai Izin Produksi) ** izin instalasi/penggunaan dari BATAN (untuk produk impor dan dalam negeri)
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
51 Lampiran 7. (Lanjutan) Lengkap III.
LAMPIRAN A 1. Komponen/Asesori (Instrument-Elektromedik) 2. Bahan yang digunakan (non elektromedik) 3. Formula (reagen, produk diagnostik)
IV. LAMPIRAN B 1. Spesifikasi 2. Data/hasil uji klinis yang dapat dipercaya 3. Stabilitas (reagen, produk diagnostik, produk steril) V.
LAMPIRAN C 1. Kegunaan 2. Petunjuk Kegunaan/Manual
VI. LAMPIRAN D 1. Katalog/Brosur 2. Contoh VII. PENANDAAN 1. Nama distributor/produsen 2. Alamat distributor/produsen 3. Penempatan no. registrasi 4. Kode produksi 5. Tanggal Kadaluwarsa 6. Netto
Laporan praktek…., Dewi Murni, FF, 2013
Tidak
+
-
+
-
+√
-
+√
-
+√
-
+√
-
+√
-
+√
-
+√
-
+√
-
+√
-
+√
-
+√
-
+√
-
+√
-
+√
-