UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN POST LAPAROTOMI YANG DIBERIKAN MOBILISASI DINI UNTUK MEMPERCEPAT PENYEMBUHAN LUKA OPERASI DI RSUPN CIPTO MANGUNKUSUMO
KARYA ILMIAH AKHIR
DIAS SYEH TARMIDZI., S. Kep 0806333796
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS DEPOK JULI 2013
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN POST LAPAROTOMI YANG DIBERIKAN MOBILISASI DINI UNTUK MEMPERCEPAT PENYEMBUHAN LUKA OPERASI DI RSUPN CIPTO MANGUNKUSUMO
KARYA ILMIAH AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners
DIAS SYEH TARMIDZI., S. Kep 0806333796
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS DEPOK JULI2013
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir Ners. Karya ilmiah akhir Ners ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk untuk untuk memperoleh gelar Ners Sarjana Keperawatan. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan karya ilmiah akhir Ners ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan karya ilmiah akhir Ners ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: 1) Ibu Dewi Irawaty, MA., PhD selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia; 2) Ibu Kuntarti, S.Kp., M. Biomed, selaku Ketua Program Studi Sarjana Ilmu Keperawatan; 3) Ibu Debie Dahlia, SKp., MHSM selaku dosen pembimbing 1 yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan arahan dan masukan berharga dalam penyusunan karya ilmiah akhir Ners ini; 4) Bapak Muhamad Adam Sp. KMB selaku dosen pembimbing 2 yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan arahan dan masukan berharga dalam penyusunan karya ilmiah akhir Ners ini; 5) Ibu Riri Maria, SKp., MN selaku koordinator mata ajar Karya Ilmiah Akhir Ners Peminatan KMB; 6) Keluarga besar yang selalu memberikan doa dan dukungan dalam penulisan karya ilmiah akhir Ners ini; 7) Isti Chahyani yang selalu memberikan semangat , bantuan , dan doa setiap waktu dalam penulisan karya ilmiah akhir Ners ini; 8) Teman-teman 2008 yang sama-sama berjuang untuk profesi selama satu tahun ini; 9) Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan karya ilmiah akhir Ners ini.
iv
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah akhir Ners ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Depok, 10 Juli 2013 Penulis
v
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Dias Syeh Tarmidzi., S.Kep
NPM
:080333796
Program Studi: S1 Reguler Fakultas
: Fakultas Ilmu Keperawatan
Jenis Karya
: Karya Ilmiah Akhir Ners
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: “Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Pada Pasien Post Laparotomi Yang Diberikan Mobilisasi Dini Untuk Mempercepat Penyembuhan Luka Operasi Di RSUPN Cipto Mangunkusumo” berserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non eksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih media/ formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di: Depok Pada Tanggal: 10 Juli 2013 Yang Menyatakan
(Dias Syeh Tarmidzi., S. Kep) vi
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
ABSTRAK
Nama
: Dias Syeh Tarmidzi., S. Kep
Program Studi : Sarjana Ilmu Keperawatan Judul
:“Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Pada Pasien Post Laparotomi Yang Diberikan Mobilisasi Dini Untuk Mempercepat Penyembuhan Luka Operasi Di RSUPN Cipto Mangunkusumo”
Peutz Jegher Syndrome (PJS) merupakan penyakit pada saluran gastrointestinal yang ditandai dengan adanya multiple polip pada gaster, duodenum atau kolon. Faktor risiko yang banyak ditemukan pada masyarakat perkotaan adalah pola makan yang kurang sehat karena efek banyaknya pertumbuhan makanan siap saji di wilayahnya. Tindakan medis yang dilakukan adalah dengan laparotomi dan polipektomi. Penulisan ini bertujuan untuk menganalisis pemberian evidence based practice mobilisasi dini pada pasien post laparotomi akibat PJS. Evaluasi asuhan keperawatan menunjukkan bahwa klien post laparotomi mengalami percepatan penyembuhan luka operasi dengan pemberian mobilisasi dini selama 5 hari. Hasil dari penulisan ini dapat memberikan gambaran kepada perawat bahwa pemberian mobilisasi dini setelah operasi dapat menurunkan resiko komplikasi dan mempercepat penyembuhan luka.
Kata kunci
: peutz jegher syndrome; luka; laparotomi; nyeri; mobilisasi dini
vii
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
ABSTRACT
Name
: Dias Syeh Tarmidzi., S. Kep
Study Program
: Nursing
Title
: “Analysis of Public Health Nursing Clinical Practice Urban to The Patient After Laparotomy That Given Early Mobilization to Accelerate Wound Healing At The RSUPN Cipto Mangunkusumo”
Peutz Jegher Syndrome (PJS) was gastrointestinal tract disease which characterize with multiple polip on the gaster, duodenum, or colon. The most risk factor was found in urban society was with unhealthy food consumption because there were increasing fast food restaurants in their environment. The most appropriate medical intervention is laparotomy and polipectomy. The aim of this paper was to analize in giving ecidence based practice with early mobilization to the post laparotomy pasient caused by PJS. The evaluation of nursing care showed that post laparotomy patient has acceleration of wound healing with five days of early mobilization. The result of this paper could give description for the nurses that giving early mobilization could decrease complication risk and acceleration of owound healing
Key word: peutz jegher syndrome; wound; laparotomy; pain; early mobilization
viii
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................. HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...................................... HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... KATA PENGANTAR .............................................................................. HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ..................................................................................... ABSTRAK ................................................................................................ ABSTRACT .............................................................................................. DAFTAR ISI ............................................................................................. DAFTAR GAMBAR ................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
i ii iii iv
1. PENDAHULUAN ................................................................................ 1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1.2 Tujuan Penulisan ......................................................................... 1.3 Manfaat Penulisan ........................................................................
1 1 5 6
2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 2.1 Konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan.............. 2.2 Mobilisasi Dini ............................................................................. 2.3 Luka .............................................................................................. 2.4 Laparotomi....................................................................................
7 7 14 19 24
3. TINJAUAN KASUS ............................................................................ 3.1 Pengkajian ................................................................................... 3.2 Analisa Data ................................................................................. 3.3 Rencana Asuhan Keperawatan ..................................................... 3.4 Catatan Perkembangan .................................................................
28 28 36 37 40
4.PEMBAHASAN .................................................................................... 4.1 Analisis Kasus Terkait KKMP ..................................................... 4.2 Analisis Kasus .............................................................................. 4.3 Analisis Base Evidence Practice .................................................. 4.4 Alternatif Pemecahan Masalah .....................................................
46 46 47 49 51
5. PENUTUP............................................................................................. 5.1 Kesimpulan................................................................................... 5.2 Saran .............................................................................................
52 52 52
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. LAMPIRAN
54
ix
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
vi vii viii ix xiii xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3
Jenis Laparotomi ................................................................ Jenis pembedahan laparotomi: midline incision ................ Jenis pembedahan laparotomi: insisi transversal ..............
x
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
24 25 25
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4
Final mobility protocol Borg exertion scale Laporan pembedahan Riwayat Hidup Penulis
xi
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan prevalensi rate penyakit kanker yang cukup tinggi. Di wilayah Association South East Asian Nations (ASEAN), Indonesia menempati urutan kedua setelah vietnam dengan kasus penyakit kanker mencapai 135.000 kasus pertahun (WHO, 2005). Penyakit kanker dapat terjadi dikarenakan berbagai macam faktor. Salah satu faktor penyebab kanker ialah faktor keturunan yang terjadi pada pasien dengan peutz jegher syndrome (PJS), klien yang mengalami multiple polip pada saluran gastrointestinal. Penyakit peutz jegher syndrome (PJS) belum banyak ditemukan karena merupakan penyakit yang langka terjadi, namun dalam jurnal penelitian disebutkan 1:25.000 orang menderita PJS. Penyakit multiple polip dapat disebabkan juga oleh gaya hidup yang cenderung makan makanan yang rendah serat dan tinggi lemak.
Pola hidup pada masyarakat perkotaan yang serba instan dapat menjadikan penyebab penyakit PJS menjadi semakin berkembang di masyarakat Indonesia. PJS akan menimbulkan penderita mengalami pertumbuhan polip pada saluran pencernaan yang biasa ditemukan pada lambung, duodenum, colon. Penderita PJS akan mengalami manifestasi berupa muntah yang diakibatkan penyumbatan saluran cerna akibat polip dan mungkin mengalami intususepsi/ invaginasi. Tindakan medis yang dilakukan berupa polipektomi dengan laparotomi sebelumnya.
Laparotomi berasal dari dua kata terpisah, yaitu laparo dan tomi. Laparo sendiri berarti perut atau abdomen sedangkan tomi berarti penyayatan. Sehingga laparotomi dapat didefenisikan sebagai penyayatan pada dinding abdomen atau peritoneal. Istilah lain untuk laparotomi adalah celiotomi (Fossum, 2002). Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen, bedah laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan kandungan (Suzanne, 2002). Pembedahan 1
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
2
berarti bahwa penderita dihilangkan kesadarannya, dilukai, dan dibuka. Pada setiap pembedahan diperlukan upaya untuk menghilangkan nyeri, keadaan itu disebut anestesi. Obat dan teknik anestesi pada umumnya dapat menggangu fungsi nafas, peredaran darah dan sistem saraf (Syamsuhidayat, 2005).
Hasil penelitian Razid (2010) di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan menunjukkan semakin tingginya angka terapi pembedahan abdomen (laparatomi) setiap tahunnya, pada tahun 2008 terdapat 172 kasus pembedahan laparatomi, lalu pada tahun 2009 terdapat 182 kasus pembedahan laparatomi. Selanjutnya pada bulan Januari-April tahun 2010 terdapat 32 kasus pembedahan laparatomi.
Rumah Sakit X merupakan salah satu rumah sakit yang memiliki Instalasi Bedah Sentral. Berdasarkan data dari medical record RS X, diketahui bahwa angka pembedahan abdomen (laparatomi) meningkat setiap tahunnya, yaitu pada tahun 2009 sebanyak 638 kasus pembedahan, lalu meningkat pada tahun 2010 menjadi 831 kasus pembedahan, kemudian pada tahun 2011 sebanyak 706 kasus, pada bulan Januari sampai dengan bulan Juni tahun 2012 sebanyak 354 kasus (RS X, 2012).
Berdasarkan data yang diperoleh dari medical record RSCM divisi bedah digestif didapatkan data bahwa pembedahan dala periode bulan Maret – Mei 2013 sudah ada 146 kasus bedah dengan laparotomi. Angka pembedahan ini setiap tahunnya selalu meningkat. Pada umumnya hasil pembedahan ini berujung baik pada kondisi luka operasi laparotomi, sedikit sekali kejadian dehisensi hingga eviserasi pada luka laparotomi di RSCM. Namun pembedahan laparotomi merupakan jenis pembedahan yang berisiko besar terjadinya perdarahan dan infeksi, tidak jarang prosedur yang tidak steril selama pembedahan atau setelah pembedahan dapat berakibat infeksi dan komplikasi yang lebih fatal. Komplikasi yang dapat terjadi salah satunya trombosis vena. Mobilisasi dini atau gerakan sesegera mungkin bisa mencegah aliran darah terhambat. Hambatan aliran darah bisa menyebabkan terjadinya trombosis vena dalam (deep vein trombosis) dan menyebabkan infeksi. Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
3
Mobilisasi dini merupakan faktor eksternal lain selain perawatan luka. Sedangkan faktor internal yaitu budaya makan atau pola konsumsi mempengaruhi kecepatan kesembuhan luka perineum (Manuaba, 2004).
Mobilisasi merupakan tindakan mandiri bagi seorang perawat dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien pasca bedah. Banyak keuntungan yang dapat diraih dari latihan dini pasca bedah, diantaranya peningkatan kecepatan kedalaman pernafasan, peningkatan sirkulasi, peningkatan berkemih dan metabolisme (Taylor, 1997). Mobilisasi adalah suatu kebutuhan dasar manusia yang diperlukan oleh individu untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang berupa pergerakan sendi, sikap, gaya berjalan, latihan, maupun kemampuan aktivitas (Perry & Potter, 2006). Mobilisasi dini menurut Carpenito (2000) adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologis.
Salah satu faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka akibat operasi pembuangan apendiks (apendektomi) adalah kurangnya/ tidak melakukan mobilisasi dini. Mobilisasi merupakan faktor yang utama dalam mempercepat pemulihan dan mencegah terjadinya komplikasi pasca bedah. Mobilisasi sangat penting dalam percepatan hari rawat dan mengurangi resiko karena tirah baring lama seperti terjadinya dekubitus, kekakuan atau penegangan otot-otot di seluruh tubuh, gangguan sirkulasi darah, gangguan pernapasan dan gangguan peristaltik maupun berkemih (Carpenito, 2000).
Kebanyakan dari pasien masih mempunyai kekhawatiran jika tubuh digerakkan pada posisi tertentu pasca pembedahan akan mempengaruhi luka operasi yang masih belum sembuh yang baru saja selesai dikerjakan. Padahal tidak sepenuhnya masalah ini perlu dikhawatirkan, bahkan justru hampir semua jeni operasi membutuhkan mobilisasi atau pergerakan badan sedini mungkin asalkan rasa nyeri dapat ditahan dan keseimbangan tubuh tidak lagi menjadi gangguan. Pergerakan pada masa pemulihan akan mempercepat pencapaian level kondisi Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
4
seperti pra pembedahan. Ini akan mengurangi waktu rawat di rumah sakit, menekan pembiayaan serta dapat mengurangi stress psikis. Pada saat awal pergerakan dapat dilakukan diatas tempat tidur dengan menggerakkan tangan dan kaki yang bisa ditekuk atau diluruskan, mengkontraksikan otot-otot dalam keadaan statis maupun dinamis termasuk juga menggerakkan badan lainnya, miring ke kiri atau ke kanan (Kusmawan, 2008).
Penelitian Inayati pada tahun 2006 yang meneliti tentang pengaruh mobilisasi dini terhadap waktu kesembuhan luka fase proliferasi post operasi diperoleh hasil penelitian ada pengaruh mobilisasi dini terhadap waktu kesembuhan luka fase proliferasi. Keberhasilan mobilisasi dini tidak hanya mempercepat proses pemulihan luka pasca pembedahan namun juga mempercepat pemulihan peristaltik usus pada pasien pasca pembedahan (Israfi dalam Akhrita, 2011). Hal ini telah dibuktikan oleh Wiyono dalam dalam Akhrita (2011) dalam penelitiannya terhadap pemulihan peristaltik usus pada pasien pasca pembedahan, hasil penelitiannya mengatakan bahwa mobilisasi diperlukan bagi pasien pasca pembedahan untuk membantu mempercepat pemulihan usus dan mempercepat penyembuhan luka pasien. Penelitian Marlitasari pada tahun 2010 yang meneliti tentang gambaran penatalaksanaan mobilisasi dini pada pasien apendektomi di RS PKU Muhammadiyah Gombong didapatkan hasil penelitian bahwa mobilisasi dini dapat mengurangi rasa nyeri pasien, mengurangi waktu rawat di rumah sakit dan dapat mengurangi stress psikis pada pasien. Kesimpulan dari penelitian Marlitasari tersebut adalah dengan bergerak seseorang dapat mencegah kekakuan otot dan sendi, mengurangi rasa nyeri, menjaga aliran darah, memperbaiki metabolisme tubuh, mengembalikan kerja fisiologis organ-organ vital yang pada akhirnya justru akan mempercepat penyembuhan luka.
Penelitian yang dilakukan Sulistyawati pada tahun 2012 yang melakukan penelitian tentang efektivitas mobilisasi dini terhadap penyembuhan luka post operasi apendisitis. Pelaksanaan mobilisasi dini yang dilakukan perawat dalam penelitian ini adalah memberikan tindakan keperawatan berupa latihan miring Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
5
kanan miring kiri sejak 6-10 jam setelah pasien sadar, lalu latihan menggerakkan ekstremitas atas dan bawah, latihan pernafasan yang dapat dilakukan pasien sambil tidur terlentang, latihan duduk selama 5 menit, latihan nafas dalam dan batuk efektif dan merubah posisi tidur terlentang menjadi setengah duduk atau semifowler. Kesimpulan penelitian tersebut bahwa ada perbedaan yang signifikan proses penyembuhan luka antara klien yang dengan pemberian mobilisasi dini dengan tanpa pemberian mobilisasi dini, sehingga pemberian mobilisasi dini dirasakan lebih efektif dibandingkan dengan tanpa pemberian mobilisasi dini.
Berdasarkan banyaknya penelitian mengenai gambaran mobilisasi dini pada pasien post operasi yang menyebutkan meningkatkan penyembuhan luka maka penulis tertarik untuk menerapkan pemberian mobilisasi dini stelah operasi laparotomi pada pasien An. I yang dirawat dengan diagnosis peutz jegher syndrome di gedung A lantai 4 RSCM. 1.2 Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Penulisan ini bertujuan untuk menggambarkan kasus multiple polip yang menjadi masalah kesehatan pada masyarakat perkotaan serta mengetahui efektivitas mobilisasi dini terhadap penyembuhan luka pada pasien kelolaan dengan post laparotomi di Gedung A Lantai 4 Zona A RSCM. 2.
Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dilakukannya penulisan ini adalah : a). Memperoleh gambaran kasus kesehatan masyarakat perkotaan berupa penyakit peutz jegher syndrome (multiple polip). b). Memperoleh gambaran tentang pengertian mobilisasi dini dan keuntungan dan kerugian dari mobilisasi dini pada pasien dengan post laparotomi. c). Menggambarkan hasil penerapan evidence base practice mobilisasi dini setelah operasi terkait penyembuhan luka pada pasien dengan post laparotomi.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
6
1.3 Manfaat Penulisan 1. Manfaat Teoritis Penulisan ini bermanfaat sebagai bahan pengembangan teknik mobilisasi dini pasien untuk meningkatkan penyembuhan luka pasien dengan post laparotomi. 2.
Manfaat Praktis a). Bagi Fakultas dan Universitas Penulisan ini bermanfaat bagi Fakultas Ilmu Keperawatan dan Universitas Indonesia untuk menjadi bahan atau materi mata kuliah keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan (KKMP) terkait pemberian mobilisasi dini pada pasien dengan post laparotomi. b). Bagi Mahasiswa FIK UI Penulisan ini bermanfaat bagi mahasiswa FIK UI untuk memperoleh gambaran tentang efektivitas pemberian mobilisasi dini terhadap penyembuhan pasien dengan post laparotomi. c). Bagi Penulis Penulisan ini bermanfaat bagi penulis untuk menambah pengalaman pengetahuan, terutama dalam hal pemberian mobilisasi dini dalam meningkatkan penyembuhan luka pasien dengan post laparotomi.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan 1. Definisi Perawatan kesehatan menurut Freeman (1961) adalah sebagai suatu lapangan khusus di bidang kesehatan, keterampilan hubungan antar manusia dan keterampilan erorganisasi diterapkan dalam hubungan yang serasi kepada keterampilan anggota profesi kesehatan lain dan kepada tenaga sosial demi untuk memelihara kesehatan masyarakat. Oleh karenanya perawatan kesehatan masyarakat ditujukan kepada individu-individu, keluarga, kelompok-kelompok yang mempengaruhi kesehatan terhadap keseluruhan penduduk, peningkatan kesehatan, pemeliharaan kesehatan, penyuluhan kesehatan, koordinasi dan pelayanan keperawatan berkelanjutan dipergunakan dalam pendekatan yang menyeluruh terhadap keluarga, kelompok dan masyarakat.
Keperawatan komunitas perlu dikembangkan di tatanan pelayanan kesehatan dasar yang melibatkan komunitas secara aktif, sesuai keyakinan keperawatan komunitas. Sedangkan asumsi dasar keperawatan komunitas menurut American Nurses Assicoation (ANA, 1980) didasarkan pada asumsi: a). Sistem pelayanan kesehatan bersifat kompleks. b). Pelayanan kesehatan primer, sekunder dan tersier merupakan komponen pelayanan kesehatan. c). Keperawatan merupakan sub sistem pelayanan kesehatan, dimana hasil pendidikan dan penelitian melandasi praktek. d). Fokus utama adalah keperawatan primer sehingga keperawatan komunitas perlu dikembangkan di tatanan kesehatan utama.
Adapun unsur-unsur perawatan kesehatan mengacu kepada asumsi-asumsi dasar mengenai perawatan kesehatan masyarakat, yaitu: a). Bagian integral dari pelayanan kesehatan khususnya keperawatan b). Merupakan bidang khusus keperawatan 7
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
8
c). Gabungan dari ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan ilmu sosial (interaksi sosial dan peran serta masyarakat) d). Sasaran pelayanan adalah individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat baik yang sehat maupun yang sakit. e). Ruang lingkup kegiatan adalah upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan resosialitatif dengan penekanan pada upaya preventif dan promotif. f). Melibatkan partisipasi masyarakat g). Bekerja secara team (bekerjasama) h). Menggunakan pendekatan pemecahan masalah dan perilaku i). Menggunakan proses keperawatan sebagai pendekatan ilmiah j). Bertujuan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat dan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
Berdasarkan pada asumsi dasar dan keyakinan yang mendasar tersebut, maka dapat dkembangkan falsafah keprawatan komunitas sebagai landasan praktik keperawatan komunitas. Dalam falsafah keperawatan komunitas, keperawatan komunitas merupakan pelayanan yang memberikan perhatian etrhadap pengaruh lingkungan (bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual) terhadap kesehatan komunitas, dan memberikan prioritas pada strategi pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan. Falsafah yang melandasi keperawatan komunitas mengacu kepada paradigma keperawatan yang terdiri dari 4 hal penting, yaitu: manusia, kesehatan, lingkungan dan keperawatan sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut: a). Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat adalah pekerjaan yang luhur dan manusiawi yang ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. b). Perawatan kesehatan masyarakat adalah suatu upaya berdasrkan kemanusiaan untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan bagi terwujudnya manusia yang sehat khususnya dan masyarakat yang sehat pada umumnya.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
9
c). Pelayanan perawatan kesehatan masyarakat harus terjangkau dan dapat diterima oleh semua orang dan merupakan bagian integral dari upaya kesehatan. d). Upaya preventif dan promotif merupakan upaya pokok tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. e). Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat yang diberikan berlangsung secara berkesinambungan. f). Perawatan kesehatan masyarakat sebagai provider dan klien sebagai konsumer pelayanan keperawatan dan kesehatan, menjamin suatu hubungan yang saling mendukung dan mempengaruhi perubahan dalam kebijaksanaan dan pelayanan kesehatan ke arah peningkatan status kesehatan masyarakat. g).
Pengembangan
tenaga
keperawatan
kesehatan
masyarakat
direncanakan secara berkesinambungan dan terus menerus. h). Individu dalam suatu masyarakat ikut bertanggung jawab atas kesehatannya, ia harus ikut dalam upaya mendorong, mendidik dan berpartisipasi aktif dalam pelayanan kesehatan mereka sendiri.
2. Tujuan Tujuan Perawatan Kesehatan Komunitas 1. Tujuan Umum Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal agar dapat menjalankan fungsi kehidupan sesuai dengan kapasitas yang mereka miliki. 2. Tujuan Khusus Untuk meningkatkan berbagai kemampuan individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat dalam hal: a). Mengidentifikasi masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapi b). Menetapkan masalah kesehatan/keperawatan dan prioritas masalah c). Merumuskan berbagai alternatif pemecahan masalah kesehatan/keperawatan d). Menanggulangi masalah kesehatan/keperawatan yang mereka hadapi. Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
10
e). Penilaian hasil kegiatan dalam memecahkan masalah kesehatan/keperawatan f). Mendorong dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelayanan kesehatan/keperawatan g). Meningkatkan kemampuan dalam memelihara kesehatan secara mandiri (self care). h). Menanamkan perilaku sehat melalui upaya pendidikan kesehatan, dan i). Lebih spesifik lagi adalah untuk menunjang fungsi Puskesmas dalam menurunkann angka kematian bayi, ibu dan balita serta diterimanya norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera. j). Tertanganinya kelompok-kelompok resiko tinggi yang rawan terhadap masalah kesehatan.
3. Sasaran Sasaran perawatan kesehatan komunitas adalah individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, baik yang sehat maupun yang sakit yang mempunyai masalah kesehatan/perawatan. 1. Individu Individu adalah bagian dari anggota keluarga. Apabila individu tersebut mempunyai masalah kesehatan/keperawatan karena ketidakmampuan merawat diris endiri oleh suatu hal dan sebab, maka akan dapat mempengaruhi anggota keluarga lainnya baik secara fisik, mental maupun sosial.
2 . Keluarga Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat, terdiri atas kepala keluarga, anggota keluarga lainnya yang berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga karena pertalian darah dan ikatan perkawinan atau adopsi, satu dengan lainnya saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggotat keluarga mempunyai masalah kesehatan/keperawatan, maka akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya dan keluarga-keluarga yang ada disekitarnya.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
11
3. Kelompok Khusus Kelompok khusus adalah kumpulan individu yang mempunyai kesamaan jenis kelamin, umur, permasalahan, kegiatan yang terorganisasi yang sangat rawan terhadap masalah kesehatan. Termasuk diantaranya adalah: a). Kelompok khusus dengan kebutuhan khusus sebagai akibat perkembangan dan petumbuhannya, seperti: (a). Ibu hamil (b). Bayi baru lahir (c). Balita (d). Anak usia sekolah (e). Usia lanjut b). Kelompok dengan kesehatan khusus yang memerlukan pengawasan dan bimbingan serta asuhan keperawatan, diantaranya adalah: (a). Penderita penyakit menular, seperti: TBC, Lepra, AIDS, penyekit kelamin lainnya. (b). Penderita dengan penyakit tak menular, seperti: penyakit diabetes mellitus, jantung koroner, cacat fisik, gangguan mental dan lain sebagainya. c) Kelompok yang mempunyai resiko terserang penyakit, diantaranya: (a). Wanita tuna susila (b). Kelompok penyalahgunaan obat dan narkoba (c). Kelompok-kelompok pekerja tertentu d) Lembaga sosial, perawatan dan rehabilitasi, diantaranya adalah: (a). Panti wredha (b). Panti asuhan (c). Pusat-pusat rehabilitasi (cacat fisik, mental dan sosial) (d). Penitipan balita 4. Masyarakat Masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup dan bekerjasama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas yang telah ditetapkan dengan Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
12
jelas. Masyarakat merupakan kelompok individu yang saling berinteraksi, saling tergantung dan bekerjasama untuk mencapai tujuan. Dalam berinteraksi sesama anggota masyarakat akan muncul banyak permasalahan, baik permasalahan sosial, kebudayaan, perekonomian, politik maupun kesehatan khususnya.
4. Ruang Lingkup Perawatan Kesehatan Komunitas Ruang lingkup praktik keperawatan masyarakat meliputi: upaya-upaya peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan (preventif), pemeliharaan kesehatan dan pengobatan (kuratif), pemulihan kesehatan (rehabilitatif) dan mengembalikan serta memfungsikan kembali baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat ke lingkungan sosial dan masyarakatnya (resosialisasi). Dalam memberikan asuhan keperawatan komunitas, kegiatan yang ditekankan adalah upaya preventif dan promotif dengan tidak mengabaikan upaya kuratif, rehabilitatif dan resosialitatif.
1. Upaya Promotif Upaya promotif dilakukan untuk meningkatkan kesehatan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dengan jalan memberikan: a). Penyuluhan kesehatan masyarakat b). Peningkatan gizi c). Pemeliharaan kesehatan perseorangan d). Pemeliharaan kesehatan lingkungan e). Olahraga secara teratur f). Rekreasi g). Pendidikan seks
2. Upaya Preventif Upaya preventif ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan terhadap kesehatan terhadap individu, keluarga, kelompok dan masyarakat melalui kegiatan: a). Imunisasi massal terhadap bayi, balita serta ibu hamil
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
13
b). Pemeriksaan kesehatan secara berkala melalui Posyandu, Puskesmas maupun kunjungan rumah c). Pemberian vitamin A dan yodium melalui Posyandu, Puskesmas ataupun di rumah d). Pemeriksaan dan pemeliharaan kehamilan, nifas dan meyusui
3. Upaya Kuratif Upaya kuratif ditujukan untuk merawat dan mengobati anggota-anggota keluarga, kelompok dan masyarakat yang menderita penyakit atau masalah kesehatan, melalui kegiatan: a). Perawatan orang sakit di rumah (home nursing) b). Perawatan orang sakit sebagai tindak lanjut perawatan dari Puskesmas dan rumah sakit. c). Perawatan ibu hamil dengan kondisi patologis di rumah, ibu bersalin dan nifas. d). Perawatan payudara e). Perawatan tali pusat bayi baru lahir
4. Upaya Rehabilitatif Upaya rehabilitatif merupakan upaya pemulihan kesehatan bagi penderitapenderita yang dirawat di rumah, maupun terhadap kelompok-kelompok tertentu yang menderita penyakit yang sama, misalnya Kusta, TBC, cacat fisik dan lainnya, dilakukan melalui kegiatan: a). Latihan fisik, baik yang mengalami gangguan fisik seperti penderita Kusta, patah tulang mapun kelainan bawaan b). Latihan-latihan fisik tertentu bagi penderita-penderita penyakit tertentu, misalnya TBC, latihan nafas dan batuk, penderita stroke: fisioterapi manual yang mungkin dilakukan oleh perawat
5. Upaya Resosialitatif Upaya resosialitatif adala upaya mengembalikan individu, keluarga dan kelompok khusus ke dalam pergaulan masyarakat, diantaranya adalah kelompok-kelompok Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
14
yang diasingkan oleh masyarakat karena menderita suatu penyakit, misalnya kusta, AIDS, atau kelompok-kelompok masyarakat khusus seperti Wanita Tuna Susila (WTS), tuna wisma dan lain-lain. Disamping itu, upaya resosialisasi meyakinkan masyarakat untuk dapat menerima kembali kelompok yang mempunyai masalah kesehatan tersebut dan menjelaskan secara benar masalah kesehatan yang mereka derita. Hal ini tentunya membutuhkan penjelasan dengan pengertian atau batasan-batasan yang jeals dan dapat dimengerti.
2.2 Mobilisasi Dini 1. Definisi Mobilisasi Dini Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah, teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat, dan penting untuk kemandirian (Barbara & Kozier, 1995). Sebaliknya keadaan imobilisasi adalah suatu pembatasan gerak atau keterbatasan fisik dari anggota badan dan tubuh itu sendiri dalam berputar, duduk dan berjalan, hal ini salah satunya disebabkan oleh berada pada posisi tetap dengan gravitasi berkurang seperti saat duduk atau berbaring (Susan J. Garrison, 2004).
Mobilisasi setelah operasi yaitu proses aktivitas yang dilakukan setelah operasi dimulai dari latihan ringan diatas tempat tidur sampai dengan bisa turun dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi dan berjalan ke luar kamar (Brunner & Suddarth, 2002). Menurut Carpenito (2000), mobilisasi post operasi merupakan suatu aspek yang terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu esensial untuk mempertahankan kemandirian. Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa mobilisasi post operasi adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologis. Konsep mobilisasi mula – mula berasal dari ambulasi post operasi yang merupakan pengembalian secara berangsur – angsur ke tahap mobilisasi sebelumnya untuk mencegah komplikasi (Roper,1996).
Mobilisasi adalah suatu kegiatan untuk melatih hampir semua alat tubuh dan meningkatkan fleksibilitas sendi (Taylor & Lemone, 1997). Mobilisasi dini segera Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
15
tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu jalannya penyembuhan pasien, yang dimulai dengan miring kiri dan kanan dapat dilakukan 6 -10 jam setelah pasien sadar (Mochtar M, 1998). Jenis bantuan untuk mobilisasi bisa dengan satu perawat, dua perawat, atau dengan alat bantu berupa: walker, tongkat, kruk, dll. Tujuan dari mobilisasi menurut Garrison (2004), antara lain : a). Mempertahankan fungsi tubuh b). Memperlancar peredaran darah sehingga mempercepat penyembuhan luka c). Membantu pernafasan menjadi lebih baik d). Mempertahankan tonus otot e). Memperlancar eliminasi urin f). Mengembalikan aktivitas tertentu sehingga pasien dapat kembali normal dan atau dapat memenuhi kebutuhan gerak harian. g). Memberi kesempatan perawat dan pasien untuk berinteraksi atau berkomunikasi
2. Faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi Dini Menurut E. Oswari (1993), keadaan umum klien harus diperhatikan untuk melakukan mobilisasi dini dan harus dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan klien, timbulnya luka setelah pembedahan menimbulkan nyeri yang menyebabkan kecemasan dan rasa takut untuk melakukan mobilisasi, dukungan keluarga dan perawat diruangan sangat membantu dalam jalannya mobilisasi yang optimal, dan dilakukan secara bertahap, sosial budaya di lingkungan tempat tinggal juga ikut berperan dalam melakukan mobilisasi dini yang dilakukan pada pasien post operasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi menurut Kozier (1995), antara lain : a). Gaya Hidup Gaya hidup seseorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan diikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya
dengan pengetahuan
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
16
kesehatan tentang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat.
b). Proses Penyakit dan injury Adanya penyakit tertentu yang diderita seseorang akan mempengaruhi mobilitasnya, misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untuk mobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi, karena adanya rasa sakit atau nyeri yang menjadi alasan mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidur karena menderita penyakit tertentu.
c). Kebudayaan Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan aktifitas misalnya; pasien setelah operasi dilarang bergerak karena kepercayaan kalau banyak bergerak nanti luka atau jahitan tidak merapat dengan maksimal. d). Tingkat energi Seseorang melakukan mobilisasi jelas membutuhkan energi atau tenaga. Orang yang sedang sakit akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan orang dalam keadaan sehat. e). Usia dan status perkembangan Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya dibandingkan dengan seorang remaja.
3. Manfaat Mobilisasi Dini Menurut Kozier dan Glenora, (1997) mobilisasi dini dapat membantu meningkatkan
pompa
jantung
untuk
mempertahankan
sirkulasi
darah,
menstimulasi pernafasan, mengurangi statis gas atau udara, dan mempunyai peranan penting dalam mengurangi komplikasi akibat immobilisasi (Smeltzer, 2002). Mobilisasi dini pasca bedah dapat dilakukan 6 -10 jam setelah sadar dengan gerakan miring kira dan kanan pertama setelah 24 jam pembedahan, pasien dengan bantuan perawat dapat bangun dari tempat tidur dengan perlahan dan sekurang –kurangnya dua kali. Mobilisasi dapat ditentukan waktunya Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
17
sedemikian rupa sehingga analgesik yang baru diberikan akan mengurangi rasa nyeri (William, 1995).
Hampir pada semua jenis operasi setelah 24 - 48 jam pasien dianjurkan bangun dari tempat tidur, dengan tujuan untuk mobilisasi duduk dan berjalan sehingga dapat mengurangi nyeri dan komplikasi yang ditimbulkan akibat imobilisasi, perasaan sakit pertama melakukan mobilisasi memang sangat dirasakan.
Mobilisasi segera secara tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu jalannya penyembuhan penderita, kemajuan mobilisasi bergantung pada jenisjenis operasi yang dilakukan dan komplikasi yang mungkin dijumpai, secara psikologis hal ini memberikan pula kepercayaan pada penderita bahwa dia mulai sembuh. Mobilisasi pada post laparotomi salah satunya adalah perubahan gerak dan posisi, ini harus diterangkan kepada penderita atau keluarga yang menunggunya,
supaya
mengerti
pentingnya
mobilisasi
dini
dan
berkesinambungan akan dapat membantu pengaliran darah ke seluruh tubuh sehingga tubuh menghasilkan zat-zat pembakar dan pembangun yang membantu proses penyembuhan luka dengan mobilisasi miring kekiri dan kekanan sudah dapt dimulai 6 -8 jam setelah penderita sadar, dan mobilisasi duduk setelah 24 jam, latihan pernapasan dapat dilakukan sambil tidur terlentang sedini mungkin setelah sadar, pada hari kedua penderita dapat duduk selama 5 menit, selanjutnya secara berturut-turut hari demi hari penderita dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan dengan bantuan dan kemudian berjalan sendiri pada hari ketiga sampai kelima pasca operasi.
Mobilisasi pasca pembedahan yaitu proses aktivitas yang dilakukan pasca pembedahan dimulai dari latihan ringan diatas tempat tidur (latihan pernafasan, latihan batuk efektif dan menggerakkan tungkai) sampai dengan pasien bisa turun dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi dan berjalan ke luar kamar (Brunner & Suddarth, 2002 ). Tahap-tahap mobilisasi pada pasien dengan pasca pembedahan menurut Rustam Muchtar (1992), meliputi :
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
18
a). Pada hari pertama 6-10 jam setelah pasien sadar, pasien bisa melakukan latihan pernafasan dan batuk efektif kemudian miring kanan – miring kiri sudah dapat dimulai. b). Pada hari ke 2, pasien didudukkan selama 5 menit, dianjurkan latihan pernafasan dan batuk efektif guna melonggarkan pernafasan. c). Pada hari ke 3 - 5, pasien dianjurkan untuk belajar berdiri kemudian berjalan di sekitar kamar, ke kamar mandi, dan keluar kamar sendiri.
Mobilisasi dini pasca bedah juga dapat dilakukan sesuai hasil penelitian zomorodi (2012) yang berjudul “Developing a mobility protocol for early mobilization of patients in surgical /trauma ICU”. Untuk memulai intervensi mobilisasi dini perlu dilakukan penilaian sebelum dan sesudah ambulasi dini sesuai penilaian borg exertion scale. Klien pasca bedah perlu monitoring dari setiap tahapan dari mulai miring kiri dan kanan hingga berjalan sesuai kondisi fisik pasien.
2.3 Luka Komplikasi pembedahan dari imobilisasi yaitu kekauan persendian, postur yang buruk, kontraktur otot, nyeri tekan, trombosis vena, dan konstipasi (Moira Attree, 1993). Adanya luka setelah dilakukan pembedahan akan mengalami proses penyembuhan luka yang terdiri dari fase imflamasi, fase proliferasi dan fase remodelling, dimana fase imflamasi dan fase proliferasi sirkulasi aliran darah yang baik akan sangat membantu proses kesembuhan luka, yang mana dengan sirkulasi akan membantu memenuhi proses kebutuhan nutrisi sel dalam darah sehingga akan membatu mempercepat pertumbuhan jaringan fibrinogen dan limfosit serta jaringan kolagen dan makrofag yang akan membentuk jaringan granulasi (Sjamsuhidajat, 1999).
1. Definisi Luka Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh, yang dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan serangga (Sjamsuhidajat, 1997). Menurut Kozier
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
19
(1995) luka adalah keruskan kontinuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain.
2. Klasifikasi Luka Secara umum dibagi dua yaitu luka tertutup dan luka terbuka. Luka tertutup yaitu luka dimana tidak terjadi hubungan dengan dunia luar. Contohnya luka memar, vulnus traumaticum. Luka terbuka yaitu luka dimana terjadi hubungan antara luka dengan dunia luar. Contohnya luka lecet, luka sayatan, luka robek, luka tusuk, luka potong, dan luka tembak (Sumiardi, 1997). Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan menunjukkan derajat luka (Taylor, 1997). Luka bersih yaitu luka yang tidak terdapat imflamasi dan infeksi, tidak melibatkan saluran pencernaan, saluran pernapasan, dan saluran perkemihan. Luka bersih terkontaminasi yaitu luka yang melibatkan saluran pernapasan, saluran pencernaan, dan saluran perkemihan. Luka tidak menunjukkan terkontaminasi. Luka terkontaminasi yaitu luka terbuka, segar, luka kecelakaan, luka bedah yang berhubungan dengan saluran pencernaan, luka menunjukkan tanda infeksi. Luka kotor yaitu luka lama, luka kecelakaan yang mengandung jaringan mati dan luka dengan tanda infeksi seperti cairan.
3. Penyembuhan Luka Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan
dirinya,
peningkatan
aliran
darah
kedaerah
yang
rusak,
membersihkan sel dan benda asing dan perkembangan awal seluler baian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses pnyembuhan luka. Sebagai contoh mobilisasi dini dapat membantu memperlancar kerja pompa jantung untuk mensuplai aliran darah dari dan ke area luka dapat tercapai (Taylor, 1997).
Penyembuhan luka adalah faktor penting pasca operasi yang selalu dihadapi dan merupakan fenomena kompleks yang melibatkan berbagai proses meliputi Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
20
inflamasi akut menyusul terjadinya kerusakan jaringan, regenerasi sel parenkim, migrasi, dan proliferasi sel parenkim, sintesis extra celluler matris (ECM), remodelling jaringan ikat dan komponen parenkim, kolagenasi dan akusisi kekuatan luka. 4. Komponen Penyembuhan Luka Menurut Black JM & Jakobs (1997) menuliskan: a). Kolagen Kolagen secara normal ditemukan menghubungkan jaringan, melintasi luka dengan bermacam sel mediatot. Kolagen adalah sel yang paling penting pada penyembuhan fase imflamasi dan proliferasi karena sintesisnya, kolagen sisa, elastin, dan proteoglikan. Substansi ini membangun kembali pertumbuhan jaringan. b). Angiogenesis Perkembangan dari pembuluh darah baru pada luka kotor dapat didefinisikan selama pengkajian klinik. Tahap awal tepi luka berwarna merah terang dan mudah berdarah, selanjutnya selama beberapa hari berubah jadi merah terang menjadi merah gelap, dan secara mikroskopis angiogenesis dimulai beberapa jam setelah perlukaan. c). Granulasi jaringan Sebuah matrik kolagen, kapilarisasi, dan sel mulai mengisi daerah luka dengan kolagen baru membentuk sebuah scar, jaringan ini tumbuh dari tepi luka ke dasar luka. Granulasi jaringan diisi dengan kapilarisasi baru yang berwarna merah, tidak rata atau berbenjol halus, dan dikelilingi oleh fibroblast dan makrofag. Makrofag melanjutkan untuk merawat luka dan merangsang fibroblas dan proses angiogenesis, sebuah granulasi jaringan mulai dibentuk dan proses epitalisasi terbentuk mulai dengan: d). Kontraksi luka Kontraksi luka adalah mekanisme dimana tepi luka menyatu sebagai akibat kekuatan dalam luka, kontrksi dihasilkan dari kerja miofibroblast. Jembatan miofibroblast melintasi luka dan menarik tepi luka untuk menutup luka. e). Epitalisasi Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
21
Epitalisasi adalah migrasi dari epitalisasi sel dari sekeliling kulit, epitalisasi juga melintasi folikel rambut di dermis dari luka yang sembuh dengan secondary intention. Besarnya luka kedalaman luka memerlukan skin graft, karena epidermal migrasi secara normal dibatai kira-kira 3cm. Epitalisasi dapat dilihat pada granulasi luka bersih, dan epitalisasi sel terbagi selanjutnya migrasi epitelisasi bertemu dengan sel yang sama dari tepi luka yang lain dan migrasi berhenti.
5. Fase Penyembuhan Luka a). Fase imflamasi Terjadi segera setelah luka 24 jam dan berakhir 3-4 hari, dimana terjadi proses homeostasis (penghentian perdarahan), akibat fase konstriksi pembuluh darah besar didaerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin dan platelet yang menyiapkan matrik fibrin yang menjadi kerangka bagi pengambilan sel dan akan menghubungkan jaringan. b). Fase proliferasi Fase ini berlangsung dari hari ke 3 atau 4 sampai hari ke 21 setelah pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah luka mulai 24 jam pertama setelah pembedahan, diawali dengan mensintesis kolagen dan subtansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 7 hari setelah terjadi luka. Kolagen dan substansi protein yang menambah tegangan permukaan dari luka, sehingga jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka, selama waktu itu sebuah lapisan penyembuhan nampak dibawah garis irisan luka. Meningkatnya aliran darah yang memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi kesembuhan luka. Fibroblast berpidah dari pembuluh darah keluka membawa fibrin, seiring perkembangan kapilarisasi jaringan perlahan berwarna merah dan disebut sebagai granulasi jaringan lunak, tertutupnya permukaan luka, epitalisasi atau tepi luka terkelupas. Menurut Schwarz (2000) menuliskan tentang tahap penyembuhan luka pada fase proliferasi dan fibroplasia adalah fase penyembuhan luka yang ditandai oleh sintesis kolagen dimana sintesis Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
22
kolagen dimulai dalam 24 jam setelah cedera, namun tidak akan mencapai puncaknya hingga 5 hari kemudian. Setelah 7 hari sintesis kolagen akan berkurang secara perlahan-lahan. Remodelling luka mengacu pada keseimbangan antara sintesis kolagen dan degradasi kolagen, dimana pada sat serabut-serabut kolagen tua diuraikan oleh kolagenese jaringan, serabut-serabut baru dibentuk dengan kepadata pengerutan yang makin bertambah sehingga proses ini akan meningkatkan kekuatan potensial jaringan. c). Fase maturasi Fase ini dimulai hari ke 21 dan berakhir 1 -2 tahun setelah pembedahan. Fibroblast terus mensintesis kolagen dan kolagen menjalin dirinya menyatukan dalam struktur yag lebih kecil, kehilangan elastisitas dan meninggalkan garis putih.
6. Faktor yang Mempengaruhi Kesembuhan Luka Karakata, S (1997) menuliskan faktor pnyembuhan luka yaitu: a). Faktor lokal Besar kecilnya luka, lokalisasi luka, kebersihan luka, bentuk luka, dan infeksi akan mempengaruhi kesembuhan luka. b). Faktor umum Usia pasien, keadaan gizi, penyakit penderita dapat menghambat kesembuhan luka. Menurut Stevens (1999) proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh: (a). Pengaliran darah lokal, ini harus seoptimal mungkin dalam proses penyembuhan luka yang baik. (b). Ada atau tidaknya edema, dengan adanya edema dapat menghalangi penyembuhan luka karena dengan demikian pengaliran darah akan terganggu. (c). Zat-zat pembakar dan pembangun, zat-zat ini harus ada dalam kadar yang cukup dalam makanan yang dikonsumsi. (d). Kebersihan luka, luka yang bersih akan lebih cepat sembuh dari pada luka yang banyak terdapat nekrosis. Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
23
(e). Besarnya luka, luka yang besar akan lebih lama sembuhnya daripada luka yang kecil. (f). Kering atau tidaknya luka, luka yang kering akan lebih cepat sembuh daripada luka yang basah, karena luka yang kering akan lebih cepat tumbuh lapisan granulasi dibawah keropeng luka.
7. Faktor yang Mempersulit Kesembuhan Luka 1. Timbulnya perdarahan Sebagai akibat dari suatu kerusakan dapat timbul ditempat-tempat berlemak yang kurang aliran darah. Pembuluh darah itu dapat rusak pada tempat yang berlemak tadi akibat dari tegangan luka atau gerakan yang dipaksakan. Perdarahan itu dapat terjadi diluar maupun didalam tubuh.
2. Adanya infeksi Luka menjadi lahan yang subur bagi pertumbuhan mikroorganisme oleh karena itu cara perawatan luka harus tertuju pada usaha untuk menghindari terjadinya pencemaran luka atau sedapat mungkin membatasinya. Meskipun demikian higiene luka merupakan satu-satunya faktor pada perawatan luka yang menyebabkan timbulnya infeksi karena kondisi umum pasien dan tempat terjadinya luka sangat menentukan dalam kondisi ini.
3. Usia pasien Pada anak-anak dan orang muda luka sembuh lebih cepat dibandingkan pada orang tua. 4. Keadaan gizi/nutrisi Pada penderita dengan gangguan gizi (misalnya malnutrisi, defisiensi dan avitaminosis vitamin tertentu, anemia), luka sembuh lebih lambat (Sumiardi, 1996).
Menurut Sjamsuhidajat (1997) menuliskan penyebab luka dapat terganggu oleh penyebab dari dalam tubuh sendiri (endogen) yaitu gangguan koagulasi dan gangguan sistem imun, karena semua pembekuan darah akan menghambat Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
24
penyembuhan luka, sistem imun juga dipengaruhi oleh kebutuhan nutrisi. Sedangkan penyebab luar (eksogen) meliputi penyinaran sinar ionisasi yang akan mengganggu mitosis dan merusak sel dengan akibat dini maupun lanjut.
2.4 Laparotomi 1. Definisi Laparotomi Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen, bedah laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan kandungan (Suzanne, 2002). Laparotomi adalah insisi melalui dinding perut atau abdomen (Samsi, C. 1999). Laparotomi merupakan penyayatan operasi melalui dinding abdominal midline atau flank untuk melakukan visualisasi organ didalam abdominal (Boden, 2005). Laparotomi dilakukan di situs lineas alaba (medianus), paramedianus, dan flank.
Prosedur bedah laparotomi umumnya didukung dengan perawatan post operative. Pengecekan tersebut diantara lain efek anestesi dan meyakinkan bahwa persembuhan luka berjalan dengan baik (Hoad, 2006). Perawatan seperti pemberian antibiotik, terapi cairan, perawatan balutan, anti imflamasi akan membantu penyembuhan setelah operasi. Laparotomi akan berhasil jika didukung dengan persiapan, prosedur dan post operative yang tepat. Inspeksi organ dalam yang biasa dilakukan meliputi organ pencernaan (lambung, usus), hati, limfa, ginjal, dan saluran reproduksi. Melalui eksplorasi laparotomi, penegakan atas pemeriksaan diagnostik klinik bisa dilakukan.
Gambar 2.1 Jenis Laparotomi Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
25
Bila insisi kulit dikerjakan melalui garis langer’s (garis transversal sejajar tubuh manusia) maka jaringan parut yang terbentuk adalah minimal. Jenis insisi diantaranya : insisi pada garis tengah abdomen (mid-line incision); insisi pada garis transversal abdomen bagian bawah (Pfannenstiel incision); insisi gridiron (muscle-splitting incision).
Gambar 2.2 Jenis Pembedahan Laparotomi : Mid Line Incision
Gambar 2.3 Jenis Pembedahan Laparotomi : Insisi Transversal
2. Indikasi Laparotomi Kasus–kasus yang terdapat pada kasus laparatomi, yaitu : hernotorni, gasterektomi,
kolesistoduodenostomi,
hepaterektomi,
splenorafi/splenotomi, Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
26
apendektomi, kolostomi, dan fistulktomi atau fistulektomi. Adapun cara operasi laparatomi, yaitu : midline incision, paramedian : panjang (12,5 cm) lebih kurang sedikit ke tepi dari garis tengah; transverse upper abdomen incision : sisi di bagian atas, seperti pembedahan colesistotomy dan splenektomy; transverse lower abdomen incision : 4 cm di atas anterior spinal iliaka, lebih kurang insisi melintang di bagian bawah, misalnya : pada operasi apendiktomy (Ester, 2002).
3. Perawatan Pasca Laparotomi Tindakan keperawatan post operasi : 2.3.2.1 Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output 2.3.2.2 Observasi dan catat sifat dari drain (warna, jumlah) drainage 2.3.2.3 Dalam mengatur dan menggerakkan posisi pasien harus hati-hati, jangan sampai drain tercabut 2.3.2.4 Perawatan luka operasi secara steril 2.3.2.5 Pemberian makan diberikan jika: perut tidak kembung, peristaltik usus normal, flatus positif, bowel movement positif. Nutrisi yang diberikan biasanya tinggi protein guna mempercepat penyembuhan luka.
4. Komplikasi Laparotomi 2.3.3.1 Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboflebitis 2.3.3.2 Infeksi 2.3.3.3 Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi
5. Penelitian- Penelitian Terkait Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Boyer (1998), mobilisasi pasca operasi dapat mempercepat fungsi peristaltik usus. Hal ini didasarkan pada struktur anatomi kolon di mana gelembung udara bergerak dari bagian kanan bawah ke atas menuju fleksus hepatik, mengarah ke fleksus spleen kiri dan turun kebagian kiri bawah menuju rektum. Menurut Doenges, Marhouse dan Geissler (2000), bahwa mobilisasi dini yang berupa latihan di tempat tidur, berpindah ke tempat tidur lainnya dapat merangsang peristaltik dan kelancaran flatus. Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
27
Potter dan Perry (2006) mengatakan bahwa aktivitas meningkatkan peristaltik sementara immobilisasi menekan peristaltik, melemahkan otot-otot dasar panggul dan abdomen serta merusak kemampuan individu untuk meningkatkan tekanan intra abdomen. Penelitian yang dilakukan oleh Syam (2005) di RS Wahidin Sudirohusodo Makassar dengan perlakuan mobilisasi dini berupa latihan tungkai terhadap 30 pasien pasca operasi laparatomi ternyata pada kelompok perlakuan waktu pemulihan peristaltik ususnya lebih cepat empat jam dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Kembalinya fungsi peristaltik usus akan memungkinkan pemberian program diet, membantu
pemenuhan
kebutuhan
eliminasi
serta
mempercepat
proses
penyembuhan. Nettina (2002), mengatakan program diet pasca bedah diberikan setelah kembalinya fungsi peristaltik usus yang menandakan saluran gastrointinal telah normal.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
BAB III TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
1.
Identitas klien a. Nama pasien
: An. I
b. Umur
: 20 tahun
c. Jenis kelamin
: Laki-Laki
d. Pekerjaan
: Pegawai Swasta
e. Status
: Belum Menikah
f. Alamat
: Jl. Empang Batu Merah 3 Rt. 07/02, Pejaten Timur, Pasar
Minggu, Jakarta Selatan g. MRS
: 14 Mei 2013 (OK IGD)
h. Tanggal pemeriksaan : 15 Mei 2013 i. Sumber informasi
2.
: Klien, rekam medik, keluarga
Anamnesis a. Keluhan utama pada saat dirawat Pasien mengeluh mual dan muntah 2 hari SMRS kejadian ini sama seperti beberapa tahun yang lalu. Mual dan muntah dirasakan semakin memberat sampai hari masuk instalasi gawat darurat RSCM (IGD). Mual dan muntah dirasakan terus menerus, semakin terasa ketika makan dan minum. Pasien mengaku tidak mengeluhkan adanya demam, pusing, nyeri dada serta sesak napas. Pasien mengatakan BAB tidak lancar, dengan frekuensi seminggu terkadang sekali sampai dua kali dalam seminggu. Pasien mengatakan BAB berwarna kuning terkadang ada kemerahan sampai ada potong-potongan daging. Riwayat BAB berdarah (+), mengedan saat BAB (+), nyeri diarea ulu hati (+), BAK lancar. Selanjutnya Klien dioperasi di OK IGD pada 14 Mei 2013. Saat ini (15 Mei 2013) pasien mengeluhkan nyeri di area perut akibat adanya luka bedah operasi di perut. Pasien masih mengeluh mual dan sedikit 28
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
29
pusing. Keluarga mengatakan banyak adanya rembesan yang tampak bercak di balutan luka bekas operasi.
b. Riwayat kesehatan yang lalu Pasien mengatakan sejak usia 8 tahun didiagnosis mengalami peutz jegher syndrome.
Klien
pernah
mengalami
operasi
pengangkatan
polip
(polipektomi) pada usia 8 tahun dan 14 tahun di RSCM. Sejak usia 4 tahun, klien mengatakan sering mual dan muntah ketika diberikan makan. Kejadian mual muntah ini terjadi terus menerus hingga klien pernah mengalami keluar BAB berbentuk seperti potongan daging dan darah.
c. Riwayat kesehatan keluarga Tidak ada keluarga pasien yang mengalami penyakit yang sama dengan pasien. DM (-), HT (-), asma (-), sakit ginjal (-).
d. Aktivitas / istirahat Klien merupakan pegawai swasta disebuah perusahaan swasta. Aktivitas sehari-hari klien di kantor dan di rumah. Klien sering merokok sejak SD, beberapa batang per hari. Klien juga sering tidur ataupun istirahat yang cukup. Tidur ± 7 jam sehari baik siang maupun malam. Namun saat ditanya Saat dilakukan pengkajian awal TD 120/80 mmHg, Nadi = 82 x/menit, RR = 18 x/menit, suhu = 36
o
C. Klien kooperatif. Klien berjalan dan beraktivitas
dengan normal
e. Sirkulasi Klien mengatakan tidak ada tanda-tanda dada berdebar, atau pusing. Klien juga mengatakan tidak ada riwayat hipertensi, masalah jantung, edema kaki, flebitis. TTV menunjukkan bahwa TD 120/80 mmHg pada hari pertama masuk. Nadi 82 x/menit, teraba kuat. Pada ekstremitas suhu 36oC, CRT ≤ 2 detik. Tidak ada varises, persebaran rambut merata. Mukosa kering, bibir sedikit pecah-pecah dan tampak bercak kehitaman yang merupakan khas Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
30
peutz jegher syndrome, konjungtiva sedikit pucat, sklera tidak ikterik, tidak ada diaforesis.
f. Integritas Ego Klien mengatakan sudah memahami apa yang akan dirasakan setelah efek pembuiusan habis. Saat ditanya klien mengatakan tidak mengetahui bagaimana caranya mengurangi nyeri hanya tahu dengan meminum obat atau disuntik obat. Klien hanya diberitahu dokter bahwa akan diberikan obat pereda nyeri ketika sudah terasa nyeri atau efek biusnya habis. Hal ini yang membuat klien merasa sedikt cemas. Akan tetapi pengalaman pembedahan sebanyak dua kali sudah pernah dirasakan. Selama perawatan klien di dukung oleh orang tua. Sehari – hari klien ditunggu oleh orang tuanya, ayah dan ibu bergantian selalu menjenguk setiap hari. Hal ini yang membuat klien senang dan merasa kuat. Klien juga selalu berdzikir meminta kesembuhan. Saat dilakukan pengkajian wajahnya tampak meringis menahan sakit.
g. Eliminasi Klien mengatakan BAB 1 -2 kali seminggu, karakter feses lunak, BAB terakhir 3 hari sebelum berangkat ke RS. Ada riwayat perdarahan lewat anus, konstipasi dan diare. Pola BAK: ± 6- 8 x sehari, klien merasa tidak ada masalah ketika BAK. Riwayat nyeri saat BAB ada, riwayat keluar darah melalui anus ada, riwayat hematuria tidak ada. Tidak ada riwayat penyakit ginjal. Saat dilakukan pengkajian ada nyeri tekan pada bagian perut. Tidak ada massa, bising usus normal 2-3 x/menit.
h. Makanan / cairan Klien makan makanan nasi biasa dan lauk serta sayur. Makanan terakhir masuk tanggal 15/5/2013 pagi sebelum ke RS. Ada mual dan muntah. Ada nyeri ulu hati. Tidak ada alergi makanan. Kemampuan untuk mengunyak dan menelan masih baik. BB saat masuk 45 kg. Ada perubahan berat badan. TB 160 cm. Bentuk tubuh tegak. Turgor kulit elastis, kelembaban agak sedikit Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
31
kering. Tidak ada edema dan distensi vena jugularis. Kondisi gigi ada yang berlubang, penampilan lidah kering dan membran mukosa kering. Pada saat di RS mendapat terapi diet bertahap dari clear fluid hingga makanan lunak dengan jumlah kalori 1500 kkal dan protein 100 gram.
i. Hygiene Aktivitas sehari-hari masih mandiri, mobilitas berjalan sendiri ,makan, mandi, berpakaian sendiri. Penampilan umum klien, klien menjaga kebersihan kerapian. Cara berpakaian rapi dengan jenis baju yang sesuai dengan usianya. Saat awal dikaji tidak ada bau badan.
j. Neurosensori Pasien merasa tidak ada kerusakan indra perasa (panca indra). Tidak ada kesemutan pada ekstremitas. Tidak ada riwayat stroke dan kejang. Penglihatan dan pendengaran normal. Status mental terorientasi, kesadaran compos mentis, kooperatif. Memori saat ini baik masih ingat juga memori masa lalu. Tidak ada tanda facial drop. Refleks menelan baik.
k. Nyeri/ketidaknyamanan Klien mengeluh nyeri di daerah perut dengan skala 3-4. Frekuensi > ± 10 kali dalam sehari. Kondisi ini lebih sering jika luka laparotomi klien terkena benda atau sesuatu dan ketika batuk. Kualitasnya seperti di sayat. Durasinya 1-5 menit. Tidak ada penjalaran. Ekspresi saat menahan nyeri klien tampak mengerutkan mata dan menjaga area yang sakit. Respon emosionalnya hanya diam ketika ditanya, tidak marah marah.
l. Pernapasan Klien mengatakan tidak mengeluh batuk atau sesak. Tidak ada riwayat bronchitis, TB, asma, empisema, pneumonia. Klien merupakan seorang perokok. Tidak menggunakan oksigen. Frekuensi pernapasan 18 x/menit.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
32
Simetris, tidak menggunakan otot bantu napas. Bunyi napas vesikuler. Tidak ada sianosis, tidak ada sputum. Fungsi mental, tenang, compos mentis.
m. Keamanan Klien tidak mempunyai riwayat alergi, tidak ada riwayat kecelakaan. Klien pernah mengalami pembedahan serupa (laparotomi ) pada usisa 8 tahun dan 14 tahun. Ada jaringan parut, laserasi, ulserasi, kemerahan pada bagian kulit di perut. Cara berjalan dengan normal. Rom aktif. Tonus otot
5555 5555 5555 5555
n. Interaksi Sosial Klien merupakan seorang anak dewasa awal saat ini berusia 20 tahun. Sekarang hidup dengan kedua orang tuanya. Saat ini peran dalam struktur keluarga sebagai anak. Interaksi dengan keluarga baik dan lingkungan juga baik. Bicara masih jelas, dapat dimengerti dengan yang menerima informasi. Klien menggunakan bahasa indonesia yang perawat mengerti maksudnya. Orang tua klien juga menambahkan informasi ketika klien ditanya oleh perawat.
o. Pemeriksaan Penunjang (a). Pemeriksaan Laboratorium Tanggal
Jenis pemeriksaan
14/05/2013 - Pemeriksaan darah lengkap Hemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit - Albumin - Ureum - Kreatinin - Asam urat
Nilai
Satuan
Nilai normal
8,5 31,2 7200 301.000 3,1 21,2 0,75 6
g/dL % µL µL g/dL mg/dL mg/dL mg/dL
12,0-15,0 36,0-46,0 5-10 rb 150-400 rb 3,4-4,8 <80 0,60-1,20 4-7
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
33
- Gula darah sewaktu - Elektrolit Natrium Kalium Klorida - SGOT - SGPT - PT - APTT - Kolesterol total - LDL kolesterol - HDL kolesterol - trigliserida 15/05/2013 - Pemeriksaan darah (Post OP) lengkap Hemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit -Albumin - Ureum - Kreatinin - Gula darah sewaktu - Elektrolit Natrium Kalium Klorida - SGOT - SGPT 16/05/2013 - Pemeriksaan darah lengkap Hemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit -Albumin - Ureum - Kreatinin - Gula darah sewaktu - Elektrolit Natrium
110
mg/dL
<140
143 3,6 107 19 17 13,2 (13,0) 22,4(32,4) 168 86 45 125
mEq/L mEq/L mEq/L g/L g/L detik detik
132-147 3,30-5,40 94,0-111,0 <27 <34 11,5-15,5 27-35 <200 <100 40-60 <150
7,9 30,1 12.300 289.000 2,9 21,2 0,75 102
g/dL % µL µL g/dL mg/dL mg/dL mg/dL
12,0-15,0 36,0-46,0 5-10 rb 150-400 rb 3,4-4,8 <80 0,60-1,20 <140
138 3,2 100 12 18
mEq/L mEq/L mEq/L g/L g/L
132-147 3,30-5,40 94,0-111,0 <27 <34
8,9 32,1 13.100 290.000 3,1 20 0,6 124
g/dL % µL µL g/dL mg/dL mg/dL mg/dL
12,0-15,0 36,0-46,0 5-10 rb 150-400 rb 3,4-4,8 <80 0,60-1,20 <140
136
mEq/L
132-147
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
34
Kalium Klorida - SGOT - SGPT
3,2 101 12 19
mEq/L mEq/L g/L g/L
3,30-5,40 94,0-111,0 <27 <34
(b). Pemeriksaan diagnostik
Hasil pemeriksaan esophago gastroduodenoscopy Tanggal Pemeriksaan 14 Mei 2013 Esophagus: mukosa normal Gaster: pada kardia normal, pada fundus polip kecil multiple, pada korpus tampak undigestive food. Pada antrum mukosa hiperemi ringan pyloric gapping, Duodenum: bulbus normal. Post bulbus pars desendens tampak polip besar hampir menutupi lumen, beberap buah sebagian polip bertangkai. Kesimpulan: 1. Gastric outlet obstruction e.c multiple polip duodenum e.c peutz jeghers syndrome 2. Multiple pilip kecil gaster 3. Gastritis ringan di antrum Saran: CT Scan abdomen whole dengan kontras Konsul bedah digestif Diet cair entresol 6x200 cc
Hasil CT Scan whole abdomen Kesimpulan: Suspect polip duodenum disertasi dilatasi duodenum, jejunum, dan ilium.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
35
(c). Balance cairan Tanggal
Input (cc)
Output (cc)
15/05/2013
1500 + 1500 (IVFD)+300+300 = 3600 2500 + 300+400 = 3200 3000+300+200=3500 2000+1000+300+300=3600 800+500+300+400=2000 1500+300+500+ 400=2700 1100+300+400+1000=2800
2400 + 300+600 = 3300
Balance cairan (cc) +300
2700 + 300 + 300 = 3300 3200 + 300 + 300 = 3800 2000+200+300+600=3100 800+800+300+400=2300 1200+1400+300+400= 3200 1650+550+300+300=2800
-100 -300 + 500 -300 - 500 0
16/05/2013 17/05/2013 18/05/2013 20/5/2013 21/5/2013 22/5/2013
(d). Terapi medikasi Nama Obat
Dosis
Rute Pemberian
Tujuan
Amikasin (1gr)
1x1
IV
antibiotik
Farmadol (1gr)
3x1
IV
analgesik/anti piretik
Omeprazole (40gr)
2x1
Transfusi albumin
IV
anti emetik
IV
20% (sampai hari ke 3 post operasi) Alinamin F
3x1
IV
antibiotik
Aminofluid
1x1
IV
cairan/ 24 jam
Vit C
2x1
IV
vitamin
Vit K
1x1
IV
vitamin
Ketorolac
3x1
IV
analgesik
Profenid supp (1 gr)
2x1
supp
analgesik
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
36
3.2 Analisa data No. Data 1. DS: - Klien mengatakan ada luka operasi di area perut, sehari yang lalu di operasi di IGD DO: - Tampak ada luka jahitan operasi sepanjang 20 cm vertikal memanjang searah umbilikus. - Tampak rembesan (+) , Dehisensi (-), Eviserasi (-) - Luka masih tampak basah 1. DS: - Klien mengatakan nyeri di area luka operasi (laparotomi) - Nyeri semakin terasa jika ditekan perutnya dan ketika bergerak atau menggeser badan - Skala nyeri menurut klien 4-5 (skala sedang) DO: - Klien tampak tegang - Klien tampak meringis saat di tekan pada area perut - Klien tampak berhati-hati menggerakkan bagian perut yang terdapat luka jahitan operasi 2. DS: - Klien mengatakan sempat demam sebelum masuk RS - Klien mengatakan pernah merasa nyeri saat BAK - Klien mengatakan tidak ada nanah dan darah DO: - Leukosit (18/4/2013) : 10020, (15/5/13):9700 - Suhu 36,5 oC - Saat dipasang kateter tampak urin bercampur darah - Tidak ada nanah
Masalah keperawatan Kerusakan integritas kulit
Nyeri akut
Risiko infeksi
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
37
3.3 Rencana Asuhan Keperawatan No. 1.
Diagnosa Keperawatan Nyeri Akut DS: - Klien mengatakan merasa nyeri di sekitar area luka operasi - Klien mengatakan masih takut untuk bergerak karena nyeri - Klien mengatakan nyeri ketika ditekan di area luka operasi DO: - Terpasang balutan pada luka operasi laparotomi. - Nyeri tekan (+) - VAS 4 - Tanda infeksi: bengkak, merah, panas pada luka operasi - Ada luka laparotomi sepanjang 20 cm secara midline dari bagian atas ke bawah melewati umbilical - Dehisensi dan eviserasi (-)
Tujuan/ Kriteria hasil Tujuan umum : Klien menyatakan nyerinya hilang/ terkontrol dalam waktu 1x24 jam Kriteria hasil: - Klien akan tampak rileks, istirahat dengan tepat. - TTV stabil - Klien mengatakan nyeri sudah berkurang / hilang dengan skala 0 - Klien dapat melakukan mobilisasi dini secara bertahap - Klien dapat tidur
Rencana Tindakan Keperawatan Mandiri - Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 –10), durasi, kapan - Berikan tindakan kenyamanan (sentuhan terapeutik, pengubahan posisi, pijatan punggung) dan aktifitas terapeutik. - Dorong penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas dalam, visualisasi imajinasi. - Bantu dan anjurkan pasien untuk ambulasi dini - Ajarkan dan anjurkan teknik relaksasi dan napas dalam Kolaborasi Beri analgetik sesuai program
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
Rasional
Mengkonfirmasi letak nyeri, kapan terjadi nyeri, skala nyeri yang dirasakan klien Memberikan kenyamanan pada klien
Memberikan rasa rileks pada sehingga mengurangi nyeri klien
tubuh
Mengindikasikan klien hanya merasakan nyeri ringan Memberikan rasa nyaman pada klien
Menghilangkan rasa nyeri pasca operasi
38
No. 2.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan/ Kriteria hasil
Kerusakan Integritas Kulit
Tujuan umum:
DS: - Klien mengatakan merasa nyeri di sekitar area perut - Klien mengatakan telah dilakukan operasi - Klien mengatakan nyeri ketika ditekan di area luka operasi DO: - Terpasang balutan pada luka operasi laparotomi. - Nyeri tekan (+) - VAS 4 - Ada luka laparotomi sepanjang 20 cm secara midline dari bagian atas ke bawah melewati umbilical - Dehisensi dan eviserasi (-)
Tidak terjadi Integritas kulit membaik dalam waktu 3x24 jam Kriteria hasil : - Tepi luka semakin merapat - Tidak ada bengkak, kemerahan, nyeri, pus pada luka - Luka sembuh dengan adekuat - Nyeri berkurang / hilang, skala nyeri 0
Rencana Tindakan Keperawatan Mandiri - Kaji tanda-tanda infeksi pada luka operasi - Kaji skala nyeri klien - Kaji TTV - Mengganti balutan luka setiap hari minimal satu kali - Mengganti balutan dengan teknik bersih dan steril - Memberikan pendidikan kesehatan terkait mobilisasi dini setelah operasi - Dorong pasien dan keluarga untuk melakukan mobilisasi dini secara bertahap - Ajarkan dan anjurkan keluarga cara mobilisasi dini secara bertahap sesuai prosedur
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
Rasional
Memonitoring ada tidaknya infeksi pada luka Nyeri merupakan tanda infeksi pada luka Melihat status hemodinamik klien Mencegah pertumbuhan mikroorganisme Mencegah penyebaran mikroorganisme Memberikan pengetahuan untuk menerapkan hasil evidence base practice Memberikan dukungan dan bantuan keluarga dan klien untuk melakukan mobilisasi dini secara bertahap Mobilisasi yang tepat akan mendapatkan tujuan yang diinginkan yaitu percepatan penymebuhan luka operasi
39
No. 3.
Diagnosa Keperawatan Resiko Tinggi Infeksi
Tujuan/ Kriteria hasil
Rencana Tindakan Keperawatan
Mandiri - Kaji tanda-tanda infeksi pada luka DS: Tidak terjadi operasi - Klien mengatakan belum penyebaran infeksi pada - Kaji skala nyeri klien berani untuk menggerakkan luka insisi bedah dalam - Kaji TTV anggota badan terutama waktu 3x24 jam - Berikan asuhan keperawatan dengan perut karena masih nyeri teknik bersih dan steril Kriteria hasil : sekali - Dorong pasien dan keluarga menjaga - Klien mengatakan masih - Luka insisi utuh,tidak area balutan luka tetap bersih dan lemas, pusing, dan sedikit ada bengkak, kering mual kemerahan, nyeri, pus - Ajarkan dan anjurkan keluarga cuci - Klien mengatakan saat ini - Luka sembuh dengan tangan menggunakan sabun atau ingin tiduran saja adekuat handrub sebelum dan setelah DO: - Nyeri berkurang / menyentuh pasien sesuai “five - Suhu 37,8oC , TD 120/70 hilang, skala nyeri 0 moment” mmHg, N:98 x/menit, RR : - Suhu tubuh normal 22 x/menit (36-37,5 ° C) Kolaborasi - Ada luka operasi laparotomi Hasil lab leukosit Beri antibiotik sesuai program sepanjang 20 cm dari atas normal (5000-10000 µl) hingga bawah melalui umbilical - Klien terpasang NGT dan IV line di tangan kiri.
Rasional
Tujuan umum:
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
Memonitoring ada tidaknya infeksi pada luka Nyeri merupakan tanda infeksi pada luka Melihat status hemodinamik klien Mencegah kontaminasi atau penyebaran mikroorganisme Mencegah penyebaran mikroorganisme pada pasien dan dari pasien ke keluarga Memutus infeksi nosokomial
Menghindari infeksi
40
3.4 Catatan Keperawatan Tanggal 15/5/13
Diagnosa Nyeri Kerusakan integritas kulit
Implementasi - Mengkaji tanda-tanda vital - Mengkaji lokasi nyeri, durasi, frekuensi, kualitas dan skala - Mengkaji kerapatan tepian luka dan ada tidaknya rembesan dan komplikasi lain (dehisensi dan eviserasi) - Memberikan posisi yang nyaman - Mengajari teknik relaksasi napas dalam - Menjelaskan penyebab nyeri - Mengganti balutan luka operasi - Memberikan pendkes mobilisasi dini - Memberikan posisi miring kiri dan kanan Kolaborasi - Pemberian obat ketorolac
Evaluasi S:- Klien mengatakan ada luka operasi di area perut - Klien mengatakan nyerinya hilang timbul, durasinya 10-15 menit seperti tersayat , VAS 4 - Klien mengatakan dengan berbaring nyerinya berkurang - Klien mengatakan dengan napas dalam nyerinya juga semakin berkurang - Klien mengatakan belum berani untuk miring kiri dan kanan O:- Klien tampak meringis menahan sakit - Klien dapat melakukan teknik napas dalam dengan baik - Pasien tampak gelisah, nyeri tekan ada - Luka operasi masih basah, tampak ada rembesan di balutan A: Nyeri teratasi Kerusakan integritas kulit belum teratasi Resiko infeksi P: 1. Beri posisi yang nyaman 2. Motivasi untuk melakukan teknik napas dalam 3. Motivasi dan melatih untuk mobilisasi miring kiri dan kanan (bertahap sesuai protokol) 4. Anjurkan untuk diet tinggi protein
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
41
16/5/13
Risiko infeksi Kerusakan integritas kulit
- Mengobservasi tanda-tanda vital - Mengobservasi tanda-tanda infeksi (demam, kemerahan, bengkak, nyeri, adanya pus pada luka) - Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan - Memotivasi klien dan keluarga untuk menjaga hygiene dan lingkungan - Monitoring kerapatan luka - Mempertahankan teknik aseptik pada prosedur mengganti balutan luka operasi - Memberikan posisi miring kiri dan kanan Kolaborasi - Memberikan antibiotik sesuai terapi
S:- Klien mengatakan masih ada rembesan pada balutan luka , nyeri sudah berkurang VAS 2 - Klien mengatakan masih takut untuk bergerak namun sudah berani untuk miring kiri dan kanan di tempat tidur - Klien dan keluarga mengatakan akan mencuci tangan dan menjaga lingkungan tetap bersih O: - Tidak ada tanda infeksi (merah,pus, demam, nyeri, bengkak) - Leukosit (15/5/13):9700 - TTV: TD 140/80 mmHg, N 80X/menit, P 20 x/menit, suhu 36oC - Nyeri tekan (+), ada keluaran cairan pada luka ketik di tekan, cairan berwarna kuning bening A: Resiko infeksi Kerusakan integritas kulit belum teratasi P: 1. Observasi TTV dan tanda infeksi 2. Motivasi klien dan keluarga untuk menjaga area luka atau balutan tetep kering 3. Mempertahankan teknik aseptik pada prosedur pergantian balutan 4. Memberikan mobilisasi untuk duduk di tempat tidur dan menggerakkan kaki 5. Berikan antibiotik yang sesuai 6. Anjurkan diet tinggi protein
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
42
17/5/13
Resiko infeksi Kerusakan integritas kulit
- Mengobservasi tanda-tanda vital - Mengobservasi tanda-tanda infeksi (demam, kemerahan, bengkak, nyeri, adanya pus pada luka) - Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan - Memotivasi klien dan keluarga untuk menjaga hygiene dan lingkungan - Monitoring kerapatan luka - Mempertahankan teknik aseptik pada prosedur mengganti balutan luka operasi - Memberikan posisi duduk dan menggerakkan kaki
S:- Klien mengatakan masih ada rembesan pada balutan luka , nyeri sudah berkurang VAS 2 - Klien mengatakan masih takut untuk bergerak namun sudah berani untuk miring kiri dan kanan di tempat tidur - Klien dan keluarga mengatakan akan mencuci tangan dan menjaga lingkungan tetap bersih O: - Tidak ada tanda infeksi (merah,pus, demam, nyeri, bengkak) - Leukosit (15/5/13):9700 - TTV: TD 140/80 mmHg, N 80X/menit, P 20 x/menit, suhu 36oC - Nyeri tekan (+), ada keluaran cairan pada luka ketik di tekan, cairan berwarna kuning bening
Kolaborasi - Memberikan antibiotik sesuai terapi
P: 1. Observasi TTV dan tanda infeksi 2. Motivasi klien dan keluarga untuk menjaga area luka atau balutan tetep kering 3. Mempertahankan teknik aseptik pada prosedur pergantian balutan 4. Memberikan mobilisasi untuk duduk di tempat tidur dan menggerakkan kaki 5. Berikan antibiotik yang sesuai 6. Anjurkan diet tinggi protein
A: Resiko infeksi Kerusakan integritas kulit belum teratasi
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
43
18/5/13
Risiko infeksi Kerusakan integritas kulit
- Mengobservasi tanda-tanda vital - Mengobservasi tanda-tanda infeksi (demam, kemerahan, bengkak, nyeri, adanya pus pada luka) - Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan - Memotivasi klien dan keluarga untuk menjaga hygiene dan lingkungan - Monitoring kerapatan luka - Mempertahankan teknik aseptik pada prosedur mengganti balutan luka operasi - Memberikan posisi duduk dan menggerakkan kaki
S:- Klien mengatakan masih ada rembesan pada balutan luka , nyeri sudah berkurang VAS 2 - Klien mengatakan masih takut untuk bergerak namun sudah berani untuk miring kiri dan kanan di tempat tidur - Klien dan keluarga mengatakan akan mencuci tangan dan menjaga lingkungan tetap bersih O: - Tidak ada tanda infeksi (merah,pus, demam, nyeri, bengkak) - Leukosit (15/5/13):9700 - TTV: TD 140/80 mmHg, N 80X/menit, P 20 x/menit, suhu 36oC - Nyeri tekan (+), ada keluaran cairan pada luka ketik di tekan, cairan berwarna kuning bening
Kolaborasi - Memberikan antibiotik sesuai terapi
P: 1. Observasi TTV dan tanda infeksi 2. Motivasi klien dan keluarga untuk menjaga area luka atau balutan tetep kering 3. Mempertahankan teknik aseptik pada prosedur pergantian balutan 4. Memberikan mobilisasi untuk duduk di tempat tidur dan menggerakkan kaki 5. Berikan antibiotik yang sesuai 6. Anjurkan diet tinggi protein
A: Resiko infeksi Kerusakan integritas kulit belum teratasi
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
44
20/05/2013 Resiko infeksi Kerusakan integritas kulit
- Mengobservasi tanda-tanda vital - Mengobservasi tanda-tanda infeksi (demam, kemerahan, bengkak, nyeri, adanya pus pada luka) - Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan - Memotivasi klien dan keluarga untuk menjaga hygiene dan lingkungan - Monitoring kerapatan luka - Mempertahankan teknik aseptik pada prosedur mengganti balutan luka operasi - Memberikan posisi duduk dan menggerakkan kaki
S:- Klien mengatakan masih ada rembesan pada balutan luka , nyeri sudah berkurang VAS 2 - Klien mengatakan masih takut untuk bergerak namun sudah berani untuk miring kiri dan kanan di tempat tidur - Klien dan keluarga mengatakan akan mencuci tangan dan menjaga lingkungan tetap bersih O: - Tidak ada tanda infeksi (merah,pus, demam, nyeri, bengkak) - Leukosit (15/5/13):9700 - TTV: TD 140/80 mmHg, N 80X/menit, P 20 x/menit, suhu 36oC - Nyeri tekan (+), ada keluaran cairan pada luka ketik di tekan, cairan berwarna kuning bening
Kolaborasi Memberikan antibiotik sesuai terapi
P: 1. Observasi TTV dan tanda infeksi 2. Motivasi klien dan keluarga untuk menjaga area luka atau balutan tetep kering 3. Mempertahankan teknik aseptik pada prosedur pergantian balutan 4. Memberikan mobilisasi untuk duduk di tempat tidur dan menggerakkan kaki 5. Berikan antibiotik yang sesuai 6. Anjurkan diet tinggi protein
A: Resiko infeksi Kerusakan integritas kulit belum teratasi
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
45
21/5/13
Resiko infeksi Kerusakan integritas kulit
- Mengobservasi tanda-tanda vital - Mengobservasi tanda-tanda infeksi (demam, kemerahan, bengkak, nyeri, adanya pus pada luka) - Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan - Memotivasi klien dan keluarga untuk menjaga hygiene dan lingkungan - Monitoring kerapatan luka - Mempertahankan teknik aseptik pada prosedur mengganti balutan luka operasi - Memberikan posisi duduk dan menggerakkan kaki
S:- Klien mengatakan masih ada rembesan pada balutan luka , nyeri sudah berkurang VAS 2 - Klien mengatakan masih takut untuk bergerak namun sudah berani untuk miring kiri dan kanan di tempat tidur - Klien dan keluarga mengatakan akan mencuci tangan dan menjaga lingkungan tetap bersih O: - Tidak ada tanda infeksi (merah,pus, demam, nyeri, bengkak) - Leukosit (15/5/13):9700 - TTV: TD 140/80 mmHg, N 80X/menit, P 20 x/menit, suhu 36oC - Nyeri tekan (+), ada keluaran cairan pada luka ketik di tekan, cairan berwarna kuning bening
Kolaborasi Memberikan antibiotik sesuai terapi
P: 1. Observasi TTV dan tanda infeksi 2. Motivasi klien dan keluarga untuk menjaga area luka atau balutan tetep kering 3. Mempertahankan teknik aseptik pada prosedur pergantian balutan 4. Memberikan mobilisasi untuk duduk di tempat tidur dan menggerakkan kaki 5. Berikan antibiotik yang sesuai 6. Anjurkan diet tinggi protein
A: Resiko infeksi Kerusakan integritas kulit belum teratasi
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
BAB IV ANALISIS SITUASI
4.1. Analisis Kasus Terkait KKMP Penyakit gangguan pencernaan merupakan salah satu gangguan penyakit yang terjadi pada bagian saluran pencernaan manusia. Gangguan pencernaan ini sendiri menyebabkan gangguan pada aktivitas yang sedang dijalankan oleh penderitanya. Hal ini disebabkan oleh rasa mual yang terjadi, mulas, tidak bertenaga dan sebagainya. Penyebab penyakit gangguan pencernaan yang paling utama ini adalah pola makan yang mungkin tidak sehat seperti pola makan yang salah, infeksi dari mikroba atau bakteri, terdapat kelainan pada sistem pencernaan. Contoh-contoh penyakit gangguan pencernaan diantaranya ialah gastritis; apendiksitis; diare; konstipasi; maldigesti; paroritis; tukak lambung; xerostomia. (Anonim, 2013).
Indonesia merupakan negara berkembang di Asia Tenggara yang terkena efek globalisasi dunia. Efek dari globalisasi memberikan pengaruh besar bagi masyarakat di Indonesia untuk beraktivitas dengan cepat karena target yang diberikan oleh perusahaan atau perkantoran tempat dimana mereka bekerja, terkadang mereka tidak memperhatikan kebiasaan makan sehari-hari. Kebiasaan makan atau pola makan di masyarakat perkotaan saat ini cenderung memilih sesuatu yang siap saji di tempat makan seperti junk food yang kebanyakan rendah serat dan tinggi lemak. Ditambah lagi perkembangan tempat makan semakin menjamur dan semakin mudah diraih dengan adanya delivery order yang ditawarkan pihak makanan siap saji menjadikan masyarakat perkotaan menjadi malas bergerak dan makan makanan siap saji terdekat demi melanjutkan pekerjaan kantor.
Makanan siap saji yang dikonsumsi setiap hari oleh masyarakat perkotaan menjadikan berbagai macam penyakit dapat mudah muncul pada diri mereka apalagi makanan siap saji yang memakai bahan pengawet dan bahan pewarna dapat menyebabkan terjadinya kanker dan pertumbuhan sel kanker seperti polip 46
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
47
pada saluran gastrointestinal. Salah satu penyakit yang dapat dijumpai adalah multiple polip karena peutz jegher syndrome (PJS). PJS diambil dari nama penemu penyakit ini yaitu Peutz pada tahun 1921 dan dilanjutkan oleh Jegher pada tahun 1949. PJS sering ditetapkan pada usia remaja, ciri khas dari penyakit ini adanya multiple polip pada saluran gastrointestinal dan secara fisik dapat terlihat adanya bintik melanin pada mukosa pipi, wajah, bibir. PJS merupakan penyakit yang langka dan biasanya diakibatkan karena keturunan namun ternyata semakin lama penyakit tersebut dapat ditimbulkan karena pola makan yang kurang sehat seperti banyak mengonsumsi makanan yang rendah serat dan tinggi lemak.
Manifestasi klinis pada pasien peutz jegher syndrom diantaranya adalah: nyeri di area abdomen, mual dan mungkin invaginasi. Penatalaksaan pada penyakit peutz jegher syndrome (PJS) adalah dengan menghilangkan polip yang tumbuh pada saluran pencernaan. Tindakan medis yang dilakukan adalah dengan laparostomi dan polipektomi. Berdasarkan jurnal reading, Pasien yang dilakukan tindakan laparotomi di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya, pasien biasanya akan mengalami nyeri yang hebat pada area abdomen dan menimbulkan kecemasan untuk bergerak pasca operasi laparotomi.
4.2 Analisis Kasus Klien An. I (20 tahun) Klien didiagnosis mengalami multiple polip e.c peutz jeghers syndrome pada usia 8 tahun dan pernah dilakukan operasi serupa pada usia 8 tahun dan usia 14 tahun akibat penyakit yang sama. Klien merupakan seorang anak tunggal yang cenderung kurang mandiri sehingga nyeri yang dirasakan lebih terlihat berat. Menurut Carpenito (1999), 90% pasien pre operatif berpotensi mengalami kecemasan. Berdasarkan pengamatan dan berbagai sumber penelitian pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan mengalami kecemasan yang meningkat hingga operasi dikerjakan bahkan hingga operasi selesai dilakukan klien merasa cemas untuk tidak menggerakkan anggota tubuh guna meninimalkan rasa nyeri pada area luka operasi. Kejadian imobilisasi ini Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
48
sering ditemui pada masyarakat perkotaan yang telah dilakukan tindakan pembedahan atau operasi yang lebih dikenal dengan klien post operasi. Operasi merupakan tindakan yang telah memutus jaringan atau mungkin pembuluh darah yang mungkin akan menimbulkan berbagai macam komplikasi pasca bedah seperti tromboflebitis. Terjadinya komplikasi pembedahan tersebut dapat terjadi akibat berbagai macam hal, salah satunya klien yang tidak melakukan mobilisasi dalam waktu yang lama.
Kasus komplikasi lain pasca bedah seperti dehidensi dan eviserasi merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada kasus bedah laparotomi. Kedua komplikasi tersebut dapat terjadi dari sirkulasi aliran darah ke area operasi laparotomi kurang lancar atau tidak adekuat sehingga luka yang ada menjadi sulit untuk sembuh bahkan dapat menjadi luka yang tidak sehat karena adanya infeksi yang disebabkan agen imflamasi yang terjadi pada fase penyembuhan luka hari ke 1 hingga hari ke 4 tidak berjalan dengan baik akibat sirkulasi yang tidak baik tersebut. Hal tersebut juga dapat disebabkan oleh kurangnya latihan pasca bedah dikarenakan kecemasan atau rasa nyeri pada are bedah sehingga klien takut untuk melakukan mobilisasi atau bahkan imobilisasi.
Kerusakan integritas kulit berupa luka insisi post laparotomi menimbulkan dua masalah keperawatan utama yaitu nyeri akut dan resiko infeksi. Nyeri akut yang dirasakan pasien post laparotomi merupakan masalah keperawatan yang pertama muncul akibat insisi bedah dan habis atau berkurangnya efek anestesi. Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan actual maupun potensial atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Mekanisme terjadinya nyeri pasca bedah dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada dasarnya mirip dengan timbulnya luka atau suatu penyakit, yang mengakibatkan kerusakan jaringan local dengan disertai keluarnya bahan-bahan yang merangsang rasa nyeri seperti: kalium dan ion hydrogen, asam laktat, serotonin, bradylin, prostaglandin. Inflamasi perifer menghasilkan prostaglandin Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
49
dan berbagai sitokin yang menginduksi COX-2 setempat. Selanjutnya akan mensensitisasi nocicieptor perifer yang ditandai dengan timbulnya rasa nyeri. Sebagian sitokin melakui aliran darah sampai ke system saraf pusat meningkatkan kadar interleukin-1 yang pada gilirannya menginduksi COX-2 didalam neuron otak.
Komplikasi post laparotomi juga dapat berupa resiko infeksi seperti tromboflebitis yang biasa timbul 7- 14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboflesbitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboflebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulasi dini, dan kaos kaki TED yang dipakai klien sebelum mencoba ambulasi. Selanjutnya infeksi luka yang sering muncul pada 36-46 jam setelah operasi. Organism yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organism gram positif stapilokokus mengakibatkan penanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan teknik steril. Selanjutnya dehisensi dan eviserasi luka yang sering disebabkan karena infeksi , kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.
Klien dan keluarga tidak mengetahui adanya keuntungan mobilisasi dini dan kerugian jika imobilisasi terlalu lama sehingga perawat memberikan pendidikan kesehatan kapan klien dapat melakukan mobilisasi, bagaimana tahapan mobilisasi dini dan apa saja keuntungan melakukan mobilisasi dini dan kerugian jika tidak melakukan mobilisasi dini. Prodedur yang dipakai oleh perawat adalah hasil penelitian Zomoradi pada tahun 2012 dengan sebelumnya dilakukan penilaian sesuai status borg exertion scale.
4.3 Analisis Base Evidence Practice Imobilisasi adalah suatu pembatasan gerak atau keterbatasan fisik dari anggota badan dan tubuh itu sendiri dalam berputar, duduk dan berjalan, hal ini salah Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
50
satunya disebabkan oleh berada pada posisi tetap dengan gravitasi berkurang seperti saat duduk atau berbaring (Garrison, 2004). Berdasarkan pengertian tentang mobilisasi di atas, dapat diketahui bahwa mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah, teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat, dan penting untuk kemandirian. Kemampuan mobilisasi dapat berkurang atau hilang pada seseorang yang menderita gangguan tulang atau otot seperti fraktur, gangguan saraf seperti stroke, tidak adekuatnya energi seperti gangguan jantung atau dengan nyeri seperti pada seseorang pasca pembedahan.
Kondisi imobil yang lama dan terus menerus, dapat mengganggu kesehatan seseorang karena kardiovaskuler tidak terlatih, otot yang konstan sehingga dapat terjadi
atrofi,
dapat
juga
menimbulkan
gangguan
psikologis
karena
kemandiriannya tidak optimal. Oleh karena itu, perlu dilakukan latihan mobilisasi pada pasien yang telah siap secara fisik dan psikis untuk melakukan mobilisasi. Mobilisasi perlu dilakukan tahap demi tahap, disesuaikan dengan kemampuan fisik pasien dan kesiapan psikologis pasien. Sebelum dilakukan latihan mobilisasi juga perlu dinilai kemampuan toleransi tubuh klien terhadap aktivitas, untuk menghindari terjadinya kolaps, misalnya pada pasien gangguan jantung dan nyeri hebat.
Berbagai penelitian menyatakan bahwa mobilisasi dini setelah operasi mempunyai keuntungan yang baik dalam memulihkan kondisi pasien. Pasien dengan mobilisasi dini akan membuat aliran darah menjadi membaik dengan cepat akibat efek anestesi. Selanjutnya dengan aliran darah yang baik tersebut nutrisi dan oksigen yang diperlukan sistem tubuh akan membuat proses penyembuhan luka menjadi lebih cepat. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa dengan melatih pasien setelah sadar dari efek anestesi setelah pembedahan dapat dengan cepat meningkatkan peristaltis usus dibandingkan dengan yang tidak diberikan mobilisasi dini. Mobilisasi dini juga akan membuat pasien menjadi lebih cepat
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
51
merasa sehat karena efek psikis dan pasien dapat mempercepat waktu perawatan di rumah sakit.
Mobilisasi dini juga dapat dilakukan sesuai prosedur yang ada pada lampiran 1 yang didapatkan dari artikel penelitian Zomoradi tahun 2012 berjudul developing mobility protocol for early mobilization of patients in a surgical/trauma ICU. Dalam artikel penelitian tersebut disebutkan bahwa pasien harus dalam kondisi hemodinamik yang stabil ketika berbaring untuk dapat miring kiri dan kanan misalnya ketika mengganti linen atau berpindah posisi tidur. Selanjutnya pasien berlatih untuk melatih ROM dari pasif- aktif asistif- aktif dan duduk di tempat tidur sambil menggoyang-goyang kan kaki. Waktu yang dapat dicapai pasien ketika duduk dan berlatih ROM juga dicatat. Selanjutnya jika sudah kuat yang artinya melebihi waktu yang ditentukan maka pasien dapat dilatih mengangkat tangan dan kaki dan selanjutnya berlatih duduk di kursi. Selanjutnya berdiri dengan bantuan hingga berdiri tanpa bantuan dan berjalan secara mandiri.
4.4 Alternatif Pemecahan Masalah Pendidikan kesehatan atau edukasi terkait mobilisasi dini setelah operasi merupakan salah satu alternatif perawatan setelah pasien melakukan operasi laparotomi khususnya dan bedah apapun pada umumnya. Selain cara ini merupakan tindakan keperawatan terutama perawat bedah dan tindakan ini dapat meminimalkan kecemasan pada klien setelah operasi serta klien dapat termotivasi untuk mobilisasi dini guna mempercepat penyembuhan luka. Namun masih ada beberapa kendala terkait tindakan ini yaitu kurangnya dukungan keluarga untuk mobilisasi dini setelah operasi dilakukan. Solusi bisa ditawarkan kepada perawat ruangan untuk meningkatkan kolaborasi keikutsertaan keluarga pasien bedah digestif khususnya pasien dengan laparotomi yaitu dengan mengikutsertakan keluarga pasien dalam pendidikan kesehatan terkait mobilisasi dini setelah operasi. Diharapkan setelah adanya contoh sederhana ini, keluarga dan klien termotivasi untuk mobilisasi dini setelah operasi.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Dari uraian penulisan di BAB sebelumnya dapat disimpulkan beberapa kesimpulan: 1. Peutz jegher syndrome (PJS) merupakan penyakit pada masyarakat perkotaan akibat pola makan yang kurang sehat yaitu makanan yang tinggi lemak dan rendah serat. Hal tersebut menyebabkan tumbuhnya multiple polip pada saluran gastrointestinal dan klien dengan PJS diperlukan tindakan laparotomi dan polipektomi. 2. Tindakan laparotomi dapat menimbulkan masalah kerusakan integritas kulit, nyeri akut dan resiko infeksi. Intervensi keperawatan berupa pemberian mobilisasi dini secara bertahap keuntungan untuk mempercepat penyembuhan luka operasi dan menurunkan resiko komplikasi berupa tromboflebitis sehingga kerugian dari imobilisasi dapat dihindari. 3. Mobilisasi dini pada pasien post laparotomi dapat mempercepat penyembuhan luka operasi, menurunkan resiko komplikasi operasi, menghilangkan nyeri, menurunkan waktu rawat serta mengurangi biaya perawatan di rumah sakit.
5.2 Saran Berdasarkan keterbatasan dan pembahasan hasil penulisan ini, maka penulis memberikan beberapa rekomendasi kepada penulis selanjutnya dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien post operasi laparotomi khususnya untuk mempercepat penyembuhan luka operasi. 1. Pasien seharusnya dikaji ulang tingkat kesadaran dan tingkat nyeri setelah operasi terutama jam- jam awal setelah operasi dimana efek anestesi masih ada dan dapat menimbulkan komplikasi seperti hipoksemia akibat kelemahan otot-otot pernapasan. 2. Penulis selanjutnya dapat melakukan mobilisasi dini sesuai dengan bagan protokol yang ada dan mungkin bagan protokol tersbut dikonsulkan kepada peneliti yang lebih ahli guna melihat efektifitas pada pasien bedah di 52
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
53
Indonesia. Selain itu penulis selanjutnya dapat mencari jurnal yang lebih banyak dengan metode yang lebih baru lagi sehingga didapatkan
hasil
penulisan yang lebih optimal yang dapat memberi informasi yang lebih luas lagi kepada pembaca. 3. Pihak rumah sakit seharusnya menambah sumber daya perawat khususnya perawat bedah sebaiknya dapat memberikan latihan mobilisasi dini untuk merawat pasien setelah operasi laparotomi khususnya dan pasien bedah lainnya pada umumnya. Perawat bedah juga supaya dapat menjadi masukan lebih kreatif lagi dalam menyusun asuhan keperawatan khususnya dalam memberikan intervensi keperawatan sesuai dengan penelitian terbaru. 4. Institusi pendidikan seharusnya memberikan tambahan informasi kepada mahasiswa mengenai pengelolaan klien pasca bedah guna memberikan asuhan keperawatan pada pasien pasca bedah digestif khususnya dank lien bedah lain pada umumnya secara optimal yang sesuai dengan hasil diskusi berdasarkan base evidence.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA Akhrita. (2011). Pengaruh mobilisasi dini terhadap pemulihan kandung kemih pasca pembedahan anestesi spinal. Diperoleh tanggal 9 agustus 2012 dari http”//respository_dini_terhadap_pemulihan.pdf Anonym. Colon polyps.[online]. 16th july 2007.[cited 2008 Apr 19th]; Available from URL : http://www.mayoclinic.com/health/colon-polyps Anonym. Management of colonic polyps and adenomas.[online].2008.[cited 2008 Apr 19th]. Available from URL : http://www.ssat.com/cgi-bin/polyps.cgi Anonym. Polip di usus besar dan rektum.[online].(2004).[cited 2008 March 20th]; Available from URL http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.ph Brunner and Suddart (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC Carpenito, L J.(2000).Diagnosa Keperawatan, Edisi 6, Jakarta: EGC. Clark, Mary Jo.(1998). Nursing in community: dimension of community health Departemen Kesehatan Republik Indonesia. “Visi Pembangunan Kesehatan: Indonesia Sehat 2010.” http://www.depkes.go.id/indonesiasehat.html Departemen Kesehatan RI. (2000). Modul Indonesia Sehat 2010. Jakarta Doherty G. Polyps, Colorectal. In Current Essentials of Surgery. USA: Lange Medical Books/McGraw-Hill. 2000. p.337 Enders Gregory H. Colonic Polyps.[online].2006 July 6th.[cited 2008 March 19th]; Available from URL : http://www.emedicine.com/med/topic414.htm http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-anikinayat-5329-3bab2.pdf diakses 1 juli 2013 Inayanti, A. (2006). Pengaruh mobilisasi dini terhadap waktu kesembuhan luka fase proliferasi pada post operasi. Diperoleh tanggal 9 agustus 2012 dari www.webstatschecker.com/stats/keyword/mobilisasi_dini Kusmawan, E. (2008) http://spesialisbedah.com/2008/12/ 54
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
55
Lancaster, J & Stanhope, M. (2000). Community public health nursing. Fifth Edition. St.Louis: Mosby. Marlitasari, H. (2010). Gambaran penatalaksanaan mobilisasi dini oleh perawat pada pasien post appendiktomy di RS PKU Muhammadiyah Gombong. Jurnal imiah kesehatan keperawatan, volume 6, no 2 juni 2010 Potter & Perry. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses, dan praktek. (Yasmin Asih, Penerjemah). (Ed. 4). Jakarta: EGC. Price S, Wilson L. Polip Kolon. Dalam Patofisiologi, Konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC. 2006. Hal.465 Schwatz S et all, Neoplastic Disease. In:Principles of Surgery. 7th Ed. USA: McGraw-Hill;1999. Andri Andreas, Sukardja IDG. Hamartoma. [online] 2008.[cited 2008 March 3rd]. Available from : http://www.idr.med.uni-erlangen.de/COMPARE/coln Smeltzer, Suzanne C, Bare, Brenda G.(2001). Buku Ajar Keperawatan MedikalBedah. Jakarta : EGC. Stanhope, Marcia, Jeanette Lancaster. (2004). Community & Public Health Nursing. USA: Mosby,inc. Stevens Alans, Lowe James, Young Barbara. Disease of the large intestine. In : Wheater’s Basic Histopathology A Colour Atlas and Text. 4th Ed. UK: Churchil Livingstone.p 147-152 Stone,Clemen, Mc Guire and Elgsti. (2002). Comprehensive Community Health Nursing. USA :Mosby.inc. Sulaiman Ali, Daldiyono, Akbar N, Rani Aziz. Polip Kolorektal. Dalam : Gastroenterohepatologi. Jakarta: Sagung Seto ; 1990.hal.218-21 Susan J. Garrison. (2004). Dasar-dasar terapi dan latihan fisik. Jakarta: Hypocrates. World Health Organization (WHO). 2005. Cancer Disease. Available from : http://www.who.int/cancer_diseases/en/cvd_atlas_14_deathHD.pdf. Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
56
Yamada,Tadataka. Skin Lesions Associated with GastroIntestinal and Liver Disease. In : Textbook of Gastroenterology. 4th Ed. Volume 1. USA: Lippincott Williams and Wilkins.p.1000-3. Zomoradi ,M., Topley, D., McAnaw, M. (2012). Developing a Mobility Protocol for Early Mobilization of Patients in a Surgical/Trauma ICU. Handawi Publishing Corporate.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
Lampiran 1
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
Figure 3: Final mobility protocol. (Sumber: Zomoradi et all ,2012)
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
Lampiran 2
Figure 2: Borg exertion scale. (Sumber: Zomoradi et all ,2012)
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
Lampiran 3 LAPORAN PEMBEDAHAN
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013
Lampiran 4
RIWAYAT HIDUP PENULIS Nama
: Dias Syeh Tarmidzi., S.Kep
Tempat, Tanggal Lahir
: Kebumen, 23 Juli 1990
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Alamat Asal
: Jl. Iskandar Muda No. 43 RT 05/02 Selapajang Jaya Kota Tangerang 15127
Email
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan
:
Tahun 2008- 2012
: Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia
Tahun 2004-2007
: SMAN 2 Tangerang
Tahun 2001-2004
: SMPN 2 Tangerang
Tahun 1995-2001
: SDN 6 Kedaung Wetan
Analisis praktik..., Dias Syeh, FIK UI, 2013