UNIVERSITAS INDONESIA
EFEKTIVITAS PENGGUNAAN NESTING DAN POSISI PRONE TERHADAP SATURASI OKSIGEN DAN FREKUENSI NADI PADA BAYI PREMATUR DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) KOTA BEKASI
TESIS
RATIH BAYUNINGSIH 0906594614
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN DEPOK JULI, 2011
i Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
EFEKTIVITAS PENGGUNAAN NESTING DAN POSISI PRONE TERHADAP SATURASI OKSIGEN DAN FREKUENSI NADI PADA BAYI PREMATUR DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) KOTA BEKASI
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister
RATIH BAYUNINGSIH 0906594614
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN PEMINATAN KEPERAWATAN ANAK DEPOK JULI, 2011
i Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME UNTUK TESIS
Saya yang bertanda tangan di bawah dengan sebenarnya menyatakan bahwa tesis ini saya susun tanpa tindakan plagiarism sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Indonesia, jika dikemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiarisme, saya bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan dai Universitas Indonesia kepada saya.
Depok April 2011
Ratih Bayuningsih
ii Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
KATA PENGANTAR Segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah memberikan kekuatan kepada peneliti hingga dapat menyelesaikan tesis sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan di Program Magister Ilmu Keperawatan kekhususan Keperawatan Anak. Selama proses penyusunan tesis, peneliti mendapat dukungan dari berbagai pihak, karenanya dalam kesempatan ini peneliti ingin mengucappkan terima kasih dan rasa hormat kepada: 1.
Yeni Rustina, S.Kp., M.App.Sc., Ph.D., selaku pembimbing I tesis yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dan motivasi kepada peneliti selama proses penyusunan.
2.
Ns.Widyatuti, S.Kep., M.Kes., Sp.Kom selaku pembimbing II tesis yang telah memberikan arahan dan motivasi selama proses penyusunan.
3.
Dewi Irawaty, M.A., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
4.
Krisna Yetti, S.Kp., M.App.Sc., dan Astuti Yuni Nursasi, S.Kp, MN selaku ketua Program Magister Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dalam dua periode ini
5.
Keluarga yang telah memberikan dukungan kepada penulis selama menyusun tesis ini (suami, ibunda, ayahanda, dan ananda yang tercinta: Arina, Dzikri, Tsabit, Zaidan).
6.
Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan tesis ini
dengan tanpa
mengurangi rasa hormat tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu. Depok, April 2011 Penulis
v Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
ABSTRAK
Nama : RATIH BAYUNINGSIH Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan Judul : Efektivitas Penggunaan Nesting Dan Posisi Prone Terhadap Saturasi Oksigen dan Frekuensi Nadi Pada Bayi Prematur Di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bekasi
Prematuritas merupakan penyebab kematian ke-2 pada bayi 0 – 6 hari, yang diakibatkan karena immaturitasnya hampir seluruh organ tubuh bayi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan nesting dan posisi prone pada bayi prematur terhadap saturasi oksigen dan frekuensi nadi. Desain yang digunakan adalah quasi experiment, dengan rancangan pre and post with control test. Jumlah responden sebanyak 15 bayi. Terdapat perbedaan bermakna saturasi oksigen antara bayi yang menggunakan nesting dan posisi prone (p value<0,05), namun tidak ada perbedaan bermakna antara penggunaan nesting dan posisi prone terhadap frekuensi nadi. Penggunaan nesting dan posisi prone dapat digunakan sebagai salah satu bentuk intervensi keperawatan. Kata kunci: nesting, prone, bayi prematur, saturasi oksigen, frekuensi nadi
vii Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
ABSTRACT
Name
: RATIH BAYUNINGSIH
Study Programme
: Master Program in Nursing Science
Title
: Efektiveness of Using Nesting and Prone Positon on Oxygen Saturation and Heart Rate in Preterm Baby at Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bekasi
Prematury is the second etiology of mortality for 0 until 6 th day of first life of newborn that caused by immaturity of their organs.The aim of this research is to explore efectiveness of using nesting and prone positon with oxygen saturation and heart rate in preterm baby. The design used quasi experiment, with pre and post with control test model. The amount of sample are 15. There is a significant difference between SaO2 using nesting dan prone position, in adversely there is no significant difference between heart rate. Using nesting and prone position can be a model of nursing intervention that implication of this research.
Key words: nesting, prone,preterm babies, oxygen saturation, heart rate
viii Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………. SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME…………… SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS……………………. LEMBAR PENGESAHAN.……………………………………. KATA PENGANTAR………………………………………….. HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI… ABSTRAK BAHASA INDONESIA…..………………………. ABSTRAK BAHASA INGGRIS ……………………………… DAFTAR ISI……………………………………………………. DAFTAR TABEL………………………………………………. DAFTAR SKEMA……………………………………………… DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………. 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah………………………………... 2.1 Rumusan Masalah……………………………………… 3.1 Tujuan Penelitian………………………………………. 4.1 Manfaat Penelitian…………………………………….. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bayi Prematur 2.1.1 Pengertian………………………………………. 2.1.2 Penyebab Terjadinya Kelahiran Prematur……… 2.1.3 Karakteristik Bayi Prematur……………………. 2.1.4 Adaptasi Bayi Prematur Terhadap Lingkungan Ekstrauterin……………………………………… 2.1.5 Stres pada Bayi …………………………………… 2.2 Fisiologis Bayi Prematur………………………………… 2.2.1 Saturasi Oksigen………………………………….. 2.2.2 Frekuensi Nadi……………………………………. 2.2.3 Developmental Care pada Perawatan Bayi Prematur 2.2.4 Posisi Prone pada Bayi Prematur………………….. 2.2.5 Nesting………………………………………… 2.2.6 Aplikasi Teori Keperawatan Konservasi………….. 2.3 Kerangka Teori Penelitian………………………………..
i ii iii iv v vi vii viii ix xi xii xiii 1 6 6 7
8 9 9 10 20 21 21 24 26 28 29 30 34
3. KERANGKA KONSEPTUAL, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep……………………………………….. 3.2 Variabel…………………………………………………. 3.3 Hipotesa………………………………………………… 3.4 Definisi Operasional…………………………………
35 36 36 37
4. METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian…………………………………….. 4.2 Populasi dan Sampel……………………………………….
40 41
ix Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
x
4.3 Tempat Penelitian………………………………………….. 4.4 Waktu Penelitian………………………………………….. 4.5 Etika Penelitian…………………………………………… 4.6 Alat Pengumpul Data……………………………………… 4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas………………………………. 4.8 Prosedur Pengumpul Data………………………………… 4.9 Analisa Data……………………………………………… 5. HASIL PENELITIAN 5.1 Karakteristik Responden…………………………………. 5.2 Saturasi Oksigen dan Frekuensi Nadi pada Bayi Prematur…………………………………………………. 5.3 Suhu Tubuh pada Bayi Prematur…………………………. 6. PEMBAHASAN 6.1 Intrepretasi Hasil Penelitian dan Diskusi………………… 6.2 Keterbatasan Penelitian………………………………….. 6.3 Implikasi Penelitian………………………………………. 7. SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan …………………………………………………. 7.2 Saran ……………………………………………………… DAFTAR REFERENSI…………………………………….. LAMPIRAN
x Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
44 44 44 46 47 48 49
51 53 57
60 65 66
68 69 71
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Rata-rata Frekuensi Nadi Bayi dan Balita
30
Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel Penelitian
38
Tabel 4.1
Analisa Data dan Uji Statistik
50
Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Usia Gestasi, Berat Badan Lahir, Suhu Tubuh Bayi Prematur di RSUD Kota Bekasi Mei – Juni 2011
52
Tabel 5.2
Prosentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin pada Bayi Prematur di RSUD Kota Bekasi Mei-Juni 2011
53
Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan Saturasi Oksigen dan Frekuensi Nadi Sebelum Tindakan pada Kelompok Kontrol dan Intervensi di RSUD Kota Bekasi Mei-Juni 2011
54
Tabel 5.4
Distribusi Responden Berdasarkan Saturasi Oksigen dan Frekuensi Nadi Sebelum dan Sesudah Tindakan pada Kelompok Kontrol dan Intervensi di RSUD Kota Bekasi Mei-Juni 2011
55
Tabel 5.5
Distribusi Responden Berdasarkan Saturasi Oksigen dan Frekuensi Nadi Sesudah Tindakan pada Kelompok Kontrol dan Intervensi di RSUD Kota Bekasi Mei-Juni 2011
57
Tabel 5.6
Distribusi Responden Berdasarkan Suhu Tubuh sebelum 58 Pengamatan 20 Menit dan Penggunaan Nesting dan Prone pada Kelompok Kontrol dan Intervensi di RSUD Kota Bekasi Mei-Juni 2011
Tabel 5.7
Hubungan Suhu Tubuh terhadap Saturasi Oksigen 59 dan Frekuensi Nadi pada Kelompok Kontrol dan Intervensi di RSUD Kota Bekasi Mei-Juni 2011
xi
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
DAFTAR SKEMA
Skema 2.1
Kerangka Teori Penelitian
35
Skema 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
36
Skema 4.2
Rancangan Penelitian dengan Quasi
41
Eksperimen dengan pre-post with control group
xii Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 : Lembar Instrumen Pengkajian Bayi Prematur LAMPIRAN 2:Lembar Instrumen Observasi Bayi Prematur LAMPIRAN 3 :Pedoman Pengukuran Penelitian di Kelompok Intervensi LAMPIRAN 4:Pedoman Pengukuran Penelitian di Kelompok Kontrol LAMPIRAN 5: Algoritma Praktek Posisi Prone LAMPIRAN 6 : Lembar Kesediaan Menjadi Responden LAMPIRAN 7 : Penjelasan Prosedur Penelitian
xii
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
1
BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini akan menjelaskan tentang alasan dilakukan penelitian ini yang bersumber dari fenomena yang ada pada tempat penelitian. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. 1.1 Latar Belakang Bayi yang baru lahir ke dunia mengalami berbagai macam perubahan yang didapatkan pada kondisi ekstra uterin. Perbedaan yang mencolok antara kondisi rahim dan luar rahim membuat bayi harus berupaya keras beradaptasi terhadap hal tersebut. Proses adaptasi ini akan menjadi lebih sulit pada bayi-bayi risiko tinggi, yaitu bayi yang dilahirkan tanpa memperhatikan usia gestasi dan berat badan yang memiliki kemungkinan lebih besar akan mengalami morbiditas dan mortalitas. Salah satu klasifikasi bayi risiko tinggi adalah bayi prematur.
Bayi prematur adalah bayi yang lahir sebelum akhir usia gestasi 37 minggu, tanpa memperhitungkan berat badan lahir (Behrman & Shiono 1997, dalam Wong, 2004). Masalah yang paling sering terjadi pada bayi prematur
disebabkan karena immaturitas organ tubuh, sehingga akan
berdampak menyebabkan
pada kondisi gangguan
fisiologis dan biokimiawi tubuh yang (misalnya
hipoglikemia,
hipokalsemia,
hiperbilirubinemia, dan sebagainya), hal ini dapat menimbulkan kematian. Angka kematian bayi saat ini di Indonesia masih sangat tinggi. Berdasarkan data yang bersumber dari SDKI (Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia) tahun 2007 didapatkan bahwa angka kematian bayi di Indonesia sebanyak 34 per 1000 kelahiran dengan angka kematian neonatalnya sebesar 19 per 1000 kelahiran hidup. Hal ini berarti jumlah kematian pertahun sebanyak 86.000, kematian dalam satu hari yaitu 236 atau kematian sebanyak 10 bayi setiap jamnya (Wijaya, 2009). Sementara
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
2
itu berdasarkan SDKI tahun 2007 didapatkan data angka kematian bayi di Provinsi Jawa Barat yaitu sebesar 39 per 1000 kelahiran hidup. Mayoritas kematian bayi terjadi pada usia yang sangat rentan yaitu pada periode neonatus yaitu bayi dengan usia 0 – 28 hari. Kematian yang cukup tinggi pada neonatus ini disebabkan banyak hal, mengingat
masih sangat
rentannya daya tahan tubuh neonatus.
Berdasarkan SDKI (2007)
didapatkan data bahwa penyebab kematian
terbesar pada neonatus berusia 0 – 6 hari yaitu 37% karena gangguan pernafasan, 34% prematuritas, 12% sepsis, 7% hipotermi, 5% ikterus, 3% postmatur dan 3% kelainan kongenital (SDKI 2007 dalam Wijaya, 2009). Berdasarkan data yang ditampilkan
didapatkan bahwa prematuritas
merupakan penyebab kematian ke-2 pada bayi usia 0-6 hari. Hal ini disebabkan sebagian besar
organ tubuh
melakukan adaptasi terhadap
yang belum matang dalam
lingkungan ekstrauterin.
Di antara
immaturitas organ neonatus adalah struktur tonus otot yang sangat lemah, sehingga akan berpengaruh terhadap kemampuan kontrol motorik. Immaturitas dalam aktivitas motorik ini akan membuat bayi prematur cenderung dalam posisi ekstensi, padahal posisi yang terbaik untuk bayi adalah fleksi karena dapat membantu mengurangi metabolisme dalam tubuh. Posisi ekstensi ini tentunya akan meningkatkan stress pada bayi prematur dan secara otomatis akan mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh neonatus seperti fungsi pernafasan dan kardiovaskular yang dapat dipantau melalui saturasi oksigen dan frekuensi nadi (Goldsmith & Karotkin, 2003). Faktor lain yang mempengaruhi tingkat stress bayi adalah posisi bayi. Posisi bayi ternyata berpengaruh terhadap kondisi fisiologis dan neurologis bayi. Telah banyak penelitian yang mengungkapkan bahwa posisi supine (telentang) dapat mengurangi kematian bayi diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Russel, et.al (2009) yang mengungkapkan bahwa posisi supine dapat menurunkan 40% kematian
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
3
bayi akibat sudden infant death syndrome
(SIDS).
Namun dalam
penelitian yang sama Russel menyebutkan bahwa posisi prone (tengkurap) mendorong perkembangan neuromuskular terutama pada otot-otot leher dan kepala.
Peneliti lain mengungkapkan bahwa posisi prone dapat
meningkatkan kulitas tidur dan menurunkan tingkat stress pada bayi (Chang, et al., 2002). Supine juga
merupakan posisi yang kurang
menguntungkan pada bayi prematur, hal ini disebabkan karena posisi supine tidak mendukung kearah posisi fleksi dan dapat meningkatkan stress pada bayi
(Fay, 1988; Halsworth, 1995; Hunter, 1996 dalam
Vergara & Bigsby, 2004). Tingkat stress bayi akan mempengaruhi fisiologis bayi yang dilihat dari observasi perilaku, pengamatan fungsi respirasi dan kardiovaskuler seperti tingkat saturasi oksigen dan frekuensi nadi. Penelitian lain menyebutkan bahwa posisi prone sangat mempengaruhi perbaikan saturasi oksigen, pengembangan paru, pengembangan dinding dada dan penurunan insiden apnea pada bayi prematur (Wilawan, Patcharee & Chavee, 2009). Para peneliti ini menganalisis sekumpulan penelitian, 35 diantaranya menyimpulkan bahwa posisi prone mempunyai banyak keuntungan karena posisi ini dapat mengurangi pengeluaran energi, mempercepat pengosongan isi lambung, meningkatkan respirasi, menurunkan frekuensi nafas,
meningkatkan kemampuan bernafas dan
meningkatkan saturasi oksigen.
Penelitian lain yang berkaitan dengan posisi prone pada bayi prematur dengan saturasi oksigen dikemukakan oleh Kusumaningrum (2009). Kusumaningrum melakukan studi pada bayi prematur dengan bantuan alat bantu nafas mekanis di ruang Neonatal Intensive Care Unit (NICU) RSUPN Cipto Mangunkusumo yang dilakukan intervensi berupa posisi prone, hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa bayi prematur dan cukup bulan dengan karakteristik berat bayi yang tidak terlalu berbeda mempunyai frekuensi nafas yang tidak jauh berbeda setelah dilakukan
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
4
tindakan pronasi, begitupun dengan frekuensi nadi terjadi penurunan (Kusumaningrum, 2009).
Berbagai upaya sebaiknya dilakukan pada bayi prematur untuk meminimalkan tingkat stress. Konsep perawatan di ruang NICU terkini bertujuan untuk memberikan perawatan yang mendukung perkembangan (supportive
care
developmentally)
yaitu
perawatan
yang
dapat
meningkatkan kemampuan perkembangan fisik, emosional dan intelektual saat bayi prematur di rawat di ruang NICU. Perawatan di ruang NICU bertujuan pula untuk meminimalkan hal-hal yang mempengaruhi respon bayi yang disebabkan karena immaturitas sistem neurologisnya. Tindakan yang dapat mendukung tujuan tersebut di atas
diantaranya
dengan
memberikan cahaya yang redup, suara yang rendah, kehangatan, sentuhan lembut, kontrol nyeri, lampin dan nesting (Davis & Stein, 2004) . Nesting adalah penggunaan alat berbentuk seperti kondisi rahim ibu yang terbuat dari bahan yang halus phlanyl yang berisi potongan kain (seperti dacron). Panjang alat ini sekitar 121–132 cm dan dapat disesuaikan dengan panjang tubuh bayi. Alat ini diletakkan sebagai pelindung posisi bayi,
sehingga tidak berada dalam kondisi ekstensi dan menjaga
perubahan posisi bayi yang diakibatkan karena gravitasi. Nesting merupakan salah satu intervensi keperawatan dalam memberikan posisi yang tepat pada neonatus. Nesting dapat memfasilitasi perkembangan normal bayi prematur berupa kondisi fisiologis dan neurologis (Goldsmith & Karotkin, 2003). Nesting merupakan penyanggah posisi tidur bayi sehingga tetap dalam posisi fleksi, hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi perubahan posisi yang drastis pada bayi yang dapat mengakibatkan hilangnya banyak energi dari tubuh neonatus. Nesting merupakan salah satu tindakan keperawatan yang menerapkan prinsip konsep konservasi energi yang dikemukakan oleh Levine. Levine menyatakan bahwa manusia akan senantiasa melakukan adaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada lingkungan sekitarnya.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
5
Kemampuan manusia melakukan adaptasi baik secara integritas struktur, integritas personal, integritas sosial dan energi akan menghasilkan konservasi (Tomey & Alligood, 2006). Konservasi energi ini berkaitan dengan integritas seluruh sistem tubuh yang ada. Mengingat konservasi energi pada bayi prematur penting, maka konsep ini perlu diaplikasikan di ruang perinatologi. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi sejak tahun 2008 telah memiliki ruang perinatologi terpisah dari ruang kebidanan yang memberikan perawatan pada bayi berisiko tinggi. Adapun kapasitas inkubator yang ada sebanyak 6 buah dengan 1 ventilator, 1 radiant warmer, 2 buah light terapy dan 10 tempat tidur bayi yang digunakan untuk pemantauan selama 12 jam bagi bayi normal yang dilahirkan dengan proses seksio secaria. Data yang didapat peneliti dari bulan Januari hingga Agustus 2009, didapatkan bahwa bayi prematur
yang dirawat dengan berat badan
kurang dari 2500 gram sebanyak 38 bayi, dimana 58,6% mengalami kematian, 10,8% pulang paksa dan selebihnya pulang
sesuai indikasi
sebesar 30,6%. Kesulitan dalam merawat bayi prematur dan berat badan lahir rendah
(BBLR) membuat ruang perinatologi berbenah diri,
diantaranya dengan mengirimkan 3 orang perawatnya untuk mengikuti pelatihan NICU di Ruang Perinatologi RSCM, dan dengan 1 orang dokter fellowship akhirnya RSUD Kota Bekasi mengembangkan perawatan bayi risiko tinggi dengan berusaha menerapkan salah satu intervensi dari konsep developmental care yaitu dengan memberikan posisi prone, selain itu juga melengkapi peralatan-peralatan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, walaupun dalam segi jumlah masih belum sesuai rasio bayi yang dirawat. Salah satu peralatan yang baru digunakan dalam 1 bulan terakhir ini adalah nesting. Pada kurun waktu 1 bulan ini 15 bayi prematur yang dirawat didapatkan kondisi 2 bayi prematur dan BBLR berhasil melewati proses perawatan sehingga pulang dengan kondisi fisiologis yang sehat, dimana pada periode sebelumnya keberhasilan ini sulit dicapai. Keberhasilan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya faktor
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
6
penataan lingkungan di ruang
perinatologi seperti pengaturan suara,
pengaturan cahaya, pengaturan suhu dan pengaturan posisi tidur bayi, namun
peneliti ingin mengetahui lebih lanjut tentang
penerapan penggunaan nesting
hubungan
dan posisi prone terhadap tingkat
keberhasilan perawatan bayi prematur yang dapat dipantau melalui saturasi oksigen dan frekuensi nadi pada bayi prematur sebagai salah satu indikator stabilitas fisiologis bayi prematur. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian Kematian bayi prematur masih sangat tinggi, mengingat bayi prematur sangat rentan untuk mengalami
stress akibat perubahan lingkungan
ekstrauterin yang berdampak pada fungsi fisiologis tubuhnya. Banyak studi yang meneliti faktor-faktor yang dapat menurunkan tingkat stress pada bayi salah satunya yaitu memberikan nesting dan posisi prone yang tepat pada bayi. Namun belum ada penelitian lain yang didapatkan peneliti dalam memberikan bukti atas pengaruh nesting dan posisi prone pada bayi terhadap saturasi oksigen dan frekuensi nadi sebagai salah satu indikator terjadinya stress pada bayi prematur. Dengan demikian pertanyaan penelitian yang diajukan adalah sejauhmanakah efektivitas penggunaan nesting dan posisi prone pada bayi prematur terhadap saturasi oksigen dan frekuensi nadi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) kota Bekasi?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Teridentifikasinya efektivitas penggunaan nesting dan posisi prone terhadap saturasi oksigen dan frekuensi nadi pada bayi prematur di RSUD kota Bekasi.
1.3.2 Tujuan Khusus Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
7
1. Gambaran karakteristik bayi prematur yang dilahirkan di RSUD Kota Bekasi. 2. Perbedaan nilai saturasi oksigen
bayi prematur pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol. 3. Perbedaan frekuensi nadi bayi prematur pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. 4. Efektivitas penggunaan nesting dan posisi prone terhadap saturasi oksigen pada kelompok intervensi. 5. Efektivitas penggunaan nesting dan posisi prone terhadap frekuensi nadi pada kelompok intervensi. 6. Hubungan antara suhu
tubuh
terhadap saturasi oksigen
dan
frekuensi nadi pada bayi prematur yang menggunakan nesting dan posisi prone.
1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Pelayanan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada asuhan keperawatan
yang
berkualitas
dalam
mendukung
pertumbuhan
dan
perkembangan bayi serta menjadikan penggunaan nesting dan posisi prone sebagai salah satu standar operasional prosedur tindakan di ruang perinatologi RSUD Kota Bekasi. 2. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan Penelitian ini dapat memberikan dukungan terhadap intervensi keperawatan yang dapat diterapkan pada perawatan bayi prematur khususnya penggunaan nesting dan pengaturan posisi prone yang tepat pada bayi prematur. Intervensi nesting dan pengaturan posisi merupakan bentuk aplikasi teknologi tepat guna. 3. Bagi Penelitian Penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut khususnya yang terkait dengan upaya perawatan bayi prematur di ruang perinatologi/NICU.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan tentang tinjauan kepustakaan terkait dengan judul penelitian yang berguna untuk mendapatkan pengetahuan lebih mendalam tentang masalah yang akan diteliti dan menyusun kerangka konsep penelitian. Pada bab ini akan dibahas tentang pengertian bayi prematur, adaptasi fisiologis bayi prematur terhadap kehidupan ekstrauterin, penyebab terjadinya bayi prematur, karakteristik bayi prematur, nilai fisiologis
bayi prematur meliputi saturasi oksigen dan
frekuensi nadi, developmental care pada perawatan bayi prematur dengan salah satu intervensinya adalah penggunaan nesting dan posisi prone pada bayi prematur. 2.1 Bayi Prematur 2.1.1 Pengertian Bayi prematur adalah bayi yang dilahirkan pada periode kehamilan kurang dari 37 minggu atau 259 hari (Cloherty, Eichenwald, & Stark, 2008). Pengertian lain tentang bayi prematur adalah bayi yang lahir sebelum akhir usia gestasi 37 minggu, tanpa memperhitungkan berat badan lahir (Wong, et.al, 2009). WHO (World Health Organisation) telah menetapkan tentang pengertian bayi prematur, yaitu bayi lahir hidup sebelum kehamilan minggu ke 37 yang dihitung dari hari pertama haid terakhir (Surasmi, Handayani, & Kusuma, 2002). Dari tiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa bayi prematur adalah bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu kehamilan, bayi prematur ditetapkan berdasarkan usia kehamilan tanpa memperhatikan berat badan bayi.
Berdasarkan usia gestasi, bayi prematur terbagi atas extremely premature (usia kehamilan 24 – 28 minggu), very prematur (usia 29–34 minggu) dan moderately pemature (35–37 minggu) (Bradford, 2000). Usia gestasi penting diketahui karena berkaitan dengan kemampuan adaptasi bayi sesuai dengan kematangan organ-organ tubuh bayi prematur, sehingga dapat
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
9
dipersiapkan antisipasi masalah yang terjadi sesuai dengan kemampuan bayi. 2.1.2 Penyebab Terjadinya Kelahiran Prematur Beberapa penyebab terjadinya prematuritas dapat ditinjau dari beberapa faktor, diantaranya adalah: komplikasi obstetrik, kondisi kesehatan ibu saat kehamilan, dan faktor sosioekonomi (May & Mahimesh, 2004). Adapun
beberapa
penyebab
yang menjadi
komplikasi
obstetrik
diantaranya adalah malformasi uterus, kehamilan ganda, kelainan bentuk tulang servik (inkompeten serviks), chrorioamnisitis, pre eklampsia berat, plasenta previa, riwayat premature, dan Rh isoimunisation. Faktor yang disebabkan karena kondisi kesehatan ibu saat hamil adalah diabetes mellitus, hipertensi, infeksi saluran kencing (ISK), dan penyakit lainnya. Kondisi kesehatan ibu ini akan mempengaruhi kesehatan janin dan akan berisiko terjadinya prematuritas. Faktor lainnya menurut May dan Mahimesh (2004) adalah kondisi sosio ekonomi keluarga yang tentunya akan berpengaruh terhadap tingkat rutinitas ibu untuk melakukan pemeriksaan kehamilan (antenal care), konsumsi makanan ibu selama kehamilan yang dapat menyebabkan kondisi malnutrisi, kondisi sosio ekonomi yang rendah juga akan mempengaruhi tingkat stress ibu selama kehamilan. 2. 1. 3 Karakteristik Bayi Prematur Menurut Wong , et. al, (2009) karakteristik bayi prematur dapat diamati melalui penampilan klinis bayi yang berbeda dengan bayi aterm, yaitu dari karakteristik kulit, rambut, jumlah lemak subkutan, perilaku umum atau postur bayi, gerakan bayi dan refleks-refleks yang belum berkembang seperti refleks menghisap dan refleks menelan, kuku jari panjangnya belum melewati ujung jari, batas dahi dan rambut tidak jelas, lingkar kepala kurang dari 33 cm dan lingkar dada kurang dari 30 cm. Pemeriksaan bayi prematur dapat dimulai dengan inspeksi dimana bayi terlihat kecil dan tampak sangat kurus karena kurang memiliki lemak
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
10
subkutan, kulit tampak merah muda terang, rambut-rambut halus (lanugo) tampak lebih banyak, kartilago lunak nampak terlihat dari mudahnya organ-organ tertentu dilipat, telapak kaki dan tangan memiliki garis yang minimal, bayi laki-laki mempunyai sedikit rugae pada skrotumnya, bayi perempuan memiliki klitoris yang nampak menonjol dan labia mayora belum menutupi labia minora, tulang tengkorak dan rusuk terasa lunak dan mata masih tertutup vernick caseosa tidak ada atau sedikit (Wong, et.al, 2009).
Perilaku pada bayi prematur berbeda dengan bayi aterm dimana bayi prematur inaktif dan malas melakukan aktivi tas. Ekstremitas cenderung ekstensi dan tetap tidak berubah sesuai dengan posisi yang diberikan lingkungan.
Aktivitas refleks baru berkembang sebagian, dan refleks
menghisap atau menelan belum berkembang. Bayi tidak mampu mempertahankan suhu tubuh hal ini akan mempermudah terjadinya hipotermi. Perilaku menyusui pada bayi prematur mungkin berhasil menghisap air susu ibu (ASI) lebih awal dari yang diperkirakan (28-38 minggu). Selain itu, bayi yang menyusu ASI memperlihatkan desaturasi oksigen yang lebih kecil, tidak ada bradikardi, suhu kulit yang lebih hangat, dan koordinasi hisap dan menelan yang lebih baik (Gardnere, Snell, & Lawrence,1998 dalam Wong, et al., 2009). 2.1.4 Adaptasi Bayi Prematur Terhadap Lingkungan Ekstrauterin Bayi yang baru dilahirkan akan mengalami perubahan lingkungan yang sangat cepat, dari kondisi dalam uterus ibu kepada lingkungan ekstrauterin ibu. Perubahan ini tentunya akan mendorong bayi melakukan adaptasi secara cepat pula pada seluruh sistem tubuhnya. Berikut ini akan diuraikan tentang mekanisme adaptasi sistem tubuh bayi prematur terhadap lingkungan eksternal.
(1) Sistem Respirasi Menurut Bradford (2000), perubahan fisiologis yang paling kritis pada bayi prematur dan harus segera dilakukan adalah proses bernafas.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
11
Proses bernafas dapat dirangsang oleh beberapa faktor diantaranya faktor kimiawi dan suhu. Faktor kimiawi seperti oksigen yang rendah, karbondioksida yang tinggi, dan pH darah yang rendah. Faktor suhu primer adalah suhu dingin mendadak pada bayi saat keluar dari lingkungan hangat pada rahim ibu.
Proses respirasi juga dipengaruhi oleh cairan surfaktan yang ada di dalam paru. Cairan surfaktan yaitu suatu senyawa fosfolipid yang dihasilkan oleh epitel alveoli yang melapisi permukaan alveoli yang berfungsi untuk mengurangi tegangan permukaan cairan yang melapisi alveoli dan jalan nafas yang membantu proses pengembangan paru saat inspirasi dan mencegah kolapsnya alveoli saat ekspirasi (MacGregor, 2008).
Pembentukan cairan surfaktan pada bayi prematur belum sempurna, begitupun alveoli belum berkembang sempurna, hal ini menyebabkan kondisi paru menjadi tidak berkembang dan mudah kolaps. Kondisi ini menyebabkan bayi prematur berisiko mengalami distress pernafasan dan tentunya akan mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh lainnya seperti HMD (Hyalin Membran Disease).
(2) Sistem Kardiovaskuler Menurut MacGregor (2008) jumlah volume darah pada bayi aterm adalah 85 ml/kg yang diproduksi melalui sumsum tulang. Sel darah merah ini mengandung asam amino, vitamin B12 dan B6 serta asam folat. Nilai Hb untuk bayi baru lahir yaitu 14,5 – 21,5 gr/dl.
Masih menurut MacGregor (2008) kerja jantung pada bayi baru lahir didominasi oleh ventrikel kanan, hal ini mengakibatkan dinding ventrikel kanan lebih tebal, tetapi seiring dengan menurunnya tegangan permukaan paru, maka akan mengubah sirkulasi bayi dan akibatnya dinding ventrikel kanan akan lebih tipis.
Kontraktilitas otot-otot
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
12
jantung
meningkat
seiring
dengan
meningkatnya
kebutuhan
metabolisme dalam tubuh, diikuti peningkatkan pembuluh darah jantung. Bayi prematur mempunyai kemampuan kontraktilitas otototot jantung yang lebih tinggi dibandingkan dengan bayi aterm. Kontraktilitas jantung merupakan bentuk cardiac output yang menghasilkan frekuensi nadi lebih cepat jika cardiac output meningkat.
(3) Termoregulasi Termoregulasi
merupakan
pengaturan
suhu
tubuh
yang
menyeimbangkan antara produksi panas dengan hilangnya panas (Aylott, 2006). Perubahan suhu lingkungan yang dialami neonatus amat drastis, mulai di dalam kandungan dimana suhu ibu sekitar 37 º C hingga berada di lingkungan luar rahim dengan suhu sekitar 21° -25 ºC bahkan bisa lebih dingin. Kondisi ini sering menjadi masalah besar karena mekanisme pertahanan suhu neonatus tidak seperti orang dewasa. Proses pemindahan panas pada neonatus dapat terjadi melalui beberapa cara yaitu: radiasi, evaporasi, konveksi dan konduksi
(Perinasia,
2003). Radiasi adalah kehilangan panas melalui pemancaran panas dari tubuh bayi ke lingkungan sekitar yang lebih dingin. Evaporasi merupakan proses kehilangan panas melalui proses penguapan dari tubuh yang basah, misalnya bayi yang mengompol dan tetap basah. Konveksi yaitu kehilangan panas melalui aliran udara. Hal ini terjadi karena bayi diletakkan dekat dengan jendela ataupun pintu yang terbuka. Konduksi dalah cara kehilangan panas melalui persinggungan dengan benda yang lebih dingin (Pratomo, 2003 dalam Perinasia, 2003). Konsekuensi yang terjadi apabila bayi mengalami
gangguan
termoregulasi yaitu hipotermi yang akan mengancam keselamatan bayi. Hal ini
dikarenakan
terjadi stress pada bayi sehingga
menimbulkan bahaya tambahan bagi neonatus yaitu hipoksia, asidosis
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
13
metabolik dan hipoglikemia (Wong, et al., 2009). Hipotermia adalah penurunan suhu tubuh bayi dibawah suhu normal yaitu kurang dari 36.5⁰ C pada bayi aterm (Sherman, Greenspan, Touch, et. al, 2006). Hipotermia pada bayi prematur terjadi jika suhu tubuh kurang dari suhu normal bayi
prematur yaitu sekitar 36,5 – 37°
(Sherman,
Greenspan, Touch, et. al, 2006). Tanda-tanda bayi yang mengalami hipotermi adalah kaki teraba dingin, letargi, menangis lemah, kemampuan menghisap rendah, kulit pucat, sianosis, takipnea dan takikardi. Masalah lain dalam termoregulasi pada bayi prematur yaitu hipertermi yang cukup mengancam
keberlangsungan hidup bayi prematur.
Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh bayi diatas suhu normal yaitu lebih dari 37.5⁰C (Sherman,
et. al, 2006). Tanda-tanda
hipertermi seperti kulit hangat terlihat kemerahan pada awalnya namun kemudian pucat, berkeringat, bayi rewel, terdapat tanda-tanda dehidrasi (ubun-ubun cekung, elastisitas menurun, membran mukosa kering, malas minum), frekuensi nafas lebih dari 60 kali per menit, denyut jantung lebih dari 160 kali per menit, letargi (Tjipta, et. al. 2008). Hipertermi akan meningkatkan konsumsi oksigen dan metabolisme dalam tubuh yang berdampak pada kerusakan otak sehingga dapat menyebabkan kecacatan ataupun kematian. Kondisi demam akan menurunkan saturasi oksigen.
(4) Sistem Gastrointestinal Menurut Wong, et al, (2009) pada bayi prematur beberapa enzim pencernaan seperti amylase pancreas masih sangat kurang, hal ini akan menyebabkan absorpsi lemak menjadi sangat terbatas, terutama saat ingesti makanan dengan kandungan asam lemak jenuh tinggi seperti susu sapi. Fungsi organ pencernaan mengalami immaturitas.
Kondisi
masih banyak
yang
ini akan berpengaruh terhadap
proses pencernaan sementara di sisi lain fungsi sistem pencernaan
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
14
dibutuhkan segera bagi keberlangsungan akan kebutuhan energi, nutrisi dan cairan. Oleh karenanya pemberian nutrisi yang tidak adekuat pada neonatus dapat menimbulkan masalah yang serius dan mengancam kehidupan bayi. Kebutuhan nutrisi yang tepat bergantung pada cadangan lemak, protein dan glikogen pada neonatus, kebutuhan ini dapat diukur dengan memperhatikan berat badan dan kondisi fisik neonatus.
(5) Hati Organ hati pada neonatus mempunyai kandungan hepatosit 20% lebih sedikit dari organ hati orang dewasa. Kondisi ini akan mempengaruhi fungsi sel hati. Pada neonatus organ hati belum mampu melakukan metabolisme tubuh secara sempurna, sebagai contoh adalah kurangnya enzim
glukoronil
transferase
yang
berperan
pada
peristiwa
pembentukan bilirubin tak terkonjugasi menjadi bilirubin terkonjugasi yang mengakibatkan masih tingginya kadar bilirubin tak terkonjugasi dalam darah. Peristiwa inilah yang memungkinkan neonatus rentan mengalami hiperbilirubinemiaemia (Wong, et.al, 2009).
Menurut MacGregor (2008) fungsi hati juga belum adekuat dalam membentuk protein plasma. Hal ini akan berpengaruh pada kurangnya konsentrasi protein plasma yang memungkinkan terjadinya edema yang biasanya terlihat begitu bayi baru lahir. Hal ini memungkinkan terjadinya penurunan berat badan pada neonatus dan bayi prematur di hari ke- 2 atau berikutnya. Pemantauan berat badan pada bayi prematur sangat penting mengingat adanya penurunan berat badan akibat kondisi tersebut diatas. Cadangan glikogen pada bayi prematur sangat sedikit dan berisiko untuk terjadinya hipoglikemia pada kehidupan berikutnya. Namun kondisi ini dapat dicegah dengan pemberian makanan yang efektif terutama ASI (Wong, et al., 2009).
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
15
Masih menurut Wong, et al, (2009) dikatakan bahwa regurgitasi pada bayi prematur relatif sering terjadi, hal ini disebabkan karena adanya pergerakan usus yang sangat cepat diikuti dengan gelombang nonperistaltik di sepanjang esophagus yang bernama migrating motor complex (MMC) yang akan mendorong nutrien ke depan, tekanan sfingter esophagus yang rendah, relaksasi sfingter esophagus yang tidak memadai dan pengosongan lambung yang relatif lama. (6) Metabolisme Pada kehidupan intrauterine bayi tidak mengeluarkan banyak energi untuk memenuhi kebutuhan fisiologisnya karena bergantung penuh pada plasenta. Setelah lahir neonatus membutuhkan periode transisi dari ketergantungan kepada ibu terhadap kemandiriannya, karenanya cadangan berupa glikogen dan lipid sangat diperlukan pada minggu pertama
kehidupan.
Pada
awal
kehidupan
terjadi
stimulasi
pembentukan jaringan lemak coklat dan sintesis hormon triiodotironin yang sangat penting bagi produksi panas (thermoregulator). Metabolisme karbohidrat pada neonatus sangat dipengaruhi oleh kadar glukosa yang bertindak sebagai substrat utama pada metabolisme ini. Pada lingkungan intrauterin, kadar glukosa sangat dipengaruhi oleh asupan nutrisi ibu, maka ketika neonatus lahir terjadi ketidakmampuan untuk membentuk glukosa. Oleh
karena itu, kadar glukosa akan
menurun pada 2–5 jam kehidupan pertama dan selanjutnya akan meningkat seiring dengan kemampuan adaptasi neonatus yang meningkat hingga kira-kira mencapai level 3.6 mmol/L (Aylott, 2006). Kadar glukosa neonatus diperkirakan sekitar 70% dari kadar glukosa serum ibu (Cornblath & Ichord, 2000 dalam Aylott, 2006). Menurut Aylott (2006) neonatus melakukan kompensasi untuk mengatasi penurunan kadar glukosa dengan cara melakukan proses glukoneogenesis, yaitu pembentukan glukosa dari selain karbohidrat. Kondisi inilah yang memungkinkan otak bayi tidak terpengaruh dengan kondisi penurunan kadar glukosa tersebut di atas. Hal lain
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
16
yang merupakan kompensasi tubuh neonatus terhadap penurunan glukosa adalah menurunkan produksi insulin dan secara simultan meningkatkan kadar glukagon, epinefrin, growth hormone dan sekresi kortisol. Proses glikolisis merupakan salah satu kompensasi yang lain untuk menghasilkan glukosa dan adenosine tri phosphate (ATP)
selama
kondisi hipoglikemia. Namun proses ini meninggalkan substrat hasil reaksi yaitu zat keton, asam laktat dan gliserol (Ward & Deshpande, 2005 dalam Aylott, 2006). Zat keton ini merupakan zat yang berbahaya bagi tubuh yang dapat menyebabkan terjadinya asidosis metabolik pada neonatus. Bayi prematur sangat rentan mengalami hipoglikemi disebabkan karena mekanisme kontrol glukosa yang masih immatur. Kondisi ini menjadi penyebab ketergantungan pemberian
glukosa dari luar,
karenanya pemberian dekstrose melalui intravena merupakan suatu kebutuhan pada bayi prematur (Cornblath & Ichord, et al, 2000 dalam Aylott, 2006). Metabolisme protein pada neonatus ditujukan untuk mencerna protein yang terkandung dalam susu menjadi bentuk asam amino dan oligopeptida.
Pada proses ini membutuhkan enzim protease yang
diproduksi oleh
dinding-dinding lambung, karena immaturitas
neonatus maka produksi enzim ini masih sedikit sehingga pada periode awal kadar asam amino akan menurun (MacGregor, 2008).
(7) Sistem Hematopoetik Menurut Wong, et.al, (2009) volume darah bayi tergantung pada jumlah pengiriman darah plasenta. Volume darah bayi aterm sebanyak 80–85 ml/kg berat badan. Segera setelah lahir volume darah total sekitar 300 ml, tetapi bergantung pada berapa lama bayi melekat pada plasenta.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
17
Darah bayi baru lahir mengandung sekitar 80% hemoglobin janin (yang membawa kapasitas pembawa oksigen yang tinggi) dan mempunyai rentang hidup yang lebih pendek dan hampir menghilang pada minggu ke-20 setelah lahir. Tindakan penjepitan tali pusat yang terlambat menyebabkan hemoglobin, hematokrit dan hitung sel darah merah meningkat. Pada pemecahan normal sel darah merah ini, sering terdapat akumulasi bilirubin (tidak terkonjugasi) dalam darah neonatus sehingga menyebabkan keadaan jaundice fisiologis. (Wong, et.al, 2009). (8) Sistem Neurologi Fungsi sensoris sudah berkembang sejak neonatus lahir seperti rangsang suara (mendengar), rasa dan penglihatan walau belum secara utuh melihat objek di sekitarnya. Sementara fungsi motorik mulai berkembang seiring dengan proses mielinasi pada saraf pusat dan perifer. Menurut MacGregor (2008) perkembangan jumlah neuron akan terus berkembang hingga usia 3 tahun seiring dengan perkembangan sel otaknya. Hal ini disebabkan karena perkembangan sel neuroglia yang belum berkembang sempurna. Perkembangan neuron ini bergantung pula terhadap stimulus dari lingkungan yang didapat oleh neonatus melalui observasi dan persepsi. Refleks merupakan kegiatan terbesar dari sistem saraf yang terjadi pada neonatus. Refleks yang terjadi yaitu refleks primitif yang akan menghilang seiring dengan bertambahnya usia bayi (Wong, et al., 2009).
Refleks pada neonatus yaitu
refleks moro, menghisap,
menelan, berjalan, tonic neck, menggenggam, babinski dan sebagainya dimana refleks ini sebagian akan hilang pada 6-9 bulan kelahirannya. Mielinisasi sistem saraf mengikuti hukum perkembangan sefalokaudal proksimodistal (kepala ke jari kaki–pusat ke perifer) dan berhubungan erat dengan kemampuan motorik kasar dan halus yang tampak. Mielin diperlukan untuk mempercepat proses transmisi pada impuls saraf di
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
18
sepanjang jalur neural. Traktus yang mengalami mielinisasi paling awal adalah traktus sensoris, serebral dan ekstrapiramidal. Saraf ini menyebabkan penginderaan tajam untuk pengecap, pembau, dan pendengaran pada bayi baru lahir. Saraf kranial yang belum mengalami mielenisasi pada neonatus adalah saraf optikus dan olfaktorius (Wong, et.al 2009). (9) Sistem Imunologi Pada kehidupan intrauterine neonatus berada pada lingkungan yang steril namun ketika lahir neonatus akan berhadapan dengan berbagai macam patogen yang ada di lingkungan sekitarnya. Kondisi ini akan mengakibatkan neonatus sangat rentan terhadap infeksi ataupun adanya reaksi alergi karena sistem imun pada neonatus masih belum matang.
Menurut MacGregor (2008) dikatakan bahwa terdapat tiga pertahanan imunitas tubuh neonatus, yang meliputi pertahanan garis pertama adalah kulit dan membran mukosa yang yang melindungi tubuh dari invasi organisme. Pertahanan garis kedua adalah elemen seluler dari sistem imunologis, yang menghasilkan beberapa tipe sel yang mampu menyerang organisme, seperti neutrofil, eosinofil, monosit, dan limfosit. Sedangkan pertahanan garis
ketiga adalah pembentukan
antibodi spesifik terhadap antigen. Selama 3 bulan pertama kehidupannya, neonatus dilindungi oleh kekebalan pasif yang diterimanya dari ibu berupa immunoglobulin G (Ig G). Namun neonatus masih sangat rentan terhadap penyebaran mikroorganisme, karenanya septikemia sering terjadi pada neonatus. Immunoglobulin M (Ig M) mempunyai berat molekul yang lebih besar dan oleh karena itu tidak mampu melintasi sawar dari ibu ke janin melalui plasenta. Ig M akan dibentuk neonatus segera setelah lahir, namun Ig M juga dapat ditemukan pada darah tali pusat jika ibu
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
19
terkena infeksi selama kehamilan dan janin akan terpengaruh kondisi ini (Wong, et al., 2009).
Immunglobulin A (Ig A) tidak mampu melintas melalui plasenta bayi dan hanya dibentuk pada saat bayi lahir.
Antibodi ini banyak
ditemukan dalam aliran darah terutama pada sekresi
saluran
pernafasan dan pencernaan. Fungsi sekresi ini aktif melawan beberapa virus seperti poliomyelitis ataupun beberapa esccheria colli.
(10) Sistem Perkemihan Pada awal-awal kelahiran, neonatus mengalami defisiensi dalam kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasi urin dan mengatasi kekurangan cairan dan elektrolit, misalnya saat dehidrasi atau beban larutan dengan konsentrasi yang lebih pekat.
Volume total urin per 24 jam sekitar 200–300 ml pada akhir minggu pertama kehidupan. Akan tetapi, saat kandung kemih teregang, akan terjadi pengosongan kandung kemih secara volunteer sampai volumenya 15 ml, sehingga menyebabkan 20 kali buang air kecil per hari. Buang air kecil pada 24 jam pertama urin tidak berwarna dan tidak berbau dengan berat jenis sekitar 1.020 (Wong, et al., 2009).
(11) Sistem Muskuloskeletal Sistem skeletal neonatus mengandung lebih banyak kartilago dan tulang osifikasi. Pada bayi aterm sistem muskular relatif sudah terbentuk sempurna saat lahir, namun bayi prematur belum terbentuk sempurna, karenanya posisi pada bayi prematur cenderung ekstensi, hal ini disebabkan karena imaturitas pada muskular (Wong, et al, 2009). Kecenderungan posisi ekstensi tentunya akan meningkatkan metabolisme dalam tubuh, sementara posisi yang terbaik adalah posisi yang dapat menurunkan kebutuhan energi seperti posisi fleksi.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
20
2. 1.5 Stress pada Bayi Prematur Menurut Wong, et. al (2009) neonatus khususnya prematur sangat sensitif terhadap rangsang-rangsang yang dapat menimbulkan stress. Seperti halnya orang dewasa yang juga mengalami stress, namun bayi prematur sangat defisien dalam hal kapasitas untuk mengatasi dan beradaptasi dengan stress lingkungan. Hal ini disebabkan karena immaturitas sistem syaraf dan kurang stabilnya fisiologis bayi, minimnya kemampuan untuk mengatasi stress, oleh karena itu rangsang lingkungan yang menimbulkan stress pada bayi akan mempengaruhi fungsi tubuh, mempengaruhi fungsi hipotalamus, sehingga akan berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan, produksi panas, dan mekanisme neurologis.
Penyebab stress dapat disebabkan karena adanya berbagai perubahan drastis yang menjadi ancaman bagi bayi prematur seperti kondisi suhu udara, sinar yang terang, kebisingan lingkungan yang sangat berbeda dengan
kondisi
intrauterine
atau
rangsang-rangsang
lain
yang
menimbulkan nyeri (Wong, et. al, 2009). Menurut Tjipta (2008) tingkat kebisingan disebabkan karena suara-suara yang ditimbulkan dari peralatan di ruang NICU, menutup pintu inkubator atau pintu ruangan, berbicara keras-keras, suara radio, dan lain-lain. Tanda-tanda stress atau keletihan pada neonatus diantaranya adalah: stress autonomik, perubahan keadaan umum dan perubahan tingkah laku. Tandatanda stress autonomik
diantaranya adalah
perubahan warna (pucat,
berbecak, sianosis), tremor, terkejut, denyut jantung cepat regular, terdapat jeda respirasi, gasping dan takipneu. Tanda perubahan keadaan umum diantaranya adalah gerakan menolak, keadaan pasif atau tidur, menangis dan kebingungan, mata berkaca-kaca atau mengernyit tegang dan iritabilitas. Adapun tanda-tanda perubahan tingkah laku diantaranya hipertonisitas, hiperekstensi tungkai, lengan dan batang tubuh, jari-jari mekar lumpuh lengan dan tungkai, cegukan, bersin, meludah, meringis, mengejan saat akan defekasi, tegang difus dan aktivitas ketakutan difus (Wong, et. al, 2009).
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
21
Stress pada bayi prematur akan meningkatkan metabolisme dalam tubuh sehingga
membutuhkan
lebih
banyak
konsumsi
oksigen
untuk
menstabilkan fungsi fisiologis tubuh. Peningkatan konsumsi oksigen ini akan menyebabkan risiko terjadinya distress pernafasan, asidosis dan hipoksia (Sherman, et al, 2006). 2. 2 Fisiologis Bayi Prematur 2.2.1 Saturasi Oksigen pada Neonatus Pengukuran oksigen pada neonatus memberikan informasi yang penting pada perawatan neonatal dan merupakan hal yang vital dalam pengukuran kondisi fisiologis neonatus. Saturasi oksigen adalah rasio antara jumlah oksigen aktual yang terikat oleh hemoglobin terhadap kemampuan total Hb darah mengikat O2 (Djojodibroto, 2007). Saturasi oksigen
merupakan
presentase haemoglobin yang terdapat dalam darah. Saturasi oksigen hemoglobin (SaO2) adalah presentase hemoglobin (Hb) yang mengalami saturasi oleh oksigen yang mencerminkan tekanan oksigen (PaO2) arteri darah yang digunakan untuk mengevaluasi status pernafasan, terapi oksigen dan intervensi lainnya seperti suction, olah raga, dan fisioterapi (Brooker, 2005). Dari beberapa pengertian tadi, maka dapat disimpulkan bahwa saturasi oksigen adalah perbandingan kemampuan oksigen untuk berikatan dengan hemoglobin dan dibandingkan dengan jumlah total keseluruhan jumlah darah.
Pengukuran SaO2 dilakukan dengan menggunakan oksimetri denyut (pulse oximetry) yaitu alat dengan prosedur non invasif yang dapat dipasang pada cuping telinga, jari tangan ataupun hidung. Pada alat ini akan terdeteksi secara kontinu status SaO2 dan frekuensi nadi. Alat ini sangat sederhana, akurat, tidak mempunyai efek samping dan tidak membutuhkan kalibrasi. Pulse oximetry bekerja dengan cara mengukur saturasi oksigen dan frekuensi nadi melalui transmisi cahaya infrared melalui aliran darah arteri pada lokasi dimana alat ini diletakkan. Adapun nilai kisaran SaO2 normal pada bayi prematur dipertahankan pada kisaran 90–92 % (Merenstein &
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
22
Gardner, 2002). Meskipun bermanfaat, namun pulse oximetry ini mempunyai keterbatasan yaitu ketidakmampuan mendeteksi perubahan dalam kadar karbondioksida (CO2) Brooker, 2005).
(Bateman & Loach, 1998 dalam
Menurut Brooker (2005) ketidakakuratan ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah: (1) Suhu tubuh Suhu tubuh bayi yang meningkat akan menyebabkan metabolisme dalam tubuh juga akan meningkat. Peningkatan metabolisme membutuhkan jumlah kadar oksigen yang juga akan meningkat, karenanya suhu tubuh khususnya jika bayi prematur
mengalami demam akan menurunkan
saturasi oksigennya (MacGregor, 2008). (2) Anemia Anemia adalah nilai sel darah merah dan zat besi yang menurun dimana salah satu penyebabnya karena berat badan yang rendah (Cloherty, Eichenwald, Stark, 2008). Indikator terjadinya anemia dapat diperlihatkan dari hasil hemoglobin (Hb). Kategori anemia pada bayi aterm yaitu apabila nilai Hb sekitar 15-20 gr/dl, sedangkan anemia pada bayi prematur apabila nilai Hb kurang dari 13 gr/dl (Ledewig, 1998). Anemia berpengaruh terhadap kadar saturasi oksigen disebabkan karena jumlah Hb yang menurun akan memungkinkan kemampuan tubuh untuk mengikat oksigen juga menurun, karenanya ikatan Hboksi juga menurun dan hal ini akan membuat nilai saturasi oksigen menjadi menurun.
(3) Hiperbilirubinemia Hiperbilirubinemia menunjukkan tingginya kadar bilirubin terakumulasi dalam darah dan ditandai dengan jaundice atau ikterus. Penyebab hiperbilirubinemia adalah perkembangan bayi (aterm atau prematur), berhubungan dengan pemberian ASI, produksi bilirubin berlebihan, gangguan kapasitas hati untuk mensekresi bilirubin tak terkonjugasi, hipotirodisme, galaktosemia, bayi dari ibu dengan diabetes mellitus (Wong, et al 2009).
Hiperbilirubinemia dikategorikan menjadi dua
macam, yaitu:
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
23
(a) Hiperbilirubinemia Fisiologis Terdapat dua fase pada hiperbilirubinemia fisiologis pada bayi aterm. Pada fase pertama kadar bilirubin bertahap naik sampai sekitar 6 mg/dl pada hari ketiga kehidupan, kemudian menurun sampai plato 23 mg/dl pada hari kelima. Kadar bilirubin tetap dalam keadaan plato pada fase kedua tanpa peningkatan atau penurunan sampai sekitar 12 hingga 14 hari, yang kadarnya menurun ke nilai normal kurang dari 11 mg/dl (Maisels, 1994; Volpe, 1995 dalam Wong, et al, 2009). Pada bayi prematur kadar bilirubin dapat meningkat sampai 10-12 mg/dl pada hari keempat dan kelima dan perlahan menurun selama kurun waktu 2–4 minggu (Blackburn, 1995; Gartner, 1994 dalam Wong, et al, 2009).
(b) Hiperbilirubinemia Patologis Hiperbilirubinemia yang bersifat patologis akan muncul dalam 24 jam kehidupan atau dapat juga karena menetapnya jaundice setelah 1 minggu pada bayi aterm dan 2 minggu pada bayi prematur, dengan kadar bilirubin serum total lebih dari 12 mg/dl, peningkatan bilirubin serum lebih dari 5 m/dl dalam sehari, nilai bilirubin direct lebih dari 1,5 mg/dl (Wong, et al. 2009). Jika kadar bilirubin meningkat, maka kemampuan Hb untuk mengikat oksigen juga akan menurun, hal ini akan menurunkan saturasi oksigen.
(4) Hipoksemia Hipoksemia merupakan kondisi turunnya konsentrasi oksigen dalam darah arteri dengan nilai PaO2 kurang dari 50 mmHg (Corwin, 2008). Masih menurut Corwin (2008) hipoksemia dapat terjadi karena penurunan oksigen di udara, hipoventilasi karena daya regang paru menurun (pada bayi prematur disebabkan karena cairan surfaktan belum berfungsi), hipoperfusi atau penurunan aliran darah ke alveolus, dan destruksi alveolus kapiler. Kondisi hipoksemia akan menurunkan nilai saturasi oksigen.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
24
2.2.2 Frekuensi Nadi pada Neonatus Nadi merupakan indikator kerja jantung. Jika terjadi masalah pada kerja jantung, maka dapat diketahui dari frekuensi nadi. Nadi adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan frekuensi irama dan volume detak jantung yang dapat dikaji pada lokasi sentral atau perifer. Nadi adalah pelebaran dan recoil arteri elastik berirama pada saat ventrikel kiri memompakan darah ke dalam sirkulasi (Jamieson, et.al, 1997 dalam Johnson, 2001). Pengertian lain dari nadi merupakan gelombang darah yang dihasilkan oleh kontraksi ventrikel kiri jantung. Gelombang nadi menunjukkan volume darah yang dikeluarkan pada tiap kontraksi jantung dan komplians arteri. Komplians arteri merupakan kemampuan arteri untuk berkontraksi atau melebar
(Berman, Snyder, & Kozier, 2003).
Dengan demikian, nadi merupakan gambaran kerja jantung saat jantung memompakan darahnya keseluruh tubuh dan dapat di ketahui pada daerah perifer
tubuh
baik
berupa
kekuatannya,
keteraturannya
ataupun
volumenya. Pengkajian nadi meliputi frekuensi, volume dan keteraturan. Nadi yang lemah atau kuat, cepat atau penuh semuanya mengindikasikan perubahan dalam jumlah darah yang dipompakan. Nadi yang tidak teratur menggambarkan ketidakteraturan kerja jantung. Pengkajian nadi dapat dilakukan pada beberapa tempat di daerah perifer (tepatnya arteri). Pengkajian pada neonatus dilakukan pada arteri bronchial, apeks, pangkal tali pusat yang merupakan indikator frekuensi jantung yang reliabel pada saat bayi dilahirkan, dan brakialis (Johnson & Taylor, 2001). Beberapa lokasi pengkajian nadi menurut Berman, Snyder & Kozier (2003) yaitu : (1) Arteri radialis: merupakan tempat yang mudah diakses untuk dilakukan pengkajian. (2) Temporalis: menjadi tempat pilihan manakala arteri radialis tidak mudah untuk diakses. (3) Karotis: biasanya sangat sering dilakukan pada anak dan bayi.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
25
(4) Apical: juga dilakukan pada bayi dan anak. (5) Brakialis: sering dilakukan seiring dengan pengukuran tekanan darah. (6) Femoralis: dilakukan pada anak-anak dan bayi untuk mengetahui sirkulasi ke tungkai. (7) Poplitea: mengetahui sirkuasi ke tungkai bawah (8) Tibial posterior: untuk menentukan sirkulasi ke kaki (9) Pedal: untuk menentukan sirkulasi ke kaki. Nilai normal frekuensi nadi dipengaruhi banyak faktor, diantaranya adalah usia, jenis kelamin, aktivitas, demam/sakit, status cairan, posisi, dan pengaruh obat-obatan. Nilai normal frekuensi nadi pada neonatus adalah 120–160 kali/menit (Merenstein & Gardner, 2002). Berikut ini merupakan jumlah rata-rata frekuensi nadi berdasarkan usia anak. Table 2.1 Rata- rata Frekuensi Nadi Bayi dan Balita Usia
Frekuensi nadi rata-rata (kali/menit)
1 bulan
145
6 bulan
120
12 bulan
115
5 tahun
95
(Sumber : Halazinski, 1992 dalam MacGregor, 2008) Tabel di atas merupakan jumlah frekuensi nadi bayi atau anak dalam kondisi sehat. Frekuensi nadi sangat dipengaruhi oleh aktivitas fisik dan situasi lain yang dapat menyebabkan metabolisme tubuh meningkat seperti peningkatan suhu tubuh dan kecemasan atau stress (MacGregor, 2008).
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
26
2. 3 Developmental Care pada Perawatan Bayi Prematur 2.3.1 Pengertian Developmental Care Developmental care adalah konsep pengembangan perawatan neonatus yang dapat meningkatkan eksplorasi tumbuh kembang pada neonatus (Kenner & McGrath, 2004). Bayi prematur yang berada pada lingkungan perawatan NICU tentunya akan terpapar dengan lingkungan abnormal yang tidak selalu memberikan dukungan dan perlindungan seperti halnya ketika berada dalam rahim ibu. Pada lingkungan NICU bayi terpapar dengan stimulus yang menyakitkan seperti tindakan invasif, suara yang bising, cahaya yang menyilaukan, suhu ruangan yang dingin, dan alat-alat yang berhubungan dengan bayi setiap hari sehingga mengganggu proses perkembangan bayi.
Bayi prematur memerlukan waktu istirahat
(tidur) yang cukup lama.
Stimulasi yang terus menerus harus dihindari, sehingga akan meningkatkan stabilitas fisiologis pada tubuhnya (Long, Philip, et. al dalam Brademayer, et al, 2008). Konsep perawatan NICU terkini adalah menciptakan lingkungan yang mendukung proses perkembangan bayi (developmentally supportive care). Adapun metode yang dikembangkan adalah Neonatal Individualized Developmental Care and Assessment Program (NIDCAP) (Als, 1986 dalam Brademeyer, et. al, 2008) yaitu suatu kerangka kerja dan metode untuk memberikan stabilisasi, dukungan, dan interaksi dengan bayi prematur baik yang dilakukan tenaga professional ataupun keluarga sehingga dapat sesuai dengan kebutuhan bayi dan dapat meningkatkan proses tumbuh kembang bayi. NIDCAP yang dikembangkan oleh Dr. Heidelise Als merupakan program yang memberikan edukasi dan pelatihan khusus bagi para profesional yang bertanggung jawab terhadap perawatan bayi risiko tinggi. Program ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan sikap para professional untuk melakukan observasi dan pengkajian perkembangan pada bayi
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
27
beresiko tinggi. Salah satu bentuk metodologi observasi adalah: assessment of preterm infant behavior (APIB). Pengkajian yang dilakukan meliputi kemampuan sensitivitas bayi prematur
difokuskan dalam kemampuan
otonomi, motorik, dan atensi bayi prematur (Kenner, & Mc.Grath, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Brademeyer, et. al (2008) menggunakan beberapa intervensi untuk mendukung developmental care practice, di antaranya adalah: (1) Cue based care yaitu perawatan yang diberikan dalam rangka meminimalisir stress pada bayi dengan cara melakukan jadwal terstuktur saat melakukan tindakan invasif dan memberikan cukup waktu untuk proses penyembuhan (hilang rasa sakit). (2) Macro environment yaitu melakukan modifikasi lingkungan untuk mengurangi intensitas cahaya dan suara dengan cara menyalakan lampu hanya di malam hari, memberikan penutup inkubator, dan mengurangi suara gaduh di lingkungan. (3) Comfort environment yaitu menggunakan metode nonfarmakologik untuk memberikan ketenangan pada bayi yang mengalami stress dengan cara memberikan sukrosa per oral untuk mengurangi rasa nyeri atau memberikan analgesik rutin pada bayi yang menggunakan ventilator. (4) Developmental positioning yaitu memberikan posisi yang dapat memberikan
dukungan
secara
efektif
bagi
perkembangan
neuromuscular dan meningkatkan akitivitas hand to mouth bagi ketenangan bayi prematur. Hal ini dilakukan dengan cara melakukan rotasi posisi yang tepat seperti prone dan memberikan nesting pada tempat tidur bayi. (5) Nonnutritive sucking yaitu mendukung kemampuan reflek sucking pada bayi prematur. (6) Skin to skin contact yaitu melakukan kontak fisik antara bayi dan orang tua untuk meningkatkan kedekatan secara emosional dan dapat meningkatkan proses menyusui.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
28
(7) Positive touch yaitu memberikan sentuhan untuk meningkatkan rasa nyaman setelah dilakukan beberapa tindakan. (8) Communication yaitu meningkatkan kemampuan interpersonal dalam melakukan komunikasi antara staf professional dan orangtua. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa intervensi ini dapat menurunkan lama rawat bayi, menurunkan rasa cemas pada orang tua, meningkatkan kepuasan orang tua, adanya hubungan yang signifikan antara dukungan yang diberikan perawat terhadap tingkat kepuasan keluarga, mampu meningkatkan percaya diri keluarga untuk merawat bayi prematur di rumah dan dapat menurunkan stress pada bayi prematur. Mengacu pada pemberian intervensi keperawatan yang mendukung perkembangan bayi (developmentally supportive care) diatas, maka peneliti akan menjelaskan lebih lanjut tentang sebagian intervensi yang telah dilakukan oleh Brademeyer, et. al (2008) yaitu pada peningkatan developmental positioning terutama tentang pemberian posisi prone dan penggunaan nesting. 2. 3. 2 Posisi Prone pada Bayi Prematur Posisi prone yaitu posisi bayi ketika lahir lutut fleksi di bawah abdomen dan posisi badan telungkup (Wong, et al., 2009). Pengertian tentang tehnik prosisi prone yang lain yaitu pasien diposisikan pada bagian perut, tulang belakang lurus, kaki merentang, lengan di tekuk dan diletakkan di sisi kepala (Hegner & Cadwel, 2003). Sementara itu pengertian posisi prone yang lainnya adalah posisi telungkup dimana lutut bayi ditekuk hingga ke dada, meletakkan lengan menutupi bagian lateral tubuh dan menempatkan bantalan di bawah tulang pinggul bayi (Fry, 1998 dalam May & Mahimesh, 2004). Menurut Hegner dan Cadwel (2003) posisi prone pada bayi merupakan prosisi yang sangat menghemat energi, karena posisi ini akan menurunkan kehilangan panas dibandingkan dengan posisi supine. Hal ini disebabkan karena pada posisi prone, kaki bayi fleksi sehingga menurunkan metabolisme tubuh akibatnya terjadi penurunan jumlah kehilangan panas.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
29
Penyebab lain juga dikarenakan pada posisi prone wajah bayi menyentuh selimut atau tempat tidur sehingga wajah bayi tidak terpapar dengan udara dan memungkinkan terjadinya penurunan kehilangan panas melalui proses radiasi. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan dan dapat dirangkum oleh penulis, maka dapat disimpulkan keuntungan dari posisi prone pada bayi, di antaranya adalah: (1) Posisi prone dapat meningkatkan kualitas tidur bayi dan dapat menurunkan stress pada bayi prematur yang menggunakan ventilator pada minggu-minggu pertama kelahirannya. Hal ini merupakan salah satu bentuk konservasi energi dan mendukung adaptasi bayi pada lingkungan ekstrauterin (Chang, Anderson, & Lin, 2002). Secara teoritis diketahui bahwa tidur merupakan periode emas bagi proses pertumbuhan dan perkembangan seorang bayi terutama
bayi
prematur. Pada bayi prematur hal ini tentu saja sangat penting sebagai salah
satu
bentuk konservasi energi bagi pertumbuhan dan
perkembangannya. (2) Posisi prone dapat meningkatkan efisiensi tidur bayi prematur dan mengurangi risiko terbangun bayi dari tidur dibandingkan dengan posisi supine (Bhat, et al, 2010). (3) Posisi prone dapat meningkatkan volume tidal paru, pengembangan paru, dan pernafasan menjadi lebih teratur (Maynard, Bignall, & Kitchen, 2000).
2. 3. 3 Nesting Nesting berasal dari kata nest yang artinya adalah sarang. Filosofi ini diambil dari sangkar burung yang dipersiapkan induk burung bagi anakanaknya yang baru lahir. Anak-anak burung diletakkan dalam sarang. Hal ini dimaksudkan agar anak burung
tidak jatuh dan induk mudah
mengawasinya sehingga posisi anak burung tetap tidak berubah.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
30
Nesting adalah suatu alat yang digunakan di ruang NICU yang diberikan pada bayi prematur atau BBLR yang terbuat dari bahan phlanyl dengan panjang sekitar 121 cm-132 cm yang dapat disesuaikan dengan panjang badan bayi yang bertujuan untuk meminimalkan pergerakan bayi (Priya & Bijlani, 2005). Menurut Priya dan Bijlani (2005), manfaat penggunaan nesting pada neonatus di antaranya adalah : (1) Memfasilitasi perkembangan neonatus (2) Memfasilitasi pola posisi hand to hand dan hand to mouth pada neonatus sehingga posisi fleksi tetap terjaga (3) Meminimalisasi kecacatan yang diakibatkan karena posisi yang tidak tepat (4) Mencegah komplikasi yang disebabkan karena pengaruh perubahan posisi akibat gaya gravitasi (5) Mendorong perkembangan normal neonatus (6) Dapat mengatur posisi neonatus (7) Mempercepat masa rawat neonatus Nesting merupakan salah bentuk intervensi keperawatan yang ditujukan untuk meminimalkan pergerakan pada neonatus sebagai salah satu bentuk konservasi energi. Neonatus yang diberikan nesting akan tetap pada posisi fleksi sehingga mirip dengan posisi seperti di dalam rahim ibu. 2. 4 Aplikasi Teori Keperawatan Konservasi Prinsip perawatan pada bayi prematur diantaranya adalah mendukung proses pertumbuhan dan perkembangan bayi. Proses tumbuh dan kembang pada bayi prematur memerlukan banyak energi karena masih banyak organ tubuhnya yang belum matang. Proses tumbuh kembang ini sangat efektif apabila bayi dalam kondisi tertidur lelap, karena pada saat tertidur lelap cadangan energi tidak digunakan oleh tubuh tetapi bermanfaat bagi pertumbuhan sel-sel tubuhnya.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
31
Posisi bayipun mempengaruhi banyaknya energi yang dikeluarkan oleh tubuh. Posisi terbaik bagi bayi prematur adalah melakukan posisi fleksi karena akan menurunkan metabolisme dalam tubuh. Penelitian ini memfaslitasi bayi dalam posisi fleksi, yaitu dengan memberikan nesting dan melakukan posisi prone. Intervensi keperawatan ini bertujuan untuk mempertahankan energi yang dikeluarkan oleh tubuh bayi. Model keperawatan yang sesuai dalam penelitian ini adalah konsep “konservasi” yang dikemukakan oleh Myra Esterin Levine. Tiga konsep utama dalam konsep konservasi
yaitu: (1) Wholeness, (2) adaptasi, (3)
konservasi (Tomey & Alligood, 2006). Wholeness (Holism) dikemukakan oleh Levine yang merupakan aplikasi dari teori Wholeness milik Erikson (1964, 1968, dalam Tomey & Alligood, 2006). Erikson menggambarkan bahwa holisme merupakan suatu sistem yang terbuka yang menekankan pada mutualisme antara fungsi-fungsi dari bagian tubuh yang mempunyai batas-batas
yang terbuka dan sangat
fleksibel. Levine meyakini bahwa wholisme atau integritas merupakan bagian dari individu yang menekankan bahwa manusia berespon dalam satu keutuhan pribadi terhadap perubahan yang terjadi pada lingkungan (Tomey & Alligood, 2006). Adaptasi adalah proses perubahan, dan konservasi adalah hasil dari adaptasi. Adaptasi adalah proses dimana pasien mempertahankan integritas dalam realitas lingkungan yang merupakan respon terhadap perubahan lingkungan yang merupakan konsekuensi
hasil interaksi antara individu dengan
lingkungan (Trench, Walllace & Coberg, 1987, Levine, 1966, 1989, dalam Tomey, & Alligood, 2006). Kesuksesan pencapaian integrasi sangat bergantung pada koping adaptasi individu (Levine, 1990 dalam Tomey & Alligood, 2006). Respon individu terhadap suatu kondisi sangat unik antara individu satu dengan yang lainnya baik secara fisiologis maupun psikologis. Adaptasi sifatnya sangat spesifik setiap sistem mempunyai respon yang spesifik, sebagai contoh, kekurangan asupan oksigen dapat dijelaskan dari kadar gula darah. Levine menggambarkan
bahwa adaptasi merupakan
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
32
kecocokan individu terhadap waktu dan ruang (Trench, Wallace, & Coberg, 1987 dalam Tomey, & Alligood, 2006). Konservasi di sisi lain, adalah hasil dari adaptasi. Konservasi adalah konsep universal, sesuai dengan aturan alam, "Konservasi bergantung pada sistem hidup yang berhubungan dengan integrasi seluruh sistem" (Levine, 1990, dalam Tomey, & Alligood, 2006). Melalui konservasi dapat digambarkan bahwa
individu mampu menghadapi hambatan, beradaptasi sesuai, dan
mempertahankan keunikannya. "Tujuan dari konservasi adalah kemampuan dan kekuatan untuk menghadapi masalah yang ada. Konservasi dan integritas merupakan suatu batasan yang selalu diperlukan oleh profesi keperawatan dalam situasi kapan saja " (Levine, 1973, dalam Tomey, & Alligood, 2006). Neonatus khususnya bayi prematur merupakan individu baru yang terlahir ke dunia
dengan struktur integritas tubuh yang holistik, dimana bayi
prematur akan melakukan proses adaptasi seluruh sistem tubuhnya terhadap perubahan lingkungan disekitarnya. Proses pertahanan diri menghadapi perubahan lingkungannya disebut sebagai proses adaptasi, jika adaptasi ini berhasil dilakukan oleh bayi prematur maka akan menghasilkan kondisi konservasi energi pada dirinya dan membuat dirinya mampu melakukan tugas-tugas perkembangan. Kemampuan adaptasi bayi prematur masih sangat lemah, karenanya diperlukan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak agar proses ini berjalan dengan baik. Bayi prematur yang dirawat di rumah sakit tentunya sangat bergantung pada tingkat perhatian perawat dan tenaga kesehatan lainnya dalam membantu bayi prematur keperawatan
yang
kreatif
dan
untuk beradaptasi. Intervensi
inovatif
dalam
mengembangkan
perawatannya akan sangat membantu kemampuan adaptasi bayi. Salah satu dari sekian banyak intervensi keperawatan adalah penggunaan nesting dan melakukan posisi prone pada bayi prematur.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
33
Nesting dan posisi prone merupakan sarana bagi bayi prematur untuk menurunkan tingkat metabolilsme selnya, dengan posisi ini diharapkan bayi tidak banyak mengeluarkan energi yang sebenarnya masih sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Nesting akan memposisikan bayi seperti dalam kondisi rahim ibu, sehingga kecil kemungkinan energi yang dikeluarkan
dibandingkan
bila
bayi
tidak
menggunakan
nesting.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
34
Penyebab bayi prematur: toksemia gravidarum, PE. kelainan uterus, tumor, ibu dgn infeksi, usia
Developmental care: posisi prone, nesting
Faktor lingkungan : suhu, suara, cahaya, sentuhan BAYI PREMATUR:
Adaptasi ekstrauterin : Sistem kardiovaskular, respirasi, termoregulasi, sistem pencernaan, hati, metabolisme, sistem hematopoetik, sist neurologi, imun,perkemihan, musculoskeletal.
Karakteristik : refelek menghisap kurang, lanugo banyak, kartilago lunak, lingkar kepala kurang dari normal, batas dahi dan rambut tidak jelas, kuku melewati jari, cenderung ekstensi
Stress pada bayi prematur
Konservasi energi
Energy structural meningkat Faktor yg mempengaruhi saturasi oksigen : suhu O2 cukup
Saturasi O2 stabil
Jantung stabil
Frekuensi nadi stabil
Skema 2.1 Kerangka Teori Penelitian (Sumber : Wong, et.al, 2009 ; Bredemeyer, 2008 ; Kenner & Mc.Grath, 2004; Tomey & Alligood, 2006; Djojodibroto, 2007; Johnson & Taylor, 2001; Hegner & Cadwel, 2003; Priya & Bijlani, 2005). Telah diolah kembali
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
Faktor yang mempen garuhi frekuensi nadi: suhu
35
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL
Bab ini terdiri atas kerangka konsep, hipotesis dan definisi operasional. Kerangka konsep akan membantu peneliti menghubungkan hasil penemuan dengan teori yang dikembangkan dan telah dibahas sebelumnya, sehingga akan mudah dipahami dan menjadi dasar bagi peneliti dalam melakukan penelitian ini.
3.1 Kerangka Konsep Kerangka konsep adalah struktur abstrak dan logis tentang pengertian yang menuntun pengembangan studi dan memungkinkan
peneliti untuk
menghubungkan penemuan dengan ilmu pengetahuan keperawatan (Burns, & Grove, 1996 dalam Hamid, 2008).
Skema 3. 1 Kerangka Konsep Penelitian
Variabel independent
Variabel dependent Saturasi oksigen dan frekuensi nadi
Penggunaan nesting dan posisi prone
Variabel confounding: Suhu tubuh bayi prematur
Pada skema dapat dijelaskan bahwa variabel independent dalam hal ini adalah penggunaan nesting dan posisi prone yang dilakukan pada bayi prematur akan mempengaruhi variabel dependent dalam hal ini adalah saturasi oksigen dan frekuensi nadi. Variabel confounding (dalam penelitian ini yang akan dilihat adalah suhu tubuh bayi prematur) juga dapat mempengaruhi variabel dependent yaitu saturasi oksigen dan frekuensi nadi.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
36
3. 2 Variabel Variabel merupakan merupakan karakteristik subjek penelitian yang berubah dari satu subjek ke subjek lainnya (Sastroamoro, 2006). Variabel terdiri atas: (1) variabel bebas (independent), yaitu bila bersama-sama dengan variabel lain, variabel lain tersebut akan berubah atau diduga secara bervariasi, (2) variabel terikat (dependent) adalah variabel yang berubah oleh sebab variabel bebas, (3) variabel perancu (confounding), yaitu variabel yang dapat mempengaruhi hasil dari variabel terikat. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah saturasi oksigen dan frekuensi nadi. Variabel bebas adalah penggunaan nesting dan posisi prone pada bayi prematur. Sementara variabel perancunya adalah suhu tubuh.
3. 3 Hipotesa Hipotesa merupakan jawaban sementara atas pertanyaan atau masalah penelitian atau penjelasan sementara yang menerangkan fenomena yang diamati atau suatu pernyataan tentang hubungan yang diharapkan terjadi antara dua variabel atau lebih yang memungkinkan untuk dibuktikan secara empirik atau perlu diuji kebenaran atas jawaban pertanyaan tersebut (Budiharto, 2006). Jenis-jenis hipotesa terdiri atas : 1. Hipotesa mayor atau disebut juga sebagai hipotesa. Hipotesa mayor pada penelitian ini adalah penggunaan nesting dan posisi prone efektif dalam mempertahankan saturasi oksigen dan frekuensi nadi yang normal pada bayi prematur. 2. Hipotesa minor atau disebut juga dengan subhipotesa. Hipotesa minor pada penelitian ini adalah: a. Terdapat perbedaan saturasi oksigen pada bayi prematur yang menggunakan nesting dan dilakukan posisi prone dibandingkan dengan bayi prematur yang tidak menggunakan nesting dan tidak dilakukan posisi prone.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
37
b. Terdapat perbedaan frekuensi nadi pada bayi prematur
yang
menggunakan nesting dan dilakukan posisi prone dibandingkan dengan bayi prematur yang tidak menggunakan nesting dan tidak dilakukan posisi prone. c. Terdapat hubungan antara suhu bayi terhadap saturasi oksigen dan frekuensi nadi pada bayi prematur yang menggunakan nesting dan dilakukan posisi prone.
3. 4 Definisi Operasional Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang dapat diamati (diukur) itulah yang merupakan kunci definisi operasional (Nursalam, 2008). Definisi operasional dirumuskan untuk kepentingan akurasi, komunikasi, dan replikasi. Dalam penelitian ini definisi operasional dijelaskan dalam tabel berikut : Table 3. 1 Definisi Operasional Variabel Penelitian
Variabel Variabel terikat 1. Saturasi oksigen
Definisi operasional
Cara mengukur
Hasil ukur
Skala
Kadar saturasi Menggunakan pulse Saturasi Rasio oksigen pada bayi oximetry yang oksigen prematur diletakkan di ujung dalam %. jari bayi, nilai dapat Rentang dilihat pada pada bayi monitor selama prematur dihubungkan 90-100% dengan arteri dimana lokasi alat ini diletakkan. Pengukuran dilakukan sebelum menggunakan nesting dan dilakukan posisi prone, dan setelah 20 menit dilakukan posisi prone dan penggunaan nesting
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
38
Variabel
2. Frekuensi nadi
Definisi operasional
Cara mengukur
Hasil ukur
Skala
Jumlah nadi dalam 1 Menggunakan pulse Rentang Rasio menit pada bayi oximetry yang frekuensi prematur diletakkan di ujung nadi adalah jari bayi, nilai dapat 115-165 kali dilihat pada per menit monitor selama dihubungkan dengan arteri dimana lokasi alat ini diletakkan. Pengukuran dilakukan sebelum menggunakan nesting dan dilakukan posisi prone, dan setelah 20 menit dilakukan posisi prone dan penggunaan nesting
Variabel bebas Nesting dan Nesting yaitu suatu Prone alat seperti sarang burung yang terbuat dari bahan phlanyl didalamnya menggunakan Dacron yang dapat dibentuk sesuai dengan ukuran panjang bayi, digunakan pada alas inkubator sebagai penyanggah posisi tidur bayi prematur yang ada Posisi prone atau tengkurap pada bayi prematur yang dilakukan selama 20 menit.
Alat ini diletakkan sebagai alas penyangga tidur bayi prematur, yang diletakkan pada inkubator sepanjang hari
0 = tidak Nominal menggunak an nesting dan prone 1= menggunak an nesting dan prone
Posisi ini dilakukan selama 20 menit, pemantauan dilakukan setelah 20 menit.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
39
Variabel
Definisi operasional
Variabel perancu 1. Suhu
Bayi prematur di ruang perinatologi dengan rentang suhu tubuh normal: 35,8 37º C
Cara mengukur
Hasil ukur
Skala
Menggunakan Angka interval thermometer digital antara 35,8 “L” yang 37⁰C diletakkan pada aksila selama kurang lebih 3 menit. Pengukuran dilakukan sebelum penggunaan nesting dan posisi prone dan setelah penggunaan nesting dan posisi prone selama 20 menit.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
40
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah quasi experiment.
Quasi
experiment merupakan penelitian yang mencari hubungan antara penyebab dan pengaruhnya diantara variabel bebas dengan variabel terikat. Penelitian quasi experiment keperawatan dimaksudkan untuk menentukan pengaruh intervensi keperawatan sebagai variabel independent terhadap patient outcome sebagai variabel dependent (Burns & Grove, 2009). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui variabel independent yaitu penggunaan nesting dan posisi prone sebagai bentuk intervensi keperawatan dan pengaruhnya terhadap variabel dependent yaitu saturasi oksigen dan frekuensi nadi.
Rancangan yang digunakan berdasarkan tujuan penelitian adalah pre and post with control test yaitu suatu penelitian yang melakukan suatu perlakuan dengan pengambilan nilai sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol dilakukan penilaian tanpa memberikan perlakuan (Polit & Hungler, 1999).
Penentuan sampel dalam penelitian diawali dari kelompok bayi prematur yang dirawat di ruang perinatologi RSUD Kota Bekasi yang menggunakan nesting dan dilakukan posisi prone (kelompok intervensi) dan bayi prematur yang dirawat di NICU RS Rawa Lumbu Bekasi sebagai kelompok yang tidak dilakukan intervensi (kelompok kontrol), kemudian diamati pengaruhnya terhadap saturasi oksigen dan frekuensi nadi. Tujuan rancangan ini adalah untuk melihat perbedaan saturasi oksigen dan frekuensi nadi pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
41
Rancangan penelitian ini secara ringkas dapat dilihat pada skema 4.1 di bawah ini.
O1
Kelompok Kontrol
Y
O2 sesudah
sebelum
Subyek penelitian O3 Kelompok intervensi
sebelum
X
O4
Intervensi
sesudah
Skema 4.1 Rancangan Penelitian Quasi Eksperimental dengan Pre-test-postest with control group
Keterangan : O1: pengukuran awal variabel dependen pada kelompok kontrol O2: Pengukuran ulang variabel dependen pada kelompok kontrol O3: Pengukuran awal variabel dependen pada kelompok intervensi O4: Pengukuran ulang variabel dependen pada kelompok intervensi X: Penggunaan nesting dan posisi prone Y: Waktu antara pengukuran pertama (sebelum) ke pengukuran kedua (sesudah) selama 20 menit
4.2 Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi Populasi adalah kumpulan individu dimana hasil suatu penelitian akan dilakukan generalisasi. Anggota populasi dimana pengukuran dilakukan disebut sebagai unit elementer atau elemen elementer dari populasi (Ariawan, 2002). Populasi dalam penelitian ini adalah
bayi baru lahir
(neonatus) yang dirawat di ruang perinatologi RSUD Kota Bekasi.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
42
4.2.2 Sampel Sampel pada kelompok intervensi yang dipilih adalah bayi prematur yang dirawat di RSUD Kota Bekasi ruang perinatologi yang menggunakan nesting dan dilakukan posisi prone. Sementara sampel pada kelompok kontrol adalah bayi prematur yang dirawat pada rumah sakit lain (dalam hal ini adalah RS Rawa Lumbu Bekasi) yang tidak menggunakan nesting dan tidak dilakukan posisi prone.
Perhitungan sampel menggunakan pre and post with control test. Menurut Ariawan
(2003)
perhitungan
sampel
penelitian
ini
adalah:
/
= =
pada
(
(
)
) (
(
)
) (
)
Data penelitian yang diambil berdasarkan penelitian sebelumnya yang mendekati tujuan penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Kusumaningrum (2009) hasil jumlah sampel sebelum intervensi adalah 18 dan sesudah intervensi 18, rata-rata saturasi oksigen sebelum intervensi yaitu 94,89% (standar deviasi 3,12) rata-rata saturasi sesudah intervensi berupa tindakan pronasi yaitu 97,22% (standar deviasi
2,26)
pada tingkat
kemaknaan 5% dan kekuatan uji 90% maka perhitungan jumlah sampel yang didapatkan adalah sebagai berikut: =
(18 − 1)3,12 + (18 − 1)2,26 (18 − 1) + (18 − 1)
= 7,421 Maka didapatkan hasil sebagai berikut:
=
, (
[ , ,
]
, ,
)
= 14, 35
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
43
Keterangan : = standar deviasi dari beda rata-rata, hasil perhitungan adalah 7,421 = jumlah sampel sebelum intervensi, yaitu sebesar 18 = jumlah sampel sesudah intervensi, yaitu sebesar 18 = rata-rata saturasi oksigen sebelum intervensi, yaitu sebesar 94,89 = rata-rata saturasi oksigen sesudah intervensi, yaitu sebesar 97,22 = standar deviasi saturasi oksigen sebelum intervensi, yaitu sebesar 3,12 = standar deviasi saturasi oksigen sesudah intervensi, yaitu sebesar 2,26
Hasil perhitungan diatas didapatkan bahwa jumlah sampel yang diperlukan sebanyak 15 bayi prematur, dan untuk mencegah terjadinya drop out maka perhitungan besar sampel ditambah 10% sehingga total menjadi 17 bayi prematur.
Tehnik pengambilan sampel adalah purposive sampling yaitu dimana peneliti mengambil sampel sesuai dengan kriteria penelitian yang telah ditetapkan. Tujuan purposive sampling bukan untuk menggeneralisasikan sampel yang merupakan representatif dari target populasi yang besar sebagaimana sesuai dengan karakteristik subjek yang dipertimbangkan sesuai dengan penelitian (Stommel & Wills, 2004). Adapun pengambilan sampel yang dilakukan peneliti pada kelompok intervensi dilakukan simultan dengan kelompok kontrol.
Kriteria sampel pada kelompok kontrol dan intervensi yaitu: (1) Kriteria inklusi yaitu kriteria penentuan subjek studi dengan jelas terhadap siapa keberhasilan atau kegagalan studi diberlakukan. Tujuan dari penentuan kriteria inklusi adalah menghindari pengumpulan subjek studi yang tidak sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan (Budiarto, 2006). Kriteria inklusi adalah: (a) Bayi prematur yang dirawat tanpa memperhatikan berat badan lahir. (b) Bayi prematur yang dirawat dalam inkubator.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
44
(c) Bayi prematur yang tidak dilakukan tindakan pembedahan. (d) Bayi prematur tanpa kelainan bawaan. (e) Orang tua bayi prematur yang dirawat di ruang perinatologi RSUD Kota Bekasi yang bersedia sebagai responden penelitian.
(2) Kriteria eksklusi merupakan kriteria yang memenuhi kriteria inklusi tetapi tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian (Budiharto, 2006). Dalam penelitian ini yang termasuk kriteria eksklusi pada kelompok kontrol dan intervensi adalah: (a) Bayi prematur dengan masalah paru dan fungsi pernafasan. (b) Bayi prematur dengan kerusakan sistem saraf.
4.3 Tempat Penelitian (1) Kelompok intervensi dilakukan di rumah sakit yang sudah menerapkan beberapa intervensi developmental care pada perawatan neonatus, dalam hal ini adalah ruang perinatologi RSUD Kota Bekasi. (2) Kelompok kontrol dilakukan di rumah sakit yang belum menerapkan intervensi developmental care pada perawatan neonatus, dalam hal ini adalah RS Rawa Lumbu Bekasi, RS Hermina Grand Wisata dan RSD Kabupaten Bekasi. 4.4 Waktu Penelitian Waktu penelitian mulai dari pembuatan proposal, pengambilan data dan pelaporan hasil penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Februari hingga Juli 2011
4.5 Etika Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, peneliti memegang teguh prinsip dalam etika penelitian, yaitu: (1) Beneficence Prinsip ini merupakan prinsip etika penelitian yang dimaksudkan agar penelitian ini memberikan perlindungan kepada subjek penelitian serta
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
45
tidak membahayakan. Dimensi prinsip ini adalah bebas dari bahaya, bebas dari eksploitasi, penelitian sebanding antara risiko dan manfaat (Burns & Grove, 2009). Dimensi bebas dari bahaya berarti peneliti harus melindungi subjek yang diteliti terhindar dari bahaya atau ketidaknyamanan fisik dan mental. Pada penelitian ini subjek penelitian (dalam hal ini bayi prematur) yang dirawat di dalam
inkubator akan diberikan nesting pada alas tempat
tidurnya dan akan dilakukan posisi prone yang tepat. Penggunaan nesting tidak membahayakan bayi prematur, justru memberikan rasa nyaman pada subjek penelitian. Posisi prone dilakukan selama 20 menit dengan pengawasan oleh peneliti. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, posisi prone telah diketahui banyak manfaat pada bayi prematur dalam hal meningkatkan kelelapan tidur dan peningkatan fungsi pernafasan. Namun posisi prone yang tidak tepat dapat mengakibatkan SIDS, karenanya dalam penelitian ini hal-hal yang dilakukan adalah melakukan pengawasan pada bayi prematur yang dilakukan posisi prone.
Dimensi bebas dari eksploitasi yaitu bahwa dalam penelitian ini subjek penelitian tidak dilakukan intervensi yang merugikan mereka, namun justru meningkatkan rasa nyaman bayi prematur dalam posisi tidur yang tepat.
Dimensi keseimbangan antara risiko dan manfaat dimaksudkan agar peneliti mampu menelaah keseimbangan antara manfaat dan risiko dalam penelitian. Pada penelitian ini peneliti telah menelaah dan memprediksi bahwa hasil studi memberikan manfaat yang banyak dan tidak ada unsur risiko bagi subjek penelitian.
(2) Prinsip Mendapatkan Keadilan Prinsip ini mengandung hak subjek untuk mendapatkan perlakukan yang adil dan hak mereka untuk mendapatkan keleluasan pribadi. Subjek
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
46
mendapatkan hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil dan sama, sebelum, selama dan setelah partisipasi mereka dalam penelitian. Hak subjek penelitian di kelompok intervensi jika dibandingkan dengan pasien lain yang tidak diikutkan dalam penelitian tetap sama, karena bayi yang tidak termasuk dalam penelitian inipun mendapatkan intervensi keperawatan yang sama yaitu penggunaan nesting dalam inkubatornya dan dilakukan prone secara periodik. Perlakuan pada subjek penelitian setelah penelitianpun tetap dilakukan intervensi keperawatan yang sama yaitu tetap menggunakan nesting dan inkubatornya dan dilakukan posisi prone.
Hak subjek penelitian di kelompok kontrol jika dibandingkan dengan pasien lain yang tidak diikutkan dalam penelitian tetap sama, dimana subjek penelitian dan pasien lain tidak menggunakan nesting dan tidak dilakukan perubahan posisi prone. (3) Prinsip Anonymity (hak untuk tidak menggunakan identitasnya) Subjek penelitian mempunyai hak untuk mengharapkan bahwa setiap data yang dikumpulkan selama masa penelitian akan disimpan dan dijaga kerahasiaannya yang dilakukan dengan cara tidak menggunakan identitasnya selama pengambilan data. Dalam penelitian ini instrumen penelitian hanya diberi kode saja untuk menghindari kehilangan data, namun identitas bayi tidak dicantumkan dalam lembar instrumen penelitian.
4.6 Alat Pengumpul Data Alat pengumpul data yaitu berupa lembar instrumen pengkajian tentang saturasi oksigen dan frekuensi nadi yang dirancang sendiri oleh peneliti. Lembar instrumen ini dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2. Lampiran 1 memuat lembaran instrumen yang akan diisi diawal saat bayi prematur akan dilakukan penelitian atau saat bayi baru masuk dan dirawat
di tempat
penelitian. Lampiran 2 merupakan instrumen yang akan diisi setelah bayi
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
47
dilakukan posisi prone selama 20 menit pada kelompok intervensi. Lampiran 1 dan 2 juga diisi pada kelompok kontrol. Pada lampiran 1 meliputi meliputi data tentang kode responden, usia gestasi, jenis kelamin, BB (gram), suhu tubuh, saturasi oksigen dan frekuensi nadi. Lampiran 1 dilakukan pada kelompok intervensi sebelum bayi menggunakan nesting dan dilakukan posisi prone. Pada lampiran 2 data yang ada meliputi hari, tanggal dan waktu, kode responden, suhu tubuh, dan status saturasi oksigen serta frekuensi nadi. Lampiran 2 ini diisi setelah bayi prematur menggunakan nesting dan di lakukan tindakan posisi prone. Lampiran 1 dan lampiran 2 juga dilakukan pada kelompok kontrol, dengan jarak waktu yang sama dengan kelompok intervensi yang sekitar 20 menit.
4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas Alat pengumpul data pada penelitian ini adalah: nesting, pulse oxymetri, dan termometer. Nesting yang digunakan sudah sesuai dengan ketentuan, dimana alat ini terbuat dari bahan phlanyl dengan bahan dacron sebagai isi bantalannya diameter dan panjang sudah sesuai ketentuan yaitu panjang sekitar 121–132 cm dengan diameter sekitar 5–7 cm.
Alat lainnya adalah pulse oxymetri , secara teori alat ini tidak perlu dilakukan kalibrasi karenanya sudah dapat digunakan langsung, hanya penempatan sensor harus tepat yaitu pada ujung jari, telinga, dan cuping hidung. Pada penelitian ini alat sensor diletakkan pada ujung jari.
Alat yang lain adalah thermometer. Pada penelitian ini digunakan thermometer digital “L” yang diletakkan pada axila. Prosedur yang dilakukan yaitu membersihkan ketiak bayi dengan tissue kemudian nyalakan thermometer hingga terdapat kata “low” setelah itu letakkan thermometer pada ketiak bayi. Biarkan hingga terdengar bunyi yang menandakan pengukuran telah selesai. Setelah selesai pengukuran maka thermometer dibersihkan dengan kasa yang diberi alkohol.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
48
4.8 Prosedur Pengumpulan Data Sebelum dilakukan pengumpulan data yang sesungguhnya, peneliti melakukan uji coba pada 2 bayi prematur yang sesuai dengan kriteria pada ruang perinatologi RSUD Kota Bekasi. Tujuan uji coba ini adalah memantau apakah intervensi yang akan dilakukan pada penelitian ini aman atau tidak, membawa risiko pada bayi atau tidak. Jika aman maka akan dilanjutkan pada pengambilan data untuk penelitian sebenarnya.
Tindakan yang dilakukan yaitu memberikan nesting dan melakukan posisi prone selama 20 menit. Dari hasil uji coba didapatkan bahwa bayi yang dilakukan nesting dan posisi prone relatif aman dan tidak ada masalah secara fisiologis, bahkan saturasi oksigen yang diamati oleh peneliti pada 2 bayi uji coba ini cenderung lebih baik.
Tahapan pengumpulan data dilakukan dengan cara: (1) Tahap perijinan: dilakukan setelah proposal disetujui pihak akademik, maka proses perijinan dilakukan dengan cara memberikan surat pengantar dari pihak akademik kepada institusi rumah sakit. (2) Tahap pengambilan data: pada tahap ini peneliti mengambil data pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol secara simultan, artinya jika pada saat yang bersamaan didapatkan bayi prematur sesuai dengan kriteria pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi, maka peneliti melakukan pengukuran secara bergantian. Adapun langkah-langkah yang dilakukan peneliti pada ruang perinatologi RSUD Kota Bekasi sebagai kelompok intervensi adalah sebagai berikut: a. Melakukan pengukuran saturasi oksigen dan frekuensi nadi sebelum bayi menggunakan nesting dan dilakukan posisi prone pada bayi yang baru masuk ke ruang perinatologi atau pada bayi prematur yang sudah dirawat di ruang perinatalogi dengan melepaskan nesting selama 20 menit. b. Catat hasil pengukuran saturasi oksigen dan frekuensi nadi pada lampiran 1.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
49
c. Meletakkan nesting sebagai alas tempat tidur bayi prematur. d. Lakukan posisi prone yang tepat selama 20 menit e. Setelah 20 menit kemudian
dilakukan pencatatan nilai saturasi
oksigen dan frekuensi nadi. f. Catat pada menit ke-20 saturasi oksigen dan frekuensi nadi pada lampiran 2. Sementara itu pada kelompok kontrol langkah-langkah yang dilakukan peneliti sebagai berikut: a. Mencatat pengukuran saturasi oksigen dan frekuensi nadi sebagai data awal dan dicantumkan pada lampiran 1. b. Tunggu selama 20 menit, kemudian lakukan pencatatan ulang tentang saturasi oksigen dan frekuensi nadi dan dicantumkan pada lampiran 2.
4.9 Analisis Data Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi:
1 Analisis Univariat Analisis univariat yaitu menjelaskan dan mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Nilai yang akan diukur yaitu (1) ukuran tengah yang meliputi mean, median dan modus, (2) nilai ukuran variasi yatu berupa range, jarak quartil, dan standar deviasi.
2. Analisis Bivariat Analisis bivariat yaitu melakukan analisis hubungan antara dua variabel yang ada dalam penelitian. Pada penelitian ini dilakukan analisis tentang perbedaan saturasi oksigen dan frekuensi nadi pada bayi prematur sebelum penggunaan nesting dan dilakukan posisi prone
dibandingkan dengan
sesudah penggunaan nesting dan dilakukan posisi prone. Penelitian ini juga membandingkan nilai saturasi oksigen dan frekuensi nadi pada kelompok intervensi berupa penggunaan nesting dan posisi prone dan kelompok kontrol tanpa menggunakan nesting dan posisi prone. Analisis
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
50
data pada penelitian ini mengunakan prinsip uji beda dua mean dengan pendekatan ujin dan distribusi t, maka dalam penelitian ini analisis bivariat menggunakan uji t dependent dan uji t independent.
Pada penelitian ini juga dianalisis tentang pengaruh suhu terhadap saturasi oksigen dan frekuensi nadi. Analisis data untuk tujuan ini mengunakan prinsip uji korelasi untuk mengetahui kekuatan hubungan dua variabel. Pada penelitian ini uji korelasi yang digunakan yaitu Pearson test yang menghubungkan variabel yang berjenis numerik. Adapun tabel analisa data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Analisa Data dan Uji Statistik Variabel I
Variabel II
Uji Statistik
Penggunaan nesting dan posisi prone pada kelompok kontrol dan intervensi Penggunaan nesting dan posisi prone pada kelompok kontrol dan intervensi Penggunaan nesting dan posisi prone pada kelompok intervensi Penggunaan nesting dan posisi prone pada kelompok intervensi Suhu tubuh pada kelompok kontrol dan intervensi
Saturasi oksigen
Uji t independen
Frekuensi nadi
Uji t independen
Saturasi nadi
Uji t dependen
Frekuensi nadi
Uji t dependen
Saturasi oksigen dan Uji korelasi (Pearson frekuensi nadi test)
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
51
BAB 5 HASIL PENELITIAN
Pada bab 5 ini diuraikan tentang hasil pengukuran yang dilakukan peneliti pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Hasil penelitian ini akan dirinci berdasarkan analisis univariat dan bivariat.
5.1 Karakteristik Responden Karakteristik masing-masing variabel yang diteliti yaitu usia gestasi, berat badan, jenis kelamin, berat badan, suhu tubuh, saturasi oksigen dan frekuensi nadi. Pengukuran ini dapat dilakukan dengan menggunakan uji univariat dari masing-masing kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Nilai yang diukur yaitu (1) ukuran tengah yang meliputi mean, median dan modus, yang bertujuan untuk menentukan normalitas suatu data. (2) nilai ukuran variasi yatu berupa standar deviasi untuk mengetahui variasi daya yang diukur melalui penyimpangan dari nilai-nilai pengamatan terhadap nilai mean. Pada bab ini dijelaskan juga
tentang
kesetaraan antara masing-masing
variabel pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi yang meliputi usia gestasi, berat badan, suhu tubuh bayi, saturasi oksigen dan frekuensi nadi.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
52
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia Gestasi, Berat Badan, Suhu Tubuh, dan Kesetaraan Responden Mei – Juni 2011 (n=30) Di RSUD Kota Bekasi Variabel Kelompok
Mean
Median
SD
Min-
95%CI
Max Usia
Kontrol
32,87
33
2,066
29-35
gestasi
p value
31,77-
0,272
34,01 Intervensi
32,3
33
2,957
26-36
30,5633,84
Berat
Kontrol
1893,3
2000
339,05 1200-
Badan
2500 Intervensi
Suhu
Kontrol
1853,3
36,76
1800
36,8
461,16 1000-
0,106
Tubuh Intervensi
36,55
36,5
0,334
1705,6-
0,000
2081,1 1598,0-
2700
2108,7
36,6-
36,7-
37
36,8
35,8-
36,37-
37
36,76
0,16
Tabel 5.1 dapat diamati rerata usia gestasi pada kelompok kontrol yaitu 32,87 minggu dan 32,3 minggu pada kelompok intervensi. Hasil uji kesetaraan didapatkan usia gestasi pada kelompok ini setara dengan p value > 0,05. Nilai mean pada kelompok kontrol dan intervensi sama dengan nilai median, hal ini berarti distribusi data bersifat normal.
Demikian pula untuk rerata berat badan yaitu 1893,3 gram pada kelompok kontrol dan 1853,33 gram pada kelompok intervensi, hasil uji kesetaraan didapatkan hasil berat badan pada kedua kelompok ini tidak setara dengan p value < 0,05. Distribusi data berat badan pada kelompok intervensi adalah normal, karena nilai mean sama dengan median.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
53
Sementara itu rerata suhu pada kelompok kontrol yaitu 36,76⁰C dan 36,53⁰C pada kelompok intervensi, hal ini menandakan bahwa responden pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi mempunyai suhu tubuh dalam rentang normal. Jika dilihat dari uji kesetaraan, maka didapatkan kedua kelompok ini setara dengan p value > 0,05. Distribusi data suhu tubuh pada kelompok intervensi bersifat normal, karena dari uji normalitas terlihat nilai mean sama dengan nilai median. Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin pada Bayi Prematur di RSUD Kota Bekasi Mei – Juni 2011 (n=30) Variabel Kelompok Jenis
Laki-laki
%
Perempuan
%
Kontrol
8
53,33
7
46,7
Intervensi
9
60
6
40
Kelamin
Pada table 5.2 dapat diketahui bahwa jumlah responden adalah 15 baik pada kelompok kontrol ataupun kelompok intervensi, sementara jumlah responden laki-laki lebih banyak dibanding bayi perempuan baik pada kelompok kontrol ataupun kelompok intervensi, yaitu 53,33% dibandingkan 46,70% pada kelompok kontrol dan 60% dibandingkan 49% pada kelompok intervensi.
Berdasarkan data-data yang dapat diamati pada tabel diatas, maka peneliti menyimpulkan bahwa adanya kesetaraan antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi dalam hal karakteristik bayi yang dijadikan responden.
5.2 Saturasi Oksigen dan Frekuensi pada Bayi Prematur 5.2.1 Saturasi Oksigen dan Frekuensi Nadi Sebelum Tindakan Pada Kelompok Kontrol Dan Intervensi Berikut ini penjelasan tentang nilai saturasi oksigen dan frekuensi nadi sebelum tindakan pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
54
Pengukuran dilakukan sebelum tindakan nesting dan posisi prone pada kelompok intervensi, dan data awal pada kelompok kontrol. Tujuan analisis ini adalah untuk melihat kesetaraan pada kedua kelompok.
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Saturasi Oksigen dan Frekuensi Nadi dan Kesetaraan Sebelum Tindakan pada Kelompok Kontrol dan Intervensi Di RSUD Kota Bekasi Mei – Juni 2011 (n=30) Variabel
Kelompok
Mean
Saturasi Oksigen
Kontrol
96,67
97
97
Intervensi
96,67
97
97
Kontrol
146,87
148
152
Intervensi
137,93
130
130
Frekuensi Nadi
Median Modus
SD
Minmax 2,53 9099 2,35 90100 11,43 138148 15,56 115160
95% CI
p value 95,2-98 0,765 95,3797,97140,54153,20 129,31146,55
0,85
Pada tabel 5.3 didapatkan bahwa rerata saturasi oksigen sebelum tindakan antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi mempunyai nilai yang sama yaitu 96,67%, dengan nilai minimum sama yaitu 90% tetapi nilai maksimum lebih tinggi pada kelompok intervensi, yaitu 100% sementara pada kelompok kontrol 99%. Hasil uji kesetaraan didapatkan bahwa saturasi oksigen kedua kelompok ini setara dengan p value > 0,05. Nilai mean dan median didapatkan hasil yang sama, maka distribusi data bersifat normal.
Pada tabel 5.3 juga didapatkan bahwa rerata frekuensi nadi sebelum tindakan mempunyai nilai yang agak berbeda antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi yaitu 146,87 kali/menit pada kelompok kontrol dan 137,93kali/menit pada kelompok intervensi. Sementara nilai frekuensi nadi berada dalam rentang normal baik pada kelompok kontrol maupun intervensi walaupun terdapat perbedaan nilai antara kelompok kontrol dan
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
55
intervensi. Frekuensi nadi pada kelompok kontrol dan intervensi setara karena p value > 0,05.
5.2.2 Saturasi Oksigen dan Frekuensi Nadi Sebelum dan Sesudah Pengamatan 20 Menit dan Intervensi pada Kelompok Kontrol dan Intervensi
Tabel 5.4 Distribusi Saturasi Oksigen dan Frekuensi Nadi Sebelum dan Sesudah Intervensi pada Kelompok Kontrol dan Intervensi di RSUD Kota Bekasi Mei- Juni 2011 (n = 30) Variabel
Kelompok
Fase
Mean
SD
SE
p value
Sebelum
96,60
2,53
0,653
0,55
Kontrol
Sesudah
96,27
2,344
0,605
Intervensi
Sebelum
96,67
2,350
0,607
Sesudah
98,07
1,751
0,452
Sebelum Sesudah
146,87 146,73
11.432 11,380
2,952 2,938
0,334
Sebelum Sesudah
137,93 140,80
15,563 15,167
4,018 3,916
0,087
Saturasi Oksigen
Frekuensi
Kontrol
Nadi
Intervensi
0,001
Analisis berikutnya adalah membandingkan antara saturasi oksigen awal pendataan dan akhir setelah responden diistirahatkan selama 20 menit pada kelompok kontrol. Analisis ini menggunakan uji t dependen. Pada tabel 5.4 terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan saturasi oksigen pada awal pengamatan dengan setelah 20 menit diistirahatkan (p value >0,05). Rerata saturasi oksigen sebelum dan sesudah pengamatan mempunyai nilai yang lebih kecil yaitu dari 96,67% menjadi 96,27%. Selanjutnya peneliti akan menampilkan nilai saturasi oksigen pada kelompok intervensi yang membandingkan nilai sebelum dan sesudah dilakukan nesting dan posisi prone pada bayi prematur. Nilai ini untuk
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
56
melihat efektivitas penggunaan nesting dan posisi prone dan dianalisis secara uji bivariat menggunakan uji t dependen. Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan rerata saturasi oksigen bayi prematur di ruang perinatologi sebelum dilakukan nesting dan posisi prone dan sesudahnya, yaitu
dari 96,67% menjadi
98,07%. Terlihat nilai selisih mean antara pengukuran sebelum intervensi dengan setelah intervensi yaitu
1,400, dengan standar deviasi sebelum
tindakan yaitu 2,35 dan setelah tindakan 1,751, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan bermakna terhadap saturasi oksigen antara sebelum dan sesudah penggunaan nesting dan posisi prone dengan p value < 0,05. Pada tabel diatas dapat diamati bahwa rerata frekuensi nadi sebelum pengamatan 20 menit yaitu 146,87 kali/menit, sesudah pengamatan sebesar 146,73 kali/menit,
didapatkan tidak ada perbedaan yang signifikan
frekuensi nadi antara sebelum dan sesudah pengamatan selama 20 menit pada kelompok kontrol dengan p value > 0,05.
Analisis berikutnya adalah untuk mengetahui efektivitas penggunaan nesting dan posisi prone terhadap frekuensi nadi pada kelompok intervensi. Rerata frekuensi nadi pada pengukuran sebelum penggunaan nesting dan posisi prone yaitu 137,93 kali/menit dengan standar deviasi 15,563 kali/menit. Pada pengukuran setelah intervensi yaitu 140,80 kali/menit dengan standar deviasi 15,167 kali/menit. Terlihat nilai perbedaan nilai mean sebelum dan sesudah intervensi yaitu 2,867. Standar deviasi
antara sebelum
intervensi 15,56 dan sesudah intervensi 15,167 kali/menit. Hasil uji statistik didapatkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan nilai frekuensi nadi antara sebelum penggunaan nesting dan posisi prone dibandingkan dengan setelah tindakan nesting dan posisi prone dengan p value > 0,05.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
57
5.2.3 Saturasi Oksigen dan Frekuensi Nadi Sesudah Fase Intervensi pada Kelompok Kontrol dan Intervensi Pada analisis ini akan diuraikan tentang nilai saturasi oksigen dan frekuensi nadi setelah dilakukan pengamatan 20 menit dan penggunaan nesting dan prone pada kelompok kontrol dan intervensi. Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Saturasi Oksigen dan Frekuensi Nadi Sesudah Tindakan pada Kelompok Kontrol dan Intervensi di RSUD Kota Bekasi Mei – Juni 2011 (n=30) Variabel Saturasi Oksigen Frekuensi Nadi
Kelompok Kontrol
Mean 96,27
SD 2,344
SE 0,605
p value 0,0204
Intervensi Kontrol
98,07 146,73
2,344 11,38
0,452 2,938
0,236
Intervensi
140,80
15,17
3,916
Pada tabel 5.4 didapatkan rerata saturasi oksigen pada kelompok kontrol yaitu 96,27% dengan standar deviasi 2,344%, sedangkan rerata saturasi oksigen pada kelompok intervensi yaitu 98,07% dengan standar deviasi 2,344%. Hasil uji statistik didapatkan adanya perbedaan signifikan rerata saturasi oksigen pada kelompok intervensi dibandingkan dengan kelompok kontrol dengan p value < 0,05. Pada tabel diatas juga dapat terlihat rerata frekuensi nadi pada kelompok kontrol yaitu 146,73 kali/menit dengan standar deviasi 11,38 kali/menit, sedangkan pada kelompok intervensi 140,80 kali/menit dengan standar deviasi 3,916 kali/menit. Hasil uji statistik didapatkan tidak ada perbedaan yang signifikan frekuensi nadi antara sebelum dan sesudah penggunaan nesting dan posisi prone dengan p value > 0,05.
5.3 Suhu Tubuh Bayi Prematur Banyak faktor yang dapat mempengaruhi saturasi oksigen dan frekuensi nadi, namun dalam penelitian ini peneliti hanya menjadikan suhu tubuh sebagai
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
58
faktor confounding yang mempengaruhi saturasi oksigen dan frekuensi nadi. Berikut ini merupakan nilai suhu tubuh bayi sebelum tindakan pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi.
5.3.1 Suhu Tubuh Sebelum Tindakan Pada Kelompok Kontrol Dan Kelompok Intervensi Tujuan analisis ini adalah untuk melihat kesetaraan nilai suhu tubuh pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi sebelum dilakukan pengamatan selama 20 menit dan penggunaan nesting dan prone. Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Suhu Tubuh Sebelum Fase Intervensi pada Kelompok Kontrol dan Intervensi di RSUD Kota Bekasi Mei – Juni 2011 (n=30) Variabel Suhu tubuh
Kelompok Kontrol
Mean 36,67
SD 0,1056
SE 0,273
Intervensi
36,55
0,318
0,821
p value 0,21
Pada tabel 5.6 diatas dapat diamati bahwa rerata suhu tubuh pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi terdapat perbedaan sedikit yaitu sekitar 0,12⁰C. Hasil analisis bahwa suhu tubuh pada ke dua kelompok sifatnya setara dengan p value > 0,05.
5.3.2 Pengaruh Suhu Tubuh dengan Saturasi Oksigen dan Frekuensi Nadi Selanjutnya akan dibahas tentang
hubungan suhu tubuh bayi prematur
terhadap saturasi oksigen dan frekuensi nadi baik pada kelompok kontrol ataupun pada kelompok intervensi. Analisis ini mengunakan uji korelasi Pearson test, karena terdapat dua variabel dalam bentuk numerik, yaitu suhu tubuh dan saturasi oksigen serta untuk melihat kekuatan hubungan antara variabel.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
59
Tabel 5.7 Hubungan Antara Suhu Tubuh Sesudah Fase Intervensi Terhadap Saturasi Oksigen dan Frekuensi Nadi pada Kelompok Kontrol dan Intervensi di RSUD Kota Bekasi Mei – Juni 2011 (n=30) Variabel confounding
Variabel dependen Saturasi Oksigen
R
p value
-0,208
0,270
Frekuensi Nadi
0,219
0,246
Suhu Tubuh
Berdasarkan tabel 5.7 pengaruh suhu terhadap saturasi oksigen didapatkan hasil bahwa nilai r = -0,208. Nilai negatif disini berarti bahwa kenaikan satu variabel akan diikuti dengan penurunan variabel yang lain, maka dalam penelitian ini dapat dimaksudkan bahwa kenaikan suhu tubuh bayi akan menurunkan saturasi oksigen bayi. Adapun nilai 0,208 berarti bahwa tidak ada hubungan atau hubungan yang sangat lemah antara suhu tubuh dengan saturasi oksigen. Hasil analisis didapatkan bahwa hubungan yang tidak signifikan antara suhu tubuh dengan saturasi oksigen dengan p value > 0,05.
Selanjutnya dianalisis tentang hubungan suhu tubuh dengan frekuensi nadi yang dilakukan pada kelompok kontrol dan intervensi, analisis ini juga menggunakan uji korelasi. Hasil analisis didapatkan bahwa nilai r = 0,219. Nilai positif di sini berarti bahwa kenaikan satu variabel akan diikuti dengan kenaikan pada variabel yang lainnya, maka dalam penelitian ini dapat dimaksudkan bahwa kenaikan suhu tubuh bayi akan meningkatkan frekuensi nadi. Adapun nilai 0,246 berarti bahwa tidak ada hubungan atau hubungan yang sangat lemah antara suhu tubuh dengan frekuensi nadi. Hasil analisis didapatkan
bahwa hubungan yang tidak signifikan antara suhu tubuh
dengan saturasi oksigen (p value > 0,05).
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
60
BAB VI PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan tentang pembahasan yang meliputi intrepretasi dan diskusi hasil yang telah dijelaskan pada bab terdahulu yang dikaitkan dengan referensireferensi yang berhubungan. Pada bab ini juga akan dijelaskan tentang keterbatasan penelitian yang dirasakan oleh peneliti dan juga implikasi hasil penelitian yang dapat diterapkan pada praktek keperawatan dan penelitian yang akan datang.
6.1 Intrepretasi Hasil Penelitian dan Diskusi Intrepretasi hasil penelitian ini sesuai dengan tujuan yang telah peneliti tetapkan pada bab sebelumnya, yaitu teridentifikasinya efektifitas penggunaan nesting dan posisi prone terhadap saturasi oksigen dan frekuensi nadi pada bayi prematur di RSUD kota Bekasi.
6.1.1 Karakteristik Responden Rerata usia gestasi pada penelitian ini di kelompok kontrol yaitu adalah 32,8 minggu dan pada kelompok intervensi yaitu 32,3 minggu. Rentang usia gestasi pada kelompok kontrol yaitu antara 29 hingga 35 minggu, sedangkan pada kelompok intervensi antara 26 hingga 36 minggu. Karakteristik responden bila dilihat dari rentang usia gestasi pada penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Maynard, Bignall, dan Kitchen (2000) yang mengambil data pada bayi prematur dengan rentang usia 24 hingga 32 minggu sedangkan pada penelitian ini usia gestasi bayi prematur yaitu 26–36 minggu, hal ini dimungkinkan karena pemilihan sampel yang sifatnya purposive sampling tanpa memperhatikan usia gestasi responden selama responden memenuhi kriteria inklusi dalam penelitian ini.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
61
Mengamati usia gestasi pada kelompok intervensi pada penelitian ini ternyata lebih variatif, karena kategori prematur berada dalam rentang ekstremely premature (usia 24-28 minggu) hingga moderately premature (35-37 minggu). Sementara itu pada kelompok kontrol usia gestasi hanya berada pada rentang very premature (29-34 minggu) dan moderately premature. Usia gestasi tentunya akan mempengaruhi tingkat kematangan organ-organ tubuh bayi yang tentunya akan berpengaruh pula terhadap nilai-nilai fisiologis pada bayi.
Rerata berat badan lahir pada penelitian ini adalah 1853,33 gram pada kelompok intervensi dan 1893,3 gram pada kelompok kontrol. Hasil data yang didapatkan ternyata rerata berat badan pada penelitian lebih kecil dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kusumaningrum (2009) yaitu dengan rerata berat badan bayi sebesar 2008,33 gram dengan standar deviasi 977,84 gram. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Maynard, Bignall, dan Kitchen (2000) dengan rata-rata berat badan bayi kurang dari 1500 gram. Terjadi perbedaan nilai ini terjadi karena responden yang berbeda yang ditetapkan oleh masing-masing peneliti. Berat badan pada penelitian ini perbedaannya sangat signifikan antara berat bedan minimal dengan maksimal yaitu 1000 gram hingga 2700 gram. Perbedan berat badan yang cukup jauh kemungkinan akan mempengaruhi nilai fisiologis bayi, karena pada bayi dengan berat badan rendah akan terjadi adaptasi yang jauh lebih berat dibandingkan dengan yang lebih besar. Hal ini dimungkinkan karena bayi kecil memiliki lemak subkutan yang
sangat tipis, sehingga mudah terjadi hipotermi dan
kebutuhan oksigen akan lebih besar (Wong, et.al, 2009).
Rerata suhu tubuh bayi prematur sebelum dilakukan intervensi berupa penggunaan nesting dan posisi prone adalah 36,76⁰C pada kelompok kontrol sedangkan pada kelompok intervensi yaitu 36,53⁰C. Sementara itu rerata suhu tubuh bayi prematur setelah dilakukan intervensi berupa penggunaan nesting dan posisi prone adalah 36,58⁰C .
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
62
Jika dilihat hasil diatas terdapat perbedaan suhu tubuh bayi prematur sebelum dan sesudah intervensi, walaupun perbedaannya sangat kecil. Dari data yang ada terdapat 67% bayi yang mengalami perubahan suhu tubuh setelah intervensi. Suhu tubuh bayi akan mempengaruhi nilai fisiologis bayi, hal ini disebabkan karena metabolisme yang terjadi. Semakin tinggi metabolisme dalam tubuh, maka
akan meningkatkan
kebutuhan oksigen pada bayi. Bayi yang mengalami demam akan menurunkan saturasi oksigennya (MacGregor, 2008). Pada penelitian ini memang terjadi perubahan suhu tubuh, tetapi tidak signifikan yaitu sekitar 0,03⁰C dan rentang suhu tubuh masih dalam batas normal, karenanya tidak ada perbedaan saturasi oksigen yang signifikan.
Jenis kelamin bayi prematur pada penelitian ini paling banyak adalah lakilaki. Karakteristik jenis kelamin ini sama dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan sebelumnya oleh Kusumaningrum (2009). Jumlah bayi laki-laki yang ada dalam penelitian ini dimungkankan terjadi karena pemilihan responden penelitian yang tidak berdasarkan jenis kelamin tetapi berdasarkan kriteria inklusi yang ditetapkan oleh peneliti. Mayoritas responden adalah laki-laki kemungkinan akan mempengaruhi nilai fisiologis yang ada, seperti frekuensi nadi, karena menurut Merenstein dan Gardner (2002) dikatakan bahwa frekuensi nadi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah usia, jenis kelamin, aktivitas, demam, status cairan, posisi dan obat-obatan. Pada penelitian ini frekuensi nadi bervariasi baik pada responden laki-laki ataupun perempuan namun masih dalam batas normal.
6.1.2 Efektivitas Penggunaan Nesting dan Posisi Prone terhadap Saturasi Oksigen Dan Frekuensi Nadi Hasil analisis pada penelitian terdapat perbedaan yang signifikan saturasi oksigen antara penggunaan nesting dan posisi prone pada kelompok intervensi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini sebanding
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
63
dengan
hasil
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Picheansathian,
Woragidpoonpol, dan Baosoung (2009) yang mengatakan bahwa posisi prone dapat meningkatkan saturasi oksigen pada bayi prematur dengan nilai p value 0,0001. Pitcheansathian, Woragidpoonpol, dan Baosoung (2009) melakukan penelitian pada bayi prematur dengan usia gestasi kurang dari 37 minggu sebanyak 34 bayi yang dilakukan perawatan di ruang perinatologi, NICU dan ruang rawat. Adapun bentuk intervensi yang dilakukan adalah melakukan perubahan posisi mulai dari supine, prone, side lying dan head title sebesar 30⁰. Posisi prone dilakukan selama 30 menit dengan masa pengamatan saturasi oksigen selama 10 menit. Hasil penelitian ini juga sebanding dengan penelitian yang dilakukan oleh Kusumaningrum (2009) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan signifikan antara posisi prone dengan saturasi oksigen (p value 0,0016). Penelitian ini juga sebanding dengan hasil yang didapat oleh Maynard, Bignall, dan Kitchen (2000) dengan hasil penelitian yaitu ada perbedaan yang signifikan antara saturasi oksigen dengan posisi prone dengan nilai p 0,0085.
Hasil analisis yang lain adalah membandingkan frekuensi nadi dengan penggunaan nesting dan posisi prone pada bayi prematur, hasil yang didapatkan adalah tidak ada perbedaan yang signifikan antara frekuensi nadi dengan penggunaan nesting dan posisi prone, dengan nilai p value sebesar 0,087 dan 0,236 (lebih besar dari alpha). Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Maynard, Bignall, dan Kitchen (2000) yang mengatakan bahwa ada perbedaan signifikan antara frekuensi nadi dengan posisi prone, dengan nilai p value yang didapatkan yaitu 0,0008. Maynard, Bignall, dan Kotchen (2000) melakukan penelitian pada bayi prematur tanpa alat bantu ventilator dengan lama tindakan prone selama 20 menit dan hasil saturasi oksigen dapat diamati melalui pulse oxymetri sensor. Hasil yang didapat yaitu adanya rerata frekuensi nadi yang lebih kecil setelah bayi dilakukan posisi prone jika dibandingkan dengan posisi supine, nilai rata-ratanya yaitu dari 161,94 kali/menit pada posisi prone menjadi
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
64
157,51 kali/menit pada posisi supine. Hasil penelitian ini agak berbeda dengan penelitian Maynard, Bignall, dan Kitchen (2000) dengan hasil yang didapatkan peneliti yaitu bahwa terdapat kenaikan frekuensi nadi pada kelompok intervensi sesudah dilakukan nesting dan posisi prone yaitu 137,93 kali/menit menjadi 140,80 kali/menit. Hal ini mungkin disebabkan karena pengukuran pada penelitian ini hanya 1 kali pengamatan di menit ke-20 setelah tindakan, sementara nilai frekuensi nadi masih bisa fluktuasi.
Analisis lain yang dilakukan oleh peneliti adalah membandingkan nilai saturasi oksigen dan frekuensi nadi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Hasil yang didapatkan adalah p value sebesar 0,024 untuk saturasi oksigen, yaitu terdapat perbedaan yang signifikan antara saturasi oksigen dengan penggunaan nesting dan posisi prone pada kelompok kontrol dan intervensi. Sedangkan p value untuk frekuensi nadi yang dibandingkan antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi adalah sebesar 0,236. Nilai ini lebih besar dari p value sehingga dapat di jelaskan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan frekuensi nadi pada kelompok yang menggunakan nesting dan posisi prone jika dibandingkan dengan kelompok yang menggunakan nesting dan posisi prone.
6.1.3 Hubungan Antara Pengaruh Suhu Tubuh dengan Saturasi Oksigen Pada penelitian ini suhu tubuh merupakan variabel confounding yang dapat mempengaruhi variabel dependen. Berdasarkan analisis uji korelasi yang dilakukan didapatkan bahwa hubungan antara suhu tubuh bayi dengan saturasi oksigen bersifat negatif yang berarti bahwa kenaikan suhu tubuh akan menyebabkan penurunan saturasi oksigen. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa kenaikan suhu akan menurunkan saturasi oksigen (MacGregor, 2008). Pada bayi prematur kenaikan suhu tubuh tentunya akan meningkatkan metabolisme dalam tubuh, dan akan berdampak terhadap kebutuhan akan konsumsi oksigen yang semakin meningkat, maka nilai fisiologis yang dapat diamati adalah menurunnya kadar saturasi oksigen.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
65
Dalam hasil analisis juga diketahui bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara suhu tubuh dengan saturasi oksigen, hal ini dimungkinkan karena masih banyaknya faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi saturasi oksigen seperti Hb, kadar bilirubin dan kadar oksigen dalam darah (Brooker, 2005). Hasil yang menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara suhu dengan saturasi oksigen dapat disebabkan karena masih banyak faktor lain yang tidak diteliti pada penelitian ini.
6.1.4 Hubungan Antara Pengaruh Suhu Tubuh dengan Frekuensi Nadi Hasil analisis memperlihatkan bahwa pola hubungan antara suhu tubuh dengan frekuensi nadi bersifat positif, hal ini berarti bahwa kenaikan suhu tubuh akan meningkatkan frekuensi nadi. Hasil analisis ini seiring dengan teori bahwa frekuensi nadi dipengaruhi beberapa faktor diantaranya adalah usia, jenis kelamin, aktivitas, status kesehatan/demam, status cairan, dan obat-obatan (Merenstein & Gardner, 2002). Jumlah frekuensi nadi juga dangat dipengaruhi oleh aktivitas fisik dan situasi lain yang dapat menyebabkan metabolisme tubuh meningkat seperti peningkatan suhu tubuh dan kecemasan atau stress (MacGregor, 2008). Hubungan yang tidak signifikan antara suhu tubuh dengan frekuensi nadi dalam penelitian ini dapat disebabkan karena masih banyak faktor lain yang tidak ikut diteliti sehingga faktor suhu tubuh saja tidak cukup kuat untuk melihat hubungannya dengan frekuensi nadi.
6.2 Keterbatasan Penelitian Adapun keterbatasan yang peneliti temukan dalam proses pengambilan data adalah sebagai berikut : 1. Sampel tidak mencapai target yang di tentukan dalam penelitian, yaitu 17 bayi prematur, walaupun hasil perhitungan sampel membutuhkan 15 bayi prematur saja, namun dalam proposal peneliti menambahkan 10% dari perhitungan sampel sehingga menjadi 17 bayi. Dari hasil pengambilan data yang dilakukan peneliti di ruang perinatologi RSUD Kota Bekasi
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
66
selama 2 bulan, didapatkan hanya 15 bayi prematur yang sesuai dengan kriteria penelitian. 2. Tempat penelitian untuk kelompok kontrol yang telah dicantumkan dalam proposal adalah RS Rawa Lumbu, namun mengingat
jumlah bayi
prematur yang dirawat sedikit pada tempat bersangkutan, maka peneliti mencara beberapa alternatif rumah sakit yang mempunyai kriteria ruangan yang hampir sama dengan RS Rawa Lumbu ataupun RSUD Kota Bekasi, diantaranya adalah RS Hermina Grand Wisata dan RSD Kabupaten Bekasi. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi saturasi oksigen diantaranya adalah suhu tubuh, kadar Hb, kadar bilirubin, kadar oksigen dalam tubuh (Brooker, 2005), namun dalam penelitian ini yang diteliti hanya suhu tubuh bayi, karenanya berpengaruh terhadap hasil pengukuran bahwa tidak ada perbedaan bermakna suhu tubuh terhadap saturasi oksigen.
6.3 Implikasi Penelitian 6.3.1 Implikasi Terhadap Praktek Keperawatan Penelitian ini dapat memberikan cukup bukti bahwa ada pengaruh yang signifikan antara penggunaan nesting dan dilakukan posisi prone terhadap saturasi oksigen pada bayi prematur. Hasil ini dapat menjadikan tindakan keperawatan yang telah dilakukan (yaitu penggunaan nesting dan posisi prone) dapat dijadikan dasar dalam penyusunan SOP (Standar Operasional Prosedur) yang baku di ruang perinatologi, sehingga dapat meningkatkan saturasi oksigen ada bayi prematur. Peningkatan saturasi oksigen akan memperbaiki kondisi fisiologis bayi sehingga akan mempercepat masa rawat bayi. Selain itu, penggunaan oksigen akan menurun sehingga risiko gangguan penglihatan pada bayi yaitu retinopathy of prematurity (ROP) dapat dicegah dan biaya untuk penggunaan oksigen juga dapat ditekan.
Penelitian ini juga memberikan bukti bahwa salah satu penerapan konsep developmental care dapat dilakukan dengan cara memodifikasi lingkungan dalam hal ini menggunakan nesting, karena nesting membuat bayi prematur
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
67
seolah-olah berada dalam lingkungan intrauterin yang membuat dirinya menjadi lebih nyaman, karena pengaruh suhu, cahaya dan suara yang ada dalam lingkungan intrauterine sangat kondusif bagi bayi. Kondisi nyaman pada bayi akan membuat bayi lebih tenang sehingga nilai-nilai fisiologis juga menjadi lebih baik.
6.3.2 Implikasi Terhadap Penelitian Penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar penelitian yang akan datang yang berhubungan dengan saturasi oksigen dan frekuensi nadi pada bayi prematur dan tindakan pronasi ataupun penggunaan nesting untuk diaplikasikan di pelayanan keperawatan sebagai intervensi yang berbasis riset. Penelitian ini juga dapat dijadikan dasar untuk penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan saturasi oksigen dengan variable lainnya, seperti berat badan.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
68
BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan dibahas tentang kesimpulan dari keseluruhan hasil penelitian yang dilakukan peneliti dan saran yang diberikan peneliti.
7.1 Simpulan 1. Mayoritas bayi laki-laki dengan rerata usia gestasi 32,3 minggu, dengan rerata berat badan adalah 1853,33 kg, dan rerata suhu tubuh sebelum intervensi yaitu 36,55⁰C. 2. Nilai saturasi oksigen pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi sifatnya setara, hal ini memudahkan dalam menentukan hipotesa yang didapatkan karena perbedaan perlakukan antara kelonpok kontrol dan intervensi sehingga dapat ditentukan pengaruh atau tidaknya intervensi yang dilakukan pada kelompok intervensi. 3. Frekuensi nadi pada kelompok kontrol dan intervensi juga sifatnya setara yang juga akan mempermudah penegakkan hipotesa jika dikaitkan dengan intervensi yang dilakukan. 4. Terdapat perbedaan yang signifikan saturasi oksigen pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi dengan p value < alpha. Peneliti menyimpulkan bahwa penggunaan nesting dan posisi prone efektif mempengaruhi saturasi oksigen. 5. Penggunaan nesting dan posisi prone dalam penelitian ini tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap frekuensi nadi terbukti dari hasil p value yang didapatkan lebih besar dari alpha, baik pada kelompok intervensi ataupun jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Peneliti menyimpulkan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi frekuensi nadi, sehingga penggunaan nesting dan prone kurang bermakna untuk mempengaruhi frekuensi nadi.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
69
6. Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
yang
signifikan antara perubahan suhu terhadap saturasi oksigen dan frekuensi nadi dan sifat hubungan sangat lemah atau bahkan tidak ada. Hal ini disebabkan karena kurangnya faktor confounding yang diteliti sehingga hasil yang didapatkan bias.
7.2 Saran
1. Pelayanan keperawatan Praktek keperawatan dapat dikembangkan berdasarkan hasil penelitian yang telah ada, karenanya penerapan konsep developmental care pada neonatus sangat mendukung perbaikan penerapan asuhan keperawatan yang diberikan. Sosialisasi tentang konsep developmental care perlu dilakukan di rumah sakit yang belum menerapkan konsep ini, agar meningkatkan motovasi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas.
2. Pendidikan keperawatan Pembekalan ilmu yang kuat pada masa pendidikan akan memberikan pengaruh terhadap kualitas kinerja seseorang, karenanya pemberian konsep-konsep terkini pada dunia keperawatan hendaknya dikembangkan. Konsep developmental care pada perawatan neonatus hendaknya dipaparkan lebih luas pada berbagai institusi pendidikan keperawatan agar para lulusan dapat menerapkan konsep ini pada tatanan pelayanan keperawatan.
3. Penelitian selanjutnya a.
Hendaknya jumlah responden lebih banyak dengan tehnik acak agar generalisasi hasil lebih luas.
b. Pengamatan sebaiknya dilakukan secara berseri atau dalam kurun waktu beberapa hari agar dapat diketahui fluktuasi nilai saturasi oksigen dan frekuensi nadi lebih bervariasi.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
70
c. Faktor confounding yang mempengaruhi saturasi oksigen yang dipilih dalam penelitian ini sebaiknya mendekati konsep teori, yaitu kadar Hb, kadar bilirubin ataupun kadar oksigen dalam darah agar tidak terdapat hasil yang bias.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
71
DAFTAR REFERENSI
Aylott, M. (2006). The neonatal energy triangle: Metabolic adaptation. Pediatric Nursing, 18(6), 38-42. Berman, A., Snyder, S., & Kozier, B. (2009). Praktik keperawatan klinis. (Eny Meiliya, Esty Wahyuningsih, Devi Yulianti: trans). Jakarta: EGC. Bhat, R. Y., Hannan, S., Pressler, R., Rafferty, G. F., Peacock, J. L., & Greenough, A. (2006). Effect of prone and supine position on sleep, apneus, and arousal in preterm infant. Pediatric Official Journal of The American Academy of Pediatrics, 118(1),101-107. (diperoleh dari www.pediatric.org pada tanggal 26 November 2010). Bradford, N. (2000). Your premature baby: The first five years. London: Frances Lincolin. Bredemeyer, S., Reid, S., Polverino, J., & Wocadlo, C. (2008). Implementation and evaluation of an individualized developmental care program in a neonatal intensive care unit. Journal for Specialists in Pediatric Nursing, 13(4), 281-291. Brooker, C. (2005). Ensiklopedi Keperawatan. (Andry Hartono, Brahm U. P, Dwi Widiarti: trans). Jakarta: EGC. Budiharto. (2006). Metodologi penelitian kesehatan dengan contoh bidang ilmu kesehatan gigi. Jakarta: EGC. Burn, N., & Grove, S.K. (2009). Understanding nursing research (2nd edition). Philadelphia: W.B Saunders company. Chang, Y., Anderson, G. C., & Lin, C. (2002). Effect of prone and supine positions on sleep state and stress responses in mechanically ventilated preterm during the first postnatal. Journal of Advanced Nursing, 40(2), 161169. (EBSCO diperoleh dari http://www.ui.ac.id pada tanggal 24 Februari 2011). Cloherty, J.P., Eichenwald, E.C., & Star, A.R. (2008). Manual of neonatal care. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins. Corwin, M. (2008). Handbook of pathophysiology. Philadelphia: Lippinot William & Wilkin.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
72
Djojodibroto, D. (2007). Respirologi: Respirasi medicine. Jakarta: EGC. Dahlan, S.M. (2008). Langkah-langkah membuat proposal penelitian bidang kedokteran dan kesehatan. Jakarta: CV.Sagung Seto. Davis, L. D., & Stein, M.T. (2004). Parenting your premature baby: The emotional journey. Colorado: Table Mountaine Drive. Goldsmith, J., & Karotkin.,E., H, (2003). Assisted ventilation of the neonatal. Philadelphia: Saunders Inc. Hamid, A.A. (2008). Riset keperawatan: Konsep, etika, & instrumentasi. Jakarta: EGC. Hegner, B.R., & Cadwel, E. (2003). Asisten keperawatan suatu pendekatan proses keperawatan. Jakarta: EGC. Hidayat, A.A.A. (2007). Asuhan neonatus bayi dan balita: Buku praktikum mahasiswa kebidanan. Jakarta: EGC. Johnson, R., & Taylor, W. (2001). Praktik kebidanan. (Suharyati Samba: trans). Jakarta: EGC. Ledewig, S. (1998). Maternal newborn nursing care. London: Olds, Inc. Kenner, C., & Mc.Grath, J.M. (2004). Developmental care of newborns & infants: A guide for health professionals. St. Louis: Mosby Inc. Kusumaningrum, A. (2009). Pengaruh posisi pronasi terhadap status oksigenasi bayi yang menggunakan ventilasi mekanis di NICU RSUPN Cipto Mangunkusumo. Depok: Universitas Indonesia. Tidak dipublikasikan. MacGregor, J. (2008). Introduction to the anatomy and physiology of children: A guide for students of nursing, child care and health (2nd edition). New York: Routledge. May, K.A., & Mahimesh, L.R. (2004). Maternal & neonatal nursing family centered care (3rd edition). Pennsylvania: JB Lippincot, Co. Maynard, V., Bignall, S., & Kitchen, S. (2000). Effect of positioning on respiratory synchrony in ventilated pre-term infants. Physiotherapy Research International, 5(2), 96-110. Merenstein, G.B., & Gardner, S.L. (2002). Handbook of neonatal intensive care. Missouri: Mosby, Inc.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
73
Nursalam. (2008). Konsep dan penerapan keperawatan: Pedoman skripsi, tesis keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
metodologi penelitian ilmu dan instrument penelitian
Perinasia. (2003). Perawatan bayi berat lahir rendah dengan metode kanguru. Jakarta: Perinasia. Picheansathian, W., Woragidpoonpol, P & Baosoung, C. (2009). Positioning of preterm for optimal physiologi development: A Systemic Review. JBI Library Of Systemic Review,7(7):224-259. Polit, D.F., & Hungler, B.P. (1999). Nursing research: Principle and methods. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Priya, G. S.K., & Bijlani, J. (2005). Low cost positioning device for nesting preterm and low birth weight neonates. Practical On Call Child Health Care,5(3) (http://www.pediatriconcall.com/fordoctor/conference. diperoleh pada tanggal 15 Februari 2011) Russel, C.D., Kriel, H., Joubert, G., & Goosen, Y. (2009). Prone positioning and motor development in the first 6 weeks of life. South African Journal of Occupational Therapy, 39(1) (EBSO diperoleh dari http://www.ui.ac.id pada tanggal 24 Februari 2011). SDKI (2007, http://www.menegpp.go.id/aplikasidata/index/php?option.com diperoleh pada tanggal 25 Februari 2011). Sherman, T.I., Greenspan, J.S., Touch, S., Clair, N.S & Shaffer, T. H. (2006). Optimizing the neonatal thermal environment. Neonatal Network Journal, 7(4): 251- 269. Stommel, M., & Wills, C.E. (2004). Clinical research: Concepts & principle for advanced practiced nurses. Philadelphia: Lippincott Williams & wilkins. Surasmi, A., Handayani, S., & Kusuma, H.N. (2002). Perawatan bayi risiko tinggi. Jakarta: EGC. Tjipta, G. D., Azlin, E., Sianturi, P., & Lubis, B. M. (2008). Thermoregulasi pada neonatus. Medan: Divisi Perinatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik. Tomey, A.M., & Alligood, M.R. (2006). Nursing theory. Missouri: Mosby, Inc. Vergara, E., & Bigsby, M. (2004). Developmental and therapeutic intervention in NICU. Minnesota: Paul H Brooker.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
74
Wijaya, A.M. (2009). Kondisi angka kematian neonatal (AKN), angka kematian bayi (AKB), angka kematian balita (AKBAL), angka kematian ibu (AKI) dan penyebabnya di Indonesia (2009), http://www.infodokterku.com diperoleh pada tanggal 28 Februari 2011) Wilawan, P., Patcharee, W., & Chavee, B. (2009). Poisitioning of preterm infants for optimal physiological development: A systemic review. JBI Library of Systemic Review, 7(7): 224-259 (EBSCO diperoleh dari http://www.ui.ac.id pada tanggal 24 Februari 2011). Wong , D.L., Eaton, M. H., Wilson, D., Winkelstein, L. M., & Schwartz, P. (2009). Wong’s essentials of pediatric nursing (6th edition). Missouri: Mosby Inc.
Universitas Indonesia Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
Lampiran 1
LEMBAR INSTRUMEN PENGKAJIAN BAYI PREMATUR (Saat awal pengambilan data)
No. Kode responden
Jenis kelamin
BBL (gr)
BBS (gr)
Suhu (º C)
Saturasi O2(%)
Frekuensi nadi (..x/mnt)
Tanda tangan
Keterangan: BBL (berat badan lahir), BBS (berat badan sekarang)
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
Lampiran 2
LEMBAR INSTRUMEN OBSERVASI BAYI PREMATUR (Setelah penggunaan nesting dan tindakan pronasi selama 20 menit)
Kode Responden: Hari/tanggal
Waktu
Kode Suhu (º C) responden
Sat. O2 (%)
Frek. Tanda Nadi tangan (…x/mnt)
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
Lampiran 3
PEDOMAN PENGUKURAN PENELITIAN DI KELOMPOK INTERVENSI (RUANG PERINATOLOGI RSUD KOTA BEKASI)
1. Untuk pasien baru masuk a) Lakukan pengukuran saturasi oksigen dan frekuensi nadi dengan menggunakan pulse oximetry dengan tempat tidur tanpa dialasi dengan nesting. b) Setelah hasil saturasi oksigen dan frekuensi nadi didapatkan, maka di catat pada lampiran 1 observasi. c) Pasang kembali nesting dan letakkan bayi prematur tidur dengan nesting sebagai penyanggahnya. d) Biarkan bayi selama 30 menit untuk memberi kesempatan touching time dan stabilisasi fisiologis bayi e) Lakukan posisi prone dengan tehnik yang tepat f) Catat waktu saat melakukan tindakan g) Biarkan bayi dalam posisi prone selama 20 menit h) Di akhir menit ke-20 maka lakukan pencatatan untuk saturasi oksigen dan frekuensi nadi, masukkan hasil pada lampiran 2 i) Ganti posisi bayi menjadi posisi supine atau posisi lainnya 2. Untuk pasien lama a) Untuk pasien yang sudah dirawat sebelumnya di ruang perinatologi b) Lepaskan nesting dari tempat tidur bayi dalam inkubator selama 30 menit c) Lakukan langkah-langkah seperti pada bayi baru masuk mulai dari awal hingga akhir
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
Lampiran 4
PEDOMAN PENGUKURAN PENELITIAN DI KELOMPOK KONTROL (RUANG NICU RS RAWA LUMBU BEKASI)
1) Catat lampiran 1 sesuai dengan hasil pengkajian 2) Lakukan pengukuran saturasi oksigen dan frekuensi nadi dengan menggunakan pulse oximetry setelah selesai touching time (kegiatan rutin seperti mengukur suhu, mengganti diaper) 3) Setelah hasil saturasi oksigen dan frekuensi nadi didapatkan, maka di catat pada lampiran 2 observasi. 4) Catat waktu saat melakukan tindakan
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011