UNIVERSITAS INDONESIA
PENERAPAN PREOPERATIVE TEACHING PADA KLIEN DENGAN MASALAH BEDAH BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA- TRANSURETHRAL RESECTION OF THE PROSTATE (BPH-TURP) DI RUANG ANGGREK TENGAH KANAN (BEDAH KELAS) RSUP PERSAHABATAN
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
FITRI MULYANA 0806457054
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS DEPOK JULI 2013
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners
PENERAPAN PREOPERATIVE TEACHING PADA KLIEN DENGAN MASALAH BEDAH BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA- TRANSURETHRAL RESECTION OF THE PROSTATE (BPH-TURP) DI RUANG ANGGREK TENGAH KANAN (BEDAH KELAS) RSUP PERSAHABATAN
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
FITRI MULYANA 0806457054
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS KELAS REGULER DEPOK JULI 2013
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Karya Ilmiah Akhir Ners ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
Nama
: Fitri Mulyana
NPM
: 0806457054
Tanda tangan : Tanggal
: 8 Juli 2013
ii
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Ilmiah Akhir Ners (KIA-N) ini diajukan oleh: Nama : Fitri Mulyana, S.Kep NPM : 0806457054 Program Studi : Ilmu Keperawatan Judul : Penerapan Preoperative Teaching pada Klien dengan Masalah Bedah Benign Prostatic HyperplasiaTransurethral Resection of the Prostate (BPH-TURP) di Ruang Anggrek Tengah Kanan (Bedah Kelas) RSUP Persahabatan
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners (Profesi Keperawatan) pada Program Studi Profesi Ners Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Tuti Herawati, S.Kp.,MN (.......................................)
Penguji
Ditetapkan di Tanggal
: Ns. Nuraini, S.Kep
(.......................................)
: Depok : 08 Juli 2013
iii
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penyusun dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. Penyusunan karya ilmiah akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Ners pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Penyusun menyadari bahwa karya ilmiah akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, karena segala keterbatasan penyusun. Meskipun demikian, penyusun berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan karya ilmiah akhir ners ini dengan baik dan benar. Penyusun juga menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penyusun untuk menyelesaikan karya ilmiah akhir ners ini. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Tuti Herawati, SKp.,MN, selaku dosen pembimbing profesi Keperawatan Kesehatan Masalah Perkotaan-Keperawatan Medikal Bedah (KKMP-KMB) dan Karya Ilmiah Akhir-Ners (KIA-N), yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan arahan dalam penyusunan karya ilmiah akhir ini; 2. Ibu Riri Maria. SKp.,MN, selaku koordinator mata ajar Karya Ilmiah Akhir, yang telah memberikan arahan mengenai penyusunan karya ilmiah akhir ini; 3. Ibu
Kuntarti, SKp., M.Biomed, selaku koordinator program profesi
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, yang telah telah banyak membantu dari awal hingga akhir profesi; 4. Ibu Ns. Nuraini, S.kep., selaku Clinical Instructor (CI) lapangan, yang banyak memberikan bimbingan dan arahan selama mahasiswa melakukan program profesi KKMP-KMB di ruang Anggrek Tengah Kanan (Bedah Kelas) RSUP Persahabatan; 5. Kakak Perawat Bedah Kelas, yang tidak bisa penyusun sebutkan namanya satu per satu, yang telah banyak memberikan kesempatan kepada iv
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
penyusun untuk belajar dan meningkatkan kemampuan melakukan direct care kepada pasien; 6. Orang tua tercinta, ayahanda Amir dan ibunda Kurnia Maryam, serta adik tercinta Fahrul Firdaus, dan seluruh keluarga penyusun lainnya, yang selalu memberikan doa dan dukungan secara material dan moril; 7. Sahabat Omoesta, Herlia, Esti, Nicky, Puspa, MJ, dan Kak Monik, yang selalu saling menyemangati dan berjuang bersama-sama, baik suka dan duka dalam selama menyelesaikan profesi KKMP-KMB dan penyusunan karya ilmiah akhir ners ini; dan 8. Teman-teman angkatan profesi FIK UI periode 2012-2013 yang telah berjuang bersama dan saling memberikan dukungan selama proses profesi
Akhir kata, penyusun berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah akhir ners ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Depok, Juli 2013
Penyusun
v
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Fakultas Jenis Karya
: Fitri Mulyana : 0806457054 : Ilmu Keperawatan : Ilmu Keperawatan : Karya Ilmiah Akhir
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Penerapan Preoperative Teaching pada Klien dengan Masalah Bedah Benign Prostatic Hyperplasia-Transurethral Resection of the Prostate (BPH-TURP) di Ruang Anggrek Tengah Kanan (Bedah Kelas) RSUP Persahabatan beserta perangkat yang ada. Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 8 Juli 2013 Yang menyatakan
Fitri Mulyana
vi
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
ABSTRAK
Nama Program studi Judul
: Fitri Mulyana : Ilmu Keperawatan : Penerapan Preoperative Teaching pada Klien dengan Masalah Bedah Benign Prostatic HyperplasiaTransurethral Resection of the Prostate (BPH-TURP) di Ruang Anggrek Tengah Kanan (Bedah Kelas) RSUP Persahabatan
Penuaan menyebabkan pembesaran kelenjar prostat, sehingga insiden dan prevalensi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) pada lansia pria semakin meningkat. Kasus BPH di perkotaan, banyak ditangani dengan Transurethral Resection of the Prostate (TURP). Karya ilmiah ini memaparkan dan menganalisis asuhan keperawatan perioperatif pada kasus penundaan operasi, salah satu klien BPH-TURP, dengan menitikberatkan pada implementasi preoperative teaching. Hasil analisis menunjukkan bahwa ansietas preoperatif dan risiko komplikasi postoperatif dapat ditangani dengan preoperative teaching. Penyusun menyarankan penerapan preoperative teaching secara optimal oleh perawat, sesuai dengan kebutuhan klien.
Kata kunci: BPH, lansia pria, preoperative teaching, TURP
vii
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name Study program Title
: Fitri Mulyana : Nursing : The Analysis of Application Preoperative Teaching in Benign Prostatic Hyperplasia-Transurethral Resection of the Prostate (BPH-TURP) Client at Ward of Anggrek Tengah Kanan (Bedah Kelas) RSUP Persahabatan
Aging process cause enlargement of prostate gland, so that the incidence and prevalence of Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) in elderly male is increasing. The case of BPH in urban areas, most dealt with Transurethral Resection of the Prostate (TURP). This paper aimed to describe and analyze perioperative nursing care of the delay surgery case on one client with BPH-TURP, with emphasized on preoperative teaching. Analysis showed that preoperative anxiety and risk of postoperative complications can be reduce by preoperative teaching. Writer suggested that delivering preoperative teaching by nurse should be done optimally, based on client's needs.
Key words: BPH, elderly male, preoperative teaching, TURP
viii
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................... HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... KATA PENGANTAR ................................................................................ HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR ...................................................................... ABSTRAK ................................................................................................. DAFTAR ISI .............................................................................................. DAFTAR GAMBAR .................................................................................... DAFTAR TABEL ........................................................................................ DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
vi vii ix xi xii xiii
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................... A. Latar Belakang ...................................................................................... B. Rumusan Masalah ................................................................................. C. Tujuan Penyusunan ............................................................................... D. Manfaat Penyusunan .............................................................................
1 1 5 5 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ A. Lanjut Usia (Lansia) sebagai Populasi Berisiko (Population at Risk) dan Rentan (Vulnerable Population).................................... ..................... B. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)....................................................... C. Transurethral Resection of the Prostate (TURP) ................................... D. Masalah Preoperatif terkait TURP dan Preoperative Teaching .............. E. Masalah Intraoperatif terkait TURP ....................................................... F. Masalah Postoperatif terkait TURP .......................................................
7 7 9 11 12 14 16
BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA ................................ A. Pengkajian Preoperatif.............................................................................. B. Analisi Data Preoperatif .......................................................................... C. Rencana Asuhan Keperawatan Preoperatif .............................................. D. Implementasi Keperawatan Preoperatif ................................................... E. Evaluasi Hasil Implementasi Preoperatif ............................................... F. Laporan Intraoperatif ............................................................................. G. Pengkajian Postoperatif.................................... ........................................ H. Analisi Data Postoperatif......................................................................... I. Rencana Asuhan Keperawatan Postoperatif ............................................. J. Implementasi Keperawatan Postoperatif .................................................. K. Evaluasi Hasil Implementasi Postoperatif ..............................................
18 18 22 23 23 24 25 28 29 30 30 31
ix
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
i ii iii iv
Universitas Indonesia
BAB 4 ANALISIS SITUASI ....................................................................... A. Profil Lahan Praktik ................................................................................ B. Analisis Masalah Keperawatn Klien dengan BPH dengan Konsep Terkait.................................... ......................................... B. Analisis Penerapan Preoperative Teaching pada Klien BPH-TURP ........ C. Alternatif Pemecahan .............................................................................
34 41 43
BAB 5 PENUTUP ..................................................................................... A. Simpulan ............................................................................................... B. Saran .....................................................................................................
45 45 45
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
47
x
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
33 33
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar 2.2
Prostat normal dan prostat yang mengalami pembesaran ...... Traksi balon kateter ................................................................
xi
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
10 17
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Hasil Pemantauan Laboratorium (25 Mei 2013) .......................... Tabel 3.2 Hasil Pemantauan Tekanan Darah, Frekuensi Nadi, dan Saturasi Oksigen Intraoperatif .............................................. Tabel 3.3 Hasil Pemantauan Tanda-tanda Vital Postoperatif .......................
xii
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
22 27 29
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9
Analisis Data Preoperatif Rencana Asuhan Keperawatan Preoperatif Bapak R dengan BPHTURP Catatan Perkembangan Preoperatif Bapak R dengan BPH-TURP Analisis Data Postoperatif Rencana Asuhan Keperawatan Postoperatif Bapak R dengan BPH-TURP Catatan Perkembangan Postoperatif Bapak R dengan BPH-TURP Media Edukasi Preoperative Teaching Media Edukasi Discharge Planning Daftar Riwayat Hidup
xiii
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pembangunan yang terjadi di berbagai sektor kehidupan dewasa ini, berdampak pada meningkatnya usia harapan hidup seseorang. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 dalam laporan pada tahun 2012, menggambarkan bahwa sejak tahun 2007 sampai 2010, usia harapan hidup penduduk selalu mengalami peningkatan, dari 70,4 di tahun 2007 menjadi 70,9 di tahun 2010. Peningkatan usia harapan hidup ini menyebabkan jumlah dan pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia) mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Berbagai data menunjukkan jumlah penduduk lansia mengalami peningkatan yang signifikan. Data Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia) tahun 2009, mencatat bahwa Indonesia menduduki urutan keempat, negara dengan penduduk lansia terbesar di Asia, setelah China, India dan Jepang. Data BPS (2010) menunjukkan populasi lansia Indonesia mengalami peningkatan yang pesat selama satu dekade terakhir, yaitu 14,4 juta jiwa (7,18 persen) pada tahun 2000 menjadi 18,1 juta jiwa (9 persen) pada tahun 2010. Komnas Lansia (2009) memperkirakan, pada tahun 2020 jumlah lansia Indonesia akan berlipat ganda mencapai angka 28,8 juta jiwa (11,34 persen). Populasi ini tersebar di seluruh wilayah Indonesia, baik perkotaan maupun pedesaan.
Populasi lansia di perkotaan meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah lansia Indonesia, ditambah dengan arus urbanisasi yang semakin pesat. WHO dalam Putra (2012) mencatat bahwa setiap tahun, jumlah lansia akan lebih banyak di perkotaan. Kantor Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Kemenkokesra) Indonesia dalam Putra (2012) mencatat bahwa pada tahun 2010, perbandingan jumlah lansia di desa dan di perkotaan hanya memiliki selisih 0,3 persen dengan jumlah lebih banyak di pedesaan. Namun, Kemenkokesra memprediksi bahwa 10 tahun ke depan, kondisi tersebut akan 1
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
2
berbalik. Penduduk lansia di perkotaan akan lebih besar dibandingkan pedesaan, yaitu sekitar 15,7 juta lansia akan hidup di kota, dan 13,1 juta lansia akan tinggal di pedesaan. Kondisi tersebut tentunya perlu mendapatkan perhatian dalam berbagai sektor, terutama kesehatan, untuk para lansia yang merupakan kelompok usia rentan.
Lansia tergolong sebagai populasi yang rentan (vulnerable population) dan berisiko (population at risk). Hal ini berarti lansia lebih mudah mengalami masalah kesehatan, akibat terpapar risiko atau akibat buruk dari masalah kesehatan, dan akibat kondisi biologis (Stanhope & Lancaster 2004). Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2009 (dalam Komnas lansia, 2010) mencatat separuh lebih lansia (54,57 persen) mengalami keluhan kesehatan sebulan terakhir. Angka keluhan kesehatan ini meningkat dari 48,94 persen pada tahun 2005, menjadi 54,25 persen pada tahun 2007 dan menjadi sebesar 54,57 persen pada tahun 2009. Keluhan kesehatan yang dirasakan lansia, salah satunya merupakan dampak dari penuaan.
Proses penuaan mempengaruhi berbagai sistem tubuh pada lansia. Seiring masa penuaan, berbagai fungsi sistem tubuh mengalami degenerasi, baik dari struktur anatomis, maupun fungsi fisiologis. Salah satu sistem tubuh yang terganggu akibat proses penuaan adalah sistem genitourinari. Pada sistem genitourinari lansia pria, masalah yang sering terjadi akibat penuaan, yakni pembesaran kelenjar prostat (Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)) (DeLaune & Ladner, 2002).
Pembesaran kelenjar prostat, atau disebut dengan BPH (Benign Prostate Hyperplasia) merupakan salah satu masalah genitouriari yang prevalensi dan insidennya meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Parsons (2010) menjelaskan bahwa BPH terjadi pada 70 persen pria berusia 60-69 tahun di Amerika Serikat, dan 80 persen pada pria berusia 70 tahun ke atas. Diperkirakan, pada tahun 2030 insiden BPH akan meningkat mencapai 20 persen pada pria berusia 65 tahun ke atas, atau mencapai 20 juta pria (Parsons, Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
3
2010).
Di Indonesia sendiri, data Badan POM (2011) menyebutkan bahwa
BPH merupakan penyakit kelenjar prostat tersering kedua, di klinik urologi di Indonesia.
Insiden dan prevalensi BPH cukup tinggi, namun hal ini tidak diiringi dengan kesadaran masyarakat untuk melakukan tindakan pencegahan maupun penanganan dini sebelum terjadi gangguan eliminasi urin. Nies dan McEwen (2007) menjelaskan bahwa pandangan stereotip yang mengatakan pria itu kuat, akan mengarahkan pria untuk cenderung lebih mengabaikan gejala yang timbul di awal penyakit. Pria akan menguatkan diri dan menghindari penyebutan “sakit” bagi diri pria itu sendiri. Sementara, ketika wanita sakit, wanita akan cenderung membatasi kegiatan dan berusaha mencari perawatan kesehatan. Oleh karena itu, kasus BPH yang terjadi lebih banyak kasus yang sudah mengalami gangguan eliminasi urin, dan hanya bisa ditangani dengan prosedur pembedahan.
TURP (Transurethral Resection of the Prostate) merupakan salah satu prosedur pembedahan untuk mengatasi masalah BPH yang paling sering dilakukan. Rassweiler (2005) menjelaskan bahwa TURP merupakan representasi gold standard manajemen operatif pada BPH. TURP memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan prosedur bedah untuk BPH lainnya. Beberapa kelebihan TURP antara lain prosedur ini tidak dibutuhkan insisi dan dapat digunakan untuk prostat dengan ukuran beragam, dan lebih aman bagi pasien yang mempunyai risiko bedah yang buruk (Smeltzer & Bare, 2003). Oleh karena itulah, prosedur TURP lebih umum digunakan mengatasi masalah pembesaran kelenjar prostat.
Prosedur TURP banyak dilakukan di rumah sakit di perkotaan, karena didukung dengan ketersediaan alat yang memadai dan tenaga kesehatan yang kompeten. Tidak ditemukan data pasti yang menunjukkan jumlah rumah sakit yang menyediakan layanan TURP di Indonesia. Namun, setiap rumah sakit yang menyediakan jasa pelayanan bedah urologi, biasanya menyediakan Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
4
layanan TURP. Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan merupakan salah satu rumah sakit yang menyediakan layanan bedah urologi, termasuk TURP. Dalam jangka waktu tujuh minggu, sejak awal Mei 2013 sampai akhir Juli 2013, ditemukan sedikitnya delapan kasus BPH yang menjalani tindakan bedah TURP dan dirawat di ruang Anggrek Tengah Kanan (Bedah Kelas) RSUP Persahabatan. Kasus ini termasuk kasus bedah urologi yang banyak ditemukan selain kasus batu saluran perkemihan.
Segala jenis tindakan pembedahan harus dipersiapkan secara matang, termasuk pada TURP. Klien yang akan menjalani prosedur TURP juga perlu dipersiapkan, yaitu dengan preoperative teaching. Tujuan preoperative teaching adalah untuk menurunkan kecemasan dan ketakutan, serta mengurangi kemungkinan munculnya komplikasi postoperatif. Selain itu, informasi sensori dan informasi prosedural seperti preoperative teaching dapat menurunkan stress dan meningkatkan kemampuan koping klien (Calvin & Lane, 1999; Millo & Sullivan, 2000 dalam Smeltzer & Bare, 2003).
Pentingnya penerapan preoperative teaching dapat dilihat pada salah satu contoh kasus. Bapak R merupakan salah satu klien BPH yang akan menjalani tindakan pembedahan TURP. Bapak R dijadwalkan operasi pada tanggal 24 Mei 2013, namun Bapak R yang mengalami penundaan operasi sampai tanggal 28 Mei 2013, karena tekanan darah yang tingi akibat ansietas. Hal ini bisa dicegah, jika klien dipersiapkan dengan optimal, untuk menjalani prosedur TURP, yaitu dengan persiapan preoperatif yang maksimal, yang salah satunya mencakup preoperative teaching. Klien dapat diberikan gambaran mengenai prosedur tindakan, hal-hal yang harus dipersiapkan, serta hal-hal yang akan terjadi setelah operasi, serta mengenai perawatan dan pencegahan
komplikasi
postoperatif.
Dengan
demikian,
klien
akan
mendapatkan informasi, dan dapat menurunkan tingkat ansietasnya. Oleh karena itu, preoperative teaching diperlukan bagi klien yang akan menjalani pembedahan, termasuk TURP.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
5
B. Rumusan Masalah Pembangunan yang terjadi di berbagai sektor kehidupan meningkatkan usia harapan hidup seseorang. Peningkatan usia harapan hidup ini menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) mengalami peningkatan, terutama di perkotaan dan ditambah dengan arus urbanisasi. Lansia tergolong sebagai populasi yang rentan dan berisiko, terutama akibat perubahan biologis akibat penuaan. BPH merupakan salah satu masalah pada lansia pria, yang terjadi karena adanya pembesaran kelenjar prostat akibat penuaan. BPH banyak ditangani dengan prosedur bedah TURP. Klien yang akan menjalani prosedur TURP perlu persiapan preoperatif yang optimal, salah satunya dengan preoperative teaching, yang dapat menurunkan kecemasan dan ketakutan, serta mengurangi kemungkinan munculnya komplikasi postoperatif. Salah satu contoh adalah pada Bapak R yang mengalami penundaan operasi karena tekanan darah yang tingi akibat ansietas. Hal ini bisa dicegah jika dilakukan preoperative teaching yang optimal. Oleh karena itu, preoperative teaching penting diberikan pada klien yang akan menjalani TURP.
C. Tujuan Penyusunan 1. Tujuan Umum Tujuan umum dilakukannya penyusunan karya ilmiah ners ini adalah untuk menggambarkan asuhan keperawatan perioperatif pada klien dengan
BPH-TURP,
dengan
menitikberatkan
pada
implementasi
preoperative teaching.
2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain: a. Memaparkan asuhan keperawatan preoperatif pada pada klien dengan BPH-TURP b. Memaparkan asuhan keperawatan intraoperatif pada pada klien dengan BPH-TURP
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
6
c. Memaparkan asuhan keperawatan postoperatif pada pada klien dengan BPH-TURP d. Menganalisis
masalah
keperawatan
klien
dengan
BPH
dan
dihubungkan dengan konsep terkait e. Menganalisis implementasi preoperative teaching yang dilakukan pada klien BPH-TURP
D. Manfaat Penyusunan 1. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi mahasiswa keperawatan, dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan kasus bedah BPH-TURP. Karya ilmiah ini juga dapat digunakan sebagai data dasar bagi penelitian yang akan melibatkan klien dengan BPH-TURP,. Selain itu, karya ilmiah ini dapat memberikan gambaran mengenai kondisi klien BPH serta asuhan keperawatannya, sehingga dapat memberikan ide atau gagasan baru untuk pengembangan ilmu keperawatan, khususnya keperawatan medikal bedah di masa yang akan datang.
2. Bagi Pelayanan Kesehatan Hasil penulisan karya ilmiah ini dapat memberikan masukan bagi pengembangan asuhan keperawatan perioperatif pada klien BPH-TURP, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan di rumah sakit. Selain itu, karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan gambaran pemberian asuhan keperawatan perioperatif yang komprehensif pada klien dengan masalah BPH-TURP.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
A. Lanjut Usia (Lansia) sebagai Populasi Berisiko (Population at Risk) dan Rentan (Vulnerable Population) Maurer dan Smith (2005) mendefinisikan populasi sebagai sekumpulan individu yang bertempat tinggal di suatu wilayah. Definisi risiko adalah peluang atau kemungkinan untuk mempunyai konsekuensi yang merugikan, dan akan meningkat dengan adanya satu atau lebih karakteristik (Backett, Davies, & Petros-Barvazian, 1984 dalam Friedman, Bowden, & Jones, 2003). Populasi berisiko didefinisikan sebagai kumpulan individu yang memiliki masalah kesehatan, yang kemungkinan akan berkembang karena dipengaruhi adanya faktor risiko yang dapat dimodifikasi (Allender, Rector, & Warner, 2010). Faktor risiko (risk factor) sendiri didefinisikan sebagai faktor paparan yang spesifik, yang secara terus menerus bersinggungan terhadap individu. Faktor risiko berkaitan dengan lingkungan, gaya hidup, dan karakteristik seseorang seperti usia, jenis kelamin, dan genetik (Stanhope & Lancaster, 2004). Dengan demikian, populasi berisiko merupakan sekumpulan individu yang dapat memiliki masalah kesehatan, karena adanya faktor risiko yang berasal dari dalam maupun dari luar individu tersebut.
Kelompok yang mempunyai kumpulan risiko untuk dapat mengalami berbagai masalah, digolongkan sebagai populasi rentan (vulnerable population). Polit dan Beck (2012) mendefinisikan kerentanan (vulnerability) sebagai kondisi yang mengakibatkan individu mudah mengalami gangguan fisik. Vulnerable population merupakan kelompok yang mempunyai karakteristik lebih memungkinkan
berkembangnya
masalah
kesehatan,
lebih
mengalami
kesulitan dalam mengakses pelayanan kesehatan, dan lebih memungkinkan penghasilannya kurang, atau masa hidupnya lebih singkat akibat kondisi kesehatan (Maurer & Smith, 2005). Dengan demikian, populasi rentan dapat didefinisikan sebagai kelompok individu yang memiliki berbagai risiko untuk
7
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
8
mengalami masalah akibat faktor pendukung yang tidak adekuat baik dalam diri maupun dari lingkungan.
Lansia merupakan kelompok usia yang berisiko, karena dalam diri lansia terdapat karakteristik populasi berisiko. Karakteristik populasi berisiko tersebut antara lain risiko biologis dan usia, risiko gaya hidup dan perilaku, risiko sosial, serta risiko ekonomi.
Pertama, risiko biologis dan usia. Dalam proses menua, dikenal adanya teori biologis. Teori ini menjelaskan bahwa penuaan merupakan proses yang tidak disengaja dan irreversible, yang terjadi setiap saat dan menyebabkan perubahan sel-sel dan jaringan tubuh (Ebersole, 2005). Sebagai contoh pada pria, seiring masa penuaan, risiko untuk mengalami pembesaran kelenjar prostat menjadi lebih tinggi. Parsons (2010) mengungkapkan bahwa risiko BPH meningkat mencapai angka 70 persen pada pria berusia 60-69 tahun, dan 80 persen pada pria berusia 70 tahun ke atas.
Kedua, risiko gaya hidup dan perilaku. Beberapa masalah kesehatan yang timbul pada lansia, disebabkan karena gaya hidup atau kebiasaan yang dilakukan sejak muda (Stanhope & Lancaster, 2004). BPH belum diketahui penyebabnya. Namun, Roehrborn (2011) menjelaskan bahwa hasil penelitian yang dilakukan oleh Parsons (2007), dan Parsons dan Kashefi (2008) menemukan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kurang aktivitas fisik, obesitas, dan indeks massa tubuh (IMT) dengan kejadian BPH.
Ketiga, risiko sosial. Risiko sosial antara lain lingkungan tempat tinggal dengan tingkat kriminalitas
tinggi, jauh dari tempat rekreasi, fasilitas
kesehatan tidak memadai, lingkungan yang memiliki tingkat polisi yang tinggi, serta lingkungan yang memiliki tingkat stress tinggi (Stanhope & Lancaster, 2004). Selain itu, risiko masalah kesehatan dapat meningkat jika lansia memiliki kemampuan koping yang maladaptif atau tidak adekuat.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
9
Keempat, risiko ekonomi. Hal ini berkaitan dengan sumber penghasilan dalam keluarga. Keterbatasan pendapatan akan berdampak pada kesulitan dalam mengakses pelayanan kesehatan, selain itu, pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari juga akan mengalami keterbatasan. Oleh karena itu, kondisi tersebut dapat mengakibatkan terjadinya masalah kesehatan, terutama pada lansia (Stanhope & Lancaster, 2004). Belum ada penelitian antara hubungan BPH dengan kondisi ekonomi individu. Namun, masalah ekonomi dapat menjadi penghambat individu untuk melakukan deteksi dini BPH maupun pengobatan dan perawatan terkait BPH.
Hasil penjabaran tersebut menggambarkan bahwa lansia memiliki banyak faktor risiko terhadap munculnya gangguan kesehatan. Selain itu, proses penuaan pada lansia menyebabkan kemungkinan berkembangnya masalah kesehatan, menjadi lebih tinggi. Oleh karena itu, selain digolongkan sebagai kelompok berisiko, lansia juga merupakan kelompok yang rentan terhadap masalah kesehatan. Sebagai contoh, pada pria, seiring bertambahnya usia, menjadi rentan terhadap masalah BPH.
B. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dapat didefinisikan sebagai pembesaran kelenjar prostat yang memanjang ke atas, ke dalam kandung kemih, yang menghambat aliran urin, serta menutupi orifisium uretra (Smeltzer & Bare, 2003). Secara patologis, BPH dikarakteristikkan dengan meningkatnya jumlah sel stroma dan epitelia pada bagian periuretra prostat. Peningkatan jumlah sel stroma dan epitelia ini disebabkan adanya proliferasi atau gangguan pemrograman kematian sel yang menyebabkan terjadinya akumulasi sel (Roehrborn, 2011).
Penyebab pasti BPH belum diketahui. Namun, IAUI (2003) menjelakan bahwa terdapat banyak faktor yang berperan dalam hiperplasia prostat, seperti usia, adanya peradangan, diet, serta pengaruh hormonal. Faktor tersebut selanjutnya mempengaruhi prostat untuk mensintesis protein growth factor, Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
10
yang kemudian memicu proliferasi sel prostat. Selain itu, pembesaran prostat juga dapat disebabkan karena berkurangnya proses apoptosis. Roehrborn (2011) menjelaskan bahwa suatu organ dapat membesar bukan hanya karena meningkatnya proliferasi sel, tetapi juga karena berkurangnya kematian sel.
Gambar 2.1: Prostat normal (kiri) dan prostat yang membesar (kanan)
BPH jarang mengancam jiwa. Namun, keluhan yang disebabkan BPH dapat menimbulkan ketidaknyamanan. BPH dapat menyebabkan timbulnya gejala LUTS (lower urinary tract symptoms) pada lansia pria. LUTS terdiri atas gejala obstruksi (voiding symptoms) maupun iritasi (storage symptom) yang meliputi: frekuensi berkemih meningkat, urgensi, nokturia, pancaran berkemih lemah dan sering terputus-putus (intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis berkemih, dan tahap selanjutnya terjadi retensi urin (IAUI, 2003).
LUTS pada BPH terjadi karena adanya pembesaran kelenjar prostat atau benign prostate enlargement (BPE) yang menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher kandung kemih dan uretra atau bladder outlet obstruction (BOO). Obstruksi ini lama kelamaan dapat menimbulkan perubahan pada struktur kandung kemih maupun ginjal, yang kemudian dapat menimbulkan komplikasi pada saluran kemih bagian atas maupun bawah (IAUI, 2003).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
11
Obstruksi pada leher kandung kemih dan uretra menyebabkan pengosongan urin yang tidak tuntas, yang lama kelamaan dapat meningkatkan tekanan pada kandung kemih. Seiring dengan meningkatnya tekanan pada kandung kemih, regangan otot detrusor yang terdapat pada kandung kemih, melebihi kapasitas regangnya, sehingga kandung kemih terus meregang, sementara kontraksi kandung kemih menjadi lemah. Akibatnya terjadi refluks urin. Jika hal ini terus berlanjut, lama kelamaan dapat terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan dilatasi pada piala dan kaliks ginjal (hidronefrosis), yang dapat menyebabkan kerusakan tubulus, gangguan filtrasi ginjal, dan akhirnya menjadi awal terjadinya gagal ginjal (Smeltzer & Bare, 2003).
B. Transurethral Resection of the Prostate (TURP) BPH tidak dapat dicegah, dan kebanyakan kasus BPH di Indonesia merupakan kasus BPH bergejala, yang sudah menimbulkan gangguan elminasi. Penanganan masalah BPH di Indonesia, paling banyak dilakukan melalui prosedur bedah, yaitu TURP. TURP merupakan salah satu prosedur pembedahan yang umum dilakukan pada kasus BPH. Prosedur ini dilakukan melalui endoskopi. Instrumen bedah dan optikal dimasukkan ke secara langsung melalui uretra ke dalam prostat, yang kemudian dapat dilihat secara langsung. kelenjar diangkat dalam irisan kecil dengan loop pemotong listrik (Smeltzer & Bare, 2003).
Prosedur TURP memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan TUPR antara lain dapat dilakukan tanpa insisi, dan digunakan untuk kelenjar dalam ukuran yang beragam. Selain itu, TURP juga dapat digunakan untuk pasien dengan kelenjar yang kecil dan lebih aman bagi pasien yang memiliki risiko bedah (Smeltzer & Bare, 2003). Adapun kekurangan dari prosedur TUPR antara lain dapat menyebabkan komplikasi seperti perdarahan, obstruksi (Smeltzer & Bare, 2003), dan timbulnya sindrom TURP (Hideki, et al 2001).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
12
C. Masalah Preoperatif terkait TURP dan Preoperative Teaching Smelzer dan Bare (2003) serta Spry (2009) menjelaskan bahwa masalah utama yang terjadi pada fase preoperatif diantaranya adalah ansietas dan kurang pengetahuan. Spry (2009) juga menjelaskan bahwa kurang pengetahuan dapat disebabkan karena gangguan dalam komunikasi, barrier bahasa, kapasitas mental klien yang tidak adekuat, serta kurang terpapar informasi mengenai prosedur pembedahan. Selain itu, Spry (2009) juga
memaparkan bahwa
tingkat ansietas seseorang dapat dipengaruhi oleh pengalaman pembedahan.
Intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah ansietas dapat dilakukan dengan eduksi kesehatan dan teknik relaksasi. Doenges dan Moorhouse (2008) menjelaskan bahwa teknik relaksasi dapat menurunkan frustasi dan meningkatkan koping adaptif. Selain itu, pendapat lain yang dikemukakan oleh Spry (2009) menjelaskan bahwa pemberian informasi yang sesuai dengan kebutukan klien pada fase preoperatif dapat menurunkan ansietas dan ketakutan klien.
Intervensi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah kurang pengetahuan adalah dengan melakukan pengajaran preoperatif (preoperative teaching). Bernier, Saranes, dan Owen (2003) menjelaskan bahwa preoperative teaching merupakan proses interaktif dalam memberikan informasi dan penjelasan mengenai proses pembedahan, perilaku yang diharapkan, dan antisipasi sensasi, serta mendengarkan aktif (therapeutic listening) pasien yang akan menjalani operasi. Tujuan preoperative teaching adalah untuk menurunkan kecemasan dan ketakutan, serta mengurangi kemungkinan munculnya komplikasi postoperatif. Selain itu, Informasi sensori dan informasi prosedural seperti preoperative teaching dapat menurunkan stress dan meningkatkan kemampuan koping klien (Calvin & Lane, 1999; Millo & Sullivan, 2000 dalam Smeltzer & Bare, 2003).
Materi yang perlu disampaikan pada preoperative teaching bermacam-macam, Spry (2009) menjelaskan bahwa preoperative teaching harus mencakup Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
13
kejadian intraoperatif, termasuk prosedur anestesi, prosedur pembedahan, estimasi waktu, serta hasil yang diharapkan. Selain itu, edukasi mengenai hal lain, seperti latihan napas dalam dan batuk efektif, latihan kaki, serta mengenai persiapan preoperatif dan perawatan postoperatif juga perlu dilakukan. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa salah satu tujuan asuhan
keperawatan
preoperatif
adalah
mengajarkan
klien
untuk
mempromosikan ekspansi paru yang maksimal dan oksigenasi darah yang adekuat postanestesi. Selain itu, latihan napas dalam preoperatif juga diberikan pada klien yang berisiko mengalami komplikasi postoperatif. Faktor risiko tersebut antara lain anestesi umum, pembedahan abdomen atau toraks, riwayat merokok, penyakit paru kronik, obesitas, dan lanjut usia (Pearson Education,--). Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa
latihan kaki
adalah
vena,
untuk
memperbaiki
sirkulasi,
mencegah
stasis
dan
mempromosikan fungsi rispiratori yang optimal. Oleh karena itu, latihan ini penting untuk dilakukan pada klien yang akan menjalani pembedahan.
Hal lain yang perlu disampaikan dalam preoperative teaching juga mencakup pengajaran mengenai bed rest dan mobilisasi dini postoperatif. Alam, et al (2011) menjelaskan bahwa insiden sakit kepala setelah anestesia spinal terjadi sekitar 0,2% sampai 20%. Alam, et al (2011) juga menjelaskan bahwa gejala sakit kepala ini dapat dikurangi dengan bed rest. Thoennissen, et al (2001) menjelaskan bahwa di
Perancis bed rest untuk mencegah sakit kepada
postanestesi dilakukan selama 24 jam, begitupun dengan di Austria. Namun, di Swedia bed rest hanya dilakukan sampai kurang dari tiga jam. Shields dan Welder (2002) menjelaskan bahwa bed rest dilakukan dengan posisi datar (lying flat). Walaupun bed rest dianjurkan pada saat postoperatif, di sisi lain mobilisasi dini (early mobilization) juga diperlukan untuk mencegah trombosis vena.
Rice, Brassell, dan McLeod (2010) menjelaskan bahwa
tromboemboli vena merupakan komplikasi yang umum dan berpotensi terjadi pada pembedahan urologi, termasuk TURP. Rice, Brassell, dan McLeod (2010) juga menjelaskan bahwa salah satu pencegahan komplikasi ini dilakukan dengan mobilisasi dini. Oleh karena itu, setelah pemulihan dari efek Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
14
anestesia dengan bed rest, harus dilakukan mobilisasi dini. Smeltzer dan Bare (2003) juga menjelaskan bahwa dalam melakukan ambulasi dini tidak melewati batas toleransi pasien, harus memperhatikan jenis prosedur bedah, kondisi fisik, dan usia pasien.
Hal lainnya yang perlu disampaikan pada pasien adalah kapan boleh makan dan minum setelah operasi. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa cairan merupakan substansi pertama yang ditoleransi pasien setelah pembedahan.
Setelah itu, jika tidak ada rasa mual, diet normal dapat
diberikan Smeltzer dan Bare (2003). Oleh karena itu, pada pasien post-TURP, asupan makanan diberikan secara bertahap, jika sudah tidak ada rasa mual.
Pencegahan
Valsava
manuver
post-TURP
juga
perlu
disampaikan.
Pencegahan Valsava manuver antara lain mencakup menghindari mengejan saat defekasi, menghindari menahan napas saat berpindah posisi, menghindari bersin, dan batuk keras. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa Valsava dapat meningkatkan tekanan vena dan menyebabkan hematuria. Salah satu upaya untuk menghindari Valsava saat defekasi adalah dengan makan makanan yang mengandung serat dan konsumsi air yang cukup, dua sampai tiga liter per hari.
D. Masalah Intraoperatif terkait TURP Hal yang dilakukan setelah klien masuk ruang operasi adalah persiapan anestesi. Pada pembedahan TURP, jenis anestesi yang biasa dilakukan adalah anestesi spinal. Anestesi spinal merupakan anestesi, dimana obat anestesi disuntikkan pada ruang subarachnoid pada lumbal, biasanya antara L4 dan L5. Anestesi spinal yang dilakukan, menghasilkan efek anestesi pada ekstermitas bawah, perineum, dan abdomen bawah (Smeltzer & Bare, 2003).
Setelah proses anestesi dilakukan, klien yang akan menjalani TURP akan diposisikan litotomi, kemudian dilakukan desinfeksi. Tujuan dilakukannya proses ini adalah sebagai upaya untuk mengurangi jumlah bakteri pada kulit, Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
15
dan mengurangi potensial kontaminasi bakteri dari klien selama proses pembedahan (Spry, 2009). Setelah itu, dilakukan draping agar dokter bedah dapat berfokus hanya pada daerah yang harus dioperasi saja.
Masalah keperawatan intraoperatif yang biasanya muncul pada klien dengan pembedahan TURP adalah risiko cedera posisi perioperatif berhubungan dengan posisi operasi, pemakaian alat kesehatan, dan tindakan invasif, serta risiko perdarahan berhubungan dengan prosedur pembedahan. Spry (2009) menjelaskan bahwa selama periode intraoperatif, klien memiliki risiko cedera yang tinggi. NANDA (2012) juga dijelaskan bahwa risiko cedera posisi perioperatif dapat terjadi karena adanya faktor risiko seperti disorientasi, edema, imobilisasi, kelemahan otot, terlalu kurus, terlalu gemuk, dan gangguan persepsi atau sensori yang berkaitan dengan anestesi. Spry (2009) menjelaskan bahwa anestesi dapat mencegah pertahanan tubuh normal terhadap nyeri akibat peregangan, twisting, dan kompresi yang berlebihan pada bagian tubuh. Selain itu, gesekan dan tekanan pada masa imobilisasi juga dapat menyebakan timbulnya luka tekan (pressure ulcer).
Masalah keperawatan dapat timbul dari posisi operasi, dalam kasus ini posisi litotomi. Posisi litotomi dapat mengurangi efisiensi respirasi karena tekanan yang diberikan paha kepada abdomen dan tekanan yang diberikan oleh abdomen pada diafragma, membatasi ekspansi paru, sehingga kapasitas paru dan volume tidal menurun. Selain itu, pada posisi litotomi, ketika bagian kaki direndahkan, sekitar 500-800 ml darah beralih dari bagian viseral ke bagian ekstremitas, dan dapat menyebabkan hipotensi (Spry, 2009). Risiko lain yang ditimbulkan dari posisi ini adalah terjadinya sindrom kompartemen. Walsh (1993) dalam Spry (2009) menjelaskan bahwa sindrom kompartemen dapat terjadi jika otot betis terlalu lama kontak dengan penyangga kaki.
Masalah lain juga dapat ditimbulkan jika prosedur TURP dilakukan dalam durasi yang terlalu lama. Hawary, et al (2009) menjelaskan bahwa prosedur TURP harus dibatasi sampai kurang dari 60 menit untuk menghindari Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
16
terjadinya komplikasi TURP. Penelitian yang dilakukan oleh Mebust, et al (1989) (Dalam Hawary, et al, 2009), ditemukan bahwa dari 3885 pasien yang menjalani TURP, pada pasien yang menjalani TURP lebih dari 90 menit, terjadi insiden perdarahan intraoperatif dan TURP syndrome yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang menjalani TURP kurang dari 90 menit. Pada pasien yang menjalani TURP lebih dari 90 menit insiden perdarahan intraoperatif terjadi sebanyak 7,3% dan TURP syndrome sebanyak 2%. Sedangkan pada pasien yang menjalani TURP kurang dari 90 menit, insiden perdarahan intraoperatif sekitar 0,9% dan insiden TURP syndrome sebanyak 0,7%.
E. Masalah Postoperatif terkait TURP Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada fase postoperatif pada klien dengan jenis pembedahan TURP adalah nyeri akut, risiko perdarahan, dan risiko gangguan eliminasi urin. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa nyeri akut merupakan salah satu masalah utama yang muncul pada pasien postoperatif. Diagnosa risiko perdarahan dan risiko gangguan eliminasi urin juga dapat ditegakkan karena adanya faktor risiko komplikasi TURP. Rassweiler et al (2006) menjelaskan bahwa TURP dapat menimbulkan komplikasi, diantarnya adalah perdarahan, retensi urin, inkontinensia, ejakulasi retrogard, obstruksi kateter urin, serta scarring.
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk penangan nyeri dapat dilakukan dengan cara non farmakologis dan cara farmakologis. Intervensi manajemen nyeri non farmakologis dapat dilakukan dengan teknik relaksasi. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa nyeri dapat menimbulkan respon stress, yang dapat memicu konstriksi pembuluh darah. Oleh karena itu, teknik relaksasi dapat digunakan untuk membantu mengurangi nyeri, karena dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah untuk memperlancar aliran darah. Intervensi untuk mengatasi nyeri juga dapat dilakukan dengan manajemen nyeri farmakologis. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa pada klien postoperatif, sekitar satu per tiga melaporkan nyeri hebat. Selain itu, Smeltzer Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
17
dan Bare (2003) juga menjelaskan bahwa lansia harus mendapatkan manajemen nyeri yang adekuat setelah pembedahan. Oleh karena itu, manajemen nyeri farmakologis juga dibutuhkan untuk klien pada fase postoperatif.
Intervensi yang dapat dilakukan untuk menangani risiko perdarahan antara lain melakukan traksi kateter. Reissweler (2006) menjelaskan bahwa pada post-TURP, balon kateter digunakan sebagai traksi untuk membantu menghentikan perdarahan.
Gambar 2.2: Traksi balon kateter
Pencegahan perdarahan juga dapat
dengan edukasi. Pemberian informasi
yang dilakukan adalah edukasi mengenai pencegahan valsava manuver, yang telah dijelaskan pada bagian preoperative teaching.Selain itu, diperlukan juga pemberian medikasi yang dapat
mengurangi risiko perdarahan dan
mempercepat proses penyembuhan luka seperti kalnex dan vitamin k.
Intervensi yang dapat dilakukan untuk menangani masalah risiko gangguan eliminasi urin adalah dengan pemantauan continuous bladder irrigation. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa continuous bladder irrigation post-TURP dibutuhkan untuk mengeluarkan bekuan darah agar obstruksi tidak terjadi. Selain itu, irigasi juga dapat dibantu dengan asupan cairan yang adekuat, sehingga perlu dilakukan edukasi untuk mengkonsumsi cairan per oral dengan adekuat, yaitu dua sampai tiga liter cairan per hari. Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA
A. Pengkajian (Pre Operatif) Bapak R (63 tahun) masuk rumah sakit pada tanggal 23 Mei 2013, dengan diagnosa medis hiperplasia prostat. Klien dirawat di ruang Bedah Kelas RSUP Persahabatan untuk menjalani operasi TURP pada tanggal 24 Mei 2013, namun operasinya ditunda karena tekanan darah klien tiba-tiba tinggi. Klien merupakan penduduk asli Jakarta, dan memiliki latar belakang budaya suku Betawi, dengan pendidikan terakhir sekolah dasar (SD). Klien pernah bekerja sebagai tukang ojek, namun saat ini klien sudah tidak bekerja. Bapak R memiliki riwayat merokok, namun sudah berhenti sejak tiga tahun yang lalu.
Keluhan yang berhubungan dengan penyakit yang dirasakan klien saat ini adalah keluhan pada eliminasi urin. Keluhan yang dirasakan berupa keluhan nyeri saat berkemih, terasa panas seperti terbakar, berkemih seringkali terasa tidak tuntas (anyang-anyangan). Nyeri yang dirasakan berada dalam skala empat sampai lima. Klien mengatakan terkadang harus mengejan baru bisa berkemih. Terkadang klien merasa tuntas dalam berkemih, namun setelah berkemih terasa nyeri (disuria terminal). Pancaran urin lemah. Klien juga mengatakan sering ingin buang air kecil di malam hari, bisa dua atau tiga kali. Keluhan dirasakan kurang lebih sejak satu tahun sebelum masuk rumah sakit.
Hasil pengkajian riwayat penyakit sebelumnya didapatkan bahwa klien pernah memiliki masalah batu ureter. Pada tanggal 25 Mei 2013, telah dilakukan tindakan URS (ureterorenoscopy) untuk masalah batu ureter yang dialami klien, dan bersamaan dengan sistoskopi yang dilakukan saat tindakan URS, diketahui bahwa klien juga mengalami hiperplasia prostat. Selain itu, klien juga memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol sampai saat ini. Klien baru mengetahui jika dirinya memiliki hipertensi sejak melakukan kunjungan ke poli urologi untuk masalah perkemihan yang dialaminya. Sejak saat itu, klien meminum obat anti hipertensi captopril 1 sampai 2 kali sehari, namun 18
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
19
tidak dilakukan secara rutin. Klien mengatakan sering merasa nyeri pada tengkuk, yang datangnya sewaktu-waktu. Klien mengatakan nyeri akan hilang dengan istirahat.
Hasil pengkajian riwayat penyakit dalam keluarga didapatkan bahwa dalam keluarga pernah mengalami penyakit yang sama, yakni batu saluran kemih. Klien mengatakan dalam keluarga, ayah klien pernah mengalami penyakit urin batu, sampai mengeluarkan batu kecil-kecil ketika buang air kecil. Namun, tidak pernah berobat. Berdasarkan hasil pengkajian, untuk masalah hipertensi, tidak ada riwayat hipertensi dalam keluarga. Riwayat masalah kesehatan lainnya seperti jantung dan DM juga tidak ditemukan dalam keluarga klien.
Klien mendapat jadwal untuk mendapatakan tindakan TURP pada Jum’at, 24 Mei 2013. Namun, tindakan tersebut dibatalkan karena hipertensi klien kambuh mencapai 205/109. Pada pukul 06.00 sebelum operasi, tekanan darah klien mencapai 190/100. Setelah itu, diberikan captopril 25 gram, satu jam setelahnya, setelah dievaluasi, tekanan darah turun menjadi 150/80. Klien mengatakan merasa kaget saat dibawa ke ruang persiapan operasi, karena ruangan dingin. Klien juga mengatakan tidak tahu akan dilakukan tindakan seperti apa. Klien pernah masuk kamar operasi sebelumnya, tetapi klien tidak mengetahui apakah tindakan yang akan dilakukan akan sama atau berbeda. Ketika ditanyakan hal yang diketahui klien tentang tindakan operasi yang akan dilakukan, klien mengatakan tidak tahu, operasi seperti apa yang akan dilakukan. Klien dijadwalkan kembali untuk operasi pada Selasa, 28 Mei 2013, tindakan TURP dengan anestesi spinal.
Hasil pengkajian aktivitas, didapatkan data bahwa saat di rumah kegiatan sehari-hari adalah membantu istri berjualan nasi uduk. Selain itu, saat di rumah klien sering olahraga sepak bola bersama teman atau tetangga. Selama di rumah sakit klien tidak memiliki keterbatasan mobilisasi. Rentang pergerakan sendi klien normal. Klien mampu berjalan ke kamar mandi, dan dapat melakukan tindakan personal hygiene secara mandiri. Klien biasa tidur Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
20
malam dari rentang pukul sembilan sampai sebelas malam dan bangun saat subuh, sekitar pukul empat sampai lima pagi. Klien mengatakan selama dirawat di rumah sakit sering terbangun di malam hari, karena ingin berkemih. Perasaan tersebut, seringkali menganggu istirahat tidur malam. Siang hari, klien akan tidur siang jika tidak ada pasien lain yang bisa diajak mengobrol atau tidak ada keluarga dan teman yang menjenguk ke rumah sakit.
Hasil pengkajian sistem sirkulasi didapatkan hasil bahwa klien memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol, yang baru diketahui saat klien melakukan pemeriksaan terkait keluhan perkemihan yang dialaminya. Klien juga rutin mengkonsumsi obat anti hipertensi, captopril. Hasil pemeriksaan tekanan darah pada Sabtu, 25 Mei 2013 tekanan darah pada posisi berbaring dan dilakukan pada lengan kiri adalah 140/90 mmHg, frekuensi nadi radialis 92 kali/menit kuat, dan reguler. Pada auskultasi, tidak ditemukan bunyi jantung abnormal, tidak terdapat rasa kebas pada ekstremitas, suhu ekstremitas hangat, capillary refill time kurang dari dua detik, mukosa bibir lembab, konjungtiva tidak pucat, dan sklera tidak ikterik.
Hasil pengkajian integritas ego didapatkan hasil bahwa klien tampak tegang. Klien mengatakan takut akan batal operasi lagi. Klien khawatir tekanan darahnya akan tinggi lagi sebelum operasi. Sebelumnya, klien batal operai karena tekanan darahnya meningkat di atas normal. Klien mengatakan kaget saat di bawa ke ruang operasi karena tiba-tiba terasa dingin. Klien juga tidak mengetahui apa yang akan dilakukan terhadap dirinya saat di ruang operasi lagi. Saat ini, hal yang dilakukan klien untuk mengatasi kecemasannya adalah dengan banyak berdoa, dan berzikir. Klien terlihat sering berzikir sambil menelusuri batu tasbih dengan jari. Klien juga terlihat rutin mengerjakan sholat lima waktu. Klien mengatakan sudah lupa apa saja persiapan operasi yang harus dilakukan, klien mengatakan operasinya mungkin akan dinsisi sehingga akan ada luka operasi, klien mengatakan tidak mengetahui perawatan postoperatif, dan klien mengatakan tidak mengetahui komplikasi TURP, selain
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
21
itu, klien juga sering menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan prosedur operatif dan hasil postoperatif.
Hasil pengkajian eliminasi didapatkan hasil bahwa klien buang air kecil sekitar lima sampai enam kali dalam sehari. Selain itu, ditemukan juga geljala LUTS seperti terasa nyeri saat berkemih, terasa panas seperti terbakar, berkemih terkadang tidak tuntas, pancaran urin lemah. Jika berkemih dirasakan tuntas, setelah berkemih biasanya terasa nyeri (disuria terminal). Seringkali klien harus mengejan untuk mengeluarkan urin. Klien mengalami nokturia sekitar dua sampai tiga kali setiap malam. Tidak terdapat hematuria. Pola defekasi klien tidak setiap hari, biasanya dua hari sekali. Klien mengatakan
terkadang
defekasi
keras
dan
harus
mengejan
untuk
mengeluarkan feses. Klien tidak meminum obat-obatan laksatif, dan tidak ada riwayat hemoroid. Hasil pemeriksaan abdomen didapatkan bahwa tidak terdapat nyeri tekan abdomen, konsistensi abdomen lunak, tidak terdapat massa, dan hasil auskultasi ditemukan bising usus aktif pada keempat kuadran.
Hasil pengkajian makanan dan cairan ditemukan bahwa berat badan klien adalah 65 kg, dan tinggi badan 168 cm. Klien mengatakan selama di rumah sakit makan tiga kali dalam sehari dan lebih sering menghabiskan makanannya. Tidak ada masalah penurunan selera makan, tidak terdapat mual maupun muntah. Klien tidak memiliki masalah mengunyah dan menelan, klien tidak memakai gigi palsu, dan tidak ada alergi makanan. Klien mengatakan kurang suka makan sayur dan buah. Klien mengatakan suka makan gorengan dan jengkol. Selama di rumah sakit, klien dalam satu hari dapat menghabiskan sampai 3000 ml air untuk minum (dua botol air mineral ukuran 1500 ml).
Pemeriksaan lainnya yang dilakukan adalah pemeriksaan sistoskopi dan pemeriksaan laboratorium. Hasil pemeriksaan sistoskopi pada tanggal 2 Mei 2013, saat klien menjalani tindakan URS untuk masalah batu ureter, diketahui bahwa klien mengalami pembesaran prostat. Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
22
Hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada tanggal 25 Mei 2013 adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium (25 Mei 2013) Jenis
Hasil
Pemeriksaan
Nilai Normal
Interpretasi
Leukosit
7,44 ribu/mm3
5-10 ribu/mm3
Normal
Hemoglobin
14,7 gr/dl
13-18 gr/dl
Normal
Hematokrit
40 %
Trombosit
40-52 % 3
260 ribu/mm
Normal 3
150-440 ribu/mm
Normal
B. Analisis Data Preoperatif Hasil pengkajian terhadap Bapak R, ditemukan dua masalah keperawatan preoperatif utama, yaitu ansietas, kurang pengetahuan. Selain itu, terdapat juga diagnosa nyeri akut, gangguan eliminasi urin dan regimen terapeutik tidak efektif, yang lebih jelas dapat dilihat pada lampiran satu.
Diagnosa ansietas ditegakkan berdasarkan data-data penunjang. Data subjektif yang ditemukan untuk menegakkan masalah ansietas antara lain klien mengatakan mengkhawatirkan tekanan darahnya akan tinggi lagi dan takut akan batal operasi lagi, selain itu, klien juga mengatakan sebelumnya klien batal operasi karena tekanan darahnya meningkat karena kaget saat di bawa ke ruang operasi karena tiba-tiba terasa dingin, dan klien tidak mengetahui apa yang akan dilakukan terhadap dirinya saat di ruang operasi, hal ini juga membuat klien khawatir. Selain itu, klien mengatakan untuk mengatasi kecemasannya, klien biasanya berdoa dan berzikir. Adapun data objektif yang didapatkan antara lain klien tampak tegang, tekanan darah klien yang sedikit meningkat, yaitu 140/90 mmHg, dan frekuensi nadi 92 kali per menit.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
23
Diagnosa keperawatan lainnya, yakni kurang pengetahuan, berdasarkan datadata subjektif dan objektif yang ditemukan selama pengkajian. Data subjektif yang ditemukan antara lain, klien mengatakan sudah lupa apa saja persiapan operasi yang harus dilakukan, klien mengatakan operasinya mungkin akan dinsisi sehingga akan ada luka operasi, klien mengatakan tidak mengetahui perawatan postoperatif, dan klien mengatakan tidak mengetahui komplikasi TURP. Adapun data objektif yang didapatkan antara lain Klien menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan prosedur operatif dan hasil postoperatif.
C. Rencana Asuhan Keperawatan Preoperatif Rencana asuhan yang disusun untuk menyelesaikan masalah keperawatan preoperatif ansietas dan nyeri akut terlampir dalam lampiran dua.
D. Implementasi Keperawatan Preoperatif Implementasi untuk mengatasi masalah preoperatif ansietas dan nyeri akut dilakukan sejak tanggal 25 Mei 2013 setelah pengkajian, sampai tanggal 28 Mei 2013 sebelum operasi. Dalam mengatasi masalah ansietas dan nyeri akut, hal yang sudah penyusun lakukan antara lain implementasi pengkajian, monitor, direct care, edukasi kesehatan, dan kolaborasi.
Impelentasi yang sudah penyusun lakukan untuk masalah keperawatan ansietas antara lain mengkaji kecemasan klien, dari mulai hal yang membuat cemas, akibat cemas yang dialami terhadap aktivitas sehari-hari, serta hal yang dilakukan klien jika kecemasan muncul. Selain itu, penyusun juga menlakukan pemeriksaan tanda-tanda vital secara berkala, minimal satu kali setiap shift. Implemetasi direct care yang sudah penyusun lakukan untuk mengatasi masalah ansietas adalah mangajarkan teknik napas dalam untuk mengatasi kecemasan. Masalah ini juga diatasi dengan memberikan edukasi kesehatan yaitu dengan memberikan informasi terkait prosedur pembedahan dan prosedur TURP yang akan dijalani klien. Penyusun melakukan edukasi kepada klien dengan menggunakan media yang disertai dengan gambar untuk memudahkan klien memahami penjelasan terkait prosedur anestesi dan Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
24
prosedur TURP. Implementasi kolaborasi yang penyusun lakukan, bukan memberikan
obat
antiansietas,
melainkan
memantau
klien
dalam
mengkonsumsi obat antihipertensi captopril dan amlodipin, karena salah satu penyebab kecemasan klien adalah karena takut batal operasi jika tekanan darahnya tinggi.
Implementasi terkait masalah keperawatan kurang pengetahun juga sudah penulis
lakukan.
mengidentifikasi
Implementasi yang penyusun pengetahuan
klien
tentang
lakukan antara lain
perawatan
postoperatif,
menjelaskan mengenai protokol preoperatif seperti: tidak memakai perhiasan, tidak membawa barang berharga, tidak memakai gigi palsu, tidak memakai alat bantu penglihatan (kacamata maupun lensa kontak), tidak memakai cat kuku, mencukur dan membersihkan daerah operasi, memakai gelang identitas, tetap mengkonsumsi obat antihipertensi, puasa delapan jam sejak malam sebelum operasi, mandi dan sikat gigi pada pagi hari sebelum operasi, memfasilitasi klien dalam melakukan persiapan preoperatif, mengajarkan latihan napas dalam dan batuk efektif, serta mengajarkan latihan ekstremitas.
E. Evaluasi Hasil Implementasi Preoperatif Implementasi keperawatan yang telah dilakukan kepada klien terkait masalah ansietas, memberikan dampak yang positif. Pada evaluasi subjektif, didapatkan hasil bahwa ansietas yang dialami klien berkurang, klien lebih mengetahui prosedur anestesi spinal ditambah lagi karena klien sudah pernah operasi sebelumnya dengan jenis anestesi spinal. Selain itu, klien juga mengatakan sudah mendapatkan gambaran tentang prosedur operasi TURP yang akan dijalankan.
Berdasarkan evaluasi objektif klien
mampu
menjelaskan dengan benar tentang prosedur anestesi dan prosedur pembedahan TURP. Selain itu, klien juga mampu melakukan teknik relaksasi napas dalam sambil berzikir jika cemas, dan tanda-tanda vital klien dalam batas normal, dan klien minum obat antihipertensi secara teratur. Dengan dilakukan implementasi tersebut dan mendapatkan respon yang positif dari klien, masalah ansietas yang dialami oleh klien dapat diatasi. Rencana lanjutan Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
25
untuk masalah ansietas adalah melakukan latihan napas dalam setiap kali merasa cemas, sambil berzikir dan tetap mengingatkan klien untuk meminum obat anti hipertensi, serta pengkajian ansietas secara rutin selama masa preoperatif, serta pemantauan tanda-tanda vital.
Implementasi keperawatan yang telah dilakukan kepada klien terkait masalah kurang pengetahuan juga memberikan dampak yang positif. Hasil evaluasi subjektif ditemukan bahwa klien mengatakan lebih siap menjalani operasi, klien mengatakan memiliki gambaran tentang kondisi postoperatif dan perawatannya. Berdasarkan hasil evaluasi objektif, ditemukan bahwa klien mampu melakukan persiapan operasi sesuai checklist preoperatif. Klien mampu menjelaskan bahwa setelah operasi akan dipasang kateter untuk beberapa hari. Selain itu, klien dapat menjelaskan bahwa bekas operasi akan terasa nyeri setelah efek obat bius habis, dan akan dipasang cairan yang berguna untuk menguras daerah operasi, klien mampu menjelaskan bahwa setelah operasi harus banyak minum dua sampai tiga liter, klien mempu menjelaskan bahwa setelah operasi harus banyak makan sayur dan buah, klien mampu melakukan latihan napas dalam dan batuk efektif, dan klien mampu melakukan latihan ekstremitas. Evaluasi tindakan keperawatan preoperatif secara lengkap dapat dilihat pada lampiran tiga.
F. Laporan Intraoperatif Klien dibawa ke IBS pada pukul 10.00 WIB, pada tanggal 28 Mei 2013. Setelah itu, klien dipersiapkan di ruang preoperatif. Pakaian klien diganti dengan pakaian khusus ruang operasi dan dipakaikan penutup kepala. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan tekanan darah dan frekuensi nadi. Hasilnya, tekanan darah klien 156/93 mmHg dan frekuensi nadi 86 kalil per menit. Setelah itu, dilakukan pemasangan infus pada vena metakarpal kanan, dengan cairan asering. Selama klien menunggu di ruang preoperatif, dilakukan implementasi sebagai upaya untuk menurunkan tekanan darah klien. Pertama, ditanyakan kembali mengenai perasaan klien saat itu. Klien mengatakan sudah pasrah dengan tindakan yang akan dilakukan dan lebih tenang dibandingkan Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
26
dengan sebelumnya. Kemudian, diulang kembali mengenai penjelasan prosedur operasi yang akan
dilakukan. Klien dapat menjelaskan secara
singkat mengenai tindakan yang akan dilakukan. Selama menunggu di ruang preoperatif, klien juga terus dimotivasi untuk melakukan teknik mapas dalam, agar klien lebih rileks dan tekanan darah dapat turun. Hasilnya, pada pemeriksaan terakhir, yang dilakukan pada pukul 11.45, tekanan darah klien mencapai 132/86 mmHg. selama masa preoperatif di ruang IBS ini, diagnosa keperawatan yang muncul adalah ansietas. Adapun tindakan yang sudah dilakukan untuk mengatasi maslah ini antara lain: (1) mendampingi klien selama di ruang preoperatif, (2) menanyakan perasaan klien, (3) menjelaskan kembali tentang gambaran prosedur anestesi dan prosedur TURP, (4) memotivasi klien untuk melakukan teknik napas dalam sambil berzikir, (5) menganjurkan klien untuk istrahat sambil menunggu waktu operasi, dan (6) memantau tekanan darah dan frekuensi nadi secara berkala.
Pada pukul 12.15, klien masuk ke ruang operasi 4. Kemudian, dilakukan persiapan untuk anestesi. Namun, berdasarkan pemantauan melalui monitor hemodinamik, TD klien kembali naik mencapai 182/98, sehingga dokter bedah urologi memutuskan untuk menunda operasi klien dan menunggu sampai tekanan darah klien stabil. Akhirnya, klien kembali dibawa ke ruang preoperatif. Namun, berdasarkan hasil konsultasi dengan dokter anestesi, klien masih dapat menjalani operai. Akhirnya, klien kembali masuk ruang operasi pada pukul 12.30. Klien diberikan injeksi catapress 15 mg per IV. Kemudian, ditunggu sampai TD klien dalam batas yang dapat ditoleransi untuk dilakukan tindakan operasi. Sambil menunggu, klien terus dimotivasi untuk melakukan teknik napas dalam. Akhirnya, pada pukul 12.45, TD klien mencapai 137/72, dan mulai dilakukan anestesi spinal, dengan obat anestesi fentanyl 25 mg dan bupivacain 15 mg. Cairan asering kemudian diganti dengan HES 6%.
Setelah obat-obatan anestesi bekerja, klien diposisikan litotomi, diberikkan restrain pada bagian tangan, kemudian dilakukan desinfeksi pada bagian penis, skrotum sampai ke bagian abdomen bawah. Setelah itu, dipasang doek Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
27
steril untuk mempersempit lapang operasi. Setelah itu, dilakukan sistoskopi. Setelah dilakukan sistoskopi, dilakukan TURP secara sistematis. Dari hasil TURP, didapatkan chip prostat 20 gram. Setelah itu, dipasang kateter threeway dan dilakukan traksi kateter.
Berikut ini merupakan hasil pemantauan tekanan darah, frekuensi nadi, dan saturasi oksigen selama klien di ruang operasi:
Tabel 3.2 Hasil Pemantauan Tekanan Darah, Frekuensi Nadi, dan Saturasi Oksigen Intraoperatif
Waktu 12.50 13.00 13.10 13.20 13.40
TD (mmHg) 132/72 120/65 109/63 115/61 111/60
Hasil Pemantauan N (x/menit) SaO2 (%) 84 99 65 97 73 100 73 100 72 100
Masalah keperawatan intraoperatif yang ditemukan adalah risiko cedera posisi perioperatif berhubungan dengan posisi operasi, pemakaian alat kesehatan, dan tindakan invasif dan risiko perdarahan berhubungan dengan prosedur pembedahan, dan risiko perdarahan berhubungan dengan pprosedur TURP.
Adapun tindakan yang dilakukan pada tahap ini antara lain sebagai berikut: (1) mengunci roda tempat tidur klien maupun meja operasi sebelum memindahkan klien, (2) memastikan posisi klien tepat berada di tengah meja operasi untuk mengurangi risiko jatuh, (3) mengamankan klien pada meja operasi dengan restrain secukupnya, (4) memantau penggunaan doek steril pada tubuh klien untuk menjaga suhu tubuh dan menutupi area yang tidak dilakukan tindakan, (5) memotivasi klien untuk tetap rileks saat disuntikkan anestesi spinal, (6) memantau tanda-tanda vital klien dan tanda perdarahan, serta (7) mengisi tabung irigasi dengan Dextrose 5% jika tabung sudah ½ kosong. Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
28
Klien keluar dari ruang operasi pada pukul 13.40. kemudian, klien dibawa ke ruang recovery dengan tempat tidur. Klien sadar penuh, namun kaki masih belum bisa digerakkan, orientasi klien terhadap waktu, tempat, dan orang juga baik. tanda-tanda vital pada pukul 13.45 WIB diperoleh hasil pemeriksaaan tekanan darah 115/78 mmHg, nadi 82 kali per menit, SPO2 100%. Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada tahap ini adalah risiko perdarahan berhubungan dengan prosedur pembedahan dan risiko gangguan eliminasi urin.
Adapun tindakan yang dilakukan pada tahap ini antara lain sebagai berikut: (1) memantau tanda-tanda vital klien, (2) memantau kepatenan dan kecepatan aliran infus, (3) memantau kepatenan traksi kateter, (4) memantau kecepatan tetesan cairan irigasi, (5) mengganti cairan irigasi yang habis, dan (6) memantau pengeluaran cairan lewat urine bag.
G. Pengkajian (Postoperatif H+2,5 Jam) Pengkajian dilakukan pada tanggal 28 Mei 2013. Hasil pengkajian mobilisasi didapatan klien sudah bisa menggerakkan dan mengangkat kakinya secara bertahap. Rasa kesemutan sudah tidak ada. Klien bedrest 12 jam untuk pemulihan diri sepenuhnya dari efek anetesi, dengan posisi kepala tidur semi fowler. Segala aktivitas dilakukan di tempat tidur.
Hasil pengkajian nyeri didapatkan nyeri mulai terasa pada daerah operasi. Nyeri muncul terus menerus, skala nyeri lima sampai enam. Klien tampak mengernyitkan dahi dan sering menarik napas panjang sambil beristigfar.
Hasil pengkajian cairan dan nutrisi didapatkan instruksi post operatif, klien dapat langsung makan dan minum, diit bebas. Mual dan muntah tidak terjadi. Klien terpasang kateter urin threeway. Irigasi kateter dengan kecepatan aliran 80 tetes per menit. Klien mendapatkan terapi cairan intravena ringer laktat
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
29
berbanding dekstose 5% dengan perbandingan dua berbanding satu dalam 24 jam (RL:D5 2:1/24 jam).
Medikasi postoperatif, yang didapatkan klien yaitu: ceftriaxone 3x1 ampul, kaltopren sup 3x1, kalnex 3x1, vitamin K 3x1 ampul, vitamin C 1x4000, laxadine 3x1, KSR 3x1, dan captopril dan amlodipin yang pemberiannya tetap dilanjutkan. Hasil Pemantauan tanda-tanda vital klien selama 3,5 jam pertama postoperatif adalah sebagai berikut:
Tabel 3.3 Hasil Pemantauan Tanda-tanda Vital Postoperatif
Waktu 15.30 16.00 16.30
TD 120/80 120/80 120/80
N 84 90 82
S 35,2 35,6 35,9
RR 20 18 20
H. Analsis Data Postoperatif Berdasarkan hasil pengkajian, masalah keperawatan postoperatif pada Bapak R adalah nyeri akut, risiko perdarahan, dan risiko gangguan eliminasi urin. Selain itu, masalah regimen terapeutik tidak efektif juga masih ada (dapat dilihat pada lampiran empat). Data yang ditemukan untuk menegakkan masalah keperawatan nyeri akut antara lain data subjektif seperti klien mengatakan terasa nyeri pada daerah yang dioperasi, klien mengatakan nyeri tingkat 5-6, dan muncul terus menerus. Data objektif yang ditemukan antara lain ekspresi wajah klien tampak meringis, tekanan darah 120/80 mmHg, dan frekuensi nadi 84 kali per menit.
Masalah keperawatan lain yang ditemukan adalah masalah risiko perdarahan. Diagnosa ini ditegakkan karena adanya faktor risiko perdarahan yang berhubungan dengan efek samping pembedahan, yaitu TURP. Selain itu, masalah gangguan eliminasi urin juga ditemukan karena adanya faktor risiko terjadinya obstruksi post-TURP. Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
30
I. Rencana Asuhan Keperawatan Postoperatif Rencana asuhan yang disusun untuk menyelesaikan masalah keperawatan postoperatif nyeri akut dan risiko perdarahan terlampir dalam lampiran lima.
J. Implementasi Keperawatan Postoperatif Implementasi untuk mengatasi masalah postoperatif nyeri akut, risiko perdarahan, dan risiko gangguan eliminasi urin dilakukan sejak tanggal 25 Mei 2013 setelah pengkajian, sampai tanggal 31 Mei 2013. Sama halnya dengan implementasi preoperatif, dalam mengatasi masalah nyeri akut, risiko perdarahan, dan risiko gangguan eliminasi urin, hal yang sudah penyusun lakukan antara lain implementasi pengkajian, monitor, direct care, edukasi kesehatan, dan kolaborasi.
Implementasi untuk mengatasi nyeri postoperatif, yaitu implementasi terkait manajemen nyeri farmakologis dan non farmakologis. Manajemen nyeri non farmakologis dilakukan dengan teknik napas dalam. Manajemen nyeri non farmakologis dilakukan secara kolaborasi, dengan pemberian obat analgetik kaltopren via supositoria atau ketorolac via intravena.
Impelentasi yang sudah penyusun lakukan untuk masalah keperawatan risiko perdarahan antara lain: mengkaji tanda-tanda perdarahan post-TURP, memantau
kepatenan
traksi
post-TURP,
menantau
sistem
drainase,
mengobservasi warna cairan drainase, menganjurkan klien untuk makan makanan tinggi serat, memberikan obat kalnex, memberikan vitamin k, dan memberikan obat laksatif.
Impelentasi yang sudah penyusun lakukan untuk masalah keperawatan risiko gangguan
eliminasi
urin
antara
lain:
memastikan selang bebas
dari lekukan dan bekuan darah, memantau patensi kateter dan sistem drainase, dan mencatat pengeluaran, menantau pola berkemih setelah kateter Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
31
dilepaskan, menanjurkan klien untuk minum dua sampai tiga cairan per hari, dan berkolaborasi dalam pemberian continuous bladder irrigation.
K. Evaluasi Hasil Implementasi Postoperatif Implementasi keperawatan yang telah dilakukan kepada klien terkait masalah nyeri akut memberikan dampak yang positif. Hasil evaluasi subjektif ditemukan bahwa klien mengatakan nyeri sudah berkurang. Berdasarkan hasil evaluasi objektif, ditemukan bahwa skala nyeri klien berkurang secara bertahap menjadi skala tiga sampai satu, tanda-tanda vital dalam batas normal, dan klien mampu melakukan teknik relaksasi napas dalam. Dengan dilakukan implementasi untuk mengatasi nyeri tersebut, dan mendapatkan respon yang positif dari klien, masalah nyeri akut yang dialami oleh klien dapat diatasi. Rencana lanjutan untuk masalah nyeri akut adalah dengan melanjutkan latihan teknik napas dalam jika nyeri muncul, pengkajian nyeri secara berkala, dan pemantauan tanda-randa vital.
Implementasi keperawatan yang telah dilakukan kepada klien terkait masalah risiko perdarahan juga memberikan dampak yang positif. Hasil evaluasi subjektif mendapatkan klien mengatakan akan makan makanan tinggi serat, dan pada hari kedua operasi klien sudah defekasi dengan konsistensi feses yang tidak keras. Hasil evaluasi objektif menemukan bahwa tidak terdapat tanda-tanda perdarahan post-TURP, traksi post-TURP dilepas pada kurang dari 24 jam setelah operasi, sistem drainase lancar dan tidak terdapat bekuan darah, warna cairan drainaseberubah secara bertahap, dari jernih kemerahan sampai menjadi jernih. Dengan dilakukan implementasi untuk mengatasi risiko perdarahan, dan mendapatkan respon yang positif dari klien, masalah risiko perdarahan yang dialami terdapat pada klien tidak menjadi aktual. Namun, risiko masih ada karena klien masih dalam masa penyembuhan.
Implementasi keperawatan yang telah dilakukan kepada klien terkait masalah risiko gangguan eliminasi urin sedikit terjadi hambatan. Hasil evaluasi subjektif menunjukkan klien mengatakan akan minum dua sampai tiga cairan Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
32
per hari, kateter sudah sempat dilepaskan, namun harus dipasang kembali karena terjadi obstruksi. Hasil evaluasi objektif menemukan selang irigasi dan kateter bebas dari lekukan dan bekuan darah sebelum terjadi obstruksi, terjadi balance cairan, namun pola berkemih mengalami gangguan setelah kateter dilepaskan, oleh karena itu, dilakukan continuous bladder irrigation kembali. Dengan dilakukan implementasi untuk mengatasi risiko gangguan eliminasi urin tersebut, dan walaupun sempat terhambat, akhirnya mendapatkan respon yang positif dari klien, masalah risiko gangguan eliminasi urin sempat menjadi aktual, namun sudah berhasil ditangani. Walaupun demikian, risiko tersebut masih ada karena klien masih dalam masa penyembuhan.
Catatan perkembangan postoperatif klien dapat dilihat selengkapnya pada lampiran enam.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
BAB 4 ANALISIS SITUASI
A. Profil Lahan Praktik Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan merupakan Rumah Sakit Umum Pemerintah Kelas A yang berlokasi di kawasan Jakarta Timur, tepatnya di Jalan Persahabatan Raya. Saat ini RSUP Persahabatan memiliki kapasitas 600 tempat tidur, terakreditasi untuk 16 bidang pelayanan kesehatan, dan merupakan rumah sakit pusat rujukan nasional untuk masalah kesehatan respirasi.
RSUP Persahabatan memiliki berbagai bentuk fasilitas dan jasa pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan kesehatan bagi klien dengan kasuskasus bedah merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang terdapat di rumah sakit ini. Salah satu pelayanan bedah yang dimiliki rumah sakit adalah bedah urologi, baik pelayanan poliklinik maupun pelayanan rawat inap.
Ruang rawat Anggrek Tengah Kanan (Bedah Kelas) merupakan salah satu ruang rawat inap yang terdapat di RSUP Persahabatan dengan kekhususan bedah, termasuk bedah urologi. Ruang Anggrek Tengah Kanan ini merupakan ruang kelas III untuk pasien laki-laki dan perempuan, baik anak, dewasa, maupun lansia. Ruangan tersebut memiliki 10 kamar dengan kapasitas 30 tempat tidur dan sebuah kamar isolasi dengan kapasitas dua buah tempat tidur.
Kasus urologi yang banyak ditemukan di ruang rawat ini, salah satunya adalah kasus BPH. Dalam jangka waktu tujuh minggu, sejak awal Mei 2013 sampai akhir Juli 2013, ditemukan sedikitnya delapan kasus BPH yang menjalani tindakan bedah TURP dan dirawat di ruang Bedah Kelas RSUP Persahabatan. Kasus ini termasuk kasus bedah urologi yang banyak ditemukan selain kasus batu saluran perkemihan.
33
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
34
B. Analisis Masalah Keperawatan Klien dengan BPH dengan Konsep Terkait BPH bukan merupakan salah satu penyakit yang khas terjadi di daerah perkotaan, namun prevalensi dan insiden BPH banyak terjadi pada lansia pria, yang banyak tinggal di daerah perkotaan. Diperkirakan pada tahun 2030 insiden BPH akan meningkat mencapai 20 persen pada pria berusia 65 tahun ke atas, atau mencapai 20 juta pria (Parsons, 2010). Kemenkokesra dalam Putra (2012) mencatat bahwa pada tahun 2010, perbandingan jumlah lansia di desa dan di perkotaan hanya memiliki selisih 0,3 persen dengan jumlah lebih banyak di pedesaan. Namun, Kemenkokesra memprediksi bahwa 10 tahun ke depan, sekitar 15,7 juta lansia akan hidup di kota, dan 13,1 juta lansia akan tinggal di pedesaan. Badan kesehatan dunia, WHO juga mencatat bahwa bahwa setiap tahun, jumlah lansia akan lebih banyak di perkotaan. Dengan demikian, BPH berpotensi untuk menjadi salah satu masalah kesehatan di perkotaan.
Insiden dan prevalensi BPH cukup tinggi, dan merupakan salah satu masalah kesehatan bagi aggregate lansia pria. Nies dan McEwen (2007) menjelaskan bahwa pada pria terdapat pandangan stereotip yang mengatakan pria itu kuat, akan mengarahkan pria untuk cenderung lebih mengabaikan gejala yang timbul di awal penyakit. Oleh karena itu, pada lansia pria walaupun memiliki risiko BPH, namun penanganan dini jarang dilakukan dan baru dilakukan tindakan pengobatan setelah terjadi gangguan eliminasi urin. Hal ini yang kemudian menyebabkan kasus BPH yang yang banyak ditemukan di rumah sakit, merupakan kasus BPH yang sudah mengalami gangguan eliminasi urin, dan hanya bisa ditangani dengan prosedur pembedahan, yang banyak dilakukan di rumah sakit di perkotaan.
Bapak R (63 tahun) masuk Rumah sakit karena akan menjalani operasi TURP untuk masalah BPH yang dialaminya. Rassweiler (2005) menjelaskan bahwa TURP merupakan representasi gold standard manajemen operatif pada BPH. Rassweiler, et al (2006) menjelaskan prosedur TURP merupakan 90% dari
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
35
semua tindakan pembedahan prostat pada pasien BPH. IAUI (2003) juga mencatat bahwa tindakan TURP merupakan pengobatan terpilih untuk pasien BPH di Indonesia.
Keluhan yang dirasakan oleh Bapak R berupa keluhan LUTS yaitu nyeri seperti terbakar saat berkemih, terkadang harus mengejan untuk bisa berkemih, berkemih seringkali tidak tuntas, dan jika tuntas dalam berkemih akan terjadi disuria terminal, pancaran urin lemah, serta nokturia. IAUI (2003) menjelaskan bahwa BPH dapat menyebabkan timbulnya gejala LUTS, yang terdiri atas gejala obstruksi (voiding symptoms) maupun iritasi (storage symptom) yang meliputi: frekuensi berkemih meningkat, urgensi, nokturia, pancaran urin lemah dan sering terputus-putus (intermitensi), merasa tidak puas sehabis berkemih, dan tahap selanjutnya terjadi retensi urin.
Hasil pengkajian preoperatif menemukan bahwa dua masalah keperawatan utama yang muncul pada Bapak R adalah ansietas dan kurang pengetahuan. Smelzer dan Bare (2003) serta Spry (2009) menjelaskan bahwa masalah utama yang terjadi pada fase preoperatif diantaranya adalah ansietas dan kurang pengetahuan. Spry (2009) juga menjelaskan bahwa kurang pengetahuan dapat disebabkan karena gangguan dalam komunikasi, barrier bahasa, kapasitas mental klien yang tidak adekuat, serta kurang terpapar informasi mengenai prosedur pembedahan. Pada Bapak R, masalah kurang pengetahuan yang muncul adalah akibat kurang terpapar informasi mengeni prosedur TURP. Selain itu, Spry (2009) juga
memaparkan bahwa tingkat ansietas seseorang
dapat dipengaruhi oleh pengalaman pembedahan. Bapak R sudah pernah mengalami pembedahan sebelumnya, oleh karena itu kecemasan yang dialami Bapak R merupakan kecemasan dari tingkat ringan sampai sedang yang tidak sampai menyebabkan gangguan dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia sehari-hari.
Implementasi keperawatan langsung (direct care) yang dilakukan untuk mengatasi masalah ansietas pada Bapak R adalah dengan mengajarkan dan
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
36
memotivasi Bapak R untuk melakukan teknik relaksasi napas dalam. Doenges, Moorhouse, dan Murr (2008) menjelaskan bahwa teknik relaksasi dapat menurunkan frustasi dan meningkatkan koping adaptif. Selain itu, untuk mengatasi ansietas yang dialami Bapak R, penyusun juga telah melakukan edukasi preoperatif, yang akan dijelaskan lebih lanjut.
Implementasi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah kurang pengetahuan adalah dengan melakukan pengajaran preoperatif (preoperative teaching) yang disesuaikan dengan kebutuhan klien. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa preoperative teaching harus dilakukan sesegera mungkin dan disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Analisis mengenai materi preoperative teaching akan dibahas pada bagian analsis penerapan preoperatif teaching pada Bapak R.
Selanjutnya, implementasi terhadap Bapak R dilanjutkan pada fase intraoperatif. Sebelum menjalani prosedur TURP, Bapak R terlebih dahulu mendapatkan tindakan anestesi. Bapak R diberikan anestesi spinal. Anestesi spinal merupakan anestesi, dimana obat anestesi disuntikkan pada ruang subarachnoid pada lumbal, biasanya antara L4 dan L5. Anestesi ini menghasilkan efek anestesi pada ekstermitas bawah, perineum, dan abdomen bawah (Smeltzer & Bare, 2003). Pada Bapak R, prosedur anestesi dilakukan dengan posisi duduk sambil memeluk bantal.
Setelah proses anestesi dilakukan, Bapak R diposisikan litotomi, kemudian dilakukan desinfeksi pada abdomen bagian bawah sampai ke penis, skrotum, dan paha. Tujuan dilakukannya proses ini adalah sebagai upaya untuk mengurangi jumlah bakteri pada kulit, dan mengurangi potensial kontaminasi bakteri dari klien selama proses pembedahan (Spry, 2009). Setelah itu, dilakukan draping agar dokter bedah dapat berfokus hanya pada daerah yang harus dioperasi saja.
Setelah semua persiapan sudah dilakukan, prosedur
TURP pada Bapak R mulai dilakukan.
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
37
Penyusun menemukan adanya dua masalah keperawatan yang muncul adalah risiko cedera posisi perioperatif berhubungan dengan posisi operasi, pemakaian alat kesehatan, dan tindakan invasif, serta risiko perdarahan berhubungan dengan prosedur pembedahan. Spry (2009) menjelaskan bahwa selama periode intraoperatif, klien memiliki risiko cedera yang tinggi. NANDA (2012) juga menjelaskan bahwa risiko cedera posisi perioperatif dapat terjadi karena adanya faktor risiko seperti disorientasi, edema, imobilisasi, kelemahan otot, terlalu kurus, terlalu gemuk, dan gangguan persepsi atau sensori yang berkaitan dengan anestesi. Beberapa risiko tersebut yang ada pada Bapak R antara lain karena imobilisasi, kelemahan otot akibat anestesi, dan gangguan sensori yang berhubungan dengan anestesi. Lebih jauh lagi, Spry (2009) menjelaskan bahwa anestesi dapat mencegah pertahanan tubuh normal terhadap nyeri akibat peregangan, twisting, dan kompresi yang berlebihan pada bagian tubuh. Selain itu, gesekan dan tekanan pada masa imobilisasi juga dapat menyebakan timbulnya luka tekan (pressure ulcer).
Posisi operasi litotomi pada Bapak R berpotensi menimbulkan cedera. Posisi litotomi mengurangi efisiensi respirasi karena tekanan yang diberikan paha kepada abdomen dan tekanan yang diberikan oleh abdomen pada diafragma, membatasi ekspansi paru. Jaringan paru menjadi berisi darah dan kapasitas paru dan volum tidal menurun. Selain itu, pada posisi litotomi, ketika bagian kaki direndahkan, sekitar 500-800 ml darah beralih dari bagian viseral ke bagian ekstremitas dan dapat menyebabkan hipotensi (Spry, 2009). Risiko lain yang ditimbulkan dari posisi ini adalah terjadinya sindrom kompartemen, walaupun komplikasi ini jarang terjadi. Walsh (1993) dalam Spry (2009) menjelaskan bahwa sindrom kompartemen dapat terjadi jika otot betis terlalu lama kontak dengan penyangga kaki.
Prosedur TURP yang dilakukan terhadap Bapak R berlangsung selama 40 menit. Hawary et al (2009) menjelaskan bahwa prosedur TURP harus dibatasi sampai kurang dari 60 menit untuk menghindari terjadinya komplikasi TURP. dalam penelitian ini juga dijelaskan hasil penelitian lain, yang dilakukan oleh
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
38
Mebust, et al (1989). Pada penelitiannya ditemukan bahwa dari 3885 pasien yang menjalani TURP, ditemukan bahwa pada pasien yang menjalani TURP lebih dari 90 menit, terjadi insiden
perdarahan intraoperatif dan TURP
syndrome yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang menjalani TURP kurang dari 90 menit. Pada pasien yang menjalani TURP lebih dari 90 menit insiden perdarahan intraoperatif terjadi sebanyak 7,3% dan TURP syndrome sebanyak 2%. Sedangkan pada pasien yang menjalani TURP kurang dari 90 menit, insiden perdarahan intraoperatif sekitar 0,9% dan insiden TURP syndrome sebanyak 0,7%.
Selanjutnya, asuhan keperawatan pada Bapak R dilanjutkan pada fase postoperatif. Berdasarkan hasil pengkajian pada fase postoperatif, masalah keperawatan yang muncul pada fase ini adalah nyeri akut, risiko perdarahan, dan risiko gangguan eliminasi urin. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa nyeri akut merupakan salah satu masalah utama yang muncul pada pasien postoperatif. Diagnosa risiko perdarahan dan risiko gangguan eliminasi urin ditegakkan karena adanya risiko komplikasi TURP. Rassweiler et al (2006) menjelaskan bahwa TURP dapat menimbulkan komplikasi, diantarnya adalah perdarahan dan obstruksi.
Penangan nyeri yang dilakukan pada Bapak R, dilakukan dengan cara non farmakologis dan cara farmakologis. Implementasi manajemen nyeri nonfarmakologis yang dilakukan pada Bapak R adalah dengan teknik relaksasi napas dalam. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa nyeri dapat menimbulkan respon stress, yang dapat memicu konstriksi pembuluh darah. Oleh karena itu, teknik relaksasi dapat digunakan untuk membantu mengurangi nyeri. Selain itu, dilakukan juga manajemen nyeri farmakologis. Selain itu, Smeltzer dan Bare (2003) juga menjelaskan bahwa pada klien postoperatif, sekitar satu per tiga melaporkan nyeri hebat, satu per tiga klien melaporkan nyeri sedang, sedangkan satu per tiga lainnya melaporkan nyeri ringan. Lebih spesifik lagi, Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa lansia
harus
mendapatkan
manajemen
nyeri
yang
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
adekuat
setelah
39
pembedahan. Oleh karena itu, manajemen nyeri farmakologis juga dibutuhkan Bapak R pada fase postoperatif.
Implementasi yang dilakukan untuk menangani risiko perdarahan antara lain melakukan traksi kateter untuk menghentikan perdarahan. Reissweler (2006) mejelaskan bahwa pada post-TURP, balon kateter digunakan sebagai traksi untuk membantu menghentikan perdarahan. Selain itu, untuk mencegah valsava manuver. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa valsava dapat menyebabkan tekanan vena dan dapat menimbulkan hematuria. Edukasi yang diberikan kepada Bapak R mencakup edukasi mengenai pentingnya konsumsi sayuran dan buah untuk mengejan saat defeksi, serta menganjurkan klien untuk menghindari batuk keras dan bersin. Selain itu, dilakukan juga implementasi kolaborasi berupa pemberian medikasi yang dapat mengurangi risiko perdarahan dan mempercepat proses penyembuhan luka seperti kalnex dan vitamin k, dan penggunaan obat laksatif untuk memperlancar defekasi.
Implementasi yang dilakukan untuk menangani masalah risiko gangguan eliminasi urin adalah dengan pemantauan continuous bladder irrigation. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa continuous bladder irrigation post-TURP dibutuhkan untuk mengeluarkan bekuan darah agar obstruksi tidak terjadi. Selain itu, irigasi juga dapat dibantu dengan asupan cairan yang adekuat. Oleh karena itu, pada Bapak R dilakukan juga edukasi untuk minum dua sampai tiga liter cairan per hari.
Hal yang juga dilakukan pada Bapak R yaitu discharge planning. Materi edukasi yang diberikan berupa perawatan yang dianjurkan untuk dilakukan di rumah, hal yang harus dihindari, serta, hal-hal yang mengharuskan klien kembali ke rumah sakit. Terkait perawatan di rumah, hal yang disampaikan adalah hal-hal untuk menghindari valsava. Edukasi untuk mengkonsumsi makan sayur dan buah, serta menghindari batuk keras dan bersin tetap disampaikan, selain itu, disampaikan juga kepada Bapak R untuk menghindari mengangkat barang berat. Davies, et al (2005) menjelaskan bahwa aktivitas
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
40
seperti mengangkat beban berat pasa pasien post TURP, dapat menyebabkan perdarahan internal.
Hal lainnnya yang juga disampaikan adalah menghindari minuman yang mengandung kafein seperti teh, kopi, dan minuman bersoda, setidaknya selama empat minggu setelah operasi. Davies, et al (2005) juga menjelaskan bahwa minuman yang mengandung kafein dapat meningkatkan frekuensi berkemih dan menyebabkan urgensi. Penyusun juga menyampaikan kepada Bapak R bahwa klien sebaiknya menghindari mengendarai kendaraan bermotor selama satu minggu. Davies et al (2005) menjelaskan bahwa tidak mengendarai
kendaraan
bermotor
selama
seminggu
setelah
TURP
dikarenakan efek anestesi dapat membuat respon yang melambat, sehingga berbahaya jika mengendarai kendaraan bermotor. Hal lainnya yang disampaikan adalah menghindari hubungan seksual selama dua sampai tiga minggu, karena hal ini juga dapat menyebabkan perdarahan (Davies, et al, 2005). Penyusun juga menyampaikan kepada Bapak R untuk melakukan perineal hygiene setelah selesai bekemih. Wasson (--), menjelaskan bahwa perineal hygiene dapat meminimalkan risiko infeksi.
Penyusun juga menyampaikan kondisi yang mengharuskan Bapak R untuk kembali ke pelayanan kesehatan. Hal yang penyusun sampaikan kepada Bapak R adalah bahwa Bapak R kembali ke pelayanan kesehatan sesuai dengan waktu kontrol ulang atau ada kondisi khusus. Kondisi khusus ini meliputi: terdapat darah dalam urin pada hari ke 15 setelah operasi, sulit berkemih, terdapat rasa terbakar ketika berkemih, urin berba, urin berwarna keruh, serta perasaan tidak tuntas saat berkemih (Davis, et al , 2005).
Terdapat hal lain yang juga perlu disampaikan, diantaranya mengelai Kegel exercise dan edukasi untuk memecahkan masalah regimen terapeutik tidak efektif pada Bapak R. Namun, hal ini belum dilakukan secara optimal oleh penyusun. Wasson (--) menjelaskan bahwa Kegel exercise merupakan latihan
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
41
yang penting pada klien post-TURP, untuk mengencangkan dan menguatkan otot dasar panggul.
C. Analisis Penerapan Preoperative Teaching pada Klien BPH-TURP Preoperative teaching merupakan hal yang penting untuk dilakukan pada Bapak R. Hal ini dikarenakan Bapak R telah memiliki pengalaman batal operasi karena tekanan darah yang tiba-tiba meningkat akibat perasaan cemas dan merasa asing dengan lingkungan ruang operasi. Salah satu penyebabnya, adalah kurangnya pengetahuan klien tentang persiapan preoperatif dan prosedur
intraoperatif.
Tujuan
preoperative
teaching
adalah
untuk
menurunkan kecemasan dan ketakutan, serta mengurangi kemungkinan munculnya komplikasi postoperatif. Selain itu, informasi sensori dan informasi prosedural seperti preoperative teaching dapat menurunkan stress dan meningkatkan kemampuan koping klien (Calvin & Lane, 1999; Millo & Sullivan, 2000 dalam Smeltzer & Bare, 2003). Oleh karena itu, pada kasus Bapak R, pembelajaran preoperatif perlu dimaksimalkan.
Penyusun menyampaikan beberapa materi preoperative teaching kepada Bapak R. Spry (2009) menjelaskan bahwa preoperative teaching harus mencakup kejadian intraoperatif, termasuk prosedur anestesi, prosedur pembedahan, estimasi waktu, serta hasil yang diharapkan. Pada Bapak R, materi tersebut sudah disampaikan. Hasilnya, Bapak R mengerti dan mampu menjelaskan
langkah-langkah
anestesi
spinal,
karena
pernah
punya
pengalaman sebelumnya. Bapak R juga dapat menjelaskan efek anestesi tersebut. Selain itu, Bapak R juga mampu menjelaskan prosedur TURP secara sederhana, dan bisa memahami bahwa setelah operasi, klien akan dipasang kateter dan irigasi drainase untuk sementara waktu, karena adanya risiko perdarahan dan saluran perkemihan yang mengalami sumbatan kembali.
Penyusun juga menyampaikan latihan napas dalam dan batuk efektif. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa salah satu tujuan asuhan keperawatan preoperatif adalah mengajarkan klien bagaimana mempromosikan ekspansi
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
42
paru yang maksimal dan oksigenasi darah yang adekuat postanestesi. Selain itu, latihan napas dalam preoperatif juga diberikan pada klien yang berisiko mengalami komplikasi postoperatif seperti atelaktasis dan pneumonia. Faktor risiko tersebut antara lain anestesi umum, pembedahan abdomen atau toraks, riwayat merokok, penyakit paru kronik, obesitas, dan lanjut usia (Pearson Education,--). Pada Bapak R, terdapat faktor risiko tersebut, yaitu memiliki riwayat merokok dan lanjut usia.
Hal lainnya yang juga penyusun sampaikan kepada Bapak R adalah latihan kaki. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa tujuan latihan kaki adalah untuk memperbaiki sirkulasi, mencegah stasis vena, dan mempromosikan fungsi respiratori yang optimal. Oleh karena itu, latihan ini penting untuk dilakukan pada klien yang akan menjalani pembedahan.
Berdasarkan hasil pengkajian, masalah keperawatan preoperatif yang muncul pada Bapak R adalah masalah ansietas karena klien takut operasinya batal jika tia-tiba tekanan darahnya tinggi. Dengan melihat pada fakta tersebut,penyusun melakukan edukasi kepada Bapak R, yaitu untuk mengkonsumsi obat antihipertensi captopril dan amlodipin secara teratur, agar tekanan darah tetap stabil sampai prosedur TURP dilakukan. Prosedur ini dilakukan dengan tujuan agar tekanan darah klien terkontrol, sehingga operasi dapat dilakukan.
Hal lainnya yang penulis sampaikan pada Bapak R adalah mengenai kondisi postoperatif dan perawatannya. Penyusun juga menyampaikan bahwa setelah operasi, jika efek anestesi sudah habis, Bapak R akan merasankan nyeri pada daerah operasi. Oleh karena itu, untuk mengatasi nyeri postoperatif, penyusun menyarankan Bapak R untuk melakukan teknik napas dalam selain penaganan dengan obat-obatan. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa pada klien postoperatif, sekitar satu per tiga melaporkan nyeri hebat. Selain itu, Smeltzer dan Bare (2003) juga menjelaskan bahwa lansia harus mendapatkan manajemen nyeri yang adekuat setelah pembedahan. Oleh karena itu, Bapak R juga memerlukan manajemen nyeri farmakologik.
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
43
Kondisi postoperatif lainnya yang perlu diperhatikan oleh Bapak R juga penyusun sampaikan. Penyusun menyampaikan bahwa Bapak R akan dipasang kateter dan akan tepasang selang irigasi yang berfungsi untuk membilas daerah operasi. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa continuous bladder irrigation post-TURP dibutuhkan untuk mengeluarkan bekuan darah agar obstruksi tidak terjadi. Selain itu, penyusun juga menyampaikan pentingnya minum cukup untuk membantu irigasi bladder.
Penyusun juga menyampaikan protokol preoperasi kepada Bapak R. Protokol tersebut meliputi: tidak memakai perhiasan, tidak membawa barang berharga, tidak memakai gigi palsu, tidak memakai alat bantu penglihatan (kacamata maupun lensa kontak), tidak memakai cat kuku, mencukur dan membersihkan daerah operasi, memakai gelang identitas, tetap mengkonsumsi obat antihipertensi, puasa 8 jam sejak malam sebelum operasi, serta mandi dan sikat gigi pada pagi hari sebelum operasi. Hal ini disampaikan untuk lebih mempersiapkan klien menjalani prosedur operasi.
Berdasarkan penjabaran di atas, preoperative teaching merupakan hal yang penting dilakukan pada klien preoperatif. Selain dapat meurunkan kecemasan, menjelang operasi, preoperative teaching juga dapat lebih mempersiapkan klien untuk menghadapi kondisi postoperatif. Oleh karena itu, pada klien yang akan menjalani operasi, termasuk TURP, perlu dilakukan preoperative teaching, dengan materi edukasi yang disesuaikan dengan kebutuhan klien.
D. Alternatif Pemecahan Preoperative teaching atau pembelajaran preoperatif memiliki manfaat yang besar dan penting dilakukan pada semua klien preoperatif, termasuk klien BPH-TURP. Preoperative teaching juga merupakan salah satu bentuk pelaksanaan peran perawat sebagi educator. Beberapa kasus klien batal operasi, seperti yang dialami Bapak R, salah satunya karena tekanan darah yang tidak stabil menjelang operasi. Seharusnya, hal ini bisa dicegah dengan
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
44
preoperative teaching yang optimal. Tujuan preoperative teaching adalah untuk menurunkan kecemasan dan ketakutan, serta mengurangi kemungkinan munculnya komplikasi postoperatif. Selain itu, informasi sensori dan informasi prosedural seperti preoperative teaching dapat menurunkan stress dan
meningkatkan kemampuan koping klien.
Dengan dilakukannya
preoperative teaching, kecemasan preoperatif klien dapat berkurang, selain itu, risiko terjadinya komplikasi postoperatif dapat dikurangi dan dihindari. Oleh karena itu, preoperative teaching yang disesuaikan dengan kebutuhan klien dapat menjadi alternatif pemecahan masalah untuk lebih mempersiapkan klien sampai ke meja operasi, perawatan postoperatif, bahkan sampai kembali ke rumah.
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
BAB 5 PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Masalah keperawatan preoperatif yang teridentifikasi pada Bapak R dengan BPH, adalah masalah ansietas dan kurang pengetahuan. Setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah ansietas dan nyeri akut berhasil diselesaikan 2. Masalah keperawatan intraoperatif yang teridentifikasi pada Bapak R dengan BPH, adalah masalah risiko cedera posisi operasi dan risiko perdarahan. Setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah risiko cedera posisi operasi berhasil dicegah atau masalah ini tidak terjadi. 3. Masalah keperawatan postoperatif yang teridentifikasi pada Bapak R dengan BPH, adalah masalah nyeri akut, risiko perdarahan, dan risiko gangguan eliminasi urin. Setelah dilakukan tindakan keperawatan, nyeri akut dapat diselesaikan, dan masalah risiko perdarahan tidak terjadi atau berhasil dicegah. 4. BPH merupakan salah satu masalah perkotaaan. Populasi lansia yang tergolong kelompok populastion at risk dan vulnerable population ini, banyak tinggal di daerah perkotaan di Indonesia. Pada lansia, terdapat faktor risiko yang menyebabkan lansia laki-laki rentan terhadap masalah BPH, seperti faktor biologis, sosial, dan ekonomi. 5. Preoperative teaching atau pembelajaran preoperatif memiliki manfaat yang besar dan penting dilakukan pada semua klien preoperatif, termasuk klien BPH-TURP. Preoperative teaching dapat memberikanmanfaat dalam menurunkan kecemasan dan ketakutan, serta mengurangi kemungkinan munculnya komplikasi postoperatif, sehingga penting untuk dilakukan.
B. Saran 1. Tenaga kesehatan, terutama perawat perlu melakukan preoperative teaching
secara optimal dan materi preoperative teaching harus 45
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
46
disesuaikan dengan kebutuhan klien, sehingga hasilnya dapat dirasakan secara optimal, kecemasan klien berkurang, pemulihan dari efek anestesi lebih cepat, dan risiko kemungkinan terjadinya komplikasi postoperatif lebih kecil. 2. Mahasiswa keperawatan perlu dibekali kemampuan yang dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan BPH, dan kemampuan dalam melakukan preoperative teaching dengan kondisi klien yang berbeda-beda. 3. Penelitian selanjutnya agar dapat melakukan penelitian mengenai hubungan efektivitas preoperative teaching dengan penurunan ansietas preoperatif dan penurunan angka kejadian komplikasi pada klien postTURP. Selain itu, perlu juga dilakukan penelitian mengenai faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas preoperative teaching preoperatif BPH-TURP.
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
pada
klien
DAFTAR PUSTAKA
Alam, et al .(2011). Headache following spinal anesthesia: A review on recent update. Journal of Bangladesh College of Physicians and surgeons, 29 (1): 32-40. Diunduh dari: http://search.proquest.com/docview/872000613/13F430B19914B694F30/2? accountid=17242 Allender, J.A., Rector, C., & Warner, K.D. (2010). Community health nursing: Promoting & protecting the public’s health. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM). (2012, 5 SeptemberOktober). Alternatif herbal untuk kesehatan prostat. InfoPOM, vol 13, 2-6. Badan Pusat Statistik. (2012). Perkembangan beberapa indikator utama sosialekonomi Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Davies, et al. (2005). A patient’s guide to TURP: your operation.Guildford: Berne Convention. Diunduh www.prostatecancercentre.com. (Diunduh pada 26 Juni 2013).
prostate dari:
DeLaune & Ladner. (2002). Fundamental of nursing: Standards and practice. New York: Delmar. Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., & Murr, A.C. (2008). Nursing diagnosis manual: Planning, individualizing, and documenting client care. Philadelphia: F.A Davis Company. Ebersole et al. (2005). Gerontological nursing & healthy aging. (2nd edition). St.Lois: Elsevier Mosby. Friedman. M.M. , Bowden, V.R. & Jones, E.G. (2003). Family nursing: Research, theory & practice. New Jersey: Pearson Education, Inc. Hawary, et al. (2009). Transurethral resection of the prostate syndrome: Almost gone but not forgotten. Journal of Endourology, 23 (12): 2013-2020. Diunduh dari: http://ether.stanford.edu. Hideki, M., et al. (2001). TURP Syndrome and changes in body fluid distribution. The Medical Society of Saitama Medical School. 1-8. IAUI (Ikatan Ahli Urologi Indonesia). (2003). Pedoman penatalaksanaan BPH di Indonesia. Style sheet: www.iaui.or.id/ast/file/bph.pdf. (Diunduh pada 25 Juni 2013). Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia). (2010). Profil penduduk lansia 2009. Jakarta: Komnas Lansia. 47
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
48
Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia). (2009). Lampu kuning ledakan kaum renta. Style sheet: http://www.komnaslansia.or.id/modules.php?name=News&file=article&sid =26. (Diunduh 2 Juli 2013). Lois, et al. (1999). The effect of anesthetic patient education on preoperative patient anxiety. Regional anesthesia and pain medicine, 24(2), 158. Diunduh dari: http://search.proquest.com/docview/205167189?accountid=17242. Maurer, F.A. & Smith, CM. (2005). Community/public health nursing practice: Health for families and population. Philadelphia: Elsevier Sauders. NANDA. (2012). Nursing diagnosis: Definition and classification, 2012-2014. Oxford: Wiley-Blackwell. Nies, M.A. & McEwen, M. (2007). Community / publuc helath nursing: Promoting the health of populations. (4th edition). St Lois: Saunders Elsevier. Parsons, J.K. (2010). Benign Prostatic Hyperplasia and Male Lower Urinary Tract Symptoms: Epidemiology and risk factors. Springer Journal, Curr Bladder Dysfunct Rep, 5:212–218. Pearson Education. (--). Preoperative client teaching. Style sheet: http://wps.prenhall.com/wps/media/objects/3775/3866433/tools/Teaching/T T_Box4-3.pdf. (Diunduh 7 Juli 2013). Polit, D.F. & Beck, C.T. (2012). Nursing research: Generating and assessing evidence for nursing practice. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Putra, R.A. (2012). 2020, Lansia Indonesia lebih banyak hidup di kota. Style sheet: http://mizan.com/news_det/2020-lansia-indonesia-lebih-banyakhidup-di-kota.html. (Diunduh 2 Juli 2013). Rassweiler, J., et al. (2006). Complications of Transurethral Resection of the Prostate (TURP): Incidence, management, and prevention. European Urology, 50: 969-980. Rice, K.R., Brassell, S.A., McLeod, D.G. (2010). Thromboembolism in urologic surgery: Prophylaxis, diagnosis, and treatment. Reviews in urology,12 (2-3): 111-124. Diunduh dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2931288/pdf/RIU012002_e 111.pdf Roehrborn, C. G., & McConnell, J. D. (2011). Benign prostatic hyperplasia: etiology, pathophysiology, epidemiology, and natural history. CampbellWalsh Urology. (10th ed). Philadelphia: Saunders Elsevier.
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
49
Shields, L., & Welder, H. (2002). Perioperative nursing. London: Greenwich Medical Media. Smeltzer S.C., & Bare, B.G. (2003). Brunner & Suddarth’s textbook of medical surgical nursing. (10th Ed). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Spry, C. (2009). Essensials of Perioperative Nursing. (4th edition). Massachusetts: Jones and Barlett Publisher. Stanhope, M. & Lancaster, J. (2004). Community and public health nursing. Missouri: Mosby. Thoennissen, J., et al. (2001). Does bed rest after cervical or lumbar puncture prevent headache? A systematic review and meta-analysis. Canadian Medical Association.Journal, 165(10), 1311-6. Diunduh dari http://search.proquest.com/docview/205001982?accountid=17242 Wasson, D. (--). Transurethral resection of the prostate. Style sheet: http://www.perspectivesinnursing.org/pdfs/Perspectives3.pdf. (Diunduh 28 Juni 2013).
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
Lampiran 1
ANALISIS DATA PREOPERATIF
Data Data Subjektif - Klien mengatakan takut akan batal operasi lagi - Klien mengatakan mengkhawatirkan tekanan darahnya akan tinggi lagi sebelum operasi - Klien mengatakan pada preoperasi tanggal 24 Mei 2013, tekanan darahnya meningkat karena kaget saat di bawa ke ruang operasi karena tiba-tiba terasa dingin - Klien mengatakan khawatir akan tindakan yang akan dilakukan saat di ruang operasi - Klien mengatakan kecemasannya tidak mengganggu pelaksanaan aktivitas sehari-hari
Masalah Keperawatan
Ansietas ringan
Data Objektif - Klien tampak tegang - Tekanan darah 140/90 - Frekuensi nadi 92 kali/menit Data Subjektif: - Klien mengatakan sudah lupa apa saja persiapan operasi yang harus dilakukan - Klien mengatakan operasinya mungkin akan dinsisi sehingga akan ada luka operasi - Klien mengatakan tidak mengetahui perawatan postoperatif - Klien mengatakan tidak mengetahui komplikasi TURP
Kurang Pengetahuan
Data Objektif: - Klien menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan prosedur operatif dan hasil postoperatif Data Subjektif: - Klien mengatakan terasa nyeri saat BAK - Klien mengatakan nyeri tingkat 4-5 - Klien mengatakan karakteristik nyeri yang dirasakan adalah panas seperti terbakar - Klien mengatakan rasa nyeri dirasakan pada bagian pinggang kiri dan abdomen bawah - Klien mengatakan BAK terkadang tidak tuntas dan jika BAK tuntas, setelah BAK biasanya terasa nyeri (disuria terminal)
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
Nyeri akut
(Lanjutan)
Data
Masalah Keperawatan
Data Objektif: - Tekanan darah 140/90 - Frekuensi nadi 92 kali/menit
Data Subjektif: - Klien mengatakan memiliki hipertensi - Klien mengatakan tidak rutin minum obat antihipertensi
Nyeri akut
Regimen terapeutik tidak efektif
Data Objektif: - Klien batal operasi karena hipertensi kambuh mencapai 205/109 mmHg - TD: 140/90 mmHg Data Subjektif: - Klien mengatakan nyeri saat berkemih, terasa panas seperti terbakar - Klien mengatakan berkemih seringkali terasa tidak tuntas (anyang-anyangan). - Klien mengatakan terkadang harus mengejan baru bisa berkemih. - Klien mengatakan terkadang klien merasa tuntas dalam berkemih, namun setelah berkemih terasa nyeri (disuria terminal). - Klien mengatakan pancaran urin lemah. - Klien mengatakan sering ingin buang air kecil di malam hari, bisa dua atau tiga kali. - Klien mengatakan mengalami masalah perkemihan sejak satu tahun yang lalu Data Objektif: - Hasil sistoskopi menunjukkan adanya pembesaran prostat - Klien direncanakan pembedahan TURP
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
Gangguan eliminasi urin
Lampiran 2 ASUHAN KEPERAWATAN PREOPERATIF Diagnosa Keperawatan Ansietas ringan berhubungan dengan pengalaman operasi (gagal operasi, anestesi, prosedur operasi) DS: - Klien mengatakan takut akan batal operasi lagi - Klien mengatakan mengkhawatirkan tekanan darahnya akan tinggi lagi sebelum operasi - Klien mengatakan pada preoperasi tanggal 24 Mei 2013, tekanan darahnya meningkat karena kaget saat di bawa ke ruang operasi karena tiba-tiba terasa dingin - Klien mengatakan khawatir akan tindakan yang akan dilakukan saat di ruang operasi - Klien mengatakan kesemasannya tidak mengganggu aktivitas sehari-hari DO: - Klien tampak tegang - Tekanan darah 140/90 - Frekuensi nadi 92 kali/menit
Tujuan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x30 menit, klien melaporkan ansietas berkurang
Kriteria Evaluasi - Klien mampu mendeskripsikan tentang prosedur anestesi spinal - Klien mampu mendeskripsikan prosedur TURP - Klien mampu melakukan teknik napas dalam untuk mengatasi ansietas - TTV dalam batas normal: TD:120/60130/90, N: 60120 RR: 18-22 S: 36-37
Intervensi Mandiri 1. Identifikasi tingkat ansietas dan pengaruhnya terhadap pemenuhan kebutuhan dasar klien 2. Identifikasi pengalaman dan pengetahuan klien tentang prosedur anestesi spinal dan TURP 3. Identifikasi mekanisme koping yang biasa dilakukan dalam mengatasi kecemasan 4. Pantau tanda-tanda vital 5. Berikan informasi tentang prosedur anestesi spinal 6. Berikan informasi tentang prosedur TURP 7. Ajarkan teknik relaksasi untuk mengatasi ansietas: napas dalam, guided imagery, progressive muscular relaxation, dll.
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
Rasional 1. Ansietas yang menyebabkan gangguan pemenuhan kebutuhan dasar klien dapat menghambat persiapan preoperatif 2. Data dasar untuk menentukan tingkat kebutuhan klien terhadap informasi mengenai prosedur anestesi spinal dan TURP 3. Membantu klien menemukan mekanisme koping adaptif untuk mengatasi kecemasan 4. Ansietas dapat menyebabkan terjadinya perubahan TTV 5. Memberikan gambaran tentang prosedur anestesi spinal yang akan dijalankan 6. Memberikan gambaran tentang prosedur TURP yang akan dijalankan 7. Meningkatkan relaksasi, dan menurunkan stress dan
(Lanjutan) Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Kriteria Evaluasi
Intervensi 8. Anjurkan untuk meminum obat antihipertensi sesuai ketentuan Kolaborasi 9. Kolaborasi pemberian obat antinsietas jika dibutuhkan
10. Kolaborasi pemberian obat antihipertensi Kurang pengetahuan b.d. kurang terpapar informasi mengenai protokol dan prosedur preoperatif dan hasil postoperatif DS: - Klien mengatakan sudah lupa apa saja persiapan operasi yang harus dilakukan - Klien mengatakan operasinya mungkin akan dinsisi sehingga akan ada luka operasi - Klien mengatakan tidak mengetahui perawatan postoperatif - Klien mengatakan tidak mengetahui komplikasi TURP -
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x30 menit, pengetahuan klien terkait protokol dan prosedur preoperatif dan hasil postoperatif meningkat
- Klien mampu ikut berpartisipasi dalam persiapan preoperatif - Klien mampu mendemonstrasikan latihan preoperatif (latihan napas dalam, batuk efektif, dan latihan ekstremitas) - Klien mampu menjelaskan kondisi postTURP - Klien mampu menjelaskan
Mandiri 1. Identifikasi pengetahuan klien tentang protokol dan prosedur preoperatif
2. Identifikasi pengetahuan klien tentang perawatan postoperatif 3. Jelaskan mengenai protokol preoperatif: - Tidak memakai perhiasan, - Tidak membawa barang berharga - Tidak memakai gigi palsu - Tidak memakai alat bantu penglihatan (kacamata,
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
Rasional ansietas 8. Membantu mengontrol tekanan darah yang dikhawatirkan klien akan menjadi penyulit operasi 9. Membantu menurunkan ansietas jika tidak bisa ditangani secara nonfarmakologis 10. Membantu mengontrol tekanan darah
1. Data dasar untuk menentukan tingkat kebutuhan klien terhadap informasi mengenai protokol dan prosedur preoperatif 2. Data dasar untuk menentukan tingkat kebutuhan klien terhadap informasi mengenai perawatan postoperatif 3. Meningkatkan pengetahuan klien agar klien dapat berpartisipasi dalam perawatan: mengurangi bakteri sebelum operasi dilakukan, mencegah aspirasi, memudahkan pengecekan refleks pupil dan CRT jika
(Lanjutan) Diagnosa Keperawatan DO: - Klien menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan prosedur operatif dan hasil postoperatif
Tujuan
Kriteria Evaluasi perawatan postTURP
Intervensi Rasional maupun lensa kontak) terjadi komplikasi selama - Tidak memakai cat kuku, pembedahan, meningkatkan - Mencukur dan safety membersihkan daerah operasi - Memakai gelang identitas - Tetap mengkonsumsi obat antihipertensi - Puasa 8 jam sejak malam sebelum operasi - Mandi dan sikat gigi pada pagi hari sebelum operasi 4. Fasilitasi klien dalam 4. Membantu mempersiapkan melakukan persiapan klien menghadapi operasi preoperatif 5. Ajarkan latihan napas dalam 5. Meningkatkan fungsi dan batuk efektif pernapasan postanestesi dan mencegah komplikasi postoperatif 6. Ajarkan latihan ekstremitas 6. Mencegah trombosis postoperatif dan membantu pemulihan postanestesi Kolaborasi 7. Kolaborasi pemberian obat- 7. Mempersiapkan klien obatan premedikasi menghadapi operasi
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
(Lanjutan) Diagnosa Keperawatan Nyeri akut b.d. obstruksi pada saluran perkemihan DS: - Klien mengatakan terasa nyeri saat BAK - Klien mengatakan nyeri tingkat 4-5 - Klien mengatakan karakteristik nyeri yang dirasakan adalah panas seperti terbakar - Klien mengatakan rasa nyeri dirasakan pada bagian pinggang kiri dan abdomen bawah - Klien mengatakan BAK terkadang tidak tuntas dan jika BAK tuntas, setelah BAK biasanya terasa nyeri (disuria terminal) DO: - Tekanan darah 140/90 - Frekuensi nadi 92 kali/menit
Tujuan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x30 menit, klien mengatakan nyeri berkurang
Kriteria Evaluasi - Klien mengatakan nyeri berkurang skala 2-3 - TTV dalam batas normal TD:120/60-130/90 N: 60-120 RR: 18-22 S: 36-37,4 - Klien mampu melakukan teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri
Intervensi Mandiri 1. Kaji nyeri secara berkala
2.
3. 4.
5.
6.
Rasional
1. Memberikan gambaran tentang nyeri yang dirasakan klien 2. Perubahan TTV terutama Pantau tanda-tanda vital dapat menjadi indikator adanya nyeri Ajarkan teknik relaksasi dan 3. Meningkatkan relaksasi dan mengurangi nyeri mengurangi Anjurkan untuk membatasi 4. Menurunkan frekuensi diuresis, terutama pada malam minum, terutama pada malam hari hari 5. Menyebabkan peningkatan Anjurkan untuk diuresis menghindari minum kopi atau teh 6. Meningkatkan risiko infeksi, Anjurkan untuk tidak menahan keinginan yang dapat memperparah berkemih terlalu lama retensi urin
Kolaborasi 7. Kolaborasi pemberian analgetik
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
7. Mengurangi nyeri
Lampiran 3 CATATAN PERKEMBANGAN PREOPERATIF
Inisial klien No. RM Usia Ruangan Tanggal 25 Mei 2013
: Bapak R : 132.20.66 : 63 tahun : Bedah Kelas, RSUP Persahabatan
Diagnosa Keperawatan Ansietas ringan berhubungan dengan pengalaman operasi (gagal operasi, anestesi, prosedur operasi)
Implementasi 1. Mengidentifikasi tingkat ansietas dan pengaruhnya terhadap pemenuhan kebutuhan dasar klien 2. Mengidentifikasi pengalaman dan pengetahuan klien tentang prosedur anestesi spinal 3. Mengidentifikasi pengalaman dan pengetahuan klien tentang prosedur TURP 4. Mengidentifikasi mekanisme koping yang biasa dilakukan dalam mengatasi kecemasan 5. Memantau TTV 6. Memberikan informasi tentang prosedur anestesi spinal 7. Memberikan informasi tentang prosedur TURP 8. Mengajarkan teknik napas dalam untuk mengatasi ansietas 9. Menganjurkan untuk meminum obat antihipertensi sesuai ketentuan
Evaluasi S: - Klien mengatakan ansitetas tidak sampai mengganggu makan, tidur, dan istirahat, hanya mengganggu pikiran - Klien mengatakan biasanya berzikir dan berdoa jika sedang cemas - Klien mengatakan sudah sudah pernah operasi sebelumnya dan sudah ada gambaran mengenai prosedur anestesi spinal - Klien mengatakan sudah ada gambaran tentang prosedur operasi yang akan dijalani tetapi masih belum terlalu jelas - Klien mengatakan akan minum obat antihipertensi secara teratur O: - Klien mampu melakukan teknik napas dalam dengan dibantu - Klien mampu menjelaskan prosedur dan efek anestesi spinal secara sederhana - TD: 130/80mmHg, N: 86x/menit, RR: 20x/menit, S: 35,8 C A: - Masalah ansietas teratasi sebagian: a). Klien mampu mendeskripsikan tentang prosedur anestesi spinal b). Klien mampu melakukan teknik napas dalam dengan dibantu c). TTV dalam batas normal P: - Berikan penjelasan tentang prosedur anestesi dan prosedur TURP dengan media yang disertai gambar - Motivasi teknik relaksasi napas dalam jika ansietas kembali muncul - Pantau konsumsi obat antihipertensi
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
(Lanjutan) Tanggal 25 Mei 2013
Diagnosa Keperawatan Kurang pengetahuan b.d. kurang terpapar informasi mengenai protokol dan prosedur preoperatif dan hasil postoperatif
Implementasi
Evaluasi
1. Mengidentifikasi pengetahuan klien tentang protokol dan prosedur preoperatif 2. Mengidentifikasi pengetahuan klien tentang perawatan postoperatif 3. Mengajarkan latihan napas dalam dan batuk efektif
S: - Klien mengatakan sudah lupa tentang protokol preoperatif, yang klien ingat adalah harus puasa sejak tengah malam sebelum operasi - Klien mengatakan tidak mengetahui perawatan postoperatif O: - Klien mampu melakukan latihan napas dalam dan batuk efektif dengan dipandu A: -
Masalah teratasi sebagian: a). Klien mampu ikut berpartisipasi dalam persiapan preoperatif b). Klien mampu mendemonstrasikan latihan napas dalam dan batuk efektif dengan dibantu
P: -
25 Mei 2013
Nyeri akut b.d. obstruksi pada saluran perkemihan
1. Mengaji nyeri 2. Memantau tanda-tanda vital 3. Memandu latihan teknik relaksasi napas dalam 4. Menganjurkan untuk membatasi minum, terutama pada malam hari 5. Menganjurkan untuk menghindari minum kopi atau teh 6. Menganjurkan untuk tidak menahan keinginan berkemih terlalu lama
Jelaskan protokol dan prosedur preoperatif Bantu persiapan preoperatif klien Motivasi latihan napas dalam dan batuk efektif Ajarkan latihan ekstremitas
S: - Klien mengatakan nyeri saat BAK berkurang - Klien mengatakan akan mengurangi minum - Klien mengatakan sudah tidak minum kopi dan jarang minum teh - Klien mengatakan tidak menahan keinginan BAK O: - Nyeri skala 2-3 - Klien mampu melakukan teknik napas dalam dengan dipandu - TD: 130/80, N 86x/menit, RR 20x/menit, S: 35,8 C A: - Masalah nyeri teratasi Klien mengatakan nyeri berkurang skala 2-3 TTV dalam batas normal - Klien mampu melakukan teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
(Lanjutan) Tanggal
Diagnosa Keperawatan
Implementasi
Evaluasi P: - Kaji nyeri secara berkala - Anjurkan teknik napas dalam jika nyeri kembali muncul
27 Mei 2013
Ansietas ringan berhubungan dengan pengalaman operasi (gagal operasi, anestesi, prosedur operasi)
1. Menanyakan adanya ansietas 2. Memantau TTV 3. Memberikan informasi tentang prosedur anestesi spinal dengan gambar 4. Memberikan informasi tentang prosedur TURP dengan gambar 5. Memotivasi pelaksanaan teknik napas dalam untuk mengatasi ansietas 6. Mematau konsumsi obat antihipertensi captopril dan amlodipin
S: - Klien mengatakan cemas berkurang - Klien mengatakan sudah mengerti tentang prosedur anestesi spinal - Klien mengatkan sudah memiliki gambaran tentang prosedur TURP - Klien mengatakan sudah minum obat antihipertensi dua kali, pagi dan siang hari O: - Klien mampu menjelaskan bahwa anestesi yang dilakukan adalah dari bagian perut ke bawah, dan klien akan tetap sadar - Klien mampu menjelaskan bahwa saat operasi, setelah dibius dan dipakaikan kain hijau, akan dimasukkan alah lewat kemaluan, dan prostat yang membesar akan dikerok - Klien mampu melakukan latihan napas dalam dengan dipandu - TD: 120/80, N 90x/menit, RR 20x/menit, S: 36 C A: - Masalah teratasi a). Klien mampu mendeskripsikan tentang prosedur anestesi spinal b). Klien mampu mendeskripsikan prosedur TURP c). Klien mampu melakukan teknik napas dalam untuk mengatasi ansietas d). TTV dalam batas normal P: - Motivasi teknik napas dalam sambil berzikir dan berdoa jika ansietas muncul kembali - Pantau TTV - Ingatkan untuk minum obat antihipertensi captopril dan amlodipin
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
(Lanjutan) Tanggal 27 Mei 2013
Diagnosa Keperawatan Kurang pengetahuan b.d. kurang terpapar informasi mengenai protokol dan prosedur preoperatif dan hasil postoperatif
Implementasi
Evaluasi
1. Menjelaskan tentang persiapan praoperasi: tidak memakai perhiasan, tidak membawa barang berharga, tidak memakai gigi palsu, tidak memakai lensa kontak, tidak memakai cat kuku, mencukur dan membersihkan daerah operasi, memakai gelang identitas, tetap mengkonsumsi obat anti hipertensi, puasa pada malam sebelum operasi, madi dan sikat gigi pada pagi hari sebelum operasi 2. Menjelaskan kondisi postoperatif dan perawatannya 3. Memfasilitasi latihan napas dalam dan batuk efektif 4. Mengajarkan latihan ekstremitas
S: - Klien mengatakan lebih siap menjalani operasi - Klien mengatakan memiliki gambaran tentang kondisi postoperatif dan perawatannya O: - Klien sudah melakukan persiapan operasi: tidak memakai perhiasan, tidak membawa barang berharga, tidak memakai gigi palsu, tidak memakai lensa kontak, tidak memakai cat kuku, mencukur daerah operasi, memakai gelang identitas, tetap mengkonsumsi obat anti hipertensi - Klien mampu menjelaskan bahwa setelah operasi akan dipasang selang kencing, yang awalnya akan dipasang secara kencang kemudian dikendurkan, bekas operasi akan terasa nyeri setelah efek obat bius habis, dan akan dipasang cairan infus yang berguna untuk menguras daerah operasi - Klien mampu menjelaskan bahwa setelah operasi harus banyak minum sampai 2 botol air mineral besar - Klien mempu menjelaskan bahwa setelah operasi harus banyak makan sayur dan buah - Klien mampu melakukan latihan napas dalam dan batuk efektif dengan dipandu - Klien mampu melakukan latihan ekstremitas dengan panduan A: - Masalah teratasi a). Klien mampu ikut berpartisipasi dalam persiapan preoperatif b). Klien mampu mendemonstrasi-kan latihan preoperatif (latihan napas dalam, batuk efektif, dan latihan ekstremitas) c). Klien mampu menjelaskan kondisi post-TURP d). Klien mampu menjelaskan perawatan post-TURP
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
(Lanjutan) Tanggal
Diagnosa Keperawatan
Implementasi
Evaluasi P: - Lanjutkan latihan napas dalam dan batuk efektif, serta latihan ekstremitas dua kali sehari sebelum operasi - Cek persiapan operasi sesuai checklist preoperatif
28 Mei 2013 Di ruang preoperatif
Ansietas ringan berhubungan dengan pengalaman operasi (gagal operasi, anestesi, prosedur operasi)
1. Memantau tanda-tanda vital, terutama tekanan darah dan frekuensi nadi 2. Mendampingi klien pada persiapan pre-operasi 3. Mengingatkan kembali tentang prosedur operasi yang akan dilakukan 4. Memandu latihan napas napas dalam untuk mengatasi kecemasan
Pemeriksaan TD: 167/98 N: 86
28 Mei 2013
Kurang pengetahuan b.d. kurang terpapar informasi mengenai protokol dan prosedur preoperatif dan hasil postoperatif
1. Memeriksa kelengkapan preoperatif sesuai checlist preoperatif 2. Memfasilitasi latihan napas dalam dan batuk efektif 3. Memfasilitasi latihan ekstremitas
S: - Klien mengatakan cemas berkurang - Klien mengatakan sudah ada gambaran mengenai prosedur operasi yang akan dijalani O: - Klien mampu melakukan latihan napas dalam secara mandiri - TD: 132/86, N 82x/menit A: - Masalah ansietas teratasi sebagian: a). Klien mampu melakukan teknik napas dalam P: - Pantau TTV - Motivasi teknik napas dalam
-
-
-
-
S: Klien mengatakan lebih siap menjalani operasi O: Klien sudah melakukan persiapan operasi: tidak memakai perhiasan, tidak membawa barang berharga, tidak memakai gigi palsu, tidak memakai lensa kontak, tidak memakai cat kuku, mencukur daerah operasi, memakai gelang identitas, puasa sejak tengah malam, tetap mengkonsumsi obat anti hipertensi, mandi dan sikat gigi pada pagi hari Klien mampu melakukan latihan napas dalam dan batuk efektif dengan dipandu Klien mampu melakukan latihan ekstremitas dengan panduan A: Masalah teratasi P: Mobilisasi klien ke IBS
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
Lampiran 4 ANALISIS DATA POST-OPERATIF Data Data Subjektif: - Klien mengatakan terasa nyeri pada daerah yang dioperasi - Klien mengatakan nyeri tingkat 5-6 - Klien mengatakan nyeri terus menerus terasa
Masalah Keperawatan
Data Objektif: - Klien tampak mengernyitkan dahi - Klien tampat sering menarik napas panjang dan beristigfar - Tekanan darah 120/80 - Frekuensi nadi 84 kali/menit
Nyeri akut
Faktor risiko: Perawatan yang berhubungan dengan efek samping operasi post TURP
Risiko perdarahan
Faktor risiko Bekuan darah post-TURP
Risiko gangguan eliminasi urin
Data Subjektif: - Klien mengatakan memiliki hipertensi - Klien mengatakan tidak rutin minum obat antihipertensi Regimen terapeutik tidak efektif
Data Objektif: - TD: 120/80 mmHg
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
(Lanjutan ) ASUHAN KEPERAWATAN POSTOPERATIF
Diagnosa Keperawatan Nyeri akut b.d. insisi sekunder pada TURP DS: - Klien mengatakan terasa nyeri pada daerah yang dioperasi - Klien mengatakan nyeri tingkat 56 - Klien mengatakan nyeri terus menerus terasa
Tujuan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x30 menit, klien mengatakan nyeri berkurang
DO: - Klien tampak mengernyitkan dahi - Klien tampat sering menarik napas panjang dan beristigfar - Tekanan darah 120/80 - Frekuensi nadi 84 kali/menit Risiko perdarahan Faktor risiko: - Perawatan yang berhubungan dengan efek samping operasi post TURP
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x 30 menit, perdarahan tidak terjadi
Kriteria Evaluasi - Klien mengatakan nyeri berkurang skala 2-3 - TTV dalam batas normal TD:120/60-130/90 N: 60-120 RR: 18-22 S: 36-37 - Klien mampu melakukan teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri
- Klien tidak menunjukkan adanya tanda perdarahan irigasi jernih - TTV dalam batas normal TD:120/60-130/90
Intervensi
Rasional
Mandiri 1. Kaji nyeri secara berkala
1. Memberikan gambaran tentang nyeri yang dirasakan klien 2. Pantau tanda-tanda vital 2. Perubahan TTV dapat menjadi indikator adanya nyeri 3. Meningkatkan relaksasi dan 3. Berikan lingkungan yang mengurangi nyeri nyaman 4. Meningkatkan relaksasi pada 4. Motivasi teknik relaksasi dan otot yang tegang mengurangi nyeri Kolaborasi 5. Kolaborasi pemberian analgesik kaltopren 3x1
Mandiri 1. Identifikasi tanda-tanda perdarahan post-TURP
5. Mengurangi nyeri dengan farmakologik
1. Deteksi dini adanya komplikasi TURP, agar dapat segera dilakukan tindakan jika terjadi komplikasi perdarahan 2. Pantau kepatenan traksi post- 2. Traksi post-TURP membantu TURP mengurangi perdarahan 3. Pantau sistem drainase, 3. Adanya perdarahan dapat
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Kriteria Evaluasi - N: 60-120 - RR: 18-22 - S: 36-37
Intervensi observasi warna cairan drainase 4. Anjurkan klien untuk makan makanan tinggi serat Kolaborasi 5. Kolaborasi pemberian obat kalnex 6. Koleborasi pemberian vitamin K 7. Kolaborasi pemberian laksatif 8. Pantau hasil laboratorium
Risiko gangguan eliminasi urin Faktor risiko: - Bekuan darah post-TURP
Setelah - Tidak terdapat dilakukan sumbatan pada asuhan kateter threeway keperawatan (aliran urin dan selama 3x 30 irigasi lancar) menit, - Gangguan gangguan eliminasi urin eliminais urin tidak terjadi tidak terjadi
9. Kolaborasi pemberian transfusi jika terjadi perdarahan Mandiri 1. Pastikan selang bebas dari lekukan dan bekuan darah 2. Pantau patensi kateter dan sistem drainase, catat pengeluaran 3. Pantau pola berkemih
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
(Lanjutan ) Rasional dipantau dari warna drainase 4. Mencegah valsava yang dapat menyebabkan perdarahan
5. Membantu menghentikan perdarahan 6. Membantu mempercepat pembekuan darah 7. Membantu melunakkan feses, mencegan valsava 8. Perubahan nilai laboratorium, terutama Hb, Ht, dan trombosit dapat menjadi faktor risiko perdarahan 9. Menggantikan darah yang hilang
1. Sumbatan oleh lekukan dan bekuan darah pada kateter threeway dapat menyebabkan obstruksi 2. Sistem drainase yang tidak lancar dapat menyebabkan terjadinya bekuan darah dan meningkatkan risiko obstruksi 3. Memastikan tidak terjadi
(Lanjutan ) Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Kriteria Evaluasi
Intervensi spontan setelah kateter
Rasional obstruksi setelah kateter
dilepaskan
dilepaskan
4. Anjurkan klien untuk minum 2-3 cairan per hari 5. Anjurkan klien untuk membersihkan organ genital setelah berkemih Kolaborasi 6. Kolaborasi pemberian continuous bladder irrigation
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
4. Membantu irigasi bladder 5. Mencegah terjasinya infeksi saluran perkemihan yang dapat menyebabkan obstruksi pada saluran perkemihan 6. Membantu irigasi bladder post-TURP
Lampiran 6 CATATAN PERKEMBANGAN POSTOPERATIF
Inisial klien No. RM Usia Ruangan Tanggal 28 Mei 2013
28 Mei 2013
: Bapak R : 132.20.66 : 63 tahun : Bedah Kelas, RSUP Persahabatan
Diagnosa Implementasi Keperawatan Nyeri akut 1. Mengkaji nyeri secara berkala b.d. insisi sekunder pada 2. Memantau tanda-tanda vital 3. Memberikan lingkungan TURP yang nyaman 4. Memotivasi teknik relaksasi dan mengurangi nyeri
Risiko perdarahan
1. Menjelaskan manfaat traksi kateter 2. Memantau tanda-tanda perdarahan post-TURP 3. Memantau kepatenan traksi post-TURP 4. Memantau sistem drainase dan mengobservasi warna cairan drainase 5. Menganjurkan klien untuk minum 2-3 cairan per hari 6. Menganjurkan klien untuk makan makanan tinggi serat
Evaluasi S: - Klien mengatakan nyeri belum berkurang - Klien mengatakan nyaman dengan posisi semi fowler O: - Nyeri skala 5-6 - TD 130/80, N: 90x/menit, RR 20x/menit, S: 35,9 C - Klien mampu melakukan napas sambil berzikir dalam secara mandiri A: - Masalah teratasi sebagian a). Klien mampu melakukan teknik napas dalam P - Kaji nyeri secara berkala - Pantau TTV - Kolaborasi pemberian analgetik S: - Klien mengatakan akan minum 2 botol air mineral ukuran 1500 ml - Klien mengatakan akan makan sayuran dan buah O: - Klien mampu menyebutkan bahwa kateter dikencangkan untuk mengurangi perdarahan pada prostat yang dioperasi - Traksi keteter terpasang kuat - Irigasi lancar, warna jernih kemerahan A: - Risiko perdarahan masih ada P: - Awasi tanda perdarahan
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
(Lanjutan) Tanggal
Diagnosa Keperawatan
Implementasi
Evaluasi -
Pantau kepatenan selang irigasi Lepas traksi kateter
28 Mei 2013
Risiko gangguan eliminasi urin
7. Memastikan selang bebas dari lekukan dan bekuan darah 8. Memantau patensi kateter dan sistem drainase, mencatat pengeluaran drainase 9. Menganjurkan klien untuk minum 2-3 cairan per hari 10. Memantau pemberian continuous bladder irrigation
S: - Klien mengatakan akan minum dua botol air mineral ukuran 1500ml O: - Kateter terpasang, tidak tertekuk - Tidak ada bekuan darah yang terlihat pada urine bag - Balance cairan/3jam Intake: Minum 600 cc Spooling: 3 kolf 1500cc Infus: 200 cc Output: Urin+darah+spooling drainase: 2000 IWL: 121,875 Balance cairan: 2300-2121,875= +178,125 A: - Risiko obstruksi masih ada P: - Pantau patensi kateter dan sistem drainase - Pantau balance cairan
29 Mei 2013
Nyeri akut b.d. insisi sekunder pada TURP
1. Mengkaji nyeri secara berkala 2. Memantau tanda-tanda vital 3. Memberikan lingkungan yang nyaman 4. Memotivasi teknik relaksasi dan mengurangi nyeri 5. Memberikan analgetik ketorolac 10 mg via IV
S: - Klien mengatakan nyeri berkurang setelah diberikan obat O: - Nyeri skala 3-4 - TD 130/80, N: 90x/menit, RR: 22x/menit, S: 36,4 C - Klien mampu melakukan napas dalam dengan mandiri A: - Masalah teratasi a). Nyeri skala 2-3 b). Klien mampu melakukan teknik napas dalam secara mandiri c). TTV dalam batas normal P: - Kaji nyeri secara berkala - Pantau TTV - Kolaborasi pemberian analgetik
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
(Lanjutan) Tanggal 29 Mei 2013
29 Mei 2013
Diagnosa Implementasi Keperawatan Risiko 1. Memantau tanda-tanda perdarahan perdarahan post-TURP 2. Memantau kepatenan traksi post-TURP 3. Memantau sistem drainase, dan mengobservasi warna cairan drainase 4. Memotivasi klien makan sayur dan buah dan 5. Menanyakan pola defekasi post-TURP 6. Memotivasi untuk minum 2-3 liter cairan per hari 7. Memberikan obat kalnex via IV 1 amp 8. Memberikan vitamin K via IV 1 amp Risiko gangguan eliminasi urin
1. Memastikan selang bebas dari lekukan dan bekuan darah 2. Memantau patensi kateter dan sistem drainase, mencatat jumlah drainase 3. Memotivasi klien untuk minum 2-3 cairan per hari 4. Memantau pemberian continuous bladder irrigation
Evaluasi S: - Klien mengatakan belum banyak memakan sayur dan buah Klien mengatakan sudah banyak minum Klien mengatakan belum defekasi O: - Warna cairan pada urine bag bening kemerahan - Traksi kateter sudah dilepas A: - Risiko perdarahan masih ada P: - Awasi tanda perdarahan - Pantau kepatenan selang irigasi - Aff irigasi jika warna urin sudah jernih
S: - Klien mengatakan sudah berusaha untuk minum dua botol air mineral ukuran 1500 ml O: - Kateter terpasang, tidak tertekuk - Tidak ada bekuan darah yang terlihat pada urine bag - Balance cairan/24jam Intake: Minum: 2000 cc Spooling: 36 kolf 18000cc Infus: 1500 cc Output: Urin+darah+spooling drainase: 20.500 IWL: 975 Balance cairan: 21600-21.475: +125 A: - Risiko obstruksi masih ada P: - Pantau balance cairan - Pantau pemberian continuous bladder irrigation - Pantau pola berkemih spontan jika kateter sudah dilepas
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
Tanggal 30 Mei 2013
Diagnosa Keperawatan Nyeri akut b.d. insisi sekunder pada TURP
Implementasi
1. Mengkaji nyeri secara berkala 2. Memantau tanda-tanda vital Memotivasi teknik relaksasi dan mengurangi nyeri 4. Memberikan analgetik ketorolac 10 mg via IV
Evaluasi S: - Klien mengatakan nyeri berkurang O: - Nyeri skala 2-3 TD 120/70, N: 88x/menit, RR 20x/menit, S: 36,6 C - Klien mampu melakukan napas dalam dengan mandiri A: - Masalah teratasi a). Nyeri skala 2-3 b). Klien mampu melakukan teknik napas dalam secara mandiri c). TTV dalam batas normal P: - Kaji nyeri secara berkala - Pantau TTV - Kolaborasi pemberian analgetik
30 Mei 2013
Risiko perdarahan
1. Memantau sistem drainase, jumlah, warna 2. Melepas irigasi kateter 3. Menanyakan pola defekasi post-TURP 4. Memberikan obat kalnex via IV 1 amp 5. Memberikan vitamin K via IV 1 amp 6. Melakukan discharge planning mengenai hal yang harus dilakukan, tidak boleh dilakukan, dan kapan harus menghubungi pelayanan kesehatan
S: - Klien mengatakan mengerti dengan discharge planning yang dilakukan - Klien mengatakan sudah defekasi satu kali dan tidak keras O: - Warna cairan pada urine bag jernih - Irigasi drainase sudah dilepaskan A: - Risiko perdarahan masih ada P: - Bladder training dan aff kateter - Ingatkan untuk menghindari valsava
30 Mei 2013
Risiko gangguan eliminasi urin
1. Memasang kateter dan sistem drainase kembali 2. Memastikan selang bebas dari lekukan dan bekuan darah 3. Memantau patensi kateter dan sistem drainase 4. Memotivasi klien untuk minum 2-3 cairan per hari 5. Memantau pemberian continuous bladder irrigation
S: - Klien mengatakan sudah minum satu botol air mineral ukuran 1500 ml sejak pagi - Klien mengatakan kateter sudah dilepaskan sebelumnya, namun terasa nyeri pada perut bagian bawah dan urin tidak bisa keluar, sehingga kateter dipasang kembali - Klien mengatakan setelah kateter dipasang kembali terdapat bekuan darah yang berwarna kehitaman jumlahnya cukup banyak
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
(Lanjutan) Tanggal
Diagnosa Keperawatan
Implementasi
31 Mei2013
Nyeri akut b.d. insisi sekunder pada TURP
1. Mengkaji nyeri secra berkala 2. Memantau tanda-tanda vital 3. Memotivasi teknik relaksasi dan mengurangi nyeri 4. Memberikan analgetik ketorolac 10 mg via IV
31 Mei 2013
Risiko perdarahan
1. Memantau sistem irigasi drainase, mencatat warna cairan drainase 2. Menanyakan pola defekasi 3. Memberikan obat kalnex
Evaluasi O: - Kateter dilepaskan, kemudian dipasang kembali - Tidak ada bekuan darah yang terlihat pada urine bag, warna jernih - Balance cairan/20 jam Intake: Minum: 1500 cc Spooling: 8 kolf 4000 cc Infus: 800 cc Output: Urin+spooling drainase: 5300 IWL: 812,5 Balance cairan: 6300-6112,5= +187,5 A: - Risiko obstruksi masih ada P: - Aff irigasi dan kateter jika warna cairan drainase sudah jernih - Pantau kemampuan berkemih spontan setelah kateter dilepas S - Klien mengatakan nyeri minimal O: - Nyeri skala 1-2 - TD 130/80, N: 92x/menit - Klien mampu melakukan napas dalam dengan mandiri A: - Masalah teratasi a). Nyeri skala 2-3 b). Klien mampu melakukan teknik napas dalam secara mandiri c). TTV dalam batas normal P - Kaji nyeri secara berkala - Pantau TTV - Motivasi teknik napas dalam jika nyeri muncul kembali - Kolaborasi pemberian analgetik jika nyeri muncul kembali S: - Klien mengatakan sudah defekasi pada pagi hari, tidak keras O: - Sistem drainase lancar, warna cairan
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
(Lanjutan) Tanggal
Diagnosa Keperawatan
Implementasi 4. via IV 1 amp 5. Memberikan vitamin K via IV 1 amp 6.
31 Mei 2013
Risiko gangguan eliminasi urin
1. Memastikan selang bebas dari lekukan dan bekuan darah 2. Memantau patensi kateter dan sistem drainase 3. Memotivasi klien untuk minum 2-3 cairan per hari
Evaluasi A: P: -
drainase jernih Risiko perdarahan masih ada Awasi tanda perdarahan Aff irigasi drainase jika warna cairan drainase jernih
S: - Klien mengatakan sudah minum hampir dua botol air mineral ukuran 1500 ml O: - Kateter terpasang, tidak tertekuk - Sistem drainase masih terpasang - Tidak ada bekuan darah yang terlihat pada urine bag A: - Risiko obstruksi masih ada P: - Memantau pemberian continuous bladder irrigation - Pantau pola eliminasi spontan jika kateter sudah dilepas
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
Lampiran 7
TINDAKAN PEMBIUSAN
1. Posisi duduk atau miring sambil memeluk bantal 2. Obat bius disuntikkan lewat belakang tubuh 3. Efek obat bius dari pinggang ke bawah 4. Awalnya kaki terasa kesemutan, lalu akan terasa berat, sampai tidak bisa digerakkan 5. Selama operasi tetap sadar (bisa melihat dan mendengar)
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
TINDAKAN OPERASI PROSTAT
1. Alat dimasukkan lewat kemaluan 2. Prostat yang menutupi jalan saluran kencing dikerok
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
KONDISI SETELAH OPERASI
1. Terpasang selang kencing 2. Terpasang cairan infus untuk membilas bagian prostat yang dioperasi 3. Terasa nyeri pada bagian operasi, setelah efek obat bius hilang 4. Yang harus dilakukan: napas dalam, minum 2-3 botol air mineral besar, makan sayuran dan buah
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
Lampiran 8
Yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan Setelah Operasi Prostat
Terdapat darah dalam kencing pada hari ke 15 setelah operasi Sulit buang air kecil Rasa terbakar ketika buang air kecil Air kencing berbau Air kencing berwarna keruh
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
Lampiran 9
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Fitri Mulyana
Tempat, tanggal lahir : Tangerang, 16 Maret 1990 Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Jalan Waru II RT 002 RW 03 No.52, Pamulang Barat,
Pamulang, Tangerang Selatan 15417 E-mail
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan : Tahun 2002
: SD Negeri Pamulang Indah
Tahun 2005
: SMP Negeri 1 Pamulang
Tahun 2008
: SMA Negeri 1 Cisauk
Tahun 2012
: Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013