UNIVERSITAS INDONESIA
SIMULASI DALAM PENDIDIKAN KEDOKTERAN
MIRZA INDRAJANTI S. NPM: 1006732723
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN KEDOKTERAN JAKARTA DESEMBER 2013
DAFTAR ISI Halaman Judul
i
Daftar isi
ii
Daftar tabel
iv
Daftar singkatan
v
BAB I. PENDAHULUAN
1
1.1. Latar Belakang
1
1.2. Tujuan
3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
4
2.1. Definisi
4
2.2. Klasifikasi simulator
5
2.3. Penerapan berbagai teori pendidikan
8
2.4. Peran wawancara singkat dan umpan balik
13
2.5. Penerapan dalam praktik
15
2.6. Keterbatasan simulasi
20
2.7. Keuntungan simulasi
21
2.8. Masa depan simulasi
21
2.9. Perkembangan staf pengajar
22
2.10. 12 ciri-ciri simulasi medis dan praktik terbaik
23
2.11. Simulasi pelatihan patient safety
26 ii
2.12. Pendidikan kedokteran berbasis simulasi BAB III. PEMBAHASAN
29 31
3.1. Kegunaan simulasi dalam pendidikan kedokteran
31
3.2. Rencana simulasi di FK UKRIDA
31
BAB IV. PENUTUP
32
4.1. Simpulan
32
4.2. Saran
32
DAFTAR PUSTAKA
33
iii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1. Klasifikasi simulator
5
Tabel 2.2. Beberapa ciri simulasi medis dan praktik terbaik
23
iv
DAFTAR SINGKATAN S1 = strata satu S2 = strata dua CME = Continuing Medical Education IV = Intra Venous METI = Medical Education Technologies Inc adult and paediatric simulators ANTS = Anaesthetic Non Technical Skills BEME = Best Evidence Medical Education SBME = Simulated Based Medical Education ACGME = Accreditation Council for Graduate Medical Education ICU = Intensive Care Unit STEPPS = Strategies and Tools to Enhance Performance and Patient Safety OSCE = Objective Structured Clinical Examination PBLI = Practice-Based Learning and Improvement SBP = System-Based Practice CSC = Central Simulation Committee GME = Graduate Medical Education NICU = Neonatal Intensive Care Unit
v
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar belakang Simulator dalam kedokteran adalah alat pendidikan yang digunakan dalam
konteks yang luas dari pendidikan kedokteran. Dalam kegiatan pendidikan, simulator kedokteran adalah menggunakan alat-alat bantu simulatif yang digunakan para dokter pendidik untuk menyampaikan pesan yang terdapat pada skenario klinis. Perlengkapan simulasi digunakan sebagai alternatif dari pasien sebenarnya dan memudahkan pendidik untuk mengawasi secara optimal sebelum dipilihnya skenario klinis, tanpa risiko yang menyulitkan atau aspek berbahaya lain yang ditemukan pada pembelajaran dengan pasien sebenarnya. Simulator kedokteran pada bedside teaching bernilai sebagai pelengkap tambahan 1.Simulator dalam pembelajaran di bidang pelayanan kesehatan sudah digunakan sejak abad ke 18 di Perancis yaitu menggunakan foetal model dan pelvis untuk melatih para bidan. Penggunaan Resusci Anne dalam pelatihan resusitasi standar dengan membuat manikin sederhana yang disediakan, biaya murah, praktis dan efektif. Simulator pasien Sim-One membantu keterampilan dalam anestesi yaitu memasukkan endotracheal tubes. Barrows memperkenalkan pasien simulasi, memberikan pengawasan, pengalaman praktik simulasi pada para mahasiswa 2. Simulasi menjadi komponen yang banyak diperlukan pada pendidikan kedokteran dan program-program pelatihan. Simulasi penting dalam pendidikan kedokteran yang akan dibahas mencakup 4 hal utama yaitu 2: - definisi dan klasifikasi - penerapan dari berbagai teori pendidikan - peran wawancara singkat dan umpan balik - penerapan dalam praktik 1
Hal-hal lain yang dibahas adalah: - Keterbatasan simulasi - Masa depan simulasi - Perkembangan staf pengajar 3 -
Keuntungan simulasi 3
- 12 ciri-ciri simulasi medis dan praktik terbaik 4 Keterampilan yang dibutuhkan seorang dokter dibagi dalam tiga area yang berbeda yaitu: (a). keterampilan yang berpusat pada pasien, (b). keterampilan yang berpusat pada proses, (c). keterampilan yang berpusat pada lingkungan 5. Keterampilan yang berpusat pada pasien berhubungan langsung dengan pelayanan pasien secara individual dan meliputi keterampilan pengumpulan data (anamnesis dan pemeriksaan fisik), keterampilan komunikasi, keterampilan antar perorangan, dan keterampilan teknis. Pelaksanaan keterampilan tersebut digabung dengan sound knowledge base dan kemampuan penalaran klinis biasanya menghasilkan diagnosis dan penanganan pasien yang berhasil. Keterampilan yang berpusat pada proses yaitu dokter praktik berhasil di lingkungan lokal mereka dan meliputi information management skills, teamwork skills, patient advocacy skills, dan self-directed learning skills. Keterampilan yang berpusat pada lingkungan yaitu dokter berhasil dalam budaya ilmu kedokteran, lingkungan praktik medis yang lebih luas dan meliputi business skills, administration skills, leadership skills. Program pendidikan kedokteran S1, secara umum memusatkan lebih banyak pada keterampilan yang berpusat pada pasien dan proses, lebih sedikit pada keterampilan yang berpusat pada lingkungan. Kebutuhan yang lebih mengutamakan keterampilan yang berpusat pada lingkungan meningkat pada dokter yang membedakan dan memperluas peran mereka dalam komunitas kedokteran yang lebih luas 5
2
1.2.
Tujuan Tujuan dari simulasi dalam pendidikan kedokteran antara lain untuk:
-
keamanan pasien yaitu mengurangi komplikasi pada pelayanan pasien sebenarnya, dalam hal ini misalnya vena sentral dan temporary hemodialysis catheter insertion, thoracentesis, endoscopy, advanced cardiac life support, difficult delivery dan laparoscopic surgery. - Mengurangi efek kesalahan administrasi pengobatan: kesalahan terjadi karena kurangnya penyebaran informasi obat. - Menginformasikan kegiatan Continuing Medical Education (CME): memperbaiki performa yang buruk dan untuk melihat apakah sudah ada perbaikan. Jika performa tidak baik dalam lingkungan simulasi maka tidak mungkin melaksanakan performa dengan baik dalam kasus sebenarnya 6.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi - Simulasi adalah teknologi lanjut yang menciptakan kembali pengalaman klinis seperti yang ditemukan dalam kenyataan. Simulator pasien yang selanjutnya dikontrol komputer. Simulasi tidak hanya berpusat pada teknologi secara eksklusif atau performa psikomotor; tetapi meliputi perspektif yang luas, penggabungan domain kognitif dan afektif. Simulasi meliputi range teknik yang luas dan mendekati dapat dipakai para mahasiswa pada semua tingkat senioritas, dari pemula sampai pakar 2. - Simulasi merupakan alat pembelajaran yang sangat berperan, sering digunakan untuk mendukung pengajaran di pusat keterampilan klinis. Simulasi tidak hanya bergantung kepada keadaan yang dibuat tetapi pada terlibatnya mahasiswa. Pada pendidikan pelayanan kesehatan simulasi dianggap sebagai alat untuk menciptakan klinis yang sebenarnya tanpa membahayakan pelayanan pasien. Dalam menciptakan simulasi dibutuhkan semua domain pembelajaran (kognitif, afektif dan psikomotor) yang dipertimbangkan dalam rekonstruksi 3. - Modalitas simulasi terdiri atas dua macam yaitu modalitas teknik rendah dan teknik tinggi. Modalitas simulasi teknik rendah tidak dikendalikan dengan komputer dan dipakai sebagai contoh berbagai tujuan pendidikan. Modalitas ini menggambarkan alatalat simulasi tradisional yang sudah digunakan beberapa tahun dalam pendidikan kedokteran. Model simulasi teknik rendah digunakan untuk pelatihan keterampilan klinis dasar. Modalitas simulasi teknik tinggi dikendalikan dengan komputer, menggunakan teknologi hardware dan software tingkat lanjut untuk meningkatkan kenyataan pengalaman simulasi dan meningkatkan validitas alat-alat pelatihan anatomi dan fisiologi 1. 4
2.2.Klasifikasi simulator Tabel 2.1. Klasifikasi simulator * No
Jenis simulator
Contoh
1.
Part-task trainers
-Venepuncture arms, arterial arms - Male and female pelvic models - Skin and tissue jigs for injection and suture practice
2.
Computer-based systems
-Emergency medicine (Microsim, Laerdal) - Anesoft-range of modules including anaesthesia simulator - Haemodynamic simulator - Critical care - Bioterrorism
3.
Virtual reality and haptic systems: - Precision placement
4.
- Venepuncture trainer - IV Cannulation
-Simple manipulation
- Endoscopy trainer - Ultrasound trainer
-Complex manipulation
- Minimally invasive surgery - Complex surgical procedures
Integrated simulators: - Instructor-driven simulators -Model-driven simulators
5.
Simulated patients
6.
Simulated environment
- Sim Man - METI (Medical Education Technologies Inc adult and paediatric simulators)
-Simulated wards, operating rooms, intensive care, etc.
______________________________________________________________________ *Dikutip dari Kneebone, Maran dan Glavin tanpa modifikasi 5
Arti/kegunaan: 2.2.1.Part-task trainers Part-task trainers sering digunakan untuk mengajar dan belajar keterampilan psikomotor, prosedural dan teknis. Biasanya untuk mengembangkan penguasaan keterampilan-keterampilan tersebut dalam pendidikan. 2.2.2.Computer-based systems Sistem berbasis komputer ini bermakna mengembangkan simulasi berbasis komputer. Mahasiswa diberikan materi-materi yang berhubungan dengan ilmu dasar yang dapat ditingkatkan dan dapat berkembang pada tahap selanjutnya. Program tersebut memastikan mahasiswa menerima umpan balik yang sesuai untuk meningkatkan pembelajarannya. Sejumlah program yang sudah diproduksi meliputi model fisiologi. Beberapa memberikan umpan balik dalam kemampuan memberi keputusan dan performa pemakainya. Contohnya MicroSim Laerdal dapat digunakan untuk meningkatkan kurikulum pelayanan kegawatdaruratan. 2.2.3.Virtual reality and haptic systems Virtual Reality didefinisikan sebagai sistem yang memungkinkan satu atau lebih pengguna untuk bergerak dan bereaksi terhadap lingkungan komputer simulasi 1. Sistem virtual reality membangkitkan bayangan yang mewakili sasaran atau lingkungan dengan pengguna yang mempengaruhi dan meresponi tindakantindakan itu. Sistem haptic memberikan sensasi kinestetik dan taktil. Kedua pendekatan ini dikombinasi untuk memberikan pelatihan keterampilan dasar seperti venepuncture, keterampilan khusus seperti prosedur endoskopi, laparoskopi dan endovaskular. Beberapa sistem simulasi dapat juga membangkitkan data pengguna, yang dapat disajikan sebagai umpan balik yang rinci pada catatan rekaman yang sedang berlangsung 2. Simulasi virtual reality digunakan lebih banyak daripada
6
pelatihan umum
dan
penilaian, memberikan kesempatan untuk
repetisi
menyesuaikan pasien dan perencanaan intervensi. Repetisi pasien spesifik virtual reality suatu instrument ideal untuk memudahkan dan meningkatkan patient safety selama pelatihan residen 1,2,7. 2.2.4.Integrated simulator models Model simulator terintegrasi menggabungkan sebagian atau seluruh tubuh manikin dengan komputer yang mengontrol model fisiologi dan hasilnya terdapat pada monitor berupa gambar grafik. Simulator terintegrasi dibagi dalam dua subgroup yaitu model-driven simulators dan instructor-driven simulators. Model-driven simulators disebut juga hi-fidelity simulatrors, dibentuk oleh model fisiologi dan farmakologi yang secara langsung mengontrol respons manikin untuk intervensi dan pengobatan. Contoh: Simulator METI (Medical Education Technologies Inc) anak dan dewasa yang mempunyai parameter 100 kemampuan perubahan untuk menciptakan respon pasien terhadap penyakit dan pengobatan. Hi-fidelity simulators biasanya membutuhkan fasilitas pendidikan, staf pengajar dan dukungan teknik khusus. Instructor-driven atau intermediate fidelity simulators berespons terhadap intervensi instruktur, juga secara langsung melalui keyboard komputer atau algoritma komputer tertulis. Instructor-driven atau intermediate fidelity simulators kurang intensif dibandingkan hi-fidelity simulators dan secara luas digunakan oleh pusat-pusat keterampilan dan simulasi 1,2 2.2.5.Simulated patient Pemakaian istilah pasien standar dan pasien simulasi sering tertukar. Barrows mendefinisikan pasien simulasi adalah orang sehat yang dilatih meniru pasien yang sakit dalam cara terstandar. Pasien simulasi banyak digunakan dalam pendidikan kedokteran untuk pengajaran, pembelajaran dan penilaian. Pasien simulasi dilibatkan dalam pengajaran sejumlah domain, termasuk keterampilan komunikasi dan konsultasi, pemeriksaan fisik, keterampilan prosedural non invasif dan penilaian profesionalisme. 7
Pasien simulasi
membutuhkan pelatihan,
jadwal sesi pelatihan yang disesuaikan dengan program pelatihan mahasiswa dan kebutuhannya. Pasien simulasi dibutuhkan untuk memberikan umpan balik kepada mahasiswa atau berpartisipasi dalam penilaian skenario pelayanan kesehatan yang kompleks sehingga membutuhkan pelatihan lebih dari satu sesi. Database dapat digunakan untuk mengelola bank pasien simulasi secara efektif. Hal ini membutuhkan investasi waktu, sumber daya dan biaya yang tinggi. Perkembangan naskah untuk pelatihan pasien simulasi digunakan untuk mendukung tujuan pembelajaran yang lebih luas. Bagaimanapun juga beberapa tanda-tanda fisik dan keadaan tidak dapat ditiru dan beberapa pasien tidak dapat menggantikan pengalaman klinis secara langsung
1,2
. Jadi
pada pasien simulasi dengan penemuan fisik yang stabil, mahasiswa tidak dapat mengenali penemuan fisik yang tidak normal 5. 2.2.6.Simulated environment Perkembangan pusat keterampilan klinis dan simulasi memberikan derajat pengaturan klinis yang bervariasi. Dalam kejadian-kejadian ini penerapan kebenaran kontekstual memfasilitasi pemindahan ke dunia sebenarnya. Pengaturan klinis yang sebenarnya merupakan tempat yang lebih baik untuk pembelajaran. Keuntungan dari fasilitas pendidikan adalah akses untuk pendidikan tambahan dan sumber audio-visual 1,2 2.3.Penerapan berbagai teori pendidikan 2.3.1. Behaviourism Dalam pelatihan simulasi, umpan balik digunakan secara luas untuk menghasilkan perilaku baru. Simulasi juga mengizinkan ‘pembelajaran berlebihan’ dalam arti membentuk perilaku otomatis. Contohnya pendekatan beberapa ahli perilaku dalam simulasi adalah ‘keterampilan dan berlatih’ pelatihan resusitasi pada program S1 dan S2 2.
8
2.3.2. Cognitivism Cognitivism dijelaskan oleh Piaget dan Bruner bahwa mahasiswa mengembangkan ide baru, membangun, hipotesis dan memutuskan berdasarkan interaksi dengan dunia dan pengetahuan sebelumnya sebagai proses mental internal. Pembelajaran adalah mengasimilasi (pengalaman mencocokkan struktur yang ada dan menambahkan
ke
badan
contoh)
atau
menampung
(pengalaman
tidak
mencocokkan struktur yang ada, yang harus diubah untuk digabungkan dengan pengetahuan baru) ke dalam struktur kognitif yang memberikan arti dan pengaturan pengetahuan. Dalam konteks simulasi, tutor dapat membantu memfasilitasi pembelajaran mahasiswa dengan membentuk prekonsepsi mereka, menyajikan konflik kognitif, menggambarkan perhatian pada ketidaksesuaian antara harapan mahasiswa dengan pengalaman pada suatu peristiwa, bertanya dan keterlibatan dalam dialog untuk menyiapkan mahasiswa menerima berbagai ide baru, mengajar berbagai ide baru dan memperhatikan cara mereka adalah lebih baik daripada struktur pengetahuan mahasiswa sebelumnya 2. 2.3.3. Social constructivism Menurut Vygotsky, social constructivism menekankan interaksi sosial sebagai arti pembelajaran. Bahasa dan kebudayaan dianggap sebagai pusat perkembangan intelektual manusia. Pengetahuan dibangun sebagai fenomena sosial. Tutor dapat bekerja secara kolaboratif untuk mendukung perkembangan mahasiswa dan dalam waktu bersamaan menghilangkan dukungan yang mendorong kebebasan. Sebagai contoh, pada diskusi hal yang utama dan munculnya masalah, tutor menengahi interaksi sosial. Constructivism membutuhkan lingkungan pembelajaran yang aman, tidak terjadi keadaan memalukan yang berisiko pada pasien 2. 2.3.4. Situated learning and cognitive apprenticeship Lave dan Wegner memperkenalkan istilah ‘partisipasi perifer yang sah’, menggambarkan posisi mahasiswa dalam suatu komunitas praktik. 9
Pembelajaran digambarkan sebagai hasil kegiatan, kebudayaan dan konteks (interaksi sosial di tempat kerja). Sebagai mahasiswa pindah dari perifer menuju ke pusat, mereka menjadi lebih aktif dilibatkan dan bersosialisasi (menerima keyakinan dan perilaku) dan melakukan peran lebih senior dan pakar. Proses ini sering tidak sengaja tetapi evolusioner. Dalam hubungannya dengan model, Collins et al mengembangkan konsep masa belajar kognitif, yang proses dari tugas diidentifikasi dan dibuat terlihat, tugas-tugas abstrak dibuat dalam konteks pengaturan asli; keadaan diubah-ubah untuk menekankan awam; pemindahan pembelajaran diajukan, melalui proses: modelling coaching scaffolding articulation reflection exploration/transferability Pendekatan masa belajar kognitif dapat digunakan dalam pengajaran
keterampilan
praktik sebelumnya kepada integrasinya, penerapan dan pemindahan ke lingkungan klinis, yang keadaan pembelajarannya merupakan paradigma lebih tepat dalam lingkungan tempat kerja yang mahasiswa junior akan semakin bertambah menjadi bagian dari tim selama masa klinik dan pembelajarannya akan bermanfaat dari sosialisasinya 2. 2.3.5. Experiential learning Kolb mendefinisikan experiential learning, memberikan contoh yang berguna untuk pelatihan simulasi. Pengalaman memberikan motivasi utama untuk pembelajaran dan pengetahuan baru dibentuk dari refleksi. 10
Contoh pembelajaran dari pengalaman meliputi pengalaman nyata (apprehension) dan konseptualisasi abstrak (comprehension) yaitu pengalaman yang dirasakan, dan refleksi kritis (intension) dan percobaan aktif (extension) yaitu perubahan bentuk pengalaman.
Melibatkan
mahasiswa
dalam
pelatihan
pelayanan
kesehatan
menggunakan simulasi memberikan kenyataan yang sesuai dengan pengalaman mahasiswa dan waktu untuk menganalisis dan menginterpretasikan kekuatan skenario yang berbeda dan hasilnya. Experiential learning process menggunakan teknik simulasi mengizinkan mahasiswa untuk merefleksikan secara kritis bagaimana mereka merasakannya selama pelatihan. Mereka dapat mulai merumuskan konsep dan hipotesis mengenai pengalaman melalui diskusi dan refleksi individu. Percobaan selanjutnya dengan bentuk konsep baru dan pengalaman dapat menimbulkan refleksi lebih lanjut pada percobaan. Dengan cara ini, simulasi memberikan kesempatan yang aman untuk mengalami pelayanan kesehatan, tanpa pasien 2. 2.3.6. Reflective and transformative learning Konsep kerja dari Schon adalah reflection-in-action (thinking on your feet) dan reflection-on-action (evaluating after the event). Reflection-in-action terjadi selama suatu peristiwa; waktu yang sedikit diberikan atau tersedia dan mengingat refleksi mungkin terbatas, tetapi pengetahuan dan pengalaman sebelumnya yang digambarkan di atas dan diterapkan (hampir secara eksperimen) di dalam content suatu keadaan yang tidak terduga, sudah menambah kayanya pengalaman di tempat. Reflection-onaction adalah lebih tidak langsung dan formal; penulisan, perekaman dan pengingatan kembali lainnya mungkin digunakan untuk menganalisis suatu peristiwa, tindakan dan hasil. Pembelajaran transformatif meliputi rekonfigurasi berbagai ide, pengetahuan dan makna yang distimulasi
dengan proses refleksi kritis. Mahasiswa diberi
wewenang untuk mengenali dan menggabungkan pembelajaran baru sebagai miliknya. Penggunaan rekaman video dalam pembelajaran keterampilan komunikasi adalah contoh pendekatan pendidikan ini. Video dapat menghasilkan refleksi in- dan onaction, dan melalui diskusi terfasilitasi sesudah peristiwa dapat menghasilkan suatu 11
restrukturisasi transformatif, perkembangan rencana tindakan dan tujuan pembelajaran baru 2. 2.3.7.Activity theory Menurut Vygotsky dan Cole, teori aktivitas berpendapat bahwa kesadaran pembelajaran datang dari kegiatan. Kegiatan menunjukkan pembentukan perilaku yang dibentuk masyarakat secara sadar. Kegiatan manusia adalah terstruktur, dinamis dan mengatur sendiri, dimotivasi oleh kebutuhan dan sasaran. Kegiatan membentuk tindakan motor dan mental diatur oleh tujuan secara sadar. Tindakan mereka dilaksanakan melalui operasi yang bergantung kepada keadaan sistem (eksternal dan internal). Interaksi yang kompleks tampaknya menjelaskan prinsip yang mendasar bahwa pembelajaran, pengetahuan dan kegiatan pada hakekatnya berkaitan dan pembelajaran adalah kegiatan yang dimediasi sosial. Hubungan antara sistem kegiatan satu dan lainnya, contohnya lingkungan simulasi dan pengaturan klinis mungkin membantu untuk mengerti masalah pokok mengenai transfer keterampilan dan bagaimana pendidikan klinis diatur paling baik. Pengelolaan krisis sumber daya atau pelatihan antar profesi akan membuat pendekatan pendidikan ini paling bermanfaat dalam suatu pengaturan simulasi. Hal ini memungkinkan bekerjasama untuk melatih lagi keterampilan mereka menggunakan hi-fidelity simulation untuk transfer keterampilan ke dalam praktik klinis 2. 2.3.8.Models of expertise Perkembangan keahlian dan dampaknya pada beberapa pelatihan simulasi juga penting diketahui. Keahlian mungkin dianggap sebagai titik akhir dalam perkembangan langkah-langkah keterampilan kognitif, psikomotor dan afektif. Dreyfus bersaudara menggambarkan lima tingkat perkembangan keahlian dari pemula sampai ahli/pakar, dan berbagai pengalaman dalam simulasi akan dicontohkan menurut berbagai tingkat keahlian yang diharapkan mahasiswa 2.
12
2.4. Peran wawancara singkat dan umpan balik 2.4.1.Wawancara. Staf pengajar mendapatkan keahlian dalam wawancara transparan berdasarkan audiovisual. Staf pengajar menyampaikan pesan wawancara yang bernilai sebagai keterampilan yang nantinya diberikan kepada mahasiswa untuk dilaksanakan dalam praktik nyata 1. 2.4.2.Umpan balik dalam simulasi Umpan balik adalah komponen yang perlu dalam simulasi – menutup lengkung pembelajaran. Umpan balik mungkin intrinsik atau ekstrinsik. Menutut Laurillard umpan balik intrinsik mengarah pada framework konvensional yang ditanamkan dalam pengalaman pengajaran dan pembelajaran. Umpan balik ekstrinsik, biasanya tersedia hanya sesudah peristiwa terjadi. Secara ideal mahasiswa harus dapat membandingkan performa mereka dengan standar, dan dapat mendiagnosis kekuatan dan kelemahan mereka sendiri. Suatu simulasi lingkungan pembelajaran mengizinkan kritik, memberikan atmosfir kepercayaan dan mendorong keunggulan. Kebanyakan mahasiswa menerima kesempatan untuk membicarakan kelebihan mereka dan areaarea untuk memperbaiki diri, untuk meningkatkan dampak pembelajaran dari peristiwa simulasi, penting dengan umpan balik ekstrinsik 2,3. 2.4.3.Pemberi umpan balik Alat dapat juga berguna dalam konteks simulasi yang peristiwanya dilibatkan dalam suatu tim. Umpan balik peer-group dapat memberikan perspektif realistis mahasiswa pada performa standar. Simulator mereka dapat memberikan umpan balik segera dengan mengumpulkan data peristiwa-peristiwa dan berinteraksi dan diambil melalui monitor. Rekaman video peristiwa pembelajaran simulasi, apakah hi-fidelity scenario atau simulasi lain yang dihadapi, juga memberikan kesempatan mahasiswa untuk kemudian melakukan refleksi, walaupun mungkin umpan balik segera tidak lebih baik dibandingkan umpan balik lisan seorang diri. 13
Tutor dan fasilitator dapat memberikan umpan balik yang fokus utamanya pada bekerja keras untuk praktik profesional yang lebih baik, dan pasien simulasi yang dilatih dapat juga memberikan perspektif yang khas pada pembelajaran 2. 2.4.4.Tujuan umpan balik Umpan balik memastikan bahwa mahasiswa jelas tentang tujuan pembelajaran yang diharapkan, dapat mempunyai area performa yang jelas, diberikan waktu dan tempat untuk membuat hubungan dengan pihak terkait dan dapat menyimpulkan secara umum pelatihan apa yang mungkin dibutuhkan untuk waktu yang akan datang. Umpan balik juga timbul dari kesadaran diri mahasiswa. Hal ini dapat membuat praktik menjadi lebih baik dan diperbaiki oleh dorongan perubahan perilaku. Umpan balik menjadi komponen integral dari proses pembelajaran dan dapat disamakan dengan proses berpikir reflektif yang dibutuhkan untuk keamanan praktik klinik 2. 2.4.5.Proses umpan balik 2 Dalam beberapa peristiwa simulasi, terdapat empat tahap proses umpan balik yaitu: 1.
Persiapan umpan balik: Hal ini penting, ditujukan sebelum pelatihan simulasi. Mahasiswa dapat ditanya untuk melengkapi kuesioner atau diskusi dalam kelompok kecil mengenai tujuan pembelajaran untuk pelatihan simulasi. Proses ini
membantu untuk menilai
pengetahuan sebelumnya atau pengalaman serupa, untuk memeriksa kesadaran kompetensi dan kepercayaan diri mahasiswa, dan mengenali perhatian atau kesulitan sebelumnya. 2.
Menyajikan peran: Selama simulasi mahasiswa melakukan peran kesehatan profesional memelihara ‘pasien’ (simulator) dalam keadaan percaya diri. Memberikan waktu untuk menyajikan peran adalah penting untuk menunjukkan respons emosional mahasiswa. 14
Hal ini tidak akan mengurangi konsekuensi tindakan yang tidak tepat tetapi membantu meningkatkan deep learning. Mahasiswa harus menyatakan dirinya sebagai peserta didik yang belajar, bukan dokter atau profesional pelayanan kesehatan yang bertanggung jawab untuk keamanan pasien. Perhatian terhadap dampak emosional juga harus dipertimbangkan dalam hubungannya dengan pengalaman pasien simulasi. 3.
Umpan balik yang membangun: Terdapat beberapa contoh umpan balik membangun yang sesuai dengan pembelajaran dari simulasi. Kebanyakan dari hal ini memberikan tujuan umum pembentukan pembelajaran dari performa yang sudah terjadi. Contoh: Pendleton’s Rules dan Cambridge-Calgary method secara luas digunakan dalam pelatihan keterampilan konsultasi, CORBS dari literatur supervise, GREAT suatu checklist sederhana yang dikembangkan secara spesifik untuk wawancara sesudah pelatihan dengan simulator.
4.
Perenungan: Pada tahap akhir ini fasilitator mendorong mahasiwa untuk menghubungkan apa yang terjadi pada simulator dengan pengalaman pembelajaran sebelumnya yang sesuai dan memikirkan transfer pembelajaran ke tempat kerja – menyimpulkan pembelajaran mereka sehingga dapat diterima dalam konteks yang berbeda.
2.5. Penerapan dalam praktik 2.5.1. Pengajaran dan pembelajaran keterampilan praktis Pengetahuan tetap dibutuhkan untuk mendukung praktik walaupun komponen pengajaran dari keterampilan praktik maupun pembelajaran lebih kompleks pada keterampilan
profesional
dengan
menggunakan
simulasi.
Terdapat
kategori
pengetahuan, prosedural dan perorangan maka prosedural dan perorangan diperoleh hanya melalui pengalaman dan refleksi baik pada simulasi maupun praktik sebenarnya. 15
Gagne mendaftarkan tiga fase dalam rancangan pengajaran untuk pengajaran keterampilan teknis: 1. Fase awal atau kognitif: secara sadar mengembangkan kebiasaan dengan petunjuk dari fasilitator. 2. Fase intermediate atau asosiatif: komponen yang terpisah menjadi terintegrasi. 3. Fase akhir atau autonomous: keterampilan menjadi otomatis, memungkinkan kegiatan kognitif lainnya untuk mencapai tujuan. Studi menunjukkan bahwa masa praktik yang diselingi masa istirahat lebih efektif dibandingkan praktik terus menerus. Contoh penerapannya yaitu pada Advanced Trauma Life Support dan kursus Adavanced Life Support. 2.5.2. Cara mengajar prosedural teknis dan keterampilan psikomotor - Demonstrasi keterampilan dalam waktu yang sebenarnya tanpa membicarakan dengan mahasiswa. - Mengulangi demonstrasi tetapi dengan menjelaskan apa yang sedang dilakukan dan mengapa dilakukan ini. - Mahasiswa bergiliran dengan tutor melakukan demonstrasi -Mahasiswa
melakukan
demonstrasi,
kemudian
seluruh
mahasiswa
lainnya
mempraktikkannya. 2.5.3. Cara mengajar keterampilan untuk kelompok besar - Menentukan dasar pembelajaran sebelumnya, keterampilan yang penting, konteks yang akan diajarkan dan diterapkan. - Tutor mendemonstrasikan dalam waktu sebenarnya tanpa penjelasan. - Penjelasan dengan mengulang demonstrasi. 16
- Mempraktikkan di bawah supervisi dan umpan balik dari peer dan tutor. - Praktik dengan tenang dan berhati-hati didorong pembelajaran mandiri dengan penilaian peer dan umpan balik. 2.5.4. Memandu pelatihan berbasis simulasi yang efektif. Salas et al memberikan blueprint sederhana tetapi efektif untuk pendekatan ini 1,3 : - Mengerti mahasiswa akan kebutuhan yang dibutruhkan. - Menanamkan ukuran performa teknis dan non teknis untuk individual dan tim. - Memastikan umpan balik difasilitasi (misal: video) dan diberikan. - Membuat skenario berdasarkan tujuan pembelajaran. - Memandu praktik, termasuk kesalahan, dan memberikan sumber daya dan dukungan untuk mencari perbaikan. - Membuat sinergi antara content pakar (klinisi) dan proses pakar (ahli pendidikan). - Mengevaluasi program pada semua tingkat hirarki Kirkpatrick. 2.5.5. Pembelajaran menggunakan skenario pasien Perencanaan dan restrukturisasi diperlukan untuk pengembangan keberhasilan skenario berbasis pasien. Skenario pasien dapat membentuk alat pengajaran yang berguna dengan veriasi pengaturan pada semua tingkat simulasi yang kompleks. Dalam pengajaran skenario pasien, khususnya pada penggunaan hi-fidelity simulators, umpan balik sering berupa wawancara. Pengajaran skenario pasien terdapat dua unsur: aspek klinis/teknis pelatihan dan keterampilan non teknis profesional. Framework yang berguna sudah divalidasi untuk mendukung wawancara keterampilan non teknis seperti framework the Anaesthetic Non Technical Skills (ANTS), dan lain-lain.
17
2.5.6. Pembelajaran menggunakan pengaturan pelayanan kesehatan yang berbeda Simulasi yang menyajikan lingkungan pelayanan kesehatan sebenarnya adalah untuk meningkatkan dan mengembangkan keterampilan non teknis, seperti prioritas pengambilan keputusan dan kesadaran akan situasi, pengaturan anestesi dan melengkapi teater operasi. 2.5.7. Pembelajaran menggunakan skenario tim Terdapat beberapa contoh simulasi yang digunakan untuk memeriksa fungsi tim pelayanan kesehatan seperti di Basel Swiss, suatu teater operasi digunakan untuk menyajikan
keadaan
kegawatdaruratan
kepada
seluruh
tim,
rekaman
video
memfasilitasi analisis performa tim, kepemimpinan dan pemeran, delegasi tugas, komunikadi efektif dan umpan balik, menguji prosedur dan sistem organisasi, memperbaiki pemahaman bagaimana tim dapat bekerjasama lebih baik dan mengapa terjadi kesalahan. Contoh lain skenario tim simulasi ditemukan pada kedokteran kegawatdaruratan, obstetri, pengelolaan pasien sakit akut, advanced cardiac life support, pembelajaran tim trauma dan resusitasi neonatal, disiplin ilmu lainnya. Tim dan pengajaran-pembelajaran berbasis simulasi antar profesional juga terjadi di strata satu, sebagai contoh dalam keterampilan klinis, keterampilan komunikasi, resusitasi dan masalah utama keamanan pasien. 2.5.8. Penilaian Penilaian dengan penggunaan simulasi biasanya berpusat pada penilaian kompetensi, oleh karena itu agar simulasi menjadi seasli mungkin maka penilaian memberikan indikasi yang layak apakah seseorang mampu melakukan dalam praktik yang sebenarnya. Piramida Miller sering digunakan sebagai contoh penilaian kompetensi klinis dengan empat tingkat penyajian yaitu ‘knows’, ‘knows how’, ‘shows how’ dan ‘does’. Simulasi berada di puncak tingkat tiga dan mampu memberikan lingkungan untuk menguji kemampuan klinis ‘shows how’. 18
Penilaian formatif melalui wawancara dan umpan balik merupakan bagian integral penilaian simulasi berorientasi klinis. Dalam penilaian sumatif high stakes simulator mungkin digunakan dalam format Objective Structured Clinical Examinations atau penilaian keterampilan klinis terstruktur. Mahasiswa berotasi melalui sejumlah station, menghadapi pasien simulasi, simulator tugas per bagian (misal lengan venapungsi), hasil dan pemetaan pasien simulasi, manikin resusitasi, simulasi berbasis komputer dan simulator seluruh pasien biasanya akan diuji keterampilan psikomotor dan komunikasi. Reliabilitas dan validitas tingkat tinggi dapat dicapai dalam ujian ini, checklist dan global scales menunjukkan reliabilitas yang hampir sama. Hi-fidelity simulator untuk menguji tingkat lebih tinggi dari keahlian di antara klinisi, menguji keterampilan pengetahuan, prosedural dan psikomotor, membuat keputusan, tim kerja, perilaku komunikasi dan profesional. Pada peniaian high stakes proses ujian harus dinilai dengan ketat untuk menjaga reliabilitas dan validitas. Puncak piramida Miller ‘does’ dapat dinilai melalui simulasi, tetapi dalam lingkungan praktik yang sebenarnya, misalnya pasien simulasi yang sudah dilatih menyamar kemudian mengunjungi dokter praktik dan menilai performa mereka. 2.5.9. Transferability Kemampuan transfer dipengaruhi oleh pengajaran dan karakteristik mahasiswa individual. Cara meningkatkan kemampuan transfer dipengaruhi oleh faktor-faktor di bawah ini: - Peran fasilitator atau tutor dalam masa pembelajaran yang meliputi simulasi adalah penting untuk memastikan integrasi dan transfer melalui tindakan reflektif. - Menempatkan pembelajaran dalam content. - Mengadakan simulasi secara progresif dan lancar. - Dalam masa pembelajaran dengan simulasi, komponen haptic simulator dapat menambah nilai untuk ditransfer pada konteks pembelajaran. 19
- Keterampilan non verbal pasien simulasi, melebihi content tulisan mereka, meningkatkan keterlibatan dengan mahasiswa. Hasil deep learning membentuk kemampuan transfer. - Rekreasi lingkungan klinis yang nyata memfasilitasi untuk ‘menghilangkan kesangsian’ dan membantu transfer kompetensi kepada performa. - Menyusun pembelajaran untuk berpindah dari khusus ke umum pada akhir sesi pembelajaran dengan menggunakan simulasi meningkatkan transfer. - Memberi mahasiswa yang kurang pengalaman dengan tugas khusus yang sesuai di tempat kerja dapat menguatkan pembelajaran dengan pengaturan simulasi. - Membuat waktu sesi pembelajaran untuk mendorong penyamarataan di tempat kerja. - Umpan balik penting untuk mahasiswa menyimpulkan secara umum pembelajaran mereka untuk praktik yang akan datang. - Memastikan fasilitas pembelajaran di tempat tertutup dalam konteks tempat kerja. - Menghubungkan waktu simulasi dengan pengalaman tempat kerja 2. 2.6.Keterbatasan simulasi Simulasi tidak pernah dapat menggantikan experiential learning asli dalam keadaan sebenarnya dari praktik klinis. Simulasi bukan alat untuk menggantikan
cara
pembelajaran yang lain, tetapi alat bantu yang kuat dan sangat berguna ketika diintegrasikan sepenuhnya ke dalam kurikulum. Simulasi tidak dipandang terbatas pada pelatihan tetapi meningkatkan semua aspek pendidikan profesional, khususnya berhubungan dengan penalaran klinis dan keputusan profesional. Perencanaan kebutuhan pembelajaran untuk mendukung perkembangan keterampilan adalah melalui proses
penerimaan
yang
berhubungan
dengan
peningkatan
keaslian.
Dengan simulasi tidak dapat mengharapkan satu atau dua masa pengajaran dan pembelajaran yang cukup untuk menghasilkan kompetensi atau keahlian. 20
Mahasiswa tetap membutuhkan penerapan pembelajaran mereka dalam dunia nyata, di bawah supervisi, menerima umpan balik sehingga dasar keterampilan mereka menjadi digabungkan,
diperhalus
dan
dapat
menyesuaikan
diri.
Beberapa mahasiswa mungkin membentuk zona nyaman dalam lingkungan simulasi dan untuk menghindari tantangan tempat kerja klinis yaitu perilaku mencari simulasi, mahasiswa membutuhkan dorongan dan dukungan untuk menempatkan pelajaran dari simulasi ke dalam praktik di tempat kerja, dengan supervisi yang sesuai dan umpan balik (perkembangan zona proksimal Vygotsky). Biaya tidak hanya berhubungan dengan aspek teknologi tetapi juga pada infrastruktur fisik, perorangan dan asosiasi biaya dengan program yang sedang berlangsung. Jadi bagaimanapun juga penting untuk memastikan pendekatan biaya paling efektif yang digunakan untuk pembelajaran dan untuk mengenali simulasi mungkin tidak selalu tepat
1,2
. Performa simulasi
samasekali tidak berkorelasi dengan performa pasien sebenarnya 5. 2.7.Keuntungan simulasi Keuntungan simulasi meliputi 3: Pengaturan standar. Menciptakan keadaan pembelajaran yang berurutan dan terstruktur. Mengamankan lingkungan pembelajaran dari kesalahan. Mengizinkan untuk diberikan beberapa tugas. Mendukung praktik dengan hati-hati. Mengizinkan tugas terstruktur dan bertahap. 2.8.Masa depan simulasi Simulasi membutuhkan lebih banyak bukti yang mendukung yang berhubungan dengan efektivitas dan efisiensi dalam pendidikan kedokteran. 21
Simulasi adalah sumber yang intensif dalam keuangan dan biaya tenaga kerja. Sesuai dengan peningkatan profesional dan masyarakat pada keamanan pasien maka perkembangan simulasi akan terus berlanjut menjadi bisnis yang luas setelah beberapa tahun berikutnya 2. 2.9.Perkembangan staf pengajar 2.9.1.Pelatihan pelatih Staf pengajar harus dilatih sebagai pelatih simulasi dan penilai melalui kursus instruktur dan workshop penilai sebagai prasyarat program simulasi dalam pendidikan kedokteran. Mereka harus mengembangkan keahliannya dalam ujian dan evaluasi kompetensi klinis, performa dan karakteristik manusia. Kursus pelatih dapat mengembangkan keahlian pendidik dalam multiple yang sesuai. Mengembangkan dan menerapkan alat ujian inovatif dan evaluasi akan meningkatkan standar pendidikan kedokteran 1. 2.9.2.Keahlian dalam ujian dan evaluasi Pendidik perlu menggunakan simulasi untuk memperoleh pengetahuan dasar dan pemahaman dalam prinsip dan metoda penilaian formatif dan sumatif. Selanjutnya pendidik kedokteran penting ikut serta dalam badan psikometrik nasional dan internasional untuk meningkatkan pemahaman penilaian domain, bersama-sama mengembangkan alat penilaian baru dan meningkatkan tenaga pendidik untuk mendapat sertifikasi. 2.9.3.Penelitian dan perkembangannya Simulasi merupakan lingkungan yang banyak dapat dilakukan penelitian dan penilaian dalam pendidikan kedokteran. 2.9.4.Validasi Staf pengajar simulasi harus menunjukkan bukti nilai efektivitas, dalam BEME (Best 22
Evidence Medical Education) dengan mengikuti studi yang menyelidiki aspek validitas seperti nilai prediktif, transferability dan sustainability dari keterampilan simulasi. 2.9.5. Pengukuran performa Pendidik membutuhkan pengembangan dan validasi pengukuran performa profesional kesehatan sebagai penilaian formatif dan sumatif. 2.9.6. Penelitian menggerakkan kurikulum dan perkembangannya Pendidik kedokteran menggerakkan industri simulasi untuk mendapatkan kebutuhan kurikulum 1. 2.10. 12 ciri-ciri simulasi medis dan praktik terbaik Terdapat 12 ciri-ciri simulasi medis dan praktik terbaik yang harus diketahui dan digunakan oleh dokter pendidik. Beberapa ciri simulasi medis dan praktik terbaik terdapat di daftar, dimulai dengan 5 hal dari review historikal awal dan 7 hal dari penelitian dan praktik terakhir 4. Tabel 2.2. Beberapa ciri simulasi medis dan praktik terbaik *. No
1.
Beberapa
ciri
simulasi
Pengetahuan yang dibentuk dengan baik,
medis
‘praktik terbaik’
Umpan balik
- Peran penting dalam SBME -Unsur
inti:
variasi,
sumber,
dampak
-Tim wawancara 2.
Praktik dengan tenang dan
-Peran penting dalam SBME
berhati-hati
- Learner-centered - Hubungan dosis-respons yang jelas
23
No
3.
Beberapa
ciri
simulasi
Pengetahuan yang dibentuk dengan baik,
medis
‘praktik terbaik’
Integrasi kurikulum
-Integrasi dengan pembelajaran lainnya -Berpusat pada sasaran pendidikan lainnya -SBME melengkapi pendidikan klinis
4.
-Data reliable → tindakan valid: umpan
Ukuran hasil
balik,
keputusan
perorangan,
simpulan
penelitian. –Metoda:
penilaian
pengamat,
respons
peserta latihan (dipilih, dibangun), haptic. 5.
Kebenaran simulasi
-Kesesuaian -Simulasi
tujuan multi-modal
dan
alat
menggunakan
manikin, pelatih tugas, dan pasien simulasi. –Perhatian pada konteks pembelajaran. 6.
Kemahiran
keterampilan
dan pemeliharaannya
-Prosedural, profesional, kognitif dan keterampilan kelompok. – Mempertahankan yang sudah ada. – Ketangkasan dan kesiapan: kognitif, proprioseptif.
7.
Penguasaan pembelajaran
-Pendekatan yang teliti pada pendidikan berbasis kompetensi. – Semua mahasiswa menguasai tujuan. pendidikan pada tingkat prestasi yang tinggi dengan variasi sedikit atau tanpa hasil. – Dibutuhkan waktu untuk variasi pembelajaran.
24
No
8.
Beberapa
ciri
simulasi
Pengetahuan yang dibentuk dengan baik,
medis
‘praktik terbaik’
Transfer pada praktik
-Tingkat tertinggi hirarki Kirkpatrick. – Titik akhir ukuran ketegangan dari lab simulasi ke rumah sakit atau klinik. – Penerjemah ilmu pengetahuan.
9.
Tim pelatihan
-Pelayanan pasien dapat menjadi ‘tim olah raga’ - Prinsip pelatihan pelayanan kesehatan adalah evidence-based.
10.
Ujian high-stakes
-Kemajuan penelitian mendorong penerapan tes baru. – Data yang sangat reliable → keputusan valid.
11.
Pelatihan instruktur
-SBME yang efektif tidak mudah atau intuitif – Pengalaman klinis tidak mewakili efektivitas instruktur simulasi. – Instruktur dan mahasiswa tidak dibutuhkan dari profesi pelayanan kesehatan yang sama
12.
Konteks pendidikan dan
-Kebenaran konteks adalah kritis untuk
profesional
pengajaran dan evaluasi SBME. –Konteks berubah-ubah, dapat menyesuaikan diri.
SBME = Simulation-based medical education ____________________________________________________________________ * Dikutip dari Mc Gaghie W C, Issenberg S B tanpa modifikasi
25
2.11.Simulasi pelatihan patient safety . Ada tiga pergerakan dalam pelayanan kesehatan yang terjadi pada perubahan di semua tingkat pendidikan kedokteran yang mempunyai dampak sangat besar: patient safety, healthcare simulation, dan competency-based education. Masalah utama patient safety menurut Accreditation Council for Graduate Medical Education (ACGME) terdapat 6 kompetensi inti: (1). patient care; (2). medical knowledge; (3). interpersonal dan communication skills; (4). professionalism; (5). practice-based learning; (6). systems-based practice. 2.11.1. Patient care: Untuk tujuan patient safety, kompetensi ini memusatkan pada pengelolaan keamanan pasien, penilaian risiko, pedoman praktik dan waktu kerja. Pembelajaran berbasis simulasi memberikan lingkungan pembelajaran interaktif dan lebih realistis yang meningkatkan pertimbangan penggunaan waktu yang sebenarnya, komunikasi, dan keterampilan psikomotor, yang berpotensi menghasilkan pemahaman materi yang lebih baik dan meningkatkan kecakapan pelaksanaan tugas. Kurikulum simulasi mengutamakan praktik dengan menarik dan hati-hati, meningkatkan keterampilan residen penyakit dalam tahun ketiga dan tingkat doktoral nefrologi untuk menguasai toracentesis dan temporary hemodialysis catheter insertion secara berturut-turut. Pendidikan berbasis simulasi dapat mengurangi kesalahan administrasi pengobatan setiap waktu. Performa klinis dari residen memburuk karena kurangnya waktu tidur. High-fidelity simulation digunakan untuk menilai dampak keadaan siaga terus menerus pada performa klinis residen yang bertugas di ICU. Studi ini menyoroti dampak kuat yang mengganggu dari perpanjangan waktu kerja pada performa medis dan menunjukkan penggunaan simulasi sebagai alat penilaian performa klinis. 2.11.2.Medical knowledge: Web-based teaching menggunakan skenario pasien simulasi dapat menjadi alat 26
efektif untuk menyampaikan dan mengevaluasi content kurikulum pada patient safety melalui institusi dan tingkat pelatihan multipel. Studi lain menunjukkan bahwa titik pelayanan online, sistem berbasis layar komputer yang menggunakan skenario kasus simulasi menurunkan sejumlah kesalahan berbasis pengetahuan oleh ahli anestesiologi. 2.11.3. Interpersonal and communication skills: Menggunakan simulasi untuk pelatihan dalam tim kerja keterampilan komunikasi merupakan metoda yang sangat kuat untuk meningkatkan keamanan dan efektivitas dalam pelayanan kesehatan. Salah satu program pelatihan yang dikenal dan dilaksanakan adalah Team STEPPS (Team Strategies and Tools to Enhance Performance and Patient Safety). 2.11.4. Professionalism: Simulator menunjukkan kegunaannya dalam pengajaran mengurangi kesalahan dalam anestesia dan kedokteran kegawatdaruratan. Kurikulum simulasi untuk residen kegawatdaruratan memasukkan kasus pasien dengan perbedaan umur, ras, penyalahgunaan zat, dan agama kepercayaan yang mempengaruhi pengelolaan medis. Skenario tentang “kematian” juga dapat digunakan untuk menempatkan peserta dalam posisi yang menyampaikan “berita buruk” untuk keluarga sesudah menghadapi suatu tantangan dan resusitasi yang menegangkan. Dalam keadaan etika klinis dapat dilihat melalui rekaman video pertemuan antara dokter dan pasien standar pada dilemma etis yang sulit seperti perintah tidak boleh melakukan resusitasi. 2.11.5. Practice-based learning and improvement (PBLI) 2.11.5.1.
Simulasi untuk mengajar dan menilai practice-based learning dan
perbaikannya. Kurikulum residensi kedokteran kegawatdaruratan menggunakan high-fidelity 27
simulation yang dikembangkan untuk mengajar dan menilai kompetensi inti ACGME melalui 15 skenario simulasi yang berbeda setelah 3 tahun pelatihan. Simulasi
dapat
juga
digunakan
untuk
menilai
PBLI.
Objective structured clinical examination (OSCE) dikembangkan untuk menilai efektivitas
kurikulum
patient
safety
yang
sudah
dikembangkan
dan
dilaksanakan untuk residen kedokteran keluarga. Simulasi medis dapat menjadi alat efektif untuk menilai pengetahuan dan keterampilan residen kedokteran kegawatdaruratan pada resusitasi neonatal 8. 2.11.5.2.
Fasilitasi practice-based learning dan perbaikannya melalui simulasi.
Simulasi sudah digunakan sebagai alat untuk memudahkan langkah-langkah proses PBLI dan menerapkannya pada patient safety. OSCE sudah dikembangkan untuk memasuki residen yaitu menilai keterampilan patient safety. Simulasi juga dapat untuk menginformasikan kegiatan Continuing Medical Education yaitu membantu para dokter untuk mengidentifikasi kesesuaian pencapaian area praktik mereka dan kolega dengan standar nasional. American Board of Family Medicine menggunakan web-based self-assessment module dengan melibatkan simulasi pasien klinis. Simulasi juga sering digunakan pada Continuing Medical Education sebagai alat untuk melatih para dokter dalam keterampilan teknik, keterampilan klinis, atau tim pelatihan. 2.11.6. System-based practice 2.11.6.1.Simulasi untuk mengajar dan menilai system-based practice (SBP) Kurikulum
kedokteran
kegawatdaruratan
menggunakan
high-fidelity
simulation, pasien standar, penilaian checklist kompetensi SBP dengan kriteria khusus, dan video wawancara yang dibutuhkan peserta pelatihan untuk mengelola masalah utama SBP secara aktif seperti yang terjadi saat mengelola aspek medis kasus secara serentak. Para residen mengidentifikasi manfaat menggunakan kurikulum berbasis simulasi untuk mencapai kompetensi inti 28
SBP
karena
simulasi
secara
realistis
menyamai
praktik
kedokteran
kegawatdaruratan setiap hari. Residen penyakit dalam menggunakan kasus simulasi untuk feasibility dan reliability ujian performa SBP. 2.11.6.2.Simulasi in situ Simulasi in situ membawa simulasi ke lingkungan yang memberikan tempat terjadinya pelayanan, menggunakan perawat yang sama dan sumber daya akan memberikan respon pada peristiwa kehidupan sebenarnya, melakukan identifikasi, evaluasi, dan perbaikan struktur, tim berinteraksi, dan memroses yang mungkin berdampak pada pelayanan pasien. 2.11.6.3.Penanganan pasien Standarisasi proses penanganan dan penggunaan solusi teknologi mungkin memperbaiki patient safety. Perkembangan skenario simulasi meliputi sasaran pembelajaran, pedoman pertanyaan studi, didaktik, penilaian informasi, persiapan, informasi latar belakang, skenario kasus yang menyoroti masalah utama penanganan patient safety dalam ruang operasi dan unit pelayanan pasca anestasi. Pasien standar, high-fidelity simulator, rekaman video wawancara digunakan untuk memudahkan pengajaran. Simulasi sangat jelas merupakan alat yang baik untuk studi penanganan pasien 6. 2.12.
Pendidikan kedokteran berbasis simulasi Central Simulation Committee (CSC): Contoh untuk sentralisasi dan standarisasi pendidikan kedokteran berbasis simulasi pada US Army Healthcare System. Misi CSC adalah menjadi pemimpin seluruh dunia yang mengelola dan memimpin pelatihan multidisiplin untuk meningkatkan GME (Graduate Medical Education)., membantu penarikan kembali pelatihan, dan memperbaiki patient safety. Setiap CSC diharuskan melakukan perbaikan terus menerus. Proses perbaikan kualitas untuk CSC dirancang untuk memberikan proses formal yang sedang berlangsung, 29
CSC menggunakan ukuran objektif untuk memantau dan mengevaluasi kualitas pelayanan pada yang menggunakannya. Siklus “Find, Organize, Clarify, Understand, Select-Plan, Do, Check, Act” adalah kerangka kerja dalam proses perbaikan
performa
yang
terjadi.
Rata-rata penerimaan data primer untuk proses perbaikan kualitas CSC adalah melalui format kursus evaluasi dan umpan balik pengguna 9.
30
BAB III PEMBAHASAN 3.1. Kegunaan simulasi dalam pendidikan kedokteran Simulasi adalah penting untuk pendidikan kedokteran terutama dalam kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Simulasi bisa menggunakan alat (simulator, video, manikin) atau
manusia.
Simulasi
dengan
alat
biasanya
digunakan
dalam
kedokteran
kegawatdaruratan, anestesiologi (misalnya resusitasi), namun juga digunakan di tingkat preklinik (misalnya menggunakan pasien standar, manikin, video wawancara). Pada pelaksanaannya maka memerlukan berbagai pelatihan baik dengan alat maupun pasien standar. Penggunaan simulasi antara lain juga untuk patient safety. Pada tingkat klinik American College of Surgeons melakukan penilaian kompetensi sebelum ahli bedah diizinkan melaksanakan bedah laparoskopi pada pasien
10
, pada anestesi simulator pasien
Sim-One dapat membantu keterampilan memasukkan endotracheal tubes
2
. Bidang
simulasi medis membentuk cara yang mempersatukan para peneliti berinteraksi untuk memudahkan transfer informasi dalam domain dengan cepat dan efektif. Melalui website dan database dapat terjadi kolaborasi antara para peneliti untuk meneliti dengan sederhana dan efektif 11. Simulasi dapat efektif dan efisien dalam pendidikan pelayanan kesehatan hitech dan berguna untuk menilai outcome, karena kermampuan simulasi menuju pada karakteristik inti dari teknologi medis yang digunakan 12. 3.2. Rencana simulasi di FK UKRIDA Di FK UKRIDA sudah dilakukan berbagai pelatihan dengan pasien simulasi dan alat (manikin), distandarkan menurut skenario, checklist. Rencana ke depan akan dibuat ruang simulasi bedah, ICU, NICU (Neonatal Care Intensive Care Unit) yang digunakan untuk pelatihan mahasiswa sebelum kepaniteraan klinik.
31
BAB IV PENUTUP 4.1. Simpulan: Walaupun simulasi memiliki kelebihan, keterbatasan dan biaya yang tinggi tetapi tetap digunakan dalam pendidikan kedokteran terutama pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) hingga saat ini.
4.2. Saran: -
Dilakukan pelatihan simulasi dan penilaian sebelum dilakukan pada pasien.
-
Dilakukan penelitian secara kontinu pada bidang simulasi medis yang terus menerus berkembang dengan cepat.
32
DAFTAR PUSTAKA 1. Ziv A. Simulators and simulation based medical education. In: Dent JA, Harden RM (eds). A practical guide for medical teachers. 3
rd
ed. Edinburgh: Churchill-
Livingstone; 2009. pp 217-222 2. Ker J, Bradley P. Simulation in medical education. In: Swanwick T (ed.). Understanding medical education. Evidence, theory and practice. 1 st ed. London, UK: Wiley-Blackwell A John Wiley & Sons, Ltd, Publication. 2010. pp. 164-174 3. Ker J S. Clinical skills centre teaching. In: Dent JA, Harden RM (eds). A practical guide for medical teachers. 3 rd ed. Edinburgh: Churchill-Livingstone; 2009. pp 86-94 4. Mc Gaghie W C, Issenberg S B, Petrusa E R, Scalese R J. A critical review of simulation-based medical education research: 2003 – 2009. Medical Education 2010; 44: pp. 50-63 5. Lane J L, Slavin S, Ziv A. Simulation in medical education: a review. Simulation Gaming 2001; 32: pp. 297-309 6. Issenberg S B, S C Hyun, Devine L A. Patient safety training simulations based on competency criteria of the accreditation council for graduate medical education. Mount Sinai Journal of Medicine 2011; 78: pp. 842-853. 7. Willaert W I M, Aggarwal R, Van Herzeele I, Cheshire N J, Vermassen F E. Recent advancements in medical simulation: Patient-specific virtual reality simulation. World Journal of Surgery 2012; 36: pp. 1703-1712 8. Lee M O, Brown L L, Bender J, Machan J T, Overly F L. A medical simulation-based educational intervention for emergency medicine residents in neonatal resuscitation. Academic Emergency Medicine 2012; 19(5): pp. 577-84
33
9. Deering LTC S, Sawyer MAJ T, Mikita LTC J, Maurer LTC D, Roth COL B J. The central simulation committee (CSC): A Model for centralization and standardization of simulation-based medical education in the U S Army healthcare system. Military Medicine 2012; 177(7): pp. 829-35 10. Brindley P G, Jones D B, Grantcharov T, de Gara C. Canadian Association of University Surgeons’ Annual Symposium. Surgical simulation: the solution to safe training or a promise unfulfilled ? Canadian Medical Association 2012; 55 (4): pp. 200-206 11. Combs C D, Friend K, Mannion M, Alpino R J. Simulating the domain of medical modeling and simulation: the medical modeling and simulation database. In: Westwood J D et al (eds). Medicine meets virtual reality 2006; 14: pp. 105-107 12. Hofmann B. Why simulation can be efficient: on the preconditions of efficient learning in complex technology based practices. BMC Medical Education 2009; pp. 1-6
34