UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS TAX REVIEW ATAS PPh 21, 23/ 26, 4 AYAT 2, DAN PPN SEBAGAI ALAT UNTUK MENILAI KEWAJIBAN KONTIJEN WAJIB PAJAK DI MASA DEPAN (SEBUAH STUDI KASUS PT X)
LAPORAN MAGANG
NAMA : GEDE WIRA MAHARDIKA NPM : 1006662881
FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI AKUNTANSI DEPOK JANUARI 2014
i Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS TAX REVIEW ATAS PPh 21, 23/26, 4 AYAT 2, DAN PPN SEBAGAI ALAT UNTUK MENILAI KEWAJIBAN KONTIJEN WAJIB PAJAK DI MASA DEPAN (SEBUAH STUDI KASUS PT X)
LAPORAN MAGANG Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
NAMA : GEDE WIRA MAHARDIKA NPM : 1006662881
FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI AKUNTANSI DEPOK JANUARI 2014
ii Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Laporan Magang ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Gede Wira Mahardika
NPM
: 1006662881
Tanda Tangan : Tanggal
: 8 Januari 2014
iii Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan magang ini diajukan oleh : Nama
: Gede Wira Mahardika
NPM
: 1006662881
Program Studi
: Akuntansi
Judul Laporan Magang : Analisis Tax Review Atas PPh 21, 23/26, 4 Ayat 2, dan PPN Sebagai Alat Untuk Menilai Kewajiban Kontijen Wajib Pajak di Masa Depan (Sebuah Studi Kasus PT X)
Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI Pembimbing
: Christine, SE., M.In.Tax
(
)
Ketua
: Dr. Tubagus Chairul Amachi
(
)
Anggota
: Debby Fitriasari, SE., M.Ak
(
)
Ditetapkan di : Depok Tanggal
: 8 Januari 2014
iv Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Asung Kerta Wara Nugraha-Nya, saya dapat menyelesaikan laporan magang ini. Penulisan laporan magang ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan , dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan laporan ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu baik langsung maupun tidak langsung yaitu : 1. Untuk yang paling utama ialah saya ucapkan terima kasih kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang selalu membimbing dan mengarahkan saya dari awal masuk kuliah di FEUI hingga berhasil menamatkan studi S1 disini. 2. Yang kedua saya ucapkan terima kasih kepada Ayah saya, I Made Mardika (Alm.) yang secara tidak langsung memberi support dari sana. Pak, Dede udah Sarjana ni, semoga Bapak bangga ya di alam sana. Mungkin dulu Dede belum sempat membahagiakan Bapak semasih hidup, tapi sekarang Bapak bisa lihat bagaimana Dede berjuang untuk membahagiakan Bapak sejak ditinggalkan dari SD kelas 5. Pencapaian ini juga De dedikasikan untuk Bapak. I miss you and I love you so much father. I believe you always watching, support, and give me the best from there. Thank you very much father. 3. Saya mengucapkan terima kasih juga kepada Ibu Christine yang selalu membimbing saya dalam penulisan laporan magang ini. Maaf ya Ibu kadang saya suka gangguin jadwal Ibu mengajar atau ngambil waktu isitrahat Ibu. Hehe. Banyak insight yang saya dapatkan dari Ibu serta pengalaman-pengalaman yang pernah Ibu alami. 4. Terima kasih juga saya ucapkan ke Mbak Irma Septiani, Mas Ferdi, Mbak Intan, Tutut, Gustama, dan Mbak Nadya yang udah bersedia dimintain data, diwawancara, diganggu-ganggu saat kerja, dan terimakasih bimbingannya pada waktu pelaksaanaan magang. Hehe
v Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
5. Nah yang kelima didedikasikan untuk keluarga ni. Makasi ya Kakek, Mama, Adek, dan Bintang atas semua dukungan dan doa yang diberikan. Kini keluarga kecil kita sudah memiliki seorang Sarjana Ekonomi lho. Hehe. Semoga The Mahardika’s semakin sukses ke depannya. Biar pun kita keluarga kecil tapi aku sayang kalian semua. Oya, cepet Sarjana ya Adek. 6. Untuk yang keenam special thanks to Luh Cinthia Fatma Dewi yang selalu setia menemani, ngasi support, bantuin nge-review, dan perhatian sama Blide Wira-nya. Akhirnya di FEUI ini Tuhan mempertemukan juga saya dengan seorang wanita yang baik hati dan penuh perhatian terhadap keadaan Penulis sejelek apapun itu. Hehe. I love u darl. U make me perfect. And long last ya sama Blide Wiranya. 7. Buat temen seperjuangan bimbingan, Vivin dan Rifa, thanks yaa udah bagi-bagi info, gue paling telat deh terima info-info gitu, dan kalian selalu jadi reminder yang baik. Hehe. See u on the top guys. 8. Gue mau ngucapin terima kasih ke semua pengurus ESCO ni terutama PI yang sekarang yaitu Masbro Anton, Neng Puspa, dan Bli Agung yang udah menemani selama hampir 3 tahun di organisasi ini. Banyak cerita yang gue lewatkan, tapi kalian bertiga selalu mengajak gue buat gabung lagi. Hehe Dari tahun 2011 sampai 2013 akhir ini kita udah sama-sama hingga jadi PI. Di ESCO memang tempat gue buat gue mengasah skill memimpin. Ternyata mimpin itu sesulit itu, apalagi kalo ada yang ilang. Terima kasih juga gue ucapin ke semua jajaran pengurus ESCO tahun 2011, 2012, dan spesial buat yang 2013 yaa. ESCO, Where We Learn And Grow. Yeaaaah. 9. Buat kepanitiaan IAF yang gue ikutin dari awal yaitu IAF 12, IAF 13, dan terakhir IAF 14. Terima kasih atas semua yang diberikan dari skill ATEnya,
kekeluargaan,
profesional,
buat
preprop,
hingga
ngurusin
keuangannya. Di IAF 12 ada Divisi ATE : sugeng, gallant, pandu, angga, dan kale. Di IAF 13 divisi ATE juga ada: Angga lagi, Kholida, Budi, Tomeh, Agung, Teguh, dan Agi. Dan yang terkahir di IAF 14, ada PIPInya yang kece yakni Oma Ginda, Mami Nindya, dan Tante Kaul. Haha.
vi Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
Dan semua jajaran manager, vice hingga staff IAF 14 yang tidak bisa disebutkan satu per satu. 10. Buat kepanitian TST yang udah gua ikutin dari tahun 2011 dan 2012, disini kepanitiaan yang cukup lux buat gue, secara ngadain acaranya di hotel. Hehe. Gue bangga jadi bagian dari kalian. Ada Divisi ATE TST 2011: Gromy, Yufan, Ryan, Ipung, Rangga. Terus divisi ATE TST 2012: Febri Ega, Agil, Agung, Mario, Teguh, dan SW. Makasi ya semuanya. 11. Kemudian buat anak-anak Asrama UI angkatan 2010 yang kurang lebih setahun hingga dua tahun udah selalu bersama dan berbagi dengan gue di Asrama yaitu Gallant lagi, Gama, Ikki Benam, Agung R, Septian, Sani, Mantek, Agung Bali, Cesar, Fahri, Gustim, Veto, Silpi, Tami, Diana, Gek In, Umi, Awangga, Rizalul, dan lainnya, Thanks buat semuanya ya guys. 12. Buat Geng Podang, yang udah beberapa kali diajak gabung bareng kalian dan sampe ada yang ke Bali juga hehe. Thanks buat ajakan dan kebersamaannya selama di FEUI yaitu Rendi, Gallant lagi, Darta, Dennis, Cibi, Dapdap, Juple, dan Viki. 13. Buat teman-teman satu kerohanian yaitu KMHD UI. Terima kasih ya sudah mau menjadi keluarga kedua di Depok. Kalian yang selalu bisa buat hari-hari penuh tawa juga. Ada angkatan 2010 terdiri dari Agung lagi, Nadya, Eka, Komang, Gek In, Ayu, Ary Mas, Vino, Bayu, Desi, Arika, Rama, Ajeng, Krisna, Ayu Widya, Iin, Anung, Dita, Yika, Putri, Asti, Garlan, Putra, Putaw, Arya, Adit, Bagia, Suar, Kania, Nyla, dan lain sebagainya. Kemudian KMHD UI Angkatan 2008, 2009, 2011, 2012 dan 2013. Thanks all. 14. Dan yang keempat belas terima kasih buat geng kosan yaitu Wisma Asri Bersatu jilid 1 yaitu GOES_PRA, CUP-AK, Sanadhi, Widhi, Ardhi Si Penjaga Vila, YoVana, Tenno, Gallant Bungo lagi, dan Darta lagi. Kalian semua memang Kocak, ada aja yang bisa dibahas bikin stress ilang. Oya lupa, spesial pake telor diucapin terima kasih sebesar-besarnya kepada BIG BOS DARMO yang sedianya selalu membukakan pintu dikala Penulis terlambat pulang dan siap sedia 24 jam melindungi Kosan Wisma
vii Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
Asri dari marabahaya pencuri dan sebagainya dengan pedang Samurai Xnya. Always Protect Us Wherever You Are. 15. Buat rekan-rekan Asisten Dosen Departemen Akuntansi FEUI 2013, terima kasih atas kesempatan yang diberikan hingga gue bisa bergabung dengan kalian. Suatu kebanggan buat gue bisa jadi bagian dari ASDOS DEPAK FEUI. Pengalaman mengajar yang sangat berharga gue dapatkan selama menjadi asdos. 16. Oya mau ngucapin makasi juga buat temen-temen yang sengaja atau tidak sengaja dateng sehabis sidang gue atau yang sekedar ucapin selamat. Seneng banget kalian ada pas detik-detik terakhir kelulusan gue. Thanks yaa buat Hafida, Nevya, Cesar, Julio, Anton lagi, Feby, Rifa, Dinda, Iin, Bayu, Gallant lagi, Ghea, Lady, Izan, Diah, Selly, Tya, Diana, Noni, Araz, Riko, Bastian, Kaul lagi, Nindya lagi, dan lain sebagainya. 17. Terima kasih buat seluruh teman-teman FEUI angkatan 2010 yang telah memberikan warna dalam kehidupan kampus Penulis 18. Terima kasih untuk semua dosen FEUI yang telah memberikan ilmu-ilmu kepada penulis selama perkuliahan. Dan juga terima kasih kepada semua pegawai baik Departemen Akuntansi atau Dekanat FEUI yang selalu sedia membantu segala kebutuhan administrasi Penulis selama FEUI. 19. Saya mengucapkan terima kasih banyak atas semua bantuan yang telah diberikan kepada saya selama 3,5 tahun ini kepada pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan magang ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu dan bagi perusahaan.
Depok, 8 Januari 2014
Gede Wira Mahardika
viii Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Gede Wira Mahardika
NPM
: 1006662881
Program Studi : Akuntansi Fakultas
: Ekonomi
Jenis karya
: Laporan Magang
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Analisis Tax Review Atas PPh 21, 23/26, 4 Ayat 2, dan PPN Sebagai Alat Untuk Menilai Kewajiban Kontijen Wajib Pajak di Masa Depan (Sebuah Studi Kasus PT X) beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di
: Depok
Pada tanggal
: 8 Januari 2014
Yang menyatakan
( Gede Wira Mahardika )
ix Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
ABSTRAK
Nama
: Gede Wira Mahardika
Program Studi
: Akuntansi
Judul
: Analisis Tax Review Atas PPh 21, 23/26, 4 Ayat 2, dan PPN Sebagai Alat Untuk Menilai Kewajiban Kontijen Wajib Pajak di Masa Depan (Sebuah Studi Kasus PT X)
Penelitian ini bertujuan untuk menilai kepatuhan pajak terkait kewajiban kontijen yang mungkin muncul atas PPh 21, 23/26, 4 Ayat 2, dan PPN dari sebuah perusahaan digital agency (PT X) di Indonesia dengan menggunakan analisis tax review. Data yang digunakan berasal dari hasil wawancara, laporan keuangan dan semua dokumen perpajakan perusahaan terkait jenis pajak yang dinilai. Prosedur tax review dilakukan dengan cara membandingkan peraturan perpajakan terhadap beberapa indikator yaitu objek, tarif, penyetoran, pelaporan, dan rekonsiliasi pajak pada tahun 2012. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa PT X secara umum sudah mematuhi aturan perpajakan dalam menentukan objek dan tarif pajak untuk semua transaksi yang dikenakan PPh 21, 23/26, 4 Ayat 2, dan PPN. Namun untuk indikator penyetoran, pelaporan, dan rekonsiliasi pajak, perusahaan belum patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya karena terdapat keterlambatan penyetoran dan pelaporan pajak, serta hasil rekonsiliasi yang tidak sesuai antara laporan keuangan dengan SPT Masa Pajak. Hal ini menyebabkan munculnya kewajiban kontijen bagi PT X berupa sanksi pajak dan kurang bayar pajak tambahan yang sewaktu-waktu akan ditagih oleh KPP setempat.
Kata kunci: kepatuhan pajak, kewajiban kontijen, tax review, sanksi pajak.
x Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
ABSTRACT
Name
: Gede Wira Mahardika
Study Program
: Accounting
Title
: Tax Review Analysis of Income Tax Article 21, 23,/26, 4 Paragraph 2, and Value Added Tax As A Tool For Assessing Contingent Liability Taxpayers In The Future (A Case Study PT X)
This study aims to assess tax compliance related to contingent liabilities that may arise on income tax article 21, 23/26, 4 Paragraph 2, and VAT from a digital agency company (PT X) in Indonesia. The study is conducted by using tax review analysis which data used are gained from result of interviews, financial reports, and all company taxation’s documents related to tax assessment. Tax review procedures is done by comparing tax regulations against some indicators as tax object, tax rate, tax payment, tax reporting, and tax reconciliation in 2012. The results of this study revealed that generally PT X already complied with the tax regulations in the context of determining tax object and tax rate for all transactions regarding to income taxes article 21, 23/26, 4 paragraph 2, and VAT. Whereas, in case relate to several indicators such as tax payment, reporting, and reconciliation, the company doesn’t comply with tax regulation for instances late in tax paying, tax reporting, and there are several reconciliations of financial statements which do not conform to The Periodic Tax Return. This finding might be led to the emergence of contingent liabilities for PT X in the form of tax penalties and future bills for additional underpayment of taxes by the Local Tax Office
Key words: tax compliance, contingent liability, tax review, tax penalty
xi Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... i HALAMAN JUDUL ........................................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iv KATA PENGANTAR ......................................................................................... v HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .......................... ix ABSTRAK .......................................................................................................... x ABSTRACT ....................................................................................................... xi DAFTAR ISI ..................................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xvi DAFTAR TABEL ........................................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xix
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang dan Tujuan Pelaksanaan Magang ................................... 1 1.1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Magang ............................................. 1 1.1.2 Tujuan Pelaksanaan Magang.......................................................... 2 1.2 Tempat Pelaksanaan Magang ................................................................. 3 1.3 Aktivitas Magang Secara Umum ............................................................ 4 1.4 Latar Belakang Penelitian ....................................................................... 8 1.5 Ruang Lingkup Penulisan ..................................................................... 10 1.6 Perumusan Masalah.............................................................................. 11 1.7 Tujuan Penulisan .................................................................................. 11 1.8 Metode Pengumpulan Data................................................................... 11 1.9 Sistematika Penulisan ........................................................................... 12
BAB 2 LANDASAN TEORI .......................................................................... 14 2.1 Konsep Perpajakan Secara Umum ........................................................ 14 2.1.1 Fungsi Pajak................................................................................ 16 2.1.2 Klasifikasi Pajak ......................................................................... 17
xii Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
2.1.3 Cara Pemungutan Pajak ............................................................... 18 2.1.4 Tarif Pajak .................................................................................. 19 2.2 Pajak Penghasilan................................................................................. 20 2.2.1 Subjek Pajak ............................................................................... 21 2.2.2 Objek Pajak ................................................................................. 22 2.3 Pajak Pertambahan Nilai ...................................................................... 22 2.4 Manajemen Perpajakan ........................................................................ 23 2.5 Tax Review ............................................................................................ 24 2.6 Borderless Economy.............................................................................. 25
BAB 3 DASAR HUKUM ............................................................................... 27 3.1 PPh 21.................................................................................................. 27 3.1.1 Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif PPh 21 .................................... 28 3.1.2 Penyetoran dan Pelaporan PPh 21 ............................................... 29 3.2 PPh 23.................................................................................................. 30 3.2.1 Objek Pajak, Dasar Pengenaan Pajak, dan Tarif PPh 23............... 30 3.2.2 Penyetoran dan Pelaporan PPh 23 ............................................... 32 3.3 PPh 26.................................................................................................. 33 3.3.1 Objek Pajak, Dasar Pengenaan Pajak, dan Tarif PPh 26............... 33 3.3.2 Penyetoran dan Pelaporan PPh 26 ................................................ 34 3.4 PPh 4 Ayat 2 ........................................................................................ 35 3.1.1 Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif PPh 4 Ayat 2 ........................... 36 3.1.2 Penyetoran dan Pelaporan PPh 4 Ayat 2 ...................................... 36 3.5 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ............................................................ 37 3.5.1 Pemungut PPN ............................................................................ 37 3.5.2 Objek dan Tarif PPN ................................................................... 37 3.5.3 Pembuatan Faktur Pajak, Penyetoran, dan Pelaporan PPN ........... 38 3.5.4 Faktur Pajak Fiktif ....................................................................... 38 3.5.5 Pembetulan SPT Masa PPN ......................................................... 40 3.6 Sanksi Perpajakan ................................................................................ 41
xiii Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
BAB 4 PROFIL PERUSAHAAN DAN PROSEDUR TAX REVIEW .......... 44 4.1 Profil Perusahaan Pelaksanaan Magang ................................................ 44 4.2 Struktur Organisasi Perusahaan dan Job Description ............................ 46 4.3 Aspek Perpajakan Perusahaan .............................................................. 50 4.4 Prosedur Tax Review Untuk PT X ........................................................ 50
BAB 5 PEMBAHASAN ................................................................................. 54 5.1 Tax Review atas Pemotongan Pajak Penghasilan................................... 54 5.1.1 PPh 21 ......................................................................................... 54 5.1.1.1 Objek PPh 21 .................................................................. 54 5.1.1.2 Tarif PPh 21 .................................................................... 56 5.1.1.3 Penyetoran PPh 21 .......................................................... 58 5.1.1.4 Pelaporan PPh 21 ............................................................ 60 5.1.1.5 Rekonsiliasi PPh 21 ......................................................... 61 5.1.2 PPh 23/26 .................................................................................... 64 5.1.2.1 Objek PPh 23/26 ............................................................. 64 5.1.2.2 Tarif PPh 23/26 ............................................................... 66 5.1.2.3 Penyetoran PPh 23/26 ..................................................... 67 5.1.2.4 Pelaporan PPh 23/26 ....................................................... 70 5.1.2.5 Rekonsiliasi PPh 23/26 .................................................... 70 5.1.3 PPh 4 Ayat 2................................................................................ 73 5.1.3.1 Objek PPh 4 Ayat 2 ......................................................... 73 5.1.3.2 Tarif PPh 4 Ayat 2........................................................... 74 5.1.3.3 Penyetoran PPh 4 Ayat 2 ................................................. 75 5.1.3.4 Pelaporan PPh 4 Ayat 2 ................................................... 76 5.1.3.5 Rekonsiliasi PPh 4 Ayat 2 ............................................... 77 5.2 Tax Review atas Pajak Pertambahan Nilai ............................................. 78 5.2.1 Objek PPN................................................................................... 78 5.2.2 Tarif PPN .................................................................................... 79 5.2.3 Penyetoran PPN........................................................................... 80 5.2.4 Pelaporan PPN............................................................................. 83 5.2.5 Rekonsiliasi PPN ......................................................................... 85
xiv Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
5.3 Perhitungan Total Kewajiban Kontijen PT X ........................................ 87 BAB 6 PENUTUP .......................................................................................... 89 6.1 Kesimpulan .......................................................................................... 89 6.2 Rekomendasi Peningkatan Kepatuhan Pajak Bagi PT X ....................... 90 6.3 Keterbatasan Penelitian ........................................................................ 92
DAFTAR REFERENSI ................................................................................... 93 LAMPIRAN ..................................................................................................... 96
xv Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1
Struktur Organisasi PT X ............................................................ 48
Gambar 4.2
Skema Tax Review Untuk PT X................................................... 51
xvi Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Tarif Pasal 17 ayat 1 .................................................................... 29
Tabel 3.2
Sanksi Perpajakan terkait PPh dan PPN Masa ............................. 41
Tabel 5.1
Objek PPh 21 PT X Menurut SPT Masa PPh 21 Selama Tahun 2012 ............................................................................................ 55
Tabel 5.2
Subjek, Tarif, dan Dasar Pengenaan PPh 21 PT X Tahun 2012.... 52
Tabel 5.3
Sampel Pemotongan PPh 21 PT X Tahun 2012 ........................... 57
Tabel 5.4
Tax Review Penyetoran PPh 21 PT X Tahun 2012 ....................... 58
Tabel 5.5
Perhitungan Sanksi Bunga PPh 21 PT X...................................... 60
Tabel 5.6
Tax Review Pelaporan SPT Masa PPh 21 PT X Tahun 2012 ........ 61
Tabel 5.7
Penghasilan Bruto Sesuai SPT masa PPh 21 2012 PT X .............. 62
Tabel 5.8
Rekonsiliasi Penghasilan Bruto PPh 21 Pegawai Tetap dan Laporan Keuangan PT X ........................................................................... 62
Tabel 5.9
Objek PPh 23/26 sesuai SPT Masa PPh 23/26 PT X 2012 ........... 65
Tabel 5.10
Tarif Pajak Menurut SPT Masa PPh 23/26 PT X Tahun 2012 ...... 66
Tabel 5.11
Sampel DPP dan Tarif Atas Pemotongan PPh 23/26 PT X Tahun 2012 ............................................................................................ 67
Tabel 5.12
Tax Review Penyetoran PPh 23/26 PT X tahun 2012 ................... 68
Tabel 5.13
Perhitungan Sanksi Bunga PPh 23/26 PT X 2012 ........................ 69
Tabel 5.14
Tax Review Pelaporan SPT masa PPh 23/26 PT X tahun 2012 ..... 70
Tabel 5.15
Objek PPh 23/26 Menurut SPT PPh 23/26 PT X Selama Tahun 2012 ............................................................................................ 71
Tabel 5.16
Rekonsiliasi PPh 23/26 dan Pos Biaya Jasa Pada Laporan Keuangan PT X 2012 .................................................................. 72
Tabel 5.17
Objek PPh 4 ayat 2 yang Dipotong Selama PT X Tahun 2012 ..... 74
Tabel 5.18
Sampel DPP dan Tarif Atas Pemotongan PPh 4 Ayat 2 PT X Tahun 2012 ............................................................................................ 74
Tabel 5.19
Tax Review Penyetoran PPh 4 ayat 2 PT X Selama Tahun 2012 .. 75
Tabel 5.20
Perhitungan Sanksi Bunga PPh 4 ayat 2 Selama Tahun 2012 ....... 76
Tabel 5.21
Tax Review Pelaporan PPh 4 ayat 2 PT X Selama Tahun 2012 .... 76
Tabel 5.22
Perhitungan Sewa Bruto Menurut SPT Masa PPh 4 Ayat 2.......... 77
xvii Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
Tabel 5.23
Rekonsiliasi PPh 4 Ayat 2 Selama Tahun 2012 ........................... 78
Tabel 5.24
Sampel Atas DPP dan Tarif Pajak Keluaran PT X Tahun 2012.... 80
Tabel 5.25
Tax Review Penyetoran PPN PT X Selama Tahun 2012............... 81
Tabel 5.26
Penghitungan Sanksi Bunga PPN Selama Tahun 2012 ................ 83
Tabel 5.27
Tax Review Pelaporan SPT Masa PPN PT X Selama Tahun 2012 ............................................................................................ 84
Tabel 5.28
Penghitungan DPP PPN Keluaran Selama Tahun 2012................ 85
Tabel 5.29
Rekonsiliasi DPP PPN Keluaran dan Pendapatan Jasa PT X 2012 ............................................................................................ 86
Tabel 5.30
Penghitungan Estimasi Kewajiban Kontijen Pajak PT X ............. 87
xviii Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lampiran 2
Balance Sheet PT X as of 2012.................................................... 89 Income Statement For The Year Ended 2012 ............................... 91
xix Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Tujuan Pelaksanaan Magang. 1.1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Magang Sebagai sebuah Negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia yang didominasi oleh usia produktif, pertumbuhan tenaga kerja di Indonesia sangat tinggi. Tercatat di Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa pertumbuhan angkatan kerja di Indonesia selama 2009-2013 adalah sekitar 1,6 % per tahun. Namun hal ini tidak diimbangi dengan pertambahan permintaan tenaga kerja oleh perusahaan. Hal ini disebabkan perusahaan cenderung lebih selektif dalam memilih calon karyawan akibat supply dari tenaga kerja yang begitu banyak. Kesempatan memilih yang lebih besar tersebut membuat posisi tawar tenaga kerja menjadi lebih rendah dibandingkan perusahaan. Banyak dari tenaga kerja di Indonesia kurang dibekali oleh skill yang memadai ketika mereka meanamatkan studi. Oleh sebab itu, tenaga kerja perlu meningkatkan kompetensi dan competitive advantage agar posisi tawar ini lebih seimbang. Kebutuhan akan tenaga kerja yang demikian menjadi daya tarik perusahaan untuk direkrut. Nilai perusahaan diharapkan meningkat ketika seluruh karyawannya adalah sumber daya manusia yang berkompeten dan memiliki competitive advantage. Merupakan salah satu peran dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) untuk memberi pembekalan bagi para mahasiswa yang siap menjadi tenaga kerja yang berkompeten. FEUI sebagai lembaga pendidikan lanjutan yang dilengkapi oleh staf pengajar dan program unggulan yang tersusun dengan baik telah mampu memberikan pengetahuan teoritis yang memadai bagi para fresh gradute. Untuk pengembangan pengetahuan teoritis sudah disiapkan secara sistematis melalui penyusunan metode belajar oleh staf pengajar yang berasal dari kalangan akademisi maupun praktisi. Penyusunan metode belajar dan mata ajar dilakukan dengan pembuatan silabus yang telah didiskusikan bersama staf pengajar bersangkutan dengan pembedahan buku ajar terlebih dahulu.
1
Universitas Indonesia
Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
2
Namun pembekalan teori saja belum cukup untuk siap terjun ke dunia kerja. Para calon tenaga kerja perlu diimbangi dengan pengembangan softskill dan pengalaman kerja yang memadai yang akhirnya melahirkan tenaga kerja berkompenten. Gap antara teori dengan praktik pun juga harus diminimalisasi agar para calon tenaga kerja ini siap menghadapi dunia kerja yang sebenarnya. Oleh karena itu FEUI ingin mengurangi gap yang terjadi antara teori dan praktik yang dituangkan ke dalam sebuah program tugas akhir mahasiswa yaitu Program Magang sebagai syarat kelulusan mahasiswa selain skripsi dan studi mandiri. Pelaksanaan magang ini menjadi suatu jembatan untuk menghubungkan antara teori yang telah dipelajari mahasiswa dengan bagaimana praktik ketika teori tersebut diaplikasikan dalam dunia kerja. Target yang diharapkan dari program ini adalah agar FEUI mampu melahirkan calon tenaga kerja yang mempunyai softskill, hardskill, berkompeten, dan memiliki competitive advantage sehingga dapat bersaing di dunia kerja. Program ini sangat membantu mahasiswa yang ingin terjun ke dunia praktisi karena dapat mengasah softskill sebelum kelulusan mereka. Dengan mengambil jangka waktu tiga bulan, pelaksanaan magang diakhiri dengan Penulisan laporan magang sebagai bukti bahwa mahasiswa tersebut mampu menjembatani antara teori dengan praktik di dunia kerja serta mampu merekomendasikan sesuatu untuk perusahaan dimana tempat program magang dilaksanakan.
1.1.2 Tujuan Pelaksanaan Magang Penulis menyadari bahwa kebutuhan tenaga kerja yang kompenten sangat tinggi dewasa ini. Perusahaan sangat ketat dalam menyeleksi calon karyawan agar terpilih karyawan yang mampu memberikan value added yang tinggi bagi perusahaan. Dibutuhkan kemampuan teoritis dan praktis yang memadai untuk menjawab kebutuhan tenaga kerja yang demikian. Dari sisi kemampuan teoritis, sudah didapatkan Penulis selama mengenyam pendidikan sekitar 3,5 tahun di FEUI, namun kemampuaan praktis belum didapatkan sebanyak kemampuan teoritis.
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
3
Disamping itu, keinginan kuat dari Penulis untuk terjun langsung ke dunia praktisi setelah lulus sangatlah tinggi. Dunia kerja tentu sangat berbeda dengan ketika duduk di bangku kuliah. Permasalahan yang dihadapi pun tidak serumit di dunia kerja. Menanggapi hal ini, Penulis merasa perlu dibekali kemampuan lain yang tidak didapatkan semasa kuliah seperti softskill, yang berguna untuk meningkatkan mentalitas Penulis saat menjadi calon tenaga kerja. Oleh karena itu, untuk mengakomodasi kebutuhan yang ingin dipenuhi dalam rangka terjun ke dunia kerja, maka Penulis memilih pelaksanaan program magang sebagai sarana pemenuhan kebutuhan tersebut. Melalui program ini, maka kemampuan praktis dapat ditingkatkan karena Penulis berhadapan langsung dengan masalah. Selain itu, kemampuan berkomunikasi, kerja tim, dan lainnya akan mampu meningkatkan softskill dari Penulis.
1.2 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Magang Pelaksanaan magang dilakukan Penulis di sebuah perusahaan digital agency ternama yaitu PT X. Adanya penyamaran dari nama perusahaan bertujuan untuk menghindari kebocoran informasi dari perusahaan bersangkutan karena perusahaan ini sendiri belum menjadi Perseroan Terbatas yang terbuka (Tbk.). Perusahaan ini mempunyai core business yang terbagi dalam tiga bagian yaitu digital marketing, digital public relation agency, dan digital media & measurement agency. Saat ini PT X sebagian besar kepemilikan sahamnya dimiliki oleh perusahaan digital agency asing. Pelaksanakan program magang sendiri berlangsung selama kurun waktu 17 minggu / 4 bulan yaitu mulai tanggal 1 Juli 2013 hingga 25 Oktober 2013. Penulis ditempatkan pada divisi Finance PT X dengan tanggung jawab mengelola perpajakan perusahaan. Selama pelaksanaan magang, Penulis dibimbing oleh seorang Finance Senior yang mempunyai tanggung jawab atas transaksi payable, receivable, penjurnalan akuntansi account payable (A/P), account receivable (A/R) dan perpajakan (pajak keluaran, pajak masukan, pemotongan PPh 23/26 menurut sistem).
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
4
1.3 Aktifitas Magang Secara Umum Selama ini, PT X tidak mempunyai divisi perpajakan karena belum cukup kompleksnya transaksi perpajakan di perusahaan. Oleh karena itu perusahaan masih menggunakan konsultan pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya sejak tahun 2011. Kewajiban perpajakan yang dialihkan ke konsultan pajak yaitu pemabayaran pajak, pembuatan SPT dan bukti potong PPh 21, 23/26, 4 ayat 2, SPT PPN, dan SPT PPh Badan Tahunan. Sebagai tambahan, sejak tahun 2011 hingga saat laporan magang ini dibuat, Senior Finance Officer masih bertanggung jawab atas perpajakan perusahaan dan berhubungan dengan konsultan pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Namun tanggung jawab Senior Finance Officer terkait perpajakan hanya dalam bentuk pembuatan faktur pajak keluaran untuk client, pemotongan PPh 21, 23/26, 4 Ayat 2 ke dalam sistem akuntansi tanpa membuat bukti pemotongan pajak. Namun menginjak pertengahan tahun 2013, Finance Controller perusahaan mulai merasakan bahwa Senior Finance Officer kewalahan dalam mengelola pajak perusahaan, bahkan rekonsiliasi PPh atau PPN pun tidak pernah dilakukan selama beberapa bulan terakhir. Oleh sebab itu, Penulis membantu Senior Finance Officer dalam melakukan beberapa tanggung jawab pada bagian perpajakan perusahaan selama program magang berlangsung. Adapun tanggung jawab yang dilakukan Penulis adalah sebagai berikut :
1. Rekonsiliasi Pajak Penghasilan (PPh) 21, 23, 4 ayat 2 Penulis membuat rekonsiliasi pajak untuk PPh 21, 23/26, 4 Ayat 2 setiap bulan mulai Juli hingga Oktober 2013. Namun ternyata masih terdapat beberapa bulan yang belum dilakukan rekonsiliasi pajak akibat tidak terakomodirnya pekerjaan tersebut oleh Senior Finance Officer. Oleh karena itu Penulis juga melakukan rekonsiliasi ke belakang untuk bulan Februari, Maret, April, Mei, hingga Juni 2013. PT X melakukan
rekonsiliasi
dengan
cara
membandingkan
data
PPh
bersangkutan di dalam sistem akuntansi perusahaan dengan SPT atau bukti potong PPh masa sesuai bulan transaksi.
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
5
Tujuan dilakukan rekonsiliasi ini adalah untuk melihat perbedaan dari jumlah yang dipotong sistem akuntansi perusahaan dengan jumlah yang dilaporkan apakah sudah sesuai atau belum. Jika terjadi perbedaaan maka nantinya akan dikoreksi dan disesuaikan kembali. Selain itu, tujuan dilakukan rekonsiliasi ini adalah untuk memastikan bahwa SPT dan Bukti potong yang buat konsultan pajak memang sudah memasukan semua transaksi yang ada disistem.
2. Rekonsiliasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Terkait dengan rekonsiliasi PPN atau Value Added Tax, Penulis juga melakukan cara yang sama yaitu dengan membandingkan VAT In dan VAT Out yang terdapat dalam sistem dengan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran yang terdapat dalam SPT Masa PPN tiap bulannya. Rekonsiliasi terkait VAT Out sistem dengan Pajak Keluaran memang tidak menemukan kesulitan karena dicatat dan dikeluarkan faktur pada bulan bersangkutan. Namun untuk merekonsiliasi VAT In dengan Pajak Masukan dibutuhkan ketelitian ekstra karena pengkreditan Pajak Masukan dapat tidak dilakukan pada bulan VAT In dicatat pada sistem melainkan juga dalam kurun waktu tiga bulan kedepan. Selain itu, Penulis diberikan tugas tambahan terkait rekonsiliasi PPN pada tahun 2011 yang hasil perhitungan masih belum sama antara SPT dengan sistem akuntansi perusahaan. Hal ini ditemukan pertama kali oleh Finance Supervisor PT X dengan melakukan general ledger analysis dan menemukan balance utang VAT Out masih terdapat selisih kurang bayar.
3. Membuat daftar nominatif Agar biaya jamuan untuk client yang bertujuan untuk menunjang penghasilan perusahaan dapat menjadi deductible expense, maka perlu dilampirkan daftar nominatif dalam perhitungan Pajak Penghasilan Badan. Penulis diberikan tanggung jawab untuk membuat daftar nominatif tersebut berdasarkan nota bukti jamuan dan bukti daftar
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
6
nominatif berupa formulir yang diisi oleh pemberi jamuan dengan mengisi data-data sebagai berikut : a. Tanggal b. Tempat jamuan c. Jenis jamuan (misalkan breakfast, lunch atau dinner meeting) d. Biaya jamuan e. Penerima jamuan (nama penerima) f. Jabatan penerima jamuan g. Perusahaan penerima jamuan h. Jenis usaha perusahaan penerima jamuan Berdasarkan informasi-informasi tersebut Penulis membuat
daftar
nominatif tiap bulan dari Februari hingga Oktober 2013.
4. Memperbaharui bukti potong PPh 23 dari client. Karena PT X bergerak dalam usaha penyedia jasa yang tergolong dalam pengertiaan jasa lain sesuai PMK-244/PMK.03/2008, maka client wajib memotong PPh 23 atas penghasilan jasa lain dari PT X. Penulis bertanggung jawab atas pengecekan bukti potong apakah sudah diberikan atau belum oleh client. PT X sendiri setiap bulan selalu memperbaharui pemotongan PPh 23 di sistem akuntansi dan Penulis setiap bulan mencocokan apakah terdapat bukti potong yang belum masuk ke perusahaan dibandingkan dengan sistem. Jika bukti potong belum diterima perusahaan, maka Penulis segera menghubungi client agar mengirim bukti potong tersebut. Pengecekan ini dilakukan sejak bulan Juni hingga Oktober 2013. Nantinya bukti potong dari client ini akan menjadi kredit pajak bagi PPh Tahunan Badan PT X.
5. Pembuatan SPT Masa PPN, SPT Masa 4 Ayat 2, SPT Masa PPh 21, dan SPT Masa PPh 23/26 Dengan menggunakan E-SPT yang merupakan software untuk membuat SPT digital dari Direktorat Jendral Pajak, Penulis beberapa kali
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
7
membuat SPT masa PPN, 4 ayat 2, PPh 21, dan PPh 23/26 pada masa Juli dan Agustus 2013. Tujuan pembuatan SPT tersebut adalah untuk membandingkan SPT yang dibuat oleh konsultan pajak dengan SPT yang dibuat Penulis apakah memperoleh hasil yang sama. Beberapa kali setelah dilakukan perbandingan, SPT yang dibuat oleh konsultan pajak sudah sesuai dengan tata cara pembuatan SPT Pajak yang benar.
6. Filing SPT, Bukti potong PPh 23 ke supplier, bukti potong PPh 21, dan PPh 4 Ayat 2 Agar proses dokumentasi SPT dan bukti potong PT X lebih tertata serta mudah untuk dicari sewaktu-waktu ketika dibutuhkan, Penulis membantu dalam filing SPT dan bukti potong tersebut serta dikelompokan ke dalam jenis PPh masing-masing. Bagi supplier yang suatu saat ingin mengambil bukti potong, maka akan lebih dimudahkan dalam pencarian karena bukti potong telah dipisahkan dari SPT sehingga Divisi Finance tidak kesulitan mencari dokumen tersebut.
7. Tugas lain Selain tugas yang berkaitan dengan perpajakan perusahaan, Penulis juga mendapat tanggung jawab lain yang diberikan oleh Divisi Finance seperti : -
membuat audit trail supplier report untuk mengetahui supplier mana yang masih aktif digunakan oleh PT X.
-
membuat taxi voucher report yang dibagi ke dalam tiap business unit Perusahaan. PT X bekerja sama dengan salah satu perusahaan penyedia jasa taksi dalam memfasilitasi kebutuhan transportasi para karyawan ketika melakukan pertemuan dengan client atau lembur. Seluruh taxi voucher setiap bulan harus dilaporkan ke para business director dan finance controller, Penulis dalam hal ini menyiapkan laporan tersebut dengan mengalokasikan biaya sesuai dengan pengunaan voucher oleh business unit.
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
8
-
Mengklasifikasikan unfinished dan finished job dari client untuk proses pengakuan pendapatan dan biaya.
1.4 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan Negara terbesar yang digunakan untuk pembangunan, pendidikan, penyediaan jasa atau barang publik, dan pembiayaan lainnya. Menurut BPS, sekitar 74,86% realisasi pendapatan Negara tahun 2012 bersumber dari pajak. Pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai pun menjadi komponen terbesar dari pendapatan pajak Negara di tahun tersebut yaitu sebesar 83,61% dari total penerimaan pajak. Disisi lain setiap tahun APBN yang dibuat oleh pemerintah cenderung mengalami peningkatan yang artinya pemerintah membutuhkan tambahan pendapatan Negara, salah satunya dari pendapatan pajak. Pendapatan pajak tersebut bersumber dari dalam maupun luar negeri yang terbagi dalam beberapa jenis pajak. Menurut Waluyo (2011), pemungut pajak dibagi atas Pajak Daerah dan Pajak Pusat. Pajak yang dipungut pemerintah pusat salah satunya dikelola oleh Direktorat Jendral Pajak (DJP) selaku lembaga dibawah Kementerian Keuangan. DJP berwenang untuk mengelola khususnya pajak penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pada tahun 2013 berdasarkan PKP-DJP, DJP berusaha untuk meningkatkan jumlah pendapatan pajak Negara dengan tiga cara yaitu pengawasan dan penegakan
hukum,
menggalakan
kegiatan
penagihan,
dan
melakukan
ekstensifikasi penambahan wajib pajak. Sejalan dengan misi DJP tersebut maka dibutuhkan peran serta dari subjek pajak, salah satunya wajib pajak badan. Perusahaan yang telah berbadan hukum serta didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dikategorikan sebagai wajib pajak badan menurut UU No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 2 ayat 3b. Dengan demikian kewajiban perpajakan pun muncul untuk melakukan pemotongan, pembayaran/penyetoran, dan pelaporan pajak baik berupa PPh dan PPN. Ketika Wajib pajak badan telah melakukan kewajiban perpajakan dengan benar dan sesuai aturan maka potensi pendapatan pajak Negara pun meningkat.
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
9
Namun demikian, peran pengawasan dari DJP pun tetap perlu dilakukan untuk memastikan jumlah pajak yang dibayar oleh Wajib Pajak memang pada jumlah yang seharusnya. Untuk itu, maka DJP sering kali melakukan pemeriksaan sesuai yang diamanatkan pada UU No. 16 tahun 2009 mengenai ketentuan umum dan tata cara pemeriksaan pasal 29 Ayat 1. Salah satu jenis pemeriksaan tersebut adalah pemeriksaan kepatuhan, yang merupakan pemeriksaan untuk menilai apakah wajib pajak sudah tergolong sebagai wajib pajak patuh. Hasil temuan dari pemeriksaan kepatuhan pajak ini dapat menghasilkan tiga kemungkinan yaitu pajak yang dibayar sudah sesuai dengan yang seharusnya (nihil), timbulnya kewajiban pajak tambahan , atau pun timbul kelebihan bayar dari wajib pajak. Dengan meningkatnya kepatuhan pajak dari wajib pajak badan, maka potensi pendapatan Negara pun akan meningkat. Hal ini disebabkan oleh semakin berkurangnya kecurangan, penghindaran, penggelapan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak. Namun disisi lain, jika wajib pajak patuh dalam menjalankan kewajiban sesuai undang-undang dan peraturan perpajakan, maka akan berdampak positif juga bagi perusahaan. Potensi sanksi denda, bunga, dan kurang bayar tambahan pun dapat dikurangi. Oleh karena itu kepatuhan perpajakan dari perusahaan tentu menjadi hal yang harus diperhatikan dengan baik agar tidak timbul kewajiban kontijen (kewajiban yang akan timbul di masa mendatang) akibat ketidak patuhan dan kelalaian perusahaan dalam melakukan kewajiban perpajakan. Hal ini sering diabaikan oleh beberapa perusahaan karena menganggap bahwa kewajiban perpajakan perusahaan sudah dipenuhi semua, padahal perusahaan harus melakukan review atas kewajiban perpajakan dan tidak hanya lepas tangan ketika sudah melakukan pemotongan, pembayaran, dan pelaporan saja. Bisa terjadi kemungkinan bahwa terdapat kesalahan dalam proses pemenuhan kewajiban perpajakan tersebut. Salah satu cara bagi Wajib Pajak untuk menilai kepatuhan perpajakan tersebut adalah dengan melakukan tax review. Kegiatan tersebut meliputi pemeriksaan dan penelitian apakah perusahaan telah melaksanakan kewajiban perpajakan perusahaan sesuai dengan peraturan dan perundang-
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
10
undangan. Tax review ini dapat dilakukan secara internal (dari pihak perusahaan sendiri) atau eksternal (menggunakan konsultan pajak). Segala aspek perpajakan yang dimiliki Wajib Pajak dinilai sehingga dapat ditentukan apakah perusahaaan sudah patuh atau masih terdapat kewajiban yang harus segera diselesaikan. Tax review dapat dijadikan alat untuk menilai kewajiban kontijen Wajib Pajak yang mungkin muncul akibat ketidak patuhannya terhadap peraturan perpajakan. Dengan demikian, penilaian kepatuhan perpajakan perusahaan menjadi suatu hal yang penting baik bagi perusahaan maupun DJP. Kedua belah pihak ini mempunyai insentif berbeda, disatu sisi kepatuhan pajak bagi DJP akan meningkatkan potensi pendapatan pajak, disi lain perusahaan ingin mengurangi kewajiban kontijen berupa sanksi, denda, atau kurang bayar tambahan dengan melakukan penilaian kepatuhan pajak atau tax review. Dalam penelitian ini Penulis menilai kepatuhan pajak sebuah perusahaan yang sebelumnya tidak pernah terlibat kasus perpajakan namun memang terdapat perbedaan perhitungan rekonsiliasi PPN pada tahun 2011. Penelitian ini berkontribusi pada studi kasus perbandingan antara peraturan perpajakan dengan kewajiban perpajakan perusahaan untuk melihat potensi apakah terdapat kewajiban kontijen bagi perusahaan.
1.5 Ruang Lingkup Penulisan Pajak yang dikenakan ke perusahaan tentu beragam jenisnya, sebagai contoh adalah pajak penghasilan, pajak bumi bangunan, BPHTB, pajak pertambahan nilai, PPnBM dan lain sebagainya. Karena begitu banyaknya jenis pajak yang dilingkupi oleh sebuah perusahaan maka Penulis ingin membatasi ruang lingkup penelitian. Penulis akan memfokuskan pembahasan penelitian pada penilaian kepatuhan PT X terhadap pemenuhan kewajiban PPh masa 21, 23/26, 4 ayat 2, dan PPN masa 2012. Untuk PPN hanya dibahas bagian Pajak Keluaran karena pada tahun 2011 PT X menggunakan sistem akuntansi yang berbeda dengan tahun 2012 dan perusahaan tidak mampu memberikan data terkait Pajak Masukan yang terdapat transaksinya pada sistem akuntansi 2011. Pemilihan semua aspek pajak
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
11
yang dinilai tersebut pada dasarnya dilakukan karena ketersediaan data yang memadai dari perusahaan. Penilaian kepatuhan tersebut dilakukan setiap bulan dengan melihat SPT masa pajak bersangkutan, melakukan rekonsiliasi, serta melakukan perbandingan dengan aturan perpajakan. Dari hasil penilaian tersebut Penulis akan menghitung seberapa besar kewajiban yang mungkin harus dibayar oleh perusahaan jika terjadi ketidak patuhan terhadap peraturan.
1.6 Perumusan Masalah Penelitian ini dilakukan untuk menilai bagaimana kepatuhan perpajakan dari PT X. Adapun poin-poin permasalahaan yang ingin diteliti lebih dalam yaitu : 1. Apakah kewajiban perpajakan terkait PPh masa 21, 23/26, 4 ayat 2, dan PPN masa 2012 telah dilaksanakan sesuai Undang-undang Perpajakan oleh PT X ? 2. Apakah terdapat kewajiban kontijen seperti sanksi bunga dan denda yang harus dibayarkan oleh PT X setelah dilakukan penilaian kepatuhan perpajakan melalui tax review?
1.7 Tujuan Penulisan Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis dan menilai bagaimana kepatuhan perpajakan PT X selama tahun 2012 2. Mengetahui apakah terdapat kewajiban kontijen oleh PT X dimasa depan
1.8 Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam studi kasus perusahaan ini adalah metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui studi literatur dan pengambilan data keuangan perusahaan. Penulisan melakukan studi literatur melalui berbagai media seperti buku, artikel, internet, peraturan perpajakan, dan berbagai media tertulis lainnya untuk mengumpulkan dasar-dasar teori dalam
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
12
menganalisis kasus. Sedangkan untuk analisis kasus, Penulis secara langsung memperoleh data keuangan perusahaan berupa income statement, financial position, general ledger dari PPh 21, 23/26, 4 ayat 2, dan PPN tahun 2012 atas seijin Finance Controller perusahaan. Setelah itu Penulis melakukan pengolahan data berdasarkan sumber tersebut melalui perangkat lunak Microsoft Excel yang nanti akan menyajikan penilaian tiap bulan dari kepatuhan pajak dimasing-masing jenis pajak.
1.9 Sistematika Penulisan Penelitian akan ditulis dalam enam bab utama, yakni Pendahuluan, Landasan Teori, Dasar Hukum, Profil Perusahaan dan Prosedur Tax Review, Pembahasan, dan Penutup.
Bab 1 Pendahuluan Dalam Bab 1, dibagi menjadi 9 sub bab yaitu latar belakang dan tujuan pelaksanaan magang, tujuan pelaksanaan magang, aktifitas magang secara umum, latar belakang penelitian, ruang lingkup penulisan, perumusan masalah, metode pengumpulan data, dan sistematika penulisan.
Bab 2 Landasan Teori Bab ini membahas teori yang mendasari penelitian. Teori yang ada diambil berasal dari situs resmi, buku, Undang-Undang maupun peraturan perpajakan lainnya.
Bab 3 Dasar Hukum Bab ini membahas dasar-dasar hukum yang digunakan untuk menganalisa kepatuhan pajak.
Dasar hukum yang ada diambil dari Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan, dan peraturan lainnya.
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
13
Bab 4 Profil Perusahaan dan Prosedur Tax Review Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai profil perusahaaan sebagai objek penulisan laporan magang dan prosedur bagaimana melakukan tax review terkait aspek perpajakan dari perusahaan yang diteliti.
Bab 5 Pembahasan Dalam bab ini akan dilakukan analisis terhadap kepatuhan perpajakan pada PT X. Analisis terbagi ke dalam beberapa jenis pajak sesuai dengan rumusan masalah.
Bab 6 Penutup Bab ini terdiri atas kesimpulan dari penelitian yang dilakukan, rekomendasi untuk perusahaan, serta memuat keterbatasan dari penelitian yang dilakukan.
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Perpajakan Secara Umum Mewujudkan kesejahteraan rakyat adalah salah satu tujuan dari dibentuknya sebuah Negara. Pembukaan Undang–Undang Dasar 1945 pun menyebutkan bahwa dibentuknya Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mencapai kesejateraan rakyat. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, setiap tahun
pemerintah
melakukan
program
pembangunan
nasional
secara
berkesinambungan. Pembangunan nasional ini dapat berupa proyek pembangunan infrastruktur, penyediaan fasilitas umum, penyediaan barang dan jasa publik, subsidi, dan lain sebagainya. Biaya yang diperlukan untuk program pembangunan ini pun tidak sedikit. Salah satu upaya untuk melakukan pembiayaan pembangunan tersebut yaitu dengan menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani yang telah diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo (1991:2) Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan, dengan tidak
mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas Negara yang menyelenggarakan pemerintahaan Dalam definisi tersebut lebih memfokuskan pada fungsi budgeter dari pajak, sedangkan pajak masih mempunyai fungsi lainnya . Menurut UndangUndang Perpajakan yaitu UU No.1 Tahun 2009, dijelaskan bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesarbesarnya kemakmukran rakyat.
14 Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
15
Berdasarkan dua definisi tersebut, dapat terlihat beberapa ciri-ciri pokok yang melekat pada pengertian pajak, yaitu : 1. Dalam pembayaran pajak, tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi oleh pemerintah Ciri khas dari pajak adalah wajib pajak yang membayar pajak tidak mendapat kontraprestasi langsung dari pemerintah. Fiskus tidak akan memberi apapun kepadanya sebagai timbal balik, jika Wajib Pajak membayar pajak penghasilan. 2. Pajak dapat dipaksakan Pemungut Pajak (fiskus) mempunyai wewenang dari undang-undang untuk memaksa wajib pajak agar mematuhi pelaksanaan kewajiban perpajakannya. Wewenang tersebut dapat dilihat dengan adanya ketentuan sanksi-sanksi administratif maupun sanksi pidana pajak; yang terdapat dalam Undang-Undang perpajakan. Selain itu fiskus juga berwenang untuk melakukan tindakan memaksa terhadap wajib pajak dalam bentuk penyitaan harta gerak maupun harta tetap. 3. Untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah Pajak dipergunakan untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah dalam menjalankan fungsinya, seperti public investment. Dana yang diterima dari pemungutan pajak dalam definisi tersebut tidak pernah ditujukan untuk pengeluaran khusus. 4. Iuran atau pungutan oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah Dilihat dari segi arah arus dana, jika arah datangnya pajak berasal dari Wajib Pajak, maka pajak disebut sebagai iuran, sedangkan jika arus datangnya kegiatan untuk mewujudkan pajak tersebut berasal dari pemerintah, maka pajak disebut sebagai pungutan. 5. Pajak dipungut berdasarkan kekuatan Undang-Undang serta aturan formil pelaksanaannya. Salah satu karakteristik dari pajak adalah bahwa pemungutannya harus berdasarkan Undang-Undang. Hal ini disebabkan karena hakekatnya pajak adalah beban yang harus dipikul rakyat sehingga dalam
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
16
perumusan macam, jenis, dan berat ringannya tarif pajak , rakyat harus ikut serta menentukan dan menyetujui putusan tersebut melalui wakilwakilnya di parlemen atau Dewan Perwakilan Rakyat.
2.1.1 Fungsi Pajak Sebagaimana telah diketahui ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak dari beberapa definisi, maka sesungguhnya pajak memiliki fungsi yang sangat strategis bagi berlangsngnya pembangunan suatu Negara. Pajak antara lain memiliki fungsi sebagai berikut : 1. Fungsi Penerimaan (Budgetair) Pajak berfungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat ke kas Negara untuk pembiayaan rutin maupun pembiayaan kegiatan pemerintah, baik pembiayaan rutin maupun pembiayaan pembangunan. Fungsi ini merupakan fungsi utama dari adanya pajak. Pengalaman Indonesia dan Negara berkembang selama ini, menunjukan bahwa penggunaan penerimaan uang dari pajak tidak hanya diperuntukan bagi penyelenggaraan
pemerintahan,
tetapi
juga
untuk
membiayai
pembangunan nasional. Disamping itu pajak dimasukan dalam APBN yang merupakan sumber penerimaan baik dalam maupun luar negeri. 2. Fungsi Mengatur (Regulator) Pajak berfungsi sebagai alat bagi pemerintah untuk turut mengatur masyarakat atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Fungsi ini sering menjadi tujuan pokok dari sistem pajak sehingga tidak terjadi pertentangan antara kebijakan Negara dalam bidang ekonomi dan sosial. Fungsi mengatur pajak juga digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu di luar bidang keuangan, terutama ditujukan terhadapa sektor swasta. 3. Fungsi Redistribusi Dalam fungsi redistribusi, lebih ditekankan unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat. Fungsi ini terlihat dari adanya lapisan tarif dalam pengenaan pajak, dengan adanya tarif pajak yang lebih besar untuk tingkat penghasilan yang lebih tinggi.
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
17
4. Fungsi Demokrasi Pajak dalam fungsi demokrasi merupakan wujud sistem gotong ryong. Fungsi ini dikaitkan dengan tingkat pelayanan pemerintah kepada masyarakat pembayar pajak. Fungsi-fungsi tersebut merupakan peran pajak dalam berbagai kondisi. Karena sifatnya lebih saling melengkapi dan tidak dapat dipisahkan, maka dibutuhkan peran serta dari wajib pajak dan aparatur Negara untuk mewujudkan fungsi pajak berjalan sesuai dengan yang semestinya.
2.1.2 Klasifikasi Pajak Menurut Buku Perpajakan Indonesia karangan Waluyo (2011), pajak dapat dikelompokan ke dalam tiga kelompok besar yaitu : 1. Menurut golongan atau pembebanan, dibagi menjadi dua. a. Pajak
langsung,
yaitu pajak
yang pembebanannya tidak dapat
dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan, misalnya Pajak Penghasilan (PPh). b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pembebanannya dapat dilimpakan ke pihak lain, contohnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 2. Menurut sifat, dimaksudkan untuk dibagi berdasarkan ciri-ciri prinsip. a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berdasarkan pada subjeknya dan memperhatikan bagaimana keadaan diri wajib,
misalnya Pajak
Penghasilan.. b. Pajak objektif, yaitu pajak yang didasarkan pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, misalnya PPN dan PPnBM (Pajak Pejualan atas Barang Mewah). 3. Menurut pemungut dan pengelolaanya, yaitu sebagai berikut. a. Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. Contohnya adalah PPh, PPN, PPnBM, Bea Materai, dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Mulai 1 januari 2014, PBB pedesaan dan perkotaan merupakan pajak daerah. Untuk PBB perkebunan, perhutanan, pertambangan masih tetap merupakan Pajak Pusat.
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
18
b. Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contohnya adalah Pajak Reklame, Pajak Restoran, Pajak Hotel, PBB, dan lain sebagainya.
2.1.3 Cara Pemungutan Pajak Cara pemungutan pajak dapat dibagi menjadi berikut ini. a. Official Assessment System Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah selaku fiskus untuk menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang. Ciri-ciri dari sistem ini adalah 1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus 2. Wajib pajak bersifat pasif 3. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus. Sistem pemungutan pajak ini sudah tidak berlaku lagi setelah reformasi perpajakan pada tahun 1984. b. Self Assesment System Sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada Wajib Pajak untuk menghitung sendiri, melaporkan sendiri, dan membayar sendiri pajak yang terhutang yang seharusnya dibayar. Ciri-ciri sistem pemungutan pajak ini adalah a. pajak terhutang dihitung sendiri oleh wajib pajak. b. Wajib pajak bersifat aktif dengan melaporkan dan membayar sendiri pajak terhutang yang seharusnya dibayar. c. Pemerintah tidak perlu mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak setiap saat kecuali oleh kasus-kasus tertentu saja seperti Wajib Pajak terlambat melaporkan atau membayar pajak terhutang atau terdapat pajak yang seharusnya dibayar tetapi tidak dibayar. Contohnya adalah PPh Badan dan PPh Orang Pribadi Tahunan.
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
19
c. Witholding System Sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada pihak lain atau pihak ketiga untuk memotong dan memungut besarnya pajak yang terhutang oleh Wajib Pajak. Pihak ketiga disini adalah pihak lain selain pemerintah dan Wajib Pajak, pada umunya lawan transaksi. Contohnya adalah PPh 21, 23, 24, 26, dan 4 ayat 2.
2.1.4 Tarif Pajak Pemungutan pajak tidak terlepas dari asas keadilan. Dengan keadilan dapat menciptakan keseimbangan sosial yang sangat penting untuk kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu dalam menetapkan tarif maka harus didasari atas keadilan. Dalam perhitungan pajak digunakan tarif pajak yang berbeda-beda disetiap jenis pajaknya. Tarif pajak adalah tarif untuk menghitung besarnya pajak terutang (pajak yang harus dibayar). Besarnya tarif pajak pada umumnya dinyatakan dalam persentase. 2.1.4.1 Persentanse Tarif Pajak Dalam Pajak Penghasilan presentase tarifnya dapat dibedakan menjadi beberapa tarif sebagai berikut. a. Tarif Marginal Persentase tarif ini berlaku untuk suatu kenaikan dasar pengenaan pajak. Sebagai contoh, tarif Pajak Penghasilan sesuai UU no. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi pada pasal 17. Disebutkan bahwa tarif marginal untuk setiap tambahan Penghasilan Kena Pajak melebihi 0 sampai dengan Rp 50.000.000,00 sebesar 5% yang diikuti pula untuk setiap tambahan Penghasilan Kena Pajak diatas Rp 50.000.000,00 sampai dengan Rp 250.000.000,00 dengan tarif marginal 15% dan seterusnya. b. Tarif Efektif Persentase tarif pajak yang efektif berlaku atau harus diterapkan atas dasar pengenaan pajak tertentu.
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
20
2.1.4.2 Struktur Tarif Pajak Struktur tarif yang berhubungan dengan pola persentase tarif pajak dikenal empat macam tarif, yaitu : a. Tarif Pajak Proporsional/Sebanding Tarif pajak proporsional yaitu tarif pajak berupa persentase tetap terhadap jumlah berapa pun yang menjadi dasar pengenaan pajak. Misalnya adalah pengenaan PPN 10% atas penyeraan Barang atau Jasa Kena Pajak. b. Tarif Pajak Progresif Tarif pajak progresif adalah tarif pajak yang persentasenya menjadi lebih besar apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaannya semakin besar. Misalnya tarif PPh pasal 17 ayat 1 sesuai UU no. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. c. Tarif Pajak Degresif Tarif pajak degresif adalah persentase tarif pajak yang semakin menurun apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak menjadi semakin besar. d. Tarif Pajak Tetap Dalam arti pajak tetap ini adalah tarif berupa jumlah yang tetap terhadap berapa pun jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak. Oleh karena itu, besarnya pajak yang terutang adalah tetap. Contoh tarif pajak tetap adalah tarif bea materai.
2.2 Pajak Penghasilan Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan atas pertambahan kemampuan ekonomis subjek pajak. Ditinjau dari pengelompokannya, Pajak Penghasilan dikategorikan sebagai Pajak Pusat, dan jika ditinjau dari sifatnya dikategorikan sebagai pajak subjektif. Ketentuan materiil dari Pajak Penghasilan dimuat dalam UU Nomor 36 Tahun 2008 yang merupakan perubahan ke empat sejak tahun 1984.
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
21
2.2.1 Subjek Pajak Subjek pajak diartikan sebagai orang atau badan atau pihak yang dituju oleh undang-undang untuk dikenai pajak. Pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Menurut UU Pajak Penghasilan pasal 2 ayat 1, yang menjadi subjek pajak ialah orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, badan, dan bentuk usaha tetap. 1. Orang pribadi Merupakan subjek pajak yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. 2. Warisan yang belum terbagi, menggantikan yang berhak. Merupakan subjek pajak pengganti menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. 3. Badan Menurut UU Ketentuan Umum Perpajakan, badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi masa, organisasi politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. 4. Bentuk usaha tetap (BUT) Mengacu pada UU Pajak Penghasilan Pasal 2 ayat 5 menyebutkan bahwa Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
22
Perlakuan perpajakan BUT dipersamakan dengan subjek pajak badan dalam negeri.
2.2.2 Objek Pajak Sesuai dengan UU Pajak Penghasilan pasal 4 ayat 1, objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat di pakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Menurut Waluyo (2011), dilihat dari mengalirnya (inflow) tambahan kemampuan ekonomis kepada subjek pajak, penghasilan dapat dikelompokan menjadi: 1. penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya; 2. penghasilan dari usaha dan kegiatan; 3. penghasilan dari modal atau investasi, yang berupa harta gerak ataupun harta tidak bergerak seperti bunga, dividen, royalty sewa, keuntungan, penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha, dan lain sebagainya; 4. Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang, hadiah, dan lain sebagainya. Penjabaran rinci mengenai apa saja yang menjadi objek pajak dijabarkan dalam UU Pajak Penghasilan pasal 4 ayat 1 dari poin a sampai s.
2.3 Pajak Pertambahan Nilai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Segala aturan umum terkait PPN diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 yang telah mengalami perubahan sebanyak tiga kali sehaj tahun 1984. PPN memiliki beberapa karakteristik (Modul Brevet AB IAI 2013) yaitu 1. Pajak objektif 2. Pajak tidak langsung
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
23
3. Multi stage tax Merupakan karakteristik PPN yang dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. Setiap penyerahan barang atau jasa yang menjadi objek PPN mulai dari tingkatan pabrikan kemudian ditingkat pedagang besar dalam berbagai bentuk atau nama sampai dengan tingkat pedagang pengecer dikenakan PPN. 4. Mekanisme pemungutan PPN menggunakan faktur pajak Ketika terjadi penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak maka Pengusaha Kena Pajak wajib menghitung dan memungut PPN yang terutang
serta membeuat faktur pajak sebagai bukti pungutan pajak.
Faktur pajak harus dibuat pada saat penyerahan atau pada saat penerimaan pembayaran, dalam hal pembayaran terjadi sebelum penyerahan. 5. Pajak atas konsumsi umum dalam negeri Sebagai pajak atas konsumsi sebenarnya tujuan akhir PPN adalah mengenakan pajak untuk konsumsi, baik yang dilakukan perseorangan maupun oleh badan baik badan swasta maupun badan Pemerintah dalam belanja barang atau jasa yang dibebankan pada anggaran belanja Negara. Dari sisi mekanisme pengenaan PPN, maka dikenal metode pengkreditan pajak dengan mengurangkan pajak masukan terhadap pajak keluaran. Kelebihan atas pajak keluaran ini disebut PPN kurang bayar yang harus dilunasi pemungut pajak pada masa PPN bersangkutan. Namun jika terjadi kelebihan pada pajak masukan maka terjadi lebih bayar PPN pada masa tersebut yang akhirnya dapat dikompensasi ke masa pajak berikutnya atau di restitusi.
2.4 Manajemen Perpajakan Manajemen Perpajakan menurut Zain (2008) merupakan bentuk pengendalian yang terkait dengan konsekuensi pajaknya, yang lebih menekankan pada pengendalian setiap transaksi. Tujuannya adalah agar pengendalian pajak tersebut dapat mengefisienkan jumlah pajak yang akan dibayar ke pemerintah, melalui penghindaran pajak (tax avoidance) yang sah secara hukum dilakukan karena memanfaatkan celah dari aturan perpajakan.
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
24
Melakukan manajemen perpajakan dapat membantu wajib pajak dalam mengorganisasikan bagaimana cara mengatur semua aspek perpajakan agar dilakukan sesuai peraturan perpajakan namun memberikan hasil pembayaran pajak yang seefisien mungkin. Jadi manajemen perpajakan merupakan upaya implementasi setiap fungsi manajemen agar mencapai pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan yang efektif dan efisien. Dalam manajemen perpajakan tedapat beberapa hal yang dapat dilakukan Wajib Pajak untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya agar lebih efektif dan efisien , yaitu 1. Tax Compliance 2. Tax Planning 3. Tax Litigation 4. Tax Research 5. Tax Review
2.5 Tax Review Menurut Thomas Sumarsan (2013) tax review merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk meneliti dan memeriksa apakah perusahaan telah melaksanakan kewajiban perpajakan perusahaan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Tujuan perusahaan melakukan tax review ialah untuk menilai kepatuhan perusahaan dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, mengurangi sanksi administrasi pajak atau untuk mengetahui apakah akan muncul kewajiban kontijen terkait sanksi atau denda, dan membantu proses pembetulan SPT masa atau tahunan berdasarkan hasil tax review. Tax review dapat dilakukan oleh pihak eksternal perusahaan (konsultan pajak) atau pihak internal perusahaan (divisi perpajakan). Saat melakukan penelaahan, maka yang dilakukan adalah membandingkan apa yang menurut UU atau Peraturan Perpajakan yang seharusnya dilakukan dengan apa yang sudah perusahaan aplikasikan. Biasanya tiap konsultan pajak atau pihak internal perusahaan memiliki alat pengujian yang berbeda-beda karena tidak ada standar prosedur pengujian yang baku. Hal terpenting adalah melihat apakah tarif
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
25
pajak yang digunakan, objek pajak, subjek pajak, rekonsiliasi antara yang dilaporkan di SPT dengan sistem akuntansi perusahaan, terlambat atau tidaknya setor dan lapor, dan semua aspek pajak lainnya termasuk hak dan kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan aturan perpajakan yang berlaku. Beberapa aspek perpajakan yang ditelaah saat melakukan tax review dapat mencakup beberapa jenis pajak yaitu -
PPh Badan
-
PPh Potong/Pungut yang terdiri atas PPh 21, 22, 23, 26, 4 Ayat (2)
-
Pengkreditan PPh 24
-
PPh 25
-
PPN dan PPnBM
-
PBB
-
Dan lain sebagainya.
Salah satu cara untuk melakukan tax review terhadap aspek perpajakan tersebut adalah dengan melakukan rekonsiliasi antara SPT dengan sistem akuntansi. Rekonsiliasi merupakan suatu proses pencocokan atau penyamaan antara pos-pos yang diteliti dengan mengambil data dari dua atau lebih sumber yang saling berkaitan, misalnya total penjualan dibandingkan dengan DPP pajak keluaran. Dalam melakukan rekonsiliasi, wajib pajak ataupun konsultan pajak bermaksud untuk mengetahui apakah objek pajak yang dilaporkan di SPT sudah semuanya mencerminkan apa yang ada pada sistem akuntansi. Jika terjadi perbedaan terkait objek tersebut, Wajib Pajak harus mampu menjelaskannya. Namun ketika terdapat perbedaan yang tidak mampu dijelaskan, kemungkinan besar SPT tersebut kurang atau lebih bayar, tergantung apakah di SPT atau sistem akuntansi yang terjadi perbedaan.
2.6 Borderless Economy Menurut Prof. Krishna Kumar (2000) borderless economy adalah suatu keadaan diberlakukanya akses masuk yang mudah ke negara lain untuk perusahaan atau pemain pasar global terkait aktivitas ekonomi seperti pengurangan tarif, kebijakan proteksi dari pemerintah yang dimodifikasi, bebas bea masuk, kemudahaan perolehan izin usaha, dan pengenaan tarif pajak yang
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
26
kecil. Dengan kata lain, borderless economy merupakan salah satu proses globalisasi dimana tidak ada batas lagi antara satu negara dengan negara lain dalam menjalankan aktivitas perekonomiannya. Hal ini berdampak pada mudahnya suatu perusahaaan untuk menjalankan usahanya diberbagai Negara di dunia karena semua Negara melakukan berbagai kebijakan untuk mengurangi batasan-batasan untuk berinvestasi di Negara-nya. Banyak perjanjian bilateral dan multilateral yang menjembatani adalanya borderless economy ini misalnya saja di Asia tenggara telah terdapat perjanjian AFTA, APEC, ACFTA, dan lain sebagainya. Semua perjanjian ini semakin mendorong untuk berkurangnya batasan masuk ke suatu Negara sehingga mudah untuk menjalakan aktivitas ekonomi bahkan sosial di Negara lain. Jika ditinjau dari aspek perpajakan terutama di Indonesia, pemerintah harus menaruh perhatian lebih kepada perusahaan asing ingin berinvestasi di Indnesia. Hal ini penting karena perusahaan asing dapat memilih dua opsi untuk membuat entitas di Indonesia yaitu dibuatkan Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau membuat penanaman modal asing (PMA) berupa Badan. Dua bentuk ini memiliki perlakuan yang berbeda dari aspek perpajakannya. BUT akan lebih dibebankan tarif pajak yang lebih besar jika keuntungan dikirim kembali ke perusahaan induknya di luar negeri. Oleh sebab itu kebanyakan mengalihkannya ke bentuk PMA Badan. Hal yang perlu diwaspadai adalah pembentukan PMA ini apakah hanya menjadi suatu alternatif untuk mengurangi pajak padahal perusahaan ini masih sering berhubungan dengan perusahaan induknya di luar negeri dalam hal mengirimkan keuntungan yang didapatkan dari Indonesia. Oleh karena itu borderless economy mempunyai implikasi baik positif dan negatif. Pembetukan PMA yang merupakan kedok untuk mengelabuhi pemerintah Indonesia adalah salah satu contoh negatif dari adanya kondisi tersebut. Diperlukan pengawasan dari pemerintah melalui DJP untuk memeriksa apakah PMA tersebut memang benar murni melakukan usaha sesuai dengan peraturan berlaku atau tidak.
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
BAB 3 DASAR HUKUM
3.1 PPh 21 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apa pun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan Wajib Pajak orang pribadi di dalam negeri. Pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh 21 yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh pemberi kerja, bendaharawan pemerintah, Dana Pensiun, badan, perusahaan, dan penyelenggara kegiatan. Berdasarkan PER 31/PJ/2009 yang telah mengalami perubahan menjadi Peraturan Direktur Jendral Pajak No.31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh 21 pada pasal 5 disebutkan bahwa penghasilan yang dipotong PPh 21 secara rinci adalah sebagai berikut : a. penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur; b. penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya; c. penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis; d. penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan; e. imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;
27 Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
28
f. imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.
3.1.1 Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif PPh 21 PER 31/PJ/2009 yang telah mengalami perubahan menjadi Peraturan Direktur Jendral Pajak No.31/PJ/2012, menetapkan dasar pengenaan dan pemotongan PPh 21 melalui pasal 9 ayat 1, yaitu a. Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku bagi: 1. Pegawai Tetap; 2. penerima pensiun berkala; 3. Pegawai Tidak Tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah); 4. Bukan Pegawai sebagaimana dimaksud dalam yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan. DPP sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) per bulan. Namun di Pasal 13 ayat 1 disebutkan bahwa pengurangan PTKP dilakukan bila -
Bukan pegawai tersebut sudah memiliki NPWP
-
Dan hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan satu pemotong PPh 21 serta tidak memperoleh penghasilan lainnya
b. Jumlah penghasilan yang melebihi Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) sehari, yang berlaku bagi Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah);
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
29
c. 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi Bukan Pegawai sebagaimana yang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan; d. Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, dan huruf c. Tarif yang digunakan dalam pemotongan PPh 21 adalah tarif sesuai UU Pajak Penghasilan Pasal 17 ayat 1 huruf a yaitu Tabel 3.1 Tarif Pasal 17 ayat 1 Lapisan Penghasilan Kena Pajak Sampai dengan Rp 50.000.000,di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,di atas Rp 500.000.000,Sumber: UU Nomor 36 Tahun 2008 pasal 17 ayat 1
Tarif Pajak 5% 15% 25% 30%
Bagi penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
3.1.2 Penyetoran dan Pelaporan PPh 21 Kewajiban penyetoran dan pelaporan PPh 21 masa dilakukan pemotong pajak mengikuti aturan pasal 24 PER 31/PJ/2009 yang telah mengalami perubahan menjadi Peraturan Direktur Jendral Pajak No.31/PJ/2012, yaitu : (1) PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong PPh Pasal 21 untuk setiap Masa Pajak wajib disetor ke Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lama 10 (sepuluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. (2) Pemotong PPh Pasal 21 wajib melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 21 untuk setiap Masa Pajak yang dilakukan melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Masa (SPT) PPh Pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Pemotong PPh Pasal 21 terdaftar, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
30
(3) Dalam hal tanggal jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan batas waktu pelaporan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
3.2 PPh 23 PPh 23 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. Dalam hal pemotongan PPh 23, maka yang dikategorikan sebagai pemotong PPh 23 adalah sebagai berikut 1. Badan pemerintah 2. Subjek pajak badan dalam negeri 3. Penyelenggara kegiatan 4. Bentuk usaha tetap 5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
3.2.1 Objek Pajak, Dasar Pengenaan Pajak, dan Tarif PPh 23 Terkait dengan Objek Pajak, Dasar Pengenaan Pajak, dan Tarif Pajak diatur dalam UU Pajak Penghasilan Pasal 23 ayat 1 huruf a,b, dan c, yaitu sebagai berikut a. sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas: 1. dividen; 2. bunga; 3. royalti; dan 4. hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 b. dihapus;
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
31
c. sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas: 1. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final; dan 2. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto PPh 23, maka yang termasuk dengan jenis jasa lain dijabarkan pada pasal 1 ayat 2, yaitu terdiri dari: a. Jasa penilai (appraisal); b. Jasa aktuaris; c. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan; d. Jasa perancang (design); e. Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap (BUT); f. Jasa penunjang di bidang penambangan migas; g. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas; h. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara; i. Jasa penebangan hutan; j. Jasa pengolahan limbah; k. Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing services) l. Jasa perantara dan/atau keagenan; m. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga , kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI; n. Jasa custodian/penyimpanan /penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI; o. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara; p. Jasa mixing film; q. Jasa sehubungan dengan software computer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan;
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
32
r. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; s. Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; t. Jasa maklon; u. Jasa penyelidikan dan keamanan; v. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer; w. Jasa pengepakan; x. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi; y. Jasa pembasmian hama; z. Jasa kebersihan atau cleaning service; aa. Jasa catering atau tata boga. Terdapat tambahan pemotongan pajak dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan sebagaimana dimaksud diatas tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif sebagaimana dimaksud dibagian atas.
3.2.2 Penyetoran dan Pelaporan PPh 23 Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 tanggal 1 April 2010 yang merupakan perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007, PPh Pasal 23 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Apabila masa pajak telah berakhir, pemotong PPh Pasal 23 wajib melaporkan pemotongan yang telah dilakukan dalam masa pajak tersebut.
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
33
Pelaporan ini dilakukan dengan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak pemotong PPh Pasal 23 terdaftar. Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 23 harus disampaikan paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir sesuai Pasal 7 Ayat 1 PMK Nomor 80/PMK.03/2010.
3.3 PPh 26 Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri dari Indonesia, selain penghasilan usaha yang diperoleh melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong PPh pasal 26. PPh 26 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia. Penerima penghasilan sebagai subjek pajak yang dipotong PPh 26 adalah orang pribadi dengan status sebagai Subjek Pajak luar negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan nama dalam bentuk apa pun, sepanjang tidak dikecualikan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak, dari Pemotong PPh Pasal 26 sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan yang dilakukan baik dalam hubungannya sebagai pegawai maupun bukan pegawai, termasuk penerima pensiun. Pemotongan yang dilakukan terkait PPh 26 wajib dilakukan oleh Badan Pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT di Indonesia.
3.3.1 Objek Pajak, Dasar Pengenaan Pajak, dan Tarif PPh 26 Berdasarkan UU Pajak Penghasilan Pasal 26 ayat 1, 2, dan 2a atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya
oleh
badan
pemerintah,
subjek
pajak
dalam
negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia dipotong pajak sebesar :
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
34
1. 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan: a. dividen; b. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang; c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; e. hadiah dan penghargaan; f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya; g. premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau h. keuntungan karena pembebasan utang. 2. 20% dari perkiraan penghasilan neto, dan bersifat final atas penghasilan berupa a. penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2), yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, b. premi asuransi dan premi reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri; Penentuan tarif 20% ini digunakan apabila tidak terdapat tax treaty atau Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dari Negara Indonesia dengan Negara bersangkutan. Namun jika ternyata kedua Negara yang terlibat dalam transaksi yang dikenakan PPh 26, maka berlaku lex spesialis yaitu menggunakan tarif yang ditetapkan dalam tax treaty diantara dua Negara bersangkutan.
3.3.2 Penyetoran dan Pelaporan PPh 26 Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010, PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir atau setelah bulan terutangnya pajak. PPh pasal 26 tersebut wajib
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
35
disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Untuk pelaporan SPT masa PPh 26 dilakukan sesuai instruksi Pasal 7 Ayat 1 PMK No 80/PMK.03/2010 wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat.
3.4 PPh 4 Ayat 2 Pajak penghasilan Pasal 4 ayat 2 merupakan pajak yang bersifat final, yang artinya pajak tersebut tidak dapat dikreditkan atas pemotongannya. Pajak ini memiliki kriteria yang berbeda dengan pajak penghasilan yang lain. Berikut merupakan Objek Pajak atas PPh Pasal 4 Ayat 2 yaitu: 1. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi; 2. penghasilan berupa hadiah undian; 3. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura; 4. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan 5. penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Kewenangan pemotongan PPh 4 ayat 2 ini diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada beberapa instansi yaitu pihak pemberi penghasilan selain orang pribadi, koperasi, penyelenggara kegiatan, badan, otoritas bursa, bendaharawan, bank, dan lain sebagainya.
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
36
3.4.1 Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif PPh 4 ayat 2 Dasar pengenaan pajak dari PPh 4 Ayat 2 ini cukup beragam karena objek pajaknya memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Namun secara umum dasar pengenaan pajaknya adalah berdasarkan jumlah bruto. Untuk tarif PPh 4 ayat 2 pun sesungguhnya beragam, tarif ini secara spesifik dapat dilihat di website Department Keuangan.
Dalam
pembahasan ini hanya diambil salah satu jenis pajak PPh 4 Ayat 2 yaitu penghasilan dari persewaan tanah dan bangungan. Disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2002 tentang Pembayaran Pajak penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah Dan/atau Bangunan melalui pasal 3 bahwa besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dipotong atau dibayar sendiri adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/ atau bangunan dan bersifat final.
3.4.2 Penyetoran dan Pelaporan PPh 4 ayat 2 Mengacu
pada
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
80/PMK.03/2010 mengenai tata cara peyetoran dan pelaporan Pajak penghasilan, disebutkan pada pasal 2 ayat (1) bahwa PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Pemotong Pajak Penghasilan harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan. Sebagai tambahan pula pada Pasal 2 ayat (2) disebutkan bahwa jika PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak maka harus disetor paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan. Dari sisi pelaporan SPT PPh 4 ayat 2, pasal 7 ayat 1 mewajibkan pemotong menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
37
3.5 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 3.5.1 Pemungut PPN Dalam UU No 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai, disebutkan pada pasal 3A yang wajib melakukan pemungutan PPN atas penyerahan BKP dan JKP adalah a. Pengusaha yang melakukan penyerahan b.Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP c. Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud atau yang memanfaatkan JKP dari luar daerah pabean.
3.5.2 Objek dan Tarif PPN PPN dikenakan atas barang atau jasa tertentu. Barang dan jasa tersebut digolongkan sebagai objek PPN dan diatur dalam pasal 4 ayat 1 UU PPN, yaitu sebagai berikut : a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; b. impor Barang Kena Pajak; c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; f. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; g. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan h. ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. Sedangkan untuk tarif PPN bersifat proporsional/sebanding artinya persentase tarif tetap untuk semua objek yang dikenakan pajak. Untuk tarif PPN, diatur dalam pasal 7 dalam UU PPN yaitu sebesar 10% dari Dasar Pengenaan Pajak dan 0% diterapkan atas ekspor BKP dan JKP.
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
38
Sebagai tambahan bahwa Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 30/PMK.03/2011 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan nomor 70/PMK.03/2010 tentang Batasan Kegiatan dan Jenis Jasa Kena Pajak yang Atas Ekspornya dikenai Pajak Pertambahan Nilai menyebutkan pula pada pasal 3 poin b menyebutkan bahwa selain jasa maklon misalnya jasa yang melekat pada atau jasa untuk barang tidak bergerak yang terletak di luar Daerah Pabean dikenakan PPN 0%.
3.5.3 Pembuatan Faktur Pajak, Penyetoran, dan Pelaporan PPN Pembuatan faktur pajak dilakukan pada saat terjadinya penyerahan atau pembayaran BKP atau JKP mana yang lebih mendahului. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 13/PJ/2010 melalui pasal 14 menyebutkan bahwa batas maksimal pembuatan faktur pajak adalah 3 (tiga) bulan sejak faktur seharusnya dibuat. Pengusaha Kena Pajak yang menerima Faktur Pajak tersebut tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya. Sedangkan untuk penyetoran dan pelaporan SPT masa PPN diatur pada pasal 15 A UU PPN. Dinyatakan pada ayat 1 bahwa PPN yang terutang dalam satu Masa Pajak, harus disetor paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan. Dalam hal tanggal jatuh tempo penyetoran bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, maka penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Pada Pasal 15A ayat 2 UU PPN disebutkan bahwa SPT Masa PPN harus disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak. Dalam hal akhir bulan adalah hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, maka SPT Masa PPN dapat disampaikan pada hari kerja berikutnya.
3.5.4 Faktur Pajak Fiktif Faktur pajak fiktif merupakan faktur pajak PPN yang diterbitkan secara tidak sah karena tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan tidak
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
39
memenuhi syarat formil dan materiil dari sebuah faktur pajak. Maraknya pembuatan faktur pajak fiktif digunakan untuk berbagai motif misalnya untuk mengurangi pajak terutang PPN. Untuk mengetahui indikasi terjadi pembuatan faktur pajak fiktif maka DJP mengelurakan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE 29/PJ.53/2003 tentang Langkah-langkah Penanganan Atas Penerbitan dan Penggunaan Faktur Pajak Tidak Sah (Fiktif). Pada poin 3 dalam surat edaran tersebut dijelaskan mengenai Wajib Pajak yang perlu diwaspadai yang diindikasikan sebagai penerbit atau pengguna Faktur Pajak fiktif antara lain: 1. Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN, tetapi elemen data SPT beserta lampirannya tidak dapat direkam karena Wajib Pajak tersebut tidak terdaftar sebagai PKP pada Master File Lokal. 2. Wajib Pajak yang sering pindah alamat atau selalu mengajukan permohonan perpindahan alamat atau tempat kedudukan atau permohonan perpindahan lokasi tempat terdaftar (Kantor Pelayanan Pajak). 3. Wajib Pajak Non Efektif (NE) tiba-tiba aktif dan mempunyai jumlah penyerahan yang cukup besar tiap bulannya. 4. Wajib Pajak yang baru berdiri langsung mempunyai jumlah penyerahan besar, tetapi kurang bayarnya relatif kecil. 5. Wajib Pajak-Wajib Pajak yang pengurus dan komisarisnya terdiri dari orang yang sama. 6. Wajib Pajak-Wajib Pajak yang Akta Pendirian badan hukumnya disahkan oleh Notaris yang sama dan pendiriannya pada waktu yang bersamaan atau berdekatan, demikian juga dengan Nomor Akta. 7. Wajib Pajak yang melaporkan jumlah penyerahan yang tidak sebanding dengan jumlah modal atau jumlah harta perusahaan. 8. Wajib Pajak yang melakukan pembetulan SPT Masa PPN yang mengakibatkan jumlah penyerahan yang terutang PPN (Pajak Keluaran) menjadi besar dan atau jumlah Pajak Masukan menjadi besar. Contoh kasus : Faktur Pajak yang semula dinyatakan batal melalui SPT Masa PPN digunakan lagi untuk transaksi kepada pihak lain sehingga Pajak Keluaran-nya menjadi tinggi, untuk mengimbanginya Wajib Pajak
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
40
menambah nilai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sedemikian rupa sehingga hasil akhirnya tidak mengubah nilai Pajak Pertambahan Nilai kurang bayar yang telah dilaporkan. 9. Wajib Pajak melakukan kegiatan usaha perdagangan dan melakukan penyerahan Barang Kena Pajak yang sangat beragam sehingga tidak diketahui dengan pasti core business Wajib Pajak tersebut. 10. Wajib Pajak yang jumlah pajak kurang bayar-nya relatif kecil jika dibandingkan dengan jumlah penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai. 11. Wajib Pajak tidak tertib atau tidak pernah melaporkan kewajiban perpajakan Pajak Penghasilan Pasal 21, 23 dan 25. 12. Wajib Pajak yang melakukan rekayasa pembukuan. 13. Wajib Pajak yang alamatnya tidak ditemukan, begitupula alamat pengurusnya. 14. Wajib Pajak yang jumlah penyerahannya besar, namun PPh Pasal 21 nya kecil. 15. Wajib Pajak yang SPT Masa PPN-nya Lebih Bayar dan dikompensasi terus menerus, dan begitu dilakukan pemeriksaan tidak ditemukan adanya persediaan. Jika terdapat indikasi seperti yang telah disampaikan diatas maka fiskus dapat melakukan langkah penanganan berikutnya sesuai dengan surat edaran tersebut.
3.5.5 Pembetulan SPT Masa PPN Pembetulan SPT masa PPN dapat dilakukan sepanjang waktu dengan mengikuti aturan yang diatur di pasal 8 UU KUP. Terdapat beberapa kondisi dan implikasi ketika wajib pajak ingin membetulkan SPT masa PPNnya. Dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor - 44/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disebutkan pada contoh pembetulan SPT masa PPN dengan berbagai kondisi dan implikasi, yaitu sebagai berikut : a. SPT Masa PPN Kurang Bayar dibetulkan menjadi Kurang Bayar lebih kecil.
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
41
b. SPT Masa PPN Kurang Bayar dibetulkan menjadi Kurang Bayar lebih besar. c. SPT Masa PPN Kurang Bayar dibetulkan menjadi Nihil. d. SPT Masa PPN Kurang Bayar dibetulkan menjadi Lebih Bayar. e. SPT Masa PPN Lebih Bayar dibetulkan menjadi Lebih Bayar lebih besar. f. SPT Masa PPN Lebih Bayar dibetulkan menjadi Lebih Bayar lebih kecil. g. SPT Masa PPN Lebih Bayar dibetulkan menjadi NIHIL h. SPT Masa PPN Lebih Bayar dibetulkan menjadi Kurang Bayar. i. SPT Masa PPN Nihil dibetulkan menjadi Lebih Bayar. j. SPT Masa PPN Nihil dibetulkan menjadi Kurang Bayar Terhadap pembetulan yang dilakukan untuk poin b, f, g, h, dan j yang mengakibatkan jumlah utang pajak bertambah akan dikenai sanksi administrasi sesuai Pasal 8 Ayat (2a) UU KUP.
3.6 Sanksi Perpajakan Ketika kewajiban perpajakan sebagai wajib pajak tidak dipenuhi sehingga melanggar peraturan yang telah ditetapkan, maka tentu akan timbul sanksi atau denda sebagai bentuk hukuman atas ketidakpatuhan. UU Nomor 16 Tahun 2009 mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengatur mengenai sanksi dan denda yang akan dikenakan ke Wajib Pajak bila melakukan ketidakpatuhan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Berikut merupakan ringkasan dari pasal-pasal pada UU KUP yang berisi sanksi-sanksi terkait ketidakpatuhan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan masa PPh masa 21, 23, 26, 4 Ayat 2, dan PPN.
Tabel 3.2 Sanksi Perpajakan terkait PPh dan PPN Masa No
Masalah
Sanksi
Pelunasan
Sanksi Bunga 1
Pembetulan
sendiri
SPT 2%
(dua persen)
per Diterbitkan Surat
masa yang mengakibatkan bulan atas jumlah pajak Tagihan utang pajak menjadi lebih yang besar.
kurang
dihitung
sejak
Pajak
dibayar, (STP) jatuh
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
42
(Pasal 8 Ayat (2a) UU tempo
pembayaran
sampai
KUP)
tanggal
pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan. 2
a. Pajak Penghasilan dalam 2% sebulan untuk paling Diterbitkan STP tahun berjalan tidak atau lama 24 bulan, dihitung kurang dibayar.
sejak
saat
terutangnya
b. Dari hasil penelitian surat pajak atau bagian tahun pemberitahuan kekurangan
terdapat pajak atau tahun pajak
pembayaran sampai
dengan
pajak sebagai akibat salah diterbitkannya tulis atau salah hitung
surat
tagihan pajak.
(Pasal 14 Ayat (3) UU KUP) Sanksi Denda 1
SPT tidak disampaikan atau a. Rp 500.000 untuk SPT Diterbitkan STP disampaikan
tidak
sesuai
dengan batas waktunya.
Masa PPN b. Rp 100.000 untuk SPT Masa
(Pasal 7 UU KUP)
Lainnya
dan
SPT tahunan PPh WP OP c. Rp 1.000.000 untuk SPT Tahunan PPh WP Badan. Sumber: Buku Pemeriksaan Pajak- Menghindari & Menghadapi: Dr. Nur Hidayat 2013
Jika
ternyata
fiskus
melakukan
pemeriksaan
pajak
atas
perusahaan dan masih dalam kurun waktu lima tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masak pajak hingga berunjung pada penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) yang sesuai pasal 13 ayat 1 UU KUP maka terdapat sanksi pajak yang harus ditanggung oleh Wajib Pajak berupa
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
43
Apabila SKPKB diterbitkan atas pajak tidak atau kurang dibayar dan kepada Wajib Pajak diterbitkan NPWP atau dikukuhkan sebagai PKP secara jabatan (Pasal 13 ayat 1 huruf a dan e UU KUP) maka jumlah kekurangan pajak yang terutang ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2% per bulan paling lama 24 bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai ddengan diterbitkannya SKPKB. (Pasal 13 Ayat 2 UU KUP)
Apabila SKPKB diterbitkan karena SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu seharusnya
dan setelah ditegur
tertulis,
berdasarkan
hasil
pemeriksaan bahwa PPN dan PPnBM ternyata tidak serharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0%, dan kewajiban pasal 28 dan 29 UU KUP tidak dipenuhi maka jumlah pajak dalam SKPKB ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar : a. 50% dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang bayar dalam satu tahun Pajak; b. 100% dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut, tetapi tidak atau kurang disetor; atau c. 100% dari PPN barang dan jasa dan PPnBM yang tidak atau kurang dibayar Pasal 13 Ayat 3 UU KUP) Jika jangka waktu 5 tahun telah lewat, SKPKB tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar. (Pasal 13 Ayat 5 UU KUP)
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
BAB 4 PROFIL PERUSAHAAN DAN PROSEDUR TAX REVIEW
4.1 Profil Perusahaan Pelaksanaan Magang PT X merupakan salah satu perusahaan digital agency terbesar di Indonesia dengan lebih 120 orang ahli digital yang mengelola dan membuat digital marketing investement bagi para client. Digital agency adalah salah satu jenis usaha yang menawarkan jasa untuk membuat iklan atau melakukan berbagai promosi produk/jasa dengan memanfaatkan media digital dan internet. Berbeda halnya dengan advertising agency yang membuat banner atau iklan di jalanan atau membuat iklan di televisi, digital agency mentransformasi banner dan iklan tersebut agar dapat dilihat orang melalui website atau melalui internet. Digital agency sangat erat kaitanya dengan information technology, social media, web design, website, dan istilah lain yang berkaitan dengan media publikasi secara online. Namun sesungguhnya lingkup usaha PT X ini dapat dikatakan sudah melebihi lingkup digital agency, karena terdapat tambahan jasa ditawarkan seperti jasa konsultan, pengukuran media digital, dan lain sebagainya. PT X pada awalnya didirkan pada tahun 2008 dengan kepemilikan saham keseluruhan masih dimiliki oleh pihak domestik. Namun seiring berjalannya waktu dan perkembangan bisnis di bidang periklanan digital semakin maju, maka pada pertengahan tahun 2012 PT X diakuisisi sekitar 60% kepemilikan sahamnya oleh salah satu perusahaan digital agency terbesar di Asia melalui anak perusahaannya yang berada di Indonesia. Dengan demikian terjadi kepemilikan asing secara tidak langsung atas PT X sejak saat itu hingga saat ini. PT X pun merubah nama perusahaan setelah diakuisisi oleh pihak asing tersebut. Perusahaan ini memiliki lima buah business unit yang terbagi atas core business masing-masing. PT X membagi core business tersebut ke dalam tiga bagian besar yaitu : 1. Digital Marketing Perusahaan menyediakan jasa untuk menciptakan suatu bentuk pemasaran digital dalam bentuk periklanan yang lebih dari sekedar kreasi namun mampu membentuk sebuah value baik bagi client dan juga konsumen dari
44 Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
45
client. Disamping itu, core business ini juga memberikan fungsi audit, evaluasi dan konsultasi terkait aspek pemasaran digital dari client. Digital marketing ini dijalankan oleh dua buah business unit dengan beberapa bentuk jasa yang diberikan yaitu : Digital Strategic Consulting Integrated cross channel marketing Digital assets development & management User Experience & Information Architecture Technology audit, evaluation & consulting Digital Campaign Activation
2. Digital Public Relation Agency Disamping memberikan jasa pada bagian marketing, PT X juga memberikan
jasa
public
relation
untuk
para
client
yaitu
mengkomunikasikan konten promosi dan menyampaikan informasi atau iklan dengan cepat kepada para konsumen client. Core business ini dijalankan oleh dua business unit karena demand untuk jenis jasa ini masih cukup tinggi. Berikut ialah jenis jasa yang ditawarkan yaitu : Social Media strategy Digital Media Monitoring Digital brand risk management SEO content enhancement Content strategy & development Digital Influencer Activation 3. Digital Media and Measurenment Agency Core business yang terakhir lebih menitik beratkan kepada fungsi perencanaan, pengukuran, analisis, dan perawatan media digital dari client yang telah berjalan atau sedang dalam tahap pengembangan. Fungsi ini dijalankan oleh sebuah business unit. Jasa yang diberikan meliputi : Online consumer research Website & Social media analytic Digital media planning & optimization Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
46
User behavior tracking & analysis Google Analytics & Adwords Specialist Post campaign analysis 4.2 Struktur Organisasi Perusahaan dan Job Description Struktur organisasi PT X terbagai atas tiga lapisan yaitu top management, middle management dan frontliner. Penjabaran singkat dari tiap tingkatan manajerial ini adalah sebagai berikut. a. Top management Keputusan stratejik PT X sangat ditentukan oleh para top management. Mereka memiliki kewenangan tertinggi pada bidang masing-masing. Tingkatan ini diisi oleh empat buah jabatan yaitu 1. Chief Exceutive Officer (CEO) sebagai pemimpin tertinggi organisasi PT X 2. Chief Operating Officer (COO) sebagai pemimpin produksi terkait tiga core business dan lima business unit PT X. 3. Chief Strategy Officer (CSO) sebagai pemimpin penyusunan strategi organisasi dalam menjalankan proyek-proyek client 4. Chief Creative Officer (CCO) sebagai pemimpin untuk brainstorming ide-ide baru untuk content iklan 5. Chief Finance Officer (CFO) sebagai pemimpin pada bagian supporting division PT X b. Middle Management Pada tingkatan ini, para manager atau director berwenang untuk memutuskan suatu hal terkait divisi masing-masing dan juga memberikan pertimbangkan ke para chief officer diatasnya. Bagian middle manager berisi beberapa jabatan yaitu 1. Business Director of One bertanggung jawab atas proses bisnis pada business unit one yang bergerak pada bagian digital marketing 2. Business Director Lab bertanggung jawab atas proses bisnis pada business unit lab yang bergerak pada bagian digital marketing
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
47
3. Business Director of Lingo bertanggung jawab atas proses bisnis pada business unit Lingo yang bergerak pada bagian digital public relation agency 4. Director of 6 Degress bertanggung jawab atas proses bisnis pada business unit Lingo yang bergerak pada bagian digital public relation agency 5. Director Digital Media & Analytics-Purple bertanggung jawab atas proses bisnis pada business unit purple yang bergerak pada bagian Digital Media and Measurenment Agency. 6. Strategy Director bertanggung jawab atas strategi pengerjaan proyek client yang dikerjakan business unit 7. Creative Manager bertanggung jawab memberikan inovasi terkait iklan atau media digital yang diinginkan client. 8. User Experience (UX) Manager bertanggung jawab untuk memberikan masukan yang bersumber pengguna situs website client. 9. Traffic Manager bertanggung jawab dalam mengatur alur proyek yang diberikan oleh client 10. Human Resource Manager (HR Department) bertanggung jawab atas penggajian, jenjang karir pegawai, dan masalah kepegawain lainnya. 11. General Affairs Manager (GA Department) bertanggung jawab atas segala urusan rumah tangga PT X 12. Finance Controller (Finance & Accounting Department) bertanggung jawab atas proses akuntansi,
pembayaran
utang,
penerimaan
pendapatan, dan kegiatan terkait keuangan PT X lainnya. 13. Information Technology Manager (IT Department) bertanggung jawab atas server internet perusahaan, laptop, komputer, jaringan internet perusahan, software, hardware dan perawatan alat-alat tersebut. c. Frontliner yaitu tingkatan manajemen yang paling bawah dari PT X. Pada tingkatan ini lebih mengutamakan fungsi teknis dari tiap divisi. Frontliner terdiri atas karyawan-karyawan yang terdapat ditiap divisi. Berikut ini disajikan skema struktur organisasi PT X dari tingkatan paling atas hingga bagian middle management.
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
48
Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT X
\ d. Frontliner
Sumber: divisi HRD PT X yang telah diolah 2013
Khusus untuk Finance & Accounting (F&A) Departement akan dijabarkan mengingat objek penelitian lebih terfokus pada divisi ini.
F&A
Department ini terdiri atas 6 (enam) orang karyawan yang terbagi atas beberapa jabatan dan tanggung jawab yaitu 1. Finance Controller Bertanggung jawab penuh atas kerja divisi FA, memantau pembuatan laporan keuangan perusahaan, mengawasi proses penerimaan dan pembayaran PT X bersama dengan Finance Supervisor, dan memimpin proses penganggaran PT X untuk tahun berikutnya. 2. Finance Supervisor Bertanggung jawab penuh atas aliran arus kas perusahaan baik yang masuk ataupun keluar. Disamping itu, ia juga bertugas memantau Finance Staff dan Senior Finance Officer dalam melakukan tugasnya
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
49
3. Senior Finance Officer Bertanggung jawab atas pembuatan invoice ke client, faktur pajak PPN keluaran, penerimaan invoice dari supplier, penjurnalan account payable (A/P) dan account receivable (A/R), dan berkordinasi dengan konsultan pajak atas pembuatan SPT masa PPh dan PPN tiap bulannya. 4. Finance Staff Bertanggung jawab atas pemotongan PPh 21, 23/26, dan 4 ayat 2, pembuatan voucher payment dan receipt, dan penjurnalan di sistem akuntansi perusahaan terkait transkasi pembayaran dan penerimaa kas atau bank seperti cash receipt, cash payment, bank payment, dan bank receipt. Tugas ini dilakukan setelah A/P atau A/R yang diberikan oleh Senior Finance Officer jatuh tempo pembayaraan dan penerimaannya. Namun ketika terjadi pembayaran dan penerimaan yang tidak berasal dari A/P atau A/R, Finance Staff secara langsung melakukan penjurnalan sendiri atas transaksi tersebut. 5. Finance admin staff Bertanggung jawab atas kontrol terkait job costing dari proyek yang dibuat oleh tiap business unit. Serta mengatur pemberian job code dari tiap proyek untuk memudahkan proses pencatatan di FA dalam pengakuan revenue dan expense proyek client tersebut. Disamping itu, Finance admin staff juga bertanggung jawab membuat semua database project untuk FA dari tiap business unit. 6. Senior Accounting Officer Bertanggung jawab atas pembuatan laporan keuangan PT X dan membuat jurnal penyesuaian dalam perusaaan perusahaan, seperti Deffered Tax, Depreciation Expense, Amortization, Unrealized gain of currency diference, dan lain sebagainya. Sebagai tambahan pula, Senior Accounting Officer bertanggung jawab atas account analysis laporan keuangan perusahaan untuk memastikan apakah jurnal yang dibuat oleh finance staff dan senior finance officer sudah benar.
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
50
4.3 Aspek Perpajakan Perusahaan Dari sisi perpajakan, perusahaan ini sudah terdaftar menjadi Wajib Pajak Badan serta memperoleh NPWP sejak tahun 2008 dan hanya terjadi perubahan nama perusahaan saja pada pelaporan pajak SPT Masa Juni sampai Desember 2012 dan SPT tahunan Badan 2012. Sejak tahun 2008 sampai Desember 2013, PT X tidak pernah terlibat sama sekali dengan sengketa perpajakan, dilakukan pemeriksaan, diterbitkan Surat Ketetapan Pajak, dan dikenakan sanksi perpajakan. Seluruh kewajiban perpajakan seperti pembuatan bukti potong, penyetoran pajak kurang bayar, dan pelaporan SPT dialihkan ke konsultan pajak. Namun konsultan pajak ini hanya memberikan jasa untuk pemenuhan kewajiban tersebut tanpa memberikan hasil riviu atas aspek perpajakan perusahaan secara khusus. Sebagai tambahan pula, bahwa secara internal PT X tidak pernah melakukan riviu dan rekonsiliasi secara reguler atas aspek perpajakan perusahaan sejak awal perusahaan berdiri. Menurut pemaparan Senior Finance Officer aktivitas perpajakan perusahaan juga belum terlalu kompleks, oleh sebab itu untuk pemenuhan kewajiban perpajakan diserahkan ke konsultan pajak, kecuali dalam hal pemotongan pajak. Oleh sebab itu penelitian ini ingin menilai kepatuhan pajak PT X dan mengetahui apakah kemungkinan terdapat kewajiban kontijen atas pemenuhan kewajiban perpajakan perusahaan pada tahun 2012.
4.4 Prosedur Tax Review Untuk PT X Menurut Setiawan (2007), tidak ada prosedur tax review yang baku atau terstandarisasi. Biasanya disesuaikan dengan kebutuhan dari perusahaan yang ingin ditinjau aspek perpajakannya. Antar konsultan pajak yang ingin melakukan tax review pun pada umumnya menggunakan prosedur yang berbedabeda untuk menilai kepatuhan pajak client. Dari sisi internal perusahaan yang ingin melakukan tax review pun juga tidak mempunyai prosedur baku. Namun meskipun prosedur yang dilakukan berbeda, satu hal yang sama-sama dituju dari tax review adalah untuk menguji apakah perusahaan telah melaksanakan kewajiban perpajakan perusahaan sesuai dengan peraturan dan perundangundangan perpajakan yang berlaku.
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
51
Dalam penelitian ini akan dikembangkan prosedur tax review yang berasal dari studi literatur, diskusi, dan pemahaman mengenai aturan perpajakan. Selanjutnya, prosedur ini digunakan untuk menilai kepatuhan perpajakan PT X selama tahun 2012. Skema tax review untuk PT X akan dijelaskan melalui gambar di bawah ini: Gambar 4.2 Skema Tax Review Untuk PT X
Tax Review
Objek Pajak
Tarif Pajak
Hasil
Pengujian menurut aturan Perpajakan Pengujian
Pengumpulan SPT, bukti potong, dan data keuangan PT X tahun 2012
Tidak Sesuai
Penyetoran Pajak
Pelaporan Pajak
Rekonsiliasi Pajak
Dikenakan sanksi sesuai KUP
Tax review untuk PT X dilakukan dengan menguji beberapa aspek perpajakan sesuai yang diatur dalam peraturan dan perundang-undangan perpajakan. Untuk itu dibutuhkan data-data pendukung sebagai dasar penelitian terkait tax review ini. Prosedur secara singkat djelaskan sebagai berikut: 1. Pengumpulkan data perpajakan seperti SPT masa PPh 21, 23/26, 4 Ayat 2, dan PPN 2012. Selanjutnya dilakukan pengumpulan data keuangan perusahaan baik itu general ledger terkait PPh dan PPN, income statement, dan balance sheet. 2. Tahap kedua dilakukan melalui pengujian terhadap aspek perpajakan PPh 21, 23/26, 4 Ayat 2, dan PPN tahun 2012 yang meliputi:
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
52
a. Objek Pajak Pengujian ini bertujuan agar objek pajak yang dikenakan memang sudah sesuai dengan peraturan perpajakan. Disamping itu, pengujian ini bertujuan untuk menghindari adanya objek pajak yang ternyata tidak dikenakan oleh perusahaan. Transakasi dalam pengujian ini tidak dirinci secara mendetail melainkan hanya berdasarkan
kajian SPT masa yang dilaporkan dan vouching
beberapa invoice. b. Tarif Pajak Pengujian atas tarif pajak dilakukan untuk menguji apakah tarif pajak yang dikenakan sudah sesuai dengan aturan perpajakan atau tidak, dan apakah klasifikasi tarif pajak sudah sesuai dengan dengan objek pajaknya. Apabila penentuan tarif pajak telah sesuai dengan aturan, maka pengenaan pajak dari setiap objek pajak dalam aspek tarif telah benar c. Penyetoran Pajak Pada bagian ini akan diuji apakah Surat Setoran Pajak (SSP) dari PT X yang dibayarkan ke KPP sudah sesuai dengan jumlah yang dihitung dalam SPT masa. Waktu penyetoran pajak pun juga menjadi objek penelitian pada bagian ini sehingga dapat diketahui apakah PT X pernah terlambat melakukan penyetoran atau tidak. d. Pelaporan Pajak Pengujian pada bagian ini dilakukan untuk memastikan apakah SPT masa yang dilaporkan PT X tidak mengalami terlambat lapor atau SPT tidak tersampaikan. Disamping itu, akan dilakukan analisa terkait pembetulan SPT masa yang menyebabkan terjadinya kurang bayar tambahan. Hal ini penting sebab ketika pembetulan dilakukan atas kesadaran sendiri Wajib Pajak dan menyebabkan terjadinya kurang bayar tambahan maka PT X dapat dikenakan sanksi bunga karena dianggap kurang bayar.
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
53
e. Rekonsiliasi Pajak Pengujian terakhir yang dilakukan adalah melakukan rekonsiliasi antara apa yang dilaporkan di SPT dengan objek pemotongan di sistem akuntansi PT X apakah sudah sesuai. Jika timbul perbedaan, maka PT X harus dapat menjelaskan perbedaan tersebut, namun jika tidak, maka ada indikasi adanya objek pajak yang tidak atau lebih dipotong/dipungut oleh PT X. 2. Setelah melakukan pengujian ke lima komponen tersebut maka selanjutnya akan dilihat hasil pengujian dan melihat apakah terdapat ketidaksesuaian dengan aturan perpajakan. Jika terdapat ketidaksesuaian yang
dihasilkan
dari pengujian
tersebut,
maka
akan
dilakukan
penghitungan berapa besar sanksi perpajakan di setiap komponen yang dilanggar. 3. Tahap terakhir ialah penjumlahan setiap sanksi perpajakan pada tiap aspek pajak PPh 21, 23/26, 4 Ayat 2, dan PPN 2012 sehingga PT X dapat mengetahui berapa kewajiban kontijen yang mungkin harus dibayar ketika terjadi pemeriksaan pajak atau dikeluarkan Surat Tagihan Pajak oleh KPP.
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Tax Review atas Pemotongan Pajak Penghasilan Pada bagian ini akan dibahas tax review mengenai PPh 21, 23/26 , dan 4 ayat (2). Setiap PPh dibahas dengan prosedur yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. 5.1.1 PPh 21 5.1.1.1 Objek PPh 21 Dalam tax review PPh 21 tahun 2012 ini akan dilihat berbagai jenis objek pajak terkait transaksi perusahaan dengan pihak eksternal maupun internal. Pihak eksternal berasal dari bukan pegawai dan tenaga ahli yang berkontribusi
memberikan
jasa
untuk
menunjang
kegiatan
operasi
perusahaan. Sedangkan objek pemotongan dari pihak internal hanya berasal dari pegawai tetap perusahaan. Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap SPT masa PPh 21, beban perusahaan terkait PPh 21, Account Payable PPh 21, dan beberapa invoice perusahaan maka dapat dijabarkan objek PPh 21 PT X sebagai berikut : 1. Pihak internal Objek PPh 21 berupa penghasilan bruto yang diberikan secara teratur dan tidak teratur kepada pegawai tetap setiap bulannya. Penghasilan untuk pegawai tersebut terdiri atas gaji, berbagai tunjangan, bonus, jamsostek, dan biaya pensiun. 2. Pihak eksternal Objek PPh 21 terkait pihak eksternal terdiri atas fee atau komisi yang diberikan kepada bukan pegawai dan tenaga ahli perorangan atas pemberian imbalan terkait a. Buzzer untuk promosi pada social media oleh perorangan b. Jasa penerjemah isi website atau promosi untuk client c. Jasa design contain untuk iklan client d. Jasa maintenance web atau internet yang outsource dari luar dan diberikan oleh perseorangan
54 Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
55
e. Serta pemberian imbalan lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan lain oleh PT X. Secara umum objek PPh 21 yang dipotong oleh PT X sudah sesuai dengan objek pajak yang diatur dalam Peraturan Direktur Jendral Pajak PER 31/PJ/2009 yang telah mengalami perubahan menjadi No.31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh 21 pada pasal 5 dan terspesifikasi pada poin a, d, dan e: (a) penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur; (d) penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan; (e) imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan. Berikut ialah ringkasan objek PPh 21 yang dipotong PT X menurut SPT Masa selama tahun 2012, yaitu : Tabel 5.1 Objek PPh 21 PT X Menurut SPT Masa PPh 21 Selama Tahun 2012 Bulan
Objek PPh 21 menurut SPT Masa PPh 21 2012
Januari
Pegawai Tetap & Bukan Pegawai yang menerima penghasilan yang bersifat tidak berkesinambugan Pegawai Tetap & Bukan Pegawai yang menerima penghasilan yang bersifat tidak berkesinambugan Pegawai Tetap, Tenaga Ahli, & Bukan Pegawai yang menerima penghasilan yang bersifat tidak berkesinambugan Pegawai Tetap, Tenaga Ahli, & Bukan Pegawai yang menerima penghasilan yang bersifat tidak berkesinambugan
Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September
Pegawai Tetap, Tenaga Ahli, & Bukan Pegawai yang menerima penghasilan yang bersifat berkesinambugan dan tidak berkesinambungan Pegawai Tetap, Tenaga Ahli, & Bukan Pegawai yang menerima penghasilan yang bersifat tidak berkesinambugan Pegawai Tetap, Tenaga Ahli, & Bukan Pegawai yang menerima penghasilan yang bersifat berkesinambugan dan tidak berkesinambungan Pegawai Tetap, Tenaga Ahli, & Bukan Pegawai yang menerima penghasilan yang bersifat berkesinambugan dan tidak berkesinambungan Pegawai Tetap & Bukan Pegawai yang menerima penghasilan yang bersifat tidak berkesinambungan
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
56
Oktober
Pegawai Tetap & Bukan Pegawai yang menerima penghasilan yang bersifat tidak berkesinambungan
November
Pegawai Tetap , Bukan Pegawai yang menerima penghasilan yang bersifat tidak berkesinambungan, dan tenaga ahli Pegawai Tetap , Bukan Pegawai yang menerima penghasilan yang bersifat tidak berkesinambungan, berkesinambungan, dan tenaga ahli Sumber SPT masa PPh 21 PT X Tahun 2012
Desember
5.1.1.2 Tarif PPh 21 Dalam pengenaan tarif pajak PPh 21, PT X menggunakan tarif sesuai dengan pasal 17 ayat 1 UU Pajak Penghasilan. Hal ini telah dibuktikan melalui penelaahan SPT Masa PPh 21 dari bulan Januari hingga Desember 2012. Namun pengkajian tarif pajak yang dikenakan untuk subjek pajak pegawai tetap tidak dapat dilakukan secara detail karena pemotong PPh 21 adalah divisi HRD PT X dan data bersifat rahasia. Disisi lain, untuk dasar pengenaan pajak dari tiap objek pajak dibuat tergantung subjek yang diberikan penghasilan oleh PT X. Berikut adalah penjabaran subjek pajak, tarif dan dasar pengenaan pajak PPh 21 PT X. Tabel 5.2 Subjek, Tarif, dan Dasar Pengenaan PPh 21 PT X Tahun 2012 Subjek Pajak Pegawai Tetap
Tarif Pajak Pasal 17 ayat 1 (berdasarkan pengakuan divisi HRD)
Bukan Pegawai Pasal 17 ayat 1 yang bersifat tidak berkesinambungan Bukan Pegawai Pasal 17 ayat 1 yang bersifat berkesinambungan Tenaga Ahli Pasal 17 ayat 1
DPP Penghasilan Kena Pajak (berdasarkan pengakuan divisi HRD) 50% Penghasilan Bruto 50% Penghasilan Bruto 50% Penghasilan Bruto
Tidak mempunyai NPWP Kenaikan 20% dari PPh 21 yang dikenakan (berdasarkan pengakuan divisi HRD Kenaikan 20% dari PPh 21 dikenakan Kenaikan 20% dari PPh 21 dikenakan Kenaikan 20% dari PPh 21 dikenakan
Sumber SPT Masa dan Sistem Akuntansi PPh 21 PT X Tahun 2012
Untuk dasar pengenaan pajak terkait bukan pegawai yang menerima penghasilan secara berkesinambungan, PT X tidak mengurangkan penghasilan bruto dengan PTKP terlebih dahulu karena subjek pajak tidak hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan PT X saja PPh 21 melainkan dari pihak lainnya.
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
57
Dasar pengenaan pajak terkait PPh 21 ini sudah sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No.31/PJ/2012 yang telah mengalami perubahan dari PER 31/PJ/2009, yang menetapkan dasar pengenaan dan pemotongan PPh 21 melalui pasal 9 ayat 1, yaitu pada poin a dan c, yaitu (a) Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku bagi: 1. Pegawai Tetap; 2. penerima pensiun berkala; 3. Pegawai Tidak Tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah); 4. Bukan Pegawai sebagaimana dimaksud dalam yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan. DPP sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) per bulan. Namun di Pasal 13 ayat 1 disebutkan bahwa pengurangan PTKP dilakukan bila -
Bukan pegawai tersebut sudah memiliki NPWP
-
Dan hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan satu pemotong PPh 21 serta tidak memperoleh penghasilan lainnya
(c) 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi Bukan Pegawai sebagaimana yang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan; Berikut ini adalah beberapa sampel yang diambil dari transaksi selama tahun 2012 yang membuktikan pemotongan PPh 21 sudah sesuai dengan DPP dan tarif yang ditentukan yaitu : Tabel 5.3 Sampel Pemotongan PPh 21 PT X Tahun 2012
Tanggal
Penerima Penghasilan
Tarif Pasal 17
05-Jan-12 05-Jan-12 30-Mar-12
A B C
5% 5% 5%
Kenaikan 20% (tidak punya NPWP)
Bruto Penghasilan
DPP = 50% bruto penghasilan
Rp 3.589.760 Rp 2.564.080 Rp 6.000.000
Rp 1.794.880 Rp 1.282.040 Rp 3.000.000
PPh 21 yang Dipotong Rp 44.872 Rp 32.051 Rp 75.000
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
58
30-Mar-12 03-May-12 03-May-12 12-Jul-12 12-Jul-12 03-Sep-12 03-Sep-12 08-Nov-12 08-Nov-12
D E F G H I J K L
5% 5% 5% 5% 5% 5% 5% 5% 5%
Ya
Ya Ya
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
2.474.200 4.000.000 3.917.533 35.897.440 4.307.680 46.153.840 36.514.000 6.185.600 5.112.467
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
1.237.100 2.000.000 1.958.767 17.948.720 2.153.840 23.076.920 18.257.000 3.092.800 2.556.233
Rp 30.928 Rp 50.000 Rp 58.763 Rp 448.718 Rp 53.846 Rp 576.923 Rp 456.425 Rp 92.784 Rp 76.687
Sumber SPT Masa dan Sistem Akuntansi PPh 21 PT X Tahun 2012 diolah kembali
5.1.1.3 Penyetoran PPh 21 Penyetoran pajak PPh 21 dilakukan oleh Konsultan Pajak setiap bulannya dan PT X hanya menyetorkan sejumlah uang sesuai dengan perhitungan SPT yang telah dilakukan. Setiap melakukan penyetoran, Konsultan Pajak selalu menggunakan Surat Setoran Pajak (SPP). Sehingga saat melaporkan SPT Masa PPh 21, Konsultan Pajak secara langsung melampirkan SSP. PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong PPh Pasal 21 untuk setiap Masa Pajak wajib disetor ke Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lama 10 (sepuluh) hari setelah masa pajak berakhir. Ketika melewati dari tanggal 10 bulan berikutnya dan tidak ada hari libur yang berkenaan dengan tanggal 10, maka Wajib Pajak akan dikenai sanksi bunga 2% per bulan sampai terjadi pembayaran. Berikut ialah daftar penyetoran yang dilakukan oleh PT X melalui Konsultan Pajak selama masa Januari hingga Desember 2012. Tabel 5.4 Tax Review Penyetoran PPh 21 PT X Tahun 2012 SPT Masa Bulan
Pembetulan
Pembayaran SPT Normal
Total Bayar
Januari
0
13 Februari 2012
Rp 69.831.577
Terlambat bayar
Februari
0
9 Maret 2012
Rp 71.590.013
-
Maret
0
10 April 2012
Rp 76.447.327
April
0
10 Mei 2012
Rp 95.531.304
Mei
0
8 Juni 2012
Rp 81.914.141
Juni
0
10 Juli 2012
Rp 108.508.409
Juli
0
10 Agustus 2012
Rp 85.986.088
Keterangan
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
59
Agustus
0
11 September 2012
Rp 138.579.752
Terlambat bayar
September
1
10 Oktober 2012
Rp 89.471.475
Oktober
0
9 November 2012
Rp 91.370.539
Pembayaran pembetulan pertama atas kurang bayar dilakukan pada 9 November 2012 sebesar Rp 175.000 -
November
0
10 Desember 2012
Rp 94.663.625
-
Desember
2
15 Januari 2013
Rp 322.316.362
Terjadi terlambat bayar pada SPT Normal, kemudian pada pembetulan pertama atas kurang bayar dibayarkan pada tanggal 24 Mei 2013 sebesar Rp 121.362.281, dan pembetulan kedua atas kurang bayar dibayarkan pada 11 November 2013 sebesar Rp 64.102. Sumber : SPT Masa PPh 21 dan SSP PT X selama tahun 2012 yang telah diolah kembali.
Pada masa PPh 21 Januari 2012, PT X seharusnya menyetorkan Pajak pada tanggal 10 Februari 2012 yang bertepatan dengan hari Jumat dan tidak terdapat hari libur saat itu. Namun PT X melakukan penyetoran pada tanggal 13 Februari 2012, oleh sebab itu PT X seharusnya dikenakan sanksi bunga 2% dari Rp 69.831.577 untuk jangka waktu satu bulan. Kemudian untuk masa PPh 21 Agustus 2012, PT X pun mengalami keterlambatan penyetoran pajak. PT X menyetorkan PPh 21 pada tanggal 11 September 2012, yang seharusnya disetorkan pada tanggal 10 September 2012 pada hari Senin dan tidak ada hari libur yang bertepatan pada tanggal tersebut. Oleh karena itu, PT X seharusnya menerima sanksi bunga 2% dikalikan Rp 138.579.752 untuk kurun waktu satu bulan saja. Pada masa PPh 21 September 2012, PT X melakukan pembetulan SPT masa yang menyebabkan kurang bayar tambahan sebesar Rp 175.000,00. PT X sebenarnya sudah menyetorkan pajak tepat waktu pada tangal 10 Oktober 2012, namun atas pembetulan yang menyebabkan kurang bayar dan dilunasi pada tanggal 9 November 2012, maka PT X seharusnya dikenakan sanksi 2% dikalikan Rp 175.000 selama kurun waktu dua bulan. Terakhir untuk masa PPh 21 Desember 2012, PT X pun mengalami keterlambatan penyetoran untuk SPT masa Normal yaitu pada tanggal 15 Januari 2013 yang seharusnya disetorkan maksimal pada tanggal 10 Januari
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
60
2013 yang tidak bertepatan dengan hari libur yaitu hari Kamis. Atas dasar tersebut seharusnya PT X dikenai sanksi 2% dikalikan dengan Rp 322.316.362 (jumlah setoran pajak saat itu) untuk kurun waktu satu bulan. Kemudian PT X melakukan pembetulan SPT pertama dan menimbulkan kurang bayar tambahan sebesar Rp 121.362.281 yang dibayarkan tanggal 24 Mei 2013. Atas kurang bayar tambahan ini PT X seharusnya dikenai sanksi sebesar 2% dikalikan Rp 121.362.281 untuk kurun waktu lima bulan. Pembetulan kedua dilakukan PT X ternyata juga menimbulkan kurang bayar tambahan sebesar Rp 64.102 yang dibayarkan pada 11 November 2013. Atas kurang bayar tambahan ini pun, PT X seharusnya dikenakan sanksi bunga sebesar 2% dikalikan Rp 64.102 untuk kurun waktu 11 bulan. Berikut rincian sanksi bunga terkait PPh 21 PT X yang harus dibayarkan jika Surat Tagihan Pajak dilayangkan oleh KPP setempat. Tabel 5.5 Perhitungan Sanksi Bunga PPh 21 PT X SPT
Pembetulan
Tanggal Bayar
Kurang Bayar
Masa Januari
0
13 Februari 2012
Agustus
0
11 September 2012
September
1
9 November 2012
Desember
0
15 Januari 2013
1
24 Mei 2013
2
11 November 2013
Rp 69.831.577
Sanksi
Kurun
Total
bunga
waktu
bunga
sanksi
2%
1 bulan
Rp 1.396.632
Rp 138.579.752
2%
1 bulan
Rp 2.771.595
Rp
2%
2 bulan
Rp
Rp 322.316.362
2%
1 bulan
Rp 6.446.327
Rp 121.362.281
2%
5 bulan
Rp 12.136.228
Rp
2%
11 bulan
175.000
64.102
Total
Rp
14.102
Rp 22.771 884
Sumber : SPT masa PPh 21 dan SSP 2012 PT X diolah kembali
Dari tabel 5.5 dapat disimpulkan sanksi bunga PPh 21 PT X selama tahun 2012 adalah sebesar Rp 22.771 884. Jumlah ini merupakan hasil penjumlahan sanksi bunga akibat keterlambatan pembayaran dan pembetulan yang menyebabkan kurang bayar tambahan.
5.1.1.4 Pelaporan PPh 21 Pelaporan SPT masa PPh 21 PT X dilakukan oleh Konsultan Pajak setiap bulannya. SPT masa ini dilaporkan lengkap dengan cap dan tanda
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
7.000
61
tangan CEO perusahaan dan dilampirkan SSP. SPT masa PPh 21 dilaporkan maksimal pada tanggal 20 setelah masa pajak berakhir dan jika bertepatan dengan hari libur maka dapat dilaporkan hari kerja berikutnya. Setelah dilakukan pengumpulan data pelaporan SPT masa PPh 21 PT X selama tahun 2012, PT X tidak pernah terlambat dalam melaporkan SPT masa PPh 21. Namun hanya terdapat pembetulan pada masa September dan Desember 2012. Oleh karena itu, PT X sudah melaporkan SPT masa PPh 21 tepat waktu sehingga tidak muncul sanksi denda akibat terlambat lapor. Berikut ini ialah data pelaporan SPT masa PPh 21 PT X selama tahun 2012. Tabel 5.6 Tax Review Pelaporan SPT Masa PPh 21 PT X Tahun 2012 SPT Masa Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September
Pembetulan
Pelaporan
Keterangan
0 0 0 0 0 0 0 0 1
15 Februari 2012 14 Maret 2012 16 April 2012 16 Mei 2012 15 Juni 2012 17 Juli 2012 15 Agustus 2012 18 September 2012 18 Oktober 2012
Oktober November Desember
0 0 2
20 November 2012 20 Desember 2012 15 Januari 2013
pembetulan pertama dilaporkan pada 20 November 2012 Pembetulan pertama dilaporkan pada 30 juli 2013 dan pembetulan kedua dilaporkan pada 18 November 2013
Sumber : SPT Masa PPh 21 2012 PT X diolah kembali
5.1.1.5 Rekonsiliasi PPh 21 Rekonsiliasi pajak yang dilakukan dengan membandingkan total penghasilan bruto tiap subjek pajak pada SPT masa PPh 21 dengan data keuangan perusahaan yaitu pada laporan laba rugi PT X untuk tahun berakhir 31 Desember 2012 pada bagian biaya yang dikeluarkan. Total penghasilan bruto yang diberikan oleh PT X ke subjek pajak PPh 21 selama tahun 2012 adalah sebagai berikut :
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
62
Tabel 5.7 Penghasilan Bruto Menurut SPT masa PPh 21 2012 PT X SPT Masa Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September 0ktober November Desember TOTAL
Bukan pegawai menerima penghasilan Pegawai Tetap Tenaga Ahli Berkesinamtidak bungan berkesinambungan Rp 716,716,249 Rp 45,251,240 Rp 3,076,924 Rp 732,186,481 Rp 6,205,132 Rp 755,512,885 Rp 90,101,726 Rp 1,538,462 Rp 875,662,658 Rp 24,208,045 Rp 1,538,462 Rp 836,608,206 Rp 1,958,763 Rp 92,668,987 Rp 1,538,462 Rp 975,708,728 Rp 274,267,194 Rp 2,307,662 Rp 932,590,222 Rp 6,153,846 Rp 105,926,833 Rp 9,743,462 Rp 1,285,587,877 Rp 16,923,077 Rp 311,346,662 Rp 1,538,462 Rp 974,618,264 Rp 306,335,903 Rp 4,538,462 Rp 945,946,711 Rp 497,313,781 Rp 955,969,629 Rp 584,717,579 Rp 3,076,924 Rp 3,125,489,562 Rp 413,585,172 Rp 13,112,597,472 Rp 25,035,686 Rp 2,751,928,254 Rp 28,897,282 Sumber : SPT masa PPh 21 2012 PT X diolah kembali
Total Penghasilan Bruto Rp 765,044,413 Rp 738,391,613 Rp 847,153,073 Rp 901,409,165 Rp 932,774,418 Rp 1,252,283,584 Rp 1,054,414,363 Rp 1,615,396,078 Rp 1,285,492,629 Rp 1,443,260,492 Rp 1,543,764,132 Rp 3,539,074,734 Rp 15,918,458,694
Disisi lain data keuangan perusahaan yang terdiri atas biaya-biaya yang terkait dengan objek PPh 21 digabungkan dengan objek pajak yang berasal dari objek Pajak PPh 23/26. Hal ini berdasarkan keterangan dari divisi F&A PT X yang menyebutkan bahwa beberapa daftar akun biaya terdiri atas objek pajak dikenakan PPh 21 atau dikenakan PPh 23/26 dengan jenis pajak yang sama. Perbedaan pengenaan PPh disebabkan karena subjek yang dikenakan berbeda yaitu orang pribadi dan badan. Oleh karena itu penghasilan bruto yang diberikan PT X selain pegawai tetap akan diatribusikan ke rekonsiliasi PPh 23/26. Untuk bagian ini akan dilihat pada bagian PPh 21 untuk pegawai tetap saja. Tabel 5.8 Rekonsiliasi Penghasilan Bruto PPh 21 Pegawai Tetap dan Laporan Keuangan PT X
Jenis biaya Biaya Asuransi Kesehatan Karyawan Biaya Bonus Karyawan Biaya Gaji Karyawan Biaya Karyawan LainLain Biaya Tunjangan Hari
Jumlah
Rp
28,063,242
Rp 1,973,001,617 Rp 9,507,255,312 Rp
83,632,100
Rp 689,272,615
Komponen penghasilan bruto pegawai tetap ya ya ya ya ya
Jumlah
Rp
28,063,242
Rp Rp
1,973,001,617 9,507,255,312
Rp
83,632,100
Rp
689,272,615
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
63
Raya Biaya Tunjangan Kesejahteraan Karyawan Biaya Tunjangan Makan Karyawan Biaya Tunjangan Pajak Karyawan Biaya Tunjangan Posisi Karyawan Biaya Tunjangan Transport Karyawan Biaya Upah Lembur Karyawan Biaya Jamsostek Biaya Honor Magang Biaya Pelatihan Dan Edukasi Karyawan
Rp 192,193,316
Rp
192,193,316
Rp
92,373,278
Rp
1,177,451,968
Rp
125,253,127
ya Rp
92,373,278
Rp 1,177,451,968 Rp 125,253,127 Rp
5,209,040
Rp 181,481,450 Rp 393,653,177 Rp 44,809,143 Rp 161,570,150
ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Tidak
Total Biaya komponen pembentuk penghasilan bruto karyawan tetap berdasarkan Laporan Keuangan Penghasilan Bruto Karyawan Tetap menurut SPT masa Selisih Rekonsiliasi Penghasilan Bruto PPh 21 Estimasi Kurang Bayar PPh 21 sesuai tarif Pasal 17 Ayat 1 (30%)
Rp
5,209,040
Rp
181,481,450
Rp
393,653,177 -
-
Rp 14,448,840,242 Rp 13,112,597,472 Rp 1,336,242,770 Rp
400.872.831
Sumber : Laporan Laba Rugi 2012 PT X yang telah diolah kembali
Berdasarkan hasil rekonsiliasi ditemukan perbedaan sebesar Rp 1.336.242.770 dari jumlah penghasilan bruto yang harusnya dipotong oleh PT X sebagai objek PPh 21. Konfirmasi terkait perbedaan ini tidak bisa didapatkan dari pihak PT X. Oleh sebab itu diasumsikan telah terjadi kurang bayar PPh 21 akibat penghasilan bruto dalam SPT masa PPh 21 tahun 2012 tidak sesuai dengan beban gaji yang membentuk penghasilan bruto pegawai tetap. Maka terjadi kurang bayar PPh 21 untuk pos Pegawai Tetap sebesar Rp 400.872.831. Tarif yang digunakan adalah lapisan tertinggi yaitu 30% dari
Pasal 17 ayat 1 UU PPh karena ketika menghitung suatu kewajiban kontijen perpajakan harus diambil tarif terbesar yang menggambarkan risiko terbesar dari kewajiban perusahaan dimasa depan. Untuk PPh 21 dari subjek pajak tenaga ahli, bukan pegawai yang menerima
penghasilan
secara
berkesinambungan
dan
tidak
berkesinambungan, analisis akan digabung dengan PPh 23 karena ketiga subjek pajak tersebut memiliki penghasilan bruto yang digabungkan ke dalam Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
64
satu akun biaya yang sama, misalnya biaya outsourcing dapat berasal dari buzzer untuk media sosial (bukan pegawai) dan jasa web design dari sebuah badan (subjek pajak badan).
5.1.2 PPh 23/26 5.1.2.1 Objek PPh 23/26 Tax Review PPh 23/26 terkait objek pajak dilakukan dengan cara melakukan penelitian SPT masa PPh 23/26, melakukan vouching, dan melihat akun utang PPh 23/26 PT X. Berikut ialah jenis transaksi yang merupakan objek PPh 23/26 PT X selama kurun waktu 2012, yaitu beban atas: a. Jasa maintenance untuk web b. Jasa konstruksi pembuatan kantor c. Jasa pemasangan iklan pada media elektronik (internet) d. Jasa web design yang dikerjakan oleh perusahaan lain e. Jasa outsourcing pembuatan iklan f. Jasa aktuaris untuk menilai dana pensiun karyawan g. Jasa audit h. Jasa instalasi komputer dan peralatan kantor lainnya i. Jasa manajemen kantor j. Jasa pembuatan perangkat lunak komputer. k. Pembayaran royalti ke perusahaan induk di Singapura (PPh 26) l. Jasa lainnya. Objek PPh 23/26 yang dipotong oleh PT X secara umum sudah sesuai dengan aturan UU PPh pasal 23 dan pasal 26 yaitu 1. Pasal 23 ayat 1 huruf b, sebagai berikut: a. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final; dan b. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
65
dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008. 2. Pasal 26 ayat 1 point c, yaitu royalti yang diberikan ke wajib pajak luar negeri atau BUT. Semua objek tersebut dilaporkan ke dalam SPT masa PPh 23/26 selama tahun 2012. Berikut ialah daftar objek pajak PPh 23/26 selama tahun 2012. Tabel 5.9 Objek PPh 23/26 sesuai SPT Masa PPh 23/26 PT X 2012 Bulan
Objek
Januari
Jasa Manajemen, Jasa Penyediaan Tempat dan / waktu dalam media masa, media luar ruang atau lain untuk penyampaian informasi
Februari
Jasa Manajemen, Jasa Penyediaan Tempat dan / waktu dalam media masa, media luar ruang atau lain untuk penyampaian informasi, jasa instalasi/ pemasangan mesin, Jasa perancang (Design)
Maret
Jasa Manajemen, Jasa Penyediaan Tempat dan / waktu dalam media masa, media luar ruang atau lain untuk penyampaian informasi
April
Jasa Manajemen, jasa perancang, jasa sehubugan dengan software komputer
Mei
Jasa Manajemen, Jasa Penyediaan Tempat dan / waktu dalam media masa, media luar ruang atau lain untuk penyampaian informasi
Juni
Jasa Manajemen, Jasa Penyediaan Tempat dan / waktu dalam media masa, media luar ruang atau lain untuk penyampaian informasi, dan Jasa perancang (Design).
Juli
Jasa Manajemen, Jasa Penyediaan Tempat dan / waktu dalam media masa, media luar ruang atau lain untuk penyampaian informasi.
Agustus
Jasa Teknik, jasa penyediaan tempat, jasa perancang, jasa instalasi, jasa aktuaris, jasa perawatan dalam lingkup konstruksi. Perbaikan
September
Jasa manajemen, jasa penyediaan tempat, jasa sehubungan dengan software
Oktober
Jasa teknik, jasa penyediaan tempat, jasa manajemen, jasa perancang, jasa perawatan/perbaikan, jasa instalasi/pemasangan mesin
November
Jasa penyediaan Tempat dan atau waktu dalam media massa, jasa perawatan/perbaikan
Desember
Jasa penyediaan Tempat dan atau waktu dalam media masa, jasa perawatan/perbaikan, royalti ke luar negeri ( singapura) Sumber: SPT PPh Masa 23/26 PT X tahun 2012, diolah kembali.
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
66
5.1.2.2 Tarif PPh 23/26 Analisis terkait tarif pajak PPh 23/26 dilakukan dengan melihat SPT Masa PPh 23/26 per bulan dan akun PPh 23/26 pada laporan keuangan PT X. Tarif pajak PPh 23/26 yang digunakan oleh PT X adalah sebagai berikut: Tabel 5.10 Tarif Pajak Menurut SPT Masa PPh 23/26 PT X Tahun 2012 Objek Pajak 23/26
Tarif Pajak
DPP
Tidak mempunyai NPWP
Jasa Teknik
2%
Penghasilan Bruto
Jasa Manajemen
2%
Penghasilan Bruto
Jasa Perancang (Design)
2%
Penghasilan Bruto
Jasa aktuaris
2%
Penghasilan Bruto
Jasa sehubungan dengan software 2%
Penghasilan Bruto
Kenaikan dari PPh dikenakan Kenaikan dari PPh dikenakan Kenaikan dari PPh dikenakan Kenaikan dari PPh dikenakan Kenaikan dari PPh dikenakan
computer, termasuk perawatan,
100% 23 100% 23 100% 23 100% 23 100% 23
pemeliharaan dan perbaikan; Jasa instalasi/pemasangan mesin, 2% peralatan, listrik, telepon, air, gas,
Penghasilan Bruto
Kenaikan 100% dari PPh 23 dikenakan
Penghasilan Bruto
Kenaikan 100% dari PPh 23 dikenakan
AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau
sertifikasi
sebagai
pengusaha konstruksi; 2% Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, alat transportasi/kendaraan dan/atau
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
67
bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi Jasa penyediaan tempat dan/atau 2% waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi Royalti (PPh 26)
Penghasilan Bruto
Kenaikan 100% dari PPh 23 dikenakan
15% (P3B Penghasilan dengan Bruto Singapura)
-
Sumber: SPT PPh Masa 23/26 PT X tahun 2012, diolah kembali
Berdasarkan Tabel 5.10 dapat disimpulkan bahwa tarif pajak PPh 23/26 yang diterapkan perusahaan sudah sesuai dengan UU Pajak Penghasilan. Namun untuk PPh 26, perusahaan mengenakan tarif 15% karena Indonesia mempunyai P3B dengan Singapura sehingga berlaku lex spesialis atas UU Pajak Penghasilan Pasal 26. Berikut ini ialah sampel DPP dan tarif yang digunakan PT X dalam pemotongan PPh 23/26 atas beban jasa yang telah disebutkan diawal, yaitu : Tabel 5.11 Sampel DPP dan Tarif Atas Pemotongan PPh 23/26 PT X Tahun 2012 Tanggal 09-Feb-12 09-Feb-12 12-Apr-12 12-Apr-12 01-Jun-12 01-Jun-12 13-Aug-12 16-Aug-12 11-Oct-12 11-Oct-12 06-Dec-12 06-Dec-12
Penerima Penghasilan A B C D E D F G H I J.Ltd K
Jenis
Tarif
DPP
PPh 23/26
PPh 23 PPh 23 PPh 23 pph 23 PPh 23 PPh 23 PPh 23 PPh 23 PPh 23 PPh 23 PPh 26 PPh 23
2% 2% 2% 2% 2% 2% 2% 2% 2% 2% 15% 2%
Rp 54.000.000 Rp 45.454.061 Rp 73.750.000 Rp 36.000.000 Rp 20.667.950 Rp 9.000.000 Rp 3.000.000 Rp 72.500.000 Rp 37.500.000 Rp 34.000.000 Rp 377.342.740 Rp 39.000.000
Rp 1.080.000 Rp 909.081 Rp 1.475.000 Rp 720.000 Rp 413.359 Rp 180.000 Rp 60.000 Rp 1.450.000 Rp 750.000 Rp 680.000 Rp 56.601.411 Rp 780.000
Sumber: SPT PPh Masa 23/26 dan sistem akuntansi PT X tahun 2012, diolah kembali
5.1.2.3 Penyetoran PPh 23/26 Sama halnya dengan penyetoran PPh 21, penyetoran PPh 23/26 pun dilakukan melalui Konsultan Pajak yang sebelumnya telah memberikan
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
68
rincian SPT PPh 23/26 ke PT X. Penyetoran ini sering dilakukan bersamaan dengan penyetoran PPh 21. Setoran masa PPh 23/26 harus dilakukan maksimal pada tanggal 10 setelah berakhirnya masa pajak. Namun jika tanggal 10 tersebut bertepatan dengan hari libur, maka penyetoran PPh 23/26 dapat dilakukan hari kerja berikutnya. Penelahaan terkait penyetoran PPh 23/26 PT X dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat terlambat bayar atau terdapat pembetulan yang menyebabkan terjadinya kurang bayar tambahan. Ketika kedua indikasi tersebut terjadi, maka PT X akan dapat dikenai sanksi bunga oleh KPP setempat melalui STP. Berikut ialah hasil penelahaan penyetoran PPh 23/26 PT X tahun 2012. Tabel 5.12 Tax Review Penyetoran PPh 23/26 PT X tahun 2012 SPT Masa Bulan Januari
Total Bayar
Keterangan
0
Pembayaran SPT Normal 13 Februari 2012
Rp 4,995,545
Terlambat bayar
Februari
0
9 Maret 2012
Rp 2,910,576
Maret
0
10 April 2012
Rp 1,951,808
April
0
11 Mei 2012
Rp 2,516,500
Mei
0
8 Juni 2012
Rp 2,052,438
Juni
0
10 Juli 2012
Rp 7,782,011
Juli
0
10 Agustus 2012
Rp 4,209,862
Agustus
0
11 September 2012
Rp 6,376,576
September
0
10 Oktober 2012
Rp 4,659,951
Oktober
0
9 November 2012
Rp 15,514,171
November
0
10 Desember 2012
Rp 32,147,403
Desember
Pembetulan
1
15 Januari 2013
Rp 92,817,699
Terlambat bayar
Terlambat Bayar
Terlambat bayar , pembetulan pertama disetor pada 13 Februari 2013 sebesar Rp 4,000,000
Sumber: SPT PPh Masa 23/26 dan SSP PT X tahun 2012, diolah kembali
Terlihat dalam Tabel 5.12 bahwa pada PPh 23/26 masa Januari, PT X terlambat menyetorkan pajak yaitu pada tanggal 13 Februari 2012. Tanggal 10 Februari 2012 merupakan hari Jumat dan tidak berkenaan dengan hari libur. Oleh karena itu PT X seharusnya dikenai sanksi bunga 2% yang dikalikan dengan Rp 4.995.545 untuk kurun waktu satu bulan.
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
69
Pada SPT PPh 23/26 masa April, PT X terlambat melakukan penyetoran PPh 23/26 yaitu pada tanggal 11 Mei 2012. Padahal tanggal 10 Mei 2012 adalah hari Kamis yang tidak bertepatan dengan hari libur. Atas keterlambatan ini PT X seharusnya dikenakan sanksi bunga 2% dari Rp 2.516.500 untuk jangka waktu satu bulan. Selanjutnya pada masa Agustus, PT X kembali terlambat dalam melakukan penyetoran PPh 23/26. Setoran dilakukan pada tanggal 11 September 2012 yang seharusnya disetorkan maksimal pada tanggal 10 September 2012. Tanggal 10 tersebut jatuh pada hari Senin dan tidak bertepatan dengan hari libur. Oleh karena itu PT X seharusnya dikenakan sanksi bunga 2% dari Rp 6.376.576 untuk jangka waktu satu bulan Terakhir adalah keterlambatan penyetoran PPh 23/26 masa Desember 2012 yang disetorkan pada 15 Januari 2013. PT X seharusnya menyetorkan PPh 23/26 tersebut maksimal pada tanggal 10 Januari 2013 yang tidak bertepatan dengan hari libur. Atas keterlambatan ini PT X seharusnya dikenakan sanksi bunga sebesar 2% dari Rp 92.817.699 untuk jangka waktu 1 bulan. Kemudian PT X melakukan pembetulan pertama atas SPT PPh 23/26 masa Desember 2012 yang menimbulkan kurang bayar tambahan sebesar Rp 4.000.000 yang dilunasi pada tanggal 13 Februari 2013. Kurang bayar tambahan ini disebabkan oleh kelalaian Konsultan Pajak dalam memberikan informasi ke PT X terkait jumlah pajak yang harus disetorkan. Oleh karena itu PT X kembali dikenakan sanksi bunga sebesar 2% dari Rp 4.000.000 untuk jangka waktu dua bulan. Berikut ini ialah perhitungan sanksi bunga PPh 23/26 yang seharusnya ditanggung PT X dimasa depan yaitu : Tabel 5.13 Perhitungan Sanksi Bunga PPh 23/26 PT X 2012 SPT Masa Bulan Januari April Agustus Desember
Pembetulan 0 0 0 0 1
Tanggal Pembayaran 13 Februari 2012 11 Mei 2012 11 September 2012 15 Januari 2013 13 Februari 2013
Kurang Bayar Rp 4,995,545 Rp 2,516,500 Rp 6,376,576 Rp 92,817,699 Rp 4,000,000
Sanksi bunga 2% 2% 2% 2% 2%
Jangka waktu 1 bulan 1 bulan 1 bulan 1 bulan 2 bulan Total
Total sanksi bunga Rp 99,911 Rp 50,330 Rp 127,532 Rp 1,856,354 Rp 160,000 Rp 2,294,126
Sumber: SPT PPh Masa 23/26 PT X tahun 2012, diolah kembali
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
70
Terlihat dalam Tabel 5.13 bahwa PT X seharusnya dikenakan sanksi bunga terkait keterlambatan penyetoran dan kurang bayar tambahan yaitu sebesar Rp 2.294.126. Oleh karena itu PT X harus siap membayar semua sanksi jika STP telah disampaikan oleh KPP setempat.
5.1.2.4 Pelaporan PPh 23/26 Pelaporan SPT masa PPh 23/26 selama tahun 2012 telah dilakukan oleh PT X tepat waktu. Tidak ada SPT PPh masa 23/26 yang dilaporkan melewati tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Hal ini sudah sesuai dengan Pasal 7 Ayat 1 PMK Nomor 80/PMK.03/2010. Oleh karena itu PT X tidak dikenakan sanksi denda akibat terlambat melaporkan SPT masa PPh 23/26. Berikut adalah rincian waktu pelaporan SPT masa PPh 23 dalam satu tahun pajak 2012. Tabel 5.14 Tax Review Pelaporan SPT masa PPh 23/26 PT X tahun 2012 Keterangan
Bulan
Pembetulan
Pelaporan
Januari
0
15 Februari 2012
-
Februari
0
14 Maret 2012
-
Maret
0
16 April 2012
-
April
0
15 Mei 2012
-
Mei
0
15 Juni 2012
-
Juni
0
17 Juli 2012
-
Juli
0
15 Agustus 2012
-
Agustus
0
18 September 2012
-
September
0
18 Oktober 2012
-
Oktober
0
20 November 2012
-
November
0
20 Desember 2012
-
19 januari 2013
Pembetulan pertama dilakukan pada 20 Mei 2013
Desember
1
Sumber: SPT PPh Masa 23/26 PT X tahun 2012, diolah kembali
5.1.2.5 Rekonsiliasi PPh 23/26 Rekonsiliasi PPh 23/26 PT X dilakukan dengan membandingkan penghasilan bruto yang dipotong PPh 23/26 dengan biaya-biaya terkait PPh 23/26 yang dilaporkan dalam laporan laba rugi PT X tahun 2013. Seperti
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
71
yang telah dijelaskan pada bagian PPh 21 bahwa PT X tidak memisahkan akun biaya yang merupakan objek pajak yang dikenakan PPh 21 atas tenaga ahli dan bukan pegawai dengan objek yang dikenakan PPh 23. Oleh karena itu untuk melakukan rekonsiliasi ini dibutuhkan penggabungkan penghasilan bruto dari PPh 21 (tenaga ahli dan bukan pegawai) dan PPh 23 sesuai SPT masa 2012. Hasil tersebut akan dibandingkan dengan perhitungan biaya dalam laporan Laba Rugi 2012 yang merupakan komponen pembentuk PPh 21 dan 23 tersebut. Berikut ialah perhitungan penghasilan bruto PPh 23/26 sesuai dengan pos-pos objek pajaknya dan terdapat pula perhitungan total penghasilan bruto menurut SPT PPh 23/26 selama tahun 2012. Tabel 5.15 Objek PPh 23/26 Menurut SPT PPh 23/26 PT X Selama Tahun 2012
Jasa Manajemen
Jasa Penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa
Januari
75,489,050
174,288,200
Februari
27,689,750
99,454,050
Maret
38,703,400
58,887,000
April
10,075,000
Mei
59,681,100
42,940,800
Juni
203,032,850
143,501,823
Juli
111,338,077
81,000,000
Bulan
Jasa Perancang (design)
September
68,855,125
148,991,446
Oktober
3,036,700
626,110,500
Jasa sehubungan dengan software computer
Jasa teknik
Jasa Aktuaris
Jasa perawatan ruang lingkup selain bidang konstruksi
Total Bruto
249,777,250 385,000
18,000,000
145,528,800 97,590,400
42,000,000
158,006,692
Agustus
Jasa instalasi/ pemasang -an mesin, peralatan
73,750,000
125,825,000 102,621,900
9,000,000
355,534,673 192,338,077
110,000
9,000,000
72,500,000
3,000,000
38,106,051
7,000,000 110,000
12,000,000
280,722,743 224,846,571
122,500,000
4,621,181
768,378,381
November
1,602,210,950
2,579,600
1,604,790,550
Desember Royal ti Desember
1,801,727,350
1,176,525
1,801,727,350
TOTAL
377,342,740 597,901,052
4,937,118,811
605,000
90,000,000
80,750,000
195,000,000
3,000,000
46,483,357
Sumber: SPT PPh Masa 23/26 PT X tahun 2012, diolah kembali
Setelah mendapatkan penghasilan bruto dari objek PPh 23/26 selama tahun 2012 sesuai SPT PPh 23/26, analisis dilanjutkan dengan membandingkan penghasilan bruto tersebut dengan biaya yang dikeluarkan PT X selama 2012 yang merupakan komponen pembentuk PPh 21 dan 23/26. Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
6,327,024,435
72
Disamping itu penghasilan bruto yang berasal dari SPT masa 23/26 juga harus ditambahkan dengan penghasilan bruto dari PPh 21 atas tenaga ahli dan bukan pegawai. Hal tersebut dilakukan karena PT X tidak memberikan informasi mengenai pemisahaan objek PPh 21 dengan PPh 23 misalnya jasa design, jasa outsourcing, dan lain sebagainya, namun dimasukan kedalam akun yang sama jenis. Semua jenis biaya yang digabung kedalam satu akun menyulit Penulis untuk menganalisa manakah yang termasuk objek PPh 21 dan PPh 23/26. Sebagai tambahan pula, PT X tidak memberikan banyak informasi terkait akun biaya manakah yang menjadi komponen pembentuk PPh 23/26. Oleh karena itu penulis menggunakan judgement untuk menentukan akun yang termasuk kedalam pembentuk objek PPh 21 (tenaga ahli dan bukan pegawai) dan PPh 23/26. Berikut ialah daftar biaya pembentuk objek PPh 21 dan 23/26 pada PT X selama tahun 2012. Ketika terjadi selisih objek pajak karena hasil rekonsiliasi menyatakan terjadi kekurangan pengakuan penghasilan yang harus dipotong, maka diasumsikan bahwa selisih tersebut adalah objek pajak PPh 23. Tabel 5.16 Rekonsiliasi PPh 23/26 dan Pos Biaya Jasa Pada Laporan Keuangan PT X 2012 Jenis Biaya
Jumlah
Biaya interaktif Biaya outsourcing Biaya pemasangan iklan Biaya facebook Biaya Honor Magang Biaya Komunikasi Internal Biaya Komunikasi Internet Biaya Manajemen Kantor Biaya Pemeliharaan Kantor Biaya Service Charge Biaya Design Interior Kantor Biaya Promosi Dan Iklan Biaya Tenaga Ahli
Rp 4,366,410,408 Rp 1,578,309,628 Rp 6,194,454,028 Rp 2,181,312,242 Rp 44,809,143 Rp 56,388,119 Rp 332,230,958 Rp 4,600,000 Rp
Objek PPh 23/26 dan PPh 21 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya
800,000
Ya
Rp 168,598,737
Ya
Rp 160,105,097
Ya
Rp 4,500,000 Rp 189,952,120
Ya Ya
Jumlah Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
4,366,410,408 1,578,309,628 6,194,454,028 2,181,312,242 44,809,143 56,388,119 332,230,958 4,600,000
Rp Rp
800,000 168,598,737
Rp Rp Rp
160,105,097 4,500,000 189,952,120
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
73
Total objek PPh 23/26 dan 21 menurut laporan Laba Rugi 2012 (-) Objek PPh 21 atas tenaga ahli dan bukan pegawai yang menerima penghasilan tidak berkesinambungan dan berkesinambungan menurut SPT masa PPh 21 2012 (-) Objek PPh 23/26 menurut SPT masa 2012 Selisih Rekonsiliasi Objek PPh 23/26 dan PPh 21 Estimasi Kurang Bayar PPh sesuai tarif Pasal 17 Ayat 1 (30%)
Rp15,282,470,480
Rp Rp Rp Rp
2,805,861,222 6,327,024,435 6,149,584,823 1.844.875.446
Sumber: SPT PPh Masa 23/26, 21, dan Laporan Laba Rugi PT X tahun 2012, diolah kembali
Hasil dari tabel 5.16 menyatakan bahwa terdapat selisih rekonsiliasi objek pajak yang belum dikenakan PPh 23/26 atau PPh 21 sebesar Rp 6.149.584.823. Namun angka tersebut masih merupakan estimasi objek pajak kurang bayar karena PT X belum memberikan konfirmasi terkait perbedaan tersebut. Jika diestimasikan, maka potensi PPh 23/26 dan PPh 21 yang kurang dibayarkan dengan menggunakan tarif pasal 17 Ayat 1 UU PPh pada lapisan 30% adalah sebesar Rp 1.844.875.446. Pemilihan tarif pajak pada level 30% dilakukan karena tarif tersebut merupakan tarif tertinggi yang mampu memberikan gambaran risiko terbesar yang akan menjadi kewajiban kontijen PT X nantinya. Tidak dapat ditentukan kurang bayar ini termasuk ke PPh 23/26 atau PPh 21 karena beban kedua objek pajak digabung menjadi satu.
5.1.3 PPh 4 Ayat 2 5.1.3.1 Objek PPh 4 Ayat 2 Analisis mengenai kesesuaian objek PPh 4 ayat 2 yang dipotong perusahaan dengan peraturan dilakukan dengan membandingkan SPT masa PPh 4 ayat 2, bukti potong, dan tranksaksi keuangan perusahaan pada akun PPh 4 ayat 2. Hanya terdapat satu jenis objek PPh 4 ayat 2 selama tahun 2012 yaitu sewa atas tanah atau bangunan. Secara umum objek PPh 4 ayat 2 yang dipotong perusahaan sudah sesuai dengan UU Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2 poin (d) yaitu: Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan. Berikut ini ialah daftar objek PPh 4 ayat 2 yang dipotong PT X selama tahun 2012 Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
74
Tabel 5.17 Objek PPh 4 ayat 2 yang Dipotong Selama PT X Tahun 2012 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Objek Sewa Tanah atau bangunan dan penyewa sebagai pemotong pajak Sewa Tanah atau bangunan dan penyewa sebagai pemotong pajak Sewa Tanah atau bangunan dan penyewa sebagai pemotong pajak Sewa Tanah atau bangunan dan penyewa sebagai pemotong pajak Sewa Tanah atau bangunan dan penyewa sebagai pemotong pajak Sewa Tanah atau bangunan dan penyewa sebagai pemotong pajak Sewa Tanah atau bangunan dan penyewa sebagai pemotong pajak Sewa Tanah atau bangunan dan penyewa sebagai pemotong pajak Sewa Tanah atau bangunan dan penyewa sebagai pemotong pajak Sumber: SPT masa PPh 4 Ayat 2 PT X Selama Tahun 2012
5.1.3.2 Tarif PPh 4 Ayat 2 Penulis meninjau tarif PPh 4 ayat 2 yang diterapkan PT X dengan melihat SPT masa PPh 4 ayat 2, bukti potong dan pemotongan oleh sistem akuntansi perusahaan.Tarif pajak yang digunakan PT X untuk memotong PPh 4 ayat 2 untuk semua transaksi sewa tanah/ bangunan adalah 10% dari nilai bruto sewa. Dengan demikian, PT X sudah memotong PPh 4 ayat 2 dengan tarif yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2002 tentang Pembayaran Pajak penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah Dan/atau Bangunan melalui pasal 3 bahwa besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dipotong atau dibayar sendiri adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/ atau bangunan dan bersifat final. Berikut ini adalah sampel dari penentuan DPP dan tarif yang digunakan PT X dalam pemotongan PPh 4 Ayat 2 pada tahun 2012, yaitu : Tabel 5.18 Sampel DPP dan Tarif Atas Pemotongan PPh 4 Ayat 2 PT X Tahun 2012 Tanggal 16-Feb-12 19-Apr-12 01-Jun-12 08-Jun-12
Penerima Tarif Penghasilan A 10% A 10% A 10% B 10%
DPP Rp Rp Rp Rp
69.120.000 34.560.000 34.560.000 64.000.000
PPh 4 Ayat 2 Rp Rp Rp Rp
6.912.000 3.456.000 3.456.000 6.400.000
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
75
09-Aug-12 16-Aug-12 02-Okt-12 18-Okt-12 12-Des-12
C B A A C.
10% 10% 10% 10% 10%
Rp 104.550.000 Rp 25.600.000 Rp 34.560.000 Rp 34.560.000 Rp 226.800.000
Rp Rp Rp Rp Rp
10.455.000 2.560.000 3.456.000 3.456.000 22.680.000
Sumber: SPT Masa PPh 4 Ayat 2 dan Sistem Akuntansi PT X Selama Tahun 2012 diolah kembali
5.1.3.3 Penyetoran PPh 4 Ayat 2 Penyetoran PPh 4 ayat 2 PT X selama tahun 2012 dilakukan melalui Konsultan Pajak. Seperti halnya penyetoran Pajak Masa lainnya, PPh 4 ayat 2 paling lambat disetor pada tangal 10 setelah berakhirnya masa pajak kecuali berkenaan dengan hari libur. Berikut ini merupakan daftar penyetoran PPh 4 ayat 2 PT X selama tahun 2012. Tabel 5.19 Tax Review Penyetoran PPh 4 ayat 2 PT X Selama Tahun 2012 SPT Masa Bulan
Pembetulan
Pembayaran SPT Normal
Total Bayar
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 Mei 2012 10 April 2012 10 Mei 2012 8 Juni 2012 10 Juil 2012 10 Agustus 2012 11 September 2012 9 November 2012 15 januari 2013
6,912,000 3,456,000 3,456,000 10,455,000 13,312,000 3,840,000 19,927,000 6,912,000 22,680,000
Keterangan
Terlambat bayar
Terlambat bayar
Terlambat bayar
Sumber: SPT masa dan SSP PPh 4 Ayat 2 PT X Selama Tahun 2012 diolah kembali
Pada masa Januari, September, dan November 2012, PT X tidak menyetorkan PPh 4 ayat 2 karena tidak ada transaksi yang dilakukan menurut SPT Masa dan akun PPh 4 ayat 2 perusahaan. Sedangkan pada masa Februari 2012, PT X terlambat menyetorkan pajak yaitu pada tanggal 10 Mei 2012. Oleh karena itu PT X seharusnya dikenakan sanksi bunga sebesar 2% dari Rp 6.912.000 untuk jangka waktu tiga bulan. Kemudian pada masa Agustus 2012, PT X kembali terlambat menyetorkan PPh 4 ayat 2 yaitu tanggal 11 September 2012. PT X seharusnya menyetorkan PPh 4 ayat 2 pada tanggal 10 September 2012 yang Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
76
jatuh pada hari Senin dan tidak bertepatan dengan hari libur. Oleh karena itu, PT X seharusnya dikenakan sanksi bunga sebesar 2% dari Rp 19.927.000 untuk jangka waktu satu bulan. Pada masa Desember 2012, PT X menyetorkan PPh 4 ayat 2 pada tanggal 15 Januari 2013. PT X seharusnya menyetorkan pajak masanya maksimal tanggal 10 Januari 2013 yang jatuh pada hari Kamis dan tidak bertepatan dengan hari libur. Oleh karena itu, PT X seharusnya dikenakan sanksi bunga sebesar 2% dari Rp 22.680.000 untuk jangka waktu satu bulan Tabel 5.20 Perhitungan Sanksi Bunga PPh 4 ayat 2 Selama Tahun 2012 SPT Masa Bulan Februari
Tanggal Penyetoran
Kurang Bayar
Sanksi bunga
Kurun waktu
Total sanksi bunga
10 Mei 2012 11 September 2012 15 januari 2013
Rp 6,912,000
2%
3
Rp 414,720
Rp 19,927,000
2%
1
Rp 398,540
Rp 22,680,000
2%
1 Total
Rp 453,600 Rp 1,266,860
Pembetulan 0
Agustus
0
Desember
0
Sumber: SPT masa dan SSP PPh 4 Ayat 2 PT X Selama Tahun 2012, diolah kembali
Dari Tabel 5.20 dapat dilihat bahwa kewajiban kontijensi PT X akan muncul sebesar Rp 1.266.860. Jumlah ini muncul karena PT X terlambat dalam menyetorkan PPh 4 ayat 2. Oleh karena itu, jika KPP setempat mengirimkan STP ke PT X atas sanksi bunga tersebut, maka PT X harus sudah siap membayarkannya.
5.1.3.4 Pelaporan PPh 4 Ayat 2 Pelaporan SPT Masa PPh 4 ayat 2 PT X selama tahun 2012 dilakukan melalui Konsultan Pajak. PT X seharusnya melaporkan SPT masa PPh 4 ayat 2 maksimal pada tanggal 20 setelah berakhirnya masa pajak kecuali berkenaan dengan hari libur. Berikut ialah daftar pelaporan yang dilakukan PT X selama tahun 2012. Tabel 5.21 Tax Review Pelaporan PPh 4 ayat 2 PT X Selama Tahun 2012 SPT Masa Bulan
Pembetulan
Pelaporan
Keterangan
Januari Februari
0
15 Mei 2012
Terlambat Lapor
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
77
Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
0 0 0 0 0 0 0 0
16 April 2012 15 Mei 2012 15 Juni 2012 17 Juli 2012 15 Agustus 2012 18 September 2012 20 November 2012 19 Januari 2013
-
Sumber: SPT masa PPh 4 Ayat 2 PT X Selama Tahun 2012, diolah kembali
Pada masa Februari, PT X mengalami terlambat lapor SPT PPh 4 ayat 2 yaitu dilaporkan pada tanggal 15 Mei 2012 untuk SPT normal. Oleh karena itu PT X akan dikenakan sanksi denda terlambat lapor SPT masa PPh 4 ayat 2 yaitu sebesar Rp 100.000.
5.1.3.5 Rekonsiliasi PPh 4 Ayat 2 Rekonsiliasi PPh 4 ayat 2 dilakukan dengan membandingkan pembayaran yang terjadi atas transaksi sewa dibayar dimuka atas sewa kantor dengan penghasilan sewa bruto yang terdapat dalam SPT Masa PPh 4 ayat 2. Berikut ini ialah daftar perhitungan penghasilan sewa bruto yang diberikan PT X. Tabel 5.22 Perhitungan Sewa Bruto Menurut SPT Masa PPh 4 Ayat 2 Bulan
Persewaan Tanah dan atau bangunan, penyewa sebagai pemotong pajak
Januari 69,120,000 Februari 34,560,000 Maret 34,560,000 April 104,550,000 Mei 133,120,000 Juni 38,400,000 Juli 199,270,000 Agustus September 69,120,000 Oktober November 226,800,000 Desember TOTAL 909,500,000 Sumber: SPT masa PPh 4 Ayat 2 PT X Selama Tahun 2012, diolah kembali
Setelah mendapatkan total penghasilan sewa bruto yang diberikan oleh PT X, analisis dilanjutkan dengan membandingkannya dengan total
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
78
biaya sewa dibayar dimuka kantor pada PT X selama tahun 2012. Berikut perhitungan rekonsiliasi atas PPh 4 ayat 2 PT X. Tabel 5.23 Rekonsiliasi PPh 4 Ayat 2 Selama Tahun 2012 Jenis Biaya Biaya Sewa Kantor Biaya Sewa Dibayar Dimuka (akhir) Biaya Sewa Dibayar Dimuka (awal)
Jumlah Rp 512,613,999
Objek PPh 4 Ayat 2 Rp 512,613,999
Rp
933,968,000
Rp
933,968,000
Rp
(537,081,999)
Rp
(537,081,999)
Total biaya terkait sewa dibayar dimuka menurut Balance sheet 2012 Rp (-) Objek PPh 4 ayat 2 menurut SPT masa 2012 Rp Selisih Objek Pajak PPh 4 ayat 2 Rp
909,500,000 909,500,000 -
Sumber: SPT Masa PPh 4 Ayat 2 dan Laporan keuangan PT X Selama Tahun 2012, diolah kembali
Hasil rekonsiliasi PPh 4 ayat 2 memperlihatkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara penghasilan bruto sewa dan biaya sewa dibayar dimuka oleh PT X. Oleh karena itu, tidak terdapat kewajiban pajak kurang bayar tambahan yang timbul.
5.2 Tax Review atas Pajak Pertambahan Nilai Analisis PPN dilakukan hanya terkait Pajak Keluaran dan kepatuhan perpajakan untuk menyetor, melaporkan dan rekonsiliasi. Hal ini disebabkan oleh cukup kompleksnya pembetulan yang terjadi dan Pajak Masukan ditahun 2012 dapat berasal dari Pajak Masukan yang transaksinya dilakukan di Tahun 2011 menurut sistem akuntansi sehingga terjadi keterbatasan pembuatan rekonsiliasi dan review terkait Pajak Masukan. Namun Penulis tetap memeriksa jumlah Pajak Masukan pada SPT Masa PPN setiap bulannya dan dibandingkan dengan data akuntansi sesuai yang terjadi di tahun 2012 untuk memastikan jumlah yang dilaporkan pada SPT bersangkutan sudah sesuai.
5.2.1 Objek PPN Dalam menilai kepatuhan PT X apakah telah mengenakan PPN pada objek PPN selama tahun 2012, maka Penulis melakukan pemeriksaan SPT
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
79
masa PPN dan melakukan vouching faktur pajak keluaran. Secara umum beberapa transaksi yang dikenakan PPN Keluaran adalah sebagai berikut - Jasa web design - Jasa pembuatan iklan - Jasa maintenance web - Jasa pengambilan gambar - Jasa atas perawatan website untuk perusahaan induk di Singapura - Jasa pemasaran dan promosi iklan Jasa-jasa tersebut sudah sesuai dengan objek PPN yang diatur dalam pasal 4 ayat 1 UU PPN, yaitu sebagai berikut : a. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak; b. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. Namun didapatkan juga suatu temuan bahwa PT X belum mengenakan PPN atas royalti yang dibayarkan pada perusahaan induknya di Singapura. Seharusnya PT X membayarkan PPN sendiri melalui SSP karena PPN dikenakan atas jasa yang diberikan dari luar daerah pabean dan dimanfaatkan di dalam daerah pabean. PPN yang dibayar tersebut nantinya dapat menjadi kredit PPN pada masa dilakukannya penyetoran. Namun hal ini berpengaruh pada Pajak Masukan namun PT X diwajibkan menyetorkan sendiri PPN atas royalti tersebut ke KPP. Perhitungan sanksi atas kurang bayar tersebut akan dimasukan ke bagian penyetoran PPN. Dengan demikian PT X belum mengenakan PPN atas semua transaksi Jasa Kena Pajak dan Ekspor Jasa Kena Pajak sesuai dengan UU PPN. Oleh karena itu PT X belum patuh dalam mengenakan PPN atas semua objek PPN sesuai UU PPN dan peraturan PPN lainnya.
5.2.2 Tarif PPN Analisis terkait tarif PPN, maka akan dilakukan dengan memeriksa SPT masa PPN 2012 setiap bulannya. Dari hasil pemeriksaan tersebut, tarif pajak yang digunakan PT X untuk penggantian JKP dan Ekspor JKP adalah sebesar 10% dan 0%. Hal ini sudah sesuai dengan pasal 7 dalam UU PPN
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
80
yaitu untuk penyerahaan/penggantian BKP/JKP maka akan dikenakan PPN sebesar 10% dari Dasar Pengenaan Pajak dan atas ekspor JKP dikenakan PPN sebesar 0%. Oleh sebab itu PT X tidak mengalami kesalahan dalam pengenaan tarif PPN Keluaran. Berikut ialah beberapa sampel pemungutan Pajak Keluaran dari client PT X dengan tarif 10% dari DPP. Tabel 5.24 Sampel Atas DPP dan Tarif Pajak Keluaran PT X Tahun 2012 Tanggal 03-Jan-12 03-Jan-12 05-Mar-12 05-Mar-12 01-May-12 01-May-12 02-Jul-12 02-Jul-12 04-Sep-12 04-Sep-12 12-Nov-12 13-Nov-12
Penerima JKP A B C D E F G H I J K D
Tarif 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10%
DPP Rp 84.540.000 Rp 46.065.308 Rp 170.267.500 Rp 39.050.000 Rp 260.000.000 Rp 27.500.000 Rp 154.240.760 Rp 10.080.000 Rp 271.000.000 Rp 1.270.000.000 Rp 70.000.000 Rp 63.975.000
Pajak Keluaran Rp 8.454.000 Rp 4.606.531 Rp 17.026.750 Rp 3.905.000 Rp 26.000.000 Rp 2.750.000 Rp 15.424.076 Rp 1.008.000 Rp 27.100.000 Rp 127.000.000 Rp 7.000.000 Rp 6.397.500
Sumber: SPT Masa PPN dan Laporan keuangan PT X Selama Tahun 2012, diolah kembali
5.2.3 Penyetoran PPN Penyetoran PPN dilakukan PT X melalui Konsultan Pajak setiap bulannya. Konsultan Pajak membuat SPT masa PPN terlebih dahulu kemudian memberikan perhitungan kurang bayar yang harus dilunasi. Kemudian PT X melalui Konsultan Pajak langsung menyetorkan kurang bayar tersebut ke bank yang menjadi mitra DJP. PPN yang disetorkan tersebut merupakan selisih antara PPN keluaran, PPN Masukan, dan kompensasi masa pajak sebelunya jika ada. Menurut pasal 15 A ayat 1 UU PPN dinyatakan bahwa PPN yang terutang dalam satu Masa Pajak, harus disetor paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan. Jika melewati akhir bulan tersebut maka akan dikenakan sanksi bunga sebesar 2% per bulan sampai dilunasinya PPN terutang tersebut. Berikut ialah daftar penyetoran PPN yang dilakukan PT X selama tahun 2012.
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
81
Tabel 5.25 Tax Review Penyetoran PPN PT X Selama Tahun 2012 SPT Masa Bulan
Pembetulan
Pembayaran SPT Normal
Total Bayar per masa
Januari Februari Maret
1 1 0
29 Februari 2012 29 Maret 2012 28 April 2012
40,994,344 121,340,275 98,464,370
April
0
30 Mei 2012
137,236,468
Mei
2
02 Juli 2012
402,874,327
Juni
1
31 Juli 2012
298,074,178
Juli
1
31 Agustus 2012
105,472,678
Agustus
1
28 September 2012
111,055,407
September
0
30 Oktober 2012
581,849,114
Oktober
November
2
30 November 2012
2
Setoran pembetulan 1 pada 28 Desember 2012
632,761,721
386,649,931
Keterangan
Pembayaran terlebih dahulu dilakukan kemudian dilaporkan Terlambat Bayar Pembetulan kedua menyebabkan lebih bayar 175.000 Pembayaran terlebih dahulu dilakukan kemudian dilaporkan Pembayaran terlebih dahulu dilakukan kemudian dilaporkan (tidak terlambat) dan pembetulan mengakibatkan kurang bayar Rp 2.550.000 di lunasi pada 3 Desember 2012
Tidak terlambat. Setoran pembetulan pertama dilakukan pada tanggal 31 Januari 2013 Rp 3.780.000, setoran pembetulan kedua dilakukan pada tanggal 28 Februari 2013 Rp 12.166.000 Setoran SPT normal Nihil. Kemudian pembetulan kedua pada 28 Februari 2013 sebesar Rp 56.889.120 karena penghapusan PPN masukan
Pembetuln pertama dilakukan pada 28 Februari 2013 sebesar Rp 12.250.000 karena terdapat PPN Desember 2 31 Januari 2013 746,096,177 masukan batal, pembetulan kedua disetorkan pada 25 April 2013 Rp 33.353.400 karena pajak keluaram bertambah Sumber: SPT masa dan SSP PPN PT X Selama Tahun 2012, diolah kembali
Pada SPT Masa Mei 2012, perusahaan melaporkan Nihil untuk menghindari sanksi denda tidak lapor SPT. Hal tersebut dilakukan karena pembuatan SPT PPN masa tersebut belum selesai sampai batas waktunya, akhirnya Konsultan Pajak merekomendasikan untuk melaporkan Nihil.
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
82
Namun ketika terjadi pembetulan pertama yang menimbulkan PPN kurang bayar, maka secara langsung akan mengakibatkan pengenaan sanksi bunga bagi PT X karena pembetulan mengakibatkan kurang bayar tambahan. Oleh karena itu PT X seharusnya dikenai sanksi bunga sebesar 2% dari Rp 402.874.327 selama dua bulan. Kemudian pada PPN masa Agustus PT X melakukan pembetulan SPT PPN yang pertama dan menimbulkan kurang bayar tambahan. Atas kurang bayar tersebut, PT X melunasinya pada tanggal 3 Desember 2012. Oleh karena itu PT X seharusnya dikenakan sanksi 2% dari Rp 2.550.000 untuk jangka waktu empat bulan
Pada PPN masa Oktober, PT X melakukan dua pembetulan yang mengakibatkan terjadi kurang bayar tambahan. Setoran pembetulan pertama dilakukan pada tanggal 31 Januari 2013 Rp 3.780.000, setoran pembetulan kedua dilakukan pada tanggal 28 Februari 2013 Rp 12.166.000. Oleh karena itu PT X seharusnya dikenakan sanksi bunga 2% dari Rp 3.780.000 selama tiga bulan dan sanksi bunga 2% dari Rp 12.166.000 selama empat bulan. Selanjutnya pada PPN Masa November PT X kembali melaporkan SPT Nihil untuk menghindari sanksi denda tidak lapor. Kemudian untuk SPT masa tersebut dilakukan dua kali pembetulan. Pembetulan pertama menimbulkan PPN kurang bayar sebesar Rp 386,649,931 yang disetorkan pada tanggal 28 Desember 2013. Kemudian pembetulan kedua juga meninmbulkan kurang bayar tambahan sebesar Rp 56.889.120 karena penghapusan PPN masukan dan disetor pada tanggal 28 Februari 2013. Atas pembetulan kedua ini seharusnya dikenakan sanksi bunga sebesar 2% dari Rp 56.889.120 selama tiga bulan. Pembetulan pertama tidak dikenai sanksi karena masih berada dalam batas pembayaran. Untuk SPT masa Desember 2012, dilakukan pembetulan sebanyak dua kali dan menyebabkan pajak kurang bayar tambahan. Pelunasan pembetulan pertama dilakukan pada 28 Februari 2013 sebesar Rp 12.250.000, hal ini disebabkan oleh terdapatnya PPN masukan yang batal. Kemudian pembetulan kedua disetorkan pada 25 April 2013 sejumlah Rp 33.353.400 karena pajak keluaran bertambah. Oleh karena itu PT X seharusnya dikenakan
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
83
sanksi bunga 2% dari Rp 12.250.000 untuk jangka waktu dua bulan dan sanksi bunga 2% dari Rp 33.353.400 untuk jangka waktu empat bulan. Terakhir adalah perhitungan PPN atas royalti
ke perusahaan
singapura yang harus disetor sendiri oleh PT X. Total DPP royalti tersebut adalah Rp 377.342.740,00 sehingga PPN yang harus disetor perusahaan adalah Rp 37.734.274,00. Namun PT X belum membayarkan PPN tersebut sampai tax review ini dilakukan oleh karena itu PT X dikenakan sanksi bunga 2% atas nilai PPN yang harus dibayar dikalikan dengan kurun waktu 12 bulan. Berikut ialah hasil penghitungan total sanksi bunga yang ditimbulkan akibat pembetulan yang menyebabkan muncul pajak kurang bayar tambahan, terjadi keterlambatan penyetoran PPN masa, dan tidak membayar PPN atas royalti ke luar daerah pabean.
Tabel 5.26 Penghitungan Sanksi Bunga PPN Selama Tahun 2012 SPT Masa Bulan Mei Agustus Oktober Oktober November Desember (Royalti)
Tanggal Pembetulan Pembayaran 02 Juli 2012 0 3 Desember 2012 1 31 Januari 2013 1 28 Februari 2013 2 28 Februari 2013 2 28 Februari 2013 1 25 April 2013 2 -
Kurang Bayar Rp402,874,327 Rp 2,550,000 Rp 3,780,000 Rp 12,166,000 Rp 56,889,120 Rp 12,250,000 Rp 33,353,400 Rp 37.734.274
Sanksi bunga 2% 2% 2% 2% 2% 2% 2% 2%
Kurun waktu 2 4 3 4 3 2 4 12 Total
Total sanksi bunga Rp 16,114,973 Rp 204,000 Rp 226,800 Rp 973,280 Rp 3,413,347 Rp 490,000 Rp 2,668,272 Rp 9.056.226 Rp33.146.898
Sumber: SPT masa dan SSP PPN PT X Selama Tahun 2012, diolah kembali
Setelah dilakukan perhitungan sanksi bunga terkait kepatuhan pajak PPN tahun 2012, maka didapatkan total sanksi bunga ialah Rp 33.146.898,00. Oleh sebab itu PT X siap membayarkan sanksi tersebut jika dikirimkan STP oleh KPP setempat.
5.2.4 Pelaporan PPN Pelaporan SPT Masa PPN dilakukan PT X melalui Konsultan Pajak setiap bulannya, Menurut UU PPN pasal 15 Ayat 2, disebutkan bahwa SPT masa PPN disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak. Namun ketika bertepatan dengan hari libur maka akan dapat dilaporkan pada hari kerja berikutnya. Jika melewati batas waktu
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
84
tersebut maka akan dikenai sanksi denda terlamba lapor yaitu sebesar Rp 500.000. Berikut adalah daftar pelaporan SPT masa PPN PT X selama tahun 2012. Tabel 5.27 Tax Review Pelaporan SPT Masa PPN PT X Selama Tahun 2012 Bulan
Pembetulan
Pelaporan
Januari
1
29 Februari 2012
Februari
1
30 Maret 2012
Maret April
0 0
30 April 2012 30 Mei 2012
Mei
2
29 Juni 2012 (lapor nihil)
Juni
1
31 Juli 2012
Juli
1
31 Agustus 2012.
Agustus
1
28 September 2012
September
0
31 Oktober 2012
Oktober
2
30 November 2012
November
2
29 Desember 2012 (lapor nihil)
Keterangan Pembetulan 1 dilaporkan pada 18 Juni 2012 Pembetulan dilaporkan pada 17 Juli 2012 dan lebih bayar dikompensasikan ke SPT PPN Mei 2012 Pembetulan pertama dilaporkan pada 17 Juli 2012 , pembetulan kedua dilaporkan pada 31 Agustus 2012 yang menyebabkan lebih bayar dan dikompensasi ke SPT Juli 2012 Pembetulan dilaporkan pada 19 November 2012 lebih bayar dikompensasi ke SPT PPN September 2012 Pembetulan dilaporkan 23 Januari 2013 menjadi lebih bayar Pembetulan dilaporkan pada 20 Desember 2012 yang menyebabkan kurang bayar tambahan Pembetulan 1 dilaporkan pada 1 Februari 2013 , pembetulan kedua dilaporkan pada 1 April 2013 Pembetulan pertama dilaporkan pada 23 Januari 2013, dan pembetulan kedua dilaporkan pada 1 April 2013
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
85
Desember
2
1 Februari 2013
Tejadi terlambat lapor untuk SPT Normal. Pembetulan pertama dilaporkan pada 1 April 2013 dan pembetulan kedua dilaporkan pada 4 juni 2013
Sumber: SPT masa PPN PT X Selama Tahun 2012, diolah kembali
Hasil pemeriksaan ketepatan waktu pelaporan SPT Masa PPN 2012 menunjukan bahwa pada masa Desember 2012, PT X terlambat melaporkan SPT masa PPN. Waktu penyampaian maksimal adalah tanggal 31 Januari 2013 yang jatuh pada hari Kamis dan tidak bertepatan dengan hari libur. Oleh karena itu PT X seharusnya dikenakan sanksi denda Rp 500.000 atas keterlambatan penyampaian SPT masa PPN Desember 2012
5.2.5 Rekonsiliasi PPN Untuk memastikan pajak keluaran dan semua penyerahaan atau penggantian yang diberikan PT X
memiliki nilai yang sama maka akan
dilakukan rekonsiliasi PPN Keluaran terhadap pos pendapatan dari laporan akuntansi perusahaan. Jumlah total bruto pendapatan menurut SPT Badan tahun 2012 sudah sama dengan di sistem akuntansi. Berikut ini ialah perhitungan DPP PPN Keluaran PT X : Tabel 5.28 Penghitungan DPP PPN Keluaran Selama Tahun 2012 Dasar Pengenaan Pajak Bulan Masa
PPN yang dipungut Sendiri
Ekspor Januari Februari Maret April Mei
PPN yang tidak Dipungut
PPN yang dibebaskan
Tidak Terutang PPN
Total
143,130,000
570,702,124
713,832,124
-
1,638,153,939
1,638,153,939
57,252,000
1,059,149,500
1,116,401,500
-
1,594,071,030
1,594,071,030
23,400,000
4,300,123,762
4,323,523,762
3,245,626,735
3,245,626,735
1,399,811,990
1,399,811,990
Juni Juli
PPN yang dipungut oleh Pemungut PPn
-
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
86
172,192,000
1,691,262,432
1,863,454,432
September
43,048,000
6,799,413,555
6,842,461,555
Oktober
43,048,000
7,260,384,976
7,303,432,976
November
46,836,000
7,044,260,857
7,091,096,857
Desember
113,030,500
8,933,753,441
9,046,783,941
Jumlah
641,936,500 45,536,714,341 Sumber: SPT masa dan SSP PPN PT X Selama Tahun 2012, diolah kembali
Agustus
46,178,650,841
Dari hasil total penyerahan/penggantian yang dihasilkan dari SPT masa PPN, selanjutnya nilai tersebut dibandingkan dengan total pendapatan jasa yang dihasilkan perusahaan. Hal ini karena semua jenis penyerahaan/penggantian yang dilakukan adalah berupa JKP dan Ekspor JKP. Berikut adalah rekonsiliasi antara DPP PPN keluaran dengan pendapatan jasa PT X selama tahun 2012. Tabel 5.29 Rekonsiliasi DPP PPN Keluaran dan Pendapatan Jasa PT X 2012 Jenis Pendapatan Jumlah Pendapatan Produksi Rp 10,346,686,665 Pendapatan Pemeliharaan Website / Retainer Rp 17,119,331,792 Pendapatan Media Rp 15,813,877,310 Pendapatan Interaktif Rp 52,250,000 Pendapatan Jasa Keagenan Rp 261,116,147 Pendapatan Usaha Lain-Lain Rp 1,917,667,919 Total Pendapatan Menurut Laporan Laba Rugi 2012 Rp 45,510,929,832 (-) Penyerahaan Bruto menurut SPT masa PPN 2012 Rp 46,178,650,841 Selisih Rekonsiliasi Rp (667,721,009) Sumber: SPT Masa PPN dan Laporan Keuangan Laba Rugi PT X Tahun 2012, diolah kembali
Berdasarkan hasil rekonsiliasi tersebut, terdapat selisih DPP penyerahaan/penggantian yang dilaporkan dalam SPT Masa PPN
dengan
pendapatan jasa pada sistem akuntansi PT X tahun 2012 sebesar Rp 667.721.009. Setelah dikonfirmasi ke departemen FA, selisih tersebut tersebut berasal dari adanya downpayment di awal saat client membayarkan fee atas proyek media iklan tertentu sehingga menyebabkan DPP PPN keluaran menjadi lebih besar daripada pengakuan pendapatan jasa menurut laporan keuangan PT X. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi kekurangan pengakuan DPP PPN Pengeluaran, dengan kata lain PT X sudah
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
87
mengenakan
semua
PPN
keluaran
kepada
semua
transaksi
yang
menghasilakan pendapatan jasa.
5.3 Perhitungan Total Kewajiban Kontijen PT X Hasil akhir dari tax review adalah untuk menilai kepatuhan wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya dan juga untuk menilai apakah terdapat potensi kewajiban kontijen yang harus dibayarkan perusahaan dikemudian hari akibat kelalaian dalam proses pemenuhan kewajiban. Pada proses tax review yang dilakukan terkait aspek perpajakan PPh 21, 4 ayat 2, 23/26, dan PPN dihasilkan bahwa masih terdapat beberapa hal yang tidak sesuai dengan peraturan perpajakan terutama dari sisi penyetoran, pelaporan, dan hasil rekonsiliasi yang tidak dapat dijelaskan oleh PT X yang menyebabkan timbulnya kewajiban kontijen seperti sanksi bunga, sanksi denda, dan kurang bayar tambahan. Berikut ialah hasil penghitungan kewajiban kontijen pajak PT X selama tahun 2012. Tabel 5.30 Penghitungan Estimasi Kewajiban Kontijen Pajak PT X No 1 2 3 4 5 6 7 8
Jenis Sanksi Sanksi bunga PPh 21 Estimasi kurang bayar PPh 21 pegawai tetap Sanksi bunga PPh 23/26 Estimasi kurang bayar PPh 23/26 dan PPh 21 selain pegawai tetap Sanksi bunga PPh 4 ayat 2 Sanksi denda terlambat lapor SPT masa PPh 4 ayat 2 Sanksi bunga PPN Sanksi denda terlambat lapor SPT masa PPN Total Estimasi Kewajiban Kontijen Sanksi Pajak PT X
Jumlah Rp 22.771.884 Rp 400.872.831 Rp 2.294.126 Rp 1.844.875.446,95 Rp 1.266.860 Rp 100.000 Rp 33.146.898 Rp 500.000 Rp 2.305.828.046
Hasil penghitungan akhir estimasi kewajiban kontijen pajak PT X adalah sebesar Rp 2.305.828.046. Jumlah tersebut cukup material bagi perusahaan karena akan mengurangi laba rugi tahun 2012 sekitar 38.72% dari total laba rugi 2012. Maka dari itu PT X perlu mempersiapkan diri bila ternyata terbukti terjadi ketidakpatuhan perpajakan pada tahun pajak 2012 dan dilakukan pemeriksaan oleh fiskus yang dapat berujung dikenakannya sanksi pasal 13 UU KUP atas
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
88
SKPKB. Disamping itu, PT X juga harus membayarkan sanksi bunga, denda, dan kurang bayar atas ketidakpatuhan tersebut.
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
BAB 6 PENUTUP
6.1 Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk memberikan penilaian atas kepatuhan pajak salah satu perusahaan digital agency, PT X, di Indonesia. Penilaian kepatuhan perpajakan tersebut dilakukan dengan melaksanakan tax review atas seluruh aspek perpajakan perusahaan. Pada dasarnya tax review merupakan suatu rangkaian pemeriksaan untuk menilai apakah wajib pajak sudah menjalankan aktivitas perpajakanya sesuai dengan aturan perpajakan yang berlaku. Tidak terdapat prosedur baku dalam melakukan tax review, setiap orang mempunyai cara yang berbeda terlebih lagi Konsultan Pajak. Dalam penelitian ini, prosedur yang digunakan dalam melakukan tax review pada PT X adalah dengan membandingkan peraturan perpajakan atas objek pajak, tarif pajak, ketepatan waktu penyetoran dan pelaporan, dan rekonsiliasi pajak. Aspek perpajakan yang dinilai pun hanya terbatas pada PPh 21, 23/26, 4 Ayat 2 dan PPN. Jika terdapat ketidaksesuaian dengan peraturan pajak atas aspek yang dinilai, maka ada indikasi pengenaan sanksi perpajakan. Sanksi perpajakan tersebut akan menjadi kewajiban kontinjen bagi perusahaan yang harus dilunasi nantinya. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa PT X patuh dalam mengenakan PPh 21, 23/26, dan 4 ayat 2 atas objek pajak dengan tarif pajak pajak sesuai dengan aturan perpajakan kecuali untuk PPN karena royalti yang dibayarkan ke perusahaan di Singapura belum disetorkan PPN-nya. Namun disisi lain dari aspek ketepatan waku penyetoran dan pelaporan serta rekonsiliasi pajak, perusahaan belum dapat dikatakan patuh. Hal ini dikarenakan masih terdapat penyetoran dan pelaporan SPT Masa pajak yang tidak tepat waktu disetor dan disampaikan ke KPP setempat. Terkait rekonsiliasi, PT X belum pernah melakukannya dengan baik pada tahun pajak 2012 sehingga timbul perbedaan antara objek pajak dalam SPT dengan yang terdapat pada laporan keuangan dan PT X tidak mampu memberikan konfirmasi perbedaan tersebut. Oleh sebab itu dari aspek pelaporan, penyetoran dan rekonsiliasi yang masih tidak sesuai, hasil
89` Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
90
tax review menunjukan bahwa terdapat estimasi kewajiban kontijen PT X sebesar Rp 2.305.828.046. Jumlah tersebut didapatkan dari penjumlahan sanksi bunga, sanksi denda, dan pajak kurang bayar tambahan. Namun jumlah tersebut masih estimasi karena bagian rekonsiliasi tidak mendapatkan konfirmasi dari PT X. Dengan demikian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa PT X belum 100% dapat dikatakan sebagai wajib pajak patuh karena masih terdapat ketidakpatuhan terhadap aturan perpajakan. Hal ini dibuktikan dari hasil tax review yang menghasilkan kewajiban kontijen. Implikasi penelitian ini bagi PT X adalah agar melakukan pembenahan terkait aspek perpajakan perusahaan sehingga kewajiban perpajakan dilaksanakan sesuai dengan aturan. Di sisi lain terdapat implikasi juga untuk DJP dalam meningkatkan pengawasan agar misi terkait penggalakan penagihan dan pengawasan subjek pajak lebih ditingkatkan lagi.
6.2 Rekomendasi Peningkatan Kepatuhan Pajak Untuk PT X Hasil tax review yang telah dilakukan menunjukan adanya kewajiban kontijen yang harus dibayarkan perusahaan dikemudian hari. Hal ini muncul karena belum sempurnanya pelaksanaan kewajiban pajak perusahaan meskipun telah dibantu oleh Konsultan Pajak. Kepatuhan pajak PT X masih perlu ditingkatkan kembali agar tidak muncul kesalahan yang sama untuk tahun pajak berikutnya. Beberapa rekomendasi perlu menjadi pertimbangan oleh PT X dalam meningkatkan kepatuhan pajak dikemudian hari. Berikut adalah rekomendasi yang diberikan setelah melakukan tax review atas PPh 21, 23/26, 4 ayat 2, dan PPN PT X : 1. PT X harus selalu mengontrol waktu setoran pajak ke KPP. Keterlambatan penyetoran sudah beberapa kali terjadi dalam satu tahun pajak 2012, hal ini perlu diminimalisir dengan cara pengontrolan dari PT X. Meskipun untuk pemenuhan kewajiban penyetoran diserahkan kepada Konsultan Pajak, namun ketika terjadi terlambat menyetor, maka sanksi pajak tetap akan dikenakan ke PT X bukan ke Konsultan Pajak. Pengontrolan setiap lima sampai enam hari sebelum penyetoran pajak akan membantu PT X mengurangi risiko sanksi bunga akibat terlambat setor.
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
91
2. PT X wajib memeriksa kembali SPT yang telah dibuat oleh Konsultan Pajak serta memberikan deadline pengerjaan SPT lima sampai enam hari sebelum waktu lapor sehingga mengurangi risiko terlambat lapor dan salah saji yang menyebabkan terjadinya pembetulan. Dengan dilakukannya pemeriksaan kembali tersebut, diharapkan PT X tidak sampai salah melaporkan SPT masa. Lebih lanjut, agar SPT yang dilaporkan tidak sampai terlambat maka PT X juga mengontrol pelaporan yang dilakukan Konsultan Pajak. Menurut hasil tax review, pelaporan SPT masa PT X sering kali dilakukan mendekati batas akhir pelaporan, terutama SPT PPN, hal tersebut membuat sering terjadi kesalahan penyajian dan jika dilakukan pembetulan yang mengakibatkan kurang bayar tambahan, maka PT X akan dikenakan denda 3. Intensitas pembetulan yang terjadi sering menyebabkan kurang bayar tambahan. Hal ini perlu diatasi dengan cara pengendalian sistem pencatatan akuntansi dan perpajakan yang baik agar setiap transaksi tidak mengalami kesalahan input PPh atau PPN dan lain sebagainya. Semakin berkurangnya intensitas pembetulan SPT masa, maka semakin kecil kemungkinan terjadinya sanksi bunga akibat kurang bayar tambahan 4. Perusahaan harus melakukan rekonsiliasi pajak rutin setiap kurun waktu tertentu misalnya sebulan sekali. Hal ini penting untuk memastikan apakah semua objek pajak yang seharusnya dilaporkan oleh PT X memang benar telah dilaporkan semua. Selama tahun 2012 PT X tidak pernah melakukan rekonsiliasi pajak oleh sebab itu ketika Penulis menanyakan hal mengenai hubungan akun biaya dengan PPh 21, 23/26, atau PPN, divisi FA agak kebingunan. 5. PT X perlu memisahkan akun mana yang dikenakan PPh 21, 23/26, 4 ayat 2 serta yang dikenakan PPN. Hal ini menjadi pertimbangan penting karena, Penulis mengalami kesulitan saat melakukan rekonsiliasi terkait transaksi yang dikenakan PPh dan PPN tersebut karena tidak mengetahui secara pasti akun-akun mana dalam laporan keuangan yang merupakan objek PPh dan PPN yang sesuai dengan yang terdapat pada SPT. Jika hal ini dilaksanakan maka, PT X akan sangat dimudahkan ketika melakukan rekonsiliasi karena
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
92
akun yang berhubungan dengan objek PPh dan PPN dapat dicari dengan mudah. 6. PT X perlu melakukan tax review untuk dapat menilai kepatuhan pajak perusahaan sehingga tidak selalu merasa bahwa segala kewajiban perpajakan sudah dijalankan sesuai aturan. Konsultan Pajak pun tidak pernah melakukan tax review untuk PT X, oleh sebab itu perusahaan perlu mempertimbangkan rekomendasi ini untuk mengetahui apakah sesunggunya perusahaan sudah patuh atau belum dan apakah terdapat kewajiban kontijen yang mungkin muncul. 7. PT X juga harus meninjau kembali hasil kerja Konsultan Pajak seperti SPT, bukti potong, penyetoran dan lain sebagianya sehingga PT X bisa mengurangi risiko kesalahan yang menyebabkan ketidakpatuhan perusahaan dengan aturan perpajakan.
6.2 Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini Penulis menyadari bahwa masih terdapat keterbatasan dalam melakukan tax review pada PT X. Tidak diberikannya konfirmasi perihal rekonsiliasi pajak dengan sistem akuntansi perusahaan membuat Penulis tidak mampu memastikan angka apakah hasil rekonsiliasi tersebut sudah menggambarkan kondisi yang seakurat mungkin. Oleh karena itu kewajiban kontijen pun menjadi sebuah jumlah yang masih diestimasi. Selain itu terdapat juga keterbatasan dalam meneliti aspek pajak lainnya misalnya PPh 25, PPh Badan, PPh 29, dan lain sebagainya. Ketika seluruh aspek perpajakan dalam satu perusahaan diteliti semua maka akan lebih merepresentasikan hasil tax review yang lebih valid. Pada akhirnya jumlah kewajiban kontijen yang dihasilkan pun menjadi angka yang tidak hanya estimasi.
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
93
DAFTAR REFERENSI
Aribowo, Irwan. (2013).Bagaimana Strategi DJP Dalam Mengamankan Target Penerimaan Pajak 2013?. http://www.bppk.depkeu.go.id/webpajak/index.php /artikel/opini-kita-lain-lain/1430-bagaimana-strategi-djpdalammengamankan target-penerimaan-pajak-2013. (Diakses pada 13 November 2013 pukul 11.15 WIB).
Badan Pusat Statistik. (2013). Penduduk Berumur 15 tahun ke atas menurut jenis kegiatan tahun, 2004 – 2013 berdasarkan angkatan kerja 2009-2013. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek =06¬ab=1. (Diakses pada 13 November 2013 pukul 12.04 WIB).
Badan Pusat Statistik. (2013). Realisasi Penerimaan Negara (Milyar Rupiah), 2007-2013. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=2&tabel=1&daftar= 1&id_subyek=13¬ab=1. (Diakses pada 13 November 2013 pukul 13.06 WIB).
Direktorat Jenderal Pajak. (2012). Seri PPh - Pajak Penghasilan Pasal 26.http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-penghasilan-pasal-26. (Diakses pada 13 November 2013 pukul 11.32 WIB).
Hidayat, Nur. (2013). Pemeriksaan Pajak, Menghindari & Menghadapi. Jakarta : penerbit PT Elex Media Komputindo Kompas Gramedia.
Ikatan Akuntan Indonesia. (2013). Modul Pelatihan Pajak Terapan Brevet A dan B Terpadu. Jakarta: Penerbit Ikatan Akuntan Indonesia.
Kumar, Krishna. (2000). Meeting The Challenge Of A Borderless Economy Needed A Strategic Shift?. Lucknow India: Indian Institute of Management
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
94
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor - 44/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 13/PJ/2010 tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak No.31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh 21.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto PPh 23.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 30/PMK.03/2011 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan nomor 70/PMK.03/2010 tentang Batasan Kegiatan dan Jenis Jasa Kena Pajak yang Atas Ekspornya dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2002 tentang Pembayaran Pajak penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah Dan/atau Bangunan
Setiawan, Agus.& Musri, Basri. (2007). Tax Audit dan Tax Review. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Sumarsan, Thomas. (2013). Tax Review dan Strategi Perencanaan Pajak. Jakarta: penerbit PT Indeks.
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
95
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE - 29/PJ.53/2003 tentang Langkahlangkah Penanganan Atas Penerbitan dan Penggunaan Faktur Pajak Tidak Sah (Fiktif).
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai.
Waluyo. (2011). Perpajakan Indonesia. Buku 1 Edisi 10. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Zain, Mohammad. (2008). Manajemen Perpajakan. Buku Edisi 3. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
96
Lampiran 1 : Balance Sheet PT X as of 2012
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
97
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
98
Lampiran 2 : Income Statement For The Year Ended 2012
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
99
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014
100
Universitas Indonesia Analisis tax ..., Gede Wira Mahardika, FE UI, 2014