Universitas Indonesia
Analisa Implementasi Konsep Triple Bottom Line Pada Program Corporate Social Responsibility Sebagai Bagian Dari Strategi Hubungan Masyarakat Perusahaan (Studi Kasus: Program C.A.F.E Practice Starbucks)
MAKALAH NON-SEMINAR
RESSI PUTRI AVICENIA 1106084740
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI PROGRAM SARJANA PARALEL
DEPOK DESEMBER 2014
Analisa implementasi..., Ressi Putri Avicenia, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
Analisa Implementasi Konsep Triple Bottom Line Pada Program Corporate Social Responsibility Sebagai Bagian Dari Strategi Hubungan Masyarakat Perusahaan (Studi Kasus: Program C.A.F.E Practice Starbucks)
MAKALAH NON-SEMINAR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ilmu Komunikasi
RESSI PUTRI AVICENIA 1106084740
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI PROGRAM SARJANA PARALEL
DEPOK DESEMBER 2014 i Analisa implementasi..., Ressi Putri Avicenia, FISIP UI, 2014
Analisa implementasi..., Ressi Putri Avicenia, FISIP UI, 2014
Analisa implementasi..., Ressi Putri Avicenia, FISIP UI, 2014
Analisa implementasi..., Ressi Putri Avicenia, FISIP UI, 2014
Analisa implementasi..., Ressi Putri Avicenia, FISIP UI, 2014
Analisa Implementasi Konsep Triple Bottom Line Pada Program Corporate Social Responsibility Sebagai Bagian Dari Strategi Hubungan Masyarakat Perusahaan (Studi Kasus: Program C.A.F.E Practice Starbucks) Ressi P. Avicenia Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia Email:
[email protected] ABSTRAKSI Makalah ini akan membahas mengenai bagaimana Starbucks mengimplementasikan ketiga pilar yang disebut dengan konsep Triple Bottom Line (TBL) dalam program Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai salah satu strategi Hubungan Masyarakat (Humas). Makalah ini juga akan membahas mengenai bagaimana Starbucks berhasil mengintegrasikan kepentingan perusahaan dan kepentingan dari pemangku kepentingannya ke dalam program CSR. Hasil dari analisis yang dilakukan adalah Starbucks telah berhasil mengimplementasikan konsep TBL untuk menjawab isu dari 3 aspek yaitu sosial, ekonomi dan lingkungan pada program CSR-nya. Program CSR Starbucks juga memberikan manfaat pada reputasi dan hubungan antara Starbucks dan para pemangku kepentingan. Hubungan baik tersebut dijalin dengan cara meningkatkan kualitas hidup dari pemangku kepentingannya yang juga memiliki dampak kepada keberlangsungan perusahaan. (kata kunci: corporate social responsibility, triple bottom line, public relations, corporate communications)
vi
Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Ressi Putri Avicenia, FISIP UI, 2014
Analysis on the Implementation of Triple Bottom Line Concept on Corporate Social Responsibility as a Part of Corporate Public Relations Strategy (Case Study: C.A.F.E Practice Starbucks) ABSTRACT This paper will discuss about how Starbucks implemented the three pillars of Triple Bottom Line (TBL) concept into their Corporate Social Responsibility (CSR) program as a part of Public Relations (PR) strategy. This paper will also discuss about how Starbucks successfully integrated their corporate goals and the interests of their stakeholders into the CSR program. The results of the analysis is that Starbucks has successfully implemented the concept of TBL to address the issue of the 3 aspects such as social, economic and environmental in their CSR program. Starbucks CSR program also provided benefits to the reputation and the beneficial relationship between Starbucks and their stakeholders. Beneficial relationship is maintained by improving the stakeholders’ quality of life and at the same time have an impact on the sustainability of the company. (keywords: corporate social responsibility, triple bottom line, corporate public relations)
vii
Universitas Indonesia
Analisa implementasi..., Ressi Putri Avicenia, FISIP UI, 2014
1
PENDAHULUAN Hubungan Masyarakat (humas) adalah fungsi manajemen yang membentuk komunikasi, pengertian, penerimaan, dan kerjasama dua arah yang terjadi antara perusahaan dan publik atau pemangku kepentingannya (Alan, 2008:61). Akan tetapi, Hutton berpendapat bahwa fungsi utama dari humas perusahaan adalah untuk memperkuat reputasi perusahaan (Hutton et al., 2001; L. Smith, 1996; Strenski, 1998). Menurut Cramer & Ruefli (1994), reputasi dianggap sebagai salah satu faktor penting yang dapat memberikan dampak positif pada keberlangsungan perusahaan (Behestifar & Azam, 2013:15). Seorang humas juga memiliki tugas untuk menjaga hubungan baik yang saling menguntungkan antara perusahaan dan publiknya. Hubungan baik tersebut dijalin demi mencapai tujuan perusahaan, dengan tetap memperhatikan kepentingan publiknya (Iriantara, 2004:9). Salah satu strategi yang dapat digunakan oleh seorang humas untuk menjaga reputasi dan hubungan dengan publiknya adalah melalui program Corporate Social Responsibility (CSR). Secara singkat dalam jurnal Strategic Approach to Corporate Social Responsibility, McElhaney mendefinisikan CSR sebagai “using the power of business to create a better world” (McElhaney, 2008:31). CSR merupakan program tanggung jawab sosial perusahaan yang diharapkan dapat memberikan manfaat positif untuk komunitas sekitar perusahaan maupun masyarakat secara luas. Sekarang ini, di berbagai belahan dunia, perusahaan diminta untuk tidak lagi hanya berfokus pada pendapatan profit semata. Perusahaan mulai dituntut untuk mewujudkan rasa tanggung jawab sosialnya kepada publik melalui kegiatan tersebut. Perubahan yang terjadi pada perusahaan di berbagai negara tersebut juga memberikan dampak pada perusahaan yang menjalankan bisnisnya di Indonesia. Di Indonesia, kewajiban perusahaan untuk melakukan kegiatan CSR diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007. Pasal 74 mengatur bahwa Perseroan memiliki kewajiban untuk melaksanakan Tanggung Jawab
Universitas Indonesia Analisa implementasi..., Ressi Putri Avicenia, FISIP UI, 2014
2
Sosial dan Lingkungan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya pelaksanaannya yang dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Pelaksanaan kegiatan CSR yang terjadi akhir-akhir ini juga sudah mengalami perubahan dibandingkan dengan kegiatan CSR yang terjadi pada awalnya. Perusahaan tidak lagi hanya melaksanakan CSR sebagai kegiatan filantropis yang sekedar memberikan sumbangan berupa jasa atau materi kepada publik sekitar yang membutuhkan. Akan tetapi, perusahaan mulai berusaha untuk melaksanakan CSR yang lebih bersifat strategis. Perusahaan mulai memikirkan bagaimana cara menguntungkan kedua belah pihak, yaitu publik dan perusahaan, dengan cara mengintegrasikan kepentingan publik ke dalam kepentingan perusahaan. Alasan perusahaan dalam melakukan kegiatan CSR strategis, salah satunya adalah untuk menjaga reputasi dan hubungan dengan publiknya yang berdampak pada keberlangsungan bisnis. Hal ini dilakukan dengan tetap memperhatikan kebutuhan pemangku kepentingan perusahaan. Oleh karena itu, humas memiliki tugas untuk mengintegrasikan kepentingan dari pemangku kepentingan tersebut dengan tujuan perusahaan dalam program CSR-nya. Dikutip dari Natufe (2001:9) dalam buku Community Relations Konsep dan Aplikasinya (Iriantara, 2004:49) terdapat 3 pilar dasar yang harus diperhatikan dalam menjalankan kegiatan CSR, yaitu (1) mendorong kesejahteraan ekonomi, (2) perbaikan lingkungan hidup, (3) tanggung jawab sosial. 3 pilar tersebut dikenal juga dengan nama konsep Triple Bottom Line (TBL). Pengimplementasian konsep TBL pada program CSR memiliki berbagai manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung kepada perusahaan. McElhaney menyatakan bahwa manfaat dari CSR dapat dirasakan oleh perusahaan melalui sumber daya manusia, manajemen bakat, reputasi, dan penghematan biaya operasional. Selain itu, McElhaney juga berpendapat bahwa karyawan akan cenderung lebih loyal dan puas kepada perusahaan yang menunjukkan komitmennya terhadap kegiatan CSR (McElhaney, 2008:31). Starbucks, perusahaan kopi yang berpusat di Seattle, Washington merupakan perusahaan yang menduduki posisi ke lima sebagai perusahaan dengan CSR
Universitas Indonesia Analisa implementasi..., Ressi Putri Avicenia, FISIP UI, 2014
3
terbaik (Fortune, 2012). Pada tahun 1971 Starbucks merupakan penjual biji kopi, the dan rempah-rempah. Namun, sekarang Starbucks telah berkembang dan memiliki 20.000 toko cabang di 65 negara. Starbucks bertujuan untuk menanam semua produk kopinya di bawah standar kualitas yang tinggi dengan menggunakan praktik perdagangan adil (Starbucks Coffee Company, 2014). Didasari oleh tujuan Starbucks yang memiliki kepedulian terhadap produk kopi dan juga praktik perdagangan yang adil, pada tahun 2008 Starbucks melaksanakan kegiatan CSR yang disebut program
Coffee and Farmer Equity (C.A.F.E.).
Program C.A.F.E. merupakan cara pembelian komprehensif yang menjamin kualitas kopi sambil memperhatikan standar sosial, ekonomi dan lingkungan. Starbucks memiliki tujuan untuk memenuhi standar pembelian adil semua kopi pada tahun 2015. Dengan diadakannya program C.A.F.E., Starbucks berusaha untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi petani dan juga iklim yang lebih stabil bagi planet. Starbucks berharap bahwa program C.A.F.E. akan membantu menyediakan biji kopi yang berkualitas tinggi dalam jangka panjang (Starbucks Corporation, 2014). Makalah
ini
akan
membahas
mengenai
bagaimana
Starbucks
mengimplementasikan ketiga pilar yang disebut dengan konsep TBL dalam program CSR nya sebagai salah satu strategi humas. Makalah ini juga akan membahas mengenai bagaimana Starbucks tidak hanya berorientasi terhadap profit tetapi juga mempunyai tujuan dalam meningkatkan kualitas hidup pemangku kepentingan perusahaan, konsumen, kopi, shareholders, anggota komunitas, supplier dan pihak lain yang bekerja dengan perusahaan.
Universitas Indonesia Analisa implementasi..., Ressi Putri Avicenia, FISIP UI, 2014
4
TINJAUAN TEORITIS 1. Hubungan Masyarakat Perusahaan Iriantara dalam Community Relations Konsep dan Aplikasinya mengutip Scott Cutlip dan Allan Center yang mendefinisikan Public Relations sebagai: “…upaya terencana guna memengaruhi opini publik melalui karakter yang baik dan kinerja yang bertanggung jawab, yang didasarkan pada komunikasi dua arah yang memuaskan kedua belah pihak.” Pernyataan tersebut juga didukung oleh Belasen (2008:61) yang menyatakan bahwa humas adalah suatu fungsi manajemen dua arah yang memfasilitasi komunikasi, pengertian, penerimaan dan kerjasama antara perusahaan dan publik. Humas yang efektif bertugas untuk memfasilitasi hubungan perusahaan dengan publik internal dan eksternal yang mengarah pada keberlangsungan perusahaan yang lebih baik (Leeper & Leeper 2001). Selain itu, menurut Iriantara, humas juga memiliki banyak tugas lain yang mengarah pada peningkatan atau terjaganya reputasi dan citra organisasi di mata publik melalui kegiatan komunikasi yang dijalankan (Iriantara, 2004:4). Pernyataan di atas juga sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Dr. Carter McNamara (2002:1) berdasarkan tujuan kegiatan humas, yaitu sebagai suatu aktivitas berkelanjutan yang bertujuan untuk menjamin perusahaan memiliki citra yang kuat di mata publik. a. Pemangku Kepentingan Hubungan Masyarakat Perusahaan Dari
definisi-definisi
mengenai
humas,
disebutkan
bahwa
humas
bertanggung jawab akan hubungan antara perusahaan dengan publik atau pemangku kepentingannya. Menurut Wheelen dan Hunger (1995:61), pemangku kepentingan dari humas perusahaan merupakan kelompokkelompok yang memiliki kepentingan dengan kegiatan perusahaan, dan dengan adanya kepentingan yang dimiliki, maka kelompok tersebut
Universitas Indonesia Analisa implementasi..., Ressi Putri Avicenia, FISIP UI, 2014
5
berpontensi untuk mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan perusahaan (Iriantara, 2004:7). Selain itu, seperti yang dikutip oleh Iriantara dari Rhenald Kesali (1994:63), publik humas perusahaan adalah “setiap kelompok yang berada di dalam maupun di luar perusahaan yang mempunyai peran dalam memnentukan keberhasilan perusahaan.” Dengan demikian, pemangku kepentingan dari humas perusahan adalah pihak-pihak baik internal dan eksternal perusahaan yang memiliki kepentingannya dan dapat saling mempengaruhi antara pemangku kepentingan dan perusahaan itu sendiri. Oleh karena itu, humas di suatu perusahaan bertugas untuk menjaga hubungan antara perusahaan dengan pemangku kepentingannya agar tetap saling menguntungkan satu sama lain. 2. Corporate Social Responsibility Secara singkat, dalam jurnal Strategic Approach to Corporate Social Responsibility, McElhaney mendefinisikan CSR sebagai “using the power of business to create a better world” (McElhaney, 2008:31). Selain itu, dikutip dari Natufe (2001:9) dengan mengutip World Business Council for Sustainable Development dalam buku Community Relations Konsep dan Aplikasinya (Iriantara, 2004:49) definisi CSR adalah: “komitmen berkelanjutan kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan memberikan
sumbangan
pada
pembangunan
ekonomi
sekaligus
memperbaiki mutu hidup angkatan kerja dan keluarganya serta komunitas lokal dan masyarakat secara keseluruhan” Definisi tersebut kemudian diperkuat oleh World Bank dalam artikel India: Corporate Social Responsibility yang menyebutkan bahwa CSR bukan hanya sekedar bantuan sosial atau filantropi, melainkan dianggap sebagai suatu kepentingan dalam strategi bisnis yang baik. CSR dapat membantu mengurangi
investasi
risiko
dan
meningkatkan
keuntungan
dengan
meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. CSR merupakan kerjasama
Universitas Indonesia Analisa implementasi..., Ressi Putri Avicenia, FISIP UI, 2014
6
yang dijalin dengan pemerintah, masyarakat yang bertujuan untuk memperbaiki kehidupan banyak orang. (World Bank, 2013) Coombs & Holaday mendefinisikan CSR sebagai suatu tindakan sukarela yang dilakukan organisasi dengan tujuan untuk mengejar misi dan memenuhi kewajibannya
kepada
pemangku
kepentingan,
termasuk
karyawan,
masyarakat, lingkungan, dan masyarakat secara keseluruhan dengan melihat pentingnya aspek triple bottom line (Coombs & Holladay, 2012:29). Secara strategis, CSR didefinisikan sebagai suatu konsep dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dan lingkungannya kepada kegiatan bisnis dan interaksi perusahaan dengan pemangku kepentingan (European Commission, 2010 ). Dengan kata lain, CSR dapat menjadi strategis apabila kegiatan tersebut terintegrasi dengan kepentingan publik dan tujuan perusahaan. Dari definisi-definisi di atas, dapat dilihat bahwa fokus perusahaan tidak lagi hanya berpusat pada profit, tetapi perusahaan juga memiliki kewajiban kepada pemangku kepentingan untuk mewujudkan kepeduliannya terhadap isu sosial, ekonomi maupun lingkungan. a. Panorama Corporate Social Responsibility Dalam perkembangannya, perusahaan melaksanakan kegiatan CSR dengan cara dan tujuan yang beragam. Oleh karena itu, seperti yang dibahas dalam artikel Amerta Brief Note 9: Meninjau Kembali Pengertian Dan Panorama CSR (Primahendra, 2011:2-3) kegiatan CSR dapat dibagi menjadi empat berdasarkan manfaat yang diberikan kepada perusahaan dan manfaat kepada masyarakat.
Universitas Indonesia Analisa implementasi..., Ressi Putri Avicenia, FISIP UI, 2014
7
Filantropi
Tinggi
Advertising
Proyek Relasi
Rendah
Tinggi
Rendah Manfaat Pada Bisnis
Gambar 1. Model Panorama Corporate Social Responsibility Sumber: Amerta Brief Note 9: Meninjau Kembali Pengertian Dan Panorama CSR
1) CSR Strategis Seperti yang dikutip dari Brief Note 9: Meninjau Kembali Pengertian Dan Panorama CSR, Primahendra mendeskripsikan CSR strategis: “mencakup berbagai kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk memastikan rantai nilai (value chain) dari proses bisnis yang dilakukan memberikan dampak sosial dan lingkungan yang positif dan berkelanjutan. Bagi perusahaan CSR strategis merupakan bagian dari strategi perusahaan yang dimaksudkan memberikan keunggulan kompetitif melalui integrasi proses bisnis dan kolaborasi dengan pemangku kepentingan.” Selain itu, McElhaney berpendapat bahwa CSR strategis adalah strategi bisnis yang terintegrasi dengan tujuan bisnis dan core competencies perusahaan dan dari awal dirancang untuk menciptakan nilai bisnis dan perubahan sosial yang positif dan tertanam dalam budaya dan operasi bisnis sehari-hari (McElhaney, 2008). 2) Filantropi Filantropi merupakan kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk mendukung isu-isu sosial dan lingkungan. Bantuan yang diberikan perusahaan dilaksanakan dalam jangka waktu yang cenderung singkat
Universitas Indonesia Analisa implementasi..., Ressi Putri Avicenia, FISIP UI, 2014
Manfaat Pada Masyarakat
CSR Strategis
8
untuk memberikan dampak yang nyata pada isu yang dipilih. Kegiatan jenis filantropi ini memiliki manfaat tinggi padamasyarakat, namun cenderung rendah pada perusahaan. 3) Proyek Relasi Proyek relasi merupakan kegiatan yang memiliki manfaat rendah baik untuk
perusahaan maupun masyarakat.
Kegiatan ini
biasanya
merupakan pemberian bantuan pada suatu isu yang diusulkan oleh pihak eksternal. Bantuan tersebut diberikan oleh perusahaan dengan tujuan untuk mitigasi risiko. 4) Advertising Advertising merupakan kegiatan yang memiliki manfaat rendah kepada masyarakat namun memberikan manfaat yang tinggi pada perusahaan. Kegiatan advertising tidak bertujuan untuk memberikan dampak yang berkelanjutan tetapi bertujuan untuk menciptakan berita.
3. Triple Bottom Line Istilah Triple Bottom Line (TBL) dikemukakan oleh John Elkington (1994) dalam buku Cannibals With Forks. Elkington sendiri adalah pendiri SustainAbility, yaitu perusahaan konsultan yang membantu perusahaan dalam mengintegrasikan kegiatan CSR dalam kegiatan bisnisnya. TBL juga dikenal dengan istilah 3P yaitu People, Planet dan Profit (Brooks, 2013).
Universitas Indonesia Analisa implementasi..., Ressi Putri Avicenia, FISIP UI, 2014
9
Gambar 2. Model Konsep Triple Bottom Line
Sumber: (Brooks, 2013) Coombs & Holladay (2012:8) dalam buku Managing Corporate Social Responsibility:
A
Communication
Approach,
secara
singkat
mereka
mendefinisikan konsep TBL sebagai kepedulian terhadap masyarakat, lingkungan dan profit. TBL memfokuskan kegiatan perusahaan pada ketiga pilar, yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan. TBL juga merupakan istilah yang digunakan untuk mengukur dan mengevaluasi kinerja perusahaan terhadap isu ekonomi, sosial dan lingkungan (Vanclay, 2004). Konsep TBL ini juga dibahas lebih jauh dalam penelitian Starbucks with Corporate Social Responsibility (CSR) “How Starbucks succeeds in a business world with CSR” (Harnrungchalotorn, 2010:8-11) 1) Ekonomi Tujuan dasar dari setiap perusahaan adalah untuk mendapatkan keuntungan dan profit. Agar dapat menjamin keberlangsungan bisnisnya, perusahaan tidak bisa hanya memperhatikan kepentingan mendapatkan profit saja, tetapi perusahaan juga harus menaruh kepedulian terhadap kondisi masyarakat dan keadaan lingkungan sekitar (Elkington, 1997:72). Kepedulian perusahaan terhadap kondisi masyarakat dan keadaan lingkungan sekitar pada akhirnya dapat berpengaruh langsung pada
Universitas Indonesia Analisa implementasi..., Ressi Putri Avicenia, FISIP UI, 2014
10
perusahaan. Pengaruhnya dapat berupa pengurangan biaya produksi, penciptaan kualitas baik produk, citra yang baik di media, dan juga membangun
hubungan
jangka
panjang
dengan
para
pemangku
kepentingan itu sendiri. 2) Sosial Perusahaan harus bertanggung jawab secara sosial baik di dalam dan di luar perusahaan. Tanggung jawab tersebut memiliki dampak bagi perkembangan perusahaan dengan menyediakan tempat kerja dan lingkungan yang baik, pelatihan keterampilan, kesejahteraan, dan hak asasi manusia. Sementara, untuk di luar perusahaan, tanggung jawab tersebut dapat menciptakan hubungan yang baik antara perusahaan dan masyarakat dengan menciptakan kegiatan yang mendukung atau membantu kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan dalam menjalin hubungan dengan pemangku kepentingannya. Hubungan yang dijalin bukan hanya untuk mendatangkan manfaat bagi perusahaan tetapi untuk menciptakan manfaat bersama baik untuk perusahaan dan publiknya (Iriantara, 2004:18). 3) Lingkungan Setiap orang dan kegiatannya berhubungan dengan lingkungan. Setiap orang juga pasti pernah merasakan manfaat dari sumber daya alam. Namun, dewasa ini kerusakan lingkungan terjadi di berbagai tempat dan disebabkan oleh orang-orang atau perusahaan yang tidak bertanggung jawab dan tidak peduli terhadap dampaknya. Kerusakan lingkungan yang terjadi dapat mengakibatkan polusi, pencemaran air, hingga perubahan iklim. Untuk tetap menjaga kelestarian lingkungan, perusahaan diharapkan untuk mengurangi
penggunaan
sumber
daya
alam
dengan
melakukan
penggantian teknologi menjadi teknologi yang ramah lingkungan.
Universitas Indonesia Analisa implementasi..., Ressi Putri Avicenia, FISIP UI, 2014
11
Teknologi ramah lingkungan juga dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan perusahaan. Selain itu, perusahaan juga diharapkan untuk mengolah limbahnya terlebih dahulu sebelum membuangnya.
4. Corporate Social Responsibility Sebagai Strategi Public Relations McNamara
(2002:10)
berpendapat
bahwa
semua
perusahaaan
memprioritaskan keberlanjutan bisnis sebagai tujuan utamanya. Keberlanjutan bisnis ini dapat ditentukan oleh dua faktor, diantaranya adalah hubungan perusahaan dengan publiknya dan reputasi perusahaan itu sendiri. Peak (dalam Lesly, 1991:117) menyatakan bahwa penentu keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya, bukan hanya mereka yang berada di dalam organisasi saja, tetapi juga komunitas yang berada di sekeliling wilayah operasi perusahaan (Iriantara, 2004:30). Belasen mengatakan bahwa identitas yang kuat dapat berkembang menjadi suatu ideologi yang mendorong anggota perusahaan menuju ke arah tujuan organisasi. Sementara, reputasi yang kuat dapat membantu perusahaan dalam mengelola proses adaptasi dan pertahanan. Apabila reputasi dan identitas ini sejalan, organisasi secara keseluruhan dapat diterima oleh publik (Belasen, 2008:27-28). Seorang humas perusahaan bertugas untuk menjalin hubungan baik dengan pemangku kepentingan perusahaan sekaligus menjaga atau meningkatkan reputasi perusahaan. Agar reputasi dan hubungan baik antara perusahaan dan publiknya dapat terjalin, humas berusaha untuk mengintegrasikan kepentingan publik dengan kepentingan perusahaan. Oleh karena itu, humas memanfaatkan kegiatan CSR sebagai strategi untuk mencapai tujuannya tersebut. Pada penelitian Starbucks with Corporate Social Responsibility (CSR) “How Starbucks succeeds in a business world with CSR”, CSR dianggap sebagai suatu strategi jangka panjang bagi perusahaan. Hal ini dikarenakan CSR merupakan bentuk tanggung jawab pada isu sosial, lingkungan dan ekonomi
Universitas Indonesia Analisa implementasi..., Ressi Putri Avicenia, FISIP UI, 2014
12
yang mendukung keuntungan perusahaan jangka panjang (Enquist.B, Edvardsson B. 2009, p 110-111). a. Manfaat Corporate Social Responsibility Coombs & Holladay (2012:13-14) menyatakan mengenai manfaat dari kegiatan CSR. Pada makalah ini, manfaat kegiatan CSR akan berfokus kepada tiga bagian, yaitu manfaat bagi perusahaan, publik dan juga lingkungan. Salah satu manfaat yang dapat dirasakan perusahaan adalah pengurangan biaya produksi. Pengurangan biaya produksi ini menjadi penting karena dengan meminimalisir biaya produksi yang dikeluarkan, perusahaan akan mendapatkan pemasukan keuntungan yang lebih banyak. Kegiatan CSR dapat memberikan manfaat berupa pengurangan biaya produksi apabila perusahaan berfokus pada isu seperti keberlangsungan, efisiensi energi dan sumber daya yang diperbarui. Pendapat tersebut juga didukung oleh Samuel dan Saari (2001:2-3) dalam buku Community Relations Konsep dan Aplikasinya yang menyatakan bahwa salah satu manfaat yang diberikan oleh program CSR adalah manajemen reputasi perusahaan. Manajemen reputasi ini dapat memberikan pengaruh pada keberlangsungan perusahaan dengan cara meminimalkan risiko dan memaksimalkan keuntungan dengan menjaga kepercayaan pemangku kepentingan (Iriantara, 2004:49). Coombs & Holaday kemudian menambahkan bahwa kegiatan CSR yang dilaksanakan dapat menarik perhatian investor, pegawai, konsumen dan liputan media yang positif. Investor yang memiliki kepedulian sosial akan tertarik pada identitas CSR kuat yang dimiliki oleh perusahaan. Calon atau pegawai perusahaan akan merasa lebih bangga ketika bekerja pada perusahaan yang mewujudkan kegiatan kepedulian sosial. Selain itu konsumen juga dapat memberikan dukungan kepada perusahaan dengan membeli dan juga menyebarkan berita positif mengenai perusahaan melalui komunikasi mulut ke mulut. Ditambah lagi, media tradisional dan online dapat
memberikan
reputasi
yang
positif
pada
perusahaan
yang
Universitas Indonesia Analisa implementasi..., Ressi Putri Avicenia, FISIP UI, 2014
13
melaksanakan kegiatan tanggung jawab sosialnya (Tench, Bowd, & Jones, 2007 ). Selain manfaat untuk perusahaan, kegiatan CSR juga dapat memberikan manfaat bagi publik dari perusahaan maupun masyarakat luas. Dalam buku CSR Strategies, Urip menyatakan bahwa manfaat dari program CSR yang dapat diterima oleh masyarakat adalah peningkatan kualitas hidup dan juga penyediaan lapangan kerja (Urip, 2010). Dikutip dari Rogovsky (2005), Iriantara juga menambahkan bahwa kegiatan CSR dapat memberikan manfaat kepada publik berupa kesempatan, pengalaman dan pelatihan kerja, pendanaan investasi komunitas dan juga pengembangan infrastruktur. Sementara itu, manfaat yang dapat dirasakan oleh lingkungan dari kegiatan CSR yang dilakukan oleh perusahaan adalah pengolahan limbah, ekosistem yang seimbang dan juga lingkungan yang bersih dan hijau. Kelestarian lingkungan ini menjadi penting untuk dijaga karena menyangkut kehidupan masyarakat secara luas. Masyarakat di berbagai belahan dunia akan merasakan manfaat dari kelestarian lingkungan yang terjadi di daerah sekitar tempat tinggalnya.
Universitas Indonesia Analisa implementasi..., Ressi Putri Avicenia, FISIP UI, 2014
14
PEMBAHASAN Starbucks sebagai perusahaan kopi memiliki misi “to inspire and nurture the human spirit – one person, one cup and one neighborhood at a time”. Starbucks menunjukkan komitmen dari misi tersebut dengan berusaha untuk menciptakan dampak positif untuk setiap komunitas dari setiap cangkir kopinya. Untuk itu, Starbucks memiliki prinsip yang senantiasa memperhatikan kualitas dari kopi (our coffee), mitra (our partners), konsumen (our customers), toko (our stores), tetangga (our neighbourhood), pemegang saham (our shareholders) dan juga pernyataan misi lingkungan (environmental mission statement). Seperti yang dikutip dari website Starbucks (2014), untuk mewujudkan misinya tersebut Starbucks memiliki komitmen untuk: 1. Memahami masalah lingkungan dan berbagi informasi dengan mitra kami. 2. Mengembangkan solusi inovatif dan fleksibel untuk membawa perubahan. 3. Berjuang untuk membeli, menjual dan menggunakan produk-produk ramah lingkungan. 4. Menyadari bahwa tanggung jawab keuangan sangat penting untuk masa depan lingkungan kita. 5. Menanamkan tanggung jawab lingkungan sebagai nilai perusahaan. 6. Mengukur dan memonitor kemajuan kita untuk setiap proyek. 7. Mendorong semua mitra untuk berbagi dalam misi kami. Starbucks memiliki nilai bahwa bisnis yang dijalankan oleh suatu perusahaan harus memiliki pengaruh positif kepada komunitas yang mereka layani. Starbucks ingin menjalin hubungan positif jangka panjang dengan pihak-pijak yang menyediakan produk, menciptakan dan menghasilkan produk berkualitas tinggi sekaligus membangun rantai pasokan yang stabil dan kuat. Oleh karena itu Starbucks melakukan kegiatan-kegiatan seperti praktek pembelian yang bertanggung jawab; pemberian dukungan petani; standar ekonomi, sosial dan lingkungan untuk pemasok; kolaborasi industri; dan program pengembangan masyarakat (Starbucks Corporation 2014).
Universitas Indonesia Analisa implementasi..., Ressi Putri Avicenia, FISIP UI, 2014
15
Selain itu, untuk tetap menjaga kualitas kopi sebagai produk utamanya, Starbucks senantiasa menjaga hubungan baik dengan petani kopi dan pemasok. Hubungan antara Starbucks dan petani kopi dijalin atas dasar saling menghormati. Starbucks bekerjasama dengan petani kopi untuk menjamin kualitas jangka panjang produk kopi yang dihasilkan. Karena hubungan ini lah Starbucks mendapatkan kesempatan untuk membeli langsung produk tanaman kopi terbaik di dunia. Starbucks berpendapat bahwa agar Starbucks dapat sukses, petani juga harus sukses (Starbucks Corporation, 2014). Didasari oleh tujuan Starbucks yang memiliki kepedulian terhadap kualitas produk kopi dan juga pengaruh positif yang ingin diberikan pada pemangku kepentingannya, Starbucks menciptakan dan menjalankan kegiatan-kegiatan CSRnya dengan mengintegrasikan tujuan perusahaan dengan isu sosial, ekonomi dan lingkungan. Makalah ini akan membahas salah satu CSR Starbucks yang pada praktiknya menyinggung ketiga isu tersebut, yaitu Coffee and Farmer Equity (C.A.F.E.) Practices. Program C.A.F.E adalah cara pembelian komprehensif yang menjamin kualitas kopi sekaligus memperhatikan standar sosial, ekonomi dan lingkungan. Dengan diadakannya program C.A.F.E, Starbucks berusaha untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi petani dan juga iklim yang lebih stabil bagi planet. Starbucks juga berharap bahwa program C.A.F.E akan membantu menyediakan biji kopi yang berkualitas tinggi dalam jangka panjang (Starbucks Corporation, 2014). Pada praktiknya, Starbucks bekerjasama dengan Conservation International (CI). CI bertugas sebagai pembuat pedoman mengenai cara menjaga kelestarian lingkungan dengan sekaligus mendukung jutaan petani kopi yang disesuaikan dengan prinsip pembelian adil Starbucks. Pedoman ini kemudian diikuti oleh para petani dalam kegiatan penanaman kopi yang baik untuk dikonsumsi dan juga baik untuk lingkungan. Starbucks juga bekerjasama dengan SCS Global Services sebagai pihak ketiga yang mengevaluasi praktik pembelian adil. Program C.A.F.E memiliki standar-standar yang berfokus pada bidang (Starbucks Corporation, 2014):
Universitas Indonesia Analisa implementasi..., Ressi Putri Avicenia, FISIP UI, 2014
16
1. Kualitas Produk Produk kopi yang dihasilkan harus memenuhi standar kualitas Starbucks. 2. Akuntabilitas Ekonomi Transparansi bukti pembayaran mengenai pembayaran Starbucks kepada petani akan pembelian kopi hijau yang dilakukan oleh para supply chain. 3. Tanggung Jawab Sosial Evaluasi pengukuran yang dilakukan oleh pihak ketiga untuk memastikan keamanan, keadilan dan kemanusiaan dari lingkungan kerja. Hal ini juga termasuk melindungi hak pekerja dan menyediakan lingkungan hidup yang layak. 4. Kepemimpinan Lingkungan Evaluasi yang dilakukan oleh pihak ketiga dalam membantu mengelola limbah, melindungi kualitas air, menghemat air dan energi, melestarikan keanekaragaman hayati dan juga mengurangi penggunaan bahan-bahan agrokimia. Program ini di mulai pada tahun 2004 dengan membangun Farmer Support Center di Costa Rica. Selanjutnya program ini mulai berkembang dan juga melayani petani-petani di tiga benua, yaitu Afrika, Asia dan Amerika. Pada tahun 2008, Starbucks memiliki tujuan untuk memenuhi standar pembelian adil semua (100%) kopinya pada tahun 2015 melalui program C.A.F.E. Blair Taylor, Kepala Petugas Komunitas Starbucks, melalui Starbucks Global Responsibility Report 2013 melaporkan bahwa pada tahun 2013, pembelian kopi Starbucks telah memenuhi standar program C.A.F.E. sebanyak 95%. Dalam menjalankan kegiatan CSR-nya, fungsi humas di Starbucks dijalankan oleh CSR Manajer. CSR Manajer bertugas untuk membangun reputasi merek dan citra, Starbucks melalui aktivitas komunikasi yang konsisten dengan strategi global. Selain itu, CSR Manajer secara proaktif melaksanakan kegiatan komunikasi eksternal dan kegiatan hubungan dengan media untuk membangun dan melindungi reputasi Starbucks. CSR Manajer juga memiliki tugas untuk mengatur krisis secara efektif. Semua hal tersebut tentunya harus sesuai dengan nilai dari Starbucks yang telah ditetapkan.
Universitas Indonesia Analisa implementasi..., Ressi Putri Avicenia, FISIP UI, 2014
17
Target utama pemangku kepentingan dalam program C.A.F.E adalah petani penanam dan pemasok kopi yang berada di daerah pertumbuhan kopi, diantaranya adalah di benua Afrika, Amerika dan Asia. Para petani dan pemasok kopi dididik dan dibina mengenai cara menanam kopi yang berkualitas tinggi dan juga ramah lingkungan. Kemudian, Starbucks akan membeli produk kopi yang dihasilkan oleh petani binaan Starbucks degan harga yang pantas, atau juga dikenal dengan cara pembelian adil. Starbucks, sebagai perusahaan dapat menyediakan lapangan kerja bagi petani dan pemasok produk kopi yang dapat meningkatkan kualitas hidup mereka. Sementara, para petani kopi dapat menyediakan produk kopi yang dibutuhkan oleh Starbucks sebagai inti dari bisnisnya. Pada saat yang bersamaan, Starbucks berkesempatan untuk mengontrol kualitas produk kopi yang dihasilkan oleh para petani sehingga Starbucks dapat membeli langsung produk tanaman kopi dengan kualitas yang diinginkan. Hubungan yang terjadi antara Starbucks dan petani kopi sesuai dengan komitmen usahanya, yaitu manfaat positif untuk setiap komunitas dari setiap cangkir kopi yang dihasilkan. Pemegang kepentingan dari Starbucks, dalam hal ini adalah petani kopi, memiliki kepentingan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka dengan cara memiliki pekerjaan yang tetap dan layak. Di sisi lain, Starbucks sebagai perusahaan memiliki kepentingan untuk mempertahankan keberlanjutan bisnis kopinya. Di sini, terjadi hubungan saling mempengaruhi antara pemangku kepentingan dan perusahaan. Starbucks berhasil mengintegrasikan kedua kepentingan di atas, oleh karena itu, program C.A.F.E. dapat dikategorikan sebagai CSR strategis. Program C.A.F.E. yang dilakukan oleh Starbucks telah mengimplementasikan dengan baik konsep TBL. Starbucks, melalui program C.A.F.E berusaha untuk menjawab isu-isu yang timbul dari 3 aspek, yaitu sosial, lingkungan dan ekonomi. Berikut ini akan dibahas lebih lanjut bagaimana Starbucks sebagai perusahaan berhasil menjawab isu sosial dan lingkungan yang juga berdampak positif pada keberlangsungan perusahaan.
Universitas Indonesia Analisa implementasi..., Ressi Putri Avicenia, FISIP UI, 2014
18
Starbucks menyadari bahwa kelangsungan bisnisnya bergantung pada petanipetani penghasil produk kopinya. Oleh karena itu, Starbucks menaruh kepedulian tinggi pada kesejahteraan sosial dari para petaninya. Kepedulian tersebut diwujudkan dalam program C.A.F.E dengan melaksanakan praktek pembelian yang bertanggung jawab, pemberian dukungan bagi petani, dan program pengembangan masyarakat. Melalui program C.A.F.E., Starbucks berusaha untuk membantu para petani dalam meningkatkan kualitas hidup mereka. Peningkatan kualitas hidup petani dilakukan dengan meningkatkan kualitas kopi yang dihasilkan. Peningkatan kualitas kopi ini dapat membuka kesempatan bagi petani untuk menjadi produsen jangka panjang yang berdampak pada kestabilan ekonomi mereka. Selain itu, Starbucks juga memberikan bantuan berupa pinjaman bagi petani agar dapat mengurangi risiko dan memperkuat usaha mereka dibidang pertanian. Analisis dari Conservation International yang dikutip pada website Starbucks (2014) menginformasikan mengenai manfaat yang dirasakan oleh petani dan pemasok yang mengikuti program C.A.F.E. Petani kopi yang tergabung dalam program C.A.F.E memastikan anak-anak mereka tetap bersekolah untuk masa depan yang lebih baik. Para petani juga mendapatkan tunjangan kesehatan untuk memastikan kesehatan mereka. Sementara itu, para supplier dapat mencapai kinerja yang lebih tinggi. Dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan kualitas hidup dari petani dan pemasok kopi binaan Starbucks. Starbucks menyadari bahwa petani kopi memiliki peran dalam mengurangi dampak perubahan iklim dan juga dalam melestarikan lingkungan. Oleh karena itu, Starbucks dan CI bekerjasama dalam membuat pedoman tata cara penanaman kopi yang ramah lingkungan. Pada prakteknya, para petani diberitahukan untuk menghemat air dan energi, juga mengurangi penggunaan bahan-bahan agrokimia pada saat proses penanaman untuk melestarikan keanekaragaman hayati. Dikutip dari website Conservation International (2014), petani kopi memiliki peranan dalam mengurangi dampak dari perubahan iklim. Hasil dari penanaman ramah lingkungan yang diterapkan pada program C.A.F.E, seperti yang
Universitas Indonesia Analisa implementasi..., Ressi Putri Avicenia, FISIP UI, 2014
19
dilaporkan dalam Measuring the Impact of C.A.F.E. Practices adalah stabilitas habitat alami di wilayah sekitar peternakan, penghematan air dan energi, juga pengurangan penggunaan bahan-bahan kimia selama proses penanaman. Melalui program C.A.F.E. yang dilaksanakan, Starbucks memiliki kesempatan langsung untuk mengawasi dan mengontrol kualitas kopi sebagai produk utamanya. Selain itu, pada yang saat bersamaan Starbucks juga menunjukkan kepeduliannya pada masalah sosial dan lingkungan yang dapat berpengaruh pada reputasinya. Menurut majalah Fortune (2012), Starbucks berada di urutan ke lima perusahaan dengan CSR terbaik dan juga sebagai perusahaan yang paling dikagumi di dunia. Kopi yang berkualitas dan reputasi yang baik dapat memberikan pengaruh secara langsung pada profit Starbucks. Menurut website Statista (2013), Starbucks berada di posisi pertama toko kopi dengan pendapatan tertinggi, yaitu $14.9 milliar. Program CSR C.A.F.E. yang dilaksanakan Starbucks sejak tahun 2004 memberikan dampak pada reputasi positif dan hubungan baik denngan pemangku kepentingannya. Reputasi positif dan hubungan baik yang dijalin dengan pemangku kepentingan tersebut memberikan pengaruh positif secara langsung pada profit dan keberlangsungan dari bisnis Starbucks. Namun, tidak hanya Starbucks yang mendapatkan manfaat dari program C.A.F.E ini. Sesuai dengan tujuannya untuk memberikan manfaat positif dari setiap cangkir kopinya, Starbucks berhasil memberikan manfaat positif baik untuk pemangku kepentingan dan juga kelestarian lingkungan.
Universitas Indonesia Analisa implementasi..., Ressi Putri Avicenia, FISIP UI, 2014
20
KESIMPULAN Melalui program CSR C.A.F.E., Starbucks berhasil mengintegrasikan ketiga pilar dalam konsep TBL untuk menjawab isu-isu sosial, lingkungan dan ekonomi melalui peningkatan kualitas hidup pemangku kepentingannya, kelestarian lingkungan, dan juga keuntungan bagi Starbucks itu sendiri. Starbucks sebagai berhasil mengintegrasikan kepentingan yang dimiliki pemangku kepentingan dan kepentingan perusahaan dalam program CSR-nya. Program C.A.F.E. ini kemudian dijadikan sebagai strategi untuk mendapatkan reputasi positif sekaligus menjalin hubungan yang baik dengan para pemangku kepentingan yang mengarah pada keberlangsungan perusahaan. Tidak hanya itu, program C.A.F.E yang dilakukan Starbucks juga memberikan manfaat bagi petani dan pemasok kopi sebagai pemangku kepentingan yang dijadikan target utama, lingkungan dan juga masyarakat secara luas. Melalui program C.A.F.E. juga Starbucks berhasil mewujudkan komitmennya sebagai perusahaan yang berusaha menciptakan dampak positif.
Universitas Indonesia Analisa implementasi..., Ressi Putri Avicenia, FISIP UI, 2014
21
DAFTAR PUSTAKA Belasen, A. T. (2008). The Theory and Practice of Corporate Communication: A Competing Values Perspective. California: Sage Publications, Inc. Bruhn-Hansen, S. (2012). Corporate Social Responsibility – A Case Study of Starbucks’ CSR Communication Through its Corporate Website. 19. Coombs, W. T., & Holladay, S. J. (2012). Managing Corporate Social Responsibility A Communication Approach. West Sussex: John Wiley & Sons. Goodwin, F. W., & Bartlett, J. L. (2008). Public Relations and Corporate Social Responsibility (CSR). 3. Iriantara, Y. (2004). COMMUNITY RELATIONS Konsep dan Aplikasinya. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Jones, K., & Bartlett, J. L. (2009). The Strategic Value of Corporate Social Responsibility: A Relationship Management Framework for Public Relations Practice. PRism, 5. Malikeh Beheshtifar, A. K. (2013). Reputation: An Important Component of Corporations'. International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences, 15. McElhaney, K. (2008). Strategic Approach to Corporate Social Responsibility. Leader to Leader, 31. Urip, S. (2010). CSR Strategies: Corporate Social Responsibility for a Competitive Edge in Emerging Markets. Singapore: John Wiley & Sons (Asia). Vanclay, F. (2004). Impact Assesment and The Triple Bottom Line: Competing Pathways to Sustainability? Sustainability and Social Science: Roundtable Proceedings , 28.
Sumber Lain SCS Global Services. (n.d.). Starbucks C.A.F.E. Practices. Retrieved November 11, 2014, from SCS Global Services: http://www.scsglobalservices.com/starbucks-cafe-practices Brooks, N. (2013, 10 24). Triple Bottom Line – The Modern Business Model. Retrieved 11 28, 2014, from Power House Growers: http://www.powerhousegrowers.com/triple-bottom-line-the-modern-businessmodel/
Universitas Indonesia Analisa implementasi..., Ressi Putri Avicenia, FISIP UI, 2014
22
Conservation International. (2014). Starbucks. Retrieved November 30, 2014, from Conservation International: http://www.conservation.org/partners/pages/starbucks.aspx Starbucks Coffee Company. (2014, Juli). Starbucks Company Profile. Retrieved 11 13, 2014, from Starbucks: http://globalassets.starbucks.com/assets/233b9b746b384f8ca57882614f6cebdb.pd f Starbucks Corporation. (2014). Coffee. Retrieved November 13, 2014, from Starbucks Corporation: http://www.starbucks.com/responsibility/sourcing/coffee Starbucks Corporation. (2014). Our Heritage. Retrieved 11 27, 2014, from Starbucks Corporation: http://www.starbucks.co.id/about-us/our-heritage Starbucks Corporation. (2014). Our Starbucks Mission Statement. Retrieved 11 27, 2014, from Starbucks Corporation: http://www.starbucks.co.id/about-us/companyinformation/mission-statement Starbucks Corporation. (2014). Responsibly Grown Coffee. Retrieved November 30, 2014, from Starbucks Corporation: http://www.starbucks.co.id/responsibility/ethical-sourcing/coffee-sourcing Starbucks Corporation. (2014). The Flavors in Your Cup. Retrieved 11 27, 2014, from Starbucks Corporation: http://www.starbucks.co.id/coffee/learn/flavors-inyour-cup Statista. (2013). Coffee House Chains Ranked by Revenue Worldwide in 2013 (in billion U.S. dollars). Retrieved Desember 2, 2014, from Statista: http://www.statista.com/statistics/270091/coffee-house-chains-ranked-by-revenue/ Time Inc. (2012, Maret 19). Fortune.com. Retrieved Desember 2, 2014, from Best & worst in: Social responsibility: http://archive.fortune.com/magazines/fortune/most admired/2012/best_worst/best4.html World Bank. (2013, Agustus 27). News. Retrieved November 13, 2014, from The World Bank Working for a World Free of Poverty: http://www.worldbank.org/en/news/feature/2013/08/27/india-corporate-socialresponsibility
Universitas Indonesia Analisa implementasi..., Ressi Putri Avicenia, FISIP UI, 2014