UNIVERSITAS INDONESIA
PERBANDINGAN FOTOKOAGULASI LASER 810 NM DURASI 20 MS DAN 100 MS TERHADAP PROGRESIVITAS NEOVASKULARISASI PADA PROLIFERATIVE DIABETIC RETINOPATHY
TESIS
M. YUSRAN 0906565210
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU KESEHATAN MATA JAKARTA DESEMBER 2013
Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
PERBANDINGAN FOTOKOAGULASI LASER 810 NM DURASI 20 MS DAN 100 MS TERHADAP PROGRESIVITAS NEOVASKULARISASI PADA PROLIFERATIVE DIABETIC RETINOPATHY
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Mata
M. YUSRAN 0906565210
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU KESEHATAN MATA JAKARTA DESEMBER 2013
Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
KATA PENGANTAR / UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwata’ala atas segala rahmat dan hidayahNya, sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian saya yang merupakan salah satu syarat akademik untuk menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Penelitian dan penulisan tesis ini tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa bantuan, bimbingan dan dukungan moril dari berbagai pihak. Oleh karena itu saya ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. dr. Elvioza SpM(K) selaku pembimbing utama dan pencetus ide penelitian. Beliau merupakan seorang pendidik, sehingga bimbingan dari beliau sangat bermanfaat dan menjadi pendorong semangat untuk menyelesaikan penelitian ini. 2. dr. Ari Djatikusumo, SpM(K). Terimakasih untuk kesempatan yang telah diberikan dan juga kesabarannya dalam membimbing saya menyelesaikan penelitian ini. 3. dr. Gitalisa A, SpM(K) dan dr. Anggun R. SpM yang telah bersedia membantu evaluasi foto fundus. 4. Dr. dr. Rossalyn Sandra Andrisa, SpM(K), M.Epid selaku pembimbing di bidang statistik. Terimakasih untuk waktu yang telah diberikan di tengah kesibukan sehari-hari yang demikian padat. 5. Dr. dr. Widya Artini, SpM(K), dr.Yudisianil E. Kamal, SpM(K) dan dr. Tri Rahayu, SpM(K) yang selalu mendorong untuk menyelesaikan pendidikan spesialiasi mata. 6. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Kesehatan Mata FKUI yang telah member banyak ilmu pengetahuan dan keterampilan selama saya menjalani pendidikan. Semoga ilmu dan keterampilan tersebut dapat saya amalkan dengan baik di mayarakat.
ŝǀ Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
7. Perawat, staf rekam medik dan tata usaha poliklinik yang tidak mungkin saya sebutkan satu per satu dan telah memberikan bantuan dalam menyelesaikan penelitian ini. 8. Staf tata usaha S2: Ibu Kholidah dan Mba Siti. Terimakasih atas kesabaran dan bantuannya dalam membantu saya untuk menyelesaikan semua kewajiban selama masa pendidikan. 9. Teman-teman residen mata yang telah membantu saya sejak awal sampai akhir masa penelitian. Terimakasih untuk kerjasama dan dukungan yang telah diberikan. 10. Orang tua saya yang sangat saya sayangi dan hormati: Ayahanda Ir. Muslim Nurdin, MAppSc., Ibunda Wisnimar , papa Ir. Hasjim A. Rasjid, dan mama dr. Ratna Maya Hasjim (Almh) yang telah memberikan doa dan dukungan moral selama ini. Hanya Allah Subhanahuwata’ala yang dapat membalas kebaikan mereka. 11. Istriku tercinta dr. Dwi Indria Anggraini, MSc. Terimakasih telah memberikan
kesabaran dan ketenangan dalam menjalani setiap tahap
pendidikan. Terimakasih untuk segala cinta dan kebanggaan yang selalu diberikan. Akhir kata, terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan penelitian ini. Semoga tesis ini dapat membawa manfaat bagi masyarakat dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Jakarta, 10 Januari 2014
Penulis
ǀ Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
ABSTRAK
Nama
: M. Yusran
Program Studi : Ilmu Kesehatan Mata Judul
:Perbandingan Fotokoagulasi Laser 810 nm Durasi 20 ms dan 100 ms Terhadap Progresivitas Neovaskularisasi pada Proliferative Diabetic Retinopathy
Tujuan: Studi ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas fotokoagulasi laser 810 nm durasi 20 ms dan 100 ms dalam mencegah progresivitas PDR. Metode: Penelitian ini adalah uji klinis acak tersamar ganda. Sebanyak 28 subyek yang memenuhi kriteria inklusi dibagi menjadi dua kelompok yang terdiri atas 14 subyek untuk menjalani fotokoagulasi laser 810 nm. Pada kelompok pertama mendapatkan laser dengan durasi 20 ms dan kelompok kedua dengan durasi 100 ms. Lesi derajat 3 dengan spot sized 200 µm diaplikasikan pada kedua kelompok. Penilaian progresivitas PDR dilakukan setelah 2 bulan pasca laser dengan menggunakan foto fundus 7 posisi. Fluence, power dan tajam penglihatan dibandingkan di antara kelompok. Hasil: Sebanyak 25 pasien yang mengikuti follow up selama 2 bulan. Proporsi neovaskularisasi yang tidak progresif pada kelompok 20 ms dan 100 ms sebesar 76,9% dan 75,0% (p=1,000). Power yang dibutuhkan dua kali lebih tinggi pada kelompok 20 ms (1000 vs 500 mW; p=0,000). Rerata fluence pada kelompok durasi 20 ms lebih rendah dua kali dibandingkan kelompok durasi 100 ms (15,91 vs 6,36 J/cm2; p=0,000). Perbaikan visus pasca laser pada kelompok 20 ms dan 100
ms sebesar 23,1% dan 33,3 % (p=1,000). Kesimpulan: Durasi 20 ms
memiliki kemampuan mencegah progresivitas
neovaskularisasi yang sama dibandingkan dengan durasi 100 ms. Fluence yang dibutuhkan lebih rendah pada durasi 20 ms. Kata kunci: Proliferative diabetic retinopathy, fotokoagulasi laser, diode 810 nm.
vii Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name
: M. Yusran
Study Program: Ilmu Kesehatan Mata Title
:Comparison of Laser Photocoagulation Using 810 nm with 20 ms and 100 ms Duration on The Progression of Neovascularization in Proliferative Diabetic Retinopathy
Aim: The aim of this study was to compare the effectiveness of laser photocoagulation 810-nm with 20 ms and 100 ms duration to prevent the progression of proliferative diabetic retinopathy. Method: This study was prospective double blind randomized clinical trial. Twenty-eight participants who met the inclusion criteria divided into two groups to undergo laser photocoagulation by using 810 nm lasers. One group consisted of fourteen subjects received 100 ms duration and the other received 20 ms duration. Grade 3 burns with a 200 µm spot sized were placed with both modalities. The progression of PDR was evaluated in two months follow up by using seven fields fundus photographs. Fluence, power and visual acuity were compared in this study. Result: Twenty five subjects completed the two months follow up. Nonprogressive PDR in 100 ms group was 75.0% and in 20 ms was 76.9% (p=1.000). The median power in 20 ms group increased twice than 100 ms group (1000 vs. 500 mW; p=0.000). The median fluence in 20 ms group reduced to one-half of 100 ms group (6.36 vs. 15.91 J/cm2; p=0,000). Improvement of visual acuity in 20 ms and 100 ms was comparable (23,1% vs. 33,3%; p=1,000). Conclusion: The 20 ms duration showed similar result in preventing the progression of PDR compared to 100 ms duration. The fluence was lower in 20 ms group. Keywords: Proliferative diabetic retinopathy, laser photocoagulation, diode 810 nm.
viii Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL………………………………….…..………..…………. HALAMAN PERNYATAAN ORISINALISTAS………………...…...…….. HALAMAN PENGESAHAN…….………………………………...………… KATA PENGANTAR/UCAPAN TERIMA KASIH…..…………….………. HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS…………..………………. ABSTRAK…………………………………………………………………… ABSTRACT………………………………………………………………….. DAFTAR ISI…………………………………………………………………. DAFTAR TABEL…………………………………………………………….. DAFTAR GAMBAR………………………………………………………… DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………… 1. PENDAHULUAN……………………………………………………...... 1.1 Pendahuluan………………………………………………………...... 1.2 Permasalahan………………………………………………………… 1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………...... 1.3.1 Tujuan Umum………………………………………………...... 1.3.2 Tujuan Khusus…………………………………………………. 1.4 Hipotesis……………………………………………………………… 1.5 Manfaat Penelitian…………………………………………………… 1.5.1 Manfaat Bagi Subyek Penelitian……………………………...... 1.5.2 Manfaat Bagi Institusi………………………………………...... 1.5.3 Manfaat Bagi Peneliti………………………………………….. 2. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………… 2.1 Retinopati Diabetik…………………………………………………... 2.2 Patogenesis Retinopati Diabetik……………………………………... 2.3 Laser…………………………………………………………………. 2.4 Interaksi Laser dan Retina……………………………………………. 2.5 Fotokoagulasi Laser pada PDR………………………………………. 2.6 Hubungan Energi dan Durasi……………………………………….. 2.7 Penyembuhan jejas laser dan regresi neovaskularisasi………………. 3. KERANGKA KONSEP…………………………………………………. 4. METODOLOGI PENELITIAN………………………………………... 4.1 Desain Penelitian……………………………………………………… 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian………………………………………… 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian………………………………………. 4.3.1 Populasi Terjangkau……………………………………………. 4.3.2 Sampel Penelitian………………………………………………. 4.4 Kriteria Seleksi………………………………………………………... 4.4.1 Kriteria Inklusi………………………………………………….. 4.4.2 Kriteria Eksklusi………………………………………………... 4.4.3 Kriteria Drop Out……………………………………………...... 4.5 Estimasi Besar Sampel………………………………………………... 4.6 Cara Pengambilan Sampel……………………………………………. 4.7 Alokasi Sampel……………………………………………………….. 4.8 Alur Penelitian………………………………………………………...
i ii iii iv vi vii viii ix x xi xii 1 1 4 4 4 4 4 5 5 5 5 6 6 7 9 11 14 16 18 21 23 23 23 23 23 23 23 23 24 24 25 25 25 27
ix Universitas Indonesia
Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
4.9 Cara Kerja Penelitian…………………………………………………. 4.9.1 Pemeriksaan Pra-Laser…………………………………………. 4.9.2 Persiapan dan Teknik Laser…………………………………….. 4.9.3 Pemeriksaan Pasca Laser dan Pencatatan………………………. 4.10 Rencana Analisis…………………………………………………….. 4.11 Definisi Operasional………………………………………………… 4.12 Etik…………………………………………………………………... 5. HASIL……………………………………………………………………. 5.1. Karakteristik Subyek…………………………………………………. 5.2. Perbandingan Parameter Laser Antara Kedua Kelompok......………. 5.3. Perbandingan Progresifitas PDR Antrara Kedua Kelompok.............. 5.4. Perbandingan Visus Pre dan Pasca Laser Antrara Kedua Kelompok . 6. PEMBAHASAN………………………………………………………….. 7. KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………... 7.1. Kesimpulan…………………………………………………………… 7.2. Saran………………………………………………………………….. DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...
x Universitas Indonesia
Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
28 28 28 30 30 31 33 34 34 35 36 37 39 45 45 45 46
DAFTAR TABEL Tabel 4.1.
Interpretasi Nilai Kappa…………………………………………..... 31
Tabel 5.1.
Perbandingan Karakteristik Subyek Antara Kedua Kelompok…….
Tabel 5.2.
Perbandingkan Penggunaan Parameter Laser Antara Kedua Kelompok…………………………………………………………... 36
Tabel 5.3.
Perbandingan Progresifitas PDR Antara Kedua Kelompok ……….
Tabel 5.3.1.
Progresivitas PDR berdasarkan Derajat PDR Antara Kedua Kelompok………………………………………………………….. 37
Tabel 5.4.
Perbandingan Visus Pasca Laser Antara Kedua Kelompok………..
38
Tabel 5.5.
Komplikasi Fotokoagulasi Laser Antara Kedua Kelompok………..
38
Tabel 5.6.
Inter Observer Agreement dalam Evaluasi Progresivitas PDR…….
38
35
36
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.
Diagram patogenesis retinopati diabetik. ……..…………………… 9
Gambar 2..
Peningkatan temperatur dan penyebaran energi panas selama dan setelah pajanan sinar laser …………………………………………. 13
Gambar 3.
Konduksi panas secara aksial (A) dan lateral (B) pada laser fotokoagulasi retina ………………………………………………... 14
Gambar 4.
Diagram skematik efek laser terhadap peningkatan suplai oksigen dan efek peningkatan tekanan oksigen akan mengurangi neovaskularisasi dan edema makula ………………………………. 15
Gambar 5.
Hubungan antara power dan waktu pajanan pada panjang gelombang 532nm dan spot sized 200 µm …….………………….. 16
Gambar 6.
Grafik hubungan lebar jendela terapeutik dan waktu pajanan pada spot size 132 dan 330 µm ………………………………………….. 17
Gambar 7.
Gambaran fotografik (A) dan diagram (B) yang menampilkan jejas fotokoagulasi untuk spot size 132 µm yang dihasilkan pada power dan durasi yang berbeda. ………………………………………….. 18
Gambar 8.
Proses penyembuhan retina secara histologi pada retina kelinci
xi Universitas Indonesia
Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
Gambar 9.
dengan waktu pajanan100 ms (A) dan 20 ms (B) pada 1 jam, 1 hari, 1 minggu, 1 bulan, 2 bulan dan 4 bulan paska laser ………… 20 Diagram alur subyek penelitian……………………………………. 34
Gambar 10.
Evaluasi foto fundus pre dan pasca laser 810 nm durasi 20 ms……
38
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1.
Formulir Penelitian………………………………………………..
51
Lampiran 2.
Lembar Informed-Consent………………………………………...
54
Lampiran 3.
Tabel Induk……………………………………………………..…
56
Lampiran 4.
Keterangan Lolos Kaji Etik…………………………………….....
57
xii Universitas Indonesia
Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Diabetes mellitus merupakan penyakit kronik yang banyak diderita di seluruh dunia. Prevalensi penderita diabetes mellitus mencapai angka 2.8% atau sebanyak 171 juta penderita di seluruh dunia pada tahun 2000. Angka prevalensi ini diperkirakan meningkat menjadi 4,4% atau 366 juta penderita pada tahun 2030.1 Indonesia menempati urutan ke-4 di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat sebagai negara dengan penderita diabetes sebesar 8.4 juta pada tahun 2000 dan diperkirakan meningkat menjadi 21.3 juta penderita pada tahun 2030. Penderita diabetes mellitus dapat menderita berbagai macam komplikasi yang diakibatkan oleh kelainan vaskular. Komplikasi yang terjadi dibagi menjadi makrovaskular dan mikrovaskular. Kelainan makrovaskular dapat mengakibatkan terjadinya penyakit kardiovaskular, penyakit serebrovaskular dan kelainan pembuluh darah perifer. Komplikasi mikrovaskular meliputi diabetik neuropati, diabetik nefropati dan retinopati diabetik.2 Gangguan
mikrovaskular
pada
retina
disebabkan
oleh
keadaan
hiperglikemia pada pembuluh darah. Keadaan hiperglikemia pada darah menyebabkan terjadinya kerusakan endotel. Selain itu terjadi kehilangan perisit dan penebalan membran basal dari pembuluh darah sehingga memicu terjadinya oklusi kapiler dan iskemi pembuluh darah. Keadaan ini menyebabkan dekompensasi fungsi endotel sebagai sawar darah retina dan terjadi edema retina.2-4 Prevalensi retinopati diabetik pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 dilaporkan sebesar antara 0-3%. Prevalensi pasien diabetes mellitus tipe 2 yang baru terdiagnosis didapatkan angka sebesar 6.7-30.2%.2 Penelitian oleh Sya’baniyah dkk5 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menunjukkan retinopati diabetik merupakan komplikasi diabetes mellitus terbanyak kedua (24.5%) setelah katarak (47.7%) pada organ mata. Laser fotokoagulasi merupakan terapi baku emas pada proliferative diabetic retinopathy (PDR) dan severe nonproliferative diabetic retinopathy (NPDR) berdasarkan Diabetic Retinopathy Study (DRS).6 Efek utama dari
1
Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
2
fotokoagulasi laser pada retinopati diabetik yaitu meningkatkan tekanan oksigen pada lapisan retina bagian dalam. Laser yang ditembakkan akan diserap oleh pigmen melanin di lapisan retinal pigment epithelium (RPE) dan menyebabkan efek koagulasi pada sel RPE dan fotoreseptor di dekatnya.7 Kematian sel RPE dan fotoreseptor akan mengurangi konsumsi oksigen pada lapisan retina luar dan memberikan jalan pintas bagi oksigen pada daerah pembuluh darah koroid berdifusi langsung menuju lapisan retina dalam. Peningkatan tekanan oksigen akan mengakibatkan penurunan VEGF8 dan vasokonstriksi arteriol.9 Penurunan VEGF dan vasokonstiksi arteriol akan menyebabkan penurunan proliferasi endotel yang pada akhirnya mengurangi neovaskularisasi.10-11 Laser infra merah 810 nm merupakan salah satu laser yang umum digunakan dalam fotokoagulasi retina. Laser 810 nm memiliki keunggulan dibandingkan dengan panjang gelombang lain yaitu kurang di serap oleh hemoglobin sehingga efektif pada keadaan perdarahan vitreus, diserap minimal oleh pigmen xantofil sehingga aman digunakan pada daerah sekitar fovea, dapat menembus lensa yang keruh pada katarak, dan lebih tertuju pada lapisan RPE sehingga tidak merusak lapisan retina dalam.4 12 Laser 810 nm telah terbukti memiliki efektivitas yang sama dengan argon laser yang digunakan pada studi Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) untuk mengurangi neovaskularisasi pada retinopati diabetik. Regresi neovaskularisasi pada fotokoagulasi menggunakan laser 810 nm berkisar antara 76.2%-100%.
13-14
Penelitian yang dilakukan oleh Bandello dkk14 menunjukkan
laser 810 nm memiliki efektifitas yang sama baiknya dengan laser 532 nm dalam hal menghambat progresivitas PDR. Pada penelitian tersebut 22 mata (100%) mengalami regresi neovaskularisasi setelah laser fotokoagulasi 810 nm dibandingkan dengan 20 mata (91%) dengan menggunakan laser argon 532 nm. Ulbig dkk15 mengemukakan bahwa laser 810 nm memiliki efektifitas yang sama dengan argon 514 nm dalam regresi neovaskularisasi. Penelitian lain di Korea menunjukkan regresi neovaskularisasi menggunakan laser diode sebesar 76.2 %.13 Pengalaman menggunakan laser 810 nm pada PRP selama 10 tahun yang dilakukan Talu11 menunjukkan regresi neovaskularisasi sebesar 88.9%.
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
3
Fotokoagulasi laser yang dilakukan pada retinopati diabetik selain menurunkan kejadian neovaskularisasi dapat menimbulkan beberapa efek samping. Efek samping yang ditimbulkan yaitu penurunan tajam penglihatan segera atau lambat, inflamasi, skotoma, penurunan lapang penglihatan, choroidal neovascularization, pelebaran jaringan parut paska laser, tractional retinal detachment, perdarahan vitreus, choroidal detachment, glaukoma akut, edema makula, dan nyeri.16-20 Derajat kerusakan retina yang terjadi akibat fotokoagulasi laser dapat dikurangi. Mainster21 mengemukakan upaya yang dapat dilakukan dalam mengurangi kerusakan retina dengan menggunakan laser dengan menggunakan panjang gelombang yang lebih pendek, mengurangi spot size, mengurangi durasi pajanan, dan subtreshold protocol. Beberapa studi menggunakan laser 532 nm durasi 20 ms untuk mengurangi kerusakan lapisan retina yang tidak diinginkan menunjukkan keberhasilan regresi neovaskularisasi 75-96%. Muqit dkk22 memberikan hasil regresi neovaskularisasi sebesar 75% pada PDR ringan, 67% pada PDR sedang dan 43% pada PDR berat. Regresi neovaskularisasi sebesar 90% didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh Al Hussainy dkk
23
serta
Nagpal dkk24 mendapatkan regresi neovaskularisasi sebesar 96%. Jejas laser gray-white yang direkomendasikan oleh ETDRS dibutuhkan untuk mencapai efek terapeutik. Sebagai kompensasi terhadap berkurangnya durasi pajanan, maka dibutuhkan peningkatan energi untuk mencapai jejas graywhite.25 Penelitian yang mencari hubungan penurunan durasi pajanan dan peningkatan energi menunjukkan hubungan eksponensial.26-27 Energi yang dibutuhkan untuk efek fotokoagulasi meningkat secara eksponensial pada penurunan durasi pajanan. Pajanan laser yang singkat akan mengurangi jarak difusi termal sehingga kerusakan jaringan sehingga tidak menimbulkan kerusakan di jaringan lain.28 Beberapa penelitian menggunakan laser 810 nm dengan menggunakan durasi pajanan yang singkat menunjukkan hasil yang baik.29-31 Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Luttrull dkk
31
menggunakan fotokoagulasi laser
subthreshold diode micropulse (SDM) menunjukkan kerusakan minimal pada retina dan mengurangi kejadian perdarahan vitreus (12.5%) dan vitrektomi
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
4
(14.6%) pada PDR. Moorman dkk 29 menggunakan SDM pada PDR menunjukkan 77 % kasus menunjukan regresi neovaskularisasi. Hingga saat ini sepengetahuan peneliti belum ada penelitian uji klinis acak terkontrol yang membandingkan efek fotokoagulasi laser 810 nm durasi 20 ms dan 100 ms terhadap
regresi
neovaskularisas pada PDR.
1.2
Permasalahan
Laser 810 nm memiliki keunggulan dibandingkan laser 514 nm dan 532 nm untuk menembus media yang keruh yang diakibatkan oleh perdarahan vitreus atau katarak. Beberapa penelitian yang dilakukan menggunakan laser 810 nm memiliki efektifitas yang sama baiknya dengan laser 514 nm dan 532 nm dalam hal regresi neovaskularisasi pada pasien PDR. Penggunaan parameter durasi singkat bertujuan untuk mengurangi efek samping laser tanpa mengurangi efek terapeutik. Berdasarkan hal-hal diatas maka timbul pertanyaan bagaimana perbandingan efektivitas fotokoagulasi laser 810 nm durasi 20 ms dan 100 ms terhadap progresivitas neovaskularisasi pada PDR?
1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas fotokoagulasi laser 810 nm durasi 20 ms dan 100 ms pada PDR. 1.3.2
Tujuan Khusus Menilai dan membandingkan progresivitas neovaskularisasi pada kelompok fotokoagulasi laser 810 nm durasi 20 ms dan 100 ms pada PDR.
1.4. Hipotesis Tidak terdapat perbedaan proporsi progresivitas neovaskularisasi pada kelompok fotokoagulasi laser fotokoagulasi laser 810 nm durasi 20 ms dan 100 ms pada PDR.
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
5
1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat bagi Subyek Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi subyek penelitian dengan retinopati diabetik dan hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman penatalaksanaan retinopati diabetik bagi pasien-pasien lainnya.
1.5.2. Manfaat bagi Institusi Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan dapat diaplikasikan sebagai terapi standar pada pasien dengan retinopati diabetik, khususnya di Departemen Mata Divisi Vitreoretina Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
1.5.3. Manfaat bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan peneliti mengenai
penatalaksanaan
pasien
dengan
retinopati
diabetik,
serta
memberikan tambahan pengalaman penelitian.
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Retinopati Diabetik
Retinopati diabetik merupakan kelainan mikrovaskular yang diakibatkan oleh diabetes mellitus. Retinopati diabetik menyebabkan 4,8% kebutaan dari 37 juta kasus kebutaan di seluruh dunia. Proporsi kebutaan akibat DR di dunia bervariasi dari 3–7% di negara Asia tenggara dan Pasifik sampai mencapai 15-17% di negara Amerika dan Eropa.32 Berdasarkan penelitian-penelitian epidemiologi atau kohort sebelumnya, faktor risiko yang konsisten untuk terjadinya retinopati diabetik yaitu lama pasien menderita DM, hiperglikemia / nilai hemoglobin terglikosilasi (HbA1c), hipertensi, hiperlipidemia, kehamilan, dan nefropati/penyakit ginjal. Sementara faktor risiko yang kurang konsisten termasuk: obesitas, merokok, konsumsi alkohol tingkat sedang, dan inaktivitas fisik.33 Non proliferative diabetic retinopathy (NPDR) ditandai kelainan mikrovaskular yang tidak melewati membrane limitan interna yang ditandai dengan adanya mikroaneurisma, area non perfusi kapiler, kerusakan nerve fibre layer, intra retina mikrovaskular abnormalities (IRMAs), dot-blot intraretina hemorrhages, edema retina, hard exudates, abnormalitas arteriol dan dilation and beading of retinal vein. Non proliferative diabetic retinopathy dibagi menjadi mild, moderate, severe dan very severe. Severe NPDR didefinisikan apabila memenuhi salah satu 4:2:1 rule yaitu diffuse intra retinal hemorrhages and microaneurysms in 4 quadrants, atau venous beading in 2 quadrans, atau IRMAs in 1 quadrant. Severe NPDR memiliki risiko progresivitas menjadi PDR sebesar 15% dalam 1 tahun. Very severe NPDR diklasifikasikan jika terdapat 2 atau lebih kriteria 4:2:1 rule. Very severe NPDR memiliki progresivitas menjadi PDR sebesara 45% dalam 1 tahun.4 Proliferative diabetic retinopathy (PDR) ditandai dengan adanya neovaskularisasi yang dipicu oleh keadaan iskemia. Neovascularization of the disk (NVD) dan neovascularization elsewhere merupakan tanda utama PDR.34 High risk PDR apabila terdapat terdapat salah satu dari mild NVD with vitreous
6
Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
7
hemorrhages, moderate to severe NVD with or without vitreous hemorrhages ( Standard 10A, ¼ to 1/3 disc area of NVD), moderate (1/2 disc area) NVE with vitreous hemmrrhages.4 Penelitian yang dilakukan oleh Muqit dkk
22
membagi
tingkatan PDR menjadi kelompok ringan, sedang dan berat. PDR ringan (derajat 1) yaitu terdapat NVE atau NVD yang kurang dari the standard Airlie House photograph 10A (SAH10A). PDR sedang (derajat 2) yaitu NVE yang lebih besar dari ½ DD dan atau NVD lebih besar dari SAH10A. PDR berat (derajat 3) yaitu NVE yang lebih besar dari ½ DD multipel, dan atau forward NVD, dan atau perdarahan preretina, dan atau perdarahan vitreus, dan atau tractional retinal detachment.
2.2.
Patogenesis Retinopati Diabetik
Retinopati diabetik merupakan penyakit multifaktorial dengan patogenesis yang komplek. Keadaan hiperglikemia, inflamasi dan disfungsi neuronal berkontribusi terhadap kejadian retinopati diabetik.35 Kelainan mikrovaskular yang terjadi merupakan hasil dari dua proses utama yaitu peningkatan permeabilitas kapiler dan obstruksi pembuluh darah yang akan menghasilkan edema makula dan neovaskularisasi.36 Hiperglikemia merupakan faktor utama yang menyebabkan kerusakan struktural dan fungsional pada retinopati diabetik. Kerusakan ini terjadi akibat terbentuknya advanced glycation end products (AGEs), terjadinya jalur sorbitol, aktivasi protein kinase C (PKC) dan stimulasi stress oksidatif. Advanced glycation end products (AGEs) menginduksi cross-linking dari kolagen sehingga menyebabkan kekakuan pembuluh darah dan memicu sinyal intraselular yang akan meningkatkan stress oksidatif.35 Sinyal intraselular ini mengaktivasi PKC yang akan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, oklusi kapiler dan pelepasan protein pro inflamasi.
37
Keadaan hiperglikemia akan menyebabkan
terjadinya perubahan glukosa menjadi senyawa sorbitol yang difasilitasi enzim aldose reduktase. Peningkatan sorbitol intraselular akan menyebabkan keadaan hiperosmolaritas intraselular. Hiperosmolaritas intraselular akan menyebabkan edema dan penumpukan asam laktat dan meningkatkan stess oksidatif.
38-39
Stress
oksidatif, penumpukan sorbitol dan AGEs akan menyebabkan apoptosis dari
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
8
perisit.40 Apoptosis ini akan menyebabkan pembuluh darah hanya dilapisi oleh membran basal sehingga terjadi mikroaneurisma. Pembuluh darah retina memiliki kemampuan lokal unutk mengatur aliran darah yang dibutuhkan oleh retina. Regulasi pembuluh darah lokal ini bekerja terhadap otot polos dan perisit yang menyebabkan vasokontriksi atau vasodilatasi pembuluh darah. Regulator lokal dibagi menjadi dua kelompok, yaitu endothelium-derived relaxing factors (nitric oxide, prostacyclin, endotheliumderived hyperpolarizing factor) dan endothelium-derived contracting factors (endothelin, cycloxygenase products). Hiperglikemia menyebabkan menurunnya produksi endothelium-derived relaxing factors dan meningkatkan produksi endothelium-derived contracting factors sehingga menyebabkan terjadinya vasokonstriksi
pembuluh
darah.
Vasokontriksi
pembuluh
darah
akan
menyebabkan terjadinya oklusi pembuluh darah dan iskemia.41 Hiperglikemia menyebabkan terjadinya penebalan membran basal endotel, meningkatkan jumlah dan ukuran trombus platelet-fibrin, dan meningkatkan kemampuan perlekatan leukosit pada pembuluh darah kapiler.42-44 Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan oklusi pembuluh darah dan menyebabkan terjadinya iskemia retina dan hipoksia. Keadaan hipoksia ini akan menyebabkan peningkatan vascular endothelial growth factor (VEGF), placenta growth factor (PIGF) dan penurunan
pigment epithelium-derived factor (PEDF) sehingga menyebabkan
terjadinya neovaskularisasi retina.45-46
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
9
Gambar 1. Diagram patogenesis retinopati diabetik. NO, nitric oxide; PGI2, prostacyclin; VEGF, vascular endothelial growth factor; TGF_, transforming growth factor beta; AGEs, advanced glycation endproducts; PIGF, placenta growth factor; PEDF, pigment epithelium-derived factor.41
2.3.
Laser
Laser merupakan akronim dari light amplification by stimulated emission of radiation. Berbagai atom dapat distimulasi untuk menghasilkan cahaya monokromatik koheren yang kuat dalam suatu narrow beam. Suatu sumber energi akan mengeksitasi atom di dalam medium aktif (gas, benda padat, atau benda cair) untuk mengemisikan sebuah panjang gelombang cahaya tertentu. Cahaya yang dihasilkan akan diamplifikasi oleh suatu sistem umpan-balik optikal yang memantulkan sinar ke depan dan ke belakang melalui medium aktif untuk meningkatkan koherensinya, sampai cahaya diemisikan sebagai sinar laser. Medium aktif dapat berupa kristal, seperti ruby laser; gas seperti argon dan krypton, atau helium dan fluorin dalam excimer; suatu benda cair; suatu benda padat seperti neodymium dan yttrium aluminum garnet (Nd:YAG); serta suatu semikonduktor.47-48
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
10
Cahaya
yang
memasuki
mata
dapat
dipantulkan,
dihamburkan,
ditransmisikan, atau diserap. Karakteristik absorpsi dari jaringan okular ditentukan oleh kromofor yang terletak di dalam jaringan. Pada spektrum cahaya tampak (400-800 nm), kromofor ini termasuk: melanin yang terletak di dalam retinal pigment epithelium (RPE) dan iris, uvea, anyaman trabekulum, serta hemoglobin yang terletak di dalam sel darah merah. Retina dan RPE mengandung 6 pigmen, yaitu melanin, hemoglobin, xanthofil makula yang terletak di lapisan pleksiformis retina terutama di dekat dan di makula, fotopigmen rhodopsin dan kerucut yang terletak di dalam fotoreseptor, serta lipofusin. Pigmen-pigmen inilah yang berperan penting pada penyerapan cahaya tampak di retina. Pada spektrum cahaya mid-infrared (3-15 µm), absorber utama adalah air, sementara pada ultraviolet (di bawah 250 nm), absorber utama adalah protein.49 Interaksi suatu emisi atau panjang gelombang laser tertentu dengan berbagai jaringan okular dapat dibedakan menjadi: terapi fotokoagulasi, fotovaporasi, fotodinamik, fotodisrupsi, dan fotoablasi. Pada terapi fokoagulasi, temperatur jaringan ditingkatkan dari 37° menjadi paling sedikit 50°C (tetapi biasanya lebih tinggi), sehingga dihasilkan denaturasi protein dan koagulasi pada elemen jaringan yang menyerapnya. Laser yang sering digunakan untuk fotokoagulasi, yang didasari oleh interaksi fotothermal adalah laser argon, krypton, FD - Nd: YAG, dan continuous wave Nd: YAG.
17
Interaksi jaringan
okular dengan laser yang juga didasari oleh interaksi fotothermal adalah terapi fotovaporasi. Pada interaksi ini, jaringan menyerap sinar laser sedemikian sehingga temperatur jaringan akan naik dari 37° menjadi di atas 100°C yang menyebabkan terjadinya fotovaporasi. Laser CO2 dengan panjang gelombang 10.6 µm merupakan laser yang digunakan untuk fotovaporasi.49 Kategori ketiga interaksi jaringan okular dengan laser adalah terapi fotodinamik (PDT) dimana terjadi interaksi fotokimiawi. Sebelum dilakukan PDT, kromofor khusus, yang disebut photosensitizer, disuntikkan ke dalam tubuh. Setelah dieksitasi oleh radiasi laser, photosensitizer ini akan menghasilkan radikal bebas atau singlet oxygen yang akan mengakibatkan oksidasi sel patologi yang irreversible. Photosensitizer yang telah diterima dan digunakan sebagai terapi classic dan occult CNV adalah verteporfin. Dalam hitungan menit, photosensitizer
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
11
ini akan terdistribusi melalui aliran darah ke jaringan, termasuk retina dan khoroid. Photosensitizer ini terakumulasi secara selektif di dalam jaringan neovaskular yang kaya akan reseptor low density lipoprotein dan akan segera bersih pada jaringan normal di sekitarnya. Adanya peningkatan pembuluh darah baru pada tumor juga membuat PDT ini digunakan sebagai terapi untuk beberapa tumor okular dan non-okular. 49 Fotodisrupsi
merupakan
interaksi
jaringan
dengan
laser
yang
menggunakan high-peak-power pulsed laser untuk mengionisasi target dan merobek jaringan di sekitarnya. Pada praktik klinis, fotodisrupsi ini menggunakan cahaya laser untuk membuka jaringan seperti kapsul lensa, iris, membran inflamasi, dan vitreous strands tanpa merusak struktur okular di sekitarnya. Saat ini, laser Nd: YAG dan erbium: yttrium aluminum garnet (Er: YAG) merupakan laser fotodisrupsi utama yang digunakan pada bidang oftalmologi.47 Interaksi jaringan dengan laser fotoablasi timbul dari pengetahuan bahwa high-powered ultraviolet laser pulses dapat secara tepat menggores kornea sama seperti menggores polimer sintetik.50 Energi tinggi dari sebuah foton 193 nm cahaya UV melebihi kekuatan ikatan kovalen dari protein kornea. Absorpsi laser ini dapat secara tepat melepaskan lapisan submikron kornea tanpa membuat opasifikasi jaringan sekitarnya, yang dimungkinkan karena minimalnya thermal injury. Laser fotoablasi excimer telah digunakan secara klinis dalam bidang bedah refraktif dan terapeutik kornea.47
2.4.
Interaksi laser dan retina
Sinar laser yang masuk merupakan cahaya langsung yang difokuskan pada spot size yang kecil dengan irradiance yang tinggi. Irradiance merupakan jumlah power yang diterima oleh tiap unit area (power/area). Pengurangan spot size akan meningkatkan
irradiance
dan
sebaliknya
peningkatan
spot
size
akan
meningkatkan irradiance. Peningkatan temperatur yang disebabkan sinar laser sebandinga dengan irradiance pada spot size dan durasi laser tertentu. Pigmen melanin pada RPE dan koroid akan menyerap sinar laser dan mengubah energi cahaya menjadi energi panas. Energi panas yang terbentuk akan di teruskan ke jaringan sekitar RPE yaitu sel fotoreseptor dan lapisan retina dalam dan akan
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
12
memberikan gambaran retinal burn. Retinal burn yaitu gambaran retina yang opak akibat kehilangan transparansi yang disebabkan konduksi panas yang diproduksi oleh RPE.21 Perubahan temperatur yang terjadi selama dan setelah terpapar laser yang disebut dengan time temperature history merupakan parameter utama yang menentukan tipe terapi dan efek terapi. Tipe terapi laser dapat dikategorikan sebagai 1) supra-threshold yaitu jejas laser yang terlihat selama tindakan, 2) threshold yaitu jejas laser yang samar terlihat selama atau pada akhir tindakan, 3) sub-threshold yaitu jejas laser yang tidak terlihat, 4) high irradiance-short duration exposure, 5) low-irradiance prolong exposure. Efek terapi yang dihasilkan dapat berupa nekrosis selular, apoptosis, bubble formation dengan micro explotion, dan hipertermia.51 Gambaran jejas laser “grayish” yang merupakan hasil yang dituju pada terapi threshold laser fotokoagulasi merupakan tanda bahwa energi panas telah mencapai lapisan neurosensoris retina dan mencukupi untuk menghilangkan sifat transparan pada pemeriksaan lampu celah. Jejas threshold ini menandakan telah terjadi peningkatan temperatur 20-30°C yang menyebabkan nekrosis. Gelombang panas ini akan merambat ke jaringan sekitar secara aksial dan lateral dan mengakibatkan kenaikan suhu 10-20°C yang menimbulkan jejas laser beberapa lama setelah tindakan laser. Gelombang panas ini akan terus merambat ke daerah yang lebih jauh dan menimbulkan kenaikan suhu yang lebih rendah dari daerah asal sebesar 4-10°C yang menimbulkan efek subletal pada sel. Jejas subletal ini dikategorikan sebagai terapi fotokoagulasi subthreshold.51
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
13
Gambar 2. Peningkatan temperatur dan penyebaran energi panas selama dan setelah pajanan sinar laser.51
Penyerapan laser oleh melanin akan menyebabkan efek pemanasan langsung pada RPE dan koroid pada tempat sinar difokuskan. Pola peningkatan temperatur pada laser fotokoagulasi tergantung absorbsi cahaya, konduksi panas, dan berpendarnya sinar. Gambaran temperatur akan identik dengan daerah sumber panas pada waktu pajanan dengan durasi mikosekon dan secara gradual meningkat melebihi daerah sumber panas pada pajanan yang lebih lama. Dalam waktu 1 ms, konduksi panas akan menyebar secara aksial dan lateral ke jaringan sekitar dimana tidak terjadi penyerapan panas ke jaringan neurosensori retina. Pada pajanan 100 ms, peningkatan temperatur pada lapisan neuro retina akan sama tingginya dengan RPE. Gambar 3A menunjukkan pola temperatur aksial pada laser fotokoagulasi. Konduksi panas secara lateral tergantung pada power dan perpendaran cahaya intraokular serta intraretinal transit. Pada pajanan selama 1 ms, konduksi panas tidak cukup untuk menyebar ke jaringan sekitar. Waktu pajanan yang lebih panjang akan menyebabkan kerusakan panas yang pada daerah sekitar.
Gambar 3B menunjukkan gambaran peningkatan temperatur secara
lateral pada spot size 200 µm.21
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
14
A
B
Gambar 3. Konduksi panas secara aksial (A) dan lateral (B) pada laser fotokoagulasi retina.21
2.5.
Fotokoagulasi laser pada PDR
Tindakan fotokoagulasi laser berdasarkan pedoman DRS (Diabetic Retinopathy Study) dan ETDRS (Early Treatment Diabetic Retinopathy Study) diindikasikan terhadap retinopati diabetika dengan PDR atau severe NPDR.52 Stefansson10 dalam penelitiannya membuktikan bahwa terapi fotokoagulasi laser pada retinopati diabetika adalah untuk meningkatkan tekanan oksigen retina sehingga memperbaiki suplai oksigen, menghilangkan vasokonstriksi dan neovaskularisasi sehingga terjadi aliran oksigen dari daerah jejas laser ke dalam lapisan inti retina dalam.
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
15
Gambar 4. Diagram skematik efek laser terhadap peningkatan suplai oksigen dan efek peningkatan tekanan oksigen akan mengurangi neovaskularisasi dan edema makula.10
Laser argon direkomendasikan oleh ETDRS sebagai terapi fotokoagulasi karena mempunyai beberapa keunggulan yaitu dapat diabsorpsi dengan baik oleh hemoglobin dan melanin, daya koagulasi yang sangat luas, kemampuan mencapai sasaran besar, kemampuan dan kekuatan densitasnya tinggi serta tidak diabsorpsi oleh media refraksi.4 Sinar laser argon juga memilki kemampuan menghasilkan spot yang berukuran sangat kecil sehingga sangat baik untuk daerah sekitar makula (focal treatment) serta efek samping yang lebih ringan dibanding xenon.6 Akan tetapi laser argon memiliki kemampuan penetrasi yang rendah pada hemoglobin dan media refraksi yang keruh. Laser 810 nm memiliki kemampuan penetrasi yang lebih dalam dan dapat menembus media refraksi yang keruh akibat katarak atau perdarahan vitreus. Penelitian yang dilakukan oleh Robert dkk53 menunjukkan kemampuan menembus darah lebih baik dibandingkan laser argon atau laser kuning. Laser 810 diserap oleh pigmen xantofil sebesar <1% sehingga memiliki tingkat keamanan yang tinggi bila digunakan di daerah sekitar fovea. 29 Laser 810 nm telah terbukti memiliki efektivitas yang sama dengan argon laser yang digunakan pada studi ETDRS untuk mengurangi neovaskularisasi pada retinopati diabetik. Regresi neovaskularisasi pada PRP menggunakan laser 810 nm berkisar antara 76.2%-100%.
11 13-14
Penelitian lain di Korea menunjukkan
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
16
regresi neovaskularisasi 76.2 % menggunakan power 576.6 mW, rerata durasi 400 ms dan spot size 200-500 µm.13 Pengalaman menggunakan laser 810 nm pada PRP selama 10 tahun menunjukkan regresi neovaskularisasi sebesar 88.9% dengan parameter power 200-800 mW, spot size 200 µm dan durasi 100-250 ms.11
2.6.
Hubungan Energi dan Durasi
Penurunan waktu pajanan laser merupakan salah satu cara untuk mengurangi kerusakan jaringan yang ditimbulkan pada tindakan laser fotokoagulasi. Penurunan waktu pajanan akan melokalisir kerusakan retina pada RPE. Penggunaan energi yang tinggi dan waktu pajanan antara 10-50 ms akan mengurangi rasa nyeri selama tindakan.21 Waktu pajanan yang singkat membutuhkan peningkatan energi untuk menghasilkan jejas yang dibutuhkan untuk efek terapeutik. Penelitian yang dilakukan oleh Jain dkk
54
dan Schlot dkk
27
menunjukan terjadi peningkatan
energi secara eksponensial terhadap penurunan waktu pajanan laser. Hal ini mengakibatkan peningkatan power yang tidak terlalu besar pada penurunan waktu pajanan. Hubungan antara energi dan waktu pajanan ini tergantung pada jumlah pigmen melanin dan distribusi pigmen tersebut pada retina. Gambaran kurva hubungan energi dan waktu pajanan ini sesuai dengan teori Arrhenius dimana denaturasi jaringan tergantung pada temperatur dan waktu pajanan. Gambar 5 menunjukkan hubungan energi dan waktu pajanan pada laser fotokoagulasi.
Gambar 5. Hubungan antara power dan waktu pajanan pada panjang gelombang 532nm dan spot sized 200 µm.27
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
17
Penurunan waktu pajanan akan mengakibatkan semakin sempitnya jendela terapeutik. Jendela terapeutik yaitu merupakan rasio energi yang dibutuhkan untuk mengakibatkan ruptur dan energi yang dibutuhkan untuk menimbulkan lesi yang ringan. Semakin besar rasio dari jendela terapeutik maka semakin besar batas keamanan untuk menghasilkan lesi yang dapat dilihat tanpa menyebkan ruptur dari retina. Gambar 6 menujukkan dinamika jendela terapi pada laser fotokoagulasi.
Gambar 6. Grafik hubungan lebar jendela terapeutik dan waktu pajanan pada spot size 132 dan 330 µm.54
Laser fotokoagulasi yang menghasilkan gambaran threshold merupakan acuan dalam tatalaksana PDR. Penelitian yang dilakukan oleh Jain dkk
54
menilai
gambaran laser pada durasi 10-100 ms mendapatkan bahwa durasi 20 ms merupakan waktu minimal yang dapat mengakomodasi impact speed, higher spatial location dan reduksi collateral damage serta memiliki jendela terapeutik yang lebar (>3). Sanghvi dkk
55
menggunakan laser dengan durasi 10-20 ms
menunjukkan hasil yang efektif dan aman. Gambar 7 memperlihatkan jejas laser yang terbentuk berdasarkan energy dan durasi pajanan tertentu.
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
18
Gambar 7. Gambaran fotografik (A) dan diagram (B) yang menampilkan jejas fotokoagulasi untuk spot size 132 µm yang dihasilkan pada power dan durasi yang berbeda. Garis terputus menunjukkan jejas dari spot size sedangkan lingkaran penuh menunjukkan lesi akhir yang besarnya ditunjukkan pada angka pojok kiri atas (diukur dengan menggunakan foto fundus). Angka pada pojok kiri bawah menunjukkan ukuran kerusakan secara histologi. Pada waktu pajanan 10 ms tidak didapatkan jejas yang dapat 54 dilihat.
Beberapa studi menggunakan waktu durasi yang lebih pendek untuk mengurangi kerusakan lapisan retina yang tidak diinginkan. Muqit dkk56 dan AlHussainy dkk23 membandingkan pajanan 20 ms memberikan hasil nyeri yang lebih rendah dibandingkan pajanan 100 ms pada panjang gelombang 532 nm. Nagpal dkk24 menggunakan durasi pajanan 20 ms dan mendapatkan collateral damage yang rendah dan sensivitas retina yang lebih baik dibanding durasi pajanan 100 ms. Penelitian yang dilakukan Nalvira dkk57 menggunakan laser 532 nm mendapatkan durasi pajanan 20 ms memiliki efek kenaikan tekanan intraokular yang lebih rendah, rasa nyeri yang lebih ringan dan cenderung meningkatkan sensitivitas retina dibandingkan terapi laser konvensional 100 ms.
2.7.
Penyembuhan jejas laser dan regresi neovaskularisasi
Jejas yang ditimbulkan oleh fotokoagulasi laser mengalami dinamika dalam proses penyembuhan dan reorganisasi dari lesi retina pada beberapa gambaran lesi. Ben-Shlomo dkk
58
yang mempelajari kerusakan retina tikus yang diinduksi
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
19
oleh laser menunjukkan bahwa jejas akan mencapai keadaan stabil dalam 60 hari setelah tindakan laser fotokoagulasi. Sebuah studi menggunakan imunohistokimia menunjukkan bahwa dalam waktu 4 minggu telah terjadi proses penyembuhan yang diinisiasi oleh sel dan pembuluh darah yang berasal dari retina. Repopulasi dari fotoreseptor terjadi dengan ditandai dengan berkurangnya ukuran jejas laser seiring dengan pertambahan waktu. Proses penyembuhan jaringan retina kelinci paska laser pada beberapa durasi yang berbeda telah dilaporkan oleh Paulus dkk.59 Satu jam setelah laser dengan durasi 100 ms, jejas laser memiliki batas yang jelas dan meliputi seluruh ketebalan retina hingga koroid. Edema retina dan terjadi disorganisasi lapisan retina. Satu hari paska laser, edema retina menghilang. Lapisan inti dalam dan luar menjadi jarang dan berisi sel dengan inti piknotik. Lapisan fotoreseptor menjadi pendek dan segmen luar menjadi tidak beraturan. Pigmen RPE masih dalam keadaan normal. Gambaran vakuola hialin terlihat antara membran basal RPE dan membran Bruch. Jaringan koroid menghilang dan terjadi edema vaskular dan eksudasi cairan. Satu minggu pasca laser, ukuran jejas berkurang menjadi 54%. Lapisan inti dalam tetap membesar tanpa disertai edema ektraselular. Lapiran retina menjadi tidak beraturan oleh jaringan gliotik. Lapisan RPE menjadi tidak beraturan dan disisipi oleh daerah yang kehilangan pigmen. Sel hipopigmentasi berlapis tampak di membran Bruch yang utuh. Diameter pembuluh koroid besar kembali normal dan pembuluh koriokapiler tetap berkurang. Ketebalan koroid kembali normal. Satu bulan paska laser, edema menghilang dan ukuran lateral/horizontal dari lesi berkurang sebesar 40% dari lesi inisial. Gliosis dan sel pigmen terlihat pada seluruh lapisan retina disertai dengan penipisan daerah sentral lesi. Sel RPE menjadi hipertrofi dan hiperpigmentasi. Dua bulan pasca laser, lesi menyusut menjadi 37% dari lesi awal atau sama dengan ukuran lesi saat 1 bulan paska laser. Pada 4 bulan paska laser, lesi memiliki ukuran yang sama dengan 2 bulan paska laser dan tidak terlihat sel pigmen dan digantikan matrik hiposelular.
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
20
Jejas laser yang terbentuk akan meningkatkan tekanan oksigen ke lapisan retina
dalam
sehingga
dapat
menghambat
terbentuknya
VEGF
dan
neovaskularisasi. Pada penelitian yang dilakukan pada kera, peningkatan tekanan oksigen menjadi 100 mmHG dapat terjadi dalam waktu 1-2 jam.10 Regresi neovaskularisasi yang terjadi pasca laser fotokoagulasi bervariasi antara 3 minggu hingga 13 minggu.29 60
A
B
Gambar 8. Proses penyembuhan retina secara histologi pada retina kelinci dengan waktu pajanan100 ms (A) dan 20 ms (B) pada 1 jam, 1 hari, 1 minggu, 1 bulan, 2 bulan dan 4 bulan paska laser.59
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
21
BAB 3 KERANGKA KONSEP
1. Retinopati diabetik merupakan kelainan mikrovaskular yang disebabkan oleh keadaan hiperglikemia kronik. 2. Hiperglikemia menyebabkan terjadinya kegagalan autoregulasi aliran darah kapiler, penebalan membran basal kapiler, kematian perisit, dan terjadinya oklusi aliran darah yang secara keseluruhan mengkibatkan hipoksia jaringan retina. Hipoksia jaringan retina menyebabkan terjadinya neovaskularisasi. 3. Fotokoagulasi laser bertujuan untuk merusak RPE sehingga terjadi penurunan konsumsi oksigen lapisan retina luar dan peningkatan difusi oksigen dari koroid menuju lapisan retina dalam. 4. Laser fotokoagulasi terbukti dapat mengurangi neovaskularisasi dan masih merupakan terapi lini pertama yang direkomendasikan oleh ETDRS pada stadium PDR. 5. Laser 810 nm memiliki daya tembus yang lebih besar pada media refraksi yang keruh yang diakibatkan katarak atau perdarahan vitreus. 6. Penurunkan parameter durasi laser menjadi 20 ms dapat mengurangi membatasi kerusakan retina yang ditimbulkan laser 810 nm. 7. Penelitian retrospektif menunjukkan laser 810 nm dengan durasi lebih dari 100 ms memiliki efektivitas regresi neovaskularisasi pada PDR. 8. Sampai saat ini, belum ada penelitian uji klinis acak terkontrol tersamar ganda yang membandingkan antara fotokoagulasi laser 810 nm durasi singkat 20 ms dan 100 ms pada tatalaksana PDR.
21
Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
22
Diagram skematik: Neovaskularisasi pada PDR
Laser Fotokoagulasi Retina 810 nm
Durasi 20 ms
Durasi 100 ms
•
Spot size 200 µm
•
Spot size 200 µm
•
Total 1500 spots
•
Total 1500 spots
•
Pulse duration 20 ms
•
Pulse duration 100 ms
Progresivitas neovaskularisasi (-)
Progresivitas neovaskularisasi (-)
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
23
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan suatu uji klinis acak terkontrol tersamar ganda. Pada penelitian ini penderita tidak mengetahui parameter laser yang didapatkan dan evaluator foto fundus tidak mengetahui foto fundus yang dinilai dari kelompok studi atau kelompok kontrol.
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Mata Kirana Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM Kirana). Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli 2013, pada setiap hari kerja, hingga jumlah sampel tercukupi dan waktu pengamatan terpenuhi, yaitu 2 bulan pasca laser.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Terjangkau Semua pasien PDR yang berobat ke Divisi Vitreoretina Poliklinik Mata RSCM Kirana.
4.3.2. Sampel Penelitian Sampel dipilih dari populasi terjangkau yang diindikasikan dan memenuhi syarat untuk dilakukan tindakan laser fotokoagulasi sesuai kriteria penelitian.
4.4. Kriteria Seleksi 4.4.1. Kriteria Inklusi56 1. Pasien diabetes mellitus tipe 1 dan 2 dengan usia 18 tahun yang baru didiagnosis proliferative diabetic retinopathy sesuai kriteria ETDRS dan belum pernah mendapatkan terapi laser sebelumnya sebelumnya. 2. Tajam penglihatan sesuai ETDRS antara 35 dan 85 huruf (Snellen Sesuai dengan 6/60 atau lebih baik).
23
Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
24
3. Dilatasi pupil yang cukup untuk melakukan foto fundus dan fotokoagulasi laser. 4. Pasien yang bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani informed consent. 4.4.2. Kriteria Eksklusi56 1. HbA1c lebih dari 10.0 mg/dl 2. Hipertensi tidak terkontrol, tekanan darah 180/110 mmHg 3. Riwayat gagal ginjal kronik atau transplantasi ginjal pada nefropati diabetik 4. Riwayat
tindakan
pembedahan
pada
mata
(vitrektomi)
atau
penyuntikan intravitreal. 5. Pasien dengan ablasio retina, glaukoma, atau penyakit mata lain yang relevan secara klinis yang dapat mempengaruhi pemeriksaan efek dari terapi. 6. Pasien dengan diabetik makulopati 7. Pasien dengan riwayat operasi okular dalam 6 bulan terakhir. 8. Pasien dengan riwayat Nd: YAG kapsulotomi dalam 2 bulan terakhir. 9. Pasien dengan kekeruhan media yang signifikan (kekeruhan kornea, katarak derajat III atau lebih berdasarkan klasifikasi Buratto, kekeruhan vitreus), yang menghalangi tindakan laser dan dokumentasi foto fundus 10. Infeksi aktif pada kelopak mata
4.4.3. Kriteria Drop-out 1. Pasien meninggal atau tidak datang untuk follow up pada waktu yang ditentukan. 2. Pasien tidak mematuhi prosedur yang ditetapkan pada penelitian. 3. Pasien mengundurkan diri pada saat penelitian sedang berlangsung dengan sebab apapun.
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
25
4.5. Estimasi Besar Sampel Perhitungan besar sampel pada penelitian ini menggunakan rumus uji hipotesis terhadap proporsi 2 dua kelompok tidak berpasangan sebagai berikut: n1 = n2 = (ZĮ ξʹܲܳ + Zȕ ඥܲͳܳͳ ܲʹܳʹ)2 (P1-P2)2
n1
= besar sampel kelompok standar
n2
= besar sampel kelompok studi
P1
= Proporsi efek standar
P2
= Proporsi efek studi
ZĮ
= deviat baku alfa (ditetapkan oleh peneliti), Į = 0,05 Æ ZĮ (two- tailed) =1,96
Zȕ
= deviat baku beta (ditetapkan oleh peneliti), Ǻ = 0,20 Æ Zȕ (two-tailed) = 0,84
Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan yang mengevaluasi efektivitas fotokoagulasi laser 810 durasi 20 ms dan 100 ms pada tatalaksana PDR. Pada penelitian pendahuluan, besar sampel yang dibutuhkan pada setiap kelompok n1 = n2 = 12 mata.61 Total besar sampel pada penelitian ini adalah 28 mata untuk mengantisipasi drop out sebesar 15%.
4.6. Cara Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan metode consecutive sampling.
4.7. Alokasi Sampel Sebanyak 28 mata yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi akan diikutsertakan dalam penelitian. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam 2 kelompok perlakuan yang berbeda, yaitu kelompok studi (pasien PDR yang mendapatkan terapi laser fotokoagulasi 810 nm durasi 20 ms dan kelompok kontrol (pasien PDR yang mendapatkan terapi laser fotokoagulasi 810 nm durasi
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
26
100 ms). Perlakuan ditentukan secara acak dengan metode randomisasi blok. Randomisasi ini menggunakan 4 blok dengan kombinasi A dan B (AABB, ABAB, ABBA, BAAB, BABA, dan BBAA). Amplop putih yang disegel dan berisi nomor urut penelitian digunakan untuk allocation concealment.
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
27
4.8. Alur Penelitian Pasien PDR
Foto Fundus
Kriteria inklusi dan eksklusi
Data dasar: • Identitas: Nama, usia,alamat • Tipe DM, durasi DM, tekanan darah • Kadar HbA1c, kolesterol total • Tajam penglihatan dengan koreksi (ETDR chart)
Subjek dirandomisasi ( n = ..)
Laser 810 nm durasi 20 ms (n = ..)
•
•
Laser 810 nm durasi 100 ms (n = ..)
Evaluasi 4 dan 8 minggu •
Tajam penglihatan dengan koreksi (ETDRS chart) dan foto fundus
Analisis data
Hasil
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
28
4.9. Cara Kerja Penelitian 4.9.1. Pemeriksaan Pra-laser 1. Pada tahap awal, subyek penelitian menjalani serangkaian pemeriksaan yang meliputi anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi lengkap, termasuk refraksi, tonometri, pemeriksaan lampu celah, serta oftalmoskopi. Setelah diagnosis PDR ditegakkan, maka pasien menjalani foto fundus menggunakan Topcon 3D-OCT 2000 (Topcon, Paramus, New Jersey, USA) dengan menggunakan standar foto ETDRS. 2. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi ditawarkan untuk mengikuti penelitian. Jika pasien bersedia untuk ikut serta, maka pasien diminta untuk menandatangani formulir informed consent. 3. Dilakukan pemeriksaan kadar HbA1c dan kadar kolesterol total sebagai data dasar. 4. Pasien kemudian menjalani pemeriksaan tajam penglihatan dengan koreksi terbaik (TPDK) menggunakan ETDRS chart yang dilakukan oleh satu orang petugas terlatih yang dilakukan ketersamaran.
4.9.2. Persiapan dan Teknik Laser 1. Setelah menjalani pemeriksaan pra-laser, pasien menerima amplop tersegel yang berisi nomor urut penelitian berdasarkan kedatangan. 2. Pasien dilakukan ketersamaran, sehingga pasien tidak tahu perlakuan apa yang akan didapatkannya. 3. Pemberian terapi laser fotokoagulasi dilakukan oleh dua orang dokter spesialis mata subdivisi vitreoretina yang memiliki kompetensi melakukan tindakan fotokoagulasi laser, yaitu Dr. EL dan Dr. ADJ. 4. Laser fotokoagulasi dilakukan dalam anestesi topikal dengan tetes mata tetracain hydrochloride 0.5% dan pupil dalam keadaan terdilatasi dengan tropicamide 1%. 5. Parameter laser yang digunakan dan jumlah tembakan, serta komplikasi yang terjadi ditulis dalam formulir penelitian. Setelah laser, pasien diminta untuk meneteskan tetes mata C. Xitrol® 4 x 1 tetes sehari selama 5 hari
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
29
untuk mengurangi inflamasi dan mencegah infeksi. Pasien diminta kontrol untuk pemeriksaan tindak lanjut pada 4 dan 8 minggu pasca laser.
4.9.2.1. Teknik laser fotokoagulasi 810 nm durasi 20 ms 1. Pasien duduk di depan laser dan dilakukan laser fotokoagulasi dengan menggunakan laser 810 nm (Iris Medical OcuLight SLx, IRIDEX Corporation, Mountain View, CA, USA) 2. Lensa kontak Mainster (Ocular Instruments, Bellevue, WA, USA) digunakan untuk visualisasi fundus dengan gel Genteal® sebagai medium perantaranya. 3. Laser diaplikasikan dengan parameter sebagai berikut: a. Spot size: 200 µm b. Pulse duration: 20 ms c. Jarak antar-spot sebesar 1,5 spot size d. Power yang digunakan akan disesuaikan dengan melakukan titrasi power sehingga terbentuk lesi opak, abu-abu, putih-kotor, putih yang tidak cerah (gradasi 3 L’esperance).62 Jumlah tembakan pada titrasi tidak diikutsertakan pada perhitungan jumlah tembakan.
4.9.2.2. Teknik laser fotokoagulasi 810 nm durasi 100 ms 1. Pasien duduk di depan laser dan dilakukan laser fotokoagulasi dengan menggunakan laser 810 nm (Iris Medical OcuLight SLx, IRIDEX Corporation, Mountain View, CA, USA) 2. Lensa kontak Mainster (Ocular Instruments, Bellevue, WA, USA) digunakan untuk visualisasi fundus dengan gel Genteal® sebagai medium perantaranya. 3. Laser diaplikasikan single spot dengan parameter sebagai berikut: a. Spot size: 200 µm b. Pulse duration: 100 ms c. Jarak antar-spot sebesar 1,5 spot size e. Power yang digunakan akan disesuaikan dengan melakukan titrasi power sehingga terbentuk lesi opak, abu-abu, putih-kotor, putih yang
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
30
tidak cerah (gradasi 3 L’esperance).62 Jumlah tembakan pada titirasi tidak diikutsertakan pada perhitungan jumlah tembakan.
4.9.3. Pemeriksaan Pasca laser dan Pencatatan 1. Pada saat datang kontrol, pasien menjalani anamnesis dan pemeriksaan oftalmologis lengkap. 2. Selanjutnya pasien kembali menjalani pemeriksaan TPDK dengan ETDRS chart dan foto fundus menggunakan Topcon 3D-OCT 2000 (Topcon, Paramus, New Jersey, USA) dengan menggunakan standar foto ETDRS.63 Semua
petugas
yang
melakukan
pemeriksaan
akan
dilakukan
dilakukan
penilaian
ketersamaran. 3. Dilakukan
pemeriksaan
foto
fundus
dan
neovaskularisasi pada minggu ke-8 oleh 2 orang dokter spesialis mata subdivisi vitreoretina yang memiliki kompetensi melakukan penilaian foto fundus yaitu Dr. GA dan Dr. AR. 4. Komplikasi pasca laser dicatat pada formulir penelitian.
4.10. Rencana Analisis Data penelitian yang dicatat di dalam formulir penelitian dimasukkan ke dalam tabel induk di komputer. Untuk menilai kesetaraan/perbandingan kedua kelompok dilakukan pengujian statistik dengan independent student t-test (distribusi data normal) atau uji Mann-Whitney (distribusi data tidak normal) untuk data yang bersifat numerik tidak berpasangan, pair student t-test (distribusi data normal) atau uji Wilcoxon signed-rank test (distribusi data tidak normal) untuk data yang bersifat numerik berpasangan dan uji Pearson Chi-Square, Fisher’s Exact dan Kolmogorov-Smirnov untuk variabel kategorik. Penilaian inter-observer agreement digunakan untuk mengurangi bias pada pengukuran keberhasilan terapi. Penilaian inter-observer agreement menggunakan perhitungan statistik kappa. Apabila didapatkan perbedaan dalam interpretasi respon terapi pada subyek penelitian, maka perbedaan tersebut akan didiskusikan oleh kedua penilai. Hasil kesepakatan yang didapat digunakan dalam analisis. Interpretasi nilai statistik kappa disajikan pada tabel 4.1
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
31
Tabel 4.1. Interpretasi nilai kappa64 Kappa <0 0.01-0.20 0.21-0.40 0.41-0.60 0.61-0.80 0.81-0.99
Agreement Less than chance agreement Slight agreement Fair agreement Moderate agreement Substantial agreement Almost perfect agreement
Data akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan program komputer pengolah data statistik, yaitu Microsoft Excel 2007 dan SPSS (Statistical Package for Social Sciences) for Windows versi 16.0. Nilai p < 0.05 dianggap bermakna. Data yang telah diolah ditampilkan dalam bentuk tabel, diagram atau narasi.
4.11. Definisi Operasional 1. Proliferative Diabetic Retinopathy Kelainan mikrovaskular yang ditandai dengan adanya neovaskularisasi yang dipicu oleh keadaan iskemia. Neovascularization of the disk (NVD) dan neovascularization elsewhere merupakan tanda utama PDR.34 Derajat PDR yaitu:22 a. PDR ringan (derajat 1) yaitu terdapat NVE atau NVD yang kurang dari the standard Airlie House photograph 10A (SAH10A) b. PDR sedang (derajat 2) yaitu NVE yang lebih besar dari ½ DD dan atau NVD lebih besar dari SAH10A c. PDR berat (derajat 3) yaitu NVE yang lebih besar dari ½ DD multipel, dan atau forward NVD, dan atau perdarahan preretina, dan atau perdarahan vitreus, dan atau tractional retinal detachment.
2. Katarak Adalah kekeruhan lensa yang diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi Buratto, yaitu: a. Derajat 1: Nukleus lunak, visus > 6/12, tampak sedikit keruh dengan warna agak keputihan. b. Derajat 2: Nukleus dengan kekerasan ringan, mulai sedikit berwarna kekuningan, visus biasanya antara 6/12-6/30.
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
32
c. Derajat 3: Nukleus dengan kekerasan medium, tampak kuning dengan kekeruhan kortek yang berwarna keabu-abuan, visus biasanya antara 3/60-6/30. d. Derajat 4: Nukleus keras, warna kuning kecoklatan, visus biasanya 3/60-1/60. e. Derajat 5: Nukleus sangat keras, warna kecoklatan, bahkan agak kehitaman, visus 1/60.65
3. Tajam penglihatan dengan koreksi (TPDK) Tajam penglihatan yang didapat dengan koreksi kacamata terbaik dan diukur dengan ETDRS chart pada jarak 4 meter. Satuan TPDK adalah logMar pada ETDRS chart. 4. Kriteria keberhasilan31 a. Tidak progresif yaitu apabila terjadi salah satu dari tanda berikut 1)
Hilangnya neovaskularisasi
2)
Regresi neovaskularisasi
3)
Neovaskularisasi yang menetap
4)
Fibrosis neovaskularisasi
tanpa terjadinya neovaskularisasi di tempat lain yang dinilai dengan menggunakan foto fundus. b. Progresif apabila terdapat perluasan neovaskularisasi atau timbulnya neovaskularisasi di tempat lain yang dinilai dengan menggunakan foto fundus. 5. Foto fundus. Foto fundus menggunakan teknik sesuai dengan ETDRS Seven Standard Field. Tabel 2 menunjukkan 7 lokasi pengambilan foto fundus sesuai ETRDS.
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
33
Tabel 2. ETDRS seven standard field63 ETDRS Field Field 1 Field 2 Field 3
Field 4
Field 5
Field 6
Field 7
Field Definitions Optic disc: 30° field focused centrally on the optic disc Macula: 30° field focused on the central of the macula Superior temporal: 30° field focused so the lower edge of the field is tangent to a horizontal line passing through the upper edge of the optic disc and the nasal edge of the field is tangent to a vertical line passing through the center of the disc. Inferior temporal: 30° field focused so the upper edge of the field is tangent to a horizontal line passing through the lower edge of the optic disc and the nasal edge of the field is tangent to a vertical line passing through the center of the disc. Superior nasal: 30° field focused so the lower edge of the field is tangent to a horizontal line passing through the upper edge of the optic disc and the temporal edge of the field is tangent to a vertical line passing through the center of the disc. Inferior nasal: 30° field focused so the upper edge of the field is tangent to a horizontal line passing through the lower edge of the optic disc and the temporal edge of the field is tangent to a vertical line passing through the center of the disc. focused outside the seven standard fields
6. Fluence Energi laser yang diterima oleh jaringan retina setiap satu satuan luas, dengan satuan Joule / cm2. Fluence didapatkan dari rumus:55 Fluence = Power x Pulse duration Area
Area = ʌr2 (luas lingkaran)
4.12. Etik Penelitian ini telah lolos kaji etik sesuai dengan Surat Keterangan Lolos Kaji Etik dengan nomor 501/H2.F1/ETIK/2013.
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
34
BAB 5 HASIL
5.1.
Karakteristik Subyek
Jumlah subyek pada penelitian ini sebanyak 28 subyek. Jumlah subyek yang mendapatkan terapi dan didapatkan follow up selama 2 bulan sebanyak 25 subyek. Terdapat 3 subyek penelitian yang tidak datang kembali untuk follow up. Jumlah subyek perempuan lebih banyak dibanding laki-laki yaitu 17 subyek (60,70%) dengan rerata usia pada penelitian ini yaitu 52,25+7,35 tahun. Rerata durasi subyek menderita DM selama 6,36+4,78 tahun. Rerata kadar HbA1c pada seluruh subyek yaitu 8,56+0,94%. Rerata kadar kolesterol sebesar 260,92+53,27 mg/dL. Rerata tekanan darah sistolik 147,86 +2,08 mmHg dan diastolik 80,18 +7,26 mmHg. Proporsi pasien dengan PDR kategori ringan 9 subyek (32,1%), sedang 5 Subyek (17,90%) dan berat 14 subyek (50,00%). Derajat katarak terbanyak pada penelitian ini yaitu derajat 2 sebanyak 15 subyek (53,60%). Rerata tajam penglihatan pre laser yaitu 0,56+0,27 logMar.
Skrining n=28
Randomisasi
Durasi 100 ms n=14 mata
Durasi 20 ms n=14 mata
Drop out 2 mata
Drop out 1 mata
Analisis n=12 mata
Analisis n=13 mata
Gambar 9. Diagram alur subyek penelitian
34
Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
35
Pada penelitian ini, karakteristik dasar berupa usia, jenis kelamin, lama menderita DM, kadar HbA1c, visus pre tindakan, tekanan darah sistolik dan diastolik, derajat katarak dan derajat PDR setara pada 2 kelompok (p=>0.05). Tabel 5.1 memperlihatkan perbandingan karakteristik subyek pada kedua kelompok. Tabel 5.1. Perbandingan Karakteristik Subyek Antara Kedua Kelompok (n=28). 20 ms (n=14) p Karakteristik 100 ms (n=14) Usia (tahun) Rerata+SD 52,29+6,55 52,21+8,31 0,980a Jenis kelamin Laki-laki 7 4 0,246c Perempuan 7 10 Lama DM (tahun) 8,50 (1;15) 4,0 (1;16) 0,144b Median (min, maks) HbA1c (%) Rerata+SD 8,62+0,90 8,49+1.00 0,725a Kolesterol total (mg/dL) Rerata+SD 268,31+50,25 253,54+57,06 0.474a Visus pre laser (logMar) Median (min, maks) 0,46 (0,3;1,0) 0,52 (0,17;1,07) 0.691b Sistolik (mmHg) Median (min, maks) 150 (100;180) 150 (130;180) 0,725b Diastolik (mmHg) 80 (60;90) 80 (70;90) 0,293b Median (min, maks) Derajat katarak 1,000d 3 3 Derajat 1 7 8 Derajat 2 4 3 Derajat 3 Derajat PDR Ringan 4 5 0,617d Sedang 1 4 Berat 9 5 a Independent t-test, bMann-Whitney U Test, cChi-square test, dKolmogorov-Smirnov
5.2.
Perbandingan Parameter Laser Antara Kedua Kelompok
Pada penelitian ini tampak bahwa power yang digunakan pada kelompok 20 ms lebih besar dibandingkan kelompok 100 ms dan berbeda bermakna secara statistik (p=0,000). Fluence pada kelompok durasi 20 ms lebih kecil dibandingkan dengan kelompok durasi 100 ms dan berbeda bermakna secara statistik (p=0,000). Jumlah
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
36
tembakan yang dilakukan pada kedua kelompok tidak berbeda. Tabel 5.2 menunjukkan perbandingan parameter laser fotokoagulasi pada kedua kelompok. Tabel 5.2. Perbandingkan Penggunaan Parameter Laser Antara Kedua Kelompok (n=25) Parameter laser
Kelompok Laser Durasi 100 ms (n=12) Durasi 20 ms (n=13)
p
500 (200;800)
1000 (800;2000)
0,000
1504 (600;1672)
1505 (1294;2613)
0,398
15,91 (6,36;25,45)
6,36 (5,09;12,73)
0,000
Power (mW)
Median (min, maks) Jumlah tembakan
Median (min, maks) Fluence (J/cm2)
Median (min, maks) Mann-Whitney U Test
5.3.
Perbandingan Progresivitas PDR Antara Kedua Kelompok
Pada penelitian ini kejadian PDR yang tidak progresif pada kedua kelompok tidak berbeda secara klinis dan statistik. Proporsi PDR yang tidak progresif pada kelompok 100 ms sebesar 75,0% dan pada kelompok 20 ms sebesar 76,9% (p=1,000). Progresivitas PDR antara kedua kelompok ditampilkan pada tabel 5.3. Tabel 5.3. Perbandingan Progresivitas PDR Antara Kedua Kelompok (n=25) Progresivitas PDR n (%)
Kelompok Laser
p
Progresif
Durasi 100 ms (n=12) Durasi 20 ms (n=13) 3(25,0) 3 (23,1)
Tidak progresif
9 (75,0)
1,000
10 (76,9)
Fisher's Exact Test Pada penelitian ini derajat PDR dibagi menjadi PDR derajat ringan, sedang dan berat. Sub grup analisis dilakukan untuk melihat hasil terapi pada kategori ringan-sedang dan berat tidak didapatkan perbedaan secara klinis dan statistik. Tabel 5.3.1 memperlihatkan progresivitas PDR berdasarkan derajat PDR pada kedua kelompok.
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
37
Tabel 5.3.1. Progresivitas PDR berdasarkan Derajat PDR Antara Kedua Kelompok (n=25) Derajat PDR
Progresifitas PDR Durasi 100 ms
Durasi 20 ms
p
Ringan-sedang
Progresif Tidak Progresif
1 (25.0) 3 (75.0)
2 (25.0) 6 (75.0)
0,764
Berat
Progresif Tidak Progresif
2 (25.0) 6 (75.0)
1 (20.0) 4 (80.0)
0,685
Fisher's Exact Test 5.4.
Perbandingan Visus Pre dan Pasca Laser Antara Kedua Kelompok
Penelitian ini menunjukkan tidak didapatkan perbedaan visus pre daqn pasca laser pada kelompok durasi 100 ms dan 20 ms (p=0,458). Perbaikan tajam penglihatan sebanding diantara kedua kelompok. Tabel 5.4 menunjukkan perbandingan visus pada kedua kelompok pre dan pasca laser. Tabel 5.4. Perbandingan Visus Pasca Laser Antara Kedua Kelompok (n=25) Kelompok Laser
p
Durasi 100 ms (n=12) Durasi 20 ms (n=13) Visus pre laser (logMar) Median (min, maks) Visus pasca laser (LogMar) Median (min, maks) Perubahan visus n (%) Perbaikan
Menetap Perburukan a
0,46 (0,3;1,0)
0,52 (0,17;1,07)
0.690 a
0,46 (0,22;1,77) 0,799C
0,52 (0,06;1,77) 0,600C
0,458a
4 (33,3) 5 (41,7) 3 (25,0)
3 (23,1)
1,000b
7 (53,8) 3 (23,1)
b
Mann-Whitney U Test, Kolmogorov-Smirnov, CWilcoxon rank test
Pada penelitian ini didapatkan komplikasi pada tindakan fotokoagulasi laser yaitu nyeri pada 5 orang subyek sehingga tidak mendapatkan laser sebanyak 1500 tembakan. Tidak didapatkan rupture membran Bruch dan perdarahan vitreus pada penelitian ini. Tabel 5.5 menunjukkan komplikasi tindakan fotokoagulasi laser pada kedua kelompok.
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
38
Tabel 5.5. Komplikasi Fotokoagulasi Laser Antara Kedua Kelompok (n=28) Komplikasi n=(%)
Durasi 100 ms
Nyeri Ruptur Membran Bruch Perdarahan vitreus
Durasi 20 ms
4 (28.57) 0 0
1 (7.14) 0 0
Penilaian progresivitas pada penelitian ini dilakukan oleh 2 orang spesialis mata sub divisi vitreoretina. Penilaian inter observer agreement menggunakan nilai
kappa
didapatkan
sebesar
0,752
(p=0,000).
Nilai
kappa
0,752
dikelompokkan sebagai substansial agreement. Tabel 5.6 menunjukkan inter observer agreement dalam mengevaluasi progresivitas PDR. Tabel 5.6. Tabel Inter Observer Agreement dalam Evaluasi Progresivitas PDR (n=25) Progresif Evaluator 1 Total
A
Progresif Tidak Progresif
Evaluator 2 Tidak Progresif
4 0 4
2 19 21
Total 6 19 25
B
Gambar 10. A. Pre fotokoagulasi laser B. Dua bulan pasca fotokoagulasi laser. Tidak didapatkan progresivitas PDR pada 2 bulan pasca fotokoagulasi laser menggunakan laser 810 nm durasi 20 ms.
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
39
BAB 6 PEMBAHASAN
Progresivitas retinopati diabetik dipengaruhi oleh banyak faktor. Hoorn study yang dilakukan oleh Van Leiden dkk66 melaporkan faktor risiko progresivitas retinopati diabetik diantaranya usia, kadar gula darah, tekanan darah, kadar kolesterol dan indeks masa tubuh. United kindom prospective diabetes study (UKPDS) menyatakan bahwa kontrol gula darah dan tekanan darah secara intensif dapat memperlambat progresivitas retinopati diabetik dan mengurangi risiko komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular.67-68 Pada penelitian ini rerata kadar HbA1c pada seluruh subyek yaitu 8,56+0,94% dan rerata kadar kolesterol sebesar 260,92+53,27 mg/dL. Rerata tekanan darah sistol 147,86 +2,08 mmHg dan diastol 80,18 +7,26 mmHg. Hal ini menujukkan bahwa subyek pada penelitian ini memiliki faktor risiko yang meningkatkan progresivitas retinopati diabetik yaitu kadar HbA1c yang tinggi, tekanan darah yang tidak terkontrol dan kadar kolestreol yang tinggi. Fotokoagulasi
laser
merupakan
merupakan
terapi
utama
yang
direkomendasikan oleh diabetic retinopathy study (DRS) dengan tujuan utama regresi neovaskular dan mencegah progresivitas neovaskular dikemudian hari.52 Selain menghambat progresivitas, fotokoagulasi laser akan mencegah terjadinya kehilangan penglihatan yang berat (kurang dari 5/200) hingga 50%. Parameter laser yang direkomendasikan pada penelitian DRS yaitu argon atau xenon dengan diameter 500 µm sebanyak 1200 tembakan. Perkembangan teknologi laser saat ini memungkinkan penggunaan laser dengan panjang gelombang yang berbeda yang bertujuan untuk mengurangi kerusakan jaringan yang berat akibat laser.21 Sepengetahuan peneliti, penelitian ini merupakan uji acak klinis tersamar ganda yang menggunakan diode laser 810 nm yang menggunakan durasi singkat. Keluaran primer pada penelitian ini yaitu progresivitas neovaskularisasi pada kelompok dengan durasi 100 ms dan 20 ms. Proporsi PDR tanpa progresivitas neovaskularisasi pada kedua kelompok yaitu 75,0% pada kelompok durasi 100 ms dan 76,9% pada kelompok durasi 20 ms. Angka ini tidak berbeda bermakna secara klinis dan statistik. Penelitian yang dilakukan oleh Salman69 dan
39
Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
40
Muraly dkk70 yang membandingkan laser 532 nm menggunakan teknik konvensional dan Pattern Scan Laser (PASCAL) durasi 20 ms menunjukkan efektivitas yang sama dalam menghambat progresivitas PDR.69 70 Pada kelompok durasi pajanan 100 ms, angka keberhasilan dalam menghambat progresivitas neovaskularisasi pada penelitian ini sebesar 75,0%. Parameter yang digunakan yaitu power 200-800 mW, diameter 200 µm dan jumlah tembakan 600-1672 kali. Hasil yang sama dilaporkan oleh Talu11 dengan keberhasilan 88,09% menggunakan laser 810 nm dengan parameter 200 µm spot sized, durasi pajanan laser 100-250 ms, power 200-850 mW dan jumlah tembakan 2000-2500 kali. Pada kelompok pajanan 20 ms didapatkan angka keberhasilan dalam menahan laju progresivitas neovaskularisasi sebesar 76,9%. Sepengetahuan peneliti belum ada penelitian yang melaporkan pengunaan durasi 20 ms dengan menggunakan laser 810 nm pada PDR. Penelitian dengan pajanan 20 ms ini menggunakan parameter power 800-2000 mW, 200 µm dan jumlah tembakan 1294-2613 kali. Penelitian Muqit dkk22 menggunakan laser 532 nm durasi 20 ms pada PDR mendapatkan regresi neovaskular 28% pada satu sesi laser. Penelitian yang dilakukan Luttrul dkk31 yang menggunakan micropulse diode laser didapatkan didapatkan PDR yang regresi neovaskular sebesar 97,0% dalam follow up selama satu tahun yang dilakukan dalam 1-6 sesi dengan jumlah tembakan berkisar antara 638 sampai 25.466 dengan median 2.234. Angka neovaskularisasi yang non progresif pada penelitian ini cukup baik mengingat baru dilakukan 1 sesi laser. Pada penelitian ini didapatkan kisaran power yang bervariasi pada kedua kelompok yaitu 200-800 mW pada kelompok 100 ms dan 800-2000 mW pada kelompok 20 ms. Kisaran power ini dapat terjadi akibat perbedaan ketebalan RPE yang mengandung melanin sebagai kromofor laser 810 nm. Penelitian yang dilakukan oleh Gopalakrishnan71 menunjukkan bahwa jumlah power yang dibutuhkan pada RPE dengan ketebalan 14 µm 25% lebih rendah dibandingkan RPE dengan ketebalan 10 µm dan RPE dengan ketebalan 6 µm membutuhkan energy 35% lebih besar dibandingkan RPE dengan ketebalan 10 µm. Penelitian yang dilakukan Schmidt-Erfurth dkk72 menunjukkan bahwa kekeruhan lensa
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
41
berpengaruh terhadap power terutama pada panjang gelombang dibawah 514 nm. Penelitian ini tidak menilai ketebalan RPE pada subyek penelitian. Penelitian ini menggunakan kriteria gradasi 3 L’esperance dalam menentukan keberhasilan jejas laser yang dihasilkan terbentuk lesi opak, abu-abu, putih-kotor, putih yang tidak cerah. Power yang digunakan pada kelompok 20 ms yaitu 1000 mW lebih tinggi dua kali lipat dibandingkan dengan kelompok durasi 100 ms yaitu 500 mW. Perbedaan power ini bermakna secara klinis dan statistik. Hasil ini sesuai dengan teori Arrhenius dimana denaturasi jaringan tergantung pada temperatur dan waktu pajanan yang menunjukkan gambaran kurva eksponensial pada laser 532 nm.27 Penurunan durasi pajanan sebesar lima kali hanya diikuti peningkatan power sebesar dua kali. Saat ini belum didapatkan gambaran kurva yang menghubungkan antara power dan durasi pada laser 810 nm. Fluence menggambarkan jumlah energi laser yang diterima oleh jaringan retina setiap satu satuan luas. Pada penelitian ini didapatkan fluance pada kelompok durasi 100 ms dua kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok durasi 20 ms yang berbeda bermakna secara klinis dan statistik (15,91 vs 6,36 J/cm2). Penelitian yang dilakukan oleh Nagpal dkk
24
menunjukkan penggunaan
fluence yang rendah pada multispot 532 nm pattern scan laser (PASCAL) akan mengurangi nyeri dibandingkan 532 nm solid-state green laser (GLX) (40,33 vs 191 J/cm2). Penelitian yang dilakukan oleh Muqit dkk56 mendapatkan fluence pada durasi 100 ms lebih tinggi dibandingkan durasi 20 ms (11,8 dan 4,8 J/cm2). Pengamatan peneliti pada subyek pada kelompok durasi 20 ms menunjukkan nyeri yang lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok durasi 100 ms. Penelitian ini mendapatkan sebanyak 4 subyek pada kelompok 100 ms dan 1 subyek pada kelompok 20 ms yang mendapatkan jumlah tembakan dibawah 1500 diakibatkan nyeri. Penelitian yang dilakukan oleh Alvarez-Verduzco dkk73 menunjukkan fluence berkorelasi positif (r=0.4) dengan rangsang nyeri dimana fluence yang rendah akan diikuti dengan respon nyeri yang rendah pada tindakan fotokoagulasi laser. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk menilai nyeri pada kedua kelompok.
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
42
Fluence pada kelompok 20 ms lebih rendah dua kali lipat dibanding kelompok 100 ms. Penurunan ini lebih sedikit dibandingkan dengan penelitian yang menggunakan laser PASCAL 532 nm durasi 20 ms yang turun hingga empat kali lipat dibandingkan dengan laser konvensional.24 Penetrasi laser 810 nm lebih dalam sehingga jejas yang terbentuk tidak terlihat jelas dibandingkan dengan laser 532 nm yang segera terlihat secara jelas pasca laser.21 Tujuan utama dari laser diode 810 nm yaitu menghasilkan gambaran lesi abu-abu pada lapisan RPE yang secara teknis lebih sulit dibandingkan dengan lesi putih opak yang dihasilkan oleh panjang gelombang yang lebih pendek. Jejas laser yang minimal dan cepat menghilang akan menyebabkan operator cenderung meningkatkan power yang digunakan untuk mencapai jejas laser yang diinginkan dan berakibat bertambahnya fluence.74 Jejas laser yang sulit dilihat memungkinkan terjadinya tumpang tindih pada daerah laser yang dapat menyebabkan terjadinya ruptur membran Bruch. Pada penelitian ini tidak didapatkan komplikasi ruptur membran Bruch atau perdarahan vitreus. Jejas laser yang dihasilkan pada penelitian ini menghasilkan gambaran yang subvisibel yang mengindikasikan kerusakan yang terbatas pada lapisan RPE dan fotoreseptor. Perkembangan teori laser pada penyakit vaskular retina saat ini mengarah pada mengurangi durasi laser yang secara selektif merusak RPE tanpa merusak seluruh lapisan retina. Jaringan RPE yang tidak rusak akan berproliferasi dan berdistribusi untuk menutup daerah yang rusak dan menghasilkan respon terhadap inflamasi dengan cara memodulasi cytokine lokal yang diantaranya VEGF, pigment epithelial-derived factor, matrix metalloproteinase (MMPs) dan tissue inhibitor MMPs. Modulasi ekspresi cytokine yang dihasilkan RPE ini akan mengurangi inflamasi.75 Jumlah tembakan pada kedua kelompok tidak berbeda pada kedua kelompok yaitu 600-1672 kali pada kelompok 100 ms dan 1294-2613 pada kelompok 20 ms. Perbedaan jumlah tembakan ini tidak berbeda secara statistik. Jumlah ini tidak jauh berbeda dengan jumlah tembakan pada penelitian Talu11 sebanyak 2000-2500 kali. Penelitian Alvarez-Verduzco dkk73 menunjukkan jumlah tembakan tidak berkorelasi dengan rangsang nyeri pada tindakan laser. Studi MAPASS melaporkan bahwa jumlah tembakan 1500 pada laser 532 nm dan
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
43
durasi 20 ms aman dilakukan pada satu sesi laser.23 Pada studi MAPASS, sebanyak 72% subyek membutuhkan laser tambahan untuk mendapatkan regresi total yang sesuai dengan derajat PDR. Jumlah total tembakan yang dibutuhkan pada PDR ringan sebanyak 2500-3500 tembakan, PDR sedang sebanyak 4000 tembakan, dan PDR berat sebanyak 7000 tembakan.22 Keluaran sekunder pada penelitian ini yaitu tajam penglihatan. Tajam penglihatan pasca laser pada kedua kelompok tidak berbeda secara statistik. Proporsi tajam penglihatan yang sama atau membaik pasca laser pada kedua kelompok tidak berbeda secara klinis dan statistik. Hasil ini sesuai dengan tujuan tindakan fotokoagulasi laser yang bertujuan untuk mengurangi kejadian penurunan tajam penglihatan dibawah 5/200 sebesar 50% atau lebih.52 Inter observer agreement dilakukan untuk mengurangi bias evaluasi hasil terapi laser yang dilakukan dengan menggunakan foto fundus dengan standar ETDRS yang dinilai oleh dua orang spesialis mata sub divisi vitreoretina. Nilai inter observer agreement dengan perhitungan kappa dalam pembacaan foto fundus pada penelitian ini sebesar k=0,752 (p<0,000). Penelitian dilakukan oleh Gangaputra dkk76 yang menilai kappa pada pembacaan foto fundus menunjukkan bahwa nilai kappa lebih tinggi pada kasus dengan tingkat keparahan yang tinggi dibandingkan dengan kasus dengan tingkat keparahan yang rendah. Pada penelitian ini penilaian dilakukan pada PDR sehingga didapatkan nilai kappa yang cukup tinggi. Komplikasi yang didapatkan pada penelitian ini yaitu nyeri pada 5 (20%) subyek penelitian. Tidak didapatkan komplikasi lain seperti ruptur membran Bruch atau pedarahan vitreus. Peneliti juga mengamati bahwa tidak didapatkan keluhan silau pasca laser disebabkan laser 810 nm merupakan invisible light spectrum sehingga meningkatkan kenyaman bagi pasien. Penelitian ini memiliki kelebihan berupa desain penelitian yang bersifat uji klinis acak terkontrol tersamar ganda. Penelitian yang dilakukan sebelumnya masih bersifat retrospektif tanpa pembanding dengan satu parameter saja.11 Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan yang memiliki beberapa keterbatasan yaitu jumlah sampel pada penelitian ini yang kecil, waktu follow up yang singkat yaitu 2 bulan, terdapat drop out dan bias operator yang tidak dapat
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
44
dihindari. Evaluasi keberhasilan pada penelitian ini menggunakan foto fundus merupakan kelemahan lain dari penelitian ini. Akan tetapi foto fundus memiliki nilai kesepakatan yang cukup baik dengan fluorescein angiography dengan nilai k=0.601 dalam menilai retinopati diabetik.77
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
45
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan 1. Fotokoagulasi laser 810 nm durasi 100 ms dan 20 ms memiliki efektifitas yang sama dalam menghambat progresivitas PDR. 2. Laser fotokoagulasi diode 810 nm durasi 20 ms memiliki fluence dua kali lebih rendah dibandingkan durasi 100 ms. 3. Dibutuhkan peningkatan power pada durasi 20 ms sebesar dua kali dibandingkan durasi 100 ms. 7.2. Saran 1. Penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam melakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar. Estimasi jumlah sampel menggunakan perhitungan 2 kelompok tidak berpasangan dengan α=0.05 dan power 80% maka dibutuhkan sebanyak 84 subyek per kelompok. 2. Diperlukan penelitian lanjutan yang menilai respon nyeri, sensititas retina dan collateral damage yang ditimbulkan oleh kedua parameter tersebut. 3. Fotokoagulasi laser duarasi 20 ms 810 nm dapat dijadikan pilihan terapi pada pasien dengan PDR.
45
Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
46
DAFTAR PUSTAKA 1. Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. Global prevalence of diabetes. Diabetes Care 2004;27:1047-53. 2. Williams R, Airey M, Baxter H, Forrester J, Kennedy-Martin T, Girach A. Epidemiology of diabetic retinopathy and macular oedema: a systematic review. Eye 2004;18:963-83. 3. Bhagat N, Grigorian RA, Tutela A, Zarbin MA. Diabetic macular edema: pathogenesis and treatment. Surv Ophthalmol 2009;54:1-32. 4. Regillo C, Holekamp N, Johnson MW, Kaiser PK, Schubert HD, Spaide R, et al. Retina and Vitreous. In: Basic and Clinical Science Course. San Francisco: American Academy of Ophthalmology, 2011:337-47. 5. Sya’baniyah UN, Andayani G, Djatikusumo A. Prevalensi dan faktor risiko retinopati diabetik pada pasien diabetes mellitus berdasarkan skrining fotografi fundus di RS Cipto Mangunkusumo November 2010-Oktober 2011. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012. 6. Early photocoagulation for diabetic retinopathy. ETDRS report number 9. Early Treatment Diabetic Retinopathy Study Research Group. Ophthalmology 1991;98(5 Suppl):766-85. 7. Powell JO, Bresnick GH, Yanoff M, Frisch GD, Chester JE. Ocular effects of argon laser radiation. II. Histopathology of chorioretinal lesions. Am J Ophthalmol 1971;71(6):1267-76. 8. Pournaras CJ, Miller JW, Gragoudas ES, Husain D, Munoz JL, Tolentino MJ, et al. Systemic hyperoxia decreases vascular endothelial growth factor gene expression in ischemic primate retina. Arch Ophthalmol 1997;115(12):1553-8. 9. Stefansson E, Landers MB, 3rd, Wolbarsht ML. Oxygenation and vasodilatation in relation to diabetic and other proliferative retinopathies. Ophthalmic Surg 1983;14(3):209-26. 10. Stefansson E. Ocular oxygenation and the treatment of diabetic retinopathy. Surv ophthalmol 2006;51(4):364-80. 11.Talu SD. Researches concerning the use of the diode laser (810 nm) in the treatment of the diabetic retinopathy. 1st International Conference on Advancements of Medicine and Health Care through Technology. Cluj-Napoca, Romania., 2007. 12.Folk JC, Pulido JS. Laser photocoagulation of the retina and choroid. San Francisco: American Academy of Ophthalmology, 1997. 13.Han HJ, Oum BS. Diode laser panretinal photocoagulation in diabetic retinopathy. J Korean Ophthalmol Soc 1995;36(11):1972 -79. 14.Bandello F, Brancato R, Trabucchi G, Lattanzio R, Malegori A. Diode versus argon-green laser panretinal photocoagulation in proliferative diabetic retinopathy: a randomized study in 44 eyes with a long follow-up time. Graefes Arch Clin Exp Ophthalmol 1993;231(9):491-4. 15.Ulbig MW, Hamilton AM. Comparative use of diode and argon laser for panretinal photocoagulation in diabetic retinopathy. Ophthalmologe 1993;90(5):457-62. 16.Little HL. Complications of argon laser retinal photocoagulation: a five-year study. Int Ophthalmol Clin 1976;16(4):145-59.
46
Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
47
17.Guyer D, D’Amico D, Smith C. Subretinal fibrosis after laser photocoagulation for diabetic macular edema. Am J Ophthalmology 1992;113:652-56. 18.Lewis H, Schachat A, Haimann M. Choroidal neovascularization after laser photocoagulation for diabetic macular edema. Ophthalmology 1990;97:503-10. 19.Schatz H, Madeira D, McDonald H, Johnson R. Progressive enlargement of laser scars following grid laser photocoagulation for diffuse diabetic macular edema. Arch Ophthalmol 1991;109:1549-51. 20.Blondeau P, Pavan PR, Phelps CD. Acute pressure elevation following panretinal photocoagulation. Arch Ophthalmol 1981;99(7):1239-41. 21.Mainster MA. Decreasing retinal photocoagulation damage: principles and techniques. Semin Ophthalmol 1999;14(4):200-9. 22.Muqit MM, Marcellino GR, Henson DB, Young LB, Turner GS, Stanga PE. Pascal panretinal laser ablation and regression analysis in proliferative diabetic retinopathy: Manchester Pascal Study Report 4. Eye (Lond) 2011;25(11):144756. 23.Al-Hussainy S, Dodson PM, Gibson JM. Pain response and follow-up of patients undergoing panretinal laser photocoagulation with reduced exposure times. Eye (Lond) 2008;22(1):96-9. 24.Nagpal M, Marlecha S, Nagpal K. Comparison of laser photocoagulation for diabetic retinopathy using 532-nm standard laser versus multispot pattern scan laser. RETINA 2010;30(3):452-8. 25.Techniques for scatter and local photocoagulation treatment of diabetic retinopathy: Early Treatment Diabetic Retinopathy Study Report no. 3. The Early Treatment Diabetic Retinopathy Study Research Group. Int Ophthalmol Clin 1987;27(4):254-64. 26.Sramek C, Paulus Y, Nomoto H, Huie P, Brown J, Palanker D. Dynamics of retinal photocoagulation and rupture. J Biomed Opt 2009;14(3):034007. 27.Schlott K, Langejürgen J, Bever M, Koinzer S, Birngruber R, Brinkmann R. Time resolved detection of tissue denaturation during retinal photocoagulation. In: Sroka R, Lilge LD, editors. Therapeutic Laser Applications and LaserTissue Interactions IV: Proceedings of the SPIE, 2009:73730E-30E-8. 28.Boutacoff TA, Buzawa D, Dorin G, Kelsoe W. Diode laser MicroPulse 'minimal impact photocoagulation' (DLMP): Iris Medical Instruments, 1997. 29.Moorman CM, Hamilton AM. Clinical applications of the MicroPulse diode laser. Eye (Lond) 1999;13 ( Pt 2):145-50. 30.Luttrull JK, Musch DC, Mainster MA. Subthreshold diode micropulse photocoagulation for the treatment of clinically significant diabetic macular oedema. Br J Ophthalmol 2005;89:74-80. 31.Luttrull JK, Musch DC, Spink CA. Subthreshold diode micropulse panretinal photocoagulation for proliferative diabetic retinopathy. Eye (Lond) 2008;22(5):607-12. 32.WHO. Vision 2020 the right to sight. Global Initiative for the elimination of avoidable blindness. Action plan 2006-2011. 33.Mohamed Q, Gillies MC, Wong TY. Management of diabetic retinopathy: a systematic review. JAMA 2007;298(8):902-16. 34.Vujosevic S, Bottega E, Casciano M, Pilotto E, Convento E, Midena E. Microperimetry and fundus autofluorescene in diabetic macular edema RETINA 2010;30:908-16.
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
48
35.Goh SY, Cooper ME. Clinical review: The role of advanced glycation end products in progression and complications of diabetes. J Clin Endocrinol Metab 2008;93(4):1143-52. 36.Bandello F, Lattanzio R, Zucchiatti I, Del Turco C. Pathophysiology and treatment of diabetic retinopathy. Acta Diabetol 2013;50(1):1-20. 37.Geraldes P, King GL. Activation of protein kinase C isoforms and its impact on diabetic complications. Circ Res 2010;106(8):1319-31. 38.Stevens MJ, Henry DN, Thomas TP, Killen PD, Greene DA. Aldose reductase gene expression and osmotic dysregulation in cultured human retinal pigment epithelial cells. Am J Physiol 1993;265(3 Pt 1):E428-38. 39.Suzen S, Buyukbingol E. Recent studies of aldose reductase enzyme inhibition for diabetic complications. Curr Med Chem 2003;10(15):1329-52. 40.Naruse K, Nakamura J, Hamada Y, Nakayama M, Chaya S, Komori T, et al. Aldose reductase inhibition prevents glucose-induced apoptosis in cultured bovine retinal microvascular pericytes. Exp Eye Res 2000;71(3):309-15. 41.Cai J, Boulton M. The pathogenesis of diabetic retinopathy: old concepts and new questions. Eye (Lond) 2002;16(3):242-60. 42.Casaroli Marano RP, Preissner KT, Vilaro S. Fibronectin, laminin, vitronectin and their receptors at newly-formed capillaries in proliferative diabetic retinopathy. Exp Eye Res 1995;60(1):5-17. 43.Stitt AW, Gardiner TA, Archer DB. Histological and ultrastructural investigation of retinal microaneurysm development in diabetic patients. Br J Ophthalmol 1995;79(4):362-7. 44.Kinukawa Y, Shimura M, Tamai M. Quantifying leukocyte dynamics and plugging in retinal microcirculation of streptozotosin-induced diabetic rats. Curr Eye Res 1999;18(1):49-55. 45.Dawson DW, Volpert OV, Gillis P, Crawford SE, Xu H, Benedict W, et al. Pigment epithelium-derived factor: a potent inhibitor of angiogenesis. Science 1999;285(5425):245-8. 46.Clermont AC, Aiello LP, Mori F, Aiello LM, Bursell SE. Vascular endothelial growth factor and severity of nonproliferative diabetic retinopathy mediate retinal hemodynamics in vivo: a potential role for vascular endothelial growth factor in the progression of nonproliferative diabetic retinopathy. Am J Ophthalmol 1997;124(4):433-46. 47.Regillo C, Holekamp N, Johnson MW, Kaiser PK, Schubert HD, Spaide R, et al. Physical optics. Clinical optics. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology, 2011:3-26. 48.Constable IJ, Lim ASM. Principles of photocoagulation. Laser: its clinical uses in eye diseases. Singapore: PG Lim Pte Ltd, 2000. 49.Palanker D, Blumenkranz MS, Weiter JJ. Retinal laser therapy: biophysical basis and applications. In: Ryan SJ, editor. Retina. Fourth ed. Los Angeles (CA): Elsevier Mosby, 2006:539-53. 50.Chandrasekaran V, Parkash S, Raghuveer CV. Epidermal cysts - a clinicopathological and biochemical study. Postgrad Med J 1980;56(662):8237. 51.Dorin G. Subthreshold and micropulse diode laser photocoagulation. Semin Ophthalmol 2003;18(3):147-53.
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
49
52.Photocoagulation treatment of proliferative diabetic retinopathy. Clinical application of Diabetic Retinopathy Study (DRS) findings, DRS Report Number 8. The Diabetic Retinopathy Study Research Group. Ophthalmology 1981;88(7):583-600. 53.Stoltz RA, Glazer-Hockstein C, Tolentino MJ, Maguire AM. Transmission of retinal laser wavelengths through blood. RETINA 2005;25(4):498-502. 54.Jain A, Blumenkranz MS, Paulus Y, Wiltberger MW, Andersen DE, Huie P, et al. Effect of pulse duration on size and character of the lesion in retinal photocoagulation. Arch Ophthalmol 2008;126(1):78-85. 55.Sanghvi C, McLauchlan R, Delgado C, Young L, Charles SJ, Marcellino G, et al. Initial experience with the Pascal photocoagulator: a pilot study of 75 procedures. Br J Ophthalmol 2008;92(8):1061-4. 56.Muqit MM, Marcellino GR, Gray JC, McLauchlan R, Henson DB, Young LB, et al. Pain responses of Pascal 20 ms multi-spot and 100 ms single-spot panretinal photocoagulation: Manchester Pascal Study, MAPASS report 2. Br J Ophthalmol 2010;94(11):1493-8. 57.Nalvira F, Elvioza, Sidik M, Bardosono S. Perbandingan efek fotofoagulasi laser medium threshold terhadap laser konvensional pada penderita retinopati diabetika. Universitas Indonesia, 2011. 58.Ben-Shlomo G, Belokopytov M, Rosner M, Dubinsky G, Belkin M, Epstein Y, et al. Functional deficits resulting from laser-induced damage in the rat retina. Lasers Surg Med 2006;38(7):689-94. 59.Paulus YM, Jain A, Gariano RF, Stanzel BV, Marmor M, Blumenkranz MS, et al. Healing of retinal photocoagulation lesions. Invest Ophthalmol Vis Sci 2008;49(12):5540-5. 60.Bressler NM, Beck RW, Ferris FL, 3rd. Panretinal photocoagulation for proliferative diabetic retinopathy. N Engl J Med 2011;365(16):1520-6. 61.Julious SA. Sample size of 12 per group rule of thumb for a pilot study. Pharmaceut Statist 2005;4:287-91. 62.L'esperance FAJ. Technical considerations for ocular photocoagulation. In: Klein EA, editor. Ophthalmic Lasers. Third ed. New York: CV Mosby Company, 1989:78-112. 63.Bursell S-E, Cavellerano JD, Cavellerano AA, Clermont AC, Birkmire-Peters D, Aiello LP, et al. Stereo nonmydriatic digital-video color retinal imaging compared with Early Treatment Diabetic Retinopathy Study seven standard field 35-mm stereo color photos for determining level of diabetic retinopathy. Ophtalmology 2001;108:572-85. 64.Viera AJ, Garrett JM. Understanding interobserver agreement: The Kappa statistic. Fam Med 2005;37(5):360-63. 65.Soekardi I, Hutauruk JA. Seleksi pasien. Transisi menuju fakoemulsifikasi: langkah-langkah menguasai teknik dan menghindari komplikasi. Jakarta: Granit, 2004. 66.van Leiden HA, Dekker JM, Moll AC, Nijpels G, Heine RJ, Bouter LM, et al. Blood pressure, lipids, and obesity are associated with retinopathy: the hoorn study. Diabetes Care 2002;25(8):1320-5. 67.Tight blood pressure control and risk of macrovascular and microvascular complications in type 2 diabetes: UKPDS 38. BMJ 1998;317(7160):703-13.
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
50
68.Intensive blood-glucose control with sulphonylureas or insulin compared with conventional treatment and risk of complications in patients with type 2 diabetes (UKPDS 33). UK Prospective Diabetes Study (UKPDS) Group. Lancet 1998;352(9131):837-53. 69.Salman AG. Pascal laser versus conventional laser for treatment of diabetic retinopathy. Saudi Journal of Ophthalmology 2011;25(2):175-79. 70.Muraly P, Limbad P, Srinivasan K, Ramasamy K. Single session of Pascal versus multiple sessions of conventional laser for panretinal photocoagulation in proliferative diabetic retinopathy: a comparitive study. RETINA 2011;31(7):1359-65. 71.Gopalakrishnan P. Influence of laser parameters on selective retinal photocoagulation for macular diseases. University of Cincinnati, 2005. 72.Schmidt-Erfurth U, Vogel A, Birngruber R. The influence of wavelength on the laser power required for retinal photocoagulation in cataractous human eyes. Laser Light Ophthalmol 1992;5(2):69-78. 73.Alvarez-Verduzco O, Garcia-Aguirre G, Lopez-Ramos Mde L, VeraRodriguez S, Guerrero-Naranjo JL, Morales-Canton V. Reduction of fluence to decrease pain during panretinal photocoagulation in diabetic patients. Ophthalmic Surg Lasers Imaging 2010;41(4):432-6. 74.Friberg TR, Venkatesh S. Alteration of pulse configuration affects the pain response during diode laser photocoagulation. Lasers Surg Med 1995;16(4):380-3. 75.Luttrull JK, Dorin G. Subthreshold diode micropulse laser photocoagulation (SDM) as invisible retinal phototherapy for diabetic macular edema: a review. Curr Diabetes Rev 2012;8(4):274-84. 76.Gangaputra S, Lovato JF, Hubbard L, Davis MD, Esser BA, Ambrosius WT, et al. Comparison of Standardized Clinical Classification With Fundus Photograph Grading for the Assessment of Diabetic Retinopathy and Diabetic Macular Edema Severity. RETINA 2013;33(7):1393-99 10.097/IAE.0b013e318286c952. 77.Gao LQ, Zhang F, Zhou HY, Yan W, Xiong Y, Wang GL. [Comparison of fundus photography and fluorescein angiography in grading diabetic retinopathy]. Zhonghua Yan Ke Za Zhi 2008;44(1):12-6.
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
51
Lampiran 1. Formulir Penelitian
PERBANDINGAN FOTOKOAGULASI LASER 810 nm DURASI 20 ms dan 100 ms TERHADAP PROGRESIVITAS NEOVASKULARISASI pada PROLIFERATIVE DIABETIC RETINOPATHY I.
Identitas : …………………… No. rekam medis
No.
:…………………….
Nama : …………………………………………..Jenis kelamin Usia
: L/P
: ……………………….. tahun
Alamat : ……………………………………………………………………. ……………………………………………………………………... Telepon: Rumah/Kantor Handphone
II.
: ………………………................................. : ……………………….................................
Pemeriksaan sebelum laser Tanggal
: …………………………………………….
Mata yang akan dilaser
: OD / OS
Jenis laser fotokoagulasi
: 20 ms/100 ms
Durasi DM
: …………………………………….tahun
Tipe PDR
: …………………………………………..
Jenis Pemeriksaan Derajat PDR Tajam penglihatan dengan koreksi terbaik (logMAR) Derajat katarak
Hasil
Pemeriksaan Lain Jenis pemeriksaan Kadar HbA1c (%) Kadar kolesterol total (mg/dL) Tekanan darah sistolik (mmHg) Tekanan darah diastolik (mmHg)
Hasil
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
52
III.
Data saat laser Tanggal
: ……………………………………………………………. Hasil
Spot size (µm) Pulse duration (ms) Power Fluence Jumlah tembakan Komplikasi
IV.
Pemeriksaan tindak lanjut Tanggal
: ……………………………………………………………..
Jenis pemeriksaan Tidak progresif (ya/tidak) Menghilang (ya/tidak) Regresi (ya/tidak) Menetap (ya/tidak) Fibrosis (ya/tidak) Progresif (ya/tidak) Tajam penglihatan dengan koreksi terbaik (logMAR) Komplikasi pasca-laser
8 minggu paska laser
Universitas Indonesia Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
53
V.
Formulir evaluasi foto fundus
Ukuran (disk diameter) Pre laser
Field 1 Post laser
Pre laser
Field 2 Post laser
Pre laser
Field 3 Post laser
Pre laser
Field 4 Post laser
Pre laser
Field 5 Post laser
Pre laser
Field 6 Post laser
Pre laser
Field 7 Post laser
Kesimpul an
NVD
NVE
Keterangan:
NVD (Neovascularisation of the disk), NVE (Neovascularisation else where) Apabila didapatkan NVD atau NVE, maka akan diukur menggunakan ukuran disk diameter 78 Kesimpulan diisi dengan progresif atau tidak progresi
Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
54
Lampiran 2. Lembar Informed Consent FORMULIR PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT) Informasi diberikan kepada subyek penelitian Bapak/Ibu Yth, saat ini Bapak/Ibu mengalami kelainan pembuluh darah saraf mata sebagai komplikasi dari sakit kencing manis yang Bapak/Ibu alami selama ini. Apabila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, maka dapat mengakibatkan kebutaan. Untuk mencegah perburukan penyakit ini, perlu dilakukan pengobatan. Sampai saat ini, pengobatan dengan sinar laser masih menjadi standar untuk mengobati penyakit yang Bapak/Ibu alami. Saat ini, kami tim peneliti dari Departemen Mata Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo sedang mengadakan penelitian yang bertujuan membandingkan efek laser 810 nm dengan durasi yang berbeda dan tersedia di rumah sakit, sebagai pengobatan awal bagi penyakit yang Bapak/Ibu alami. Pada penelitian ini, Bapak/Ibu akan menjalani pemeriksaan tajam penglihatan dengan koreksi terbaik dan beberapa pemeriksaan mata lainnya yang berfungsi untuk menilai fungsi penglihatan Bapak/Ibu sebelum dilakukan tindakan laser. Pada hari Bapak/Ibu menjalani laser, Bapak/Ibu diminta untuk tidak datang sendiri karena kami akan melebarkan manik-manik mata Bapak/Ibu dengan tetes mata yang dapat menimbulkan rasa silau dan kabur saat melihat dekat selama kurang lebih 4 jam. Sebelum laser dimulai, Bapak/Ibu akan ditetes obat mata bius supaya selama tindakan Bapak/Ibu tidak merasakan nyeri. Laser akan dilakukan dengan menggunakan lensa kontak yang ditempelkan ke mata Bapak/Ibu. Setelah laser, mungkin Bapak/Ibu akan merasa penglihatan menurun sedikit, namun biasanya akan membaik dalam waktu 4 minggu. Kami juga akan memberikan Bapak/Ibu obat tetes mata untuk mengurangi ketidaknyamanan yang Bapak/Ibu rasakan. Bapak/Ibu kami minta datang kembali 4 dan 8 minggu paska laser untuk menjalani pemeriksaan yang sama seperti sebelum tindakan laser sebagai tindak lanjut pemberian laser. Biaya pendaftaran, pemeriksaan foto fundus, pemerikasaan laboratorium, tindakan laser dan obatobatan paska tindakan laser ditanggung oleh peneliti. Bapak/Ibu akan mendapatkan uang transportasi sebesar Rp 100.000,00 selama mengikuti penelitian ini. Bapak/Ibu bebas menolak berpartisipasi atau mengundurkan diri dalam penelitian ini karena sesuatu hal, Jika Bapak/Ibu bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, Bapak/Ibu harus mengikuti aturan dan tatacara penelitian ini. Jika selama penelitian terdapat hal yang belum jelas atau keluhan lainnya, Bapak/Ibu boleh datang untuk kontrol kapan saja atau menghubungi: Dr. M. Yusran di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSCM, nomor telepon: 081272827216. Kami akan menjaga kerahasiaan Bapak/Ibu, sehingga data dalam penelitian ini hanya akan diketahui oleh peneliti. Terima kasih atas perhatian dan kerjasama Bapak/Ibu sekalian. Hasil penelitian ini akan sangat bermanfaat untuk pencegahan kebutaan yang disebabkan oleh kencing manis di masa yang akan datang.
Universitas Indonesia
Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
55
PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : ………………………………………………………………… Usia : …………………………………………………………………. Alamat : ……………………………………………………………………. Telepon : Rumah :……………………………………………………. HP :……………………………………………………. Setelah mendapatkan informasi yang cukup dari Dr. M. Yusran dan menyadari sepenuhnya manfaat dan risiko terhadap pemeriksaan dan pengobatan yang akan dilakukan pada penelitian ini, maka dengan sukarela saya menyetujui untuk ikut serta dalam penelitian. Saya bersedia mematuhi segala aturan yang diberikan. Apabila selama penelitian berlangsung terdapat sesuatu yang dianggap merugikan saya, maka saya berhak membatalkan persetujuan ini. Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari pihak mana pun.
Jakarta, ………………………2013 Tanda tangan pasien dan nama jelas
………………………………………
Universitas Indonesia
Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
56 Lampiran 3. Tabel Induk No.
Nama
Usia
Lama DM
Durasi
HbA1c
Kolesterol
Katarak
Sistol
Diastol
Visus awal
Visus akhir
Derajat PDR
Power
Spot
Fluence
Komplikasi
Progresifitas
10
100 ms
9.90
301
Derajat 1
160
80
0.3
1.77
Berat
300
1503
9.55
Tidak ada
Progresif
1
Tn YN
51
2
Ny SU
49
8
20 ms
9.30
191
Derajat 1
130
80
0.3
1.77
Berat
2000
1500
12.73
Tidak ada
Progresif
3
Tn EN
49
10
100 ms
8.90
359
Derajat 3
180
80
1
1.47
Berat
500
1500
15.91
Tidak ada
Tidak progresif
4
Ny MA
62
16
20 ms
8.60
200
Derajat 3
170
85
1.07
0.52
Berat
800
1520
5.09
Tidak ada
Tidak progresif
5
Ny CH
54
1
100 ms
7.90
284
Derajat 2
150
80
0.69
0.69
Berat
800
1672
25.45
Tidak ada
Tidak progresif
6
Tn ED
49
10
20 ms
7.50
300
Derajat 3
180
80
1
1.77
Berat
1000
1505
6.36
Tidak ada
Progresif
7
Ny CR
54
2
20 ms
8.00
250
Derajat 2
150
80
0.39
0.39
Ringan
1200
2613
7.64
Tidak ada
Tidak progresif
8
Ny SA
49
9
100 ms
9.50
180
Derajat 1
130
80
0.3
0.22
Berat
600
1651
19.09
Tidak ada
Progresif
9
Tn SH
66
5
20 ms
9.60
298
Derajat 3
170
80
0.82
0.82
Ringan
1200
1500
7.64
Tidak ada
Tidak progresif
10
Ny E
54
8
100 ms
9.70
270
Derajat 2
140
90
0.52
NA
Sedang
500
1550
15.91
Tidak ada
NA
11
Tn ST
49
6
100 ms
8.80
243
Derajat 2
130
80
0.3
0.3
Ringan
300
600
9.55
Nyeri
Progresif
12
Tn SN
49
7
20 ms
7.50
250
Derajat 2
130
80
0.52
0.52
Ringan
900
1500
5.73
Tidak ada
Tidak progresif
13
Ny MY
62
15
100 ms
8.50
233
Derajat 3
170
80
0.82
0.39
Berat
200
800
6.36
Nyeri
Tidak progresif
14
Ny ME
44
1
20 ms
9.40
300
Derajat 2
130
80
0.3
NA
Sedang
1500
1500
9.55
Tidak ada
NA
15
Ny ES
54
8
20 ms
8.30
229
Derajat 2
140
90
0.52
0.52
Sedang
900
1505
5.73
Tidak ada
Tidak progresif
16
Ny I
38
1
100 ms
6.50
372
Derajat 1
170
90
0.3
0.3
Ringan
500
1507
15.91
Tidak ada
Tidak progresif
17
Tn HM
65
2
100 ms
7.80
240
Derajat 2
130
70
0.82
0.82
Berat
600
1505
19.09
Tidak ada
Tidak progresif
18
Ny IN
38
1
20 ms
7.00
370
Derajat 1
170
90
0.17
0.06
Ringan
1500
1543
9.55
Tidak ada
Progresif
19
Ny SR
51
5
100 ms
8.80
246
Derajat 2
160
80
0.69
0.69
Berat
500
1126
15.91
Nyeri
Tidak progresif
20
Ny C
59
2
100 ms
8.30
268
Derajat 3
150
90
0.69
0.22
Ringan
400
1059
12.73
Nyeri
Tidak progresif
21
Ny MS
44
1
20 ms
7.50
250
Derajat 2
130
80
0.3
0.3
Sedang
1400
1294
8.91
Nyeri
Tidak progresif
22
Ny SY
51
6
20 ms
9.90
162
Derajat 2
160
80
0.52
0.52
Sedang
1000
1510
6.36
Tidak ada
Tidak progresif
23
Ny J
47
1
20 ms
9.80
294
Derajat 1
160
80
0.52
0.52
Ringan
1000
1508
6.36
Tidak ada
Progresif
24
Tn HN
65
3
20 ms
7.50
270
Derajat 2
130
70
0.69
0.82
Berat
1000
1508
6.36
Tidak ada
Tidak progresif
25
Tn SM
50
14
100 ms
8.70
260
Derajat 2
100
60
0.39
0.3
Berat
700
1508
22.27
Tidak ada
Tidak progresif
26
Tn. S
50
14
100 ms
9.30
230
Derajat 2
110
70
0.39
0.52
Ringan
700
1522
22.27
Tidak ada
Tidak progresif
27
Ny CN
59
2
20 ms
9.00
185
Derajat 3
150
90
1.07
0.69
Berat
1000
1505
6.36
Tidak ada
Tidak progresif
28
Ny YS
51
10
100 ms
8.00
270
Derajat 2
160
70
0.3
NA
Berat
300
1600
9.55
Tidak ada
NA
Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
Perbandingan fotokoagulasi…, M Yusran, FK UI, 2013