UNIVERSITAS INDONESIA
EVALUASI POSTUR KERJA PRAKTIK DAN RANCANGAN USULAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL EKSTRAKSI GIGI POSTERIOR ATAS TINGKAT MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN PENDEKATAN VIRTUAL ENVIRONMENT
SKRIPSI
LANDRA BAKRI HASIBUAN 0706166743
FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI DEPOK JUNI 2011
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
EVALUASI POSTUR KERJA PRAKTIK DAN RANCANGAN USULAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL EKSTRAKSI GIGI POSTERIOR ATAS TINGKAT MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN PENDEKATAN VIRTUAL ENVIRONMENT
SKRIPSI
LANDRA BAKRI HASIBUAN 0706166743 Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana teknik
FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI DEPOK JUNI 2011
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan benar.
NAMA NPM Tanda Tangan Tanggal
: LANDRA BAKRI HASIBUAN : 0706166743 : ………………………………… : 22 Juni 2011
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT. Hanya kepada-Nya saya menyembah dan hanya kepada-Nya saya memohon pertolongan. Atas berkat rahmat, kemudahan, dan hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam saya haturkan kepada junjungan saya, Nabi Muhammad SAW. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Departemen Teknik Industri di Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas jasa-jasa mereka hingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini. Mereka adalah: 1. Keluarga tercinta, terutama Ayah, Ibu, kak Lita, dan abang Adi yang tercinta, atas seluruh perhatian dan kasih sayangnya yang tanpa batas, dimana tanpanya penulis tidak mungkin mencapai tahap seperti sekarang ini. 2. Bpk. Armand Omar Moeis, S.T., MSc. Terima kasih atas segala yang telah Bapak berikan selaku dosen pembimbing skripsi; motivasi, arahan, saran, do’a, bimbingan akademis, dan bimbingan hidup. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan Bapak dengan kebaikan yang lebih banyak. 3. Ir. Boy Nurtjahyo Moch, MSIE selaku dosen pembimbing yang telah begitu banyak menyediakan waktu, tenaga, pikiran, dan kesabarannya yang luar biasa untuk mengarahkan penulis dalam penelitian ini dan memberikan kepercayaan yang besar pada peneliti untuk menggunakan peralatan laboratorium Ergonomi dengan bijak. 4. Ir. Erlinda Muslim, MEE selaku pembimbing akademis sekaligus dosen pembimbing yang telah menyediakan banyak waktu, tenaga, pikiran, dan kesabarannya yang luar biasa untuk mengarahkan penulis dalam penelitian yang dalam hal teknis dan memantau perkembangan peneliti dalam berinteraksi dengan para mahasiswi Fakultas Kodekteran Gigi Universitas Indonesia. 5. drg. Risqa Rina Darwita, Ph.D selaku pembimbing penelitian di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia yang telah menyediakan banyak waktu, tenaga, pikiran, dan kesabarannya yang luar biasa untuk
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
mengarahkan dan memantau perkembangan peneliti dalam penulis dalam penelitian yang dalam hal teknis serta mengurus perizinan penelitian. 6. Bapak Ir. Agung Prehadi dan keluarga atas segala bantuannya, baik atas saran yang diberikan selama pembuatan skripsi, keramahan dan kemudahan akses yang bapak upayakan dalam membantu penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah SWT selalu menjaga kesehatan bapak sekeluarga. 7. drg. Arifandhy T. Wijaya sebagai rekan penulis dalam tim skripsi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia atas kerja sama yang luar biasa selama 3 bulan ini. 8. Bayu Pramudyo sebagai rekan penulis dalam tim skripsi di Fakultas Kedokteran Gigi dan di Fakultas Teknik Universitas Indonesia atas kerja sama yang luar biasa dalam 6 bulan ini. 9. Nisallina Apridini sebagai rekan penulis di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia atas kesabarannya dan kebaikan hatinya yang luar biasa dalam mengajarkan posisi dan postur pencabutan gigi, membantu pengambilan data serta pencarian responden. 10. Awaludin Wibawa sebagai rekan penulis di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Indonesia
atas
kesediaanya
dalam
mengajarkan
ilmu
pengetahuan tentang kedokteran gigi. 11. Putu Ayu Ditta S.U sebagai rekan penulis di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia yang telah memberi informasi tentang pembuatan phantom gigi. 12. Efrina Ayudyah Paramitha sebagai ketua angkatan 2006 mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia yang telah mengerahkan hampir seluruh mahasiswa FKG UI tingkat profesi angkatan 2005 dan 2006 untuk menjadi responden. 13. Shinta Priantika Sari, Rahmi Aulina, dan Loviamanda sebagai responden yang terpilih untuk melakukan simulasi pencabutan aktual di Ergonomic Center hingga jam 1 dini hari. 14. Andreas Aryo dan Bayu Rahadian responden yang telah meluangkan waktu untuk melakukan simulasi pencabutan aktual di Ergonomic Center di akhir pekan.
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
15. Regina Prisilia, Sherly Juanita, Melissa Kartika, Valentina Cynthia, Stephanie Rengkung, Handoyo Handoko, dan Chandra Satria Muda atas 6 bulan yang hebat dan penuh perjuangan dalam tim skripsi ergonomi. Semoga Allah SWT membalas kebaikan kalian dan memberikan kalian petunjuk dan jalan terbaik. 16. Seluruh karyawan Departemen Teknik Industri terutama Mas Achiel, Mas Latief, Pak Mursyid, dan Mas Iwan atas kesediaannya membantu dan menunggu peneliti dalam menggunakan Ergonomics Centre hingga tengah malam dan bahkan di akhir pekan. 17. Karyawan-karyawan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia terutama Pak Timo, Pak Jumali, Pak Nunuk atas kesediaanya membantu peneliti dalam peminjaman phantom gigi. 18. Seluruh teman-teman Teknik Industri angkatan 2007: Bayu, Chandra, Handoyo, Regina, Valentina, Sherly, Melissa, Sartika, Astri, Atse, Hilda, Ocha, Ferdi, Babsq, Satria, Ivan, Yoga, Andrea, Agung, Faroukh, Martin, Mela, Khai, Citra, Luky, Indi, Aldy, Rendra, Paul, Alan, Neni, Sarah, Achie, Rini, Icha, Yumaida, Santi, Rizal, Iman, Tya, Ijan, Dhimas, Adhi, Komjay, Daril, Gersi, Tulus, Rangga, Lucy, Ariel, Gersen, Oscar, Arnel, Heny, Wiwid, Widhi, Tria, Triana, Maloun, Koko, Erlan, Cheryl, Debo, Vinny, Melati, Dhetta, Amy, Tama, Rizka, Zaky, Deddy, Dyah, Eva, Gina, Mona, Radita, Berry, Ratna, A’ang, Yunita, Tomi, dan Cucur. Terima kasih atas 4 tahun yang luar biasa dan penuh hikmah ini. Semoga Allah menunjuki kalian jalan yang lurus. 19. Pihak-pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu di sini. Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam skripsi ini. Kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya.
Depok, 22 Juni 2011 Penulis
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
ABSTRAK Nama : Landra Bakri Hasibuan Program Studi : Teknik Industri Judul : Evaluasi Postur Kerja Praktik dan Rancangan Usulan Standar Prosedur Operasional Ekstraksi Gigi Posterior Atas Tingkat Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia dengan Pendekatan Virtual Environment Penelitian ini mengkaji aspek ergonomi postur kerja praktik pencabutan gigi posterior atas oleh mahasiswa FKG UI dalam lingkungan virtual. Pengambilan data dilakukan dengan Vicon System dan dianalisis menggunakan software jack 6.1. Analisis yang digunakan adalah Posture Evaluation Index (PEI) yang terdiri dari Low Back Analysis, Ovako Working Poture Analysis, dan Rapid Upper Limb Assessment. Tujuannya untuk mengevaluasi postur kerja pencabutan aktual dan menentukan konfigurasi yang ergonomis ditinjau dari derajat kemiringan sandaran kursi pasien. Dihasilkan 2 konfigurasi untuk P5 dan 2 konfigurasi untuk P95. Hasil penelitian menyarankan rancangan konfigurasi dengan derajat kemiringan sebesar +15° untuk P5 dan +30° untuk P95 dengan memposisikan kepala sekitar 5-10 cm di atas dataran siku serta merancang usulan standar prosedur operasional yang ergonomis. Kata Kunci : Lingkungan Virtual, Motion Capture, Posture Evaluation Index, Pencabutan Gigi Posterior Atas, Dental Unit
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
ABSTRACT Name : Landra Bakri Hasibuan Study Program : Industrial Engineering Tittle : Practical Working Posture Evaluation and Recommendation of Standard Operational Procedure of Upper Posterior Tooth Extraction for Dentistry Faculty University of Indonesia by using Virtual Environment Approach This research studies ergonomic aspect of the upper posterior tooth extraction working posture performed by students of University of Indonesia in virtual environment. Vicon System was used to capture motion and Jack 6.1 was used to analyzed it. Posture Evaluation Index was an approach that consisted of Low Back Analysis, Ovako Working Analysis System, and Rapid Upper Limb Assessment. The objective is to evaluate actual working posture and determine the most ergonomic configuration in terms of dental unit back rest slope degree. There are 2 configurations for P5 and 2 configurations for P95. The results suggest the most ergonomic configuration is to to position the head approximately 5-10 cm above the plains of the elbow by adjust the slope degree of +15 ° for P5 and +30° for P95 and to design the standard operating procedures based on the ergonomic aspects. Key words : Virtual Environment, Motion Capture, Posture Evaluation Index, Upper Posterior Tooth Extraction, Dental Unit
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ iii KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................ vii ABSTRAK ........................................................................................................... viii DAFTAR ISI ........................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii DAFTAR TABEL ................................................................................................. xv DAFTAR RUMUS ............................................................................................. xvii 1 Pendahuluan ................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1 1.2 Diagram Keterkaitan Masalah .................................................................. 3 1.3 Rumusan Permasalahan ............................................................................ 4 1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5 1.5 Batasan Masalah ....................................................................................... 5 1.6 Metodologi Penelitian .............................................................................. 5 1.7 Sistematika Penulisan ............................................................................... 8 2 Dasar Teori ................................................................................................... 10 2.1 Ergonomi ................................................................................................ 10 2.2 Postur Berdiri Statis................................................................................ 12 2.3 Waktu Maksimum Postur Berdiri Statis ................................................. 12 2.4 Work-Related Musculoskeletal Disorders (WMSD) ............................. 14 2.5 Antropometri .......................................................................................... 15 2.5.1 Definisi Antropometri ..................................................................... 15 2.5.2 Data Antropometri .......................................................................... 15 2.5.3 Aplikasi Data Antropometri Dalam Perancangan ........................... 16 2.6 Virtual Environment ............................................................................... 20 2.7 Vicon Nexus Motion Capture System .................................................... 21 2.7.1 Pendahuluan mengenai Motion Capture ......................................... 21 2.7.2 Cara Kerja Sistem Vicon ................................................................. 22 2.8 Software Siemens JACK 6.1 .................................................................. 22 2.8.1 Pendahuluan Mengenai Jack ........................................................... 22 2.8.2 Jack Motion Capture Modules ........................................................ 24 2.8.3 Jack Task Analysis Toolkit ............................................................. 25 2.9 Static Strength Prediction (SSP)............................................................. 26 2.10 Low Back Analysis (LBA) ..................................................................... 28 2.11 Ovako Working Posture Analysis (OWAS) ........................................... 29 2.12 Rapid Upper Limb Assessment (RULA) ............................................... 32 2.13 Posture Evaluation Index (PEI) .............................................................. 34 2.13.1 Fase Pertama: Analisis terhadap Lingkungan Kerja ....................... 35 2.13.2 Fase Kedua: Analisis Keterjangkauan dan Aksesibilitas ................ 36 2.13.3 Fase Ketiga: Static Strength Prediction .......................................... 36
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
2.13.4 Fase Keempat: Low Back Analysis ................................................. 36 2.13.5 Fase Kelima: Ovako Working Posture Analysis ............................. 37 2.13.6 2.11.6 Fase Keenam: Rapid Upper Limb Assessment .................... 37 2.13.7 Fase Ketujuh: Evaluasi PEI............................................................. 37 2.14 Profil Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia ......................... 39 2.15 Postur Kerja Ergonomis Bekerja dalam Posisi Berdiri .......................... 41 3 Pengumpulan Data dan Pengolahan Data .................................................... 45 3.1 Pengumpulan Data ................................................................................. 45 3.1.1 Data Keluhan Akibat Kerja ............................................................. 45 3.1.2 Data Tindakan Medis pada Posisi Berdiri ....................................... 49 3.1.3 Data Spesifikasi Dental Unit dan Phantom Gigi ............................ 52 3.1.4 Data Antropometri Mahasiswa ....................................................... 53 3.1.5 Data Postur Kerja dan Gerakan Pencabutan Gigi Posterior Atas Kanan dan Kiri................................................................................ 54 3.2 Pengolahan Data ..................................................................................... 67 3.2.1 Membuat Manekin (Virtual Human) .............................................. 67 3.2.2 Memasukkan Data Postur Statis Manusia ....................................... 68 3.2.3 Menyatukan Manekin dengan Data Postur Statis Manusia............. 70 3.2.4 Menjalankan Simulasi dalam Virtual Environment ........................ 70 3.2.5 Membuat Lingkungan Virtual (Virtual Environment) .................... 72 3.2.6 Menganalisis Kinerja Manekin ....................................................... 74 3.2.7 Perhitungan Nilai Posture Evaluation Index (PEI) ......................... 75 3.3 Perancangan Konfigurasi Model ............................................................ 76 3.4 Verifikasi dan Validasi Model ............................................................... 77 4 Analisis......................................................................................................... 78 4.1 Analisis Model Aktual............................................................................ 78 4.1.1 Analisis Pencabutan Gigi Posterior Atas Kanan Aktual Persentil 5 Wanita............................................................................................. 79 4.1.2 Analisis Pencabutan Gigi Posterior Atas Kiri Aktual Persentil 5 Wanita............................................................................................. 82 4.1.3 Analisis Penyabutan Gigi Posterior Atas Kanan Aktual Persentil 95 Pria .................................................................................................. 85 4.1.4 Analisis Penyabutan Gigi Posterior Atas Kiri Aktual Persentil 95 Pria .................................................................................................. 89 4.2 Analisis Konfigurasi Usulan .................................................................. 92 4.2.1 Analisis Konfigurasi Usulan Pencabutan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 5 Wanita........................................................................... 93 4.2.2 Analisis Konfigurasi Usulan Pencabutan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 5 Wanita........................................................................... 95 4.2.3 Analisis Konfigurasi Usulan Pencabutan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 95 Pria .............................................................................. 98 4.2.4 Analisis Konfigurasi Usulan Pencabutan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 95 Pria ............................................................................ 101 4.3 Panduan Postur Kerja yang Ergonomis pada Tindakan Pencabutan .... 104 5 Kesimpulan dan Saran................................................................................ 111 115 5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 111 115 5.2 Saran ..................................................................................................... 112 115
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
DAFTAR REFERENSI ...................................................................................... 113 LAMPIRAN ........................................................................................................ 116
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Diagram Keterkaitan Masalah .......................................................... 4 Gambar 1.2 Diagram Alir Metodologi Penelitian ................................................ 7 Gambar 2.1 Peringkat posture berdiri berdasarkan MHT .................................. 14 Gambar 2.2 Tampilan Hasil Rekonstruksi Gerakan pada Vicon Nexus ............. 22 Gambar 2.3 Lingkungan pada Jack .................................................................... 23 Gambar 2.4 Manekin Pria (Jack) dan Wanita (Jill) pada Jack ........................... 24 Gambar 2.5 Kotak Dialog Static Strength Prediction pada Jack ....................... 28 Gambar 2.6 Kotak Dialog Lower Back Analysis pada Jack ............................... 29 Gambar 2.7 Kode OWAS ................................................................................... 29 Gambar 2.8 Kategori Kode Angka pada OWAS................................................ 30 Gambar 2.9 Kotak Dialog Ovako Working Posture Analysis pada Jack ............ 32 Gambar 2.10 Kotak Dialog Rapid Upper Limb Assessment pada Jack ............... 33 Gambar 2.11 Contoh Lembar Kerja RULA .......................................................... 34 Gambar 2.12 Diagram Alir Metode PEI ............................................................... 35 Gambar 2.13 Posisi Pencabutan Gigi Atas ........................................................... 43 Gambar 2.14 Posisi Pencabutan Gigi pada 60 dan 30 Derajat .............................. 44 Gambar 3.1 Nordick Kuesioner .......................................................................... 46 Gambar 3.2 Rekapitulasi Pertanyaan Pertama Nordick Kuesioner .................... 47 Gambar 3.3 Rekapitulasi Pertanyaan Kedua Nordick Kuesioner ....................... 49 Gambar 3.4 Rekapitulasi Pertanyaan Pertama Kuesioner pada Responden Pria 50 Gambar 3.5 Rekapitulasi Pertanyaan Kedua Kuesioner pada Responden Pria .. 50 Gambar 3.6 Rekapitulasi Pertanyaan Pertama Kuesioner pada Responden Wanita............................................................................................. 51 Gambar 3.7 Rekapitulasi Pertanyaan Kedua Kuesioner pada Responden Wanita ........................................................................................................ 51 Gambar 3.8 Spesifikasi Dental Unit ................................................................... 52 Gambar 3.9 Ukuran Phantom Gigi ..................................................................... 53 Gambar 3.10 Spesifikasi Phantom Gigi ............................................................... 53 Gambar 3.11 Tampilan Vicon Nexus 1.5.1........................................................... 55 Gambar 3.12 Phantom gigi dan Peralatan Pencabutan Gigi ................................. 56 Gambar 3.13 Tampilan tab Calibration pada Vicon Nexus ................................. 57 Gambar 3.14 Tampilan Noise yang Telah Ditutup ............................................... 57 Gambar 3.15 Proses Kalibrasi dengan Wand ........................................................ 58 Gambar 3.16 Tampilan Wand pada Vicon Nexus ................................................. 58 Gambar 3.17 Peletakan L-Frame pada Area Perekaman ...................................... 59 Gambar 3.18 Tampilan Sebelum dan Sesudah proses Set Volume Origin ........... 59 Gambar 3.19 Ilustrasi Penempatan Markers di Subjek Manusia .......................... 62 Gambar 3.20 Tampilan Tab Subject Calibration .................................................. 63 Gambar 3.21 (a) Hasil Rekonstruksi (b) Hasil Rekonstruksi yang Telah Dinamai ........................................................................................................ 63 Gambar 3.22 Tampilan tab Capture ..................................................................... 64 Gambar 3.23 Tampilan Data Management ........................................................... 65
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
Gambar 3.24 Tampilan Kerangka Sebelum dan Sesudah Rekonstruksi dan Penamaan secara Manual................................................................ 66 Gambar 3.25 Tampilan tab Labelling .................................................................. 66 Gambar 3.26 Manekin High Resolution Male sesuai Persentil 95 Aktual ........... 68 Gambar 3.27 Tampilan Data Postur Setelah Dijalankan Pipeline ....................... 69 Gambar 3.28 Postur dengan Display Segments dan Show Markers ..................... 69 Gambar 3.29 Menu Add Pair ............................................................................... 70 Gambar 3.30 Manekin yang Telah Terkunci pada Segmen ................................. 70 Gambar 3.31 Manekin Mengikuti Gerakan Sebenarnya ...................................... 71 Gambar 3.32 Manekin dalam Virtual Environment ............................................. 71 Gambar 3.33 Modul Recording ............................................................................ 72 Gambar 3.34 Model Dental Unit .......................................................................... 72 Gambar 3.35 Model Suntik .................................................................................. 73 Gambar 3.36 Model Bein ..................................................................................... 73 Gambar 3.37 Model Tang..................................................................................... 73 Gambar 3.38 Model Pinset ................................................................................... 73 Gambar 4.1 Hasil Analisis Task Analysis Toolkit .............................................. 80 Gambar 4.2 Hasil Analisis Task Analysis Toolkit .............................................. 83 Gambar 4.3 Hasil Analisis Task Analysis Toolkit .............................................. 87 Gambar 4.4 Hasil Analisis Task Analysis Toolkit .............................................. 90 Gambar 4.5 Format Prosedur pada Fakultas Kedokteran Gigi UI ................... 104 Gambar 4.6 Pengaturan Dental Unit dan Posisi pada Persentil 5 .................... 105 Gambar 4.7 Posisi Berdiri di Arah Jarum Jam 8 dari Pasien pada Persentil 5 . 106 Gambar 4.8 Posisi Jangkauan terhadap Area Kerja pada Persentil 5 ............... 106 Gambar 4.9 Pengaturan Dental Unit dan Posisi pada Persentil 95 .................. 107 Gambar 4.10 Posisi Berdiri di Arah Jarum Jam 8 dari Pasien pada Persentil 95 108 Gambar 4.11 Posisi Jangkauan terhadap Area Kerja pada Persentil 5 ............... 108
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Tabel 2.5 Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 3.6 Tabel 3.7 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10 Tabel 4.11 Tabel 4.12 Tabel 4.13
Struktur Kategori Terminologi Ergonomi ........................................... 1 Definisi Human Factors dan Ergonomi ............................................. 11 Daftar Nilai z untuk Persentil Tertentu.............................................. 18 Kategori Beban yang Diterima Tubuh............................................... 30 Tabel Kombinasi untuk Menentukan Tindakan OWAS.................... 30 Kategori Tindak Lanjut OWAS ......................................................... 31 Data Antropometri Orang Indonesia ................................................. 54 Susunan Markers untuk software Jack .............................................. 60 Rekapitulasi Keluaran Jack TAT untuk Simulasi Aktual Persentil 95 Pria Gigi Posterior Atas Kiri ............................................................. 74 Rekapitulasi Keluaran Jack TAT untuk Simulasi Aktual Persentil 95 Gigi Pria Posterior Atas Kanan ......................................................... 74 Rekapitulasi Keluaran Jack TAT untuk Simulasi Aktual Persentil 5 Wanita Gigi Posterior Atas Kiri ........................................................ 75 Rekapitulasi Keluaran Jack TAT untuk Simulasi Aktual Persentil 5 Wanita Gigi Posterior Atas Kanan .................................................... 75 Konfigurasi Posisi yang Akan Dibuat ............................................... 76 Hasil Rekapitulasi Tahapan Pencabutan Gigi Posterior Atas Kanan Aktual Persentil 5 Wanita .................................................................. 79 Capability Summary Chart SSP Model Penyuntikkan Gigi Posterior Atas Kanan Aktual Persentil 5 Wanita .............................................. 79 Hasil Rekapitulasi Tahapan Pencabutan Gigi Posterior Atas Kiri Aktual Persentil 5 Wanita .................................................................. 82 Capability Summary Chart SSP Model Penyuntikkan Gigi Posterior Atas Kiri Aktual Persentil 5 Wanita .................................................. 83 Hasil Rekapitulasi Tahapan Penyabutan Gigi Posterior Atas Kanan Aktual Persentil 95 Pria ..................................................................... 85 Capability Summary Chart SSP Model Penyabutan Gigi Posterior Atas Kanan Aktual Persentil 95 Pria ................................................. 86 Hasil Rekapitulasi Tahapan Penyabutan Gigi Posterior Atas Kiri Aktual Persentil 95 Pria ..................................................................... 89 Capability Summary Chart SSP Model Penyuntikkan Gigi Posterior Atas Kiri Aktual Persentil 95 Pria ..................................................... 89 Hasil Rekapitulasi Perbandingan Skor Konfigurasi Posisi Penyuntikkan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 5 Wanita ........... 93 Hasil Perbandingan Skor RULA Konfigurasi Posisi Penyuntikkan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 5 Wanita .................................. 94 Perbandingan Model Aktual dan Konfigurasi 2 pada Pencabutan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 5 Wanita .......................................... 95 Signifikansi Model Konfigurasi 2 pada Pencabutan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 5 Wanita .......................................................... 95 Hasil Rekapitulasi Perbandingan Skor Konfigurasi Posisi Penyuntikkan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 5 Wanita ............... 95
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
Tabel 4.14 Hasil Perbandingan Skor RULA Konfigurasi Posisi Penyabutan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 5 Wanita .............................................. 96 Tabel 4.15 Perbandingan Model Aktual dan Konfigurasi 2 pada Pencabutan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 5 Wanita .............................................. 97 Tabel 4.16 Signifikansi Model Konfigurasi 2 pada Pencabutan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 5 Wanita .............................................................. 98 Tabel 4.17 Hasil Rekapitulasi Perbandingan Skor Konfigurasi Posisi Penyabutan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 95 Pria ..................................... 98 Tabel 4.18 Hasil Perbandingan Skor RULA Konfigurasi Posisi Penyabutan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 95 Pria.............................................. 99 Tabel 4.19 Perbandingan Model Aktual dan Konfigurasi 2 pada Pencabutan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 95 Pria............................................ 100 Tabel 4.20 Signifikansi Model Konfigurasi 2 pada Pencabutan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 95 Pria ........................................................... 100 Tabel 4.21 Hasil Rekapitulasi Perbandingan Skor Konfigurasi Posisi Penyuntikkan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 95 Pria ................ 101 Tabel 4.22 Hasil Perbandingan Skor RULA Konfigurasi Posisi Penyuntikkan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 95 Pria ....................................... 102 Tabel 4.23 Perbandingan Model Aktual dan Konfigurasi 2 pada Pencabutan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 95 Pria................................................ 103 Tabel 4.24 Signifikansi Model Konfigurasi 2 pada Pencabutan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 95 Pria ............................................................... 104
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
DAFTAR RUMUS
Rumus 2.1 Persentil…….………………………………………………………..17 Rumus 2.2 Rata-rata……......................................................................................18 Rumus 2.3 Standar Deviasi.........………………………………………………...18 Rumus 2.4 Persentil Z Score…….…......................................................................18 Rumus 2.5 Prinsip Dasar Static Strength Prediction.……………………............27 Rumus 2.6 Persamaan Matematis Static Strength Prediction…………………....27 Rumus 2.7 Nilai Posture Evaluation Index………………………………………38
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah Keilmuan Teknik Industri merupakan percabangan dari ilmu teknik yang fokus pada desain, perbaikan, dan instalasi sebuah sistem terintegrasi (Hidayatno, A, 2008). Sebuah sistem terintegrasi paling tidak harus memiliki empat sub-sistem yang saling berinteraksi, yaitu manusia, material, perlengkapan, dan energi. Ergonomi memainkan peranan penting dalam mempelajari bagaimana manusia berinteraksi dengan komponen lain dalam suatu sistem terintegrasi. The
International
Ergonomics
Association
Executive
Council,
mendefinisikan ergonomi sebagai suatu disiplin ilmu yang memperlajari interaksi antara manusia dengan elemen lain dalam sebuah sistem dan pekerjaan yang mengaplikasikan teori, prinsip, data dan metode untuk merancang suatu desain yang optimal bagi manusia dan kinerja sistem secara umum. Pendekatan lain juga dijelaskan oleh Karwowski dalam struktur kategori ergonominya ke dalam bentuk who, what, how, when/where, dan goal yang dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut ini. Tabel 1.1 Struktur Kategori Terminologi Ergonomi
(Sumber : Karwowski, 2006)
Ergonomi bertujuan untuk meningkatkan keselamatan kerja, kesehatan pekerja, kenyamanan, dan performa. Sehingga, ergonomi memiliki arti yang luas dan tidak hanya terbatas pada interaksi manusia dengan mesin saja demi meningkatkan produktivitas.
1
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
Ergonomi dapat diterapkan di berbagai bidang pekerjaan. Selain di bidang manufaktur, ergonomi juga dapat diterapkan di bidang pekerjaan lain, misalnya bidang kesehatan. Dalam pelayanan kesehatan tenaga medis seperti dokter, dokter gigi, dan suster merupakan sumber daya manusia dalam sistem kerjanya. Selama ini, kesehatan pasien menjadi fokus utama dalam dunia kesehatan. Akan tetapi, kesehatan pekerja sebenarnya menjadi faktor utama dalam proses penyembuhan pasien. Menurut Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan menyebutkan kesehatan kerja merupakan upaya kelima dari 15 upaya kesehatan yang ada di Indonesia. Hal ini ditujukan agar pekerja dapat bekerja secara sehat, tanpa membahayakan dirinya sendiri dan masyarakat. Hasil studi Departemen Kesehatan RI tentang “Profil Masalah Kesehatan Pekerja di Indonesia tahun 2005” menunjukkan, 40,5% pekerja memiliki keluhan gangguan kesehatan yang berhubungan dengan pekerjaannya, seperti: gangguan muskuloskeletal (16,0%), kardiovaskular (8,0%), gangguan saraf (60%), gangguan kulit (1,3%) dan gangguan Telinga Hidung Tenggorokan (1,0%). Gangguan muskuloskeletal menempati urutan kedua terbanyak dikarenakan gangguan muskuloskeletal ditimbulkan dari kerja fisik yang dilakukan oleh pekerja seperti gerak janggal yang melewati lingkup gerak sendi, gerak otot statis, dan masa istirahat yang tidak cukup (Anthony,H, 2007). Gangguan muskuloskeletal juga banyak menimpa pekerja yang berkecimpung dalam dunia kesehatan seperti dokter gigi. Dalam menjalankan profesi sebagai dokter gigi, menghabiskan waktu berjam-jam dengan posisi statis merupakan sebuah tuntutan. Hal ini dikarenakan ukuran mulut manusia sebagai ruang kerja dokter gigi dalam melakukan berbagai tindakan sangatlah sempit. Posisi tangan dan bahu yang harus tetap tenang dan stabil pada posisi tertentu membuat seorang dokter gigi harus mampu mengangkat tangannya selama berjam-jam. Hunting et al (1981) mengatakan bahwa salah satu bentuk postur kerja statis yang tidak netral seperti ini dapat mengakibatkan cedera muskuloskeletal regional (Bridger, 2003, p. 113). Sebuah studi McGill, et al. (2000) menjelaskan bagaimana kontraksi statis berkepanjangan pada tulang belakang lumbar erector mengurangi tingkat Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
oksigenasi dalam otot sehingga asam laktat dan metabolitnya menumpuk dan menyebabkan sakit yang luar biasa (Pitts, 2005,p. 1). Oleh karena itu, cedera tulang punggung semakin mendapat perhatian di kalangan profesi kedokteran gigi. Beberapa penelitian telah menemukan bahwa dari responden yang disurvey selama lima tahun, lebih dari setengah dokter gigi yang berpartisipasi mengalami nyeri tulang punggung : Shugars, et al.(1987) melaporkan 60 %; Runderantz, et al. (1990) melaporkan 72%; Auguston and Morken, (1996) melaporkan 81%; Finsen, et al.(1998) melaporkan 65%; dan Chowanadisai, et al.(2000) melaporkan 78 % (Pitts, 2005, 1). Finsen et al (1998), Lehto et al (1991), Runderantz et al (1990) juga berpendapat bahwa selain tulang punggung, bagian yang sering mengalami risiko cedera adalah leher, bahu, dan punggung atas (Smith et al, 2002, p. 175). Rasa nyeri yang sering dirasakan oleh kebanyakan dokter gigi ini telah menjadi hal yang lazim. Namun, sebenarnya dapat memberi dampak yang lebih buruk karena cedera tersebut terakumulasi dari waktu ke waktu. Universitas Indonesia sebagai perguruan tinggi nasional memiliki fakultas kedokteran gigi dimana banyak mahasiswa mengalami keluhan yang sama. Berdasarkan studi pendahuluan pada dokter gigi yang melakukan kerja praktek di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (Hasil skrining dengan instrumen Body Discomfort Map dan Brief Survey), ditemukan 80% mengalami gangguan muskuloskeletal terutama pada leher, bahu, lengan bawah, tangan dan punggung. Selain itu, belum adanya standar prosedur kerja untuk melakukan kerja praktek kedokteran gigi turut melatarbelakangi perlunya untuk dilakukan penelitian ergonomi yang menitikberatkan postur kerja praktik mahasiswa tingkat profesi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. 1.2 Diagram Keterkaitan Masalah Untuk dapat melihat permasalahan dalam penelitian ini secara utuh, termasuk bagaimana setiap sub-permasalahan saling berinteraksi dan berhubungan satu sama lain, maka dibuatlah diagram keterkaitan masalah. Berdasarkan latar belakang di atas dibuat diagram keterkaitan masalah seperti pada gambar 1.1. Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
Gambar 1.1 Diagram Keterkaitan Masalah 1.3 Rumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang dan diagram keterkaitan masalah, pokok permasalahan yang akan dibahas adalah evaluasi ergonomi postur kerja praktik mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi UI pada posisi berdiri.
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah 1. Mengevaluasi aspek ergonomi mahasiswa FKG UI yang sedang praktik dengan posisi berdiri 2. Memperoleh rekomendasi untuk standar prosedur operasional kerja bagi mahasiswa profesi kedokteran gigi dalam melakukan praktik yang ergonomis. 1.5 Batasan Masalah Agar pelaksanaan dan hasil yang akan diperoleh sesuai dengan tujuan penelitian, dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut. 1. Objek penelitian adalah mahasiswa tingkat profesi FKG UI yang sedang mengerjakan pasien di klinik integrasi 1, 2, dan 3. 2. Penelitian ergonomi postur kerja hanya dilakukan terhadap tindakan medis dokter gigi pada posisi berdiri. 3. Data antropometri yang digunakan adalah data antropometri orang Indonesia 4. Analisis dilakukan dengan pendekatan virtual environment menggunakan Tools Analysis Toolkit pada software Jack 6.1. 1.6 Metodologi Penelitian Penelitian terdiri dari tahapan-tahapan sebagai berikut. Secara umum, tahapan-tahapan metodologi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tahap persiapan penelitian a. Menentukan tema dan topik penelitian. b. Melakukan wawancara untuk memberikan gambaran pentingnya penelitian ini. c. Melakukan penelitian awal ke objek penelitian untuk mendapatkan gambaran masalah secara keseluruhan d. Menyebarkan kuesioner data keluhan terhadap sistem kerja. e. Merumuskan permasalahan dan tujuan penelitian. f. Menentukan teori – teori dan alat analisis yang akan digunakan. 2. Tahap pengumpulan dan pengolahan data a. Mengumpulkan data antropometri mahasiswa. Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
b. Merekam gerakan kerja praktik aktual mahasiswa menggunakan Vicon Nexus 1.5.1 motion capture. c. Membuat manekin mahasiswa FKG UI (virtual human) sebagai dokter gigi sesuai data antropometri di dalam software Jack 6.1. d. Membuat virtual environment dengan memasukkan kursi pasien kedokteran gigi yang telah dibuat di NX 6 ke software Jack. e. Memposisikan manekin ke dalam environment sesuai dengan postur dan kondisi sebenarnya melalui perangkat Vicon Nexus motion capture system. f. Mensimulasikan aktivitas mengerjakan pasien dengan menggunakan software Jack 6.1. g. Mensimulasikan
aktivitas
mengerjakan
pasien
usulan
dengan
menggunakan software Jack 6.1. 3. Tahap analisis data a. Menganalisis hasil simulasi yang dikeluarkan software Jack dan menghitung skor PEI untuk kondisi aktual. b. Menganalisis hasil simulasi yang dikeluarkan software Jack dan menghitung skor PEI untuk kondisi setelah konfigurasi. c. Menentukan konfigurasi kursi pasien paling baik itu ketinggian, derajat kemiringan sandaran kursi pasien maupun posisi yang paling ergonomis untuk mahasiswa ketika sedang mengerjakan pasien. d. Melakukan analisis perbandingan untuk melihat seberapa jauh perbaikan ergonomi yang dilakukan sebelum dan sesudah konfigurasi. e. Membuat rancangan standar prosedur operasional kerja sesuai dengan konfigurasi yang paling ergonomis. 4. Tahap penarikan kesimpulan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan maka akan dapat ditarik kesimpulan dan dibuatkan saran konfigurasi yang nyaman dan ergonomis bagi mahasiswa tingkat profesi kedokteran di klinik terintegrasi 1,2, dan 3 Fakultas Kedokteran Gigi UI dalam menindak pasien sehingga dapat meningkatkan kenyamanan dan keamanan mereka.
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
Diagram alur metodologi untuk penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1.2 Diagram Alir Metodologi Penelitian
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
Gambar 1.2 Diagram Alir Metodologi Penelitian (lanjutan)
1.7 Sistematika Penulisan Untuk dapat menuangkan hasil penelitian ke dalam bentuk penulisan yang teratur dan sistematis, maka laporan penelitian ini disusun dengan sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab. Bab 1 merupakan bab pendahuluan yang menjelaskan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian ini, diagram keterkaitan masalah, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, batasan masalah, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. Bab 2 merupakan landasan teori yang berhubungan dengan penelitian ini. Bagian ini berisi landasan teori yang membahas dasar-dasar ergonomi, prinsip Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
penelitian ergonomi menggunakan software Jack 6.1, Vicon Nexus 1.5.1 dalam virtual environment, dan ergonomi dalam bekerja pada posisi, ketentuan sudut ideal bagian-bagian tubuh dalam bekerja, dasar konfigurasi tindakan pada posisi berdiri profesi kedokteran gigi dan Posture Evaluation Index. Bab 3 adalah bab pengumpulan data dan perancangan model. Pada bab ini akan dibahas mengenai berbagai data yang dikumpulkan selama penelitian berlangsung, seperti data keluhan akibat kerja, data antropometri mahasiswa tingkat profesi Kedokteran Gigi yang sedang mengerjakan pasien di klinik terintegrasi 1, 2, dan 3 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, data antropometri orang Indonesia, data spesifikasi kursi pasien, gerakan mahasiswa saat mengerjakan pasien dengan posisi berdiri, dan perancangan model berdasarkan data yang ada dengan menggunakan software Jack. Bab 4 adalah bab analisis yang menjelaskan mengenai analisis dari perancangan model yang telah dibuat sesuai dengan yang ada dan juga beberapa konfigurasi serta rancangan usulan standar prosedur operasional yang ergonomis. Berdasarkan analisis tersebut, maka dibuat kesimpulan dari penelitian yang dilakukan. Bab 5 merupakan kesimpulan dan saran dari keseluruhan penelitian ini. Kesimpulan yang diambil meliputi data ergonomis postur kerja praktik mahasiswa sesuai dengan tujuan penelitian ini. Penulis juga mengajukan saran terkait dengan rekomendasi standar prosedur kerja dokter gigi
yang ergonomis dan
pengembangan penelitian.
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
BAB II DASAR TEORI 2
Dasar Teori
2.1 Ergonomi Kata ergonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata ergon yang berarti kerja dan nomos yang berarti hukum. Ergonomi secara sederhana ditujukan untuk mendesain peralatan, sistem teknis dan pekerjaan dengan cara tertentu untuk meningkatkan kenyamanan, kesehatan, dan keselamatan kerja serta performa. IEA mendefinisikan Ergonomi sebagai suatu kajian terhadap interaksi antara manusia dengan elemen lain dalam suatu sistem dan sebuah profesi yang menerapkan teori, prinsip-prinsip, data dan metode-metode untuk mendesain, untuk mengoptimasi kesehatan kerja dan performa sistem secara keseluruhan. Hal ini bisa dilakukan dengan “mendesain ke dalam” sebuah antar muka (interface) yang lebih baik atau dengan “mendesain ke luar” faktor-faktor yang ada di lingkungan (environment), kegiatan kerja (task), atau organisasi (organization) (Bridger, R.S., 2003, p. 1). Istilah ergonomi seringkali digantikan atau disandingkan dengan istilah human factors. Para profesional banyak yang berpendapat bahwa istilah human factors merupakan sinonim dari ergonomi. Namun ada pula beberapa pendapat yang mencoba membedakan definisi di antara keduanya. Ergonomi lebih dikaitkan dengan aspek kerja fisik, sementara human factors lebih menyangkut aspek kognitif dan persepsi (Karwowski, Waldemar, 2006). Pendapat lain membedakan kedua istilah itu berdasarkan lokasi geografis penggunaannya. Istilah human factors lebih sering digunakan di Amerika Serikat dan beberapa negara lain, sementara istilah ergonomi lebih sering digunakan di negara-negara Eropa (Sanders et al, 1993). Tabel 2.1 di bawah ini menunjukkan beberapa definisi lain tentang ergonomi.
10
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
11
Tabel 2.1 Definisi Human Factors dan Ergonomi
(Sumber: Karwowski, 2006)
Fokus kajian dari ilmu ergonomi adalah manusia. Faktor-faktor yang memainkan peranan penting dalam ergonomi yaitu : postur tubuh dan gerakan (duduk, berdiri, mengangkat, mengangkat dan mendorong), faktor lingkungan (suara, getaran, iluminasi, iklim, substansi kimia), informasi dan operasi. Ketika manusia berinteraksi dengan mesin, manusia tersebut berinteraksi melalui sebuah antar muka. Umpan balik (feedback) yang didapat juga diterima melalui antar muka. Ilmu ergonomi mempelajari beberapa hal yang meliputi: 1. Lingkungan kerja, meliputi kebersihan, tata letak, suhu, pencahayaan, sirkulasi udara, desain peralatan, dan lainnya. 2. Persyaratan fisik dan psikologis (mental) pekerja untuk melakukan sebuah pekerjaan: pendidikan, postur badan, pengalaman kerja, umur dan lainnya 3. Bahan-bahan atau peralatan kerja yang beresiko menimbulkan kecelakaan kerja: pisau, palu, barang pecah belah, zat kimia dan lainnya. 4. Interaksi antara pekerja dengan peralatan kerja: kenyamanan kerja, kesehatan dan keselamatan kerja, kesesuaian ukuran alat kerja dengan pekerja, standar operasional prosedur dan lainnya. Sasaran dari ilmu ergonomi adalah meningkatkan prestasi kerja yang tinggi dalam kondisi aman, sehat, nyaman dan tenteram.
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
12
2.2 Postur Berdiri Statis Postur tubuh merupakan beban tambahan sistem otot dan rangka tubuh kecuali untuk berdiri relaks, duduk, dan berbaring. Hal ini dikarenakan otot harus membuat tenaga untuk keseimbangan tubuh dan untuk mengontrol gerakan. Telah lama diketahui durasi dan beratnya beban kerja sangat menentukan tingkat produktivitas, keselamatan dan kesehatan kerja. Secara umum kerja otot statis dikatakan sebagai berikut : 1. Pada tingkat tinggi hanya dapat bertahan dalam 10 detik atau lebih, 2. Pada tingkat moderat akan beratahan dalam 1 menit atau lebih, 3. Pada tingkat ringan (kira-kira sepertiga dari kekuatan maksimum) dapat bertahan dalam 5 menit atau lebih. Dibandingkan dengan kerja dinamis, kerja otot statis mempunyai sifat : 1. Memerlukan konsumsi energi yang lebih besar, 2. Denyut jantung meningkat, 3. Memerlukan waktu istirahat lebih lama. Komponen statis hampir selalu terjadi pada berbagai pekerjaan misalnya : 1. Pekerjaan yang mengakibatkan posisi tulang belakang melengkung ke depan atau ke samping, 2. Memegang sesuatu dengan tangan, 3. Berdiri di suatu tempat dalam jangka waktu yang lama, 4. Meletakkan beban pada satu kaki sementara kaki yang lain bekerja sebagai pedal, 5. Mendorong dan menarik benda berat, 6. Mengangkat bahu dalam jangka waktu yang lama. 2.3 Waktu Maksimum Postur Berdiri Statis Banyak situasi
kerja
yang
membutuhkan
postur
berdiri
harus
dioertahankan dalam jangka waktu yang lama (misalnya mesin operasi, kerja perakitan, VDU kerja). Terdapat risiko ketidaknyamanan akut dan efek kesehatan jangka panjang (gangguan musculoskeletal) sebagai akibat dari durasi menahan postur. Beban kerja statis bisa dikurangi dengan memperbaiki postur kerja, mengurangi waktu penahanan postur, menyediakan waktu jeda yang cukup dan terdistribusi dengan baik. Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
13
Sebuah postur tubuh dapat dipertahankan untuk jangka waktu terbatas. Maksimum Holding Time (MHT) adalah waktu
maksimum
suatu
postur
dengan atau tanpa tenaga kekuatan eksternal, dapat dipertahankan terus menerus sampai ketidaknyamanan maksimum, dari posisi relaks (Karwowski, 2006, p. 436). Ketidaknyamanan akut dapat dianggap sebagai kriteria evaluasi independen untuk postur statis. Durasi pekerjaan statis yang terus menerus dan tingkat ketidaknyamanan memiliki hubungan linier yang diukur dengan Borg rating scale. Untuk menghindari ketidaknyamanan, durasi dari ketidaknyamanan postur statis tidak boleh melebihi skor 2 atau 3 pada skala rating 10 poin. Karena kenaikkan ketidaknyamanan dalam hitungan waktu, waktu penahanan (%MHT) dapat diambil sebagai ukuran untuk membuat rekomendasi tentang durasi maksimal postur statis. Dalam tujuh penelitian oleh Corlett and Manenica (1980); Hagberg (1981); Boussenna et al (1982); Milner (1985); Taksic (1986); Manenica (1986); Meijst et al (1995), dikumpulkan informasi tentang MHT dari 19 postur berdiri yang berbeda yang dipertahankan tanpa istirahat jeda dan tanpa beban eksternal (Karwowski, 2006, p. 437). Semua postur didefinisikan oleh dua parameter, yaitu jarak horizontal (% tinggi bahu) dan vertical jarak (% mencapai lengan) dari posisi tangan berkaitan dengan postur kaki berdiri tegak. Tinggi bahu didefinisikan sebagai jarak dari akromion ke lantai dalam posisi tegak. Lengan Reach didefinisikan sebagai jarak maksimum dari buku-buku ke dinding ketika berdiri tegak dengan punggung ke dinding dan bahu dalam anteflexion 90 derajat. Terdapat 19 postur berbeda dalam kombinasi 25, 50, 75, 100, 125 atau 150% ketinggian bahu dan 25, 50, 75 atau 100% lengan reach dan ditunjukkan pada gambar 1. Dalam semua studi peserta diminta untuk mempertahankan postur mereka selama mereka bisa. Di hampir semua studi, subjek harus melakukan tugas sambil menahan postur. Selama penahanan lokasi, postur dan jumlah ketidaknyamanan yang dirasakan telah didaftarkan. Percobaan berakhir ketika ketidaknyamanan maksimum dicapai (skor 10 pada skala penilaian 10 poin; Borg 1990). Terdapat banyak variasi postur berdiri dalam MHT. Berikut ini 19 postur berdiri yang diurutkan berdasarkan tingkat kenyamanannya : Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
14
Gambar 2.1 Peringkat posture berdiri berdasarkan MHT (Sumber : Karwowski, 2006)
2.4 Work-Related Musculoskeletal Disorders (WMSD) WMSD dapat terjadi akibat adanya tekanan yang berulang pada tubuh dalam tempat kerja. WMSD terjadi saat otot, saraf, atau tendon menjadi radang atau teriritasi. Gangguan musculoskeletal dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu : 1. Pekerjaan repetitif 2. Posisi duduk atau berdiri yang tidak alami 3. Perpindahan yang berat (menggunakan kekuatan atau memindahkan beban yang berat) 4. Melakukan pergerakan yang janggal atau ekstrem 5. Kurang waktu istirahat Adapun gejala yang ditimbulkan dari gangguan musculoskeletal adalah sebagai berikut : 1. Otot menegang pada punggung bawah, lengan, bahu, dan leher 2. Tangan dingin 3. Koordinasi berkurang 4. Kesakitan
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
15
2.5 Antropometri 2.5.1 Definisi Antropometri Istilah antropometri berasal dari bahasa Yunani, yaitu anthropos yang berarti manusia, dan metron yang berarti ukuran. Sehingga bisa dikatakan, antropometri adalah studi tentang ukuran tubuh manusia. Antropometri merupakan ilmu yang mengkaji tentang pengukuran ukuran tubuh, bentuk tubuh, kekuatan, dan kapasitas kerja. Data antropometri akan menentukan bentuk, ukuran dan dimensi-dimensi yang tepat berkaitan dengan produk yang dirancang dan manusia yang akan mengoperasikan atau menggunakan produk tersebut. Maka perancangan produk harus mampu mengakomodasikan dimensi tubuh dari populasi terbesar yang akan menggunakan produk hasil rancangan tersebut. Aplikasi utama dari penerapan data antropometri adalah : 1. Desain lingkup kerja 2. Desain lingkungan 3. Deain peralatan, perlengkapan mesin 4. Desain produk konsumen 2.5.2 Data Antropometri Ada dua kategori data antropometri dalam kaitannya dengan posisi tubuh dikenal 2 cara pengukuran, yaitu : a. Pengukuran dimensi struktur tubuh (structural body dimension) Tubuh diukur dalam berbagai posisi standar dan tidak bergerak (tetap tegak sempurna). Istilah lain dari pengukuran tubuh dengan cara ini dikenal dengan istilah “static anthropometry”. Dimensi tubuh yang diukur dengan posisi tetap antara lain meliputi berat badan, tinggi tubuh dalam posisi berdiri, maupun duduk, ukuran kepala, tinggi/panjang lutut pada saat berdiri/duduk, panjang lengan dan sebagainya. Ukuran dalam hal ini diambil dengan persentil tertentu seperti persentil 5 dan 95. b. Pengukuran dimensi fungsional tubuh (functional body dimensions) Pengukuran dilakukan terhadap posisi tubuh pada saat berfungsi melakukan gerakan-gerakan tertentu yang berkaitan dengan kegiatan yang harus Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
16
diselesaikan. Hal pokok yang ditekankan dalam pengukuran dimensi fungsional tubuh ini adalah mendapatkan ukuran tubuh yang nantinya akan berkaitan erat dengan gerakan-gerakan nyata yang diperlukan tubuh untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Berbeda dengan cara pengukuran yang pertama – struktural body dimensions – yang mengukur tubuh dalam posisi tetap/statis (fixed); maka cara pengukuran kali ini dilakukan pada saat tubuh melakukan gerakan-gerakan kerja atau dalam posisi yang “dinamis”. Cara pengukuran semacam ini akan menghasilkan data “dynamic anthropometry”. Antropometri dalam posisi tubuh melaksanakan fungsinya yang dinamis akan banyak diaplikasikan dalam proses perancangan fasilitas maupun ruang kerja. Sebagai contoh perancangan kursi mobil dimana posisi tubuh pada saat melakukan gerakan mengoperasikan kemudi, tangkai pemindah
gigi,
dan
pedal
harus
menggunakan
data
“dynamic
anthropometry”. 2.5.3 Aplikasi Data Antropometri Dalam Perancangan Untuk penetapan data antropometri ini, pemakaian persentil umum digunakan berdasarkan nilai rata-rata (mean, X) dan simpangan standarnya (standard deviation, x). Persentil adalah suatu nilai yang menyatakan bahwa persentase tertentu dari sekelompok orang yang dimensinya sama dengan atau lebih rendah dari nilai tersebut. Misalnya : 95% populasi adalah sama dengan atau lebih rendah dari 95 persentil ; 5% dari populasi berada sama dengan atau lebih rendah dari 5 persentil. Menurut Kvanli, Pavur, dan Keeling (2003) persentil adalah salah satu cara untuk mengukur posisi suatu data yang umum digunakan. Pengukuran posisi (measure of position) suatu data terhadap data lainnya biasanya digunakan untuk melihat letak suatu data diantara kumpulan data yang sama. Berbeda dengan kuartil yang melihat posisi data dalam skala empat, persentil melihatnya dalam skala ratusan. Jika dalam persentil suatu kumpulan dibagi empat bagian, maka dalam persentil kumpulan data akan memiliki seratus bagian. Persentil dapat dihitung dengan dua cara yang diperuntukkan untuk kumpulan data yang berbeda. Cara pertama merupakan cara dasar penentuan persentil yang melibatkan kumpulan data dengan nilai yang disusun secara berurutan. Berikut ini adalah rumus dari perhitungan persentil, Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
17
(2.1)
Persentil p = Angka ke-x; dengan x = n . dengan aturan perhitungan,
1. Jika x bukan angka bulat, maka bulatkanlah ke atas sehingga persentil p adalah nilai pada posisi hasil angka pembulatan x tersebut. 2. Jika x adalah bilangan bulat, maka persentil p adalah nilai rata-rata dari angka ke-x dan angka ke-x + 1. Contohnya jika terdapat 5 angka yaitu 10, 7, 8, 3, dan 5 maka langkah pertama adalah mengurutkan angka tersebut dari yang terkecil sehingga menjadi 3, 5, 7, 8, 10. Jika kita akan mencari persentil ke-90 maka, x = 5.(0,9) yaitu 4,5 sehingga persentil 90 dari kumpulan data tersebut adalah angka ke-5 yaitu 10. Sedangkan, jika yang dicari adalah persentil ke-80 maka, x = 5.(0,8) yaitu 4 sehingga persentil ke 80 adalah
yaitu 9.
Cara perhitungan kedua melibatkan suatu kumpulan data yang terdistribusi normal sehingga menyerupai bentuk bell-shaped. Dalam hal ini, untuk menghitung persentil dibutuhkan dua parameter kunci dari distribusi normal yaitu rata-rata dan standar deviasi. Rata-rata adalah jumlah dari seluruh pengukuran individu yang dibagi dengan banyaknya jumlah pengukuran yang dilakukan. Ratarata merupakan suatu ukuran tendensi pusat. Sedangkan, standar deviasi dihitung dari perbedaan antara perbedaan masing-masing individu dan rata-rata. Standar deviasi merupakan ukuran dari derajat dispersi distribusi normal. Nilai yang kecil dari standar deviasi menandakan bahwa pengukuran yang dilakukan mendekati nilai rata-rata distribusi, begitu pula sebaliknya. Pada persamaan 2.2 dan 2.3 dapat dilihat rumus dari rata-rata dan standar deviasi. Simbol berarti rata-rata, S berarti standar deviasi, merupakan data ke-n, n berarti banyaknya data yang diambil. Rumus standar deviasi yang digunakan menggunakan asumsi bahwa populasi yang dihitung nilai S-nya adalah populasi terbatas (finite population).
S=
(2.2)
(2.3)
Setelah mengetahui kedua nilai tersebut, maka persentil bisa dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini, Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
18
+ S.z Persentil ke-p =
(2.4)
Dalam rumus tersebut terlihat suatu komponen tambahan yang belum dijelaskan sebelumnya yaitu z. Nilai z (z-score) juga merupakan suatu cara untuk mengukur posisi data dalam kumpulan data yang ada akan tetapi, nilai z dipengaruhi oleh rata-rata dan standar deviasi dari data tersebut. Untuk memperoleh nilai z kita dapat melihatnya pada tabel yang biasanya berada di belakang buku teks statistik. Adapun pada tabel 2.2 di bawah ini adalah padanan nilai z dengan persentil yang biasa dipakai dalam aplikasi ergonomi. Tabel 2.2 Daftar Nilai z untuk Persentil Tertentu
(Sumber: Pheasant, Stephen. 2003)
Dalam antropometri, angka 95-th akan menggambarkan ukuran manusia yang “terbesar” dan 5-th percentile sebaliknya akan menunjukan ukuran “terkecil”. Bilamana diharapkan ukuran yang mampu mengakomodasi 95% dari populasi yang ada, maka disini diambil rentang 2,5-th dan 97,5-th percentile sebagai batas-batasnya. Prinsip-prinsip yang harus diambil dalam aplikasi data antropometri adalah sebagai berikut : 1. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran yang ekstrim. Rancangan produk dibuat agar bisa memenuhi 2 (dua) sasaran produksi, yaitu : a. Bisa sesuai ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim dalam arti terlalu besar atau kecil bila dibandingkan dengan rataratanya. b. Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas dari populasi yang ada).
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
19
c. Untuk dimensi minimum yang harus ditetapkan dari suatu rancangan produk umumnya didasarkan pada nilai persentil terbesar seperti 90, 95, atau 99 persentil. d. Untuk dimensi maksimum yang harus ditetapkan diambil berdasarkan nilai persentil yang paling rendah (persentil 1, 5, 10) dari distribusi data antropometri yang ada. Secara umum aplikasi data antropometri untuk perancangan produk ataupun fasilitas kerja akan menetapkan nilai 5 persentil untuk dimensi minimum dan 95 persentil untuk dimensi maksimumnya. 2. Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata-rata. Dalam hal ini, permasalahan yang dihadapi adalah sedikitnya jumlah orang yang memiliki ukuran tubuh berbeda dalam ukuran rata-rata. Berdasarkan dengan aplikasi data antropometri yang diperlukan dalam proses perancangan produk ataupun fasilitas kerja, maka ada beberapa langkahlangkah yang perlu diperhatikan yaitu : a. Anggota tubuh mana yang nantinya akan difungsikan untuk mengoperasikan rancangan tersebut. b. Menentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan tersebut. c. Menetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti semisal apakah rancangan tersebut untuk ukuran individual yang ekstrim, rentang ukuran yang fleksibel (adjustable) atau ukuran rata-rata. d. Pilih persentase populasi yang diikuti ; 90, 95, 99 th atau nilai persentil yang lain yang dikehendaki. e. Untuk setiap dimensi tubuh yang telah diidentifikasi selanjutnya tetapkan nilai ukurannya dari tabel data antropometri yang sesuai. Aplikasikan data tersebut dan tambahkan faktor kelonggaran (allowance) bila diperlukan. 3. Prinsip perancangan produk dengan ukuran yang fleksibel Rancangan produk yang mampu menjangkau berbagai macam ukuran tubuh orang. Untuk mendapatkan rancangan produk yang bisa diubah-ubah ini,
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
20
digunakan data antropometri dalam rentang nilai 5th sampai dengan 95th percentile. Data antropometri untuk penggunaan teknik paling baik digambarkan dalam persentil. Nilai-nilai ekstrim menggambarkan data keluar dan akan diabaikan dalam aplikasinya. Dengan sekumpulan data besar yang diberikan pada katateristik antropometri khusus persentil dapat diketemukan dengan mengikuti prosedur: 1. Menghitung mean (rata-rata) 2. Menghitung standar deviasi 3. Menemukan faktor yang berhubungan dengan angka persentil. Aplikasi data untuk kasus desain sesuai dengan prosedur yang berikut : 1. Menemukan dimensi-dimensi tubuh yang penting dari dalam desain 2. Menetapkan populasi pengguna 3. Memilih perentase populasi yang akan direkomondasikan 2.6 Virtual Environment Virtual environment (VE) merupakan representasi dari sistem fisik yang dihasilkan oleh komputer, yaitu suatu representasi yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan lingkungan sintetis sesuai dengan keadaan lingkungan nyata (Kalawsky, (1993a). Virtual environment memiliki atribut seperti di bawah ini (Wilson et al., 1995): 1. Lingkungan yang dihasilkan/diciptakan oleh computer. 2. Lingkungan atau pengalaman partisipan mengenai lingkungan yang berada dalam dunia 3 dimensi. 3. Partisipan merasakan sebuah keberadaan pada virtual environment. 4. Partisipan dapat mengatur variabel-variabel yang ada pada virtual environment. 5. Perilaku objek pada virtual environment bisa disesuaikan dengan perilaku objek tersebut di dunia nyata. 6. Partisipan dapat berinteraksi secara real time dengan virtual environment. Simulasi dalam lingkungan virtual harus dapat mensimulasikan bagaimana model manusia (virtual human) berada pada lokasi yang baru, berinteraksi dengan objek dan lingkungan, serta mendapat respon balik yang tepat dari objek yang Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
21
mereka manipulasi (Wilson. J. R, 1999). Virtual human adalah model biomekanis yang akurat dari sosok manusia. Model ini, sepenuhnya meniru gerakan manusia sehingga memungkinkan bagi para peneliti untuk melakukan simulasi aliran proses kerja, dan melihat bagaimana beban kerja yang diterima model ketika melakukan suatu rangkaian pekerjaan tertentu. Berikut ini adalah contoh penggunaan virtual environment yang berhubungan langsung dengan kajian ergonomi yang bernilai positif bagi kesehatan dan keselamatan kerja: 1. Penilaian ergonomis tempat kerja, pembagian tugas, seperti dalam perancangan untuk perakitan dan tata letak ruang kerja. 2. Pelatihan teknisi pemeliharaan, misalnya untuk bekerja di lingkungan yang berbahaya. 3. Perbaikan perencanaan dan pengawasan operasi 4. Pelatihan umum untuk industri, termasuk prosedur untuk pergerakan material dan penggunaan mesin pelindung. 5. Diagnosa kesalahan (error) yang terjadi dan perbaikan dalam proses yang berlangsung di pabrik. 2.7 Vicon Nexus Motion Capture System 2.7.1 Pendahuluan mengenai Motion Capture Motion capture adalah sebuah kegiatan merekam gerakan menggunakan kamera video untuk direproduksi ke dalam lingkungan virtual. Sistem Vicon terdiri dari peranti keras dan lunak untuk mengontrol dan menganalisis motion capture. Reproduksi tiga dimensi sendiri memiliki beberapa kegunaan, diantaranya: 1. Pengobatan medis dari kelainan gerakan (movement disorders) 2. Pemahaman terhadap teknik atletik 3. Membuat karakter animasi untuk film dan video games 4. Memasukkan gerakan kedalam virtual environment untuk keperluan rekayasa desain.
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
22
2.7.2 Cara Kerja Sistem Vicon Pada sistem Vicon, terdapat delapan kamera MX. Setiap kamera memiliki pemancar LED yang mengelilingi lensa kamera. Sedangkan subjek yang gerakannya akan direkam, pada tubuhnya ditempelkan sejumlah markers yang reflektif terhadap cahaya di posisi yang telah ditentukan. Ketika subjek bergerak di dalam area capture volume, cahaya dari pemancar dipantulkan kembali ke lensa kamera, melewati pelat yang sensitif terhadap cahaya, dan kemudian menghasilkan sinyal video. Software Vicon Nexus mengontrol kamera dan pemancar serta mengumpulkan sinyal-sinyal tersebut bersamaan dengan data-data lain yang terekam, seperti besaran gaya yang di dapat dari force plate Vicon Nexus adalah software utama dari sistem Vicon yang digunakan untuk mengumpulkan dan memproses data video mentah (raw video data). Vicon Nexus membutuhkan data dua dimensi dari setiap kamera, mengkombinasikannya dengan data kalibrasi untuk merekonstruksi pergerakan digital dalam tiga dimensi. Setelah proses rekonstruksi, data gerakan tersebut juga dapat ditransfer ke software dari pihak ketiga, seperti Jack.6.1, untuk analisis dan manipulasi yang digunakan untuk animasi digital dan virtual environments.
Gambar 2.2 Tampilan Hasil Rekonstruksi Gerakan pada Vicon Nexus 2.8 Software Siemens JACK 6.1 2.8.1 Pendahuluan Mengenai Jack Jack
merupakan
software
ergonomi
dan
faktor
manusia
yang
memungkinkan penggunanya untuk memposisikan model biomekanikal manusia Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
23
secara akurat dalam virtual environment, memberikan model tersebut sebuah set tugas yang akan dikerjakan, dan menganalisis kinerja dari pelaksanaan tugas (Di Gironimo, G., Martorelli, M., Monacelli, G., Vaudo, G, 2001). Beberapa kegunaan dari software Jack adalah sebagai berikut: 1. Membuat dan memvisualisasikan digital mock-up dari sebuah desain 2. Membuat analisis ergonomi pada desain yang dibuat 3. Mempelajari manusia dalam tempat kerja yang disimulasikan 4. Mengevaluasi operasi pemeliharaan 5. Sebagai alat bantu dalam proses pelatihan Software Jack menitikberatkan pada penciptaan model tubuh manusia yang paling akurat, yang terdapat dalam sistem apapun. Kemampuan terbaik dari Jack adalah Jack mampu mengisi lingkungan yang dimilikinya dengan model biomekanikal yang tepat dengan data antropometri yang dapat ditentukan sendiri, dan karakteristik ergonomi yang berlaku di dunia nyata. Lingkungan pada software ini dapat terlihat pada gambar 2.3.
Gambar 2.3 Lingkungan pada Jack (Sumber: Jack Base Manual Version 6.1)
Model manekin pada Jack bergerak seperti layaknya manusia sungguhan. Jack telah memperhatikan keseimbangan tubuh, mampu melakukan kegiatan berjalan, dan dapat diberikan perintah untuk mengangkat suatu benda. Model pada Jack juga memiliki “kekuatan” dan jika telah melebihi batas tertentu, maka Jack dapat memberikan peringatan pada penggunanya. Selain itu, pengguna Jack dapat Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
24
membuat model pria (Jack) maupun wanita (Jill) dalam berbagai macam ukuran tubuh, berdasarkan populasi yang telah divalidasi. Jack 6.1 menggunakan database antropometri ANSUR (Army Natick Survey User Requirements) tahun 1988 untuk membuat model. Namun, Jack juga menyediakan formulir khusus jika pengguna ingin membuat model manekin berdasarkan data antropometri yang ingin diteliti. Gambar 2.4 menunjukkan figur model pria dan wanita pada Jack.
Gambar 2.4 Manekin Pria (Jack) dan Wanita (Jill) pada Jack (Sumber: Jack Base Manual Version)
Secara umum, ada lima langkah yang digunakan dalam melakukan simulasi pada Jack, yaitu: 1. Membuat virtual environment pada Jack. 2. Membuat virtual human. 3. Memposisikan virtual human pada virtual environment sesuai dengan yang diinginkan. 4. Memberikan virtual human sebuah tugas atau kerja, dan 5. Menganalisis kinerja dari tugas yang dikerjakan oleh virtual human dengan TAT. 2.8.2 Jack Motion Capture Modules Jack Motion Capture Modules merupakan modul tambahan yang dapat menghubungkan peralatan virtual reality (VR) seperti Vicon System dengan Jack. Data-data dari peralatan VR tersebut digunakan untuk menggerakkan manekin manusia di dalam Jack. Pergerakan manekin tersebut kemudian dapat direkam sebagai Jack channelset dan dapat diputar kembali. Animasi manekin manusia yang dibuat menggunakan modul Motion Capture akan memiliki postur manusia yang realistis. Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
25
Dengan penggunaan modul Motion Capture, maka langkah-langkah dalam melakukan simulasi pada Jack menjadi lebih cepat tanpa harus memposisikan manekin dan membuat animasi secara manual. 2.8.3 Jack Task Analysis Toolkit Task Analysis Toolkit (TAT) merupakam sebuah modul tambahan pada software Jack untuk menganalisis aspek ergonomi dan faktor manusia dalam desain kerja di dunia industri. Para perancang bisa menempatkan virtual human ke dalam berbagai macam lingkungan untuk melihat bagaimana model manusia tersebut menjalankan tugas yang diberikan. TAT dapat menaksir resiko cedera yang dapat terjadi berdasarkan postur, penggunaan otot, beban yang diterima, durasi kerja, dan frekuensi. Setelah itu, TAT dapat memberikan intervensi untuk mengurangi resiko. Modul ini juga dapat menunjukkan batasan maksimal dari kemampuan pekerja ketika melakukan kegiatan mengangkat, menurunkan, mendorong, menarik, dan membengkokkan. Selain itu, TAT juga dapat menunjukkan kegiatan-kegiatan yang tidak produktif dan rentan menjadi penyebab cedera atau kelelahan. Dengan Jack TAT, analisis ergonomi dapat dilakukan lebih awal, yaitu pada fase pembuatan desain, sebelum bahaya dan resiko menjadi semakin sulit untuk diatasi dan menimbulkan biaya yang lebih tinggi. Jack TAT menyediakan sembilan buah metode analisis ergonomi, seperti tertulis di bawah ini:
1. Low Back Compression Analysis, yang digunakan untuk mengevaluasi tekanan yang bekerja pada tulang belakang dalam kualitas postur dan kondisi beban tertentu. 2. Static Strength Prediction, yang digunakan untuk mengevaluasi jumlah persentase populasi pekerja yang mampu menjalankan pekerjaan yang diberikan berdasarkan postur, tenaga yang dibutuhkan, dan ukuran antropometri. 3. NIOSH Lifting Analysis, yang digunakan untuk mengevaluasi kegiatan mengangkat benda berdasarkan persamaan NIOSH. 4. Metabolic Energy Expenditure, yang digunakan untuk memprediksi energi yang dibutuhkan untuk melakukan suatu kerja berdasarkan karakteristik pekerja dan rangkaian kegiatan yang akan dilakukan. Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
26
5. Fatigue and Recovery Analysis, yang digunakan untuk menaksir apakah waktu pemulihan yang diberikan bisa mencegah pekerja mengalami kelelahan. 6. Ovako Working Posture Analysis (OWAS), yang digunakan untuk mengecek apakah postur yang digunakan dalam bekerja sudah memberikan kenyamanan. 7. Rapid
Upper
Limb
Assessment
(RULA),
yang
digunakan
untuk
mengevaluasi resiko yang menyebabkan gangguan pada tubuh bagian atas. 8. Manual Material Handling Limits, yang digunakan untuk mengevaluasi dan merancang kegiatan kerja yang berkaitan dengan proses material handling, sehingga tingkat resiko cedera dapat dikurangi, dan 9. Predetermined Time Analysis, yang digunakan untuk memprediksi waktu yang dibutuhkan untuk melakukan suatu kerja berdasarkan sistem method time measurement (MTM-I). 2.9 Static Strength Prediction (SSP) Static Strength Prediction adalah alat analisis ergonomi yang digunakan untuk mengevaluasi persentase populasi yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas. Analisis ini dibuat berdasarkan kualitas postur, tenaga yang dibutuhkan, dan ukuran antropometri dari populasi. Prinsip dasar yang digunakan SSP adalah (Chaffin, Don, B., Johnson, Louise G., & Lawton, G, 2003): (2.5) SSP menggunakan konsep biomekanika dalam perhitungannya. Konsep biomekanika diaplikasikan dengan melihat sistem muskuloskeletal yang memungkinkan tubuh untuk mengungkit dan bergerak. Pada tubuh manusia pergerakan otot akan membuat tulang cenderung berotasi pada setiap persendiaan yang ada. Besarnya kecenderungan berotasi ini disebut dengan momen rotasi pada suatu sendi. Selama terjadi pergerakan, maka akan terjadi usaha saling menyeimbangkan antara gaya yang dihasilkan oleh kontraksi otot dengan gaya yang dihasilkan oleh beban pada segmen tubuh dan faktor eksternal lainnya. Secara matematis, hal ini dituliskan dalam persamaan: Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
27
=
(2.6)
dimana Mj adalah gaya eksternal pada setiap persendian dan Sj adalah gaya maksimal yang dapat dihasilkan oleh otot pada setiap persendian. Nilai dari Mj dipengaruhi oleh tiga faktor: 1. Beban yang dialami tangan (contohnya: beban mengangkat, gaya dorong, dan lain-lain). 2. Postur kerja ketika seseorang mengeluarkan usaha terbesarnya. 3. Antropometri seseorang Metode SSP dapat digunakan untuk membantu: 1. Menganalisis tugas dan kerja yang berkaitan dengan operasi manual handling meliputi proses mengangkat, menurunkan, mendorong, dan menarik. 2. Memprediksi persentase pekerja pria dan wanita yang memiliki kemampuan statis untuk melaksanakan sebuah tugas. 3. Memberikan informasi apakah kebutuhan dari postur kerja yang digunakan melebih batasan dalam standar NIOSH atau batasan kemampuan yang ditentukan sendiri. Di dalam fase perancangan, sebuah kegiatan kerja (seharusnya) hanya dapat diterima, jika persentase pekerja yang mampu melakukannya mencapai 100%. Dalam praktiknya, hal ini mustahil dilakukan karena banyak kerja yang menghasilkan nilai di bawah 100%. Rancangan kegiatan kerja yang menghasilkan nilai 0% haruslah dieliminasi. Selain itu, kegiatan yang memiliki nilai di bawah batas tertentu sebaiknya juga tidak dilanjutkan ke fase selanjutnya pasca perancangan. Dengan informasi yang diberikan SSP, seorang perancang dapat mendesain sebuah kerja yang mampu dilaksanakan oleh sebanyak mungkin orang dalam suatu populasi. Gambar 2.5 menunjukkan salah satu kotak dialog SSP pada software Jack:
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
28
Gambar 2.5 Kotak Dialog Static Strength Prediction pada Jack (Sumber: Jack TAT Manual)
2.10
Low Back Analysis (LBA) Low Back Analysis merupakan sebuah alat analisis ergonomi yang
digunakan untuk mengevaluasi tekanan yang bekerja pada bagian tulang belakang manusia, dalam berbagai macam postur kerja, dan kondisi beban. Secara rinci, LBA menghitung tekanan pada vertebral disc L4/L5 dan membandingkan pada batasan tekanan yang ada pada standar NIOSH, yaitu 3400 N. Metode LBA dapat digunakan untuk membantu: 1. Menentukan apakah kegiatan atau sub-kegiatan yang telah ada atau baru akan diterapkan pada suatu stasiun kerja telah sesuai dengan pedoman yang ada pada standar NIOSH. 2. Memberikan informasi terjadinya peningkatan resiko cedera pada bagian tulang belakang manusia. 3. Memperbaiki tata letak sebuah stasiun kerja beserta tugas-tugas yang akan dilakukan di dalamnya sehingga resiko cedera pada bagian tulang belakang pekerja dapat dikurangi. 4. Memprioritaskan jenis-jenis kerja yang membutuhkan perhatian lebih untuk dilakukan perbaikan ergonomi di dalamnya. Selain menyediakan informasi mengenai tekanan pada vertebral disc L4/L5, hasil analisis metode LBA juga memberikan informasi mengenai momen reaksi (torsi) sagital, lateral, dan aksial yang terjadi pada disc L4/L5. Selain itu, Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
29
informasi mengenai tingkat aktivitas otot-otot batang tubuh yang digunakan dalam menyeimbangkan momen spinal juga dapat dihasilkan. Sebuah contoh kotak dialog metode LBA pada software Jack terlihat pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Kotak Dialog Lower Back Analysis pada Jack (Sumber: Jack TAT Manual)
2.11 Ovako Working Posture Analysis (OWAS) Ovako Working Posture Analysis adalah sebuah alat analisis ergonomi yang digunakan untuk mengecek tingkat kenyamanan pada postur kerja dan kemudian menentukan langkah-langkah koreksi yang dibutuhkan. Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Ovako Oy, salah satu perusahaan industri baja di negara Finlandia pada era 1970-an. Analisis OWAS menghasilkan kode 6 digit yang digunakan untuk menilai posisi dari batang tubuh, kedua tangan, tubuh bawah, dan beban yang diterima seperti pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Kode OWAS Sebagai contoh, jika kode yang dihasilkan analisis OWAS adalah 2121 07, maka kegiatan kerja yang dianalisis terdiri dari postur batang tubuh kategori 2, postur kedua tangan kategori 1, postur tubuh bawah kategori 2, dan beban Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
30
kategori 1. Dua digit berikutnya menjelaskan kode bagian rangkaian kerja yang diamati posturnya. Kategori postur pada tiap bagian tubuh dan beban yang diterima terlihat pada gambar 2.8.
Gambar 2.8 Kategori Kode Angka pada OWAS (Sumber: Helander, Martin. 2006.) “telah diolah kembali”
Tabel 2.3 Kategori Beban yang Diterima Tubuh
(Sumber: Karwowski, Marras, 2003)
Tungkai Kaki
Lengan
Punggung
Tabel 2.4 Tabel Kombinasi untuk Menentukan Tindakan OWAS
Beban yang Ditangani
(Sumber: Ismail, A.R. et.al. 2009) “telah diolah kembali”
OWAS menggunakan nilai ranking sebagai bentuk penilaiannya akhirnya. Nilai ini menunjukkan tingkat kualitas postur secara kuantitatif dan tingkat Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
31
kepentingan dari langkah-langkah koreksi yang harus dilakukan. Berikut empat kategori tindak lanjut dari nilai OWAS: Tabel 2.5 Kategori Tindak Lanjut OWAS
(Sumber: Karwowski, Waldemar. 2001)“telah diolah kembali”
Metode OWAS dapat memberikan manfaat bagi penggunanya yaitu: 1. Memberikan penilaian terhadap suatu postur kerja dengan cepat sehingga dapat diketahui resiko-resiko cedera yang dapat terjadi. 2. Membantu dalam pembuatan desain kegiatan kerja atau perbaikan dari kegiatan yang telah ada sehingga dapat tercipta suatu stasiun kerja yang lebih nyaman. 3. Mengidentifikasi dan memprioritaskan postur kerja yang membutuhkan perhatian lebih untuk dilakukan perbaikan ergonomi di dalamnya. OWAS memiliki keterbatasan dalam analisis yang dihasilkannya. Metode ini mengklasifikasikan postur berdasarkan suatu evaluasi terhadap tingkat kenyamanan dan efek kesehatan yang subjektif. Dalam melakukan hal tersebut, OWAS tidaklah memperhatikan ritme kejadian dari postur kerja yang berbeda dan juga dampak dari mempertahankan postur kerja dalam jangka waktu yang lama. Gambar di bawah menunjukkan contoh dialog OWAS pada software Jack:
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
32
Gambar 2.9 Kotak Dialog Ovako Working Posture Analysis pada Jack (Sumber: Jack TAT Manual)
2.12 Rapid Upper Limb Assessment (RULA) Rapid Upper Limb Assessment merupakan sebuah alat analisis ergonomi yang digunakan untuk mengevaluasi tingkat resiko cedera dan gangguan muskuloskeletal pada tubuh bagian atas. Analisis dibuat berdasarkan kualitas postur, penggunaan otot, berat beban yang diterima, durasi kerja, dan frekuensinya. Metode ini dibuat melalui pengisian lembar kerja, dimana lembar tersebut akan memudahkan penggunanya untuk menghitung sebuah nilai yang mengindikasikan derajat kepentingan dari tingkat intervensi yang diperlukan untuk mereduksi resiko dan bahaya yang dapat terjadi. Salah satu bentuk lembar kerja dari analisis metode RULA terlihat pada gambar 2.10. Seperti terlihat pada gambar 2.11, bagian tubuh yang dianalisis dibagi menjadi dua grup. Grup A terdiri dari bagian tubuh tangan dan pergelangan tangan. Grup B terdiri dari leher, batang tubuh, dan kaki. Nilai akhir yang dihasilkan RULA adalah sebagai berikut: 1. 1 atau 2, nilai ini mengindikasikan resiko dapat diterima. 2. 3 atau 4, nilai ini menyatakan bahwa resiko harus diinvestigasi lebih lanjut. 3. 5 atau 6, nilai ini menyatakan bahwa resiko harus diinvestigasi lebih lanjut dan diberikan perbaikan dengan cepat. 4. Nilai 7 menyatakan bahwa resiko harus segera diinvestigasi dan diberi perbaikan. Metode RULA akan membantu penggunanya untuk: Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
33
1. Memberikan penilaian terhadap suatu kegiatan kerja dengan cepat sehingga resiko cedera pada tubuh bagian atas dapat dikurangi. 2. Membantu dalam pembuatan desain kegiatan kerja atau perbaikan dari kegiatan yang telah ada. 3. Mengidentifikasi dan memprioritaskan postur kerja yang membutuhkan perhatian lebih untuk dilakukan perbaikan ergonomi di dalamnya. Gambar 2.10 menunjukkan contoh kotak dialog RULA pada software Jack.
Gambar 2.10 Kotak Dialog Rapid Upper Limb Assessment pada Jack (Sumber: Jack TAT Manual)
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
34
Gambar 2.11 Contoh Lembar Kerja RULA (Sumber: Hedge, 2000)
2.13 Posture Evaluation Index (PEI) Prof. Frans Caputo dan Giuseppe Di Gironimo, Ph.D dari University of Naples Frederico II, Italia telah mengembangkan metodologi PEI dan WEI dikembangkan. Metodologi ini dikembangkan berdasarkan aplikasi Task Analysis Toolkit (TAT) yang terdapat pada software Jack. Tujuan dari penggunaan metodologi ini adalah untuk melakukan optimalisasi terhadap fitur geometri pada sebuah stasiun kerja. Dengan optimalisasi yang dilakukan, postur kerja yang paling memberikan kenyamanan pada pekerja, dalam berbagai macam persentil populasi, dapat ditentukan (Caputo, F., Di Gironimo, G., Marzano, A, 2006). Bila fitur geometri yang menjadi karakter dari sebuah stasiun kerja hanya mempengaruhi sisi ergonomi dari sebuah operasi, maka metode PEI dapat digunakan sehingga optimalisasi dari sebuah operasi pada satu buah stasiun kerja dapat dilakukan.. Metode ini mengikuti alur yang ada pada gambar di bawah:
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
35
Gambar 2.12 Diagram Alir Metode PEI (Sumber: Caputo, Di Gironimo, Marzano, 2006)
2.13.1 Fase Pertama: Analisis terhadap Lingkungan Kerja Fase pertama terdiri dari analisis terhadap lingkungan kerja dengan memperhatikan seluruh pergerakan alternatif yang memungkinkan: hal ini, secara umum, meliputi pemahaman terhadap rute alternatif, postur dan kecepatan eksekusi, yang kesemuanya memberikan kontribusi terhadap kesimpulan yang akan diambil. Sangatlah penting untuk mensimulasikan semua operasi di atas untuk memverifikasi kelayakan dari operasi tersebut. Faktanya, sebagai contoh, tidak menjadi jaminan apakah semua titik yang ditentukan bisa dijangkau oleh postur yang berbeda. Eksekusi dari analisis ini menjamin tingkat kelayakan dari tugas yang ada. Diantara seluruh fase optimalisasi, fase pertama adalah fase yang membutuhkan waktu paling lama karena fase ini membutuhkan pembuatan simulasi secara real time dalam jumlah yang banyak, padahal banyak diantaranya yang akan menjadi sia-sia.
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
36
2.13.2 Fase Kedua: Analisis Keterjangkauan dan Aksesibilitas Perancangan dari sebuah stasiun kerja selalu membutuhkan kajian pendahuluan terhadap aksesibilitas dari titik-titik kritis (critical points). Hal ini adalah masalah yang menarik dan sering muncul dalam lini produksi. Masalah ini berkenaan dengan apakah memungkinkan untuk membawa seluruh metode gerakan yang telah dirancang ke dalam sebuah operasi dan apakah semua titik kritis dapat dijangkau oleh pekerja. Sebuah analisis dapat dilakukan dalam Jack, dengan mengaktifkan algoritma mengenai deteksi benturan. Kegiatan kerja yang tidak memberikan hasil yang memuaskan pada fase ini lebih baik tidak dilanjutkan ke fase berikutnya. Dari analisis terhadap lingkungan, keterjangkauan, dan aksesibilitas, konfigurasi dari tata letak maupun metode kerja yang akan dianalisis pada fase berikutnya dapat ditentukan. Jika jumlah konfigurasi yang memungkinkan untuk diteliti terlalu banyak, maka prosedur Design of Experiment (DOE) dapat diterapkan. 2.13.3 Fase Ketiga: Static Strength Prediction Setelah konfigurasi kegiatan kerja disusun, pertanyaan berikutnya adalah: berapa banyak pekerja yang memiliki kekuatan untuk melaksanakan tiap kegiatan yang ada pada konfigurasi. Seperti yang telah tertuang pada sub-bab 2.6, kegiatan yang memiliki nilai persentase di bawah batas tertentu sebaiknya tidak dilanjutkan ke fase selanjutnya. Marzano, A (2009) menetapkan batas bawah yang digunakan dalam penelitian ini adalah 90% seperti yang juga dipakai pada penelitian PEI (Kurniawan, B, 2010, hal. 46). Sehingga konfigurasi yang memiliki persentase di bawah 90% akan dieliminasi. 2.13.4 Fase Keempat: Low Back Analysis Kegiatan kerja yang memiliki persentase SSP lebih dari atau sama dengan 90%, kemudian dianalisis dengan menggunakan metode low back analysis. Analisis ini mengevaluasi secara real time beban yang diterima oleh bagian tulang belakang model manekin saat melakukan tugas yang diberikan. Nilai tekanan yang dihasilkan, kemudian dibandingkan dengan batasan tekanan yang ada pada standar NIOSH yaitu 3400 N.
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
37
2.13.5 Fase Kelima: Ovako Working Posture Analysis Kegiatan yang telah dianalisis dengan metode LBA, kemudian, dievaluasi dengan menggunakan OWAS. Metode OWAS mengevaluasi secara real time tingkat kenyamanan bentuk postur tubuh dari model manekin selama pelaksanaan aktivitas. Kemudian, OWAS memberikan nilai level antara 1 s.d 4 dan kode 4 digit yang digunakan untuk menilai posisi dari tubuh bagian belakang, kedua tangan, dan kaki beserta tingkat beban yang diterima. Nilai level menunjukkan tingkat kualitas postur secara kuantitatif dan tingkat kepentingan dari langkahlangkah koreksi yang harus dilakukan. 2.13.6 Fase Keenam: Rapid Upper Limb Assessment Dari skenario konfigurasi yang diajukan, prosedur mengeliminasi secara progresif kegiatan kerja pada konfigurasi yang: 1) tidak memungkinkan untuk mengakses titik-titik kritis, 2) tidak mampu dilakukan oleh populasi pekerja yang ada 3) sangat memungkinkan memberikan bahaya dan cedera pada bagian tulang belakang. Pada fase kelima, kualitas dari postur kerja dianalisis. Analisis ini mengacu pada keberadaan resiko terjadinya penyakit dan atau bahaya yang dapat timbul pada tubuh bagian atas. Resiko tersebut diberikan nilai antara 1 s.d. 7. Nilai tersebut mengindikasikan tingkat bahaya dari resiko beserta langkah korektif yang harus dilakukan. 2.13.7 Fase Ketujuh: Evaluasi PEI Perbandingan kualitas ergonomi antara satu kegiatan kerja dengan kegiatan lainnya dapat dilakukan pada fase ini. Perbandingan tersebut akan memberikan
sebuah
klasifikasi
resiko
yang terjadi
pada para
bagian
muskuloskeletal pekerja, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Yang menjadi acuan dari perbandingan tersebut adalah nilai PEI yang dihasilkan. Nilai PEI tersebut mengintegrasikan hasil dari analisis LBA, OWAS, dan RULA. Konfigurasi dengan nilai tertinggi dinyatakan sebagai konfigurasi yang paling optimal. Nilai PEI merupakan jumlah total dari tiga buah variabel; I1, I2, dan I3. Variabel I1 merupakan hasil normalisasi dari nilai LBA dengan batas kekuatan tekanan pada standar NIOSH (3400 N). Variabel I2, dan I3 merupakan hasil dari Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
38
indeks OWAS yang dinormalisasi dengan nilai kritisnya (“4”) dan indeks RULA yang dinormalisasi dengan nilai kritisnya (“7”) (Di Gironimo, G., Monacelia, G., Patalano, S, 2004). = + + .
(2.7)
dimana: I1= LBA/3400 N, I2= OWAS/4, I3=RULA/7, dan mr adalah amplification factor dengan nilai 1,42. Definisi dari PEI dan penggunaan dari ketiga buah metode analisis (LBA, OWAS, RULA) bergantung terhadap hal-hal berikut. Faktor-faktor yang menjadi penyebab utama dari pembebanan yang berlebihan pada biomekanikal adalah: repetisi, frekuensi, postur, usaha kerja, dan waktu pemulihan. Faktor yang memberikan pengaruh paling besar terhadap kegiatan adalah postur ekstrim, khususnya pada tubuh bagian atas. Konsekuensinya, perhatian yang lebih harus diberikan pada evaluasi tingkat ketidaknyaman pada lumbar disc L4/L5 (pengaruh I1) dan evaluasi dari tingkat kelelahan pada tubuh bagian atas (pengaruh I3). PEI memungkinkan penggunanya untuk menentukan modus operandi untuk menjalankan kegiatan kerja dalam cara yang sederhana. Faktanya, postur optimal yang berkaitan dengan kegiatan dasar adalah postur kritis dengan nilai PEI minimum. Variabel yang mempengaruhi nilai akhir PEI bergantung pada tingkat ketidaknyaman
pada
postur
yang
dianalisis:
semakin
tinggi
tingkat
ketidaknyaman, semakin tinggi nilai PEI-nya. Untuk memastikan tingkat kenyamanan dari kerja, dengan memperhatikan standar keamanan dan keselamatan, sebuah postur yang nilai I1-nya lebih dari atau sama dengan 1 akan diasumsikan tidak absah. Berdasarkan hal ini, nilai maksimal yang dapat diterima adalah 3 (kekuatan tekanan yang bekerja pada lumbar disc L4/L5 sama dengan batas pada standar NIOSH 3400 N, nilai dari sudut sendi tidak dapat diterima). Dengan mengulangi semua fase di atas untuk tiap konfigurasi, maka nilai ergonomi dari tiap konfigurasi dapat ditentukan, dan akhirnya, kegiatan kerja yang paling optimal dalam konfigurasi dapat dipilih.
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
39
2.14 Profil Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Kurangnya tenaga kesehatan gigi dan mulut nasional beberapa dekade yang lalu, membuat para dokter gigi Indonesia pada waktu itu ingin mendirikan Fakultas Kedokteran Gigi di ibukota Indonesia. Hal ini kemudian menjadi salah satu agenda yang didiskusikan dalam kongres Asosiasi Dokter Gigi Indonesia yang keempat di Lawang, Jawa Timur. Pada tahun 1959, rencana tersebut meraih momentumnya lewat inisiasi para pengajar dari Departemen Somatologi, Fakultas Kedokteran UI bekerja sama dengan Rumah Sakit Nasional dr. Cipto Mangunkusumo, yang diwakili oleh Prof. Dr. Ouw Eng Liang, Prof Dr. Moestopo dan drg. Geri Pandjaitan. Mereka menghasilkan rencana detil serta meraih dukungan dari Rektor Universitas Indonesia serta Dekan Fakultas Kedokteran UI, Prof. Dr. M. Soekardjo. Upaya ini akhirnya diwujudkan lewat Surat Keputusan Menteri Pendidikan No. 108049 pada 21 Desember 1960 yang membuat Fakultas Kedokteran Gigi berada di bawah yurisdiksi Universitas Indonesia. FKG UI adalah fakultas kedokteran gigi keempat di Indonesia yang memiliki harapan untuk menjadi salah satu fakultas kedokteran gigi unggulan di Indonesia. Mulai tahun 1961, FKG UI telah membuka pendaftaran untuk para mahasiswa baru. FKG UI menjalankan fungsinya dalam aktivitas pembelajaran dengan membagi keilmuan kedokteran gigi dalam sebelas departemen sesuai dengan cabang ilmu pengetahuannya. Hal ini dilakukan untuk mempermudah proses pembelajaran. Departemen di FKG UI mengemban tanggung jawab dalam bidang ilmu pengetahuan yang mengusung tridharma perguruan tinggi dalam setiap aktivitas di FKG UI. Sebelas departemen tersebut adalah sebagai berikut. 1. Oral Biologi Departemen Oral Biologi menangani struktur, pengembangan, dan fungsi dari struktur mulut serta hubungannya dengan sistem organ lainnya dalam kondisi patologis yang normal. 2. Dental Material Kedokteran Gigi Departemen ini menangani struktur, komposisi, karakteristik, penggunaan dan interaksi materialdengan lingkungan mulut untuk diaplikasikan dalam penanggulangan penyakit, pengobatan, serta rehabilitasi gigi. Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
40
3. Kedokteran Gigi Kesehatan Masyarakat dan Pencegahan Departemen ini mengintegrasikan pengetahuan dasar dan klinis kedokteran gigi serta kesehatan masyarakat untuk mewujudkan individu, keluarga, dan komunitas yang sadar akan pentingnya kesehatan gigi dan mulut. 4. Radiologi Kedokteran Gigi Departemen ini berfokus pada aktivitas tes radiografi dalam bidang kedokteran gigi untuk meningkatkan pemahaman mengenai permasalahan gigi khususnya maxillofacial dengan bantuan radiografi. 5. Kedokteran Gigi Konservasi Departemen ini menangani pelatihan kedokteran gigi untuk para mahasiswa yang meliputi pelatihan diagnose klinis, manajemen penyakit pulpa dan periapikal, restorasi gigi, dan pengobatan endodontis. 6. Periodontisia Departemen ini mengintegrasikan dasar keilmuan dan klinis kedokteran gigi untuk penanganan pasien yang mengalami masalah periodontal (jaringan pendukung gigi). 7. Prosthodontisia Merupakan cabang keilmuan kedokteran gigi yang menangani rehabilitasi serta pemeliharaan fungsi oral cavity dengan merestorasi struktur gigi seperti sedia kala dengan memperhatikan kenyamanan pasien. 8. Penyakit Mulut (Oral Medicine) Disiplin ilmu ini mempelajari diagnosis dan pengelolaan penyakit mulut dan manifestasi dari penyakit sistemik dalam oral cavity serta penanganan pasien secara medis. 9. Bedah Mulut dan Maxillofacial Departemen ini mempelajari pengelolaan medis dari penyakit lewat jalur bedah termasuk kelainan pada gigi dan maxillofacial untuk memperbaiki sistem stomatognatik. 10. Kedokteran Gigi Paediatrisia Disiplin ilmu ini mempelajari pengelolaan kesehatan mulut pada anak-anak mulai dari balita hingga remaja. Pendekatan yang unik diajarkan untuk
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
41
memahami pertumbuhan gigi anak serta pencegahan penyakit di masa datang. 11. Orthodonsia Merupakan cabang ilmu yang mempelajari secara spesifik dentofacial dishormany, analisis gigi dan fungsional, perkembangan oklusal dan biomekanika pada anak-anak yang tumbuh hingga dewasa. Program pendidikan sarjana di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia terdiri dari dua fase yaitu program akademik dengan gelar sarjana kedokteran gigi (SKG.) dan program profesi dengan gelar dokter gigi (drg.). Seorang mahasiswa yang ingin meraih gelar sarjana kedokteran gigi melewati 7 semester dengan 144 SKS. Gelar drg akan diperoleha mahasiswa, bila mahasiswa mengambil program profesi dengan 26 SKS melalui pelatihan klinik terintegrasi. Pada program ini, mahasiswa dilatih untuk dapat merencanakan dan melaksanakan pengobatan pasien secara komprehensif dengan standar kompetensi dokter gigi Indonesia. Evaluasi dilakukan secara periodik selama masa pembelajaran untuk melihar integrasi akademis dan kemampuan klinis dalam fase ini. Para mahasiswa menangani pasien yang sebenarnya di klinik integrasi di Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) Salemba. Sejauh ini terdapat 3 klinik integrasi di RSGM Salemba dimana para mahasiswa sarjana berlatih selama ratarata 1,5 hingga 2 tahun. 2.15 Postur Kerja Ergonomis Bekerja dalam Posisi Berdiri Bekerja dalam posisi berdiri lebih berat dibandingkan dalam posisi duduk. Akan tetapi, terdapat batasan pada bagian-bagian tubuh tertentu dalam melakukan pekerjaan dengan posisi berdiri yang dinyatakan dalam satuan sudut. Secara ergonomi, batasan-batasan tersebut diterapkan untuk bagian leher, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, batang tubuh, dan kaki. Karwowski (2006) berpendapat bahwa posisi kerja berdiri statis terbaik dilakukan dengan kedua kaki tegak. Sedangkan bagian-bagian tubuh lainnya adalah sebagai berikut : 1. Leher, posisi yang paling ergonomis yaitu leher lurus tanpa mengalami pembengkokkan ke depan atau pun ke samping dan tanpa perputaran baik ke kanan maupun ke kiri. Akan bila diharuskan, McAttarney & Corlett, (1993) Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
42
berpendapat bahwa pembengkokkan leher ke depan memiliki batasan yang ergonomis yaitu 0-10 derajat dan berputar tidak lebih dari 5 derajat (Stanton et al, 2005, p. 7-4). 2. Lengan atas, posisi yang paling ergonomis yaitu lengan berada segaris lurus dengan badan (sumbu y). Namun, Aarås et al, (1988) berpendapat bahwa toleransi secara ergonomi yaitu flexion ke depan kurang dari 15 derajat dan abduction ke sisi luar tubuh kurang dari 10 derajat (Delleman et al., 2004, p. 263). 3. Lengan bawah, posisi yang paling ergonomis yaitu dengan membentuk 90 derajat terhadap bahu atau lengan bawah dinaikkan setinggi siku. Namun, Kulig et al, (1985) mengatakan bahwa toleransi secara ergonomi masih mengakomodasi dari 65 sampai 100 derajat dari keadaan lengan lurus ke bawah (Delleman et al., 2004, p. 302). Grandjaen, (1998) dan Pheasant, (1987,1991) berpendapat bahwa posisi area kerja yang baik adalah 5-10 cm di atas posisi normal siku (Pheasant, 2003, p.65) 4. Pergelangan tangan, posisi yang paling ergonomis tentunya dengan tidak menekuk pergelangan baik ke depan maupun ke belakang dan ke samping. Namun, bila diharuskan, McAttarney & Corlett, (1993) berpendapat sebaiknya tidak melebihi 15 derajat ke depan ataupun ke belakang dan Eastman Kodak Company, (1983) menyatakan agar tidak melebihi 9 derajat ke samping (Delleman et al., 2004, p. 302). 5. Batang tubuh, posisi terbaik yaitu dengan tegak tanpa membungkuk ke depan, membengkok dan memutar ke samping. Namun, pada kenyataannya batang tubuh harus mengalami pergerakkan demi menjangkau area kerja. Untuk membungkuk ke depan yang ergonomic, Adams & Hutton, (1982) berpendapat agar tidak lebih dari 20 derajat, sedangkan untuk membengkok ke samping, McGill et al, (1999) berpendapat agar tidak lebih dari 20 derajat untuk usia di atas 65 tahun dan kurang dari 30 derajat untuk pemuda. Sementara itu, untuk memutar ke samping McGill et al, (1999) mengatakan sebaiknya tidak lebih dari 15 derajat. McAttarney & Corlett, (1993) memiliki pandangan yang tidak jauh berbeda dimana batas ideal untuk
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
43
pembungkukkan, pembengkokkan, dan rotasi tubuh tidak lebih dari 10 derajat (Delleman et al., 2004, p. 119-122). Selain postur tubuh, posisi tubuh terhadap area kerja juga harus diatur dengan ergonomic demi meminimalisasi gangguan musculoskeletal yang dapat timbul. Pedersen (1988) dalam bukunya menerangkan bahwa posisi yang baik bagi seorang dokter gigi dalam melakukan tindakan pencabutan gigi atas yaitu dengan memposisikan kepala pasien setinggi siku dan berdiri di samping kanan depan (arah jarum jam 8) pasien serta membaringkan kursi pasien seperti yang terlihat pada Gambar 2.13 berikut ini.
Gambar 2.13 Posisi Pencabutan Gigi Atas (Sumber : Pedersen, 1988) “telah diolah kembali”
Hokwerda et al., (2006) dalam guidelines-nya menjelaskan bahwa posisi dokter gigi dalam pencabutan gigi sebaiknya dilakukan dengan memposisikan kepala pasien setinggi siku dengan kemiringan sandaran kursi pasien 60 derajat karena dengan kemiringan yang demikian pasien dapat duduk nyaman seperti pada Gambar 2.14 berikut ini.
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
44
Gambar 2.14 Posisi Pencabutan Gigi pada 60 dan 30 Derajat (Sumber : Hokwerda et al., 2006) “telah diolah kembali”
Beliau juga membuat posisi tindakan medis kedokteran gigi pada posisi berdiri dengan kemiringan 30 derajat dan 0 derajat. Namun, untuk 0 derajat tidak aplikatif karena posisi kepala pasien berada di bawah siku dokternya, meskipun ketinggian kursi pasien sudah maksimal.
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
BAB 3 PENGUMPULAN DATA DAN PENGOLAHAN DATA 3
Pengumpulan Data dan Pengolahan Data
3.1 Pengumpulan Data Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data keluhan akibat kerja, data tindakan yang paling sering dilakukan ketika berdiri dan data gigi mana yang paling sulit untuk dilakukan penanganan, serta data input software Jack 6.0.2. Data keluhan akibat kerja dibutuhkan sebagai gejala permasalahan yang timbul untuk dilakukan penelitian ini. Sedangkan, data tindakan yang paling sering dilakukan ketika berdiri dan gigi mana yang paling sulit dilakukan penanganan dibutuhkan untuk menentukan tindakan medis apa dan pada gigi bagian mana penelitian akan dilakukan. Data input software Jack 6.0.2 dibutuhkan untuk membuat virtual environment dalam pengolahan data. Data yang termasuk data input software Jack 6.0.2 yaitu bentuk dan dimensi dental unit, data antropometri orang Indonesia, data gerakan mahasiswa tingkat profesi dalam menindak pasien, dan data antropometri mahasiswa tingkat profesi di klinik integrasi 1, 2, dan 3 RSGM-FKG UI. 3.1.1 Data Keluhan Akibat Kerja Untuk mengetahui adanya indikasi risiko gangguan muskuloskeletal pada mahasiswa tingkat profesi yang sedang kerja praktik di klinik integrasi 1, 2, dan 3 RSGM-FKG UI, maka nordick kuesioner disebarkan kepada 92 responden yang terdiri dari 20 pria dan 72 wanita. Nordick kuesioner merupakan kuesioner ergonomi yang bertujuan untuk mengidentifikasi bagian-bagian tubuh mana saja yang mengalami gangguan akibat kerja dan bagaimana intensitasnya.
45
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
46
Gambar 3.1 Nordick Kuesioner (Sumber : Hedge, A., Morimoto, S. And McCrobie, D. 1999) “telah diolah kembali”
Untuk pertanyaan pertama menanyakan ada tidaknya keluhan pada bagianbagian tubuh tertentu. Hasil rekapitulasi dari kuesioner tersebut adalah sebagai berikut (lihat Gambar 3.2). Dari 92 responden, sebanyak 73,9% mengeluh adanya gangguan pada leher, 44,1% mengeluhkan gangguan pada kedua bahu, dimana 9,5% hanya mengeluhkan gangguan pada bahu kirinya dan 11,8% pada bahu kanan saja. Sebanyak 55,4% responden mengeluhkan gangguan pada punggung atasnya, 16,3% mengeluhkan gangguan pada kedua lengan atas dan lengan atas kanannya. Untuk bagian punggung bawah, sebanyak 54,3% dari total responden Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
47
memiliki keluhan. Sebanyak 8,7% dari total responden mengeluhkan gangguan pada kedua lengan bawahnya, sedangkan 15,2% mengeluhkan gangguan pada lengan bawah kanannya saja. Pada bagian pergelangan tangan, hanya 12% yang mengeluhkan gangguan pada kedua pergelangan tangannya, namun 17,4% mengeluhkan gangguan pada pergelangan tangan kanan. Sebanyak 30,4% dari total responden mengeluhkan gangguan pada bagian pinggul. Untuk bagian bawah tubuh seperti paha, lutut, tungkai kaki, dan kaki, terdapat sedikit keluhan gangguan musculoskeletal. Pada bagian paha, hanya 12% yang memiliki gangguan. Pada bagian lutut, hanya 4,3% yang mengeluhkan gangguan pada kedua lututnya dan lutut kirinya. Sedangkan pada bagian tungkai kaki, 15,2% mengeluhkan gangguan pada kedua tungkai kakinya, 1,1% mengeluhkan gangguan pada tungkai kaki kiri dan 3,3% mengeluhkan lutut kanannya. Pada bagian tubuh yang terakhir, kaki, sebanyak 20,7% dari total responden mengeluhkan adanya gangguan pada kedua kaki dan 2,2% mengeluhkan gangguan pada kaki kanan dan kaki kiri saja.
Gambar 3.2 Rekapitulasi Pertanyaan Pertama Nordick Kuesioner Untuk pertanyaan selanjutnya yang berisi intensitas gangguan yang dirasakan oleh responden pada bagian-bagian tubuh tersebut. Hasilnya Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
48
adalah(lihat Gambar 3.3), sebanyak 52,2% dari total responden mengeluhkan gangguan pada lehernya sebanyak 1-2 kali seminggu, 8,7% sebanyak 3-4 kali, 9,8% mengeluhkan sekali sehari, dan 3,3% sebanyak lebih dari satu kali sehari. Untuk bagian bahu, sebanyak 43,9% mengeluhkan 1-2 kali seminggu, 10,2% mengeluhkan 3-4 kali seminggu, dan 8,2% mengeluhkan sekali sehari. Pada bagian punggung atas, sebanyak 40,2% dari total responden memiliki keluhan ganggu 1-2 kali seminggu, 10,9% mengeluhkan 3-4 kali seminggu, dan 4,3% mengeluhkan sekali sehari. Pada bagian lengan atas, sebanyak 23,7% mengeluhkan 1-2 kali seminggu, 3,2% mengeluhkan 3-4 kali seminggu, 1,1% mengeluhkan sekali sehari, dan 4,3% mengeluhkan gangguan lebih dari satu kali sehari. Untuk bagian punggung bawah, sebanyak 30,8% dari total responden mengeluhkan 1-2 kali seminggu, 13,2% mengeluhkan 3-4 kali seminggu, 7,7% mengeluhkan gangguan sekali sehari, dan 1,1% mengeluhkan lebih dari satu kali sehari. Pada bagian lengan bawah, 15,1% mengeluhkan 1-2 kali seminggu, 3,3 % mengeluhkan 3-4 kali sehari, 3,3% mengeluhkan sekali sehari, dan hanya 1% dari total responden yang mengeluhkan lebih dari satu kali sehari. Pada pergelangan tangan, 19,4% responden mengeluhkan gangguan sebanyak 1-2 kali seminggu, 4,3% mengeluhkan 3-4 kali sehari, dan 6,5% mengeluhkan sekali sehari. Hal yang tidak jauh berbeda juga terjadi pada bagian pinggul, sebanyak 19,6% yang mengeluhkan 1-2 kali seminggu, 6,5% mengeluhkan 3-4 kali seminggu, 2,2% mengeluhkan sekali sehari, dan hanya 1,1% mengeluhkan lebih dari satu kali sehari. Pada bagian paha, hanya 9,7% yang mengeluhkan sebanyak 1-2 kali seminggu , 2,2% mengeluhkan 3-4 kali seminggu dan sekali sehari. Pada bagian lutut, sebanyak 7,4% yang mengeluhkan 1-2 kali seminggu dan 1,1% mengeluhkan sekali sehari. Untuk bagian tungkai kaki, sebanyak 15,2% dari total responden mengeluhkan gangguan 1-2 kali seminggu, 1,1% mengeluhkan 3-4 kali seminggu, dan 3,3% mengeluhkan gangguan sekali sehari. Pada bagian tubuh yang terakhir, kaki, terdapat 13% dari total responden yang mengeluhkan adanya gangguan sebanyak 1-2 kali seminggu, dan hanya 5,4% yang mengeluhkan 3-4 kali seminggu dan sekali sehari.
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
49
Gambar 3.3 Rekapitulasi Pertanyaan Kedua Nordick Kuesioner 3.1.2 Data Tindakan Medis pada Posisi Berdiri Selain Nordick kuesioner, para responden juga diminta mengisi kuesioner lain yang bertujuan untuk mengerucutkan permasalahan sekaligus menjadi dasar atas apa yang akan diteliti. Kuesioner tersebut berisi pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut. 1. Tindakan apa yang paling sering dilakukan pada posisi berdiri ? 2. Gigi mana yang paling sulit untuk dilakukan penanganan ? Hasil rekapitulasi dari dua pertanyaan di atas pada responden pria adalah sebagai berikut.
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
50
Gambar 3.4 Rekapitulasi Pertanyaan Pertama Kuesioner pada Responden Pria Untuk pertanyaan pertama yaitu tindakan yang paling sering dilakukan pada posisi berdiri. Sebanyak 82,6% memilih pencabutan dan sisanya memilih operasi/pembedahan (lihat Gambar 3.4). Sedangkan untuk pertanyaan kedua yaitu gigi yang paling sulit untuk dilakukan penanganan adalah sebagai berikut.
Gambar 3.5 Rekapitulasi Pertanyaan Kedua Kuesioner pada Responden Pria Untuk pertanyaan kedua yaitu gigi yang paling sulit untuk dilakukan penanganan. Hasilnya adalah sebanyak 40% responden memilih gigi posterior atas kanan dan 40% memilih gigi posterior atas kiri (lihat Gambar 3.5). Sisanya memilih anterior atas kiri dan posterior bawah kiri. Sama halnya dengan responden pria, responden wanita diberikan kuesioner serupa. Untuk pertanyaan pertama, sebanyak 85,5% responden wanita Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
51
memilih pencabutan gigi. Sisanya memilih operasi/pembedahan dan perawatan saluran akar (lihat Gambar 3.6).
Gambar 3.6 Rekapitulasi Pertanyaan Pertama Kuesioner pada Responden Wanita Untuk pertanyaan kedua yaitu gigi yang paling sulit untuk dilakukan penanganan. Hasilnya adalah sebanyak 47,5% responden memilih gigi posterior atas kiri dan 42,5% memilih gigi posterior atas kanan. Sisanya memilih anterior atas kiri dan kanan serta posterior bawah kanan (lihat Gambar 3.7).
Gambar 3.7 Rekapitulasi Pertanyaan Kedua Kuesioner pada Responden Wanita Dengan
hasil
rekapitulasi
kuesioner
ini,
peneliti
telah
mampu
mengidentifikasi permasalahn yang terjadi pada objek penelitian. Selain itu, Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
52
output dari kuesioner tersebut akan semakin memberi batasan yang jelas pada penelitian. 3.1.3 Data Spesifikasi Dental Unit dan Phantom Gigi Dental unit yang digunakan oleh mahasiswa dalam kerja praktik kedokteran gigi memiliki spesifikasi sebagai berikut 1. Tinggi kursi minimal : 44,2 cm 2. Tinggi kursi maksimal : 66,8 cm 3. Tinggi sandaran punggung + kepala : 71,5 cm 4. Derajat kemiringan sandaran kursi maksimal : 95 derajat 5. Derajat kemiringan sandaran kursi minimal : 10 derajat 6. Derajat kemiringan tempat duduk terhadap sumbu x : 14 derajat 7. Derajat kemiringan sandaran kaki terhadap tempat duduk : 25 derajat 8. Panjang x Lebar sandaran kepala : 17,5 cm x 18,1 cm 9. Panjang x Lebar sandaran punggung : 45,7 cm x 57,5 cm 10. Panjang x Lebar tempat duduk : 48 cm x 42,3 cm 11. Panjang x Lebar sandaran kaki : 66 cm x 42,3 cm
Gambar 3.8 Spesifikasi Dental Unit Phantom gigi yang digunakan dalam simulasi pencabutan gigi memiliki spesifikasi sebagai berikut (lihat gambar 3.9).
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
53
Gambar 3.9 Ukuran Phantom Gigi
Gambar 3.10 Spesifikasi Phantom Gigi
3.1.4 Data Antropometri Mahasiswa Data antropometri yang digunakan untuk membuat model manusia pada konfigurasi adalah data antropometri orang Indonesia yang telah diteliti oleh Tan Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
54
Kay Chuan., et al (2010). Namun, tetap dilakukan pengukuran antropometri pada mahasiswa FKG UI tingkat profesi yang sedang melakukan kerja praktik di klinik integrasi 1, 2, dan 3 RSGM-FKG UI untuk mengetahui apakah data antropometri yang sudah ada masih bisa digunakan dan untuk simulasi aktual. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan anthropometer. Dari keseluruhan data yang didapat, hanya beberapa dimensi tubuh saja yang diperlukan, yaitu sebagai berikut. Dimensi tinggi tubuh posisi berdiri tegak (stature) 1. Panjang lengan (arm length) 2. Jarak antara siku dan ujung jari (elbow fingertip) 3. Panjang tangan (hand length) 4. Tinggi badan (body height) Berikut ini data antropometri orang Indonesia dengan persentil 5 wanita dan persentil 95 pria : Tabel 3.1 Data Antropometri Orang Indonesia Persentil Wanita Pria 5 95 Tinggi badan 150 183 Panjang lengan 62 84 Jarak siku ke jari 37 56 Panjang tangan 16 22 Bagian Tubuh
(Sumber : Chuan, Hartono, Kumar, 2010) “telah diolah kembali”
3.1.5 Data Postur Kerja dan Gerakan Pencabutan Gigi Posterior Atas Kanan dan Kiri Perekaman postur dan gerakan mahasiswa tingkat profesi FKG UI dalam tindakan pencabutan gigi difokuskan pada gigi posterior atas kanan dan kiri. Perekaman ini dilakukan dengan membagi tindakan pencabutan gigi menjadi empat tahapan yaitu: penyuntikkan, pengebeinan, pencabutan, dan pengapasan menggunakan peralatan motion capture dari Vicon System. Peneliti sebagai operator Vicon System merekam postur dan gerakan yang dilakukan mahasiswa FKG UI saat melakukan pencabutan gigi di dalam area motion capture. Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
55
Setelah gerakan dan postur responden direkam, data tersebut akan dijakdikan input untuk mensimulasikan manekin (virtual human) dalam melakukan pencabutan gigi pada simulasi menggunakan software Jack 6.1. Dengan demikian, virtual human akan bergerak sesuai dengan apa yang dilakukan manusia sebenarnya. Software Jack 6.1 menjadikan postur virtual human dalam
virtual environment sebagai objek yang memiliki peranan penting dalam menghasilkan analisis aspek ergonomi yang tersedia. Peralatan motion capture Vicon System yang digunakan terdiri dari 8 kamera MX, 3 kamera DV, 2 plat gaya (forceplate) dan 100 marker. Marker berbentuk bola-bola kecil yang digunakan untuk memantulkan cahaya inframerah yang dipancarkan kamera LED ke lensa kamera. Sehingga, setiap pantulan sinar inframerah yang bergerak sebagai akibat pergerakkan yang ditimbulkan oleh
marker tersebut akan ditangkap oleh kamera MX sebagai sebuah gerakan. Penggunaan Vicon System sendiri dilakukan lewat software Vicon Nexus 1.5.1. Tampilan software Vicon Nexus 1.5.1 dapat dilihat pada Gambar 3.11. Tahaptahap yang dilakukan dalam proses motion capture ketika mengendarai sepeda motor dijelaskan di bawah ini. 1. Mempersiapkan layout 2. Mengkalibrasi Vicon System 3. Mempersiapkan subjek manusia 4. Melakukan proses motion capture 5. Menandai markers
Gambar 3.11 Tampilan Vicon Nexus 1.5.1 Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
56
3.1.5.1 Mempersiapkan Layout Sebelum mengkalibrasi sistem Vicon, layout harus dipersiapkan terlebih dahulu. Peralatan untuk pembelajaran kedokteran dipersiapkan dalam ruangan
motion capture. Hal ini dilakukan agar ketika melakukan kalibrasi, Vicon dapat menangkap layout yang telah diatur sedemikian rupa menyerupai keadaan pencabutan gigi yang sebenarnya sebagai layout standarnya. Peralatan yang dibutuhkan yaitu : phantom gigi, tang bayonet mahkota, bein, suntik, pinset, dan model gigi yang bisa dicabut (lihat gambar 3.12)
Gambar 3.12 Phantom gigi dan Peralatan Pencabutan Gigi 3.1.5.2 Mengkalibrasi Vicon System Langkah selanjutnya yang harus dilakukan sebelum pengambilan data yaitu mengkalibrasi sistem. Vicon System harus dikalibrasi agar peralatan dapat berjalan dengan baik dan hasil gerakan yang didapat benar-benar seperti keadaan nyata. Kalibrasi Vicon System menggunakan 2 jenis alat, yaitu wand dan L-frame. Jenis wand yang dipakai adalah 3-marker wand (240mm) dan untuk L-frame adalah ErgoCal L-Frame (14mm). Pada Vicon Nexus, langkah-langkah kalibrasi dapat dilihat pada Gambar 3.13.
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
57
Gambar 3.13 Tampilan tab Calibration pada Vicon Nexus Dalam keadaan Go Live, kalibrasi dimulai dengan proses penutupan cahaya-cahaya noise (masking) agar hasil kalibrasi menjadi bagus. Noise merupakan cahaya-cahaya lain yang tertangkap oleh kamera dan bukan merupakan pantulan cahaya dari markers, tetapi merupakan pantulan dari bendabenda yang dapat memantulkan cahaya di sekitar kamera. Apabila noise tersebut tidak ditutup maka akan mengganggu proses kalibrasi selanjutnya. Hasil masking dapat dilihat pada Gambar 3.14 dimana noise cahaya yang telah ditutupi berwarna biru. Setelah kamera di-masking, kalibrasi deilanjutkan dengan mengkalibrasi kamera MX menggunakan 3-marker wand (240mm). Wand tersebut diputar-putar seperti Gambar 3.15 mengelilingi area yang terjangkau oleh perekaman sehingga kamera MX dapat mengenali markers dalam area jangkauan perekaman. Pada
software Vicon Nexus 1.5.1 akan terlihat seperti Gambar 3.16 ketika dilakukan proses kalibrasi kamera MX.
Gambar 3.14 Tampilan Noise yang Telah Ditutup Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
58
Gambar 3.15 Proses Kalibrasi dengan Wand
Gambar 3.16 Tampilan Wand pada Vicon Nexus Setelah kamera MX selesai dikalibrasi, dilakukan proses Set Volume
Origin. Hal ini dilakukan untuk menetapkan arah X, Y, dan Z pada virtual environment dan juga mengembalikan posisi kamera seperti keadaan yang sebenarnya. Pada Gambar 3.17 dapat dilihat peletakan ErgoCal L-Frame (14mm) sebagai titik awal (origin) dan pada Gambar 3.18 dapat dilihat tampilan sebelum dan sesudah proses Set Volume Origin.
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
59
Gambar 3.17 Peletakan L-Frame pada Area Perekaman
Gambar 3.18 Tampilan Sebelum dan Sesudah proses Set Volume Origin
3.1.5.3 Mempersiapkan Subjek Manusia Responden sebagai subjek manusia yang akan direkam gerakannya ditempeli markers pada titik-titik tubuh tertentu sehingga gerakannya dapat terdeteksi oleh Vicon System. Terdapat susunan penempatan markers yang Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
60
berbeda tergantung analisis yang akan digunakan. Dalam penelitian ini, data postur dan gerakan akan dianalisis lebih lanjut di software Jack 6.1 sehingga dipakai susunan markers sesuai yang diperlukan dalam software Jack. Pada Tabel 3.2 dapat dilihat titik-titik tempat markers ditempelkan dan penamaannya. Sedangkan ilustrasi penempatan markers pada subjek manusia dapat dilihat pada Gambar 3.19.
Tabel 3.2 Susunan Markers untuk software Jack Label 1. TopHead 2. BackHead 3. FrontHead 4. LHead 5. RHead 6. RShoulder 7. LShoulder 8. BNeck 9. Sternum 10. LBack 11. RBack 12. RBicep 13. RElbow 14. RPostElbow 15. RForeArm 16. RRadius 17. RUlna
Penempatan Ubun-ubun Bagian tengah belakang kepala Kening bagian atas Atas telinga kiri Atas telinga kanan sedikit ke depan Tengah bahu kanan Tengah bahu kiri Belakang leher Ujung tulang dada dekat perut Tonjolan belikat kiri Ujung tulang rusuk bagian belakang Tengah lengan kanan Siku kanan bagian luar Siku kanan bagian dalam
Tengah tangan kanan Pergelangan tangan kanan searah ibu jari Pergelangan tangan kanan searah kelingking 18. Rthumb Pangkal ibu jari tangan kanan 19. RMHand Tengah metakarpal kanan 20. Rpinky Pangkal jari kelingking tangan kanan 21. LBicep Tengah lengan kiri 22. LElbow Siku kiri bagian luar 23. LPostElbow Siku kiri bagian dalam 24. LForearm Tengah tangan kiri 25. LRadius Pergelangan tangan kiri searah ibu jari 26. LUlna Pergelangan tangan kiri searah kelingking
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
61
Tabel 3.2 Susunan Markers untuk software Jack (lanjutan) Label 27. LThumb 28. LMHand 29. LPinky 30. Clav 31. RASIS 32. LASIS 33. RPSIS 34. LPSIS 35. Sacrum 36. Rhip 37. LHip 38. RThigh 39. RPostThigh 40. RKnee 41. RShank 42. RAnkle 43. RHeel 44. RToe 45. RLatFoot 46. LThigh 47. LPostThigh 48. LKnee 49. LShank 50. LAnkle 51. LToe 52. LHeel 53. LLatFoot
Penempatan Pangkal ibu jari tangan kiri Tengah metakarpal kiri Pangkal kelingking tangan kiri Pangkal tulang dada dekat leher Tonjolan depan tulang panggul kanan Tonjolan depan tulang panggul kiri Tonjolan belakang tulang panggul kanan Tonjolan belakang tulang panggul kiri Punggung sejajar RPSIS dan LPSIS Pangkal paha kanan Pangkal paha kiri Paha kanan bagian depan Paha kanan bagian belakang Lutut kanan Betis kanan Mata kaki kanan Tumit kanan Pangkal ibu jari kaki kanan Pangkal kelingking kaki kanan Paha kiri bagian depan Paha kiri bagian belakang Lutut kiri Betis kiri Mata kaki kiri Pangkal ibu jari kaki kiri Tumit kiri Pangkal kelingking kaki kiri
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
62
Gambar 3.19 Ilustrasi Penempatan Markers di Subjek Manusia Setelah semua markers dilekatkan pada bagian-bagian tubuh subjek, maka proses
Subject Calibration pada software Vicon Nexus 1.5.1 akan dimulai. Tab Subject Calibration dapat dilihat seperti Gambar 3.20. Dalam tahapan ini, Vicon Nexus akan merekam posisi statis dari subjek yang akan direkam gerakannya. Posisi statis subjek yaitu dengan berdiri di tengah area perekaman dengan posisi huruf T (T-Pose). Hal ini dilakukan agar ketika dilakukan perekaman gerakan yang dinamis, masing-masing markers yang dilekatkan pada titik-titik tubuh dapat dikenali oleh software Vicon Nexus. Rangkaian kerjanya dimulai dengan merekam T-Pose selama 5-6 detik. Kemudian data posisi statis tersebut direkonstruksi pada keaadaan Offline dan akan terlihat seperti Gambar 3.21(a). Selanjutnya, pada tab Labelling, titik-titik tersebut dinamai sesuai dengan nama dan penempatanya seperti pada Tabel 3.3 dan hasilnya akan terlihat seperti Gambar 3.21(b). Dengan demikian, markers tersebut akan dikenali oleh Vicon Nexus secara otomatis dan pekerjaan pengamat dalam mengolah data akan menjadi lebih sederhana.
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
63
Gambar 3.20 Tampilan Tab Subject Calibration
Gambar 3.21 (a) Hasil Rekonstruksi (b) Hasil Rekonstruksi yang Telah Dinamai
3.1.5.4 Melakukan Proses Motion Capture Setelah sistem selesai dikalibrasi dan subjek siap direkam, maka perekaman gerakan (motion capture) pencabutan gigi posterior atas kiri dan kanan Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
64
akan dilakukan. Tampilan tab Capture pada Vicon Nexus dapat dilihat pada Gambar 3.22. Perekaman dapat langsung dilakukan dengan mengeklik tombol
start ketika subjek telah siap di area perekaman dan dapat mengklik tombol stop untuk menghentikan rekaman sekaligus membuat sesi perekaman baru. Perekaman dapat dilakukan dengan membaginya menjadi empat tahapan yaitu : penyuntikan, pengebeinan, pencabutan, dan pengapasan. Perekaman dilakukan secara berulang-ulang hingga data yang diperoleh dapat diolah.
Gambar 3.22 Tampilan tab Capture 3.1.5.5 Melabeli Markers Dalam tahapan ini, gerakan yang telah direkam akan dirapikan. Hal ini dikarenakan markers kadang tidak terdeteksi oleh kamera MX atau Vicon Nexus salah menamai markers sesuai pada kalibrasi T-pose. Tidak terdeteksinya markers dapat disebabkan oleh tertutupinya markers tersebut oleh bagian tubuh subjek manusia itu sendiri.
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
65
Pilih sesi perekaman yang akan dirapihkan lewat Data Management dalam keadaan Offline, seperti terlihat pada Gambar 3.23. Data gerakan tersebut harus direkonstruksi dan dilabel secara otomatis sehingga akan terlihat seperti pada Gambar 3.24. Pada Gambar 3.24 (sebelah kiri), terlihat objek memiliki bentuk yang aneh karena pelabelan otomatis masih belum sempurna. Oleh karena itu, diperlukan proses Labelling secara manual. Markers yang hilang dan salah penamaan harus dibetulkan sehingga kerangka manusia menjadi kerangka yang seharusnya dan selanjutnya dapat diolah menggunakan software Jack 6.1. Gambar 3.25 merupakan tampilan tab Labelling pada Vicon Nexus. Pemberian label nama markers secara manual dilakukan dengan mengklik namanama markers tersebut dan menaruhnya pada titik-titik markers yang benar. Hasil dari proses Labelling ini akan menghasilkan kerangka manusia yang lebih tepat seperti Gambar 3.24 (sebelah kanan) dimana terlihat postur pencabutan gigi posterior atas kiri. Setelah proses Labelling selesai dilakukan, data postur dan gerakan pencabutan gigi berupa kerangka manusia telah siap untuk diolah menjadi virtual
human pada software Jack 6.1.
Gambar 3.23 Tampilan Data Management
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
66
Gambar 3.24 Tampilan Kerangka Sebelum dan Sesudah Rekonstruksi dan Penamaan secara Manual
Gambar 3.25 Tampilan tab Labelling
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
67
3.2 Pengolahan Data Setelah data-data yang dibutuhkan terkumpul, langkah selanjutnya adalah pengolahan data. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Jack 6.1. Terdapat enam tahapan umum yang dilakukan dalam pengolahan data dengan menggunakan software Jack 6.1, yaitu: 1. Membuat manekin (virtual human) sesuai data antropometri orang Indonesia 2. Memasukkan data postur statis manusia 3. Menyatukan manekin dengan data postur statis manusia 4. Menjalankan simulasi dalam virtual environment 5. Membuat lingkungan virtual (virtual environment) 6. Menganalisis performa manekin manusia 7. Melakukan perhitungan Posture Evaluation Index (PEI) 3.2.1 Membuat Manekin (Virtual Human) Langkah pertama dalam mengolah data adalah membuat manekin (virtual
human). Membuat manekin akan berdasarkan data antropometri orang Indonesia. Dalam mendefinisikan bentuk dan ukuran dimensi tubuh manekin manusia,
software Jack 6.1 menyediakan database antropometri yang mengacu pada Chinese sebagai model manusia yang mewakili orang Asia dan ukuran tubuhnya tidak jauh berbeda dengan orang Indonesia. Namun demikian software Jack 6.1 juga menyediakan menu tersendiri yang memungkinkan pengguna untuk membuat manekin dengan data antropometri tertentu. Dalam penelitian ini, pembuatan manekin menggunakan manekin High
Resolution Man. Maka secara otomatis manekin manusia akan muncul pada lingkungan virtual. Setelah itu manekin tersebut diubah ukuran tubuhnya sehingga sesuai dengan data antropometri yang digunakan. Terdapat dua cara memasukkan data antropometri pada manekin. Cara pertama adalah basic scaling dan yang kedua adalah advanced scaling. Metode
basicscaling adalah dengan cara memasukkan nilai tinggi badan dan berat badan yang dimiliki ke dalam form isian yang tersedia tampilan menu. Cara kedua adalah dengan advanced scaling. Advanced scaling memungkinkan pengguna untuk memasukkan data ukuran tubuh secara lebih detail, seperti tampilan yang tercantum pada gambar 3.26. Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
68
Gambar 3.26 Manekin High Resolution Male sesuai Persentil 95 Aktual Dalam simulasi ini, manekin dibuat dengan cara advanced scaling, yaitu dengan memasukkan nilai dimensi tubuh seperti yang telah dipaparkan sebelumnya. Manekin dibuat sebanyak dua orang dengan persentil 5 wanita dan persentil 95 pria. Pemilihan persentil 5 dan 95 sebagai data antropometri yang dimasukkan dilakukan dengan pertimbangan bahwa rancangan guideline pencabutan gigi posterior atas kanan dan kiri erat kaitannya dengan menjangkau mulut pasien dan memposisikan diri terhadap pasien. 3.2.2 Memasukkan Data Postur Statis Manusia Data postur statis manusia dalam hal ini T-pose berperan sebagai patokan bagi manekin agar dapat bergerak sesuai gerakan sebenarnya. Dalam tahapan ini,
software Jack 6.1 dihubungkan dengan Vicon Nexus 1.5.1. Pada software Vicon Nexus pertama kali dibuka data postur T-pose yang telah dilabel. Pada tab
Processing dijalankan pipeline Static Subject Calibration dan Fit Subject Motion dan klik Play.
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
69
Gambar 3.27 Tampilan Data Postur Setelah Dijalankan Pipeline Setelah pipeline dijalankan, maka postur tubuh yang tadinya berbentuk garis-garis akan berubah menjadi pipa-pipa. Dengan demikian, data postur siap untuk ditranslasikan ke software Jack 6.1 dengan menggunakan modul motion
capture untuk Vicon. Jika software Vicon Nexus dan Jack telah berhasil dihubungkan, maka akan terlihat segmen-segmen tubuh menyerupai T-pose pada Jack. Segmen-segmen tersebut dapat diganti menjadi tampilan markers ataupun dihilangkan.
Gambar 3.28 Postur dengan Display Segments dan Show Markers
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
70
3.2.3 Menyatukan Manekin dengan Data Postur Statis Manusia Dalam proses ini manekin yang telah dibuat akan digabungkan dengan segmen yang juga telah dimasukkan. Langkah pertama adalah memasangkan manekin pada segmen yang akan disatukan melaui Add Pair, yaitu hanya dengan memilih manekin mana yang akan dipasangkan. Manekin akan otomatis mengikuti pose huruf T sesuai segmen dengan menekan
Capture T-pose Offset pada tab Subject menu modul Vicon. Manekin akan terkunci untuk berpose T ketika tombol Constraint diklik. Setelah itu, kembali ke
tab Device dan menekan Start, maka manekin akan mengikuti gerakan-gerakan sesuai yang di-play pada Vicon Nexus.
Gambar 3.29 Menu Add Pair
Gambar 3.30 Manekin yang Telah Terkunci pada Segmen 3.2.4 Menjalankan Simulasi dalam Virtual Environment Sebelum menjalankan simulasi, data gerakan yang ada harus dibuka terlebih dahulu pada Data Management Vicon Nexus. Setelah dibuka, pipeline Fit
Subject Motion dijalankan dan data gerakan juga dijalankan sehingga manekin pada Jack akan mengikuti gerakan tersebut. Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
71
Gambar 3.31 Manekin Mengikuti Gerakan Sebenarnya Kemudian, simulasi secara online antara Vicon Nexus dan Jack dilakukan. Setelah itu, simulasi online ini disimpan dalam bentuk animasi dengan modul Recording untuk mempermudah analisis gerakan. Simulasi tersebut akan tersimpan dalam bentuk virtual environment dan channelset. Channelset merupakan animasi yang secara otomatis terbuat dari gerakan-gerakan manekin tersebut. Simulasi yang telah disimpan dapat diputar kembali lewat modul Playback tanpa harus online dengan software Vicon Nexus.
Gambar 3.32 Manekin dalam Virtual Environment
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
72
Gambar 3.33 Modul Recording 3.2.5 Membuat Lingkungan Virtual (Virtual Environment) Setelah manekin berhasil dijalankan sesuai dengan gerakan yang direkan menggunakan software Vicon Nexus 1.5.1, lingkungan virtual mulai dibuat menggunakan software Jack 6.1. Lingkungan virtual yang ada pada penelitian ini adalah model dental unit, pasien, gigi, alat-alat pencabutan gigi seperti suntik,
bein, tang, dan pinset. Model dental unit dibuat dengan menjadikan data spesifikasi dental unit yang digunakan di RSGM-FKG UI sebagai acuan. Begitu juga untuk peralatan kedokteran gigi dan model giginya. Pembuatan model-model tersebut dilakukan dengan menggunakan software Google Sketchup. Software Google Sketchup dipilih sebagai aplikasi dalam membuat model-model tersebut dikarenakan
software tersebut sederhana dan sangat menyerupai sebenarnya. Selain itu, software tersebut berbasis vektor yang mudah digunakan dan bersifat open source.
Gambar 3.34 Model Dental Unit Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
73
Gambar 3.35 Model Suntik
Gambar 3.36 Model Bein
Gambar 3.37 Model Tang
Gambar 3.38 Model Pinset Setelah model objek-objek dibuat, maka langkah selanjutnya adalah memasukkan model objek-objek tersebut ke dalam software Jack 6.1. Sebelum dimasukkan, model dental unit dan peralatan pencabutan gigi harus dikonversi menjadi berformat Stl (*.stl). Konversi dimulai pada software Google Sketchup dikonversi ke format AutoCAD (*.dwg). Setelah itu file tersebut kembali dikonversi ke format Stl(*.stl) dalam software UGS NX 6.0 agar dapat dibuka dalam Jack 6.1.
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
74
3.2.6 Menganalisis Kinerja Manekin Analisis postur dan gerakan manekin dilakukan menggunakan Task
Analysis Toolkits (TAT). Analisis dilakukan ketika animasi dijalankan karena output yang dihasilkan TAT merupakan grafik atau bagan yang menunjukkan nilai Static Strength Prediction (SSP), Low Back Analysis (LBA), Ovako Working
Posture Analysis (OWAS), dan Rapid Upper Limb Assessment (RULA) secara realtime. Oleh karena itu, perlu diperhatikan dengan teliti perubahan nilai-nilai tersebut saat simulasi dijalankan. Nilai paling membahayakan selama simulasi dijalankan kemudian dicatat untuk dimasukkan ke dalam perhitungan indeks evaluasi postur. Untuk simulasi gerakan aktual, hasil Task Analysis Toolkits seperti yang dapat dilihat pada Lampiran 2 menunjukkan nilai seperti yang terlihat pada Tabel 3.4 sampai Tabel 3.7 di bawah ini
Tabel 3.3 Rekapitulasi Keluaran Jack TAT untuk Simulasi Aktual Persentil 95 Pria Gigi Posterior Atas Kiri Pencabutan Gigi Posterior Atas Kiri Penyuntikan Pengebeinan Pencabutan Pengapasan RULA 7 5 7 6 OWAS 4 4 4 4 LBA 2228 1572 2199 1563 Nilai PEI 3.075294118 2.476638655 3.066764706 2.676848739 Nilai rata-rata PEI 2.823886555
Tabel 3.4 Rekapitulasi Keluaran Jack TAT untuk Simulasi Aktual Persentil 95 Gigi Pria Posterior Atas Kanan Pencabutan Gigi Posterior Atas Kanan Penyuntikan Pengebeinan Pencabutan Pengapasan RULA 7 7 7 6 OWAS 4 4 4 4 LBA 1949 1784 2587 2109 Nilai PEI 2.993235294 2.944705882 3.180882353 2.837436975 Nilai rata-rata PEI 2.989065126
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
75
Tabel 3.5 Rekapitulasi Keluaran Jack TAT untuk Simulasi Aktual Persentil 5 Wanita Gigi Posterior Atas Kiri Pencabutan Gigi Posterior Atas Kiri Penyuntikan Pengebeinan Pencabutan Pengapasan RULA 7 7 7 4 OWAS 2 2 2 2 LBA 1042 867 809 808 Nilai PEI 2.226470588 2.175 2.157941176 1.54907563 Nilai rata-rata PEI 2.027121849
Tabel 3.6 Rekapitulasi Keluaran Jack TAT untuk Simulasi Aktual Persentil 5 Wanita Gigi Posterior Atas Kanan Pencabutan Gigi Posterior Atas Kanan Penyuntikan Pengebeinan Pencabutan Pengapasan RULA 7 7 7 6 OWAS 2 2 2 2 LBA 937 857 908 941 Nilai PEI 2.195588235 2.172058824 2.187058824 1.993907563 Nilai rata-rata PEI 2.137153361 3.2.7 Perhitungan Nilai Posture Evaluation Index (PEI) Setelah output Task Analysis Toolkits diketahui, maka langkah berikutnya adalah
melakukan
perhitungan
indeks
evaluasi
postur
(PEI).
Dalam
perhitungannya, hanya nilai paling membahayakan yang akan dimasukkan dalam perhitungan ini. Hal ini ditujukan untuk mengevaluasi postur dan gerakan paling membahayakan yang terjadi pada saat mahasiswa melakukan pencabutan gigi posterior atas kiri dan kanan berdasarkan simulasi dalam virtual environment yang telah dibuat sebelumnya. Dengan menitikberatkan analisis pada titik kritis, hasil analisis terhadap simulasi dapat mengukur risiko gangguan muskuloskeletal terburuk yang dialami oleh mahasiswa tingkat profesidi klinik integrasi 1, 2, dan 3 RSGM-FKG UI dari aspek ergonominya. Sebagai contoh, tahapan perhitungan nilai PEI untuk simulasi penyuntikan aktual pada manekin persentil 5 dan 95 menurut persamaan 2.4 dapat dijelaskan sebagai berikut. Nilai PEI dari simulasi penyuntikkan gigi posterior atas kiri aktual untuk persentil 95 adalah PEI = 2228 N/3400N + 4/4 + 7/7 . 1,42 Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
76 3,075294118
Nilai PEI dari simulasi penyuntikan gigi posterior atas kiri aktual untuk persentil 5 adalah PEI = 1042 N/3400N + 2/4 + 7/7 . 1,42 2,226470588
Nilai PEI untuk tahapan lain akan dihitung dengan cara yang sama. Selanjutnya, nilai-nilai PEI tersebut akan dirata-ratakan untuk setiap giginya dan masing-masing persentil. Setelah itu, akan dibandingkan dengan nilai PEI untuk konfigurasi lainnya. Konfigurasi dengan nilai PEI terendah akan menjadi dasar pemikiran untuk membuat rekomendasi akan posisi dan postur kerja yang ergonomis bagi mahasiswa tingkat profesi yang sedang melakukan kerja praktik di klinik integrasi 1, 2, dan 3 RSGM-FKG UI dalam melakukan pencabutan gigi posterior atas kanan dan kiri.
3.3 Perancangan Konfigurasi Model Perancangan konfigurasi model diperlukan untuk menentukan posisi dan postur kerja seperti apa yang lebih ergonomis berdasarkan nilai Posture
Evaluation Index (PEI) dalam pencabutan gigi posterior atas kiri dan kanan. Perbandingan nilai PEI masing-masing konfigurasi akan dilakukan untuk mencari konfigurasI dengan nilai PEI terkecil. Perancangan konfigurasi ini dilakukan berdasarkan derajat kemiringan sandaran kursi pasien. Hal ini dikarenakan ketinggian area kerja dan posisi berdiri tenaga medis terhadap area kerjanya sudah dijelaskan di bab sebelumnya. Namun, hal yang krusial adalah visualisasi area kerja yang lebih baik, dimana kemiringan sudut pandangan menjadi penentu utamanya. Konfigurasi yang dirancang harus aplikatif sehingga ukuran dimensi kursi dental unit menjadi batasan dalam membuat konfigurasi.
Tabel 3.7 Konfigurasi Posisi yang Akan Dibuat Derajat Konfigurasi Kemiringan Persentil 1 ±30 5 2 ±15 1 ±60 95 2 ±30
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
77
3.4 Verifikasi dan Validasi Model Dalam penelitian, model perlu diverifikasi untuk memastikan model yang telah dibuat berhasil disimulasikan. Verifikasi model berorientasi pada proses yang berlangsung. Selain itu, validasi model juga harus dilakukan untuk memastikan hasil simulasi model bernilai tepat. Validasi model lebih berorientasi pada hasil. Verifikasi dilakukan pada model yang telah dibuat dalam virtual
environment menggunakan software Jack 6.1. Cara yang ditempuh yaitu dengan me-load virtual environment yang telah ada dan JackChannelset yang didapat dari Vicon Nexus 1.5.1. Setelah itu, animasi diputar sekaligus melakukan pengamatan terhadap analisis Jack TAT berupa nilai SSP, OWAS, dan RULA. Selama simulasi dijalankan, perubahan postur yang terjadi menyebabkan perubahan nilai pada LBA, OWAS, maupun RULA. Dengan demikian, model yang dibuat telah berhasil disimulasikan dan telah diverifikasi. Sementara itu, validasi model dilakukan dengan cara merekayasa model. Manekin diberi beban pada bahu yang melebihi nilai normal. Pada kondisi aktual, tidak ada beban angkut pada bahu. Sedangkan, pada saat validasi model, diberikan beban angkut dinaikkan seberat 5 kg (masing-masing 2,5 kg pada bahu kanan dan kiri) dan 10 kg (masing-masing 5 kg untuk bahu bagian kanan dan kiri). Nilai LBA yang diperoleh seharusnya meningkat seiring meningkatnya beban angkut yang diterima oleh bahu. Jika nilai LBA terbukti demikian, maka model sudah valid. Validasi model dilakukan terhadap keadaan aktual. Dalam keadaan normal (tanpa beban) nilai LBA untuk persentil 5 pada proses penyuntikan posterior atas kiri diperoleh sebesar 1042 N. Akan tetapi, ketika diberikan beban angkut seberat 5 kg dan dinaikkan menjadi 10 kg, nilai LBA yang diperoleh berturut-turut mengalami peningkatan menjadi 1244 N dan 1439 N. Dengan demikian, model ini telah valid.
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
BAB 4 ANALISIS 4
Analisis
Bab ini memaparkan tentang analisis dari data-data yang telah didapat dan diolah menjadi model postur pencabutan gigi atas posterior kiri dan kanan dalam
virtual environment pada bab sebelumnya. Selanjutnya, akan dibuat beberapa konfigurasi posisi yang ergonomis. Konfigurasi posisi dibuat berdasarkan derajat kemiringan sudut sandaran kursi pasien. Postur pencabutan gigi posterior atas kanan dan kiri aktual menjadi akan dibandingkan dengan konfigurasi-konfigurasi yang telah dibuat berdasarkan referensi.
4.1 Analisis Model Aktual Untuk mendapatkan postur pencabutan gigi yang lebih ergonomis, dibutuhkan analisis postur kerja aktual sebelumnya. Postur kerja aktual didapatkan dengan merekam secara langsung simulasi gerakan aktual mahasiswa FKG UI tingkat profesi dalam pencabutan gigi. Simulasi pencabutan gigi dilakukan pada gigi posterior atas kanan dan kiri dalam posisi berdiri. Setiap proses pencabutan gigi dibagi menjadi empat tahapan yaitu : penyuntikkan, pengebeinan, pencabutan, dan pengapasan. Analisa dilakukan pada tahapan yang memberikan risiko gangguan musculoskeletal paling memberatkan ditinjau dari nilai indeks evaluasi postur paling besar. Hal ini dikarenakan postur kerja setiap tahapan tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan tahapan lainnya dalam pencabutan.
Task Analysis Toolkits yang ada dalam software Jack 6.1 seperti SSP, LBA, OWAS, dan RULA digunakan dalam menganalisa sisi ergonomis postur kerja dan menghitung nilai indeks evaluasi postur. Nilai PEI model aktual akan dibandingkan dengan konfigurasi terbaik dari tahapan tersebut. Selanjutnya, konfigurasi yang sama akan diterapkan pada ketiga tahapan lain untuk kemudian dibandingkan nilai indeks evaluasi postur kerja keseluruhan proses pencabutan untuk tiap gigi dan persentilnya.
78
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
79
4.1.1 Analisis Pencabutan Gigi Posterior Atas Kanan Aktual Persentil 5 Wanita Dalam proses pencabutan gigi posterior atas kanan, tahapan penyuntikkan dinilai sebagai tahapan yang paling memberatkan seperti yang terlihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Rekapitulasi Tahapan Pencabutan Gigi Posterior Atas Kanan Aktual Persentil 5 Wanita
RULA OWAS LBA Nilai Indeks evaluasi postur
Pencabutan Gigi Posterior Atas Kanan Penyuntikan Pengebeinan Pencabutan Pengapasan 7 7 7 6 2 2 2 2 937 857 908 941 2.195588235 2.172058824 2.187058824 1.993907563
Pada Tahap awal analisis model penyuntikan aktual, dilakukan analisis
Static Strenth Prediction (SSP). Dalam analisis SSP, batas kapabilitas minimum ditetapkan sebesar 90%. Hal ini dilakukan untuk memastikan minimal 90% dari populasi persentil 5 wanita mampu melakukan gerakan yang disimulasikan oleh responden. Jika gerakan tersebut memenuhi syarat, analisis akan dilanjutkan dengan LBA, OWAS, dan RULA. Hasil analisis SSP dari gerakan penyuntikkan gigi posterior atas kanan seperti yang dapat dilihat pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa seluruh bagian tubuh atas dan bawah memiliki kapabilitas di atas 90%. Nilai persentase kapabilitas terendah yaitu 98% pada pinggul kanan. Dengan demikian, batas minimum kapabilitas telah terpenuhi dan model penyuntikkan gigi posterior atas kanan aktual dapat dianalisis lebih lanjut.
Tabel 4.2 Capability Summary Chart SSP Model Penyuntikkan Gigi Posterior Atas Kanan Aktual Persentil 5 Wanita
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
80
Setelah model dianalisis dengan SSP, analisis LBA. Dalam menganalisis
Low Back dari subjek, grafik LBA akan bergerak real time sehingga peneliti mencari titik kritis dimana titik tersebut menunjukkan angka LBA terbesar yang menimpa subjek. Hasil analisis LBA untuk model penyuntikkan gigi posterior atas kanan aktual ditunjukkan oleh Gambar 4.1 berikut ini.
Gambar 4.1 Hasil Analisis Task Analysis Toolkit Berdasarkan analisis LBA pada software Jack 6.1, nilai kompresi pada ruas-ruas tulang belakang bagian bawah persentil 5 wanita yang didapat sebesar 937 N. Nilai ini didapat dari postur tubuh subjek yang membungkuk ke depan dan membengkokkan batang tubuh ke kanan. Hal ini dilakukan oleh subjek demi mencapai visualisasi area kerja yang lebih baik karena subjek berdiri di sebelah kanan belakang pasien atau dari arah jarum jam 11. Nilai kompresi yang diterima ruas-ruas tulang belakang bagian bawah ini masih berada di bawah batas aman yang ditetapkan oleh NIOSH yaitu 3400 N. Analisis OWAS untuk postur penyuntikkan gigi posterior atas kanan pada persentil 5 wanita menghasilkan skor 2. Hal ini mengindikasikan bahwa postur kerja yang terbentuk memiliki beberapa efek yang berbahaya bagi sistem
musculoskeletal dan diperlukan perubahan pada perencanaan yang akan datang. Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
81
Secara rinci, nilai OWAS yang didapatkan adalah 4121. Berdasarkan Tabel 2.9, penjelasan nilai OWAS tersebut adalah sebagai berikut : 1. Nilai 4 menunjukkan postur punggung yang membungkuk dan berputar yang mengakibatkan adanya kompresi pada ruas-ruas tulang belakang bagian bawah 2. Nilai 1 pada digit kedua menunjukkan posisi kedua lengan berada di bawah bahu dan berada dalam kondisi yang ideal. 3. Nilai 2 menunjukkan posisi tungkai kaki yang berdiri tegak. 4. Nilai 1 pada digit ke empat menunjukkan kategori beban yang diterima tubuh, dan nilai ini mengindikasikan bahwa beban yang diterima tubuh kurang dari 10 kg. Berdasarkan analisis RULA, postur penyuntikkan gigi posterior atas kanan persentil 5 wanita mendapat grand score 7 (lihat Gambar 4.1). Grand score diperoleh dari perhitungan dua kelompok besar anggota tubuh. Kelompok A merupakan skor untuk postur lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, dan perputaran pergelangan tangan. Sedangkan, kelompok B merupakan skor untuk leher dan batang tubuh Dalam kelompok A, diperoleh nilai 2 untuk postur lengan atas, 3 untuk postur lengan bawah, 2 untuk postur pergelangan tangan, dan 1 untuk postur perputaran pergelangan tangan. Indikasi yang diperoleh yaitu postur lengan atas bergerak ke belakang melebihi 20 derajat. Hal ini dapat terjadi karena subjek berada terlalu dekat dengan pasien dan berdiri dengan keadaan memutar. Pada bagian lengan bawah mendapat nilai 3 berarti ada pergerakan menjauhi sumbu x melebihi 100 derajat. Pada bagian pergelangan tangan mendapat nilai 2 yang mengindikasikan adanya pergerakkan menjauhi sumbu x dalam interval 15 derajat. Untuk bagian perputaran pergelangan tangan mendapatkan nilai 1 menandakan bahwa pergelangan tangan berada dalam kondisi normal dan tidak mengalami perputaran. Sedangkan, untuk kelompok B, diperoleh nilai 2 untuk postur leher dan 4 untuk postur batang tubuh. Nilai 2 pada postur leher mengindikasikan bahwa leher menekuk ke depan dalam interval 10 sampai 20 derajat. Hal ini dilakukan karena area kerja berada dibawah kepala subjek dan subjek berada di belakang kanan Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
82
area kerja. Nilai 4 pada postur batang tubuh mengindikasikan subjek membungkuk melebihi 60 derajat. Perhitungan kedua kelompok dilakukan oleh
software Jack 6.1 dan menghasilkan grand score 7 yang berarti dibutuhkan investigasi dan diberikan perbaikan segera. Setelah didapatkan nilai LBA, OWAS, dan RULA dari postur aktual, dilakukan perhitungan indeks evaluasi postur kerja. Dengan menggunakan persamaan 2.4, perhitungan nilai PEI dilakukan dan menghasilkan nilai sebesar 2,195588 4.1.2 Analisis Pencabutan Gigi Posterior Atas Kiri Aktual Persentil 5 Wanita Dalam pencabutan gigi posterior atas kiri, tahapan penyuntikkan kembali menjadi kegiatan yang paling memberatkan. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. 3 berikut ini.
Tabel 4.3 Hasil Rekapitulasi Tahapan Pencabutan Gigi Posterior Atas Kiri Aktual Persentil 5 Wanita
RULA OWAS LBA Nilai Indeks evaluasi postur
Pencabutan Gigi Posterior Atas Kiri Penyuntikan Pengebeinan Pencabutan Pengapasan 7 7 7 4 2 2 2 2 1042 867 809 808 2.226470588 2.175 2.157941176 1.54907563
Tahap analisis yang dilakukan pada penyuntikkan gigi posterior atas kiri juga sama dengan yang kanan. Analisis Static Strenth Prediction (SSP) dilakukan terlebih dahulu untuk memastikan minimal 90% dari populasi persentil 5 wanita mampu melakukan gerakan yang disimulasikan oleh responden. Analisis akan dilanjutkan dengan LBA, OWAS, dan RULA. Hasil analisis SSP dari gerakan penyuntikkan gigi posterior atas kiri seperti yang dapat dilihat pada tabel 4. 4 menunjukkan bahwa seluruh bagian tubuh atas dan bawah memiliki kapabilitas di atas 90%. Nilai persentase kapabilitas terendah yaitu 98% pada pinggul kanan. Dengan demikian, batas minimum kapabilitas telah terpenuhi dan model penyuntikkan gigi posterior atas kiri aktual dapat dianalisis lebih lanjut.
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
83
Tabel 4.4 Capability Summary Chart SSP Model Penyuntikkan Gigi Posterior Atas Kiri Aktual Persentil 5 Wanita
Setelah model dianalisis dengan SSP, analisis LBA. Dalam menganalisis
Low Back dari subjek, grafik LBA akan bergerak real time sehingga peneliti mencari titik kritis dimana titik tersebut menunjukkan angka LBA terbesar yang menimpa subjek. Hasil analisis LBA untuk model penyuntikkan gigi posterior atas kiri aktual ditunjukkan oleh Gambar 4. 4 berikut ini.
Gambar 4.2 Hasil Analisis Task Analysis Toolkit Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
84
Berdasarkan analisis LBA pada software Jack 6.1, nilai kompresi pada ruas-ruas tulang belakang bagian bawah persentil 5 wanita yang didapat sebesar 1042 N. Nilai ini didapat dari postur tubuh subjek yang membungkuk ke depan dan membengkok ke kanan disertai dengan perputaran. Hal ini dilakukan oleh subjek karena subjek berdiri di arah jarum jam 11 dari objek sama halnya dengan pencabutan gigi posterior atas kanan. Nilai kompresi yang diterima ruas-ruas tulang belakang bagian bawah ini masih berada di bawah batas aman yang ditetapkan oleh NIOSH yaitu 3400 N. Analisis OWAS untuk postur penyuntikkan gigi posterior atas kiri pada persentil 5 wanita menghasilkan skor 2. Hal ini mengindikasikan bahwa postur kerja yang terbentuk memiliki beberapa efek yang berbahaya bagi sistem
musculoskeletal dan diperlukan perubahan pada perencanaan yang akan datang. Secara rinci, nilai OWAS yang didapatkan adalah 4121. Berdasarkan Tabel 2.9, penjelasan nilai OWAS tersebut adalah sebagai berikut : 1. Nilai 4 menunjukkan postur punggung yang membungkuk dan berputar yang mengakibatkan adanya kompresi pada ruas-ruas tulang belakang bagian bawah 2. Nilai 1 pada digit kedua menunjukkan posisi kedua lengan berada di bawah bahu dan berada dalam kondisi yang ideal. 3. Nilai 2 menunjukkan posisi tungkai kaki yang berdiri tegak. 4. Nilai 1 pada digit ke empat menunjukkan kategori beban yang diterima tubuh, dan nilai ini mengindikasikan bahwa beban yang diterima tubuh kurang dari 10 kg. Berdasarkan analisis RULA, postur penyuntikkan gigi posterior atas kiri persentil 5 wanita mendapat grand score 7 (lihat Gambar 4.2). Grand score diperoleh dari perhitunngan dua kelompok besar anggota tubuh. Kelompok A merupakan skor untuk postur lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, dan perputaran pergelangan tangan. Sedangkan, kelompok B merupakan skor untuk leher dan batang tubuh. Dalam kelompok A, diperoleh nilai 3 untuk postur lengan atas, 3 untuk postur lengan bawah, 3 untuk postur pergelangan tangan, dan 1 untuk postur perputaran pergelangan tangan. Indikasi yang diperoleh yaitu postur lengan atas Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
85
bergerak ke depan dalam range 20 derajat sampai 45 derajat. Hal ini dilakukan untuk menjangkau area kerja. Pada bagian lengan bawah mendapat nilai 3 berarti ada pergerakan menjauhi sumbu x melebihi 100 derajat. Pada bagian pergelangan tangan mendapat nilai 3 yang mengindikasikan adanya pergerakkan menjauhi sumbu x ke bawah melebihi 15 derajat. Untuk bagian perputaran pergelangan tangan mendapatkan nilai 1 menandakan bahwa pergelangan tangan berada dalam kondisi normal dan tidak mengalami perputaran. Sedangkan, untuk kelompok B, diperoleh nilai 1 untuk postur leher dan 4 untuk postur batang tubuh. Nilai 1 pada postur leher mengindikasikan bahwa leher menekuk ke depan dalam interval kurang dari 10 derajat. Nilai 4 pada postur batang tubuh mengindikasikan subjek membungkuk melebihi 60 derajat. Hal ini dilakukan karena subjek berdiri di belakang area kerja dan penekukan leher diminimalisasi sehingga batang tubuh harus bekerja ekstra membungkuk ke depan. Perhitungan kedua kelompok dilakukan oleh software Jack 6.1 dan menghasilkan grand score 7 yang berarti dibutuhkan investigasi dan diberikan perbaikan segera. Setelah didapatkan nilai LBA, OWAS, dan RULA dari postur aktual, dilakukan perhitungan indeks evaluasi postur kerja. Dengan menggunakan persamaan 2.4, perhitungan nilai PEI dilakukan dan menghasilkan nilai sebesar 2.2264706. 4.1.3 Analisis Penyabutan Gigi Posterior Atas Kanan Aktual Persentil 95 Pria
Pada responden persentil 95 pria, terjadi sedikit perbedaan. Tahapan paling memberatkan pada penyabutan gigi posterior atas kanan adalah penyabutan seperti yang terlihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Hasil Rekapitulasi Tahapan Penyabutan Gigi Posterior Atas Kanan Aktual Persentil 95 Pria
RULA OWAS LBA Nilai Indeks evaluasi postur
Pencabutan Gigi Posterior Atas Kanan Penyuntikan Pengebeinan Pencabutan Pengapasan 7 7 7 6 4 4 4 4 1949 1784 2587 2109 2.993235294 2.944705882 3.180882353 2.837436975
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
86
Tahap analisis yang dilakukan pada persentil 95 pria juga sama dengan persentil 5 wanita. Pada tahap awal analisis model penyabutan aktual, dilakukan analisis Static Strenth Prediction (SSP). Dalam analisis SSP, batas kapabilitas minimum ditetapkan sebesar 90% untuk memastikan minimal 90% dari populasi persentil 95 pria mampu melakukan gerakan yang disimulasikan oleh responden. Analisis akan dilanjutkan dengan LBA, OWAS, dan RULA. Hasil analisis SSP dari gerakan penyabutan gigi posterior atas kanan seperti yang dapat dilihat pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa seluruh bagian tubuh atas dan bawah memiliki kapabilitas di atas 90%. Nilai persentase kapabilitas terendah yaitu 98% pada lutut kiri. Dengan demikian, batas minimum kapabilitas telah terpenuhi dan model penyabutan gigi posterior atas kanan aktual dapat dianalisis lebih lanjut.
Tabel 4.6 Capability Summary Chart SSP Model Penyabutan Gigi Posterior Atas Kanan Aktual Persentil 95 Pria
Setelah model dianalisis dengan SSP, analisis LBA. Dalam menganalisis
Low Back dari subjek, grafik LBA akan bergerak real time sehingga peneliti mencari titik kritis dimana titik tersebut menunjukkan angka LBA terbesar yang menimpa subjek. Hasil analisis LBA untuk model penyabutan gigi posterior atas kanan aktual ditunjukkan oleh Gambar 4.3 berikut ini.
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
87
Gambar 4.3 Hasil Analisis Task Analysis Toolkit Berdasarkan analisis LBA pada software Jack 6.1, nilai kompresi pada ruas-ruas tulang belakang bagian bawah persentil 95 pria yang didapat sebesar 2587 N. Nilai ini didapat dari postur tubuh subjek yang membungkuk ke depan dan memutar karena posisi area kerja berada terlalu ke bawah. Nilai kompresi yang diterima ruas-ruas tulang belakang bagian bawah ini masih berada di bawah batas aman yang ditetapkan oleh NIOSH yaitu 3400 N. Analisis OWAS untuk postur penyabutan gigi posterior atas kanan pada persentil 95 pria menghasilkan skor 4. Hal ini mengindikasikan bahwa postur kerja yang terbentuk memiliki bahaya ekstrim pada sistem musculoskeletal dan diperlukan solusi untuk mengubah postur kerja dengan segera. Secara rinci, nilai OWAS yang didapatkan adalah 4141. Berdasarkan Tabel 2.9, penjelasan nilai OWAS tersebut adalah sebagai berikut : 1. Nilai 4 menunjukkan postur punggung yang membungkuk dan berputar yang mengakibatkan adanya kompresi pada ruas-ruas tulang belakang bagian bawah 2. Nilai 1 pada digit kedua menunjukkan posisi kedua lengan berada di bawah bahu dan berada dalam kondisi yang ideal. 3. Nilai 4 menunjukkan postur berdiri dengan kedua kaki dibengkokkan. Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
88
4. Nilai 1 pada digit ke empat menunjukkan kategori beban yang diterima tubuh, dan nilai ini mengindikasikan bahwa beban yang diterima tubuh kurang dari 10 kg. Berdasarkan analisis RULA, postur penyabutan gigi posterior atas kanan persentil 95 pria mendapat grand score 7 (lihat Gambar 4.3). Grand score diperoleh dari perhitungan dua kelompok besar anggota tubuh. Kelompok A merupakan skor untuk postur lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, dan perputaran pergelangan tangan. Sedangkan, kelompok B merupakan skor untuk leher dan batang tubuh. Dalam kelompok A, diperoleh nilai 4 untuk postur lengan atas, 2 untuk postur lengan bawah, 3 untuk postur pergelangan tangan, dan 2 untuk postur perputaran pergelangan tangan. Indikasi yang diperoleh yaitu postur lengan atas bergerak ke depan dalam range 45 sampai 90 derajat. Hal ini dilakukan karena subjek beridiri jauh dari area kerja sehingga lengan atas harus digerakkan ke depan melebihi 45 derajat. Pada bagian lengan bawah mendapat nilai 2 berarti ada pergerakan menjauhi sumbu x dalam range kurang dari 60 derajat. Pada bagian pergelangan tangan mendapat nilai 3 yang mengindikasikan adanya pergerakkan menjauhi sumbu x ke bawah lebih dari 15 derajat. Untuk bagian perputaran pergelangan tangan mendapatkan nilai 2 menandakan bahwa pergelangan tangan mengalami perputaran. Sedangkan, untuk kelompok B, diperoleh nilai 2 untuk postur leher dan 4 untuk postur batang tubuh. Nilai 2 pada postur leher mengindikasikan bahwa leher menekuk ke depan dalam interval 10 sampai 20 derajat. Hal ini dilakukan karena area kerja berada terlalu rendah sehingga kepala harus sedikit ditekuk ke bawah. Nilai 4 pada postur batang tubuh mengindikasikan subjek membungkuk melebihi 60 derajat. Perhitungan kedua kelompok dilakukan oleh software Jack 6.1 dan menghasilkan grand score 7 yang berarti dibutuhkan investigasi dan diberikan perbaikan segera. Setelah didapatkan nilai LBA, OWAS, dan RULA dari postur aktual, dilakukan perhitungan indeks evaluasi postur kerja. Dengan menggunakan persamaan 2.4, perhitungan nilai PEI dilakukan dan menghasilkan nilai sebesar 3,1808824. Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
89
4.1.4 Analisis Penyabutan Gigi Posterior Atas Kiri Aktual Persentil 95 Pria Dalam penyabutan gigi posterior atas kiri yang dilakukan oleh persentil 95 pria, tahapan yang paling membebani adalah tahapan penyuntikkan seperti yang dapat dilihat pada tabel 4.7. Hal ini berbeda dengan penyabutan gigi kanan, namun sama dengan peyabutan gigi yang disimulasikan oleh persentil 5 wanita.
Tabel 4.7 Hasil Rekapitulasi Tahapan Penyabutan Gigi Posterior Atas Kiri Aktual Persentil 95 Pria
RULA OWAS LBA Nilai Indeks evaluasi postur
Pencabutan Gigi Posterior Atas Kiri Penyuntikan Pengebeinan Pencabutan Pengapasan 7 5 7 6 4 4 4 4 2228 1572 2199 1563 3.075294118 2.476638655 3.066764706 2.676848739
Dalam analisis model aktual terakhir ini, analisis Static Strenth Prediction (SSP) tetap dilakukan. untuk memastikan minimal 90% dari populasi persentil 95 pria mampu melakukan gerakan yang disimulasikan oleh responden. Analisis dilanjutkan dengan LBA, OWAS, dan RULA. Hasil analisis SSP dari gerakan penyuntikkan gigi posterior atas kiri seperti yang dapat dilihat pada tabel 4.8 menunjukkan bahwa seluruh bagian tubuh atas dan bawah memiliki kapabilitas di atas 90%. Nilai persentase kapabilitas terendah yaitu 96% pada lutut kiri. Dengan demikian, batas minimum kapabilitas telah terpenuhi dan model penyuntikkan gigi posterior atas kiri aktual dapat dianalisis lebih lanjut.
Tabel 4.8 Capability Summary Chart SSP Model Penyuntikkan Gigi Posterior Atas Kiri Aktual Persentil 95 Pria
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
90
Selanjutnya, dilakukan analisis LBA. Dalam menganalisis Low Back dari subjek, grafik LBA akan bergerak real time sehingga peneliti mencari titik kritis dimana titik tersebut menunjukkan angka LBA terbesar yang menimpa subjek. Hasil analisis LBA untuk model penyuntikkan gigi posterior atas kiri aktual ditunjukkan oleh Gambar 4.4 berikut ini.
Gambar 4.4 Hasil Analisis Task Analysis Toolkit Berdasarkan analisis LBA pada software Jack 6.1, nilai kompresi pada ruas-ruas tulang belakang bagian bawah persentil 95 pria yang didapat sebesar 2228 N. Nilai ini didapat dari postur tubuh subjek yang membungkuk ke depan dan membengkok ke kanan. Hal ini dilakukan oleh subjek demi mencapai visualisasi area kerja yang lebih baik. Nilai kompresi yang diterima ruas-ruas tulang belakang bagian bawah ini masih berada di bawah batas aman yang ditetapkan oleh NIOSH yaitu 3400 N. Analisis OWAS untuk postur penyuntikkan gigi posterior atas kiri pada persentil 95 pria menghasilkan skor 4. Hal ini mengindikasikan bahwa postur kerja yang terbentuk memiliki bahaya ekstrim pada sistem musculoskeletal dan diperlukan solusi untuk mengubah postur kerja dengan segera. Secara rinci, nilai
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
91
OWAS yang didapatkan adalah 4141. Berdasarkan Tabel 2.9, penjelasan nilai OWAS tersebut adalah sebagai berikut : 1. Nilai 4 menunjukkan postur punggung yang membungkuk dan berputar yang mengakibatkan adanya kompresi pada ruas-ruas tulang belakang bagian bawah 2. Nilai 1 pada digit kedua menunjukkan posisi kedua lengan berada di bawah bahu dan berada dalam kondisi yang ideal. 3. Nilai 4 menunjukkan postur berdiri dengan kedua kaki dibengkokkan. 4. Nilai 1 pada digit ke empat menunjukkan kategori beban yang diterima tubuh, dan nilai ini mengindikasikan bahwa beban yang diterima tubuh kurang dari 10 kg. Berdasarkan analisis RULA, postur penyuntikkan gigi posterior atas kiri persentil 95 pria mendapat grand score 7 (lihat Gambar 4.4). Grand score diperoleh dari perhitungan dua kelompok besar anggota tubuh. Kelompok A merupakan skor untuk postur lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, dan perputaran pergelangan tangan. Sedangkan, kelompok B merupakan skor untuk leher dan batang tubuh. Dalam kelompok A, diperoleh nilai 2 untuk postur lengan atas, 3 untuk postur lengan bawah, 3 untuk postur pergelangan tangan, dan 1 untuk postur perputaran pergelangan tangan. Indikasi yang diperoleh yaitu postur lengan atas bergerak ke belakang melebihi 20 derajat. Hal ini dilakukan karena area kerja terlalu dekat dengan badan subjek. Pada bagian lengan bawah mendapat nilai 3 berarti ada pergerakan menjauhi sumbu x melebihi 100 derajat. Pada bagian pergelangan tangan mendapat nilai 3 yang mengindikasikan adanya pergerakkan menjauhi sumbu x ke bawah melebihi 15 derajat. Untuk bagian perputaran pergelangan tangan mendapatkan nilai 1 menandakan bahwa pergelangan tangan berada dalam kondisi normal dan tidak mengalami perputaran. Sedangkan, untuk kelompok B, diperoleh nilai 2 untuk postur leher dan 4 untuk postur batang tubuh. Nilai 2 pada postur leher mengindikasikan bahwa leher menekuk ke depan dalam interval 10 sampai 20 derajat. Hal ini dilakukan karena area kerja terlalu rendah kepala subjek dan dekat sehingga kepala harus ditekuk ke bawah. Nilai 4 pada postur batang tubuh mengindikasikan subjek membungkuk Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
92
melebihi 60 derajat. Perhitungan kedua kelompok dilakukan oleh software Jack 6.1 dan menghasilkan grand score 7 yang berarti dibutuhkan investigasi dan diberikan perbaikan segera. Setelah didapatkan nilai LBA, OWAS, dan RULA dari postur aktual, dilakukan perhitungan indeks evaluasi postur kerja. Dengan menggunakan persamaan 2.4, perhitungan nilai PEI dilakukan dan menghasilkan nilai sebesar 3,0752941.
4.2 Analisis Konfigurasi Usulan Ketika analisis model aktual telah dilakukan, langkah selanjutnya adalah menganalisis konfigurasi usulan. Terdapat delapan konfigurasi usulan untuk setiap penyabutan gigi dan persentilnya. Konfigurasi yang akan dianalisis hanya konfigurasi pada tahapan yang paling memberatkan dalam penyabutan gigi posterior atas baik kanan maupun kiri. Hal ini dikarenakan dengan mengurangi tingkat risiko gangguan muskuloskeletal pada tahapan terberat, tentunya risiko gangguan muskuloskeletal yang lebih ringan pada tahapan lain dapat dikurangi dengan menerapkan konfigurasi yang sama. Konfigurasi usulan tersebut dibuat berdasarkan derajat kemiringan sandaran kursi pasien. Untuk persentil 5 wanita, derajat kemiringannya dibagi menjadi dua kelas yaitu : +30 derajat dan +15 derajat. Kelas terakhir ditentukan dengan menaikkan tempat duduk pada posisi tertinggi yaitu 66.8 cm dari lantai. Batas minimal yakni 14 derajat, dikarenakan ketinggian lutut dari sumbu-x 14 derajat. Posisi kepala tidak boleh lebih rendah daripada lutut demi menjaga peredaran darah yang lebih baik. Selain itu, konfigurasi dengan 60 derajat tidak diterapkan pada persentil 5 karena posisi kepala terlalu tinggi walaupun kursi sudah diturunkan ke titik minimal. Sedangkan, untuk konfigurasi persentil 95 pria, derajat kemiringan 15 derajat tidak dapat diterapkan karena posisi kepala akan berada di bawah siku, walaupun kursi sudah dinaikkan di titik tertinggi. Oleh karena itu, tingkat derajat kemiringan sandaran kursi pasien hanya akan dibagi 2 tingkatan yaitu : +60 derajat dan +30 derajat.
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
93
4.2.1 Analisis Konfigurasi Usulan Pencabutan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 5 Wanita Dalam penyabutan gigi posterior atas kanan persentil 5 wanita, dilakukan delapan konfigurasi. Konfigurasi dibuat dalam virtual environment menggunakan model manusia dengan data antropometri Indonesia persentil 5 wanita. Virtual
human
tersebut
dibentuk
sedemikian
rupa
sehingga
dapat
melakukan
penyuntikkan pada gigi posterior atas kanan dengan mengutamakan visualisasi area kerja dan memenuhi persentase kapabilitas minimum SSP. Kemudian postur kerja dianalisis menggunakan fitur-fitur Task Analysis Toolkit (TAT) yang tersedia pada software Jack 6.1 seperti OWAS, RULA, dan LBA.
Tabel 4.9 Hasil Rekapitulasi Perbandingan Skor Konfigurasi Posisi Penyuntikkan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 5 Wanita Derajat Konfigurasi Kemiringan RULA OWAS LBA ±30 derajat 3 1 362 1 ±15 derajat 3 1 350 2
PEI 0,965042017 0,961512605
Berdasarkan hasil analisis OWAS, seluruh konfigurasi memiliki nilai 1 dan 2 memiliki kode OWAS 1121. Berikut penjelasan secara rinci mengenai kode tersebut. 1. Nilai 1 pada digit pertama menunjukkan postur punggung lurus tegak. 2. Nilai 1 pada digit kedua menunjukkan kedua lengan berada di bawah bahu. 3. Nilai 2 pada digit ketiga menunjukkan postur tungkai kaki berdiri tegak. 4. Nilai 1 pada digit terakhir menunjukkan kategori beban yang diterima tubuh, nilai ini mengindikasikan bahwa beban diterima tubuh kurang 10 kg. Nilai OWAS yang didapat mengindikasikan bahwa seluruh konfigurasi tidak memiliki efek berbahaya bagi sistem muskuloskeletal dan tidak diperlukan tindakan khusus untuk mengubah postur kerja. Dengan demikian, seluruh konfigurasi dapat diterima. Berdasarkan hasil analisis RULA, konfigurasi 1 dan 2 memiliki nilai yang sama. Kedua konfigurasi tersebut bernilai 3 seperti yang terlihat pada Tabel 4.10.
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
94
Tabel 4.10 Hasil Perbandingan Skor RULA Konfigurasi Posisi Penyuntikkan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 5 Wanita Skor Upper arm Lower arm Grup A Wrist Wrist twist Total Neck Trunk Grup B Total Skor Total
Konfigurasi 1 2 1 1 1 2 3 1 2 2 4 3 1 1 1 1 2 2 3 3
Konfigurasi 2 memiliki perbedaan dengan kedua konfigurasi 1, dimana konfigurasi ini memiliki nilai lengan bawah yang lebih besar, namun pergelangan tangannya lebih kecil. Hal ini dikarenakan pada konfigurasi 2 lengan bawah abduksi mendekati sumbu vertical tubuh sehingga pergelangan tangan tidak perlu menekuk untuk mencapai area kerja. Sehingga, nilai total grup A konfigurasi 2 bernilai lebih kecil yaitu 3. Dengan demikian, konfigurasi 2 menjadi konfigurasi usulan yang lebih baik dibandingkan konfigurasi 1. Berdasarkan hasil analisis LBA, nilai kompresi pada ruas-ruas tulang belakang bagian bawah yang didapat dari konfigurasi 2 lebih kecil daripada kedua konfigurasi 1. Nilai LBA konfigurasi 1 sebesar 362 N, sedangkan konfigurasi 2 sebesar 350 N. Nilai kompresi yang diterima ruas-ruas tulang belakang bagian bawah ini masih berada di bawah batas aman yang ditetapkan oleh NIOSH yaitu 3400 N. Nilai PEI yang terkecil dimiliki oleh konfigurasi 2 karena adanya sedikit perbedaan nilai LBA dari kedua konfigurasi tersebut sehingga konfigurasi terbaik adalah konfigurasi 2 dengan nilai PEI sebesar 0,96151 N. Setelah didapatkan konfigurasi terbaiknya adalah konfigurasi 2, langkah terakhir adalah menerapkan konfigurasi tersebut pada tahapan lain dalam pencabutan gigi posterior atas kanan dan dibandingkan nilai LBA, OWAS, RULA, dan PEI-nya. Gambaran perbandingan dapat dilihat pada tabel 4.11 berikut ini.
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
95
Tabel 4.11 Perbandingan Model Aktual dan Konfigurasi 2 pada Pencabutan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 5 Wanita Pencabutan Gigi Posterior Atas Kanan Konfigurasi 2 Penyuntikan Pengebeinan Pencabutan Pengapasan Penyuntikan Pengebeinan Pencabutan Pengapasan RULA 7 7 7 6 3 3 3 3 OWAS 2 2 2 2 1 1 1 1 LBA 937 857 908 941 350 340 328 341 Nilai PEI 2,195588235 2,172058824 2,187058824 1,993907563 0,961512605 0,958571429 0,955042017 0,958865546 Nilai rata-rata PEI 2,137153361 0,958497899
Tabel 4.12 Signifikansi Model Konfigurasi 2 pada Pencabutan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 5 Wanita
RULA OWAS LBA Nilai PEI Nilai rata-rata PEI
Penyuntikan 4 1 587 1,23407563
Selisih Pengebeinan Pencabutan 4 4 1 1 517 580 1,213487395 1,232016807 1,178655462
Pengapasan 3 1 600 1,035042017
4.2.2 Analisis Konfigurasi Usulan Pencabutan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 5 Wanita Dalam penyabutan gigi posterior atas kiri persentil 5 wanita, dilakukan konfigurasi sebanyak delapan jenis. Pembuatan konfigurasi tidak berbeda dengan konfigurasi gigi kanan hingga subjek dapat melakukan penyuntikkan pada gigi posterior atas kiri dengan mengutamakan visualisasi area kerja dan memenuhi persentase kapabilitas minimum SSP. Kemudian postur kerja dianalisis menggunakan fitur-fitur Task Analysis Toolkit (TAT) yang tersedia pada software Jack 6.1 seperti OWAS, RULA, dan LBA. Tabel 4.13 Hasil Rekapitulasi Perbandingan Skor Konfigurasi Posisi Penyuntikkan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 5 Wanita Derajat Konfigurasi Kemiringan RULA OWAS LBA ±30 derajat 4 1 397 1 ±15 derajat 4 1 379 2
PEI 1,178193277 1,17289916
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
96
Berdasarkan hasil analisis RULA, kedua konfigurasi memiliki nilai yang sama yaitu 4 seperti yang terlihat pada Tabel 4.14.
Tabel 4.14 Hasil Perbandingan Skor RULA Konfigurasi Posisi Penyabutan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 5 Wanita Skor Upper arm Lower arm Grup A Wrist Wrist twist Total Neck Trunk Grup B Total Skor Total
Konfigurasi 1 2 3 3 3 2 3 2 1 2 5 5 1 2 1 1 2 3 4 4
Berdasarkan kedua konfigurasi di atas, total nilai grup A sama-sama memiliki nilai 5. Akan tetapi, terdapat perbedaan pada lengan bawah, pergelangan tangan, dan perputaran pergelangan tangan. Nilai pergelangan tangan konfigurasi 2 lebih rendah karena tidak adanya penekukan lateral seperti yang ada pada konfigurasi 1. Gigi posterior yang menghadap ke depan membuat subjek lebih leluasa untuk melakukan tindakan pada target gigi sehingga tanpa penekukan lateral, tindakan dapat dilakukan. Nilai lengan bawah konfigurasi 1 lebih besar karena adanya pengangkatan tangan lebih tinggi, dimana suntuk masuk melalui depan dan diarahkan ke atas menuju gigi posterior atas kiri yang menghadap lebih ke bawah. Selain itu, pergelangan tangan pada konfigurasi 1 mengalami sedikit perputaran. Dengan demikian konfigurasi 1 dan 2 adalah konfigurasi terbaik sementara. Berdasarkan hasil analisis OWAS, konfigurasi 1 dan 2 juga memiliki nilai yang sama yaitu 1. Keduanya memiliki kode OWAS 1121. Berikut penjelasan secara rinci mengenai kode tersebut. 1. Nilai 1 pada digit pertama menunjukkan postur punggung lurus tegak. 2. Nilai 1 pada digit kedua menunjukkan kedua lengan berada di bawah bahu. 3. Nilai 2 pada digit ketiga menunjukkan postur tungkai kaki berdiri tegak.
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
97
4. Nilai 1 pada digit terakhir menunjukkan kategori beban yang diterima tubuh, nilai ini mengindikasikan bahwa beban diterima tubuh kurang 10 kg. Nilai OWAS yang didapat mengindikasikan bahwa kedua konfigurasi tidak memiliki efek berbahaya bagi sistem muskuloskeletal dan tidak diperlukan tindakan khusus untuk mengubah postur kerja. Dengan demikian, konfigurasi 1 dan 2 masih menjadi konfigurasi yang baik. Berdasarkan hasil analisis LBA, nilai kompresi terkecil pada ruas-ruas tulang belakang bagian bawah yang didapat dari konfigurasi 2. Bila dibandingkan dengan konfigurasi 1, Nilai LBA konfigurasi 2 sebesar 379 N, sedangkan nilai LBA konfigurasi 1 sebesar 397 N. Nilai LBA konfigurasi 1 lebih besar karena visualisasi yang timbul dari posisi berdiri subjek yang agak membungkuk demi mendapat pandangan yang lebih baik pada gigi posterior yang masih menghadap agak ke bawah. Selain itu, tangan subjek juga harus digerakkan lebih maju ke depan untuk menjangkau gigi posterior atas kiri. Nilai kompresi yang diterima ruas-ruas tulang belakang bagian bawah ini masih berada di bawah batas aman yang ditetapkan oleh NIOSH yaitu 3400 N. Sehingga konfigurasi terbaik adalah konfigurasi 2 dengan nilai PEI sebesar 1,1729 N. Setelah didapatkan konfigurasi terbaiknya adalah konfigurasi 2, langkah terakhir adalah menerapkan konfigurasi tersebut pada tahapan lain dalam pencabutan gigi posterior atas kiri dan dibandingkan nilai LBA, OWAS, RULA, dan PEI-nya. Gambaran perbandingan dapat dilihat pada tabel 4.15 berikut ini. Tabel 4.15 Perbandingan Model Aktual dan Konfigurasi 2 pada Pencabutan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 5 Wanita
Pencabutan Gigi Posterior Atas Kiri Konfigurasi 2 Penyuntikan Pengebeinan Pencabutan Pengapasan Penyuntikan Pengebeinan Pencabutan Pengapasan RULA 7 7 7 4 4 4 4 4 OWAS 2 2 2 2 1 1 1 1 LBA 1042 867 809 808 379 376 378 370 Nilai PEI 2,226470588 2,175 2,157941176 1,54907563 1,17289916 1,172016807 1,172605042 1,170252101 Nilai rata-rata PEI 2,027121849 1,171943277
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
98
Tabel 4.16 Signifikansi Model Konfigurasi 2 pada Pencabutan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 5 Wanita
RULA OWAS LBA Nilai PEI Nilai rata-rata PEI
Penyuntikan 3 1 663 1,053571429
Selisih Pengebeinan Pencabutan 3 3 1 1 491 431 1,002983193 0,985336134 0,855178571
Pengapasan 0 1 438 0,378823529
4.2.3 Analisis Konfigurasi Usulan Pencabutan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 95 Pria Dalam penyabutan gigi posterior atas kanan persentil 5 wanita, dilakukan delapan konfigurasi. Konfigurasi yang dibuat menggunakan data antropometri orang Indonesia persentil 95 pria. Konfigurasi dibentuk sedemikian rupa sehingga model virtual human dapat melakukan penyuntikkan pada gigi posterior atas kanan dengan mengutamakan visualisasi area kerja dan memenuhi persentase kapabilitas minimum SSP. Kemudian postur kerja dianalisis menggunakan fiturfitur Task Analysis Toolkit (TAT) yang tersedia pada software Jack 6.1 seperti OWAS, RULA, dan LBA. Tabel 4.17 Hasil Rekapitulasi Perbandingan Skor Konfigurasi Posisi Penyabutan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 95 Pria Derajat Konfigurasi Kemiringan RULA OWAS LBA ±60 derajat 3 1 718 1 ±30 derajat 3 1 693 2
PEI 1,069747899 1,062394958
Berdasarkan hasil analisis OWAS, seluruh konfigurasi memiliki nilai 1 dan memiliki kode OWAS 1121. Berikut penjelasan secara rinci mengenai kode tersebut. 1. Nilai 1 pada digit pertama menunjukkan postur punggung lurus tegak. 2. Nilai 1 pada digit kedua menunjukkan kedua lengan berada di bawah bahu. 3. Nilai 2 pada digit ketiga menunjukkan postur tungkai kaki berdiri tegak. 4. Nilai 1 pada digit terakhir menunjukkan kategori beban yang diterima tubuh, nilai ini mengindikasikan bahwa beban diterima tubuh kurang 10 kg. Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
99
Nilai OWAS yang didapat mengindikasikan bahwa seluruh konfigurasi tidak memiliki efek berbahaya bagi sistem muskuloskeletal dan tidak diperlukan tindakan khusus untuk mengubah postur kerja. Dengan demikian, kedua konfigurasi dapat diterima. Berdasarkan hasil analisis RULA, konfigurasi 1 dan 2 merupakan konfigurasi yang baik karena memiliki nilai yang sama. Kedua konfigurasi tersebut bernilai 3 seperti yang terlihat pada Tabel 4.18.
Tabel 4.18 Hasil Perbandingan Skor RULA Konfigurasi Posisi Penyabutan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 95 Pria
Skor Upper arm Lower arm Grup A Wrist Wrist twist Total Neck Trunk Grup B Total Skor Total
Konfigurasi 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 4 4 2 1 1 1 3 2 3 3
Konfigurasi 1 dan 2 memiliki perbedaan nilai pada pergelangan tangan dimana konfigurasi 1 memiliki nilai pergelangan tangan yang lebih besar dibandingkan konfigurasi 2. Hal ini dikarenakan gigi posterior yang menghadap ke bawah sehingga diperlukan penekukkan pada pergelangan tangan untuk menjangkau target kerja. Konfigurasi 1 memiliki nilai RULA paling besar dikarenakan nilai total grup B-nya paling besar, dimana nilai lehernya sebesar 3. Pada konfigurasi 1, leher ditekuk lebih ekstra untuk dapat melihat gigi posterior atas kanan yang menghadap ke bawah agar lebih jelas. Dengan demikian, konfigurasi 2
menjadi konfigurasi usulan yang lebih baik dibandingkan
konfigurasi 1. Berdasarkan hasil analisis LBA, nilai kompresi pada ruas-ruas tulang belakang bagian bawah yang didapat dari konfigurasi 2 lebih kecil daripada konfigurasi 1. Nilai LBA konfigurasi 2 sebesar 693 N, sedangkan nilai LBA konfigurasi 1 sebesar 718 N. Nilai LBA konfigurasi 1 lebih besar karena leher Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
100
subjek membungkuk ke depan dan pergelangan tangan subjek juga harus ditekuk ke atas untuk menjangkau gigi yang agak ke bawah. Dengan demikian kompresi pada tulang punggung bagian bawah akan semakin besar. Hal ini dilakukan oleh subjek demi menjangkau area kerja yang lebih baik. Selain itu, dengan ukuran tubuh yang lebih besar dan berat dibandingkan persentil 5 wanita membuat kompresi yang diterima ruas-ruas tulang belakang bagian bawah semakin besar. Nilai kompresi yang diterima ruas-ruas tulang belakang bagian bawah ini masih berada di bawah batas aman yang ditetapkan oleh NIOSH yaitu 3400 N. Sehingga konfigurasi terbaik adalah konfigurasi 2 dengan nilai PEI sebesar 1,0624 N. Setelah didapatkan konfigurasi terbaiknya adalah konfigurasi 2, langkah terakhir adalah menerapkan konfigurasi tersebut pada tahapan lain dalam pencabutan gigi posterior atas kanan dan dibandingkan nilai LBA, OWAS, RULA, dan PEI-nya. Gambaran perbandingan dapat dilihat pada tabel 4.19 berikut ini. Tabel 4.19 Perbandingan Model Aktual dan Konfigurasi 2 pada Pencabutan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 95 Pria Pencabutan Gigi Posterior Atas Kanan Konfigurasi 2 Penyuntikan Pengebeinan Pencabutan Pengapasan Penyuntikan Pengebeinan Pencabutan Pengapasan RULA 7 7 7 6 3 3 3 3 OWAS 4 4 4 4 1 1 1 1 LBA 1949 1784 2587 2109 641 662 693 662 Nilai PEI 2,993235294 2,944705882 3,180882353 2,837436975 1,04710084 1,053277311 1,062394958 1,053277311 Nilai rata-rata PEI 2,989065126 1,054012605
Tabel 4.20 Signifikansi Model Konfigurasi 2 pada Pencabutan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 95 Pria
RULA OWAS LBA Nilai PEI Nilai rata-rata PEI
Penyuntikan 4 3 1308 1,946134454
Selisih Pengebeinan Pencabutan 4 4 3 3 1122 1894 1,891428571 2,118487395 1,935052521
Pengapasan 3 3 1447 1,784159664
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
101
4.2.4 Analisis Konfigurasi Usulan Pencabutan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 95 Pria Konfigurasi yang sama dilakukan pada penyabutan gigi posterior atas kiri persentil 95 pria. Pembuatan konfigurasi tidak berbeda dengan konfigurasi gigi kanan yaitu dengan mengutamakan visualisasi area kerja dan memenuhi persentase kapabilitas minimum SSP. Kemudian postur kerja dianalisis menggunakan fitur-fitur Task Analysis Toolkit (TAT) yang tersedia pada software Jack 6.1 seperti OWAS, RULA, dan LBA. Tabel 4.21 Hasil Rekapitulasi Perbandingan Skor Konfigurasi Posisi Penyuntikkan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 95 Pria Derajat Konfigurasi Kemiringan RULA OWAS LBA 5 2 1502 1 ±60 derajat 3 1 663 2 ±30 derajat
PEI 1,95605042 1,053571429
Berdasarkan hasil analisis OWAS, konfigurasi 2 lebih baik dibandingkan konfigurasi 1. Hal ini dikarenakan konfigurasi 1 memiliki nilai lebih kecil yaitu 1. Konfigurasi 2 memiliki kode OWAS 1121. Berikut penjelasan secara rinci mengenai kode tersebut. 1. Nilai 1 pada digit pertama menunjukkan postur punggung lurus tegak. 2. Nilai 1 pada digit kedua menunjukkan kedua lengan berada di bawah bahu. 3. Nilai 2 pada digit ketiga menunjukkan postur tungkai kaki berdiri tegak. 4. Nilai 1 pada digit terakhir menunjukkan kategori beban yang diterima tubuh, nilai ini mengindikasikan bahwa beban diterima tubuh kurang 10 kg. Sedangkan, konfigurasi 1 memiliki kode OWAS yaitu 2131. Berikut penjelasan secara rinci mengenai kode OWAS. 1. Nilai 2 pada digit pertama menunjukkan postur punggung membungkuk. 2. Nilai 1 pada digit kedua menunjukkan salah satu lengan di bawah bahu. 3. Nilai 3 pada digit ketiga menunjukkan postur salah satu tungkai kaki berdiri tegak. 4. Nilai 1 pada digit terakhir menunjukkan kategori beban yang diterima tubuh, nilai ini mengindikasikan bahwa beban diterima tubuh kurang 10 kg.
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
102
Nilai OWAS yang didapat mengindikasikan bahwa konfigurasi 2 tidak memiliki efek berbahaya bagi sistem muskuloskeletal dan tidak diperlukan tindakan khusus untuk mengubah postur kerja. Sedangkan konfigurasi 1 dinilai dapat memberikan beberapa efek berbahaya bagi sistem musculoskeletal dan perubahan dapat dilakukan dengan perencanaan. Dengan demikian, konfigurasi yang baik adalah konfigurasi 2. Berdasarkan hasil analisis RULA, konfigurasi 2 merupakan konfigurasi terbaik karena memiliki nilai yang terkecil seperti yang terlihat pada Tabel 4.22. Tabel 4.22 Hasil Perbandingan Skor RULA Konfigurasi Posisi Penyuntikkan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 95 Pria
Skor Upper arm Lower arm Grup A Wrist Wrist twist Total Neck Trunk Grup B Total Skor Total
Konfigurasi 1 2 3 1 2 3 3 2 1 2 5 4 3 1 2 1 4 2 5 3
Dibandingkan konfigurasi 1, konfigurasi 2 memiliki nilai total grup A yang lebih kecil karena nilai lengan atas dan pergelangan tangan konfigurasi 1 lebih besar sehingga konfigurasi 1 bukan konfigurasi yang baik. Konfigurasi 1 memiliki nilai lengan atas yang lebih besar karena lengan atas diposisikan lebih jauh ke depan dan membuka lebih lebar. Hal ini dilakukan agar ujung tangan kanan subjek dapat berada di depan gigi posterior mengingat gigi tersebut mengahadap agak ke bawah. Selain itu, nilai pergelangan tangan juga lebih besar karena adanya penekukkan ke samping pada pergelangan tangan. Konfigurasi 2 memiliki nilai lengan bawah lebih besar karena lengan bawah diangkat sedikit lebih tinggi dengan pergelangan tangan yang lurus demi melewati rahang bawah. Selain itu, konfigurasi 2 memiliki nilai perputaran pergelangan tangan yang lebih
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
103
besar dikarenakan adanya perputaran pergelangan tangan dimana tangan masu dari sisi agak menyamping area kerja. Nilai total grup B konfigurasi 1 juga lebih besar karena leher dan batang tubuh yang membungkuk serta menekuk ke samping agar dapat melihat gigi posterior menghadap ke bawah dan hanya bisa dilihat jelas dari depan. Sehingga, nilai total grup B konfigurasi 1 jauh lebih besar dari konfigurasi 2 yaitu 4. Total nilai keseluruhan RULA tersebut menyatakan bahwa konfigurasi 2 adalah konfigurasi terbaik sementara. Berdasarkan hasil analisis LBA, nilai kompresi terkecil pada ruas-ruas tulang belakang bagian bawah yang didapat dari konfigurasi 2. Bila dibandingkan dengan konfigurasi 2, Nilai LBA konfigurasi 1 sebesar 1502 N, sedangkan nilai LBA konfigurasi 2 sebesar 663 N. Nilai LBA konfigurasi 1 lebih besar karena punggung harus membungkuk ke depan dan membengkok ke kanan demi mendapatkan visualisasi yang lebih baik. Selain itu, tangan subjek juga harus digerakkan lebih maju ke depan untuk menjangkau gigi posterior atas kiri. Nilai kompresi yang diterima ruas-ruas tulang belakang bagian bawah ini masih berada di bawah batas aman yang ditetapkan oleh NIOSH yaitu 3400 N. Sehingga konfigurasi terbaik adalah konfigurasi 2 dengan nilai PEI sebesar 1,05357 N. Setelah didapatkan konfigurasi terbaiknya adalah konfigurasi 2, langkah terakhir adalah menerapkan konfigurasi tersebut pada tahapan lain dalam pencabutan gigi posterior atas kanan dan dibandingkan nilai LBA, OWAS, RULA, dan PEI-nya. Gambaran perbandingan dapat dilihat pada tabel 4.23 berikut ini. Tabel 4.23 Perbandingan Model Aktual dan Konfigurasi 2 pada Pencabutan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 95 Pria Pencabutan Gigi Posterior Atas Kiri Konfigurasi 2 Penyuntikan Pengebeinan Pencabutan Pengapasan Penyuntikan Pengebeinan Pencabutan Pengapasan RULA 7 5 7 6 3 3 3 3 OWAS 4 4 4 4 1 1 1 1 LBA 2228 1572 2199 1563 663 645 650 640 Nilai PEI 3,075294118 2,476638655 3,066764706 2,676848739 1,053571429 1,048277311 1,049747899 1,046806723 Nilai rata-rata PEI 2,823886555 1,04960084
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
104
Tabel 4.24 Signifikansi Model Konfigurasi 2 pada Pencabutan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 95 Pria
RULA OWAS LBA Nilai PEI Nilai rata-rata PEI
Penyuntikan 4 3 1565 2,021722689
Selisih Pengebeinan Pencabutan 2 4 3 3 927 1549 1,428361345 2,017016807 1,774285714
Pengapasan 3 3 923 1,630042017
4.3 Panduan Postur Kerja yang Ergonomis pada Tindakan Pencabutan Setelah melakukan analisis dan konfigurasi menggunakan pendekatan
virtual environment, dapat dibuat sebuah panduan postur kerja yang ergonomi dalam melakukan pencabutan gigi posterior atas kanan dan kiri sebagai langkah preventif terhadap kemungkinan gangguan musculoskeletal kembali menimpa para mahasiswa. Panduan tersebut dibuat didasari oleh data Anthropometri Indonesia oleh Chuan, Hartono, dan Kumar (2010) serta dimensi dental unit dan kursi dokter gigi yang dipakai pada klinik Integrasi RSGMP FKG-UI tahun 2011 dalam bentuk standar prosedur operasional dengan menitikberatkan pada posisi tubuh terhadap area kerja dan postur kerja yang ergonomis. Dengan mengikuti format standar prosedur operasional tindakan lain di FKG UI yang sudah ada, terdiri dari empat komponen utama yang ditunjukkan pada gambar 4.25 yaitu judul, hasil yang diharapkan, tolok ukur serta prosedur.
Gambar 4.5 Format Prosedur pada Fakultas Kedokteran Gigi UI Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
105
Judul prosedur yang akan dibuat adalah Postur Kerja Ekstraksi Gigi Posterior Atas pada Posisi Berdiri. Hasil yang diharapkan dari panduan ini adalah berkurangnya risiko gangguan muskuloskeletal pada dokter gigi dalam jangka panjang. Sedangkan, tolak ukur dari panduan ini adalah berkurangnya frekuensi dilakukannya postur janggal dan berkurangnya gejala gangguan muskuloskeletal yang dapat muncul seperti nyeri otot. Adapun prosedur yang akan diusulkan terdiri dari poin-poin berikut ini. 1. Posisi Tubuh terhadap Area Kerja a. Persentil 5
Lakukan persiapan dental unit dan instrumen pendukung ekstraksi gigi atas posterior Berdiri tepat di sebelah kepala pasien atau dari arah jarum jam 9 Aturlah ketinggian kursi dental unit sekitar 55-59 cm atau sekitar 7-11 cm di bawah ketinggian maksimal.
Posisikan ketinggian mulut pasien di sekitar siku atau sekitar 510 cm di atas dataran siku dengan mengatur sudut sandaran kursi pasien dengan mengatur derajat kemiringan sandaran kursi sebesar +15° seperti yang terlihat pada Gambar 4. 6 berikut ini.
Gambar 4.6 Pengaturan Dental Unit dan Posisi pada Persentil 5 Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
106
Berdiri pada arah jarum jam 8 dari pasien atau berada di sebelah kanan depan dari pasien untuk memulai tindakan seperti yang terlihat pada Gambar 4. 7 berikut ini.
Gambar 4.7 Posisi Berdiri di Arah Jarum Jam 8 dari Pasien pada Persentil 5
Posisikan badan berdiri dalam jarak yang sesuai dengan jangkauan tangan, agar tangan diperlu dimajukan terlalu ke depan dan badan juga tidak perlu membungkuk seperti pada Gambar 4. 8 berikut ini.
Gambar 4.8 Posisi Jangkauan terhadap Area Kerja pada Persentil 5
Posisikan tray dental unit pada area yang dapat dijangkau oleh lengan tanpa melakukan banyak usaha untuk mencapainya. Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
107
b. Persentil 95
Lakukan persiapan dental unit dan instrumen pendukung ekstraksi gigi atas posterior Berdiri tepat di sebelah pasien atau dari arah jarum jam 9 Aturlah ketinggian kursi dental unit 66,8 cm (maksimal) Posisikan ketinggian mulut pasien di sekitar siku atau sekitar 510 cm di atas dataran siku dengan mengatur sudut sandaran kursi pasien dengan mengatur derajat kemiringan sandaran kursi sebesar +30° seperti yang terlihat pada Gambar 4. 9 berikut ini..
Gambar 4.9 Pengaturan Dental Unit dan Posisi pada Persentil 95
Berdiri pada arah jarum jam 8 dari pasien atau berada di sebelah kanan depan dari pasien untuk memulai tindakan seperti yang terlihat pada Gambar 4. 10 berikut ini.
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
108
Gambar 4.10 Posisi Berdiri di Arah Jarum Jam 8 dari Pasien pada Persentil 95
Posisikan badan berdiri dalam jarak yang sesuai dengan jangkauan tangan, agar tangan diperlu dimajukan terlalu ke depan dan badan juga tidak perlu membungkuk seperti pada Gambar 4. 11 berikut ini.
Gambar 4.11 Posisi Jangkauan terhadap Area Kerja pada Persentil 5
Posisikan tray dental unit pada area yang dapat dijangkau oleh lengan tanpa melakukan banyak usaha untuk mencapainya. 2. Postur Kerja Ergonomis Dokter Gigi a. Implementasikan postur yang simetris, Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
109
i. Sedapat mungkin hindari gerakan yang menyebabkan lengan bawah bergerak melewati garis tengah simetri tubuh (sumbu vertikal tubuh) ii. Berdirilah serileks mungkin dengan memposisikan area kerja berada pada kisaran garis tengah simetri tubuh (sumbu vertikal tubuh). b. Berdiri dengan membuka kaki selebar bahu. c. Sedapat mungkin lakukan pencabutan dengan posisi punggung tegak d. Sedapat mungkin menjaga punggung untuk tidak membungkuk melebihi 20° dari sumbu vertikal punggung. e. Demi mengurangi risiko gangguan muskuloekeltal pada punggung, tidak disarankan untuk membungkuk melebihi 60° lebih dari 5% waktu total kerja. f. Sedapat mungkin tidak membengkokan punggung ke samping lebih dari 10° saat bekerja. g. Sedapat mungkin hindari gerakan memutar punggung melebihi 10 derajat h. Sedapat mungkin hindari aktivitas memutar leher melebihi 5° dan menundukkan kepala melebihi 10° dengan menggerakkan bola mata. i. Lengan atas harus berada sedekat mungkin dengan tubuh
Hindari gerakan mengangkat lengan atas ke samping (abduksi) melebihi 10°
Hindari gerakan menggerakan lengan atas ke arah depan melebihi 15° j. Lengan bawah harus sedapat mungkin berada pada posisi horizontal. k. Usahakan untuk bekerja dengan sudut siku kurang dari 10° dimana area kerja berada 5-10 cm di atas posisi normal siku (dengan posisi 0° pada siku yang bersudut 90°). l. Sedapat mungkin hindari postur pergelangan tangan yang dibengkokan ke depan ataupun ke belakang melebihi 15° dan ke samping melebihi 9° karena aktivitas menjangkau dan meraih sesuatu pada posisi yang sulit. Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
110
m. Lakukanlah perubahan posisi sesering mungkin antarjeda dalam batasan sudut yang diperbolehkan untuk meregangkan otot bagian tubuh tertentu yang telah kaku selama menahan posisi statis, contohnya dengan menekuk lutut karena terlalu lama berdiri ketika pasien sedang berkumur.
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5
Kesimpulan dan Saran Bab ini akan memaparkan hasil dari analisis yang telah dilakukan di bab
sebelumnya. Berdasarkan hasil tersebut akan dibuat kesimpulan penelitian dan saran agar penelitian dapat dikembangkan lebih lanjut. 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat dipetik dari penelitian “Evaluasi Postur Kerja Praktik Pencabutan Gigi Tingkat Mahasiswa FKG UI dalam Virtual
Environment” adalah sebagai berikut. 1. Mahasiswa-mahasiswa tingkat profesi yang sedang melakukan kerja praktik di klinik integrasi 1, 2, dan 3 RSGM-FKG UI merasakan gangguan muskuloskeletal selama melakukan tindakan medis dengan posisi berdiri. Dari 92 responden, bagian tubuh yang mengalami gangguan dengan persentase diatas 50% yaitu leher, punggung atas, dan punggung bawah. 2. Pencabutan gigi posterior atas kanan dan kiri merupakan tindakan medis dengan posisi berdiri yang paling membebani para mahasiswa. 3. Nilai PEI yang diperoleh dari postur aktual mahasiswa persentil 5 wanita yaitu 2,137153361 untuk gigi posterior atas kanan dan 2,027121849 untuk gigi posterior atas kiri. Sedangkan nilai PEI aktual persentil 95 pria yaitu 2,989065126 untuk gigi posterior atas kanan dan 2,823886555 ntuk gigi posterior atas kiri. 4. Nilai PEI dari konfigurasi-konfigurasi yang telah dibuat menunjukkan bahwa konfigurasi 2 adalah konfigurasi terbaik untuk persentil 5 wanita karena memiliki nilai PEI terendah yaitu 0,958497899 untuk pencabutan gigi posterior atas kanan dan 1,171943277 untuk pencabutan gigi posterior atas kiri. 5. Nilai PEI dari konfigurasi-konfigurasi yang telah dibuat untuk persentil 95 pria menunjukkan bahwa konfigurasi 2 adalah konfigurasi terbaik karena memiliki nilai PEI terendah yaitu 1,054012605 untuk pencabutan gigi
111
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
112
posterior atas kanan dan 1,04960084 untuk pencabutan gigi posterior atas kiri. 6. Konfigurasi usulan yang didapat untuk pencabutan gigi posterior atas kanan dan kiri adalah subjek berdiri di arah jarum jam 8 (di sebelah kanan depan) dari pasien dan memposisikan kepala pasien setinggi siku. Dalam memposisikan kepala pasien setinggi siku ditempuh dengan cara mengatur tinggi tempat duduk kursi pasien pada titik tertinggi yaitu 66,8 cm dan mengatur derajat sandaran kursinya dengan tepat. Untuk persentil 5 wanita derajat kemiringannya berada di +15 derajat karena lutut berada di ketinggian 14 derajat dari sumbu x dan kepala tidak boleh berada lebih rendah dari lutut. Sedangkan, untuk persentil 95 pria, derajat kemiringannya di +30 derajat karena ketinggian maksimum tempat duduk tidak mengimbangi dengan ketinggian kepala pasien bila sandaran dimiringkan pada 15 derajat atau di bawahnya. Sedangkan pada persentil wanita tidak dapat diterapkan konfigurasi dengan 60 derajat karena ketinggian minimum tidak mengakomodasi ketinggian kursi yang dibutuhkan. 5.2 Saran Untuk mengurangi gangguan muskuloskeletal dalam pencabutan gigi posterior atas kanan dan kiri, para mahasiswa perlu dibiasakan untuk mengubah sandaran kursi dental unit dengan derajat kemiringan yang tepat dan mencoba untuk melakukan perabaan pada bagian gigi yang ingin dicabut. Sehingga, mahasiswa tidak perlu mengintip gigi yang letaknya jauh di dalam mulut hingga membungkuk-bungkuk. Dalam melakukan penelitian, hambatan yang paling besar adalah simulasi gerakan dengan Vicon Nexus tidak dapat dilakukan menggunakan dental unit yang sama dengan dental unit yang digunakan oleh mahasiswa FKG UI. Oleh karena itu, simulasi dilakukan pada phantom gigi pembelajaran, dimana mukosa (bagian pipi) dari boneka tidak ada dan semakin memudahkan visualisasi gigi dari samping. Akan lebih baik jika simulasi dapat dilakukan dengan menggunakan kursi dental unit yang sama dengan pasien sungguhan sehingga kondisi area kerja mahasiswa benar-benar ril. Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
DAFTAR REFERENSI
Aarås, A. 2004. Shoulder Girdle and Upper Arm. Delleman, N. J., Haslegrave, C. M., Chaffin, D., B (Ed.). Working Postures and Movements Tools for
Evaluation and Engineering (p.270). New York : CRC Press. Anthony H Wheeler. MD. Pathophysiology of Chronic Back Pain. Pain and Orthopedic Neurology, Charlotte, North Carolina, 9 July 2007. Available from http://wwwemedicine.com/neuro/topic5 6 htm. Bridger, R. S. 2003. Introduction to Ergonomics (2nd ed.). New York: Taylor & Francis. Chaffin, Don, B., Johnson, Louise G., & Lawton, G. (2003). Some Biomechanical Perspectives on Musculoskeletal Disorders: Causation and Prevention. University of Michigan. Chuan, T. K., Hartono, M., Kumar, N. 2010. Anthropometry of the Singaporean and
Indonesian
International
Populations.
Journal
of
Industrial
Ergonomics, 40, p.757-766. Darwita, Risqa Rina, Effendi, Fikry, Moch. Boy Nurtjahyo, dan Muslim, Erlinda. (2011). Faktor Risiko Gangguan Muskuloskeletal pada Dokter Gigi di
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat dan Kedokteran Gigi Pencegahan. Di Gironimo, G., Martorelli, M., Monacelli, & G., Vaudo, G. (2001). Using of Virtual Mock-Up for Ergonomic Design. In: Proceed of The 7th
International Conference on “The Role of Experimentation in the Automotive Product Development Process” – ATA 2001, Florence. Di Gironimo, G., Monacelia, G., Patalano, S. (2004). A Design Methodology for Maintainability of Automotive Components in Virtual Environment.
International Design Conference - Design 2004.
113
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
114
Direktorat Bina Kesehatan Kerja, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Departemen Kesehatan RI, Strategi Nasional Kesehatan Kerja di Indonesia, Katalog 613.63 Ind, Jakarta: Departemen Kesehatan; 2007. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. (2006). Standar Prosedur
Operasional Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Jakarta: Author. Hedge, A., Morimoto, S. And McCrobie, D. (1999) Effects of keyboard tray geometry on upper body posture and comfort. Ergonomics, 42 (10), 13331349. 9 Juni 2011.
Helander, Martin. 2006. A Guide to Human Factors and Ergonomics: Second
Edition. Danvers: CRC Press. Hidayatno, A. (29 Februari 2008). Apa Itu Teknik Industri? (online). 21 Maret 2011. http://hidayatno.wordpress.com/2008/02/29/apa-itu-teknik-industri/ Hokwerda, O., Wouters, J., De Ruijter, G., Zijlstra-Shaw. (2006). Ergonomic Requirement for Dental Equipment. Guidelines and recommendations for
designing, constructing and selecting dental equipment. Bensheim : European Society of Dental Ergonomics. Ismail, A.R. et.al. 2009. Assesment of Postural Loading among the Assembly Operators: A Case Study at Malaysian Automotive Industry. EuroJournals
Publishing Inc. Kalawsky, R. (1993a). The Science of Virtual Reality and Virtual Environments. Gambridge: Addison-Wesley Publishing Company. Karwowski, Waldemar. 2001. International Encyclopedia of Ergonomics and
Human Factors (Vol. 1).London: Taylor & Francis Inc. Karwowski, W. (Ed). 2006. International Encyclopedia of Ergonomics and
Human Factors (Vol. 1). Boca Raton: Taylor & Francis Group. Kurniawan, B. N. 2010. Analisis Ergonomi Desain Sepeda Motor Tipe Cub
Terhadap Pengendara Pria Dengan Metode Posture Evaluation Index (PEI) Dalam Virtual Environment (Hal. 46). Depok : Skripsi Teknik Industri Universitas Indonesia.
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
Kvanli, A.H., Pavur, Robert J., Keeling, Kellie B. (2003). Introduction to
Business Statistics: A Microsoft Excel Integrated Approach Sixth Edition. Ohio: South-Western Thomson Learning. Mark Sanders. S dan Ernest J McCormick, (1993). Human Factor in Engineering
and Design. Singapore: MCGraw-Hill Inc. McAtamney,
L.,
Corlett,
N.
2004.
Rapid
Upper
Limb
Assessment
(RULA).Stanton, N., Hedge, A., Brookhuis, K., Salas, E., Hendrick, H (Ed.). Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods (p. 7-4). New York : CRC Press. Pedersen, G. (1988). Buku Ajar Praktis Bedah Mulut (Oral Surgery) (Purwanto & Basoeseno, penerjemah) Jakarta: Buku Kedokteran. Pheasant, Stephen. (2003). Bodyspace: anthropometry, ergonomics and the design
of work. London: Taylor & Francis e-Library. Pitts, F. M. 2005. Thesis: Musculoskeletal Disorders in Dentistry (p. 1). Louisiana : Thesis of Industrial Engineering Louisiana State University. Smith, C.A., Sommerich, C.M., Mirka, G.A., George, M.C. 2002. An Investigation of
Ergonomic Interventions in Dental Hygiene Work.
Applied Ergonomics, 33, p. 175. Van Dieën, J. H., Nussbaum, M. A. 2004. Trunk. Delleman, N. J., Haslegrave, C. M., Chaffin, D., B (Ed.). Working Postures and Movements Tools for
Evaluation and Engineering (p.119-122). New York : CRC Press. Wells, R. 2004. Forearm and Hand. Delleman, N. J., Haslegrave, C. M., Chaffin, D., B (Ed.). Working Postures and Movements Tools for Evaluation and
Engineering (p.302). New York : CRC Press. Wilson, J.R. (1999). Virtual Environments and Applied Ergonomics.” Applied
Ergonomics 30.
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
Lampiran 1 Data Anthropometri Mahasiswa/i Klinik Integrasi RSGM-P FKG UI No . 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Tingg i 156 158 164 153 160 163 152 157 152 158 152 156 157 165 162 160 168 158 156 155 150 164 161 164 158 160 161 168 158 153 170 164 152 161 163 161
L Biakrom i 22 22 22 24 27 25 26 27 23 28 28 27 28 28 27 26.3 30 22 22 29.2 28.6 28 30 29 21 27.5 20.5 25.8 24.5 28 26.5 32 24 28 26 22
L Bideltoi d 34 34 36 32 36 36 35 35 33 34 35 34 34 36 33 36.5 38.5 36.5 36 37.8 38.1 40 34 38 34 38 39.5 37 35 36 36 38 34 37.4 37.5 36
P Lenga n 68 71.5 71 67.5 71.3 72.5 68 67 68.5 70 67.5 66.5 70 73.5 73 71 75 69 69 65 60.1 76 70 70 69 73 64 73 64 64.8 73.2 64 63 63.5 73 66
SikuJari 39 39.5 41 41 41.5 41.5 38 36 36.5 42.5 38.5 38 41.5 42 41 42 45 41 40.5 41.7 40 40 41 42 43 43.7 41 45 40 39 44 41.1 37 35.4 43.4 40.4
P Tanga n 16 17.5 18 17.5 18 18.5 17 17 16 18 18 16 17 18 19 17 20 15.4 18.8 17.3 17.3 19 19.7 18 16 17 15 18 17 16 15 16.2 15.2 15.6 15.8 15.5
P Kak i 89 93 95 86.5 90 94.8 85.5 88 85.2 94.2 88 91.5 89.5 99 92.5 95.8 99 83.5 92.1 84.4 84.6 94 93 92 94 95.7 89 93 83 86 93 85.5 82 93.8 93.4 95
Tinggi Siku 111 115.5 114 107.8 116 117.8 107.1 109 104.7 117.2 111 114 108.5 120 118 112.8 118 105 112.1 108.8 107.3 115 113.2 116 112 116.1 109.5 114 104 109 115 107 102.5 118.6 112.4 114.5
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78
163 160 155 158 168 163 155 163 157 156 159 158 151 154 154 158 153 168 159 160 153 159 166 157 152 157 156 158 156 158 160 158 158 165 161 170 160 173 171 171 168 170
34 28 29 24.5 32 28 28 30 30 25 30 29 22 25 31 30 27.5 30.5 29.5 27 27.5 30.5 24 27 23.8 27.8 30 28 32 28 30 35 29 32 29 27.5 28 36 32 33 31.5 26
41 37.5 35 34 40 38 36 39.8 38 38 38 37 37 35 36 36 34 40 38 36.5 36 40.5 35.8 35.7 37 37 38 36 35 36 40 42 39 42 37.8 38 41 48 43 44 41 41.5
71.2 68 65 63 70 74 67 71 65 67 69 69 66 68 68 68 64 73 70 67 67 70 69.5 70.3 68 66 62 70 71 68 65 73 66 72 67 66 66 75 74 73 70.2 73
44 41 41 40 41 41 43.5 43 38.5 40 43 41.5 40 40 41 43.5 38 45 43 41 40.5 41 45 41 42 39 40.4 44 42.2 42.6 37 43 39 43 41.3 40 41 46.2 46.5 44.2 41.5 44
18 19 16 14 17 15 16 17 16.2 18 18 18 18 17 18 17 16 19 18 18 18.5 18 17.5 18 16 18 14.5 16.5 17 21 16 18 17.5 16.2 18 18 18 20.2 20.2 19.8 19.8 18
97 90 84.5 89 96 92 88.3 92.5 87.7 90 87 86 85 85 87 89 85 93 91 86.5 87 94 100 92.5 89.5 89.8 90 91 83.5 92.5 88 84 87 100 90 95 95 99 98.5 98.4 96.4 96
114 106 105 113.5 122 114 103.3 115.7 108.1 114 110 111 112 105 108 113 112 118 114 110.5 107.5 115 119.2 113.8 112 109.8 112 114.4 106.5 112.5 116 104 113 122 111 115 87 91 90.5 90.4 88.4 88
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89
182 171 178 181 171 170 178 175 173 165 172
34 30 36 36 30 31 30 28 31 36 34.4
45 42 44 44 43 45 45 44.5 43 41.4 40
74 74.5 72 77 74 75 78 79 71 71 68
46 34.4 48 47 47 46 45 46 46 42.2 42.2
18 19 20 21 20 20 18 20 18.5 17 19.7
93 96 98 93 98 93 98 102 102 94.6 98.5
85 88 90 85 90 85 90 94 93.5 86.6 90.5
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
119
Lampiran 2 Hasil Analisis Jack TAT Simulasi Aktual Penyuntikan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 5
Simulasi Aktual Pengebeinan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 5
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
120
Lampiran 2 (lanjutan) Hasil Analisis Jack TAT Simulasi Aktual Pencabutan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 5
Simulasi Aktual Pengapasan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 5
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
121
Lampiran 2 (lanjutan) Hasil Analisis Jack TAT Simulasi Aktual Penyuntikan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 5
Simulasi Aktual Pengebeinan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 5
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
122
Lampiran 2 (lanjutan) Hasil Analisis Jack TAT Simulasi Aktual Pencabutan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 5
Simulasi Aktual Pengapasan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 5
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
123
Lampiran 2 (lanjutan) Hasil Analisis Jack TAT Simulasi Aktual Penyuntikan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 95
Simulasi Aktual Pengebeinan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 95
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
124
Lampiran 2 (lanjutan) Hasil Analisis Jack TAT Simulasi Aktual Pencabutan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 95
Simulasi Aktual Pengapasan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 95
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
125
Lampiran 2 (lanjutan) Hasil Analisis Jack TAT Simulasi Aktual Penyuntikan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 95
Simulasi Aktual Pengebeinan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 95
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
126
Lampiran 2 (lanjutan) Hasil Analisis Jack TAT Simulasi Aktual Pencabutan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 95
Simulasi Aktual Pengapasan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 95
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
127
Lampiran 3 (lanjutan) Hasil Analisis Jack TAT Konfigurasi 1 Penyuntikan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 5
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
128
Lampiran 3 (lanjutan) Hasil Analisis Jack TAT Konfigurasi 2 Penyuntikan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 5
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
129
Lampiran 3 (lanjutan) Hasil Analisis Jack TAT Konfigurasi 2 Pengebeinan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 5
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
130
Lampiran 3 (lanjutan) Hasil Analisis Jack TAT Konfigurasi 2 Pencabutan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 5
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
131
Lampiran 3 (lanjutan) Hasil Analisis Jack TAT Konfigurasi 2 Pengapasan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 5
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
132
Lampiran 3 (lanjutan) Hasil Analisis Jack TAT Konfigurasi 1 Penyuntikan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 5
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
133
Lampiran 3 (lanjutan) Hasil Analisis Jack TAT Konfigurasi 2 Penyuntikan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 5
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
134
Lampiran 3 (lanjutan) Hasil Analisis Jack TAT Konfigurasi 2 Pengebeinan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 5
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
135
Lampiran 3 (lanjutan) Hasil Analisis Jack TAT Konfigurasi 2 Pencabutan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 5
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
136
Lampiran 3 (lanjutan) Hasil Analisis Jack TAT Konfigurasi 2 Pengapasan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 5
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
137
Lampiran 3 (lanjutan) Hasil Analisis Jack TAT Konfigurasi 1 Pencabutan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 95
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
138
Lampiran 3 (lanjutan) Hasil Analisis Jack TAT Konfigurasi 2 Pencabutan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 95
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
139
Lampiran 3 (lanjutan) Hasil Analisis Jack TAT Konfigurasi 2 Penyuntikkan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 95
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
140
Lampiran 3 (lanjutan) Hasil Analisis Jack TAT Konfigurasi 2 Pengebeinan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 95
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
141
Lampiran 3 (lanjutan) Hasil Analisis Jack TAT Konfigurasi 2 Pengapasan Gigi Posterior Atas Kanan Persentil 95
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
142
Lampiran 3 (lanjutan) Hasil Analisis Jack TAT Konfigurasi 1 Penyuntikkan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 95
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
143
Lampiran 3 (lanjutan) Hasil Analisis Jack TAT Konfigurasi 2 Penyuntikan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 95
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
144
Lampiran 3 (lanjutan) Hasil Analisis Jack TAT Konfigurasi 2 Pengebeinan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 95
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
145
Lampiran 3 (lanjutan) Hasil Analisis Jack TAT Konfigurasi 2 Pencabutan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 95
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
146
Lampiran 3 (lanjutan) Hasil Analisis Jack TAT Konfigurasi 2 Pengapasan Gigi Posterior Atas Kiri Persentil 95
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
147
Lampiran 4 Tabel Konfigurasi
Persentil
Gigi
Kemiringan ±30 ±15 ±60 ±30 ±15 ±60 ±60 ±30 ±60 ±30
Kanan 5 Kiri Kanan 95 Kiri
Ketinggian Ketinggian Ketinggian Tempat duduk Kepala Ideal 44.64 96.08 55.81 96.04 26.02 96.07 96-101 44.9 96.04 58.79 96.05 26.05 96.09 46.77 119.07 66.8 (max) 119.06 119-124 46.98 119.02 66.8 (max) 119.06
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
148
Lampiran 5 Rancangan Usulan Standar Prosedur Operasional Pencabutan Gigi Poster Atas
Postur Kerja Ekstraksi Gigi Posterior Atas pada Posisi Berdiri
Hasil yang diharapkan : berkurangnya risiko gangguan muskuloskeletal pada
dokter gigi dalam jangka panjang. Tolok ukur : berkurangnya frekuensi dilakukannya postur janggal dan
berkurangnya gejala gangguan muskuloskeletal yang dapat muncul seperti nyeri otot. Prosedur :
1. Posisi Tubuh terhadap Area Kerja a. Persentil 5
Lakukan persiapan dental unit dan instrumen pendukung ekstraksi gigi atas posterior Berdiri tepat di sebelah kepala pasien atau dari arah jarum jam 9 Aturlah ketinggian kursi dental unit sekitar 55-59 cm atau sekitar 7-11 cm di bawah ketinggian maksimal.
Posisikan ketinggian mulut pasien di sekitar siku atau sekitar 510 cm di atas dataran siku dengan mengatur sudut sandaran kursi pasien dengan mengatur derajat kemiringan sandaran kursi sebesar +15° seperti yang terlihat pada Gambar 1 berikut ini.
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
149
Gambar 1 Pengaturan Dental Unit dan Posisi pada Persentil 5
Berdiri pada arah jarum jam 8 dari pasien atau berada di sebelah kanan depan dari pasien untuk memulai tindakan seperti yang terlihat pada Gambar 2 berikut ini.
Gambar 2 Posisi Berdiri di Arah Jarum Jam 8 dari Pasien pada Persentil 5
Posisikan badan berdiri dalam jarak yang sesuai dengan jangkauan tangan, agar tangan diperlu dimajukan terlalu ke depan dan badan juga tidak perlu membungkuk seperti pada Gambar 3 berikut ini.
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
150
Gambar 3 Posisi Jangkauan terhadap Area Kerja pada Persentil 5
Posisikan tray dental unit pada area yang dapat dijangkau oleh lengan tanpa melakukan banyak usaha untuk mencapainya. b. Persentil 95
Lakukan persiapan dental unit dan instrumen pendukung ekstraksi gigi atas posterior Berdiri tepat di sebelah pasien atau dari arah jarum jam 9 Aturlah ketinggian kursi dental unit 66,8 cm (maksimal) Posisikan ketinggian mulut pasien di sekitar siku atau sekitar 510 cm di atas dataran siku dengan mengatur sudut sandaran kursi pasien dengan mengatur derajat kemiringan sandaran kursi sebesar +30° seperti yang terlihat pada Gambar 4 berikut ini..
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
151
Gambar 4 Pengaturan Dental Unit dan Posisi pada Persentil 95
Berdiri pada arah jarum jam 8 dari pasien atau berada di sebelah kanan depan dari pasien untuk memulai tindakan seperti yang terlihat pada Gambar 5 berikut ini.
Gambar 5 Posisi Berdiri di Arah Jarum Jam 8 dari Pasien pada Persentil 95 Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
152
Posisikan badan berdiri dalam jarak yang sesuai dengan jangkauan tangan, agar tangan diperlu dimajukan terlalu ke depan dan badan juga tidak perlu membungkuk seperti pada Gambar 6 berikut ini.
Gambar 6 Posisi Jangkauan terhadap Area Kerja pada Persentil 5
Posisikan tray dental unit pada area yang dapat dijangkau oleh lengan tanpa melakukan banyak usaha untuk mencapainya. 2. Postur Kerja Ergonomis Dokter Gigi a. Implementasikan postur yang simetris, i. Sedapat mungkin hindari gerakan yang menyebabkan lengan bawah bergerak melewati garis tengah simetri tubuh (sumbu vertikal tubuh) ii. Berdirilah serileks mungkin dengan memposisikan area kerja berada pada kisaran garis tengah simetri tubuh (sumbu vertikal tubuh). b. Berdiri dengan membuka kaki selebar bahu. c. Sedapat mungkin lakukan pencabutan dengan posisi punggung tegak d. Sedapat mungkin menjaga punggung untuk tidak membungkuk melebihi 20° dari sumbu vertikal punggung. Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011
153
e. Demi mengurangi risiko gangguan muskuloekeltal pada punggung, tidak disarankan untuk membungkuk melebihi 60° lebih dari 5% waktu total kerja. f. Sedapat mungkin tidak membengkokan punggung ke samping lebih dari 10° saat bekerja. g. Sedapat mungkin hindari gerakan memutar punggung melebihi 10 derajat. h. Sedapat mungkin hindari aktivitas memutar leher melebihi 5° dan menundukkan kepala melebihi 10° dengan menggerakkan bola mata. i. Lengan atas harus berada sedekat mungkin dengan tubuh
Hindari gerakan mengangkat lengan atas ke samping (abduksi) melebihi 10°
Hindari gerakan menggerakan lengan atas ke arah depan melebihi 15° j. Lengan bawah harus sedapat mungkin berada pada posisi horizontal. k. Usahakan untuk bekerja dengan sudut siku kurang dari 10° dimana area kerja berada 5-10 cm di atas posisi normal siku (dengan posisi 0° pada siku yang bersudut 90°). l. Sedapat mungkin hindari postur pergelangan tangan yang dibengkokan ke depan ataupun ke belakang melebihi 15° dan ke samping melebihi 9° karena aktivitas menjangkau dan meraih sesuatu pada posisi yang sulit. m. Lakukanlah perubahan posisi sesering mungkin antarjeda dalam batasan sudut yang diperbolehkan untuk meregangkan otot bagian tubuh tertentu yang telah kaku selama menahan posisi statis, contohnya dengan menekuk lutut karena terlalu lama berdiri ketika pasien sedang berkumur.
Universitas Indonesia
Evaluasi postur ..., Landra Bakri Hasibuan, FT UI, 2011