UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA KLIEN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DENGAN KETERGANTUNGAN BENZODIAZEPINE DI RSKO JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
RESTI PUTRI WULANDARI 0806334344
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI DEPOK JULI 2013
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA KLIEN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DENGAN KETERGANTUNGAN BENZODIAZEPINE DI RSKO JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR NERS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners
RESTI PUTRI WULANDARI 0806334344
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI DEPOK JULI 2013
ii Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Karya ilmiah akhir ners (KIA-N) ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Resti Putri Wulandari
NPM
: 0806334344
Tanda tangan
:
Tanggal
: 9 Juli 2013
iii
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh
:
Nama
: Resti Putri Wulandari
NPM
: 0806334344
Program Studi
: Ilmu Keperawatan
Judul Skripsi
: Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Klien dengan Gangguan Konsep Diri; Harga Diri Rendah dengan Ketergantungan Benzodiazepine di RSKO Jakarta
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners pada Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing 1 : Ice Yulia Wardani, M.Kep., Sp.Kep.Jiwa
(
)
Pembimbing 2 : Widya Lolita, S.Kp., M.Kep
(
)
Ditetapkan di : Depok Tanggal
: 9 Juli 2013
iv
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayahNya untuk menyelesaikan pembuatan KIA-N ini yang berjudul “Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masayarakat Perkotaan pada Klien dengan Gangguan Konsep Diri; Harga Diri Rendah dengan Ketergantungan Benzodiazepine Di RSKO Jakarta”. KIA-N ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners. KIA-N ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah membantu: 1. Dewi Irawaty MA., Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 2. Kuntarti SKp., M.Biomed selaku Ketua Program Studi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 3. Ibu Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep.Jiwa
selaku
dosen
pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, semangat dan terima kasih atas waktu di sela-sela kegiatan yang padat. 4. Ibu Widya Lolita, S.Kp., M.Kep selaku pembimbing klinik dari pihak RSKO Jakarta terima kasih atas kesediaannya untuk membimbing, mengarahkan, dan memberikan kesempatan belajar dan mendapatkan ilmu kepada penulis khususnya dalam penulisan karya ilmiah ini. 5. Ibu Dewi Sartika, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep.Jiwa. selaku pembimbing klinik dari pihak RSKO Jakarta terima kasih atas kesediaannya untuk membimbing dan mengarahkan penulis. 6. Ibu Novy Helena CD, MSc. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan terima kasih atas waktu di sela-sela kegiatan yang padat 7. Seluruh perawat dan klien ruang MPE dan seluruh pihak RSKO Jakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. 8. Bapak Mulyadi dan almarhumah Ibu Budiningsih tercinta yang telah memberikan segala yang kalian miliki sehingga penulis dapat mengikuti profesi hingga menyelesaikan penulisan KIA-N ini.
v
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
9. Om Priyono dan Tante Nia yang telah membantu penulis secara materil sehingga KIA-N ini dapat terselesaikan. 10. Kak Syaiful yang sudah memberikan semangat, masukan, dan menjadi pendengar yang baik atas berbagai keluhan saat penulis kehabisan ide. 11. Mas Aan, Mas Adi, dan Mas Bayu yang menjadi motivator secara tidak langsung bagi penulis dalam pembuatan KIA-N. 12. Teman seperjuangan di program profesi 2012, terutama Zumaidah, Erny, Susi, dan Sonya
yang telah memberikan masukan kepada penulis
dan
mendengarkan keluhan selama penulisan KIA-N. Selain itu, terima kasih untuk Rina Junita, Nindy, Darti, Rini, Metta, dan Anti yang telah memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini.
KIA-N ini tentu tidak terlepas dari kekurangan karena keterbatasan waktu, tenaga, dan pengetahuan penulis. Masukan dan saran sangat diperlukan untuk menyempurnakan KIA-N ini. Semoga KIA-N ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu.
Depok, 9 Juli 2013
Resti Putri Wulandari
vi
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Resti Putri Wulandari
NPM
: 080634344
Program Studi
: Ilmu Keperawatan
Fakultas
: Ilmu Keperawatan
Jenis Karya
: Karya Ilmiah Akhir Ners (KIA-N)
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul “Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masayarakat Perkotaan pada Klien dengan Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah dengan Ketergantungan Benzodiazepine di RSKO Jakarta”
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmediakan, mengelola
dalam
bentuk
pangkalan
data
(database),
merawat,
dan
memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 9 Juli 2013 Yang menyatakan
(Resti Putri Wulandari)
vii
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
ABSTRAK Nama Program Studi Judul
: Resti Putri Wulandari : Ilmu Keperawatan : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masayarakat Perkotaan pada Klien dengan Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah dengan Ketergantungan Benzodiazepine Di RSKO Jakarta
Masyarakat perkotaan rentan mengalami stres dan mengalami dampak negatif kemajuan teknologi dan tempat hiburan sehingga lebih rentan mengalami ketergantungan NAPZA, khususnya benzodiazepine. Ketergantungan yang dialami dapat menyebabkan gangguan konsep diri: harga diri rendah sehingga diperlukan asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah tersebut. Tujuan penulisan ini untuk menggambarkan analisis asuhan keperawatan gangguan konsep diri: harga diri pada klien ketergantungan benzodiazepine. Asuhan keperawatan yang dilakukan menggunakan pendekatan proses keperawatan, yaitu melalui pengkajian, analisa data, penegakkan diagnosa, membuat rencana tindakan keperawatan, implementasi dan evaluasi tindakan keperawatan. Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan kesadaran klien melalui tindakan eksplorasi kesadaran diri oleh klien dan dengan meningkatkan harga diri klien melalui latihan kemampuan positif yang klien miliki dan membuat klien merasa dihargai. Perawat dapat berperan dalam memberikan asuhan keperawatan gangguan konsep diri: harga diri rendah agar klien tidak mengalami ketidakberdayaan atau menggunakan koping individu yang tidak efektif ketika kembali ke masyarakat. Kata Kunci: benzodiazepine, harga diri rendah, NAPZA, asuhan keperawatan
viii
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
ABSTRACT Name Program Study Title
: Resti Putri Wulandari : Nursing Science : Analysis of Clinical Practice in Urban Community Health Nursing on Client with Impaired Self-Concept: Low Self Esteem with Benzodiazepine Dependence in RSKO Jakarta
Urban communities are susceptible to stress and negatively impacted the advancement of technology and entertainment venues that are more prone to drug problems. Clients with drug dependence, particularly benzodiazepines will affect the type of psychosocial conditions. This happens because the benzodiazepine withdrawal will be susceptible to interference self-concept: low self-esteem, including clients who are located in RSKO Jakarta. Experienced low self-esteem should be addressed so that clients do not experience impotence or using individual coping ineffective when returning to the community. Nurses can be instrumental in providing nursing care impaired self-concept: low self-esteem to improve client. Nursing care is carried out using the nursing process approach, which is through the assessment, data analysis, diagnostics enforcement, nursing action plan, implementation and evaluation of nursing actions. Nursing actions that can be done is to increase the awareness of clients through an act of selfconsciousness exploration by the client and the client's increasing self-esteem through positive training capability that clients have and make clients feel valued. Keywords: benzodiazepine, low self esteem, drugs, nursing care
ix
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL HALAMAN JUDUL HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ABSTRAK DAFTAR ISI 1.
2.
3.
4.
i ii iii iv v vii viii x
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penulisan 1.4 Manfaat Penelitian
1 5 6 7
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Perkotaan 2.2 Ketergantungan Benzodiazepine dan Metadon 2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Harga diri rendah
8 9 11
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA 3.1 Gambaran Kasus 3.2 Pohon Masalah 3.3 Analisa Data 3.4 Prioritas Masalah Keperawatan 3.5 Diagnosa Keperawatan 3.6 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
15 19 19 21 21 21
PEMBAHASAN 4.1 Profil Lahan Praktik 4.2 Analisis Masalah Keperawatan HDR pada Klien 4.3 Analisis implementasi Keperawatan HDR 4.4 Alternatif Pemecahan yang dapat dilakukan
25 26 30 32
5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran
34 35
REFERENSI
37
LAMPIRAN
x
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Kesehatan dan kesakitan dipengaruhi oleh lingkungan, baik lingkungan pedesaan maupun lingkungan perkotaan (Achmadi, 2011). Teori lingkungan Florence Nightingale menyatakan bahwa kondisi lingkungan yang buruk menyebabkan kesehatan yang buruk dan sebaliknya. Merujuk pada teori tersebut, maka kondisi lingkungan perkotaan yang buruk menyebabkan masalah pada berbagai aspek kota yang meliputi aspek morfologis, penduduk, sosial, ekonomi, dan hukum. Kuntjaraningrat (2011) menyatakan bahwa masalah diperkotaan meliputi masalah pada unsur hukum, sarana hidup, dan cara hidup.
Ketua perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa, Teddy Hidayat mengatakan bahwa masyarakat perkotaan lebih rentan mengalami gangguan jiwa atau stres. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai masalah yang terjadi di kota, mulai dari masalah krisis ekonomi, perkawinan, kesehatan, biaya sekolah, pekerjaan, dan lain-lain (Republika.co.id, 2013). Fenomena pada masyarakat perkotaan untuk mengatasi masalah tersebut antara lain melakukan berbagai aktivitas diluar aktivitas keseharian, seperti berkumpul dengan berbagai kalangan. Hal tersebut didapat dilakukan dengan rekreasi ke tempat hiburan, dan memanfaatkan teknologi sebagai sarana melakukan aktivitas sosial.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, Arie Budhiman mengatakan dalam detikNews (2013) total jumlah tempat hiburan di Jakarta yaitu 1.799 yang terdiri dari club malam, diskotik, mandi uap, griya pijat, karaoke, live music dan bola sodok. Selain itu, di kota terdapat banyak hotel, motel, losmen, resort, penginapan remaja, hunian wisata, wisata, restoran, bioskop, bola gelinding, seluncur, fitness, golf, driving range, gelanggang renang, pagelaran kesenian, pertunjukan temporer dan kolam pancing. Selain beragamnya tempat
1 Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
2
hiburan, di kota juga terdapat teknogi yang dapat digunakan untuk melakukan aktivitas sosial.
Hasil riset yang dilakukan oleh Mark Plus Insight mencatat jumlah pengguna internet di 11 kota besar yang ada di Indonesia pada tahun 2011 sebanyak 55 juta orang, meningkat 30% dari tahun 2010. Hal tersebut dibuktikan dengan fenomena yang terjadi di perkotaan dimana pelayanan umum seperti restoran memberikan fasilitas wifi sehingga individu lebih mudah mengakses internet. Selain itu, MarkPlus Insight mengatakan saat ini ada sebanyak 29 juta pengguna internet mobile (Kompas.com, 2010). Oleh karena itu, aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat perkotaan memanfaatkan teknologi yang berkembang pesat. Fenomena yang berkembang di perkotaan meliputi proses jual/beli melalui akses internet, short message service (SMS), atau pemesanan melalui telepon sehingga lebih mudah diakses dan cepat.
Cara hidup tersebut dilakukan untuk mengatasi kerentanan gangguan jiwa atau stres yang dialami oleh masyarakat perkotaan. Namun, cara tersebut menjadi pemicu bagi masyarakat perkotaan mengalami masalah psikososial, khususnya penggunaan narkoba.
Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Deputi Bidang
Penjegahan BNN (2012) bahwa peredaran narkoba di Indonesia terutama terjadi di tempat hiburan malam seperti diskotik, tempat karoke, club malam dan lainlain. Selain itu juga, fenomena akses informasi dan cara jual/beli yang cepat dan mudah memungkinkan peredaran narkoba menjadi lebih mudah dan cepat. Hal tersebut terlihat pada kasus narkoba yang berkembang kesegala kalangan dan meningkat setiap tahun.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
3
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2011) mencatat jumlah pemakai narkoba sebanyak 3,2 juta jiwa yang tersebar di seluruh Indonesia. Studi Puslitdatin BNN RI (2012) menemukan sebanyak 3,7 sampai 4,7 juta jiwa penyalahguna narkoba pada tahun 2011. Dari jumlah penyalahguna narkoba tersebut, sebanyak 27% adalah coba pakai, 45% teratur pakai, 2% pecandu suntik dan 26% pecandu bukan suntik. Berdasarkan data demografi, mayoritas penyalahguna berasal dari kelompok pekerja, yaitu 70%, pecandu suntik kebanyakan berumur 30-39 tahun, yaitu 49% dan sudah menikah, yaitu lebih dari 50%. Sedangkan kasus narkoba yang terjadi pada tahun 2011 meningkat 11,64% dari tahun sebelumnya.
Kasus narkoba berdasarkan penggolongan zat yang terjadi pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 tercatat 138.199 kasus, 37,5% kasus pengkonsumsi narkoba, dan meningkat 12% (DTPN, 2012). Kasus yang terjadi tersebut untuk tiap golongan berturut-turut adalah narkotika (50%), adiktif (28%), dan psikotropika (22%). Terdapat banyak pengguna narkoba di yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Hal tersebut dibuktikan oleh hasil survei yang dilakukan oleh BNN (2012) terhadap 33 provinsi di Indonesia, sebanyak 15 provinsi yang angka prevalensinya menurun, hanya satu provinsi (Jawa Timur) yang relatif stabil, sisanya meningkat dan peningkatan tajam terlihat di provinsi DKI Jakarta mencapai 70%. Oleh karena itu, diperlukan program terapi untuk mengurangi jumlah pengguna narkoba.
Layanan terapi dan rehabilitasi melalui detoksifikasi adalah salah satu upaya untuk mengurangi jumlah pecandu narkoba yang banyak terjadi di Indonesia (BNN, 2013). Di Indonesia terdapat beberapa instansi baik pemerintah maupun swasta yang menyediakan layanan terapi dan rehabilitasi. RSKO (Rumah Sakit Ketergantungan Obat) Cibubur adalah salah satu instansi pemerintah, yang terletak di Jakarta, yang menyediakan layanan terapi dan rehabilitasi melalui detoksifikasi. Program tersebut dibuat bagi seluruh pengguna narkoba, tanpa
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
4
membedakan jenis kelamin, usia, status jaminan pembayaran, status hukum, status kesehatan fisik ataupun psikis. Klien yang mengikuti program tersebut merupakan klien yang berasal dari UGD RS, rujukan dari RS lain atau LSM atau Puskesmas, ataupun dari kejaksaan. Klien tersebut akan menjalani terapi detoksifikasi di ruang MPE (Medical Psychiatric Evaluation) minimal 2 minggu hingga kondisi fisik dan psikis atau maksimal 3 bulan.
Ruang MPE terdapat dokter umum, dokter spesialis, perawat, ahli gizi, farmasi, laboratorium, dan petugas kebersihan untuk membantu memulihkan kondisi klien. Klien putus zat yang baru masuk ke ruang MPE akan mengalami “sakau” selama 3-7 hari dan selama itu pula terapi farmakologi diberikan untuk mengurangi rasa tidak nyaman kibat putus zat. Klien juga diobservasi keadaan fisik dan psikisnya. Jika ada keluhan fisik maupun psikis maka akan diatasi secara farmakologi. Hasil studi yang dilakukan oleh penulis selama tujuh minggu di ruang MPE RSKO Cibubur didapatkan sebanyak 35 orang yang di rawat. Klien di ruang tersebut paling banyak adalah laki-laki, berusia 25-39 tahun, berpendidikan minimal SMA, bekerja sebagai wiraswasta, sudah menikah dan memiliki anak, menggunakan dengan cara suntik, bukan penyalahguna baru sehingga hampir semua klien pernah menggunakan semua jenis narkoba, dan mengalami hepatitis C dan HIV. Masalah fisik dialami oleh sebelas klien dengan keluhan yang beragam, masalah gangguan tidur, kulit, gigi, pencernaan, infeksius, dan lain-lain. Sedangkan masalah psikososial yang sering terjadi adalah ansietas, resiko perilaku kekerasan, harga diri rendah, koping individu tidak efektif, dan ketidakberdayaan.
Klien terbanyak dirawat dengan riwayat penggunaan putau dengan cara disuntik dan penyalahgunaan obat dari golongan benzodiazepine. Klien tersebut 98% mengalami hepatitis C atau HIV dan gangguan tidur. Masalah fisik yang dialami klien di ruang MPE akan diatasi dengan terapi farmakologi hingga masalah teratasi atau stabil. Seluruh klien mengalami masalah psikis khusunya masalah
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
5
psikososial karena pengguna narkoba akan mengalami berbagai masalah, seperti masalah kecelakaan yang mengakibatkan perubahan pada tubuh, masalah hukum yang disebabkan oleh perilaku kriminalitas untuk membeli narkoba atau menjual narkoba (BNN, 2011). Klien pada mulanya ada yang mengalami harga diri rendah (HDR) sehingga memilih untuk menggunakan narkoba. Namun, hal tersebut dapat menetap dialami klien setelah klien berada di ruangan atau penyebab lain muncul setelah klien dirawat di ruangan dan akan kembali pulang.
1.2 Rumusan masalah Tinggal di perkotaan memiliki banyak risiko untuk mengalami masalah, seperti masalah tidak memiliki pekerjaan atau kesulitan mendapatkan pekerjaan karena tingginya persaingan kerja, menderita penyakit, atau masalah tingginya biaya untuk
memenuhi
kebutuhan
dasar.
Masalah-masalah
tersebut
dapat
mempengaruhi kesehatan psikis dan sosial (psikososial) individu. Fenomena di perkotaan saat ini adalah semakin banyaknya tempat hiburan dan teknologi yang berkembang pesat sehingga memudahkan aktivitas sehari-hari masyarakat perkotaan.
Namun demikian, sebagaian masyarakat perkotaan dengan masalah yang dihadapinya dan perkembangan kota itu sendiri, menyalahgunakannya untuk melakukan transaksi narkoba. Hal tersebut dibuktikan dengan data kasus dan pengguna narkoba di Indonesia yang meningkat setiap tahun. RSKO Cibubur merupakan salah satu instasi yang memberikan pelayanan untuk mengatasi masalah fisik maupun psikis pada pengguna narkoba. Bagi pengguna narkoba dengan masalah putus zat setelah dilakukan terapi intoksikasi maka akan menjalani terapi detoksifikasi di ruang MPE.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
6
Klien di ruang MPE terbanyak adalah klien ketergantungan opiad dan benzodiazepine yang pada mulanya menggunakan karena coba-coba kemudian terus digunakan karena ketidakpercayaan diri dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Hal tersebut terjadi karena harga diri rendah, dan dapat menetap hingga klien berada di ruang MPE. Klien yang menjalani detoksisifikasi dapat mengalami HDR karena beberapa hal seperti proses penyembuhan lebih lama dari yang lainnya, keluarga jarang membesuk, status ekonomi yang lebih rendah, dan lain-lain. HDR yang tidak diatasi maka dapat menyebabkan klien akan merasa semakin tidak yakin dengan kemampuan dirinya sehingga dapat membuat klien kembali menggunakan zat setelah keluar dari RS. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis merasa perlu melakukan asuhan keperawatan kepada klien NAPZA dengan masalah keperawatan HDR di ruang MPE RSKO Cibubur.
1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 Tujuan Umum Karya ilmiah ini bertujuan untuk menggambarkan asuhan keperawatan bagi klien NAPZA dengan masalah keperawatan harga diri rendah (HDR) di ruang MPE RSKO Cibubur Jakarta. 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui gambaran: a. Pengkajian keperawatan b. Analisa masalah keperawatan c. Diagnosa dan rencana tindakan keperawatan pada klien NAPZA di ruang MPE RSKO Cibubur Jakarta d. Implementasi keperawatan: mandiri dan keluarga e. Evaluasi keperawatan pada klien NAPZA di ruang MPE RSKO Cibubur Jakarta f. Analisa asuhan keperawatan terkait teori dan konsep KKMP
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
7
1.4
Manfaat Penulisan
1.4.1 Manfaat bagi Pelayanan Hasil karya ilmiah ini dapat digunakan sebagai acuan bagi pelayanan kesehatan klien NAPZA di Ruang MPE RSKO Cibubur sebagai upaya peningkatan mutu pelayanan pada klien dengan masalah keperawatan harga diri rendah (HDR). Selain itu, karya ilmiah ini dapat digunakan sebagai acuan bagi perawat ruangan sebagai pemberi pelayanan kesehatan untuk melakukan asuhan keperawatan pada klien NAPZA dengan masalah HDR. 1.4.2 Manfaat bagi Keilmuan Karya ilmiah ini dapat digunakan sebagai bahan pengajaran dan pengembangan ilmu keperawatan, khususnya keilmuan keperawatan jiwa dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien NAPZA dengan masalah HDR. 1.4.3 Manfaat bagi Penelitian Hasil karya ilmiah ini dapat digunakan sebagai acuan bagi keilmuan keperawatan jiwa yang berkaitan dengan NAPZA dengan masalah keperawatan HDR sebagai bahan referensi dan memberikan ide dalam mengembangkan penelitian terkait asuhan keperawatan pada klien NAPZA dengan masalah keperawatan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini akan menjelaskan mengenai teori-teori yang berkaitan dengan perkotaan, NAPZA, dan asuhan keperawatan pada klien Harga Diri Rendah (HDR). Teori-teori tersebut meliputi konsep perkotaan, konsep NAPZA dan konsep asuhan keperawatan pada klien HDR yang terdiri dari pengkajian, analisa masalah, diagnosa dan rencana tindakan, implementasi, evaluasi dan dokumentasi keperawatan.
2.1 Konsep Perkotaan Perkotaan merupakan suatu wilayah yang ditinggali oleh manusia dan tempat antar manusia dan lingkungan berinteraksi yang memiliki karakteristik tertentu. Karakteristik perkotaan antara lain adanya peranan kelompok sekunder, kehidupan yang heterogen, mobilitas sosial tinggi, hubungan antara orang satu atau lebih didasarkan atas kepentingan kedaerahan, lebih banyak tersedia lembaga atau fasilitas untuk mendapatkan barang dan pelayanan, dan lebih banyak mengubah lingkungan. Karakteristik kota tersebut dapat menjadi penyebab terjadinya suatu masalah. Kuntjaraningrat (2011) menyatakan bahwa masalah diperkotaan meliputi masalah pada unsur hukum, sarana hidup, dan cara hidup.
Masalah yang terjadi di perkotaan membuat masyarakat perkotaan lebih rentan mengalami
stres,
Kuntjaraningrat
kemajuan
teknologi,
dan
kemajuan
tempat
hiburan
(2011). Hal tersebut sesuai dengan penyataan Ketua
perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa, Teddy Hidayat yang mengatakan bahwa masyarakat perkotaan lebih rentan mengalami gangguan jiwa atau stres. Pihak lain, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, Arie Budhiman dalam detikNews (2013) total jumlah tempat hiburan di Jakarta yaitu 1.799. Selain itu, fenomena yang berkembang di perkotaan saat ini adalah proses
8 Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
9
jual/beli dilakukan dengan mudah melalui akses internet, short message service (SMS), atau pemesanan melalui telepon.
2.2 Ketergantungan Benzodiazepine dan Metadon Obat golongan sedatif adalah golongan zat yang dapat memberi efek menenangkan dan mengantuk yang termasuk psikotropika. Ada berbagai zat yang dimasukkan ke dalam golongan sedatif, salah satu yang banyak digunakan adalah benzodiazepine. Benzodiazepine dalam kedokteran
digunakan untuk
mengatasi ansietas, ketegangan, anti kejang atau untuk menimbulkan efek sedasi
(Andri, 2011; Hawari, 2000; Menkes, 2010). Beberapa jenis yang terkenal adalah Diazepam, Alprazolam, Estazolam, Nitrazepam,
Lorazepam, Clobazam.
Penggunaan dalam jangka panjang dapat menimbulkan toleransi, ketergantungan fisik, gejala putus asa, keberanian yang berlebih, dan kesadaran berkabut. Selain itu,
obat golongan ini menyebabkan gangguan koordinasi, ataksia, penurunan fungsi kognitif dan memori, hipotoni, gangguan daya nilai realitas, gangguan fungsi sosial atau pekerjaan, gagal melakukan tanggung jawab, dan afek tumpul. Selain itu, pada penggunaan dengan dosis tinggi akan menyebabkan perilaku inhibisi yang ekstim seperti merasa tidak dapat dilukai, kebal terhadap serangan atau pukulan dan tidak terlihat oleh sekitar sehingga memungkinkan penggunanya melakukan tindak kriminal. Ketergantungan zat ini adalah saat penggunanaya menggunaan secara rutin selama empat minggu atau lebih.
Program terapi rumatan metadon merupakan kegiatan memberikan metadon cair dalam bentuk sediaan oral sebagai terapi pengganti adiksi opioida yang biasa digunakan (Depkes RI, 2013). Terapi ini membuat pola kebiasaan baru, kesempatan berpikir, bekerja, menimbang, dan memilih bagi penggunanya tanpa kekuatiran akan terjadinya gejala putus heroin, dan membantu klien memutuskan hubungan dari lingkaran pengguna heroin. Metadon bukan terapi untuk menyembuhkan ketergantugan heroin, tetapi prinsip penggunaan metadon adalah untuk menciptakan adanya perubahan perilaku. Semakin lama mengikuti
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
10
program terapi rumatan metadon maka semakin lama dapat bertahan terhindar dari heroin. Hal tersebut disebabkan karena metadon merupakan obat agonis opioid sintetik yang menjadi pilihan dalam terapi detoksifikasi adiksi opioid yang diberikan secara oral serta memiliki durasi kerja panjang (Japardi, 2002; Lumbantobing, 2007; Pahlemy, 2010).
Terapi rumatan metadon memiliki beberapa keuntungan bagi penggunanya. Hal ini karena metadon merupakan zat yang legal, dapat menstabilkan perilaku pengguna narkoba, memperbaiki kualitas hidup, digunakan secara oral sehingga mengurangi risiko HIV AIDS, harga relatif murah dan disediakan di RS, klinik, atau farmasi. Keuntungan yang terpenting adalah efek samping yang rendah dan secara subtansial dapat meningkatkan kesehatan karena penurunan dosis secara perlahan tidak menimbulkan gejala putus zat yang bermakna. Gejala putus zat pada pada metadon lebih mudah diatasi daripada heroin, tetapi bergantung pada dosis terakhir yang dikonsumsi (Japardi, 2002).
Ketergantungan benzodiazepine atau metadon adalah pemakaian benzodiazepine atau metadon yang digunakan tanpa mengikuti aturan atau pengawasan dokter, digunakan secara terus menerus dan menyebabkan ketagihan, baik secara fisik/jasmani, maupun mental emosional sehingga menimbulkan gangguan fisik, mental-emosional dan fungsi sosial (Hawari, 2000; Mardani, 2008; Setiadji, 2006). Individu yang mengalami ketergantungan terhadap benzodiazepine atau metadon disebabkan oleh adanya faktor penyebab dan pencetus yang berkaitan satu sama lain. Faktor penyebab yang dialami seperti perubahan diri baik secara fisik, peran, maupun psikologis yang dihadapi secara tiba-tiba atau bersamaan. Selain itu, faktor penyebab dapat berasal dari kondisi keluarga dan lingkungan pergaulan, baik disekitar rumah, sekolah, teman sebaya maupun masyarakat, yang menyebabkan menjadi tertekan atau depresi. Faktor pencetus individu ketergantungan zat karena pengaruh teman sebaya dan mudahnya NAPZA didapat dengan harga “terjangkau”, khasiat farmakologik NAPZA yang
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
11
menenangkan,
menghilangkan
nyeri,
menidurkan,
membuat
euphoria/fly/stone/hogh/teller (Hawari, 2000; Mardani, 2008; Setiadji, 2006).
Ketergantungan yang dialami oleh individu memiliki empat tahapan, yaitu tahap eksperimen, sosial, instrumental dan pembiasaan (Mardani, 2008). Tahap eksperimen dialami ketika alasan awal individu menggunakan NAPZA karena rasa keingintahuan terhadap NAPZA. Tahap sosial terjadi ketika individu menggunaan NAPZA untuk keperluan pesta atau kumpul bersama teman-teman dan mencari ketenangan dan berperilaku menyimpang secara bersama-sama. Sedangkan, tahap instrumental terjadi melalui pengalaman coba-coba atau meniru yang bertujuan untuk melakukan manipulasi emosi dan tingkah laku. Terakhir, tahap pembiasaan merupakan tahapan dimana individu akan terus mengkonsumsi obat atau zat (obsesif) karena seperti dipaksa (kompulsif) karena jika tidak mengkonsumsi akan mengalami gejala putus zat. Individu dengan tahap ini akan lebih mudah marah, gelisah dan depresi, sulit berkonsentrasi dan sulit tidur sehingga dapat menyebabkan dosis yang digunakan bertambah atau mencoba obat atau zat jenis lain.
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan HDR Harga diri adalah penilaian individu terhadap dirinya untuk membentuk dan mempertahankan diri pada lingkungan sekitar individu (Potter&Perry, 2006; Struart&Laria, 2005; Witter&Esson, 2003). Penilaian yang terbentuk berkaitan erat dengan penilaian tentang kemampuan individu dalam melakukan atau memenuhi tugasnya. Harga diri berasal dari dua sumber yaitu kasih sayang dan penerimaan baik dari diri sendiri maupun orang lain (Struart&Laria, 2005). Individu yang menghargai dirinya dan merasa dihargai biasanya memiliki harga diri tinggi. Harga diri tinggi adalah suatu perasaan yang berdasarkan pada suatu kondisi penerimaan diri, merasa dihargai, memiliki keyakinan untuk melakukan sesuatu yang benar dan bermanfaat (Stuart&Laraia, 2005).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
12
Harga diri rendah merupakan komponen episode depresi mayor, di mana aktivitas merupakan bentuk hukuman (Stuart & Laraia, 2005). Menurut NANDA (2005) tanda dan gejala yang dimunculkan meliputi kurang percaya diri akan kemampuan dirinya, sulit untuk menerima kenyataan pada dirinya, merasa tidak dicintai, ansietas tinggi, mudah menyerah, mengatakan hal yang negatif tentang diri sendiri, mengekspresikan sikap malu atau minder atau rasa bersalah, kontak mata kurang atau tidak ada, selalu mengatakan ketidakmampuan atau kesulitan untuk mencoba sesuatu, bergantung pada orang lain, tidak asertif, pasif dan hipoaktif, bimbang dan ragu-ragu serta menolak umpan balik positif dan membesarkan umpan balik negatif mengenai dirinya.
Harga diri cenderung bersifat stabil, tetapi individu dapat mengubah persepsi diri berdasarkan pengalaman yang didapat dalam hidup. Individu dengan harga diri tinggi mampu menggali kemampuan dirinya dan memperkuat potensi dirinya, menghargai orang lain, mengendalikan ansietas diri dengan baik, dan bertindak efektif saat berinteraksi di lingkungan sosial. Oleh karena itu, untuk meningkatkan harga diri maka individu perlu melakukan upaya mengubah persepsi diri dengan mendapatkan atau mengalami pengalaman hidup. Tindakan yang dapat perawat lakukan untuk meningkatkan harga diri klien antara lain menciptakan lingkungan yang aman, tidak menghakimi, dan menerima klien ketika berinteraksi. Selain itu, menetapkan perasaan penerimaan terhadap klien, meningkatkan kesadaran diri dan harga diri klien.
Menetapkan perasaan penerimaan terhadap individu dilakukan oleh perawat dengan menciptakan rasa harmoni dengan cara yang hangat, ramah, senyum yang sesuai, dan kontak mata. Selain itu, saat berinterkasi tidak menghakimi, dan menunjukkan penerimaaan terhadap klien, membangun hubungan berdasarkan minat yang lazim selama percakapan, memberikan perhatian penuh dengan mendengarkan dengan cermat, dan menunjukkan sikap siap untuk menjadi pendengar.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
13
Tindakan keperawatan untuk meningkatkan kesadaran diri dan harga diri klien dengan mengarahkan perhatiannya untuk memfokuskan pada isi diri sendiri atau derajat perhatian yang diarahkan ke dalam untuk memusatkan perhatian pada aspek diri sendiri (Brigham 1991). Kesadaran diri terdiri dari dua jenis yaitu kesadaran diri pribadi (private self awarnness). Individu yang memiliki kesadaran jenis tersebut akan lebih cepat memproses informasi yang mengacu pada dirinya dan memiliki gambaran tentang diri sendiri yang lebih konsisten. Jenis kedua adalah kesadaran diri publik (public self awarnnes). Individu yang memiliki kesadaran diri publik yang tinggi akan cenderung menaruh perhatian pada identitas sosialnya dan reaksi orang lain pada dirinya. Cara yang dapat dilakukan perawat untuk meningkatkan kesadaran diri klien, yaitu membantu klien untuk melakukan analisis diri, yang meliputi perilaku, pribadi, sikap dan persepsi kita. Kemudian, perawat memberi pelatihan kepekaan untuk memahami situasi, mengajak klien untuk belajar berkonsentrasi dan bersikap fokus dan selalu mengevaluasi diri dan kondisi di sekitar klien.
Harga diri individu dapat ditingkatkan oleh keberhasilan yang diperoleh selama dirinya berinteraksi dengan lingkungan. Tindakan perawat yang dapat dilakukan kepada klien untuk meningkatkan harga diri klien antara lain membantu klien untuk mengenali diri sendiri (eksplorasi diri) dengan segala kelebihan dan kekurangan
dengan
menuliskan
mana
potensi-potensi
yang bisa
kita
kembangkan atau tunjukan ke orang lain, dan mana yang harus kita tinggalkan. Kemudian, perawat membantu mewujudkan penerimaan diri klien seperti apa adanya, mengajarkan klien untuk memanfaatkan kelebihan dengan cara mengenali kelebihan yang klien miliki, selanjutnya digunakan dan dimanfaatkan seoptimal mungkin.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
14
Tindakan lain untuk meningkatkan harga diri klien dengan membantu meningkatkan keahlian yang dimiliki karena semakin banyak dan beragam keahlian yang kita miliki akan semakin besar penilaian individu terhadap dirinya. Selain itu, perawat juga dapat menuntun klien untuk memperbaiki kekurangan, tetapi kekurangan dapat juga kita manfaatkan untuk sesuatu yang berguna, membantu klien mengembangkan pemikiran bahwa kita sama dan sederajat dengan orang lain. Secara mental, perawat mendorong klien untuk temukan sesuatu yang menurut klien berharga di dalam diri klien sendiri bisa berupa sifat, watak, skill, pengetahuan, kelebihan, dan lain-lain.
Perawat mendorong klien untuk melakukan sesuatu yang menurut klien itu bernilai atau berharga buat diri klien, entah itu untuk hari ini atau hari esok. Kemudian perawat mengajak klien untuk melatih diri untuk memiliki jiwa yang lebih besar, pikiran yang lebih besar atau pertimbangan yang lebih bijak. Selain itu, perawat memberikan kesempatan kepada klien untuk melakukan latihan menghadapi persoalan dengan keputusan dan latihan menjauhi hal-hal yang berpotensi
menegatifkan
perasaan
dan
pikiran.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA Bab ini akan memaparkan tentang gambaran kasus kelolaan utama, analisa data, diagnose keperawatan, implementasi dan evaluasi keperawatan yang telah penulis lakukan. 3.1 Gambaran Kasus Klien laki-laki usia 31 tahun datang ke RS diantar oleh LSM dekat rumahnya. Riwayat penggunaan putau empat tahun lalu dengan cara suntik dan bukan pemakai baru. Penggunaan awal adalah alkohol pada tahun 1995 hingga 1996 karena mulai menggunakan ganja. Penggunaan ganja dan alkohol tersebut dicampur dengan penggunaan obat dari golongan benzodiazepine (alprazolame) hingga tahun 1998. Namun, pada tahun 1998 alprazolame tidak lagi digunakan karena klien menggunakan putau dengan cara suntik hingga tahun 2009. Tahun 2009 klien diasuh oleh LSM dekat rumahnya, yang bergerak dibidang antinarkoba, meminta klien berhenti putau dan mengikuti program rumatan metadon, tetapi disalahgunakan dengan menambahkan obat dari golongan benzodiazepine (alprazolame) sebanyak 2-4 butir setiap hari dan shabu bila diinginkan (rekreasional). Skema 3.1 Riwayat pemakaian klien Tahun Pemakaian 1995
1996
1997
1998
1999
2000
2009
Metadon
Ganja
Alkohol
2011
Benzodiazepine
Putau
Benzodiazepine Shabu
Jenis Zat yang digunakan
15 Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
2013
16
Selama itu pula klien menjadi penjual obat-obatan dari golongan benzodiazepine. Usaha tersebut tercetus ketika klien tidak mendapatkan pinjaman uang untuk beli obat. Akhirnya terpikir untuk meminjam uang untuk modal berjual obat sehingga dengan cara tersebut klien dapat memiliki uang dan obat dari hasil penjualan. LSM yang mengasuh klien menginginkan klien berhenti dari ketergantungan metadon dan memutus penjualan obat benzodiazepine. Namun demikian, klien ingin berhenti atau keluar dari program metadon dengan alasan sudah bosan dan ingin berubah karena sudah menikah tetapi bercerai dua tahun lalu dan terpisah dengan kedua anaknya. Selama itu pula klien baru menyadari dampak negatif dari ketergantungan narkoba di masa lalu, yaitu beberapa kali terjerat masalah kriminal dan tertangkap oleh pihak kepolisian. Selain itu, klien yang menghabiskan tabungan orang tua untuk menjalani terapi spiritual di salah satu pondok pesantren di Sukabumi, tetapi tidak sampai selesai karena kendala biaya. Rumah orang tua dijual untuk membiayai terapi spiritual tersebut dan membayar hutang yang dipakai untuk modal usaha penjualan obat.
Saat ini klien tinggal bersama orang tua dan seorang adik yang belum menikah di rumah kontrakan yang sederhana dan menjalani terapi metadon dengan dibiayai oleh jaminan yang diberikan pemerintah daerah. Kebutuhan sehari-hari keluarga dipenuhi oleh ayah yang masih bekerja dan seorang adik yang sudah menikah. Pembelian narkoba berasal dari uang keluarga yang seharusnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu, klien mendapatkan uang dengan melakukan pekerjaan yang melanggar hukum seperti mencuri, mencopet, menipu, dan menjual obat. Hal tersebut dilakukan karena selain untuk membeli narkoba juga membeli rokok sebanyak 20-30 batang (1-1,5 bungkus) setiap hari.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
17
Terapi di ruang MPE berlangsung selama dua minggu hingga tiga bulan. Setelah kondisi klien stabil, keluarga bersama-sama klien dan dokter memutuskan terapi lanjutan yang akan dilakukan, yaitu rehabilitasi, subtitusi atau pulang ke rumah. Untuk kasus klien yang ingin berhenti metadon dengan dosis terakhir 275 mg, terapi akan membutuhkan waktu yang lebih panjang. Hal tersebut karena untuk berhenti metadon tidak bisa secara langsung dilakukan, tetapi dengan menurunkan dosis sedikit demi sedikit untuk mengevaluasi tanda dan gejala putus zat. Setelah berhasil berhenti metadon, klien diwajibkan untuk memeriksakan diri sesuai dengan instruksi dokter. Klien telah memahami segala informasi tersebut dan menerima resiko tersebut dengan menandatangani inform concent.
Sepuluh hari berada di ruang MPE, klien terlihat lebih menyukai menyendiri di kamar atau menonton televisi sendiri dan saat berinterkasi lebih sering menunduk, bicara lambat, tidak mau berlama-lama interaksi dan tidak menatap lawan bicara. Klien menyatakan malas berinterkasi dengan orang lain karena malu dengan kondisinya yang pemakai, orang tidak mampu, bercerai dengan istri dan anak tidak tinggal bersamanya. Selain itu, klien juga malu karena diantar ke RS oleh LSM dan jarang dibesuk keluarga. Klien juga terlihat malas mandi karena klien menganggap keperluan mandi agar dapat tidur malam dengan nyenyak sehingga jika klien mendapat obat tidur, maka klien tidak mandi dalam sehari tersebut dan klien mengatakan mandi tidak membuat dirinya ganteng. Saat berinteraksi dengan penulis, klien mengatakan jangan menceritakan semua yang diceritakan kepada penulis karena klien malu dengan cerita hidupnya.
Teman klien selama di ruangan hanya satu orang, itupun jarang berinteraksi dan kenal karena orang tersebut merupakan pembeli yang rutin membeli obat kepada klien. Beberapa klien lain mengatakan malas berinteraksi dengan klien karena beda aliran sehingga tidak bisa diajak diskusi dan juga klien terlihat malas bergabung dengan yang lainnya sehingga klien lain juga malas berinterakasi. Hampir seluruh klien di ruangan mengetahui bahwa klien menggunakan jaminan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
18
kesehatan dari papan pasien yang ada di ruangan. Hal tersebut diperkuat dengan beberapa klien yang mengetahui bahwa klien diantar oleh LSM dan keluarga jarang membesuk.
Klien menyatakan keinginannya untuk berhenti metadon agar dirinya dapat kembali mengasuh kedua anaknya, tetapi klien merasa tidak yakin bisa melakukannya karena klien menyadari hal tersebut butuh waktu lama. Alasan lain berhenti metadon karena sudah lelah dan bosan merasakan sakau. Klien mengatakan bahwa untuk berhenti metadon membutuhkan waktu lama, setelah berhenti klien juga membutuhkan waktu untuk mendapatkan pekerjaan yang halal karena klien tidak memiliki pengalaman kerja dan tidak punya kemampuan selain kemampuan tentang memakai dan memperoleh narkoba. Ayah klien telah berencana untuk mengajak klien bekerja sebagai sopir jika klien sudah benarbenar berhenti metadon atau klien dikirim ke kampung halaman ayahnya di Sulawesi Selatan untuk bekerja di sana.
Klien selama di ruangan menjalani turun dosis metadon sebagai upaya untuk berhenti metadon sesuai dengan keinginan klien. Setiap minimal tiga hari dosis diturunkan 10 mg dengan rekomendasi dokter. Ketika dosis metadon menjadi 210 mg, perawatan minggu keempat, klien mengeluhkan perawatannya yang masih berlangsung lama dan ingin pakai putau atau meminta pil alprazolame karena kepengen “high”. Hasil observasi klien terlihat sering membicarakan topik tentang pengalamannya memakai dan mengatakan ingin menggunakannya. Selain itu, klien mengatakan sulit tidur dan meminta obat tidur, tetapi jika sore hari klien lebih suka tidur karena menahan suggest yang dialami.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
19
3.2 Pohon Masalah Klien 3.2 Skema pohon masalah klien Ketidakberdayaan
Gangguan konsep diri: harga diri rendah
Koping individu tidak efektif
3.3 Analisa Keperawatan Tabel 3.1 Analisa kasus keperawatan No 1
Data Data Subjektif: Klien menyatakan malas berinterkasi dengan orang lain karena malu dengan kondisinya yang pemakai, orang tidak mampu, bercerai dengan istri dan anak tidak tinggal bersamanya Klien juga malu karena diantar ke RS oleh LSM dan jarang dibesuk keluarga Klien meminta kepada penulis untuk tidak menceritakan kehidupnya karena malu Beberapa klien lain mengatakan malas berinteraksi karena beda aliran sehingga tidak bisa diajak diskusi dan juga klien terlihat malas bergabung dengan yang lainnya sehingga klien lain juga malas berinterakasi Data Objektif: Bercerai dua tahun lalu dan terpisah dengan kedua anaknya serta jarang dibesuk keluarga Terapi metadon dengan dibiayai oleh jaminan yang diberikan pemerintah daerah Klien mendapatkan uang dengan melakukan pekerjaan yang melanggar hukum seperti mencuri, mencopet, menipu, dan menjual obat Terapi di ruang MPE membutuhkan waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan klien lain Sepuluh hari berada di ruang MPE, klien terlihat lebih menyukai di kamar atau menonton televisi dan saat berinterkasi lebih sering menunduk, bicara lambat, dan jarang menatap lawan bicara
Masalah Keperawatan Harga Diri Rendah (HDR)
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
20
2
3
Data Subjektif: Klien menyatakan keinginannya untuk berhenti metadon agar dirinya dapat kembali mengasuh kedua anaknya, tetapi klien merasa tidak yakin bisa melakukannya karena klien menyadari hal tersebut butuh waktu lama Klien mengatakan bahwa untuk berhenti metadon membutuhkan waktu lama, setelah berhenti klien juga membutuhkan waktu untuk mendapatkan pekerjaan yang halal karena klien memakai dan memperoleh narkoba Ayah klien telah berencana untuk mengajak klien bekerja sebagai sopir jika klien sudah benar-benar berhenti metadon atau klien dikirim ke kampung halaman ayahnya di Sulawesi Selatan untuk bekerja di sana Data Objektif: Klien selama di ruangan menjalani turun dosis metadon untuk berhenti metadon Setiap tiga hari dosis diturunkan 10 mg dengan rekomendasi dokter Klien mendapatkan uang dengan melakukan pekerjaan yang melanggar hukum seperti mencuri, mencopet, menipu, dan menjual obat Data Subjektif: Klien mengatakan ingin pakai putau atau meminta pil alprazolame karena kepengen “high” lagi Klien meminta obat tidur ditambah lebih banyak dan diberikan saat klien meminum metadon Data Objektif: Klien selama di ruangan menjalani turun dosis metadon sebagai upaya untuk berhenti metadon Klien terlihat sering membicarakan topik tentang pengalamannya memakai Dua tahun yang lalu hingga sehari sebelum ke RS, klien menyalahgunakan metadon dengan campuran obat benzodiazepine
Ketidakberdayaan
Koping Individu Tidak Efektif
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
21
3.4 Prioritas Masalah Keperawatan Berdasarkan analisa masalah keperawatan klien, penulis memprioritaskan masalah gangguan konsep diri: harga diri rendah menjadi prioritas masalah keperawatan yang utama. Selanjutnya masalah keperawatan yang kedua adalah ketidak berdayaan dan yang terakhir adalah koping individu tidak efektif.
3.5 Diagnosa Keperawatan Berdasarkan prioritas serta tanda dan gejala yang didapat melalui observasi, wawancara dan sumber sekunder penulis merumuskan diagnosa keperawatan utama kasus klien gangguan konsep diri: harga diri rendah (HDR).
3.6 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan Implementasi yang dilakukan sesuai dengan rencana tindakan keperawatan yang telah disampaikan penulis pada bab sebelumnya. Namun, tindakan keperawatan yang dilakukukan sebanyak delapan kali pertemuan. Pertemuan pertama dan kedua dilakukan untuk membina hubungan saling percaya antara perawat dan klien. Bina hubungan saling percaya dilakukan dua kali karena pada pertemuan pertama klien belum mau berinteraksi dengan alasan malu sehingga bina hubungan saling percaya tercapai pada pertemuan kedua.
Penulis sebagai perawat pada pertemuan pertama menunjukan sikap penerimaan dan tidak menghakimi kondisi klien. Sikap penerimaan yang dilakukan penulis seperti tetap memperhatikan kebutuhan klien secara keseluruhan, tidak hanya mengenai perasaannya tetapi juga kebutuhan dasar yang belum terpenuhi. Hal tersebut dilakukan dengan cara yang hangat, ramah, senyum yang sesuai, dan kontak mata. Pada pertemuan kedua, klien telah merasa diterima oleh penulis sebagai perawat sehingga dapat terbina hubungan saling percaya dan klien bersedia mengungkapkan perasaannya kepada penulis.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
22
Pertemuan kedua, klien bersedia mengungkapkan kondisinya saat ini kepada penulis. Penulis tetap mempertahankan sikap penerimaan dan tidak menghakimi ketika klien mengungkapkan kondisinya saat ini. Di pertemuan kedua, klien belum bersedia mengungkapkan perasaaan HDR yang dialami dan masih banyak menunduk dan kontak mata kurang, tetapi penulis menunjukkan sikap penerimaan dengan memberikan perhatian penuh, mendengarkan dengan cermat, dan menunjukkan sikap siap untuk menjadi pendengar. Sikap ini penulis lakukan secara intensif, yaitu setiap kali berinteraksi dengan klien hingga pada pertemuan ketiga, SP 1 HDR dapat dilakukan.
Pertemuan ketiga penulis membantu klien mengungkapkan perasaaan HDR yang dialami dan membantu meningkatkan kesadaran diri. Penulis melakukan diskusi bersama klien mengenai perasaan malu yang dialami meliputi penyebab, tanda dan akibat dari perasaan malu. Selama klien mengungkapkan perasaannya, penulis menunjukkan sikap penerimaan dan tidak menghakimi klien. Setelah itu, penulis membantu klien untuk mengidentifikasi aspek positif yang dimiliki, tetapi klien tidak dapat menyebutkan satupun. Oleh karena itu, penulis memberikan motivasi bahwa pasti ada aspek positif yang klien miliki dan itu menjadi hal yang harus klien pikirkan untuk didiskusikan dipertemuan selanjutnya.
Implementasi membantu klien mengidentifikasi aspek positif dan melatih salah satu kemampuan yang dimiliki, dilakukan pada pertemuan ke empat. Kemampuan yang disepakati oleh klien untuk dilatih pada hari tersebut adalah kemampuan menggambar pola batik atau design tato. Pelaksanaannya sangat lancar karena peralatan yang dibutuhkan, seperti kertas, alat tulis, meja dan kursi tersedia di ruangan. Di akhir pertemuan, klien menyepakati untuk kembali melanjutkan gambar tersebut hingga gambar menghasilkan setengah kertas ukuran A4 dan klien meminta untuk latihan bermusik: main gitar untuk pertemuan selanjutnya.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
23
Sesuai dengan rencana tindak lanjut yang disepakati bersama klien dipertemuan keempat, pertemuan kelima memberikan kesempatan kepada klien untuk melatih kemampuan kedua klien, yaitu mengaji. Untuk melakukan implementasi ini, diperlukan buku iqra yang akhirnya penulis siapkan karena di ruangan tidak ada. Selama pelaksanaan, klien merasa senang, tetapi beberapa klien yang melihat klien sedang mengaji juga ingin ikut mengaji sehingga awalnya klien sedikit terdistraksi. Namun demikian, klien mampu menyelesaikan latihan membaca iqra dan membuat jadwal setiap sore berlatih membaca iqra.
Latihan terakhir adalah latihan bermain musik, yaitu bermain gitar. Latihan ini berjalan lancar karena di ruangan tersedia gitar. Penulis sebagai perawat memfasilitasi dan memotivasi klien untuk berlatih kemampuan bermusik, yaitu bermain gitar pada pertemuan keenam. Saat klien berlatih bermain gitar, penulis membantu klien untuk mengajak teman di ruangan untuk ikut bernyanyi bersamasama sehingga klien dapat mengiringi teman-temannya yang ingin bernyanyi. Klien mengatakan senang karena bisa dekat dan merasa berguna bagi temantemannya walaupun klien tidak dapat memberikan makanan atau rokok kepada temannya. Klien tampak bersemangat bermain gitar dan teman klien tampak senang dan memberikan pujian kepada klien karena tidak menyangka bahwa klien dapat bermain gitar. Klien ingin berlatih olah raga di bawah bersama teman lainnya karena merasa sudah tidak malu untuk berinteraksi dengan yang lainnya. Selain itu, klien menjadwalkan setiap sore setelah belajar mengaji akan berlatih bermain gitar.
Pertemuan ketujuh, klien melakukan latihan olah raga, yaitu bermain bilyard dan angkat beban yang disediakan RS. Klien mampu melakukan aktivitas tersebut dengan percaya diri bersama klien lainnya dan ditonton oleh beberapa keluarga yang sedang membesuk. Selama latihan klien terlihat semangat, kontak mata ada, dan tidak menunduk. Klien mengatakan selama latihan mengaji, klien diminta oleh salah seorang klien untuk mengajarinya dan klien melakukannya sehingga
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
24
klien merasa senang. Begitu pula dengan menggambar, salah seorang klien meminta klien menggambarkan design tato untuk dirinya dan yang lainnya mengatakan kemampuannya bisa dijadikan pekerjaan.
Penulis melakukan implementasi kepada keluarga pada pertemuan ke delapan dengan berdiskusi tentang HDR yang dialami oleh klien, penyebab dan akibat. Selain itu, penulis juga berdiskusi bersama keluarga klien cara yang telah penulis lakukan untuk meningkatkan harga diri, yaitu memberikan kesempatan kepada klien untuk melatih kemampuan positif yang dimiliki klien. Penulis juga mendiskusikan bersama keluarga bahwa cara tersebut juga harus keluarga lakukan kepada klien jika klien sudah kembali ke rumah, yaitu dengan memfasilitasi klien untuk menggambar, bermusik, dan mengaji. Terakhir, penulis memberikan kesempatan
kepada
keluarga
untuk
melakukan
latihan
mengaji
untuk
meningkatkan harga diri klien. Setelah keluarga melakukan hal tersebut, keluarga senang dapat mengajarkan klien mengaji.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
BAB 4 PEMBAHASAN Bab ini penulis akan memaparkan analisa situasi asuhan keperawatan kliendengan masalah harga diri rendah (HDR). Analisis tersebut didasarkan oleh konsep perkotaan, NAPZA, dan asuhan keperawatan HDR.
4.1 Profil Lahan Praktek RSKO Cibubur merupakan salah satu instansi pemerintah yang memiliki salah satu program detoksifikasi bagi penyalahguna NAPZA, yaitu ruang MPE (Medical Psychiatry Evaluation). Selain itu, RSKO juga memiliki program untuk menangani masalah fisik dan psikologi yang ditimbulkan oleh penggunaan NAPZA, seperti poli gigi, kulit, ruang perawatan fisik, layanan rontgen, laboratorium, dan lain-lain. Khusus di ruang MPE, program yang dilakukan kepada klien adalah detoksifikasi untuk NAPZA, perbaikan status fisik dan psikis akibat putus zat yang dialami selama klien berada di ruang tersebut. Oleh karena itu, tenaga kesehatan yang berada di ruangan tersebut terdiri dari dokter umum, dokter spesialis jiwa, perawat dan ahli gizi.
Kapasitas jumlah tempat tidur di ruang MPE sebanyak dua puluh satu tempat tidur, satu tempat tidur kelas VIP, dua tempat tidur kelas I, enam tempat tidur kelas II, dan dua belas tempat tidur kelas III. Perawat merupakan petugas kesehatan terbanyak dan yang paling memiliki waktu lebih lama dibandingkan dengan tenaga kesehatan lain yang ada di ruang MPE. Oleh karena itu, perawat memiliki peran penting dalam melaksanakan detoksifikasi klien putus zat dengan masalah fisik dan psikis. Masalah psikis yang dialami klien di ruang MPE sangat beragam dan hampir semua mengalami masalah psikis. Selain karena putus zat, masalah yang dialami klien selama menjalani terapi detoksifikasi, baik masalah dengan keluarga ataupun dengan sesama klien.
24 Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
26
Masalah psikis yang dialami oleh klien selama di ruang MPE, baik masalah dengan keluarga ataupun sesama klien, menimbulkan masalah keperawatan psikososial seperti resiko perilaku kekerasan, ansietas, harga diri rendah, koping individu tidak efektif, koping keluarga tidak efektif, dan lain-lain (Hart, Ksir, & Ray, 2009; NANDA 2012). Masalah keperawatan psikososial tersebut juga dialami oleh klien yang berada di ruang MPE selama tiga minggu, terutama masalah harga diri rendah. Masalah keperawatan HDR klien disebabkan oleh kondisi klien (status pekerjaan, pernikahan dan status kriminal), kondisi keluarga (kurang optimal dalam memberikan dukungan, baik dukungan materi ataupun moral misalnya jarang membesuk dan tidak lama dan tidak membawa apa-apa ketika membesuk), dan teman yang bersikap menjauhi klien karena mengetahui kondisi klien tersebut. Berdasarkan kondisi ruangan dan kondisi klien di MPE, maka penulis memberikan asuhan keperawatan HDR selama tujuh minggu kepada klien.
4.2 Analisis Masalah Keperawatan HDR pada Klien Hasil pengkajian yang dilakukan kepada klien didapatkan bahwa sejak lahir klien tinggal di perkotaan, yaitu di Jakarta. Lingkungan tempat tinggal klien yang membentuk atau menyebabkan klien memiliki koping untuk mengatasi berbagai masalah yang klien hadapi, baik itu masalah ekonomi, pekerjaan, pendiidikan, perkawinan, ataupun hukum (Kuntjaraningrat, 2011). Berbagai masalah yang dihadapi oleh klien membuat klien lebih rentan mengalami stres (Hidayat, 2013).
Perkotaan yang menjadi tempat tinggal klien mengalami perkembangan yang pesat dibidang teknologi dan fasilitas umum. Hal tersebut terjadi sebanding dengan semakin banyaknya masalah yang terjadi di perkotaan. Perkembangan kota yang juga dinikmati klien adalah mudahnya melakukan aktivitas sosial seperti jual.beli, banyaknya tempat umum yang dapat digunakan oleh klien untuk
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
27
mendapatkan hiburan atau melakukan interaksi sosial. Hal tersebut dibuktikan dengan penyataan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, Arie Budhiman dalam detikNews (2013) total jumlah tempat hiburan di Jakarta yaitu 1.799. Selain itu, fenomena yang berkembang di perkotaan saat ini adalah proses jual/beli dilakukan dengan mudah melalui akses internet, short message service (SMS), atau pemesanan melalui telepon.
Kemajuan perkotaan di atas berdampak negatif kepada klien karena kemajuan teknologi dan banyaknya tempat hiburan yang ada di sekitar lingkungan klien dan ditambah masalah yang klien hadapi menyebabkan klien menyalahgunakan kemajuan tersebut. Hal tersebut terbukti dengan pernyataan klien bahwa klien melakukan jual beli obat golongan benzodiazepine karena tuntutan ekonomi dan memanfaatkan layanan short message service (SMS), atau telepon untuk melakukan transaksi jual beli. Hal tersebut dilakukan klien selama dua tahun terakhir. Kemajuan teknologi dan keuntungan yang besar dari penjualan tersebut membuat klien menjadi ketergantungan dengan usaha tersebut dan menyebabkan klien juga menggunakan obat yang dijualnya.
Faktor lain yang menyebabkan klien menyalahgunakan obat-obatan adalah dari faktor NAPZA itu sendiri yang mudah didapat dengan harga “terjangkau”, dan khasiat farmakologik yang menenangkan, menghilangkan nyeri, menidurkan, membuat euphoria/fly/stone/hogh/teller (Hawari, 2000; Mardani, 2008; Setiadji, 2006). Hal tersbut juga dirasakan oleh klien yang mengatakan bahwa obat yang dijual dan dikonsumsi klien didapat dengan mudah di toko obat yang banyak terdapat di Jakarta tanpa resep, misalnya di daerah Jakarta Pusat. Obat tersebut bahkan dapat dipesan kepada penjual melalui SMS atau telepon sehingga begitu klien dating, barang yang diinginkan telah disiapkan. Klien mengaku untuk hal ini, klien belum pernah tertangkap polisi.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
28
Begitupula dengan harga obat yang dibeli sangat terjangkau, yaitu berkisar antara Rp. 25.000 sampai Rp. 35.000 per 10 butir yang kemudian klien jual dengan harga 2-3 kali lipat dari harga beli. Dalam sehari, klien dapat menjual minimal 100 butir sehingga dalam sehari minimal klien mendapatkan uang Rp. 250.000. Efek obat benzodiazepine adalah sedatif, ansiolitik dan antikonvulsan sehingga bagi yang meminum obat golongan psikotropika ini akan merasa tenang dan mengantuk (Andri, 2011; Hawari, 2000; Menkes, 2010). Kemudahan, harga
terjangkau,
dan
efek
obat
ini
juga
menjadi
penyebab
klien
menyalahgunakan obat tersebut selain karena masalah yang dihadapi klien.
Alasan lain yang klien sampaikan adalah dengan meminum obat tersebut klien merasa lebih percaya diri dan tidak takut pada apa pun. Oleh karena itu klien menjadi lebih berani melakukan tindakan kriminal lainnya, seperti mencopet atau menjambret. Untuk masalah ini, klien beberapa kali tertangkap polisi dan klien tidak merasa jera karena selama menggunakan obat tersebut klien mengatakan bahwa dirinya menjadi tahan dilukai oleh apapun. Pernyataan klien ini sesuai dengan Pahlemy (2010) yang menyatakan bahwa pengguna dengan dosis tinggi akan menyebabkan perilaku inhibisi yang ekstim seperti merasa tidak dapat dilukai, kebal terhadap serangan atau pukulan dan tidak terlihat oleh sekitar sehingga memungkinkan penggunanya melakukan tindak kriminal.
Penggunaan secara rutin selama empat minggu atau lebih akan menimbulkan kecanduan dan ketergantungan (Andri, 2011; Hawari, 2000; Menkes, 2010 Pahlemy, 2010). Klien telah masuk kedalam tahap ketergantungan obat benzodiazepine terbukti dengan masa penggunaan obat 2-4 butir perhari selama dua tahun yang lalu hingga sehari sebelum masuk RS. Selain itu, ketika klien tidak mengkonsumsi obat tersebut maka klien akan mengalami gejala putus zat. Oleh karena itu, klien dibawa oleh LSM dekat rumah ke RSKO untuk menghilangkan racun melalui program detoksifikasi (BNN (2013; Hawari, 2000; Pahlemy, 2010).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
29
Lama program detoksifikasi berdasarkan dengan gejala putus zat yang dialami, baik secara fisik maupun psikis yaitu antara beberapa hari hingga beberapa bulan (Hawari,
2009;
Japardi,
2002;
Pahlemy,
2010).
Klien
tidak
hanya
menyalahgunakan obat dari golongan benzodiazepine, tetapi sejak dua tahun yang lalu hingga klien berada di RSKO, klien menjalani terapi subtitusi opiad, metadon karena klien telah berhenti menggunakan putaw. Sehingga program detoksifikasi yang akan klien jalani di RSKO menjadi lebih lama karena dosis metadon diturunkan membutuhkan waktu lama dalam terapi detoksifikasi (Japardi, 2002). Oleh karena itu, selain kondisi fisik, kondisi psikis klien selama menjalani program detoksifikasi perlu dilakukan perawatan dengan baik.
Klien dengan usia 31 tahun riwayat bercerai dua tahun lalu dan kedua anak tinggal bersama mantan istri, riwayat status hukum yang beberapa kali tertangkap polisi karena kasus kriminal, dan status ekonomi keluarga yang tidak mampu dan tinggal di perkotaan membuat dirinya rentan mengalami stres seperti yang dijelaskan di atas. Selain itu, lamanya proses terapi detoksifikasi juga dapat membuat klien lebih rentan ditambah dengan pendukung keluarga yang jarang membesuk klien semakin membuat dirinya rentan mengalami masalah psikososial, khususnya harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu terhadap dirinya untuk membentuk dan mempertahankan diri pada lingkungan sekitar individu (Potter&Perry, 2006; Struart&Laria, 2005; Witter&Esson, 2003).
Harga diri tinggi adalah suatu perasaan yang berdasarkan pada suatu kondisi penerimaan diri, merasa dihargai, memiliki keyakinan untuk melakukan sesuatu yang benar dan bermanfaat (Stuart&Laraia, 2005). Hal tersebut tidak terjadi pada klien karena klien merasa malu pada dirinya dan memandang dirinya tidak memiliki nilai positif yang membuat dirinya dihargai orang lain. Ini dibuktikan dengan pernyataan klien yang malas berinterkasi dengan orang lain karena malu dengan kondisinya yang pemakai, orang tidak mampu, bercerai dengan istri dan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
30
anak tidak tinggal bersamanya, dan jarang dibesuk oleh keluarga. Di lain pihak, harga diri rendah yang dialami klien karena klien merasa tidak dihargai dibuktikan dengan beberapa klien mengatakan malas berinteraksi dengan klien karena beda aliran sehingga tidak bisa diajak diskusi dan juga klien terlihat malas bergabung dengan yang lainnya sehingga klien lain juga malas berinterakasi dengan klien.
Tanda harga diri rendah yang dialami oleh klien berdasarkan hasil observasi adalah terlihat lebih menyukai menyendiri di kamar atau menonton televisi sendiri dan saat berinterkasi lebih sering menunduk, bicara lambat, tidak mau berlama-lama interaksi dan tidak menatap lawan bicara (NANDA, 2005). Jika hal tersebut terus berlangsung, maka klien tidak akan melihat aspek positif yang dimiliki dan kemampuan tersebut tidak akan terlatih dan akhirnya klien akan merasa tidak berdaya dan putus asa. Oleh karena itu, sebagai perawat yang memberikan asuhan keperawatan secara holistik, maka masalah harga diri rendah yang dialami klien perlu diatasi untuk meningkatkan harga diri sehingga akibat HDR tidak terjadi.
4.3 Analisis Implementasi HDR Proses asuhan keperawatan yang dilakukan pada klien dengan masalah harga diri rendah (HDR) sesuai dengan standar asuhan keperawatan, yaitu meliputi pengkajian, analisa data, penegakkan diagnosa, membuat rencana tindakan keperawatan, implementasi tindakan keperawatan, dan evaluasi dan dokumentasi hasil asuhan keperawatan. Proses keperawatan tersebut berlangsung berurutan oleh perawat.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
31
Pengkajian yang dilakukan pada klien dilakukan melalui wawancara dengan klien dan keluarga, observasi, data sekunder dari perawat ruangan dan klien lain di ruangan. Data hasil pengkajian tersebut dikelompokkan menjadi dara subjektif dan data objektif yang mendukung penegakkan diagnose harga diri rendah. Datadata tersebut telah penulis uraikan pada bab sebelumnya. Setelah itu, perawat akan membuat rencana tindakan keperawatan untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan kondisi klien berdasarkan hasil pengkajian. Rencana tindakan untuk klien Tn. RL telah penulis uraikan pada bab sebelumnya.
Tindakan keperawatan yang dilakukan kepada klien sesuai dengan rencana tindakan keperawatan yang sebelumnya telah dibuat. Namun demikian, jumlah pelaksanaan tindakan tidak dapat dilakukan sesuai dengan rencana, yaitu delapan kali pertemuan. Hal tersebut terjadi karena harga diri cenderung bersifat stabil, tetapi individu dapat mengubah persepsi diri berdasarkan pengalaman yang didapat dalam hidup. Perawat dapat menciptakan lingkungan yang aman, tidak menghakimi, dan menerima klien ketika berinteraksi untuk tindakan awal berinteraksi dengan klien HDR. Hal tersebut bertujuan untuk membina hubungan saling percaya dengan klien. Pada kasus klien tindakan ini dilakukan penulis pada pertemuan pertama, tetapi klien belum dapat menerima penulis dengan terbuka. Namun demikian, BHSP terjalin pada pertemuan kedua.
Tindakan untuk meningkatkan kesadaran diri dilakukan kepada klien karena klien tidak menyadari aspek positif yang dimiliki dirinya. Kesadaran yang dimiliki klien adalah jenis kesadaran diri publik sehingga klien lebih menilai diri berdasarkan pada identitas sosialnya dan reaksi orang lain pada dirinya. Oleh karena itu, penulis melakukan modifikasi dengan melakukan tindakan kesadaran diri yang terfokus pada penilaian diri sendiri tentang perilaku, sikap, dan persepsi diri terhadap lingkungan. Dengan demikian, pada pertemuan ketiga klien mampu menilai dirinya tentang perilaku, sikap dan persepsi diri. Namun, kesadaran diri mengenai kemampuan yang dimiliki dapat klien lakukan dipertemuan keempat.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
32
Implementasi untuk meningkatkan harga diri dengan melatih kemampuan positif yang dimiliki, yaitu menggambar, bermusik, dan mengaji dilakukan pada minggu keempat hingga minggu keenam. Alasan pemilihan kemampuan tersebut karena kemampuan tersebut menurut klien dapat membuat dirinya merasa dihargai oleh orang lain dan kemampuan tersebut dapat dilatih di ruangan. Selama enam pertemuan, klien menunjukan sikap yang lebih positif, yaitu klien bicara menatap lawan bicara, tidak malu untuk berinteraksi dengan klien lainnya, dan tidak menyatakan perasaan malu pada dirinya. Namun demikian, klien mengatakan tidak yakin tetap bisa merasa dihargai bila klien telah kembali pulang.
Implementasi keluarga dilakukan oleh penulis sebanyak satu kali karena keluarga jarang membesuk klien. Namun, implementasi keluarga yang penulis lakukan
pada
pertemuan
ke
delapan
menghasilkan
keluarga
mampu
meningkatkan harga diri klien. Namun perlu dilakukan beberapa kali agar harga diri klien terus meningkat dan menjadi pembiasaan bagi keluarga yang nantinya tinggal bersama klien dan menjadi pihak yang paling utama memberikan dukungan kepada klien.
4.4 Alternatif Pemecahan yang dapat Dilakukan Berdasarkan analisis masalah pada klien dengan HDR di atas, maka penulis memberikan alternatif pemecahan masalah untuk kasus klien HDR dengan kasus ketergantungan benzodiazepine. Alternatif tersebut bertujuan untuk memberikan terapi lanjutan kepada klien untuk mempertahankan harga diri klien yang meliputi dua pilihan, yaitu klien melanjutkan terapi di RS atau klien pulang dengan dukungan dari berbagai pihak, seperti orang tua, LSM yang mengasuh klien sehingga klien dapat mematuhi terapi rawat jalan psikososial secara rutin.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
33
Alternatif pertama adalah alternatif yang penulis anggap paling efektif dilaksanakan kepada klien, yaitu klien melanjutkan program rehabilitasi setelah program di detoksifikasi selesai dijalankan. Alasannya adalah melihat kondisi klien yang diminta untuk berhenti terapi metadon oleh LSM dan kondisi keluarga yang sibuk, dan anak-anak klien yang tinggal bersama mantan istri membuat klien menjadi lebih berisiko untuk kembali mengalami harga diri rendah dan sulit merasa dihargai jika klien berada di rumah tanpa terapi rehabilitasi sebelumnya. Ditambah lagi, klien riwayat opium dan ketergantungan benzodiazepine serta akan menghentikan terapi metadon, kemungkinan mengalami relaps sangat tinggi (Japardi, 2002). Oleh karena itu, alternatif untuk melanjutkan
terapi
rehabilitasi
menjadi
alternatif
yang
efektif
untuk
meningkatkan harga diri klien sebelum akhirnya klien kembali ke rumah. Selain itu, peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan HDR dapat dilaksanakan dengan optimal.
Alternatif kedua adalah klien kembali ke rumah dengan patuh menjalani terapi psikososial di RS dengan rawat jalan. Namun, hal tersebut dapat berlangsung efektif dengan dukungan penuh dari orang-orang sekitar klien, seperti orang tua, saudara dan tetangga. Hal tersebut dibutuhkan klien untuk memotivasi klien agar patuh menjalani terapi psikososial dan lingkungan mendukung klien untuk tetap merasa berharga dan dapat meningkatkan harga dirinya.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
BAB 5 PENUTUP
Bab ini membahas kesimpulan dan saran dari penulis mengenai asuhan keperawatan klien
harga
diri
rendah
dengan
ketergantungan
benzodiazepine.
Penulis
menyimpulkan hasil asuhan keperawatan harga diri rendah secara keseluruhan dan memberikan saran terkait hasil asuhan yang berguna bagi pelayanan, keilmuan dan penelitian selanjutnya.
5.1 Kesimpulan Kesehatan lingkungan akan mempengaruhi kesehatan masyarakat, termasuk lingkungan perkotaan yang dapat mempengaruhi kesehatan masyarakatnya. Perkotaan saat ini yang mengalami perkembangan pesat dibidang pembangunan tempat hiburan dan teknologi dapat berdapak pada kesehatan psikososial masyarakatnya, salah satunya masalah ketergantungan NAPZA. Masalah tersebut lebih rentan terjadi di perkotaan yang mengalami perkembangan sehingga memudahkan akses mendapatkan NAPZA. Selain itu, kondisi perkotaan yang tinggi dengan kompetisi membuat masyarkatnya menjadi lebih rentan mengalami stres karena masalah kehidupan. Ketergantungan NAPZA menyebabkan masalah sosial, ekonomi, hukum, fisik, psikis, dan spiritual, khususnya masalah harga diri rendah. Oleh karena itu, peran perawat yang berada di RS, khususnya RSKO yang memberikan layanan detoksifikasi dan rehabilitasi kepada klien ketergantungan NAPZA jenis apapun menjadi penting. Hal tersebut untuk mengatasi dan meminimalisir dampak ketergantungan NAPZA untuk masalah psikososial yang dihadapi klien.
33 Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
35
Hasil asuhan keperawatan yang dilakukan penulis kepada klien dengan masalah harga diri rendah di RSKO menggambarkan pengkajian pada klien dilakukan melalui wawancara, observasi dan pengkajian sekunder. Setelah pengkajian dilakukan, perawat dapat mengelompokkan data untuk menegakkan masalah harga diri rendah menjadi diagnosa keperawatan. Kemudian, berdasarkan data tersebut maka perawat membuat rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan kepada klien. Berdasarkan pada rencana tindakan keperawatan yang telah dibuat, perawat melaksanakan tindakan keperawatan kepada klien dan keluarga untuk mencapai tujuan intervensi, yaitu mengatasi masalah harga diri rendah atau meningkatkan harga diri klien. Perawat yang memberikan tindakan keperawatan kepada klien juga mengobservasi respon klien sehingga respon tersebut menjadi evaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan perawat kepada klien.
5.2 Saran Hasil karya ilmiah ini perlu dikembangkan lagi untuk penyusunan program suhan keperawatan harga diri rendah pada klien dengan ketergantungan NAPZA. Hasil karya ilmiah ini dapat menjadi sarana masukan bagi pelayanan keperawatan yang memberikan asuhan keperawatan, keilmuan dan bagi penelitian selanjutnya. 5.2.1 Pelayanan Hasil asuhan keperawatan harga diri rendah yang telah dilakukan diharapkan dapat digunakan sebagai bahan untuk mengembangkan peran perawat dalam pemberi asuhan keperawatan di RS. Penulis juga berharap asuhan keperawatan yang dilakukan tidak hanya terbatas pada individu, tetapi perlu dilakukan terhadap keluarga atau sistem pendukung yang dimiliki klien. Asuhan keperawatan yang diberikan kepada keluarga diharapkan
dapat
perawat
lakukan
secara
berkelanjutan
dengan
menggunakan media yang efektif.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
36
5.2.2 Keilmuan Hasil karya ilmiah ini diharapkan dapat dipergunakan bagi keilmuan sebagai bahan pengajaran dan pengembangan ilmu keperawatan, khususnya keilmuan keperawatan jiwa dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien NAPZA dengan masalah harga diri rendah. 5.2.3 Penelitian Hasil karya ilmiah ini perlu pengembangan lebih lanjut pada media pelaksanaan
tindakan
keperawatan.
Penulis
mengharapkan
asuhan
keperawatan kepada keluarga dapat dilakukan lebih baik pada penelitian selanjutnya.
Karya
ilmiah
ini
juga
belum
menggambarkan
pendokumentasian hasil asuhan keperawatan harga diri rendah pada klien dengan
ketergantungan
NAPZA.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
REFERENSI Andri. (2011). “Waspadai penggunaan obat penenang tak rasional”. Style Sheet. http://health.kompas.com/read/2011/05/20/08003961/Waspadai.Penggunaan. Obat.Penenang.Tak.Rasional. Diunduh pada Juni 2013. BKKBN. (2011). “Seks bebas dan narkoba masalah terbesar remaja”. Style Sheet. http://www.bkkbn.go.id/beritadaerah/Pages/Seks-Bebas-dan-NarkobaMasalah-Terbesar-Remaja.aspx. Diunduh pada Juni 2013 BNN RI. (2012). Ringkasan eksekutif survei nasional perkembanga penyalahgunaan narkoba di Indonesia tahun 2011 (kerugian sosial dan ekonomi). Publikasi di http://www.bnn.go.id/portal/_uploads/post/2012/05/29/2012052914584210263.pdf. Diunduh pada Juni 2013. BNN. (2013). “Penyalahguna narkoba membutuhkan detoksifikasi dan motivasi untuk pulih”. Style Sheet. http://www.bnn.go.id/portal/index.php/konten/detail/humas/pressrelease/1107 2/penyalah-guna-narkoba-membutuhkan-detoksifikasi-dan-motivasi-untukpulih. Diunduh pada Juni 2013. DTPN. (2012). Data tindak pidana narkoba tahun 2007-2011. Publikasi di http://www.bnn.go.id/portal/_uploads/post/2012/05/31/2012053115320710234.pdf. Diunduh pada Juni 2013. Fortinash & Worret, H. (2003). Psychiatric nursing care plans. 4thEd. Missouri: Mosby Hart, Ksir, & Ray. (2009). Drugs, society, and human behavior.13thEd. New York: McGraw-Hill. Hawari. (2000). Penyalahgunaan & ketergantungan NAZA. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Jordan. (2013). “Kelab malam hingga tempat pijat di Jakarta akan tutup selama Ramadhan”. Style Sheet http://news.detik.com/read/2013/06/18/142527/2276879/10/kelab-malam-
37 Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
38
hingga-tempat-pijat-di-jakarta-akan-tutup-selama-ramadan?9922022. Diunduh pada Juni 2013. Keliat. (2009). Model praktik keperawatan professional jiwa. Jakarta: EGC. Kementerian Kesehatan RI. (2010). Pedoman penatalaksanaan medik gangguan penggunaan NAPZA. Lumbantobing. (2007). Serba-serbi narkotika. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Mardani. (2008). Penyalahgunaan narkoba dalam perspektif hukum islam dan hukum pidana nasional. Edisi 1. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada Pahlemy, Helsi. (2010). Hubungan dosis dan retensi pada terapi rumatan metadon multiepisode di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta dan Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawat (analisis data rekam medik tahun 2006-2009). Tesis publikasi di http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20292091-T29724Hubungan%20dosis.pdf. Diunduh pada Juni 2013. Republika online. (2013). “Masyarakat perkotaan tak bahagia jalani hidup, kenapa?”. Style Sheet http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/infosehat/13/04/30/mm26ag-masyarakat-perkotaan-tak-bahagia-jalani-hidupkenapa. Diunduh pada Juni 2013. Setiaji, Sutarmo. (2006). Awas! Jangan coba-coba menjadi pengguna narkoba berbahaya!. Jakarta: UI-Press. Stuart, G & Laraia, M.T. (2005). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 8th edition. St. Louis: Mosby Year Book. Wahyudi. (2010). “Naik 13 juta, pegguna internet indonesia 55 juta orang”. Style Sheet http://tekno.kompas.com/read/2011/10/28/16534635/Naik.13.Juta..Pengguna.I nternet.Indonesia.55.Juta.Orang. Diunduh pada Juni 2013
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
PENGKAJIAN KEPERAWATAN (NAPZA) Identitas Pribadi 1. Nama panggilan : Tn. R 2. Nama penanggung jawab : LSM, Orang tua 3. Pekerjaan penanggung jawab : LSM, Wiraswasta 4. Hubungan penanggung jawab dengan pasien :Teman dan Orang tua 5. Usia : 31 Tahun 6. Jenis kelamin : Lai-laki 7. Kewarganegaraan : WNI 8. Pendidikan terakhir : SMP 9. Agama : Islam 10. Status perkawinan : Menikah Belum menikah Bercerai 11. Frekuensi menikah : 1 kali 12. Usia saat pertama kali menikah : 26 tahun 13. Sumber pemasukan : Gaji Pensiunan Lainnya, ________ Keluarga Jadi bandar Teman 14. Status tempat tinggal saat ini : Bersama orangtua Tidak punya tempat tinggal Bersama teman Tinggal sendiri Bersama sanak family 15. Pekerjaan sebelum masuk RS : Tidak Bekerja 16. Anggota keluarga yang juga memakai NAPZA : Tidak ada 17. Jenis zat yang pernah dipakai keluarga : Tidak ada 18. Daftar anggota keluarga : (ayah, ibu, saudara kandung, istri/suami, anak) No. Nama Hubungan Usia Status Kesehatan 1 Tn. H Bapak Lebih dari 50 Darah Tinggi 2 Ny. LY Ibu Lebih dari 50 Tidak tahu 3 R Adik Tidak tahu Tidak tahu 4 R Adik Tidak tahu Tidak tahu 5 R Adik Tidak tahu Tidak tahu Alasan Masuk RSKO 1. Cara datang ke RS Sendiri Diantar keluarga 2.
3.
: Diantar teman Diantar dokter
Motivasi mengikuti perawatan Permintaan sendiri Berhenti total Pengobatan sebelumnya (lokasi, tahun)
Diantar penegak hukum Diantar LSM
: Mengurangi dosis Terpaksa : Pesantren, Sukabumi, 2005
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
4. 5.
Tahun pertama kali menggunakan NAPZA Zat yang pertama kali digunakan
: 1998 : Minuman beralkohol
6.
Alasan penggunaan NAPZA : Ingin tahu atau coba-coba Tersedianya NAPZA Hubungan sex Tekanan sebaya Frustasi Melarikan diri dari masalah Rekreasi Lainnya: ___________ Mencari kesenangan 7. Jumlah uang yang dihabiskan untuk membeli NAPZA dalam 1 bulan terakhir: Rp 6.000.000 8. Perkembangan penggunaan Napza : No Jenis Zat Tahun Waktu Cara Frekuensi Pemakaian Pemakaian Pemakaian Pemakaian dan Jumlah Zat Pertama Terakhir 1 Minuman 1995 1996 Diminum Situasional 2 Benzodiazepine 1995 2013 Diminum 2-4 butir/hari 3 Ganja 1996 2000 Dihisap 2-3 kali/hari, banyaknya lupa 4 Putaw 1998 2009 Disuntik 3-4 kali sehari 5 Shabu-shabu 1999 2011 Dihisap Situasional 9.
Lokasi penggunaan NAPZA (yang paling sering): Rumah Tidak tentu Jalanan Lainnya ___________ Rumah teman
Pola Hidup 1. Mandi 2. Tidur siang Ya, jam ...-... 3. Jam tidur malam 4. Jam terbangun di pagi hari 5. Aktivitas harian sebelum masuk RSKO 6. Aktivitas harian setelah masuk RSKO 7. Makan 8. Makanan selingan 9. BAB (buang air besar) 10. BAK (buang air kecil)
: 2 kali/hari : Tidak : 10 :7 : Nongkrong di poli Metadon : Tidak ada : 3 kali / hari : 1 kali/ hari : 2 kali / hari : _____kali/hari
Kondisi Kesehatan 1. Penyakit yang pernah diderita sebelumnya : Tidak ada 2. Riwayat di rawat di rumah sakit : 0 kali, karena tidak pernah 3. Anda sedang menggunakan obat yang diresepkan secara teratur : Tidak Ya, sebutkan,________________
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
4.
5.
6.
7.
8.
Status HIV: Tidak tahu Tes positif Hasil tes tidak diketahui Belum pernah Tes negatif tes Status HCV: Tes positif Hasil tes tidak Tidak tahu diketahui Tes negatif Belum pernah tes Status TBC: Tes BTA 3x Rontgen foto Tidak tahu positif positif Belum periksa Tes BTA 3x Rontgen negatif negatif Jika sakit, sering berkonsultasi pada Dokter Mengobati sendiri Apotik/farmasis Tidak diobati Pengobatan alternatif Pernah menjadi pendonor darah selama menggunakan NAPZA? Ya, tahun____ Tidak
Kondisi Psikis 1. Apakah anda pernah mengalami masalah serius dalam berhubungan dengan : Ibu, jelaskan _________________________________________________ Ayah, jelaskan _______________________________________________ Adik / kakak, jelaskan _________________________________________ Suami / istri, jelaskan _________________________________________ Keluarga lain yang berarti, jelaskan ______________________________ Pacar , jelaskan ______________________________________________ Teman akrab, jelaskan ________________________________________ Tetangga, jelaskan ___________________________________________ Teman sekerja, jelaskan ______________________________________ 2. Perasaan saat ini : Sulit merasa relaks Depresi serius-kesedihan Putus asa Sulit berkonsentrasi atau mengingat sesuatu Kehilangan minat Kesulitan mengontrol amarah Kesukaran dalam melakukan kegiatan sehari-hari Kadang melihat / mendengar sesuatu yang tidak ada Ketegangan objeknya Gelisah Lainnya, sebutkan Kekhawatiran yang ______________ berlebihan 3. Pernah terpikir untuk bunuh diri : Ya,___ kali, Tidak karena_______________
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
Penggunaan Cara Suntik yang Beresiko 1. Pernah menggunakan NAPZA dengan cara suntik: Ya, tahun pertama suntik Tidak 1998 2. Pernah bertukar jarum suntik: Ya Tidak 3. Jenis zat yang pernah disuntik : putaw 4. Frekuensi menyuntik dalam 1 hari : 3 kali 5. Alasan menyuntik: Ingin Cepat dan tahu/cobalebih pas coba Kualitas obat Lebih murah kurang baik Lebih nyaman
Teman/pasang an menyuntik Lainnya, ________
Riwayat Perilaku Kriminal 1. Penangkapan dan penuntutan atas kasus di bawah ini: Mencuri di toko, ______ kali Pelacuran, ______ kali Bebas bersyarat / masa Perampokan, ______ kali percobaan, ______ kali Pencurian / pembobolan, ______ kali Pemalsuan, ______ kali Penyerangan bersenjata, Penyerangan, ______ kali ______ kali Pembakaran rumah, ______ Menjual NAPZA, ______ kali kali Perkosaan, ______ kali Lainnya, sebutkan, ______ Pembunuhan, ______ kali 2. Pernah menghadiri atau mendengarkan persidangan? Ya Tidak 3. Pernah dipenjara ? Ya, Jumlah____ kali Lamanya ______________ Alasan ________________ Lokasi ________________ Tidak Perilaku Seksual 1. Apakah Anda pernah melakukan hubungan seksual? Ya Tidak 2. Jika pernah, dengan siapa? Pasangan PSK Lainnya_____ ___ Anak Sesama pengguna Pacar NAPZA 3. Pernah menderita penyakit infeksi menular seksual? 1-3 bulan lalu Lebih dari 1 tahun lalu 3-6 bulan lalu` Tidak tahu Kurang dari 1 tahun lalu
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
4.
Pernah menggunakan kondom saat berhubungan seks? Tidak pernah Selalu Kadangkadang Sering Jarang Pengetahuan tentang Virus yang Ditularkan Melalui Darah 1. Menurut Anda, apakah bertukar jarum suntik dapat menularkan penyakit? Ya Tidak 2. Apakah yang Anda ketahui tentang HIV/AIDS? Pengertian penyakit Cara menularkan free sex, menyerang kekebalan jarum suntik bergantian, menerima donor darah, ASI, Penyebab virus HIV Cara pengobatan obat ARV 3. Sumber informasi tentang HIV/AIDS TV Teman Teman lain pengguna Brosur Lainnya,_____ NAPZA ____ Staf/petugas Radio 4. Apakah yang Anda ketahui tentang Hepatitis C? Pengertian penyakit infeksi Cara menularkan tertular dari pada hati darah Penyebab virus hepatitis Cara pengobatan tidak tahu 5. Sumber informasi tentang Hepatitis C Teman lain TV Teman pengguna Lainnya, Brosur NAPZA _________ Staf/petugas Radio Pemeriksaan Psikiatrik 1. Pemeriksaan status mental Terorientasi 2. Penampilan keseluruhan Rapi Tidak rapi 3. 4.
5.
Gangguan pola pikir Ada Mood/alam perasaan : Meningkat Sangat sesuai Menurun Riwayat keluarga : a. Komunikasi Terbuka b. Mekanisme koping keluarga Adaptif, ______________
Tidak terorientasi Bersih Kotor Tidak ada Datar Sesuai Tidak sesuai Tertutup Maladaptif, ____________
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
Fungsi Kognitif 1. Konsentrasi: Baik 2. Daya ingat: Baik 3. Pikiran obsesif: Ya, _______________ 4. Halusinasi: Ya, _______________ 5. Waham: Ya, _______________
Buruk, ________________ Buruk, ________________ Tidak Tidak Tidak
Pemeriksaan Fisik 1. Tanda-tanda vital Tekanan darah : ___/___ RR : ___/menit mmHg Suhu : ___ oCelcius Nadi : ___/menit 2. Pemeriksaan sistemik a. Sistem pencernaan : __________________________________ b. Sistem kardiovaskuler : __________________________________ c. Sistem respiratori : __________________________________ d. Sistem saraf pusat : __________________________________ e. THT dan kulit : __________________________________ 3. Diagnosis medis sementara : 4. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan : 5. Rencana terapi : a. Farmakoterapi: b. Terapi non farmakologi: 6. Rencana kegiatan: a. Terapi aktivitas kelompok tentang: ______________________________ b. Konseling tentang: ___________________________________________ c. Pendidikan kesehatan tentang: __________________________________ 7.
Diagnosa keperawatan : Gangguan rasa nyaman : nyeri Gangguan pola tidur Ansietas Keputusasaan Ketidak berdayaan Risiko bunuh diri Ideal diri tidak realistis Koping individu tidak efektif Koping keluarga tidak efektif Gangguan proses keluarga Kurang pengetahuan tentang__
Gangguan identitas interpersonal Perubahan sensori persepsi : halusinasi Risiko perilaku kekerasan Gangguan konsep diri: harga diri rendah Gangguan berhubungan : manipulasi/ curiga/ _______
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KETIDAKBERDAYAAN Diagnosa Ketidakberda yaan
Tujuan TUM : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien mampu mengatasi ketidakberdayaan yang dialaminya TUK : Selama 1x20 menit interaksi, klien dapat 1. Menjalin hubungan saling percaya dengan perawat.
Kriteria Evaluasi Selama 1x20 menit interaksi, klien menunjukkan tanda-tanda percaya kepada perawat : a. Ekspresi wajah bersahabat. b. Menunjukkan rasa senang c. Ada kontak mata d. Bersedia berjabat tangan e. Bersedia menyebutkan nama f. Bersedia menjawab salam g. Bersedia duduk berdampingan bersama perawat h. Bersedia menungkapkan masalah yang sedang dihadapi.
Intervensi Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik: a. sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal, b. perkenalkan diri dengan sopan, c. tanyakan nama lengkapdan nama panggilan yang disukai klien, d. Jelaskan tujuan pertemuan, e. Jujur dan menepati janji, f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya, g. Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
2. Mengidentifikasi masalah yang sering dihadapi sehari-hari.
Selama 1x25 menit interaksi, klien mampu menyebutkan sedikitnya tiga masalah yang sering ditemui.
a. Kaji masalah-masalah yang sering ditemui klien baik dari diri sendiri, keluarga, sekolah, lingkungan tempat tinggal, maupun tempat kerja. b. beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya. c. Berikan kondisi yang nyaman seperti, ruangan tertutup, tenang, dan nyaman. d. Beri reinforcement positif atas apa yang telah diungkapkan klien.
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
3. Mengungkapkan Selama 1x25 menit interaksi, klien perasaannya dengan cara mampu menyebutkan sedikitnya yang konstruktif. empat cara yang biasa digunakan untuk mengungkapkan apa yang dirasakan.
a. Kaji cara yang biasa klien gunakan untuk mengungkapkan perasaannya. b. Diskusikan bersama klien alternatif lain untuk mengungkapkan perasaannya. c. Berikan kondisi yang nyaman seperti, ruangan tertutup, tenang, dan nyaman. d. Beri reinforcement positif atas apa yang telah diungkapkan klien.
4. Mengembangkan strategi penyelesaian masalah yang konstruktif.
a. Bantu klien untuk mengemukakan masalah yang mungkin akan dihadapi dan langkahlangkah penyelesaiannya. b. Bantu klien untuk menilai aspek positif dan negatif dari tiap cara yang teridentifikasi. c. Beri reinforcement positif atas apa yang telah diungkapkan klien terutama cara yang tepat yang dikemukakan. d. Beri kesempatan klien untuk mengambil keputusan terhadap pengungkapan perasaan yang konstruktif.
Selama 1x25 menit interaksi, klien dapat menyebutkan masalah dan langkah-langkah penyelesaiannya
5. Mengidentifikasi sumber Selama 1x45 menit interaksi, klien Informasikan kepada klien mengenai sumber dukungan dapat menyebutkan sumber dukungan dukungan yang ada. yang ada, yaitu; a. Keluarga, teman dekat yang sholeh, b. Konseling, psikolog, dokter, perawat, c. Tokoh agama
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN Diagnosa Keperawatan Gangguan konsep diri: harga diri rendah.
GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH Tujuan Kriteria Evaluasi Tujuan Umum: Klien memiliki konsep diri yang positif Tujuan Khusus: 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Selama 1x20 menit interaksi, klien menunjukkan tanda-tanda percaya kepada perawat : a. Ekspresi wajah bersahabat. b. Menunjukkan rasa senang c. Ada kontak mata d. Bersedia berjabat tangan e. Bersedia menyebutkan nama f. Bersedia menjawab salam g. Bersedia duduk berdampingan bersama perawat h. Bersedia menungkapkan masalah yang sedang dihadapi.
2. Klien dapat Klien menyebutkan: mengidentifikasi aspek a. Aspek positif dan kemampuan yang positif dan dimiliki klien. kemampuan yang b. Aspek positif keluarga dimiliki. c. Aspek positif lingkungan klien.
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik : a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal. b. Perkenalkan diri dengan sopan. c. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien. d. Jelaskan tujuan pertemuan. e. Jujur dan menepati janji. f. Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya. g. Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien. Diskusikan dengan klien tentang: a. Aspek positif yang dimiliki klien, keluarga, lingkungan. b. Kemampuan yang dimiliki klien. Bersama klien buat daftar tentang: a. Aspek positif klien, keluarga, lingkungan. b. Kemampuan yang dimiliki klien. c. Beri pujian yang realistis, hindarkan memberi penilaian negatif.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dimiliki untuk dilaksanakan
Klien menyebutkan kemampuan yang dapat dilaksanakan.
a. Diskusikan dengan klien kemampuan yang dapat dilaksanakan. b. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan pelaksanaannya.
4. Klien dapat Klien membuat rencana kegiatan harian merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan klien: a. Kegiatan mandiri. b. Kegiatan dengan bantuan. c. Tingkatkan kegiatan sesuai kondisi klien.
5. Klien dapat melakukan Klien melakukan kegiatan sesuai jadwal kegiatan sesuai yang dibuat. rencana yang dibuat
Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan: a. Anjurkan klien untuk melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan. b. Pantau kegiatan yang dilaksanakan klien c. Beri pujian atas usaha yang dilakukan klien. d. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan kegiatan setelah pulang.
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah: a. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien di rawat. b. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
Klien memanfaatkan sistem pendukung yang ada di keluarga.
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN Diagnosa Keperawatan Koping individu tidak efektif
Tujuan Tujuan Umum: Klien mampu menerapkan koping yang efektif dalam menyelesaikan masalah penyalahgunaan napza Tujuan khusus: 1. Menunjukkan koping yang efektif 2. Menunjukkan pengendalian diri terhadap impuls dengan mempertahankan pengendalian diri tanpa pengawasan secara konsisten
KOPING INDIVIDU TIDAK EFEKTIF Kriteria Evaluasi Klien mampu: 1. Mengidentifikasi pola koping yang efektif 2. Mencari informasi terkait dengan penyakit dan pengobata 3. Menggunakan perilaku positif untuk menurunkan stres 4. Mengidentifikasi berbagai strategi koping 5. Menggunakan strategi koping yang paling efektif 6. Melaporkan penurunan perasaan dan perilaku negatife 7. Mampu mengontrol keinginan menggunakan zat secara mandiri 8. Klien dapat menerapkan cara hidup yang sehat 9. Klien mematuhi program pengobatan
Intervensi
Identifikasi penyebab penggunaan zat, tanda/gejala suges dan putus zat, frekuensi, perasaan saat suges Mendiskusikan dampak penggunaan napza bagi kesehatan Mendiskusikan dan melatih cara mengontrol keinginan menggunakan zat, yaitu : menghindar, mengalihkan, dan menolak Mendiskusikan dan melatih cara meningkatkan motivasi, dengan membuat tujuan ketika dirinya sudah lepas dari napza Mendiskusikan masalah yang dihadapi pasien, misal dengan keluarga, teman, lingkungan, dll. Mendiskusikan dan melatih cara menyelesaikan masalah tersebut. Menggali koping yang lebih efektif yang akan diterapkan ketika menghadapi masalah Mendiskusikan cara hidup sehat Latih melakukan kegiatan sehari-hari dan membuat jadwal aktivitas Mendiskusikan tentang obat substitusi dan melatih minum obat dengan benar Evaluasi kegiatan latihan mengontrol keinginan menggunakan zat, cara menyelesaikan masalah, kegiatan sehari-hari, minum obat, dan beri pujian
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
Catatan Perkembangan Klien Waktu Implementasi Senin, 13 Mei 2013. 1. Memberikan salam terapeutik Jam 17.00 (SP 1 2. Membuat kontrak: topic, waktu, dan HDR) tempat 3. Memvalidasi keadaan klien 4. Mendiskusikan bersama klien tentang perasaannya 5. Membantu klien untuk mengungkapkan perasaannya
Evaluasi S: “biasa aja, sus” O: klien menunduk, kontak mata jarang, bicara lambat dan tampak menghindar saat ada klien lain A: bina hubungan saling percaya antara perawat dan klien belum terlaksana P: Klien: bersikap terbuka ketika berinterkasi Perawat: melakukan BHSP dan SP 1
Rabu, 15 Mei 2013 Jam 16.00 (SP 1 HDR)
1. Memberikan salam terapeutik 2. Membuat kontrak: topik, waktu, dan tempat 3. Memvalidasi keadaan klien 4. Membantu klien untuk mengungkapkan kondisinya hari ini
S: “seneng, makasih ya” O: klien terkadang menunduk, kontak mata kadang tidak menatap, bicara lambat A: bina hubungan saling percaya antara perawat dan klien terbina P: Klien: Perawat: SP 1 HDR
Kamis, 16 Mei 2013 Jam 11.00 (SP 1 HDR)
1. Memberikan salam terapeutik 2. Membuat kontrak: topik, waktu, dan tempat 3. Memvalidasi keadaan klien 4. Mendiskusikan bersama klien tentang perasaannya 5. Membantu klien mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala dan akibat HDR yang dialaminya 6. Memberikan reinforcement positif kepada klien atas usahanya untuk mengenal HDR dengan benar 7. Membantu klien mengidentifikasi aspek positif yang klien miliki 8. Memotivasi klien untuk mengidentifikasi aspek positif yang klien miliki
S: “seneng bisa certain apa yang ge rasa-in” O: klien tidak menunduk, kontak mata ada, bicara sedikit lambat, klien menyatakan malu dengan orang lain karena dirinya tidak berguna, klien tidak menyebutkan kemampuan yang dimiliki A: klien mampu mengenal perasaan HDR tetapi belum mampu mengidentifikasi kemampuan diri P: Klien: mengidentifikasi kemampuan atau aspek positif dirinya Perawat: melakukan SP 1: mengidentifikasi kemampuan positif
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
Waktu Jumat, 17 Mei 2013 Jam 11.00 (SP 1 HDR: identifikasi aspek positif dan melatih salah satu kemampuan)
Implementasi Memberikan salam terapeutik Membuat kontrak: topik, waktu, dan tempat Memvalidasi keadaan klien Membantu klien mengidentifikasi aspek positif yang klien miliki Membantu klien mengidentifikasi kemampuan yang klien miliki yang dapat membuat klien merasa dihargai oleh orang lain Memotivasi klien untuk melatih atau melakukan salah satu kemampuan yang dimiliki
Evaluasi S: “lega bisa nge-gambar lagi dan seneng tadi ada yang muji gambar gw” O: klien tidak menunduk, kontak mata ada, bicara sedikit lambat, klien menyebutkan kelebihan yang dimiliki (masih muda, sehat, tidak HIV ataupun Hepatitis C) bisa menggambar batik, bisa mengaji, dan bisa main musik; gitar. Klien menggambar satu pola seperti gambar tato. A: klien mampu mengidentifikasi aspek positif diri dan meningkatkan harga diri dengan melatih satu kemampuan yang dimiliki P: Klien: melanjutkan gambar polanya Perawat: melakukan SP 2: melatih kemampuan klien yang lainnya; mengaji
1. Memberikan salam terapeutik 2. Membuat kontrak: topik, waktu, dan tempat 3. Memvalidasi keadaan klien 4. Membantu klien untuk melatih atau melakukan satu kemampuan yang dimiliki: mengaji 5. Memberikan reinforcement positif kepada klien karena klien melatih kemampuan kedua yang dimiliki 6. Memotivasi klien untuk memasukkan ke dalam jadwal harian
S: “lebih tenang karna bisa ngaji lagi” O: klien tampak antusias belajar mengaji, serius mengingat-ingat huruf arab, klien membaca iqra pelan-pelan, membaca tiga halaman iqra, memasukkan mengaji sebagai jadwal harian setiap sore hari A: klien mampu meningkatkan harga diri dengan melatih satu kemampuan yang dimiliki P: Klien: melakukan mengaji sesuai engan jadwal yang dibuat Perawat: melakukan SP 2: melatih kemampuan klien yang lainnya; bermusik (bermain gitar)
1. 2. 3. 4. 5.
6.
Sabtu, 18 Mei 2013 Jam 16.00 (SP 1 HDR: melatih satu kemampuan; mengaji)
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
Waktu Senin, 20 Mei 2013 Jam 11.00 (SP 1 HDR: melatih satu kemampuan; olah raga)
1. 2. 3. 4.
5.
6.
Implementasi Memberikan salam terapeutik Membuat kontrak: topik, waktu, dan tempat Memvalidasi keadaan klien Membantu klien untuk melatih atau melakukan satu kemampuan yang dimiliki: olah raga Memberikan reinforcement positif kepada klien karena klien berusaha melatih kemampuan keempat yang dimiliki Memotivasi klien untuk memasukkan ke dalam jadwal mingguan
Kamis, 23 Mei 1. Memberikan salam terapeutik 2013 2. Mengenalkan diri kepada kelurga Jam 13.00 (SP HDR 3. Membuat kontrak: topik, waktu, dan keluarga) tempat 4. Mendiskusikan bersama keluarga tentang kondisi klien yang HDR 5. Memberikan penjelasan tentang penyebab, tanda dan akibat HDR 6. Memberikan penjelasan tentang cara meningkatkan harga diri klien Memberikan kesempatan kepada keluarga untuk bertanya Mengajarkan keluarga untuk memberikan penghargaan atau pujian atas usaha yang klien telah lakukan 7. Memotivasi keluarga untuk melakukan tindakan meningkatkan harga diri klien; mengajarkan mengaji 8. Memberikan reinforcement positif kepada keluarga karena telah melakukan tindakan dengan benar
Evaluasi S: “seger badan jadinya dan jadi lebih deket sama temen” O: klien mengajak salah seorang teman yang tidak pernah olah raga, klien bersama temannya main bilyard, klien melakukan angkat beban dan bermain pingpong A: klien mampu meningkatkan harga diri dengan melatih satu kemampuan yang dimiliki P: Klien: melakukan olah raga ke dalam jadwal mingguan Perawat: melakukan implementasi keluarga S: “makasih ya, sus. Saya jadi tau gimana caa bersikap ke dia” O: keluarga tampak antusias, keluarga menyebutkan kembali tentang HDR klien dan cara meningkatkan harga dirinya. Keluarga melakukan latihan memberikan reinforcement positif kepada klien. Keluarga melakukan tindakan mendampingi klien latihan mengaji untuk meningkatkan harga diri klien A: keluarga mampu mengenal masalah HDR, meningkatkan harga diri klien dengan mengajari mengaji, dan keluarga dapat memberikan reinforcement positif P: Keluarga: mengeksplorasi perasaan klien, membantu klien melakukan mengaji/bermusik/men ggambar untuk meningkatkan harga diri klien Perawat: SP keluarga; ketidakberdayaan
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
Waktu Jumat, 24 Mei 2013 Jam 11.10 (SP 1 Ketidakberdayaan)
1. 2. 3. 4. 5.
6.
Senin, 27 Mei 2013 Jam 11.00 (SP 1 Ketidakberdayaan; berpikir logis)
Implementasi Memberikan salam terapeutik Membuat kontrak: topik, waktu, dan tempat Memvalidasi keadaan klien Mendiskusikan bersama klien tentang perasaannya yang tidak bersemangat Mendiskusikan bersama klien tentang penyebab, tanda dan akibat ketidakberdayaannya Membantu klien berpikir logis untuk mencapai tujuannya
1. Memberikan salam terapeutik 2. Membuat kontrak: topik, waktu, dan tempat 3. Memvalidasi keadaan klien 4. Mendiskusikan bersama klien tentang rencana setelah berhasil berhenti metadon 5. Memberikan reinforcement positif kepada klien karena telah membuat rencana yang logis untuk dicapai setelah berhenti metadon 6. Mendiskusikan bersama klien tentang cara-cara yang dapat dilakukan untuk mencapai rencana yang telah dibuat 7. Memberikan reinforcement positif kepada klien karena telah mengidentifikasi cara yang logis untuk mencapai tujuannya
Evaluasi S: “masih belum bisa semangat” O: klien memiliki tujuan untuk berhenti metadon agar bisa menjadi contoh yang baik bagi anak-anaknya, tetapi tidak yakin bisa melakukannya karena merasa susah A: klien belum mampu berpikir logis tentang dirinya P: Klien: menuliskan tujuan hidup yang ingin dicapai Perawat: ulangi SP 1 ketidakberdayaan: berpikir logis S: “lega sekarang tinggal ngejalaninnya aja nih” O: klien tenang, kooperatif, klien mengatakan setelah keluar ingin bekerja dan menjadi ayah yang baik. Klien mengatakan akan belajar menyetir agar dapat bekerja menjadi supir untuk mendampingi ayahnya dan selama di sini akan belajar mengaji agar bisa mengajari anak mengaji A: klien mampu berpikir logis tentang dirinya P: Klien: menuliskan tujuan yang ingin dicapai dan cara yang dapat dilakukan Perawat: melakukan SP 2 ketidakberdayaan: berpikir logis
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
Waktu Kamis, 30 Mei 2013 Jam 16.00 (SP 2 Ketidakberdayaan; berpikir logis)
1. 2. 3. 4.
5.
6.
Sabtu, 01 Juni 2013 Jam 11.00 (SP 1 koping individu tidak efektif, KITE)
Implementasi Memberikan salam terapeutik Membuat kontrak: topik, waktu, dan tempat Memvalidasi keadaan klien Mendiskusikan bersama klien tentang tujuan dan cara yang dapat dilakukan setelah berhasil berhenti metadon Memberikan reinforcement positif kepada klien karena telah membuat tujuan dan cara yang logis untuk dicapai setelah berhenti metadon Memberikan motivasi kepada klien untuk berpikir logis atas semua tindakan untuk mencapai tujuannya
1. Memberikan salam terapeutik 2. Membuat kontrak: topik, waktu, dan tempat 3. Memvalidasi keadaan klien 4. Mendiskusikan bersama klien tentang penyebab klien meminta metadon dicampur dengan alprazolam, da akibatnya 5. Mengingatkan kembali tujuan klien berada di RSKO 6. Mendiskusikan bersama klien cara yang klien lakukan untuk mengatasi keinginan tersebut 7. Membantu klien mengidentifikasi cara yang adaptif untuk mengatasi keinginan tersebut 8. Memotivasi untuk melakukan aktivitas lain saat keinginan muncul
Evaluasi S: “iya seneng, tapi minta alprazolam dong.hehe” O: klien akan belajar menyetir dan mengurus SIM berkendara mobl untuk mencapai tujuannya bekerja sebagai supir. Cara lain, klien akan bekerja di kampung halaman ayahnya di SumSel A: klien mampu memodifikasi pola kognitif yang negative untuk mencapai tujuan yang realistis P: Klien: menuliskan tujuan yang ingin dicapai dan cara yang dapat dilakukan Perawat: melakukan evaluasi ketidakberdayaan: berpikir logis S: “iya gw harus lawan keinginan itu, tapi keinginan itu ilang kalo metaon dicampur alprazolam” O: klien tampak gelisah dan sakau, rokok tidak dikonsumsi, dosis metadon menjadi 230 dari 275 A: klien mengalami koping individu tidak efektif, belum mampu menggunakan koping yang adaptif P: Klien: melakukan aktivitas tidak berdiam diri di kamar atau depan tv Perawat: SP 1 KITE: melatih afirmasi
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
Waktu Rabu, 5 Juni 2013 Jam 11.00 (SP 1 KITE; afirmasi)
1. 2. 3. 4. 5.
6.
7.
Jumat, 7 Juni 2013 Jam 16.00 (SP 1 KITE; afirmasi)
Implementasi Memberikan salam terapeutik Membuat kontrak: topik, waktu, dan tempat Memvalidasi keadaan klien Mendiskusikan bersama klien tentang alasan dan tujuannya berhenti metadon Mendiskusikan bersama klien tentang alasannya meminta alprazolam kembali saat dosis metadon turun Membantu klien untuk meningkatkan kesadaran bahwa tindakannya meminta alprazolam dapat menghambat tujuannya dan masih terdapat cara yang lebih adaptif untuk mengatasi keinginannya tersebut Melatih klien untuk melakukan afirmasi
1. Memberikan salam terapeutik 2. Membuat kontrak: topik, waktu, dan tempat 3. Memvalidasi keadaan klien 4. Membantu klien mengidentifikasi kemampuan yang masih dimiliki 5. Membantu klien mengidentifikasi koping individu yang adaptif untuk mengatasi suggest: menolak, menghindar, atau melakukan aktivitas lain 6. Melatih klien melakukan afirmasi (saya masih sehat, saya punya anak dan saya ingin menjadi ayah yang bertanggung jawab) 7. Memotivasi klien untuk memasukan afirmasi ke dalam jadwal
Evaluasi S: “iya bener kalau gw nurutin keinginan minum alprazolam lagi, gw ga bakal bisa jadi ayah yang baik” O: klien menyadari bahwa tindakannya tidak adaptif, klien mau mempraktikkan cara lain A: klien menyadari bahwa kopingnya maladaptive tetapi belum mampu mengidentifikasi cara lain yang lebih efektif untuk mengatasi keinginannya P: Klien: melakukan latihan afirmasi Perawat: ulangi SP 1: afirmasi
S: “lega sekarang, kemarin begitu karena lagi ngerasa bosen aja” O: klien melakukan afirmasi sebanyak tiga kali, klien melakukan aktivitas lain; mengobrol dan main billiard A: klien mampu melakukan koping adaptif: afirmasi dan melakukan aktivitas lain untuk mengatasi bosan P: Klien: melakukan latihan afirmasi sesuai jadwal (setiap bangun tidur, ingin tidur dan sedang bosan) Perawat: ulangi SP 2 KITE
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
Waktu Rabu, 12 Juni 2013 Jam 16.00 (SP 2 KITE; hidup sehat)
Implementasi Memberikan salam terapeutik Membuat kontrak: topik, waktu, dan tempat Memvalidasi keadaan klien Mendiskusikan bersama klien tentang cara hidup sehat yang dapat klien lakukan Memeberikan reinforcement positif karena klien mengetahui cara hidup sehat dengan benar Mendiskusikan bersama klien tentang status kesehatannya Memotivasi klien untuk melakukan hidup sehat untuk mempertahankan kesehatannya
Evaluasi S: “senang dan lega bisa tau kalo gw masih sehat” O: klien mengetahui status kesehatannya, mengetahui hasil rontgen dada, klien mengatakan akan mengurangi konsumsi gula untuk mengurangi risiko DM dan melakukan olah raga di bawah seminggu dua kali A: klien mampu menggunakan strategi koping yang adaptif P: Klien: melakukan olahraga sesuai jadwal (selasa dan sabtu) Perawat: evaluasi SP 2 KITE
Jumat, 14 Juni 2013 1. Memberikan salam terapeutik Jam 15.00 (SP 2 2. Membuat kontrak: topik, waktu, dan KITE; evaluasi) tempat 3. Memvalidasi keadaan klien 4. Meminta klien menyebutkan kembali strategi koping adaptif untuk mengendalikan suggest 5. Meminta klien melakukan afirmasi 6. Memeberikan reinforcement positif karena klien melakukan afirmasi dengan benar 7. Meminta klien menyebutkan kembali cara hidup sehat yang harus klien lakukan
S: “makasih udah diajarin banyak hal hari ini” O: klien menyebutkan kembali cara adaptif untuk mengatasi suggest: melakukan hal lain dan afirmasi, klien melakukan afirmasi dengan benar, mengatakan mengurangi rokok dan gula serta olahraga dua kali seminggu untuk mengurangi risiko DM A: klien mampu menggunakan strategi koping yang adaptif P: Klien: melakukan semua kegiatan sesuai jadwal Perawat: terminasi
Kamis, 20 Juni 2013 Jam 14.15 (SP 1 RPK)
S: “jauh lebih tenang dan lega” O: klien menyebutkan kembali penyebab rasa marahnya, tanda dan akibat marahnya, klien melakukan napas dalam dengan benar sebanyak empat kali A: klien mampu melakukan kegiatan adaptif untuk mengatasi marahnya P: Klien: melakukan napas dalam sampai rasa kesalnya berkurang
1. 2. 3. 4.
5.
6. 7.
1. Memberikan salam terapeutik 2. Membuat kontrak: topik, waktu, dan tempat 3. Memvalidasi keadaan klien 4. Meminta klien untuk tenang dan tarik napas dalam 5. Memberikan klien waktu untuk menenangkan diri 6. Mendiskusikan bersama klien tentang rasa marahnya, penyebab, tanda dan akibatnya 7. Mendiskusikan bersama klien cara
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013
yang dapat dilakukan untuk mengatasi marah yang lebih adaptif: napas dalam 8. Meminta klien melakukan napas dalam 9. Memberikan reinforcement positif karena klien melakukan napas dalam dengan benar
Perawat: SP 2 RPK: pukul bantal dan asertif
Jumat, 21 Juni 2013 1. Memberikan salam terapeutik Jam 15.00 (SP 2 2. Membuat kontrak: topik, waktu, dan RPK: pukul bantal tempat dan asertif) 3. Mendiskusikan bersama klien cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi marah yang lebih adaptif: pukul bantal dan asertif 4. Mengajarkan cara pukul bantal 5. Meminta klien melakukan pukul bantal 6. Memberikan reinforcement positif karena klien melakukan pukul bantal dengan benar 7. Mengajarkan asertif: menolak, meminta dan menyampaikan perasaaan 8. Meminta klien melakukan menolak, meminta dan menyampaikan perasaaan dengan asertif 9. Memberikan reinforcement positif karena klien melakukan menolak, meminta dan menyampaikan perasaaan dengan asertif dengan benar
S: “tenang dan lega tapi sedih juga karena mulai besok bakal lebih sepi lagi ruangan” O: klien tenang, kooperatif, melakukan pukul bantal dengan benar, melakukan menolak, meminta dan menyampaikan perasaaan dengan asertif dengan benar A: klien mampu melakukan kegiatan adaptif untuk mengatasi marahnya P: Klien: melakukan semua kegiatan sesuai jadwal yang telah dibuat Perawat: evaluasi RPK dan terminasi
Analisis praktik ..., Resti Putri, FIK UI, 2013