UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 6 JUNI – 20 JUNI 2011
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
ITASIKA P. H. FEBRIANTI, S.Farm (1006835311)
ANGKATAN LXXIII
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI DEPOK DESEMBER 2011
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 6 JUNI – 20 JUNI 2011 Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
ANGKATAN LXXIII
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER - DEPARTEMEN FARMASI DEPOK DESEMBER 2011
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Angkatan LXXIII Universitas Indonesia, yang diselenggarakan pada tanggal 6 Juni – 20 Juni 2011 di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kegiatan PKPA dapat terlaksana dengan baik berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: (1) Bapak Drs. Masrul, Apt.; Ibu Nurlaili Isnaini, MM., Apt.; Ibu Lucia Dina K, SH., M.Si; Ibu Dra. Ema Viaza, Apt.; Ibu Dra. Mesra Retty, Apt.; dan Ibu Dra. Lili Sa’idah J., Apt.; selaku pembimbing dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2) Ibu Prof. Dr. Atiek Soemiati, MS. Apt selaku pembimbing dari Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia. (3) Ibu Prof. Dr. Yahdiana H., M.S., Apt. selaku Ketua Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia. (4) Bapak Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia. (5) Seluruh staf Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (6) Seluruh dosen dan karyawan Departemen Farmasi FMIPA UI yang telah memberikan ilmu yang berharga dan bantuan bagi penulis. (7) Orangtua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan, doá dan semangat kepada penulis. (8) Semua teman-teman Apoteker Universitas Indonesia angkatan 73
iii
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
(9) Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah memberikan dukungan dalam penyusunan laporan ini. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan.
Penulis 2011
iv
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL …………………………………………………...… i LEMBAR PENGESAHAN …………………………..………………….. ii KATA PENGANTAR ……………………...…………………………….. iii DAFTAR ISI ……………………………………………………..………. v DAFTAR LAMPIRAN ……………………..……………………………. vi 1. PENDAHULUAN ………….......……………….…………….............. 1 1.1 Latar Belakang …............……………………………………….…. 1 1.2 Tujuan …............……….………………………………………….. 2 2. TINJAUAN UMUM ……………………………………...................... 3 2.1 Tinjauan Umum Kementerian Kesehatan …………............……….3 2.2 Tinjauan Tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan …………………........…………………....................….. 9 3. TINJAUAN KHUSUS ……………...…………..……………........….. 15 3.1 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan….............. 15 3.2 Visi dan Misi……………………………………………............….. 16 3.3 Tugas Pokok dan Fungsi…………………………..…............…..…17 3.4 Tujuan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan .....17 3.5 Strategi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ....18 3.6 Sasaran Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ....18 3.7 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan …………………………….............................……. 19 3.8 Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan...24 3.9 Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT ………………………..….....................…….34 3.10Jadwal Kegiatan PKPA di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ………………..………..............………. 35 4. PEMBAHASAN ……………...…………………………….......……... 37 5. KESIMPULAN DAN SARAN ………….....………………………... 41 5.1 Kesimpulan ………………………..............……………………..... 41 5.2 Saran ………………………………............…..…………………... 41 DAFTAR ACUAN ………………………………………………………..42
v
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1 Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan………………………. 44 2 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan ………………………………………..………….... 45 3 Permohonan Sertifikat Produksi Alat Kesehatan/ PKRT………….. 46 4 Formulir Pendaftaran Alat Kesehatan …….………………………. 47 5 Formulir Pendaftaran Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga .......... 53
vi
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Perkembangan di bidang teknologi kesehatan melahirkan jumlah aplikasi
dan instrument yang besar. Penggunaan alat-alat ini terutama untuk diagnosis, perawatan, pencegahan, dan rehabilitasi. Kedokteran modern juga membutuhkan berbagai macam alat mulai dari yang sederhana, seperti gunting, hingga yang kompleks, seperti mesin dialisis. Perkembangan alat kesehatan merupakan salah satu langkah manusia untuk mencapai derajat kesehatan yang maksimal. Alat kesehatan adalah bahan, instrumen, aparatus, mesin, serta implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosa, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit serta memulihkan kesehatan pada manusia dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. Selain penggunaan alat kesehatan, di tengah masyarakat juga banyak beredar perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT). Perbekalan kesehatan rumah tangga adalah alat, bahan, atau campuran bahan untuk pemeliharaan dan perawatan kesehatan untuk manusia, hewan pemeliharaan, rumah tangga dan tempat-tempat umum. Sebuah perusahaan penjual alat kesehatan mengakui bahwa setiap minggunya mendapat 1000 daftar produk baru untuk dijual. Hal ini menunjukkan bahwa alat kesehatan dan PKRT yang beredar di masyarakat begitu beragam, baik kualitas dan kuantitas. Penggunaan alat kesehatan dan PKRT yang tidak memenuhi syarat dapat membahayakan kesehatan sehingga menyebabkan penurunan derajat kesehatan masyarakat. Dalam rangka pengamanan Alat Kesehatan dan PKRT, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan bertanggung jawab dalam melaksanakan pembinaan pengendalian dan pengawasan alat kesehatan dan PKRT. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan merupakan salah satu dari empat direktorat pada Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Pelaksanan pembinaan dan pengendalian perlu dilakukan sejak proses produksi hingga saat penggunaan di masyarakat meliputi: tingkat pengadaan, tingkat produksi dan tingkat distribusi agar penggunaan alat kesehatan dan PKRT dapat 1
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
2 tepat guna dan berhasil guna. Untuk itu, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan melaksanakan pelayanan sertifikat produksi, izin edar serta izin penyalur sebagai bagian dari proses pengamanan alat kesehatan dan PKRT. Apoteker merupakan salah satu profesi dengan kompetensi yang berperan dalam Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.
Untuk
mendapatkan gambaran mengenai dunia kerja di lingkungan pemerintahan yaitu di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, maka diadakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. 1.2 1.
Tujuan Memahami struktur organisasi, peran, dan fungsi dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.
2.
Memperoleh wawasan dan pengetahuan mengenai tugas dan tanggung jawab Direktorat Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dalam pembuatan kebijakan dan pelaksanaan penilaian, pengawasan, standarisasi, serta sertifikasi terhadap alat kesehatan dan PKRT
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
2.1.1
Visi dan Misi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mempunyai visi, yaitu
“Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”. Visi tersebut dapat tercapai dengan dilaksanakannya misi (Kementerian kesehatan RI,2010a). Misi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yaitu (Kementerian kesehatan RI,2010a) : a. Meningkatkan
derajat
kesehatan
masyarakat,
melalui
pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani. b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata bermutu dan berkeadilan c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik 2.1.2
Dasar Hukum Dasar hukum Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1144/MENKES/PER/ 2010, yaitu: a. Undang -undang No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 No. 166, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916) b. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 No. 144, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 5063) c. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara) d. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 84/P Tahun 2009 e. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014 3
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
4 f. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon 1 Kementerian Negara g. Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010 h. Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan i. Keputusan Menteri Kesehatan No. 375/Menkes/SK/V/2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025. 2.1.3
Nilai-Nilai Guna mewujudkan visi dan misi rencana strategis pembangunan
kesehatan, Kementerian Kesehatan menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai yaitu (Kementerian Kesehatan, 2010) : a.
Pro rakyat Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan
selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan haruslah menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama, dan status sosial ekonomi. b.
Inklusif Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak,
karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan saja. Oleh karena itu, seluruh komponen masyarakat harus ikut berpartisipasi secara aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasi profesi, organisasi masyarakat, pengusaha, masyarakat madani dan masyarakat bawah. c.
Responsif Program kesehatan haruslah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat,
serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi setempat,
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
5 sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor ini menjadi dasar dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda, sehingga diperlukan penanganan yang berbeda pula. d.
Efektif Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang
telah ditetapkan, dan bersifat efisien. e.
Bersih Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi
dan nepotisme (KKN), transparan, dan akuntabel. 2.1.4
Struktur Organisasi Struktur organisasi Kementerian Kesehatan berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 yang dikeluarkan tanggal 19 Agustus 2010. Peraturan Menteri Kesehatan tersebut menyatakan bahwa Kementerian Kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan terdiri atas : a. Sekretariat Jenderal/ b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. e.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
f. Inspektorat Jenderal. g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan,. i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi. j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat. k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan. l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi. m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal, Pusat Data dan Informasi. n. Pusat Kerja Sama Luar Negeri.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
6 Struktur organisasi Kementerian Kesehatan RI dapat dilihat pada Lampiran 1. Pejabat eselon di direktorat terdiri atas : a. Eselon 1 : Direktur jenderal b. Eselon 2 : Direktur c. Eselon 3 : Kepala subdirektorat d. Eselon 4 : Kepala seksi Pejabat Eselon di sekretariat direktorat jenderal terdiri atas : a. Eselon 1 : Direktur jenderal b. Eselon 2 : Sekretaris direktorat jenderal c. Eselon 3 : Kepala bagian d. Eselon 4 : Kepala sub bagian 2.1.5
Tugas Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1144/MENKES/PER/VIII/2010 pasal 1, Kementerian Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden RI dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. 2.1.6
Fungsi Menurut pasal 3, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1144/MENKES/PER/VIII/2010,
Kementerian
Kesehatan
menyelenggarakan
fungsi, yaitu (Kementerian kesehatan RI,2010b) : a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan. b. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan RI. c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan RI. d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan di daerah. e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
7 2.1.7
Rencana Strategis Untuk mewujudkan visi Kementerian Kesehatan periode tahun 2010-
2014 dan sesuai dengan misi yang telah ditetapkan, maka pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan strategi sebagai berikut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010c): a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta, dan masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan melalui kerja sama nasional dan global. b. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu, dan berkeadilan, serta berbasis bukti; dengan pengutamaan pada upaya promotif dan preventif. c. Meningkatkan
pembiayaan
pembangunan
kesehatan,
terutama
untuk
mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional. d. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan yang merata dan bermutu. e. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. f. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan, berdayaguna, dan
berhasilguna
untuk
memantapkan
desentralisasi
kesehatan
yang
bertanggungjawab. 2.1.8
Wewenang (Kementerian kesehatan RI,2010b). Dalam menyelenggarakan fungsi, Kementerian Kesehatan RI mempunyai
kewenangan : a.
Penetapan kebijakan nasional di bidang kesehatan untuk mendukung pembangunan secara makro;
b.
Penetapan pedoman untuk menetukan standar pelayanan minimal yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten/Kota di bidang Kesehatan;
c.
Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang kesehatan;
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
8 d.
Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidang kesehatan;
e.
Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi di bidang kesehatan;
f.
Pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan atas nama Negara di bidang kesehatan;
g.
Penetapan standar pemberian izin oleh daerah di bidang kesehatan;
h.
Penanggulangan wabah dan bencana yang berskala nasional di bidang kesehatan;
i.
Penetapan kebijakan sistem informasi nasional di bidang kesehatan;
j.
Penetapan persyaratan kualifikasi usaha jasa di bidang kesehatan;
k.
Penyelesaian perselisihan antar Propinsi di bidang kesehatan;
l.
Penetapan kebijakan pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian ibu, bayi, dan anak;
m. Penetapan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat; n.
Penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan;
o.
Penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan;
p.
Penetapan pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi kesehatan dan standar etika penelitian kesehatan;
q.
Penetapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi;
r.
Penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana kesehatan;
s.
Surveilans
epidemiologi
serta
pengaturan
pemberantasan
dan
penenggulangan wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa; t.
Penyediaan obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan dasar sangat esensial (buffer stock nasional); dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
9 u.
Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu penempatan dan pemindahan tenaga kesehatan tertentu dan pemberian izin dan pembinaan produksi dan distribusi alat kesehatan
2.2
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
2.2.1 Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Direktorat Jenderal adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. Direktorat Jenderal dipimpin oleh Direktur Jenderal. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Perumusan kebijakan dibidang bina penggunaan obat rasional, farmasi komunitas dan klinikobat publik dan perbekalan kesehatan, serta bina produksi dan distribusi alat kesehatan. b. Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang bina obat rasional, farmasi komunitas dan klinik, obat publik dan perbekalan kesehatan, serta bina produksi dan distribusi alat kesehatan. c. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi. d. Pelaksanaan administrasi direktorat jenderal. 2.2.2 Susunan Organisasi Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari: a. Sekretariat Direktorat Jenderal; b. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; c. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian; d. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan; dan e. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
10
2.2.2.1 Sekretariat Direktorat Jenderal Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal. Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi: a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program, anggaran, serta penyediaan data dan informasi; b. Pelaksanaan urusan tata persuratan dan kearsipan, gaji, rumah tangga, perlengkapan dan kepegawaian; c. Pengelolaan urusan keuangan; d. Penyiapan bahan urusan hukum, penataan organisasi dan hubungan masyarakat; dan e. Evaluasi dan penyusunan laporan. Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri atas : a. Bagian Program dan Informasi; b. Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat; c. Bagian Keuangan; d. Bagian Kepegawaian dan Umum; dan e. Kelompok Jabatan Fungsional. 2.2.2.2 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas
melaksanakan
penyiapan
perumusan,
pelaksanaan
kebijakan,
dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi, yaitu:
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
11 a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; dan f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas : a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat; b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; dan e. Subbagian Tata Usaha; dan Kelompok Jabatan Fungsional. 2.2.2.3 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan; penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
12 pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional; b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional; c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur,dan kriteria di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional; d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional; e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional; dan f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri atas : a. Subdirektorat Standardisasi; b. Subdirektorat Farmasi Komunitas; c. Subdirektorat Farmasi Klinik; d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional. 2.2.2.4 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan, pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi :
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
13 a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; dan f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas : a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan; b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional. 2.2.2.5 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Dalam
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
14 melaksanakan tugas, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan fungsi, yaitu: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; b. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; c. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; d. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; e. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; dan f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri atas : a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional; b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan; c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus; d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS 3.1
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan merupakan salah
satu direktorat pada Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dipimpin oleh seorang Direktur, yang bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan; Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi; Subbagian Tata Usaha; dan Kelompok Jabatan Fungsional (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b). Pembinaan, pengendalian dan pengawasan alat kesehatan adalah satu rangkaian upaya menyeluruh agar alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) yang beredar dan digunakan oleh masyarakat memenuhi persyaratan sehingga tidak merugikan atau membahayakan serta terjangkau oleh masyarakat. Oleh karena itu, pembinaan, pengendalian dan pengawasan alat kesehatan harus dilakukan sejak proses produksi hingga produk tersebut digunakan oleh masyarakat. Dalam pelaksanaan pembinaan, pengendalian dan pengawasan alat kesehatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota, instansi terkait serta bermitra dengan asosiasi perusahaan alat kesehatan dan lembaga kemasyarakatan lainnya sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan kegiatan15 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
16 kegiatan yang dilaksanakan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Pengamanan yang dimaksud dalam peraturan ini adalah upaya untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan yang tidak tepat, dan atau yang tidak memenuhi persyaratan mutu, manfaat, dan keamanan. 3.2
Visi dan Misi
3.2.1 Visi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b) Tersedianya alat kesehatan aman, bermutu dan bermanfaat sesuai dengan kebutuhan serta terjangkau oleh masyarakat. 3.2.2 Misi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b) Guna tercapainya visi yang telah ditetapkan tersebut Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai misi, antara lain: a. Menjamin kualitas, keamanan, kemanfatan alat kesehatan, serta ketersediaan alat kesehatan dengan harga terjangkau. b. Melindungi masyarakat terhadap penggunaan alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan atau mutu persyaratan. c. Mencegah penyalahgunaan dan salah penggunaan alat kesehatan. d. Mengembangkan penyelenggaraan usaha-usaha alat kesehatan secara efektif dan efisien. e. Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia. f. Menyusun peraturan, perundang-undangan, dan kebijakan di bidang produksi dan distrubusi alat kesehatan. g. Memanfaatkan perkembangan IPTEK untuk meningkatkan mutu, manfaat dan keamanan alat kesehatan. h. Meningkatkan peran serta dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang alat kesehatan. 3.3
Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1144/MENKES/PER/XIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Kesehatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas pokok menyiapkan perumusan dan melaksanakan kebijakan, menyusun Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
17 norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta memberi bimbingan teknis dannevaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Dalam melaksanakan tugas pokok, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai fungsi, yaitu (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010): a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; dan f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat. 3.4
Tujuan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Tujuan dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, yaitu:
meningkatkan keamanan, mutu, dan manfaat alat kesehatan dan PKRT, meningkatkan ketersediaan alat kesehatan dan PKRT dalam jenis yang lengkap, jumlah cukup, harga yang terjangkau, bermutu, digunakan secara tepat dan dapat diperoleh saat diperlukan, dan meningkatkan ketersediaan alat kesehatan dan PKRT
melalui
optimalisasi
industri
nasional
dengan
memperlihatkan
keanekaragaman produk dan keunggulan daya asing.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
18 3.5
Strategi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Untuk mencapai tujuannya Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan mempunyai strategi, yaitu (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005): a. Penggalangan kemitraan. b. Peningkatan keterpaduan program. c. Pengembangan profesionalisme sumber daya manusia. d. Peningkatan dukungan peraturan dan perundangan. e. Meningkatkan sosialisasi dan advokasi. f. Mobilisasi sumber dana dan tenaga. g. Pemberdayaan daerah. h. Konsolidasi internal. i. Melakukan regulasi di bidang alat kesehatan. j. Mengoptimalkan industri alat kesehatan berbasis keanekaragaman sumber daya alam dan keunggulan daya asing. k. Meningkatkan penerapan standar mutu, keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan. l. Memberdayakan dan meningkatkan pelaksanaan komunikasi, informasi, dan edukasi. 3.6
Sasaran Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai
sasaran, antara lain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005): a. Terjaminnya ketersediaan alat kesehatan sesuai kebutuhan. b. Terjaminnya ketersediaan alat kesehatan di sektor publik. c. Terjaminnya mutu pengelolaan alat kesehatan di kabupaten/kota. d. Terjaminnya mutu alat kesehatan yang beredar. e. Diterapkannya petunjuk pengelolaan alat kesehatan melalui peningkatan pelayanan perizinan yang professional dan tepat waktu. f. Terjaminnya mutu sarana produksi dan distribusi alat kesehatan. g. Tercegahnya resiko atau akibat samping dari penggunaan alat kesehatan yang tidak memenuhi syarat. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
19 h. Terhindarnya masyarakat dari alat kesehatan yang tidak bermutu serta mengoptimalkan efektifitas alat kesehatan terhadap biaya dan manfaat terhadap resiko. i. Tersedianya sistem informasi alat kesehatan yang akurat, objektif dan terkini serta mudah diakses oleh tenaga kesehatan dan masyarakat. 3.7
Struktur Organisasi Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi dan Alat
Kesehatan dapat dilihat di Lampiran 2. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi dan Alat Kesehatan, terdiri dari: 3.7.1 Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan di bidang penilaian alat kesehatan. Berkas formulir permohonan izin edar alat kesehatan terdapat dalam Lampiran 5. Dalam melaksanakan
tugasnya,
Subdirektorat
Penilaian
Alat
Kesehatan
menyelenggarakan fungsi, yaitu: penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian alat kesehatan; penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dibidang penilaian alat kesehatan; penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang penilaian alat kesehatan; penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian alat kesehatan. Subdirektorat penilaian alat kesehatan, terdiri dari: Seksi Alat Kesehatan Elektromedik dan Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik. 3.7.1.1 Seksi Alat Kesehatan Elektromedik Seksi Alat Kesehatan Elektromedik mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian alat kesehatan elektromedik. Alat Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
20 kesehatan elektromedik merupakan alat kesehatan yang dalam penggunaannya menggunakan tenaga listrik dan rangkaian elektronika (sirkuit elektronik) sebagai pengontrol kerja dari alat, baik untuk diagnostik, monitoring maupun terapi. Penggunaan alat ini dilakukan oleh orang yang ahli (expert), sehingga alat kesehatan tersebut tidak perlu dicantumkan cara penggunaannya, tetapi harus terdapat manual book baik dalam Bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris. Contoh alat kesehatan elektromedik adalah EKG, USG, alat pacu jantung, inkubator, dan lain-lain. 3.7.1.2 Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik memiliki tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian alat kesehatan non elektromedik. Alat kesehatan
non
elektromedik
merupakan
alat
kesehatan
yang
dalam
penggunaannya tidak menggunakan tenaga listrik. Penggunaan alat kesehatan ini dapat dilakukan oleh orang biasa (bukan ahli), sehingga cara penggunaannya harus dicantumkan pada alat kesehatan tersebut atau pada kemasannya. Contoh alat kesehatan non elektromedik adalah kassa, tensimeter, termometer, kursi roda, softlens, dan lain-lain. 3.7.2 Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik invitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Berkas formulir permohonan untuk izin edar PKRT terdapat dalam Lampiran 6. Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan PKRT menyelenggarakan fungsinya, Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
21 yaitu: penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian produk diagnostik invitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga; penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian produk diagnostik invitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga; penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang penilaian produk diagnostik invitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga; penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik invitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan PKRT, terdiri dari: Seksi Produk Diagnostik Invitro dan Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. 3.7.2.1 Seksi Produk Diagnostik Invitro Seksi Produk Diagnostik Invitro mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik invitro. Produk diagnostik invitro adalah reagensia, instrumen, dan sistem yang digunakan untuk mendiagnosa penyakit atau kondisi lain, termasuk penentuan kondisi kesehatan, untuk penyembuhan, pengurangan atau pencegahan penyakit atau akibatnya termasuk produk yang penggunaannya ditunjukkan bagi pengumpulan, penyiapan dan pengujian spesimen yang diambil dari tubuh manusia. Contoh dari produk diagnostik invitro adalah dengue test, strip gula darah, tes kehamilan, dan lain-lain 3.7.2.2 Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang penilaian perbekalan kesehatan rumah tangga. Perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) adalah alat atau bahan yang digunakan untuk memelihara dan merawat kesehatan yang digunakan oleh manusia, hewan peliharaan, tempat-tempat umum dan rumah tangga berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Contoh PKRT adalah repelan, tissue, kapas, deterjen, dan lain-lain Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
22 3.7.3 Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga menyelenggarakan fungsinya, antara lain: penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, terdiri dari: Seksi Inspeksi Produk dan Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi. 3.7.3.1 Seksi Inspeksi Produk Seksi Inspeksi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 3.7.3.2 Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
23 pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang inspeksi sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 3.7.4
Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi menyelenggarakan fungsi, antara lain: penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, terdiri dari: Seksi Standardisasi Produk dan Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi. 3.7.4.1 Seksi Standardisasi Produk Seksi Standardisasi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 3.7.4.2 Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
24 penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 3.8
Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Kegiatan-kegiatan utama yang dilaksanakan oleh Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, meliputi: sertifikasi produksi, pemberian izin edar dan pemberian izin penyalur alat kesehatan. Selain itu, ada juga pelayanan surat keterangan. 3.8.1 Sertifikasi Produksi Sertifikasi produksi diberikan kepada sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang telah melaksanakan cara produksi yang baik untuk menghasilkan produk yang memenuhi standar mutu. Sertifikasi produksi didasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1189/MENKES/PER/ VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, sebelumnya yang berlaku adalah izin produksi. Produksi alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang memiliki sertifikat produksi dan perusahaan yang telah memperoleh sertifikat produksi harus dapat menunjukkan bahwa produksi dilaksanakan sesuai dengan pedoman cara pembuatan alat kesehatan yang baik (CPAKB) dan atau cara pembuatan perbekalan kesehatan dan rumah tangga Yang baik (CPPKRTB). Hal-hal yang harus diperhatikan dalam CPAKB dan CPPKRTB adalah: a. Bangunan (denah untuk berproduksi). b. Diperhatikan apakah sudah memenuhi persyaratan ruangan produksinya baik untuk pencampuran, pengisisan, pewadahan, penandaan dan lain-lain. c. Peralatan dan Bahan. d. Organisasi dan sumber daya manusia (terutama penanggung jawab teknisnya). e. Perlengkapan kerja, seperti sarung tangan, masker, penutup kepala, pakaian kerja, dan lain-lain. f. Hygiene dan sanitasi. g. Pengawasan mutu. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
25 h. SOP (Standard Operating Procedure). i. Inspeksi diri. j. Penanganan terhadap keluhan. k. Dokumentasi, dan lain-lain. Tata cara atau prosedur mendapatkan sertifikat produksi alat kesehatan dan/atau PKRT, sebagai berikut: a. Perusahaan pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri Kesehatan Republik Indonesia melalui Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat, dengan menggunakan contoh Formulir 1 (Lampiran 3). b. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota membentuk tim pemeriksaan bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat. c. Tim pemeriksaan bersama, jika diperlukan, dapat melibatkan tenaga ahli/konsultan/lembaga tersertifikasi di bidang produksi yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. d. Tim pemeriksaan bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja melakukan pemeriksaan dan membuat berita acara pemeriksaan. e. Apabila telah memenuhi persyaratan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksaan bersama membuat surat rekomendasi kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. f. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf (b), (c), dan (d) tidak dilaksanakan pada waktunya, perusahaan pemohon yang bersangkutan dapat membuat surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehtan Kabupaten/Kota setempat. g. Setelah surat rekomendasi diterima dan lampirannya sebagaimana dimaksud pada huruf (f), Direktur Jenderal mengeluarkan sertifikat produksi alat kesehatan dan /atau PKRT, dalam jangka waktu 30 hari kerja setelah berkas lengkap. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
26 h. Dalam jangka waktu 30 hari kerja sebagaimana dimaksud pada huruf (g), Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat melakukan penundaan atau penolakan permohonan sertifikat produksi. i. Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud huruf (h), diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratannya yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 6 bulan sejak diterbitkannya surat penundaan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1189/ MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, maka sertifikat produksi alat kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu: 3.8.1.1 Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas A Sertifikat produksi alat kesehatan kelas A adalah sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah menerapkan CPAKB secara keseluruhan sehingga diizinkan untuk memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa, kelas IIb dan kelas III. 3.8.1.2 Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas B Sertifikat produksi alat kesehatan kelas B adalah sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa, dan kelas IIb, sesuai ketentuan CPAKB. 3.8.1.3 Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas C Sertifikat produksi alat kesehatan kelas C adalah sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I, dan kelas IIa tertentu, sesuai ketentuan CPAKB. 3.8.2 Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan Badan usaha yang telah memiliki izin edar sebagai penyalur dapatbmelaksanakan penyaluran alat kesehatan. Persyaratan yang dibutuhkan dalam proses permohonan izin penyalur alat kesehatan (Lampiran 4) adalah sebagai berikut: 3.8.2.1 Surat Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan Surat permohonan ditujukan kepada dinas kesehatan propinsi setempat dilengkapi dengan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009): Akte notaris. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
27 a. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan). b. Peta lokasi dan denah bangunan. c. Alamat gedung, bengkel. d. Penanggung jawab teknis. e. Tenaga teknisi. f. Surat penunjukan dari produsen luar negeri sebagai penyalur tunggal yang dilegalisir oleh KBRI setempat atau dari produsen dalam negeri sebagai penyalur tunggal yang dilegalisir oleh notaris setempat. g. Jenis atau macam alat kesehatan yang diedarkan. h. Brosur/katalog dari alat kesehatan yang diedarkan. 3.8.2.2 Tata Cara Pengajuan Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan Tata cara pengajuan permohonan dan pemberian IPAK (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010c), sebagai berikut: a. Pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melalui Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. b. Kepala Dinas Kesehatan Propinsi selambat-lambatnya 12 hari kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk membentuk tim pemeriksaan bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat dan tim pemeriksaan bersama selambat lambatnya 12 hari kerja melakukan pemeriksaan dan membuat berita acara pemeriksaan. c. Apabila telah memenuhi persyaratan, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi selambat-lambatnya dalam waktu 6 hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksa bersama wajib melaporkan hasil pemeriksaan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana yang dimaksud pada (b) hingga (d) tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon bersangkutan dapat membuat surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
28 e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima surat pernyataan, dengan mempertimbangkan persyaratan, Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat melakukan penundaan atau penolakan izin PAK. f. Dalam jangka 30 (tiga puluh) hari kerja setelah diterima hasil pemeriksaan, Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengeluarkan izin PAK. g. Terhadap penundaan, pemohon diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak diterbitkan surat penundaan. Sedangkan, untuk produk PKRT baik dalam negeri maupun impor tidak memerlukan izin penyalur alat kesehatan. 3.8.3 Pemberian Izin Edar Produk Dalam
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1189/MENKES/ PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga tercantum ketentuan pelaksanaan pendaftaran, cara pendaftaran, formulir pendaftaran, formulir permohonan, penilaian data, keputusan,
perubahan
data,
penambahan
ukuran
kemasan,
pembatalan
persetujuan, pendaftaran kembali, kategori dan subkategori serta petunjuk pengisian formulir pendaftaran alat kesehatan maupun perbekalan kesehatan rumah tangga produksi dalam negeri dan impor. Untuk alat kesehatan lokal, pengajuan pendaftaran dilakukan oleh produsen yang telah memiliki sertifikat produksi. Sedangkan, untuk alat kesehatan impor pengajuan pendaftaran dilakukan oleh penyalur alat kesehatan. Persyaratan alat kesehatan untuk mendapat izin registrasi, alat tersebut haruslah memiliki kriteria, sebagai berikut: a. Khasiat atau manfaat dan keamanan yang dibuktikan dengan melakukan uji klinis atau bukti-bukti lain sesuai dengan status perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Selain itu, untuk perbekalan kesehatan rumah tangga dibuktikan juga dengan uji keamanan yaitu tidak menggunakan bahan yang dilarang dan tidak melebihi batas kadar yang telah ditentukan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
29 b. Mutu yang memenuhi syarat dinilai dari cara produksi yang baik dan hanya menggunakan bahan dengan spesifikasi yang sesuai untuk alat kesehatan maupun perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Penandaan berisi informasi yang dapat mencegah terjadinya salah pengertian d. atau salah penggunaan. Perbekalan kesehatan rumah tangga harus berisi informasi yang cukup termasuk tanda peringatan dan cara penanggulangannya apabila terjadi kecelakaan. Pengajuan izin registrasi alat kesehatan dan PKRT harus dilengkapi datadata yang terdiri dari data administrasi dan data teknis. Formulir persyaratan izin edar untuk alat kesehatan dan PKRT masing-masing dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6. 3.8.3.1 Data Administrasi a. Data yang harus ada untuk registrasi alat kesehatan dalam negeri, yaitu: sertifikat produksi sesuai dengan jenis alat kesehatan yang didaftarkan, lisensi (bila merek produk dan formulanya berasal dari pihak lain), patent merek (bila menggunakan merek sendiri). b. Data yang harus ada untuk registrasi alat kesehatan luar negeri/impor, yaitu: izin usaha penyalur alat kesehatan, surat penunjukkan/surat kuasa untuk mendaftarkan yang di legalisir oleh KBRI setempat, surat keterangan dari pejabat pemerintah/badan yang diberi kewenangan di negara asal (Certificate of Free Sale atau lainnya) bahwa produk tersebut diizinkan untuk dijual. c. Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT dalam negeri, yaitu: sertifikat produksi, surat perjanjian kerjasama/MOU (Memorandum of Understanding) bila produsen memproduksi berdasarkan pesanan pihak lain (toll manufacturing), surat lisensi bila merek dan formula berasal dari pihak lain, surat pernyataan merek, paten merek yang dikeluarkan Ditjen HAKI (jika ada), izin Komisi Pestisida (untuk PKRT yang mengandung pestisida), formulir lampiran AA (formula dan prosedur pembuatan), formulir lampiran BB (spesifikasi bahan baku dan wadah), formulir lampiran CC (spesifikasi dan stabilitas produk jadi), formulir lampiran DD (kegunaan, cara penggunaan, penandaan dan contoh produk), hasil pengujian, rancangan penandaan. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
30 Catatan: Khusus PKRT yang mengandung pestisida harus menyertakan surat persetujuan dari Komisi Pestisida. d. Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT impor, yaitu: surat penunjukan sebagai distributor dari pabrik asal dan telah dilegalisir oleh KBRI setempat, surat kuasa untuk mendaftar dari pabrik asal, certificate of free sale untuk produk PKRT yang akan didaftarkan, ijin Komisi Pestisida, formulir lampiran AA (formula dan prosedur pembuatan), formulir lampiran BB (spesifikasi bahan baku dan wadah), formulir lampiran CC (spesifikasi dan stabilitas produk jadi), formulir lampiran DD (kegunaan, cara penggunaan, penandaan dan contoh produk), hasil pengujian, rancangan penandaan. 3.8.3.2 Data Teknis Data teknis yang diperlukan, sebagai berikut: a. Untuk produk yang terbentuk dari bahan kimia, pendaftar harus memberikan komponen formula dalam satuan internasional atau persentase dan menuliskan fungsi masing-masing bahan. b. Prosedur pembuatan secara singkat berupa alur kerja/flow chart dalam proses produksi disertai dengan keterangan tentang proses kritis yang mempengaruhi kualitas dan langkah yang dilakukan untuk mengontrol proses kritis tersebut. c. Untuk produk HIV, harus melampirkan hasil evaluasi dari RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Untuk produk elektromedik, pastikan keamanan dengan melampirkan data hasil uji sesuai dengan persyaratan IEC 60601 mengenai keselamatan listrik. d. Untuk kelas I, sertifikat CE dapat menggantikan CoA dan proses produksi. e. Untuk alat kesehatan, formulir yang perlu dilampirkan adalah Formulir A (data administrasi), Formulir B (informasi produk), Formulir C (spesifikasi dan jaminan mutu), Formulir D (penandaan dan petunjuk penggunaan), dan Formulir E (post market evaluation). Evaluasi dan penilaian data dilaksanakan oleh tim penilai alat kesehatan. Untuk alat kesehatan dengan teknologi baru atau canggih, maka dilakukan evaluasi oleh tim ahli yang terdiri dari pakar di bidangnya. Bila hasil penilaian dan keputusan pendaftaran dinyatakan lengkap maka akan dikeluarkan nomor registrasi/izin edar. Sedangkan, bila dinyatakan kurang atau tidak lengkap maka Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
31 dapat diberikan kesempatan untuk melengkapi data yang kurang dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 bulan terhitung mulai tanggal pemberitahuan. Jika sampai pada batas waktu yang ditentukan pemohon tidak melengkapi data maka dilakukan penolakan pendaftaran. Nomor registrasi akan dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia setelah permohonan izin edar telah disetujui. Nomor registrasi terdiri dari 11 digit dengan keterangan sebagai berikut: 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Digit 1
: kelas
Digit 2,3
: kategori
Digit 4,5
: sub kategori
Digit 6,7
: tahun pemberian izin (dibalik)
Digit 8 sampai 11
: nomor urut pendaftaran
Alat Kesehatan Dalam Negeri
: AKD
Alat Kesehatan Impor
: AKL
PKRT Impor
: PKL
PKRT Dalam Negeri
: PKD
Contoh nomor izin edar alat kesehatan: AKD 21303701019 AKD
: Alat Kesehatan Dalam Negeri
Digit 1 (Angka 2)
: kelas 2 (resiko sedang)
Digit 2,3 (Angka 13)
: Peralatan ortopedi
Digit 4,5 (Angka 03)
: Peralatan ortopedi bedah
Digit 6,7 (Angka 70)
: tahun pemberian izin (dibalik) 2007
Digit 8-11 (Angka 1019) : nomor urut pendaftaran 1019 Alat ini adalah alat kesehatan dalam negeri (AKD), termasuk kelas 2 dan didaftarkan pada tahun 2007. Untuk penentuan/penilaian kelas, kategori dan sub kategori alat kesehatan mengacu pada Code of Federal Regulation (CFR).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
32 Contoh nomor izin edar PKRT: PKL 10102600879 PKL
: PKRT luar negeri
Digit 1 (Angka 1)
: kelas 1
Digit 2,3 (Angka 01)
: kategori 1 (tissue dan kapas)
Digit 4,5 (Angka 02)
: sub kategori 2 ( facial tisue)
Digit 6,7 (Angka 60)
: tahun pemberian izin (dibalik) 2006
Digit 8-11 (Angka 0879) : nomor urut pendaftaran 0879 Alat ini adalah perbekalan kesehatan rumah tangga luar negeri (PKL), termasuk kelas 1, kategori tissue dan kapas, subkategori facial tissue, dan didaftarkan pada tahun 2006. Pencabutan nomor pendaftaran/izin edar dan memerintahkan penarikan dari peredaran alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar merupakan wewenang dari pemerintah, jika terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan. Pendaftaran/izin edar produk berlaku selama 4 tahun. Jika dalam masa peredarannya terdapat penambahan atau perubahan pada produk yang telah diizin edar tersebut, seperti: nama, penandaan, kemasan, penambahan ukuran kemasan, dan lain-lain, maka produk tersebut harus didaftarkan kembali, produk tidak perlu mengganti nomor izin edar (masih dapat memakai nomor izin edar yang lama). Namun jika terjadi perubahan formula maka produk harus didaftarkan lagi ke Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan) dan nomor izin edar lama tidak berlaku lagi (diganti dengan nomor izin edar baru). 3.8.4 Pelayanan Surat Keterangan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan selain memberikan pelayanan pengajuan sertifikat produksi, izin penyalur dan izin edar, juga memberikan pelayanan surat keterangan, diantaranya yaitu: 3.8.4.1 Certificate Of Free Sale (CFS) CFS adalah surat keterangan bahwa produk alat kesehatan atau perbekalan kesehatan rumah tangga yang akan diekspor telah terdaftar pada Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan telah beredar di Indonesia. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan CFS, yaitu: Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
33 a. Surat permohonan mendapatkan CFS dengan mencantumkan negara tujuan. b. Lembar izin edar yang mencantumkan nama produk. c. Surat izin produksi atau sertifikat produksi. 3.8.4.2 Surat Keterangan Lainnya Surat keterangan lainnya hanya diberikan untuk keperluan berikut: a. Produk alat kesehatan dan atau perbekalan kesehatan rumah tangga impor yang berupa bantuan atau donasi untuk kepentingan masyarakat atau kondisi bencana. b. Produk alat kesehatan dan atau perbekalan kesehatan rumah tangga untuk c. penelitian. d. Bahan atau komponen bahan baku impor untuk digunakan dalam memproduksi alat kesehatan dan atau perbekalan kesehatan rumah tangga yang sudah terdaftar. e. Bahan atau produk tertentu yang berdasarkan kajian bukan termasuk alat kesehatan dan atau perbekalan kesehatan rumah tangga yang harus didaftarkan pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan) f. Produk alat kesehatan yang diperlukan untuk pengujian dalam rangka persyaratan pemberian izin edar. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan surat keterangan tersebut diantaranya yaitu: a. Surat permohonan mendapatkan surat keterangan yang sesuai. b. Surat perjanjian Goverment to Goverment dari pihak yang berwenang. c. Surat keterangan impor barang yang sudah disetujui oleh pihak bea cukai (invoice). d. Surat perjanjian kerjasama antara donatur dan penerima serta persetujuan dari Direktorat Jenderal Pelayanan Medik bila digunakan di rumah sakit atau persetujuan Direktorat Jederal Bina Kesehatan Masyarakat bila digunakan di puskesmas. e. Surat protokol pengujian. f. Izin edar dan sertifikat produksi terkait produk yang dimaksud. g. Katalog/brosur/data pendukung lainnya mengenai produk tersebut. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
34 3.9
Pembinaan,
Pengendalian
dan
Pengawasan
Keamanan
Alat
Kesehatan dan PKRT 3.9.1 Pembinaan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT Pembinaan yang dilakukan dalam rangka pengamanan alat kesehatan dan PKRT bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan, melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan alat kesehatan dan PKRT yang tidak tepat atau tidak memenuhi persyaratan, dan menjamin terpenuhinya atau terpeliharanya persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan dan PKRT. Pembinaan keamanan alat kesehatan dan PKRT dilakukan dalam berbagai bidang, antara lain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004): a. Pemberdayaan masyarakat, antara lain: penyebarluasan informasi kepada masyarakat dan melindungi masyarakat dari iklan yang tidak objektif, tidak lengkap dan menyesatkan. b. Peredaran, dilakukan dengan menjaga keamanan, mutu dan kemanfaatan alat kesehatan dan PKRT yang beredar. c. Sumber daya manusia, dilakukan dengan meningkatkan keterampilan teknis tenaga kesehatan, membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan dan atau lembaga pelatihan, menyediakan tenaga penyuluhan yang ahli dalam bidang alat kesehatan dan PKRT, pelayanan kesehatan, dilakukan dengan menjamin tersedianya alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan dalam rangka pelayanan masyarakat. d. Produksi, antara lain: meningkatkan kemampuan teknik dan cara penerapan produksi alat kesehatan dan PKRT yang baik (CPAKB/Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik dan CPPKRTB/Cara Pembuatan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga yang Baik). 3.9.2 Pengendalian dan Pengawasan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT Penggunaan alat kesehatan dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan dan membahayakan kesehatan sehingga dapat merugikan pasien atau operator alat tersebut. Oleh karena itu, pengawasan/monitoring perlu dilakukan untuk dapat menjamin mutu, keamanan dan kemanfaatan dari produk selama peredaran. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
35 Pengawasan ini dilaksanakan baik oleh pemerintah, produsen/penyalur maupun masyarakat. Pengawasan yang dapat dilakukan oleh pemerintah (pengawasan eksternal), yaitu: melaksanakan pembinaan, pengendalian dan pengawasan dengan memanfaatkan seluruh potensi yang ada terutama di Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten, memberikan sanksi yang berskala nasional, provinsi, dan kabupaten terhadap pabrik yang melakukan kesalahan serta meningkatkan peran serta masyarakat pada tingkat kabupaten, propinsi, dan pusat. Pengawasan harus dilakukan oleh produsen ataupun penyalur untuk memberikan jaminan keamanan, mutu, dan manfaat produknya terhadap masyarakat.
Pengawasan
yang
dapat
dilakukan
oleh
produsen/penyalur
(pengawasan internal), yaitu: produsen berkewajiban mengadakan pembenaran di lapangan, tentang mutu dan klaim produknya, melaksanakan pemantauan efek samping dari produknya, dan melaksanakan perbaikan dan atau menarik produknya yang tidak memenuhi standar. Masyarakat sebagai konsumen juga dapat nerperan aktif dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran alat kesehatan dan PKRT yang tidak memenuhi persyaratan. Pengawasan yang dapat dilakukan oleh masyarakat (pengawasan eksternal), yaitu: memberdayakan masyarakat untuk mengetahui hak dan kewajibannya terhadap alat kesehatan yang beredar, meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya penggunaan alat kesehatan yang tidak memenuhi standar yang ditetapkan, serta dapat memberikan masukan kepada pemerintah dan produsen demi peningkatan mutu. 3.10
Jadwal Kegiatan PKPA di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Tabel 3.1. Jadwal kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan No. Hari dan Tanggal 1. Senin, 6 Juni 2011
Jenis/Materi Kegiatan 1. Penjelasan umum tentang struktur organisasi Kementrian Kesehatan dan penjelasan struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan oleh Ibu Rida Wijarti, Apt. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
36
2.
Selasa, 7 Juni 2011
3.
Rabu, 8 Juni 2011
4.
Kamis, 9 Juni 2011
5.
Jumat, 10 Juni 2011 Senin, 13 Juni 2011 Selasa, 14 Juni 2011
6. 7. 8. 9. 10. 11.
Rabu, 15 Juni 2011 Kamis, 16 Juni 2011 Jumat, 17 Juni 2011 Senin, 20 Juni 2011
2. Penjelasan tentang direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan oleh Kasubag Tata Usaha Ibu Lucia Dina Kombong, SH., M.Si. 1. Penjelasan mengenai tata cara registrasi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) oleh Kasie Alat kesehatan Nonelektromedik Ibu Nurlaili Isnaini, Apt., MM. 2. Penjelasan mengenai tata cara registrasi diagnostik in vitro oleh Kasie Produk diagnostik invitro Ibu Dra. Ema Viaza, Apt. 3. Penjelasan mengenai inspeksi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga oleh Kasie inspeksi sarana produksi dan distribusi Ibu Dra. Mesra Retty, Apt. Penjelasan mengenai pelayanan perizinan sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT oleh Kasie Standarisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi Ibu Dra. Lili Sa’diah Jusuf, Apt. Melakukan penilaian berkas registrasi alat kesehatan non elektromedik dan diagnostik invitro. Menyusun laporan tugas umum Menyusun laporan tugas umum dan khusus Menyusun laporan khusus Menyusun laporan khusus Menyusun laporan khusus Menyusun laporan khusus Menyusun laporan khusus
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
BAB 4 PEMBAHASAN Kementerian Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Kementerian Kesehatan memilki empat direktorat jenderal. Direktorat Jenderal adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. Direktorat Jenderal dipimpin oleh Direktur Jenderal. Salah satu direkotrat yaitu Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dipimpin oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang membawahi empat Direktorat, yaitu Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, serta membawahi satu Sekretariat Direktorat Jenderal. Struktur organisasi, tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan adalah salah satu direktorat yang ada di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Hal tersebut bertujuan untuk melindungi kesehatan dan keselamatan masyarakat dari kesalahgunaan, penyalahgunaan dan penggunaan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) yang tidak tepat atau yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri dari Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan PKRT, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT, 37 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
38 Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, Subbagian Tata Usaha dan Kelompok Jabatan Fungsional. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan terdiri dari seksi alat kesehatan elektromedik dan non elektromedik. Subdirektorat ini bertugas menilai dan memberi izin edar untuk produk alat kesehatan baik elektromedik maupun nonelektromedik. Dalam pemberian izin edar, maka perusahaan pemohon harus melalui registrasi data administrasi dan data teknis. Registrasi adalah skrining awal yang dilakukan terhadap produk alat kesehatan dan PKRT yang akan beredar di Indonesia untuk menjamin keamanan, mutu, dan manfaat alat kesehatan dan PKRT yang beredar agar tidak merugikan masyarakat. Data yang harus dilengkapi sudah tersedia dalam website Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Namun seringkali perusahaan pemohon belum mengetahui hal tersebut sehingga kedatangan pertama pemohon adalah untuk konsultasi, belum mengajukan registrasi. Selain di website, kelengkapan data yang harus dilengkapi juga terdapat di Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1190/Menkes/Per/VIII/2010. Untuk beberapa produk diperlukan data tambahan dalam mengajukan registrasi. Produk khusus tersebut yaitu: 1. Disposable syringe Hasil uji dari laboratorium terakreditasi di Indonesia untuk sterilitas (jika pabrik telah melakukan pengujian sterilitas, pirogenitas dan toksisitas). Hasil uji sterilitas, pirogenitas dan toksisitas dari laboratorium terakreditasi di Indonesia (jika pabrik hanya melakukan uji sterilitas) 2. Kondom Hasil uji elastisitas dan kebocoran dari laboratorium terakreditasi di Indonesia 3. Pembalut wanita, diapers dewasa, dan kapas kesehatan Hasil uji flouresensi dan daya serap dari laboratorium terakreditasi 4. Produk HIV Hasil uji dari laboratorium mikrobiologi RSCM 5. Produk mengandung radiasi Ijin instalasi dari BAPETEN Apabila dokumen registrasi sudah dapat dilengkapi maka perusahaan pemohon memasukkan permohonan ke loket tiga. Petugas akan memberikan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
39 tanda terima sementara dan dokumen dilanjutkan untuk diperiksa oleh evaluator. Apabila tidak lengkap, maka pemohon akan dipanggil untuk melengkapi dokumen. Pemohon diberi waktu tiga bulan untuk memberikan dokumen yang lengkap. Apabila lebih dari tiga bulan, maka pemohon akan memulai proses registrasi dari awal. Apabila dokumen lengkap, maka petugas akan memberikan surat pengantar PNBP kepada pemohon. Pemohon membayar PNBP sejumlah produk yang akan diregistrasikan. Dokumen yang diajukan juga disiapkan dalam bentuk soft copy disimpan dalam CD. Petugas akan memverifikasi PNBP, CD, dan memberikan tanda terima tetap. Dokumen lengkap diregistrasikan dan akan mendapat nomer izin registrasi. Janji layanan yaitu 30 hari kerja untuk produk kelas I, 60 hari kerja untuk produk kelas II, dan 90 hari kerja untuk produk kelas III. Izin yang diberikan maksimal lima tahun atau tergantung LoA. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In Vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga terdiri dari seksi produk diagnostik in vitro dan seksi perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat ini bertugas menilai dan memberi izin edar untuk produk diagnostik invitro dan PKRT. Sama seperti alat kesehatan dalam pemberian izin edar, maka perusahaan pemohon harus melalui registrasi data administrasi dan data teknis. Kelengkapan data yang harus dilengkapi terdapat di Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1190/Menkes/Per/VIII/2010. Alur pengajuan registrasi produk diagnostik in vitro dan PKRT sama dengan alat kesehatan. Janji layanan untuk PKRT yaitu 20 hari kerja untuk produk kelas I, 40 hari kerja untuk produk kelas II, dan 60 hari kerja untuk produk kelas III. Untuk produk diagnostik invitro, dibatasi maksimal lima registrasi diajukan oleh seorang pemohon. Apabila lebih, maka dapat diajukan keesokan harinya. Izin yang diberikan maksimal lima tahun atau tergantung LoA. Subdirektorat Inspeksi dan Alat Kesehatan dan PKRT terdiri dari seksi inspeksi produk dan seksi inspeksi sarana produksi dan distribusi. Subdirektorat ini bertugas melakukan pemantauan terhadap kualitas produk yang beredar, produksi, dan peredaran alat kesehatan dan PKRT dengan teknik sampling. Pemantauan dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan alokasi biaya dan waktu. Pemantauan dilakukan secara nasional maupun pada provinsi atau kabupaten. Untuk mencapai hasil yang optimal, maka diperlukan kerjasama anatara Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
40 pemerintah, produsen, distributor, dan masyarakat. Subdirektorat ini baru berjalan efektif pada Januari 2011, merupakan subdirektorat baru pada Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Karena keterbatasan dana dan sumber daya manusia, maka saat ini pemantauan alat kesehatan dan PKRT masih berdasarkan pengaduan masyarakat. Pengaduan masyarakat ini merupakan layanan yang sudah diadakan oleh Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi terdiri atas seksi standarisasi produk dan seksi standarisasi dan sertifikasi produksi dan distribusi. Subdirektorat ini memiliki tugas dalam pemberian sertifikat produksi untuk perusahaan yang memproduksi sendiri dan izin penyalur alat kesehatan untuk perusahaan yang mengimpor produk. Dalam melakukan standardisasi, subdirektorat ini bekerja sama dengan Badan Standarisasi Nasional (BSN). Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Dalam pelaksanaan kegiatan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, telah dijalankan sebuah layanan terpadu dimana setiap perusahaan pemohon dapat datang ke loket di lantai lima untuk mendapat semua layanan tersebut. Pada kenyataannya loket yang sudah disediakan tidak dapat menampung semua pemohon. Sehingga terpaksa menjalankan layanan di loket dan di ruangan kerja. Pada PKPA di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, terlihat bahwa format registrasi yang digunakan adalah format lama. Meskipun Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1190/Menkes/Per/VIII/2010 telah ditetapkan sejak pertengahan tahun 2010, tetapi sosialisasi baru dilakukan akhir 2010. Baru pada awal tahun 2011 diterapkan namun belum semua dapat dilakukan. Perubahan peraturan tersebut berpengaruh terhadap karyawan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan juga perusahaan pemohon registrasi. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan sosialisasi peraturan baru. Pengawasan terhadap produk yang sudah beredar juga perlu ditingkatkan karena masih ditemukan izin edar alat kesehatan dan PKRT yang sudah berakhir namun masih banyak ditemui di masyarakat. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 a.
Kesimpulan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan merupakan salah satu direktorat pada Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang berperan dalam pembinaan, pengendalian dan pengawasan alat kesehatan dan perbekalan rumah tangga dalam upaya menjamin persyaratan mutu, manfaat, dan keamanan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) yang beredar di wilayah Republik Indonesia.
b.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan memiliki tugas dan tanggung jawab dalam pelaksanaan pelayanan sertifikat produksi, izin penyalur alat kesehatan, dan izin edar alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga
5.2
Saran Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan merupakan salah
satu direktorat dengan beban kerja yang besar, karena itu disarankan: a.
Penambahan jumlah sumber daya manusia secara proporsional sesuai dengan tugas suatu subdirektorat
b.
Penggunaan teknologi komputasi yang meningkatkan ketelitian dalam skrining dokumen pengajuan registrasi
c.
Diterapkannya
Permenkes
Nomor
1144/Menkes/Per/VIII/2010
secara
menyeluruh
41
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
DAFTAR ACUAN
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Pedoman Penilaian Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/ 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1189/MENKES/PER/VIII/ 2010 Tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1190/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. (2009). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
42
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
LAMPIRAN
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
44 Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
45 Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
46 Lampiran 3. Permohonan Sertifikat Produksi Alat Kesehatan/PKRT
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
47 Lampiran 4. Formulir Pendaftaran Alat Kesehatan
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
48 Lampiran 4. Formulir Pendaftaran Alat Kesehatan (lanjutan)
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
49 Lampiran 4. Formulir Pendaftaran Alat Kesehatan (lanjutan)
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
50 Lampiran 4. Formulir Pendaftaran Alat Kesehatan (lanjutan)
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
51 Lampiran 4. Formulir Pendaftaran Alat Kesehatan (lanjutan)
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
52 Lampiran 4. Formulir Pendaftaran Alat Kesehatan (lanjutan)
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
53 Lampiran 5. Formulir Pendaftaran Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
54 Lampiran 5. Formulir Pendaftaran Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (lanjutan)
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
55 Lampiran 5. Formulir Pendaftaran Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (lanjutan)
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
56 Lampiran 5. Formulir Pendaftaran Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (lanjutan)
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
57 Lampiran 5. Formulir Pendaftaran Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (lanjutan)
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
58 Lampiran 5. Formulir Pendaftaran Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (lanjutan)
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 6 JUNI – 20 JUNI 2011
PENYUSUNAN TABEL PEMBANTU PENILAIAN ALAT KESEHATAN PERALATAN NEUROLOGI
ITASIKA P. H. FEBRIANTI, S. Farm (1006835311)
ANGKATAN LXXIII
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER-DEPARTEMEN FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK DESEMBER 2011
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL …………………………………………………...… i DAFTAR ISI ……………………………………………………..………. ii DAFTAR GAMBAR ……………………………………………..………. iii DAFTAR TABEL .........……………………..……………………………. iv DAFTAR LAMPIRAN ……………………..……………………………. v 1. PENDAHULUAN ………………………….………….......….............. 1 1.1 Latar Belakang ……………………………………............…….…. 1 1.2 Tujuan ………….…………………………………............……….. 1 2. TINJAUAN PUSTAKA……………………………….......….............. 2 2.1 Alat Kesehatan ………...………………..…………............………. 2 2.2 Registrasi Alat Kesehatan...………………………............…….….. 3 2.3 Code of Federal Regulation (CFR) …..……………............…...…..11 2.4 Harmonized Commodity Description & Coding System ….............. 12 3. METODOLOGI PENELITIAN….....…………..………….......……..13 4. PEMBAHASAN.………………...………………………….......……... 14 5. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………......………... 37 5.1 Kesimpulan ………………………..…………………............…..... 37 5.2 Saran …………………………………..……………............……... 37 DAFTAR ACUAN .......………………………………………………….. 38
ii
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.
Halaman Alur Registrasi Alat Kesehatan ………….……..…………. 4
iii
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1.
Halaman
Tabel Pembantu Penilaian Peralatan Neurologi ………………. 16
iv
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1 Formulir Pendaftaran Alat Kesehatan ……………..……..…………. 41
v
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Alat kesehatan merupakan salah satu pendukung dalam menjalankan
pelayanan kesehatan. Dengan luasnya penggunaan alat kesehatan, peluang ini dimanfaatkan oleh perusahaan, baik memproduksi sendiri ataupun mengimpor. Majunya perkembangan telekomunikasi juga mendorong diperkenalkannya alat dan produsen baru dari luar negeri. Namun peredaran alat kesehatan tidak semudah itu. Alat kesehatan harus memenuhi syarat mutu, keamanan, dan manfaat yang sudah ditetapkan pemerintah Republik Indonesia. Penilaian syarat tersebut dilakukan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai fungsi melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Produk yang menjadi cakupan mempunyai identifikasi spesifik. Identifikasi ini diperlukan untuk penentuan klasifikasi alat kesehatan, persyaratan yang dibutuhkan, dan pendaftaran kode CFR dan HS Code. Untuk mengetahui kegiatan yang dilakukan pada Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian RI, maka dalam maka pada Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) kali ini penulis ditempatkan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, untuk mengevaluasi berkas persyaratan yang diajukan oleh perusahaan dalam memperoleh permohonan izin edar dan membantu penilaian alat kesehatan dengan menyusun tabel pembantu penilaian. 1.2
Tujuan
a.
Memahami tugas Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
b.
Menyusun tabel pembantu penilaian alat kesehatan peralatan neurologi
1
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Alat Kesehatan Menurut Permenkes No 1190/Menkes/Per/VIII/2010, alat kesehatan
adalah instrumen, apparatus, mesin dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang
digunakan
untuk
mencegah,
mendiagnosis,
menyembuhkan
dan
meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. Selain pengertian tersebut, alat kesehatan dapat juga mengandung obat yang tidak mencapai kerja utama pada atau dalam tubuh manusia melalui proses farmakologi, imunologi atau metabolisme tetapi dapat membantu fungsi yang diinginkan dari alat kesehatan dengan cara tersebut. Alat kesehatan berdasarkan tujuan penggunaan sebagaimana dimaksud oleh produsen, dapat digunakan sendiri maupun kombinasi untuk manusia dengan satu atau beberapa tujuan sebagai berikut: a.
Diagnosis, pencegahan, pemantauan, perlakuan atau pengurangan penyakit
b.
Diagnosis, pemantauan, perlakuan, pengurangan atau kompensasi kondisi sakit
c.
Penyelidikan, penggantian, pemodifikasian, mendukung anatomi atau proses fisiologis
d.
Mendukung atau mempertahankan hidup
e.
Menghalangi pembuahan
f.
Desinfeksi alat kesehatan
g.
Menyediakan informasi untuk tujuan medis atau diagnosis melalui pengujian in vitro terhadap spesimen dari tubuh manusia Alat kesehatan dibagi menjadi beberapa klasifikasi. Pembagian klasifikasi
ini berdasarkan resiko yang ditimbulkan oleh produk
2
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
3
a.
Kelas I Alat kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya tidak rnenyebabkan akibat yang berarti. Penilaian untuk alat kesehatan ini dititikberatkan hanya pada mutu dan produk
b.
Kelas IIa Alat kesehatan yang kegagalannya atau salah penggunaannya dapat memberikan akibat yang berarti kepada pasien tetapi tidak menyebabkan kecelakaan yang serius. alat kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi dan memenuhi persyaratan yang cukup lengkap untuk dinilai tetapi tidak memerlukan uji klinis.
c.
Kelas IIb Alat kesehatan yang kegagalannya atau salah penggunaannya dapat memberikan akibat yang sangat berarti kepada pasien tetapi tidak menyebabkan kecelakaan yang serius. Alat kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi dan memenuhi persyaratan yang lengkap termasuk analisa resiko dan bukti keamanannya untuk dinilai tetapi tidak memerlukan uji klinis.
d.
Kelas III Alat kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya dapat memberikan akibat yang serius kepada pasien atau perawat/operator. Alat kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi formulir dan memenuhi persyaratan yang lengkap termasuk analisa resiko dan bukti keamanannya untuk dinilai serta memerlukan uji klinis.
2.2
Registrasi Alat Kesehatan Alat kesehatan atau Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) yang
beredar Indonesia harus memiliki izin edar. Izin edar adalah izin yang dikeluarkan kepada perusahaan untuk produk alat kesehatan atau perbekalan kesehatan rumah tangga, yang akan diimpor, dan/atau digunakan, dan/atau diedarkan di wilayah Republik Indonesia, berdasarkan penilaian terhadap mutu, keamanan dan kemanfaatan (Kementerian Kesehatan RI, 2004). Izin edar ini dikeluarkan oleh Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
4
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Alat kesehatan dan/atau PKRT yang mendapat izin edar harus memenuhi kriteria sebagai berikut : a.
Keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan, yang dibuktikan dengan melakukan uji klinis dan/atau bukti-bukti lain yang diperlukan
b.
Keamanan dan kemanfaatan PKRT dibuktikan dengan menggunakan bahan yang tidak dilarang dan tidak melebihi batas kadar yang telah ditentukan sesuai peraturan dan/atau data klinis atau data lain yang diperlukan; dan
c.
Mutu, yang dinilai dari cara pembuatan yang baik dan menggunakan bahan dengan spesifikasi yang sesuai dan memenuhi persyaratan yang ditentukan Untuk penilaian mutu, keamanan, dan kemanfaatan alat kesehatan dan/atau
PKRT dalam rangka pemberian izin edar dibentuk tim penilai dan tim ahli alat kesehatan dan/atau PKRT. Tim ahli dapat terdiri atas pakar, organisasi profesi, asosiasi terkait, perguruan tinggi, praktisi dan instansi terkait. Tim penilai dan tim ahli ditetapkan oleh Direktur Jenderal. Dalam pengajuan izin edar harus melengkapi data-data yang terdiri dari data administrasi dan data teknis. Permohonan izin edar alat kesehatan diajukan kepada Direktur Jenderal dengan mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan kelengkapan yang diperlukan sesuai dengan contoh dalam Formulir 1 (lampiran 1)
Gambar 2.1. Alur Registrasi Alat Kesehatan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
5
Keterangan: 1.
Pemohon memasukkan berkas pendaftaran pada loket dan dilakukan proses praregistrasi oleh tim penilai. Berkas yang lengkap bisa dibuatkan slip setoran dan pemohon diminta membayar biaya PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) di bank yang ditunjuk. Bukti pembayaran bank dan berkas pendaftaran diserahkan kepada petugas administrasi untuk dicatat dan diberi nomor sesuai ketentuan, dan kepada pemohon akan diberikan tanda terima permohonan. Selanjutnya berkas diserahkan kepada Kasubdit masing-masing.
2.
Kasubdit memberikan disposisi kepada kepala seksi (Kasie) untuk bertanggung jawab terhadap proses penilaian.
3.
Kasie memberikan disposisi kepada tim penilai untuk melakukan proses penilaian terhadap berkas, kemudian hasil penilaian diserahkan kepada Kasie untuk diperiksa ulang.
4.
Kasie memberikan kesimpulan terhadap hasil penilaian apakah berkas lengkap/tidak lengkap.
5.
Kasubdit melakukan verifikasi terhadap hasil kesimpulan Kasie, Kasubdit berhak menentukan apakah suatu berkas lengkap atau tidak.
6.
Apabila ada permasalahan dengan produk yang dievaluasi terkait dengan keamanannya, dilakukan diskusi dengan tim ahli untuk menentukan status keamanan produk.
7.
Berkas yang tidak lengkap akan dibuatkan surat tambahan data dan diserahkan kepada Direktur untuk diminta persetujuannya. Kemudian surat tambahan data akan diserahkan kepada pemohon.
8.
Berkas yang oleh Kasubdit dinilai lengkap akan dibuatkan nomor registrasinya dan disiapkan lembar registrasi untuk diserahkan kepada Direktur .
9.
Direktur memberikan persetujuannya terhadap lembar nomor registrasi jika dinilai memenuhi syarat untuk selanjutnya diserahkan kepada Direktur Jenderal untuk diberikan persetujuan izin edar. Terdapat beberapa hal lain yang harus diperhatikan perusahaan pengaju
izin edar mengenai berkas permohonan, yaitu: Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
6
Pemohon harus menyerahkan 1 set formulir pendaftaran yang disusun berdasarkan urutan yang telah ditetapkan, sedangkan 1 set lainnya disimpan oleh pemohon sebagai arsip. Formulir pendaftaran dimasukkan dalam map berwarna merah (produk alkes elektromedik), biru (produk alkes non elektromedik), hijau (produk alkes diagnostik dan reagensia), dan kuning (produk PKRT).
Pemohon menyerahkan lembar penandaan berwarna rangkap 3 untuk tiap kemasan
Untuk produk PKRT yang sama yang memiliki lebih dari satu ukuran, maka didaftarkan menggunakan formulir berbeda.
Formulir pendaftaran diisi dalam bahasa Indonesia, sedangkan data/dokumen pendukung boleh dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris.
Berkas yang telah memenuhi persyaratan pra-registrasi akan dicatat oleh petugas administrasi di loket dan diberi nomor pendaftaran sesuai ketentuan yang berlaku. Kode untuk subdit ditetapkan sebagai berikut : A (Alkes Elektromedik), B (Alkes Non Elektromedik), C (Alkes Diagnostik dan Reagensia), dan D (PKRT) Hal yang harus diperhatikan dalam persyaratan administrasi yang diajukan
oleh perusahaan pemohon izin edar: 1.
Sertifikat produksi Produk yang didaftarkan termasuk dalam lampiran sertifikat produksi, bila tidak tercantum harus mengajukan addendum
2.
Certificate of Free Sale a.
Dikeluarkan
oleh
pemerintah
atau
badan
yang
berwenang
mengeluarkan surat tersebut dan produk yang didaftarkan sama dengan yang dinyatakan dalam CFS yang diberikan. b.
CFS yang dibuat oleh FDA menyebutkan nama dan alamat pabrik, harus diperhatikan hanya produk buatan pabrik tersebutlah yang diperbolehkan atau tercantum pada nomor registrasi.
c.
Idealnya CFS suatu produk berasal dari country of origin (yang memiliki sistem registrasi yang diakui), tetapi jika tidak ada dapat Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
7
digantikan dengan CFS dari Negara principal/dimana produk tersebut telah dijual. d.
CFS tidak perlu dilegalisasi.
e.
Untuk produk kelas I CFS bisa digantikan dengan sertifikat dari notified body seperti CE atau TUV
f.
Untuk produk yang tidak termasuk alkes di Negara asal, maka harus ada surat keterangan dari Kementerian Kesehatan setempat yang menyebutkan bahwa produk tersebut merupakan alat kesehatan.
3.
Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) Produk yang didaftarkan serta nama produsen tercantum dalam IPAK. Jika tidak, pemohon diminta mengajukan penambahan addendum untuk produk tersebut.
4.
Surat Penunjukkan (LoA) a.
Dikeluarkan oleh principal, jika dikeluarkan oleh perwakilan principal, harus disertai dengan surat penunjukkan perwakilan yang dikeluarkan oleh principal yang telah dilegalisasi KBRI setempat.
b.
Perhatikan waktu berlakunya penunjukkan minimal 2 tahun. Masa berlaku penunjukkan harus tercantum pada IPAK yang diterbitkan.
Hal yang harus diperhatikan dalam persyaratan teknis a.
Untuk produk yang terbentuk dari bahan kimia, pendaftar harus memberikan komponen formula dalam satuan internasional atau persentase dan menuliskan fungsi masing-masing bahan.
b.
Prosedur pembuatan secara singkat berupa alur kerja/flow chart dalam proses produksi disertai dengan keterangan tentang proses kritis yang mempengaruhi kualitas dan langkah yang dilakukan untuk mengontrol proses kritis tersebut.
c.
Untuk produk HIV, harus melampirkan hasil evaluasi dari RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
d.
Untuk produk elektromedik, pastikan keamanan dengan melampirkan data hasil uji sesuai dengan persyaratan IEC 60601 mengenai keselamatan listrik.
e.
Untuk kelas I, sertifikat CE dapat menggantikan CoA dan proses produksi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
8
Hal yang harus diperhatikan dalam menilai penandaan a.
Informasi yang diperlukan untuk mengidentifikasi produk dan cara penggunaan produk dengan aman harus tersedia. Jika kemasan individual tidak memungkinkan informasi yang lengkap, informasi tersebut harus terdapat pada leaflet, insert atau bentuk lain yang sesuai.
b.
Cara penggunaan harus jelas dan dipahami oleh pengguna (dalam bahasa Indonesia)
c.
Perhatikan adanya klaim berlebihan yang tidak disertai dengan data pendukung yang memadai. Setiap klaim hendaklah dapat didukung oleh data pendukung yang sesuai. Sebuah penandaan harus memuat sekurang-kurangnya :
a.
Nama produk atau nama dagang, nama dan alamat produsen, nama pendaftar, tujuan penggunaan.
b.
Jumlah setiap kemasan dan atau netto
c.
Kode produksi/nomor lot atau no batch yang memungkinkan melakukan tindakan yang diperlukan untuk melacak dan menarik kembali produk.
d.
Tanggal kadaluarsa untuk produk steril dan/atau mempunyai batas kadaluarsa kurang dari 2 tahun.
e.
Cara penyimpanan atau kondisi penanganan pada kemasan luar, jika ada
f.
Peringatan/ perhatian
g.
Kinerja yang diinginkan produsen dan jika ada setiap efek yang tidak diinginkan
h.
Uraian mengenai perlakuan atau penanganan lebih lanjut sebelum produk digunakan (misalnya sterilisasi, kalibrasi, perakitan akhir).
i.
Kata steril untuk produk steril dan peringatan jika terjadi kerusakan pada kemasan steril.
j.
Pernyataan/lambang hanya untuk sekali pakai, untuk produk sekali pakai.
k.
Untuk produk implan, informasi mengenai risiko khusus terkait dengan implantasi tersebut.
l.
Untuk produk yang dapat dipakai ulang, informasi yang memadai tentang proses pemakaian kembali, termasuk pembersihan, disinfeksi, kemasan, dan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
9
jika perlu metode sterilisasi ulang dan batasan jumlah pengulangan kembali. Jika produk ditujukan untuk disterilisasi sebelum digunakan, cara pembersihan dan sterilisasi haruslah sedemikian rupa hingga jika cara tersebut diikuti, maka produk tersebut memenuhi ketentuan tentang keamanan produk m. Untuk produk yang mengeluarkan radiasi diberikan tanda khusus, dan harus ada rincian mengenai asal radiasi, tipe, intensitas dan distribusi radiasi harus tersedia. n.
Peringatan jika terjadi perubahan kinerja (performance) produk
o.
Peringatan yang berhubungan dengan paparan, jika oleh pengaruh lingkungan, terhadap adanya pengaruh listrik eksternal, muatan elektrostatik, tekanan atau variasi tekanan, akselerasi, sumber panas, dan lainnya.
p.
Peringatan jika terdapat risiko dalam pembuangan produk
q.
Keterangan jika ada bahan obat di dalam produk Alkes sebagai bagian yang tak terpisahkan.
r.
Tingkat akurasi untuk produk yang memiliki fungsi pengukuran
s.
Setiap persyaratan mengenai fasilitas khusus, pelatihan khusus, atau kualifikasi tertentu dari pengguna alat.
t.
Nomor registrasi Hal yang harus ada dalam buku manual di antaranya adalah:
Spesifikasi produk
Cara penggunaan
Peringatan
Tujuan penggunaan Untuk produk yang menghasilkan radiasi harus berisi informasi mengenai
asal radiasi, cara melindungi pasien dan operator, dan cara menghindari kesalahan pemakaian dan menghilangkan risiko yang terkait dengan instalasi produk. Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk harus memberikan keputusan persetujuan atau penolakan pendaftaran izin edar alat kesehatan atau PKRT dalam jangka waktu yang dihitung sejak permohonan izin edar dinyatakan lengkap, untuk : Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
10
a.
Kelas I : 30 hari kerja
b.
Kelas IIa dan kelas IIb : 60 hari kerja
c.
Kelas III : 90 hari kerja Setelah permohonan izin edar disetujui, maka akan didapatkan nomor izin
edar. Untuk alat kesehatan dalam negeri akan diberi penandaan AKD, sedangkan alat kesehatan luar negeri atau impor akan diberi penandaan AKL. Nomor izin edar terdiri dari 11 digit. Contoh AKL 21002011234. AKL adalah penandaan bahwa produk ini merupakan alat kesehatan impor. Angka “2” di awal merupakan kelas produk berdasarkan CFR. Angka “10” merupakan kategori produk. Angka “02”
merupakan
subkategori
produk.
Angka
“01”
merupakan
tahun
dikeluarkannya SK yang ditulis secara terbalik. 4 digit nomor terakhir, yaitu “1234” merupakan nomor urut pendaftaran produk pada yang tercatat dalam buku besar Dirjen Prodis Alkes. Izin edar berlaku selama 5 (lima) tahun atau sesuai dengan masa penunjukan keagenan masih berlaku dan dapat diperbaharui sepanjang memenuhi persyaratan. Izin edar dinyatakan tidak berlaku apabila: a.
Masa berlaku izin edar habis
b.
Masa berlaku sertifikat produksi habis dan/atau dibatalkan
c.
Batas waktu keagenan habis, dibatalkan, atau tidak diperpanjang
d.
Persetujuan izin edar dicabut oleh Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk. Pencabutan persetujuan izin edar dapat dilakukan apabila:
a.
Alat
kesehatan
dan/atau
PKRT
menimbulkan
akibat
yang
dapat
membahayakan bagi kesehatan; dan/atau b.
Tidak memenuhi kriteria sesuai dengan data yang diajukan pada permohonan izin edar. Perpanjangan masa izin edar:
a. Perusahaan pemohon wajib memperpanjang nomor izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum habis masa berlakunya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
11
b. Perpanjangan masa berlaku izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT impor, dapat diperpanjang dengan mengajukan surat permohonan perpanjangan disertai dengan surat penunjukkan baru yang diketahui oleh perwakilan Republik Indonesia setempat. Perubahan izin edar: a.
Perusahaan harus mengajukan perubahan izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT terhadap perubahan: ukuran; kemasan; penandaan; Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
b.
Perubahan izin edar berdasarkan perubahan di atas dilakukan tanpa perubahan nomor izin edar.
c.
Perubahan selain sebagaimana dimaksud di atas harus memenuhi ketentuan tata cara permohonan izin edar baru dengan perubahan nomor izin edar. Perusahaan yang memiliki izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT wajib
menyampaikan laporan hasil monitoring efek samping secara berkala 1 (satu) tahun sekali, sesuai contoh dalam Formulir 3 (lampiran 1). 2.3
Code of Federal Regulation (CFR) CFR merupakan sistem pengkodean untuk regulasi dan peraturan umum
serta permanen untuk hukum administratif yang dikeluarkan oleh departemen atau agensi dari Pemerintah Amerika Serikat. CFR terbagi menjadi 50 bagian untuk regulasi negara bagian. Kode untuk regulasi alat kesehatan terdapat pada bagian 21, Makanan dan Obat-obatan. CFR untuk regulasi alat kesehatan disusun oleh Food and Drug Administration (FDA). Ditjen Binfar Alkes menggunakan kode CFR untuk mengkategorikan registrasi alat kesehatan. Kode CFR sudah dapat membedakan antara produk alat kesehatan dan PKRT. Pembagiannya permanen sehingga status suatu produk jelas. Berbeda dengan regulasi Eropa dimana pembagian kategori
alat
kesehatan dan PKRT berubah-ubah sehingga
menyulitkan dalam registrasinya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
12
2.4
Harmonized Commodity Description and Coding System (HS Code) HS Code merupakan sistem standarisasi internasional untuk nama dan
nomer klasifikasi produk perdagangan. HS Code disusun dan dikembangkan oleh World Customs Organization (WCO). WCO merupakan organisasi independen antarpemerintah dengan anggota lebih dari 170 negara, berpusat di Brussels, Belgia. Kode untuk cakupan terbesar terdiri dari 4 digit angka, sebagai kode awal. Nomenklatur internasional ditentukan pada 6 digit angka setelahnya. Jika dibutuhkan, kode untuk subdivisi diberikan lagi 2 digit angka. Untuk memastikan penggunaan HS Code yang sesuai dengan peraturan internasional, maka perusahaan harus mencantumkan 4 digit awal dan 6 digit keterangannya. Penggunaannya seragam, namun boleh mencantumkan subkategori yang diadopsi dari peraturan negara tertentu. HS Code digunakan pada lebih dari 200 negara sebagai:
Dasar cukai
Statistik perdagangan internasional
Peraturan negara asal
Dasar penetapan pajak
Negosiasi perdagangan
Cukai perpindahan barang
Mengawasi barang tertentu (contoh: limbah, narkotik, senjata kimia, spesies langka, komponen pendegradasi ozon)
Parameter kontrol dan prosedur, termasuk penilaian resiko, teknologi informasi, dan penyesuaian
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Kegiatan yang dilakukan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI adalah mengamati dan menilai berkas-berkas permohonan izin edar. Dalam pengamatan tersebut diketahui bahwa sulit menentukan identifikasi barang yang sesuai dengan HS Code dan CFR. Untuk memudahkan dilakukannya penilaian berkas, maka disusun tabel pembantu penilaian alat kesehatan berdasarkan buku Code of Federal Regulations, bagian alat kesehatan dan literatur HS Code. Tabel pembantu terdiri dari jenis sub kategori alat kesehatan, nama produk, identifikasi, klasifikasi, HS Code, dan keterangan.
13
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
BAB 4 PEMBAHASAN Dalam melakukan pendaftaran izin edar, perusahaan memasukkan formulir syarat registrasi. Formulir ini terdiri dari lampiran A, B, C, D, dan E. Setiap lampiran tersebut diperiksa kelengkapannya oleh penerima. Seharusnya formulir yang digunakan sekarang adalah formulir yang telah ditetapkan dalam Permenkes No 1190/Per/VIII/2010. Namun karena sosialisasi baru dilakukan beberapa kali, maka pelaksanaan Permenkes tersebut belum terlaksana sepenuhnya. Seperti formulir pendaftaran izin edar, masih menggunakan format lama yaitu lampiran AA, BB, CC, dan DD. Setelah penilai selesai memeriksa, pemeriksaan dilakukan kembali oleh kepala seksi dan kepala sub direktorat. Paraf diberikan pada form penilaian untuk mengetahui berkas sudah diperiksa berapa kali dan orang yang bertanggung jawab memeriksa. Untuk memudahkan dalam pendaftaran, maka formulir pengajuan izin edar alat kesehatan dimasukkan dalam map yang memiliki warna berbeda untuk identifikasi. Pada Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan berlaku kesepakatan map berwarna merah untuk produk alkes elektromedik, biru untuk produk alkes non elektromedik, dan hijau untuk produk alkes diagnostik dan reagensia. Satu map berisi satu produk yang akan diregistrasikan. Ketika dilakukan penilaian berkas, penilai memberikan kertas pembatas yang ditempelkan pada sisi halaman sehingga memudahkan mencari ketika proses penilaian. Perusahaan yang mengajukan pendaftaran izin edar juga memberikan tanda berupa stabilo pada bagian penting mengenai produk yang didaftarkan. Misalkan pada LoA yang berisi semua daftar produk yang boleh didistribusikan oleh perusahaan. Maka pengaju izin edar memberikan stabilo pada produk tertentu yang sedang ingin didaftarkan. Penilai kemudian melakukan penilaian berkas yang diajukan tersebut. Parameter pemeriksaan sudah terinci dalam formulir penilaian, penilai hanya perlu melingkari apakah parameter tersebut ada atau tidak. Berkas dinilai kelengkapannya, kebenarannya, tanggal berlakunya berkas, hingga ejaan nama produk dan perusahaan.
14
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
15
Dimulai dari halaman pertama formulir 1, nama perusahaan yang mendaftarkan, nama dagang alat kesehatan, keterangan lain mengenai alat kesehatan, nama pemberi lisensi, dan nama pabrik induk harus sesuai dengan LoA. Nama edar yang didaftarkan harus sama dengan nama dari pabrik, ejaan harus sama. Apabila ejaan berbeda, misalnya terdapat perbedaan 1 huruf, maka apabila barang sudah tiba di Indonesia pihak bea cukai tidak bisa mengeluarkan barang tersebut untuk perusahaan pengaju. Pada LoA juga terdapat berapa lama pabrik asal memberikan hak edar kepada perusahaan tersebut. Penilai juga memperhatikan hal tersebut, karena izin dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mengikuti tanggal pada Loa, maksimal 5 tahun. Pada lampiran A, data administrasi, yang harus diperhatikan adalah adanya CFS berisi bahwa produk impor sudah diedarkan di negara asal produsen dan /atau negara lain. Hal ini adalah untuk mencegah dijadikannya Indonesia sebagai negara percobaan alat kesehatan luar negeri serta mencegah penjualan barang tidak laku di negara lain. Untuk barang import, pabrik harus sudah memiliki ISO 13485 sebagai standar untuk memproduksi barang dengan yang cukup berkualitas untuk dieksport. Di indonesia lebih banyak alat kesehatan import daripada produksi lokal sehingga berkas kelengkapan impor lebih sering ditemui. Apabila selama penilaian masih ditemukan berkas tidak lengkap, maka pihak Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan membuat surat tambahan data. Perusahaan diberikan waktu 3 bulan untuk memperbaiki berkas. Apabila perusahaan tidak kembali dalam jangka waktu 3 bulan, maka pengajuan izin registrasi diulang prosesnya dari awal. Penilaian alat kesehatan berpegang pada penggolongan CFR dan HS Code dengan produk. Seringkali perusahaan salah mengisi kode tersebut atau tidak mengetahui kode untuk produk mereka. Berikut ini adalah tabel pembantu untuk identifikasi dan pengklasifikasian kategori produk peralatan neurologi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
Tabel 4.1. Tabel Pembantu Penilaian Peralatan Neurologi (lanjutan) No 1
Sub Kategori Peralatan Neurologi Diagnostik
Nama Produk
Identifikasi
Alat analisa kekakuan
Alat untuk mengukur kemampuan menahan kekakuan pada tungkai pasien untuk menilai efektifitas pengobatan atau perawatan lainnya
Ataksiagrafi
Alat untuk menilai ataksia dengan mengukur pergeseran tubuh ketika pasien berdiri tegak dengan mata tertutup Alat dengan dua petunjuk untuk menilai perbedaan sentuhann pada pasien Alat pindai ultrasonik noninvasif, untuk mengukur permukaan intrakarnial dan kecepatan aliran darah yang masuk dan keluar dari kepala Krim atau gel konduktif yang digunakan dengan elektroda eksternal untuk mengurangi impedansi kontak antara elektroda permukaan dan kulit Elektroda yang digunakan secara temporal pada permukaan otak untuk menstimulasi otak atau merekam aktivitas elektrik otak Elektroda yang diaplikasikan pada permukaan kulit pasien baik untuk
Two-point discriminator Ekoensefalografi
Media elektrokonduktif
Elektroda kortikal
Elektroda kutan
Klasifikasi 1 2 3 √
HS Code 9018.19.00.00
CSR Code 882.1020
Keterangan Alat analisa kuantitatif kekakuan tungkai terhadap efektifitas obat Untuk mengukur hilang keseimbangan
√
9018.19.00.00
882.1030
√
9018.14.00.00
882.1200
√
9018.90.90.00
882.1240
√
9018.90.30.00
882.1275
√
9018.90.30.00
882.1310
Elektroda untuk merekam aktivitas otak
√
9018.90.30.00
882.1320
Elektroda untuk merekam signal
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
Alat tes untuk membedakan sentuhan Alat rekam grafik kepala dengan scan ultrasonik
Tabel 4.1. Tabel Pembantu Penilaian Peralatan Neurologi (lanjutan)
Elektroda dalam
Elektroda nasofaringeal
Elektroda jarum Elektroensefalografi
Elektroda elektroensefalografi/Penguji awal Alat analisis spektrum sinyal elktroensefalogram (EEG) Generator sinyal uji elektroensefalografi
merekam sinyal fisiologi atau untuk mengaplikasikan stimulasi elektrik Elektroda yang digunakan untuk stimulasi temporal atau merekam sinyal elektrik pada sub permukaan otak Elektroda yang ditempatkan temporal pada bagian nasofaringeal untuk merekam aktivitas elektrik Alat yang digunakan subkutan untuk menstimulasi atau merekam sinyal elektrik Alat untuk merekam dan mengukur aktivitas elektrik pada otak pasien yang didapatkan dengan menggunakan dua elektroda atau lebih pada kepala Alat untuk menguji impendansi elektroda dan sistem awal elektroensefalograf untuk memastikan bahwa kontak sudah cukup antara elektroda dan kulit Alat untuk menampilkan frekuensi material atau spektrum kerapatan tenaga dari sinyal elektroensefalogram (EEG) Alat untuk menguji atau mengkalibrasi elektroensefalograf
psikologi pada kulit √
9018.90.30.00
882.1330
√
9018.90.30.00
882.1340
√
9018.90.30.00
882.1350
√
9018.14.00.00
882.1400
Elektroda untuk merekam signal listrik pada lapisan dalam otak Elektroda untuk merekam aktivitas listrik pada nasofaring Elektroda bentuk jarum untuk rekam signal listrik EEG
√
9018.90.30.00
882.1410
Elektroda EEG
√
9018.19.00.00
882.1420
Alat analisa spektrum signal EEG
√
9018.14.00.00
882.1430
Generator EEG
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
Tabel 4.1. Tabel Pembantu Penilaian Peralatan Neurologi (lanjutan) Nystamograph
Endoskopi neurologi Esthesiometer
Garpu penyeteman
Alat pengukuran respon galvanik kulit
Alat pengukuran konduksi syaraf
Alat untuk mengukur, merekam, atau menampilkan pergerakan involuntari (nistagmus) dari bola mata Instrumen dengan sumber cahaya yang digunakan untuk melihat bagian ventrikel dari otak Alat mekanis yang biasanya terdiri dari satu batang atau serat yang dipegang menggunakan jari oleh pemeriksa dan biasanya digunakan untuk memeriksa apakah pasien memiliki sensitivitas terkait perabaan Alat mekanis yang beresonansi menurut frekuensi yang diberikan dan digunakan untuk mendiagnosis kelainan pendengaran serta menguji rasa getaran Alat untuk mengetahui respon otonom sebagai indikator fisiologi dengn mengukur resistensi elektrik pada kulit dan jaringan di antara dua elektroda yang ditempatkan di kulit Alat untuk mengukur waktu konduksi syaraf dengan cara memberikan stimulus, biasanya pada syaraf tepi pasien. Alat ini termasuk stimulator dan alat proses
√
9018.90.30.00
882.1460
Alat ukur, rekam pergerakan bola mata
√
9018.90.90.00
882.1480
√
9018.90.90.00
882.1500
Alat untuk menggambarkan saraf otak Alat mekanik untuk menentukan sensitivitas
√
9018.19.00.00
882.1525
Garpu tala
√
9018.19.00.00
882.1540
Untuk mengukur respon galvanik/elektrical rendah kulit
√
9018.19.00.00
882.1550
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
Tabel 4.1. Tabel Pembantu Penilaian Peralatan Neurologi (lanjutan)
Alat pengukuran potensial kulit Alat pengukuran suhu kontak langsung dengan energi Layar alfa
Alat pemantau tekanan intrakranial
Percussor
Pinwheel
elektronik untuk mengukur dan menampilkan waktu konduksi syaraf Alat diagnostik umum yang digunakan untuk mengukur tegangan kulit rata-rata dari elektroda permukaan kulit Alat yang terdiri dari sumber tenaga dan digunakan untuk mengukur perbedaan suhu antara dua titik pada tubuh Alat dengan elektroda yang digunakan pada kulit kepala untuk melihat bagian tersebut dari elektroensefalogram, yang menggunakan gelombang alfa Alat untuk pemantauan jangka pendek dan merekam tekanan intrakranial serta tekanan yang sedang terjadi. Alat termasuk transducers, layar, dan alat penghubung Alat seperti palu kecil yang digunakan dokter untuk memberikan tekanan ringan pada bagian tubuh. Alat ini digunakan sebagai alat bantu diagnostik saat pemeriksaan fisik Alat dengan ujung lancip pada roda berputar untuk menguji rasa sakit
√
9018.19.00.00
882.1560
√
9018.19.00.00
882.1570
√
9018.19.00.00
882.1610
√
9018.19.00.00
882.1620
√
9018.90.90.00
882.1700
√
9018.90.90.00
882.1750
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
Memonitor aktivitas otak pada gelombang alfa
Tabel 4.1. Tabel Pembantu Penilaian Peralatan Neurologi (lanjutan) Ocular Plethysmograph
Rheorncephalograph
Penguat sinyal fisiologi
Pengkondisi sinyal fisiologi
Sistem telemetri elektroensefalogram (EEG)
Alat stimulan elektrik pembangkit respon
Alat untuk mengukur atau memeriksa perubahan volume produksi mata dengan mengukur tekanan pada arteri, digunakan untuk mendiagnosis penyakit oklusif arteri karotid Alat untuk memperkirakan sirkulasi serebral pasien dengan metode impendansi elektrik dengan menghubungkan langsung pada kulit kepala atau bagian leher Alat untuk pemeriksaan umum untuk meningkatkan hasil sinyal elektrik pada berbagai sumber fisiologi Alat sebagai integrator atau pembeda yang digunakan untuk memodifikasi sinyal fisiologi untuk perekaman atau proses Terdiri dari alat transmisi, penerima, dan bagian lain yang digunakan untuk memantau atau mengukur sinyal EEG dengan mengukur rata-rata sistem transmisi radio atau telefon Alat untuk memberikan stimulus elektrik pada pasien dengan mengukur rata-rata elektroda kulit untuk mengetahui respon yang terbangkitkan
√
9018.14.00.00
882.1790
√
9018.14.00.00
882.1825
√
9018.90.30.00
882.1835
√
9018.90.30.00
882.1845
√
9018.14.00.00
882.1855
√
9018.90.30.00
882.1870
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
Tabel 4.1. Tabel Pembantu Penilaian Peralatan Neurologi (lanjutan) Alat stimulan mekanik pembangkit respon
Alat stimulan foto pembangkit respon
Alat stimulan audio pembangkit respon Ultrasonic scanner calibration test block Tremor transducer
2
Peralatan Neurologi Bedah
Skull plate anvil Kanula ventrikular
Alat untuk menghasilkan stimulus mekanis atau beberapa seri stimulus mekanis untuk mengukur respon yang terbangkitkan dari pasien Alat yang digunakan untuk mengolah dan menampilkan pola berubah atau untuk memberikan stimulus ringan pada mata pasien untuk pengukuran respon yang terbangkitkan atau untuk aktivasi EEG Alat untuk menghasilkan stimulus suara untuk pengukuran respon terbangkitkan atau aktivasi EEG Blok material yang sudah diketahui komposisinya yang digunakan untuk kalibrasi alat pindai ultrasonik Alat untuk mengukur derajat gemetar yang terjadi pada beberapa penyakit Alat untuk membentuk bantalan tengkorak pada bentuk yang sesuai dengan tengkorak pasien Alat untuk menusuk ventrikel otak untuk pernapasan atau injeksi. Alat ini dikenal juga dengan nama jarum ventrikular
√
9018.90.90.00
882.1880
√
9018.90.30.00
882.1890
√
9018.90.30.00
882.1900
9018.90.30.00
882.1925
9018.90.30.00
882.1950
√
9018.90.90.00
882.4030
√
9018.20.00.00
882.4060
√
√
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
Tabel 4.1. Tabel Pembantu Penilaian Peralatan Neurologi (lanjutan) Kateter ventrikular
Kursi bedah syaraf
Klip kulit kepala Alat pemakai klip aneurisma
Instrumen pembentuk/pemotong klip Instrumen pengangkat klip Rak klip Alat bedah cryogenic
Instrumen pemotong paku bedah
Alat untuk meningkatkan akses menuju rongga otak untuk menginjeksikan material atau mengeluarkan material dari otak Kursi untuk ruang operasi digunakan untuk menempatkan dan memposisikan pasien agar sesuai untuk prosedur operasi Klip plastik atau metal digunakan untuk menghentikan pendarahan kulit kepala selama pembedahan Alat yang digunakan oleh ahli bedah untuk menahan dan menempatkan klip anaeurisma intrakranial Alat yang digunakan oleh dokter untuk membuat klip jaringan dari persediaan kawat Alat untuk mengeluarkan klip bedah dari pasien Alat untuk menyimpan klip bedah selama proses operasi Alat untuk merusak atau menghasilkan lesi pada jaringan syaraf dengan mengaplikasikan suhu dingin pada bagian yang diinginkan Alat untuk memotong paku bedah pada tulang untuk membentuk tulang
√
9018.20.00.00
882.4100
√
9402.90.10.00
882.4125
√
9018.90.90.00
882.4150
√
9018.90.90.00
882.4175
√
9018.90.90.00
882.4190
√
9018.90.90.00
882.4200
√
9018.90.90.00
882.4215
√
9018.90.90.00
882.4250
√
9018.90.90.00
882.4275
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
Tabel 4.1. Tabel Pembantu Penilaian Peralatan Neurologi (lanjutan) Manual cranial drills, burrs, trephines, and their accessories Powered compound cranial drills, burrs, trephines, and their accessories
Powered simple cranial drills, burrs, trephines, and their accessories
Cranial drill handpiece
Motor bor kranial elektrik
Instrumen untuk memotong dan mengebor tulang yang dapat digunakan tanpa menggunakan sumber energi pada tengkorak pasien Instrumen mesin untuk memotong dan mengebor tulang yang digunakan pada tengkorak pasien. Instrumen dapat melakukan mekanisme cengkram untuk memisahkan ujung instrumen setelah memasuki tengkorak untuk mencegah masuknya ujung instrumen ke dalam otak Instrumen mesin sederhana untuk memotong dan mengebor tulang yang digunakan pada tengkorak pasien. Instrumen menggunakan sumber energi namun tidak mempunyai mekanisme cengkram untuk memisahkan ujung instrumen setelah memasuki tengkorak Alat tangan yang digunakan tanpa sumber energi untuk mengebor, burr, trephines, atau metode pemotongan lainnya pada tengkorak pasien Sumber energi elektrik yang digunakan bersama dengan alat
√
9018.90.90.00
882.4300
√
9018.90.30.00
882.4305
√
9018.90.30.00
882.4310
9018.90.90.00
882.4325
9018.90.30.00
882.4360
√
√
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
Tabel 4.1. Tabel Pembantu Penilaian Peralatan Neurologi (lanjutan)
Motor bor kranial pneumatik
Generator lesi radifrekuensi
Bantalan kepala bedah syaraf Neurosurgical head holder (skull clamp)
Cranioplasty material forming instrument Instrumen bedah mikro Nonpowdered nurosurgical instrument
pemotong bedah yang berputar atau bor bit pada tengkorak pasien, alat dapat dibongkar pasang Sumber energi pneumatik yang digunakan bersama alat pemotong bedah yang berputar atau bor bit pada tengkorak pasien, alat dapat dibongkar pasang Alat untuk mengasilkan lesi pada sistem syaraf atau jaringan lainnya dengan mengaplikasikan radifrekuensi langsung pada daerah yang dituju Alat yang digunakan untuk memposisikan kepala pasien selama prosedur operasi Alat yang digunakan untuk menahan posisi tengkorak pasien pada bagian kepala dan leher dengan posisi tertentu selama prosedur operasi Alat penggulung untuk menyiapkan dan membentuk kranioplasti (perbaikan tengkorak) material Instrumen bedah tanpa sumber energi yang digunakan pada prosedur bedah mikro syaraf Instrumen tangan atau pelengkap instrumen tangan yang digunakan
√
9018.90.30.00
882.4370
√
9018.90.30.00
882.4400
9018.90.90.00
882.4440
9018.90.90.00
882.4460
√
9018.90.90.00
882.4500
√
9018.90.90.00
882.4525
√
9018.90.90.00
882.4535
√ √
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
Tabel 4.1. Tabel Pembantu Penilaian Peralatan Neurologi (lanjutan)
Shunt system implamantation instrument
Stereotaxic instrument
Leukotome Neurosurgical suture needle Neurosurgical paddle
Radiofrecuency lesion probe
selama prosedur bedah syaraf untuk memotong, menahan, atau mengubah jaringan. Alat ini termasuk alat pahat, osteotomes, kuret, dissectors, pengangkat, forsep, gouges, kait, pisau nedah, rasps, gunting, pemisah, spatula, sendok, bilah, pemegang bilah, rem bilah, probes, dsb Instrumen yang digunakan pada implantasi cairan serebrospinal, termasuk didalamnya yaitu instrumen pembolongan untuk melancarkan aliran di bawah kulit Alat berupa bingkai kaku dengan mekanisme panduan terkalibrasi untuk memposisikan proobes atau alat lainnya dengan benar pada otak pasien, korda spinal, atau bagian lain dari sistem syaraf Alat untuk memotong bagian tertentu dari otak Jarum yang digunakan selama prosedur bedah syaraf atau pada perbaikan jaringan syaraf Bantalan yang digunakan selama bedah untuk melindungi jaringan syaraf, menyerap cairan, atau menghentikan pendarahan Alat yang terhubung dengan
√
9018.90.90.00
882.4545
9018.90.90.00
882.4560
√
9018.90.90.00
882.4600
√
9018.32.00.00
882.4650
√
9018.90.90.00
882.4700
√
9018.90.30.00
882.4725
√
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
Tabel 4.1. Tabel Pembantu Penilaian Peralatan Neurologi (lanjutan)
Skull punch
Self-retaining retractor for neurosurgery Manual ronguer
Powered ronguer
Skullplate screwdriver
3
Bedah Neurologi Terapetik
Methyl methacrylate for aneurysmorrhaphy
generator lesi radiofrekuensi untuk memberikan energi radiofrekuensi pada bagian di sistem syaraf dimana lesi diinginkan Alat yang digunakan untuk membuat lubang pada tengkorak pasien untuk menempatkan plat kraniolasti atau tulang dengan kawat atau alat lainnya Alat kunci otomatis digunakan untuk menahan tepi dari luka terbuka selama operasi syaraf Instrumen manual digunakan untuk memotong tulang selama operasi yang melibatkan tengkorak atau korda spinal Instrumen dengan sumber energi untuk memotong tulang selama operasi yang melibatkan tengkorak atau korda spinal Alat yang digunakan oleh ahli bedah untuk mengencangkan plat kranioplasti atau plat tengkorak pada tengkorak pasien dengan menggunakan baut Akrilik yang dapat memperbaiki diri sendiri digunakan untuk membungkus aneurisma intrakranial yang tidak tertangani
√
9018.90.90.00
882.4750
√
9018.90.90.00
882.4800
√
9018.90.90.00
882.4840
√
9018.90.30.00
882.4845
9018.90.30.00
882.4900
9018.90.90.00
882.5030
√
√
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
Tabel 4.1. Tabel Pembantu Penilaian Peralatan Neurologi (lanjutan)
Biofeedback device
Bite block
Intravascular occluding catheter
Carotid artery clamp
dengan pengobatan konservatif, pengangkatan, atau penghambatan dengan klip aneurisma Instrumen yang menampilkan sinyal audio atau visual tanggapan menurut kondisi satu atau lebih parameter fisiologi pasien (co: aktifitas gelombang alfa otak, aktivitas otot, suhu kulit, dll) sehingga pasien dapat dengan sukarela mengatur parameter fisiologi ini Alat yang dimasukkan dalam mulut pasien untuk melindungi lidah dan gigi selama pasien mengalami konvulsi Kateter dengan ujung balon yang dapat mengembang yang digunakan untuk memblok pembuluh darah untuk merawat malformasi, seperti aneurisma pembuluh darah intrakranial Alat yang ditempatkan pada karotid arteri pasien melalui operasi dan memiliki fungsi mekanisme penyesuaian yang dapat dikeluarkan yang menonjol pada kulit leher pasien. Penjepit digunakan untuk menutup arteri karotid pasien untuk merawat
√
9018.90.30.00
882.5050
√
9018.90.90.00
882.5070
9018.39.10.00
882.5150
9018.90.90.00
882.5175
√
√
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
Tabel 4.1. Tabel Pembantu Penilaian Peralatan Neurologi (lanjutan)
Klip aneurisma
Implanted malleable clip
Aversive conditioning device
Burr hole cover
aneurisma intrakranial atau malformasi pembuluh darah intrakranial lainnya yang sulit dipasang langsung dengan mengurangi aliran dan tekanan darah menuju aneurisma atau malformasi Alat untuk menutup jalan aneurisma intrakranial (kantung seperti balon pada pembuluh darah) untuk mencegah pendarahan atau pecah Kawat bengkok atau stapel yang secara paksa menutup dengan instrumen untuk menghambat pembuluh darah intrakranial atau aneurisma, menghentikan pendarahan, atau menahan jaringan, atau alat mekanis yang digunakan pada pasien Instrumen yang digunakan untuk menghantarkan kejutan elektrik atau stimulus kejut lainnya kepada pasien untuk memodifikasi kondisi tidak diinginkan Alat plastik atau metal yang digunakan untuk menutupi atau menyumbat lubang bor pada tengkorak selama bedah dan untuk menempatkan kembali tulang
√
9018.90.90.00
882.5200
√
9018.90.90.00
882.5225
√
9018.90.30.00
882.5235
√
9018.90.90.00
882.5250
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
Tabel 4.1. Tabel Pembantu Penilaian Peralatan Neurologi (lanjutan) Nerve cuff
Methyl methacrylate for cranioplasty
Preformed alterable cranioplasty plate
Preformed nonalterable cranioplasty plate
kranial yang dipisahkan saat bedah Sarung karet silikon tubular untuk membungkus syaraf yang akan diperbaiki (co: untuk mencegah penyebaran luka jaringan) dan untuk melindungi ujung syaraf untuk mencegah terbentuknya neuroma (tumor) Akrilik yang dapat memperbaiki diri sendiri yang digunakan ahli bedah untuk memperbaiki kelainan tengkorak pasien. Ketika bedah, ahli bedah melakukan polimerasi material dan membentuknya menjadi plat atau bentuk yang sesuai untuk memperbaiki kelainan Alat yang ditanamkan pada pasien untuk memperbaiki kelainan tengkorak. Plat dibuat dari material, seperti tantalum, yang dapat diubah pada saat bedah tanpa mengubah sifat kimia dari material Alat yang ditanam pada pasien untuk memperbaiki kelainan tengkorak dan konstruksi material, seperti stainless steel atau vitallium, yang tidak dapat diubah atau dibentuk ulang ketika bedah tanpa mengubah sifat kimia material
√
9018.90.90.00
882.5275
√
9018.90.90.00
882.5300
√
9018.90.90.00
882.5320
√
9018.90.90.00
882.5330
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
Tabel 4.1. Tabel Pembantu Penilaian Peralatan Neurologi (lanjutan) Cranioplasty plate fastener
Layar temperatur lesi
Central nervous system fluid shunt and components
Cranial electrotheraphy stimulator External functional
Baut, kawat, atau bentuk lain dari material tantalum, vitallium, atau stainless steel untuk mengencangkan plat dengan tengkorak pasien untuk memperbaiki kelainan tengkorak Alat untuk memantau suhu jaringan pada bagian dimana dibuat lesi ketika ahli bedah menggunakan generator lesi radiofrekuensi dan probe Alat atau kombinasi alat digunakan untuk mengalirkan cairan dari otak atau bagian lain dari sistem syaraf pusat ke bagian internal atau eksternal dengan tujuan menurunkan tekanan intrakranial atau volume cairan (co: karena hidrosefalus). Alat ini termasuk kateter, katup kateter, katup, penghubung, dan komponen pelengkap lainnya untuk memfasilitasi penggunaan alat atau untuk mengevaluasi pasien dengan alat Alat untuk mengalirkan arus elektrik ke kepala pasien untuk merawat insomnia, depresi, atau kegelisahan Alat stimulasi elektrik yang
√
9018.90.90.00
882.5360
√
9018.90.30.00
882.5500
√
9018.90.90.00
882.5550
9018.90.30.00
882.5800
9018.90.30.00
882.5810
√
√
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
Tabel 4.1. Tabel Pembantu Penilaian Peralatan Neurologi (lanjutan) neuromuscular stimulator
Implanted cerebellar stimulator
Implanted diaphragmatic/phrenic nerve stimulator
menggunakan elektroda eksternal untuk merangsang otot kaki atau pergelangan kaki pasien paralisis sebagian (co: setelah stroke) untuk meningkatkan fleksi otot dan meningkatkan kemampuan pasien Alat untuk memberikan stimulus elektrik pada korteks serebral pasien untuk pasien epilepsi, spasme, dan kelainan pergerakan lainnya. Alat ini termausk alat penerima dengan elektroda yang ditanam pada serebelum pasien dan penghantar eksternal untuk mengantarkan rangsangan melewati kulit pasien ke penerima Alat yang memberikan rangsangan elektrik pada syaraf frenik pasien untuk mengatur ritme diafragma dan membantu pasien bernapas pada pasien hipoventilasi yang dikarenakan penyakit perkembangan otak, luka pada korda spinal atas, atau penyakit paru kronis. Alat ini termasuk penerima dengan elektroda yang ditanam di sekitar syaraf frenik pasien dan penghantar eksternal untuk mengantarkan rangsangan melewati kulit pasien ke penerima
√
9018.90.30.00
882.5820
√
9018.90.30.00
882.5830
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
Tabel 4.1. Tabel Pembantu Penilaian Peralatan Neurologi (lanjutan) Implanted intracerebral/subcortical stimulator for pain relief
Implanted spinal cord stimulator for bladder evacuation
Implanted neuromuscular stimulator
Alat yang memberikan aliran elektrik ke area sub permukaan otak pasien untuk merawat rasa sakit yang tidak diketahui penyebabnya. Alat ini termasuk penerima dengan elektroda yang ditanam di antara otak pasien dan penghantar eksternal untuk mengantarkan rangsangan melewati kulit pasien ke penerima Alat rangsangan elektrik digunakan untuk mengosongkan kandung kemih pada pasien yang mengalami kerusakan korda spinal dan tidak mampu mengosongkan kandung kemihnya dengan kesadaran diri atau dengan penggunaan kateter. Alat ini termasuk penerima dengan elektroda yang ditanam di bagian medula konus dari spinal korda dan penghantar eksternal untuk mengantarkan rangsangan melewati kulit pasien ke penerima Alat rangsangan elektrik pada syaraf femoral atau peroneal pasien untuk mengkontraksi otot kaki, sehingga meningkatkan kemampuan pasien dengan paralisis kaki. Alat ini termasuk
√
9018.90.30.00
882.5840
√
9018.90.30.00
882.5850
√
9018.90.30.00
882.5860
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
Tabel 4.1. Tabel Pembantu Penilaian Peralatan Neurologi (lanjutan)
Implanted peripheral nerve stimulator for pain relief
Implanted spinal cord stimulator for pain relief
Transcutaneous electrical nerve stimulator for pain relief Preformed craniosynostosis strip
penerima dengan elektroda yang ditanam di dan penghantar eksternal untuk mengantarkan rangsangan melewati kulit pasien ke penerima Alat untuk memberi rangsangan elektrik pada syaraf tepi pasien dengan rasa sakit akut tanpa penyebab jelas. Alat ini termasuk penerima dengan elektroda yang ditanam di sekitar syaraf tepi dan penghantar eksternal untuk mengantarkan rangsangan melewati kulit pasien ke penerima Alat untuk memberikan stimulus elektrik pada korda spinal pasien untuk meredakan rasa sakit tanpa penyebab yang jelas. Alat ini termasuk penerima dengan elektroda yang ditanam di korda spinal dan penghantar eksternal untuk mengantarkan rangsangan melewati kulit pasien ke penerima Alat untuk mengalirkan arus listrik ke elektroda menuju kulit pasien untuk merawat rasa sakit Strip plastik untuk menutup ujung tulang kraniaktomi (bagian dimana tengkorak dipotong) untuk mencegah tengkorak pasien
√
9018.90.30.00
882.5870
√
9018.90.30.00
882.5880
√
9018.90.30.00
882.5890
√
9018.90.90.00
882.5900
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
Tabel 4.1. Tabel Pembantu Penilaian Peralatan Neurologi (lanjutan)
Dura substitute
Electroconvulsive theraphy device
Neurovascular embolization device
Skull tongs for tractions
tumbuh kembali dimana pertumbuhan tengkoraknya tidak normal Material atau lembar yang digunakan untuk memperbaiki dura meter (membran yang melindungi otak) Alat yang digunakan untuk merawat gangguan psikiatrik kronis dengan memancing seizure otot mayor pada pasien dengan memberikan aliran listrik terus menerus pada bagian kepala pasien Implan intravaskular yang digunakan untuk menghambat aliran darah permanen ke aneurisma serebral dan perubahan ateriovena serebral. Alat ini tidak termasuk syanoakrilat dan agen embolik lainnya, dimana bertindak dengan polimerisasi atau presipitasi. Alat embolisasi pada alat vaskular lainnya tidak termasuk dalam klasifikasi Instrumen untuk menjadikan pasien dengan luka servik tulang belakang (co: patah atau dislokasi) tidak bergerak. Alat ini berbentuk penjepit dengan ujung yang berpenetrasi ke dalam kulit. Alat
√
√
√
√
9018.90.90.00
882.5910
9018.90.30.00
882.5940
9018.90.90.00
882.5950
9018.90.90.00
882.5960
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
Tabel 4.1. Tabel Pembantu Penilaian Peralatan Neurologi (lanjutan)
Cranial orthosis
Human dura mater
ini terhubung dengan tengkorak pasien dan memiliki beban berat yang menjaga posisi pasien Alat untuk penggunaan medis untuk memberikan tekanan pada bagian prominan pada kranium bayi baru lahir untuk meningkatkan simetri kranial dan atau bentuk pada bayi 3 sampai 18 bulan dengan posisi plasiosefali nonsinositik sedang hingga berat, brasisefali, dan bentuk kepala skafosefali Jaringan pacimeniks manusia yang digunakan untuk memperbaiki kelainan dura meter manusia
√
9018.90.90.00
882.5970
√
9018.90.90.00
882.5975
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 a.
Kesimpulan Direktorat
Bina
Produksi
dan
Distribusi
Alat
Kesehatan
bertugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. b.
Dalam memudahkan penilai untuk untuk mengetahui identifikasi sesuai CFR dan HS Code produk, maka telah disusun tabel pembantu penilaian alat kesehatan peralatan neurologi
5.2
Saran Diberlakukannya Permenkes No. 1190/Menkes/Per/VIII/2010 secara
menyeluruh sehingga pelaksanaan kegiatan registrasi sesuai dengan peraturan pemerintah. Sebaiknya Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan membuatkan format khusus pembatas agar produsen membuat sendiri pembatas lampiran sehingga memudahkan dalam penilaian. Dilakukan peninjauan kembali berkas yang benar-benar dinilai, sehingga perusahaan tidak perlu melampirkan berkas lain yang sebenarnya tidak diperlukan.
37
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
DAFTAR ACUAN
Departemen Kesehatan RI. (2009). Pedoman Penilaian Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, Departemen Kesehatan RI FDA. (2002). Code
of Federal Regulation, title 21 -
Food and Drug
Administration. USA : Office of Federal Register National Archives and Record Administration Peraturan
Menteri
Kesehatan
1190/MENKES/PER/VIII/2010.
Republik (2010b).
Indonesia
Tentang
Izin
Edar
No. Alat
Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. http://en.wikipedia.org/wiki/Code_of_Federal_Regulations, diakses pada 19 Juni 2011, 06:46 http://en.wikipedia.org/wiki/Harmonized_System, diakses pada 19 Juni 2011, 06:46
38
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
LAMPIRAN
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
40
Lampiran 1. Formulir Pendaftaran Alat Kesehatan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
41
Lampiran 1. Formulir Pendaftaran Alat Kesehatan (lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
42
Lampiran 1. Formulir Pendaftaran Alat Kesehatan (lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
43
Lampiran 1. Formulir Pendaftaran Alat Kesehatan (lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
44
Lampiran 1. Formulir Pendaftaran Alat Kesehatan (lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011
45
Lampiran 1. Formulir Pendaftaran Alat Kesehatan (lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Itasika P.H. Febrianti, FMIPA UI, 2011