UNIVERSITAS INDONESIA
APLIKASI MODEL KONSERVASI MYRA E. LEVINE DALAM ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN RISIKO KERUSAKAN INTEGRITAS KULIT DI RUANG INFEKSI GEDUNG A LANTAI 1 RSUPN Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR
SUYAMI 1006834063
PROGRAM STUDI NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK DESEMBER 2013
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
APLIKASI MODEL KONSERVASI MYRA E. LEVINE DALAM ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN RISIKO KERUSAKAN INTEGRITAS KULIT DI RUANG INFEKSI GEDUNG A LANTAI 1 RSUPN Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR Disusun untuk memenuhi tugas akhir program profesi spesialis keperawatan anak
SUYAMI 1006834063
PROGRAM STUDI NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK DESEMBER 2013
i Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
HALAMAN PERNYA T AAN ORISINALITAS
Kruya ilmiah akhir ini adalah basil kruya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah sayt. Ilyatakan dengan benar
Nama NPM Tanda tangan
: Suyami : 1006834063
Tanggal
: 30 Desember 2013
~
ii Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN DEDAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa karya ilmiah akhir ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme -st<..suai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia. Jikadi kemudian hari temyata saya melakukan tindakan plagiarisme,saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh UniversitasIndonesia kepada saya.
Depok,Desember 2013
s~
iii Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Ilmiah Akhir ini diajukan oleh: Nama : Suyami NPM : 1006834063 : Ners Spesialis Keperawatan Anak Program : Aplikasi Model Konservasi Myra E. Levine dalam Judul Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Risiko Kerusakan Integritas Kulit di Ruang Infeksi Gedung A Lantaj 1 RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta
Telab berbasil dipertabankan di badapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleb gelar NeTs Spesialis Keperawatan Anak pada Program Studi NeTS Spesialis Keperawatan Ana~ Fakultas Dmu Keperawatan, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGU.n
«.~.~
Supervisor Utama
: Nani Nurhaeni, S.Kp., MN
Supervisor
: Ns. Elfi Syahreni, M.Kep., Sp.Kep.An
Penguji
: Prof. DR. Bambang S, dr. Sp.A (K)
(
Penguji
: Ns. Susi Hartati, M.Kep., Sp.Kep.An
0~ _>
(.....................
Penguji
: Dessie Wanda, S.Kp., MN
( .......................)
Ditetapkan di : Depok Tanggal : Desember 2013
iv
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
~~..
)
~)
..
.
~~
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN
Karya ilmiah akhir ini telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing serta telah dipertahankan di hadapan tim penguji Karya Ilmiah Ak:hir pada Program Ners Spesialis Keperawatan Anak Universitas Indonesia
Depok, Desember 2013
~
rv~ .. or.~ y ,/ f
Ns. Elfi Syahreni, M.Kep., Sp.Kep.An
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
KATAPENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
rahmat
dan
segala
kebaikanNya
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan tugas menyusun Karya Ilmiah Akhir (KIA) dengan judul "Aplikasi Model Konservasi Levine dalatn Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Risiko Kerusakan Integritas KuHt di Ruang Infeksi Gedung A Lantai 1 RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta".
Karya llmiah Akhir ini disusun sebagai salah s;rtu tugas akbir untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Ners Spesialis Keperawatan Anak: pada Fakultas 11mu Keperawatan Universitas Indonesia Penyusunan KIA ini dapat terlaksana atas
bimbing~ ban~
dan kerjasama berbagai pihak. Untuk
i~
penulis menyampaikan pengharg~ rasa hormat dan terima kasih kepada: 1. . Nani Nurbaeni, S.J(p., MN selaku supervisor utama yang telah meluangkan ~
~
pikiran" dan tenaga untuk memberikan bimbingan,
dan masukan untuk kesempumaan karya ilmiah akbir ini.
2. Ns. Elfi Syahreni, M..Kep.; Sp..Kep.An selaku supervisor yang telah memberikan
bimbin~
masukan, dan araban selama penyusunan karya
ilmiah akbir ini. 3. Dra. Junaiti Sahar, M.App.; Sc.Ph.D sebagai Dekan Fakultas 11mu Keperawatan Universitas Indonesia 4. Prof. DR. Bambang Supriyatno, dr., Sp.A (K) yang telah memberlkan koreksi dan masukan untuk kesempurnaan karya ilmiah akhir ini. 5. Dessie Wanda, S.Kp., MN yang telah memberikan koreksi dan saran untuk kesempurnaan karya Umiah akbir ini. 6. Ns. Susi Hartati, M.Kep.; Sp.Kep.An yang telah memberlkan koreksi dan masukan untuk kesempurnaan karya ilmiah akhir ini. 7. Astuti Yuni Nursasi, S.Kp., MN selaku Ketua Program Pasca Sarjana Fakultas 11mu Keperawatan Universitas Indonesia
vi Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
8. Direktur RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta beserta stafyang telah memberikan ijin tempat praktik \ dan pengambilan kasus untuk dapat tersusunnya karya ilmiah akhir ini. 9. Seluruh staf akademik dan non akademik Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang telah menyediakan fasilitas dan dukungan demi kelancaran penyusunan karya ilmiah akhir ini. 10. Suami, orang tua, anak dan keluarga yang telah memberikan dukungan dan doa, ucapan terima kasih tidak akan mewakili apapun yang telah penulis terima selama ini. 11. Ternan-ternan seperjuangan yang telah banyak rnernberikan dukungan dan rnasukan dalam penyeIesaian karya ilmiah ak:hir ini. Akhir kata, saya berharap Tuhan Yaug Maha Esa herkenan membalas segaia kebaikan semua pihak yang teIah membantu. Semoga karya ilmiah akhlr ini membawa manfaat bagi pelayanan keperawatan, khususnya bagi keperawatan anak.
Depok, Desember 2013
Penulis
vii Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLlKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTIN~AN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Suyami
NPM
: 1006834063
Program Studi
: Ners Spesialis
Departemen
: Peminatan Keperawatan Anak
Fakultas
: llmu Keperawatan
Jenis Karya
: Karya llmiah Akhir
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Oak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusif Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: "Aplikasi Model Konservasi Myra E. Levine dalam Asuhan Keperawatan Anak dengan Risiko Kerusakan Integritas Kulit di Ruang Infeksi Gedung A Lantai 1 RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta" beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedialforma~
mengelola .dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat dan memptlblik:asilauI tug<Js tl,khir S!ly~ se1atnt:l ~tap mencanturnkan nama saya sebagai penulislpencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. . .
Demikian pernnyataan ini saya boot dengan sebenamya.
Diboot di: Depok
Pada tanggal: pesember 2013
Yang menyatakan
(S~)
viii Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
ABSTRACT Children over the treated susceptible to a variety of health problems including damage to skin integrity. The purpose of this final scientific writing is to give an overview of applications Levine’s Conservation Model in nursing care and description of the achievement of competence and the role of nurses in the care in children at risk of damage to the integrity of the skin. Levine’s Conservation Model focuses on improving adaptation through conservation principles to achieve wholeness. Evaluation results showed that all cases of skin integrity can be maintained under management. This suggests that the Levine’s Conservation Model can be applied to patients at risk of damage to the integrity of the skin. Carried out by the resident nursing care by carrying out its role as caregivers, educators, care managers, advocates, researchers and innovators agent. Keywords: Levine’s Conservation Model, the risk of damage to the integrity of the skin.
ix Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
ABSTRAK Anak selama dirawat rentan mengalami berbagai masalah kesehatan termasuk kerusakan integritas kulit. Tujuan penulisan Karya Ilmiah Akhir ini adalah memberikan gambaran aplikasi Model Konservasi Levine dalam asuhan keperawatan dan gambaran pencapaian kompetensi serta peran perawat dalam asuhan keperawaatan pada anak yang berisiko mengalami kerusakan integritas kulit. Model Konservasi Levine berfokus pada peningkatan adaptasi melalui prinsip konservasi untuk mencapai keutuhan diri. Hasil evaluasi didapatkan bahwa integritas kulit semua kasus kelolaan dapat terjaga. Hal ini menunjukkan bahwa Model Konservasi Levine dapat diaplikasikan pada pasien yang berisiko mengalami kerusakan integritas kulit. Asuhan keperawatan dilaksanakan oleh residen dengan melaksanakan perannya sebagai pemberi asuhan, pendidik, pengelola asuhan, advokat, peneliti dan agen pembaharu. Kata kunci: Model Konservasi Levine, risiko kerusakan integritas kulit.
x Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………. i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ………………………….. ii HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME …………………. iii PERNYATAAN PERSETUJUAN ………………………………………….. iv HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………… v KATA PENGANTAR ………………………………………………………. vi LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ………………. viii ABSTRACT ……………………………………………………………….. ix ABSTRAK ………………………………………………………………….. x DAFTAR ISI …………………………………………………………………. xi DAFTAR SKEMA …………………………………………………………… xiii DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………... xiv DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………. xv 1. PENDAHULUAN ………………………………………………………… 1 1.1 Latar Belakang ……………………………………………………….. 1 1.2 Tujuan ………………………………………………………………... 6 1.2.1 Tujuan Umum……………………………………………………6 1.2.2 Tujuan Khusus …………………………………………………. 6 1.3 Sistematika Penulisan ………………………………………………. 7 2. APLIKASI TEORI KEPERAWATAN ………………………………. 8 2.1 Gambaran Kasus ……………………………………………………. 8 2.2 Tinjauan Teoritis ……………………………………………………. 16 2.2.1 Anatomi dan Fisiologi Kulit ………………………………….. 16 2.2.2 Lapisan Kulit…………………………………………………… 17 2.2.3 Fungsi Kulit …………………………………………………… 22 2.2.4 Luka Tekan ……………………………………………………. 23 2.2.5 Pengkajian Sistem Integumen ………………………………… 28 2.2.6 Pencegahan Luka Tekan ………………………………………. 29 2.3 Integrasi Model Keperawatan dalam Proses Keperawatan …………… 32 2.3.1 Model Konservasi Myra E.Levine …………………………… 32 2.3.2 Proses Keperawatan Berdasarkan Levine Model ……………. 39 2.4 Web of Causation (WOC) Meningitis…………………………………. 41 2.5 Aplikasi Model Konservasi Levine pada Asuhan Keperawatan Anak dengan meningitis ……………………………………………... 42 2.6 Aplikasi Model Keperawatan pada Kasus Terpilih ……………… 43 2.6.1 Pengkajian………………………………………………………. 43 2.6.2 Analisa Data …………………………………………………… 46 2.6.3 Trophicognosis …………………………………………………. 47 2.6.4 Rencana Perawatan ……………………………………………. 48 3. PENCAPAIAN KOMPETENSI ……………………………………….. 71 3.1 Pencapaian Kompetensi Sesuai Area Peminatan Selama Praktik Residensi …………………………………………………………….. 72
xi Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
3.2 Peran Ners Spesialis Keperawatan Anak……………………………. 74 3.2.1 Pemberi Asuhan Keperawatan…………………………………. 74 3.2.2 Pendidik ……………………………………………….............. 75 3.2.3 Advokat bagi Klien dan Keluarga ……………………………… 75 3.2.4 Pengelola Asuhan Keperawatan ……………………………….. 76 3.2.5 Peneliti dan Agen Pembaharu …………………………………. 76 4. PEMBAHASAN…………………………………………………………. 4.1 Pengkajian…………………………………………………………… 4.2 Trophicognosis………………………………………………………. 4.3 Hipotesis …………………………………………………………….. 4.4 Intervensi ……………………………………………………………. 4.5 Evaluasi ……………………………………………………………… 4.6 Kendala yang Ditemukan dalam Penerapan Model Konservasi Myra E.levine ……………………………………………………… 4.7 Pencapaian Kompetensi Ners Spesialis ……………………………….
78 78 89 90 90 94 95 96
5. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………… 98 5.1 Kesimpulan…………………………………………………………… 98 5.2 Saran …………………………………………………………………. 99 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
xii Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
DAFTAR SKEMA
Skema 2.4
Web of Causation (WOC) Meningitis………….
Skema 2.5
Aplikasi Model Konservasi Levine pada Asuhan Keperawatan Anak dengan Meningitis………..
xiii Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
41
42
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Lapisan Kulit………………………………….
18
Gambar 2.2
Derajat Luka Tekan……………………………
28
Gambar 2.3
Model Konservasi Myra E. Levine…………..
38
xiv Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kontrak Belajar Lampiran 2 Laporan Proyek Inovasi
xv Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak yang mengalami hospitalisasi pada umumnya mendapatkan pengalaman yang traumatik, karena anak mendapatkan berbagai stresor dari aspek fisik, psikologis, sosial, dan lingkungan (Hockenberry & Wilson, 2009). Anak selama dirawat sangat rentan mengalami berbagai masalah kesehatan termasuk kerusakan integritas kulit oleh karena struktur, sistem dan faal kulit masih dalam taraf penyesuaian dan belum optimal (Chang & Orlow, 2008).
Kulit anak-anak mengalami beberapa perubahan selama 18 tahun pertama kehidupan (Butler, 2007). Fungsi yang penting dari kulit adalah untuk melindungi terhadap kehilangan air, zat berbahaya, mikroorganisme dan trauma fisik (Blume, Hauser, Stamas, Pathirana, & Garcia, 2012). Kulit anakanak secara morfologis dan fungsional berbeda dari kulit orang dewasa (Blume, Hauser, Stamas, Pathirana, Garcia, 2012; Nikolovski, Stamatas, Kollias, & Wiegand, 2008).
Selama bulan dan tahun pertama kulit terus berkembang baik struktur maupun fungsinya (Blume, Hauser, Stamas, pathirana, Garcia, & 2012; Butler, 2007). Secara fisiologis, gangguan cairan dan elektrolit lebih sering terjadi dan berkembang lebih cepat pada bayi dan anak-anak dibandingkan pada anakanak yang lebih tua dan orang dewasa. Proporsi kadar air yang lebih banyak dan luas permukaan yang relatif lebih besar dari tubuhnya meningkatkan risiko dehidrasi karena peningkatan kebutuhan metabolik saat terjadi demam, sehingga menjadikan kulit lembab dan mudah mengalami luka tekan (Dellinger et al., 2013).
Kerusakan integritas kulit dapat berupa luka tekan (pressure ulcer) yaitu cidera lokal pada kulit dan atau jaringan di bawahnya sebagai akibat dari
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
tekanan, maupun kombinasi antara tekanan dan pergeseran (National Pressure Ulcer Advisory Panel & European Pressure Ulcer Advisory Panel, 2009). Willock, Harris, Harrison, dan Poole (2005) mengidentifikasi karakteristik umum luka tekan pada anak disebabkan oleh penurunan mobilitas (92%), hipoalbumin (81%), penurunan kemampuan perawatan diri (74%), anemia (61%), duduk maupun tidur pada permukaan yang kasar (61%), kesulitan berpindah posisi (58%), pireksia (52%), penurunan tingkat kesadaran (31%), penurunan perfusi jaringan perifer (25%), diare (22%), inkontinensia (11%).
Kerusakan integritas kulit dapat terjadi lebih cepat dari yang diperkirakan. Menurut Cakmak, Gul, Ozer, Yigit, dan Gonu (2009) luka tekan dapat terjadi dalam 2-6 jam setelah masuk dalam perawatan akut. Sebuah survei yang dilakukan oleh McLane, Bookout, McCord, McCain, dan Jefferson (2003) mengidentifikasi bahwa luka tekan yang dialami anak saat dirawat sebagian besar pada derajat luka tekan I (61%) dan tahap II (13%), dan umumnya mengenai oksiput (31%), sakrum (20%), dan area kaki (19%).
Kejadian luka tekan pada pasien dewasa lebih banyak mendapat perhatian apabila dibandingkan dengan pasien neonatus dan anak-anak (Baharestani & Pope, 2007). Namun pada sepuluh tahun terakhir ini ada kesadaran yang lebih besar terhadap pasien anak dalam pencegahan luka tekan (Kotler, Wilborn, & Dassen, 2010; Noonan, Quigley, & Curley, 2011).
Insiden luka tekan bervariasi di beberapa rumah sakit dan beberapa negara. Rumah sakit di Amerika Serikat diperkirakan 2,5 juta luka tekan ditangani setiap tahunnya (Reddy, Gill, Sudhep, Roccon, & Paula, 2006). Sebuah survei mengidentifikasi luka tekan pada anak yang dirawat di rumah sakit diperkirakan mencapai 0,47%-13% (Baldwin, 2002; Dixon & Ratcliff, 2005; McLane, Bookout, McCord, McCain, & Jefferson, 2004; Willock, 2000). Penelitian lain mengidentifikasi insiden luka tekan pada anak yang dirawat di rumah sakit berkisar antara 3%-28% (Kottner, Wilborn, & Dassen, 2010),
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
27% terjadi di Pediatric Intensive Care Unit (PICU), dan 23% terjadi di Neonatal Intensive Care Unit (Curley, Quigley, & Lin, 2003; Schindler, Mikhailoc, & Christensen, 2010); sedangkan di perawatan akut sebesar 7%17% (Drake, Swanson, Baker, Rose, Clark, & Engelke, 2010).
Di Indonesia menurut Suryadi (2006) dalam Yusuf (2010) insiden luka tekan masih cukup tinggi yaitu sebesar 33,3%. Angka inipun tertinggi apabila dibandingkan dengan negara-negara yang ada di ASEAN. Di ruang infeksi gedung A lantai 1 RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta pada lima bulan terakhir (Januari-Mei 2013) sebesar 1,4%.
Masih tingginya insiden luka tekan menimbulkan dampak negatif tidak hanya untuk pasien, namun juga untuk rumah sakit. Dampak yang ditimbulkan akibat luka tekan bukan hanya masalah pada lukanya, namun juga berdampak pada kualitas hidup, rasa nyeri, bau yang tidak sedap, gangguan istirahat, gangguan interaksi sosial, gangguan peran dan lain sebagainnya yang kadang terabaikan.
Kondisi
ini
diperkuat
dengan
hasil
penelitian
yang
mengidentifikasi bahwa luka tekan yang mengenai lapisan kulit baik epidermis, dermis, maupun subkutan dapat berdampak pada aspek fisik maupun psikologis diantaranya nyeri, infeksi sistemik, meningkatkan morbiditas dan mortalitas, meningkatkan lama rawat, meningkatkan biaya perawatan, dan psikososial yang negatif seperti gangguan citra diri, malu, tidak percaya diri akibat jaringan parut atau alopesia (Curley, Qigley, & Lin, 2003; McLane, Bookout, McCord, McCain, & Jefferson, 2004; Baharestani & Ratliff, 2007; Baharestani et al., 2009a; Gorecki et al., 2009; Reynolds & Russell, 2004), sehingga diperlukan pencegahan dan deteksi dini (Cakmak, Gul, Ozer, Yigit, & Gonu, 2009).
Pencegahan luka tekan dimulai dengan pemberian edukasi dan peningkatan kesadaran pada pasien dan keluarganya oleh semua orang yang terlibat dalam perawatan pasien tentang bagaimana cara mempertahankan kulit yang sehat
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
untuk mencegah luka tekan (Nicol, 2005). Selain itu, pemanfaatan panduan penilaian kulit dan risiko luka tekan dapat membantu tenaga kesehatan dalam mengidentifikasi pasien yang berisiko tinggi terjadi luka tekan. Setelah pasien berisiko tinggi diidentifikasi, pencegahan luka tekan dapat dimulai dengan menyusun rencana tindakan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko luka tekan yang dapat terjadi selama dirawat (Schindler, Mikhailoc, Fischern, Lukasiewicz, Kuhn, & Duncan, 2007).
Mempertahankan integritas kulit seringkali terabaikan karena perawat lebih berfokus pada masalah yang mengancam kehidupan yang dinilai sebagai masalah yang lebih prioritas, padahal kulit merupakan organ terluas dari tubuh dan memiliki fungsi yang kompleks (Hagelgans, 2007). Kulit menerima sepertiga dari sirkulasi darah tubuh dan melayani banyak fungsi termasuk perlindungan,
kekebalan,
termoregulasi,
metabolisme,
komunikasi,
identifikasi, dan sensasi (Hagelgans, 2007).
Perawat memiliki peranan penting dan tanggungjawab dalam pencegahan luka tekan. Oleh karena itu pengenalan secara dini adanya risiko luka tekan pada anak yang dirawat penting untuk diketahui, sehingga tindakan pencegahan dan penatalaksanaan dini dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. Peran perawat anak oleh Hockenberry dan Wilson (2009) antara lain pencegahan penyakit dan promosi kesehatan, pendidikan kesehatan, membina hubungan terapeutik, memberikan dukungan dan konseling, koordinasi dan kolaborasi, advokat keluarga, membuat keputusan etik, serta melakukan penelitian. Peran-peran tersebut terintegrasi dalam pemberian asuhan keperawatan secara komprehensif. Potter dan Perry (2005) menyatakan ada tiga area intervensi keperawatan utama dalam pencegahan luka tekan. Pertama, perawatan kulit yang meliputi perawatan higiene dan pemberian topikal. Kedua, pencegahan mekanik dan dukungan permukaan yang meliputi pengaturan posisi, dan penggunaan tempat tidur; sedangkan yang ketiga adalah pemberian edukasi.
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Peran perawat dalam pemberian asuhan keperawatan dilaksanakan dengan berlandaskan model keperawatan. Model keperawatan digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan proses keperawatan dan mengoptimalkan pemberian asuhan keperawatan pada anak dan keluarga. Salah satu model keperawatan yang dapat diterapkan dalam asuhan keperawatan pada anak dengan risiko kerusakan integritas kulit adalah model konservasi yang dikembangkan oleh Myra E. Levine yang dikenal sebagai Levine’s Conservation Model.
Model konservasi Levine ini bersifat umum, menggunakan konsep-konsep yang luas dan logis dengan keempat prinsip konservasinya menjadi kerangka kerja tidak terbatas, sehingga dapat diaplikasikan pada seting perawatan yang berbeda baik di rumah sakit maupun di tatanan komunitas (Schaefer, 2006), dan
dapat
diaplikasikan
pada
berbagai
masalah
kesehatan
seperti
kardiovaskuler, neurologi, kebidanan, lansia, neonatologi, anak, akut, kronis, maupun kritis (Schaefer & Pond, 2006). Model konservasi Levine memberikan landasan teoritis tentang profesi keperawatan termasuk apa yang dilakukan dan tujuan asuhan keperawatan. Model konservasi Levine berfokus pada keutuhan individu yang memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan individu sejak lahir hingga mati dan bertujuan menjaga homeostasis untuk tetap sehat. Model konservasi Levine juga dapat memfasilitasi desain dan pengujian intervensi berbasis teori dan pengembangan ilmu pengetahuan untuk mendukung praktik keperawatan (Schaefer, 2006). Model konservasi Levine berfokus pada peningkatan adaptasi dan mempertahankan wholeness dengan menggunakan prinsip konservasi. Perawat mencapai tujuan asuhan keperawatan melalui konservasi energi, integritas struktural, integritas personal dan integritas sosial (Fawcett, 2006; Parker & Smith, 2010).
Anak dalam kondisi sakit dapat terjadi peningkatkan pengeluaran energi yang dapat mengakibatkan kelelahan, sehingga diperlukan pemenuhan kebutuhan nutrisi, cairan, istirahat dan tidur yang cukup untuk konservasi energi dan
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
mempertahankan aktifitas. Anak yang dirawat rentan terhadap kerusakan integritas kulit berupa luka tekan. Luka tekan yang terjadi dapat berdampak pada aspek fisik dan psikologis. Dampak aspek pksikologis diantaranya gangguan citra diri, malu, tidak tidak percaya diri. Hal ini dapat menyebabkan gangguan interaksi sosial dan integritas struktural sosial pasien, sehingga diperlukan deteksi dini dan intervensi keperawatan yang spesifik untuk mempertahankan integritas stuktural dengan perawatan daerah tekanan, memelihara struktur tubuh dan mempromosikan penyembuhan. Melalui konservasi integritas struktural ini individu dapat merasakan perbaikan dan terwujud dalam kemandirian, identitas diri, harga diri dan tercapai integritas personal. Oleh karenanya model konservasi Levine dapat diterapkan pada pasien dengan risiko mengalami kerusakan integritas kulit.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, residen tertarik untuk memberikan asuhan keperawatan pada anak yang berisiko mengalami kerusakan integritas kulit dengan mengaplikasikan Levine’s Conservation Model. Melalui pendekatan ini diharapkan asuhan keperawatan dapat diberikan secara optimal dalam membantu proses adaptasi, meningkatkan proses penyembuhan, dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum Memberikan gambaran aplikasi model konservasi Levine dalam asuhan keperawatan pada anak dengan risiko kerusakan integritas kulit di ruang infeksi gedung A lantai 1 RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.
1.2.2 Tujuan Khusus 1.2.2.1 Teridentifikasinya gambaran aplikasi model konservasi Levine pada asuhan keperawatan anak yang berisiko mengalami kerusakan integritas kulit.
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
1.2.2.2 Teridentifikasinya gambaran pencapaian kompetensi dan peran perawat dalam asuhan keperawatan pada anak yang berisiko mengalami kerusakan integritas kulit.
1.3 Sistematika Penulisan Karya Ilmiah Akhir (KIA) ini terdiri dari 5 bab, dengan sistematika sebagai berikut: Bab 1 berisi pendahuluan, meliputi latar belakang penulisan, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan. Bab 2 berisi aplikasi model, meliputi gambaran singkat tentang lima kasus yang dikelola residen selama praktik residensi, tinjauan secara teoritis dan integrasi model dan konsep dalam proses keperawatan, serta aplikasi model konservasi Levine pada satu kasus kelolaan. Bab 3, menjelaskan tentang pencapaian kompetensi ners spesialis keperawatan anak selama pelaksanaan praktik residensi. Pembahasan pada bab 4 berisi analisis penerapan model keperawatan pada kelima kasus kelolaan dan analisis tentang pencapaian kompetensi ners spesialis keperawatan anak selama praktik residensi. Bab 5 berisi kesimpulan dan saran tentang pelaksanaan praktik residensi secara keseluruhan. Data pendukung disajikan dalam lampiran berupa kontrak belajar kegiatan praktik residensi I dan II, laporan asuhan keperawatan pada 5 kasus kelolaan berdasarkan model konservasi Levine dan laporan proyek inovasi.
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
BAB 2 APLIKASI TEORI KEPERAWATAN 2.1 Gambaran Kasus Kasus yang digambarkan dalam karya ilmiah ini sebanyak 5 pasien kelolaan yang mengalami risiko kerusakan integritas kulit yang dikelola residen selama praktik residensi di ruang infeksi gedung A lantai 1 RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Kelima pasien kelolaan akan dipaparkan secara ringkas berikut ini:
Kasus 1 An. RA, laki-laki usia 7 tahun, dirawat di ruang infeksi dengan diagnosa medis cerebral palsy tipe spastik, epilepsi terkontrol obat, gizi buruk, dan riwayat dehidrasi ringan sedang et causa intake sulit. Pengkajian tanggal 1 Oktober 2013 didapatkan data: kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, banyak tiduran, tidak bisa berpindah dari posisi tidurnya, tangan lemas, kedua kaki spastik, belum bisa duduk, berdiri maupun berjalan, bicara 1-2 kata namun tidak jelas, terpasang stoper di tangan kiri, dan terpasang Naso Gastric Tube (NGT). Pengukuran antropometri didapatkan Berat Badan (BB) 8225 gram, Panjang Badan (PB) 101 cm, dengan status gizi buruk. Pasien mendapat SF100 melalui NGT dengan toleransi minum baik, dan tidak ada muntah.
Ibu mengatakan anaknya Buang Air Besar (BAB) cair sudah 2 kali ± 10 cc, warna kuning, terdapat ampas, tidak terdapat lendir maupun darah. Ibu mengatakan nafsu makan anaknya berkurang, makan bubur habis 5 sendok makan dari porsi yang disediakan. Ibu mengatakan sebelum sakit anaknya sulit makan dan minum.
Pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan suhu
o
36,8 C, nadi 110 kali/menit, pernapasan 22 kali/menit, regular, dan saturasi oksigen 98%. Pemeriksaan fisik didapatkan tidak ada sianosis, akral hangat, Capillary Refill Time (CRT) kurang dari 2 detik, tidak ada edema, nilai Norton 12 (risiko sedang terjadi luka tekan), terdapat wasting, terdapat baggy 8
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
9
pant, terdapat iga gambang. Pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD) didapatkan asidosis metabolik. Pasien mendapat terapi depakene, asam folat, cefotaxim, bicnat cap, SF100, dan snack sekali. Selama dirawat, pasien lebih sering ditunggu neneknya, karena ibunya masih mempunyai bayi usia 3 bulan. Ibu mengatakan belum mengetahui tentang perawatan anaknya di rumah, sering bertanya tentang perawatan di rumah.
Trophicognosis
pada
pasien
RA
selama
dalam
perawatan
adalah
ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, risiko kurang volume cairan dan elektrolit, risiko cidera, risiko infeksi, risiko kerusakan integritas kulit, kurang pengetahuan orang tua: perawatan, gangguan perkembangan, dan gangguan proses keluarga. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada pasien RA antara lain memantau tanda-tanda vital, status neurologis, asupan nutrisi dan cairan, melibatkan keluarga dalam memantau asupan makanan dan cairan, mencegah injuri, mencegah infeksi, memberikan terapi sesuai program, memberikan perawatan dan melibatkan keluarga dalam pencegahan kerusakan integritas kulit, menjelaskan kepada keluarga tentang perkembangan dan stimulasi sesuai usia anak, dan memonitor hasil pemeriksaan laboratorium. Tanggal 10 Oktober 2013 (hari rawat ke sepuluh) pasien boleh pulang dengan berat badan terakhir 9185 gram, masih terpasang NGT, tidak terjadi kerusakan integritas kulit. Perawat menganjurkan kepada orang tua untuk merujuk ke lembaga pendukung stimulasi pertumbuhan dan perkembangan terdekat (puskesmas), melanjutkan perawatan di rumah, kontrol sesuai yang dijadwalkan, memberikan obat secara teratur sesuai program, memantau asupan nutrisi dan memberikan makanan dalam keadaan hangat, porsi kecil dan sering, mengubah posisi secara teratur dan melakukan perawatan kulit, tetap memberikan stimulasi perkembangan sesuai usia dan memantau tumbuh kembang anak di puskesmas terdekat.
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
10
Kasus 2 An. MF, laki-laki usia 10 bulan, dirawat di ruang infeksi dengan diagnosa medis
gizi
buruk,
diare
persisten
tanpa
dehidrasi,
dan
Human
Immunodeficiency Virus (HIV) stadium klinis 4. Pada pengkajian tanggal 14 Oktober 2013 didapatkan data: kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, kurang aktif, terpasang stoper di tangan kiri, terpasang NGT, terdapat muntah 1 kali ± 5 cc berupa susu. Ibu mengatakan anaknya BAB cair sudah 5 kali ± 10 cc, terdapat ampas, warna kuning, tidak terdapat lendir maupun darah.
Pengukuran antropometri didapatkan BB 4735 gram, PB 75 cm, dengan status gizi buruk. Pasien mendapat diit SF75 dan pregestimil. Pemeriksaan fisik didapatkan kulit seluruh tubuh kering, akral hangat, CRT kurang dari 2 detik, nilai Norton 14 (risiko sedang terjadi luka tekan), terdapat limfadenopati multiple axial dextra, terdapat candida albican di mulut, terdapat iga gambang, terdapat wasting, dan terdapat baggy pant. Pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan suhu 36,50C, pernapasan 28 kali/menit, reguler, nadi 120 kali/menit, dan saturasi oksigen 99%. Ibu mengatakan sejak lahir berat badan anaknya sulit naik dan saat ini anaknya belum bisa tengkurap. Ibu mengatakan sejak usia 6 bulan pasien BAB cair 5 kali sehari, terdapat ampas, warna kuning, tidak terdapat lendir maupun darah, sulit makan dan minum.
Pemeriksaan hematologi diketahui anemia. Pemeriksaan alergi dan imunologi didapatkan CD4 4352/µL. Pemeriksaan rontgen thorak didapatkan infiltrate perihiler dan parakardial kanan dan kiri. Pemeriksaan mantoux test negatif. Pemeriksaan mikrobiologi terdapat infeksi saluran kencing et causa streptococcus
alfahemolitikus.
Pasien
mendapat
terapi
cefotaxim,
metronidazol, nystatin, cotrimoxazole, asam folat, resomal tiap kali diare, dan zink. Ibu mengatakan belum tahu tentang penyakit, pengobatan, dan
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
11
perawatan anaknya. Ibu menanyakan tentang penyakit, pengobatan, dan perawatan anaknya. Ibu mengatakan suaminya di luar negeri, tidak pernah kontak. Selama perawatan pasien ditunggu oleh ibunya saja.
Trophicognosis
pasien
MF
selama
dalam
perawatan
adalah
ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, risiko kurang volume cairan dan elektrolit, risiko infeksi, risiko kerusakan integritas kulit, gangguan perkembangan, kurang pengetahuan pada orang tua, gangguan proses keluarga. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada pasien MF antara lain mematau tanda-tanda vital, asupan nutrisi dan cairan, melibatkan keluarga dalam memantau asupan makanan dan cairan, mencegah infeksi, memberikan terapi sesuai program, melibatkan keluarga dalam perawatan dan pencegahan kerusakan integritas kulit, dan memonitor hasil pemeriksaan laboratorium. Tanggal 22 Oktober 2013 (hari rawat ke sembilan) pasien boleh pulang
dengan berat badan terakhir 5600 gram dan tidak terjadi
kerusakan integritas kulit. Perawat menganjurkan kepada orang tua untuk melanjutkan perawatan di rumah, kontrol sesuai yang dijadwalkan, memberikan obat secara teratur sesuai program, memantau asupan nutrisi dan memberikan makanan dalam keadaan hangat, porsi kecil dan sering, melakukan perawatan kulit, tetap memberikan stimulasi perkembangan sesuai usia dan memantau tumbuh kembang anak di puskesmas terdekat.
Kasus 3 An. RM, perempuan usia 14 bulan, dirawat di ruang infeksi dengan diagnosa medis meningitis bakterialis dan gizi buruk. Pada pengkajian tanggal 18 Oktober 2013 didapatkan data: kesadaran somnolen, GCS E2 V2 M4, tidak terdapat kaku kuduk, tidak terdapat reflek patologis, keadaan umum lemah, terpasang stoper di tangan kiri, terpasang NGT, terpasang oksigen ½ liter/menit, terdapat Congenital Talipes Equinus Varus (CTEV) di kedua plantar. Ibu mengatakan anaknya baru bisa tengkurap dan belum bisa
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
12
membalikkan badannya sendiri, belum bisa duduk, berdiri, maupun berjalan. Pemeriksaan fisik didapatkan demam, kulit teraba panas, tidak ada kejang, batuk produktif, pilek, terdapat sekret, bunyi napas ronkhi basah di kedua paru, akral hangat, CRT kurang dari 2 detik, nilai Norton 13 (risiko sedang terjadi luka tekan), terdapat iga gambang, terdapat wasting, dan terdapat baggy pant. Ibu mengatakan anaknya batuk dan sekret susah keluar, muntah 2 kali @ ± 5 cc berupa susu. Pengukuran antropometri didapatkan BB 4400 gram, TB 59 cm, dengan status gizi buruk. Pasien mendapat diit SF100 per NGT. Pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan suhu 38,30C, pernapasan 32 kali/menit, reguler, nadi 130 kali/menit, dan saturasi oksigen 99%. Pemeriksaan rontgen thorak diidentifikasi infiltrate di perihiler dan paracardial bilateral bertambah. Pemeriksaan rinofaringoskopi diidentifikasi laringomalasia tipe I, laringofaringeal reflux, GERD on NGT. Pemeriksaan CT scan serebral diidentifikasi meningitis bakterialis. Pasien mendapat terapi ceftriaxon, dexamethason, paracetamol, inhalasi ventolin + NaCl 0,9% tiap 8 jam, oksigen ½ liter per menit. Ibu mengatakan cemas dengan kondisi anaknya saat ini, ekspresi wajah cemas.
Trophicognosis pasien RM selama dalam perawatan adalah bersihan jalan napas tidak efektif, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, hipertermia, risiko infeksi, risiko kerusakan integritas kulit, kecemasan pada orang tua, gangguan perkembangan. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada pasien RM antara lain memantau tanda-tanda vital, status neurologis, asupan nutrisi dan cairan, mencegah infeksi, memberikan terapi sesuai program, memberikan perawatan dan melibatkan keluarga dalam pencegahan kerusakan integritas kulit, memberikan dukungan sosial pada orang tua dan memonitor hasil pemeriksaan laboratorium. Pada perawatan hari ke 6 pasien batuk berkurang, tidak ada demam, kecemasan orang tua
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
13
teratasi, orang tua terlibat dalam perawatan anaknya. Tanggal 27 Oktober 2013 (hari rawat ke sepuluh) pasien boleh pulang
dengan berat badan
terakhir 5200 gram, tidak terjadi kerusakan integritas kulit. Perawat menganjurkan kepada orang tua untuk melanjutkan perawatan di rumah, kontrol sesuai yang dijadwalkan, memberikan obat secara teratur sesuai program, memantau asupan nutrisi, mengubah posisi secara teratur dan melakukan perawatan kulit, tetap memberikan stimulasi perkembangan sesuai usia dan memantau tumbuh kembang anak di puskesmas terdekat.
Kasus 4 An. RS, laki-laki usia 15 tahun, dirawat di ruang infeksi dengan diagnosa medis post kraniotomi removal tumor hari ke 15 atas indikasi tumor ventrikel, panhipopituitari, diabetes inspipidus, hipotiroid subklinis, dan sepsis perbaikan. Pasien merupakan pindahan dari lantai 5 bedah syaraf dengan post kraniotomi removal tumor atas indikasi tumor ventrikel hari ke 15. Pengkajian tanggal 5 November 2013 didapatkan data: kesadaran somnolen, keadaan umum lemah, terpasang stoper di tangan kiri, terpasang dower kateter, dan terpasang NGT.
Ibu mengatakan anaknya belum BAB 3 hari, produksi urin banyak, mau makan dan minum, makan habis setengah dari porsi yang disediakan, tidak ada mual dan tidak muntah. Pemeriksaan fisik didapatkan bekas luka kraniotomi di kepala sudah kering dan tidak ada tanda-tanda infeksi, kedua tangan spastik, extremitas bawah mengalami kelemahan, akral hangat, CRT kurang dari 2 detik, nilai Norton 12 (risiko sedang terjadi luka tekan). Pengukuran antropometri didapatkan berat badan 48 kg, TB 150 cm, dengan status gizi baik. Pasien mendapat diit MB+MC dengan toleransi makan dan minum baik, tidak muntah.
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
14
Pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan suhu 36,40C, pernapasan 20 kali/menit regular, nadi 100 kali/menit, TD 95/55 mmHg, saturasi oksigen 99%. Pemeriksaan Computerized Tomography (CT) scan kepala tanpa kontras diidentifikasi gambaran massa inhomogen di daerah midline intracerebral, tampak campuran lesi kistik, solid dan sedikit hemorhagik, ukuran 3,7 X 4,25 cm tanpa disertai tanda-tanda hydrocephalus. Pemeriksaan MRI diidentifikasi tumor suprasella suspect craniopharyngioma, sinusitis etmoid kiri. Pemeriksaan endokrin diidentifikasi mengalami hipokortisol, hormon pertumbuhan yang rendah, hormon reproduksi yang rendah. Pemeriksaan kraniofaringioma diidentifikasi adanya teratoma yang matur (kistik). Pemeriksaan laboratorium diidentifikasi hiponatremi, hipokloremia, hipokalsemia. Pemeriksaan bone age radiografi diidentifikasi tidak tampak destruksi, erosi maupun deformitas, persentase tinggi badan akhir 99,6%, everage boy. Pasien mendapat terapi cefotaxim, gentamicin, paracetamol, thyrax, ranitidine, ketorolac, minirin, metilprednisolon, dexametason. Ibu mengatakan cemas dengan kondisi anaknya saat ini, ekspresi wajah cemas, ibu mengatakan apakah anaknya masih bisa mengikuti pelajaran di sekolah.
Trophicognosis pasien RS selama dalam perawatan adalah risiko kurang volume cairan dan elektrolit, risiko infeksi, konstipasi, risiko kerusakan integritas kulit, kecemasan pada orang tua. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada anak RS antara lain memantau tanda-tanda vital, status neurologis,
mencegah
infeksi,
memberikan
terapi
sesuai
program,
memberikan perawatan dan melibatkan keluarga dalam pencegahan kerusakan integritas kulit, memberikan dukungan sosial pada orang tua dan memonitor hasil pemeriksaan laboratorium. Tanggal 14 November 2013 (hari rawat ke sepuluh) pasien boleh pulang, tidak terjadi kerusakan integritas kulit. Perawat menganjurkan kepada orang tua untuk melanjutkan perawatan di rumah, kontrol sesuai yang dijadwalkan, memberikan obat secara teratur
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
15
sesuai program, tetap melakukan monitoring input dan output cairan, mengubah posisi secara teratur dan melakukan perawatan kulit.
Kasus 5 An. AI, laki-laki usia 2 tahun, dirawat di ruang infeksi dengan diagnosa medis kejang demam kompleks, cerebral palcy tipe spastik, dan gizi kurang. Pada pengkajian tanggal 11 November 2013 didapatkan data: kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, extremitas bawah spastis, terpasang NGT, terpasang stoper di tangan kiri, batuk produktif, sekret susah keluar, terdapat ronkhi basah di kedua paru, demam, tidak ada kejang, akral hangat, CRT kurang dari 2 detik, nilai Norton 13 (risiko sedang terjadi luka tekan). Ibu mengatakan anaknya baru bisa tengkurap dan mampu membalikkan badannya, belum bisa duduk, berdiri maupun berjalan. Pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan suhu 380C, pernapasan 30 kali/menit, regular, nadi 110 kali/menit, saturasi oksigen 99%. Pengukuran antropometri didapatkan BB 8,5 kg, TB 91 cm dengan status gizi kurang. Pasien mendapat diit F100 per NGT, toleransi minum baik, dan tidak ada muntah. Ibu mengatakan cemas dengan kondisi anaknya saat ini. Pemeriksaan CT scan kepala diidentfikasi lesi sinus sagitalis superior, mastoiditis bilateral, sinusitis
bilateral.
Pasien
mendapat
terapi
ceftazidim,
paracetamol,
fenobarbital, diazepam, inhalasi NaCl 0,9% + ventolin, IVFD N5+KCl.
Trophicognosis pasien AI selama dalam perawatan adalah bersihan jalan napas tidak efektif, hipertermia, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, risiko kerusakan integritas kulit, risiko infeksi, kecemasan pada orang tua, gangguan perkembangan. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada pasien AI antara lain memantau tanda-tanda vital, status neurologis,
mencegah
infeksi,
memberikan
terapi
sesuai
program,
memberikan perawatan dan melibatkan keluarga dalam pencegahan
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
16
kerusakan integritas kulit, memberikan dukungan sosial pada orang tua dan memonitor hasil pemeriksaan laboratorium. Pada perawatan hari ke 6 pasien tidak kejang, bersihan jalan napas kembali efektif, kecemasan orang tua teratasi, keluarga terlibat dalam perawatan anaknya. Tanggal 19 November 2013 (hari rawat ke sembilan) pasien boleh pulang dengan BB terakhir 9,1 kg, tidak terjadi kerusakan integritas kulit. Perawat menganjurkan kepada orang tua untuk
melanjutkan perawatan di rumah, kontrol sesuai yang
dijadwalkan, memberikan obat secara teratur sesuai program, memantau asupan nutrisi, mengubah posisi secara teratur, melakukan perawatan kulit, tetap memberikan stimulasi perkembangan sesuai usia dan memantau tumbuh kembang anak di puskesmas terdekat.
2.2 Tinjauan Teoritis 2.2.1 Anatomi dan Fisiologi Kulit Kulit merupakan organ tubuh terluar yang unik, kompleks, dan memiliki komponen yang dinamis (Cohen, 2005). Kulit menerima sepertiga dari sirkulasi darah tubuh dan melayani banyak fungsi (Hagelgans, 2007). Perbedaan fisik yang sering tampak adalah warna, ketebalan, kehalusan permukaan, dan elastisitas kulit. Perbedaan usia memperlihatkan perbedaan makroskopis dan mikroskopis lapisan kulit. Masa anak adalah masa yang berisiko terhadap infeksi dan bahan toksik. Kemudahan infeksi terjadi karena struktur sistem dan faal kulit masih dalam taraf penyesuaian dan belum optimal (Chang & Orlow, 2008).
Kulit anak-anak mengalami beberapa perubahan selama 18 tahun pertama kehidupan (Butler, 2007). Fungsi yang penting dari kulit adalah untuk melindungi terhadap kehilangan air, melindungi terhadap zat berbahaya, melindungi terhadap mikroorganisme dan trauma fisik (Blume, Hauser, Stamas, Pathirana, & Garcia, 2012). Kulit anak-anak secara morfologis dan fungsional berbeda dari kulit orang dewasa (Blume, Hauser, Stamas,
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
17
Pathirana, & Garcia, 2012; Nikolovski, Stamatas, Kollias, & Wiegand, 2008).
Selama bulan dan tahun pertama kulit terus berkembang, baik struktur maupun fungsinya (Blume, Hauser, Stamas, pathirana, & Garcia, 2012; Butler, 2007). Secara fisiologis, gangguan cairan dan elektrolit lebih sering terjadi dan berkembang lebih cepat pada bayi dan anak-anak dibandingkan pada anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa. Proporsi kadar air yang lebih banyak dan luas permukaan yang relatif lebih besar dari tubuhnya meningkatkan risiko dehidrasi karena peningkatan kebutuhan metabolik saat terjadi demam, sehingga menjadikan kulit lembab dan mudah mengalami luka tekan. Sel-sel kulit yang tidak mendapat perfusi dengan baik akan mengalami hipoksia dan berisiko mengalami luka dengan trauma minimal (Dellinger et al., 2013). Setiap kerusakan kulit terutama pada neonatus dan bayi sakit kritis meningkatkan risiko septikemia serta komplikasi lain bahkan kematian (Dellinger et al., 2013).
2.2.2 Lapisan Kulit Lapisan kulit menurut (Hunter, Savin, & Dahl, 2002; Chu, 2008) terdiri dari tiga lapisan, yaitu epidermis, dermis dan subkutan. Lapisan kulit dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini:
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
18
Gambar 2.1 Lapisan Kulit
2.2.2.1 Epidermis. Epidermis merupakan lapisan terluar tubuh. Proses pergantian sel (keratinisasi) dimulai dari lapisan basal, dan berlangsung seumur hidup. Lapisan epidermis terdiri dari stratum basal, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lusidum, stratum korneum, stratum melanosit, sel langerhans, dan sel merkel (Hunter, Savin, & Dahl, 2002; Chu, 2008). a. Stratum Basal Sel basal merupakan sel berbentuk kolumnar yang secara genetik diprogram melakukan keratinisasi. Proses keratinisasi merupakan hal yang kompleks, meliputi perubahan struktur sel dan perubahan metabolisme awal sampai akhir menjadi sel stratum korneum. Proses keratinisasi normal berlangsung selama 14-21 hari. Sel stratum korneum yang mati mengandung filamen keratin dan matriks protein
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
19
serta membran plasma yang mengandung lipid. Sel basal merupakan sel yang potensial berproliferasi sepanjang hidup (long lived epidermal
stem cells). Semua keratinosit mengandung keratin yang menunjang struktur sel (Chu, 2008).
b. Stratum Spinosum Stratum spinosum merupakan sel berbentuk polyhedral, menyerupai tanduk atau spina karena itu disebut sel spinosum. Sel secara progresif bergerak ke atas dan berubah bentuk menjadi sel yang lebih gepeng. Sel membentuk organel lamellar dan mengandung filamen keratin yang menyusup ke desmosom perifer, sel tersebut mengandung keratin yang telah terbentuk sejak di lapisan basal (Chu, 2008).
c. Stratum Granulosum Stratum granulosum tampak lebih mencolok karena adanya granula keratin yang basofilik. Lapisan granulosum merupakan tempat pembentukan sejumlah komponen sawar kulit. Granula keratin yang mengandung profilagrin, filamen keratin, dan locitrin, bersama dengan protein lainnya membentuk amplop keratin. Profilagrin menjadi filagrin yang molekulnya berperan pada hidrasi stratum korneum dan menyaring sinar ultra violet yang masuk (Chu, 2008).
d. Stratum Lusidum Stratum lusidum merupakan lapisan teratas, tidak berinti, transparan, dan strukturnya datar.
Stratum lusidum berfungsi sebagai proteksi
mekanis, menahan kehilangan cairan dan menahan masuknya cairan dari luar, diperankan bersama lapisan lipid permukaan kulit (Chu, 2008).
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
20
e. Stratum Korneum Lapisan korneum terdiri atas sel datar tidak berinti, merupakan hasil deferensiasi lengkap sel granulosum. Stratum korneum berfungsi sebagai sawar kulit terhadap penetrasi bahan yang bersifat iritan, toksin, dan organisme serta berfungsi mempertahankan cairan tubuh (Cohen, 2005; Chu, 2008).
f. Stratum Melanosit Stratum melosit berada diantara sel basal terdapat sel nonkeratin, yaitu melanosit, suatu sel bervakuol. Vakuol sel mengandung melanosom yang berperan pada melanogenesis yang menghasilkan melanin (pigmen) yang ditransfer dan didistribusikan ke keratinosit, ke dermis melalui sel fagosit (melanofag). Interaksi melanosit dan keratinosit merupakan hal yang amat penting guna mendukung homeostasis melanosit dan deferensiasinya, yang mempengaruhi proses proliferasi, dendritisasi dan melanisasi. Melanosit berfungsi sebagai fotoprotektor terhadap efek sinar ultraviolet (Cohen, 2005; Chu, 2008).
g. Sel Langerhans Sel langerhans merupakan sel dendritik yang berperan pada sistem imun kulit sebagai sel penyaji antigen dan mampu menstimulasi limfosit T (Cohen 2005; Chu, 2008). Sel tersebut mempunyai granula spesifik yang disebut granula Birbeck. Sel langerhans berada di atas lapisan basal sampai ke lapisan granulosum, berjumlah sekitar 2-8% total populasi sel epidermis. Jumlah tersebut dapat berkurang pada kondisi tertentu misalnya psoriasis, sarkoidosis, dan pajanan sinar ultraviolet (Chu, 2008).
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
21
h. Sel Merkel Sel Merkel disebut juga sebagai slow adapting type I menchano
reseptor terletak diantara sel basal di beberapa tempat di tempat yang sensitif diraba (tactile sensitive) yaitu di kulit berambut, ujung jari, bibir, mukosa mulut, dan akar rambut. Sel Merkel dapat dideteksi dengan pemeriksaan inumohistokimia. Sel Merkel dengan sitoplasma yang pucat mengandung granula mirip granula neurosekresi neuron yang mengandung substansi neurotransmitter (Cohen, 2005; Chu, 2008).
2.2.2.2 Dermis Dermis merupakan sistem terintegrasi antara elemen fibrosa (filamen dan difus) dan sel jaringan penunjang serta mengandung sistem syaraf, vaskular, dan apendiks kulit, sel fibroblas, sel makrofag, sel mas dan sel yang berperan pada sistem imun yang bersirkulasi. Dermis terbagi atas bagian atas, disebut pars papilare, dan bagian bawah dermis disebut pars retikulare. Antara kedua lapisan tersebut tidak ada pemisah yang jelas. Pars papilare kaya akan pleksus vaskular dan syaraf; sedangkan bagian retikulare lebih banyak mengandung jaringan kolagen, elastin, dan retikulin. Serat kolagen, selain berfungsi jaringan penopang, juga berfungsi sebagai sawar terhadap trauma tajam, trauma tumpul, dan gigitan. Selain itu, dalam dermis terdapat apendiks kulit, yaitu kelenjar keringat, kelenjar palit, rambut, dan kuku (Cohen, 2005; Chu, 2008).
Ujung syaraf sensorik dan korpus (badan) Meissner yang terletak di bawah membran basal epidermis adalah reseptor sel berbentuk jalinan ellipsoid, dikelilingi sel Schwann dan jaringan kolagen, serta berperan pada perabaan. Badan Meissner banyak ditemukan di daerah mukokutan, tangan, kaki, folikel rambut, dan genetalia. Badan Pacini merupakan ujung syaraf berbentuk jalinan konsentris, berperan terhadap tekanan, banyak
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
22
terdapat di ujung jari. Terhadap rangsang dingin diperankan oleh badan Krause yang terletak di dermis; sedangkan terhadap panas diperankan badan Rufini yang berada di dermis dan subkutan (Montagna, Kligmen, & Carlisle, 1992).
Fungsi utama dermis adalah untuk memberikan kekuatan, menjaga kelembaban, dan memberikan nutrisi pada epidermis dengan darah dan oksigen (Baranoski & Ayello, 2004a).
2.2.2.3 Subkutan Subkutan terdiri atas sel lemak (adiposa), berfungsi sebagai bantalan, sebagai proteksi terhadap trauma. Lemak juga merupakan sumber energi bagi tubuh (Cohen, 2005; Chu, 2008). Subkutan juga berisi pembuluh darah besar, pembuluh limfatik, dan saraf (Baranoski & Ayello, 2004a).
2.2.3 Fungsi Kulit Fungsi kulit (Cohen, 2005; Hunter, Savin, & Dahl, 2002; Chu, 2008) adalah: a. Proteksi terhadap trauma fisik, mekanis, kimia, mikroba pathogen, dan sinar ultraviolet. b. Absorbsi terhadap bahan cair, padat, lemak, dan oksigen. c. Ekskresi terhadap sisa metabolisme melalui keringat dan sebum. d. Persepsi terhadap rangsangan panas, dingin, raba, tekan, dan nyeri. e. Termoregulasi (proses pengaturan suhu melalui sekresi keringat dan tonus pembuluh darah). f. Keratinisasi (proses pergantian sel keratinosit dari basal sampai stratum korneum). g. Pembentukan pigmen (proses pigmentasi: melanosit, melanosom, transfer melanin). h. Pembentukan vitamin D (proses perubahan 7-dihidroksi kolesterol menjadi kolekalsiferol dengan sinar matahari).
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
23
i. Penyembuhan luka/ wound repair (epitelisasi dan granulasi).
2.2.4 Luka Tekan Luka tekan (pressure ulcer, pressure sore, bedsore, atau luka dekubitus) merupakan cidera lokal pada kulit dan atau jaringan di bawahnya sebagai akibat dari tekanan, maupun kombinasi antara tekanan dan pergeseran (National Pressure Ulcer Advisory Panel & European Pressure Ulcer
Advisory Panel, 2009). Luka tekan juga didefinisikan sebagai area terlokalisasi dari kerusakan jaringan yang berkembang saat jaringan tertekan antara tulang yang menonjol dengan permukaan luar pada waktu yang lama (Baharestani & Ratliff, 2007).
Luka tekan biasanya terjadi pada kulit pada tulang yang menonjol (Baharestani & Ratliff, 2007). Tekanan yang berlebihan menyebabkan kematian kulit dan struktur yang mendasarinya. Tekanan pada periode waktu yang lama maupun singkat menghasilkan hasil yang sama yaitu kematian jaringan, nekrosis, dan ulserasi kulit (Baranoski & Ayello, 2004a).
Luka tekan dapat disebabkan oleh faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor ekstrinsik meliputi durasi tekanan, jumlah tekanan, gesekan, pergeseran, kelembaban, dan paparan alat medis; sedangkan faktor instrinsik meliputi oksigenasi/perfusi jaringan, penyakit kritis, ulserasi sebelumnya, malnutrisi, prematuritas, infeksi, defisit neurologis, dan imobilitas (Baharestani & Ratliff, 2007). Kekuatan mekanik lain yang dapat berkontribusi terhadap perkembangan luka tekan adalah gesekan dan pergeseran (Butler, 2007).
Braden dan Bergstrom (1987) dalam Bryant (2007) menyatakan ada dua hal utama yang berhubungan dengan risiko terjadinya luka tekan yaitu tekanan (intensitas dan durasi) dan toleransi jaringan. Tekanan dipengaruhi oleh
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
24
mobilitas, aktifitas, dan persepsi sensori; sedangkan toleransi jaringan dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik (kelembaban, gesekan, pergeseran) dan faktor intrinsik (nutrisi, usia, tekanan penutupan kapiler).
Efek patologis tekanan yang berlebihan dihubungkan dengan intensitas tekanan dan durasi tekanan. Intensitas tekanan menggambarkan besarnya tekanan antar permukaan kulit bagian luar dengan permukaan matras. Apabila tekanan melebihi tekanan kapiler maka pembuluh kapiler akan kolaps dan selanjutnya jaringan akan mengalami hipoksia dan iskemi (Bryant, 2007).
Durasi tekanan merupakan periode waktu tekanan yang diterima oleh jaringan (Bryant, 2007). Hasil penelitian mengidentifikasi bahwa terdapat hubungan antara intensitas dan durasi tekanan dengan terbentuknya iskemi jaringan. Intensitas tekanan yang rendah dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan sebaliknya intensitas tekanan tinggi dalam waktu yang singkat juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan (Bryant, 2007).
Tekanan dipengaruhi oleh mobilitas dan aktifitas, serta persepsi sensori. Pasien yang tidak mampu mengubah posisi secara mandiri berisiko tinggi terjadi luka tekan. Pasien dapat merasakan tekanan tetapi tidak mampu mengubah posisi secara mandiri untuk menghilangkan tekanan tersebut. Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori terhadap nyeri dan tekanan berisiko tinggi mengalami luka tekan daripada pasien yang sensasinya normal. Pasien yang mempunyai persepsi sensori yang utuh terhadap nyeri dan tekanan dapat mengetahui jika salah satu bagian tubuhnya merasakan tekanan atau nyeri, mereka dapat mengubah posisi atau meminta bantuan untuk mengubah posisi (Bryant, 2007).
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
25
Toleransi jaringan merupakan kemampuan kulit dan struktur pendukungnya untuk menahan tekanan tanpa akibat yang merugikan. Kemampuan tersebut dilakukan dengan cara mendistribusikan tekanan yang diterima ke seluruh permukaan jaringan sehingga tidak bertumpu pada satu lokasi. Integritas kulit yang baik, kelembaban, jaringan kolagen, pembuluh limfe, jaringan lemak, pembuluh darah, dan jaringan penyambung berperan dalam menentukan baik tidaknya toleransi jaringan individu. Jaringan yang toleransinya kurang baik akan mudah mengalami luka tekan dibanding jaringan yang toleransinya baik apabila diberikan intensitas tekanan yang sama (Bryant, 2007).
Toleransi jaringan dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik dan instrinsik. Faktor ekstrinsik meliputi kelembaban, gesekan, pergeseran; sedangkan faktor instrinsik meliputi nutrisi, usia, tekanan penutupan kapiler (Quintavalle, Lyder, Mertz, Jones, & Dyson, 2006; Kottner , 2012). Kelembaban kulit umumnya disebabkan oleh keringat, urin, feses, maupun drainase luka yang dapat mengakibatkan menurunnya toleransi jaringan, hal ini disebabkan karena urin dan feses bersifat iritatif sehingga mudah menyebabkan kerusakan jaringan (Quintavalle, Lyder, Mertz, Jones, & Dyson, 2006; Kottner , 2012). Kelembaban dapat menurunkan resistensi kulit terhadap faktor fisik lain seperti tekanan (Bryant, 2007). Kelembaban meningkatkan risiko luka tekan sebanyak lima kali lipat (Potter & Perry, 2005).
Gesekan merupakan kemampuan untuk menyebabkan kerusakan kulit terutama lapisan epidermis dan dermis bagian atas (Bryant, 2007). Gesekan menyebabkan cidera kulit dengan penampilan seperti abrasi (Schindler, Mikhailoc, Fischern, Lukasiewicz, Kuhn, & Duncan, 2007). Kulit yang mengalami gesekan akan mengalami luka abrasi atau laserasi superficial (Potter & Perry, 2005).
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
26
Pergeseran merupakan kekuatan yang mempertahankan kulit ketika kulit pada tempatnya sementara tulang bergerak, sehingga pembuluh darah di bawah jaringan meregang dan angulasi menyebabkan aliran darah terhambat (Potter & Perry, 2005).
Peranan nutrisi amat penting dalam penyembuhan luka dan perkembangan pembentukan luka tekan (Butler, 2007). Nutrien yang dianggap berperan dalam menjaga toleransi jaringan adalah protein, vitamin A,C,E dan zinc. Bryant (2000) menyatakan bahwa fasilitas perawatan jangka panjang, gangguan intake nutrisi, intake protein yang rendah, ketidakmampuan makan sendiri, dan penurunan berat badan dapat berperan terjadinya luka tekan.
Protein berperan dalam regenerasi jaringan, sistem imunitas dan reaksi inflamasi. Kurang protein dapat menyebabkan edema yang mengganggu transportasi oksigen dan nutrient ke jaringan. Kehilangan protein hingga hipoalbumin (<3 g/dl) dapat menyebabkan perpindahan cairan dari ekstraseluler ke jaringan sehingga mengakibatkan edema, menurunkan sirkulasi darah ke jaringan, meningkatkan risiko luka tekan (Butler, 2007). Vitamin A berperan dalam menjaga keutuhan epitel, sintesis kolagen, dan mekanisme perlindungan terhadap infeksi. Vitamin C berperan dalam sistesis kolagen dan sistem imun, sehingga kekurangan vitamin C dapat mengakibatkan pembuluh darah mudah rusak. Vitamin E berperan dalam memperkuat imunitas sel dan menghambat radikal bebas (Potter & Perry, 2005).
Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang memberikan informasi bahwa kurang nutrisi merupakan faktor risiko terjadi luka tekan (Curley, Quigley, & Lin, 2003; McCord, McElvain, Sachdeva, Schwartz, & Jefferson, 2004; Cakmak,
Gul,
Ozer,
Yigit,
&
Gonu,
2009).
Sebuah
penelitian
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
27
mengidentifikasi bahwa terdapat hubungan antara nutrisi dengan terjadinya luka tekan (Curley, Quigley, & Lin, 2003; Rodriguez & Alonzi, 2007).
Tekanan penutupan kapiler merupakan jumlah tekanan yang dibutuhkan untuk menghambat aliran darah dan oksigen ke jaringan. Tekanan awal pada arteri kapiler untuk perfusi jaringan adalah 25-30 mmHg pada arteri dan 510 mmHg pada vena. Ketika tekanan pada jaringan melebihi tekanan ini untuk dua jam atau lebih dapat terjadi kerusakan jaringan dan akhirnya nekrosis (Seiler & Stahelin, 2006).
Lokasi luka tekan dapat terjadi di seluruh permukaan tubuh apabila mendapat tekanan secara terus-menerus. Lokasi luka tekan paling sering terjadi pada daerah kulit di atas tulang yang menonjol. Menurut Schindler, Mikhailoc,
Fischern,
Lukasiewicz,
Kuhn,
dan
Duncan
(2007)
mengidentifikasi lima persentase terbesar lokasi luka tekan pada anak yaitu bokong (16,86%), leher 10,42%), perineum (6,36%), oksiput (6,02%) dan sakrum (5,96%).
Derajat luka tekan menurut National Pressure Ulcer Advisory Panel dan European Pressure Ulcer Advisory Panel (2009) membagi derajat luka tekan menjadi empat dengan karakteristik sebagai berikut:
GAMBAR
KLASIFIKASI Derajat I. Kulit berwarna kemerahan yang tidak hilang ketika ditekan, terlokalisasi (berbatas tegas), kulit yang mengalami luka tekan tampak lebih gelap dari area sekitarnya, dan teraba hangat.
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
28
GAMBAR
KLASIFIKASI Derajat II. Kehilangan sebagian lapisan kulit namun tidak lebih dalam dari dermis, terjadi abrasi, lepuhan, luka dangkal.
Derajat III. Kehilangan lapisan kulit secara lengkap meliputi subkutan, termasuk jaringan lemak di bawahnya atau lebih dalam lagi namun tidak sampai fascia. Luka mungkin membentuk lubang yang dalam.
Derajat IV Kehilangan lapisan kulit secara lengkap hingga tampak tendon, tulang. Berpotensi terjadi destruksi dan risiko osteomyelitis.
Gambar 2.2 Derajat Luka Tekan
2.2.5 Pengkajian Sistem Integumen Pemeriksaan fisik kulit meliputi karakteristik kulit normal yaitu warna, elastisitas kulit, suhu, dan
kelembaban. Warna kulit normal bervariasi Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
29
antara orang yang satu dengan yang lainnya. Pucat merupakan keadaan tidak adanya atau berkurangnya tonus. Vaskularitas kulit yang normal paling jelas terlihat pada konjungtiva. Warna kebiruan menunjukkan hipoksia seluler dan mudah terlihat pada extremitas, dasar kuku, bibir, serta membran mukosa. Ikterus berhubungan dengan kenaikan kadar bilirubin serum dan sering terlihat pada sklera dan membran mukosa. Elastisitas kulit normalnya elastis dan cepat kembali apabila dilakukan pencubitan. Suhu kulit normalnya hangat, walaupun pada beberapa kondisi pada bagian perifer seperti tangan dan telapak kaki teraba dingin saat vasokonstriksi. Kelembaban, secara normal kulit teraba kering apabila disentuh. Pada beberapa kondisi seperti adanya peningkatan aktifitas dan peningkatan kecemasan, kelembaban akan meningkat (Potter & Perry, 2005).
2.2.6 Pencegahan Luka Tekan Pencegahan luka
tekan beragam dan membutuhkan
keterampilan,
pengetahuan, dan konsistensi dalam praktik keperawatan. Penilaian risiko, penilaian kulit, reposisi dan mengurangi tekanan merupakan komponen integral dari pencegahan luka tekan pada anak yang efektif (Parnham, 2012). Pencegahan luka tekan meliputi pengkajian risiko luka tekan, pemeriksaan keadaan kulit setiap hari, membersihkan kulit, pengaturan posisi, manajemen kulit, mengoptimalkan nutrisi dan hidrasi, serta mengurangi tekanan (Wound Ostomy and Continence Nurses, 2003).
Pengkajian risiko luka tekan dilakukan pada semua pasien sejak masuk ruang perawatan. Pengkajian risiko luka tekan dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen pengkajian seperti skala Norton, skala Braden, skala Braden Q, dan skala Glamorgan. Hal ini dilakukan untuk membantu perawat dalam mengevaluasi perkembangan risiko luka tekan (Wound Ostomy and Continence Nurses, 2003; Bergstron, Braden, Laguzza, & Holman, 1987; Quigley & Curley, 1996). Pasien yang berisiko mengalami
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
30
luka tekan diantaranya pada bayi di bawah usia lima tahun terutama di daerah kepala (tengkuk), oedema, penurunan aktifitas, cidera tulang belakang, gangguan neurologis, kurang nutrisi, penurunan perfusi jaringan dan oksigenasi, paparan alat medis (McCord, McElvain, Sachdeva, Schwartz, & Jefferson; Quigley & Curley, 1996; Gray, 2004).
Pemeriksaan keadaan kulit setiap hari penting dilakukan karena integritas kulit dapat memburuk dalam hitungan jam pada pasien rawat inap. Hal ini terjadi oleh karena faktor risiko berubah dengan cepat pada pasien akut. Pasien diidentifikasi dari kepala sampai kaki terutama pada area-area yang berisiko mengalami luka tekan seperti tengkuk, sakrum, punggung, bokong, tumit, dan siku (Kemp, Keithley, Smith, & Morreale, 1990; Bryant, 1992; Okomoto, Lamers, Shurtleff, 1983; Solis, Krouskop, Trainer, & Marburger, 1988).
Membersihkan kulit dengan tetap menjaga keseimbangan pH kulit pada kisaran 4,5-6,0 (Baranoski & Ayello, 2004a). Membersihkan kulit dengan menggunakan pembersih dengan pH netral, lembut, bebas pewangi, bebas pengawet, dan bebas pewarna untuk menghindari risiko alergi (Nicol, 2005). Menghindari sabun antimikroba, karena dapat menghilangkan flora normal yang bermanfaat untuk pelindung kulit terhadap patogen
(Turnage,
McLane, & Gregurich, 2008).
Pengaturan posisi dilakukan untuk mengurangi tekanan pada tulang yang menonjol yang dilakukan setiap 2 jam (Butler, 2007). Reposisi setiap 2 jam pada anak dengan kondisi kritis tidak dianjurkan (Schindler, Mikhailoc, Fischern, Lukasiewicz, Kuhn, & Duncan, 2007). Pencegahan terhadap gesekan dan pergeseran dilakukan dengan menghindari mengangkat bagian kepala tempat tidur lebih dari 2 jam pada satu waktu (Butler, 2007).
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
31
Pencegahan terhadap pergeseran dapat juga dilakukan dengan memberikan gulungan handuk/selimut di bawah paha/kaki (Butler, 2007).
Kulit kering meningkatkan risiko terbentuknya fisura dan rekahan stratum korneum. Manajemen kulit kering dengan menggunakan pelembab topikal diduga bermanfaat untuk mempertahankan kelembaban kulit dan keutuhan stratum korneum namun belum ada ketetapan jenis pelembab yang memberikan manfaat terbaik dan memberi evidence secara langsung pengaruhnya terhadap pencegahan luka tekan (Dealey, 2009). Hasil penelitian membuktikan bahwa minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil) VCO dapat digunakan sebagai bahan topikal dalam perawatan kulit untuk mencegah luka tekan sebagai salah satu intervensi keperawatan mandiri yang efektif dan efisien (Handayani, 2010).
Penilaian pasien yang berisiko mengalami luka tekan termasuk faktor gizi dan penilaian hidrasi. Penilaian faktor gizi meliputi gangguan intake dan penurunan berat badan. Pemenuhan kebutuhan cairan, protein, dan asupan kalori merupakan aspek penting dalam pencegahan luka tekan (Reddy, Gill, & Rochon, 2006).
Mengurangi tekanan terutama di atas tonjolan tulang penting untuk dilakukan. Pasien dengan penurunan mobilitas sangat berisiko mengalami luka tekan (Reddy, Gill, & Rochon, 2006). Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi tekanan diantaranya dengan melakukan reposisi pasien setiap dua jam dan memberikan bantalan antara kaki atau pada pergelangan kaki untuk mengurangi tekanan pada tonjolan tulang (National Pressure Ulcer Advisory Panel, 2007). Reposisi setiap dua jam ini bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan tekanan, sehingga mempertahankan sirkulasi ke area tubuh yang berisiko mengalami luka
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
32
tekan (Wound Ostomy and Continence Nurses, 2003; McCord, McElvain, Sachdeva, Schwartz, & Jefferson, 2004; Dixon & Ratliff, 2005).
2.3 Integrasi Model Keperawatan dalam Proses Keperawatan 2.3.1 Model Konservasi Myra E. Levine Model konservasi Levine bertujuan untuk meningkatkan adaptasi dan mempertahankan keutuhan diri dengan menggunakan prinsip-prinsip konservasi. Model konservasi Levine memandu perawat untuk fokus terhadap respon organismik. Perawat mencapai tujuan melalui konservasi energi, integritas struktural, integritas personal, dan integritas sosial (Tomey & Alligood, 2006; Fawcett, 2006; Parker & Smith, 2010).
Konservasi energi dilakukan dengan menjaga keseimbangan energi yang masuk dan keluar untuk menghindari kelelahan yang berlebihan (Fawcett, 2006). Konservasi energi didasarkan pada keyakinan bahwa aktifitas pasien tergantung pada keseimbangan energi, bahwa kondisi sakit meningkatkan pengeluaran energi, dan meningkatnya pengeluaran energi dapat diukur dengan tingkat kelelahan (Fawcett, 2006), bahkan prosedur keperawatan yang paling dasar termasuk pemenuhan kebutuhan istirahat dan pemenuhan kebutuhan nutrisi memanfaatkan prinsip konservasi energi (Fawcett, 2006; Artigue, Foli, & Johnson, 2006). Untuk mempertahankan aktifitas kehidupan, tingkat energi harus seimbang dan secara terus-menerus diperbarui (Artigue, Foli, & Johnson, 2006).
Perawat berperan dalam menghemat energi selama melakukan asuhan keperawatan (Artigue, Foli, & Johnson, 2006). Oleh karenanya, perawat tidak hanya membantu menghemat energi melalui pengurangan aktifitas, tetapi juga memastikan pengeluaran energi sesuai dengan kemampuan, keamanan dan kenyamanan pasien (Meleis, 2000).
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
33
Dalam keadaan normal dan sehat, tubuh sengaja memanfaatkan energi tingkat minimum untuk menghemat energi. Ketika sistem tubuh terganggu, energi digunakan dan umpan balik sistem negatif diaktifkan sampai diperoleh keadaan normal (Levine, 2000). Sebagai contoh, sistem inflamasi dan kekebalan tubuh memanfaatkan energi untuk memulihkan homeostasis dan mempromosikan penyembuhan (Levine, 2000). Pada orang yang sakit, pengeluaran energi sebagai proses penyembuhan. Sebagai contohnya, individu tidak enak badan dimanifestasikan dengan kelesuan dan kelemahan, yang kemudian mengurangi aktifitas dan tidak diperlukan pengeluaran energi, sehingga energi dapat disimpan dan difokuskan untuk proses penyembuhan (Levine, 2000).
Konservasi energi juga dapat mempertahankan integritas fungsional (Levine, 1990), sebagai contohnya perawat menghemat energi pada pasien dengan luka ulserasi di kaki dengan melakukan perawatan luka untuk mengembalikan integritas kulit dan meminimalkan energi, sehingga keadaan luka membaik dan trauma emosional berkurang (Cooper, 1990). Levine mengatakan bahwa energi diukur dalam praktik keperawatan sehari melalui suhu tubuh, denyut nadi, dan tekanan darah. Fluktuasi menentukan baik pengeluaran maupun konservasi (Levine, 2000). Penyembuhan luka merupakan langkah yang efektif untuk konservasi energi karena konservasi integritas struktural tidak dapat dipertahankan tanpa menghemat energi, dengan menghemat energi integritas individu dapat dipertahankan (Levine, 1996; Matthew, 2007).
Integritas struktural dapat dicapai dengan memelihara atau memulihkan struktur tubuh dengan mencegah kerusakan fisik dan mempromosikan penyembuhan (Roberts & Taylor, 1999). Mempertahankan integritas struktural didasarkan pada pemikiran bahwa perubahan dalam struktur mempengaruhi fungsi, bahwa integritas struktural dapat dikompromikan
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
34
dengan proses patofisiologi dan penyembuhan yang mengembalikan integritas struktural (Fawcett, 2006). Oleh karenanya, untuk mendapatkan kembali struktur dan fungsi yang dibutuhkan tubuh untuk mengembalikan integritas struktural melalui perbaikan dan penyembuhan (Levine, 1991).
Penyembuhan mengembalikan kontinuitas dan bentuk melalui replikasi sel, sehingga mempertahankan integritas struktural (Levine, 1990). Deteksi dini dan manajemen penyakit oleh perawat dapat mengurangi kerusakan jaringan dan mempertahankan integritas struktural (Artigue, Foli, & Johnson, 2006). Intervensi keperawatan spesifik yang mempertahankan integritas struktural termasuk posisi anatomi dan Range Of Motion (ROM) untuk mencegah deformitas muskuloskeletal (Meleis, 2000), perawatan daerah tekanan untuk mencegah luka tekan, mobilisasi awal dan fisioterapi dada untuk mencegah komplikasi tirah baring (Levine, 2000). Sebagai contoh, luka ulserasi pada kaki, terapi kompresi dapat mengembalikan kulit dan integritas vena. Melalui konservasi integritas struktural ini individu dapat merasakan perbaikan yang utuh dan terwujud dalam identitas diri (Matthew, 2007). Integritas personal dicapai dengan memelihara atau memulihkan identitas diri dan harga diri pasien, serta mengakui keunikannya (Fawcett, 2006; Roberts & Taylor, 1999). Mempertahankan integritas personal didasarkan pada keyakinan bahwa individu membutuhkan privasi, bertanggung jawab atas keputusannya sendiri, identitas diri, dan harga diri (Fawcett, 2006). Intervensi keperawatan bertujuan untuk mempertahankan integritas personal termasuk melindungi dan menghormati privasi pasien, harta benda, mekanisme pertahanan, dan mendukung pilihan pribadi (Artigue, Foli, & Johnson, 2006). Integritas personal bertujuan untuk melindungi identitas diri (Fawcett, 2006). Levine menyatakan bahwa tujuan dasar dari perawat adalah untuk memberikan pengetahuan dan dukungan, sehingga individu bisa melanjutkan hidup secara mandiri. Oleh karenanya, intervensi bertujuan
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
35
untuk mendapatkan kembali kemandirian individu akhirnya terwujud integritas personal.
Prinsip mempertahankan integritas personal saling terkait dengan prinsip konservasi energi dan integritas struktural. Tanpa kecukupan energi dalam kasus perawatan luka keutuhan kulit dan kemandirian tidak dapat tercapai. Oleh karenanya, intervensi yang menghemat energi dan mengembalikan integritas struktural akan membangun kemandirian. Dengan demikian, dressing dan intervensi yang mempercepat penyembuhan luka dan akhirnya memperkecil ukuran luka dapat mengurangi ketergantungan pasien pada orang lain. Mengingat bahwa individu dengan luka ulserasi di kaki juga mengalami depresi, ketidakberdayaan, kecemasan, dan gangguan citra diri, manajemen luka yang efektif juga dapat mengembalikan harga diri dan integritas personal pasien (Phillips, Stanton, Provan, & Lew, 1994; Franks, Moffatt, & Connolly, 1994; Charles, 1995).
Konservasi integritas sosial berarti bahwa pasien adalah makhluk sosial, dengan mendorong pasien untuk berinteraksi dengan orang lain di lingkungan sosialnya (Roberts, 1999). Mempertahankan integritas sosial didasarkan pada keyakinan bahwa kehidupan individu hanya berarti dalam konteks kehidupan sosial, perilaku individu dipengaruhi oleh kemampuan untuk berhubungan dengan berbagai kelompok sosial (Fawcett, 2006).
Faktor sosial seperti keluarga, teman, budaya, agama, pendidikan, dan status sosial ekonomi semua menentukan bagaimana seseorang mendefinisikan dirinya sendiri (Levine, 1996). Dengan demikian, hilangnya faktor-faktor seperti pekerjaan, pendapatan, maupun keluarga dapat melemahkan integritas sosial individu. Oleh karenanya, strategi keperawatan bertujuan untuk mempertahankan integritas sosial termasuk memberikan dukungan keluarga dan pendidikan, meningkatkan partisipasi keluarga dalam
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
36
perawatan, dan mendorong pasien berinteraksi dengan orang lain (Fawcett, 2006). Integritas sosial dinilai dari adanya dukungan sosial, kemampuan pasien dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, bermain, dan kontak mata (Parker & Smith, 2010).
Perubahan peran dari mandiri ke ketergantungan pada sistem kesehatan dapat menciptakan konflik (Fawcett, 2006). Sebagai contoh, pasien dengan luka ulserasi di kaki sering tidak bergerak, malu, terisolasi secara sosial dan mengalami kesulitan keuangan (Baker & Stacey, 1994), dengan memfasilitasi penyembuhan luka, perawat secara tidak langsung dapat mengembalikan kemampuan pasien untuk menjadi mobile dan produktif (Matthew, 2007).
Model konservasi Levine mempunyai tiga konsep mayor yaitu keutuhan (wholeness),
adaptasi
(adaptation),
dan
konservasi
(conservation).
Wholeness menggambarkan pasien sebagai sistem terbuka yang berespon terhadap perubahan lingkungan. Individu berada pada dua lingkungan yaitu lingkungan internal dan eksternal. Lingkungan internal meliputi aspek fisiologis individu yang dipengaruhi oleh lingkungan eksternal. Lingkungan eksternal meliputi perseptual, operasional, dan konseptual. Perseptual berhubungan dengan kemampuan individu menginterpretasikan sesuatu melalui
penginderaan.
Operasional
mencakup
unsur-unsur
yang
mempengaruhi individu secara fisik. Konseptual meliputi budaya dan spiritual yang ditunjukkan dengan bahasa, pikiran, nilai dan keyakinan individu (Tomey & Alligood, 2006; Fawcett, 2006; Parker & Smith, 2010).
Adaptasi menggambarkan proses interaksi terhadap perubahan lingkungan, dan konservasi merupakan hasil dari proses adaptasi. Levine menyatakan bahwa setiap individu memiliki respon yang unik dan berbeda antara satu individu dengan yang lainnya, baik fisiologis maupun psikologis yang
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
37
dipengaruhi oleh keturunan, usia, jenis kelamin, dan pengalaman sakit sebelumnya (Tomey & Alligood, 2006; Fawcett, 2006; Parker & Smith, 2010).
Tiga karakteristik adaptasi menurut Levine adalah historicity, specificity, dan redundancy. Historicity menunjukkan bahwa adaptasi merupakan proses historis dan dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu. Specificity menunjukkan bahwa adaptasi bersifat spesifik, individu memiliki respon yang spesifik dan unik. Sedangkan redundancy menunjukkan bahwa apabila suatu sistem tidak bisa melakukan adaptasi, maka sistem yang lain akan mengambil alih untuk melakukan adaptasi (Tomey & Alligood, 2006; Fawcett, 2006; Parker & Smith, 2010). Secara jelas prinsip konservasi Levine dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut ini:
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
38
Gambar 2.3 Model Konservasi Myra E. Levine
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
39
2.3.2 Proses Keperawatan Berdasarkan Levine Model Model perawatan menurut Levine pada dasarnya sama dengan komponen dalam proses keperawatan. Proses keperawatan terdiri atas lima langkah yang meliputi pengkajian, diagnosis, intervensi, implementasi, dan evaluasi; sedangkan penerapan model konservasi Levine dalam proses keperawatan meliputi pengkajian, trophicognosis, hipotesis, intervensi, dan evaluasi (Tomey & Alligood, 2006; Fawcett, 2006; Parker & Smith, 2010).
Tahap pertama adalah pengkajian. Pengkajian merupakan kegiatan mengumpulkan data melalui wawancara, observasi, dan catatan medis dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip konservasi (Tomey & Alligood, 2006; Fawcett, 2006; Parker & Smith, 2010). Perawat mengobservasi respon organismik dari kondisi pasien, membaca laporan medis, mengevaluasi hasil pemeriksaan diagnostik. Perawat mengkaji lingkungan internal dan eksternal, konservasi energi, integritas struktural, integritas personal, dan integritas sosial (Tomey & Alligood, 2006; Fawcett, 2006; Parker & Smith, 2010).
Tahap kedua adalah trophicognosis (keputusan). Trophicognosis merupakan diagnosis keperawatan yang memberikan arti dari fakta yang ditemukan. Trophicognosis merupakan tahap perawat menginterpretasikan atau menetapkan masalah sesuai kebutuhan pasien. Interpretasi dilakukan berdasarkan analisis data hasil pengkajian (Tomey & Alligood, 2006; Fawcett, 2006; Parker & Smith, 2010).
Tahap ketiga adalah hipotesis (rencana perawatan). Hipotesis merupakan tahap menetapkan intervensi dan tujuan keperawatan yang dilakukan. Hipotesis
membantu
pasien
beradaptasi
dengan
lingkungan,
mempertahankan keutuhan pasien dan mempromosikan adaptasi pasien
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
40
terhadap kondisi saat ini (Tomey & Alligood, 2006; Fawcett, 2006; Parker & Smith, 2010).
Tahap keempat adalah intervensi. Intervensi dilakukan untuk menguji efektifitas hipotesis. Perawat melakukan tindakan sesuai masalah dan rencana keperawatan. Intervensi yang dilakukan berdasarkan pada prinsip konservasi yaitu konservasi energi, integritas struktural, integritas personal, dan integritas sosial (Tomey & Alligood, 2006; Fawcett, 2006; Parker & Smith, 2010). Intervensi integritas struktural dilakukan dengan melakukan perawatan kulit, mengkaji kondisi kulit, mengkaji kulit area yang menonjol, mengkaji sensasi kulit terhadap tekanan dan nyeri, mengkaji adanya kemerahan, lecet, edema, mengkaji adanya risiko kerusakan integritas kulit, memindahkan sensor saturasi setiap 3 jam, dan menghindari penggunaan tissue basah yang mengandung alkhohol, memberikan lotion pada kulit yang kering atau pada area tekanan; sedangkan intervensi untuk konservasi energi dilakukan dengan mengkaji kemampuan pasien untuk bergerak, mengkaji status nutrisi, melakukan alih baring setiap 2 jam (National Pressure Ulcer Advisory Panel, 2007).
Tahap kelima adalah evaluasi. Evaluasi merupakan penilaian respon organismik terhadap intervensi yang diberikan. Evaluasi dilakukan dengan mengkaji respon pasien apakah mendukung atau tidak terhadap hipotesis yang telah dibuat. Jika hipotesis tidak mendukung terhadap penyelesaian masalah, maka rencana yang telah dibuat direvisi dan membuat hipotesis baru (Tomey & Alligood, 2006; Fawcett, 2006; Parker & Smith, 2010). Evaluasi proses keperawatan pada pasien yang berisiko mengalami kerusakan integritas kulit meliputi kulit utuh, tidak ada lecet, tidak ada kemerahan, Capillary Refill Time (CRT) kurang dari 2 detik.
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
41 2.4 Web of Causation (WOC) Meningitis Web of Causation (WOC) meningitis dapat dijelaskan pada skema 2.4 berikut ini:
Gg Perfusi Jaringan: Serebral
Sumber : Hockenberry, 2009; Ball & Blinder,2003
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
42
2.5 Aplikasi Model Konservasi Levine pada Asuhan Keperawatan Anak dengan Meningitis Aplikasi model konservasi Levine pada asuhan keperawatan anak dengan meningitis dapat dijelaskan pada skema 2.5 berikut ini: Nutrisi
PERAWAT MENGKAJI
Usia
Instrinsik
Mobilitas
Tekanan Kapiler
Aktifitas
Tekanan
PASIEN KELOAAN Meningitis bakterial kejang, kesadaran demam
Toleransi Jaringan Kelembaban
Persepsi Sensori
Ekstrinsik
Gesekan
Geresan
wholeness KONSERVASI ENERGI Nutrisi & Cairan Istirahat & Tidur TTV
Proses Adaptasi
INTEGRITAS STRUKTURAL
Keadaan Kulit: Kemrahan, Lecet Skala Norton
INTEGRITAS PERSONAL Malu Tidak PD
Intergritas Sosial Isolasi Sosial
TROPHICOGNOSIS: Risiko Kerusakan Integritas Kulit
HIPOTESIS
INTERVENSI: Pengkajian Risiko Luka Tekan Pemeriksaan Keadaan Kulit Membersihkan Kulit pengaturan posisi Menajemen Kulit EVALUASI Integritas Kulit Utuh Tidak Kemerahan Tidak lecet CRT< 2 Detik Skala Norton Resiko Rendah
Skema 2.5 Aplikasi Model Konserrvasi Levine Sumber : Braden & Bergstrom (1987); Fawcett (2006); Parker & Smith (2010)
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
43
2.6 Aplikasi Model Keperawatan pada Kasus Terpilih 2.6.1 Pegkajian An. RM, perempuan usia 14 bulan, dirawat di ruang infeksi dengan diagnosa medis meningitis bakterialis, gizi buruk, dan Global Delay Developmen (GDD). Riwayat penyakit sebelumnya pasien pernah dirawat di RSCM pada tanggal 2-7 Oktober 2013 dengan pneumonia, gizi buruk, dan dipulangkan dengan membawa obat asam folat dan omeprazol. Enam jam sebelum masuk rumah sakit pasien kejang seluruh tubuh ± 2 menit, mata terbalik ke atas, setelah kejang menangis, kemudian dibawa ke RS Hermina, diberikan stesolid suppositoria. Tiga hari sebelum masuk rumah sakit terdapat keluhan demam naik turun, batuk, pilek, suara napas ronkhi basah di kedua paru. Tanggal 17 Oktober 2013 masuk ke IGD RSCM, dan tanggal 18 Oktober 2013 masuk ke ruang infeksi anak.
Pada pengkajian tanggal 18 Oktober 2013 didapatkan data: kesadaran somnolen, GCS E2V2M4, tidak ada kaku kuduk, keadaan umum lemah, terpasang stoper di tangan kiri, terpasang NGT, terpasang oksigen nasal kanul ½ liter/menit, terdapat Congenital Talipes Equinus Varus (CTEV) di kedua plantar. Ibu mengatakan anaknya baru bisa tengkurap dan belum bisa membalikkan badannya sendiri, belum bisa duduk, berdiri, maupun berjalan, bicara 1-2 kata dan tidak jelas.Ibu mengatakan anaknya batuk dan sekret susah keluar.
Pemeriksaan fisik didapatkan tidak ada kejang, tidak terdapat reflek patologis, terdapat demam, kulit teraba panas, batuk produktif, pilek, terdapat sekret, dan terdapat bunyi napas ronkhi basah di kedua paru, akral hangat, CRT kurang dari 2 detik, nilai Norton 13 (risiko sedang terjadi luka tekan), terdapat iga gambang, terdapat wasting, dan terdapat baggy pant.
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
44
Pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan suhu 38,30C, pernapasan 32 kali/menit reguler, nadi 130 kali/menit, dan saturasi oksigen 99%. Pengukuran antropometri didapatkan BB 4400 gram, TB 59 cm, dengan status gizi buruk. Pasien mendapat diit SF100 8 X 75 ml per NGT, terdapat muntah 2 kali @ ± 5 cc berupa susu.
Pemeriksaan rontgen thorak diidentifikasi infiltrate di perihiler dan paracardial bilateral bertambah. Pemeriksaan rinofaringoskopi diidentifikasi laringomalasia tipe I, laringofaringeal reflux, Gastro Esophageal Reflux Disease (GERD) on NGT. Pemeriksaan CT scan serebral diidentifikasi meningitis bakterialis. Pasien mendapat terapi ceftriaxon 2 X 220 mg intra vena, dexamethason 3 X 0,8 mg intra vena, paracetamol 50 mg per oral bila panas ≥ 380C, inhalasi ventolin 2,5 mg + NaCl 0,9% tiap 8 jam, oksigen ½ liter per menit. Selama perawatan ditunggu oleh orang tuanya. Ibu mengatakan cemas dengan kondisi anaknya saat ini, ekspresi wajah cemas.
Pengkajian lingkungan internal didapatkan pemeriksaan rontgen thorak diidentifikasi infiltrate di perihiler dan paracardial bilateral bertambah. Pemeriksaan
rinofaringoskopi
diidentifikasi
laringomalasia
tipe
I,
laringofaringeal reflux, Gastro Esophageal Reflux Disease (GERD) on NGT. Pemeriksaan CT scan serebral diidentifikasi meningitis bakterialis; sedangkan pengkajian lingkungan eksternal didapatkan pasien dirawat di ruang berAC bersama 5 pasien lainnya.
Pengkajian konservasi energi didapatkan keadaan umum anak lemah, kesadaran somnolen, baru bisa tengkurap dan belum bisa membalikkan badannya sendiri, belum bisa duduk, berdiri, maupun berjalan, bicara 1-2 kata dan tidak jelas, status gizi buruk, diberikan diit SF100 8 X 75 ml intake per NGT, terdapat muntah 2 kali @ ± 5 cc berupa susu, batuk produktif, pilek, dahak sulit keluar, suhu 38,30C, pernapasan 32 kali/menit,
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
45
reguler, bunyi napas ronkhi basah di kedua paru, nadi 130 kali/menit, saturasi oksigen 99%, akral hangat, CRT kurang dari 2 detik.
Pengkajian konservasi integritas struktural didapatkan pasien terpasang stoper di tangan kiri, terpasang NGT, terpasang oksigen nasal kanul ½ liter per menit, nilai Norton 13 (risiko sedang terjadi luka tekan), BB sekarang 4400 gram, terdapat iga gambang, terdapat wasting, terdapat baggy pant, terdapat Congenital Talipes Equinus Varus (CTEV) di kedua plantar, demam, kulit teraba panas.
Pengkajian integritas personal didapatkan pasien baru bisa tengkurap dan belum bisa membalikkan badannya sendiri, belum bisa duduk, berdiri, maupun berjalan, bicara 1-2 kata dan tidak jelas.
Pengkajian integritas sosial didapatkan ibu mengatakan cemas dengan kondisi anaknya saat ini, ekspresi wajah cemas, bertanya tentang perawatan anaknya; sedangkan hasil pengkajian integritas sosial didapatkan pasien selama perawatan ditunggu oleh orang tuanya, hubungan dengan keluarga baik.
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
2.6.2 ANALISA DATA NO
PROBLEM
ETIOLOGI
SYMPTOMS
Oksegenasi tidak edekuat
DS: DO: Kesadaran somnolen, GCS E2V2M4, pemeriksaan CT scan serebral terdapat meningitis bakterialis DS: Ibu mengatakan anaknya batuk, pilek, sekret susah keluar. DO: Pasien batuk produktif, pilek, terdapat ronkhi basah di kedua lapang paru, RR 32 kali/mnt, pemeriksaan rontgen thorak terdapat infiltrate di perihiler dan paracardial bilateral DS: Ibu mengatakan anaknya demam. DO: Pasien demam, S 38,30C, kulit teraba panas. DS: DO: BB sekarang 4400 gram, status gizi buruk, muntah 2 kali @ 5 cc berupa susu, terdapat iga gambang, terdapat baggy pant, terdapat wasting, terdapat gastro esophageal reflus disease (GERD) DS:DO: Terpasang stoper di tangan kiri, terpasang NGT DS: DO: Penurunan kesadaran, keadaan umum lemah, nilai Norton 13
1.
Gangguan perfusi jaringan: serebral
2.
Bersihan jalan napas tidak efektif
3.
Hipertermia
4.
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
5.
Risiko infeksi
6.
Risiko kerusakan integritas kulit
7.
Kecemasan pada orang tua
Kurang informasi
8.
Gangguan perkembangan
Kondisi kronis
Akumulasi sekret
Proses infeksi Intake tidak adekuat
Prosedur invasif Imobilisasi
DS: Ibu mengatakan cemas dengan kondisi anaknya saat ini DO: Ekspresi wajah cemas DS: Ibu mengatakan anaknya baru bisa tengkurap dan belum bisa membalikkan badannya sendiri, belum bisa duduk, berdiri maupun berjalan, bicara 1-2 kata dan tidak jelas DO: Terdapat CTEV di kedua plantar
46
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
2.6.3 TROPHICOGNOSIS No 1.
Prinsip Konservasi Konservasi energi
2.
Integritas struktural
3.
Integritas personal
4.
Integritas sosial
Trophicognosis Perfusi jaringan: serebral berhubungan dengan oksigenasi tidak adekuat ditandai dengan kesadaran somnolen, GCS E2V2M4, pemeriksaan CT scan serebral terdapat meningitis bakterialis. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret ditandai dengan ibu mengatakan anaknya batuk, pilek, sekret susah keluar, pasien batuk produktif, pilek, terdapat ronkhi basah di kedua lapang paru, RR 32 kali/mnt, pemeriksaan rontgen thorak terdapat infiltrate di perihiler dan paracardial bilateral, laringomalasia tipe I. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi ditandai dengan ibu mengatakan anaknya demam, pasien demam, S 38,30C, kulit teraba panas. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat ditandai dengan BB sekarang 4400 gram, status gizi buruk, muntah 2 kali @ 5 cc berupa susu, terdapat iga gambang, terdapat baggy pant, terdapat wasting, terdapat gastro esophageal reflus disease (GERD). Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif ditandai dengan terpasang stopper di tangan kiri, terpasang NGT. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi ditandai dengan penurunan kesadaran, keadaan umum lemah, nilai Norton 13. Gangguan perkembangan berhubungan dengan kondisi kronis ditandai dengan Ibu mengatakan anaknya baru bisa tengkurap dan belum bisa membalikkan badannya sendiri, belum bisa duduk, berdiri maupun berjalan. Kecemasan pada orang tua berhubungan dengan kurang informasi ditandai dengan ibu mengatakan cemas dengan kondisi anaknya saat ini, ekspresi wajah cemas
47
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
2.6.4 RENCANA PERAWATAN No 1.
Hipotesis Setelah dilakukan asuhan keperawatan pasien menunjukkan perbaikan perfusi jaringan: serebral. Kriteria hasil: a. Perbaikan tingkat kesadaran b. Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK c. TTV stabil
Konservasi energi a. Pantau status neurologi b. Pantau adanya kejang c. Ukur tanda-tanda vital. d. Pantau tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial (TIK) e. Berikan istirahat yang cukup. f. Ciptakan lingkungan yang tenang. g. Berikan oksigen sesuai program h. Berikan terapi sesuai program
Tgl/Jam
Intervensi
Evaluasi
18/10/13 14.00
Konservasi energi: a. Memantau status neurologi b. Memantau adanya kejang: frekuensi dan lama kejang c. Mengukur tanda-tanda vital d. Memantau tanda-tanda peningkatan TIK e. Memberikan istirahat yang cukup f. Menciptakan lingkungan yang tenang dengan membatasi pengunjung g. Memberikan oksigen ½ lpm h. Memberikan injeksi dexamethason 0,8 mg secara intravena
18/10/13 (Hari rawat ke 1) 20.00 S: O: Kesadaran somnolen, tidak ada kejang, Nadi 130 kali/menit, RR 32 kali/menit, suhu 38,30C, terdapat peningkatan TIK (penurunan kesadaraan) oksigen ½ lpm lancar A: Masalah belum teratasi P: Lanjutkan intervensi
19/10/13 09.00
Konservasi energi: a. Memantau status neurologi b. Memantau adanya kejang: frekuensi dan lama kejang c. Mengukur tanda-tanda vital d. Memantau tanda-tanda peningkatan TIK e. Memberikan istirahat yang cukup f. Menciptakan lingkungan yang tenang dengan membatasi pengunjung g. Memberikan oksigen ½ lpm h. Memberikan injeksi dexamethason 0,8 mg secara intra vena
19/10/13 (Hari rawat ke 2) 14.00 S: O: Kesadaran somnolen, tidak ada kejang, Nadi 130 kali/menit, RR 32 kali/menit, suhu 37,90C, terdapat peningkatan TIK (penurunan kesadaraan) oksigen ½ lpm lancar A: Masalah belum teratasi P: Lanjutkan intervensi
T. Tgn Yami
Yami
48
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
No
Hipotesis
Tgl/Jam
Intervensi
Evaluasi
T.Tgn
20/10/13 09.00
a. Memantau status neurologi b. Memantau adanya kejang: frekuensi dan lama kejang c. Mengukur tanda-tanda vital d. Memantau tanda-tanda peningkatan TIK e. Memberikan istirahat yang cukup f. Menciptakan lingkungan yang tenang dengan membatasi pengunjung g. Memberikan oksigen ½ lpm h. Memberikan injeksi dexamethason 0,8 mg secara intra vena
20/10/13 (Hari rawat ke 3) 14.00 S: O: Kesadaran compos mentis, tidak ada kejang, Nadi 130 kali/menit, RR 32 kali/menit, suhu 38,30C, oksigen ½ lpm lancar A: Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi
Yami
21/10/13 09.00
Memantau status neurologi b. Memantau adanya kejang: frekuensi dan lama kejang c. Mengukur tanda-tanda vital d. Memantau tanda-tanda peningkatan TIK e. Memberikan istirahat yang cukup f. Menciptakan lingkungan yang tenang dengan membatasi pengunjung g. Memberikan oksigen ½ lpm
21/10/13 (Hari rawat ke 4) 14.00 S: O: Kesadaran compos mentis, tidak ada kejang, Nadi 120 kali/menit, RR 30 kali/menit, suhu 37,80C, oksigen ½ lpm lancar A: Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi
Yami
49
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
No
2.
Hipotesis
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pasien menunjukkan jalan napas kembali efektif. Kriteria hasil: a. Batuk berkurang b. Pilek berkurang c. Bunyi napas bersih d. RR normal e. Sekret keluar f. Tidak ada sianosis g. Tidak ada retraksi dinding dada h. Tidak ada pernapasan cuping hidung
Tgl/Jam
Konservasi energi a. Kaji adanya batuk, pilek b. Kaji adanya sekret c. Kaji saturasi oksigen d. Monitor pernapasan: frekuensi, irama, kedalaman, bunyi napas tambahan e. Kaji adanya sianosis f. Kaji adanya pernapasan cuping hidung g.Kaji adanya retraksi dinding dada h. Berikan inhalasi sesuai program
18/10/13 14.00
Intervensi
Konservasi energi a. Mengkaji adanya batuk, pilek b. Mengkaji adanya sekret c. Mengkaji saturasi oksigen d. Mengkaji pernapasan: frekuensi, suara napas tambahan, irama e. Mengkaji adanya sianosis f. Mengkaji adanya pernapasan cuping hidung g. Mengkaji adanya retraksi dinding dada h.Memberikan inhalasi ventolin 2,5 mg dan NaCl 0,9 ml 3 cc
Evaluasi
T.Tgn
18/10/13 (Hari rawat ke 1) 20.00 S: Ibu mengatakan anaknya masih batuk, pilek, sekret susah keluar O: Batuk, pilek, saturasi oksigen 99%, RR 32 kali/menit, suara ronkhi basah di kedua paru, regular, tidak ada sianosis, tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada pernapasan cuping hidung A: Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi
Yami
19/10/13 (Hari rawat ke 2) 14.00 S: Ibu mengatakan anaknya masih batuk, pilek, sekret susah keluar O: Batuk, pilek, saturasi oksigen 97%, RR 32 kali/menit, suara ronkhi basah di kedua paru, regular, tidak ada sianosis, tidak
Yami
Integritas struktural a. Mengatur posisi
Integritas struktural a. Atur posisi pasien
Integritas sosial a. Memberikan informasi kepada keluarga terkait kondisi pasien
Integritas sosial a. Berikan informasi pada keluarga terkait kondisi klien
19/10/13 09.00
Konservasi energi a. Mengkaji adanya batuk, pilek b. Mengkaji adanya sekret c. Mengkaji saturasi oksigen d. Mengkaji pernapasan: frekuensi, suara napas tambahan, irama e. Mengkaji adanya sianosis
50
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Intervensi
Evaluasi
T.Tgn
f. Mengkaji adanya pernapasan cuping hidung g. Mengkaji adanya retraksi dinding dada h.Memberikan inhalasi ventolin 2,5 mg dan naCl 0,9 ml 3 cc
ada retraksi dinding dada, tidak ada pernapasan cuping hidung A: Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi
Integritas struktural a. Mengatur posisi Integritas sosial a. Memberikan informasi kepada keluarga terkait kondisi pasien
20/10/13 09.00
Konservasi energi a. Mengkaji adanya batuk, pilek b. Mengkaji adanya sekret c. Mengkaji saturasi oksigen d. Mengkaji pernapasan: frekuensi, suara napas tambahan, irama e. Mengkaji adanya sianosis f. Mengkaji adanya pernapasan cuping hidung g. Mengkaji adanya retraksi dinding dada h.Memberikan inhalasi ventolin 2,5 mg dan naCl 0,9 ml 3 cc
20/10/13 (Hari rawat ke 3) 14.00 S: Ibu mengatakan anaknya masih batuk, pilek, sekret susah keluar O: Batuk, pilek, saturasi oksigen 99%, RR 30 kali/menit, suara ronkhi basah di kedua paru, regular, tidak ada sianosis, tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada pernapasan cuping hidung A: Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi
Yami
Integritas struktural a. Mengatur posisi
51
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
No
Hipotesis
Tgl/Jam
Intervensi
Evaluasi
21/10/13 09.00
Konservasi energi a. Mengkaji adanya batuk, pilek b. Mengkaji adanya sekret c. Mengkaji saturasi oksigen d. Mengkaji pernapasan: frekuensi, suara napas tambahan, irama e. Mengkaji adanya sianosis f. Mengkaji adanya pernapasan cuping hidung g. Mengkaji adanya retraksi dinding dada h.Memberikan inhalasi ventolin 2,5 mg dan naCl 0,9 ml 3 cc
21/10/13 (Hari rawat ke 4) 14.00 S: Ibu mengatakan batuk dan pilek anaknya berkurang, sekret keluar O: Batuk dan pilek berkurang, saturasi oksigen 99%, RR 30 kali/menit, suara ronkhi basah di kedua paru, regular, tidak ada sianosis, tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada pernapasan cuping hidung A: Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi
T.Tgn
Yami
Integritas struktural a. Mengatur posisi Integritas sosial a. Memberikan informasi kepada keluarga terkait kondisi pasien
22/10/13 09.00
Konservasi energi a. Mengkaji adanya batuk, pilek b. Mengkaji adanya sekret c. Mengkaji saturasi oksigen d. Mengkaji pernapasan: frekuensi, suara napas tambahan, irama e. Mengkaji adanya sianosis f. Mengkaji adanya pernapasan cuping hidung g. Mengkaji adanya retraksi dinding dada
22/10/13 (Hari rawat ke 5) 14.00 S: Ibu mengatakan batuk dan pilek anaknya berkurang, sekret keluar O: Batuk dan pilek berkurang, saturasi oksigen 99%, RR 30 kali/menit, suara ronkhi basah di kedua paru, regular, tidak ada sianosis, tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada pernapasan cuping hidung. Pasien boleh pulang.
Yami
52
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Intervensi
Evaluasi
h.Memberikan inhalasi ventolin 2,5 mg dan naCl 0,9 ml 3 cc
A: Masalah teratasi sebagian P: Anjurkan pada orang tua untuk kembali kontrol sesuai jadual, informasikan pernapasan normal.
Integritas struktural a. Mengatur posisi Integritas sosial a. Memberikan informasi kepada keluarga terkait kondisi pasien
3.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pasien menunjukkan rasa nyaman: penurunan suhu tubuh. Kriteria hasil: a. Kulit teraba tidak panas b. Suhu 36,5-37,50C
Konservasi energi a. Observasi suhu tubuh dan warna kulit tiap 3 jam b. Anjurkan orang tua tingkatkan asupan cairan c. Berikan antipiretik sesuai program d. Lakukan WTS e. Anjurkan pakaian tipis dan menyerap keringat
18/10/13 14.00
Konservasi energi: a. Mengobservasi suhu tubuh dan warna kulit tiap 3 jam b. Memberikan paracetamol 50 mg per oral
Integritas struktural a. Melakukan WTS
18/10/13 (Hari rawat 1) 20.00 S: Ibu mengatakan anaknya masih demam O: Suhu 38,30C, kulit teraba panas, obat antipiretik masuk, orang tua mau mengikuti anjuran perawat A: Masalah belum teratasi P: Lanjutkan intervensi
Yami
Integritas sosial a. Menganjurkan orang tua memberikan pakaian yang tipis dan menyerap keringat b. Menganjurkan untuk meningkatkan asupan cairan
53
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
No
Hipotesis
Tgl/jam
Intervensi
Evaluasi
T.Tgn
19/10/13 09.00
Konservasi energi a. Mengobservasi suhu tubuh dan warna kulit tiap 3 jam b. Memberikan paracetamol 50 mg per oral
19/10/13 (Hari rawat ke 2) 14.00 S: Ibu mengatakan anaknya masih demam O: Suhu 37,90C, kulit teraba panas, obat antipiretik masuk, orang tua mau mengikuti anjuran perawat A: Masalah belum teratasi P: Lanjutkan intervensi
Yami
20/10/13 (Hari rawat ke 3) 14.00 S: Ibu mengatakan anaknya masih demam O: Suhu 38,30C, kulit teraba panas, obat antipiretik masuk, orang tua mau mengikuti anjuran perawat A: Masalah belum teratasi P: Lanjutkan intervensi
Yami
Integritas struktural a. Melakukan WTS Integritas sosial a. Menganjurkan orang tua memberikan pakaian yang tipis dan menyerap keringat b. Menganjurkan kepada orang tua untuk meningkatkan asupan cairan 20/10/13 09.00
Konservasi energi a. Mengobservasi suhu tubuh dan warna kulit tiap 3 jam b. Memberikan paracetamol 50 mg per oral
Integritas struktural a. Melakukan WTS Integritas sosial a. Menganjurkan orang tua memberikan pakaian yang tipis dan menyerap keringat b. Menganjurkan kepada orang tua untuk meningkatkan asupan cairan
54
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
No
Hipotesis
Tgl/Jam
Intervensi
Evaluasi
T.Tgn
21/10/13 09.00
Konservasi energi a. Mengobservasi suhu tubuh dan warna kulit tiap 3 jam b. Memberikan paracetamol 50 mg per oral
21/10/13 (Hari rawat ke 4) 14.00 S: Ibu mengatakan demam anaknya sudah berkurang O: Suhu 37,80C, kulit masih teraba panas, obat antipiretik masuk, orang tua mau mengikuti anjuran perawat A: Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi
Yami
21/10/13 (Hari rawat ke 5) 14.00 S: Ibu mengatakan demam anaknya sudah berkurang O: Suhu 37,50C, kulit tidak teraba panas, obat antipiretik masuk, orang tua mau mengikuti anjuran perawat A: Masalah teratasi P: Pertahankan kondisi pasien
Yami
Integritas struktural a. Melakukan WTS Integritas sosial a. Menganjurkan orang tua memberikan pakaian yang tipis dan menyerap keringat b. Menganjurkan kepada orang tua untuk meningkatkan asupan cairan
22/10/13 09.00
Konservasi energi a. Mengobservasi suhu tubuh dan warna kulit tiap 3 jam b. Memberikan paracetamol 50 mg per oral Integritas struktural a. Melakukan WTS Integritas sosial a. Menganjurkan orang tua memberikan pakaian yang tipis dan menyerap keringat
55
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Intervensi b. Menganjurkan kepada orang tua untuk meningkatkan asupan cairan
4.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan anak menunjukkan pemenuhan kebutuhan nutrisi. Kriteria hasil: a. Toleransi minum baik b. Tidak ada muntah c. BB meningkat atau tidak mengalami penurunan selama perawatan d. Wasting berkurang e. Baggy pant berkurang f. Iga gambang berkurang
Konservasi energi a. Berikan nutrisi sesuai diit b. Catat respon anak terhadap pemberian susu formula: mual, muntah c. Pastikan nutrisi diberikan sesuai program Integritas struktural a. Timbang BB b. Melakukan oral hygiene c. Memantau tanda-tanda malnutrisi Integritas sosial a. Jelaskan pada orang tua pentingnya nutrisi b. Ajarkan cara pemberian nutrisi melalui NGT c. Beri kesempatan pada keluarga untuk mencobanya
18/10/13 14.00
Konservasi energi a. Memberikan SF 100 75 ml per NGT b. Mencatat respon anak terhadap pemberian susu formula c. Memastikan nutrisi diberikan sesuai program
18/10/13 (Hari rawat ke 1) 20.00 S: Ibu mengatakan anaknya muntah O: Muntah 2 kali ± 5 cc berupa susu, terdapat baggy pant, terdapat wasting, terdapat iga gambang, BB 4400 gram A. Masalah belum teratasi P: Lanjutkan intervensi
Yami
Integritas struktural a. Menimbang BB b. Melakukan oral hygiene dengan dengan kassa bersih dan NaCl 0,9% c. Memantau tanda-tanda malnutrisi Integritas sosial a. Menjelaskan kepada orang tua tentang pentingnya nutrisi b. Mengajarkan cara pemberian nutrisi melalui NGT c. Memberikan kesempatan pada keluarga untuk mencobanya
56
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
No
Hipotesis
Tgl/jam
Intervensi
Evaluasi
T.Tgn
19/10/13 09.00
Konservasi energi a. Memberikan SF 100 75 ml per NGT b. Mencatat respon anak terhadap pemberian susu formula c. Memastikan nutrisi diberikan sesuai program
9/10/13 (Hari rawat ke 2) 14.00 S: Ibu mengatakan anaknya masih muntah O: Muntah 1 kali ± 5 cc berupa susu, terdapat baggy pant, terdapat wasting, terdapat iga gambang, BB 4420 gram A. Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi
Yami
Integritas struktural a. Menimbang BB b. Melakukan oral hygiene dengan dengan kassa bersih dan NaCl 0,9% c. Memantau tanda-tanda malnutrisi Integritas sosial a. Menjelaskan kepada orang tua tentang pentingnya nutrisi b. Mengajarkan cara pemberian nutrisi melalui NGT c. Memberikan kesempatan pada keluarga untuk mencobanya
57
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
No
Hipotesis
Tgl/Jam
Intervensi
Evaluasi
T.Tgn
20/10/13 09.00
Konservasi energi a. Memberikan SF 100 75 ml per NGT b. Mencatat respon anak terhadap pemberian susu formula c. Memastikan nutrisi diberikan sesuai program
20/10/13 (Hari rawat ke 3) 14.00 S: Ibu mengatakan anaknya tidak muntah O: Tidak ada muntah, terdapat baggy pant, terdapat wasting, terdapat iga gambang, BB 4450 gram A. Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi
Yami
21/10/13 (Hari rawat ke 4) 14.00 S: Ibu mengatakan anaknya tidak muntah O: Tidak ada muntah, terdapat baggy pant, terdapat wasting, terdapat iga gambang, BB 4530 gram
Yami
Integritas struktural a. Menimbang BB b. Melakukan oral hygiene dengan dengan kassa bersih dan NaCl 0,9% c. Memantau tanda-tanda malnutrisi Integritas sosial a. Menjelaskan kepada orang tua tentang pentingnya nutrisi b. Mengajarkan cara pemberian nutrisi melalui NGT c. Memberikan kesempatan pada keluarga untuk mencobanya
21/10/13 09.00
Konservasi energi a. Memberikan SF 100 75 ml per NGT b. Mencatat respon anak terhadap pemberian susu formula c. Memastikan nutrisi diberikan sesuai program
58
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Intervensi
Evaluasi
Integritas struktural a. Menimbang BB b. Melakukan oral hygiene dengan dengan kassa bersih dan NaCl 0,9% c. Memantau tanda-tanda malnutrisi
A. Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi
Integritas sosial a. Menjelaskan kepada orang tua tentang pentingnya nutrisi b. Mengajarkan cara pemberian nutrisi melalui NGT c. Memberikan kesempatan pada keluarga untuk mencobanya
22/10/13 09.00
Konservasi energi a. Memberikan SF 100 75 ml per NGT b. Mencatat respon anak terhadap pemberian susu formula c. Memastikan nutrisi diberikan sesuai program
22/10/13 (Hari rawat ke 5) 14.00 S: Ibu mengatakan anaknya tidak muntah O: Tidak ada muntah, terdapat baggy pant, terdapat wasting, terdapat iga gambang, BB 4600 gram A. Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi
Yami
Integritas struktural a. Menimbang BB b. Melakukan oral hygiene dengan dengan kassa bersih dan NaCl 0,9%
59
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Intervensi
c. Memantau tanda-tanda malnutrisi Integritas sosial a. Menjelaskan kepada orang tua tentang pentingnya nutrisi b. Mengajarkan cara pemberian nutrisi melalui NGT c. Memberikan kesempatan pada keluarga untuk mencobanya 23/10/13 09.00
Konservasi energi a. Memberikan SF 100 75 ml per NGT b. Mencatat respon anak terhadap pemberian susu formula c. Memastikan nutrisi diberikan sesuai program
23/10/13 (Hari rawat ke 6) 14.00 S: Ibu mengatakan anaknya tidak muntah O: Tidak ada muntah, terdapat baggy pant, terdapat wasting, terdapat iga gambang, BB 4690 gram A. Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi
Yami
Integritas struktural a. Menimbang BB b. Melakukan oral hygiene dengan dengan kassa bersih dan NaCl 0,9% c. Memantau tanda-tanda malnutrisi Integritas sosial a. Menjelaskan kepada orang tua tentang pentingnya nutrisi b. Mengajarkan cara pemberian nutrisi melalui NGT
60
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Intervensi c. Memberikan kesempatan pada keluarga untuk mencobanya
27/10/13 09.00
Konservasi energi a. Memberikan SF 100 75 ml per NGT b. Mencatat respon anak terhadap pemberian susu formula c. Memastikan nutrisi diberikan sesuai program
27/10/13 (Hari rawat ke 7) 14.00 S: Ibu mengatakan anaknya tidak muntah O: Tidak ada muntah, terdapat baggy pant, terdapat wasting, terdapat iga gambang, BB 4910 gram A. Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi
Yami
Integritas struktural a. Menimbang BB b. Melakukan oral hygiene dengan dengan kassa bersih dan NaCl 0,9% c. Memantau tanda-tanda malnutrisi Integritas sosial a. Menjelaskan kepada orang tua tentang pentingnya nutrisi b. Mengajarkan cara pemberian nutrisi melalui NGT c. Memberikan kesempatan pada keluarga untuk mencobanya
61
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Tgl/Jam
Intervensi
Evaluasi
28/10/13 09.00
Konservasi energi a. Memberikan SF 100 75 ml per NGT b. Mencatat respon anak terhadap pemberian susu formula c. Memastikan nutrisi diberikan sesuai program
28/10/13 (Hari rawat ke 8) 14.00 S: Ibu mengatakan anaknya tidak muntah O: Tidak ada muntah, terdapat baggy pant, terdapat wasting, terdapat iga gambang, BB 5010 gram A. Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi
Integritas struktural a. Menimbang BB b. Melakukan oral hygiene dengan dengan kassa bersih dan NaCl 0,9% c. Memantau tanda-tanda malnutrisi Integritas sosial a. Menjelaskan kepada orang tua tentang pentingnya nutrisi b. Mengajarkan cara pemberian nutrisi melalui NGT c. Memberikan kesempatan pada keluarga untuk mencobanya
29/10/13 09.00
Konservasi energi a. Memberikan SF 100 75 ml per NGT b. Mencatat respon anak terhadap pemberian susu formula
29/10/13 (Hari rawat ke 9) 09.00 S: Ibu mengatakan anaknya tidak muntah O: Tidak ada muntah, terdapat baggy pant, terdapat wasting,
Yami
62
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Intervensi
Evaluasi
c. Memastikan nutrisi diberikan sesuai program
terdapat iga gambang, BB 5200 gram. Pasien boleh pulang A. Masalah teratasi sebagian P: Anjurkan kepada orang tua untuk tetap memantau asupan nutrisi.
Integritas struktural a. Menimbang BB b. Melakukan oral hygiene dengan dengan kassa bersih dan NaCl 0,9% c. Memantau tanda-tanda malnutrisi Integritas sosial a. Menjelaskan kepada orang tua tentang pentingnya nutrisi b. Mengajarkan cara pemberian nutrisi melalui NGT c. Memberikan kesempatan pada keluarga untuk mencobanya
5.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan anak menunjukkan tidak terjadi infeksi. Kriteria hasil: a. Tidak ada tanda-tanda infeksi: rubor, dolor, tumor, kalor, fungsiolaesa. b. Tanda-tanda vital dalam batas normal: suhu 36,537,50C, nadi 80-120
Konservasi energi a. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam Integritas struktural a. Monitor tanda-tanda infeksi pada area insersi b. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan c. Lakukan perawatan
18/10 14.00
Konservasi energi a. Mengukur tanda-tanda vital tiap 3 jam Integritas struktural: a. Memonitor tanda-tanda infeksi pada area insersi b. Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
18/10/13 (Hari rawat ke 1) 20.00 S: O: Tidak terdapat tanda-tanda infeksi: rubor, dolor, tumor, kalor, fungsiolaesa. Tanda-tanda vital dalam batas normal, leukosit dalam batas normal A: Masalah teratasi, tidak terjadi infeksi P: Pertahankan kondisi pasien
Yami
63
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Hipotesis kali/menit, pernapasan 25-40 kali/menit c. Leukosit dalam batas normal: 6000-17500
Intervensi dengan menerapkan teknik septik dan aseptik d. Pertahankan kebersihan lingkungan sekitar e. Monitor hasil laboratorium: CRP, IT ratio, prokalsitonin, leukosit, kultur darah f. Berikan antibiotik sesuai program
c. Melakukan perawatan dengan teknik septik dan aseptik d. Mempertahankan kebersihan lingkungan sekitar dengan mengganti sprei e. Hasil laboratorium: leukosit 6010 f. Memberikan ceftriaxon 220 mg per intra vena Integritas sosial: a. Menjelaskan pada orang tua pentingnya mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien b. Menganjurkan kepada orang tua untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
Integritas sosial: a. Jelaskan pada orang tua pentingnya cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien b. Menganjurkan kepada orang tua untuk cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien 19/10 09.00
Konservasi energi: a. Mengukur tanda-tanda vital tiap 3 jam
Integritas struktural: a. Memonitor tanda-tanda infeksi pada area insersi b. Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
19/10/13 (Hari rawat ke 2) 14.00 S: O: Tidak terdapat tanda-tanda infeksi: rubor, dolor, tumor, kalor, fungsiolaesa. Tanda-tanda vital dalam batas normal A: Masalah teratasi, tidak terjadi infeksi P: Pertahankan kondisi pasien
Yami
64
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Intervensi c. Melakukan perawatan dengan teknik septik dan aseptik d. Mempertahankan kebersihan lingkungan sekitar f. Memberikan ceftriaxon 220 mg secara intra vena 20/10 09.00
Konservasi energi: a. Mengukur tanda-tanda vital tiap 3 jam Integritas struktural: a. Memonitor tanda-tanda infeksi pada area insersi b. Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan c. Melakukan perawatan dengan teknik septik dan aseptik d. Mempertahankan kebersihan lingkungan sekitar f. Memberikan ceftriaxon 220 mg secara intra vena
6.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan anak menunjukkan integritas kulit utuh. Kriteria hasil: a. Kulit utuh b. Tidak kemerahan c. Tidak ada lecet d. CRT kurang dari 2 Detik e. Nilai Norton skala 16-20 (risiko rendah)
Konservasi energi a. Kaji kemampuan untuk bergerak b. Kaji status nutrisi c. Lakukan alih baring tiap 2 jam Integritas struktural a. Kaji kondisi kulit: turgor, suhu, kelembaban,
18/10/13 14.00
Konservasi energi a. Mengkaji kemampuan pasien untuk bergerak b. Mengkaji status nutrisi c. Melakukan alih baring tiap 2 jam Integritas struktural a. Mengkaji kondisi kulit b. Mengkaji kulit area menonjol c. Mengkaji sensasi kulit terhadap tekanan, nyeri
20/10/13 (Hari rawat ke 3) 14.00 S: O: Tidak terdapat tanda-tanda infeksi: rubor, dolor, tumor, kalor, fungsiolaesa. Tanda-tanda vital dalam batas normal A: Masalah teratasi, tidak terjadi infeksi P: Pertahankan kondisi pasien
Yami
18/10/13 (Hari rawat ke 1) 20.00 S: O: Pasien mengalami penurunan kesadaran, keadaan umum lemah, kulit utuh, tidak kemerahan, tidak ada lecet, CRT kurang dari 2 detik, skala Norton 13 A: Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi
Yami
65
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
No
Hipotesis
Intervensi
CRT, warna b. Kaji kulit area yang menonjol (sacrum, trochanter, scapula, elbow,punggung, kepala) c. Kaji sensasi kulit terhadap tekanan dan nyeri d. Kaji adanya edema e. Kaji adanya gesekan/pergeseran f. Kaji adanya risiko kerusakan kulit tiap shift g. Bersihkan kulit dengan air dengan tidak menggosok h. Pindahkan sensor saturasi tiap 3 jam i. Berikan lotion pada area tekanan/kulit kering
d. Mengkaji adanya edema e. Mengkaji adanya risiko kerusakan kulit f. Memindahkan sensor saturasi tiap 3 jam g. Menganjurkan kepada orang tua untuk mengganti popok tiap kali basah, membersihkan dan mengeringkan. Integritas sosial a. Menganjurkan orang tua untuk menghindari tisue basah yang mengandung alkhohol
Integritas sosial a. Anjurkan pada keluarga untuk selalu mengganti popok tiap kali basah b. Anjurkan pada orang tua untuk menghindari penggunaan tisu basah yang mengandung alkhohol
66
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
No
Hipotesis
Tgl/Jam
Intervensi
Evaluasi
T.Tgn
19/10 09.00
Konservasi energi: a. Mengkaji kemampuan pasien untuk bergerak b. Mengkaji status nutrisi c. Melakukan alih baring tiap 2 jam
19/10/13 (Hari rawat ke 2) 14.00 S: O: Pasien mengalami penurunan kesadaran, keadaan umum lemah, kulit utuh, tidak kemerahan, tidak ada lecet, CRT kurang dari 2 detik, skala Norton 13 A: Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi
Yami
20/10/13 (Hari rawat ke 3) 14.00 S: O: Kesadaran kompos mentis, ulit utuh, tidak kemerahan, tidak ada lecet, CRT kurang dari 2 detik, Skala Norton 16 (risiko rendah) A: Masalah teratasi, tidak terjadi kerusakan integritas kulit P: Pertahankan kondisi pasien.
Yami
Integritas struktural: a. Mengkaji kondisi kulit b. Mengkaji kulit area menonjol c. Mengkaji sensasi kulit terhadap tekanan, nyeri d. Mengkaji adanya edema e. Mengkaji adanya risiko kerusakan kulit f. Memindahkan sensor saturasi tiap 3 jam
20/10/13 09.00
Konservasi energi: a. Mengkaji kemampuan pasien untuk bergerak b. Mengkaji status nutrisi c. Melakukan alih baring tiap 2 jam Integritas struktural: a. Mengkaji kondisi kulit b. Mengkaji kulit area menonjol c. Mengkaji sensasi kulit terhadap tekanan, nyeri d. Mengkaji adanya edema e. Mengkaji adanya risiko kerusakan kulit f. Memindahkan sensor saturasi tiap 3 jam
67
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
No
7.
Hipotesis
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pasien menunjukkan perkembangan yang optimal. Kriteria hasil: Pasien akan mencapai perkembangan sesuai standar usia dengan kriteria perkembangan motorik, bahasa/ kognitif dan personal/sosial sesuai tahap usia.
Integritas sosial a. Jelaskan kepada orang tua tentang tugas-tugas perkembangan anak sesuai usia b. Anjurkan orang tua untuk melakukan stimulasi perkembangan sesuai usia c. Anjurkan pada orang tua untuk rutin kontrol peningkatan BB anaknya ke posyandu/puskesmas d. Anjurkan kepada orang tua untuk membawa anaknya ke lembaga pendudukung pertumbuhan dan perkembangan.
Tgl/Jam
Intervensi
Evaluasi
T.Tgn
18/10/13 14.00
Integritas sosial a. Menjelaskan kepada orang tua tentang tugas-tugas perkembangan anak sesuai usia b. Menganjurkan orang tua untuk melakukan stimulasi perkembangan sesuai usia, bila kondisi anak stabil c. Menganjurkan orang tua untuk kontrol peningkatan BB anaknya ke posyandu/puskesmas d. Menganjurkan kepada keluarga untuk membawa anaknya ke lembaga pendukung pertumbuhan dan perkembangan: pusyandu, puskesmas.
18/10/13 (Hari rawat ke 1) 20.00 S: Ibu mengatakan anaknya baru bisa tengkurap dan belum bisa membalikkan badannya sendiri, belum bisa duduk, berdiri, maupun berjalan, bicara 1-2 kata dan tidak jelas. O: Terdapat CTEV di kedua plantar A: Masalah belum teratasi P: Lanjutkan intervensi
Yami
19/10/13 09.00
Integritas sosial a. Menganjurkan orang tua untuk melakukan stimulasi perkembangan sesuai usia, bila kondisi sudah stabil.
19/10/13 (Hari rawat ke 2) 14.00 S: Ibu mengatakan anaknya baru bisa tengkurap dan belum bisa membalikkan badannya sendiri, belum bisa duduk, berdiri, maupun berjalan, bicara 1-2 kata dan tidak jelas. O: Terdapat CTEV di kedua plantar A: Masalah belum teratasi P: Lanjutkan intervensi
Yami
68
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Evaluasi
8
Setelah dilakukan asuhan keperawatan orang tua menunjukkan kecemasan berkurang. Kriteria hasil: a. Ibu mengatakan cemas berkurang b. Ekspresi wajah rileks
Integritas sosial a.Gunakan komunikasi terapeutik b.Jelaskan pada orang tua tentang prosedur yang akan dilakukan c. Anjurkan orang tua untuk mengekspresikan perasaannya d. Libatkan orang tua dalam perawatan anaknya e.Berikan reinforcemen
20/10/13 09.00
Integritas sosial a. Menganjurkan orang tua untuk melakukan stimulasi perkembangan sesuai usia, bila kondisi sudah stabil,
20/10/13 (Hari rawat ke 3) 14.00 S: Ibu mengatakan anaknya baru bisa tengkurap dan belum bisa membalikkan badannya sendiri, belum bisa duduk, berdiri, maupun berjalan, bicara 1-2 kata dan tidak jelas. O: Terdapat CTEV di kedua plantar A: Masalah belum teratasi P: Anjurkan orang tua untuk merujuk ke lembaga pendukung stimulasi pertumbuhan dan perkembangan terdekat (Puskesmas), tetap memberikan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia dan memantau tumbuh kembang anak di puskesmas terdekat.
Yami
18/10/13 14.00
Integritas sosial a. Menggunakan komunikasi terapeutik b. Menjelaskan kepada orang tua tentang prosedur yang akan dilakukan c. Menganjurkan orang tua untuk mengekspresikan perasaannya d. Melibatkan orang tua dalam perawatan anaknya e. Memberikan pujian atas hal yang dicapai dengan benar
18/10/13 (Hari rawat ke 1) 20.00 S: Ibu mengatakan kecemasan berkurang O: Ekspresi wajah rileks A: Masalah teratasi P: Pertahankan kondisi pasien
Yami
69
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Hipotesis
19/10/13 09.00
Integritas sosial a. Menggunakan komunikasi terapeutik b. Menjelaskan kepada orang tua tentang prosedur yang akan dilakukan c. Menganjurkan orang tua untuk mengekspresikan perasaannya d. Melibatkan orang tua dalam perawatan anaknya e. Memberikan pujian atas hal yang dicapai dengan benar
19/10/13 (Hari rawat ke 2) 20.00 S: Ibu mengatakan kecemasan berkurang O: Ekspresi wajah rileks A: Masalah teratasi P: Pertahankan kondisi pasien
Yami
20/10/13 09.00
Integritas sosial a. Menggunakan komunikasi terapeutik b. Menjelaskan kepada orang tua tentang prosedur yang akan dilakukan c. Menganjurkan orang tua untuk mengekspresikan perasaannya d. Melibatkan orang tua dalam perawatan anaknya e. Memberikan pujian atas hal yang dicapai dengan benar
20/10/13 (Hari rawat ke 3) 20.00 S: Ibu mengatakan kecemasan berkurang O: Ekspresi wajah rileks A: Masalah teratasi P: Pertahankan kondisi pasien
Yami
70
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
BAB 3 PENCAPAIAN KOMPETENSI Pelaksanaan praktik keperawatan dilakukan oleh perawat dengan tingkat kewenangan yang sesuai, serta harus berpedoman pada standar profesi, diantaranya standar kompetensi perawat. Standar kompetensi perawat menjamin asuhan keperawatan yang aman dan berkualitas. Standar menggambarkan ukuran atau
patokan
yang
disepakati,
sedangkan
kompetensi
menggambarkan
kemampuan seseorang yang dapat terobservasi, mencakup atas pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam menyelesikan suatu pekerjaan atau tugas dengan standar kinerja (performance) yang ditetapkan (Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 2005).
Kompetensi perawat dikelompokkan menjadi tiga ranah utama. Ranah pertama yaitu praktik profesional, etis, legal, dan peka budaya meliputi bertanggung gugat terhadap praktik profesional, melaksanakan praktik keperawatan secara etis dan peka budaya, melaksakan praktik secara legal. Ranah kedua, pemberian asuhan dan manajemen asuhan keperawatan meliputi menerapkan prinsip-prinsip pokok dalam pemberian dan manajemen asuhan keperawatan, melaksanakan upaya promosi kesehatan dalam pelayanan keperawatan, melakukan pengkajian keperawatan,
menyusun
rencana
keperawatan,
melaksanakan
tindakan
keperawatan sesuai rencana, mengevaluasi asuhan tindakan keperawatan, menggunakan komunikasi terapeutik dan hubungan interpersonal dalam pemberian pelayanan, menciptakan dan mempertahankan lingkungan yang aman, menggunakan
hubungan
interprofesional
dalam
pelayanan
keperawatan/
pelayanan kesehatan, menggunakan delegasi dan supervisi dalam pelayanan asuhan keperawatan. Ranah ketiga, pengembangan profesional meliputi melaksanakan peningkatan profesional dalam praktik keperawatan, melaksanakan peningkatan mutu pelayanan keperawatan dan asuhan keperawatan, mengikuti pendidikan berkelanjutan sebagai wujud tanggung jawab profesi (Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 2005).
71
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
72
Perawat ners spesialis anak diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan pada anak dan melakukan kerjasama dengan klien dan keluarga, serta memberikan dukungan dan pendidikan pada keluarga tentang perawatan anak untuk meningkatkan kesehatan anak pada lingkup pelayanan keperawatan di rumah sakit, masyarakat, dan falilitas kesehatan lainnya (Australian Confederation of Pediatric and Child Health Nurses, 2006).
3.1 Pencapaian Kompetensi Sesuai Area Peminatan Selama Praktik Residensi Praktik residensi yang dilakukan residen dilaksanakan dalam 2 tahap meliputi
praktik residensi 1 dan praktik residensi 2. Praktik residensi
dilaksanakan di ruangan sesuai dengan area peminatan residen. Residen memilih area peminatan infeksi, non infeksi, dan perinatologi, dengan area peminatan utamanya infeksi. Residensi I (11 SKS) dilaksanakan selama 16 minggu dari tanggal 25 Februari 2013 sampai dengan 14 Juni 2013.
Praktik dilaksanakan di RSUPN. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, di ruang infeksi selama 6 minggu, ruang non infeksi selama 6 minggu, dan ruang perinatologi 4 minggu. Residensi II (6 SKS) dilaksanakan selama 11 minggu dari tanggal 9 September 2013 sampai dengan 22 November 2013 di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Praktik diawali dengan pembuatan kontak belajar di minggu pertama, dilanjutkan praktik klinik khusus dalam keperawatan anak di ruang infeksi yang merupakan area peminatan utama residen.
3.1.1 Pencapaian Target Kompetensi di Ruang Infeksi Praktik di ruang infeksi dilaksanakan pada residensi I dan residensi II. Residensi I dilaksanakan pada tanggal 25 Februari 2013 sampai dengan 5 April 2013, sedangkan residensi II dilaksanakan pada tanggal 9 September 2013 sampai dengan 22 November 2013.
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
73
Selama praktik di ruang infeksi, residen merawat pasien dengan masalah infeksi diantaranya anak dengan masalah sistem pernapasan diantaranya pneumonia dan bronkhiolitis. Merawat anak dengan masalah keseimbangan cairan dan elektrolit diantaranya diare, Dengue Hemorhagic Fever (DHF), dan high out put stoma. Merawat anak dengan masalah gastrohepatologi diantaranya kolestasis, atresia bilier, tifoid, hepatitis. Merawat anak dengan masalah persyarafan diantaranya meningitis, encephalitis, kejang demam, epilepsi, Guillain Barre Syndrome (GBS), dan hydrocephalus. Merawat anak dengan masalah perkemihan diantaranya Acute Kidney Injury (AKI). Merawat anak dengan HIV/AIDS. Melaksanakan sosialisasi evidence based practice tentang sitz bath pada anak kanker dengan kemoterapi.
Kompetensi yang dicapai yaitu memasang infus, penggunaan syringe pump dan infus pump, memberikan transfusi darah, mengambil darah untuk pemeriksaan, memasang Naso Gastric Tube (NGT), memasang kateter, memberikan inhalasi, penatalaksanaan obat-obatan, terapi bermain.
3.1.2 Pencapaian Target Kompetensi di Ruang Non Infeksi Praktik di ruang non infeksi dilaksanakan pada residensi I selama 6 minggu pada tanggal 8 April 2013 sampai dengan 17 Mei 2013 di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Selama praktik di ruang non infeksi residensi merawat anak dengan masalah hemato dan onkologi diantaranya, merawat anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut (LLA), Akut Myeloblastik Leukemia (AML), hemofilia, thalasemia, neuroblastoma, retinoblastoma. Merawat anak dengan masalah kardiovaskuler diantaranya Atrial Septal Defect (ASD), Ventricular Septal Defect (VSD), Tetralogy Of Fallot (TOF) dan demam rheumatik. Merawat anak dengan masalah perkemihan diantaranya Akut Kidney Infection (AKI).
Kompetensi yang dicapai yaitu penggunaan syringe pump dan infus pump, memberikan transfusi darah, melakukan perawatan luka, persiapan anak Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
74
kemoterapi, perawatan anak setelah kemoterapi, penatalaksanaan obatobatan, memberikan inhalasi, terapi bermain.
3.1.3 Pencapaian Target Kompetensi di Ruang Perinatologi Praktik di ruang perinatologi dilaksanakan pada residensi II selama 4 minggu pada tanggal 20 Mei 2013 sampai dengan 14 Juni 2013 di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Selama praktik di ruang perinatologi residen merawat bayi prematur, Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), Respiratory Distress Syndrome (RDS), hiperbilirubinemia, Sepsis Neonatus Awitan Dini (SNAD).
Kompetensi yang dicapai residensi selama prakrik di ruang perinatologi diantaranya penilaian masa gestasi dengan ballard score, pamasangan Oro Gastric Tube (OGT), memberikan nutrisi melalui OGT, penggunaan monitor untuk memantau saturasi oksigen dan denyut jantung, penggunaan syringe pump dan infus pump, memasang foto terapi, manajemen laktasi dan perawatan metode kanguru, pemberian obat-obatan, memberikan transfusi darah, melakukan perawatan kolostomi.
3.2 Peran Ners Spesialis Keperawatan Anak Peran ners spesialis keperawatan anak yang telah dilasanakan selama praktik residensi yaitu: 3.2.1 Pemberi Asuhan Keperawatan Memberikan asuhan keperawatan secara holistik dan komphrehensif dengan menerapkan keterampilan berfikir kritis dan pendekatan sistem dalam penyelesaian masalah dan pembuatan keputusan keperawatan yang berlandaskan aspek etik dan legal keperawatan (Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 2005). Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan diperlukan keterampilan melakukan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, menegakkan diagnosis keperawatan, menyusun intervensi keperawatan, implementasi dan evaluasi asuhan keperawatan (Hockenberry & Wilson, 2009). Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
75
Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan dilaksanakan residen dengan memberikan asuhan keperawatan langsung pada klien kelolaan di ruang infeksi, non infeksi dan perinatologi dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang didasarkan pada model keperawatan konservasi Levine’s.
Residen memberikan asuhan keperawatan dimulai dengan melakukan pengkajian pada klien dan keluarga untuk mengidentifikasi masalah yang dialami klien. Data yang diperoleh melalui pengkajian digunakan untuk menegakkan diagnosis keperawatan. Selanjutnya, residen menyusun intervensi keperawatan dan mengimplementasikan pada klien dan dievaluasi dalam pelaksanaannya. Selama memberikan asuhan keperawatan residensi menerapkan prinsip Family Centered Care (FCC) dengan melibatkan keluarga dalam perawatan anaknya.
3.2.2 Pendidik Peran sebagai pendidik bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarganya tentang kondisi kesehatan dan cara perawatannya (Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 2005). Peran sebagai pendidik dilaksanakan dengan memberikan informasi dan pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga tentang perawatan yang dilakukan dan masalah-masalah yang ditemukan pada pasien termasuk informasi tentang cara-cara pencegahan luka tekan. Memberikan pendidikan kesehatan dilakukan sejak pasien datang sampai pasien pulang sebagai bagian dari perencanaan pulang, sehingga terjamin asuhan keperawatan yang berkesinambungan di rumah.
3.2.3 Advokat bagi Klien dan Keluarga Perawat berperan membantu pasien dan keluarga dalam memahami informasi yang diberikan dari berbagai pemberi layanan kesehatan. Perawat diharapkan mampu melindungi dan memfasilitasi pasien dan keluarga dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang akan dilakukan pada pasien Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
76
(Potter & Perry, 2005). Peran advokat dilakukan residen dengan mengklarifikasi kembali apakah pasien dan keluarga sudah memahami tindakan yang akan dilakukan pada pasien. Sebagai contoh pada pasien By.S yang mengalami high out put stoma dan diare, direncanakan pemasangan long line untuk pemberian Total Parenteral Nutrition (TPN), waktu itu keluarga menolak karena bisa dilakukan di vena perifer. Residen berusaha menjelaskan dan bekerjasama dengan dokter penanggung jawab untuk memberikan penjelasan lebih lanjut pada pasien dan keluarga, sehingga memahami dan mau menandatangani informed consent terhadap tindakan yang akan dilakukan.
3.2.4 Pengelola Asuhan Keperawatan Peran perawat sebagai pengelola asuhan keperawatan dilaksanakan dengan menerapkan sistem manajemen dalam pelayanan keperawatan. Peran sebagai
pengelola
asuhan
keperawatan
meliputi
perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, tindakan, dan pengendalian tim keperawatan untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan (Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 2005). Peran ini diaplikasikan residen dengan mengikuti laporan perkembangan pasien oleh perawat ruangan dan melakukan koordinasi dengan perawat penanggung jawab maupun tim kesehatan lainnya.
3.2.5 Peneliti dan Agen Pembaharu Residen tidak melakukan penelitian secara langsung di lahan praktik, tetapi menerapkan hasil penelitian berdasarkan pembuktian ilmiah (evidence based nursing) pada setiap kasus kelolaan. Peneliti juga bertindak sebagai agen pembaharu, mengintegrasikan temuan hasil yang valid dan reliabel kedalam praktik. Bentuk pembaharuan yang dilakukan residen adalah disusunnya proyek inovasi yang dilakukan selama praktik, yaitu tentang rendam duduk (sitz bath) pada pasien kanker yang mendapat kemoterapi untuk mengurangi rasa gatal dan membandingkan antara skala Norton Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
77
dengan Skala Braden Q dalam mengkaji risiko luka tekan pada pasien anak berdasarkan Evidence Based Practice (EBP).
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
BAB 4 PEMBAHASAN Bab ini menjelaskan tentang analisis penerapan Model Konservasi Levine dalam asuhan keperawatan pada pasien yang risiko mengalami kerusakan integritas kulit dan analisis praktik spesialis keperawatan anak dalam mencapai target. Penerapan model Konservasi Levine menuntun perawat dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan pada anak yang berisiko mengalami kerusakan integritas kulit melalui prinsip-prinsip konservasi sehingga pasien dapat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan, baik lingkungan internal maupun lingkungan eksternal. Konservasi
Levine
dalam
proses
keperawatan
meliputi
pengkajian,
trophicognosis, hipotesis, intervensi, dan evaluasi.
4.1 Pengkajian Pengkajian dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip konservasi Levine. Faktor risiko terjadinya luka tekan meliputi intensitas, durasi tekanan, dan toleransi jaringan sebagai penentu utama terjadinya luka tekan (Braden & Bergstrom, 1987). Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap tekanan termasuk penurunan mobilitas, penurunan aktifitas, gangguan persepsi sensori. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap toleransi jaringan dapat dibagi menjadi faktor intrinsik yang meliputi gizi, usia, dan tekanan penutupan kapiler; dan faktor ekstrinsik yang meliputi kelembaban, gesekan dan pergeseran (Braden & Bergstrom, 1987).
Pengkajian pada pasien yang berisiko mengalami kerusakan integritas kulit meliputi penilaian risiko kerusakan integritas kulit dan penilaian fisik kulit. Penilaian risiko kerusakan integritas kulit dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen seperti skala Norton, skala Braden, skala Braden Q, dan skala Glamorgan (Bergstron, Braden, Laguzza, & Holman, 1987; Quigley & Curley, 1996); sedangkan penilaian fisik meliputi warna kulit, suhu, dan gangguan persepsi sensori.
78
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
79
Instrumen yang digunakan untuk mengkaji risiko luka tekan harus valid dan dapat diandalkan. Instrumen harus menunjukkan peningkatan kualitas pelayanan dan meningkatkan hasil pada pasien. Penerapan instrumen pengkajian risiko luka tekan diharapkan dapat mengurangi terjadinya luka tekan (Jull & Griffiths, 2010; Kottner & Balzer, 2010). Beberapa penelitian membuktikan validitas, keandalan, dan dampak klinis skala risiko luka tekan pada pasien dewasa tetapi tidak sampai pada sistesis sistematis skala risiko untuk pasien anak (Pancorbo, Garcia, Lopez, Alvarez, 2006; Moore & Cowman, 2008; Kottner, Balzer, Dassen, & Heinze, 2009).
Hasil pengkajian risiko luka tekan pada kelima kasus kelolaan yang dilakukan dengan menggunakan skala Norton berada pada rentang 12-14 yang berarti semua kasus kelolaan mempunyai risiko sedang mengalami luka tekan. Pada kenyataanya kelima kasus kelolaan tidak mengalami luka tekan. Hal ini mungkin terjadi karena perawat sudah melakukan tindakan pencegahan sesuai protokol penatalaksanaan pencegahan luka tekan dengan benar seperti melakukan pengkajian ulang dengan menggunakan skala Norton setiap shift, mengubah posisi pasien secara teratur, setidaknya 2 jam, memberi motivasi kepada pasien dan keluarga untuk melakukan mobilisasi seaktif mungkin, memberikan lotion untuk kulit yang kering dan area tulang yang menonjol, melindungi area tonjolan tulang yang berisiko terjadi luka tekan dengan memberikan bantal/selimut, mencegah gesekan dengan mengangkat atau mobilisasi pasif dengan benar, memberikan nutrisi secara adekuat sesuai dengan kebutuhan pasien, mengeringkan area yang lembab dengan segera, memberikan edukasi pada pasien dan keluarga tentang pencegahan luka tekan, melibatkan keluarga dalam program pencegahan luka tekan (Medical Record RSCM, 2013). Kondisi ini selaras dengan hasil penelitian yang memberi informasi bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara skor skala Braden Q dengan kejadian luka tekan (Alfiyanti, Nurhaeni, & Eryando, 2012). Hasil penelitian lain juga memberikan informasi bahwa mengidentifikasi individu yang berisiko mengalami luka tekan merupakan
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
80
langkah pertama dalam pencegahan luka tekan yang efektif (Duncan, 2007; Stechmiller et al., 2008).
Pengkajian risiko luka tekan kelima kasus kelolaan dilakukan dengan menggunakan instrumen yang ada di ruangan yaitu skala Norton, namun pada aplikasinya menggunakan skala Norton menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda karena definisi operasional yang kurang jelas pada aspek penilaian mobilitas dan inkontinensia, sehingga residen juga menggunakan skala Braden Q sebagai pembandingnya. Pengkajian risiko luka tekan pada pasien anak menggunakan skala Braden Q didukung dengan hasil penelitian Noonan, Quigley, dan Quigley (2011) yang mengatakan bahwa instrumen untuk mengkaji risiko luka tekan pada anak dapat menggunakan skala Braden Q, skala Glamorgan (Willock, Anthony, & Richardson, 2008), Neonatal Risk Assessment Skin (Anthony, Willock, & Baharestani, 2010).
Hasil penelitian (Hidalgo, Fernandez, Medina, dan Nieto, 2006; Curley, Rasmuz, Roberts, dan Wypij, 2005) yang memberikan informasi bahwa Braden Q dapat memprediksi individu yang berisiko terjadi luka tekan bahkan individu yang tidak berisiko mengalami luka tekan karena mempunyai sensitifitas/spesifisitas yang lebih tinggi daripada skala Norton, skala Braden Q dapat digunakan untuk semua usia pada pasien anak, termasuk neonatus dan anak lebih dari 8 tahun, skala Braden Q mempunyai inter-rater reliability yang tinggi, obyektif, terstruktur dan dapat diukur sehingga skala Braden Q tetap memberikan hasil yang konsisten meskipun digunakan pada seting perawatan yang berbeda seperti: perawatan akut, perawatan kronis, perawatan paliatif, PICU, NICU, home care, bahkan pada perawatan pasien dewasa.
Faktor risiko luka tekan berupa usia, kelima kasus kelolaan berada pada rentang 10 bulan-15 tahun. Pada kenyataannya kelima kasus kelolaan tidak terjadi luka tekan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena perawat sudah melakukan asuhan keperawatan secara optimal, meskipun usia Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
81
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya luka tekan. Kondisi ini tidak selaras dengan hasil penelitian yang memberikan informasi bahwa usia akan meningkatkan risiko terjadinya luka tekan, antara lain intensitas gesekan dan tekanan, kelembaban, status nutrisi, anemia, infeksi, demam, gangguan sirkulasi perifer, obsesitas, dan kakeksia (Potter & Perry, 2005). Meningkatnya
frekuensi
patologis
yang
berhubungan
dengan
usia
dipengaruhi oleh berbagai mekanisme, seperti buruknya status nutrisi, keganasan, defisiensi vitamin dan mineral, anemia, gangguan imun, gangguan kardiovaskuler dan pernapasan, penyakit vaskuler perifer, penyakit sistemik, dan infeksi kronis (Morison, 2004).
Anak-anak yang lebih muda berada pada risiko tinggi untuk terjadinya luka tekan (McCord, McElvain, Sachdeva, Schwartz, & Jefferson, 2004; Schindler, Mikhailoc, Fischern, Lukasiewicz, Kuhn, & Duncan, 2007; Schindler, Mikhailoc, & Christensen, 2010). Penelitian lain juga memberikan informasi bahwa kulit bayi berisiko tinggi mengalami kerusakan integritas kulit karena epidermis yang tipis dan belum matang (Schindler, Mikhailoc, Fischern, Lukasiewicz, Kuhn, & Duncan, 2007). Struktur kulit bayi yang tipis dan sel-sel kulit yang lebih kecil apabila dibandingkan dengan kulit orang dewasa (Blume, Hauser, Stamatas, Pathirana, & Graciana, 2012). Kulit bayi juga memiliki daya serap yang lebih tinggi dibandingkan dengan kulit dewasa. Perbedaan tingkat penyerapan merupakan predisposisi bayi kulit cepat kering dan bersisik (Blume, Hauser, Stamatas, Pathirana, & Graciana, 2012). Derajat keasaman kulit bayi baru lahir kisaran 6,2-5,9 sampai usia 28 hari setelah kelahiran. Setelah 28 hari, pH akan menormalkan pada pH orang dewasa yaitu kisaran 5,4-5,9 (Blume, Hauser, Stamatas, Pathirana, & Graciana, 2012). Derajat keasaman yang tinggi berhubungan dengan peningkatan proliferasi bakteri dan meningkatkan aktifitas enzim proteolitik yang keduanya memiliki potensi memberikan dampak negatif terhadap perlindungan kulit (Blume, Hauser, Stamatas, Pathirana, & Graciana, 2012). Bayi yang baru lahir juga memiliki lebih sedikit subkutan, sehingga berisiko tinggi untuk terjadi kompresi jaringan lunak antara tulang dan permukaan Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
82
yang keras (Jones, Tweed, & Marron, 2001; Lund, Osborne, Kuller, Lane, Lott, & Raines, 2001; Marcellus, 2004).
Perbedaan struktur lainnya adalah stratum korneum pada kulit bayi prematur. Hal ini disebabkan oleh karena usia kehamilan menentukan jumlah lapisan stratum yang dimiliki oleh bayi. Kuli bayi yang matur memiliki 10-20 lapisan stratum korneum yang sebanding dengan jumlah lapisan kulit pada orang dewasa. Bayi yang lahir pada usia kehamilan 30 minggu hanya memiliki 2-3 lapisan stratum korneum; sedangkan pada bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan yang lebih muda mungkin tidak memiliki stratum korneum sama sekali (Lund, Kuller, Lane, Lott, & Raines, 1999). Hal ini penting karena stratum korneum memiliki peran pelindung bagi tubuh secara internal dan eksternal (Turnage, McLane, & Gregurich, 2008).
Perbedaan struktur yang lain pada kulit pada bayi prematur adalah serat penghubung pada epidermis (Lund, Kuller, Lane, Lott, & Raines, 1999). Jarak serat ini lebih renggang dan sedikit jumlahnya, sehingga lebih berisiko terjadi cidera akibat gesekan dan pergeseran. Kulit bayi prematur juga rentan terhadap
cidera
mempertahankan
karena kekuatan
kurangnya dan
kolagen.
elastisitas
Kolagen
dermis,
membantu
sehingga
apabila
kekurangan kolagen berisiko tinggi terjadi luka tekan (Turnage, McLane, & Gregurich, 2008).
Anak usia kurang dari 2 tahun cenderung berisiko lebih tinggi untuk terjadi luka tekan daripada anak yang lebih tua. Neonatus usia 0-3 bulan merupakan populasi berisiko tertinggi untuk terjadi luka tekan (Gershan & Esterly, 1993; McLane, Krouskop, McCord, & Fraley, 2002; Willock & Maylor, 2004). Hal ini terjadi oleh karena lapisan epidermis pada bayi lebih tipis, permeabilitas tinggi, dan fungsi belum matang, sehingga berisiko mengalami kehilangan air (Curley & Maloney, 2001; Lund, Osborne, Kuller, Lane, Lott, & Raines, 2001). Epidermis lebih tipis cenderung mudah melepuh dan mudah rusak oleh trauma mekanik dan penggunaan perekat (Lund, Osborne, Kuller, Lane, Lott, Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
83
& Raines, 2001). Lapisan kulit yang tipis, kurang menghasilkan sebum, sehingga memberikan lebih sedikit perlindungan terhadap pengeringan dan penguapan (Curley & Maloney, 2001; Lund, Osborne, Kuller, Lane, Lott, & Raines, 2001).
Faktor risiko luka berupa status gizi, kelima kasus kelolaan selain gizi buruk juga ditemukan status gizi kurang dan gizi baik. Pada kenyataannya kelima kasus kelolaan tidak terjadi luka tekan. Kondisi ini selaras dengan hasil penelitian Alfiyanti, Nurhaeni, & Eryando (2012) yang memberikan informasi bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kejadian luka tekan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena pasien mendapatkan nutrisi sesuai kebutuhan. Kondisi ini tidak seiring dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa kurang nutrisi merupakan faktor risiko terjadi luka tekan (Curley, Quigley, & Lin, 2003; McCord, McElvain, Sachdeva, Schwartz, & Jefferson, 2004; Cakmak, Gul, Ozer, Yigit, & Gonu, 2009). Sebuah penelitian juga mengidentifikasi bahwa terdapat hubungan antara nutrisi dengan terjadinya luka tekan (Curley, Quigley, & Lin, 2003; Rodriguez & Alonzi, 2007). Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara asupan makanan yang tidak memadai terhadap kalori dan protein dengan risiko terjadinya luka tekan (Breslow, 1991; Maklebust & Sieggreen, 1996; Piloian, 1992).
Nutrisi yang baik sangat penting untuk mengoptimalkan fungsi tubuh dan mengoptimalkan fungsi kekebalan tubuh (Schmidt, 2002). Gizi buruk dapat merusak fungsi tubuh secara keseluruhan dengan perubahan metabolisme, menghambat regenerasi jaringan, dan mempengaruhi respon inflamasi (Thomas, 2001). Sebuah penelitian menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara status gizi dan hidrasi terhadap terjadinya luka tekan (Maklebust & Magnan, 1994). Penelitian ini selaras dengan hasil penelitian yang menyebutkan bahwa gizi yang cukup dan hidrasi berperan penting dalam pencegahan luka tekan dan memelihara integritas jaringan (Allman, Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
84
1986; Breslow, 1991; Ek, Unosson, Larrson, Schneck, & Bjurulf, 1991; Ferguson, Rimmacsh, Voss, Cook, & Bender, 2000; Fuoco, Scivoletto, Pace, Vona, & Catellanno, 1997; Himes, 1999; Strauss & Margolis, 1996).
Hasil penelitian Thomas (2001) juga memberikan informasi bahwa pasien dengan status gizi kurang mempunyai risiko 2 kali untuk terjadi luka tekan. Kombinasi massa tubuh tanpa lemak dan imobilitas meningkatkan risiko terjadinya luka tekan sebesar 74% (Horn, Bender, & Feguson, 2004). Keparahan luka tekan juga sangat terkait dengan status gizi. Sebagian besar pasien dengan luka tekan tahap 3 dan 4 mempunyai berat badan kurang, hipoalbumin, dan tidak menerima asupan nutrisi yang cukup untuk kebutuhan tubuh (Guenter, Malyszek, Bliss, Steffe, O'Hara, LaVan, & Monteiro, 2000).
Gizi yang cukup merupakan penentu utama untuk meningkatkan toleransi jaringan. Mengoptimalkan gizi selama perawatan merupakan cara efektif untuk membantu mencegah terjadinya luka tekan (Allman, 1986; Breslow, 1991; Ek, Unosson, Larrson, Schneck, & Bjurulf, 1991; Ferguson, Rimmasch, Voss, Cook, & Bender, 2000; Fuoco, Scivoletto, Pace, Vona, & Catellanno, 1997; Himes, 1999; Strauss & Margolis, 1996).
Faktor risiko luka tekan berupa penurunan mobilisasi dan penurunan aktifitas, kelima kasus kelolaan mengalami penurunan mobilisasi dan penurunan aktifitas. Pada kenyataanya kelima kasus kelolaan tidak terjadi luka tekan, meskipun hasil penelitian menyatakan bahwa penurunan mobilisasi disebabkan karena penurunan gerakan dan penurunan aktifitas, sehingga meningkatkan risiko terjadinya kompresi jaringan lunak. Kerusakan jaringan terjadi ketika jaringan lunak dikompresi antara tonjolan tulang dan permukaan eksternal dalam waktu yang lama, sehingga arteriol dan kapiler berada di bawah tekanan eksternal (Bryant, 2000; Quigley & Curley, 1996). Hal ini kemungkinan disebabkan karena perawat sudah memberikan intervensi pencegahan secara optimal diantaranya dengan mengubah posisi pasien secara teratur setidaknya 2 jam sekali. Tindakan ini didukung oleh Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
85
hasil penelitian yang memberikan informasi bahwa pengaturan posisi dilakukan untuk mengurangi tekanan pada tulang yang menonjol yang dilakukan setiap 2 jam (Butler, 2007). Kompresi pembuluh darah menyebabkan suplai darah menjadi berkurang, sehingga suplai oksigen yang berisi nutrisi penting untuk memelihara sel-sel menjadi menurun. Oleh karenanya menyebabkan hipoksia, kematian sel, cidera di daerah sekitarnya dan akhirnya terjadi luka tekan (Butler, 2006; Pallija, Mondozzi, & Webb, 1999). Dua faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan kekuatan tekanan adalah intensitas dan durasi tekanan. Peningkatan tekanan pada jangka waktu singkat maupun pada jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan kondisi yang sama yaitu kerusakan pada jaringan lokal (Neidig, Kleiber, & Oppliger, 1989). Tekanan kapiler pada arteri agar tetap terjadi perfusi jaringan harus berada pada rentang 25-30 mmHg pada arteri dan 5-10 mmHg pada vena (Koziak, 1959; Lindan, Greenway, & Piazza, 1965). Apabila tekanan pada jaringan dan kapiler yang berada di bawahnya melebihi tekanan ini dalam waktu 2 jam atau lebih, maka dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan akhirnya terjadi nekrosis jaringan (Seiler & Stahelin, 1979).
Faktor risiko luka tekan berupa penyakit pasien, pada kasus kelolaan 4 diantaranya berkaitan dengan masalah neurologis, dan 1 pasien berkaitan dengan masalah immunosupresif dan diare persisten tanpa dehidrasi. Pada kenyataannya kelima kasus kelolaan tidak terjadi luka tekan meskipun hasil penelitian memberikan informasi bahwa pasien dengan masalah neurologis merupakan risiko tinggi terjadi luka tekan berulang (Willock & Maylor, 2004). Hasil penelitian lain juga memberikan informasi bahwa bahwa anakanak dengan kelainan neurologis meningkatkan risiko untuk terjadinya luka tekan (Rodriguez & Alonzi, 2007). Hal ini juga selaras dengan hasil penelitian yang memberikan informasi bahwa faktor risiko luka tekan pada bayi dan anak meningkat pada gangguan neurologis, kurang gizi, perfusi jaringan dan oksigenasi yang tidak adekuat, paparan berkepanjangan akibat tekanan dari alat medis (Gray, 2004). Hal ini kemungkinan disebabkan karena perawat telah melakukan tindakan pencegahan luka tekan dengan benar. Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
86
Pada kasus kelolaan, satu diantaranya dengan diare persisten tanpa dehidrasi. Pada kenyataanya kasus kelolaan dengan diare persisten tanpa dehidrasi tidak mengalami luka tekan, meskipun diare merupakan kondisi yang dapat menyebabkan kelembaban, dimana kelembaban merupakan faktor risiko terjadinya luka tekan, sebagaimana dinyatakan pada hasil penelitian yang memberikan informasi bahwa kelembaban kulit umumnya disebabkan oleh keringat, urin, feses, maupun drainase luka yang dapat mengakibatkan menurunnya toleransi jaringan, hal ini disebabkan karena urin dan feses bersifat
iritatif
sehingga
mudah
menyebabkan
kerusakan
jaringan
(Quintavalle, Lyder, Mertz, Jones, & Dyson, 2006; Kottner , 2012). Kelembaban juga dapat menurunkan resistensi kulit terhadap faktor fisik lain seperti tekanan (Bryant, 2007). Kelembaban meningkatkan risiko luka tekan sebanyak lima kali lipat (Potter & Perry, 2005). Penelitian lain memberikan informasi bahwa kondisi diare, fesesnya mengandung bakteri dan enzim yang dapat mengganggu keseimbangan flora normal kulit (Shannon & Skorga, 1989). Kulit mempunyai pH rata-rata 5,5 yang sedikit asam dan bertindak sebagai pelindung alami untuk mencegah pertumbuhan bakteri (Fiers, 1996; Whitely, 2007). Hal ini kemungkinan disebabkan karena orang tua telah membersihkan bokong dan mengganti popok yang telah basah untuk mencegah kelembaban.
Faktor risiko luka tekan berupa lama rawat, kelima kasus kelolaan antara 8-10 hari. Pada kenyataannya kelima kasus kelolaan tidak mengalami luka tekan. Hal ini kemungkinan terjadi karena perawat sudah memberikan intervensi secara optimal, meskipun hasil penelitian memberikan informasi bahwa anak dengan lama rawat ≥ 4 hari memiliki risiko tinggi terjadinya luka tekan (McCord, McElvain, Sachdeva, Schwartz, & Jefferson, 2004; Schindler, Mikhailoc, Fischern, Lukasiewicz, Kuhn, & Duncan, 2007). Kondisi ini didukung dengan hasil penelitian yang memberikan informasi bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara lama rawat dengan kejadian luka tekan (Alfiyanti, Nurhaeni, & Eryando, 2012). Penelitian lain juga memberikan informasi bahwa lama rawat dapat menyebabkan luka tekan bergantung pada Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
87
intensitas dan durasi tekanan terhadap area tubuh. Tidak ada kesepakatan ilmiah tentang lamanya waktu penekanan sebelum terjadi luka tekan. Tekanan ringan yang berkepanjangan sama bahanya dengan tekanan berat dalam waktu yang singkat (Morison, 2004).
Faktor risiko luka tekan berupa penurunan kesadaran, pada kasus kelolaan, dua diantaranya dengan penurunan tingkat kesadaran (somnolen). Pada kenyataanya kasus kelolaan yang mengalami penurunan kesadaran tidak mengalami luka tekan, meskipun penurunan tingkat kesadaran merupakan faktor risiko terjadinya luka tekan (Potter & Perry, 2005). Pasien dengan kondisi bingung, disorientasi atau penurunan tingkat kesadaran tidak mampu melindungi dirinya sendiri dari luka tekan. Pasien dengan bingung atau disorientasi mungkin dapat merasakan tekanan, tetapi tidak mampu memahami bagaimana menghilangkan tekanan itu. Pasien koma tidak dapat merasakan
tekanan
dan
tidak
mampu
mengubah
posisi,
sehingga
meningkatkan risiko terjadinya luka tekan (Potter & Perry, 2005). Hal ini mungkin disebabkan karena perawat telah memberikan tindakan keperawatan pencegahan yang tepat diantaranya dengan melakukan reposisi setiap 2 jam untuk mengurangi tekanan dan melindungi area tekanan dengan meletakkan bantal di bawah kaki.
Penilaian fisik kulit berupa suhu tubuh, kelima kasus kelolaan dalam rentang 36,40C-38,30C. Terdapat dua kasus kelolaan yang mengalami hipertermia (380C-38,30C). Pada kenyataannya dua kasus kelolaan yang mengalami hipertermia tidak mengalami luka tekan, meskipun peningkatan suhu tubuh merupakan faktor risiko terjadinya luka tekan (Willock, Harris, Harrison, & Poole, 2005). Hal ini mungkin terjadi oleh karena perawat sudah memberikan intervensi yang optimal untuk menurunkan suhu tubuh yang dapat mengurangi risiko luka tekan. Intervensi tersebut meliputi Water Tepid Sponge (WTS), memberikan obat penurun panas, dan menganjurkan pada pasien dan keluarga untuk meningkatkan asupan cairan. Sebuah penelitian memberikan informasi bahwa peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
88
terbentuknya
luka
tekan
(Bryant,
2007).
Peningkatan
suhu
tubuh
meningkatkan laju metabolisme, sehingga jaringan mengalami hipoksia dan iskemik yang akhirnya berkembang menjadi nekrotik dan mengalami kerusakan integritas kulit. Peningkatan suhu tubuh juga dapat meningkatkan perspirasi, sehingga kondisi kulit lebih lembab oleh keringat dan ini akan menjadi predisposisi kerusakan kulit (Bryant, 2007).
Water Tepid Sponge (WTS) yang dilakukan pada kasus kelolaan yang mengalami hipertermia merupakan tindakan keperawatan mandiri untuk menurunkan suhu tubuh. Tindakan ini didukung dengan hasil penelitian yang memberikan informasi bahwa WTS efektif untuk mengatasi demam dengan memicu vasodilatasi yang dapat meningkatkan pengeluaran panas tubuh. Tindakan WTS dianjurkan sebagai terapi kombinasi dengan antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh (Susanti, 2012). Penelitian lain juga menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian WTS dengan penurunan suhu tubuh (Purwanti & Ambarwati, 2012). Hasil ini juga selaras dengan penelitian Maling, Haryani, dan Arif (2012) yang memberikan informasi bahwa terdapat pengaruh yang sigifikan antara pemberian WTS dengan penurunan suhu tubuh pada pasien hipertermia.
Jenis kelamin pasien kelolaan terdiri dari 4 laki-laki dan 1 perempuan. Pada kenyataannya kelima kasus kelolaan tidak mengalami luka tenan. Hal ini mungkin terjadi karena jenis kelamin bukan merupakan faktor risiko terjadinya luka tekan, hal ini didukung dengan hasil penelitian yang memberikan informasi bahwa jenis kelamin tidak berhubungan dengan kejadian luka tekan (Schindler, Mikhailoc, Fischern, Lukasiewicz, Kuhn, & Duncan, 2007). Kondisi ini juga selaras dengan penelitian Alfiyanti, Nurhaeni, dan Eryando (2012) yang memberi informasi bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian luka tekan.
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
89
4.2 Trophicognosis Trophicognosis risiko mengalami kerusakan integritas kulit ditemukan pada kelima kasus kelolaan. Trophicognosis yang lain juga ditemukan dan bervariasi sesuai dengan hasil pengkajian yang ditemukan. Trophicognosis risiko mengalami kerusakan integritas kulit ditegakkan pada kelima kasus kelolaan dengan berdasarkan hasil pengkajian dan batasan karakteristik masalah keperawatan risiko mengalami kerusakan integritas kulit dari North American Nursing Diagnosis Association (NANDA, 2012). Hasil pengkajian yang ditemukan pada kelima kasus kelolaan yang mendukung trophicognosis risiko mengalami kerusakan integritas kulit diantaranya pasien mengalami penurunan mobilisasi, penurunan aktifitas, spastis, kelemahan extremitas, penurunan tingkat kesadaran, hipertermia, status gizi yang kurang maupun buruk, lama rawat 10-11 hari, skala Norton 12-14 dalam risiko sedang terjadi luka tekan, dengan penyakit neurologis dan diare.
Meskipun trophicognosis risiko mengalami kerusakan integritas kulit bukan merupakan masalah prioritas utama, namun masalah kerusakan integritas kulit dapat berdampak pada aspek yang lain, seperti aspek psikologis, personal dan sosial. Penelitian (Curley, Qigley, dan Lin, 2003; McLane, Bookout, McCord, McCain, dan Jefferson, 2004; Baharestani dan Ratliff, 2007 memberikan informasi bahwa luka tekan yang mengenai lapisan kulit baik epidermis, dermis, maupun subkutan dapat menyebabkan nyeri, infeksi sistemik, meningkatkan morbiditas dan mortalitas, meningkatkan lama rawat, meningkatkan biaya perawatan, dan psikososial yang negatif seperti gangguan citra diri, malu, tidak percaya diri akibat jaringan parut atau alopesia.
Trophicognosis lain yang ditemukan pada kelima kasus kelolaan diantaranya gangguan perfusi jaringan: serebral, bersihan jalan napas tidak efektif, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, risiko infeksi, gangguan tumbuh kembang, gangguan proses keluarga, kecemasan orang tua, dan kurang pengetahuan pada orang tua. Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
90
4.3 Hipotesis Hipotesis merupakan tahap menetapkan intervensi dan tujuan keperawatan yang dilakukan berdasarkan prinsip konservasi. Hipotesis membantu pasien beradaptasi dengan lingkungan, mempertahankan keutuhan pasien dan mempromosikan adaptasi pasien terhadap kondisi saat ini (Tomey & Alligood, 2006; Fawcett, 2006; Parker & Smith, 2010). Hipotesis yang ditetapkan pada kelima kasus kelolaan dengan risiko mengalami kerusakan integritas kulit bertujuan agar setelah dilakukan asuhan perawatan tidak terjadi kerusakan integritas kulit dengan kriteria hasil kulit utuh, tidak terjadi kemerahan, tidak ada lecet, dan Capillary Refill Time (CRT) kurang dari 2 detik, nilai skala Norton 16-20 (risiko rendah terjadi luka tekan). Hipotesis ini merupakan upaya untuk mempertahankan integritas struktural pasien.
Hipotesis lain yang ditemukan pada kelima kasus kelolaan diantaranya perfusi jaringan: serebral membaik, jalan napas kembali efektif, dan kebutuhan nutrisi terpenuhi. Hipotesis-hipotesis ini untuk mempertahankan konservasi energi guna mempercepat proses penyembuhan pasien. Hipotesis tidak
terjadi
infeksi
dan
tumbuh
kembang
anak
optimal
untuk
mempertahankan integritas personal; sedangkan hipotesis kecemasan orang tua berkurang dan pengetahuan keluarga meningkat, untuk mempertahankan integritas sosial.
4.4 Intervensi Intervensi dilakukan untuk menguji efektifitas hipotesis. Perawat melakukan tindakan sesuai masalah dan rencana keperawatan. Intervensi yang dilakukan berdasarkan pada prinsip konservasi yaitu konservasi energi, integritas struktural, integritas personal, dan integritas sosial (Tomey & Alligood, 2006; Fawcett, 2006; Parker & Smith, 2010). Hal ini berarti bahwa meskipun intervensi pada masalah risiko mengalami kerusakan integritas kulit lebih banyak berhubungan dengan integritas struktural, namun intervensi yang dilakukan tidak hanya berfokus pada integritas struktural saja, namun juga pada prinsip konservasi yang lain termasuk konservasi energi. Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
91
Intervensi integritas struktural dilakukan dengan melakukan perawatan kulit, mengkaji kondisi kulit, mengkaji kulit area yang menonjol, mengkaji sensasi kulit terhadap tekanan dan nyeri, mengkaji adanya kemerahan, lecet, edema, mengkaji adanya risiko kerusakan integritas kulit, memindahkan sensor saturasi setiap 3 jam, dan menghindari penggunaan tissue basah yang mengandung alkhohol, memberikan lotion pada kulit yang kering atau pada area tekanan; sedangkan intervensi untuk konservasi energi dilakukan dengan mengkaji kemampuan pasien untuk bergerak, mengkaji status nutrisi, dan mengkaji pemenuhan kebutuhan istirahat (National Pressure Ulcer Advisory Panel, 2007). Intervensi-intervensi tersebut di atas sebagian besar dapat dilakukan dengan baik .
Perawat telah melakukan perawatan kulit pada kelima kasus kelolaan dengan membersihkan kulit dengan air bersih, sebagaimana dinyatakan pada penelitian yang memberikan informasi bahwa perawatan kulit bertujuan untuk mempertahankan kulit yang kenyal tidak terlalu kering maupun tidak terlalu lembab, sehingga tidak terjadi kerusakan integritas kulit (Nicol, 2005). Penelitian lain juga memberikan informasi bahwa perawatan kulit diantaranya dengan membersihkan kulit dan pemberian hidrasi. Derajat keasaman kulit yang sehat berada pada kisaran 4,5-6,0 yang memberikan suasana asam (Baranoski & Ayello, 2004a). Perawat membersihkan kulit dilakukan dengan menggunakan pembersih dengan pH netral, lembut, bebas dari pewangi, bebas dari pengawet, dan bebas pewarna yang dapat meningkatkan risiko alergi (Nicol, 2005).
Perawatan kulit pada kelima kasus kelolaan dilakukan secara lembut dan tidak menggosok. Hasil penelitian memberikan informasi bahwa dengan menggosok dapat merusak stratum korneum sebagai pelindung kulit (Turnage,
McLane,
&
Gregurich,
2008).
Perawatan
kulit
dengan
membersihkan kulit secara lembut untuk menghilangkan sel-sel yang mati, oleh karenanya menghindari penggunaan astringents agar kulit tidak terkelupas dan lemak yang dikandungnya bisa hilang (Nicol, 2005). Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
92
Perawat melakukan penilaian terhadap risiko luka tekan pada kelima kasus kelolaan sejak masuk ruang perawatan dan melakukan penilaian risiko luka tekan setiap shift untuk mengetahui perkembangan risiko luka tekan. Tindakan ini didukung dengan hasil penelitian yang memberikan informasi bahwa pencegahan kerusakan integritas kulit pada anak yaitu melakukan penilaian terhadap risiko luka tekan pada semua pasien sejak masuk ruang perawatan, melakukan pengkajian ulang terhadap faktor risiko, manajemen kelembaban, mengoptimalkan nutrisi dan hidrasi, serta mengurangi tekanan (Brandeis, Berlowita, & Katz, 2001).
Perawat melakukan penilaian kulit terhadap suhu, warna, tekstur, kelembaban, adanya edema, Capilary Refill Time (CRT), sensasi terhadap tekanan dan nyeri serta memperhatikan daerah tekanan pada kelima kasus kelolaan setiap hari untuk mengetahui risiko terjadinya luka tekan. Tindakan ini didukung hasil penelitian yang memberikan informasi bahwa penilaian kulit dilakukan untuk menjaga integritas kulit, karena faktor risiko dapat berubah dengan cepat pada pasien akut, sehingga penilaian kulit setiap hari penting dilakukan (Kemp, Keithley, Smith, Morreale, 1990; Bryant, 1992; Solis, Krouskop, Trainer, & Marburger, 1988; Okomoto, Lamers, Shurtleff, 1983). Perhatian pada area yang berisiko tinggi terjadi luka tekan diantaranya tengkuk, sakrum, punggung, pantat, tumit, dan siku. Area yang sering terjadi luka tekan pada bayi dan balita adalah tengkuk; sedangkan sakrum sering terjadi pada pasien anak (Kemp, Keithley, Smith, Morreale, 1990; Bryant, 1992; Solis, Krouskop, Trainer, & Marburger, 1988; Okomoto, Lamers, Shurtleff, 1983).
Perawat melakukan reposisi secara teratur setiap 2 jam pada kelima kasus kelolaan untuk mengurangi tekanan dan tetap memberikan perhatian khusus pada lokasi yang berisiko mengalami luka tekan. Tindakan ini didukung dengan hasil penelitian yang memberikan informasi bahwa pengaturan posisi dilakukan untuk mengurangi tekanan pada tulang yang menonjol yang dilakukan setiap 2 jam (Butler, 2007), namun reposisi setiap 2 jam pada anak Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
93
dengan kondisi kritis tidak dianjurkan (Schindler, Mikhailoc, Fischern, Lukasiewicz, Kuhn, & Duncan, 2007). Penelitian lain memberikan informasi bahwa reposisi sebaiknya dilakukan secara teratur pada pasien dan tetap memberikan perhatian khusus pada lokasi yang berisiko mengalami luka tekan diantaranya pada oksipital, sakrum, dan kalkaneus (Butler, 2007; Parnham, 2012). Penelitian lain juga menyebutkan bahwa reposisi setiap 2 jam ini bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan tekanan, sehingga mempertahankan sirkulasi ke area tubuh yang berisiko mengalami luka tekan (Wound Ostomy and Continence Nurses, 2003; McCord, McElvain, Sachdeva, Schwartz, & Jefferson, 2004; Dixon & Ratliff, 2005).
Perawat memberikan lotion pada kelima kasus kelolaan berupa minyak kelapa murni pada area yang menonjol. Tindakan ini didukung dengan hasil penelitian yang memberikan informasi bahwa pemberian minyak kelapa murni (virgin coconut oil) sebagai topikal pada kulit yang kering memberikan kelembaban untuk mencegah luka tekan diyakini mampu memberikan perlindungan terhadap kulit dari kerusakan (Reddy, Madhuri, Gill, Sudhep, Roccon, & Paula, 2008). Penelitian lain mengidentfikasi bahwa minyak kelapa murni mengandung 92% asam lemak jenuh yang terdiri dari 48-53% asam laurat, 1,5-2,5% asam oleat, dan asam lemak lainnya seperti asam kaprilat 8%, dan asam kaprat 7% (Lucida, 2008). Kandungan asam lemak terutama asam laurat dan oleat dalam minyak kelapa murni bersifat melembutkan kulit (Lucida, 2008). Hasil penelitian Handayani (2010) juga memberikan informasi bahwa minyak kelapa murni dapat digunakan sebagai bahan topikal dalam perawatan kulit untuk mencegah luka tekan sebagai salah satu intervensi keperawatan mandiri yang efektif dan efisien.
Perawat telah menganjurkan kepada keluarga kelima kasus kelolaan untuk segera membersihkan bokong dengan air bersih setiap kali diare dan mengeringkannya, serta mengganti popok setiap kali basah untuk mencegah kelembaban. Tindakan ini didukung dengan hasil penelitian yang memberikan informasi bahwa lingkungan yang lembab yang disebabkan oleh Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
94
inkontinensia urin dan feses dapat meningkatkan risiko luka tekan di daerah bokong (Cakmak, Gul, Ozer, Yigit, & Gonu, 2009). Penelitian lain juga mengidentifikasi bahwa feses mengandung bakteri dan enzim yang kaustik pada kulit (Wound Ostomy and Continence Nurses, 2003).
4.5 Evaluasi Evaluasi dilakukan dengan menilai respon organismik pasien terhadap intervensi yang diberikan. Hasil evaluasi secara umum pada kelima kasus kelolaan kulit dalam kondisi utuh, tidak ada kemerahan, tidak ada lecet, Capillary Refill Time (CRT) kurang dari 2 detik, sehingga kerusakan integritas kulit tidak terjadi. Evaluasi kelima kasus kelolaan dijelaskan pada paragraf berikut ini:
Kasus 1, pasien RA, laki-laki, usia 7 tahun, dengan cerebral palcy spastik, epilepsi terkontrol obat, gizi buruk, dan riwayat dehidrasi sedang et causa intake sulit. Setelah dilakukan asuhan keperawatan, pasien pulang pada perawatan hari ke 10 dengan kondisi masih terpasang NGT, masalah kebutuhan nutrisi teratasi sebagian, berat badan terakhir 9185 gram, terdapat peningkatan berat badan sebanyak 960 gram selama perawatan, tidak terjadi kekurangan volume cairan dan elektrolit, tidak terjadi trauma, tidak terjadi infeksi, tidak terjadi kerusakan integritas kulit, pengetahuan orang tua meningkat, gangguan perkembangan belum teratasi, dan wholeness pasien tetap terjaga.
Kasus 2, pasien MF, laki-laki, usia 10 bulan, dengan diare persisten, gizi buruk, dan HIV stadium klinis 4. Setelah dilakukan asuhan keperawatan, pasien pulang pada perawatan hari ke 9 dengan masalah kebutuhan nutrisi teratasi sebagian, berat badan terakhir 5600 gram, terjadi peningkatan berat badan sebesar 865 gram, tidak terjadi kekurangan volume cairan dan elektrolit, tidak terjadi infeksi, tidak terjadi kerusakan integritas kulit, gangguan proses keluarga teratasi, pengetahuan keluarga meningkat, gangguan perkembangan belum teratasi, dan wholeness pasien tetap terjaga. Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
95
Kasus 3, pasien RM, perempuan, usia 14 bulan, dengan meningitis bakterialis dan gizi buruk. Setelah dilakukan asuhan keperawatan, pasien pulang pada perawatan hari ke 10 dengan bersihan jalan napas teratasi sebagian. Hal ini terjadi karena hasil pemeriksaan rinofaringoskopi terdapat laringomalasia tipe I. Masalah kebutuhan nutrisi teratasi sebagian, berat badan terakhir 5200 gram, terjadi peningkatan berat badan 800 gram, hipertermia teratasi, tidak terjadi kerusakan integritas kulit, kecemasan pada orang tua teratasi, namun gangguan perkembangan belum teratasi, dan wholeness pasien tetap terjaga.
Kasus 4, pasien RS, laki-laki, usia 15 tahun, dengan post kraniotomi removal tumor hari ke 15 atas indikasi tumor ventrikel, panhipopituitari, diabetes inspipidus, hipotiroid subklinis, dan sepsis perbaikan. Setelah dilakukan asuhan keperawatan, pasien pulang pada perawatan hari ke 10 dengan tidak terjadi kekurangan volume cairan dan elektrolit, konstipasi teratasi, tidak terjadi kerusakan integritas kulit, kecemasan orang tua teratasi, dan wholeness pasien tetap terjaga.
Kasus 5, pasien AI, usia 2 tahun, laki-laki, dengan kejang demam kompleks, cerebral palcy tipe spastik, dan gizi kurang. Setelah dilakukan asuhan keperawatan, pasien pulang pada perawatan hari ke 9 dengan bersihan jalan napas kembali efektif, hipertermia teratasi, kebutuhan nutrisi teratasi sebagian, berat badan terakhir 9100 gram, terjadi peningkatan berat badan 600 gram, tidak terjadi kerusakan integritas kulit, kecemasan orang tua teratasi, gangguan perkembangan belum teratasi, dan wholeness tetap terjaga.
4.6 Kendala yang Ditemukan dalam Penerapan Model Konservasi Myra E. Levine Model konservasi Levine dalam hipotesisnya tidak menjelaskan secara rinci tentang tujuan, kriteria hasil, intervensi keperawatan yang dilakukan, dan tidak
adanya
unsur-unsur
seperti
spesifik
(specific),
dapat
diukur
(measurable), dapat dicapai (achievable), rasional (rationality), dan kriteria waktu (time), sehingga residen mengalami kesulitan dalam melakukan Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
96
evaluasi asuhan keperawatan dan tidak dapat dinilai sejauh mana keberhasilan asuhan keperawatan yang telah dilakukan.
4.7 Pencapaian Kompetensi Ners Spesialis Anak Pencapaian kompetensi ners spesialis anak selama menjalankan praktik keperawatan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, residen mendapat kesempatan untuk belajar lebih banyak tentang variasi kasus penyakit, perawatan pasien dan mengenal berbagai peralatan keperawatan yang mungkin jarang bahkan tidak ditemukan di rumah sakit lainnya, oleh karena RSUPN Dr. Cipto Mangun Kusumo Jakarta merupakan rumah sakit rujukan tingkat nasional dan rumah sakit pendidikan.
Pencapaian kompetensi ners spesialis anak sebagai pemberi asuhan keperawatan dapat dicapai residen dengan melakukan asuhan keperawatan setiap hari melalui proses keperawatan. Pencapaian kompetensi ners spesialis anak sebagai pemberi asuhan keperawatan tergambar dalam proses keperawatan pada lima kasus kelolaan. Asuhan keperawatan yang dilakukan dengan mengaplikasikan model keperawatan konservasi Levine. Model konservai Levine’s dapat mengakomodasi semua permasalah yang dihadapi pasien melalui empat prinsip konservasi yakni konservasi energi, integritas struktural, integritas personal, dan integritas sosial, sehingga tercapai keutuhan personal (Tomey & Alligood, 2006; Fawcett, 2006; Parker & Smith, 2010).
Pencapaian kompetensi ners spesialis anak sebagai pendidik dicapai residen dengan memberikan pendidikan kesehatan sebagai bagian dari perencanaan pulang sejak pasien masuk hingga pasien pulang untuk menjamin kesinambungan asuhan keperawatan pasien di rumah. Residen melakukan bimbingan dengan mahasiswa praktikan dari institusi pendidikan program D III Keperawatan Jakarta yang sedang melaksanakan praktik klinik keperawatan di ruang anak, disamping itu residen juga melakukan bimbingan
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
97
dengan peserta Nursing Trainer Center (NTC) yang sedang berotasi di ruang anak.
Pencapaian kompetensi ners spesialis anak sebagai peneliti dan agen pembaharu dicapai residen dengan menerapkan hasil penelitian berdasarkan pembuktian ilmiah pada setiap kasus kelolaan. Peneliti juga bertindak sebagai agen pembaharu, mengintegrasikan temuan hasil yang valid dan reliabel kedalam praktik. Bentuk pembaharuan yang dilakukan residen adalah disusunnya proyek inovasi yang dilakukan selama praktik, yaitu tentang rendam duduk (sitz bath) pada pasien kanker yang mendapat kemoterapi untuk mengurangi rasa gatal dan membandingkan antara skala Norton dengan Skala Braden Q dalam mengkaji risiko luka tekan pada pasien anak berdasarkan Evidence Based Practice (EBP).
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Asuhan keperawatan pada kasus kelolaan anak dengan masalah risiko mengalami kerusakan integritas kulit dilakukan pada pasien dengan usia 10 bulan-15 tahun, sebagian besar berjenis kelamin laki-laki, dengan status gizi buruk dan kurang, dengan penyakit neurologis dan diare, dengan lama rawat 8-10 hari, dan berisiko sedang untuk mengalami kerusakan integritas kulit dengan nilai Norton 12-14. Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mempertahankan integritas struktural diantaranya melakukan perawatan kulit, mengkaji kondisi kulit, mengkaji kulit area yang menonjol, mengkaji sensasi kulit terhadap tekanan dan nyeri, mengkaji adanya kemerahan, lecet, edema, mengkaji adanya risiko kerusakan integritas kulit, memindahkan sensor saturasi setiap 3 jam, menghindari penggunaan tissue basah yang mengandung alkhohol, dan memberi lotion pada area tekanan; sedangkan intervensi untuk konservasi energi dilakukan dengan mengkaji kemampuan pasien untuk bergerak, mengkaji status nutrisi, dan melakukan alih baring setiap 2 jam. Hasil evaluasi menunjukkan kelima kasus kelolaan tidak mengalami kerusakan integritas kulit.
2. Residen telah mencapai kompetensi dan peran perawat dalam asuhan keperawatan pada anak dengan masalah risiko mengalami kerusakan integritas kulit. Kompetensi dan peran tersebut diantaranya praktik profesional etis, legal dan peka budaya, pemberian asuhan dan manajemen asuhan keperawatan, dan pengembangan profesional. Kompetensi ners spesialis anak telah dicapai melalui perannya sebagai pemberi asuhan keperawatan, sebagai pendidik, sebagai konsultan, sebagai pembuat keputusan etik legal, sebagai peneliti dan agen pembaharu. 98
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
99
5.2 Saran 1. Ilmu Keperawatan Perlu dikaji ulang penerapan model konservasi Levine terutama aspek hipotesis agar lebih spesifik dan aplikatif dalam penerapannya pada asuhan keperawatan pasien.
2. Pelayanan Perawat harus meningkatkan kompetensi dalam melakukan pengkajian risiko luka tekan pada semua pasien sejak masuk rumah sakit untuk deteksi dini risiko luka tekan dan penilaian risiko luka tekan yang dilakukan setiap shift untuk mengetahui perkembangan luka tekan sebagai upaya pencegahan luka tekan yang efektif, disamping kemampuan memberdayakan keluarga dengan melibatkan keluarga selama anak dalam perawatan dan memberikan edukasi pada pasien dan keluarga tentang pencegahan luka tekan sebagai bagian dari perencanaan pulang, sehingga tercapai asuhan keperawatan yang berkesinambungan.
3. Penelitian Aplikasi teori konservasi Levine dapat dijadikan desain dan pengujian intervensi berbasis teori dan pengembangan ilmu pengetahuan untuk mendukung praktik keperawatan.
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Alfiyanti, D., Nurhaeni, N., & Eryando, T. (2012). Pengaruh perawatan kulit berdasarkan skor skala Braden Q terhadap kejadian luka tekan anak di PICU rumah sakit Tugurejo dan rumah sakit Roemani Semarang. Jurnal Unimus, 136-143. Allman, R. M. (1986). Pressure sores among hospitalized patients. Annals of Internal Medicine, 105, 337-342. Anthony, D., Willock, J., & Baharestani, M. (2010). A comparison of Braden Q, Garvin and Glamorgan risk assessment scales in pediatrics. Journal of Tissue Viability, 19, 98-105. Artigue, G. S., Foli, K. J., & Johnson, T. (2006) Four conservation principles. 3rd ed. St. Louis, Mo: Mosby. Australian Confederation of Pediatric and Child Health Nurses (ACPCHN). (2006). Competensies for the specialist paediatric and child health nurse. Diunduh dari http://www.acpchn.org.au. Tanggal 5 November 2013. Baranoski, S., & Ayello, E. (2004). Pressure ulcers. Philadelphia, Lippincott Williams & Walkins. Baranoski, S., & Ayello, E. (2004a). Pressure ulcers. In Baranoski, S., & Ayello, E. (Eds.), Wound care essentials: Practice essentials (pp. 240-267). Philadelphia, PA: Lippincott Williams & Wilkins. Baharestani, M. M., & Ratliff, C. R. (2007). Pressure ulcers in neonates and children: An NPUAP white paper. Advances in Skin & Wound Care, 20(4), 208-220. Baharestani, M. M., & Pope, E. (2007). Chronic wounds in neonates and children. HMP Comm, 679-693. Baharestani, M. M., Black, J. M., Carville, K., Clark, M., Cuddigan, J. E., Dealey, C., Defloor, T., Harding, K. G., Lahmann, N. A., Lubbers, M. J., Lyder, C. H., Ohura, T., Orsted, H. L., Reger, S. I., Romanelli, M., & Sanada, H. (2009a). Dilemmas in measuring and using pressure ulcer prevalence and incidence: An international consensus. International Wound Journal, 6, 97– 104. Baker, S. (1994). Stacey M. Epidemiology of chronic leg ulcers in Australia. Aust NZ J Surg, 64(4), 258-261. Baldwin, K. (2002). Incidence and prevalence of pressure ulcers in children. Advances in Skin and Wound Care, 15(3), 121-124.
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Ball, J. W., & Blinder, R. C. (2003). Pediatric nursing caring for children. Third (Ed). New Jersey: Prentice Hall. Bergstron, N., Braden, B. J., Laguzza, A., & Holman, V. (1987). The Braden Scale for Predicting Pressure Sore Risk. Nurs Res, 36, 205-210. Blume, U. P., Hauser, M., Stamatas, G. N., Pathirana, D., & Graciana, B. N. (2012). Skin care practices for newborns and infants: Review of the clinical evidence for best practices. Pediatric Dermatology, 29(1), 1-14. Braden, B., & Bergstrom, N. (1987). A conceptual schema for the study of the etiology of pressure sores. Rehabilitation Nursing, 12, 8-12,16. Brandeis, G. H., Berlowita, D. R., & Katz, P. (2001). Are pressure ulcers preventable? A survey of experts. Advances in Skin and Wound Care, 14(5), 244-248. Breslow, R. (1991). Nutritional status and dietary intake of patients with pressure ulcers: Review of research literature 1943 to 1989. Decubitus, 4(1), 16-21. Bryant, R. A. (1992). Acute and chronic wounds. St.Louis: Mosby. Bryant, R. A. (2007). Acute and Chronic Wounds Nursing Management, Second Edition. Missouri, St. Louis: Mosby Inc. Butler, C. T. (2006). Pediatric skin care: Guidelines for assessment, prevention, and treatment. Pediatric Nursing, 32(5), 443-50, 452-4. Butler, C. T. (2007). Pediatric skin care: Guidelines for assessment, prevention, and treatment. Dermatology Nursing, 19(5), 471-485. Cakmak, S. K., Gul, U., Ozer, S., Yigit, Z., & Gonu, M. (2009). Risk factors for pressure ulcers. Advances in Skin and Wound Care, 22(9), 412-415. Cohen, B. A. (2005). Pediatric Dermatology. Philadelphia: Elsevier Mosby. Collier, M. (1999). Blanching and non-blanching hyperaemia. Journal of Wound Care, 8, 63-4. Cooper, D. M. (1990). Optimising wound healing: A practice within nursing’s domain. Nurs Clin North Am, 25(1), 165–180. Curley, M. A. Q., & Maloney, P. A. (2001). Critical care nursing of infants and children (2nd ed.). Philadelphia: Saunders. Curley, M. A. Q., Quigley, S. M., & Lin, M. (2003). Pressure ulcers in pediatric intensive care: Incidence and associated factors. Pediatric Critical Care Medicine, 4(3), 284-290.
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Curley, M. A. Q., Rasmuz, I. S., Roberts, K. E., & Wypij, D. (2005). Predicting pressure ulcer risk in pediatric patients: the Braden Q scale. Randomised Controlled Trial. Nurs Res. 52(1), 22-23. Chang, M. W., & Orlow, S. J. (2008). Neonatal, pediatric, and adolescent dermatology. Mc GrawHill. Charles, H. (1995). The impact of leg ulcers on patients’ quality of life. Prof Nurse, 10(9), 571–574. Chu, D. H. (2008). Development and structure of skin. New York: Mc GrawHill. Dealey, C. (2009). Skin Care and Pressure Ulcer. Lippincot William & Wilkins: Adv wound Dellinger, R. P., Levy, M. M., Rhodes, A., Annane, D., Gerlach, H., Opal, S. M., Sevransky, J. E., Sprung, C. L., Douglas, I. S., Jaeschke, R., Osborn, T. M., Nunnally, M. E., Townsend, S. R., Reinhart, K., Kleinpell, R. M., Angus, D. C., Deutschman, C. S., Machado, F. R., Rubenfeld, G. D., Webb, S., Beale, R. J., Vincent, J. L., Moreno, R. (2013). Surviving sepsis campaign: International guidelines for management of severe sepsis and septic shock. Intensive Care Medicine, 39, 165-228. Dixon, M., & Ratcliff, C. (2005). Pediatric pressure ulcer prevalence-one hospital’s experience. Ostomy/Wound Management, 51(6), 44-50. Duncan, K. D. (2007). Preventing pressure ulcers: The goal is zero. The Joint Commission Journal on Quality and Patient Safety, 33, 605-610. Drake, D. J., Swanson, M., Baker, G., Rose, M. A., Clark, R. L., & Engelke, M. K. (2010). The association of BMI and Braden total score on the occurrence of pressure ulcers. Journal of Wound, Ostomy, and Continence Nursing, 37(4), 367-371. Ek, A. C., Unosson, M., Larrson, J., Schneck, H., & Bjurulf, P. (1991). The development and healing of pressure sores related to the nutritional state. Clinical Nutrition, 10, 245-250. Ellis, J. R. & Bentz, P. M. (2007). Modules For Basic Nursing Skills 7ed. Vol. 1. Philadelpia: Williams & Wilkins. Fawcett, J. (2006). Analysis and Evaluation of Conceptual Models of Nursing, 3rd ed. Philadelphia, Pa: F.A. Davis Company. Ferguson, M., Rimmasch, H., Voss, A., Cook, A., & Bender, S. (2000). Pressure ulcer management: The importance of nutrition. Medsurg Nursing, 9(4), 163-175.
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Franks, P., Moffatt, C., & Connolly, M. (1994). Community leg ulcer clinics: Effect on quality of life. Phlebology, 9, 83-86. Fuoco, C., Scivoletto, G., Pace, A., Vona, V.U., & Catellanno, V. (1997). Anemia and serum protein alteration in patients with pressure ulcers. Spinal Cord, 35(1), 58-60. Gershan, L. A., & Esterly, N. B. (1993). Scarring alopecia in neonates as a consequence of hypoxaemia-hypoperfusion. Archives of Disease in Childhood, 68(5), 591-593. Gorecki, C., Brown, J. M., Nelson, E. A., Briggs, M., Schoonhoven, L., Dealey, C., Defloor, T., & Nixon, J. (2009). Impact of pressure ulcers on quality of life in older patients: A systematic review. Journal of American Geriatriatric Society, 57, 1175-83. Guenter, P., Malyszek, R., Bliss, D. Z., Steffe, T., O'Hara, D., LaVan, F., & Monteiro, D. (2000). Survey of nutritional status in newly hospitalized patients with stage III or stage IV pressure ulcers. Advances in Skin & Wound Care, 13(4), 164-168. Gray, M. (2004). Which pressure ulcer risk scales are valid and reliable in a pediatric population?. JWOCN, 31, 157-160. Hagelgans, N. A. (2007). Pediatric skin care issues for the home care nurse. Pediatric Nursing, 25(1), 181-192. Handayani, R. S. (2010). Efektifitas penggunaan virgin coconut oil untuk pencegahan luka tekan grade 1 pada pasien yang berisiko mengalami luka tekan di RSUD DR. Abdoel Moloek Lampung, Jakarta: Tidak Dipublikasikan. Himes, D. (1999). Protein-calorie malnutrition and involuntary weight loss: The role of aggressive nutritional intervention in wound healing. Ostomy/Wound Management, 45(3), 46-55. Hidalgo, P. P. L., Fernandez, G. F. P., Medina, L. I. M., & Nieto, A. C. (2006). Risk assessment scales for pressure ulcer prevention: A systematic review. J Adv Nurs. 54(1), 94-110. Hockenberry, M. J., & Wilson, D. (2009). Wong’s essentials of pediatric nursing. St. Louis: Mosby Elsevier. Horn, S. D., Bender, S. A., & Feguson, M. L. (2004). The national pressure ulcer longterm care study: Pressure development in long-term care residents. Journal of American, 52(3), 359-67.
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Hunter, J., Savin, J., & Dahl. (2002). Clinical dermatology. St. Louis: Mosby Elsevier. Jones, I., Tweed, C., & Marron, M. (2001). Children's nursing. pressure area care in infants and children: NIMBUS paediatric system. British Journal of Nursing, 10(12), 789-795. Jull, A., & Griffiths, P. (2010). Is pressure sore prevention a sensitive indicator of the quality of nursing care? A cautionary note. International Journal of Nursing Studies, 47, 531-533. Kemp, M., Keithley, J., Smith, D., & Morreale, B. (1990). Factors that contribute to pressure sores in surgical patients. Res Nurs Health. 1990; 13:293-301. Kottner, J., Balzer, K., Dassen, T., & Heinze, S. (2009). Pressure ulcers: A critical review of definitions and classifications. Ostomy Wound Management, 55, 22-29. Kottner, J., & Balzer, K. (2010). Do pressure ulcer risk assessment scales improve clinical practice? Journal of Multidisciplinary Healthcare, 3, 103-111. Kottner, J., Wilborn, D., & Dassen, T. (2010). Frequency of pressure ulcers in the pediatric population: A literature review and new empirical data. International Journal of Nursing Studies, 47, 1330-1340. Kottner, J. (2012). Was sind Dekubitus? Hans Huber, Bern. Koziak, M. (1959). Etiology and pathology of ischemic ulcers. Archives of Physical Medicine and Rehabilitation, 40, 62-69. Levine, M. E. (1990). Conservation and integrity. In: Parker (ed). Nursing Theories in Practice. New York, NY: National League for Nursing. Levine, M. E. (1991). The conservation principles: A model for health. In: Schaefer, K.M., & Pond, J.B. (eds). Levine’s conservation model: A framework for nursing practice. Philadelphia, Pa: F.A. Davis Company. Levine, M. E. (1996). The conservation principles: A retrospective. Nurs Sci Q, 9(1), 38–41. Levine, M. E. (2000). The conservation principles of nursing: Twenty years later. 3rd ed. Norwalk, Conn: Appleton & Lange. Lindan, O., Greenway, R. M., & Piazza, J. M. (1965). Pressure distribution on the surface of the human body. evaluation in lying and sitting positions using a "bed of springs and nails.". Archives of Physical Medicine and Rehabilitation, 46, 378-385.
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Lucida. (2008). Pengaruh Virgin Coconut Oil (VCO) di dalam basis krim terhadap penetrasi zat aktif. Andalas: Tidak Dipubliasikan. Lund, C., Kuller, J., Lane, A., Lott, J. W., & Raines, D. A. (1999). Neonatal skin care: The scientific basis for practice. Journal of Obstetric, Gynecologic, and Neonatal Nursing, 28(3), 241-254. Lund, C. H., Osborne, J. W., Kuller, J., Lane, A. T., Lott, J. W., & Raines, D. A. (2001). Neonatal skin care: Clinical outcomes of the AWHONN/NANN evidence-based clinical practice guideline. JOGNN: Journal of Obstetric, Gynecologic, and Neonatal Nursing, 30(1), 41-51. Maklebust, J., & Magnan, M. A. (1994). Risk factors associated with having a pressure ulcer: A secondary data analysis. Advances in Wound Care, 7(6), 25. Maklebust, J., & Sieggreen, M. (1996). Pressure ulcers: Guidelines for prevention and nursing management (2nd ed.). Springhouse, PA: Springhouse Corporation. Maling, B., Haryani, S., & Arif, S. (2012). Pengaruh Water Tepid Sponge (WTS) terhadap penurunan suhu tubuh pada anak umur 1-10 tahun dengan hipertermia. Semarang: Tidak Dipublikasikan. Meleis, A. I. (2000). Theoretical nursing: Development and progress. 3rd ed. Philadelphia, Pa: Lippincott. Marcellus, L. (2004). Determination of positional skin-surface pressures in premature infants. Neonatal Network: The Journal of Neonatal Nursing, 23(1), 25-30. Matthew, L. (2007). Wound management: Using Levine’s conservation model to guide practice. Philadelphia, Pa: Lippincott. McCord, S., McElvain, V., Sachdeva, R., Schwartz, P., & Jefferson, L. S. (2004). Risk factors associated with pressure ulcers in the pediatric intensive care unit. Journal of WOCN, 31(4), 179-183. McLane, K. M., Krouskop, T. A., McCord, S., & Fraley, J. K. (2002). Comparison of interface pressures in the pediatric population among various support surfaces. Journal of WOCN, 29(5), 242-251. McLane, K. M., Bookout, K., McCord, S., McCain, J., & Jefferson, L. S. (2004). The 2003 national pediatric pressure ulcer and skin breakdown prevalance study: A multisite study. Journal of WOCN, 31(4), 168-178. Mefford, L. C. (2004). A Theory of health promotion on levine's conservation model of nursing. Nursing Science Quarterly, 17( 3), 260-266.
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Montagna, W., Kligmen, A. M., & Carlisle. (1992). Atlas of normal human skin. New York: Springler Verlag. Moore, Z. E., Cowman, S. (2008). Risk assessment tools for the prevention of pressure ulcers. Cochrane Database Systematic Reviews, 16: CD006471. National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) (2007). Pressure ulcer definition. St. Louis, MO: Mosby. National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) and European Pressure Ulcer Advisory Panel (EPUAP). (2009). Prevention and treatment of pressure ulcers: Clinical practice guideline. Washington DC. Neidig, J. R. E., Kleiber, C., & Oppliger, R. A. (1989). Risk factors associated with pressure ulcers in the pediatric patient following open-heart surgery. Progress in Cardiovascular Nursing, 4(3), 99-106. Nicol, N. N. (2005). Use of moisturizers in dermatologic disease: The role of healthcare providers in optimizing treatment outcomes. Cutis, 76(Suppl. 6), 26-31. Nikolovski, J., Stamatas, G. N., Kollias, N., & Wiegand, B. C. (2008). Barrier function and water-holding and transport properties of infant stratum corneum are different from adult and continue to develop through the first year of life. Journal Investigation in Dermatology, 128, 1728-1736. Noonan, C., Quigley, S., & Curley, M. A. (2011). Using the Braden Q scale to predict pressure ulcer risk in pediatric patients. Journal Pediatric Nursing, 26, 566-575. Okomoto, G. A., Lamers, J. F., & Shurtleff, D. B. (1983). Skin breakdown in patients with myelomeningocele. Arch Phys Med Rehab. 1983;64: 20-23 Pallija, G., Mondozzi, M., & Webb, A. A. (1999). Skin care of the pediatric patient. Journal of Pediatric Nursing, 14(2), 80-87. Pancorbo, P. L., Garcia, F. P., Lopez, I. M., & Alvarez, C. (2006). Risk assessment scales for pressure ulcer prevention: A systematic review. Journal of Advanced Nursing, 54, 94-110. Parker, M. E., & Smith, M. C. (2010). Nursing theories & nursing practice. Third Edition. Davis Company: Philadelphia. Parnham, A. (2012). Pressure ulcer risk assessment and prevention in children. Nursing Children and Young People, 24, 24-29.
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Phillips, T., Stanton, B., Provan, A., & Lew, R. (1994). A study of the impact of leg ulcers on quality of life: Financial, social, and psychologic implications. J Am Acad Dermatol, 31(1), 49-53. Piloian, B. B. (1992). Defining characteristics of the nursing diagnosis "high risk for impaired skin integrity". Decubitus, 5(5), 32-37. Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005). Fundamental Of Nursing. USA: Mosby Inc. Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (2005). Standar kompetensi perawat Indonesia. Dipublikasikan oleh Bidang Organisasi PP-PPNI. Diunduh dari http://inna-ppni.or.id. Tanggal 1 November 2013. Purwanti, S., & Ambarwati, W. N. (2012). Pengaruh Water Tepid Sponge (WTS) terhadap perubahan suhu tubuh pada pasien anak hipertermia di ruang rawat INAP RSUD. Dr. Moewardi Surakarta. Surakarta: Tidak Dipublikasikan. Quigley, S. M., & Curley, M. A. Q. (1996). Skin integrity in the pediatric population: Preventing and managing pressure ulcers. JSPN, 1(1), 7-18. Reddy, M., Gill, S. S., & Rochon, P. (2006). Preventing pressure ulcers: A systematic review. JAMA, 296, 974-984. Reddy, M., Madhuri, P., Gill, L., Sudhep, S., Roccon, P., & Paula. A. (2008). Preventing Pressure Ulcer: A Systemic Review. JAMA, 296 (8), 974-984. Roberts, K., & Taylor, B. (1999). Nursing research processes: An Australian perspective. South Melbourne, Australia: Nelson Thomson Learning. Rodriguez, M., & Alonzi, A. (2007). Nutrition, skin integrity, and pressure ulcer healing in chronically ill children: An overview. Ostomy Wound Management, 53(6), 56. Medical Record RSCM. (2013). Protokol penatalaksanaan pencegahan dekubitus berdasarkan pengkajian dengan skala Norton. Jakarta: Tidak Dipublikasikan. Samaniego, I. A. (2003). A sore spot in pediatrics: Risk factors for pressure ulcers. Pediatric Nursing, 29(4), 278-282. Seiler , W. O., & Stahelin, H. B. (2006). Skin oxygen tension as a function of imposed skin pressure: Implication for decubitus ulcer formation. Journal of the American, 27, 298-301. Schaefer, K. M. & Pond, J. B. (2006). Levine’s conservation model as a guide to nursing practice. Nursing Science Quarterly, 7, 53-54.
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Schaefer, K. M. (2006). Nursing Theorists and Their Work. St. Louis Missouri: Mosby Elsevier. Schmidt, T. (2002). Pressure ulcers: Nutrition strategies that make a difference. Caring, 19, 18-23. Schindler, C. A., Mikhailoc, T. A., Fischern, K., Lukasiewicz, G., Kuhn, E. M., & Duncan, L. (2007). Skin integrity in critically ill and injured children. American Journal of Critical Care, 16(6), 568-574. Schindler, C. A., Mikhailoc, T. A., & Christensen, M. (2010). Pressure ulcer prevention: Innovative strategies in the PICU [Abstract]. Solis, M. D., Krouskop, T., Trainer, N., & Marburger, R. (1988). Supine interface pressure in children. Arch Pys Med Rehab, 69: 7-12. Stechmiller, J. K., Cowan, L., Whitney, J. D., Phillips, L., Aslam, R., Barbul, A., Gottrup, F., Gould, L., Robson, M. C., Rodeheaver, G., Thomas, D., & Stotts, N. (2008). Guidelines for the prevention of pressure ulcers. Wound Repair and Regeneration, 16, 151-168. Strauss, N. A., & Margolis, D. J. (1996). Malnutrition in patients with pressure ulcers: Morbidity, mortality, and clinically practical assessments. Advances in Wound Care, 9(5), 37-40. Susanti, N. (2012). Efektifitas Water Tepid Songe (WTS) pada penurunan demam. Malang: Tidak Dipublikasikan. Thomas, D. R. (2001). Improving outcome of pressure ulcers with nutritional interventions: A review of the evidence. Nutrition, 17, 121-125. Turnage, C. C., McLane, K. M., & Gregurich, M. A. (2008). Interface pressure comparison of healthy premature infants with various neonatal bed surfaces. Advances in Neonatal Care, 8(3), 176-184. Tomey, A. M., & Alligood, M. R. (2006). Nursing theorists and their works. St. Louis: Mosby Elsevier. Willock, J. (2000). Pressure sores in children-the acute hospital perspective. Journal of Tissue Viability, 10(2), 59-62. Willock, J., & Maylor, M. (2004). Pressure ulcers in infants and children. Nursing Standard, 18(24), 56-8, 60. Willock, J., Harris, C., Harrison, J., & Poole, C. (2005). Identifying the characteristics of children with pressure ulcers. Nursing Times, 101(11), 4043.
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Willock, J., Anthony, D., & Richardson, J. (2008). Interrater reliability of the Glamorgan pediatric pressure ulcer risk assessment scale. Pediatric Nursing, 20, 14-19. Wound Ostomy and Continence Nurses (2003). Clinical practice series: Guideline for prevention and management of pressure ulcers. Glenview. Quintavalle, P. R., Lyder, C. H., Mertz, P. J., Jones, C., & Dyson, M. (2006). Use of high-resolution, high-frequency diagnostic ultrasound to investigate the pathogenesis of pressure ulcer development. Advances in Skin Wound Care, 19, 498-505. Yusuf (2010). Konsep dasar luka dekubitus. Yogyakarta: Media Ilmu.
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Lampiran 2
LAPORAN PROYEK INOVASI
MEMBANDINGKAN SKALA NORTON DAN BRADEN Q DALAM PENGKAJIAN RISIKO LUKA TEKAN PADA ANAK DI RUANG INFEKSI RSUPN Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA
SUYAMI 1006834063
PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA 2013
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
rahmat dan
segala
kebaikanNya
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan tugas menyusun proyek inovasi dengan judul “Membandingkan Skala Norton dan Braden Q dalam Pengkajian Risiko Luka Tekan pada Pasien Anak di Ruang Infeksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta”.
Proyek inovasi ini disusun sebagai salah satu tugas praktik residensi II pada Program Ners Spesialis Keperawatan Anak pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Penyusunan proyek inovasi ini dapat terlaksana atas bimbingan, bantuan, dan kerjasama berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan penghargaan, rasa hormat dan terima kasih kepada: 1. Ibu Nani Nurhaeni, S.Kp., MN selaku supervisor utama yang telah meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga untuk memberikan bimbingan, arahan, dan masukan untuk kesempurnaan proyek inovasi ini. 2. Ibu Elsi Syahreni, Ns.,Sp.Kep.An selaku supervisor yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan arahan selama penyusunan proyek inovasi ini. 3. Ibu Yunisar Gultom, S.Kp., MCINsg yang telah meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga untuk memberikan bimbingan dalam proses penyusunan evidence based practice (EBP) dan untuk kesempurnaan proyek inovasi ini. 4. Kepala ruang, supervisor, ketua tim dan perawat pelaksana di ruang infeksi anak yang telah banyak membantu penulis dalam pengumpulan data, mengidentifikasi masalah, dan melakukan uji coba format pengkajian risiko luka tekan dengan menggunakan skala Braden Q untuk proyek inovasi ini.
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga proyek inovasi ini membawa manfaat bagi pelayanan keperawatan, khususnya bagi keperawatan anak.
Depok, November 2013
Penulis
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Merawat klien pada keadaan kronis dan imobilisasi membutuhkan waktu yang cukup lama dan meningkatkan risiko terjadinya luka tekan. Luka tekan merupakan kerusakan jaringan lokal yang berkembang ketika jaringan lunak dikompresi antara tonjolan tulang dan permukaan eksternal untuk jangka waktu lama, dan dapat terjadi pada individu dengan segala usia termasuk usia anak-anak (McCord, McElvian, Sachdeva, Schwartz, & Jefferson, 2004).
Insiden luka tekan pada anak yang dirawat di ruang non kekritisan diperkirakan mencapai 0,47% sampai dengan 13,1%, diidentifikasi di PICU sebesar 27%; sedangkan di NICU sebesar 23% (Curley et al, 2000; Zollo et al, 1996). Di Indonesia menurut Suryadi (2006) dalam Yusuf (2010) insiden luka tekan cukup tinggi yaitu 33.3%, angka inipun tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara yang ada di ASEAN.
Dampak yang ditimbulkan akibat luka tekan diantaranya menyebabkan infeksi, sepsis, peningkatan morbiditas, peningkatan biaya perawatan, dan efek negatif terhadap psikososial seperti malu dan gangguan citra tubuh terkait dengan jaringan parut maupun alopecia (McCord, McElvain, Sachdeva, Schwartz, & Jefferson, 2004), sehingga diperlukan pengkajian yang benarbenar komprehensif untuk mencegah luka tekan pada pasien anak. Istrumen yang biasa dipakai untuk pengkajian risiko luka tekan diantaranya skala Norton dan skala Braden Q.
Curley dan Quigley (1996) mengadopsi skala Braden yang sesuai untuk anak disebut skala Braden Q. Pada tahun 2003, skala Braden Q divalidasi untuk menguji instrumen tersebut dalam mengidentifikasi pasien yang berisiko luka tekan dan menerapkan intervensi keperawatan untuk mencegah luka tekan. Skala Braden Q menilai persepsi sensori, kelembaban, aktifitas, mobilitas, nutrisi, gesekan, perfusi jaringan dan oksigenasi.
1 Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Sebuah literatur menyebutkan bahwa pengkajian risiko luka tekan pada anak lebih baik dengan menggunakan skala Braden Q daripada dengan skala Norton, karena Braden Q menunjukkan validasi yang optimal, sensitifitas dan spesifikasi yang lebih baik (Quigley & Curley, 1996) dan keduanya lebih akurat daripada penilaian klinis dalam memprediksi risiko luka tekan (Hidalgo, Fernandez, Medina, & Nieto, 2006), meskipun ada literatur yang menyebutkan bahwa skala Braden Q dan skala Norton keduanya mempunyai efektifitas yang sama rendahnya (Defloor & Grypdock, 2005), bahkan sebuah literatur menyebutkan bahwa skala Braden Q yang digunakan pada pasien anak sama konsistensinya apabila digunakan pada pasien dewasa (Curley, Razmus, Roberts, & Wypij, 2003).
Berdasarkan hasil evaluasi proyek inovasi yang telah dilakukan oleh mahasiswa aplikasi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia tahun 2012 tentang perbandingan format pengkajian risiko luka tekan dengan skala Norton, Glamorgan, dan Braden Q di ruang infeksi gedung A lantai 1 diidentifikasi bahwa 80% perawat menyatakan lebih mudah menggunakan skala Braden Q dengan alasan mudah menentukan skoring, indikator pengkajian lebih jelas dan obyektif, mempertimbangkan semua aspek dalam penilaian, 10% perawat menyatakan lebih mudah menggunakan skala Norton dengan alasan lebih sederhana dan tidak perlu banyak membaca, dan 10% menyatakan lebih mudah menggunakan skala Glamorgan dengan alasan lebih mudah dan lebih jelas meskipun skor interpretasi kurang sesuai.
Berdasar
latar
belakang
tersebut
di
atas,
residen
tertarik
ingin
membandingkan format pengkajian risiko luka tekan mana yang lebih baik antara skala Norton dengan Skala Braden Q untuk pasien anak di ruang infeksi, gedung A lantai 1 RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta berdasarkan evidence based practice (EBP).
2 Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum Untuk meningkatkan pengkajian keperawatan yang komphrehensif sebagai upaya meningkatkan kualitas asuhan keperawatan. 1.2.2 Tujuan Khusus a. Adanya instrumen pengkajian risiko luka tekan yang valid khususnya pada pasien anak sesuai dengan evidence based practice. b. Adanya instrumen pengkajian risiko luka tekan yang terstruktur dan hasilnya dapat diukur secara obyektif. c. Terlaksananya pemantauan risiko luka tekan pada anak dalam rangka peningkatan patient safety.
1.3 Manfaat 1.3.1 Rumah sakit Pengembangan proyek inovasi ini dapat menjadi bahan evaluasi dan pembaharuan terhadap pelaksanaan pengkajian risiko luka tekan pada anak di ruang infeksi gedung A lantai 1 RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. 1.3.2 Perawat Meningkatkan efektifitas perawat dalam melakukan pengkajian risiko luka tekan pada anak sebagai bagian dari proses keperawatan yang berkesinambungan. 1.3.3
Pasien Risiko luka tekan dapat dicegah melalui pengkajian yang komprehensif dan tindakan keperawatan.
1.4 Hasil Pengkajian Kebutuhan Proyek Inovasi 1.4.1 Profil singkat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta 1.4.1.1 Visi Memberikan pelayanan keperawatan paripurna yang bermutu dan profesional dalam rangka menuju pelayanan keperawatan terkemuka di Asia Pasifik tahun 2014.
3 Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
1.4.1.2 Misi a. Memberikan pelayanan kesehatan paripurna dan bermutu serta terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. b. Menjadi tempat pendidikan dan penelitian tenaga kesehatan. c. Tempat penelitian dan pengembangan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui manajemen yang dinamis dan akuntabel. 1.4.1.3 Motto R= Respek
S= Sigap
C= cermat
M= Mulia
1.4.1.4 Komitmen Kesehatan dan kepuasan pelanggan adalah komitmen kami. Senantiasa memberikan pelayanan paripurna yang prima untuk meningkatkan kepuasan dan menumbuhkan kepercayaan pasien sebagai pelanggan utama kami.
1.5 Analisis SWOT 1.5.1 Strength (kekuatan) a. Dukungan dari manajemen termasuk perawat untuk melakukan tindakan keperawatan berdasarkan evidence based practice. b. Perawat telah melakukan pengkajian risiko luka tekan sejak awal masuk dengan menggunakan skala Norton. c. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa perawat telah mendapatkan pelatihan tentang research keperawatan dan evidence based nursing. d. Adanya format pengkajian risiko luka tekan dengan skala Norton. e. Monitoring dan evaluasi terus dilakukan terhadap 6 standar International Patient Safety Goals.
1.5.2 Weakness (kelemahan) Adanya keluhan perawat ruangan dalam penggunaan format pengkajian risiko luka tekan yang ada pada saat ini menimbulkan interpretasi yang
4 Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
berbeda-beda karena definisi operasional yang kurang jelas pada aspek penilaian, misalnya pada aspek mobilitas dan inkontinensia.
1.5.3 Opportunity (peluang) a. RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta merupakan rumah sakit rujukan nasional. b. RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta merupakan rumah sakit pendidikan dan terbuka untuk proses berubah. c. RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta telah mendapatkan akreditasi dari Joint Commission International (JCI). d. Visi dan komitmen RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta untuk meningkatkan mutu pelayanan dan kepuasan pelanggan. e. Adanya perhatian dari pihak manajemen gedung A dan ruangan untuk mengoptimalkan proses keperawatan yang komprehensif meliputi pengkajian hingga evaluasi, dengan tindakan keperawatan yang berbasis evidence based practice. f. Berdasarkan hasil evaluasi mahasiswa aplikasi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia tahun 2012 tentang perbandingan format pengkajian risiko luka tekan dengan skala Norton, Glamorgan, dan Braden Q di ruang infeksi gedung A lantai 1 diidentifikasi bahwa 80% perawat menyatakan lebih mudah menggunakan skala Braden Q dengan alasan mudah menentukan skoring, indikator pengkajian lebih jelas dan obyektif, mempertimbangkan semua aspek dalam penilaian, 10% perawat menyatakan lebih mudah menggunakan skala Norton dengan alasan lebih sederhana dan tidak perlu banyak membaca, dan 10% menyatakan lebih mudah menggunakan skala Glamorgan dengan alasan lebih mudah dan lebih jelas meskipun skor interpretasi kurang sesuai.
1.5.4 Threat (ancaman) a. Responsibilitas dan akuntabilitas perawat telah diatur dalam Undangundang kesehatan Republik Indonesia.
5 Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
b. Undang-undang perlindungan konsumen menuntut adanya peningkatan kualitas pelayanan keperawatan. c. Program speak up RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta memberi kesempatan pada masyarakat untuk lebih kritis terhadap pelayanan yang diberikan oleh perawat. d. Masyarakat kini semakin kritis yang berimbas pada tuntutan terhadap pelayanan keperawatan semakin berkualitas.
1.6 Identifikasi Masalah dan Prioritas Masalah Insiden dekubitus di ruang infeksi gedung A lantai 1 lima bulan terakhir terakhir (Januari s.d Mei 2013) sebesar 1,4 %.
1.7 Strategi Penyelesaian Masalah 1.7.1 Persiapan a. Membuat pertanyaan masalah berdasarkan model PICO (P= problem/population/patient, I= intervension, C=comparation, O= outcome). b.
Searching literatur/jurnal terhadap penelitian yang menggunakan metode penelitian Random Controlled Trial (RCT) dan systematic review.
c.
Appraise literature/analisa jurnal dengan menggunakan worksheet therapy
systematic review worksheet.
d.
Membuat proposal proyek inovasi.
e.
Konsultasi dengan supervisor utama dan supervisor serta pihak manajemen gedung A RSUPN Dr. Cipto mangunkusumo Jakarta.
f.
Menterjemahkan format pengkajian risiko luka tekan skala Braden Q.
g.
Melakukan uji coba format pengkajian risiko luka tekan skala Braden Q pada 1 pasien yang sama yang dilakukan oleh 3 perawat yang berbeda, kemudian dianalisis. Hasil uji coba dapat diidentifikasi bahwa ketiga perawat memberikan penilaian yang sama, sehingga residen berasumsi bahwa format pengkajian tidak menimbulkan persepsi yang berbeda dalam menilai risiko luka tekan pada pasien.
6 Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi dan Fisiologi Kulit Kulit merupakan organ tubuh terluar yang unik, kompleks, dan memiliki komponen yang dinamis (Cohen, 2005). Luas kulit pada orang dewasa adalah 1,52m2, dengan berat 15% berat badan. Fisik kulit berbeda-beda tergantung pada ras, tipe kulit, usia, jenis kelamin, dan lokasi tubuh. Perbedaan fisik yang sering tampak adalah warna, ketebalan, kehalusan permukaan, dan elastisitas kulit. Perbedaan usia memperlihatkan perbedaan makroskopis dan mikroskopis lapisan kulit. Masa anak adalah masa yang berisiko terhadap infeksi dan bahan toksik. Kemudahan infeksi terjadi karena hygiene perorangan masih tergantung pada pengasuhnya. Selain itu, struktur sistem dan faal kulit masih dalam taraf penyesuaian dan belum optimal (Chang & Orlow, 2008).
2.2 Lapisan Kulit Kulit terdiri dari 3 lapisan (Cohen, 2005; Hunter, Savin, & Dahl, 2002; Chu, 2008):
2.2.1
Epidermis Epidermis termasuk jaringan gepeng berlapis. Hampir seluruh sel epidermis (keratinosit) sangat berperan sebagai sawar kulit (skin barrier), dan berfungsi sebagai sistem imun kulit serta proteksi terhadap lingkungan dan sinar ultraviolet (Cohen, 2005; Hunter, Savin, & Dahl, 2002; Chu, 2008).
7 Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
2.2.2 Dermis Dermis terdiri atas komponen sel dan matriks (fibrosa, difusa, dan filamentosa). Dermis terdapat kelenjar keringat, kelenjar sabasea, rambut, pembuluh darah, saluran limfe, dan ujung saraf sensorik (Cohen, 2005; Hunter, Savin, & Dahl, 2002; Chu, 2008).
2.2.3 Subkutan Subkutan merupakan bantalan lemak berfungsi terhadap trauma mekanis, disamping juga mengandung ujung saraf dan pembuluh vaskular (Cohen, 2005; Hunter, Savin, & Dahl, 2002; Chu, 2008).
2.3 Fungsi Kulit Fungsi kulit menurut Potter dan Perry (2005) adalah: a. Proteksi terhadap trauma fisis, mekanis, kimia, mikroba pathogen, sinar ultraviolet. b. Absorbsi terhadap bahan cair, padat, lemak, dan oksigen. c. Ekskresi terhadap sisa metabolisme melalui keringat dan sebum. d. Persepsi terhadap rangsangan panas, dingin, raba, tekan dan nyeri. e. Termoregulasi (proses pengaturan suhu tubuh melalui sekresi keringat dan tonus pembuluh darah). f. Keratinisasi (proses pergantian sel keratinosit dari basal sampai stratum korneum. g. Pembentukan pigmen (melanosit, melanosom, transfer melanin). h. Pembentukan vitamin D dengan bantuan sinar matahari. i. Penyembuhan luka (epitelisasi dan granulasi).
2.4 Konsep Luka Tekan 2.4.1 Definisi Luka tekan merupakan kerusakan jaringan lokal yang berkembang ketika jaringan lunak dikompresi antara tonjolan tulang dan permukaan eksternal dalam jangka waktu yang lama (Rockville, 1992). Schindler (2011) mengatakan luka tekan merupakan area tertentu yang mengalami
8 Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
kerusakan pada kulit dan jaringan di bawahnya yang disebabkan oleh tekanan, gesekan, atau robekan.
2.4.2
Faktor-faktor yang mempengaruhi Menurut Potter dan Perry (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya luka tekan diantaranya: a. Shear Shear merupakan kekuatan yang mempertahankan kulit ketika kulit tetap pada tempatnya sementara tulang bergerak. Contohnya ketika pada posisi elevasi kepala tempat tidur maka tulang akan tertarik oleh gravitasi ke arah kaki tempat tidur sementara kulit tetap pada tempatnya. Akibat dari peristiwa ini adalah pembuluh darah dibawah jaringan meregang dan angulasi sehingga aliran darah terhambat. b. Gesekan Kulit yang mengalami gesekan akan mengalami luka abrasi atau laserasi superfisial. c. Kelembaban Kelembaban akan menurunkan resistensi kulit terhadap faktor fisik lain semisal tekanan. Kelembaban yang berasal dari drainase luka, keringat, dan atau inkontinensia feses atau urin dapat menyebabkan kerusakan kulit. d. Nutrisi Nutrisi yang buruk juga berhubungan dengan keseimbangan cairan dan elektrolit. Kekurangan protein akan mengakibatkan edema atau sembab sehingga menggangu distribusi oksigen dan transportasi nutrien. Kehilangan protein yang parah hingga hypoalbuminemia (kadar albumin serum < 3 g/100 ml) menyebabkan perpindahan cairan dari ekstraseluler ke jaringan sehingga mengakibatkan edema. Edema ini akan menurunkan sirkulasi darah ke jaringan, meningkatkan akumulasi sampah metabolik sehingga meningkatkan risiko luka tekan.
9 Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
e. Mobilitas Gangguan mobilitas menyebabkan sirkulasi darah terganggu, iskemik dan berakibat luka tekan. f. Persepsi sensori Kerusakan persepsi sensori menyebabkan individu tidak bisa berespon terhadap rangsang nyeri, panas, dingin, raba, dan tekan sehingga meningkatkan risiko luka tekan. g. Oksigenasi dan perfusi jaringan Penurunan sirkulasi menyebabkan jaringan hipoksia dan lebih rentan mengalami iskemia dan luka tekan.
2.4.3 Area Luka Tekan Lokasi luka tekan dapat terjadi di seluruh permukaan tubuh apabila mendapat tekanan secara terus-menerus. Lokasi luka tekan paling sering terjadi pada daerah kulit di atas tulang yang menonjol. Menurut Schindler (2011) mengidentifikasi lima persentase terbesar lokasi luka tekan pada anak yaitu bokong (16,86%), leher 10,42%), perineum (6,36%), oksiput (6,02%) dan sacrum (5,96%).
2.4.4 Derajat Luka Tekan Potter dan Perry (2005) membagi derajat luka tekan menjadi empat dengan karakteristik sebagai berikut : a. Derajat I, kulit berwarna kemerahan yang tidak hilang ketika ditekan, terlokalisasi (berbatas tegas), kulit yang mengalami luka tekan tampak lebih gelap dari area sekitarnya, dan teraba hangat. b. Derajat II, kehilangan sebagian lapisan kulit namun tidak lebih dalam dari dermis, terjadi abrasi, lepuhan, luka dangkal. c. Derajat III, kehilangan lapisan kulit secara lengkap meliputi subkutan, termasuk jaringan lemak di bawahnya atau lebih dalam lagi namun tidak sampai fascia. Luka mungkin membentuk lubang yang dalam. d. Derajat IV, kehilangan lapisan kulit secara lengkap hingga tampak tendon,
10 Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
tulang, dan sendi. Berpotensi untuk terjadi destruksi dan risiko osteomyelitis.
2.5 Skala Norton Skala Norton dirancang untuk menilai risiko luka tekan khusus untuk lansia (Norton, et al, 1962). Sebuah literatur mengidentifikasi bahwa skala Norton mempunyai efektifitas rendah karena masih banyak aspek yang tidak dikaji secara mendalam. Skala Norton menilai tentang kondisi fisik, status mental, aktifitas, mobilitas, dan inkontinensia. Skala Norton dibagi dalam 3 kategori yaitu 16-20 (risiko rendah), 12-15 (risiko sedang), dan < 12 (risiko tinggi).
2.6 Skala Braden Q Menurut Bergstron, et all (1987) dan Quigley & Curley (1996) Skala Braden Q terdiri dari 7 subskala yaitu mobilitas, aktifitas, persepsi sensori, kelembaban, gesekan, nutrisi, perfusi jaringan dan oksigenasi. Skor skala Braden Q dibagi dalam 4 kategori yaitu skor 26-28 (tidak berisiko), skor 2225 (risiko rendah), skor 17-21 (skor sedang), dan skor ≤ 16 (skor tinggi).
11 Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
BAB 3 EVIDENCE BASED PRACTICE 3.1 Model PICO Evidence based practice diawai dengan pencarian melalui model PICO dan appraise artikel. Berikut model PICO diuraikan sebagai mana berikut ini: Population
: Pasien anak
Intervention
: Pengkajian risiko luka tekan dengan skala Norton
Comparison
: Pengkajian risiko luka tekan dengan skala Braden Q
Outcome
: Skala Norton dan Skala Braden Q mana yang lebih baik?
Write out your question: Pertanyaan: Skala manakah yang paling baik untuk melakukan pengkajian risiko luka tekan pada pasien anak?
List the main topics and term from your question that you can use to search. Braden Q scale and Norton scale AND pediatrics AND pressure ulcer
Check any limit that may pertain to your search: X Age__Language__Year of publication
Type of study/publication you want to include in your research: X Systematic Review or Meta Analysis X Random Clinical Trials
Check the data bases you searched: X Cochrane X Pubmed
3.2 Searching Process What information did you find to help answer your question?
12 Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Cochrane ditemukan: Hidalgo, P.P.L., Fernandez, G.F.P., Medina, L.I.M., & Nieto, A.C. (2006). Risk assessment scales for pressure ulcer prevention: A systematic review. J Adv Nurs. 54(1), 94-110. “Thirty three studies were included in the review, three on clinical effectiveness and the rest on scale validation. There is no decrease in pressure ulcer incidence was found which might be attributed to use of an assessment scale. However, the use of scales increases the intensity and effectiveness of prevention interventions. The Braden Q scale shows optimal validation and the best sensitivity/specificity (57,1% / 67,5%), its score is a good pressure ulcer risk predictor (odds ratio = 4,08 ; CI 95%). The Norton Scale has reasonable scores for sensitivity (46,8%), specifity (61,8%) and risk prediction (OR = 2,16 ; CI 95%). The Braden Q scale offers the best balance between sensitivity and specificity and the best risk estimate. Both the Braden Q and Norton scales are more accurate than nurses’s clinical judgement in predicting pressure ulcer risk.”
Defloor, T., & Grypdonck, M.F.H. (2005). Pressure ulcers: validation of two risk assessment scales. Randomised Controlled Trial. Journal of Clinical Nursing. 14(3), 373-382. “The effectiveness of the Norton and Braden Q scales is very low.”
PubMed ditemukan: Quigley, S.M., & Curley, M.A.Q. (2005). Skin integrity in the pediatric population: Preventing and managing pressure ulcers. Randomised Controlled Trial. J Soc Pediatr Nurs. 1(1), 7-18. “The Skin Care Task Force recommends use of Braden Q for pediatrics risk assessment, a skin care algorithm for prevention of pressure ulcers, and a pressure ulcer algorithm for staging ang managing pressure ulcers.”
13 Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Curley, M.A.Q., Rasmuz, I.S., Roberts, K.E., & Wypij, D. (2005). Predicting pressure ulcer risk in pediatric patients: the Braden Q scale. Randomised Controlled Trial. Nurs Res. 52(1), 22-23. “The performance of the Braden Q scale in a pediatric population is similar to that consistently reported for the Braden scale in adult patients.”
3.3 Appraise artikel SYSTEMATIC REVIEW (of therapy) WORKSHEET Citation: Risk assessment scales for pressure ulcer prevention: a systematic review Are the results of this systematic review of therapy valid? 1. Is this a systematic review of This SRs were clinical trials of risk randomized trials? assessment scales for pressure ulcer prevention. This SRs sets out to investigate and critical appraise and rate the evidence on different risk assessment scales for pressure ulcer prevention. 2. Does it include a methods section A comprehensive search was that describes: carried out on the literature (a) Finding and including all the published up to 2003 from 14 relevant trials? databased, including abstracts of (b) Assessing their individual validity? reviews of effectiveness (DARE); CINAHL; Medline; Current contents: Clinical Medicine, Social and Behavioural Science, Life Science); Indice medico espanol (IME, Spanish Medical Indes); Cuiden; Centro Latinoamericano y del Caribe de Information en Ciencias de la Salud (LILACS, latin American and Caribbean Information Centre for Health Science); Cochrane Library; EBSCO; ScienceDirect; Springer; InterSciencia; ProQuest; and Pascal. We found 491 bibliographical references in our search, out of which we selected 79 after a critical reading of the abstracts. We then selected 33 as valid, using the above criteria. The remaining 46 studies were considered non valid for
14 Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
3. Were the results consistent from study to study?
various reasons; they did not provide information to validate the scale used; the design of the studies did not meet our criteria; they had an excessive number of patient drop-outs during the follow up periode. Braden Q scale, we found 22 studies with validation data on the Braden Q scale and therefore we can consider it as having optimal validation. The inter-rater reliability is high (Pearson’s r=0,83-0,99), probably because of the operational definition of its terms. This scale has been tested in different settings. The validation indicator scores are good: sensitivity, between 100% (Bergstrom et al, 1987; Ramundo, 1995). Norton scale, there are few validation studies. The two susch studies found high inter-rater reliability, but one of the disadvantages usually attributed to this scale is precisely its low reliability. The validation indicators are: sensitivity, ranging 81% (Pang & Wong, 1998), specifity from 94%. Braden Q scale has been subjected to the most complete validation, as far as number of studies and different settings (acute hospitals, chronic hospitals, palliative care centres and home care services) are concerned. Both the data from the validation studies and our own analysis of the scale as a risk factor show that the Braden Q scale offers the best balance between sensitivity and specificity, and the best effectiveness score. In addition, inter-rater reliability is high, so that consistent results are obtained when using it in different settings. Norton scale, although its was the first RAS for PU prevention over
15 Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
developed, it has been subjected to very few validation studies. Considering all the validation data and its analysis as a risk factor tool, it stands insecond position in validity ranking. Its sensitivity and positive predictive value can be considered reasonable. Its main disadvantages is the lack of studies dealing with inter-rater reliability; because the parameters lack operational definitions, application of the scale may give rise to quite different interpretations. In this respect, we think that further validation is needed, including analysis of inter-rater reliability. 4. Were individual patient data used in When the results of the various the analysis or aggregate data? (may studies are aggregated and the be important in meta-analysis). weighted mean is obtained, we can see that the scale achieving the best scores is the Braden Q scale, while Norton scale did not perform better than nurses’ clinical judgement, so that unnecessary prevention measures are applied Are the valid result of this systematic review important? 1. What is the magnitude of the We also performed a meta-analysis treatment effect? of the magnitude effect indicators (OR) by using the random effect model (DerSimonian-Laird model) with the statistic package SPSS, and the macroMAR 2001 by Bonillo, Domenech & Granero (Delgado, 2002). 2. How presice is the treatment effect? Norton scale, there are few validation studies. The two susch studies found high inter-rater reliability, but one of the disadvantages usually attributed to this scale is precisely its low reliability. The validation indicators are: sensitivity, ranging 81% (Pang & Wong, 1998), specifity from 94%.
16 Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Can you apply this valid, important evidence from a systematic review in caring for your patient? 1. Do these result apply to your patient? These result especially risk assessment scale for pressure ulcer prevention to children will be apply in our patient. 2. Is our patient so different from those Braden Q scale can use in pediatric in the systematic review that its population and in different settings. result can’t help you? 3. Is the treatment feasible in our Braden Q scale is feasible in our setting? setting. 4. What are our patient’s potential Braden Q potential benefits from this benefits and harms from therapy? therapy are efficacious, feasible, and affordable to prevention pressure ulcer. There is no harms from this theraphy. 5. What are our patient’s values and Our patient’s values and expections for expextations for both the outcomes the outcomes are set risk assessment are trying to prevent and the scale for pressure ulcer prevention. treatment we are offering?
Additional Notes: This systematic review and evidence analysis suggest that:
We found that the Braden Q scale and Norton scale are better risk prediction tools than nurses’ clinical judgement. The weighted analysis and meta-analysis of the validation studies give enough reasonable evidence for the Braden Q to be recommended as the one offering the best sensitivity/specificity balance and the highest prediction capacity. There is presently no evidence that nurses’s clinical judgement on its own can predict pressure ulcer development risk in all patients.
3.4 Pembahasan Berdasarkan appraise artikel di atas, menunjukkan bahwa: a. Skala Norton dan Skala Braden Q lebih baik daripada penilaian klinis perawat. b. Berdasarkan hasil analisis mendalam dan meta-analisis memberikan alasan yang cukup bahwa skala Braden Q direkomendasikan untuk memprediksi risiko luka tekan pada semua usia pada pasien anak, termasuk neonatus dan anak lebih dari 8 tahun, karena mempunyai sensitivitas/spesifisitas yang seimbang, terbaik dalam memprediksi risiko luka tekan, inter-rater
17 Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
reliability yang tinggi, sehingga skala Braden Q tetap memberikan hasil yang konsisten meskipun digunakan pada seting perawatan yang berbeda. c. Skala Braden Q dapat digunakan pada semua seting perawatan, misalnya perawatan di PICU, NICU, perawatan akut, perawatan kronis, perawatan paliatif, home care, bahkan pada perawatan pasien dewasa.
18 Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
BAB 4 PELAKSANAAN DAN HASIL IMPLEMENTASI 4.1 Pelaksanaan Pelaksanaan proyek inovasi ini meliputi beberapa kegiatan yaitu: 4.1.1 Presentasi dan sosialisasi Presentasi dan sosialisasi format pengkajian risiko luka tekan dengan menggunakan skala Braden Q berdasarkan evidence based practice dengan membandingkannya dengan skala Norton untuk mengkaji risiko luka tekan pada anak dilakukan pada hari Jum’at, tanggal 8 November 2013 di gedung Serba Guna lantai 8 yang pelaksanaannya bersamaan dengan mahasiswa program ners spesialis keperawatan medikal bedah yang dihadiri oleh Ka. Unit Gedung A, Ka. Pelayanan Medik Gedung A, Ka. Divisi Keperawatan Anak, PJ. Diklat, Supervisor Akademik, staf bidang keperawatan, Head Nurse gedung A lantai 1, Head nurse poli penyakit dalam, perawat primer dan perawatan associate, baik dari lantai 7 zona A, lantai 7 zona B maupun gedung A lantai 1.
4.1.2 Implementasi Mengimplementasikan pengkajian risiko luka tekan pada anak dengan menggunakan skala Braden Q dan skala Norton bersama-sama dengan perawat anak di ruang infeksi gedung A lantai 1 RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tanggal 11 sampai dengan 15 November 2013 terhadap 30 pasien dan didokumentasikan untuk dilakukan analisis.
4.1.3 Hasil Dokumentasi Hasil analisis dokumentasi dari 30 responden (pasien) yang dilakukan pengkajian dengan menggunakan skala Norton diidentifikasi pasien yang berisiko rendah sebesar 40%, berisiko sedang sebesar 50%, dan berisiko tinggi sebesar 10%; sedangkan dengan skala Braden Q dapat diidentifikasi pasien berisiko rendah sebesar 33%, berisiko sedang sebesar 23%, berisiko tinggi sebesar 17%, dan tidak berisiko sebesar 27%.
19 Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
4.1.4 Presentasi Hasil Presentasi dan sosialisasi hasil pelaksanaan proyek inovasi telah dilakukan pada hari Jum’at, tanggal 22 November 2013 di ruang infeksi yang dihadiri oleh Ka. Divisi Keperawatan Anak, Supervisor, Head Nurse, perawat primer,
perawat
associate,
dan
supervisor
dari
akademik
yang
pelaksanaannya bersamaan dengan presentasi proposal proyek inovasi mahasiswa
program
ners
spesialis
keperawatan
anak
1
tentang
membandingkan tensimeter digital dengan manual.
4.1.5 Membuat laporan pelaksanaan proyek inovasi. Setelah kegiatan dilakukan, disusun laporan pelaksanaan untuk dapat digunakan sebagai evaluasi dan tindak lanjut pada tahap berikutnya.
20 Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis, appraise artikel dan implementasi di ruangan, dapat disimpulkan bahwa: a. Skala Norton dan Braden Q lebih baik daripada penilaian klinis. b. Skala Braden Q dapat memprediksi individu yang berisiko terjadi luka tekan bahkan individu yang tidak berisiko mengalami luka tekan karena mempunyai sensitivitas/spesifisitas yang lebih tinggi daripada skala Norton. c. Skala Braden Q dapat digunakan untuk semua usia pada pasien anak, termasuk neonatus dan anak lebih dari 8 tahun. d. Skala Braden Q mempunyai inter-rater reliability yang tinggi, obyektif, terstruktur dan dapat diukur sehingga skala Braden Q tetap memberikan hasil yang konsisten meskipun digunakan pada seting perawatan yang berbeda seperti: perawatan akut, perawatan kronis, perawatan paliatif, PICU, NICU, home care, bahkan pada perawatan pasien dewasa.
5.2 Saran a. Perlu telaah kembali skala Braden Q yg telah disusun terkait bahasa dan aplikasinya di ruangan. b. Perlu uji coba skala Braden Q terhadap responden (pasien) dengan jumlah yang lebih banyak. c. Perlu disusunnya protokol penatalaksanaan pencegahan risiko luka tekan berdasarkan pengkajian dengan menggunakan skala Braden Q.
21 Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
REFERENSI
Baharestani, M., Vertichio, R., Higgins, M.B., Kurot, M., & May, B. A. (2005). Neonatal and pediatric evidence-linked pressure ulcer & skin care performance improvement initiative. OW,. 101(3), 140-145. Chang, M. W., & Orlow, S. J. (2008). Neonatal, pediatric, and adolescent dermatology. New York: Mc GrawHill. Chu, D. H. (2008). Development and structure of skin. New York: Mc GrawHill. Cohen, B. A. (2005). Pediatric Dermatology. Philadelphia: Elvesier Mosby. Curley, M. et al. (2000). The effects of early and repeated prone positioning in paediatric patients with acute lung injury. Chest, 118(1), 156-163. Curley, M. A. Q., Rasmuz, I. S., Roberts, K. E., & Wypij, D. (2005). Predicting pressure ulcer risk in pediatric patients: the Braden Q scale. A randomized controlled trial. Nurs Res, 52(1), 22-23. Defloor, T., & Grypdonck, M. F. H. (2005). Pressure ulcers: validation of two risk assessment scales. A randomized controlled trial. Journal of Clinical Nursing, 14(3), 373-382. Hidalgo, P. P. L., Fernandez, G. F. P., Medina, L. I. M., & Nieto, A. C. (2006). Risk assessment scales for pressure ulcer prevention: A systematic review. J Adv Nurs, 54(1), 94-110. Hunter, J., Savin, Massachussets.
J.,
&
Dahl.
(2002).
Clinical
Dermatology.
McCord, S., McElvain, V., Sachdeva, R., Schwartz, P., & Jefferson, L. S. (2004). Risk factors associated with pressure ulcers in the pediatric intensive care unit. J Wound Ostomy Continence Nurs, 31(4):179183. Schindler, C. A., Mikhailov, T. A., Kuhn, E. V. M., Christopher, J., Conway, P., Ridling, D., Scott, A. M., & Simpson, V. S. (2011). Protecting fragile skin: Nursing interventions to decrease development of pressure ulcers in PICU. American Journal of Critical Care, 20(1). Pamham, A. (2012). Pressure ulcer risk assessment and prevention in children. Nursing Children and Young People Journal, 24(2), 25-30.
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005). Fundamental Of Nursing. USA : Mosby Inc.
Quigley, S. M., & Curley, M. A. Q. (2005). Skin integrity in the pediatric population: Preventing and managing pressure ulcers. A randomized controlled trial. J Soc Pediatr Nurs, 1(1), 7-18. Webster, J., Coleman, K., Mudge, A., Marquart, L., Gardner, G., Stankiewicz, M., Kirby, J., & Vellacott, C. (2012). Pressure ulcers: Effectiveness of risk-assessment tools. A Randomised controlled trial (the ULCER TRIAL). BMJ Qual Saf, 20, 297-306. Zollo, M. et al. (1996). Altered skin integrity in children admitted to a pediatric intensive care unit. Journal of Nursing Care Quality, 11(2), 62-67.
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
lampiran 1 REKAPITULASI HASIL PENILAIAN RISIKO LUKA TEKAN BERDASARKAN SKALA NORTON DAN BRADEN Q JK
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
l p
P P P p
P p L
l l p
L L L L L
L L L
L l
L P P
L p
P L l
USIA 15Thn 16Thn 5Thn 3Thn 2Thn 11 Thn 17Thn 3Thn 2Thn 15Thn 10Thn 4 Bin 14Thn 5Thn 7 Bin 15Thn 3Thn 3Thn 1 Thn 1 Thn 12Thn 1 Thn 4 Thn 2Thn 5Thn 10Thn 5 Bin 2Thn 12Thn 5Thn
NORTON 15 13 9 12 13 17 16 18 13 17 18 10 19 20 14 15 15 20 15 20 20 14 14 15 9 15 17 13 17 11
PENILAIAN SKALA INTERPRETASI BRADENQ Risiko sedang 24 Risiko sedang 19 Risiko tinggi 16 Risiko sedang 16 Risiko sedang 18 24 Risiko rendah Risiko rendah 28 Risiko rendah 21 20 Risiko sedang Risiko rendah 22 Risiko rendah 25 Risiko tinggi 14 Risiko rendah 28 Risiko rendah 28 Risiko sedang 21 Risiko sedang 23 Risiko sedang 22 Risiko rendah 27 Risiko sedang 23 28 Risiko rendah Risiko rendah 28 Risiko sedang 23 Risiko sedang 19 Risiko sedang 25 Risiko tinggi 13 Risiko sedang 24 Risiko rendah 28 Risiko sedang 20 Risiko rendah 28 Risiko tinggi 15
KET:
Skala Norton:
Rendah :40%
Sedang: 50%
Tinggi : 10%
BradenQ: Rendah : 33% Sedang : 23% Tinggi : 17% Tidak berisiko : 27%
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
INTERPRETASI Risiko rendah Risiko sedang Risiko tinggi Risiko tinggi Risiko sedang Risiko rendah Tidak berisiko Risiko sedang Risiko sedang Risiko rendah Risiko rendah Risiko tinggi Tidak berisiko Tidak berisiko Risiko sedang Risiko rendah Risiko rendah Tida k berisiko Risiko rendah Tidak berisiko Tidak berisiko Risiko rendah Risiko sedang Risiko rendah Risiko tinggi Risiko rendah Tidak berisiko Risiko sedang Tidak berisiko Risiko tjnggi
Lampiran 2 NAMA PASIEN KAMAR
: :
PENGKAJIAN RISIKO LUKA LUKAN (BERDASARKAN SKALA NORTON) PENILAIAN
4
3
2
1
Kondisi Fisik
Baik
Sedang
Buruk
Sangat buruk
Status Mental
Sadar
Apatis
Bingung
Stupor
Aktifitas
Jalan sendiri Bebas bergerak Kontinen
Jalan dengan bantuan Agak terbatas
Kursi roda
Di tempat tidur Tidak mampu bergerak Inkontinensia urin & alvi
Mobilitas Inkontinensia
Kadangkadang inkontinensia urin
Sangat terbatas Selalu inkontinensia urin
SKOR TOTAL SKOR
Penilai
(……………………….)
Keterangan: 16 - 20
: Risiko rendah
12 - 15
: Risiko sedang
< 12
: Risiko tinggi
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
NAMA PASIEN:
Lampiran 3
KAMAR U~I
COBA PENGI
PENILAIAN
NO
INTENSITAS DAN DURASI TEKANAN
SKOR
TGL 1. Mobilitas.
TGL
TGl
1. TIdak mampu bergerak. 2. Gerakan sangat terbatas. 3. Gerakan agak terbatas. 4. Bebas bergerak.
2. Aktifitas.
1. Bedrest total di tempat tidur. 2. Duduk dengan bantuan. 3. Berjalan dengan bantuan. 4. Semua pasien bayi/ dapat berjalan.
3. Persepsi sensori.
1. Gangguan sensasi nyeri karena penurunan kesadaran. 2. Gangguan sensasi nyeri pada sebagian tubuh. 3. Gangguan sensasi nyeri pad a 1/2 extremitas. 4. TIdak ada gangguan sensasl nyeri. TOLERANSI KUUT DAN STRUKTUR PENDUKUNG
Kelembaban.
4.
1. Selalu lembab oleh perspirasi, urin, drainase dll, 2. Umumnya lembab, perlu ganti sprei tiap 8 jam. 3. Kadang-kadang lembab, perlu ganti sprei tiap 12 jam. 4. Jarang lembab, perfu ganti sprei tiap 24 jam.
5. Gesekandan robekan.
1. Mengalami spasisitas/ kontraktur/ agitasi. 2. Seringkali merosot dari tempat tidur, butuh reposisi berkala dengan bantuan total. 3. Mampu bergerak perfahan/butuh bantuan minimal. 4. Tanpa keterbatasan.
6. Nutrisi.
1. Puasa/ terpasang Infus > 5 hari I tidak pemah menghabiskan makanan. 2. Terpasang NGT/OGT/TPN/ jarang menghabiskan makanan yang disediakan. 3. Terpasang NGT/OGT/TPN/menghabiskan separuh makanan yang disediakan. 4. Menghabiskan makanan yang disediakan.
7. Perfusi jaringan dan oksigenasi.
1. Hipotensi/ MAP (Mean Arterial Pressure) <50 mmHg; <40 mmHg pada bayi baru tahir. 2. Normotensi, saturasi oksigen <95% / CRT> 2 detik, 3. Normotensi, saturasi oksigen >95% / CRT> 2 detik. 4. Normotensi, saturasi oksigen >95% I CRT < 2 detik. TOTALSKOR
Penilai
KETERANGAN: 26 - 28 : TIdak berisiko
( ................................ )
22 - 25 : Risiko rendah 17 - 21 : Risiko sedang ~
16
: Risiko tinggi
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Lampiran 1 KONTRAK BELAJAR PRAKTIK KLINIK RESIDENSI KEPERAWATAN ANAK
SUYAMI 1006834063
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK UNIVERSITAS INDONESIA
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Lampiran
1
KONTRAK BELAJAR PRAKTEK KLINIK KHUSUS DALAM KEPERAWATAN ANAK NAMA MAHASISWA NPM TEMPAT PRAKTIK No 1.
: SUYAMI : 1006834063 : RUANG INFEKSI RSUPN DR. CIPTO MANGUN KUSUMO JAKARTA
Tujuan Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit saluran pernapasan: pneumonia, bronkhiolitis,dan bronkhopneumonia.
Kompetensi Melakukan asuhan keperawatan dengan mengaplikasikan model konseptual konservasi energi Myra E. Levine pada anak dengan masalah saluran pernapasan: pneumonia, bronkhiolitis, dan bronkhopneumonia. 1. Melaksanakan pengkajian berdasarkan prinsip konservasi. a. Konservasi energi: sesak napas, adanya retraksi dinding dada, pernapasan cuping hidung, sianosis, respirasi meningkat, nadi meningkat, aktifitas menurun, kebutuhan istirahat dan tidur berkurang, nafsu makan menurun, muntah. b. Integritas struktur: nyeri dada, batuk produktif, demam, suara napas ronkhi, hasil laborat: leukosit meningkat. c. Integritas personal: perpisahan dengan orang tua, saudara, teman, lingkungan asing, prosedur tindakan yang menimbulkan distress. d. Integritas sosial: tidak bisa bermain dengan teman, sedih, pendiam, rewel, menolak tenaga kesehatan. 2.
Trophicognosis. a. Bersihan jalan napas tidak efektif. b. Gangguan pertukaran gas. c. Nyeri. d. Nutrisi kurang dari kebutuhan. e. Kurang volume cairan. f. Intoleransi aktifitas. g. Kecemasan.
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
Metode a. Praktik klinik b. Studi kasus c. Diskusi d. Tutorial e.Studi literature evidence based practide
Waktu 9 Sept – 22 Nov 13
3.
Merumuskan hipotesis a. Tindakan penghematan energi. b. Pemberian posisi yang nyaman. c. Pemantauan tanda-tanda vital. d. Pemantauan frekuensi, kedalaman, keteraturan pernapasan. e. Melakukan bimbingan pemberian nutrisi. f. Tindakan mengatasi bersihan jalan napas tidak efektif: minum air hangat, latihan batuk efektif, postural drainage, suction. g. Tindakan mengurangi kecemasan. h. Pencegahan dehidrasi: pemberian cairan IV dan per oral secara hati-hati. i. Pemberian nutrisi adekuat.
4.
Intervensi keperawatan a. Memberikan obat-obatan (oral, SC, IV, IM). b. Memberikan pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga, serta proses perencanaan pulang. c. Memberikan dukungan pada keluarga. d. Mengembangkan program bermain pada anak usia toddler, pra sekolah, dan sekolah yang mengalami hospitalisasi dan yang akan menjalani tindakan invasif. e. Melakukan bimbingan antisipasi. f. Menerapkan prinsip atraumatic care pada setiap tindakan keperawatan. g. Menggunakan komunikasi terapeutik dan hubungan interpersonal dalam memberikan asuhan keperawatan. h. Menciptakan dan mempertahankan lingkungan yang nyaman. i. Melakukan pendelegasian dan supervisi dalam pelayanan keperawatan. j. Mengelola pelayanan keperawatan di ruang anak infeksi. k. Pemantauan pasien yang mendapatkan terapi oksigen. l. Melakukan bimbingan pemberian nutrisi. m. Menerapkan evidence base practice sesuai kondisi klien n. Pencegahan dan pengendalian infeksi. o. Berkolaborasi dengan tim kesehatan lain.
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
2.
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit saluran cerna: diare.
5.
Evaluasi a. Jalan napas efektif. b. Nyeri terkontrol. c. Pasien nyaman. d. Kebutuhan nutrisi dan cairan terpenuhi secara adekuat. e. Istirahat dan tidur dengan tenang. f. Cemas berkurang. g. Orang tua terlibat dalam perawatan anaknya.
6. 7.
Pendokumentasian asuhan keperawatan. Mengidentifikasi aspek etik dan legal dalam pelayanan keperawatan
Melakukan asuhan keperawatan dengan mengaplikasikan model konseptual konservasi energi Myra E. Levine pada anak dengan masalah saluran cerna: diare. 1. Melaksanakan pengkajian dengan prinsip konservasi: a. Konservasi energi: keadaan umum lemah, urin out put berkurang, penurunan berat badan, membran mukosa kering, turgor kulit jelek, ubun-ubun cekung, riwayat mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi. b. Integritas struktur: kemerahan pada kulit sekitar anus, hasil pemeriksaan feses ada parasit/bakteri. c. Integritas personal: berpisah dari orang tua, saudara, dan teman, lingkungan yang asing, prosedur tindakan yang menimbulkan distress. d. Integritas sosial: tidak bisa bermain dengan teman, murung, pendiam, rewel, atau menolak tenaga kesehatan.
2.
Trophicognosis a. Kurang volume cairan. b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. c. Risiko menularkan infeksi. d. Kerusakan integritas kulit. e. Kecemasan.
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
a. Praktik klinik b. Studi kasus c. Diskusi d. Tutorial e.Studi literature evidence based practide
9 Sept – 22 Nov 13
3.
Hipotesis a. Pemberian cairan rehidrasi. b. Pemberian nutrisi adekuat. c. Tindakan pencegahan penularan infeksi. d. Perawatan kulit sekitar anus.
4.
Intervensi keperawatan a. Melaksanakan intervensi keperawatan sesuai hipotesis yang sudah dirumuskan: b. Memberikan obat-obatan (oral, SC, IV, IM). c. Memberikan pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga, serta proses perencanaan pulang. d. Mengembangkan program bermain pada anak usia toddler, pra sekolah, dan sekolah yang mengalami hospitalisasi dan yang akan menjalani tindakan invasif. e. Melakukan bimbingan antisipasi. f. Menerapkan prinsip atraumatic care dalam setiap tindakan keperawatan. g. Menggunakan komunikasi terapeutik dan hubungan interpersonal dalam memberikan asuhan keperawatan. h. Menciptakan dan mempertahankan lingkungan yang nyaman. i. Melakukan pendelegasian dan supervisi dalam pelayanan keperawatan. j. Mengelola pelayanan keperawatan di ruang anak infeksi. k. Berkolaborasi dengan tim kesehatan lain. l. Memberikan dukungan pada keluarga. m. Pencegahan dan pengendalian infeksi. p. Pemantauan pasien yang mendapatkan terapi oksigen. q. Menerapkan evidence base practice sesuai kondisi klien. n. Bimbingan pemberian nutrisi.
5.
Evaluasi a. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi. b. Mendapatkan nutrisi yang adekuat. c. Tidak terjadi penyebaran infeksi. d. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
e. f.
6. 7.
3.
Mahasiswa mampu asuhan keperawatan dengan DHF.
memberikan pada anak
Kecemasan berkurang. Orang tua terlibat dalam perawatan anaknya.
Pendokumentasian asuhan keperawatan. Mengidentifikasi aspek etik dan legal dalam pelayanan keperawatan.
Melakukan asuhan keperawatan dengan mengaplikasikan model konseptual konservasi energi Myra E. Levine pada anak dengan DHF: 1. Melaksanakan pengkajian dengan prinsip konservasi: a. Konservasi energi: demam, lemah, mual, muntah, membran mukosa, nafsu makan berkurang, nyeri otot, tulang dan sendi, nyeri ulu hati, nyeri abdomen, sakit kepala. b. Integritas struktur: perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma, tanda-tanda syok hipovolemik (kulit lembab, sianosis, tekanan darah turun, gelisah, capillary refill lebih dari 2 detik, nafas cepat), epistaksis, melena, hematuria. c. Integritas personal: berpisah dari orang tua, saudara, lingkungan asing, prosedur tindakan yang menimbulkan distress. d. Integritas sosial: tidak bisa bermain dengan teman, pendiam, rewel, menolak tenaga kesehatan, murung. 2.
Trophicognosis a. Kurang volume cairan b. Hipertermia c. Nyeri d. Nutrisi kurang dari kebutuhan e. Kecemasan
3.
Hipotesis a. Pemberian cairan rehidrasi. b. Penanganan demam. c. Penurunan nyeri. d. Pemberian nutrisi adekuat. e. Menurunkan kecemasan.
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
a. Praktik klinik b. Studi kasus c. Diskusi d. Tutorial e.Studi literature evidence based practide
9 Sept – 22 Nov 13
4.
6. 7.
4.
Mahasiswa mampu asuhan keperawatan dengan HIV/AIDS.
memberikan pada anak
Intervensi keperawatan a. Memberikan obat-obatan (oral, SC, IV, IM). b. Memberikan pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga serta proses perencanaan pulang. c. Mengembangkan program bermain pada anak usia toddler, pra sekolah, dan sekolah yang mengalami hospitalisasi dan yang akan menjalani tindakan invasif. d. Memberikan dukungan pada keluarga. e. Melakukan bimbingan antisipasi. f. Menerapkan prinsip atraumatic care pada setiap tindakan keperawatan. g. Menggunakan komunikasi terapeutik dan hubungan interpersonal dalam memberikan asuhan keperawatan. h. Menciptakan dan mempertahankan lingkungan yang nyaman i. Melakukan pendelegasian dan supervisi dalam pelayanan keperawatan. j. Mengelola pelayanan keperawatan di ruang anak infeksi. k. Berkolaborasi dengan tim kesehatan lain. l. Pencegahan dan pengendalian infeksi. m. Pemantauan pasien yang mendapatkan terapi oksigen. n. Menerapkan evidence base practice sesuai kondisi klien. o. Bimbingan pemberian nutrisi. Pendokumentasian asuhan keperawatan. Mengidentifikasi aspek etik dan legal dalam pelayanan keperawatan
Melakukan asuhan keperawatan dengan mengaplikasikan model konseptual konservasi energi Myra E. Levine pada anak dengan HIV/AIDS. 1. Melaksanakan pengkajian dengan prinsip konservasi: a. Konservasi energi: demam, lemah, penurunan berat badan, diare kronis, perdarahan, sesak napas. b. Integritas struktur: limfodenopati, infeksi yang menyebar, candidiasis di mulut. c. Integritas personal: kelemahan umum, berpisah dengan keluarga, teman, dan saudara, prosedur tindakan yang
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
a. Praktik klinik b. Studi kasus c. Diskusi d. Tutorial e.Studi literature evidence based practide
9 Sept – 22 Nov 13
d.
menimbulkan distress, lingkungan yang asing. Integritas sosial: tidak bisa bermain dengan teman, sedih, pendiam, rewel, menolak tenaga kesehatan.
2.
Trophicognosis a. Risiko perluasan infeksi. b. Risiko kurang volume cairan. c. Nutrisi kurang dari kebutuhan. d. Kurang perawatan diri. e. Nyeri. f. Kecemasan.
3.
Hipotesis a. Pencegahan infeksi. b. Pemberian cairan adekuat. c. Pemberian nutrisi adekuat. d. Penanganan nyeri. e. Penanganan kerusakan mukosa. f. Bantuan pemenuhan ADL.
4.
Intervensi keperawatan a. Memberikan obat-obatan (oral, SC, IV, IM). b. Memberikan pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga serta proses perencanaan pulang. c. Memberikan dukungan pada keluarga. d. Mengembangkan program bermain pada anak usia toddler, pra sekolah, dan sekolah yang mengalami hospitalisasi dan yang akan menjalani tindakan invasif. e. Melakukan bimbingan antisipasi. f. Menggunakan komunikasi terapeutik dan hubungan interpersonal dalam memberikan asuhan keperawatan. g. Menerapkan prinsip atraumatic care pada setiap tindakan keperawatan. h. Menciptakan dan mempertahankan lingkungan yang nyaman. i. Melakukan pendelegasian dan supervisi dalam pelayanan keperawatan. j. Mengelola pelayanan keperawatan di ruang anak infeksi.
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
k. l. m. n.
o.
5.
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan ganggguan keseimbangan cairan: gagal ginjal akut.
Berkolaborasi dengan tim kesehatan lain. Pencegahan dan pengendalian infeksi. Pemantauan pasien yang mendapatkan terapi oksigen. Menerapkan evidence base practice sesuai kondisi klien. Bimbingan pemberian nutrisi.
5.
Evaluasi a. Tidak menunjukkan tanda-tanda perluasan infeksi. b. Tidak menunjukkan tanda-tanda kurang volume cairan. c. Nutrisi terpenuhi adekuat. d. Nyeri terkontrol. e. Kebutuhan ADL terpenuhi. f. Orang tua terlibat dalam perawatan anaknya.
6. 7.
Pendokumentasian asuhan keperawatan Mengidentifikasi aspet etik dan legal dalam pelayanan keperawatan.
Melakukan asuhan keperawatan dengan mengaplikasikan model konseptual konservasi energi Myra E. Levine pada anak dengan gangguan keseimbangan cairan: gagal ginjal. 1. Melaksanakan pengkajian dengan prinsip konservasi: a. Konservasi energi: muntah, tidak nafsu makan, letargi, gelisah, edema, aritmia jantung, pucat. b. Integritas struktur: meningkatnya BUN dan creatinin, oliguria, hiperkalemia, hiponatremia, hipokalsemia, takipnea, asidosis metabolik. c. Integritas personal: berpisah dengan orang tua, saudara, dan teman, lingkungan yang asing, prosedur tindakan yang menimbulkan distress. d. Integritas sosial: tidak bisa bermain dengan teman, sedih, pendiam, rewel, menolak tenaga kesehatan. 2.
Trophicognosis a. Kelebihan volume cairan. b. Pola nafas tidak efektif. c. Risiko infeksi. d. Nutrisi kurang dari kebutuhan.
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
a. Praktik klinik b. Studi kasus c. Diskusi d. Tutorial e.Studi literature evidence based practide
9 Sept – 22 Nov 13
e.
Kecemasan.
3.
Hipotesis a. Meningkatkan keseimbangan cairan dan elektrolit. b. Mempertahankan pola napas yang efektif. c. Pencegahan terjadinya infeksi. d. Pemenuhan kebutuhan nutrisi yang adekuat. e. Penurunan kecemasan.
4.
Intervensi keperawatan a. Memberikan obat-obatan (oral, SC, IV, IM). b. Memberikan pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga serta proses perencanaan pulang. c. Memberikan dukungan pada keluarga. d. Mengembangkan program bermain pada anak usia toddler, pra sekolah, dan sekolah yang mengalami hospitalisasi dan yang akan menjalani tindakan invasif. e. Melakukan bimbingan antisipasi. f. Menerapkan prinsip atraumatic care pada setiap tindakan keperawatan. g. Menggunakan komunikasi terapeutik dan hubungan interpersonal dalam memberikan asuhan keperawatan. h. Menciptakan dan mempertahankan lingkungan yang nyaman i. Melakukan pendelegasian dan supervisi dalam pelayanan keperawatan. j. Mengelola pelayanan keperawatan di ruang anak infeksi. k. Berkolaborasi dengan tim kesehatan lain. l. Pencegahan dan pengendalian infeksi. m. Pemantauan pasien yang mendapatkan terapi oksigen. n. Menerapkan evidence base practice sesuai kondisi klien. o. Bimbingan pemberian nutrisi.
5.
Evaluasi a. Tidak ada tanda-tanda kelebihan volume cairan dan elektrolit. b. Pola napas efektif.
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013
c. d. e.
6. 7.
6.
Mahasiswa mampu membuat proyek inovasi di ruang rawat infeksi.
Tidak terjadi infeksi. Nutrisi adekuat. Kecemasan berkurang.
Pendokumentasian asuhan keperawatan Mengidentifikasi aspek etik dan legal dalam pelayanan keperawatan.
Membuat proyek inovasi sebagai pembaharu (change agent) yang dilaksanakan secara mandiri yang dilakukan berdasarkan analisis kebutuhan unit perawatan/ruangan dengan pendekatan management patient care. 1. Persiapan a. Melakukan need assessment yang terfokus melalui pengumpulan data dengan kuesioner, wawancara, atau observasi. b. Menyusun proposal yang dikonsultasikan dan disetujui oleh supervisor utama dan supervisor dan berkoordinasi dengan pihak lahan praktik. 2. Pelaksanaan a. Memprrsentasikan rencana proyek inovasi di lahan praktik. b. Melaksanakan kegiatan setelah konsultasi dengan supervisor 3. Evaluasi Evaluasi dilakukan berdasarkan perubahan yang dihasilkan dan laporan yang dipresentasikan di lahan praktik.
a. Pendekatan management patient care b. Need assessment: kuesioner, wawancara, dan observasi.
9 Sept – 22 Nov 13
Jakarta, September 2013 Praktikan (Suyami)
Supervisor Utama
Supervisor
(Nani Nurhaeni, S.Kp., MN)
(Elfi Syahreni, Ns. Sp.Kep.An)
Aplikasi model…, Suyami, FIK UI, 2013