UNIVERSITAS INDONESIA
KESESUAIAN GAMBARAN HASIL MRI SEKUENS DWI DAN ADC TERHADAP HASIL MRI KONVENSIONAL PADA STROKE ISKEMIK DENGAN ONSET KURANG DARI DAN SAMA DENGAN 48 JAM DI RSCM/RSPAD
TESIS
L. Liza Nellyta 1006825424
FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I RADIOLOGI JAKARTA AGUSTUS 2014
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
KESESUAIAN GAMBARAN HASIL MRI SEKUENS DWI DAN ADC TERHADAP HASIL MRI KONVENSIONAL PADA STROKE ISKEMIK DENGAN ONSET KURANG DARI DAN SAMA DENGAN 48 JAM DI RSCM/RSPAD
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar dokter spesialis radiologi
L. Liza Nellyta 1006825424
FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I RADIOLOGI JAKARTA AGUSTUS 2014
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
IIALAMAN PER}IYATAAI\ ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
dr.L.LizaNellyta
NPM
100682s424
Tanda Tangan
Tanggal
18 Agustus 2014
lll Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
HALAMAII PENGESAHAII Tesis ini diajukan oleh Nama
NPM Program Studi Judul Tesis
dr. L. LizaNellyta I 00682s424 Program Pendidikan Spesialis I Radiologi Kesesuaian Gambaran Hasil MRI Sekuens DWI dan ADC Terhadap Hasil MRI Konvensional pada Stroke Iskemik Dengan Onset Kurang Dari dan Sama Dengan 48 Jam di RSCM/RSPAD
Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Spesialis Radiologi pada Program Studi Radiologi Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing
Dr. dr. Jacub Pandelaki, Sp.Rad(K)
Pembimbing
dr. Mohammad Kurniawan, Sp.S, FICA
Pembimbing
DR. dr. Joedo Prihartono, MPH
Penguj i
Dr. dr. Prijo Sidipratomo, Sp.Rad(K)
Penguj i
dr. Sawitri Darmiati,, Sp.Rad(K)
Moderator
dr. Rahmi
Ditetapkan di
Jakarta
Taneeal
l8 Agustus 2014
Afifi,
Sp.Rad(K)
IV
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya, sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini disusun sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Spesialis Radiologi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, mulai sejak masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, maka akan sangat sulit bagi saya untuk dapat menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya hendak mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Dr. dr. Jacub Pandelaki, Sp.Rad(K), dr. Mohammad Kurniawan, Sp.S, FICA dan DR. dr. Joedo Prihartono, MPH selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran uktuk mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini.
2.
Dr. dr. Prijo Sidipratomo, Sp.Rad(K) selaku penguji tesis yang telah memberikan arahan untuk menyempurnakan tesis ini.
3.
dr. Sawitri Darmiati, Sp.Rad(K) selaku penguji tesis dan Ketua Program Studi Radiologi yang telah memberikan arahan untuk menyempurnakan tesis ini serta memberikan kesempatan pada saya untuk masuk sebagai peserta program pendidikan dokter spesialis dan membimbing saya dengan sepenuh hati selama proses pendidikan.
4.
dr. Rahmi Afifi, Sp.Rad(K) selaku moderator dan Koordinator Pelayanan Masyarakat, yang dengan sabar dan tulus mengatur serta memberikan arahan dalam menjalankan program pendidikan dokter spesialis.
5.
dr. Sahat Matondang, Sp.Rad selaku pembimbing akademis, yang dengan sabar dan tulus membimbing saya.
6.
Kepala Departemen Radiologi RSUPN Cipto Mangunkusumo periode tahun 2010-2013, dr.Indrati Suroyo,SpRad(K), dan periode tahun 2013-2017 dr. Benny Zulkarnaien, SpRad(K) atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya untuk belajar dan menimba pengalaman di Departemen Radiologi RSUPN Cipto Mangunkusumo.
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
7.
Ka RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad, Waka RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad,
Ketua
Komite
Riset
RSPAD
Gatot
Soebroto
Ditkesad,
Dirbinyanmed dan Dirbinbang RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad, Ka instal Radio Nuklir RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad serta Kabaglitbang & Pustaka Sdirbinbang RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad yang telah memberikan kesempatan bekerja dan untuk melakukan penelitian. 8.
dr. Eko Purnomo, Sp.KN, dr. Terawan A. P., Sp.Rad(K)RI, dr. Sandrawati, Sp.Rad, dr. Tugas Ratmono, SpS, dr. Subagia Santosa, Sp.Rad, dr. Wahid Ibrahim, Sp.Rad, dr. Fatimah Djamilus, Sp.Rad, dr. Zulaika Fatimah, SpRad, dr. Nataliandra, SpRad dan dr. Vininta F, Sp.Rad yang telah memberikan kesempatan dalam menimba ilmu dan melakukan penelitian.
9.
Seluruh staf dokter radiologi, radiografer dan tata usaha di RSUPN Cipto Mangunkusumo, RSPAD Gatot Subroto, RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, RSUP Fatmawati, RSUP Persahabatan, RSAB Harapan Kita serta RS Kanker Dharmais yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah memberikan bimbingan dan kesempatan dalam menimba ilmu serta belajar bekerja sama dengan berbagai pihak.
10. Pihak Departemen Pertahanan yang telah memberikan kesempatan dan dukungan material untuk mengikuti program pendidikan dokter spesialis. 11. Orang tua saya Hermanto dan Lie Khiun Djie, sahabat dekat saya Roy serta adik-adik saya Welly dan Yuliando yang selalu memberi semangat, kasih sayang dan seluruh doanya selama saya menjalani pendidikan. 12. Rekan-rekan residen serta teman-teman atas perhatian, dukungan dan bantuannya selama menjalani pendidikan ini. Akhir kata saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi masyarakat dan pengembangan ilmu. Jakarta, 18 Agustus 2014
Penulis
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
HALAMAI\ PERIIYATAAI\ PERSETUJUAI\ PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTT]K KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademis Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
NPM Program Studi Departemen
Fakultas Jenis Karya
dr. I-. LizaNellyta l 00682s424 Spesialis I Ra{iologi Kedokteran Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Kesesuaian Gambaran Hasil MRI Sekuens DWI dan ADC Terhadap Hasil MRI Konvensional pada Stroke lskemik Dengan Onset Kurang Dari dan Sama Dengan 48 Jam diRSCM/RSPAD
beserta perangkat yang ada (bila diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih media/ formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenamya. Dibuat di Pada
: Jakarta
tanggal : l8 Agustus 2014 Yang menyatakan
(dr. L. Liza Nellyta)
vll
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: dr. L. Liza Nellyta : Radiologi : Kesesuaian Gambaran Hasil MRI Sekuens DWI dan ADC Terhadap Hasil MRI Konvensional pada Stroke Iskemik Dengan Onset Kurang Dari dan Sama Dengan 48 Jam di RSCM/RSPAD
Latar belakang dan tujuan: Delapan puluh persen kasus stroke merupakan stroke iskemik. Penatalaksanaan stroke iskemik berbeda dengan stroke hemoragik, meliputi tindakan revaskularisasi dan pencegahan sekunder yang harus segera dilakukan. Oleh karena itu perlu modalitas radiologi untuk mempertajam diagnosis stroke iskemik hiperakut dan akut. Modalitas CT scan sangat lemah untuk menetapkan diagnosis stroke iskemik hiperakut dan akut, dimana sensitifitas dan akurasi CT dalam mendeteksi stroke iskemik ≤ 48 jam adalah 16% dan 55%. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kesesuaian antara MRI sekuens DWI dan ADC dengan MRI sekuens konvensional pada stroke iskemik hiperakut dan akut, serta mendapatkan nilai ADC pada stroke iskemik hiperakut dan akut. Metode: Studi diagnostik dengan pendekatan potong lintang pada pasien-pasien stroke iskemik hiperakut dan akut yang telah menjalani pemeriksaan MRI sekuens konvensional serta MRI sekuens DWI dan ADC. Hasil pemeriksaan MRI tersebut lalu dibandingkan. Hasil: Pada pemeriksaan MRI konvensional: 3 populasi dinyatakan hiperakut, 31 akut dan 12 normal (p Mc Nemar < 0,05, terdapat perbedaan yang bermakna antara hasil pemeriksaan MRI konvensional dengan pemeriksaan klinis meskipun masih terdapat kesesuaian lemah dengan hasil analisa Kappa sebesar -0,369). Pada pemeriksaan MRI sekuens DWI: 14 populasi dinyatakan hiperakut dan 32 akut (p Mc Nemar > 0,05, tidak terdapat perbedaan bermakna antara hasil periksaan MRI sekuens DWI dengan hasil pemeriksaan klinis, analisa Kappa R=0,553 dimana tingkat kesesuaian termasuk dalam kategori sedang). Nilai ADC stroke iskemik hiperakut adalah 0,57 x 103 mm2/detik dengan standar deviasi 0,091 x 103 mm2/detik; pada stroke iskemik akut sebesar 0,52 x 103 mm2/detik dengan standar deviasi 0,097 x 103 mm2/detik, hasil T test didapatkan p>0,05. Kesimpulan: MRI sekuens DWI dan ADC lebih unggul dalam menentukan onset stroke iskemik hiperakut dan akut dibandingkan MRI konvensional. Nilai ADC untuk stroke iskemik hiperakut memiliki kecenderungan lebih tinggi dibandingkan stroke iskemik akut. Kata kunci: Stroke iskemik hiperakut dan akut, MRI.
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
ABSTRACT Name Program Title
: L. Liza Nellyta, MD : Radiology : Conformity Ischemic Stroke Features between DWI and ADC MRI sequence to Conventional MRI sequence with Onset Less Than or Same With 48 hours at Cipto Mangunkusumo Hospital/Central Army Hospital.
Background and Objectives: Eighty percent of strokes are ischemic strokes. Management of ischemic stroke in contrast to hemorrhagic stroke, including revascularization and secondary prevention measures that should be done. Therefore it is necessary to establish the diagnosis precisely with modality of radiology in hyperacute and acute ischemic stroke. CT scans are very weak modalities for establishing the diagnosis of hyperacute and acute ischemic stroke, in which the sensitivity and accuracy of CT in detecting ischemic stroke ≤ 48 hours were 16% and 55%. This study aims to assess the appropriateness between a DWI and ADC MRI sequences with conventional MRI sequences in hyperacute and acute ischemic stroke, as well as get the ADC values in hyperacute and acute ischemic stroke. Methods: The study was cross sectional diagnostic approach in patients with hyperacute and acute ischemic stroke who had been undergoing conventional MRI sequences, ADC and DWI MRI sequences. The results of the MRI examinations were then compared. Results: In conventional MRI examination: 3 population expressed hyperacute, 31 acute and 12 normal (Mc Nemar p<0.05, there is a significant difference between the results of conventional MRI with clinical examination although there is still a weak conformance with Kappa analysis results for -0.369). DWI MRI sequences: 14 populations expressed hyperacute and 32 acute (Mc Nemar p>0.05 there is no significant difference between the results of examination of DWI MRI sequences with the results of clinical examination, analysis Kappa R = 0.553 where the level of conformity included in the medium category). ADC value of hyperacute ischemic stroke is 0.57 x 103 mm2/s with a standard deviation of 0.091 x 103 mm2/s; in acute ischemic stroke was 0.52 x 103 mm2/s with a standard deviation of 0.097 x 103 mm2/s, T test results obtained p>0.05. Conclusion: ADC and DWI MRI sequences are superior in determining the onset of hyperacute and acute ischemic stroke compared to conventional MRI. ADC value for hyperacute ischemic stroke have a higher tendency than acute ischemic stroke. Keywords: Hyperacute and acute ischemic stroke, MRI.
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................................ ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................................. iv KATA PENGANTAR ........................................................................................................... v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI............................................. vii ABSTRAK ............................................................................................................................. viii ABSTRACT........................................................................................................................... ix DAFTAR ISI ......................................................................................................................... x DAFTAR TABEL.................................................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................. xiii DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................................... xiv 1. PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................... 3 1.3 Hipotesis .................................................................................................................... 4 1.4 Tujuan Penelitian ....................................................................................................... 4 1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................................................... 4 1.5.1. Dari segi pelayanan masyarakat dan pasien ..................................................... 4 1.5.2. Dari segi pendidikan ......................................................................................... 5 1.5.3. Dari segi pengembangan penelitian .................................................................. 5 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................. 6 2.1 Definisi dan klasifikasi stroke .................................................................................... 6 2.2 Epidemiologi .............................................................................................................. 9 2.3 Anatomi ...................................................................................................................... 11 2.4 Patofisiologi ............................................................................................................... 17 2.5 Manifestasi klinis ....................................................................................................... 18 2.6 Pemeriksaan CT scan ................................................................................................ 19 2.7 Pemeriksaan MRI ....................................................................................................... 19 2.8 Kerangka Teori........................................................................................................... 27 2.9 Kerangka Konsep ....................................................................................................... 28 3. METODE PENELITIAN ............................................................................................... 29 3.1 Desain Penelitian........................................................................................................ 29 3.2 Tempat dan Waktu ..................................................................................................... 29 3.3 Populasi ...................................................................................................................... 29 3.4 Sampel ........................................................................................................................ 30 3.5 Subyek Penelitian ....................................................................................................... 31 3.5.1. Kriteria penerimaan (inklusi) ........................................................................... 31 3.5.2. Kriteria penolakan (eksklusi) ........................................................................... 31 3.6 Alur Penelitian ........................................................................................................... 31 3.7 Cara Kerja .................................................................................................................. 32 3.8 Batasan Operasional ................................................................................................... 32 3.9 Analisis Data .............................................................................................................. 35
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
3.10 Etika Penelitian ........................................................................................................ 36 3.11 Pendanaan ................................................................................................................ 36 4. HASIL PENELITIAN .................................................................................................... 37 4.1 Deskripsi variable numerik ...................................................................................... 37 4.2 Karakteristik subyek penelitian ............................................................................... 39 4.3 Hasil pemeriksaan MRI ........................................................................................... 41 5. PEMBAHASAN .............................................................................................................. 46 5.1 Karakteristik subyek penelitian ............................................................................... 46 5.2 Hasil pemeriksaan MRI ........................................................................................... 48 6. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................................... 51 6.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 51 6.2 Saran ........................................................................................................................ 51 DAFTAR REFERENSI ....................................................................................................... 52
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Bamford....…………………...………………………………...… 7 Tabel 2.2 National Institutes Of Health Stroke Scale (NIHSS).……………………...… 8 Tabel 2.3 Pola penyebab kematian semua umur, Riskesdas 2007....……………..….… 10 Tabel 2.4 Gambaran MRI konvensional pada stroke iskemik hiperakut dan akut ......... 24 Tabel 2.5 Temuan stroke iskemik hiperakut dan akut pada DWI & ADC ………....… 25 Tabel 2.6 Reliabilitas DWI mendeteksi iskemik akut pada stroke hiperakut ................ 25 Tabel 2.7 ADC dan rADC value pada onset stroke iskemik.………………………….. 26 Tabel 3.1 Jadwal penelitian....…………………..…………………….……………...…29 Tabel 4.1 Deskripsi variabel numerik....……………………………………………..… 37 Tabel 4.2 Sebaran subyek menurut karakteristik demografik....…………….……....… 39 Tabel 4.3 Sebaran subyek menurut karakteristik medis....………………….…….....… 40 Tabel 4.4 Hubungan antara onset stroke dengan hasil MRI konvensional sekuens T1WI, T2WI dan FLAIR..………..…………………….………………...… 41 Tabel 4.5 Hubungan antara onset stroke dengan hasil MRI sekuens DWI…..……..… 42 Tabel 4.6 Sebaran subyek penelitian menurut pemeriksaan MRI Konvensional dalam mendiagnosis stroke iskemik....…..……..…………………….………......…42 Tabel 4.7 Sebaran hasil pemeriksaan stroke menurut MRI konvensional sekuens T1WI dengan MRI sekuens DWI...........………………………...……………..….. 43 Tabel 4.8 Sebaran hasil pemeriksaan stroke menurut MRI konvensional sekuens T2WI dengan MRI sekuens DWI.. ……………………………...……………..….. 43 Tabel 4.9 Sebaran hasil pemeriksaan stroke menurut MRI konvensional sekuens FLAIR dengan MRI sekuens DWI...……...…………….………...……………..….. 43 Tabel 4.10 Sebaran hasil pemeriksaan stroke menurut MRI konvensional sekuens T1WI, T2WI dan FLAIR dengan MRI sekuens DWI…...………...…………..….. 44 Tabel 4.11 Nilai ADC Map pada stroke iskemik hiperakut dan akut…..…………..….. 44 Tabel 4.12 Nilai rADC pada stroke iskemik hiperakut dan akut…..…..…………..….. 45
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pelindung otak...…………………………………………...…………...… 11 Gambar 2.2 Korteks cerebral…...………………………………….………………....... 12 Gambar 2.3 Arteri ekstrakranial yang memperdarahi otak….…….………………....... 13 Gambar 2.4 Arteri karotis interna………………………………….………………....... 14 Gambar 2.5 Perjalanan arteri karotis interna dan arteri vertebralis…..……………....... 15 Gambar 2.6 Sirkulus Willisi……………………………………….………………....... 16 Gambar 2.7 Patofisiologi stroke iskemik……….………………….………………....... 17 Gambar 2.8 Iskemik core dan penumbra ………………...…….….………………....... 18 Gambar 2.9 Intensitas MRI sekuens T2WI, DWI dan ADC berdasarkan waktu …...... 25 Gambar 2.10 Evolusi stroke iskemik pada DWI dan ADC..…….….……………..….. 26 Gambar 4.1 Histogram umur subyek penelitian ………………….…………………… 37 Gambar 4.2 Histogram onset stroke iskemik..…………………….…………………… 38 Gambar 4.3 Histogram ADC Map………………………..….…….………………....... 38 Gambar 4.4 Grafik presentase faktor risiko stroke iskemik……...…..……………....... 40 Gambar 4.5 Grafik presentase riwayat faktor risiko stroke pada keluarga……...…....... 41 Gambar 4.6 Grafik boxplot nilai ADC…….………………………………………....... 44 Gambar 4.7 Grafik boxplot nilai rADC……………………………………………....... 45
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat keterangan lolos kaji etik.…………………………………..…...… 56 Lampiran 2. Penjelasan penelitian kepada subyek penelitian…………………..…...… 59 Lampiran 3. Surat persetujuan penelitian…………………………………………........ 60 Lampiran 4. Lembar penelitian…………………………...….…….………………....... 61 Lampiran 5. Data penelitian.……………………………...….…….………………....... 63
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Stroke atau brain attack adalah sindrom klinis yang ditandai oleh defisit neurologis yang tiba-tiba. Di Amerika Serikat, hampir tiga perempat dari satu juta orang mengalami stroke dan 150.000 orang (90.000 wanita dan 60.000 pria) meninggal karena stroke setiap tahunnya. Di Amerika Serikat setiap 45 detik terdapat seorang penderita stroke dan setiap 3,1 menit seorang meninggal karena stroke. Stroke merupakan penyebab kematian nomor dua di seluruh dunia, penyebab kematian tersering ketiga di Amerika, Inggris dan banyak negara industri di Eropa, serta penyebab utama disabilitas serius jangka panjang berupa kecacatan neurologis paling umum pada orang dewasa.1-7
Di Indonesia berdasarkan riset kesehatan dasar tahun 2007 didapatkan prevalensi stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per 1000 penduduk, dan yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per 1000 penduduk. Hal ini menunjukkan hanya 72,3% kasus stroke di masyarakat telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan. Angka kejadian stroke semakin meningkat.8
Delapan puluh persen kasus stroke merupakan stroke karena iskemik, dan 20% kasus stroke sisanya merupakan stroke karena perdarahan.1,2,9 Tatalaksana stroke iskemik mencakup revaskularisasi dengan trombolitik dan pencegahan sekunder dengan obat-obat antitrombotik, sangat berbeda dibandingkan tatalaksana stroke hemoragik. Disamping itu, pemberian obat-obat tersebut harus dilakukan segera demi menyelamatkan jaringan sel neuron dari kerusakan yang bersifat permanen. Mengingat perbedaan tatalaksana stroke iskemik dan hemoragik, serta waktu pemberian terapi yang harus dilakukan segera, maka penting untuk dapat mendiagnosis stroke iskemik secara cepat dan akurat. Apabila hanya mengandalkan diagnosis klinis, akurasi diagnosis stroke iskemik tidak akurat dalam 15 sampai 20% kasus, sehingga pencitraan menjadi komponen penting dari
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
triase stroke. Dua modalitas radiologi yang dapat digunakan untuk mempertajam diagnosis stroke iskemik adalah dengan menggunakan pemeriksaan Computed tomography (CT) scan kepala dan Magnetic resonance imaging (MRI) kepala.1,10,11
Modalitas CT sangat lemah untuk menetapkan diagnosis stroke iskemik akut. Keterlambatan penetapan diagnosis dapat berakibat kerusakan jaringan otak permanen. Dari beberapa literatur, MRI lebih unggul dalam mendeteksi stroke iskemik akut dibandingkan CT scan, dimana sensitifitas, spesifisitas, dan akurasi MRI dalam mendiagnosis stroke iskemik hiperakut dan akut adalah 77%, 96%, and 86%; sedangkan sensitifitas, spesifisitas dan akurasi CT dalam mendeteksi stroke iskemik hiperakut dan akut adalah 16%, 97%, and 55%. Dari hasil penelitian National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS) menunjukkan pemeriksaan MRI sekitar lima kali lebih sensitif dan dua kali lebih akurat dibandingkan CT non kontras untuk mendiagnosis stroke iskemik hiperakut dan akut. MRI mempunyai resolusi spasial yang tinggi dan lebih unggul untuk pencitraan parenkimal otak mencakup kemampuan untuk membedakan lesi iskemik akut, lesi iskemik yang kecil dan lesi iskemik di fossa posterior. MRI mempunyai kemampuan untuk membedakan lesi iskemik akut dari kronis.1,11-14
Akurasi MRI yang tinggi dalam mendiagnosis stroke iskemik hiperakut dan akut menjadi sangat penting, mengingat terdapat 9 – 31% kasus stroke mimics (suatu kondisi bukan stroke namun memiliki gejala seperti stroke) dan stroke chameleons (kondisi stroke namun gejala klinis yang muncul bukan seperti gejala stroke), yang pada 48 jam pertama sukar dibedakan dengan stroke iskemik dengan hanya menggunakan pemeriksaan CT Scan. Beberapa diantara kondisi stroke mimics tersebut adalah kejang, migrain komplikata dan vertigo.15,16
Dengan kemajuan teknologi terdapat aplikasi MRI dengan kekuatan medan magnet yang lebih tinggi (1,5 - 3,0 Tesla), menghasilkan resolusi pencitraan yang lebih baik. MRI semakin banyak digunakan dalam diagnosis dan pengelolaan stroke iskemik karena modalitas ini sensitif dan relatif spesifik dalam mendeteksi
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
perubahan yang terjadi sejak dini setelah stroke, seperti restriksi difusi cairan dan edema. MRI konvensional (T1WI, T2WI dan FLAIR) lebih digunakan untuk melihat anatomi dan edema, MRI sekuens DWI untuk melihat restriksi difusi cairan dan sekuens ADC untuk melihat restriksi difusi cairan serta nilai kuantitatif dari restriksi difusi (ADC value).1,10-14,17-19 Penanganan stroke iskemik dibagi dalam beberapa tahap, yaitu:2,7,9 • Tahap kurang dari 4,5 jam onset stroke, dapat dilakukan trombolisis intra arteri dan atau intra vena. • Tahap 4,5 sampai kurang dari 6 jam onset stroke, diterapi dengan trombolisis intra arterial atau mekanikal thrombektomi. • Tahap 6 jam sampai dengan 48 jam onset stroke, terapi pilihannya adalah medikamentosa. Dengan demikian pembagian stroke iskemik berdasarkan onset waktu yang kurang dari dan sama dengan 48 jam dapat dibagi berdasarkan kebutuhan pengobatan secara intra arterial dibawah kurang dari 6 jam onset stroke iskemik yang dapat digolongkan sebagai stroke iskemik hiperakut dan pada tahap 6 jam sampai dengan 48 jam digolongkan sebagai stroke iskemik akut, yang terapi pilihannya adalah medikamentosa. Sehingga pada penelitian ini, dibatasi pada onset stroke iskemik hiperakut dan akut.
1.2. Rumusan Masalah Saat ini stroke adalah masalah kesehatan utama dan tatalaksananya memerlukan waktu yang segera. Selama ini di RSCM hanya menekankan pada penggunaan CT scan untuk stroke sebagai penunjang pertama kali. Dalam menegakkan diagnosis, CT scan kurang akurat untuk menyingkirkan stroke mimics (9 – 31%) dan chameleons.
Dari beberapa literatur didapatkan data bahwa MRI lebih unggul dalam mendeteksi stroke iskemik hiperakut dan stroke iskemik akut dibandingkan CT scan, dimana pemeriksaan MRI sekitar lima kali lebih sensitif dan dua kali lebih akurat dibandingkan CT non kontras, disamping itu MRI dapat menyingkirkan stroke mimics dan chameleons. CT scan non-kontras dan MRI sama-sama efektif
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
dalam diagnosis perdarahan intrakranial akut. Belum ada data mengenai profil hasil pemeriksaan MRI untuk stroke iskemik hiperakut dan akut di RSCM dan RSPAD, oleh karena itu perlu dikembangkan untuk menerapkan pemeriksaan MRI pada stroke iskemik hiperakut dan akut.
Pencitraan telah menjadi bagian penting untuk menentukan manajemen terapi yang akan diberikan dalam penatalaksanaan pasien stroke iskemik hiperakut dan akut sedini mungkin, maka penelitian ini dilakukan, dengan cara menilai : 1.2.1. Apakah ada kesesuaian antara MRI sekuens DWI dan ADC dengan MRI konvensional dalam mendeteksi stroke iskemik hiperakut dan akut? 1.2.2. Berapa nilai ADC pada stroke iskemik hiperakut dan stroke iskemik akut?
1.3. Hipotesis 1.3.1
MRI sekuens DWI dan ADC lebih sesuai dalam mendeteksi stroke iskemik hiperakut dan akut daripada MRI konvensional (T1WI, T2WI dan FLAIR).
1.3.2
Nilai ADC pada stroke iskemik hiperakut lebih tinggi dibandingkan stroke iskemik akut.
1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1 Menilai kesesuaian antara MRI sekuens DWI dan ADC dengan MRI konvensional (T1WI, T2WI dan FLAIR) dalam mendeteksi stroke iskemik hiperakut dan akut. 1.4.2 Mendapatkan nilai ADC pada stroke iskemik hiperakut dan stroke iskemik akut.
1.5. Manfaat penelitian 1.5.1. Dari segi pelayanan masyarakat dan pasien: penelitian ini diharapkan dapat mengetahui kesesuaian antara pemeriksaan MRI sekuens DWI dan ADC dengan MRI konvensional dalam mendiagnosis stroke iskemik hiperakut dan akut, sehingga tatalaksana pasien yang tepat dapat
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
ditentukan sejak dini. Mendapatkan nilai ADC pada stroke iskemik hiperakut dan stroke iskemik akut. 1.5.2. Dari segi pendidikan: penelitian ini merupakan bagian dari proses pendidikan, khususnya melatih cara berpikir, menulis dan melakukan penelitian. 1.5.3. Dari segi pengembangan penelitian: hasil penelitian ini dapat menjadi acuan untuk melakukan penelitian lanjutan yang lebih mendalam.
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi dan klasifikasi stroke Stroke merupakan suatu istilah yang menggambarkan sindroma klinis yang ditandai oleh defisit neurologis yang tiba-tiba. Stroke dikenal sebagai kejadian cerebrovaskular atau brain attack. Stroke adalah gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak dan cepat dalam beberapa detik / jam dengan gejala atau tanda-tanda sesuai dengan daerah yang terganggu. Definisi stroke menurut WHO adalah terjadinya gangguan fungsional otak fokal maupun global secara mendadak yang berlangsung lebih dari 24 jam dan dapat menyebabkan kematian, akibat gangguan aliran darah otak.1,2,20
Stroke diklasifikasikan menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke iskemik mengacu pada stroke yang disebabkan oleh gangguan suplai darah ke otak, sedangkan stroke hemoragik terjadi akibat ruptur pembuluh darah otak atau ruptur struktur pembuluh darah abnormal di otak. Sebesar +/- 80% kasus stroke adalah stroke iskemik dan +/- 20 % sisanya adalah stroke hemoragik. Terdapat berbagai sistem klasifikasi untuk stroke iskemik akut. Sebuah sistem klasifikasi yang banyak digunakan adalah Klasifikasi Bamford. Klasifikasi Bamford mengklasifikasikan tipe lesi iskemik serebral menurut wilayah vaskular yang terlibat, yaitu total anterior circulation infarct (TACI), partial anterior circulation infarct (PACI), posterior circulation infarct (POCI) dan lacunar infarct (LACI). Sistem ini menggunakan manifestasi klinis untuk memperkirakan ukuran dan lokasi lesi iskemik pada otak (Tabel 2.1). Menurut Klasifikasi TOAST (Trial of ORG 10172 in Acute Stroke Treatment) membagi stroke iskemik menjadi 5 subtipe yaitu aterosklerosis pada pembuluh darah arteri besar, kardioemboli, oklusi pembuluh darah kecil (lakunar), stroke karena etiologi lain dan terakhir stroke dengan etiologi yang belum dapat ditentukan.1,5,20-24
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
Tabel 2.1 Klasifikasi Bamford24 Jenis Stroke Diagnosis TACI (Total Anterior Circulation Seluruhnya dari ketiga kriteria Infarct) berikut: Stroke kortikal luas pada daerah arteri 1. Kelemahan unilateral (dan/atau serebral anterior/media defisit sensorik) dari wajah, lengan dan tungkai 2. Hemianopia homonim 3. Disfungsi serebral yang lebih tinggi (disfasia, gangguan visuospasial) PACI (Partial Anterior Circulation Dua dari kriteria berikut: Infarct) 1. Kelemahan unilateral (dan/atau Stroke kortikal parsial pada daerah defisit sensorik) dari wajah, arteri serebral anterior/media lengan dan tungkai 2. Hemianopia homonim 3. Disfungsi serebral yang lebih tinggi (disfasia, gangguan visuospasial) POCI (Posterior Circulation Infarct) Satu atau lebih dari kriteria berikut: 1. Sindrom serebelar (inkoordinasi ipsilateral) atau batang otak 2. Hemianopia homonim terisolasi 3. Diplopia dengan atau tanpa kelemahan otot-otot ekstraokular 4. Tanda-tanda motorik atau sensorik bilateral 5. Tanda-tanda motorik atau sensorik yang menyilang LACI (Lacunar Circulation Infarct) Satu dari kriteria berikut: Stroke subkortikal akibat gangguan 1. Hemiparesis ataksia pada pembuluh darah kecil. Tanpa ada 2. Murni stroke motorik tanda-tanda disfungsi serebral yang 3. Murni stroke sensorik lebih tinggi Di samping itu terdapat pula National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) beserta skornya untuk menilai baseline keparahan stroke awal dan dapat digunakan sebagai prognosis stroke (Tabel 2.2).5,12
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
Tabel 2.2 National Institutes Of Health Stroke Scale (NIHSS)12 Kriteria Tingkat kesadaran Sadar penuh Mengantuk Stupor Koma Respon terhadap 2 pertanyaan (orientasi) Mengetahui umur dan bulan (saat ini) Menjawab 1 pertanyaan dengan benar Tidak dapat menjawab keduanya dengan benar Respon terhadap 2 perintah Mengikuti 2 perintah secara benar Mengikuti 1 perintah Tidak dapat mengikuti kedua perintah Pergerakan mata horizontal (gaze) Pergerakan mata normal Paresis parsial ke satu sisi Total paralisis (gaze terfiksasi pada satu sisi) Lapangan pandang Tidak ada kehilangan pandangan Hemianopia homonim parsial Hemianopia homonim komplit Kehilangan kedua lapangan pandang Fungsi motorik wajah Tidak ada kelemahan pada otot-otot wajah Kelemahan otot-otot wajah minor unilateral Kelemahan otot-otot wajah parsial unilateral Paralisis lengkap dari satu atau kedua sisi
Skor 0 1 2 3 0 1 2
0 1 2 0 1 2
0 1 2 3 0 1 2 3
Fungsi motorik anggota gerak atas (skor kiri dan kanan berdiri sendiri) Gerakan normal Gerakan menyeret Usaha untuk melawan gravitasi Tidak dapat melawan gravitasi tetapi ada gerakan Tidak ada gerakan Fungsi motorik anggota gerak bawah (skor kiri dan kanan berdiri sendiri) Gerakan normal Gerakan menyeret Usaha untuk melawan gravitasi Tidak dapat melawan gravitasi tetapi ada gerakan Tidak ada gerakan Ataksia anggota gerak (tidak dapat diperiksa jika terdapat paresis) Tidak ada ataksia anggota gerak Terdapat ataksia pada 1 anggota gerak Terdapat ataksia pada 2 anggota gerak
0 1 2 3 4
0 1 2 3 4
0 1 2
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
Fungsi sensorik Tidak terdapat kehilangan fungsi sensorik Kehilangan fungsi sensorik ringan-sedang Kehilangan funsi sensorik berat hingga total Berbahasa Berbahasa normal Afasia ringan hingga sedang Afasia berat Diam Artikulasi Artikulasi normal Disartria ringan hingga sedang Disartria berat Pengabaian (inattention, extinction) Tidak terdapat pengabaian Pengabaian visual atau sensorik Pengabaian yang dalam terhadap stimulus visual dan sensorik Skor NIHSS 0 1-4 5-14 15-24 ≥ 25
0 1 2 0 1 2 3 0 1 2 0 1 2
Derajat stroke Tidak terdapat gejala stroke Stroke minor Stroke sedang Stroke sedang-berat Stroke berat
2.2. Epidemiologi Stroke merupakan penyebab kematian nomor dua di seluruh dunia, penyebab kematian tersering ketiga di Amerika, Inggris dan banyak negara industri di Eropa, serta merupakan penyebab utama disabilitas serius jangka panjang berupa kecacatan neurologis paling umum pada orang dewasa. Stroke juga merupakan penyebab kematian keempat pada negara-negara ASEAN. Insidens per tahun di India adalah 105 kasus/100.000 penduduk dengan angka kejadian stroke iskemik 2,21 kali lebih banyak dibandingkan stroke hemoragik. Insidens stroke di negara asia lainnya antara lain Indonesia adalah 500/100.000 penduduk, Thailand adalah 10,9/100.000 penduduk, Singapura mencapai 54,2/100.000 dan Vietnam 161/100.000 penduduk.2,6,25
Di Indonesia, stroke adalah penyebab kematian utama untuk semua umur (15,4%), yang disusul oleh TB (7,5%), Hipertensi (6,8%) dan Cedera (6,5%) (Table 2.3).8 Stroke juga menjadi penyebab kematian paling tinggi yaitu mencapai 15.9% pada kelompok umur 45 sampai 54 tahun dan meningkat menjadi 26.8%
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
pada kelompok umur 55 sampai 64 tahun. Stroke umumnya mengenai pria maupun wanita berusia 25-64 tahun dengan faktor risiko hipertensi, merokok dan dislipidemia.8,25 Penelitian Khan NA et al26 mendapatkan faktor-faktor resiko stroke terbanyak adalah hipertensi, dislipidemia, diabetes mellitus, penyakit jantung dan riwayat keluarga dengan stroke. Tabel 2.3 Pola penyebab kematian semua umur, Riskesdas 20078
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
2.3. Anatomi Otak merupakan suatu organ yang memiliki banyak fungsi penting, diantaranya yaitu fungsi berpikir, memori, berbicara, pergerakan ekstremitas dan fungsi organ tubuh lainnya. Otak dilindungi oleh tulang kranium sehingga terlindung dari trauma. Gabungan antara kranium dan tulang tulang wajah dinamakan tulang tengkorak. Diantara tulang tengkorak dan otak terdapat lapisan meningen yang terdiri dari tiga lapis jaringan, yaitu duramater yang terletak paling luar, arachnoid yang terletak di tengah dan pia mater yang terletak paling dalam. Duramater terdiri dari 2 lapis membran, membran terluar adalah periosteum dan membran terdalamnya adalah dura yang melapisi bagian dalam seluruh tulang tengkorak dan membentuk lipatan kecil atau kompartemen dengan beberapa bagian otak. Lipatan dura tersebut adalah falx dan tentorium. Falx membatasi antara otak sebelah kanan dan kiri sedangkan tentorium membatasi bagian atas dan bawah otak. Lapisan kedua dari meningen adalah arachnoid. Arachnoid merupakan membran tipis terdiri dari jaringan elastis dan pembuluh darah yang melapisi seluruh otak. Ruang antara dura dan arachnoid adalah ruang subdural. Lapisan meningen yang paling dalam adalah pia mater. Pia mater memiliki banyak pembuluh darah yang menembus hingga permukaan otak. Pia mater melapisi seluruh otak mengikuti lipatan-lipatan otak. Ruang antara arachnoid dan pia mater dinamakan ruang subarachnoid. Pada ruang subarachnoid terdapat cairan cerebrospinal. Cairan cerebrospinal merupakan suatu cairan jernih yang melingkupi seluruh otak dan tulang belakang. Berguna sebagai bantalan pelindung dari trauma (Gambar 2.1).27,28
Gambar 2.1 Pelindung otak27
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
Komponen otak yang utama adalah cerebrum, cerebellum dan batang otak. Cerebrum merupakan bagian terbesar dari otak, terbagi atas hemisfer cerebrum kanan dan kiri. Kedua hemisfer tersebut dibatasi oleh fissura longitudinal mayor dan menyatu di bagian bawahnya pada corpus callosum. Korteks cerebrum berwarna abu-abu sehingga dinamakan gray matter. Korteks cerebrum juga memiliki lipatan-lipatan kecil yang dinamakan sulci dan lipatan besar yang dinamakan fissura. Bagian korteks cerebrum yang menghubungkan serat-serat neuron berwarna putih sehingga dinamakan white matter. Lobus cerebrum dibagi menjadi lobus frontal, temporal, parietal dan oksipital. Masing-masing lobus ini memiliki fungsi masing-masing. Sistem ventrikel dibagi menjadi dua buah ventrikel lateralis kanan kiri, ventrikel III dan ventrikel IV. Foramen monro adalah penghubung ventrikel lateralis dan ventrikel III, sedangkan penghubung antara ventrikel III dan ventrikel IV adalah aquaduktus sylvii (Gambar 2.2).27,28
Gambar 2.2 Korteks cerebral27
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
Sistem saraf dibagi menjadi sistim saraf pusat dan sistim saraf perifer. Sistim saraf pusat terletak di dalam otak yaitu nervus kranialis dan kanalis spinalis. Terdapat dua tipe sel otak yaitu neuron dan sel glia. Neuron merupakan sel saraf yang berguna dalam mengirim dan menerima sinyal impuls saraf, sedangkan sel glia adalah sel non neuronal yang berperan dalam memberi nutrisi, homeostasis, membentuk mielin dan memfasilitasi transmisi sinyal dari sistim saraf. Arteri yang memperdarahai otak dibagi manjadi ekstrakranial dan intrakranial. Arteri ekstrakranial berasal dari arkus aorta. Arkus aorta bercabang menjadi 3 yaitu trunkus brachiocephalica, arteri carotis komunis kiri, dan arteri subklavia kiri. Trunkus brachiocephalica bercabang lagi menjadi arteri subklavia kanan dan arteri vertebralis kanan. Arteri karotis komunis kanan merupakan terusan dari trunkus brachiocephalica setelah bercabang menjadi arteri subklavia dan arteri vertebralis kanan. Arteri vertebralis kiri merupakan cabang dari arteri subklavia kiri (Gambar 2.3).6,27,28
Gambar 2.3 Arteri ekstrakranial yang memperdarahi otak, penyebab tersering stroke iskemik6
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
Arteri intrakranial berasal dari arteri karotis komunis kanan dan kiri. Arteri karotis komunis bercabang menjadi arteri karotis eksterna dan arteri karotis interna tepat dibawah angulus mandibula pada level kartilago tiroid. Arteri karotis komunis melewati foramen laserum dan berjalan pada tulang temporal petrosus. Arteri ini kemudian memasuki sinus kavernosus sebelum akhirnya menembus dura dan berjalan menuju prosesus klinoideus dan bercabang menjadi arteri cerebri anterior dan arteri cerebri media. Bagian arteri karotis interna yang terletak diantara sinus kavernosus dan prosesus klinoideus membentuk konfigurasi huruf S dan dinamakan carotid siphon. Berdasarkan klasifikasi Bouthillier arteri karotis interna terdiri 7 cabang segmen yaitu segmen cervikal (C1), petrosus (C2), laserum
(C3),
cavernosus
(C4),
clinoid
(C5),
opthalmika
communicating (C7) (Gambar 2.4).1,6,27
Gambar 2.4 Arteri karotis interna1,6
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
(C6),
dan
Sepasang arteri vertebro-basilar berasal dari arteri subklavia. Arteri vertebralis masuk melewati foramen intervertebralis C6, melewati foramen transversal dan keluar di C1, kemudian arteri ini akan berputar 90 derajat ke posterior di belakang sendi atlantoaxial sebelum menembus dura dan memasuki tulang tengkorak melalui foramen magnum. Arteri vertebralis intrakranial terletak di lateral medula oblongata dan manyatu menjadi arteri basilar. Arteri basilar akan bercabang menjadi arteri cerebri posterior kanan dan kiri pada level pontomesencephalic junction (Gambar 2.5).1,22,27
Gambar 2.5 Perjalanan arteri karotis interna dan arteri vertebralis27
Sirkulus of Willis merupakan cincin anastomosis arteri sentral otak. Terdiri dari 10 komponen yaitu arteri karotis interna kanan kiri, arteri cerebri anterior segmen proksimal atau horizontal (A1) kanan kiri, arteri communicating anterior, arteri
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
communicating posterior kanan kiri, arteri basilar, arteri cerebri posterior segmen proksimal atau horizontal (P1) kanan kiri (Gambar 2.6).6,27
Gambar 2.6 Sirkulus Willisi6
Berdasarkan teritori vaskular pembuluh darah di otak terbagi menjadi arteri cerebri anterior (ACA), arteri cerebri media (MCA) dan arteri cerebri posterior (PCA). ACA memiliki 3 segmen yaitu segmen horizontal atau precommunicating (A1), segmen vertikal atau postcommunicating (A2), segmen distal (A3). Cabang kortikal ACA memperdarahi lobus frontal sisi inferomedial dan permukaan anteromedial 2/3 hemisfer. Cabang-cabang kecil ACA memperdarahi corpus callosum rostrum, kaput nukleus kaudatus, komisura anterior dan sisi anteromedial putamen/globus palidus/anterior kapsula interna. Arteri cerebri media (MCA) memiliki 4 segmen yaitu segmen horizontal (M1), segmen insular (M2), segmen opercular (M3) dan segmen kortikal (M4). Cabang kortikal MCA memperdarahi hampir seluruh sisi lateral hemisfer cerebri dan bagian anterior lobus temporal. Cabang-cabang kecil MCA memperdarahi hampir seluruh
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
putamen, globus palidus, sisi superior kapsula interna, nukleus kaudatus dan bagian dalam white matter. Arteri cerebri posterior (PCA) cabang kortikal memperdarahi hampir seluruh bagian inferior lobus temporal, lobus oksipital, bagian posterolateral hemisfer cerebri. Cabang-cabang kecil PCA memperdarahi thalamus, hipothalamus, midbrain dan pleksus choroideus.27
2.4. Patofisiologi Pada stroke iskemik terjadi gangguan pada aliran darah dan energi yang mensuplai otak. Peristiwa ini memicu mekanisme yang akan berujung pada kematian sel, yaitu : eksitotoksisitas dan ketidakseimbangan ion, stres oksidatif/nitrosatif, depolarisasi peri-iskemik, inflamasi dan apoptosis (gambar 2.7). Proses patofisiologi terjadi secara kaskade dalam hitungan menit hingga hari.9
Gambar 2.7 Patofisiologi stroke iskemik9
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
Defisit aliran darah ini menyebabkan terjadi defisit energi dan disfungsi mitokondria. Efek dari defisit energi menyebabkan gangguan pada transport glutamat dan ketidakseimbangan ion sehingga glutamat dan kalsium akan tertumpuk intrasel. Ketidakseimbangan ion juga menyebabkan aktifnya reactive oxygen species (ROS) dan reactive nitrogen species (RNS). ROS dan RNS ini mengakibatkan terjadi stres oksidatif dan muncul radikal-radikal bebas, radikal bebas ini secara langsung akan merusak lipid membran, protein sel dan DNA (gambar 2.7).9
Terdapat dua area yang terbentuk akibat iskemik jaringan, yaitu core dan penumbra (gambar 2.8).17 Pada area penumbra ini kematian sel terjadi sesuai mekanisme kaskade yang terjadi dalam hitungan menit hingga hari, sehingga sel pada area ini masih reversibel dan dapat diselamatkan apabila dilakukan reperfusi dengan tepat. Iskemik core terjadi secara langsung akibat eksitotoksisitas. Eksitotoksisitas dapat langsung meyebabkan kematian sel neuron dan sel glial dalam hitungan menit. dan terjadi kerusakan jaringan yang irreversibel. Iskemik penumbra merupakan area di sekitar core yang masih mendapatkan aliran darah dari pembuluh darah kolateral, sehingga nasib area penumbra iskemik ditentukan oleh derajat iskemik dan waktu reperfusi.9,17
Gambar 2.8 Iskemik core dan penumbra17
2.5. Manifestasi klinis Berdasarkan penelitian oleh Siddique et al manifestasi klinis terbanyak yang dialami pasien stroke iskemia adalah hemiparesis/hemiplegia (80%), disarthia (60%), disfasia motorik (58.75%), sakit kepala (43.75%), muntah (40%), nistagmus (3.75%) dan disfasia sensorik (1.25%). Persentase lokasi lesi stroke iskhemik/iskemik terbanyak di korteks cerebri (58.75%), kapsula interna
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
(12.25%), basal ganglia (6.25%), cerebellum (7.75%), thalamus (7.5%), insula (5%) dan 2.5% dapat multifokal.29
2.6. Pemeriksaan CT scan Modalitas CT scan sangat lemah untuk menetapkan diagnosis stroke iskemik hiperakut dan stroke iskemik akut. Sensitifitas dan akurasi CT dalam mendeteksi stroke iskemik ≤ 48 jam adalah 16% dan 55%.1,11-14 2.7. Pemeriksaan MRI MRI adalah suatu teknik radiografi atau metode pencitraan radiodiagnostik yang dapat memberikan informasi anatomis dan menampilkan informasi tersebut dalam bentuk berbagai irisan langsung (multi planar) dengan memanfaatkan efek fisika dari pengaruh pemberian pulsa radiofrekuensi (RF) ke dalam tubuh pasien didalam medan magnet luar yang kuat. MRI awalnya disebut Nuclear Magnetic Resonance (NMR). Gejala NMR merupakan gejala fisika yang didasarkan atas sifat magnetic dari sebuah inti atom (nukleus). Pada saat terjadi magnetisasi transversal, maka terjadi pula keadaan in phase pada bidang transversal sehingga akan terjadi induksi dari medan magnet terhadap koil penerima yang akan tercatat sebagai sinyal. Kuat dan lemahnya magnetisasi pada bidang transversal ini akan berpengaruh pada kekuatan sinyal MRI dan berpengaruh pada intensitas gelap dan terang pada citra MRI. Bila sinyal MRI kuat maka akan memberikan gambaran citra yang terang atau hiperintens, sedangkan apabila sinyal MRI lemah akan memberikan citra MRI gelap atau hipointens. Bila pulsa RF dihentikan, moment magnetik pada bidang transversal yang dalam keadaan in phase akan mengalami dephase kembali sehingga magnetisasi pada bidang transversal akan menurun, akibatnya induksi pada koil penerima juga akan semakin melemah, yang dikenal dengan sinyal Free Induction Decay (FID). Fenomena NMR ditemukan secara terpisah oleh Felix Block (di Stanford, USA) dan Edward Mills Purcell (di Harvard, USA) pada tahun 1946. Mereka kemudian memperoleh hadiah nobel pada tahun 1952 atas penemuannya itu.30,31
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
MRI sangat berkembang dengan pesat, selain mampu menyajikan informasi diagnostik dengan tingkat akurasi yang tinggi, juga bersifat non invasif, tidak ada bahaya radiasi dan menghasilkan gambaran-gambaran organ dari berbagai irisan tanpa memanipulasi tubuh pasien, menggambarkan jaringan lunak dengan resolusi yang sangat tinggi, dapat menvisualisasikan kelainan yang sangat kecil pada otak atau kelainan yang lokasinya pada bagian otak tidak dapat ditampilkan pada CTscan secara baik, serta tidak memerlukan kontras media untuk beberapa pemeriksaan organ.9,31-35
MRI konvensional terdiri dari sekuens T 1 -Weighted Image (T1WI), T 2 -Weighted Image (T2WI) dan Fluid Attenuated Inversion Recoveery (FLAIR). Setelah pulsa RF diberikan dan terjadi peristiwa resonansi maka pulsa RF dihentikan, maka Net Magnetization Vector (NMV) kehilangan energi, yang dikenal dengan relaksasi. Ada dua fenomena yang terjadi pada peristiwa relaksasi, yaitu jumlah magnetisasi pada bidang longitudinal meningkat kembali atau recovery dan pada saat yang sama jumlah magnetisasi pada bidang transversal akan meluruh yang dikenal dengan decay. Recovery magnetisasi longitudinal disebabkan oleh suatu proses yang disebut dengan T 1 recovery, dan decay pada magnetisasi transversal disebabkan suatu proses yang disebut dengan T 2 decay. T 1 recovery disebabkan oleh karena nuklei memberikan energinya pada lingkungan sekitarnya atau lattice, sehingga disebut juga dengan spin-lattice relaxation. Energi yang dibebaskan ke lingkungan sekitar akan menyebabkan magnetisasi bidang longitudinal akan semakin lama semakin menguat dengan waktu recovery yang disebut waktu relaksasi T 1 . T 1 didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan suatu jaringan untuk mencapai pemulihan magnetisasi longitudinal hingga mencapai 63% dari nilai awalnya. Pada pembobotan T1WI diberikan repetition time (TR) dan echo time (TE) yang cukup pendek sehingga baik jaringan lemak maupun air tidak
mempunyai waktu yang cukup untuk dapat kembali recovery pada nilai magnetisasi awal (B 0 ), dengan demikian terjadi perbedaan yang cukup besar pada signal MR dari air dan lemak. Pada T1WI, air mempunyai sinyal yang lemah sehingga memiliki gambaran kurang terang, gelap atau hipointens; sedangkan lemak mempunyai sinyal yang lebih kuat sehingga memiliki gambaran yang lebih
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
terang atau hiperintens. Waktu relaksasi T 1 lemak lebih pendek (180 ms) dari pada waktu relaksasi T 1 air (2500 ms), maka recovery lemak akan lebih cepat dari pada air sehingga komponen magnetisasi lemak pada bidang longitudinal lebih besar dari pada magnetisasi longitudinal pada air. Dengan demikian lemak memiliki intensitas sinyal yang lebih tinggi dan tampak terang pada kontras citra T 1 . Sebaliknya air akan tampak dengan intensitas sinyal yang rendah dan tampak gelap pada kontras citra T 1 . Citra yang demikian itu (lemak tampak terang dan air tampak gelap) dalam MRI dikenal dengan T 1 -Weighted Image (T1WI). Jadi untuk menghasilkan kontras citra T1WI, dipilih parameter waktu TR yang pendek (berkisar antara 300-600 ms) dan waktu TE yang pendek (berkisar antara 10-20 ms). T1WI biasanya normal pada stroke iskemik dengan onset tiga sampai enam jam pertama. Hipointensitas dan pembengkakan gyral ringan mulai berkembang dalam 12-24 jam, yang terlihat sebagai kekaburan interfaces pada gray matter-white matter. Kemudian secara bertahap berubah menjadi hipointens.1,9,33
Relaksasi T 2 disebabkan oleh adanya pertukaran energi antara inti atom hydrogen dengan inti atom disekitarnya. Pertukaran energi antara nuklei ini dikenal dengan spin-spin relaxation dan akan menghasilkan decay pada magnetisasi transversal. Waktu yang diperlukan suatu jaringan untuk kehilangan energinya hingga 37% dikenal dengan waktu relaksasi T 2 . Pada pembobotan T2WI, air mempunyai sinyal yang lebih kuat sehingga memiliki gambaran lebih terang atau hiperintens sedangkan lemak mempunyai sinyal yang lemah sehingga memiliki gambaran yang kurang terang, gelap atau hipointens. Hal ini disebabkan pada pembobotan T2WI diatur TR dan TE yang cukup panjang sehingga baik air maupun lemak mempunyai waktu yang cukup untuk mengalami decay sehingga mengakibatkan terjadinya perbedaan sinyal yang cukup besar. Karena waktu relaksasi T 2 lemak (90 ms) lebih pendek dari pada air (2500 ms), maka komponen magnetisasi transversal lemak akan decay lebih cepat dari pada air sehingga air akan menghasilkan intensitas sinyal yang kuat dan akan tampak terang pada kontras citra T 2 . Sebaliknya magnetisasi transversal pada lemak lebih kecil dan menghasilkan citra intensitas rendah dan kurang terang pada kontras citra T 2 .
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
Citra yang demikian itu (lemak kurang terang dan air tampak terang) dalam MRI dikenal dengan T 2 -Weighted Image (T2WI). Jadi untuk menghasilkan kontras citra T2WI, dipilih waktu TR yang panjang (800 ms hingga 2000 ms atau lebih) dan waktu TE yang panjang (lebih dari 80 ms). T2WI biasanya normal pada stroke iskemik dengan onset tiga sampai enam jam pertama, pada onset stroke iskemik 7 jam mulai terdapat hiperintensitas minimal pada gyrus yang disebabkan karena edema gyral ringan, kemudian bertambah hiperintensitasnya dalam waktu 12 sampai 24 jam. Hiperintens pada T2WI mencapai maksimum antara 7 hari dan 30 hari, setelah itu mulai memudar dan berubah menjadi hipointens 1,9,33
Fluid Attenuated Inversion Recoveery (FLAIR) umumnya digunakan pada pencitraan neurologis, dimana letak lesi dekat dengan ventrikel. FLAIR menggunakan invertion time (TI) panjang (1700-2200 ms) sehingga sinyal cerebro spinal fluid (CSF) dan semua jaringan dengan TI yang sama dengan CSF tersupresi (water suppression).9,32 Pada stroke iskemik, onset 4 jam pertama hanya 30-50% menunjukkan edema kortikal dan hiperintensitas pada FLAIR dan hampir semua stroke iskemik onset 7 jam sudah terlihat hiperintens pada FLAIR.1,9,33
MRI sekuens DWI dipergunakan untuk menggambarkan pergerakan molekul secara acak pada jaringan (difusi). Gerakan ini dibatasi oleh batas-batas seperti ligamen, membran dan makromolekul. Terjadinya pembatasan difusi secara langsung tergantung pada struktur jaringan. Pada stroke iskemik hiperakut dan akut, yaitu segera setelah terjadinya iskemia, namun sebelum terjadinya infark atau kerusakan permanen pada jaringan otak, sel-sel otak membengkak dan menyerap air dari ruang ekstraseluler. Ketika sel-sel penuh oleh molekul air dan dibatasi oleh membran, maka difusi yang terjadi akan terbatas dan nilai rata-rata difuso pada jaringan tersebut akan berkurang. Gambaran difusi dapat diperoleh dengan lebih efektif dengan mengkombinasikan dua pulsa gradien yang diaplikasikan
setelah
eksitasi.
Pulsa
gradien
digunakan
untuk
saling
mempengaruhi pada spin-spin yang tidak bergerak sementara spin-spin yang bergerak pada jaringan normal tidak dipengaruhi. Ini sebabnya mengapa pada
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
gambaran difusi, sinyal yang mengalami atenuasi terjadi pada jaringan normal dengan pergerakan difusi yang random, sehingga jaringan normal akan tampak lebih gelap. Sinyal yang intensitasnya tinggi terjadi pada jaringan dengan difusinya yang terbatas (restriksi difusi) seperti yang terjadi pada stroke iskemik hiperakut dan akut.9,34
Banyaknya atenuasi tergantung pada amplitudo dan arah dari aplikasi gradien difusi. Pulsa gradient dapat diaplikasikan searah dengan sumbu X, Y dan Z. Arah difusi pada sumbu X, Y dan Z dikombinasikan untuk menghasilkan diffusion weighted image (DWI). Ketika gradien difusi hanya diaplikasikan sepanjang sumbu Y, atau pada arah sumbu X, perubahan sinyal yang terjadi hanya sedikit. Istilah isotropic diffusion dipakai untuk menggambarkan bahwa gradien difusi diaplikasikan pada ketiga sumbu tersebut. Gradien difusi harus panjang dan kuat untuk memperoleh citra dengan pembobotan difusi. Sensitifitas dan intensitas sinyal difusi dikontrol oleh parameter ’b’. Nilai ’b’ dipengaruhi oleh kekuatan magnet gradien yang terdapat pada pesawat MRI itu sendiri, serta nilai Banyaknya atenuasi tergantung pada amplitudo dan arah dari aplikasi gradien difusi. Pulsa gradient dapat diaplikasikan searah dengan sumbu X, Y, dan Z. Arah difusi pada sumbu X, Y, dan Z dikombinasikan untuk menghasilkan gambaran difusi weighted. Ketika gradien difusi hanya diaplikasikan sepanjang sumbu Y, atau pada arah sumbu X, perubahan sinyal yang terjadi hanya sedikit. Istilah isotropic diffusion dipakai untuk menggambarkan bahwa gradien difusi diaplikasikan pada ketiga sumbu tersebut. Gradien difusi harus panjang dan kuat untuk dapat memperoleh citra dengan pembobotan difusi (diffusion weighting). Sensitifitas dan intensitas sinyal difusi dikontrol oleh parameter ’b’. Nilai ’b’ menentukan atenuasi difusi dengan memodifikasi durasi dan amplitudo dari gradien difusi, serta dipengaruhi oleh kekuatan gradient magnet yang terdapat pada pesawat MRI itu sendiri. Nilai ’b’ dapat dinyatakan dalam satuan s/mm2. Rentang nilai ’b’ adalah 0 s/mm2 sampai 1000 s/mm2. Semakin tinggi nilai ’b’, maka intensitas sinyal difusi dan sensitifitas difusi akan meningkat. Sekitar 95% stroke iskemik hiperakut menunjukkan restriksi pada difusi, dengan gambaran hiperintensitas pada DWI. Hiperintensitas pada DWI selama beberapa hari pertama dan mencapai
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
puncaknya pada hari ke-7 onset stroke yang disebabkan oleh restriksi difusi, kemudian secara bertahap berubah menjadi hipointens.1,9,34
ADC merupakan post processing dari DWI dengan cara mengkalkulasi 3 set DWI yang memiliki nilai ’b’ yang berbeda. Hasil kalkulasi itu akan ditampilkan berupa ADC value, dimana daerah iskemik akan memberikan gambaran hipointens. Aplikasi klinis pencitraan difusi secara langsung adalah untuk mendiagnosis stroke. Lesi-lesi iskemik yang masih dini dapat diperlihatkan dengan pencitraan MRI difusi sebagai daerah dengan difusi air yang lebih lambat akibat akumulasi cairan atau akibat pengurangan ruang extra seluler. Pencitraan MR difusi dapat memperlihatkan lesi-lesi iskemik baik yang irreversible maupun yang reversible, sehingga potensial dapat membedakan jaringan otak yang masih dapat diperbaiki dengan jaringan yang mengalami kerusakan ireversibel sebelum dilakukan tindakan terapi. Nilai absolut ADC pada lesi iskemik onset 4,5 jam dan 51 jam adalah 0,56 x 10-3 mm2/s dan 0,73 x 10-3 mm2/s di white matter sedangkan di perifer grey white matter 0,71 x 10-3 mm2/s dan 0,78 x 10-3 mm2/s. Pada stroke iskemik hiperakut dapat ditemukan hipointensitas pada ADC dan hipointens mencapai maksimal dalam waktu 24 jam onset stroke iskemik dengan nilai rADC menjadi 46%, kemudian secara bertahap berubah menjadi hiperintens pada hari ke-1 sampai hari ke-15.1,34-37 Tabel 2.4 Gambaran MRI konvensional pada stroke iskemik hiperakut dan akut1 Stadium
Penampakan pada MRI Konvensional
Hiperakut (<6jam)
Akut (6jam-48jam)
T1WI : Biasanya normal pada 3 sampai 6 jam pertama. T2WI : Biasanya normal pada 3 sampai 6 jam pertama. FLAIR : Hanya 30-50% stroke menunjukkan edema pada kortikal dalam 4 jam pertama. T1WI : Terdapat edema gyral ringan dan hipointensitas mulai terlihat dalam waktu 12 sampai 24 jam, terlihat sebagai pengaburan batas gray matter dan white matter. Kemudian secara bertahap berubah menjadi hipointens. T2WI : Pada onset 7 jam hiperintensitas minimal pada gyrus yang disebabkan edema gyral ringan, kemudian bertambah hiperintensitasnya dalam waktu 12-24 jam. FLAIR : Hampir semua pasien stroke iskemik onset 7 jam sudah terlihat hiperintensitas.
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
Tabel 2.5 Temuan stroke iskemik hiperakut dan akut pada DWI & ADC1,35 Stadium
Penampakan pada MRI Konvensional
Hiperakut (<6jam)
DWI: Pembengkakan seluler mulai terjadi beberapa menit setelah terjadi iskemik, terlihat hiperintensitas 95% pada DWI yang disebabkan oleh restriksi difusi. ADC : Terlihat hipointensitas terjadi beberapa menit setelah terjadi iskemik
Akut (6jam-48jam)
DWI: Hiperintensitas selama beberapa hari pertama onset stroke pada DWI yang disebabkan oleh restriksi difusi. ADC : Hipointens mencapai maksimal dalam waktu 24 jam onset stroke iskemik, kemudian secara bertahap berubah menjadi hiperintens
Tabel 2.6 Reliabilitas DWI mendeteksi iskemik akut pada stroke hiperakut9 Sekuens Pulsa
Sensitifitas
Spesifisitas
CT (%)
38-45
82-96
MR konvensional (%)
18-46
70-94
DWI (%)
88-100
88-100
7 h
Gambar 2.9 Intensitas MRI sekuens T2WI, DWI dan ADC berdasarkan waktu1,35
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
Gambar 2.10 Evolusi stroke iskemik pada DWI dan ADC9
Tabel 2.7 ADC dan rADC value pada onset stroke iskemik37
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
2.8. Kerangka Teori
Metabolisme anaerob
Aktifitas elektrolit terganggu
Iskemik-infark jaringan cerebral Iskemik-infark jaringan cerebral
CT Scan Keterangan :
MRI Konvensional (T1WI, T2-WI, FLAIR); MRI sekuens DWI & ADC
--------------: yang diteliti
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
2.9. Kerangka Konsep
Stroke iskemik
Restriksi difusi cairan
DWI & ADC Edema
MRI Konvensional (T1-WI, T2-WI, FLAIR)
Keterangan : : Patofisiologi
: Kemampuan deteksi
: Kesesuaian
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian Desain penelitian ini merupakan penelitian studi diagnostik dengan pendekatan potong lintang (cross-sectional) pada pasien-pasien stroke iskemik hiperakut dan akut yang telah dilakukan pemeriksaan MRI konvensional, DWI dan ADC, untuk mengetahui tingkat akurasi MRI sekuens DWI dan ADC dalam menilai stroke iskemik hiperakut dan akut dibandingkan dengan pemeriksaan MRI konvensional.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Departemen Radiologi RSCM/RSPAD yang dilakukan dalam kurun waktu 3 bulan pada bulan Maret 2014 sampai akhir Mei 2014, dengan jadwal sebagai berikut : Tabel 3.1 Jadwal penelitian Kegiatan
Nov-Des 2013
Usulan Penelitian
X
Administrasi
X
Perizinan
Jan –Feb
Mar-Mei
Mei-Juni
2014
2014
2014
X X
Pengumpulan Data
X X
X
Analisis Data
X
Pelaporan
X
3.3. Populasi Populasi adalah pasien yang mengalami serangan stroke onset ≤ 48 jam dengan populasi terjangkau adalah pasien stroke onset ≤ 48 jam yang datang berobat dan melakukan pemeriksaan MRI di RSCM/RSPAD dari bulan Maret 2014 sampai akhir Mei 2014.
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
3.4. Sampel Sampel adalah pasien stroke onset ≤ 48 jam yang sudah menjalani pemeriksaan MRI pada kurun waktu penelitian. Besar sampel penelitian dihitung dengan menggunakan rumus 40,41 : Zα2 PQ n= L2 n = Besar sampel Zα = Tingkat kemaknaan yang dikehendaki, digunakan α 5%, dari tabel dua arah didapatkan Zα = 1,96 P = Prevalensi kepositifan untuk pemeriksaan. MRI sekuens DWI dan ADC 80%; MRI konvensional 40%. Q=1–p L = Kesalahan yang masih dapat diterima yaitu 15%. Kebutuhan besar sampel untuk : 1.962 (0,8) (0,2) MRI sekuens DWI dan ADC =
= 28 (0,15)2
Berdasarkan pertimbangan nilai hasil MRI sekuens DWI dan ADC dibutuhkan 28 pasien. 1.962 (0,4) (0,6) MRI Konvensional =
= 41 (0,15)2
Berdasarkan pertimbangan nilai hasil MRI konvensional dibutuhkan 41 pasien. Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka dipilih besar sampel yang terbanyak, dan dengan penambahan 10% sebagai antisipasi not eligible sample, besar sampel menjadi 46 pasien.
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
3.5. Subjek Penelitian 3.5.1. Kriteria penerimaan (inklusi) Pasien stroke iskemik ≤ 48 jam yang telah dilakukan pemeriksaan MRI kepala dengan sekuens konvensional, DWI dan ADC di RSCM/RSPAD. 3.5.2. Kriteria penolakan (eksklusi) •
Pasien stroke hemorrhagik.
•
Pasien stroke iskemik subakut.
•
Pasien stroke iskemik kronis.
•
Pasien
stroke
iskemik yang
terdapat
implant,
tidak kooperatif,
hemodinamik tidak stabil •
Pasien-pasien yang memiliki kelainan lain pada susunan saraf pusat selain kelainan pembuluh darah.
3.6. Alur Penelitian
Identifikasi Pasien Stroke ≤ 48 jam yang telah / belum dilakukan CT scan
Kriteria eksklusi
Kriteria inklusi
Tidak diteliti MRI (T1-WI, T2-WI, FLAIR, DWI & ADC)
MRI Konvensional
DWI & ADC
T1-WI, T2-WI, FLAIR
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
3.7. Cara Kerja Urutan cara kerja bertahap : 1.7.1 Identifikasi pasien stroke ≤ 48 jam yang telah terdiagnosis secara klinis (telah / belum dilakukan CT scan) bersama PPDS Neurologi maupun klinisi. 1.7.2 Dilakukan informed consent serta pengumpulan/mencatat identitas dan data klinis pasien stroke ≤ 48 jam dari Maret 2014 – akhir Mei 2014 di Departemen Radiologi RSCM/RSPAD. 1.7.3 Kemudian dilakukan pemeriksaan MRI kepala dengan sekuens MRI konvensional, MRI sekuens DWI dan ADC. 1.7.4 Penelitian dilakukan dengan membandingkan sekuens MRI konvensional dengan sekuens DWI dan ADC oleh peneliti secara blind. Semua hasil yang diperoleh akan dikonsultasikan kepada pembimbing radiologi. Lokasi ADC value diambil dari yang paling hiperintens pada DWI dengan nilai b value 1000. 1.7.5 Dilakukan analisis terhadap data yang telah diperoleh.
3.8. Batasan Operasional • Definisi stroke menurut WHO adalah terjadinya gangguan fungsional otak fokal maupun global secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam akibat gangguan aliran darah otak. • Onset stroke adalah saat dimulainya timbul gejala stroke, yang didapatkan dari data anamnesis. • Stroke iskemik positif : o Stroke iskemik hiperakut1: dari mulai onset sampai < 6jam. o Stroke iskemik akut1: dari 6 jam onset sampai 48 jam. • Stroke iskemik negatif : o Stroke iskemik subakut1: onset diantara > 48 jam sampai 2 minggu. o Stroke iskemik kronik1: onset ≥ 2 minggu. o Tidak ditemukan kelainan pada parenkim cerebri maupun cerebelli. • Gambaran stroke iskemik hiperakut (onset < 6 jam)1: o T1-WI : Biasanya normal pada 3 sampai 6 jam pertama. o T2-WI : Biasanya normal pada 3 sampai 6 jam pertama.
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
o FLAIR : Hanya 30-50% stroke menunjukkan edema pada kortikal dalam 4 jam pertama. o DWI: Pembengkakan seluler mulai terjadi beberapa menit setelah terjadi iskemik, terlihat hiperintensitas pada DWI yang disebabkan oleh restriksi difusi. o ADC: Terlihat hipointensitas terjadi beberapa menit setelah terjadi iskemik. • Gambaran stroke iskemik akut (onset 6-48jam):1 o T1-WI : Terdapat edema gyral ringan dan hipointensitas mulai terlihat dalam waktu 12 sampai 24 jam, terlihat sebagai pengaburan batas gray matter dan white matter. Kemudian secara bertahap berubah menjadi hipointens. o T2-WI : Pada onset 7 jam mulai terdapat hiperintensitas minimal pada gyrus, kemudian bertambah hiperintensitasnya dalam waktu 12 sampai 24 jam. o FLAIR : Hampir semua pasien stroke iskemik onset 7 jam sudah terlihat hiperintensitas. o DWI: Pembengkakan seluler mulai terjadi beberapa menit setelah terjadi iskemik, terlihat hiperintensitas selama beberapa hari pertama onset stroke dan mencapai puncaknya pada hari ke-7 onset stroke yang disebabkan oleh restriksi difusi, kemudian secara bertahap berubah menjadi hipointens. o ADC : Terlihat hipointensitas beberapa menit setelah terjadi iskemik dan mencapai maksimal selama 24 jam onset stroke, kemudian secara bertahap berubah menjadi hiperintens. • MRI konvensional T 1 -WI di mesin MRI Siemens RSCM/RSPAD, dipilih parameter waktu TR yang pendek (500 ms) dan waktu TE yang pendek (9 ms), lamanya waktu pemeriksaan 1 menit 54 detik. T 2 -WI di MRI Siemens RSCM/RSPAD, dipilih waktu TR yang panjang (5160 ms) dan waktu TE yang panjang (112 ms), lamanya waktu pemeriksaan 1 menit 38 detik. FLAIR di MRI Siemens RSCM/RSPAD, menggunakan TI panjang (2371,5 ms), TR panjang (8000 ms) dan TE pendek (92 ms), lamanya waktu pemeriksaan 2 menit 24 detik.
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
• DWI. Semakin tinggi ‘b’ value maka intensitas sinyal difusi dan sensitifitas difusi akan meningkat, intensitas sinyal difusi yang meningkat pada jaringan otak normal akan tampak lebih gelap pada citra otak yang ditampilkan. ’b’ value yang dipakai di mesin MRI Siemens RSCM/RSPAD adalah 1000 s/mm2. Lamanya waktu pemeriksaan 1 menit 28 detik. • ADC (Apparent diffusion coefficient) ADC merupakan post processing dari DWI dengan cara mengkalkulasi 3 set DWI yang memiliki nilai b yang berbeda (0, 500 dan 1000). Intensitas sinyal difusi yang meningkat pada jaringan otak normal akan tampak lebih terang pada citra otak yang ditampilkan, dan hasil kalkulasinya akan ditampilkan berupa ADC value. • Klasifikasi Bamford: o TACI : Stroke kortikal luas pada arteri serebral anterior / media. o PACI : Stroke kortikal parsial pada daerah arteri serebral anterior / media. o POCI : Stroke pada daerah arteri serebral posterior. o LACI : Stroke subkortikal akibat gangguan pada pembuluh darah kecil, tanpa adanya tanda-tanda disfungsi serebral yang lebih tinggi. • Klasifikasi skor NIHSS terhadap derajat stroke: o < 5 : Stroke minor o 5-14 : Stroke sedang o > 14 : Stroke berat • Hipertensi berdasarkan tekanan sistolik ≥ 140 mmHg, diastolik ≥ 90 mmHg atau hipertensi berdasarkan diagnosis / laporan medis dokter atau mengkonsumsi obat antihipertensi. • Diabetes berdasarkan diagnosis dokter atau mengkonsumsi obat antidiabetes / menggunakan insulin. • Dislipidemia berdasarkan diagnosis dokter atau mengkonsumsi obat penurun kolesterol. • Penyakit jantung berdasarkan diagnosis dokter.
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
• Obesitas bila BMI > 30kg/m2. BMI yaitu berat badan (kilogram) dibagi kwadrat tinggi badan (meter2). • Merokok berdasarkan ada atau tidaknya konsumsi rokok. • Olahraga berdasarkan ada atau tidaknya aktivitas olahraga perminggu. • Riwayat keluarga menderita penyakit jantung berdasarkan ada atau tidaknya anggota keluarga yang menderita penyakit jantung atau meninggal karena penyakit jantung. • Riwayat keluarga menderita hipertensi berdasarkan ada atau tidaknya anggota keluarga yang mengkonsumsi obat anti hipertensi. • Riwayat keluarga menderita diabetes mellitus berdasarkan ada atau tidaknya anggota keluarga yang mengkonsumsi obat anti diabetes/insulin. • Riwayat keluarga menderita stroke iskemik berdasarkan ada atau tidaknya anggota keluarga yang menderita stroke iskemik atau meninggal karena stroke iskemik. • Usia pasien di hitung berdasarkan satuan tahun. • Gender dikelompokkan atas laki-laki dan perempuan.
3.9. Analisis Data Data yang diperoleh dicatat pada formulir penelitian kemudian dilakukan penyuntingan dan pemberian kode untuk menjaga kualitasnya. Data yang sudah diberi kode lalu direkam ke dalam cakram magnetik komputer untuk dilakukan proses validasi untuk pembersihan data. Pada data yang telah bersih dilakukan tabulasi dan kalkulasi secara elektronik dengan program SPSS 11,5 menjadi bentuk tabel sesuai tujuan penelitian. Dibuat table 2 x 2 dan table 3 x 3, dilakukan
perhitungan
dengan
menggunakan
uji
kemaknaan
statistik
menggunakan uji McNemar (dengan analisa Kappa) dan Fisher exact test. Untuk menguji perbedaan nilai ADC berdasarkan onset stroke iskemik hiperakut dan akut digunakan dengan uji T-Test.40,41
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
3.10. Etika Penelitian Penelitian ini dilakukan setelah mendapat persetujuan Komite Etik Penelitian Kesehatan. Pengambilan data MRI pasien-pasien penelitian bersifat primer. Datadata pasien yang digunakan dalam penelitian ini diperlakukan dengan hormat dan rahasia serta anonimus. Data-data yang dapat mengarahkan ke identitas pasien tidak ditampilkan.
3.11. Pendanaan • Biaya pengadaan literatur dan pembuatan makalah. • Biaya ethical clearance. • Biaya tak terduga.
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
BAB 4 HASIL PENELITIAN
Penelitian perbandingan gambaran hasil MRI sekuens DWI dan ADC terhadap hasil MRI Konvensional pada stroke iskemik hiperakut dan akut di RSCM/RSPAD menggunakan data primer dari pasien yang datang berobat dan melakukan pemeriksaan MRI di RSCM/RSPAD dari bulan Maret 2014 sampai akhir Mei 2014. Didapatkan jumlah total pasien sebanyak 46 pasien, berusia 40 sampai 84 tahun yang memenuhi kriteria inklusi untuk dijadikan sampel penelitian. Seluruh subyek penelitian merupakan pasien RSCM/RSPAD yang dirujuk oleh klinisi untuk menjalani pemeriksaan MRI Kepala.
4.1. Deskripsi variabel numerik Tabel 4.1 Deskripsi variabel numerik
Variabel numerik Umur subyek (tahun) Onset stroke (jam) Nilai ADC (mm²/s)
Mean / Median 58.9 ± 11.44 36.0 (1.0 – 48.0)
0.535 x 10⁻³± 0.10 x 10⁻³
Shappiro Wilks 0.521 0.000 0.721
10
8
6
4
2 Std. Dev = 11.44 Mean = 58.9 N = 46.00
0 35.0 40.0 45.0 50.0 55.0 60.0 65.0 70.0 75.0 80.0 85.0
Umur partisipan (tahun)
Gambar 4.1 Histogram umur subyek penelitian
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
Berdasarkan sebaran usia subyek penelitian didapatkan sebaran sampel yang merata (p>0,05) dengan rerata usia subyek penelitian 58,9 tahun, standar deviasi ± 11.44 tahun (tabel 4.1 dan gambar 4.1). 30
20
10
Std. Dev = 18.75 Mean = 31.3 N = 46.00
0 0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
Onset stroke (jam)
Gambar 4.2 Histogram onset stroke iskemik
Berdasarkan sebaran onset stroke didapatkan sebaran sampel yang tidak merata (p<0.05) dengan median onset stroke 36.0 jam dan range onset stroke 1.0 jam – 48.0 jam (tabel 4.1 dan gambar 4.2). 8
6
4
2 Std. Dev = .10 Mean = .535 N = 46.00
0 .350
.400
.375
.450
.425
.500
.475
.550
.525
.600
.575
.650
.625
.700
.675
.750
.725
ADC Map (10(-3)mm2/s)
Gambar 4.3 Histogram nilai ADC
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
Berdasarkan ADC value didapatkan sebaran sampel yang merata (p>0.05) dengan rerata ADC value 0.535 x 10⁻³ mm²/s dan standar deviasi ADC value ± 0.10 x 10⁻³ mm²/s (tabel 4.1 dan gambar 4.3).
4.2. Karakteristik subyek penelitian Tabel 4.2 Sebaran subyek penelitian menurut karakteristik demografik (n=46)
Karekteristik demografis Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Usia < 45 tahun 45 – 60 tahun > 60 tahun
Jumlah
Persentase (%)
31 15
67.4 32.6
4 20 22
8.7 43.5 47.8
Pada tabel 4.2 memperlihatkan sebaran subyek penelitian menurut karakteristik demografik. Pada sampel ini subyek penelitian yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan dengan rasio 2:1, dimana subyek penelitian yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 31 orang (67.4%) dan perempuan sebanyak 15 orang (32.6%). Rentang usia subyek penelitian antara 40 tahun sampai 84 tahun dengan sebaran jumlah subyek penelitian terbanyak terdapat pada kelompok umur > 60 tahun (22 pasien atau 47.8%), diikuti oleh kelompok umur 45-60 tahun (20 pasien atau 43.5%).
Berdasarkan onset stroke pada table 4.3 terlihat berdasarkan onset stroke, jumlah subyek penelitian yang terbanyak adalah subyek penelitian dengan onset stroke 648 jam sebanyak 36 orang (78,3%). Berdasarkan klinis, gejala klinis
yang
terbanyak adalah gejala klinis PACI sebanyak 27 orang (58,7%) diikuti oleh gejala klinis POCI sebanyak 18 orang (39,7%). Berdasarkan skor NIHSS terbanyak adalah skor NIHSS <5 sebanyak 27 orang (58,7%).
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
Tabel 4.3 Sebaran subyek penelitian menurut karakteristik medis (n=46)
Karakteristik medis Onset stroke < 6 jam 6 – 48 jam Gejala klinis TACI PACI LACI POCI NIHSS <5 5-14 >14
Jumlah
Persentase(%)
10 36
21,7 78,3
1 27 0 18
2,2 58,7 0 39,1
27 19 0
58,7 41,3 0
Hipertensi Diabetes Dislipidemi Jantung TIA Obese Merokok Tdk olahraga 0.0
Risiko
Tdk olahraga Merokok 84.8 50.0
20.0 Obese 87.0
40.0 TIA 4.3
60.0 Jantung 58.5
80.0 Dislipidemi 97.8
100.0 Diabetes 71.7
Hipertensi 93.5
Gambar 4.4 Grafik presentase faktor risiko stroke (n=46)
Gambar 4.4 memperlihatkan grafik presentase faktor risiko stroke pada subyek penelitian yang dinilai pada penelitian ini. Dislipidemia merupakan faktor risiko stroke terbanyak (97.8%), diikuti
oleh hipertensi (93.5%), overweight/obese
(87%), riwayat kebiasaan tidak berolahraga (84.8%), diabetes (71.7%).
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
Jantung Hipertensi Diabetes Stroke 0
Riwayat
20
Stroke 76.1
40 Diabetes 78.3
60
80 Hipertensi 82.6
100 Jantung 67.4
Gambar 4.5 Grafik presentase riwayat faktor risiko stroke pada keluarga (n=46)
Pada gambar 4.5 terlihat grafik presentase riwayat faktor risiko stroke pada keluarga subyek penelitian yang dinilai pada penelitian ini. Riwayat keluarga dengan hipertensi merupakan faktor risiko stroke pada keluarga subyek penelitian yang terbanyak (82.6%), diikuti oleh riwayat keluarga dengan diabetes mellitus (78.3%), riwayat keluarga dengan stroke (76.1%) dan riwayat keluarga dengan penyakit jantung (67.4%).
4.3. Hasil pemeriksaan MRI Tabel 4.4 Hubungan antara onset stroke dengan hasil MRI konvensional sekuens T1WI, T2WI dn FLAIR.
Onset stroke
Hiperakut (< 6 jam) Akut (6-48 jam) Total
MRI konvensional sekuens T1WI,T2WI dan FLAIR Normal Hiperakut Akut 8 1 1 4 2 30 12 3 31
Jumlah
10 36 46
Nilai p = 0.000 (Mc Nemar) Kappa R= - 0.369 Nilai p kappa = 0.000
Pada tabel 4.4 Dari hasil uji Mc Nemar terdapat perbedaan yang bermakna (p<0.05) antara data yang diperoleh dari wawancara tentang onset stroke dengan hasil pemeriksaan MRI konvensional sekuens T1WI, T2WI dan FLAIR, meskipun demikian masih terdapat kesesuaian yang lemah dengan hasil analisa Kappa sebesar -0.369 dan p kappa = 0.000.
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
Tabel 4.5 Hubungan antara onset stroke dengan hasil MRI sekuens DWI.
Onset stroke Hiperakut (< 6 jam) Akut (6-48 jam) Total
Pemeriksaan MRI sekuens DWI Hiperakut Akut 8 2 6 30 14 32
Jumlah 10 36 46
Ket: Mc Nemar p = 0.289 Kappa R= 0.553 Nilai p kappa = 0.000
Pada tabel 4.5 didapatkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara data yang diperoleh dari wawancara tentang onset stroke dengan hasil pemeriksaan MRI sekuens DWI (p Mc Nemar > 0,05) dan tingkat kesesuaian ini termasuk dalam kategori sedang (analisa Kappa R=0.553 dan p kappa = 0.000). Tabel 4.6 Sebaran subyek penelitian menurut hasil pemeriksaan MRI konvensional dalam mendiagnosis stroke iskemik (n=46)
Hasil pemeriksaan MRI konvensional T1WI Positif Negatif T2WI Positif Negatif FLAIR Positif Negatif
Jumlah
Persen (%)
14 32
30.4 69.6
31 15
67.4 32.6
34 12
73.9 26.1
Keterangan: Positif dapat mendiagnosis stroke iskemik. Negatif tidak dapat mendiagnosis stroke iskemik (normal).
Pada tabel 4.6 terlihat MRI konvensional sekuens FLAIR paling tinggi dalam mendiagnosis adanya stroke iskemik (73,9%) dibandingkan MRI konvensional sekuens T2WI (67,4%) dan sekuens T1WI (30,4%). MRI konvensional sekuens T1WI paling lemah untuk menentukan adanya diagnosis stroke iskemik.
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
Tabel 4.7 Sebaran hasil pemeriksaan stroke menurut MRI konvensional sekuens T1WI dengan MRI sekuens DWI
MRI konvensional sekuens T1WI Positif Negatif Total
MRI sekuens DWI Hiperakut Akut 0 14 14
14 18 32
Jumlah 14 32 46
Nilai p = 0.004 (Fisher exact test)
Tabel 4.7 memperlihatkan dari hasil Fisher exact test terdapat perbedaan yang bermakna (p Fisher exact test < 0,05) antara hasil pemeriksaan MRI konvensional sekuens T1WI dengan MRI sekuens DWI. Tabel 4.8 Sebaran hasil pemeriksaan stroke menurut MRI konvensional sekuens T2WI dengan MRI sekuens DWI
MRI konvensional sekuens T2WI Positif Negatif Total
MRI sekuens DWI Hiperakut Akut 0 14 14
31 1 32
Jumlah 31 15 46
Nilai p = 0.000 (Fisher exact test)
Pada tabel 4.8 dari hasil Fisher exact test didapatkan perbedaan yang bermakna antara hasil pemeriksaan MRI konvensional sekuens T2WI dengan MRI sekuens DWI (p Fisher exact test < 0,05). Tabel 4.9 Sebaran hasil pemeriksaan stroke menurut MRI konvensional sekuens FLAIR dengan MRI sekuens DWI
MRI konvensional sekuens FLAIR Positif Negatif Total
MRI sekuens DWI Hiperakut Akut 2 12 14
32 0 32
Jumlah 34 12 46
Nilai p = 0.000 (Fisher exact test)
Tabel 4.9 memperlihatkan dari hasil Fisher exact test terdapat perbedaan yang bermakna (p Fisher exact test < 0,05) antara MRI konvensional sekuens FLAIR dengan MRI sekuens DWI.
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
Tabel 4.10 Sebaran hasil pemeriksaan stroke menurut MRI konvensional sekuens T1WI, T2WI dan FLAIR dengan MRI sekuens DWI
MRI konvensional sekuens T1WI, T2WI dan FLAIR Positif Negatif Total
MRI sekuens DWI Hiperakut Akut 2 12 14
32 0 32
Jumlah 34 12 46
Nilai p = 0.000 (Fisher exact test)
Pada tabel 4.10 dari hasil Fisher exact test memperlihatkan perbedaan yang bermakna antara hasil pemeriksaan MRI konvensional sekuens T1WI, T2WI dan FLAIR dengan MRI sekuens DWI (p Fisher exact test < 0,05).
Tabel 4.11 Nilai ADC pada stroke iskemik hiperakut dan akut
Kelompok stroke Stroke iskemik hiperakut Stroke iskemik akut
Nilai ADC (x 10⁻³mm²/s) N Mean SD 14 0.57 0.091 32 0.52 0.097
P 0.122
Gambar 4.6 Boxplot nilai ADC
Pada tabel 4.11 memperlihatkan nilai ADC pada stroke iskemik hiperakut adalah 0.57 x 10⁻³ mm²/s dengan standar deviasi 0.091 x 10⁻³ mm²/s, sedangkan nilai ADC pada stroke iskemik akut adalah 0.52 x 10⁻³ mm²/s dengan standar deviasi
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
0.097 x 10⁻³ mm²/s. Dari hasil T test didapatkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p>0,05) antara nilai ADC pada stroke iskemik hiperakut dan akut, meskipun ada kecenderungan nilai ADC rata-rata stroke iskemik hiperakut lebih tinggi dibandingkan stroke iskemik akut (Tabel 4.11 dan gambar 4.6).
Tabel 4.12 Nilai rADC pada stroke iskemik hiperakut dan akut
Kelompok stroke Stroke iskemik hiperakut Stroke iskemik akut
N 14 32
Nilai rADC(%) Mean SD 63.5 7.7 72.7 12.3
P 0.034
Gambar 4.7 Boxplot nilai rADC
Pada tabel 4.12 memperlihatkan nilai rADC pada stroke iskemik hiperakut adalah 63.5% dengan standar deviasi 7.7%, sedangkan nilai rADC pada stroke iskemik akut adalah 72.7% dengan standar deviasi 12.3%. Dari hasil T test didapatkan perbedaan yang bermakna (p<0,05) antara nilai rADC pada stroke iskemik hiperakut dan akut (Tabel 4.12 dan gambar 4.7).
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Subyek Penelitian Pada penelitian perbandingan gambaran hasil MRI sekuens DWI dan ADC terhadap hasil MRI Konvensional pada stroke iskemik hiperakut dan akut di RSCM/RSPAD menggunakan data primer dari pasien yang datang berobat dan melakukan pemeriksaan MRI di RSCM/RSPAD dari Maret 2014 sampai akhir Mei 2014. Seluruh subyek penelitian merupakan pasien RSCM/RSPAD yang dirujuk oleh klinisi untuk menjalani pemeriksaan MRI Kepala. Selama periode tersebut didapatkan 46 pasien yang memenuhi kriteria inklusi untuk dijadikan sampel penelitian.
Berdasarkan karakteristik demografik, sebaran jenis kelamin pada penelitian ini didapatkan partisipan stroke yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 31 orang (67.4%) dan perempuan sebanyak 15 orang (32.6%), dengan rasio jenis kelamin pada sampel ini adalah 2:1. Menurut penelitian Siddique AN et al28 dalam penelitiannya berjudul Clinical presentation and epidemiology of stroke didapatkan pasien stroke yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan sekitar 1,35 sampai 3 berbanding 1. Menurut Textbook of stroke medicine, stroke dapat mengenai laki-laki dan perempuan, namun lebih sering terjadi pada laki-laki dalam rentang usia 45-84 tahun.23
Rentang usia partisipan stroke antara 40 tahun sampai 84 tahun, dengan rata-rata usia subyek penelitian 58,9 tahun, standar deviasi ± 11.44 tahun. Berdasarkan data demografik, sampel penelitian ini memperlihatkan sebaran jumlah subyek terbanyak adalah pada kelompok umur di atas 60 tahun sebanyak 22 pasien (48%), diikuti oleh kelompok umur 45-60 tahun sebanyak 20 pasien (43%). Hal ini sesuai dengan laporan Suryamiharja A yang melaporkan
stroke dapat
menyerang semua usia termasuk anak-anak, risiko terjadinya stroke meningkat dengan bertambahnya usia.38 Dalam Textbook of stroke medicine dikatakan umur
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
merupakan penentu yang paling penting pada stroke dimana risiko stroke iskemik meningkat dua kali lipat untuk setiap dekade berturut-turut setelah usia 55 tahun.23
Sebaran karakteristik medik berdasarkan onset memperlihatkan jumlah pasien yang terbanyak datang ke RSCM/RSPAD adalah pada stadium akut sebanyak 32 partisipan (69.6%), hal ini disebabkan karena sebagian besar pasien tidak mengetahui gejala stroke dengan jelas, kesadaran pasien untuk berobat belum cukup memadai, kondisi ekonomi dan akses menuju rumah sakit yang cukup jauh.39
Berdasarkan klinis, gejala klinis yang terbanyak adalah gejala klinis PACI sebanyak 27 partisipan (58,7%). Penelitian Khan NA et al26 mendapatkan gejala klinis yang terbanyak pada pasien-pasien asia adalah gejala klinis PACI.
Faktor risiko stroke pada subyek penelitian yang dinilai pada penelitian ini. Dislipidemia merupakan faktor risiko stroke terbanyak (97.8%), diikuti
oleh
hipertensi (93.5%), overweight/obese (87%), riwayat kebiasaan tidak berolahraga (84.8%), diabetes (71.7%), riwayat penyakit jantung (58.5%) dan merokok (50%). Riwayat keluarga dengan hipertensi merupakan faktor risiko stroke pada keluarga subyek penelitian yang terbanyak (82.6%), diikuti oleh riwayat keluarga dengan diabetes mellitus (78.3%), riwayat keluarga dengan stroke (76.1%) dan riwayat keluarga dengan penyakit jantung (67.4%). Faktor risiko stroke dibagi dua, yaitu faktor risiko stroke yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi.23 Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin, ras dan riwayat stroke sebelumnya; sedangkan faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi adalah hipertensi, diabetes mellitus, kolesterol tinggi, perokok dan penyakit jantung.23 Penelitian Khan NA et al26 mendapatkan faktorfaktor resiko stroke terbanyak adalah hipertensi, dislipidemia, diabetes mellitus, penyakit jantung dan riwayat keluarga dengan stroke.
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
5.2. Hasil pemeriksaan MRI a. Berdasarkan hubungan antara onset stroke dengan hasil MRI konvensional sekuens T1WI, T2WI dan FLAIR. Pada tabel 4.4 penelitian ini memperlihatkan dari hasil uji Mc Nemar didapatkan perbedaan yang bermakna (p<0.05) antara data yang diperoleh dari wawancara tentang onset stroke dengan hasil MRI konvensional sekuens T1WI, T2WI dan FLAIR, meskipun demikian masih terdapat kesesuaian yang lemah (analisa Kappa R = -0.369 dan p kappa = 0.000). Berdasarkan onset stroke didapatkan 10 partisipan stroke iskemik hiperakut dan 36 partisipan stroke iskemik akut, sedangkan dari hasil pemeriksaan MRI sekuens konvensional (T1WI, T2WI dan FLAIR) didapatkan 12 partisipan dinyatakan tidak terdapat stroke iskemik, 3 partisipan dinyatakan stroke iskemik hiperakut, dan 31 partisipan dinyatakan stroke iskemik akut. Osborn mengatakan MRI konvensional sekuens T1WI dan T2WI biasanya normal biasanya normal pada 3 sampai 6 jam pertama onset stroke dan MRI konvensional sekuens FLAIR hanya 30-50% stroke menunjukkan edema pada kortikal dalam 4 jam pertama. Silva GS et al9 dalam Acute ischemic stroke imaging and intervention mengatakan MRI sekuens konvensional mempunyai sensitivitas sekitar 18% - 46% dan spesifisitas sekitar 70% - 94%.9
b. Berdasarkan hubungan antara onset stroke dengan hasil MRI sekuens DWI. Tabel 4.5 pada penelitian ini memperlihatkan terdapat kesesuaian antara onset stroke dengan hasil pemeriksaan MRI sekuens DWI untuk kriteria stroke iskemik hiperakut didapatkan 10 partisipan, untuk kriteria stroke iskemik akut didapatkan pada 36 partisipan. Pada 4 partisipan yang menurut anamnesis termasuk kriteria stroke akut, ternyata dari hasil pemeriksaan MRI sekuens DWI termasuk di dalam kriteria stroke iskemik hiperakut. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara onset stroke dengan hasil pemeriksaan MRI sekuens DWI (p Mc Nemar > 0,05) dan tingkat kesesuaian ini masuk kategori sedang (analisa Kappa R=0.553 dan p kappa = 0.000). Silva GS et al9 dalam Acute ischemic stroke imaging and intervention mengatakan sensitivitas dan spesifisitas MRI sekuens DWI sekitar 88% sampai 100%.9
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
c. Berdasarkan sebaran subyek penelitian menurut hasil pemeriksaan MRI konvensional dalam mendiagnosis stroke iskemik serta sebaran hasil pemeriksaan stroke menurut MRI konvensional sekuens T1WI, T2WI dan FLAIR dengan MRI sekuens DWI. Pada tabel 4.6 terlihat MRI konvensional sekuens FLAIR dapat mendiagnosis stroke iskemik sebanyak 73,9%. Hal ini disebabkan pada MRI konvensional sekuens FLAIR dapat mensupresi LCS intraventrikel dengan inversion recovery sehingga adanya lesi iskemik lebih terlihat jelas dibandingkan sekuens T2WI yang dapat mendiagnosis stroke iskemik 67,4%. Pada tabel 4.7 terbukti bahwa MRI konvensional sekuens T1WI tidak dapat membedakan stroke iskemik hiperakut dan akut. Terlihat juga pada tabel 4.8 dan tabel 4.9 bahwa MRI konvensional sekuens T2WI dan sekuens FLAIR dapat mendiagnosis stroke iskemik hiperakut dan akut.
Hal ini sesuai dengan yang disebutkan di literatur bahwa pada stadium hiperakut, MRI sekuens DWI beberapa menit setelah terjadi iskemik terlihat penigkatan signal sebesar 95% yang disebabkan oleh restriksi difusi, sedangkan MRI sekuens ADC beberapa menit setelah terjadi iskemik terlihat penurunan signal. Namun MRI sekuens Konvensional biasanya pada 3 sampai 6 jam pertama memperlihatkan gambaran parenkim intrakranial yang normal pada T1WI & T2WI, dapat juga memberikan gambaran menghilangnya differensiasi substantia alba-grisea pada T1WI dan peningkatan signal pada T2WI. Hanya 30-50% stroke hiperakut yang menujukkan edema (hiperintens) pada kortikal dan hiperintens vessel dalam 4 jam sampai 6 jam pertama pada FLAIR.1,35
Pada stadium akut, MRI sekuens Konvensional, MRI sekuens DWI maupun ADC dapat jelas memperlihatkan lesi. MRI sekuens konvensional pada T1WI dalam waktu 12 jam sampai 24 jam setelah terjadi iskemik sudah dapat terlihat pengaburan batas substantia alba-grisea kemudian secara bertahap menjadi hipointens, pada T2WI dalam waktu 7 jam setelah terjadi iskemik sudah dapat terlihat hiperintens minimal, yang bertambah hiperintensitasnya dalam waktu 1224 jam serta pada FLAIR hampir semua pasien stroke iskemik onset 7 jam sudah
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
terlihat hiperintensitas. MRI sekuens DWI tetap memperlihatkan hiperintensitas selama beberapa hari pertama onset stroke yang disebabkan oleh restriksi difusi sedangkan MRI sekuens ADC memperlihatkan hipointensitas yang mencapai maksimal dalam waktu 24 jam onset stroke iskemik, kemudian secara bertahap berubah menjadi hiperintens.1,35
d. Nilai ADC dan nilai rADC pada stroke iskemik hiperakut dan akut. Nilai ADC merupakan post processing dari DWI dengan cara mengkalkulasikan 3 set DWI yang memiliki nilai ‘b’ yang berbeda. Hasil kalkulasi itu akan ditampilkan berupa nilai ADC dengan didapatkan besaran nilai difusi molekul air pada keadaan stroke iskemik hiperakut dan akut. Nilai ADC rata-rata stroke iskemik hiperakut pada penelitian ini sebesar 0.57 x 10⁻³ mm²/s dengan standar deviasi 0.091 x 10⁻³ mm²/s, nilai ADC rata-rata pada stroke iskemik akut sebesar 0.52 x 10⁻³ mm²/s dengan standar deviasi 0.097 x 10⁻³ mm²/s. Dari hasil T test tidak didapatkan perbedaan yang bermakna (p>0,05) antara niali ADC pada stroke iskemik hiperakut dan akut, walaupun ada kecenderungan nilai ADC rata-rata stroke iskemik hiperakut lebih tinggi dibandingkan akut. Pada stroke iskemik hiperakut dapat ditemukan hipointensitas pada ADC dan hipointens mencapai maksimal dalam waktu 24 jam onset stroke iskemik, kemudian secara bertahap berubah menjadi hiperintens.1,34-36 Nilai rADC didapatkan dari nilai rata-rata ADC di daerah yang iskhemik dibagi nilai rata-rata ADC di daerah yang sehat di sisi kontralateralnya, kemudian dikali 100%. Pada stroke iskemik hiperakut memiliki kecenderungan nilai rADC lebih rendah dibandingkan stroke iskemik akut. Dari literatur didapatkan nilai ADC dan rADC pada stroke iskemik hiperakut dan stroke iskemik akut yang saling tumpang tindih.37
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini, terdapat beberapa poin yang dapat disimpulkan : 1. DWI dan nilai ADC lebih unggul dalam menentukan onset stroke iskemik hiperakut dan stroke iskemik akut dibandingkan MRI konvensional (menjawab hipotesis 1.3.1). 2. Nilai ADC untuk stroke iskemik hiperakut memiliki kecenderungan lebih tinggi dibandingkan nilai ADC stroke iskemik akut, meskipun demikian tidak ditemukan perbedaan yang bermakna (menjawab hipotesis 1.3.2). 3. DWI dapat menentukan stroke iskemik hiperakut dan akut, dengan kesesuaian sedang dari hasil pemeriksaan klinis. 4. MRI konvensional sekuens FLAIR lebih baik dalam menentukan gambaran stroke iskemik hiperakut dan akut dibandingan MRI konvensional sekuens T1WI dan T2WI. 5. Pada MRI konvensional (T1WI, T2WI dan FLAIR) mempunyai kesesuaian yang lemah untuk menentukan stroke iskemik hiperakut dan akut.
6.2. Saran 1. MRI konvensional dengan sekuens FLAIR dan T2WI dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis stroke iskemik akut. 2. Untuk penatalaksanaan stroke iskemik hiperakut dan akut di instalasi gawat darurat diperlukan pemeriksaan MRI sekuens DWI dan nilai ADC. 3. Pemeriksaan perfusi untuk melihat miss match antara core dan penumbra. 4. Di RSCM sebaiknya dilakukan pemeriksaan MRI kepala sekuens DWI dan nilai ADC untuk kasus stroke iskemik hiperakut dan akut disamping pemeriksaan CT Scan kepala; sedangkan di RSPAD sebaiknya pada kasus iskemik hiperakut dilakukan juga CT Scan kepala untuk menyingkirkan stroke perdarahan hiperakut.
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
DAFTAR REFERENSI
1. Osborn AG. Arterial anatomy and strokes. Renlund AR, editor. Dalam : Osborn’s brain : imaging, pathology and anatomy. Edisi 1. Canada: Amirsys, 2013: 169-214. 2. Caplan LR. Caplan’s stroke : a clinical approach. Edisi 4. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2009: 3-21. 3. Warren DJ, Musson R, Connolly DJA, Griffiths PD, Hoggard N. Imaging in acute stroke: essential for modern stroke care. Postgrad Med J 2010; 86:409418. 4. Bogousslavsky J. Stroke: selected topics. USA: World Federation of Neurology, 2007: 1-7. 5. Stroke. Diunduh dari http://id.wikipedia.org/wiki/Stroke. Diunduh tanggal 22 Oktober 2013. 6. Silverman IE, Rymer MM. Ischemic Stroke. Oxford: Clinical Publishing, 2009: 1-130 7. Brekenfeld C, Gralla J, Wiest R, El-Koussy M, Remonda L, et al. Neuroradiological emergency interventions. Marincek B, Dondelinger RF, editors. Dalam : Emergency radiology imaging and interventions. Berlin: Springer, 2007: 323-326. 8. Soendoro T dan RISKESDAS tim. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2008. 9. Silva GS, Koroshetz WJ, Gonzalez RG, Schwamm LH. Causes of ischemic stroke. Gonzalez RG, Hirsch JA, Lev MH, Schaefer PW, Schwamm LH, editors. Dalam: Acute ischemic stroke imaging and intervention. Berlin: Springer, 2011: 323-326. 10. Goldstein MA, Price BH. Magnetic resonance imaging. Dougherty DD, Rauch SL, Rosenbaum JF, editors. Dalam : Essentials of neuroimaging for clinical practice. London: American Psychiatric Publishing, 2004: 21-74. 11. Anderson P. New guideline advocates MRI over CT for stroke diagnosis. Medscape. 2010.
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
12. Acute
stroke
diagnosis
helped
with
MRI
test.
Diunduh
dari
www.beaumont.edu/health-resources/health-library/acute-stroke-diagnosishelped-with-MRI-test. Diunduh tanggal 21 Nopember 2013. 13. Merino
JG,
Warach
S.
Imaging
of
acute
stroke.
Diunduh
dari
www.medscape.org. Diunduh tanggal 21 Nopember 2013. 14. Tatlisumak T. CT or MRI the method of choice for imaging patients with acute stroke?. Stroke 2002; 33:2144-45. 15. Tobin WO, Hentz JG, Bobrow BJ, Demaerschalk BM. Identification of stroke mimics in the emergency department setting. Journal of Brain Disease 2009; 1:19-22. 16. Huff JS. Stroke differential diagnosis – mimics and chameleons. Diunduh dari www.uic.edu/com/ferne/pdf/mimic0302. Diunduh tanggal 25 Desember 2013. 17. Srinivasan A, Goyal M, Al Azri F, Lum C. State of the art imaging of acute stroke. Radiographics 2010; 26:S75-95. 18. Allen LM, Hasso AN, Handwerker J, Farid H. Sequence specific MR imaging findings that are useful in dating ischemic stroke. Radiographics 2012; 32:1285-97. 19. Worcester S. Brain MRI may predict time of stroke onset. Diunduh dari www.acep.org. Diunduh tanggal 21 Oktober 2013. 20. Elkind MSV, Sacco RL. Pathogenesis, classification and epidemiology of cerebrovascular disease. Rowland LP, Pedley TA, editors. Dalam : Merritt’s neurology. Edisi 12. New York: Lippincott Williams & Wilkins, 2010: 25063. 21. Jauch
EC,
Lutsep
HL.
Ischemic
stroke.
Diunduh
dari
www.emedicine.medscape.com/article/1916852. Diunduh tanggal 15 Oktober 2013. 22. Chaves CJ. Ischemic stroke. Jones HR, Srinivasan J, Allam GJ, Baker RA, editors. Dalam: Netter’s neurology. Edisi 2. Philadelphia: Elsevier Saunders, 2012: 497-517. 23. Norrving V. Common causes of ischemic stroke. Brainin M, Heiss WD, editors. Dalam: Textbook of stroke medicine. Edisi 1. New York: Cambridge University Press, 2010: 28-38.
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
24. National Stroke Association. Stroke Scales: An Update. Stroke Clinical Updates 2006: Volume XVI. 25. Venketasubramanian. The epidemiology of stroke in ASEAN countries. Neurol J Southeast Asia 1998; 3:9-14. 26. Khan NA et all. Risk factors, quality of care and prognosis in South Asian, East Asian dan White patients with stroke. BMC Neurology 2013; 13:74-82. 27. Snell RS. Clinical Neuroanatomy. Edisi 7. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2010. 28. Hathout GM, Ferguson T. Clinical neuroradiology a case based approach. Edisi 1. New York: Cambridge University Press, 2009. 29. Siddique AN, Nur Z, Mahbub S, Alam B, Miah T. Clinical presentation and epidemiology of stroke. J Medicine 2009; 10:86-9. 30. Westbrook C. Handbook of MRI Technique. Edisi 2. London: Blackwel, 1999. 31. Westbrook C, Roth CK, Talbot J. MRI in practice. Edisi 4. Cambridge: WileyBlackwel, 2011. 32. Davis S, Fisher M, Warach S. Magnetic resonsnce imaging in stroke. Cambridge: Cambridge University Press, 2003. 33. Kummer RV, Back T. Magnetic resonance imaging in ischemic stroke. Germany: Springer, 2006. 34. Guzman RD. Infarction. Moritani T, Ekholm S, Westesson PL, editors. Dalam: Diffusion-weighted MR imaging of the brain. Germany: Springer, 2006:39-54. 35. Thurnher M. Brain ischemia - imaging in acute stroke. Diunduh dari www.radiologyassistant.nl. Diunduh tanggal 15 Oktober 2013. 36. Yang Q, Tress BM, Barber PA, Desmond PM, Darby DG, et all. Serial Study of Apparent Diffusion Coefficient and Anisotropy in Patient With Acute Stroke. Stroke 1999; 30:2382-90. 37. Choi S, Ha DH, Kang MJ, Lee JH, Yoon SK. Does the ADC Map have additional clinical significance compared to the DWI in the brain infarction?. Journal of the Korea Society of Magnetic Resonance in Medicine 2013;17(4):267-274.
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
38. Suryamiharja A. Emerging risk factors for stroke. Simposium update on cerebravasculer disease. 1998 39. Prasetyo E. Waktu kedatangan pasien stroke di lima rumah sakit pemerintah di DKI Jakarta dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Universitas Indonesia. 2011. 40. Pusponegoro HD, Wirya IGNW, Pudjiadi AH, Bisanto J, Zulkarnain SZ. Uji diagnostik. Dalam : Sastroasmoro S, Ismael S, eds. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto, 2010: 139-216. 41. Dahlan S. Penelitian diagnostik. Jakarta: Sagung Seto, 2010: 1-152.
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
56
Lampiran 1
Universitas Indonesia Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
Lampiran 2 Penjelasan Penelitian Kepada Subyek Penelitian
Bapak / ibu yang terhormat, Saya dr. L. Liza Nellyta, Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Radiologi FKUI, sedang melakukan penelitian mengenai gambaran hasil MRI sekuens DWI dan ADC terhadap hasil MRI konvensional pada stroke.
Stroke merupakan penyakit mematikan setelah penyakit jantung dan kanker. Stroke adalah sindroma fokal neurologi yang terjadi mendadak akibat penyakit pada pembuluh darah otak, dapat berupa penyumbatan lumen pembuluh darah otak oleh trombosis atau emboli, pecahnya dinding pembuluh darah otak menyebabkan perdarahan, perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah dan perubahan viskositas maupun kualitas darah sendiri. Delapan puluh persen kasus stroke terjadi karena penyumbatan lumen pembuluh. Tatalaksana stroke karena penyumbatan lumen pembuluh darah otak (stroke iskemik) sangat berbeda dengan stroke karena pecahnya dinding pembuluh darah otak (stroke hemoragik). Mengingat perbedaan tatalaksana stroke iskemik dan hemoragik, maka penting untuk mengetahui stroke iskemik secara cepat dan akurat. Sehubungan dengan itu kami berharap agar penelitian ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas pelayanan.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan gambaran hasil MRI sekuens DWI dan ADC terhadap hasil MRI konvensional. Pemeriksaan MRI sekuens DWI dan ADC bebas biaya. Sebelumnya bapak / ibu akan diminta untuk mengisi status penelitian yang menanyakan mengenai biodata bapak / ibu sekalian. Keikutsertaan dalam penelitian ini tanpa paksaan dan semua data yang terkumpul dalam penelitian ini akan dijamin kerahasiaannya sehingga orang lain yang tidak berkepentingan tidak akan mengetahui. Bila bapak/ibu membutuhkan penjelasan lebih lanjut tentang penelitian ini dapat menghubungi saya dr. L. Liza Nellyta, nomor handphone 082111103367.
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
Lampiran 3
SURAT PERSETUJUAN PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
:
Usia
:
Jenis kelamin
: Laki-laki / Perempuan (lingkari salah satu)
Alamat
:
No. tlp / HP
:
hubungan dengan pasien : pasien sendiri / suami / istri / orang tua / anak *) dari pasien : Nama
:
Umur
:
Alamat
:
menyatakan telah membaca lembar informasi penelitian dan mendapatkan penjelasan serta setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian yang dilakukan Departemen Radiologi FKUI oleh dr. L. Liza Nellyta secara sukarela dan berhak untuk mengundurkan diri dari penelitian ini kapan saja tanpa ada sangsi apapun. Demikian surat pernyataan ini dibuat agar dapat dipergunakan dengan semestinya.
Jakarta,_______________________ Yang menyatakan
(_______________________)
Saksi I,
(_________________________)
Peneliti
(dr. L. Liza Nellyta) *Coret pada pernyataan yang tidak sesuai
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
Lampiran 4
LEMBAR PENELITIAN
I. Identitas partisipan Nama
: _________________________________________________
Jenis kelamin/usia :_________________________________________________ Suku Bangsa
:__________________________________________________
Pekerjaan
:__________________________________________________
Pendidikan terakhir: S3 / S2 / S1 / SMA / SMP / SD (lingkari salah satu) Berat badan/tinggi badan : ________kg/_______cm IMT
:___________________
II. Data klinis partisipan 1. Gejala klinis : __________________________________________________ _______________________________________________________________ 2. Onset stroke : < 6 jam / 6-48 jam 3. Terapi yang diterima: _____________________________________________ _______________________________________________________________ 4. Menderita hipertensi
: Ya / tidak / tidak tahu (lingkari salah satu)
5. Menderita diabetes melitus :Ya / tidak / tidak tahu (lingkari salah satu) 6. Dislipidemia
: Ya / tidak / tidak tahu (lingkari salah satu)
7. Menderita penyakit jantung : Ya / tidak, bila menjawab ya sebutkan ________ _______________________________________________________________ 8. Riwayat TIA sebelumnya : Ya / tidak, bila menjawab yasebutkan________ 9. Olahraga
: Ya / tidak, bila menjawab ya jenis olahraga____
_______________, frekuensi_________x/bulan. 10. Merokok
: Ya / tidak
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
Lanjutan lampiran 4
11. Riwayat keluarga dengan stroke iskemik : Ada/tidak ada (lingkari salah satu), bila menjawab ya hubungan dengan subjek penelitian____________________ 12. Riwayat keluarga dengan hipertensi : Ada/tidak ada (lingkari salah satu), bila menjawab ya hubungan dengan subjek penelitian_______________________ 13. Riwayat keluarga dengan diabetes melitus : Ada/tidak ada (lingkari salah satu), bila menjawab ya hubungan dengan subjek penelitian_______________ 14. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung : Ada/tidak ada (lingkari salah satu), bilamenjawab ya hubungan dengan subjek penelitian_______________
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
Lampiran 5
DATA PENELITIAN
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
T1WI Negatif Positif Negatif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif Positif Positif Positif Negatif Negatif Positif Negatif Positif Negatif Negatif Negatif
T2WI Positif Positif Positif Positif Positif Positif Negatif Negatif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Negatif Positif Positif Positif Negatif
FLAIR Positif Positif Positif Positif Positif Positif Negatif Negatif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Negatif Positif Positif Positif Negatif
MRI Konvensional Akut Akut Akut Akut Akut Akut Normal Normal Akut Akut Akut Akut Akut Akut Normal Akut Akut Akut Normal
DWI Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif
ADC Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif
MRI Konvensional + DWI Akut Akut Akut Akut Akut Akut Hiperakut Hiperakut Akut Akut Akut Akut Akut Akut Hiperakut Akut Akut Akut Hiperakut
Onset stroke Akut Akut Akut Akut Akut Akut Hiperakut Akut Akut Akut Hiperakut Akut Akut Akut Hiperakut Akut Akut Akut Hiperakut
Nilai ADC (x 10⁻³mm²/s) 0.6 0.64 0.57 0.46 0.4 0.54 0.56 0.46 0.57 0.535 0.6 0.34 0.61 0.58 0.74 0.58 0.46 0.55 0.47
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
Nilai ADC kontralateral (x 10⁻³mm²/s) 0.81 0.74 0.75 0.81 0.67 0.8 0.82 0.77 0.9 0.8 0.82 0.7 0.73 0.67 0.9 0.9 0.78 0.75 0.72
Nilai rADC 74% 86% 76% 57% 60% 67% 68% 60% 63% 66% 73% 50% 83% 86% 64% 82% 59% 73% 65%
20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
Positif Positif Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Positif Negatif Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
Positif Positif Positif Negatif Positif Negatif Negatif Positif Negatif Positif Negatif Positif Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif Positif Positif Negatif Positif Negatif Positif Positif
Positif Positif Positif Negatif Positif Negatif Positif Positif Positif Positif Negatif Positif Positif Positif Negatif Positif Positif Negatif Positif Positif Negatif Positif Negatif Positif Positif
Akut Akut Akut Normal Akut Normal Hiperakut Akut Hiperakut Akut Normal Akut Akut Hiperakut Normal Akut Akut Normal Akut Akut Normal Akut Normal Akut Akut
Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif
Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif
Akut Akut Akut Hiperakut Akut Hiperakut Akut Akut Hiperakut Akut Hiperakut Akut Akut Hiperakut Hiperakut Akut Akut Hiperakut Akut Akut Hiperakut Akut Hiperakut Akut Akut
Akut Akut Akut Hiperakut Akut Hiperakut Hiperakut Akut Akut Akut Hiperakut Akut Akut Akut Akut Akut Akut Hiperakut Akut Akut Akut Akut Akut Akut Akut
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
0.42 0.7 0.35 0.58 0.4 0.6 0.4 0.51 0.46 0.53 0.6 0.55 0.64 0.67 0.54 0.45 0.69 0.69 0.49 0.46 0.43 0.43 0.55 0.44 0.63
0.66 0.72 0.7 0.72 0.8 0.7 0.71 0.7 0.78 0.71 0.72 0.73 0.78 0.78 0.85 0.67 0.82 0.88 0.67 0.69 0.8 0.8 0.86 0.8 0.78
64% 97% 50% 50% 80% 56% 86% 73% 59% 75% 83% 75% 82% 67% 63% 86% 84% 78% 73% 67% 53% 53% 64% 55% 81%
45 46
Negatif Negatif
Negatif Negatif Positif Positif
Normal Akut
Positif Positif
Positif Positif
Hiperakut Akut
Hiperakut Akut
Kesesuaian gambaran..., Lie Liza Nellyta, FK UI, 2014
0.61 0.54
0.73 0.81
67% 83%