UNIVERSITAS INDONESIA Meningkatkan Rasa Percaya pada Atasan melalui Pelatihan & Pengembangan Berbasis Manajemen Pengetahuan (Studi Kasus di Direktorat Teknik TV BCD) Enhancing Trust in Manager through Knowledge Management Based Training & Development (Case Study at the Directorate of Engineering BCD TV)
TESIS
AGNES IRWANTI 1006742081
FAKULTAS PSIKOLOGI PROGRAM STUDI PEMINATAN TERAPAN PSIKOLOGI HUMAN CAPITAL & KNOWLEDGE MANAGEMENT DEPOK, JULI 2012
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
UNIVERSITAS INDONESIA Meningkatkan Rasa Percaya pada Atasan melalui Pelatihan & Pengembangan Berbasis Manajemen Pengetahuan (Studi Kasus di Direktorat Teknik TV BCD) Enhancing Trust in Manager through Knowledge Management Based Training & Development (Case Study at the Directorate of Engineering BCD TV)
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Terapan
AGNES IRWANTI 1006742081
FAKULTAS PSIKOLOGI PROGRAM STUDI PEMINATAN TERAPAN PSIKOLOGI HUMAN CAPITAL & KNOWLEDGE MANAGEMENT DEPOK, JULI 2012
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
i Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
HALAMAN PENGESAHAN Tesis ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Peminatan Judul Tesis
: : Agnes Irwanti : 1006742081 : Ilmu Psikologi : Human Capital and Knowledge Management : Meningkatkan Rasa Percaya pada Atasan melalui Pelatihan Berbasis Manajemen Pengetahuan (Studi Kasus di Direktorat Teknik TV BCD)
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Terapan pada Program Studi Psikologi Terapan Sumber Daya Manusia, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. ii Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
KATA PENGANTAR Segala puji syukur saya panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa yang telah memberikan kekuatan dan berkah yang luar biasa besar untuk bisa menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan program Magister Psikologi Terapan Human Capital & Knowledge Management pada Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa banyak pihak telah memberikan bantuan, bimbingan, serta dukungan hingga tesis ini bisa selesai. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Wilman Dahlan Mansoer, M. Org.Psy, dan Adi Respati, S.Psi, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah bersedia menyediakan waktu, tenaga dan pikirannya dalam mengarahkan saya untuk menyusun tesis ini, juga kepada para dosen yang telah membagi ilmunya dengan saya selama masa perkuliahan. 2. Direktur Teknik TV BCD beserta seluruh manajemen yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian penelitian ini. 3. Bapak dan Ibu (selamat merayakan ulang tahun pernikahan ke 50), keluarga, keluarga besar Multikom Global Mediatama dan Providensia Solusindo sebagai pemberi dukungan utama yang begitu berharga. Doa, kesediaan mereka mengambil alih tugas harian, pengertian mereka yang luar biasa tidak akan dapat terbalas dengan apa pun. 4. Rekan-rekan seperjuangan di Magister Psikologi Universitas Indonesia 2010, untuk segala kenangan dan dukungannya yang sangat berkesan. Sahabat-sahabat saya untuk segala pengertian dan dukungannya. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan perhatiannya dan tidak bisa disebutkan satu per satu. Akhir kata, semoga Tuhan senantiasa membalas setiap kebaikan yang telah diberikan. Saya berharap agar tesis ini bisa memberikan manfaat bagi segala pihak yang menjadikannya rujukan.
Depok, 2 Juli 2012 Agnes Irwanti iii Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Agnes Irwanti
NPM
: 1006742081
Program Studi
: Ilmu Psikologi
Peminatan
: Terapan Human Capital & Knowledge Management
Fakultas
: Psikologi
Jenis karya
: Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non eksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Meningkatkan Rasa Percaya pada Atasan melalui Pelatihan & Pengembangan Berbasis Manajemen Pengetahuan ( Studi Kasus di Direktorat Teknik TV BCD) beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
iv Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
ABSTRAK
Nama
: Agnes Irwanti
Program Studi
: Ilmu Psikologi
Peminatan
: Terapan Human Capital & Knowledge Management
Judul
: Meningkatkan Rasa Percaya pada Atasan melalui Pelatihan & Pengembangan Berbasis Manajemen Pengetahuan (Studi Kasus di Direktorat Teknik TV BCD)
Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan intervensi guna meningkatkan rasa percaya pada atasan, dalam peningkatan kesiapan untuk berubah pada karyawan di Direktorat Teknik TV BCD dalam migrasi sistem penyiaran analog ke digital. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif melalui kuisioner untuk mendapatkan data yang signifikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasa percaya kepada pimpinan menjadi faktor terpenting dalam meningkatkan kesiapan untuk berubah pada karyawan. Kata kunci : kesiapan untuk berubah, iklim psikologis, hambatan berbagi pengetahuan, rasa percaya pada atasan, pelatihan dan pengembangan, komunikasi, kerjasama tim , virtual teamwork.
v Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
ABSTRACT
Name
: Agnes Irwanti
Field of Study
: Ilmu Psikologi
Specialization
: Applied of Human Capital & Knowledge Management
Title
: Enhancing Trust in Manager through Knowledge Management Based Training & Development ( Case Study at the Directorate of Engineering BCD TV)
This research aims to develop interventions to enhance of trust in manager in the enhancement of readiness for changes for staff in the Directorate of engineering BCD TV in the process of migration from analog broadcast system to digital. The research applied quantitative methodology by collecting data from a set of questionnaires. A finding of the study shows that trust to manager has become the most significant factor to improve staff’s readiness for change. Key words : readiness for change, psychological climate, knowledge sharing barrier, trust in manager, training & development, communication, teamwork, virtual teamwork.
vi Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
DAFTAR ISI Halaman Pernyataan Keaslian
i
Halaman Pengesahan
ii
Kata Pengantar
iii
Pernyataan Persetujuan Publikasi Tesis untuk Kepentingan Akademis
iv
Abstrak
v
Abstract
vi
Daftar Isi
vii
Daftar Gambar
xi
Daftar Tabel
xii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………… 1 1.1 Latar Belakang Masalah
1
1.2 Identifikasi Masalah
6
1.3 Pertanyaan Penelitian
6
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
7
BAB II KAJIAN LITERATUR…………………………………………………… 8 2.1 Readiness for Change (Kesiapan untuk Berubah)
8
2.1.1 Dimensi-dimensi Readiness for Change (Kesiapan untuk Berubah) 9 2.1.1.1 Dimensi Self-Efficacy
10
2.1.1.2 Dimensi Principal Support
10
2.1.1.3 Dimensi Discrepancy
11
2.1.1.4 Dimensi Appropriateness
11
2.1.1.5 Dimensi Personal Valence
12
2.2 Iklim Psikologis
12
2.2.1 Faktor-faktor Iklim Psikologis
13
2.2.2 Hubungan Iklim Psikologis dengan Kesiapan untuk Berubah
14
2.3 Knowledge Sharing Barrier (Hambatan Berbagi Pengetahuan) vii Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
15
2.3.1 Faktor-faktor dari Hambatan Berbagi Pengetahuan
16
2.3.2 Hubungan antara Hambatan Berbagi Pengetahuan dengan Kesiapan untuk Berubah
17
2.4 Trust in Manager (Rasa Percaya pada Atasan)
18
2.4.1 Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Rasa Percaya pada Atasan
18
2.4.2 Hubungan Kepercayaan pada Atasan dengan Kesiapan untuk Berubah
19
2.5 Teori Manajemen Pengetahuan
20
2.5.1 Teori Sveby
21
2.5.2 Teori Nonaka
23
2.5.3 Social network analysis
25
BAB III RANCANGAN PENELITIAN ………………………………………….. 28 3.1 Desain Penelitian
28
3.2 Sumber Data
28
3.2.1 Responden
28
3.3 Model Penelitian
29
3.4 Metode Pengumpulan Data
29
3.4.1 Pembuatan dan Penyebaran Alat Ukur
29
3.4.2 Pengujian Reliabilitas dan Validitas Alat Ukur
30
3.4.3 Analisis Deskriptif
31
3.4.4 Analisis Faktor
31
3.4.5 Analisis Regresi Berganda
31
3.4.6 Metode Pemilihan Intervensi
31
BAB IV HASIL, ANALISIS DAN INTERVENSI ……………………………… 32 4.1 Gambaran Umum Responden Penelitian
32
4.2 Uji Reliabilitas
33
4.2.1 Hasil Analisis
34 viii
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
4.3 Alternatif Program Intervensi
36
4.3.1 Intervensi Social Network Analysis
37
4.3.2 Training & Development Berbasis Manajemen Pengetahuan
38
4.3.3 Akuisisi Pengetahuan dan Konversi Pengetahuan dengan Pendekatan Teori Sveiby (2001) 4.4 Rekomendasi
38 39
BAB V RANCANGAN PROGRAM INTERVENSI …………………………….. 40 5.1 Program Intervensi Jangka Pendek
40
5.1.1 Pelatihan Komunikasi dan Kerjasama Tim 5.2 Rancangan Intervensi Jangka Panjang
40 43
5.2.1 Aspek Insani
43
5.2.2 Aspek Peralatan dan Teknologi
44
5.3 Proses Perubahan Model Kurt Lewin
46
DAFTAR PUSTAKA
49
ix Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
LAMPIRAN Lampiran 1
Kebijakan Umum TV BCD
Lampiran 2
Struktur Organisasi Direktorat Teknik TV BCD
Lampiran 3
Analisis Data
Lampiran 4
Kuisioner
Lampiran 5
Contoh Disain Portal Virtual Teamwork
x Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Lewin’s Change Phase
9
Gambar 2.2. Diagram Alur Proses Konversi Pengetahuan (SECI), Nonaka & Takeuchi (1995)
24
Gambar 3.1. Kerangka Berpikir Penelitian
xi Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
29
DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Hambatan Berbagi Pengetahuan, Davenport, Thomas H. & Laurence Prusak,(2000)
17
Tabel 2.2. Social network analysis
25
Tabel 4.1. Karakteristik Demografi Total Responden untuk Pengujian Reliabilitas Internal Alat kur
34
Tabel 4.2. Uji Normalitas Iklim Psikologis, Hambatan Berbagi Pengetahuan, Rasa Percaya pada Atasan dan Kesiapan untuk Berubah
36
Tabel 4.3. Standar Regresi Berganda dari Iklim Psikologis, Hambatan Berbagi Pengetahuan dan Rasa Percaya pada Atasan pada Kesiapan Berubah
35
Tabel 4.4. Matrik kriteria pengambilan keputusan dari alternatif intervensi
39
Tabel 5.1. Perkiraan Biaya yang Dibutuhkan per Pelatihan
41
Tabel 5.2. Rencana Kegiatan
41
Tabel 5.3. Kegiatan Forum TV Digital
43
xii Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi penyiaran televisi terestrial di dunia saat ini telah beralih dari teknologi penyiaran analog ke sistem penyiaran digital, yaitu sistem penyiaran dengan menggunakan satu kanal frekuensi radio untuk menyalurkan beberapa program siaran (Budiarto, et al, 2007, hal. 10). Dunia penyiaran televisi di Indonesia pun mengalami perubahan tersebut. Melalui Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi nomor 7/PER/M.KOMINFO/2007, dan diperbarui dengan peraturan nomor 2 /PER/M.KOMINFO/ 2011 tentang penyelenggaraan penyiaran Televisi Digital Teresterial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (free to air), diputuskan bahwa penyelenggaraan penyiaran harus memperhatikan perkembangan teknologi menuju penyiaran digital dengan standar DVB T2 (Digital Video Broadcasting Teresterial – 2). Akibat faktor pemicu tersebut, yang berupa peluang maupun tantangan terhadap perubahan lingkungan (Berger, 1994), TV BCD, turut melaksanakan kebijakan pemerintah dengan melakukan migrasi ke sistem penyiaran digital. Sudah saatnya stake holder mengambil keputusan untuk beralih ke sistem penyiaran TV digital, guna mendukung perkembangan konten dan penghematan frekuensi (Deklarasi Asia-Pacific Broadcaster Union, Kuala Lumpur 2012). Keunggulan dari sistem penyiaran digital antara lain penghematan frekuensi, satu frekuensi dapat digunakan menjadi 6 channel (kanal) sehingga TV BCD bisa memiliki kanal-kanal khusus yang bisa dikembangkan dalam model bisnis baru. Model bisnis yang bisa dilakukan antara lain NVOD (Near Video on Demand), Interaktif TV, PVR (Personal Video Recorder), OTT (Over to The Top) dan sebagainya, yang akan menghasilkan pemasukan dari pemirsa. Gambar lebih jernih dan berkualitas yang akan meningkatkan kepuasan masyarakat dalam menikmati siaran TV BCD. Di era TV Digital, TV BCD berpeluang untuk menjadi penyedia multiplex TV Digital (Multiplex provider). Ungkapan “Content is the King” dalam dunia penyiaran televisi memang tidak diragukan lagi, namun industri ini juga merupakan salah satu industri yang
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
2
bersifat technology driven yang dalam proses pembuatan konten siaran hingga sampai tayang di televisi penerima diperlukan teknologi yang mendukung. Dengan demikian tingkat keberhasilan industri ini juga ditentukan oleh dukungan teknologi yang digunakan. Terkait hal tersebut, Direktorat Teknik organisasi TV BCD menjadi yang paling krusial yang perlu diperhatikan dalam proses perubahan teknologi, karena departemen ini harus melakukan akuisisi pengetahuan baru yaitu teknologi penyiaran sistem tv digital. Investasi pemancar TV digital tahap awal telah dilakukan TV BCD pada tahun 2007 di stasiun transmisi Senayan dan Joglo, diikuti Jawa Barat, Batam (Kepulauan Riau) dan Jawa Timur. Penyiaran sistem digital sendiri telah mengudara dan dilakukan soft lauching pada tanggal 13 Agustus 2008 yang diresmikan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla serta grand launching pada tanggal 20 Mei 2009, yang diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono. Televisi yang telah dilengkapi dengan dekoder, yang disebut dengan set top box, dapat menerima siaran tv digital dari TV BCD tersebut. Saat ini siaran dilakukan secara simulcast, yaitu siaran yang dilakukan bersama-sama antara sistem analog dan digital, sementara penghentian siaran analog (analog switched off) direncanakan akan dilaksanakan pada tahun 2018. Untuk itu kesiapan berubah perlu dikelola sampai ke individu karena faktor yang paling berkontribusi terhadap efektivitas pelaksanaan perubahan ini adalah kesiapan individu (Armenakis, Harris, & Mossholder, 1993); (Hendry, 1996). Oleh arena itu tesis ini dilakukan untuk meneliti mengenai readiness for change pada karyawan di Direktorat Teknik dan faktor-faktor yang yang mempengaruhinya. Performa penyiaran digital saat ini masih banyak kendala. Hal tersebut ditengarai dengan frekuensi terjadinya gangguan siaran (black spot) atau gagal tayang yang diakibatkan oleh berbagai hal yang mencapai rata-rata tiga kali per bulan seperti diutarakan oleh pimpinan bagian transmisi berdasarkan data log book pada tanggal 27 April 2012. Penyebab dari gangguan siaran tersebut, antara lain, gangguan power dan UPS (uninteruptable power supply) tidak berfungsi dengan baik, akibatnya tayangan kanal TV digital terganggu. Penyebab lain adalah kurangnya komunikasi antara bagian penyedia konten dengan bagian
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
3
transmisi sehingga sempat terjadi kekosongan konten yang tidak disadari oleh bagian transmisi. Pemancar digital UHF-42 dioperasikan dengan daya 5,6 KW dari daya terpasang 10 KW karena ada kerusakan dua modul power amplifier (PA) dan kerusakan dummy load, seperti yang dilaporkan dalam laporan kerja bulan Maret 2012. Tahun 2011 gangguan materi siaran, dari 5.904 live cross terdapat gangguan mengudara 287 kali dan gangguan tayang karena audio video blank sebanyak 126 kali (data terlampir). Sementara untuk tahun 2012 sampai bulan Mei ini dari 3.002 live cross terdapat gangguan mengudara 82 kali dan gangguan tayang karena audio video blank 40 kali. Live cross adalah kegiatan live streaming, yaitu tayangan langsung yang disiarkan kepada pemirsa dalam waktu bersamaan dengan kejadian aslinya, melalui media data komunikasi baik yang terhubung dengan kabel maupun nirkabel. Dengan terganggunya live cross maka akan mempengaruhi kualitas konten siaran sehingga walaupun dipancarkan melalui transmiter digital, kualitas konten tetap kurang baik. Dari gejala yang terjadi di atas, selanjutnya dilakukan diskusi dengan direktur teknik, mantan direktur teknik (selama penelitian ini dilakukan, terjadi restrukturisasi pada bulan April 2012), general manager transmisi, mantan general manager IT, dan staf ahli TV digital di TV BCD. Simpulan diskusi dipaparkan dengan menggunakan sistem 7S McKinsey (Waterman Jr., Peters, & Phillips, 1980) sebagai berikut : Strategi perubahan sistem penyiaran digital di Direktorat Teknik terkait erat dengan strategi TV BCD secara umum, yang diwujudkan dalam visi perusahaan yaitu terwujudnya TV BCD sebagai media pilihan bangsa Indonesia dalam rangka turut mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk memperkuat kesatuan nasional. Namun dalam penyampaian tujuan migrasi sistem penyiaran digital yang dilakukan oleh pimpinan masih belum maksimal, hal ini terindikasi masih terdapat karyawan yang belum mengetahui mengenai perubahan tersebut. Karena kesenjangan pemahaman visi perubahan maka karyawan memandang rendah urgensi dari perubahan ini. Hal yang diperlukan di sini adalah pemimpin yang bisa senantiasa membagi visi perubahan kepada karyawannya sehingga perubahan sistem penyiaran atau migrasi ke penyiaran digital yang sedang
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
4
dilakukan mempunyai tingkat urgensi yang tinggi. Hal tersebut akan efektif jika tingkat kepercayaan karyawan di Direktorat Teknik kepada pimpinannya tinggi. Jika dikaitkan dengan Style, karyawan di Direktorat Teknik dalam bekerja sangat dipengaruhi oleh pimpinan atau atasan, baik pimpinan formal maupun non formal. Pimpinan formal adalah manajer, supervisor atau atasan yang ditunjuk dan disahkan oleh organisasi untuk memangku jabatan struktural setelah melalui tahapan seleksi. Pimpinan non formal adalah senior yang dianggap memiliki pengetahuan cukup dan dapat segera mengatasi masalah jika terjadi gangguan peralatan. Bisa saja pimpinan formal tidak dipercaya jika dianggap tidak mempunyai kapabilitas dan kemampuan memimpin yang baik di bidangnya. Struktur di Direktorat Teknik terdiri dari tiga bidang dengan desain yang memiliki sifat mekanistis, tingkat formalisasi dan spesialisasi tinggi, birokrasi yang kaku, sempit dan tersentralisasi. Di Direktorat Teknik juga belum dibentuk tim cross fungsional, akibatnya komunikasi dan kolaborasi antarbidang kurang terbangun dan terjadi gap mengenai knowledge (pengetahuan) sistem penyiaran digital. Sementara menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh (Lin & Lee, 2006); (Du & Ren, 2007); (Hal & Goody, 2007) ; (Riege, 2007); (Yang, 2007) menunjukkan bahwa komitmen dan dukungan atasan sangat mempengaruhi dan menentukan keberhasilan anggota organisasi untuk membagi pengetahuan. Ditinjau dari aspek System, akibat kekakuan birokrasi, prosedur kerja (SOP) sudah lama tidak diperbarui sehingga sudah tidak relevan dan valid dengan perkembangan organisasi yang ada. Akibatnya staf menjadi sangat tergantung pada skill senior atau pimpinannya. Staf
pada
bidang
teknik
di
stasiun-stasiun
yang
sudah
mengimplementasikan sistem penyiaran digital sebagian besar sudah berumur di atas 40 tahun. Mereka cenderung memiliki persepsi individu yang sama dan relatif seragam, persisten, stabil, dan kelenturan untuk berubah relatif rendah. Persepsi individu tersebut dapat menghambat proses adopsi atau akuisisi pengetahuan mengenai sistem penyiaran digital. Karyawan hanya mau menerima dan berbagi dengan peer group (kelompok) ataupun rekan yang dipercaya.
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
5
Tingkat kepercayaan antarkaryawan dan karyawan dengan atasannya sangat mempengaruhi tingkat kemauan untuk balajar atau berubah. Shared values yang terjadi masih berupa shared values yang terkotakkotak antarbidang, membentuk silo atau eksklusivitas yang dibangun di masingmasing bidang. Skill, dalam 7S McKinsey adalah kemampuan yang dimiliki oleh sebuah organisasi secara keseluruhan. Secara konsep skill ini merupakan pengetahuan dan memori yang ada di Direktorat Teknik TV BCD. Ditengarai gap knowledge yang dimiliki antarkaryawan masih cukup tinggi. Hal ini karena sistem di Direktorat Teknik belum tercipta coordinated learning, akibat silo yang terjadi dan pola kerja yang mengikuti senior atau atasannya. Sebagai contoh, dari beberapa kelompok yang bekerja secara shift tingkat kemampuan skill yang dimiliki oleh penyelia dan anggotanya berbeda dalam kecepatan mengatasi pemulihan kegagalan tayang (black spot). Apakah gagal tayang tersebut dikarenakan oleh tidak berfungsinya UPS akibat dari power off, tidak bekerjanya salah satu bagian peralatan atau bahkan kemungkinan tidak adanya konten yang harus ditayangkan. Patut menjadi catatan adalah meski organisasi telah melakukan upaya pengembangan skill namun pada pelaksanaanya terhambat oleh faktor struktur, staf dan style, sehingga sering kali terjadi miskomunikasi antarbidang yang berakibat menghambat penyetabilan siaran dengan segera. Miskomunikasi terjadi akibat kurangnya kesadaran untuk melakukan teamwork, bahwa kesuksesan suatu program tayangan sampai ke pemirsa, adalah berasal dari kerjasama tim yang terintegrasi dan menyeluruh, bukan hanya dari satu bidang saja. Untuk menghasilkan kerjasama tim yang baik diperlukan rasa
percaya (trust) dan
participative leadership yaitu pimpinan yang berperan sebagai role model yang baik dan bertanggung jawab serta bersifat suportif dalam setiap waktu (Biech, 2008). Selanjutnya
adalah
mengenai
amnesia
organisasi,
yakni
kondisi
ketidakmampuan organisasi untuk mengakses pengalaman dan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya, akibat tidak terdokumentasinya pengalaman tersebut.
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
6
Padahal pengalaman dan pengetahuan menjadi aset knowledge bagi perusahaan yang bisa digunakan oleh seluruh anggota organisasi dalam mengatasi masalah yang sama.
1.2
Identifikasi Masalah
Berdasarkan pemaparan di atas dapat diidentifikasikan sebagai berikut : a. Dari analisis 7S Mc Kinsey pada Direktorat Teknik, diindikasikan bahwa staf Direktorat ini memiliki iklim psikologis (psychological climate) yang diduga kurang mendukung adanya perubahan. Disebutkan juga mengenai kesenjangan pengetahuan dalam skill antarkaryawan, ditunjang oleh shared values yang terkotak-kotak antarbidang sehingga diindikasi adanya hambatan berbagi pengetahuan (knowledge sharing barriers).
Style
karyawan pada Direktorat Teknik dalam bekerja dipengaruhi oleh rasa percaya kepada pimpinan atau atasan (trust in manager). Hal ini berpengaruh juga dalam proses akusisi knowledge teknologi penyiaran digital yang menentukan kesiapan individu dalam menghadapi perubahan. b. Kesiapan untuk berubah pada tingkat individu ditengarai menjadi faktor penting dari kesuksesan migrasi sistem penyiaran analog ke digital. Untuk itu penelitian ini akan difokuskan pada kesiapan untuk berubah (readiness for change) karyawan pusat Direktorat Teknik TV BCD dengan faktorfaktor yang diduga berpengaruh yaitu:
1.3
1.
Iklim Psikologis
2.
Hambatan Berbagi Pengetahuan
3.
Rasa Percaya pada Atasan
Pertanyaan Penelitian Pertanyaan utama dalam penelitian ini adalah : a. Apakah faktor Iklim Psikologis, Hambatan Berbagi Pengetahuan dan Rasa Percaya pada Atasan memiliki pengaruh signifikan pada Kesiapan untuk Berubah?
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
7
b. Intervensi apa yang akan dilakukan guna meningkatkan atau menurunkan faktor yang berpengaruh signifikan terhadap Kesiapan untuk Berubah? Untuk menjawab pertanyaan ini peneliti mengeksplor tiga faktor yang kemungkinan memiliki pengaruh pada kesiapan untuk berubah tersebut, yaitu iklim psikologis, hambatan berbagi pengetahuan dan rasa percaya pada atasan. Selanjutnya, faktor-faktor tersebut diatas akan diperinci dalam pembahasan (Bab III).
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan
dari
penelitian
ini
untuk
mendapatkan
informasi
yang
komprehensif terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi readiness for change karyawan pusat di Direktorat Teknik dalam migrasi sistem penyiaran analog ke digital secara penuh. Dengan diketahuinya faktor mana yang berpengaruh dari ketiga faktor tersebut, yaitu Iklim Psikologis, Hambatan Berbagi Pengetahuan dan Rasa Percaya pada Atasan maka akan dapat ditentukan program intervensi yang paling cocok.
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
8
BAB II KAJIAN LITERATUR 2.1
Readiness for Change (Kesiapan untuk Berubah) Kesiapan untuk berubah adalah sikap yang komprehensif yang
dipengaruhi secara simultan oleh apa yang berubah (the content), bagaimana perubahan tersebut dilakukan (the process), keadaan dimana perubahan tersebut akan berlangsung (the context), dan karakteristik dari orang yang diminta untuk melakukannya (the individual), yang secara bersama-sama terefleksi ke dalam tingkatan seseorang secara kognitif dan emosional untuk cenderung menerima dan mengadopsi perubahan yang direncanakan guna menggantikan keadaan saat ini (Holt, Armenakis, Feild, & Harris, 2007). Perubahan merupakan suatu kegiatan yang membuat sesuatu hal menjadi berbeda atau tidak sama. Menurut Lance A. Berger (Berger, Sikora, & Berger, 1994), perubahan diawali adanya pemicu yang disebut change trigger, berupa peluang maupun tantangan terhadap perubahan lingkungan. Faktor pemicu bisa berasal dari luar maupun dalam perusahaan. Contoh dari luar, kebijakan pemerintah, perubahan pasar, pesaing, dan sebagainya. Apapun alasan yang mendasari terjadinya perubahan dalam sebuah organisasi, pelaksanaan perubahan merupakan sebuah kebutuhan bagi pertumbuhan dan perkembangan organisasi. Oleh karena itu, organisasi harus berada dalam keadaan yang siap untuk berubah (Rowden, dalam Madsen, Miller, & John, 2005). Salah satu model mengenai perubahan organisasi yang cukup dikenal di bidang pengembangan organisasi adalah model yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin (Lewin, 1951); dalam (Cummings & Worley, 2005, hal 24) dimana model ini menggunakan metaphorical perspective, yang membagi perubahan dalam tiga stage, yaitu unfreezing, moving dan refreezing seperti dalam gambar 2.1. Lewin’s change phase.
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
9
Gambar 2. 1. Lewin’s change phase Kesiapan merupakan tanda kognitif terhadap tingkah laku, baik menahan (resistensi) maupun mendukung usaha untuk melakukan perubahan (Armenakis, Harris, & Mossholder, 1993); Bernerth dalam (Madsen, Miller, & John, 2005) juga menjelaskan bahwa kesiapan karyawan untuk berubah merupakan faktor penting bagi kesuksesan usaha untuk perubahan. Apabila para karyawan tidak siap untuk berubah, maka mereka tidak akan dapat mengikuti dan merasa kewalahan dengan kecepatan perubahan organisasi yang sedang terjadi
(Hanpachern,
Morgan, & Griego, 1998). Sehingga dapat dikatakan bahwa faktor yang paling berkontribusi terhadap efektivitas pelaksanaan perubahan organisasi adalah kesiapan individu dalam organisasi tersebut untuk berubah. Ketika kesiapan untuk berubah telah dapat diidentifikasi, maka organisasi dapat lebih mudah mengelola perubahan dan resistensi dapat ditekan.
2.1.1 Dimensi-dimensi Readiness for Change (Kesiapan untuk Berubah) Kesiapan individu untuk berubah, menurut Armenakis, (Armenakis & Harris, 2002), merupakan suatu konstruk yang multidimensional yang terdiri dari lima dimensi, yang masing-masing dimensi akan mengukur aspek-aspek yang berbeda dari tingkat kesiapan seseorang untuk berubah. Dimensi tersebut adalah : Self-efficacy, Principle support, Discrepancy, Appropriateness, Personal valence.
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
10
2.1.1.1 Dimensi Self-Efficacy Self-efficacy merupakan dimensi yang menjelaskan aspek keyakinan individu tentang kemampuannya untuk menerapkan perubahan yang diinginkan, dimana dia merasa mempunyai keterampilan serta sanggup untuk melakukan tugas yang berkaitan dengan perubahan. Dimensi ini juga menjelaskan tentang tingkat kepercayaan diri individu dan kelompok untuk dapat menyukseskan perubahan yang direncanakan. Self-efficacy mengarah pada keyakinan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan secara efektif (Bandura, 1986). Kuncinya adalah karyawan secara bertahap menambah keterampilan mereka, meningkatkan perasaan mampu dalam diri mereka (selfefficacy) sekaligus meminimalkan stres karena meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama. Jadi pada saat mempersiapkan karyawan untuk berubah, seseorang harus memperkuat self-efficacy karyawan
lainnya dalam rangka mengurangi
kesenjangan/ketidaksesuaian (Armenakis, Harris, & Mossholder, 1993). (Bernerth, 2004) menyatakan bahwa selama waktu yang penuh tekanan akibat dari perubahan organisasi, karyawan yang memiliki self-efficacy rendah menunjukkan hubungan yang negatif di mana karyawan menilai diri mereka sendiri kurang mampu beradaptasi dengan tuntutan lingkungan yang kemudian berakibat pada menurunnya kemampuan personal dan kesulitan dalam menjalankan tugas, yang pada akhirnya membuat mereka semakin sulit untuk mengubah perilaku mereka sendiri.
2.1.1.2 Dimensi Principal Support Principal support adalah dimensi yang menjelaskan aspek keyakinan atau persepsi individu bahwa para pemimpin dan pihak manajemen akan mendukung dan berkomitmen terhadap perubahan yang direncanakan. Principal support atau dukungan dari pimpinan tertinggi dari suatu organisasi adalah hal yang penting karena usaha untuk berubah bisa mengalami kegagalan karena hambatan dari manajemen atau otoritas yang lebih tinggi. Orang-orang yang terlibat dalam perubahan mungkin tidak ingin berubah hingga mereka melihat secara jelas
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
11
pimpinan tertinggi organisasi memperlihatkan dukungannya terhadap perubahan itu sendiri.
2.1.1.3 Dimensi Discrepancy Dimensi discrepancy menegaskan adanya sentimen bahwa perubahan memang dibutuhkan dan hal ini terlihat dari adanya perbedaan antara kondisi saat ini dan kondisi akhir yang diinginkan
(Katz & Kahn, 1978). Discrepancy
berkaitan dengan apakah karyawan melihat gap atau perbedaan yang terjadi antara kondisi perusahaan saat ini dengan apa yang dibutuhkan di masa mendatang. Upaya perubahan yang dilakukan tanpa pemahaman dan keyakinan yang baik dari karyawan mengenai gap atau kebutuhan bagi perusahaan untuk berubah akan memicu munculnya resistance dan perlawanan. Hal ini akan tergantung pada adanya peningkatan kompetisi karyawan itu sendiri, perubahan regulasi pemerintah atau situasi ekonomi yang memburuk (Armenakis, Harris, & Mossholder, 1993).
2.1.1.4 Dimensi Appropriateness Dimensi appropriateness merupakan dimensi yang menjelaskan aspek tentang keyakinan individu bahwa perubahan yang diajukan akan tepat bagi organisasi dan organisasi akan mendapatkan keuntungan dari penerapan perubahan. Individu akan menyakini adanya alasan dan kebutuhan yang dapat melegitimasi perubahan, dan perubahan merupakan tindakan yang tepat untuk menangani gap antara kondisi aktual dan kondisi ideal. Appropriateness berfokus bahwa perubahan yang spesifik adalah sesuai bagi organisasi jika orang-orang di dalamnya setuju dengan perubahan tersebut. Dasar dari perubahan tersebut adalah nilai-nilai organisasi dan keyakinan akan semakin kuat jika perubahan organisasi yang dilakukan akan selaras dengan nilai-nilai tersebut, kendati tidak banyak bukti menunjukkan bahwa nilai-nilai organisasi dapat mempengaruhi proses perubahan (Amis, Slack, & Hinings, 2002).
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
12
2.1.1.5 Dimensi Personal Valence Dimensi personal valence merupakan dimensi yang menjelaskan aspek keyakinan mengenai keuntungan yang dirasakan secara personal yang akan didapatkan apabila perubahan tersebut diimplementasikan. Personal valence menekankan pada sisi positif dan negatif hasil dari suatu perubahan, manfaat intrinsik dan ekstrinsiknya, dan rasa keadilannya. Personal valence dapat dioperasionalisasikan melalui komitmen afektif karyawan untuk berubah, merefleksikan keinginan untuk mendukung perubahan berdasarkan belief dan manfaat yang akan diperolehnya (Herscovitch & Meyer, 2002). Dalam penelitian ini dilakukan adaptasi dari dimensi-dimensi diatas dan peneliti membedakan menjadi tiga faktor yang memiliki pengaruh relatif besar dan sesuai dengan kondisi di Direktorat Teknik TV BCD. Yaitu, Faktor Iklim Psikologis, Hambatan Berbagi Pengetahuan dan Rasa percaya kepada atasan. Tiga faktor tersebut muncul dari hasil penelusuran dan diskusi dengan pejabat struktural dalam focus group disscussion, dan wawancara yang dilakukan secara acak dengan fokus pertanyaan bagaimana yang dirasakan oleh karyawan pusat di Direktorat Teknik mengenai migrasi sistem penyiaran yang dilakukan.
2.2
Iklim Psikologis Definisi dari iklim psikologis adalah sebuah konstruksi multidimensi yang
mencerminkan persepsi individu yg sama, yang relatif seragam, persisten, dan stabil dalam kurun waktu lama (Moran & Volkwein, 1992, dalam Clissold, 2006). Iklim psikologis (psychological climate) terfokus pada persepsi karyawan, yang merupakan representasi dari lingkungan dimana mereka berada. Model dari cognitive-phenomenological juga terfokus pada pengertian yang diturunkan dari interaksi antara individu dan lingkungannya, maka gagasan dari iklim psikologis sangat cocok dengan stress yang ada dan model penyesuaiannya. Sementara, (Brown & Leigh, 1996) mengemukakan bahwa iklim psikologis adalah bagaimana lingkungan organisasi dipersepsikan dan diinterpretasikan oleh para karyawan.
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
13
2.2.1 Faktor-faktor dari Iklim Psikologis Menurut (Higgins, 1994) ada empat prinsip faktor yang mempengaruhi iklim psikologis : a. Pimpinan Setiap tindakan yang diambil oleh pimpinan atau atasan dapat mempengaruhi iklim dalam beberapa hal, antara lain kebijakan, aturan dan prosedur organisasi terutama
hal
yang
berhubungan
dengan
masalah
distribusi
imbalan,
personalia, dan gaya komunikasi. Termasuk pula dalam hal tersebut adalah bagaimana cara-cara yang digunakan untuk memotivasi, teknik-teknik dan tindakan pendisiplinan, interaksi antara manajemen dan kelompok, interaksi antar kelompok, perhatian pada permasalahan yang dimiliki karyawan dari waktu ke waktu, serta kebutuhan akan kepuasan dan kesejahteraan karyawan. b. Tingkah laku anggota organisasi Tingkah laku anggota organisasi dapat mempengaruhi iklim melalui kepribadian mereka, terutama kebutuhan mereka dan tindakan-tindakan yang dilakukan untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Komunikasi anggota organisasi memainkan bagian penting dalam membentuk iklim. Cara seseorang berkomunikasi menentukan tingkat sukses atau gagalnya hubungan antarmanusia. Berdasarkan gaya seseorang dalam hidup atau mengatur sesuatu, dapat menambah menjadi iklim yang positif atau dapat juga menguranginya menjadi negatif. c. Tingkah laku kelompok kerja Terdapat kebutuhan tertentu pada manusia dalam hubungan persahabatan, suatu kebutuhan yang seringkali dipuaskan oleh kelompok dalam organisasi. Kelompok dalam organisasi berkembang
dengan dua cara, yaitu secara formal, dalam
kelompok kerja; dan informal, dalam kelompok persahabatan atau kesamaan minat. d. Faktor eksternal organisasi Sejumlah faktor eksternal organisasi mempengaruhi iklim pada organisasi tersebut. Keadaan ekonomi adalah faktor utama yang mempengaruhi iklim. Contohnya dalam perekonomian dengan inflasi yang tinggi, organisasi berada dalam tekanan untuk membuat peningkatan keuntungan sekurang-kurangnya
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
14
sama dengan tingkat inflasi. Seandainya pemerintah telah menetapkan aturan tentang pemberian upah dan harga yang dapat membatasi peningkatan keuntungan, anggota organisasi mungkin menjadi tidak senang dan bisa keluar untuk mendapatkan pekerjaan di perusahaan lain.
2.2.2 Hubungan Iklim Psikologis dengan Kesiapan Berubah Rating iklim psikologis yang positif punya asosiasi kuat terhadap nilai kepositifan dari perubahan (Martin, Jones, & Callan, 2005). Positifnya penilaian dari perubahan juga akan berasosiasi dengan indikator-indikator penyesuaian yang lebih tinggi. Rating iklim psikologis yang positif akan berasosiasi dengan indikator-indikator penyesuaian dengan tingkat lebih tinggi. Karenanya sebagai tambahan dari efek secara langsung
atas iklim terhadap penilaian, penilaian
terhadap penyesuaian dan iklim terhadap penyesuaian, juga dikonseptualkan sebagai sebuah variabel mediasi. Pengaruh dari variabel iklim atas indikatorindikator penyesuaian akan dimediasi oleh variabel-variabel penilaian. Model teoritis dari penyesuaian karyawan pada waktu perubahan organisasi berdasarkan kerangka Fenomenologikal Kognitif (Lazarus & Folkman, 1984), dalam (Martin, Jones, & Callan, 2005), model tersebut menghipotesiskan bahwa variabel iklim psikologis meramalkan
peningkatan
akan berlaku sebagai sumber duplikasi dan
penyesuaian
pada
waktu
perubahan.
Hasil
memperlihatkan bahwa karyawan yang punya persepsi positif terhadap organisasi dan lingkungan dimana mereka bekerja (iklim psikologis) akan menilai perubahan secara lebih baik dan dapat melakukan penyesuaian lebih baik juga. Sehingga kepuasan kerja meningkat, lebih sejahtera secara psikologi, dan punya komitmen terhadap perusahaan, serta rendah tingkat absensinya. Manajemen yang efektif melakukan transisi psikologis karyawan dalam proses perubahan akan lebih sukses dalam melakukan perubahan organisasi (Bennet & Durkin, 2000). Penyesuaian perubahan yang sukses akan menghasilkan tingkatan antusiasme yang lebih tinggi lagi untuk bisa berubah di masa depan, yang memberikan kesempatan untuk pembelajaran dan pertumbuhan. Kebalikannya, penyesuaian yang buruk terhadap perubahan dikarakteristikkan dengan perasaan
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
15
ancaman, ketidakpastian, frustrasi, penolakan dan kecemasan, terutama dalam hubungannya dengan keamanan kerja, status, tugas kerja, hubungan rekan kerja dan hubungan pelaporan
(Ashford, 1988).
Kurangnya atensi dari respon
psikologis karyawan terhadap perubahan organisasi dapat berimplikasi pada kegagalan program perubahan (Kotter, 1995). Pengertian iklim psikologis sebagai peran sentral dalam program-program manajemen
dari
perencanaan
perubahan
organisasi
sebagaimana
diargumentasikan bahwa iklim membentuk persepsi karyawan terhadap proses perubahan itu sendiri (Armenakis & Bedeian, 1994); (Eby, D. M., & Gaby, 2000); (Pettigrew, 2000). Penting sekali untuk mencatat perbedaan antara iklim psikologis, yang merupakan milik individu, dan iklim organisasi, sebagai suatu gagasan setingkat kelompok yang diperoleh melalui pengukuran statistik pada tingkatan dimana iklim disebar oleh anggota organisasi
(Pettigrew, 2000);
(Schneider, 2000). Tidak semua elemen dari iklim akan berpotensi sama pada tingkat penentuan sikap kerja (Parker, et al., 2003). Penelitian terakhir menyatakan bahwa gagasan iklim psikologis secara teoretis dapat diintegrasikan dengan perspektif Cognitive-Phenomenological.
2.3 Knowledge Sharing Barrier (Hambatan berbagi pengetahuan) Definisi dari hambatan berbagi pengetahuan adalah
kekurangan
pengetahuan terhadap suatu teknologi dan bagaimana seharusnya pengetahuan tersebut digunakan didalam organisasi (Attewell, 1992). Selanjutnya, Attewell menjabarkan, kekurangan pengetahuan bisa dimaknai sebagai : 1. Kurang pengetahuan tentang suatu subyek di organisasi karena terkendala untuk membagi pengetahuan tersebut. 2. Kurang pengetahuan karena terkendala pendidikan pada bidang tertentu atau pada topik tertentu. 3. Sistem persepsi orang atau kelompok tertentu yang tidak cukup memadai, atau tidak cocok untuk memanfaatkan dan menjadikannya sebagai informasi pengetahuan.
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
16
Sementara, pengetahuan dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang tercipta dari proses kognitif seseorang sehingga orang tersebut dapat melakukan suatu pekerjaan.
Secara
intrinsik
berkaitan
(Wissensmanagement-Forum, 2003). pengetahuan
tidak
bisa
diatasi
pada
manusia
secara
individual
Ini berarti bahwa hambatan berbagi hanya
dengan
menyajikan
knowledge
(pengetahuan) untuk individu, dengan memberikan akses atau mendidik orang dalam suatu kursus standar. Knowledge umumnya didukung oleh sistem
sharing
(berbagi
pengetahuan)
manajemen pengetahuan. Teknologi hanya
merupakan salah satu dari banyak faktor yang mempengaruhi
berbagi
pengetahuan dalam organisasi, seperti budaya organisasi, kepercayaan, dan insentif. Menurut (Nonaka I. , 1991) berbagi pengetahuan merupakan tantangan besar dalam bidang
manajemen pengetahuan karena beberapa karyawan
cenderung untuk menolak melakukan
knowledge sharing dengan seluruh
organisasi. Salah satu kendala utama adalah pemahaman bahwa pengetahuan adalah kepemilikan properti dan dengan demikian sangat penting. Dalam rangka untuk melawan hal ini, individu harus diyakinkan bahwa mereka akan menerima beberapa jenis insentif bagi apa yang telah mereka ciptakan. Proses transfer pengetahuan merupakan kegiatan yang tidak mudah dilakukan terutama bila dikaitkan dengan pengetahuan yang bersifat tacit. Pengetahuan tacit mengandung unsur-unsur seperti ambisi yang sangat sulit ditransfer ke pihak lain. Oleh karena itu, berbagai strategi yang dapat dilakukan untuk mendorong berbagi pengetahuan antara lain, mendesain ruang percakapan, melakukan percakapan pengetahuan di forum terbuka.
2.3.1 Faktor-faktor dari Hambatan Berbagi Pengetahuan Thomas Davenport dan Larry Prusak
(Davenport & Prusak, 2000),
sebagaimana dikutip oleh (Sangkala., 2007), memberikan gambaran mengenai rintangan yang paling sering terjadi sehingga menghambat aliran pengetahuan yang berlangsung di dalam organisasi. Davenport dan Prusak mengusulkan cara untuk mengatasi rintangan tersebut dengan membangun kultur seperti terpapar dalam tabel 2.1.
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
17
Tabel 2.1. Hambatan Berbagi Pengetahuan , Davenport, Thomas H. & Laurence Prusak,(2000) Rintangan Kultur Transfer Kurangnya kepercayaan
Membangun hubungan dan
kepercayaan
melalui pertemuan tatap muka Perbedaan referensi
kultur,
bahasa
dan Menciptakan pemahaman yang sama melalui pendidikan, diskusi, publikasi, tim dan rotasi pekerjaan
Tiada waktu dan tempat pertemuan; Menetapkan tempat dan waktu untuk transfer ide sempit mengenai kerja produktif pengetahuan: rekam, ruangan percakapan, laporan konferensi Status dan penghargaan terhadap Evaluasi kinerja dan menyediakan insentif pemilik pengetahuan yang berdasarkan atas beberapa yang dibagi (sharing) Kurangnya kapasitas menyerap dari Mendidik karyawan agar lebih fleksibel, penerima menyediakan waktu dan sumber daya untuk belajar, menggaji atas keterbukaan ide-ide Kepercayaan bahwa pengetahuan Mendorong pendekatan nonhieraki terhadap merupakan hak-hak istimewa pengetahuan; ide yang berkualitas, idenya kelompok tertentu lebih penting dari sumbernya. Tidak toleran terhadap kesalahan dan Menerima dan menghargai kesalahan, kebutuhan membantu kreativitas dan kolaborasi; tidak kehilangan status karena tidak mengetahui segalanya.
2.3.2 Hubungan antara Hambatan Berbagi Pengetahuan dengan Kesiapan untuk Berubah Mengelola perubahan akan selalu menyentuh aspek pengembangan organisasi (organizational development), yaitu suatu proses perubahan yang direncanakan dalam suatu organisasi dengan menggunakan teknologi perilaku (Cummings & Worley, 2005). Salah satu unsur penting untuk memenuhi syarat pengembangan organisasi adalah memuat unsur pembelajaran atau proses berbagi
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
18
pengetahuan ataupun keterampilan antarindividu dan dari individu ke sistem organisasi. Sementara, faktor utama penentu dari berjalannya berbagi pengetahuan adalah terjadinya aliran pengetahuan dalam organisasi, baik yang berasal dari bentuk tacit (pengetahuan yang dimiliki oleh individu), maupun dari bentuk knowledge organisasi (eksplisit) (Nonaka & Takeuchi, 1995). Sehingga dapat disimpulkan ketika terjadi hambatan dalam aliran pengetahuan di organisasi maka akan mengganggu proses pengembangan organisasi dan proses dari perubahan itu sendiri, sehingga kesiapan untuk berubah akan menurun.
2.4 Trust in Manager (Rasa Percaya pada Atasan) Definisi dari trust adalah harapan atas hal tertentu yang dilakukan orang lain akan bermanfaat, tidak merugikan, dan juga kesediaan menjalankan sesuatu karena percaya bahwa yang dilakukannya sesuai dengan aturan (Creed & Miles, 1996, hal 17); (McGregor, 1967 dalam Moustafa-Leonard, 2007). Dalam literatur trust in top management digambarkan sebagai konsep yang mewakili tingkat kepercayaan karyawan terhadap pimpinan yang memiliki niat baik (Bouckenooghe, 2007). Secara khusus sejauh mana mereka percaya bahwa pemimpin adalah jujur, tulus, dan tidak bias (Folger & Konovsky, 1989; Korsgaard, Schweiger, & Sapienza, 1995, dalam Bouckenooghe, 2007).
2.4.1 Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Rasa Percaya pada Atasan (Dasgupta, 1988, dalam Holste & Fields, 2010) menyatakan bahwa terdapat dua bentuk trust, yaitu affect-based trust dan cognition-based trust. Tipe affect-based trust, dilandasi oleh rasa saling peduli dan perhatian antara anggota organisasi, sedangkan cognition-based trust, dilandasi oleh reliabilitas dan kompetensi seseorang. Moustafa-Leonard menyatakan lagi bahwa trust terdapat aspek prediktabilitas (predictability), ketergantungan (dependability), dan kesetiaan antara mitra (faith between partner).
Menurut
dalam (Moustafa-Leonard, 2007) atasan didefinisikan
(McGregor, 1967),
menurut tipe-tipe dari
atasan itu sendiri, yaitu berdasarkan Theory X managers dan Theory Y managers. Theory X managers adalah manajer yang tidak percaya dengan bawahannya,
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
19
sedangkan pada tipe Theory Y managers adalah tipe atasan yang mempercayai bawahannya. Theory Y melibatkan bawahan dalam pendelegasian untuk pengambilan keputusan (Costigan, Ilter, & Berman, 1998) dalam (Connell & Ferres, 2003).
(Geller, 2001) menyatakan bahwa terdapat tujuh C untuk
membangun kepercayaan ( the seven “C’s” of trust building) seperti dibawah ini : •
Communication (Komunikasi) : pertukaran informasi atau opini baik melalui percakapan, tulisan atau isyarat.
•
Caring (Perhatian) : memperhatikan kepedulian atau ketertarikan dengan apa yang terjadi di lingkungan.
•
Candor (Kejujuran) : ekspresi secara langsung, terus terang dan bebas prasangka.
•
Consistency (Konsisten) : sesuai antara perkataan, perbuatan atau ide.
•
Commitment (Komitmen) : terikat secara emosional atau intelektual terhadap suatu tindakan.
•
Concensus (Permufakatan) : perjanjian dalam opini, kesaksian atau kepercayaan.
•
Character (karakter) : gabungan antara struktur moral atau etika dari seseorang atau kelompok, integritas dan keuletan.
2.4.2 Hubungan Rasa Percaya pada Atasan dengan Kesiapan untuk Berubah Kepercayaan kepada manajemen atau pimpinan dari anggota organisasi merupakan hal penting dalam melaksanakan keputusan strategis
(Korsgaard,
Schweiger, & Sapienza, 1995), juga merupakan faktor penentu dari keterbukaan karyawan terhadap perubahan
(Eby, Adams, D.M., Russell, & Gaby, 2000);
(Rousseau M. & Tijoriwal A., 1999). Kepercayaan dapat mengurangi perasaan negatif, karena ini adalah sumber untuk mengelola risiko, membubarkan kompleksitas, dan menjelaskan melalui bantuan orang lain (McLain & Hackman, 1999). Oleh karena itu, kesiapan untuk berubah tidak akan berjalan mulus ketika perilaku dengan model peran yang penting yaitu pemimpin tidak konsisten dengan kata-kata mereka (Kotter, 1995); (Simons, 2002). Jadi, manajemen memberikan
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
20
contoh perilaku untuk memfasilitasi penyesuaian karyawan selama organisasi menjalankan proses perubahan
(Bandura, 1986). Ketika manajemen tidak
bertindak sesuai dengan apa yang mereka katakan, karyawan akan menganggap mereka kurang dapat dipercaya. Komunikasi memainkan peran penting dalam pembangunan kepercayaan dalam organisasi.
Ada kaitan spesifik antara kualitas informasi, kuantitas
informasi, keterbukaan, kepercayaan dan hasil seperti keterlibatan karyawan. Kualitas dari informasi mengarah kepercayaan dari rekan kerja dan penyelia, sementara kecukupan informasinya mengarahkan kepercayaan seseorang kepada manajemen puncak. Kepercayaan dari rekan kerja, penyelia dan manajemen puncak mempengaruhi persepsi dari keterbukaan organisasi, yang pada akhirnya mempengaruhi rating karyawan dari tingkat keterlibatan mereka dalam tujuan organisasi. Hubungan antara komunikasi dan kepercayaan adalah rumit, dan strategi sederhana/seadanya yang fokus pada kualitas atau kuantitas informasi bisa tidak efektif dalam berurusan dengan semua anggota pada suatu organisasi (Thomas, Roxanne, & Jackie, 2009). Dimulai pada akhir tahun 1950 dan permulaan 1960 para pakar memperhatikan akan pentingnya kepercayaan sebagai prasyarat bagi keefektifan atasan dan organisasi
(Argyris, 1962); (Deutsch, 1958);
(Likert, 1967);
(McGregor, 1967); (Mellinger, 1956) dalam (Thomas, Roxanne, & Jackie, 2009). Kemudian, para peneliti mendapatkan bahwa kepercayaan antarpribadi punya dampak positif atas individu, kelompok dan hasil-hasil organisasi seperti kinerja individu, kepuasan pekerjaan, kepemilikan organisasi, penyelesaian masalah dan kerjasama.
2.5. Teori Knowledge Management (Manajemen Pengetahuan) Manajemen pengetahuan adalah pengolahan pengetahuan organisasi untuk menciptakan nilai dan menghasilkan keunggulan bersaing atau kinerja prima (Amrit Tiwana, dalam Munir, 2008, hal. 5). Perkembangan manajemen knowledge tidak terlepas dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang merupakan salah satu perangkat dan sebagai pemberdaya utamanya (key enabler).
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
21
Di lain pihak, manajemen knowledge sebagai sebuah ilmu tersendiri masih dalam tahap perkembangan. Dalam waktu kurang dari 15 tahun dari istilah manajemen knowledge
muncul (akhir tahun 1990-an, dimana digunakan istilah e), telah
timbul 3 generasi manajemen knowledge (Snowden, 2002) yang diakibatkan oleh penemuan aspek-aspek dari pengertian knowledge itu sendiri.
(Nonaka &
Takeuchi, 1995) lebih lanjut menjelaskan bahwa generasi pertama dan kedua adalah
era MIS (Manajement Information System), era SECI
(Nonaka &
Takeuchi, 1995), sedangkan generasi ketiga menurut (Snowden, 2002) adalah era cynefin. Terdapat berbagai aspek mengenai manajemen knowledge, tetapi yang paling utama adalah kodifikasi knowledge, media penyimpanan codified knowledge, re-used knowledge, tacit knowledge, dan explicit knowledge.
2.5.1 Teori Sveby Menurut Sveby, dalam
Knowledge Management terdapat tiga langkah
penerapan, (Sveiby, 1997, dalam Sangkala, 2007, hal. 12). Tiga langkah tersebut adalah : 1. Akuisisi pengetahuan dari luar (Knowledge Acquisition) Pengakuisisan (penambahan) pengetahuan dalam perspektif manajemen pengetahuan pada dasarnya berorientasi pada penambahan pengetahuan dalam terminologi yang bermacam-macam, misalnya, mendapatkan, mencari, melahirkan, menciptakan, menangkap dan berkolaborasi. Semua istilah ini mempunyai tema yang relatif sama, yaitu mengakumulasi pengetahuan. Secara umum cara yang dapat ditempuh oleh organisasi dalam melakukan akusisi pengetahuan, yaitu bisa bersumber dari luar organisasi bisa juga berasal dari dalam organisasi. Metode yang digunakan dalam memperoleh informasi dan pengetahuan dari luar (Sangkala, 2007, hal. 12) antara lain: -
Benchmarking dari organisasi lain
-
Menghadiri kegiatan-kegiatan konferensi
-
Menyewa konsultan
-
Membaca media cetak, menonton TV
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
22
-
Mengumpulan data dari pelanggan
-
Mengumpulkan data dari para pelanggan, pesaing dan sumber-sumber lainnya
-
Menyewa staf baru yang memiliki kualifikasi pengetahuan dan keterampilan tertentu
-
Berkolaborasi dengan organisasi lain, membangun aliansi dan berbagai bentuk kerja sama lainnya.
2. Sedangkan metode yang ditempuh oleh organisasi untuk mengakuisisi pengetahuan yang bersumber dari dalam organisasi antara lain melalui (Sangkala, 2007, hal. 13): -
Menyerap pengetahuan yang berasal dari anggota organisasi
-
Belajar dari pengalaman, baik dari anggota organisasi maupun organisasi itu sendiri.
-
Menerapkan proses perubahan yang terus menerus.
3. Transfer dan berbagi pengetahuan. Transfer pengetahuan yang berlangsung di dalam organisasi terjadi karena kedua belah pihak didasari oleh perasaan tulus dan sukarela. Di sinilah tantangan organisasi bagaimana menciptakan kultur dimana anggota organisasi mau berbagi pengetahuan yang dimilikinya. Cara yang paling mudah untuk mendorong karyawan serius berbagi pengetahuan ialah dengan menghilangkan rintangan mengalirnya pengetahuan ke semua level dalam organisasi. Ini berarti harus mampu menghilangkan segala aturan dan prosedur yang menghalangi lahirnya ide-ide baru di dalam diri karyawan maupun tim. Membangun kultur baru berarti juga harus mendesain ulang bentuk struktur yang relevan, menyusun kembali sistem penghargaan bagi anggota dan tim yang berprestasi. Selanjutnya Sveiby mengusulkan 10 (sepuluh) strategi yang dapat dilakukan organisasi sehingga penciptaan nilai melalui aktivitas pentransferan dan pengubahan pengetahuan dapat berlangsung. Kesepuluh strategi tersebut, yakni : 1. Transfer dan konversi pengetahuan antarindividu 2. Transfer dan konversi pengetahuan dari individu ke struktur eksternal
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
23
3. Transfer dan konversi pengetahuan dari stuktur eksternal ke individu 4. Transfer dan konversi pengetahuan dari struktur kompetensi individual ke struktur internal 5. Transfer dan konversi pengetahuan dari struktur internal ke kompetensi individual 6. Transfer dan konversi pengetahuan di dalam struktur eksternal 7. Transfer dan konvensi pengetahuan dari struktur eksternal ke struktur internal 8. Transfer dan konversi pengetahuan dari struktur internal ke struktur eksternal 9. Transfer dan konversi pengetahuan di dalam struktur internal 10. Memaksimalkan penciptaan nilai.
2.5.2 Teori Nonaka (Nonaka & Takeuchi, 1995, hal. 59), membedakan pengetahuan menjadi dua jenis, yaitu Tacit Knowledge dan Explicit Knowledge. Tacit knowledge merupakan pengetahuan yang berada dalam benak manusia, berbentuk intuisi, penilaian (judgment), skill, values, dan belief. Pengetahuan ini sangat sulit untuk diformalisasikan dan dibagi atau dipindahkan kepada orang lain. Pengetahuan tacit tidak dapat diekspresikan oleh manusia, namun mendasari perilakunya. Explicit knowledge atau Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang dapat atau sudah dikodifikasi dalam bentuk dokumen, laporan, buku, pembicaraan, bentuk komunikasi lain, atau bentuk berwujud lainnya yang dapat diekspresikan dengan kata-kata, angka, serta dapat disampaikan dalam bentuk ilmiah, spesifikasi, manual dan sebagainya. Bentuk lainnya dari pengetahuan eksplisit adalah kaset, compact disc, video, dan lainnya yang dengan mudah dapat ditransfer dan didistribusikan dari satu individu ke individu lainnya dengan menggunakan berbagai media.
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
24
Proses konversi pengetahuan menurut (Nonaka & Takeuchi, 1995, hal. 62), memiliki empat fase, yaitu Sosialisasi (Socialization), Eksternalisasi (Externalization), Kombinasi (Combination) dan Internalisasi (Internalization), yang sering disebut sebagai spiral SECI. Spiral SECI memberikan pemahaman bahwa semakin sering proses konversi dilakukan, maka semakin mendalam pemahaman terhadap suatu pengetahuan. Proses konversi pengetahuan menjadi lebih mudah untuk dipahami dengan mengacu pada diagram yang menunjukkan alur proses konversi pengetahuan (SECI). Gambar 2.2. Diagram alur proses konversi pengetahuan (SECI), Nonaka & Takeuchi (1995 hal.62).
Eksternalisasi merupakan proses artikulasi pengetahuan tacit menjadi konsep yang eksplisit, sehingga pengetahuan menjadi terkristalkan dan dapat didistribusikan ke pihak lain dan menjadi basis pengetahuan baru. Cara ini dapat digunakan bila individu mengekspresikan pengetahuannya dan mencatatnya dalam bentuk visual yang dapat dipahami orang lain (Slavković, 2008). Kombinasi merupakan proses konversi pengetahuan implisit menjadi pengetahuan
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
25
eksplisit, dengan menggunakan media seperti jaringan internet dan komputer. Kombinasi pengetahuan eksplisit yang ada dengan praktek, ide-ide dan informasi baru dapat menghasilkan pengetahuan eksplisit baru yang kualitasnya lebih baik dari pengetahuan eksplisit sebelumnya. Internalisasi merupakan suatu proses konversi eksplisit menjadi pengetahuan terbatinkan, yang erat dengan kegiatan learning by doing. Jika proses internalisasi terjadi pada banyak individu, maka pengetahuan eksplisit tersebut dapat terdistribusi ke seluruh organisasi. 2.5.3 Social Network Analysis Rob & Parker (2004), dalam bukunya Social Network Analysis (SNA) menyatakan bahwa social network analisis adalah suatu metoda untuk melihat hubungan sosial dalam bentuk modus-modus,
dan ikatan satu sama lain.
Selanjutnya dari modus tersebut dapat diilustrasikan secara visual dan matematis melalui pola jejaring. Kita bisa melihat hubungan antara orang-orang dalam jejaring, kesehatan suatu grup dan orang-orang yang memegang peranan penting dalam jejaring tersebut. Dapat terlihat siapa Central connector, Boundary spanner, Information broker, dari suatu kelompok. Tabel di bawah ini adalah penjelasan dari tipe-tipe tersebut. Tabel 2.2 Social network analysis No Tipe individu Penjelasan 1
Central connector
Benefit
Orang yang memiliki koneksi yang paling tinggi dan adakalanya memiliki ketidakseimbangan (overloaded) jumlah relasi langsung dalam suatu network dan kemungkinan dapat mengakibatkan tidak dapat dikenalinya
Memiliki dampak yang tinggi pada komunitas dan memainkan peran penting dalam tercapainya efektifitas suatu komunitas Kehilangan tipe ini akan menyebabkan terjadinya kesenjangan substansi pada
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
26
sumberdaya yang atau bottlenecks
ada
kemampuan komunitas dalam mempengaruhi knowledge dan skill
2
Boundary spanner
Orang yang menghubungkan suatu divisi/departemen dengan divisi/departemen lainnya dalam suatu organisasi atau dengan dengansocial network yang sama di organisasi lain
orang yang memiliki peran penting dalam mengintegrasikan knowledge dan informasi yang berasal dari luar divisi dan organisasi untuk mengembangkan komunitas di organisasinya
3
Information broker
Mengkomunikasikan antar subgroup dalam suatu network informal sehingga grup secara utuh tidak terpecah-pecah dalam grup yang lebih kecil, atau menjadi segmen yang kurang efektif
memiliki kecenderungan untuk mengintegrasikan subgrup penting, dimana orang –orang yang ada di sentral atau mereka yang ada di posisi formal kekuasaan kadangkala tidak dapat melakukannya memiliki peran penting dalam mendifusikan informasi tertentu secara cepat seperti praktek terbaik yang baru dan perubahan organisasi jalur yang paling efisien dalam mendukung konektivitas keseluruhan komunitas.
4
Peripheral players
Orang yang berada di pinggiran suatu network dan membutuhkan
Anggota yang terisolasi dan kurang berkoneksi dan sering
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
27
bantuan agar memiliki koneksi lebih baik atau membutuhkan ruang untuk beraktivitas di posisinya saat ini.
merepresentasikan sumberdaya yang kurang termanfaatkan dari suatu komunitas keahlian, pengalaman, dan perspektif unik tidak berpengaruh secara efektif
Sumber diadaptasi dari : Cross, et. al., 2002, Cross & Parker, 2004 dan Cross et.al.,( 2006)
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
28
BAB III RANCANGAN PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang termasuk kategori riset aksi (action research) untuk melihat pengaruh antara faktor-faktor kunci dalam Readiness for Change dalam implementasi sistem penyiaran digital di Direktorat Teknik TV BCD. Variabel-variabel Readiness for Change yang dikonstruksikan dalam sebuah model penelitian ini adalah, Psychologycal Climate (Iklim Psikologis), Knowledge Sharing Barriers (Hambatan Berbagi Pengetahuan), Trust in Manager (Rasa Percaya pada Manager). Selanjutnya dilakukan perhitungan statistik untuk melihat hubungan variabel-variabel tersebut dengan Readiness for Change (Kesiapan untuk Berubah). 3.2 Sumber Data Penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengisian lembar pertanyaan (kuesioner) terhadap karyawan di Direktorat Teknik TV BCD. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui penelusuran literatur dan dokumentasi berupa bahan kepustakaan dalam bentuk buku, hasil survei Nielsen Indonesia, jurnal serta dokumen lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. 3.2.1 Responden Responden dalam penelitian ini adalah karyawan pusat di Direktorat Teknik TV BCD. Pengambilan responden dilakukan dengan mengirim kuesioner kepada 90 karyawan secara sampling proporsional dengan prorata di tiga bidang, yaitu bidang Transmisi, Produksi dan Peralatan Studio, dan IT. Di dalam lembar pengantar disebutkan bahwa kuisioner tersebut bersifat anonim, semata-mata hanya digunakan untuk keperluan akademis.
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
29
3.3 Model Penelitian Guna mengekplor faktor-faktor yang berpengaruh pada Readiness for change migrasi sistem ke penyiaran TV digital, maka dibangun model penelitian dengan variabel-variabelnya, yang ditunjukkan pada gambar 3.1.
Psychological Climate Readiness Knowledge Sharing Barriers
for Change
Trust in Manager
Gambar 3.1. Kerangka Berpikir Penelitian Faktor yang berpengaruh pada readiness for change Pertanyaan penelitian yang dibangun dalam penelitian ini adalah : •
Bagaimana kaitan antara Psychological Climate (IV1), Knowledge Sharing Barriers (IV2), Trust in Manager (IV3), dengan Readiness for Change .
Berdasarkan pertanyaan tersebut, maka asumsi yang dibangun adalah sebagai berikut : 1.
Psychological Climate berpengaruh positif terhadap Readiness for Change
2. Knowledge Sharing Barriers berpengaruh negatif terhadap Readiness for Change 3.
Trust in Manager berpengaruh positif pada Readiness for Change
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Pembuatan dan Penyebaran Alat Ukur Kuesioner atau alat ukur yang digunakan untuk mengindentifikasikan kaitan antara variabel-variabel, Psychological Climate, Knowledge Sharing
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
30
Barriers, Trust in Manager, dengan Readiness for Change, diadopsi dari beberapa alat ukur yang pernah digunakan dalam penelitian dan disesuaikan dengan kondisi organisasi yang hendak diteliti, yaitu Direktorat Teknik TV BCD. Total item ada 62 pertanyaan yang terdiri dari 4 konstrak. Untuk psychological Climate (iklim psikologi) terdiri dari tiga dimensi, supportive management, role clarity dan freedom to act dengan 10 item yang diadaptasi dari disertasi (Dahlan, 2005), Knowledge Sharing Barriers, terdiri dari tiga dimensi juga yaitu dimensi personal, organisasi dan teknologi dengan 29 item pertanyaan diadaptasi dari Setiawan (2010). Trust in Manager terdiri dari dua dimensi, trust dan performance dengan 4 item pertanyaan yang dikembangkan oleh Rich Gregory A, (Rich, 1977) dari Bowling Green State University. Sementara, Readiness for Change, terdiri dari 5 dimensi yaitu self efficacy, principal support, discrepancy, appropriateness dan personal valence dengan 19 item pertanyaan, diadaptasi dari
(Armenakis &
Harris, 2002), digunakan untuk mengukur kesiapan berubah individu. Sejumlah 62 item pertanyaan tersebut mengaplikasikan lima skala dari Likert dengan nilai 1 sampai 5, masing-masing adalah untuk penilaian “sangat setuju”, “setuju”, “ragu-ragu”, “tidak setuju” dan “sangat tidak setuju”. 3.4.2 Pengujian Reliabilitas Alat Ukur Hal yang pertama dilakukan adalah uji reliabilitas untuk mengetahui sejauh mana suatu instrumen yang digunakan dapat dipercaya atau dapat diandalkan guna mengukur perilaku yang diinginkan. Masing-masing item dan konstrak dari kuisioner diuji reliabilitasnya dan validitas dengan statistik menggunakan perangkat aplikasi statistik SPSS 17. Teknik uji validitas di sini menggunakan korelasi Bivariate Pearson (produk Momen Person) dan Corrected Item-Total Correlation. Korelasi,
prinsipnya untuk menentukan layak atau
tidaknya suatu item yang akan digunakan dalam bentuk nilai koefisiensi korelasi pada tahap signifikansi 0,05 (Azwar, 1999). Sehingga, suatu item dianggap valid jika berkorelasi dengan signifikan terhadap skor total. Nilai korelasi (r) dari output pengukuran berupa Corrected Item-Total Correlation yang hasilnya akan dibandingkan dengan r tabel (Pearson product moment).
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
31
Item yang pengukurannya lebih kecil dari nilai r tabel tidak digunakan karena dianggap tidak valid. Selanjutnya uji reliabilitas pada alat ukur adalah untuk mengetahui konsistensi alat ukur yang
digunakan sungguh dapat diandalkan dan tetap
konsisten jika dilakukan pengukuran ulang. Uji reliabilitas ini dilakukan dengan menentukan nilai Cronbach’s alpha dari alat ukur. Menurut (Sekaran, 1992), nilai Cronbach’s alpha kurang dari 0,6 menunjukkan kurang baik, 0,7 dapat diterima, dan nilai di atas 0,8 dianggap baik. 3.4.3 Analisis Deskriptif Analisis deskriptif bermanfaat untuk mengetahui perbedaan karakteristik responden, yang dideskripsikan dari luaran pengolahan data dalam bentuk kros tabulasi. Pengolahannya
menggunakan program Statistical Package for Social
Science (SPSS) versi 17. 3.4.4. Analisis Regresi Berganda Analisis regresi berganda digunakan untuk melihat berapa besar pengaruh faktor independent terhadap faktor dependent. Faktor independent dalam panelitian ini adalah berapa banyak faktor yang terbentuk dari variabel Psychological Climate, Knowledge Sharing Barriers dan Trust in Manager di TV BCD. Sedangkan faktor dependent-nya adalah Readiness for Change. 3.4.5. Metode Pemilihan Intervensi Metode pemilihan intervensi bisa dilakukan dengan diskusi kelompok terfoku (focus group discussion) dengan pejabat struktural di Direktorat Teknik TV BCD. Materi disesuaikan konstrak yang dibangun dalam penelitian ini yaitu iklim psikologis, hambatan berbagi pengetahuan dan rasa percaya kepada atasan sebagai variabel bebas terhadap kesiapan berubah sebagai variabel bergantung, maka yang akan dipilih adalah gabungan dari beberapa program yang berhubungan dengan variabel bebas- tersebut di atas, yang dirumuskan dalam strategi jangka pendek dan jangka panjang.
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
32
BAB IV HASIL, ANALISIS, DAN INTERVENSI 4.1 Gambaran Umum Responden Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti mengambil data karyawan di Direktorat Teknik pusat TV BCD yang terbagi di tiga bidang, yaitu bidang Transmisi, IT, dan Produksi, dan Peralatan. Sebanyak 90 kuesioner disebarkan, namun yang berhasil terkumpul kembali adalah sebanyak 76 kuesioner, dan yang tidak kembali sebanyak 14 (15%). Secara rinci karakteristik demografi responden untuk pengujian reliabilitas dan validitas internal dipaparkan dalam tabel di bawah ini. Tabel 4.1. Karakteristik demografi total responden untuk pengujian reliabilitas dan validitas internal alat ukur Karakteristik Kategori Jumlah Persentase (%) Unit kerja
Jenis kelamin
Usia
Masa kerja
Bidang TI
13
17,1
Bidang Transmisi
20
26,3
Bidang Produksi & Peralatan 43 Studio
56,5
Laki-laki
65 orang
85,6%
Perempuan
11 orang
14,4%
21-25 tahun
2
2,63%
26-30 tahun
9
11,84%
31-35 tahun
3
3,95%
36-40 tahun
4
5,26%
41-45 tahun
6
7,89%
>45
52
68,42%
0- 5 tahun
12 orang
15,79%
6-10 tahun
1 orang
1,32%
tahun
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
33
Posisi
Pendidikan
11-15 tahun
4 orang
5,26%
16-20 tahun
6 orang
7,89%
>20 tahun
53 orang
69,73%
Staff
36 orang
47,37%
Teknisi/ crew OB van
38 orang
50%
Manager
2
2,63%
SLTA / STM/SMEA
48 orang
63,16%
D3
5 orang
6,58%
S1
23 orang
30,26%
76 orang
100%
Jumlah
4.2 Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas dan reliabilitas terhadap 62 item pertanyaan terdiri dari : Psychological Climate (Iklim Psikologis) 10 item, Knowledge Sharing Barriers (Hambatan Berbagi Pengetahuan) 29 item, Trust in Manager (Rasa Percaya kepada Atasan) 4 item, Readiness for Change (Kesiapan Berubah) 19 item. Setelah uji validasi dan reliabilitas, yang dinyatakan lolos untuk konstrak : 1. Iklim Psikologis : 10 item, dengan cronbach’s alpha 0,903 2. Hambatan Berbagi Pengetahuan : 15 item, dengan cronbach’s alpha 0,826 3. Rasa Percaya kepada Atasan : 4 item, dengan chronbach’s alpha 0,654 4. Kesiapan Berubah : 17 item, dengan chronbach’s alpha 0,910 Menurut Sekaran (1992) nilai Cronbach’s alpha kurang dari 0,6 menunjukkan kurang baik, 0,7 dapat diterima, dan nilai di atas 0,8 dianggap baik. Sehingga total item setelah dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan menggunakan metode Pearson Corelation, total item menjadi 46.
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
34
4.2.1
Hasil analisis Untuk melihat pengaruh Iklim Psikologis, Hambatan Berbagi Pengetahuan
dan Rasa Percaya kepada Atasan terhadap Kesiapan Berubah, peneliti melakukan analisis regresi berganda (multiple regression). Regresi berganda merupakan teknik statistik parametrik, oleh karena itu sebelum melakukan pengujian regresi peneliti melakukan pengujian Kolmogorov-Smirnov Test untuk mengetahui normalitas data penelitian. Seperti yang telah dijelaskan (Field, 2005, hal. 94.) data yang terdistribusi normal merupakan syarat suatu data dapat dikategorikan sebagai data parametrik sehingga dapat menggunakan teknik statistik parametrik. Adapun hasil uji normalitas data dari kelima variabel tersebut adalah sebagai berikut. Tabel 4.2. Uji normalitas iklim psikologis, hambatan berbagi pengetahuan, rasa percaya pada atasan dan kesiapan berubah Variabel
Kolmogorov-Smirnov
Sig.
Iklim Psikologis
1,045
.224
Hambatan Berbagi Pengetahuam
0,969
.305
Rasa Percaya kepada Atasan
1,098
.180
Kesiapan Berubah
1,176
.126
Multivariate semua variable secara Bersamaan.
.898
.396
Field (2005, hal. 94) menyatakan bahwa apabila hasil Kolmogorov-Smirnov Test tidak signifikan (p < 0.05), maka distribusi data tidak berbeda secara signifikan dari distribusi normal, atau dengan kata lain distribusi data tersebut normal. Namun jika hasilnya signifikan (p > 0.05), maka distribusi data secara signifikan berbeda dari distribusi normal, atau dengan kata lain data tersebut tidak terdistribusi normal. Dari tabel 4.7. tampak bahwa level of signification Iklim psikologis, Hambatan Berbagi Pengetahuan, Rasa percaya kepada atasan, dan kesiapan berubah lebih besar dari 0.05 (p > 0.05). Hal ini berarti bahwa ketiga
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
35
data variabel tersebut tidak berbeda secara signifikan dari distribusi normal, atau dengan kata lain distribusi ketiga data variabel tersebut normal. Selanjutnya dilakukan pengujian normalitas secara multivariate untuk semua variabel secara bersamaan, yang dilakukan dengan mencari nilai residualnya. Diperoleh hasil bahwa pengujian normalitas untuk multivariate juga menunjukkan hasil data terdistribusi normal. Dalam proses normalitas ini, peneliti harus mengeluarkan outlier (data pencil) sebanyak 14 responden, sehingga total responden yang tersisa ada 62. Setelah uji normalitas, maka langkah selanjutnya dilakukan pengujian regresi berganda. Berikut ini adalah hasil perhitungan statistik dengan menggunakan teknik regresi berganda. Tabel 4.3. Standar Regresi Berganda dari Iklim psikologis, Hambatan Berbagi Pengetahuan dan Rasa percaya pada atasan pada Kesiapan Berubah VARIABEL
Iklim Psikologi
Iklim Psikologi Rasa percaya pada atasan
.582
Rasa percaya pada atasan
Hambatan Berbagi Pengetahuan
Kesiapan Berubah (DV)
B
ß
sr2 (unique)
.582
.580
.543
.343
.216
-
.573
.593
1,372**
.337
0,07
-
.545
.272
.227
-
Intercept =
22,439
R2
=
.441a
Adjusted R2
=
.412
R
=
.664a
F
=
15.223
Sig
=
.000a
‐ HBP
.580
.573
Means
2,69
3,07
3,26
3,81
St Deviations
0,38
0,50
0,55
0,54
**) significant uniqe variability = 0,07; shared variability = 0,37
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
36
Dari tabel diatas diperoleh hasil uji hipotesis secara simultan F = 15,223 dengan peluang kesalahan : p-value (Sig) = 0.05, F = 15,223 > F tabel = 2,533583 (pada α = 0,05 dan db1 = 4 ; db2 = 57) atau p-value = 0.000 < α = 0,05 : signifikan. Sehingga Iklim Psikologis, Hambatan Berbagi Pengetahuan dan Rasa Percaya kepada Atasan berpengaruh secara simultan terhadap Kesiapan Berubah pada taraf kesalahan 5%. Koefisien determinasi multiple : R2 = 0.441. Sementara dari ketiga variabel bebas yang memiliki pengaruh terhadap variabel bergantung dengan nilai signifikan hanya variabel bebas Rasa Percaya kepada Atasan. Sehingga persamaan yang dihasilkan adalah : Y = 22,439 + 0 X1 + 1.372 X2 + 0 X3 Y = 22,439 + 1.372 X2 Persamaan tersebut dapat diintepretasikan bahwa jika seluruh variabel bebas adalah nol, maka nilai Kesiapan untuk Berubah adalah sebesar konstanta regresi, yaitu 22,439 satuan. Berdasarkan nilai regresi koefisiensi regresi variabel Rasa Percaya kepada Atasan adalah sebesar 1,372 yang artinya jika nilai variabel ini terdapat kenaikan 1 satuan, maka Kesiapan untuk Berubah mengalami kenaikan sebesar 1,372. 4.3
Alternatif Program Intervensi Hasil penelitian menunjukkan bahwa Rasa Percaya pada Atasan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap Kesiapan Berubah dalam studi kasus migrasi sistem penyiaran di Direktorat Teknik TV BCD. Rancangan intervensi yang dibangun adalah rancangan yang bisa menaikkan tingkat Rasa Percaya kepada Atasan yang juga akan menjadi agen perubahan.
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
37
Beberapa rancangan intervensi yang direkomendasikan untuk dilakukan di Direktorat Teknik TV BCD, yaitu : 4.3.1. Intervensi Social Network Analysis Dipilihnya tipe intervensi ini untuk melihat siapa central connector, boundary spanner, information broker dan peripheral player (penjelasan ada di bab 2), yang berfungsi untuk membantu pengambilan keputusan lebih lanjut sehubungan dengan identifikasi Rasa Percaya kepada Atasan dan dianalisa mengapa mereka dalam posisi tersebut. Karyawan dalam posisi peripheral player dan tidak ingin melakukan akuisisi pengetahuan dari atasan. Ini disebabkan oleh rendahnya rasa percaya pada atasan tersebut. Selanjutnya dari analisis tersebut ditindaklanjuti dengan dibangun pertemuan formal dan informal sehingga terjadi budaya yang mengedepankan trust (rasa percaya) kepada atasan dan antarkaryawan. Tujuannya adalah menjadikan rasa percaya sebagai salah satu value yang akan dipromosikan menjadi tingkah laku dalam bekerja di Direktorat Teknik. Intervensi ini dilakukan pada level karyawan dan pimpinan.
4.3.2 Training & Development Berbasis Manajemen Pengetahuan Dalam intervensi pelatihan dan pengembangan ini akan dilakukan secara berkesinambungan dan terintegrasi dengan mengacu pada teori SECI. dibagi menjadi dua tahap yaitu jangka pendek dan jangka panjang. a. Jangka pendek Dilakukan penyusunan agenda workshop dan training yang menggunakan
metode
experience
approach
dengan
materi
komunikasi dan kerja tim. -
Materi pelatihan komunikasi disini bertujuan untuk memperbaiki transfer pesan yang gagal dari atasan ke karyawan dan sebaliknya, sehingga antara pimpinan dan karyawan dapat menjalin komunikasi dengan baik. Dengan terciptanya komunikasi yang baik maka apa yang sudah direncanakan dan diprogramkan oleh para pimpinan dalam
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
38
-
Materi teamwork bertujuan untuk membangun sinergi antara pimpinan dan karyawan sehingga dalam bekerja pimpinan akan memandang karyawan bukan sebagai bawahan namun sebagai anggota tim, dan karyawan bisa melihat atasan sebagai komponen yang penting dalam sebuah tim. Intervensi ini dilakukan untuk pimpinan dan karyawan. b. Jangka panjang Virtual teamwork yaitu kerja sama tim dengan menggunakan IT sebagai media penghubung. Intervensi ini memiliki tujuan umum meningkatkan kerja tim melalui kegiatan bersosialisasi untuk meningkatkan Rasa Percaya kepada Atasan. Terdapat dua aspek dalam program ini, yaitu manusia dan aspek peralatan teknologi.
4.3.3 Akuisisi Pengetahuan
dan Konversi Pengetahuan dengan
Pendekatan Teori Sveiby (2001) Ketidakpercayaan karyawan pada keputusan yang diambil oleh pimpinan dalam migrasi sistem penyiaran ini bisa jadi disebabkan oleh ketidaktahuan mereka akan informasi dan pengetahuan mengenai sistem penyiaran TV digital. Oleh karena itu perlu dilakukan program untuk mengirim karyawan guna mengikuti konferensi dan pameran terkait sistem
penyiaran TV digital serta
memfasilitasi karyawan masuk dalam organisasi profesi dan keahlian guna memperluas pengetahuan dan berinteraksi dengan pihak-pihak yang memiliki kompetensi penyiaran sistem TV digital (ES – IC). Alternatif-alternatif intervensi di atas kemudian disesuaikan dengan kondisi internal perusahaan. Rancangan intervensi yang mana yang paling sesuai dan dapat dilaksanakan
guna meningkatkan rasa percaya kepada atasan di
Direktorat TV BCD. Perbandingan dari beberapa pilihan intervensi yang akan
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
39
direkomendasikan tersebut dapat dilihat pada tabel mengenai kriteria pengambilan keputusan di bawah ini 4.4. Tabel Matrik Kriteria pengambilan keputusan dari alternatif intervensi SNA untuk Training & Development membangun Komunikasi & Kerja Tim budaya trust Berbasis Manajemen Pengetahuan Untuk mapping
Efektifitas kondisi SDM
didalam organisasi, guna membantu pengambilan keputusan bagi manajemen lebih lanjut.
Benefit
Rasa percaya kepada pimpinan bisa dibentuk dan terjadi setelah dilakukan analisa SNA, dan tindakan sosialisasi untuk membangun budaya trust.
Akusisi Pengetahuan
Untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan kerjasama tim baik secara tatap muka maupun virtual sehingga akuisisi pengetahuan baru (sistem penyiaran TV digital) dapat dilakukan dengan baik.
Untuk mengakuisisi pengetahuan dari luar (ES- IC), dan kemudian dibagikan (IC-IC), ditetapkan menjadi SOP (IC – IS), disimpan sebagai pengetahuan perusahaan yang kemudian dibagikan kepada karyawan (ISIC).
Rasa percaya pada pimpinan langsung terbentuk dan karyawan dapat menerapkan dengan proses dan hasil yang berkesinambungan.
Trust terbentuk setelah karyawan mengikuti instruksi untuk memperoleh pengetahuan, sehingga memiliki persepsi yang sama terhadap urgensi migrasi.
4.4 Rekomendasi Berdasarkan perbandingan dari beberapa alternatif intervensi yang disajikan dalam tabel matrik diatas, dengan mempertimbangkan kondisi internal di Direktorat Teknik TV BCD
maka direkomendasikan intervensi pelatihan
komunikasi dan kerja tim berbasis manajemen pengetahuan. Selanjutnya mengenai rincian program intervensi tersebut dipaparkan dalam bab V.
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
40
BAB V RANCANGAN PROGRAM INTERVENSI Dalam bab ini diuraikan rancangan program intervensi guna meningkatkan Rasa Percaya kepada Atasan. Program intervensi yang dipilih adalah intervensi training & development dengan materi pelatihan komunikasi dan teamwork (kerja tim) berbasis manajemen pengetahuan. 5.1 Program Intervensi Jangka Pendek 5.1.1
Pelatihan Komunikasi dan Kerja Tim Kegiatan yang dirancang adalah program pelatihan satu hari mengenai
kerja tim untuk menaikkan tingkat kepercayaan.
Sasaran yang dituju adalah
karyawan Direktorat Teknik, yang ikut serta secara bergantian dengan jumlah 20 orang per pelatihan. Pelatihan diadakan di pusat pendidikan dan latihan di TV BCD. Materi pelatihan kerja tim yang diusulkan terdiri dari dua topik yang memiliki kaitan erat satu sama lain. a. Sesi pagi Materi Komunikasi yang memiliki tujuan umum, supaya peserta bisa memahami pentingnya komunikasi antara karyawan dengan atasan pada Direktorat Teknik TV BCD dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Dengan output (keluaran), setelah pelatihan ada peningkatan pemahaman mengenai komunikasi yan diketahui dari tes awal dan tes akhir, identifikasi proses komunikasi, identifikasi bentuk-bentuk komunikasi, penerapan bagaimana berkomunikasi secara efektif antara karyawan dengan atasan dan sebaliknya serta dapat mengimplementasikan dalam pekerjaan sehari-hari. Transfer pesan dari program-progam pimpinan dapat diadopsi dengan baik oleh karyawan dan atasan mampu mendengar masukan dari karyawan. b. Sesi siang Materi kerja tim memiliki tujuan umum yaitu peserta bisa memahami tentang konsep dasar tim, kerja sama tim, pentingnya kerja sama tim.
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
41
Dengan keluaran, setelah pelatihan ada peningkatan dari tes awal dan tes akhir mengenai pemahaman pentingnya kerja tim yang dilandasi saling percaya antara atasan dengan karyawan, dapat memahami bahwa pimpinan dan karyawan memiliki fungsi yang sangat terkait satu sama lain serta dapat mengimplementasikan dalam tugas sehari-hari di Direktorat Teknik TV BCD. Pelatihan sebaiknya diserahkan kepada konsultan ahli bidang pelatihan kerja tim dan komunikasi. Tabel 5.1. Perkiraan biaya yang dibutuhkan per pelatihan Keterangan Biaya per item 2.500.000 Honor instruktur per sesi, total terdapat empat sesi, satu sesi berdurasi satu setengah jam Administrasi dan kesekretariatan 70.000 Konsumsi untuk 26 orang (dua kali makanan kecil dan satu kali makan siang) Total
Total biaya 10.000.000 4.000.000 1.680.000 15.680.000
Catatan : Perhitungan SPPD (Surat Perintah Perjalanan Dinas) terpisah.
Untuk tahap pertama dilakukan bagi karyawan pusat dengan jumlah karyawan 200 orang, perlu dilakukan pelatihan secara bergantian sebanyak 20 kali sehingga total biaya adalah Rp 15.680.000 x 20 = Rp 313.600.000. Untuk tahap selanjutnya adalah pelatihan kepada karyawan Direktorat Teknik di seluruh Indonesia yang berjumlah sekitar seribu karyawan. Dengan rancangan kegiatan seperti dibawah ini: Tabel 5.2. Rencana kegiatan
NO. 1
2
WAKTU 08.0008.15
08.1508.30
DURA SI 15’
15’
KEGIATAN
RINCIAN KEGIATAN
TUJUAN
Registrasi
Peserta mengisi lembar presensi.
Mendata kehadiran para peserta.
Pre-test
Peserta mengerjakan soal-soal pre-test yang diberikan oleh fasilitator.
Pembukaan
Pembukaan kegiatan training yang dilakukan oleh perwakilan pihak
Untuk mengetahui penguasaan para peserta terhadap materi sebelum pelatihan dimulai. Membuka kegiatan secara formal.
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
42 perusahaan. 3
08.3008.35
5’
Perkenalan Fasilitator
Fasilitator memperkenalkan diri
4
08.3508.40
5’
5
08.4010.00
90’
Informasi Mekanisme Pelatihan Sesi I : Komunikasi I
Fasilitator menyampaikan mekanisme dan aturan selama pelatihan berlangsung. Penyampaian Materi Komunikasi I PengertianKomunikasi Tujuan Komunikasi Pentingnya komunikasi dalam sebuah tim kerja.
6
10.1010.30 10.3012.00
7
8 9
10 11
12
Penyampaian Materi Komunikasi II - Jenis dan bentuk komunikasi - Hambatan Komunikasi - Pentingnya berkomunikasi antara karyawan dengan atasan dan sebaliknya.
Untuk memberikan pemahaman kepada para peserta tentang pentingnya berkomunikasi, dan faktor-faktor yang bisa menghambat komunikasi. Serta memperbaiki transfer pesan yang gagal.
Penyampaian Materi Kerja tim I a. Apa itu tim? b. Apa itu kerja sama tim? c. Manfaat kerja sama tim d. Fungsi karyawan dalam kerja tim e. Fungsi atasan dalam kerja tim.
Memberikan pemahaman kepada para peserta tentang pentingnya kerja tim yang dilandasi rasa percaya, dan fungsi dari masingmasing posisi.
90’
Sesi II : Komunikasi II
12.0013.00 13.0014.30
60’
Ishoma
90’
Sesi III : Kerja tim I
14.3014.45 14.4516.15
15’ 90’
Sesi IV Kerja tim II
Penyampaian Materi Kerja tim II: - the seven“C’s”of trust building - kolaborasi untuk membangun tim yang solid berdasarkan rasa saling percaya antara karyawan dengan atasan.
Memberikan pemahaman kepada para peserta mengenai pengaruh tim yang solid terhadap performa kerja yang akan menguntungkan karyawan dan atasan.
16.1516.30
15’
Kesimpulan
•
Fasilitator menggali insight dari seluruh kegiatan dan materi training yang telah diberikan. Fasilitator menyimpulkan insight dari seluruh kegiatan dan materi training yang telah diberikan.
Menarik kesimpulan terhadap materi yang telah diberikan.
Peserta mengisi reaction sheet yang akan diberikan oleh fasilitator. Peserta mengerjakan soal-soal post-test yang diberikan oleh fasilitator.
Untuk mengetahui reaksi peserta mengenai pelatihan, dan mengukur seberapa jauh tingkat pembelajaran yang didapat
Istirahat
16.3016.45
15’
Evaluasi Kegiatan & Post-Test
• • •
14
Untuk memberikan pemahaman kepada peserta tentang konsep dasar mengenai komunikasi.
Istirahat
•
13
Agar para peserta mengenal fasilitator sebelum kegiatan berlangsung Agar kegiatan training berjalan sesuai dengan tertib dan teratur.
16.4517.00
15’’
Penutup
• •
Pembagian penghargaan bagi para pemenang. Fasilitator menutup kegiatan pelatihan.
Untuk mengetahui penguasaan para peserta terhadap materi setelah pelatihan dimulai. Mengakhiri kegiatan pelatihan secara resmi.
Kegiatan pelatihan untuk tahap pertama diusulkan dilaksanakan mulai bulan Februari tahun anggaran 2013 dan akan berakhir pada bulan Juni, 2013.
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
43
5.2 Rancangan Intervensi Jangka Panjang Untuk intervensi jangka panjang dilakukan secara bertahap dan terus menerus. Intervensi ini memiliki tujuan umum untuk meningkatkan kerja tim melalui kegiatan bersosialisasi dalam bentuk tatap muka dikombinasikan dengan virtual untuk meningkatkan rasa percaya kepada atasan. Terdapat dua aspek dalam program ini, yaitu aspek insani dan aspek peralatan teknologi. 5.2.1 Aspek Insani Dibentuk forum untuk bersosialisasi antara karyawan dan pimpinan. Forum ini diberi nama: Forum TV Digital. Tujuannya adalah menumbuhkan rasa kekeluargaan, keakraban dan saling percaya antar karyawan, karyawan dengan atasan di lingkungan Direktorat Teknik dalam usaha untuk meningkatkan aspek kerjasama penyiaran TV digital. Selanjutnya forum ini akan berkembang menjadi community of practice. Uraian kegiatan sebagai berikut : Tabel 5.3. Kegiatan Forum TV Digital Tingkat
Kegiatan
Waktu
Durasi
1
• •
Pertemuan sambung rasa satu bulan sekali Pertemuan didokumentasikan dari berupa daftar hadir dan foto. (Dilaksanakan pada bulan Juni dan Juli, tahun anggaran 2013)
Setelah Jam Kantor 17.00 18.30
1.30 menit
2
• •
Pertemuan sambung rasa satu bulan sekali Dokumentasi pertemuan berupa daftar hadir, foto dan notulen. Hasil dari pertemuan di didokumentasikan. (Dilaksanakan bulan Agustus dan September tahun anggaran 2013)
Setelah Jam Kantor 17.0018.30
•
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
44 3
• • • • •
Pertemuan sambung rasa satu bulan sekali. Dokumentasi pertemuan berupa daftar hadir, foto dan notulen. Adanya Action Plan hasil pertemuan Materi pertemuan 25% sudah align dengan program migrasi dari sistem analog ke digital. Menghadirkan nara sumber dari pejabat struktural dan nara sumber ahli dari luar untuk melakukan sharing. (Dilaksanakan pada bulan Oktober dan November tahun anggaran 2013)
Setelah Jam Kantor 17.0018.30
Biaya yang muncul di sini adalah biaya konsumsi untuk makan malam yang dianggarkan Rp 25.000 per orang. Sehingga dengan asumsi terdapat 20 orang yang datang maka perlu dialokasikan anggaran sebesar Rp 500.000. Pada level 3 ditambah dengan honorarium nara sumber ahli dari luar Rp 2.500.000. Pelaksanaan kegiatan tersebut diusulkan untuk dimulai pada bulan Juni tahun anggaran 2013 overlapping dengan program jangkan pendek dan direncanakan berakhir pada bulan November 2013, untuk tahap pertama. Selanjutnya akan dikombinasikan dengan program virtual teamwork. Pertemuan tatap muka pada level 3 akan dilakukan dua bulan sekali, sampai dengan bulan November 2014. 5.2.2 Aspek Peralatan dan Teknologi Setelah terbentuk komunitas Forum TV Digital, maka tahap berikutnya adalah pertemuan tatap muka diubah menjadi dua bulan sekali, namun ditambah dengan komunikasi yang dijembatani oleh peralatan teknologi (intranet atau portal) yaitu program virtual teamwork dengan portal. Perangkat yang dibutuhkan untuk implementasi sistem ini terdiri dari server dan perangkat jaringan komputer. Untuk perangkat ini bisa digunakan yang sudah ada sehingga dapat mengurangi biaya. Selanjutnya adalah pembuatan portal atau aplikasi web. Karena di Direktorat Teknik terdapat bidang IT maka pembuatan portal dapat dilakukan oleh staf bidang ini. Jika ingin diserahkan pengelolaannya kepada pihak lain, biaya pembuatan portal berkisar Rp 10.000.000, termasuk hosting dan desain, sekali investasi biaya. Sementara untuk
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
45
pemeliharaan dari bahaya peretasan (hack) rata-rata software house mengutip Rp 750.000 per bulan, jadi total pemeliharaan per tahun adalah Rp 9.000.000. Setelah pembuatan portal tersebut akan dilanjutkan program intervensi virtual teamwork. Intervensi dengan menggunakan virtual teamwork bertujuan
untuk
meningkatkan kerja tim melalui kegiatan bersosialisasi guna meningkatkan rasa percaya kepada atasan dengan bantuan portal atau intranet. Portal diberi nama yang bisa meningkatkan kesadaran mengenai migrasi sistem penyiaran, sebagai contoh : Ayo Digital 2018. Dalam portal ini akan dibuat datasheet yang harus diisi oleh para atasan dari ketiga bidang di Direktorat Teknik mengenai informasi terbaru yang berupa datasheet item perangkat, prosedur pengoperasian perangkat, identifikasi masalah (trouble shooting) dalam mengatasi gangguan yang disebabkan oleh kerusakan peralatan, diagram instalasi (installation diagram), atau langkah-langkah awal dalam melakukan perawatan alat (first line maintenance) suatu perangkat yang dipasang di TV BCD. Datasheet tersebut dapat diakses dengan mudah oleh karyawan baik dalam satu bidang atau antarbidang. Sehingga, sebagai contoh, jika ada teknisi transmisi yang sedang bertugas di lapangan mengalami masalah teknis, dia akan dengan cepat mengakses informasi mengenai peralatan transmisi yang terganggu dari info diagram instalasi yang ada di portal. Dengan demikian teknisi tersebut merasa selalu dibantu oleh atasannya melalui informasi-informasi yang dengan cepat dapat diakses dari portal guna membantu kelancaran kerja. Rancangan visual portal pendukung virtual teamwork ada pada lampiran 10. Ada hal lain yang harus diperhatikan setelah implementasi portal, yaitu bagaimana mempersiapkan karyawan untuk melakukan adaptasi dengan sistem tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan sesi pengenalan portal dan bagaimana cara mengaksesnya. Dengan implementasi portal tersebut, diharapkan perusahaan mendapatkan keuntungan sebagai berikut: 1. Sosialisasi antar karyawan dan atasan tidak lagi terbatas oleh waktu dan tempat.
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
46
2. Mengurangi rasa jengah dan canggung dari karyawan kepada atasannya, sehingga mereka bisa lebih leluasa melakukan akuisisi pengetahuan dari atasannya dan bekerja sama dengan rasa saling percaya. 3.
Proses akuisisi terhadap pengetahuan baru yaitu sistem penyiaran TV digital akan lebih mudah dan cepat, sehingga akan mengurangi biaya dan waktu pelatihan.
4. Komunikasi lintas bidang dapat dilakukan dengan mudah dan cepat.
5.3 Proses Perubahan model Kurt Lewin Proses perubahan dengan model Lewin disini dapat dipaparkan sebagai berikut: 1. Unfreezing (Mengubah status quo) Dasar dari unfreezing disini adalah menggoyang status quo dan penetapan tujuan
(Lewin, 1947, dalam Ford & Greer, 2006) sehingga langkah
pertama yang harus dilakukan oleh pimpinan adalah mengkomunikasikan program-program intervensi. Sosialisasi yang intensif sangat diperlukan sehingga visi dan tujuan program tersebut bisa sampai ke seluruh karyawan. Sosialisasi dan komunikasi tentang program peningkatan rasa percaya pada atasan
dapat dilakukan dengan model simulasi yang
dipimpin oleh tim intervensi yang terdiri dari beberapa karyawan yang ditunjuk guna menangani intervensi ini. Untuk membangun kesadaran dari karyawan akan dipasang poster- poster mengenai pentingnya menjalin kepercayaan dengan teamwork sebagai contoh “Sapu Lidi Lebih Bermanfaat daripada Satu Lidi”, slogan-slogan yang menarik tersebut juga akan dipasang di screen safer komputer yang ada di kantor. 2. Movement menuju arah yang dituju Setelah keadaan destabilisasi
terjadi, dorongan untuk menggerakan
organisasi menuju keadaan baru dan lebih baik dapat dilakukan (Lewin,
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
47
1947; Zand & Sorenson,1975, dalam Ford & Greer, 2006). Pada tahap ini diawali dengan pelatihan mengenai komunikasi dan teamwork. Setelah melalui tahap pelatihan, karyawan wajib menghadiri sosialisasi satu bulan sekali. Sesuai dengan program yang terpapar di atas, karyawan akan terbiasa bersosialisasi dan melakukan diskusi, serta berani menyampaikan pengalaman
maupun
permasalahan
terhadap
atasannya.
Tahap
selanjutanya adalah melakukan sosialisasi secara virtual melalui portal “Ayo Digital 2018” pada program virtual teamwork. Dengan demikian, para karyawan dapat merasakan bahwa atasan bukan ancaman yang selalu mengawasi mereka dalam bekerja namun memiliki fungsi penting terkait pelaksanaan dan kelancaran kerja. Demikian juga sebaliknya, atasan akan menghargai bawahan sebagai mitra kerja yang penting. 3. Refreezing, membekukan perubahan, tahap umpan balik dan kontrol manajemen Kegiatan refreezing harus secara alami dikonfirmasi (Schein, 1996, dalam Ford & Greer, 2006). Konfirmasi merupakan umpan balik bahwa kinerja tersebut efektif dan ini dapat berasal dari pengukuran, komentar karyawan, perbandingan sosial, dan manfaat (Zand & Sorenson, 1975, dalam Ford & Greer, 2006). Pada tahap ini, manajemen dapat mencatat umpan balik mengenai implementasi kegiatan intervensi guna meningkatkan rasa percaya kepada atasan. Tujuannya untuk mengetahui apakah kegiatan tersebut menghasilkan kredibilitas yang mendorong perubahan pada sistem yang lebih baik. Sistem penghargaan mendorong dan memperkuat perilaku yang diinginkan selama pelaksanaan perubahan (Burke & Litwin, 1992; Nadler & Tushman, 1980; Schein 1996, dalam Ford & Greer, 2006). Penting bagi manajemen untuk memikirkan penghargaan baik secara fisik ataupun nonfisik. Misalnya dengan menyusun ketetapan kenaikan golongan jika kerja tim secara virtual tersebut mencapai hasil yang baik dalam proyek yang dilakukan dan dapat meningkatkan efisiensi. Selanjutnya manajemen membekukan kebiasaan bersosialisasi, dan kerja
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
48
tim secara virtual yang dilandasi rasa percaya sebagai tingkah laku dan norma baru. Evaluasi dilakukan setiap awal bulan pada tahun berikutnya.
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
49
Daftar Pustaka Amis, J., Slack, T., & Hinings, C. R. (2002). Values and organizational change. Journal of Applied Behavioral Science, 38, 436‐465. Argyris, C. (1962). Interpersonal competence and organizational effectiveness. Homewood, IL: Irwin‐Dorsey Press. Armenakis, A. A., & Harris, S. G. (2002). Crafting a change message to create transformational readiness. Journal of Organizational Change Management, 15, 169‐183. Armenakis, A., & Bedeian, A. (1994). Organizational change: A review of theory and research in the 1990s. Journal of Management (JofM), 25(3), 293 ‐ 315. Armenakis, A., Harris, S., & Mossholder, K. (1993). Creating readiness for organizational change. Human Relations (HR), 46, 681‐703. Ashford, S. J. (1988). Individual strategies for coping with stress during organizational transitions. Journal of Applied Behavioural Science, 24, 19 – 36. Attewell, P. (1992). Technology diffusion and organizational learning: The case of business computing. Organization Science, 3 (1), 1‐19. Bandura, A. (1986). From thought to action: Mechanisms of personal agency. . New Zealand Journal of Psychology, 15,, 1‐17. Bennet, H., & Durkin, M. (2000). The effects of organisational change on employee psychological attachment: An exploratory study. . J. Manage. Psychol. 15:, 126‐ 147. Berger, L. A., Sikora, M. J., & Berger, D. (1994). A road map to corporate transformation. Burr Ridge, Ill: Irwin Professional Pub. Bernerth. (2004). Expanding our understanding of the change message. Human Resource Development Review 3, 36–52. Bouckenooghe, D. D. (2007). The role of process, context and individual characteristics in explaining readiness to change: a multilevel analysis. (12) : 45. Brown, S., & Leigh, T. (1996). A new look at psychological climate and its relationship to job involvement, effort, and performance. Journal of Applied Psychology, 81 (4), 358‐368.
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
50 Budiarto, H., Tjahjono, B. H., Rufiyanto, A., Kusuma, A. A., Hendrantoro, G., & Dharmanto, S. (2007). Sistem TV Digital dan Prospeknya di Indonesia. Jakarta: Multikom. Burke, W., & Litwin, G. H. (1992). A causal model of organizational performance and change. Journal of Management, 18, 523‐545. Clissold, G. (2006). What is it and what does it look like? Melbourne: Department of Management Working Paper Serries. Connell, J., & Ferres, N. (2003). Engendering trust in manager‐subordinate relationships Predictors and outcomes. Personnel Review, 32 (5), 569‐673. Creed, W., & Miles, R. (1996). Trust in Organizations. In R. Kramer, & T. Tyler, A Conceptual Framework Linking Organizational Forms, Managerial Philosophies and the Opportunity Costs of Controls (pp. 16‐38). Thousand Oaks: Sage Publications. Cross, R., & Parker, A. (2004). The Hidden Power of Social Networks Understanding how work relly gets done in organizations. Boston: Harvard Business School Press. Cross, R., & Thomas, R. J. (2009). Driving Results trough Social Networks How top organizations leverage networks for performance and growth. San Francisco: Jossey‐Bass. Cummings, T. G., & Worley, C. G. (2005). Organization development and change (8th ed.). Mason, OH: South‐Western College Publishing. Dahlan, W. (2005). Model Proses Stres Dengan Tiga Strategi Coping (Studi mengenai hubungan antara proses stres, strategi coping dengan faktor psikologis dalam diri individu). Jakarta: Universitas Indonesia. Davenport, T., & Prusak, L. (2000). Working Knowledge (2nd edition). Boston: Harvard Business Review Press. Deutsch, M. (1958). Trust and suspicion. Journal of Conflict Resolution, 2, 265‐279. Du, R. A., & Ren, Y. (2007). Relationship between knowlwdge sharing and performance: a survey in Xi'an, China. Expert System with Application vol 32(1), 38‐46. Eby, L., Adams, D.M., Russell, J., & Gaby, S. (2000). Perceptions of organizational readiness for change: Factors related to employees’ reactions to the implementation of team based selling. Human Relations, 53, 419‐442. Field, A. (2005). Discovering Statistic using SPSS. London: Sage.
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
51 Folger, R., & Konovsky, M. A. (1989). Effects of procedural and distributive justice on reactions to pay raise decisions. Academy of Management Journal, 32, 115‐130. Ford, M. W., & Greer, B. M. (2006). Profiling Change : An Empirical Study of Change Process Patterns. Journal of Applied Behavioral Science 42, 420. Geller, E. S. (2001). Building successful safety teams (2nd Edition). Rockville, MD: Government Institutes. Hal, H., & Goody, M. (2007). KM, culture and compromise:interventions to promote knowledge sharing supported by technology in corporate environtments. Journal of Information Science vo. 33(2), 181‐188. Hanpachern, C. (1997). The extension of the theory of margin: A framework for assessing readiness for change. Boulder, CO: Colorado State University. Hanpachern, C., Morgan, G., & Griego, O. (1998). An extension of the theory of margin: A framework for assessing readiness for change. Human Resource Development Quarterly, 9 (4), 339–350. Hendry, C. (1996). Understanding and creating whole organizational change through learning theory. Human Relations , 49, 621–641. Herscovitch, L., & Meyer, J. P. (2002). Commitment to organizational change: extension of a three‐component model. Journal of Applied Psychology, 87, 474‐487. Higgins, J. M. (1994). The management challenge (2nd ed.). New York: Macmillan. Holste, J., & Fields, D. (2010). Trust and tacit knowledge sharing and use. Journal of Knowledge Management, 14(1), 128‐140. Holt, D., Armenakis, A., Feild, H., & Harris, S. (2007). Readiness for organizational change – The systematic development of a scale. The Journal of Applied Behavioral Science, 232‐255. Kaiser, H., & Rice, J. (1974). Little jiffy, mark iv. Educational and psychological measurement, 34, 111‐117. Katz, D., & Kahn, R. (1978). The social psychology of organization. New York: John Wiley. Korsgaard, M., Schweiger, D., & Sapienza, H. (1995). Building commitment, attachment, and trust in strategic decision‐making team: The role of procedural justice. Academy of Management Journal, 38(1), 60‐84. Kotter, J. P. (1995). Leading change: Why transformation efforts fail. Harvard Business Review (March‐April), 59‐67.
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
52 Lazarus, R. S., & Folkman, S. (1984). Stress, appraisal and coping.: . New York: Springer Publishing Company. Lewin, K. (1951). Field theory in social science: Selected theoretical paper. New York: Harper and Bros. Likert, R. (1967). The human organization. New York: l: McGraw‐Hil. Lin, H., & Lee, G. (2006). Effect of cocio‐technical factors on organizational Intention to encourage knowledge sharing. Management Decision vol. 44, 74‐88. Madsen, S. R., John, C. R., & Miller, D. (2005). Work‐family conflict and health: A study of workplace, psychological, and behavioral correlates. Journal of Behavioral and Applied Management, 6(3), 225‐247. Madsen, S., Miller, D., & John, C. (2005). Readiness for organizational change: Does organizational commitment and social relationships in the workplace make a difference. Human Resource Development Quarterly, 75(2), 213 ‐ 233. Martin, A., Jones, E., & Callan, V. (2005). The role of psychological climate in facilitating employee adjustment during organizational change. Brisbane: Psychology Press Ltd. McGregor, D. (1967). The professional manager. McGraw‐Hill. McLain, D. L., & Hackman, K. (1999). Trust, risk and decision‐making in organizational Change. Public Administration Quarterly, 23 (2), 152‐176. Mellinger, G. (1956). Interpersonal trust as a factor in communication. Journal of Abnormal Social Psychology, 52,, 304‐309. Moran, E. T., & Volkwein, J. F. (1992). The cultural approach to the formation of organizational climate. Human Relation (HR) ‐ 45, 19 ‐ 47. Moustafa‐Leonard, K. (2007). Trust and the Manager‐Subordinate Dyad: Virtual Work as a Unique Context. Indiana:Institute of Behavioral and Applied Management. Munir, N. (2008). Knowledge Management Audit. Jakarta: PPM. Newton, R. (2007). Managing Change Step by step all you need to build a plan and make it happen. Harlow: Pearson Education Limited. Nonaka, I. (1991). The knowledge creating company. Harvard Business Review, 69, 96 ‐ 104.
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
53 Nonaka, I., & Takeuchi, H. (1995). The knowledge creating company: How Japanese companies create the dynamics of innovation. New York: Oxford University Press. Parker, C. P., Baltes, B. B., Young, S. A., Huff, J. W., Altmann, R. A., & Lacost, H. A. (2003). Relationships between psychological climate perceptions and work outcomes: A meta‐analytic review. Journal of Organizational Behavior, 24, 389–416. Pettigrew, A. (2000). Foreword. In N. M. Ashkanasy, C. P.M. Wilderom, & M. F. Peterson (Eds.), Handbook of organizational culture and climate. Thousand Oaks, CA: Sage. Rich, A. (1977). The sales manager as a role model: Effects on trust, job satisfaction, and performance of salespeople. Journal of the Academy of Marketing Science, 25 (4). Riege, A. (2007). Action to overcome knowledge transfer barrier in MNCs. Journal of Knowledge Management, vol 11(2), 48‐67. Rousseau M., D., & Tijoriwal A., S. (1999). What's a good reason to change? Motivated reasoning and social accounts in promoting organizational change. Journal of Applied Psychology, Vol 84(4), 514‐528. Sangkala. (2007). Knowledge management: Sebuah pengantar bagaimana organisasi mengelola pengetahuan sehingga menjadi organisasi yang unggul. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Schneider, B. (2000). The psychological life of organizations. In C. W. N.M. Ashkanasy, Handbook of organizational culture and climate (pp. xvii‐xxi). California: Sage. Sekaran, U. (1992). Research methods for business: A skill building approach. New York: John Wiley. Setiawan, S. (2010). Faktor Penghambat Knowledge Sharing yang Dominan di Lembaga Litbang. Warta Kebijakan Iptek & Manajemen Litbang Vol. 8 No. 2, 159‐173. Simons, T. (2002). Behavioral integrity: The perceived alignment between managers’ words and deeds as a research focus. Organization Science, 13, 18‐35. Slavković, M. (2008). Strengthening enterprises competitiveness through development of knowledge management concept. Facta universitatis, Series: Economics and Organization, Vol. 5, No. 2, 167‐172. Snowden, D. (2002). Complex acts of knowing – Paradox and descriptive self awareness. Journal of Knowledge Management, 6 (2), 100–111.
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
54 Sveiby, K. (1997). The new organisational wealth. San Francisco: Berrett‐Koehler Publishers. Thomas, G., Roxanne, Z., & Jackie, H. (2009). The central role of communication in developing trust and its effect on employee involvement. Journal of Business Communication, 46(3), 287‐310. Waterman Jr., R., Peters, T. J., & Phillips, J. (1980). Structure is not organization. Business Horizons, 23, 3, 14. Wissensmanagement‐Forum. (2003). An illustrated Guide to Knowledge Management. Abgerufen am 23. July 2010 von Wissensmanagement Forum Graz. Yang, J. (2007). Knowledge sharing: investigating appropriate leadership roles and collaboration culture. Tourism Management, Vol 28(2), 530‐543.
Universitas Indonesia
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
Lampiran 1
KEBIJAKAN UMUM (Seperti dikutip dari blue print TV BCD)
A. VISI Terwujudnya
TV
BCD
sebagai
media
pilihanbangsa
Indonesia
dalamrangkaturutmencerdaskankehidupanbangsauntukmemperkuatkesatuannasio nal.
B. MISI 1. Mengembangkan
TV
BCDmenjadi
media
perekatsosialuntukpersatuandankesatuanbangsasekaligus
media
kontrolsosial yang dinamis. 2. Mengembangkan TV BCDmenjadipusatlayananinformasidanedukasi yang utama. 3. Memberdayakan
TV
BCDmenjadipusatpembelajaranbangsasertamenyajikanhiburan
yang
sehatdenganmengoptimalkanpotensidankebudayaandaerahsertamemperhat ikankomunitasterabaikan. 4. Memberdayakan
TV
BCD
menjadi
media
untukmembanguncitrabangsadannegara Indonesia di duniainternasional.
C. NILAI DASAR 1. Pengawalkepentinganpublik. 2. Independen, tidakbergantungpadadantidakdipengaruhiolehpihak lain. 3. Netral,
tidakmemihakkepadakepentingansalahsatupihak
yang
berbedapendapat. 4. Tidakkomersial,
tidaksemata-matamencarikeuntungan,
tetapilebihmengutamakanpeningkatanpelayanankepadamasyarakat.
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
D. IDENTITAS Salurankeberagamandanpemersatubangsa.TV
BCD
wajibmengembangkankebhinekaan program siarandananekapelayanan yang dapatdanmudahdiaksesolehsetiappendudukdanrumahtangga. Pengembangankebhinekaan
program
siarandilakukandengantidakmembedabedakansetiaplapisanmasyarakatdanditujuka nsebagaiperekatsosialuntukmemotivasiterpeliharanyapersatuandankesatuanbangsa Indonesia.
E. POSISI TV BCD TV BCD: sebagairumahbangsa Indonesia. Rumahbesarbagiseluruhrakyat
Indonesia
untukmengekpresikandirinyadalamkontekswawasannusantaradanjatidiribangsa Indonesia. RumahBangsa Indonesia diartikansebagairumah yang beratapkangeostationer Indonesia,
berdindingkanbatas-bataswilayahnegara
berlantaikankebhinekaandalamkeikaan, sertabertiangnegarakesatuan.
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
Indonesia,
Lampiran 2 STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT TEKNIK TV BCD
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
Lampiran 8 ANALISIS DATA A. UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS KSB Correlations KSBNew Pearson Correlation .345(**) Sig. (1-tailed) .001 N 76 KSB6 Pearson Correlation .372(**) Sig. (1-tailed) .000 N 76 KSB9 Pearson Correlation .311(**) Sig. (1-tailed) .003 N 76 KSB10 Pearson Correlation .582(**) Sig. (1-tailed) .000 N 76 KSB14 Pearson Correlation .560(**) Sig. (1-tailed) .000 N 76 KSB16 Pearson Correlation .436(**) Sig. (1-tailed) .000 N 76 KSB17 Pearson Correlation .546(**) Sig. (1-tailed) .000 N 76 KSB18 Pearson Correlation .767(**) Sig. (1-tailed) .000 N 76 KSB19 Pearson Correlation .575(**) Sig. (1-tailed) .000 N 76 KSB21 Pearson Correlation .511(**) Sig. (1-tailed) .000 N 76 KSB23 Pearson Correlation .377(**) Sig. (1-tailed) .000 N 76 KSB26 Pearson Correlation .650(**) Sig. (1-tailed) .000 N 76 KSB27 Pearson Correlation .596(**) Sig. (1-tailed) .000 N 76 KSB28 Pearson Correlation .748(**) Sig. (1-tailed) .000 N 76 KSB29 Pearson Correlation .614(**) Sig. (1-tailed) .000 N 76 ** Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed). KSB2
Reliability Statistics Cronbach's Alpha .826
N of Items 15
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
B. UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS TIM Correlations TIM1
Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N
TIM2
N
.806(**) .000 76
Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N
TIM4
.000 76
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
TIM3
TIM .395(**)
.777(**) .000 76
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
.840(**) .000
N
76 ** Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
Reliability Statistics Cronbach's Alpha .654
N of Items 4
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
C. UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS CR Correlations CR1
CR2
CR3
CR5
CR6
CR7
CR8
CR10
CR11
CR12
CR13
CR14
CR15
CR16
CR17
CR18
CR19
Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N
IPNew .544(**) .000 76 .775(**) .000 76 .688(**) .000 76 .578(**) .000 76 .645(**) .000 76 .612(**) .000 76 .752(**) .000 76 .664(**) .000 76 .797(**) .000 76 .577(**) .000 76 .546(**) .000 76 .444(**) .000 76 .685(**) .000 76 .815(**) .000 76 .804(**) .000 76 .788(**) .000 76 .319(**) .002 76
** Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed). Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .910 17
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
D. UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS IP Correlations
IP1
Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N
IP2
N
N
N
N
N
N
N
.773(**) .000 .709(**) .000 .707(**) .000 .655(**) .000 76
Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N
IP10
.000
76
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
IP9
.777(**)
76
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
IP8
.000
76
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
IP7
.818(**)
76
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
IP6
.000
76
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
IP5
.778(**) 76
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
IP4
.000 76
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
IP3
CR .789(**)
.603(**) .000 76
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
.712(**) .000
N
76 ** Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
Reliability Statistics Cronbach's Alpha .903
N of Items 10
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
E. UJI NORMALITAS One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test KSB N Normal Parameters(a,b) Most Extreme Differences
TIM
CR
IP
62
62
62
62
Mean
51.0645
14.7097
68.4194
34.7581
Std. Deviation
7.79212
2.29316
9.33274
5.86371
.123
.139
.149
.133
Positive
.079
.139
.098
.063
Negative
Absolute
-.123
-.116
-.149
-.133
Kolmogorov-Smirnov Z
.969
1.098
1.176
1.045
Asymp. Sig. (2-tailed)
.305
.180
.126
.224
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
Analisis H0: Populasi berdistribusi normal Ha: Populasi tidak berdistribusi normal
Dasar pengambilan keputusan adalah berdasarkan probabilitas Jika nilai probabilitas > 0.05 maka H0 diterima Jika nilai probabilitas < 0.05 maka H0 ditolak
a. Knowledge Sharing Barrier (KSB): terlihat bahwa pada kolom signifikan (Asymp. Sig (2-tailed)) adalah 0.305 atau probabilitas lebih dari 0.05 maka H0 ditolak yang berarti populasi berdistribusi normal. b. Trust in Manager (TIM): terlihat bahwa pada kolom signifikan (Asymp. Sig (2-tailed)) adalah 0.180 atau probabilitas lebih dari 0.05 maka H0 ditolak yang berarti populasi berdistribusi normal.
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
c. Ikim Psikologi (IP): terlihat bahwa pada kolom signifikan (Asymp. Sig (2tailed)) adalah 0.126 atau probabilitas lebih dari 0.05 maka H0 ditolak yang berarti populasi berdistribusi normal. d. Change Readiness (CR): terlihat bahwa pada kolom signifikan (Asymp. Sig (2-tailed)) adalah 0.224 atau probabilitas lebih dari 0.05 maka H0 ditolak yang berarti populasi berdistribusi normal.
Kemudian dilakukan pengujian normalitas secara multivariate untuk semua variabel secara bersamaan. Yang dilakukan dengan mencari nilai residualnya. Diperoleh hasil uji normalitas adalah sebagai berikut One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test N Normal Parameters a,b Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Residu 62 .0000 6.98073 .114 .051 -.114 .898 .396
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Sama seperti pengujian normalitas untuk masing-masing variabel, pengujian normalitas untuk multivariate juga memberikan kesimpulan bahwa secara multivariate berdistribusi normal.
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
F. UJI KORELASI Correlations KSB KSB
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
TIM
CR
IP
1 62 .573** .000 62 .545** .000 62 .580** .000 62
TIM .573** .000 62 1 62 .593** .000 62 .582** .000 62
CR .545** .000 62 .593** .000 62 1 62 .543** .000 62
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
IP .580** .000 62 .582** .000 62 .543** .000 62 1 62
G. UJI REGRESI
Model Summary Model 1 .664(a)
R R Square
.441
Adjusted R Square
.412
Std. Error of the Estimate Change Statistics
7.15899 R Square Change
.441
F Change
15.223
df1
3
df2
58
Sig. F Change
.000
a Predictors: (Constant), IP, KSB, TIM
Diperoleh Koefisien Korelasi Multipelregresi : R = 0,441 ANOVA(b)
Model 1
Regression
Sum of Squares 2340.529
Residual
2972.568
Total
5313.097 a Predictors: (Constant), IP, KSB, TIM b Dependent Variable: CR
df 3
Mean Square 780.176
58
51.251
F 15.223
Sig. .000(a)
61
Berdasarkan uji hipotesis secara simultan F = 15,223 dengan peluang kesalahan : p-value (Sig) = 0.05, F = 15,223 > F tabel = 2,533583 (pada α = 0,05 dan db1 = 4 ; db2 = 57) atau p-value = 0.000 < α = 0,05 : signifikan, Ho ditolak : Jadi Iklim Psikologi, Knowledge Sharing Barrier dan Trust in Manager berpengaruh secara simultan terhadap Change Readiness pada taraf kesalahan 5%.
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
Coefficientsa
Model 1
(Constant) KSB TIM IP
Unstandardized Coefficients B Std. Error 22.439 6.904 .272 .154 1.372 .526 .343 .207
Standardized Coefficients Beta .227 .337 .216
t 3.250 1.759 2.609 1.658
Sig. .002 .084 .012 .103
Zero-order .545 .593 .543
Correlations Partial .225 .324 .213
Part .173 .256 .163
a. Dependent Variable: CR
Sedangkan secara parsial t (X1) = 2,169 dengan peluang kesalahan : p-value (Sig) = 0.025, t (X2) = 1,759 < t tabel = 2,002465 (pada α = 0,05 : signifikan) Ho diterima : Jadi Knowledge Sharing Barrier tidak berpengaruh secara parsial terhadap Change Readiness pada taraf kesalahan 5%. Sedangkan secara parsial t (X2) = 2,080 dengan peluang kesalahan : p-value (Sig) = 0.055, t (X2) = 2,609 > t tabel = 2,002465 (pada α = 0,05 : signifikan) Ho ditolak : Jadi Trust in Manager berpengaruh secara parsial terhadap Change Readiness pada taraf kesalahan 5%. Sedangkan secara parsial t (X4) = 1,614 dengan peluang kesalahan : p-value (Sig) = 0.129, t (X4) = 1,658 < t tabel = 2,002465 (pada α = 0,05 : signifikan) Ho tidak ditolak : Jadi Iklim Psikologi tidak berpengaruh secara parsial terhadap Change Readiness pada taraf kesalahan 5%. Y = 22,439 + 0 X1 + 1.372 X2 + 0 X3 Y = 22,439 + 1.372 X2 Knowledge Sharing Barrier (X1), Trust in Manager (X2) dan Iklim Psikologi (X3) terhadap Change Readiness (Y)
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
Lampiran 9
KUISIONER
MAGISTER PSIKOLOGI TERAPAN HUMAN CAPITAL & KNOWLEDGE MANAGEMENT FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS INDONESIA 2012
PENELITI Agnes Irwanti
(1006742081)
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
Responden Yang Terhormat
Saya adalah mahasiswa Magister Terapan, peminatan Human Capital & Knowledge Management, Universitas Indonesia. Pada kesempatan ini, saya ingin meminta bantuan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner yang telah disusun. Dalam kuesioner ini terdapat 62 pernyataan dengan pilihan jawaban. Bapak/Ibu diminta untuk membaca dengan teliti setiap pernyataan dan memilih jawaban yang sesuai dengan kondisi Anda. Jawaban yang Bapak/Ibu berikan tidak bersifat benar atau salah, sehingga setiap individu dapat memiliki jawaban yang berbeda. Setelah Bapak/Ibu selesai menjawab seluruh pernyataan yang ada, mohon untuk mengecek kembali jangan sampai ada pernyataan yang terlewat. Selain itu, Bapak/Ibu diminta untuk mengisi identitas diri yang tertera dalam kuesioner ini. Semua data identitas dan jawaban yang Bapak/Ibu berikan hanya untuk kepentingan studi dan akan kami jamin kerahasiaannya. Demikian, atas bantuan dan partisipasi Bapak/Ibu, saya ucapkan terima kasih.
Agnes Irwanti
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
IDENTITAS DIRI Departemen/ Divisi
:
..........................................................................
Posisi/Jabatan
:
..........................................................................
Lama kerja
: ..........................................................................
Usia
:
..........................................................................
Jenis kelamin
:
..........................................................................
Pendidikan
:
..........................................................................
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
PETUNJUK Di bawah ini, Anda akan mendapatkan 62 pernyataan berupa pandangan Anda terhadap diri Anda terkait dengan tempat kerja saat ini. Tugas Anda adalah memberikan tanda chek list (9) berdasarkan tingkat kesesuaian pernyataan dengan kondisi yang sebenarnya, berdasarkan skala sebagai berikut atau sesuai dengan petunjuk berikutnya. 1
2
3
4
5
Sangat tidak setuju
Sangat setuju
Contoh : NO
PERNYATAAN
1
1.
Saya sudah paham mengenai tujuan utama perusahaan
2
3
4
5
9
Hal tersebut menunjukkan bahwa pernyataan di atas menggambarkan kondisi Anda yang sebenarnya di perusahaan tempat Anda bekerja.
Selamat Mengerjakan !
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
NO
PERNYATAAN 1. KNOWLEDGE SHARING BARRIER
1 2 3 4 5
1
Berbagi pengetahuan penting dilakukan terhadap rekan kerja di Departemen yang sama, tapi tidak untuk rekan kerja dari Departemen yang berbeda.
2
Saya merasa tersinggung apabila rekan kerja saya mengkritik hasil kerja saya.
3
Saya bersedia berbagi pengetahuan dengan rekan kerja yang memiliki pengalaman kerja yang lebih atau kurang dari saya.
4
Frekuensi pertemuan untuk berbagi pengetahuan di tempat kerja kurang banyak.
5
Jika saya berbagi ide dengan orang lain, saya khawatir orang tersebut akan mencuri ide tersebut dan mengklaim ide tersebut sebagai idenya sendiri.
6
Jika saya tidak yakin akan keakuratan atau kredibilitas suatu sumber pengetahuan, saya tidak akan membaginya dengan orang lain.
7
Setiap pengetahuan yang akan saya bagi kepada rekan kerja selalu sejalan dengan tujuan perusahaan.
8
Atasan saya menghargai adanya insiatif berbagi informasi yang dilakukan oleh para karyawan.
9
Atasan saya jarang mengadakan sosialisasi terhadap nilai‐nilai penting yang dianut perusahaan.
Jalur komunikasi yang dapat digunakan untuk berbagi 10 informasi lintas jabatan atau lintas departemen di perusahaan saya sangat terbatas. 11
Manajemen memberikan insentif kepada karyawan yang membagi pengetahuannya demi kemajuan perusahaan.
Tingkat persaingan antar rekan kerja di perusahaan saya tinggi 12 sehingga karyawan merasa segan berbagi pengetahuannya dengan yang lain. Kesediaan saya berbagi pengetahuan keahlian spesifik yang 13 saya miliki, merupakan pertimbangan utama untuk mendapatkan posisi / jabatan dalam perusahaan.
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
NO
PERNYATAAN
1 2 3 4 5
Kesediaan saya untuk membagi pengetahuan dengan rekan kerja akan meningkatkan kinerja organisasi.
Membagi pengetahuan kepada anak buah saya sama pentingnya dengan membagi pengetahuan tersebut dengan 15 rekan kerja lainnya tanpa memperhatikan status dan jabatannya.
14
16 17 18 19 20
Saya malu jika kelemahan/kekuragan dalam bekerja diketahui orang lain. Saya hanya bersedia menerima pengetahuan yang disampaikan oleh orang yang lebih berpengalaman dari saya. Waktu yang ada untuk berbagi pengetahuan dengan rekan kerja, saya rasakan kurang. Saya merasa ada hambatan dalam diri saya untuk berbagi pengetahuan dengan rekan yang lain. Saya merasa bangga bila ide saya direalisasikan walaupun dikemukakan oleh orang lain.
21
Saya sering meragukan apakah pengetahuan yang diberikan oleh rekan saya itu memang akurat dan dapat dipercaya.
22
Perbedaan bahasa dapat menghambat saya untuk berbagi pengetahuan dengan orang lain.
23
Manajemen hanya mau menerima ide yang sesuai dengan jalan pikiran mereka.
Perusahaan saya menyediakan media komunikasi yang efektif (misalnya: forum diskusi, newsletter, dsb) sehingga setiap 24 karyawan dapat berbagi pengetahuan dengan karyawan lainnya. 25
Dalam beberapa tahun terakir, program kerja perusahaan relatif sama tanpa ada perubahan yang significant.
Kegiatan berbagi pengetahuan di perusahaan saya pada 26 umumnya dilakukan secara lisan, belum didukung oleh perangkat teknologi yang memadai. Kesibukan saya dalam bekerja, membuat saya tidak 27 mempunyai cukup waktu untuk berbagi pengetahuan dengan rekan yang lain. Saya merasa segan untuk berbagi pengetahuan dengan rekan 28 kerja yang posisinya lebih tinggi dari saya.
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
NO
PERNYATAAN Kebanyakan karyawan di perusahaan saya, menggunakan 29 perangkat Teknologi Informasi yang tersedia dalam berbagi pengetahuan dengan yang lain. 2. TRUST IN MANAGER 30
Atasan saya tidak pernah memanfaatkan bawahannya untuk kepentingan dirinya.
Saya percaya akan kemampuan atasan saya dan selalu siap untuk membantunya. Saya percaya terhadap kejujuran dan tanggungjawab atasan 32 saya. 31
33
Saya yakin atasan saya akan selalu memperlakukan saya dengan adil dan bertanggung jawab.
1 2 3 4 5
3. CHANGE READINESS Menurut saya migrasi penyiaran digital tidak perlu dilakukan 34 karena menyulitkan dan membuat karyawan harus belajar hal‐hal yang baru. (neg). 35
Tanpa migrasi ke penyiaran digital perusahaan ini tidak akan mampu bersaing.
36 Saya kurang suka mempelajari hal‐hal yang baru.
37
Dukungan teknologi di perusahaan ini sudah ketinggalan jaman bila dibandingkan dengan perusahaan sejenis.
38
Perubahan tidak perlu dilakukan karena proses kerja dan peraturan yang ada sudah berjalan dengan baik.
39
Perubahan perlu dilakukan karena kualitas produksi yang dihasilkan tidak sebaik perusahaan sejenis.
40
Perusahaan ini mampu bersaing dengan kondisi diluar, sehingga menurut saya perubahan tidak perlu dilakukan. (neg)
Persaingan dengan perusahaan yang sejenis semakin berat, sehingga perubahan perlu segera dilakukan. Pengetahuan dan ketrampilan para karyawan sudah tidak 42 mendukung untuk mengatasi situasi persaingan bisnis yang ketat. 41
43
Karyawan perusahaan ini memiliki kemauan yang besar untuk melakukan perubahan.
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
NO
PERNYATAAN Para karyawan di perusahaan ini mampu mengatasi 44 tantangan‐tantanga baru yang dihadapi agar mampu bersaing dengan perusahaan sejenis. Perusahaan melakukan pengembangan SDM yang mendukung 45 karyawan menghadapi tuntutan bisnis. Saya mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan 46 perubahan yang terjadi di perusahaan. Perusahaan memberikan dukungan faagar karyawan dapat 47 menyesuaikan diri dengan perubahan. Saya percaya bahwa perubahan ini sesuai dengan nilai‐nilai 48 yang berlaku dalam organisasi Saya percaya bahwa perubahan yang dilakukan perusahaan 49 ini merupakan strategi yang tepat menuju perbaikan. Perubahan ini membuat perusahaan akan menjadi lebih siap 50 menghadapi tuntutan bisnis dimasa mendatang. Saya yakin bahwa perubahan ini akan bermanfaat dan 51 meningkatkan daya saing perusahaan. Saya merasa pimpinan perusahaan tidak memberikan arahan 52 yang jelas mengenai tujuan perubahan ini. 4. Iklim Psikologis A. Supportive Management Atasan saya memberikan banyak kelonggaran pada saya 53 untuk menyelesaikan tugas. Atasan saya mendukung gagasan dan cara saya 54 menyelesaikan pekerjaan. Atasan saya memberikan kebebasan kepada saya untuk 55 melakukan pekerjaan dengan cara yang saya anggap sesuai/tepat. Saya percaya bahwa atasan saya akan mendukung keputusan 56 yang saya buat di lapangan. B. Role Clarity
1 2 3 4 5
57
Manajemen telah membuat dengan jelas tata cara untuk melakukan atau menyelesaikan pekerjaan saya.
58
Besarnya tanggung jawab pada pekerjaan saya telah diuraikan dengan jelas.
59
Norma unjuk kerja (performance) di bagian saya dimengerti dan dikomunikasikan dengan baik.
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
NO C. Freedom to Act 60
PERNYATAAN
1 2 3 4 5
Pada saat bekerja, saya merasa bebas untuk menjadi diri saya sendiri.
Saya dapat mengemukakan semua perasaan saya secara terbuka tanpa merasa terancam. 62 Pekerjaan saya sangat menantang. 61
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
LA AMPIRAN 10 AL VIRTUAL TEAM WORK CONTOH DISAIN PORTA
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.
Meningkatkan rasa..., Agnes Irwanti, FPsi UI, 2012.