UNIVERSITAS INDONESIA
PENGARUH PENERAPAN QUALITY CIRCLE OLEH PERAWAT CLINICAL CARE MANAGER TERHADAP KEMAMPUAN SUPERVISI KLINIK DI RUMAH SAKIT PGI CIKINI JAKARTA
TESIS
CATHARINA DWIANA WIJAYANTI NPM 1006748476
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI MAGISTER DEPOK JULI 2012
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGARUH PENERAPAN QUALITY CIRCLE OLEH PERAWAT CLINICAL CARE MANAGER TERHADAP KEMAMPUAN SUPERVISI KLINIK DI RUMAH SAKIT PGI CIKINI JAKARTA
Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan
Oleh Catharina Dwiana Wijayanti 1006748476 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PASCASARJANA KEKHUSUSAN KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN KEPERAWATAN DEPOK JULI 2012
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan kasihNya sehingga saya dapat menyelesaikan tesis dengan judul: “Pengaruh penerapan quality circle oleh perawat clinical care manager terhadap kemampuan supervisi klinik di rumah sakit PGI Cikini Jakarta”. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan pada program Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, saya mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu saya menyampaikan terima kasih khususnya kepada yang terhormat: (1) Dewi Irawaty, MA. PhD. selaku Dekan Fakultas Ilmu keperawatan Universitas Indonesia. (2) Astuti Yuni Nursasi, SKp, MN. selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. (3) Hanny Handiyani, SKp. M.Kep. selaku pembimbing I yang dengan sabar, pengertian dan tulus memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis. (4) Kuntarti, M.Biomed. selaku pembimbing II yang dengan sabar, pengertian dan tulus memberikan arahan serta kesediaannya untuk membimbing.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
(5) Asnet Leo Bunga, SKP. M.Kes. selaku Ketua STIK Sint Carolus beserta jajaran yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk melanjutkan studi Program Pascasarjana di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. (6) Teman-temanku di STIK Sint. Carolus yang selalu mendukung, memberikan waktu dan semangat kepada penulis. (7) Teman-temanku seperjuangan angkatan 2010 Manajemen yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis. (8) Suami dan dua gadisku tercinta terima kasih atas cinta, dukungan, semangat, kesempatan dan doa yang selalu menyertai selama proses studi dan penyusunan tesis. (9) Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini nantinya dapat bermanfaat bagi masyarakat keperawatan. Penulis dengan terbuka menerima saran dan kritik membangun guna perbaikan dan penyempurnaan tesis ini.
Depok, Juli 2012
Penulis
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
ABSTRAK Catharina Dwiana Wijayanti PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA
Pengaruh Penerapan Quality circle oleh Perawat Clinical Care Manager Terhadap Kemampuan Supervisi Klinik di Rumah Sakit PGI Cikini. Pelaksanaan supervisi klinik yang adekuat meningkatkan pelayanan keperawatan optimal, identik dengan proses penyelesaian masalah. Desain penelitian quasi eksperimen pre-post with control group. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi pengaruh penerapan quality circle oleh perawat clinical care manager terhadap kemampuan melakukan supervisi klinik. Sampel penelitian diperoleh secara purposive sampling terdiri dari 105 perawat pelaksana dan 14 perawat clinical care manager. Instrumen penelitian berjumlah 42 pernyataan yang dikembangkan dari Manchester Clinical Supervision Scale. Penerapan quality circle berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan kemampuan supervisi klinik pada aspek pengembangan profesional, aspek peningkatan keterampilan klinik, aspek alokasi waktu untuk refleksi, dan aspek kualitas hubungan interpersonal supervisorsupervisee (p=0,000, p=0,004, p=0,007, p=0,017; α=0,05). Pelaksanaan quality circle secara konsisten berpeluang meningkatkan kemampuan supervisi klinik dan kualitas pelayanan keperawatan. Keberlangsungan quality circle memerlukan dukungan dari institusi pelayanan keperawatan dan perlunya standar pelaksanaan supervisi klinik sesuai kompetensi dan tingkat usia perawat pelaksana. Kata kunci: Pelayanan keperawatan, penyelesaian masalah, quality circle, supervisi klinik. Daftar pustaka 67 (1986-2012)
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
ABSTRACT
Catharina Dwiana Wijayanti
Effect of Implementation Quality Circle by Clinical Care Manager Nurse to The Ability of Clinical Supervision at PGI Cikini Hospital. Implementation of adequate clinical supervision will enhancing the nurse services, is identical to the problem solving process. The research design was quasi experimental pre-post with control group, the aim of this study was to identify the effect of quality circle implementation by clinical care manager nurse to enhance the ability of clinical supervision. Samples obtained by purposive sampling consist of 105 nurses and 14 clinical care manager nurses. Instrument amounted 42 statements were developed from Manchester Clinical Supervision Scale. The application of quality circle increased significantly the ability of clinical supervision on professional development aspect, clinical skill improvement aspect, time allocation for reflection aspect, and interpersonal relationship quality aspect (p=0,000, p=0,004, p=0,007, p=0,017, α=0,05). Consistent implementation of quality circle potentially increasing the ability of clinical supervision and the quality of nursing services. Sustainability of clinical supervision requires the support of nursing care institution and standards procedure of clinical supervision is needed appropriate to the level of competency and age of the nurse. Keyword: Problem solving, nursing services, quality circle, clinical supervision. Bibliography 67 (1986 – 2012)
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………… PERNYATAAN ORISINALITAS………………………………………. LEMBAR PERSETUJUAN……………………………………………… PERNYATAAN PENGESAHAN……………………………………….. PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI………………………… KATA PENGANTAR……………………………………………………. ABSTRAK………………………………………………………………… ABSTRAC………………………………………………………………… DAFTAR ISI……………………………………………………………… DAFTAR TABEL………………………………………………………… DAFTAR SKEMA……………………………………………………….. DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………… DAFTAR GAMBAR………………………………………………………
i ii iii iv v vi viii ix x xii xiii xiv xv
1.
PENDAHULUAN……………………………………………………. 1.1 Latar belakang……………………………………………………. 1.2 Perumusan Masalah……………………………………………… 1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………… 1.4 Manfaat Penelitian……………………………………………….
1 1 6 8 8
2
TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………….. 2.1 Supervsi Klinik…………………………………………………… 2.2 Quality Circle……………………………………………………. 2.3 Perawat Clinical Care Manager………………………………….
10 10 21 28
3
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL…………………………………………………….. 3.1 Kerangka Konsep………………………………………………… 3.2 Hipotesa…………………………………………………………... 3.3 Definisi Operasional………………………………………………
32 32 35 37
METODE PENELITIAN……………………………………………. 4.1 Rancangan Penelitian…………………………………………….. 4.2 Populasi dan Sampel……………………………………………... 4.3 Tempat Penelitian………………………………………………… 4.4 Waktu Penelitian…………………………………………………. 4.4 Etika Penelitian………………………………………………….. 4.5 Alat Pengumpulan Data…………………………………………. 4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas……………………………………. 4.7 Prosedur Pengumpulan Data…………………………………….
41 41 43 46 47 47 48 50 51
4
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
4.8 Pengolahan dan Analisa Data……………………………………
54
5
HASIL PENELITIAN……………………………………………… 5.1 Gambaran proses pelatihan quality circle………………………. 5.2 Analisis Univariat : Karakteristik responden……………………. 5.3 Analisis Bivariat………………………………………………….
58 59 59 65
6
PEMBAHASAN……………………………………………………. 6.1 Interpretasi dan Diskusi Hasil…………………………………… 6.2 Keterbatasan Penelitian………………………………………….. 6.3 Implikasi Hasil Penelitian………………………………………..
78 78 94 95
7
KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………. 7.1 Kesimpulan……………………………………………………… 7.2 Saran…………………………………………………………….
99 99 100
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
102
DAFTAR TABEL
Tabel 3.3
Definisi operasional variabel penelitian……………………………
Tabel 4.2
Populasi dan jumlah sampel penelitian…………………………….. 46
Tabel 4.3
Kisi-kisi instrumen penelitian………………………………………
50
Tabel 4.4
Uji statistik………………………………………………………….
57
Tabel 5.1
Distribusi frekuensi karakteristik responden perawat pelaksana
37
menurut kelompok…………………………………………………..
60
Tabel 5.2
Karakteristik responden perawat CCM menurut kelompok………...
61
Tabel 5.3
Distribusi kemampuan melakukan supervisi klinik sebelum penerapan quality circle berdasarkan persepsi perawat CCM……… 62
Tabel 5.4
Distribusi kemampuan perawat CCM melakukan supervisi klinik berdasarkan persepsi perawat pelaksana sebelum penerapan quality circle menurut kelompok……………………………………………
Tabel 5.5
64
Analisis kesetaraan karakteristik responden dan aspek kemampuan supervisi klinik sebelum penerapan quality circle pada kelompok intervensi dan kelompok non-intervensi……………………………
Tabel 5.6
Hasil analisis perbedaan kemampuan supervisi klinik sebelum dan sesudah penerapan quality circle pada kelompok intervensi………
Tabel 5.7
68
Hasil analisis perbedaan kemampuan supervisi klinik pada kelompok non-intervensi……………………………………………
Tabel 5.8
66
70
Hasil analisis perbedaan kemampuan supervisi klinik setelah penerapan quality circle pada kelompok intervensi dan nonintervensi……………………………………………………………. 72
Tabel 5.9
Hasil analisis perbedaan proporsi sebelum dan setelah penerapan quality circle pada kelompok intervensi dan non-intervensi……….. 74
Tabel 5.10 Analisis hubungan karakteristik responden terhadap seluruh aspek supervisi klinik pada kelompok intervensi dan non-intevensi……… 76
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
DAFTAR SKEMA
Skema 2.1
Kerangka teori………………………………………………30
Skema 3.1
Kerangka konsep, hipotesis dan definisi operasional……….34
Skema 4.1
Bentuk rancangan penelitian………………………………..42
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 2
Kuesioner Persepsi Perawat Pelaksanan terhadap Pelaksanaan Supervisi Klinik.
Lampiran 3
Jadwal pelaksanaan Penelitian Tahun 2012
Lampiran 4
Prosedur Pelaksanaan Quality Circle
Lampiran 5
Lembar Observasi Penerapan Metode Quality Circle
Lampiran 6
Diagram Alir Proses Pelatihan Quality Circle
Lampiran 7
Uraian Kegiatan Pelatihan Quality Circle
Lampiran 8
Modul Pelaksanaan Quality Circle
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Struktur organisasi quality circle…………………………..
24
Gambar 2.2
Proses tahapan pelaksanaan quality circle…………………
27
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perawat memberikan pelayanan keperawatan berdasarkan standar yang ditetapkan untuk menjamin hak dan keselamatan pasien. UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009 pasal 13 menyatakan bahwa setiap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan rumah sakit, standar operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien. Pelaksanaan standar pelayanan keperawatan yang optimal akan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit.
Mutu pelayanan keperawatan akan optimal apabila perawat diberi kesempatan mengembangkan profesionalisme dan merefleksikan praktik keperawatan yang sudah dilaksanakan sebagai upaya evaluasi untuk perbaikan. Butterworth, et al (2008) menyatakan bahwa tenaga kerja yang mendapatkan dukungan dan diberi waktu untuk refleksi dan berkembang, akan memberikan kontribusi secara signifikan terhadap kesejahteraan dan keselamatan pasien. Profesionalisme perawat dilihat dari kemampuan pengetahuan, keterampilan, dan sikap profesional yang harus dikuasai oleh setiap individu perawat.
Perkembangan profesionalisme dan personal perawat menjadi salah satu dari beberapa indikator efektivitas pelaksanaan supervisi klinik. Supervisi klinik berfungsi mengevaluasi dan meningkatkan kemampuan klinik staf keperawatan (Turner & Hill, 2011). Peningkatan kemampuan personal dan profesional perawat mendukung peningkatan efisiensi dan efektivitas pelayanan keperawatan.
Efektivitas dan efisiensi kerja staf keperawatan menjamin pelaksanaan pelayanan keperawatan yang bermutu. Efektivitas dan efisiensi kerja erat hubungannya
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta meminimalkan kesalahan yang dilakukan oleh bawahan (Suarli, 2010). Peningkatan pengetahuan dan keterampilan staf serta berkurangnya kesalahan yang dilakukan menjadi tujuan pelaksanaan supervisi klinik.
Pelaksanaan supervisi klinik merupakan upaya memonitor, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan pola pemberian pelayanan keperawatan sesuai standar pelayanan dan profesionalisme kepada staf keperawatan. Pelayanan keperawatan sesuai standar dapat ditingkatkan bila perawat supervisor melaksanakan koordinasi dan integrasi seluruh sumber daya melalui fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan untuk mencapai tujuan institusi yang ditetapkan (Huber, 2006). Proses manajemen mengarahkan sumber daya manusia melalui proses interaktif dan dinamik, dalam mencapai tujuan pelayanan keperawatan yang ditetapkan.
Tujuan pelayanan keperawatan yang bermutu dapat dicapai dengan pelaksanaan seluruh tahapan fungsi manajemen dengan baik. Supervisi klinik yang merupakan salah satu bagian dari fungsi pengarahan dilaksanakan oleh supervisor klinik untuk
meningkatkan
efisiensi
dan
efektivitas
kerja
staf.
Peningkatan
keterampilan, produktivitas kerja dan motivasi staf merupakan salah satu tujuan dari fungsi pengarahan pada proses manajemen. Fungsi pengarahan merupakan suatu proses memotivasi, mengarahkan, dan memimpin orang lain melalui proses kerja untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (Huber, 2006). Supervisor klinik merupakan individu yang berhubungan langsung dengan staf dalam pemberian pelayanan keperawatan kepada pasien.
Supervisor klinik sebagai individu yang berhubungan langsung dengan staf dalam permberian pelayanan keperawatan harus memiliki pengetahuan dan pemahaman terhadap staf. Pengetahuan dan pemahaman terhadap staf diperlukan supervisor klinik sebagai upaya memotivasi dan memimpin staf dari hari ke hari untuk mencapai tujuan pelayanan keperawatan yang ditetapkan institusi maupun tujuan individu staf. Supervisor klinik bekerja di antara manajemen dan staf yang secara
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
langsung memberikan pelayanan kesehatan dan peran tersebut sangat dinamis (Strasser, 2010). Pelaksanaan peran sebagai supervisor klinik yang optimal akan meningkatkan efektifitas pelaksanaan supervisi klinik.
Supervisi klinik yang efektif
harus mampu menjaga keseimbangan antara
pengawasan, evaluasi terhadap pelayanan, dan dukungan yang diberikan untuk memotivasi staf dalam pelaksanaan keperawatan. Hasil penelitian Koivu, Hyrkas, dan Saarinen (2006) menunjukkan bahwa staf keperawatan yang mendapatkan saran dan dukungan secara efektif dari supervisor klinik mengalami kepuasan kerja sebanyak 1,8 kali lebih besar dibandingkan yang tidak mendapatkan.
Pencapaian kepuasan kerja staf membuat produktivitas dan efektifitas kerja staf meningkat. Hasil penelitian Tsui (2005) menunujukkan bahwa supervisi klinik diidentifikasi menjadi faktor yang paling penting dalam mencapai kepuasan kerja dan kualitas pelayanan kepada pasien. Perawat supervisor klinik sebagai pelaksana supervisi klinik harus memiliki pengetahuan tentang jenis pekerjaan yang akan disupervisi, uraian tugas dan tanggung jawab, dan teknik pelaksanaan supervisi. Supervisor klinik dalam pelaksanaan perannya membutuhkan kemampuan kepemimpinan yang efektif dan keinginan yang kuat untuk meningkatkan keterampilan manajerial, pemahaman terhadap orang lain, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan.
Peran supervisor klinik dalam model praktik keperawatan profesional (MPKP) dilakukan oleh perawat clinical care manager (CCM) dengan kemampuan Ners Spesialis (Sitorus, 2006). Kemampuan Ners Spesialis akan lebih banyak memikirkan peningkatan mutu asuhan keperawatan dengan melakukan penelitianpenelitian sehingga tercipta praktik keperawatan berdasarkan pembuktian (Sitorus, 2006). Pelaksanaan praktik asuhan keperawatan yang berdasarkan pembuktian merupakan praktik yang terbaik dalam pembuatan keputusan mengenai pelayanan pasien dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah (Miller & Stoeckel, 2011).
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Penguasaan
tahapan
penyelesaian
masalah
berdasarkan
pengetahuan,
keterampilan, dan sikap mutlak diperlukan oleh perawat CCM sebagai supervisor klinik. Teknik pokok supervisi pada dasarnya identik dengan teknik penyelesaian masalah (Suarli & Bahtiar, 2010). Keterampilan pemecahan masalah oleh perawat CCM diperlukan untuk pengambilan keputusan untuk mengatasi masalah yang terjadi dalam pemberian pelayanan keperawatan pada situasi rutin atau sistematik. Masalah merupakan situasi saat individu tidak memiliki kesiapan respons menghadapinya (Gillies, 1994).
Penyelesaian masalah merupakan suatu keterampilan yang dapat dipelajari. Penyelesaian masalah yang efektif berasal dari kombinasi antara ide dan keterampilan (Gillies, 1994). Penguasaan keterampilan penyelesaian masalah diperdalam dengan mempraktikkan, memiliki kemauan, dan pemahaman (Strasser, 2010). Penguasaan keterampilan penyelesaian masalah secara efektif akan membantu perawat CCM untuk membuat keputusan dalam upaya peningkatan efektivitas pelaksanaan supervisi klinik dan memberikan pengaruh bagi perawat pelaksana untuk menggunakan kemampuan yang sama. Sebagian besar staf belajar dan terbentuk berdasarkan pengalaman dengan mengobservasi superior (Strasser, 2010).
Pelaksanaan metode quality circle dapat menjadi alternatif bagi kelompok perawat CCM dalam penyelesaian masalah pelaksanaan supervisi klinik. Metode quality circle merupakan suatu metode penyelesaian masalah di lingkungan kerja secara berkelompok. Anggota kelompok bekerja dalam area yang sama dan tidak dalam
keterpaksaan
bertemu
secara
berkala
serta
memiliki
tujuan
mengidentifikasi, mengkaji, dan menyelesaikan masalah di area kerja (Rowland & Rowland, 1997). Anggota kelompok quality circle akan berkontribusi dalam penyelesaian masalah dan secara tidak langsung hal ini akan meningkatkan kemampuan individu untuk menguasai tahapan penyelesaian masalah dan peningkatan kualitas kerja.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Pelaksanaan metode quality circle melalui tahapan penyelesaian masalah bertujuan untuk meningkatkan produktivitas kerja dan mutu pelayanan keperawatan. Keterlibatan anggota kelompok dalam pemberian ide dan pelaksanaan strategi penyelesaian masalah secara tidak langsung akan meningkatkan motivasi dan produktivitas kerja. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mbovane (2007) bahwa pelaksanaan quality circle dapat meningkatkan kemampuan staf dalam penyelesaian masalah dalam praktik keperawatan, sehingga meningkatkan kualitas standar pelayanan pasien, membangun kerjasama tim, serta mempertahankan standar pelayanan keperawatan. Hasil penelitian Lee, Yang, & Chen (2000) menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna pada kelompok yang menjalani quality circle dibandingkan pada kelompok kontrol dalam hal kepuasan kerja (p=0,001).
Data praktik residensi manajemen keperawatan pada bulan November 2011 di Rumah Sakit PGI Cikini didapatkan bahwa supervisi klinik direncanakan dan dilaksanakan oleh kepala ruang dan perawat CCM. Struktur ketenagaan ruang keperawatan di RS PGI CIkini posisi perawat CCM berada di bawah kepala ruang dengan garis komando langsung untuk bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan pasien. Peran perawat CCM masih dilaksanakan oleh perawat dengan tingkat pendidikan DIII keperawatan. Sebanyak 45% perawat CCM memiliki pengalaman menjadi perawat CCM kurang dari 3 bulan.
Hasil kuesioner pelaksanaan supervisi didapatkan data, 72% perawat kepala ruang dan perawat CCM menyatakan bahwa pelaksanaan supervisi tidak teratur. Hasil wawancara dengan 11 perawat CCM RS PGI Cikini pada bulan November 2011 menyatakan bahwa mereka mengalami kesulitan dalam pelaksanaan supervisi klinik staf keperawatan yang memiliki pengalaman kerja bervariasi. Data sumber daya manusia keperawatan dari bidang keperawatan RS PGI Cikini februari 2012 sebanyak 8,7% perawat memiliki pengalaman kerja 0-5 tahun, 16 % memiliki pengalaman kerja 5-15 tahun, sedangkan 75% memiliki pengalaman kerja diatas 15 tahun. Sasaran pelaksanaan supervisi klinik oleh perawat CCM lebih diutamakan pada monitoring pemberian asuhan keperawatan pada staf baru yang
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
memiliki pengalaman kerja kurang dari 1 tahun, memberikan penilaian kinerja staf baru, dan mengevaluasi kelengkapan dokumentasi keperawatan.
Data tentang persepsi perawat ketua tim terhadap pelaksanaan supervisi klinik oleh perawat CCM yang didapatkan saat praktik residensi menunjukkan hasil seperti tersebut dibawah ini: (1) aspek kualitas hubungan, sebanyak 50% perawat ketua tim menyatakan bahwa perawat CCM kurang memberikan pujian atas keberhasilan dalam melaksanakan tugas dan sebanyak 57,7 % perawat ketua tim menyatakan perawat CCM kurang memberikan motivasi dalam melaksanakan tugas. (2) Aspek alokasi waktu, sebanyak 53,8% perawat ketua tim menyatakan perawat CCM melibatkan perawat primer
dalam perencanaan kegiatan dan
sebanyak 38,5 % perawat ketua tim menyatakan perawat CCM terlibat dalam pembagian tugas perawat asosiate bersama dengan perawat primer. (3) Aspek pengembangan profesional, sebanyak 34,6% perawat ketua tim menyatakan bahwa CCM tidak pernah melaksanakan presentasi isu-isu keperawatan terbaru dan merancang pertemuan ilmiah kepada perawat primer. (4) Aspek peningkatan keterampilan, sebanyak 50% perawat ketua tim menyatakan bahwa perawat CCM selalu memberikan bimbingan kepada perawat primer (Wijayanti, 2011).
1.2
Rumusan Masalah Penelitian
Perawat memberikan pelayanan keperawatan sesuai standar pelayanan yang ditetapkan untuk menjamin hak dan keselamatan pasien. Pelaksanaan pelayanan keperawatan yang bermutu didukung oleh pelaksanaan supervisi klinik yang optimal. Supervisi klinik merupakan upaya pengawasan, evaluasi, dan pengembangan kemampuan personal dan profesional staf keperawatan dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan. Ketidakmampuan supervisor klinik dalam melaksanakan peran karena kurangnya pengetahuan tentang teknik supervisi, uraian tugas tanggung jawab, dan kurangnya pengalaman sebagai supervisor, menyebabkan kesulitan pelaksanaan supervisi klinik terhadap perawat pelaksana yang memiliki lama kerja, usia, dan tingkat pendidikan bervariasi. Supervisi klinik cenderung diberikan hanya kepada perawat baru dan frekuensi pelaksanaan
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
tidak teratur. Pelaksanaan supervisi klinik yang tidak adekuat berakibat pada penurunan efektivitas dan efisiensi kerja perawat pelaksana serta membahayakan keselamatan pasien. Teknik supervisi identik dengan teknik penyelesaian masalah. Keterampilan pemecahan masalah oleh perawat CCM diperlukan untuk pengambilan keputusan dalam mengatasi masalah yang terjadi dalam pemberian pelayanan keperawatan pada situasi rutin atau situasi sistematik.
Penerapan quality circle merupakan salah satu cara penyelesaian masalah dalam kelompok perawat CCM. Anggota kelompok akan berkontribusi dalam memberikan saran dan solusi penyelesaian masalah untuk di terapkan dalam mengatasi permasalahan dalam pelaksanaan supervisi klinik. Keikutsertaan dalam kelompok quality circle meningkatkan keterampilan perawat CCM untuk menyelesaikan masalah pelayanan keperawatan dan kemampuan melakukan supervisi klinik. Penelitian tentang penerapan quality circle dalam bidang kesehatan didapatkan hasil bahwa quality circle secara signifikan mampu menyelesaikan masalah dalam praktik keperawatan, meningkatkan produktivitas dan motivasi staf, meningkatkan kualitas standar pelayanan pasien, membangun kerjasama tim, serta mempertahankan standar pelayanan keperawatan. Akan tetapi publikasi penelitian tentang penerapan quality circle oleh perawat supervisor klinik memiliki pengaruh terhadap kemampuan supervisi klinik belum ditemukan. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh penerapan quality circle oleh perawat clinical care manager terhadap kemampuan melakukan supervisi klinik.
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh penerapan quality circle oleh perawat clinical care manager terhadap kemampuan melakukan supervisi klinik di rumah sakit PGI Cikini Jakarta.
1.3.2 Tujuan Khusus
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi: 1.3.2.1
Gambaran karakteristik usia, jenis kelamin, jenjang pendidikan, dan lama kerja perawat pelaksana sebagai responden.
1.3.2.2
Perbedaan kemampuan supervisi klinik sebelum dan sesudah penerapan quality circle oleh perawat clinical care manager pada kelompok intervensi.
1.3.2.3
Perbedaan kemampuan supervisi klinik sebelum dan sesudah pada kelompok non-intervensi tanpa penerapan quality circle.
1.3.2.4
Perbedaan kemampuan supervisi klinik sesudah penerapan quality circle pada kelompok intervensi dan kelompok non-intervensi.
1.3.2.5
Hubungan usia, jenjang pendidikan, jenis kelamin, dan lama kerja perawat
pelaksana
terhadap
aspek
pengembangan
profesional,
peningkatan keterampilan klinik, alokasi waktu untuk refleksi. dan hubungan antara supervisor-supervisee.
1.4
Manfaat Penelitian
Kontribusi hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1.4.1
Manfaat Aplikatif Hasil penelitian pengaruh quality circle terhadap kemampuan supervisi klinik ini dapat memberikan masukan positif dan informasi bagi rumah sakit sebagai salah satu cara dalam meningkatkan keterampilan perawat clinical care manager untuk menyelesaikan masalah supervisi klinik yang berkaitan dalam pemberian pelayanan keperawatan pada situasi rutin seperti asuhan keperawatan, ketenagaan atau situasi sistematik seperti kolaborasi dengan dokter ataupun departeman lainnya.
1.4.2 Manfaat Keilmuan Hasil penelitian mengenai penerapan quality circle ini dapat berkontribusi terhadap
perkembangan
khasanah
kepustakaan
khususnya
bidang
keperawatan. Metode quality circle yang merupakan upaya penyelesaian masalah secara berkelompok di lingkungan kerja, dapat diterapkan di
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
bidang keperawatan untuk mengatasi masalah pelaksanaan supervisi klinik dalam upaya meningkatkan keterampilan klinik dan pengembangan profesionlisme perawat pelaksana serta menjamin pememenuhan hak dan keselamatan pasien.
1.4.3 Manfaat Metodologi Hasil penelitian pengaruh quality circle ini dapat memperkaya khasanah penelitian keperawatan terutama penggunaan metode dan desain penelitian quasi eksperimen ataupun dikembangkan desain penelitian yang lainnya.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Supervisi Klinik 2.1.1 Pengertian Supervisi klinik Supervisi
secara
umum
merupakan
aktivitas
mengawasi,
memonitor,
mengevaluasi, dan mentoring dalam upaya meningkatkan keterampilan, mengembangkan potensi, dan pengetahuan staf. Gillies (1994) menyatakan bahwa supervisi merupakan upaya mengawasi pelaksanaan kerja, mengevaluasi, menyetujui serta mengkoreksi apabila ada kesalahan dalam pelaksanaan kerja staf. Swansburg (1999) mendefinisikan supervisi sebagai segala usaha untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas, yang dalam pelaksanaannya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu menghargai potensi tiap individu, mengembangkan potensi tiap individu, dan menerima tiap perbedaan.
2.1.2 Manfaat dan Tujuan Supervisi. Pelaksanaan supervisi yang optimal akan bermanfaat dalam peningkatan efektivitas dan efisiensi kerja. Peningkatan efektivitas dan efisisensi kerja menjamin pelaksanaan kegiatan optimal sehingga menghindari kesalahan karena dilaksanakan dengan benar dan tepat sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Peningkatan efektivitas kerja erat hubungannya dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan staf, serta makin terbinanya hubungan dan suasana kerja yang harmonis antara atasan dan bawahan (Suarli & Bahtiar, 2010). Peningkatan efisiensi kerja erat kaitannya dengan makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan bawahan, sehingga pemakaian sumber daya optimal (Suarli & Bahtiar, 2010).
Pelaksanaan tugas dan pekerjaan staf dengan hasil yang baik merupakan salah satu tujuan dalam pelaksanaan supervisi klinik. Bush (2005) menyatakan supervisi klinik mencegah kegagalan sistem pelayanan kesehatan. Supervisi klinik menjadi metode terbaik dalam mengarahkan pelayanan kesehatan optimal (Drisscoll, 2000 dalam Bush 2005). Pelaksanaan supervisi klinik yang optimal mencegah
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
terjadinya kejadian yang tidak diinginkan pada pasien, memelihara pelaksanaan kerja sesuai standar, dan meningkatkan keselamatan, serta meningkatkan perkembangan staf (Bush, 2005).
2.1.3 Peran Supervisor 2.1.3.1 Supervisor Sebagai Coach Supervisi merupakan bentuk pembekalan kepada staf sehingga selanjutnya staf dapat melaksanakan tugas pekerjaannya dengan baik. Supervisor bisa berperan sebagai pelatih bagi staf apabila bimbingan secara individu diperlukan untuk mengembangkan profesionalisme (Copeland, 2005). Teknik coaching efektif untuk mendukung dan mengkoreksi penampilan kerja sehari-hari dengan memberikan bimbingan kepada staf untuk meningkatkan kompetensi, komitmen, dan kepercayaan diri serta membantu staf membuat pilihan dan menghubungkan antara kondisi saat ini dengan masa depan (Marquis, 2012). Supervisor sebagai coach memberi bantuan kepada bawahan secara langsung sehingga dengan bantuan tersebut bawahan akan memiliki bekal yang cukup untuk dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan hasil yang baik (Suarli & Bahtiar, 2010).
2.1.3.2 Supervisor Sebagai Mentor Peningkatan keterampilan klinik perawat untuk mendukung pelaksanaan pelayanan keperawatan yang optimal diperlukan upaya mentoring dari supervisor klinik kepada perawat yang menjadi sasaran supervisi. Supervisi klinik merupakan proses interpersonal saat praktisi yang lebih terampil membantu yang kurang terampil atau kurang pengalaman untuk mencapai kemampuan profesional sesuai dengan peran (Bond and Holland, 2010 dalam Turner & Hill, 2011). Mentoring merupakan pengarahan untuk membangun staf yang kurang berpengalaman dalam keterampilan praktik klinik melalui pemberian dukungan dan bimbingan dari supervisor yang lebih berpengalaman (Skinner et al, 2005).
2.1.3.3 Supervisor Memberi Alokasi Waktu Untuk Refleksi
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Proses refleksi oleh staf perawat selama pelaksanaan supervisi klinik merupakan upaya mengidentifikasi dan menemukan kebutuhan untuk mengembangkan profesionalisme. Tujuan pelaksanaan supervisi klinik adalah untuk memperbaiki praktik keperawatan yang berfokus pada kebutuhan interaksi perawat-pasien (Ooijen 2000 dalam Brunero & Parbury 2005). Supervisi klinik merupakan suatu proses dukungan profesional dan pembelajaran saat perawat dibantu untuk meningkatkan kemampuan praktik melalui diskusi secara berkala dengan sejawat yang memiliki pengetahuan dan kemampuan lebih (Fowler, 1996).
2.1.3.4 Meningkatkan Kualitas Hubungan Supervisor-Supervisee Supervisi klinik merupakan suatu bentuk kolaborasi antara staf yang kurang berpengalaman dengan supervisor yang lebih berpengalaman sebagai upaya meningkatkan kualitas hubungan antara supervisor dengan staf. Meluangkan waktu dan memberikan kesempatan dalam konteks hubungan profesional dengan praktisi yang lebih berpengalaman sehingga mendapatkan kesempatan untuk merefleksikan
pelaksanaan
praktik
sebelumnya
sebagai
upaya
untuk
meningkatkan dan membangun lingkup praktik di masa datang (Open University, 1998 dalam Turner & Hill, 2011).
2.1.4 Teknik Supervisi. Pemberian pelayanan keperawatan yang berkualitas membutuhkan kontrol dari supervisor klinik agar sesuai dengan standar pelayanan keperawatan yang ditetapkan. Pelaksanaan supervisi memfasilitasi staf untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dapat mengikuti perkembangan dan perubahan. Supervisi akan membantu organisasi untuk menyesuaikan dengan perubahan melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan staf (Suarli & Bahtiar, 2010). Penerapan teknik supervisi yang tepat dalam pelaksanaan supervisi akan membantu mengatasi permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan. Teknik pokok supervisi pada dasarnya menggunakan pendekatan penyelesaian masalah (Suarli & Bahtiar, 2010). Teknik supervisi yang digunakan oleh supervisor untuk mengumpulkan data dalam penetapan masalah, penyebab
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
masalah, penetapan sasaran supervisi, dan pelaksanaan jalan keluar akan berkontribusi terhadap kualitas pelayanan keperawatan. Teknik supervisi yang dapat diterapkan antara lain adalah:
2.1.4.1 Pengamatan Langsung Teknik pengamatan langsung dilaksanakan untuk melihat hasil pekerjaan staf apakah sudah sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan. Pengamatan langsung sering menimbulkan kesan negatif, misalnya rasa takut dan tidak senang, atau kesan mengganggu kelancaran pekerjaan. Gillies (1994) menyatakan pengamatan langsung bisa dilaksanakan dengan cara bekerja bersama dengan staf yang di supervisi selama satu atau dua hari dan mengobservasi cara staf merawat pasien. Pengamatan langsung dilakukan secara edukatif dan suportif, bukan menunjukkan kekuasaan atau otoritas (Suarli & Bahtiar, 2010).
Supervisor klinik dapat meningkatkan efektivitas saran dan koreksi hasil kerja staf dengan cara yang edukatif dan suportif. Dukungan untuk perbaikan diperlukan untuk meningkatkan rasa percaya diri staf dan mencegah resistensi terhadap perubahan.
Koreksi dan instruksi diberikan secara individual untuk menjaga
kepercayaan pasien dan mencegah staf merasa direndahkan (Gillies, 1994)
2.1.4.2 Sasaran pengamatan Sasaran pengamatan ditentukan dengan jelas untuk melihat pengembangan profesionalisme sesuai dengan kompetensi yang diharapkan. Sasaran pengamatan hanya ditujukan pada sesuatu yang bersifat pokok dan strategis saja (Suarli & bahtiar 2010). Pengamatan dengan cara mengecek aktivitas tertentu secara regular dapat dilakukan untuk memelihara standar pelaksanaan prosedur (Gillies, 1994).
2.1.4.3 Obyektivitas pengamatan. Obyektivitas pengamatan dilaksanakan dengan menerapkan standar evaluasi untuk menilai penampilan kerja staf. Pengamatan langsung yang tidak
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
terstandardisasi dapat mengganggu obyektivitas (Suarli & bahtiar, 2010). Supervisi bertujuan untuk mengawasi, mengevaluasi, dan memperbaiki kinerja staf. Oleh karena itu diperlukan kriteria untuk menilai kualitas proses kerja dan hasil (Gillies, 1994).
2.1.4.4 Kerja Sama Supervisor dan staf yang disupervisi perlu bekerja sama dalam penyelesaian masalah. Berbagi pengetahuan memungkinkan supervisor untuk bekerja menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh staf yang disupervisi (Copeland, 2005). Kejelasan terhadap sasaran dari supervisi memerlukan hubungan kerjasama yang saling percaya sehingga memungkinkan proses penyelesaian masalah dengan kedekatan dan diskusi.
2.1.5 Efektivitas Supervisi Klinik Supervisi klinik merupakan suatu mekanisme suportif bagi perawat dalam pelaksanaan praktik profesional. Efektivitas supervisi klinik menjadi tolak ukur keberhasilan pelaksanaan supervisi klinik. Mengacu pada Manchester Clinical Supervision Scale (2011) kualitas dan efektivitas supervisi yang diberikan supervisor klinik ditentukan berdasarkan opini supervisee tentang dampak supervisi klinik pada area:
2.1.5.1 Perkembangan profesionalisme Perkembangan profesionalisme merupakan peningkatan kemampuan perawat pelaksana dalam otonomi untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya, peningkatan pengetahuan, kemampuan aktualisasi diri dan peningkatan rasa percaya diri saat menjalankan tugas. Otonomi merupakan kebebasan orang untuk bertindak (Swansburg, 1993). Supervisor klinik mendukung upaya peningkatan profesionalisme perawat untuk meningkatkan kontrol terhadap kemampuan untuk ingin bekerja keras, berpenampilan kerja optimal, belajar keterampilan baru, dan terlibat dalam pengambilan keputusan tentang kerja mereka (Swansburg, 1993)
2.1.5.2 Peningkatan keterampilan klinik
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Peningkatan keterampilan klinik meliputi peningkatan kemampuan perawat pelaksana untuk melaksanakan prosedur keperawatan sesuai standard dan kemampuan
melaksanakan
bertanggungjawab
untuk
prosedur
keamanan
memastikan
kerja.
bahwa staf
Supervisor
perawat
klinik
mendapatkan
kesempatan pembelajaran untuk pengembangan keterampilan klinik melalui sesi pelatihan di ruangan, memfasilitasi kesempatan untuk hadir dalam seminar atau workshop keperawatan, memberikan informasi tentang isu keperawatan yang baru, dukungan, dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan (Kozier, 2005). Teknik coaching dan mentoring dapat dilakukan untuk membantu
meningkatkan
keterampilan
klinik
staf
keperawatan
dengan
menyediakan waktu, dukungan, bimbingan, dan membantu dalam melakukan tugas (Kozier, 2005).
2.1.5.3 Waktu untuk refleksi Waktu untuk refleksi merupakan pengaturan alokasi waktu bagi supervisor dan supervisee untuk membahas kasus atau masalah keperawatan dan isu keperawatan terkini yang sudah terjadwalkan frekuensi dan durasinya. Proses refleksi diperlukan
dalam
pelaksanaan
supervisi
klinik
sebagai
upaya
untuk
mengidentifikasi pengembangan profesional yang dibutuhkan oleh staf perawat (Brunero & Parbury, 2004). Refleksi merupakan suatu proses kognitif untuk memikirkan kembali pengalaman klinik yang telah dilakukan sebagai upaya untuk memahami lebih dalam pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki dan mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan (Brunero & Parbury, 2004) . Proses refleksi bertujuan untuk mengembangkan profesionalisme dalam praktik keperawatan berdasarkan evidenced based.
2.1.5.4 Kualitas hubungan dari supervisee dengan supervisor Kualitas hubungan dari supervisee dengan supervisor merupakan kemampuan supervisor dan supervisee menjalin hubungan interpersonal dalam pekerjaan untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan, serta
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
hubungan saling percaya dalam mengatasi masalah yang muncul di lingkungan pekerjaan. Supervisor dan staf yang disupervisi memerlukan hubungan kerjasama yang saling percaya sehingga memungkinkan proses penyelesaian masalah dengan kedekatan dan diskusi. Berbagi pengetahuan memungkinkan supervisor untuk bekerja menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh staf yang disupervisi (Copeland, 2005).
Karakteristik efektivitas supervisi klinik merupakan suatu tipe dari aktivitasaktivitas penampilan perawat clinical care manager untuk membimbing, mengawasi dan menilai efektivitas penampilan kerja oleh tim perawat dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan.
2.1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Supervisi Klinik Kegagalan pelaksanaan supervisi klinik akan menyebabkan penurunan efektivitas dan efisiensi kerja perawat pelaksanaan. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan supervisi klinik yang efektif berdasarkan WHO (1993), Robbins (2001), Bush (2005), Marquis (2009), Marriner & Tomey (2009) adalah sebagai berikut:
2.1.6.1 Faktor kejelasan uraian tugas dan tanggung jawab Uraian tugas dan tanggung jawab merupakan ringkasan tugas pokok yang harus diselesaikan disertai keterangan secara detail tentang tingkat pendidikan dan pengalaman kerja yang sesuai. Uraian tugas dan tanggung jawab harus selalu diperbarui, akurat dan realistik sesuai dengan sumber daya manusia yang tersedia. Menurut Marinner & Tomey (2009) uraian tugas dan tanggung jawab merupakan spesifikasi pekerjaan, tugas yang harus diselesaikan, dan tanggung jawab yang di emban oleh seseorang yang menduduki jabatan tersebut.
Kejelasan tentang uraian tugas dan tanggung jawab berguna untuk proses rekruitmen, penempatan, transfer keputusan, menjadi arahan dan bahan evaluasi personil. Kejelasan uraian tugas sangat penting untuk pendelegasian secara efektif (Marriner & Tomey, 2009). Kurang jelasnya uraian tugas dan tanggung jawab dapat menyebabkan kecemasan, sikap negatif, konflik, ketidakpuasan kerja,
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
penurunan produktivitas kerja, frustasi dan tumpang tindih pekerjaan (Marriner & Tomey, 2009).
2.1.6.2 Faktor koordinasi Struktur formal organisasi menggambarkan posisi, hubungan, tugas dan tanggung jawab antar individu dan jabatannya (Marriner & Tomey, 2009) . Koordinasi dalam struktur organisasi formal membantu memaksimalkan efisiensi struktur birokrasi sehingga seluruh staf mengetahui kepada siapa harus bertanggungjawab dan melaporkan serta penting untuk pendelegasian tugas secara efektif.
2.1.6.3 Faktor penggunaan waktu yang efektif Manajemen waktu berfungsi untuk melihat produktivitas kerja yang dilaksanakan sehari-hari dalam menyelesaikan tugas dan tanggung jawab yang diemban. Manajemen waktu merupakan kontrol terhadap penggunaan waktu untuk mencapai produktivitas kerja maksimum (Marriner & Tomey, 2009). Penggunaan waktu yang efektif merupakan suatu upaya untuk mencegah pembuatan perencanaan kerja yang kurang baik, kegagalan menentukan tujuan yang akan dicapai, kegagalan membuat rencana pelaksanaan untuk mencapai tujuan, ketidakmampuan untuk mengatakan tidak terhadap hal yang tidak terjadwalkan, ketidakmampuan menyelesaikan tugas, dan kurangnya waktu untuk meningkatkan keterampilan diri.
2.1.6.4 Faktor kurangnya edukasi mengenai teknik supervisi Perawat
supervisor sebagai
pelaksana
supervisi
klinik
harus
memiliki
pengetahuan tentang jenis pekerjaan yang akan disupervisi dan teknik pelaksanaan supervisi. Supervisor klinik bekerja di antara manajemen dan staf yang secara langsung memberikan pelayanan kesehatan dan peran tersebut sangat dinamis (Strasser, 2010). Ketidaksiapan peran perawat supervisor menyebabkan ketidakmampuan mengkomunikasikan perubahan ke manajemen dan kebijakan ke staf keperawatan.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Teknik pokok supervisi pada dasarnya menggunakan pendekatan penyelesaian masalah (Suarli & Bahtiar, 2010). Pendekatan penyelesaian masalah yang digunakan supervisor dalam pelaksanaan supervisi meliputi (1) Mengumpulkan data dalam penetapan masalah, (2) Menganalisis penyebab masalah, (3) Menetapkan solusi penyelesaian masalah dan menetapkan sasaran supervisi, (4) Membuat perencanaan program, (5) Pelaksanaan program, (6) Evaluasi pelaksanaan program (Marquis, 2012). Perawat supervisor perlu mendapatkan kesempatan pelatihan dalam mendukung kemampuan pelaksanaan supervisi. Pelaksanaan teknik supervisi yang optimal dengan akan berkontribusi terhadap kualitas pelayanan keperawatan.
2.1.6.5 Faktor keterampilan interpersonal Keterampilan interpersonal merupakan kemampuan yang diperlukan oleh supervisor untuk mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan berhasil. Robbins (2001) mengidentifikasaikan tiga keterampilan manajemen yang mutlak diperlukan yaitu: (1) Keterampilan teknis meliputi kemampuan menerapkan pengetahuan khusus atau keahlian spesialisasi. (2) Keterampilan manusiawi merupakan kemampuan bekerja sama, memahami, dan memotivasi orang lain, baik perseorangan maupun kelompok. (3) Keterampilan konseptual merupakan kemampuan mental untuk menganalisis dan mendiagnosis situasi yang rumit sehingga mampu mengambil keputusan yang tepat berdasarkan letak masalah, identifikasi alternatif solusi, evaluasi alternatif dan memilih alternatif yang paling baik.
2.1.6.6 Faktor komunikasi Komunikasi merupakan aktivitas memberi dan menerima informasi secara verbal maupun nonverbal melalui bahasa tubuh, tulisan, dll (Marriner & Tomey, 2009). Faktor komunikasi merupakan suatu hal yang vital untuk mendefinisikan secara jelas tentang supervisi klinik dan bagaimana cara kerjanya. Peningkatan pemahaman akan mencegah kebingungan. Prinsip supervisi klinik perlu dikomunikasikan secara jelas kepada staf dengan bahasa yang dimengerti yang
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
menekankan pada manfaat yang akan dirasakan oleh pasien dan staf begitu juga dengan organisasi. . 2.1.6.7 Faktor individu supervisee Intensitas pelaksanaan supervisi disesuaikan dengan situasi, kebutuhan staf, dan keterampilan kepemimpinan dari manajer (Gillies, 1994). Pelaksanaan supervisi berkembang sesuai dengan perubahan pengetahuan, tingkat pendidikan dan karir staf (Gillies, 1996). Manusia secara umum akan mengalami perkembangan dan berubah kebutuhannya untuk menghadapi tantangan, dukungan dan pengarahan. Oleh karena itu supervsisor perlu mengenal lebih dekat individu supervisee untuk dapat mengenali kebutuhan supervisi yang dibutuhkan. Kebutuhan supervisi dapat dipengaruhi oleh: a. Tingkat pendidikan Pendidikan merupakan suatu bentuk rangkaian aktivitas yang membangun kapasitas profesional perawat, termasuk pembelajaran, pengetahuan dan keterampilan, serta membantuk kesadaran diri (Munson, 2002). Tingkat pendidikan D3 Keperawatan merupakan program pendidikan vokasi yang menekankan pada kompetensi keterampilan (Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No.232/U/2000). Tingkat pendidikan S1 Keperawatan Ners akan lebih banyak memikirkan peningkatan mutu asuhan keperawatan dengan melakukan penelitian-penelitian sehingga tercipta praktik keperawatan berdasarkan pembuktian (Sitorus, 2006). b. Usia Rentang usia yang berbeda menyebabkan tingkat kebutuhan dan jenis motivasi yang diperlukan staf berbeda-beda. Erickson (1950) menggolongkan usia menurut tingkat perkembangan psikososialnya yaitu: (1) Dewasa muda (18-25 tahun) hal positif yang ditemukan pada tingkat usia ini adalah kedekatan dengan orang lain, memiliki komitmen untuk bekerja dan menjalin relasi dengan orang lain. Hal negatif pada tingkat usia ini adalah menghindari komitmen terhadap karier, pekerjaan dan hubungan interpersonal. (2) Dewasa (25-65 tahun) hal positif yang ditemukan pada tingkat usia ini adalah memiliki kreativitas, produktivitas dan perhatian pada orang lain, namun hal
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
negatif yang ditemukan adalah kurang perhatian dan komitmen, terlalu percaya pada kemampuan diri sendiri.
c. Lama kerja Lama kerja merupakan proses bagi perawat untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, efektif, dan efisien. Lama kerja staf keperawatan menentukan jenis supervisi yang diperlukan disesuaikan dengan tingkat kompetensi yang dimiliki dan kebutuhannya (Gillies, 1994). Departemen Kesehatan RI (2006) menggolongkan jenjang karir perawat dengan persyaratan tingkat pendidikan, pengalaman kerja klinik sesuai area kekhususan serta persyaratan kompetensi yang telah ditentukan, meliputi: (1) Novice, telah memiliki pengalaman kerja
< 2 tahun. Kompetensi yang
dimiliki masih terikat dengan data-data obyektif, belum bisa mengantisipasi situasi secara luas, menentukan kondisi pasien sesuai buku atau prosedur yang ditetapkan. (2) Advance Beginner, telah memiliki pengalaman kerja 3 5 tahun. Kompetensi yang dimiliki
cukup mengetahui situasi riil, dapat
mencatat aspek situasi klinik. Masih minta bantuan pada kasus kompleks, belum bisa menentukan intervensi yang essensial. (3) Competent, telah memiliki pengalaman kerja 5 - 9 tahun. Kompetensi yang dimiliki adalah dapat menganalisa masalah klien, dapat mengelola situasi komplek, dapat memutuskan, menilai kondisi pasien serta dapat memprediksi situasi klien dan menentukan apa yang penting dalam tujuan jangka panjang. Sudah mempunyai feeling, minta bantuan sedikit dan selektif. (4) Proficient, Pengalaman kerja > 9 tahun dengan kompetensi yang dimiliki adalah dapat mengetahui dan menentukan situasi secara luas, dapat menentukan penanganan dan bisa merencanakan asuhan klien selanjutnya, bekerja efisien dan dapat mengidentifikasi masalah, melakukan keputusan dengan luas dan cepat serta dapat menangani situasi.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
d. Jenis Kelamin Jenis kelamin membedakan cara berpikir dan bertindak seseorang. Hasil penelitian (Falbo, 1972 dalam Mainiero, 1986) menyatakan bahwa perempuan lebih feminim secara individual cenderung menggunakan strategi unilateral dan tidak langsung seperti manipulasi emosional, lebih penolong, dan cepat iba, sedangkan laki-laki lebih maskulin secara individual cenderung menggunakan pendekatan langsung dan bilateral.
2.2 Quality Circle 2.2.1 Pengertian Quality Circle Quality circle merupakan suatu mekanisme penyelesaian masalah di area kerja dalam kelompok yang anggotanya saling berinteraksi secara sukarela melalui tahapan penyelesaian masalah. Rowland & Rowland (1997) menyatakan bahwa quality circle merupakan metode penyelesaian masalah di area kerja yang dilaksanakan dalam kelompok yang bekerja pada area sama dan tidak dalam keterpaksaan bertemu secara berkala untuk mengidentifikasi, menganalisis dan menyelesaikan masalah di area kerja. Mekanisme dalam quality circle bersifat formal, institutional, produktif dan partisipatif dalam penyelesaian masalah di antara staf yang saling berinteraksi (Crocker, Sik Liung Chiu, Charney, 1984).
Penyelesaian masalah dalam kelompok quality circle merupakan suatu proses kerjasama yang terus menerus dari staf untuk mendukung mekanisme adaptasi institusi terhadap lingkungan dan peluang yang terjadi. Tappen (1995) menyatakan quality circle terbentuk oleh staf yang memiliki tugas yang sama atau siapapun yang bertanggungjawab untuk mencapai tujuan yang sama pada pasien, sehingga
dapat
bekerjasama
menyelesaikan
masalah
dengan
saling
menguntungkan.
Quality
circle
merupakan
proses
partisipasi
dari
staf
pekerja
untuk
mengidentifikasi, menganalisis, dan menyelesaikan masalah serta meningkatkan
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
kualitas dan produktivitas di area kerja. Proses menjadi organisasi yang lebih baik dengan cara mengubah proses berpikir dan menyelesaikan masalah tidak hanya dilakukan pada level top manajer, tetapi di setiap level dalam organisasi (Allender, 1992). Manajer di setiap level melaksanakan fungsi pengarahan, pengawasan, dan koordinasi staf, tetapi dengan menggunakan metode yang berbeda (Gillies, 1994). Perubahan dinamis terjadi di setiap tingkatan dalam organisasi, manajer dan staf di setiap level melakukan proses berpikir, kontrol dan bertindak (Allender, 1992). Hal ini akan meningkatkan kemampuan staf untuk membuat keputusan dalam upaya meningkatkan kualitas dan produktivitas kerja (Allender, 1992).
2.2.2 Tujuan Metode Quality Circle Peningkatan kualitas standar pelayanan pasien menjadi sasaran yang akan dicapai institusi dan merupakan tanggung jawab bersama seluruh staf. Tujuan utama pelaksanaan quality circle meliputi: meningkatkan pelayanan pasien di rumah sakit, meningkatkan produktivitas, meningkatkan motivasi dan moral dari pekerja, mendukung penggunaan kreativitas staf, membantu staf menuju jenjang karir manajerial, membantu staf betumbuh secara personal dan profesional. (Rowland & Rowland, 1997). Mbovanne (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa Pelaksanaan quality circle dapat meningkatkan
kemampuan staf dalam
menyelesaikan masalah dalam praktik keperawatan, sehingga meningkatkan kualitas
standar
pelayanan
pasien,
membangun
kerjasama
tim,
serta
mempertahankan standar pelayanan keperawatan.
Keterlibatan staf dalam pelaksanaan quality circle memperkaya kehidupan kerja staf. Staf yang terlibat dalam proses pelaksanaan quality circle memperlihatkan tanggungjawabnya dengan cara memperbaiki kualitas pelayanan yang diberikan (Tappen, 1995). Tujuan yang ditetapkan manajemen dan staf dalam pelaksanaan quality circle berbeda. Tujuan manajemen dan staf saling mengisi tetapi tidak selalu identik dalam menjamin keberhasilan pelaksanaan quality circle (Tappen, 1995).
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
2.2.3 Struktur Organisasi Program Quality Circle Struktur organisasi program quality circle tidak dinyatakan berdiri sendiri tetapi terintegrasi pada struktur organisasi yang ada dalam institusi. Rowland & Rowland (1997) menyatakan bahwa struktur organisasi quality circle terintegrasi dengan institusi, tetapi memiliki struktur organisasi independen. Struktur organisasi quality circle meliputi:
2.2.3.1 Steering Comitttee Steering Commitee berfungsi sebagai penggerak langsung pelaksanaan program quality circle (Rowland & Rowland). Anggota steering commitee terdiri dari perwakilan dari institusi dan perwakilan dari departemen lain yang berkaitan. Tanggung jawab yang dimiliki steering commitee menurut Allender (1992) dan Rowland & Rowland (1997) antara lain yaitu: membuat tujuan yang akan dicapai, membuat keputusan akhir yang diperlukan, membuat prioritas pelaksanaan program dan sumber pendukung, mendukung aktivitas kelompok, dan mengevaluasi pelaksanaan dan efektivitas program.
2.2.3.2 Fasilitator Fasilitator
secara
langsung
bertanggungjawab
untuk
membimbing
dan
mengkoordinasi aktivitas kelompok. Fasilitator memiliki pengetahuan manajerial, teknik penyelesaian masalah, dan membawa spirit kepemimpinan dalam proses pelaksanaan quality circle (Allender, 1992). Fasilitator menurut Rowland & Rowland (1997) secara spesifik memiliki peran melatih kelompok teknik pemecahan masalah, pengumpulan data, analisis statistik dan teknik penyajian data serta presentasi manajemen dan berperan sebagai sumber pada proses kerja kelompok. Fasilitator memiliki peran menjadi perantara antara kelompok quality circle dengan pihak manajemen (Allender, 1992).
2.2.3.3 Pemimpin Kelompok Pemimpin kelompok berperan mengatur pelaksanaan pertemuan kelompok quality circle. Pemimpin kelompok tidak memiliki kekuasaan atas anggota kelompok
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
yang lain tetapi berperan sebagai moderator diskusi yang memfasilitasi proses penyelesaian masalah (Crocker, Sik Liung Chiu, Charney, 1984).
2.2.3.4 Anggota Kelompok Anggota kelompok merupakan pondasi proses pelaksanaan quality circle yang mengembangkan kreativitas dan inovasi. Allender (1992) menyatakan bahwa anggota kelompok harus dapat bekerja dengan anggota lain dengan menggunakan teknik penyelesaian masalah sehingga kehadirannya dalam pertemuan membantu dan berkontribusi terhadap pelaksanaan proses. Anggota kelompok terdiri dari staf yang berada di area kerja yang sama atau departemen yang secara sukarela berpartisipasi dalam circle (Rowland & Rowland, 1997).
Gambar 2.1 Struktur Organisasi Quality Circle
2.2.4 Tahapan Pelaksanaan Quality Circle Tahapan pelaksanaan quality circle harus dipahami oleh seluruh anggota untuk menjamin keberhasilan pelaksanaan program. Tahapan pelaksanaan quality circle menjadi panduan bagi anggota dalam proses pelaksanaan quality circle. Tahapan pelaksanaan quality circle yaitu:
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
2.2.4.1 Identifikasi Masalah Anggota kelompok mengidentifikasi
masalah di area kerjanya yang akan
diselesaikan. Identifikasi masalah merupakan hal yang sangat diperlukan untuk memahami permasalahan yang terjadi sehingga dapat dipilih solusi penyelesaian masalah yang tepat (Gillies, 1994). Keputusan pemilihan solusi penyelesaian masalah yang tepat melibatkan pengetahuan dan informasi yang dimiliki oleh problem solver. Informasi yang dimiliki oleh problem solver didapatkan dengan dengan cara mengidentifikasi masalah (Marquis, 2012).
2.2.4.2 Seleksi Masalah Anggota kelompok quality circle menyeleksi masalah yang akan diselesaikan dengan cara membuat prioritas penyelesaian masalah (Rowland & Rowland, 1997)
2.2.4.3 Analisis Masalah Analisis masalah dilaksanakan untuk mengklasifikasi dan menganalisis masalah mendasar yang terjadi dengan menggunakan teknik dasar penyelesaian masalah antara lain seperti brain storming dan cause and effect analisis (Goikward & Goikward, 2000).
2.2.4.4 Menghasilkan Alternatif Solusi Membuat solusi yang memungkinkan untuk diterapkan dalam penyelesaian masalah dibutuhkan kreativitas. Penggunaan solusi lama dalam menyelesaiakan masalah yang baru belum tentu sesuai dengan kondisi yang terjadi saat ini. Dukungan untuk tidak menggunakan solusi lama dalam penyelesaian masalah yang baru sangat diperlukan (Gillies, 1994). Merupakan suatu hal yang alamiah apabila individu melakukan pengulangan terhadap sesuatu yang telah bekerja dengan baik di waktu lalu, tetapi keberhasilan solusi yang sebelumnya belum tentu berhasil diterapkan di masa depan (Walsh, 1996 dalam Tappen, Weiss, & Whitehead, 2004). Jumlah alternatif solusi yang semakin banyak akan semakin besar kemungkinan pembuatan keputusan akhir yang dibuat (Marquis, 2012).
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
2.2.4.5 Pemilihan Solusi yang Sesuai Solusi terbaik dipilih berdasarkan sesuatu yang mudah untuk dilaksanakan. Kombinasi dari beberapa saran merupakan solusi yang terbaik. Semakin besar jumlah orang yang bekerja untuk menyelesaikan masalah maka akan semakin banyak alternatif solusi yang dibuat (Marquis, 2012).
2.2.4.6 Persiapan Rencana Program Anggota kelompok quality circle menyiapkan rencana program pelaksanaan dari solusi yang dipilih antara lain seperti: tempat pelaksanaan, waktu, dan tanggal (Goikward & Goikward, 2000).
2.2.4.7 Persetujuan dari Manajemen Kelompok quality circle mempresentasikan hasil analisis masalah dan rencana pelaksanaan program untuk menyelesaikan masalah kepada manajemen. Manajemen mempelajari kembali hasil presentasi dari kelompok dan memutuskan apa yang akan diimplementasikan maupun yang tidak diimplementasikan berdasarkan hasil rekomendasi dari kelompok (Rowland & Rowland, 1997).
2.2.4.8 Implementasi Implementasi pelaksanaan program berdasarkan pilihan solusi terbaik merupakan media untuk menguji apakah pilihan solusi tersebut bekerja seperti yang diharapkan.
Pelaksanaan
solusi
secepatnya
diperlukan
untuk
mencegah
menurunnya motivasi dalam menghadapi konsekuensi atas pilihan yang dipilih (Marquis, 2012).
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Gambar 2.2 Proses Tahapan Pelaksanaan Quality Circle
Sumber: Gaikwad & Gaikwad, 2000 Sumber: Gaikwad & Gaikwad, 2000
2.2.5 Penelitian Terkait Quality Circle Li-Chuan Lee, Ke-Ping Yang, Tai-Ying Chen (2000) mengadakan penelitian terhadap 53 responden yang terbagi menjadi kelompok intervensi dan kelompok kontrol untuk mengeksplorasi dampak quality circle terhadap kepuasan kerja, absenteeism dan turnover pada perawat di rumah sakit Taiwannesse.
Hasil
penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna P value 0,001 pada kelompok perawat yang menjalani quality circle dibandingkan pada kelompok kontrol dalam hal kepuasan kerja. Terdapat perbedaan yang bermakna dalam hal absenteeism pada kelompok kontrol terjadi 3 kali lebih banyak insiden absen dibandingkan dengan kelompok yang menjalani quality circle. Kejadian turnover 40% signifikan lebih tinggi pada kelompok kontrol dibandingkan dengan unit yang menjalani quality circle.
Ionidis, et al (2008) melakukan penelitian tentang pelaksanaan quality circle pada dokter dalam manajemen pasien osteoporosis dalam hal faktor resiko dan pelaksanaan pemeriksaan test bone mineral sesuai dengan panduan. Jumlah responden sebanyak 340 yang dibagi dalam 34 kelompok quality circle. Hasil yang didapatkan setelah pelaksanaan quality circle selama 1 tahun yaitu munculnya kesadaran dokter untuk mengkaji lebih mendalam adanya faktor resiko pada pasien osteoporosis yang ditangani. Peningkatan faktor resiko
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
terjadinya fraktur vertebra pada pasien sebanyak 1,4% dari sebelumnya, faktor resiko fraktur hip meningkat 6,3% dari sebelumnya, dan test bone mineral density meningkat 0,5% pada pasien yang beresiko terkena osteoporosis.
Mbovane, (2007) melakukan penenlitian kualitatif untuk mengeksplorasi dan menggambarkan persepsi perawat professional dalam implementasi program quality circle di public hospital The Eastern Cape Province. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 8 perawat dengan menggunakan pertanyaan inti bagaiman anda melihat pelaksanaan program quality circle di rumah sakit anda? Hasil yang didapatkan meliputi 4 tema yaitu: (1) memberdayakan staf dalam menyelesaikan masalah dalam praktik keperawatan, sehingga meningkatkan kualitas standar pelayanan pasien. (2) Terbentuknya Team building dalam disiplin keperawatan yang meliputi peningkatan hubungan interpersonal, peningkatan hubungan
intradepartemen,
peningkatan
Mempertahankan standar pelayanan
hubungan
keperawatan,
interdepartemen. (4) Tantangan
(3)
dalam
momentum program quality circle.
2.3 Perawat Clinical Care Manager Perawat clinical care manager (CCM) dalam model praktik keperawatan profesional (MPKP) merupakan pelaksana supervisor klinik bagi staf keperawatan yang meliputi perawat primer dan perawat associate. Peran supervisor klinik dalam MPKP tingkat I dilakukan oleh perawat CCM dengan kemampuan Ners Spesialis (Sitorus, 2006).
Kemampuan Ners Spesialis akan lebih banyak
memikirkan peningkatan mutu asuhan keperawatan dengan melakukan penelitianpenelitian sehingga tercipta praktik keperawatan berdasarkan pembuktian (Sitorus, 2006). Pelaksanaan praktik asuhan keperawatan yang berdasarkan pembuktian merupakan praktik yang terbaik dalam pembuatan keputusan mengenai pelayanan pasien dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah (Miller & Stoeckel, 2011).
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
2.3.1 Tugas dan Tanggung Jawab Perawat Clinical Care Manager Perawat CCM dalam model asuhan keperawatan MPKP memiliki beberapa tanggung jawab (Sitorus, 2006) antara lain: 1. Membimbing PP pada implementasi MPKP. 2. Mengobservasi dan memberi masukan kepada PP terkait dengan bimbingan yang diberikan PP kepada PA. 3. Memberi masukan pada diskusi kasus yang dilakukan PP dan PA 4. Mempresentasikan isu-isu baru terkait dengan asuhan keperawatan. 5. Mengidentifikasi fakta dan temuan yang memerlukan pembuktian. 6. Mengidentifikasi masalah penelitian, merancang usulan dan melakukan penelitian. 7. Menerapkan hasil-hasil penelitian dalam asuhan keperawatan. 8. Bekerja sama dengan kepala ruangan dalam hal: melakukan evaluasi tentang mutu asuhan keperawatan, mengoordinasi, mengarahkan dan mengevaluasi mahasiswa praktik, serta membahas dan mengevaluasi tentang implementasi MPKP. 9. Mengevaluasi pendidikan kesehatan yang dilakukan PP dan memberi masukan untuk penelitian. 10. Merancang pertemuan ilmiah untuk membahas hasil evaluasi/penelitian tentang asuhan keperawatan. 11. Mengevaluasi implementasi MPKP dengan menggunakan instrument evaluasi implementasi MPKP oleh CCM.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
2.4 Kerangka Teori Kerangka teori pada penelitian ini dapat terlihat pada skema 2.1 dibawah ini:
Skema: 2.1. Kerangka Teori Penelitian Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan supervisi klinik : (1) kejelasan uraian tugas dan tanggung jawab, (2) Koordinasi, (3) Penggunaan waktu yang efektif, (4) kurangnya edukasi teknik supervisi, (5) keterampilan interpersonal, (6) Komunikasi, (7) individu Supervisee (WHO, (1993); Bush, (2005); Marquis (2011); Marriner &
Tugas dan tanggung jawab supervisor: • Coach • Mentor • Menyiapkan alokasi waktu untuk refleksi • Meningkatkan hubungan interpersonal supervisorsupervisee Sumber: Gillies (1994),
Pelaksanaan supervisi klinik
Hambatan
Metode penyelesaian masalah (Allender,1992)
Quality circle (Rowland & Rowland, 1997)
Peningkatan kemampuan supervisi klinik dan keterampilan penyelesaian masalah (MCSS, (2011); Allender (1992))
Perawat pelaksana mengalami peningkatan: • Perkembangan profesionalisme • keterampilan klinik • Alokasi waktu untuk refleksi • Kualitas hubungan antar supervisor dengan supervisee (MCSS, 2011)
Peningkatan kualitas pelayanan keperawatan memberi jaminan Keselamatan dan hak pasien (UU RI No 44, 2009)
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Kerangka teori menggambarkan faktor yang mempengaruhi pelaksanaan supervisi klinik serta tugas dan tanggung jawab perawat supervisor klinik yang meliputi sebagai coach, mentor, mengalokasikan waktu untuk refleksi dan meningkatkan kualitas hubungan interpersonal supervisor-supervisee. Peran tersebut dilaksanakan untuk menjamin pelaksanaan pelayanan keperawatan oleh perawat pelaksana sesuai standar. Supervisor klinik dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya mengungkapkan adanya hambatan untuk melaksanakan supervisi klinik yang optimal antara lain kurang jelasnya uraian tugas dan tanggung jawab, kurangnya kemampuan penyelesaian masalah dan kurangnya pengetahuan teknik supervisi.
Dukungan kelompok dalam pelaksanaan metode quality circle merupakan upaya untuk mengatasi permasalahan dan hambatan dalam pelaksanaan supervisi klinik. Tujuan yang ingin dicapai adalah peningkatan kemampuan penyelesaian masalah sehingga pelaksanaan supervisi klinik optimal. Efektivitas pelaksanaan supervisi klinik akan bermanfaat pada aspek perkembangan profesionalisme, peningkatan keterampilan klinik, adanya waktu untuk refleksi, peningkatan kualitas hubungan antara supervisor dengan supervisee. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan klinik staf akan berdampak pada kualitas pelayanan keperawatan sesuai standar. Penerapanan pelayanan keperawatan sesuai standar akan menjamin keselamatan dan hak pasien.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
BAB 3 KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL PENELITIAN
Kerangka konsep penelitian, hipotesis penelitian dan definisi operasional penelitian diuraikan dalam bab ini. Kerangka konsep penelitian diperlukan sebagai landasan berpikir untuk melakukan suatu penelitian yang dikembangkan dari tinjauan teori yang telah dibahas. Hipotesis penelitian untuk menetapkan hipotesis nol atau alternatif, sedangkan definisi operasional adalah untuk memperjelas maksud dan tujuan suatu penelitian yang dilakukan.
3.1 Kerangka Konsep Kerangka kerja penelitian dibuat untuk menggambarkan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, yang dipengaruhi oleh beberapa variabel confounding. Berdasarkan konsep-konsep yang telah diuraikan dalam tinjauan pustaka, dapat digambarkan bahwa penerapan pelayanan keperawatan sesuai standar diperlukan untuk menjamin hak dan keselamatan pasien.
Supervisi klinik dilaksanakan untuk membimbing, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan pelayanan keperawatan oleh staf perawat apakah sudah sesuai standar yang ditetapkan. Pelaksanaan teknik supervisi yang optimal akan meningkatkan efektivitas supervisi klinik bagi perawat pelaksana pada aspek perkembangan profesionalisme, peningkatan keterampilan klinik, adanya waktu untuk refleksi, dan peningkatan kualitas hubungan antara supervisor dengan supervisee.
Perawat clinical care manager sebagai pelaksana supervisi pada model praktik keperawatan profesional diharapkan memiliki kemampuan dan pengetahuan pada aspek kejelasan uraian tugas dan tanggungjawab, pengetahuan teknik supervisi, kemampuan penyelesaian masalah, pengetahuan pada area yang disupervisi dan keterampilan klinik untuk mendukung pelaksanaan supervisi klinik dengan baik. Pelaksanaan supervisi oleh perawat clinical care manager dalam melaksanakan
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
supervisi klinik memiliki hambatan dan harapan. Oleh karena itu dibutuhkan suatu metode penyelesaian masalah untuk mengatasi hambatan yang ditemui selama pelaksanaan supervisi klinik dan menjawab harapan yang diinginkan.
Metode quality circle merupakan suatu metode penyelesaian masalah dalam kelompok. Penyelesaian masalah dalam kelompok perawat clinical care manager diharapkan dapat memberikan daya dukung dalam upaya meningkatkan keterampilan penyelesaian masalah, pengambilan keputusan, peningkatan motivasi dan produktivitas kerja dalam pelaksanaan supervisi klinik. Kerangka konsep penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh penerapan quality circle: oleh perawat clinical care manager terhadap kemampuan melakukan supervisi klinik bagi perawat pelaksana pada aspek perkembangan profesionalisme, peningkatan keterampilan klinik, adanya waktu untuk refleksi, dan peningkatan kualitas hubungan antara supervisor dengan supervisee
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Skema 3.1 Kerangka Konsep, Hipotesis dan Definisi Operasional Penelitian
Variabel Independen
Penerapan quality circle sebagai metode penyelesaian masalah oleh perawat clinical care manager untuk meningkatkan kemampuan supervisi klinik Variabel Dependen
Variabel Dependen
Post-intervensi Kemampuan melakukan supervisi klinik pada aspek 1. Perkembangan profesionalisme 2. Peningkatan keterampilan klinik 3. Waktu untuk refleksi 4. Peningkatan kualitas hubungan antara supervisor dengan supervisee
Pre-intervensi Kemampuan melakukan supervisi klinik pada aspek 1. Perkembangan profesionalisme 2. Peningkatan keterampilan klinik 3. Waktu untuk refleksi 4. Peningkatan kualitas hubungan antara supervisor dengan
Perawat Pelaksana • Usia • Lama kerja • Jenis kelamin • Tingkat pendidikan Variabel Perancu
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Variabel-variabel penelitian berdasarkan kerangka konsep adalah sebagai berikut:
3.1.1 Variabel Bebas (Variabel Independen) Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penerapan quality circle oleh perawat clinical care manager sebagai pelaksana supervisi klinik.
3.1.2 Variabel Terikat (Variabel dependen) Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan melakukan supervisi klinik bagi perawat pelaksana pada aspek perkembangan profesionalisme, peningkatan keterampilan klinik, alokasi waktu untuk refleksi, dan peningkatan kualitas hubungan antara perawat CCM dengan perawat pelaksana sebelum dan sesudah tindakan quality circle.
3.1.3 Variabel Perancu (Variabel confounding) Variabel perancu dalam penelitian ini adalah lama kerja, usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan perawat pelaksana sebagai sasaran supervisi klinik karena perawat pelaksana memiliki lama kerja, usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan berbeda-beda.
3.2 Hipotesis Penelitian Rumusan hipotesis penelitian berdasarkan rumusan tujuan dan pertanyaan penelitian pada bagian sebelumnya adalah sebagai berikut:
3.2.1 Hipotesis Mayor Ada pengaruh penerapan quality circle oleh perawat clinical care manager terhadap kemampuan melakukan supervisi klinik di rumah sakit PGI Cikini Jakarta. 3.2.2 Hipotesis Minor 3.2.2.1 Ada perbedaan kemampuan melakukan supervisi klinik sebelum dan sesudah penerapan quality circle pada kelompok intervensi. 3.2.2.2 Tidak ada perbedaan kemampuan melakukan supervisi klinik pada kelompok non-intervensi tanpa penerapan quality circle.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
3.2.2.3 Ada perbedaan kemampuan melakukan supervisi sesudah pelaksanaan quality circle pada kelompok intervensi dengan kelompok non-intervensi. 3.2.2.5 Ada hubungan lama kerja, usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan perawat pelaksana dengan seluruh aspek kemampuan supervisi klinik oleh perawat clinical care manager sesudah intervensi metode quality circle.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
3.3 Definisi Operasional Tabel 3.3 Definisi Operasional Variabel Penelitian
Definisi Operasional Variabel Dependen Variabel
Kemampuan melakukan supervisi klinik
Kemampuan supervisor klinik melaksanakan coaching, mentoring, pengawasan dan evaluasi untuk meningkatkan aspek pengembangan profesionalisme, keterampilan klinik, alokasi waktu untuk refleksi, dan kualitas hubungan supervisorsupervisee berdasarkan persepsi perawat pelaksana
Sub Variabel Dependen Aspek Kemampuan pengembangan perawat profesional supervisor klinik meningkatkan pengetahuan, otonomi, aktualisasi diri dan kepercayaan diri peraat pelaksana dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
Cara Ukur
Kuesioner B, sejumlah 42 item pernyataan dengan menggunakan skala likert 14. Nilai skoring tertinggi untuk pernyataan positif dan negatif 168 dan skoring terendah 42
Kuesioner B, berjumlah 10 item pernyataan dengan menggunakan skala likert 14. Nilai skoring tertinggi untuk pernyataan positif dan negatif 40 dan
Hasil Ukur
Skala Ukur
1. Kemampuan Ordinal supervisi klinik baik, apabila skoring ≥ 105 2. Kemampuan supervisi klinik buruk, apabila skoring < 105
1. Kemampuan supervisi klinik baik apabila skor ≥ 26,7 2. Kemampuan supervisi klinik buruk apabila skor ≤ 26,7 (mean)
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Ordinal
Variabel
Aspek peningkatan keterampilan klinik
Definisi Operasional berdasarkan persepsi perawat pelaksana Kemampuan supervisor klinik meningkatkan kemampuan prosedur keperawatan dan keamanan kerja sesuai standar berdasarkan persepsi perawat pelaksana
Cara Ukur
Skala Ukur
skoring terendah 10 Kuesioner B, berjumlah 13 item pernyataan dengan skala likert 1-4 Nilai skoring tertinggi untuk pernyataan positif dan negatif 52 dan skoring terendah 13
Aspek alokasi Kemampuan waktu untuk supervisor klinik refleksi menggunakan waktu yang diperlukan untuk membahas isu keperawatan terkini, diskusi kasus, dan prosedur asuhan keperawatan yang meliputi frekuensi, jadwal, dan waktu yang disusun berdasarkan persepsi perawat pelaksana
Kuesioner B, berjumlah 10 item pernyataan dengan menggunakan skala likert 14.
Aspek kualitas hubungan supervisorsuper Vise
Kuesioner B, berjumlah 9 item pernyataaan, dengan menggunakan
Kemampuan supervisor klinik menjalin hubungan interpersonal dan membangun
Hasil Ukur
Nilai skoring tertinggi untuk pernyataan positif dan negatif 40 dan skoring terendah 10
1. Kemampuan supervisi klinik baik, apabila skoring ≥ 27 2. Kemampuan supervisi klinik buruk apabila skoring < 27 (median)
Ordinal
1. Kemampuan supervisi klinik baik, apabila skoring ≥ 20 2. Kemampuan supervisi klinik buruk apabila skoring < 20 (mean)
Ordinal
1. Kemampuan Ordinal supervisor klinik baik, apabila skoring ≥ 29,2 2. Kemampuan
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Variabel
Definisi Operasional kepercayaan dengan perawat pelaksana berdasarkan persepsi perawat pelaksana
Variabel Perancu Lama Kerja Lama seorang perawat bekerja di institusi rumah sakit
Cara Ukur
skala likert 1-4 Nilai skoring tertinggi untuk pernyataan positif dan negatif 36 dan skoring terendah 9
Hasil Ukur
Skala Ukur
supervisor klinik buruk, apabila skoring < 29,2
Kuesioner A
Kategori lama Ordinal kerja berdasarkan jenjang karir perawat (Depkes RI) 1. Novice (<2 tahun) 2. Advanced beginner (3-5 tahun) 3. Competent (59 tahun) 4. Proficient (> 9 tahun)
Usia
Umur responden yang dihitung dalam tahun
Kuesioner A
Kategori usia berdasarkan perkembangan psikososial Erickson”s 1. Dewasa muda (20-25 tahun) 2. Dewasa (25-65 tahun)
Ordinal
Tingkat pendidikan
Jenjang studi formal perawat dan telah dinyatakan lulus yang dibuktikan dengan ijazah tanda lulus
Kuesioner A
Kategori pendidikan 1. SPK 2. D3 keperawatan 3. S1 keperawatan
Ordinal
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Variabel
Definisi Operasional
Jenis Kelamin
Seksualitas yang ditunjukkan dengan laki-laki dan perempuan
Cara Ukur
Kuesioner A
Hasil Ukur
Skala Ukur
1. Laki-laki 2. Perempuan
Nominal
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
BAB 4 METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini mencakup: rancangan penelitian, populasi dan sampel, tempat penelitian, waktu penelitian, etika penelitian, alat pengumpulan data, prosedur pengumpulan data dan rancangan analisa data.
4.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian merupakan wadah menjawab pertanyaan penelitian atau untuk menguji kesahihan hipotesis. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, menggunakan desain penelitian quasi eksperimen pre-post test control group design. Bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan saling hubungan sebab akibat dengan cara mengadakan intervensi atau memberikan perlakuan kepada satu kelompok eksperimen, kemudian hasil (akibat) dari intervensi tersebut dibandingkan dengan kelompok kontrol dan keduanya diukur sebelum dan sesudah dilakukan intervensi (Setiadi, 2007).
Rancangan penelitian ini untuk menguji pengaruh penyelesaian masalah dengan menggunakan metode quality circle oleh perawat clinical care manager terhadap kemampuan melakukan supervisi klinik pada perawat pelaksana dengan melihat pengaruhnya terhadap empat aspek yaitu: perkembangan profesionalisme, peningkatan keterampilan klinik, alokasi waktu untuk refleksi, dan peningkatan kualitas hubungan antara supervisor dengan supervisee.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Skema 4.1 Bentuk Rancangan Penelitian
Pre-intervensi
Post-intervensi X
O1
O3
O2
O4
Keterangan: O1:
Kemampuan melakukan supervisi klinik sebelum penerapan quality circle di kelompok intervensi.
O2:
Kemampuan melakukan supervisi klinik sesudah penerapan quality circle di kelompok intervensi.
O3:
Kemampuan melakukan supervisi klinik sebelum pada kelompok nonintervensi tanpa penerapan quality circle.
O4:
Kemampuan melakukan supervisi klinik sesudah pada kelompok nonintervensi tanpa penerapan quality circle
O1-O2:
Perbedaan kemampuan melakukan supervisi klinik sebelum dan sesudah penerapan quality circle pada kelompok intervensi
O3-O4:
Perbedaan kemampuan melakukan supervisi klinik sebelum dan sesudah tanpa penerapan quality circle pada kelompok non-intervensi.
O2-O4:
Perbedaan kemampuan melakukan supervisi klinik sesudah penerapan metode quality circle pada kelompok intervensi dan kelompok nonintervensi.
O12-O34: Perbedaan perubahan kemampuan melakukan supervisi klinik pada kelompok intervensi dan kelompok non-intervensi. X:
Intervensi metode quality circle
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
4.2 Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat clinical care manager dan perawat pelaksana yang bekerja di 9 ruang perawatan rawat inap Rumah Sakit PGI Cikini Jakarta saat dilakukan penelitian yang berjumlah 189 orang.
4.2.2 Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2011). Sampel pada penelitian ini ada dua macam yaitu: perawat clinical care manager dan perawat pelaksana.
4.2.2.1 Besar Sampel Besar sampel untuk perawat pelaksana menggunakan rumus uji hipotesis terhadap dua proporsi (Sastroasmoro, 2011):
(Zα √2PQ + Zβ √P1Q1 + P2Q2) 2 n1 =n2= (P1 – P2) 2
Keterangan: n = Besar sampel P1 = Proporsi efek standar (0,04) P2 = Proporsi efek yang diteliti (0,02) Zα = Tingkat kemaknaan uji (1,96) Zβ = Kekuatan uji (0,84)
(1,96√2x0,12x0,88 + 0,84√0,04x0,06 + 0,02x0,08)2 n1=n2=
= 49 2
(0,04-0,02)
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Hasil penelitian Lee, Yang & Chen (2000), didapatkan bahwa kejadian turnover pada kelompok kontrol (40%) dibandingkan pada kelompok yang menjalani quality circle (13%). Peneliti menetapkan beda klinis yang di anggap penting sebesar 0,20 dengan tingkat kemaknaan uji 0,05 (1,96) dan kekuatan uji 80% (0,84) maka besar sampel kelompok intervensi 49 perawat pelaksana dan kelompok kontrol 49 perawat pelaksana. Mengantisipasi subyek terpilih terjadi drop out maka perlu koreksi terhadap besar sampel yang dihitung, dengan menambah sejumlah subyek agar besar sampel terpenuhi (Sastroasmoro, 2011), dilakukan dengan rumus: n n’ = 1–f Keterangan: n’ = Ukuran sampel setelah direvisi n = Besar sampel yang dihitung f = Perkiraan proporsi drop out (10%) 49 n’ =
= 54 1 – 0,1
Besar sampel setelah di revisi berjumlah 54 perawat pelaksana untuk kelompok non-intervensi dan 54 perawat pelaksana untuk kelompok intervensi
4.2.2.2 Teknik Pengambilan Sampel Pengambilan sampel perawat pelaksana menggunakan teknik proportional sampling, yaitu satu teknik yang menunjuk pada ukuran besarnya bagian sampel dan penggunaannya selalu dikombinasikan dengan teknik-teknik sampling yang lain yang berhubungan dengan populasi yang tidak homogen (Sugiono, 2011). Peneliti mengambil wakil-wakil perawat pelaksana dari tiap-tiap ruang perawatan rawat inap yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah anggota subjek yang sudah ditentukan di dalam masing-masing ruang perawatan tersebut (tabel 4.2) dengan cara dilakukan undian berdasarkan nama perawat. Jumlah sampel ditetapkan 54 orang untuk setiap kelompok, namun di kelompok intervensi ada 3 perawat pelaksana dan di kelompok non-intervensi ada 2 perawat pelaksana drop out
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
karena sakit, sehingga sampel pada kelompok intervensi 52 responden, sampel pada kelompok non-intervensi 53 responden, dan total sampel 105 responden. Sampel untuk pengambilan data sebelum dan setelah pelaksanaan quality circle adalah perawat pelaksana yang sama, baik pada kelompok intervensi maupun non-intervensi.
Proporsi jumlah sampel setelah dilakukan perhitungan untuk masing-masing ruangan (Prasetyo & Jannah, 2010) didapatkan:
x Jumlah total sampel Jumlah populasi di ruangan Jumlah total populasi di ruang rawat inap
Sampel yang diambil dalam penelitian ini di pilih berdasarkan kriteria inklusi yang telah ditetapkan sebagai subyek penelitian. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian pada populasi dan terjangkau yang akan diteliti (Sastroasmoro, 2011).
Kriteria inklusi untuk perawat pelaksana dalam penelitian ini adalah: 1. Bekerja sebagai perawat pelaksana di ruang perawatan rawat inap. 2. Bukan perawat clinical care manager, ketua tim dan kepala ruang. 3. Bersedia menjadi responden. 4. Lama kerja > 1 tahun. Kriteria eksklusi untuk perawat pelaksana dalam penelitian ini adalah: 1. Perawat pelaksana tidak sedang cuti/sakit pada saat pelaksanaan penelitian.
Kriteria inklusi untuk perawat clinical care manager adalah: 1. Bekerja sebagai perawat clinical care manager. 2. Bersedia menjadi responden Kriteria eksklusi untuk perawat CCM dalam penelitian ini adalah: 1. Perawat CCM tidak sedang cuti/sakit pada saat pelaksanaan penelitian.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Tabel 4.2 Populasi dan jumlah sampel penelitian di kelompok intervensi RS PGI Cikini.
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Ruang Perawatan C D F Vip A H M2 M3 L K
Populasi 16 18 25 18 22 21 18 20 31
Jumlah Sampel 4 5 8 4 6 6 5 6 10
189
54
Jumlah 4.3 Tempat Penelitian
Tempat penelitian untuk kelompok intervensi quality circle adalah di Rumah Sakit PGI Cikini, yaitu rumah sakit swasta tipe B yang berada di Jakarta Pusat. Penelitian ini dilaksanakan di ruang perawatan rawat inap. Rumah sakit ini dipilih karena peneliti sebelumnya melaksanakan praktik residensi kepemimpinan dan manajemen keperawatan pada bulan Oktober – Desember 2011 dan salah satu intervensi berdasarkan data yang didapatkan selama residensi adalah memberikan pelatihan tentang supervisi klinik pada perawat clinical care manager. Hasil evaluasi setelah pelatihan 5 dari 11 perawat clinical care manager masih mengalami kesulitan dalam pelaksanaan teknik supervisi karena perawat pelaksana sebagai sasaran supervisi memiliki
usia, lama kerja serta tingkat
pendidikan beragam dan 45% perawat CCM memiliki pengalaman menjabat sebagai perawat clinical care manager kurang dari 1 tahun.
Tempat penelitian untuk kelompok non-intervensi adalah di Pelayanan Kesehatan St. Carolus Jakarta, yaitu rumah sakit tipe B yang berada di Jakarta Pusat. Tempat penelitian di ruang rawat inap. Rumah sakit ini dipilih karena menerapkan metode asuhan keperawatan primary nurse dan memiliki supervisor klinik sebagai pelaksana supervisi asuhan keperawatan kepada perawat pelaksana. 4.4 Waktu Penelitian
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Pelaksanaan penelitian pada minggu pertama bulan mei sampai dengan minggu ke dua bulan juni 2012. Adapun jadwal kegiatan yang telah dilakukan dalam penelitian ini secara rinci ada dalam lampiran 3.
4.5 Etika Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip atau isu-isu etik, yang meliputi: beneficence, autonomy, justice dan informed consent.
4.5.1 Beneficence Prinsip Beneficence menyatakan bahwa suatu tindakan yang diberikan merupakan suatu upaya untuk meningkatkan manfaat atau memberikan kebaikan (Marquis & Huston, 2006). Jenis penelitian ini adalah penelitian quasi eksperiment dengan memberikan intervensi berupa penerapan quality circle oleh perawat clinical care manager sebagai metode untuk menyelesaikan masalah pelaksanaan supervisi klinik. Proses penerapan quality circle yaitu dengan memberikan pelatihan kepada kelompok intervensi sesuai buku panduan pelaksanaan metode quality circle yang telah dibuat oleh peneliti selama 2 hari yaitu pada tanggal 4-5 mei 2012 dan proses pendampingan pelaksanaan quality circle selama 4 hari pada tanggal 7-10 mei 2012. Manfaat yang didapat oleh perawat clinical care manager adalah peningkatan kemampuan penyelesaian masalah dan kemampuan melakukan supervisi klinik pada aspek pengembangan profesionalisme, peningkatan keterampilan klinik, alokasi waktu untuk refleksi dan peningkatan kualitas hubungan perawat pelaksana dengan perawat clinical care manager.
4.5.2 Autonomy Prinsip autonomy merupakan kebebasan untuk memilih atau menerima tanggung jawab atas pilihan yang diberikan (Marquis & Huston, 2006). Sebelum pelaksanaan penelitian, perawat clinical care manager dan perawat pelaksana di rumah sakit PGI Cikini sebagai kelompok intervensi dan PK St. Carolus sebagai kelompok non-intervensi yang telah memenuhi kriteria inklusi diberikan penjelasan secara lengkap meliputi tujuan penelitian, prosedur, serta manfaat penelitian. Setelah diberikan penjelasan responden bebas menentukan pilihan
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
untuk berpartisipasi dalam penelitian atau tidak, dan tidak ada unsur paksaan (Lampiran 1). Seluruh responden bersedia untuk terlibat penelitian. Jumlah responden di RS PGI Cikini untuk perawat clinical care manager sebanyak 9 orang dan perawat pelaksana sebanyak 52 orang. Jumlah responden di PK Sint. Carolus sebanyak 5 orang perawat supervisor klinik dan 53 orang perawat pelaksana.
4.5.3 Justice Prinsip justice merupakan suatu tindakan memperlakukan seseorang secara adil dan sama (Marquis & Huston, 2006). Perawat clinical care manager dan perawat pelaksana sebagai responden dijaga kerahasiaan informasi yang diberikan dengan cara memberikan kode angka pada lembar kuesioner (lampiran 2) dan informasi hanya digunakan untuk kepentingan penelitian ini. Semua responden berhak mendapatkan perlakuan yang adil baik sebelum, selama, dan sesudah berpartisipasi dalam penelitian. Pada kelompok non-intervensi pelaksanaan pelatihan quality circle diberikan setelah penelitian berakhir.
4.5.4 Informed Consent Informed consent merupakan pemberian persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan setelah menerima informasi atas tindakan, manfaat dan resiko yang akan terjadi (Marquis & Huston, 2006). Persetujuan penelitian dimintakan kepada perawat clinical care manager dan perawat pelaksana dengan menandatangani lembar persetujuan (lampiran 1)
setelah diberi penjelasan tujuan penelitian,
prosedur dan manfaat penelitian yang akan dilakukan sebelum mengisi lembar kuesioner.
4.6 Alat Pengumpulan Data Alat yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah kuesioner yang dibuat oleh peneliti dengan mengacu pada kerangka konsep dan modifikasi kuesioner dari Manchester Clinical Supervision Scale untuk mengevaluasi pelaksanaan supervisi klinik yang diberikan oleh perawat clinical care manager berdasarkan persepsi dari perawat pelaksana setelah pelaksanaan
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
intervensi metode quality circle tentang teknik supervisi (Lampiran 2). Modifikasi kuesioner dari Manchester Clinical supervision scale dilakukan untuk bisa mengakomodasi perbedaan uraian tugas dan tanggung jawab perawat clinical care manager. Kuesioner dibagi menjadi 2 bagian yaitu : kuesioner A mencakup data demografi perawat pelaksana yang meliputi usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin, dan lama kerja. Kuesioner B mencakup kemampuan melakukan supervisi oleh perawat clinical care manager berdasarkan persepsi perawat pelaksana yang meliputi aspek pengembangan profesionalisme, peningkatan keterampilan klinik, alokasi waktu untuk refleksi, dan kualitas hubungan supervisor-supervisee. Intervensi metode quality circle pada perawat clinical care manager merupakan penerapan panduan pelaksanaan metode quality circle yang dibuat oleh peneliti berdasarkan kerangka konsep.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Tabel 4.3 Kisi –Kisi Instrumen Penelitian Variabel / Subvariabel
Jumlah butir
Aspek pengembangan professional
10
Nomor butir pernyataan Sebelum Uji Sesudah uji validitas validitas
1, 2, 3, 4, 5,6, 7, 8, 32, 33, 34, 35
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 33, 34
Aspek peningkatan keterampilan
13
9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 36, 37
9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 36, 37
Aspek alokasi waktu untuk refleksi
10
20, 21, 22, 23, 38, 39, 40, 41, 42, 43
20, 21, 22, 23, 38, 39, 40, 41, 42, 43
Aspek hubungan supervisorsupervisee
9
24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 44, 45, 46, 47, 48
24, 25, 26, 28, 29, 30, 31, 45, 48
4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen 4.7.1 Uji Validitas Isi Uji validitas isi dengan membuat kisi-kisi instrumen yang berisi variabel yang diteliti, indikator sebagai tolak ukur, dan nomor butir pernyataan yang telah dijabarkan dari indikator (Sugiono, 2011). Pengujian validitas isi dilakukan untuk kuesioner persepsi perawat pelaksana dan modul panduan penerapan quality circle yang telah di susun oleh peneliti. Modul dikonsultasikan kepada expert di bidang
model
asuhan
keperawatan
profesional
(MPKP).
Kuesioner
dikonsultasikan dengan ahli dan selanjutnya diujicobakan pada 30 perawat pelaksana di Rumah Sakit PGI Cikini Jakarta yang tidak menjadi responden penelitian. Analisis dilakukan dengan menghitung korelasi antara skor masing-masing instrumen dengan skor totalnya (Hastono, 2007). Keputusan uji yang digunakan dengan membandingkan nilai r hasil tiap item pernyataan apabila dibawah 0,30,
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
maka dapat disimpulkan bahwa butir instrumen tidak valid, sehingga harus diperbaiki atau dibuang (Sugiyono,2011).
Hasil analisis uji validitas kuesioner dengan membandingkan nilai r hasil tiap item pernyataan apabila dibawah 0,30 tidak valid, maka dari 48 pernyataan terdapat 18 pernyataan yang tidak valid yang sebagian besar merupakan pernyataan negatif. Setelah item pernyataan yang tidak valid di ubah menjadi pernyataan positif dan diuji cobakan kembali kepada 30 orang perawat pelaksana di RS PGI Cikini yang tidak menjadi responden, didapatkan hasil dari 48 pernyataan terdapat 6 pernyataan yang tidak valid dan item pernyataan yang tidak valid dihilangkan, sehingga total pernyataan dalam kuesioner menjadi 42.
4.7.2 Uji Reliablitas Uji reliabilitas dilaksanakan apabila semua pernyataan dari instrumen sudah dinyatakan valid. Uji reliabilitas dilakukan dengan membandingkan nilai Alpha Cronbach’s dengan nilai konstanta 0,8. Apabila Alpha Cronbach’s > nilai konstanta maka instrumen tersebut reliabel, dan sebaliknya bila Alpha Cronbach’s < nilai konstanta maka instrumen tersebut tidak reliable (Anastasia & urbina, 1997, dalam Dharma 2011).
Uji reliabilitas pada pernyataan kuesioner didapatkan hasil Alpha Cronbach’s 0,940, maka dapat disimpulkan 42 pernyataan tersebut reliable.
4.8 Prosedur Pengumpulan Data Pengumpulan data pada kelompok intervensi dilakukan dua periode yaitu sebelum dan sesudah dilakukan penerapan quality circle oleh perawat clinical care manager. Pengumpulan data pada kelompok non-intervensi dilakukan dua periode yaitu pre-test dan post-test tanpa dilakukan intervensi quality circle dengan selang waktu 2 minggu. Pemberian intervensi pada kelompok non-intervensi dilakukan setelah penelitian berakhir. Langkah-langkah pengumpulan data dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
4.8.1 Persiapan 4.8.1.1 Persiapan Instrumen Persiapan instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data berupa kuesioner persepsi perawat pelaksana terhadap kemampuan supervisi klinik oleh perawat clinical
care
manager
terhadap
aspek
pengembangan
profesionalisme,
peningkatan keterampilan klinik, alokasi waktu untuk refleksi dan kualitas hubungan
supervisor-supervisee
sejumlah
42
pernyataan.
Instrumen
dikembangkan dari Manchester Clinical Supervision Scale yang dimodifikasi untuk bisa mengakomodasi perbedaan uraian tugas dan tanggung jawab perawat clinical care manager. Instrumen yang telah disusun dikonsultasikan kepada ahli sebelum dlakukan uji validitas.
4.8.1.2 Persiapan Modul Modul penerapan quality cicle disusun berdasarkan teori yang disesuaikan dengan peserta pelatihan dengan menggunakan metode adult learning (lampiran 8). Modul yang telah disusun dikonsultasikan kepada ahli dalam bidang MPKP (lampiran 5) sebelum diterapkan dalam pelatihan.
4.8.1.3 Persiapan administrasi Pada tahap ini peneliti mengurus perijinan tempat penelitian dengan mengajukan surat permohonan ijin penelitian dari Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, yang ditujukan ke Direktur Rumah Sakit PGI Cikini Jakarta dan Pelayanan Kesehatan Sint. Carolus Jakarta.
4.8.2. Pemilihan Responden 4.8.2.1 Menentukan responden berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi yang telah ditetapkan. 4.8.2.2 Memberikan penjelasan penelitian kepada responden perawat pelaksana dan perawat clinical care manager mengenai tujuan dan prosedur penelitian yang akan dilakukan.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
4.8.2.3Meminta persetujuan sebagai responden penelitian kepada perawat pelaksana dan perawat clinical care manager dengan menandatangani lembar persetujuan yang telah disediakan. 4.8.2.4Melakukan kontrak dengan responden perawat clinical care manager untuk pelaksanaan pelatihan penerapan quality circle sebagai metode penyelesaian masalah supervisi klinik.
4.8.3 Langkah - Langkah Intervensi 4.8.3.1 Sebelum pengumpulan data, peneliti bersama bidang keperawatan mengidentifikasi responden perawat clinical care manager yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan untuk mengikuti pelatihan quality circle. Meminta ijin kepada bidang keperawatan untuk alokasi waktu pelaksanaan pelatihan penerapan quality circle supervisi klinik. Bekerjasama sama dengan bidang keperawatan memilih staf yang kompeten (menguasai ilmu manajemen dan tahapan penyelesaian masalah) untuk menempati posisi struktur organisasi quality circle, yaitu sebagai fasilitator adalah wakil kepala bidang bagian ketenagaan, serta memilih ruang perawatan yang akan menjadi tempat penerapan solusi penyelesaian masalah teknik supervisi yaitu 9 ruang perawatan rawat inap yang memiliki perawat clinical care manager. 4.8.3.2 Pada hari pengumpulan data, responden perawat pelaksana yang sesuai dengan kriteria inklusi dan bersedia untuk menjadi responden mengisi kuesioner pre-intervensi tentang persepsi perawat pelaksana terhadap kemampuan supervisi klinik perawat clinical care manager. 4.8.3.3 Melakukan pelatihan penerapan quality circle pada perawat clinical care manager selama 2 hari (lampiran 6 dan 7). 4.8.3.4 Peneliti mengobservasi penerapan tahapan pelaksanaan quality circle dalam menyelesaikan masalah tentang supervisi klinik yang dilakukan oleh perawat clinical care manager (lampiran 5). Setelah mendapatkan solusi penyelesaian masalah pelaksanaan supervisi klinik hasil quality circle, perawat clinical care manager mempresentasikan hasil solusi kepada bidang keperawatan dan menentukan tanggal pelaksanaan solusi
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
pelaksanaan supervisi klinik di ruang perawatan rawat inap yang telah dipilih. 4.8.3.5 Perawat clinical care manager melakukan sosialisasi kepada perawat pelaksana hasil solusi pelaksanaan supervisi klinik yang akan diterapkan dari kesepakatan kelompok quality circle yang telah disetujui oleh bidang keperawatan. 4.8.3.6 Perawat clinical care manager menerapkan solusi pelaksanaan supervisi klinik yang telah disosialisasikan serta menerapkan tahapan penyelesaian masalah saat melakukan supervisi klinik kepada perawat pelaksana selama 3 minggu. 4.8.3.7 Setelah 3 minggu penerapan solusi pelaksanaan supervisi oleh perawat CCM. Peneliti meminta responden perawat pelaksana untuk mengisi kuesioner post intervensi terhadap kemampuan supervisi klinik perawat clinical care manager.
4.9 Pengolahan dan Analisis Data 4.9.1 Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
4.9.1.1 Editing Tahap editing dilakukan dengan cara pengecekan tentang kelengkapan semua pernyataan dan data demografi perawat pelaksana sudah terisi semua pada kuesioner pre-intervensi dan post-intervensi pada kelompok intervensi dan kelompok non-intervensi.
4.9.1.2 Coding Tahap coding adalah pengkodean data responden perawat pelaksana pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol dengan memberikan nomor urut pada kolom yang tersedia di kuesioner yang terkumpul sebelum dilakukan intervensi dan sesudah dilakukan intervensi untuk mempermudah pengolahan data.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
4.9.1.3 Processing Tahap processing adalah data yang terisi secara lengkap dan telah melewati proses pengkodean dilakukan pemprosesan data dengan memasukkan data hasil kuesioner sebelum dan sesudah intervensi perawat pelaksana pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol ke paket program komputer.
4.9.1.4 Cleaning Proses akhir pengolahan data adalah melakukan pengecekan kembali data yang sudah di-entry untuk melihat ada tidaknya kesalahan dalam entry data. Hasil pengecekan data tidak ditemukan data yang hilang. Selanjutnya melakukan tabulasi data yaitu mengelompokkan data-data kedalam tabel menurut kategorinya
4.9.2 Analisis Data Rancangan uji statistik yang akan digunakan untuk menganalisi data adalah:
4.9.2.1 Analisis Univariat Analisis ini dilakukan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti, sehingga kumpulan data tersebut dapat disederhanakan dan diringkas menjadi informasi yang berguna (Hastono, 2007). Jenis data pada penelitian ini yaitu data kategorik, sehingga data dianalisis dengan menggunakan rumus proporsi dan penyajian data berupa tabel distribusi frekuensi dan proporsi dari masing-masing variabel dependen dan variabel confounding: lama bekerja, usia dan tingkat pendidikan.
4.9.2.2 Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk menguji perbedaan yang signifikan antara dua atau lebih kelompok (Hastono, 2007). Jenis data pada variabel dependen dalam penelitian ini adalah data kategorik, sehingga untuk menguji perbedaan variabel dependen pada kelompok berpasangan sebelum dan sesudah intervensi menggunakan uji McNemar dengan derajat kemaknaan 5% (alpha 0,05) atau tingkat kepercayaan 95%, selanjutnya untuk kesimpulan dilihat p dari hasil uji McNemar yang bermakna jika p < 0,05.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Uji perbedaan proporsi perubahan kemampuan melakukan supervisi klinik pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol sesudah pelaksanaan metode quality circle dengan menggunakan uji chi square dengan derajat kemaknaan 5% (alpha 0,05) atau tingkat kepercayaan 95%, selanjutnya untuk kesimpulan dilihat p dari hasil uji chi square yang bermakna jika p < 0,05.
Pengujian korelasi berdasarkan tingkat penilaian responden terhadap masingmasing aspek pengembangan profesionalisme, peningkatan keterampilan, alokasi waktu untuk refleksi, dan kualitas hubungan supervisor dengan supervisee terhadap lama kerja, usia, dan tingkat pendidikan perawat pelaksana dengan menggunakan uji korelasi Lambda dengan derajat kemaknaan 5% (alpha 0,05) atau tingkat kepercayaan 95%, selanjutnya untuk kesimpulan dilihat p dari hasil uji Lambda memiliki korelasi kuat jika p < 0,05.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Tabel 4.4 Uji Statistik No
Variabel
Uji Statistik
1
Kemampuan melakukan supervisi klinik sebelum penerapan quality circle pada kelompok intervensi
Kemampuan melakukan Uji supervisi klinik sesudah McNemar penerapan quality circle pada kelompok intervensi
2
Kemampuan melakukukan supervisi klinik sebelum penerapan quality circle pada kelompok kontrol
Kemampuan melakukan Uji supervisi klinik sesudah McNemar pada kelompok kontrol
3
Kemampuan melakukan supervisi kinik sesudah penerapan metode quality circle pada kelompok intervensi
Kemampuan melakukan Uji Chi supervisi klinik sesudah Square pada kelompok kontrol
4
Selisih perubahan proporsi kemampuan melakukan supervisi klinik sesudah penerapan quality circle pada kelompok intervensi
Selisih perubahan proporsi Uji Mannkemampuan melakukan Whitney supervisi klinik sesudah pada kelompok control
5
Pengaruh lama kerja, usia dan tingkat pendidikan perawat pelaksana
Kemampuan melakukan Uji supervisi klinik pada aspek Korelasi pengembangan Lambda profesional, peningkatan keterampilan, alokasi waktu untuk refleksi, dan kualitas hubungan supervisor-supervisee
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
BAB 5 HASIL PENELITIAN
Penjelasan hasil penelitian meliputi gambaran proses pelatihan quality circle, gambaran karakteristik responden dari perawat pelaksana, yaitu gambaran umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan pengalaman kerja baik kelompok intervensi maupun kelompok non-intervensi dan gambaran hasil kuesioner perawat clinical care manager pada kelompok intervensi dan kelompok non-intervensi. Selain itu, disajikan pula tentang analisis bivariat statistik independent dan dependent dengan menggunakan uji McNemar dan uji Chi-square. Peneliti mengambil data responden perawat clinical care manager dan perawat pelaksana untuk kelompok intervensi dari Rumah Sakit PGI Cikini yang bekerja di 9 ruang perawatan rawat inap. Pengambilan data responden dilakukan pada perawat clinical care manager dan perawat pelaksana pada kelompok nonintervensi dari Pelayanan Kesehatan Sint Carolus (PK Sint. Carolus) yang bekerja di 3 ruang perawatan rawat inap penyakit dalam dan 1 ruang perawatan anak. Pengambilan data dimulai dari minggu pertama mei sampai dengan minggu pertama juni 2012 pada kelompok intervensi dan minggu keempat mei sampai dengan minggu kedua juni 2012 pada kelompok non-intervensi. Pelaksanaan pelatihan quality circle, observasi pelaksanaan kegiatan quality circle, dan distribusi kuesioner dilakukan langsung oleh peneliti.
Seluruh data yang terkumpul telah memenuhi syarat untuk dianalisis. Hasil uji normalitas pada data numerik didapatkan data tidak normal, kemudian data di tranformasi serta diuji normalitas tetapi karena data masih tidak normal maka data dikategorikan. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel dan narasi yang didasarkan pada hasil analisis univariat dan bivariat.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
5.1 Gambaran Proses Pelatihan Quality Circle Pelatihan quality circle dilaksanakan selama 2 hari pada tanggal 4-5 mei 2012 yang diikuti 9 perawat clinical care manager, kepala bidang dan wakil kepala bidang bagian ketenagaan. Penilaian hasil kegiatan pelatihan quality circle dilakukan dengan cara menyiapkan 10 item pertanyaan aktif, yang diajukan sebelum dan sesudah pelatihan quality circle (pre-post test). Keberhasilan dinilai dengan cara membandingkan respon peserta pelatihan sebelum dan sesudah pelatihan. Sebanyak 75% peserta mampu menjawab lebih dari 5 pertanyaan dengan benar. Setelah proses pelatihan quality circle terjadi peningkatan pengetahuan sebanyak 100% peserta mampu menjawab seluruh pertanyaan dengan benar. Tujuan pelaksanaan kegiatan pelatihan quality circle adalah untuk meningkatkan keterampilan perawat clinical care manager dalam menyelesaikan masalah dan penyegaran topik supervisi klinik sehingga dapat mendukung dalam menjalankan peran dan fungsinya dengan baik.
Observasi pelaksanaan quality circle sebanyak 4 kali pada tanggal 7 – 10 mei 2012, sampai dengan tingkat keberhasilan pelaksanaan 100%. Perawat clinical care manager di bagi menjadi 2 kelompok dengan anggota sebanyak 4 dan 5 orang tiap kelompok. Adapun prosedur pelaksanaan dan tahapan observasi quality circle yang telah dilakukan secara rinci pada lampiran 4 dan 5.
5.2 Analisis Univariat 5.2.1 Gambaran karakteristik Responden Perawat Pelaksana Analisis univariat berikut menggambarkan distribusi dari seluruh variabel meliputi karakteristik responden perawat pelaksana: usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan lama kerja pada kelompok intervensi dan kelompok nonintervensi, tampak pada tabel 5.1.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Tabel 5.1 Karakteristik Perawat Pelaksana pada Kelompok Intervensi di RS PGI Cikini dan Non-intervensi di PK Sint Carolus Mei-Juni 2012 (n=105) Variabel
Kelompok Intervensi
Kelompok Nonintervensi n %
N
%
Pendidikan SPK D3 Keperawatan S1 Keperawatan
5 46 1
9,6 88,5 1,9
10 40 3
18,9 75,5 5,6
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
2 50
3,8 96,2
2 51
3,7 96,2
Lama kerja < 2 thn 3 – 5 thn 5 – 9 thn >9 thn
8 26 5 13
15,4 50 9,6 25
2 3 2 46
3,8 5,7 3,8 86,8
Usia 18 – 25 25 – 65 tahun
24 28
46,2 53,8
5 48
9,4 90,6
Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan pada kelompok intervensi dan kelompok non-intervensi paling banyak adalah pada jenjang pendidikan D3 Keperawatan masing-masing 46 orang (88,5%) dan 40 orang (75,5%). Jenis kelamin pada responden di kelompok intervensi dan non-intervensi paling banyak adalah perempuan masing-masing 50 orang (96,2%) dan 51 orang (96,2%). Responden pada kelompok intervensi memiliki masa kerja paling banyak pada rentang 3 – 5 tahun sebanyak 25 (50%), sedangkan pada kelompok non-intevensi maemiliki masa kerja paling banyak pada rentang > 9 tahun sebanyak 46 (86,8%). Usia responden pada kelompok intervensi dan non-intervensi paling banyak pada rentang usia 25 – 65 tahun, masing-masing sebanyak 28 (53,8 %) dan 48 (90,6%)
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
5.2.2 Gambaran Karakteristik Responden Perawat Clinical Care Manager Analisis univariat berikut menggambarkan distribusi dari seluruh variabel meliputi karakteristik responden perawat clinical care manager: usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan pengalaman kerja pada kelompok intervensi dan kelompok non-intervensi, tampak pada tabel 5.2.
Tabel 5.2 Karakteristik Perawat Clinical Care Manager Pada Kelompok Intervensi di RS PGI Cikini dan Non-intervensi di PK Sint Carolus Mei-Juni 2012 (n=105) Variabel
Kelompok Intervensi
Kelompok Non-intervensi n %
n
%
Pendidikan D3 Keperawatan S1 keperawatan
9 0
100 0
0 5
0 100
Jenis Kelamin Perempuan
9
100
5
100
Lama kerja < 2 tahun 5 – 9 tahun > 9 tahun
5 1 3
55,5 11,1 33,3
2 3 0
40 60 0
Usia 25 – 65 tahun
9
100
5
100
Distribusi responden perawat clinical care manager berdasarkan tingkat pendidikan, pada kelompok intervensi seluruh responden berpendidikan D3 keperawatan 9 (100%) dan kelompok non-intervensi seluruh responden berpendidikan S1 Keperawatan 5 (100%). Jenis kelamin responden kelompok intervensi dan non-intervensi seluruhnya adalah perempuan masing-masing 9 (100%) dan 5 (100%).
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Lama kerja responden menjadi perawat CCM pada kelompok intervensi paling banyak < 2 tahun sebanyak 5 (55,5%), sedangkan pada kelompok non-intervensi pada rentang 3 - 5 tahun sebanyak 3 dari 5 (60%). Usia responden pada kelompok intervensi maupun kelompok non-intervensi berada pada rentang 25 – 65 tahun masing-masing sebanyak 9 orang (100%) dan 5 orang (100%). 5.2.3 Gambaran Kemampuan Supervisi Klinik Berdasarkan Persepsi Perawat Clinical Care Manager dan Perawat Pelaksana Analisis univariat berikut menggambarkan distribusi dari kemampuan supervisi klinik yang dimiliki oleh perawat clinical care manager berdasarkan persepsi perawat clinical care manager sendiri maupun persepsi perawat pelaksana pada kelompok intervensi dan kelompok non-intervensi, tampak pada tabel 5.3-5.4: Tabel 5.3 Kemampuan Melakukan Supervisi Klinik Sebelum Penerapan Quality Circle Berdasarkan Persepsi Perawat CCM pada Kelompok Intervensi di RS PGI Cikini dan kelompok non-Intervensi di PK Sint. Carolus Mei-Juni 2012 (n=14).
Variabel
Kelompok Intervensi N %
Kelompok NonIntervensi n %
Perkembangan profesionalisme
Baik Buruk
2 7
22,2 77,7
3 2
60 40
Keterampilan Klinik
Baik Buruk
2 7
22,2 77,7
4 1
80 20
Alokasi waktu refleksi
Baik Buruk
2 7
22,2 77,7
2 3
40 60
Hubungan interpersonal
Baik Buruk
3 6
33,3 66,7
3 2
60 40
Gambaran kemampuan perawat clinical care manager melakukan supervisi klinik untuk meningkatkan aspek perkembangan profesionalisme pada kelompok
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
intervensi yang menyatakan buruk sebanyak 7 (77,7%) dan pada kelompok nonintervensi yang menyatakan baik 3 (60%). Kemampuan perawat clinical care manager melakukan supervisi klinik untuk meningkatkan aspek peningkatan keterampilan klinik pada kelompok intervensi lebih banyak yang menyatakan buruk sebanyak 7 (77,7%), sedangkan pada kelompok non-intervensi lebih banyak yang menyatakan baik 4 dari 5 responden (80%). Kemampuan melakukan supervisi klinik perawat clinical care manager untuk meningkatkan aspek alokasi waktu untuk refleksi pada kelompok intervensi maupun kelompok non-intervensi lebih banyak yang menyatakan buruk masingmasing sebanyak 7 (77,7%) dan 3 (60%). Kemampuan melakukan supervisi klinik perawat clinical care manager untuk meningkatkan aspek kualitas hubungan interpersonal pada kelompok intervensi yang menyatakan buruk sebanyak 6 (66,7%), sedangkan pada kelompok nonintervensi menyatakan baik sebanyak 3 (60%).
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Tabel 5.4 Kemampuan Perawat Clinical Care Manager Melakukan Supervisi Klinik Berdasarkan Persepsi Perawat Pelaksana Sebelum Penerapan Quality Circle Pada Kelompok Intervensi di RS PGI Cikini dan Kelompok Non-intervensi di PK Sint. Carolus Mei-Juni 2012 (n=14). Variabel
Kelompok Intervensi n %
Kelompok NonIntervensi n %
p
Perkembangan profesionalisme
Baik Buruk
26 26
50 50
28 25
52,8 47,1
0,772
Keterampilan Klinik
Baik Buruk
23 29
44,2 55,8
28 25
52,8 47,1
0,378
Alokasi waktu
Baik Buruk
27 25
51,9 48,1
21 32
39,6 60,4
0,206
Kualitas Hubungan
Baik Buruk
25 27
48,1 51,9
27 26
50,9 49,1
0,769
Gambaran kemampuan supervisi klinik oleh perawat CCM berdasarkan persepsi perawat pelaksana sebelum penerapan quality circle pada aspek perkembangan profesionalisme didapatkan data: responden kelompok intervensi yang menyatakan baik dan buruk berjumlah sama masing-masing sebanyak 26 (50%) dan 26 (50%). Namun pada kelompok non-intervensi responden paling banyak menyatakan baik sejumlah 28 (52,8%). Kemampuan supervisi klinik pada aspek peningkatan keterampilan klinik, responden pada kelompok intervensi paling banyak menyatakan buruk sejumlah 29 (55,8%), sedangkan pada kelompok non-intervensi paling banyak menyatakan baik sejumlah 28 (52,8%). Kemampuan supervisi klinik pada aspek alokasi waktu untuk refleksi, responden kelompok intervensi paling banyak menyatakan baik sejumlah 27 (51,9%), sedangkan pada kelompok non-intervensi paling banyak menyatakan buruk sejumlah 32 (60,4%).
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Kemampuan supervisi klinik pada aspek hubungan interpersonal didapatkan data: responden kelompok intervensi paling banyak menyatakan buruk sejumlah 27 (51,9%), sedangkan kelompok non-intervensi hampir berjumlah sama yang menyatakan baik dan buruk masing-masing sejumlah 27 (50,9%) dan 26 (49,1%). Hasil analisis statistik didapatkan tidak ada perbedaan kemampuan supervisi klinik sebelum penerapan quality circle pada seluruh aspek di kelompok intevensi maupun kelompok non-interevsni (p=0,772, p=0,378, p=0,206, p=0,769, α=0,05).
5.3 Analisis Bivariat 5.3.1 Uji Kesetaraan Uji Kesetaraan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui varian antara kelompok intervensi dengan kelompok non-intervensi. Pada penelitian ini variabel yang akan diuji kesetaraannya adalah varian karakteristik responden dan aspek kemampuan melakukan supervisi klinik sebelum penerapan quality circle dengan menggunakan uji Chi-square. Analisis homogenitas karakteristik responden dan kemampuan supervisi klinik sebelum penerapan quality circle pada kedua kelompok tampak dalam tabel 5.5.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Tabel 5.5 Analisis Kesetaraan Karakteristik Responden dan Aspek Kemampuan Supervisi Klinik Sebelum Penerapan Quality Circle Pada Kelompok Intervensi dan Non-intervensi di RS PGI Cikini dan PK Sint Carolus Mei-Juni 2012 (n=105) Variabel
Kelompok Intervensi n %
Kelompok Non-intervensi n %
Pendidikan SPK D3 Keperawatan S1 Keperawatan
5 46 1
4,8 43,8 1.0
10 40 3
9,5 38,1 2,9
0,215
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
2 50
1,9 47,6
2 51
1,9 48,6
1,000
Lama kerja < 2 tahun 3 - 5 tahun 5 – 9 tahun >9 tahun
8 26 5 13
15,4 50 9,6 25
2 3 2 46
3,8 5,7 3,8 86,8
0,000*
Usia 18 – 25 tahun 25 – 65 tahun
24 28
46,2 53,8
5 48
9,4 90,6
0,000*
Baik Buruk
26 26
24,8 24,8
28 25
26,7 23,8
0,772
Keterampilan klinik Baik Buruk
23 29
21,9 27,6
28 25
26,7 23,8
0,378
Alokasi waktu refleksi Baik Buruk
27 25
25,7 23,8
21 32
20 30,5
0,206
Kualitas hubungan interpersonal Baik Buruk
25 27
23,8 25,7
27 26
25,7 24,8
0,769
p
Perkembangan profesionalisme
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Hasil uji kesetaraan karakteristik responden pada kedua kelompok dengan total jumlah responden 105 orang, menunjukkan tidak ada perbedaan karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan dan jenis kelamin masing-masing (p=0,215, p=1,000, α=0,05), namun menunjukkan hasil adanya perbedaan karakteristik responden berdasarkan usia dan lama kerja (p= 0,000). Hal ini menunjukkan bahwa responden setara dalam hal tingkat pendidikan dan jenis kelamin, tetapi tidak setara dalam hal usia dan lama kerja.
Hasil uji kesetaraan persepsi responden terhadap kemampuan melakukan supervisi klinik sebelum penerapan quality circle pada kedua kelompok dengan total jumlah responden 105 orang, menunjukkan hasil tidak ada perbedaan pada seluruh variabel aspek kemampuan melakukan supervisi klinik yang meliputi: aspek perkembangan profesional, aspek keterampilan klinik, aspek alokasi waktu untuk refleksi, dan aspek hubungan interpersonal (p=0,772, p=0,378, p=0,206, p=0,769, α=0,05). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan perawat CCM melakukan supervisi klinik sebelum penerapan quality circle pada kelompok intervensi dan kelompok non-intervensi setara menurut persepsi responden perawat pelaksana.
5.3.2 Analisis Bivariat Kemampuan Supervisi Klinik Sebelum dan Setelah penerapan Quality Circle pada Kelompok Intervensi Uji statistik yang digunakan untuk membandingkan kemampuan supervisi klinik sebelum dan setelah penerapan quality circle pada kelompok intervensi dilakukan dengan uji McNemar. Perbandingan kemampuan supervisi klinik sebelum dan setelah intervensi dapat terlihat pada tabel 5.6
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Tabel 5.6 Hasil Analisis Perbedaan Kemampuan Supervisi Klinik Sebelum dan Sesudah Penerapan Quality Circle pada Kelompok Intervensi RS PGI Cikini Mei 2012 (n=52). Post intervensi Buruk Baik n % n %
n
%
Baik buruk
4 3
7,7 5,8
22 23
42,3 44,2
26 26
50 50
0,000*
Baik buruk
13 3
25 5,8
16 20
30,8 38,5
29 23
55,8 44,2
0,004*
Baik buruk
6 5
11,5 9,6
19 22
36,5 42,3
25 27
48,1 51,9
0,007*
Baik buruk
10 5
19,2 9,6
17 20
32,7 38,5
27 25
51,9 48,1
0,017*
Variabel
Perkembangan profesionalisme Pre-intervensi
Keterampilan klinik Pre-intervensi
Alokasi waktu Pre-intervensi
Hubungan interpersonal Pre-intervensi
Total
P
*bermakna pada α = 0,05
Kemampuan supervisi klinik pada aspek perkembangan profesionalisme menurut persepsi responden lebih banyak yang menyatakan sebelum intervensi buruk dan sesudah intervensi baik sebanyak 23 (44,2%) disamping itu, yang menyatakan sebelum intervensi dan setelah intervensi baik, proporsinya juga cukup banyak yaitu 42,3%. Hal ini berarti adanya perubahan kemampuan supervisi klinik pada aspek perkembangan profesionalisme yang telah dilaksanakan setelah penerapan quality circle. Hasil statistik lebih lanjut didapatkan ada perbedaan yang signifikan sebelum intervensi dengan sesudah intervensi quality circle oleh perawat clinical care manager pada aspek perkembangan profesionalisme (p=0,000, α=0,05).
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Kemampuan supervisi klinik pada aspek peningkatan keterampilan klinik didapatkan data paling banyak responden menyatakan sebelum intervensi buruk dan sesudah intervensi baik sebanyak 16 orang (30,8%). Hal ini berarti adanya perubahan kemampuan supervisi klinik pada aspek peningkatan keterampilan klinik setelah penerapan quality circle. Namun perlunya evaluasi dalam pelaksanaan supervisi klinik dalam meningkatkan keterampilan klinik karena responden yang menyatakan sebelum intervensi baik dan setelah intervensi buruk sebanyak 13 (25%). Hasil statistik lebih lanjut didapatkan ada perbedaan yang signifikan sebelum dengan sesudah intervensi quality circle oleh perawat clinical care manager pada aspek peningkatan keterampilan klinik (p= 0,004, α= 0,05). Kemampuan supervisi klinik pada aspek alokasi waktu untuk refleksi didapatkan data paling banyak responden menyatakan sebelum intervensi buruk dan sesudah intervensi baik sebanyak 22 orang (42,3%). Hal ini berarti ada perubahan pelaksanaan supervisi klinik dalam aspek alokasi waktu untuk refleksi setelah penerapan quality circle. Hasil statistik lebih lanjut didapatkan ada perbedaan yang signifikan sebelum intervensi dengan sesudah intervensi quality circle oleh perawat clinical care manager pada` aspek alokasi waktu untuk refleksi (p=0,007, α=0,05). Kemampuan supervisi klinik pada aspek hubungan interpersonal supervisorsupervisee didapatkan data paling banyak responden yang menyatakan sebelum intervensi buruk dan sesudah intervensi baik sebanyak 20 orang (38,5%). Hal ini berarti ada perubahan kemampuan supervisi klinik pada aspek hubungan interpersonal setelah penerapan quality circle. Hasil statistik lebih lanjut didapatkan ada perbedaan yang signifikan sebelum intervensi dengan sesudah intervensi quality circle oleh perawat clinical care manager pada hubungan interpersonal supervisor-supervisee. (p=0,017, α =0,05)
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
5.3.3 Analisis Bivariat Kemampuan Supervisi Klinik Sebelum dan Setelah pada Kelompok Non-Intervensi
Uji statistik yang digunakan untuk membandingkan kemampuan supervisi klinik sebelum dan setelah pada kelompok non-intervensi dilakukan dengan uji McNemar. Perbandingan kemampuan supervisi klinik sebelum dan setelah intervensi dapat terlihat pada tabel 5.7.
Tabel 5.7 Hasil Analisis Perbedaan Kemampuan Supervisi Klinik pada Kelompok Non-intervensi di PK Sint Carolus Mei-Juni 2012 (n=53) Post intervensi Buruk baik n % n %
Variabel
Perkembangan profesionalisme Pre-intervensi
Keterampilan klinik Pre-intervensi
Alokasi waktu Pre-intervensi
Hubungan interpersonal Pre-intervensi
Total
N
%
P
baik buruk
10 6
18,9 11,3
16 21
30,2 39,6
26 27
49,1 50,9
0,052
baik buruk
5 2
9,4 3,8
21 25
39,6 47,2
26 27
49,1 50,9
0,000*
baik buruk
18 15
34 28,3
15 5
28,3 37,7
33 20
62,3 37,7
1,000
baik buruk
18 16
34 30,2
9 10
17 18,9
27 26
50,9 49,1
0,230
* bermakna pada α = 0,05
Kemampuan supervisi klinik pada aspek perkembangan profesionalisme pada kelompok non-intervensi didapatkan data paling banyak responden menyatakan sebelum buruk dan sesudah baik tanpa pelaksanaan intervensi sebanyak 21 orang (39,6%). Hal ini berarti ada perubahan kemampuan supervisi klinik tanpa
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
pelaksanaan intervensi. Hasil statistik lebih lanjut didapatkan tidak ada perbedaan yang signifikan sebelum dengan sesudah tanpa pelaksanaan intervensi quality circle oleh perawat clinical care manager pada aspek perkembangan profesionalisme (p=0,052, α = 0,05). Kemampuan supervisi klinik pada aspek peningkatan keterampilan klinik didapatkan data paling banyak responden menyatakan sebelum buruk dan sesudah baik tanpa pelaksanaan intervensi sebanyak 25 orang (47,2%). Hal ini menunjukkan terjadi perubahan kemampuan supervisi klinik dalam meningkatkan keterampilan klinik walaupun tanpa pelaksanaan intervensi. Hasil statistik lebih lanjut didapatkan ada perbedaan yang signifikan sebelum dengan sesudah tanpa pelaksanaan intervensi quality circle oleh perawat clinical care manager pada aspek peningkatan keterampilan klinik (p=0,000, α = 0,05). Kemampuan supervisi klinik pada aspek alokasi waktu untuk refleksi didapatkan data paling banyak responden menyatakan sebelum baik dan sesudah buruk tanpa pelaksanaan intervensi sebanyak 18 orang (34%). Hal ini berarti perlu adanya evaluasi kemampuan supervisi klinik pada aspek alokasi waktu untuk refleksi. Hasil statistik lebih lanjut didapatkan tidak ada perbedaan yang signifikan sebelum dengan setelah tanpa pelaksanaan intervensi quality circle oleh perawat clinical care manager pada aspek alokasi waktu untuk refleksi (p=1,000, α= 0,05). Kemampuan supervisi klinik pada aspek hubungan interpersonal supervisorsupervisee didapatkan data paling banyak responden menyatakan sebelum baik dan sesudah buruk tanpa pelaksanaan intervensi sebanyak 18 orang (34%). Hasil statistik lebih lanjut didapatkan tidak ada perbedaan yang signifikan sebelum dengan setelah tanpa pelaksanaan intervensi quality circle oleh perawat clinical care manager pada aspek hubungan interpersonal supervisor-supervisee (p=0,230, α=0,05)
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
5.3.4 Kemampuan supervisi klinik setelah penerapan quality circle pada kelompok intervensi dan kelompok non-intervensi.
Uji statistik yang digunakan untuk membandingkan kemampuan supervisi klinik setelah penerapan quality circle pada kelompok intervensi dan non-intervensi dilakukan dengan uji Chi-square. Perbandingan kemampuan supervisi klinik setelah intervensi dapat terlihat pada tabel 5.8.
Tabel 5.8 Hasil Analisis Perbedaan Kemampuan Supervisi Klinik Setelah Penerapan Quality Circle pada Kelompok Intervensi dan Non-intervensi di RS PGI Cikini dan PK Sint Carolus Mei-Juni 2012 (n=105)
Kelompok Intervensi
n 45 7 53
% 84,9 13,2 50,5
Kelompok Nonintervensi n % 37 71,2 16 30,8 52 49,5
Kemampuan supervisi klinik
Perkembangan Profesionalisme Jumlah
Baik Buruk
Keterampilan klinik Jumlah
Baik Buruk
36 16 53
67,9 30,1 50,5
46 7 52
88,5 13,5 49,5
Alokasi waktu refleksi Jumlah
Baik Buruk
41 11 53
77,3 20,7 50,5
20 33 52
38,5 63,5 49,5
Hubungan interpersonal Jumlah
Baik Buruk
37 15 53
69,8 28,2 50,5
20 33 52
38,5 63,5 49,5
P
0,038*
0,030*
0,000*
0,001*
* bermakna pada α = 0,05
Kemampuan supervisi klinik pada aspek perkembangan profesionalisme sesudah penerapan quality circle di kelompok intervensi dan non-intervensi didapatkan data responden paling banyak menyatakan baik, masing-masing sebanyak 45
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
(84,9%) dan 37 (71,2%), namun di kelompok non-intervensi responden yang menyatakan buruk lebih banyak dibandingkan kelompok intervensi sebanyak 16 (30,8%). Hasil uji statistik didapatkan ada perbedaan yang signifikan pada aspek perkembangan profesionalisme sesudah pelaksanaan quality circle pada kedua kelompok (p=0,038, α=0,05). Kemampuan supervisi klinik pada aspek peningkatan keterampilan klinik berdasarkan persepsi responden di kelompok intervensi dan non intervensi paling banyak menyatakan baik, masing-masing sebanyak 36 (67,9%) dan 46 (88,5%), namun pada kelompok intervensi responden yang menyatakan buruk lebih banyak dibandingkan kelompok non-intervensi sebanyak 16 (30,1%). Hasil uji statistik didapatkan ada perbedaan yang signifikan pada aspek peningkatan keterampilan klinik sesudah pelaksanaan quality circle pada kedua kelompok (p=0,030, α=0,05). Kemampuan supervisi klinik aspek alokasi waktu untuk refleksi berdasarkan persepsi responden di kelompok intervensi paling banyak menyatakan baik, sebanyak 41 (77,3%), sedangkan di kelompok non-intervensi responden paling banyak menyatakan buruk, sebanyak 33 (63,5%). Hasil uji statistik didapatkan ada perbedaan yang signifikan pada aspek peningkatan aspek alokasi waktu untuk refleksi sesudah pelaksanaan quality circle pada kedua kelompok (p=0,000, α=0,05). Kemampuan supervisi klinik aspek kualitas hubungan interpersonal supervisorsupervisee berdasarkan persepsi responden di kelompok intervensi paling banyak menyatakan baik sebanyak 37 (69,8%), sedangkan di kelompok non-intervensi responden paling banyak menyatakan buruk sebanyak 33 (63,5%). Hasil uji statistik didapatkan ada perbedaan yang signifikan pada aspek peningkatan keterampilan klinik sesudah pelaksanaan quality circle pada kedua kelompok (p=0,001, α <0,05).
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
5.3.5 Analisis Perbedaan Proporsi Sebelum dan Setelah Penerapan Quality Circle pada Kelompok Intervensi dan Non-intervensi Uji statistik yang digunakan untuk melihat perbedaan proporsi sebelum dan setelah penerapan quality circle pada kelompok intervensi dan non-intervensi dengan menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil uji dapat dilihat pada tabel 5.9.
Tabel 5.9 Hasil analisis perbedaan proporsi sebelum dan setelah penerapan quality circle pada kelompok intervensi dan non-intervensi di RS PGI Cikini dan PK Sint. Carolus Mei – Juni 2012 (n=105).
Variabel
Kelompok intervensi
Pre %
Post %
∆ %
Kelompok Nonintervensi Pre Post % %
p
∆ %
Perkembangan profesionalisme Baik Buruk
24,8 24,8
84,9 13,2
60,1 -11,6
26,7 23,8
71,2 30,8
44,5 -7
0,001*
Keterampilan klinik Baik Buruk
21,9 27,6
67,9 30,1
46 -2,5
26,7 23,8
88,5 13,5
61,8 -10,3
0.014*
Alokasi waktu refleksi Baik Buruk
25,7 23,8
77,3 20,7
51,6 -3,1
20 30,5
38,5 63,5
18,5 -39
0,030*
Hubungan interpersonal Baik Buruk
23,8 25,7
69,8 28,2
46 -2,5
25,7 24,8
38,5 63,5
12,8 -38,7
0,002*
*bermakna pada α = 0,05
Kemampuan supervisi klinik perawat clinical care manager pada seluruh variabel aspek didapatkan data pada kelompok intervensi terjadi peningkatan proporsi
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
responden yang menyatakan baik setelah penerapan quality circle masing-masing sebanyak 60,1%, 46%. 51,6 dan 46%, sedangkan pada kelompok non-intervensi tanpa pelaksanaan quality circle juga terjadi peningkatan proporsi responden yang menyatakan baik masing-masing sejumlah 44,5%, 61,8%, 18,5% dan 12,8%. Hasil analisis selisih proporsi dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan selisih proporsi sebelum dengan setelah penerapan quality circle pada kelompok intervensi dengan non-intervensi (p=0,000, α=0,05).
5.3.6 Analisis Hubungan Karakteristik Responden Terhadap Seluruh Aspek Kemampuan Supervisi Klinik.
Uji statistik yang digunakan untuk mengetahui hubungan karakteristik responden perawat pelaksana terhadap kemampuan supervisi klinik setelah penerapan quality circle pada kelompok intervensi dan non-intervensi dilakukan dengan uji Korelasi Lambda. Hasil analisis dapat terlihat pada tabel 5.10.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Tabel 5.10 Analisis hubungan karakteristik responden terhadap seluruh aspek supervisi klinik pada kelompok intervensi dan non intervensi di RS PGI Cikini dan PK Sint. Carolus Mei-Juni 2012 (n=105) Variabel
Usia Pengembangan profesionalisme Keterampilan klinik Alokasi waktu refleksi Hubungan interpersonal
Pendidikan Pengembangan profesionalisme Keterampilan klinik Alokasi waktu refleksi Hubungan interpersonal Lama kerja Pengembangan profesionalisme Keterampilan klinik Alokasi waktu refleksi Hubungan interpersonal Jenis Kelamin Pengembangan profesionalisme Keterampilan klinik Alokasi waktu refleksi Hubungan interpersonal
p
R
0,239
0,000
0,156 0,007* 0,255
0,000 0,182 0,830
0,630
0,000
0,630 0,036* 0,078
0,000 0,114 0,188
0,516
0,000
n
105
105
105 0,041* 0,004* 0,061
0,000 0,182 0,188
1,000
0,000
0,208 0,138 1,000
0,000 0,000 0,000
105
* bermakna pada α = 0,05
Hasil analisis hubungan antara usia responden dengan aspek alokasi waktu untuk refleksi setelah penerapan quality circle di kedua kelompok didapatkan ada hubungan yang signifikan antara usia responden dengan alokasi waktu
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
untuk refleksi dengan kekuatan hubungan sangat lemah (p=0,007, r=0,182, α=0,05). Namun hasil analisis hubungan usia dengan aspek lainnya, didapatkan tidak ada hubungan antara usia dengan aspek pengembangan profesional, peningkatan keterampilan klinik, dan aspek kualitas hubungan interpersonal (p > 0,05). Hasil analisis hubungan antara pendidikan responden dengan aspek alokasi waktu untuk refleksi setelah penerapan quality circle pada kedua kelompok, didapatkan ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan alokasi waktu untuk refleksi dengan kekuatan hubungan sangat lemah (p=0,036, r=0,114, α=0,05). Namun hasil analisis hubungan tingkat pendidikan responden dengan aspek lainnya tidak terdapat hubungan yang signifikan (p > 0,05).
Analisis hubungan antara lama kerja responden dengan aspek peningkatan keterampilan klinik dan alokasi waktu untuk refleksi setelah penerapan quality circle di kedua kelompok. Hasil yang didapatkan ada hubungan yang signifikan antara lama kerja dengan aspek peningkatan keterampilan klinik dan alokasi waktu untuk refleksi dengan kekuatan hubungan sangat lemah (berturut-turut p=0,041, r=0,000, p=0,004, r=0,182, α < 0,05). Namun hasil analisis hubungan lama kerja dengan aspek lainnya tidak terdapat hubungan yang signifikan (p > 0,05).
Hasil analisis hubungan antara jenis kelamin dengan aspek kemampuan supervisi klinik setelah penerapan quality circle di kedua kelompok (p > 0,05, α < 0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan aspek pengembangan profesionalisme, peningkatan keterampilan klinik, alokasi waktu untuk refleksi dan kualitas hubungan interpersonal.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
BAB 6 PEMBAHASAN
Pembahasan hasil penelitian, meliputi interpretasi dan diskusi hasil, juga keterkaitan dengan studi literatur dan hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Selain itu, pada bab ini akan menjelaskan juga tentang berbagai keterbatasan penelitian dan implikasi penelitian terhadap pelayanan keperawatan.
6.1 Interpretasi dan Diskusi Hasil Penelitian 6.1.1 Gambaran pelaksanaan pelatihan quality circle. Quality circle merupakan suatu mekanisme penyelesaian masalah di area kerja dalam kelompok yang anggotanya saling berinteraksi secara sukarela melalui tahapan penyelesaian masalah. Pelaksanaan quality circle oleh perawat clinical care manager merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan supervisi klinik pada aspek perkembangan profesionalisme, peningkatan keterampilan klinik, alokasi waktu untuk refleksi, dan kualitas hubungan supervisor-supervisee. Observasi pelaksanaan quality circle sebanyak 4 kali sampai dengan tingkat keberhasilan 100%, menunjukkan perkembangan keterampilan perawat clinical care manager dalam menyelesaikan masalah untuk meningkatkan kemampuan supervisi klinik. Teknik pokok supervisi pada dasarnya menggunakan pendekatan penyelesaian masalah (Suarli & Bahtiar, 2010). Gambaran kemampuan supervisi klinik sebelum pelaksanaan quality circle berdasarkan persepsi perawat clinical care manager pada kelompok intervensi dan non-intervensi (tabel 5.3) didapatkan data, sebagian besar menyatakan kemampuan supervisi klinik masih buruk pada semua aspek. Pemberian pelayanan keperawatan yang berkualitas membutuhkan kontrol dari supervisor klinik agar sesuai dengan standar pelayanan keperawatan yang ditetapkan. Pelaksanaan supervisi yang tidak adekuat menyebabkan aktivitas pelayanan
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
keperawatan yang diberikan tidak sesuai standar dan membahayakan pasien. Supervisi klinik yang efektif dipengaruhi berbagai faktor antara lain adalah kejelasan uraian tugas supervisor klinik, kurangnya koordinasi, kurangnya edukasi teknik supervisi, keterampilan interpersonal, komunikasi dan faktor individu supervisee (WHO, 1993., Robbins, 2001., Bush, 2005., Marquis, 2009., Marriner & Tomey, 2009). Karakteristik responden perawat clinical care manager (tabel 5.2) berdasarkan tingkat pendidikan pada kelompok intervensi seluruh responden berpendidikan D3 keperawatan 9 (100%) dan kelompok non-intervensi seluruh responden berpendidikan S1 Keperawatan 5 (100%). Perbedaan tingkat pendidikan antara kelompok intervensi dan non-intervensi lebih disebabkan karena kebijakan rumah sakit kelompok non-intervensi bahwa posisi supervisor klinik minimal S1 Keperawatan dengan pertimbangan pendidikan S1 keperawatan memiliki kemampuan untuk lebih banyak memikirkan peningkatan mutu asuhan keperawatan dengan melakukan penelitian-penelitian sehingga tercipta praktik keperawatan berdasarkan pembuktian (Sitorus, 2006). Tingkat pendidikan D3 Keperawatan yang merupakan tingkat pendidikan vokasi lebih menekankan kompetensi keterampilan memerlukan pendampingan untuk bisa mengeksplorasi area baru praktik keperawatan berdasarkan evidenced based.
Faktor interpersonal supervisor klinik mempengaruhi efektifitas pelaksanaan supervisi klinik. Faktor interpersonal merupakan kemampuan yang diperlukan oleh supervisor untuk mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan berhasil. Robbins (2001) mengidentifikasaikan tiga keterampilan manajemen yang mutlak diperlukan yaitu: (1) Keterampilan teknis meliputi kemampuan menerapkan pengetahuan khusus atau keahlian spesialisasi. (2) Keterampilan manusiawi merupakan kemampuan bekerja sama, memahami, dan memotivasi orang lain, baik perseorangan maupun kelompok. (3) Keterampilan konseptual merupakan kemampuan mental untuk menganalisis dan mendiagnosis situasi yang rumit sehingga mampu mengambil keputusan yang tepat berdasarkan letak masalah, identifikasi alternatif solusi, evaluasi alternatif dan memilih alternatif yang paling baik. Tingkat pendidikan supervisor klinik akan berpengaruh terhadap
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
kemampuan interpersonal dan penguasaan keterampilan manajemen yang mutlak diperlukan untuk pelaksanaan supervisi klinik yang efektif.
Karakteristik responden perawat clinical care manager pada kelompok intervensi dan non-intervensi berusia dewasa (25 – 65 tahun) yang memiliki karakteristik positif produktif dan kreatif sehingga menjadi daya dukung dalam pelaksanaan tugas secara efektif. Hal negatif yang dimiliki pada rentang usia dewasa yaitu kurangnya komitmen. Perawat clinical care manager di kelompok intervensi 4 orang teridentifikasi menjelang usia pension, hal ini secara tidak langsung mempengaruhi komitmen dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab yang diemban.
Karakteristik pengalaman kerja menjadi supervisor klinik pada kelompok intervensi paling banyak pada rentang < 2 tahun, sedangkan pada kelompok nonintervensi rentang lama kerja 3 – 5 tahun. Perawat supervisor sebagai pelaksana supervisi klinik harus memiliki pengetahuan tentang jenis pekerjaan yang akan disupervisi dan teknik pelaksanaan supervisi. Pelaksanaan teknik supervisi yang optimal dengan akan berkontribusi terhadap kualitas pelayanan keperawatan Keterampilan pembuatan keputusan klinik keperawatan yang semakin lama semakin meningkat disebabkan oleh bertambahnya pengalaman dan keahlian dalam area praktik. Perawat supervisor perlu mendapatkan kesempatan pelatihan dalam mendukung kemampuan pelaksanaan supervisi..
6.1.2 Gambaran karakteristik respoden perawat pelaksana dan hubungan karakteristik responden dengan aspek kemampuan supervisi klinik. Gambaran karakteristik responden perawat pelaksana meliputi usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin dan lama kerja. Sedangkan kemampuan supervisi klinik meliputi aspek: pengembangan profesionalisme, peningkatan keterampilan, alokasi waktu untuk refleksi dan kualitas hubungan supervisor dengan supervisee. 6.1.2.1 Usia
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Rentang usia pada penelitian ini berdasarkan teori perkembangan psikososial Erickson’s ditetapkan dua kategori yaitu dewasa muda (18 – 25 tahun) dan dewasa (25 – 65 tahun). Sebagian besar responden pada kelompok intervensi dan non-intervensi masuk kategori usia dewasa masing-masing sebanyak 28 (53,8%) dan 48 (90,6%). Usia responden yang lebih banyak berada pada kategori usia dewasa, menurut tahapan teori perkembangan psikososial Erikson’s memiliki kreativitas, produktivitas dan perhatian terhadap orang lain. Namun hal negatif yang bisa muncul pada rentang usia tersebut adalah mengandalkan pada kemampuan diri sendiri, kurangnya perhatian dan komitmen. Rentang usia staf keperawatan menjadi dasar bagi supervisor klinik untuk melaksanakan supervisi klinik dengan menggunakan pendekatan berdasarkan teori kebutuhan Maslow. Rentang usia yang berbeda menyebabkan tingkat kebutuhan dan jenis motivasi yang diperlukan staf berbeda-beda. Implikasi penting dari teori kebutuhan Maslow yang dapat diterapkan oleh supervisor klinik untuk memotivasi staf antara lain: jenis supervisi yang diterapkan, desain pekerjaan, kegiatan institusi dan dukungan. Supervisor harus mampu mengenali tingkat kebutuhan yang diperlukan karyawan sehingga dapat memberikan motivasi yang sesuai. Menurut Certo (2007) supervisor harus dapat memahami orang lain, sehingga dapat memimpin dan memotivasi staf dari hari ke hari sebagai upaya untuk mempertemukan kebutuhan antara institusi dengan kebutuhan staf. Hubungan antara usia responden dengan kemampuan supervisi klinik pada aspek alokasi waktu untuk refleksi (tabel 5.10), lebih disebabkan hal positif yang dimiliki responden pada kategori usia dewasa pada perkembangan psikososial yang meliputi kreativitas, produktivitas dan perhatian terhadap orang lain yang menjadi kebutuhan staf dan dasar pelaksanaan supervisi klinik. Selain hal negatif yang bisa muncul pada rentang usia tersebut adalah mengandalkan pada kemampuan diri sendiri, kurangnya perhatian dan komitmen. Supervisor klinik berperan mengenali tingkat kebutuhan staf keperawatan sehingga dapat menentukan motivasi yang diperlukan untuk meningkatkan produktivitas staf.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Pemahaman dan penerimaan secara individual terhadap staf meningkatkan kepuasan kerja, kepuasan terhadap proses kerja tersebut akan meningkatkan produktivitas kerja (Certo, 2007). Kemampuan supervisi klinik pada aspek alokasi waktu untuk refleksi, menjadi sarana bagi supervisor klinik dan staf keperawatan untuk meluangkan waktu dan memberikan kesempatan dalam konteks hubungan profesional dengan praktisi yang lebih berpengalaman. Kesempatan tersebut diperlukan untuk merefleksikan pelaksanaan praktik sebelumnya, mengidentifikasi kekuatan yang dimiliki oleh staf di rentang usia tersebut sebagai faktor positif yang harus selalu dimotivasi. Mengidentifikasi tantangan dan pola yang tidak efektif sebagai upaya untuk perbaikan dan meningkatkan serta membangun lingkup praktik yang lebih baik di masa datang. Alokasi waktu untuk refleksi
menurut Bindseil, etc (2008)
diperlukan untuk memberikan penilaian diri terhadap aspek kognitif, afektif dan sikap, sehingga dapat diketahui area kekuatan, tantangan dan pola yang tidak efektif untuk dapat mengidentifikasi kebutuhan supervisi dan motivasi yang diperlukan oleh staf keperawatan. 6.1.2.2 Tingkat Pendidikan Penelitian ini menetapkan tingkat pendidikan perawat pelaksana yaitu tingkat pendidikan SPK, D3 Keperawatan, dan S1 keperawatan. Hasil penelitian pada tabel 5.2 didapatkan tingkat pendidikan perawat pelaksana lebih banyak pada tingkat pendidikan D3 keperawatan yaitu pada kelompok intervensi 46 responden (43,8%) dan kelompok non-intervensi 40 responden (38,1%). Pendidikan merupakan suatu bentuk rangkaian aktivitas yang membangun kapasitas profesional perawat, termasuk pembelajaran, pengetahuan dan keterampilan, serta membantuk kesadaran diri (Munson, 2002). Tingkat pendidikan D3 Keperawatan merupakan program pendidikan vokasi yang menekankan pada kompetensi keterampilan (Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No.232/U/2000). Pengembangan kemampuan profesional keperawatan merupakan hasil lebih lanjut dari penguasaan keterampilan klinik ataupun eksplorasi pada area baru berdasarkan
evidence
based
nursing
practice.
Tingkat
pendidikan
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
D3
Keperawatan yang merupakan tingkat pendidikan vokasi yang lebih menekankan kompetensi keterampilan memerlukan pendampingan untuk bisa mengeksplorasi area baru praktik keperawatan berdasarkan evidenced based. Supervisor klinik berperan dalam memberikan bimbingan dan evaluasi terhadap perkembangan personal, profesional dan pendidikan staf keperawatan untuk menjamin pelayanan keperawatan yang optimal dan aman untuk pasien. Pelaksanaan supervisi klinik yang optimal mencegah terjadinya kejadian yang tidak diinginkan pada pasien, memelihara pelaksanaan kerja sesuai standar, dan meningkatkan keselamatan, serta meningkatkan perkembangan staf (Bush, 2005).
Pelayanan keperawatan optimal terjalin berdasarkan hubungan perawat pasien dalam pemberian asuhan keperawatan dengan menggunakan pendekatan penyelesaian masalah. Pendekatan penyeleaian masalah asuhan keperawatan melibatkan proses sistematik yang meliputi bukti, keterampilan klinik, dan apa yang disukai pasien serta nilai-nilai yang dianut (Benner, 1994 dalam Miller & Stoeckel, 2011). Tingkat pendidikan Ners Spesialis akan lebih banyak memikirkan peningkatan mutu asuhan keperawatan dengan melakukan penelitianpenelitian sehingga tercipta praktik keperawatan berdasarkan evidenced based (Sitorus, 2006). Pelaksanaan praktik asuhan keperawatan yang berdasarkan evidence based merupakan praktik yang terbaik dalam pembuatan keputusan mengenai pelayanan pasien dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah (Miller & Stoeckel, 2011).
Hubungan antara tingkat pendidikan responden dengan kemampuan supervisi klinik pada aspek alokasi waktu untuk refleksi (tabel 5.10) lebih disebabkan sebagai upaya mengidentifikasi dan menemukan kebutuhan staf keperawatan untuk mengembangkan profesionalisme sesuai kompetensi yang dimiliki. Peran supervisor klinik dalam memberikan bimbingan dan evaluasi terhadap perkembangan personal, profesional dan pendidikan staf keperawatan diperlukan untuk menjamin pelayanan keperawatan yang optimal dan aman untuk pasien. Supervisi klinik merupakan suatu proses dukungan profesional dan pembelajaran saat perawat dibantu untuk meningkatkan kemampuan praktik melalui diskusi
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
secara berkala dengan sejawat yang memiliki pengetahuan dan kemampuan lebih (Fowler, 1996).
6.1.2.3 Lama Kerja Penelitian ini menunjukkan lama kerja responden pada kelompok intervensi paling banyak pada rentang 3 - 5 tahun sebanyak 26 orang (50%), sedangkan pada kelompok non-intervensi lama kerja lebih banyak pada rentang > 9 tahun sebanyak 46 orang (86,8%). Perawat yang memiliki lama kerja 3 – 5 tahun, berdasarkan jenjang karir perawat (Depkes RI, 2006) dikategorikan sebagai perawat advanced beginner, memiliki kompetensi dapat mencatat aspek situasi klinik pasien, cukup mengetahui situasi riil, tetapi masih meminta bantuan apabila menemukan kasus pasien yang kompleks, dan belum bisa menentukan intervensi yang esensial. Perawat pada kelompok non-intervensi paling banyak memiliki lama kerja > 9 tahun berdasarkan jenjang karir perawat (Depkes RI, 2006) dikategorikan sebagai perawat proficient memiliki kompetensi dapat mengetahui dan menentukan situasi secara luas, dapat menentukan penanganan dan bisa merencanakan
asuhan
klien
selanjutnya,
bekerja
efisien
dan
dapat
mengidentifikasi masalah, melakukan keputusan dengan luas dan cepat serta dapat menangani situasi. Perawat memiliki keterampilan pembuatan keputusan klinik keperawatan yang semakin lama semakin meningkat disebabkan oleh bertambahnya pengalaman dan keahlian dalam area praktik. Perawat memiliki keahlian dalam keperawatan, melalui
berbagai tahapan
perkembangan
pengalaman,
pengetahuan
dan
keterampilan melalui berbagai tahapan mulai dari sebagai perawat novice sampai dengan proficient (Miller & Stoeckel, 2011). Lama kerja merupakan proses bagi perawat untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, efektif, dan efisien. Lama kerja staf keperawatan menentukan jenis supervisi yang diperlukan
disesuaikan
dengan
tingkat
kompetensi
yang
dimiliki
dan
kebutuhannya. Pelaksanaan supervisi memfasilitasi staf untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dapat mengikuti perkembangan dan
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
perubahan dalam lingkup keperawatan. Pelaksanaan supervisi yang optimal akan bermanfaat dalam peningkatan efektivitas dan efisiensi kerja. Peningkatan efisiensi kerja erat kaitannya dengan makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan bawahan, sehingga pemakaian sumber daya optimal (Suarli & Bahtiar, 2010). Perawat
merupakan
kritikal
input
dalam
proses
pemberian
pelayanan
keperawatan. Perawat yang memiliki pengetahuan, keterampilan, serta sikap perilaku yang baik diperlukan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional, efektif, dan efisien sesuai dengan standar kerja yang ditetapkan dalam pemberian pelayanan keperawatan yang optimal. Perawat profesional diharapkan mampu berpikir rasional, mengakomodasi lingkungan, mengenal diri sendiri, belajar dari pengalaman dan mempunyai aktualisasi diri (Dirjen Pelayanan Medik, DepKes RI 2006). Alokasi waktu untuk refleksi diperlukan dalam pelaksanaan supervisi klinik sebagai
upaya
untuk
mengidentifikasi
pengembangan
profesional
yang
dibutuhkan oleh staf perawat (Brunero & Parbury, 2004). Refleksi merupakan suatu proses kognitif untuk memikirkan kembali pengalaman klinik yang telah dilakukan sebagai upaya untuk memahami lebih dalam pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki dan mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan (Brunero & Parbury, 2004). Hasil penelitiaan Scroeffel (2009) didapatkan hasil bahwa bertambahnya usia dan lama kerja staf keperawatan lebih menyukai jenis supervisi metode didactic yang berorientasi pembelajaran. Hubungan antara lama kerja dengan kemampuan supervisi klinik pada aspek peningkatan keterampilan klinik dan alokasi waktu untuk refleksi, lebih disebabkan oleh alokasi waktu untuk refleksi menjadi upaya bagi supervisor klinik maupun supervisee untuk mengidentifikasi kebutuhan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, yang akan bermanfaat dalam peningkatan efektivitas dan efisiensi kerja. Supervisor klinik memerlukan pemahaman dan keterampilan untuk mengenali kebutuhan staf dan tingkat perkembangannya. Blanchard & Hersey (1968) mengklasifikasikan kompetensi dan komitmen staf
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
dalam 4 kuadran yang meliputi: 1) D4 - kompetensi tinggi dan komitmen tinggi, karakteristik yang dimiliki adalah pengalaman terhadap pekerjaan, nyaman dengan kemampuan yang dimiliki, terkadang memiliki keterampilan yang lebih baik dibandingkan dengan supervisor. 2) D3 – kompetensi tinggi, komitmen bervariasi, karakteristik yang dimiliki adalah memiliki pengalaman dan kemampuan, tetapi kurang percaya diri melakukan pekerjaan sendiri atau kurang motivasi untuk melakukan dengan baik atau dengan cepat. 3) D2 – kompetensi sedang, rendah komitmen, karakteristik yang dimiliki adalah memiliki keterampilan yang relevan, tetapi tidak ingin melakukan pekerjaan tanpa bantuan, yang kemungkinan disebabkan oleh tugas atau situasi yang baru. 4) D1 – kompetensi rendah, komitmen tinggi, karakteristik yang dimiliki adalah secara umum kurang dalam keterampilan spesifik yang dibutuhkan, tetapi memiliki motivasi dan kepercayaan diri untuk melakukan. Oleh karena itu supervisor klinik perlu mengenali tingkat perkembangan staf untuk bisa mengidentifikasi komptensi dan komitmen yang dimiliki sehingga dapat menyesuaikan jenis supervisi yang dilaksanakan.
Intensitas
pelaksanaan
supervisi
berkembang
sesuai
dengan
perubahan
pengetahuan, tingkat pendidikan dan karir staf (Gillies, 1994). Manusia secara umum akan mengalami perkembangan dan berubah kebutuhannya untuk menghadapi tantangan, dukungan dan pengarahan. Staf baru yang belum memiliki pengalaman akan memerlukan supervisi yang terus menerus selama 1 tahun pertama praktik, sesudah menginjak tahun kedua memiliki kebutuhan untuk diakomodasi terhadap perkembangan kepercayaan dan kemampuan diri.
6.1.2.4 Jenis kelamin Penelitian ini menunjukkan responden perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Jenis kelamin perempuan pada kelompok intervensi (n=52) sebanyak 50 orang (96,2%) sedangkan pada kelompok non-intervensi (n=53) sebanyak 51 orang (96,2%). Hal ini mengidentitifikasikan bahwa perempuan memiliki minat yang lebih besar dalam lingkup keperawatan. Hasil penelitian (Falbo, 1972 dalam
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
mainiero, 1986) menyatakan bahwa perempuan lebih feminim secara individual cenderung menggunakan strategi unilateral dan tidak langsung seperti manipulasi emosional, lebih penolong, dan cepat iba, sedangkan laki-laki lebih maskulin secara individual cenderung menggunakan pendekatan langsung dan bilateral. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan aspek kemampuan supervisi klinik.
6.1.3 Pengaruh Penerapan Quality Circle oleh Perawat Clinical Care Manager terhadap Kemampuan Supervisi Klinik. 6.1.3.1
Kemampuan
Supervisi
Klinik
pada
Aspek
Pengembanagn
Profesionalisme. Penerapan quality circle dalam penelitian ini berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan supervisi klinik pada aspek perkembangan profesionalisme pada kelompok intervensi berdasarkan persepsi perawat pelaksana (tabel 5.6). Tujuan pelaksanaan quality circle salah satunya adalah membantu staf bertumbuh secara personal dan profesional (Rowland and Rowland, 1997). Mbovanne (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa Pelaksanaan quality circle dapat meningkatkan
kemampuan staf dalam menyelesaikan masalah dalam praktik
keperawatan, sehingga meningkatkan kualitas standar pelayanan pasien, membangun
kerjasama
tim,
serta
mempertahankan
standar
pelayanan
keperawatan.
Perawat clinical care manager sebagai supervisor klinik berperan dalam perkembangan profesionalisme perawat pelaksana sesuai dengan uraian tugas dan tanggung jawab yang dimilikinya antara lain adalah melakukan evaluasi tentang mutu asuhan keperawatan, mengoordinasi, serta membahas dan mengevaluasi tentang implementasi MPKP. Pelaksanaan evaluasi mutu asuhan keperawatan sebagai upaya refleksi terhadap praktik klinik yang diterapkan perawat pelaksana untuk menggali kekuatan, kelemahan, dan masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan praktik keperawatan. Proses evaluasi membutuhkan keterampilan
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
dari supervisor klinik untuk mengidentifikasi, menganalisis, menyelesaikan masalah, serta mencari upaya untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas kerja. Pelaksanaan quality circle oleh perawat clinical care manager membantu untuk mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi dalam mengembangakn profesionalisme staf dan mencari alternatif solusi terbaik untuk mengatasi. Staf yang terlibat dalam proses pelaksanaan quality circle memperlihatkan tanggungjawabnya dengan cara memperbaiki kualitas pelayanan yang diberikan (Tappen, 1995). Perkembangan profesionalisme merupakan peningkatan kemampuan perawat pelaksana dalam otonomi, pengetahuan, kemampuan aktualisasi diri, dan kepercayaan diri untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. Supervisor klinik
mendukung
upaya
peningkatan
meningkatkan kontrol terhadap
profesionalisme
perawat
untuk
kemampuan untuk ingin bekerja keras,
berpenampilan kerja optimal, belajar keterampilan baru, daan terlibat dalam pengambilan keputusan tentang kerja mereka (Swansburg, 1993).
Pelaksanaan quality circle pada aspek pengembangan profesionalisme merupakan upaya-upaya yang dilakukan oleh supervisor klinik dengan menggunakan tahapan penyelesaian masalah untuk meningkatkan: (1) Otonomi yaitu kemandirian staf untuk melaksanakan asuhan keperawatan berdasarkan kompetensi yang dimiliki. (2) Pengetahuan yaitu kemampuan untuk mengidentifikasi masalah dan melakukan keputusan yang tepat untuk pasien. (3) Kemampuan aktualisasi diri dan percaya diri yaitu kemampuan menyampaikan pendapat dalam mengatasi masalah pasien.
Peran supervisor klinik sebagai coach diterapkan bagi staf keperawatan apabila bimbingan secara individu diperlukan untuk mengembangkan profesionalisme. Alternatif pelaksanaan yang diterapkan antara lain bekerja bersama dan memberi bantuan secara langsung kepada staf, dengan bantuan tersebut staf keperawatan akan memiliki bekal yang cukup untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan selanjutnya dengan hasil yang baik. Teknik coaching di buat secara terjadwal sesuai dengan kebutuhan staf. Teknik coaching efektif untuk mendukung dan
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
mengkoreksi penampilan kerja sehari-hari dengan memberikan bimbingan kepada staf untuk meningkatkan kompetensi, komitmen, dan kepercayaan diri serta membantu staf membuat pilihan dan menghubungkan antara kondisi saat ini dengan masa depan (Marquis, 2012).
6.1.3.2 Kemampuan Supervisi Klinik pada Aspek Peningkatan Keterampilan Klinik. Penerapan quality circle pada penelitian ini berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan supervisi klinik pada aspek peningkatan keterampilan klinik berdasarkan persepsi perawat pelaksana pada kelompok intervensi dan nonintervensi (tabel 5.6 dan tabel 5.7). Keterlibatan perawat clinical care manager dalam pelaksanaan quality circle memperkaya kehidupan kerja dan meningkatkan tanggung jawabnya untuk memperbaiki kualitas supervisi klinik yang diberikan. Staf yang terlibat dalam proses pelaksanaan quality circle memperlihatkan tanggungjawabnya dengan cara memperbaiki kualitas pelayanan yang diberikan (Tappen, 1995). Pelaksanaan quality circle menjadi upaya bagi supervisor klinik untuk mencari alternatif solusi dalam meningkatkan keterampilan klinik yang dimiliki oleh staf. Teknik coaching dan mentoring dapat dilakukan oleh supervisor klinik untuk membantu meningkatkan keterampilan klinik staf keperawatan dengan menyediakan waktu, dukungan, bimbingan, dan membantu dalam melakukan tugas sesuai dengan kompetensi dan kebutuhan staf.
Peningkatan keterampilan klinik meliputi peningkatan kemampuan perawat pelaksana untuk melaksanakan prosedur keperawatan sesuai standar dan kemampuan
melaksanakan
bertanggungjawab
untuk
prosedur memastikan
keamanan
kerja.
bahwa staf
Supervisor
perawat
klinik
mendapatkan
kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan serta keterampilan kliniknya, sehingga dapat menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi
dalam
lingkup
keperawatan
dewasa
ini.
Pembelajaran
untuk
pengembangan keterampilan klinik dilaksanakan oleh supervisor klinik melalui sesi pelatihan di ruangan, memfasilitasi kesempatan untuk hadir dalam seminar
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
atau workshop keperawatan, memberikan informasi tentang isu keperawatan yang baru, dukungan, dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan (Kozier, 2005).
Responden perawat pelaksana pada kelompok intervensi yang sebagian besar pada rentang usia dewasa dan memiliki lama kerja pada rentang 3 – 5 tahun, berdasarkan tingkat perkembangan psikososial memiliki karakteristik kreatif, produktif, tetapi kurang memiliki komitmen. Sedangkan kompetensi klinik yang dimiliki adalah cukup mampu untuk mengetahui situasi riil, dapat mencatat aspek situasi klinik, tetapi masih meminta bantuan pada kasus kompleks, dan belum bisa menentukan intervensi yang esensial. Oleh karena itu kebutuhan bimbingan dan supervisi masih diperlukan untuk meningkatkan keterampilan, memberikan dukungan, serta pujian untuk membangun kepercayaaan diri, dan melibatkan staf dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan komitmen yang dimiliki. Supervisor klinik diharapkan memiliki pemahaman secara individu mengenai tingkat kebutuhan yang dimiliki staf, sehingga teknik pelaksanaan supervisi yang diterapkan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan yang dimiliki.
Pada kelompok non-intervensi kemampuan supervisi klinik pada aspek peningkatan
keterampilan
klinik
berepengaruh
secara
signifikan
tanpa
pelaksanaan quality circle (tabel 5.7). Asumsi peneliti hal ini disebabkan oleh karakteristik responden perawat pelaksana paling banyak berusia dewasa (25 – 65 tahun) dan memiliki lama kerja > 9 tahun dengan karakteristik produktif, kreatif, kurang komitmen, tetapi dapat menentukan penanganan dan merencanakan asuhan keperawatan klien selanjutnya, bekerja efisien, mampu mengidentifikasi masalah, melakukan keputusan dengan luas dan cepat serta dapat menangani situasi. Oleh karena itu pelaksanaan supervisi lebih ditekankan pada proses delegasi dimana supervisor klinik ikut berperan dalam pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah tetapi kontrol berada pada staf. Blanchard & Hasley, (2012) menyatakan staf yang memiliki kompetensi dan komitmen memiliki kemauan dan kemampuan untuk menyelesaikan tugasnya secara mandiri dengan sedikit supervisi dan dukungan.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
6.1.3.3 Kemampuan Supervisi Klinik pada Aspek Alokasi Waktu Untuk Refleksi. Penerapan quality circle dalam penelitian ini berdampak secara signifikan terhadap kemampuan supervisi klinik pada aspek alokasi waktu untuk refleksi pada kelompok intervensi (tabel 5.6). Waktu untuk refleksi merupakan pengaturan alokasi waktu bagi supervisor dan supervisee untuk membahas kasus atau masalah keperawatan dan isu keperawatan terkini yang sudah terjadwalkan frekuensi dan durasinya. Hal ini sesuai dengan uraian tugas dan tanggung jawab yang dimiliki oleh supervisor klinik antara lain yaitu: memberi masukan pada diskusi kasus, mempresentasikan mengidentifikasi
isu-isu fakta
baru dan
terkait
temuan
dengan yang
asuhan
keperawatan,
memerlukan
pembuktian,
mengidentifikasi masalah penelitian, merancang usulan dan melakukan penelitian.
Tujuan alokasi waktu untuk refleksi adalah memfasilitasi staf keperawatan untuk meningkatkan pengetahuan sehingga dapat beradaptasi dengan perubahan di lingkup keperawatan maupun kesehatan. Proses refleksi diperlukan dalam pelaksanaan supervisi klinik sebagai upaya untuk mengidentifikasi pengembangan profesional yang dibutuhkan oleh staf perawat (Brunero & Parbury, 2004)
Proses refleksi diperlukan dalam pelaksanaan supervisi klinik sebagai upaya untuk mengidentifikasi pengembangan profesional yang dibutuhkan oleh staf perawat. Proses identifikasi merupakan salah satu tahapan dalam proses penyelesaian masalah yang bertujuan untuk memahami masalah yang terjadi dan mencari solusi masalah yang tepat. Staf keperawatan merupakan individu yang unik yang berbeda satu dengan yang lain untuk itu dibutuhkan pemahaman terhadap kebutuhan individu oleh supervisor klinik sesuai dengan tingkat pendidikan dan perkembangan psikososialnnya. Alokasi waktu untuk refleksi merupakan suatu proses kognitif untuk memikirkan kembali pengalaman klinik yang telah dilakukan sebagai upaya untuk memahami lebih dalam pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki dan mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan (Brunero & Parbury, 2004) . Proses refleksi bertujuan untuk mengembangkan profesionalisme dalam praktik keperawatan berdasarkan evidenced based.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Praktik keperawatan berdasarkan evidenced based merupakan praktik terbaik dalam pembuatan keputusan tentang pelayanan pasien dengan menggunakan pendekatan penyelesaian masalah (Miller & Stoeckel, 2011). Pelaksanaan quality circle merupakan upaya untuk meningkatkan keterampilan penyelesaian masalah di area kerja dalam kelompok supervisor klinik untuk mencari alternatif solusi terbaik dalam mengatasi masalah rutin misalnya asuhan keperawatan pasien maupun masalah sistemik yang berhubungan dengan departemen lain ataupun proses kolaborasi dengan profesional lainnya dalam mengatasi masalah pasien. Pelaksanaan quality circle merupakan proses partisipasi dari staf pekerja untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan menyelesaikan masalah serta meningkatkan kualitas dan produktivitas di area kerja. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ionidis, et al (2008) tentang pelaksanaan quality circle pada dokter dalam manajemen pasien osteoporosis dalam hal faktor resiko dan pelaksanaan pemeriksaan test bone mineral sesuai dengan panduan. Hasil yang didapatkan setelah pelaksanaan quality circle selama 1 tahun yaitu munculnya kesadaran dokter untuk mengkaji lebih mendalam adanya faktor resiko pada pasien osteoporosis yang ditangani.
6.1.3.4 Kemampuan Supervisi Klinik pada Aspek Kualitas Hubungan Interpersonal Supervisor-Supervisee. Penerapan quality circle pada penelitian ini berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan melakukan supervisi klinik pada aspek hubungan interpersonal supervisor-supervisee (tabel 5.6). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mbovanne (2007) bahwa pelaksanaan quality circle berdampak terhadap terbentuknya team building dalam disiplin keperawatan yang meliputi
peningkatan
hubungan
interpersonal,
peningkatan
hubungan
intradepartemen, peningkatan hubungan interdepartemen. Pelayanan keperawatan dilaksanakan dengan melibatkan sistem kerja, oleh karena itu diperlukan kerja tim dan kualitas hubungan interpersonal yang optimal.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Kualitas hubungan dari supervisee dengan supervisor merupakan kemampuan supervisor dan supervisee menjalin hubungan interpersonal dalam pekerjaan untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan, serta hubungan saling percaya dalam mengatasi masalah yang muncul di lingkungan pekerjaan. Supervisor dan staf yang disupervisi memerlukan hubungan kerjasama yang saling percaya sehingga memungkinkan proses penyelesaian masalah dengan kedekatan dan diskusi. Berbagi pengetahuan memungkinkan supervisor untuk bekerja menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh staf yang disupervisi (Copeland, 2005).
6.2
Keterbatasan Penelitian
6.2.3 Sampel Pemilihan sampel berdasarkan ruang perawatan yang memiliki perawat clinical care manager menyebabkan sampel tidak setara dalam hal usia dan lama kerja untuk responden perawat pelaksana antara kelompok intervensi dan kelompok non-intervensi. Hal ini disebabkan di rumah sakit pada kelompok intervensi turnover staf keperawatan terjadi hampir setiap tahun sehingga jumlah sumber daya keperawatan yang memiliki pengalaman kerja kurang dari 2 tahun sebesar 14,8% (Wijayanti, 2011).
Ketidaksetaraan sampel pada responden perawat clinical care manager dalam hal tingkat pendidikan dan usia, disebabkan oleh kebijakan dari rumah sakit pada kelompok non-intervensi bahwa posisi perawat supervisor klinik harus berpendidikan minimal S1 keperawatan. Pertimbangan dari kebijakan tersebut adalah kemampuan perawat ners akan lebih banyak memikirkan peningkatan mutu asuhan keperawatan dengan melakukan penelitian-penelitian sehingga tercipta praktik keperawatan berdasarkan evidenced based. Pelaksanaan praktik asuhan keperawatan yang berdasarkan evidenced based merupakan praktik yang terbaik untuk pembuatan keputusan mengenai pelayanan pasien dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah (Miller & Stoeckel, 2011).
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
6.2.2 Penerapan Quality Circle Penerapan quality circle sebagai suatu metode penyelesaian masalah pelaksanaan supervisi klinik dalam penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan pelatihan selama 2 hari sesuai modul pelatihan yang telah disusun peneliti kepada perawat clinical care manager. Perawat clinical care manager memiliki 4 kali kesempatan melakukan quality circle untuk menyelesaiakan masalah, yang meliputi 4 aspek kemampuan supervisi klinik. Kemudian mempresentasikan hasil penyelesaian masalah kepada bidang keperawatan dan menerapkan hasil penyelesaian masalah di 9 ruang rawat inap dalam waktu 3 minggu untuk dinilai keberhasilannya oleh perawat pelaksana. Penerapan quality circle dalam penelitian ini merujuk pada teori perubahan menurut (Lewin, 1951 dalam Marquis, 2010),
bahwa perubahan dapat
berlangsung secara efektif apabila ada keinginan untuk berubah, tingginya motivasi, dan dukungan lingkungan terhadap perubahan yang terjadi. Penerapan quality circle oleh perawat clinical care manager dalam penelitian ini belum dapat dikaji lebih jauh terhadap perubahan sikap yang menetap.
6.2.3 Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini berbeda waktu pelaksanaannya antara kelompok intervensi dan kelompok non-intervensi yang disebabkan oleh keluarnya ijin penelitian di rumah sakit tempat penelitian yang berbeda waktunya antara kelompok intervensi dan non-intervensi. Hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian salah satunya adalah kualitas pengumpulandata (Sugiyono, 2011).
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
6.3
Implikasi Penelitian
6.3.1 Implikasi Terhadap Pelayanan Keperawatan. Penelitian ini telah mengeksplorasi penerapan quality circle sebagai suatu metode penyelesaian masalah dengan melibatkan partisipasi dari perawat supervisor klinik yang memiliki uraian tugas melaksanankan supervisi klinik di ruang perawatan dibawah garis komando dari kepala ruang. Efektifitas pelaksanaan supervisi dilihat dari aspek pengembangan profesionalisme, peningkatan keterampilan, alokasi waktu untuk refleksi, dan kualitas hubungan interpersonal supervisor-supervisee. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan quality circle berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan kemampuan supervisi klinik terhadap semua variabel aspek berdasarkan persepsi perawat pelaksana. Pelaksanaan supervisi yang optimal akan bermanfaat dalam peningkatan efektivitas dan efisiensi kerja. Peningkatan efektivitas dan efisisensi kerja menjamin pelaksanaan kegiatan pelayanan keperawatan optimal sehingga menghindari kesalahan karena dilaksanakan dengan benar dan tepat sesuai dengan standar pelayanan dan tujuan yang ditetapkan. Namun hasil analisis univariat kemampuan supervisi klinik perawat clinical care manager berdasarkan persepsi responden perawat pelaksana masih ada yang menyatakan buruk pada aspek perkembangan profesionalisme sebanyak 50% , aspek keterampilan klinik sebanyak 55,8%, aspek alokasi waktu untuk refleksi sebanyak 48,1%, aspek kualitas hubungan supervisor-supervisee sebanyak 51,9%. Pelaksanaan supervisi yang tidak adekuat menyebabkan aktivitas yang dilaksanakan staf keperawatan tidak sesuai standar dan membahayakan pasien. Pelaksanaan supervisi secara umum merupakan aktivitas mengawasi, memonitor, mengevaluasi, dan mentoring dalam upaya meningkatkan keterampilan, mengembangkan potensi, dan pengetahuan staf untuk meningkatkan pelayanana keperawatan yang optimal.
6.3.2 Implikasi Terhadap Pendidikan Keperawatan Penerapan quality circle menjadi sarana bagi supervisor klinik untuk meningkatkan keterampilan penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
terhadap masalah yang terjadi dalam pemberian pelayanan keperawatan pada situasi rutin atau sistematik. Teknik pokok supervisi pada dasarnya menggunakan pendekatan penyelesaian masalah (Suarli & Bahtiar, 2010). Penguasaan keterampilan penyelesaian masalah secara efektif akan membantu perawat supervisor klinik untuk membuat keputusan dalam upaya peningkatan efektivitas pelaksanaan supervisi klinik. Keterampilan penyelesaian masalah oleh supervisor klinik memberikan pengaruh bagi perawat pelaksana untuk menggunakan kemampuan penyelesaian masalah yang sama. Sebagian besar staf belajar dan terbentuk
berdasarkan
pengalaman
dengan
mengobservasi
superior
(Strasser,2010). Penerapan teknik supervisi yang tepat dalam pelaksanaan supervisi akan membantu mengatasi permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan penerapan quality circle terhadap kemampuan supervisi klinik. Teknik supervisi yang digunakan oleh supervisor untuk mengumpulkan data dalam penetapan masalah, penyebab masalah, penetapan sasaran supervisi, dan pelaksanaan jalan keluar akan berkontribusi terhadap kualitas pelayanan keperawatan.
Pengalaman dan observasi terhadap kemampuan penyelesaian masalah yang dilakukan oleh supervisor klinik untuk menyelesaikan masalah rutin sehari-hari maupun sistematik, selain memberikan pengaruh langsung kepada staf keperawatan untuk menggunakan kemampuan penyelesaian masalah yang sama, secara tidak langsung juga akan berpengaruh terhadap peserta didik yang sedang menjalani praktik di ruang perawatan tersebut untuk belajar menggunakan tahapan penyelesaian masalah dalam pemberian asuhan keperawatan.
Pelaksanaan supervisi secara optimal akan bermanfaat dalam peningkatan efektivitas dan efisiensi kerja, sehingga pelaksanaan kegiatan pelayanan keperawatan dilaksanakan sesuai standar yang ditetapkan, sehingga menghindari kesalahan kerja serta menjamin hak dan keselamatan pasien. Pelaksanaan asuhan keperawatan sesuai standar menjadi bahan pembelajaran bagi peserta didik secara
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
lanngsung saat menjalani masa praktik di ruangan tersebut untuk diterapkan dalam praktik keperawatan.
6.3.3 Implikasi Terhadap Penelitian Hasil penelitian Mbovanne (2007) quality circle berdampak secara signifikan terhadap: (1) memberdayakan staf dalam menyelesaikan masalah dalam praktik keperawatan, sehingga meningkatkan kualitas standar pelayanan pasien. (2) Terbentuknya team building dilingkup keperawatan yang meliputi peningkatan hubungan interpersonal, peningkatan hubungan intradepartemen, peningkatan hubungan interdepartemen. (3) Mempertahankan standar pelayanan keperawatan. Hasil penelitian ini berdampak meningkatkan kemampuan melakukan supervisi klinik oleh perawat clinical care manager pada seluruh variabel aspek yang diteliti. Pelaksanaan quality circle pada penelitian ini hanya melibatkan perawat clinical care manager. Aspek yang perlu dieksplorasi lebih jauh melalui penelitian adalah keterlibatan perawat pelaksana dalam quality circle untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan supervisi klinik pada seluruh aspek.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN
Simpulan dan saran berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian dikemukakan sebagai berikut: 7.1 Kesimpulan Responden penelitian sejumlah 105 perawat pelaksana, dengan karakteristik usia responden pada kelompok intervensi dan non-intervensi paling banyak pada usia dewasa. Jenis kelamin paling banyak pada kedua kelompok adalah perempuan. Tingkat pendidikan responden paling banyak di kedua kelompok pada tingkat pendidikan D3 Keperawatan, dan rentang lama kerja pada kelompok intervensi paling banyak 3 – 5 tahun, sedangkan pada kelompok non-intervensi > 9 tahun. Kemampuan supervisi klinik sebelum pelaksanaan quality circle persepsi responden pada kelompok intervensi lebih banyak menyatakan buruk pada aspek pengembangan profesionalisme, peningkatan keterampilan, dan kualitas hubungan supervisor-supervisee namun pada aspek alokasi waktu untuk refleksi responden lebih banyak yang menyatakan baik. Sedangkan pada kelompok non-intervensi sebelum pelaksanaan quality circle responden lebih banyak menyatakan baik pada aspek perkembangan profesionalisme, peningkatan keterampilan klinik, dan kualitas hubungan supervisor dan supervisee, namun pada aspek alokasi waktu untuk refleksi responden lebih banyak yang menyatakan buruk. Kemampuan supervisi klinik pada kelompok intervensi terdapat perbedaan yang signifikan setelah penerapan quality circle dibandingkan dengan sebelum penerapan di semua variabel aspek kemampuan supervisi klinik. Kelompok nonintervensi ada perbedaan yang signifikan kemampuan supervisi klinik pada aspek keterampilan klinik, sedangkan pada aspek pengembangan profesionalisme, alokasi waktu untuk refleksi, dan kualitas hubungan supervisor supervisee tidak ada perbedaan yang signifikan sebelum dengan sesudah tanpa penerapan quality circle.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Penerapan quality circle mampu meningkatkan kemampuan melakukan supervisi klinik pada kelompok intervensi dengan selisih perbedaan proporsi sebelum dan sesudah penerapan quality circle pada seluruh variabel aspek kemampuan melakukan supervisi klinik. Hasil uji statistik disimpulkan ada perbedaan yang signifikan selisih proporsi sebelum dan setelah penerapan quality circle pada kelompok
intervensi
dan
non-intervensi
pada
aspek
pengembangan
profesionalisme, peningkatan keterampilan klinik, aspek alokasi waktu untuk refleksi dan kualitas hubungan supervisor dengan supervisee (p=0,000, α= 0,05). Jenis kelamin responden tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan seluruh variabel aspek kemampuan melakukan supervisi klinik. Sedangkan usia dan tingkat pendidikan memiliki hubungan yang signifikan dengan aspek alokasi waktu untuk refleksi. Lama kerja memiliki hubungan yang signifikan dengan dua variabel aspek kemampuan supervisi klinik yaitu peningkatan keterampilan dan alokasi waktu untuk refleksi.
7.2 Saran 7.2.1 Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan Penerapan quality circle pada penelitian ini mampu meningkatkan kemampuan supervisi klinik pada aspek pengembangan profesionalisme, peningkatan keterampilan klinik, alokasi waktu untuk refleksi, dan kualitas hubungan interpersonal supervisor-supervisee. Efektifitas pelaksanaan supervisi klinik akan membantu meningkatkan efektivitas dan efisisensi kerja sehingga menjamin pelaksanaan kegiatan pelayanan keperawatan optimal. Penerapan quality circle menjadi sarana bagi perawat supervisor klinik untuk meningkatkan keterampilan penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan terhadap masalah yang terjadi dalam pemberian pelayanan keperawatan pada situasi rutin atau sistematik. Keberlangsungan dan keberhasilan pelaksanaan quality circle oleh perawat clinical care manager memerlukan
dukungan
dari
institusi
sebagai supervisor klinik
pelayanan
keperawatan
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
untuk
memperbolehkan kelompok perawat supervisor klinik untuk bertemu di waktu kerja, dan memonitor aktivitas dan hasil dari kelompok, serta menyediakan sumber-sumber pendukung pelaksanaan program.
7.2.2 Bagi Manajer Keperawatan Supervisi
secara
umum
merupakan
aktivitas
mengawasi,
memonitor,
mengevaluasi, dan mentoring dalam upaya meningkatkan keterampilan, mengembangkan potensi, dan pengetahuan staf. Manajer keperawatan bersama dengan perawat clinical care manager diharapkan dapat menyusun standar pelaksanaan supervisi klinik yang disesuaikan dengan jenjang usia dan lama kerja perawat pelaksana sehingga sasaran dan keberhasilan supervisi optimal. Tingkat pendidikan supervisor klinik akan berpengaruh terhadap kemampuan interpersonal dan penguasaan keterampilan manajemen yang mutlak diperlukan untuk pelaksanaan supervisi klinik yang efektif. Oleh karena itu perlunya kebijakan manajemen keperawatan untuk meningkatkan jenjang pendidikan perawat supervisor klinik.
7.2.3 Bagi Penelitian Selanjutnya Penelitian selanjutnya yang perlu dieksplorasi lebih jauh adalah keterlibatan perawat pelaksana dalam quality circle untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan supervisi klinik Penelitian dilakukan dengan menggunakan waktu yang lebih lama untuk dapat melihat perubahan sikap yang menetap. Selain itu penggunaan metode penelitian kualitatif disarankan sehingga dapat dieksplorasi lebih jauh pengalaman perawat clinical care manager dalam penerapan quality circle.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
DAFTAR PUSTAKA
Allender, H. D. (1992). Using quality circles to develop an action plan required for leading organizations. Industrial Management, 34(5), 8-8. Ann, C. (2009). Clinical supervision: The way forward? A review of the literature. Nurse education in practice, 9(3), 215-220. Blanchard & Harsey (2012). Stuasional leadership. Diakses dari http://www.12manage.com/methods_blanchard_situational_leadership.ht ml. Bolman, G. L., & Deal, E. T. (1997). Reframing organization artistry, and leadership. California: Jossey-Bass Inc.
choice,
Bush, T. (2005). Overcoming the barriers to effective clinical supervision. Nursing Times, 101(02), 38 Butterworth T., et al. (2008) Wicked spell or magic bullet? A review of clinical supervision literature 2001-2007. Nurse Education Today 28(3): 264-272. Brockop, Y. D., & Tolsma, H. M. (1995). Dasar-dasar riset keperawatan edisi 2. Alih bahasa: Yasmin Asih & Aniek Maryunani. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Brown, J. (2007). Why supervision matters in health care settings. ASHA Leader, 12(14), 30-31. Brunero, S., & Parbury, S. J. (2004). The effectiveness of clinical supervision in nursing: an evidenced based literature review. Australian Journal of Advance Nursing. 25(3), 86-94. Campbell, T. D., & Stanley, C. J. (1963). Experimental and quasi- experimental designs for research. Boston, USA: Houghton Mifflin Company. Certo, S. C. (2007). Supervision. Chicago: Irwin International Ltd. Copeland, S. (2005). Counselling supervision in organizations professional and ethical dilemmas explored. East Sussex, Routledge 27 Church Road: Tj International Ltd. Dahlan, M. S. (2009). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Dharma, K. K. (2011). Metodologi penelitian keperawatan. Jakarta: CV Trans Info Medika.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Depkes RI. (2006). Pedoman pengembangan jenjang karir profesional perawat. Jakarta : Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Depkes RI. Douglas, M. L. (1992). The effective nurse leader and manager 4th edition. St. Louis, Missouri: Mosby-Year Book,Inc. Edwards, D., et al. (2006). Clinical supervision and burnout: the influence of clinical supervision for community mental health nurses. Journal of Clinical Nursing, 15(8), 1007-1015. Fowler, J. (1996). The organization of clinical supervision within the nursing profession: a review of the literature. Journal of Advanced Nursing, 23(3):471-478. Gaikwad, V.V., & Gaikwad, V.A. (2000). Quality circle as an effective management tool: a case study of indira college of engineering and management library. Diakses dari http://www.crl.du.ac.in. Gillies, D. A. (1994). Nursing management a system approach. Philadelphia: W.B. Saunders Company. Gillig, P. M., & Barr, A. (1999). A model for multidisciplinary peer review and supervision of behavioral health clinicians. Community Mental Health Journal, 35(4), 361-365. Greenbaum, H. H., Kaplan, I. T., & Metlay, W. (1988). Evaluation Of ProblemSolving Groups. Group & Organization Management, 13(2), 133-133. Hastono, S. P. (2007). Analisis data kesehatan. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Huber, D. (2006). Leadership and nursing care management. Philadelphia, Pennsylvania 19106: W.B Saunders Company. Hyrkas, K. (2005) Clinical supervision, burnout and job satisfaction among mental health and psychiatric nurses in Finland. Issues in Mental Health Nursing 26: 531-556. Hyrkas, K., Kaijaa, A., & Haataja, R. (2006). Efficacy of clinical supervision: influence on job satisfaction, burnout and quality of care. Journal of Advanced Nursing 55(4), 521–535 Ioannidis, et al. (2008). Optimizing care in osteoporosis: The Canadian quality circle project. Diakses dari Http://www.biomedcentral.com/14712474/9/130.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Jones, A. (2011). Clinical supervision: the benefits and fundamentals of building relationships. Mental Health Nursing 31(2): 16-18 Koivu, A., Hyrkas, K., & Saarinen, P. I. (2011). Who attends clinical supervision? The uptake of clinical supervision by hospital nurses. Journal of Nursing Management, 19(1), 69-79. doi: 10.1111/j.13652834.2010.01185.x Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Synder, S. J. (2004). Fundamental of nursing concepts, process, and practice 7th edition. New Jersey: Pearson Education. Li-Chuan Lee, Ke-Ping Yang, & Tai-Ying Chen (2000). A quasi experimental study on quality circle program in Taiwanesse Hospital. International journal for quality in health care. 12(5): 413-418 Mainiera, A.L., (1986). Coping with powerlessness the relationship of sex and job dependency to empowerment strategy usage. Diakses dari http://www.digitalcommons.fairfield.edu. Marquis, B. A. (2011). Leadership roles and management function in nursing 7th edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Marriner-Tomey, A. (2009). Nursing management and leadership eight edition. St Louis: Mosby_Year Book. Inc. Matacki, K., & Burke, K. (2011). Nursing delegation and management patient care. St. Louis, Missouri 63043: Mosby Elsevier.
of
Mbovane, M. M., Mavundla, T. R., & Roos, J. H. (2007). Professional nurses' perception of the implementation of quality circle programme in a public hospital in the Eastern Cape province. Curationis, 30(1), 62-70. Miller, A. M., & Stoeckel, R. P. (2011). Client education theory and practice. Sudbury, Massachusets: Jones and Bartlett Publisher. Monica, E. L. (1986). Kepemimpinan dan manajemen keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC. Murphy, M. J. (1996). A peer review program for rural southern Illinois hospitals. ProQuest Dissertations & Theses (PQDT); ProQuest Nursing & Allied Health Source database. M.S.N. 1383066, Bellarmine College, United States Kentucky. Diakses dari http://search.proquest.com/docview. Munson, ce. (2002). Handbook of Clinical Social Work Supervision, 3rd edition, New. York, The Haworth Social Work Practice Press.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Human Growth and development Theory. Maslow Hierarchy of need. Diakses dari http://www.netmba.com/mgmt/ob/motivation/maslow/ Persi. (2011). Joint Commission International Standar Akreditasi Rumah sakit Edisi ke-4. Jakarta: PT Gramedia. Prasetyo, B., & Jannah, M. L. (2005). Metode penelitian kuantitatif teori dan aplikasi. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Robbins, P. S. (2001). Perilaku organisasi. Dialihbahasakan oleh Dr. Hadyanna Pujaatmaka dan Drs. Benyamin Molan. Indonesia : PT Tema Baru. Rowland, S. H., & Rowland, S. B. (1992). Nursing administration handbook 3rd edition. Maryland: Aspen Publishers, Inc. Rowe, A. K., de Savigny, D., Lanata, C. F., & Victora, C. G. (2005). How can we achieve and maintain high-quality performance of health workers in lowresource settings? The Lancet, 366(9490), 1026-1035. Sabri, L & Hastono, S. P. (1999). Modul biostatistik & statistic kesehatan. Depok: Program Pascasarjana, Program studi IKM, Universitas Indonesia. Sandra, S. M., (2011). Clinical supervision in nursing: Effective pathway to quality. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 29(0), 286-291. doi: 10.1016/j.sbspro.2011.11.240 Sandra, S.M., (2011). Translation And Validation Of The Manchester Clinical Supervision Scale©: effective clinical supervision evaluation. Procedia Social and Behavioral Sciences,29(0), 51-56. doi: 10.1016/j.sbspro.2011.11.205 Sastroasmoro, S., & Ismael, S., (2011). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis edisi ke-4. Jakarta: Sagung Seto. Schrofel, A. (2009). How does clinical supervision affect job satisfaction. Diakses dari http://www.casbrant.ca. Setiadi (2007). Konsep dan penulisan riset keperawatan. Yogyakarta, Indonesia: Graha Ilmu. Sitorus, R & Yulia. (2006). Model praktik keperawatan profesional di rumah sakit. panduan implementasi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta Strasser, S., (2010). Supporting staff through effective supervision: How to assess, plan and implement more effective clinic supervision. ISDS Nurse training. Diakses dari http// www.hst.org.za.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Suarli, S., & Bahtiar, Y., (2010) Manajemen keperawatan dengan pendekatan praktis. Jakarta 13740: Penerbit Erlangga. Sugiyono. (2011). Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta. Swansburg, C. R., (1993). Pengantar kepemimpinan dan manajemen keperawatan untuk perawat klinis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Tang, T. L., & Butler, E. A. (1997). Attributions of quality circles' problemsolving failure: differences among management, supporting staff, and quality circle members. Public Personnel Management, 26(2), 203-225. Tappen, M. R., Weiss, A. S., & Whitehead, K. D. (2004). Essentials of nursing leadership and management 3rd edition. Philadelphia, PA 19103: F.A. Davis Company. Tappen, M. R. (1995). Nursing leadership and management concept and practice 3rd edition. Philadelphia: F.A. Davis Company. Tsui, M. (2005). Social Work Supervision Context and Concept.Forum Qualitative Sozialforschung, 7(3), Art. 23. Turner, B. J., & Hill, L. A. (2011). Implementing clinical supervision (part 1): a review of the literature. Mental Health Nursing 31(3): 8-12. Undang-Undang Republik Indonesia No.44 Tahun 2009. Tentang Rumah Sakit. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. WHO. (1993). Training manual on management of human resources for health. section 1, PartA. Geneva. Diakses dari http: www.whqlibdoc.who.int. Winstanley, J., & White, E. (2011). The MCSS-26: Revision of the Manchester Clinical Supervision Scale; Using the rasch measurement model. Journal of Nursing Measurement, 19(3), 160-178. Wijayanti, D. C. (2011). Laporan residensi praktik kepemimpinan dan manajemen keperawatan. Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan. Universitas Indonesia. Wywialowski, E. (1993). Managing client care. St. Louis, Missouri. 63146: Mosby-Year Book,Inc.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
LAMPIRAN
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Saya telah mendapatkan penjelasan tentang prosedur, tujuan, serta manfaat penelitian tentang: “PENGARUH PENERAPAN QUALITY CIRCLE OLEH PERAWAT CLINICAL CARE MANAGER TERHADAP PELAKSANAAN SUPERVISI KLINIK” dari mahasiswa program pascasarjana Universitas Indonesia kekhususan kepemimpinan dan manajemen keperawatan atas nama:
Catharina Dwiana Wijayanti NPM: 1006748476
Saya memahami sepenuhnya dan memberikan persetujuan untuk menjadi responden penelitian. Persetujuan ini saya berikan dengan penuh kesadaran dan tanpa unsur paksaan. Saya juga menyadari bahwa penelitian ini memberikan manfaat bagi peningkatan pelayanan keperawatan terutama dalam pelaksanaan supervisi klinik.
Jakarta,
2012
(………………………………..) Responden Penelitian
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Kode Responden ……………………........ (diisi oleh peneliti) UNIVERSITAS INDONESIA
Kuesioner Penelitian
Judul Penelitian
PENGARUH PENERAPAN QUALITY CIRCLE OLEH PERAWAT CLINICAL CARE MANAGER TERHADAP KEMAMPUAN MELAKUKAN SUPERVISI KLINIK
PETUNJUK UMUM PENGISIAN 1. Isilah pertanyaan-pertanyaan yang ada pada kuesioner berikut ini sesuai dengan yang anda ketahui. 2. Ketepatan jawaban sangat diperlukan pada penelitian ini. 3. Identitas responden pada kesioner ini akan dirahasiakan, untuk itu nama lis di tulis menggunakan inisial saja.
TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASI SAUDARA JAWABAN YANG TEPAT SANGAT DIPERLUKAN DALAM PENELITIAN INI
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
KUESIONER A KUESIONER DEMOGRAFI PENELITIAN
Nomor responden: ..........................................(diisi peneliti)
Petunjuk Pengisian: 1. Sebelum menjawab pertanyaan, teliti apakah jumlah kuesioner lengkap (sebanyak 48 pernyataan) 2. Bacalah secara cermat pertanyaan dalam kuesioner. 3. Jawablah pertanyaan kuesioner pada tempat yang tersedia sesuai dengan kondisi saudara. 4. Beri tanda cek list √ pada kotak yang tersedia
1. Umur
: ...............................
2. Pendidikan
:
SPK/PKC D III Keperawatan S1 Keperawatan
3. Lama Kerja
: ...............................
4. Jenis kelamin
:
Laki-laki Perempuan
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
KUESIONER B KUESIONER PERSEPSI PERAWAT PELAKSANA TERHADAP KEMAMPUAN PERAWAT CLINICAL CARE MANAGER MELAKUKAN SUPERVISI KLINIK
PETUNJUK PENGISIAN Kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan supervisi klinik oleh perawat clinical care manager (supervisor klinik). Oleh karena itu sesuai dengan hati dan pemahaman anda secara jujur berilah tanda cek list √ pada kolam jawaban yang anda pilih berdasarkan alternatif berikut ini: 1. Tidak pernah (TP), jika tindakan dalam pernyataan tersebut sama sekali tidak pernah dilaksanakan sesuai dengan pemahaman anda atau pendapat anda 2. Jarang (J), jika tindakan dalam pernyataan tersebut jarang (30-50%) dilaksanakan sesuai dengan pemahaman anda atau pendapat anda 3. Sering (S), jika tindakan dalam pernyataan tersebut sering (50-80%) dilaksanakan sesuai dengan pemahaman anda atau pendapat anda. 4. Sangat Sering (SS), jika tindakan dalam pernyataan tersebut sangat sering (80100%) dilaksanakan sesuai dengan pemahaman anda atau pendapat anda.
NO
1
2
3
4
5
6
7
PERNYATAAN
TP
J
S
SS
1
2
3
4
Supervisor melaksanakan supervisi klinik secara terjadwal untuk membantu meningkatkan pengetahuan klinik saya Supervisor membantu saya mempelajari keterampilan keperawatan yang baru Supervisor memfasilitasi saya untuk melakukan tindakan keperawatan yang baru dengan baik. Pelaksanaan supervisi klinik menyebabkan tekanan dalam pekerjaan saya Supervisor tidak memberikan saya kesempatan untuk bekerja mandiri Supervisor memberi saya kesempatan untuk memutuskan tindakan keperawatan yang tepat untuk pasien
Saya mendapat kesempatan untuk menyampaikan pendapat kepada supervisor tentang kebutuhan supervisi yang saya perlukan.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
NO
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
PERNYATAAN
TP
J
S
SS
1
2
3
4
Supervisor memotivasi saya untuk mengembangkan kemampuan klinik yang saya miliki Supervisor melakukan supervisi klinik hanya kepada karyawan baru Saya mendapat kesempatan bekerja bersama supervisor untuk meningkatkan kemampuan klinik yang saya miliki. Saya mendapat bimbingan dari supervisor dalam pemberian pelayanan kepada pasien Supervisor membantu saya melaksanakan asuhan keperawatan sesuai prosedur keselamatan kerja Supervisor membahas kasus pasien yang sulit dalam tim Supervisor memfasilitasi diskusi kasus pasien untuk membantu menghubungkan teori dengan praktik keperawatan dengan mudah Supervisor mensosialisasikan rencana program pelatihan yang dibutuhkan oleh staf di ruangan Informasi isu keperawatan terbaru tidak saya dapatkan dari supervisor. Supervisor memberi saya kesempatan untuk mengevaluasi pekerjaan yang telah saya lakukan bersamasama dengan supervisor Supervisor memberi masukan atas hasil pekerjaan yang telah saya lakukan setelah pelaksanaan supervisi klinik. Supervisor membantu meningkatkan pemahaman saya tentang tindakan keperawatan yang saya berikan kepada pasien setelah pelaksanaan supervisi klinik
Saya memiliki waktu bersama dengan supervisor untuk mengidentifikasikan kebutuhan supervisi klinik yang saya butuhkan. Saya memiliki waktu mengikuti sesi diskusi kasus keperawatan/ masalah keperawatan bersama supervisor Waktu pelaksanaan diskusi kasus/masalah keperawatan terkini bersama supervisor tersosialisasi kepada seluruh staf.
Supervisor klinik menyampaikan tujuan saat pertemuan supervisi klinik kepada perawat pelaksana. Apabila ada sesuatu yang tidak saya pahami dalam melaksanakan asuhan keperawatan, maka supervisor klinik yang akan saya tanya
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
NO
PERNYATAAN
25
Saya dapat mendiskusikan masalah yang ditemui di area klinik dengan supervisor saya Saya tidak dapat menyampaikan pendapat secara terbuka dengan supervisor saya. Supervisor bertanya kepada saya permasalahan yang saya hadapi saat menjalankan tugas Supervisor membantu saya, apabila saya kesulitan mencari penyebab masalah pasien Supervisor klinik saya memberikan saran penyelesaian masalah yang saya hadapi baik dalam tugas maupun pribadi. Supervisor saya memberikan saran yang bermanfaat dalam menyelesaikan masalah yang saya hadapi. Supervisor memberikan pujian atas hasil kerja yang dapat saya selesaikan dengan baik Saya menjadi percaya diri pada saat saya bekerja bersama-sama dengan supervisor. Supervisor melakukan pengamatan langsung saat saya melakukan tindakan keperawatan Supervisor membantu saya, apabila saya kesulitan melakukan prosedur keperawatan. Supervisor membantu saya merencanakan solusi penyelesaian masalah pasien. Supervisor memberitahu terlebih dahulu apabila akan mengevaluasi kualitas pekerjaan saya. Saya dapat melaksanakan prosedur keselamatan kerja dengan bimbingan supervisor. Bimbingan dari supervisor membuat kualitas perawatan yang saya berikan kepada pasien menjadi semakin baik Supervisor mengetahui permasalahan yang saya hadapi saat menjalankan tugas saat ada komplain dari pasien Frekuensi pertemuan diskusi kasus keperawatan dilaksanakan secara teratur dan terjadwal. Supervisor melaksanakan diskusi kasus pasien berdasarkan rencana yang telah dibuat. Pelaksanaan pertemuan bersama supervisor mengganggu dalam menyelesaikan pekerjaan saya Saya dapat leluasa membicarakan masalah pribadi kepada supervisor. Supervisor dapat membantu saya dalam menyelesaikan masalah pribadi Saya mudah menghubungi supervisor apabila saya
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
TP
J
S
SS
1
2
3
4
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
NO
46
47
48
PERNYATAAN
TP
J
S
SS
1
2
3
4
butuhkan dalam mengatasi permasalahan pasien. Saya merasa tertekan saat melakukan tindakan keperawatan bersama-sama supervisor. Saya takut menyampaikan masalah yang saya hadapi kepada supervisor. Dukungan dari supervisor tidak pernah saya dapatkan dalam menyelesaikan pekerjaan saya.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN TAHUN 2012
No
Kegiatan
1
Pengajuan judul
2
Penyusunan proposal dan bimbingan Ujian proposal Perbaikan proposal Pengumpulan data Analisa data dan bimbingan Seminar hasil penelitian Sidang tesis Perbaikan Pengumpulan laporan
3 4 5 6
7
8 9 10
Maret
April
Mei
Juni
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Juli
PROSEDUR PELAKSANAAN QUALITY CIRCLE
1. TUJUAN •
Meningkatkan kemampuan penyelesaian masalah.
•
Meningkatkan kemampuan melakukan supervisi klinik
•
Meningkatkan produktivitas dan kreativitas kerja perawat supervisor klinik dalam penyelesaian masalah saat melakukan supervisi klinik.
•
Meningkatkan pelaksanaan supervisi klinik oleh supervisor klinik untuk mendukung pelayanan keperawatan sesuai standar.
•
Meningkatkan motivasi, pertumbuhan secara personal dan profesional perawat supervisor klinik.
2. TAHAP PERSIAPAN •
Peneliti bersama dengan bidang keperawatan membentuk struktur organisasi quality circle dan menentukan individu yang akan berperan sebagai fasilitator, pemimpin kelompok, dan anggota kelompok.
•
Peneliti memberikan pelatihan penerapan pelaksanaan quality circle dengan menggunakan modul yang telah disusun selama 2 hari.
•
Setelah pelatihan perawat supervisor klinik membentuk kelompok yang terdiri dari 4-11 orang anggota.
•
Perawat supervisor klinik menentukan waktu dan tempat pertemuan akan dilaksanakan untuk melakukan quality circle
3. PROSEDUR PELAKSANAAN Kelompok perawat supervisor klinik yang beranggotakan 4-6 orang dipimpin oleh ketua kelompok dan dibantu fasilitator berkumpul sesuai waktu yang disepakati dan melakukan tahapan penyelesaian masalah sebagai berikut:
•
Identifikasi Masalah
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Perawat supervisor klinik mengidentifikasi
masalah-masalah yang
dialami saat pelaksanaan supervisi klinik di area kerjanya yang akan diselesaikan untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan supervisi klinik kepada perawat pelaksana yang meliputi aspek pengembangan profesional, peningkatan keterampilan, alokasi waktu untuk refleksi dan kualitas hubungan supervisor-supervisee.
•
Seleksi Masalah Perawat supervisor klinik memilih masalah yang akan diselesaikan dengan membuat prioritas penyelesaian masalah. Masalah di pilih berdasarkan prioritas yang menyebabkan hambatan saat pelaksanaan supervisi klinik pada upaya untuk meningkatkan kemampuan perawat pelaksana
yang
meliputi
aspek
pengembangan
profesional,
peningkatan keterampilan, alokasi waktu untuk refleksi dan kualitas hubungan supervisor-supervisee.
•
Analisis Masalah Perawat supervisor melakukan analisis masalah dengan cara brain storming atau membuat diagram cause and effect analisis untuk mengklasifikasi dan menganalisis masalah mendasar yang terjadi saat melakukan supervisi klinik untuk meningkatkan aspek pengembangan profesional, peningkatan keterampilan, alokasi waktu untuk refleksi dan kualitas hubungan supervisor-supervisee.
•
Menghasilkan Alternatif Solusi Perawat supervisor klinik berdasarkan analisis masalah kemudian membuat solusi yang memungkinkan untuk diterapkan untuk melakukan supervisi klinik sehingga dapat meningkatkan aspek pengembangan profesional, peningkatan keterampilan, alokasi waktu untuk refleksi dan kualitas hubungan supervisor-supervisee. Jumlah alternatif
solusi
yang
semakin
banyak
akan
semakin
kemungkinan pembuatan keputusan akhir yang dibuat.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
besar
•
Pemilihan Solusi yang Sesuai Perawat supervisor klinik memilih solusi terbaik untuk meningkatkan aspek pengembangan profesionalisme, peningkatan keterampilan, alokasi waktu untuk refleksi dan kualitas hubungan supervisorsupervisee, berdasarkan solusi yang mudah untuk dilaksanakan. Kombinasi dari beberapa saran anggota kelompok merupakan solusi yang terbaik.
•
Persiapan Rencana Program Perawat supervisor menyiapkan rencana program pelaksanaan dari solusi yang dipilih untuk meningkatkan aspek pengembangan profesionalisme, peningkatan keterampilan, alokasi waktu untuk refleksi dan kualitas hubungan supervisor-supervisee. Rencana program meliputi: kegiatan, tempat pelaksanaan, waktu, dan tanggal.
•
Presentasi kepada pihak Manajemen Perawat supervisor mempresentasikan rencana program yang telah disusun kepada pihak manajemen (bidang keperawatan). Pihak manajemen akan mempelajari solusi yang dipreentasikan dan memberikan persetujuan untuk dilakukan implementasi di ruang rawat inap yang telah dipilih.
•
Implementasi Perawat supervisor klinik mengimplementasi pelaksanaan program berdasarkan pilihan solusi terbaik yang telah disetujui oleh manajemen (bidang keperawatan) untuk menguji apakah pilihan solusi tersebut bekerja seperti yang diharapkan. Pelaksanaan solusi secepatnya diperlukan untuk mencegah menurunnya motivasi dalam menghadapi konsekuensi atas pilihan yang dipilih.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
4. DOKUMENTASI •
Catat proses pelaksanaan quality circle dan keaktifan anggota kelompok.
•
Catat proses pelaksanaan tahapan penyelesaian masalah.
•
Catat solusi yang akan diimplementasikan
•
Jumlah pertemuan yang diselenggarakan untuk menghasilkan solusi penyelesaian masalah.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
LEMBAR OBSERVASI PELAKSANAAN QUALITY CIRCLE OLEH PERAWAT CLINICAL CARE MANAGER
SKOR NO
Kegiatan quality circle
1
Kelompok mengidentifikasi masalah pelaksanaan supervisi klinik di area kerjanya yang akan diselesaikan untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan supervisi klinik pada ke-4 aspek. Kelompok memilih masalah yang akan diselesaikan dengan membuat prioritas penyelesaian masalah. Kelompok melakukan analisis masalah dengan cara brain storming atau membuat diagram cause and effect analisis untuk mengklasifikasi dan menganalisis masalah mendasar pelaksanaan supervisi klinik Kelompok membuat solusi yang memungkinkan untuk diterapkan untuk meningkatkan efektifitas supervisi klinik Kelompok memilih solusi terbaik untuk meningkatkan aspek pengembangan profesionalisme, peningkatan keterampilan, alokasi waktu untuk refleksi dan kualitas hubungan supervisorsupervisee, berdasarkan solusi yang mudah untuk dilaksanakan. Kelompok menyiapkan rencana program pelaksanaan dari solusi yang dipilih.
2
3
4
5
6
7
0
1
2
3
4
5
6
Kelompok mempresentasikan
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
7
8
SKOR Kegiatan quality circle
NO
0
1
2
3
4
5
6
rencana program yang telah disusun kepada pihak bidang keperawatan. TOTAL SKOR
NILAI : TOTAL SKOR : ……………………
7
KETERANGAN •
Nilai 0 – 1 : tanpa ada kemajuan pelaksanaan quality circle
•
Nilai 2 – 3 : kemajuan pelaksanaan quality circle 25%
•
Nilai 4 – 5 : kemajuan pelaksanaan quality circle 50%
•
Nilai 6 - 7 : kemajuan pelaksanaan quality circle 75%
•
Nilai 7 – 8 : kemajuan pelaksanaan quality circle 100%
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
7
8
DIAGRAM ALIR PROSES PELATIHAN QUALITY CIRCLE
Pembukaan
Membangun komitmen belajar: Penjelasan tujuan dan manfaat pelatihan
Pre-test
•
Pemahaman konsep dasar quality circle, dan supervisi klinik
•
Metode penugasan diskusi dan presentasi
•
Penerapan metode quality circle dalam penyelesaian masalah supervisi klinik
•
Metode studi kasus dan role play
Post-test
Praktek penerapan quality circle dalam penyelesaian masalah pelaksanaan supervisi klinik sesuai tahapan pelaksanaan
Penilaian pelaksanaan quality circle dengan menggunakan lembar observasi
Implementasi solusi penyelesaian masalah di lapangan
Penutupan
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
URAIAN KEGIATAN PELATIHAN QUALITY CIRCLE
Sesi I No
1
Tujuan
Penjelasan tujuan pelatihan quality circle
Wakt u 15 menit
• • •
2
•
Memahami 90 menit konsep quality circle, yang meliputi: Pengertian, tujuan, karakteristik keberhasilan , dan tahapan pelaksanaan
•
•
•
Kegiatan Pelatihan Fasilitator Peserta Mengucapkan salam • Menjawab salam Menjelaskan tujuan pelatihan • Mendengarkan Pre-test dan mencatat • Mengerjakan soal pre-test • Mendengarkan Menjelaskan prosedur yang akan dan mencatat dilaksanakan untuk memahami materi quality circle dari buku pedoman kepada peserta dengan menggunakan metode diskusi. Membagi buku • Menerima buku pedoman panduan dan pelaksanaan quality membaca circle kepada peserta Membagi peserta dalam 5 kelompok • Membagi diri beranggotakan 2-3 dalam orang. Setiap kelompok kelompok membahas: Kelompok 1 : membahas topik pengertian dan tujuan quality circle Kelompok 2: membahas topik karakteristik keberhasilan dan struktur organisasi quality circle Kelompok 3: membahas topik
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
No
Tujuan
•
Memahami konsep supervisi klinik, yang meliputi: Pengertian, pelaksanaan , tahapan pelaksanaan , teknik pelaksanaan
Wakt u
•
•
•
•
•
Kegiatan Pelatihan Fasilitator Peserta tahapan pelaksanaan quality circle Kelompok 4 : membahas topik pengertian dan pelaksanaan supervisi klinik Kelompok 5: membahas topik teknik pelaksanaan dan tahapan supervisi klinik Tiap kelompok mendiskusikan materi tentang quality circle dan supervisi klinik • Diskusi sesuai topik bahasan kelompok yang sudah diberikan. Peserta kembali ke dalam kelompok focus group discussion setelah memahami topik bahasan masingmasing Membagikan hasil diskusi dalam • Membagi kelompok kecil ke pengetahuan fokus group yang discussion sesuai didapatkan topik masing-masing selama diskusi Memberi dalam kesempatan sesama kelompok FGD peserta untuk bertanya hal yang belum jelas dalam • Bertanya hal kelompok FGD yang belum Memberi jelas kesempatan peserta yang lain untuk menjawab, apabila ada hal yang belum
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
No
Tujuan
Wakt u
•
3
Penutup
15 menit
•
•
•
•
Sesi II N Tujuan o 1 Pembukaan dan memberikan penjelasan prosedur pelaksanaan quality circle
Wakt u 10 menit
Kegiatan Pelatihan Fasilitator Peserta jelas akan diklarifikasi oleh • Menjawab fasilitator. pertanyaan Menyimpulkan jawaban peserta dan menyamakan persepsi
Meminta peserta untuk memberikan penguatan apa yang harus dikerjakan selama pelaksanaan pelatihan Memberikan penguatan atas jawaban peserta Bersama-sama menyamakan persepsi yang dikemukakan Mengucapkan salam
• •
•
Mendengarkan dan menyamakan persepsi
•
Menyampaikan pendapatnya
•
Mendengarkan dan memperhatikan
•
Menjawab salam
Kegiatan Pelatihan Fasilitator Peserta Mengucapkan salam • Menjawab salam Menjelaskan tujuan pelatihan hari ini • Mendengarka n dan memperhatik
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
N o
2
Tujuan
Wakt u
Mendemonstrasika 60 n tahapan Menit pelaksanaan quality circle
•
•
•
•
•
Kegiatan Pelatihan Fasilitator Peserta an • Peserta Membagi peserta dalam 2 kelompok membagi quality circle yang dalam beranggotakan 5-6 kelompok peserta Menjelaskan • Membaca prosedur yang akan kasus dilaksanakan untuk simulasi pelaksanaan quality circle untuk mencari solusi penyelesaian masalah berdasarkan kasus yang telah dibuat. Memberikan kasus pelaksanaan • Diskusi kasus supervisi kepada setiap kelompok. Kelompok quality circle 1 membahas kasus Pengembangan profesionalisme Peningkatan keterampilan Kelompok quality circle 2 membahas kasus Waktu untuk refleksi Hubungan supervisor dengan supervisee Masing-masing kelompok mendiskusikan kasus yang diberikan dengan menggunakan tahapan pelaksanaan quality circle dengan didampingi oleh fasilitator
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
N o 3
Tujuan
Wakt u Mempresentasikan 40 solusi menit penyelesaian dalam quality circle
•
•
•
4
Penutup
10 menit
• •
Kegiatan Pelatihan Fasilitator Peserta • Mendengarka Setiap kelompok mempresentasikan n dan hasil solusi masalah memperhatik yang didiskusikan an dalam kelompok • Bertanya dan quality circle memberikan saran Memberi kesempatan anggota kelompok lain untuk bertanya dan memberi masukan hasil presentasi Menyamakan • Menyamakan persepsi dari persepsi masing-masing terhadap kelompok hasil diskusi
Post test Mengucapkan salam dan memberi penguatan kepada peserta
• •
Mengerjakan post-test Menjawab salam
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
PEDOMAN PELAKSANAAN QUALITY CIRCLE BAGI PERAWAT CLINICAL CARE MANAGER
OLEH CATHARINA DWIANA WIJAYANTI
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmatNya sehingga saya dapat menyelesaikan pedoman pelaksanaan quality circle bagi perawat clinical care manager. Pedoman ini disusun sebagai acuan dalam pelaksanaan quality circle sebagai upaya pemberdayaan staf untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi di area kerja secara kelompok dengan menggunakan tahapan penyelesaian masalah. Pelaksanaan metode quality circle sebagai upaya penyelesaian masalah bertujuan untuk meningkatkan produktivitas kerja dan mutu pelayanan keperawatan. Saya menyadari bahwa pedoman pelaksanaan quality circle ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saya dengan terbuka menerima segala masukan dan saran dari pembaca.
Depok, Maret 2012
Penulis
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………… KATA PENGANTAR………………………………………………. DAFTAR ISI………………………………………………………… DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………..
i ii iii iv
BAB 1 KURIKULUM PELATIHAN …………………………….. 1.1 Pendahuluan…………………………………………………….. 1.2 Kompetensi ……………………………………………………... 1.3 Tujuan ……………………………………………………………
1 1 3 3
BAB 2 MATERI……………………………………………………. 2.1 Konsep Quality Circle…………………………………………. 2.2 Konsep Supervisi Klinik………………………………………...
5 5 13
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………….
28
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Format Rencana Supervisi Klinik
Lampiran 2.
Format Evaluasi Pelaksanaan Supervisi Klinik
Lampiran 3.
Lembar Observasi Pelaksanaan Quality Circle
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
BAB 1 KURIKULUM PELATIHAN
1.1 Pendahuluan 1.1.1 Latar belakang Metode Quality circle merupakan suatu metode penyelesaian masalah mutu di dalam kelompok. Anggota kelompok bekerja dalam area yang sama dan tidak dalam
keterpaksaan
bertemu
secara
berkala
serta
memiliki
tujuan
mengidentifikasi, mengkaji, dan memecahkan masalah di area kerja (Rowland & Rowland, 1997). Anggota kelompok quality circle akan berkontribusi dalam penyelesaian masalah dan secara tidak langsung hal ini akan meningkatkan kemampuan individu untuk menguasai tahapan penyelesaian masalah dan peningkatan kualitas kerja. Komponen dasar dari program quality circle yaitu: melatih metode penyelesaian masalah, proses peserta dalam kelompok, pengumpulan data, dan analisis data (Rowland & Rowland, 1997).
Pelaksanaan metode quality circle sebagai upaya penyelesaian masalah bertujuan untuk meningkatkan produktivitas kerja dan mutu pelayanan keperawatan. Keterlibatan anggota kelompok dalam pemberian ide dan pelaksanaan strategi penyelesaian masalah secara tidak langsung akan meningkatkan motivasi dan produktivitas kerja. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mbovane (2007) bahwa pelaksanaan quality circle dapat meningkatkan
kemampuan staf dalam
penyelesaian masalah dalam praktik keperawatan, sehingga meningkatkan kualitas
standar
pelayanan
pasien,
membangun
kerjasama
tim,
serta
mempertahankan standar pelayanan keperawatan. Pemberian pelayanan keperawatan sesuai standar diperlukan untuk menjamin hak dan keselamatan pasien. Peran supervisor klinik diperlukan untuk mentoring pelaksanaan asuhan keperawatan terutama pada staf baru, memonitor kualitas pelayanan keperawatan sesuai standar, mengidentifikasi kebutuhan pelatihan untuk staf, membahas isu keperawatan terkini, dan mengatasi permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan. Munculnya masalah dalam
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
pelaksanaan supervisi klinik menjadi kesempatan bagi perawat supervisor klinik untuk memperbaiki situasi menjadi lebih baik dengan menggunakan tahapan penyelesaian masalah.
Penguasaan
tahapan
penyelesaian
masalah
berdasarkan
pengetahuan,
keterampilan, dan sikap mutlak diperlukan oleh perawat supervisor klinik. Teknik pokok supervisi pada dasarnya identik dengan teknik penyelesaian masalah (Suarli & Bahtiar, 2010). Masalah merupakan situasi saat individu tidak memiliki kesiapan respons menghadapinya (Gillies, 1994). Penyelesaian masalah yang efektif berasal dari kombinasi antara ide dan keterampilan (Gillies, 1994). Penguasaan keterampilan penyelesaian masalah secara efektif akan membantu perawat supervisor klinik untuk membuat keputusan dalam upaya peningkatan efektivitas pelaksanaan supervisi klinik bagi perawat pelaksana. Efektivitas dan efisiensi kerja staf keperawatan menjamin pelaksanaan pelayanan keperawatan yang bermutu. Efektivitas dan efisiensi kerja erat hubungannya dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta meminimalkan kesalahan yang dilakukan oleh bawahan (Suarli, 2010). Peningkatan pengetahuan dan keterampilan staf serta berkurangnya kesalahan yang dilakukan menjadi tujuan pelaksanaan supervisi klinik.
Pedoman pelaksanaan quality circle ini disusun untuk menjadi salah satu acuan dalam penyelesaian masalah dalam kelompok di area kerja. Keterlibatan anggota dalam kelompok diharapkan akan meningkatkan motivasi dan produktivitas kerja dalam pemberian pelayanan keperawatan yang bermutu.
1.1.2 Filosofi Pelatihan Pelatihan metode quality circle pelaksanaan supervisi klinik bagi perawat clinical care manager diselenggarakan dengan memperhatikan: a. Prinsip andragogy yaitu selama pelatihan peserta berhak untuk didengarkan dan dihargai pengalamannya mengenai pelaksanaan supervisi klinik dan proses
penyelesaian
masalah
dalam
pelaksanaan
supervisi
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
klinik,
dipertimbangkan setiap ide dan pendapat sejauh berada dalam konteks pelatihan. b. Berorientasi kepada peserta, dimana peserta berhak untuk mendapatkan bahan pelatihan, dan mendapatkan pelatihan dengan metode pembelajaran bervariasi, dengan pengetahuan dasar peserta tentang proses penyelesaian masalah pelaksanaan supervisi dengan menggunakan metode quality circle. c. Berbasis kompetensi yang memungkinkan peserta untuk mengembangkan keterampilan pelaksanaan supervisi dan kemampuan menyelesaikan masalah sesuai peran dan kompetensi yang diharapkan. d. Learning by doing yang memungkinkan peserta untuk berkesempatan melakukan tahapan proses penyelesaian masalah pelaksanaan supervisi secara langsung dengan metode quality circle. Hasil solusi penyelesaian masalah akan dipresentasikan kepada pihak manajemen dan diterapkan di ruang perawatan.
1.2 Kompetensi Melalui pelatihan ini peserta pelatihan diharapkan mempunyai kompetensi dalam: a. Memahami konsep penyelesaian masalah pelaksanaan supervisi klinik dengan metode quality circle. b. Melaksanakan tahapan penyelesaian masalah dalam quality circle c. Membuat rencana tindak lanjut hasil solusi penyelesaian masalah pelaksanaan masalah supervisi klinik.
1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Setelah
pelatihan
diharapkan
perawat
clinical
care
manager
mampu
melaksanakan metode quality circle pelaksanaan supervisi klinik sesuai prosedur yang ditetapkan.
1.3.2 Tujuan Khusus
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
1.3.2.1 Kemampuan kognitif yang diharapkan dicapai peserta: a. Peserta memahami konsep quality circle yang meliputi: •
Pengertian quality circle
•
Tujuan quality circle
•
Karakteristik keberhasilan quality circle
•
Struktur organisasi program quality circle
•
Tahapan pelaksanaan quality circle
b. Memahami konsep supervisi klinik yang meliputi: •
Pengertian supervisi klinik
•
Pelaksanaan supervisi klinik
•
Tahapan pelaksanaan supervisi klinik
•
Teknik pelaksanaan supervisi klinik
1.3.2.2 Kemampuan asertif yang diharapkan dicapai peserta: a. Peserta memiliki keyakinan tentang manfaat dan tujuan quality circle sebagai salah satu cara penyelesaian masalah pelaksanaan supervisi. b. Peserta menyetujui solusi hasil quality circle dapat diterapkan dalam penyelesaian masalah pelaksanaan supervisi di ruang perawatan rawat inap.
1.3.2.3 Kemampuan psikomotor yang diharapkan dicapai peserta: a. Perawat clinical care manager mampu melaksanakan tahapan penyelesaian masalah dalam kelompok quality circle. b. Perawat clinical care manager mampu menerapkan hasil solusi dalam kelompok quality circle terhadap pelaksanaan supervisi klinik. c. Perawat clinical care manager mampu mengevaluasi dan membuat rencana tindak lanjut pelaksanaan supervisi klinik.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
BAB 2 MATERI 2.1
Konsep Quality Circle
2.1.1 Pengertian quality circle Quality circle merupakan suatu mekanisme penyelesaian masalah di area kerja dalam kelompok yang saling berinteraksi secara sukarela melalui tahapan penyelesaian masalah. Anggota kelompok tidak dalam keterpaksaan bertemu secara berkala untuk mengidentifikasi, menganalisis dan menyelesaikan masalah di area kerja. Mekanisme dalam quality circle bersifat formal, institutional, produktif dan partisipatif penyelesaian masalah diantara staf yang saling berinteraksi (Crocker, Sik Liung Chiu, Charney, 1984).
Penyelesaian masalah dalam kelompok quality circle merupakan suatu proses kerjasama yang terus menerus dari staf untuk mendukung mekanisme adaptasi institusi terhadap perubahan situasi lingkungan dan munculnya peluang. Tappen (1995) menyatakan quality circle terbentuk oleh staf yang memiliki tugas yang sama atau siapapun yang bertanggungjawab untuk mencapai tujuan yang sama pada pasien sehingga dapat bekerjasama menyelesaiakan masalah dengan saling menguntungkan.
Quality
circle
merupakan
proses
partisipasi
dari
staf
pekerja
untuk
mengidentifikasi, menganalisis, dan menyelesaikan masalah serta meningkatkan kualitas dan produktivitas di area kerja. Quality circle merubah cara proses berpikir dan menyelesaikan masalah tidak hanya dilakukan ditingkat manajerial tetapi di setiap tingkatan dalam organisasi (Allender, 1992).
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Gambar 2.1 Transisi Proses Berpikir
Sumber: Allender, Hans D Industrial Management; Sep/Oct 1992; 34, 5
2.1.2 Tujuan Metode Quality Circle Peningkatan kualitas standar pelayanan pasien menjadi sasaran yang akan dicapai institusi dan merupakan tanggung jawab bersama seluruh staf. Tujuan utama pelaksanaan quality circle menurut Rowland & Rowland, (1997), Mbovanne (2007) meliputi: •
Meningkatkan kualitas standar pelayanan pasien.
•
Meningkatkan produktivitas
•
Meningkatkan motivasi dan moral dari pekerja
•
Mendukung penggunaan kreativitas staf
•
Membantu staf betumbuh secara personal dan profesional.
•
Meningkatkan
kemampuan staf dalam penyelesaian masalah dalam
praktik keperawatan •
Membangun kerjasama tim
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Mempertahankan pelaksanaan standar pelayanan keperawatan.
•
Tujuan yang ditetapkan manajemen dan staf dalam pelaksanaan quality circle berbeda. Tujuan manajemen dan staf saling mengisi tetapi tidak selalu identik dalam menjamin keberhasilan pelaksanaan quality circle (Tappen, 1995).
2.1.3 Karakteristik Keberhasilan Quality Circle Keberhasilan pelaksanaan quality circle didukung oleh beberapa hal antara lain adalah: 2.1.3.1 Anggota kelompok quality circle bersifat sukarela dan secara berkala bertemu dalam penyelesaian masalah di area kerja. Kelompok quality circle merupakan kelompok kecil pekerja yang saling berhubungan secara terus menerus untuk menyelesaikan masalah dan mendukung perubahan yang terjadi dalam organisasi (Crocker, Sik Liung Chiu, Charney, 1984). 2.1.3.2 Manajemen
harus
mendukung
program
quality
circle
dengan
memperbolehkan kelompok untuk bertemu di waktu kerja, dan memonitor aktivitas dan hasil dari kelompok serta menyediakan sumber-sumber pendukung pelaksanaan program (Rowland & Rowland, 1997). 2.1.3.3 Komponen dasar dari program quality circle yaitu: melatih metode penyelesaian masalah, teknik proses dalam kelompok, pengumpulan data dan analisa data (Rowland & Rowland, 1997).
2.1.4 Struktur Organisasi Program Quality Circle Struktur organisasi program quality circle tidak dinyatakan berdiri sendiri tetapi terintegrasi pada struktur organisasi yang ada dalam institusi. Rowland & Rowland (1997) menyatakan bahwa struktur organisasi quality circle terintegrasi dengan institusi tetapi memiliki struktur organisasi independen. Stuktur organisasi quality circle meliputi:
1.1.4.1 Steering Committee Steering committee berfungsi sebagai penggerak langsung pelaksanaan program quality circle (Rowland & Rowland). Steering committee terdiri dari perwakilan
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
dari institusi dan perwakilan dari departemen keperawatan yang berkaitan. Tanggung jawab yang dimiliki Steering committee menurut Allender (1992) dan Rowland & Rowland (1997) antara lain yaitu: • Membuat tujuan yang akan dicapai • Membuat keputusan akhir yang diperlukan • Membuat prioritas pelaksanaan program dan sumber pendukung • Mendukung aktivitas kelompok • Mengevaluasi pelaksanaan dan efektifitas program. 1.1.4.2 Fasilitator Fasilitator
secara
langsung
bertanggungjawab
untuk
membimbing
dan
meengkoordinasi aktivitas kelompok. Fasilitator dipilih berdasarkan kriteria antara lain memiliki pengetahuan manajerial, teknik penyelesaian masalah, dan membawa spirit kepemimpinan dalam proses pelaksanaan quality circle (Allender, 1992). Peran fasilitator menurut Rowland & Rowland (1997) yaitu: • Melatih kelompok teknik pemecahan masalah, pengumpulan data, analisis statistik dan teknik penyajian data serta presentasi kepada manajemen • Menjadi narasumber pada proses kerja kelompok quality circle. • Menjadi perantara antara kelompok quality circle dengan pihak manajemen.
2.1.4.3 Pemimpin Kelompok Pemimpin kelompok berperan mengatur pelaksanaan pertemuan kelompok quality circle. Pemimpin kelompok tidak memiliki kekuasaan diatas anggota kelompok yang lain tetapi berperan sebagai moderator diskusi yang memfasilitasi proses penyelesaian masalah. Pemimpin kelompok dipilih berdasarkan kesepakatan anggota ataupun dipilih oleh steering committee berdasarkan pengetahuan manajemen dan membawa spirit kepemimpinan. (Crocker, Sik Liung Chiu, Charney, 1984).
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
2.1.4.4 Anggota Kelompok Anggota kelompok merupakan pondasi proses pelaksanaan quality circle yang mengembangkan kreativitas dan inovasi. Allender (1992) menyatakan bahwa anggota kelompok harus dapat bekerja dengan anggota lain dengan menggunakan teknik penyelesaian masalah sehingga kehadirannya dalam pertemuan membantu dan berkontribusi terhadap pelaksanaan proses penyelesaian masalah dalam kelompok. Anggota kelompok terdiri dari staf yang berada di area kerja yang sama atau departemen yang secara sukarela berpartisipasi dalam circle (Rowland & Rowland, 1997).
2.1.4.5 Presentasi kepada Manajemen Kelompok quality circle mempresentasikan hasil analisis masalah dan rencana tindak lanjut untuk menyelesaikan masalah kepada manajemen. Pihak manajemen akan mempelajari rencana tindak lanjut yang telah dibuat, apabila disetujui maka kelompok circle akan mulai mengimplementasikan rencana yang telah dibuat.
Gambar 2.2 Struktur organisasi quality circle
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
2.1.5 Tahapan Pelaksanaan Quality Circle Tahapan pelaksanaan quality circle harus dipahami oleh seluruh anggota untuk menjamin keberhasilan pelaksanaan program. Tahapan pelaksanaan quality circle menjadi panduan bagi anggota dalam proses pelaksanaan quality circle. Tahapan pelaksanaan quality circle yaitu:
2.1.5.1 Identifikasi Masalah Perawat supervisor klinik mengidentifikasi masalah-masalah yang dialami saat pelaksanaan supervisi klinik di area kerjanya yang akan diselesaikan untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan supervisi klinik kepada perawat pelaksana yang meliputi aspek pengembangan profesional, peningkatan keterampilan, alokasi waktu untuk refleksi dan kualitas hubungan supervisor-supervisee. Identifikasi masalah merupakan hal yang sangat diperlukan untuk memahami permasalahan yang terjadi sehingga dapat dipilih solusi penyelesaian masalah yang tepat (Gillies, 1994).
2.1.5.2 Seleksi Masalah Perawat supervisor klinik memilih masalah yang akan diselesaikan dengan membuat prioritas penyelesaian masalah. Masalah di pilih berdasarkan prioritas yang menyebabkan hambatan saat pelaksanaan supervisi klinik pada upaya untuk meningkatkan kemampuan perawat pelaksana yang meliputi aspek pengembangan profesional, peningkatan keterampilan, alokasi waktu untuk refleksi dan kualitas hubungan supervisor-supervisee.
2.1.5.3 Analisis Masalah Perawat supervisor melakukan analisis masalah dengan cara brain storming atau membuat diagram cause and effect analisis untuk mengklasifikasi dan menganalisis masalah mendasar yang terjadi saat melakukan supervisi klinik untuk meningkatkan aspek pengembangan profesional, peningkatan keterampilan, alokasi waktu untuk refleksi dan kualitas hubungan supervisor-supervisee.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Gambar 2.3 Contoh Cause and Effect Analysis
Penyebab
Penyebab
Efek
Penyebab
Penyebab
2.1.5.4 Menghasilkan Alternatif Solusi Perawat supervisor klinik berdasarkan analisis masalah kemudian membuat solusi yang memungkinkan untuk diterapkan untuk melakukan supervisi klinik sehingga dapat meningkatkan aspek pengembangan profesional, peningkatan keterampilan, alokasi waktu untuk refleksi dan kualitas hubungan supervisor-supervisee. Jumlah alternatif solusi yang semakin banyak akan semakin besar kemungkinan pembuatan keputusan akhir yang dibuat.
Menghasilkan alternatif solusi yang memungkinkan untuk diterapkan dalam penyelesaian masalah membutuhkan kreativitas dari perawat supervisor. Merupakan suatu hal yang alamiah apabila individu melakukan pengulangan terhadap alternatif solusi yang telah bekerja dengan baik di waktu lalu, tetapi keberhasilan solusi yang sebelumnya belum tentu berhasil diterapkan di masa depan (Walsh, 1996 dalam Tappen, Weiss, Whitehead, 2004). Dukungan untuk tidak menggunakan solusi lama dalam penyelesaian masalah yang baru sangat diperlukan. Jumlah alternatif solusi yang semakin banyak akan semakin besar kemungkinan pembuatan keputusan akhir yang dibuat (Marquis, 2006).
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
2.1.5.5 Pemilihan Solusi yang Sesuai Perawat supervisor klinik memilih solusi terbaik untuk meningkatkan aspek pengembangan profesionalisme, peningkatan keterampilan, alokasi waktu untuk refleksi dan kualitas hubungan supervisor-supervisee, berdasarkan solusi yang mudah untuk dilaksanakan. Kombinasi dari beberapa saran anggota kelompok merupakan solusi yang terbaik. Semakin besar jumlah orang yang bekerja untuk menyelesaikan masalah maka akan semakin banyak alternatif solusi yang dibuat (Marquis, 2006).
2.1.5.6 Persiapan Rencana Program Perawat supervisor menyiapkan rencana program pelaksanaan dari solusi yang dipilih untuk meningkatkan aspek pengembangan profesionalisme, peningkatan keterampilan, alokasi waktu untuk refleksi dan kualitas hubungan supervisorsupervisee. Rencana program meliputi: kegiatan, tempat pelaksanaan, waktu, dan tanggal.
2.1.5.7 Persetujuan dari Manajemen Perawat supervisor mempresentasikan rencana program yang telah disusun kepada pihak manajemen (bidang keperawatan). Pihak manajemen akan mempelajari solusi yang dipreentasikan dan memberikan persetujuan untuk dilakukan implementasi di ruang rawat inap yang telah dipilih.
2.1.5.7 Implementasi Perawat supervisor klinik mengimplementasi pelaksanaan program berdasarkan pilihan solusi terbaik yang telah disetujui oleh manajemen (bidang keperawatan) untuk menguji apakah pilihan solusi tersebut bekerja seperti yang diharapkan. Pelaksanaan solusi secepatnya diperlukan untuk mencegah menurunnya motivasi dalam menghadapi konsekuensi atas pilihan yang dipilih.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Gambar 2.4 Tahapan Pelaksanaan Quality Circle
Sumber: Gaikwad & Gaikwad, 2000
2.2
Teknik Supervisi Klinik
2.2.1 Pengertian Supervisi Klinik Supervisi
secara
mengevaluasi dan
umum
merupakan
mentoring
dalam
aktivitas upaya
mengawasi,
meningkatkan
memonitor, keterampilan,
mengembangkan potensi dan pengetahuan staf. Gillies (1994) menyatakan bahwa supervisi merupakan upaya mengawasi pelaksanaan kerja, mengevaluasi, menyetujui serta mengkoreksi apabila ada kesalahan terhadap pelaksanaan kerja staf. Swansburg (1999) mendefinisikan supervisi sebagai segala usaha untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas, dimana dalam pelaksanaannya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu menghargai potensi tiap individu, mengembangkan potensi tiap individu, dan menerima tiap perbedaan.
2.2.2.Pelaksanaan Supervisi Klinik. Pelaksanaan supervisi yang optimal akan bermanfaat dalam peningkatan efektifitas dan efisiensi kerja. Peningkatan efektifitas dan efisisensi kerja menjamin pelaksanaan kegiatan optimal sehingga menghindari kesalahan karena dilaksanakan dengan benar dan tepat sesuai dengan rencana tujuan yang ditetapkan. Peningkatan efektifitas kerja erat hubungannya dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan staf, serta makin terbinanya hubungan dan suasana
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
kerja yang harmonis antara atasan dan bawahan (Suarli & Bahtiar, 2010). Peningkatan efisiensi kerja erat kaitannya dengan makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan bawahan, sehingga pemakaian sumber daya optimal (Suarli & Bahtiar, 2010).
2.2.2.1 Supervisor sebagai Coach Supervisor bisa berperan sebagai pelatih kepada staf apabila diperlukan bimbingan secara individu untuk mengembangkan profesionalisme (Copeland, 2005). Peran supervisor sebagai coach adalah memberikan bantuan kepada bawahan secara langsung sehingga dengan bantuan tersebut bawahan akan memiliki bekal yang cukup untuk dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan hasil yang baik. Supervisor memberikan dukungan untuk meningkatkan profesionalisme staf dengan menyediakan atau membantu menyediakan akses untuk pelatihan, pendidikan, dan kesempatan pengembangan keterampilan klinik staf. Peningkatan profesionalisme staf bertujuan untuk memelihara moral, meningkatkan kemampuan kerja, dan membangun kerja sama sebagai tim profesional.
2.2.2.2 Supervisor sebagai Mentor Peningkatan keterampilan klinik perawat untuk mendukung pelaksanaan pelayanan keperawatan yang optimal diperlukan upaya mentoring dari supervisor klinik kepada perawat yang menjadi sasaran supervisi. Supervisi klinik merupakan proses interpersonal dimana praktisi yang lebih terampil membantu yang kurang terampil atau kurang pengalaman untuk mencapai kemampuan profesional sesuai dengan peran (Bond and Holland, 2010 dalam Turner & Hill, 2011). Pengarahan untuk membangun staf yang kurang berpengalaman dalam keterampilan praktik klinik melalui pemberian dukungan dan bimbingan dari supervisor yang lebih berpengalaman.
2.2.2.3 Kolaborasi Supervisor-Supervisee Supervisi klinik merupakan suatu bentuk kolaborasi antara staf yang kurang berpengalaman dengan supervisor yang lebih berpengalaman sebagai upaya
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
meningkatkan
kualitas
hubungan
antara
supervisor
dengan
staf
untuk
meningkatkan dan membangun lingkup praktik yang optimal. Ketidakadekuatan hubungan supervisor-supervisee dapat menimbulkan rasa takut, tidak percaya, dan cemas yang disebabkan keinginan untuk diterima ataupun rasa penolakan. Awal pertemuan supervisor-supervisee diperlukan komunikasi untuk dapat mengeksplorasi cara-cara saling bekerjasama, memberi saran pada hal yang menjadi perhatian tentang isu yang berhubungan dengan pekerjaan, dan mengalokasikan waktu untuk mengeksplorasi isu-isu keperawatan yang menjadi perhatian,
2.2.2.4 Pelaksanaan Supervisi sebagai Proses Refleksi Proses refleksi oleh staf perawat selama pelaksanaan supervisi klinik merupakan upaya mengidentifikasi dan menemukan kebutuhan untuk mengembangkan profesionalisme. Proses pelaksanaan refleksi memerlukan alokasi waktu untuk bisa mengevaluasi tindakan yang sudah dilaksanakan dan menemukan permasalahan yang muncul untuk diatasi sebagai upaya perbaikan pelayanan keperawatan.
Supervisi klinik merupakan suatu proses dukungan profesional dan pembelajaran dimana perawat dibantu dalam meningkatkan kemampuan praktik melalui diskusi secara berkala dengan sejawat yang memiliki pengetahuan dan kemampuan lebih (Fowler, 1996). Pelaksanaan supervisi klinik optimal mencegah terjadinya kejadian tidak diinginkan pada pasien, memelihara pelaksanaan kerja sesuai standard dan meningkatkan keselamatan, serta meningkatkan perkembangan staf (Bsh, 2005).
2.2.3 Teknik Supervisi. Pemberian pelayanan keperawatan yang berkualitas membutuhkan kontrol dari supervisor klinik agar sesuai dengan standar pelayanan keperawatan yang ditetapkan. Pelaksanaan supervisi memfasilitasi staf untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dapat mengikuti perkembangan dan
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
perubahan. Supervisi akan membantu organisasi untuk menyesuaikan dengan perubahan melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan staf (Suarli & Bahtiar, 2010).
Penerapan teknik supervisi yang tepat dalam pelaksanaan supervisi akan membantu mengatasi permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan. Teknik pokok supervisi pada dasarnya menggunakan pendekatan penyelesaian masalah (Suarli & Bahtiar, 2010). Teknik supervisi yang digunakan oleh supervisor untuk mengumpulkan data dalam penetapan masalah, penyebab masalah, penetapan sasaran supervisi, dan pelaksanaan jalan keluar akan berkontribusi terhadap kualitas pelayanan keperawatan. Teknik supervisi yang dapat diterapkan antara lain adalah:
2.2.3.1 Pengamatan Langsung Teknik pengamatan langsung dilaksanakan untuk melihat hasil pekerjaan staf apakah sudah sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan. Pengamatan langsung sering menimbulkan kesan negatif, misalnya rasa takut dan tidak senang, atau kesan mengganggu kelancaran pekerjaan. Gillies (1994) menyatakan pengamatan langsung bisa dilaksanakan dengan cara bekerja bersama dengan staf yang di supervisi selama satu atau dua hari dan mengobservasi cara staf merawat pasien. Pengamatan langsung dilakukan secara edukatif dan suportif, bukan menunjukkan kekuasaan atau otoritas (Suarli & Bahtiar, 2010).
Supervisor klinik dapat meningkatkan efektivitas saran dan koreksi hasil kerja staf dengan cara yang edukatif dan suportif. Dukungan untuk perbaikan diperlukan untuk meningkatkan rasa percaya diri staf dan mencegah resistensi terhadap perubahan.
Koreksi dan instruksi diberikan secara individual untuk menjaga
kepercayaan pasien dan mencegah staf merasa direndahkan (Gillies, 1994)
2.2.3.2 Sasaran pengamatan Sasaran pengamatan ditentukan dengan jelas untuk melihat pengembangan profesionalisme sesuai dengan kompetensi yang diharapkan. Sasaran pengamatan
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
hanya ditujukan pada sesuatu yang bersifat pokok dan strategis saja (Suarli & bahtiar 2010). Pengamatan dengan cara mengecek aktivitas tertentu secara regular dapat dilakukan untuk memelihara standar pelaksanaan prosedur (Gillies, 1994).
2.2.3.3 Obyektivitas pengamatan. Obyektivitas pengamatan dilaksanakan dengan menerapkan standar evaluasi untuk menilai penampilan kerja staf. Pengamatan langsung yang tidak terstandardisasi dapat mengganggu obyektivitas (Suarli & bahtiar, 2010). Supervisi bertujuan untuk mengawasi, mengevaluasi, dan memperbaiki kinerja staf. Oleh karena itu diperlukan kriteria untuk menilai kualitas proses kerja dan hasil (Gillies, 1994).
2.2.3.4 Intensitas Pelaksanaan Supervisi Intensitas pelaksanaan supervisi disesuaikan dengan situasi, kebutuhan staf, dan keterampilan kepemimpinan dari manajer (Gillies, 1994). Pelaksanaan supervisi yang terlalu intens dapat menghambat inisiatif dan kreativitas staf, sedangkan pelaksanaan supervisi yang tidak adekuat menyebabkan akktivitas yang dilaksanakan staf tidak sesuai standar dan membahayakan pasien. Pelaksanaan supervisi disesuaikan dengan jenis kepribadian staf untuk dilakukan secara langsung dengan pengawasan yang ketat ataupun secara tidak langsung.
Intensitas
pelaksanaan
supervisi
berkembang
sesuai
dengan
perubahan
pengetahuan, tingkat pendidikan dan karir staf (Gillies, 1994). Manusia secara umum akan mengalami perkembangan dan berubah kebutuhannya untuk menghadapi tantangan, dukungan dan pengarahan. Staf baru yang belum memiliki pengalaman akan memerlukan supervisi yang terus menerus selama 1 tahun pertama praktik, sesudah menginjak tahun kedua memiliki kebutuhan untuk diakomodasi terhadap perkembangan kepercayaan dan kemampuan diri.
2.2.3.5 Kerja Sama Supervisor dan staf yang disupervisi perlu bekerja sama dalam penyelesaian masalah. Berbagi pengetahuan memungkinkan supervisor untuk bekerja
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh staf yang disupervisi (Copeland, 2005).
Kejelasan terhadap sasaran dari supervisi memerlukan hubungan
kerjasama yang saling percaya sehingga memungkinkan proses penyelesaian masalah dengan kedekatan dan diskusi.
2.2.4 Efektivitas Supervisi Klinik Supervisi klinik merupakan suatu mekanisme suportif bagi perawat dalam pelaksanaan praktik profesional. Efektivitas supervisi klinik menjadi tolak ukur keberhasilan pelaksanaan supervisi klinik. Mengacu pada Manchester Clinical Supervision Scale (2011) kualitas dan efektivitas supervisi yang diberikan supervisor klinik ditentukan berdasarkan opini supervisee tentang dampak supervisi klinik pada area:
2.2.4.1 Perkembangan profesionalisme Perkembangan profesionalisme merupakan peningkatan kemampuan perawat pelaksana dalam otonomi untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya, peningkatan pengetahuan, kemampuan aktualisasi diri dan peningkatan rasa percaya diri saat menjalankan tugas. Otonomi merupakan kebebasan orang untuk bertindak (Swansburg, 1993). Supervisor klinik mendukung upaya peningkatan profesionalisme perawat untuk meningkatkan kontrol terhadap kemampuan untuk ingin bekerja keras, berpenampilan kerja optimal, belajar keterampilan baru, daan terlibat dalam pengambilan keputusan tentang kerja mereka (Swansburg, 1993)
2.2.4.2 Peningkatan keterampilan klinik Peningkatan keterampilan klinik meliputi peningkatan kemampuan perawat pelaksana untuk melaksanakan prosedur keperawatan sesuai standard dan kemampuan
melaksanakan
bertanggungjawab
untuk
prosedur memastikan
keamanan
kerja.
bahwa staf
Supervisor
perawat
klinik
mendapatkan
kesempatan pembelajaran untuk pengembangan keterampilan klinik melalui sesi pelatihan di ruangan, memfasilitasi kesempatan untuk hadir dalam seminar atau workshop keperawatan,
memberikan informasi tentang isu keperawatan yang
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
baru, dukungan, dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan (Kozier, 2005). Teknik coaching dan mentoring dapat dilakukan untuk membantu
meningkatkan
keterampilan
klinik
staf
keperawatan
dengan
menyediakan waktu, dukungan, bimbingan, dan membantu dalam melakukan tugas (Kozier, 2005).
2.2.4.3 Waktu untuk refleksi Waktu untuk refleksi merupakan pengaturan alokasi waktu bagi supervisor dan supervisee untuk membahas kasus atau masalah keperawatan dan isu keperawatan terkini yang sudah terjadwalkan frekuensi dan durasinya. Proses refleksi diperlukan
dalam
pelaksanaan
supervisi
klinik
sebagai
upaya
untuk
mengidentifikasi pengembangan profesional yang dibutuhkan oleh staf perawat (Brunero & Parbury, 2004). Refleksi merupakan suatu proses kognitif untuk memikirkan kembali pengalaman klinik yang telah dilakukan sebagai upaya untuk memahami lebih dalam pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki dan mengidentifikasi area yag perlu ditingkatkan (Brunero & Parbury, 2004) . Proses refleksi bertujuan untuk mengembangkan profesionalisme dalam praktik keperawatan berdasarkan evidenced based.
2.2.4.4 Kualitas hubungan dari supervisee dengan supervisor Kualitas hubungan dari supervisee dengan supervisor merupakan kemampuan supervisor dan supervisee menjalin hubungan interpersonal dalam pekerjaan untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan, serta hubungan saling percaya dalam mengatasi masalah yang muncul di lingkungan pekerjaan. Supervisor dan staf yang disupervisi memerlukan hubungan kerjasama yang saling percaya sehingga memungkinkan proses penyelesaian masalah dengan kedekatan dan diskusi. Berbagi pengetahuan memungkinkan supervisor untuk bekerja menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh staf yang disupervisi (Copeland, 2005).
Karakteristik efektivitas supervisi klinik merupakan suatu tipe dari aktivitasaktivitas penampilan perawat clinical care manager untuk membimbing,
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
mengawasi dan menilai efektivitas penampilan kerja oleh tim perawat dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan.
2.2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Supervisi Klinik Kegagalan pelaksanaan supervisi klinik akan menyebabkan penurunan efektivitas dan efisiensi kerja perawat pelaksana. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan supervisi klinik yang efektif berdasarkan WHO (1993), Robbins (2001), Bush (2005), Marquis (2009), Marriner & Tomey (2009) adalah sebagai berikut:
2.2.5.1 Faktor kejelasan uraian tugas dan tanggung jawab Uraian tugas dan tanggung jawab merupakan ringkasan tugas pokok yang harus diselesaikan disertai keterangan secara detail tentang tingkat pendidikan dan pengalaman kerja yang sesuai. Uraian tugas dan tanggung jawab harus selalu diperbarui, akurat dan realistik sesuai dengan sumber daya manusia yang tersedia. Menurut Marinner & Tomey (2009) uraian tugas dan tanggung jawab merupakan spesifikasi pekerjaan, tugas yang harus diselesaikan, dan tanggung jawab yang di emban oleh seseorang yang menduduki jabatan tersebut.
Kejelasan tentang uraian tugas dan tanggung jawab berguna untuk proses rekruitmen, penempatan, transfer keputusan, menjadi arahan dan bahan evaluasi personil. Kejelasan uraian tugas sangat penting untuk pendelegasian secara efektif (Marriner & Tomey, 2009). Kurang jelasnya uraian tugas dan tanggung jawab dapat menyebabkan kecemasan, sikap negatif, konflik, ketidakpuasan kerja, penurunan produktivitas kerja, frustasi dan tumpang tindih pekerjaan (Marriner & Tomey, 2009).
2.2.5.2 Faktor koordinasi Struktur formal organisasi menggambarkan posisi, hubungan, tugas dan tanggung jawab antar individu dan jabatannya (Marriner & Tomey, 2010) . Koordinasi dalam struktur organisasi formal membantu memaksimalkan efisiensi struktur birokrasi sehingga seluruh staf mengetahui kepada siapa harus bertanggungjawab dan melaporkan serta penting untuk pendelegasian tugas secara efektif.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
2.2.5.3 Faktor penggunaan waktu yang efektif Manajemen waktu berfungsi untuk melihat produktivitas kerja yang dilaksanakan sehari-hari dalam menyelesaikan tugas dan tanggung jawab yang diemban. Menurut Marriner & Tomey (2009) manajemen waktu merupakan kontrol terhadap penggunaan waktu untuk mencapai produktivitas kerja maksimum. Penggunaan waktu yang efektif merupakan suatu upaya untuk mencegah pembuatan perencanaan kerja yang kurang baik, kegagalan menentukan tujuan yang akan dicapai, kegagalan membuat rencana pelaksanaan untuk mencapai tujuan, ketidakmampuan untuk mengatakan tidak terhadap hal yang tidak terjadwalkan, ketidakmampuan menyelesaikan tugas, dan kurangnya waktu untuk meningkatkan keterampilan diri.
2.2.5.4 Faktor kurangnya edukasi mengenai teknik supervisi Perawat
supervisor sebagai
pelaksana
supervisi
klinik
harus
memiliki
pengetahuan tentang jenis pekerjaan yang akan disupervisi dan teknik pelaksanaan supervisi. Supervisor klinik bekerja di antara manajemen dan staf yang secara langsung memberikan pelayanan kesehatan dan peran tersebut sangat dinamis (Strasser, 2010). Ketidaksiapan peran perawat supervisor menyebabkan ketidakmampuan mengkomunikasikan perubahan ke manajemen dan kebijakan ke staf keperawatan.
Teknik pokok supervisi pada dasarnya menggunakan pendekatan penyelesaian masalah (Suarli & Bahtiar, 2010). Pendekatan penyelesaian masalah yang digunakan supervisor dalam pelaksanaan supervisi meliputi (1) Mengumpulkan data dalam penetapan masalah, (2) Menganalisis penyebab masalah, (3) Menetapkan solusi penyelesaian masalah dan menetapkan sasaran supervisi, (4) Membuat perencanaan program, (5) Pelaksanaan program, (6) Evaluasi pelaksanaan program (Marquis, 2009). Perawat supervisor perlu mendapatkan kesempatan pelatihan dalam mendukung kemampuan pelaksanaan supervisi. Pelaksanaan teknik supervisi yang optimal dengan akan berkontribusi terhadap kualitas pelayanan keperawatan.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
2.2.5.5.Faktor keterampilan interpersonal Keterampilan interpersonal merupakan kemampuan yang diperlukan oleh supervisor untuk mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan berhasil. Robbins (2001) mengidentifikasaikan tiga keterampilan manajemen yang mutlak diperlukan yaitu: (1) Keterampilan teknis meliputi kemampuan menerapkan pengetahuan khusus atau keahlian spesialisasi. (2) Keterampilan manusiawi merupakan kemampuan bekerja sama, memahami, dan memotivasi orang lain, baik perseorangan maupun kelompok. (3) Keterampilan konseptual merupakan kemampuan mental untuk menganalisis dan mendiagnosis situasi yang rumit sehingga mampu mengambil keputusan yang tepat berdasarkan letak masalah, identifikasi alternatif solusi, evaluasi alternatif dan memilih alternatif yang paling baik.
2.2.5.6 Faktor komunikasi Komunikasi merupakan aktivitas memberi dan menerima informasi secara verbal maupun nonverbal melalui bahasa tubuh, tulisan, dll (Marriner & Tomey, 2009). Faktor komunikasi merupakan suatu hal yang vital untuk mendefinisikan secara jelas tentang supervisi klinik dan bagaimana cara kerjanya. Peningkatan pemahaman akan mencegah kebingungan. Prinsip supervisi klinik perlu dikomunikasikan secara jelas kepada staf dengan bahasa yang dimengerti yang menekankan pada manfaat yang akan dirasakan oleh pasien dan staf begitu juga dengan organisasi.
2.2.5.7 Faktor personal individu Teknik pokok supervisi pada dasarnya menggunakan pendekatan penyelesaian masalah (Suarli & Bahtiar, 2010). Teknik supervisi yang digunakan oleh supervisor untuk mengumpulkan data dalam penetapan masalah, penyebab masalah, penetapan sasaran supervisi, dan pelaksanaan jalan keluar dipengaruhi oleh personal individu supervisor (Marquis, 2009) yang meliputi :
1. Nilai
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Pelaksanaan supervisi dipengaruhi oleh sistem nilai yang dianut supervisor klinik. Obyektifitas supervisor klinik dalam penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan secara sadar maupun tidak sadar berdasarkan sistem nilai yang dianutnya (Marquis, 2009). Sistem nilai mempengaruhi persepsi seseorang pada saat mengumpulkan informasi, memproses informasi, dan menentukan hasil yang diharapkan (Marquis, 2009).
2. Pengalaman Pengalaman masa lalu termasuk pendidikan dan pengalaman pengambilan keputusan mempengaruhi supervisor dalam pelaksanaan supervisi klinik. Kedewasaan dan pengalaman yang luas dari supervisor klinik mempengaruhi banyaknya alternatif yang dapat diidentifikasi dalam menyelesaiakan masalah dan pengambilan keputusan terhadap pelaksanaan supervisi klinik yang dijalankan (Marquis, 2009).
3. Cara berpikir Cara individu mengevaluasi informasi dan alternatif dalam pengambilan keputusan untuk menyelesaikan masalah dipengaruhi oleh keterampilan berpikir. Individu berpikir secara berbeda-beda, secara sistematik, analitik ataupun intuitif yang dipengaruhi bagian hemisphere otak yang lebih dominan. Cara berpikir individu tersebut akan mempengaruhi cara mengatasi masalah dan mengambil keputusan (Marquis, 2009)
2.2.6 Tahapan Supervisi Klinik Tahapan Supervisi Klinik menurut Jones (2011) meliputi: 2.2.4.1 Tahap Orientasi Fase oreintasi dimulai sebelum pertama kali pelaksanaan supervisi klinik. Supervisor-supervisee memerlukan kesiapan dalam pertemuan pertama untuk mengeksplorasi perasaan cemas, takut, rasa tidak adekuat terhadap penolakan dan penerimaan sehingga membutuhkan komunikasi yang efektif untuk membangun rasa saling percaya. Supervisor klinik pada pertemuan pertama perlu menggali informasi dari supervisee tentang cara-cara kerjasama yang diharapkan, saran
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
dalam mengatasi isu dalam pekerjaan, dan alokasi waktu untuk membahas isu keperawatan.
Supervisi klinik dapat dilaksanakan secara individu maupun dalam kelompok kecil dengan peers atau dengan individu yang memiliki pengalaman yang lebih banyak. Supervisi klinik secara individu dapat lebih cepat terjalin trust dan terjadinya perubahan karena dilaksanakan pengamatan secara langsung. Tetapi dapat menimbulkan rasa kompetesi dan kecemburuan. Supervisi klinik individu dibutuhkan untuk staf yang masih baru.
Supervisor-supervisee perlu mengeksplorasi isu dalam praktik keperawatan sehingga dibutuhkan kesepakatan waktu, durasi, topik pertemuan dan frekuensi pertemuan yang akan diselenggarakan. Proses pelaksanaan supervisi, teknik pelaksanaan dan tujuan yang akan dicapai serta kesulitan yang dihadapi perlu dieksplorasi. 2.2.4.2 Tahap Kerja Tahap kerja memerlukan kemampuan untuk mendengarkan secara aktif terhadap laporan klinik, memberikan dukungan, bimbingan dan klarifikasi dan refleksi pada isi dan elemen sasaran supervisi klinik sehingga membantu supervisee untuk mengidentifikasi dan mengatur diri dan pekerjaannya. Supervisor menunjukkan kekuatan yang harus ditingkatkan dan kelemahan yang harus diperbaiki pada diri supervisee serta mengidentifikasi halangan terhadap perubahan yang berhubungan dengan praktik profesional.
2.2.4.3 Tahap Terminasi Tahap terminasi merupakan akhir dari pelaksanaan supervisi klinik untuk melihat kembali pengalaman bekerja bersama-sama, mengevaluasi keuntungan maupun hal lain yang dirasakan seperti rasa puas atau tidak puas selama pelaksanaan supervisi, mengevaluasi kebutuhan pelaksanaan supervisi selanjutnya, dan menentukan langkah-langkah yang dapat dilaksanakan untuk perbaikan.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
2.2.7 Framework Pelaksanaan Supervisi Klinik 1.2.5.1 Kualitas Personal Supervisor yang Efektif Kualitas personal supervisor klinik yang perlu ditingkatkan untuk mendukung pelaksanaan supervisi klinik, meliputi: •
Kemampuan untuk menjadi pendengar yang baik dan memberikan dukungan yang membangun
•
Kemampuan mentoring, memotivasi, membimbing, mengasuh dan konseling
•
Kemampuan membangun hubungan saling percaya dengan staf
•
Kemampuan membantu staf untuk mengevaluasi atas pencapainnya.
•
Kemampuan untuk menerima dan memulai perubahan.
•
Kemampuan untuk membuat tujuan yang realistik dan membantu staf untuk mencapainya.
1.2.5.2 Informasi Desiminasi/Pelatihan Supervisor memberikan dukungan untuk meningkatkan profesionalisme staf dengan menyediakan atau membantu menyediakan akses untuk pelatihan, pendidikan, dan kesempatan pengembangan keterampilan klinik staf. Informasi desiminasi meliputi: •
Menyediakan informasi terbaru dengan disertai rasional dan prosedur pelaksanaannya untuk staf.
•
Menyediakan informasi untuk staf terhadap perubahan dan pengembangan yang berhubungan dengan kebijakan dan praktik.
•
Menyediakan materi pendidikan yang dibutuhkan oleh staf.
•
Memberikan feedback terhadap informasi kesehatan terhadap pencapaian ruang perawatan.
•
Mengidentifikasi sumber-sumber pelatihan (staf dokter, perawat spesialis, buku manual, jurnal, video)
•
Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan bagi staf
2.2.4.4 Peningkatan Kualitas Pelayanan Keperawatan
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Peningkatan kualitas pelayanan keperawatan merupakan salah satu tujuan pelaksanaan supervisi klinik untuk menjamin hak dan keselamatan pasien. Peningkatan kualitas pelayanan dapat diupayakan dengan cara: •
Advokasi dan membimbing staf dalam pengembangan standar pelayanan
•
Mengkomunikasikan standar pelayanan klinik kepada staf
•
Menggunakan standar operasional prosedur untuk memonitor praktik keperawatan secara rutin.
•
Monitor kualitas pelayanan dengan mengidentifikasi permasalahan dan cara untuk mengatasi
2.2.4.5 Teknik Pelaksanaan Supervisi Klinik Teknik pelaksanaan supervisi klinik dapat dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung baik secara individu maupun kelompok peer yang meliputi: •
Membuat jadwal pelaksanaan supervisi secara rasional
•
Manajemen waktu secara efektif
•
Membuat tujuan pelaksanaan supervisi yang dilakukan (diseminasi informasi baru, mendengarkan permasalahan staf dalam pelaksanaan asuhan keperawatan, memastikan tersedianya alat-alat secara adekuat, dan mengunpulkan data secara rutin)
•
Mengalokasikan waktu untuk memberikan perhatian secara individu kepada staf.
•
Memberikan follow up secepatnya kepada staf setelah pelaksanaan supervisi klinik.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
FORMAT RENCANA SUPERVISI KLINIK
No
Kegiatan
Tujuan
Sasaran
Penanggung Jawab
Waktu
Tempat
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Metode
Fasilitas
Biaya
LEMBAR OBSERVASI PELAKSANAAN QUALITY CIRCLE OLEH PERAWAT CLINICAL CARE MANAGER
SKOR NO
Kegiatan quality circle
1
Kelompok mengidentifikasi masalah pelaksanaan supervisi klinik di area kerjanya yang akan diselesaikan untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan supervisi klinik pada ke-4 aspek. Kelompok memilih masalah yang akan diselesaikan dengan membuat prioritas penyelesaian masalah. Kelompok melakukan analisis masalah dengan cara brain storming atau membuat diagram cause and effect analisis untuk mengklasifikasi dan menganalisis masalah mendasar pelaksanaan supervisi klinik Kelompok membuat solusi yang memungkinkan untuk diterapkan untuk meningkatkan efektifitas supervisi klinik Kelompok memilih solusi terbaik untuk meningkatkan aspek pengembangan profesionalisme, peningkatan keterampilan, alokasi waktu untuk refleksi dan kualitas hubungan supervisorsupervisee, berdasarkan solusi yang mudah untuk dilaksanakan. Kelompok menyiapkan rencana program pelaksanaan dari solusi yang dipilih.
2
3
4
5
6
7
0
1
2
3
4
5
6
Kelompok mempresentasikan
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
7
8
SKOR Kegiatan quality circle
NO
0
1
2
3
4
5
6
rencana program yang telah disusun kepada pihak bidang keperawatan. TOTAL SKOR
NILAI : TOTAL SKOR : ……………………
7
KETERANGAN •
Nilai 0 – 1 : tanpa ada kemajuan pelaksanaan quality circle
•
Nilai 2 – 3 : kemajuan pelaksanaan quality circle 25%
•
Nilai 4 – 5 : kemajuan pelaksanaan quality circle 50%
•
Nilai 6 - 7 : kemajuan pelaksanaan quality circle 75%
•
Nilai 7 – 8 : kemajuan pelaksanaan quality circle 100%
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
7
8
DAFTAR PUSTAKA
Allender, H. D. (1992). Using quality circles to develop an action plan required for leading organizations. Industrial Management, 34(5), 8-8. Ann, C. (2009). Clinical supervision: The way forward? A review of the literature. Nurse education in practice, 9(3), 215-220. doi: 10.1016/j.nepr.2008.10.009. Bolman, G. Lee., & Deal, E. Terrence. (1997). Reframing organization artistry, choice, and leadership. California: Jossey-Bass Inc. Bush, T. (2005). Overcoming the barriers to effective clinical supervision. Nursing Times, 101(02), 38 Butterworth T et al. (2008) Wicked spell or magic bullet? A review of clinical supervision literature 2001-2007. Nurse Education Today 28(3): 264-272. Brown, J. (2007). Why supervision matters in health care settings. ASHA Leader, 12(14), 30-31. Brunero, Scot., & Parbury, S. Jones. (2004). The effectiveness of clinical supervision in nursing: an evidenced based literature review. Australian Journal of Advance Nursing. 25(3), 86-94. Copeland, Sue. (2005). Counselling supervision in organizations professional and ethical dilemmas explored. East Sussex, Routledge 27 Church Road: Tj International Ltd. Douglas, Mae. Laura. (1992). The effective nurse leader and manager 4th edition. St. Louis, Missouri: Mosby-Year Book,Inc. Edwards, D., et al (2006). Clinical supervision and burnout: the influence of clinical supervision for community mental health nurses. Journal of Clinical Nursing, 15(8), 1007-1015. Fowler, J. (1996). The organization of clinical supervision within the nursing profession: a review of the literature. Journal of Advanced Nursing, 23(3):471-478. Gaikwad, V. Vishal., & Gaikwad, V. Anita. (2000). Quality circle as an effective management tool: a case study of indira college of engineering and management library. Diakses dari http://www.crl.du.ac.in. Gillies, D. A. (1994). Nursing management a system approach. Philadelphia: W.B. Saunders Company.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Gillig, P. M., & Barr, A. (1999). A model for multidisciplinary peer review and supervision of behavioral health clinicians. Community Mental Health Journal, 35(4), 361-365. Huber, Diane. (2006). Leadership and nursing care management. Philadelphia, Pennsylvania 19106: W.B Saunders Company. Hyrkas, K. (2005) Clinical supervision, burnout and job satisfaction mental health and psychiatric nurses in Finland. Issues in Mental Nursing 26: 531-556.
among Health
Hyrkas, K., Schmidlechner, A. Kaijaa., & Haataja, R. (2006). Efficacy of clinical supervision: influence on job satisfaction, burnout and quality of care. Journal of Advanced Nursing 55(4), 521–535 Jones, A. (2011). Clinical supervision: the benefits and fundamentals of building relationships. Mental Health Nursing 31(2): 16-18 Koivu, A., Hyrkas, K., & Saarinen, P. I. (2011). Who attends clinical supervision? The uptake of clinical supervision by hospital nurses. Journal of Nursing Management, 19(1), 69-79. doi: 10.1111/j.13652834.2010.01185.x Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Synder, S. J. (2004). Fundamental of nursing concepts, process, and practice 7th edition. New Jersey: Pearson Education. Li-Chuan Lee, Ke-Ping Yang, & Tai-Ying Chen (2000). A quasi experimental study on quality circle program in Taiwanesse Hospital. International journal for quality in health care. 12(5): 413-418 Marquis, B. a. (2009). Leadership roles and management function in nursing. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Marriner-Tomey, A. (2009). Nursing management and leadership eight edition. St Louis: Mosby_Year Book. Inc. Matacki, Kathleen., & Burke, Kathleen. (2011). Nursing delegation and management of patient care. St. Louis, Missouri 63043: Mosby Elsevier, 3251 Riverport Lane. Mbovane, M. M., Mavundla, T. R., & Roos, J. H. (2007). Professional nurses' perception of the implementation of quality circle programme in a public hospital in the Eastern Cape province. Curationis, 30(1), 62-70. Miller, A. Mary., & Stoeckel, Rae. Pamella. (2011). Client education theory and practice. Sudbury, Massachusets: Jones and Bartlett Publisher.
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Robbins, P. Stephen. (2001). Perilaku organisasi. Dialihbahasakan oleh Dr. Hadyanna Pujaatmaka dan Drs. Benyamin Molan. Indonesia : PT Tema Baru. Rowland, S. Howard., & Rowland, S. Beatrice. (1992). Nursing administration handbook 3rd edition. Maryland: Aspen Publishers, Inc. Rowe, A. K., de Savigny, D., Lanata, C. F., & Victora, C. G. (2005). How can we achieve and maintain high-quality performance of health workers in lowresource settings? The Lancet, 366(9490), 1026-1035. Sandra Sílvia Silva Monteiro Santos, C. (2011). Clinical supervision in nursing: Effective pathway to quality. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 29(0), 286-291. doi: 10.1016/j.sbspro.2011.11.240 Sandra Sílvia Silva Monteiro Santos, C. (2011). Translation And Validation Of The Manchester Clinical Supervision Scale©: effective clinical supervision evaluation. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 29(0), 51-56. doi: 10.1016/j.sbspro.2011.11.205 Strasser, Susan. (2010). Supporting staff through effective supervision: How to assess, plan and implement more effective clinic supervision. ISDS Nurse training. Diakses dari http://www.hst.org.za Suarli, S., & Bahtiar, Yanyan. (2010) Manajemen keperawatan dengan pendekatan praktis. Jakarta 13740: Penerbit Erlangga. Swansburg, C. Russel. (1993). Pengantar kepemimpinan dan manajemen keperawatan untuk perawat klinis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Tang, T. L., & Butler, E. A. (1997). Attributions of quality circles' problemsolving failure: differences among management, supporting staff, and quality circle members. Public Personnel Management, 26(2), 203-225. Turner, B. James., & Hill, L. Alison. (2011) Implementing clinical supervision (part 1): a review of the literature. Mental Health Nursing 31(3): 8-12. Undang-Undang Republik Indonesia No.44 Tahun 2009. Tentang Rumah Sakit. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. WHO. (1993). Training manual on management of human resources for health. section 1, PartA. Geneva. Diakses dari http://www.whqlibd
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama
: Catharina Dwiana Wijayanti
Tempat dan tanggal lahir
: Sleman, 30 Maret 1975
Jenis kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Staf pengajar STIK Sint. Carolus – Jakarta
Alamat rumah
: Komplek Karawaci Residence Blok D2 no 1, kelurahan bojong nangka, kecamatan kelapa dua, Karawaci, Tangerang.
Alamat institusi
: Jl. Salemba Raya No. 41, Jakarta Pusat
Riwayat Pendidikan
: 1. SD Kanisius Kadirojo Yogyakarta, lulus tahun 1987. 2. SMPN 1 Yogyakarta, lulus tahun 1990. 3. SMAN 9 Yogyakarta, lulus tahun 1993 4. Akper Sint Carolus Jakarta, lulus tahun 1996 5. Sint Paul University Philippines, lulus tahun 2005
Riwayat Pekerjaan
: 1. Staf pengajar akper Fatima Pare-pare, Sulawesi selatan (1996 – 2000) 2. Staf
pengajar STIK Sint. Carolus Jakarta
(2000 – sekarang)
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012