UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT AVENTIS PHARMA JL. JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTA PERIODE 17 JUNI – 12 JULI 2013 DAN 5 – 30 AGUSTUS 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
TIA OKTAVIANI, S. Farm 1206330173
ANGKATAN LXXVII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JANUARI 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT AVENTIS PHARMA JL. JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTA PERIODE 17 JUNI – 12 JULI 2013 DAN 5 – 30 AGUSTUS 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
TIA OKTAVIANI, S. Farm 1206330173
ANGKATAN LXXVII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JANUARI 2014 ii
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Tia Oktaviani, S.Farm
NPM
: 1206330173
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 11 Januari 2014
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan atas segala kebaikan dan kasih setia-Nya yang berlimpah sehingga penulis mampu melaksanakan dan menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Aventis periode 17 Juni – 12 Juli 2013 dan 5 – 30 Agustus 2013. Penulisan laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Apoteker pada Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, penulis sangat sulit untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: (1)
Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi atas izin dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
(2)
Bapak Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker dan dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama penulis menempuh pendidikan Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia serta kesempatan untuk melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
(3)
Dr. Hayun, M.Si., Apt., sebagai pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini.
(4)
Bapak Rajesh Kamat, sebagai Head of Industrial Affais PT Aventis Pharma atas izin dan kesempatan yang telah diberikan sehingga terlaksananya Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT Aventis Pharma.
(5)
Ibu Dra. Yeni Suciani, Apt., sebagai Head of Industrial Quality and Compliance (IQC) atas bimbingan, kesempatan, dan fasilitas yang telah diberikan untuk melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT Aventis Pharma.
(6)
Ibu Nina Kurniawaty, S.Si., Apt., sebagai Qualiy Assurance Manager PT Aventis Pharma atas bimbingan, pengarahan, dan memberikan informasi
iv
selama berlangsungnya Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT Aventis Pharma. (7)
Seluruh karyawan di bagian Quality Assurance (Kak Kathie Angelina Davima, Kak Resty Viola Ertedian, Ibu Nurikah, Mas Bambang Iswahyudi, Kak Syandi Hendrakusuma, Kak Cory Mia Sihombing) atas ilmu, arahan, bantuan, kerja sama, dan bimbingan yang telah diberikan selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini.
(8)
Seluruh staff dan karyawan PT Aventis Pharma Jakarta (IQC, TSD, HSE, Produksi, Warehouse) yang telah memberikan informasi yang sangat berguna sehingga laporan ini dapat terselesaikan.
(9)
Seluruh staff pengajar dan Tata Usaha Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi yang telah diberikan selama penulis menjalani pendidikan di Program Profesi Apoteker.
(10) Keluarga yang selalu memberikan dukungan, perhatian, kepercayaan, kasih sayang yang tak ternilai. (11) Seluruh rekan-rekan Apoteker Universitas Indonesia angkatan LXXVII yang saling mendukung dan bekerjasama selama perkuliahan dan pelaksanaan PKPA. (12) Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu atas segala bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis selama Praktek Kerja Profesi Apoteker dan penyusunan laporan. Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima segala kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Tidak ada yang penulis harapkan selain sebuah keinginan agar laporan PKPA ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya. Penulis 2013 v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama
: Tia Oktaviani, S.Farm
NPM
: 1206330173
Program Studi : Apoteker Fakultas
: Farmasi
Jenis karya
: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
demi
pengembangan
ilmu
pengetahuan,
menyetujui
untuk
memberikan
kepadaUniversitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT AVENTIS PHARMA JL. JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTA PERIODE 17 JUNI – 12 JULI 2013 DAN 5 – 30 AGUSTUS 2013 beserta perangkat yang ada (bila diperlukan) dengan Hak Bebas RoyaltiNoneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk basis data, merawat, danmempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagaipenulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di
: Depok
Pada Tanggal : 11Januari 2014 Yang menyatakan
(Tia Oktaviani, S.Farm.)
ABSTRAK
Nama
: Tia Oktaviani, S. Farm
NPM
: 1206330173
Program Studi
: Profesi Apoteker
Judul
: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT Aventis Pharma Jl. Jend. A. Yani, Pulomas Jakarta Periode 17 Juni sampai 12 Juli 2013 dan 5 – 30 Agustus 2013
Tujuan dilaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT Aventis Pharma yaitu membandingkan penerapan ketentuan CPOB dengan implementasi di Industri Farmasi, khususnya pada PT Aventis Pharma. Memahami tugas dan tanggung jawab apoteker di industri Farmasi terutama sebagai penanggung jawab produksi, pemastian mutu, dan pengawasan mutu. Tugas khusus yang diberikan berjudul Pemeriksaan Ulang Formula Perhitungan Kadar Zat Aktif, Disolusi, Impurity pada Spreadsheet Berdasarkan Test Methode dan Catatan Hasil Pemeriksaan Tablet Lasix®.
Kata kunci
: PT Aventis Pharma, Pemeriksaan Ulang Formula Perhitungan
Tugas umum : ix + 110 halaman; 14 lampiran Tugas khusus : iii + 21 halaman Daftar Acuan Tugas Umum : 41 (2005 - 2013) Daftar Acuan Tugas Khusus : 3 (2012)
ABSTRACT
Name
: Tia Oktaviani, S.Farm
NPM
: 1206330173
Program Study
: Apothecary profession
Title
: Pharmacist Internship Program at PT. Aventis Pharma Period 17th June 12 July 2013 dan 5th – 30 August 2013
Pharmacists Professional Practice implemented in PT. Aventis Pharma comparing the application of the provisions of the implementation of GMP in Pharmaceutical Industry, particularly in PT Aventis Pharma. Understanding the duties and responsibilities of pharmacists in the Pharmaceutical industry is mainly in charge of production, quality assurance, and quality control. Given a special task called Content Inspection Repeat Calculation Formula Active Substances, Dissolution, Impurity Test Method Based on Spreadsheet and Notes Lasix ® Tablets Examination Results.
Keywords
: PT.Aventis Pharma, Re-examination of Calculation Formula
General Assignment : ix+ 110 pages; 14 appendices Specific Assignment : iii + 21 pages Bibliography of General Assignment: 41 (2005 - 2013) Bibliography of Specific Assignment: 3 (2012)
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ..................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................. DAFTAR ISI ................................................................................................. DAFTAR TABEL ......................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
ii iii iv vi viii ix
1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1.2 Tujuan ................................................................................................
1 1 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 2.1 Industri Farmasi .................................................................................. 2.1.1 Persyaratan Usaha Industri Farmasi ......................................... 2.1.2 Kewajiban Industri Farmasi yang Mendapatkan Izin Usaha Industri .................................................................................... 2.1.3 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi .................................. 2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik ......................................................... 2.2.1 Manajemen Mutu ..................................................................... 2.2.2 Personalia ................................................................................ 2.2.3 Bangunan dan Fasilitas ............................................................ 2.2.4 Peralatan .................................................................................. 2.2.5 Sanitasi dan Higiene ................................................................ 2.2.6 Produksi .................................................................................. 2.2.7 Pengawasan Mutu .................................................................... 2.2.8 Inspeksi Diri, Audit Mutu, dan Audit dan Persetujuan Pemasok 2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Obat dan Penarikan Kembali Produk ..................................................................................... 2.2.10 Dokumentasi ........................................................................... 2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak ......................... 2.2.12 Kualifikasi dan Validasi ...........................................................
3 3 4
3. TINJAUAN UMUM PT AVENTIS PHARMA ...................................... 3.1 Sejarah PT Aventis Pharma ................................................................. 3.2 Visi dan Misi PT Aventis Pharma ....................................................... 3.2.1 Visi PT Aventis Pharma .......................................................... 3.2.2 Misi PT Aventis Pharma .......................................................... 3.3 Lokasi dan Sarana Produksi ................................................................ 3.4 Karyawan Sanofi Group Indonesia ...................................................... 3.5 Struktur Sanofi Group Indonesia ......................................................... 3.6 Produk PT Aventis Pharma .................................................................
4 5 6 7 8 10 11 12 13 16 16 17 18 18 19 21 21 22 22 22 22 23 24 24
4. TINJAUAN KHUSUS DIVISI INDUSTRIAL AFFAIRS ....................... 27 4.1 Industrial Quality and Compliance Department ...................................... 27 4.2 Production Department ....................................................................... 60 vi Universitas Indonesia
4.3 4.4 4.5 4.6
Technical Services Department ........................................................... 69 Health, Safety, and Environment Department ...................................... 77 Plant Logistics Department ................................................................. 88 Procurement Department ....................................................................100
5. PEMBAHASAN ........................................................................................102 6. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................107 5.1 Kesimpulan .........................................................................................107 5.2 Saran ...................................................................................................108 Daftar Acuan ................................................................................................ 109
vii
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7.
Klasifikasi ruangan PT Aventis Pharma ............................................... 112 Spesifikasi pemeriksaan portable water, purified water dan purified water MilliQ plus .................................................................... 113 Jenis – jenis Air Handling Unit ............................................................. 114 Tingkatan Occupational Exposure Band (OEB).................................... 115 Kategori produk PT Aventis Pharma berdasarkan OEB ....................... 115 Parameter baku mutu air kategori D...................................................... 116 Karakteristik yang berlaku untuk identifikasi, pengujian terhadap impuritas dan prosedur penetapan kadar ................................. 116
viii
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14.
Struktur organisasi Sanofi Group Indonesia ......................................... 117 Struktur organisasi Industrial Affairs .................................................... 118 Struktur organisasi Departemen Industrial Quality and Compliance ..... 119 Diagram pengambilan keputusan terhadap hasil di luar spesifikasi........ 120 Contoh – contoh label........................................................................... 121 Alur pemeriksaan bahan baku ............................................................... 122 Persyaratan jumlah bakteri, total koliform, dan koliform tinja pada masing – masing jenis air ............................................................. 123 Pembagian iklim, tipe pemeriksaan, kondisi penyimpanan dan waktu pemeriksaan pada uji stabilitas ................................................... 124 Skema purified water plant................................................................... 125 Alur pengumpulan dan penyimpanan MSDS bahan produk PT Aventis Pharma............................................................................... 126 Alur penanganan limbah ....................................................................... 127 Skema waste water treatment plant ...................................................... 128 Denah warehouse ................................................................................. 129 Perbedaan antara CPOB dengan implementasi di PT Aventis Pharma... 130
ix
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Salah satu hak dasar setiap individu maupun warga negara Indonesia
lainnya
ialah
mendapatkan
kesehatan
melalui
pelayanan
kesehatan.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilakukan dengan memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan masyarakat (Presiden Republik Indonesia, 2009). Selain itu, kesehatan memegang peranan penting dalam perkembangan Indonesia dan sangat erat kaitannya dengan dunia obat-obatan. Penyediaan obat adalah kewajiban Pemerintah, institusi pelayanan kesehatan baik publik dan swasta, karena obat bukanlah semata komoditas perdagangan tapi juga memiliki fungsi sosial. Obat merupakan komponen essensial dari suatu pelayanan kesehatan dan sudah merupakan kebutuhan pokok masyarakat. Untuk itu industri farmasi di Indonesia saling berkompetisi untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat dengan cara meningkatkan kuantitas dan kualitas obat yang di produksi. Sebagai produk dari industri farmasi, obat tentunya tidak lepas dari aspek ekonomi dan teknologi maka diperlukan suatu inovasi produk melalui pengembangan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh industri farmasi. Semua obat-obatan yang beredar harus dapat dijamin keamanan, khasiat, dan mutunya. Oleh karena itu diperlukan suatu pedoman yang meliputi seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu sehingga setiap obat yang dihasilkan selalu memenuhi ketentuan mutu yang telah ditetapkan. Pedoman dalam pembuatan obat bagi industri farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya adalah Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). CPOB menyangkut keseluruhan aspek produksi dan pengendalian mutu. Semua industri farmasi harus menerapkan CPOB dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan obat (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Prinsip dari CPOB adalah menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Berdasarkan 1
Universitas Indonesia
2 pedoman CPOB 2012, salah satu aspek dari CPOB adalah personalia. Pada industri farmasi personalia yaitu sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Seorang apoteker merupakan kunci dalam penerapan segala aspek yang tercantum dalam CPOB. Apoteker tidak hanya membutuhkan pengetahuan teoritis, tetapi juga pengalaman bergelut langsung di lapangan. Untuk mewujudkan hal tersebut dijalin kerjasama dengan industri farmasi untuk menyelenggarakan praktek kerja apoteker. Dilatarbelakangi oleh hal tersebut, maka seorang calon Apoteker harus memahami tanggung jawab profesinya serta dapat mengimplementasikan secara nyata. Pemahaman awal yang didapatkan dari teori sebelumnya dapat diperoleh melalui sebuah praktek kerja profesi di industri farmasi. Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi,Universitas Indonesia mengadakan kerjasama dengan PT Aventis Pharma dalam menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) agar dapat menjadi sarana pembelajaran di industri farmasi bagi para calon Apoteker. Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dijalankan dari periode 17 Juni – 12 Juli 2013 dan 12 – 30 Agustus 2013. 1.2.
Tujuan Tujuan dilaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT
Aventis Pharma sebagai berikut : a. Membandingkan penerapan ketentuan CPOB dengan implementasi di Industri Farmasi, khususnya pada PT Aventis Pharma. b. Memahami tugas dan tanggung jawab apoteker di industri Farmasi terutama sebagai penanggung jawab produksi, pemastian mutu, dan pengawasan mutu.
Universitas Indonesia
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Industri farmasi Menurut peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia No HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012, industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Pengertian obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia, sedangkan bahan obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Setiap industri farmasi wajib memiliki izin usaha dari Menteri Kesehatan. Izin usaha industri farmasi diberikan kepada pemohon yang telah siap berproduksi sesuai dengan persyaratan CPOB. Untuk mendapatkan izin usaha industri farmasi, sebelumnya harus melalui tahap persetujuan prinsip yang diajukan kepada Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, jika pemohon izin industri farmasi dengan status Penanaman Modal Asing (PMA) atau Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang telah mendapatkan surat persetujuan penanaman modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman modal, wajib mengajukan permohonan persetujuan prinsip sesuai dengan ketentuan. Persetujuan prinsip ini diberikan paling lama dalam waktu 14 hari kerja setelah permohonan. Persetujuan prinsip ini diberikan kepada industri farmasi untuk melakukan persiapanpersiapan dan usaha pembangunan, pengadaan, dan pemasangan instalasi peralatan. Persetujuan prinsip tersebut berlaku selama jangka waktu 3 tahun dan setiap tahun perusahaan yang bersangkutan menyampaikan informasi kemajuan pembangunan proyeknya kepada Kepala Badan pengawas Obat dan Makanan.
3
Universitas Indonesia
4 Bagi industri farmasi yang melakukan penambahan kapasitas produksi atau penambahan bentuk sediaan tidak memerlukan izin perluasan (Daris, A., 2012). Izin usaha industri farmasi yang diberikan dapat berlaku untuk seterusnya selama perusahaan industri farmasi yang bersangkutan berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan dalam surat keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/MENKES/SK/V/1990. 2.1.1
Persyaratan Usaha Industri Farmasi Usaha industri farmasi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Berbadan usaha berupa Perseroan Terbatas (PT). b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat. c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). d. Memiliki secara tetap paling sedikit tiga orang apoteker warga negara Indonesia (WNI) masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu. e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung ataupun tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
2.1.2
Kewajiban Industri Farmasi yang Mendapatkan Izin Usaha Industri Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat izin usaha industri
wajib : a. Menyampaikan laporan industri secara berkala mengenai kegiatan usahanya yaitu sekali dalam enam bulan, meliputi jumlah dan nilai produksi setiap obat atau bahan obat yang dihasilkan serta sekali dalam satu tahun. Laporan industri farmasi disampaikan kepada
Direktur
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan RI dengan tembusan kepada Kepala Badan. Laporan dapat dilaporkan secara elektronik. b. Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri farmasi yang dilakukannya. Universitas Indonesia
5 c. Melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, bahan baku dan bahan penolong, proses serta hasil produksinya termasuk pengangkutannya dan keselamatan kerja. d. Melakukan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang berlaku bagi jenis-jenis industri yang telah ditetapkan dan kewajiban untuk melakukannya setelah memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi. 2.1.3
Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi Izin Usaha Industri Farmasi dapat dicabut dengan alasan: a. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi melakukan pemindahtanganan hak milik Izin Usaha Industri Farmasi; dan atau b. Perluasan tanpa memiliki izin sesuai dengan ketentuan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan; dan atau c. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi tidak menyampaikan informasi industri farmasi secara berturutturut tiga kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar; dan atau d. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Menteri Kesehatan; dan atau e. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku atau obat palsu; dan atau f. Tidak dipenuhinya ketentuan dalam Izin Usaha Industri Farmasi yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan.
2.2
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah cara pembuatan obat
yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan Universitas Indonesia
6 persyaratan dan tujuan penggunaan. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu yang bertujuan untuk menjamin bahwa produk obat dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan penggunaannya. CPOB merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar sifat dan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan yang dikehendaki. Bila perlu dapat dilakukan penyesuaian dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tetap dicapai. Selain itu, CPOB merupakan bagian dari sistem pemastian mutu yang mengatur dan memastikan obat diproduksi dan mutunya dikendalikan secara konsisten sehingga produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai tujuan penggunaan poduk disamping persyaratan lainnya. Industri Farmasi perlu menerapkan CPOB karena CPOB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produksi. Hal yang terpenting dalam proses pembuatan obat adalah mutu yang dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi, dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang terlibat. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan pengujian tertentu saja, namun obat dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat. Pedoman ini juga dimaksudkan untuk digunakan oleh industri farmasi sebagai dasar pengembangan aturan internal sesuai kebutuhan. CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan, dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Ruang lingkup CPOB 2012 meliputi: 1. Manajemen mutu 2. Personalia 3. Bangunan dan Fasilitas 4. Peralatan Universitas Indonesia
7 5. Sanitasi dan Higiene 6. Produksi 7. Pengawasan Mutu 8. Inspeksi Diri, Audit Mutu, dan Audit dan Persetujuan Pemasok 9. Penanganan Keluhan Terhadap Obat dan Penarikan Kembali Produk 10. Dokumentasi 11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak 12. Kualifikasi Dan Validasi. 2.2.1
Manajemen Mutu Manajemen mutu (Quality Management) merupakan suatu upaya yang
dilakukan oleh industri farmasi untuk memastikan bahwa seluruh aspek yang berkenaan dengan produksi obat memenuhi pedoman yang berlaku, yaitu Cara Pembuatan Obat yang Baik agar produk obat yang dihasilkannya memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan efikasi secara reprodusibel dan konsisten. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan dibentuknya “Kebijakan Mutu” (Quality Policy) yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari seluruh jajaran di semua departemen dalam perusahaan, pemasok dan distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem Pemastian Mutu yang
didesain
secara
menyeluruh
dan
diterapkan
secara
benar
serta
menginkorporasi CPOB termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen Resiko Mutu (MRM). Unsur dasar manajemen mutu adalah: a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya; dan b. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu. Pemastian mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan memengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan. Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat Universitas Indonesia
8 dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Karena itu pemastian mutu mencakup CPOB ditambah dengan faktor lain di luar pedoman ini, seperti desain dan pengembangan produk. CPOB merupakan bagian dari pemastian mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk. Sedangkan pengawasan mutu merupakan bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan, serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok, sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Selain itu dalam manajemen mutu juga dijelaskan mengenai manajemen risiko mutu yang merupakan suatu proses sistematis untuk melakukan penilaian, pengendalian, dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk. Hal ini dapat diaplikasikan secara proaktif maupun retrospektif (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). 2.2.2
Personalia Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan
sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu, industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya. Industri farmasi hendaklah memiliki personil yang terkualifikasi dan berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap personil hendaklah tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindarkan risiko terhadap mutu obat. Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan kewenangan dari personil pada posisi penanggung jawab hendaklah Universitas Indonesia
9 dicantumkan dalam uraian tugas tertulis. Tugas mereka boleh didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk serta mempunyai tingkat kualifikasi yang memadai. Hendaklah aspek penerapan CPOB tidak ada yang terlewatkan ataupun tumpang tindih dalam tanggung jawab yang tercantum pada uraian tugas. Personil kunci dalam industri farmasi terdiri dari kepala bagian produksi, kepala bagian pengawas mutu, dan kepala bagian manajemen mutu. Posisi personil kunci dalam industri farmasi dirancang sedemikian rupa sehingga bagian produksi dan bagian pengawasan mutu, maupun bagian manajemen mutu dipimpin oleh orang yang berlainan, yang tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain (independen). Masing-masing hendaklah diberi wewenang penuh dan sarana cukup yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Personil kunci tidak boleh mempunyai kepentingan lain di luar organisasi pabrik, yang dapat menghambat atau membatasi tanggung jawabnya atau yang dapat menimbulkan pertentangan kepentingan pribadi atau finansial. Kepala bagian produksi, pengawasan mutu, dan manajemen mutu hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang pembuatan obat, dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional. Masing-masing kepala bagian produksi, pengawasan mutu dan manajemen mutu (pemastian mutu) memiliki tanggung jawab bersama dalam menerapkan semua aspek yang berkaitan dengan mutu, yang berdasarkan peraturan Badan POM mencakup: a. Otorisasi prosedur tertulis dan dokumen lain, termasuk amandemen. b. Pemantauan dan pengendalian lingkungan pembuatan obat. c. Higiene pabrik. d. Validasi proses. e. Pelatihan. f. Persetujuan dan pemantauan terhadap pemasok bahan. g. Persetujuan dan pemantauan terhadap pembuat obat berdasarkan kontrak. h. Penetapan dan pemantauan kondisi penyimpanan bahan dan produk. i. Penyimpanan catatan. j. Pemantauan pemenuhan terhadap persyaratan CPOB. Universitas Indonesia
10 k. Inspeksi, penyelidikan, dan pengambilan sampel untuk pemantauan faktor yang mungkin berdampak terhadap mutu produk (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). 2.2.3
Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain,
konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi kekeliruan,
pencemaran
silang dan
kesalahan
lain,
serta
memudahkan
pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindarkan pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah dan air, serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Apabila letak bangunan tidak sesuai, hendaklah diambil tindakan pencegahan yang efektif terhadap pencemaran tersebut. Bangunan dan fasilitas hendaklah didesain, dikonstruksi, dilengkapi, dan dirawat sedemikian agar memperoleh perlindungan maksimal terhadap pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah, serta masuk dan bersarang serangga, burung, binatang pengerat, kutu atau hewan lain. Hendaklah tersedia prosedur untuk pengendalian binatang pengerat dan hama. Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area penyimpanan, koridor, dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah dirawat dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur dan diperbaiki bila perlu. Perbaikan dan perawatan bangunan dan fasilitas hendaklah dilakukan hati-hati agar kegiatan tersebut tidak memengaruhi mutu obat pasokan. Adapun kegiatan-kegiatan yang hendaknya dilakukan di area yang ditentukan antara lain penerimaan bahan, karantina barang masuk, penyimpanan bahan awal dan bahan pengemas, penimbangan dan penyerahan bahan atau Universitas Indonesia
11 produk, pengolahan, pencucian peralatan, penyimpanan peralatan, penyimpanan produk ruahan, pengemasan, karantina produk jadi sebelum memperoleh pelulusan akhir, pengiriman produk, dan laboratorium pengawasan mutu (Badan Pengawas Obat dan Makanan 2012). 2.2.4
Peralatan Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan
konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai, serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets, dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran, dan hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk. Pada prinsipnya pengadaan peralatan harus mempertimbangkan apakah sesuai dengan penggunaan di produksi atau pengujian obat dan apakah terbuat dari material yang memenuhi syarat dan aman dalam penggunaannya. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara, atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi, atau absorbsi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu, atau kemurnian di luar batas yang ditentukan. Peralatan hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering. Peralatan pencucian dan pembersihan hendaklah dipilih dan digunakan agar tidak menjadi sumber pencemaran. Peralatan untuk mengukur, menimbang, mencatat, dan mengendalikan hendaklah dikalibrasi dan diperiksa pada interval waktu tertentu dengan metode yang ditetapkan. Catatan yang memadai dari pengujian tersebut hendaklah disimpan. Filter cairan yang digunakan untuk proses produksi hendaklah tidak melepaskan serat ke dalam produk. Filter yang mengandung asbes tidak boleh digunakan walaupun sesudahnya disaring kembali menggunakan filter khusus yang tidak melepaskan serat. Pipa air suling, air deionisasi, dan bila perlu pipa air lain untuk produksi hendaklah disanitasi sesuai prosedur tertulis. Prosedur tersebut hendaklah berisi Universitas Indonesia
12 rincian batas cemaran mikroba dan tindakan yang harus dilakukan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). 2.2.5
Sanitasi dan higiene Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada
setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan pembersih dan desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Program higiene yang rinci hendaklah dibuat dan diadaptasikan terhadap berbagai kebutuhan di dalam area pembuatan. Program tersebut hendaklah mencakup prosedur yang berkaitan dengan kesehatan, praktik higiene, dan pakaian pelindung personil. Prosedur hendaklah dipahami dan dipatuhi secara ketat oleh setiap personil yang bertugas di area produksi dan pengawasan. Program higiene hendaklah dipromosikan oleh manajemen dan dibahas secara luas selama sesi pelatihan. Semua personil hendaklah menerapkan higiene perorangan yang baik. Hendaklah mereka dilatih mengenai penerapan higiene perorangan. Semua personil yang berhubungan dengan proses pembuatan hendaklah memerhatikan tingkat higiene perorangan yang tinggi. Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah didesain dan dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik.Hendaklah ada prosedur tertulis yang menunjukkan penanggung jawab untuk sanitasi serta menguraikan dengan cukup rinci mengenai jadwal, metode, peralatan dan bahan pembersih yang harus digunakan untuk pembersihan sarana dan bangunan. Prosedur tertulis terkait hendaklah dipatuhi. Segala praktek tidak higienis di area pembuatan atau area lain yang dapat berdampak merugikan terhadap mutu produk, hendaklah dilarang. Prosedur sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara berkala agar cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).
Universitas Indonesia
13 2.2.6
Produksi Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang senantiasa menjamin produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Adapun aspek produksi yang diatur pada CPOB meliputi: a. Bahan awal Pembelian bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan dan bila memungkinkan, langsung dari produsen. Pada tiap penerimaan hendaklah dilakukan pemeriksaan visual tentang kondisi umum, keutuhan wadah dan segelnya, ceceran, dan kemungkinan adanya kerusakan bahan dan tentang kesesuaian catatan pengiriman dengan label dari pemasok. Bahan awal yang diterima hendaklah dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk pemakaian oleh kepala bagian pengawasan mutu. Label yang menunjukkan status bahan awal hendaklah ditempelkan hanya oleh personil yang ditunjuk oleh kepala bagian pengawasan mutu. b. Validasi proses Perubahan signifikan terhadap proses pembuatan termasuk perubahan peralatan atau bahan yang dapat memengaruhi mutu produk dan atau reprodusibilitas proses hendaklah divalidasi. c. Pencegahan pencemaran silang Risiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu, gas, uap, percikan, atau organisme dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja operator. Tingkat risiko pencemaran ini tergantung dari jenis pencemar dan produk yang tercemar. Di antara pencemar yang paling berbahaya adalah bahan yang dapat menimbulkan sensitisasi kuat, preparat biologis yang mengandung mikroba hidup, hormon tertentu, bahan sitotoksik, dan bahan lain berpotensi tinggi. Produk yang paling terpengaruh oleh pencemaran adalah sediaan parenteral, sediaan yang diberikan dalam dosis besar dan atau sediaan yang diberikan dalam jangka waktu yang panjang. d. Sistem penomoran bets/ lot
Universitas Indonesia
14 Hendaklah tersedia sistem yang menjelaskan secara rinci penomoran bets/ lot dengan tujuan untuk memastikan bahwa tiap bets/ lot produk antara, produk ruahan, atau produk jadi dapat diidentifikasi. e. Penimbangan dan penyerahan Penimbangan atau penghitungan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi serta rekonsiliasi yang lengkap. f. Pengembalian Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan yang dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar dan direkonsiliasi. g. Operasi pengolahan produk antara dan produk ruahan Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang tertulis. Tiap penyimpangan hendaklah dipertanggungjawabkan dan dilaporkan. h. Bahan dan produk kering Untuk mengatasi masalah pengendalian debu dan pencemaran silang yang terjadi pada saat penanganan bahan dan produk kering, perhatian khusus hendaklah diberikan pada desain, pemeliharaan, serta penggunaan sarana dan peralatan. Apabila layak, hendaklah dipakai sistem pembuatan tertutup atau metode lain yang sesuai. i. Produk cair, krim, dan salep (nonsteril) Produk cair, krim, dan salep mudah terkena kontaminasi terutama terhadap mikroba atau cemaran lain selama proses pembuatan. Oleh karena itu, tindakan khusus harus diambil untuk mencegah kontaminasi. Untuk melindungi produk terhadap kontaminasi disarankan memakai sistem tertutup untuk pengolahan dan transfer. j. Bahan pengemas Pengadaan, penanganan, dan pengawasan bahan pengemas primer dan bahan pengemas cetak serta bahan cetak lain hendaklah diberi perhatian yang sama seperti terhadap bahan awal. Tiap penerimaan atau tiap bets bahan
Universitas Indonesia
15 pengemas primer hendaklah diberi nomor yang spesifik atau penandaan yang menunjukkan identitasnya. k. Kegiatan pengemasan Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan, dan mutu produk akhir yang dikemas. l. Pengawasan selama proses Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian, atau pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) dan hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi penyebab variasi karakteristik produk dalam proses. m. Bahan dan produk yang ditolak, dipulihkan, dan dikembalikan Bahan dan produk yang ditolak hendaklah diberi penandaan yang jelas dan disimpan terpisah di “area terlarang” (restricted area). Bahan atau produk tersebut hendaklah dikembalikan kepada pemasoknya atau bila dianggap perlu, diolah ulang atau dimusnahkan. Langkah apa pun yang diambil hendaklah lebih dulu disetujui oleh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) dan dicatat. n. Karantina dan penyerahan produk jadi Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat hendaklah dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan pengemasan bets memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan. o. Catatan pengendalian pengiriman obat Sistem distribusi hendaklah didesain sedemikian rupa untuk memastikan produk yang pertama masuk didistribusikan lebih dahulu. Penyimpangan terhadap konsep first-in first-out (FIFO) atau first-expire first-out (FEFO) hendaklah hanya Universitas Indonesia
16 diperbolehkan untuk jangka waktu yang pendek dan hanya atas persetujuan manajemen yang bertanggung jawab. p. Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi Semua bahan dan produk hendaklah disimpan secara rapi dan teratur untuk mencegah risiko kecampurbauran atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan. Bahan dan produk hendaklah disimpan dengan kondisi lingkungan yang sesuai. Penyimpanan yang memerlukan kondisi khusus hendaklah disediakan. Kondisi penyimpanan obat dan bahan hendaklah sesuai dengan yang tertera pada penandaan berdasarkan hasil uji stabilitas (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). 2.2.7
Pengawasan mutu Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk
memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tetapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analisis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan, dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan dan produk, serta metode pengujiannya (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). 2.2.8
Inspeksi diri, audit mutu, dan audit & persetujuan pemasok Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek
produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang
Universitas Indonesia
17 kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara objektif. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin, di samping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar, independen, atau suatu tim yang dibentuk khusus, untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Kepala
bagian
manajemen
mutu
(pemastian
mutu)
hendaklah
bertanggung jawab bersama bagian lain yang terkait untuk memberi persetujuan pemasok yang dapat diandalkan memasok bahan awal dan bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Jika audit diperlukan, audit tersebut hendaklah menetapkan kemampuan pemasok dalam pemenuhan standar CPOB (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). 2.2.9
Penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan
terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti, sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. Semua keluhan dan laporan keluhan hendaklah diteliti dan dievaluasi dengan cermat, kemudian diambil tindak lanjut yang sesuai dan dibuatkan laporan. Tindakan penarikan kembali dilakukan segera setelah diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang merugikan. Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke pabrik karena adanya keluhan, kerusakan, daluwarsa, masalah keabsahan, atau sebab lain mengenai kondisi obat, wadah, atau kemasan sehingga Universitas Indonesia
18 menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, mutu, dan jumlah obat yang bersangkutan. Pabrik hendaklah membuat prosedur untuk menahan, menyelidiki, dan menganalisis obat yang dikembalikan serta menetapkan apakah obat tersebut dapat diproses kembali atau harus dimusnahkan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). 2.2.10
Dokumentasi Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi Induk/ formula pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, serta laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting. Dokumen hendaklah didesain, disiapkan, dikaji, dan didistribusikan dengan cermat. Dokumen hendaklah disetujui, ditandatangani, dan diberi tanggal oleh personil yang sesuai dan diberi wewenang. Dokumen hendaklah dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu mutakhir. Bila suatu dokumen direvisi, hendaklah dijalankan suatu sistem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku secara tidak sengaja (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). 2.2.11
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,
disetujui, dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu). Universitas Indonesia
19 Semua pengaturan untuk pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak termasuk usul perubahan dalam pengaturan teknis atau pengaturan lain hendaklah sesuai dengan izin edar untuk produk bersangkutan. Kontrak yang dibuat hendaknya mengizinkan pemberi kontrak untuk mengaudit sarana dari penerima kontrak. Dalam hal analisis berdasarkan kontrak, pelulusan akhir harus diberikan oleh kepala bagian manajemen mutu pemberi kontrak (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). 2.2.12 Kualifikasi dan validasi CPOB menguraikan prinsip kualifikasi dan validasi yang dilakukan di industri farmasi. CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengruhi mutu produk divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi. Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV hendaklah merupakan dokumen yang singkat, tepat, dan jelas. RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya data sebagai berikut: kebijakan validasi; struktur organisasi kegiatan validasi; ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi; format dokumen; format protokol dan laporan validasi; perencanaan dan jadwal pelaksanaan; pengendalian perubahan; dan acuan dokumen yang digunakan. Protokol validasi hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan. Laporan harus dibuat mengacu pada protokol kualifikasi dan atau protokol validasi dan memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, kesimpulan, dan rekomendasi perbaikan. Tiap perubahan terhadap rencana yang ditetapkan dalam protokol hendaklah didokumentasikan dengan pertimbangan yang sesuai. Kualifikasi terdiri dari: a. Kualifikasi desain b. Kualifikasi instalasi c. Kualifikasi operasional Universitas Indonesia
20 d. Kualifikasi kinerja Sedangkan validasi terdiri dari: a. Validasi proses b. Validasi pembersihan c. Validasi metode analisis d. Validasi ulang (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).
Universitas Indonesia
BAB III TINJAUAN UMUM PT AVENTIS PHARMA 3.1.
Sejarah PT Aventis Pharma PT Aventis Pharma merupakan perusahaan farmasi global yang
merupakan hasil penggabungan/merger antara dua perusahaan besar kimiafarmasi yaitu PT Rhone Poulenc dengan PT Hoechst Marion Roussel Indonesia. PT Hoechst Marion Roussel Indonesia (merupakan pendahulu PT Aventis Pharma) berasal dari Hoechst Indonesia yang berdiri pada tahun 1956. Kemudian, PT Hoechst Indonesia melakukan pengembangan menjadi PT. Hoechst Pharmaceutical Indonesia pada tahun 1969. Kemudian tahun 1972 dilakukan produksi tablet novalgin untuk pertama kalinya. Pada tahun 1996 Hoechst Pharmaceutical Indonesia mengakuisisi Marion Merrel Dow, yaitu suatu perusahaan farmasi Amerika Serikat dan bersamaan dengan itu Hoechst AG mendirikan perusahaan divisi farmasinya, yaitu Hoechst Marion Roussel Indonesia. Karena perubahan tersebut, setahun kemudian PT HPI berubah nama menjadi PT Hoechst Marion Roussel Indonesia. Pada akhir tahun 1999 Hoechst Marion Roussel Indonesia bergabung dengan Rhone-Poulenc Rorer , suatu perusahaan kimia-farmasi Perancis, membentuk Aventis SA (suatu Holding Company) yang b e rkedudukan di Strassbourg, Perancis. Aventis SA mempunyai anak-anak perusahaan baru, antara lain Aventis Pharma AG yang berkedudukan di Frankfrut, Jerman. Di Indonesia, penggabungan antara PT Hoechst Marion Roussel Indonesia dengan PT Rhone-Poulenc Rorer diresmikan pada tahun 2001 dengan nama PT Aventis Pharma. Pada bulan Mei tahun 2007, PT. Aventis Pharma mendapatkan sertifikat ISO 14000 dan OHSAS 18001. Pada tahun 2007 dan bulan Januari sampai Maret 2010, PT. Aventis Pharma mendapatkan sertifikasi TGA. Setelah bergabung dengan Sanofi Synthelabo di tahun 2004, nama perusahaan berubah menjadi Sanofi-Aventis, untuk kemudian berubah lagi menjadi Sanofi di tahun 2011. Sanofi Group Indonesia terdiri atas 2 (dua) badan hukum yaitu : PT. Aventis Pharma dan PT. Sanofi Indonesia. 21
Universitas Indonesia
22 3.2.
Visi dan Misi PT Aventis Pharma (Sanofi Aventis, 2012)
3.2.1.
Visi PT Aventis Pharma Visi PT Aventis Pharma adalah menjadi perusahaan terkemuka yang
didorong oleh inovasi, mampu memanfaatkan kesempatan-kesempatan dalam bidang ilmu kehidupan (Life Sciences) yang tengah berkembang pesat saat ini, bertekad
untuk
berperan
utama
dalam. peningkatan
kualitas
kehidupan
manusia dan turut bersumbangsih kepada pembangunan dunia, khususnya dengan mengatasi dan menangani berbagai penyakit melalui teknik diagnosa, terapi vaksin, dan cara pengobatan yang inovatif. 3.2.2.
Misi PT Aventis Pharma Misi PT Aventis Pharma yaitu Aventis Pharma adalah perusahaan
farmasi global yang memiliki tekad untuk memberi arti bagi para pasien, pemilik saham, karyawan, dan masyarakat luas dengan menemukan, mengembangkan, dan memasarkan produk-produk farmasi inovatif yang akan dapat memenuhi kebutuhan medis yang belum teratasi serta menuju pelayanan kesehatan dengan biaya lebih rendah. Perusahaan juga mempunyai tekad untuk menjadi pemimpin dalam era di mana perubahan-perubahan terjadi dengan cepat di industri ini. 3.3.
Lokasi dan Sarana Produksi (Sanofi Aventis, 2012) PT Aventis Pharma Site berlokasi di Jalan Jendral Ahmad Yani, Pulo
Mas Jakarta, berdiri di atas tanah seluas 37.500 m2 atau 150 x 250 m, dan berupa lapangan rumput seluas 24.000 m 2. Di kawasan ini terdapat beberapa gedung utama: 1. Factory building yang terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian produksi (processing dan packaging) dan warehouse, seluas 3160 m2. Peluasan warehouse dibangun dan diperbaiki mengukuti synergi project factory upgrade (SPFU). Factory building terdiri dari dua lantai, yaitu: a. Ground floor yang digunakan untuk warehouse, solid processing, cream and ointment processing, primary and secondary packaging, dan aktivitas penunjang lainnya. Warehouse memiliki satu incoming airlock dan satu outgoing airlock. Antara warehouse dan area processing terdapat dua airlock untuk Universitas Indonesia
23 transfer material. Di antara warehouse dan secondary packaging terdapat dua airlock, yaitu airlock untuk mentransfer secondary packaging material dari warehouse ke secondary packaging area dan untuk mentransfer finished goods dari secondary packaging area ke warehouse. Layout dan design di ground floor diatur sedemikian rupa untuk myediakan alur kerja dan urutan lalu lintas bahan satu arah untuk menghindari resiko mixed up. b. First floor terutama digunakan untuk fasilitas-fasilitas seprti loker, ruang ganti pakaian, dan technical area. 2. Office building 1, seluas 540 m2 3. Office building 2, seluas 540 m2 4. Multi purpose building, digunakan untuk office, bagian quality operation seluas 450 m2 5. Energy building and workshop, seluas 485 m2 3.4.
Karyawan Sanofi Group Indonesia Dari 110.000 karyawan di 100 negara, lebih dari 700 orang karyawan PT
Aventis Pharma berada di Indonesia, mereka berprestasi bersama mendukung dan membentuk Aventis Pharma untuk menjadi salah satu perusahaan farmasi terkemuka di dunia. PT Aventis Pharma mengangkat calon-calon karyawan dari lulusan terbaik dan berbakat dari berbagai universitas dan institusi pendidikan lain di Indonesia. Mereka kemudian mendapat kesempatan untuk dilatih diberbagai disiplin industri, seperti teknik, kesehatan, keuangan, pemasaran, dan teknologi informasi.
Perusahaan
juga
mendorong
budaya
kewirausahawan
yang
berorientasi pada pasar dan yang diinspirasi oleh fleksibilitas, kerjasama, dan pembuatan keputusan berdasarkan data, bukan tradisi. Kelangsungan kegiatan operasi merupakan hal yang diutamakan di PT Aventis Pharma. Demikian juga dengan pengakuan terhadap kepentingan yang sejajar
antara
pelanggan
dan
kesejahteraan
karyawan.
Disamping
mempertahankan hubungan yang baik dengan serikat pekerja, kesejahteraan karyawan juga dijamin oleh berbagai program menarik, seperti penggantian biaya kesehatan karyawan, kompensasi yang kompetitif, bonus, serta paket tunjangan hari tua. Penghargaan diberikan berdasarkan keberhasilan individu dan tim. Universitas Indonesia
24 Semua ini menciptakan lingkungan kerja yang menyajikan tantangan sekaligus produktif dan membanggakan. 3.5.
Struktur Organisasi Sanofi Group Indonesia (Sanofi Aventis, 2013) PT Aventis Pharma dipimpin oleh seorang Presiden Direktur yang
membawahi 13 Divisi, yaitu: a. National Sales b. Marketing c. Strategy Development and Diabetes d. Oncology Unit e. Communication and Public Affairs f. Finance and Accounting g. Business Development h. Human Resources i. Medical and Regulatory j. Senior Legal k. Industrial Affairs l. Vaccine m. Country Compliance Bagan struktur organisasi Sanofi Group Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 1 dan struktur organisasi Industrial Affairs dapat dilihat pada Lampiran 2. 3.6.
Produk PT Aventis Pharma PT Aventis Pharma dikenal sebagai perusahaan farmasi yang
menghasilkan obat-obat sesuai dengan kebutuhan bidang kesehatan di Indonesia. Aventis Pharma Global akan mendukung dan mempertahankan predikat tersebut melalui penerapan teknologi tinggi dalam pengembangan solusi untuk menghadapi berbagai penyakit yang diderita masyarakat Indonesia. Melalui penelitian di bidang kardiovaskuler, penyakit infeksi, asma, alergi, diabetes, radang sendi, kanker serta di bidang vaksin dan protein terapetik (therapeutic proteins), Aventis Pharma yakin bahwa produk-produk yang dihasilkan akan memainkan peranan penting dalam membantu masyarakat Indonesia mengatasi Universitas Indonesia
25 masalah kesehatan di Indonesia. Produk PT Aventis Pharma diperoleh dengan berbagai cara, antara lain dengan memproduksi obat tersebut menggunakan fasilitas produksi yang tersedia, kontrak
dengan
perusahaan
farmasi
lain
(toll
manufacturing),
dan
mengimpor baik produk ruahan untuk dikemas akhir (re-pack) maupun produk jadi yang telah dikemas namun masih memerlukan pelabelan (penempelan stiker). Produk PT Aventis Pharma secara garis besar dapat dibagi menjadi enam, yaitu: 1. Produk yang diproduksi sendiri di pabrik (Jakarta site) untuk keperluan lokal (dalam negeri) dan eksport (luar negeri). 2. Produk
impor
dari
Aventis
Global
yang
dikemas
ulang
(repackaging) di pabrik (Jakarta site) 3. Produk impor yang berupa finished goods. 4. Produk yang bulk-nya diimpor dan kemudian dikemas di pabrik (Jakarta site) untuk keperluan lokal dan ekspor. 5. Produk
toll manufacturing
yang
dibuat
oleh
PT
Boehringer-
Ingelheim Indonesia untuk PT Aventis Pharma. PT Aventis Pharma telah menghasilkan serangkaian obat-obat inovatif untuk pengobatan pasien yang menderita beraneka ragam penyakit serius. Hal ini terlaksana berkat dukungan dari sumber daya yang profesional, manajemen dan pimpinan perusahaan yang penuh komitmen, serta
dengan research and
development anggaran terbesar di industri farmasi. Upaya riset Aventis Pharma difokuskan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan medis yang belum teratasi dan diarahkan pada 7 bidang utama, yaitu: 1. Anti infeksi, dengan pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan jamur. 2. Radang sendi/tulang, dengan pengobatan untuk radang sendi, dan osteoporosis. 3. Kardiologi/thrombosis, untuk pengobatan infark jantung, penyakit jantung koroner dan kelainan jantung lainnya. 4. Sistem saraf pusat, untuk pengobatan berbagai penyakit degeneratif otak dan tulang belakang . Universitas Indonesia
26 5. Metabolisme, untuk pengobatan diabetes dan penyakit metabolisme lainnya. 6. Onkologi, untuk pengobatan tumor ganas. 7. Respiratori, untuk pengobatan asma dan alergi.
Universitas Indonesia
BAB 4 TINJAUAN KHUSUS DIVISI INDUSTRIAL AFFAIRS
Berdasarkan struktur organisasi, Divisi Industrial Affairs (Industrial Affairs/IA Division) berada langsung dibawah Presiden Direktur PT Aventis Pharma, yang dikepalai oleh Head of Industrial Affairs Division. Berikut ini adalah departemen yang dibawahi oleh IA Division : a. Industrial Quality and Compliance Department b. Production Department c. Technical Services Department (TSD) d. Health, Safety, and Environment Department (HSE Dept.) e. Plant Logistic Department f. Procurement Department Struktur organisasi Industrial Affairs Division dapat dilihat pada Lampiran 2. 4.1.
Industrial Quality and Compliance Department
(Aventis Pharma,
2013) Industrial Quality and Compliance (IQC) Department adalah salah satu bagian dari IA Division yang bertanggung jawab dalam mengatur dan mengkoordinasikan pengembangan, penerbitan dan pemeliharaan panduan mutu. Memberikan dukungan yang sesuai kepada seluruh departemen yang terkait dengan panduan mutu atas interpretasi, implementasi dan pemenuhan panduan mut. Pengendalian mutu menyeluruh dalam arti pengendalian mutu terhadap produk yang dihasilkan sejak bahan awal, produk setengah jadi (termasuk In Process Control/IPC), sampai dengan produk jadi yang siap digunakan, termasuk didalamnya penilaian terhadap pemasok dan distributor menjadi tanggung jawab IQC Department untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan serta menjamin ketelitian pemeriksaan perlu dilakukan pengecekan, validasi, dan kalibrasi dari alat dan ruangan yang digunakan untuk memeriksa produk. IQC Department juga perlu melakukan pemeriksaan stabilitas untuk memonitor secara tidak langsung mutu obat yang telah beredar. 27
Universitas Indonesia
28 Departemen ini dipimpin oleh seorang Head of IQC yang membawahi dua unit kerja, yaitu Quality Assurance Unit (QA Unit) dan Quality Control Unit (QC Unit). Struktur organisasi dari IQC Department dapat dilihat pada Lampiran 3. Berikut ini penjelasan mengenai QA Unit dan QC Unit. 4.1.1.
Quality Assurance Unit (Unit Pemastian Mutu) Unit ini bertanggung jawab dalam menjamin mutu suatu produk mulai
dari pemesanan bahan baku dan kemasan obat sampai obat siap dikonsumsi konsumen, termasuk didalamnya pemilihan pemasok dan distributor. Sistem mutu di PT Aventis Pharma ditetapkan berdasarkan CPOB, Aventis Global Quality Standard, dan Global IQC Directive. Pengendalian mutu dilakukan terhadap semua faktor yang dapat mempengaruhi mutu obat yaitu mulai dari bahan awal, bahan pengemas, proses pembuatan, bangunan, peralatan, dan personalia. Unit ini dipimpin oleh seorang QA Manager yang bertanggung jawab kepada Head of IQC. Aspek-aspek yang ditangani oleh unit ini adalah: 4.1.1.1 Penanganan personel Unit
Pemastian
Mutu
bertanggung
jawab
terhadap
koordinasi
perencanaan dan penyelenggaraan pelatihan karyawan bidang operasional. Menurut CPOB, seluruh karyawan yang langsung ikut serta dalam kegiatan obat dan yang karena tugasnya mengharuskan mereka masuk ke daerah pembuatan obat hendaklah dilatih mengenai kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya maupun mengenai prinsip CPOB. Sejalan dengan hal itu, standar Health, Safety, and Environment juga mensyaratkan pelatihan yang memadai bagi seluruh karyawan di bidang HSE (HSE Department). Secara garis besar pelatihan dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Pelatihan dasar, meliputi teori dan praktek CPOB, pengenalan mikroorganisme, keselamatan kerja, dan lain-lain. b. Pelatihan tambahan, misalnya keluar masuk di cold storage room yang ada di warehouse, pelatihan khusus tentang pengoperasian suatu alat/mesin.
Universitas Indonesia
29 Tanggung jawab lain QA adalah untuk memastikan bahwa program pelatihan yang disiapkan sesuai dengan aturan-aturan pemerintah maupun Global HSE Standard serta memonitor pelaksanaannya. Pelatihan dilakukan secara kontinu untuk menjamin personel terbiasa dengan persyaratan CPOB yang berkaitan dengan tugasnya dan untuk menjaga agar sistem yang telah ditetapkan berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Setiap awal tahun masing-masing departemen harus merencanakan program pelatihan untuk satu tahun mendatang untuk departemennya yang mencakup topik pelatihan, waktu pelaksanaan, peserta, serta instrukturnya. Pelatihan yang dilakukan diutamakan untuk prosedur tetap (protap) baru atau protap yang diubah atau direvisi karena suatu temuan pada saat inspeksi diri atau temuan pada suatu failure investigation (penyelidikan terhadap kegagalan), kecelakaan kerja, dan sebagainya. Khusus untuk karyawan baru selain mengikuti pelatihan dasar mengenai teori dan praktek dari CPOB atau HSE, mereka juga harus menerima pelatihan yang sesuai atau berkaitan dengan tugasnya baik umum maupun khusus. Untuk mengevaluasi efektifitas dari pelatihan, dilakukan dengan pelatihan pemahaman karyawan terhadap materi pelatihan dengan menggunakan metode scoring (berdasarkan hasil tertulis) maupun dengan pengamatan langsung terhadap karyawan dalam melaksanakan prosedur tetap tersebut. Contohnya: pada saat pelatihan pengunaan alat tertentu, karyawan langsung diminta untuk mendemonstrasikan cara menggunakan alat. Hal ini kemudian dinilai oleh pelatih. 4.1.1.2 Penanganan dan pengaturan sistem dokumentasi Sistem dokumentasi merupakan bagian dari aspek CPOB yang sangat penting dalam sistem penjaminan mutu. Dokumentasi dirancang dan digunakan untuk menentukan, memantau dan mencatat mutu dari seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Setiap proses produksi dilakukan terhadap bahan awal sampai diperoleh obat jadi, termasuk proses pengolahan, pengemasan dan pemeriksaan harus didokumentasikan dengan baik. Setiap dokumen yang ada harus disimpan sesuai dengan persyaratan CPOB serta peraturan di Sanofi Aventis Directives. Tugas QA Unit adalah menangani dokumen yang berlaku, baik dalam hal penyimpanannya, fotokopi dokumen induk, serta penanganan dokumen yang Universitas Indonesia
30 sudah tidak berlaku. Dokumen adalah segala sesuatu berupa catatan tertulis atau tercetak, seperti instruksi, raw data, formulir, panduan dan kebijakan yang berhubungan dengan proses pengembangan, pembuatan, pemeriksaan, distribusi obat, yang diperlukan untuk pemenuhan persyaratan CPOB, Sanofi Aventis directives, dan peraturan pemerintah yang berhubungan yang digunakan di PT Aventis Pharma. Dokumennya antara lain adalah General Manufacturing Instruction, Test method (produk, bahan baku dan bahan pengemas), Test Method Validation, Stability Study, Global IQC Directive, Global HSE, Drug Surveillance Action Plan (DSAP), dan dokumen registrasi. Termasuk di dalamnya pula adalah dokumen pembuatan obat yang merupakan bagian manajemen sistem informasi yang meliputi spesifikasi, prosedur pembuatan, metode pemeriksaan, serta laporan lain yang diperlukan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan obat atau seluruh dokumen yang dipersyaratkan dalam CPOB. Dokumen yang termasuk mencakup dokumen dalam bentuk hard copy dan dokumen elektronik, daftar, sistem database, email, mikrofilm, microfiche dan termasuk rekaman audio dan atau visual dan segala informasi yang dibuat, diterima dan digunakan dalam kegiatan Sanofi Aventis. Jenis dokumen ada 2 macam, yaitu: a. Batch related document Contohnya: PPI (Prosedur pengolahan atau pengemasan induk); catatan pengolahan/pengemasan bets; Spesifikasi dan catatan hasil pemeriksaan bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, obat jadi (termasuk kromatogramnya); raw data; test method, protap, catatan distribusi obat. b. Non batch related document Contohnya: kualifikasi dan validasi, penelitian terhadap kegagalan (FIR), catatan pembersihan dan sanitasi, program stabilitas, pengendalian hama, audit, registrasi, change control, gambar tekhnik, pemeriksaan dan kalibrasi alat, penanganan keluhan dan obat kembalian, pemantauan lingkungan, log book, pelatihan pegawai, technical agreement, dan dokumen lainnya.
Universitas Indonesia
31 4.1.1.3 Menyusun dan mengendalikan prosedur tetap (protap) Menurut CPOB dan ketentuan dari Global IQC Directives maupun Global Health Safety and Environment (HSE) untuk setiap kegiatan yang dilakukan hendaklah disiapkan suatu prosedur tertulis berupa Protap. Prosedur Tetap (Protap), atau yang juga dikenal sebagai Standard Operating Procedure (SOP), adalah prosedur tertulis yang telah disahkan oleh pejabat berwenang dan berisi instruksi untuk pelaksanaan tugas yang tidak khusus berkaitan dengan suatu produk atau bahan tertentu, tetapi lebih bersifat umum, misalnya pengoperasian, pemeliharaan dan pembersihan mesin, kalibrasi, validasi, pembersihan gudang dan pengendalian kondisi lingkungan, pengambilan contoh (sampling), dan inspeksi diri. Protap dimaksudkan untuk: a. Memastikan bahwa semua proses setiap kali dilakukan dengan cara yang sama oleh petugas b. Memastikan bahwa proses dilakukan sesuai dengan ketentuan CPOB dan HSE c. Memudahkan pengendalian proses baru atau perubahan dari proses yang telah berlaku d. Membantu melatih karyawan baru Pada dasarnya tiap protap dibuat oleh departemen atau unit yang bersangkutan dengan bekerjasama dan berkonsultasi dengan IQC Department atau QA Unit dan departemen lain yang berhubungan. Personel yang membuat dan mengkaji protap haruslah menguasai bidang / kegiatan yang dijelaskan dalam protap tersebut dan dapat melatihkan pelaksanaannya dalam rangka memenuhi standar CPOB. IQC
Department
bertanggung
jawab
mengkoordinir
penyiapan,
penerbitan, dan implementasi semua protap yang ada. Protap dikaji ulang minimal setiap tiga tahun sekali atau bila ada perubahan. Secara umum protap harus diperiksa dan ditandatangani oleh Department Head pemilik protap dan atau departeman terkait oleh QA Supervisor serta disetujui oleh IQC Manager. Protap diperiksa oleh QA Manager, Department Manager yang bersangkutan, dan Department Manager yang berkaitan, serta disetujui oleh Head of IQC. Bila penerbitan protap dimaksudkan untuk mengganti protap yang telah Universitas Indonesia
32 ada, maka Department yang bersangkutan yang dapat menggantikan sedangkan penarikan dokumen lama dan salinannya dengan Formulir Penarikan Salinan Protap harus dilakukan dan disimpan oleh Quality Assurance Unit. Salinan protap kemudian dimusnahkan seluruhnya dengan membuat Berita Acara Pemusnahan Protap, sedangkan protap asli disimpan dalam dokumen khusus. Protap yang berhubungan dengan produk disimpan selama sepuluh tahun dan protap yang tidak berhubungan dengan produk selama enam tahun atau dua edisi sebelumnya dan dimusnahkan setelah habis masa simpannya oleh QA Unit. Formulir Penarikan Salinan Protap dan Berita Acara Pemusnahan Protap dilampirkan pada protap asli yang berlaku. 4.1.1.4 Validasi Menurut CPOB, validasi berarti suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa setiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan, atau mekanisme yang digunakan dalam produksi, dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. a. Validasi proses Setiap proses pembuatan dan pengemasan selalu melibatkan rangkaian faktor yang dapat mempengaruhi kualitas suatu produk. Dengan melakukan validasi pada proses tersebut maka faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas produk dapat diramalkan. Menurut Aventis Pharma, validasi proses adalah cara pemastian dan memberi pembuktian terdokumentasi bahwa proses berlangsung dalam parameter desain yang telah ditentukan mampu dan dapat dipercaya menghasilkan produk sesuai dengan kualitas yang diinginkan dan memiliki tingkat keterulangan yang tinggi. Validasi proses dilakukan dengan cara yang berbeda tergantung pada status produk, yaitu dapat dilakukan dengan cara: 1) Prospective Validasi yang dilakukan terhadap produk baru sebelum dipasarkan atau bila ada perubahan (pada pabrik atau proses pembuatan) yang akan mempengaruhi kualitas produk. Untuk validasi ini, minimal dilakukan terhadap 3 bets sebelum produk tersebut dipasarkan (bila memungkinkan). Biarpun produk
Universitas Indonesia
33 baru, tetapi bila dalam 1 tahun jumlah bets kurang dari 3, dapat dilakukan secara concurent, asalkan disertai dengan dokumen pengkajian resiko. 2) Concurrent Validasi ini hampir sama dengan validasi prospective kecuali pemasaran produk tidak menunggu proses validasi hingga selesai, validasi dilanjutkan selama produksi secara rutin. Validasi ini dilakukan bila terdapat perubahan yang direncanakan yang sedikit berpengaruh terhadap produk. Validasi concurent ini diperbolehkan jika jumlah bets yang diproduksi sedikit. 3) Retrospective Validasi yang didasarkan pada pengumpulan data yang diperoleh dalam proses produksi dan pemeriksaan pada produk yang sudah dipasarkan/dibuat. Validasi dari proses ini tetap memerlukan protokol yang memanfaatkan data historis sehingga bukti terdokumentasi. Jenis validasi ini tidak dianjurkan untuk digunakan. 4) Revalidasi Validasi yang dilakukan secara internal dalam bentuk evaluasi kembali (Re-evaluation), unit produksi / pabrik, proses dan data pengujian dan data produk yang spesifik untuk suatu proses pembuatan yang tervalidasi, diperiksa untuk menilai kesesuaian terhadap persyaratan dan atau revalidasi aktif setelah terjadi suatu modifikasi. Revalidasi dapat dilakukan jika terjadi perubahan. Perubahan yang dimaksudkan adalah perubahan kecil dan perubahan besar. Perubahan kecil (minor changes) Adalah perubahan yang tidak memberikan dampak yang berarti pada kestabilan obat. Termasuk dalam perubahan kecil diantaranya : a) Perubahan kecil pada sintesa bahan aktif. b) Perubahan junlah excipient (bahan penolong) sesuai dengan range yang telah dipersyaratkan. c) Perubahan supplier excipient. d) Pengurangan “Colouring Agent” atau “Flavouring Agent” e) Pengurangan bahan penyalut atau perubahan dari berat kapsul kosong. f) Perubahan prosedur pemeriksaan tanpa mengubah spesifikasi. Perubahan besar wadah atau bentuk dasarnya. Universitas Indonesia
34 g) Perubahan dimensi tablet, kapsul, suppositoria dan sebagainya tanpa mengubah komposisi secara kuantitatif maupun berat masanya ( kecuali : perubahan bentuk dari sustained release product, termasuk perubahan besar) h) Perubahan besar batch, sampai sebesar 10 kali besar batch sebelumnya. i) Perubahan fasilitas produksi (tanpa mengubah batch record, peralatan dan protap) j) Perubahan peralatan yang sejenis baik design maupun cara kerjanya. Perubahan besar (Major changes) adalah perubahan yang secara potensial dapat memberikan dampak terhadap kestabilan obat. Yang termasuk kedalam perubahan besar antara lain : a) Setiap perubahan baik kualitatif maupun kuantitatif dari setiap excipient yang sedikit mengubah sifat efek obat. b) Perubahan Techical grade dari excipient. c) Perubahan supplier dari bahan aktif d) Perubahan besar terhadap sintesa bahan aktif e) Perubahan jumlah excipient range dari obat yang mempunyai solubilitas dan permeabilitas rendah. f) Perubahan secara kualitatif dari bahan pengemas primer dan perubahan pemakaian bahan pengemas primer. g) Perubahan kondisi penyimpanan. h) Perubahan spesifikasi produk. i) Perubahan metode pemeriksaan yang berhubungan dengan perubahan spesifikasi j) Perubahan dimensi dari substained release produk / formulation. k) Perubahan cara dari pembuatan obat. l) Perubahan metode dari granulasi basah ke “cetak langsung” atau granulasi kering. m)Perubahan ruangan produksi pada pabrik atau berpindah pabrik n) Perubahan basar batch lebih besar dari 10 kali batch asal o) Perubahan peralatan yang mempunyai design dan cara pengoperasiannya yang berbeda. Universitas Indonesia
35 Head of IQC bersama QA manager akan menetapkan prioritas produk yang akan divalidasi setelah sepakat dengan pihak yang berkaitan. Head of IQC akan membentuk Validation Steering Team yang terdiri dari Production manager, TS manager, HSE Manager, Head of plant Logistic dan QA Manager. Validation Steering Team yang telah dibentuk akan menyusun protokol validasi untuk produk yang akan divalidasi. Protokol validasi merupakan bagian dari validasi yang berupa panduan kerja dalam melakukan validasi. Parameter kritis dan kriteria penerimaannya harus ditetapkan sebelum proses validasi dan dipantau selama proses berlangsung. Protokol
validasi
dibuat
berdasarkan
data-data
dari
laporan
optimalisasi/pengembangan produk (jika ada) atau prosedur pengolahan, dengan harus memperhatikan aspek penting dari suatu validasi sebagai berikut: a) Karakteristik produk b) Spesifikasi produk c) Desain pabrik dan keterbatasannya d) Desain proses, kemungkinan dan keterbatasannya e) Metoda analisis dan spesifikasi f) Mikrobiologi g) Pembersihan h) Quality Assurance Validation Steering Team menyusun tim validasi yang akan bekerja sama dengan departemen yang bersangkutan akan menyusun rincian kegiatan validasi mencakup
kualifikasi
peralatan
(Installation/Operational/Performance
Qualification), validasi metode analisis, dan pelatihan karyawan yang terlibat dalam kegiatan validasi. Kegiatan validasi akan dilakukan oleh departemen yang bersangkutan, dimonitor, dan didokumentasikan oleh tim validasi. Setiap perubahan atau penyimpangan dari prosedur yang telah ditentukan akan didokumentasikan dan diulas. Tim validasi akan menyusun laporan validasi berdasarkan hasil kegiatan validasi dan temuan yang diperoleh selama validasi. Setiap penyimpangan yang terjadi selama proses validasi harus diselesaikan investigasinya sebelum produk tersebut diputuskan tervalidasi atau diluluskan. Laporan validasi akan dikaji Universitas Indonesia
36 kembali untuk membuat rekomendasi dalam rangka pengawasan dan “in-proses control” untuk memproduksi produk secara rutin. b. Validasi pembersihan untuk ruangan dan peralatan Ruangan setelah selesai digunakan untuk membuat atau mengemas produk akan segera dibersihkan. Untuk mendapatkan ruangan yang bersih dan memenuhi syarat yang sudah ditetapkan, maka cara pembersihan, deterjen, dan desinfektan yang digunakan, serta frekuensi desinfeksi harus sesuai dengan protap pembersihan dan sanitasi yang sudah ditetapkan. Untuk itu prosedur pembersihan dan sanitasi yang digunakan tersebut harus divalidasi. Validasi pembersihan ruangan dan peralatan bertujuan untuk memastikan dan membuktikan bahwa prosedur tersebut tepat/efektif untuk menghilangkan sisa produk sebelumnya dan menguragi jumlah cemaran mikroba sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Validasi pembersihan untuk tiap ruangan ini minimal dilakukan 3 kali dimulai dengan ruangan yang digunakan untuk membuat/mengemas produk yang sukar larut dalam air, memiliki dosis rendah dan sering dibuat. Susun proses pembersihan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : 1) Konsentrasi atau volume bahan pembersihan serta air yang digunakan (panas/dingin). 2) Suhu air / bahan pembersih selama pembersihan ruangan. 3) Tekanan atau gaya mekanik yang digunakan selama pembersihan. 4) Prosedur pengeringan. 5) Persyaratan pembuangan. 4.1.1.5 Mengadakan audit terhadap pemasok (Vendor Audit) Cara untuk memastikan semua bahan awal yang dikirim oleh pemasok memenuhi persyaratan yang ditetapkan secara terus menerus harus dilakukan penilaian terhadap pemasok (vendor evaluation) penilaian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana kehandalan, kemampuan serta mutu yang dimiliki oleh pemasok dapat dipercaya. Pemasok yang di audit meliputi pabrik pembuat, pemasok bahan yang mempunyai gudang, atau pemasok yang tidak mempunyai Universitas Indonesia
37 gudang (sale agent atau broker). Penilaian terhadap pemasok dilakukan oleh tim yang terdiri dari wakil–wakil Quality Assurance dan Purchasing, serta kepala tim adalah Quality Assurance Manager. Pada kasus tertentu anggota tim dapat diperluas dengan mengikutsertakan QC unit, Techinal Services Department dan Medical and Regulatory Affairs dan departemen lain yang terkait. Hal – hal yang perlu dinilai dari pemasok adalah proses pengadaan bahan baku, proses pembuatan, perujukan dan pemeriksaan bahan baku dan produk jadi, penanganan sisa, dokumentasi, serta prosedur dan persyaratan. Sertifikasi pemasok dimulai dari urutan status “not approved”, “approved”, dan “certified”. Sertifikasi status “not approved” atau belum disetujui merupakan sertifikasi untuk pemasok yang baru yang akan dijadikan pemasok tetap. Sertifikasi status “approved” atau disetujui diberikan kepada pemasok yang telah memenuhi persyaratan menurut standar kualitas PT Aventis Pharma dan menjadi pemasok tetap. Sedangkan sertifikasi status “certified” atau tersertifikasi diberikan kepada pemasok tetap yang konsisten dalam hal kualitasnya. Pemasok dengan status belum disetujui, masih dalam tahap penilaian mengenai kualitas produk yang akan dipasok. Pada saat proses pre-approval, maka supplier harus menyerahkan minimum tiga bets material untuk diperiksa oleh Sanofi Aventis. Setelah pre-approval, status pemasok dapat meningkat menjadi approved supplier yang telah disetujui secara formal sebagai pemasok yang dapat memasok material atau servis tertentu. Untuk selanjutnya bahan awal hanya boleh didapatkan dari pemasok berstatus disetujui ini. Selanjutnya pemasok yang telah disetujui ini dimasukkan dalam Daftar Pemasok Disetujui atau List Approved Supplier. Apabila suatu pemasok yang disetujui menunjukkan kualitas serta kinerja yang konsisten, maka pemasok tersebut dapat ditingkatkan statusnya menjadi “pemasok tersertifikasi” atau “certified supplier”. Pemasok Tersertifikasi diputuskan melalui program evaluasi terhadap hasil analisa dan penerapan aspek kualitas, regulasi dan penilaian kinerja. Evaluasi tersebut dilakukan terhadap setiap pengiriman pemasok yang menggambarkan konsistensi pemasok untuk menghasilkan material yanng memenuhi syarat yang ditentukan. Penilaian ini dilakukan oleh divisi QA, QC, pembelian dan produksi. Pemasok yang dapat menjadi pemasok tersertifikasi adalah pemasok yang telah disetujui minimal Universitas Indonesia
38 selama dua tahun dan telah mengirimkan minimal sepuluh bets. Evaluasi konsistensi supplier dalam mengirimkan material yang memenuhi syarat. Evaluasi ini harus didasarkan pula pada kriteria kritis seperti out of specification atau penyimpangan kritis lainnya yang dilaporkan selama sepuluh bets pengiriman terakhir. Pada proses peningkatan status menjadi Pemasok Tersertifikasi, harus dilakukan juga perbandingan antara metoda analisa pemasok dan Sanofi Aventis. Hasilnya harus menunjukkan bahwa supplier memiliki persamaan metoda analisa dengan PT. Sanofi Aventis. Jika terdapat perbedaan, maka harus dilakukan validasi untuk membandingkan bahwa metoda tersebut dapat diterima oleh Sanofi Aventis. Hasil uji pemasok tersebut juga harus mendekati dengan hasil uji yang dilakukan oleh PT. Sanofi Aventis. 4.1.1.6 Inspeksi diri (self inspection) Inspeksi diri adalah cara meninjau kembali seluruh tata kerja diri sendiri dari setiap segi yang mungkin berpengaruh terhadap produk. Tujuan dari inspeksi diri ini adalah untuk menilai secara teratur dan sistematis apakah seluruh aspek produksi dan pengawasan mutu selalu memenuhi CPOB. Dalam melaksanakan inspeksi diri tidak cukup hanya mengenali cacat dan kelemahan, melainkan harus pula dapat menetapkan cara yang efektif untuk mencegah dan memperbaikinya. Audit adalah pemeriksaan sistematik dan independen terhadap suatu sistem secara periodik untuk menilai kesesuaian sistem tersebut dan efektifitas pelaksanaannya terhadap prosedur yang telah ditetapkan.PT Aventis Pharma Indonesia mempunyai internal audit sistem (self inspection) untuk meyakinkan kesesuaian yang berhubungan dengan CPOB, GMP, regulatory requirement, dan Company Global Quality Standard. Inspeksi diri yang dilakukan meliputi: a. Inspeksi di bidang GMP 1. Inspeksi diri tri wulanan (quarterly GMP self inspection) Inspeksi ini dilakukan setiap 3 bulan sekali pada minggu kedua/ketiga bulan Januari, April, Juli, dan November. Tim ini terdiri dari Quality Assurance Manager (ketua tim), supervisor processing, supervisor packaging, supervisor Quality Control, supervisor TS & HSE, dan Quality Assurance inspector. Pada inspeksi ini dilakukan pemeriksaan terhadap lingkungan warehouse, production Universitas Indonesia
39 area (termasuk gowning) kelas 3 dan kelas 2, Technical System Departemen, dan Industrial Quality Compliance (Quality Assurance dan Quality Control). 2. Inspeksi diri Semester (IDS) Ruang Lingkup IDS yaitu aspek keselamatan kerja Aventis dengan mengacu pada GMP dan HSE Guideline. IDS dilakukan paling sedikit selama 3 hari. IDS dilakukan setiap 6 (enam) bulan pada bulan Juni dan Desember. Dalam pelaksanaan IDS terdapat anggota tetap dan anggota pendamping. Anggota tetap meliputi Head of IQC (sebagai ketua), QA Manager, HSE & TSD Manager, Production Manager, Plant Logistic Manager. Anggota pendamping meliputi QC supervisor, TSD supervisor, processing supervisor, packaging supervisor, dan warehouse supervisor. Pemeriksaan di lapangan dilakukan dengan urutan yaitu lingkungan pabrik, warehouse, processing, gowning area, packaging kelas 2 dan 3, technical services (purified water plant, AHU-areas, workshop, utilities dan sebagainya), purchasing, dan Information System. 3. Audit CPOB (GMP audit) Global quality / HSE audit mencakup seluruh aspek CPOB / HSE yang ada di seluruh site Jakarta. Tim inspeksi biasanya diketuai oleh Head of IQC untuk Global Quality Audit atau Supervisor HSE untuk Global HSE Audit, yang beranggotakan Kepala Divisi Industrial Affairs, Manager Produksi, Manager Plant Logistic, Manager TS/ HSE, dan Manager Quality Assurance. Laporan audit akan diterima maksimal dalam waktu 15 hari kerja. .
4. Audit dari badan otoritas (Badan POM, Badan Sertifikasi ISO, dan lainlain) Jadwal audit tergantung pada jadwal badan otoritas. Audit mencakup seluruh aspek CPOB atau aspek yang terkait serta hasil temuan sebelumnya dari badan otoritas yang bersangkutan. Anggota tim inspeksi badan otoritas didampingi oleh kepala departemen atau unit yang terkait. b. Inspeksi di bidang HSE Universitas Indonesia
40 Inspeksi bidang HSE merupakan salah satu cara memastikan bahwa sistem HSE (ISO 14001 & OHSAS 18001) dilaksanakan sesuai dengan yang dipersyaratkan secara teratur dan sistematis. Perencanaan, penetapan, penerapan dan pemeliharaan program audit ini didasarkan pada hasil penlikaian dampak dan resiko dari kegiatan perusahaan, hasil audit sebelumnya dan faktor lain yang berkaitan, dan pertimbangan atas tingkat kepentingan berbagai operasi dari sisi Health and Safety. Audit ini dilaksanakan minimal 1 tahun sekali. Audit ini dilakukan dengan melihat langsung ke lapangan penyesuaian antara training HSE yang pernah dilakukan dan pelaksanaannya sehari-hari sebagai cara untuk menilai keberhasilan suatu training. Keluaran yang diharapkan adalah sebuah perbaikan yang terus menerus, sehingga yang tidak benar menjadi benar, dan yang sudah benar tetap dijaga agar pelaksanaannya selalu benar. Hasil inspeksi diri ini dicatat dan dilaporkan dalam pertemuan HSE Committee / P2K3 dan dalam rapat tinjauan manajemen. HSE juga mengadakan dan mengupayakan self inspection yang diadakan sewaktu-waktu, atau temuan yang ditemukan ketika sedang berkunjung ke lapangan (langsung diberitahukan kepada Manager). 4.1.1.7 Penolakan dan pelulusan terhadap obat jadi Obat jadi adalah bentuk sediaan obat yang telah selesai dikemas yang telah siap dipasarkan setelah lulus dari pemeriksaan. Pengambilan keputusan untuk meluluskan/menolak obat jadi dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan dan evaluasi yang meliputi hasil pemeriksaan selama proses pengolahan dan pengemasan, pemantauan lingkungan (jika ada), pemeriksaan produk ruahan, pemeriksaan kelengkapan bahan pengemas produk jadi, atau pemeriksaan dokumen catatan pengolahan dan pengemasan bets, serta dokumen-dokumen lain jika ada, seperti Failure Investigation Report atau Out of Specification (OOS). Pelulusan atau penolakan obat jadi dilakukan oleh QA Manager dan disetujui oleh Head of IQC. Pemeriksaan yang harus dilakukan sebelum memutuskan status produk adalah sebagai berikut: a. Penyerahan Catatan Hasil Pemeriksaan (CHP) produk jadi lokal maupun impor yang telah disahkan oleh QC Supervisor kepada QA Manager.
Universitas Indonesia
41 b. Pemeriksaan kelengkapan dokumen yang terkait dengan pelulusan, yang terdiri dari : Catatan Pengemasan dan atau pengolahan, Catatan Hasil Pemeriksaan (CHP) selama proses IPC pengolahan dan atau pengemasan, Catatan Hasil Pemeriksaan (CHP) produk ruahan QC, dan dokumen pendukung lain (jika ada), seperti data mikrobiologi, hasil pemantauan lingkungan, dokumen Out of Specification (OOS), Failure Investigation Report (FIR), dan hasil pemeriksaan validasi proses. c. QA Manager akan mengkaji kelengkapan dokumen dari obat jadi tersebut. d. Hasil pemeriksaan terhadap produk jadi tersebut dicatat pada formulir “Daftar Pemeriksaan Pelulusan Produk Jadi”. QA Manager akan memutuskan apakah produk jadi tersebut diluluskan atau ditolak, lalu menandatangani
catatan
pemeriksaan
beserta
tanggal
pelulusan/penolakkan produk tersebut. Pelulusan/penolakan obat jadi juga dilakukan pada sistem SAP (System Application Product). Untuk
produk
jadi
dari
Toll
Manufacturer,
proses
pelulusan/
penolakannya dilakukan dengan memeriksa Catatan Pengolahan Bets, Catatan Pengolahan Bets, dan Catatan Hasil Pemeriksaan Produk yang bersangkutan. Untuk produk jadi yang di-Toll-kan di PT. Aventis Pharma, proses pelulusan/ penolakannya dilakukan dengan memeriksa Catatan Pengolahan Bets, Catatan Pengemasan Bets, Catatan Hasil Pemeriksaan Produk yang bersangkutan dan GMP Conformance. 4.1.1.8 Penanganan hasil uji di luar spesifikasi (Out of Specification / OOS) Mutu suatu produk ditentukan oleh yang membuat produk tersebut dalam arti tahapan proses pembuatan suatu produk akan sangat mempengaruhi hasil akhir dari mutu produk. Untuk menguji apakah produk yang dibuat memenuhi persyaratan, perlu dilakukan pemeriksaan di laboratorium baik secara kimia, fisika, maupun mikrobiologi. Ada kalanya hasil pemeriksaan suatu produk tidak memenuhi persyaratan atau hasil pemeriksaan mendekati batas spesifikasi yang telah ditetapkan. Salah satu kemungkinan ketidaksesuaian tersebut diakibatkan oleh cara pemeriksaannya. Oleh karena itu, sebelum diambil keputusan akhir Universitas Indonesia
42 mengenai status produk yang bersangkutan perlu dilakukan penyelidikan yang seksama dimana ketidaksesuaian tersebut terjadi. Penyelidikan hasil di luar spesifikasi (Out of Specification/OOS) atau dapat juga dianggap sebagai atypical test result (Out of Trend / OOT) yang berlaku untuk hasil pemeriksaan kalibrasi alat dan pemeriksaan kalibrasi alat dan pemeriksaan stabilitas produk. Sumber ketidaksesuaian
hasil
harus
diteliti
secara
sistematis.
Apabila
terjadi
penyimpangan hasil di luar spesifikasi pada saat analisis maka hal yang harus dilakukan
adalah
segera
menyiapkan
laporan
tertulis
mengenai
insiden/penyimpangan yang terjadi baik penyimpangan pemeriksaan secara kimia, fisika, atau mikrobiologi. Cara kerja pada saat mempersiapkan contoh untuk pemeriksaan, alat yang digunakan harus diperiksa kembali. Bila hasilnya masih menyimpang baik itu OOS dari pemeriksaan kimia, fisika, atau mikrobiologi maka dibuat laporan Failure Investigation Report (FIR). Tindak lanjut yang dapat diambil sesuai dengan hasil pemeriksaan yang didapat, antara lain: a. Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama dan produk yang sudah released. b. Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama oleh pemeriksa yang berbeda. c. Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh baru oleh pemeriksa yang pertama (bila perlu). d. Membandingkan hasil pemeriksaan ulang diatas dengan persyaratan test method dan farmakope (EP, USP, dan FI). e. Contoh untuk pemeriksaan ulang tersebut diambil sebanyak 2 kali dari pemeriksaan normal. Apabila dianggap perlu, dilakukan pemeriksaan terhadap prosedur pengolahan bets produk yang bersangkutan. Apabila diduga penyimpangan tersebut berasal dari test method atau sebab-sebab lain yang tidak diketahui dapat dikonsultasikan dengan mother plant. Perincian urutan pengambilan keputusan terhadap pemeriksaan di luar spesifikasi dapat dilihat pada Lampiran 4. Penyelidikan terhadap OOS harus diselesaikan maksimal 20 hari.
Universitas Indonesia
43 4.1.1.9 Penanganan Penyimpangan Penyimpangan adalah suatu kejadian atau pelanggaran yang tidak direncanakan terhadap suatu prosedur atau spesifikasi yang telah ditetapkan. Head of IQC dan QA Manager harus menilai dan memeriksa prosedur yang harus dilakukan menurut bidang dan tanggung jawabnya untuk memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. Mereka yang bertanggung jawab agar proses penyelesaian berlangsung cepat dan kembali kepada pengirim untuk ditindak lanjuti. Menurut tingkat kekritisannya, penyimpangan dikategorikan menjadi: a. Critical Deviation Critical deviation adalah kekurangan material, produk obat, alat kesehatan, sistem atau jasa yang dapat secara signifikan mempengaruhi kualitas, keamanan atau efikasi dari obat/alat kesehatan atau yang dapat menyebabkan kondisi yang mengancam jiwa. Pengertian lainnya adalah kekurangan apapun yang dapat menyebabkan produk obat/alat kesehatan menjadi non compliant atau menyebabkan terjadinya situasi yang dapat dikategorikan sebagai critical oleh badan regulasi. Contoh: kesalahan / penyimpangan dalam melaksanakan suatu tahap proses pembuatan, kesalahan dalam pemakaianbahan/material, kesalahan dalam penimbangan atau tercampur dengan bahan lain, hasil uji stabilitas diluar spesifikasi. b. Major Deviation Penyimpangan yang tidak termasuk kritikal, yang secara potensial dapat mempengaruhi kualitas, keamanan, efikasi atau pemenuhan persyaratan CPOB dari suatu produk obat atau alat kesehatan. Salah satu contoh major deviation adalah kesalahan dalam melaksanakan suatu protap misalnya protap sanitasi dan penyimpangan-penyimpangan yang tidak ditanggulangi secara sepihak tanpa mengikutsertakan atau memperoleh informasi tambahan dari depertemen lain seperti kesalahan pencetakan nomor bets, tanggal daluarsa, tapi produk belum diluluskan.
Universitas Indonesia
44 c. Minor Deviation Deviasi yang tidak termasuk kritikal atau major, yang secara potensial berdampak pada sistem GMP, utilities, peralatan, bahan, komponen, lingkungan atau dokumentasi, tetapi tidak mempengaruhi kualitas, keamanan atau efikasi dari produk obat atau alat kesehatan. Salah satu contoh minor deviation adalah batas penyimpanan maksimum produk terlampaui dan perekatan label tidak sempurna. Sedangkan menurut golongan, kegagalan atau penyimpangan dibagi menjadi dua yaitu: a. General Failure Semua penyimpangan yang terjadi di Site dan hal tersebut tidak berhubungan
secara
langsung dengan
suatu
produk
tertentu,
misalnya
penyimpangan pada persiapan produk, penyimpangan sistem pengolahan air dan sebagainya. b. Batch deviation Semua penyimpangan yang terjadi pada proses pembuatan atau pengemasan suatu produk, misalnya kegagalan salah satu tahapan proses, pengemasan dan sebagainya. Apabila terjadi kegagalan, tindakan yang pertama kali diambil adalah penghentian proses dan produk tersebut dikarantina. Kegagalan tersebut kemudian dilaporkan ke Manager bagian bersangkutan diteruskan ke Head of IQC yang akan memeriksa dan mengevaluasi serta mengambil keputusan tindakan yang harus dilakukan. Terhadap semua penyimpangan, baik besar maupun kecil, akan diambil langkah selanjutnya oleh IQC Department. Bila dianggap perlu, IQC Department akan mengundang departemen yang bersangkutan dan departemen lain yang terkait untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul. Hasil penilaian terhadap langkah yang telah atau yang akan dilakukan oleh departemen produksi, departemen IQC, atau departemen lainnya yang terkait akan dikirimkan kembali ke departemen yang bersangkutan. Apabila proses dapat dilanjutkan, maka departemen produksi harus segera mencatat tindakan yang diambil pada catatan pengolahan bets / catatan pengemasan bets dari produk yang bersangkutan. Apabila produk tersebut dapat diolah ulang, departemen produksi harus segera
Universitas Indonesia
45 membuat prosedur pengolahan ulang atau apabila produk tersebut harus dihancurkan maka harus disiapkan proses penghancuran terhadap produk tersebut. 4.1.1.10 Pengkajian/penilaian
tahunan
terhadap
produk
(Annual
Product
Review/APR) Setiap tahun Departemen Produksi memproduksi berbagai macam sediaan farmasi baik berupa sediaan padat maupun sediaan semipadat. Data mengenai produk yang dihasilkan selama satu tahun, termasuk peralatan yang digunakan, proses produksi, cara dan hasil pemeriksaan dikumpulkan untuk dievaluasi sehingga dapat disimpulkan atau dihasilkan suatu saran yang berguna untuk mempertahankan atau memperbaiki mutu produk. Isi dari APR adalah: a. Gambaran dari suatu produk yang dibuat ditest b. Parameter kritis dalam In Process Control (IPC) c. Evaluasi dari semua batch yang tidak memenuhi syarat beserta investigasinya. d. Keluhan (Product Technical Complaint) e. Penarikan produk f. Produk kembalian g. Tren analisis dari data pelulusan beserta analisa data secara statistik h. Tren analisis dari data stabilitas i. Perubahan yang terjadi dari proses produksi, pengemasan, pemeriksaan dan lainnya (seperti supplier, peralatan, dan lain-lain) j. Status validasi yang dilakukan (validasi proses dan pengemasan) k. Rekomendasi dari hasi audit BPOM dan regulatory issue l. Formula m. Pengumpulan parameter kritis pada proses produksi n. Pengumpulan parameter kritis dari produk yang diperiksa di laboratorium o. Seluruh data yang akan dirangkum menjadi satu dalam raw data APR, dibuat grafik tren analisa dan diolah secara statistik p. Evaluasi dari APR berupa kesimpulan q. Tindakan selajutnya yang direncanakan sebagai akibat dari evaluasi Universitas Indonesia
46 Penyiapan APR diselenggarakan pada semua produk. QA akan mempersiapkan APR setiap 4 bulan sekali (akhir bulan April, Agustus, dan Desember) dengan membuat memo kepada departemen yang berkaitan. Tim kerja dari Production Department yaitu Procesing Supervisor dan Packaging Supervisor serta QC dan QA Manager bersama dengan Head of IQC bertanggung jawab untuk menyiapkan APR dalam bentuk tes kimia fisika dan bioanalisis. Tindakan-tindakan selanjutnya yang direncanakan sebagai hasil evaluasi dapat berupa peningkatan proses produksi, perbaikan formulasi, perbaikan metode pemeriksaan, review spesifikasi semi finished/finished product, revalidasi, atau penarikan obat jadi. Laporan annual product review kemudian diperiksa dan ditandatangani oleh Quality Assurance Manager, Production Manager, dan disetujui oleh Head of IQC dan diketahui oleh Head of IA Division. Proses review dari APR harus selesai dalam waktu 60 hari dari waktu akhir tahun penilaian, sedangkan semua proses harus selesai dalam waktu 90 hari dari waktu akhir tahun penilaian. 4.1.1.11 Penanganan Obat Kembalian Obat kembalian adalah obat jadi yang kembali setelah diserahterimakan dari PT Aventis Pharma ke pihak ketiga (distributor, ekspedisi) dan dikembalikan ke gudang PT Aventis Pharma dengan alasan : a. Masalah keabsahan maupun salah kirim b. Penarikan produk dan atau pack size dari pasaran c. Kerusakan obat atau pengemasnya (setelah keluar dari gudang PT Aventis Pharma selama pengiriman/ penyimpanan d. Kelainan dari segi kualitas (baik kualitas obat maupun kualitas bahan pengemas). Sedangkan obat yang sudah kadaluarsa di distributor dan dikembalikan ke PT Aventis Pharma tidak termasuk ke dalam penggolongan obat kembalian karena pada prinsipnya PT Aventis Pharma tidak menerima pengembalian obat yang sudah kadaluarsa. Obat kembalian dapat berasal dari : a. Gudang yang diawasi oleh PT Aventis Pharma Universitas Indonesia
47 b. Gudang distributor yang diawasi oleh PT Aventis Pharma c. Gudang distributor yang tidak diawasi oleh PT Aventis Pharma termasuk lembaga lain : rumah sakit, apotek dll. Penerimaan obat kembalian dapat diberikan langsung ke IQC departemen jika dalam jumlah kecil (sampai satu master box). Jika dalam jumlah besar maka produk untuk sementara dapat dititipkan di gudang Aventis Pharma. 4.1.1.12 Penanganan Keluhan Keamanan obat yang dikonsumsi masyarakat merupakan tanggung jawab setiap perusahaan farmasi. Keamanan obat erat kaitannya dengan masalah efek samping obat dan masalah kualitas obat. Oleh karena itu, keluhan yang menyangkut efek samping obat maupun keluhan kualitas obat harus diselidiki dan dievaluasi serta diambil tindak lanjut yang sesuai guna mencari penyelesaian yang sebaik mungkin. Keluhan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: a. Keluhan yang menyangkut Efek Samping Obat (ESO) b. Keluhan yang menyangkut Keuhan Teknis Kualitas Obat (KTKO). Untuk keluhan yang berhubungan dengan medis maka pelaporan ditujukan ke Medical and Regulatory Division sedangkan yang menyangkut pharmaceutical atau KTKO akan ditujukan ke IQC Department. Keluhan digolongkan menjadi: a. Kelas I Kerusakan pada produk yang dapat mengancam jiwa atau mengakibatkan resiko besar terhadap kesehatan. Misalnya kesalahan penempelan label dan tercampurnya satu produk dalam satu pengemas. b. Kelas II Kerusakan pada produk yang dapat menyebabkan sakit pada pasien dan menyebabkan kegagalan proses penyembuhannya. Misalnya kesalahan informasi pada leaflet, kontaminasi kimia maupun fisik. c. Kelas III Kerusakan pada produk yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan yang tidak major, hanya menimbulkan gangguan kesehatan minor pada pasien
Universitas Indonesia
48 dalam hal penggunaan produk. Misalnya tidak rapatnya bahan pengemas, kesalahan penulisan expired date. d. Kelas IV Kerusakan pada produk yang tidak mengancam jiwa manusia namun hanya menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien ketika menggunakan produk tersebut sehingga menyebabkan rusaknya nama baik perusahaan. Misalnya tablet pecah atau retak, hilangnya blister dalam folding box. Hasil penyelidikan mengenai asal keluhan, jenis keluhan, dan tindak lanjut dilaporkan ke Head of IQC atau Medical and Regulatory Division. Tindak lanjut yang dilakukan dapat berupa penggantian produk atau penarikan produk (recall). Penarikan obat jadi dapat dilakukan karena keinginan produsen (misalnya karena stabilitas obat tidak baik atau mau mengganti bahan pengemas) atau keinginan Badan POM. Produk kembalian yang ditarik akan disimpan di gudang. Penanganan selanjutnya dapat dihancurkan, dijadikan stok kembali (misalnya jika produk masih baik dan sudah diperiksa di QC), atau diolah kembali. 4.1.13 Penarikan Kembali Obat Jadi Penarikan kembali obat jadi biasanya disebabkan oleh : a. Adanya permasalahan kualitas, keamanan dan efikasi dari produk sanofi, misalnya terjadi deviasi, keluhan teknis kualitas obat, keluhan terkait reaksi obat yang tidak diinginkan, dll. b. Penyesuaian dengan kebijakan administratif dari pihak berwenang (pemerintah, Badan POM, dll). Penarikan kembali obat jadi harus dilakukan segera setelah evaluasi laporan dan bila perlu hasil pemeriksaan contoh per tinggal di Laboratorium Pengawasan Mutu selesai dilakukan. Selain cepat, penarikan obat jadi harus tuntas dalam arti semua obat yang telah terlanjur beredar di tingkat distributor, sub distributor maupun pengecer (Toko Obat, Apotek) dan dari pemakai langsung (Rumah Sakit, Dokter dsb) diusahakan untuk dapat ditarik kembali. Prosedur penarikan kembali obat jadi juga berlaku untuk vaksin, alat kesehatan, sampel medis, dan produk investigasional. Untuk produk toll-in, prosedur penarikan kembali obat jadi dilakukan berdasarkan quality agreement. Universitas Indonesia
49 Penarikan kembali obat jadi (recall) diawali dengan peringatan pendahuluan yang berasal dari pihak internal atau eksternal (dapat berupa keluhan, deviasi, OOS, temuan audit dll). Apabila peringatan yang diterima memiliki potensi untuk dilakukannya penarikan kembali obat jadi, maka IQC departemen akan membentuk Alert Team bersama departemen lain yang terkait sesuai dengan jenis peringatan yang diterima, yaitu Quality Alert Team, Product Alert Team, dan atau Safety Alert Team. Distributor utama dan distributor regional diperintahkan untuk memberikan informasi dalam waktu kurang dari 3 (tiga) jam kepada PL & MSC departemen PT. Aventis Pharma mengenai jumlah obat yang diterima dari PT. Aventis Pharma, persediaan yang belum terjual/ tersisa, jumalh yang terjual, dan tujuan produk yang telah terjual. 4.1.1.14 Pengendalian terhadap perubahan (change control) Perubahan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang terjadi pada proses pembuatan atau pemeriksaan produk yang telah diproduksi,dapat meliputi tata cara pembuatan obat termasuk bahan bakunya, control test, protap, perubahan terhadap sistem pendukung seperti mesin, ruang, tata udara, dan sebagainya, serta mencakup juga bila terjadi perubahan supplier baik untuk bahan baku maupun bahan pengemas. Sasaran dari pengendalian terhadap perubahan ini adalah untuk menjamin bahwa perubahan yang dilakukan terhadap proses produksi, jenis bahan baku yang digunakan, termasuk sistem pendukung (alat, ruangan, mesin-mesin, prosedur pemeriksaan, cara penyimpanan), maupun perubahan protap yang mendukung proses secara keseluruhan tidak akan menimbulkan dampak negatif terhadap mutu produk yang dihasilkan maupun terhadap kondisi HSE. Pengendalian
terhadap
perubahan
menguraikan
persiapan
dan
pelaksanaan dari suatu perubahan yang berkaitan dengan segala aspek pengolahan, pengemasan, pemeriksaan, penyimpanan atau distribusi yang mempengaruhi mutu produk, GMP/CPOB termasuk kualifikasi/ validasi, HSE dan regulatori. Perubahan yang dimaksud juga meliputi bahan/ raw material (perubahan supplier, proses, spesifikasi dan lain – lain), proses, formula, spesifikasi dan test method dari komponen, bulk dan finished goods, primary packaging, penyimpanan dan pelabelan, alat kesehatan, peralatan, instrument, Universitas Indonesia
50 produk baru, utilitas dan fasilitas yang digunakan untuk mendukung dokumen GMP/ CPOB. Perubahan didokumentasikan dengan sistem manajemen perubahan (GIMC) yang merupakan suatu sistem komputerisasi yang akan digunakan untuk mengatur pembuatan perubahan. Sistem ini mengatur alur perubahan mulai dari pengajuan, evaluasi, hingga persetujuan perubahan. Rancangan perubahan dibuat oleh departemen yang bersangkutan yang akan mengadakan perubahan dan diinformasikan kepada IQC Department. IQC Department bersama-sama dengan departemen terkait akan merencanakan dan memutuskan tindakan apa yang harus dilakukan dalam menanggapi perubahan tersebut. 4.1.1.15 Penanganan obat di distributor Mutu produk obat jadi sangat dipengaruhi antara lain oleh cara penanganan mulai dari penerimaan, penyimpanan, dan penyerahan produk kepada konsumen. Penanganan obat di distributor meliputi masalah: a. Penerimaan obat jadi (disertai delivery note resmi) b. Penyimpanan obat jadi (harus sesuai kondisi yang dipersyaratkan) c. Pengiriman obat jadi (harus sesuai kondisi yang dipersyaratkan) d. Penanganan keluhan e. Penanganan bahan obat yang pecah atau tumpah f. Obat kembalian dan penarikan kembali obat jadi g. Penanganan Taxotere (penerimaan, pengiriman, dan penyimpanan) h. Pelatihan Audit pada distributor yang dilakukan secara berkala setiap 2 tahun sekali, kecuali jika dianggap segera perlu untuk dilakukan. Audit tersebut meliputi tata cara penerimaan, penyimpanan, dan pengiriman. 4.1.16
Penanganan transfer proses pengolahan dan atau pengemasan Transfer proses produksi adalah suatu jenis proses alih teknologi dan
pembuatan dan atau pengemasan produk dari suatu pabrik ke pabrik lainnya. Transfer proses pengolahan dan pengemasan tersebut meliputi:
Universitas Indonesia
51 a. Golongan 1 Produk-produk Aventis Pharma yang sudah atau akan diproduksi dan telah dipasarkan, ditetapkan suatu produk Aventis Pharma sebagai produk induknya (mother plant). b. Golongan 2 Produk-produk Aventis Pharma yang ada saat ini diproduksi di beberapa negara/region, tetapi tidak mempunyai pabrik induk. Seperti Avil, Sofradex yang dilakukan antara Aventis Pharma ke Aventis Pharma lain, dari Aventis Pharma ke toll manufacturing Aventis Pharma, kontraktor ke kontraktor lain. c. Golongan 3 Produk yang hanya diproduksi atau dipasarkan oleh 1 pabrik Aventis Pharma di suatu negara/region. Transfer produk golongan 3 dikoordinasikan oleh regional manufacturing/ regional Quality Operations dan dilakukan antara Aventis Pharma ke Aventis Pharma, dari Aventis Pharma ke toll manufacturing Aventis Pharma, kontraktor ke kontraktor lain. 4.1.2
Quality Control Unit Quality Control Unit dikepalai oleh seorang Quality Control Supervisor.
Unit ini bertanggung jawab kepada Head of IQC. QC Supervisor bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dan pengendalian dalam kegiatan pengambilan contoh; pemeriksaan contoh bahan baku, bahan pengemas, produk ruahan, dan produk jadi; memberikan pelatihan yang berhubungan dengan QC; menyusun, merevisi, serta memuktahirkan protap di QC; memeriksa dan memastikan kebersihan ruangan dan peralatan yang digunakan; serta melakukan uji stabilitas. Untuk melaksanakan pemeriksaan, QC membuat prosedur analisis yang disebut test method. Test method untuk bahan baku berasal dari Farmakope Indonesia, Farmakope Eropa, USP, Farmakope Perancis dan prosedur dari mother site. Test method ditangani sama dengan prosedur tetap (protap) dan dibuat dalam Bahasa Indonesia agar mudah dalam pengendalian, pengawasan, serta memudahkan penelusuran apabila terjadi kesalahan. Prosedur pemeriksaan yang digunakan harus sudah divalidasi. Untuk prosedur dari farmakope tidak perlu divalidasi, hanya perlu diverifikasi yaitu kesiapan penggunaan prosedur analisis tersebut Universitas Indonesia
52 sesuai dengan yang dipersyaratkan. Untuk prosedur yang berasal dari mother site walaupun sudah divalidasi tetapi perlu dilakukan validasi kembali. Dalam pelaksanaan tugasnya, QC Unit dibagi dalam 4 bagian, yaitu, Chemical and Physical Control (bahan baku, produk ruahan, produk jadi), Packaging
Material
and
Other
Material
Control
and
Calibration,
Microbiological Control dan Stability Study 4.1.2.1 Chemical and physical control (Pengawasan secara kimia dan fisika) Bagian ini bertugas untuk melakukan pemeriksaan bahan baku, produk ruahan, produk jadi secara kimia dan fisika sesuai dengan spesifikasinya. a. Bahan baku (raw material) Bahan baku adalah semua bahan, baik yang berkhasiat maupun tidak, yang berubah maupun tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat walaupun tidak semua bahan tersebut masih terdapat di dalam produk ruahan. Setiap bahan baku yang datang harus selalu disertai dengan sertifikat analisisnya. Sertifikat analisis tersebut penting karena dipakai sebagai acuan pada pemeriksaan bahan tersebut. Bahan baku yang baru datang akan diperiksa sesuai dengan spesifikasi. Setelah itu dibuat slip penerimaan barang (Good Receipt Slip / GRS) oleh bagian gudang. Bahan baku tersebut akan masuk ke gudang dengan status quarantine. Gudang akan mengirimkan GRS ke bagian QC. Berdasarkan GRS yang diterima, QC melakukan pengambilan contoh (sampling) terhadap bahan tersebut. Pengambilan contoh untuk semua bahan aktif dan bahan penolong harus disertai dengan lembar permintaan material (Material Request Form). Pengambilan contoh bahan baku secara benar merupakan faktor/ langkah penting karena hanya dari contoh yang terjamin kebenarannya, informasi/ data pemeriksaan bahan baku dapat dipertanggungjawabkan. Pengambilan contoh dilakukan di bawah Laminar Air Flow (LAF) di ruang sampling yang berada di gudang pada suhu tidak lebih dari 25 oC, perbedaan tekanan diatas 7,5 Pa dan kelembaban 30 - 60%. Wadah untuk contoh harus dilengkapi dengan data-data mengenai contoh yang diambil yang meliputi kode barang, nomor bets, tanggal kadaluarsa, dan tanggal pengambilan contoh. Wadah bahan baku yang telah diambil contohnya harus disegel kembali secara khusus dan diberi label kuning Universitas Indonesia
53 SAMPLE TAKEN. Setelah proses sampling selesai, semua alat-alat yang telah digunakan untuk sampling dibungkus dengan plastik dan tempelkan label kotor/merah pada alat yang sudah digunakan untuk memberitahu agar dibersihkan. Hasil pemeriksaan fisika, kimia, maupun mikrobiologi bahan-bahan ditulis dalam suatu Catatan Hasil Pemeriksaan (CHP) dan kemudian dibuatkan formulir rangkap tiga TT755 yang menyatakan bahwa bahan baku yang diterima telah diluluskan (released) atau ditolak (rejected). CHP, formulir TT755, dan label RELEASED atau REJECTED diserahkan ke QC untuk diperiksa dan disahkan. Setelah diperiksa dan disahkan oleh QC Supervisor, formulir tersebut didistribusikan ke QC, Warehouse, Factory, Plant Logistic Department. Sedangkan label RELEASED atau REJECTED diserahkan ke analis untuk ditempelkan pada wadah bahan baku yang telah diperiksa/diambil contohnya. Label RELEASED (warna hijau) ditempelkan menutupi label QUARANTINE pada wadah bahan baku yang diluluskan dan jika bahan baku tidak memenuhi persyaratan maka ditempel label REJECTED (warna merah) beserta label yang menyatakan penanganan selanjutnya. Bahan baku yang ditolak (rejected) akan ditempatkan pada area rejected yang ada di gudang. Label RELEASED, SAMPLE TAKEN, QUARANTINE, dan REJECTED dapat dilihat pada Lampiran 5. Sebagian contoh bahan baku yang sudah dinyatakan lulus disimpan sebagai contoh pertinggal (retained sample) sebanyak yang diperlukan untuk pemeriksaan satu kali dan tiga kali pengulangan. Bahan baku yang tidak mencantumkan masa daluarsa dan masa simpannya tidak tertera di CA harus diperiksa ulang (retest) setiap 6 bulan atau 2 tahun sekali. Untuk bahan baku yang mencantumkan waktu uji ulang/masa simpan pada CA, pengujian ulang dilakukan sesuai waktu uji ulang tersebut dan untuk bahan baku yang mempunyai masa daluarsa tercantum pada CA tidak dilakukan uji ulang karena masa pakainya sesuai dengan masa daluarsa tersebut. Pengujian kembali dilakukan terhadap semua produk yang tidak mempunyai waktu daluarsa untuk semua bahan-bahan yang telah jatuh tempo tanggal uji ulangnya yang tersimpan di gudang. Pengambilan contoh untuk pengujian kembali dilakukan sesuai dengan yang direkomendasikan pada “Daftar Daluarsa Bahan dan Obat Jadi” yang diterbitkan Universitas Indonesia
54 oleh QA setiap bulannya. Ketentuan yang harus diperhatikan dalam pengujian ulang yaitu: 1) Untuk bahan baku tanpa waktu daluwarsa dengan retest tiap 2 tahun sekali mempunyai masa pakai 8 tahun dengan kata lain pengujian kembali hanya dapat dilakukan maksimum 3 kali. 2) Untuk bahan baku tanpa waktu daluwarsa dengan retest tiap 6 bulan sekali mempunyai masa pakai 2 tahun dengan kata lain pengujian kembali hanya dapat dilakukan maksimum 3 kali. Pemeriksaan penuh (Full Analysis) diberlakukan untuk seluruh bahan baku yang akan diuji ulang baik yang berasal dari Mother Company maupun dari pemasok luar. Pada Form TT755 harus diberi catatan mengenai beberapa kali bahan baku tersebut telah diuji ulang sebagai informasi kepada bagian gudang – Plant Logistic. Jika dari hasil pengujian ulang tersebut dinyatakan lulus, maka dibuatkan sertifikat analisisnya dan bahan boleh digunakan untuk produksi. Jika tidak lulus maka bahan tersebut harus dimusnahkan. Alur pemeriksaan bahan baku dapat dilihat pada Lampiran 6. b. Produk ruahan (semi finished goods) Produk ruahan adalah produk yang telah selesai diolah dan siap untuk dikemas. Terdapat 2 jenis produk ruahan di PT Aventis Pharma, yaitu produk ruahan hasil produksi PT Aventis Pharma sendiri dan produk ruahan impor. Pengambilan contoh dilakukan pada saat pembuatan berlangsung yaitu pada awal, tengah, dan akhir proses (oleh bagian produksi). Untuk semi finished goods impor, pengambilan contoh dilakukan di ruang sampling QC yang terdapat di gudang oleh petugas QC. Cara pengambilan contoh (sampling) sama dengan yang dilakukan pada bahan baku. Produk ruahan harus segera diperiksa sesuai dengan spesifikasi masing-masing produk yang telah ditetapkan dan hasilnya dicatat dalam CHP. Jika dalam pemeriksaan ditemukan hasil yang menyimpang dari spesifikasi, maka dilakukan penyelidikan terhadap hasil di luar spesifikasi (Out of Spesification/OOS). Pada produk setengah jadi impor yang belum dikemas dalam kemasan primer dilakukan pemeriksaan sesuai dengan spesifikasi dan prosedur pemeriksaannya. Semua hasil pemeriksaan dicatat dalam CHP. Universitas Indonesia
55 c. Produk jadi (finished goods) Produk jadi adalah produk yang telah melewati seluruh tahapan produksi, termasuk pengemasan, dan telah siap untuk didistribusikan. Terdapat dua macam produk jadi di PT Aventis Pharma yaitu produk jadi hasil produksi sendiri (lokal) dan produk jadi impor. Untuk produk jadi lokal, pengambilan contoh dilakukan pada proses pengemasan yaitu pada awal, tengah, dan akhir proses pengemasan. Terhadap produk jadi dilakukan pemeriksaan: 1) Tanggal penerimaan 2) Nomor batch lengkap 3) Jumlah contoh pertinggal 4) Waktu kadaluarsa 5) Informasi tentang produk, semi finished good, bahan pengemas 6) Kelengkapan kemasan (jumlah isi, cetakan, kode bets, dan tanggal kadaluarsa). Hasil pemeriksaan dicatat dalam CHP. Untuk obat jadi impor dilakukan pemeriksaan kelengkapan pengemas yang digunakan beserta sertifikat analisa (CoA) yang menyertainya. Penerbitan label released/rejected atau label penandaan lainnya untuk obat jadi impor harus diparaf oleh QC Supervisor. 4.1.2.2 Packaging Material and Other Material Control and Calibration Tugas dari bagian ini adalah mengambil contoh dan memeriksa bahan pengemas serta barang lain sesuai dengan spesifikasi dan prosedur yang telah ditetapkan. Barang lain yang diperiksa adalah bahan-bahan pelengkap yang tidak terlibat langsung dalam proses produksi obat, seperti masker, sarung tangan, dan sebagainya. Bahan pengemas digolongkan dalam 2 jenis, berdasarkan kontak atau tidaknya dengan produk, yaitu: a. Bahan pengemas primer (Primary Packaging Materials), yaitu bahan pengemas yang berhubungan langsung dengan produk seperti PVC-foil untuk blister, alufoil untuk blister, cold forming foil, botol, dan tube aluminium.
Universitas Indonesia
56 b. Bahan pengemas sekunder (Secondary Packaging Materials), yaitu bahan pengemas yang tidak bersentuhan langsung dengan produknya, seperti folding box, packing insert, label, dan lain-lain. Sebelum bahan dipesan, film untuk bahan pengemas tercetak disiapkan berdasarkan artwork yang disetujui. Setelah bahan pengemas dipesan, bagian ini akan melakukan sampling terhadap bahan pengemas yang datang. Pada waktu pengambilan contoh kemasan primer, dilakukan di ruang sampling di bawah LAF. Untuk kemasan sekunder pemeriksaannya dapat langsung dilakukan di gudang. Pengambilan contoh (sampling) kemasan dilakukan secara random sesuai dengan prosedur yang berlaku. Pemeriksaan packaging material meliputi pemeriksaan terhadap primary packaging material, packing insert, dan folding box. Hasil pemeriksaan dicatat di CHP dan proses selanjutnya sama dengan proses terhadap bahan baku. Sejumlah contoh bahan pengemas primer yang telah lulus disimpan sebagai contoh pertinggal sesuai dengan ketentuan lengkap dengan identitasnya. 4.1.2.3 Microbiological control Microbiological
control
bertanggung
jawab
dalam
mendukung
pengawasan mutu dalam hal mikrobiologi seperti permeriksaan mikrobiologi bahan baku, produk ruahan, dan produk jadi; pemeriksaan cemaran partikel dan mikroba di ruang produksi dan laboratorium mikrobiologi; serta pemeriksaan mutu air. Kegiatan yang dilakukan oleh bagian ini, antara lain: a. Pemeriksaan mikrobiologi bahan baku, produk ruahan, dan produk jadi Pemeriksaan bahan baku disini meliputi bahan baku yang berasal dari nabati (tepung jagung, sukrosa) serta bahan baku yang berasal dari hewani (gelatin). Bahan baku yang harus diuji mikrobiologinya, yaitu sugar crystal, maize starch, lactose, gummi arabicum, avicel pH 102, Mg stearat, glucose anhydrous, gelatine, talcum, starch syrup, pregelatinized starch, carestar snowflake, kollidon. Uji batas cemaran mikroba dilakukan terhadap produkproduk non steril, termasuk bahan baku, bahan pengemas, produk ruahan, dan produk jadi yang tidak mensyaratkan steril. Produk-produk tersebut harus bebas dari beberapa jenis mikroba seperti Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Salmonella sp., dan E. coli atau mikroba lain sesuai spesifikasi. Universitas Indonesia
57
b. Pemeriksaan cemaran partikel dan mikroba di ruang produksi dan laboratorium mikrobiologi Ruang produksi yang ada di PT Aventis Pharma adalah ruang produksi non steril. Ruang produksi ini diklasifikasikan menjadi ruang kelas 3, kelas 2, dan kelas 1. Setiap ruang memiliki persyaratan yang berbeda dalam hal jumlah partikel dan jumlah mikrobanya, seperti dapat dilihat pada Tabel 1. Pemeriksaan harus segera dilakukan jika terjadi hal-hal yang dapat menyebabkan kondisi ruangan berubah, misalnya perbaikan Air Handling Unit (AHU), perbaikan atau penggantian HEPA filter, dan lain-lain. Pemeriksaan cemaran yang dilakukan antara lain: 1) Pemeriksaan cemaran partikel Pemeriksaan cemaran partikel di udara dilakukan dengan menggunakan alat penghitung partikel yaitu particle counter HIAC-ROYCO 245A. Pemeriksaan tersebut dilakukan terhadap: a) Ruangan LAF dan ruangan-ruangan produksi b) HEPA filter 2) Pemeriksaan cemaran mikroba di udara Pemeriksaan cemaran mikroba di udara dilakukan secara: a) Passive settle plate (sedimentasi), dengan menggunakan lempeng agar yang dibiarkan 4 jam di ruangan. Tujuannya adalah untuk memonitor mikroba yang jatuh bebas dan mengendap di lantai. Media yang digunakan adalah TSA (Tryptone Soya Agar). Jumlah mikroba yang muncul merupakan indikasi kebersihan suatu ruangan. b) Active air sample dengan menggunakan alat MAS-100. MAS-100 digunakan untuk memantau jumlah mikroba yang ada di udara (per m3 udara) dengan cara menghisap sejumlah udara tertentu dan dihembuskan ke permukaan media padat (TSA) pada cawan petri yang diletakkan dalam alat MAS. Penggunaan alat MAS di kawasan kelas 3 adalah selama 2 menit untuk 200 ml udara. 3) Pemeriksaan cemaran mikroba di permukaan
Universitas Indonesia
58 Pemeriksaan cemaran mikroba di permukaan dilakukan secara apus (swab) dan atau secara tempel contact plate menggunakan swab test atau RODAC test. Pemeriksaan ini dilakukan pada permukaan lantai, meja, dinding, alat kerja, dan lain-lain. Hasil pemantauan jumlah mikroba dan partikel di ruangan produksi dicatat di lembar pemantauan bakteri dan partikel di udara area produksi; hasil pemantauan ruang mikrobiologi dicatat pada lembar pemantauan bakteri dan partikel di udara laboratorium mikrobiologi. Sedangkan hasil pemeriksaan masing-masing HEPA-filter dicatat pada lembar LAF vertikal ruang pengemasan, LAF horizontal laboratorium mikrobiologi, LAF untuk sampling. Hasil pemeriksaan yang sudah disahkan oleh Head of IQC disirkulasikan ke QA, TSD, dan departemen produksi sebagai informasi. Lembar hasil pemeriksaan tersebut kemudian disimpan sebagai arsip di laboratorium mikrobiologi. c. Pemeriksaan terhadap mutu air Dalam proses pembuatan obat, air merupakan salah satu bahan yang selalu digunakan dalam proses pengolahan, baik sebagai salah satu komponen produk maupun sebagai pencuci. Oleh sebab itu, air tersebut harus memenuhi syarat yang telah ditetapkan, antara lain standar terhadap kadar kimia, cemaran partikel dan mikroba. Pemeriksaan mutu air dilakukan terhadap semua jenis air yang digunakan meliputi air sumur, PAM, potable water, purified water, dan purified water yang berasal dari MiliQ-plus. Pemeriksaan ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa air yang digunakan untuk proses pembuatan dan analisis obat sesuai dengan standar yang ditetapkan. Persyaratan pada masing-masing jenis air dapat dilihat pada Lampiran 7 dan Tabel 2. Jadwal pemeriksaan contoh air adalah: 1) Air PAM dilakukan sebulan sekali 2) Pemeriksaan air sumur dilakukan 6 bulan sekali 3) Pemeriksaan potable water seminggu sekali terhadap total cemaran mikrobanya dan sebulan sekali diperiksa secara kimia, total cemaran koliform, dan koliform tinja 4) Pemeriksaan terhadap purified water dilakukan setiap minggu secara kimia dan total cemaran mikroba
Universitas Indonesia
59 Bila hasil pemeriksaan potable water, purified water melebihi alert dan action limit yang telah ditentukan, maka tindakan selanjutnya adalah menerbitkan OOS dan FIR, dengan melakukan evaluasi secara sistematis dan menyelidiki dimana, kapan, dan apa penyebab penyimpangan tersebut. 4.1.2.4 Stability Study Tujuan dilakukannya pemeriksaan stabilitas adalah untuk: a. Mengetahui perubahan dan penguraian bahan aktif sehingga dapat digunakan untuk menentukan batas waktu kadaluarsa atau batas waktu penyimpanannya. b. Memastikan bahwa produk yang dipasarkan stabil sampai tanggal daluarsa yang tercantum pada label. c. Memenuhi persyaratan registrasi obat jadi. d. Menentukan jenis kemasan yang tepat pada kondisi penyimpanan. e. Mengetahui apakah cara pembuatan dari setiap bets sama. Menurut Global Standar Aventis, dikenal 5 jenis pemeriksaan stabilitas, yaitu: 1) Tipe 0 : Bets preformulasi Tipe 0 adalah bets untuk merancang formulasi produk baru. Stability study ini dilakukan untuk memutuskan komposisi akhir dari formula tersebut. Sampel disimpan dalam kondisi dipercepat (accelerated testing condition) selama 3 bulan. 2) Tipe I: Bets skala laboratorium Pemeriksaan awal terhadap stabilitas dari bahan aktif dan produk atau campuran dari excipient dan bahan aktif. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada kondisi dipercepat (accelerated testing condition) atau under stress. 3) Tipe II: Bets skala pilot Penyelidikan lanjutan atas stabilitas bahan aktif atau obat jadi setelah dilakukan scale up Production. 4) Tipe III: Bets komersial Pemeriksaan stabilitas dari bahan aktif atau obat jadi yang akan dipasarkan untuk mendapatkan atau mencari waktu daluarsanya. Universitas Indonesia
60 5) Tipe IV: Post marketing studies Untuk pemeriksaan stabilitas rutin terhadap produk yang telah dipasarkan. Pemeriksaan dilakukan satu bets per tahun mulai dari 0 bulan kemudian setiap tahun hingga waktu kadaluarsa tercapai. 6) Tipe V: Follow up stability testing Yang dilakukan terhadap bahan aktif atau produk yang mengalami beberapa perubahan, misalnya perubahan bahan baku, perubahan proses, dan sebagainya. 7) Tipe khusus : Studi yang tidak termasuk dalam kategori di atas. Pada umumnya pemeriksaan stabilitas tipe 0, I, II, dan III dilakukan oleh mother plant, sedangkan tipe IV dan V dilakukan oleh Jakarta Site. Perubahan yang dimaksud pada uji stabilitas tipe V ada dua jenis yaitu minor changes dan major changes. Perubahan kecil (minor changes) merupakan perubahan yang tidak memberikan dampak berarti pada kestabilan obat, contohnya perubahan kecil pada sintesa bahan aktif, perubahan jumlah bahan pembantu sesuai dengan kisaran tertentu yang telah dipersyaratkan, perubahan pemasok bahan pembantu, dan lain sebagainya. Perubahan besar (major changes) merupakan perubahan yang secara potensial dapat memberikan dampak terhadap kestabilan obat, contohnya setiap perubahan baik kualitatif maupun kuantatif dari setiap bahan pembantu yang sedikit mengubah sifat obat, perubahan pemasok bahan aktif, dan lain sebagainya. Pembagian iklim, tipe pemeriksaan, kondisi penyimpanan dan waktu pemeriksaan pada uji stabilitas dapat dilihat pada Lampiran 8. Parameter pemeriksaan stabilitas yang dilakukan meliputi pemeriksaan wadah seperti keadaan botol, keutuhan segel, kondisi label, dan lain-lain; dan pemeriksaan sifat fisik dan kimia yang meliputi pemerian, berat rata-rata obat, waktu hancur, kekerasan, kadar air, keseragaman kadar, kemurnian, pH, dan lain-lain. 4.2
Production Department (Prosedur Tetap Production, 2010) Secara umum, Production Department dibagi menjadi dua unit yaitu
Processing dan Packaging.
Universitas Indonesia
61 4.2.1
Processing Kegiatan di bagian Processing secara umum dibagi menjadi dua yaitu
pengolahan untuk produk solid (tablet polos dan tablet salut selaput) dan pengolahan untuk produk semi solid (cream, ointment, suppositoria, dan ovule). Kegiatan ini berlangsung di kawasan kelas 3. Karyawan di kawasan kelas 3 memakai pakaian biru muda, penutup kepala putih, dan sepatu putih dan biru muda. Bangunan di bagian produksi PT Aventis Pharma Indonesia memiliki rancang bangun yang memudahkan pelaksanaan kerja, pembersihan, dan pemeliharaan, serta dilengkapi sarana kerja yang memadai sehingga dapat menghindari terjadinya kesalahan dan pencemaran silang yang mempengaruhi mutu obat, keselamatan, dan kesehatan kerja karyawan. Bangunan juga didesain untuk melindungi kegiatan maupun produk dari pengaruh cuaca, banjir, dan rembesan air tanah. PT Aventis Pharma Indonesia mengacu pada standar GMP tertinggi dari Amerika, Jepang, dan Eropa yang terdapat dalam standar GMP dari Aventis Pharma induk (Mother Company) yang dikenal sebagai Aventis Global Guidelines. Standar ini secara berkala selalu diperbaharui dan ditingkatkan dalam rangka meningkatkan kualitas proses dan produk yang dihasilkan oleh PT Aventis Pharma Indonesia. Bangunan PT Aventis Pharma Indonesia di ruang produksi, sebagian gudang, dan QC memiliki konstruksi sebagai berikut: a. Dinding: Hebel, yaitu batu bata putih ringan, anti api, diplester dengan campuran pasir dan semen dan cat dinding epoksi. b. Flavon/langit-langit: Eterpan board (anti api) dan cat acrylic paint. c. Lantai: beton bertulang dan cat epoksi mortar (anti gores, anti bakteri). Pada area kelas 3 dilapisi dengan cat epoksi sedangkan pada area kelas 2 dilapisi dengan cat acrylic paint. Lantai epoksi bangunan merupakan lantai kedap air yang digunakan untuk mencegah rembesan air tanah. Lantai tersebut harus dijaga supaya tidak tergores dan rusak karena dapat mengurangi
fungsinya
dan
dapat
menjadi
tempat
akumulasi
debu/partikel. Upaya yang dilakukan untuk menghindari kerusakan pada lantai antara lain dengan penggunaan sepatu khusus yang beralaskan karet. Bentuk-bentuk sudut pada dinding, langit-langit, maupun lantai sebaiknya dihilangkan dengan mengganti bentuk lengkungan yang Universitas Indonesia
62 mencegah terjadinya akumulasi debu/partikel sehingga memudahkan pembersihan. Ruangan produksi dibagi menjadi 2 lantai yaitu: a. First floor digunakan untuk kegiatan-kegiatan sosial (social activites) yaitu loker sebagai ruangan untuk ganti pakaian dan sepatu sebagai persiapan sebelum masuk ke area kelas 3 dan kelas 2. b. Ground floor digunakan sebagai area untuk Processing maupun Packaging. Persyaratan di ruang produksi meliputi kebersihan ruangan (jumlah partikel dan cemaran mikroba), suhu, RH, intensitas cahaya, serta perbedaan tekanan udara. Sebelum dipakai untuk kegiatan produksi ruangan harus bersih. Setiap ruangan yang telah dibersihkan diberi label “BERSIH” berwarna hijau, dan jika ruangan telah digunakan dipasang label “UNTUK DIBERSIHKAN” yang berwarna merah. Ruangan tersebut maksimal harus sudah dibersihkan dalam waktu 1 minggu, tetapi biasanya setelah digunakan ruangan segera dibersihkan. Pembersihan ruangan dilakukan oleh cleaner, akan tetapi pembersihan alat, mesin, dan utilitasnya dibersihkan oleh operator yang menggunakannya, untuk kemudian kode bersih itu ditandatangani oleh yang membersihkan dan disetujui bersih oleh foreman atau supervisor di bidang masing-masing (solid dan semisolid). Masa berlaku kode bersih berlaku adalah 1 bulan. Jika waktu tersebut terlampaui, maka alat,mesin, dan utilitasnya perlu dibersihkan kembali. Setiap kegiatan yang berkaitan dengan produksi baik itu Processing maupun Packaging harus selalu mengikuti pedoman yang disebut PPI (Prosedur Pengolahan / Pengemasan Induk) yang selalu diperbaharui secara berkala untuk disesuaikan dengan standar GMP, disesuaikan dengan alat yang dipunyai (jika ada alat baru), dan untuk menjaga keseragaman serta kualitas produk yang dihasilkan dari waktu ke waktu. Prosedur Pengolahan Induk berisi cara pembuatan atau pengolahan obat tahap demi tahap. PPI disusun oleh Supervisor perbagian (solid, semisolid, dan packaging) yang diperiksa oleh Production Manager dan QA Supervisor serta disetujui oleh Head of IQC. Selain PPI, ada juga pedoman yang disebut Protap yang juga harus dilaksanakan oleh pihak yang bersangkutan. Kedua pedoman ini Universitas Indonesia
63 harus dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dipahami dan dilaksanakan oleh karyawan di bagian produksi. Sebelum digunakan, ruangan di Processing harus selalu dicek agar RH < 60%, temperatur < 25°C, dan perubahan tekanan (ΔP) minimal 7,5 Pa. Untuk memudahkan pemeriksaan kelengkapan dan kesiapan ruangan di masing-masing bagian produksi dibuatkan check list yang dijadikan 1 berkas dengan PPI produk yang akan dibuat. Pengecekan dilakukan oleh operator, dan ditandatangani / disetujui oleh foreman atau Supervisor bagian produksi. Setiap kali hendak melakukan produksi, maka dilakukan process order (PO) untuk memesan bahan yang diperlukan berdasarkan pada formula induk (bill of material/master recipe). PO yang diterbitkan diterima oleh warehouse yang akan menyiapkan material yang diperlukan. Material ini didatangkan dari warehouse melalui airlock dan disimpan sementara di material transit room. Warehouse merupakan ruangan kelas 1 sehingga airlock tersebut dilengkapi sistem interlock untuk meminimalkan kontaminasi ruangan produksi. Dalam material transit room, bahan baku yang diberikan dari gudang diperiksa jumlah, jenis, tanggal kadaluarsa, dan label released yang tertera. Selanjutnya dilakukan pengecekan bets. Setelah itu, dilakukan batch determination pada SAP, bahwa material sudah diambil dari batch yang dikirim. Stock adjustment dilakukan untuk memastikan jumlah bahan yang ada. Setelah batch determination selesai, maka PO direlease untuk kemudian dibuat Good Issue. Good Issue ini menggambarkan jumlah barang yang benar-benar digunakan. Setelah dihasilkan bulk product, dikeluarkan GRS untuk menginformasikan jumlah produk yang berhasil diproduksi. Pada tahap selanjutnya dilakukan konfirmasi working hour (labour hour dan machine hour) untuk memudahkan evaluasi terhadap produktivitas kegiatan produksi. Setelah proses produksi selesai, maka diberi keterangan TeCo (Technically Completed) pada sistem untuk menandai bahwa produksi produk tersebut telah diselesaikan. 4.2.2
Packaging Proses pengemasan berlangsung di kawasan kelas 3 dan kelas 2, yaitu
kelas 3 untuk pengemasan primer dan kelas 2 untuk pengemasan sekunder. Universitas Indonesia
64 Karyawan di kawasan kelas 3 memakai pakaian biru muda, penutup kepala putih, sepatu putih dan biru muda. Karyawan di kawasan kelas 2, memakai pakaian biru tua dan penutup kepala putih serta sepatu biru. Loker bagi karyawan yang hendak ke area kelas 3 dan kelas 2 dibuat terpisah. Persiapan proses pengemasan perlu dilakukan dengan seksama agar tidak terjadi kekeliruan dalam penggunaan produk ruahan dan atau bahan pengemas, salah penandaan atau cross contamination antar produk maupun antar bets. Kegiatan pengemasan meliputi: a. Meminta konfirmasi pemeriksaan Catatan Pengemasan Bets ke Processing Supervisor b. Persiapan dokumen (Prosedur Pengemasan Induk) c. Permintaan bahan-bahan (Pengemas dan Produk Ruahan) d. Penanganan bahan pengemas dan produk ruahan e. Penanganan kunci lemari penyimpanan folding box dan packing insert f. Persiapan mesin dan peralatan g. Pemeriksaan jalur pengemasan h. Pengawasan dalam pengemasan 4.2.2.1 Meminta konfirmasi pemeriksaan Catatan Pengemasan Bets ke Processing Supervisor Pastikan catatan pengolahan bets dan produk ruahan yang akan dikemas telah disahkan oleh Supervisor Processing produk yang bersangkutan dan Production Manager atau wakilnya. 4.2.2.2 Persiapan dokumen (Prosedur Pengemasan Induk) Siapkan Catatan Pengemasan Bets dari kopian prosedur pengemasan induk (PPI) untuk bets yang bersangkutan. Dalam Catatan Pengemasan Bets berisi tentang nama produk, jumlah bets, material yang dibutuhkan beserta jumlahnya, dan lain-lain. Pembuatan atau revisi dan sirkulasi Prosedur Pengemasan Induk dilakukan oleh bagian produksi. Penyimpanan Prosedur Pengemasan Induk asli disimpan di ruang QA Manager dan setiap peminjaman atau fotokopi harus dengan izin QA Manager. Penggunaan dokumen tersebut harus dicatat dalam buku Catatan Pemakaian Prosedur Pengemasan Induk. Prosedur Pengemasan Universitas Indonesia
65 Induk disusun oleh Packaging Supervisor, diperiksa oleh Production Manager dan QA Manager, serta disetujui oleh Head of IQC. 4.2.2.3 Permintaan bahan-bahan (Pengemas dan Produk Ruahan) Permintaan bahan-bahan ke gudang dilakukan dengan mencetak material list dari SAP yang mencantumkan nama bahan, nomor kode bahan dan jumlah, serta diberikan keterangan tambahan nomor bets produk jadi yang akan dibuat dan nomor PO. 4.2.2.4 Penanganan bahan pengemas dan produk ruahan a. Bahan pengemas primer Bahan-bahan pengemas primer seperti tube dipindahkan ke dalam keranjang aluminium di ruang transit antara gudang dan ruang pengemasan kelas 3. Alufoil, PVC foil, cold forming, dan rotoplast dikeluarkan dari kardusnya, diperiksa keutuhan core dan pembungkus plastiknya kemudian dibawa ke ruang penyimpanan bahan pengemas primer di kawasan kelas 3. b. Bahan pengemas sekunder (cetakan) Tiap bahan pengemas yang diterima, diperiksa dan dipastikan telah diluluskan oleh bagian QC dengan penandaan label hijau “RELEASED”. Tiap bahan pengemas diperiksa dan dipastikan cetakan yang diterima telah dicocokkan dan sesuai dengan spesifikasi yang ada pada display bahan pengemas yang berlaku. Pada tahap ini juga dipastikan dan diperiksa bahwa jumlah setiap bahan sesuai dengan permintaan. Penerimaan bahan tersebut termasuk nomor betsnya dicatat dalam Catatan Pengemasan Bets. Bahan pengemas yang telah dikirimkan oleh bagian gudang diletakkan pada ruang Air Lock Secondary Packaging Material yang kemudian dipindahkan ke atas pallet plastik yang bersih dan diteruskan ke ruang persiapan untuk ditangani sesuai dengan instruksi Prosedur Pengemasan Induk. Hasil cetakan pertama (folding box dan master box) ditunjukkan pada Supervisor dan dimintakan paraf serta tanggal persetujuannya oleh operator. Pembuatan folding box mengacu kepada persyaratan global PT Aventis Pharma.
Universitas Indonesia
66 c. Produk ruahan Pada produk ruahan dilakukan pemeriksaan terhadap segel wadah. Wadah bagian terluar dibersihkan dan diperiksa batas waktu pengemasan yang tertera pada produk ruahan. Produk ruahan disimpan di bulk staging pada ruang kelas 1 sebelum dikemas. 4.2.2.5 Persiapan mesin dan peralatan Dilakukan pemeriksaan kebersihan alat dan mesin yang akan digunakan oleh Supervisor. 4.2.2.6 Pemeriksaan jalur pengemasan Jalur pengemasan dibersihkan dari sisa produk ruahan, bahan pengemas, dan dokumen bets sebelumnya. Label “BERSIH” berwarna hijau yang melekat pada mesin dan jalur diambil dan ditempelkan pada Catatan Pengemasan Bets yang bersangkutan. Pemeriksaan jalur pengemasan dilakukan untuk mencegah mix-up antar produk jadi dalam proses pengemasan dan juga untuk memeriksa kebenaran alat kontrol isi folding box. 4.2.2.7 Pengawasan dalam pengemasan Pengawasan dalam proses pengemasan bertujuan untuk mengontrol atau mencegah terjadinya kesalahan dalam setiap tahap dalam proses pengemasan. Hal-hal yang dilakukan dalam pengawasan tersebut meliputi: a. Pengawasan yang pertama kali dilakukan adalah pada saat ganti pakaian di ruang ganti. b. Pemeriksaan persiapan jalur pengemasan (Packaging line). Apabila dalam satu hari kerja jalur pengemasan dipakai untuk mengemas dua jenis produk berturut-turut, maka sebelum digunakan untuk produk kedua harus dilakukan pemeriksaan jalur pengemasannya. c. Pemeriksaan kesesuaian display dan catatan pengemasan produk yang meliputi nama produk, batch number, batch size, tanggal mulai pengemasan, tanggal kadaluarsa, tanggal pengambilan contoh, dan tanggal selesai pengemasan. Universitas Indonesia
67 d. Pemeriksaan dalam proses pengemasan dilakukan minimal 3 kali setiap hari kerja dan apabila terjadi penyimpangan proses segera dihentikan dan dilaporkan kepada Supervisor dan jika tidak dapat diselesaikan dilaporkan kepada Production Manager dan QC untuk diambil langkah selanjutnya. e. Pemeriksaan kebocoran blister atau rotoplast dengan menggunakan leakage tester instrumen oleh bagian pengemasan. f. Pengambilan contoh bahan pengemas (folding box dan packing insert yang telah dicap) dan produknya di awal, tengah, dan akhir pada setiap hari pengemasan dengan mencatat jumlah contoh, tanggal pengambilan, dan paraf pada catatan pengemasan bets yang bersangkutan. Petugas QC akan mengambil contoh tersebut setiap harinya. Bagian pengemasan primer dibagi menjadi 4 jalur (line) yaitu line 1, line 2, line 3, dan line 4. a. Line 1 untuk pengemasan PVC – alu dan alu – alu blister Di kawasan kelas 3, dilakukan pengemasan primer menggunakan blister yang terbuat dari bahan PVC dan aluminium serta alumunium dan alumunium. Bagian atas blister yang datar disebut alupush terbuat dari aluminium dan bagian bawah (tempat tablet) disebut genotherm terbuat dari PVC atau cold forming foil terbuat dari aluminium. Mesin blister yang digunakan adalah “Marchesini LB421”. Mesin ini mempunyai sensor colour camera untuk memeriksa dan memastikan kebenaran serta kelengkapan blister. Sampah yang dihasilkan pada line ini ditimbang, diberi label dan dilaporkan. Sampah yang dihasilkan diberi label set-up waste untuk blister kosong yang telah dicetak; re-blister waste untuk blister yang telah sampai ke secondary packaging tetapi dikembalikan, kemudian isi diambil, dan dikemas kembali; running waste untuk sisa potongan blister pada tepian; dan reject waste untuk blister yang di-reject sebelum sampai ke secondary packaging. Pada kawasan kelas 2, tablet yang telah diblister dikemas dalam folding box ditambahkan packing insert dan dimasukan dalam folding box. Selanjutnya folding box dicetak no bets dan expired date pada inkjet print. Masing-masing folding box ditimbang menggunakan Checkweigher. Hal ini dilakukan untuk Universitas Indonesia
68 mencegah terjadinya kekurangan blister atau packing insert. Kemudian folding box dimasukkan ke dalam master box dan disegel sebelum dikirim ke bagian gudang. Sebelum masuk gudang, masing-masing master box ditimbang dengan timbangan “Mettler Toledo” yang kapasitas maksimalnya 30 kg. Hasil penimbangan harus memenuhi batas yang telah ditentukan. Jika tidak memenuhi batas maka master box dibuka kembali untuk memeriksa jumlah folding box-nya. Jika ada sisa tablet dalam blister yang tidak penuh dan dimasukkan dalam folding box, maka sisa tablet ini dilaporkan dan kemudian dihancurkan. Sedangkan pada master box yang tidak penuh, pada sisi luar folding box ditulis (incomplete) jumlah isi sebenarnya. b. Line 2 untuk pengemasan alu-alu blister Di kawasan kelas 3 dilakukan pengemasan primer yang semuanya terbuat dari aluminium. Bagian atas blister yang datar disebut alupush dan bagian bawah (tempat tablet) disebut cold forming foil. Mesin yang digunakan pada line ini adalah “Uhlmann UPS 300/955”. Mesin ini mempunyai sensor mekanik yang dapat mendeteksi blister yang kosong. Mesin ini dapat digunakan untuk mengemas berbagai obat dengan mengganti spare parts yang sesuai. Obat-obat yang dikemas dengan menggunakan mesin ini adalah Telfast 60, Telfast 120, Telfast 180, Telfast plus, Amaryl 1, Amaryl 2, Amaryl 3, Amaryl 4, Triatec 10, Triatec 5, dan Triatec 2,5. c. Line 3 untuk pengemasan PVC-alu blister Di kawasan kelas 3 dilakukan pengemasan pimer menggunakan bahan dari aluminium, PVC, atau tripleks. Bagian atas blister yang datar disebut alupush dan bagian bawah (tempat tablet) disebut cold forming foil. Mesin yang digunakan pada line ini adalah “Uhlmann B1240”. Mesin ini mempunyai kamera yang dapat mendeteksi blister yang kosong. Mesin ini dapat digunakan untuk mengemas berbagai obat dengan mengganti spare parts yang sesuai. Obat-obat yang dikemas dengan menggunakan mesin ini adalah Telfast 60, Telfast 120, Telfast 180, Telfast plus, Amaryl 1, Amaryl 2, Amaryl 3, Amaryl 4, Triatec 10, Triatec 5, dan Triatec 2,5. d. Line 4 untuk pengisian krim ke dalam tube serta pengisian suppositoria/ovula ke dalam rotoplast Universitas Indonesia
69 Di kawasan kelas 3 dilakukan pengemasan pimer untuk krim. Mesin “Axomatic Optima 900” digunakan untuk mengisikan krim ke dalam tube, untuk melipat bagian ujung tube yang kosong dan untuk mencatat penandaan berupa nomor bets dan tanggal daluarsa pada lipatan tube. Mesin ini berada di bawah LAF. 4.3
Technical Services Department (TSD) (Prosedur Tetap TSD, 2009) Technical Services Department (TSD) dipimpin oleh seorang manajer.
Beberapa hal yang menjadi tanggung jawab TSD adalah kualifikasi peralatan, fasilitas, dan sistem penunjang (utility); Air Handling Unit (AHU); Water Generation Plant (WGP); serta perawatan fasilitas, peralatan, dan sarana penunjang. 4.3.1
Kualifikasi Peralatan, Fasilitas dan Sistem Penunjang (Utility) Kualifikasi adalah pembuktian secara tertulis yang menunjukkan bahwa
suatu alat, fasilitas, sistem penunjang, komputer, dan proses pengemasan secara otomatis bekerja sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan sehingga secara konsisten dapat menghasilkan produk dengan standar mutu yang ditetapkan. Kualifikasi hanya dilakukan sekali yaitu pada saat awal penggunaan alat, mesin, maupun sarana penunjang. Kualifikasi mencakup: a. Design Qualification (DQ) Dokumen Design Qualification berisi tinjauan tentang persyaratan spesifik yang diinginkan user menyangkut desain alat, spesifikasi, konstruksi, dan hasil yang akan dicapai alat bersangkutan. Dokumen ini disusun sebelum alat bersangkutan dibeli. DQ hanya dilakukan untuk Prospective Qualification yaitu untuk alat atau sistem baru dan harus disiapkan sebelum Installation Qualification (IQ), tidak dilakukan untuk mesin lama. Ada beberapa hal yang harus diuraikan dalam DQ, yaitu: 1) User Requirement Specification (URS) URS berisi deskripsi detail dari user mengenai hal-hal apa saja yang diperlukan dalam proyeknya. Selain itu URS mengandung informasi yang diperlukan oleh perancang guna memulai deskripsi teknis yang ditemukan pada Universitas Indonesia
70 spesifikasi fungsional dan digunakan sebagai dasar untuk Performance Qualification (PQ). 2) Functional Specification (FS) FS berisi uraian teknis yang diperlukan untuk mencapai URS. FS diperlukan untuk menyiapkan Operation Qualification (OQ). 3) Technical Specification (TS). TS menjelaskan persyaratan yang harus dipenuhi dalam rangka mewujudkan FS, sehingga TS adalah FS yang lebih detail. TS memberi landasan dan daftar item yang harus diverifikasi saat IQ. Jika diperlukan, audit pemasok dilakukan untuk melengkapi DQ. DQ dibuat oleh tim TSD, unit IQC, dan pengguna alat tersebut. Setelah DQ terdefinisikan, dilakukan pengesahan DQ kemudian diikuti dengan FAT (Factory Acceptance Test). Dokumen FAT diperoleh dari pembuat alat tersebut. FAT adalah dokumen released dari produsen untuk meyakinkan bahwa alat/mesin/utilitas berjalan sebagaimana mestinya. Pada saat proses released tersebut, pihak pembeli, dalam hal ini PT Aventis Pharma Indonesia,
diundang
untuk
datang.
Saat
FAT
dapat
dilakukan
perubahan/modifikasi sesuai keinginan perusahaan. b. Installation Qualification (IQ) Installation Qualification adalah pembuktian secara tertulis bahwa peralatan bersangkutan dibuat dan dipasang dengan benar, semua komponen, serta sistemnya ada dan sesuai DQ. IQ menguji atribut statis dari suatu alat atau sistem. Dokumen IQ meliputi identifiers; engineering specification; utility and installation testing; instrument calibration; preventive maintenance; change parts, tooling and software; service documents; special procedures; serta final engineering drawings. Pemasangan instalasi dilakukan bersama dengan wakil/teknisi pemasok. Pada saat pemasangan mesin biasanya disertai dengan pelatihan
secara
langsung
dari
teknisi
pemasok
tentang
pemasangan,
pemeliharaan, dan perbaikan. c. Operation Qualification (OQ) Operation Qualification adalah pembuktian secara tertulis bahwa peralatan bersangkutan dapat beroperasi sesuai kriteria/desain yang telah ditentukan,
yang
kebenaran
kerjanya
dapat
dibandingkan
dari
kriteria
Universitas Indonesia
71 penerimaannya. OQ menguji atribut dinamis dari suatu alat atau sistem. Mesin tersebut dikualifikasi dalam keadaan dijalankan/running untuk mengetahui apakah mesin beroperasi sesuai fungsinya. d. Performance Qualification (PQ) Performance Qualification adalah pembuktian secara tertulis bahwa peralatan atau suatu product contact utility dapat secara konsisten memberikan kinerja yang baik. Hal ini dimaksudkan agar alat dapat menghasilkan produk sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan. Protokol PQ meliputi critical parameters,
acceptance
parameters
and
acceptable
ranges,
serta
test
methods/procedures to complete the test of critical parameters. 4.3.2
Air Handling Unit (AHU) Air Handling Unit (AHU) merupakan peralatan yang digunakan untuk
mengkondisikan udara di dalam suatu ruangan. AHU digunakan agar semua parameter kritis dari kualitas udara dapat dikontrol sesuai dengan kelas ruangannya menurut Global Engineering Guideline. Parameter kritis dari kualitas suatu udara adalah suhu, tekanan, kelembaban (RH, air change per hour, jumlah partikel, dan jumlah mikroba. Technical Services Department merupakan divisi yang bertugas memonitor sistem AHU. AHU hanya diterapkan di pabrik (Warehouse, Processing, dan Packaging) dan tidak di ruangan kantor. Sistem yang mengontrol AHU adalah Building Management System (BMS). BMS merupakan sistem yang menempatkan sensor pada tiap ruangan dan AHU itu sendiri. Dari sistem ini akan dikontrol baik kondisi udara yang terdapat pada AHU serta yang dihasilkan di ruangan. Ada 14 tipe AHU yang berada di area gudang dan di area produksi baik pengolahan (kawasan kelas 3) maupun pengemasan (kawasan kelas 3 dan kelas 2). Jenis-jenis AHU beserta ruang yang disuplai dapat dilihat pada Tabel 3. Setiap 6 bulan sekali dilakukan kualifikasi terhadap sistem AHU. Setiap ruangan mempunyai return line dan supply line yang berbeda sehingga selalu tersedia udara bersih dalam ruangan. Pada ruangan Processing dan Primary Packaging juga dilengkapi dengan exhauster yang berfungsi untuk membuang udara keluar (tidak mengalami resirkulasi). AHU yang ada merupakan AHU yang Universitas Indonesia
72 bertingkat dimana AHU yang pertama mengambil udara segar dari luar yang disebut dengan AHU-FA (AHU-Fresh Air), kemudian udara tersebut akan dialirkan ke AHU. AHU bertingkat dimaksudkan untuk mengurangi beban kerja AHU dalam mendinginkan udara sehingga akan meningkatkan masa kerja dari AHU tersebut. Udara pada AHU mengalir dari intake module kemudian didinginkan oleh cooling coil di dalam coil module. Sistem pendinginan pada cooling coil ini berasal dari chilled water. Akan tetapi ada juga AHU yang sumber dinginnya berasal dari refrigerant, sering juga disebut dengan Direct Expantion AHU (DX AHU). Tujuan pendinginan ini adalah untuk menurunkan suhu dan menurunkan kelembaban dengan mengembunkan uap air yang ada di dalam udara. Sensor suhu (Pt 100) dipasang pada pipa suplai dan return chilled water, sehingga perubahan suhu pada chilled water dapat dipantau/ dimonitor setiap saat sesuai dengan kebutuhan. Udara dihisap melalui fan module, setelah didinginkan oleh cooling coil kemudian didorong oleh supply fan untuk masuk ke ruangan-ruangan yang disuplai. Sebelum keluar, udara disaring untuk mengurangi partikel dan bakteri yang ada menggunakan filter. Udara yang masuk ke AHU akan mengalami penyaringan berkali-kali. Ada 3 jenis filter dalam sistem AHU, yaitu pre filter (efisiensi 30%), medium filter (efisiensi 80-95%) dan HEPA filter (efisiensi 99,995%). Tidak semua AHU dilengkapi dengan HEPA filter. AHU yang memiliki HEPA filter, yaitu AHU-02, AHU-03, AHU-04, AHU-05A, AHU-05B, AHU-06, dan AHU-DX03. Differential pressure dipasang pada medium filter dan HEPA filter untuk mengetahui besarnya perbedaan tekanan di filter dan memudahkan untuk mengetahui kondisi keabsahan filter tersebut. 4.3.3
Water Generation Plant (WGP) Dalam kegiatan industri yang dijalankan PT Aventis Pharma, terdapat
berbagai macam tingkat air yang digunakan. Dalam proses produksi, pencucian, serta kegiatan lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan uji laboratorium, PT Aventis Pharma menggunakan purified water. Untuk uji laboratorium (kimia dan mikrobiologi) digunakan ultra purified water, hasil pengolahan purified water diperoleh dari alat Milli Q-Plus. Sumber utama purified water adalah potable Universitas Indonesia
73 water (air PAM yang telah melewati sand filter dan mengalami klorinasi). Sumber purified water dapat juga dari air sumur (well water) jika air PAM (drinking water) tidak mengalir. Purified water di area produksi disuplai dari water generation plant, sedangkan untuk laboratorium QC disuplai dari alat Milli RX 75. Pemeriksaan purified water dilakukan setiap hari Senin, salah satunya adalah pemeriksaan terhadap filter. Dalam sistem Water Generation Plant, ada 3 bagian penting
yang
semuanya
berlangsung
dan
dikontrol
secara
otomatis
(computerized), yaitu: a. Osmotron berkapasitas 500 L/jam, yaitu sistem pengolahan air melalui reverse osmosis (RO) dan electro de ionization (EDI). b. Water tank, yaitu tempat penampungan purified water setelah melalui RO. c. Loopo, yaitu sistem sirkulasi dan distribusi purified water dari water tank ke pengguna (user point). Tahap-tahap pengolahan purified water dapat dilihat pada Lampiran 9 dengan penjelasan sebagai berikut: 1.
Air mengalir dari sumber air ke WGP system (letaknya disamping ruang office di pharma factory dengan pintu khusus). Sumber air ada 2 yaitu air PAM/drinking water (akan diubah menjadi potable water) dan well water. Well water dipakai jika air PAM tidak mengalir.
2.
Air akan menuju multimedia filter yang berfungsi untuk menyaring partikel-partikel besar. Filter ini memiliki mekanisme pembersihan secara otomatis (diprogram setiap jam 11 malam melalui metode backwashing).
3.
Kemudian air akan disaring lagi dalam backwash filter (proses pembersihan diri terjadi secara otomatis dan kontinyu, diatur supaya air masuk dan kotoran langsung dibuang ke drain).
4.
Air masuk ke dalam water softener yang di dalamnya terdapat resin. Di sini kesadahan air (water hardness) dikurangi dengan mekanisme pengikatan ion, sehingga kandungan ion dalam air berkurang (konduktivitas air belum diukur). Pada proses ini diinjeksikan NaCl sebagai pengikat ion, ion positif akan diikat oleh Na + dan sebaliknya oleh Universitas Indonesia
74 Cl-. Terdapat 2 tanki softener pada proses ini, di dalamnya terdapat resin (mediator pengikat ion) yang perlu diregenerasi secara berkala. Dua tanki softener bertujuan untuk meringankan beban kerja (1 tanki sudah dapat memberikan kontribusi 100%, dengan adanya 2 tanki beban kerja itu dibagi). Ketika tanki 1 diregenerasi maka katup pada tanki 1 tertutup dan proses softening dilakukan oleh tanki yang lain. Air selalu mengalir dari tanki 1 ke tanki 2 karenanya perbandingan regenerasi tanki 1 dan tanki 2 adalah 3:1. Regenerasi dilakukan dengan mencuci ion-ion yang ada pada resin (resin berumur kerja 5 tahun). Air yang telah melalui water softener kemudian dideteksi tingkat kesadahannya dengan residual hardness meter. Tingkat konduktivitas air sampai tahap ini adalah sekitar 1400 μS/cm. Konduktivitas air PAM berkisar antara 1600 μS/ cm. Air yang telah mengalami water softening disebut soft water. 5.
Soft water akan mengalir ke filter 5 μm. Disini terjadi penginjeksian sodium bisulfit yang digunakan untuk mengikat kelebihan ion Cl maupun Cl bebas.
6.
Soft water akan mengalami proses RO. Disini terjadi proses desalinasi untuk menghilangkan kandungan garam dari soft water. Hasil RO dari soft water disebut permeate, sedangkan sisanya (concentrate) akan dibuang. Pada osmotron terdapat water conversion factor (WCF) yang mengatur perbandingan soft water dan permeate menjadi 75%. Semua air buangan yang ditampung dalam drain diolah di WWTP. Permeate memiliki nilai konduktivitas sebesar 10 μS /cm.
7.
Permeate akan mengalami electric de ionization (EDI) dalam septron. Pada proses EDI terjadi pertukaran ion dengan bantuan stimulasi listrik (dengan sengaja dialirkan listrik pada air, sehingga molekul akan pecah menjadi ion-ion yang reaktif, selanjutnya air terstimulasi ini digunakan untuk mencuci permeate). RO dan EDI bertujuan untuk menurunkan konduktivitas air. Hasil pengolahan permeate dalam septron disebut diluted purified water yang memiliki nilai konduktivitas sebesar 0,09 μS/cm3 (limit yang dipersyaratkan 1,3 μS/cm3), selanjutnya air akan ditampung dalam water tank. Universitas Indonesia
75 8.
Water tank dilengkapi dengan valve dan switch level. Jika water tank sudah penuh akan mengaktifkan switch level untuk menutup valve, sehingga purified water tidak masuk lagi ke dalam water tank. Air akan tersirkulasi kembali dan bergabung dengan soft water untuk diolah kembali (WCF yang tadinya 75% menjadi 90%). Mode operation systemnya berubah dari operation menjadi circulation dimana volume dan kecepatan pompa diatur (computerized). Purified water harus selalu mengalir dan kecepatan alirannya dijaga untuk menghindari pertumbuhan bakteri.
9.
Purified water kemudian didistribusikan ke user points dengan loopo distribution system. Pada sistem ini terdapat heat and cooling exchanger yang berguna untuk mengubah suhu air sehingga sesuai dengan parameter purified water. Suhu setelah keluar dari water tank adalah 30°C, setelah dilewatkan dalam exchanger dan terjadi penyeimbangan kalor (asas Black) suhu menjadi 25°C. Pendingin dalam exchanger berasal dari chilled water (5°C).
10. Setelah beberapa waktu akan muncul lapisan biofilm di permukaan dalam pipa, dibersihkan dengan loopo sanitation system. Air dari water tank dipanaskan sampai 85°C selama 90 menit dalam exchanger dengan menggunakan superheated water (120°C bertekanan 6 bar dan berwujud cair). Ketika sanitasi dilakukan water tank berisi 24%, valve tidak boleh dibuka, sehingga mode yang berjalan adalah sirkulasi seperti ketika water tank penuh, chilled water valve tertutup otomatis, sementara di user points tidak boleh ada karyawan untuk alasan HSE. Proses sanitasi di loopo system ini dilakukan 2 kali setahun. 11. Pembersihan
yang
dilakukan
di
osmotron
dilakukan
dengan
menggunakan H2O2 (desinfektan) yang diinjeksikan selama 15 menit ke pipa sebelum tanki softener, setelah air dibiarkan dalam keadaan diam selama 3 jam (ada waktu kontak dengan permukaan pipa/wadah/RO membrane/EDI) agar proses desinfeksi efektif. Setelah proses pencucian otomatis, air sisa pembersihan dibuang. Pembersihan osmotron juga dilakukan 2 kali setahun (Juni dan Desember). Universitas Indonesia
76 12. Tanki NaOH 5% hanya diinjeksikan jika sumber air yang dipakai adalah well water karena banyak mengandung logam berat dan bakteri. NaOH diinjeksikan ke pipa sebelum membran 5 μm secara otomatis dan terusmenerus selama well water dipakai. Dengan well water maka WCF yang dipakai pada proses RO adalah 50%. 4.3.4
Perawatan Fasilitas, Peralatan, dan Sarana Penunjang (Utility) Semua fasilitas, peralatan, dan utility yang digunakan dalam kegiatan
produksi perlu dirawat menurut sistem yang memadai. Sistem maintenance di PT Aventis
Pharma
dikontrol
secara
terkomputerasi
dengan
Maintenance
Management System (MMS). Aplikasi MMS dinilai perlu untuk dilakukan perubahan karena aplikasi MMS merupakan program aplikasi yang lama yang sudah tidak kompatibel dengan sistem windows yang baru. Selain itu, pemakaian aplikasi MMS juga tidak bisa diperbaharui lagi sehingga mesin – mesin terbaru tidak dapat dicantumkan informasi dan jadwal perawatannya. Hal lain yang dirasa kurang dari aplikasi MMS ini adalah adanya kekurangan dari versi MMS yang memiliki interval software yang masih dalam week basis. Interval ini menyebabkan tidak presisinya keterulangan schedule setelah beberapa lama. Untuk melengkapi kekurangan MMS, maka dikembangkan suatu sistem baru yang dapat menghasilkan hasil kerja yang lebih baik. Sistem ini dinamakan e- MMS adalah web aplikasi yang digunakan untuk melakukan penjadwalan maintenance terhadap machine yang ada. Aplikasi ini sedang dikembangkan agar siap untuk digunakan di PT. Aventis Pharma. Untuk itu, perlu adanya suatu proses validasi yang meyakinkan bahwa aplikasi ini dapat digunakan dan menghasilkan kinerja sesuai yang diinginkan. Alasan dilakukan pemeliharaan terhadap alat-alat maupun utility adalah agar: a. Alat maupun utility yang digunakan tidak membahayakan keselamatan kerja dari karyawan. b. Alat maupun utility yang digunakan tetap menghasilkan produk dengan kualitas terjamin. c. Masa/umur penggunaan alat dan utility berlangsung lama. Universitas Indonesia
77 Maintenance alat maupun utility di perusahaan ada 2 macam yaitu: 1. Preventive maintenance, bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan sehingga mengurangi jumlah kerusakan alat maupun utility. 2. Break down maintenance, bertujuan untuk memperbaiki peralatan maupun utility yang rusak. 4.4
Health, Safety, and Enviroment Department (HSE)
4.4.1
Health, Safety, and Enviroment (HSE) (Prosedur Tetap HSE, 2011) Health, Safety, and Enviroment (HSE) merupakan aspek yang mendasari
semua kegiatan di PT Aventis Pharma selain CPOB. HSE PT Aventis Pharma Indonesia berada di bawah Industrial Affairs Division yang bertanggung jawab menangani masalah kesehatan (health), keselamatan (safety), dan lingkungan (environment) di PT Aventis Pharma. Sebelumnya departemen ini bernama EHS (Environment, Health, and Safety), kemudian diubah menjadi HSE karena di suatu industri farmasi pengolahan, timbulnya gangguan kesehatan bagi personel yang terkait merupakan kemungkinan yang terbesar dibandingkan kedua aspek HSE lainnya. HSE dikepalai oleh seorang supervisor yang membawahi bagian yang menangani lingkungan hidup dan kesehatan dan bagian yang menangani keselamatan kerja. Tujuan HSE adalah: a. Untuk menjamin kesehatan dan keselamatan kerja, mencegah dan menanggulangi segala macam bahaya yang mengancam seluruh karyawan, kontraktor, dan tamu. b. Untuk meminimalkan pencemaran lingkungan selama proses produksi dari mulai penanganan bahan baku hingga setelah produk jadi dihasilkan. c. Mencegah kontaminasi selama proses produksi terhadap personel terkait. d. Meminimalkan kontaminasi produk sampingan terhadap lingkungan. e. Mencegah kontaminasi terhadap produk baik dari lingkungan maupun karyawan. Dasar yang digunakan oleh PT Aventis Pharma dalam melaksanakan HSE adalah Global HSE Standar, HSE guidelines, HSE key requirement, dan peraturan negara mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang Universitas Indonesia
78 dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja (Depnaker), serta Upaya Kesehatan Kerja yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan (Depkes). K3 kemudian lebih dikenal sebagai LHK3 (Lingkungan Hidup, Kesehatan, dan Keselamatan Kerja). Berdasarkan global HSE, hierarki dokumen HSE dari tingkatan tertinggi sampai tingkatan terendah berturut-turut adalah sebagai berikut: a) Kebijakan HSE (HSE Policy) b) Persyaratan Utama (Key requirements) c) Standard (Standard) d) Panduan (Guidelines) e) Prosedur Tetap (Standard Operating Procedures/SOP) Semua dokumen tersebut kecuali Prosedur Tetap (Protap) disusun oleh Aventis Global untuk dilaksanakan di seluruh Aventis site. Sementara itu, protap disusun di masing-masing Aventis site untuk dilaksanakan di site yang bersangkutan. Key requirements HSE merupakan elemen esensial minimum yang harus diterapkan di suatu site. Standar HSE menjelaskan hal-hal yang perlu dilakukan oleh site saat menerapkan Key requirements. Guidelines adalah dokumen yang umumnya berisi informasi teknis dalam bentuk protap. Sasaran kebijakan program HSE di PT Aventis Pharma berpedoman pada prinsip pengembangan yang berkesinambungan yaitu: a. Secara aktif berusaha mencegah dampak yang merugikan terhadap udara, air tanah, sumber daya alam, dan kesehatan manusia. b. Menghindarkan terjadinya cedera pada semua karyawan, kontraktor, dan masyarakat sekitar. c. Memberi perhatian pada aspek HSE dalam perancangan pabrik, perancangan dan pengembangan produk baru, serta mengelola resiko HSE dari semua produk. d. Mengatasi dampak lingkungan yang timbul. e. Mengukur kinerja dan menyampaikan hasilnya secara terbuka untuk membangkitkan keyakinan dan pengakuan pada semua pihak yang berkepentingan. Untuk menjamin realisasi tujuan HSE dan memastikan program-program HSE terselenggara, diperlukan sistem pengelolaan HSE yang komprehensif. Universitas Indonesia
79 Sistem managemen HSE mencakup pengembangan kebijakan, pengorganisasian, perencanaan dan implementasi, pengukuran kinerja, evaluasi kinerja, dan pengauditan. Proses sistem manajemen tersebut berlangsung secara berulang dan berkesinambungan. 4.4.2
Health (Kesehatan Kerja) Kebijakan yang dimiliki oleh PT Aventis Pharma dalam bidang
kesehatan, yang menjadi tanggung jawab HSE adalah dalam pelaksanaan Industrial Hygiene (IH) dan Occupational Health (OH). Untuk melaksanakan IH, harus dilakukan terlebih dahulu identifikasi bahaya dan faktor yang dapat membahayakan keamanan pekerja dan alat kerja di tempat itu. Faktor resiko yang perlu diwaspadai adalah prosedur kerja, material, serta proses dan alat kerja yang dipakai. Upaya untuk melindungi pekerja terhadap bahaya kontaminasi produk adalah dengan exposure monitoring terutama terhadap bahan OEB level 3 dan 4. Tujuan exposure monitoring adalah untuk meyakinkan bahwa lingkungan kerja aman dan tidak mengganggu kesehatan, sehingga hak karyawan terhadap kesehatannya ketika tidak lagi bekerja di perusahaan ini dapat dijamin, serta terjadinya penyakit akibat kerja dan kontaminasi pada lingkungan oleh produk dapat dihindari. Langkah-langkah dalam exposure monitoring: a. Sampling, alat yang digunakan adalah sampling plump yang alirannya (flow) disesuaikan dengan wujud zat aktif yaitu high flow (2 L/menit) untuk dust, dan low flow (0,75 L/menit) untuk favour gas. Collecting media yang spesifik untuk menampung partikel bahan aktif dan filter untuk menyaring udara yang masuk sehingga udara bersih bisa dikeluarkan kembali. b. Hasil sampling dikirim ke Global Hygiene Laboratory di Bridgewater, Amerika Serikat. Selanjutnya, dilakukan program penanggulangan bahaya. Program ini harus jelas mencantumkan judul, tujuan, jadwal kegiatan, biaya, penanggung jawab, dan ukuran keberhasilannya (cara evaluasi). Setelah itu, program yang telah disusun tersebut dilaksanakan dengan memperhatikan aspek komunikasi (sosialisasi kepada karyawan) dan persyaratan administratif (meninjau kembali Universitas Indonesia
80 apakah persyaratan sertifikasi peralatan, kualifikasi operator, zoning daerah resiko tinggi, dan sebagainya telah dilaksanakan sesuai dengan standar yang berlaku). Pada akhir pelaksanaan program, dilakukan evaluasi yang mencakup aspek teknis dan mutu, biaya, serta waktu pelaksanaan. Penilaian terhadap suksesnya pelatihan dilakukan dengan diadakannya inspeksi diri sewaktu-waktu terhadap aspek HSE. Peningkatan self awareness karyawan terhadap HSE adalah dengan usaha safety talk, briefing, dan training. Dalam pemantauan kesehatan kerja perlu diperhatikan nilai ambang batas pemaparan yang lebih dikenal dengan istilah OEB (Occupational Exposure Band) dan OEL (Occupational Exposure Limit). Penggolongan OEB diperoleh dari OEL yang disederhanakan. Aventis mengkategorikannya berdasarkan konsentrasi paparan aktif yang dipercaya aman untuk kesehatan karyawan. OEB adalah paparan yang dapat diterima 8 jam kerja per hari atau 40 jam kerja seminggu. Dengan mengetahui nilai OEB suatu senyawa, kesehatan dan keamanan kerja karyawan dapat ditingkatkan. Tingkatan OEB dapat dilihat pada Tabel 4. Kategori produk PT Aventis Pharma berdasarkan OEB dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai ambang batas pemaparan lain yang harus diperhatikan adalah kebisingan dan paparan gas. Batas pemaparan suara yang dapat menyebabkan kebisingan adalah 85 dB. Contohnya mesin GUK di bagian Packaging memiliki pemaparan suara 90 dB sehingga diperlukan usaha noise reduction dengan menggunakan earpug dan earmuf. Paparan gas beracun banyak terjadi di laboratorium dan usaha untuk mengatasinya adalah dengan pembuatan protap, pelatihan penggunaan lemari asam, dan pemisahan jenis limbah cair di laboratorium. 4.4.3
Safety (Keselamatan kerja) Tanggung jawab HSE dalam bidang keselamatan (safety) sangat besar
dalam rangka menjamin keselamatan pekerja, tamu, dan kontraktor. Program yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan keselamatan kerja antara lain: a. Pelaksanaan inspeksi diri dan risk assesment di tempat kerja. b. Penerapan hasil risk assesment . c. Penggunaan tangga dan pintu darurat.
Universitas Indonesia
81 d. Pengadaan sistem izin kerja dan izin penggunaan peralatan untuk semua pekerjaan yang dilakukan di lingkungan perusahaan. e. Sosialisasi program-program HSE dan pelatihan bagi karyawan. Tanggung jawab HSE diantaranya adalah menyiapkan fire protection untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran, antisipasi banjir,
emergency
preparedness, dan training. Yang termasuk dalam fire protection adalah smoke detector, fire extinguisher, hydrant, sprinkler, dan foam cart (untuk kebakaran yang disebabkan karena bahan kimia). Fasilitas lain adalah emergency exit di setiap ruangan untuk memudahkan orang keluar saat terjadi bahaya yang secara otomatis akan mengaktifkan alarm. Untuk mengantisipasi keluarnya air yang sudah terkontaminasi bahan berbahaya dan beracun (B3) dari gudang ke luar daerah gudang dipasang water barrier (Blobel Water Retention BL/BED-PM) di Warehouse. Pemasangan dilakukan di warehouse karena di tempat inilah sebagian besar inventory pabrik disimpan, sehingga jika terjadi kontaminasi pada daerah warehouse air tidak akan terbawa keluar area gudang. Emergency preparedness adalah suatu drill evakuasi (terhadap kebakaran dilakukan 3 bulan sekali) yang dilakukan sebagai latihan evakuasi jika suatu waktu tertentu terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di pabrik, seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, teror, atau sabotase, dan sebagainya. Untuk meningkatkan partisipasi seluruh departemen dalam menjaga keselamatan kerja, maka HSE mengadakan program LTI (Lost Time Injury) atau IWLT (Injury Without Lost Time). LTI adalah suatu cedera yang menyebabkan hilangnya hari kerja. Sedangkan IWLT adalah keadaan dimana cedera yang ditimbulkan tidak menyebabkan kehilangan hari kerja, walaupun membutuhkan medical treatment seperti dijahit, pingsan, dan lain-lain. Setiap departemen memiliki papan untuk mencantumkan jumlah hari yang telah dilewati tanpa terjadinya LTI dan jumlah hari tanpa IWLT. Sehingga bila ada bagian yang jumlah LTI atau IWLT-nya di atas rata-rata dapat langsung diketahui, dievaluasi, dan diambil langkah-langkah pencegahan yang paling sesuai. Training dilakukan untuk memperkenalkan aturan-aturan di pabrik sehingga dalam bekerja dapat terjamin keamanan dan keselamatan kerja. Training ini dilakukan terhadap karyawan baru dan kontraktor yang akan bekerja di pabrik. Kontraktor juga perlu Universitas Indonesia
82 diberi training (safety orientation) karena pada suatu waktu terjadi persentase kecelakaan kerja kontraktor lebih tinggi daripada karyawan (misal pada saat renovasi pabrik). Program HSE untuk karyawan baru adalah dengan memberikan booklet tentang HSE dan pelatihan yang diadakan di bawah departemen masingmasing. Dalam HSE dikenal adanya hierarchy of control (hierarki pengendalian), dimana upaya yang dilakukan dalam mengendalikan seluruh aspek yang berhubungan dengan HSE dilakukan menurut prioritas utama terlebih dahulu. Apabila prioritas utama tidak mungkin diterapkan, baru dipertimbangkan untuk mengambil langkah berikutnya. Misalnya untuk mengurangi paparan bahan aktif yang berlebihan dapat dicari solusi dengan menerapkan hierarki pengendalian sebagai berikut: a. Eliminasi Prosedur ini dilakukan dengan menghilangkan faktor yang menjadi sumber permasalahan, misalnya menghilangkan bahan atau alat yang berbahaya. b. Subtitusi Prosedur ini dilakukan dengan mengganti faktor yang menjadi sumber permasalahan dengan bahan lain yang lebih aman. c. Engineering control Cara ini dilakukan dengan mengatur variabel mesin/peralatan menjadi lebih aman untuk digunakan, misalnya mendesain dan memodifikasi alat, merancang sebuah bentuk alat, mesin, dan sarana penunjang apapun yang bersifat ergonomis (penyesuaian terhadap anatomi tubuh dan kebiasaan bersikap dalam bekerja) yang dapat memudahkan suatu pekerjaan untuk dilakukan sehingga karyawan merasa nyaman dalam bekerja dan tidak mudah merasa lelah. d. Administrative control Dilakukan dengan cara menerapkan SOP atau mengatur waktu paparan pekerja terhadap faktor yang membahayakan, misalnya dengan mengatur shift kerja karyawan. e. Penggunaan alat pelindung diri (APD) Langkah ini dilakukan sebagai upaya terakhir yang dilakukan untuk melindungi karyawan atau bisa juga diterapkan sebagai solusi sementara pada saat Universitas Indonesia
83 engineering approach masih didesain, misalnya penggunakan, earpug, masker, dan sarung tangan. Dalam rangka pengukuran kinerja HSE, pencegahan pengulangan kejadian setiap kecelakaan dan nyaris celaka harus diselidiki dan dilaporkan. Finding kecelakaan dibedakan menjadi 3 yaitu: a) Critical (harus diselesaikan hari itu juga) b) Major (diberi waktu 2 hari dalam penyelesaiannya) c) Minor Keselamatan kerja dipengaruhi oleh 2 aspek yaitu perilaku yang tidak aman dan lingkungan kerja yang tidak aman. Finding dalam perilaku kerja harus diselesaikan saat itu juga, sedangkan untuk kondisi kerja diselesaikan dalam waktu 2 hari. Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki berupa benturan antara dua massa/energi sehingga timbul kerusakan, cedera, dan kerugian. Near miss adalah suatu kejadian dimana dua massa/energi hampir bersentuhan sehingga tidak sampai menimbulkan kerugian fisik. Arti penting dari kejadian near miss adalah kecelakaan dapat terjadi dengan situasi dan kondisi yang sama dengan kejadian ini. Oleh karena itu dengan melakukan investigasi terhadap near miss dapat berguna untuk mencegah terjadi kecelakaan di kemudian hari. Prioritas kecelakaan yang perlu diinvestigasi adalah: 1. Jatuh dari ketinggian 2. Penanganan dan penggunaan bahan kimia, termasuk jika terjadi tumpahan bahan kimia. Tumpahan bahan kimia dapat tergolong keadaan darurat jika tumpahan bervolume 200 L atau lebih 3. Berhubungan dengan mesin dan alat kerja 4. Menyebabkan cedera berat 5. Kecelakaan berulang 6. Pelanggaran peraturan. Tim investigasi terdiri dari kepala unit/departemen tempat kejadian, staf HSE, Human Resource Administration, wakil serikat kerja, dan Technical Production/IQC sebagai pengkaji laporan. Laporan hasil investigasi dibuat paling lambat 2x24 jam setelah kejadian dan ditujukan kepada Depnaker dan Global/Regional Aventis. Laporan tersebut berupa:
Universitas Indonesia
84 a. Immediate reporting untuk kecelakaan besar. b. Real time reporting untuk Lost Time Injuries dan Injury Without Lost Time. c. Monthly reporting untuk karyawan dan kontraktor. Tim investigasi melakukan investigasi dengan sistematika sebagai berikut: a. Melakukan evaluasi menyeluruh di tempat kejadian (situasi tempat kerja, mesin dan alat kerja yang dipakai, prosedur kerja, dan urutan kejadian). b. Mengambil gambar/foto sebelum tempat kejadian dibersihkan. c. Membuat sketsa dan ukuran situasi di tempat kejadian. d. Mencatat semua saksi dan melakukan wawancara untuk evaluasi. Program lain dari HSE adalah: a. Menciptakan sistem pengumpulan Material Safety Data Sheet (MSDS) yang efektif dan efisien terhadap semua bahan kimia yang dipergunakan di kawasan Aventis Pharma b. Menetapkan sistem yang menjamin bahwa MSDS yang tersedia adalah valid dan MSDS yang berlaku tersebut tersimpan baik dan mudah ditemukan saat diperlukan oleh yang membutuhkan. Material Safety Data Sheet adalah suatu bentuk info tertulis yang pada umumnya memuat data mengenai identifikasi produk kimia dan perusahaan pembuat, identifikasi bahaya, pertolongan pertama pada kecelakaan, langkah penanganan bila terbuang ke lingkungan secara tidak sengaja, penanganan dan penyimpanannya, serta pengendalian pemaparan dan perlindungan dari personel. Selain itu MSDS juga berisi data mengenai sifat-sifat fisika dan kimia bahan, stabilitas dan reaktivitas, toksikologi, dan informasi lainnya. Alur pengumpulan dan penyimpanan MSDS bahan produk Aventis Pharma dapat dilihat pada Lampiran 10. 4.4.4
Environment (Lingkungan Hidup) Dalam bidang lingkungan, tanggung jawab HSE department adalah
dalam hal:
Universitas Indonesia
85 a. Environmental Management System (EMS) Meliputi seluruh sistem pendokumentasian standar lingkungan yang berada di PT Aventis Pharma Indonesia. Laporan implementasi Rencana Kegiatan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan lingkungan (RPL) disusun oleh perusahaan untuk dilaporkan ke Badan Pemeriksa Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) tiap 3 bulan sekali. b. Environmental Risk Assessment (ERA) Environmental Risk Assessment (ERA) merupakan program yang mencakup analisis dampak lingkungan hidup bagi seluruh karyawan PT Aventis Pharma. Program ini mencakup segala kegiatan dan aspek-aspeknya, fasilitas, dan lingkungan yang dapat memberikan dampak bagi kesehatan dan keselamatan karyawan. c. Waste Management System Merupakan usaha dalam pengelolaan sampah, dengan melakukan waste minimizing maupun reduction dengan cara eliminasi/reduksi, daur ulang, dan disposal (insinerasi atau ditanam). Limbah yang dihasilkan ini harus dikelola agar tidak mencemari lingkungan di sekitarnya. Jenis limbah dari PT Aventis Pharma adalah limbah padat, limbah cair, limbah suara, dan limbah gas. Alur penanganan limbah dapat dilihat pada Lampiran 11. Limbah padat ada dua macam, yaitu: 1. Limbah padat B3 Pengelolaan limbah padat B3 (misalnya hasil pemeriksaan laboratorium, produk expired, produk rejected, bahan padat yang kontak langsung dengan bahan obat maupun obat jadi, dan debu obat dari dust collector), dilakukan oleh PPLI (Prasadha Pamunah Limbah Industri). Limbah tersebut disimpan di waste storage, kemudian dibawa ke PPLI setelah 90 hari. 2. Limbah padat non B3 (bahan berbahaya dan beracun) Limbah padat non B3, misalnya sampah dari kantor, pengelolaannya adalah dengan dijual atau dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir oleh petugas seminggu 2 kali. Limbah cair ada tiga macam, yaitu: 1. Limbah cair B3
Universitas Indonesia
86 Limbah cair B3 seperti limbah dari laboratorium berupa zat organik, anorganik, alkohol, asam, garam, juga dari TSD seperti NaOH untuk pembuatan purified water, air aki, dan sodium metabisulfit dikelola di PPLI. Limbah cair B3 disimpan dalam waste storage. Limbah cair B3 yang beratnya <50 kg/hari boleh disimpan lebih dari 90 hari, tetapi jika beratnya >50 kg/hari tidak boleh disimpan lebih dari 90 hari. 2. Limbah cair non B3 Limbah cair non B3 seperti limbah cair domestik (air cucian, septic tank, kantin, dan kantor) dikelola melalui IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) atau waste water treatment plant (WWTP), karena menurut peraturan pemerintah limbah cair harus diolah dulu sebelum dibuang. 3. Limbah cair berupa oli Limbah cair berupa oli yang digunakan untuk perawatan kompresor dan genset disimpan dalam waste storage untuk kemudian dikirimkan ke pengolah limbah PT Nirmala Tipa. Pengolah limbah cair yang lain adalah PT Dongwoo, tapi PT Dongwoo juga mengirimkan limbah padat hasil olahannya ke PPLI sebagai satu-satunya pengolah limbah B3 maupun non B3 baik cair maupun padat. Menurut Keputusan Gubernur Kepala DKI Jakarta No. 582/1995 tentang Penetapan Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai/Baku Badan Air Serta Baku Mutu Limbah Cair di Wilayah DKI Jakarta dan Keputusan Gubernur DKI Jakarta N0.299/1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai/Badan Air Serta Baku Mutu Limbah Cair di Wilayah DKI Jakarta, maka ditetapkan buangan limbah cair PT Aventis Pharma Indonesia dibuang ke kali Sunter dimana peruntukannya adalah untuk pertanian dan usaha perkantoran. Buangan limbah cair tersebut sebelum dibuang harus diperiksa dan parameternya harus memenuhi persyaratan yang dapat dilihat pada Tabel 6. IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) atau WWTP (Waste Water Treatment Plant) digunakan untuk mengolah air (limbah cair non B3) sebelum dibuang ke lingkungan. Air yang berasal dari pabrik ini harus diolah terlebih dahulu karena masih mengandung zat-zat yang berbahaya yang dapat mencemari lingkungan. Bagan WWTP dapat dilihat pada Lampiran 12. Pada intinya, prinsip dari WWTP adalah sebagai berikut: Universitas Indonesia
87 1) Limbah dari office building 1 dan 2 akan masuk ke dalam septic tank, kemudian airnya dialirkan masuk ke Collecting pit (CP) 1. Limbah dari Multi Purpose Building (MPB), Quality control (QC), dan Workshop akan masuk septic tank, kemudian airnya dialirkan masuk CP 2. Limbah dari factory masuk ke dalam septic tank kemudian airnya dialirkan ke CP 3. Air dari CP 1, CP 2, dan CP 3 akan masuk dengan menggunakan switch level, jika tinggi permukaan cairan di masing-masing CP sudah mencapai batas maka pompa akan secara otomatis mengalirkan cairan ke equalization tank (di atasnya terdapat perforated screen/penyaring kotoran seperti daun, plastik, dan lain-lain). 2) Di equalization tank, dimana air dengan berbagai konsentrasi dan kondisi dari ketiga collecting pit tersebut mengalami ekualisasi sehingga parameter variatif dapat disetarakan untuk meringankan beban aerasi. Kapasitas equalization tank adalah 50 m3 dan aliran yang terjadi per harinya adalah 100 m3, proses ini memakan waktu 8 jam, sementara total pengolahan air adalah 24 jam. 3) Selanjutnya, air masuk ke dalam aeration tank dengan menggunakan switch level dimana terjadi aerasi untuk memberikan udara (oksigen) yang cukup bagi bakteri pengurai (sebagai syarat aerasi) dan menghilangkan bau. Dalam proses aerasi ini digunakan proses biologik aerobik dengan menggunakan bakteri aerob (pembiakan bakteri sebesar 50 m3 yang dibiakkan dan dibiarkan selama kurang lebih 10 jam). 4) Selanjutnya aliran limbah menuju sedimentation tank. Bakteri yang mati, kotoran, tanah, partikel padat akan tersedimentasi (proses overflow tanpa pompa) menjadi sludge dan diendapkan dalam sedimentation tank yang berbentuk kerucut di dasar, sludge mengendap ke bawah sementara air bersih berada di atas. Dari sedimentation tank, air akan dialirkan ke clean water tank yang sebelumnya telah mengalami klorinasi dengan hipoklorit NaOCl 12% untuk membunuh sisa bakteri yang belum tersedimentasi (kecepatan tetesan diatur) kemudian dialirkan ke sungai. Sebelum air dibuang ke sungai, harus dilakukan pemeriksaan BOD, COD, pH, total nitrogen, TSS (Total Suspended Solid), KMnO4, antibiotika, dan kadar Universitas Indonesia
88 fenol terlebih dahulu setiap 24 jam sekali. Pemeriksaan dilakukan menggunakan instrumen dan reagen khusus sesuai protap. 5) Sludge (lumpur) yang telah diendapkan dalam sedimentation tank akan masuk ke sludge tank dengan menggunakan pompa. Kemudian sludge dikeringkan dalam sludge drying bed. Sludge kering selanjutnya dibawa ke PPLI untuk proses lebih lanjut. 6) Khusus untuk limbah cair yang berasal dari sisa mencuci alat yang mengandung antibiotik dipisahkan, kemudian diproses terlebih dahulu dalam pre-treatment tank untuk merusak struktur molekul antibiotik sehingga tidak mengganggu proses aerasi karena antibiotik dapat membunuh bakteri yang ditumbuhkan dalam aeration tank. 4.5
Plant Logistic Department (Prosedur Tetap Plant Logistic, 2010) Plant Logistic Department ini terdiri dari 2 bagian, yaitu warehouse dan
planning. Planning membawahi Inter-company Section, Export Section, dan External manufacturing Section. Plant Logistic Department di PT Aventis Pharma Indonesia ini dapat dipahami fungsinya sebagai departemen yang menjembatani komunikasi antara bagian produksi dan pemasaran. Plant Logistic Department bertugas untuk melakukan perencanaan pengadaan material yang akan dipakai pada proses produksi obat, penyusunan jadwal proses produksi di pabrik, dan mengendalikan persediaan bahan baku dan produk jadi yang ada di gudang. Tugas Plant Logistic adalah menerima forecast yang telah dibuat oleh bagian pemasaran untuk kemudian dianalisis dengan mempertimbangkan prioritas, Plant Cycle Time, dan Track Record dari pemasaran, kemudian bersama bagian produksi menyusun rencana produksi. Demikian pula dengan pengadaan barang di gudang dibuat dengan dasar perkiraan (forecast) terhadap penjualan obat jadi atau distribusi obat jadi ke supplier atau Pedagang Besar Farmasi (PBF). Rencana produksi disusun berdasarkan kebutuhan pasar akan barang-barang, stok barang di gudang, dan berdasarkan jadwal penggunaan mesin untuk produksi obat lain. Forecast dari pemasaran tidak diterima begitu saja oleh Plant Logistic, pemasaran harus memberikan presentasi dan argumen yang kuat berkaitan dengan forecast yang dibuatnya serta estimasi kemampuannya untuk memasarkan produk. Universitas Indonesia
89 Karena tidak selamanya forecast yang diberikan pemasaran disertai kemampuan untuk memasarkannya, perlu bagi Plant Logistic untuk menganalisis lebih lanjut. Jumlah permintaan berdasarkan forecasting sangat tergantung dari kegiatan pemasaran bulan itu misalnya sedang ada kegiatan sosial atau advertising dimana dimungkinkan jumlah penjualan besar yang harus ditunjang oleh produksi. Tetapi harus tetap dijaga untuk mencegah terjadinya over stock. Sosialisasi forecast dijabarkan dalam Sales and Operation Planning (S&OP) yang terbagi menjadi 2 level yaitu: a. S&OP Level Satu, merupakan pertemuan dengan pemasaran yang mempertimbangkan pengaruh eksternal (pemasaran) 1) S&OP level 1A Data permintaan atau forecast serta rencana penjualan didasarkan pada informasi stok dari distributor (ex distributor) 2) S&OP level 1B Forecast didasarkan pada stok yang ada di factory (ex factory). b. S&OP Level Dua, merupakan pertemuan yang mempertimbangkan masalah internal secara umum, yang berkaitan dengan industrial pada bulan tertentu. Pertemuan ini bersifat strategik, yang dilakukan untuk mengoptimalkan faktor-faktor yang ada di produksi. S&OP level II merupakan meeting yang dihadiri oleh seluruh kepala dan Manager yang termasuk dalam Industrial Affairs dan dipimpin oleh Plant Logistic Department. Hasil pertemuan ini dibawa ke pertemuan mingguan dalam weekly meeting, dihadiri oleh production department, technical service department, industrial quality and complience. Pertemuan ini dipimpin oleh Plant Logistic untuk membahas penjabaran yang bersifat operasional untuk menetapkan weekly schedule. Plant Logistic memimpin pertemuan ini dengan membawa semua data yang dimiliki (posisi persediaan di gudang maupun di distributor, yang statusnya harus released) untuk kemudian membicarakan final forecasting yang harus dipenuhi oleh bagian produksi. Di sini juga dibicarakan isu-isu yang berkaitan dengan produksi, misalnya akan adanya mesin/ alat baru atau renovasi yang dapat menyebabkan kegiatan produksi berhenti dan pabrik juga kosong, juga jika ada Universitas Indonesia
90 trial terhadap mesin atau kondisi baru di pabrik dan kapan pabrik bisa beroperasi lagi. Jika ada masalah yang tidak bisa ditemukan solusinya, masalah dapat dibawa ke rapat S&OP. 4.5.1
Export Section, Inter-company Section
4.5.1.1 Export Section Seksi ini menangani produk-produk yang akan diekspor ke berapa negara seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, dan Filipina. Tujuan ekspor adalah selalu interco Aventis di negara-negara yang dimaksud. Kinerja seksi ini dilihat dari Customer Service Level (CSL). Jika delivery date (yang telah disepakati antara PT Aventis Pharma Jakarta site dan interco tujuan) di salah satu negara tersebut tidak tepat/terlambat akan berakibat menurunnya nilai CSL (missed). Customer Level Service dari PT Aventis Pharma Indonesia diukur oleh Aventis Global berdasarkan delivery date within minus 7 dalam bulan yang sama (working days). Jika keterlambatan terus terjadi, dapat mengakibatkan site Jakarta tidak lagi dipercaya oleh interco di negara-negara tersebut yang kemudian dapat mengalihkan pesanannya ke site Aventis lain selain Indonesia. 4.5.1.2 Intercompany Section Seksi ini melakukan tugasnya dalam hal procurement receptionist, dan menangani produk-produk yang didatangkan dari Aventis site yang lain (intercompany atau sering disebut sebagai interco) mulai dari pemesanan sampai dengan barang datang. Produk-produk yang sering didatangkan dari interco adalah active materials. Interco yang dituju sebagai produsen active materials yang dimaksud, merupakan site rujukan yang telah ditetapkan oleh mother company dalam rangka menjamin konsistensi mutu dan kualitas produk yang dihasilkan. Untuk produk yang dibeli dari pihak luar (third party) ditangani oleh Purchasing Department. Intercompany PT Aventis Pharma Indonesia antara lain: a. Aventis Limited India b. Aventis Pharma Deutschland GmbH c. Aventis Pharma Inc. Kansas City, USA d. Aventis Pharma SA Universitas Indonesia
91 e. Aventis Pharma Sp A, Scoppito Italia f. Aventis Pharma, Doma France g. Fison Pharmaceutical h. HMR Interphar i. Hoescht Procurement Int. Trading & Services (HPI, T&S) j. Nippon Aventis Service 4.5.2
Warehouse (Gudang) Gudang adalah tempat penerimaan, penyimpanan, dan distribusi barang
berupa bahan baku, bahan pengemas, produk ruahan, obat jadi, dan bahan lain yang dibutuhkan untuk membantu kelancaran proses produksi maupun proses pengemasan, yang mempunyai nilai ekonomis, sehingga perlu ditangani secara khusus agar barang yang disimpan tersebut senantiasa sesuai secara kuantitatif antara stok secara fisik (aktual) dengan stok secara administratif (stok di SAP). Mutu suatu produk sangat dipengaruhi oleh cara penanganan bahan awal, mulai dari penerimaan, penyimpanan, dan distribusi ke bagian pengolahan maupun pengemasan. Alur keluar masuknya barang di Warehouse PT Aventis Pharma diatur sedemikian rupa sehingga berjalan satu arah. Barang masuk dan barang keluar melalui pintu yang berbeda dan begitu barang masuk akan langsung berada di area karantina. Setiap ada penerimaan barang dari supplier, selalu dilakukan pengecekan fisik barang dan dokumen yang menyertainya termasuk ada tidaknya label supplier pada master box. Demikian juga untuk distribusi barang, baik internal (Processing, Packaging, QC) maupun eksternal (distributor), harus diperiksa kelengkapan dokumennya (Material Request Note dan Sales Order). Denah warehouse PT Aventis Pharma dapat dilihat pada Lampiran 13. Gudang PT Aventis Pharma termasuk dalam area kelas 1 (setara dengan kelas E pada CPOB 2006) yang menurut suhunya dibagi menjadi tiga daerah yaitu: 4.5.2.1 Ruangan cold storage Ruangan ini mempunyai suhu antara 2°-8°C. Ruangan ini digunakan untuk penyimpanan bahan-bahan yang tidak tahan terhadap suhu tinggi seperti Universitas Indonesia
92 vaksin (produk Aventis Pasteur). Jika pegawai masuk ke ruangan ini harus dilengkapi dengan pakaian khusus yang melindungi karyawan dari suhu ini. Ruangan ini dikunci dengan pengawasan khusus. Pada ruangan ini terdapat alat kontrol khusus, dimana jika suhu di bawah 2°C atau di atas 8°C maka alarm akan berbunyi secara otomatis. 4.5.2.2 Ruangan cool storage Ruangan ini merupakan ruangan dengan suhu terkendali yaitu antara 16°25° C. Ruangan dengan suhu ini terdapat dua area yaitu: a. Starting material cool storage untuk menyimpan raw material (bahan baku dan bahan pengemas primer) dan semi finished goods. b. Finished material cool storage untuk menyimpan produk jadi. 4.5.2.3 Ruangan dengan suhu kamar (ambient temperature) Ruangan ini mempunyai suhu sesuai dengan kondisi ruangan tanpa adanya pengendalian suhu. Ruangan yang temasuk pada kategori ruangan dengan suhu kamar adalah: a. Ruang penerimaan barang, dimana ruangan ini berfungsi untuk penerimaan barang dari distributor maupun supplier yang lain. b. Ruang pengeluaran barang, dimana ruangan ini berfungsi khusus untuk pengeluaran barang. c. Ruang khusus rejected material untuk menyimpan barang yang direject. Ruangan ini dibatasi dari ruangan lain dengan teralis besi dengan warna merah. Ruangan ini dikunci dengan pemegang kunci hanyalah orangorang tertentu yang bertanggung jawab terhadap barang yang ada di dalamnya. d. Rak returned goods untuk menyimpan produk-produk kembalian yang dikarantina. e. Rak untuk pengemas sekunder, rak ini digunakan untuk menyimpan bahan-bahan pengemas sekunder. Area ini dibagi menjadi area karantina dengan batas garis berwarna kuning dan area released dengan batas garis berwarna hijau. Universitas Indonesia
93 f. Lemari terkunci untuk menyimpan packing insert. Packing insert ini dimasukkan dalam lemari terkunci agar tidak tertukar satu dengan yang lain. g. Ruang transit 1 untuk mengirim bahan baku dari gudang ke bagian pengolahan (kawasan kelas 3). h. Ruang transit 2 untuk mengirim produk ruahan dan pengemas primer dari gudang ke bagian pengemasan yang ada pada kawasan kelas 3. i. Ruang transit 3 untuk mengirim pengemas sekunder (folding box dan master box), packing insert, dan produk repacking dari gudang ke bagian pengemas di kawasan kelas 2. j. Ruang transit 4 untuk mengirim finished goods dari bagian pengemasan di kawasan kelas 2 ke bagian gudang untuk disimpan. Selain ruangan-ruangan tersebut masih ada ruang untuk pengambilan contoh atau disebut ruang sampling. Ruangan ini merupakan ruangan dengan kategori kelas 3, dimana suhu, tekanan, dan kelembabannya diatur sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan untuk ruang kelas 3 dan dilengkapi dengan LAF. Ruang sampling digunakan oleh bagian QC untuk mengambil contoh bahan baku dan bahan pengemas primer. Sedangkan untuk bahan baku yang disimpan di gudang ruang cold storage, pengambilan contoh dilakukan di ruangan cold storage. Sedangkan untuk pengambilan contoh pengemas sekunder dilakukan pada ruang dengan suhu kamar. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di gudang, antara lain: a. Penerimaan barang 1) Penerimaan barang dari pemasok Pada saat penerimaan barang dari pemasok, dilakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen, antara lain surat pengantar pemasok, invoice, CoA. Bahan yang tidak terdapat dalam Purchase Order (PO) dari PT Aventis Pharma hanya dapat diterima jika ada persetujuan dari Plant Logistic dan selanjutnya dibuatkan Goods Receipt Slip (GRS) ke dalam SAP setelah dibuatkan PO oleh purchasing. Bahan yang datang dicocokkan dengan PO, apakah sesuai dengan jumlah dan waktu pemesanan. Bahan yang datang diperiksa keutuhan kemasan dan kebenaran label yang melekat pada wadahnya, antara lain nama bahan, nomor batch atau lot Universitas Indonesia
94 dari pabrik atau supplier, nama pembuat/pemasok, jumlah bahan, nomor PO, tanggal kadaluwarsa. Untuk memeriksa kuantitasnya, dilakukan pemeriksaan berat atau jumlah dengan menimbang atau menghitung. Apabila terdapat dokumen yang tidak lengkap, kemasan rusak, berat/jumlah tidak sesuai, harus memberitahukan ke Plant Logistic, IQC, dan purchasing, serta diinformasikan dalam GRS yang dibuat. Untuk bahan baku, produk ruahan, produk jadi impor, dan produk toll manufacturing diperiksa setiap wadahnya. Untuk bahan pengemas diperiksa sejumlah √n+1, dengan n adalah jumlah wadah yang diterima. Dalam penerimaan bahan aktif, bulk, semi finished goods, dan finished goods harus dilakukan pemeriksaan silang oleh foreman. Untuk produk yang disimpan dalam gudang dingin dimasukkan ke gudang dingin dan diperiksa di sana. Surat pengantar dari pemasok ditandatangani dan diberi stempel perusahaan. Barang pengantar yang sudah diperiksa diberi label karantina dengan ketentuan: a) Untuk raw material, semi finished goods import dan packaging material siapkan label sesuai dengan jumlah wadah yang diterima. b) Untuk finished goods dan repacked semi finished goods, setiap pallet ditutup dengan penutup atau jaring kemudian diberi satu label per pallet. Tempatkan bahan pada area karantina atau rak karantina dengan memperhatikan persyaratan penyimpanan. Untuk barang yang belum diberi label karantina tetapi harus masuk ruang karantina karena alasan tertentu, misalnya: karena barang datang pada malam hari maka dapat dimasukkan atau disimpan di area karantina dan diberi label karantina sementara. Kemudian alamat bahan dicatat pada buku penerimaan atau karantina. 2) Penerimaan bahan dan produk jadi dari processing dan packaging Pemeriksaan dokumen yang menyertai penyerahan produk yaitu GRS. Produk jadi yang diserahkan harus ditutup dengan jaring untuk menghindari terjatuh atau bercampur/tertukar dengan produk jadi yang lain. Dilakukan pemeriksaan penandaan label pada wadah yang mencakup nama produk, nomor bets, berat bersih/jumlah satuan kemasan, label ”SAMPLE TAKEN” dari QC, petunjuk penyimpanan khusus. Produk yang diterima diperiksa dengan
Universitas Indonesia
95 menghitung atau menimbang satu persatu kemudian disimpan di rak penyimpanan. 3) Penerimaan obat kembalian Obat kembalian adalah obat jadi yang kembali setelah diserahterimakan dari PT Aventis Pharma ke pihak ke tiga (distributor, ekspedisi) dan dikembalikan lagi ke gudang PT Aventis Pharma dengan alasan: a) Masalah keabsahan atau salah kirim b) Penarikan produk dan/atau pack size dari pasaran c) Kerusakan obat dan pengemasnya (setelah keluar dari gudang PT Aventis Pharma) selama pengiriman atau penyimpanan d) Kelainan dari segi kualitas obat (kualitas obat/kualitas bahan pengemas) PT. Aventis Pharma menerima obat kembalian yang berasal dari gudang yang sudah diawasi oleh PT Aventis Pharma, gudang distributor yang sudah diawasi oleh PT Aventis Pharma, dan gudang distributor yang tidak diawasi oleh PT Aventis Pharma termasuk lembaga rumah sakit, apotek, dan lain-lain. Adapun prosedur dalam penanganan obat kembalian adalah: a) Surat pengantar dari distributor ditandatangani sebagai bukti bahwa barang telah diterima di gudang. b) Data dimasukkan dalam SAP kemudian dilakukan posting goods issue untuk mencatat obat kembalian yang diterima ke dalam SAP, selanjutnya penyerahan surat jalan berupa GRS sebagai bukti penerimaan obat kembalian kepada QC setelah ditambahkan semua informasi yang diperlukan QC. c) Tempelkan label QUARANTINE pada produk yang bersangkutan dan disimpan pada area karantina, terpisah dari produk lain (dalam keranjang yang terkunci) sesuai dengan kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan. b. Penyimpanan bahan dan produk jadi Sistem penyimpanan menggunakan zoning system, dimana material disimpan dengan memperhatikan:
Universitas Indonesia
96 1) Sebelum penyimpanan material, periksa petunjuk mengenai cara penyimpanan dengan melihat status,
jenis
material,
dan
suhu
penyimpanan. 2) Tempatkan material pada rak penyimpanan sesuai jumlah yang diperlukan dan dilakukan pencatatan alamat rak bahan, nama produk, jumlah, nomor batch pada buku alamat (address card). 3) Pisahkan pallet berisi bahan yang sedang ditahan (blocked) dan ditempatkan pada area karantina sambil menunggu penanganan lanjut sesuai disposisi dari IQC Departemen atau Purchasing Department. 4) Tempatkan bahan yang ditolak (rejected) pada material rejected area. 5) Tempatkan debu produksi (garbage) pada waste area. 6) Penyimpanan produk Toll-in diberi tanda pada rak. c. Pengeluaran barang 1) Pengeluaran bahan baku Warehouse pharmacist/ foreman mencari dan menentukan bahan/bets yang akan dikeluarkan dengan prebatch determination pada sistem SAP. Untuk bahan baku yang akan diproses dan bahan pengemas, harus ada label ”RELEASED” yang disahkan dengan adanya nomor CoA dan diparaf oleh QC Unit. Bahan yang lebih dulu waktu kadaluarsanya (First Expired First Out/FEFO) merupakan pilihan pertama yang lebih dulu dikeluarkan dan barang yang lebih dulu diterima (First In First Out/FIFO) merupakan pilihan kedua. Bilamana kedua hal di atas sama maka bahan dalam jumlah terkecil harus dikeluarkan lebih dahulu. Petugas mengambil bahan yang disimpan dengan mencari alamat di address card. Bahan-bahan dipisahkan sesuai dengan material list yang diterima dari bagian produksi (satu pallet diperuntukkan satu PO). Dari hasil catatan lakukan posting transfer dari warehouse oleh warehouse pharmacist atau wakilnya ke Production Supply Area (PSA). Penyerahan bahan hanya dapat dilakukan atas permintaan Supervisor atau foreman dengan menyertakan transfer slip yang telah ditandatangani oleh pelaksana dan mendapat paraf Supervisor dan foreman.
Universitas Indonesia
97 2) Pengeluaran produk ruahan dan bahan pengemas atas permintaan packaging/processing Warehouse pharmacist/ foreman mencari dan menentukan bahan/bets yang akan dikeluarkan dengan prebatch determination pada SAP. Untuk bahan baku yang akan diproses dan bahan pengemas, harus ada label ”RELEASED” yang disahkan dengan adanya nomor CoA dan diparaf oleh QC Unit. Bahan yang lebih dahulu waktu kadaluarsanya (FEFO) merupakan pilihan pertama yang lebih dulu dikeluarkan dan barang yang lebih dulu diterima (FIFO) merupakan pilihan kedua. Jika mana kedua hal di atas sama maka bahan dalam jumlah terkecil harus dikeluarkan lebih dahulu. Petugas mengambil bahan yang disimpan dengan mencari alamat di address card. Bahan-bahan dipisahkan sesuai dengan material list yang diterima dari bagian produksi (satu pallet diperuntukkan satu process order). Penyerahan bahan hanya dapat dilakukan atas permintaan Supervisor atau foreman dengan menyertakan transfer slip yang telah ditandatangani oleh pelaksana dan mendapat paraf Supervisor dan foreman. Produk ruahan ex-import hanya boleh dikirim ke bagian Packaging setelah diluluskan IQC departemen dan ditempelkan label ”RELEASED”. Produk ruahan ex-lokal boleh langsung dikirim tanpa menunggu label ”RELEASED” kecuali ada produk yang berlabel ”QUARANTINE”. 3) Pengeluaran produk jadi Pengeluaran produk jadi dapat terjadi untuk dijual, diserahkan ke bagian yang bertanggung jawab dalam distribusi, untuk diambil contohnya, dikembalikan ke bagian produksi untuk suatu proses tertentu, dan untuk dimusnahkan. Hanya yang berlabel released yang boleh dikeluarkan untuk dijual, diserahkan ke bagian yang bertanggung jawab dalam distribusi. Warehouse pharmacist atau wakilnya memerintahkan pengambilan produk jadi dengan mencatat Picking List yang dilengkapi alamat tempat penyimpanan produk. Bahan yang lebih dahulu waktu kadaluarsanya (FEFO) merupakan pilihan pertama yang lebih dahulu dikeluarkan dan barang yang lebih dahulu diterima (FIFO) merupakan pilihan kedua. Bilamana kedua hal di atas sama maka bahan dalam jumlah terkecil harus dikeluarkan lebih dahulu. Surat jalan dibuat dan diparaf oleh Warehouse
Universitas Indonesia
98 pharmacist/ wakilnya untuk menyerahkan produk jadi yang bersangkutan ke distributor. Di sini dilakukan pemeriksaan jumlah dan nomor betsnya. Pengiriman produk jadi ke distributor/ ekspor selama perjalanan harus memperhatikan kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan. Untuk produk yang harus disimpan pada suhu 2°-8°C dikemas pada box dari styrofoam dan ditempatkan pada ice packed atau menggunakan sarana transportasi yang memiliki fasilitas pendingin sehingga persyaratan suhu terpenuhi. 4) Pengeluaran bahan di luar keperluan produksi dan penjualan Pengeluaran bahan untuk keperluan di luar produksi dan penjualan harus dibuat material request form yang disahkan oleh Supervisor atau kepala departemen dari departemen yang bersangkutan termasuk pengeluaran bahan Operating Supplies (OS) yang digunakan untuk keperluan produksi atau produk jadi untuk contoh pertinggal. d. Penanganan bahan yang tersimpan lama Bahan yang tersimpan lama di gudang dengan permintaan dari IQC untuk diretesting akan dipindahkan ke area karantina. Label karantina disiapkan sesuai informasi yang tertera pada label released. Barang ini setelah diuji oleh QC dan memenuhi syarat maka akan menjadi bahan released kembali dan jika tidak memenuhi syarat maka akan menjadi bahan rejected. e. Penanganan bahan yang tidak digunakan lagi Plant Logistic Department menerbitkan scrap form yang menyebutkan nama material, nomor material, dan jumlah material yang tidak digunakan lagi. Scrap form harus ditandatangani oleh Head of Industrial Affairs. Untuk bahan rusak selama penyimpanan di gudang, Plant Logistic Department akan membuat scrap form berdasarkan laporan dari gudang. f. Penanganan bahan yang kadaluarsa Setiap satu bulan sekali IQC Department akan memberikan daftar produk yang
kadaluarsa
maupun
produk-produk
yang
hampir
kadaluarsa
dan
didistribusikan ke gudang. Setelah menerima daftar tersebut, bagian gudang akan Universitas Indonesia
99 mengganti label bahan tersebut dengan label “QUARANTINE”. Selanjutnya dari QC akan melakukan test ulang terhadap produk-produk tersebut apakah masih bisa dipakai lagi atau tidak. Apabila bagian QC menyatakan produk-produk tersebut masih memenuhi syarat maka akan kembali digunakan dengan diberi label “RELEASED” lagi. Akan tetapi jika hasil retest menyatakan sudah tidak memenuhi syarat maka produk-produk tersebut akan diberi label “REJECTED”. g. Penanganan bahan yang ditolak (rejected) Bahan yang di-rejected dari IQC Department, pada setiap kemasan diberi label “REJECTED” dan dipindahkan ke area rejected. Apabila bahan rejected merupakan tanggung jawab: 1) Perusahaan, maka bahan tersebut dikeluarkan dari stok dengan membuat scrap form. 2) Supplier/ vendor, maka dilakukan proses return to vendor. 3) Packaging material yang di-rejected harus dihancurkan oleh PT Aventis Pharma. h. Penanganan bahan yang tumpah Penanganan bahan yang tumpah secara umum adalah dengan mengumpulkannya dengan vacuum cleaner yang dilengkapi dengan HEPA filter (untuk bahan padat kering) dan menggunakan lap kering atau chemical absorbent (untuk bahan cair). Isi vacuum cleaner dimasukkan ke dalam wadah yang diberi label yang mencakup nama isi (generik), jumlah, dan tandai dengan “untuk dikirim ke PPLI”. Penanganan untuk bahan berbahaya seperti Claforan dan Taxotere ditangani sesuai dengan sifat masing-masing material. i. Penanganan limbah Limbah pabrik diberi identitas dan status (untuk dimusnahkan) dan disimpan di tempat penyimpanan limbah. Limbah dan rejected material hanya boleh disimpan di waste/rejected area maksimal 90 hari dan selanjutnya harus sudah dimusnahkan atau dikirim ke PPLI. Universitas Indonesia
100
j. Inventory Stock Taking Stock Taking merupakan pengecekan jumlah dan jenis seluruh barang yang ada digudang. Tujuannya adalah untuk mengetahui adanya penyimpangan atau perbedaan stock secara fisik dan administratif dan melakukan koreksi atas perbedaan stock tersebut, sehingga stock yang ada mencerminkan keadaan sebenarnya, serta untuk mencegah secara dini penyimpangan akibat salah guna dan dalam proses kerja. Kegiatan ini dilakukan minimal 1 tahun sekali. Jika terdapat perbedaan antara aktual dan SAP dilakukan adjustment yang dibuat oleh accounting Department dan didistribusikan ke Plant Logistic Department, warehouse unit. k. Pemeriksaan stock barang secara acak Pemeriksaan alamat bahan dan perhitungan stok barang secara acak minimal 5 item berbeda setiap hari untuk setiap Packaging material, raw material, dan finished good. l. Pelaksanakan program Health, Safety, and Environment (HSE) Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika bekerja di Warehouse, yaitu safety dan dilakukannya pemantauan lingkungan. Safety harus diperhatikan karena pekerjaan di warehouse selalu berhubungan dengan alat berat, untuk itu saat bekerja di warehouse harus memakai helm dan sepatu khusus. Selain itu, untuk proteksi dari suhu dingin, maka personel yang masuk ke cold storage harus memakai pakaian khusus. Untuk safety di warehouse sendiri, maka warehouse harus dilengkapi dengan hydrant, fire extinguisher, sprinkler (untuk mengatasi kemungkinan kebakaran), water barrier, dan emergency exit. Pemantauan lingkungan yang dilakukan adalah pemantauan suhu, kelembaban, dan tekanan. 4.6
Procurement Department Dalam PT Aventis Pharma, terdapat pula Procurement Department yang
terkait erat dengan divisi Industrial Affairs. Procurement department dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggung jawab kepada Plant Director dan Universitas Indonesia
101 membawahi dua orang officers. Procurement department bertanggung jawab terhadap pembelian (barang dan layanan) dan memastikan bahwa proses pembelian sesuai dengan prinsip-prinsip kebijakan perusahaan, peraturan setempat, dan standar etika. Barang-barang yang dibeli oleh procurement meliputi: a. Stock Items Industrial Affairs (COGS) Stock item disebut juga inventory items atau COGS (cost of goods sold). Yang termasuk kategori barang-barang ini adalah bahan-bahan yang akan digunakan dalam produksi obat di Aventis Jakarta, berupa bahan baku obat dan bahan pengemas. Disebut stock items IA (Industrial Affairs) karena bahan-bahan ini hanya dipergunakan di bagian Industrial Affairs (factory). Dalam pembelian bahan tersebut, Procurement Department juga bertanggung jawab dalam izin maupun surat impor yang diperlukan. Untuk barang-barang stock items ini proses pengadaannya melalui vendor evaluation dan audit yang dilakukan bersama dengan Quality Assurance. Pembelian barang-barang ini harus mengikuti daftar pemasok resmi yang dikeluarkan oleh Quality Assurance. b. Non Stock Items IA (non COGS) Yang termasuk dalam kategori ini adalah barang atau jasa yang diperlukan dalam Industrial Affairs namun bukan merupakan stock items. Contohnya adalah technical and spare parts, project/ machinery, factory and laboratory supplies. c. Non Stock Items Commercial Operations Barang dan jasa dalam kategori ini adalah barang yang diperlukan oleh bukan hanya Industrial Affairs Division tetapi juga oleh semua divisi dalam PT Aventis Pharma. Yang termasuk dalam kategori ini adalah barang dan jasa seperti travel dan hotel, stationery, office equipment, motor, dan mobil.
Universitas Indonesia
BAB 5 PEMBAHASAN
PT Aventis Pharma yang telah beroperasi di Jakarta dan memproduksi produk-produk farmasi sejak Agustus 1972. PT Aventis Pharma berkewajiban memenuhi ketentuan Cara Pembutan Obat yang Baik (CPOB) yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43/Menkes/SK/II/1988 tentang Pedoman CPOB dan ditindaklanjuti dengan ditetapkannya SK Dirjen POM No. 05411/A/SK/XII/1989 tentang penerapan CPOB pada industri farmasi. Hal ini bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa produk obat yang dihasilkan selalu memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. PT Aventis Pharma Indonesia selalu berpedoman kepada Global Quality Standard yaitu standar mutu yang ditetapkan oleh induk perusahaannya secara global dan dikombinasikan dengan standar mutu negara masing-masing. Standard mutu ini mengalami perubahan (update) dan PT Aventis Pharma harus bisa mengikuti pedoman tersebut. Standar mutu yang digunakan di Indonesia adalah Farmakope Indonesia dan ketentuan CPOB. Namun karena beberapa produk yang diproduksi di PT Aventis Pharma ditujukan untuk pasar ekspor, maka terdapat beberapa standar lain seperti standar yang mengacu pada Euro Pharmacopea dan GMP TGA dan PT Aventis Pharma akan menyesuaikan dengan persyaratan yang dimiliki oleh negara tujuan ekspor. Dalam menentukan suatu pabrik memenuhi persyaratan CPOB atau tidak dapat dilihat melalui lima aspek utama yang menjadi pilar CPOB, yaitu: a. Spesifikasi Semua peralatan, bangunan, ruangan, bahan baku, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan proses pembuatan obat sampai terbentuk sediaan obat jadi yang siap dipasarkan harus memenuhi kriteria dan persyaratan yang telah ditetapkan.
107
Universitas Indonesia
103 b. Prosedur Tetap (Standard Operating Procedure) Setiap pekerjaan yang dilakukan, yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan proses pembuatan obat, harus dilakukan mengikuti suatu standar tertentu untuk menjamin suatu keseragaman kerja. c. Validasi Semua peralatan maupun prosedur tetap yang dipakai harus dapat dibuktikan kebenaran atau kesesuaiannya dengan persyaratan yang telah ditetapkan. d. Monitoring Sebelum melakukan proses produksi, harus selalu dilakukan pengecekan secara rutin terhadap semua aspek produksi untuk menjamin proses produksi terlaksana sesuai dengan persyaratan yang ditentukan. e. Dokumentasi Semua kegiatan yang dilakukan dalam penerapan CPOB tersebut, harus selalu dicatat atau didokumentasikan sebagai bukti bahwa hal tersebut memang benar telah dilakukan. PT Aventis Pharma telah memenuhi kelima pilar CPOB tersebut dalam setiap tahapan yang berhubungan dengan proses pembuatan obat. Untuk meyakinkan hal ini maka dapat dilihat secara garis besar melalui aspek hardware, software dan humanware yang tervalidasi dan terkualifikasi. Hardware terdiri dari equipment (peralatan), facility (bangunan), dan utility (air, listrik, AHU system). Setiap peralatan, bangunan, ruangan, bahan baku, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan proses pembuatan obat telah ditetapkan terlebih dahulu spesifikasi dan persyaratan yang diinginkan sebelum pengadaannya. Indikator dan sensor-sensor yang menjadi parameter pada peralatan, bangunan, dan ruangan telah dikalibrasi secara berkala. Peralatan, bangunan, dan ruangan dipastikan memenuhi persyaratan melalui proses kualifikasi dan validasi, sedangkan bahan baku dipastikan memenuhi persyaratan melalui pengujian di Quality Control. Hardware ini tidak bisa berjalan apabila tidak ada software sehingga diperlukan adanya software seperti prosedur tetap, manual instruction, dan lainlain. Selain itu, terdapat humanware yaitu personel atau manusia yang juga harus dikendalikan agar dapat menjamin kualitas produk tetap dari waktu ke waktu. Universitas Indonesia
104 Oleh karena itu, industri farmasi harus menyediakan personel yang memenuhi kualifikasi tertentu serta terlatih melalui program pelatihan berkesinambungan dan seluruh prosedur tetap yang berlaku harus dilatihkan terlebih dahulu kepada karyawan. Proses pelatihan, kualifikasi, validasi, spesifikasi dan lainnya yang berkaitan dengan mutu obat didokumentasikan dengan baik dan benar pada departemen Quality Assurance sehingga apabila diperlukan adanya proses investigasi dan penelusuran bukti dokumen dapat mudah dilakukan. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik sebagaimana telah ditetapkan dengan keputussan Kepala BPOM Nomor HK.00.05.3.0027 Tahun 2006 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala BPOM Nomor HK.03.01.23.09.10.9030 Tahun 2010 sudah tidak sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pembuatan obat dan bahan obat. Oleh karena itu ditetapkan Peraturan Kepala BPOM Nomor HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yng Baik Tahun 2012. Perbedaan CPOB 2006 dan CPOB 2012, yaitu : a. Dari Segi Jumlah Bab Dan Aneks Jumlah bab CPOB sama-sama 12 bab, tetapi jumlah aneks pada CPOB 2006 adalah 7 aneks, sedangkan CPOB 2012 adalah 14 aneks, ada tambahan 7 aneks pada CPOB 2012, yaitu : 1. Aneks 8. Cara pembuatan bahan aktif obat yang baik 2. Aneks 9. Pembuatan Radiofarmaka, 3. Aneks 10. Penggunaan radiasi pengion dalam pembuat obat, 4. Aneks 11. Sampel pembanding dan sampel pertinggal, 5. Aneks 12. Cara penyimpanan dan pengiriman obat yang baik, 6. Aneks 13. Pelulusan parametris, 7. Aneks 14. Manajemen risiko mutu. b. Dari Segi Isi dalam Tiap Bab Isi dalam tiap bab ada yang berubah ada juga yang tidak ada perubahan. - Bab-bab yang tidak ada perubahan isi, yaitu : 1. Bab 2. Personalia Universitas Indonesia
105 2. Bab 8. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok 3. Bab 9. Produk Kembalian 4. Bab 10. Dokumentasi 5. Bab 11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak - Bab-bab yang ada perubahan isi, yaitu : 1. Bab 1. Manajemen Mutu 2. Bab 3. Bangunan dan Fasilitas 3. Bab 4. Peralatan 4. Bab 5. Sanitasi dan Higiene 5. Bab 6. Produksi 6. Bab 7. Pengawasan Mutu 7. Bab 12. Kualifikasi dan Validasi c. Dari Segi Perluasan atau Penambahan Sub Bab 1. Bab 1. Manajemen Mutu terdapat penambahan sub bab yaitu 1.6. Manajemen Risiko Mutu (penjelasannya terdapat pada aneks 14. Manajemen Resiko Mutu). 2. Bab 3. Bangunan dan Fasilitas terdapat penambahan sub bab yaitu 3.22, Klasifikasi Kebersihan Ruangan Pembuatan Obat. 3. Bab 5. Sanitasi dan Higiene dalam bagian prinsip pada bab ini terdapat tambahan ruang lingkup bahan pembersih dan disinfeksi. 4. Bab 7. Pengawasan Mutu terdapat penambahan sub bab 7.46. Stabilitas On Going. d. Dari Segi Pendalaman Penjelasan Sub Bab 1. Bab 4. Peralatan terdapat penambahan penjelasan pada sub bab perawatan (4.24-4.28). 2. Bab 6. Produksi terdapat penjelasan tambahan mengenai bahan awal, dan pengawasan pengemasan, produk kembalian. Selain itu, terdapat penjelasan tambahan pada penyimpanan dan pengiriman (penjelasan pada aneks 12. Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat yang Baik).
Universitas Indonesia
106 3. Bab 5. Sanitasi dan Higiene terdapat penambahan penjelasan pada sub bab validasi prosedur pembersihan dan sanitasi. 4.
Bab 7. Pengawasan Mutu terdapat penambahan penjelasan sampel pertinggal (penjelasan pada aneks 11. Sampel Pembanding dan Sampel Pertinggal).
5. Bab 12. Kualifikasi dan Validasi terdapat penambahan penjelasan pada sub bab Validasi Metode Analisis. PT Aventis Pharma telah mendapatkan Sertifikat CPOB untuk seluruh produk atau bentuk sediaan yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh aspek CPOB yang tertuang di dalam Pedoman CPOB telah dipenuhi oleh PT Aventis Pharma Indonesia. Aspek CPOB ini telah dilakukan secara menyeluruh terhadap setiap tahapan dari proses pembuatan obat mulai dari pemilihan pemasok bahan awal sampai penilaian terhadap distributor yang akan menyalurkan produk PT Aventis Pharma hingga ke tangan konsumen. Rangkuman hasil pengamatan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker (17 Juni – 12 Juli dan 5 – 30 Agustus 2013) mengenai implementasi 12 aspek CPOB 2012 di PT Aventis Pharma dapat dilihat pada lampiran 14.
Universitas Indonesia
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1
Kesimpulan Berdasarkan kajian yang kami lakukan selama menjalankan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT Aventis Pharma Indonesia, dapat disimpulkan bahwa :
a. PT Aventis Pharma Indonesia secara umum telah menerapkan CPOB dengan baik dan mengacu pada Aventis Global Standard untuk menjamin kualitas produk yang dihasilkan. b. Dalam industri farmasi, Apoteker memiliki peran penting untuk menerapkan CPOB untuk menghasilkan kualitas dan mutu obat yang lebih baik lagi. Peran Apoteker harus dimaksimalkan terutama pada posisi kunci, yaitu di bagian Production Departement, Quality Assurance, dan Quality Control. Apoteker bertugas dan bertanggung jawab untuk memastikan dan mengawasi pelaksanaan CPOB di industri farmasi. Masing-masing kepala bagian produksi, pengawasan mutu dan manajemen mutu (pemastian mutu) memiliki tanggung jawab bersama dalam menerapkan semua aspek yang berkaitan dengan mutu, mencakup: 1.
Otorisasi prosedur tertulis dan dokumen lain, termasuk amandemen
2.
Pemantauan dan pengendalian lingkungan pembuatan obat
3.
Higiene pabrik
4.
Validasi proses
5.
Pelatihan
6.
Persetujuan dan pemantauan terhadap pemasok bahan
7.
Persetujuan dan pemantauan terhadap pembuat obat berdasarkan kontrak
8.
Penetapan dan pemantauan kondisi penyimpanan bahan dan produk
9.
Penyimpanan catatan
10. Pemantauan pemenuhan terhadap persyaratan CPOB 11. Inspeksi, penyelidikan, dan pengambilan sampel untuk pemantauan faktor yang mungkin berdampak terhadap mutu produk
107
Universitas Indonesia
108 6.2
Saran Penerapan aspek-aspek CPOB di PT Aventis Pharma perlu terus dipertahankan dan
ditingkatkan untuk menjamin konsistensi mutu produk yang dihasilkan. Peningkatan kesadaran para karyawan akan pentingnya penerapan CPOB dalam segala aspek.
Universitas Indonesia
109 DAFTAR ACUAN
Aventis Pharma. (2005). Prosedur Tetap Purchasing Department. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2009). Prosedur Tetap Technical Service Department. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2010). Prosedur Tetap Pengambilan Contoh Bahan Baku. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2010). Prosedur Tetap Penerimaan Barang di Gudang. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2010). Prosedur Tetap Plant Logistic Department. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2010). Prosedur Tetap Production Department : Processing and Packaging Unit. Jakarta Aventis Pharma. (2011). Prosedur Tetap HSE Department. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2011). Prosedur Tetap Inspeksi Diri dan Audit. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2011). Prosedur Tetap Internal Audit TS & HSE. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2011). Prosedur Tetap Pemeriksaan Cemaran Partikel dan Mikroba. Di ruang Produksi dan Lab. Mikrobiologi. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2011). Prosedur Tetap Pengambilan Contoh Produk Ruahan dan Obat jadi. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2011). Prosedur Tetap Pengambilan Contoh Bahan Pengemas. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2012). Prosedur Tetap IQC Department : Quality Assurance & Quality Control Unit. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2012). Prosedur Tetap Penanganan Keluhan. Jakarta: Aventis Pharma: Aventis Pharma. Universitas Indonesia
110 Aventis Pharma. (2012). Prosedur Tetap Penanganan Obat Kembalian. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2013). Industrial Affairs Organization. Jakarta : Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2013). Sanofi Group Indonesia Organization. Jakarta : Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Panduan Mutu Standard Nomor AG 000-01/H. Jakarta : Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Cara Pelulusan atau Penolakan Obat Jadi. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Penanganan Dokumen. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Penilaian Terhadap Pemasok. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Pemeriksaan Bahan Baku, Produk Setengah Jadi Import dan Obat Jadi Import. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Pemeriksaan Bahan Pengemas. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Pemeriksaan Produk Ruahan. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Pemeriksaan Bahan Pengemas. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Pemeriksaan Mutu Air. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Pemeriksaan Stabilitas Obat Jadi. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Pengendalian Terhadap Perubahan. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Peninjauan dan Penilaian tahunan Terhadap Produk ( Annual Product review). Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Pelatihan Personil. Jakarta: Aventis Pharma. Universitas Indonesia
111 Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Sistem dan Cara Pembuatan Prosedur Tetap. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Sistem Validasi Proses. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Sistem Validasi Pembersihan untuk Ruangan. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Sistem Validasi Pembersihan untuk Peralatan. Jakarta: Aventis Pharma. Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2012). Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik, Edisi 2012. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan. Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2012). Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.33.12.8195 tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan. Daris, Azwar. (2012). Pengantar Hukum dan Etika Farmasi. Tanggerang: Duwo Okta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009). Peraturan Presiden RI No. 47 tahun 2009 nomor 144 tentang pembentukan dan organisasi kementerian negara, Jakarta. Sanofi Aventis. (2013). Sanofi Aventis. http://www.sanofi.co.id. diakses pada tanggal 10 Agustus 2013.
Universitas Indonesia
TABEL
112 Tabel 1. Klasifikasi ruangan PT. Aventis Pharma Kelas
Jumlah cemaran mikroorganisme Jumlah cemaran (beroperasi) partikel Sampel Sedimentasi Swab test/ HIAC ROYCO 245 A udara rodac plate Limit Limit Limit Tidak Beroperasi (koloni/ (koloni/ m3) (koloni/ beroperasi m3 ) m3 ) ≥ 0,5 µm ≥ 5,0 µm Kelas ≤ 500 ≤ 100 ≤ 80 3.500.000 20.000 3 Kelas Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak 2 ditetapkan ditetapkan ditetapkan ditetapkan ditetapkan Kelas Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak 1 ditetapkan ditetapkan ditetapkan ditetapkan ditetapkan
Perbedaan Pergantian Suhu tekanan udara udara
Kelembaban
Pa
Kali jam
% RH
≥ 7,5
≥ 10
19 -25
≥0
Sesuai kebutuhan Sesuai kebutuhan
19 -25
-
per °C
30 - 60
Sesuai kebutuhan Sesuai Sesuai kebutuhan kebutuhan
Universitas Indonesia
113 Tabel 2. Spesifikasi pemeriksaan portable water, purified water dan purified water MilliQ Potable water Purified water Purified water MilliQ - plus Pemeriksaan Spesifikasi Pemeriksaan Spesifikasi Pemeriksaan Spesifikasi Larutan Larutan jernih, Pemerian Larutan jernih, Pemerian Pemerian jernih, tidak tidak tidak berwarna, berwarna, berwarna, tidak berbau, dan tidak tidak berbau, tidak berasa berbau, dan dan tidak tidak berasa berasa Larutan harus Partikel jernih bebas Larutan harus partikel Konduktivitas 1,3 µS/cm Partikel jernih bebas pH 5-7 partikel Jumlah zat ≤ 1000ms/L 5 -7 terlarut pH Konduktivitas 1,3 µS/cm Seng
≤5,0 mg/ml
Konduktivitas
1,3 µS/cm
Krom
≤0,05mg/ml
Aluminium
≤0,2mg/ml
Besi
≤0,3 mg/ml
Resapan 400-200 200 190
≤ 0,05 mg/ml ≤ 0,01 mg/ml ≤ 0,01 mg/ml
Kesadahan CaCO3
≤ 500mg/ml
Zat yang Larutan tetap Nitrat berwarna mudah merah muda teroksidasi Sulfat
Klorida
≤ 250mg/ml
Klorida
≤0,05mg/ml
Mangan
≤0,1mg/ml
Nitrat
≤0,5mg/ml
Nitrat sebagai ≤10,0mg/ml N
Zat yang Larutan berwarna mudah muda teroksidasi Klorida
tetap merah
Larutan tidak keruh ≤0,2 mg/ml Tidak terjadi warna biru
terjadi Kalsium dan Tidak warna biru Magnesium
Nitrit sebagai N
≤1,0mg/ml
pH
6,5 – 8,5
Sianida
≤0,1 mg/ml
Sulfat
≤ 400mg/ml
Tidak terjadi kekeruhan ≤0,1mg/ml Ammonium ≤ 0,2mg/ml Ammonium Logam berat ≤0,1mg/ml Kalsium dan ≤ 0,1mg/ml Pb Magnesium Zat padat total ≤ 1mg/100 ml Tidak terjadi Kalsium warna biru Campuran tetap CO2 jernih Logam berat Tidak terjadi kekeruhan Pb
Sulfida
≤0,05mg/ml
Zat padat total
≤0,3mg/100ml
Tembaga
≤ 1,0 mg/ml
CO2
Timbal
≤0,05mg/ml
Campuran jernih
Sulfat
Universitas Indonesia
114 Tabel 3. Jenis – jenis AHU Jenis AHU AHU – FA 01 AHU – FA 02 AHU 01 AHU 02
AHU 03 AHU 04 AHU 05 A AHU 05 B AHU 06 AHU 07 dan 08 DX AHU 01 DX AHU 02 DX AHU 03
Ruang yang Disuplai Mensuplai AHU – 01, AHU – 02, dan AHU – 06 Mensuplai AHU – 03, AHU – 04, AHU – 05A, AHU – 05B Secondary packaging (area kelas 2) Corridor, staging bulk, workshop & tools, primary packaging material transit, staging primary packaging material transit, primary packaging line 1, primary packaging line 2, primary packaging line 3, primary packaging line 4, LAF, corridor class 3 between line 3 & 4, corridor class between line 1 & 2. Coating, technical area of coating, dirty container staging and washing Corridor production wet granulation, lubrication, washing, semisolid, sundry, office (processing), production manager, punches and die. Weighing, remaining material, broken material, staging IPC, tabletting korsch, tableting fette 1200, granulating and staging, filling suppository Gowning area Warehouse Quarantine raw and packaging material cool storage (< 25 °C) Released raw and packaging material cool storage (< 25 °C) Airlock sampling area, sampling raw material, change room, airlock & personal entrance/ exit
Universitas Indonesia
115 Tabel 4. Tingkatan Occupational Exposure Band Kategori OEB 1
Nilai OEL (mcg/m3) 1000- 5000
OEB 2
100 – 1000
OEB 3
10 – 100
OEB 4
1 -10
OEB 5
<1
Karakteristik Senyawa tidak berbahaya, tidak iritatif dan/atau memiliki aktivitas farmakologi yang rendah berbahaya/iritatif dan/atau dengan aktivitas farmakologi sedang agak toksik dan/atau dengan aktivitas farmakologi tinggi toksik, mungkin korosif atau genotoksik dan/atau dengan aktivitas farmakologi sangat tinggi sangat toksik, mungkin korosif atau genotoksik dan/atau dengan aktivitas farmakologi yang sangat tinggi
Tabel 5. Kategori produk PT. Aventis Pharma berdasarkan OEB OEB 1 OEB 2
OEB 3
OEB 4 OEB 5
Kategori
Contoh nama produk Batrafen (Ciclopirox olamine) Trental (Pentoxyfyline) Avil (Pheniramine maleat) Lasix (Furosemide) Novalgin (Metamizole sodium) Profenid suppo (Ketoprofen) Rulid (Roxithromycin) Urbason (Methyl prednisolon) Amaryl (glimepiride) Daonil (glyburide) Dermatop (prednicarbate) Esperson (desoximethasone) Flagyl forte, flagyl suppo (metronidazole) flagystatin ovule (metronidazole + nystatin) Frisium (clobazam) Triatec (ramipril) Rovamycin (spiramycine) -
Universitas Indonesia
116 Tabel 6. Parameter Baku Mutu Air Kategori D Parameter
sintesis kadar max (mg/L)
BOD (5 hari, 20ºC) COD (bichromat) TSS (padatan tersuspensi total) fenol total nitrogen pH zat organik (KmnO4) tes antibiotik
75
formulasi beban limbah max kadar max (mg/L) (kg/L) 1,875 75
100 60
2,5 1,5
100 60
0,5 30 6-9 85
0,0125 0,75 2,125
0,5 30 6-9 85
-
-
-
Tabel 7. karakteristik yang berlaku untuk identifikasi, pengujian terhadap impuritas dan prosedur penetapan kadar Parameter Validasi
Identifikasi
Pengujian Impuritas Kuantitatif Batas
Akurasi Presisi Ripitabilitas Presisi Intermediat Spesifikasi (2) Limit Deteksi Limit Kuantitas Linearitas Rentang
-
+
-
+ -
+ +(1) + - (3) + + +
+ + -
Penetapan Kadar - Disolusi* - Kandungan/Potensi + + +(1) + + +
Keterangan : (-) Tidak dipersyaratkan. (+) Dipersyaratkan. (1) Dalam hal telah dilakukan test reprodusibiltas, maka presisi intermediat tidak dipersyaratkan. (2) Kekurangan spesifisitas dari salah satu prosedur analisis dapat dikompensasikan dengan prosedur analisis yang lain yang dapat menunjang. (3) Hanya diperlukan pada kasus tertentu. *) Hanya untuk mengetahui kadar zat terlarut.
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
117 Lampiran 1. Struktur Organisasi Sanofi Group Indonesia President Director
Executive Assistant
National Sales Director
Strategy Development and Diabetes Director
Head of Marketing
Oncology Unit Director
Communication & Public Affairs Director
Chief Financial Officer
Head of Commercial Excellence & Business Devt
Human Resources Director
Medical & Regulatory Director
Legal Director
Plant Director
General Manager Vaccine
Country Compliance Officer
Universitas Indonesia
118 Lampiran 2. Struktur Organisasi Industrial Affairs Vice President Industrial Affairs, APJ Region
Executive Assistant
Plant Director
IA HR Manager
IA Controlling
Head of Industrial Quality & Compliance
Country Procurement Head
Head of Logistics
Technical Services Manager
Production Manager
HSE Manager
Universitas Indonesia
119 Lampiran 3. Struktur Organisasi Industrial Quality & Compliance Head of Industrial Quality & Compliance IQC Admin Assistant
QC Supervisor Microbiology Analyst
QC Analyst
QC Analyst
QC Analyst
QC Analyst
QC Analyst
QC Analyst
QC Officer
QC Sampler
QC Sampler
QA Manager
QA Officer
QA Officer
QA Officer
QA Officer
Universitas Indonesia
120 Lampiran 4. Diagram Pengambilan Keputusan Terhadap Hasil di Luar Spesifikasi Hasil TMS Periksa kondisi analisis (Gunakan daftar periksa)
Ditemukan kesalahan
Tidak ditemukan kesalahan
Lakukan Perbaikan
Investigasi Diperluas
Hasil OOS tidak berlaku Cek Ulang
Investigasi Batch Record/Prod atau kesalahan bets Ditemukan Kesalahan
Bets ditolak
Ditemukan Kesalahan
Bets diluluskan
Periksa cara sampling (gunakan daftar periksa)
Kesalahan tidak ditemukan
Ditemukan Kesalahan
Evaluasi dan menentukan rancang strategi yang tepat Variabel: Persiapan contoh/ ganti analis/alat/ periksa contoh thd yang sudah diluluskan
Lakukan Perbaikan
Kesalahan tidak ditemukan
Bets ditolak
Universitas Indonesia
121 Lampiran 5. Contoh-contoh Label
Universitas Indonesia
122 Lampiran 6. Alur Pemeriksaan Bahan Baku Penerimaan Bahan Baku Pemeriksaan dokumen fisik OK Label “Quarantine” Pembuatan dan distribusi GRS Penerimaan GRS oleh QC
Pencatatan Data bahan Baku
-Log book bahan baku -Log book pengujian ulang
Persiapan Pengambilan Contoh -Input Voucher Quantitiy -Wadah dan etiket -Label “Sampel Taken” -Pakaian Pelindung Alat
Pengambilan Contoh Pengujian Bahan Baku Pemeriksaan Hasil Pengujian Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat OOS
Released
Penyelidikan
-Label Released -Pemindahan Bahan Baku dari area karantina ke area released -Label Rejected -Pemindahan Bahan Baku dari area karantina ke area rejected
Perbaikan Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Rejected
Released
Universitas Indonesia
123 Lampiran 7. Persyaratan Jumlah Bakteri, Total Koliform, dan Koliform Tinja pada Masing-masing Jenis Air
No. 1.
Jenis
Air
Cemaran
Sumur
Air PAM
Portable
Purified
MiliQ-
Water
Water
plus
Jumlah
Tidak
100
100
100
100
bakteri
ditetapkan
(kol/
(kol/ml)
(kol/ml)
(kol/ml)
ml) 2.
Total
<10
0 (kol/ml)
0 (kol/ml)
-
-
-
-
0 (kol/ml)
-
-
koliform 3.
Koliform tinja
Keterangan: 1. Air sumur adalah air yang diperoleh langsung dari sumur artris tanpa pengolahan awal. Air sumur diperiksa setiap 6 bulan sekali. 2. Air PAM adalah air yang berasal dari olahan PAM city water. Air PAM diperiksa setiap 1 bulan sekali. 3. Potable water adalah air yang diperoleh dari pengolahan air sumur/PAM. Air ini dapat digunakan sebagai bahan baku untuk purified water. Potable water diperiksa setiap 1 bulan sekali. 4. Purified water adalah air yang diperoleh dari hasil pengolahan potable water dengan cara deionisasi, reverse osmosis, polishing (mixed bed procedure), electro-deionisasi/kombinasi, reverse osmosis dengan electrto-deionisasi. Purified water diperiksa setiap 1 minggu sekali. 5. Purified water MiliQ-Plus adalah air yang diperoleh dari hasil pengolahan purified water dengan alat MiliQ-Plus.
Universitas Indonesia
124 Lampiran 8. Pembagian Iklim, Tipe Pemeriksaan, Kondisi Penyimpanan dan Waktu Pemeriksaan Pada Uji Stabilitas Pada dasarnya pembagian zona iklim dibagi atas:
Zona iklim
Zona I (sedang)
Suhu ratarata tahunan Suhu nyata
<25oC
Zona II (subtropis dengan kelembaban tinggi) 25oC
Zona III Zona IV (panas kering) (panas lembab)
25o±2oC
25o±2oC
30o ±2oC
RH rata-rata
≤40%±5%
60%±5%
≤40%±5%
30oC
>30oC 30o ±2oC 70% ± 5% 75% ± 5%*
Post Marketing Studies (Tipe IV)
Zona
Kondisi Penyimpanan
Frekuensi Pengujian (bulan)
Iklim
Suhu/RH
0
12
24
36
48
60
II
<25oC/50%-90%*
X
X
X
x
x
x
IV
<30oC (25o-33oC)/50-90%
X
X
X
x
x
x
Catatan: a. Untuk perbandingan pengujian pada umumnya dilakukan follow up stability test pada climatic zone II dan IV. b. Periode pengujian tergantung pada daluarsa atau sesuai dengan rencana pemeriksaan yang dibuat c. Kondisi penyimpanan (suhu dan RH) sesuai dengan kondisi yang sebenarnya d. *) sesuai dengan rata-rata data suhu dan kelembaban ruang penyimpanan contoh pertinggal Follow Up Stability Testing (Tipe V)
Zona Kondisi Kondisi
Penyimpanan
iklim Suhu/RH
0
3 6 9 12 18
24
36
II
X
x x x
x
x
x
x
x
x
x x
x
x
x
x
x
-
-
-
-
Sebenarnya IV
+25oC ±2 oC /60±5% +30oC ±2 oC /70±5% +30oC ±2 oC /75±5%
Kondisi
Frekuensi pengujian (bulan)
+40oC ±2 oC /75±5%
dipercepat
X x
-
Catatan: a. Pengujian dilakukan hingga batas waktu daluarsa b. Zona II : untuk produk yang akan dipasarkann di zona I dan II c. Zona IV : untuk produk yang akan dipasarkan di zona II dan IV
Universitas Indonesia
125
Lampiran 9. Skema Purified Water Plant Potable water or W ell water
CHIRST OSMOTRON – 500 L / h Multimedia Filter
High Presure Pump
Filter 5 μm
Softener 1
RO
Electro Delonization Module
Storage Tank 3000 L
C T
Pump Sample
T,C
F CHRIST LOOPO
Softener 2
Y
Y
Drain
Y
Drain
Y
Drain
NaCL for Regeneration
Sodium Metabisulfit
Superheated Water Chilled Water
Recorder
NaOH Duly with Well water
Y
Drain
Cooler / Heat Exchanger
< 25 °C 8 U
7 S
Washung (411) FBD Filter
U
6 S
Washing Corner 412
U
5 S
Solution Preparation 440
U
4 S
Wetgra Nulation 440
U
3 S
Coating Ex 434
U
1
2 S
Oinment 432
U
Printer
Drain
Circulation Pump H2O2 for Desinfection
TOC
S
Technical Area ofcoating 606
U
S
Central Washing Corner 428
Superheated Water Chilled Water
U : User Point S : Sampling Point C : Conductivity T : Temperature F : Flow TOC : Total Organic Carbon
Universitas Indonesia
126 Lampiran 10. Alur pengumpulan dan penyimpanan MSDS bahan produk PT.Aventis Pharma
Daftar Bahan (Masih diproduksi)
Daftar Bahan (Produk Baru)
Informasikan kepada HSE staff dan QA unit
Kirim copy MSDS ke QA
Cari MSDS dari intranet, internet/HSE global
Simpan file MSDS di folder I Simpan file elektronik MSDS Update daftar bahan kimia dan distribusikan ke manager departemen yang berkaitan Print MSDS
Dilakukan oleh HSE staff
Universitas Indonesia
127
Lampiran 11. Alur penanganan limbah B3
DOMESTIK
CAIR
MCK
CAIR
PADAT
KANTIN
SEPTIK TANK
TEMPAT SAMPAH
CAIRAN KONTAM INASI
BAK PENAMPUNG SAMPAH
POND REMBESA
DINAS KEBERSIHAN DKI
WWTP
PADAT
BAHAN PRODUKSI, OLI EKAS/ CECERAN SOLAR
BATERAI GENERATOR
DEBU DUST COLLECTOR
TIMBANG, CATAT DI CHP
PRODUK REJECT, OBAT KEMBALIAN, RETAINED SAMPLE DAN OBAT JADI KADALUARSA
SIMPAN DALAM WADAH TIDAK MUDAH PECAH DAN TIDAK MUDAH BOCOR
PPLI
1. Label ; UNTUK DIMUSNAHKAN 2. Catatan tentang jenis dan karakteristik lim- bah, waktu limbah di- dihasilkan,nama pengankut limbah
Universitas Indonesia
128
Lampiran 12. Skema waste water treatment plant
Office building, security, packaging, warehouse,
Multi purpose building
Production,purified water Antibiotik waste
Collecting pit 1
Collecting pit 2
Collecting pit 3
Perforated bath stream
Equalization tank
Aeration tank
Sedimentation tank Sludge
Water
Sludge tank
Clean water tank
Sludge drying bed
Dry sludge
River
Connect to WWTP operator room for sampling purposes
Effluent/water
PPLI
Universitas Indonesia
129 Lampiran 13. Denah Warehouse
Universitas Indonesia
130
Lampiran 14. Perbedaan antara CPOB dengan implementasi di PT Aventis Pharma PARAMETER
CPOB 2012
PT AVENTIS
KETERANGAN
PHARMA Manajemen
Industri farmasi harus PT Aventis Pharma Sesuai
mutu
membuat
obat telah
menerapkan
sedemikian rupa agar aspek
manajeman
sesuai dengan tujuan mutu yang meliputi penggunaannya
dan pengawasan
dan
memenuhi persyaratan pemastian
mutu
yang tercantum dalam dengan
konsep
dokumen
CPOB.
izin
edar dasar
(registrasi) serta tidak Dalam menimbulkan yang
struktur
risiko organisasi
membahayakan Aventis
penggunanya tidak
PT Pharma,
karena terdapat
IQC
aman,
mutu Departement yang
atau
tidak bertanggung jawab
rendah efektif.
Manajemen terhadap
bertanggung
jawab pengendalian mutu
untuk mencapai tujuan menyeluruh dalam ini
melalui
kebijakan,
suatu arti
pengendalian
yang mutu
terhadap
memerlukan partisipasi produk
yang
dan
sejak
komitmen
dari dihasilkan
semua jajaran di semua bahan awal, produk departemen di dalam setengah perusahaan, dan pihak (termasuk ketiga (pemasok).
jadi In
Process Control/IPC),
Universitas Indonesia
131
sampai
dengan
produk jadi yang siap
digunakan,
termasuk didalamnya penilaian terhadap pemasok
dan
distributor. Personalia
Berdasarkan
CPOB, PT.
personalia
Aventis Sesuai
dalam Pharma
didukung
industri farmasi harus oleh Sumber Daya memiliki pengetahuan, Manusia keterampilan
dan yang
kemampuan
(SDM) memadai.
sesuai SDM
dengan tugasnya, juga dikelompokkan memiliki
kesehatan dalam
bidang-
mental dan fisik yang bidang tertentu dan baik sehingga mampu memiliki melaksanakan tugasnya profesional.
serta
tugas tanggung
secara jawab
masing-
masing.
Dari
struktur organisasi dapat dilihat bahwa Production Departement IQC
dan
Departement
masing-masing dipimpin
oleh
apoteker
yang
Universitas Indonesia
132
berbeda dan tidak saling bertanggung jawab satu dengan yang
lain
dan
memiliki wewenang
serta
tanggung
jawab
yang penuh dalam melaksanakan tugasnya
masing-
masing. Bangunan Fasilitas
dan
Bangunan fasilitas
dan
PT Aventis Pharma
untuk
telah ditunjang oleh
obat
gedung, sarana dan
pembuatan harus
memiliki
desain, dan
konstruksi letak
memadai,
fasilitas memadai.
yang
Bangunan
di
serta
Aventis
Pharma
disesuaikan dan
berdasarkan Sanofi
dirawat dengan baik
Global
untuk
Standard
memudahkan operasi
yang benar. Tata debu
atau
PT
didesain
kondisinya
pelaksanaan
yang
Sanofi
Quality dan Global
letak Engineering dan
yang desain ruangan
kotoran,
terdiri dari pabrik,
dan dampak lain yang
kantor, gudang, dan
dapat
laboratorium.
menurunkan
mutu obat.
harus
Bangunan ini telah
Universitas Indonesia
dib
133
memiliki
desain,
ukuran dan letak yang memudahkan pelaksanaan kerja, pembersihan
dan
pemeliharaannya.
Peralatan
Peralatan
untuk
Semua peralatan di Sesuai
pembuatan
obat
PT Aventis Pharma
hendaklah
memiliki
memiliki dokumen
desain dan konstruksi
kualifikasi,
yang tepat,
prosedur
ukuran
tetap
yang memadai serta
untuk operasional,
ditempatkan
dan
pembersihan
dikualifikasi
dengan
dan
pemeliharaan, serta
tepat, agar mutu obat
log
terjamin sesuai desain
kalibrasi
dan
serta
seragam
dari
pemakaian
alat.
bets-
ke-bets
dan
Peralatan-peralatan
untuk
memudahkan
pembersihan
serta
book
tersebut ditempatkan
perawatan agar dapat
dengan
mencegah
sehingga
kontaminasi
silang,
memudahkan
penumpukan
debu
pembersihan,
atau
dan,
perawatan
yang
perbaikan.
hal-hal
kotoran
umumnya berdampak
untuk
Peralatan
benar
dan dipilih
Universitas Indonesia
134
buruk produk.
pada
mutu
dan
diletakkan
sesuai
dengan
fungsinya. Peralatan
juga
dibersihkan secara teratur,
sesuai
prosedur pembersihan
alat
yang dirinci dalam prosedur
tetap,
untuk
mencegah
kontaminasi dapat
merubah
identitas, atau
yang kualitas
kemurnian
suatu
produk.
Untuk
proses
pembersihan alat
alat-
produksi,
dilakukan
sendiri
oleh operator alat tersebut.
Pada
pembersihan ruangan, Aventis melakukan sama perusahaan source
PT Pharma kerja dengan out cleaning
Universitas Indonesia
135
service. Sanitasi Higiene
dan
Tingkat sanitasi dan
Sesuai
higiene yang tinggi
ketentuan
yang
hendaklah diterapkan
tercantum
dalam
pada
CPOB, PT Aventis
setiap
aspek
pembuatan
obat.
Ruang
dengan Sesuai
Pharma
lingkup
menerapkan tingkat
sanitasi dan higiene
sanitasi dan higiene
meliputi
personil,
yang
bangunan,
peralatan
meliputi personalia,
perlengkapan,
bangunan, peralatan
bahan produksi serta
dan perlengkapan,
wadahnya,
bahan
bahan produksi dan
pembersih
dan
setiap
hal
desinfeksi, dan segala
dapat
merupakan
sesuatu
sumber pencemaran
dan
yang
merupakan
dapat sumber
tinggi,
produk.
yang
Mutu
pencemaran. Sumber
produk harus dijaga
pencemaran potensial
agar terbebas dari
hendaklah dihilangkan
kontaminasi akibat
melalui
pengaruh
suatu
program sanitasi dan
lingkungan maupun
higiene
karyawan.
menyeluruh terpadu.
yang dan
karena
Oleh itu,
penerapan sanitasi dan
higiene
karyawan
mutlak
diperlukan
dalam
proses
pembuatan
Universitas Indonesia
136
obat. Produksi
Produksi
hendaklah
dilaksanakan mengikuti
dengan prosedur
Proses
produksi
dilakukan
mengikuti prosedur
yang telah ditetapkan;
yang
dan
memenuhi
ditetapkan
CPOB
memenuhi
ketentuan yang
menjamin
dengan telah dan
ketentuan
CPOB
senantiasa
agar
menghasilkan produk
menghasilkan
yang
produk
persyaratan serta ketentuan
memenuhi mutu memenuhi
dapat yang
memenuhi persyaratan
mutu
izin
serta ketentuan izin
pembuatan dan izin
pembuatan dan izin
edar.
edar
(registrasi).
Mutu
obat
dihasilkan hanya pada
yang tidak
ditentukan hasil
akhir
analisa obat tetapi juga
ditentukan
sejak
kedatangan
material
hingga
proses
produksi
selesai,
sehingga
ada prosedur baku untuk tiap langkah proses
beserta
Universitas Indonesia
137
persyaratan
yang
harus diikuti seperti yang
tercantum
dalam
prosedur
pengolahan dan
induk
prosedur
pengemasan induk, sehingga mutu obat yang
diproduksi
dapat terjamin dan sesuai
spesifikasi
yang
telah
ditentukan. Pembelian
bahan
awal hanya pemasok
dari yang
telah disetujui dan memenuhi spesifikasi
yang
relevan, dan bila memungkinkan, langsung
dari
produsen. Pengawasan
Pengawasan
Mutu
Mutu
merupakan
bagian
yang
esensial
dari
Pengawasan di
PT
Pharma
mutu Sesuai Aventis secara
Cara Pembuatan Obat
menyeluruh
yang
dilakukan oleh IQC
Baik
untuk
Universitas Indonesia
138
Department.
memberikan kepastian
bahwa
Pengawasan
produk
secara
ini
dilakukan
konsisten mempunyai
terhadap
mutu
sesuai
awal,
tujuan
setengah
yang
dengan pemakaiannya.
mutu bahan produk jadi
sampai
Keterlibatan
dan
dengan
produk jadi yang
komitmen
siap
semua
termasuk
pihak
yang
digunakan, di
dalamnya penilaian
berkepentingan pada
terhadap semua
tahap merupakan
pemasok
dan
distributor.
IQC
Department
membawahi
keharusan
untuk
mencapai
sasaran
Quality Assurance
dari
Unit (QA Unit) dan
mutu
mulai
awal
pembuatan
sampai
kepada
unit
dua
Quality
yaitu
Control
Unit (QC Unit). QA
distribusi produk jadi.
Unit
Pengawasan
jawab
Mutu
kerja,
bertanggung penuh
mencakup
terhadap mutu obat
pengambilan sampel,
yang
spesifikasi, pengujian
mulai dari bahan
serta
awal,
termasuk
pengaturan, dokumentasi prosedur
dihasilkan proses
produksi, dan
environment
pelulusan
monitoring,
Universitas Indonesia
139
yang
memastikan
bahwa
semua
dokumentasi, validasi, stabilitas,
pengujian
yang
kualifikasi
relevan
telah
kalibrasi,
dan
dilakukan, dan bahan
penanganan
tidak
penyimpangan dan
diluluskan
untuk
dipakai
produk
atau
diluluskan
hasil
uji
spesifikasi, inspeksi
untuk dijual, sampai
diri
mutunya
internal,
telah
diluar
dan
audit
dibuktikan memenuhi
pengendalian
persyaratan.
terhadap
Pengawasan
Mutu
perubahan,
tidak
pada
pelatihan
terbatas
kegiatan
personalia,
laboratorium, juga
tapi
harus
dalam keputusan
audit
pemasok,
terlibat
penanganan
semua
distribusi obat jadi,
yang
penangan
keluhan
terkait dengan mutu
dan
produk.
sample tertahan. Di
Ketidaktergantungan
lain hal, QC Unit
Pengawasan
bertanggung jawab
dari dianggap
Mutu Produksi
penuh
yang
pemeriksaan
fundamental
agar
spesifikasi
Pengawasan
Mutu
dapat kegiatan
hal
penangan
melakukan
pada bahan
awal, produk antara dan produk jadi.
dengan
Universitas Indonesia
140
memuaskan. Inspeksi dan Internal
Diri Audit
Tujuan inspeksi diri
Standar
adalah
digunakan
untuk
yang untuk
mengevaluasi apakah
inspeksi
adalah
semua
Quality
Manual
aspek
produksi
dan mutu
Internasional, serta
farmasi
CPOB yang ada di
pengawasan industri
GMP
Aventis,
memenuhi ketentuan CPOB. Program
Indonesia.
Semua
inspeksi prosedur, dirihendaklah catatan, dirancang untuk
Inspeksi diri
dan
mendeteksi
laporan
hendaklah dilakukan secara inspeksi independen diri di PT dan rinci oleh petugas yang kompeten Inspeksi
diri
Aventis
hendaklah dilakukan
didokumentasikan
secara rutin dan, di
dan disimpan oleh
samping
QA Unit. Laporan
itu,
situasi
pada
khusus,
inspeksi
ini
misalnya dalam hal
selanjutnya
terjadi
dilaporkan kepada
penarikan
kembali
obat
atau
terjadi
penolakan
yang
berulang.
Semua
saran tindakan
jadi
untuk perbaikan
IQC Manager. IQC Manager
akan
mengevaluasi laporan
dan
menetapkan tindakan perbaikan
supaya dilaksanakan.
yang
diperlukan
Prosedur dan catatan
agar penyimpangan
inspeksi
yang terjadi tidak
diri
terulang
dimasa
Universitas Indonesia
141
hendaklah
mendatang
didokumentasikan
(Corrective Action
dan dibuat program
Plan).
tindak lanjut yang
inspeksi
efektif.
selanjutnya
Laporan juga
dilaporkan kepada Aventis
Pharma
Global
yang
selanjutnya
akan
melakukan penilaian terhadap PT Aventis Pharma Indonesia. Penanganan
Semua keluhan
Keluhan
informasi
Terhadap
berkaitan
Produk,
kemungkinan
Penarikan
kerusakan
lain
Produk
Kembalian
terdapat Sesuai
yang keluhan
terhadap
dengan obat produksi PT terjadi Aventis
Pharma,
obat maka sampel obat
Kembali Produk dan
dan Bila
segera harus dikaji
dengan dan
teliti
dengan diskusi
sesuai
prosedur tertulis. Untuk semua
diadakan dengan
departemen terkait
menangani untuk kasus
diperiksa
dilakukan
yang perbaikan.
mendesak, hendaklah Investigasi
dan
disusun suatu sistem, penyelesaian kasus bila perlu mencakup harus penarikan
diselesaikan
kembali dalam waktu satu
Universitas Indonesia
142
produk
yang bulan
kemudian
diketahui atau diduga dibuat
surat
cacat dari peredaran tanggapan secara efektif.
cepat
atas
dan keluhan
kepada
konsumen
atau
pelapor.
Keluhan
yang berhubungan dengan
medis
ditujukan
ke
Medical
&
Regulatory Division, sedangkan
yang
menyangkut KTKO ditujukan ke IQC Department. Tindak lanjut dari keluhan
tersebut
dapat
berupa
penggantian produk atau
penarikan
produk. Penarikan Kembali Obat Jadi (PKOJ) dilakukan
bila
ditemukan
ada
produk obat yang tidak
memenuhi
persyaratan
mutu
Universitas Indonesia
143
atau
atas
dasar
pertimbangan adanya
efek
samping obat yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan. Untuk mempermudah pelaksanaan PKOJ, PT Aventis Pharma melakukan kepada
audit
distributor
yang akan dipilih. Hal ini dilakukan untuk mutu
menjaga produk
Aventis
PT
Pharma
agar setelah keluar dari pabrik dapat terjamin saat
mutunya
sampai
konsumen. satu
ke Salah
penilaiannya
adalah
distributor
harus
mempunyai
suatu
sistem
distribusi yang baik artinya mengetahui kemana saja produk
Universitas Indonesia
144
tersebut didistribusikan. Obat
kembalian
adalah
obat
yang
jadi
kembali
setelah diserahterimakan dari
PT
Aventis
Pharma ke pihak ketiga (distributor) dan
dikembalikan
ke
gudang
PT
Aventis
Pharma
dengan
alasan
masalah keabsahan maupun
salah
kirim,
penarikan
produk
dan
pack
size
atau dari
pasaran, kerusakan obat
atau
pengemasnya selama pengiriman atau
penyimpanan
dan kelainan dari segi kualitas obat maupun
bahan
pengemasnya. Obat yang
sudah
Universitas Indonesia
145
kadaluarsa
di
distributor
dan
dikembalikan ke PT Aventis
Pharma
tidak
termasuk
dalam penggolongan obat kembalian
karena
pada prinsipnya PT Aventis
Pharma
tidak
menerima
pengembalian obat yang
sudah
kadaluarsa.
Ada
prosedur
tetap
dalam menyelidiki dan
menganalisis
obat
yang
dikembalikan serta menetapkan apakah obat tersebut dapat diolah kembali atau dimusnahkan. Obat kembalian disimpan di gudang pada tempat khusus dan
menunggu
keputusan
QC,
apakah
akan
Universitas Indonesia
146
dikemas ulang, dirework,
atau
dimusnahkan. Obat kembalian
yang
tidak dapat diolah kembali
akan
dimusnahkan
dan
dibuat Berita Acara Pemusnahan.
Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian Semuadari kegiatansistem di informasi manajemen memperkecil
risiko
setiap
terjadi
tafsir
PT Aventis Pharma
salah
departemen
dan kekeliruan yang
sudah
biasanya
timbul
dokumentasi
karena
hanya
mengenai
mengandalkan komunikasi
memiliki hal-hal
yang berhubungan lisan.
dengan fungsi dan
Spesifikasi, Dokumen Produksi tugasnya Induk/Formula masingPembuatan, Prosedur Pembuatan,
metode
masing.
Semua
dan instruksi, laporan
dokumen disahkan
dan
oleh
catatan
harus
departemen
bebas dari kekeliruan
terkait,
atas
dan
persetujuan
IQC
tersedia secara
tertulis.
Keterbacaan
dokumen sangat penting.
dan doku
adalah
Department. Semua dokumen mempunyai sistem penomoran
yang
Universitas Indonesia
metode
147
memudahkan penelusuran apabila diperlukan,
dan
dijaga agar selalu aktual
sehingga
setiap
dokumen
ditinjau
ulang
secara berkala atau dilakukan perbaikan
bila
diperlukan
yang
diatur dalam protap penanganan dokumen. asli
Protap disimpan,
didistribusikan dan dipantau
jika
sewaktu-waktu terjadi oleh
perubahan Unit.
QA
Segala
bentuk
modifikasi terhadap dokumen dikendalikan melalui
prosedur
change
control.
Semua
dokumen
secara
jelas
mempunyai
judul,
Universitas Indonesia
148
tujuan dan isi, serta semua harus
dokumen dijaga
dan
didistribusikan secara confidential.
Pembuatan dan Pembuatan
dan
Adakalanya
suatu Sesuai
Analisis
analisis berdasarkan
produk disebabkan
Berdasarkan
kontrak harus dibuat
oleh suatu alasan
Kontrak
secara
tertentu
benar,
disetujui
dan
dikendalikan
untuk
(misalnya
keterbatasan fasilitas) yang tidak
menghindarkan
dapat dibuat oleh
kesalahpahaman
pabrik
yang
dapat
menyebabkan produk atau bets
produk
diedarkan menjadi
untuk yang
tanggung
milik
PT
Aventis
Pharma,
sehingga
produk
pekerjaan tersebut dibuat oleh dengan mutu yang pabrik
lain
yang
ditunjuk. Dalam hal ini,
semua
jawab penuh kepala
kontraktor
atau
bagian
Manajemen
pabrik
yang
Mutu
(Pemastian
ditunjuk
untuk
membuat
produk
Mutu).
harus status standar
disetujui GMP
dan
mutunya
Universitas Indonesia
tidak memu
149
sebelum
kontrak
untuk memproduksi obat
tersebut
disetujui
bersama.
Terdapat beberapa kategori perjanjian kerjasama (kontrak). Kategori tersebut
adalah
kontrak dasar dan quality agreement. quality
Pada agreement,
di
samping yang
hal-hal mencakup
perjanjian kontrak harus
dasar, tersebut
mencakup
persetujuan tentang pharmaceutical quality. Persetujuan tersebut
harus
mencerminkan semua
aktifitas
GMP pada proses pengolahan, pengemasan, analisa, penyimpanan,
dan
Universitas Indonesia
150
distribusinya yang
baik
mencakup
keseluruhan aktifitas
maupun
sebagian. Ketentuan mengenai kerjasama kontrak ini
diatur
dalam
prosedur
tetap
Contract Manufacturer. PT. Aventis
Pharma
menjalin
kontrak
kerjasama
dengan
PT
Boehringer-
Ingelheim Indonesia (PT BII). PT BII membuat toll
produk manufacturing yang
ditujukan
untuk PT. Aventis Pharma
untuk
produk – produk likuid karena PT Aventis tidak fasilitas
Pharma mempunyai produksi
Universitas Indonesia
151
likuid. PT Aventis Pharma
menjalin
kontrak dengan PT Indofarma, dimana PT Aventis Pharma membuat
produk
toll manufacturing untuk
PT
Indofarma. Kualifikasi dan CPOB
Di
Validasi
Pharma
mensyaratkan industri
farmasi
PT
Aventis Sesuai telah
dilakukan
validasi
untuk
dan
mengidentifikasi
terhadap
aspek
validasi yang perlu
fasilitas,
sistem,
dilakukan
proses,
bukti
sebagai
pengendalian
kualifikasi
dan
peralatan
sesuai
terhadap aspek kritis
dengan
dari kegiatan yang
yang
dilakukan.
oleh
Perubahan signifikan
Pharma
dalam
terhadap
Global
Quality
fasilitas,
standar ditetapkan
PT
Aventis
peralatan dan proses
Standard.
yang
dapat
Berdasarkan objek
memengaruhi
mutu
yang divalidasi, PT
produk
hendaklah
divalidasi. risiko
Aventis
Pharma
melakukan untuk mengidentifikasi validasi validasi yang perlu dilakukan hendaklah
terhadap
proses
Universitas Indonesia
152
digunakan
untuk
produksi
(process
menentukan
ruang
validation)
dan
lingkup dan cakupan
pembersihan
validasi.
(cleaning validation)
baik
untuk
ruangan
maupun peralatan, serta
validasi
metode
analisis.
Semua
aktivitas
kualifikasi
dan
validasi dituangkan dalam
Validation
Master
Plan
(VPM). VPM harus dikaji
ulang
minimal
dalam
setiap
dua
tahun
sekali atau jika ada perubahan
jadwal
secara signifikan.
Universitas Indonesia
153
UNIVERSITAS INDONESIA PEMERIKSAAN ULANG FORMULA PERHITUNGAN KADAR ZAT AKTIF, DISOLUSI, IMPURITY PADA SPREADSHEET BERDASARKAN TEST METHODE DAN CATATAN HASIL PEMERIKSAAN TABLET LASIX® TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER TIA OKTAVIANI, S. Farm. 1206330173 ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2013
Universitas Indonesia
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i DAFTAR ISI................................................................................................... ii BAB 1PENDAHULUAN ............................................................................... 1 1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1 1.2. Tujuan........................................................................................... 2 BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 4
2.1 Spreadsheet ................................................................................... 4 2.2 Microsoft Exel............................................................................... 5 2.3 Tes Metoda.................................................................................... 6 2.4. Catatan Hasil Pemeriksaan ............................................................ 8 2.5. Lasix® ......................................................................................... 8 BAB 3
METODOLOGI PENGKAJIAN ................................................. 10
3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian ...................................................... 10 3.2 Metode Pengkaijan ........................................................................ 10 BAB 4
PEMBAHASAN ............................................................................. 13
BAB 5
PENUTUP....................................................................................... 24
5.1 Kesimpulan ................................................................................... 24 5.2 Saran ............................................................................................. 24 DAFTAR ACUAN ...................................................................................... 25
ii
1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Pengawasan mutu adalah bagian dari Cara Pembuatan Obat yang Baik dan
Benar (CPOB) yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat (Badan POM, 2012). Pengawasan mutu secara menyeluruh juga mempunyai tugas lain, antara lain menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu, mengevaluasi, mengawasi, dan menyimpan baku pembanding, memastikan kebenaran label wadah bahan dan produk, memastikan bahwa stabilitas dari zat aktif dan produk jadi dipantau, mengambil bagian dalam investigasi keluhan yang terkait dengan mutu produk. Semua kegiatan tersebut hendaklah dilaksanakan sesuai dengan prosedur tertulis dan dicatat (Badan POM, 2012). Dokumentasi laboratorium hendaklah mengikuti prinsip yang diuraikan dalam Bab 10 dokumentasi. Bagian penting dokumentasi yang berkaitan dengan pengawasan mutu berikut ini hendaklah tersedia di bagian pengawasan mutu yaitu spesifikasi, prosedur pengambilan sampel, prosedur dan catatan pengujian (termasuk lembar kerja analisis dan/atau buku catatan laboratorium), laporan dan atau sertifikat analisis, data pemantauan lingkungan, bila diperlukan; catatan validasi metode analisis, bila diperlukan; dan prosedur dan catatan kalibrasi instrumen serta perawatan peralatan (Badan POM, 2012) Dokumen dapat dibuat dalam bentuk manual atau tertulis tangan akan tetapi penulisan secara manual dapat membuang waktu, kemungkinan kesalahan besar. Penggunaan sistem komputerisasi dalam sistem pembuatan obat, termasuk penyimpanan, distribusi dan pengendalian mutu tidak mengubah kebutuhan untuk
Universitas Indonesia
2
memperhatikan prinsip yang relevan dalam pedoman CPOB. Sistem komputerisasi yang menggantikan sistem manual hendaklah tidak mengakibatkan penurunan mutu produk atau penerapan sistem pemastian mutu. Hendaklah dipertimbangkan risiko beberapa aspek hilang dari sistem sebelumnya yang disebabkan pengurangan keterlibatan operator (Badan POM, 2012). Dalam upaya memperkecil kesalahan operator dalam mencatat data hasil pengujian maka digunakan spreadsheet (pengolah angka) atau merupakan suatu tabel nilai-nilai yang disusun dalam baris dan kolom. Spreadsheet tersebut digunakan untuk menyimpan atau mengola data, formula, grafik, dan sebagainya.
Masing-
masing nilai dapat memiliki suatu hubungan dengan nilai yang lainnya. Jika salah satu nilai diubah, maka nilai yang lain juga perlu diubah. Pada suatu spreadsheet, masing-masing nilai menempati suatu sel. Jenis program pengolah angka salah satunya adalah Microsoft Exel. Program pengolah angka ini akan membantu pekerjaan pengawasan mutu terutama bagian Quality Control PT. Sanofi dalam mengolah data. 1.2.
Tujuan Memastikan kesesuaian formula perhitungan yang ada di dalam spreadsheet
dengan
tes
metode.
Universitas Indonesia
12
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Spreadsheet Spreadsheet adalah salah satu paket perangkat lunak yang paling populer. Setiap hari jutaan orang menggunakan program spreadsheet sebagai bagian rutin dari kegiatan kerja mereka. Spreadsheet merupaan program Exel yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat melakukan proses perhitungan secara otomatis jika raw data dimasukkan. Proses pengolahan ini dapat dilakukan secara otomatis karena spreadsheet sudah mengandung formula yang dimasukkan sesuai dengan prosedur pengujian masing-masing produk. Pengolah angka atau spreadsheet merupakan suatu tabel nilai-nilai yang disusun dalam baris dan kolom. Masing-masing nilai dapat memiliki suatu hubungan yang telah terdefinisi dengan nilai yang lainnya. Jika salah satu nilai dirubah, maka nilai yang lain juga perlu dirubah. Aplikasi spreadsheet merupakan program komputer untuk membuat dan memanipulasi lembar kerja secara elektronik. Pada suatu spreadsheet, masing-masing nilai menempati suatu sel. Jenis-jenis program Pengolah Angka : 1. MS Excel (Microsoft Office), 2. Lotus 1-2-3 (Lotus SmartSuite), 3. Quatro Pro (WordPerfect Office), 4. Applixware Spreadsheet (Applixware), 5. StarCalc (StarOffice), 6. KSpread (KOffice), 7. Gnumeric (Gnome Office), 8. Siag (Siag Office).
13
Selain itu ada beberapa program spreadsheet yang berdiri sendiri atau tidak masuk ke dalam kelompok suatu aplikasi perkantoran, misalnya : 1. abs, 2. Xxl, 3. Abacus, 4. Maxwell’s Lemur, 5. GNU Oleo, sc (spreadsheet calculator), 2.2
Microsoft Exel Komputer merupakan salah satu alat bantu bagi manusia dalam
pemecahan masalah. Tetapi pada dasarnya komputer mempunyai bahasa sendiri yang harus dapat dipahami oleh manusia atau user, sehingga user dapat memberikan
perintah-perintahnya
kepada
komputer,
untuk
dapat
lebih
mempermudah dalam pemecahan masalah. Seiring dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi telah mendorong kemajuan dalam teknologi, produk dan proses serta terbentuknya masyarakat informasi. Dunia usaha dituntut untuk tampil aktif terhadap perubahan yang terjadi dengan perbaikan strategi dan operasi perusahaan agar dapat bertahan dalam kompetisi dunia usaha yang semakin ketat. Salah satu unsur strategi bagi organisasi bisnis adalah olah data kuantitatif yang cepat dan akurat untuk pengambilan keputusan dalam bisnis. Microsot Exel 2007 merupakan program aplikasi menggunakan program aplikasi pengolah angka atau sering juga disebut program aplikasi spreadsheet (lembar kerja elektronik) terpopuler dan tercanggih dan paling banyak digunakan saat ini. Exel merupakan produk unggulan dari Microsoft Corporation yang banyak berperan dalam pengelolaan informasi, khususnya data yang berbentuk angka perhitungan, proyeksi, analisis dan presentasi data. Dengan
menggunakan
Ms-Exel
kita
dapat
lebih
cepat
dalam
menyelesaikan beragam tugas bisnis seperti perhitungan, pengoperasian,
14
penganalisaan dan presentasi data. Microsoft Exel lebuh mudah digunakan, lebih fleksibel, lebih mudah diintegrasikan dengan program aplikasi Microsoft Office lainnya, dapat bekerja pada jaringan yang lebih baik, dapat memanfaatkan fasilitas-fasilitas yang terdapat pada internet. 2.3
Tes Metode Dalam melakukan pemeriksaan, Quality Control membuat prosedur
analisis yang disebut tes metode. Tes metode adalah istilah yang digunakan PT. Aventis Pharma untuk suatu dokumen tertulis yang berisi tentang spesifikasi produk atau batas persyaratan yang dapat diterima dan tahapan-tahapan pemeriksaan suatu produk baik untuk raw material maupun finished good. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tes metode berisi metode yang diterjemahkan menjadi prosedur pemeriksaan dan spesifikasi. Metode pemeriksaan berdasarkan Farmakope Indonesia, dapat juga berasal dari kompendia resmi lainnya seperti Europe Pharmacopoeia, United State Pharmacopoeia (USP), atau prosedur pemeriksaan dari supplier yang memiliki tingkat ketepatan yang tinggi. Untuk memastikan tingkat ketepatan pemeriksaan, semua metode yang digunakan untuk pemeriksaan produk antara dan ruahan akan divalidasi terlebih dahulu meskipun berasal dari kompedia resmi, sedangkan metode pemeriksaan bahan awal yang berasal dari kompedia resmi cukup diverifikasi sesuai dengan ketentuan USP, namun bila metode pemeriksaan bahan awal tersebut bukan berasal dari kompedia resmi maka perlu tetap dilakukan validasi terlebih dahulu. Tes metode ditangani sama dengan protap dan dibuat dalam bahasa Indonesia agar mudah dipahami dalam pengandalian, pengawasan serta mudah penelusurannnya apabila terjadi kesalahan. Tes metode untuk pemeriksaan produk, bahan baku dan bahan pengemas dan catatan hasil pemeriksaan termasuk dalam dokumen yang berupa catatan tertulis atau tercetak. Spesifikasi dan catatan hasil pemeriksaan bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, obat jadi, (termasuk kromatogramnya)
15
serta tes metode termasuk jenis dokumen yang digolongan pada batch related document sehingga harus terkendali sesuai dengan ketentuan CPOB. Terkendali maksudnya ialah dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu up-to-date, bila terjadi revisi atau perubahan maka perubahan yang dilakukan hendaklah ditanda tangani dan diberi tanggal dan dimungkinkan untuk dilakukan pembacaan informasi semula, alasan perubahan dicatat bila dianggap perlu, dan dibuat sistem yang menghindarkan penyalahgunaan dokumen yang tidak berlaku lagi. Tes metode terdiri dari 3 bagian utama yaitu kepala dokumen, isi dokumen, dan pengesahan dokumen. Kepala dokumen berisi nama produk yang akan diuji, nama produk yang diambil dari SAP PT. Aventis Pharma, kode dokumen, kode dokumen sebelumnya dan tanggal mulai berlaku tes metode tersebut. Sesuai dengan protap penomoran dokumen QC, tes metode memiliki sistem penomoran dokumen dengan format berikut: QAZ00-xx/y. Arti kode tersebut adalah: 1. Digit pertama (Q) adalah kode untuk dokumen yang diterbitkan IQC departmen baik QA unit maupun QC unit. 2. Digit kedua (A) adalah kode untuk jenis pekerjaan, A berarti analisa. 3. Digit ketiga (Z) adalah kode untuk ruangan yang digunakan, Z adalah kode untuk laboratorium QC. 4. Digit keempat dan kelima (00) adalah kode angka untuk nomor alat yang digunakan sesuai dengan identitas peralatan tersebut. Karena pemeriksaan tidak menggunakan suatu alat spesifik, maka xx akan diisi 00. 5. Digit keenam (xx) adalah kode angka untuk nomor urut pembuatan dokumen. “xx” akan diisikan angka yang sesuai dengan urutan pembuatan dokuemen tersebut. 6. “/” adalah tanda pisah untuk menunjukkan adanya perubahan versi dokumen yang diikuti dengan versi dokumen yang terbaru (“y”). Tes metode versi pertama, tidak memiliki kode ini, misalnya QAZ00-01. Bila tes metode tersebut mengalami perubahan pertama pada prosedur atau spesifikasi maka kode dokumen akan
16
berubah menjadi QAZ00-01/A. Perubahan kedua menjadi QAZ00-01/B dan seterusnya. Isi dokumen berisi tentang spesifikasi yaitu persyaratan yang harus dipenuhi agar dapat diluluskan, prosedur pemeriksaaan yaitu instruksi langkah kerja pemeriksaan secara rinci (termasuk pereaksi dan peralatan yang digunakan), sejarah perubahan dokumen dan alasan perubahannya. Bagian terakhir yaitu pengesahan dokumen meliputi nama dan tanda tangan QC Supervisor yang memeriksa kebenaran tes metoda dan Head of IQC yang mengesahkan tes metode tersebut. PT. Aventis Pharma telah melakukan peninjauan ulang tes metode secara berkala yaitu setiap satu tahun sekali, selain itu untuk mematuhi ketentuan CPOB karena beroperasi di Republik Indonesia, juga untuk menjaga kualitas dan keamanan penggunaan produknya sehingga dapat berkompetisi di pasar farmasi, baik nasional maupun global. 2.4
Catatan Hasil Pemeriksaan (CHP) Dokumen lain yang terkait langsung dengan tes metode adalah Catatan
Hasil Pemeriksaan (CHP) yang merupakan dokumentasi langsung atas proses pemeriksaan, peralatan, bahan yang digunakan dan hasil pemeriksaan tersebut. Catatan hasil pemeriksaan berisi tentang identitas produk (nama produk, nomor produk, nomor bets, tanggal pembuatan, tanggal pengambilan contoh, tanggal contoh diterima, dan tanggal contoh selesai diperiksa), macam pemeriksaan yang dilakukan, nilai atas batas persyaratan yang diterima, dan hasil pemeriksaan. Dengan berubahnya tes metode, baik itu pada metode pemeriksaan, peralatan maupun bahan, secara langsung akan mengubah formulir catatan hasil pemeriksaan yang digunakan. Perubahan ini akan terlihat langsung pada nomor
17
Catatan Hasil Pemeriksaan yang sistem penomorannya dibuat sedemikian rupa agar terkait langsung dengan perubahan versi pada tes metode. Format nomor Catatan Hasil Pemeriksaan adalah CHP/xxx/y, dimana xxx adalah nomor produk, dan y adalah kode terakhir dari tes metode yang digunakan. Misalnya suatu produk dengan nomor produk 14045 diuji dengan prosedur pemeriksaan QAZ0001/A (sudah mengalami 1 kali revisi) maka pada CHP
akan diberi nomor
CHP/14045/A. dengan sistem seperti ini PT Aventis Pharma telah menjaga kemutakhiran CHP sehingga sesuai dengan kompendia dan tes metode sehingga mencegah terjadinya kesalahan metode, spesifikasi dan dokumentasi selama pemeriksaan berlangsung. 2.5
Lasix® Lasix adalah salah satu produk yang diproduksi di PT. Sanofi Aventis.
Lasix mengandung zat aktif berupa Furosemid 40 mg/tablet. Indikasi edema, liver, asites, hipertensi ringan sampai sedang. Kontra indikasi gagal jantung akut, hepatic
koma,
hipokalemia.
Efek
samping
neprokalsinosis pada bayi premature (ISO, 2012).
gangguan
gastrointestinal,
18
BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN 3.1
Waktu dan Tempat Pengkajian Meningkatkan pemahaman dalam kegiatan exel spreadsheet dilakukan pada
tanggal 17 Juni-12 Juli sampai 5 -31 Agustus 2013 yang bertempat di PT. Aventis Pharma JL. Jend. A. Yani, Pulomas, Jakarta. 3.2
Metode Pemeriksaan Dalam melakukan pemeriksaan ulang terdapat beberapa tahapan yaitu: 1. Menyiapkan dokumen Dokumen yang dibutuhkan dalam pemeriksaan ulang formula perhitungan pada spreadsheet adalah a. Catatan Hasil Pemeriksaan (CHP) produk ruahan. CHP berisi Catatan hasil pemeriksaan berisi tentang identitas produk (nama produk, nomor produk, nomor bets, tanggal pembuatan, tanggal pengambilan contoh, tanggal contoh diterima, dan tanggal contoh selesai diperiksa), macam pemeriksaan yang dilakukan, nilai atas batas persyaratan yang diterima, dan hasil pemeriksaan b. Tes Metode. Tes metode berisi prosedur pelaksanaan dalam melaksanakan pengujian. 2. Mebuka exel spreadsheet tablet Lasix® 3. Memasukkan keterangan pada exel spreadsheet
berupa nama standar,
nomor batch, tanggal kadarluarsa, berat standar (mg). Kolom Pada sampel masukkan keterangan mengenai dari CHP ke dalam exel spreadsheet seperti
19
data nama komponen, berat serbuk tablet dalam (mg), berat rata-rata tablet dalam (mg). 4. Masukkan data berupa nilai serapan standar maupun sampel, konsentrasi, area standar dan sampel. 5. Periksa rumus perhitungan yang terdapat di tes method dengan formula perhitungan pada exel spreadsheet, lakukan perhitungan manual dengan menggunakan kalkulator lalu cocokkan hasil perhitungan yang diperoleh pada exel spreadsheet dengan hasil perhitungan yang terdapat di CHP.
13
BAB IV PEMBAHASAN Dokumentasi yang baik adalah bagian yang sangat penting dalam sistem penjamin mutu. Dokumentasi tertulis yang jelas mencegah kesalahan dari komunikasi secara lisan dan kemungkinan untuk menelusuri sejarah bets. Spesifikasi, formula pembuatan, instruksi, prosedur dan catatan harus bebas dari kesalahan dan tertulis. Keabsaahan suatu dokumen adalah hal yang sangat penting dan keharusan. Proses analisa yang dilakukan oleh laboratorium QC akan menghasilkan raw data untuk nantinya diolah menggunakan perhitungan tertentu sesuai dengan prosedur pengujiannya untuk menghasilkan hasil akhir analisa. Proses pengolahan data ini memerlukan ketelitian dan keakuratan perhitungan untuk dapat menghasilkan hasil yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Data awal (raw data) diartikan sebagai semua observasi (pengamatan) yang dibuat dan dibaca selama melakukan analisa yang meliputi nilai numerik, seperti hasil penimbangan, hasil titrasi, titik leleh, fotometer, pembacaan pada alat ukur manometer, termometer dan lain-lain yang harus dibaca dan didokumentasikan baik secara manual maupun otomatis menggunakan alat pencatat. Hasil pemeriksaan organoleptik, seperti evaluasi warna, kekeruhan, bau dan pertumbuhan bioindikator. Hasil yang diperoleh dari alat pencatat yang digunakan seperti spektrum, kromatogram, kurva titrasi, dan pengukuran lainnya yang menggunakan alat spektrofotometer, IR, UV, ASS, pemeriksaan KLT, HPLC, titrator, pencatat suhu, RH,
tekanan.
Semua
yang
dibutuhkan
untuk
melakukan
analisa
juga
dipertimbangkan sebagai raw data bukan bagian dari prosedur pemeriksaan yang berlaku. Raw data yang dibutuhkan untuk analisa pada formula spreadsheet adalah berupa data kromatogram beserta area , data serapan, data penimbangan standar, dan sample. Data stability pada produk Lasix® yang berisi hasil pemeriksaan berupa pemerian tablet, berat rata-rata tablet (diperiksa pada 20 tablet), keseragaman berat, waktu hancur, kekerasan, identifikasi Furosemid sebagai zat aktif dari produk Lasix®
Universitas Indonesia
14
(HPLC), kadar (HPLC) Furosemid, release of active ingredient, impurity (HPLC) 4Chloro-5-sulfamoylanthranilic acid,
water content. Data release berisi kadar
Furosemid dengan menggunakan metode spektrofotometri, HPLC dan berisi disolusi. Catatan Hasil Pemeriksaan untuk produk Lasix® yang digunakan untuk data release berisi keseragaman kadar, disolusi. Spreadsheet merupakan program Exel yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat melakukan proses perhitungan secara otomatis jika raw data dimasukkan. Proses pengolahan ini dapat dilakukan secara otomatis karena spreadsheet sudah mengandung formula yang dimasukkan sesuai dengan prosedur pengujian masingmasing produk. Spreadsheet disusun sesuai dengan perhitungan yang terdapat di masing-masing prosedur pemeriksaan dari produk. Spreadsheet
suatu
produk
dibedakan
menjadi
2
yaitu
spreadsheet
pemeriksaan rutin (release) dan spreadsheet untuk pemeriksaan stabilitas (stability). Namun jika suatu produk memiliki prosedur pemeriksaan stabilitas yang sama dengan pemerikssaan rutin maka akan hanya dibuat 1 spreadsheet saja. Jika produk memiliki lebih dari satu kekuatan maka spreadsheet untuk produk tersebut akan dibuat sesuai dengan kekuatannya. Sebagai contoh, produk Amaryl® akan memiliki 4 spreadsheet, yaitu Amaryl® 1 mg, 2mg, 3mg, 4mg. Setiap jenis spreadsheet terdiri dari 3 sheet (lampiran 1) dengan penanggung jawab QC supervisor. Lembar pertama adalah 1 lembar deskripsi lembar ini mendeskripsikan spreadsheet yang bersangkutan dan berisi cara menggunakan spreadsheet tersebut. Lembar kedua berisi 2 lembar perhitungan. Pada lembar perhitungan ini, proses pengolahan data akan dilakukan. Proses perhitungan yang ada pada lembar ini dapat terdiri dari beberapa perhitungan tergantung banyaknya perhitungan pada prosedur pemeriksaan, seperti disolusi, keseragaman kadar, impurity. Berikut ini informasi yang terdapat pada lembar perhitungan: nama produk, versi perhitungan, nomor bets, nomor tes kontrol, tanggal pemeriksaan, perhitungan, alamat dari file spreadsheet (pada bagian paling bawah). Pada lembar perhitungan ini akan ditemukan kolom dengan tiga warna kuning, hijau muda, dan putih. Kolom berwarna kuning adalah kolom yang dapat
Universitas Indonesia
15
diisi analis untuk memasukkan data, kolom berwarna putih adalah kolom yang berisi informasi yang tidak perlu dirubah oleh analis, dan kolom hijau adalah kolom yang berisi formula. Kolom berwarna putih dan hijau muda adalah kolom yang dikunci. Lembar terakhir dalam spreadsheet adalah lembar sejarah. Lembar ini berisi sejarah perubahan spreadsheet. Apabila hasil dari perhitungan tidak masuk ke dalam spesifikasi yang telah dicantumkan dalam tes metode maka kolom hasil perhitungan akan menampilkan background kolom berwarna merah. Terdapat 3 jenis password yang mengunci spreadsheet yaitu password untuk membuka file sehingga pengguna hanya dapat membuka file dengan “read only”. Password untuk mengubah (modify) lembar kerja Excel. Password untuk mengunci sel pada spreadsheet. Semua sel pada spreadsheet yang berisi formula harus terkunci. Seluruh password diketahui dan merupakan tanggung jawab QC supervisor. Cadangan dari password ini disimpan dalam amplop tertutup yang dapat dibuka jika QC sedang tidak ada di tempat. Pada folder spreadsheet QC akan terdapat 4 folder yaitu: Under preparation, folder ini berisi spreadsheet yang sedang disusun. Validation, folder ini berisi spreadsheet yang sedang divalidasi. Valid, folder ini berisi spreadsheet yang sudah divalidasi dan dapat digunakan. Absolute, folder ini berisi spreadsheet yang sudah tidak digunakan. Informasi alamat dari spreadsheet ini berguna untuk memastikan bahwa analis sudah mengambil file spreadsheet dari folder yang benar walaupun hanya QC supervisor yang memiliki akses ke folder selain folder valid. Langkah pertama dalam memeriksa formula Lasix® adalah menyiapkan Catatan Hasil Pemeriksaan (release) Lasix® tablet, Catatan Hasil Pemeriksaan (stability) Lasix® tablet,
Tes Metode Lasix® tablet. Tes metode berisi cara
pengujian sample dan standar.
Lembar perhitungan terdiri dari dua bagian utama yaitu: 1. Bagian kepala yang berisi
Universitas Indonesia
16
a. Identitas pemilik spreadsheet (Quality Control Unit) dilengkapi dengan logo Sanofi Aventis b. Nama produk yang divalidasi c. Judul spreadsheet d. Contoh test number, merupakan nomor dokumen tes metode yang dijadikan acuan pembuatan spreadsheet. e. Nomor bets dari produk. 2. Bagian isi Bagian isi dari lembar perhitungan belum tentu sama untuk semua produk tergantung dari tes meteod produk yang digunakan sebagai acuan. Kolom-kolom yang disediakan adalah kolom-kolom yang berisi informasi yang harus dimasukkan data untuk mendapatkan hasil analisa. Raw data hasil analisa dimasukkan ke dalam kolom yang telah disediakan. lembar perhitungan untuk data release Lasix® adalah : a. Keseragaman Kadar Penetapan kadar dapat dilakukan dengan menggunakan 2 metode yaitu spektrofotometri dan HPLC, sesuai dengan tes metode produk. Pada bagian penetapan kadar secara spektrofotometri
terdapat kolom
untuk: Informasi mengenai standar yang digunakan 1. Nama standar 2. Nomor bets 3. Tanggal kadaluarsa 4. Kadar (%) 5. Berat (mg atau g) 6. Serapan standard Furosemid 7. Nilai rata-rata serapan dan RSD dengan syarat kurang dari 1,5. Bagian sampel informasi berisi kolom 1. Nama komponen berupa Furosemid
Universitas Indonesia
17
2. Berat serbuk tablet dalam mg 3. Rata-rata berat tablet dalam mg 4. Serapan sampel yang mengandung Furosemid 5. Kadar dengan ketentuan kadar minimum 38,0 mg/tablet dan kadar maksimum 42,0 mg/tablet. 6. Rata-rata kadar 85-115%. Pada bagian penetapan kadar secara HPLC terdapat kolom untuk: Informasi mengenai standar yang digunakan 1. Nama standar 2. Nomor bets 3. Tanggal kadaluarsa 4. Kadar (%) 5. Konsentrasi dalam mg/mL 6. Berat dalam mg Informasi mengenai instrumen yang digunakan 1. Kolom yang digunakan 2. Volume penyuntikan 3. Kecepatan aliran 4. Detektor 5. Suhu sampel 6. Waktu pemeriksaan 7. Area standar 8. Rata-rata area standar dan nilai RSD ≤1,5%
Informasi mengenai sampel 1. Nama komponen 2. Area sampel yang mengandung Furosemid
Universitas Indonesia
18
3. Rata-rata area dan RSD 4. Kadar sampel yang mengandung Furosemid dengan nilai minimum 38,0 mg/tab dan nilai maksimum 42,0 mg/tab. 5. Nilai rata-rata kadar dengan range (85%-115%) b. Disolusi Berisi keterangan kolom Informasi mengenai standar yang digunakan 1. Nama standar 2. Nomor bets 3. Tanggal kadaluarsa 4. Kadar (%) 5. Berat dalam mg 6. Serapan standar dan nilai rata-rata standar dan RSD Berisi informasi mengenai sampel yaitu: 1. Serapan sampel yang mengandung Furosemid 2. Nilai rata-rata serapan sampel dan RSD 3. Kadar sampel yang mengandung Furosemid 4. Nilai maksimum, nilai minimum dan nilai rata-rata kadar. 5. Nilai SD dan RSD. Formula yang terdapat dalam spreadsheet data stability Lasix®, diperiksa dengan cara memasukkan data yang terdapat dalam tes metode dan CHP. Lembar perhitungan untuk data stability berisi kolom bobot rata-rata dan keseragaman berat, berisi berat maksimum, minimum, dan rata-rata tablet. Untuk penetapan kadar, hanya dilakukan dengan metode HPLC. Informasi mengenai standar yang digunakan 1. Nama standar 2. Nomor bets
Universitas Indonesia
19
3. Tanggal kadaluarsa 4. Kadar (%) 5. Konsentrasi dalam mg/mL 6. Berat dalam mg Informasi mengenai instrumen yang digunakan 1. Kolom yang digunakan 2. Volume penyuntikan 3. Kecepatan aliran 4. Detektor 5. Suhu sampel 6. Waktu pemeriksaan 7. Area standar 8. Rata-rata area standar dan nilai RSD ≤1,5% Informasi mengenai sampel 1. Nama komponen 2. Area sampel yang mengandung Furosemid 3. Rata-rata area dan RSD 4. Kadar sampel yang mengandung Furosemid dengan nilai minimum 38,0 mg/tab dan nilai maksimum 42,0 mg/tab. 5. Nilai rata-rata kadar dengan range (85%-115%) b. Disolusi Berisi keterangan kolom Informasi mengenai standar yang digunakan 1. Nama standar 2. Nomor bets 3. Tanggal kadaluarsa 4. Kadar (%) 5. Berat dalam mg 6. Serapan standar dan nilai rata-rata standar dan RSD
Universitas Indonesia
20
Berisi informasi mengenai sampel yaitu: 1. Serapan sampel yang mengandung Furosemid 2. Nilai rata-rata serapan sampel dan RSD 3. Kadar sampel yang mengandung Furosemid 4. Nilai maksimum, nilai minimum dan nilai rata-rata kadar. 5. Nilai SD dan RSD. c. Penetapan impurity Impurity dengan menggunakan HPLC Penetapan impurity dilakukan sesuai dengan tes metode produk tersebut. Informasi yang terdapat pada kolom: 1. Nama standar yaitu 4-Cl-5-Sulfamoyl Antranilic Acid 2. Nomor bets, batas kadaluarsa 3. Kadar 4. Berat standar 5. Konsentrasi standar 6. Area standar Informasi sampel: 1. Zat pada sampel yaitu 4-Cl-Sulfamoyl Antranilic. 2. Berat sampel 3. Area sampel 4. Impurity Syarat peak yang terbentuk pada larutan uji tidak boleh lebih besar dari larutan pembanding ( ≤0,8% 4-Chloro-5-Sulfamoyl antranitril acid). Setelah melihat lembar perhitungan maka langkah selanjutnya adalah memasukkan raw data yang terdapat dalam CHP ke dalam spreadsheet. Masukkan informasi standar dan sampel kemudian masukkan nilai area dan serapan pada spreadsheet. Periksa kesesuaian rumus dalam spreadsheet dengan rumus yang terdapat dalam tes
Universitas Indonesia
21
metode. Apabila formula yang terdapat pada spreadsheet benar maka hasil perhitungan akan sesuai dengan spesifikasi yang terdapat di dalam tes metode. Rumus Perhitungan kadar Furosemid menggunakan alat Spektrofotometer UV:
Keterangan : AT
: Serapan Furosemid pada larutan uji
AT
:Serapan Furosemid pada larutan pembanding
WT
: Berat serbuk yang diuji (mg)
WS
: Berat Furosemid pembanding (mg)
M
: Berat rata-rata tablet (mg)
C
: Kadar Furosemid pembanding (%)
Perhitungan –mg Furosemid: 50
-mg Furosemid/ berat rata-rata tablet
Keterangan: AS
: Area Furosemid pada larutan uji
AR
: Area Furosemid pada larutan pembanding
WS
: Berat serbuk yang diuji (mg)
m
: Berat rata-rata tablet (mg)
Spesifikasi kadar dengan menggunaan spektrofotometri UV 38,0-42,0 mg Rumus Perhitungan kadar Furosemid dengan menggunakan alat HPLC adalah Perhitungan –mg Furosemid: 50
-mg
Furosemid/
berat
rata-rata
tablet
Universitas Indonesia
22
Keterangan: AS
: Area Furosemid pada larutan uji
AR
: Area Furosemid pada larutan pembanding
WS
: Berat serbuk yang diuji (mg)
m
: Berat rata-rata tablet (mg)
C
: Konsentrasi pembanding (mg/ml)
K
: Kadar pembanding (%)
Spesifikasi kadar dengan menggunakan HPLC adalah 38,0-42,0 mg/tab. Rumus Perhitungan untuk disolusi: Perhitungan : % terlarut Furosemid ,
Keterangan : At : Serapan Furosemida pada larutan uji As : Serapan Furosemida pada larutan pembanding W : Berat Furosemid pembanding (mg) C : Kadar Furosemida pembanding (%) Spesifikasi kadar disolusi tiap unit. ≥80% . Rata-rata ≥80% jika satu atau lebih kadar disolusi individu tidak memenuhi syarat lakukan langkah S2 & S3 sesuai aturan USP. Apabila hasil yang keluar tidak memenuhi spesifikasi maka penulis akan menghitung kembali berdasarkan rumus yang ada dalam tes metode dengan menggunakan kalkulator, memeriksa kembali apakah raw data yang dimasukkan ke dalam spreadsheet sudah benar atau terjadi kesalahan. Perhitungan menggunakan kalkulator dengan formula hasilnya harus sama seperti nilai bobot rata-rata, kadar, disolusi dan impurity. Apabila formula yang diperiksa hasilnya telah benar dan sesuai spesifikasi maka dilakukan penyimpanan data dengan memilih save as dan disimpan sebagai data yang baru. Perhitungan manual menggunakan kalkulator dengan formula perhitungan pada exel speadsheet untuk produk Lasix® menunjukkan hasil yang sama yang berarti formula yang terdapat pada exel spreadsheet sudah benar dan dapat dipertanggungjawabkan.
Universitas Indonesia
23
BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan 1. Formula pada Spreadsheet sudah sesuai dan dapat digunakan dalam membantu melakukan analisa pada bagian Quality Control (QC). 5.2 Saran 1. Analis harus lebih teliti lagi dalam membuat formula apabila data yang dimasukkan salah maka hasil perhitungan juga akan salah.
Universitas Indonesia
24
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2012. Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik, Edisi 2012. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan. Informasi Spesialite Obat (ISO) Indonesia. 2012. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan. Yulianti, ED. 2012. Prosedur tetap Penggunaan, Pengawasan, Kualifikasi dan Pengaturan Spreadsheet. IQC Department Quality Control Unit QO000-27/A. Jakarta: PT.SANOFI AVENTIS INDONESIA.
Universitas Indonesia
31
Universitas Indonesia
130
Universitas Indonesia