UNIVERSITAS INDONESIA
PENGARUH KETERSEDIAAN KONDOM TERHADAP PENGGUNAAN KONDOM PADA SEKS KOMERSIAL DI LOKASI BATU 24 DAN BATU 80 KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPRI TAHUN 2012
TESIS
VERLINA YOHANA KAWANGUNG 1006799294
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM PASCA SARJANA ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DEPOK 2012
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGARUH KETERSEDIAAN KONDOM TERHADAP PENGGUNAAN KONDOM PADA SEKS KOMERSIAL DI LOKASI BATU 24 DAN BATU 80 KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPRI TAHUN 2012
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan Masyarakat
VERLINA YOHANA KAWANGUNG 1006799294
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM PASCA SARJANA ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PROMOSI KESEHATAN DEPOK 2012 i Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas kesehatan, hikmat dan atas segala berkat dan karunia yang telah dianugerahkan serta mujizatNya yang telah dinyatakan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul ”Pengaruh Ketersediaan Kondom Terhadap Penggunaan Kondom pada Seks Komersial di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 Kabupaten Bintan Provinsi Kepri Tahun 2012”. Adapun maksud dan tujuan penulis dalam penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh ketersediaan kondom terhadap penggunaan kondom di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 Kabupaten Bintan tahun 2012. Dalam penelitian dan penyusunan tesis ini penulis mendapatkan bantuan moral, spirit, tenaga serta material dari berbagai pihak. Untuk itu tidak lupa penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada : 1. Ibu dra. Rina Anggorodi , MSi dan Bapak dr. Pandu Riono, MD, MPH, PhD, selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar membimbing dan mengarahkan penulis sejak awal hingga akhir penulisan tesis. 2. Bapak dr. Zarfiel Taffal, MPH, Bapak dr. Toni Wandra, Mkes, PhD dan Ibu Nuning Kumiasih, S.Si, Apt, M.Si yang telah menyempatkan waktu
dan
memberikan
saran
dalam
penulisan
untuk
menyempurnakan penelitian ini sebagai penguji. 3. Seluruh petugas Klinik di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 Kabpaten Bintan yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam melaksanakan penelitian di Lokasi tersebut. 4. Kepada petugas lapangan baik yang ada di Lokasi Batu 24 maupun di Batu 80, pak Martias, Pak RW Batu 24 dan Pak RT Bukit Senyum yang dengan setia mengantarkan saya keliling dari Bar ke Bar untuk wawancara. 5. Mami terkasih serta kakak dan abang – abangku, Ce Ling – ling, Ko Pen – pen dan Aping tidak lupa keponakanku Ravens atas segala cinta kasih yang tulus, semangat, bantuan dan pembelajaran hidup, sehingga membuatku semakin dewasa dalam hidup. v Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
6. Yan terima kasih bantuan dan pengertiannya serta kesabarannya. 7. Iput dan Faisal yang berjuang bersama dan selalu setia menunggu bersama di kampus walaupun dari pagi hingga sore, dari Bintan sampai Jakarta. 8. Teman-teman se FKM khususnya Promkes 2010, Yuli, Karin, Bude, Roro, Giri, Iyen, Sarma, Leni, Ratu, Puji, Gita, Cucu, Alay dan semua teman-teman yang telah berjuang bersama yang tidak mungkin disebut satu persatu. Mungkin dalam penulisan tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, semoga bermanfaat di kemudian hari sebagai suatu pembelajaran bagi pembaca sekalian. Tuhan Yesus Kristus memberkati....
Depok, 4 Juli 2012
Penulis
vi Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
ABSTRAK
Nama : Verlina Yohana Kawangung Program studi : Kesehatan Masyarakat Judul : Pengaruh Ketersediaan Kondom Terhadap Penggunaan Kondom pada Seks Komersial di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 Kabupaten Bintan Provinsi Kepri Tahun 2012 Masih tingginya kejadian IMS pada WPS (83,2%) dan perilaku pencegahan yang kurang berpotensi penularan IMS dan peningkatan penyebaran kasus HIV-AIDS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ketersediaan kondom terhadap penggunaan kondom di Lokasi Batu 24 dan Batu 80. Penelitian ini menggunakan dua metode yaitu, kuantitatif dengan disain cross sectional dan kualitatif dengan disain RAP. Sampel pada penelitian ini adalah WPS di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 berjumlah 136 orang (total sampel) dan 22 orang informan. Ada 81,6 % menggunakan kondom pada seks terakhir dan 47,2 % selalu menggunakan kondom seminggu terakhir. Penggunaan kondom seminggu terakhir dipengaruhi oleh ketersediaan kondom (OR=1,7) dan tetap berpegaruh setelah dikontrol oleh variabel konfounder (OR=2,4). Kata kunci : ketersediaan kondom, penggunaan kondom, seks komersial
ABSTRACT
Name : Verlina Yohana Kawangung Program of study : Public Health Title : The Effect of Condoms Availability Towards Condom Used in Commercial Sex at Lokasi Batu 24 and Batu 80 Bintan District Riau Islands in 2012 The high prevalence of STI among sex worker (83.2%) and low condom used behaviors potentially increase the spread of transmission of STI and HIV-AIDS cases.This study aims to determine the effect of condom availability on condom use among sex worker at Lokasi Batu 24 and Batu 80. Quantitative and qualitative methods had been used in this study. Samples in this study are direct sex workers in Lokasi Batu 24 and Batu 80, total 136 person (total sample) and 22 informen. There are 81.6% used condom at last sex, and 47.2% always used condoms in past a week. Condoms used in past a week are influenced by the availability of condoms (OR = 1.7) and still having effect after controlled by confounder variables (OR = 2.4). Key words: the availability of condoms, condom use, commercial sex viii Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL
i
SURAT PERNYATAAN
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
iii
HALAMAN PENGESAHAN
iv
KATA PENGANTAR
v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
vii
ABSTRAK
viii
DAFTAR ISI
ix
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
DAFTAR SINGKATAN
xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
1
1.2
Rumusan Masalah
7
1.3
Pertanyaan Penelitian
7
1.4
Tujuan
7
1.5
Manfaat Penelitian
8
1.6
Ruang Lingkup
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Tinjauan Tentang Kondom
10
2.2
Program Penggunaan Kondom
11
2.3
Tinjauan Tentang Wanita Penjaja Seks
13
2.4
Tinjauan Tentang Perilaku
15
2.5
Tinjauan Tentang Determinan Perilaku Penggunaan Kondom
17
Pada WPS 2.6
Kerangka Teori
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
ix Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
23
3.1
Kerangka Konsep
25
3.2
Hipotesis
26
3.3
Definisi Operasional
27
BAB IV METODOLOGI 4.1
Desain Penelitian
29
4.2
Waktu dan Lokasi Penelitian
29
4.3
Komponen Penelitian
30
BAB V HASIL PENELITIAN 5.1
Ganbaran Karakteristik Responden di Lokasi Batu 24 dan
37
Batu 80 Kabupaten Bintan Tahun 2012 5.2
Gambaran Ketersediaan Kondom di Lokasi Batu 24 dan Batu
45
80 Kabupaten Bintan Tahun 2012 5.3
Gambaran Penggunaan Kondom di Lokasi Batu 24 dan Batu
48
80 Kabupaten Bintan Tahun 2012 5.4
Pengaruh Ketersediaan Kondom Terhadap Penggunaan
50
Kondom pada Seks Komersial di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 Kabupaten Bintan Tahun 2012 5.5
Karakteristik Informan
52
BAB VI PEMBAHASAN 6.1
Keterbatasan Penelitian
54
6.2
Ketersediaan Kondom di Lokasi Batu 24 dan Batu 80
55
Kabupaten Bintan 6.3
Penggunaan Kondom Pada Seks Komersial
57
6.4
Karakteristik Responden di Lokasi Batu 24 dan Batu 80
60
Kabupaten Bintan BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1
Kesimpulan
67
7.2
Saran
67
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
x Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
69
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1
Kerangka Teori Pengaruh Ketersediaan Kondom
24
Terhadap Penggunaan Kondom Pada Seks Komersial Berdasarkan Modifikasi Teori Determinan Perilaku Menurut Snehandu B Karr dan WHO Gambar 3.1
Kerangka Konsep Pengaruh Ketersediaan Kondom Terhadap Penggunaan Kondom Pada Seks Komersial di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 Kabupaten Bintan Tahun 2012
xii Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
26
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 5.1
Distribusi Karakteristik Responden di Lokasi Batu 24
37
dan Batu 80 Kabupaten Bintan Tabel 5.2
Distribusi Karakteristik Responden di Lokasi Batu 24
40
dan Batu 80 Kabupaten Bintan Tabel 5.3
Ketersediaan Kondom di Lokasi Batu 24 dan Batu 80
45
Kabupaten Bintan Tabel 5.4
Penggunaan Kondom di Lokasi Batu 24 dan Batu 80
48
Kabupaten Bintan Tabel 5.5
Pengaruh Ketersediaan Kondom Terhadap Penggunaan
51
Kondom (Crude Association and Adjusted Association) Tabel 5.6
Karakteristik Informan WPS
52
Tabel 5.7
Karakteristik Informan Pelanggan WPS
52
Tabel 5.8
Karakteristik Mucikari
53
Tabel 5.9
Karakteristik Petugas Klinik
53
xiii Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Kuesioner Penelitian
Lampiran 2
Pedoman Wawancara Mendalam
Lampiran 3
Matriks
xiv Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
DAFTAR SINGKATAN
ABK
Anak Buah Kapal
AIDS
Aquired Immuno Deficiency Syndrome
ARV
Anti Retro Viral
BKKBN
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
GO
Gonore
GOW
Gerakan Organisasi Wanita
HIV
Human Immunodeficiency Virus
IMS
Infeksi Menular Seksual
Kemenkes RI
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
KIE
Komunikasi Informasi Edukasi
KPA
Komisi Penanggulangan AIDS
LSL
Lelaki Seks dengan Lelaki
LSM
Lembaga Swadaya Masyarakat
MDG`s
Millenium Development Goals
ODHA
Orang Dengan HIV dan AIDS
Penasun
Pengguna narkoba suntik
PMS
Penyakit Menular Seksual
P2PL
Direktorat
Jenderal
Penyehatan
Lingkungan
Pengendalian
Penyakit
PKK
Pendidikan Kesejahteraan Keluarga
RAP
Rapid Assesment Prosuder
UNAIDS
Joint United Nations Programme on HIV and AIDS
VCT
Voluntry Counseling Test
Waria
Wanita pria
WHO
World Health Organization
WM
Wawancara Mendalam
WPS
Wanita Pejaja Seks
xv Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV-AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immuno Deficiency Syndrom) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius dan merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia. HIV menjadi penyebab timbulnya AIDS yang telah membunuh banyak orang sejak pertama kali ditemukan tahun1981. Meskipun akhir –akhir ini mulai ada akses pengobatan anti retroviral (ARV) dan berbagai program pencegahan di seluruh belahan dunia, namun epidemik HIV-AIDS terus berkembang dengan pesat. Pengalaman di berbagai negara menunjukkan bahwa penyebaran HIV dapat dicegah dengan komitmen politik yang tinggi, sumberdaya manusia dan dana yang adekuat serta intervensi yang dapat dipertahankan (Narain, 2004). Indonesia adalah salah satu Negara di Asia dengan epidemik yang berkembang paling cepat (UNAIDS, 2008). Sejak kasus AIDS dilaporkan pada tahun 1987 di Bali jumlah kasus bertambah menjadi 225 kasus di tahun 2000. Sejak itu kasus AIDS bertambah cepat dipicu oleh penggunaan napza suntik. Pada tahun 2006, sudah terdapat 8.194 kasus AIDS, hingga 31 Desember 2009 secara kumulatif jumlah kasus AIDS yang dilaporkan sebesar 19.973 kasus dari 33 propinsi yang melaporkannya (Kemkes RI, 2010). Pada tahun 2010 terdapat 4.158 kasus baru dan hingga September 2011 secara kumulatif berjumlah 28.041 kasus (Ditjen PP&PL, 2011). Sejak tahun 2000, prevalensi HIV di Indonesia meningkat menjadi di atas 5% pada populasi kunci yang rawan tertular HIV, seperti pengguna napza suntik, pekerja seks, waria, LSL, sehingga Indonesia telah memasuki tahapan epidemik terkonsentrasi. Hasil Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) tahun 2011, prevalensi rata – rata HIV pada berbagai populasi kunci tersebut adalah sebagai berikut : WPS langsung 9,3%; WPS tidak langsung 3,1%; waria 23,2%; palanggan WPS 0,7%; lelaki seks dengan lelaki (LSL) 12,4%; pengguna napza suntik 42,4% (Dr. H. M. Subuh, 2011). 1 Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
2
Pada sekitar tahun 2000, di Indonesia terjadi perubahan yang sangat menyolok pada pola penularan HIV-AIDS, yaitu melalui penggunaan jarum suntik yang tidak steril secara bergantian pada kelompok pengguna Napza suntik (Penasun). Pada kurun waktu 10 tahun mulai 1995 – Maret 2005 proporsi penularan melalui penggunaan jarum suntik tidak steril meningkat lebih 50 kali lipat, dari 0,65% pada tahun 1995 menjadi 35,87% pada tahun 2004. Pada kurun waktu yang sama, proporsi penularan melalui hubungan seksual menurun cukup besar. Pada saat ini penularan melalui penggunaan jarum suntik tidak steril menjadi urutan terbesar kedua setelah heteroseksual serta menjadi faktor risiko utama dalam penularan HIV-AIDS di Indonesia (Ditjen PP & PL, 2006). Saat ini penularan utama HIV di Indonesia adalah melalui jalur seks heteroseksual dengan pasangan seks yang banyak dan berganti – ganti (50,3%) maupun penggunaan jarum suntik tidak steril secara bergantian oleh pengguna narkoba suntik (40,2%). Penularan melalui seks dapat melalui kelompok resiko tinggi yaitu WPS langsung, WPS tidak langsung, waria, pelanggan WPS dan lelaki seks dengan lelaki (LSL). Dampak penularan pada perilaku seks berisiko tersebut dapat semakin luas menyebar seiring dengan mobilitas penjaja seks dan pelanggannya yang tinggi. Semakin lama menjajakan seks dan
disertai
mobilitas
penjaja
seks
semakin
meningkatkan
risiko
penularannya. Disamping itu jumlah kontak seksual antara penjaja seks dan pelanggannya tampa mengunakan kondom akan lebih memudahkan penularan IMS dan HIV (BPS, 2005). Sementara itu, penggunaan kondom untuk mencegah IMS dan HIV oleh para pelaku seksual berisiko tinggi ternyata masih sangat rendah. Berdasarkan data hasil survey Depkes 2007 pada kelompok WPS di 8 kota, penggunaan kondom yang bersifat konsisten dalam berhubungan seks dengan pelanggan masih sangat rendah (rata – rata 34,8%). Hal ini mengakibatkan tingginya IMS dan HIV pada kelompok WPS. Prevalensi HIV dikalangan WPS di 8 kota tersebut mencapai 6,1% sampai dengan 15,9%. Tingginya prevalensi HIV pada kalangan WPS mengakibatkan penularan HIV pada pelanggan semakin Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
3
meningkat. Berdasarkan hasil survey laki – laki risiko tinggi (yang melakukan hubungan seks dengan pekerja seks) prevalensi HIV telah mencapai 0,75%. Prinsip yang penting dalam hal pencegahan penularan HIV-AIDS melalui hubungan seks adalah dengan tidak melakukan hubungan seks, setia terhadap satu pasangan yang tidak terinfeksi, serta penggunaan kondom secara konsisten dan benar (Chin, 2006). Meskipun demikian pencegahan dengan menggunakan kondom masih menjadi kontroversi hingga saat ini. Banyak pro dan kontra terhadap promosi kondom sebagai metode pencegahan HIV-AIDS (Wirawan, 2007; Lestari, 2007). Sebagian masyarakat masih menganggap bahwa kondom sebagai penyebab seks dengan banyak pasangan, meski dari perspektif sejarah menunjukkan bahwa perilaku seks dengan banyak pasangan sudah ada sebelum kondom ditemukan (Sasongko, 2008). Kondom, baik kondom laki – laki maupun perempuan dikenal sebagai satu – satunya teknologi yang paling efektif untuk mengurangi risiko penularan HIV dan IMS (Feldblum PJ, 1988). Penelitian Cochrane pada tahun 2001 melakukan systematic review terhadap berbagai penelitian yang bertujuan menilai efektifitas penggunaan kondom untuk mengurangi penularan HIV secara heteroseksual (Weller & Davis-Beaty, 2002). Sebanyak 587 orang dilaporkan selalu menggunakan kondom selama hubungan seksual, dan 276 orang yang melaporkan tidak pernah menggunakan kondom adalah 1,14 per 100 orang-tahun (95% CI 0,56-2,04), sementara itu insiden infeksi HIV di antara orang yang tidak pernah menggunakan kondom adalah 5,75 per 100 orang-tahun (95% CI 3,16-9,66). Hal ini memberikan 8% penurunan kejadian infeksi dengan penggunaan kondom secara konsisten. Systematic review lainnya dilakukan oleh sex information and education council of Canada. Evaluasi tersebut meninjau berbagai penelitian yang menguji efektifitas kondom latex, baik penelitian dengan uji laboratorium maupun studi kesmas. Hasil evaluasi tersebut menyimpulkan bahwa kondom latex efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi HIV maupun IMS (McKay, 2007). Survei survei Perilaku (SSP) risiko tinggi IMS di Bali, Kupang dan Ujung Pandang pada tahun 1998 pada 693 WPS menunjukkan bahwa sebanyak 53% Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
4
pelanggan menggunakan kondom pada hubungan seks terakhir. Keadaan yang sama ditemukan pada penelitian di Bali tahun 2000, pemakaian kondom menurut wawancara dengan WPS adalah 70% sedangkan dengan pelanggan didapatkan 32% (Wirawan dalam Qomariyah dkk, 2001). Sedangkan hasil survey Depertemen Kesehatan tahun 2004 di 9 propinsi prioritas menunjukan bahwa penggunaan kondom pada seks komersial terakhir sebesar 59,7% (Menteri Kesehatan, 2005). Survei Terpadu Biologis dan Perilaku tahun 2011 menunjukkan pemakaian kondom pada seks terakhir sebesar 35% pada WPS langsung, 47% pada WPS tidak langsung, 41% pada waria, 3% pada pelanggan WPS, 24% pada LSL dan 41% pada pengguna napza suntik (Dr. H. M. Subuh, 2011). Penelitian di Benin menunjukkan bahwa 5,6 % penjaja seks tidak menggunakan kondom dalam seminggu terakhir dengan alasan penolakan oleh klien (46%). Kebanyakan mereka yang tidak menggunakan kondom adalah yang berpenghasilan per bulan rendah dan usia yang lebih tua (Diabat et al, 2011). Penelitian di Jakarta oleh Kresno (2001) dikalangan WPS ditemukan bahwa pengetahuan tentang pencegahan yang sangat rendah mempengaruhi keyakinan dan perilaku mereka yang salah dalam upaya pencegahan IMS. Pada penelitian yang sama ditemukan juga faktor yang berpengaruh terhadap rendahnya penggunaan kondom adalah tidak tersedianya kondom, ketidak nyamanan dalam menggunakan kondom, tidak ada dukungan mucikari, tidak ada informasi yang cukup tentang manfaat kondom dan bahaya IMS serta lemahnya kemampuan WPS dalam melakukan negosiasi dengan pelanggan. Hasil studi terhadap WPS di Sambas Kalimantan Barat didapatkan bahwa faktor yang berhubungan dengan pemakaian kondom adalah sikap, tersedianya kondom, dan penyuluhan (Mardjan, 1996). Penelitian kualitatif di Baturaden Jawa Tengah menemukan bahwa perilaku penggunaan kondom dipengaruhi oleh penyuluhan dan pengetahuan tentang IMS, ketersediaan kondom dan ketakutan WPS akan batalnya transaksi dengan pelanggan (Suryanto, dkk, Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
5
1997). Penelitian Wajoi (1999) di Timika Irian Jaya dan Mulyati (2001) di Bogor menunjukkan bahwa sikap WPS terhadap kondom mempunyai hubungan yang bermakna dengan pemakaian kondom secara konsisten. Analisis data sekunder terhadap perilaku pencegahan IMS dikalangan WPS di Bali didapat bahwa faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan kondom adalah pengalaman menderita gejala IMS dan pengetahuan tentang IMS (Soelistijani, 2003). Penelitian di kota Ambon tahun 2005 menunjukkan bahwa faktor jumlah pelanggan, ketersediaan kondom, riwayat konsumsi alkohol/narkoba dan keterpajanan informasi tentang HIV-AIDS berhubungan dengan perilaku penggunaan kondom. Diantara faktor-faktor yang berhubungan tersebut, faktor yang paling dominan terhadap penggunaan kondom pada WPS adalah ketersediaan kondom (Jeany, 2008). Pesatnya perkembangan daerah Kepulauan Riau terutama Pulau Bintan dalam bidang industri, komunikasi, pariwisata dan ekonomi menyebabkan timbulnya pergeseran nilai – nilaI budaya yang sudah ada. Sebagai daerah terbuka yang merupakan pusat pengembangan kerjasama antara Indonesia, Malaysia dan Singapore – Growth Triangle. Hal ini turut mengembangkan hiburan malam yang didukung sarana transportasi dan akomodasi. Berkembangnya hiburan malam yang berupa Diskotik, Karaoke dan Pub yang juga menimbulkan dampak negatif dengan munculnya masalah sosial seperti prostitusi yang sangat berisiko untuk cepat terjadinya penyebaran Penyakit Menular Seksual terlebih HIV-AIDS. Hasil estimasi jumlah populasi rawan HIV di Kepulauan Riau adalah 65.390 orang pada kelompok pelanggan WPS, 33.140 orang pada kelompok pasangan dari orang risiko tinggi, 15.630 orang pada kelompok waria, gay dan pelanggannya, 7.940 orang pada kelompok WPS. Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa ada empat kelompok berisiko terbesar penyumbang jumlah ODHA, yaitu lelaki pelanggan WPS (32%), perilaku seks anal pada waria, gay dan pelanggannya (26%), perilaku pengguna narkoba suntik (18%) dan perilaku penjaja seks (16%) (BPS, 2005).
Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
6
Kegiatan prostitusi daerah Kepulauan Riau dapat dibedakan menjadi 5 kelompok, yaitu : kelompok prostitusi di hotel, tempat hiburan, lokalisasi, jalanan dan pujasera. Prostitusi di Pulau Bintan ada 3, yaitu : Batu 15, Batu 24 dan Batu 80. Di Kabupaten Bintan terdapat 2 lokasi yaitu Batu 24 dan Batu 80. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bintan untuk lokasi Batu 24 ada sebanyak 124 WPS pada November 2011 dan 100 WPS yang memeriksakan diri ke Klinik IMS. Diantara 100 WPS tersebut ada 3,4 % yang positif sifilis, 6% positif diplo, 35,9% positif ISR dan 50% mengaku selalu menggunakan kondom seminggu terakhir. Sedangkan untuk lokasi Batu 80 ada sebanyak 54 WPS dan 45 WPS yang memeriksakan diri ke Klinik IMS, diantara 45 WPS tersebut 97 % positif IMS dan 47% mengaku selalu menggunakan kondom selama seminggu terakhir. Secara keseluruhan terdapat 83,2% WPS di lokasi Kabupaten Bintan yang positif IMS dan 60,7% mengaku selalu menggunakan kondom selama seminggu terakhir. Sedangkan untuk jumlah penderita HIV-AIDS dari tahun 2006 hingga 2011 secara berturut yaitu; 13 orang, 19 orang, 23 orang, 23 orang, 57 orang dan 49 orang. Pada tahun 2005, dikeluarkan Surat Keputusan Bupati Bintan NO. 287/X/2005 tentang Penggunaan Kondom 100% dan Pemeriksaan Wajib Berkala Bagi WPS. Pelaksanaan dari Surat Keputusan ini diwujudkan dengan membentuk tim pengawas yang bertugas melaksanakan koordinasi dengan tokoh masyarakat, petugas klinik, LSM dan para mucikari tentang kewajiban dan jadwal pemeriksaan, memberikan surat peringatan apabila tidak melakukan pemeriksaan, menutup sementara lokasi yang ditempati apabila tetap tidak melaksanakan pemeriksaan. Dengan adanya Surat Keputusan Bupati Bintan maka lokasi Batu 24 dan Batu 80 adalah daerah wajib kondom dan sebaiknya akses terhadap kondom lebih mudah sehingga kondom lebih mudah didapatkan (Dinkes Kab. Bintan, 2010). Perilaku penggunaan kondom pada seks komersial di kalangan penjaja seks dipengaruhi oleh ketersediaan dan kemudahan dalam memperoleh kondom di tempat mereka menjajakan seks (BPS, 2005).
Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
7
1.2 Rumusan Masalah Kejadian IMS pada WPS di Indonesia yang relatif tinggi, peningkatan penyebaran kasus HIV-AIDS yang nyata pada WPS, besarnya dampak yang dapat terjadi akibat IMS dan HIV-AIDS, perilaku pencegahan yang kurang tepat berpotensi WPS menularkannya ke orang lain. Sebagian besar WPS di Kabupaten Bintan berada di Lokasi Batu 24 dan Batu 80, berdasarkan data tahun 2011 masih terdapat 83,2% WPS yang positif IMS tetapi ada sebanyak 60,7% WPS menggunakan kondom pada hubungan seks terakhir. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran tentang penggunaan kondom dalam upaya pencegahan IMS pada WPS di Lokasi Batu 24 dan Batu 80, pengaruh ketersediaan kondom terhadap penggunaan kondom mengingat belum pernah ada penelitian yang dilakukan di kedua lokasi tersebut. 1.3 Pertanyaan Penelitian Pertanyaan pada penelitian ini adalah : 1. Apakah ada pengaruh antara ketersediaan kondom terhadap penggunaan kondom di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 Kabupaten Bintan? 2. Seberapa besar pengaruh ketersediaan kondom terhadap penggunaan kondom di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 Kabupaten Bintan? 1.4 Tujuan 1.4.1
Tujuan umum
Diketahuinya pengaruh ketersediaan kondom terhadap penggunaan kondom di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 Kabupaten Bintan. 1.4.2
Tujuan khusus
1. Diketahuinya gambaran penggunaan kondom di Lokasi Batu 24 dan Batu 80
Kabupaten
Bintan
dan
alasan
menggunakan
maupun
tidak
menggunakan kondom.
Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
8
2. Diketahuinya besar asosiasi ketersediaan kondom terhadap perilaku penggunaan kondom di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 Kabupaten Bintan. 3. Diketahuinya besar asosiasi ketersediaan kondom terhadap perilaku penggunaan kondom setelah dikontrol variabel confounding (umur, pendidikan, lama menjadi WPS, riwayat IMS, riwayat konsumsi alkohol atau narkoba, keterpajanan informasi tentang HIV-AIDS dan jumlah pelanggan) di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 Kabupaten Bintan. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1
Bagi Program Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan dan evaluasi program penanggulangan PMS, khususnya promosi penggunaan kondom pada WPS dengan pendekatan yang komprehensif dan terintegrasi.
1.5.2
Bagi Institusi Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu informasi maupun pertimbangan bagi dinas kesehatan Kabupaten Bintan dalam menyusun kebijakan maupun program pemberantasan PMS.
1.5.3
Bagi Peneliti Mendapatkan pengalaman dalam meneliti dan menambah wawasan serta pengetahuan tentang IMS, perilaku penggunaan kondom dan WPS yang berada di Lokasi Batu 24 dan Batu 80.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan pada WPS di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau dengan menggunakan 2 metode penelitian, yaitu metode kuantitatif dengan disain penelitian cross sectional dan metode kualitatif dengan disain RAP (Rapid Assesment Procedure). Penelitian ini menggunakan data primer dengan wawancara dan wawancara mendalam oleh Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
9
peneliti. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh ketersediaan kondom terhadap penggunaan kondom dan eksplorasi ketersediaan kondom di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 Kabupaten Bintan yang berlangsung selama bulan Maret – Juni 2012.
Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Kondom Kondom adalah salah satu metode kontrasepsi yang bekerja dengan menghalangi masuknya sperma ke dalam vagina. Mulanya kondom adalah metode kontrasepsi yang dikembangkan untuk digunakan oleh pria, namun kini juga terdapat kondom wanita. Penggunaan kondom wanita masih sangat jarang karena harganya yang lebih mahal bila dibandingkan dengan kondom pria (Hartanto H, 2003). Dengan demikian yang akan dibahas disini adalah kondom pria. Kondom sudah ada sejak dibangunnya pyramid di Mesir. Aslinya terbuat dari kulit binatang atau dari kandung kemih hewan. Kondom karet ditemukan pada akhir tahun 1800 dan dinamakan rubbers. Pada tahun 1930 kondom lateks mulai digunakan. Kini kondom lateks paling banyak digunakan walaupun kondom plastik juga digunakan untuk pria dan wanita. Kondom plastik dan lateks dapat melindungi dari penularan penyakit infeksi. Untuk membantu mencegah penularan IMS termasuk penyebaran HIV, kondom harus digunakan dengan benar dan konsisten. Jika hanya digunakan pada saat tertentu atau penggunaan yang tidak benar dan rusak, maka kondom tidak dapat melindungi. Kondom tidak dapat melindungi sepenuhnya karena penyakit seperti herpes dan infeksi lainnya seperti kondiloma akuminata bisa menular melalui area luar yang tidak terlindungi oleh kondom. Promosi kondom merupakan salah satu kegiatan pokok program pencegahan dan pemberantasan IMS di Indonesia. Hal ini sejalan dengan salah satu upaya pencegahan IMS menurut Population Council (1997) yaitu melalui pemasaran sosial, sehingga kondom mudah dijangkau. Ketersediaan kondom yang berkualitas, murah dan mudah didapat merupakan salah satu faktor yang memungkinkan peningkatan pemakaian kondom.
10 Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
11
2.2 Program Penggunaan Kondom Ditjen PP&PL telah mengeluarkan surat edaran yang mengharuskan semua pelanggan WPS untuk menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual. Kebijakan ini hanya menganjurkan penggunaan kondom pada kelompok risiko tinggi dan bukan untuk masyarakat umum. Ada juga beberapa daerah yang merespon surat edaran ini dengan mengeluarkan PERDA wajib kondom di lokalisasi dan pemeriksaan IMS di Klinik setiap bulannya bagi WPS. Di Kabupaten Bintan sendiri telah ada Surat Keputusan Bupati Bintan NO. 287/X/2005 tentang Penggunaan Kondom 100% dan Pemeriksaan Wajib Berkala Bagi WPS. Pelaksanaan dari Surat Keputusan ini diwujudkan dengan membentuk tim pengawas yang bertugas melaksanakan koordinasi dengan tokoh masyarakat, petugas klinik, LSM dan para mucikari tentang kewajiban dan jadwal pemeriksaan, memberikan surat peringatan apabila tidak melakukan pemeriksaan, menutup sementara lokasi yang ditempati apabila tetap tidak melaksanakan pemeriksaan. Pada tahun 2008, jumlah layanan IMS yang telah tersedia adalah sebanyak 245 unit layanan, yang dilaksanakan di puskesmas, klinik swasta, klinik perusahaan maupun masyarakat. Program promosi kondom telah dilaksanakan di lokasi dan kelompok komunitas. Kegiatan promosi kondom telah menjangkau 27.180 WPS, 403.030 pelanggan WPS, 27.810 Waria, 63.980 LSL dan 50.420 penasun. Jumlah outlet kondom telah dikembangkan sebanyak 15.000 unit dan sebanyak 20 juta kondom telah didistribusikan setiap tahunnya baik secara gratis maupun komersial. KPA Nasional telah berinisiatif untuk mengembangkan program komprehensif untuk pencegahan HIV dengan intervensi struktural di 12 kab/kota termasuk penyediaan outlet kondom, yang akan dilanjutkan menjadi 36 lokasi hingga tahun 2014 dengan dukungan dana GF. Distribusi kondom sendiri dimulai dari KPA Nasional kemudian ke KPA Provinsi dan kemudian didistribusikan kembali ke KPA Kabupaten/Kota. Dari KPA Kabupaten/Kota kondom akan menjadi tanggung jawab pemegang program yang akan membagikannya ke WPS. Sementara distribusi kondom melalui BKKBN yang Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
12
diperuntukkan bagi program KB hampir sama dimulai dari Pusat ke Provinsi, dari Provinsi ke Kabupaten/Kota dan dari Kabupaten/Kota ke Puskesmas atau Klinik. Di Puskesmas atau Klinik, kondom menjadi tanggung jawab pemegang program. Program pencegahan dengan penggunaan kondom belum kelihatan efektif pada WPS, pelanggan, waria dan LSL. Beberapa kendala upaya pencegahan melalui transmisi seksual selama ini adalah tidak adanya jaminan kepastian dana untuk penyediaan kondom oleh pemerintah, masih belum adanya kebijakan yang mendukung dan tingginya penolakan masyarakat dalam isu kondom sebagai alat pencegah penularan HIV, serta terbatasnya promosi secara luas tentang penggunaan kondom di masyarakat. Kesinambungan program dapat dilihat dari berbagai aspek, antara lain peraturan dan kelembagaan serta anggaran belanja. Dari sisi kelembagaan, KPA di 33 Provinsi, serta 171 KPA di Kabupaten dan Kota prioritas telah berperan aktif. Pada tingkat Provinsi seluruh KPA sudah mempunyai Surat Keputusan Gubernur, 26 di antaranya sudah mempunyai kantor sendiri, dan 29 KPA Provinsi mempunyai pertemuan rutin untuk koordinasi lintas sektor. Jika dilihat dari aspek anggaran, meskipun masih terdapat kesenjangan dalam ketersediaan dana untuk penyelenggaraan program pada tahun 2007-2009, namun terdapat kecenderungan ketersediaan dana domestik yang cukup meningkat. Sumber pendanaan untuk penanggulangan HIV-AIDS di Indonesia berasal dari dana domestik, bantuan bilateral (USAID, AUSAID), Global Fund dan mitra pembangunan lainnya. Untuk dana domestik, anggaran dialokasikan melalui
APBN
sektor
di
tingkat
nasional,
APBD
Provinsi
maupun
Kabupaten/Kota. Peningkatan proporsi pendanaan penanggulangan HIV antara domestik dan bantuan luar negeri antara tahun 2004-2008 yaitu dari 22% menjadi 51%. Pada tahun 2004, alokasi anggaran untuk penanggulangan HIV-AIDS adalah sebesar 87 milyar rupiah, sedangkan pada tahun 2008 mencapai 542 milyar rupiah (KPA, 2010).
Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
13
2.3 Tinjauan Tentang Wanita Penjaja Seks (WPS) Penjaja seks adalah perempuan, laki – laki dan waria baik dewasa maupun muda yang menerima uang atau materi sebagai balas jasa untuk pelayanan seks yang diberikan secara teratur maupun kadang – kadang dan secara sadar maupun tidak sadar menganggap kegiatan tersebut sebagai upaya mencari nafkah. Istilah penjaja seks lebih sering digunakan dibandingkan istilah pelacur karena istilah penjaja seks dianggap lebih baik dan tidak terlalu memberi stigma buruk dibanding pelacur (Hull, Sulistyaningsih and Jones, 1997;UNAIDS, 2002). Penjaja seks digolongkan dalam dua kelompok yaitu yang terorganisir dan tidak terorganisir. Kelompok yang terorganisir yaitu seorang pemimpin atau manejer pada tempat dimana para penjaja seks tersebut melakukan transaksi seks. Kelompok ini umumnya ditemukan di lokalisasi atau yang disebut rumah bordil, juga ditemukan di diskotik, bar, tempat karaoke dan panti pijat. Sedangkan kelompok yang tidak terorganisir adalah mereka yang melakukan transaksi seks sendiri tampa bantuan atau perantara. Transaksi seks yang dilakukan bertujuan hanya untuk memperoleh uang demi kebutuhan sesaat seperti pembayaran uang sekolah atau krisis keuangan dalam keluarga. Kelompok ini umumnya ditemukan di jalanan (Hull, Sulistyaningsih and Jones, 1997;UNAIDS, 2002). Wanita Penjaja Seks (WPS) adalah kelompok penjaja seks yang sudah ada sejak dahulu dan terus ada sepanjang abad. Mereka terutama adalah wanita muda yang melakukan transaksi seks untuk menghasilkan uang. Para wanita muda ini baru dianggap penjaja seks saat mereka maupun masyarakat menyadari bahwa transaksi seks yang dilakukan para wanita tersebut sebagai satu – satunya sumber pendapatan yang diperoleh wanita tersebut. Kadang jika transaksi seks yang dilakukan hanya sebagai selingan, wanita – wanita ini tidak ingin dianggap sebagai penjaja seks (Mc Kee, Bertrand and Becker-Benton, 2004). Wanita muda yang memilih jalan hidupnya untuk menjadi penjaja seks tidak terlepas dari beban hidup yang menghimpitnya. Biaya hidup yang semakin membengkak ditengah sulitnya mendapatkan pekerjaan layak yang dapat mencukupi kehidupannya. Selain itu, latar belakang wanita tersebut menjadi Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
14
alasan bagi mereka untuk menjadi penjaja seks. Di Bangladesh, sebagian besar WPS memiliki latar belakang sebagai korban perkosaan. Hal ini menyebabkan wanita – wanita muda tersebut tidak dapat menikah karena dianggap tidak suci lagi. Akibat tidak mampu mendapatkan suami, mereka memilih terjun sebagai penjaja seks (Onuoha, Eva and Munakata T, 2007). Belum selesai beban sosial yang harus ditanggung, WPS juga dihimpit beban penyakit. WPS merupakan penyumbang kasus HIV terbanyak dibeberapa negara, bukan hanya untuk dirinya sendiri melainkan juga pelanggannya, termasuk suami dan anaknya bagi yang sudah menikah. Di Vietnam, kasus HIV pada WPS sebesar 13% dibandingkan infeksi pada wanita hamil yang hanya sebesar 0,12%. Di Dakar, kasus HIV pada WPS sebesar 10% dibandingkan infeksi pada wanita hamil dan infeksi melalui tranfusi darah yang hanya sebesar 1,7% (UNAIDS, 2002). Di Indonesia, jumlah WPS lebih banyak dibandingkan lelaki penjaja seks maupun waria. Meskipun demikian, jumlah pelanggan WPS sendiri jauh lebih banyak. Pelanggan WPS umumnya laki – laki, baik yang sudah menikah maupun yang belum. Para penasun juga termasuk pelanggan WPS. Prevalensi HIV pada WPS berdasarkan survey sentinel di 20 propinsi di Indonesia menunjukkan prevalensi terendah di Kalimantan Timur sebesar 0,62%, sedangkan yang tertinggi di Papua Barat sebesar 22,81% (Ditjen PP & PL, 2007). Kerentanan WPS terhadap HIV dapat disebabkan banyak faktor (UNAIDS, 2002; Mc Kee, Bertrand and Becker-Benton, 2004). Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Stigma buruk yang melekat pada diri mereka dibandingkan bila laki – laki yang berada pada posisi mereka. Hal inilah yang membuat mereka terpinggirkan bahkan mendapat diskriminasi saat ingin memperoleh pelayanan kesehatan. 2. Di beberapa negara, para penjaja seks dinyatakan ilegal. Akibatnya mereka tidak mendapatkan perlindungan hukum dan politik, terutama jika mereka menjadi korban perkosaan. Kebijakan pemerintah yang membatasi ruang Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
15
gerak WPS telah mengganggu hak – hak WPS sebagai manusia untuk memperoleh pemeriksaan medis secara rahasia. Akibatnya para WPS kurang terdorong untuk mencari informasi yang tepat tentang kesehatan. 3. Keterbatasan informasi, kemampuan, kekuatan untuk melakukan negosiasi maupun akses terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan tindakan pencegahan HIV yang akhirnya menyebabkan WPS dan pelanggannya sangat rentan tertular HIV. 4. Gaya hidup yang berisiko seperti konsumsi alkohol dan narkoba, serta kekerasan dalam hubungan seks yang menimpa WPS. 5. Tingkat mobilitas yang sangat tinggi pada WPS maupun pelanggannya. Migrasi pada WPS terjadi terutama pada saat tempat mereka melakukan transaksi seks tutup atau dilarang. 2.4 Tinjauan Tentang Perilaku Perilaku adalah tanggapan seseorang terhadap segala sesuatu yang berbeda di sekitarnya. Perilaku juga dapat dirumuskan sebagai respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus, oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut meresponnya. Berdasarkan stimulus tersebut, perilaku dibedakan menjadi 2 bagian yaitu perilaku terbuka dan tertutup. Perilaku tertutup dalam bentuk pengetahuan, persepsi dan sikap, sedangkan perilaku terbuka dalam bentuk tindakan nyata ( Notoatmodjo, 2007). 2.4.1 Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan secara umum merupakan perilaku yang berkaitan dengan status kesehatan seseorang atau individu. Pada tahun 1966, Kasl dan Cobb mengelompokkan perilaku kesehatan dalam tiga kelompok yaitu perilaku pemeliharaan kesehatan yang bertujuan agar individu tersebut tetap sehat, perilaku pencarian pengobatan yang berkaitan dengan respon seseorang terhadap penyakit yang diderita dan perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan untuk memperoleh kesembuhan dari penyakit yang diderita (Ogden J, 2007).
Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
16
2.4.2 Teori Determinan Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan dapat dipengaruhi oleh faktor – faktor baik dari dalam diri manusia itu sendiri (faktor internal) maupun dari luar (faktor eksternal). Ada beberapa teori yang menganalisis determinan perilaku kesehatan, antara lain teori Karr dan teori WHO. Teori yang dikemukakan oleh Snehandu B Karr pada tahun 1983, bahwa perilaku kesehatan ditentukan oleh lama determinan perilaku (Notoatmodjo, 2007). Determinan tersebut antara lain : 1. Niat seseorang untuk mengambil tindakan yang berkaitan dengan kesehatan 2. Dukungan sosial atau legitimasi dari masyarakat disekitarnya yang diperlukan pada saat hendak mengambil tindakan 3. Ketersediaan informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan yang berkaitan dengan tindakan yang akan dilakukan 4. Kebebasan seseorang dalam mengambil keputusan untuk bertindak dan tidak dibatasi oleh orang lain 5. Situasi dan kondisi yang tepat, yang memungkinkan untuk mengambil tindakan. Hal ini bisa berarti luas seperti misalnya fasilitas yang tersedia atau kemampuan ekonomi yang dimiliki. WHO sebagai organisasi kesehatan dunia juga merumuskan determinan perilaku yang disebabkan 4 alasan pokok (WHO,1988). Alasan – alasan pokok tersebut antara lain : 1. Pemikiran dan Perasaan (thoughts and feeling) Hasil pemikiran-pemikiran dan pesan-pesan seseorang atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus, merupakan modal awal untuk bertindak atau berperilaku.
Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
17
2. Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang dipercayai (personal references) Di dalam masyarakat dimana sikap paternalistik masih kuat, maka perubahan perilaku masyarakat tergantung dari perilaku acuan (referensi) yang pada umumnya adalah para tokoh masyarakat setempat. 3. Sumberdaya (resources)
yang tersedia merupakan pendukung
untuk terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat Dibandingkan dengan teori Green, sumber daya ini adalah sama dengan faktor enabling (sarana dan prasarana atau fasilitas). 4. Sosio budaya (culture) setempat biasanya sangat berpengaruh terhadap terbentuknya perilaku seseorang Faktor
sosio
budaya
merupakan
faktor
eksternal
untuk
terbentuknya perilaku seseorang. Hal ini dapat kita lihat dari perilaku tiap-tiap etnis di Indonesia yang berbeda-beda karena masing-masing etnis mempunyai budaya yang berbeda dan memiliki ciri khas tersendiri. 2.5 Tinjauan Tentang Determinan Perilaku Penggunaan Kondom Pada WPS 2.5.1 Umur Untuk mengubah perilaku individu Foster (1973) dalam Notoatmodjo (2005) menyatakan perlu adanya mengidentifikasi individu tersebut terlebih dahulu. Identifikasi ini dapat berkaitan dengan karakteristik individu seperti umur, jenis kelamin, pendidikan dan sebagainya. Umur secara tidak langsung berkaitan dengan perilaku kesehatan, yaitu berpengaruh terhadap persepsi kerentanan, keseriusan, manfaat maupun persepsi hambatan dari dalam diri individu tersebut. Pada kelompok umur yang berbeda, persepsi tentang kesehatan dapat berbeda (Glanz, Rimer, Lewis, 2002). Penelitian Kassie G et al (2007) terhadap 450 orang WPS di Ghana menemukan bahwa umur WPS berhubungan dengan penggunaan kondom. WPS berusia 24 tahun kebawah mempunyai kemungkinan 8,8 kali lebih besar untuk selalu Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
18
menggunakan kondom dibandingkan WPS berusia lebih dari 24 tahun. Beberapa responden penjaja seks yang berusia muda menganggap bahwa perlindungan terhadap penyakit menular sejak usia muda sangat penting agar mereka bisa hidup lebih lama dan produktif. Penelitian lainnya dilakukan oleh Halli S et al (2006) tehadap WPS di Karnataka, India. Penelitian ini menemukan bahwa umur berhubungan dengan tindakan menggunakan kondom secara teratur. Menurut Halli S et al, WPS berumur kurang dari 30 tahun cenderung mengunakan kondom secara teratur dibandingkan dengan WPS yang berumur 30 tahun ke atas. 2.5.2 Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu faktor demografis yang perlu diidentifikasi apabila hendak mengubah perilaku individu. Pada tingkat pendidikan berbeda, persepsi tiap individu tentang perilaku sehat dapat berbeda satu sama lainnya (Glanz, Rimer & Lewis, 2002;Notoatmodjo, 2005). Joesoef et al (2000) melakukan penelitian terhadap WPS di Surabaya. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa pendidikan WPS berhubungan dengan pengunaan kondom. WPS yang pernah mengenyam pendidikan di sekolah lebih besar kemungkinan untuk menggunakan kondom dibandingkan dengan WPS yang tidak pernah bersekolah. Penelitian yang dilakukan oleh Kessie G et al (2007) di Ghana juga memberikan hasil yang tidak jauh berbeda bahwa tingkat pendidikan berhubungan dengan penggunaan kondom. Lebih lanjut penelitian tersebut menjelaskan bahwa WPS dengan tingkat pendidikan menengah ke atas lebih besar kemungkinan untuk selalu menggunakan kondom dalam setiap hubungan seks dibandingkan WPS dengan tingkat pendidikan menengah ke bawah. 2.5.3 Lama Menjadi WPS Menurut WHO pemikiran dan perasaan individu berpengaruh terhadap perilaku individu tersebut dan hal ini dapat terjadi karena pemikiran dan perasaan dapat terbentuk berdasarkan pengalaman diri sendiri sebelumnya atau pengalaman Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
19
orang lain (WHO, 1988). Dalam kaitan dengan pekerjaan semakin lama individu bekerja pada bidang tertentu maka pengalaman yang diperoleh semakin banyak sehingga hal ini dapat berpengaruh pada cara berfikir individu tersebut. Penelitian Mamahit & Gortmaker (1999) terhadap sekelompok WPS di Jakarta menemukan bahwa WPS yang telah lama bekerja di tempat kerjanya saat itu selama lebih dari dua tahun, lebih kecil kemungkinannya untuk selalu menggunakan kondom dalam setiap hubungan seks dibandingkan dengan WPS yang baru bekerja kurang dari dua tahun. Secara kualitatif, penelitian di Jakarta tersebut melakukan diskusi secara mendalam dengan responden. Dari hasil tersebut didapatkan bahwa WPS yang telah lama bekerja rupanya telah memiliki pelanggan tetap yang dianggapnya “sudah kenal baik” sehingga WPS menjadi enggan untuk menawarkan penggunaan kondom. Pengalaman WPS yang menganggap telah mengenal pelanggannya dengan baik dapat membentuk pemikiran yang tidak serius tentang pentingnya penggunaan kondom sebagai tindakan pencegahan terhadap IMS. 2.5.4 Riwayat IMS IMS merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup mendapat perhatian. Keluhan IMS pada wanita umumnya adalah adanya duh vagina atau cairan abnormal yang keluar dari alat kelamin wanita yang disebabkan oleh Trikomoniasis, kandidiasis dan vaginosis bacterial. Keluhan juga berupa nyeri perut bagian bawah. Beberapa penelitian menemukan bahwa riwayat menderita IMS berhubungan dengan penggunaan kondom dengan hasil yang saling bertolak belakang. Penelitian Widyastuti (2006) terhadap wanita penjaja seks jalanan di Jakarta Timur menemukan bahwa riwayat menderita IMS lebih besar kemungkinannya untuk menggunakan kondom dibandingkan WPS yang tidak pernah punya pengalaman menderita IMS.
Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
20
2.5.5 Riwayat Konsumsi Alkohol/Narkoba Pengalaman mengkonsumsi alkohol/narkoba merupakan pola hidup yang negatif atau merusak kesehatan. Pengalaman seperti ini ternyata sangat umum terjadi di kalangan WPS maupun pelanggannya. Hal ini menyebabkan mereka menjadi rentan tertular HIV karena secara tidak langsung mempengaruhi pikiran mereka yang akhirnya berpengaruh terhadap tindakan mereka untuk tidak menggunakan kondom sebagai upaya pencegahan HIV (UNAIDS, 2002). Seseorang yang dibawah pengaruh alkohol maupun narkoba umumnya mengalami gangguan syaraf, penurunan daya ingat bahkan hilang kesadaran (Karsono, 2004). Demikian halnya WPS yang berada di bawah pengaruh alkohol maupun narkoba, syarafnya akan mudah terganggu sehingga dia mengalami kesulitan dalam berpikir secara normal. Sebuah studi yang dilakukan oleh Basuki et al (2002) menunjukkan secara kualitatif bahwa umumnya sebelum melakukan hubungan seks, baik WPS maupun pelanggannya mengaku sering mengkomsumsi bir yang berakibat pada kesulitan WPS untuk menawarkan penggunaan kondom pada pelanggannya. Markosyan et al (2007) melakukan penelitiannya terhadap WPS di Armenia dan menemukan bahwa penggunaan alkohol dan narkoba secara signifikan berhubungan dengan penggunaan kondom. Penelitian ini menguji korelasi antara penggunaan alkohol
dan narkoba pada WPS maupun pelanggannya dengan
penggunaan kondom. Hasil uji korelasinya adalah sebesar -0,589. Hal ini berarti penggunaan alkohol dan narkoba dengan penggunaan kondom berkorelasi negatif, dimana peningkatan penggunaan alkohol dan narkoba diikuti oleh penurunan penggunaan kondom dan hubungannya kuat. 2.5.6 Keterpajanan informasi tentang HIV-AIDS Perubahan perilaku WPS untuk selalu menggunakan kondom sangat penting karena dapat menjaga tingkat penularan HIV tetap rendah dikalangan penjaja seks sehingga epidemi HIV juga dapat berkurang. Oleh karena itu, pemberian informasi tentang HIV-AIDS termasuk informasi tentang penggunaan kondom Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
21
secara benar dan konsisten dikalangan penjaja seks merupakan bagian penting dari tindakan preventif yang dianjurkan oleh UNAIDS (UNAIDS, 2007). Laio et al (2006) melakukan penelitian pada WPS di sebuah kota kecil di propinsi Hainan, China menyatakan bahwa dengan membaca bahan – bahan berisi informasi tentang HIV-AIDS seperti buku, brosur dan sebagainya menyebabkan peningkatan dalam penggunaan kondom pada saat hubungan seks terakhir dan peningkatan dalam penggunaan kondom lebih besar dari 50% pada hubungan seks yang dilakukan 6 bulan terakhir. Penelitian lainnya dilakukan oleh Li Xiaoming et al (2006) pada WPS di kota Guangxi, China. Penelitian tersebut menemukan bahwa intervensi pemberian informasi melalui VCT meningkatkan kemungkinan WPS selalu menggunakan kondom. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian informasi melalui metode diskusi seperti VCT sangat penting untuk dilakukan dibandingkan hanya sekedar memberi ceramah atau penyuluhan. 2.5.7 Jumlah pelanggan Salah satu determinan perubahan perilaku individu menurut WHO adalah sumber daya yang dimiliki individu tersebut (WHO,1988). Sumberdaya yang dimiliki seorang penjaja seks adalah jumlah pelanggannya. Banyaknya jumlah pelanggan menunjukkan jumlah pasangan seks yang dilayani oleh berbeda – beda. Semakin banyak pasangan seks yang dimiliki WPS menyebabkan WPS tersebut sangat rentan terhadap penularan HIV. Penelitian yang dilakukan oleh Grayman et al (2005) terhadap WPS di daerah Nha Trang Vietnam menemukan bahwa banyaknya pelanggan seks berhubungan dengan keberhasilan WPS dalam menawarkan penggunaan kondom. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa WPS dengan jumlah pelanggan dalam seminggu yang berjumlah lima orang atau kurang dari itu lebih besar kemungkinan untuk berhasil menawarkan penggunaan kondom pada pelanggannya dibandingkan WPS dengan jumlah pelanggan dalam seminggu yang berjumlah lebih dari lima orang.
Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
22
Hasil yang serupa dikemukakan dalam penelitian yang dilakukan Kessie et al (2007) yang dilakukan terhada WPS di Ghana. Penelitian ini menemukan bahwa jumlah pelanggan berhubungan secara signifikan dengan penggunaan kondom. Namum kebalikannya, penelitian ini membuktikan bahwa WPS dengan jumlah pelanggan dalam sehari yang berjumlah lebih dari tujuh orang lebih besar kemungkinannya untuk selalu menggunakan kondom dibandingkan WPS dengan jumlah pelanggan dalam sehari yang berjumlah satu sampai tujuh orang. 2.5.8 Ketersediaan kondom Suatu penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Basuki et al (2002) menggali tentang alasan tidak menggunakan kondom dikalangan WPS. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa penggunaan kondom pada WPS sangat tergantung pada ketersediaan kondom di tempat kerja WPS tersebut karena tidak semua tempat kerja WPS yang menyediakan kondom., apalagi jika pelanggannya sendiri tidak menyediakan kondom. Sejalan dengan kebutuhan akan ketersediaan kondom, WHO menyatakan bahwa sumber daya yang tersedia merupakan pendukung untuk terjadinya perilaku dan bahwa promosi kesehatan harus sebagai upaya edukasi yang disertai dengan perubahan lingkungan (Notoatmodjo, 2005). Oleh karena itulah, upaya edukasi atau pemberian informasi tentang pencegahan HIV-AIDS melalui penggunaan kondom yang tidak disertai dengan perubahan lingkungan dengan menyediakan kondom sama saja dengan promosi kesehatan yang tidak maksimal. Penelitian Widyastuti (2006) terhadap WPS jalanan di Jakarta Timur menemukan bahwa ketersediaan kondom di tempat kerja WPS berhubungan dengan penggunaan kondom. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa WPS yang tempat kerjanya tersedia kondom lebih besar kemungkinan untuk menggunakan kondom dibandingan WPS yang tempat kerjanya tidak tersedia kondom.
Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
23
2.6 Kerangka Teori Berdasarkan teori tentang perilaku, maka kerangka teori yang melandasi penelitian ini menggunakan teori Karr (1983) yang menyatakan bahwa perilaku ditentukan oleh lima determinan perilaku, antara lain niat seseorang untuk mengambil tindakan yang berkaitan dengan kesehatan, dukungan sosial atau legitimasi dari masyarakat, ketersediaan informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan, kebebasan seseorang dalam mengambil keputusan serta situasi dan kondisi yang tepat untuk mengambil tindakan. Selanjutnya penelitian ini dilandasi pula teori WHO yang menjelaskan tentang perilaku berdasarkan faktor pemikiran dan perasaan, Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang dipercaya, Sumberdaya (resources)
yang
tersedia merupakan pendukung untuk terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat dan Sosio budaya (culture) setempat biasanya sangat berpengaruh terhadap terbentuknya perilaku seseorang. Selain teori Karr dan WHO, beberapa hasil penelitian juga membuktikan bahwa karakteristik individu seperti umur dan pendidikan berhubungan dengan penggunaan kondom. Dengan adanya tambahan informasi dari beberapa hasil penelitian ini, maka teori determinan perilaku menurut Karr dan WHO mengalami sedikit modifikasi seperti digambarkan pada gambar 2.1.
Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
24
Gambar 2.1 Kerangka Teori Pengaruh Ketersediaan Kondom Terhadap Penggunaan Kondom Pada Seks Komersial Berdasarkan Modifikasi Teori Determinan Perilaku Menurut Snehandu B Karr dan WHO Karakteristik individu : ‐ Umur ‐ pendidikan
Niat untuk melakukan tindakan: ‐ Kemauan menawarkan kondom kepada pelanggan
Pemikiran dan perasaan : ‐ Pengetahuan ‐ Persepsi ‐ sikap
Perilaku penggunaan kondom pada WPS
Pengalaman : ‐ Lama bekerja ‐ Riwayat IMS ‐ Riwayat konsumsi alkohol/narkoba ‐ Keterpajanan informasi tentang HIV‐AIDS
Sumber daya : ‐ Jumlah pelanggan ‐ Pendapatan ‐ Ketersediaan kondom
Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep Konsep dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh ketersediaan kondom terhadap penggunaan kondom pada WPS di Lokasi Batu 24 dan Batu 80. Berdasarkan kerangka teori, terdapat banyak faktor yang merupakan determinan perilaku penggunaan kondom pada WPS, akan tetapi hanya beberapa faktor pada kerangka teori yang akan diteliti. Hal ini karena pertimbangan kesesuaian faktor tersebut yang telah ditunjukkan oleh penelitian sejenis sebelumnya dan kuesioner penelitian yang akan digunakan karena dalam penelitian ini digunakan modifikasi kuesioner Survei Terpadu Biologis dan Perilaku. Variabel – variabel pada penelitian ini adalah variabel independen, dependen dan confounding. Variabel independen adalah ketersediaan kondom dan variabel confounding mencakup umur, pendidikan, lama menjadi WPS, jumlah pelanggan, riwayat IMS, riwayat konsumsi alkohol atau narkoba dan keterpajanan informas tentang HIV-AIDS. Sedangkan variabel dependen adalah perilaku penggunaan kondom. Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti menyusun kerangka konsep sebagai berikut :
25 Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
26
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Pengaruh Ketersediaan Kondom Terhadap Penggunaan Kondom Pada Seks Komersial di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 Kabupaten Bintan Tahun 2012
Variabel Independent
Variabel Dependent Perilaku Penggunaan Kondom
Ketersediaan kondom
Variabel Confounding ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐
Umur Pendidikan Lama menjadi WPS Riwayat IMS Riwayat konsumsi alkohol/narkoba Keterpajanan informasi tentang HIV‐AIDS Jumlah pelanggan
3.2 Hipotesis 1. Ada pengaruh ketersediaan kondom terhadap perilaku penggunaan kondom di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 Kabupaten Bintan. 2. Ada pengaruh ketersediaan kondom terhadap perilaku penggunaan kondom di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 Kabupaten Bintan setelah dikontrol variabel confounding (umur, pendidikan, lama menjadi WPS, riwayat IMS, riwayat konsumsi alkohol atau narkoba, keterpajanan informasi tentang HIV-AIDS dan jumlah pelanggan) di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 Kabupaten Bintan.
Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
27
3.3 Definisi Operasional No
Variabel
1
Dependen : Perilaku penggunaan kondom
2
Independen : Ketersediaan kondom
3
4
5
Definisi Tindakan tamu(pelanggan) dan responden untuk menggunakan kondom setiap kali melakukan hubungan seks dalam seminggu terakhir
Kemudahan memperoleh kondom di tempat kerja responden Confounding: Lama hidup Umur responden dalam satuan tahun yang dimulai dari tanggal kelahiran sampai dengan tanggal wawancara Pendidikan Jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh oleh responden menurut sistem pendidikan formal (UU no 20/2003) Lama Jumlah bulan menjadi WPS responden bekerja sebagai penjaja seks komersial
Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil Ukur
Kuesioner Wawancara
0 : tidak konsisten bila responden menjawab sering / jarang / tidak pernah 1 : konsisten bila responden menjawab selalu Kuesioner Observasi 0 : tidak pewawancaa tersedia 1 : tersedia
Skala Ukur Nominal
Nominal
Kuesioner Wawancara
Umur (tahun)
Kuesioner Wawancara
Nominal 0: rendah bila tidak sekolah, tamat SLTP kebawah 1 : tinggi bila tamat SLTA/D3/PT Rasio Lama bekerja (bulan)
Kuesioner Wawancara
Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
Rasio
28
6
Riwayat IMS
7
Riwayat konsumsi alkohol atau narkoba
8
Keterpajanan informasi tentang HIVAIDS
9
Jumlah pelanggan
Gejala infeksi menular seksual yang pernah dialami responden dalam tiga bulan terakhir Pengalaman responden yang berkaitan dengan minum minuman beralkohol dan atau menggunakan narkoba Pengalaman responden mendapatkan informasi tentang HIV - AIDS selama 3 bulan terakhir, baik melalui diskusi maupun media cetak atau elektronik. Banyaknya tamu / pelanggan yang dilayani secara seksual oleh responden dalam seminggu terakhir
Kuesioner Wawancara
0 : pernah 1 : tidak pernah
Nominal
Kuesioner Wawancara
0 : pernah 1 : tidak pernah
Nominal
Kuesioner Wawancara
0 : tidak pernah 1 : pernah
Nominal
Kuesioner Wawancara
Jumlah pelanggan (orang)
Rasio
Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
BAB IV METODOLOGI
4.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan dua metode penelitian, yaitu pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Pada pendekatan kuantitatif, digunakan rancangan Cross Sectional yang bertujuan untuk melihat pengaruh ketersediaan kondom terhadap penggunaan kondom di Lokasi Batu 24 dan Batu 80. Pada penelitian cross sectional antara exposure dengan outcome terjadi pada saat bersamaan, hal ini menyebabkan disain ini memiliki kelemahan yakni kita tidak mengetahui yang lebih dulu terjadi sebab atau akibat. Alasan peneliti memilih disain ini adalah agar peneliti
dapat
mengetahui
prevalensi
penggunaan
kondom
dan
ketersediaan kondom Metode penelitian kualitatif digunakan untuk melengkapi hasil penelitian kuantitatif. Disain yang digunakan pada pendekatan kualitatif adalah RAP (Rapid Assesment Procedure), karena bertujuan untuk mendapatkan informasi yang mendalam tentang ketersediaan dan alasan menggunakan kondom pada WPS di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 Kabupaten Bintan. RAP merupakan suatu pendekatan atau pengkajian secara kualitatif yang dapat dilakukan secara cepat (1-2 bulan) mengenai perilaku yang berhubungan dengan kesehatan. Pendekatan ini juga dapat digunakan untuk pemahaman keberhasilan, masalah-masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan program-program kesehatan. 4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai dari Maret 2012 sampai dengan Juni 2012, yang dilaksanakan di Kabupaten Bintan yang terdiri dari dua Lokasi yaitu Batu 24 dan Batu 80.
29 Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
30
4.3 Komponen Penelitian Penelitian ini terdiri dari 2 komponen, yaitu : A. Metode kuantitatif : Studi pengaruh ketersediaan kondom terhadap penggunaan kondom pada WPS. B. Metode kualitatif : Studi eksplorasi masalah ketersediaan dan alasan menggunakan kondom pada WPS. 4.3.1 Studi Pengaruh Ketersediaan Kondom Terhadap Penggunaan Kondom Pada WPS Hal pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menetapkan populasi penelitian kemudian sampel yang dapat menggeneralisasi populasi. Sampel tersebut menjadi responden yang diwawancarai satu per satu dengan menggunakan kuesioner yang terstruktur hingga jumlah sampel terpenuhi. Hasil wawancara berupa informasi atau data yang kemudian diolah dan dianalisis. 4.3.1.1 Populasi Populasi penelitian ini adalah seluruh WPS yang bertempat tinggal dan bekerja sebagai penjaja seks di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 Kabupaten Bintan dalam kurun waktu Maret 2012 sampai dengan Juni 2012. 4.3.1.2 Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah WPS yang bekerja di Lokasi Batu 24 atau Batu 80 minimal selama 3 bulan. Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus uji hipotesis beda proporsi. Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus :
z n
1 / 2
2 P (1 P ) z1 P1 (1 P1 ) P2 (1 P2 )
2
( P1 P2 ) 2 Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
31
P1
: Proposi WPS yang memiliki akses terhadap kondom pada WPS yang menggunakan kondom.
P2
: Proporsi WPS yang tidak memiliki akses terhadap kondom pada WPS yang menggunakan kondom.
α
:5%
1–β
: 80 %
Dengan simple random sampling, sampel yang diperlukan adalah:
Variabel
P1
P2
N
n total
Sumber
Ketersediaan kondom
0,712
0,491
76
152
Widyastuti, 2006
Data sampel diperoleh dari buku catatan pelaporan di Klinik, dengan jumlah sampel sebesar 152 responden yang dipilih berdasarkan metode simple random sampling. Dari data terakhir yang didapatkan dari klinik jumlah WPS yang ada hanya 136 orang sehingga sampel yang diambil adalah total sampel.
4.3.1.3 Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan
data
primer
dilakukan
dengan
menggunakan
kuesioner yakni dengan melakukan wawancara terhadap responden. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri. Sebelum melaksanakan wawancara kuesioner diuji coba terlebih dahulu.
4.3.1.4 Manajemen Data Data yang telah terkumpul diolah dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut : Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
32
A. Pengkodean Membuat buku kode atau mencatat kode yang telah diberikan pada setiap pertanyaan atau data yang ada. Selain memberi kode peneliti juga mengklasifikasi data. Untuk pertanyaan tertutup langsung diberikan kode sedangkan pertanyaan terbuka setelah mendapatkan data baru diberikan kode. B. Pengeditan Pengeditan data dilakukan saat berada dilapangan, agar data yang salah atau meragukan maupun tidak lengkap dapat ditelusuri kembali dengan responden yang bersangkutan. Pengeditan juga berfungsi untuk mengedit proses pengkodean, apakah masih ada pertanyaan yang belum dikode. C. Pengentrian Peneliti menggunakan program epi info dalam pengentrian data sehingga dapat mengurangi kesalahan pada saat data entry. D. Pembersihan Pembersihan data ini dilakukan oleh peneliti dengan melihat distribusi frekuensi dari variabel-variabel. Jika ada keanehan pada data maka peneliti akan melakukan pengecekan ulang ke kuesioner.
4.3.1.5 Analisis Data A. Deskriptif Analisis deskriptif dipergunakan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi semua variabel penelitian. Analisis ini juga
Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
33
digunakan untuk melihat rata-rata dan range dari variabel umur, lama bekerja dan jumlah pelanggan. B. Regresi Sederhana dan Regresi Majemuk Analisis regresi sederhana dan regresi majemuk dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel dependen dengan setiap variabel independen. Regresi logistik digunakan karena jenis data dari variabel independen dan variabel dependen adalah kategorik. Bentuk pemodelan yang dilakukan adalah pemodelan untuk menilai hubungan variabel independen dengan melakukan analisis secara bersamaan antara variabel independen, variabel dependen dan variabel konfounder.
4.3.2 Studi
Explorasi
Masalah
Ketersediaan
Dan
Alasan
Menggunakan Kondom Pada WPS. 4.3.1.1 Informan Studi Pemilihan sampel tidak berdasarkan jumlah tetapi berdasarkan pada asas kesesuaian dan kecukupan, dimana data yang terkumpul sudah saturasi. Saturasi data yaitu ketika informasi yang diperoleh dari informan merupakan pengulangan data yang sudah ada atau konfirmasi terhadap informasi yang telah dikumpulkan (Steubert & Carpenter, 2003 dalam Saryono, 2010). Pemilihan informan dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling, dimana dalam metode ini terlebih dahulu menentukan kriteria agar informan tersebut dapat memberikan informasi yang berharga dalam penelitian. Informan dalam penelitian ini adalah WPS yang memiliki mucikari dan telah bekerja sebagai penjaja seks minimal 6 bulan, pelanggan WPS yang dalam seminggu terakhir melakukan transaksi di Lokasi Batu 24 atau Batu 80, dan mucikari yang memiliki minimal 5 anak asuh dan telah bekerja sebagai mucikari minimal 6 bulan serta petugas klinik IMS yang telah Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
34
bekerja diklinik tersebut minimal 6 bulan. Jumlah WPS yang menjadi informan 6 orang, pelanggan WPS 6 orang, mucikari 5 orang dan petugas klinik 5 orang.
4.3.1.2 Pengumpulan Data Studi ini dilakukan selama 4 bulan ( Maret 2012 sampai dengan Juni 2012). Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara mendalam dan dilakukan oleh peneliti sendiri dengan menggunakan pedoman wawancara. Pengumpulan data dilakukan segera setelah peneliti mendapat izin penelitian di Lokasi Batu 24 dan Batu 80. Setelah menentukan calon informan sesuai dengan kriteria dan mendiskusikannya dengan ketua RW setempat dan kepala petugas keamanan, kemudian peneliti bertemu langsung dengan calon informan di masing-masing BAR informan satu per satu. Informan diminta kesediaannya untuk menjadi bagian dari penelitian (inform consent/persetujuan), juga dijelaskan bahwa penelitian ini tidak bermaksud untuk menilai jawaban mana yang benar atau salah dan tidak mengadili moral dari informan, namun lebih kepada penekanan dalam menggali pengalaman informan. Dijelaskan juga bahwa penelitian ini bersifat ilmiah dan bernilai akademis sehingga identitas informan akan terjaga kerahasiaannya. Jika calon informan bersedia menjadi informan maka peneliti langsung memulai melakukan wawancara mendalam terhadap informan tersebut. Sebelum ke informan WPS peneliti meminta izin terlebih dahulu ke mucikari dan mucikari yang menyediakan tempat yaitu di dalam kamar si informan akan tetapi jika ada pelanggan yang datang maka wawancara dihentikan. Wawancara mendalam terhadap informan WPS dilaksanakan kurang lebih satu jam dan tidak setiap hari dapat Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
35
dilaksanakan tergantung dari informan dan selama proses turun ke lapangan. Untuk pelanggan WPS dilakukan temu janji terlebih dahulu dan tempat serta waktu wawancara tergantung dari kesepakatan bersama. Informan pelanggan WPS sukar untuk ditemui sehingga peneliti meminta peran serta petugas keamanan dan mucikari. Petugas keamanan dan mucikari memberi saran agar pelanggan tetap saja yang diwawancara. Informan pelanggan WPS diminta oleh petugas keamanan kesediaannya untuk diwawancara, setelah informan bersedia, peneliti mewawancarai informan di kamar WPS langganan tetapnya, wawancara mendalam ini memakan waktu kurang lebih 45 menit. Tidak setiap hari peneliti dapat mewawancara informan pelanggan karena ada pelanggan yang tidak bersedia diwawancarai dan biasanya peneliti harus menunggu informan mandi terlebih dahulu baru bisa diwawancara. Informan mucikari lebih mudah untuk diminta kerjasamanya dan lebih mudah ditemui. Untuk informan mucikari proses wawancara mendalam
memakan
waktu
sekitar
45
menit
dan
hanya
membutuhkan 2 hari untuk wawancara kelima informan mucikari. Informan memberikan ruang untuk wawancara mendalam di dalam kamar pribadinya akan tetapi jika ada tamu yang datang maka wawancara dihentikan sementara dan dilanjutkan kembali jika mucikari sudah selesai bernegosiasi atau mendapatkan laporan dari anak asuhnya. Pada informan petugas klinik ada yang diwawancarai di klinik tetapi ada juga yang di puskesmas maupun peneliti mendatangi rumah informan tersebut. Wawancara mendalam memakan waktu sekitar 45 menit dan dilaksanakan di luar jam bekerja petugas tersebut atau sebelum petugas ke klinik. Peneliti tidak mengalami kesulitan untuk menemui informan karena sebelum ke informan peneliti meminta izin ke kepala puskesmas sebagai atasan informan Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
36
dan kepala puskesmas sendiri yang menghubungi informan untuk menetapkan di mana dan kapan di wawancara.
4.3.1.3 Keabsahan Data Untuk menjaga keabsahan data dilakukan triangulasi sumber, dengan melakukan wawancara mendalam kepada kelompok informan yang berbeda. Dalam penelitian ini terdapat informan WPS, pelanggan WPS, mucikari dan petugas klinik di Lokasi Batu 24 dan Batu 80. Selain triangulasi sumber dilakukan juga triangulasi metode. Triangulasi metode dilakukan dengan cara wawancara mendalam dan wawancara menggunakan kuesioner.
4.3.1.4 Pengolahan dan Analisis Data Data hasil wawancara mendalam diolah dengan cara : A. Melengkapi catatan lapangan menjadi transkrip dengan cara mendengarkan rekaman. B. Mengurutkan data C. Melakukan koding dan kategorisasi data D. Meringkas data ke dalam matriks, untuk melihat persamaan dan perbedaan yang ada E. Menginterpretasikan data serta menarik kesimpulan. Analisis data dilakukan dengan analisis isi, analisis isi adalah analisis sesuai topik atau masalah dan setiap hasil wawancara dibagi menjadi beberapa kategori topik. Peneliti membaca hasil wawancara dan mengidentifikasi beberapa topik yang disesuaikan dengan topik dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner.
Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Karakteristik Responden di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 Kabupaten Bintan Tahun 2012 Gambaran karakteristik responden terdiri dari dua bagian yaitu gambaran karakteristik responden yang terdiri dari pendidikan, riwayat IMS, riwayat konsumsi alkohol atau narkoba, keterpajanan informasi tentang HIV-AIDS, asal pelanggan menurut responden serta pekerjaan pelanggan menurut responden dan gambaran karakteristik responden yang terdiri dari umur, lama menjadi WPS, jumlah pelanggan seminggu terakhir, penghasilan terakhir dan jumlah kondom yang dimiliki. Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Responden di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 Kabupaten Bintan (n=136) Variabel
Persentase
Pendidikan tinggi
11,0
Ada riwayat IMS
55,1
Ada riwayat konsumsi alkohol atau narkoba
79,4
Pernah terpajan informasi tentang HIV-AIDS
61,8
Asal pelanggan Penduduk pulau ini Pendatang luar pulau Pendatang manca Negara Pekerjaan/jenis pelanggan PNS/Polisi/TNI Swasta ABK Pekerja kasar Orang asing Lain – lain
51,5 41,9 6,6 11,8 17,6 16,2 41,9 5,1 7,4
37 Universitas Indonesia Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
38
Sebagian besar responden berpendidikan rendah yaitu 121 orang (89%) dan responden yang berpendidikan tinggi sebanyak 15 orang (11%). Distribusi riwayat IMS yang pernah diderita oleh responden hampir merata yaitu 75 orang (55,1%) responden yang pernah menderita IMS dan 61 orang (44,9%) responden yang tidak pernah menderita IMS dalam 3 bulan terakhir. Sebagian dari responden pernah menderita IMS dan dari wawancara mendalam didapatkan sebagian besar informan WPS tidak mengetahui risiko yang akan mereka dapatkan dari pekerjaannya saat ini, namun ada informan yang menyatakan berat risikonya. “Yah berat banget. Ialah kadang sekali kita dapat tamu satu kalau dia kena penyakit kita bisa kena juga. Kadang kalau kita nawarin pake kondom gitu tamunya suka nyangka kita berpenyakit……” Ada beberapa informan WPS yang mengetahui dan dapat menyebutkan IMS tetapi ada juga informan yang tidak tahu. “Ya itulah aaa penyakit kelamin yang menular seksual” “GO, hepatitis ee jengger ayam ee kembang kol-kembang kol” “HIV hmmmmmmmm gak tau” Mengenai cara pencegahan IMS hampir semuanya menyatakan dengan menggunakan kondom hanya ada satu informan yang tidak tahu. “…(menggelengkan kepala)…” “Biar kita gak kena penyakit yah pake kondom” Hanya ada satu informan WPS yang mengetahui, menyebutkan IMS, bagaimana penularan dan cara mencegahnya. “Dari perbuatan hubungan seks karena tidak memakai pengaman, kondom”
Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
39
Sebagian besar responden yaitu 108 orang (79,4%) yang pernah mengkonsumsi alkohol atau narkoba sedangkan responden yang tidak pernah sebanyak 28 orang (20,6%). Ada 84 orang (61,8%) responden yang pernah mendapatkan informasi tentang HIV-AIDS dalam 3 bulan dan sisanya 38,2% yang tidak pernah mendapatkan informasi tersebut. Hasil ini didukung dengan pernyataan dari informan petugas kesehatan yang pada umumnya memberikan motivasi dan penyuluhan kepada WPS selain itu mereka juga memberikan edukasi dan konseling. Informan tersebut melakukan hal ini dengan alasan yang beragam, kebanyakan karena tugas dan kewajiban akan tetapi ada juga karena ingin memutuskan penularan HIV dan penyakit IMS lainnya. “Dikasi tau ke mereka bahaya kalo gak pake kondom apa dan motivasi supaya mereka mau pakai kondom.” “Yah selalu kita anjurkan kan kalau di sini IMSnya banyak kita juga yang kenak, yah dah tugas lah.” Informan mucikari juga memberikan motivasi kepada anak asuhnya untuk selalu menggunakan kondom dengan alasan demi kesehatan dan anjuran dari klinik dan hal ini bisa kita lihat dari pernyataan berikut : “Kalau disini yah terus terang saya bu saya keras, saya tegaskan ke anak-anak disini harus pakai kondom, saya sendiri yang memarahi mereka.” ” Yah biar gak kena penyakit biar pulang nanti bawa uang badan sehat.” “Yah ini kan saran dari petugas yang ada di sini.” Ada 51,5% (70 orang) pelanggan WPS merupakan penduduk setempat dan sisanya merupakan pendatang dari luar kota dan manca negara yaitu 57 orang (41,9%) dan 9 orang (6,6%). Pekerjaan pelanggan WPS yang paling banyak adalah pekerja kasar yaitu 57 orang (41,9%) sedangkan yang lainnya yaitu PNS/Polisi/TNI 16 orang (11,8%), Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
40
swasta 24 orang (17,6%), ABK 22 orang (16,2%), orang asing 7 orang (5,1%) dan lain - lain 10 orang (7,4%). Tabel 5.2 Distribusi Karakteristik Responden di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 Kabupaten Bintan Variabel
Mean
SD
Median
Umur
28,8
5,7
28
Lama menjadi WPS (bulan)
23,8
29,3
13
3,4
2,3
3
240,2
158,3
200
Jumlah pelanggan seminggu terakhir Penghasilan terakhir (ribuan) Jumlah kondom yang dimiliki (satuan)
13,9
5
Hasil analisis didapatkan rata – rata umur responden adalah 28,8 tahun dengan standar deviasi 5,7 tahun dan median 28 tahun. Umur termuda 20 tahun dan umur tertua 52 tahun. Untuk kepentingan analisis berikutnya maka umur dibagi dua kelompok dengan hasil ada 97,8% (133) responden yang berumur > 20 tahun dan sisanya 2,2% (3) responden yang berumur ≤ 20 tahun. Hasil analisis didapatkan rata – rata responden telah bekerja sebagai WPS di Kabupaten Bintan selama 23,8 bulan dengan standar deviasi 29,3 bulan dan median 13 bulan. Responden yang paling baru bekerja yaitu 3 bulan dan yang paling lama 180 bulan. Kemudian dibagi menjadi dua kelompok dan didapatkan ada 51,5% (70) responden yang sudah > 12 bulan bekerja sebagai WPS dan 48,5% (66) ≤ 12 bulan. Hasil analisis didapatkan rata – rata jumlah pelanggan responden dalam seminggu terakhir adalah 3,4 orang dengan standar deviasi 2,3 orang dan median 3 orang. Selama seminggu terakhir ada WPS yang tidak mendapatkan mendapatkan pelanggan dan ada yang mendapatkan hingga 13 orang. Jumlah pelanggan dalam
Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
41
seminggu terakhir dibagi menjadi dua kelompok yaitu ≤ 3 orang sebanyak 55,9% (76) responden dan sisanya 44,1% (60) yang memiliki > 3 orang pelanggan. Hasil analisis didapatkan rata – rata penghasilan responden yang didapat dari pelanggan terakhir adalah Rp 240.150,- dengan standar deviasi Rp 158.287,- dan median Rp 200.000,-. Penghasilan yang paling sedikit adalah Rp 60.000,- dan terbanyak Rp 1.000.000,-. Hasil analisis didapatkan rata – rata jumlah kondom yang dimiliki responden adalah 14 buah dengan standar deviasi 29,4 buah dan median 5 buah. Jumlah kondom yang paling banyak dimiliki oleh responden adalah 213 buah dan ada juga yang tidak memiliki kondom saat diwawancara. Ada beberapa informan WPS yang mengetahui tentang kondom tetapi ada juga informan yang tidak tahu. Ada informan yang menyatakan bahwa kondom itu terbuat dari plastik dan ada juga yang menyatakan dari karet. Untuk manfaat kondom itu sendiri adalah mencegah penyakit. “Enggak tau…(sambil tertawa)” “Kondom dari plastik” ”Dari getah, karet…” “Mencegah HIV, IMS, kehamilan segala-gala penyakit macam GO segala penyakit yang ditular dari sek…” “ehh gak tau…” Berdasarkan pernyataan informan petugas klinik pada umumnya WPS belum semuanya terpapar informasi tentang kondom meskipun ada juga informan yang menyatakan sudah dan biasanya yang memberikan informasi tersebut adalah dari tim di klinik, tim pelaksana, PKK, Gerakan Organisasi Wanita, KPA dan Partai Politik.
Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
42
“…Sudah (dengan spontan), emmmmmm kesehatan, kemenkes, kemensos, peranan wanita, pemberdayaan wanita lah, PKK eee GOW dari ini Partai terutama Golkar….” “…Kalo anak lama sih ya Cuma kalau anak baru kan tiap bulan ada yang baru tuh. Itu tim pelaksananya, kayak stake holder di situ, tapi kalo kami sekalian aja sambil kerja sekalian...” Pada umumnya pengetahuan tentang kondom antara WPS dan pelanggan WPS tidak berbeda, ada informan yang menyatakan bahwa kondom terbuat dari plastik dan ada juga dari karet tetapi ada juga informan yang tidak tahu. Manfaat dari menggunakan kondom itu sendiri adalah untuk mencegah penyakit dan kehamilan berdasarkan pernyataan dari beberapa informan dan ada juga informan yang tahu tetapi tidak bisa menjelaskan penyakit apa saja yang bisa dicegah. “Kondom, yah dari getah lah” “Wah kurang tau saya yang setau saya yang kayak plastik gitu aja” “ yah biar gak hamil bisa yah kan mencegah HIV.” “Yah supaya jaga kesehatan jangan sampai kenak penyakit” Pada kelompok informan mucikari hampir semua tahu tentang kondom tetapi ada juga informan yang tidak tahu kondom terbuat dari apa. “Emmm kurang tau saya ya” “Yah dari apa plastik” “Dari karet” “Yah untuk mencegah yang tidak diinginkan, seperti penyakit gitu atau kehamilan” “Mencegah HIV, sifilis, AIDS” Semua informan mucikari berpendapat bahwa kondom itu bagus begitu juga dengan informan petugas klinik. “Baik, bagus untuk mencegah penyakit kan.” “Kondom…. Yah sebenarnya sih kondom itu bagus…” Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
43
Menurut informan petugas klinik tidak semua mucikari mendukung penggunaan kondom akan tetapi pada informan mucikari hanya ada satu yang menyatakan bahwa penggunaan kondom itu tergantung dari keputusan anak asuhnya sedangkan yang lainnya menyatakan tidak pernah tidak mendukung penggunaan kondom. “Mucikarinya sendiri ada yang mendukung ada yang enggak.” “Yah untuk anak-anak di sini ya, saya anjurkan ya itukan hak pribadi dia orang kalo misalnya tamu mo pake kondom yah pake, kalo emang tamu itu gak mo pake kondom yah itu kan hak anak-anak mau gak mau…” Semua informan mucikari menyatakan bahwa pernah terjadi masalah karena kondom dan yang paling sering terjadi tamu tidak jadi masuk atau menggunakan jasa anak asuhnya. “Pernah ribut, tamunya reseh gak mau pakai kondom dan saya bilang kalau tidak pakai yah tidak jadi cari aja tempat lain dia tidak terima yah tau lah…” “Kadang tamu tak jadi masuk karena dia tak mau pakai kondom.” Hampir semua informan WPS tidak mengetahui tentang peraturan penggunaan kondom 100% dan pemeriksaan wajib berkala bagi WPS, hanya ada satu orang WPS yang menyatakan bahwa mereka wajib pakai kondom dan pemeriksaan kesehatan. “Kawasan daerah wajib kondom. Lingkungan lokalisasi wajib kondom lah lokalisasi kan” “Gak pernah” “Ada. Denger. Om tias. Pak rw pihak klinik. Pihak keamanan di sini. Ya itulah di sini harus pakai kondom, ke klinik tiap bulan harus” ”Peraturannya? Gak pernah sih” “Gak boleh kita di tarik sama keamanan kalo gak mo pake, gak mo klinik, itu mesti kalau tak ke klinik sebulan dua bulan dikasi peringatan tapi kalau tiga bulan dia gak mo ke klinik katanya Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
44
dikeluarkan karena demi keamanankan karena di sini kan ada peraturannya juga. Berjalan lah. Pokoknya tiap bulan itu pasti ada peraturan yang macam tanggal segini blok mana, tanggal segini blok mana yang jatahnya ke klinik.” “Gak tau” Pada informan pelanggan WPS pada umumnya tidak tahu tentang peraturan hanya ada satu informan yang menyatakan bahwa ada peraturan tentang wajib pakai kondom. ”Gak pernah, kalo saya gak pernah.” “Daerah wajib kondom, maksudnya tu daerah sini itu diwajibkan pake kondom karena ini kawasan lokalisasi” “Kalo di sini belum ada peraturannya.” “Gak tau juga yah ada sanksinya mungkin yah kalo dah kena apaapa harus keluar dari sini dipulangkan. Berjalan. Berjalannya peraturannya tiap bulannya di cek dari klinik.” Semua informan mucikari mengetahui tentang peraturan wajib menggunakan kondom tetapi hanya ada satu mucikari yang menyatakan peraturan tersebut dengan lengkap yaitu wajib ke klinik setiap bulannya dan penggunaan kondom 100%. “Gak pernah perhatiin (sambil tertawa) kami lewat-lewat aja” “Wajib pakai kondom. Kita harus menjaga kesehatan lah di sini” “Kita memang di sarankan, soalnya kita tiap 3 bulan ada rapat. Dari Dokter setiap bulan dicek kesehatan kemudian dokternyakan tau siapa yang sakit jadi setiap anak yang tak sehat itu di panggil. Di sini wajib pake kondom sama ke klinik” “Ada sanksinya sebenarnya disuruh keluar dari 24. Ia berjalan. Kan dari rapat nanti Nampak dari blok berapa dan siapa.” Tidak semua petugas klinik mengetahui isi dari peraturan hanya ada 1 orang informan yang mengetahui bahwa peraturan tersebut adalah penggunaan kondom 100% dan pemeriksaan kesehatan tiap bulan, sedangkan informan yang lainnya hanya menyebutkan salah satu dari isi peraturan tersebut. Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
45
”Itu tulisannya udah ilang deh. Kawasan wajib kondom. Setiap tamu yang datang atau apa melakukan transaksi seks ya diwajibkan pake kondom” “Ada SK Bupati. Aduh gak tau saya lupa pulak. Dia itu sebenarnya melibatkan beberapa tim ya tim klinik sendiri tim pokja seperti tim pelaksana sama WPS mucikari itu terlibat semua misalnya kalo dari kita sendiri IMS itukan kita mengambilkan untuk periksa HIV dan periksa penyakit IMS lainnya dan ditanyakan mengenai pemakaian kondom kan nanti kalo misalnya dari hasil pemeriksaan IMS dia memang ternyata masih ada yang kena atau terinfeksi kita dalam rapat berkoordinasi dengan tim pokja, tim pelaksana nanti tim pokja akan menyampaikan ke mucikari nanti ada timbal baliknya lagi ke kami” “Palingan pertama teguran dulu gitu kan trus kalau udah sampai 3 kali gitu katanya diusir. Untuk apa….. peraturannya untuk sekarang sih masih berupa teguran berjalan belum ada yang parah lah. Ia itu guna apa makanya kami tiap bulan rapat gitu kan, evaluasi nanti tiap itukan dikasi tau tuh penggunaan kondom bulan ini kita naik atau gak, menurun nanti kalo udah menurunnya 3 bulan atau 2 bulan berturut-turut baru diundang sekalian mucikari-mucikarinya ditampilin ini blok kalian gini-gini tindakan kalian apa.” 5.2 Gambaran Ketersediaan Kondom di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 Kabupaten Bintan Tahun 2012 Tabel 5.3 Ketersediaan Kondom di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 Kabupaten Bintan Ketersediaan Kondom
Persentase
Di dalam
44,9
Tidak tersedia
55,1
Ada 44,9% (75 orang) responden yang tersedia kondom di dalam tempat kerjanya dalam hal ini di bar tempat mereka biasa melayani maupun bertransaksi dengan tamu dan biasanya yang menyediakan kondom adalah mucikari dari responden tersebut dan sisanya 75 orang (55,1%) yang tidak tersedia kondom dimana mucikari tidak menyediakan kondom. Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
46
Pernyataan di atas didukung dari hasil wawancara mendalam dengan WPS yang pada umumnya mereka membeli kondom di warung walaupun ada juga yang mendapatkan dari klinik, tim pelaksana, mami dan teman. Informan pelanggan WPS menyatakan mendapatkan kondom dari WPS dan membeli di warung, sedangkan mucikari sebagian besar menyatakan mereka menyediakan kondom dan mendapatkannya dari tim pelaksana dan klinik meskipun demikian ada juga mucikari yang tidak menyediakan kondom. Informan petugas klinik sebagian besar mengatakan mendapatkan kondom dari Dinas Kesehatan tetapi ada juga yang berasal dari KPA, BKKBN, FHI, Tim pelaksana dan swadana atau menyediakan sendiri. ”Dari klinik, om tias, dari kedai, pak rw kalo dari dokternya kurang, biasanya mami-maminya juga ada nyediain, temen juga” “Kita gak tau biasanya dari ceweknya dah ada di sini, kadang-kadang kalo abis kita beli.” “Ee di sini kan kita emang dianjurkan ada dari RW yang bekalkan kita yah beli sama dia gitu, kalo emang di dia abis di toko-toko seperti yang sama nama barangnya pun ada” ”Biasanya saya yang nyediain tapi sekarang ini enggak, kadangkan anak-anak ini kan abis beli sendiri” “Kalo kita tak menyediakan kondom, biasanya tim pelaksana. Mungkin dari KPA, ini kalo BKKBN itu kayaknya distribusinya ke puskesmas, kayaknya kemaren memang (informan A) pernah juga mendistribusikan ke sana entah udah dikasi atau tidak. Kalo dulu memang ada kita kerja samanya terakhir tahun 2008 awal, dulu memang dikasi dari FHI” Menurut informan WPS, mereka tidak pernah kekurangan kondom sedangkan menurut informan pelanggan WPS ada menyatakan pernah kekurangan kondom meskipun pada umumnya mereka tidak pernah kekurangan kondom. “Pernah juga sih kadang-kadang pesen kehabisan” Semua informan mucikari menyatakan tidak pernah kekurangan kondom hal ini berbeda dengan pernyataan dari petugas klinik yang menyatakan pernah Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
47
kekurangan kondom walaupun sebagian besar menyatakan tidak pernah kekurangan kondom. “Pernah, kondomnya expired” Menurut pernyataan informan WPS dan mucikari akses kondom laki – laki di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 mudah sedangkan menurut pelanggan WPS dan petugas klinik akses kondom tergantung pada situasi meskipun pada umumnya mereka setuju dengan pernyataan informan WPS dan mucikari. “Mudah kali, kalo disini gampang kali disini beserak” “Memang mudah tapi kadang-kadang kehabisan” “Karena tergantung stok kadang-kadang kalo stoknya gak ada kita kesulitan” Untuk akses kondom wanita sendiri semua informan menyatakan tidak pernah ada, tidak tahu dan sulit, hanya ada satu informan WPS yang menyatakan pernah mendapatkan kondom wanita. “Ada dikasi juga kok..” “Udah pernah disosialisasikan tapinya kayaknya sih belum ada. Tak ada. Waktu kita sosialisasikan ada tapi macam mana kondomnya tak ada macam mana pulak kita nak nyaran kan.” “Kalo kondom cewek yah gimana sih kita mo ngutarainnya yah, soalnya kan baru yah, kalo untuk cewek itu kan baru ada sekarang jadi kita pun tak tau pakenya anak-anak pun belum pernah pake”
Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
48
5.3 Gambaran Penggunaan Kondom di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 Kabupaten Bintan Tahun 2012 Tabel 5.4 Penggunaan Kondom di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 Kabupaten Bintan Variabel
Persentase
Penggunaan kondom terakhir
81,6
Selalu menggunaan kondom seminggu terakhir
47,2
Merk kondom yang sering dibeli Sutra Merk kondom yang disukai Sutra
91,9 75,7
Hasil dari penelitian distribusi penggunaan kondom pada hubungan seks terakhir hampir sebagian besar menggunakan yaitu sebanyak 111 orang (81,6 %) dan yang tidak menggunakan sebanyak 25 orang (18,4%). Ada 47,2% dari 123 responden yang selalu menggunaan kondom pada seminggu terakhir di lokasi batu 24 dan batu 80 sementara sisanya 52,8% yang tidak selalu menggunakan kondom dalam seminggu terakhir. Jumlah responden pada penggunaan kondom seminggu terakhir berkurang 13 orang karena responden tersebut tidak mendapatkan pelanggan dalam seminggu terakhir. Alasan mengapa responden tersebut menggunakan maupun tidak menggunakan akan dibahas dari hasil wawancara mendalam dengan WPS yang pada umumnya beralasan menggunakan kondom untuk mencegah penyakit. Meskipun demikian, beberapa diantaranya menyatakan demi kesehatan, rasa aman dan higenis. “Yah biar higenis aja. Hmmm apa ya, yah emang udah seharusnya sama tamu pake kondom yah takut kena penyakit, sekarangkan lagi beredar HIV.” “Buat mencegah itu aja berupa – rupa penyakit, bermacam – macam penyakit IMS lah.” Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
49
Pada umumnya alasan pelanggan WPS menggunakan kondom adalah demi kesehatan walaupun ada juga yang beralasan karena takut terinfeksi penyakit dan keinginan untuk menggunakan kondom. Pernyataan informan tersebut dapat dilihat sebagai berikut : “Ya, takut kena penyakit. Kalo untuk diri sendiri juga biar sehat” “Yah itulah kadang-kadang kita curiga ada penyakit, kita pake kadang-kadang apa itu untuk penyakit emang setahu saya itu lah, kena virus HIV kan takutnya.” ”Saya rasa lagi pingin make aja.” Alasan informan WPS tidak menggunakan kondom sebagian besar karena tamu tidak mau menggunakan kondom dan ada juga yang karena lama keluar serta pasangan tetap. “Karena tamunya kadang-kadang yah tamu sendiri aja gitu, pengen coba aja katanya” “Yah satu intinya kita mo serius siapa tau benerkan lagian kan dia pasangan tetep. Kalau sama tamu yah itu kadang lama keluar jadi dipertengahan dibuka” Sebagian besar informan pelanggan WPS tidak menggunakan kondom dengan alasan tidak enak, meskipun ada beberapa yang karena pelanggan tetap dan mabuk. “Yah saya kan cewenya dia aja, emang ada perasaan gak enak sedikitlah.” “Mabok gak sadar, lagi mabok gak sadar.” Distribusi merk kondom yang dibeli oleh responden tidak merata, hampir sebagian besar membeli Sutra yaitu 125 orang (91,09) dan yang lainnya secara berurut yaitu Fiesta sebanyak 6 orang (4,4%), Durex 2 orang (1,5%) dan Lain – lain 3 orang (2,2%). Distribusi merk kondom yang disukai oleh responden tidak merata, hampir sebagian besar meyukai Sutra yaitu 103 orang (75,7%) dan yang lainnya secara Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
50
berurut yaitu Durex sebanyak 18 orang (13,2%), Fiesta 9 orang (6,6%), BKKBN 3 orang (2,2%) dan Artika 1 orang (0,7%). Menurut sebagian besar informan WPS merk kondom yang paling disukai adalah sutra tetapi ada juga yang menyatakan fiesta, demikian juga dengan informan pelanggan WPS, sedangkan informan mucikari menyatakan sutra adalah merk yang paling disukai. Petugas kesehatan di klinik sebagian besar menyatakan sutra dan beberapa tidak tahu merk apa yang paling disukai. “Yang itu apa sutra kadang suka bocor, fiesta aman” “Yah saya selalu sutra sih” “eeeeee yang itu yang merah, sutra.” “kayak ini sih….kayak mana ya tak tau.” 5.4 Pengaruh Ketersediaan Kondom Terhadap Penggunaan Kondom Pada Seks Komersial di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 Kabupaten Bintan Tahun 2012 Analisis regresi sederhana dan regresi majemuk bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel dependen yaitu perilaku penggunaan kondom dengan variabel independen yaitu ketersediaan kondom dengan mengkontrol variabel konfounding yaitu umur, pendidikan, lama menjadi WPS, riwayat IMS, riwayat konsumsi alkohol atau narkoba, keterpajanan informasi tentang HIV-AIDS dan jumlah pelanggan. Dalam analisis ini jumlah responden sebanyak 123 orang karena ada 13 orang responden yang tidak mendapatkan tamu dalam seminggu terakhir.
Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
51
Tabel 5.5 Pengaruh Ketersediaan Kondom Terhadap Penggunaan Kondom (Crude Association and Adjusted Association) Terakhir Variabel
Crude OR
Ketersediaan kondom
0,7
95% CI 0,3 – 1,7
Seminggu Terakhir Adjusted
OR
95% CI
0,6
0,2 – 1,6
Crude OR 1,7
Adjusted
95% CI 0,8 – 3,6
OR 2,4
95% CI 1,1 – 5,4
Pengaruh (crude association) ketersediaan kondom didapatkan bahwa WPS yang mudah mengakses kondom kemungkinan 0,7 kali akan menggunakan kondom pada hubungan terakhir dibandingkan dengan WPS yang sulit mendapatkan kondom (OR= 0,7; 95% CI 0,3 – 1,7). Sedangkan WPS yang mudah mengakses kondom kemungkinan 1,7 kali akan selalu menggunakan kondom pada seminggu terakhir dibandingkan dengan WPS yang sulit mendapatkan kondom (OR= 1,7; 95% CI 0,8 – 3,6). Berdasarkan hasil analisis didapatkan WPS yang mudah mengakses kondom kemungkinan 0,6 kali akan menggunakan kondom pada hubungan terakhir dibandingkan WPS yang sulit mendapatkan kondom setelah dikontrol oleh variabel umur, pendidikan, lama menjadi WPS, riwayat IMS, riwayat konsumsi alkohol atau narkoba, keterpajanan informasi tentang HIV-AIDS dan jumlah pelanggan (OR=0,6; 95% CI 0,2 – 1,6). Untuk penggunaan kondom dalam seminggu terakhir didapatkan WPS yang mudah mengakses kondom kemungkinan 2,4 kali akan selalu menggunakan kondom seminggu terakhir dibandingkan WPS yang sulit mendapatkan kondom setelah dikontrol dengan variabel umur, pendidikan, lama menjadi WPS, riwayat IMS, riwayat konsumsi alkohol atau narkoba, keterpajanan informasi tentang HIV-AIDS dan jumlah pelanggan (OR=2,4; 95% CI 1,1 – 5,4). Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
52
5.5 Karakteristik Informan Tabel 5.6 Karakteristik Informan WPS Umur Pendidikan
No
Informan
Asal
1
D
23
SMP
2
S
37
SD
Tulung Agung
3
E
35
SD
Jawa Barat
4
L
23
SD
Sukabumi
5
C
22
SMP
Subang
6
N
31
SD
Demak
Banten
Umur informan WPS di atas 20 tahun dan tidak lebih dari 40 tahun, ada 3 informan yang berumur dua puluh tahunan dan 3 informan yang berumur tiga puluhan. Pada umumnya berpendidikan SD, meskipun demikian beberapa diantaranya lulus SMP. Kebanyakan WPS berasal dari daerah Jawa terutama Jawa Barat. Tabel 5.7 Karakteristik Informan Pelanggan WPS Umur Pendidikan
No
Informan
Asal
1
D
39
SMA
Surabaya
2
Y
35
Kelas 1 SMA
Lombok
3
R
45
SMP
Jawa Barat
4
A
24
SMA
Tanjungpinang
5
Al
28
SMP
Daek
6
S
32
SMP
Kalimantan Barat
Hampir semua informan pelanggan WPS berumur di atas 30 tahun walupun ada 2 orang yang masih berumur dua puluh tahunan. Pada umumnya mereka tamat SMP dan ada juga yang tamat SMA dan hanya sampai kelas 1 SMA. Informan
Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
53
pelanggan WPS berasal dari berbagai tempat, ada yang dari daerah Jawa, Kalimantan dan daerah sekitar lokasi. Tabel 5.8 Karakteristik Mucikari Umur Pendidikan
No
Informan
Asal
1
I
34
SD
2
D
40
Kelas 3 SD
3
Y
35
SMP
Bandung
4
A
29
SD
Surabaya
5
M
53
SD
Sulawesi Selatan
Surabaya Bugis
Hampir semua informan mucikari berumur di atas 30 tahun meskipun demikian ada 1 informan yang berusia di bawah 30 tahun. Pada umumnya tamat SD walaupun ada beberapa mucikari yang tidak tamat SD dan tamat SMP. Mucikari berasal dari berbagai daerah ada yang dari daerah Jawa dan Sulawesi. Tabel 5.9 Karakteristik Petugas Klinik Umur Pendidikan
No
Informan
Lama Kerja
1
L
54
SLA
5 tahun
2
R
35
Sarjana
5 tahun
3
E
32
Sarjana
4 tahun
4
A
23
D3
2 tahun
5
B
39
D1
5 tahun
Hampir semua informan petugas klinik berumur di atas 30 tahun walaupun ada yang berumur 23 tahun. Pendidikan terakhir petugas klinik ada yang sarjana, D3, D1 dan SLA sederajat dengan SMA. Kebanyakan petugas klinik sudah bekerja selama 5 tahun meskipun demikian ada juga yang baru 2 tahun dan 4 tahun bekerja di klinik. Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian 6.1.1 Bias Informasi Bias informasi terjadi ketika responden harus menjawab pertanyaan sesuai dengan ingatan masa lampaunya, sehingga ketepatan jawaban tergantung dari daya ingat responden dan kemauan serta kejujuran responden tersebut untuk menjawab. Bias informasi pada penelitian ini dapat terjadi pada variabel penggunaan kondom dan variabel confounding seperti jumlah pelanggan, riwayat IMS, riwayat konsumsi alkohol atau narkoba dan lama menjadi WPS. Untuk mengurangi bias informasi maka untuk penggunaan kondom dilihat dari penggunaan kondom pada hubungan seks terakhir dan selama seminggu terakhir, demikian juga jumlah pelanggan hanya ditanyakan dalam seminggu terakhir. Sedangkan untuk riwayat IMS dapat digunakan catatan dari klinik, untuk variabel yang lainnya menggunakan teknik wawancara mendalam dan menciptakan suasana yang aman dan nyaman bagi responden atau informan sehingga mereka ingat dan mau menjawab. 6.1.2 Kualitas Data Data yang didapat ada yang tidak lengkap karena terdapat jawaban tidak tahu dan tidak menjawab. Selain itu jumlah sampel minimal tidak terpenuhi karena hanya ada 136 responden yang merupakan total populasi sehingga dapat menyebabkan asosiasi palsu dan akan menghasilkan kecendrungan p value yang tidak signifikan. Pada saat melakukan analisis data digunakan perangkat lunak yang khusus untuk mengolah data sehingga diharapkan hasil penelitian dapat menjelaskan keadaan yang sebenarnya. Dalam mendapatkan informan peneliti mendatangi informan door to door ke tiap BAR dan tidak bisa direncanakan
54 Universitas Indonesia Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
55
pada hari sebelumnya karena dipengaruhi letak lokasi yang jauh serta mobilitas WPS yang tinggi. 6.1.3 Bias Seleksi Bias seleksi merupakan kesalahan dalam memilih subyek penelitian dimana tidak bisa dilakukan pengambilan sampel murni secara random dan tidak semua penghuni bisa diambil. Hal tersebut dikarenakan ada penghuni yang pulang kampung maupun yang baru datang saat dilaksanakannya wawancara, akan tetapi dalam penelitian ini sampel yang diambil merupakan total populasi. 6.2 Ketersediaan Kondom di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 Kabupaten Bintan WHO menyatakan bahwa sumber daya yang tersedia merupakan pendukung untuk terjadinya perilaku dan bahwa promosi kesehatan harus sebagai upaya edukasi yang disertai dengan perubahan lingkungan (Notoatmodjo, 2005). Oleh karena itulah, upaya edukasi atau pemberian informasi tentang pencegahan HIVAIDS melalui penggunaan kondom yang tidak disertai dengan perubahan lingkungan dengan menyediakan kondom sama saja dengan promosi kesehatan yang tidak maksimal. Dari hasil penelitian didapat bahwa WPS yang mudah mengakses kondom kemungkinan 0,6 kali akan selalu menggunakan kondom pada hubungan terakhir dibandingkan dengan WPS yang sulit mendapatkan kondom dan WPS yang mudah mengakses kondom kemungkinan 1,7 kali akan selalu menggunakan kondom pada seminggu terakhir dibandingkan dengan WPS yang sulit mendapatkan kondom. Hal ini menjelaskan bahwa ketersediaan kondom memberikan kontribusi terhadap penggunaan kondom dalam seminggu terakhir tetapi tidak pada penggunaan kondom pada hubungan seks terakhir. Dengan kata lain tidak ada asosiasi pada penggunaan kondom terakhir tetapi pada selalu menggunakan kondom dalam seminggu terakhir akan jelas berpengaruh.
Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
56
Untuk pencegahan HIV-AIDS, WPS harus selalu mengunakan kondom dan untuk menjamin WPS selalu menggunakan kondom maka harus tersedia kondom yang lebih banyak. Jika WPS itu dalam seminggu terakhir memiliki 10 pelanggan maka ia setidaknya memiliki stok kondom 10 buah sehingga ia akan selalu menggunakan kondom. Informan WPS menyatakan bahwa mereka mendapatkan kondom dari klinik, ada juga dengan membeli di warung, tim pelaksana dan mami atau meminjam ke teman. Sedangkan informan pelanggan mendapatkan dari WPS atau membeli di warung. Sementara mucikari mendapatkan kondom dari tim pelaksana maupun klinik. Pernyataan informan petugas klinik sedikit berbeda, mereka mendapatkan kondom dari Dinas Kesehatan, KPA, BKKBN, FHI dan swadana atau menyediakan sendiri, akan tetapi sejak tahun 2008 mereka sudah tidak menerima bantuan dari FHI. Informan petugas klinik juga menyatakan bahwa mereka pernah kekurangan kondom dan mendapatkan kondom yang telah kadaluarsa. Kekurangan kondom bisa disebabkan dari beberapa faktor salah satunya seperti yang telah dinyatakan oleh informan petugas klinik. Ada juga informan yang menyatakan tergantung persediaan, jika persediaan tidak ada maka mereka akan kesulitan untuk mendapatkan kondom. Proses pendistribusian juga memberi andil akan persediaan kondom di lokasi, pendistribusian kondom dimulai dari KPAN ke KPA Provinsi baru ke KPA Kabupaten dan kemudian KPA Kabupaten langsung ke lokasi dalam beberapa bulan sekali dan memberikan kondom dalam jumlah yang besar ke WPS. Dari informasi yang didapatkan dari WPS, mereka mengaku tidak semua dari mereka mendapatkan kondom tersebut. Pendistribusian kondom dapat berjalan maksimal dan mencapai sasaran dengan tepat jika dilakukan kerja sama lintas sektoral dalam hal ini Dinas Kesehatan. Dinas Kesehatan selama ini mendistribusikan kondom untuk program KB, yang disebarkan melalui Puskesmas. Puskesmas sendiri memiliki unit yang lebih kecil dan kontak langsung dengan masyarakat maupun WPS seperti Polindes, Pustu Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
57
dan Klinik IMS. Di Kabupaten Bintan sendiri ada dua Puskesmas yang memiliki klinik IMS yaitu, di Lokasi Batu 24 yang dikelola oleh Puskesmas Toapaya dan di Lokasi Batu 80 yang dikelola oleh Puskesmas Tanjung Uban. Jika hubungan kerjasama antara Dinas Kesehatan dan KPA terjalin dengan baik maka pendistribusian kondom akan lebih baik dan bisa menjamin ketersediaan kondom di lokasi tersebut. Pernyataan di atas juga didukung oleh penelitian yang pernah dilakukan oleh Widyastuti tahun 2006 terhadap WPS jalanan di Jakarta Timur menemukan bahwa ketersediaan kondom di tempat kerja WPS berhubungan dengan penggunaan kondom. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa WPS yang tempat kerjanya tersedia kondom lebih besar kemungkinan untuk menggunakan kondom dibandingan WPS yang tempat kerjanya tidak tersedia kondom. Selain penelitian oleh Widyastuti tahun 2006 ada juga penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Basuki et al tahun 2002 menggali tentang alasan tidak menggunakan kondom dikalangan WPS. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa penggunaan kondom pada WPS sangat tergantung pada ketersediaan kondom di tempat kerja WPS tersebut karena tidak semua tempat kerja WPS yang menyediakan kondom., apalagi jika pelanggannya sendiri tidak menyediakan kondom. 6.3 Penggunaan Kondom pada Seks Komersial Perilaku kesehatan dalam hal ini penggunaan kondom dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari dalam diri manusia itu sendiri (faktor internal) maupun dari luar (faktor eksternal). Teori yang dikemukakan oleh Snehandu B Karr pada tahun 1983, bahwa perilaku kesehatan ditentukan oleh niat seseorang, dukungan sosial, ketersediaan informasi atau fasilitas, kebebasan mengambil keputusan dan situasi dan kondisi yang tepat (Notoatmodjo, 2007). Teori ini dengan jelas menyatakan bahwa ketersediaan kondom berpengaruh terhadap penggunaan kondom dan ada hal – hal lain yang mempengaruhi penggunaan kondom. Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
58
Selain Snehandu B Karr, WHO juga merumuskan alasan pokok perilaku kesehatan, antara lain pemikiran dan perasaan, personal references, sumber daya dan sosio budaya. Dari hasil penelitian salah satu alasan WPS maupun pelanggan WPS tidak menggunakan kondom adalah perasaan, mereka merasa saling percaya dan aman karena sudah lama berhubungan. Sedangkan alasan mucikari mendukung penggunaan kondom karena diminta oleh petugas kesehatan yang merupakan personal references. Selain dua hal di atas ketersediaan kondom juga mempengaruhi seseorang untuk menggunakan kondom. Hasil meta- analisis yang dilakukan Dolores Albarracín et al tahun 2001 yang menguji Teori Reasoned Action dan Teori Planned Bahavior didapatkan bahwa penggunaan kondom dipengaruhi oleh niat dan persepsi pengendalian perilaku. Niat itu sendiri tergantung pada sikap, norma dan persepsi pengendalian perilaku. Norma dan sikap dipengaruhi oleh kepercayaan seseorang. Menurut Kelly et al tahun 1994 dalam Albarracín et al tahun 2001 untuk meningkatkan persepsi pengendalian perilaku dapat dilakukan dengan adanya kondom yang tersedia sepanjang waktu. Kondom menjadi pilihan ketika pemerintah tidak berhasil menurunkan maupun menghilangkan seks komersial. Kondom, baik kondom laki – laki maupun perempuan dikenal sebagai satu – satunya teknologi yang paling efektif untuk mengurangi risiko penularan HIV dan IMS (Feldblum PJ, 1988). Untuk mencegah penularan HIV-AIDS yang diperlukan adalah perilaku selalu menggunakan kondom bukan penggunaan kondom pada seks terakhir, dengan WPS yang konsisten selalu menggunakan kondom akan mencegah penularan HIV-AIDS dan IMS. Penelitian di Benin menunjukkan bahwa 5,6 % penjaja seks tidak menggunakan kondom dalam seminggu terakhir dengan alasan penolakan oleh klien (46%) (Diabat et al, 2011). Survei Surveilans Perilaku (SSP) risiko tinggi IMS di Bali, Kupang dan Ujung Pandang pada tahun 1998 pada 693 WPS menunjukkan bahwa Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
59
sebanyak 53% pelanggan menggunakan kondom pada hubungan seks terakhir. Keadaan yang sama ditemukan pada penelitian di Bali tahun 2000, pemakaian kondom menurut wawancara dengan WPS adalah 70% sedangkan dengan pelanggan didapatkan 32% (Wirawan dalam Qomariyah dkk, 2001). Sedangkan hasil survey Depertemen Kesehatan tahun 2004 di 9 propinsi prioritas menunjukan bahwa pengunaan kondom pada seks komersial terakhir sebesar 59,7% (Menteri Kesehatan, 2005). Tahun 2007 pada kelompok WPS di 8 kota, penggunaan kondom yang bersifat konsisten dalam berhubungan seks dengan pelanggan masih sangat rendah (rata – rata 34,8%). Survei Terpadu Biologis dan Perilaku tahun 2011 menunjukkan pemakaian kondom pada seks terakhir sebesar 35% pada WPS langsung (Dr. H. M. Subuh, 2011). Pada umumnya penggunaan kondom dari tahun ke tahun tidak mengalami perubahan dan di mana pun hampir sama saja, meskipun di Bintan telah ada Surat Keputusan Bupati Bintan NO. 287/X/2005 tentang Penggunaan Kondom 100% dan Pemeriksaan Wajib Berkala Bagi WPS. Pelaksanaan dari Keputusan Bupati Bintan tersebut pada awalnya berjalan dengan baik dibantu oleh FHI dan LSM. Akan tetapi setelah tahun 2008 dimana FHI tidak memberikan dana lagi pelaksanaannya menjadi berkurang, tidak ada lagi konseling pada WPS yang baru masuk ke lokasi, pertemuan bersama antara tim pelaksana, mucikari dan petugas kesehatan menjadi berkurang yang biasanya setiap bulan dilaksanakan menjadi 3 bulan sekali bahkan kadang lebih lama lagi. Petugas klinik tidak mampu melaksanakan pengawasan tampa dibantu oleh LSM maupun mucikari karena petugas klinik juga memiliki beban kerja di puskesmas. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bintan untuk Lokasi Batu 24 dan Batu 80 ada 60,7% mengaku selalu menggunakan kondom selama seminggu terakhir dan dalam penelitian ini didapatkan ada 47,2% dari 123 responden yang selalu menggunakan kondom pada seminggu terakhir di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 sementara sisanya 52,8% yang tidak selalu menggunakan kondom dalam Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
60
seminggu terakhir. Sedangkan untuk penggunaan kondom pada hubungan seks terakhir hampir sebagian besar menggunakan yaitu sebanyak 111 orang (81,6 %) dan yang tidak menggunakan sebanyak 25 orang (18,4%). 6.4 Karakteristik Responden di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 Kabupaten Bintan 6.4.1 Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu faktor demografis yang perlu diidentifikasi apabila hendak mengubah perilaku individu. Pada tingkat pendidikan berbeda, persepsi tiap individu tentang perilaku sehat dapat berbeda satu sama lainnya (Glanz, Rimer & Lewis, 2002;Notoatmodjo, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Kessie G et al pada tahun 2007 di Ghana menyatakan bahwa tingkat pendidikan berhubungan dengan penggunaan kondom. Lebih lanjut penelitian tersebut menjelaskan bahwa WPS dengan tingkat pendidikan menengah ke atas lebih besar kemungkinan untuk selalu menggunakan kondom dalam setiap hubungan seks dibandingkan WPS dengan tingkat pendidikan menengah ke bawah. Dalam penelitian ini didapatkan sebagian besar responden berpendidikan rendah yaitu 121 orang (89%) dan responden yang berpendidikan tinggi sebanyak 15 orang (11%). Dari hasil tersebut jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya maka lebih banyak yang tidak selalu menggunakan kondom dari pada yang selalu menggunakan dan hal ini sejalan dengan hasil dalam penelitian ini dimana yang selalu menggunakan lebih sedikit dari pada yang tidak selalu menggunakan. 6.4.2 Riwayat IMS IMS merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup mendapat perhatian. Keluhan IMS pada wanita umumnya adalah adanya duh vagina atau cairan abnormal yang keluar dari alat kelamin wanita yang disebabkan oleh Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
61
trikomoniasis, kandidiasis dan vaginosis bakterial. Keluhan juga berupa nyeri perut bagian bawah. Beberapa penelitian menemukan bahwa riwayat menderita IMS berhubungan dengan penggunaan kondom dengan hasil yang saling bertolak belakang. Penelitian Widyastuti tahun 2006 terhadap wanita penjaja seks jalanan di Jakarta Timur menemukan bahwa riwayat menderita IMS lebih besar kemungkinannya untuk menggunakan kondom dibandingkan WPS yang tidak pernah punya pengalaman menderita IMS. Pernyataan di atas sejalan dengan hasil penelitian dimana ada 75 orang (55,1%) responden yang pernah menderita IMS dan 61 orang (44,9%) responden yang tidak pernah menderita IMS dalam 3 bulan terakhir dan yang selalu menggunakan lebih sedikit dari pada yang tidak selalu menggunakan kondom. 6.4.3 Riwayat Konsumsi Alkohol atau Narkoba Pengalaman mengkonsumsi alkohol/narkoba merupakan pola hidup yang negatif atau merusak kesehatan. Pengalaman seperti ini ternyata sangat umum terjadi di kalangan WPS maupun pelanggannya. Hal ini menyebabkan mereka menjadi rentan tertular HIV karena secara tidak langsung mempengaruhi pikiran mereka yang akhirnya berpengaruh terhadap tindakan mereka untuk tidak menggunakan kondom sebagai upaya pencegahan HIV (UNAIDS, 2002). Markosyan et al pada tahun 2007 melakukan penelitiannya terhadap WPS di Armenia dan menemukan bahwa penggunaan alkohol dan narkoba secara signifikan berhubungan dengan penggunaan kondom. Penelitian ini menguji korelasi antara penggunaan alkohol dan narkoba pada WPS maupun pelanggannya dengan penggunaan kondom. Hasil uji korelasinya adalah sebesar -0,589. Hal ini berarti penggunaan alkohol dan narkoba dengan penggunaan kondom berkorelasi negatif, dimana peningkatan penggunaan alkohol dan narkoba diikuti oleh penurunan penggunaan kondom dan hubungannya kuat. Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
62
Penelitian ini juga mendapatkan hasil yang sama dengan penelitian sebelumnya dimana sebagian besar responden yaitu 108 orang (79,4%) yang pernah mengkonsumsi alkohol atau narkoba sedangkan responden yang tidak pernah sebanyak 28 orang (20,6%) dan yang selalu menggunakan kondom lebih sedikit dari pada yang tidak selalu menggunakan kondom. 6.4.4 Keterpajanan Informasi Tentang HIV-AIDS Perubahan perilaku WPS untuk selalu menggunakan kondom sangat penting karena dapat menjaga tingkat penularan HIV tetap rendah dikalangan penjaja seks sehingga epidemi HIV juga dapat berkurang. Oleh karena itu, pemberian informasi tentang HIV-AIDS termasuk informasi tentang penggunaan kondom secara benar dan konsisten dikalangan penjaja seks merupakan bagian penting dari tindakan preventif yang dianjurkan oleh UNAIDS (UNAIDS, 2007). Laio et al pada tahun 2006 melakukan penelitian pada WPS di sebuah kota kecil di propinsi Hainan, China menyatakan bahwa dengan membaca bahan – bahan berisi informasi tentang HIV-AIDS seperti buku, brosur dan sebagainya menyebabkan peningkatan dalam penggunaan kondom pada saat hubungan seks terakhir dan peningkatan dalam penggunaan kondom lebih besar dari 50% pada hubungan seks yang dilakukan 6 bulan terakhir. Dalam penelitian ini hanya 84 orang (61,8%) responden yang pernah mendapatkan informasi tentang HIV-AIDS dalam 3 bulan dan sisanya 38,2% yang tidak pernah mendapatkan informasi tersebut sehingga penggunaan kondom lebih banyak yang tidak selalu menggunakan. 6.4.5 Umur Umur secara tidak langsung berkaitan dengan perilaku kesehatan, yaitu berpengaruh terhadap persepsi kerentanan, keseriusan, manfaat maupun persepsi hambatan dari dalam diri individu tersebut. Pada kelompok umur yang berbeda, persepsi tentang kesehatan dapat berbeda (Glanz, Rimer, Lewis, 2002). Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
63
Penelitian Kassie G et al pada tahun 2007 terhadap 450 orang WPS di Ghana menemukan bahwa umur WPS berhubungan dengan penggunaan kondom. WPS berusia 24 tahun kebawah mempunyai kemungkinan 8,8 kali lebih besar untuk selalu menggunakan kondom dibandingkan WPS berusia lebih dari 24 tahun. Beberapa responden penjaja seks yang berusia muda menganggap bahwa perlindungan terhadap penyakit menular sejak usia muda sangat penting agar mereka bisa hidup lebih lama dan produktif. Dalam penelitian ini ada 97,8% (133) responden yang berumur > 20 tahun dan sisanya 2,2% (3) responden yang berumur ≤ 20 tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya dimana jumlah responden yang kurang dari 20 tahun lebih sedikit dari yang berumur lebih dari 20 tahun dan diikuti dengan jumlah responden yang selalu menggunakan kondom lebih sedikit dari yang tidak selalu. 6.4.6 Lama Menjadi WPS Menurut WHO pemikiran dan perasaan individu berpengaruh terhadap perilaku individu tersebut dan hal ini dapat terjadi karena pemikiran dan perasaan dapat terbentuk berdasarkan pengalaman diri sendiri sebelumnya atau pengalaman orang lain (WHO, 1988). Dalam kaitan dengan pekerjaan semakin lama individu bekerja pada bidang tertentu maka pengalaman yang diperoleh semakin banyak sehingga hal ini dapat berpengaruh pada cara berfikir individu tersebut. Penelitian Mamahit & Gortmaker pada tahun 1999 terhadap sekelompok WPS di Jakarta menemukan bahwa WPS yang telah lama bekerja di tempat kerjanya saat itu selama lebih dari dua tahun, lebih kecil kemungkinannya untuk selalu menggunakan kondom dalam setiap hubungan seks dibandingkan dengan WPS yang baru bekerja kurang dari dua tahun. Dalam penelitian ini juga ditemukan hal yang sama dimana ada 51,5% (70) responden yang sudah > 12 bulan bekerja sebagai WPS dan 48,5% (66) ≤ 12 bulan. Responden yang telah bekerja lebih Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
64
dari 12 bulan lebih banyak dari pada yang kurang dari 12 bulan diikuti responden yang selalu menggunakan kondom lebih sedikit dari pada yang tidak selalu menggunakan. Secara kualitatif, penelitian di Jakarta tersebut melakukan diskusi secara mendalam dengan responden. Dari hasil tersebut didapatkan bahwa WPS yang telah lama bekerja rupanya telah memiliki pelanggan tetap yang dianggapnya “sudah kenal baik” sehingga WPS menjadi enggan untuk menawarkan penggunaan kondom. Pengalaman WPS yang menganggap telah mengenal pelanggannya dengan baik dapat membentuk pemikiran yang tidak serius tentang pentingnya penggunaan kondom sebagai tindakan pencegahan terhadap IMS. Hal yang sama juga didapatkan dalam penelitian ini dimana informan WPS tidak menggunakan kondom dengan alasan pasangan atau pelanggan tetap demikian juga pada informan pelanggan WPS dimana alasan mereka tidak menggunakan kondom karena mereka adalah pelanggan tetap dan sudah percaya. 6.4.7 Jumlah Pelanggan Salah satu determinan perubahan perilaku individu menurut WHO adalah sumber daya yang dimiliki individu tersebut (WHO, 1988). Sumberdaya yang dimiliki seorang penjaja seks adalah jumlah pelanggannya. Banyaknya jumlah pelanggan menunjukkan jumlah pasangan seks yang dilayani oleh WPS berbeda – beda. Semakin banyak pasangan seks yang dimiliki WPS menyebabkan WPS tersebut sangat rentan terhadap penularan HIV. Penelitian yang dilakukan Kessie et al pada tahun 2007 yang dilakukan terhadap WPS di Ghana menemukan bahwa jumlah pelanggan berhubungan secara signifikan dengan penggunaan kondom. Penelitian ini membuktikan bahwa WPS dengan jumlah pelanggan dalam sehari yang berjumlah lebih dari tujuh Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
65
orang lebih besar kemungkinannya untuk selalu menggunakan kondom dibandingkan WPS dengan jumlah pelanggan dalam sehari yang berjumlah satu sampai tujuh orang. Hal yang serupa juga ditemukan pada penelitian ini dimana lebih banyak responden yang memiliki pelanggan kurang dari 3 orang dalam seminggu terakhir (55,9%) dari pada yang lebih dari 3 orang pelanggan (44,1%) dan diikuti lebih banyak yang tidak selalu menggunakan kondom dari pada yang selalu menggunakan kondom.
Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 1. Distribusi penggunaan kondom pada hubungan seks terakhir sebagian besar menggunakan (81,6 %) namun masih ada yang belum menggunakan (18,4%) serta ada 47,2% yang selalu menggunaan kondom pada seminggu terakhir di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 sementara sisanya 52,8% yang tidak selalu menggunakan kondom dalam seminggu terakhir. Alsan WPS dan Pelanggan WPS menggunakan kondom adalah mencegah penyakit, demi kesehatan, rasa aman, higenis, takut terinfeksi penyakit dan keinginan. Sedangkan alasan kenapa mereka tidak menggunakan adalah tamu tidak mau, lama keluar, pasangan tetap, tidak enak dan mabuk. 2. Pada penelitian ini didapatkan pengaruh ketersediaan kondom yang lebih besar pada penggunaan kondom seminggu terakhir (1,7) dibandingkan dengan penggunaan kondom pada seks terakhir (0,7). 3. Pada penelitian ini didapatkan pengaruh ketersediaan kondom yang lebih besar pada penggunaan kondom seminggu terakhir (2,4) dibandingkan dengan penggunaan kondom pada seks terakhir (0,6) setelah dikontrol oleh umur, pendidikan, lama menjadi WPS, riwayat IMS, riwayat konsumsi alkohol atau narkoba, keterpajanan informasi tentang HIV-AIDS dan jumlah pelanggan. 7.2 Saran 1. Bagi program agar jangan terlalu kaku dalam mempromosikan penggunaan kondom, sebaiknya promosi penggunaan kondom tidak hanya pada WPS tetapi kepada pelanggan, mucikari dan masyarakat yang ada di lokasi seperti pemilik warung serta mengembangkan KIE dengan menggunakan bahasa yang lebih sederhana sehingga dapat dimengerti dan bisa mengubah persepsi bahwa kondom tidak enak serta menjelaskan penyakit apa saja yang bisa 67
Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
68
dicagah dengan menggunakan kondom. Selain itu diharapkan juga program dapat melebur atau bekerja sama dengan pihak lain seperti KPA dalam upaya memudahkan akses mendapatkan kondom atau pendistribusian kondom di lokasi dan advokasi ke mucikari agar mereka bersedia menyediakan kondom dan pengawasan terhadap penggunaan kondom setiap kontak seksual anak asuhnya. 2. Bagi Dinas Kesehatan agar revitalisasi peraturan tentang penggunaan kondom 100% dan pemeriksaan kesehatan sebulan sekali di klinik IMS baik pada petugas klinik, mucikari dan tim pelaksana dengan cara mengeluarkan SK dari Kepala Dinas yang dapat menjabarkan peraturan yang telah ada, seperti mewajibkan semua mucikari menyediakan kondom, monev yang dilakukan setiap bulan yang mengikutsertakan seluruh pihak yang berhubungan atau bersangkutan dan membentuk tim yang khusus menangani masalah ini. Selain itu dibuat sistem reward and punishment, bagi yang melaksanakan diberikan hadiah dan bagi yang tidak melaksanakan diberikan hukuman sosial yang bermanfaat untuk daerah sekitar dan sesuai dengan kesepakatan bersama sebagai contoh di Jawa Timur, mereka memberikan hukuman dengan cara WPS menyumbangkan 3 sak semen dan mucikari menyumbangkan 5 sak semen ke lingkungan sekitar. 3. Bagi peneliti selanjutnya dapat mempertimbangkan melakukan perlakuan dalam hal ini memberikan kemudahan akses terhadap kondom sehingga dapat melihat seberapa besar peningkatan penggunaan kondom dalam seminggu terakhir.
Universitas Indonesia
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
DAFTAR PUSTAKA Albarracín D et al. Theoties of Reasoned Action and Planned Behavior as Models of Condom Use : A Meta – Analysis. CHIP Documents, Paper 8, 2001. http : //digitalcommons.uconn.edu/chips.docs/8. Ariawan, Iwan Jurusan Biostatistik dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Besar dan Metode Sampel Pada Penelitian Kesehatan. Depok : 1998. Badan Pusat Statistik. Situasi Perilaku Berisiko Tertular HIV di Kepulauan Riau Hasil SSP Tahun 2004 di Tanjungpinang. Jakarta : 2005. Basuki. E, et al. Reasons For Not Using Condoms Among Female Sex Worker In Indonesia. Jakarta : AIDS education and prevention, vol.14, no.2, April 2002. Cochran, William G. Teknik Penarikan Sampel. Jakarta : UI-Press, 1991. Daiili, S. F, dkk. Infeksi Saluran Reproduksi Kenali Penyebab Dan Gejalanya. Jakarta : Population Council, 1998. Danim, Sudarwan. Metode Penelitian Untuk Ilmu-ilmu Perilaku: Pedoman Penulisan Majalah, Acuan Dasar Bagi Mahasiswa Program Sarjan dan Peneliti Pemula. Jakarta : Bumi Aksara, 2004. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Pelaksanaan Pengurangan Dampak Buruk Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA). Jakarta : Dir. Jendral PP & PL, 2006. Diabat et al. Condom Use During Work Time Among Female Sex Workers In Benin. Sex Transm Infect 2011;87:A41-A42 doi:10.1136/sextrans-2011-050109.45. Dinas Kesehatan Kabupaten Bintan. Profil Kesehatan Kabupaten Bintan Tahun 2009. Tanjungpinang : Dinkes Kabupaten Bintan, 2010.
69 Universitas Indonesia Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
Dinas Kesehatan Kabupaten Bintan. Laporan Bidang PP&PL Kabupaten Bintan Tahun 2011. Tanjungpinang : Dinkes Kabupaten Bintan, 2012. Gochman, David S. Health Bahavior : Emerging Research Perspectives. New York : Plenum Press, 1988. Graeff, Judith A et al. Komunikasi Untuk Kesehatan dan Perubahan Perilaku. Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1996. Grayman, Jesse, DT Nhan, PT Huong, et al. Factors Associated with HIV Testing, Condom Use, and Sexually Transmitted Infections Among Female Sex Workers in Nha Trang, Vietnam. AIDS & Behavior 9 (1): 41-51, March 2005. Green, Lawrence W and Marshall W Kreuter. Health Promotion Plannin: An Educational and Environmental Approach. United States of America: Mayfield Publishing Company, 1991. Halli, S, et al. The Role Of Collectives In STI And HIV/AIDS Prevention Among Female Sex Worker In Karnataka, India. AIDS Care, vol. 18, no. 7, Oktober, pp. 739-749, 2006 Hartanto, H. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2004. H. M. Subuh, Dr, MPPM. Integrated Biological and Behavioral Surveillence 2011. Depok : Modul Kuliah, 2011. Hosmer, David W and Stanley Lemeshow. Applied Logistic Regression. United States of America : John Wiley & Sons Inc, 1989. Hull, T. K, dkk. Pelacuran Di Indonesia Sejarah Dan Perkembangannya. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan Dan The Ford Foundation, 1997.
70 Universitas Indonesia Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
Jeany Chirestien W. Determinan Penggunaan Kondom Pada Wanita Penjaja Seks Di Kota Ambon Tahun 2005 (Analisis Data SPP HIV/AIDS). Depok : Universitas Indonesia, 2008. Joesoef et al. Determinants Of Condom Use In Female Sex Workers In Surabaya, Indonesia. International Journal of STD & AIDS ; 11: 262±265, 2000 Karen Glanz, Barbara K. Rimer, Frances Marcus Lewis. Health Bahavior and Health Education: Theory, Research and Practice, 3rdedition. San Francisco : JosseyBass a Wiley Imprint, 2002. Karsono Edy. Mengenal Kecanduan Narkoba dan Minuman Keras. Bandung : Yrama Widya, 2004. Kessie. G, et al. Social And Behavioral Determinants Of Consistent Condom Use Among Female Commercial Sex Worker In Ghana. AIDS Education and Prevention, Vol. 19, No.2, pp. 160-172, 2007. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS Tahun 2010 – 2014. Jakarta : KPA, 2010. Liao. S, et al. Working To Prevent HIV/Stis Among Woman In The Sex Industry In A Rural Town Of Hainan, China. AIDS Behavior, vol. 10, pp. 535-545, 2006. Li, Xiaoming, et al. Vaginal Douching, Condoms Use And Sex Transmitted Infection Among Chinese Female Sex Workers. Sexually Transmitted diseases, vol. 32, no. 11, pp. 696-702, November 2005. Luknis, Sabri dan Sutanto Priyo Hastono. Statistik Kesehatan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007. Maliani. Hubungan Penggunaan Kondom Dengan Infeksi Menular Seksual (IMS) Pada Wanita Penjaja Seks (WPS) Di Kota Bajarmasin Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2011. Depok : Universitas Indonesia, 2011.
71 Universitas Indonesia Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
Mamahit & Gortmaker. Determinants of Safer-Sex Behaviors of Brothel Female Commercial Sex Workers in Jakarta, Indonesia. The Journal of Sex Research, May 1999. Markosyan et al. Correlates of HIV Risk and Preventive Behaviors in Armenian Female Sex Workers. AIDS and Behavior Vol. 11, no. 2, 325 – 334, 2007. Mc Kee, Bertrand & Becker – Benton. Strategic Communication in HIV/AIDS Epidemic. New Delhi; London : SAGE, 2004. Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya. Jakarta : PT Rineka Cipta, 2005. Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : PT Rineka Cipta, 2007. Ogden Jane. Health Psychology A Text Book Fourth Edition. England : Open University Press, 2007. Onuoha, Eva & Munakata. Demographic Correlates of Constant Condom Use Among Sex Worker in Tangail, Dhaka, Bangladesh. Adolescence Vol. 42, Desember 2007. Ririn Rianita. Faktor – Faktor Pada WPS Dengan HIV/AIDS Yang Berhubungan Terhadap Penggunaan Kondom Pada Pelanggannya Di Lokalisasi “Batu 15” Kota Tanjungpinang Tahun 2011. Depok : Universitas Indonesia, 2011. Saryono, Anggraini MD. Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta : Mulia Medika, 2010. Tabachnic, Barbara G and Linda S Fidell. Using Multivariate Statistics 4th edition. United States of America : Allyn and Bacon, 2001.
72 Universitas Indonesia Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
LAMPIRAN 1
UNIVERSITAS INDONESIA
KUESIONER PENELITIAN TENTANG KONDOM A. Pengenalan Tempat 1.
Nama lokasi
2.
Nama responden/Blok
3.
Nomor kuesioner
4.
Tanggal wawancara
Lanjut ke
PERKENALAN 1.
Ucapkan salam (misalkan: Selamat Pagi/Selamat Siang/Selamat Sore/Selamat Malam),
2.
Perkenalkan diri,
3.
Jelaskan maksud dan tujuan penelitian
4.
Tekankan kerahasiaan jawaban, dan beritahukan bahwa nama responden tidak dicatat,
5.
Tanyakan kesediaannya sebagai responden dan untuk menjawab pertanyaan dengan jujur,
6.
Ucapkan terimakasih atas kesediaannya untuk menjadi responden.
PASTIKAN BAHWA RESPONDEN ADALAH WANITA YANG MENJUAL SEKS DAN TELAH BEKERJA DI TEMPAT INI SELAMA TIGA BULAN ATAU LEBIH PEWAWANCARA MENGATUR SUASANA PRIVAT UNTUK MELAKUKAN WAWANCARA DAN PASTIKAN TIDAK ADA ORANG LAIN PADA SAAT WAWANCARA BERLANGSUNG
KATAKAN KALIMAT BERIKUT KEPADA CALON RESPONDEN: Nama saya (nama), mahasiswa yang sedang mengumpulkan data kesehatan dari Universitas Indonesia. Kami sedang menggumpulkan informasi mengenai bagaimana membantu orang mencegah tertular penyakit yang disebut AIDS. Kami akan menanyakan beberapa pertanyaan pribadi mengenai Anda dan perilaku seksual Anda. Kami tidak akan menanyakan nama atau alamat Anda sehingga Anda tidak bisa dikenali dan apapun yang Anda sampaikan hanya akan dipergunakan untuk perencanaan program kesehatan. Anda tidak diwajibkan berpartisipasi dalam survei ini namun jika Anda setuju berpartisipasi, Anda boleh tidak menjawab pertanyaan tertentu yang kami ajukan, bila Anda berkeberatan. Tidak ada jawaban yang benar atau salah atas semua pertanyaan yang diajukan. Jika Anda setuju diwawancarai, kami sangat menghargai bila Anda mengatakan apa adanya (sejujurnya). Apakah kita bisa memulai wawancara?
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
KodeJawaban
LAMPIRAN 1
B. Karakteristik No.
Pertanyaan
1.
Berapa umur anda ?
2.
Apakah pendidikan tertinggi yang pernah atau sedang diduduki?
Lanjut ke
Kode kategori
Tahun
Tidak pernah sekolah SD/sederajat SMP/sederajat SMU/sederajat Akademi/Perguruan Tinggi
Kode Jawaban
0 1 2 3 4
Instruksi untuk Pewawancara: Pewawancara memberitahukan kepada responden bahwa pertanyaan‐pertanyaan selanjutnya bersifat pribadi dan pewawancara menjamin kerahasiaan dari jawaban responden dan meminta kepada responden agar menjawab secara jujur setiap pertanyaan yang diajukan.
Ungkapkan kalimat berikut kepada responden: Pertanyaan berikut bersifat sangat pribadi karena berkaitan dengan perilaku seks dan pemakaian kondom. Anda tidak perlu khawatir karena kerahasiaan jawaban Anda akan kami jamin. Mohon agar Anda menjawab atau menjelaskan dengan jujur atas beberapa pertanyaan yang akan saya ajukan.
C. Pengalaman dan Penggunaan Kondom No.
Pertanyaan
Lanjut ke
Kode kategori
Kode Jawaban
Hubungan seks dengan tamu/pelanggan 3.
4.
5.
6.
7.
8.
Sejak tahun berapa Anda melakukan seks dengan mendapat imbalan baik berupa uang maupun barang?
Tahun: ____________ Tidak ingat
9998
Sudah berapa lama Anda melakukan seks dengan imbalan baik berupa uang maupun barang di kota ini?
___________ tahun __________ bulan Tidak ingat
998
Sudah berapa lama Anda bekerja di tempat ini?
____________ bulan Kurang dari sebulan yang lalu Tidak ingat
00 98
Sebelum di kota ini, sudah di berapa kota/kab Anda melakukan seks dengan imbalan uang atau barang?
__________ tempat Tidak pernah di kota lain Tidak ingat
00 98
Jika pernah, di kota/kab mana saja Anda pernah melakukan seks dengan imbalan uang atau barang?
(sebutkan tiga kab/kota terakhir)
a. Kab/kota:
Provinsi:
b. Kab/kota:
Provinsi:
c. Kab/kota:
Provinsi:
Berapa rupiah Anda dibayar/harga barang yang diberikan oleh tamu/pelanggan yang terakhir?
(Diisi dalam bulan)
8
Rp. ______________________________
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
Kode prop Kode kota
(dalam ribuan)
a b c
LAMPIRAN 1
C. Pengalaman dan Penggunaan Kondom No.
Lanjut ke
Kode kategori
Apakah tamu/pelanggan terakhir tersebut merupakan penduduk setempat atau pendatang?
Penduduk di kota ini Pendatang luar kota Pendatang manca negara Tidak tahu
1 2 3 8
10.
Apakah Anda menawarkan kepada tamu/ pelanggan terakhir Anda untuk menggunakan kondom?
Ya Tidak Tidak ingat
1 2 8
11.
Pada saat melakukan hubungan seks terakhir dengan tamu/pelanggan, apakah tamu /pelanggan tersebut menggunakan kondom?
Ya Tidak Tidak ingat
1 2 8
Dalam seminggu terakhir berapa tamu/ pelanggan yang Anda layani secara seksual (vaginal, anal, oral)?
____________ orang Tidak ada tamu/pelanggan seminggu terakhir
Dalam seminggu terakhir seberapa sering Anda menawarkan kepada tamu/pelanggan Anda untuk menggunakan kondom?
Tidak pernah Jarang/kadang‐kadang Sering Selalu
0 1 2 3
Dalam seminggu terakhir seberapa sering tamu/pelanggan Anda menggunakan kondom ketika berhubungan seks?
Tidak pernah Jarang/kadang‐kadang Sering Selalu
0 1 2 3
Dalam seminggu terakhir,apa pekerjaan sebagian besar dari tamu/pelanggan Anda?
Pelajar/mhs Polisi/TNI PNS Pegawai swasta Sopir Kernet ABK
01 Tukang ojek 02 Pedagang 03 Orang asing 04 Lainnya 05 Tidak tahu 06 Tidak menjawab 07 Tidak bekerja
08 09 10 11 98 99 00
9.
12.
13.
14.
15.
Pertanyaan
00
Kode Jawaban
16
Hubungan seks dengan pacar/orang yang diistimewakan 16. 17.
18.
19.
20.
Dalam setahun terakhir berapa banyak pacar Anda?
____________ orang Tidak punya pacar setahun terakhir
00
Apakah pacar terakhir Anda merupakan penduduk setempat atau pendatang?
Penduduk di kota ini Pendatang luar kota Pendatang manca negara Tidak tahu
1 2 3 8
Pada saat melakukan seks terakhir dengan pacar tersebut, apakah menggunakan kondom?
Ya Tidak Tidak ingat
1 2 8
Dalam sebulan terakhir seberapa sering Anda menawarkan pacar Anda untuk menggunakan kondom ketika berhubungan seks?
Tidak pernah Jarang/kadang‐kadang Sering Selalu
0 1 2 3
Dalam sebulan terakhir seberapa sering pacar Anda menggunakan kondom ketika berhubungan seks?
Tidak pernah Jarang/kadang‐kadang Sering Selalu
0 1 2 3
21
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
LAMPIRAN 1
C. Pengalaman dan Penggunaan Kondom No.
Pertanyaan
Lanjut ke
Kode kategori
Kode Jawaban
Hubungan seks dengan suami/pasangan tetap 21.
22.
23.
Selama setahun terakhir, apakah Anda melakukan seks penetrasi dengan suami/pasangan tetap?
Ya Tidak Tidak ingat Tidak punya suami/pasangan tetap
1 2 8 0
Pada seks penetrasi yang terakhir dengan suami/ pasangan tetap, apakah Anda menawarkan untuk menggunakan kondom?
Ya 1 Tidak 2 Tidak ingat 8
Pada seks penetrasi yang terakhir dengan suami/pasangan tetap, apakah pasangan Anda tersebut menggunakan kondom?
Ya 1 Tidak 2 Tidak ingat 8
D. Infeksi Menular Seksual Pertanyaan
24.
Selama sebulan terakhir, apakah Anda pergi ke tempat pemeriksaan IMS?
25.
Jika pernah, siapa yang menyarankan Anda pergi ke tempat pemeriksaan IMS?
(bacakan semua jawaban)
27.
28.
Lanjut ke
Kode kategori Ya Tidak
1 2
a. Kemauan sendiri
Ya
1
Tidak
2
b. Teman/petugas penjangkau (PO)
Ya
1
Tidak
2
c. Pengelola lokalisasi
Ya
1
Tidak
2
d. Lainnya:
Ya
1
Tidak
2
Selama tiga bulan terakhir, apakah Anda pernah mengalami gejala‐gejala sebagai berikut:
No.
26.
24
Ya
Tidak
Tidak tahu
a. Luka atau koreng di sekitar kelamin
1
2
8
9
b. Benjolan di sekitar kelamin
1
2
8
9
c. Keputihan disertai dengan bau
1
2
8
9
26
Kode Jawaban
a
a
b c d
Tidak menjawab
Apakah Anda pernah berobat ke petugas kesehatan ketika mengalami gejala‐gejala seperti di R.266?
Ya Tidak Tidak ingat
1 2 8
Jika pernah, apakah sebelum berobat Anda pernah mencoba melakukan pengobatan sendiri untuk mengatasi gejala‐gejala tsb?
Ya Tidak Tidak ingat
1 2 8
29
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
b c
LAMPIRAN 1
E. Keterpajanan Informasi HIV/AIDS No.
Pertanyaan
Lanjut ke
Kode kategori
29.
Dalam tiga bulan terakhir, Apakah Anda pernah mendapat informasi tentang HIV/AIDS sebelum wawancara ini?
30.
Jika pernah, dari mana sumber informasinya?
Pertanyaan ini mempunyai dua jenis jawaban: (a) Jawaban spontan dan (b) Jawaban probing
Ya Tidak Tidak tahu
1 2 8
Kode Jawaban
31
Biarkan responden menjawab terlebih dahulu, lalu cocokkan jawabannya dengan pernyataan yang ada di Kolom (1) dan lingkari di Kolom (2) untuk setiap jawaban yang sesuai. Bacakan pernyataan yang belum ada jawabannya dan lingkari jawaban responden pada Kolom (3), (4), dan (5) yang sesuai Sumber Informasi
Spontan Ya
Ya
Probing Tidak
(2)
(3)
(4)
(5)
a. Radio
1
2
8
9
b. TV
1
2
8
9
c. Koran/majalah
1
2
8
9
d. Poster/leaflet/booklet
1
2
8
9
e. Petugas kesehatan
1
2
8
9
f. Petugas lapangan
1
2
8
9
g. Teman sebaya
1
2
8
9
h. Konselor
1
2
8
9
i. Manajer kasus
1
2
8
9
j. Mami
1
2
8
9
k. Pertunjukan/edutainment
1
2
8
9
l. Internet/chatting
1
2
8
9
m. Hotline service/SMS
1
2
8
9
n. Lainnya:
1
2
8
9
(1)
Tidak menjawab
a b c d e f g h i j k l m n
Ungkapkan kalimat berikut kepada responden: Pada kesempatan ini saya akan menanyakan hal‐hal yang sensitif yang berhubungan dengan Napza. Saya ingatkan kembali bahwa jawaban Anda dirahasiakan, oleh karena itu mohon jawaban yang jujur.
F. Minuman beralkohol dan penggunaan napza No.
Pertanyaan
31.
Selama 3 bulan terakhir, apakah Anda pernah minum minuman beralkohol (arak, tuak, bir, wiski, dsb) sampai mabuk sebelum melakukan seks?
Lanjut ke
Kode kategori Ya Tidak
1 2
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
Kode Jawaban
LAMPIRAN 1
F. Minuman beralkohol dan penggunaan napza Lanjut ke
No.
Pertanyaan
32.
Selama 3 bulan terakhir, apakah Anda pernah mengkonsumsi napza, seperti ganja, exstasi, amphetamines, shabu‐shabu dsb, untuk bersenang‐senang, atau ngehai, ngeflai, ngeboat, berfantasi, sebelum melakukan seks?
Ya Tidak
1 2
Apakah Anda pernah menggunakan napza dengan cara disuntikkan?
Ya Tidak
1 2
Jika pernah, apakah Anda menggunakannya dalam setahun terakhir?
Ya Tidak Tidak menjawab
1 2 9
33. 34.
Kode kategori
Pertanyaan
Kode Jawaban
35
G. Ketersediaan Kondom No.
Lanjut ke
Kode kategori
Kode Jawaban
35.
Berapa jumlah kondom laki‐laki yang Anda miliki saat ini ?
36.
Dalam sebulan terakhir, apakah Anda pernah membeli kondom laki‐laki?
Ya Tidak Tidak ingat
1 2 8
37.
Dari mana Anda terakhir mendapatkan kondom laki‐laki?
Warung/toko Apotik/toko obat Fasilitas kesehatan Bar/hotel/losmen Teman Pelanggan Mami/mucikari LSM Tidak pernah punya kondom
01 02 03 04 05 06 07 08 00
Rp. ________________ Gratis
00000
(Jawaban tidak boleh dibacakan)
38.
Terakhir kali mendapatkan kondom laki‐laki berapa harganya?
____________ buah
39
(1 buah kondom, bukan 1 pak kondom) 39.
Apakah pengelola tempat kerja Anda menyediakan kondom laki‐laki?
Ya Tidak
1 2
40.
Merk kondom apa yang pernah dimiliki?
a. Sutra Ya 1 Tidak
2
b. Durex Ya 1 Tidak
2
c. Fiesta Ya 1 Tidak
2
d. BKKBN Ya 1 Tidak
2
e. Artika Ya 1 Tidak
2
f. Lainnya: Ya 1 Tidak
2
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
a b c d e f
LAMPIRAN 1
G. Ketersediaan Kondom No. 41.
Pertanyaan
Saat ini merk kondom apa yang tersedia?
Merk kondom apa yang paling sering dibeli?
43.
Merk kondom apa yang paling disukai dan dipakai?
44.
45.
46.
Lanjut ke
Kode kategori
42.
Durex 1 Simplex 2 Virgin 3 Andalan 4 Artika 5 BKKBN 6 Sutra 7 Fiesta 8 Lain – lain 9
Durex 1 Simplex 2 Virgin 3 Andalan 4 Artika 5 BKKBN 6 Sutra 7 Fiesta 8 Lain – lain 9
Durex 1 Simplex 2 Virgin 3 Andalan 4 Artika 5 BKKBN 6 Sutra 7 Fiesta 8 Lain – lain 9
Berdasarkan pengamatan pewawancara, apakah kondom mudah diperoleh di tempat ini?
Ya, di dalam 1 Ya, di luar 2 Ya, di dalam dan di luar 3 Tidak 4 44
Jika ya, merek apa yang tersedia
a. Sutra Ya 1
Tidak
2
b. Durex Ya 1
Tidak
2
c. Fiesta Ya 1
Tidak
2
d. BKKBN Ya 1
Tidak
2
e. Artika Ya 1
Tidak
2
f. Lainnya: Ya 1
Tidak
2
Berdasarkan pengamatan pewawancara di tempat ini, apakah ada poster atau brosur yang mengiklankan kondom?
Ya 1
Kode Jawaban
Tidak
2
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
a b c d e f
LAMPIRAN 2
PEDOMAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM UNTUK WPS Fenomena Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Kondom Di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 Tujuan : a. Mengeksplorasi masalah ketersediaan kondom. b. Menggali perilaku penggunaan kondom. Waktu pelaksanaan : Hari/tanggal Jam Durasi
: : :
Karakteristik Sosio Demografi : Nama (inisial) : Umur : Pendidikan : Daerah asal : PERTANYAAN PENELITIAN
.
Sosiodemografi 1. Berapa umur mbak/teteh/kakak sekarang? 2. Asalnya dari mana? 3. Sekolahnya sampai mana? 1. Pengetahuan tentang kondom 1. Menurut mbak/teteh/kakak kondom ini terbuat dari apa? 2. Apa saja manfaat dari menggunakan kondom? 3. Mbak/teteh/kakak tau ini apa? (menunjukkan kondom wanita) 4. Bagaimana cara memakainya? (pernah pakai sebelumnya? Kenapa tidak pernah pakai?) 2. Alasan menggunakan kondom 1. Apakah mbak/teteh pernah menggunakan kondom? Apakah pernah tidak menggunakan? 2. Maaf mbak/teteh/kakak jika tidak keberatan, apa alasan mbak menggunakan kondom? 3. Apakah cuma ini alasannya? Apa ada alasan lainnya?
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
LAMPIRAN 2
4. Apakah mbak/teteh/kakak menawarkan menggunakan kondom? Bagaimana caranya? Apakah pernah ditolak? 5. Apa kesulitan yang mbak/teteh/kakak hadapi saat menawarkan kondom?
3. Alasan tidak menggunakan kondom 1. Apa sebabnya mbak/teteh/kakak tidak mau menggunakan kondom? 2. Apakah Cuma ini alasannya? Apa ada alasan lainnya? 3. Apakah mbak/teteh/kakak tidak takut terkena penyakit? 4. Pengetahuan mengenai dampak prostitusi khususnya IMS 1. Setiap pekerjaan pasti ada resikonya, menurut mbak/teteh/kakak, apa resiko dari pekerjaan yang mbak/teteh/kakak jalanin saat ini? 2. Apa yang mbak/teteh/kakak ketahui tentangIMS (infeksi menular seksual)? 3. Apa saja penyakit menular seksual yang mbak/teteh/kakak ketahui? 4. Menurut mbak/teteh/kakak bagimana seseorang dapat tertular IMS? 5. Bagaimana caranya mencegah agar kita tidak tertular IMS? 6. Dari mana mbak/teteh/kakak mendapat informasi ini? 5. Ketersediaan kondom 1. Biasanya mbak/teteh/kakak dapat kondom dari mana? 2. Kalau di lokasi batu 24/80 macam mana nak dapat kondom ? 3. Berapa kisaran harga kondom yang biasa mbak/teteh/kakak beli? 4. Biasanya mbak/teteh/kakak pakai merek apa? 5. Merek apa yang paling enak dipakai/ disukai? 6. Pernah tak kekurangan kondom? 7. Menurut mbak/teteh/kakak bagaimana akses kondom di sini? (mudah? Sulit? alasannya?) 8. Bagaimana dengan kondom wanita? (Apakah sulit mendapatkannya?) 6. Pengetahuan tentang peraturan 1. Pernah memperhatikan gapura di depan? (Ada tulisan apa? Apa maksud dari tulisan tersebut?) 2. Apakah ada peraturan untuk menggunakan kondom? (Anda pernah mendengar tentang peraturan tersebut? Siapa yang membuat peraturan tersebut? Apa isi peraturan tersebut?) 3. Apakah ada sanksinya? (Apa sanksinya? Apakah peraturan ini berjalan? Bagaimana cara mengkontrolnya?)
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
LAMPIRAN 2
PEDOMAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM UNTUK MUCIKARI Fenomena Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Kondom Di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 Tujuan : a. Mengeksplorasi masalah ketersediaan kondom. b. Menggali dukungan yang diberikan untuk perilaku penggunaan kondom. Waktu pelaksanaan : Hari/tanggal Jam Durasi
: : :
Karakteristik Sosio Demografi : Nama (inisial) : Umur : Pendidikan : Daerah asal : PERTANYAAN PENELITIAN
.
Sosiodemografi 1. Berapa umur mbak/ibu/bapak sekarang? 2. Asalnya dari mana? 3. Sekolahnya sampai mana?
1 Pengetahuan tentang kondom 1. Menurut mbak /ibu/bapak kondom ini terbuat dari apa? 2. Apa saja manfaat dari menggunakan kondom? 3. Mbak/ibu/bapak tau ini apa? (menunjukkan kondom wanita) 4. Bagaimana cara memakainya? (pernah pakai sebelumnya? Kenapa tidak pernah pakai?) 2 Alasan mendukung penggunaan kondom 1. Bagaimana pendapat mbak/ibu/bapak tentang kondom? 2. Apa bentuk nyata yang sudah mbak/ibu/bapak lakukan dalam mendukung penggunaan kondom? 3. Mengapa mbak/ibu/bapak melakukannya?
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
LAMPIRAN 2
3 Alasan tidak mendukung penggunaan kondom 1. Apakah mbak/ibu/bapak pernah menentang atau membiarkan anak asuh untuk tidak menggunakan kondom? 2. Mengapa mbak/ibu/bapak melakukannya? 3. Apakah pernah terjadi masalah karena kondom? 4 Ketersediaan kondom 1. Biasanya mbak/ibu/bapak dapat kondom dari mana? 2. Biasanya siapa yang menyediakan kondom? 3. Kalau di lokasi batu 24/80 macam mana nak dapat kondom ? 4. Berapa kisaran harga kondom yang biasa mbak/ibu/bapak beli? 5 Merek apa yang paling enak dipakai/ disukai? 6 Pernah tak kekurangan kondom? 7 Menurut mbak/ibu/bapak bagaimana akses kondom di sini? (mudah? Sulit? alasannya?) 8 Bagaimana dengan kondom wanita? (apakah mbak/ibu/bapak menyediakannya? Pernah menyarankan anak asuh untuk menggunakannya?) 5. Pengetahuan tentang peraturan 1. Pernah memperhatikan gapura di depan? (Ada tulisan apa? Apa maksud dari tulisan tersebut?) 2. Apakah ada peraturan untuk menggunakan kondom? (Anda pernah mendengar tentang peraturan tersebut? Siapa yang membuat peraturan tersebut? Apa isi peraturan tersebut?) 3. Apakah ada sanksinya? (Apa sanksinya? Apakah peraturan ini berjalan? Bagaimana cara mengkontrolnya?)
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
LAMPIRAN 2
PEDOMAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM UNTUK PELANGGAN WPS Fenomena Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Kondom Di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 Tujuan : a. Mengeksplorasi masalah ketersediaan kondom. b. Menggali perilaku penggunaan kondom. Waktu pelaksanaan : Hari/tanggal Jam Durasi
: : :
Karakteristik Sosio Demografi : Nama (inisial) : Umur : Pendidikan : Daerah asal : PERTANYAAN PENELITIAN
.
Sosiodemografi 1. Berapa umur bapak/abang sekarang? 2. Asalnya dari mana? 3. Sekolahnya sampai mana?
1. Pengetahuan tentang kondom 1. Menurut bapak/abang kondom ini terbuat dari apa? 2. Apa saja manfaat dari menggunakan kondom? 3. Bapak/abang tau ini apa? (menunjukkan kondom wanita) 4. Bagaimana cara memakainya? (pernah melihat pemakaian kondom wanita sebelumnya? Kenapa tidak pernah pakai?) 2. Alasan menggunakan kondom 1. Apakah bapak/abang pernah menggunakan kondom? Apakah pernah tidak menggunakan? 2. Maaf bapak/abang jika tidak keberatan, apa alasan bapak/abang menggunakan kondom? 3. Apakah cuma ini alasannya? Apa ada alasan lainnya?
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
LAMPIRAN 2
4. Apakah bapak/abang menawarkan menggunakan kondom? Bagaimana? Apakah pernah ditolak? 3. Alasan tidak menggunakan kondom 1. Mengapa bapak/abang tidak mau menggunakan kondom? 2. Apakah Cuma ini alasannya? Apa ada alasan lainnya? 3. Apakah bapak/abang tidak takut terkena penyakit? 4. Ketersediaan Kondom 1. Biasanya abang/bapak dapat kondom dari mana? 2. Kalau di lokasi batu 24/80 macam mana nak dapat kondom ? 3. Berapa kisaran harga kondom yang biasa abang/bapak beli? 4. Biasanya abang/bapak pakai merek apa? 5. Merek apa yang paling enak dipakai/ disukai? 6. Pernah tak kekurangan kondom? 7. Menurut abang/bapak bagaimana akses kondom di sini? (mudah? Sulit? alasannya?) 8. Bagaimana dengan kondom wanita? 5. Pengetahuan tentang peraturan 1. Pernah memperhatikan gapura di depan? (Ada tulisan apa? Apa maksud dari tulisan tersebut?) 2. Apakah ada peraturan untuk menggunakan kondom? (Anda pernah mendengar tentang peraturan tersebut? Siapa yang membuat peraturan tersebut? Apa isi peraturan tersebut?) 3. Apakah ada sanksinya? (Apa sanksinya? Apakah peraturan ini berjalan? Bagaimana cara mengkontrolnya?)
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
LAMPIRAN 2
PEDOMAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM UNTUK PETUGAS KLINIK Fenomena Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Kondom Di Lokasi Batu 24 dan Batu 80 Tujuan : a. Mengeksplorasi masalah ketersediaan kondom. b. Menggali dukungan yang diberikan untuk perilaku penggunaan kondom. Waktu pelaksanaan : Hari/tanggal Jam Durasi
: : :
Karakteristik Sosio Demografi : Nama (inisial) : Umur : Pendidikan : Tempat Tugas : PERTANYAAN PENELITIAN
.
Sosiodemografi 1. Berapa umur mbak/ibu/bapak sekarang? 2. Sudah berapa lama bekerja di klinik IMS? 3. Apakah sudah pernah mendapatkan pelatihan yang berhubungan dengan pekerjaan di klinik IMS?
1 Alasan mendukung penggunaan kondom 1. Bagaimana pendapat mbak/ibu/bapak tentang kondom? (Mucikari disini mendukung penggunaan kondom?) 2. Apa bentuk nyata yang sudah mbak/ibu/bapak lakukan dalam mendukung penggunaan kondom? 3. Mengapa mbak/ibu/bapak melakukannya? 4. Apakah semua WPS di sini sudah terpapar pengetahuan tentang kondom? (siapa yang memberikan? Apakah mucikari mendukung dengan memberikan akses untuk melakukan penyuluhan?)
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
LAMPIRAN 2
2 Ketersediaan kondom 1. Biasanya mbak/ibu/bapak dapat kondom dari mana? (Siapa yang menyediakan? KPA? Dinkes Kab. Bintan?) 2. Merek apa yang paling enak dipakai/ disukai? 3. Pernah tak kekurangan kondom? 4. Menurut mbak/ibu/bapak bagaimana akses kondom di sini? (mudah? Sulit? alasannya?) 5. Bagaimana dengan kondom wanita? (apakah mbak/ibu/bapak menyediakannya? Pernah menyarankan WPS untuk menggunakannya?) 3. Pengetahuan tentang peraturan 1. Pernah memperhatikan gapura di depan? (Ada tulisan apa? Apa maksud dari tulisan tersebut?) 2. Apakah ada peraturan untuk menggunakan kondom? (Anda pernah mendengar tentang peraturan tersebut? Siapa yang membuat peraturan tersebut? Apa isi peraturan tersebut?) 3. Apakah ada sanksinya? (Apa sanksinya? Apakah peraturan ini berjalan? Bagaimana cara mengkontrolnya?)
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
Matriks WPS Pertanyaan Pengetahuan tentang kondom Pengetahuan tentang kondom perempuan Alasan menggunakan kondom Alasan tidak menggunakan kondom Pengetahuan tentang IMS Dari mana mendapatkan kondom Merk yang paling disukai Pernah kekurangan kondom Akses kondom laki‐laki Akses kondom wanita Pengetahuan tentang peraturan
D Dari plastic, mencegah penyakit dan kehamilan
S
E
L
C
N
Tidak tahu
Tidak tahu
Dari plastic
Dari karet, mencegah penyakit
Dari plastic, mencegah penyakit
Tahu tetapi tidak menggunakan
Hanya tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Hanya tahu
Mencegah penyakit, rasa aman
Mencegah penyakit
Mencegah penyakit
Demi kesehatan
Higenis, mencegah penyakit
Mencegah penyakit
Lama keluar, pasangan tetap
Tamu tidak mau
Tamu tidak mau
Percaya
Pasangan tetap
Tamu tidak mau
Tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Kurang tahu
Kurang tahu
Tidak tahu
Klinik, tim pelaksana, mami, teman, warung
Warung
Tim pelaksana
Tim pelaksana, warung
Warung
Klinik, warung
Fiesta
Sutra
Sutra
Sutra
Sutra
Sutra
Tidak pernah
Tidak pernah
Tidak pernah
Tidak pernah
Tidak pernah
Tidak pernah
Mudah
Mudah
Mudah
Mudah
Mudah
Mudah
Tidak pernah ada
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak pernah ada
Pernah dapat
Wajib pakai kondom dan pemeriksaan kesehatan
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
LAMPIRAN 3
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
Matriks pelanggan WPS Pertanyaan Pengetahuan tentang kondom laki‐laki Pengetahuan tentang kondom perempuan Alasan menggunakan kondom Alasan tidak menggunakan kondom Dari mana mendapatkan kondom Merk yang paling disukai Pernah kekurangan kondom Akses kondom laki‐laki Akses kondom wanita Pengetahuan tentang peraturan
D Dari plastic, mencegah kehamilan dan HIV
Y
R
A
Al
S
Tidak tahu
Tidak tahu
Dari karet, mencegah penyakit
Dari getah, mencegah penyakit
Dari plastic, mencegah penyakit
Hanya tahu
Hanya tahu
Tidak tahu
Hanya tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Keinginan
Takut kena penyakit dan demi kesehatan
Takut kena penyakit
Keinginan
Demi kesehatan
Demi kesehatan
Tidak enak
Tidak enak
Tidak enak, pelanggan tetap
Tidak enak, pelanggan tetap
Pelanggan tetap
Mabuk
WPS, Warung
WPS, Warung
Warung
WPS, Warung
Warung
WPS, Warung
Fiesta
Sutra
Sutra
Sutra
Sutra
Sutra
Tidak pernah
Tidak pernah
Pernah
Tidak pernah
Tidak pernah
Tidak pernah
Mudah
Mudah
Tergantung
Mudah
Mudah
Mudah
Tidak tahu
Tidak pernah ada
Tidak tahu
Tidak pernah ada
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Wajib pakai kondom
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
LAMPIRAN 3
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
Matriks mucikari Pertanyaan
I
D
Pengetahuan tentang Dari karet, mencegah kondom laki‐laki penyakit
A
M Tidak tahu, mencegah penyakit dan kehamilan
Dari karet, mencegah penyakit
Dari plastic, mencegah AIDS
Dari karet, mencegah HIV, Sifilis, AIDS
Tahu tetapi tidak menggunakan
Tidak tahu
Tahu tetapi tidak menggunakan
Tidak tahu
Tidak tahu
Bagus
Bagus
Bagus
Motivasi
Menyediakan kondom, motivasi
Motivasi
Demi kesehatan
Demi kesehatan
Saran petugas
Pengetahuan tentang kondom wanita Pendapat tentang kondom Bentuk nyata dukungan
Bagus
Bagus
Menyediakan kondom, motivasi
Alasan mendukung
Demi kesehatan
Menyediakan kondom, motivasi Demi kesehatan, anjuran dari klinik
Apakah pernah tidak mendukung Apakah pernah terjadi masalah karena kondom Dari mana mendapatkan kondom Merk yang paling disukai Pernah kekurangan kondom Akses kondom laki‐ laki Akses kondom wanita
Y
Tidak pernah
Tidak pernah
Tergantung keputusan anak asuh
Tidak pernah
Tidak pernah
Tamu tidak jadi masuk
Tamu tidak jadi masuk
Tamu tidak jadi masuk
Tamu tidak jadi masuk
Tamu tidak jadi masuk
Klinik, Tim pelaksana, mucikari yang menyediakan
Klinik, tim pelaksana, mucikari yang menyediakan
Tim pelaksana, swadana
Tim pelaksana, swadana
Tim pelaksana, mucikari yang menyediakan
Sutra
Sutra
Sutra
Sutra
Sutra
Tidak pernah
Tidak pernah
Tidak pernah
Tidak pernah
Tidak pernah
Mudah
Mudah
Mudah
Mudah
Mudah
Tidak pernah ada
Tidak pernah ada
Tidak pernah ada
Tidak pernah ada
Wajib pakai kondom di lokasi
Wajib pakai kondom di lokasi
Wajib pakai kondom di lokasi
Tidak pernah ada Wajib pakai kondom dan pemeriksaan kesehatan
Pengetahuan tentang Wajib pakai kondom peraturan di lokasi
LAMPIRAN 3
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
Matriks petugas kesehatan Pertanyaan Pendapat tentang kondom Bentuk nyata dukungan Alasan mendukung Apakah semua WPS terpapar informasi kondom Dukungan dari mucikari Dari mana mendapatkan kondom Merk yang paling disukai Pernah kekurangan kondom Akses kondom laki‐ laki Akses kondom wanita
L
R
E
A
Bagus
Bagus
Bagus
Penyuluhan, motivasi
Penyuluhan, motivasi
Edukasi dan konseling Motivasi
Memutuskan penularan HIV
Kewajiban (dinas)
Kewajiban (dinas)
Sudah dari kesehatan, Tidak semua. Dari PKK, GOW , PP VCT, KPA, Klinik
Tidak semua. Dari MK, Klinik, tim pelaksana Rata – rata mendukung
Bagus
Memutuskan penularan HIV dan IMS
B Bagus Motivasi Kewajiban (dinas)
Tidak semua. Dari tim Sudah dari tim pelaksana, klinik pelaksana
Banyak yang tidak
Sebagian mendukung sebagian tidak
Swadana, FHI, KPA, Dinkes
Dinkes
Tim pelaksana, KPA, BKKBN, FHI
BKKBN, KPA, swadana Swadana, Dinkes
Sutra
Sutra
Tidak tahu
Tidak tahu
Sutra
Tidak pernah
Pernah
Tidak pernah
Tidak pernah
Tidak pernah
Mudah
Tergantung
Mudah
Mudah
Mudah
Sulit
Sulit
Sulit Wajib pakai kondom dan pemeriksaan kesehatan
Tidak pernah ada
Tidak pernah ada
Wajib pakai kondom di lokasi
Pemeriksaan kesehatan
Pengetahuan tentang Wajib pakai kondom peraturan di lokasi
Tidak jelas
Sebagian mendukung sebagian tidak
Mendukung
LAMPIRAN 3
Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012
UNAIDS. Report on The Global HIV/AIDS Epidemic. Swizerland, 2002. Widyastuti, dkk. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Pencegahan IMS Pada PSK Di PSKW Mulya Jaya Jakarta. Depok : FKM UI, 2004.
73 Universitas Indonesia Pengaruh ketersediaan..., Verlina Yohana Kawangung, FKMUI, 2012