UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 1 APRIL – 31 MEI 2013
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
DIAN HERMAWATI, S.Farm. 1206312952
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 1 APRIL – 31 MEI 2013
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
DIAN HERMAWATI, S.Farm. 1206312952
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013 ii
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
iii
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan program Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Umum Pendidikan Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo yang telah dilaksanakan pada tanggal 1 April – 31 Mei 2013, serta dapat menyelesaikan laporan tugas umum ini dengan tepat waktu. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : a.
Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia;
b.
Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia dan pembimbing akademik selama pelaksaan pendidikan Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia;
c.
Bapak Fauzan Arafat, S.Si., Apt. selaku pembimbing luar yang telah banyak berbagi ilmu kepada penulis serta membimbing penulis selama pelaksanaan PKPA di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan selama penyusunan laporan ini;
d.
Bapak Prof. Dr. Maksum Radji, M.Biomed., Apt. selaku pembimbing dalam yang telah bersedia meluangkan waktunya membimbing penulis selama penyusunan laporan ini;
e.
Ibu Dra. Yulia Trisna, M.Pharm., Apt. selaku kepala Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk dapat menggali ilmu sebanyak-banyaknya selama PKPA;
f.
Seluruh Apoteker dan staf di Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo atas waktu, pengarahan, dan bimbingannya selama penulis menjalani PKPA di sana;
g.
Seluruh staf pengajar dan bagian Tata Usaha program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, atas ilmu, dukungan, dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama ini; iv
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
h.
Keluarga dan orang-orang terdekat penulis yang selama ini tidak pernah berhenti memberikan dukungan dan doa;
i.
Seluruh rekan sesama Apoteker Angkatan 76 Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, atas kerja sama, dukungan, semangat, dan persahabatan yang telah terjalin selama menempuh pendidikan di program Profesi Apoteker; dan
j.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan ketidaksempurnaan di dalam laporan ini. Oleh karena itu, penulis terbuka untuk menerima saran dan kritik yang membangun untuk memperbaiki penulisan laporan penulis ke depannya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat, baik bagi diri penulis maupun pihak lain yang terlibat dan membaca laporan ini.
Penulis
2013
v
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama NPM Program Studi Fakultas Jenis karya
: Dian Hermawati, S.Farm. : 1206312952 : Apoteker : Farmasi : Laporan Praktik Kerja
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo Periode 1 April – 31 Mei 2013 beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Depok
Pada tanggal : 5 Juli 2013 Yang menyatakan
( Dian Hermawati, S.Farm. )
vi
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ......................... vi DAFTAR ISI .......................................................................................................... vii DAFTAR TABEL ................................................................................................. viii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... ix BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1.2 Tujuan ......................................................................................................
1 1 2
BAB 2 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6
TINJAUAN UMUM................................................................................ 3 Rumah Sakit .............................................................................................. 3 Tenaga Kesehatan ..................................................................................... 6 Instalasi Farmasi Rumah Sakit.................................................................. 7 Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) ............................................................. 9 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit .................................... 11 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit ..................................... 20
BAB 3 3.1 3.2 3.3 3.4
TINJAUAN KHUSUS ............................................................................ Profil RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ................................................ Profil Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo .................... Keterlibatan Farmasi dalam Kepanitiaan Rumah Sakit ............................ Instalasi Sterilisasi Pusat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ..................
25 25 26 29 33
BAB 4 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7
PEMBAHASAN ...................................................................................... Gudang Perbekalan Farmasi Pusat............................................................ Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) ......................................... Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A) .................................................. Satelit Farmasi Intensive Care Unit (ICU) ............................................... Satelit Farmasi Kirana............................................................................... Satelit Farmasi Pusat ................................................................................. Sub Instalasi Produksi ...............................................................................
38 38 42 51 62 67 73 76
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 83 5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 83 5.2 Saran ......................................................................................................... 83 DAFTAR ACUAN................................................................................................. 87
vii
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Pembagian jumlah Asisten Apoteker tiap shift di satelit dan depo IGD ...................................................................................................... 43 Tabel 4.2 Pembagian ruang rawat Gedung A ...................................................... 52 Tabel 4.3 Jumlah sumber daya manusia Satelit Farmasi Gedung A ......................53
viii
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9.
Struktur organisasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ................ 88 Struktur organisasi Instalasi Farmasi ............................................. 89 Struktur organisasi Sub Instalasi Produksi .................................... 90 Contoh etiket .................................................................................. 91 Contoh klip plastik obat untuk distribusi dengan sistem unit dose ............................................................................................... 92 Contoh blanko kartu stok ............................................................... 93 Formulir pemberian informasi obat untuk pasien pulang .............. 94 Formulir monitoring pengobatan pasien rawat inap ...................... 95 Formulir medication history taking untuk pasien rawat inap .......... 96
ix
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945. Mengingat pentingnya arti kesehatan, suatu upaya pembangunan nasional harus memperhatikan kesehatan masyarakat dan hal tersebut menjadi tanggung jawab semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat (Presiden RI, 2009a). Dalam rangka mewujudkan kesehatan masyarakat, upaya kesehatan perlu dilakukan secara terpadu, terintegrasi, dan berkesinambungan. Untuk dapat mencapai hasil yang optimal, upaya kesehatan tersebut harus mencakup serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang paripurna, antara lain pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif (Presiden RI, 2009a). Salah satu institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan paripurna ini adalah rumah sakit (Presiden RI, 2009b). Rumah sakit berperan sebagai sarana rujukan pelayanan kesehatan yang memiliki fungsi utama dalam menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi pasien. Dalam menjalankan fungsinya tersebut, pelayanan farmasi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit. Pelayanan farmasi dibutuhkan sebagai salah satu kegiatan penunjang terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu di rumah sakit (Menteri Kesehatan RI, 2004). Kegiatan pelayanan farmasi di rumah sakit saat ini dituntut untuk berorientasi kepada pelayanan pasien. Pada praktiknya, tujuan dari pelayanan kefarmasian rumah sakit diharapkan dapat mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah obat dan masalah yang terkait dengan kesehatan. Selain itu, pelayanan farmasi juga harus dapat menjamin tersedianya obat yang bermutu di rumah sakit, termasuk pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi masyarakat (Menteri Kesehatan RI, 2004). Untuk dapat menjalankan tugas dan 1
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
Universitas Indonesia
2
fungsi tersebut, seorang Apoteker sebagai tenaga pelaksana kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit harus memiliki kompetensi, baik di bidang manajemen maupun klinis. Oleh sebab itu, Praktik Kerja Profesi Apoteker di rumah sakit perlu diselenggarakan sebagai sarana untuk dapat mempelajari dan memahami tugas dan fungsi Apoteker di rumah sakit.
1.2 Tujuan Tujuan pelaksanaan kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker ini adalah untuk memahami pelaksanaan pelayanan kefarmasian serta tugas dan peran Apoteker di rumah sakit.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
BAB 2 TINJAUAN UMUM
2.1 Rumah Sakit 2.1.1. Definisi rumah sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit juga dapat didefinisikan sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Presiden RI, 2009b).
2.1.2. Tugas dan fungsi rumah sakit Menurut UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, untuk menjalankan tugas sebagaimana yang dimaksud, rumah sakit mempunyai fungsi sebagai berikut : a.
penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit,
b.
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis,
c.
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan, dan
d.
penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan
dalam
memperhatikan
rangka etika
peningkatan ilmu
pelayanan
pengetahuan
3
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
kesehatan bidang
dengan
kesehatan.
Universitas Indonesia
4
2.1.3. Klasifikasi rumah sakit Suatu sistem klasifikasi rumah sakit diperlukan untuk memberi kemudahan mengetahui identitas, organisasi, jenis pelayanan yang diberikan, pemilik serta evaluasi golongan rumah sakit. Rumah sakit dapat diklasifikasikan menjadi beberapa golongan berdasarkan jenis pelayanan, kepemilikan, dan rumah sakit pendidikan.
a. Berdasarkan jenis pelayanan Berdasarkan jenis pelayanan, rumah sakit dapat digolongkan menjadi: 1) Rumah sakit umum Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, rumah sakit umum digolongkan menjadi: a) Rumah sakit umum kelas A Rumah sakit umum kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar, 5 (lima) pelayanan spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) pelayanan medik spesialis lain, dan 13(tiga belas) pelayanan medik subspesialis. b) Rumah sakit umum kelas B Rumah sakit umum kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar, 4 (empat) pelayanan spesialis penunjang medik, 8 (delapan) pelayanan medik spesialis lainnya, dan 2 (dua) pelayanan medik subspesialis dasar. c) Rumah sakit umum kelas C Rumah sakit umum kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar dan 4 (empat) pelayanan spesialis penunjang medik. d) Rumah sakit umum kelas D Rumah sakit umum kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) pelayanan medik spesialis dasar.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
5
2) Rumah sakit khusus Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya. Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, rumah sakit khusus digolongkan menjadi: a) Rumah sakit khusus kelas A b) Rumah sakit khusus kelas B c) Rumah sakit khusus kelas C
b. Berdasarkan pengelola Berdasarkan pengelolanya, rumah sakit dapat digolongkan menjadi : 1) Rumah sakit publik Rumah sakit publik adalah rumah sakit yang dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2) Rumah sakit privat Rumah sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.
c. Rumah sakit pendidikan Rumah sakit pendidikan merupakan rumah sakit yang menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang pendidikan profesi kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan tenaga kesehatan lainnya.
2.1.4. Struktur organisasi rumah sakit Setiap rumah sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan akuntabel agar dapat menjalankan fungsinya secara optimal. Menurut UU No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, organisasi rumah sakit paling sedikit terdiri atas kepala rumah sakit atau direktur rumah sakit, unsur pelayanan medis, unsur Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
6
keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan. Kepala rumah sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan. Pemilik rumah sakit tidak boleh merangkap menjadi kepala rumah sakit.
2.1.5. Indikator pelayanan rumah sakit Indikator berguna untuk mengetahui tingkat pemanfaatan mutu dan efisiensi pelayanan rumah sakit, antara lain : a.
Bed Occupancy Ratio (BOR): persentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu.
b.
Length of Stay (LOS): rata-rata lama rawat pasien.
c.
Bed Turn Over (BTO): frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu.
d.
Turn Over Interval (TOI): rata-rata hari di mana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya.
2.2 Tenaga Kesehatan Menurut UU RI No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, tenaga kesehatan merupakan setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan juga harus memiliki kualifikasi minimum, memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional. Kode etik dan standar profesi diatur oleh organisasi profesi masing-masing. Menurut Peraturan Pemerintah
RI No.32 tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan, tenaga kesehatan terdiri dari : a. tenaga medis yang meliputi dokter dan dokter gigi, b. tenaga keperawatan yang meliputi perawat dan bidan, c. tenaga kefarmasian yang meliputi Apoteker, Analis Farmasi, dan Asisten Apoteker,
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
7
d. tenaga kesehatan masyarakat yang meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog
kesehatan,
mikrobiolog
kesehatan,
penyuluh
kesehatan,
administrator kesehatan, dan sanitarian, e. tenaga gizi yang meliputi nutrisionis dan dietisian, f. tenaga keterapian medik yang meliputi fisioterapis, okupasiterapis, dan terapi wicara, dan g. tenaga keteknisian teknis yang meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis, optisien, ototik prostetik, teknisi transfusi darah, dan perekam medis.
2.3 Instalasi Farmasi Rumah Sakit 2.3.1. Definisi IFRS Instalasi adalah fasilitas penyelenggara pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, kegiatan penelitian, pengembangan, pendidikan, pelatihan, dan pemeliharaan sarana rumah sakit. Farmasi rumah sakit adalah seluruh aspek kefarmasian yang dilakukan rumah sakit. Jadi, Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu bagian/unit/divisi atau fasilitas di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar & Amalia, 2003).
2.3.2. Tujuan IFRS Menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, tujuan pelayanan farmasi ialah : a. melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun fasilitas yang tersedia; b. menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi; c. melaksanakan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) mengenai obat; d. menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku;
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
8
e. melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah, dan evaluasi pelayanan; f. mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah, dan evaluasi pelayanan; serta g. mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metode.
2.3.3. Tugas dan tanggung jawab IFRS Tugas utama IFRS adalah pengelolaan yang dimulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita hingga pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan oleh pasien rawat inap, rawat jalan, maupun semua unit di rumah sakit. Berkaitan dengan pengelolaan tersebut, IFRS harus menyediakan terapi obat yang optimal bagi semua penderita dan menjamin pelayanan bermutu tinggi dengan biaya minimal. IFRS juga bertanggung jawab mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan tepat untuk memenuhi kebutuhan berbagai bagian/unit diagnosa dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medik, dan rumah sakit keseluruhan untuk kepentingan pelayanan pasien yang lebih baik (Siregar & Amalia, 2003).
2.3.4. Ruang lingkup fungsi IFRS IFRS mempunyai berbagai fungsi yang dapat digolongkan menjadi fungsi klinik dan non-klinik. Fungsi non-klinik meliputi spesifikasi
produk
dan
pemasok,
pengadaan,
perencanaan, penetapan pengendalian,
produksi,
penyimpanan, pengemasan dan pengemasan kembali, distribusi, dan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar (Siregar & Amalia, 2003). Ruang lingkup farmasi klinik mencakup fungsi farmasi yang dilakukan dalam program rumah sakit yaitu pemantauan terapi obat (PTO), evaluasi penggunaan obat (EPO), penanganan bahan sitotoksik, pelayanan di unit perawatan kritis, penelitian, pengendalian infeksi rumah sakit, sentra informasi obat, pemantauan reaksi obat merugikan (ROM), sistem pemantauan kesalahan obat, buletin terapi obat, program edukasi ‘in-service’ bagi Apoteker, dokter, dan perawat, serta investigasi obat, konseling, pemantauan kadar obat dalam darah, Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
9
ronde/visite pasien, pengkajian resep, dan penggunaan obat (Siregar & Amalia, 2003; Departemen Kesehatan RI, 2004).
2.3.5. Struktur organisasi IFRS Berdasarkan
keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
1197/Menkes/SK/X/2004, pelayanan farmasi diselenggarakan dengan visi, misi, tujuan, dan bagan organisasi yang mencerminkan penyelenggaraan berdasarkan filosofi
pelayanan
kefarmasian.
Bagan
organisasi
adalah
bagan
yang
menggambarkan pembagian tugas, koordinasi, dan kewenangan serta fungsi. Kerangka organisasi minimal mengakomodasi penyelenggaraan pengelolaan perbekalan, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu, serta harus selalu dinamis sesuai perubahan yang dilakukan yang tetap menjaga mutu sesuai harapan pelanggan. Struktur organisasi dapat dibagi menjadi tiga tingkat yaitu tingkat puncak, tingkat menengah, dan garis depan. Manajer tingkat puncak bertanggung jawab untuk perencanaan, penerapan, dan peningkatan efektifitas fungsi dari sistem mutu secara menyeluruh. Manajer tingkat menengah sebagian besar merupakan kepala bagian/unit fungsional yang bertanggung jawab untuk mendesain dan menerapkan berbagai kegiatan pelayanan yang diinginkan. Manajer garis depan terdiri
atas
personil
pengawas
yang
secara
langsung
memantau
dan
mengendalikan kegiatan yang berkaitan dengan mutu pelayanan. Setiap personil IFRS harus mengetahui lingkup, tanggung jawab, kewenangan fungsi mereka, dampaknya pada pelayanan, dan bertanggung jawab untuk mencapai mutu produk dan pelayanan (Siregar & Amalia, 2003).
2.4 Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) (Menteri Kesehatan RI, 2004). 2.4.1. Definisi PFT Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan Apoteker wakil dari farmasi rumah sakit, serta tenaga kesehatan lainnya. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
10
2.4.2. Fungsi dan ruang lingkup PFT Berikut adalah beberapa fungsi PFT : a. Mengembangkan formularium di rumah sakit dan merevisinya. Pemilihan obat untuk dimasukan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi secara subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok, dan produk obat yang sama. b. Panitia Farmasi dan Terapi harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis. c. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang termasuk dalam kategori khusus. d. Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional. e. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan mengkaji medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi. Tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus penggunaan obat secara rasional. f. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat. g. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis dan perawat.
2.4.3. Struktur organisasi PFT Susunan organisasi PFT serta kegiatan yang dilakukan bagi tiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit setempat : a. PFT harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) dokter, Apoteker, dan perawat. Untuk rumah sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih dari 3 (tiga) orang yang mewakili semua staf medis fungsional yang ada. b. Ketua PFT dipilih dari dokter yang ada di dalam kepanitiaan dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik, maka sebagai ketua berasal dari bidang Farmakologi. Sekretarisnya adalah Apoteker dari instalasi farmasi atau Apoteker yang ditunjuk. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
11
c. PFT harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali. Rapat PFT dapat mengundang pakar-pakar dari dalam maupun dari luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan PFT. d. Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT diatur oleh sekretaris, termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat. e. Membina hubungan kerja dengan panitia di dalam rumah sakit yang sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat.
2.4.4. Tugas Apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi a. Menjadi salah seorang anggota panitia (wakil ketua/sekretaris). b. Menetapkan jadwal pertemuan. c. Mengajukan acara yang akan dibahas dalam pertemuan. d. Menyiapkan dan memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk pembahasan dalam pertemuan. e. Mencatat semua hasil keputusan dalam pertemuan dan melaporkan pada pimpinan rumah sakit. f. Menyebarluaskan keputusan yang sudah disetujui oleh pimpinan kepada seluruh pihak yang terkait. g. Melaksanakan keputusan-keputusan yang sudah disepakati dalam pertemuan. h. Menunjang pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, pedoman penggunaan antibiotika, dan pedoman penggunaan obat dalam kelas terapi lain. i. Membuat formularium rumah sakit berdasarkan hasil kesepakatan PFT. j. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan. k. Melaksanakan pengkajian dan penggunaan obat. l. Melaksanakan umpan balik hasil pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat pada pihak terkait.
2.5 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit (Departemen Kesehatan RI, 2008) Pengelolaan perbekalan farmasi atau sistem manajemen perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari
perencanaan sampai Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
12
evaluasi yang saling terkait antara satu dengan yang lain. Kegiatannya mencakup perencanaan,
pengadaan,
penerimaan,
penyimpanan,
pendistribusian,
pengendalian, pencatatan dan pelaporan, penghapusan, monitoring, dan evaluasi.
2.5.1. Perencanaan Perencanaan perbekalan farmasi adalah salah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan perbekalan farmasi di rumah sakit. Tujuan perencanaan perbekalan adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tahapan perencanaan kebutuhan farmasi meliputi : a.
Pemilihan Fungsi pemilihan adalah untuk menentukan apakah perbekalan farmasi
benar-benar diperlukan sesuai dengan jumlah pasien atau kunjungan dan pola penyakit di rumah sakit. Pemilihan obat di rumah sakit merujuk kepada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) sesuai dengan kelas rumah sakit masing-masing, Formularium RS, Formularium Jaminan Kesehatan bagi masyarakat miskin, Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) Askes, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). b.
Kompilasi penggunaan Kompilasi penggunaan perbekalan farmasi berfungsi untuk mengetahui
penggunaan bulanan masing-masing jenis perbekalan farmasi di unit pelayanan selama setahun dan sebagai pembanding bagi stok optimum. c.
Perhitungan kebutuhan Perhitungan kebutuhan obat dilakukan untuk menghindari masalah
kekosongan obat atau kelebihan obat. Metode yang biasa digunakan dalam perhitungan kebutuhan obat, antara lain : 1) Metode konsumsi Secara umum, metode konsumsi menggunakan data konsumsi obat individual dalam memproyeksikan kebutuhan yang akan datang berdasarkan data konsumsi tahun sebelumnya. Dasarnya adalah data riil konsumsi obat per periode yang lalu dengan berbagai penyesuaian dan koreksi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
13
2) Metode morbiditas Metode morbiditas menggunakan data jumlah pasien pengguna fasilitas kesehatan yang ada dan tingkat morbiditas (frekuensi masalah kesehatan yang umum) untuk membuat rencana kesehatan obat yang dibutuhkan. Dasarnya adalah jumlah kebutuhan obat yang digunakan untuk beban kesakitan. Metode morbiditas membutuhkan sebuah daftar tentang masalah kesehatan umum, sebuah daftar obat-obatan yang penting mencakup terapi untuk masalah-masalah tersebut, dan satu set pengobatan standar untuk tujuan perhitungan (berdasarkan pada praktik rata-rata atau pedoman pengobatan). 3) Metode kombinasi Pada kasus tertentu digunakan metode morbiditas atau epidemiologi, selain itu dihitung dengan menggunakan metode konsumsi. Misalnya metode morbiditas digunakan untuk meghitung obat-obat yang digunakan untuk kasus demam berdarah berdasarkan angka prevalensinya, sisanya dihitung dengan menggunakan metode konsumsi. d.
Evaluasi perencanaan Setelah dilakukan perhitungan kebutuhan perbekalan farmasi untuk tahun
yang akan datang, biasanya akan diperoleh jumlah kebutuhan dan idealnya diikuti dengan evaluasi. Evaluasi dapat dilakukan dengan cara atau teknik seperti analisa nilai ABC untuk evaluasi aspek ekonomi, kriteria VEN untuk evaluasi aspek medik atau terapi, kombinasi ABC dan VEN, dan revisi daftar perbekalan farmasi.
2.5.2. Pengadaan Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui melalui pembelian, produksi atau pembuatan sediaan farmasi, dan sumbangan/droping/hibah. Tujuan pengadaan adalah untuk mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga layak, mutu yang baik, serta pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar, dan tidak memerlukan tenaga dan waktu berlebihan. a.
Pembelian Pembelian adalah rangakaian proses pengadaan untuk mendapatkan
perbekalan farmasi. Terdapat empat metode pada proses pembelian, yaitu : Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
14
1) Pelelangan (tender) terbuka Berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar, dan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Pada penentuan harga metode ini lebih menguntungkan. Untuk pelaksanaannya memerlukan staf yang kuat, waktu yang lama serta perhatian penuh. 2) Tender terbatas Sering disebut juga sebagai lelang tertutup. Hanya dilakukan pada rekanan tertentu yang sudah terdaftar dan memiliki riwayat yang baik. Harga masih dapat dikendalikan, tenaga dan beban kerja lebih ringan bila dibandingkan dengan lelang terbuka. 3) Pembelian dengan tawar-menawar Metode dilakukan bila item tidak penting, tidak banyak dan biasanya dilakukan pendekatan langsung untuk item tertentu. 4) Pembelian langsung Pembelian dilakukan dalam jumlah kecil untuk item yang perlu segera tersedia. Harga untuk item tertentu relatif lebih mahal dibanding pada pembelian dengan metode lain.
b.
Produksi Produksi merupakan kegiatan membuat, mengubah bentuk, dan mengemas
kembali sediaan farmasi steril atau non-steril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria obat yang diproduksi adalah : 1) sediaan farmasi dengan formula khusus, 2) sediaan farmasi dengan harga murah, 3) sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil, 4) sediaan farmasi yang tidak tersedia di pasaran, 5) sediaan farmasi untuk penelitian, 6) sediaan nutrisi parenteral, 7) rekonstruksi sediaan obat kanker, dan 8) sediaan farmasi yang harus dibuat baru. Jenis sediaan farmasi yang diproduksi : a.
Produksi steril Persyaratan teknis untuk produksi steril, antara lain : Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
15
1) ruangan aseptis; 2) peralatan, contohnya laminar air flow (horizontal dan vertikal), autoclave, oven, cytoguard, dan alat pelindung diri; serta 3) sumber daya manusia : petugas terlatih. Kegiatan produksi steril meliputi : 1) Pembuatan Sediaan steril Contoh : Pembuatan methylen blue, triple dye, aqua steril 2) Total Parenteral Nutrisi (TPN) TPN adalah nutrisi dasar untuk pemberian secara intravena yang diperlukan bagi penderita yang kebutuhan nutrisinya tidak dapat terpenuhi secara enteral. Contoh TPN adalah campuran sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, dan mineral untuk kebutuhan individual dan dikemas ke dalam kantong khusus untuk nutrisi. 3) Pencampuran obat suntik / sediaan intravena (IV admixture) IV admixture adalah pencampuran sediaan steril ke dalam larutan intravena secara aseptis untuk menghasilkan suatu sediaan steril. Contoh kegiatan IV admixture adalah mencampur sediaan intravena ke dalam cairan infus dan melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut yang sesuai. 4) Pengemasan kembali (re-packing) 5) Rekonstitusi sediaan sitostatika b. Produksi non-steril Kegiatan produksi non-steril meliputi : 1) Pembuatan sirup Contoh sirup yang umum dibuat di rumah sakit adalah OBH (Obat Batuk Hitam). 2) Pembuatan salep Contoh : salep AAV. 3) Pembuatan puyer Contoh : obat racikan 4) Pengemasan kembali (re-packing) Contoh : Alkohol, Povidon Iodine Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
16
5) Pengenceran Contoh : H2O2 3% Sediaan farmasi yang diproduksi oleh IFRS harus akurat dalam identitas, kekuatan, kemurnian, dan mutu. Oleh karena itu, harus ada pengendalian proses dan produk untuk semua sediaan yang diproduksi atau pembuatan sediaan ruah dan pengemasan yang memenuhi syarat. Formula induk dan batch harus terdokumentasi dengan baik (termasuk hasil pengujian produk).
c.
Sumbangan/droping/hibah Pada prinsipnya pengelolaan perbekalan farmasi dari hibah/sumbangan
mengikuti kaidah umum pengelolaan perbekalan farmasi reguler. Perbekalan farmasi yang tersisa dapat dipakai untuk menunjang pelayanan kesehatan di saat situasi normal.
2.5.3. Penerimaan Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian. Staf farmasi merupakan bagian dari tim penerimaan perbekalan farmasi. Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi, antara lain : a. Setiap produk jadi yang telah diproduksi oleh pabrik harus mempunyai certificate of analysis (CA). b. Barang harus bersumber dari distributor utama. c. Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk kategori bahanbahan berbahaya. d. Khusus untuk alat kesehatan atau kedokteran harus mempunyai certificate of origin (CO). e. Waktu kedaluwarsa minimal 2 tahun.
2.5.4
Penyimpanan Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan
cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
17
aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Tujuan penyimpanan, antara lain : a.
memelihara mutu sediaan farmasi,
b.
menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab,
c.
menjaga ketersediaan, dan
d.
memudahkan pencarian dan pengawasan Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, menurut
bentuk sediaan dan alfabetis, dengan menerapkan prinsip FEFO dan FIFO, dan disertai sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. Penyimpanan sebaiknya dilakukan dengan memperpendek jarak gudang dengan pemakai agar efisien.
2.5.5
Pendistribusian Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah
sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Tujuan pendistribusian adalah tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan secara tepat waktu, tepat jenis, dan jumlah. Distribusi perbekalan farmasi di rumah sakit dapat dilakukan dengan berbagai pilihan sistem. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan : a.
efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada,
b.
metode sentralisasi atau desentralisasi, serta
c.
sistem total floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi (Menteri Kesehatan RI, 2004). Beberapa kategori sistem pendistribusian perbekalan farmasi, antara lain :
a. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (Total Floor Stock) Pada sistem total floor stock, sejumlah perbekalan farmasi disimpan dalam ruang rawat untuk memenuhi kebutuhan di ruang tersebut. Pendistribusian perbekalan farmasi menjadi tanggung jawab perawat ruangan. Perbekalan yang disimpan tidak dalam jumlah besar dan dapat dikontrol secara berkala oleh petugas farmasi (Menteri Kesehatan RI, 2004). Sistem distribusi ini hanya
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
18
digunakan untuk kebutuhan gawat darurat dan bahan dasar habis pakai (Departemen Kesehatan RI, 2008). Beberapa keuntungan dari sistem total floor stock adalah : 1) obat yang dibutuhkan cepat tersedia, 2) meniadakan retur obat, 3) pasien tidak harus membayar obat berlebih, dan 4) mengurangi jumlah personil farmasi. Beberapa kelemahan dari sistem total floor stock adalah : 1) kesalahan obat tinggi (salah order dari dokter, salah peracikan oleh perawat, atau salah etiket obat), 2) persediaan obat di ruangan menjadi banyak, 3) kemungkinan kehilangan dan kerusakan obat lebih besar, dan 4) menambah beban kerja bagi perawat.
b. Sistem Resep Perorangan (Resep Individual) Pada distribusi dengan sistem resep individual, perbekalan farmasi disiapkan dan didistribusikan kepada pasien sesuai dengan yang tertulis di resep. Pendistribusian perbekalan farmasi dengan sistem resep individual dilakukan melalui instalasi farmasi (Menteri Kesehatan RI, 2004). Beberapa keuntungan dari sistem ini adalah : 1) resep dapat dikaji dulu oleh Apoteker, 2) ada interaksi antara Apoteker, dokter, dan perawat, dan 3) ada pengendalian persediaan. Kelemahan dari sistem ini adalah : 1) bila obat berlebih, pasien tetap harus membayar, 2) obat dapat terlambat sampai ke pasien, 3) masih memerlukan tenaga perawat untuk menyiapkan obat sebelum diberikan ke pasien, dan 4) kehilangan dan kesalahan penggunaan obat masih cukup besar karena tidak adanya proses pengawasan ganda.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
19
c. Sistem Unit Dosis Pada sistem unit dosis, pendistribusian obat dilakukan melalui resep perorangan yang disiapkan, diberikan atau digunakan, dan dibayar dalam unit untuk penggunaan satu kali dosis (Menteri Kesehatan RI, 2004). Penyiapan dan pengendalian obat dilakukan oleh instalasi farmasi untuk tiap waktu penggunaan dalam sehari. Selanjutnya, obat diserahkan kepada perawat untuk diberikan ke pasien. Sistem unit dosis hanya dapat dilakukan untuk pasien rawat inap, bukan untuk pasien rawat jalan. Keuntungan dari sistem distribusi unit dosis, antara lain : 1) Pasien hanya membayar obat yang telah dipakainya. 2) Tidak ada kelebihan obat atau obat yang tidak terpakai di ruang perawatan. 3) Semua obat disiapkan oleh farmasi sehingga perawat mempunyai waktu yang lebih untuk merawat pasien. 4) Menciptakan sistem pengawasan ganda yaitu oleh farmasi ketika membaca resep dokter, sebelum dan sesudah menyiapkan obat serta oleh perawat ketika membaca formulir instruksi obat sebelum memberikan obat kepada pasien. Hal ini akan mengurangi kesalahan pengobatan (medication error). 5) Memperbesar kesempatan komunikasi antara farmasi, perawat, dan dokter serta pasien. 6) Memungkinkan farmasi mempunyai profil farmasi penderita yang dibutuhkan untuk drug use review (pengkajian penggunan obat). 7) Mempermudah pengendalian dan pemantauan penggunaan persediaan farmasi. Kelemahan dari sistem distribusi unit dosis adalah : 1) membutuhkan banyak tenaga farmasi, 2) harus segera siap sebelum jam makan pasien, dan 3) menggunakan lebih banyak bungkus obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
20
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit (Menteri Kesehatan
2.6
RI, 2004) 2.6.1
Pengkajian Resep Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari skrining resep
meliputi persyaratan administrasi, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Persyaratan administrasi meliputi : a. nama, tanggal lahir, nomor rekam medis, jenis kelamin, dan berat badan pasien; b. nama, nomor ijin, alamat, dan paraf dokter; c. tanggal resep; dan d. ruangan atau unit asal resep. Kesesuaian farmasetik meliputi : a. bentuk dan kekuatan sediaan; b. dosis dan jumlah obat; c. stabilitas dan ketersediaan; dan d. aturan, cara, dan teknik penggunaan. Pertimbangan klinis meliputi : a. ketepatan indikasi, dosis, dan waktu penggunaan obat; b. duplikasi pengobatan; c. alergi, interaksi, dan efek samping obat; d. kontraindikasi; dan e. efek aditif.
2.6.2
Pelayanan Informasi Obat (PIO) PIO merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk
memberikan informasi secara akurat, tidak bias, dan terkini kepada tenaga kesehatan dan pasien. Tujuan PIO meliputi : a. menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan dilingkungan rumah sakit, b. menyediakan
informasi
untuk
membuat
kebijakan-kebijakan
yang
berhubungan dengan obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan Terapi (PFT), Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
21
c. meningkatkan profesionalisme Apoteker, dan d. menunjang terapi obat yang rasional. Kegiatan yang termasuk dalam PIO meliputi : a. memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif dan pasif, b. menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat, atau tatap muka, c. membuat buletin, leaflet, dan label obat, d. menyediakan
informasi
bagi
PFT
sehubungan
dengan
penyusunan
formularium rumah sakit, e. melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga kesehatan lainnya, dan f. mengoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian.
2.6.3
Pemantauan dan pelaporan Efek Samping Obat (ESO) Pemantauan dan pelaporan ESO merupakan kegiatan pemantauan setiap
respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis, dan terapi. Tujuan monitoring ESO yakni menemukan ESO sedini mungkin (terutama yang berat, tidak dikenal, atau frekuensinya jarang), menentukan frekuensi dan insiden ESO, dan mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan atau mempengaruhi timbulnya ESO. Kegiatan monitoring efek samping obat meliputi : a. menganalisis laporan ESO; b. mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami ESO; c. mengisi formulir ESO; dan d. melaporkan ke Panitia ESO Nasional. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam monitoring ESO yakni kerja sama dengan PFT dan ruang rawat serta ketersediaan formulir monitoring ESO. Apoteker yang ingin memulai atau menerapkan program tersebut, dapat mengusulkan beberapa metode kepada PFT. Usulan ini mencakup pelaporan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
22
sukarela oleh praktisi individu, mengaji kartu pengobatan pasien, surveilans obat individu, dan surveilans unit pasien.
2.6.4
Pengkajian penggunaan obat (drug use review) Pengkajian
penggunaan
obat
adalah
alat
untuk
mengidentifikasi
permasalahan terkait penggunaan obat seperti dosis yang tidak benar, reaksi efek samping yang bisa dihindari, pemilihan obat yang tidak tepat, dan kesalahan dalam penyiapan dan pemberian obat (Quick, 1997). Pengkajian penggunaan obat merupakan
program
evaluasi
penggunaan
obat
yang
terstruktur
dan
berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman, dan terjangkau oleh pasien. Tujuan dari pengkajian penggunaan obat adalah (Menteri Kesehatan RI, 2004) : a. mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter tertentu, b. membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter satu dengan yang lain, c. penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik, dan d. menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat. Alat yang digunakan dalam pengkajian penggunaan obat adalah (Quick, 1997): a. indikator peresepan, yang mencakup parameter inti sebagai berikut : 1) rata-rata jumlah obat per pasien, 2) persentase obat yang diresepkan menggunakan nama generik, 3) persentase pasien yang diresepkan antibiotik, 4) persentase pasien yang diresepkan injeksi, dan 5) persentase obat yang diresepkan dari daftar obat esensial. b. indikator pelayanan pasien, yang mencakup parameter inti sebagai berikut : 1) rata-rata waktu konsultasi, 2) rata-rata waktu dispensing, 3) persentase obat aktual yang disiapkan, 4) persentase pelabelan yang benar, dan 5) persentase pasien yang memiliki pemahaman yang benar tentang obat. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
23
c. indikator fasilitas, yang mencakup parameter inti sebagai berikut : 1) ketersediaan daftar obat-obat esensial dan 2) ketersediaan obat-obat esensial.
2.6.5
Konseling Konseling merupakan suatu proses sistematik untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah pasien terkait penggunaan obat pasien rawat jalan dan rawat inap. Konseling bertujuan untuk memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan mengenai nama obat, tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat, efek samping obat, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat, dan interaksi dengan penggunaan obat-obat lain. Konseling dapat dilakukan untuk pasien dengan kriteria sebagai berikut : a. pasien rujukan dokter, b. pasien dengan penyakit kronis, c. pasien dengan obat yang berindeks terapi sempit dan polifarmasi, d. pasien geriatrik, dan e. pasien pulang sesuai dengan kriteria di atas. Konseling terdiri dari beberapa kegiatan, di antaranya : a. membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien. b. menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan obat yang dikatakan oleh dokter kepada pasien dengan metode open-ended question, mencakup: 1) Apa yang dikatakan dokter mengenai obat 2) Bagaimana cara pemakaiannya 3) Efek yang diharapkan dari obat tersebut c. memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat. d. melakukan
verifikasi
akhir
yaitu
mengecek
pemahaman
pasien,
mengidentifikasi, dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
2.6.6
Ronde/visite pasien Ronde merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim
dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang bertujuan untuk : Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
24
a. pemilihan obat, b. menerapkan secara langsung pengetahuan farmakologi terapeutik, c. menilai kemajuan pasien, dan d. bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain. Kegiatan yang dilakukan pada pelaksanaan ronde adalah sebagai berikut : a.
Apoteker harus memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari kunjungan tersebut kepada pasien;
b.
untuk pasien yang baru dirawat, Apoteker harus menanyakan terapi obat terdahulu dan memperkirakan masalah yang mungkin terjadi;
c.
Apoteker memberikan keterangan pada formulir resep untuk menjamin penggunaan obat yang benar; dan
d.
melakukan pengkajian terhadap catatan perawat, yang akan berguna untuk pemberian obat.
Setelah kunjungan, Apoteker membuat catatan mengenai permasalahan dan penyelesaian masalah dalam buku yang digunakan bersama antara Apoteker, sehingga dapat menghindari pengulangan kunjungan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS
3.1 Profil RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo 3.1.1 Sejarah singkat Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo didirikan pada tanggal 19 November 1919 dengan nama Centrale Burgerlijke Ziekenhuis (CBZ). Bulan Maret 1942, pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, CBZ dijadikan rumah sakit perguruan tinggi (Ika Daigaku Byongin). CBZ diubah namanya menjadi Rumah Sakit Oemoem Negeri (RSON) yang dipimpin oleh Prof. Dr. Asikin Widjaya Koesoema dan selanjutnya dipimpin oleh Prof. Tamija pada tahun 1945. Pada tahun 1950, RSON berubah nama menjadi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP). Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) diresmikan menjadi Rumah Sakit Tjipto Mangunkusumo (RSTM) oleh Menteri Kesehatan pada masa itu, Prof. Dr. Satrio, yang dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1964. Sejalan dengan perkembangan ejaan baru Bahasa Indonesia, RSTM diubah menjadi RSCM. Pada tanggal 13 Juni 1994, sesuai SK Menkes Nomor 553/Menkes/SK.VI/1994, rumah sakit ini berubah namanya menjadi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo hingga saat ini. Berdasarkan PP No. 116 tahun 2000, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ditetapkan sebagai Perusahaan Jawatan (Perjan) RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta dan dalam perkembangan selanjutnya, status Perjan RSCM diubah menjadi Badan Layanan Umum (BLU) berdasarkan PP No. 23 Tahun 2005, dengan harapan RSCM mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
3.1.2 Visi RSCM memiliki visi untuk menjadi rumah sakit pendidikan dan pusat rujukan nasional terkemuka di Asia Pasifik tahun 2014.
25
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
Universitas Indonesia
26
3.1.3 Misi RSCM memiliki misi antara lain: a.
Memberikan pelayanan kesehatan paripurna dan bermutu serta terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
b.
Menjadi tempat pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan.
c.
Menyelenggarakan
penelitian
dan
pengembangan
dalam
rangka
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui manajemen yang mandiri.
3.1.4 Pengelolaan organisasi dan sumber daya manusia RSCM dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang membawahi lima direktorat, yaitu Direktorat Medik dan Keperawatan, Direktorat Pengembangan dan Pemasaran, Direktorat Sumber Daya Manusia dan Pendidikan, Direktorat Keuangan, dan Direktorat Umum dan Operasional yang terkait dengan pelayanan rumah sakit. Struktur organisasi RSCM dapat dilihat secara lebih jelas pada Lampiran 1.
3.1.5 Klasifikasi RSCM merupakan rumah sakit umum pemerintah pusat kelas A yang merupakan pusat rujukan nasional. RSCM juga merupakan rumah sakit pendidikan yang bekerja sama dengan berbagai pihak, salah satunya bekerja sama dengan Universitas Indonesia dalam melaksanakan program pendidikan di bidang kesehatan. Misalnya, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) sebagai mitra penyelenggara program pendidikan Spesialis dan Sub Spesialis dan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia (FFUI) sebagai mitra penyelenggara program pendidikan profesi Apoteker.
3.2
Profil Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Instalasi Farmasi RSCM merupakan satuan kerja fungsional sebagai pusat
pendapatan di lingkungan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo yang berada di bawah Direktorat Medik dan Keperawatan. Instalasi Farmasi dipimpin oleh seorang Apoteker pejabat yang disebut Kepala Instalasi Farmasi. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
27
3.2.1 Visi Instalasi Farmasi RSCM memiliki visi untuk menjadi penyelenggara pelayanan farmasi yang komprehensif dengan kualitas terbaik dan mengutamakan kepuasan pelanggan di Asia Pasifik pada tahun 2014.
3.2.2 Misi Instalasi Farmasi RSCM memiliki misi antara lain : a.
Menyelenggarakan pelayanan farmasi prima untuk kepuasan pelanggan.
b.
Menyelenggarakan manajemen perbekalan farmasi yang efektif dan efisien.
c.
Menyelenggarakan
pelayanan
farmasi
klinik
untuk
meningkatkan
keselamatan pasien dan mencapai hasil terapi obat yang optimal. d.
Menunjang penyelenggaraan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional.
e.
Memproduksi sediaan farmasi tertentu yang dibutuhkan RSCM sesuai persyaratan mutu.
f.
Berperan serta dalam peningkatan pendapatan rumah sakit.
g.
Berperan serta dalam program pendidikan dan pelatihan, penelitian, dan pengembangan farmasi.
3.2.3 Nilai budaya Instalasi Farmasi RSCM memiliki 5 nilai budaya yang dikenal dengan 5R, yaitu Rapi, Ringkas, Resik, Rawat, dan Rajin.
3.2.4 Tujuan umum Menyelenggarakan kebijakan obat di rumah sakit melalui pelayanan farmasi satu pintu, profesional, berdasarkan prosedur kefarmasian dan etika profesi, bekerjasama dengan dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lain yang terkait dalam rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional.
3.2.5 Tujuan khusus a.
Aspek manajemen, antara lain mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien, menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan, mewujudkan sistem Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
28
informasi tepat guna dan berdaya guna, meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan farmasi melalui pendidikan dan pelatihan, serta mengawasi, mengendalikan, dan mengevaluasi mutu pelayanan farmasi. b.
Aspek klinik, antara lain mengkaji instruksi pengobatan, mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan obat, memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat, menjadi pusat informasi obat bagi tenaga kesehatan, pasien/keluarga dan masyarakat, melaksanakan konseling pada pasien, melakukan pengkajian obat, melakukan penanganan obat-obat kanker, melakukan perencanaan, penerapan dan evaluasi obat, bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain, dan berperan serta dalam tim/kepanitiaan di rumah sakit seperti Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) serta Pelaksana Pengendalian Resistensi Antibiotik (PPRA).
3.2.6 Tugas pokok dan fungsi Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo memiliki tugas melaksanakan
pengelolaan
perbekalan
farmasi
yang
optimal,
meliputi
perencanaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian perbekalan farmasi dan produksi sediaan farmasi, serta melaksanakan pelayanan farmasi klinik sesuai prosedur kefarmasian dan etika profesi. Selain itu, Instalasi Farmasi juga berpartisipasi aktif dalam kegiatan pendidikan, pelatihan, dan penelitian di bidang Farmasi. Untuk menjalankan tugasnya tersebut, Instalasi Farmasi RSCM berfungsi dalam : a.
Penyusunan standar, kriteria, prosedur, dan indikator kinerja pelayanan kefarmasian.
b.
Pengkoordinasian perencanaan perbekalan farmasi.
c.
Pengelolaan perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
d.
Penyelenggaraan produksi sediaan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
e.
Penyelenggaraan pengkajian instruksi pengobatan dan resep pasien.
f.
Pengidentifikasian masalah dengan penggunaan obat dan alat kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
29
g.
Pencegahan dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat kesehatan.terhadap efektivitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan.
h.
Pemberian informasi kepada petugas kesehatan, pasien atau keluarga.
i.
Pemberian konseling kepada pasien atau keluarga.
j.
Pelaksanaan pencampuran obat suntik, dispensing, dan dosis unit.
k.
Penyelenggaraan supervisi terhadap pelayanan farmasi.
l.
Pemantauan, pengawasan, dan pengendalian terhadap jaminan mutu pengelolaan pelayanan kefarmasian.
m. Pengembangan profesi SDM kefarmasian. n.
Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan.
3.2.7 Pengelolaan organisasi dan sumber daya manusia Instalasi Farmasi RSCM bertanggung jawab langsung kepada Direktorat Medik dan Keperawatan. Instalasi Farmasi berpusat di Gedung Central Medical Unit (CMU) 2 lantai 3 dan dipimpin oleh seorang Apoteker selaku Kepala Instalasi Farmasi RSCM yang membawahi empat sub instalasi, yaitu : a.
Sub Instalasi Administrasi dan Keuangan (Adminkeu);
b.
Sub Instalasi Perbekalan Farmasi;
c.
Sub Instalasi Produksi; dan
d.
Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Pendidikan, Penelitian, dan Pengembangan (Farklin Diklitbang).
3.3 Keterlibatan Farmasi dalam Kepanitiaan Rumah Sakit 3.3.1
Pelaksana Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) PPRA merupakan suatu tim pelaksana yang dibentuk rumah sakit dengan
tujuan: a.
Tercapainya peningkatan mutu dalam pemakaian antibiotik di rumah sakit melalui kerja sama dengan empat pilar yang terdiri dari Panitia Farmasi dan Terapi,
Panitia
Pengendalian
Infeksi
Rumah
Sakit
(PPIRS),
Tim
Mikrobiologi Klinik, dan Tim Farmasi Klinik.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
30
b.
Terlaksananya pengawasan, pemantauan,
dan pengendalian prosedur
pemakaian antibiotik di masing-masing unit, agar tidak menyimpang dari prosedur yang telah ditetapkan. c.
Terlaksananya evaluasi pelaksanaan pemakaian antibiotik.
d.
Terselenggaranya pendidikan, pelatihan, dan penelitian dalam pengendalian resistensi antimikroba. Tim PPRA melaksanakan pengawasan dan pengendalian penggunaan
antimikroba secara bijak (meliputi efikasi, biaya, keamanan, dan kenyamanan) di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Tim PPRA terdiri dari: a. Tim inti yaitu: 1) Perwakilan dari Panitia Farmasi dan Terapi. 2) PPIRS. 3) Spesialis Farmasi Klinik. 4) Spesialis Mikrobiologi Klinik. b.
Perwakilan dari Departemen Patologi Klinik.
c.
Perwakilan Departemen Penyakit Dalam, Departemen Bedah, Departemen Kebidanan dan Kandungan, dan Departemen Ilmu Kesehatan Anak.
d.
Perwakilan Divisi Penyakit Tropik Departemen Ilmu Penyakit Dalam.
e.
Perwakilan Bidang Pelayanan Medik dan bidang Keperawatan. Organisasi PPRA meliputi Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, dan Anggota
yang terdiri dari unsur klinis (mewakili departemen/UPT/instalasi terkait), perawat, Apoteker, spesialis Mikrobiologi Klinik, spesialis Patologi Klinik, spesialis Farmakologi Klinik, dan Konsultan Penyakit Tropik Infeksi. Dalam melaksanakan tugasnya, Tim PPRA dibantu oleh kelompok kerja (Pokja) PPRA dari berbagai departemen/UPT/instalasi yang pelayanannya berhubungan dengan penggunaan antimikroba. Pokja departemen terdiri dari Ketua, yang merangkap sebagai anggota tim PPRA, dan beberapa orang anggota. Pokja PPRA tingkat departemen/instalasi/UPT sebagai berikut (SK No.10281/TU.K/34/VI/2011): a.
Departemen Penyakit Dalam.
b.
Departemen Bedah.
c.
Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA).
d.
Departemen Obstetri dan Ginekologi. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
31
e.
Departemen Kulit dan Kelamin.
f.
Departemen Gigi dan Mulut.
g.
Departemen Bedah Syaraf.
h.
Departemen Mata.
i.
Departemen Neurologi.
j.
Departemen Urologi.
k.
Departemen THT.
l.
ICU.
m. Unit Pelayanan Luka Bakar. n.
Pelayanan Jantung terpadu.
o.
Instalasi Gawat Darurat. Tugas pokok Tim PPRA adalah melaksanakan pengendalian resistensi
antimikroba. PPRA memilki fungsi, antara lain: a.
Menetapkan kebijakan pengendalian penggunaan antibiotik.
b.
Menerapkan kebijakan di bidang pengendalian resistensi antimikroba melalui koordinasi empat pilar.
c.
Menyusun
Program
Kerja
Tim
PPRA
dan
Pokja
PPRA
departemen/UPT/instalasi. d.
Menyebarluaskan dan meningkatkan pemahaman serta kesadaran tentang prinsip pengendalian resistensi antimikroba yang terkait dengan penggunaan antibiotik secara bijak.
e.
Sebagai konsultan dalam pemilihan antibiotik lini 3.
f.
Melakukan pemantauan dan evaluasi penggunaan antibiotik, pola resistensi kuman, insiden MRSA. Tim PPRA menyelenggarakan pertemuan berkala secara terencana
minimal satu bulan sekali untuk membahas program dan kegiatan yang telah ditetapkan dalam PPRA dan menyampaikan rekomendasi hasil keputusan rapat secara tertulis kepada Direktur Medik dan Keperawatan dan pihak terkait (departemen/UPT/instalasi pelayanan dan empat pilar PPRA).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
32
3.3.2
Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) Panitia Farmasi dan Terapi adalah panitia ahli di bawah Komite Medik
yang membantu Direktur Utama dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan peraturan tentang pengelolaan dan penggunaan perbekalan farmasi di RSCM. Keanggotaan Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) adalah berdasarkan pengusulan dari Kepala Departemen/Bidang/Instalasi dan disahkan oleh Direktur Utama. Keanggotaannya diperbarui maksimal setiap 5 tahun sekali. Anggota PFT tidak boleh mempunyai ikatan kerja dengan perusahaan farmasi manapun. Ketua, sekretaris, dan 2 (dua) anggota PFT ditetapkan sebagai pengurus harian. Setiap departemen memiliki PFT tingkat departemen yang terdiri atas ketua, sekretaris, dan 2-3 orang anggota. Ketua PFT tingkat departemen menjadi anggota ex-officio PFT tingkat RSCM. PFT menyusun program kerja tentang pemilihan dan penyusunan formularium. PFT juga mengajukan anggaran setiap tahun guna mendukung program kerjanya. Tugas PFT mencakup : a.
Sebagai penasehat bagi pimpinan RSCM dan tenaga kesehatan dalam semua masalah yang ada kaitannya dengan perbekalan farmasi.
b.
Menyusun kebijakan penggunaan perbekalan farmasi di RSCM.
c.
Menyusun formularium obat, daftar alat kesehatan, dan reagensia, serta memperbaharuinya secara berkala. Seleksi obat, alat kesehatan, dan reagensia didasarkan pada kemanjuran, keamanan, kualitas, dan harga. PFT harus mampu meminimalkan jenis obat yang nama generiknya sama atau jenis obat yang indikasinya sama.
d.
Memantapkan dan melaksanakan program dan agenda kegiatan yang menjamin berlangsungnya pelaksanaan terapi yang efektif, aman, dan hemat biaya.
e.
Merencanakan dan melaksanakan program pelatihan dan penyebaran informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan seleksi, pengadaan, dan penggunaan obat kepada staf medis RSCM.
f.
Berperan aktif dalam penjaminan mutu pemilihan, pengadaan dan penggunaan perbekalan farmasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
33
g.
Menyelenggarakan pemantauan dan evaluasi efek samping obat yang terjadi di RSCM.
h.
Memandu tinjauan penggunaan obat (drug utilization review) dan mengumpanbalikkan hasil tinjauan itu ke seluruh staf medis. Dalam melaksanakan tugas tersebut di atas, PFT perlu mengadakan rapat
rutin sekurang-kurangnya satu bulan sekali untuk membicarakan implementasi dari kebijakan dan peraturan tentang seleksi, pengadaan, penyimpanan, dan penggunaan perbekalan farmasi. Keputusan rapat pleno yang menyangkut kebijakan diambil berdasarkan musyawarah. Bila musyawarah tidak berhasil, maka dapat dilakukan pemungutan suara. Setiap anggota PFT dalam pengambilan keputusan harus bebas dari kepentingan pribadi atau kelompok, dan semata-mata adalah untuk kepentingan pasien (Panitia Farmasi dan Terapi RSCM, 2012).
3.4 Instalasi Sterilisasi Pusat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Kondisi steril melalui sterilisasi merupakan prinsip dasar untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Sterilisasi menjadi langkah
awal
untuk
terlaksananya patient safety melalui pemutusan mata rantai penyebaran mikroorganisme. Pelaksanaan sterilisasi membutuhkan perangkat dan sistem yang utuh dalam pelaksanaannya dengan petugas khusus yang memiliki keterampilan khusus sebagai first step to quality. Oleh karena itu, instalasi sterilisasi pusat menjadi unit yang sangat dibutuhkan di rumah sakit untuk memenuhi ketersediaan atas barang-barang steril untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Alat kesehatan steril menjadi produk akhir sterilisasi di instalasi sterilisasi pusat.
3.4.1 Definisi Instalasi Sterilisasi Pusat Instalasi sterilisasi pusat merupakan suatu unit kerja yang bertugas menyediakan barang-barang dan peralatan steril, seperti perbekalan farmasi dasar, instrumen steril, linen steril, dan lain-lain, yang dibutuhkan oleh departemen, instalasi atau unit kerja lainnya di RSCM.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
34
3.4.2 Visi dan misi Instalasi Sterilisasi Pusat RSCM Visi dari instalasi sterilisasi pusat adalah menjadi instalasi sterilisasi pusat yang terkemuka di Asia Pasifik Tahun 2014. Misi dari instalasi sterilisasi pusat adalah: a.
Menyelenggarakan pusat pelayanan sterilisasi yang aman dan bermutu;
b.
Menjadi penyedia alat kesehatan steril untuk jejaring pelayanan kesehatan;
c.
Meningkatkan kompetensi SDM di bidang sterilisasi;
d.
Menyedikan sarana dan prasarana yang handal; dan
e.
Menyediakan tempat pendidikan/pelatihan dan penelitian / pengembangan di bidang sterilisasi.
3.4.3 Tujuan dan strategi Instalasi Sterilisasi Pusat RSCM Tujuan dari instalasi sterilisasi pusat RSCM adalah tercapainya pelayanan pusat sterilisasi dengan pergeseran posisi menjadi revenue center. Strategi yang digagas adalah: a.
Meningkatkan efisiensi produktivitas;
b.
Meningkatkan profesionalisme;
c.
Menciptakan restrukturisasi;
d.
Menerapkan sistem manajemen keuangan;
e.
Menetapkan tarif pelayanan sterilisasi berdasarkan perhitungan unit cost; dan
f.
Meningkatkan mutu pemantauan dan evaluasi.
3.4.4 Pengelolaan organisasi dan sumber daya manusia Instalasi Sterilisasi Pusat RSCM Instalasi sterilisasi pusat RSCM dikepalai oleh Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Umum dan Operasional. Struktur organisasi instalasi sterilisasi pusat RSCM dapat dilihat pada Lampiran 4. Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi membawahi empat penanggung jawab sebagai berikut: a. Penanggung Jawab SDM & Keuangan; b. Penanggung Jawab Peralatan & Pelayanan; c. Penanggung Jawab Administrasi dan Rumah Tangga; dan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
35
d. Penanggung Jawab Logistik dan Inventaris. Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi juga membawahi dua kepala bagian, yaitu Kepala Sub Instalasi Operasional dan Kepala Sub Instalasi Mutu. Kepala bagian tersebut masing-masing memiliki tiga penanggung jawab yang menjadi pelaksana kegiatan. Kepala Sub Instalasi Operasional membawahi Penanggung Jawab Dekontaminasi, Penanggung Jawab Pengemasan & Labeling, dan Penanggung Jawab Proses Sterilisasi, sedangkan Kepala Sub Instalasi Mutu membawahi Penanggung Jawab Penyimpanan dan Distribusi, Penanggung Jawab Quality Control, dan Penanggung Jawab Audit Mutu. Sumber daya manusia Instalasi Sterilisasi Pusat RSCM harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu, seperti terlatih, tidak mempunyai luka terbuka, tidak mempunyai penyakit yang menular, disiplin memakai alat pelindung diri dalam tugas operasional, dan mematuhi aturan sterilisasi.
3.4.5 Ruang dan sarana Instalasi Sterilisasi Pusat RSCM Ruang Instalasi Sterilisasi Pusat RSCM memiliki suhu 18° - 22° C dan kelembaban 35% - 72%. Pertukaran udara dilakukan minimal 10 kali per jam dan pada setiap ruangan harus memiliki exhaust/ HEPA filter. Alat yang digunakan untuk membantu sterilisasi yaitu ultrasonic, washer automatic, dry heat sterilisator, autoclave sterilisator, dan plasma sterilisator. Instalasi Sterilisasi PRSCM memiliki tiga jenis area, yaitu: a.
Area unclean Area bertekanan negatif sebagai tempat proses dekontaminasi.
b.
Area clean Tempat dilakukannya proses pengemasan, labelling, dan sterilisasi.
c.
Area steril Area bertekanan positif untuk pelaksanaan uji visual, penyimpanan, dan distribusi barang steril.
3.4.6 Sistem pelayanan Instalasi Sterilisasi Pusat RSCM Sistem pelayanan Instalasi Sterilisasi Pusat terbagi dua, yaitu sistem pelayanan yang tersentralisasi dan desentralisasi. Sistem pelayanan tersentralisasi Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
36
mencakup hal manajemen (SDM, SOP, perencanaan) dan pelayanan sterilisasi perbekalan farmasi dasar steril. Untuk sistem pelayanan desentralisasi mencakup hal khusus, seperti pelayanan sterilisasi instrumen, linen, dan lain-lain. Pelaksanaan sterilisasi di RSCM tersentralisasi di Instalasi Sterilisasi Pusat. Keuntungan sentralisasi tersebut di antaranya yaitu peningkatan efisiensi ruangan, SDM, peralatan, dan waktu. Mutu dari alat kesehatan steril juga akan terjamin karena adanya prosedur indikator mutu. Pelayanan yang diberikan akan lebih cepat dan dapat mengurangi beban kerja SDM di unit pemakai. Selain itu, Instalasi Sterilisasi Pusat juga akan lebih mudah untuk diawasi dan lebih terkendali serta dapat mencegah duplikasi dalam proses sterilisasi.
3.4.7 Kegiatan Instalasi Sterilisasi Pusat RSCM Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Instalasi Sterilisasi Pusat, yaitu: a.
Alur perpindahan barang satu arah Instalasi Sterilisasi Pusat RSCM memiliki alur dalam perpindahan barang.
Alur tersebut berupa alur satu arah, dari area kotor ke area bersih dan akhirnya ke area steril. Pada area kotor, barang nonsteril diterima serta dipilih dan disortir. Barang direndam, dibersihkan, dibilas, dan dikeringkan sebelum dibawa ke area bersih. Pada area bersih, barang diterima dan dikemas. Barang yang dikemas kemudian diberi label, disusun dan diuji secara mekanik, kimia, dan biologi, lalu barang akan melalui proses sterilisasi. Setelah proses sterilisasi, barang akan masuk ke area steril dan disimpan. b. Alur aktivitas fungsional Terdapat dua subjek yang ditangani oleh Instalasi Sterilisasi Pusat, yaitu supplier dan customer. Supplier memberikan barang bersih yang ditempatkan pada loket barang bersih. Berbeda dengan supplier, barang kotor yang berasal dari customer diserahkan melalui loket barang kotor. Barang kotor diseleksi dan dilakukan dekontaminasi, lalu dikemas dan diberi label. Sebelum dilakukan pengemasan dan pemberian label, petugas akan melakukan uji mutu pada sebagian barang. Barang bersih yang lolos uji mutu dapat memasuki tahap pengemasan dan labelling. Setelah dikemas dan diberi label, barang diuji mutunya sebelum memasuki proses sterilisasi. Pada proses sterilisasi, barang steril yang Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
37
rusak akan dilakukan proses ulang dengan mengulang proses sterilisasi dari awal, sedangkan barang yang kondisinya memenuhi persyaratan akan ditempatkan di penyimpanan barang steril. Barang-barang di penyimpanan barang steril kemudian didistribusikan melalui loket distribusi dan akan diawasi mutunya oleh customer. c.
Proses sterilisasi perbekalan farmasi dasar Barang bersih memasuki tahap kontrol spesifikasi sebelum pengemasan
dan labeling. Selain itu, barang diuji secara mekanik, kimia, dan biologi. Setelah dikemas dan diberi label, barang disusun dengan baik sebelum sterilisasi. Sterilisasi menggunakan suhu tinggi atau suhu rendah. Setelah proses sterilisasi, barang akan melalui uji visual, dan ditempatkan pada bagian penyimpanan barang steril untuk didistribusikan. d.
Proses sterilisasi barang medis ulang pakai Proses sterilisasi barang medis ulang pakai Instalasi Sterilisasi Pusat
RSCM harus melalui proses dekontaminasi terlebih dahulu dan lolos uji mekanik, kimia, dan biologi sebelumnya. Barang yang didekontaminasi dikeringkan dan dilakukan kontrol spesifikasi, lalu memasuki tahap pengemasan, labelling dan penyusunan. Setelah penyusunan, barang disterilisasi dengan suhu tinggi atau suhu rendah. Barang diuji secara visual dan ditempatkan di bagian penyimpanan barang steril untuk didistribusikan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Gudang Perbekalan Farmasi Pusat Gudang Perbekalan Farmasi Pusat RSCM terdiri atas Gudang Farmasi I, Gudang Farmasi II, dan Gudang Gas Medis. Gudang Farmasi I merupakan gudang yang digunakan untuk menyimpan alat-alat kesehatan, obat-obat oral dan injeksi, serta Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Gudang Farmasi II digunakan untuk menyimpan perbekalan farmasi yang berupa cairan dan hemodialisa, sedangkan Gudang Gas medis digunakan untuk menyimpan gas-gas medis. Waktu pelayanan Gudang Perbekalan Farmasi Pusat, yaitu pukul 08.00 hingga 21.00 dan terbagi ke dalam 2 shift. Sumber daya manusia yang terdapat di gudang pusat, yaitu sebanyak 18 orang yang terdiri dari 1 orang Apoteker, 1 orang Asisten Apoteker (AA) Penanggung Jawab, 5 orang AA Bidang Pelaksana Obat, 3 orang AA Bidang Pelaksana Alat Kesehatan, 4 orang AA Bidang Pelaksana Administrasi, dan 4 orang pekarya. Kegiatan utama yang dilakukan di Gudang Perbekalan Farmasi Pusat terdiri atas perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengawasan, dan pengendalian perbekalan farmasi di rumah sakit. Perencanaan pengadaan perbekalan farmasi dari distributor ke gudang dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan sistem IT untuk menarik data stok akhir atau dengan sistem manual melalui penarikan data dari kartu stok. Dalam rangka menjaga ketersediaan perbekalan farmasi di RSCM, Gudang Pusat melakukan permintaan perbekalan farmasi yang dibutuhkan. Pengadaan dilakukan berdasarkan permintaan (defekta) perbekalan farmasi yang dilakukan rutin dua kali dalam seminggu, yaitu pada hari Senin dan Rabu, serta dari permintaan mendesak/cito yang dapat dilakukan setiap hari. Permintaan perbekalan farmasi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan selama dua minggu hingga satu bulan. Defekta yang telah dibuat oleh pihak Gudang Pusat selanjutnya dikirim ke bagian pemesanan di Instalasi Farmasi untuk dibuatkan Surat Pesanan (SP) dalam sistem komputer. Jika permintaan telah disetujui oleh Kepala Sub Instalasi Perbekalan Farmasi, maka petugas pemesanan akan menghubungi distributor 38
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
Universitas Indonesia
39
terkait untuk melakukan pemesanan. Barang yang dipesan akan dikirim ke Gudang Pusat. Setelah perbekalan farmasi dikirim di Gudang Pusat oleh distributor, selanjutnya dilakukan proses penerimaan barang yang dilakukan oleh Panitia Penerimaan bersama dengan petugas gudang. Pada proses penerimaan, dilakukan kegiatan pemeriksaan yang meliputi kesesuaian daftar pesanan, baik jenis dan jumlah pesanan, pada komputer yang disesuaikan dengan faktur penjualan. Selain itu, dilakukan pula pemeriksaan terhadap bentuk fisik dan tanggal kedaluwarsa perbekalan farmasi yang akan diterima. Apabila terdapat kemasan yang telah rusak, maka dapat dilakukan penggantian barang ke distributor. Khusus untuk perbekalan farmasi yang bersifat termolabil, pemeriksaan juga dilakukan dengan melihat kesesuaian penyimpanan perbekalan farmasi, misalnya dengan melihat proses penyimpanan perbekalan farmasi tersebut selama proses distribusi dari distributor ke Gudang Pusat, yaitu dengan menyimpan perbekalan farmasi tersebut di dalam cool box yang dilengkapi dengan termometer dan dipastikan berada pada suhu yang sesuai (2o – 8o C). Pemeriksaan juga dilakukan terhadap dokumen-dokumen penyerta perbekalan farmasi, misalnya Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk bahan berbahaya dan beracun (B3). Setelah pemeriksaan dilakukan dan perbekalan farmasi yang diterima telah sesuai dengan pesanan, Panitia Penerimaan membubuhkan tanda tangan, nama jelas, dan stempel serta tanggal penerimaan pada faktur penjualan dan salinan faktur. Lembar asli faktur dan salinannya diserahkan kepada petugas gudang. Data dari lembar faktur tersebut akan di-input oleh petugas ke dalam sistem komputer dan kartu stok manual, meliputi data spesifikasi produk, asal distributor, jumlah, dan waktu kedaluwarsa. Perbekalan Farmasi yang telah diterima disimpan di Gudang Pusat sesuai dengan prinsip First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO). Penyimpanan disusun berdasarkan jenis perbekalan farmasi, yaitu alat kesehatan, obat (oral atau injeksi), B3, cairan, hemodialisa, dan gas medis, sedangkan perbekalan farmasi yang berupa reagensia, bahan baku, dan radiofarmaka akan disimpan langsung di unit kerja yang terkait dengan penggunaannya. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
40
Selain berdasarkan pada jenis perbekalan farmasi, penyimpanan juga didasarkan pada bentuk sediaan, kestabilan perbekalan farmasi, sifat perbekalan farmasi (high alert atau sitostatika), perbekalan farmasi Askes dan Non-Askes, rute pemberian obat, serta nama generik dan nama dagang. Penyimpanan obat di gudang pusat juga disusun berdasarkan alfabetis dengan memperhatikan penyusunan untuk obat yang tergolong Look Alike Sound Alike (LASA) untuk menghindari kesalahan dispensing. Obat yang tergolong LASA memiliki bentuk dan pengucapan yang mirip sehingga penyimpanannya dipisah, walaupun memiliki nama dengan alfabet yang berdekatan. Penyimpanan obat sudah tertata rapi dan baik dengan pemberian label petunjuk pada setiap kelompok obat. Hal ini memudahkan dispensing obat mengingat jenis dan jumlah perbekalan farmasi yang banyak. Untuk narkotika dan psikotropika disimpan di dalam lemari khusus yang terpisah dari penyimpanan obat lainnya. Narkotika disimpan dalam lemari berpintu dua dengan kunci ganda. Kunci lemari tersebut digantungkan kepada AA yang bertugas pada tiap shift. Penyimpanan
alat
kesehatan
di
Gudang
Pusat
terpisah
dengan
penyimpanan obat-obatan. Alat kesehatan disusun berdasarkan kesamaan jenis dan kelompok departemen pengguna, misalnya bedah dan departemen mata serta pelayanan jantung terpadu (PJT), untuk mempermudah pengambilan barang. Agar mutu perbekalan farmasi tetap terjaga, maka petugas gudang melakukan stock opname (SO) setiap tiga bulan sekali untuk memudahkan pengontrolan perbekalan farmasi dengan mengetahui kesesuaian fisik perbekalan farmasi yang ada dengan jumlah yang tertera pada kartu stok dan sistem IT serta mudah mengetahui perbekalan farmasi yang mendekati kedaluwarsa. Produk yang akan kedaluwarsa dalam waktu tiga bulan ke depan akan diberi label berwarna kuning yang dilengkapi dengan waktu kedaluwarsanya. Selain itu, dilakukan pula pemantauan suhu pada lemari pendingin dan ruangan yang dilakukan setiap hari. Pemantauan suhu lemari pendingin dilakukan sebanyak tiga kali sehari, yaitu pada pukul 06.00, 14.00, dan 20.00 WIB, sedangkan pemantauan suhu ruangan dilakukan satu kali sehari pada pukul 08.00 WIB.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
41
Gudang Pusat merupakan pusat distribusi perbekalan farmasi di rumah sakit. Gudang melayani permintaan dari seluruh satelit dan unit kerja. Permintaan perbekalan farmasi ke Gudang Pusat dapat dilakukan secara rutin sesuai jadwal yang telah ditetapkan untuk masing-masing satelit dan unit kerja ataupun permintaan cito setiap hari. Permintaan ke Gudang Pusat dapat dilakukan dengan dua sistem, yaitu sistem online untuk satelit farmasi dan sistem manual untuk unit kerja. Permintaan yang diajukan oleh satelit farmasi akan langsung dicetak oleh Gudang Pusat dalam bentuk surat permintaan barang, sedangkan unit kerja yang melakukan permintaan manual menggunakan formulir permintaan barang farmasi harus mengantarkan formulir tersebut ke gudang dua hari sebelum pengambilan barang. Petugas Gudang Pusat akan menyiapkan perbekalan farmasi yang diminta serta melakukan pencatatan jenis dan jumlah perbekalan farmasi yang tertera pada formulir permintaan. Petugas administrasi akan memproses formulir permintaan tersebut
untuk
mendapatkan
Form
Distribusi
Obat/Alkes
bagi
tiap
satelit/unit/departemen terkait. Setelah perbekalan farmasi disiapkan, petugas gudang akan menghubungi satelit atau unit kerja terkait untuk memberitahukan bahwa perbekalan farmasi sudah siap diambil. Pada saat penyerahan, dilakukan pengecekan kembali oleh petugas gudang dan pihak satelit atau unit kerja dengan membaca ulang dan memeriksa perbekalan farmasi yang telah disiapkan serta melakukan pencatatan pada buku serah terima yang terdapat di ruang pendistribusian Gudang Pusat. Setelah dinyatakan bahwa barang yang diterima pihak satelit atau unit kerja sesuai dengan permintaannya, lalu dilakukan penandatanganan bersama Form Distribusi Obat/Alkes. Lembar form yang asli disimpan oleh pihak gudang, sedangkan lembar copy diberikan kepada pihak satelit farmasi atau unit kerja. Untuk satelit atau unit kerja yang tidak memiliki petugas untuk mengambil perbekalan farmasi, maka petugas gudang yang akan mengantarkannya. Gudang Pusat juga melayani permintaan mendesak/cito setiap hari. Perbekalan farmasi yang diambil untuk melayani kebutuhan cito dicatat pada buku cito di gudang dan unit terkait. Untuk memenuhi permintaan perbekalan farmasi di luar jam operasional gudang, petugas satelit harus menghubungi Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
42
Penanggung Jawab Gudang Pusat untuk mengambil perbekalan farmasi di gudang dengan didampingi satu orang saksi dan petugas keamanan untuk membuka pintu gudang. Berdasarkan hasil pengamatan selama pelaksanaan PKPA di Gudang Pusat, terdapat beberapa permasalahan yang ditemukan, antara lain: a. Masih terdapat MSDS yang belum diterjemahkan, sehingga menyulitkan pegawai atau staf gudang yang memiliki keterbatasan dalam berbahasa asing untuk memahami isi MSDS tersebut. b. Masih terdapat lemari pendingin yang tidak memiliki daftar nama obat-obat yang terdapat di dalamnya, sehingga menyulitkan staf atau pegawai baru yang akan menyiapkan permintaan perbekalan farmasi. Selain itu, daftar yang telah tersedia ada yang belum lengkap. Masih terdapat obat-obat di dalam lemari pendingin yang tidak tertulis pada daftar tersebut. c. Masih terdapat obat-obat yang termasuk dalam obat high alert dan sitostatika serta tempat penyimpanan obat-obat LASA yang belum ditempeli dengan stiker khusus. Untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan di atas, maka saran yang dapat diajukan adalah sebagai berikut: a. Menerjemahkan MSDS yang masih menggunakan bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia agar memudahkan staf atau pegawai dalam memahami isi dari MSDS tersebut, sehingga penanganan yang dilakukan terhadap bahan tersebut tepat. b. Membuat daftar nama obat-obat yang terdapat di dalam masing-masing lemari pendingin dan menempelkannya pada pintu lemari pendingin yang sesuai. Daftar tersebut juga perlu diperiksa dan diperbaharui secara berkala, sehingga data yang tersedia selalu ter-update sesuai dengan persediaan yang terdapat di dalamnya. c. Menempelkan stiker high alert, sitostatika, dan LASA secara lebih teliti.
4.2 Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) Satelit Farmasi IGD hanya melayani kebutuhan perbekalan farmasi di IGD saja dan tidak menerima resep dari unit lain di RSCM. Satelit Farmasi IGD terdiri Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
43
atas satu satelit di lantai 1 dan satu depo di lantai 4. Depo lantai 1 melayani kebutuhan perbekalan farmasi di lantai 1 hingga lantai 3 IGD, sementara lantai 4 hanya melayani kebutuhan perbekalan farmasi untuk ruang bedah di lantai 4.
4.2.1 Sumber daya manusia (SDM) Satelit Farmasi IGD memiliki 2 orang Apoteker, yang masing-masing bertanggung jawab untuk pelaksanaan kegiatan manajemen perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinik, 21 orang AA, dan 1 orang pekarya. Pelayanan farmasi di kedua depo setiap harinya dilakukan dalam 3 shift selama 24 jam, sehingga dapat selalu mengantisipasi kebutuhan pasien IGD yang kondisinya dapat berubah-ubah setiap saat. Pembagian jumlah AA yang bertugas di kedua depo pada masing-masing shift adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1 Pembagian jumlah Asisten Apoteker tiap shift di satelit dan depo IGD Pagi
Siang
Malam
(07.30 –14.30 WIB)
(14.00–21.00 WIB)
(21.00 –08.00 WIB)
Satelit lantai 1
4 orang
3 orang
3 orang
Depo lantai 4
1 orang
1 orang
1 orang
Di samping pembagian kerja sesuai shift seperti di atas, 1 orang pekarya dan 1 orang AA bertugas di luar jadwal shift. Mereka bekerja dari hari Senin hingga Jumat dari pukul 08.00 – 15.30 WIB dan bertugas dalam hal pemesanan barang ke Gudang Pusat. Petugas yang terdapat di depo lantai 4 bukan petugas tetap, melainkan petugas yang berasal dari satelit lantai 1 juga. Dari 20 orang AA yang bertugas di satelit lantai 1, mereka akan secara bergantian menjadi petugas di depo lantai 4.
4.2.2 Kegiatan Satelit Farmasi IGD 4.2.2.1 Pengelolaan perbekalan farmasi a.
Perencanaan, pengadaan, dan penerimaan perbekalan farmasi Pengelolaan perbekalan farmasi untuk satelit lantai 1 dan depo lantai 4
dilakukan secara terpisah. Perencanaan untuk pengadaan perbekalan farmasi didasarkan pada pola dan jumlah pemakaiannya di IGD. Semakin banyak barang Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
44
yang keluar dari stok, maka permintaan untuk barang tersebut juga besar. Satelit lantai 1 melakukan defekta besar ke bagian gudang pusat RSCM dua kali dalam seminggu, yaitu pada hari Selasa dan Jumat. Alur pelaksanaan defekta adalah sebagai berikut : Satu hari sebelum hari defekta besar, yaitu pada hari Senin dan Kamis, pihak satelit akan membuat entry data defekta yang akan di-posting melalui sistem IT ke Gudang Pusat. Tujuannya adalah agar pihak gudang menyiapkan terlebih dahulu barang yang diminta oleh pihak Satelit IGD. Keesokan harinya pada hari defekta besar, pekarya dan AA dari IGD datang ke Gudang Pusat untuk mengurus pengambilan barang yang telah diminta. Pekarya akan melakukan pengambilan barang, sementara AA bersama dengan petugas gudang akan melakukan pengecekan untuk menyesuaikan antara nama perbekalan farmasi, jenis, bentuk sediaan, dan jumlah barang yang diambil dari Gudang Pusat dengan data defekta dari IGD dan data yang di-entry pihak gudang ke dalam sistem ITnya. Setelah data sesuai, lembar defekta ditandatangani oleh pihak yang menyerahkan (pihak gudang) dan pihak yang menerima barang (pihak Satelit IGD). Pihak Satelit IGD akan mendapat satu copy lembar defekta tersebut. Apoteker Penanggung Jawab Satelit IGD akan mengecek kembali kesesuaian data dari lembar defekta dengan barang yang diterima. Apabila telah sesuai, penambahan stok barang di satelit IGD akan diproses melalui sistem IT yang ada. Defekta perbekalan farmasi dipisahkan, antara defekta obat, alat kesehatan,
dan
narkotika.
Maksud
pemisahan
tersebut
adalah
untuk
mempermudah pelaporan mutasi oleh pihak gudang. Permasalahan terkait defekta yang sering terjadi adalah tidak sesuainya jumlah barang yang diminta pihak Satelit IGD dengan jumlah barang yang diberikan pihak Gudang Pusat. Hal tersebut menyebabkan defekta kecil juga sering dilakukan di luar hari defekta besar untuk memenuhi kebutuhan barang yang belum terpenuhi tersebut. Satelit lantai 1 juga menyediakan perbekalan farmasi untuk keperluan depo lantai 4. Sistem pengadaan barang di depo lantai 4 dilakukan dengan mengajukan defekta ke depo lantai 1. Defekta besar dari depo lantai 4 juga dilakukan 2 kali dalam seminggu, yaitu di hari Senin dan Kamis.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
45
b.
Penyimpanan perbekalan farmasi di Satelit Farmasi IGD Penyimpanan perbekalan farmasi di Satelit Farmasi IGD telah diatur
sesuai dengan persyaratan dan standar kefarmasian. Susunan penyimpanan dibuat berdasarkan pembagian berikut : 1) Bentuk dan jenis perbekalan farmasi a) Obat Penyusunan obat dibedakan lagi berdasarkan bentuk sediaannya, yaitu sediaan tablet, sediaan cair, sediaan topikal, injeksi, dan cairan infus. b) Alat kesehatan Penyusunan alat kesehatan dikelompokkan berdasarkan kegunaannya. 2) Suhu penyimpanan dan stabilitas Obat-obat termolabil yang memerlukan penyimpanan di suhu dingin (2° – 8° C) disimpan pada kulkas terpisah. 3) Susunan alfabetis Obat disusun sesuai urutan alfabetis nama generik atau nama dagangnya. 4) Sifat bahan Bahan – bahan beracun dan berbahaya (B3) disimpan secara terpisah dalam lemari yang terbuat dari bahan tahan api, serta dilengkapi dengan label bahan berbahaya dan lembar Material Safety Data Sheet (MSDS) bahan. 5) Sistem FIFO dan FEFO Perbekalan farmasi disusun dengan menempatkan barang yang pertama kali masuk atau barang dengan tanggal kedaluwarsa paling dekat terletak di bagian depan, sehingga dapat dengan mudah dikeluarkan lebih dulu. Penyimpanan di Satelit Farmasi IGD juga menerapkan pengaturan khusus untuk obat-obat yang termasuk dalam kelompok obat high alert dan obat LASA. Rak penyimpanan untu obat-obat high alert ditandai dengan lakban berwarna merah. Setiap obat high alert ditempeli stiker merah high alert pada wadah primernya. Selain itu, penyusunan obat yang memiliki tampilan atau nama yang mirip (look alike sound alike-LASA) diatur dengan cara memisahkan penempatan obat-obat LASA dengan pasangannya serta menempelkan stiker hijau LASA pada rak
penyimpanan
obat
tersebut.
Dengan
demikian,
dapat
menghindari
kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pengambilan obat oleh petugas. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
46
Sediaan narkotika dan psikotropika disimpan di dalam lemari khusus yang terletak di bagian belakang satelit, terpisah dari lemari penyimpanan obat lain. Kedua lemari tersebut selalu terkunci dan khusus untuk lemari narkotika, dilengkapi dengan pintu ganda. Kunci lemari dikalungkan pada salah satu petugas farmasi yang sedang bertugas. Kunci diserahterimakan kepada petugas farmasi lainnya ketika pemegang kunci sebelumnya akan bepergian. Stock opname (SO) untuk semua perbekalan farmasi yang terdapat di satelit lantai 1 dilakukan setiap 3 bulan sekali. Pelaksanaan SO bertujuan sebagai salah satu langkah untuk mengontrol stok perbekalan farmasi yang terdapat di Satelit Farmasi IGD. Selain SO, langkah pengontrolan lainnya yang juga dilakukan adalah dengan memisahkan penyimpanan produk obat-obat mahal untuk memudahkan pengontrolan, pengecekan stok narkotika setiap satu minggu sekali, pengecekan stok persediaan benang bedah setiap pergantian shift, serta penerapan sistem sampling yang harus dilakukan oleh semua AA setiap harinya untuk mengecek kesesuaian stok dari data kartu stok dengan jumlah fisik barang di satelit.
c.
Distribusi perbekalan farmasi Sistem distribusi perbekalan farmasi yang diterapkan di Satelit Farmasi
IGD adalah berdasarkan dua sistem, yaitu sistem peresepan individu dan sistem floor
stock.
Sistem
peresepan
individu
adalah
sistem
penyiapan
dan
pendistribusian perbekalan farmasi berdasarkan resep per pasien. Sistem peresepan di IGD sebagian besar masih menggunakan resep manual. Akan tetapi, saat ini telah dilakukan uji coba penggunaan peresepan online menggunakan sistem Electronic Health Record (EHR) yang dimulai dari lantai 3 IGD. Penggunaan sistem tersebut masih perlu dievaluasi dan disempurnakan kembali, sebelum nantinya diberlakukan pada bagian lainnya di IGD. Selama masa uji coba, penerapan sistem EHR masih mengalami beberapa masalah, yaitu : 1) resep seringkali salah terkirim ke gedung A yang juga sudah menjalankan sistem peresepan secara online; 2) belum semua dokter memiliki akun untuk mengoperasikan sistem peresepan;
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
47
3) dokter seringkali memberikan akunnya kepada perawat dengan alasan untuk mempercepat peresepan, sehingga resep dapat dibuat oleh perawat; serta 4) sistem bed management yang belum baik, sehingga seringkali ruangan tujuan resep tidak jelas. Pola peresepan yang ditemui di IGD dapat berupa resep harian atau resep untuk per satu kali pemakaian, tergantung asal ruangan resep tersebut. Alur pelayanan untuk resep individu adalah sebagai berikut : Resep dari dokter akan diserahkan ke nurse station. Di nurse station masing-masing lantai terdapat Pembantu Orang Sakit (POS) yang akan mengantarkan resep tersebut ke Satelit Farmasi IGD lantai 1. Resep kemudian diverifikasi oleh Asisten Apoteker. Verifikasi yang dilakukan meliputi skrining kelengkapan administratif resep, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Pemeriksaan kelengkapan resep meliputi nama dokter, ruangan asal resep, nama pasien, nomor rekam medis, dan tanggal lahir pasien. IGD sudah menerapkan sistem barcode untuk data pasien, sehingga sebagian besar data pasien sudah tercetak dalam bentuk label yang ditempelkan pada resep. Dengan demikian, kelengkapan identitas pasien lebih terjamin dan mudah terbaca oleh petugas farmasi. Verifikasi lainnya adalah untuk kesesuaian farmasetik yang dilihat dari kesesuaian nama sediaan, bentuk sediaan, dan kekuatan sediaan. Apabila terdapat ketidaklengkapan dari kedua aspek tersebut, petugas farmasi yang melakukan verifikasi resep akan menuliskan temuannya pada lembar checklist review resep obat pasien. Verifikasi dari segi klinis, antara lain berupa pengecekan ada tidaknya status alergi pasien, dosis, serta frekuensi penggunaan obat. Petugas satelit selanjutnya akan memastikan bahwa barang yang diminta tersedia dan menentukan jumlah barang yang akan diberikan. Jika stok obat tersedia di depo, data dari resep akan di-input ke dalam database komputer dan diberi harga. Setelah seluruh prosedur verifikasi selesai, barang akan disiapkan sesuai resep. Setiap melakukan pengambilan barang dari stok di satelit, petugas harus mencatat mutasinya pada kartu stok barang yang sesuai. Barang yang telah diambil lalu diberi etiket dan dimasukkan ke dalam kantong plastik yang telah dilengkapi dengan identitas pasien, meliputi nama pasien, nomor rekam medis, dan ruang rawat. Penyerahan obat dapat dilakukan dengan cara diantar ke ruang Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
48
rawat atau diambil langsung oleh perawat, dokter, atau keluarga pasien di satelit farmasi lantai 1. Lamanya response time untuk pelayanan resep telah ditetapkan, yaitu 15 menit untuk resep cito, sementara untuk resep non-cito adalah hingga sebelum obat tersebut diberikan kepada pasien di ruang rawat. Pihak Satelit Farmasi IGD juga memberlakukan ketentuan untuk penyiapan obat pasien pulang. Obat yang telah disiapkan, namun tidak diambil oleh pasien dalam waktu 6 jam setelah penyiapannya, maka obat tersebut harus diretur. Hal tersebut mengingat seringnya terjadi penumpukan obat pulang di satelit lantai 1 karena pasien tidak mengambilnya. Sementara itu, sistem distribusi floor stock diberlakukan untuk persediaan paket tindakan, BMHP, dan persediaan perbekalan farmasi di troli emergensi. 1) Paket tindakan Paket yang disiapkan oleh Satelit Farmasi IGD di lantai 1 dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu paket yang termasuk dalam cost unit pasien dan paket yang tidak termasuk dalam cost unit pasien. Paket untuk tindakan medis di bagian urgent lantai 1 dan di ruang hemodialisa anak merupakan paket yang termasuk dalam cost unit pasien, sehingga setiap pasien pasti akan dibebani biaya yang sama untuk paket ini, meskipun pasien tidak menggunakannya. Paket yang tidak termasuk dalam cost unit, antara lain paket kebidanan (untuk lantai 3 IGD) serta paket bedah dan paket anestesi (untuk lantai 4 IGD). Biaya ketiga paket tersebut hanya dibebankan kepada pasien sesuai dengan jenis dan jumlah perbekalan farmasi yang digunakan saja. 2) BMHP BMHP atau Bahan Medis Habis Pakai merupakan perbekalan farmasi dasar yang disediakan oleh pihak farmasi di lemari penyimpanan di ruang rawat. Stok BMHP disalurkan setiap 1 minggu sekali ke ruang rawat, yaitu pada hari Senin, serta dimonitor kondisi penyimpanannya setiap 1 bulan sekali oleh pihak farmasi. 3) Troli emergensi Dalam rangka penanganan terhadap kemungkinan terjadinya kondisi kegawatdaruratan medis di IGD, tersedia 6 buah troli emergensi yang masingUniversitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
49
masing terdapat di lantai 1 (unit anak dan urgent), lantai 2 (ICU dan Intermediate Ward (IW)), lantai 3, dan lantai 4. Isi dari troli emergensi adalah obat-obat penyelamat hidup (OPH), alat untuk membuka jalan napas (airway), alat bantu napas (breathing), alat untuk pengelolaan sirkulasi darah (circulation), dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP). Barang-barang di dalam troli emergensi diisi oleh pihak Satelit Farmasi lantai 1 IGD. Isi troli disesuaikan dengan kebutuhan OPH dan alat kesehatan ABC dari unit di mana troli tersebut berada. Tanggal kedaluwarsa obat dan alat kesehatan yang dimasukkan ke dalam troli harus dicatat pada lembar checklist troli emergensi yang tersedia. Setelah troli terisi, pihak farmasi akan menguncinya menggunakan kunci disposable. Petugas farmasi yang melakukan penguncian troli harus mengisi Berita Acara penutupan troli dan menandatanganinya. Setiap pagi dan malam hari, dokter atau perawat di tiap lantai akan mengecek kondisi dan nomor seri kunci disposable troli emergensi untuk memastikan bahwa troli masih terkunci. Troli emergensi akan dibuka ketika terdapat code blue yang berarti terjadi kondisi kegawatdaruratan medis. Setelah tindakan untuk pasien dilakukan, dokter atau perawat harus menandai nama perbekalan farmasi dan jumlah yang digunakan dari troli pada lembar checklist troli emergensi serta menuliskan nama pasien yang menggunakan. Dokter harus membuat resep untuk meminta penggantian perbekalan farmasi yang telah digunakannya dari troli emergensi dan memberitahu pihak Satelit lantai 1. Resep dibuat atas nama pasien yang menggunakan perbekalan farmasi dari troli, sehingga biaya penggantiannya akan ditagihkan kepada pasien tersebut. Petugas farmasi dari Satelit lantai 1 akan menyiapkan barang pengganti sesuai resep dokter beserta kunci baru untuk troli tersebut. Bersama dengan perawat, pihak farmasi akan mengecek kembali kelengkapan seluruh isi troli. Troli harus dikunci menggunakan kunci disposable baru. Nomor seri kunci harus dicatat setiap kali terjadi penggantian kunci. Selanjutnya seperti pada awal pengisian troli, petugas farmasi harus mengisi Berita Acara penutupan troli. Pada Berita Acara tersebut harus dituliskan juga nama pembuka troli, tanggal pembukaan, alasan pembukaan, dan nama pasien yang Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
50
memerlukan. Berita Acara tersebut ditandatangani oleh petugas farmasi beserta perawat sebagai saksi. Barang yang telah terdapat pada floor stock tidak perlu diresepkan kembali oleh dokter. Apabila terdapat barang floor stock pada resep dokter, maka pihak farmasi
akan
mengonfirmasi
kepada
dokter
yang
bersangkutan
untuk
membatalkan peresepan barang tersebut. Saat verifikasi resep, jika ditemui peresepan barang floor stock, maka kejadian tersebut dicatat di dalam lembar checklist review resep obat pasien sebagai temuan masalah obat.
4.2.2.2 Pelayanan farmasi klinik Kegiatan farmasi klinik di IGD telah berjalan dengan adanya seorang Apoteker klinis. Pelayanan farmasi klinik dilakukan untuk melayani kebutuhan pasien dari lantai 1 hingga lantai 3 IGD. Beberapa jenis pelayanan yang telah dilakukan, antara lain : a.
verifikasi resep : Apoteker klinis akan melakukan verifikasi resep sebelum obat di-dispense. Akan tetapi, ketika Apoteker klinis tidak ada di satelit, proses verifikasi dilakukan oleh AA;
b.
monitoring penggunaan obat : dilakukan dengan cara menyesuaikan antara obat yang diresepkan oleh dokter dengan rencana pengobatan dalam status pasien dan pemberian obat oleh perawat yang tercatat dalam kardeks;
c.
visite mandiri : dilakukan terutama untuk memastikan bahwa obat telah didistribusikan kepada pasien dengan tepat waktu; serta
d.
pemberian informasi obat pulang : dilakukan pada saat penyerahan obat kepada pasien yang akan pulang.
4.2.3
Kegiatan PKPA di Satelit Farmasi IGD Mahasiswa bertugas di Satelit Farmasi IGD selama 3 hari. Selama berada
di Satelit IGD, mahasiswa berkesempatan untuk terlibat dalam kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi. Beberapa kegiatan tersebut, antara lain : a. menyusun barang ke rak persediaan di satelit, b. membenahi isi perbekalan farmasi di troli emergensi, c. membenahi kartu stok barang, dan d. membantu proses dispensing obat sesuai resep yang ada. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
51
Berdasarkan hasil pengamatan mahasiswa selama berada di Satelit IGD, terdapat beberapa hal yang masih perlu diperbaiki untuk meningkatkan kualitas pelayanan farmasi Satelit Farmasi IGD. Beberapa hal tersebut, antara lain : a. Response time pelayanan dispensing obat masih cukup lama. Hal ini terlihat dari seringnya obat-obat tersebut didapati belum selesai di-dispense ketika pihak perawat, dokter, atau keluarga pasien sudah datang untuk mengambil obat. b. Penulisan keterangan penggunaan obat pada etiket obat oral belum lengkap karena tidak disertai dengan informasi penggunaan sebelum atau sesudah makan. c. Kebersihan rak penyimpanan perbekalan farmasi di satelit masih perlu ditingkatkan. Sebagai langkah untuk memperbaiki hal di atas, beberapa saran yang dapat diberikan, antara lain : a. Mengadakan printer etiket agar dapat mempercepat dan mempermudah petugas dalam proses dispensing obat. b. Membuat daftar yang memuat keterangan untuk obat-obat oral yang perlu diminum sebelum atau sesudah makan sebagai panduan bagi AA dalam melengkapi informasi obat pada etiket. Informasi tersebut terutama penting untuk pasien pulang yang penggunaan obatnya tidak lagi diawasi oleh tenaga medis. Dengan informasi cara penggunaan obat yang lengkap di etiket, diharapkan dapat mencegah terjadinya kesalahan penggunaan obat oleh pasien. c. Diperlukan penambahan jumlah pekarya yang difokuskan untuk bertugas memelihara kebersihan rak penyimpanan perbekalan farmasi di satelit. Dengan begitu, kebersihan tempat penyimpanan di satelit tetap terjaga tanpa mengganggu aktivitas pelayanan resep yang dilakukan oleh AA.
4.3 Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A) Gedung A merupakan ruang rawat inap terpadu bagi semua pasien yang sedang menjalani pengobatan di RSCM. Gedung A terdiri dari 8 lantai yang pada setiap lantainya terdiri dari dua zona, yaitu zona A dan zona B.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
52
Tabel 4.2 Pembagian ruang rawat Gedung A Lantai
Ruang Rawat Zona A
Ruang Rawat Zona B
1
Anak
Kelas khusus dewasa
2
Penyakit dalam dan kebidanan
Kebidanan
3
Kelas khusus dewasa
Kelas khusus dewasa
4
Bedah
Bedah
5
Syaraf dan stroke
Bedah syaraf, HCU
6
Kelas khusus dewasa
HCU dewasa, ICU anak, penyakit dalam
7
Penyakit dalam dewasa
Penyakit dalam dewasa, THT, mata
8
Hematologi dewasa, geriatri
Hematologi dewasa
Tugas pokok dan peran Apoteker di Gedung A terdiri dari dua, yaitu manajemen perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinik.
4.3.1 Manajemen perbekalan farmasi di Gedung A Manajemen perbekalan farmasi dikelola oleh Satelit Farmasi yang terdiri dari depo farmasi di setiap lantai dan Gudang Farmasi Basement Gedung A. Depo farmasi bertugas melayani kebutuhan obat-obat pasien yang menginap di lantai tersebut, sedangkan Gudang Farmasi Basement berfungsi menyediakan kebutuhan perbekalan farmasi bagi semua pasien rawat inap di Gedung A, baik pasien jaminan maupun pasien umum. Gudang Farmasi Basement akan mendistribusikan perbekalan farmasi ke setiap depo farmasi, kemudian depo farmasi tersebut yang akan mendistribusikannya ke pasien melalui perawat. Pelayanan farmasi untuk pasien rawat inap Gedung A dilakukan selama 24 jam yang terbagi menjadi dua shift (pagi pukul 08.00 – 14.30 WIB dan sore pukul 14.00 – 21.00 WIB), dilayani di depo farmasi setiap lantai dan tiga shift dengan penambahan shift malam pukul 21.00 – 08.00 WIB dikarenakan ada pengalihan pelayanan dari depo tiap lantai ke Gudang Farmasi Basement Gedung A. Terkadang depo farmasi lantai 1 dan 4 menerapkan sistem shift middle, yaitu jam 11.00 – 18.00 WIB. Hal ini dikarenakan resep racikan untuk pasien anak yang terdapat di lantai 1 dan pasien yang menjalani operasi bedah di lantai 4 sangat banyak sehingga penerapan shift middle ini sangat membantu pelayanan farmasi di depo lantai tersebut. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
53
Jumlah SDM di satelit farmasi Gedung A saat ini (akhir bulan Mei) terdiri dari 2 orang Apoteker dan 59 orang AA dengan perincian sebagai berikut:
Tabel 4.3 Jumlah sumber daya manusia Satelit Farmasi Gedung A Lokasi
Jumlah SDM (orang)
Lokasi
Jumlah SDM (orang)
Gudang basement
2 Apt + 10 AA
Depo lantai 4
6 AA
Administrasi
2 AA
Depo lantai 5
7 AA
Depo lantai 1
6 AA
Depo lantai 6
6 AA
Depo lantai 2
5 AA
Depo lantai 7
9 AA
Depo lantai 3
4 AA
Depo lantai 8
4 AA
Administrasi merupakan suatu bagian yang menangani berkas-berkas biaya perawatan dan pengobatan bagi pasien jaminan agar dapat ditagihkan ke pihak penjamin. Petugas administrasi ini bertugas di bagian keuangan di basement Gedung A. Pengelolaan perbekalan farmasi di Gudang Basement sama seperti pengelolaan perbekalan farmasi di satelit farmasi lain, yaitu mulai dari perencanaan perbekalan farmasi yang dibutuhkan hingga distribusinya ke pasien. Perencanaan Gudang Farmasi Basement berdasarkan pada kebutuhan depo farmasi setiap lantai. Setelah pihak Gudang Basement mengetahui jumlah perbekalan farmasi yang dibutuhkan, maka akan dilakukan pengadaan melalui defekta ke Gudang Pusat setiap tiga kali dalam seminggu, yaitu pada hari Senin, Rabu, dan Jumat menggunakan sistem online. Setelah dilakukan pemesanan dan penyiapan barang oleh petugas Gudang Pusat, pekarya dari Gudang Farmasi Basement Gedung A akan melakukan penerimaan perbekalan farmasi di Gudang Pusat. Perbekalan farmasi yang telah diterima dan diperiksa disimpan di Gudang Basement. Perbekalan farmasi terdiri dari sediaan farmasi dan alat kesehatan. Sediaan farmasi disusun berdasarkan sistem alfabetis, bentuk sediaan, generik/non-generik, kestabilan (obat termolabil), dan FEFO/FIFO, sedangkan alat kesehatan disusun berdasarkan fungsinya. Beberapa sediaan farmasi harus disimpan secara khusus atau terpisah dari sediaan lainnya antara lain: Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
54
a. Narkotika: disimpan di lemari khusus yang berpintu dan berkunci ganda. Lemari tersebut harus selalu dikunci dan kuncinya digantungkan pada leher petugas farmasi yang bertanggung jawab pada saat itu. b. Psikotropika: disimpan di lemari khusus yang berpintu. Lemari tersebut juga harus selalu terkunci dan kuncinya digantungkan pada leher petugas farmasi yang bertanggungjawab pada saat itu. Kunci lemari psikotropika biasanya akan digabung dengan kunci lemari narkotika. c. Obat mahal: disimpan di lemari terpisah dengan sediaan lainnya agar dapat memudahkan pengontrolan penggunaan obat tersebut. d. Obat LASA: yaitu obat yang memiliki bentuk atau penampilan dan pengejaan yang hampir sama. Selain itu obat-obat LASA termasuk juga obat-obat yang memiliki kekuatan dosis lebih dari satu. Obat jenis ini tidak dipisahkan dengan sediaan lainnya, tetapi hanya diberi stiker LASA di bagian depan rak penyimpanannya dan diberi jarak dengan obat pasangannya. e. Obat High Alert: merupakan obat yang memiliki risiko tinggi dalam penggunaannya, sehingga harus digunakan secara hati-hati. Obat jenis ini disimpan di lemari terpisah dan diberi stiker high alert pada setiap satuan terkecil obat, sehingga setiap petugas medis yang menggunakan obat tersebut akan lebih berhati-hati dalam menggunakannya. Lemari obat high alert ditandai dengan garis merah menggunakan lakban yang memenuhi semua bagian tepi/sisi lemari. f. Obat sitostatika: yaitu obat yang digunakan untuk pasien kanker pada saat menjalani kemoterapi. Obat sitostatika disimpan di lemari terpisah dan diberi stiker ungu obat kemoterapi pada setiap satuan terkecil obat. Penanganan obat ini harus sangat diperhatikan karena bahaya yang ditimbulkan akibat paparan obat ini sangat besar. Lemari obat sitostatika ditandai garis merah menggunakan lakban yang memenuhi semua bagian tepi/sisi dari lemari, sama seperti lemari obat high alert. g. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3): oleh karena sifatnya yang korosif, mudah terbakar, dan sifat yang berbahaya lainnya, maka obat ini harus disimpan di lemari besi yang tertutup rapat. Di bagian depan pintu harus
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
55
tertempel simbol B3 dan terdapat MSDS yang merupakan pedoman penanganan untuk masing-masing B3 di dalam lemari tersebut. h. Obat yang memiliki waktu kedaluwarsa tiga bulan ke depan akan dimasukkan ke dalam plastik berwarna kuning dan ditempeli stiker kuning yang berisi informasi bulan dan tahun kedaluwarsa. Untuk
memenuhi
kebutuhan
pasien,
Gudang
Farmasi
Basement
mendistribusikan perbekalan farmasi ke depo farmasi di setiap lantai berdasarkan defekta dari depo. Depo di setiap lantai biasanya melakukan defekta ke Gudang Farmasi Basement setiap hari sesuai dengan kebutuhan obat pasien. Perbekalan farmasi yang sudah disiapkan oleh petugas Gudang Basement akan dikirimkan ke depo farmasi. Obat-obat yang perlu diracik disiapkan di ruang peracikan khusus yang tersedia di Gudang Farmasi Basement. Pada hari Senin dan Kamis, AA dari depo lantai satu akan membantu penyiapan obat yang akan diracik di Gudang Farmasi Basement karena dua hari tersebut adalah hari peresepan oleh dokter, sehingga resep obat-obat racikan untuk pasien anak sangat banyak. Sistem peresepan di Gedung A sudah menggunakan sistem online berupa Electronic Health Record (EHR). Kelebihan penggunaan sistem ini adalah dapat mengurangi kesalahan dalam membaca resep, sehingga kesalahan dalam pemberian obat juga berkurang. Selain itu, kelengkapan administrasi resep secara otomatis terpenuhi, resep lebih cepat sampai di depo farmasi, sehingga akan lebih cepat untuk melakukan dispensing obat, serta tagihan pasien dapat diketahui secara real time. Dokter biasanya mengirimkan resep pasien pada hari Senin untuk penggunaan dari Senin sore hingga Kamis siang serta resep Kamis untuk penggunaan dari Kamis sore hingga Senin siang. Akan tetapi, masih ada beberapa dokter yang melakukan peresepan secara manual khususnya dokter konsulen yang menangani pasien kelas khusus pada lantai 1, 3, dan 6. Obat-obat yang sudah diresepkan kemudian disiapkan oleh farmasi di depo dan didistribusikan ke pasien melalui perawat. Sistem distribusi yang digunakan, yaitu resep harian, unit dose, dan peresepan individu. Sistem resep harian, yaitu sistem distribusi obat yang disiapkan untuk penggunaan obat selama satu hari. Sistem unit dose, yaitu sistem distribusi obat yang disiapkan untuk Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
56
setiap kali waktu minum obat, dimulai dari sore hingga siang hari di hari berikutnya. Walaupun obat disiapkan secara unit dose, namun penyerahan obat ke perawat tetap dilakukan satu kali sehari untuk penggunaan secara satu hari, yaitu setiap sore hari sebelum pukul 17.00 WIB. Sistem unit dose ini hanya diberlakukan untuk obat oral, kecuali di depo farmasi lantai 3 yang sudah menerapkan sistem unit dose untuk obat-obat parenteral. Sistem distribusi peresepan individu digunakan untuk penyiapan obat bagi pasien yang akan pulang. Selain ketiga sistem distribusi tersebut, depo farmasi Gedung A juga menerapkan sistem distribusi floor stock. Perbekalan farmasi yang didistribusikan dengan metode floor stock, yaitu perbekalan farmasi yang diberikan tanpa melalui verifikasi petugas farmasi. Perbekalan farmasi ini meliputi perbekalan farmasi dasar (bahan medik habis pakai) dan troli emergensi. Perbekalan farmasi dasar tersedia di ruang perawat (nurse station) untuk digunakan bersama-sama bagi seluruh pasien di lantai tersebut dan merupakan tanggung jawab dari perawat di lantai tersebut. Troli emergensi merupakan persediaan perbekalan farmasi pada keadaan darurat, berisi obat-obat penyelamat hidup, cairan nutrisi, dan alat-alat kesehatan penyelamat hidup (airways, breathing, circulation). Setiap kegiatan manajemen perbekalan farmasi yang dilakukan harus disertakan dengan laporan. Laporan yang disiapkan oleh Gudang Farmasi Basement antara lain laporan mutasi, laporan penjualan, laporan pemakaian antibiotik, laporan penggunaan perbekalan farmasi dasar (bahan medik habis pakai), laporan obat generik, laporan narkotika dan psikotropika, laporan penggunaan obat formularium, dan laporan barang implan. Laporan tersebut dibuat setiap bulan dan dikirim maksimal tanggal 5 setiap bulannya ke Kepala Sub Instalasi Perbekalan Farmasi, Kepala Sub Instalasi Adminkeu, dan Koordinator Pelayanan Farmasi. Kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa selama PKPA untuk memahami manajemen perbekalan farmasi di Gedung A, yaitu : a.
Memahami prosedur defekta dari depo ke Gudang Farmasi Basement dengan membantu menyediakan dan mengemas perbekalan farmasi berdasarkan defekta dari depo farmasi. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
57
b. Membantu memeriksa kesesuaian penempelan stiker LASA pada rak obat yang tergolong ke dalam obat LASA. c. Memahami proses penyiapan obat racik di Gudang Farmasi Basement melalui pengamatan proses peracikan yang dilakukan oleh juru racik dari awal persiapan hingga proses peracikan selesai. Selain itu, mahasiswa juga melakukan pengamatan terhadap alat pelindung diri (APD) yang digunakan oleh juru racik hingga alat-alat yang digunakan selama proses peracikan. d. Memahami proses dispensing obat di depo farmasi Gedung A dengan ikut serta membantu proses dispensing obat dan berdiskusi bersama AA yang bertugas di depo tersebut. Pada
saat
melakukan
penelusuran
obat-obat
LASA,
mahasiswa
menemukan alat kesehatan yang memiliki waktu kedaluwarsa dalam tiga bulan ke depan tercampur dengan alat kesehatan yang memiliki waktu kedaluwarsa yang panjang dengan stiker kuning hanya tertempel pada bagian luar kotak penyimpanan. Sebaiknya obat dan alat kesehatan dengan waktu kedaluwarsa yang dekat (3 bulan ke depan) dipisahkan menggunakan kotak yang berbeda atau dibungkus plastik kuning sehingga obat dan
alat kesehatan tersebut dapat
digunakan terlebih dahulu untuk menghindari penumpukan barang-barang yang akan kedaluwarsa di gudang. Disarankan juga untuk membuat sistem alarm di komputer sebagai pengingat bagi perbekalan farmasi yang hampir kosong sehingga Apoteker atau AA dapat segera membuat defekta perbekalan farmasi tersebut. Hal ini juga berarti dapat mengurangi waktu tunggu dari permintaan perbekalan farmasi tersebut ketika dibutuhkan segera/cito.
4.3.2 Farmasi klinik Gedung A Kegiatan farmasi klinik di Gedung A RSCM berjalan cukup baik. Farmasi klinik adalah pelayanan yang berorientasi kepada pasien yang bertujuan untuk menjamin efektivitas, keamanan, dan efisiensi penggunaan obat serta dalam rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional. Penggunaan obat yang rasional adalah penggunaan obat yang tepat indikasi, tepat obat, tepat cara pemberian, tepat waktu pemberian, dan tepat lama pemberian. Kegiatan farmasi Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
58
klinik di Gedung A meliputi verifikasi resep, monitoring pengobatan, visite, diskusi kasus, pelayanan konseling, pelayanan informasi obat, dan pengambilan riwayat pengobatan (medication history taking). a.
Verifikasi resep Hal-hal yang dilakukan oleh Apoteker selama verifikasi resep meliputi
pemeriksaan kesesuaian farmasetis dan pertimbangan klinis pasien. Pemeriksaan kelengkapan administrasi resep tidak dilakukan karena Gedung A sudah menggunakan sistem EHR, sehingga kelengkapan administrasi resep telah lengkap secara otomatis.
b.
Monitoring pengobatan Monitoring pengobatan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ada
tidaknya diskrepansi (ketidaksesuaian pengobatan pasien) dan mengetahui perkembangan pengobatan pasien. Hal-hal yang dilakukan selama monitoring pengobatan pasien meliputi : 1) Melihat kesesuaian antara resep dokter di EHR dengan kardeks (laporan pemberian obat oleh perawat) serta obat yang ditulis di status pasien (Medical Record). 2) Kesuaian pemberian obat terhadap hasil laboratorium pasien. 3) Melihat kesesuaian dosis yang diberikan. 4) Interaksi obat yang terjadi karena polifarmasi.
c.
Visite Visite merupakan kunjungan yang dilakukan ke ruang rawat pasien yang
bertujuan untuk : 1) meningkatkan
pemahaman
mengenai
riwayat
pengobatan
pasien,
perkembangan kondisi klinik, dan rencana terapi secara komprehensif; 2) memberikan informasi mengenai farmakologi, farmakokinetika, bentuk sediaan obat, rejimen dosis, dan aspek lain terkait terapi obat pada pasien; dan 3) memberikan rekomendasi sebelum keputusan klinik ditetapkan dalam hal pemilihan terapi dan monitoring terapi. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
59
Visite
dapat
dilakukan
oleh
Apoteker
secara
mandiri
maupun
berkolaborasi bersama tim medis lainnya sesuai dengan situasi dan kondisi. Dalam kegiatan visite, Apoteker berperan dalam memberikan rekomendasi pengobatan pasien terkait kesesuaian obat dengan penyakitnya, kesesuaian dosis dan sediaan obat, ketersediaan obat, harga obat, efek yang tidak diinginkan, serta kemungkinan terjadinya interaksi obat.
d.
Diskusi kasus Kegiatan yang dilakukan selama diskusi kasus dapat bermacam-macam
sesuai dengan kondisi unit yang melakukan diskusi kasus. Diskusi kasus dapat meliputi : 1) Sharing informasi pasien atau ilmu baru yang didapat. 2) Ronde klinik PPRA untuk membahas kasus penggunaan antibiotik, baik kasus yang berasal dari pasien maupun yang terjadi secara umum. 3) Ronde geriatri (geriatric meeting). 4) Ronde bersama (waktunya tidak pasti dan dilakukan minimal satu bulan bulan sekali). 5) Diskusi kasus lainnya sesuai kebutuhan pasien.
e.
Pelayanan konseling Konseling dilakukan untuk pasien rawat jalan dan pasien rawat inap.
Konseling diprioritaskan bagi pasien geriatri (usia lanjut >65 tahun), pediatri (anak-anak <12 tahun), pasien yang akan pulang, pasien yang mendapatkan lebih dari 7 rejimen obat (polifarmasi), pasien yang mendapatkan obat dengan indeks terapi sempit, dan pasien yang mendapatkan efek obat yang tidak diharapkan dari penggunaan obatnya. Konseling yang diberikan bagi pasien yang akan pulang cukup informatif. Umumnya, pasien telah terbiasa dengan cara penggunaan obat-obat tersebut selama dirawat di rumah sakit sehingga tidak membutuhkan penjelasan yang terlalu mendetail. Akan tetapi, Apoteker sebaiknya meminta pasien untuk mengulangi informasi yang telah disampaikan. Hal tersebut sebagai proses
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
60
evaluasi dan untuk memastikan bahwa informasi telah diterima dengan tepat oleh pasien tanpa ada kesalahan dalam memahami informasi. Selain itu, Apoteker juga menuliskan informasi obat pada formulir informasi obat pulang terlebih dahulu. Informasi yang diberikan kepada pasien meliputi nama obat, jumlah obat yang diberikan, aturan dan waktu pemakaian obat, serta informasi khusus. Formulir informasi obat pulang sangat membantu bagi pasien karena biasanya obat yang diberikan kepada pasien lebih dari satu jenis obat sehingga pasien dapat lebih mudah dalam meminum obat. Sebaiknya informasi obat yang tertera dalam etiket juga mencantumkan cara penggunaan obat (sebelum/setelah makan). Walaupun pada saat konseling oleh Apoteker telah diberikan formulir informasi obat, namun pasien akan lebih sering melihat aturan penggunaan obat pada etiket. Oleh karena itu, informasi ini juga sangat penting tersedia di etiket obat agar pasien tidak salah dalam penggunaan obat.
f.
Pelayanan informasi obat (PIO) PIO merupakan kegiatan yang dapat dilakukan oleh Apoteker selama 24
jam. PIO terdiri dari: 1) PIO pasif, yaitu berupa menjawab pertanyaan yang berasal dari tenaga kesehatan di lingkungan RSCM. Saat ini kegiatan PIO pasif baru terlaksana bagi tenaga medis di lingkungan Gedung A RSCM. 2) PIO aktif, yaitu berupa memberikan informasi secara aktif, seperti melalui buku panduan, leaflet, brosur, dan media lainnya. Dalam melakukan kegiatan PIO, Apoteker mencari informasi yang dibutuhkan menggunakan buku-buku literatur terbaru maupun media elektronik seperti internet yang berasal dari sumber yang dapat dipercaya. Pertanyaan yang diajukan oleh tenaga medis maupun pasien dapat berupa pertanyaan mengenai kestabilan obat, substitusi obat, dosis obat untuk pasien dengan keadaan tertentu, dan pertanyaan lainnya yang mungkin ditemukan selama pasien menjalani perawatan. Laporan dari kegiatan PIO akan direkapitulasi dan dilaporkan setiap bulan sehingga memudahkan pencarian kembali apabila pertanyaan serupa ditanyakan kembali di lain waktu. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
61
PIO aktif RSCM saat ini hanya dilakukan berdasarkan kebutuhan, belum dapat dilakukan secara rutin. Kegiatan PIO aktif yang telah dilakukan antara lain: a.
Pembuatan leaflet penggunaan obat khusus, seperti tetes hidung, salep dan tetes mata, suppositoria, dan sebagainya;
b.
Pembuatan buku panduan NGT, stabilitas obat, dan high-alert;
c.
Pembuatan buku saku untuk penyakit kronis, seperti hipertensi, diabetes melitus, tuberkulosis, HIV, dan sebagainya; serta
d.
Penyusunan monograf obat penting yang penggunaannya harus dipantau dan saat ini kegiatan ini masih dilakukan. Untuk kedepannya, kegiatan PIO aktif dapat dilakukan secara lebih rutin
dan tidak hanya ditujukan bagi pasien dan petugas medis RSCM, tetapi juga dapat bermanfaat bagi pengunjung RSCM, misalnya pembuatan leaflet yang berisi informasi terkait penyakit HIV yang diberikan saat peringatan hari HIV sedunia.
g.
Pengambilan riwayat pengobatan (medication history taking) Pengambilan riwayat penggunaan obat dilakukan bagi pasien yang baru
dirawat di Gedung A. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat alergi, melihat efek samping dari penggunaan obat sebelumnya, dan menyesuaikan terapi sebelum perawatan dan saat perawatan di RSCM. Pengambilan riwayat penggunaan obat dilakukan dalam waktu 48 jam saat pertama pasien datang. Ketika melakukan pengambilan riwayat pengobatan, Apoteker menyiapkan lembar daftar obat sebelum perawatan dan menanyakan tentang riwayat penggunaan obat pasien sebelum dirawat di rumah sakit, meliputi: nama obat yang digunakan (nama generik/ nama dagang), cara perolehan (resep, non-resep) termasuk obat herbal dan suplemen, dosis/aturan pakai, lama penggunaan obat (kapan mulai menggunakan dan kapan dihentikan), kepatuhan (dengan jadwal teratur, kadang-kadang, jika timbul gejala saja, dll), sumber obat, dan jumlah obat tersisa. Selain itu, Apoteker juga menanyakan riwayat alergi dan efek samping obat yang pernah dialami pasien. Kegiatan farmasi klinik yang dilakukan mahasiswa PKPA di Gedung A antara lain:
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
62
a.
Melakukan monitoring dan pengambilan riwayat pengobatan pada formulir yang tersedia, serta berdiskusi bersama Apoteker klinik mengenai data yang didapatkan.
b.
Mengikuti diskusi kasus mengikuti geriatric meeting dan mengikuti diskusi kasus HIV di Unit Pelayanan Terpadu HIV.
c.
Menyiapkan obat, menulis informasi obat pulang pada formulir yang telah disediakan dan memberikan konseling obat untuk pasien yang akan pulang.
d.
Melakukan pelayanan informasi obat dengan menjawab pertanyaan yang diajukan melalui telepon yang masuk ke unit PIO. Mahasiswa mendapatkan beberapa pertanyaan yang diajukan oleh petugas farmasi di depo dan dokter. Dalam menjawab pertanyaan yang diterima, mahasiswa mencari informasi dari literatur yang telah tersedia di ruangan, yaitu Drug Information Handbook dan literatur lain, seperti MIMS serta literatur dari internet.
4.4 Satelit Farmasi Intensive Care Unit (ICU) Satelit Farmasi ICU merupakan salah satu unit yang melayani pasien selama 24 jam setiap hari. Setelit ini beroperasi mulai pukul 07.30 – 14.30 untuk shift pertama, dari pukul 14.30 – 21.00 untuk shift kedua, dan dari pukul 21.00 – 07.30 untuk shift ketiga. Pelayanan resep dilakukan untuk pasien jaminan maupun pasien umum yang membayar secara tunai. Satelit ini melayani resep rawat inap dari ICU dewasa, ICCU, dan juga menyiapkan paket tindakan endoskopi untuk pemakaian resep individu. Pelayanan farmasi ICU dikelola oleh dua orang Apoteker yang mengelola bidang manajemen perbekalan farmasi dan klinis, dibantu oleh lima orang AA. Apoteker bidang manajemen perbekalan farmasi bertanggung jawab kepada Kepala Sub Instalasi Perbekalan Farmasi melalui Penanggung Jawab Bidang Perbekalan Farmasi. Apoteker bidang klinis bertanggung jawab kepada Kepala Sub Instalasi Farklin Diklitbang melalui Penanggung Jawab Bidang Farmasi Klinis. Pelayanan kefarmasian yang dilakukan di ICU meliputi pengelolaan perbekalan kefarmasian, mulai dari perencanaan, defekta obat, penerimaan, penyimpanan dan pelaporan, pelayanan resep ICU dewasa atau resep cito dari Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
63
bagian endoskopi, parade pagi, visite pasien bersama, pengkajian resep, monitoring obat, konseling obat pasien pulang di ICCU dan pemberian informasi obat.
4.4.1 Pengelolaan perbekalan farmasi di Satelit Farmasi ICU Defekta perbekalan faramasi di Satelit Farmasi ICU dilakukan setiap hari Senin dan Kamis, sedangkan untuk pengambilan barang dilakukan pada hari Selasa dan Jumat. Jumlah perbekalan yang perlu dipesan diketahui melalui pemeriksaan pada kartu stok. Petugas akan memesan defekta ke Gudang Pusat secara online sehari sebelum hari defekta. Selanjutnya, petugas gudang memeriksa ketersediaan perbekalan farmasi sesuai dengan permintaan. Petugas Satelit ICU akan datang ke Gudang Pusat untuk melakukan penerimaan perbekalan farmasi. Setelah melakukan pengecekan terhadap kesesuaian jenis dan jumlah barang yang diminta dengan yang diberikan pihak gudang, petugas Satelit ICU akan menandatangani fomulir defekta barang. Selanjutnya, petugas satelit akan mencatat jumlah barang yang diterima pada kartu stok barang di satelit dan menyusun perbekalan farmasi di tempat yang telah disediakan. Beberapa jenis perbekalan farmasi disimpan di lemari terpisah sebagai buffer stock. Selain distribusi obat secara peresepan individu, distribusi perbekalan farmasi dasar dilakukan dengan sistem floor stock ke ruang rawat. Perawat akan menulis permintaan perbekalan farmasi dasar ke Satelit Farmasi ICU dan pihak Satelit Farmasi akan meneruskan permintaan barang ke gudang melalui IT. Setelah perbekalan farmasi dasar diterima oleh pihak Satelit Farmasi, perbekalan tersebut akan diserahkan kepada perawat. Penyimpanan perbekalan farmasi dibedakan berdasarkan jenisnya, yaitu obat atau alat kesehatan. Penyusunan obat di Satelit Farmasi ICU dilakukan berdasarkan bentuk sediaan, jaminan atau non-jaminan, generik atau nama dagang, dan stabilitas. Obat pasien jaminan dipisah penyimpanannya berdasarkan jenis obat jaminan, Askes atau non-Askes. Obat non Askes dipisah juga berdasarkan obat generik atau obat paten. Beberapa obat yang bersifat termolabil disimpan terpisah di lemari pendingin dengan suhu 2˚ - 8˚ C. Suhu lemari pendingin dipantau tiga kali dalam sehari. Suhu penyimpanan dalam ruang satelit Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
64
dipantau melalui termometer ruangan sebanyak satu kali sehari. Penyimpanan alat kesehatan dilakukan berdasarkan fungsi atau penggunaannya. Penyimpanan perbekalan farmasi di Satelit ICU juga menerapkan sistem FEFO dan FIFO, seperti di satelit farmasi lainnya. Stock opname dilakukan minimal enam bulan sekali. Obat dengan penyimpanan khusus di Satelit Farmasi ICU, meliputi penyimpanan narkotika dan psikotropika, obat high alert, obat sitostatika, obat termolabil, dan kit emergensi. Tempat penyimpanan obat high alert ditandai dengan lakban berwarna merah dan diberi label high alert pada tiap kemasan terkecil obat. Narkotika dan psikotropika disimpan di satu lemari bersekat, dengan bagian atas merupakan lemari narkotika dan bagian bawah merupakan lemari psikotropika. Khusus untuk lemari narkotika memiliki pintu dengan kunci ganda yang selalu terkunci. Penyimpanan obat-obat LASA telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan tidak meletakkan dua jenis obat yang tergolong LASA secara berdampingan dan terdapat stiker LASA yang ditempelkan pada rak penyimpanan obat. Obat yang mendekati kedaluwarsa diberi label warna kuning dengan pencantuman bulan dan tahun kedaluwarsa obat tersebut. Pendistribusian obat di Satelit Farmasi ICU menggunakan sistem peresepan individual. Dokter menuliskan resep obat secara manual.
Resep
biasanya diantar ke satelit oleh perawat atau keluarga pasien. Petugas satelit akan melakukan verifikasi terhadap resep yang diterima. Verifikasi resep, meliputi verifikasi administratif, farmasetik,
klinis dan kelengkapan lainnya, seperti
kelengkapan persyaratan jaminan pasien serta hasil lab untuk penggunaan obatobat tertentu, seperti albumin. Setelah verifikasi, jumlah obat dan jenis obat dimasukkan melalui sistem IT dan diberi harga. Setelah itu, obat disiapkan oleh petugas satelit. Petugas pelaksana dispensing mengambil obat dengan jenis dan jumlah yang sesuai dengan permintaan dalam resep, lalu dicatat mutasinya pada kartu stok. Selanjutnya, obat dikemas dan diberi label untuk selanjutnya diserahkan kepada perawat di ruangan ICU. Resep yang dilayani di Satelit ICU adalah resep manual harian dan resep cito. Berbeda dengan resep harian, perawat atau dokter yang telah menyerahkan resep cito ke Satelit ICU akan menunggu obat yang di-dispensing untuk segera Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
65
dibawa ke ruang rawat. Perawat akan menuliskan obat yang diambilnya dari petugas satelit di buku komunikasi yang tersedia sebagai bukti telah dilakukan serah terima obat dari Satelit Farmasi ICU. Selanjutnya, petugas satelit akan memindahkan data di buku komunikasi ke dalam sistem IT. Obat pasien dapat diretur jika obat tidak digunakan, kondisinya masih layak pakai, dan berasal dari Satelit Farmasi ICU. Bagi pasien umum, obat yang diretur akan diganti dengan uang tunai, sedangkan untuk pasien jaminan, akan dilakukan pengurangan terhadap jumlah tagihan kepada penjamin. Penagihan terhadap pasien jaminan diurus oleh penata rekening. Penata rekening akan melakukan penagihan ke UPPJ (Unit Pelayanan Pasien Jaminan) terhadap obatobat yang telah digunakan pasien.
4.4.2 Pelayanan farmasi klinik di Satelit Farmasi ICU Apoteker klinis di Satelit ICU melakukan parade pagi setiap pukul 08.00 sampai dengan pukul 10.00 WIB bersama dokter, perawat, dan dietisian. Parade ini bertujuan untuk membahas seputar permasalahan pasien, perkembangan pasien, dan rencana tindakan atau pengobatan yang akan diberikan kepada pasien. Apoteker akan memberikan rekomendasi mengenai obat yang dibutuhkan dalam perawatan pasien, ketersediaan obat di instalasi farmasi, dosis obat yang sesuai indikasinya, dan interaksi obat. Selain itu, perencanaan pengobatan pasien juga disesuaikan dengan hasil laboratorium pasien. Setelah parade pagi, Apoteker klinis melaksanakan visite bersama dokter, perawat, dan dietisian. Melalui kegiatan visite, tim tersebut dapat mengetahui kondisi pasien yang sebenarnya. Saat visite itu, dapat terjadi perubahan terapi ataupun tindakan. Jika hal itu terjadi, Apoteker akan memberi rekomendasi dan berkoordinasi dengan dokter terkait rencana terapi atau tindakan yang akan diterapkan. Selain itu, Apoteker klinis juga melakukan pengkajian resep. Apoteker mengkaji kesesuaian farmasetik dan klinis obat yang diresepkan oleh dokter. Jika ada terapi yang kurang sesuai, Apoteker meminta konfirmasi kepada dokter yang bersangkutan dan memberi rekomendasi jika diperlukan. Monitoring obat dilakukan oleh Apoteker dengan memeriksa kesesuaian antara resep, kardeks, dan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
66
status pasien serta menganalisis perkembangan pasien dengan terapi yang diperoleh. Pasien di ICU dengan kondisi yang telah stabil umumnya akan dipindahkan ke ruang rawat inap di gedung A, sedangkan di ICCU pasien yang sudah memiliki kondisi yang baik dapat dipulangkan. Apoteker klinis juga melaksanakan kegiatan farmasi klinis di ICCU, yang salah satunya adalah memberi informasi obat pada pasien yang akan pulang. Selama pelaksanaan PKPA di Satelit Farmasi ICU, terdapat beberapa hal yang teramati oleh mahasiswa. Berikut adalah hasil pengamatan serta beberapa masukan untuk memperbaiki kinerja di Satelit Farmasi ICU : a.
Resep-resep yang diterima di Satelit ICU terkadang tidak memenuhi kelengkapan syarat penulisan resep. Contohnya, seringkali ditemukan tidak ada nama dokter, jenis sediaan, atau kekuatan sediaan. Hal ini mungkin disebabkan karena dokter yang lupa menulis, terburu-buru, atau karena dokter menganggap bahwa petugas farmasi telah mengetahui obat yang dimaksud. Ketidaklengkapan syarat penulisan resep ini dapat berpotensi menyebabkan terjadinya medication error. Ketidaklengkapan ini dapat diatasi dengan penerapan sistem peresepan online karena dengan sistem tersebut, data administratif
pasien
pada
resep
dapat
dilengkapi
secara
otomatis.
Penambahan tenaga AA juga dibutuhkan untuk mengoptimalkan pelaksanaan pelayanan kefarmasian dan meminimalisir terjadinya medication error di Satelit ICU akibat beban kerja petugas yang tinggi. Idealnya, sekurangkurangnya terdapat dua AA untuk shift pagi, dua AA untuk shift siang, dan dua AA untuk shift malam. b.
Satelit Farmasi ICU dilengkapi dengan lemari yang tingginya dapat mencapai lebih dari dua meter. Terdapat beberapa perbekalan farmasi serta dokumen yang diletakkan pada posisi yang cukup tinggi dan sulit dijangkau oleh petugas. Biasanya petugas menggunakan alat bantu kursi untuk menjangkau perbekalan farmasi serta dokumen yang diletakkan pada posisi tersebut. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Oleh karena itu, penambahan fasilitas tangga diperlukan untuk mengurangi risiko terjadinya kecelakaan kerja. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
67
c.
Satelit Farmasi ICU terletak cukup jauh dari ruang tunggu keluarga pasien, sehingga petugas satelit harus berteriak keluar ruangan untuk memanggil keluarga pasien saat pengurusan tagihan obat pasien. Maka dari itu, dibutuhkan pengadaan alat pengeras suara untuk mempermudah petugas dalam melakukan pemanggilan tersebut.
d.
Penyimpanan perbekalan farmasi di Satelit Farmasi ICU sudah
tertata
dengan cukup baik. Akan tetapi, masih ditemukan beberapa produk obat yang disimpan tercampur dalam satu wadah. Penyimpanan obat tersebut berisiko menimbulkan kesalahan dan menyulitkan pencarian obat saat proses dispensing. Oleh karena itu, perlu dilakukan penambahan wadah obat atau pemberian sekat pada wadah tersebut untuk membatasi penyimpanan antara satu produk obat dengan produk obat lain. Penyimpanan obat yang tersimpan di dalam wadah boks juga masih diletakkan langsung di lantai tanpa menggunakan palet. Dapat dipertimbangkan untuk meletakkan palet untuk menjaga keamanan obat yang harus disusun di lantai agar tidak rusak. Menurut informasi dari petugas farmasi di ICU, usul untuk pengadaan palet sebenarnya sudah diajukan, akan tetapi belum dapat terealisasi.
4.5 Satelit Farmasi Kirana Satelit Farmasi Kirana dibuka oleh IFRS pada tahun 2011 dan ditujukan khusus untuk pasien dengan diagnosis penyakit mata. Satelit yang terletak di gedung Kirana, Jl. Kimia No.8, Jakarta Pusat ini memiliki dua depo farmasi, yaitu depo farmasi lantai 1 dan lantai 3. Depo lantai 1 melayani pasien rawat jalan, sementara depo lantai 3 melayani kebutuhan perbekalan farmasi untuk tindakan operasi mata. Depo lantai 1 beroperasi setiap hari Senin hingga Jumat dengan jadwal satu shift, yakni mulai pukul 08.00-15.30 WIB, sedangkan depo farmasi lantai 3 juga memiliki jadwal satu shift, yaitu mulai pukul 08.00 hingga semua tindakan operasi selesai dilakukan. SDM di Satelit Kirana berjumlah 6 orang, terdiri dari satu orang Apoteker Penanggung Jawab dan tiga orang AA yang bertugas melayani pasien jaminan dan pasien umum (bayar tunai). Selain obat mata, satelit ini juga menyediakan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
68
obat-obat lain, berupa obat oral, injeksi, narkotika, dan psikotropika sebagai terapi penyerta di luar pengobatan mata untuk pasien Kirana. Depo farmasi lantai 1 melayani pasien rawat jalan dari poli mata, rawat jalan dari bagian VIP (Citra), dan pasien pulang pasca-operasi, sedangkan depo farmasi lantai 3 hanya melayani kebutuhan ruang OK/bedah dan lasik. Bagian OK di Satelit Kirana memiliki 12 divisi mata dan masing-masing menggunakan sistem paket untuk pendistribusian perbekalan farmasinya. Dokumentasi mutasi barang, selain dengan sistem IT, juga dilakukan melalui pencatatan pada kartu stok. Sedikit berbeda dengan depo lantai 1, depo lantai 3 Kirana hanya menyediakan kartu stok untuk pencatatan mutasi produk obat mahal dan narkotika. Selain kedua komoditi tersebut, pengeluaran barang dari depo akan dicatat menggunakan lembar formulir permintaan paket tindakan yang telah tersedia. Data pasien yang akan dioperasi dan jumlah paket yang diambil dari depo oleh perawat atau dokter dari ruang bedah tercatat pada lembar tersebut. Selain permintaan dalam bentuk paket, seringkali permintaan barang yang sifatnya cito terjadi di tengah-tengah pelaksanaan tindakan operasi. Dokumentasi permintaan cito dicatat pada formulir yang berbeda dengan mencantumkan nama pasien, nama barang, dan jumlah yang diminta. Data permintaan cito tersebut akan digabungkan dengan data yang terdapat pada formulir permintaan paket tindakan sesuai nama pasien. Keseluruhan formulir permintaan paket (yang telah dilengkapi juga dengan data permintaan cito pasien) direkap setiap harinya sebagai dokumentasi mutasi di depo lantai 3. Perencanaan untuk pengadaan perbekalan farmasi di Satelit Kirana dilakukan berdasarkan data pemakaian selama enam bulan terakhir. Data perencanaan dikirim ke Gudang Pusat untuk disiapkan pengadaannya. Depo lantai 3 membuat perencanaan untuk pemesanan barang dan dikirimkan ke depo lantai 1. Defekta perbekalan farmasi di Satelit Kirana dilakukan oleh pihak depo lantai 1 secara online pada hari Senin dan Rabu, sedangkan pengambilan perbekalan farmasi dilakukan pada hari Selasa dan Kamis. Satelit Kirana tidak memiliki pekarya, maka perbekalan farmasi yang diminta diantar oleh petugas Gudang Pusat. Pada hari pengantaran barang ke Satelit Kirana, dilakukan verifikasi terhadap kesesuaian perbekalan farmasi yang diterima dengan defekta oleh Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
69
petugas farmasi di Satelit Kirana. Kemudian, perbekalan farmasi dimasukkan ke rak perbekalan farmasi dan dicatat pemasukannya pada kartu stok. Untuk kebutuhan perbekalan farmasi depo lantai 3, barang akan diantarkan dari depo lantai 1 ke depo lantai 3 dengan memanfaatkan jasa petugas cleaning service Satelit Kirana setiap hari Kamis. Khusus untuk pengadaan barang konsinyasi, seperti lensa mata, perencanaan jumlah
kebutuhan dan spesifikasi serta beberapa rekomendasi
vendor terbaik yang dipilih secara langsung diajukan oleh pihak Satelit Kirana ke Direktur Pelayanan Medik, yang kemudian akan berdiskusi dengan Bagian Keuangan RSCM. Jika disetujui, bagian Unit Layanan Pengadaan (ULP) akan melakukan sistem tender untuk menentukan vendor mana yang akan menangani barang konsinyasi ini. Setelah diputuskan pemenangnya, maka pihak Unit Kerja Kirana akan menghubungi vendor untuk melakukan pemesanan barang. Dokumentasi penggunaan lensa di Satelit Kirana dilakukan pada buku khusus pencatatan penggunaan lensa yang akan digunakan sebagai pedoman untuk pembuatan laporan pemakaian lensa per bulan. Laporan tersebut ditandatangani oleh Kepala Departemen Mata dan Kepala Sub Instalasi Perbekalan Farmasi lalu diberikan ke bagian Instalasi Farmasi untuk dibuatkan faktur. Faktur ini akan diserahkan ke bagian keuangan untuk dijadikan dasar penagihan pembayaran bagi vendor. Penyimpanan perbekalan farmasi di Satelit Kirana menggunakan sistem FEFO dan FIFO yang disusun secara alfabetis. Penyimpanan perbekalan farmasi di satelit ini terbagi menjadi tiga, yaitu penyimpanan obat, penyimpanan alat kesehatan, dan penyimpanan obat khusus. Penyimpanan obat dilakukan berdasarkan bentuk sediaan dan stabilitasnya, sedangkan penyimpanan alat kesehatan disimpan terpisah dari obat dan diatur berdasarkan fungsi atau penggunaannya.
Penyimpanan
obat
khusus
di Satelit
Kirana,
meliputi
penyimpanan narkotika dan psikotropika, obat high alert, obat sitostatika, obat termolabil, dan kit emergensi. Obat-obat yang tergolong LASA diatur agar tidak terletak bersebelahan dengan obat pasangannya dan telah dilakukan penempelan stiker LASA pada wadah obat-obat tersebut. Obat-obat High Alert disimpan di lemari khusus yang Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
70
pada bagian tepinya ditandai dengan lakban berwarna merah, serta pada tiap kemasan primer obat diberi stiker merah High Alert. Obat kanker disimpan di lemari terpisah yang diberi stiker ungu. Narkotika disimpan di lemari khusus yang berkunci ganda. Kunci lemari narkotika dikalungkan pada AA yang bertugas di satelit. Barang-barang dengan masa kedaluwarsa enam bulan ke depan ditandai dengan label kuning yang dilengkapi dengan data bulan dan tahun kedaluwarsa obat tersebut. Obat-obat termolabil disimpan di dalam lemari pendingin. Pengecekan suhu lemari pendingin serta suhu ruangan penyimpanan Satelit Kirana dilakukan tiap pagi dan sore hari. Sebagai langkah pengontrolan terhadap stok perbekalan farmasi yang ada, dilakukan kegiatan SO di Satelit Kirana sebanyak dua kali dalam setahun, yaitu pada bulan Juni dan Desember. Barangbarang yang diketahui telah mencapai tanggal kedaluwarsa atau rusak akan dimusnahkan. Umumnya pemusnahan dilakukan dua kali dalam setahun. Sistem distribusi perbekalan farmasi di Satelit Kirana dilakukan dengan dua cara, yaitu sistem peresepan individual dan sistem floor stock. Resep yang diterima di satelit ini adalah resep manual, tetapi untuk resep dari beberapa dokter di ruang OK VIP telah menggunakan sistem online. Resep yang masuk per hari dapat mencapai 120 hingga160 lembar. Resep tersebut akan disimpan di Satelit Kirana selama tiga tahun, begitu juga dengan resep narkotika. Alur pelayanan resep di Satelit Kirana adalah sebagai berikut : a. Pasien umum (resep tunai) Pasien umum cukup datang dengan membawa resep asli dari dokter. Resep tersebut diverifikasi terlebih dahulu oleh petugas farmasi, meliputi verifikasi kelengkapan resep, ketersediaan barang di satelit, dan jumlah obat yang akan diberikan. Setelahnya, petugas satelit akan mengonfirmasi harga obat kepada pasien untuk selanjutnya dilakukan transaksi. Kemudian, petugas satelit melakukan dispensing obat dan menyerahkannya kepada pasien disertai dengan pemberian informasi obat. Alur pelayanan di Satelit Kirana sesuai dengan standar VHDS yang berlaku di RSCM, yaitu mulai dari pelaksanaan verifikasi, pemberian harga, dispensing obat, dan penyerahan obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
71
b. Pasien jaminan Perbedaan alur pelayanan resep pasien umum dengan pasien jaminan terletak pada saat proses penerimaan resep. Pasien jaminan harus membawa resep asli, fotokopi resep, dan surat jaminan. Untuk pasien jaminan Askes, petugas satelit harus memastikan bahwa obat yang akan ditebus oleh pasien terdapat dalam Buku Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) Askes. Jika obat yang akan ditebus
tidak
terdapat
dalam
DPHO
Askes,
maka
petugas
harus
menginformasikan kepada pasien bahwa obat tersebut tidak dibayarkan oleh Askes dan menjadi tanggungan pasien.
Selama pelaksanaan PKPA di Satelit Kirana, mahasiswa menemukan adanya stok barang yang kosong. Biasanya hal ini dikarenakan stok obat di Gudang Pusat tidak tersedia. Hal ini mengakibatkan banyak pasien yang harus menebus obat di apotek di luar RSCM. Oleh karena itu, perencanaan serta pengaturan pengeluaran stok obat harus diatur dengan baik agar dapat mengatasi terjadinya stok barang kosong setiap hari. Masalah lain yang ditemukan di satelit ini adalah tidak adanya daftar nama obat yang seharusnya ditempelkan pada bagian depan pintu lemari penyimpanan atau lemari pendingin. Tidak adanya daftar nama obat di lemari pendingin disebabkan adanya beberapa tambahan obat yang baru tersedia dan disimpan di lemari pendingin, sehingga daftar obat yang baru belum sempat dibuat. Untuk menanggulangi hal tersebut, dapat dibuat penambahan kolom kosong pada daftar obat-obat yang sudah ada sebagai tempat untu menuliskan nama obat tambahan yang baru dimasukkan ke lemari tersebut. Selanjutnya, daftar tersebut dapat diupdate secara berkala dan di-print kembali sesuai dengan data obat yang terbaru. Pada saat dilakukan pengecekan kartu stok, masih ditemukan adanya ketidakcocokan antara jumlah obat yang tertera di kartu stok dengan jumlah fisik obat di satelit. Hal ini seringkali dikarenakan petugas satelit lupa untuk mencatat pengeluaran obat di kartu stok saat melakukan pengambilan obat. Langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasinya, antara lain dengan memberlakukan sistem sampling yang dapat dilakukan oleh Apoteker atau AA yang bertugas di satelit
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
72
untuk mengecek kesesuaian kartu stok dengan jumlah fisik, minimal 1 atau 2 minggu sekali. Permasalahan lain yang ditemui di Satelit Kirana adalah penulisan keterangan penggunaan obat yang belum lengkap etiket, terutama keterangan waktu penggunaan sebelum atau sesudah makan untuk obat oral. Penyebabnya dapat disebabkan petugas yang menyiapkan obat tidak mengerti atau tidak hafal aturan minum tiap obat. Dengan demikian, masih perlu dilakukan sosialisasi mengenai aturan minum tiap obat oral yang terdapat di satelit kepada petugas farmasi di Satelit Kirana. Selain itu, penyimpanan beberapa obat LASA juga ditemukan belum sesuai karena masih ada beberapa obat bermerk sama dengan kekuatan yang berbeda diletakkan di dalam satu wadah yang sama. Dengan penyusunan demikian, memungkinkan terjadinya kesalahan pengambilan obat oleh petugas, terutama ketika beban kerja petugas satelit sedang tinggi. Oleh karena itu, walaupun warna kemasan keduanya memiliki perbedaan, namun sebaiknya dilakukan pemisahan sesuai prosedur untuk penyusunan obat LASA untuk mengantisipasi terjadinya hal tersebut. Kegiatan yang dilakukan selama PKPA di depo lantai 1 Satelit Kirana, antara lain : a.
Mengamati prosedur administrasi resep yang masuk.
b.
Mengamati dan melaksanakan alur pelayanan resep, dimulai dari penerimaan resep, penyiapan obat, hingga penyerahan obat kepada pasien.
c.
Melakukan inventarisir stok barang pada lemari penyimpanan, kemudian memasukkan data tersebut ke dalam data pada sistem IT untuk mempermudah proses SO di Satelit Kirana.
Kegiatan yang dilakukan di depo lantai 3, antara lain mengamati dan melakukan pelayanan barang farmasi untuk keperluan ruang OK, menyusun stok barang dari buffer stock ke rak-rak obat, melakukan retur paket operasi yang tidak terpakai, hingga melakukan penyiapan paket yang akan digunakan untuk tindakan operasi keesokan harinya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
73
4.6 Satelit Farmasi Pusat Satelit Farmasi Pusat melaksanakan pelayanan kefarmasian selama 24 jam pada hari Senin hingga Minggu yang masing-masing terbagi ke dalam tiga shift kerja. Shift pertama dilakukan pada pukul 08.00 hingga pukul 14.30 WIB, shift kedua dilakukan pada pukul 14.00 hingga pukul 21.00 WIB dan shift ketiga dilakukan pada pukul 21.00 hingga pukul 08.00 WIB. Sumber daya manusia di Satelit Farmasi Pusat terdiri dari 1 Apoteker, 9 AA, dan 2 juru resep dengan pembagian dalam satu shift adalah 2 AA dan 1 juru resep untuk shift pagi dan sore. Sementara untuk shift malam, terdapat 2 AA yang bertugas. Satelit ini melayani resep pasien rawat inap yang tidak memiliki satelit farmasi ataupun satelit farmasi yang tidak buka 24 jam dan juga resep pasien rawat jalan dari beberapa poliklinik. Resep rawat inap yang dilayani berasal dari rawat inap Bedah Anak (BCH), Paviliun Tumbuh Kembang (PTK), Perinatalogi (PICU dan NICU), Unit Luka Bakar (ULB), Psikiatri (PKL, PKW, PKA) dan Pelayanan Jantung Terpadu (pada shift kedua dan ketiga). Resep pasien rawat jalan yang dilayani berasal dari Poliklinik Hemodialisa (pasien HD yang menggunakan cairan dianeal), semua poliklinik yang meresepkan obat kemoterapi (poliklinik kebidanan, bedah tumor, hematologi-onkologi, bedah toraks, dan bedah digestif), dan poliklinik talasemi. Pasien yang diterima di sini adalah pasien umum dan jaminan, yang dapat berupa Jamkesmas, Jamkesda, KJS Dinkes DKI Jakarta, Jampeltas, Jampersal, ASKES, dan jaminan perusahaan. Pengelolaan perbekalan farmasi pada Satelit Farmasi Pusat dilakukan mulai dari perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, serta pencatatan yang dilakukan pada setiap tahap pengelolaan perbekalan farmasi. Perencanaan perbekalan farmasi Satelit Farmasi Pusat ke Gudang Pusat dilakukan berdasarkan konsumsi rata-rata obat yang digunakan selama 3-4 hari ditambah dengan buffer stock sebanyak 10%. Pada proses pengadaan, dilakukan defekta 2 kali dalam seminggu, yaitu pada hari Senin dan Kamis. Setelah barang siap, penerimaan oleh pihak satelit dilakukan setiap hari Selasa dan Jumat oleh AA. Jumlah stok yang diterima langsung dimasukkan ke dalam sistem IT di Satelit Farmasi Pusat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
74
Selain melaksanakan defekta secara rutin, Satelit Farmasi Pusat juga melaksanakan defekta cito saat stok kosong atau terdapat permintaan perbekalan farmasi yang tidak terduga. Petugas akan datang langsung ke gudang mengambil obat atau alat kesehatan yang dibutuhkan dan menulisnya pada buku cito. Permintaan obat atau alat kesehatan cito selama satu hari diakumulasi dan dibuat menjadi kumpulan defekta cito. Kumpulan defekta cito selanjutnya diserahkan ke Gudang Pusat. Buku cito dimiliki oleh Satelit Farmasi Pusat dan Gudang Pusat. Setelah kumpulan defekta cito diserahkan ke Gudang Pusat, petugas gudang memeriksa kesesuaian kumpulan defekta cito dari Satelit Farmasi Pusat dengan buku cito yang dimiliki gudang. Penyimpanan perbekalan farmasi di satelit pusat disusun dengan sistem First Expired First Out (FEFO) atau First In First Out (FIFO). Perbekalan farmasi disusun menurut jenisnya, yaitu obat, alat kesehatan dan B3. Penyimpanan obat disusun sesuai kriteria berikut : a.
Disusun secara alfabetis.
b.
Berdasarkan bentuk sediaan: oral, injeksi, cairan infus, sirup/drop, obat luar.
c.
Obat generik atau merk dagang.
d.
Obat dengan penyimpanan khusus : 1) Termolabil, disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 2°-8° C. 2) Obat sitostatika, ditempeli stiker ungu untuk obat kanker. 3) High Alert, di lemari berbeda yang dibatasi dengan lakban merah dan ditempeli stiker High Alert hingga kemasan primer obat. 4) Narkotika, di dalam lemari kayu khusus dengan kunci ganda. 5) Psikotropika, di dalam lemari kayu khusus.
e.
Obat mahal.
f.
Obat dengan penyimpanan terpisah : sediaan nutrisi dan obat ASKES. Berbeda dengan obat, penyimpanan alat kesehatan dilakukan berdasarkan
jenis dan fungsinya. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan proses penyiapan alat kesehatan. Penyimpanan B3 dilakukan dalam lemari tahan api. Kegiatan SO untuk semua perbekalan farmasi di Satelit Farmasi Pusat dilakukan setiap enam bulan sekali. Kualitas perbekalan farmasi yang disimpan harus selalu dijaga melalui pengecekan suhu penyimpanan satu kali sehari untuk ruangan dan tiga Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
75
kali sehari untuk lemari pendingin, pengecekan perbekalan farmasi yang mendekati kedaluwarsa dalam jangka waktu
6 bulan dan penempelan stiker
kuning pada sediaan farmasi dengan masa kedaluwarsa kurang dari 3 bulan. Pendistribusian perbekalan farmasi yang dilakukan di Satelit Farmasi Pusat untuk pasien rawat inap adalah dengan sistem peresepan individu. Perbekalan farmasi yang telah disiapkan akan diambil oleh petugas dari masingmasing unit kerja. Khusus obat kemoterapi yang telah disiapkan akan didistribusikan oleh petugas dari Satelit Farmasi Pusat ke unit produksi tempat dilakukannya dispensing obat kemoterapi. Pasien hemodialisa yang menggunakan cairan dianeal diberikan injeksi untuk kebutuhan satu bulan, sedangkan pasien yang tidak menggunakan cairan dianeal cukup diberikan obat untuk keperluan satu minggu dan tergantung pada keperluan pemakaian. Pasien rawat jalan diberikan jumlah obat sesuai dengan jumlah yang tertulis pada resep dan biasanya untuk pemakaian obat selama satu minggu. Resep yang diterima Satelit Farmasi Pusat rata-rata 250 lembar per hari. Resep yang dilayani berupa resep manual dan resep elektronik (EHR). Unit kerja yang memberikan resep berbentuk EHR adalah BCH, ULB dan PJT. Resep yang datang, terutama untuk pasien jaminan, akan diverifikasi terlebih dahulu. Verifikasi resep meliputi verifikasi administratif, farmasetik, dan kelengkapan lainnya, seperti syarat jaminan khusus untuk pasien jaminan pemerintah, kuitansi untuk semua pasien, protokol dan jadwal terapi khusus untuk pasien kemoterapi, dan hasil lab khusus untuk pasien pengguna obat mahal dan antibiotik lini 2 dan 3. Setelah verifikasi, jumlah obat dan jenis obat dimasukkan melalui sistem IT. Setelah dimasukkan dan diberi harga, resep diberikan kepada petugas satelit lainnya untuk di-dispense. Bagi pasien yang membayar secara tunai, dapat langsung membayar kepada petugas satelit, sedangkan pasien jaminan wajib menyerahkan resep asli dan kelengkapan jaminan lainnya kepada petugas satelit. Petugas satelit yang melakukan dispensing mengambil obat dengan jenis dan jumlah yang sesuai dan mencatatnya pada kartu stok. Selain dispensing obat, Satelit Farmasi Pusat juga menerima resep racikan. Obat racikan diracik di ruang racik secara manual dengan kertas perkamen khusus. Obat diberi label dan dikemas. Kemudian obat diberikan oleh petugas setelah dilakukan pengecekan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
76
terhadap kesesuaian jenis dan jumlah obat terhadap resep. Obat diberikan kepada pasien disertai pemberian informasi tentang penggunaan obat.. Kendala yang dihadapi di Satelit Farmasi Pusat salah satunya adalah penyusunan obat di rak penyimpanan yang masih bertumpuk ke belakang, sehingga kotak obat seringkali saling menghalangi. Hal ini dapat menyulitkan petugas dalam mencari obat. Untuk mengatasinya, dapat dilakukan penyusunan kotak obat secara bertingkat, sehingga kotak obat tidak saling menghalangi satu sama lain. Selain itu, kendala yang ditemukan adalah proses verifikasi resep untuk aspek kesesuaian klinis yang pelaksanaannya masih terbatas karena hanya terdapat 1 Apoteker di satelit ini yang tugasnya masih terfokus pada pelaksanaan manajemen. Verifikasi resep dan pemberian informasi obat sebagian besar dilakukan oleh AA. Dalam hal ini, Apoteker klinis akan diperlukan untuk pelaksanaan verifikasi resep dan pemberian informasi obat kepada pasien yang lebih komprehensif. Beberapa unit kerja masih menggunakan resep manual dalam peresepan ke Satelit Farmasi Pusat. Penggunaan resep manual ini memiliki kekurangan, yaitu memungkinkan terjadinya kesalahan pembacaan resep oleh petugas satelit dan memperlambat proses pelayanan resep. Oleh karena itu, penggunaan resep elektronik (EHR) diharapkan dapat segera diaplikasikan di seluruh unit kerja, sehingga dapat mengatasi masalah tersebut.
4.7 Sub Instalasi Produksi Sub Instalasi Produksi merupakan salah satu fasilitas kegiatan pengadaan perbekalan farmasi di RSCM. Perlunya diadakan kegiatan produksi ini adalah untuk memenuhi permintaan sediaan di RSCM yang memiliki kriteria, antara lain: a.
sediaan dengan formula khusus,
b.
sediaan dengan kemasan yang lebih kecil (repacking),
c.
sediaan yang tidak ada di pasaran,
d.
sediaan dengan harga yang lebih murah,
e.
produk yang harus selalu dibuat segar, dan
f.
sediaan untuk keperluan penelitian. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
77
Sub Instalasi Produksi melayani produksi sediaan farmasi dan pelayanan aseptic dispensing. Produksi sediaan farmasi yang dilakukan di RSCM terdiri dari sediaan steril dan non-steril. Lokasi untuk pelayanan aseptic dispensing di RSCM, antara lain terdapat di : a.
Central Medical Unit (CMU) 2 lantai 3: melakukan pencampuran obat suntik (IV admixture) (4 AA), pencampuran obat kemoterapi (3 AA + 1 pekarya), dan repacking sediaan serbuk steril (2 AA).
b.
Perinatologi : melakukan pencampuran obat suntik (IV admixture) dan TPN (6 AA).
c.
Gedung A lantai 8: melakukan pencampuran obat kemoterapi (4AA).
d.
Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA): melakukan pencampuran obat kemoterapi (2 AA). Sumber daya manusia (SDM) yang terdapat di Sub Instalasi Produksi,
terdiri dari 2 Apoteker, 21 AA, dan 4 pekarya. Sub Instalasi Produksi beroperasi dalam 2 shift dari jam 08.00-20.00 dari hari Senin hingga Sabtu. Sub Instalasi Produksi di gedung CMU 2 lantai 3 memiliki fasilitas untuk melaksanakan kegiatan produksi agar selalu sesuai standar dan terjamin mutunya. Fasilitas disesuaikan dengan kegiatan produksi yang dilakukan dalam ruangan tersebut. Terdapat beberapa ruangan di dalamnya, yaitu : a.
Ruang karantina sebagai tempat alat yang baru masuk untuk disimpan sebelum digunakan pada proses produksi.
b.
Ruang pencucian sebagai tempat pembersihan alat dan kemasan yang digunakan dalam proses produksi.
c.
Ruang bahan baku sebagai tempat disimpannya bahan baku obat yang digunakan dalam proses produksi. Penyimpanan bahan baku disimpan berdasarkan rute penggunaannya, yaitu bahan baku untuk sediaan oral dan obat luar.
d.
Ruang peracikan sediaan farmasi non-steril yang terdiri dari ruangan tempat dilakukannya peracikan obat oral dan peracikan sediaan obat luar.
e.
Ruang produksi steril sebagai tempat dilakukannya kegiatan produksi steril dan repacking.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
78
f.
Ruang uji mutu sebagai tempat dilakukannya kegiatan pengujian kualitas produk yang dihasilkan.
g.
Ruang penyiapan aseptik, terdiri dari: 1)
Ruang Sitostatika, merupakan ruangan tempat dilakukannya peracikan dan pencampuran (dispensing) obat-obat kemoterapi. Prinsip tekanan dalam ruangan ini adalah tekanan negatif, sehingga tekanan dari luar ruangan lebih besar dari tekanan di dalam ruangan. Dengan prinsip seperti ini, diharapkan zat-zat yang bersifat sitostatik tidak menyebar keluar ruangan, sehingga petugas yang di luar ruang ini terhindar dari efek paparan obat sitostatika.
2)
Ruang Obat Suntik dan Nutrisi Parenteral, merupakan ruangan tempat dilakukan peracikan dan pencampuran (dispensing) sediaan obat suntik atau nutrisi parenteral. Prinsip tekanan dalam ruangan adalah tekanan positif, sehingga tekanan dalam ruangan lebih besar disbanding luar ruangan. Hal ini bertujuan agar ruangan dalam tidak terkontaminasi dari partikel yang terdapat di luar ruangan. Produksi steril dan non-steril yang dilaksanakan di Sub Instalasi Produksi
menghasilkan sekitar 60 jenis sediaan. Produk steril yang diproduksi, antara lain sediaan salep kemicetin, kloramfenikol tulle, dan metilen blue. Sementara itu, produk non-steril yang dapat diproduksi sekitar 55 jenis. Contoh sediaan nonsteril yang dihasilkan, yaitu sediaan obat oral seperti kapsul dan serbuk bungkus, sediaan obat luar, seperti salep dan salicyl talk, handrub, alkohol 70%, dan povidone iodin. Sediaan yang rutin diproduksi setiap bulannya berjumlah 40 jenis. PKPA yang dilaksanakan di Sub Instalasi Produksi berlokasi di gedung CMU 2 lantai 3 dan berlangsung selama tiga hari. Beberapa kegiatan yang diamati dan diikuti mahasiswa, antara lain : a.
Mengamati kegiatan rekonstitusi obat sitostatika Alur pelayanan dispensing obat kemoterapi yang dilakukan di Sub
Instalasi Produksi dimulai dari penerimaan resep dan obat kemoterapi dari pihak satelit farmasi oleh petugas rekonstitusi obat sitostatika. Resep kemoterapi berbeda dengan resep obat lainnya, yakni berupa Formulir Pelayanan Pencampuran Obat Sitostatika Instalasi Farmasi. Selain itu, untuk menghindari Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
79
terjadinya kesalahan dispensing, formulir juga dilengkapi dengan protokol kemoterapi yang dituliskan dokter. Selanjutnya, petugas di Depo Sitostatika melakukan skrining resep dengan memeriksa kesesuaian pasien dan dosis obat untuk menjamin keamanan pasien. Petugas juga akan memeriksa obat-obatan yang diserahkan beserta cairan infus dan spuit yang dibutuhkan sesuai dengan jumlah yang tertulis dalam formulir permintaan rekonstitusi. Apabila pasien tidak segera melakukan kemoterapi, maka obat disimpan di Depo Stostatika sebagai obat titipan pasien. Persiapan pencampuran obat sitostatika meliputi penyiapan obat sitostatika, cairan, dan spuit sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Selain itu, juga dilakukan pembuatan etiket yang berisi nama pasien, Nomor Rekam Medik (NRM), jumlah obat yang dioplos beserta jumlah cairan pelarutnya, rute pemberian, tanggal dan waktu pembuatan, serta tanggal dan waktu kedaluwarsa. Seluruh obat, cairan, spuit, dan etiket yang diperlukan ditempatkan di dalam kotak obat dan didistribusikan melalui pass box yang terhubung ke dalam ruang steril tempat penyiapan obat secara aseptis. Sebelum dilakukan pencampuran, petugas harus menggunakan APD sesuai dengan ketentuan yang berlaku terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk menjamin sterilitas produk yang dihasilkan dan keamanan bagi petugas sendiri. Persiapan tersebut meliputi pemakaian gown dan APD lainnya, seperti penutup kepala, sarung tangan steril, masker N95, dan penutup mata (goggle) serta penutup kaki. Sarung tangan yang dikenakan untuk prosedur aseptis adalah rangkap dua dengan sarung tangan yang kedua digunakan petugas setelah masuk ke dalam ruang steril. Selanjutnya, petugas masuk ke dalam ruang steril tempat pencampuran yang di dalamnya terdapat Biological Safety Cabinet (BSC) dilengkapi dengan Laminar Air Flow (LAF) vertikal. Sebelum proses pencampuran, perlu dilakukan pembersihan area kerja agar tercipta lingkungan yang aseptik dengan cara mengelap bagian dalam BSC dengan gerakan searah, serta mengelap kemasan obat, cairan, dan spuit yang akan dimasukkan ke dalam BSC dengan mengunakan alcohol swab. Perlu disiapkan juga tempat pembuangan khusus limbah sitostatika dan peralatan lain yang dibutuhkan, seperti beaker glass. Sesuai dengan ketentuan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
80
yang berlaku, pencampuran obat sitostatika dilakukan di ruang steril dalam BSC serta dikerjakan dengan hati-hati dan teliti. Setelah selesai direkonstitusi, sediaan sitostatika ditempeli etiket dan label obat sitostatika. Pelabelan dan pemberian etiket juga dilakukan di dalam ruang steril. Khusus obat yang tidak tahan cahaya, obat dikemas menggunakan aluminium foil. Sediaan akhir yang selesai dikerjakan diletakkan kembali ke dalam kotak khusus dan dikeluarkan dari ruang steril melalui pass box.
b. Mengamati proses aseptic dispensing. Mahasiswa mengamati kegiatan aseptic dispensing sediaan parenteral berupa KCl premix dan kegiatan repacking sediaan serbuk steril. Alur yang dilakukan pada aseptic dispensing adalah pengecekan permintaan yang dilakukan secara online. Jika terdapat permintaan, akan dilakukan pengisian form permintaan yang telah disediakan. Kemudian, disiapkan bahan-bahan lain yang akan digunakan. Proses dispensing dilakukan di ruang aseptik dengan tekanan udara positif. Dalam ruangan tersebut, dilakukan pengemasan dan pemberian etiket pada sediaan yang telah siap. Obat yang telah siap akan diantarkan oleh pekarya ke satelit atau unit kerja yang memesan sediaan tersebut.
c. Mencari literatur pembuatan larutan bilas lambung sebelum endoskopi dan menguji formulasi sediaan yang dirancang. Pencarian literatur ini dilakukan untuk merancang formulasi larutan bilas lambung yang sesuai dengan kriteria dan dapat diproduksi di RSCM. Setelah didapatkan formula yang sesuai, dibuat sediaan sesuai dengan formula tersebut. Dilakukan juga evaluasi sediaan agar didapat sediaan yang baik dan dapat dikonsumsi.
d. QC (quality control) pada proses pembuatan hand rub Proses QC dilakukan untuk mengontrol mutu sediaan produk agar sesuai dengan standar dan pengerjaan sesuai Standar Prosedur Operasional (SOP). Mahasiswa ikut melakukan QC pada proses pembuatan hand rub sesuai dengan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
81
prosedur yang terdapat pada formulir QC. Proses pembuatan hand rub yang teramati telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
e. Repacking pembuatan sediaan povidone iodine Proses repacking dilakukan untuk mengemas kembali sediaan menjadi kemasan yang lebih kecil dan ekonomis.
f. Pembuatan sirup omeprazole Sirup omeprazole merupakan sediaan yang waktu kestabilan sediaannya pendek. Selain itu, sediaan sirup ini tidak tersedian di pasaran, sehingga produksi sirup omeprazole ini dapat memenuhi kebutuhan penggunaannya di RSCM. Umumnya, produksi sirup ini tidak banyak dan hanya diproduksi sesuai dengan permintaan pada saat itu agar kestabilan obat tetap terjaga.
g. Pengisian kapsul Pengisian kapsul yang dilakukan adalah pengisian kapsul CaCO3. Sebelum pengerjaan dilakukan, area kerja dan peralatan yang akan digunakan dibersihkan menggunakan alkohol. Proses pengisian kapsul dilakukan dengan menggunakan alat. Setelahnya, kapsul dimasukkan ke dalam wadah dan diberi etiket berisi nama obat, jumlah sediaan, tanggal pembuatan, dan tanggal kedaluwarsa. Selain itu, dilakukan juga uji mutu terhadap kapsul yang diperoleh, antara lain melalui uji visual dan pengujian keseragaman bobot kapsul.
h. Mengemas serbuk KCl dan Kalium Fosfat. Selain diisikan ke dalam kapsul, kedua serbuk tersebut juga dapat langsung dikemas menggunakan kertas perkamen. Dalam proses pengemasan, harus diperhatikan kebersihan tempat, peralatan, dan tangan petugas pengemas. Proses pembagian serbuk dilakukan secara manual dan sesuai perkiraan petugas, sehingga dituntut ketelitian dan ketepatan dalam pelaksanaannya. Setelah pengemasan selesai, sediaan dimasukkan ke dalam plastik dan diberi etiket.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
82
Secara keseluruhan, kegiatan produksi yang dilaksanakan di Sub Instalasi Produksi telah sesuai dengan prosedur dan telah memanfaatkan sumber daya yang ada dengan maksimal. Meskipun demikian, masih ditemui adanya beberapa kendala, seperti kurangnya tenaga AA untuk melakukan proses produksi nonsteril, sehingga beberapa proses pembuatan dibantu pelaksanaannya oleh pekarya di bawah pengawasan AA yang ada. Selain itu, AA yang ada terkadang diperbantukan juga ke lokasi aseptic dispensing lain yang sedang membutuhkan, sehingga AA yang bertugas di CMU 2 semakin berkurang. Proses pengawasan mutu juga belum dapat dilakukan dengan maksimal pada semua proses produksi karena keterbatasan tenaga yang berkompetensi untuk itu. Oleh karena itu, perlu diadakan penambahan AA untuk mengatasi masalah tersebut. Pada proses pengemasan serbuk KCL juga terdapat kendala akibat penggunaan kemasan yang masih konvensional, yaitu dengan kertas perkamen. Sebaiknya, digunakan kertas puyer khusus yang dapat disegel menggunakan mesin press seperti yang telah digunakan di beberapa satelit farmasi lain di RSCM agar pengemasan lebih praktis dan efisien serta menjamin keamanan serbuk dari kemungkinan tercecer saat proses pengemasan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan a. Pelayanan kefarmasian yang dilakukan di rumah sakit mencakup kegiatan manajemen yang terkait pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit dan pelayanan farmasi klinik untuk menjamin bahwa terapi yang diterima oleh pasien tepat dan aman. Pelaksanaan pelayanan kefarmasian tersebut di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo sudah cukup memenuhi persyaratan pelayanan kefarmasian dari Kementerian Kesehatan RI dan standar akreditasi internasional dari Joint Commission International. Akan tetapi, masih ditemui adanya aspek pelayanan yang belum dilakukan secara maksimal karena faktor keterbatasan jumlah SDM dan beberapa fasilitas penunjang. b. Apoteker di rumah sakit berperan sebagai pelaksana pelayanan kefarmasian. Dari segi manajemen, Apoteker bertugas untuk memastikan bahwa perbekalan farmasi yang memenuhi persyaratan untuk penyelenggaraan upaya kesehatan di rumah sakit selalu tersedia. Dari segi klinis, Apoteker bertugas untuk memantau pengobatan pasien serta memberikan informasi yang diperlukan demi tercapainya tujuan pengobatan pasien dengan mengutamakan patient safety. Selain itu, Apoteker juga berperan sebagai seorang manajer yang bertugas melakukan pengelolaan sumber daya manusia (SDM), sarana dan prasarana, serta berkontribusi dalam upaya peningkatan pendapatan rumah sakit.
5.2 Saran Berdasarkan hasil pengamatan selama pelaksanaan PKPA di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, berikut adalah beberapa saran yang dapat diberikan : 5.2.1 Gudang Perbekalan Farmasi Pusat a.
Menerjemahkan MSDS yang masih menggunakan bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia agar memudahkan staf atau pegawai dalam memahami isi dari MSDS tersebut, sehingga penanganan yang dilakukan terhadap bahan tersebut tepat. 83
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
Universitas Indonesia
84
b.
Membuat daftar nama obat-obat yang terdapat di dalam masing-masing lemari pendingin dan menempelkannya pada pintu lemari pendingin yang sesuai. Daftar tersebut juga perlu diperiksa dan diperbaharui secara berkala, sehingga data yang tersedia selalu ter-update sesuai dengan persediaan yang terdapat di dalamnya.
c.
Menempelkan stiker high alert, sitostatika, dan LASA secara lebih teliti.
5.2.2 Satelit Farmasi IGD a.
Mengadakan printer etiket agar dapat mempercepat dan mempermudah petugas dalam melakukan proses dispensing obat.
b.
Membuat daftar yang memuat keterangan untuk obat-obat oral yang perlu diminum sebelum atau sesudah makan sebagai panduan bagi AA dalam melengkapi informasi obat pada etiket. Dengan informasi cara penggunaan obat yang lengkap di etiket, diharapkan dapat mencegah terjadinya kesalahan penggunaan obat oleh pasien.
c.
Diperlukan penambahan jumlah pekarya yang difokuskan untuk bertugas memelihara kebersihan rak penyimpanan perbekalan farmasi di Satelit IGD.
5.2.3 Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A) a.
Sebaiknya informasi obat yang tertera dalam etiket dilengkapi dengan keterangan cara penggunaan obat (sebelum/setelah makan) agar pasien tidak salah dalam penggunaan obat.
b.
Kegiatan PIO aktif dapat dilakukan secara lebih rutin dan tidak hanya ditujukan bagi pasien dan petugas medis RSCM, tetapi juga ditujukan bagi pengunjung RSCM, misalnya melalui pembuatan leaflet yang berisi informasi terkait penyakit HIV yang diberikan saat peringatan hari HIV sedunia.
c.
Dapat dipertimbangkan pengadaan sistem alarm di komputer sebagai pengingat untuk perbekalan farmasi yang hampir kosong sehingga Apoteker atau AA dapat segera membuat defekta perbekalan farmasi tersebut.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
85
5.2.4 Satelit Farmasi ICU a.
Diperlukan pengadaan pengeras suara untuk mempermudah petugas satelit melakukan pemanggilan keluarga pasien untuk pengurusan administrasi.
b.
Diperlukan penambahan fasilitas tangga untuk mempermudah menjangkau lemari penyimpanan yang cukup tinggi di Satelit ICU.
c.
Penggunaan sistem peresepan online untuk memudahkan proses dispensing obat dan meminimalisir terjadinya medication error.
d.
Diperlukan penambahan AA untuk mengoptimalkan kinerja pelayanan kefarmasian di Satelit Farmasi ICU.
5.2.5 Satelit Farmasi Kirana a.
Perlu adanya sosialisasi mengenai aturan minum obat-obatan oral yang terdapat di Satelit Farmasi Kirana kepada petugas satelit sebagai panduan untuk melengkapi keterangan cara minum obat pada etiket yang akan diserahkan kepada pasien.
b.
Penyusunan obat-obat LASA yang memiliki merk dagang sama dengan kekuatan berbeda harus lebih diperhatikan dan turut disesuaikan cara penyusunannya dengan ketentuan penyusunan obat LASA yang berlaku.
c.
Membuat daftar nama produk obat yang tersimpan di dalam lemari pendingin dan lemari penyimpanan dengan pintu tertutup, serta meng-update daftar tersebut secara rutin. Hal tersebut bertujuan mempermudah pencarian barang yang terdapat di depo.
d.
Menerapkan sistem sampling stok untuk dilakukan masing-masing petugas di depo farmasi, baik lantai 1 maupun lantai 3, untuk selalu mengecek kondisi kesesuaian jumlah stok pada kartu stok atau sistem IT dengan jumlah fisik stok di depo.
5.2.6 Satelit Farmasi Pusat a.
Perlu dilakukan sistem penyusunan obat secara bertingkat pada rak penyimpanan di satelit, sehingga kotak obat tidak saling menghalangi satu sama lain.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
86
b.
Perlu penambahan tenaga Apoteker klinis untuk menangani pelaksanaan verifikasi resep dan pemberian informasi obat kepada pasien secara lebih komprehensif.
b.
Penggunaan resep elektronik (EHR) diharapkan dapat segera diaplikasikan di seluruh unit kerja, sehingga dapat membantu mempercepat proses pelayanan resep yang dilakukan pihak Satelit Farmasi Pusat.
5.2.7 Sub Instalasi Produksi a.
Perlu penambahan tenaga AA untuk meningkatkan kinerja kegiatan produksi di semua lokasi Sub Instalasi Produksi di RSCM.
b.
Pada proses repacking serbuk non-steril, sebaiknya disediakan kertas puyer khusus yang dapat disegel menggunakan mesin press untuk lebih meningkatkan efisiensi proses pengerjaannya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
DAFTAR ACUAN Departemen Kesehatan RI. (2008). Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Panitia Farmasi dan Terapi RSCM. (2012). Formularium Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (1996). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009b). Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta. Quick, J.D. [ed]. (1997). Managing Drug Supply: The Selection, Procurement, Distribution, and Use of Pharmaceuticals 2nd ed. Connecticut: Kumarin Press Inc. Siregar, C.J.P. & Amalia. L. (2003). Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Jakarta: EGC.
87
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
Universitas Indonesia
88
Lampiran 1. Struktur organisasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Direktur Utama
Komite Medik, Komite Etik, PPIRS, Kom ite Mutu Direktur Medik dan Keperawatan
Direktur Pengembangan dan Pemasaran
Direktur Keuangan
Direktur SDM dan Pendidikan
Direktur Umum dan Operasional
Departemen
Instalasi promkes
Bagian Anggaran
Bagian Diklat
Bagian Administrasi
Instalasi Farmasi
UPJM
Bagian Perbendaharaan
Bagian SDM
Bagian Aset dan Inventaris
Bagian Hukor
Bagian Teknik Pemeliharaan Sarana dan Prasarana
Instalasi Pendidikan
Instalasi Medik
UPT
Bagian Akuntansi
ULP
Unit Utilitas
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
89
Lampiran 2.
Struktur organisasi Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Kepala Instalasi Farmasi
Kepala Subinstalasi Administrasi dan Keuangan
Kepala Subinstalasi Perbekalan Farmasi
Kepala Subinstalasi Produksi
Kepala Subinstalasi Farmasi Klinis dan Pendidikan Pelatihan Pengembangan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
90
Lampiran 3. Struktur organisasi Sub Instalasi Produksi
Kepala Instalasi Farmasi
Kepala Sub Instalasi Produksi
Penanggung Jawab Produksi Steril dan Non Steril
Pelaksana Produksi Non Steril
Pelaksana Repacking Sediaan Injeksi Serbuk
Penanggung Jawab Aseptik Dispensing
Pelaksana Pencampuran Obat Sitostatika
Pelaksana Pencampuran Obat Suntik
Pelaksana Repacking Sediaan Injeksi Cair
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
91
Lampiran 4. Contoh etiket
Etiket obat oral
Etiket alat kesehatan
Etiket obat luar atau injeksi
Etiket print dari sistem peresepan secara EHR
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
92
Lampiran 5. Contoh klip plastik obat untuk distribusi dengan sistem unit dose
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
93
Lampiran 6. Contoh blanko kartu stok
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
94
Lampiran 7. Formulir pemberian informasi obat untuk pasien pulang
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
95
Lampiran 8. Formulir monitoring pengobatan pasien rawat inap
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
96
Lampiran 9. Formulir medication history taking untuk pasien rawat inap
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
STABILITAS OBAT TERMOLABIL PADA SUHU RUANG DARI DAFTAR KELAS TERAPI 1 – 15 FORMULARIUM RSCM TAHUN 2013
TUGAS KHUSUS PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUPN DR. CIPTO MANGUNKUSUMO
Disusun Oleh
DIAN HERMAWATI, S.Farm. 1206312952
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................. ii DAFTAR TABEL ......................................................................................... iii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. iv BAB 1 1.1 1.2
PENDAHULUAN ....................................................................... 1 Latar Belakang ............................................................................. 1 Tujuan ........................................................................................... 2
BAB 2 2.1 2.2
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 3 Stabilitas Obat .............................................................................. 3 Penyimpanan Obat ....................................................................... 4
BAB 3 3.1 3.2
METODOLOGI PENGKAJIAN .............................................. 6 Waktu dan Tempat ....................................................................... 6 Metode Pengkajian ....................................................................... 6
BAB 4
PEMBAHASAN ......................................................................... 8
BAB 5 5.1 5.2
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 12 Kesimpulan ................................................................................... 12 Saran ............................................................................................. 12
DAFTAR ACUAN ......................................................................................... 14
ii
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL Tabel 3.1. Klasifikasi obat termolabil berdasarkan durasi stabilitasnya di suhu ruang ................................................................................ 7
iii
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Tabel stabilitas obat termolabil pada suhu ruang berdasarkan daftar obat kelas terapi 1 – 15 Formularium RSCM Tahun 2013 ........................................................................................... 16 Lampiran 2. Data obat termolabil berdasarkan hasil klasifikasi durasi stabilitas penyimpanannya di suhu ruang ....................... 21 Lampiran 3. Rancangan isi buku panduan stabilitas obat termolabil pada suhu ruang berdasarkan data dari kelas terapi 1 – 15 Formularium RSCM Tahun 2013 ................................... 23 Lampiran 4. Rancangan indeks untuk pembuatan buku panduan stabilitas obat termolabil ............................................................ 39
iv
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Produk-produk farmasi harus selalu tersimpan pada kondisi yang sesuai dengan kebutuhannya. Suatu produk obat yang disimpan pada kondisi yang tidak sesuai dapat kehilangan potensi atau berkurang efektivitasnya, bahkan dapat menjadi toksik. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya reaksi tidak diharapkan yang berpotensi membahayakan bagi pasien. Berdasarkan data dari U.S Pharmacopeia’s MedMarx, terdapat sekitar 1000 laporan mengenai kesalahan pengobatan terkait penggunaan obat yang perlu penyimpanan pada suhu kulkas. Salah satu kasus melaporkan efek penggunaan vaksin varicella yang tidak disimpan secara tepat pada suhu kulkas, yaitu menyebabkan timbulnya vesikel yang terasa nyeri dan gatal pada kulit pasien (Coleiro, 2012; Parraga, GomezLobon, Runnenberg, Melantuche, Sanchez, Latorre, 2011). Kondisi penyimpanan obat yang ideal menjadi salah satu aspek penting untuk diperhatikan, terutama bagi suatu fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, yang menyediakan berbagai macam produk obat untuk digunakan kepada pasiennya. Hal tersebut mengingat bahwa dampak kerugian yang ditimbulkan dari tidak sesuainya kondisi penyimpanan obat tidak hanya pada segi klinis, melainkan juga pada segi ekonomis bagi pihak rumah sakit. Obat yang mengalami kerusakan tidak lagi dapat digunakan, sehingga harus dikembalikan kepada pihak supplier. Akan tetapi, tidak seluruh supplier dapat menerima pengembalian produk yang telah rusak. Pada kondisi demikian, obat tersebut harus dimusnahkan dan tentunya menjadi kerugian bagi pihak rumah sakit. Oleh karena itu, standar prosedur dan fasilitas yang terdapat di rumah sakit harus dapat memastikan bahwa kondisi suhu penyimpanan untuk produk-produk termolabil tetap terjaga (Parraga, Gomez-Lobon, Runnenberg, Melantuche, Sanchez, Latorre, 2011). Sekalipun pengendalian suhu penyimpanan produk obat termolabil telah dilakukan,
beberapa
mengakibatkan
tidak
kejadian
tidak
terpenuhinya
terduga kondisi
dapat suhu
terjadi
yang
penyimpanan
dapat
tersebut.
Ketidaksesuaian suhu dapat terjadi karena kerusakan kulkas, terputusnya aliran 1
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
Universitas Indonesia
2
listrik, atau kesalahan dalam prosedur transportasi produk termolabil. Apabila terjadi kondisi tersebut, maka pihak pengelola obat atau Apoteker di rumah sakit perlu mengetahui apakah suatu produk termolabil masih stabil dan dapat digunakan setelah terpapar suhu yang tidak sesuai selama periode waktu tertentu. Prediksi stabilitas obat termolabil pada suhu ruang tidak dapat dengan mudah ditentukan hanya berdasarkan sifat fisikokimia obat saja. Informasi tersebut juga seringkali tidak dapat diperoleh secara lengkap melalui label yang terdapat pada produk obat. Salah satu langkah yang paling mungkin dilakukan untuk dapat memperoleh informasi stabilitas obat kulkas pada suhu ruang adalah dengan melakukan survei secara langsung kepada pihak produsen obat (Cohen, Jellinek, Teperikidis, Berkovits, & Goldman, 2007). Mengingat potensi dampak dari kesalahan penyimpanan obat termolabil, maka penyediaan informasi yang memuat data perkiraan kestabilan produk termolabil di rumah sakit menjadi hal yang penting untuk dilakukan. Terutama untuk rumah sakit dengan skala pelayanan yang besar, seperti RSCM. Diharapkan data tersebut dapat menjadi panduan bagi pihak pengelola obat atau Apoteker dalam memperkirakan kelayakan penggunaan suatu produk termolabil bagi pasien. Dengan demikian, RSCM dapat menjamin tersedianya pelayanan farmasi yang mengutamakan keselamatan pasien serta mencegah timbulnya kerugian finansial akibat kerusakan produk obat termolabil.
1.2 Tujuan Pengumpulan data stabilitas obat termolabil ini bertujuan untuk : a.
Membuat data klasifikasi stabilitas obat termolabil pada suhu ruang berdasarkan daftar produk obat termolabil dalam kelas terapi 1 – 15 Formularium RSCM Tahun 2013.
b.
Sebagai acuan dalam pembuatan buku panduan stabilitas obat-obat termolabil di lingkungan RSCM untuk mengantisipasi terjadinya penyimpangan suhu selama penyimpanan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stabilitas Obat Stabilitas adalah kemampuan dari suatu bahan aktif atau produk obat untuk mempertahankan sifat fisika, kimia, mikrobiologis, atau biofarmasi, dalam batas spesifikasinya selama masa penyimpanan bahan atau produk tersebut (ACCSQ-PPWG Meeting, 2005). Dengan kata lain, stabilitas adalah suatu kondisi ketika produk dapat mempertahankan sifatnya dalam batas spesifikasi yang telah ditentukan, sehingga sifat dan karakteristik produk tersebut selama periode penyimpanan dan penggunaannya tetap sama dengan sifat dan karakteristiknya pada saat pengemasan (Bajaj, Singla, & Sakhuja, 2012). Stabilitas merupakan faktor penting untuk menjamin kualitas, keamanan, dan efikasi suatu produk obat. Suatu produk obat yang tidak terpenuhi kondisi kestabilannya dapat menghasilkan perubahan pada sifat fisika (seperti kekerasan, laju disolusi, pemisahan fase, dan sebagainya) atau sifat kimia (berupa terbentuknya hasil dekomposisi bahan yang berisiko tinggi) dari produk tersebut. Ketidakstabilan mikrobiologis pada produk obat steril juga dapat menimbulkan efek yang berbahaya (ACCSQ-PPWG Meeting, 2005). Kegagalan untuk memenuhi persyaratan penyimpanan produk farmasi juga dapat menyebabkan perubahan pada produk tersebut, sehingga menjadi produk yang subpoten dan dapat berujung pada terjadinya kegagalan terapi. Banyak produk obat yang harus dibuang setiap tahunnya sebagai akibat dari kondisi penyimpanan yang tidak sesuai. Hal tersebut mengakibatkan kerugian uang dalam jumlah yang banyak. Kondisi penyimpanan yang tidak sesuai dapat terjadi karena berbagai alasan, di antaranya proses transportasi produk yang tidak sesuai, penyimpanan yang tidak sesuai selama penyimpanan atau penggunaan, dan terjadinya gangguan arus listrik. Ketika produk obat berada pada kondisi penyimpanan yang tidak sesuai dengan spesifikasi dari produsen, perlu dilakukan tindakan penanganan yang tepat. Tindakan tersebut tergantung pada tipe produk, nomor batch dan tanggal kedaluwarsa, serta lama waktu terpapar pada suhu di luar rentang suhu yang seharusnya. Beberapa produk obat dapat tetap bertahan 3
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
Universitas Indonesia
4
untuk digunakan lagi, sementara beberapa produk lainnya harus dibuang setelah terjadi kondisi tersebut (Therapeutic Research Center, 2008).
2.2 Penyimpanan Obat Penyimpanan merupakan suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Tujuan dari kegiatan penyimpanan antara lain (Departemen Kesehatan RI, 2008) : a.
Memelihara mutu sediaan farmasi,
b.
Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab,
c.
Menjaga ketersediaan, dan
d.
Memudahkan pencarian dan pengawasan. Penyimpanan merupakan suatu aspek penting dari sistem pengendalian
obat secara menyeluruh. Pengendalian lingkungan yang tepat, meliputi suhu, cahaya, kelembapan, kondisi sanitasi, ventilasi, dan pemisahan, harus dipelihara apabila obat-obatan disimpan di rumah sakit. Daerah penyimpanan harus aman, perlengkapan dan peralatan yang digunakan untuk penyimpanan harus tersedia lengkap. Pengaturan penyimpanan dibuat sedemikian rupa agar obat-obatan dapat diakses dengan mudah oleh personel yang berwenang (Siregar & Amalia, 2003). Menurut persyaratan yang ditetapkan, pengaturan perbekalan farmasi dilakukan dengan memperhatikan hal-hal berikut (Departemen Kesehatan RI, 2004) : a.
Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya,
b.
Dibedakan menurut suhu dan kestabilannya,
c.
Mudah atau tidaknya meledak atau terbakar, dan
d.
Tahan atau tidaknya terhadap cahaya.
Selain itu, metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi atau menurut alfabetis, dengan menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO) dan disertai sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan (Departemen Kesehatan RI, 2008). Beberapa ketentuan yang berlaku terkait penyimpanan obat adalah sebagai berikut (Departemen Kesehatan RI, 1979) : Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
5
a.
Obat yang mudah menguap atau terurai harus disimpan dalam wadah tertutup rapat.
b.
Obat yang mudah lembap harus disimpan dalam wadah tertutup rapat berisi kapur tohor.
c.
Obat yang dapat menyerap karbondioksida harus disimpan dalam wadah dengan pertolongan kapur tohor atau zat lain yang cocok.
d.
Obat yang disimpan terlindung dari cahaya berarti harus disimpan dalam wadah inaktinik, sedangkan obat yang disimpan sangat terlindung dari cahaya berarti harus disimpan terlindung dari cahaya dan wadah tersebut masih harus dibungkus dengan kertas hitam atau kertas lain yang tidak tembus cahaya.
e.
Obat yang bersifat termolabil atau mudah rusak apabila terpapar panas, disimpan sesuai dengan suhu yang tertera pada kemasan sediaan. Penyimpanan untuk produk obat termolabil harus disesuaikan dengan suhu
yang tertera pada kemasan sediaan, yaitu sebagai berikut (Departemen Kesehatan RI, 1995) : a.
Suhu kamar berarti disimpan pada suhu 15o – 30o C.
b.
Suhu sejuk berarti disimpan pada suhu 8o – 15o C.
c.
Suhu dingin berarti disimpan pada suhu 2o – 8o C.
d.
Suhu lewat dingin atau beku berarti disimpan pada suhu -20o - -10o C. Sementara itu, berdasarkan U.S. Pharmacopeia 32 – NF 27, kriteria suhu
penyimpanan obat adalah sebagai berikut : a.
Suhu kamar adalah suhu ruangan yang terkontrol antara 20° – 25° C, namun selama transportasi, suhu obat dapat berada antara 15° – 30° C.
b.
Suhu sejuk adalah suhu antara 8° – 15° C.
c.
Suhu kulkas adalah suhu antara 2° – 8° C.
d.
Suhu freezer adalah suhu antara -25° – -10° C. Tanggal kedaluwarsa dari obat yang tidak stabil harus diperhatikan. Suatu
metode untuk mendeteksi dan penempatan yang sesuai untuk obat yang kedaluwarsa, rusak, atau ditarik kembali juga harus tersedia (Siregar & Amalia, 2003).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN
3.1 Waktu dan Tempat Pengumpulan dan pengkajian data stabilitas obat termolabil dilakukan sejak bulan April hingga Juni 2013 dan bertempat di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
3.2 Metode Pengkajian Metode yang digunakan untuk melakukan pengkajian tugas khusus ini adalah dengan melalui tahapan-tahapan kerja sebagai berikut : a.
Pengelompokan data obat Penulis memperoleh data obat-obat yang terdapat pada Formularium
RSCM Tahun 2013. Dari keseluruhan formularium, diambil nama obat-obatan yang berasal dari kelas terapi 1 – 15 untuk pencarian data lebih lanjut. Selanjutnya, dilakukan pencarian data suhu penyimpanan untuk produk obat dari kelas terapi tersebut. Data diperoleh dengan cara melakukan studi literatur melalui media internet, buku monograf produk, serta pengecekan langsung keterangan yang terdapat pada kemasan atau brosur obat yang terdapat di gudang atau satelit farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Setelah seluruh data tersebut terkumpul, dilakukan pengelompokan terhadap produk obat-obat termolabil untuk pencarian data kestabilannya pada suhu ruang. Produk obat termolabil yang dimaksud adalah produk-produk yang memerlukan penyimpanan pada suhu kulkas, yaitu suhu antara 2o – 8o C.
b.
Pengumpulan data stabilitas obat termolabil Pengumpulan data dilakukan dengan mencari informasi terkait periode
penyimpanan maksimal produk obat termolabil pada suhu ruang. Suhu ruang yang dimaksud di sini adalah suhu antara 20o – 25o C dengan toleransi penyimpangan suhu yang ditolerir antara 15o – 30o C (USP Convention, 2008). Data diperoleh melalui studi literatur dari data monografi produk, informasi pada kemasan atau brosur sediaan obat, serta jurnal ilmiah. Produk-produk obat yang data stabilitasnya sulit ditemukan dari literatur, kemudian dikelompokkan kembali 6
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
Universitas Indonesia
7
berdasarkan nama produsen. Pihak produsen produk-produk tersebut dihubungi untuk menanyakan secara langsung mengenai stabilitas produk ketika disimpan pada suhu ruang. Data stabilitas produk yang digunakan adalah data yang disertai dengan informasi tertulis dari pihak produsen, sehingga dapat menjamin keakuratan data tersebut.
c.
Pengelompokan obat termolabil berdasarkan data stabilitas yang diperoleh Berdasarkan data stabilitas obat termolabil pada suhu ruang yang
diperoleh, dilakukan pengelompokan produk berdasarkan periode stabilitasnya. Pengelompokan dilakukan berdasarkan klasifikasi berikut :
Tabel 3.1.
Klasifikasi obat termolabil berdasarkan durasi stabilitasnya di suhu ruang
Klasifikasi
Stabilitas
A
Stabil ≥ 28 hari pada suhu 25° C
B
Stabil ≥ 7 hari dan < 28 hari pada suhu 25° C
C
Stabil ≥48 jam dan < 7 hari pada suhu 25° C
D
Stabil <48 jam pada suhu 25° C
E
Tidak stabil di luar kulkas (>8° C)
F
Stabilitas tergantung pada batch masing-masing produk obat
[Sumber: Parraga, Gomez-Lobon, Runnenberg, Melantuche, Sanchez, & Latorre, 2011]
Setelah data stabilitas masing-masing produk termolabil ditemukan dan diklasifikasikan sesuai klasifikasi di atas, kemudian data tersebut disusun ke dalam format rancangan isi buku panduan stabilitas obat termolabil di suhu ruang sesuai daftar Formularium RSCM Tahun 2013.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
BAB 4 PEMBAHASAN
Produk obat yang terdapat di dalam Formularium RSCM Tahun 2013 diketahui berjumlah 1716 produk. Berdasarkan pengelompokan obat dari kelas terapi 1 – 15 dalam daftar Formularium RSCM Tahun 2013, diperoleh 6 kelas terapi dengan 31 nama generik obat yang termasuk ke dalam kategori obat-obat termolabil. Dari 31 nama generik tersebut, terdapat 50 nama produk obat, atau sebanyak 2,91% dari seluruh jumlah produk obat di dalam Formularium, yang merupakan obat termolabil dan memerlukan penyimpanan pada suhu kulkas (2o – 8o C). Data stabilitas produk obat termolabil tersebut belum seluruhnya berhasil diperoleh. Tercatat sebanyak 30 nama produk obat (1,75%) telah diperoleh data stabilitasnya pada suhu ruang. Setelah dilakukan pengumpulan data mengenai durasi stabilitas produkproduk obat termolabil pada suhu ruang, dilakukan pengelompokan berdasarkan klasifikasi obat termolabil yang telah disebutkan pada bab sebelumnya. Hasil klasifikasi yang diperoleh, antara lain terdapat produk dengan kategori A sebanyak 9 produk (0,52%), kategori B sebanyak 8 produk (0,47%), kategori C sebanyak 5 produk (0,29%), kategori D sebanyak 6 produk (0,35%), dan kategori F sebanyak 2 produk (0,12%). Secara lebih lengkap, data stabilitas produk obat termolabil berdasarkan kelas terapi Formularium RSCM Tahun 2013 dan berdasarkan klasifikasi durasi stabilitasnya dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Salah satu data stabilitas produk, yaitu Taxotere® injeksi, hanya menyatakan bahwa obat tersebut stabil pada suhu 2o – 25o C, namun tidak ditemukan penjelasan terkait durasi ketahanan obat tersebut pada suhu ruang. Meskipun demikian, produk tersebut dapat disimpan maksimal pada suhu 25o C dan selama memenuhi kriteria tersebut, maka produk obat tetap stabil hingga masa kedaluwarsa yang tertera pada kemasan produk. Oleh karena itu, Taxotere® injeksi dikelompokkan ke dalam kategori A. Dengan adanya klasifikasi produk berdasarkan durasi stabilitasnya, kelayakan suatu produk obat termolabil untuk digunakan setelah terpapar pada suhu ruang dapat diprediksi karena durasi stabilitas untuk masing-masing kategori 8
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
Universitas Indonesia
9
telah didefinisikan dengan jelas. Selain itu, klasifikasi tersebut dapat mempermudah pihak pengelola obat atau Apoteker di rumah sakit dalam menangani produk secara tepat jika terjadi penyimpangan suhu penyimpanan. Tindakan penanganan untuk produk obat termolabil dari masing-masing kategori berbeda, yaitu sebagai berikut (Parraga, Gomez-Lobon, Runnenberg, Melantuche, Sanchez, & Latorre, 2011) : a.
Produk obat dengan kategori A, B, dan C dapat diawasi dengan menempelkan label yang memuat informasi mengenai durasi produk tersebut berada pada suhu ruang dan hari terjadinya penyimpangan suhu penyimpanan tersebut. Selama belum melewati durasi stabilitas yang ditetapkan oleh pihak produsen, maka produk tersebut dapat tetap digunakan.
b.
Produk obat dengan kategori D dapat tetap digunakan setelah terjadi satu kali penyimpangan suhu penyimpanan, selama durasi penyimpangan yang terjadi tidak melebihi batas maksimal waktu penyimpanan di suhu ruang yang telah ditetapkan oleh produsen. Apabila telah melewati batas maksimal, maka produk tersebut harus dibuang atau dikembalikan kepada distributor.
c.
Produk dengan kategori E tidak dapat lagi digunakan setelah terpapar pada suhu ruang karena tidak stabil pada suhu di atas 8o C. Oleh karena itu, apabila telah terjadi penyimpangan suhu penyimpanan, produk dengan kategori E tidak dapat diberikan kepada pasien dan harus dibuang atau dikembalikan kepada pihak distributor.
d.
Produk dengan kategori F merupakan produk yang stabilitasnya tergantung pada batch masing-masing produk. Oleh karena itu, apabila terjadi penyimpangan suhu penyimpanan, sebaiknya dikonsultasikan terlebih dahulu dengan pihak laboratorium dari produsen produk tersebut untuk memperoleh informasi yang tepat mengenai durasi stabilitasnya pada suhu ruang. Data stabilitas produk obat termolabil yang diperoleh penulis masih
terbatas hanya pada seberapa lama produk tersebut dapat bertahan pada suhu ruang. Sebagian besar sumber informasi yang ada tidak menyatakan apakah produk tersebut dapat disimpan kembali ke dalam kulkas setelah terjadi satu kali kondisi penyimpangan suhu. Akan tetapi, untuk beberapa produk, seperti IntronA® dan Kogenate-FS®, pihak produsen keduanya telah menyatakan dengan jelas Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
10
pada monograf produk bahwa kedua produk tersebut tidak dapat dimasukkan kembali ke dalam kulkas setelah dikeluarkan dan tersimpan pada suhu ruang. Kekurangan lain dari penyusunan tugas ini, yaitu karena belum diperolehnya informasi yang cukup jelas mengenai tindakan penanganan yang harus dilakukan apabila terjadi kondisi penyimpangan suhu yang kedua kalinya pada produk-produk termolabil tersebut. Untuk memperkirakan kestabilan produk dengan kategori A, B, C, dan D, sebaiknya durasi paparan pada suhu ruang dihitung secara kumulatif apabila terjadi pengulangan kondisi penyimpangan suhu penyimpanan. Hal ini ditujukan demi menjamin keamanan penggunaan produk obat tersebut bagi pasien. Data stabilitas pada suhu ruang untuk beberapa produk obat termolabil dari kelas terapi 1 – 15 Formularium RSCM Tahun 2013 masih belum diperoleh. Hal tersebut disebabkan oleh adanya kesulitan dalam proses pengumpulan data stabilitas yang diperlukan. Salah satu masalah yang ditemui dalam pencarian data stabilitas ini adalah adanya nama dagang produk obat yang sulit ditemui melalui pencarian literatur. Kedua produk tersebut adalah Hepamun® dan rHuEPO®. Di samping itu, stok kedua produk tersebut ternyata juga tidak tersedia di Gudang Perbekalan Farmasi Pusat RSCM, sehingga informasi terkait produk tersebut belum dapat diketahui oleh penulis. Akan tetapi, data stabilitas rHuEPO injeksi secara umum pada suhu ruang telah ditemukan melalui katalog produk berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan oleh suatu laboratorium. Beberapa kesulitan lainnya yang dihadapi selama proses pengumpulan data adalah sebagai berikut : a.
Beberapa produsen produk termolabil tidak mencantumkan data durasi stabilitas produknya di suhu ruang pada kemasan atau brosur produk. Di samping itu, beberapa produk yang berbeda dapat memiliki stabilitas penyimpanan yang berbeda meskipun memiliki komposisi zat aktif yang sama. Oleh karena itu, pencarian data harus dilakukan secara spesifik untuk produk tersebut dan data tersebut seringkali tidak mudah diperoleh melalui literatur dari media internet ataupun jurnal ilmiah.
b.
Untuk produk yang data stabilitasnya tidak dapat diperoleh dengan mudah melalui penelusuran literatur, maka alternatifnya adalah dengan menanyakan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
11
informasi tersebut secara langsung kepada pihak produsen obat. Data kontak pihak produsen dapat diperoleh dari petugas gudang di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Dengan data kontak tersebut, pihak produsen dapat dihubungi via telepon untuk dimintai informasi mengenai stabilitas produknya pada suhu ruang. Akan tetapi, data stabilitas produk yang diperoleh seringkali hanya dapat diperoleh melalui komunikasi lisan via telepon, tanpa disertai pemberian data tertulis dari pihak produsen. Keakuratan data tersebut tidak dapat dipastikan karena tidak dapat diketahui apakah data yang diinformasikan sesuai dengan data hasil uji stabilitas yang dilakukan pihak produsen atau tidak. Data stabilitas produk obat termasuk data yang bersifat confidential atau rahasia, sehingga tidak dapat begitu saja disebarkan kepada pihak luar. c.
Diperlukan waktu yang cukup lama untuk menunggu respons pihak produsen terkait permohonan data stabilitas produk yang dimilikinya. Karena faktor keterbatasan waktu pengumpulan data oleh penulis, maka masih terdapat beberapa data yang belum sempat di-follow up lebih lanjut kepada pihak produsen. Data stabilitas yang telah diperoleh ini nantinya akan digunakan sebagai
acuan bagi pihak RSCM untuk membuat suatu buku panduan mengenai stabilitas produk obat termolabil pada suhu ruang. Dengan adanya data ini, diharapkan dapat mempermudah pihak RSCM dalam melakukan penelusuran informasi mengenai tindakan penanganan yang harus dilakukan ketika dihadapkan pada kondisi terjadinya ketidaksesuaian suhu penyimpanan produk obat termolabil. Rancangan isi buku panduan stabilitas untuk produk termolabil dari kelas terapi 1 – 15 Formularium RSCM Tahun 2013 pada suhu ruang dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan a.
Berdasarkan data produk obat dari kelas terapi 1 – 15 Formularium RSCM Tahun 2013, terdapat 50 produk, atau sebanyak 2,91% dari keseluruhan produk obat di dalam Formularium RSCM Tahun 2013, yang merupakan produk termolabil. Produk obat termolabil tersebut diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori berdasarkan durasi stabilitasnya pada suhu ruang, yaitu sebagai berikut : 1) Produk dengan kategori A : 9 produk
(0,52%)
2) Produk dengan kategori B : 8 produk
(0,47%)
3) Produk dengan kategori C : 5 produk
(0,29%)
4) Produk dengan kategori D : 6 produk
(0,35%)
5) Produk dengan kategori E : -
(0%)
6) Produk dengan kategori F : 2 produk
(0,12%)
Produk yang belum diketahui data stabilitasnya pada suhu ruang adalah sebanyak 20 produk (1,16%). b.
Berdasarkan data stabilitas yang telah diperoleh, dibuat rancangan untuk isi buku panduan stabilitas obat termolabil untuk obat termolabil dari kelas terapi 1 – 15 Formularium RSCM Tahun 2013. Rancangan isi buku panduan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4.
5.2 Saran a.
Data stabilitas ini ditujukan untuk dapat menjamin dan mempertahankan mutu produk obat termolabil pada kondisi terjadinya penyimpangan pada suhu penyimpanannya secara tidak terduga. Informasi lebih detail terkait penanganan yang tepat terhadap produk tersebut setelah terjadi paparan pada suhu ruang tetap perlu dikonsultasikan kembali kepada pihak produsen agar keamanan penggunaan produk obat termolabil tersebut dapat terjamin.
b.
Perlu dilakukan kerja sama dengan pihak produsen obat untuk dapat memperoleh data stabilitas produk sesuai dengan kebutuhan pihak RSCM. 12
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
Universitas Indonesia
13
c.
Data
stabilitas
produk
termolabil
ini
sebaiknya
diperbanyak
dan
didistribusikan ke semua unit yang menyelenggarakan penyimpanan produk obat termolabil, sehingga dapat dijadikan panduan bagi Apoteker dan petugas farmasi lainnya dalam melakukan penanganan saat terjadi penyimpangan suhu penyimpanan obat di unit tersebut. d.
Data ini perlu diperbaharui secara berkala dan disesuaikan dengan daftar obat dari Formularium RSCM terbaru, sehingga data yang tersaji selalu up-to-date dan sesuai dengan perkembangan kebutuhan informasi obat di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
DAFTAR ACUAN
ACCSQ-PPWG Meeting. (2005). ASEAN Guideline on Stability Study of Drug Product, pp. 1 & 34. Phillipines: 9th ACCSQ-PPWG Meeting. Amgen Canada Inc. (2013). Neupogen®, Product Monograph. Mei 25, 2013. Ontario: Amgen Canada Inc. http://www.amgen.ca/Neupogen_PM.pdf. Bajaj, S., Singla, D., & Sakhuja, N. (2012). Stability Testing of Pharmaceutical Products. Journal of Applied Pharmaceutical Science, 02 (03), hal. 129. Bayer Healthcare Pharmaceuticals. (2010). Kogenate® FS, Antihempohilic Factor (Recombinant), for Hemophilia A Now Easier for People to Store at Home or Onn The Go. Mei 25, 2013. http://www.pharma.bayer.com/scripts/pages/en/news_room/news_room/ne ws_room111.php. Cohen, V., Jellinek, S.P., Teperikidis, L., Berkovits, E., & Goldman, W. M. (2007). Room-Temperature Storage of Medications Labeled for Refrigeration. Am J Health–Syst Pharm, Vol. 64, Aug 15, 1711-1715. Coleiro, D. (2012). Storage of Medicines and Medical Devices. Malta: Department of Pharmacy, Faculty of Medicine and Surgery, University of Malta. Departemen Kesehatan RI. (1979). Ketentuan Umum Penyimpanan. Dalam Farmakope Indonesia Edisi Ketiga, hal. XXXII-XXXIV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Departemen Kesehatan RI. (1995). Suhu Penyimpanan. Dalam Farmakope Indonesia Edisi Keempat, hal. 1i. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Departemen Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, hal. 34. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Departemen Kesehatan RI. (2008). Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit, hal. 20. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Genaxxon Bioscience GmbH. (2011). rHuEPO-alpha, recombinant Human Erythropoietin Alpha. Juni 7, 2013. http://www.genaxxon.com/docs/pdf/c6001_rhuepo_a_descr.pdf. Janssen-Cilag Ltd. (2012). Eprex® Intravenous & Subcutaneous Injection, Product Information. Mei 25, 2013. New Zealand: Janssen-Cilag Ltd. http://www.janssen.com.au/files/Products/Eprex_PI.pdf. Kalbe.
(n.d.). Hemapo. Mei 8, 2013. http://www.kalbe.co.id/ProductsandServices/Prescription/ProductAZ/tabid /816/ID/2061/HEMAPO.aspx. 14
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
Universitas Indonesia
15
Merck Canada Inc. (2011). Intron A, Product Monograph. Mei 8, 2013. Quebec: Merck Canada Inc. http://www.merck.ca/assets/en/pdf/products/Intron_APM_E.pdf. Parraga, L.P., Gomez-Lobon, A., Runnenberg, I. G., Melantuche, R.S., Sanchez, O.D., Latorre, F.P. (2011). Thermolabile Drugs. Operating Procedure in The Event of Cold Chain Failure. Farmacia Hospitalaria, article in press. Pfizer. (2012). Enbrel, Consumer Medicine Information. New Zealand: Pfizer. http://www.medsafe.govt.nz/consumers/cmi/e/enbrel.pdf, Mei 8, 2013. Roche.
Epoetin Beta. Mei 8, (2007). Recormon®, http://www.roche.com.pk/fmfiles/re7259003/PI/Recormon-PI.pdf.
2013.
Sanofi-Aventis Canada Inc. (2012). Taxotere, Product Monograph. Mei 8, 2013. Quebec: Sanofi-Aventis Canada Inc. http://products.sanofi.ca/en/taxotere.pdf. Sanquin. (2003). Summary of Product Characteristics. Juni 7, 2013. Amsterdam: Sanquin. http://www.sanquin.nl/repository/documenten/en/prod-endienst/plasmaproducten/Aafact/Summary_of_product_characteristics.pdf. Shanghai Genomics Inc. (n.d.). Recombinant Human Erythropoietin, rHuEPO. Juni 7, 2013. China: Shanghai Genomics Inc. http://www.shanghaigenomics.com/genomicsweb/download/rHuEPO.pdf. Siregar, C.J.P. & Amalia, L. (2003). Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan, (hal. 145). Jakarta: EGC. Therapeutic Research Center. (2008). Stability of Refrigerated and Frozen Drugs. Pharmacist’s Letter/Prescriber’s Letter, Vol. 24, Number 241001, hal. 115. United States Pharmacopeial Convention. (2008). USP 32 – NF 27. United States. U.S. National Library of Medicine. (2012). Koate-DVI (Antihemophilic Factor (Human)) Kit. Juni 7, 2013. http://dailymed.nlm.nih.gov/dailymed/lookup.cfm?setid=2f77d685-e382b2e7-2414-0d3a3448688a.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
LAMPIRAN
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
Lampiran 1. Tabel stabilitas obat termolabil pada suhu ruang berdasarkan daftar obat kelas terapi 1 – 15 Formularium RSCM Tahun 2013
No
Nama generik
Nama dagang
1
Ibuprofen
Proris®
Kelas Terapi 1 Analgesik, Antipiretik, Antirematik, Antipirai Bentuk Kondisi Stabilitas di suhu ruang Kekuatan sediaan penyimpanan (20o-25o C) Analgesik Non-Narkotik Suppositoria
125 mg
2° - 8° C
Referensi
Klasifikasi
Hubungi pihak produsen
Produsen
Pharos
Antirematik, Antipirai 2
No
Etarnecept
Nama generik
Enbrel®
Nama dagang
Injeksi
Kalsium Folinat
Leucovorin DBL® Folcasin®
2° - 8° C
Hingga 4 minggu (suhu <25° C)
Kelas Terapi 4 Antidot dan Obat Lain untuk Keracunan Bentuk Kondisi Stabilitas di suhu ruang Kekuatan sediaan penyimpanan (20o-25o C) Khusus
Rescuvolin® 1
50 mg/ml
Injeksi
No
Nama generik
Nama dagang
Bentuk sediaan
1
Metronidazol + Nistatin
Fladystin®
Ovula
2
Hepatitis B Imunoglobulin
A
Pfizer
Referensi
Klasifikasi
Produsen Combiphar/ Pharmachemie Tempo Scan Pacific Actavis
Hubungi pihak produsen
50mg/ampul, 50 mg/5 ml, 30 mg/10 ml (Folcasin)
2°-80 C
Hubungi pihak produsen Hubungi pihak produsen
Kelas Terapi 6 Antimikroba Kondisi Kekuatan penyimpanan Antifungi 500 mg + 100.000 IU
Brosur informasi produk
2° - 8° C
Stabilitas di suhu ruang (20o-25o C)
Referensi
Klasifikasi
Produsen
Hubungi pihak produsen
Dexa Medica
Hubungi pihak produsen
-
Antivirus Hepamun®
Injeksi
2° - 8° C
16
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
(lanjutan) Intron A 3
Human Alfa Interferon
®
Pen injeksi Kalferon®
18 MIU/1 ml, 30 MIU/1,2 ml, 3 MIU/ml
2° - 8° C
®
Alfanative 4 5
Interferon Alfa 2a Pegylated Interferon Alfa 2a Pegylated
4 minggu. Sekali dikeluarkan dari kulkas, jangan dimasukkan kembali. Hubungi pihak produsen
A
Pegasys®
135 mcg, 180 mcg
2° - 8° C
6 hari
Roferon A®
Injeksi
3 MIU, 4,5 MIU
2° - 8° C
6 hari
PegIntron®
Pen injeksi
50 mcg, 80 mcg, 100 mcg, 120 mcg
2° - 8° C
18 bulan (suhu <25° C)
6
Interferon Alfa 2b Pegylated
No
Nama generik
1
Asparaginase
Leunase®
Larutan
10.000 IU/vial
2° - 8° C
48 jam (suhu 22° - 25° C)
2
Bevacizumab
Avastin®
Vial
25 mg/ml vial 4 ml, 16 ml
2° - 8° C
9 jam (suhu 30° C)
Kelas Terapi 8 Antineoplastik, Imunosupresan, dan Obat untuk Terapi Paliatif Bentuk Kondisi Stabilitas di suhu ruang Nama dagang Kekuatan sediaan penyimpanan (20o-25o C) Antineoplastik
3
Busulfan
Busulfex
Injeksi
60 mg/vial
2° - 8° C
Catat nomor batch, kedaluwarsa, suhu, waktu paparan suhu ruang, dan hubungi pihak laboratorium
4
Doksorubisin
Doxorubin RTUS®
Injeksi
10 mg/5 ml vial, 50 mg/25 ml vial
2° - 8° C
Hubungi pihak produsen
Merck & Co., Inc. Kalbe Farma
Hubungi pihak produsen Injeksi; prefilled syringe
®
Monograf produk
Fahrenheit Cohen, et al., 2007 Cohen, et al., 2007
C
Roche
C
Roche
Parraga, et al., 2011
A
Merck ScheringPlough
Referensi
Klasifikasi
Produsen
C
Kyowa Hakko Kirin
C
Roche
F
Otsuka Pharma
Parraga, et al., 2011 Parraga, et al., 2011 Parraga, et al., 2011
Combiphar
17
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
(lanjutan) Doxorubicin® Kalbe
Hubungi pihak produsen
Taxotere® 5
Docetaxel
Docetere Brexel®
Farmorubicin 6
Injeksi
®
20 mg/0,5 ml, 80 mg/2 ml
2° - 8° C
®
Epirubicin HCl
Injeksi
10 mg/5 ml, 50 mg/25 ml
2° - 8° C
Tahan pada suhu penyimpanan 2° - 25° C Hubungi pihak produsen Hubungi pihak produsen Catat nomor batch, kedaluwarsa, suhu, waktu paparan suhu ruang, dan hubungi pihak laboratorium
A
Aventis Ferron Kalbe Farma
Parraga, et al., 2011
F
Pfizer
Hubungi pihak produsen
Actavis
Epirubicin® Kalbe
Hubungi pihak produsen
Kalbe Farma Glaxo Smith Kline
Melfalan
Alkeran®
Tablet
2 mg, 5 mg
2° - 8° C
7 hari
8
Rituximab
Mabthera®
Injeksi
100 mg/10 ml, 500 mg/50 ml
2° - 8° C
18 hari (suhu <30° C)
9
Cetuximab
Erbitux®
Injeksi
5 mg/20 ml
2° - 8° C
20 jam
10
Trastuzumab
Herceptin®
Injeksi
440 mg/20 ml
2-8oC
1 bulan (suhu 25° C)
11
Vinblastin Sulfat
10 mg/10 ml
2-8oC, terlindung dari cahaya
Vinkristin Sulfat
Monograf produk
Episindan®
7
12
Kalbe Farma
VinBLAStine DBL® VinBLAStine RTUS® VinCRIStine® Kalbe VinCRIStine RTUS® VinCRIStine DBL®
Injeksi
14 hari (suhu 25° C)
Cohen, et al.,2007 Parraga, et al., 2010. Parraga et al., 2011 Coleiro, D. (n.d.) Parraga, et al., 2011
B B
Roche
D
Merck Serono
A
Roche
B
Tempo Scan Pacific Combiphar Kalbe Farma
Injeksi
1 mg/1 ml, 2 mg/2 ml
2-8oC, terlindung dari cahaya
24 jam (suhu 25° C)
Parraga, et al., 2011
D
Combiphar Tempo Scan Pacifif
18
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
(lanjutan) 13
Vinorelbin
Navelbine®
Parraga, et al., 2011
A
Kelas Terapi 10 Obat yang Mempengaruhi Darah Bentuk Stabilitas di suhu ruang Kekuatan Kondisi penyimpanan sediaan (20o-25o C) Hemostatik
Referensi
Klasifikasi
Produsen
Brosur informasi produk
B
Novartis
Injeksi
10 mg/ml, 50 mg/5 ml
2-8oC
1 bulan (suhu 25° C)
No
Nama generik
Nama dagang
1
Octreotid
Sandostatin®
Injeksi
0,1 mg/ml
2° - 8° C; Jika akan digunakan, didiamkan dulu pada suhu ruang
14 hari (suhu 20° - 30° C); terlindung dari cahaya
2
Somatostatin
SomatostatinUCB®
Injeksi
250 mcg, 3.000 mcg
Vial 250 mcg: 2° - 8° C; vial 3 mg: 15° - 25° C;
Hubungi pihak produsen
Transfarma Medica Indah
UCB Pharma
Hematopoietik 3
Eritropoietin alfa
Eprex®
Pre-filled syringe, vial
Syringe 2000 UI, 4000 UI
2° - 8° C
Epotrex NP®
4
Eritropoietin beta
5
Filgrastim (GCSF)
Recormon®
Leucogen
®
Brosur informasi produk
B
Hubungi pihak produsen
Injeksi
2.000 IU, 5.000 IU, 10.000 IU/0.6 ml, 30.000 IU/0.6 ml
Injeksi
30 MU/ml, 300 mcg/ml
2° - 8° C
Neupogen® Leukokine®
7 hari (bentuk prefilled syringe)
2° - 8° C
(Pada suhu ≤ 25° C) sediaan pre-filled syringe : tahan selama 3 hari; sediaan serbuk injeksi : tahan selama 5 hari 24 jam, hindari sinar matahari langsung Hubungi pihak produsen Hubungi pihak produsen
Johnson & Johnson Novell Pharma
Monograf produk
C
Roche
Monograf produk
D
Roche Novell Pharma
Kalbe Farma 19
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
(lanjutan) rHuEPO® 6
No
1
2
Rekombinan Human Eritropoetin
Nama generik Rekombinan Faktor VIIa Faktor pembekuan darah II, VII, IX, X (konsentrat)
Injeksi Hemapo
3.000 IU, 10.000 IU
NovoSeven®
Katalog produk
B
-
2 minggu (suhu 25° C ± 2° C)
Informasi produk dari website produsen
B
Kalbe Farma
Referensi
Klasifikasi
Produsen
Parraga, et al., 2011
D
Novo Nordisk
2° - 8° C
®
Nama dagang
Cairan: stabil pada suhu ruang. Serbuk liofilisasi: 3 minggu.
Kelas Terapi 11 Produk Darah dan Pengganti Plasma Bentuk Kondisi Stabilitas di suhu ruang Kekuatan sediaan penyimpanan (20o-25o C) Fraksi Plasma untuk Pemakaian Khusus Injeksi
1,2 mg setara 50.000 unit
2° - 8° C
Injeksi
500 IU/vial, 100 IU/vial, 250 iu/ml
2° - 8° C
Cofact® Nonafact®
Pada suhu 25° C dapat bertahan selama 24 jam Hubungi pihak produsen
Graha Farma
Hubungi pihak produsen
Graha Farma
6 bulan
Informasi produk
A
Dipa Pharmalab Intersains
12 bulan (1 tahun). Sekali dikeluarkan dari kulkas, tidak dapat dimasukkan kembali
Informasi produk dari website produsen
A
Bayer Healthcare
2 bulan (suhu 15° - 25° C)
Monograf produk
A
Graha Farma
Koate®-DVI
3
Faktor pembekuan darah VIII (konsentrat)
®
Kogenate FS
Aafact®
Injeksi
250 IU,500 IU
2° - 8° C
20
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
21
Lampiran 2.
Data obat termolabil berdasarkan hasil klasifikasi durasi stabilitas penyimpanannya di suhu ruang
Klasifikasi
A Stabil ≥ 28 hari pada suhu 25° C
B Stabil ≥ 7 hari dan < 28 hari pada suhu 25° C
Nama Produk Enbrel® Intron A® PegIntron® Taxotere® Herceptin® Navelbine® Koate®-DVI Kogenate® FS Aafact® Alkeran® Mabthera® VinBLAStine DBL® VinBLAStine RTUS® Sandostatin® Eprex® rHuEPO® Hemapo® Pegasys®
C Stabil ≥48 jam dan < 7 hari pada suhu 25° C
D Stabil <48 jam pada suhu 25° C
Roferon A® Leunase® Avastin® Recormon® Erbitux® VinCRIStine® Kalbe VinCRIStine RTUS® VinCRIStine DBL® Neupogen® NovoSeven®
Bentuk Sediaan Injeksi Pen injeksi Pen injeksi Injeksi Injeksi Injeksi Injeksi Injeksi Injeksi Tablet Injeksi Injeksi Injeksi Injeksi Pre-filled syringe; vial Injeksi Injeksi Injeksi; pre-filled syringe Injeksi Larutan infus Larutan infus Injeksi Injeksi Injeksi Injeksi Injeksi Injeksi Injeksi
E Tidak stabil di luar kulkas (>8° C)
F Stabilitas tergantung pada batch masingmasing produk obat Data stabilitas belum diperoleh
-
-
Busulfex®
Injeksi
Farmorubicin®
Injeksi
Alfanative® Brexel® Cofact® Docetere® Doxorubicin RTUS®
Pen injeksi Injeksi Injeksi Injeksi Injeksi
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
22
(lanjutan) Doxorubicin® Kalbe Epirubicin® Kalbe Episindan® Epotrex NP®
Data stabilitas belum diperoleh
Fladystin® Folcasin® Hepamun® Kalferon® Leucogen® Leucovorin DBL® Leukokine® Nonafact® Proris® Rescuvolin® Somatostatin-UCB®
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
Injeksi Injeksi Injeksi Pre-filled syringe; vial Ovula Injeksi Injeksi Pen injeksi Injeksi Injeksi Injeksi Injeksi Suppositoria Injeksi Injeksi
23
Lampiran 3.
Rancangan isi buku panduan stabilitas produk obat termolabil pada suhu ruang berdasarkan data dari kelas terapi 1 – 15 Formularium RSCM Tahun 2013
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
24
AAFACT® Kandungan Zat Aktif
: Faktor pembekuan darah VIII (konsentrat)
Penyimpanan
: Disimpan pada suhu dingin (2° – 8° C)
Stabilitas Obat pada Suhu Ruang
: 2 bulan (pada suhu 15° - 25° C)
Kategori Stabilitas Obat : A Produsen
: Graha Farma
Referensi : Monograf produk
ALKERAN® Kandungan Zat Aktif
: Melfalan
Penyimpanan
: Disimpan pada suhu dingin (2° – 8° C)
Stabilitas Obat pada Suhu Ruang
: 7 hari
Kategori Stabilitas Obat : B Produsen
: Glaxo Smith Kline
Referensi : Cohen, V., Jellinek, S.P., Teperikidis, L., Berkovits, E., & Goldman, W. M. (2007). RoomTemperature Storage of Medications Labeled for Refrigeration. Am J Health–Syst Pharm, Vol. 64, Aug 15, 1711-1715.
(lanjutan)
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
25
AVASTIN® Kandungan Zat Aktif
: Bevacizumab
Penyimpanan
: Disimpan pada suhu dingin (2° – 8° C)
Stabilitas Obat pada Suhu Ruang
: 9 jam (pada suhu 30° C)
Kategori Stabilitas Obat : C Produsen
: Roche
Referensi : Parraga, L.P., Gomez-Lobon, A., Runnenberg, I. G., Melantuche, R.S., Sanchez, O.D., Latorre, F.P. (2011). Thermolabile Drugs. Operating Procedure in The Event of Cold Chain Failure. Farmacia Hospitalaria, article in press.
BUSULFEX® Kandungan Zat Aktif
: Busulfan
Penyimpanan
: Disimpan pada suhu dingin (2° – 8° C)
Stabilitas Obat pada Suhu ruang
: Catat nomor batch, kedaluwarsa, suhu, waktu paparan pada suhu ruang, dan hubungi pihak laboratorium produsen.
Kategori Stabilitas Obat : F Produsen
: Otsuka Pharma
Referensi : Parraga, L.P., Gomez-Lobon, A., Runnenberg, I. G., Melantuche, R.S., Sanchez, O.D., Latorre, F.P. (2011). Thermolabile Drugs. Operating Procedure in The Event of Cold Chain Failure. Farmacia Hospitalaria, article in press.
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
26
ENBREL® Kandungan Zat Aktif
: Etarnecept
Penyimpanan
: Disimpan pada suhu dingin (2° – 8° C)
Stabilitas Obat pada Suhu ruang
: 4 minggu (pada suhu <25° C)
Kategori Stabilitas Obat : A Produsen
: Pfizer
Referensi : Brosur informasi produk
EPREX® Kandungan Zat Aktif
: Eritropoietin alfa
Penyimpanan
: Disimpan pada suhu dingin (2° – 8° C)
Stabilitas Obat pada Suhu ruang
: 7 hari (untuk bentuk pre-filled syringe)
Kategori Stabilitas Obat : B Produsen
: Johnson & Johnson
Referensi : Brosur informasi produk
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
27
ERBITUX® Kandungan Zat Aktif
: Cetuximab
Penyimpanan
: Disimpan pada suhu dingin (2° – 8° C)
Stabilitas Obat pada Suhu ruang
: 20 jam
Kategori Stabilitas Obat : D Produsen
: Merck Serono
Referensi : Parraga, L.P., Gomez-Lobon, A., Runnenberg, I. G., Melantuche, R.S., Sanchez, O.D., Latorre, F.P. (2011). Thermolabile Drugs. Operating Procedure in The Event of Cold Chain Failure. Farmacia Hospitalaria, article in press.
FARMORUBICIN® Kandungan Zat Aktif
: Epirubicin HCl
Penyimpanan
: Disimpan pada suhu dingin (2° – 8° C)
Stabilitas Obat pada Suhu ruang
: Catat nomor batch, kedaluwarsa, suhu, waktu paparan pada suhu ruang, dan hubungi pihak laboratorium produsen.
Kategori Stabilitas Obat : F Produsen
: Pfizer
Referensi : Parraga, L.P., Gomez-Lobon, A., Runnenberg, I. G., Melantuche, R.S., Sanchez, O.D., Latorre, F.P. (2011). Thermolabile Drugs. Operating Procedure in The Event of Cold Chain Failure. Farmacia Hospitalaria, article in press.
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
28
HEMAPO® Kandungan Zat Aktif
: Recombinant Human Erythropoietin
Penyimpanan
: Disimpan pada suhu dingin (2° – 8° C)
Stabilitas Obat pada Suhu ruang
: 2 minggu (pada suhu 25° ± 2° C)
Kategori Stabilitas Obat : B Produsen
: Kalbe Farma
Referensi : Informasi produk dari website produsen
HERCEPTIN® Kandungan Zat Aktif
: Trastuzumab
Penyimpanan
: Disimpan pada suhu dingin (2° – 8° C)
Stabilitas Obat pada Suhu ruang
: 1 bulan
Kategori Stabilitas Obat : A Produsen
: Roche
Referensi : Coleiro, D. (2012). Storage of Medicines and Medical Devices. Malta: Department of Pharmacy, Faculty of Medicine and Surgery, University of Malta.
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
29
INTRON A® Kandungan Zat Aktif
: Human alpha interferon
Penyimpanan
: Disimpan pada suhu dingin (2° – 8° C)
Stabilitas Obat pada Suhu ruang
: 4 minggu Sekali dikeluarkan dari kulkas, tidak dapat dimasukkan kembali
Kategori Stabilitas Obat : A Produsen
: Merck & Co., Inc.
Referensi : Monograf produk
KOATE® - DVI Kandungan Zat Aktif
: Faktor pembekuan darah VIII (konsentrat)
Penyimpanan
: Disimpan pada suhu dingin (2° – 8° C)
Stabilitas Obat pada Suhu ruang
: 6 bulan
Kategori Stabilitas Obat : A Produsen
: Dipa Pharmalab Intersains
Referensi : Informasi produk
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
30
KOGENATE® FS Kandungan Zat Aktif
: Faktor pembekuan darah VIII (konsentrat)
Penyimpanan
: Disimpan pada suhu dingin (2° – 8° C)
Stabilitas Obat pada Suhu ruang
: 1 tahun Sekali dikeluarkan dari kulkas, tidak dapat dimasukkan kembali
Kategori Stabilitas Obat : A Produsen
: Bayer Healthcare
Referensi : Informasi produk dari website produsen
LEUNASE® Kandungan Zat Aktif
: Asparaginase
Penyimpanan
: Disimpan pada suhu dingin (2° – 8° C)
Stabilitas Obat pada Suhu ruang
: 48 jam (pada suhu 22° – 25 C°)
Kategori Stabilitas Obat : C Produsen
: Kyowa Hakko Kirin
Referensi : Parraga, L.P., Gomez-Lobon, A., Runnenberg, I. G., Melantuche, R.S., Sanchez, O.D., Latorre, F.P. (2011). Thermolabile Drugs. Operating Procedure in The Event of Cold Chain Failure. Farmacia Hospitalaria, article in press.
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
31
MABTHERA® Kandungan Zat Aktif
: Rituximab
Penyimpanan
: Disimpan pada suhu dingin (2° – 8° C)
Stabilitas Obat pada Suhu ruang
: 18 hari (pada suhu <30° C)
Kategori Stabilitas Obat : B Produsen
: Roche
Referensi : Parraga, L.P., Gomez-Lobon, A., Runnenberg, I. G., Melantuche, R.S., Sanchez, O.D., Latorre, F.P. (2011). Thermolabile Drugs. Operating Procedure in The Event of Cold Chain Failure. Farmacia Hospitalaria, article in press.
NAVELBINE® Kandungan Zat Aktif
: Vinorelbin
Penyimpanan
: Disimpan pada suhu dingin (2° – 8° C)
Stabilitas Obat pada Suhu ruang
: 1 bulan (pada suhu 25° C)
Kategori Stabilitas Obat : A Produsen
: Transfarma Medica Indah
Referensi : Parraga, L.P., Gomez-Lobon, A., Runnenberg, I. G., Melantuche, R.S., Sanchez, O.D., Latorre, F.P. (2011). Thermolabile Drugs. Operating Procedure in The Event of Cold Chain Failure. Farmacia Hospitalaria, article in press.
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
32
NEUPOGEN® Kandungan Zat Aktif
: Filgrastim (GCSF)
Penyimpanan
: Disimpan pada suhu dingin (2° – 8° C)
Stabilitas Obat pada Suhu ruang
: 24 jam Hindari sinar matahari langsung
Kategori Stabilitas Obat : D Produsen
: Roche
Referensi : Monograf produk
NOVOSEVEN® Kandungan Zat Aktif
: Recombinant factor VIIA
Penyimpanan
: Disimpan pada suhu dingin (2° – 8° C)
Stabilitas Obat pada Suhu ruang
: 24 jam (pada suhu 25° C)
Kategori Stabilitas Obat : D Produsen
: Novo Nordisk
Referensi : Parraga, L.P., Gomez-Lobon, A., Runnenberg, I. G., Melantuche, R.S., Sanchez, O.D., Latorre, F.P. (2011). Thermolabile Drugs. Operating Procedure in The Event of Cold Chain Failure. Farmacia Hospitalaria, article in press.
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
33
PEGASYS® Kandungan Zat Aktif
: Interferon alpha-2a pegylated
Penyimpanan
: Disimpan pada suhu dingin (2° – 8° C)
Stabilitas Obat pada Suhu ruang
: 6 hari
Kategori Stabilitas Obat : C Produsen
: Roche
Referensi : Cohen, V., Jellinek, S.P., Teperikidis, L., Berkovits, E., & Goldman, W. M. (2007). RoomTemperature Storage of Medications Labeled for Refrigeration. Am J Health–Syst Pharm, Vol. 64, Aug 15, 1711-1715.
PEGINTRON® Kandungan Zat Aktif
: Interferon alpha-2b pegylated
Penyimpanan
: Disimpan pada suhu dingin (2° – 8° C)
Stabilitas Obat pada Suhu ruang
: 18 bulan (pada suhu <25° C)
Kategori Stabilitas Obat : A Produsen
: Merc Schering-Plough
Referensi : Parraga, L.P., Gomez-Lobon, A., Runnenberg, I. G., Melantuche, R.S., Sanchez, O.D., Latorre, F.P. (2011). Thermolabile Drugs. Operating Procedure in The Event of Cold Chain Failure. Farmacia Hospitalaria, article in press.
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
34
RECORMON® Kandungan Zat Aktif
: Eritropoietin beta
Penyimpanan
: Disimpan pada suhu dingin (2° – 8° C)
Stabilitas Obat pada Suhu ruang
: Sediaan serbuk injeksi : 5 hari Sediaan pre-filled syringe : 3 hari
Kategori Stabilitas Obat : C Produsen
: Roche
Referensi : Monograf produk
rHuEPO® Kandungan Zat Aktif
: Recombinant human erythropoietin
Penyimpanan
: Disimpan pada suhu dingin (2° – 8° C)
Stabilitas Obat pada Suhu ruang
: Cairan : stabil pada suhu ruang Serbuk liofilisasi : 3 minggu
Kategori Stabilitas Obat : B Produsen
: -
Referensi : Katalog produk
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
35
ROFERON A® Kandungan Zat Aktif
: Interferon alpha-2a pegylated
Penyimpanan
: Disimpan pada suhu dingin (2° – 8° C)
Stabilitas Obat pada Suhu ruang
: 6 hari
Kategori Stabilitas Obat : C Produsen
: Roche
Referensi : Cohen, V., Jellinek, S.P., Teperikidis, L., Berkovits, E., & Goldman, W. M. (2007). RoomTemperature Storage of Medications Labeled for Refrigeration. Am J Health–Syst Pharm, Vol. 64, Aug 15, 1711-1715.
SANDOSTATIN® Kandungan Zat Aktif
: Octreotid
Penyimpanan
: Disimpan pada suhu dingin (2° – 8° C) Jika akan digunakan, diamkan dulu pada suhu ruang
Stabilitas Obat pada Suhu ruang
: 14 hari (pada suhu 20° – 30° C) Terlindung dari cahaya
Kategori Stabilitas Obat : B Produsen
: Novartis
Referensi : Brosur informasi produk
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
36
TAXOTERE® Kandungan Zat Aktif
: Docetaxel
Penyimpanan
: Disimpan pada suhu dingin (2° – 8° C)
Stabilitas Obat pada Suhu ruang
: Tahan pada suhu 2° – 25° C
Kategori Stabilitas Obat : A Produsen
: Aventis
Referensi : Monograf produk
VINBLASTINE DBL® Kandungan Zat Aktif
: Vinblastin sulfat
Penyimpanan
: Disimpan pada suhu dingin (2° – 8° C) Terlindung dari cahaya
Stabilitas Obat pada Suhu ruang
: 14 hari (pada suhu 25° C)
Kategori Stabilitas Obat : B Produsen
: Tempo Scan Pacific
Referensi : Parraga, L.P., Gomez-Lobon, A., Runnenberg, I. G., Melantuche, R.S., Sanchez, O.D., Latorre, F.P. (2011). Thermolabile Drugs. Operating Procedure in The Event of Cold Chain Failure. Farmacia Hospitalaria, article in press.
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
37
VINBLASTINE RTUS® Kandungan Zat Aktif
: Vinblastin sulfat
Penyimpanan
: Disimpan pada suhu dingin (2° – 8° C) Terlindung dari cahaya
Stabilitas Obat pada Suhu ruang
: 14 hari (pada suhu 25° C)
Kategori Stabilitas Obat : B Produsen
: Combiphar
Referensi : Parraga, L.P., Gomez-Lobon, A., Runnenberg, I. G., Melantuche, R.S., Sanchez, O.D., Latorre, F.P. (2011). Thermolabile Drugs. Operating Procedure in The Event of Cold Chain Failure. Farmacia Hospitalaria, article in press.
VINCRISTINE DBL® Kandungan Zat Aktif
: Vinkristin sulfat
Penyimpanan
: Disimpan pada suhu dingin (2° – 8° C) Terlindung dari cahaya
Stabilitas Obat pada Suhu ruang
: 24 jam (pada suhu 25° C)
Kategori Stabilitas Obat : D Produsen
: Tempo Scan Pacific
Referensi : Parraga, L.P., Gomez-Lobon, A., Runnenberg, I. G., Melantuche, R.S., Sanchez, O.D., Latorre, F.P. (2011). Thermolabile Drugs. Operating Procedure in The Event of Cold Chain Failure. Farmacia Hospitalaria, article in press.
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
38
VINCRISTINE® Kalbe Kandungan Zat Aktif
: Vinkristin sulfat
Penyimpanan
: Disimpan pada suhu dingin (2° – 8° C) Terlindung dari cahaya
Stabilitas Obat pada Suhu ruang
: 24 jam (pada suhu 25° C)
Kategori Stabilitas Obat : D Produsen
: Kalbe Farma
Referensi : Parraga, L.P., Gomez-Lobon, A., Runnenberg, I. G., Melantuche, R.S., Sanchez, O.D., Latorre, F.P. (2011). Thermolabile Drugs. Operating Procedure in The Event of Cold Chain Failure. Farmacia Hospitalaria, article in press.
VINCRISTINE RTUS® Kandungan Zat Aktif
: Vinkristin sulfat
Penyimpanan
: Disimpan pada suhu dingin (2° – 8° C) Terlindung dari cahaya
Stabilitas Obat pada Suhu ruang
: 24 jam (pada suhu 25° C)
Kategori Stabilitas Obat : D Produsen
: Combiphar
Referensi : Parraga, L.P., Gomez-Lobon, A., Runnenberg, I. G., Melantuche, R.S., Sanchez, O.D., Latorre, F.P. (2011). Thermolabile Drugs. Operating Procedure in The Event of Cold Chain Failure. Farmacia Hospitalaria, article in press.
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
39
Lampiran 4. Rancangan indeks untuk pembuatan buku panduan stabilitas produk obat termolabil
INDEKS
Nama Produk
Aafact® Alkeran® Avastin® Busulfex® Enbrel® Eprex® Erbitux® Farmorubicin® Hemapo® Herceptin® Intron A® Koate®-DVI Kogenate FS® Leunase® Mabthera® Navelbine® Neupogen® NovoSeven® Pegasys® PegIntron® Recormon® rHuEPO® Roferon A® Sandostatin® Taxotere® Vinblastine DBL® Vinblastine RTUS® Vincristine DBL® Vincristine® Kalbe Vincristine RTUS®
Klasifikasi Stabilitas A B C F A B D F B A A A A C B A D D C A C B C B A B B D D D
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013
Halaman
24 24 25 25 26 26 27 27 28 28 29 29 30 30 31 31 32 32 33 33 34 34 35 35 36 36 37 37 38 38
40
Laporan praktek…., Dian Hermawati, FF, 2013