UNIVERSITAS INDONESIA
PENGARUH SKELING DAN PENGHALUSAN AKAR TERHADAP DENSITAS TULANG ALVEOLAR SERTA JUMLAH PORPHYROMONAS GINGIVALIS DAN TREPONEMA DENTICOLA PADA PERIODONTITIS KRONIS
TESIS
RAYMOND UTOMO SALIM 1006785572
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS PERIODONSIA JAKARTA DESEMBER 2013
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGARUH SKELING DAN PENGHALUSAN AKAR TERHADAP DENSITAS TULANG ALVEOLAR SERTA JUMLAH PORPHYROMONAS GINGIVALIS DAN TREPONEMA DENTICOLA PADA PERIODONTITIS KRONIS
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis dalam bidang Ilmu Kedokteran Gigi Program Studi Periodonsia
RAYMOND UTOMO SALIM 1006785572
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS PERIODONSIA JAKARTA DESEMBER 2013
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat, karunia, petunjuk, dan bimbingannya, penulis dapat menyelesaikan tesis yang merupakan suatu syarat pencapaian gelar spesialis Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia dengan baik. Kekuatan dari Tuhan Yesus Kristus inilah yang selalu memberikan semangat kepada penulis meskipun tesis ini sempat tertunda hingga satu tahun lebih pelaksanaannya. Pada kesempatan ini pula, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah menjadi sumber motivator dan inspirasi dalam terus berkarya dan berprestasi, yaitu: 1. Dr. Yuniarti Soeroso, drg., SpPerio(K) selaku dosen pembimbing I yang tidak pernah kenal lelah membimbing di tengah kesibukannya dan selalu mengingatkan untuk berkata “bisa” di dalam hati yang berarti kesanggupan dalam menyelesaikan berbagai masalah yang ada pada tesis ini. Beliau juga sosok pemimpin yang hebat dan menjadi teladan buat penulis dalam penulisan tesis ini yang merupakan sebuah program yang besar. 2. Dr. Sri Lelyati, drg., SU., SpPerio(K) selaku dosen pembimbing II dan Kepala Departemen Periodonsia FKG UI selama penelitian ini berlangsung yang di tengah kesibukannya tetap fokus dan tidak pernah kehilangan konsentrasi dan ketelitian dalam memeriksa tesis ini sehingga kesalahan-kesalahan yang diperbuat oleh penulis dapat terkoreksi dengan sempurna. Beliau juga merupakan sosok yang sangat dihormati oleh penulis. 3. Dua guru besar departemen Periodonsia FKG UI yang penulis hormati, Prof. Siti Wuryan Prayitno, drg., SKM., MScD., PhD., SpPerio(K). dan Prof. Dr. Dewi Nurul Mustaqimah, drg., MS., SpPerio(K). yang telah memberikan wejangan-wejangan yang sangat bermanfaat bagi penulis serta sikap-sikap yang menjadi teladan bagi penulis. 4. Staf dosen departemen Periodonsia FKG UI: drg. Hari Sunarto, SpPerio(K). selaku kepala departemen periodonsia, drg. Irene Sukardi, SpPerio(K).; drg. Yulianti Kemal, SpPerio(K).; drg. Robert Lessang, SpPerio(K).; drg. Natalina, SpPerio(K).; drg. Fatimah, SpPerio.; drg. Felix Hartono, SpPerio.; drg. Dedy Yudha Rismanto, SpPerio.; dan drg. Antonius Irwan, SpPerio. yang telah banyak memberi pelajaran bukan hanya pelajaran Periodontologi, tetapi juga pelajaran hidup yang sangat berguna bagi penulis. 5. Prof. Boy M. Bachtiar, drg., MS., PhD.; Dr. Menik Priaminiarti, drg., SpRKG(K).; drg. Bramma Kiswanjaya, PhD. atas bimbingan serta iii Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
pemberian motivasi sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar hingga selesai. 6. Drg. Chaidar Masulili, SpPros(K). selaku kepala Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia yang telah mengizinkan penelitian ini berjalan. 7. Mbak Dessy, Mbak Maesaroh, dan Mbak Isti untuk dukungannya selama penelitian serta menjadi mentor bagi peneliti sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar. 8. Kepada Sunstar, Jepang yang telah mempercayakan penelitian ini kepada penulis dan telah bersedia mendanai penelitian ini. 9. Kepada orangtua penulis dr. Oktavianus Ch Salim dan dr. Arjani Gandadinata yang telah memberikan kasih sayang dan mendukung tak pernah kenal lelah dari awal penulis menempuh pendidikan hingga penulisan tesis ini selesai. Serta kakak penulis Alvin Ch Salim beserta istri Kesthi Grikanandini, terima kasih atas doa dan dukungannya terhadap penulis. 10. Kepada pasangan saya drg. Jennifer Fortiana yang tetap selalu mendukung walaupun sedang menyelesaikan sekolahnya. Terima kasih untuk motivasi, kesabaran, pengertian, dan kasih sayang yang diberikan. 11. Kepada drg. Irawati Gandadinata, SpOrt.; drg. Erik Suryatenggara; drg. Veronica J. Zega; drg. Haryanto Widjaja; drg. Monica Dewi Ranggaini; drg. Henny Kusuma; dan drg. Inez Hanida yang telah menjadi rekan praktek yang baik dan pengertian. Terima kasih telah memberikan masukan-masukan serta ide yang sangat membantu. 12. Kepada teman-teman seperjuangan PPDGS Periodonsia 2010: drg. Andrew Susanto, SpPerio.; drg. Albert Juanda, SpPerio.; drg. Cindy Aryani, SpPerio.; drg. Indah Kusuma Pertiwi,SpPerio.; drg. Levina Mulya, SpPerio.; drg. Luky Tri Hariati; drg. Liauw Mora; drg. Rahma Prihantini,SpPerio.; dan drg. Sandra Olivia Kuswandhani, SpPerio. Terima kasih sudah berjuang bersama selama 2,5 tahun dan menjadi sahabat yang baik. 13. Kepada keluarga kedua penulis di perpustakaan FKG UI pak Asep Rachmat Hidayat, pak Suyanto, dan pak M. Enoh yang selalu mendukung, menjadi teman berkeluh kesah dan berbagi pengalaman. Serta pak Dwi Damar Praditha yang telah membuat penulis tenang menghadapi laptop yang berulang kali rusak selama tesis. 14. Kepada PPDGS Periodonsia 2009, PPDGS Periodonsia 2011, dan PPDGS Periodonsia 2012. Terima kasih atas dukungannya buat penulis. 15. Kepada pak Satimin, mbak Sumarni, mbak Leni, dan mbak Lia yang selalu membantu dalam setiap kesulitan-kesulitan yang penulis hadapi di klinik maupun di bagian.
iv Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
16. Kepada bagian administrasi pendidikan khususnya ibu Emy, ibu Daryati, dan mbak Erny yang telah banyak membantu penulis bahkan turut serta juga menjadi pasien penulis. 17. Kepada seluruh pasien yang turut serta dalam penelitian ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. 18. Kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis selama masa studi, semoga Tuhan Yesus Kristus memberkati kalian atas segala kebaikan yang telah kalian berikan. Jakarta, 12 Desember 2013 Penulis
v Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
ABSTRAK Nama : Raymond Utomo Salim Program Studi : Periodonsia Judul : Pengaruh Skeling dan Penghalusan Akar Terhadap Densitas Tulang Alveolar serta Jumlah Porphyromonas gingivalis dan Treponema denticola pada Periodontitis Kronis Latar Belakang: Eliminasi Porphyromonas gingivalis (Pg) dan Treponema denticola (Td), dengan skeling dan penghalusan akar (SPA) meningkatkan densitas tulang alveolar. Tujuan: Analisis densitas tulang alveolar serta jumlah bakteri Pg dan Td sebelum dan sesudah SPA pada kasus periodontitis kronis. Metode: Empat puluh subjek menyetujui informed consent, dilakukan pemeriksaan klinis, radiografis densitas tulang alveolar, penghitungan jumlah Pg dan Td dengan RT-PCR. Hasil: Perbedaan bermakna jumlah bakteri Pg, Td, serta densitas tulang antara sebelum dan sesudah SPA (p<0,05); Hubungan bermakna antara jumlah bakteri Pg dan Td dengan densitas radiografis (p<0,05). Kesimpulan: SPA menurunkan jumlah bakteri Pg, Td, dan meningkatkan densitas radiografis tulang alveolar. Kata kunci: Porphyromonas gingivalis, Treponema denticola, Skeling dan penghalusan akar, densitas radiografis tulang alveolar
vii Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name
: Raymond Utomo Salim
Study Program
: Periodonsia
Title
: Scaling and Root Planing Effects on Alveolar Bone
Density and Amount of Porphyromonas gingivalis and Treponema denticola In Chronic Periodontitis.
Background: Elimination of Porphyromonas gingivalis (Pg) and Treponema denticola (Td) with scaling and root planing (SRP) can increase the radiographic alveolar bone density. Objective: To analyze radiographic bone density, amount of Pg and Td before and after SRP. Methods: Fourty subjects fill the informed consent, clinical examination, radiographic examination for bone density, count of Pg and Td using RT-PCR. Result: Significant differences between radiographic bone density, amount of Pg and Td before and after SRP. Significant association between amount of Pg and Td and bone radiographic density. Conclusion: Scaling and root planing decrease the amount of Pg and Td and increase radiographic bone density.
Keywords: Porphyromonas gingivalis, Treponema denticola, scaling and root planing, radiographic bone density
viii Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
Bab 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang ..............................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................
4
1.3 Tujuan Penelitian ..........................................................................
4
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................
5
Bab 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Periodontitis Kronis ......................................................................
6
2.1.1 Etiologi Periodontitis Kronis .................................................
7
2.1.1.1 Porphyromonas gingivalis ...............................................
9
2.1.1.2 Treponema denticola .......................................................
10
2.1.2 Terapi Periodontitis Kronis ....................................................
11
2.1.3 Respon Penyembuhan setelah Terapi Periodontitis Kronis ...
12
2.1.4 Penyembuhan Tulang Alveolar ..............................................
14
2.2 Evaluasi Radiografis .....................................................................
15
2.2.1 Teknik Radiografis Periapikal ................................................
18
2.2.1.1 Teknik Paralel .................................................................
18
2.2.1.2 Teknik Biseksi .................................................................
19
2.2.2 Kriteria Mutu Radiografis ......................................................
19
2.2.3 Penilaian Kepadatan Tulang Alveolar .................................... 20 2.2.4 Radiografi Digital ...................................................................
21
2.2.5 Keuntungan dan Kerugian Radiografi digital ........................
23
2.3 Evaluasi Mikrobiologis .................................................................
25
2.3.1 Reverse Transcription-Polymerize Chain Reaction ...............
25
2.4 Kerangka Teori .............................................................................
29
Bab 3. Kerangka Konsep dan Hipotesis 3.1 Kerangka Konsep ..........................................................................
31
3.2 Hipotesis ........................................................................................ 31 3.2.1 Hipotesis Mayor .....................................................................
31
3.2.2 Hipotesis Minor ......................................................................
31
ix Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
Bab 4. Metode Penelitian 4.1 Jenis Penelitian ..............................................................................
33
4.2 Subjek Penelitian ........................................................................... 33 4.3 Besar Sampel ................................................................................. 34 4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................
34
4.5 Bahan dan Alat Penelitian .............................................................
34
4.6 Definisi Operasional .....................................................................
35
4.7 Cara Kerja .....................................................................................
37
4.8 Alur Kerja .....................................................................................
39
4.9 Analisis Data .................................................................................
40
4.10 Jadwal Penelitian ........................................................................... 40 Bab 5. Hasil Penelitian 5.1 Analisis Univariat .........................................................................
41
5.2 Uji Normalitas ...............................................................................
42
5.3 Analisis Bivariat ............................................................................
43
Bab 6. Pembahasan 6.1 Karakteristik Subjek Penelitian .....................................................
46
6.2 Jumlah Bakteri Pg Sebelum dan Sesudah SPA .............................
47
6.3 Jumlah Bakteri Td Sebelum dan Sesudah SPA .............................
48
6.4 Densitas Tulang Alveolar Sebelum dan Sesudah SPA ..................
49
6.5 Kontinuitas Crest Alveolar Sebelum dan Sesudah SPA ................
50
6.6 Hubungan antara Jumlah Bakteri Pg dan Td dengan Densitas Tulang Alveolar .............................................................................
50
Bab 7. Kesimpulan dan Saran 7.1 Kesimpulan ...................................................................................
52
7.2 Saran .............................................................................................. 52 Daftar Pustaka ......................................................................................
54
x Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Porphyromonas gingivalis ............................................................ 10 Gambar 2.2 Treponema denticola .................................................................... 11 Gambar 2.3 Teknik Paralel ............................................................................... 19 Gambar 2.4 Teknik Biseksi .............................................................................. 19 Gambar 2.5 Skematik Pembentukan Gambar Digital ...................................... 23 Gambar 2.6 Kerangka Teori ............................................................................. 29 Gambar 3.1 Kerangka Konsep .......................................................................... 31 Gambar 4.1 Pengambilan Sampel Menggunakan Ekskavator dan Epis .......... 37 Gambar 4.2 Cone Indikator dan Catatan Gigit ................................................. 38 Gambar 5.1 Gambaran Radiografis (A) awal, (B) 3 bulan, (C) 6 bulan ........... 44
DAFTAR GRAFIK Grafik 5.1 Jenis Kelamin Subjek ....................................................................... 41
xi Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Definisi Operasional .......................................................................... 35 Tabel 4.2 Jadwal Penelitian ................................................................................ 40 Tabel 5.1 Distribusi rerata, standard deviasi, minimum dan maksimum dari umur, berat badan dan tinggi badan Subjek ....................................... 42 Tabel 5.2 Uji normalitas terhadap jumlah bakteri Pg dan Td awal, bulan ketiga, dan bulan keenam, selisih Td bulan ketiga dengan awal, selisih Td bulan keenam dengan awal, selisih Pg bulan ketiga dengan awal, selisih Pg bulan keenam dengan awal, densitas tulang awal, densitas tulang alveolar bulan ketiga, densitas tulang alveolar bulan keenam, selisih densitas tulang alveolar bulan ketiga dengan awal, selisih densitas tulang alveolar bulan keenam dengan awal ..... 42 Tabel 5.3 Nilai rerata, standard deviasi, dan uji kemaknaan dari jumlah bakteri Td, Pg, dan densitas tulang alveolar ...................................... 43 Tabel 5.4 Analisis Post hoc dengan menggunakan uji Wilcoxon dari jumlah bakteri Td, jumlah bakteri Pg, dan densitas tulang alveolar .............. 44 Tabel 5.5 Distribusi Kontinuitas Alveolar Crest ................................................ 45 Tabel 5.6 Hubungan antara jumlah bakteri Td dan Pg terhadap densitas tulang pada bulan ketiga dan bulan keenam ................................................. 45
xii Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Penjelasan Bagi Subjek Penelitian ............................................... 59 Lampiran 2 Lembar Persetujuan ...................................................................... 62 Lampiran 3 Lembar Pemeriksaan Klinis ......................................................... 63 Lampiran 4 Lembar Pemeriksaan Poket .......................................................... 66 Lampiran 5 Lembar Pemeriksaan Skoring ...................................................... 67 Lampiran 6 Surat Keterangan lolos Etik .........................................................
68
Lampiran 7 Output Data SPSS ........................................................................ 69
xiii Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Lima puluh persen dari jumlah populasi orang dewasa di dunia menderita
penyakit periodontal.1
2
Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2001 menyatakan bahwa diantara prevalensi tertinggi penyakit yang dikeluhkan dan yang tidak dikeluhkan, adalah penyakit gigi dan mulut meliputi 60% dari jumlah penduduk. 3 Penyakit periodontal merupakan penyakit nomor dua terbanyak dijumpai di dalam rongga mulut setelah karies gigi di Indonesia. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 1999 prevalensi penyakit periodontal adalah 42,8% yang diukur dari adanya karang gigi. Penelitian yang dilakukan oleh Magdarina pada sembilan propinsi yang ada di Indonesia menyatakan bahwa prevalensi penyakit periodontal pada kelompok usia produktif adalah 88,67%.4 Penyakit periodontitis kronis merupakan salah satu penyakit periodontal yang paling dominan. Hasil survei distribusi penyakit periodontal di Klinik Periodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia tahun 2002 menunjukkan bahwa periodontitis kronis menduduki urutan pertama, yaitu 89%.5 Periodontitis kronis adalah keradangan pada jaringan periodontal yang disebabkan oleh infeksi bakteri plak, dimana terjadi kehilangan perlekatan dan kerusakan tulang, serta kegoyangan gigi. Berdasarkan kedalaman poket, periodontitis dibedakan menjadi tipe ringan yaitu kedalaman poket 1-3 mm, tipe sedang yaitu kedalaman poket 4-6 mm, dan tipe berat yaitu kedalaman poket lebih dari 6 mm.6-8 Periodontitis disebabkan oleh mikroorganisme yang hidup dalam lingkungan biofilm yang tampak sebagai plak supra dan subgingiva, baik yang terkalsifikasi maupun tidak. Timbulnya periodontitis kronis hingga saat ini dikaitkan dengan tiga bakteri yaitu Porphyromonas gingivalis, Treponema denticola dan Tannerella forsythia. Ketiga bakteri ini merupakan bakteri anaerob dan seringkali disebut dengan bakteri ‘Red complex’.9 Pada suatu uji klinis
1 Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
2
prospektif jumlah dari bakteri Porphyromonas gingivalis (Pg) dan Treponema denticola (Td) yang diukur dengan menggunakan reverse transcriptionpolymerase chain reaction (RT-PCR) dapat memprediksi tingkat kehilangan perlekatan klinis tiga bulan kemudian, oleh karena itu Pg dan Td dinyatakan sebagai bakteri patogen yang sangat penting dalam perkembangan periodontitis kronis.9 Perawatan utama dari periodontitis adalah dengan menghilangkan penyebabnya serta mencegah penyakit tersebut kembali lagi. Perawatan utama penyakit periodontal tersebut meliputi pembersihan dari plak supra serta subgingiva secara mekanis maupun kimiawi, memperbaiki respon host terhadap bakteri, serta memotivasi pasien untuk membersihkan agen penyebab penyakit periodontal tersebut di rumah secara rutin dan adekuat.10 Pemeriksaan
secara
klinis
maupun radiografis
diperlukan
untuk
mengevaluasi kesembuhan penyakit periodontal. Evaluasi klinis dapat dilakukan terhadap tanda-tanda kesembuhan jaringan lunak, sedangkan evaluasi radiografis dapat melihat respon penyembuhan pada jaringan keras. 11 Setiap perubahan kuantitas tulang yang terjadi selalu didahului oleh perubahan dari kualitas tulang terlebih dahulu oleh karena itu diperlukan gambaran radiografis dengan kualitas yang tinggi untuk mengevaluasi kualitas tulang alveolar setelah perawatan periodontal.12 Oleh karena itu sebelum dilakukan interpretasi sebuah foto radiografis, perlu dilakukan terlebih dahulu evaluasi mutu foto yaitu apakah dapat diinterpretasi atau tidak. Pada kasus periodontal maka teknik radiograf yang paling tepat adalah bitewing atau periapikal. Teknik ini akan menghasilkan gambaran radiografis yang detail sehingga dapat digunakan untuk mengevaluasi tulang alveolar daerah interdental.13 Penggunaan proyeksi panoramik untuk mengevaluasi hasil dari perawatan periodontal sangat tidak direkomendasikan karena adanya distorsi yang cukup besar.13 14 Radiografi digital merupakan perpaduan antara teknik radiografi konvensional dengan teknologi komputer. Tujuan dari radiografi digital adalah menghasilkan gambaran yang memiliki informasi diagnostik maksimum dengan radiasi minimum.13 Terlepas dari harganya yang mahal radiograf digital memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan radiograf konvensional meliputi
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
3
dua hal. Yang pertama, resolusi grey scale pada radiograf digital sangat prima, yaitu memiliki 256 tingkatan warna di antara hitam hingga putih sedangkan pada film konvensional hanya mampu memberikan 16 hingga 25 tingkatan warna. Yang kedua, radiasi sinar x pada radiograf digital lebih minimum jika dibandingkan dengan radiograf konvensional, hal ini disebabkan karena sensor pada radiograf digital lebih sensitif jika dibandingkan dengan film konvensional sehingga untuk membentuk suatu gambar dibutuhkan sinar x yang lebih sedikit. 15 Banyaknya keuntungan yang didapat dari penggunaan radiograf digital membuat penggunaannya saat ini menjadi semakin marak. Penilaian terhadap densitas tulang alveolar secara radiografis sudah seringkali diteliti dan memiliki peranan yang sangat penting baik sebelum perawatan maupun untuk mengevaluasi hasil perawatan. 16 Pengukuran densitas tulang alveolar secara radiografis untuk mengevaluasi hasil perawatan periodontal membutuhkan waktu yang tepat, yaitu disesuaikan dengan waktu yang diperlukan oleh tulang untuk remodeling. Untuk melihat adanya suatu perubahan gambaran tulang pada foto radiografis mineralisasi tulang harus mencapai setidaknya 40%, jika tidak maka tidak akan terlihat perubahannya. 17 Ellis dkk. menyatakan bahwa penyembuhan tulang membutuhkan waktu empat hingga enam bulan.18 Eugene menyatakan bahwa untuk mencapai mature bone diperlukan waktu enam hingga delapan bulan.19 Schropp dkk. melakukan penelitian mengenai penyembuhan tulang pasca pencabutan dan menyatakan bahwa laju pembentukan tulang paling tinggi terjadi ketika tiga bulan pertama. Pembentukan tulang terus terjadi hingga dua belas bulan namun pembentukan tulang antara enam hingga dua belas bulan tidak terlalu banyak.20 Tindakan skeling dan penghalusan akar (SPA) sudah menjadi standar utama pada perawatan periodontitis kronis dan telah terbukti dapat membantu kesembuhan secara klinis namun belum pernah ada evaluasi secara radiografis dan mikrobiologis apakah setelah dilakukan tindakan ini terjadi peningkatan densitas tulang yang merupakan tanda-tanda awal kesembuhan dari tulang dan bagaimana jumlah dari bakteri Pg dan Td yang merupakan bakteri utama penyebab kerusakan tulang?
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
4
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1
Rumusan Umum
Bagaimana efek tindakan SPA terhadap densitas radiografis tulang alveolar serta jumlah dari Porphyromonas gingivalis dan Treponema denticola pada periodontitis kronis?
1.2.2
Rumusan Khusus
1.2.2.1 Apakah SPA dapat meningkatkan densitas radiografis tulang alveolar pada kasus periodontitis kronis? 1.2.2.2 Apakah SPA dapat membentuk kembali crest alveolar yang terputus pada kasus periodontitis kronis? 1.2.2.3 Apakah SPA dapat menurunkan jumlah bakteri Porphyromonas gingivalis pada kasus periodontitis kronis? 1.2.2.4 Apakah SPA dapat menurunkan jumlah bakteri Treponema denticola pada kasus periodontitis kronis poket? 1.2.2.5 Apakah
terdapat
hubungan
antara
perubahan
jumlah
bakteri
Porphyromonas gingivalis dengan perubahan densitas tulang alveolar? 1.2.2.6 Apakah terdapat hubungan antara perubahan jumlah bakteri Treponema denticola dengan perubahan densitas tulang alvolar?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum
Untuk menganalisis densitas tulang alveolar serta jumlah bakteri Porphyromonas gingivalis dan Treponema denticola sebelum dan sesudah SPA pada kasus periodontitis kronis.
1.3.2
Tujuan Khusus
1.3.2.1 Untuk menganalisis densitas radiografis dari tulang alveolar sebelum dan sesudah SPA pada kasus periodontitis kronis
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
5
1.3.2.2 Untuk menganalisis bentuk dari crest alveolar sebelum dan sesudah SPA pada kasus periodontitis kronis. 1.3.2.3 Untuk menganalisis jumlah bakteri Porphyromonas gingivalis sebelum dan sesudah SPA pada kasus periodontitis kronis. 1.3.2.4 Untuk menganalisis jumlah bakteri Treponema denticola sebelum dan sesudah SPA pada kasus periodontitis kronis. 1.3.2.5 Untuk menganalisis hubungan antara jumlah bakteri Porphyromonas gingivalis dengan perubahan densitas tulang alveolar SPA. 1.3.2.6 Untuk menganalisis hubungan antara jumlah bakteri Treponema denticola dengan perubahan densitas tulang alveolar SPA.
1.4
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan oleh: 1.4.1
Teman sejawat dokter gigi untuk merawat periodontitis kronis secara lebih efektif, sederhana, dan tepat sasaran.
1.4.2
Dalam bidang periodontologi hasil ini berguna sebagai: 1.4.2.1 Tambahan ilmu pengetahuan bagaimana efektivitas dari tindakan SPA dilihat dari segi mikrobiologis dan radiografis 1.4.2.2 Untuk penelitian lebih lanjut, misalnya membandingkan efektifitas pemberian antibiotik lokal sebagai penunjang perawatan SPA dalam merawat periodontitis kronis dilihat dari sisi mikrobiologis dan radiografis.
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Periodontitis Kronis Periodontitis merupakan keradangan pada jaringan periodontal yang
umumnya diawali oleh gingivitis dan berlanjut ke jaringan pendukung lain seperti sementum, ligamentum periodontal, dan tulang alveolar, yang menyebabkan hilangnya perlekatan jaringan ikat ke gigi. 8 21 Salah satu bentuk periodontitis yang paling sering dijumpai adalah periodontitis kronis dengan tanda-tanda klinis seperti peradangan yang disebabkan oleh bakteri plak, umumnya tidak sakit, perdarahan saat probing, muncul pada usia di atas 30 tahun. Peradangan yang terjadi berjalan lambat, kadang-kadang berlangsung cepat, bahkan kadang-kadang berhenti. Menurut Manson dan Eley, periodontitis kronis merupakan penyakit bakterial tidak spesifik yang disebabkan oleh ketidakseimbangan bakteri lokal endogen, khususnya bakteri dalam plak subgingiva. Bakteri endogen inilah yang memainkan peranan penting dalam proses penyakit karena adanya faktor virulensi yang dapat merusak pertahanan tubuh atau menghancurkan jaringan lunak. 22 Periodontitis kronis juga dikatakan sebagai penyakit infeksi yang menyebabkan inflamasi pada jaringan penyangga sekitar gigi, kehilangan perlekatan parah, dan kerusakan tulang. Secara klinis periodontitis kronis memiliki ciri khas yang terlihat yaitu adanya akumulasi plak supra maupun subgingiva (seringkali disertai dengan terbentuknya kalkulus), inflamasi gingiva, poket gingiva, kehilangan perlekatan jaringan periodontal, kerusakan tulang alveolar, dan terkadang adanya supurasi. Periodontitis kronis merupakan penyakit yang site-specific artinya penyakit ini hanya terjadi pada lokasi dimana terdapat akumulasi plak kronis. Oleh karena itu bisa saja terjadi periodontitis kronis pada gigi satu namun pada gigi sebelahnya tidak terjadi. 8 Periodontitis kronis dapat dibagi menjadi dua yaitu periodontitis kronis lokalis dan periodontitis kronis generalis. Periodontitis kronis dikatakan lokalis apabila pada 30% gigi yang diperiksa dalam rongga mulut menunjukkan adanya kehilangan perlekatan dan kerusakan tulang alveolar. Periodontitis kronis
6 Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
7
dikatakan generalis apabila lebih dari 30% gigi yang diperiksa dalam rongga mulut menunjukkan adanya kehilangan perlekatan dan kerusakan tulang alveolar 8 Ditinjau dari keparahan penyakitnya maka periodontitis kronis dapat dibagi menjadi tiga yaitu: 1) Tipe ringan jika kedalaman poket 1-3 mm, 2) Tipe sedang jika kedalaman poket 4-6 mm; dan 3) Tipe berat jika kedalaman poket lebih dari 6 mm.6-8
2.1.1
Etiologi Periodontitis Kronis Etiologi utama dari periodontitis kronis adalah akumulasi plak. Adanya
peningkatan jumlah dari organisme negatif Gram pada biofilm plak subgingiva, yang antara lain terdiri dari Porphyromonas gingivalis, Tannerella forsythia dan Treponema denticola seringkali dihubungkan dengan hilangnya perlekatan dan kerusakan tulang dalam periodontitis kronis. Hal lain yang dapat mempengaruhi adalah, keluarnya sejumlah mediator peradangan seperti IL-1, TNF-α dan PGE2 yang mengenai tulang alveolar sehingga terjadi ketidakseimbangan resorpsi dan aposisi tulang, yang mengakibatkan terjadinya kehilangan tulang alveolar. 8 Sistem mikroekologis di rongga mulut dikolonisasi oleh lebih dari 400 500 spesies yang berbeda23, walaupun hanya sedikit yang dikenal sebagai patogen periodontal putatif. Beberapa bakteri mampu menempel dan berkolonisasi di permukaan gigi, kemudian menyiapkan lahan untuk kolonisasi mikroorgaisme lainnya. Lapisan yang berkembang melalui cara ini disebut plak gigi, plak bakteri, atau biofilm. Biofilm adalah nama agregrasi yang terorganisasi pada permukaan padat (seperti pada gigi namun juga pada badan kapal, katup jantung buatan, pipa air, dan lain-lain) yang terdiri dari mikroorganisme, makromolekul bakteri ekstraselular, dan produk-produk yang berasal dari medium sekitar (misalnya saliva atau cairan sulkus). Plak bakteri adalah bentuk biofilm mulut tertentu. Struktur biofilm tidak hanya menghalangi difusi growth factors kedalam plak bakteri namun juga membentuk barrier yang efektif melawan pertahanan host (contoh: antibodi, lisozyme, lactofferrine) dan substansi antimikroba (contoh: obat kusia, antibiotik).8 Telah diketahui bahwa faktor etiologi primer dari kebanyakan penyakit peradangan periodontal (gingivitis yang diinduksi oleh plak, periodontitis kronis
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
8
dan agresif) terutama disebabkan oleh plak bakteri dengan mikroflora patogen. Menurut Haffajee & Socransky (1994), periodontitis dimulai dengan pergeseran flora bakteri secara patogenik disekitar gigi. Secara umum, pada daerah periodontitis, mikroorganisme asli dari bakteri mulut (patogen periodontal putatif) seperti Streptococcus, spesies Actinomyces, Capnocytophga ochracea, Eikenella corrodens, Aggregatibacter actinomycetemcomitans, Bacteroides berpigmen hitam,
Fusobacterium
pneumosintes,
nucleatum,
Tannerella
forsythia,
Porphyromonas Prevotella
gingivalis,
intermedia
/
Dialister Prevotella
nigrescens, spesies Campylobacter, spesies Eubacterium, Peptostreptococcus micros, spesies Staphylococcus, batang negatif Gram enterik, Streptococcus βhemolitik, dan lain-lain telah ditemukan. Mikroorganisme negatif Gram, seperti Porphyromonas gingivalis, Tannerella forsythia, Treponema denticola, dan Aggregatibacter actinomycetemcomitans, mendominasi ruang subgingival dan berorganisasi sebagai biofilm. Jumlah mikroorganisme tersebut biasanya lebih banyak pada daerah yang berpenyakit daripada yang sehat. Beberapa bakteri negatif Gram dalam biofilm telah diidentifikasi sebagai red-complex khususnya T. forsythia, P. gingivalis, dan T. Denticola. Hal ini berkaitan dengan parameter penting untuk mendiagnosis kelainan periodontal, seperti kedalaman poket dan perdarahan saat probing. Biofilm bakteri ini berkontak langsung dengan jaringan pejamu sepanjang interface epitel yang terulserasi yang disebut poket periodontal.24 Bakteri memang diperlukan untuk menimbulkan penyakit periodontal, namun tidak cukup untuk menginisiasi dan progresifitas penyakit. Tampaknya, kerusakan periodonsium adalah hasil interaksi antara populasi bakteri subgingiva yang kompleks dan mekanisme pertahanan tubuh yang spesifik. Menurut Offenbacher (1996), selain plak bakteri, periodontitis juga dipengaruhi oleh mekanisme respon imun dan inflamasi terhadap mikroflora mulut atau plak bakteri, khususnya yang menempel kepada permukaan gigi atau yang telah terbentuk secara subgingival. Secara alamiah terjadinya periodontitis tergantung dari sejauh mana interaksi antara agen bakteri, lingkungan, dan respon mekanisme pertahanan host terhadap serangan bakteri. Secara lokal, bakteri dan produk mereka (seperti endotoksin lipopolisakarida) menembus jaringan periodontal
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
9
pejamu dan menstimulasi ekspresi mediator inflamasi pejamu seperti metabolit asam arachidonic (Prostaglandin E2) dan sitokin (Interleukin-1). Mediatormediator ini kemudian memicu inflamasi lokal dan perubahan jaringan yang bersifat merusak. Studi longitudinal mengindikasikan bahwa perubahan destruktif (perjalanan penyakit) ini tidak berlanjut terus-menerus namun tampaknya terbatas kepada “random bursts” dalam interval yang pendek (enam bulan atau kurang). Perpaduan antara beberapa faktor tersebut menyebabkan peradangan pada jaringan periodontal pejamu yang disebut periodontitis kronis. Faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan periodontitis progresif termasuk merokok, diabetes, obesitas, kontrol plak yang buruk, dan polimorfisme genetik tertentu.8,17
2.1.1.1 Porphyromonas gingivalis (Pg) Porphyromonas gingivalis merupakan bakteri negatif Gram, anaerob dan berbentuk asaccharolytic coccobacillus.25 Porphyromonas gingivalis merupakan bakteri yang dihubungkan kuat dengan tingkat keparahan periodontitis kronis. Awal ketertarikan para peneliti terhadap Pg dan bakteri berpigmen hitam yang lain adalah banyaknya faktor virulen yang dapat dihasilkan oleh bakteri-bakteri ini. Bakteri-bakteri ini dapat menghasilkan kolagenase, protease (termasuk yang dapat menghancurkan immunoglobulin), hemolysin, endotoxin, dan lain-lain. Bakteri Pg juga dapat menghambat migrasi dari PMN dalam melintasi batas epitel sehingga mempengaruhi produksi atau degradasi dari sitokin. 9 Bakteri Pg mampu beradaptasi dan bertahan terhadap mekanisme pertahanan tubuh yang dicetuskan oleh sel-sel epitel. Ketika bakteri Pg menginvasi dan menempel pada sel epitel maka akan diikuti dengan aktivasi dari beberapa sinyal yang berhubungan dengan transkripsi gen target yang mampu melakukan encoding efektor dan regulator dari respon imun. Efektor dari sel-sel imun seperti sitokin pro inflamasi, MMP, dan peptida antimikroba meningkat yang berhubungan langsung dengan progresivitas dari periodontitis kronis. 25
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
10
Gambar 2.1 Porphyromonas gingivalis25
2.1.1.2 Treponema denticola (Td) Treponema denticola merupakan spirochete anaerob berbentuk spiral. Kesulitan dalam melakukan kultur bakteri Td mengakibatkan perannya dalam periodontitis kronis menjadi diremehkan namun belakangan ini beberapa penelitian menyatakan pentingnya kehadiran bakteri ini dalam perkembangan penyakit periodontitis kronis.9,26 Bakteri Td meningkat sangat banyak pada kasus periodontitis kronis namun hampir tidak dapat ditemukan pada orang yang sehat. Ciri khas dari infeksi spirochete adalah kemampuannya untuk menginvasi jaringan.25 Mekanisme virulensi dari Td berupa induksi dan degradasi dari sitokin sama dengan bakteri-bakteri penyebab periodontitis yang lain namun Td juga memiliki mekanisme virulensi lain yang unik dan tidak dimiliki oleh bakteri patogen periodontal yang lain yaitu inhibisi migrasi dari fibroblas dan neutrofil. Mekanisme virulensi inilah yang membuat Td memiliki peran dalam perkembangan periodontitis kronis. Pengaruh dari Td menyebabkan neutrofil bekerja tidak sempurna sehingga tidak dapat membunuh bakteri-bakteri patogen periodontal termasuk Td sendiri dengan baik. Treponema denticola juga memberikan pengaruh yang sama ke fibroblas sehingga penyembuhan luka menjadi tidak sempurna.26 Faktor-faktor virulensi dari bakteri Td anatara lain adalah beberapa protein yang berhubungan dengan sintesis flagella, protein kemotaksis, dentisilin, dan protease yang berbentuk seperti kemotripsin. 25
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
11
Lapisan terluar terdiri protein protease
Gambar2.2 Treponema denticola26
2.1.2 Terapi Periodontitis Kronis Cara terbaik untuk mengontrol infeksi periodontal masih terus berkembang.27 Menurut Van Steenberghe, tujuan utama terapi periodontal, baik melalui prosedur bedah maupun non bedah, adalah untuk menghentikan penyakit periodontitis aktif, salah satunya dengan menghilangkan plak gigi melalui pengendalian plak.8,28 Tujuan lainnya untuk meregenerasi jaringan periodontal yang hilang dan vitalitas hidup gigi-geligi jangka panjang.29 Terapi penyakit periodontal konvensional telah diarahkan kepada pengontrolan progresifitas penyakit dan percepatan pergantian lingkungan periodontal dari flora mikroba periodontal yang berpenyakit menjadi menjadi flora yang kompatibel untuk gingiva sehat, sehingga terbentuk lingkungan yang kurang konduktif terhadap retensi bakteri plak di sekitar gingiva,30,31 dan menciptakan permukaan akar yang bersih, halus, dan kompatibel secara biologis.29 Baderstein dkk. menyatakan bahwa tindakan SPA, baik mekanis maupun sonik, dikombinasikan dengan kontrol plak pada pasien yang kooperatif, merupakan bentuk perawatan dasar yang efektif dalam merawat penyakit periodontal yang berkembang lambat atau berhenti. 32 Walaupun bentuk perawatan non spesifik, hal ini terbukti efektif pada berbagai kasus. Nosal dkk. menyatakan bahwa pada 86% kasus, penetrasi sempurna dengan ujung skeler ultrasonik pada poket mencapai kedalaman 3-9 mm.33 Mayoritas kasus periodontitis kronis ringan sampai sedang berhasil dirawat dengan membersihkan deposit bakteri subgingival secara mekanis saja, namun kadangkala tindakan pembersihan mekanis tersebut kurang maksimal, karena adanya variasi dan kompleksitas anatomi gigi sehingga akses instrumentasi
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
12
ke dalam poket periodontal lebih sulit dari yang diharapkan dan efektivitas pembersihan plak menjadi terbatas.27
34 35
Adanya repopulasi bakteri dalam
tubulus dentin dan jaringan lunak yang berdekatan dengan poket, pada daerah yang tidak dapat terangkat saat SPA memungkinkan terjadinya rekurensi penyakit.34 Keadaan keterbatasan itu memungkinkan dipertimbangkannya penggunaan antibiotik.27,36 Sejumlah pendekatan kemoterapetik tambahan telah dikembangkan, diuji, dan diterima penggunaannya untuk pasien periodontitis kronis37 yaitu sebagai tambahan terhadap SPA.30 Meningkatnya kewaspadaan terhadap bakteri penyebab penyakit periodontal dan hipotesis khusus mengenai terlibatnya bakteri spesifik, pendekatan secara langsung yang lebih lanjut menggunakan agen antibakteri telah menjadi bagian integral dari prosedur terapi.30,29 Panduan saat ini menyarankan bahwa pada pasien periodontitis sebaiknya dilakukan pembersihan kalkulus secara mekanis dan kimia, sedangkan pembedahan ditujukan kepada pasien yang kurang berespon terhadap perawatan atau pada penyakit yang lanjut.27,31
2.1.3 Respon Penyembuhan setelah Terapi Periodontal Regenerasi, perbaikan, dan perlekatan baru jaringan
periodontal
merupakan aspek penyembuhan periodontal yang menjadi tujuan suatu perawatan penyakit periodontal.38 Regenerasi adalah pertumbuhan dan diferensiasi sel-sel serta substansi interseluler yang baru. Pada proses ini epitel gingiva diganti dengan epitel dan jaringan ikat dibawahnya, ligamen periodontal diganti oleh jaringan ikat, sedangkan tulang dan sementum tidak dapat diganti oleh tulang dan sementum yang ada, tetapi diganti oleh jaringan ikat yang merupakan jaringan asal tulang dan sementum.38 Respon yang paling baik adalah apabila sel yang berasal dari ligamen periodontal berproliferasi kearah korona, sehingga terbentuk sementum atau ligamen periodontal yang baru. 38 Respon jaringan yang terjadi setelah terapi SPA dapat bervariasi. Kemungkinan variasi yang terjadi adalah: 1) Dinding poket dapat menyusut seluruhnya, terjadi pada poket dangkal dan inflamasi pada dinding poket lebih didominasi oleh komponen jaringan fibrosa; 2) Berkurangnya inflamasi, bundel kolagen sistem serabut gingiva akan terbentuk kembali sehingga gingival cuff
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
13
berkontraksi terhadap permukaan gigi dan epitel krevikular pulih sehingga terbentuk perlekatan ke gigi melalui hemidesmosom; 3) Sedikit penyusutan dinding poket dan poket tetap ada, pada poket dalam dan yang dindingnya terutama terbentuk dari jaringan fibrosa; 4) sering terjadi kombinasi ketiga kemungkinan respon diatas. Hasil dari perawatan periodontal adalah kembali ke bentuk atau fungsi yang alami. Tanda titik akhir yang diukur dari keadaan klinis adalah skor perdarahan: menurun, yang berarti lesi periodontal dalam keadaan inaktif; kedalaman poket: berkurang / menurun, keadaan ini dapat disebabkan karena keradangan telah mereda, terjadinya resesi gingiva dan atau bertambahnya perlekatan klinis; tingkat perlekatan: tetap atau meningkat, keadaan ini yang merupakan tujuan terapi periodontal.7 Pada pasien periodontitis kronis yang kooperatif, respon terhadap terapi awal biasanya berhubungan dengan resolusi inflamasi marginal gingiva, penyusutan jaringan lunak dan penurunan kedalaman probing periodontal. 31 Pada beberapa pasien atau kasus mungkin tidak terdapat peningkatan jika dibandingkan dengan pemeriksaan awal atau progresifitas penyakit. 31 Pada keadaan dimana pembersihan akar telah dilakukan, faktor-faktor etiologi berikut ini yang mungkin terdapat pada pasien yang tidak berespon terhadap perawatan: 1) Infeksi rekuren poket periodontal yang berasal dari dinding jaringan lunak atau dari tubuli dentin; 2) Flora periodontal patogen yang bervirulensi tinggi; 3) Pembersihan poket periodontal yang tidak memadai karena kesulitan variasi anatomi; 4) Translokasi bakteri setelah terapi per kuadran dibandingkan disinfeksi mulut seluruhnya 38; 5) Gangguan respon host, dan 6) Virus.31 Eccheverria dkk. dan Claffey (1992) menyatakan setelah SPA akan terjadi pendalaman poket dan bertambahnya kehilangan perlekatan gingiva. Empat minggu kemudian tingkat perlekatan gingiva akan kembali seperti semula.4 Evaluasi klinis terhadap respon jaringan lunak (dengan alat prob) setelah SPA baru dapat dilakukan setelah dua minggu, karena reepitelisasi dari luka yang terjadi memerlukan waktu 1-2 minggu.38 Greenstein (1992) menyatakan reformasi jungsional dento-epitelial baru, akan sempurna dalam waktu dua minggu.39 Proye dkk. melaporkan penambahan perlekatan klinis terjadi tiga minggu setelah tindakan SPA dan tidak ada penambahan perlekatan lagi selama tiga bulan
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
14
kedepan. Pada keadaan ditemukan perdarahan saat probing setelah jangka waktu tersebut, hal ini lebih disebabkan oleh inflamasi yang tidak hilang karena adanya sisa-sisa kotoran setelah terapi inisial atau karena kontrol plak yang tidak adekuat.38 Cercek dkk. menyatakan bahwa perbaikan perlekatan berlangsung terus selama delapan bulan, walaupun penyembuhan terjadi pada bulan pertama. 40 Baderstein dkk. menyatakan penurunan kedalaman poket 4-7 mm terjadi pada bulan keempat sampai kelima, dan pada kedalaman poket 7-12 mm penyembuhan terus
terjadi
pada
bulan
kelima
sampai
kesembilan.41
Kaldahl
dkk.
memperlihatkan bahwa perbaikan terjadi selama setahun, dan perubahan besar (dari kedalaman poket dan penambahan perlekatan klinis) terjadi pada minggu keempat dan keenam setelah tindakan skeling-penghalusan akar.4 Pembersihan kalkulus, bukan penghalusan akar, diperlukan untuk kesehatan jaringan, sehingga perlu dilakukan reevaluasi respon jaringan setelah 3-4 minggu atau lebih untuk menghindari instrumentasi berlebihan.38 Penyembuhan maksimal jaringan periodontal akan diperoleh bila pasien diberi terapi periodontal suportif setiap 3-4 bulan dan dievaluasi kembali setelah 4-9 bulan untuk melihat hasil fase higienis terapi periodontal.23 Secara laboratoris akan terlihat bahwa terjadi penurunan jumlah mikroorganisme patogen periodontal, peningkatan kadar TGF-β1, penurunan kadar IL-1, dan penurunan kadar MMP setelah dilakukannya terapi periodontal
yang
merupakan
tanda
terjadinya
penyembuhan
penyakit
periodontal.42
2.1.4 Penyembuhan Tulang Alveolar Pengukuran densitas tulang alveolar secara radiografis untuk mengevaluasi hasil perawatan periodontal membutuhkan waktu yang tepat, yaitu disesuaikan dengan waktu yang diperlukan oleh tulang untuk remodeling. Untuk melihat adanya suatu perubahan gambaran tulang alveolar pada foto radiografis mineralisasi tulang harus mencapai setidaknya 40%, jika tidak maka tidak akan terlihat perubahannya.17 Ellis dkk. menyatakan bahwa penyembuhan tulang membutuhkan waktu empat hingga enam bulan.18 Eugene (2008) menyatakan bahwa penyembuhan tulang berupa woven bone terjadi setelah tiga bulan sedangkan mature bone terjadi enam sampai delapan bulan setelah perawatan.19
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
15
Schropp dkk. (2003) melakukan penelitian mengenai penyembuhan tulang pasca pencabutan dan menyatakan bahwa laju pembentukan tulang paling tinggi terjadi ketika tiga bulan pertama.20 Pembentukan tulang terus terjadi hingga dua belas bulan namun pembentukan tulang antara enam hingga 12 bulan tidak terlalu banyak.20 Untuk memahami penyembuhan pada tulang maka perlu diketahui berbagai macam jenis tulang yang terbentuk selama penyembuhan yaitu: woven bone, composite bone, lamellar bone, dan bundle bone. Woven bone merupakan tulang yang pertama kali terbentuk, biasanya strukturnya lemah, tidak terorganisasi, dan hanya sedikit termineralisasi. 19 Kehadiran woven bone sangat penting pada penyembuhan luka karena woven bone dapat dengan cepat mengisi defek pada tulang, dan menguatkan struktur tulang yang mengalami trauma. Woven bone kemudian akan berubah menjadi lebih padat yaitu composite bone, kemudian di remodeling menjadi lamellar bone atau diresorbsi apabila menerima tekanan yang berat.19 Composite bone merupakan jaringan tulang yang terdiri dari lamellar bone diantara woven bone; merupakan gabungan antara woven bone dengan lamellar bone ini disebut juga primary osteon; cukup kuat dan pembentukannya segera setelah woven bone. Composite bone ini merupakan tahapan yang penting karena merupakan jaringan tulang yang menjaga kestabilan pada awal-awal penyembuhan tulang. Lamellar bone yang menyusun 99% tulang kerangka manusia merupakan tulang yang kuat, sangat terorganisir, dan termineralisasi dengan baik. Lamellar bone membutuhkan waktu hingga satu tahun untuk memiliki kekuatannya yang paling maksimal. Bundle bone merupakan lamellar bone yang mengalami adaptasi fungsional sehingga dapat membentuk ikatan dengan tendon dan ligamen. Adanya Sharpey‟s fiber merupakan salah satu karakteristik dari bundle bone. 19
2.2
Evaluasi Radiografis Pemeriksaan radiografis adalah metode pemeriksaan tidak langsung untuk
menentukan jumlah kerusakan tulang dan menilai tingkat keparahan penyakit periodontal dalam praktek klinik maupun penelitian. Gambaran radiografis menampilkan gambaran dua dimensi dari struktur tiga dimensi, dan menunjukkan
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
16
gambaran jumlah tulang yang tersisa. Gambaran dua dimensi tersebut dapat menyebabkan efek saling tumpang tindih pada beberapa struktur anatomi.13 Pemeriksaan radiografis pada jaringan periodontal meliputi beberapa tanda-tanda anatomis yaitu: lamina dura, alveolar crest, dan ligamen periodontal. Lamina dura yang sehat secara radiograf akan tampak sebagai sebuah garis radiopak yang padat di sekeliling akar gigi. Alveolar crest yang normal/ sehat terletak kira-kira 1,5-2 mm lebih ke apikal dari cementoenamel junction (CEJ) gigi yang bersangkutan. Bentuk dan ketebalan dari alveolar crest bervariasi antara gigi anterior dan posterior. Pada daerah anterior alveolar crest berbentuk tajam dan sangat radiopak. Pada daerah posterior alveolar crest tampak datar, rata dan sejajar dengan garis antara CEJ gigi yang bersebelahan. Alveolar crest gigi anterior tampak sedikit lebih radiopak jika dibandingkan dengan gigi posterior. Ligamen periodontal yang normal akan tampak seperti sebuah garis radiolusen yang tipis diantara akar dengan lamina dura di sekeliling akar gigi dan memiliki ketebalan yang sama. American Dental Association (ADA) membuat klasifikasi penyakit periodontal dengan berdasarkan pada tingkat kerusakan tulang yang didapat dari hasil foto radiografis yaitu sebagai berikut: 1) Klasifikasi ADA tipe 1 dengan gambaran tidak terdapat kerusakan tulang sedikit pun pada gambaran radiografis (gingivitis), lamina dura pada crestal terlihat, dan alveolar crest terletak 1-2 mm dari CEJ. Hanya jaringan gingiva yang mengalami proses inflamasi pada klasifikasi ADA tipe 1. 2) Klasifikasi ADA tipe 2 dengan gambaran perubahan tulang crestal ringan. Lamina dura menjadi tidak jelas dan tidak tampak seperti garis radiopak yang bersambung. Alveolar crest terletak 3-4 mm lebih ke apikal dari CEJ. Secara klinis biasanya terjadi perdarahan saat probing, terdapat poket, dan biasanya terdapat resesi pada daerah tertentu. 3) Klasifikasi ADA tipe 3 memiliki gambaran berupa kerusakan tulang horizontal atau vertikal yang bersifat localized atau generalized. Kerusakan tulang alveolar biasanya mencapai 4 hingga 6 mm lebih ke apikal dari CEJ. Kerusakan pada daerah furkasi dapat terjadi pada tipe 3 ini. Secara klinis terlihat poket dan kehilangan perlekatan hingga mencapai 6 mm. Resesi, keterlibatan daerah furkasi dan sedikit kegoyangan dapat terjadi. 4) Klasifikasi ADA tipe 4 memiliki gambaran kerusakan tulang yang parah.
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
17
Kerusakan tulang alveolar dapat horizontal ataupun vertikal. Secara klinis terdapat kedalaman poket dan kehilangan perlekatan lebih dari 6 mm, keterlibatan furkasi, dan kegoyangan gigi yang parah.43 Untuk mengevaluasi kesembuhan penyakit periodontal maka harus dilakukan melalui pemeriksaan klinis maupun radiografis. Pada evaluasi klinis dapat dilihat tanda-tanda kesembuhan jaringan lunak, sedangkan radiografis dapat dilihat respon penyembuhan pada jaringan keras.11 Untuk mengevaluasi tulang alveolar baik kualitas maupun kuantitas setelah perawatan periodontal maka dibutuhkan gambaran radiografis dengan kualitas yang baik. Pada kasus periodontal maka teknik radiograf yang paling tepat adalah bitewing atau periapikal. Teknik ini akan menghasilkan gambaran radiografis yang detail sehingga dapat digunakan untuk mengevaluasi tulang alveolar daerah interdental. Penggunaan proyeksi panoramik untuk mengevaluasi hasil dari perawatan periodontal sangat tidak direkomendasikan karena adanya distorsi yang cukup besar.13 14 Akhir-akhir ini sejalan dengan berbagai inovasi IPTEK di bidang radiologi diagnostik, kemajuan dalam bidang radiografi kedokteran gigi juga telah mengalami perkembangan yang sedemikian pesat. Kemajuan ini terutama tampak setelah diperkenalkannya sarana pencitraan radiografik modern yaitu Computed Tomography,
Digital
Radiography,
Magnetic
Resonance
Imaging,
dan
Radionuclide Imaging (Scintigraphy) yang diterapkan dalam kasus-kasus kedokteran gigi. Berbagai sarana pencitraan radiografik modern tersebut telah mengembangkan penggunaan detektor pencitraan elektronik atau yang sering juga disebut sebagai reseptor pencitraan digital, beserta piranti keras maupun piranti lunak yang telah memiliki kemampuan pencitraan berteknologi tinggi.13 14 44 45 Dalam berbagai penelitian yang mendasari pengembangan teknologi pencitraan radiografik, meliputi berbagai hal yang berkaitan dengan perubahan penggunaan film radiografik sebagai media reseptor gambar pada radiografi konvensional ke arah penggunaan reseptor gambar digital. Perubahan ini merupakan upaya peningkatan kualitas diagnostik yang pada dasarnya adalah peningkatan berbagai aspek yang berhubungan dengan prinsip karakteristik pembentukan gambaran radiografik.46-48 Pada radiografi konvensional maupun
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
18
pencitraan radiografi modern karakteristik pembentukan gambar radiografik menentukan kualitas diagnostik yang dihasilkan.
2.2.1 Teknik Radiografis Periapikal Terdapat dua teknik radiografis periapikal yaitu paralel dan biseksi. Meskipun kedua teknik tersebut digunakan karena memiliki distorsi yang kecil, namun para klinisi cenderung lebih memilih teknik paralel karena distorsi yang lebih kecil diantara keduanya. Akan tetapi pada kondisi anatomis tertentu teknik paralel tidak dapat digunakan sehingga alternatif berikutnya adalah teknik biseksi. Adapun langkah-langkah umum yang harus dilakukan untuk melakukan foto radiografis
teknik
periapikal
adalah
sebagai
berikut:
menyapa
dan
mempersilahkan pasien untuk duduk; mengatur mesin x-ray hingga kekuatan sinar yang keluar sesuai; menyiapkan posisi dan arah dari kepala tube; mencuci tangan; memeriksa inklinasi dari gigi serta anatomis lain dalam rongga mulut yang berhubungan dengan penempatan film seperti torus; menempatkan film; mengatur kembali posisi dari tube hingga sesuai; dan melakukan exposure.17
2.2.1.1 Teknik Paralel Teknik paralel memiliki keuntungan yaitu posisi film sejajar dengan gigi, oleh karena itu sumber sinar jatuh tegak lurus baik terhadap objek yaitu gigi maupun terhadap film. Hal ini akan mengurangi kemungkinan terjadinya distorsi. Teknik paralel membutuhkan film holder agar penempatan film sejajar dengan gigi. Letak film yang jauh dari gigi menuju ke tengah dari rongga mulut membuat teknik ini dapat memanfaatkan kedalaman dari palatum. Posisi film yang jauh dari gigi dikompensasikan dengan letak sumber sinar yang diberi jarak dengan gigi. 17 49
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
19
Gambar 2.3 Gambar teknik paralel radiografis17
2.2.1.2 Teknik Biseksi Teknik biseksi mengadopsi sebuah teorema dalam ilmu geometri yang menyatakan bahwa dua buah segitiga adalah sama jika dia memiliki satu sisi yang berhimpit dan dua sudut yang sama. Posisi film diletakkan sedekat mungkin dengan sisi lingual/palatal dari gigi, terletak pada dasar mulut atau palatum. Bidang dari film membentuk sudut dengan sumbu gigi. Kemudian bentuklah garis imaginer yang membelah sudut antara sumbu gigi dengan bidang film sama rata. Gambar yang dihasilkan secara teoritis akan sama dengan objek aslinya. Salah satu kelemahan dari teknik ini adalah alveolar ridge seringkali terproyeksi lebih ke koronal dari posisi aslinya.17 50
Gambar 2.4 Gambar Teknik Biseksi17
2.2.2
Kriteria Mutu Radiografis Setiap foto radiografis harus memiliki kualitas mutu yang optimal agar
dapat digunakan untuk penegakkan diagnosis, yaitu sebagai berikut: foto
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
20
radiografis harus mencakup seluruh daerah yang diinginkan yaitu keseluruhan akar dan kira-kira dua mm tulang periapikal harus terlihat, apabila terdapat kondisi patologis, maka keseluruhan lesi harus terlihat beserta jaringan normal di sekelilingnya, kemudian foto radiografis harus memiliki distorsi yang minimal, kebanyakan kasus distorsi adalah akibat arah sinar yang tidak sesuai, bentuk anatomis dari gigi yang bersudut, serta posisi yang tidak sesuai dari film, dan yang terakhir adalah sebuah foto radiografis harus memiliki kontras, detail dan ketajaman yang optimal agar dapat diinterpretasi. Kontras, detail dan ketajaman sangat dipengaruhi oleh proses pencucian foto, dan sedikit pengaruh dari kekuatan sinar dan lama exposure.17
2.2.3
Penilaian Kepadatan Tulang Alveolar Kepadatan tulang pada pria dan wanita mencapai puncaknya sampai
dengan usia 35 tahun. Setelah itu, massa tulang menurun sebagai akibat hilangnya tulang, dengan rerata kehilangan 3-5% per dekade. Pada wanita paska menopause, kehilangan tulang bertambah menjadi 2% pertahun.51 Bentuk makroskopik tulang bermacam-macam, secara garis besar terdiri dari tulang pipih dan tulang panjang. Bagian luar terdiri dari tulang padat yang disebut tulang kortikal (kompakta), sedangkan bagian dalam disebut tulang trabekula (spongiosa) yang terdiri dari lempengan–lempengan tipis tersusun menyerupai jala atau bunga karang.52 Bagian luar tulang dilapisi selapis tipis periosteum, sedangkan di bagian dalam yang berhadapan dengan sumsum tulang terdapat endosteum. Matteson menyatakan kehilangan tinggi tulang alveolar yang selama ini menjadi salah satu indikator kerusakan jaringan periodontal sebenarnya telah didahului defek kualitatif di bagian tulang kanselus.12 Hal ini menunjukkan bahwa kehilangan tinggi tulang alveolar bukanlah merupakan tanda dini perubahan tulang, karena secara radiografis kepadatan tulang dapat lebih dahulu dideteksi. Dengan demikian pemeriksaan radiografik penyakit periodontal untuk melihat perubahan tulang sebaiknya selain dilakukan terhadap tinggi dan bentuknya, juga dengan melihat perubahan kepadatannya.52 Penilaian kualitas tulang dilakukan melalui grading dari kepadatan trabekulasi tulang. Lindhe dkk. menggunakan grading untuk keperluan perawatan
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
21
implan dengan perincian: grade 1= jarang; grade 2 = antara jarang dan padat; dan grade 3 = padat. Pada penelitian ini didapatkan korelasi signifikan antara volume tulang trabekula dengan kepadatan mineral tulang (BMD).11 Pada penelitian yang dilakukan oleh Jonasson dkk. trabekulasi digunakan untuk melihat kepadatan tulang alveolar, dan merupakan indikator klinis yang sangat berguna untuk menentukan kepadatan mineral tulang (BMD). Pada keadaan dimana trabekulasi padat merupakan indikator kuat tingginya BMD, sementara trabekulasi jarang menyatakan BMD yang rendah.53 Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Taguchi.54 untuk melihat kualitas tulang
mandibula
dengan
menggunakan
perangkat
konvensional
dan
dibandingkan dengan perangkat modern, terdapat korelasi yang signifikan dari kepadatan trabekulasi dengan densitas mineral tulang yang didapatkan secara komputerisasi menggunakan computed tomography (CT) (p<0,0001) pada rahang tidak bergigi. Pada penelitian ini kepadatan trabekulasi dilihat pada daerah tidak bergigi dibatasi oleh garis dan disebut sebagai region of interest (ROI), dibagi ke dalam lima grade. Pengaruh dari ukuran luas dan bentuk dari ROI terhadap ketepatan pengukuran kepadatan tulang mandibula diteliti oleh Taguchi. Menurut Taguchi, bentuk dari ROI tidak berpengaruh bagi pemeriksa selama masih dari area yang sama, sementara ketepatan analisis akan semakin tinggi jika ukuran luas ROI lebih dari 1 cm.
2.2.4
Radiografi Digital Radiografi digital merupakan perpaduan antara teknik radiografi
konvensional dengan teknologi komputer. Tujuan dari radiografi digital adalah menghasilkan gambaran yang memiliki informasi diagnostik maksimum dengan radiasi minimum. Pada bidang kedokteran gigi, perangkat Direct Digital Intra Oral Radiography (DDIR), telah dipergunakan sejak beberapa tahun terakhir ini. Sebagai detektor digunakan sensor penerima gambar yang peka terhadap sinar X sebagai pengganti film konvensional. Dengan adanya DDIR maka radiasi dapat dikurangi hingga hanya menggunakan 10% dari yang biasa digunakan pada pemeriksaan radiografi konvensional.13 Direct Digital Intra Oral Radiography (DDIR) ini mengalami perkembangan sangat pesat, mengingat kegunaan CT scan
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
22
di bidang kedokteran gigi yang masih terbatas karena apabila dibandingkan dengan DDIR, radiasi yang diterima pasien pada pemeriksaan CT jauh lebih besar, dan perangkat maupun sistemnya pun jauh lebih kompleks.55 Dalam radiografi digital film radiografi konvensional digantikan oleh sensor elektronik CCD (Charge-Coupled Device), CMOS (Complementary Metal Oxide Semiconductor) atau PSP (Photostimulable Phosphor) sebagai media perekam gambar data yang diterima sensor elektronik dari perangkat digital yang akan dikirim ke dalam komputer masih berupa informasi analog atau data yang masih berbentuk kontinyu. Supaya informasi analog yang diperoleh tersebut dapat dipergunakan dalam sistem komputer, data harus dikonversi menjadi unit-unit yang diskrit. Data berbentuk diskrit ini dipakai, karena sistem komputer hanya mengenal informasi digital yang berdasar pada sistem numerik binari dua digit yaitu angka “0” dan “1” yang disebut bit. Bit adalah istilah komputer yang berarti binary digit. Komputer dirancang untuk menggunakan rangkaian 0 dan 1 ini untuk mewakili informasi yang ada misalnya angka atau huruf. Rangkaian angka 0 dan 1 disebut kata binari. Banyak komputer personal menggunakan 8 bit, yang berarti dapat membentuk rangkaian kombinasi 0 dan 1 dengan panjang 8 digit, sehingga dapat diperoleh 28 (256) rangkaian kombinasi misalnya (00000000, 00000001, 00000011, hingga 11111111). Setiap satu dari rangkaian 8-bit ini disebut byte.13 Digitizer/ converter analog ke digital (ADC) digunakan untuk mengubah sinyal output analog dari sistem detektor menjadi representasi numerik yang berdasar pada sistem numerik binari sehingga dapat dikenali oleh komputer. Konversi ini dilakukan dengan cara mengukur voltage sinyal output dalam bentuk data diskrit interval yang kemudian menentukan satu angka (antara 0 sampai 255 pada komputer 8 bit) pada tiap tingkat intensitas voltage. Diperoleh angka 0 bila voltage output yang diterima maksimum yaitu apabila tidak terjadi atenuasi sinar X pada objek. Angka 255 bila tidak terbentuk voltage output, akibat terjadinya atenuasi sinar X total pada objek (0=hitam, 255=putih). Dua ratus lima puluh enam tingkatan warna ini disebut juga 256 gradasi abu-abu. Komputer dengan kemampuan 8 bit sudah dianggap memadai untuk dapat menampilkan tayangan gambar radiografik mengingat mata normal hanya mampu membedakan 32 gradasi abu-abu.13 14
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
23
Gambar 2.5 Skematik Pembentukan Gambar Digital A. Gambaran radiografis. B. Gambaran yang dideteksi oleh sensor digital, setiap kotak disebut piksel. C. Gambaran numerik nilai piksel yang dikirim ke komputer. D. Gambaran digital pada layar komputer56
Gambaran digital terdiri dari sejumlah besar kumpulan piksel individual yang tersusun dalam matriks baris dan kolom. Setiap piksel memiliki nilai tertentu yang merupakan representasi dari suatu gambaran yang ditangkap. Nilai yang dimiliki piksel tersebut akan memberikan tingkat warna keabu-abuan pada saat gambaran tersebut ditayangkan dan berhubungan dengan angka yang mewakili satu dari 256 gradasi abu-abu. Terdapat dua kategori besar dari suatu data yang digunakan dalam kuantifikasi tulang alveolar dari gambar digital suatu radiograf yaitu geometrik dan radiometrik. Data geometrik termasuk di dalamnya adalah pengukuran jarak antara struktur tertentu pada gigi atau pada jaringan periodontal yang tampak pada gambaran radiografis, seperti pengukuran kehilangan tulang dari CEJ ke puncak tulang alveolar. Data radiometrik adalah data yang berasal dari nilai gray-scale suatu piksel. Nilai-nilai ini digunakan untuk menentukan densitas relatif dan perubahan densitas pada tulang alveolar. Analisis data radiometrik dapat dilakukan dalam bentuk tampilan grafik histogram (frekuensi nilai-nilai grayscale) yang dapat mengarah pada suatu identifikasi pola ciri-ciri anatomis tertentu atau perbedaan struktural.14
2.2.5
Keuntungan dan Kerugian Radiografi Digital Radiografi digital memiliki beberapa keuntungan yaitu: 1) Resolusi gray-
scale yang dihasilkan sangat baik. Radiografi digital memiliki tingkatan grayscale hingga 256 warna. Radiografi konvensional hanya memiliki 16 sampai 25
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
24
tingkatan warna. Resolusi gray-scale sangat penting karena diagnosis seringkali didasari oleh perbedaan warna tersebut. Kemampuan untuk mendapatkan gambar yang detail serta resolusi yang baik merupakan salah satu kriteria suatu foto dapat digunakan untuk diagnosis atau tidak. Line pair/milimeter (lp/mm) merupakan ukuran kedetailan sebuah foto. Sebuah foto digital memiliki nilai 6 hingga 22 lp/mm sedangkan mata manusia hanya dapat membedakan detail suatu gambar hingga 8 lp/mm oleh karena itu foto digital sudah memenuhi kriteria untuk dapat didiagnosis. 2) Radiasi sinar x yang lebih kecil. Tingkat sensitifitas dari sensor film digital yaitu charge coupled device (CCD) membuat sinar x yang diperlukan untuk menghasilkan suatu gambar digital 50% hingga 80% lebih sedikit dari yang dibutuhkan untuk menghasilkan gambar pada film konvensional. 3) Film yang dihasilkan lebih cepat. Kecepatan dalam menghasilkan film membuat diagnosis juga lebih cepat. 4) Alat yang dibutuhkan lebih sedikit. Radiograf digital mengurangi kebutuhan untuk membeli film konvensional beserta alat-alat yang diperlukan untuk menghasilkan suatu gambar konvensional seperti cairan untuk mencuci foto, dan kebutuhan akan kamar gelap. 5) Lebih efisien. Seorang dokter gigi tidak perlu memiliki tempat khusus untuk menyimpan foto. Dokter gigi juga dapat menjelaskan langsung kepada pasien melalui layar komputer. Hasil foto dapat dicetak jika diperlukan dan dapat dikirim dengan mudah ke sejawat bila pasien ingin dirujuk dengan menggunakan internet. 6) Meningkatkan kualitas hasil foto untuk diagnosis. Foto digital dapat diubah kontras, tingkat kecerahan, serta ketajamannya. Foto digital juga dapat di zoom pada daerah yang ingin didiagnosis. 7) Foto digital dapat digunakan sebagai sarana untuk memberikan edukasi kepada pasien. Foto digital lebih baik dalam hal edukasi jika dibandingkan dengan foto konvensional karena ukurannya yang dpat diperbesar hingga pasien mampu melihatnya dengan baik.15 Radiograf digital juga memiliki beberapa kerugian disamping keuntungankeuntungannya antara lain: 1) Harga yang mahal. Radiograf digital jika dibandingkan dengan konvensional memiliki harga yang jauh lebih mahal, karena keharusan memiliki sistem digital yang mumpuni. Radiograf digital juga memerlukan servis dan perawatan yang tentunya membutuhkan biaya tidak sedikit. 2) Kualitas gambar yang dihasilkan. Kualitas gambar yang dihasilkan oleh
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
25
radiograf digital walaupun berkisar 6 hingga 22 lp/mm memiliki rata-rata hanya 10 lp/mm. Foto konvensional memiliki kualitas gambar 12 hingga 22 lp/mm. Mata manusia hanya mampu melihat 8 lp/mm oleh karena itu radiografi digital hanya mencapai tingkat cukup untuk dapat didiagnosis. 3) Beberapa sensor digital lebih tebal dan kaku jika dibandingkan dengan film konvensional sehingga beberapa pasien merasa tidak nyaman. 4) beberapa sensor digital tidak tahan terhadap panas sehingga tidak dapat dilakukan sterilisasi dengan maksimal. 5) Radiograf digital seringkali dipertanyakan ketika digunakan sebagai bukti pada sebuah pengadilan. Hal tersebut dikarenakan radiograf digital dapat dimanipulasi dengan menggunakan komputer.15
2.3
Evaluasi Mikrobiologis
2.3.1
Reverse Transcryptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) Polymerase Chain Reaction atau PCR merupakan suatu metode in vitro
untuk memperbanyak DNA secara enzimatik dengan menggunakan enzim DNA polymerase dan primer nukleotida yang melakukan hibridisasi bagian DNA dari dua arah yang berlawanan. Cara kerjanya sangat sederhana yaitu dengan mencampurkan DNA template (pencetak), enzim DNA polimerase, sepasang oligonukleotida (primer), bahan DNA (dNTP), dan menempatkan campuran tersebut pada tiga suhu tertentu secara berulang-ulang sehingga DNA pencetak akan memperbanyak diri secara spontan. Setiap satu kali siklus dilakukan tiga kali perubahan suhu agar terjadiproses denaturasi, annealing, extensi, sehingga DNA sasaran memperbanyak diri sebanyak dua kali lipat. Dengan demikian, perlakuan pada n buah siklus PCR akan menjadi 2n kali lipat banyaknya.57 Polymerase Chain Reaction merupakan suatu teknik perbanyakan molekul DNA dengan ukuran tertentu secara enzimatis melalui mekanisme perubahan suhu. Secara ringkas, prinsip PCR dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada suhu 94950C, DNA mengalami denaturasi (pembelahan unit ganda menjadi unit tunggal). Waktu yang diperlukan untuk proses ini sekitar 30 detik pada suhu 95 0C atau 15 detik pada suhu 970C. Apabila DNA target mengandung banyak nukleotida G/C, suhu denaturasi dapat ditingkatkan. Denaturasi yang tidak lengkap akan menyebabkan renaturasi secara cepat, sedangkan waktu denaturasi yang terlalu
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
26
lama dapat mempengaruhi enzim polimerase. Hal ini sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses PCR. Umumnya sebelum proses siklus PCR dimulai seringkali dilakukan pre-denaturasi selama 3-5 menit, untuk meyakinkan bahwa molekul DNA target yang ingin dilipatgandakan jumlahnya benar-benar terdenaturasi.57 Apabila suhu diturunkan antara 36-720 C terjadi proses penempelan primer (annealing) yang merupakan penempelan primer pada DNA yang telah terbelah pada tempat yang spesifik. Primer sebaiknya berukuran 18-25 basa, mengandung 50-60% G + C, dan Tm (0C) terhitung untuk kedua primer sebaiknya sama. Formula penghitungan adalah, Tm = 4 (G+C) + 2 (A+T). Semakin panjang primernya semakin tinggi temperatur annealing.57 Apabila suhu dinaikkan sampai 720 C, maka primer dengan bantuan enzim DNA polymerase akan membentuk untaian DNA sesuai dengan runutan DNA yang terbelah, proses ini disebut elongasi (extension). Kecepatan penyusunan nukleotida diperkirakan antara 35-100 nukleotida per detik, tergantung buffer, pH, konsentrasi garam, dan molekul DNA target. Umumnya setelah proses siklus PCR selesai, ditambah post elongasi selama 5-10 menit pada temperatur 720 C agar semua hasil PCR berbentuk untai ganda.57 Ketiga tahapan tersebut merupakan satu siklus termal. Jumlah fragmen DNA yang digandakan adalah 2n dimana n adalah banyaknya siklus termal. Rumus tersebut berasal dari penambahan jumlah keping (copy) DNA secara eksponensial, dimana keping DNA yang terbentuk menjadi cetakan bagi reaksi selanjutnya. Banyaknya siklus yang dilakukan tergantung pada banyaknya produk PCR yang diinginkan.57 Metode PCR ini sangat cocok untuk memperbanyak DNA untuk prosedur pemeriksaan klinis atau forensik, karena hanya diperlukan sampel DNA yang sangat sedikit sebagai bahan awal. Asam deoksiribonuklease dapat diperbanyak oleh reaksi berantai polimerase dari sehelai rambut atau setetes darah atau semen. Polymerize Chain Reaction adalah suatu molekul perbanyakan DNA secara enzimatik sehingga DNA yang diperoleh dapat digunakan untuk analisis penelitian. Asam deoksiribonuklease yang jumlahnya sangat sedikit juga dapat dikarakterisasi dengan metode ini. Saat ini PCR sudah digunakan secara meluas
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
27
pada kedokteran forensik, diagnosis genetika, hingga teknik ini banyak digunakan karena cukup spesifik, efisien, dan memiliki derajat keberhasilan yang tinggi.58 Istilah “reaksi berantai“ digunakan karena perpanjangan rantai DNA dilakukan dalam siklus yang berulang-ulang. Yang diperlukan pada reaksi PCR adalah suatu DNA sasaran yang akan diamplifikasi, sepasang oligonukleotida primer yang masing-masing komplementer dengan ujung 3‟ dari salah satu untai DNA sasaran, deoksinukleotida triposfat (d ATP, d CTP, d GTP, dan dTTP) dan suatu enzim DNA polimerase yang tahan terhadap pemanasan tinggi (dikenal sebagai tag polymerase). Tag polymerase berasal dari bakteri Thermus aquaticus, yang dapat tumbuh dalam sumber air panas bersuhu 100 o C atau lebih.58 Dalam polimerisasi DNA dengan teknik PCR, biasanya digunakan molekul DNA sebagai primer. Fungsi primer adalah menyediakan ujung 3‟- OH yang akan digunakan
untuk
menempelkan
molekul
DNA
pertama
dalam
proses
58
polimerisasi.
Mula-mula harus dilakukan isolasi terhadap sampel
DNA yang
mengandung segmen yang akan diampllifikasi. Ditambahkan primer, keempat deoksiribonukleosida triposfat, dan DNA polimerase tahan panas dalam jumlah besar kedalam larutan dimana DNA dipanaskan untuk memisahkan untai-untai. Primer adalah dua oligonukleotida sintetik. Setiap oligonukleotida bersifat komplementer terhadap urutan yang pendek pada satu untai DNA untuk diamplifikasi. Sewaktu larutan mendingin, oligonukleotida membentuk pasangan basa dengan DNA dan berfungsi sebagai primer untuk sintesis untai DNA yang dikatalisis oleh DNA polimerase tahan panas. Keempat deoksiribonukleosida triposfat berfungsi sebagai prekursor untuk sintesis untai DNA baru. Proses pemanasan, pendinginan, dan sintesis DNA baru diulang berkali-kali sampai diperoleh salinan DNA dalam jumlah besar. Proses dapat diautomasikan sehingga setiap putaran replikasi hanya memerlukan waktu beberapa menit. Dalam 20 daur pemanasan dan pendinginan, DNA mengalami amplifikasi lebih dari sejuta kali Real-Time PCR dapat mendeteksi produk amplifikasi pada tiap siklus pada proses penggandaan DNA. Pada sistem Real-Time PCR ini terdapat enzim DNA polimerase yang memiliki aktivitas pada DNA yang memiliki fungsi exonuclease pada rantai DNA 5‟ menuju 3‟. Polimerase DNA ini dapat menguraikan molekul
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
28
probs yang terikat pada untaian tunggal DNA sehingga dapat digunakan untuk deteksi amplikon pada target DNA yang spesifik. Molekul probs ini mengikat oligonukleotida dan akan mengikat sekuen DNA target. Probs ini terikat pada ujung 5‟P dan pada ujung 3‟.58 Molekul probs ini memiliki bagian reporter dye pada ujung 5‟ yang dapat mengeluarkan floresensi sedangkan pada ujung 3‟ terdapat quencher yang dapat meredam floresensi pada reporter dye. Sehingga sebelum reaksi emisi dari reporter dye tidak dapat terbaca pada detektor.58 Real-Time PCR memiliki keunggulan daripada konvensional PCR yaitu pada Real-Time sistem pengukuran analisis menggunakan molekul probs yang dapat diukur pada tiap siklus reaksinya. Pada konvensional PCR deteksinya memerlukan gel agarosa untuk proses elektroforesis DNA pada deteksi produk hasil amplifikasi DNA tersebut.59
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
29
2.4
Kerangka Teori
Faktor predisposisi:7 - Retensi/impaksi makanan - Tepi gigi tiruan yang tidak baik - Kontrol plak tidak adekuat - Tambalan mengemper - Alat orthodontik Faktor fungsional:7 - Maloklusi - Trauma oklusi - Gigi hilang yang tidak diganti - bruksism
Faktor etiologi:7 Mikroorganisme patogen periodontal dalam plak dan kalkulus
Faktor risiko:7 - Usia - Suku - Jenis kelamin - Merokok - Genetik - Kondisi/penyakit sistemik
PERIODONTITIS KRONIS: Pemeriksaan skor oral higiene dan radiografis
Terapi:25-30 - Dental Health Education - Kontrol plak - Penyesuaian oklusal - Splinting - Skeling dan penghalusan akar - Terapi kimiawi: sistemik & lokal
Evaluasi Kesembuhan klinis:36-39 - Penurunan skor perdarahan - Penurunan kedalaman poket - Peningkatan perlekatan klinis Kesembuhan Radiografis:13,18,19 - Peningkatan Ketinggian tulang - Peningkatan Kepadatan tulang - Kontinuitas tulang kortikal pada alveolar crest Kesembuhan Laboratoris:40 - Penurunan jumlah mikroorganisme patogen periodontal - Peningkatan kadar TGF-β1 - Penurunan kadar IL-1 - Penurunan kadar MMP
Kegagalan: - Ada perdarahan - Kedalaman poket tetap / lebih - Penurunan perlekatan klinis - Penurunan ketinggian tulang - Penurunan kepadatan tulang - Jumlah mikroorganisme patogen periodontal tidak berkurang - Penurunan kadar TGF-β1 - Peningkatan kadar IL-1 - Peningkatan kadar MMP
Terapi bedah
Gambar 2.6 Kerangka teori
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
30
Berdasarkan tinjauan pustaka mengenai penggunaan minosiklin HCl 2% sebagai terapi tambahan SPA terhadap periodontitis kronis, maka disusun kerangka teori sebagai berikut. Periodontitis merupakan penyakit yang perkembangannya disebabkan oleh beberapa beberapa faktor yaitu faktor etiologi yaitu mikroorganisme patogen periodontal dalam plak dan kalkulus, faktor predisposisi yaitu retensi / impaksi makanan, tambalan mengemper, tepi gigi tiruan yang tidak baik, kontrol plak tidak adekuat dan penggunaan alat orthodonti, faktor fungsional seperti maloklusi, trauma oklusi, gigi hilang yang tidak diganti, dan bruksism, faktor risiko yaitu usia, suku, gender, merokok, genetik, pendidikan, dan kondisi/ penyakit sistemik. Perawatan atau terapi yang harus dilakukan pada pasien yang terkena periodontitis haruslah meliputi penghilangan keseluruh faktor-faktor yang telah disebutkan di atas terutama faktor penyebab atau etiologi. Seperti telah disebutkan di atas bahwa faktor penyebab atau etiologi dari periodontitis adalah mikroorganisme patogen periodontal pada plak dan kalkulus. Penghilangan faktor penyebab dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti pembersihan secara mekanis maupun kimiawi. Pembersihan secara kimiawi diperlukan untuk membantu keterbatasan dari alat-alat yang digunakan ketika pembersihan mekanis mencapai tempat-tempat yang sulit terjangkau karena bentuk anatomis dari gigi. Evaluasi dari perawatan periodontal dapat dilihat secara klinis, radiografis, dan laboratoris. Kesembuhan klinis dapat dilihat dengan mengukur apakah terdapat penurunan skor perdarahan, kedalaman poket serta peningkatan perlekatan klinis. Kesembuhan radiografis dapat dilihat dengan menggunakan parameter ketinggian serta kepadatan tulang alveolar. Kesembuhan laboratoris dapat
dilihat
dengan
mengukur
apakah
terdapat
penurunan
jumlah
mikroorganisme patogen periodontal, peningkatan kadar TGF-β1, penurunan IL-1 serta penurunan kadar MMP. Apabila yang terjadi adalah keadaan sebaliknya maka dapat dikatakan bahwa perawatan periodontal tahap awal tidak dapat menghilangkan penyakit periodontal dan harus dilanjutkan ke fase terapi bedah periodontal. Yang kemudian akan dievaluasi kembali dengan menggunakan parameter yang sama.
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1
Kerangka Konsep
Periodontitis kronis Pemeriksaan radiografis: Penurunan kepadatan tulang alveolar Iregularitas tulang kortikal pada alveolar crest
SPA
Kesembuhan periodontal Radiografis: - Peningkatan kepadatan tulang alveolar - Kontinuitas tulang kortikal pada alveolar crest Mikrobiologis: - Penurunan jumlah bakteri Pg dan Td
Pemeriksaan mikrobiologis: Jumlah bakteri Pg dan Td
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
3.2 Hipotesis
3.2.1
Hipotesis Mayor
3.2.1.1 Tindakan SPA pada periodontitis kronis meningkatkan gambaran densitas radiografis tulang alveolar. 3.2.1.2 Tindakan SPA pada periodontitis kronis menurunkan jumlah bakteri Porphyromonas gingivalis dan Treponema denticola.
3.2.2
Hipotesis Minor
3.2.2.1 Tindakan SPA pada kasus periodontitis kronis akan meningkatkan kepadatan tulang alveolar secara radiografis. 3.2.2.2 Tindakan SPA pada kasus periodontitis kronis akan mengembalikan kontinuitas dari alveolar crest secara radiografis 3.2.2.3 Tindakan SPA pada kasus periodontitis kronis akan menurunkan jumlah bakteri Porphyromonas gingivalis
31 Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
32
3.2.2.4 Tindakan SPA pada kasus periodontitis kronis akan menurunkan jumlah bakteri Treponema denticola 3.2.2.5 Terdapat hubungan antara perubahan jumlah bakteri Pg dengan perubahan kepadatan radiografis tulang alveolar. 3.2.2.6 Terdapat hubungan antara perubahan jumlah bakteri Td dengan perubahan kepadatan radiografis tulang alveolar.
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1
Jenis Penelitian
Eksperimental klinis
4.2
Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah penderita periodontitis kronis lokalis yang datang
berobat ke klinik periodonsia Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (RSKGM FKG UI) pada bulan Januari 2013 – Juni 2013. 4.2.1
Kriteria Inklusi:
-
Penderita periodontitis kronis lokal
-
Salah satu permukaan proksimal gigi posterior mempunyai poket 4 - 6 mm, hilangnya perlekatan ≥ 4 mm, dan perdarahan saat probing.
-
Usia 30-55 tahun
-
Tidak minum antibiotik sejak tiga bulan terakhir
-
Tidak pernah dilakukan perawatan periodontal sejak enam bulan terakhir
-
Tidak medically compromised secara anamnesis
-
Dapat diinterpretasi secara radiografis
4.2.2
Kriteria Eksklusi:
-
Menderita penyakit Diabetes Mellitus
-
Tambalan proksimal mengemper
-
Karies proksimal dan servikal
-
Merokok
-
Gigi maloklusi
-
Gigi malposisi
33 Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
34
-
Sedang mengkonsumsi obat-obatan yang mempengaruhi tulang seperti: obat osteoporosis, obat kanker, dll.
4.3
Besar Sampel
Jumlah / besaran sampel yang dipilih: (
(
)
)2
n = Besar sampel. = 0.05, Z = 1.96 = deviat baku alfa = 0.20, Z = 0.842 = deviat baku beta S = Simpang baku = 0,8 mm X1-X2 = selisih minimal yang dianggap bermakna = 0,3736 (
)
(
)2
n = 36 Pertimbangan kemungkinan ada yang gugur maka: n + 10% =39.6 = 40 Jadi n = total sampel kelompok = 40 elemen
4.4
Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di klinik periodonsia dan radiologi RSKGM
FKG UI selama bulan Januari 2013 - Juni 2013
4.5 1.
Bahan dan Alat Penelitian Kaca mulut no. 4 (Osung, Korea)
2. Pinset (crown, jepang) 3. Sonde halfmoon (crown, jepang) 4. Prob periodontal dengan skala mm (ASA, Italy) 5. Kuret gracey (Osung, Korea) 6. Skeler tip (Osung, Korea) 7. Skeler ultrasonic (EMS, germany)
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
35
8. Kapas 9. Mesin Radiografi Long Cone (Belmont) 10. Photostimulable Phosphor Plate (PSP)(Digora, Soredex Orion Corporation, Helsinki, Finlandia) 11. Paralelling Cone Indicator Device (PCID) (Hanshin CID-3) 12. Bite registration Material (Futar D, Kettenbach, Jerman) 13. Ethical clearance 14. Persetujuan tindakan medik 15. Kartu status pasien 16. Gel/PCR DNA Fragment Extraction Kit 300 preps (DF300) 17. Tip putih (2 pack) 18. Tip kuning (2 pack) 19. Tip biru (2 pack) 20. Microcentrifuge tube 1,5 ml (1 pack) 21. Tablet PBS 100ml (1 bottle) 22. 15 ml conical centifuge tube 23. Power SYBR green master mix (5ml) 24. Tube RT PCR and Cap tube RT PCR 25. Vortexer 26. Spectrophotometer 27. Mesin RT-PCR (Bio Rad) 28. Cyrobox microcentrifuge tube (1x10) 29. Primer Universal 16sRNA 30. Primer T. denticola 31. Primer P. gingivalis 32. Primer T. forsythia
4.6 No. 1.
Definisi Operasional Variabel
Definisi Operasional
Cara Mengukur
Hasil Ukur
Skala
Periodontitis Kronis
keradangan jaringan periodontium pada pasien usia 30-55 tahun yang ditandai
Pengukuran dilakukan pada gigi posterior maksila ataupun mandibula
pada tiap-tiap permukaan mempunyai poket periodontal 4 mm -
Numerik
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
36
No.
Variabel
Definisi Operasional
Cara Mengukur
Hasil Ukur
dengan adanya perdarahan saat probing, pembengkakan, dan hiperemi pada gingiva
menggunakan periodontal prob, diukur kehilangan perlekatan (CAL) dari CEJ sampai dengan dasar poket.
6 mm, hilangnya perlekatan lebih atau sama dengan 4 mm (pilih poket terdalam)
Tindakan membuang plak dan kalkulus dari permukaan gigi, menghilangkan sementum nekrotik serta menghaluskan permukaan akar gigi dengan menggunakan skeler manual dan ultrasonik.
Permukaan mahkota dan akar gigi terasa halus dan bersih pada eksplorasi dengan sonde halfmoon. Dilakukan tanpa anestesi lokal.
Ya
Skala
2.
Skeling dan Penghalusan Akar
3
Kesembuhan
3.1
Radiografis
3.1.1
Kepadatan tulang radiografis
Evaluasi radiometrik radiografis digital intraoral terhadap kehilangan tulang alveolar pada penderita periodontitis kronis
Kepadatan/densitas tulang alveolar radiografis digital: kepadatan trabekulasi tulang rahang.
nilai mean gray level pada komputer 8 bit berkisar antara 0256
Numerik
3.1.2
Iregularitas Tulang Crestal
Evaluasi geometrik radiografis digital intraoral terhadap ada atau tidaknya tulang kortikal pada alveolar crest
Menggunakan proyeksi dental periapikal dengan perbesaran sebanyak 2 kali, untuk mengukur kehilangan tulang kortikal pada puncak alveolar crest
0 = tidak terdapat kehilangan tulang kortikal, 1 = tulang kortikal terputus, 2= tulang kortikal hilang
Katagorik
3.2
Mikrobiologis
3.2.1
Jumlah bakteri Pg
Penghitungan jumlah bakteri Pg dalam plak subgingiva sebelum dan sesudah SPA
Extract DNA bakteri dari plak subginginva, dilakukan RT-PCR untuk melihat jumlah bakteri Pg.
CFU/ml
Numerik
3.2.2
Jumlah bakteri Td
Penghitungan jumlah bakteri Td dalam plak subgingiva sebelum dan sesudah SPA
Extract DNA bakteri dari plak subginginva, dilakukan RT-PCR untuk melihat jumlah bakteri Td
CFU/ml
Numerik
Diukur pada gigi posterior maksila dan mandibula yang memiliki kedalaman poket 4-6 mm pada sisi distal dan mesial.
Tabel 4.1 Definisi Operasional
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
37
4.7
Cara Kerja Penelitian Subjek penelitian adalah penderita periodontitis kronis yang datang ke
klinik periodonsia FKG UI selama bulan Januari – Juli 2013 dan telah memenuhi kriteria sampel. Jumlah sampel 40 elemen gigi. Pada subjek penelitian hanya dilakukan SPA saja, kemudian dilakukan pengukuran skor perdarahan, kedalaman poket, dan kehilangan perlekatan. Pengukuran ini dihitung sebagai hari ke-0.
Hari ke-0: Penderita periodontitis kronis dengan minimal mempunyai dua gigi yangg pada salah satu sisinya mempunyai poket antara 4 - 6 mm (pilih poket terdalam), kehilangan perlekatan lebih atau sama dengan ≥4 mm. Sebelum dilakukan terapi, sampel plak subgingiva diambil dari dalam poket menggunakan ekskavator kemudian plak tersebut dimasukkan ke dalam Epis berisi PBS. Setelah itu dilakukan pengukuran skor perdarahan, kedalaman poket, dan hilangnya perlekatan. Setelah itu dilakukan SPA pada seluruh elemen gigi dalam rongga mulut (Full-Mouth instrumentation). Pemeriksaan radiografis dilakukan setelah tindakan SPA dengan menggunakan Futar D sebagai catatan gigit.
Gambar 4.1 Pengambilan sampel dengan menggunakan ekskavator dan diletakkan pada epis.
Hari ke-7: Melakukan kontrol plak dan skoring perdarahan pada daerah yang sama seperti hari ke-0. Lakukan SPA.
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
38
Hari ke-14: Pengulangan tindakan yang sama seperti pada hari ke-7.
Hari ke-21: Pengulangan tindakan yang sama seperti pada hari ke-7.
Bulan ke-2: Pengulangan tindakan yang sama seperti pada hari ke-7. Kemudian lakukan pengukuran skor perdarahan, kedalaman poket, dan kehilangan perlekatan
Bulan ke-3: Dilakukan pemotretan radiografi periapikal dengan menggunakan bite registration yang telah dibuat pada gigi tersebut.
Bulan ke-6: Dilakukan pemotretan radiografi perapikal dengan menggunakan bite registration yang telah dibuat pada gigi tersebut.
Gambar 4.2 Cone indikator dan catatan gigit
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
39
4.8
Alur Kerja
Hari ke -0: 1. Pengambilan sampel plak subgingiva 2. Skoring perdarahan, indeks plak, indeks kalkulus, pencatatan kedalaman poket, serta perlekatan gingiva. 3. SPA 4. Foto Radiograf 7 hari kemudian Hari ke-7: 1. Kontrol plak 2. Skoring perdahan, indeks plak, dan indeks kalkulus 3. Skeling supragingiva
Hari ke-14 Hari ke-14: 1. Kontrol plak 2. Skoring perdarahan, indeks plak, dan indeks kalkulus 3. Skeling supragingiva
Hari Ke-21 Hari ke-21: 1. Kontrol plak 2. Skoring perdarahan, indeks plak, indeks kalkulus, pencatatan kedalaman poket, serta perlekatan gingiva 3. Skeling supragingiva Bulan ke-3
Bulan ke-3: 1. Kontrol plak 2. Skoring perdarahan, indeks plak, indeks kalkulus, pencatatan kedalaman poket, serta perlekatan gingiva 3. Pengambilan sampel plak subgingiva
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
40
4. SPA 5. Foto Radiografi
Bulan ke-6
Bulan ke-6: Foto radiografi
4.9
Analisis Data
Analisis univariat : Distribusi subjek dan variabel penelitian Analisis bivariat : Mengevaluasi apakah terdapat penurunan jumlah bakteri Pg, Td dan peningkatan kepadatan tulang alveolar sebelum dan sesudah skeling. Melihat apakah terdapat hubungan antara penurunan jumlah bakteri Td dan Pg terhadap peningkatan kepadatan tulang alveolar. Untuk melihat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat digunakan uji repeated ANOVA dengan derajat kepercayaan 95%. Namun terlebih dahulu digunakan uji normalitas dengan menggunakan Uji Shapiro-Wilk. Apabila hasil uji yang didapat adalah tidak normal maka digunakan uji Friedman yang dilanjutkan dengan analisis Post hoc uji Wilcoxon.
4.10
Jadwal Penelitian
No
Kegiatan
Waktu
1
Ethical Clearance
Januari 2012
2
Persiapan penelitian
Februari-Desember 2012
3
Pemeriksaan klinis dan radiografis
Januari-Juni 2013
4
Analisis data
Oktober 2013
5
Penyusunan tesis
November 2013
6
Presentasi tesis dan perbaikan akhir
November 2013
Tabel 4.2 Jadwal Penelitian
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 5 HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 hingga Juni 2013 di klinik periodonsia dan radiologi RSKGM FKG UI serta di laboratorium biologi oral FKG UI. Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengukuran kedalaman poket, pemeriksaan radiografis, dan pemeriksaan RT-PCR. Jumlah subjek yang diperiksa sebanyak 43 orang, dengan data lengkap dan memenuhi kriteria inklusi. Namun pada saat penelitian berlangsung terdapat tiga Subjek yang tidak mampu meneruskan penelitian ini antara lain karena meminum antibiotik dan pindah tempat tinggal. Hasil penelitian ini dianalisis secara univariat dan bivariat.
5.1
Analisis Univariat
Distribusi data peserta penelitian adalah sebanyak 40 subjek dengan rentang kedalaman poket antara 4-6 mm, dengan rata-rata kedalaman poket 4,8 mm dan standard deviasi sebesar 0,71 mm. Grafik 5.1 Jenis Kelamin Subjek
41 Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
42
Pada gambar 5.1 terlihat bahwa mayoritas subjek penelitian adalah perempuan yaitu 31 orang (77,5%). Tabel 5.1 Distribusi Rerata, Standard Deviasi, Minimum dan Maksimum dari Usia, Berat Badan dan Tinggi Badan Subjek Variabel Min-Max Rerata±SD Usia (tahun) 33-55 44,23±6,99 Berat Badan (kg) 44-90 63,4±10,61 Tinggi Badan (cm) 148-170 158,35±5,31
Tabel 5.1 menunjukkan distribusi rerata usia subjek penelitian adalah 44,23 tahun dan standard deviasi sebesar 6,99 tahun. Usia termuda adalah 33 tahun dan usia tertua 55 tahun. Rerata berat badan subjek adalah 63,4 kg dan standard deviasi adalah 10,61 kg dengan berat badan terendah adalah 44 kg dan berat tertinggi adalah 90 kg. Rerata tinggi badan subjek adalah 158,35 cm dan standard deviasi 5,314 cm dengan tinggi badan terendah adalah 148 cm dan tertinggi adalah 170 cm.
5.2
Uji Normalitas
Tabel 5.2 Uji normalitas terhadap jumlah bakteri Td dan Pg awal, bulan ketiga, dan bulan keenam, selisih Td bulan ketiga dengan awal, selisih Td bulan keenam dengan awal, selisih Pg bulan ketiga dengan awal, selisih Pg bulan keenam dengan awal, densitas tulang awal, densitas tulang alveolar bulan ketiga, densitas tulang alveolar bulan keenam, selisih densitas tulang alveolar bulan ketiga dengan awal, selisih densitas tulang alveolar bulan keenam dengan awal. Variabel Jumlah bakteri Td awal Jumlah bakteri Pg awal Jumlah bakteri Td bulan ketiga Jumlah bakteri Pg bulan ketiga Jumlah bakteri Td bulan keenam Jumlah bakteri Pg bulan keenam Selisih Td bulan ketiga dengan awal Selisih Td bulan keenam dengan awal Selisih Pg bulan ketiga dengan awal Selisih Pg bulan keenam dengan awal Densitas tulang awal Densitas tulang bulan ketiga Densitas tulang bulan keenam Selisih densitas tulang bulan ketiga dengan awal Selisih densitas tulang bulan keenam dengan awal
Nilai p* 0,006 0,162* 0,014 0,001 0,004 0,018 0,677* 0,000 0,069 0,477* 0,116* 0,478* 0,043 0,004 0,008
*Keterangan: Uji Shapiro-Wilk, p>0,05 = distribusi normal
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
43
Berdasarkan penghitungan uji normalitas menggunakan uji Shapiro Wilk (subjek penelitian < 50 orang) pada tabel 5.2 terhadap seluruh variabel yang akan diuji ternyata sebagian besar distribusi data tidak normal sehingga untuk analisis bivariat yang akan digunakan adalah uji Friedman yang akan dilanjutkan dengan analisis Post hoc dengan menggunakan uji Wilcoxon.
5.3
Analisis Bivariat
Untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan yang bermakna antara jumlah bakteri Td, Pg, dan densitas tulang pada awal, bulan ketiga, dan bulan keenam maka akan dilakukan uji kemaknaan untuk variabel-variabel tersebut. Uji kemaknaan yang digunakan untuk variabel numerik berpasangan yang terdistribusi tidak normal ini adalah uji Friedman. Tabel 5.3 Nilai rerata, standard deviasi, dan uji kemaknaan dari jumlah bakteri Td, Pg, dan densitas tulang alveolar Variabel N Nilai p Rerata±SD Jumlah Bakteri Td 0,000* Awal 40 10,78 ± 2,89 Bulan ketiga 40 6,01 ± 3,92 Bulan keenam 40 9,59 ± 1,95 Jumlah bakteri Pg 0,000* Awal 40 5,64 ± 1,65 Bulan ketiga 40 3,65 ± 1,18 Bulan keenam 40 4,56 ± 1,73 Densitas tulang 0,000* Awal 40 70,43 ± 16,25 Bulan ketiga 40 72,63 ± 15,17 Bulan keenam 40 79,02 ± 19,37 *Keterangan: Uji Friedman, p<0,05 = terdapat perbedaan bermakna
Hasil pengukuran rerata pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa rerata jumlah bakteri Pg dan Td pada bulan ketiga menurun jika dibandingkan dengan rerata pada awal sebelum SPA sedangkan pada pengukuran rerata jumlah bakteri Pg dan Td pada bulan keenam menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan bulan ketiga. Rerata densitas tulang menunjukkan adanya peningkatan baik pada bulan ketiga maupun pada bulan keenam. Hasil uji Friedman pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa pada masing-masing variabel baik jumlah bakteri Td, bakteri Pg, dan densitas tulang paling tidak memiliki perbedaan jumlah bakteri Td,
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
44
bakteri Pg, dan densitas tulang yang bermakna pada dua pengukuran. Untuk menganalisis pada pengukuran yang mana terdapat perbedaan bermakna, maka perlu dilakukan analisis Post hoc yaitu uji Wilcoxon. Tabel 5.4 Analisis Post hoc Terhadap Jumlah Bakteri Td, Jumlah Bakteri Pg, dan Densitas Tulang Alveolar Pada Awal Penelitian, Bulan Ketiga, dan Keenam Variabel Nilai p Jumlah bakteri Td Awal dengan bulan ketiga 0,000* Awal dengan bulan keenam 0,007* Bulan ketiga dengan bulan keenam 0,000* Jumlah bakteri Pg Awal dengan bulan ketiga 0,000* Awal dengan bulan keenam 0,013* Bulan ketiga dengan bulan keenam 0,002* Densitas tulang alveolar Awal dengan bulan ketiga 0,000* Awal dengan bulan keenam 0,000* Bulan ketiga dengan bulan keenam 0,000* *Keterangan: Uji Wilcoxon, nilai p<0,05 = terdapat perbedaan bermakna
Hasil analisis Post hoc dengan menggunakan uji Wilcoxon pada tabel 5.4 memberikan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan bermakna pada setiap pengukuran baik antara awal dengan bulan ketiga, awal dengan bulan keenam, dan bulan ketiga dengan bulan keenam pada jumlah bakteri Td, jumlah bakteri Pg, dan densitas tulang alveolar. Dengan demikian hipotesis minor 3.2.2.1 yang menyatakan terdapat peningkatan densitas tulang yang bermakna setelah SPA diterima. Demikian juga dengan hipotesis minor 3.2.2.3 dan 3.2.2.4 yang menyatakan terdapat penurunan jumlah bakteri Pg dan Td yang bermakna setelah SPA, diterima pada pengukuran bulan ketiga. A.
B.
C.
Gambar 5.1 Gambaran radiografis (A) Awal, (B) 3 bulan, (C) 6 bulan.
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
45
Tabel 5.5 Distribusi Kontinuitas Alveolar Crest dari Awal Penelitian, Pada Bulan Ketiga , dan Keenam Variabel Hilang Putus Crest Alveolar Awal 35 5 Bulan ketiga 35 5 Bulan keenam 35 5
Pada tabel 5.5 terlihat bahwa alveolar crest baik pada awal, bulan ketiga, dan bulan keenam tampak tetap dan tidak ada yang berubah yaitu 35 subjek alveolar crest tampak hilang dan lima subjek tampak terputus sehingga tidak dapat dianalisis secara statistik. Dengan demikian hipotesis minor 3.2.2.2 yang menyatakan terjadi perubahan kontinuitas alveolar crest setelah SPA, ditolak Tabel 5.6 Hubungan antara jumlah bakteri Td dan Pg terhadap densitas tulang pada bulan ketiga dan bulan keenam Analisis Nilai p Jumlah bakteri Td terhadap densitas tulang Awal vs bulan ketiga 0,000* Awal vs bulan keenam 0,000* Jumlah bakteri Pg terhadap densitas tulang Awal vs bulan ketiga Awal vs bulan keenam *Keterangan: Uji Wilcoxon, nilai p<0,05 = terdapat hubungan bermakna
0,000* 0,000*
Hasil analisis hubungan antara jumlah bakteri Td dan Pg terhadap densitas tulang alvolar pada bulan ketiga dan keenam dengan menggunakan uji Wilcoxon menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna. Dengan demikian Hipotesis minor 3.2.2.5 dan 3.2.2.6 yang menyatakan terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah bakteri Pg dan Td terhadap densitas tulang alveolar, diterima.
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 6 PEMBAHASAN
6.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Pengambilan sampel penelitian dilakukan di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (RSKGM FKG UI) dimulai dari bulan Januari sampai dengan Juni 2013. Penelitian dimulai dengan terlebih dahulu memberikan informasi kepada pasien mengenai penelitian yang akan dilakukan serta manfaat yang akan pasien dapat dari penelitian ini. Penelitian dilanjutkan dengan melakukan pemeriksaan terhadap pasien sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah disepakati. Pasien yang memenuhi syarat kemudian diberikan lembaran mengenai persetujuan mengikuti penelitian hingga selesai yaitu selama enam bulan dan mengikuti prosedur-prosedur yang diberikan selama penelitian. Subjek penelitian berjumlah 40 orang dengan rentang usia 30 sampai dengan 55 tahun. Usia 30 tahun ke atas diambil sehubungan dengan prevalensi kasus periodontitis kronis yang biasanya terjadi pada usia 30 tahun ke atas dan menghindari bias dengan kasus agresif periodontitis yang seringkali terlihat puncaknya pada usia di bawah 30 tahun.60 Usia 55 tahun dipilih sebagai batas karena usia 55 tahun ke atas memiliki penanganan khusus karena sudah memasuki tahap menopause yang mungkin akan mengganggu kondisi jaringan periodontal.61 Pada penelitian kali ini didapatkan rentang usia 33-55 tahun dengan rerata 44,23±6,99 tahun. Subjek penelitian didominasi oleh perempuan yaitu sebesar 77,5%. Pengukuran kedalaman poket dilakukan terlebih dahulu untuk menentukan posisi dimana akan diambil sampel plak subgingiva. Sebelum mengukur poket, telah dilakukan terlebih dahulu uji validitas pemeriksaan klinis, yaitu dengan melakukan kalibrasi pengukuran poket dengan menggunakan prob periodontal baik inter-examiner (antar pemeriksa) dan intra-examiner (berulang-ulang dilakukan oleh satu pemeriksa). Operator pengukuran poket adalah Residen Spesialis Periodonsia. Rerata kedalaman poket seluruh Subjek penelitian adalah
46 Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
47
4,8 mm dan standard deviasi sebesar 0,71 mm. Hal ini sesuai dengan yang diinginkan sebagai subjek penelitian yaitu kedalaman poket antara 4 hingga 6 mm atau termasuk dalam kategori sedang.6-8 Pengambilan sampel plak subgingiva dilakukan dengan terlebih dahulu membersihkan plak supragingiva, kemudian dilanjutkan dengan pengambilan sampel dengan menggunakan excavator yang telah disterilkan terlebih dahulu dengan menggunakan sterilisator. Sampel kemudian diletakkan pada epis (tabung mikro) yang juga telah disterilkan terlebih dahulu dan berisi larutan PBS steril. Prosedur selanjutnya adalah dilakukan tindakan SPA yang dilakukan oleh operator yang sama saat melakukan pengukuran poket. Pemeriksaan radiografis dilakukan oleh operator yang merupakan seorang ahli dalam melakukan radiografis dan telah menjadi operator radiografis di Rumah Sakit Kedokteran Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia selama sembilan tahun. Pemeriksaan radiografis menggunakan template yaitu berupa catatan gigit yang memungkinkan pengambilan foto radiografis secara berulang di tempat yang sama yaitu menggunakan bahan vinyl polysiloxane dengan tambahan sedikit silikon yang merupakan material paling stabil dalam jangka waktu yang lama.62 63
6.2 Jumlah Bakteri Pg Sebelum dan Sesudah SPA
Menurut Van Steenberghe, tujuan utama terapi periodontal, baik melalui prosedur bedah maupun non bedah, adalah untuk menghentikan penyakit periodontitis aktif, salah satunya dengan menghilangkan plak gigi melalui pengendalian plak.8
28
Baderstein dkk. menyatakan bahwa tindakan SPA, baik
mekanis maupun sonik, yang dikombinasi dengan kontrol plak yang efisien pada pasien yang kooperatif, merupakan bentuk perawatan dasar yang efektif dalam merawat penyakit periodontal yang berkembang lambat atau berhenti. 32 Bakteri Pg beserta dengan Td dan Tf merupakan bakteri penting dalam terjadinya periodontitis kronis sehingga bakteri tersebut diberi nama red complex.24 Eliminasi dari ketiga bakteri ini akan sangat mempengaruhi penyembuhan dari periodontitis kronis.
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
48
Pada penelitian ini jumlah bakteri Pg sebelum SPA dibandingkan dengan jumlah bakteri Pg tiga bulan dan enam bulan setelah skeling memiliki perbedaan yang bermakna. Rerata jumlah bakteri Pg menurun pada pengukuran tiga bulan setelah SPA yaitu dari 5,64 ± 1,65 CFU/ml menjadi 3,65 ± 1,18 CFU/ml. Hal ini sesuai dengan penelitian dari Baderstein dkk. dan Pawlowski dkk. yang menyatakan bahwa SPA merupakan sebuah perawatan dasar yang efektif. 32
64
Jervoe-Storm dkk. yang juga meneliti pada enam bakteri patogen periodontal juga mendapatkan hasil yang serupa yaitu skeling dan penghalusan akar menurunkan jumlah bakteri secara signifikan namun tidak mengeliminasinya secara total. 65 Rerata jumlah bakteri Pg pada pengukuran bulan keenam kembali meningkat secara signifikan jika dibandingkan dengan pengukuran bulan ketiga meskipun belum setinggi pada pengukuran awal yaitu menjadi 4,56 ± 1,73 CFU/ml. Hasil ini juga memperkuat pernyataan Merin yang menyatakan bahwa seorang pasien dengan riwayat terkena periodontitis harus melakukan kunjungan rutin setiap tiga bulan sekali sehubungan dengan faktor mikrobiologis.66
6.3 Jumlah Bakteri Td Sebelum dan Sesudah SPA
Bakteri Td juga membentuk pola yang sama dengan bakteri Pg. Jumlah bakteri Td tiga bulan dan enam bulan setelah SPA memiliki perbedaan yang bermakna jika dibandingkan dengan jumlah bakteri Td sebelum SPA. Rerata jumlah bakteri Td sebelum SPA adalah 10,78 ± 2,89 CFU/ml sedangkan rerata bakteri Td tiga bulan setelah SPA menurun secara signifikan menjadi 6,01 ± 3,92 CFU/ml. Sama seperti bakteri Pg, hal ini juga menunjukkan keefektifan SPA sebagai perawatan dasar dari periodontitis kronis dan sesuai dengan penelitian Baderstein dkk.32, Pawlowski dkk.64, dan Jervoe-Storm dkk.65 Pada pengukuran jumlah bakteri Td enam bulan setelah kunjungan awal rerata jumlah bakteri Td kembali meningkat menjadi 9,59 ± 1,95 CFU/ml. Hasil ini juga memperkuat pernyataan Merin dan Johnson dkk. untuk kontrol periodik setiap tiga bulan untuk seseorang dengan riwayat periodontitis kronis.66 67
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
49
6.4 Densitas Tulang Alveolar Sebelum dan Sesudah SPA
Setiap perubahan kuantitas tulang yang terjadi selalu didahului oleh perubahan dari kualitas tulang terlebih dahulu. Densitas tulang alveolar merupakan salah satu perubahan kualitas dari tulang yang bisa dideteksi dengan menggunakan radiograf oleh karena itu diperlukan gambaran radiografis dengan kualitas yang tinggi untuk mengevaluasi kualitas tulang alveolar setelah perawatan periodontal.12 Salah satu proyeksi yang sangat disarankan untuk mengevaluasi hasil perawatan periodontal adalah proyeksi periapikal. 13 Hedstrom dkk. pada penelitiannya menyatakan titik batas terendah densitas yang normal adalah pada angka 100, di bawah angka tersebut merupakan keadaan yang patologis.68 Pada penelitian ini proyeksi yang digunakan adalah periapikal sesuai dengan anjuran yang diberikan oleh Pharoah dkk. Pada pengujian densitas tulang alveolar sebelum, tiga bulan, enam bulan sesudah SPA dengan menggunakan uji Friedman yang dilanjutkan dengan analisis post hoc uji Wilcoxon menghasilkan perbedaan bermakna. Rerata densitas tulang alveolar sebelum tindakan SPA adalah 70,43 ± 16,25 yang berarti dibawah angka normal yang ditentukan oleh Hedstrom dkk. Hasil ini juga memberikan gambaran densitas tulang alveolar pada kasus periodontitis kronis yang ternyata berbeda dengan kasus agresif periodontitis. Pada penelitian Iskandar yang menggunakan metode yang sama dalam pengukuran densitas tulang alveolar menunjukkan peningkatan kepadatan tulang alveolar hingga angka rerata 132,59 ±5,9 pada kasus agresif periodontitis.52 Pada penelitian yang saya lakukan, ada peningkatan densitas tulang yang bermakna yaitu sebesar 72,63 ± 15,17 pada bulan ketiga. Hal ini sesuai dengan penelitian menurut Schropp dkk.20 yang menyatakan bahwa pada proses penyembuhan, pembentukan tulang terjadi mulai tiga bulan hingga dua belas bulan. Pengukuran densitas tulang pada bulan keenam menunjukkan peningkatan rerata yang lebih tinggi yaitu 79,02 ± 19,37. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Schropp dkk. yang menyatakan laju pertumbuhan tulang paling banyak terjadi pada bulan ketiga hingga bulan keenam.20 Penelitian pada kasus agresif periodontitis oleh Iskandar juga menghasilkan angka rerata sembuh adalah 73,9 ±
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
50
6,7.52 Angka rerata setelah enam bulan tersebut masih tetap dibawah angka normal menurut Hedstrom dkk.68
6.5 Kontinuitas Alveolar Crest Sebelum dan Sesudah SPA
Kontinuitas dari alveolar crest yang merupakan tulang kortikal sudah menjadi salah satu parameter kesembuhan dari periodontitis kronis. 69 Pada penelitian ini kontinuitas alveolar crest tidak dapat dihitung secara statistik karena dari empat puluh subjek yang diteliti tidak satupun subjek yang kontinuitas alveolar crest nya berubah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Eugene dkk. yaitu pembentukan tulang kortikal terjadi pada fase akhir pembentukan tulang. Lebih lanjut Eugene dkk. juga menyatakan bahwa pembentukan tulang terjadi enam hingga delapan bulan.19 Pada penelitian ini foto radiograf terakhir diambil pada waktu enam bulan setelah perawatan.
6.6 Hubungan antara Jumlah Bakteri Pg dan Td Dengan Densitas Tulang Alveolar
Bakteri Pg dan Td merupakan bagian dari bakteri red complex yang merupakan bakteri paling berperan terhadap terjadinya periodontitis kronis. 24 Beberapa penelitian menyatakan bahwa bakteri Pg dan Td merupakan dua bakteri yang saling bekerja sama yang paling berperan menyebabkan kerusakan tulang. Jumlah dari kedua bakteri ini bahkan dikatakan dapat memprediksi tingkat kehilangan perlekatan jaringan periodontal dalam tiga bulan ke depan.9 Membran protein terluar dari bakteri Td yang disebut dengan Td92 dapat memicu proses osteoklastogenesis yang menyebabkan kerusakan tulang lebih lanjut. 70 Eliminasi kedua bakteri ini diyakini akan memicu kesembuhan dari tulang alveolar yang telah rusak. Pada penelitian ini, analisis terhadap penurunan jumlah bakteri Pg dan Td dengan peningkatan densitas tulang alveolar menunjukkan adanya hubungan bermakna baik pada bulan ketiga terhadap awal maupun pada bulan keenam terhadap awal. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Orth dkk.9, Kesavalu dkk.71,
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
51
dan Raj dkk.72 yang menyatakan bahwa bakteri Pg dan Td merupakan dua bakteri utama penyebab kerusakan tulang alveolar.
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan pada kasus periodontitis kronis yang mempunyai kedalaman poket 4-6 mm. Dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 7.1.1 Terdapat penurunan jumlah bakteri Pg antara sebelum dengan tiga bulan sesudah SPA namun jumlahnya meningkat pada bulan keenam. 7.1.2 Terdapat penurunan jumlah bakteri Td antara sebelum dengan tiga bulan sesudah SPA namun jumlah bakteri Td meningkat pada bulan keenam. 7.1.3 Terdapat peningkatan densitas tulang alveolar antara sebelum dengan tiga dan enam bulan sesudah SPA. 7.1.4 Tidak terdapat perbedaan kontinuitas alveolar crest antara sebelum dengan sesudah SPA. 7.1.5 Terdapat hubungan antara jumlah bakteri Pg terhadap densitas tulang alveolar. 7.1.6 Terdapat hubungan antara jumlah bakteri Td terhadap densitas tulang alveolar.
7.2 Saran
7.2.1 Perlu
penelitian
lanjutan
pada
densitas
tulang alveolar
dengan
membandingkan antara kasus agresif periodontitis dengan periodontitis kronis sehingga pengukuran densitas tulang alveolar dengan menggunakan radiograf dapat menjadi standar pemeriksaan jaringan periodontal. 7.2.2 Diperlukan penelitian dalam jangka waktu yang lebih lama atau metode perawatan yang berbeda seperti penggunaan antibiotik lokal untuk dapat melihat perubahan kontinuitas alveolar crest. 7.2.3 Penelitian selanjutnya diharapkan dapat membandingkan antara tindakan skeling dan penghalusan akar dengan terapi lainnya seperti pemberian antibiotik lokal. 52 Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
53
7.2.4 Sosialisasi hasil penelitian kepada teman-teman sejawat dokter gigi agar pemeriksaan terhadap crest alveolar tidak bisa dilakukan hanya dengan menunggu selama enam bulan sehingga dapat menghindari kesalahan dalam mendiagnosis kasus periodontitis 7.2.5 Sosialisasi hasil penelitian kepada teman-teman sejawat spesialis periodonsia agar mempertimbangkan pemeriksaan densitas tulang alveolar secara radiografis sebagai salah satu parameter kesembuhan dari periodontitis kronis setelah perawatan.
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
1. 2.
3.
4. 5.
6. 7. 8.
9.
10.
11.
12. 13.
14. 15.
Carranza F, Newman M. Clinical Periodontology. 7th ed. Philadelphia: WB. Saunders, 1990.74 Teronen Y, Konttnen C, Lindqvist C. Human Neutrophil Collagenase MMP-8 in Peri-implant Sulcus fluid and Its Inhibition by Clodronate. J Dent Res 1997;76(9):1529-37. Indonesia D. Survey Kesehatan nasional 2001. Laporan SKRT 2001: Studi Morbiditas dan Disabilitas. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.2002:43-53. Agtini MD. Epidemiologi dan Etiologi Penyakit Periodontal. Cermin Dunia Kedokteran 1991;72:42-46. Syafril Y. The Diagnosis of Periodontal Disease in Periodontal Clinic, Dental Hospital, University of Indonesia. In: Bartold M, editor. Current trends in Periodontal in Periodontal Diagnosis, Disease Recognition and Management. Brisbane: Asian Pasific Society of Periodontology, 2003:3438. Cobb C. M. Non-surgical Pocket Therapy: Mechanical. Ann Periodontol 1996;1:443 - 90. Drisko C. H. Non-surgical Pocket Therapy: Pharmacotherapeutics. Annals of Periodontol 1996;1:491 - 566. Novak MJ, Novak KF. Chronic Periodontitis. In: Newman MG, Takei H, Klokkevold PR, Carranza FA, editors. Carranza's Clinical Periodontology, 10th edition. St. Louis, Missouri: Saunders, 2006:494 - 99. Orth RK-H, O'Brien-Simpson NM, Dashper SG, Reynolds EC. Synergistic virulence of Porphyromonas gingivalis and Treponema denticola in a Murine Periodontitis Model. Molecular Oral Microbiology 2011;26:22940. Kinane DF, Lindhe J, Trombelli L. Chronic Periodontitis. In: Lindhe J, Lang N, Karring T, editors. Clinical Periodontology and Implant Dentistry. 5th ed. Oxford: Blackwell Munksgaard, 2008:420-26. Grondahl H-G, Grondahl K. Radiographic Examination of the Implant Patient. In: Lindhe J, Lang N, Karring T, editors. Clinical Periodontology and Implant Dentistry. 5th ed. Oxford: Blackwell Munksgaard, 2008:60022. Matteson S, Deahl S, Alder M. Advance Imaging Method. Crit Rev Oral Biol Med 1996;4:346-95. White SC, Pharoah MJ. Periodontal Disease. In: White SC, Pharoah MJ, editors. Oral Radiology: Principles and Interpretation. 5th ed. St Louise: Mosby, 2004:314-29. Whaites E. Essentials of Dental Radiography and Radiology. 3rd ed. Philadelphia: Churchill Livingstone, 2003.241-52 Iannucci JM, Howerton LJ. Digital Radiography. Dental Radiography: Principles and Techniques. 3rd ed. St Louis: Saunders Elsevier, 2006:35156.
54 Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
54
DAFTAR PUSTAKA
1. 2.
3.
4. 5.
6. 7. 8.
9.
10.
11.
12. 13.
14. 15.
Carranza F, Newman M. Clinical Periodontology. 7th ed. Philadelphia: WB. Saunders, 1990.74 Teronen Y, Konttnen C, Lindqvist C. Human Neutrophil Collagenase MMP-8 in Peri-implant Sulcus fluid and Its Inhibition by Clodronate. J Dent Res 1997;76(9):1529-37. Indonesia D. Survey Kesehatan nasional 2001. Laporan SKRT 2001: Studi Morbiditas dan Disabilitas. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.2002:43-53. Agtini MD. Epidemiologi dan Etiologi Penyakit Periodontal. Cermin Dunia Kedokteran 1991;72:42-46. Syafril Y. The Diagnosis of Periodontal Disease in Periodontal Clinic, Dental Hospital, University of Indonesia. In: Bartold M, editor. Current trends in Periodontal in Periodontal Diagnosis, Disease Recognition and Management. Brisbane: Asian Pasific Society of Periodontology, 2003:3438. Cobb C. M. Non-surgical Pocket Therapy: Mechanical. Ann Periodontol 1996;1:443 - 90. Drisko C. H. Non-surgical Pocket Therapy: Pharmacotherapeutics. Annals of Periodontol 1996;1:491 - 566. Novak MJ, Novak KF. Chronic Periodontitis. In: Newman MG, Takei H, Klokkevold PR, Carranza FA, editors. Carranza's Clinical Periodontology, 10th edition. St. Louis, Missouri: Saunders, 2006:494 - 99. Orth RK-H, O'Brien-Simpson NM, Dashper SG, Reynolds EC. Synergistic virulence of Porphyromonas gingivalis and Treponema denticola in a Murine Periodontitis Model. Molecular Oral Microbiology 2011;26:22940. Kinane DF, Lindhe J, Trombelli L. Chronic Periodontitis. In: Lindhe J, Lang N, Karring T, editors. Clinical Periodontology and Implant Dentistry. 5th ed. Oxford: Blackwell Munksgaard, 2008:420-26. Grondahl H-G, Grondahl K. Radiographic Examination of the Implant Patient. In: Lindhe J, Lang N, Karring T, editors. Clinical Periodontology and Implant Dentistry. 5th ed. Oxford: Blackwell Munksgaard, 2008:60022. Matteson S, Deahl S, Alder M. Advance Imaging Method. Crit Rev Oral Biol Med 1996;4:346-95. White SC, Pharoah MJ. Periodontal Disease. In: White SC, Pharoah MJ, editors. Oral Radiology: Principles and Interpretation. 5th ed. St Louise: Mosby, 2004:314-29. Whaites E. Essentials of Dental Radiography and Radiology. 3rd ed. Philadelphia: Churchill Livingstone, 2003.241-52 Iannucci JM, Howerton LJ. Digital Radiography. Dental Radiography: Principles and Techniques. 3rd ed. St Louis: Saunders Elsevier, 2006:35156.
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
55
16.
17.
18.
19.
20.
21. 22. 23.
24.
25.
26. 27.
28.
29.
30.
31.
Priaminiarti M. Prakiraan Parameter Radiometrik Tulang Rahang Melalui Pemeriksaan Radiografik: Upaya Meningkatkan Mutu Diagnostik Pelayanan Implan Gigi [Disertation]. Universitas Indonesia, 2008.31-43 White SC, Pharoah MJ. Intraoral Radiographic Examinations. Oral Radiology: Principles and Interpretations. 5th ed. St Louis: Mosby, 2004:121-65. Haghighat A, Hekmatian E, Abdinian M, Sadeghkhani E. Radiographic Evaluation of Bone Formation and Density Changes after Mandibular Third Molar Extraction: a 6-Month Follow Up. J Dent Res 2011;8(1):1-5. Robert E. Bone Physiology, Metabolism, and Biomechanics. In: Misch CE, editor. Contemporary Implant Dentistry. 3rd ed. St Louis: Mosby, 2008:557-98. Schropp L, Wenzel A, Kostopoulos L, Karring T. Bone Healing and Soft Tissue Contour Changes Following Single Tooth Extraction: a Clinical and Radiographic 12-Month Prospective Study. Int J Periodontics Restorative Dent 2003;23(4):313-23. Ranney R. Cassification of Periodontal Disease. Periodontol 2000 1993;2:13-25. Manson J, Elley B. Outline of Periodontics. 4th ed. Oxford: Wright, 2000.240-51 Moore L, Moore W. Oribaculum catoniae gen. nov., sp. nov.; Catonella morbi gen. nov., sp. nov.; Hallella seregens gen. nov., sp. nov.; Johnsonella ignava gen. nov., sp. nov.; and Dialister pneumosintes gen. nov., comb. nov., nom. rev., Anaerobic gram-negative bacilli from the human gingival crevice. Int. J. Syst. Bacteriol. 1994;44:187-92. Hafajee A, Cugini M, Tanner A. Subgingival Microbiota in Healthy, Well Maintained Elder and Periodontitis Subjects. J Clin Periodontol 1998;25:346-53. Dumitrescu AL, Ohara M. Periodontal Microbiology. In: Dumitrescu AL, editor. Etiology and Pathogenesis of Periodontal Disease. 1st ed. Heidelberg: Springer, 2010:39-76. Ishihara K. Virulence Factors of Treponema denticola. Periodontol 2000 2010;54:117-35. Jorgensen M. G., Safarian A., Daneshmand N., Keim R. J., Slots J. Initial antimicrobial effect of controlled-release doxycycline in subgingival sites. J Periodont Research 2004;39:315 - 19. Kinane D. F., Radvvar M. A Six-Month Comparison of Three Periodontal Local Antimicroba Therapies in Persistent Periodontal Pockets. J. Periodontol 1999;70:1 - 7. Finkelman R. D., Williams R. Local delivery of chemotherapeutic agents in periodontal therapy: Has its time arrived? J. Clin Periodontol 1998;25:943 - 46. Soskolne WA. Subgingival Delivery of Therapeutic Agents In The Treatment of Periodontal Diseases. Crit Rev Oral Biol Med 1997;8(2):164 - 74. Etienne D. Locally Delivered Antimicrobials for The Treatment of Chronic Periodontitis. Oral Diseases 2003;9 (Suppl. 1):45 - 50.
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
56
32.
33.
34.
35.
36. 37.
38.
39. 40.
41.
42.
43.
44.
45. 46.
47.
Baderstein A, Nilveus R, Egelberg J. Effect of Nonsurgical Periodontal Therapy I. Moderately Advanced Periodontitis. J Clin Periodontol 1981;8:57-72. Nosal G, Scheidt M, O'Neal R, Dyke TV. The Penetration of Lavage Solution into the Periodontal Pocket During Ultrasonic Instrumentation. J Periodontol 1991;62(9):554-57. Darvar M, Pourtaghi N, Kinane D. F. Comparison of Three Periodontal Local Antibiotic Therapies in Resistant Periodontal Pockets. J Periodontol 1996;67:860 - 65. Thomas Er, S. K. Local Delivery of Antimicrobial Agents in The Periodontal Pocket In: Systemic and Topical Antimicrobial Therapy in Periodontics. Periodontol 2000 1996;10:139 - 54. Peter Eickholz, Bettina Dannewitz, Ti-Sun Kim. Antibiotics in Periodontal Therapy. Perio - Periodontal Practice Today 2005;2(4):235 - 51. Paquette DW, Ryan ME, Wilder RS. Locally Delivered Antimicrobials: Clinical Evidence and Relevance. The journal of Dental Hygiene 2008;82:10 - 15. Quirynen M, Soete MD, Steenberghe DV. Infectious Risks for Oral Implants: a Review of The Literature. Clinical Oral Implants Research 2002;13(1):1-19. Greenstein G. Periodontal Response to Mechanical non-surgical Therapy: A Review. Journal of Periodontol 1992;63:118-30. Cercek J, Kiger R, Garrett S, Egelberg J. Relative Effects of Plaque Control and Instrumentation on the Clinical Parameters of Human Periodontal Disease. J Clin Periodontol 1983;10:46-56. Baderstein A, Nilveus R, Egelberg J. Scores of Plaque, Bleeding, Suppuration and Probing Depth to Predict Probing Attachment Loss. J Clin Periodontol 1990;17:102-07. Gurkan A, Cinarcik S, Huseyinov A. Adjunctive Subantimicrobial Dose Doxycycline: Effect on Clinical Parameter and Gingival Crevicular Fluid Transforming Growth Factor-β1 levels in Severe, Generalized Chronic Periodontitis. J Clin Periodontol 2005;32:244-53. Iannucci JM, Howerton LJ. Interpretation of Periodontal Disease. Dental Radiography: Principles and Techniques. 3rd ed. St Louis: Saunders Elsevier, 2006:468-80. Iannucci JM, Howerton LJ. Paralleling Technique. Dental Radiography Principles and Techniques. 3rd ed. St Louise: Saunders Elsevier, 2006:181215. Langland O, Langlais R. Principle of Dental Imaging. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins, 1997.357-74 Guneri P, Lomcali G, Boyacioglu H, Kendir S. The Effect of Incremental Brightness and Contrast Adjustment on Radiographic Data: A Quantitative Study. Dentomaxillofacial Radiol 2005;34:20-27. Yoshiura K, Welander U, David W, Li G, Shi X, Nakayama E. Comparison of the Psychophisical Properties of Various Intraoral Film and Digital System by Means of Perceptibility Curve Test. Dentomaxillofacial Radiol 2004;33:98-102.
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
57
48.
49. 50. 51. 52.
53.
54.
55. 56. 57. 58. 59.
60.
61. 62.
63.
64.
Kitagawa H, Farman A. Effect of Beam Energy and Filtration on the Signal-to-Noise Ratio of the Dexis Intraoral X-Ray Detector. Dentomaxillofacial Radiol 2004;33:21-24. Haring J, Jansen L. Paralleling Technique. Dental Radiography: Principles and Techniques. 2nd ed. Philadelphia: Saunders, 2000:216-52. Haring J, Jansen L. Bisecting Techniques. Dental Radiography: Principles and Techniques. 2nd ed. Philadelphia: Saunders, 2000:253-87. Sankaram B. Densitometry. Osteoporosis: Clinical, Radiological, Histological, Assessment and Experimental Study 2000:105-15. Iskandar H. Peran Evaluasi Radiometrik dengan Direct Digital Intraoral Radiography dalam Menilai Kepadatan Trabekulasi Rahang Untuk Memperkirakan Perubahan Periodontitis Progresif Cepat. Universitas Indonesia, 2002.8-9 Jonasson G, Bankvall G, Kiliaridis S. Estimation of Skeletal Bone Mineral Density by Means of The Trabecular Pattern of The Alveolar Bone, Its Interdental Thickness, and The Bone Mass of The Mandible. Oral surg oral med oral pathol oral radio endod 2001;92:346-52. Taguchi A, Tanimoto K, Akagawa Y. Trabecular Bone Pattern of the Mandible: Comparison of Panoramic Radiography with Computed Tomography. Dentomaxillofacial Radiol 1997;26:85-89. Ekestubbe A, Grondahl K, Grondahl H. The Use of Tomography for Dental Implant Planning. Dentomaxillofacial Radiol 1997;26:206-13. Stelt P. Filmless Imaging the Uses of Digital Radiography in Dental Practice. JADA 2005;136:1379-87. Sulandari S. Panduan Praktis Laboratorium DNA. 2 ed. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2003.21-27 Karuniawati A. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Binarupa Aksara, 2000.157-171 Kerdsin A, Uchida R, Verathamjamrus C, Puangpatra P, Kawakami K, Puntanakul P, et al. Development of Triplex SYBR Green Real-Time PCR for Detecting Mycoplasma pneumoniae, Chlamydophila pneumoniae, and Legionella spp. Without Extraction of DNA. Jpn. J. Infect. Dis. 2010;63:173-80. Hinrichs JE, Novak J. Classification of Diseases and Conditions Affecting the Periodontium. Clinical Periodontology. 11th ed. St Louis: Elsevier, 2012:34-54. Purwitasari TN. Sumber-sumber Stres pada Wanita Pre Menopause dan Menopause Usia 45-55 tahun. University of Indonesia, 1997.77 Dua MP, Gupta GCS, Ramachandran LCS, Sandhu LCH. Evaluation of Four Elastomeric Interocclusal Recording Materials. MJAFI 2007;63:23740. Biradar S, Gangadhar S. Comparison of Compressive Resistance among the Elastomeric Interocclusal Recording Materials-In Vitro Study. JIDA 2011;5(6):710-14. Pawlowski AP, Chen A, Hacker BM, Manci LA, Page RC, Roberts FA. Clinical Effects of Scaling and Root Planing on Untreated Teeth. J Clin Periodontol 2005;32:21-28.
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
58
65.
66. 67.
68.
69.
70.
71.
72.
Jervoe-Storm P, Ahdab HA, Semaan E, Fimmers R, Jepsen S. Microbiological Outcomes of Quadrant Versus Full Mouth Root Planing asMonitored by Real Time PCR. J Clin Periodontol 2007;34:156-63. Merin RL. Supportive Periodontal Treatment. Clinical Periodontology. 11th ed. St Louis: Elsevier, 2012:746-55. Johnson JD, Chen R, Lenton PA, Zhang G, Hinrichs JE, Rudney JD. Persistence of Extracrevicular Bacterial Reservoirs after Treatment of Aggressive Periodontitis J. Periodontol 2008;79(12):2305-12. Hedstrom L, Baigi A, Bergh H. The Relation Between Bone Mineral Density in the Heel and Pixel Intensity in Mandibular Jaw Bone Among Elderly Women. Dentomaxillofacial Radiol 2010;39:409-13. Caranza FA, Camargo PM, Takei HH. Bone Loss and Patterns of Bone Destruction. Clinical Periodontology. 11th ed. St Louis: Elsevier, 2012:140-55. Kim M, Jun HK, Choi BK, Cha JH, Yoo YJ. Td92, an Outer Membrane Protein of Treponema denticola, induces Osteoclastogenesis via Prostaglandin E2-mediated RANKL/Osteoprotegerin Regulation. J Periodont Res 2010;45:772-79. Kesavalu L, Holt SC, Ebersole JL. Virulence of a Polymicrobic Complex, Treponema Denticola and Porphyromonas gingivalis, in a Murine Model. Oral Microbiol Immunol 1998;13:373-77. Verma RK, Rajapakse S, Meka A, Hamrick C, Pola S. Porphyromonas gingivalis and Treponema denticola Mixed Microbial Infection in a Rat Model of Periodontal Disease. Interdisciplinary Perspectives on Infectious Disease 2010;10:1-10.
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
59
Lampiran 1 Informasi dan Surat Permohonan Kesediaan Partisipasi Dalam Penelitian
Kepada Yth. Bapak / Ibu / ………………………. Di tempat
Bersama ini saya mohon kesediaan Bapak / Ibu untuk berpartisipasi sebagai
subjek
penelitian
saya
yang
berjudul
:
“EFEK
KLINIS,
RADIOGRAFIS, DAN MIKROBIOLOGIS APLIKASI LOKAL GEL MINOSIKLIN HCL 2% SETELAH SKELING DAN PENGHALUSAN AKAR PADA TERAPI PERIODONTITIS KRONIS” Penelitian ini bertujuan untuk : Menganalisis efek klinis, radiografis, dan mikrobiologis terapi periodontitis kronis dengan cara skeling, penghalusan akar, dan aplikasi subgingival minosiklin HCl 2% dibandingkan dengan skeling dan penghalusan akar saja. Perkiraan jumlah subjek yang akan diikutsertakan dalam penelitian ini adalah 80 orang. Dalam penelitian tersebut kepada Bapak / Ibu akan dilakukan : 1. Pemeriksaan data demografis (nama, alamat, umur, jenis kelamin, dsb) 2. Pemeriksaan kondisi kesehatan secara umum saat ini seperti riwayat kesehatan, riwayat alergi dengan melakukan tes alergi, riwayat kesehatan gigi, dsb. 3. Pemeriksaan klinis dental berupa skor plak, skor perdarahan saat probing, pengukuran kedalaman poket, dan pengukuran tingkat perlekatan klinis pada gigi premolar / molar bawah / atas dan gigi sisi kontralateralnya. Pemeriksaan ini ditujukan untuk melihat kondisi keradangan pada jaringan lunak penyangga gigi. 4. Pemeriksaan radiografis berupa foto dental periapikal digital pada gigi yang akan diperiksa. Tujuannya adalah untuk melihat kerusakan tulang di sekitar gigi. 5. Pengambilan sampel plak untuk pemeriksaan mikrobiologis. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat jumlah bakteri yang ada di dalam plak tersebut.
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
60
6. Tindakan awal berupa penyesuaian oklusal apabila diperlukan. 7. Pembersihan plak dan kalkulus dengan skeling dan penghalusan akar. Hal ini ditujukan untuk menghilangkan penyebab utama dari periodontitis kronis, yaitu mikroorganisme yang hidup di dalam plak dan karang gigi 8. Aplikasi lokal gel minosiklin HCl 2% kedalam poket gigi salah satu sisi rahang
yang
bertujuan
membantu
menghilangkan
penyebab
utama
periodontitis untuk mengurangi tindakan bedah dan menjadi alternatif pilihan perawatan selain tindakan bedah. 9. Kegiatan ini akan dilakukan sebanyak tujuh kali kunjungan, yakni pada hari pertama, hari ke-7, hari ke-14, hari ke-21, pada bulan ke-2, bulan ke-3, dan bulan ke-6. 10. Pemeriksaan klinis yang dilakukan ini tidak dikenakan biaya. Adapun ketidaknyamanan yang akan dialami prosedur penelitian tersebut adalah berupa terpaparnya sinar radiasi pada pemeriksaan radiografik dental periapikal. Sebagai informasi, radiasi yang akan diterima dalam prosedur penelitian tersebut adalah : 1 (satu) pemotretan radiografis dental periapikal digital = 3 μSv. Besarnya radiasi tersebut terbilang sangat kecil yaitu kurang dari 1/25 kali dari radiasi yang diperoleh dari pemeriksaan radiografik untuk dada / thorax (thorax = 80 μSv) atau lebih rendah dari radiasi kosmik yang diterima saat naik pesawat udara. Keuntungan menjadi subjek penelitian yaitu : 1. Mengetahui keadaan kesehatan jaringan lunak dan tulang penyangga gigi yang diperiksa. 2. Memperoleh perawatan awal untuk meningkatkan kesehatan jaringan penyangga gigi tersebut. 3. Mengurangi kebutuhan akan tindakan bedah yang lebih memakan waktu, biaya, dan lebih menimbulkan rasa sakit. Jika Bapak / Ibu bersedia, surat pernyataan kesediaan menjadi subyek penelitian terlampir harap ditandatangani dan dikirimkan kembali kepada drg. Mora Octavia dan drg. Raymond Utomo Salim. Perlu Bapak / Ibu ketahui bahwa surat kesediaan tersebut tidak mengikat dan data-data hasil pemeriksaan yang diambil akan dijamin kerahasiaannya. Bapak / Ibu dapat mengundurkan diri
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
61
dari penelitian ini kapan saja selama penelitian berlangsung. Tetapi apabila Bapak / Ibu tidak mengikuti instruksi selama penelitian ini berlangsung maka Bapak / Ibu juga dapat dikeluarkan dari penelitian ini.
Demikian, mudah-mudahan keterangan saya di atas dapat dimengerti dan atas kesediaan Bapak / Ibu untuk berpartisipasi dalam penelitian ini saya ucapkan banyak terima kasih. Jakarta,..........................................
drg. Mora Octavia & drg. Raymond Utomo Salim
NB: Apabila ada yang ingin ditanyakan atau bila terjadi kejadian yang tidak diharapkan dapat menghubungi kami: 1. drg. Raymond Utomo Salim. Alamat: Jl. Kedoya Alamanda I Blok E2/21, Jakarta Barat. 2. drg. Mora Octavia. Alamat: Jl. Jembatan Dua No. 2, Jakarta Barat. 3. drg. Hari Sunarto, Sp. Perio (K). Alamat: Jl. H. Sabah No. 97. Meruya Ilir, Jakarta Barat 4. DR. Yuniarti Soeroso, drg., Sp.Perio (K). Alamat: Jl. Cikatomas I No. 16, Kebayoran Baru 5. drg. Yulianti Kemal, Sp.Perio (K). Alamat: Jl. Cireunda Indah II/11, Tangerang 6. DR. Sri Lelyati, drg., SU., Sp.Perio (K). Alamat: Jl. Griya Tugu Asri A1/10, Cimanggis, Depok. 7. Prof. Boy Bachtiar, drg., M.Biomed., PhD. Alamat: Perumahan Citra Gran Blok RC1/37, Cibubur. 8. drg. Bramma K., Sp. RKG. Alamat: Jl. Wijaya Kusuma Raya No. 248, Depok Jaya, Pancoran Mas, Depok.
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
62
Lampiran 2 SUBJEK
LEMBAR PERSETUJUAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
: ............................................................................................................
Usia
: .................... Tahun .................... Bulan
Lk / Pr (*)
Alamat : ............................................................................................................ Rt. .................. Rw. ............... Kode Pos
: .................................
Kelurahan : ............................ Kecamatan : ................................. Kotamadya : ............................. Telp
: .................................
Setelah menerima penjelasan mengenai penelitian ini dan mengerti prosedur pemeriksaan penelitian yang berjudul : EVALUASI KLINIS, MIKROBIOLOGIS, DAN RADIOGRAFIS APLIKASI LOKAL GEL MINOSIKLIN HCL 2% SETELAH SKELING DAN PENGHALUSAN AKAR PADA PERIODONTITIS KRONIS Dengan ini Bersedia / Tidak Bersedia(*) secara suka rela untuk berpartisipasi sebagai relawan penelitian. Demikian pernyataan ini dibuat dan ditandatangani tanpa tekanan dan dengan rasa kesadaran sepenuhnya.
Penanggung Jawab Penelitian
Jakarta,…………………20.....
drg Raymond Utomo Salim
Relawan
drg Mora Octavia (*) Coret yang tidak diperlukan
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
63
Lampiran 3: Lembar Umum dan Klinis Tanggal penelitian : Nomor Penelitian : Pemeriksa : __________________________________________________________________ ________________ Informasi Umum: Nama : .................................................................................................................................... . Tanggal Lahir : .................................................................................................................................... . Usia : .................................................................................................................................... . Jenis Kelamin : .................................................................................................................................... . Suku : .................................................................................................................................... . Alamat : .................................................................................................................................... . .................................................................................................................................... . .................................................................................................................................... . No telp/HP : .................................................................................................................................... . Pekerjaan : .................................................................................................................................... . Status Umum Pasien Keadaan Umum : Berat Badan : ......... Tinggi Badan : .........
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
64
Riwayat penyakit /kelainan sistemik (lingkari pilihan): 1. Apakah anda sedang dalam perawatan dokter untuk kesehatan umum? Ya / Tidak 2. Apakah anda pernah mendapat perawatan penyinaran atau pengobatan untuk suatu tumor atau keganasan? Ya / Tidak 3. Apakah dalam 3 bulan terakhir ini anda menerima pengobatan karena sesuatu penyakit misal antibiotika, kortikosteroid, anti jamur? Ya / Tidak 4. Apakah anda sudah pernah memeriksakan kadar gula darah? Belum Pernah / Sudah Pernah / Rutin Faktor Risiko Lokal Kebiasaan Membersihkan Rongga Mulut 1. Kebiasaan Menyikat Gigi:
0 = tidak teratur 1 = 1 kali sehari 2 = 2 kali sehari 3 = 3 kali sehari 4 = >3 kali sehari
2. Penggunaan Obat Kumur (mouthwash): Jika ya, frekuensi Merk/jenis
0 = tidak
1 = ya : 1 kali sehari / >1 kali sehari : ...........................................
3. Penggunaan Benang Gigi (dental floss) :
0 = tidak 1 = ya
4. Penggunaan pembersih lidah: Kebiasaan Merokok :
Jika pernah, berhenti sejak
0 = tidak 1 = ya 0 = tidak 1 = ya 2 = pernah : ......... bulan / tahun yang lalu
Status Rongga Mulut Skor plak (Green and Vermillion), PBI, dan kalkulus (Sillness and Loe)
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
65
Pemeriksaan Radiografis Element gigi : Ketinggian Tulang : Densitas Tulang : Alveolar Crest :
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
Lampiran 4: Lembar Pemeriksaan Poket Maksila
18
17
16
15
14
13
12
11
21
22
23
24
25
26
27
28
48
47
46
45
44
43
42
41
31
32
33
34
35
36
37
38
Loss of Attachment Gingival margin Pocket
Buccal
Palatal
Pocket Gingival margin Loss of Attachment
Mandibula Loss of attachment Gingival margin Pocket
Buccal
Palatal
Pocket Gingival margin Loss of attachment
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
67
Lampiran 5: Pemeriksaan Skoring PBI, PI, dan KI
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
68
Lampiran 6: Surat Keterangan Lolos Etik
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
70
Lampiran 7: Data Output SPSS
1. Analisis Univariat Usia, Tinggi Badan, dan Berat Badan Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
Berat Badan
40
100.0%
0
.0%
40
100.0%
Umur
40
100.0%
0
.0%
40
100.0%
Tinggi Badan
40
100.0%
0
.0%
40
100.0%
Descriptives Statistic Berat Badan
Mean 95% Confidence Interval for Mean
63.40 Lower Bound
60.01
Upper Bound
66.79
5% Trimmed Mean
63.03
Median
63.00
Variance
1.678
112.656
Std. Deviation
10.614
Minimum
44
Maximum
90
Range
46
Interquartile Range
15
Skewness
Umur
Std. Error
.381
.374
Kurtosis
-.114
.733
Mean
44.23
1.105
95% Confidence Interval for
Lower Bound
41.99
Mean
Upper Bound
46.46
5% Trimmed Mean
44.22
Median
44.50
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
71
Variance
48.846
Std. Deviation
6.989
Minimum
33
Maximum
55
Range
22
Interquartile Range
13
Skewness
Tinggi Badan
.031
.374
Kurtosis
-1.280
.733
Mean
158.35
.840
95% Confidence Interval for
Lower Bound
156.65
Mean
Upper Bound
160.05
5% Trimmed Mean
158.36
Median
158.00
Variance
28.233
Std. Deviation
5.314
Minimum
148
Maximum
170
Range
22
Interquartile Range
7
Skewness Kurtosis
.074
.374
-.364
.733
2. Analisis Univariat Kedalaman Poket Case Processing Summary Cases Valid N Poket Depth
Missing
Percent 40
100.0%
N
Total
Percent 0
.0%
N
Percent 40
100.0%
Descriptives Statistic
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Std. Error
Universitas Indonesia
72
Poket Depth
Mean
4.800
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
4.574
Upper Bound
5.026
5% Trimmed Mean
4.778
Median
5.000
Variance
.1115
.497
Std. Deviation
.7053
Minimum
4.0
Maximum
6.0
Range
2.0
Interquartile Range
1.0
Skewness Kurtosis
.420
.374
-.840
.733
Analisis Univariat Jumlah Bakteri Pg, Td, dan Densitas Tulang Alveolar Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
TdCFUbase
40
100.0%
0
.0%
40
100.0%
TdCFUM2
40
100.0%
0
.0%
40
100.0%
TdCFUM3
40
100.0%
0
.0%
40
100.0%
TdCFUM6
40
100.0%
0
.0%
40
100.0%
PgCFUbase
40
100.0%
0
.0%
40
100.0%
PgCFUM2
40
100.0%
0
.0%
40
100.0%
PgCFUM3
40
100.0%
0
.0%
40
100.0%
PgCFUM6
40
100.0%
0
.0%
40
100.0%
BDBase
40
100.0%
0
.0%
40
100.0%
BDM3
40
100.0%
0
.0%
40
100.0%
BDM6
40
100.0%
0
.0%
40
100.0%
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
73
Descriptives Statistic TdCFUbase
Mean
10.7815
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
9.8557
Upper Bound
11.7073
5% Trimmed Mean
9.8750
Variance
8.379
Std. Deviation
2.89471
Minimum
6.51
Maximum
16.51
Range
10.00
Interquartile Range
5.01
Skewness
.545
.374
-.960
.733
7.2923
.49646
Kurtosis Mean 95% Confidence Interval for
Lower Bound
6.2881
Mean
Upper Bound
8.2964
5% Trimmed Mean
7.3775
Median
7.8900
Variance
9.859
Std. Deviation
3.13989
Minimum
.00
Maximum
13.18
Range
13.18
Interquartile Range
3.19
Skewness Kurtosis TdCFUM3
.45769
10.7122
Median
TdCFUM2
Std. Error
Mean
-.505
.374
.312
.733
6.0068
.62067
95% Confidence Interval for
Lower Bound
4.7513
Mean
Upper Bound
7.2622
5% Trimmed Mean
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
5.9761
Universitas Indonesia
74
Median
6.6450
Variance
15.409
Std. Deviation
3.92548
Minimum
.00
Maximum
12.76
Range
12.76
Interquartile Range
TdCFUM6
5.30
Skewness
-.154
.374
Kurtosis
-.810
.733
9.5930
.30828
Mean 95% Confidence Interval for
Lower Bound
8.9694
Mean
Upper Bound
10.2166
5% Trimmed Mean
9.4578
Median
9.1250
Variance
3.801
Std. Deviation
1.94974
Minimum
7.06
Maximum
14.80
Range
7.74
Interquartile Range
2.82
Skewness Kurtosis PgCFUbase
Mean
1.013
.374
.477
.733
5.6428
.26141
95% Confidence Interval for
Lower Bound
5.1140
Mean
Upper Bound
6.1715
5% Trimmed Mean
5.6269
Median
5.7650
Variance Std. Deviation
2.733 1.65331
Minimum
2.89
Maximum
8.84
Range
5.95
Interquartile Range
2.73
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
75
Skewness
PgCFUM2
-.024
.374
Kurtosis
-1.092
.733
Mean
3.8488
.19506
95% Confidence Interval for
Lower Bound
3.4542
Mean
Upper Bound
4.2433
5% Trimmed Mean
3.7872
Median
3.5550
Variance
1.522
Std. Deviation
1.23365
Minimum
.00
Maximum
7.67
Range
7.67
Interquartile Range
.78
Skewness Kurtosis PgCFUM3
Mean
.374
4.612
.733
3.6470
.18692
95% Confidence Interval for
Lower Bound
3.2689
Mean
Upper Bound
4.0251
5% Trimmed Mean
3.7422
Median
3.6000
Variance
1.398
Std. Deviation
1.18219
Minimum
.00
Maximum
5.67
Range
5.67
Interquartile Range
1.40
Skewness Kurtosis PgCFUM6
.752
Mean
-1.137
.374
3.074
.733
4.5580
.27346
95% Confidence Interval for
Lower Bound
4.0049
Mean
Upper Bound
5.1111
5% Trimmed Mean
4.6750
Median
4.8100
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
76
Variance
2.991
Std. Deviation
1.72951
Minimum
.00
Maximum
7.03
Range
7.03
Interquartile Range
2.80
Skewness Kurtosis BDBase
Mean
.374
.504
.733
70.4318
2.56977
95% Confidence Interval for
Lower Bound
65.2339
Mean
Upper Bound
75.6296
5% Trimmed Mean
69.7356
Median
69.4200
Variance
264.149
Std. Deviation
16.25268
Minimum
44.90
Maximum
108.78
Range
63.88
Interquartile Range
25.69
Skewness Kurtosis BDM3
-.669
Mean
.539
.374
-.353
.733
72.6343
2.39883
95% Confidence Interval for
Lower Bound
67.7822
Mean
Upper Bound
77.4863
5% Trimmed Mean
72.2364
Median
69.9000
Variance
230.176
Std. Deviation
15.17156
Minimum
45.61
Maximum
105.69
Range
60.08
Interquartile Range
21.81
Skewness
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
.330
.374
Universitas Indonesia
77
Kurtosis BDM6
Mean
-.554
.733
79.0225
3.06326
95% Confidence Interval for
Lower Bound
72.8265
Mean
Upper Bound
85.2185
5% Trimmed Mean
78.3331
Median
73.0400
Variance
375.342
Std. Deviation
19.37375
Minimum
51.17
Maximum
123.70
Range
72.53
Interquartile Range
31.88
Skewness Kurtosis
.547
.374
-.732
.733
Uji Normalitas dari Jumlah Bakteri Pg, Td, dan Densitas Tulang Alveolar Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov Statistic
df
a
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
TdCFUbase
.161
40
.010
.916
40
.006
TdCFUM2
.107
40
.200
*
.962
40
.200
TdCFUM3
.137
40
.057
.928
40
.014
TdCFUM6
.132
40
.077
.912
40
.004
*
PgCFUbase
.098
40
.200
.960
40
.162
PgCFUM2
.188
40
.001
.813
40
.000
PgCFUM3
.137
40
.056
.885
40
.001
40
*
.931
40
.018
*
.955
40
.116
PgCFUM6
.086
.200
BDBase
.115
40
.200
BDM3
.084
40
.200
*
.974
40
.478
BDM6
.144
40
.037
.943
40
.043
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia
78
Analisis Bivariat Uji Friedman Td Test Statistics
a
N
40
Chi-Square
36.088
df
2
Asymp. Sig.
.000
a. Friedman Test
Uji Friedman Pg Test Statistics
a
N
40
Chi-Square
20.088
df
2
Asymp. Sig.
.000
a. Friedman Test
Uji Friedman Densitas Tulang Alveolar Test Statistics
a
N Chi-Square
40 27.450
df Asymp. Sig.
2 .000
a. Friedman Test
Uji Wilcoxon
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
TdCFUM3 -
TdCFUM6 -
TdCFUM6 -
PgCFUM3 -
TdCFUbase
TdCFUbase
TdCFUM3
PgCFUbase
-4.543
a
.000
-2.693
a
.007
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
-4.476
b
.000
-4.476
a
.000
Universitas Indonesia
79
PgCFUM6 -
PgCFUM6 -
PgCFUbase
PgCFUM3
-2.487
a
BDM6 - BDBase b
-3.077
.013
-4.893
.002
BDM6 - BDM3
b
-4.100
.000
b
.000
Paired Samples Correlations N Pair 1
BDBase & BDM3
Correlation 40
.939
Sig. .000
Uji Wilcoxon Hubungan Jumlah Td dan Pg dengan densitas tulang alveolar
TdCFUselisih1 - PgCFUselisih1 - TdCFUselisih2 PgCFUselisih2 BDselisih1 Z Asymp. Sig. (2-
-4.274
BDselisih1 a
.000
-4.261
- BDselisih2 a
.000
-5.027
BDselisih2 a
.000
-4.920
a
.000
tailed)
Pengaruh skeling…, Raymond Utomo, FKG UI, 2013
Universitas Indonesia