UNIVERSITAS INDONESIA
PENGARUH TERAPI SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE(SEFT) TERHADAP TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER JAMBI TAHUN 2012
TESIS
DEWI MASYITAH NPM. 1006833602
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN MEDIKAL BEDAH DEPOK JANUARI 2013
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH TERAPI SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE(SEFT) TERHADAP TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER JAMBI TAHUN 2012
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada program magister ilmu keperawatan medikal bedah
DEWI MASYITAH NPM. 1006833602
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN MEDIKAL BEDAH DEPOK JANUARI 2013 ii Universitas Indonesia
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmatNya, peneliti dapat menyelesaikan proposal penelitian ini dengan judul “Pengaruh Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) Terhadap Tekanan Darah Pasien Hipertensi di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi 2012”. Dalam penyusunan proposal penelitian ini, peneliti banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Ibu Dewi Irawaty, MA., PhD, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia 2. Ibu Astuti Yuni Nursasi, MN selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 3. Ibu Prof. Dra. Elly Nurachmah, SKp, M.App.Sc, DNSc selaku pembimbing I yang telah memberikan masukan dan arahan selama penyusunan proposal tesis 4. Bapak Agung Waluyo, SKp, MSc, PhD selaku Pembimbing II yang juga telah memberikan masukan dan arahan selama penyusunan proposal tesis 5. Seluruh dosen dan staf akademik Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia . 6. Rekan-rekan mahasiswa khususnya Program Magister Keperawatan Medikal Bedah yang telah saling mendukung dan membantu selama proses pendidikan. 7. Keluarga : orang tua, suami dan putra kami tercinta yang senantiasa memberikan motivasi kepada peneliti selama mengikuti pendidikan Semoga segala bantuan dan kebaikan, menjadi amal yang baik dan mendapat balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Selanjutnya peneliti sangat mengaharapkan masukan, saran dan kritik demi perbaikan proposal penelitian ini sehingga dapat digunakan untuk pengembangan ilmu dan pelayanan keperawatan Depok, 18 Januari 2013 Peneliti v Universitas Indonesia
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
( Dewi Masyitah )
ABSTRAK Nama Program Studi Judul
: Dewi Masyitah : Program Pascasarjana Ilmu Keperawatan : Pengaruh Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique(SEFT) Terhadap Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi Tahun 2012
SEFT termasuk teknik relaksasimind-body therapy, merupakan teknik penggabungan dari sistem energi tubuh (energy medicine) dan terapi spiritual dengan menggunakan metode tapping pada beberapa titik tertentu pada tubuh. SEFTdapat membantu individu bebas dari tekanan emosional (energi negatif), yang mana merupakan penyebab meningkatnya tekanan darah pada pasien hipertensi. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasipengaruh terapi SEFT terhadap penurunan tekanan darah pasien hipertensi. Penelitian ini menggunakan desain kuasi eksperimen dengan pendekatan the one group pretest – posttest. Hasil analisis data menunjukkan ada pengaruh terapi SEFT terhadap tekanan darah pasien hipertensi. Faktor karakteristik umur, jenis kelamin, riwayat penyakit keluarga dan penyakit penyerta tidak ada hubungan dengan penurunan tekanan darah setelah terapi SEFT. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi dasar terapi SEFTsebagai intervensi keperawatan yang mandiri dan inovatif pada asuhan keperawatan klien dengan hipertensi. Kata kunci : SEFT, tekanan darah, hipertensi
vii Universitas Indonesia
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
ABSTRACT Name Study Program Title
: Dewi Masyitah : Postgraduate of Nursing Science Program : The Effect ofSpiritualEmotionalFreedomTechnique (SEFT) Therapyon Blood Pressurein Patients with Hypertension in RadenMattaher District GeneralHospitalJambi 2012
SEFTas one of the relaxation techniques of mind-body therapy, is a combinationtechnique of thebody's energy system(energymedicine)andspiritualtherapyusingtappingoncertain pointsof the body. SEFTcanhelps individualfree fromemotional distress(negative energy), which is one of thecauses of increasedbloodpressurein patients with hypertension. The purposeof this study was to identify the effect of SEFTtherapy on blood pressurein patients with hypertension. This study usedaquasi-experimentaldesign with aone-group pretest –posttest approach. The results ofdataanalysis showed that there is significanteffect of SEFTtherapyon reduction of blood pressurein patients with hypertension. Characteristics of age,gender,familyhistory of diseaseandcomorbidities are not relatedto thedecrease inbloodpressureafterSEFT therapy. The results ofthis study recommended that the SEFT therapy can bean independentand innovative therapeutic nursing intervention in nursing care of patients with hypertension. Keywords: SEFT, bloodpressure, hypertension
viii Universitas Indonesia
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ..........................................................................
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN. ...............................................................
iv
KATA PENGANTAR.........................................................................
v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.........
vi
ABSTRAK...........................................................................................
vii
ABSTRACT..........................................................................................
vii
DAFTAR ISI ......................................................................................
ix
DAFTAR SKEMA .............................................................................
xii
DAFTAR TABEL ..............................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................
xiv
DAFTAR SINGKATAN ....................................................................
xv
BAB 1
BAB 2
PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang …………………..…………………...
1
1.2 Rumusan Masalah ………………..…………………..
11
1.3 Tujuan Peneliti ……………………..………………...
12
1.4 Manfaat Penelitian …………………..…………….....
13
TINJAUAN PUSTAKA
14
2.1 Tekanan Darah …………………..…………………...
14
2.2 Hipertensi …………………..…………………...........
14
2.2.1 Definisi …………………..…………………........
14
2.2.2 Patofisiologi Hipertensi …………………....…….
15
2.2.3 Klasifikasi Hipertensi…………………..………..
17
2.2.4 Faktor Resiko Hipertensi …………………..……
18
2.2.5 Tanda dan Gejala Hipertensi..................................
24
2.2.6 Penatalaksanaan Hipertensi....................................
24
2.3
33
Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)... ix
Universitas Indonesia
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
BAB 3
BAB 4
BAB 5
BAB 6
2.3.1 Sejarah Singkat SEFT…………………..………..
33
2.3.2 Definisi SEFT …………………..……………….
36
2.3.3 Perbedaan SEFT dan EFT …………………..…...
37
2.3.4 Cara Melakukan SEFT …………………..……..
38
2.4 Peran Perawat Spesialis…………………..………….
43
2.5 Kerangka Teori …………………..…………………..
45
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
46
3.1 Kerangka Konsep .........................................................
46
3.2 Hipotesis .......................................................................
47
3.3 Definisi Operasional .....................................................
47
METODE PENELITIAN
49
4.1 Rancangan Penelitian ..................................................
49
4.2 Populasi dan Sampel ....................................................
50
4.3 Waktu Penelitian ..........................................................
52
4.4 Tempat Penelitian .........................................................
53
4.5 Etika Penelitian ............................................................
53
4.6 Alat Pengumpul Data ...................................................
55
4.7 Prosedur Pengumpulan Data.........................................
56
4.8 Pengolahan dan Analisis Data.......................................
58
HASIL PENELITIAN
60
5.1 Analisis Univariat..........................................................
60
5.2 Analisis Bivariat............................................................
62
PEMBAHASAN
69
6.1 Interpretasi dan Diskusi Hasil Penelitian......................
69
6.2 Keterbatasan Penelitian.................................................
83
6.3 Implikasi Hasil Penelitian ............................................
84
x Universitas Indonesia
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN...........................................
86
7.1 Kesimpulan...................................................................
86
7.2 Saran..............................................................................
86
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
xi Universitas Indonesia
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
DAFTAR SKEMA Halaman Skema 2.1 Kerangka Teori ...................................................................
44
Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ........ .....................................
45
Skema 4.1 Kerangka Kerja Penelitian..................................................
49
xii Universitas Indonesia
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel
2.1
Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC-VII 2003 ..................
18
Tabel
2.2 Perbedaan EFT dan SEFT ..................................................
37
Tabel
3.1
Definisi Operasional ...........................................................
46
Tabel
4.1
Analisis Bivariat .................................................................
58
xiii Universitas Indonesia
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Penjelasan penelitian
Lampiran 2
Lembaran persetujuan responden (informed consent)
Lampiran 3
Data Responden
Lampiran 4
Prosedur Terapi SEFT
Lampiran 5
Keterangan lolos kaji etik
Lampiran 6
Surat permohonan izin penelitian
Lampiran 7
Surat keterangan telah melaksanakan penelitian
Lampiran 8
Daftar riwayat hidup
xiv Universitas Indonesia
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
DAFTAR SINGKATAN
CAM
: Complementary and Alternative
CBF
: Cerebral blood flow
CO
: Cardiac output
Depkes
: Departemen kesehatan
dl
: Deciliter
DSM IV
: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder 4th edition
EFT
: Emotional Freedom Technique
EMDR
: Eye Movement Desensitization Repatterning
FK
: Fakultas Kedokteran
HDL
: High density lipoprotein
IMT
: Indeks massa tubuh
ISH
: The International Society of Hypertension
JNC
: The Joint National Committee
Kg
: Kilogram
LDL
: Low density lipoprotein
LVH
: Left ventricle hypertrophy
m
: Meter
mg
: Miligram
mmHg
: milimeter Hydragyrum
MONICA
: Multinational Monitoring of Trends and Determinants in Cardiovascular Disease
NHNES
: The Third National Health and Nutrition Examination Survey
NO
: Nitrogen oksida
OFC
: Orbitofrontal Cortex
Permenkes
: Peraturan menteri kesehatan
PET
: Provocative Energy Technique
PSTD
: Post Traumatic Stress Dysorder
PTM
: Penyakit tidak menular xv Universitas Indonesia
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
RSHS
: Rumah Sakit Hasan sadikin
RSUD
: Rumah Sakit Umum Daerah
SEFT
: Spiritual Emotional Freedom Technique
SKRT
: Survey Kesehatan Rumah Tangga
SM
: Sebelum masehi
SVR
: Systemic vascular resistance
SWT
: Subhanallahu Wa Ta’ala
TBI
: Traumatic Brain Injury
TDD
: Tekanan darah diatolik
TDS
: Tekanan darah sistolik
TFT
: Tought Fields Therapy
UI
: Universitas Indonesia
UNHAS
: Universitas Hasanuddin
VIP
: Very Important Person
WHO
: World Health Organization
xvi Universitas Indonesia
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kemajuan teknologi yang merubah gaya hidup dan sosial ekonomi di Indonesia dewasa ini telah mengakibatkan perubahan pola penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit tidak menular (PTM) meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases (penyakit akibat ulah manusia) yang merupakan faktor utama masalah morbiditas dan mortalitas. Pada abad ke-21 ini diperkirakan terjadi peningkatan insiden dan prevalensi penyakit tidak menular secara cepat, yang merupakan tantangan utama masalah kesehatan dimasa yang akan datang.
Penyakit menular telah menyumbang 3 juta
kematian pada tahun 2005 dimana 60% kematian diantaranya terjadi pada penduduk di bawah usia 70 tahun. WHO memperkirakan, pada tahun 2020 penyakit tidak menular akan menyebabkan 73% mortalitas dan 60% morbiditas di dunia. Negara yang paling merasakan dampaknya diperkirakan adalah negara berkembang termasuk Indonesia (Rahajeng & Tuminah, 2009). Salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan yang sangat serius saat ini adalah hipertensi. Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan diastolik ≥ 90 mmHg. Hipertensi disebut sebagai the silent killer atau “pembunuh diamdiam” karena orang dengan hipertensi sering tidak menampakkan gejala dan tidak sadar akan kondisinya. Hipertensi merupakan penyebab utama penyakit gagal jantung, stroke dan gagal ginjal (Smeltzer, 2004). Hipertensi menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia karena prevalensinya yang tinggi. Data WHO tahun 2000, hipertensi telah menjangkiti 26,4% populasi dunia dengan perbandingan 26,6% pada pria dan 26,1% pada wanita.
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
2
Sebanyak
26,6% populasi dunia, negara berkembang menyumbang 2/3
populasi yang terjangkit hipertensi, sedangkan negara maju hanya menyumbang sepertiganya saja. Data yang dilansir oleh The Lancet tahun 2000 sebanyak 972 juta (26%) orang dewasa di dunia menderita Hipertensi. Angka ini terus meningkat tajam, diprediksikan oleh WHO pada tahun 2025 nanti sekitar 29% orang dewasa di seluruh dunia yang menderita hipertensi (Rahajeng & Tuminah, 2009). Data di Amerika diperkirakan sebanyak 25% penduduk usia dewasa menderita hipertensi. Apabila penyakit ini tidak terkontrol, akan menyerang target organ, dan dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, gangguan ginjal, serta kebutaan. Penyakit hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, 6 kali lebih besar terkena congestive heart failure, dan 3 kali lebih besar terkena serangan jantung. Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat (Cheriyan, Eniery, & Wilkinson, 2010). Data di Indonesia menunjukkan masalah hipertensi cenderung meningkat. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa 8,3% penduduk menderita hipertensi dan meningkat menjadi 27,5% pada tahun 2004. Pada tahun 2007 prevalensinya meningkat lagi menjadi 31,7%. Prevalensi ini jauh lebih tinggi dibandingkan Singapura (27,3%), Thailand (22,7%) dan Malaysia (20%) (Rahajeng & Tuminah, 2009; Hartono, 2011). Kelompok Kerja Serebrokardiovaskuler FK UNPAD/RSHS tahun 1999, menemukan prevalensi hipertensi sebesar 17,6% dan MONICA (Multinational Monitoring of Trends and Determinants in Cardiovascular Disease) Jakarta tahun 2000 melaporkan prevalensi hipertensi di daerah urban adalah 31,7%. Data dari FKUI menyebutkan bahwa prevalensi hipertensi daerah rural (Sukabumi), sebesar 38,7% (Rahajeng & Tuminah, 2009).
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
3
Hasil
SKRT
2001,
2004,
2007
dan
2010
menunjukkan
penyakit
kardiovaskuler merupakan penyakit nomor satu penyebab kematian di Indonesia dan sekitar 20–35% dari kematian tersebut disebabkan oleh hipertensi. Hanya dalam waktu 20 tahun, penyakit kardiovaskuler yang sangat erat kaitannya dengan hipertensi dari urutan kesebelas (SKRT 1972) melesat ke urutan pertama (SKRT 1992) dan bertahan sampai saat ini (SKRT 2010) (Rahajeng & Tuminah, 2009; Hartono, 2011). Penelitian epidemiologi membuktikan bahwa hipertensi berhubungan secara linier dengan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular. Oleh sebab itu, penyakit hipertensi harus dicegah dan diobati. Hal tersebut merupakan tantangan kita di masa yang akan datang. Seseorang yang mempunyai kelebihan berat badan lebih dari 20% dan hiperkolesterol mempunyai risiko yang lebih besar terkena hipertensi. Faktor risiko tersebut pada umumnya disebabkan pola hidup (life style) yang tidak sehat. Faktor sosial budaya masyarakat Indonesia berbeda dengan sosial budaya masyarakat di negara maju, sehingga faktor yang berhubungan dengan terjadinya hipertensi di Indonesia kemungkinan berbeda pula (Rahajeng & Tuminah, 2009). Hipertensi sering tidak menampakkan gejala. Separuh penderita hipertensi diperkirakan tidak menyadari akan kondisinya. Sekitar 40% populasi dewasa menderita hipertensi, lebih dari 90% diantara mereka menderita hipertensi esensial (primer), dimana tidak dapat ditentukan penyebab medisnya (Brookes, 2008). Begitu penyakit ini diderita maka tekanan darah pasien harus dipantau dengan interval teratur karena hipertensi merupakan kondisi penyakit seumur hidup. Menyadari akan hal ini, banyak pasien hipertensi merasa tertekan secara emosional. Tekanan emosional yang timbul biasanya karena pikiran mereka tentang kesembuhan penyakit hipertensi yang relatif kecil, ancaman akan kematian, aturan diet yang ketat maupun penyakit komplikasi yang akan terjadi di kemudian hari. Keadaan emosional pasien yang semakin tidak stabil ini justru akan memperparah penyakit hipertensinya (Smeltzer, 2004).
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
4
Mengingat pentingnya menjaga kestabilan emosional pasien hipertensi, maka perawat
sebagai
memberikan
pemberi
asuhan
asuhan
keperawatan
keperawatan secara
diharapkan
mandiri
dalam
mampu konteks
nonfarmakologis. Pendekatan nonfarmakologis merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap terapi farmakologis antihipertensi. Termasuk ke dalam penanganan nonfarmakologis adalah dengan memberikan terapi komplementer pada pasien (Smeltzer, 2004). Terapi komplementer adalah terapi pengobatan tradisional yang telah diakui dan dapat dipakai sebagai pendamping terapi konvensional atau terapi medis. Pelaksanaannya dapat dilakukan bersamaan dengan terapi medis (Moyad & Hawk, 2009). Dalam Permenkes nomor 1109 tahun 2007 tentang penyelenggaraan pengobatan komplementer-anternatif di fasilitas pelayanan kesehatan, yang dimaksud dengan terapi komplementer adalah pengobatan nonkonvensional yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan dan efektifitas yang tinggi berdasarkan ilmu pengetahuan biomedik, yang belum diterima dalam kedokteran konvensional. Pada dasarnya terapi komplementer bertujuan untuk memperbaiki fungsi dari sistem-sistem tubuh, terutama sistem kekebalan dan pertahanan tubuh, agar tubuh dapat menyembuhkan dirinya sendiri yang sedang sakit, karena tubuh kita sebenarnya mempunyai kemampuan untuk menyembuhkan dirinya sendiri (DEPKES RI, 2007). Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) termasuk teknik relaksasi, merupakan salah satu bentuk mind-body therapy dari terapi komplementer dan alternatif dalam keperawatan. SEFT merupakan teknik penggabungan dari sistem energi tubuh (energy medicine) dan terapi spiritual dengan menggunakan metode tapping pada beberapa titik tertentu pada tubuh. Terapi SEFT bekerja dengan prinsip yang kurang lebih sama dengan akupunktur dan akupresur. Ketiganya berusaha merangsang titik-titik kunci pada sepanjang 12 jalur energi (energy meridian) tubuh. Bedanya
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
5
dibandingkan metode akupunktur dan akupresur adalah teknik SEFT menggunakan unsur spiritual, cara yang digunakan lebih aman, lebih mudah, lebih cepat dan lebih sederhana, karena SEFT hanya menggunakan ketukan ringan (tapping) (Zainuddin, 2009; Thayib, 2010; Saputra, 2012). Terapi SEFT dapat digunakan sebagai salah satu tehnik terapi untuk mengatasi masalah emosional dan fisik, yaitu dengan melakukan totok ringan (tapping) pada titik syaraf (meridian tubuh). Spiritual dalam SEFT adalah doa yang diafirmasikan oleh klien pada saat akan dimulai hingga sesi terapi berakhir. Terapi SEFT bersifat universal, artinya untuk semua kalangan tanpa membeda-bedakan latar belakang keyakinan klien (Zainuddin, 2009). Unsur utama dari SEFT adalah EFT(Emotional Freedom Technique). Metode ini berorientasi pada sistem energi tubuh. Di dalam tubuh setiap manusia secara alamiah dimasuki energi kehidupan murni dari alam semesta yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Pengasih (Ar-Rahman), Yang Maha Hidup (Al-Qoyyum). Napas adalah ekspresi yang paling mendasar untuk mengalirnya energi kehidupan. Selain itu, energi semesta juga mengalir masuk ke dalam tubuh manusia lewat titik-titik tertentu yang disebut sebagai titiktitik akupunktur (accupoint). Dalam kondisi harmonis antara tubuh fisik, pikiran dan jiwa, energi kehidupan ini bergerak bebas. Energi memasuki tubuh manusia melalui titik-titik akupunktur menuju ke seluruh bagian tubuh, sistem organ, sel-sel dan jaringan lewat jalur meridian masing-masing yang khusus (Zainuddin, 2009). Jika pergerakan energi kehidupan yang melewati jalur meridian khusus ini terhambat atau ada blocking, maka akan timbul keluhan atau ketidaknyamanan tubuh. Blocking energi tersebut umumnya akibat stres fisik maupun stres psikologis yang semuanya berpusat pada pikiran dan sikap hati. Pikiran dan sikap hati negatif menyebabkan blocking energi dan menimbulkan rasa seperti kuatir, takut, marah, sedih dan sikap kepura-puraan. Lima pikiran dan sikap hati yang negatif itulah yang sejatinya menghalangi manusia menikmati
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
6
kesehatan yang holistik atau kesehatan paripurna, yaitu kesehatan sempurna dalam aspek fisik, mental, emosional, estetika, sosial, ekonomi dan spiritual. Blocking energi kehidupan di organ tubuh, jaringan dan sel-sel akan melemahkan organ, jaringan dan sel-sel tersebut yang akan menyebabkan terjadinya proses penuaan lebih cepat dan daya tahan terhadap penyakit menjadi menurun drastis (Saputra, 2012). Loyd & Johnson dalam buku The Healing Code : 6 Minutes to Heal the Source of Your Health, Success, or Relationship Issue mengeluarkan hasil riset terbaru bahwa pembunuh nomor satu di dunia saat ini adalah stres emosional. Lebih dari 95% penyakit fisik maupun nonfisik memiliki akar permasalahan yang sama yaitu stres emosional. Ini membuktikan adanya hubungan yang erat antara tekanan emosional dengan penyakit, inilah hubungan pikiran – tubuh (body – mind). Keadaan ini bila tidak cepat diatasi maka akan menyebabkan mudahnya seseorang terjangkiti penyakit yang berat (Loyd, 2011). Masalah-masalah fisik, pikiran dan jiwa, yang kalau terganggu aliran energinya akan timbul keluhan dan gejala yang menurunkan kualitas hidup manusia yang mengalaminya (Saputra, 2012). Metode terapi SEFT dikembangkan berdasarkan pandangan bahwa beban emosional (pikiran negatif) yang dialami individu menjadi penyebab utama dari penyakit fisik maupun penyakit nonfisik yang dideritanya. Tekanan emosional yang tidak teratasi akan menghambat aliran energi di dalam tubuh sehingga tubuh menjadi lemah dan mudah terjangkiti penyakit. Untuk mengatasinya perlu menetralisir pikiran-pikiran negatif dengan kalimat doa dan menumbuhkan sikap positif bahwa apapun masalah pikiran, jiwa dan rasa sakitnya ia ikhlas menerimanya serta mempasrahkan kesembuhannya pada Allah SWT (Zainuddin, 2009; Saputra, 2012). Doa dan sikap positif bertujuan untuk memastikan agar aliran energi tubuh dapat terarah dengan cepat yang berguna untuk menetralisir apa yang disebut ‘perlawanan psikologis’ atau pikiran/keyakinan bawah sadar negatif. Pasien
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
7
dibimbing untuk berdoa dengan khusyu’, ikhlas dan pasrah seraya mengucapkan penerimaan diri secara berulang kali. Setelah merasa ikhlas kemudian dilakukan ketukan ringan (tapping) pada titik-titik meridian tertentu. Tapping ini berdampak pada ternetralisirnya gangguan emosi atau rasa sakit yang dirasakan karena aliran energi tubuh berjalan dengan nomal dan seimbang kembali (Zainuddin, 2009; Saputra, 2012). Dalam metode SEFT ini memandang individu sebagai suatu keutuhan, baik yang bersifat energi, fisik, emosi, mental, sosial, maupun spiritual. Lingkungan sangat berpengaruh dalam membentuk persepsi dan pengalaman individu sehingga menjadi memori yang bersifat positif maupun negatif. SEFT membantu individu agar mampu beradaptasi terhadap rangangan ataupun memori negatif dari lingkungan dengan cara memutus pikiran negatifnya.
Dengan
memiliki
kemampuan
beradaptasi
terhadap
lingkungannya, maka individu tidak akan sakit (Zainuddin, 2009). Cara pandang manusia sebagai makhluk yang holistik dan memiliki kemampuan beradaptasi dengan lingkungannya sesuai dengan teori keperawatan yang dikemukakan oleh Calista Roy. Dalam konsepnya, Roy menguraikan bagaimana individu mampu meningkatkan kesehatannya dengan cara mempertahankan perilaku secara adaptif. Manusia adalah sebagai sebuah sistem adaptif yang menerima input rangsangan dari lingkungan luar dan lingkungan dalam diri individu itu sendiri. Manusia memiliki fungsi fisiologi berhubungan dengan struktur tubuh dan fungsinya. Kebutuhan dasar ini meliputi : kebutuhan oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktifitas dan istirahat, proteksi, penginderaan, cairan dan elektrolit, persarafan (neurologi), fungsi endokrin (Alligood & Tomay, 2006). Manusia juga dipandang memiliki konsep diri yang berhubungan dengan psikososial dengan penekanan spesifik pada aspek psikososial dan spiritual manusia. Kebutuhan dari konsep diri ini berhubungan dengan integritas psikis antara lain persepsi, aktivitas mental dan ekspresi perasaan. Konsep diri
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
8
menurut Roy terdiri dari dua komponen yaitu the physical self dan the personal self. Physical self yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya berhubungan dengan sensasi tubuhnya dan gambaran tubuhnya. Sedangkan personal self yaitu berkaitan dengan konsistensi diri, ideal diri, moral- etik dan spiritual diri orang tersebut. Perasaan cemas, hilangnya kekuatan atau takut menjadi beban emosional dan merupakan hal yang berat dalam area ini. Oleh sebab itu manusia juga membutuhkan interaksi satu sama lain yang fokusnya adalah untuk saling memberi dan menerima cinta/ kasih sayang, perhatian dan saling menghargai (Alligood & Tomay, 2006). Menurut Roy, lingkungan digambarkan sebagai dunia di dalam dan di luar manusia. Lingkungan merupakan stimulus/rangsangan/input bagi manusia sebagai sistem yang adaptif sama halnya lingkungan sebagai stimulus eksternal dan internal. Lingkungan didefinisikan sebagai segala kondisi, keadaan disekitar dan mempengaruhi keadaan, perkembangan dan perilaku manusia sebagai individu atau kelompok. Selanjutnya dijelaskan bahwa kesehatan didefinisikan sebagai keadaan dan proses menjadi manusia secara utuh dan terintegrasi secara keseluruhan. Dalam model adaptasi keperawatan, konsep sehat dan sakit dihubungkan dengan kemampuan beradaptasi (Alligood & Tomay, 2006). Peran keperawatan sebagai disiplin ilmu dan praktek sangat dibutuhkan dalam
membantu
klien
beradaptasi.
Sebagai
ilmu,
keperawatan
mengobservasi, mengklasifikasikan dan menghubungkan proses yang secara positif berpengaruh pada status kesehatan. Sebagai disiplin praktek, keperawatan menggunakan pendekatan pengetahuan untuk menyediakan pelayanan kepada indivdu untuk beradaptasi terhadap stimulus internal dan eksternal yang mempengaruhinya. Ketika stressor yang tidak biasa atau koping mekanisme yang lemah membuat upaya individu menjadi koping yang tidak efektif, saat inilah individu memerlukan seorang perawat. Pendekatan
holistik
keperawatan
dilihat
sebagai
proses
untuk
mempertahankan keadaan baik dan tingkat fungsi yang lebih tinggi.
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
9
Bagaimanapun aktivitas keperawatan tidak hanya diberikan ketika manusia sakit saja (Alligood & Tomay, 2006). Penelitian tentang SEFT, yang merupakan pengembangan dari EFT telah banyak dilakukan di luar negeri. Penelitian yang dilakukan Swingle, Pulos, dan Swingle menunjukkan bahwa korban kecelakaan yang mengalami Post Traumatic Stress Dysorder (PSTD) bahkan sampai mengalami mimpi buruk, takut yang tidak beralasan mengalami perubahan yang cukup signifikan ketika menggunakan EFT. McCarty menguraikan hasil penelitiannya bahwa seorang anak laki-laki berusia 6 tahun yang tidak mau makan (eating phobia) setelah diberikan intervensi dengan menggunakan EFT telah memberikan hasil yang sangat baik, anak tersebut tidak lagi mengalami kesulitan dengan makannya (Swingle, Pulos, & Swingle, 2005; McCarty, 2008, dalam Zainuddin, 2009). Teknik EFT sangat bermanfaat untuk mengatasi berbagai kecemasan pada mahasiswa. EFT juga dapat memberikan efek sensasi yang dapat membuat penderita Traumatic Brain Injury (TBI) lebih tenang dan menghibur. Penelitian tentang Evaluation of a meridian-based intervention, emotional freedom techniques (EFT), for reducing specific phobias of small animals menunjukkan bahwa EFT mampu mereduksi fobia spesifik dan menghasilkan perilaku yang valid. Penelitian yang dilakukan oleh sekelompok peneliti dari Curtin University, Western Australia, membuktikan bahwa EFT jauh lebih efektif untuk menyembuhkan phobia (hanya dalam 30 menit), dibandingkan dengan terapi “deep breathing treatment” dan hasilnya tetap bertahan setelah 6 - 9 bulan pascaterapi. Penelitian replikasi juga membuktikan hasil yang sama saat membandingkan efektivitas EFT dengan pendekatan konselling (Benor et all., 2008; Craig et all., 2009; Wells et all., 2000; Baker & Siegel, 2000, dalam Zainuddin, 2009). Beberapa hasil penelitian menggambarkan bahwa EFT sangat signifikan sebagai alternatif treatment untuk mengatasi ketakutan dan EFT sangat efektif dalam mengatasi para veteran yang berkasus, seperti post traumatic stress
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
10
dysorder, fobia, paranoid, obsesive, depresi, dan gangguan psikologis lainnya (Waite & Holder, 2003; Church, Geronilla, & Dinter, 2006, dalam Zainuddin, 2009). Penelitian ilmiah tentang penerapan SEFT telah dilakukan di Indonesia, walaupun jumlahnya masih sangat sedikit. Diantara penelitian tersebut adalah penelitian yang dilakukan oleh Anwar dalam menerapkan terapi SEFT terhadap pasien yang mengidap phobia spesifik berdasarkan kriteria DSM IV. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terapi SEFT mampu menurunkan ketakutan yang berlebihan secara signifikan pada penderita gangguan fobia spesifik tersebut. Terapi SEFT mampu mereduksi perilaku fobia spesifik dan menghasilkan perilaku yang lebih adaptif (Anwar, 2011). Pada tahun 2009 Mulia Hakam, dkk melakukan penelitian intervensi SEFT untuk mengurangi rasa nyeri pasien kanker serviks stadium IIb. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi intervensi SEFT dan terapi analgesik ternyata lebih efektif untuk menurunkan nyeri pada pasien kanker serviks stadium IIb dibandingkan bila hanya intervensi terapi analgesik saja. Terapi SEFT merangsang aktifitas di serat-serat saraf yang berdiameter lebih besar sehingga gerbang untuk aktifitas serat saraf yang berdiameter kecil (nyeri) tertutup (Gate Control Theory). Dengan demikian sensasi nyeri yang dirasakan pasien akan berkurang (Hakam, Yetti, & Hariyati, 2009). Kenyataan adanya kesamaan cara pandang antara model konsep adaptasi Calista Roy dengan metode terapi SEFT serta fokus SEFT untuk membantu individu bebas dari tekanan emosional, yang mana merupakan penyebab meningkatnya tekanan darah pada pasien hipertensi, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian pengaruh terapi SEFT terhadap tekanan darah pada penderita hipertensi. Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Raden Mattaher Jambi, pada tahun 2010 hipertensi menempati urutan ke-5 dari data
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
11
10 penyakit terbesar Kota Jambi. Jumlah penderita hipertensi yang dirawat inap di ruang jantung pada tahun 2010 sebanyak 56 pasien, pada tahun 2011 sebanyak 55 pasien dan untuk tahun 2012, sampai dengan bulan oktober tercatat sebanyak 18 pasien. Di ruang rawat penyakit dalam tercatat jumlah penderita hipertensi yang dirawat pada taun 2010 sebanyak 42 pasien, pada tahun 2011 sebanyak 98 pasien dan sampai dengan bulan oktober 2012 sebanyak 71 pasien (Rekam Medis, 2010). Pengalaman klinis menunjukkan di instalasi rawat inap RSUD Raden Mattaher Jambi belum pernah dilakukan teknik SEFT sebagai asuhan keperawatan yang diberikan perawat untuk menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.
1.2. Rumusan masalah Hipertensi telah menjadi masalah kesehatan yang sangat serius saat ini karena prevalensinya yang tinggi dan asosiasinya terhadap kejadian penyakit cerebro-kardiovaskuler, seperti : penyakit jantung dan stroke, serta penyakit ginjal. Penderita hipertensi sering tidak menampakkan gejala dan tidak sadar akan kondisinya. Banyak pasien merasa tertekan secara emosional ketika didiagnosa menderita hipertensi. Tekanan emosional yang timbul biasanya karena pikiran mereka tentang kesembuhan penyakit hipertensi yang relatif kecil, ancaman akan kematian, aturan diet yang ketat maupun penyakit komplikasi yang akan terjadi di kemudian hari. Keadaan emosional pasien yang semakin tidak stabil justru akan memperparah penyakit hipertensinya. Hal ini karena ketidakstabilan emosional akan memicu rangsangan di area pusat vasomotor yang terletak pada medula otak. Rangasangan area ini mengaktivasi sistem saraf simpatis yang responnya pada pembuluh darah akan terjadi peningkatan tekanan darah. Penelitian menunjukkan bahwa pendekatan non-farmakologis merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap terapi farmakologis antihipertensi. Termasuk ke dalam penanganan nonfarmakologis adalah
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
12
dengan memberikan terapi komplementer pada pasien. Terapi SEFT termasuk teknik relaksasi, merupakan salah satu bentuk mind-body therapy dari terapi komplementer dan alternatif dalam keperawatan. SEFT merupakan teknik penggabungan dari sistem energi tubuh (energy medicine) dan terapi spiritual dengan menggunakan metode tapping pada beberapa titik tertentu pada tubuh. Pergerakan energi kehidupan yang melewati jalut meridian khusus jika terhambat atau ada blocking, maka akan menimbulkan penyakit atau keluhan ketidaknyamanan tubuh. Blocking energi tersebut umumnya akibat stres fisik maupun stres psikologis yang semuanya berpusat pada pikiran dan sikap hati. SEFT bertujuan untuk membantu individu bebas dari tekanan emosional (energi negatif), yang mana merupakan penyebab meningkatnya tekanan darah pada pasien hipertensi. Penelitian tentang terapi SEFT masih sangat terbatas di Indonesia. Pengalaman klinis menunjukkan bahwa perawat juga tidak pernah melakukan teknik ini sebagai terapi komplementer untuk menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dicari jawaban terhadap pertanyaan sebagai berikut : apakah ada pengaruh terapi SEFT terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi tahun 2012?
1.3. Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan umum Teridentifikasinya pengaruh terapi SEFT terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
13
1.3.2 Tujuan khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah teridentifikasinya : a. Karakteristik pasien hipertensi (umur, jenis kelamin, riwayat penyakit keluarga, penyakit penyerta) b. Tekanan darah sistolik pasien hipertensi sebelum dilakukan terapi SEFT c. Tekanan darah diastolik pasien hipertensi sebelum dilakukan terapi SEFT d. Tekanan darah sistolik pasien hipertensi setelah dilakukan terapi SEFT e. Tekanan darah diastolik pasien hipertensi setelah dilakukan terapi SEFT f. Perbedaan tekanan darah sistolik pada pasien hipertensi sebelum dan sesudah dilakukan terapi SEFT g. Perbedaan tekanan darah diastolik pada pasien hipertensi sebelum dan sesudah dilakukan terapi SEFT
1.4. Manfaat penelitian 1.4.1
Untuk pelayanan keperawatan dan masyarakat a. Memberikan masukan kepada pihak pelayanan kesehatan untuk menggunakan terapi SEFT sebagai salah satu terapi komplementer dan sebagai intervensi inovatif keperawatan untuk menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. b. Mensosialisasikan terapi SEFT dalam menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi di masyarakat
1.4.2 Untuk perkembangan ilmu keperawatan a. Memperkuat dukungan teoritis penggunaan terapi SEFT dalam menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi b. Mengembangkan kajian penggunaan terapi SEFT sebagai terapi komplementer untuk menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi.
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
14
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab 2 ini diuraikan konsep teori yang mendukung penelitian meliputi tekanan darah, hipertensi, terapi SEFT dan peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien hipertensi.
2.1 Tekanan Darah Tekanan darah arteri sistemik, dihasilkan oleh kontraksi ventrikel kiri dan resistensi dari arteri dan arterial. Tekanan darah sistolik terjadi saat jantung memompakan darah ke sirkulasi sistemik, sedangkan tekanan darah diastolik terjadi saat pengisian darah ke jantung. Tekanan darah dikontrol oleh cardiac output (CO), dan resistensi perifer total, serta bergantung kepada jantung, pembuluh darah, volume cairan ekstraseluler, ginjal, sistem syaraf, dan faktor humoral. CO ditentukan oleh stroke volume (isi sekuncup) dan frekuensi denyut jantung (heart rate). Resistensi perifer total diatur oleh suatu mekanisme interaktif yang kompleks, meliputi aktifitas baroreseptor dan sistem saraf simpatis, respons terhadap substansi neurohumoral dan faktorfaktor endotel, respons miogenik dan proses interseluler (Dharmeizar, 2012).
2.2 Hipertensi 2.2.1
Definisi Defini dari The Seventh Report of the Joint National Committe on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure, 2003 (JNC-VII 2003) menyatakan bahwa penyakit hipertensi atau yang lebih dikenal penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang adalah ≥ 140 mm Hg (tekanan sistolik) dan/ atau ≥ 90 mmHg (tekanan diastolik)). Nilai yang lebih tinggi (sistolik ) menunjukan fase darah yang dipompa oleh jantung, nilai yang lebih rendah ( diastolik ) menunjukan fase darah kembali ke dalam jantung (US Departement of Health, 2004).
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
15
2.2.2
Patofisiologi Hipertensi Hanya berkisar 10-15% kasus hipertensi yang diketahui penyebabnya secara spesifik. Hal ini penting menjadi bahan pertimbangan karena beberapa dari kasus - kasus hipertensi tersebut bisa dikoreksi dengan terapi definitif pembedahan, seperti penyempitan arteri renalis, coarctation dari aorta, pheochromocytoma, cushing’s disease, akromegali, dan hipertensi dalam kehamilan. Sedangkan hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya sering disebut sebagai hipertensi esensial. Hipertensi esensial menduduki 80-95% dari kasus – kasus hipertensi (Smeltzer, 2004). Secara umum hipertensi selalu dihubungkan dengan ketidaknormalan peningkatan aktivitas simpatis, yaitu terjadi peningkatan baseline dari curah jantung (CO), seperti pada keadaan febris, hipertiroidisme atau terjadi peningkatan resistensi pembuluh darah perifer (systemic vascular resistance (SVR)) atau kedua-duanya. Peningkatan SVR merupakan penyebab
hipertensi
pada
mayoritas
penderita
hipertensi.
Pola
perkembangan terjadinya hipertensi, awalnya cardiac output meningkat, tetapi SVR dalam batas-batas normal. Ketika hipertensi semakin progresif, cardiac output kembali normal tetapi SVR meningkat menjadi tidak normal. Afterload jantung yang meningkat secara kronis menghasilkan LVH (left ventricle hypertrophy) dan merubah fungsi diastolik. Hipertensi juga merubah autoregulasi serebral sehingga cerebral blood flow (CBF) normal untuk penderita hipertensi dipertahankan pada tekanan yang tinggi. Tekanan darah (blood pressure (BP)) berbanding lurus dengan curah jantung dan SVR, dimana persamaan ini dapat dirumuskan dengan menggunakan hukum Law, yaitu (Wiryana, 2008) :
BP = CO x SVR
Secara fisiologis tekanan darah individu dalam keadaan normal ataupun hipertensi, dipertahankan pada cardiac output atau SVR tertentu. Secara
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
16
anatomik ada 3 tempat yang mempengaruhi tekanan darah ini, yaitu arterial, vena-vena post kapiler (venous capacitance) dan jantung. Sedangkan ginjal merupakan faktor keempat lewat pengaturan volume cairan intravaskuler. Hal lain yang ikut berpengaruh adalah baroreseptor sebagai pengatur aktivitas saraf otonom, yang bersama dengan mekanisme humoral,
termasuk
sistem
renin-angiotensin-aldosteron
akan
menyeimbangkan fungsi dari keempat tersebut. Faktor terakhir adalah pelepasan hormon - hormon lokal yang berasal dari endotel vaskuler dapat juga mempengaruhi pengaturan SVR. Sebagai contoh, nitrogen oksida (NO) berefek vasodilatasi dan endotelin-1 berefek vasokonstriksi (Wiryana, 2008). Pada pasien hipertensi penting sekali untuk menjaga kestabilan emosional. Telah
diketahui
bahwa
ketidakstabilan
emosional
akan
memicu
rangsangan di area pusat vasomotor yang terletak pada medula otak. Rangsangan area ini akan mengaktivasi sistem saraf simpatis yang selanjutnya akan mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriktor yang pada akhirnya akan terjadi peningkatan tekanan darah (Smeltzer, 2004). Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat, sebagai akibat dari respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga tereksitasi, mengakibatkan tambahan aktifitas vasokonstriksi. Medula adrenal mensekresi epinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi dapat menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensi II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
17
intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Smeltzer, 2004).
2.2.3
Klasifikasi Hipertensi Penyakit hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu (Smeltzer, 2004; DEPKES RI, 2006) : a. Hipertensi Essensial atau Primer Penyebab dari hipertensi essensial sampai saat ini masih belum dapat diketahui. Kurang lebih 90 % penderita hipertensi tergolong hipertensi essensial sedangkan 10 % nya tergolong hipertensi sekunder.
b. Hipertensi Sekunder Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar
tiroid
(hipertiroid),
penyakit
kelenjar
adrenal
(hiperaldosteronisme) dan lain-lain.
Pada tahun 2003, JNC-VII 2003 membuat pembagian hipertensi. Berikut anjuran frekuensi pemeriksaan tekanan darah sebagaimana dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini (US Departement of Health, 2004) : Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC-VII 2003 Kategori Normal Prehipertensi Hipertensi derajat 1 Hipertensi derajat 2
Sistolik (mmHg) ≤ 120 120 – 139 140 – 159 ≥ 160
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
Diastolik (mmHg) ≤ 80 80 - 89 90 - 99 ≥ 100
18
2.2.4
Faktor Risiko Hipertensi Faktor-faktor risiko hipertensi dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu : a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah Faktor risiko tidak dapat diubah yang antara lain umur, jenis kelamin dan genetik.
1) Umur Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi, yaitu sekitar 40%, dengan kematian sekitar di atas 65 tahun. Tingginya hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur, disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku, sebagai akibat adalah meningkatnya tekanan darah sistolik (DEPKES RI, 2006). Saat mulai memasuki usia pertengahan dewasa yaitu usia 40 tahun, penurunan fungsi motorik tubuh dan kemampuan otak tampak jelas menurun (Bartzokis, 2008). Orang dewasa setengah baya sering menunjukkan tanda-tanda penuaan seperti kehilangan elastisitas pembuluh darah, kebugaran fisik biasanya berkurang, akumulasi lemak tubuh, penurunan kinerja aerobik dan penurunan denyut jantung maksimal. Kekuatan dan fleksibilitas juga menurun sepanjang usia pertengahan (Shephard, 2007). Penelitian yang dilakukan di 6 kota besar seperti Jakarta, Padang, Bandung, Yogyakarta, Denpasar, dan Makasar terhadap usia lanjut (55-85 tahun), didapatkan prevalensi hipertensi sebesar 52,5% (DEPKES RI, 2006).
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
19
2) Jenis Kelamin Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, di mana pria lebih banyak yang menderita hipertensi dibandingkan dengan wanita, dengan rasio sekitar 2,29 untuk peningkatan tekanan darah sistolik. Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita Namun, setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada wanita meningkat. Bahkan setelah usia 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang diakibatkan oleh faktor hormonal. Penelitian di Indonesia prevalensi yang lebih tinggi terdapat pada wanita (Cheriyan, Eniery, Wilkinson, 2010).
3) Keturunan (genetik) Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama pada hipertensi primer (esensial). Tentunya faktor genetik ini juga dipengaruhi
faktor-faktor
lingkungan
lain,
yang
kemudian
menyebabkan seorang menderita hipertensi. Faktor genetik juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel (Smeltzer, 2004). Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi maka sekitar 45% akan turun ke anakanaknya dan bila salah satu orang tuanya yang menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya (DEPKES RI, 2006).
b. Faktor Risiko Yang Dapat Diubah Faktor risiko yang dapat diubah pada penderita hipertensi antara lain kegemukan (obesitas), psikososial dan stres, merokok, kurang aktifitas/gerak, konsumsi alkohol berlebih, konsumsi garam berlebih dan hiperlipidemia/ hiperkolesterolemia
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
20
1) Kegemukan (obesitas) Kegemukan (obesitas) adalah persentase abnormalitas lemak yang dinyatakan dalam Indeks Masa Tubuh (Body Mass Index) yaitu perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam meter. Kaitan erat antara kelebihan berat badan dan kenaikan tekanan darah telah dilaporkan oleh beberapa studi. Berat badan dan indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik (Harvard School Of Public Health, 2009) Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orangorang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang badannya normal. Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20 -33% memiliki berat badan lebih (overweight). Penentuan obesitas pada orang dewasa dapat dilakukan pengukuran berat badan ideal, pengukuran persentase lemak tubuh dan pengukuran IMT. Pengukuran berdasarkan IMT dianjurkan oleh FAO/WHO/ UNU tahun 1985 (Harvard School Of Public Health, 2009). 2) Psikososial dan Stres Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah,dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar adrenal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stress berlangsung lama, tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag. Diperkirakan, prevalensi atau kejadian hipertensi pada orang kulit hitam di Amerika Serikat lebih tinggi dibandingkan dengan orang kulit putih disebabkan
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
21
stress atau rasa tidak puas orang kulit hitam pada nasib mereka (Richman, 2010). Stress adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya transaksi antara individu dengan lingkungannya yang mendorong seseorang untuk mempersepsikan adanya perbedaan antara tuntutan situasi dan sumber daya (biologis, psikologis, dan sosial) yang ada pada diri seseorang. Peningkatan darah akan lebih besar pada individu yang mempunyai kecenderungan stress emosional yang tinggi (Sumiati, 2010). Dalam penelitian Framingham dalam Yusida tahun 2001 bahwa bagi wanita berusia 45-64 tahun, sejumlah faktor psikososial seperti keadaan tegangan, ketidakcocokan perkawinan, tekanan ekonomi, stress harian, mobilitas pekerjaan, gejala ansietas dankemarahan
terpendam
didapatkan
bahwa
hal
tersebut
berhubungan dengan peningkatan tekanan darah dan manifestasi klinik penyakit kardiovaskuler apapun. Studi eksperimental pada laboratorium animals telah membuktikan bahwa faktor psikologis stress merupakan faktor lingkungan sosial yang penting dalam menyebabkan tekanan darah tinggi, namun stress merupakan faktor risiko yang sulit diukur secara kuantitatif, bersifat spekulatif dan ini tak mengherankan karena pengelolaan stress dalam etikologi hipertensi pada manusia sudah kontroversial (DEPKES RI, 2006).
3) Merokok Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses artereosklerosis, dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan adanya artereosklerosis pada seluruh pembuluh darah. Merokok
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
22
juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pernbuluh darah arteri (Tjokronegoro & Utama, 2001; Sumiati, 2010).
4) Olah Raga Olah raga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah dan bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan. Pada orang tertentu dengan melakukan olah raga aerobik yang teratur dapat menurunkan tekanan darah, tanpa perlu sampai berat badan turun (Smeltzer, 2004).
5) Konsumsi Alkohol Berlebih Pengaruh alkohol terhadap kenaikan
tekanan darah telah
dibuktikan. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun, diduga peningkatan kadar kortisol, dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah berperan dalam menaikan tekanan darah. Beberapa studi menunjukkan hubungan langsung antara tekanan darah dan asupan alkohol, dan diantaranya melaporkan bahwa efek terhadap tekanan darah baru nampak apabila mengkonsumsi alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran standar setiap harinya (Cheriyan, Eniery, Wilkinson, 2010). Di negara barat seperti Amerika, konsumsi alkohol yang berlebihan berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi. Sekitar 10% hipertensi di Amerika disebabkan oleh asupan alkohol yang berlebihan di kalangan pria separuh baya. Akibatnya, kebiasaan meminum alkohol ini menyebabkan hipertensi sekunder di kelompok usia ini (Cheriyan, Eniery, Wilkinson, 2010).
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
23
6) Konsumsi Garam Berlebih Konsumsi garam berlebihan lebih berperan dalam meningkatkan tekanan arteri daripada konsumsi air yang berlebihan. Penyebabnya adalah air murni secara normal dieksresikan oleh ginjal hampir secepar asupannya, tetapi garam tidak dieksresikan semudah itu. Akibat penumpukan garam di dalam tubuh, garam secara tidak langsung meningkatkan volume cairan ekstrasel. Bila terdapat kelebihan garam di dalam cairan ekstrasel, osmolalitas cairan akan meningkat dan keadaaan ini akan merangsang pusat haus di otak, yang membuat seseorang minum lebih banyak air untuk mengembalikan konsentrasi garam ekstrasel kembali normal. Hal ini akan meningkatkan volume cairan ekstrasel (Guyton & Hall, 2007). Kenaikkan osmolalitas yang disebabkan oleh kelebihan garam dalam cairan ekstrasel juga merangsang mekanisme sekresi kelenjar hipotalamus-hipofise posterior untuk menyekresikan lebih banyak hormon antiduretik. Hormon ini menyebabkan ginjal mereabsorpsi air dalam jumlah besar dari cairan tubulus ginjal, dengan demikian mengurangi volume urin yang dieksresikan tetapi meningkatkan volume cairan ekstrasel (Guyton & Hall, 2007). Pada sekitar 60% kasus hipertensi primer (esensial) terjadi respons penurunan tekanan darah dengan mengurangi asupan garam. Pada masyarakat yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang, ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan pada masyarakat asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darah rata-rata lebih tinggi (Strasser,1992). 7) Hiperlipidemia/Hiperkolesterolemia Kelainan metabolisme lipid (Iemak) yang ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
24
dan/atau penurunan kadar kolesterol HDL dalam darah. Kolesterol merupakan faktor penting dalam terjadinya aterosklerosis yang mengakibatkan peninggian tahanan perifer pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat (Moser & Riegel, 2008).
2.2.5
Identifikasi Tanda Dan Gejala Hipertensi Keluhan-keluhan yang tidak spesifik pada penderita hipertensi antara lain : sakit kepala, gelisah, jantung berdebar-debar, pusing, penglihatan kabur, rasa sakit di dada dan mudah lelah. Sedangkan gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai berupa gangguan penglihatan, gangguan saraf, gangguan jantung, gangguan fungsi ginjal, gangguan serebral (otak) yang mengakibatkan kejang dan perdarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran hingga koma (Smeltzer, 2004).
2.2.6
Penatalaksanaan Hipertensi Penatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk mengendalikan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit hipertensi dengan cara seminimal mungkin menurunkan gangguan terhadap kualitas hidup penderita. a. Pengendalian Faktor Risiko Pengendalian faktor risiko hipertensi hanya terbatas pada faktor risiko yang dapat diubah, dengan usaha - usaha sebagai berikut : 1) Mengatasi obesitas/menurunkan kelebihan berat badan. Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang-orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang badannya normal. Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20% - 33% memiliki berat badan lebih (overweight). Dengan demikian obesitas harus dikendalikan dengan menurunkan berat badan (Harvard school of public health, 2009).
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
25
2) Mengurangi asupan garam di dalam tubuh Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan. Batasi sampai dengan kurang dari 5 gram (1 sendok teh) perhari pada saat memasak (Whelton & Appel, 1992). 3) Ciptakan keadaan rileks Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah (Sumiati, 2010; Richman, Pek, Pascoe, & Bauer, 2010). 4) Melakukan olah raga teratur Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30 - 45 menit sebanyak 3 – 4 kali dalam seminggu, diharapkan dapat menambah kebugaran dan memperbaiki metabolisme tubuh yang ujungnya dapat mengontrol tekanan darah (Tedjasukmana, 2008). 5) Berhenti merokok Merokok dapat menambah kekakuan pembuluh darah sehingga dapat memperburuk hipertensi. Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, dan mengakibatkan proses artereosklerosis, dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan adanya artereosklerosis pada seluruh pembuluh darah. Merokok juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung (Moser & Riegel, 2008).
b. Obat Antihipertensi Pengobatan hipertensi dimulai dengan obat tunggal , masa kerja yang panjang sekali sehari dan dosis dititrasi. Obat berikutnya mungkin
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
26
dapat ditarnbahkan selama beberapa bulan pertama perjalanan terapi. Pemilihan obat atau kombinasi yang cocok bergantung pada keparahan penyakit dan respon penderita terhadap obat anti hipertensi (DEPKES RI, 2006). 1) Beberapa prinsip pemberian obat anti hipertensi sebagai berikut (DEPKES RI, 2006) : a) Pengobatan
hipertensi
sekunder
adalah
menghilangkan
penyebab hipertensi b) Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi. c) Upaya
menurunkan
tekanan
darah
dicapai
dengan
menggunakan obat anti hipertensi. d) Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan pengobatan seumur hidup. 2) Jenis-Jenis Obat Antihipertensi (DEPKES RI, 2006; Moser & Riegel, 2008; Black & Hawks, 2009) a) Diuretik Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan mengeluarkan cairan tubuh (lewat urin), sehingga volume cairan tubuh berkurang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan dan berefek turunnya tekanan darah. Digunakan sebagai obat pilihan pertama pada hipertensi tanpa adanya penyakit lainnya. b) Penghambat Simpatis Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktifitas saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktifitas). Contoh obat yang termasuk dalam golongan penghambat simpatetik adalah : metildopa, klonodin dan reserpin. Efek samping yang dijumpai adalah : anemia hemolitik (kekurangan sel darah
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
27
merah kerena pecahnya sel darah merah), gangguan fungsi hati dan kadang-kadang dapat menyebabkan penyakit hati kronis. Saat ini golongan ini jarang digunakan. c) Beta Bloker Mekanisme kerja obat antihipertensi ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis obat ini tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernafasan seperti asma bronkhial. Contoh obat golongan beta bloker adalah metoprolol, propanolol, atenolol dan bisoprolol. Pemakaian pada penderita diabetes harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (dimana kadar gula darah turun menjadi sangat rendah sehingga dapat membahayakan penderitanya). Pada orang dengan penderita bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat harus hati-hati. d) Vasodilatator Obat ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah prazosin dan hidralazin. Efek samping yang sering terjadi pada pemberian obat ini adalah pusing dan sakit kapala. e) Penghambat enzim konversi angiotensin Kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat angiotensin II (zat yang dapat meningkatakan tekanan darah). Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah captopril. Efek samping yang sering timbul adalah batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
28
f) Antagonis kalsium Golongan obat ini bekerja menurunkan daya pompa jantung dengan menghambat kontraksi otot jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah : nifedipin, diltizem dan verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah. g) Penghambat reseptor angiotensin II Kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk golongan ini adalah valsartan. Efek samping yang mungkin timbul adalah sakit kepala, pusing, lemas dan mual. 3) Tatalaksana hipertensi dengan obat anti hipertensi yang dianjurkan (DEPKES RI, 2006): a) Diuretik : hidroclorotiazid dengan dosis 12,5 -50 mg/hari b) Penghambat ACE/penghambat reseptor angiotensin II : Captopril 25 -100 mmHg c) Penghambat kalsium yang bekerja panjang : nifedipin 30 - 60 mg/hari d) Penghambat reseptor beta : propanolol 40 - 160 mg/hari e) Agonis reseptor alpha central (penghambat simpatis}: reserpin 0,05 -0,25 mg/hari 4) Terapi kombinasi antara lain (DEPKES RI, 2006): a) Penghambat ACE dengan diuretik b) Penghambat ACE dengan penghambat kalsium c) Penghambat reseptor beta dengan diuretik d) Agonis reseptor alpha dengan diuretic
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
29
c. Asuhan Keperawatan Klien Hipertensi Berdasarkan Pendekatan Teori Model Adaptasi Roy Model keperawatan adaptasi Roy adalah model keperawatan yang bertujuan membantu klien hipertensi untuk beradaptasi terhadap perubahan kebutuhan fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan hubungan interdependensi selama masa sakitnya. Teori adaptasi Roy memandang klien sebagai suatu sistem adaptasi, yaitu sebagai makhluk biologi, psikologi, sosial dan spiritual yang selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Sehat dan sakit merupakan adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari dari kehidupan manusia (Alligood & Tomay, 2006). Kemampuan adaptasi manusia berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, jika seseorang dapat menyesuaikan diri dengan perubahan maka ia mempunyai kemampuan untuk menghadapi rangsangan baik positif maupun negatif. Dalam proses penyesuaian diri individu harus meningkatkan energi agar mampu melaksanakan tujuan untuk kelangsungan kehidupan, perkembangan, reproduksi yang bertujuan meningkatkan respon adaptasi. Kebutuhan asuhan keperawatan pada pasien hipertensi muncul ketika klien tidak dapat beradaptasi terhadap kebutuhan lingkungan internal dan eksternal. Klien harus beradaptasi terhadap kebutuhan kebutuhan fisiologis dasar, pengembangan konsep diri positif, penampilan peran sosial dan pencapaian keseimbangan antara kemandirian dan ketergantungan selama menjalani masa perawatan (Alligood & Tomay, 2006). 1) Pengkajian Perilaku Pengkajian perilaku bertujuan memahami timgkat adaptasi klien hipertensi dan menentukan perencanaan yang akan meningkatkan adaptasinya. Pengkajian perilaku berfokus pada empat model adaptif, yaitu fisiologi, interdependensi, konsep diri dan fungsi peran.
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
30
a) Model fisiologis Model fisiologis menggambarkan bagaimana kemampuan fisik individu
dalam
merespon
stimulus
yang
berasal
dari
lingkungan, berfokus untuk menjaga integritas fisik dan sistem fisiologis individu. Perilaku dimanifestasikan melalui aktifitas sel, jaringan, organ dan sistem organ di dalam tubuh manusia. Pengkajian model fisiologis bertujuan untuk mengetahui tingkat adaptasi klien hipertensi terhadap komponen sistem adaptasi fisiologis diantaranya oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktivitas dan istirahat, integritas kulit, indera, cairan dan elektrolit, fungsi neurologis dan fungsi endokrin. Kebutuhan utama yang mendasar adalah integritas fisiologis. b) Model konsep diri Model konsep diri merupakan keyakinan dan perasaan individu terhadap dirinya sendiri pada waktu tertentu, integritas personal dan kaitannya dengan makna dan tujuan hidup. Model konsep diri bertujuan untuk mengetahui tingkat adaptasi klien hipertensi pada kebutuhan utama yang mendasar yaitu integritas psikis dan spiritual klien yang meliputi citra tubuh, sensasi tubuh, seksualitas, status sehat-sakit, moral-etikspiritual diri, harga diri dan ideal diri. Pada tahap ini perawat perlu mengetahui dampak perubahan konsep diri klien selama menjalani masa sakitnya. c) Model fungsi peran Model fungsi peran merupakan proses penyesuaian yang berhubungan dengan bagaimana peran seseorang dalam mengenal pola-pola interaksi sosial dalam berhubungan dengan orang lain, meliputi perilaku ekspresif, perilaku instrumental, peran primer, penguasaan peran, performa peran, peran sekunder, integritas sosial dan peran tersier. Perawat perlu
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
31
mengkaji dan mendapatkan data tentang bagaimana klien menjalankan fungsi perannya semasa sebelum dan sesudah sakitnya, perubahan peran yang terjadi dan pencapaian kemampuan adaptasi klien. d) Model interdependensi Model interdependensi
merupakan kemampuan seseorang
mengenal pola-pola perilaku yang berkaitan dengan hubungan saling tergantung dari individu dan kelompok. Kebutuhan utama yang mendasar adalah integritas relasional, rasa aman dalam membina hubungan. Individu berfokus pada interaksi yang
terkait
dengan
memberi
dan
menerima
cinta,
penghormatan, nilai-nilai meliputi sayang, pengembangan diri, sumber daya adekuat dan sistem pendukung. 2) Pengkajian stimulus Pengkajian stimulus bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab atau stimulus dari lingkungan internal dan eksternal yang menyebabkan
adanya
respon
maladaptif
klien
hipertensi.
rangsangan lingkungan dikatagorikan sebagai stimulus fokal, stimulus kontekstual dan stimulus residual. Stimulus fokal adalah rangasangan stimulus yang langsung dan segera dirasakan oleh klien dan akan mempunyai pengaruh kuat terhadap klien. Stimulus kontekstual adalah stimulus lain yang dialami klien, faktor yang berkontribusi dalam situasi, dapat dilakukan observasi dan diukur secara subjektif. Stimulus residual adalah faktor-faktor yang tidak diketahui yang dapat mempengaruhi situasi, sulit dilakukan observasi
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
32
3) Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien hipertensi adalah sebagai berikut (Black & Hawks, (2009); North American Nursing Diagnosis Association, (2009)) : a) Ketidakefektifan manajemen regimen terapetik berhubungan dengan kerumitan regimen tarpetik, konflik keputusan, kesulitan ekonomi (00080) b) Ketidakseimbangan nutrisi : lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tinggi kalori, sodium, lemak (00001) c) Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan kurangnya aktifitas motorik (00099) d) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, status peran, lingkungan, krisis situasional (00146) 4) Intervensi keperawatan Dalam intervensi keperawatan, perawat memilih dan menerapkan pendekatan
keperawatan
untuk
mengubah
stimulus
atau
memperkuat proses adaptif. Intervensi keperawatan adalah manajemen stimulus. Perawat mengelola stimulus fokal terlebih dahulu jika memungkinkan, dan kemudian mengelola stimulus kontekstual. Klien dilibatkan dalam menentukan pilihan intervensi yang akan dilakukan. Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan Hipertensi Diagnosa NOC 00080 Knowledge : hypertension management Knowledge : medication Knowledge : health promotion 00001
Knowledge : health resources Nutritional status : food and fluid intake Nutritional status : nutrient intake Nutritional status : biochemical
NIC Medication administration Cost containment Teaching : prescribed medication Physician support Diet staging Nutrition management Nutritional monitoring
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
33
measures 00099 00146
Compliance behavior Adherence behavior Anxiety self-control Acceptance : health status Coping Psychosocial adjusment : life change
Weight management Exercise promotion Family support Anxiety reduction Distraction Calming technique Relaxation therapy Role enhancement
Sumber : Bulechek, Butcher & Dochterman (2008); Moorhead, Johnson, Maas & Swanson (2008)
5) Evaluasi Perawat
menilai
efektivitas
intervensi
keperawatan
dalam
kaitannya dengan perilaku dari klien sebagai sistem adaptif. Perawat meneliti secara sistematis perilaku yang dapat diamati dan yang tidak dapat diamati untuk setiap aspek dari empat model adaptif. Perawat mengumpulkan data perilaku dengan cara observasi,
pengukuran
obyektif,
dan
wawancara.
Perawat
menggunakan kriteria berikut untuk menilai efektivitas intervensi keperawatan, yaitu tujuan tercapai, perilaku individu mengarah pada tujuan, individu menunjukkan respon positif terhadap rangsangan.
2.3 Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) 2.3.1
Sejarah Singkat SEFT Metode SEFT merupakan hasil pengembangan dan penyempurnaan dari beberapa metode terapi sebelumnya. Tekhnik ini berdasarkan prinsipprinsip yang sama dengan akupunktur, akupresur, applied kinesiology, Tought Fields Therapy (TFT) dan Emotional Freedom Technique (EFT (Zainuddin, 2009; Thayib, 2010). Pada tahun 1991, Erika dan Helmut Simon menemukan mayat yang masih utuh terendam dalam glacier (sungai dengan suhu di bawah titik beku) di daerah sekitar perbatasan Austria dan Italia. Di tubuh mayat tersebut
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
34
terdapat tatto yang menandai titik-titik utama meridian tubuh. Setelah di uji dengan “carbon dating test”, mayat ini diduga berumur 5300 tahun. Para ahli akupunktur modern berpendapat bahwa titik-titik akupunktur yang ditandai dengan tatto di tubuh mayat tersebut tentu dibuat oleh seorang ahli akupunktur kuno yang sangat kompeten, mengingat ketepatan dan kompleksitasnya. Karena itu mereka berkesimpulan bahwa ilmu akupunktur telah berkembang jauh sebelumnya, mungkin sekitar 5500 tahun yang lalu (Zainuddin, 2009). Di Cina terdapat dua buku tertua yang membahas tentang adanya sistem energi tubuh (life energy). Buku tersebut adalah buku Yi Jing yang ditulis oleh Fu Xi pada tahun 2852 SM (di Barat dikenal dengan “The I Ching Book of Changes”) dan buku “Huang Ni Dei Jing” (The Yellow Emperor’s Classic on Internal Medicine) yang ditulis oleh Kaisar Kuning yang memerintah Cina pada abad 26 SM (2696 – 2597 SM). Umur Kaisar Kuning yang mencapai 100 tahun diduga berkaitan dengan pengetahuan dan praktek yang ia lakukan berhubungan dengan energy medicine. Akupunktur dan akupresur merangsang sistem energi tubuh yang berhubungan langsung dengan sumber rasa sakit (gangguan fisik). Dengan menancapkan jarum atau menekan ke beberapa titik yang terkadang terletak jauh dari tempat rasa sakit, maka hasilnya rasa sakit akan hilang (Zainuddin, 2009). Pada tahun 1964, Dr. George Goodheart, seorang ahli chiropractic (terapi pijat pada tulang belakang untuk menyembuhkan berbagai penyakit fisik) meneliti tentang hubungan antara kekuatan otot, organ dan kelenjar tubuh dengan energy meridian. Metode yang dinamakannya sebagai Applied Kinesiology ini mendiagnosa penyakit pasien dengan cara menyentuh beberapa bagian otot tubuh. Asumsinya adalah penyakit di bagian dalam tubuh seperti jantung, paru-paru, liver, dsb berdampak pada melemahkan otot tertentu. Dengan merasakan otot tertentu mana yang lemah maka
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
35
dapat menentukan organ tubuh mana yang sakit (Zainuddin, 2009; Thayib, 2010). Prinsip applied kinesiology ditindaklanjuti lebih jauh oleh seorang psikiater
pakar
pengobatan
holistik,
Dr.
John
Diamond.
Ia
memperkenalkan cabang baru psikologi yaitu Energy Psychology, yang menggabungkan prinsip pengobatan timur dengan psikologi. Dalam energy
psychology
menggunakan
sistem
energi
tubuh
untuk
mempengaruhi pikiran, perasaan dan perilaku. Teori ini yang menjadi pondasi bagi lahirnya Tought Fields Therapy (TFT) yang dipelopori oleh Dr. Roger Callahan (Zainuddin, 2009; Thayib, 2010). Metode TFT memanfaatkan sistim energi tubuh dan melakukan ketukan (tapping) pada titik-titik tertentu. Sebelum terapi dilakukan harus didiagnosa terlebih dahulu jenis penyakit dan di mana titik yang harus diketuk.
Titik
yang
diketuk
berbeda-beda,
disesuaikan
dengan
penyakitnya. Namun dirasakan sulit bagi orang awam untuk mempelajari teknik ini. Untuk menguasainya diperlukan training-training yang tidak mudah dan tidak murah (hingga USD 100.000,-) (Zainuddin, 2009; Thayib, 2010). Selama beberapa tahun sejak tahun 1991, Gary Craig, seorang murid Dr. Callahan dan insinyur lulusan Standford University telah berhasil menyederhanakan algoritma TFT ini. Dari sinilah lahir istilah Emotional freedom Technique (EFT). Prosesnya dibuat universal agar bisa diterapkan untuk semua permasalahan mental, emosional dan fisik. Jika pada TFT menggunakan urutan titik meridian yang kompleks dan aplikasinya berbeda-beda sesuai dengan jenis penyakitnya, maka pada EFT hanya mengetuk seluruh titik meridian untuk setiap masalah, sehingga selalu dapat menggunakan titik yang tepat. Dengan demikian EFT lebih mudah untuk dipelajari, dapat digunakan oleh semua orang dan dengan protokol yang sama digunakan untuk semua masalah. Bahkan oleh Steve Wells,
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
36
yang adalah seorang psikolog klinis dari Australia, EFT dikembangkan lebih jauh lagi. Tidak hanya digunakan untuk penyembuhan saja, tetapi diperluas kegunaannya untuk meningkatkan prestasi (peak performance) (Zainuddin, 2009; Thayib, 2010). Di Indonesia, Ahmad Faiz Zainuddin mengembangkan apa yang dinamainya dengan Spiritual–EFT (selanjutnya disebut SEFT) sejak tanggal 17 Desember 2005. Ia belajar langsung EFT dari Steve Wells dan Gary
Craig.
SEFT
merupakan
pengembangan
dari
EFT,
yang
menggabungkan antara spiritualitas (melalui doa, keikhlasan dan kepasrahan) dan energy psychology untuk mengatasi berbagai macam masalah fisik, emosi serta untuk meningkatkan performa kerja. Latar belakang masyarakat Indonesia yang agamis, sudah menjadi sesuatu yang “taken for granted” bahwa doa sangat penting untuk penyembuhan, bahkan untuk pemecahan segala masalah hidup. Hal ini didukung oleh penelitian Larry Dossey, MD, seorang dokter ahli penyakit dalam yang melakukan penelitian ekstensif tentang efek doa terhadap kesembuhan pasien. Hasil penelitiannya menunjukkan doa dan spiritualitas memiliki kekuatan yang sama besar dengan pengobatan dan pembedahan (Zainuddin, 2009).
2.3.2
Definisi SEFT SEFT merupakan teknik penggabungan dari sistem energi tubuh (energy medicine) dan terapi spiritual dengan menggunakan metode tapping pada beberapa titik tertentu pada tubuh. SEFT bekerja dengan prinsip yang kurang lebih sama dengan akupunktur dan akupresur. Ketiganya berusaha merangsang titik-titik kunci pada sepanjang 12 jalur energi (energy meridian) tubuh. Bedanya dibandingkan metode akupunktur dan akupresur adalah teknik SEFT menggunakan unsur spiritual, cara yang digunakan lebih aman, lebih mudah, lebih cepat dan lebih sederhana, karena SEFT hanya menggunakan ketukan ringan (tapping) (Zainuddin, 2009; Thayib, 2010; Saputra, 2012).
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
37
Sebagian besar penyakit ternyata
berasal dari gangguan emosi atau
psikologis. Contohnya, ketika seseorang stres, ada yang mengalami diare, ada yang perutnya mulas. Ada juga akibat beban pikiran maka penyebabkan seseorang terserang penyakit lambung (maag). Dalam dunia kedokteran istilahnya dalah psikosomatis, yaitu gangguan emosi yang menyebabkan penyakit. Dengan metode SEFT membuat diri penderita bisa menerima persoalan yang mengganggu stabilitas emosinya. Ketika penderita tersebut bisa berdamai dengan situasi yang mengganggu emosinya, maka penyekit - penyakit fisik akan hilang dengan sendirinya (Saputra, 2012).
2.3.3
Perbedaan SEFT dan EFT Hampir 90% isi SEFT adalah EFT, dalam hal ini yang dimaksud adalah titik-titiknya. Perlu diketahui bahwa semua teknik energy psychology yang memakai tapping, mulai dari TFT-nya Roger Callahan, EFT-nya Gary Craig, PET-nya (Provocative Energy Techniques) Steve Walls dan David Lake; menggunakan titik – titik tapping yang sama. Sejak 5000 tahun yang lalu titik – titik tersebut sudah digunakan oleh akupunktur, moxa dan akupresur dan sebagainya. Proses yang dilakukan sambil men-tapping itulah yang membedakan EFT, TFT, PET dengan SEFT. Berikut ini perbedaannya (Zainuddin, 2009) : Tabel 2.3 Perbedaan EFT dan SEFT EFT Basic Philosophy Self centered Asumsi kesembuhan berasal dari diri sendiri, begitu individu bisa menerima dirinya sendiri… Eventhough I have this Set – Up pain…. I deeply profound and accept my self… Walaupun saya sakit ini… say terima diri saya sepenuhnya…
SEFT God centered Asumsi kesembuhan berasal dari Tuhan YME, begitu individu bisa ikhlas dan pasrah…
Yaa Allah…walaupun saya sakit ini…saya ikhlas menerima sakit saya ini, saya pasrahkan kesembuhannya pada-Mu…
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
38
EFT dilakukan dalam Sikap Saat Tapping suasana santai, karena fokusnya pada diri sendiri
SEFT dilakukan dengan penuh keyakinan bahwa sembuhan datangnya dari Tuhan YME, kekhusyukkan, keikhlasan, kepasrahan dan rasa syukur
EFT dengan menyebut Tune – In masalahnya. Sakit kepala ini, rasa pedih ini, dan seterusnya…
SEFT tidak terlalu fokus pada detail masalahnya, cukup lakukan tiga hal bersamaan : 1. Rasakan sakitnya, 2. Fokuskan pikiran ke tempat sakit, 3. Ikhlaskan dan pasrahkan kesembuhan sakit itu kepada Tuhan Yang Maha Esa.
EFT menggunakan 7 atau Tapping 14 titik
SEFT menambahkan titiknya hingga 18 titik
Tidak ada
90% penekanan spiritualitas
Unsur Spiritualitas
titik
pada
Sumber : Zainuddin, 2009
2.3.4
Cara Melakukan SEFT SEFT memandang jika aliran energi tubuh terganggu karena dipicu kenangan masa lalu atau trauma yang tersimpan dalam alam bawah sadar, maka emosi seseorang akan menjadi kacau. Mulai dari yang ringan, seperti bad mood, malas, tidak termotivasi melakukan sesuatu, hingga yang berat, seperti PSTD, depresi, phobia, kecemasan berlebihan dan stres emosional berkepanjangan. Sebenarnya semua ini penyebabnya sederhana, yakni terganggunya sistem energi tubuh. Karena itu solusinya juga sederhana, menetralisir kembali gangguan energi itu dengan SEFT (Zainuddin, 2009; Saputra, 2012). Aliran energi yang tersumbat di beberapa titik kunci tubuh harus dibebaskan, hingga mengalir lagi dengan lancar. Cara membebaskannya adalah dengan mengetuk ringan menggunakan dua ujung jari (tapping) di bagian tubuh tertentu. Berikut ini adalah uraian tentang bagaimana
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
–
unsur
39
melakukan SEFT untuk membebaskan aliaran energi di tubuh, yang dengannya akan membebaskan emosi dari berbagai kondisi negatif (Zainuddin, 2009; Thayib, 2010; Saputra, 2012) : 1) The Set – Up Bertujuan untuk memastikan agar aliran energi tubuh terarah dengan tepat. Langkah ini dilakukan untuk menetralisir “Psychological Reversal” atau “Perlawanan Psikologis” (biasanya berupa pikiran negatif spontan atau keyakinan bawah sadar negatif). Contoh psychological reversal ini diantaranya : a) Saya tidak bisa sehat seperti dulu lagi b) Saya tidak mungkin sembuh dari sakit hipertensi ini c) Saya kesal karena harus dirawat di ruangan ini d) Saya menyerah, saya tidak mampu mematuhi diet hipertensi (Zainuddin, 2009; Thayib, 2010) The Set - Up sebenarnya terdiri dari 2 aktifitas, yaitu (Zainuddin, 2009; Thayib, 2010) : Pertama, mengucapkan The Set – Up Word
dengan penuh rasa
khusyu’, ikhlas dan pasrah sebanyak 3 kali. Dalam bahasa religius, The Set – Up Words adalah doa kepasrahan kepada Allah SWT, bahwa apapun masalah dan rasa sakit yang dialami saat ini, kita ikhlas menerima dan kita pasrahkan kesembuhannya pada Allah SWT. The Set – Up harus diucapkan dengan perasaan untuk menetralisir Psychological Reversal (keyakinan dan pikiran negatif). Kedua, sambil mengucapkan The Set
- Up Word dengan penuh
perasaan, kita menekan dada kita, tepatnya di bagian “sore spot” (titik nyeri, letaknya di sekitar dada atas yang jika ditekan terasa agak sakit), atau mengetuk dengan dua ujung jari di bagian “karate chop”.
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
40
Contoh kalimat set – up (doa) untuk masalah fisik : “Ya Allah..meskipun kepala saya pusing karena darah tinggi, saya ikhlas menerima pusing saya ini, saya pasrahkan kepada-Mu pusing saya ini.” Contoh kalimat set – up (doa) untuk masalah emosi : “Ya Allah..meskipun saya cemas dengan penyakit hipertensi ini, saya ikhlas menerima kecemasan saya ini, saya pasrahkan kepada-Mu ketenangan hati saya. 2) The Tune - In Untuk masalah fisik, melakukan Tune - in dengan cara merasakan rasa sakit yang dialami, lalu mengarahkan pikiran ke tempat rasa sakit, dibarengi dengan hati dan mulut mengatakan : “Ya Allah saya ikhlas, saya pasrah…” atau “Ya Allah saya ikhlas menerima sakit saya ini, saya pasrahkan kepada-Mu kesembuhan saya”. Untuk masalah emosi, Tune – in dilakukan dengan cara memikirkan sesuatu atau peristiwa spesifik tertentu yang dapat membangkitkan emosi negatif yang ingin kita hilangkan. Ketika terjadi reaksi negatif (marah, sedih, takut, dsb), hati dan mulut kita mengatakan, “Ya Allah..saya ikhlas..saya pasrah..”. Bersamaan dengan Tune - in ini kita melakukan langkah ketiga yaitu tapping. Pada proses ini (Tune – In yang dibarengi dengan tapping), kita menetralisir emosi negatif atau rasa sakit fisik (Zainuddin, 2009; Thayib, 2010). 3) The Tapping Tapping adalah mengetuk ringan denga dua ujung jari pada titik - titik tertentu di tubuh sambil terus Tune – in. titik – titik ini adalah titik – titik kunci dari “The Major Energy Meridians”, yang jika kita ketuk beberapa kali akan berdampak pada netralisirnya gangguan emosi atau rasa sakit yang kita rasakan. Tapping menyebabkan aliran energi tubuh berjalan dengan normal dan seimbang kembali (Zainuddin, 2009).
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
41
Titik-titik yang akan diberikan ketukan ringan/tapping berada di bagian kepala, daerah dada dan tangan. Pada bagian kepala titik-titik tersebut terdiri dari titik CR (Crown) yaitu titik di bagian atas kepala (ubun – ubun); titik EB (Eye Brow) yaitu titik permulaan alis mata, dekat pangkal hidung; titik SE (Side of the Eye) yaitu titik di atas tulang ujung mata sebelah luar; titik UE (Under the Eye) yaitu titik tepat di tulang bawah kelopak mata; titik UN (Under the Nose) yaitu titik yang letaknya tepat di bawah hidung dan titik Ch (Chin) yaitu titik yang letaknya diantara dagu dan bagian bawah bibir (Zainuddin, 2009; Thayib, 2010; Saputra, 2012). Pada bagian dada titik-titik tapping terdiri dari titik CB (Colar Bone) yaitu titik yang letaknya di ujung tempat bertemunya tulang dada dan tulang rusuk pertama; titik UA (Under the Arm) yaitu titik yang berada di bawah ketiak sejajar dengan puting susu (pria) atau tepat di bagian bawah tali bra (wanita) dan titik BN (Below Nipple) yaitu titik yang letaknya 2,5 cm di bawah puting susu (pria) atau di perbatasan antara tulang dada dan bagian bawah payudara (Zainuddin, 2009; Thayib, 2010; Saputra, 2012). Pada bagian tangan ada 9 titik tapping yang terdiri dari titik IH (Inside of Hand) yaitu titik yang letaknya di bagian dalam tangan yang berbatasan dengan telapak tangan; titik OH (Outside of Hand) yaitu titik yang letaknya di bagian luar tangan yang berbatasan dengan telapak tangan; titik Th (Thumb) yaitu titik yang letaknya pada ibu jari di samping luar bagian bawah kuku; titik IF (Indeks Finger) yaitu titik yang letaknya pada jari telunjuk di samping luar bagian bawah kuku (di bagian yang menghadap ibu jari); titik MF (Middle Finger) yaitu titik yang letaknya pada jari tengah di samping luar bagian bawah kuku (di bagian yang menghadap ibu jari); titik RF (Ring Finger) yaitu titik yang letaknya pada jari manis di samping luar bagian bawah kuku (di bagian yang menghadap ibu jari); titik BF (Baby Finger) yaitu titik
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
42
yang letaknya pada jari kelingking di samping luar bagian bawah kuku (di bagian yang menghadap ibu jari); titik KC (Karate Chop) yaitu titik yang letaknya di samping telapak tangan, bagian yang digunakan untuk mematahkan balok pada olahraga karate dan titik GS (Gamut Spot) yaitu titik yang letaknya di bagian antara perpanjangan tulang jari manis dan tulang jari kelingking (Zainuddin, 2009; Thayib, 2010; Saputra, 2012). Khusus untuk Gamut Spot, sambil men-tapping titik tersebut, kita melakukan The 9 Gamut Procedure. Ini adalah 9 gerakan untuk merangsang otak. Tiap gerakan dimaksudkan untuk merangsang bagian otak tertentu. Sembilan gerakan itu dilakukan sambil tapping pada salah satu titik energi tubuh yang dinamakan “Gamut Spot”. Sembilan gerakan itu adalah menutup mata, membuka mata, mata digerakkan dengan kuat ke kanan bawah, mata digerakkan dengan kuat ke kiri bawah, memutar bola mata searah jarum jam, memutar bola mata berlawanan arah jarum jam, berguman dengan berirama selama 3 detik, menghitung 1, 2, 3, 4, 5 kemudian diakhiri dengan bergumam lagi selama 3 detik (Zainuddin, 2009; Thayib, 2010; Saputra, 2012). The 9 Gamut Procedure ini dalam teknik psikoterapi kontemporer disebut dengan teknik EMDR (Eye Movement Desensitization Repatterning). Setelah menyelesaikan The 9 Gamut Procedure, langkah terakhir adalah mengulang lagi tapping dari titik pertama hingga ke-17 (berakhir di karate chop). Dan diakhiri dengan mengambil napas panjang dan menghembuskannya, sambil mengucap rasa syukur (Alhamdulillah…) (Zainuddin, 2009; Thayib, 2010; Saputra, 2012).
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
43
2.4 Peran Perawat Spesialis Perawat dapat menggunakan terapi SEFT ini untuk membantu pasien menetralisir pikiran-pikiran negatif dengan kalimat doa dan menumbuhkan sikap positif bahwa apapun masalah pikiran, jiwa dan rasa
sakitnya
ia
ikhlas
menerimanya
serta
mempasrahkan
kesembuhannya pada Allah SWT. Dengan melepaskan beban emosional (pikiran negatif), baik itu yang bersumber dari dalam dirinya sendiri maupun yang berasal dari lingkungannya, maka aliran energi tubuh yang terhambat (blocking) dapat berjalan dengan nomal dan seimbang kembali (Zainuddin, 2009). SEFT ini memandang individu sebagai suatu keutuhan, baik yang bersifat energi, fisik, emosi, mental, sosial, maupun spiritual. Lingkungan sangat berpengaruh dalam membentuk persepsi dan pengalaman individu dan lebih jauh akan mempengaruhi kesehatan fisik dan emosionalnya (Zainuddin, 2009; Saputra, 2012). Perawat berperan untuk memfasilitasi dan meningkatkan kemampuan kliennya agar mampu beradaptasi terhadap berbagai stimulus baik dari diri klien sendiri maupun stimulus yang berasal dari lingkungan di luar dirinya. Menurut teori keperawatan yang dikemukakan oleh Calista Roy individu akan mampu meningkatkan kesehatannya dengan cara mempertahankan perilaku secara adaptif. Manusia adalah sebagai sebuah sistem adaptif yang menerima input rangsangan dari lingkungan luar dan lingkungan dalam diri individu itu sendiri. Manusia memiliki fungsi fisiologi, aspek psikososial dan spiritual. Manusia juga membutuhkan interaksi satu sama lain yang fokusnya adalah untuk saling memberi dan menerima cinta kasih sayang, perhatian dan saling menghargai. Dengan pemahaman tersebut maka asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan hipertensi tidak hanya sebatas masalah fisik saja. Aspek psikososial dan spiritual
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
44
juga menjadi bagian dari perawatan yang komprehensif (Alligood & Tomey, 2006). Dalam memberikan terapi komplementer, terutama terapi SEFT, perawat harus mengetahui tentang riwayat kesehatan pasien dan keadaan kesehatannya saat ini. Perawat dapat mengajak pasien untuk berdiskusi tentang penggunaan dan manfaat terapi. Pasien mungkin akan banyak bertanya dan keputusan pasien dalam menggunakan pengobatan komplementer akan berbeda dari waktu ke waktu sesuai dengan status kesehatannya dan pengaruh keputusan anggota keluarga lainnya. Sebagai inisiator, perawat dapat membentuk lingkungan komunikasi yang saling menghormati dan terbuka dimana pasien merasa aman untuk berbicara dengan bebas. Perawat memiliki tanggung jawab untuk memberi tahu pasien tentang efek samping yang mungkin terjadi dan mengajarkan perilaku modifikasi gaya hidup (seperti diet yang bergizi, strategi penurunan berat badan, manajemen stres, olahraga dan kebugaran) yang dapat mencegah perkembangan penyakitnya (Hawks & Moyad, 2003).
2.5 Kerangka Teori Hubungan berbagai variabel dalam penelitian ini diuraikan dalam suatu kerangka teori yang bersumber dari beberapa literatur. Berikut ini adalah skema 2.1 tentang kerangka teori penelitian :
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
45
Skema 2.1 Kerangka Teori Penelitian Faktor tidak dapat diubah : Umur Jenis kelamin Keturunan (genetik)
Faktor yang dapat diubah : Kegemukan Stres emosional Merokok Olahraga Konsumsi alkohol berlebihan Konsumsi garam berlebihan Hiperlipidemia/hiperkolesterolemia
Perubahan struktur anatomi vaskuler Aktivasi baroreseptor terhadap saraf otonom Sistem renin-angiotensin-aldosteron Hormon lokal endotel vaskuler
Vaskuler : lumen sempit, dinding kaku, resistensi meningkat
Tekanan darah meningkat dan menetap
Hipertensi
Tekanan emosional : Asumsi tingkat kesembuhan relatif kecil Ancaman kematian Diet ketat Komplikasi penyakit
MK : Anxiety Kemampuan adaptasi terhadap stimulus internal dan eksternal tidak adekuat
Keadaan emosional tidak stabil
Gangguan/blocking sistem energi meridian tubuh Terapi SEFT
Menetralisir gangguan emosional
Aliran energi meridian tubuh kembali normal dan seimbang
Anxiety reduction : − Dampingi klien − Beri info jelas : dx, treatment, prosedur − Sentuhan terapetik − Dorong ungkapan verbal − Kontrol stimulus anxiety − Perkuat mekanisme pertahanan diri − Beri lingkungan nyaman − Beri teknik relaksasi Tekanan darah sistolik dan diastolik menurun/normal
Sumber : kombinasi Bulechek, 2008; DEPKES RI, 2006; Smeltzer, 2004; Zainuddin, 2009.
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
46
BAB 3 KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL Dalam bab ini diuraikan tentang kerangka konsep penelitian, hipotesis dan definisi operasional untuk membantu mempermudah memahami masing-masing variabel peneltian dan hipotesis yang akan dibuktikan, serta batasan dari masing – masing variabel penelitian.
3.1 Kerangka Konsep Kerangka konsep merupakan landasan berpikir dalam melakukan penelitian yang dikembangkan berdasarkan teori. Dalam kerangka konsep ini dijelaskan tentang variabel-variabel yang dapat diukur dalam penelitian. Variabel – variabel yang dimaksud adalah sebagai berikut : a. Variabel terikat (dependen) Variabel terikat pada penelitian ini adalah tekanan darah pasien hipertensi b. Variabel bebas (independen) Variabel independent pada penelitian ini adalah terapi SEFT Hubungan antara varabel – variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada skema 3.1 berikut ini : Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Variabel Independen
Variabel Dependen
Terapi Antihipertensi + Terapi SEFT
Perubahan Tekanan Darah
Variabel Perancu : − Umur − Jenis kelamin − Keturunan/genetik − Penyakit penyerta
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
47
3.2 Hipotesis Hipotesis adalah suatu pernyataan yang merupakan jawaban sementara peneliti terhadap pertanyaan penelitian (Dahlan, 2008). Hipotesis inilah yang akan dibuktikan oleh peneliti melalui penelitian. Ada dua kemungkinan hasil apakah hipotesis penelitian terbukti atau tidak terbukti. Dalam penelitian ini ada dua hipotesis yang dirumuskan peneliti, yaitu hipotesis mayor dan hipotesis minor. Hipotesis mayor dalam penelitian ini adalah : ada pengaruh terapi SEFT terhadap tekanan darah pasien hipertensi. Sedangkan hipotesis minor adalah sebagai berikut : a. Ada perbedaan tekanan darah sistolik pada pasien hipertensi sebelum dan sesudah dilakukan terapi SEFT b. Ada perbedaan tekanan darah diastolik pada pasien hipertensi sebelum dan sesudah dilakukan terapi SEFT. 3.3 Definisi Operasional Definisi operasional masing – masing variabel dijelaskan dalam tabel 3.2 berikut ini : Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Independen : Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)
Definisi Operasional Suatu terapi komplementer bodymind therapy untuk membebaskan aliaran energi di tubuh, yang dengannya akan membebaskan emosi dari berbagai kondisi negatif, dengan urutan prosedur : the set–up, the tune in,the tapping, The 9 Gamut Procedure, mengulang lagi tapping dari titik pertama hingga ke-17 (berakhir di karate chop). Dan diakhiri dengan mengambil napas panjang dan menghembuskannya,
Cara Ukur Hasil Ukur List prosedur terapi SEFT
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
Skala
48
Dependen : Tekanan Darah
Perancu : Umur Jenis Kelamin
Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit Penyerta
sambil mengucap rasa syukur (Alhamdulillah…). Dilakukan selama ± 10 menit, 1 kali sehari selama 3 hari berturutturut Nilai pada tabung kaca yang ditunjukkan oleh gambaran air raksa, terdiri dari sistolik yaitu saat bunyi pertama kali terdengar oleh pemeriksa dan diastolik yaitu saat bunyi mulai tidak terdengar lagi oleh pemeriksa.
Lama waktu hidup yang diukur dari ulang tahun terakhir Identitas seksual secara biologis saat dilahirkan Memiliki riwayat anggota keluarga dengan atau pernah menderita hipertensi atau penyakit lain yang terkait hipertensi Adanya penyakit lain terkait hipertensi yang juga diderita oleh responden, diantaranya adalah stroke, penyakit jantung, penyakit ginjal, diabetes melitus, hiperlipidemia/ hiperkolesterolemia
Diukur dengan menggunakan tensimenter air raksa, bagian diafragma stetoskop ditempatkan pada pada lengan kanan bagian atas (antecubiti), responden dalam posisi duduk Kuesioner
Tekanan darah Rasio dalam satuan mmHg
1 = ≤ 40 tahun 2 = > 40 tahun
Ordinal
Kuesioner
1 = laki-laki 2 = perempuan
Nominal
Kuesioner
0 = tidak ada 1 = ada
Nominal
Kuesioner
0 = tidak ada 1 = ada
Nominal
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
49
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menguraikan desain penelitian, populasi dan sampel, tempat penelitian, waktu penelitian, etika penelitian, alat pengumpulan data, prosedur pengumpulan data dan analisis data.
4.1 Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan pendekatan the one group pretest – posttest design
yaitu suatu desain yang memberikan
perlakuan pada satu kelompok intervensi, kemudian diobservasi sebelum dan sesudah intervensi (Polit & Beck, 2006). Dalam desain ini pada sekelompok subyek penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap penyakit atau keadaan yang diteliti, kemudian dilakukan intervensi. Setelah periode waktu yang dianggap cukup dilakukan pemeriksaan kembali terhadap penyakit atau keadaan tersebut. Jadi setiap subyek penelitian menjadi kontrol terhadap dirinya sendiri. Kekurangan desain ini adalah hasilnya tidak dapat diklaim sebagai mutlak efek dari perlakuan yang diberikan. Bisa saja terjadi perjalanan penyakit tanpa pengobatan atau intervensi tertentu sudah sembuh dengan sendirinya (Sastroasmoro, 2010). Penelitian ini menggunakan pendekatan the one group pretest – posttest design karena adanya keterbatasan waktu penelitian sehingga dikuartirkan jumlah sampel yang didapatkan terlalu sedikit untuk dibagi menjadi kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Untuk lebih jelasnya desain ini dapat dilihat pada skema 4.1 sebagai berikut :
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
50
Skema 4.1 Kerangka Kerja Penelitian Pretest
Intervensi
Posttest
Output
Karakteristik responden : umur, jenis kelamin, riwayat penyakit keluarga, penyakit penyerta Tekanan darah sebelum intervensi SEFT
Terapi Anti hipertensi + Terapi SEFT
Tekanan darah sesudah intervensi SEFT
TD sistolik dan diastolik sebelum terapi SEFT TD sistolik dan diastolik sesudah terapi SEFT
Selisih rata-rata TD sistolik dan diastolik sesudah terapi SEFT
4.2 Populasi dan Sampel 4.2.1
Populasi Populasi adalah sejumlah besar subyek yang mempunyai karakteristik tertentu sesuai dengan bidang dan tujuan penelitian (Sastroasmoro, 2010). Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien hipertensi yang berobat di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Jambi Tahun 2012.
4.2.2
Sampel Sampel adalah sejumlah individu dari populasi target yang dituju dengan cara tertentu sehingga individu dalam sampel yang dipilih dapat mewakili karakter keseluruhan populasi target sedekat mungkin (Dempsey, 2002). Sampel pada penelitian ini adalah pasien hipertensi yang dirawat di instalasi rawat inap Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Jambi Tahun 2012 dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
51
4.2.2.1 Besar Sampel Besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus perkiraan besar sampel untuk data numerik
terhadap
uji
beda
dua
mean
kelompok
berpasangan/paired/dependent (Sastroasmoro, 2008), yaitu :
Keterangan : n
: Besar sampel kelompok intervensi
Zα
: Deviat baku alpha (1,96)
Zβ
: Deviat baku beta (1,64)
Sd
: Simpangan baku dari rerata selisih (dari pustaka)
d
: Selisih rerata kedua kelompok yang bermakna (clinical judgemnet)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suselo (2010) yang meneliti efektifitas terapi musik terhadap penurunan tanda-tanda vital pada pasien hipertensi di RSUD Jayapura, diketahui Sd = 13,87; selisih nilai tekanan darah yang dianggap bermakna adalah 10 mmHg, maka :
n= = 24,93 ≈ 25 orang Untuk antisipasi drop out, besar sampel ditambah 10% dari perkiraan besar sampel, maka didapatkan besar sampel sebanyak 28 responden.
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
52
4.2.2.2 Teknik Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling, yaitu merekrut semua subyek yang memenuhi kriteria inklusi dalam waktu tertentu sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro, 2010). Sampel yang diambil dalam penelitian ini didasarkan pada kriteria inklusi dan ekslusi yang dibuat peneliti. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah : 1. Penderita hipertensi dengan atau tanpa penyakit penyerta yang dirawat inap, dimana tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau diastolik ≥ 90 mmHg. Penyakit penyerta hipertensi diantaranya adalah stroke, penyakit jantung, penyakit ginjal, diabetes melitus, hiperlipidemia/hiperkolesterolemia. 2. Bersedia menjadi subyek penelitian 3. Belum pernah melakukan terapi SEFT 4. Responden dalam pengobatan antihipertensi Kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah : 1. Responden mengalami gangguan kesadaran Pada saat pelaksanaan penelitian, peneliti juga melakukan drop out sampel bila responden pulang sebelum mencapai 3 kali intervensi, responden menolak melanjutkan intervensi sebelum mencapai 3 kali intervensi dan pada responden yang karena perjalanan penyakitnya sehingga dapat tiba-tiba mengalami penurunan atau peningkatan tekanan darah yang drastis.
4.3 Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 13 Desember 2012 sampai dengan tanggal 2 Januari 2013.
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
53
4.4 Tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan di instalasi rawat inap RSUD Raden Mattaher Jambi terdiri dari ruangan penyakit dalam, ruang jantung, ruang mayang mangurai dan ruang pinang masak.
4.5 Etika Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan dan menjunjung tinggi etika penelitian, meliputi penerapan prinsip – prinsip etik dan informed consent.
4.5.1 Prinsip Etik Penelitian ini dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip – prinsip atau isu – isu etik, yang meliputi : nonmaleficience, beneficience, autonomy dan justice. a. Nonmaleficience (terhindar dari cedera/tidak membahayakan kemanusiaan) Sebelum penelitian dilakukan, responden diberikan penjelasan tentang tujuan dan prosedur penelitian (pada lembar penjelasan penelitian). Responden juga mendapatkan penjelasan bahwa penelitian ini tidak akan membahayakan atau tidak akan menimbulkan dampak yang merugikan, misalnya : sesak napas, nyeri, luka, penurunan kesadaran ataupun dipungut biaya tertentu. Selama terapi berlangsung, peneliti melakukan observasi penuh di dekat responden. Jika responden merasa tidak nyaman dengan terapi SEFT, maka dapat mengundurkan diri kapan saja. b. Beneficience
(bermanfaat/melakukan
yang
baik
untuk
kemanusiaan) Peneliti
menjelaskan
tentang
keuntungan
bila
responden
berpartisipasi dalam penelitian ini, yaitu terapi SEFT dapat membantu menurunkan tekanan darah pada subyek penelitian. Manfaat lain yang didapatkan oleh responden penelitian adalah mengetahui tentang terapi SEFT dan dapat mengaplikasikannya
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
54
dalam kondisi yang lain secara mandiri. Responden penelitian juga akan mendapatkan pengalaman berharga karena pernah terlibat sebagai responden dalam suatu penelitian c. Autonomy (kebebasan memutuskan untuk diri sendiri) Dalam hal ini sebelum melakukan penelitian, peneliti harus meminta persetujuan kepada calon responden apakah bersedia menjadi subyek penelitian dengan diberikannya informed consent. Penjelasan informed consent ini mencakup penjelasan tentang judul penelitian yaitu Pengaruh Terapi SEFT Terhadap Tekanan Darah Penderita Hipertensi di RSUD Raden Matther Jambi, beserta tujuan
dan
menentukan
manfaat
penelitian.
apakah
bersedia
Calon
responden
berhak
dijadikan
sebagai
subyek
penelitian/responden dan tidak ada paksaan ataupun adanya tekanan tertentu kepada subyek untuk bersedia terlibat dalam penelitian ini. Responden penelitian bebas dari tekanan atau pengaruh dari pihak lain. Peneliti akan menjelaskan tentang keuntungan bila responden berpartisipasi dalam penelitian ini, yaitu terapi SEFT dapat menurunkan tekanan darah tinggi pada responden penelitian. d. Justice (adil, tidak membeda – bedakan, “equal”) Dalam penelitian ini, peneliti tidak membeda-bedakan responden. Responden akan mendapatkan perlakuan yang sama sebelum, selama
dan
sesudah
penelitian.
Semua
responden
tetap
mendapatkan regimen terapi sesuai standar perawatan rumah sakit. Responden juga kan mendapatkan terapi tambahan, yakni terapi SEFT, dimana intervensi terapi SEFT tersebut diberikan sama dalam hal
lamanya (durasi), prosedur, alat ukur yang sama,
instruksi (penjelasan). Peneliti juga tidak membeda-bedakan responden dari segi suku, agama, budaya dan status sosial ekonomi.
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
55
Secara umum, peneliti memberikan penjelasan kepada responden mengenai penelitian ini dengan membacakan format informed consent. Ada sekitar 3 sampai 5 responden yang membutuhkan informasi tambahan, yaitu tentang prosedur SEFT, waktu terapi dan keterlibatan keluarga. Setelah diberikan penjelasan, tidak ada satu pun responden yang merasa tidak nyaman. Setelah diberikan penjelasan oleh peneliti, tidak ada satu pun responden yang merasa tidak nyaman.
4.6 Alat dan Prosedur Pengumpulan Data 4.6.1 Alat Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tensimeter air raksa, manset dewasa, stetoskop, kuisioner karakteristik responden dan lembar observasi pelaksanaan terapi SEFT. a. Tensimeter Air Raksa, Manset Dewasa dan Stetoskop Tensimeter air raksa, manset ukuran dewasa dan stetoskop digunakan untuk mengukur tekanan darah responden. b. Kuesioner Karakteristik Responden Kuesioner ini digunakan untuk mencatat karakteristik responden, meliputi inisial, umur, jenis kelamin, penyakit penyerta, lama menderita hipertensi dan terapi medis. Hasil pengukuran tekanan darah responden sebelum dan sesudah dilakukan intervensi terapi SEFT dicatat pada lembar ini.
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
56
c. Lembar Observasi Pelaksanaan Terapi SEFT Lembar observasi ini digunakan untuk mencatat hasil observasi pelaksanaan terapi SEFT sesuai pedoman yang dibuat oleh peneliti selama penelitian berlangsung.
4.6.2 Prosedur Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan.
4.6.2.1 Tahap Persiapan a. Persiapan Instrumen Pada tahap ini peneliti mempersiapkan instrumen yang akan digunakan untuk pengumpulan data berupa lembar observasi pelaksanaan terapi SEFT, kuesioner karakteristik responden dan alat ukur tekanan darah (tensimeter air raksa, manset ukuran dewasa dan stetoskop). b. Persiapan Administrasi Pada tahap ini peneliti mengurus perizinan tempat penelitian dengan mengajukan surat permohonan izin penelitian dari dekan FIK UI yang ditujukan ke direktur RSUD Raden Mattaher jambi. c. Persiapan tempat Pada tahap ini peneliti berdiskusi dan meminta izin kepada kepala ruangan untuk dapat menggunakan ruangan/tempat khusus yang tersedia di ruang rawat inap. Ruangan ini akan digunakan pada saat pemberian terapi SEFT dimana ruangan tersebut cukup tenang dan tertutup untuk memfasilitasi privasi responden.
4.6.2.2 Tahap Pelaksanaan Pelaksanaan pengumpulan data melalui langkah – langkah : 1) memilih responden sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi, 2) memberikan informasi penelitian kepada responden dengan jelas, 3) meminta
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
57
persetujuan pasien untuk menjadi responden, 4) melakukan kontrak penelitian dengan responden. Setelah itu pada responden akan dilakukan kegiatan sebagai berikut : Peneliti menemui responden di ruangan dan mengingatkan kembali kontrak penelitian. Kemudian bersama peneliti, responden menuju ke ruangan khusus yang telah disiapkan sebelumnya dengan membawa obat antihipertensinya. Responden dipersilahkan duduk pada tempat yang disediakan. Selanjutnya peneliti melakukan wawancara sesuai kuesioner karakteristik responden. Langkah berikutnya setelah wawancara adalah memberikan pemahaman tentang terapi SEFT kepada responden, kemudian dilakukan pengukuran tekanan darah untuk mengetahui nilai tekanan darah sebelum diberikan terapi. Setelah itu responden langsung mengkonsumsi regimen pengobatan antihipertensi sesuai standar rumah sakit. Selanjutnya peneliti memberikan terapi SEFT kepada responden selama ± 10 menit, dengan alokasi waktu sebagai berikut : ± 3 menit untuk fase the set-up dan ± 7 menit untuk fase the tune-in dan the tapping yang dikerjakan bersamaan. Setelah itu, dilakukan pengukuran tekanan darah kembali untuk mendapatkan nilai tekanan darah setelah diberikan terapi kombinasi ini (terapi SEFT dan terapi antihipertensi). Jadi, total lamanya prosedur untuk setiap responden ± 30 menit yaitu meliputi waktu untuk melalukan pengukuran tekanan darah sebelum terapi SEFT, minum obat, pelaksanaan terapi SEFT dan pengukuran kembali tekanan darah setelah terapi SEFT. Semua kegiatan dan hasil pengukuran tekanan darah dicatat pada lembar data responden. Terapi kombinasi ini dilakukan sebanyak 1 kali sehari selama 3 hari berturut - turut.
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
58
4.7 Pengolahan dan Analisis Data 4.7.1
Pengolahan Data Proses pengolahan data meliputi proses editing, coding, entry data dan cleaning data. 1) Editing dilakukan untuk melihat kelengkapan data, data yang belum lengkap segera dilengkapi pada pertemuan berikutnya, 2) Coding yaitu tindakan memberikan kode pada lembar kuesioner dan lembar observasi masing – masing responden, 3) Entry data yaitu kegiatan memasukkan data ke dalam program komputer untuk dilakukan analisis menggunakan software statistik, dan 4) Cleaning yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mengecek kembali apakah masih terdapat kesalahan data atau tidak. Setelah semua data dipastikan benar, maka dilanjutkan dengan analisis data menggunakan komputer.
4.7.2
Analisis Data
4.7.2.1 Analisis Univariat Tujuan analisis univariat adalah untuk mendeskripsikan karakteristik variabel yang diteliti. Untuk data numerik (umur dan nilai tekanan darah) digunakan nilai mean, median, simpangan baku, nilai minimal dan nilai maksimal. Sedangkan data kategorik (jenis kelamin, riwayat hipertensi) dijelaskan dengan nilai persentase dan proporsi responden
4.7.2.2 Analisis Bivariat Analisis bivariat bertujuan untuk membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan dua variabel. Pada penelitian ini digunakan uji statistik Uji t dependent (paired-sample t test) untuk mengetahui apakah ada perubahan yang bermakna antara nilai tekanan darah sebelum dan sesudah terapi SEFT, baik tekanan darah sistolik maupun tekanan darah diastolik. Dalam penelitian ini menggunakan tingkat kemaknaan 0.05 dan derajat kepercayaan CI 95%.
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
59
Tabel 4.1 Analisis Bivariat Untuk Menguji Perbedaan Mean Antara Dua Kelompok Data Dependen Kelompok Data Mean tekanan darah sistolik sebelum terapi SEFT Mean tekanan darah diastolik sebelum terapi SEFT
Kelompok Data Mean tekanan darah sistolik sesudah terapi SEFT Mean tekanan darah diastolik sesudah terapi SEFT
Uji Statistik Uji t dependent (paired-sample t test) Uji t dependent (paired-sample t test)
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
60
BAB 5 HASIL PENELITIAN Bab ini memaparkan hasil penelitian pengaruh terapi SEFT terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi yang telah dilaksanakan di instalasi rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi. Ruang rawat dan jumlah sampel yang didapatkan di masing-masing ruangan adalah sebagai berikut : ruang penyakit dalam sebanyak 15 orang responden, ruang jantung sebanyak 2 orang responden, ruang Mayang Mangurai sebanyak 4 orang responden dan ruang Pinang Masak sebanyak 4 orang responden. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari tanggal 13 Desember 2012 sampai dengan tanggal 2 Januari 2013. Jumlah subyek dalam penelitian ini sebanyak 25 orang responden, semuanya termasuk ke dalam satu kelompok intervensi yang mendapatkan terapi antihipertensi dan terapi SEFT. Intervensi dilakukan selama 3 hari berturut-turut. Tekanan darah responden diukur sebelum dan sesudah intervensi. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis univariat dan analisis bivariat sesuai jenis data sebagai berikut : 5.1 Analisis Univariat Analisis univariat bertujuan menggambarkan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti, yaitu umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, penyakit penyerta dan rata-rata tekanan darah responden sebelum dan sesudah intervensi 5.1.1
Gambaran karakteristik responden berdasarkan umur Hasil analisis univariat karakteristik responden berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut ini : Tabel 5.1 Hasil Analisis Univariat Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Di RSUD Raden Mattaher Jambi Desember 2012 (n=25) Variabel
Mean
Median
SD
Min – Maks
95% CI
Umur
60,36
64,00
15,639
38 - 84
53,90 – 66,82
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
61
Berdasarkan tabel 5.1 dapat disimpulkan bahwa rata-rata umur responden adalah 60,36 tahun atau sekitar 60 tahun 4 bulan, dengan umur terendah adalah 38 tahun dan umur tertinggi adalah 84 tahun. 5.1.2 Gambaran karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, riwayat penyakit keluarga dan penyakit penyerta Hasil analisis univariat karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, riwayat penyakit keluarga dan penyakit penyerta dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut ini :
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Riwayat Penyakit Keluarga Dan Penyakit Penyerta Di RSUD Raden Mattaher Jambi Desember 2012 (n=25) Variabel Jenis Kelamin - Laki-laki - Perempuan Riwayat Penyakit Keluarga - Tidak ada - Ada Penyakit Penyerta - Tidak ada - Ada
Jumlah
Persentase (%)
16 9
64 36
8 17
32 68
14 11
56 44
Berdasarkan tabel 5.2 dapat disimpulkan bahwa lebih dari separuh (64%) responden berjenis kelamin laki-laki. Lebih dari separuh responden (68%) memiliki riwayat anggota keluarga dengan atau pernah menderita hipertensi atau penyakit lain yang terkait hipertensi. Lebih dari separuh (56%) responden juga memiliki penyakit penyerta lain selama dirawat di rumah sakit.
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
62
5.1.3 Gambaran karakteristik responden berdasarkan tekanan darah sebelum dan sesudah intervensi SEFT Hasil analisis univariat karakteristik responden berdasarkan tekanan darah sebelum dan sesudah intervensi SEFT dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut ini :
Tabel 5.3 Hasil Analisis Univariat Distribusi Responden Berdasarkan Tekanan Darah Sebelum Dan Sesudah Intervensi SEFT Di RSUD Raden Mattaher Jambi Desember 2012 (n=25) Variabel Tekanan Darah Sistolik - Sebelum - Sesudah Tekanan Darah Diastolik - Sebelum - Sesudah
Mean
Median
SD
Min – Maks
95% CI
149,20 136,00
150,00 130,00
10,38 11,18
140 – 170 120 – 160
144,92 – 153,48 131,38 – 140,62
92,00 81,40
90,00 80,00
4,08 7,15
90 – 100 70 – 100
90,31 – 93,69 78,45 – 84,35
Berdasarkan tabel 5.3 dapat disimpulkan bahwa rata-rata tekanan darah sistolik sebelum intervensi SEFT adalah 149,20 mmHg dan rata-rata tekanan darah sistolik sesudah intervensi SEFT menjadi 136 mmHg. Hasil yang didapatkan untuk tekanan darah diastolik, yaitu rata-rata tekanan darah diastolik sebelum intervensi SEFT adalah 92 mmHg dan rata-rata tekanan darah diastolik sesudah intervensi SEFT menjadi 81,40 mmHg. 5.2 Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan. Hipotesis yang akan dibuktikan pada penelitian ini terdiri atas hipotesis mayor dan hipotesis minor. Hipotesis mayor adalah ada pengaruh SEFT terhadap tekanan darah pasien hipertensi. Sedangkan hipotesis minor adalah pertama, ada perbedaan tekanan darah sistolik pada pasien hipertensi sebelum dan sesudah dilakukan terapi SEFT, dan kedua, ada perbedaan tekanan darah diastolik pada pasien hipertensi sebelum dan sesudah dilakukan terapi SEFT.
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
63
Sebelum dilakukan analisis bivariat, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data yaitu data tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik sebelum dan sesudah intervensi SEFT. Uji normalitas data menggunakan uji Skewness. Bila rasio nilai Skewness dibandingkan dengan standar errornya menghasilkan angka ≤ 2, maka data berdistribusi normal. 5.2.1 Uji normalitas data tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik sebelum dan sesudah intervensi SEFT Hasil analisis uji normalitas data tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik sebelum dan sesudah intervensi SEFT dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut ini :
Tabel 5.4 Hasil Analisis Uji Normalitas Data Tekanan Darah Sistolik Dan Tekanan Darah Diastolik Sebelum Dan Sesudah Intervensi SEFT Di RSUD Raden Mattaher Jambi Desember 2012 (n=25)
Variabel Tekanan darah sistolik sebelum intervensi Tekanan darah sistolik sesudah intervensi Tekanan darah diastolik sebelum intervensi Tekanan darah diastolik sesudah intervensi
Mean
SD
150,91
Skewness Statistic
Std. Error
Rasio
10,445
- 0,234
0,464
- 0,504
137,27
11,037
0,621
0,464
1,338
92,73
4,671
- 0,822
0,464
- 1,771
83,18
6,030
0,257
0,464
0,554
Berdasarkan tabel 5.4 dapat disimpulkan bahwa semua variabel setelah dilakukan uji normalitas data dengan menggunakan uji Skewness didapatkan nilai rasio ≤ 2, ini berarti semua variabel datanya berdistribusi normal.
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
64
5.2.2 Analisis selisih rata-rata tekanan darah sistolik sebelum dan sesudah intervensi SEFT Hasil analisis selisih rata-rata tekanan darah sistolik sebelum dan sesudah intervensi SEFT dengan menggunakan uji t dependent (paired-sample t test) dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut ini :
Tabel 5.5 Hasil Analisis Selisih Rata-Rata Tekanan Darah Sistolik Sebelum Dan Sesudah Intervensi SEFT Di RSUD Raden Mattaher Jambi Desember 2012 (n=25) Variabel
Mean
SD
SE
Selisih Mean
SD Selisih Mean
p-value
95% CI
Tekanan darah sistolik - Sebelum - Sesudah
149,20 136,00
10,38 11,18
2, 08 2,24
13,20
5,57
0,001
10,90 – 15,49
Berdasarkan tabel 5.5 dapat disimpulkan bahwa terdapat selisih rata-rata tekanan darah sistolik sebelum dan sesudah intervensi SEFT sebesar 13,20 mmHg. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji t dependent (pairedsample t test) didapatkan nilai p=0,001 (p<α), artinya ada perbedaan yang signifikan antara tekanan darah sistolik sebelum dan sesudah intervensi SEFT. 5.2.3 Analisis selisih rata-rata tekanan darah diastolik sebelum dan sesudah intervensi SEFT Hasil analisis selisih rata-rata tekanan darah diastolik sebelum dan sesudah intervensi SEFT dengan menggunakan uji t dependent (paired-sample t test) dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut ini :
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
65
Tabel 5.6 Hasil Analisis Selisih Rata-Rata Tekanan Darah Diastolik Sebelum Dan Sesudah Intervensi SEFT Di RSUD Raden Mattaher Jambi Desember 2012 (n=25) Variabel Tekanan darah diastolik - Sebelum - Sesudah
Mean
SD
SE
SD Selisih Selisih Mean Mean
92,00 81,40
4,08 7,15
0,82 1,43
10,60
5,65
p-value
95% CI
0,001
8,27 – 12,93
Berdasarkan tabel 5.6 dapat disimpulkan bahwa terdapat selisih rata-rata tekanan darah diastolik sebelum dan sesudah intervensi SEFT sebesar 10,60 mmHg. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji t dependent (paired-sample t test) didapatkan nilai p=0,001 (p<α), artinya ada perbedaan yang signifikan antara tekanan darah diastolik sebelum dan sesudah intervensi SEFT. 5.2.4 Analisis faktor umur, jenis kelamin, riwayat penyakit keluarga dan penyakit penyerta terhadap rata-rata tekanan darah sistolik sesudah intervensi SEFT Hasil Analisis faktor umur, jenis kelamin, riwayat penyakit keluarga dan penyakit penyerta terhadap rata-rata tekanan darah sistolik sesudah intervensi SEFT dengan menggunakan uji t independent dapat dilihat pada tabel 5.7 berikut ini :
Tabel 5.7 Hasil Analisis Faktor Umur, Jenis Kelamin, Riwayat Penyakit Keluarga Dan Penyakit Penyerta Terhadap Rata-Rata Tekanan Darah Sistolik Sesudah Intervensi SEFT Di RSUD Raden Mattaher Jambi Desember 2012 (n=25)
Variabel Umur - ≤ 40 tahun - > 40 tahun
Jumlah
%
p-value
6 19
24 76
0,613
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
66
Jenis Kelamin - Laki-laki - Perempuan Riwayat Penyakit Keluarga - Tidak ada - Ada Penyakit Penyerta - Tidak ada - Ada
16 9
64 36
0,629
8 17
32 68
0,213
14 11
56 44
0,485
Berdasarkan tabel 5.7 dapat disimpulkan bahwa hasil uji statistik variabel umur terhadap penurunan rata-rata tekanan darah sistolik dengan menggunakan uji t independent (independent t test) didapatkan nilai p=0,613 (p>α), artinya faktor umur tidak ada hubungan dengan penurunan rata-rata tekanan darah sistolik setelah intervensi SEFT. Pada variabel jenis kelamin, hasil uji statistik variabel jenis kelamin terhadap penurunan rata-rata tekanan darah sistolik dengan menggunakan uji t independent (independent t test) didapatkan nilai p=0,629 (p>α), artinya faktor jenis kelamin tidak ada hubungan dengan penurunan rata-rata tekanan darah sistolik setelah intervensi SEFT. Selanjutnya hasil uji statistik variabel riwayat penyakit keluarga terhadap penurunan rata-rata tekanan darah sistolik dengan menggunakan uji t independent (independent t test) didapatkan nilai p=0,213 (p>α), artinya faktor riwayat penyakit keluarga tidak ada hubungan dengan penurunan rata-rata tekanan darah sistolik setelah intervensi SEFT. Terakhir, variabel penyakit penyerta, hasil uji statistik variabel penyakit penyerta terhadap penurunan rata-rata tekanan darah sistolik dengan menggunakan uji t independent (independent t test) didapatkan nilai p=0,485 (p>α), artinya faktor penyakit penyerta tidak ada hubungan dengan penurunan rata-rata tekanan darah sistolik setelah intervensi SEFT. 5.2.5 Analisis faktor umur, jenis kelamin, riwayat penyakit keluarga dan penyakit penyerta terhadap rata-rata tekanan darah diastolik sesudah intervensi SEFT
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
67
Hasil Analisis faktor umur, jenis kelamin, riwayat penyakit keluarga dan penyakit penyerta terhadap rata-rata tekanan darah diastolik sesudah intervensi SEFT dengan menggunakan uji t independent dapat dilihat pada tabel 5.7 berikut ini :
Tabel 5.7 Hasil Analisis Faktor Umur, Jenis Kelamin, Riwayat Penyakit Keluarga Dan Penyakit Penyerta Terhadap Rata-Rata Tekanan Darah Diastolik Sesudah Intervensi SEFT Di RSUD Raden Mattaher Jambi Desember 2012 (n=25)
Variabel Umur - ≤ 40 tahun - > 40 tahun Jenis Kelamin - Laki-laki - Perempuan Riwayat Penyakit Keluarga - Tidak ada - Ada Penyakit Penyerta - Tidak ada - Ada
Jumlah
%
p-value
6 19
24 76
0,861
16 9
64 36
0,673
8 17
32 68
0,438
14 11
56 44
0,894
Berdasarkan tabel 5.7 dapat disimpulkan bahwa hasil uji statistik variabel umur terhadap penurunan rata-rata tekanan darah diastolik dengan menggunakan uji t independent (independent t test) didapatkan nilai p=0,861 (p>α), artinya faktor umur tidak ada hubungan dengan penurunan rata-rata tekanan darah diastolik setelah intervensi SEFT. Pada variabel jenis kelamin, hasil uji statistik variabel jenis kelamin terhadap penurunan rata-rata tekanan darah diastolik dengan menggunakan uji t independent (independent t test) didapatkan nilai p=0, 673 (p>α), artinya faktor jenis kelamin tidak ada hubungan dengan penurunan rata-rata tekanan darah diastolik setelah intervensi SEFT.
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
68
Selanjutnya hasil uji statistik variabel riwayat penyakit keluarga terhadap penurunan rata-rata tekanan darah diastolik dengan menggunakan uji t independent (independent t test) didapatkan nilai p=0,438 (p>α), artinya faktor riwayat penyakit keluarga tidak berpengaruh terhadap penurunan rata-rata tekanan darah diastolik setelah intervensi SEFT. Terakhir, variabel penyakit penyerta, hasil uji statistik variabel penyakit penyerta terhadap penurunan rata-rata tekanan darah diastolik dengan menggunakan uji t independent (independent t test) didapatkan nilai p=0,894 (p>α), artinya faktor penyakit penyerta tidak berpengaruh terhadap penurunan rata-rata tekanan darah diastolik setelah intervensi SEFT.
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
69
BAB VI PEMBAHASAN Bab ini menguraikan pembahasan yang meliputi interpretasi dan diskusi hasil penelitian yang telah dijelaskan dengan mengacu pada teori-teori dan penelitianpenelitian yang sudah ada sebelumnya. Selain itu pada pembahasan ini juga menjelaskan keterbatasan penelitian yang telah dilaksanakan serta implikasi hasil penelitian untuk keperawatan. 6.1 Interpretasi dan diskusi hasil penelitian Pada bagian ini membahas interpretasi dan diskusi hasil sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan meliputi pembahasan tentang karakteristik responden, tekanan darah sebelum terapi SEFT, tekanan darah sesuda/h terapi SEFT dan perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah terapi SEFT. 6.1.1
Karakteristik pasien hipertensi a. Berdasarkan umur Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor umur tidak ada hubungan dengan penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi yang mendapatkan terapi SEFT. Hurlock (2001) membagi umur dewasa menjadi 3 periode, yaitu periode dewasa awal (early adulthood) dengan rentang umur 18 tahun sampai umur 40 tahun; periode dewasa madya (middle adulthood) dengan rentang umur lebih dari 40 tahun sampai umur 60 tahun dan periode dewasa akhir/lanjut (late adulthood/old age) dengan rentang umur lebih dari 60 tahun sampai dengan meninggal. Menurut Erickson (1994) dalam Miller (2009) menyebutkan bahwa dalam psikologi perkembangan, usia dewasa terbagi atas 3 periode, yaitu periode dewasa muda (young adulthood) dengan rentang umur 18 tahun sampai umur 35 tahun, periode dewasa menengah (middle
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
70
adulthood) dengan rentang umur di atas 35 tahun sampai umur 55 tahun dan periode dewasa akhir dengan rentang umur di atas 55 tahun sampai dengan meninggal. Merujuk pada pendapat Hurlock dan Erickson tersebut, maka rata-rata umur responden pada penelitian ini termasuk ke dalam katagori usia dewasa akhir/lanjut. Hasil penelitian ini sejalan dengan data dari DEPKES RI (2006) yang menyatakan bahwa umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi, yaitu sekitar 40%, dengan kematian sekitar di atas 65 tahun. Tingginya hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur, disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku, sebagai akibatnya adalah meningkatnya tekanan darah. Hipertensi, terutama hipertensi primer sering terjadi pada rentang usia 30 – 50 tahun. Insiden hipertensi meningkat dengan bertambahnya umur; 50% - 60% pasien yang berusia 60 tahun ke atas memiliki nilai tekanan darah lebih atau sama 140/90 mmHg. Studi epidemiologi menunjukkan prognosis yang buruk pada pasien yang telah menderita hipertensi sejak usia muda. Hal ini juga menjadi faktor yang dapat memprediksi terjadinya peluang untuk menderita penyakit jantung koroner, stroke, gagal jantung dan penyakit ginjal (Black & Hawks, 2009). Hasil penelitian Ungar, et al juga mendukung hasil penelitian ini dengan memaparkan bahwa lebih dari 70% orang yang berusia 65 tahun atau lebih tua memiliki tekanan darah tinggi. Prevalensi hipertensi terus meningkat pada akhir kehidupan, bahkan lebih dari 90% dari orang yang berusia 80 atau lebih tua menderita hipertensi,
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
71
khususnya hipertensi sistolik. Angka kematian akibat hipertensi juga meningkat pada usia lanjut dibandingkan dengan kelompok usia yang lebih muda (Ungar, et al, 2009). Meningkatnya
insiden
hipertensi
sesuai proses
penuaan
bisa
diakibatkan oleh banyak faktor. Smeltzer (2004) menyatakan bahwa perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuan dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer. Moser & Riegel (2008) menjelaskan bahwa proses penuaan menyebabkan kekakuan pembuluh darah dikarenakan deposit kolagen meningkat di bagian intima dan adventitia arteri besar dan sedang. Pendapat lain dikemukakan oleh Beevers (2009) yang mengatakan bahwa tekanan darah meningkat seiring bertambahnya usia, tetapi hal ini sebagian disebabkan oleh gaya hidup. Banyak orang yang bertambah berat badannya dan menjadi kurang aktif ketika bertambah tua. Yang lebih penting, peningkatan tekanan darah seiring bertambahnya usia lebih besar pada mereka yang mengkonsumsi banyak makanan bergaram dan pada tubuh orang berusia lanjut akan lebih sensitif terhadap garam. Lebih lanjut penelitian yang dilakukan oleh Ostchega (2007) menemukan kenyataan bahwa pada pasien hipertensi usia lanjut lebih mengalami kesulitan dalam melakukan kontrol terhadap penyakitnya mengingat hipertensi merupakan penyakit kronis yang membutuhkan pengobatan dan perubahan gaya hidup yang kontinyu dalam jangka waktu yang lama.
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
72
Dapat disimpulkan bahwa umur berkaitan dengan peningkatan tekanan darah dimana semakin meningkat umur seseorang maka semakin meningkat pula resiko untuk mengalami peningkatan tekanan darah sehingga berpeluang lebih besar menderita penyakit hipertensi dibandingkan dengan individu umur muda. Dengan demikian SEFT sebagai terapi komplementer dapat diterapkan oleh perawat kepada pasien hipertensi pada rentang usia berapapun untuk menstimulus perasaan relaksasi dan menurunkan tekanan darah pasien. b. Berdasarkan jenis kelamin Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor jenis kelamin tidak ada hubungan dengan penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi yang mendapatkan terapi SEFT. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Cheriyan, Eniery dan Wilkinson
(2010)
yang
menyebutkan
bahwa
faktor
gender
berpengaruh pada terjadinya hipertensi, di mana pria lebih banyak yang menderita hipertensi dibandingkan dengan wanita, dengan rasio sekitar 2,29 untuk peningkatan tekanan darah sistolik. Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita, misalnya : kebiasaan merokok, minuman beralkohol dan tekanan pekerjaan. Prevalensi hipertensi pada wanita meningkat setelah memasuki menopause. Bahkan setelah usia 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Pendapat serupa juga menerangkan bahwa secara keseluruhan insiden penyakit hipertensi lebih tinggi terjadi pada pria daripada pada wanita sampai dengan usia 55 tahun. Antara usia 55 – 75 tahun resiko hipertensi antara pria dan wanita hampir sama. Untuk usia lebih dari 75 tahun, wanita memiliki resiko yang lebih tinggi terhadap hipertensi yang diakibatkan oleh faktor hormonal (Black & Hawks, 2009).
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
73
Moser & Riegel (2008) dan diperkuat oleh Beevers (2009) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan hormonal tersebut adalah estrogen dan progestin yang bersifat kardio protektif. Gudmundsdottir (2012) menerangkan bahwa estrogen dan progesteron alami dapat melindungi pembuluh darah dari cedera oksidatif dan peradangan, mencegah penyakit kardiovaskuler. Estrogen meningkatkan level angiotensinogen dan menurunkan kadar renin, angiotensin-converting enzyme (ACE), aktivitas reseptor angiotensin AT-1 dan produksi aldosteron. Estrogen juga meningkatkan fungsi endotel. Pada wanita menopause yang lebih muda menunjukkan bahwa inisiasi terapi hormon pengganti yang diberikan ketika mendekati masa menopause mengurangi risiko penyakit kardiovaskuler termasuk hipertensi. Hasil penelitian Brookes (2008) menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi lebih banyak pada wanita karena wanita memiliki kontrol tekanan darah, gula darah, dan kadar kolesterol yang lebih rendah dibandingkan dengan pria dan dokter lebih jarang meresepkan obat penurun kolesterol pada wanita dibandingkan dengan pria. Dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin berkaitan dengan tekanan darah dimana pada rentang usia tertentu antara pria dan wanita memiliki tingkat resiko yang berbeda untuk mengalami peningkatan tekanan darah sehingga memiliki peluang yang berbeda pula untuk menderita penyakit hipertensi. Dengan demikian SEFT sebagai terapi komplementer dapat diterapkan oleh perawat kepada pasien hipertensi baik yang berjenis kelamin laki-laki maupun yang berjenis kelamin perempuan untuk menstimulus perasaan relaksasi dan menurunkan tekanan darah pasien.
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
74
c. Berdasarkan riwayat penyakit keluarga Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor riwayat penyakit keluarga tidak ada hubungan dengan penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi yang mendapatkan terapi SEFT. Tingkat tekanan darah bergantung pada keterkaitan antara faktor-faktor genetik dan pengaruh gaya hidup. Hipertensi jelas terjadi dalam keluarga, meskipun terdapat anggapan bahwa hal tersebut terjadi karena sesama keluarga cenderung berbagi gaya hidup dan pola makan yang sama. Penelitian yang dilakukan pada orang kembar yang dibesarkan secara terpisah atau bersama, dan juga antara anak-anak yang diadopsi dibandingkan dengan anak-anak yang bukan adopsi, telah mengungkapkan seberapa besar kesamaan tekanan darah dalam keluarga yang merupakan faktor keturunan dengan yang merupakan akibat kesamaan dalam gaya hidup. Secara kasar, sekitar separuh penderita hipertensi diantara orang-orang tersebut merupakan akibat dari faktor genetik dan separuhnya lagi merupakan akibat dari faktor pola makan sejak masa awal kanak-kanak. Lebih lanjut, telah ditemukan bukti bahwa mereka yang berasal dari keluarga dengan riwayat hipertensi memiliki kemampuan yang lebih rendah untuk mengeluarkan garam dari tubuh mereka (Beevers, 2002). Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama pada hipertensi primer (esensial). Tentunya faktor genetik ini juga dipengaruhi faktorfaktor lingkungan lain, yang kemudian menyebabkan seorang menderita
hipertensi.
Faktor
genetik
juga
berkaitan
dengan
metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel (Smeltzer, 2004). Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi maka sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya yang menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya (DEPKES RI, 2006).
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
75
Adanya peningkatan resiko hipertensi pada individu yang memiliki riwayat penyakit juga didukung oleh kajian literatur lain dari Black & Hawks (2009). Hipertensi sebagai penyakit yang poligenic dan multifaktorial dimana individu-individu yang memiliki riwayat penyakit hipertensi dalam keluarga, memiliki gen yang saling berinteraksi satu sama lain dan juga berinteraksi dengan lingkungan yang menyebabkan tekanan darah mereka selalu dalam rentang yang tinggi. Faktor predisposisi lain yang menyebabkan suatu keluarga lebih rentan menderita penyakit hipertensi dikaitkan dengan peningkatan level sodium intraseluler dan rasio potasium-sodium yang rendah, dimana lebih sering ditemui pada orang kulit hitam. Individu yang memiliki orang tua dengan penyakit hipertensi maka akan lebih beresiko menderita hipertensi di usia muda. Dapat disimpulkan bahwa riwayat penyakit keluarga berkaitan dengan tekanan darah dimana pada individu yang memiliki anggota keluarga dengan penyakit hipertensi akan lebih beresiko untuk menderita hipertensi juga, bahkan pada usia muda daripada mereka yang tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi dalam keluarga. Dengan demikian SEFT sebagai terapi komplementer dapat diterapkan oleh perawat kepada pasien hipertensi baik yang memiliki riwayat penyakit keluarga maupun yang tidak untuk menstimulus perasaan relaksasi dan menurunkan tekanan darah pasien. d. Berdasarkan penyakit penyerta Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyakit penyerta tidak ada hubungan dengan penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi yang mendapatkan terapi SEFT.. Kelainan metabolisme lipid (Iemak) yang ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL dan/atau penurunan kadar kolesterol HDL dalam darah. Kolesterol merupakan faktor
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
76
penting
dalam
terjadinya
aterosklerosis
yang
mengakibatkan
peninggian tahanan perifer pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat (Smeltzer, 2004). Prevalensi hipertensi juga meningkat dua kali lipat pada pasien diabetes melitus. Diabetes menyebabkan aterosklerosis dan memicu terjadinya hipertensi dengan membuat kerusakan pada pembuluh darah besar. Karena itulah hipertensi menjadi penyakit yang biasanya juga terdiagnosa pada pasien diabetes, walaupun diabetesnya terkontrol. Saat
pasien
diabetes
juga
terdiagnosa
menderita
hipertensi,
penanganan akan bersifat individualistik dan agresif (Black & Hawks, 2009). Dapat disimpulkan bahwa penyakit penyerta berkaitan dengan tekanan darah dimana pada individu dengan penyakit hipertensi yang juga memiliki penyakit penyerta akan lebih beresiko untuk memperparah keadaan hipertensinya. Dengan demikian SEFT sebagai terapi komplementer dapat diterapkan oleh perawat kepada pasien hipertensi baik yang memiliki penyakit penyerta maupun yang tidak untuk menstimulus perasaan relaksasi dan menurunkan tekanan darah pasien. 6.1.2
Tekanan darah sebelum diberikan terapi SEFT Hasil penelitian berdasarkan nilai rata-rata tekanan darah sistolik dan nilai rata-rata tekanan darah diastolik sebelum diberikan terapi SEFT menunjukkan bahwa tekanan darah responden sebelum diberikan terapi SEFT termasuk katagori ketiga. Pada tahun 2003, Joint National Committe on Prevention Detection, Evaluation, and Treatment of High Pressure VII (JNC –VII) membuat pembagian hipertensi ke dalam 5 katagori, yaitu katagori normal dengan nilai sistolik ≤120 mmHg dan nilai diastolik ≤80 mmHg; katagori prehipertensi dengan nilai sistolik 120–139 mmHg dan nilai diastolik 80-
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
77
89; katagori hipertensi derajat 1 dengan nilai sistolik 140–159 mmHg dan nilai diastolik 90-99 mmHg; katagori hipertensi derajat 2 dengan nilai sistolik ≥160 mmHg dan nilai diastolik ≥100 mmHg (US Departement Of Health, 2004). 6.1.3
Tekanan darah sesudah dilakukan terapi SEFT Hasil penelitian berdasarkan nilai rata-rata tekanan darah sistolik dan nilai rata-rata tekanan darah diastolik sesudah diberikan terapi SEFT menunjukkan bahwa tekanan darah responden sesudah diberikan terapi SEFT termasuk katagori kedua. Katagori ini berdasarkan pembagian hipertensi menurut Joint National Committe on Prevention Detection, Evaluation, and Treatment of High Pressure VII (JNC –VII) (US Departement Of Health, 2004).
6.1.4
Pengaruh terapi SEFT terhadap tekanan darah pasien hipertensi Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan tekanan darah sistolik pada pasien hipertensi sebelum dan sesudah dilakukan terapi SEFT. Demikian juga bahwa ada perbedaan tekanan darah diastolik pada pasien hipertensi sebelum dan sesudah dilakukan terapi SEFT. Dapat ditarik kesimpulan bahwa ada pengaruh SEFT terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi. Tekanan darah yang tinggi pada pasien hipertensi erat kaitannya dengan stres emosional yang dialami oleh pasien. Tekanan emosional yang timbul biasanya karena pikiran mereka tentang kesembuhan penyakit hipertensi yang relatif kecil, ancaman akan kematian, aturan diet yang ketat maupun penyakit komplikasi yang akan terjadi di kemudian hari. Keadaan emosional pasien yang semakin tidak stabil ini justru akan memperparah penyakit hipertensinya (Smeltzer, 2004). Hasil penelitian Richman (2010) juga menjelaskan bahwa tekanan emosional yang berlangsung secara terus-menerus pada akhirnya dapat meningkatkan level kecemasan individu bahkan bisa menyebabkan depresi. Pengaruhnya terhadap
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
78
kesehatan adalah individu bisa mengembangkan penyakit jantung koroner dan memperburuk keadaan hipertensinya. Pengalaman suatu penyakit akan membangkitkan berbagai perasaan dan reaksi stres, termasuk frustasi, kecemasan, kemarahan, penyangkalan, rasa malu, berduka dan ketidakpastian. Mereka yang menderita penyakit, seperti pasien hipertensi ini, bersama dengan keluarganya harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan berbagai stadium penyakit. Gejala yang menyakitkan dan mengganggu dapat mengarah pada pemeriksaan diagnostik dan pengobatan medis. Pertanyaan dapat timbul mengenai prognosis, kemungkinan sembuh, perubahan fungsi tubuh dan reaksi dari orang lain, terutama dari orang-orang terdekat. Jika hospitalisasi menjadi keharusan, hal tersebut akan menimbulkan stres akibat menempatkan individu tersebut ke dalam lingkungan yang tidak biasa dan kadang menakutkan yang akan mendorong ke arah perasaan ketidakberdayaan dan kehilangan
kontrol.
Penyakit
kronis,
seperti
hipertensi
akan
mengakibatkan perubahan gaya hidup dengan masa depan yang tidak pasti (Smeltzer, 2004). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa orang yang menderita penyakit tertentu seperti hipertensi maka terkadang menjadi sangat peka dan rentan. Seluruh kehidupannya berubah, setidaknya untuk sementara. Mereka dibayangi dengan kenangan masa lalu sementara menghadapi realitas saat ini dan masa depan yang tidak pasti. Hal-hal mengenai kematian, ketergantungan, ketidakberdayaan dan gangguan harga diri akan muncul ke permukaan. Ketika seseorang mengalami stres emosional seperti gelisah,ketakutan, kecemasan dan marah maka akan menstimulasi pusat vasomotor yang terletak di medula spinalis, batang otak, hipotalamus juga bagian korteks serebri, khususnya korteks limbik. Selanjutnya dari pusat vasomotor dilepaskan impuls simpatis yang akan meningkatkan denyut jantung dan
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
79
menghasilkan vasokonstriksi perifer sehingga tekanan darah akan meningkat. Tekanan arteri ditentukan oleh dua faktor, yaitu daya dorong darah dari jantung dan tahanan terhadap aliran darah yang melewati pembuluh darah perifer. Perangsangan simpatis meningkatkan daya dorong oleh jantung dan tahanan terhadap aliran darah yang akan meningkatkan tekanan arteri (Moser & Riegel, 2008). Perangsangan saraf simpatis yang menuju medula adrenal menyebabkan pelepasan sejumlah besar epinefrin dan norepinefrin ke dalam sirkulasi darah dan kedua hormon ini kemudian dibawa dalam darah ke semua jaringan tubuh. Efek keduanya hampir sama pada seluruh tubuh seperti pada perangsangan langsung serabut simpatis, hanya saja efek yang ditimbulkannya lebih lama, berlangsung 2 sampai 4 menit setelah perangsangan selesai. Selain itu, korteks adrenal juga mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah (Moser & Riegel, 2008). Vasokonstriksi dapat menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan
pelepasan
renin.
Renin
merangsang
pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensi II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Peningkatan volume intravaskuler kemudian meningkatkan tekanan arteri selama berjam-jam dan berhari-hari berikutnya. Efek jangka panjang ini, yang bekerja melalui mekanisme volume cairan, bahkan lebih kuat daripada
mekanisme
vasokonstriktor
akut
dalam
menyebabkan
peningkatan tekanan arteri (Smeltzer, 2004; Guyton & Hall, 2007). Pengaruh stres emosional terhadap tekanan darah juga dijelaskan oleh Connais (2009). Dia menerangkan bahwa sistem saraf otonom memiliki dua komponen utama yang membantu dalam mengenali dan mengolah
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
80
rangsangan, yaitu sistem saraf simpatik (akselerator respon stres) dan sistem saraf parasimpatis (inhibitor respon stres). Stresor emosional dapat menyebabkan sistem saraf simpatis menjadi lebih sensitif dan aktif lebih dari biasanya. Beberapa respon fisiologis yang ia catat adalah peningkatan denyut jantung dan konstriksi pembuluh darah ke organ dan ekstremitas. Hasil penelitian Crofford (2002) dan Scaer (2007)
juga menegaskan
hubungan stres emosional terhadap peningkatan tekanan darah. Ketika seseorang mengalami stres emosional, maka stimulus ini bertindak sebagai masukan dari sistem organ ke thalamus, thalamus kemudian mengirimkan sinyal ke korteks serebral dan sistem limbik. Sinyal juga dikirim dari korteks sensorik ke lokus coeruleus, yang juga mengirim pesan ke amigdala bagian kanan. Amigdala meneruskan impuls ke hipokampus, yang pada gilirannya mengirim pesan ke orbitofrontal cortex (OFC). Hipotalamus menerima informasi dari OFC yang kemudian mengaktifkan sistem saraf otonom. Hal ini menyebabkan pelepasan epinefrin (adrenalin) sehingga berakibat menyempitkan pembuluh darah di kulit dan organ perut, melebarkan pembuluh darah di otot rangka, meningkatkan denyut nadi, tekanan darah dan cardiac input. Dari beberapa uraian hasil studi tersebut menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara stres emosional yang dialami seseorang dengan terjadinya peningkatan tekanan darah dalam tubuhnya. Bila stres ini dialami dalam jangka waktu yang lama, maka seseorang akan beresiko untuk menderita penyakit hipertensi. Bila hal ini terjadi pada mereka yang telah didiagnosa hipertensi tentunya akan semakin memperparah keadaan hipertensinya. Terapi SEFT termasuk teknik relaksasi, merupakan salah satu bentuk mind-body therapy dari terapi komplementer dan alternatif dalam keperawatan. Teknik ini menggabungkan sistem energi tubuh (energy medicine) dan terapi spiritual yang digunakan sebagai salah satu tehnik terapi untuk mengatasi masalah emosional dan fisik, yaitu dengan
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
81
melakukan ketukan ringan (tapping) pada titik syaraf (meridian tubuh). Spiritual dalam SEFT adalah doa yang diafirmasikan oleh klien pada saat akan dimulai hingga sesi terapi berakhir, yaitu pada fase set-up, tune-in dan tapping. Pada fase set-up, pasien diminta untuk berdoa kepada Tuhan dengan penuh rasa khusyu’, ikhlas dan pasrah bahwa apapun masalah dan rasa sakit yang dialami saat ini, kita ikhlas menerima dan kita pasrahkan kesembuhannya pada Tuhan Yang Maha Esa. Pada fase tune-in, dilakukan dengan cara merasakan rasa sakit yang dialami, lalu mengarahkan pikiran ke tempat rasa sakit, dibarengi dengan hati dan mulut mengucapkan doa : “Ya Allah saya ikhlas, saya pasrah…” atau “Ya Allah saya ikhlas menerima sakit saya ini, saya pasrahkan kepada-Mu kesembuhan saya”. Bersamaan dengan tune - in ini kita melakukan fase ketiga yaitu tapping. Pada proses ini (tune – in yang dibarengi dengan tapping), kita menetralisir emosi negatif atau rasa sakit fisik. pasien juga diminta mengucapkan doa dengan kalimat tertentu ketika setiap titik-titik meridian diketuk ringan selama tapping (Zainuddin, 2009). Sumiati (2010) menyebutkan dalam bukunya bahwa berdoa adalah bagian dari beribadah, merupakan pengakuan bahwa seseorang bergantung pada satu-satunya Tuhan yang menciptakan manusia dan alam semesta. Dengan pengakuan ini, timbul rasa aman dalam jiwa manusia, bahwa ada pendukung hidupnya yang amat dekat, yang tidak akan membuatnya sedih. Nilai ibadah sangat penting dalam mengurangi tekanan emosional sehingga berpengaruh pada proses terjadinya hipertensi maupun prognosisnya. Dengan peningkatan motivasi beribadah dan sikap beribadah, maka akan memperkuat mental dan psikis seseorang serta mendapatkan ketenangan. Dengan mengingat Allah maka harinya akan menjadi tenang dan tenteram, seperti firman Allah dalam Al-Quran surat Al-Rad (13:28). Allah berfirman :”Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram” (Sumiati, 2010).
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
82
Motivasi dan sikap beribadah yang ikhlas dapat dijadikan alternatif sebagai psikoterapi suportif yang dapat menstabilkan hormon stres yang biasanya terpicu dalam jumlah banyak ketika stresor yang datang bertubitubi dan menyebabkan gejala psikosomatis. Terapi pasien di rumah sakit gangguan
psikosomatik
biasanya
disarankan
untuk
mempertinggi
ibadahnya sehingga selain diberikan pengobatan somatoterapi, maupun manipulasi lingkungan juga diberikan beberapa tuntunan ibadah, seperti menjalankan shalat lima waktu, shalat tahajjud pada sepertiga akhir malam, puasa sunnah, dzikir dan sedekah. Nasehat secara verbal dapat memberi support kepada pasien agar dapat menjalani hidup ini dengan lebih rileks (Sumiati, 2010). Pengaruh aspek spiritual pada pemyembuhan, penatalaksanaan penyakit, ansietas dan penerimaan kematian telah menjadi perhatian perawat. Asuhan keperawatan meliputi pengenalan dan dukungan spiritual manusia. Karakter spiritual dalam keperawatan menunjukkan pengenalan bahwa faktor alam yang tidak nampak dan tidak dapat diraba mempengaruhi pikiran dan perilaku. Pengenalan ini meliputi agama dan keyakinan supranatural. Ketika orang merasakan kekuatan dan pengaruh luar dari keberadaan fisik dan waktu, mereka dikatakan telah mengalami aspek metafisikal dari karakter spiritual. Mendukung dan mengizinkan pasien untuk membicarakan keyakinan mereka akan mendekatkan mereka pada sumber dorongan spiritualnya. Hal ini membantu pemberian kekuatan dan penyembuhan (Hudak, 1997). Beberapa uraian di atas menjelaskan bahwa manfaat dari pendekatan spiritual bagi pasien adalah memberikan ketenangan, harapan dan memperkuat mental selama sakit atau saat menjalani perawatan di rumah sakit. Pasien menjadi lebih rileks menjalani kesehariannya. Smeltzer (2004) menyebutkan bahwa relaksasi menghasilkan respon yang dapat memerangi respon stres. Aktifitas hipotalamus akan dihambat dan akan terjadi penurunan aktifitas saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Urutan
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
83
efek fisiologis dan gejala maupun tandanya akan terputus dan stres psikologis akan berkurang. Efek khususnya pada pembuluh darah akan terjadi pada penurunan tekanan darah pasien. 6.2 Keterbatasan penelitian 6.2.1
Desain penelitian Desain penelitian ini menggunakan desain the one group pretest – posttest design. Kekurangan desain ini adalah hasilnya tidak dapat diklaim sebagai mutlak efek dari perlakuan yang diberikan. Masih ada kemungkinan faktor lain yang mempengaruhi hasil penelitian. Pada penelitian ini responden mendapatkan terapi SEFT dan terapi antihipertensi. Walaupun terbukti terdapat penurunan tekanan darah pada responden tetapi tidak dapat disimpulkan ini merupakan murni efek tunggal dari SEFT.
6.2.2
Keadaan ruangan terapi Ruangan terapi tidak didesain untuk kebutuhan intervensi. Pada penelitian ini menggunakan ruangan khusus yang biasanya digunakan untuk konseling pasien. Dengan menggunakan ruangan tersebut privasi klien memang terjaga. Namun keadaan lingkungan sekitarnya agak bising, maka sedikit mengganggu responden untuk mendengarkan instruksi peneliti dan responden agak kesulitan untuk mengkonsentrasikan pikirannya.
6.2.3
Tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan di 4 ruang rawat pasien dimana tipe ruangannya tidak sama. Responden dari ruang penyakit dalam dan ruang jantung adalah kelas 3 sedangkan responden dari ruang Mayang Mangurai dan ruang Pinang Masak adalah kelas VIP. Perbedaan tipe ruang rawat ini mungkin akan berpengaruh pada hasil penelitian.
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
84
6.3 Implikasi hasil penelitian 6.3.1
Pelayanan keperawatan Hasil penelitian ini telah membuktikan bahwa intervensi keperawatan mandiri melalui terapi SEFT pada pasien hipertensi mempunyai pengaruh yang signifikan dalam menurunkan tekanan darah. Walaupun demikian terapi SEFT tidak dapat disimpulkan sebagai penyebab tunggal penurunana tekanan darah. Pasien hipertensi yang dirawat mempunyai masalah yang sangat kompleks sehingga membutuhkan perawatan yang holistik. Perawat dituntut untuk mampu memberikan asuhan keperawatan yang mandiri disamping tindakan kolaboratif. Terapi SEFT merupakan teknik relaksasi yang termasuk ke dalam bentuk mind-body therapy yang telah terbukti manfaatnya untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan fisik maupun masalah psikologi seseorang, termasuk masalah stres emosional yang biasa dialami oleh pasien-pasien yang dirawat di rumah sakit. Pada pasien hipertensi sangat rentan mengalami masalah-masalah emosional seperti kecemasan, depresi, takut, marah, merasa tak berdaya dan masalah psikis lainnya yang semuanya sangat berpengaruh pada peningkatan dan ketidakstabilan tekanan darah pasien. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa terapi SEFT dapat membantu menurunkan tekanan darah pasien. Dengan demikian hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi perawat untuk menjadikan terapi SEFT sebagai salah satu intervensi keperawatan mandiri dan memasukkan terapi SEFT dalam protap penatalaksanaan pasien hipertensi. penelitian ini juga dapat memberikan kontribusi terhadap perubahan perilaku dan pola pikir perawat yang cenderung hanya memberikan tindakan kolaboratif dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien hipertensi.
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
85
6.3.2
Pendidikan keperawatan Penelitian ini telah menunjukkan bahwa terapi atau intervensi fisik dan psikologi melalui terapi SEFT dapat membantu menurunkan tekanan darah pasien bipertensi. Hasil penelitian ini memberikan peluang bagi perkembangan ilmu keperawatan untuk mengembangkan intervensi keperawatan sesuai evidence based practice. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat memperkuat keilmuan keperawatan, karenanya institusi pendidikan keperawatan perlu melakukan sosialisasi dan aplikasi intervensi keperawatan mandiri dalam memberikan asuhan keperawatan kepada peserta didiknya.
6.3.3
Penelitian keperawatan Penelitian ini bersifat aplikatif, diharapkan dapat direplikasi atau dikembangkan lebih lanjut untuk memperkaya ilmu pengetahuan keperawatan terutama intervensi keperawatan mandiri yang berbasis terapi komplementer. Penelitian ini telah memberikan informasi baru mengenai terapi SEFT sehingga dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya yang sejenis dengan jumlah sampel yang lebih besar atau mengidentifikasi terapi SEFT pada kondisi atau penyakit lain.
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
86
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan a. Responden rata-rata termasuk katagori usia dewasa akhir/lanjut, lebih dari separuh berjenis kelamin laki-laki, lebih dari separuh memiliki riwayat anggota keluarga dengan atau pernah menderita hipertensi atau penyakit lain yang terkait hipertensi. dan lebih dari separuh memiliki penyakit penyerta lain selama dirawat di rumah sakit. b. Karakteristik responden meliputi umur, jenis kelamin, riwayat penyakit keluarga dan penyakit penyerta tidak berpengaruh terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi yang diberikan terapi SEFT. c. Tekanan darah responden sebelum diberikan terapi SEFT termasuk katagori ketiga yaitu hipertensi derajat 1. d. Tekanan darah responden sesudah diberikan terapi SEFT termasuk katagori kedua yaitu prehipertensi e. Ada pengaruh terapi SEFT terhadap penurunan tekanan darah sistolik pada pasien hipertensi f. Ada pengaruh terapi SEFT terhadap penurunan tekanan darah diastolik pada pasien hipertensi g. Ada pengaruh terapi SEFT terhadap tekanan darah pasien hipertensi
7.2 Saran a. Bagi Pelayanan Keperawatan Terapi SEFT dapat dijadikan salah satu intervensi keperawatan mandiri untuk
membantu
menurunkan
tekanan
darah
pasien
hipertensi.
Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan perawat dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dengan mengikuti seminar atau pelatihan terapi SEFT dan melakukan evidence based practice. Perawat dapat memberikan terapi SEFT ini pada pasien hipertensi yang dirawat minimal 1 kali sehari. Perawat dapat juga mengajarkan teknik ini pada pasien dan keluarga sehingga mereka dapat melakukannya secara mandiri. Bagi
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
87
manajer keperawatan dapat mempertimbangkan untuk menjadikan hasil penelitian ini sebagai dasar dalam menyusun rencana asuhan keperawatan atau prosedur standar operasional untuk perawatan pasien hipertensi. b. Bagi Pendidikan Keperawatan Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber bagi perkembangan ilmu pengetahuan keperawatan, khususnya yang terkait dengan intervensi keperawatan mandiri pada pasien hipertensi dengan menitikberatkan pada terapi relaksasi SEFT. Bagi pendidikan keperawatan diharapkan dapat memasukkan materi terapi komplementer terutama macam-macam teknik relaksasi ke dalam kurikulum pendidikan keperawatan pada mata ajar kebutuhan dasar manusia dan keperawatan medikal bedah. c. Bagi penelitian Selanjutnya 1) Penelitian ini menjadi rujukan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan
desain
penelitian
memiliki
validitas
tinggi
misalnya
randomised controlled trial (RCT), jumlah sampel yang lebih besar, randomisasi sampel sehingga dapat menyempurnakan penelitian ini. 2) Penelitian selanjutnya menggunakan pendekatan pretest-posttest with control group dan mengontrol faktor perancu dengan memperketat kriteria inklusi. 3) Penelitian selanjutnya menggunakan jenis antihipertensi yang sama untuk semua responden. 4) Penelitian selanjutnya dilaksanakan di ruang rawat dengan kelas yang sama. 5) Penelitian selanjutnya mendesain ruang terapi khusus untuk terapi SEFT yang lebih privat dan tenang sehingga hasil penelitian lebih akurat.
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
88
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, A. J. (2003). High Blood Pressure: The Flow of Life. Total Health, 26, 33-35. Oktober 5, 2012. http://search.proquest.com/docview/210210449?accountid=17242 Alligood, M. R., & Tomay, A. M. (2006). Nursing Theorist and Their Work. Missouri : Mosby Alligood, M. R., & Tomay, A. M. (2006). Nursing Theory : Utilization and Application. Missouri : Mosby Anderson, N. B. (1989). Racial Differences In Stress-Induced Cardiovascular Reactivity And Hypertension: Current Status And Substantive Issues. Psychological Bulletin. Oktber 12, 2012. http://dx.doi.org/10.1037/0033-2909.105.1.89 Anwar, Z. (2011). Model Terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) Untuk Mengatasi Gangguan Fobia Spesifik. Juli, 2011. Universitas Muhammadiyah Malang, Direktorat Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat. http://www.umm.ac.id Bartzokis, G. (2008). At Age 40, Both Brain And Body Start To Slow : New Research May Explain Why It's Tough To Be A Top Athlete In Middle Age. The Associated Press. Januari 10, 2013. http://www.msnbc.msn.com Beevers, D. G.(2009). Seri Kesehatan Tekanan Darah. Jakarta : Dian Rakyat Black, J. M, & Hawks, J. H. (2009). Medical-Surgical Nursing : Clinical Management For Positive Outcomes. 8th Edition. Volume 1. Singapore : Elsevier Black, J. M., & Hawks, J. H. (2009). Medical-Surgical Nursing : Clinical Management For Positive Outcomes. 8th Edition. Volume 2. Singapore : Elsevier Blood Pressure; Clemson Researcher Says High Blood Pressure May Lead To Missed Emotional Cues. (2011). Psychology & Psychiatry Journal, , 65. Oktober 13,2012. http://search.proquest.com/docview/904364947?accountid=17242 Brookes, L. (2008). Blood Pressure, Diabetes, Gender, and Race : What, When, How It Is, or Is Not, Treated. Hypertension Highlights Medscape Cardiology. Desember 20, 2012. http://www.medscape.com
Universitas Indonesia
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
89
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., & Dochterman, J. M. (2008). Nursing Intervenstion Classification (NIC). St. Louis Missouri : Mosby Elsevier Charasuraisin, C. (2008). Acute Effect of A Single High-Fat Meal on Forearm Blood Flow, Blood Pressure And Heart Rate in Healthy Male Asians And Caucasians. Loma Linda University. ProQuest Dissertations and Theses, , 147-n/a. Oktober 12, 2012. http://search.proquest.com/docview/304562116?accountid=17242. Cheriyan, J., Eniery, C.,& Wilkinson, I. (2010). Hypertension. New York : Oxford University Press Chow, Y. W. Y. (2011). The Effects of Qigong on Reducing Stress, Anxiety And Enhancing Body-Mind Wellbeing. Hong Kong Polytechnic University (Hong Kong). ProQuest Dissertations and Theses. Oktober 22, 2012. http://search.proquest.com/docview/929300886?accountid=17242.(9293008 86) Clemson University. (2004). Higher Blood Pressure May Blunt Emotional Responses. Biotech Week, , 160-160. Oktober 22, 2012. http://search.proquest.com/docview/205593802?accountid=17242 Connais, C. R. (2009). The effectiveness of emotional freedom technique on the somatic symptoms of fibromyalgia. The University of the Rockies. ProQuest Dissertations and Theses. November 19, 2012. http://search.proquest.com/docview/305082332?accountid=17242 Crofford, L. J. (2002). The Hypothalamic-Pituitary-Adrenal Axis In Fibromyalgia: Where Are We In 2001? Journal of Musculoskeletal Pain, 10(1/2), 215-220. November 19, 2012. http://search.proquest.com/docview/904364947?accountid=17242 Data Laboratorium Klinik Prodia. (2005). Batasan Kadar Lipid/Lemak Dalam Darah. Jakarta : Prodia Dempsey, P. A. (2002). Riset Keperawatan. Jakarta : EGC DEPKES RI. (2006). Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi. Jakarta : Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular DEPKES RI. (2007). Peraturan Menteri Kesehatan No. 1109 Tentang Penyelenggaran Pengobatan Komplementer-Alternatif. September 12, 2012. Dharma, K. K. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta : Trans Info Media
Universitas Indonesia
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
90
Dharmeizar. (2012). Hipertensi. Medicinus Scientific Journal Of Pharmaceutical Development And Medical Application, 3-8. Fallon, J. (2008). Yoga As An Intervention For Stress Reduction And Enhanced Wellbeing In African American Athletes. Utah State University. ProQuest Dissertations and Theses. Oktober 12, 2012. http://search.proquest.com/docview/304432976?accountid=17242.(3044329 76) Fattahova, N. (2010, Dec 05). Emotional Freedom Techniques Reduce Psychological Problems. McClatchy - Tribune Business News. Desember 2, 2012. http://search.proquest.com/docview/815884559?accountid=17242 Galobardes, B., & Morabia, A. (2003). Measuring The Habitat As An Indicator Of Socioeconomic Position: Methodology And Its Association With Hypertension. Journal Of Epidemiology And Community Health, 57(4), 248-53. Oktober 12, 2012. http://search.proquest.com/docview/195364730?accountid=17242 Gudmundsdottir, H., Høieggen, A., Stenehjem, A., Waldum, B., & Os, I. (2012). Hypertension in Women. Therapeutic Advances in Chronic Disease. Desember 20, 2012. http://www.medscape.com Guyton, A. C, & Hall, J. E. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 11. Jakarta : EGC Hakam, M., Yetti, K., & Hariyati, R. S. T. (2009). Intervensi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) untuk mengurangi rasa nyeri pasien kanker. Makara, Kesehatan, 95-99 Hartono, B. (2011). Hipertensi: The Silent Killer. Perhimpunan Hipertensi Indonesia diunduh dari http://www.inash.or.id. Januari 1, 2013 Harvard School Of Public Health. (2009). Smoking, High Blood Pressure And Being Overweight Top 3 Preventable Causes Of Death In The US. NewsRx Health & Science. Oktober 12, 2012. http://search.proquest.com/docview/212086457?accountid=17242 Hastono, S. P. (2007). Analisis Data Kesehatan. Jakarta : FKM UI Hastono, S. P., & Sabri, L. (2010). Statistik Kesehatan. Jakarta : Rajawali Pers Hawks, J, H., & Moyad, M. A. (2003). CAM: Definition And Classification Overview. Urologic Nursing, 23(3), 221-3. Oktober 12, 2012.http://search.proquest.com/docview/220165542?accountid=17242
Universitas Indonesia
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
91
Haynes, T. (2010). Effectiveness Of Emotional Freedom Techniques On Occupational Stress For Preschool Teachers. The University of the Rockies. ProQuest Dissertations and Theses. Oktober 12, 2012.http://search.proquest.com/docview/748216866?accountid=17242.(74 8216866) Hemmingway, P. (2009). Emotional Freedom Technique - EFT. Foods Matter, , 4-7. Oktober 12, 2012. http://search.proquest.com/docview/214044493?accountid=17242 Hudak, C. (1997). Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC Hurlock, E. B. (2001). Developmental Psychology: A Life-span Approach. New York : Tata McGraw-Hill Lee, P. C. (2005). Cognition And Affect In Leader Behavior: The Effects Of Spirituality, Psychological Empowerment, And Emotional Intelligence On The Motivation To Lead. Regent University). ProQuest Dissertations and Theses. Oktober 12, 2012. http://search.proquest.com/docview/305379548?accountid=17242.(3053795 48) Loyd, A. (2011). The Healing Code : 6 Minutes to Heal the Source of Your Health, Success, or Relationship Issue. New York : Grand Central Life & Style McKee, M. C. (2008). Transformational Leadership, Workplace Spirituality And Employee Well-Being : A Mixed-Method Study. Saint Mary's University (Canada). ProQuest Dissertations and Theses. Oktober 12, 2012. http://search.proquest.com/docview/756028492?accountid=17242.(7560284 92) Miller, P. H. (2009). Theories of Developmental Psychology. New York : Worth Publishers Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M., & Swanson, E. (2008). Nursing Outcomes Classification ( NOC). St. Louis Missouri : Mosby Elsevier Moritz, S., Quan, H., Rickhi, B., Liu, M., & al, e. (2006). A Home Study-Based Spirituality Education Program Decreases Emotional Distress And Increases Quality Of Life-A Randomized, Controlled Trial. Alternative Therapies in Health and Medicine. Oktober 12, 2012. http://search.proquest.com/docview/204833727?accountid=17242 Moser, D. K, & Riegel, B. (2008). Cardiac Nursing : A Companion to Braunwald’s Heart Disease. Missouri : Saunders Elsevier
Universitas Indonesia
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
92
Moutquin, J., Garner, P. R., Burrows, R. F., Rey, E., & al, e. (1997). Report of the canadian hypertension society consensus conference: 2. Nonpharmacologic management and prevention of hypertensive disorders in pregnancy. Canadian Medical Association Journal. November 19, 2012. http://search.proquest.com/docview/205002976?accountid=17242 Murti, B. (1996). Penerapan Metode Statistik Non-parametrik dalam Ilmu-Ilmu Kesehatan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama New Survey Finds Majority Of Adults Don't Understand A Key Source Of High Blood Pressure. (2009, Jun 10). PR Newswire. Desember 5, 2012. http://search.proquest.com/docview/453837478?accountid=17242 North American Nursing Diagnosis Association Interbational. (2009). Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : EGC Ostchega, Y., Dillon, Y. F., Hughes, J.P., Carroll, M.,& Yoon, S. (2007). Trends in Hypertension Prevalence, Awareness, Treatment, and Control in Older U.S. Adults: Data from the National Health and Nutrition Examination Survey 1988 to 2004. Journal of the American Geriatrics Society. November 19, 2012. http://dx.doi.org/10.1007/s10865-008-9173-4 Pagano, M. (1993). Principles of Biostatistics. California : Wadsworth Publishing Company Perry, G. A & Potter, A. P. (2005). Fundamentals of Nursing. (6th edition). Elsevier Mosby Pollit, D. F. & Beck, C. T. (2006). Essential of Nursing Research; Methods, Appraisal and Utilization, (6th edition). Philadelphia : Lippincott William & Walkins Price, S. A. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC Pusat Data Dan Informasi DEPKES RI. (2009). Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia Rahajeng, E & Tuminah, S. (2009, Desember 12). Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia, 580-587 Räikkönen, K., Matthews, K. A., Flory, J. D., Owens, J. F., & Gump, B. B. (1999). Effects Of Optimism, Pessimism, And Trait Anxiety On Ambulatory Blood Pressure And Mood During Everyday Life. Journal of Personality and Social Psychology, 76(1), 104-113. Oktober 12, 2012. http://dx.doi.org/10.1037/0022-3514.76.1.104
Universitas Indonesia
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
93
Reich, H. (2010). AQualitative Study Of Heart-Mind Coherence Techniques For Stress Relief And Mental And Emotional Self-Management. California Institute of Integral Studies). ProQuest Dissertations and Theses. Oktober 15, 2012. http://search.proquest.com/docview/734812043?accountid=17242 Rekam Medis. (2012). Data Jumlah Pasien Rawat Inap Berdasarkan Jenis Penyakit. RSUD Raden Mattaher Jambi Richman, L., Pek, J., Pascoe, E., & Bauer, D. J. (2010). The Effects Of Perceived Discrimination On Ambulatory Blood Pressure And Affective Responses To Interpersonal Stress Modeled Over 24 Hours. Health Psychology, 29(4), 403-411. Oktober 10, 2012. http://dx.doi.org/10.1037/a0019045 Riduwan. (2007). Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung : Alfabeta Roberts, J. (1995). Medicine and Books : Healing Words: The Power Of Prayer And The Practice Of Medicine By Larry Dossey. British Medical Journal. November 19, 2012. http://search.proquest.com/docview/204021437?accountid=17242 Roter, D. L., & Ewart, C. K. (1992). Emotional Inhibition In Essential Hypertension: Obstacle To Communication During Medical Visits? Health Psychology. Oktober 4, 2012. http://dx.doi.org/10.1037/0278-6133.11.3.163 Ruohonen, S. T., Savontaus, E., Rinne, P., Rosmaninho, J., Cavadas, C.,& Ruskoaho, H. (2009). Stress-Induced Hypertension And Increased Sympathetic Activity In Mice Overexpressing Neuropeptide Y In Noradrenergic Neurons. Neuroendocrinology. Oktober 15, 2012. http://search.proquest.com/docview/274749440?accountid=17242 Saputra, A. (2012). Buku Terapi Emotional Freedom Technique. Yogyakarta : NQ Publishing Sastroasmoro, S. (2010). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta : Sagung Seto Scaer, R. C. (2005). The Trauma Spectrum: Hidden Wounds And Human Resiliency. New York : W. Norton. Shephard, R., J. (2007). Aging and Exercise. In: Encyclopedia of Sports Medicine and Science. Januari 10, 2013. School of Physical & Health Education and Dept. of Preventive Medicine & Biostatistics. Faculty of Medicine, University of Toronto, Canada.
Universitas Indonesia
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
94
Smeltzer, S. C. (2004). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart. ed. 8. Vol. 2. Jakarta : EGC Southard, D. R., Coates, T. J., Kolodner, K., Parker, F. C., Padgett, N. E., & Kennedy, H. L. (1986). Relationship Between Mood And Blood Pressure In The Natural Environment: An Adolescent Population. Health Psychology. Oktober 12, 2012. http://dx.doi.org/10.1037/0278-6133.5.5.469 Strasser, T. (1992). The Menace Of High Blood Pressure. World Health. Oktober 5, 2012. http://search.proquest.com/docview/214124324?accountid=17242 Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta Sumiati. (2010). Penanganan Stress Pada Penyakit Jantung Koroner. Jakarta : Trans Info Media Suselo. (2010). Efektifitas Terapi Musik Terhadap Penurunan Tanda-Tanda Vital Pada Pasien Hipertensi di RSUD Jayapura. Depok : Universitas Indonesia. http://lontar.ui.ac.id/opac/ui/ Tedjasukmana, D. (2008). Buku Ajar Keperawatan Kardiologi Dasar. ed. 4. Jakarta : Diklat PJT-RSCM Thayib, S. (2010). Preview Spiritual Emotional Freedom Technique. Surabaya : LoGOS Institute Tjokronegoro, A., & Utama, H. (2001). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI Trivedi, R. B., Ayotte, B., Edelman, D., & Bosworth, H. B. (2008). The Association Of Emotional Well-Being And Marital Status With Treatment Adherence Among Patients With Hypertension. Journal of Behavioral Medicine. Oktober 12, 2012. Ungar, A., Pepe, G., Lambertucci, L., Fedeli, A., Monami, M., Mannucci, E., Gabbani, L., Masotti, G., Marchionni, N., & Bari, M. (2012). Low Diastolic Ambulatory Blood Pressure Is Associated with Greater All-Cause Mortality in Older Patients with Hypertension. Geriatric Soc. Oktober 11, 2012. http://www.medscape.com University of Navarra; High Blood Pressure Causes Pathological Scars In The Heart. (2005). Biotech Week. Oktober 26, 2012. http://search.proquest.com/docview/274749440?accountid=17242
Universitas Indonesia
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
95
US Departement Of Health. (2004). The Seventh Report Of The Joint National Committee On Prevention, Detection, Evaluation, And Treatment Of High Blood Pressure. US Departement Of Health And Human Services, National Institutes Of Health, National Hearth, Lung And Blood Institute Whelton, P. K., Appel, L., & al, e. (1992). The Effects Of Nonpharmacologic Interventions On Blood Pressure Of Persons With High Normal Levels: Results of The Trials Of Hypertension Prevention, Phase I. JAMA. Oktober 12, 2012. http://search.proquest.com/docview/211333810?accountid=17242 Wiryana, M. (2008). Manajemen Perioperatif Pada Hipertensi. Jurnal Penyakit Dalam FK UNUD, 144-153 Wong, W. T. J. (2009). Oxidative stress and cyclo-oxygenase-2 mediate endothelial dysfunction in diabetes and hypertension. The Chinese University of Hong Kong (Hong Kong). ProQuest Dissertations and Theses. November 19, 2012. http://search.proquest.com/docview/1019283716?accountid=17242.(101928 3716) Zainuddin, A. F. (2009). Spiritual Emotional Freedom Technique. Jakarta : Afzan Publishing
Universitas Indonesia
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
xvii Universitas Indonesia
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
Lampiran 1 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS INDONESIA
PENJELASAN PENELITIAN
Judul Penelitian
:
Pengaruh Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) Terhadap Tekanan Darah Penderita Hipertensi Di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi 2012
Peneliti
:
Dewi Masyitah
NPM
:
1006833602
Saya mahasiswa program pascasarjana ilmu keperawatan kekhususan keperawatan medikal bedah universitas indonesia, bermaksud melaksanakan penelitian untuk mengetahui pengaruh terapi SEFT terhadap tekanan darah penderita hipertensi. Penelitian ini bermanfaat untuk membantu meningkatkan relaksasi dan menurunkan tingkat stres emosionalbagi pasien hipertensi yang pada akhirnya juga dapat menurunkan tekanan darahnya. Bapak/Ibu yang berpartisipasi dalam penelitian ini akan mendapat terapi SEFT1 kali sehari selama 3 hari sehingga keseluruhan 3 kali terapi. Sesi terapi SEFT akan dilakukan antara pukul 06.00 – 07.00 selama ± 15 menit.
Sebelum dan sesudah pelaksanaan terapi SEFT, tekanan darah Bapak/Ibu akan diukur dengan menggunakan tensimeter digital. Bapak /Ibu diperbolehkan melakukan pengukuran tekanan darah sendiri diantara waktu yang telah ditentukan dan hasilnya tidak didokumentasikan sebagai hasil penelitian.
Peneliti menjamin bahwa penelitian ini tidak akan berdampak negatif bagi Bapak/Ibu. Apabila selama berpartisipasi dalam penelitian ini Bapak/ibu mengalami ketidaknyamanan maka Bapak/Ibu mempunyai hak untuk berhenti atau keluar dari penelitian ini. Kami berjanji akan menjunjung tinggi hak-hak Bapak/Ibu sebagai responden dengan menjaga kerahasiaan data yang diperoleh, baik dalam proses pengumpulan, pengolahan maupun penyajian data.
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
Peneliti juga menghargai keinginan Bapak/Ibu untuk tidak berpartisipasi/keluar kapan saja dari penelitian ini. apabila terdapat hal-hal yang kurang jelas mengenai prosedur penelitian, maka Bapak/Ibu dapat langsung menanyakkan kepada peneliti.
Akhirnya melalui penjelasan ini, peneliti mengharapkan partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini dan peneliti menghaturkan terima kasih atas kesediaan dan partisipasi bapak/Ibu.
Jambi, November 2012 Peneliti
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
Lampiran 2
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS INDONESIA
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul Penelitian
:
Pengaruh Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) Terhadap Tekanan Darah Penderita Hipertensi Di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi 2012
Peneliti
:
Dewi Masyitah
NPM
:
1006833602
Peneliti telah memberikan penjelasan tentang penelitian yang akan dilaksanakan. Saya mengerti bahwa tujuan penelitian ini adlah untuk mengetahui Pengaruh Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) Terhadap Tekanan Darah Penderita Hipertensi.
Saya juga mengerti bahwa partipasi saya dalam penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan terapi relaksasi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) terhadap tekanan darah penderita hipertensi. saya mengerti bahwa resiko dari penelitian ini sangat kecil. Saya mengerti bahwa identitas dan catataan dalam penelitian ini akan dijamin kerahasiaannya dan hanya dipergunakan untuk keperluan penelitian.
Saya berhak untuk menghentikan keikutsertaan dalam penelitian ini kapan saja, serta berhak mendapatkan jawaban yang jelas mengenai prosedur penelitian yang akan dilakukan.
Responden
Jambi, November 2012 Peneliti,
………………………….
Dewi Masyitah
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
Lampiran 3
DATA RESPONDEN
1. Nomor responden
: ……………………………………………..
2. Inisial responden
: ……………………………………………..
3. Umur
: ……………………………………………..
4. Jenis Kelamin
: ……………………………………………..
5. Diagnosa medis
: ……………………………………………..
6. Penyakit penyerta
: ……………………………………………..
7. Riwayat penyakit keluarga
: ……………………………………………..
8. Terapi medis
: ……………………………………………..
9. Tekanan darah saat masuk RS
: ……………………………………………..
10. Tekanan darah sebelum intervensi
: ……………………………………..
11. Tekanan darah sesudah intervensi
: ……………………………………..
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
Lampiran 4
Melakukan SEFT
1. The Set – Up Bertujuan untuk memastikan agar aliran energi tubuh terarah dengan tepat. Langkah ini dilakukan untuk menetralisir “Psychological Reversal” atau “Perlawanan Psikologis” (biasanya berupa pikiran negatif spontan atau keyakinan bawah sadar negatif). Contoh psychological reversal ini diantaranya : •
Saya tidak bisa mencapai impian saya
•
Saya tidak mungkin sembuh dari sakit hipertensi
•
Saya kesal karena harus dirawat di ruangan ini
•
Saya menyerah, saya tidak mampu melakukannya, dsb.
The Set - Up sebenarnya terdiri dari 2 aktifitas, yaitu : Pertama, mengucapkan The Set – Up Word dengan penuh rasa khusyu’, ikhlas dan pasrah sebanyak 3 kali. Dalam bahasa religius, The Set – Up Words adalah doa kepasrahan kepada Allah SWT, bahwa apapun masalah dan rasa sakit yang dialami saat ini, kita ikhlas menerima dan kita pasrahkan kesembuhannya pada Allah SWT. The Set – Up harus diucapkan dengan perasaan untuk menetralisir Psychological Reversal (keyakinan dan pikiran negatif). Kedua, sambil mengucapkan The Set - Up Word dengan penuh perasaan, kita menekan dada kita, tepatnya di bagian “sore spot” (titik nyeri, letaknya di sekitar dada atas yang jika ditekan terasa agak sakit), atau mengetuk dengan dua ujung jari di bagian “karate chop”.
Gambar titik sore spot
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
Gambar titik karate chop
Contoh kalimat set – up (doa) untuk masalah fisik : “Ya Allah..meskipun kepala saya pusing karena darah tinggi, saya ikhlas menerima pusing saya ini, saya pasrahkan kepada-Mu pusing saya ini.” Contoh kalimat set – up (doa) untuk masalah emosi : “Ya Allah..meskipun saya cemas dengan penyakit hipertensi ini, saya ikhlas menerima kecemasan saya ini, saya pasrahkan kepada-Mu ketenangan hati saya.
2. The Tune - In Untuk masalah fisik, melakukan Tune
- in dengan cara merasakan rasa sakit yang
dialami, lalu mengarahkan pikiran ke tempat rasa sakit, dibarengi dengan hatti dan mulut mengatakan : “Ya Allah saya ikhlas, saya pasrah…” atau “Ya Allah saya ikhlas menerima sakit saya ini, saya pasrahkan kepada-Mu kesembuhan saya”. Untuk masalah emosi, Tune – in dilakukan dengan cara memikirkan sesuatu atau peristiwa spesifik tertentu yang dapat membangkitkan emosi negatif yang ingin kita hilangkan. Ketika terjadi reaksi negatif (marah, sedih, takut, dsb), hati dan mulut kita mengatakan, “Ya Allah..saya ikhlas..saya pasrah..”. Bersamaan dengan Tune - in ini kita melakukan langkah ketiga yaitu tapping. Pada proses ini (Tune – In yang dibarengi dengan tapping), kita menetralisir emosi negatif atau rasa sakit fisik.
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
3. The Tapping Tapping adalah mengetuk ringan denga dua ujung jari pada titik - titik tertentu di tubuh sambil terus Tune – in. titik – titik ini adalah titik – titik kunci dari “The Major Energy Meridians”, yang jika kita ketuk beberapa kali akan berdampak pada netralisirnya gangguan emosi atau rasa sakit yang kita rasakan. Karena aliran energi tubuh berjalan dengan normal dan seimbang kembaliBerikut adalah titik – titik tersebut :
1) CR = Crown Pad titik di bagian atas kepala (ubun – ubun)
Gambar tapping pada titik crown(ubun-ubun)
2) EB = Eye Brow Pada titik permulaan alis mata, dekat pangkal hidung
Gambar tapping pada titik eye brow (permulaan alis mata, dekat pangkal hidung)
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
3) SE = Side of the Eye Pada titik di atas tulang ujung mata sebelah luar
Gambar tapping pada titikSide of the Eye (di atas tulang ujung mata sebelah luar)
4) UE = Under the Eye Pada titik tepat di tulang bawah kelopak mata
Gambar tapping pada titikUnder the Eye (Pada titik tepat di tulang bawah kelopak mata)
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
5) UN = Under the Nose Letaknya tepat di bawah hidung
6) Ch = Chin Letaknya diantara dagu dan bagian bawah bibir
7) CB = Colar Bone Letaknya di ujung tempat bertemunya tulang dada dan tulang rusuk pertama
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
8) UA = Under the Arm Di bawah ketiak sejajar dengan puting susu (pria) atau tepat di bagian bawah tali bra (wanita).
9) BN = Below Nipple Letaknya 2,5 cm di bawah puting susu (pria) atau di perbatasan antara tulang dada dan bagian bawah payudara
10) IH = Inside of Hand Letaknya di bagian dalam tangan yang berbatasan dengan telapak tangan
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
11) OH = Outside of Hand Letaknya di bagian luar tangan yang berbatasan dengan telapak tangan
12) Th = Thumb Pada ibu jari di samping luar bagian bawah kuku
13) IF = Indeks Finger Pada jari telunjuk di samping luar bagian bawah kuku (di bagian yang menghadap ibu jari)
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
14) MF = Middle Finger Pada jari tengah di samping luar bagian bawah kuku (di bagian yang menghadap ibu jari)
15) RF = Ring Finger Pada jari manis di samping luar bagian bawah kuku (di bagian yang menghadap ibu jari)
16) BF = Baby Finger Pada jari kelingking di samping luar bagian bawah kuku (di bagian yang menghadap ibu jari)
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
17) KC = Karate Chop Letaknya di samping telapak tangan, bagian yang digunakan untuk mematahkan balok pada olahraga karate
18) GS = Gamut Spot Titik di bagian antara perpanjangan tulang jari manis dan tulang jari kelingking.Titik di bagian antara perpanjangan tulang jari manis dan tulang jari kelingking.
Khusus untuk Gamut Spot, sambil men-tapping titik tersebut, kita melakukan The 9 Gamut Procedure. Ini adalah 9 gerakan untuk merangsang otak. Tiap gerakan dimaksudkan untuk merangsang bagian otak tertentu. Sembilan gerakan itu dilakukan sambil tapping pada salah satu titik energi tubuh yang dinamakan “Gamut Spot”. Sembilan gerakan itu adalah : •
Menutup mata
•
Membuka mata
•
Mata digerakkan dengan kuat ke kanan bawah
•
Mata digerakkan dengan kuat ke kiri bawah
•
Memutar bola mata searah jarum jam
•
Memutar bola mata berlawanan arah jarum jam
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
•
Berguman dengan berirama selama 3 detik
•
Menghitung 1, 2, 3, 4, 5
•
Bergumam lagi selama 3 detik
The 9 Gamut Procedure ini dalam teknik psikoterapi kontemporer disebut dengan teknik EMDR (Eye Movement Desensitization Repatterning). Setelah menyelesaikan The 9 Gamut Procedure, langkah terakhir adalah mengulang lagi tapping dari titikpertama hingga ke-17 (berakhir di karate chop). Dan diakhiri dengan mengambil napas
panjang
dan
menghembuskannya,
sambil
mengucap
(Alhamdulillah…).
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
rasa
syukur
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013
Lampiran 8 : Daftar Riwayat Hidup
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Dewi Masyitah
Tempat, Tanggal Lahir
: Bajubang, 8 Desember 1981
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaaan
: Staf Pengajar Politeknik Kesehatan Jambi Jurusan Keperawataan
Alamat Rumah
: Jl. Merpati 3 No. 36 Kel. Eka Jaya Jambi Selatan
Alamat Institusi
: Jl. Dr. Tazar No. 05 Kel. Buluran Kenali Telanaipura Jambi
Riwayat Pendidikan 1988 - 1994
: SD YKPP 02 Bajubang
1994 – 1997
: SMP YKPP Kenali Asam
1997 – 2000
: SMUN 1 Jambi
2000 – 2004
: Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Andalas Padang
2004 – 2005
: Program Profesi Ners Universitas Andalas Padang
Riwayat Pekerjaan 2005 – 2006
: Staf Pengajar Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Harapan Ibu Jambi
2006 – Sekarang
: Staf Pengajar Politeknik Kesehatan Jambi Jurusan Keperawataan
Pengaruh terapi..., Dewi Masyitah, FIK UI, 2013