UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 218 PERIODE 13 FEBRUARI - 2 MARET 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
WULAN YULIASTUTI, S.Farm. 1106047474
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 218 PERIODE 13 FEBRUARI - 2 MARET 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
WULAN YULIASTUTI, S.Farm. 1106047474
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012 ii
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulisdapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur yang dilaksanakan mulai tanggal 13 Februari sampai dengan 2 Maret 2012. Laporan ini merupakan hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker di Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia. Setelah mengikuti kegiatan PKPA ini, diharapkan apoteker yang lulus nantinya dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki kepada masyarakat pada saat memasuki dunia kerja. Kegiatan PKPA dapat terlaksana dengan baik berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Ibu Dr. Hj. Yenuarti Suaizi selaku Kepala Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan PKPA. 2. Bapak Drs. Mawardinur, Apt., selaku pembimbing PKPA dan Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan yang telah membimbing dan memberikan bantuan kepada penulis selama PKPA berlangsung. 3. Ibu Dra. Dyan Sulistyorini, Apt., selaku Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman yang telah memberikan bimbingan dan memberikan bantuan kepada penulis selama PKPA berlangsung. 4. Ibu drg. Margaretha S.D.W., selaku Koordinator Tenaga Kesehatan yang telah memberikan bimbingan dan memberikan bantuan kepada penulis selama PKPA berlangsung. 5. Ibu drg. Roselyne Tobing, selaku Koordinator Standarisasi Mutu Kesehatan yang telah memberikan bimbingan dan memberikan bantuan kepada penulis selama PKPA berlangsung.
iv Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
6. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt. selaku Ketua Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia. 7. Bapak Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia. 8. Bapak Dr. Abdul Mun’im, M.Si., Apt. selaku pembimbing Praktek Kerja Profesi Apoteker dari Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia. 9. Karyawan dan staf Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur. 10. Bapak dan Ibu staf pengajar beserta segenap karyawan Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia. 11. Keluarga tercinta atas segenap perhatian, doa, dukungan, dan motivasi yang selalu diberikan kepada penulis. 12. Teman-teman PKPA di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur atas kerja sama yang baik selama PKPA. 13. Teman-teman Apoteker angkatan LXXIV atas kebersamaannya selama satu tahun ini. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani PKPA ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan. Penulis 2012
v Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................. HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... KATA PENGANTAR ................................................................................ DAFTAR ISI .............................................................................................. DAFTAR TABEL ...................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
ii iii iv vi viii viii
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1.2 Tujuan ..................................................................................
1 2
BAB 2. TINJAUAN UMUM SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR 2.1 Instansi Kesehatan ................................................................ 2.2 Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi ............................. 2.3 Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur ...... 2.3.1 Visi dan Misi ............................................................. 2.3.2 Sasaran Mutu ............................................................ 2.3.3 Struktur Organisasi ................................................... 2.3.3.1 Kepala Suku Dinas ..................................... 2.3.3.2 Subbagian Tata Usaha ................................ 2.3.3.3 Seksi Kesehatan Masyarakat ....................... 2.3.3.4 Seksi Pelayanan Kesehatan ......................... 3.3.3.5 Seksi Sumber Daya Kesehtan ..................... 3.3.3.6 Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan ......
3 4 6 6 7 7 7 8 9 10 10 12
BAB 3. TINJAUAN KHUSUS SEKSI SUMBER DAYA KESEHATAN 3.1 Seksi Sumber Daya Kesehatan .............................................. 3.2 Dasar Hukum ........................................................................ 3.2.1 Dasar Hukum Perizinan Sarana Kesehatan ................ 3.2.2 Dasar Hukum Perizinan Tenaga Kesehatan ............... 3.2.3 Dasar Hukum Mengenai Standarisasi Mutu Kesehatan 3.3 Ruang Lingkup ..................................................................... 3.3.1 Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman .......... 3.3.1.1 Apotek ........................................................ 3.3.1.2 Apotek Rakyat ............................................ 3.3.1.3 Toko Obat .................................................. 3.3.1.4 Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) ...... 3.3.1.5 Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK) .. 3.3.1.6 Toko Alat Kesehatan .................................. 3.3.1.7 Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) ...... 3.3.2 Koordinator Tenaga Kesehatan ................................. 3.3.2.1 Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian ............................................... vi
14 14 14 16 17 17 18 18 24 26 28 30 32 32 36 36
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
3.3.2.2 Izin Praktik Dokter ..................................... 3.3.2.3 Izin Praktik Bidan ....................................... 3.3.2.4 Izin Pratik Perawat ...................................... 3.3.2.5 Izin Kerja Perawat Gigi .............................. 3.3.2.6 Izin Kerja Radiografer ................................ 3.3.2.7 Izin Kerja Refraksionis Optisien ................. 3.3.2.8 Izin Praktik Fisioterapis .............................. 3.3.2.9 Izin Praktik Terapis Wicara ........................ 3.3.3 Koordinator Standardisasi Mutu Kesehatan ...............
39 40 41 42 42 43 44 45 45
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ..................................................................................... 4.1.1 Koordinator Tenaga Kesehatan ................................. 4.1.2 Koordinator Standardisasi Mutu Kesehatan ............... 4.1.3 Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman .......... 4.2 Pembahasan .......................................................................... 4.2.1 Koordinator Tenaga Kesehatan ................................. 4.2.2 Koordinator Standardisasi Mutu Kesehatan ............... 4.2.3 Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman ..........
49 49 50 52 55 55 56 52
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ......................................................................... 65 5.2 Saran .................................................................................. 65 DAFTAR ACUAN ..................................................................................... 66
vii
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Perizinan sarana farmasi, makanan, dan minuman yang dilakukan oleh Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur pada periode Januari 2012 (dengan standar 12 hari kerja) ..................................................... 51 Tabel 4.2. Persentase item hasil Monitoring Obat Generik periode tahun 2011 pada Sarana Pelayanan Kesehatan di wilayah Jakarta Timur 53
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5.
Bagan struktur organisasi Dinas Kesehatan .............................. Bagan struktur organisasi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur Dokumentasi proses perizinan apotek ...................................... Dokumentasi proses binwasdal ................................................ Dokumentasi proses penutupan apotek ....................................
viii
69 70 71 72 73
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Bangsa
Indonesia
adalah
bangsa
yang
sedang
berkembang.
Penyelenggaraan pembangunan dalam berbagai bidang, khususnya bidang kesehatan sedang digalakkan agar terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi. Untuk mencapai hal tersebut, maka diperlukan penyelenggaraan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/ atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/ atau masyarakat (Kemenkes RI, 2009). Selain itu, pemerintah bertanggung jawab dalam merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat (Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009, 2009). Untuk melaksanakan tugas tersebut, Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan, terus-menerus berupaya agar pelayanan kesehatan semakin baik kualitasnya. Dengan adanya otonomi daerah, sebagian kewenangan dan tugas pemerintah pusat telah dilimpahkan ke Pemerintah Daerah. Berdasarkan hal tersebut, Pemerintah DKI Jakarta melalui Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009 mendirikan Suku Dinas Kesehatan di setiap Kotamadya yang berada di DKI Jakarta, misalnya Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur, yang membantu Dinas Kesehatan dalam menjalankan dengan baik tugas dan tanggung jawabnya dalam pelaksanaan binwasdal (pembinaan, pengawasan, dan pengendalian) upaya-upaya kesehatan di Jakarta Timur (Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009, 2009).
1
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
2 Pelayanan kesehatan tentunya dapat berjalan secara optimal dengan adanya sumber daya manusia yang kompeten, misalnya apoteker. Oleh karena itu, dengan adanya Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini, seorang calon apoteker dapat memperoleh gambaran nyata mengenai perannya secara umum di masyarakat dan secara khusus di Suku Dinas Kesehatan. 1.2
Tujuan Pelaksanaan PKPA di Suku Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Timur,
bertujuan agar mahasiswa calon apoteker: 1. Mengetahui dan memahami tugas pokok dan fungsi dari Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi. 2. Mengetahui dan memahami tugas pokok dan fungsi Seksi Sumber Daya Kesehatan.
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
BAB 2 TINJAUAN UMUM SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR
2.1
Instansi Kesehatan Ada beberapa instansi pemerintah yang khusus menangani bidang
kesehatan. Secara hierarki instansi tersebut dapat dibagi menjadi: a. Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan (dahulu Departemen Kesehatan) merupakan badan pelaksana pemerintah di bidang kesehatan, dipimpin oleh Menteri Kesehatan. Kementerian kesehatan berada di bawah Presiden, bertanggung jawab kepada Presiden, bertugas membantu Presiden dan menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang kesehatan yang berfungsi sebagai regulator di tingkat nasional. b. Dinas Kesehatan (Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009, 2009) Dinas Kesehatan adalah sebagai unsur pelaksana otonomi daerah di bidang kesehatan. Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang diangkat dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan. Kepala Dinas dalam melaksanakan tugasnya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah yang berfungsi sebagai regulator di tingkat daerah DKI Jakarta. c. Suku Dinas Kesehatan (Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009, 2009) Suku Dinas Kesehatan adalah Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi/ Dinas Kesehatan Kabupaten Administrasi sebagai perangkat pada tingkat kota administrasi/ kabupaten administrasi di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Suku Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Suku Dinas yang diangkat dari pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, kepala Suku Dinas bertanggung jawab secara teknis administratif kepada Kepala Dinas Kesehatan dan secara teknis 3
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
4 operasional kepada Walikota Administrasi yang berfungsi sebagai auditor di wilayahnya. d. Puskesmas Puskesmas adalah unit pelaksana teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu atau sebagian wilayah kecamatan. Puskesmas merupakan organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Fungsi Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu dengan tujuan untuk meningkatkan hidup sehat dan derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan. Jumlah Puskesmas yang tercatat sampai saat ini sekitar 7.277 unit Puskesmas Kecamatan dengan 1.818 unit diantaranya mempunyai fasilitas ruang rawat inap, 21.587 unit Puskesmas kelurahan, dan 5.084 unit Puskesmas keliling untuk wilayah Jakarta Timur terdapat 10 Puskesmas Kecamatan dan 76 Puskesmas Kelurahan. 2.2
Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi (Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009, 2009) Adanya perubahan sistem pemerintahan tahun 1999 dari sistem sentralisasi
menjadi otonomi daerah mengakibatkan sebagian wewenang pemerintah pusat dilimpahkan kepada pemerintah daerah, sehingga pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 58 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan DKI Jakarta yang mengawali berdirinya Suku Dinas Pelayanan Kesehatan dan Suku Dinas Kesehatan Masyarakat di tingkat Kotamadya, dan pada tahun 2009 dengan Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 10 Tahun 2008 tentang Perubahan Organisasi Suku Dinas Kesehatan pasca restrukturisasi perihal peningkatan efisiensi dimana Suku Dinas Pelayanan Kesehatan dengan Suku Dinas Kesehatan Masyarakat dilebur menjadi satu yaitu Suku Dinas Kesehatan. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
5 Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi merupakan Unit Kerja Dinas Kesehatan pada Kota Administrasi dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Suku Dinas Kesehatan
dipimpin oleh
seorang Kepala Suku Dinas yang secara teknis dan administrasi berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan serta secara operasional berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota. Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi mempunyai fungsi: a. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas. b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas. c. Pembinaan, pengawasan, dan pengendalian penyelenggaraan kesehatan lingkungan, kesehatan masyarakat, pelayanan kesehatan perorangan, rujukan, khusus, tradisional dan keahlian. d. Pengendalian penanggulangan kegawatdaruratan, bencana dan Kejadian Luar Biasa (KLB). e. Pengendalian, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular atau tidak menular. f. Pengawasan dan pengendalian ketersediaan kefarmasian. g. Pelaksanaan surveilans kesehatan. h. Pelaksanaan monitoring penerapan sistem manajemen mutu kesehatan. i. Pengendalian pencapaian standardisasi prasarana dan sarana pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta. j. Pelaksanaan
pemungutan,
penatausahaan,
penyetoran,
pelaporan
dan
pertanggungjawaban penerimaan retribusi kesehatan yang diterima Suku Dinas. k. Pemberian,
pengawasan,
pengendalian,
dan
evaluasi
perizinan
atau
rekomendasi atau sertifikasi di bidang kesehatan. l. Penegakan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan pada lingkup Kota Administrasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
6 m. Pelaksanaan pengembangan peran serta masyarakat dalam upaya peningkatan gizi dan kesehatan masyarakat. n. Penghimpunan, pengolahan, pemeliharaan, penyajian, pengembangan, dan pemanfaatan data dan informasi mengenai kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan, prasarana dan sarana pelayanan kesehatan perseorangan, rujukan khusus, tradisional, dan keahlian pada lingkup Kota Administrasi. o. Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, pemeliharaan, dan perawatan prasarana dan sarana kerja Suku Dinas. p. Pengelolaan kepegawaian, keuangan, dan barang. q. Pelaksanaan kegiatan kerumahtanggan dan ketatausahaan. r. Pelaksanaan kegiatan publikasi dan pengaturan acara Suku Dinas. s. Penyiapan bahan laporan ke Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas dan fungsi Suku Dinas. t. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi Suku Dinas. 2.3
Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur
2.3.1 Visi dan Misi (Sudinkes Jaktim, 2009) Visi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur yaitu Jakarta Timur Sehat, Mandiri dan Bermutu untuk semua. Misi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur adalah: a. Meningkatkan kemampuan manajerial dan profesionalisme Sumber Daya Manusia (SDM). b. Meningkatkan kinerja organisasi dengan pendekatan tim. c. Mengembangkan sistem informasi kesehatan sesuai dengan perkembangan teknologi. d. Menggalang kemitraan dengan lintas program, lintas sektor, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan organisasi terkait. e. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam perilaku hidup bersih dan sehat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
7 2.3.2 Sasaran Mutu (Sudinkes Jaktim, 2009) Sasaran mutu yang ingin dicapai oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur adalah: a. Binwasdal (Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian) SDM Sudinkes 100% terlaksana dengan baik, benar, dan tepat waktu. b. Binwasdal Program 100% terlaksana dengan baik, benar dan tepat waktu. c. Pelayanan perizinan tenaga kesehatan 12 hari kerja. d. Pelayanan perizinan sarana kesehatan 25 hari kerja. e. Keluhan pelanggan 100% ditindaklanjuti. f. Kepuasan pelanggan 85% dipenuhi. 2.3.3 Struktur Organisasi (Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009, 2009) Berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan, organisasi Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur terdiri dari: a. Kepala Suku Dinas b. Subbagian Tata Usaha c. Seksi Kesehatan Masyarakat d. Seksi Pelayanan Kesehatan e. Seksi Sumber Daya Kesehatan f. Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan g. Subkelompok Jabatan Fungsional 2.3.3.1 Kepala Suku Dinas Kepala Suku Dinas mempunyai tugas: a. Memimpin dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi Suku Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33. b. Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas Subbagian, Seksi, dan Subkelompok Jabatan Fungsional. c. Melaksanakan kerja sama dan koordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD), dan/ atau instansi Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
8 pemerintah atau swasta terkait, dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi Suku Dinas. d. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan fungsi Suku Dinas. 2.3.3.2 Subbagian Tata Usaha Subbagian Tata Usaha merupakan Satuan Kerja staf Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan administrasi umum Suku Dinas Kesehatan. Subbagian Tata Usaha dipimpin oleh seorang Kepala Subbagian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas: a. Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. b. Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. c. Mengkoordinasikan penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas. d. Melakasanakan monitoring, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas. e. Pengelolaan kepegawaian, keuangan, dan barang Suku Dinas. f. Pelaksanaan kegiatan surat menyurat dan kearsipan Suku Dinas. g. Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, pemeliharaan, dan perawatan prasarana dan sarana kerja Suku Dinas. h. Memelihara kebersihan, keindahan, keamanan, dan ketertiban kantor. i. Melaksanakan pengelolaan ruang rapat atau pertemuan Suku Dinas. j. Melaksanakan publikasi kegiatan, upacara ,dan pengaturan acara Suku Dinas. k. Menerima,
mencatat,
membukukan,
menyetorkan,
dan
melaporkan
penerimaan retribusi Suku Dinas Kesehatan. l. Menyiapkan bahan laporan Suku Dinas yang terkait dengan tugas Subbagian Tata Usaha. m. Mengkoordinasikan penyusunan laporan (kegiatan, keuangan, kinerja, dan akuntabilitas) Suku Dinas. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
9 n. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas Subbagian Tata Usaha. 2.3.3.3 Seksi Kesehatan Masyarakat Seksi Kesehatan Masyarakat merupakan Satuan Kerja lini Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Seksi Kesehatan Masyarakat dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Kesehatan Masyarakat mempunyai tugas: a. Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. b. Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. c. Melaksanakan pengendalian mutu kegiatan pelayanan kesehatan keluarga termasuk kesehatan ibu, bayi, anak balita, kesehatan anak prasekolah, usia sekolah, remaja, kesehatan reproduksi, usia lanjut, keluarga berencana, pekerja wanita, dan asuhan keperawatan. d. Mengkoordinasikan sektor terkait dan masyarakat profesi untuk pencegahan dan pengendalian program kesehatan masyarakat. e. Melaksanakan kegiatan promosi kesehatan dan informasi. f. Melaksanakan bimbingan teknis tenaga kesehatan di bidang kesehatann masyarakat. g. Melaksanakan kajian perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat tingkat Kota Administrasi. h. Melaksanakan manajemen database kesehatan melalui sistem informasi manajemen kesehatan yang terintegrasi. i. Melaksanakan pengendalian pelaksanaan program gizi dan PPSM. j. Menerapkan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG). k. Menyiapkan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas Seksi Kesehatan Masyarakat. l. Melaporkan dan mempertanggunjawabkan pelaksanaan tugas Seksi Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
10 2.3.3.4 Seksi Pelayanan Kesehatan Seksi Pelayanan Kesehatan merupakan Satuan Kerja lini Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan. Seksi Pelayanan Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Pelayanan Kesehatan mempunyai tugas: a. Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. b. Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. c. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian tata laksana pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan. d. Menghimpun,
mengolah,
menyajikan,
memelihara,
mengembangkan,
memanfaatkan data dan informasi upaya pelayanan kesehatan. e. Melaksanakan kegiatan pengawasan dan pengendalian penerapan standar pelayanan kesehatan. f. Melaksanakan kegiatan pembinaan dan pengawasan akreditasi sarana pelayanan kesehatan. g. Memberikan rekomendasi atau perizinan sarana pelayanan kesehatan. h. Memberikan tanda daftar kepada pengobat tradisional. i. Melaksanakan siaga 24 jam/ Pusat Pengendali Dukungan Kesehatan (Pusdaldukkes). j. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan standar pelayanan minimal pelayanan kesehatan. k. Meyiapkan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas Seksi Pelayanan Kesehatan. l. Melaporkan
dan
mempertanggungjawabkan
pelaksanaan
tugas
Seksi
Pelayanan Kesehatan. 2.3.3.5 Seksi Sumber Daya Kesehatan Seksi Sumber Daya Kesehatan merupakan Satuan Kerja lini Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan sumber daya kesehatan. Seksi Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
11 Sumber Daya Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Sumber Daya Kesehatan mempunyai tugas: a. Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. b. Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. c. Melaksanakan pemberian perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan, dan minuman. d. Memberikan rekomendasi atau perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan, dan minuman. e. Melaksanakan kegiatan bimbingan teknis tenaga kesehatan. f. Menyusun peta kebutuhan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan berdasarkan analisis kebutuhan pendidikan dan pelatihan. g. Melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi tingkat kepatuhan petugas kesehatan terhadap standar pelayanan. h. Melaksanakan kegiatan audit internal dan audit eksternal penerapan sistem manajemen mutu. i. Melaksanakan survei kepuasan pelanggan kesehatan. j. Melaksanakan kegiatan bimbingan, konsultasi, dan pendampingan penetapan sistem manajemen mutu kepada Puskesmas. k. Melaksanakan kegiatan pengembangan mutu melalui forum dan fasilitator. l. Melaksanakan fasilitasi peningkatan kemampuan tenaga fasilitator, instruktur, assessor, dan auditor mutu pelayanan kesehatan. m. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian pelayanan sarana pelayanan kefarmasian meliputi industri kecil obat tradisional, cabang penyalur alat kesehatan, apotek, toko obat, depo farmasi, dan industri makanan minuman rumah tangga. n. Melaksanakan kegiatan pemantauan dan pengendalian harga obat dan persediaan cadangan obat esensial. o. Melaksanakan pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan pada lingkup Kota Administrasi. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
12 p. Melaksanakan monitoring dan pemetaan sumber daya kesehatan. q. Menyiapkan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas Seksi Sumber Daya Kesehatan. r. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas seksi Sumber Daya Kesehatan. 2.3.3.6 Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan merupakan Satuan Kerja lini Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian masalah kesehatan. Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan mempunyai tugas: a. Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. b. Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. c. Melaksanakan pengendalian penyakit menular, penyakit tidak menular, kesehatan jiwa masyarakat, surveilans epidemiologi, penanggulangan wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB), dan kesehatan lingkungan. d. Melaksanakan kegiatan pembinan pelaksanaan kesehatan haji. e. Menyiapkan materi sosialisasi kesehatan tentang pengendalian penyakit menular atau tidak menular serta kesehatan jiwa masyarakat. f. Melaksanakan kegiatan bimbingan, konsultasi, dan pendampingan teknis peningkatan
kompetensi
surveilans
epidemiologi,
tenaga
kesehatan
pengendalian penyakit menular dan tidak menular, serta kesehatan jiwa masyarakat. g. Melaksanakan kegiatan koordinasi, kerja sama, dan kemitraan pengendalian penyakit menular dan tidak menular, serta kesehatan jiwa masyarakat dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Unit Kerja Perangkat Dearah (UKPD), dan atau instansi pemerintah/ swasta/ masyarakat. h. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian kegiatan imunisasi. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
13 i. Menghimpun, mengolah, menyajikan, memelihara, mengembangkan, dan memanfaatkan data dan informasi surveilens epidemiologi sebagai Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB) pada lingkup Kota Administrasi. j. Melaksanakan kegiatan investigasi penyakit potensial Kejadian Luar Biasa (KLB) dan dugaan wabah serta keracunan makanan. k. Meningkatkan sistem jaringan informasi wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dan surveilans. l. Melaksanakan kegiatan pengendalian surveilans kematian. m. Melaksanakan kegiatan monitoring dan pemetaan kegiatan penanggulangan wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dan surveilans. n. Melaksanakan kegiatan pengendalian pelaksanaan program kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air minum/ air bersih, penyehatan makanan dan minuman, pengamanan limbah, pengendalian vektor, pengendalian radiasi, penyehatan pemukiman kumuh, serta penyehatan di tempat-tempat umum, tempat kerja, tempat pengeloalaan pestisida termasuk pemberian rekomendasi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan upaya pengelolaan lingkungan/ upaya pemantauan lingkungan. o. Melaksanakan kegiatan pengawasan dan pengendalian sarana penunjang kesehatan lingkungan. p. Menyiapkan materi pelatihan teknis dalam Bidang Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja. q. Menyiapkan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan. r. Melaporkan
dan
mempertanggungjawabkan
pelaksanaan
tugas
Seksi
Pengendalian Masalah Kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS SEKSI SUMBER DAYA KESEHATAN
3.1
Seksi Sumber Daya Kesehatan (Gubernur Provinsi DKI Jakarta, 2009) Seksi Sumber Daya Kesehatan merupakan satuan kerja lini Suku Dinas
Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan sumber daya kesehatan. Seksi Sumber Daya Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Deskripsi kerja Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan antara lain: a. Menyusun rencana kerja program: Standardisasi Mutu Kesehatan, Tenaga Kesehatan, dan Farmasi, Makanan, dan Minuman selama 1 tahun. b. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan Program Standardisasi Mutu Kesehatan. c. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan Program Tenaga Kesehatan. d. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan Program Farmasi, Makanan, dan Minuman. e. Membantu melaksanakan tugas-tugas dari Kepala Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur. f. Pemantauan Pemberantasan Sarang Nyamuk di wilayah kecamatan binaan. 3.2
Dasar Hukun
3.2.1 Dasar Hukum Perizinan Sarana Kesehatan Dasar hukum yang mengatur perizinan sarana kesehatan farmasi makanan dan minuman adalah sebagai berikut: a. Undang-undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. b. Undang-undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. c. Undang-undang RI No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. d. Undang-undang RI No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. e. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. 14
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
15 f. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. g. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom. h. Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. i. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1191/Menkes/PER/VIII/2010 tentang Penyaluran Alat Kesehatan. j. Peraturan Menteri Kesehatan No. 284/Menkes/PER/III/2007 tentang Apotek Rakyat. k. Peraturan
Menteri
Kesehatan
No.
1184/Menkes/Per/X/2004
tentang
Pengamanan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. l. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
Menteri
Kesehatan
No.
1332/Menkes/SK/X/2002
tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. m. Peraturan Menteri Kesehatan No. 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Kecil Obat Tradisional. n. Keputusan
Menteri
Kesehatan
No.
1331/Menkes/SK/X/2002
tentang
Perubahan Peraturan Menkes Nomor 167/Kab/B.VII/1972 tentang Pedagang eceran Obat. o. Keputusan Perubahan
Menteri Atas
Kesehatan PerMenKes
No.
149/MenKes/Per/II/1998
No.184/MenKes/Per/II/1995
tentang Tentang
Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti dan Ijin Kerja Apoteker. p. Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah. q. Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Sarana Kesehatan. r. Surat Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 150 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Propinsi DKI. s. Surat Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 58 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta .
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
16 t. Surat Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 970 Tahun 1990 tentang Ketentuan Penyelenggaraan Usaha Pedagang Eceran Obat di wilayah DKI Jakarta. u. Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta No. 8981 Tahun 2006 tanggal 14 Desember 2006 tentang Pemberlakuan Tatacara Perizinan Cabang Penyalur Alat Kesehatan. v. Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta No. 7687 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Pedoman Perizinan Sarana Farmakmin di Provinsi DKI Jakarta. w. Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta No. 0160 Tahun 2002 tentang Penyerahan Wewenang Pengurusan Perizinan Sarana Kesehatan tertentu kepada Suku Dinas Pelayanan Kesehatan. 3.2.2 Dasar Hukum Perizinan Tenaga Kesehatan Dasar hukum yang mengatur perizinan tenaga kesehatan adalah sebagai berikut: a. Peraturan Menteri Kesehatan No.161/Menkes/Per/I/2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan. b. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1464/Menkes/per/XI/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. c. Peraturan Menteri Kesehatan No. HK.02.02/Menkes/149/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. d. Peraturan
Menteri
Kesehatan
No.317/Menkes/Per/III/2010
tentang
Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Warganegara Asing di Indonesia. e. Peraturan Menteri Kesehatan No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. f. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 20 tahun 2011 tentang Pedoman Penelitian dan Pengembangan Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah. g. Pemerintah RI No. 48 Tahun 2009 tentang Perizinan dan Pelaksanaan Kegiatan Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu dan Teknologi yang Beresiko Tinggi dan Berbahaya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
17 3.2.3 Dasar Hukum Mengenai Standardisasi Mutu Kesehatan Dasar hukum mengenai Standardisasi Mutu Kesehatan menyangkut Undang-Undang Pelayanan Publik. Undang-undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mengatur tentang penyelenggaraan pelayanan publik yang dilaksanakan di negara ini sehingga menjamin kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dan penyelenggara dalam pelayanan publik. Menurut undangundang tersebut, yang dimaksud dengan pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/ atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Penyelenggara pelayanan publik tersebut adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik. Pelayanan administratif yang dimaksud oleh undang-undang ini meliputi: a. Tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam
peraturan
perundang-undangan
dalam
rangka
mewujudkan
perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda warga negara. b. Tindakan administratif oleh instansi nonemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan serta diterapkan berdasarkan perjanjian dengan penerima pelayanan. Undang-undang ini mengatur segala aspek penyelenggaraan pelayanan publik, termasuk yang paling utama ialah kewajiban bagi setiap penyelenggara pelayanan publik untuk menetapkan standar pelayanan mengenai standar pelayanan publik yang diberikan dan hal ini diatur lagi oleh peraturan pemerintah. Dengan demikian, undang-undang ini menjamin adanya diberikannya pelayanan publik yang berkulaitas bagi seluruh masyarakat. 3.3
Ruang Lingkup Seksi ini membawahi tiga bagian, yaitu:
a. Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
18 b. Koordinator Tenaga Kesehatan c. Koordinator Standardisasi Mutu Kesehatan 3.3.1 Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman Bagian Farmasi, Makanan, dan Minuman mempunyai tugas: a. Melaksanakan pemberian perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan dan minuman. b. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian pelayanan sarana pelayanan kefarmasian meliputi industri kecil obat tradisional, cabang penyalur alat kesehatan, apotek, toko obat, depo farmasi, dan industri makanan minuman rumah tangga. c. Melaksanakan kegiatan pemantauan dan pengendalian harga obat dan persediaan cadangan obat esensial. d. Melaksanakan pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan pada lingkup Kota Administrasi. Ruang lingkup perizinan sarana kesehatan farmasi, makanan, dan minuman di wilayah DKI Jakarta yang proses perizinannya telah didelegasikan ke Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi adalah: a. Apotek (apotek kerja sama, apotek profesi, apotek rakyat dari toko obat dan depo obat/ farmasi) b. Toko Obat c. Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) d. Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK) e. Sertifikasi kelayakan olahan/produksi makanan minuman rumah tangga/ Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) 3.3.2.3 Apotek (Dinkes Provinsi DKI Jakarta, 2002 ; Peraturan Menteri Kesehatan No. 1332/MenKes/SK/X/2002, 2002) Berdasarkan Permenkes No. 1332/MenKes/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Sedangkan, berdasarkan Peraturan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
19 Pemerintash RI No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Khusus di DKI Jakarta perizinan apotek dibagi menjadi empat, yaitu: a.
Apotek Kerja Sama, adalah apotek dimana apoteker hanya sebagai apoteker pengelola apotek (APA), sedangkan pemilik sarana apotek (PSA) adalah dari pihak lain (bisa perorangan, PT, dan lain-lain).
b.
Apotek Profesi, adalah apotek yang apoteker pengelola apotek (APA) juga sebagai pemilik sarana apoteknya (PSA).
c.
Depo Farmasi/ Depo Obat, adalah apotek yang berada di klinik, dan hanya boleh menerima resep dari klinik tersebut.
d.
Apotek Rakyat (apotek sederhana) adalah sarana kesehatan tempat dilaksanakannya pelayanan kefarmasian dimana dilakukan penyerahan obat dan perbekalan kesehatan, dan tidak melakukan peracikan, serta tidak menjual obat golongan narkotika dan psikotropika, dimana terhitung sejak ditetapkannya
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
284/MenKes/PER/III/2007, seluruh izin dan status apotek yang berasal dari apotek sederhana akan disesuaikan menjadi apotek rakyat. Standar penanggung jawab teknis apotek adalah apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Apoteker berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker. Sebelum melaksanakan kegiatannya, APA wajib memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA), SIPA (Surat Izin Praktik Apoteker), dan Surat Izin Apotek (SIA). SIPA wajib dimiliki oleh apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit. Selain itu SIPA juga wajib dimiliki apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai apoteker pendamping. SIA berlaku seterusnya selama apotek yang bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan dan tidak ada perubahan fisik dan nonfisik. SIA harus diperbaharui bila terjadi perubahan fisik dan non fisik dari sarana apotek. Kriteria Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
20 perubahan nonfisik yakni apabila terjadi pergantian apoteker pengelola sarana apotek (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya), terjadi pergantian pemilik sarana kesehatan apotek (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya), terjadi pergantian nama sarana kesehatan apotek, terjadi perubahan alamat sarana kesehatan apotek tanpa pemindahan lokasi, dan/ atau terjadi karena surat izin sarana kesehatan apotek hilang atau rusak. Sedangkan, perubahan fisik, yakni apabila terjadi perubahan denah sarana kesehatan apotek dan terjadi perubahan pindah lokasi apotek. Untuk mendapatkan SIA, APA harus menyiapkan tempat (lokasi dan bangunan) dan perlengkapannya termasuk obat dan perbekalan farmasi lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. Bangunan apotek harus mempunyai luas yang memadai, sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek, serta memelihara mutu perbekalan kesehatan di bidang farmasi. Bangunan apotek minimal terdiri dari ruang tunggu, ruang peracikan dan penyerahan obat, ruang administrasi dan ruang kerja apoteker, tempat pencucian alat, dan toilet/ WC. Bangunan apotek harus dilengkapi sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang cukup, alat pemadam kebakaran yang berfungsi dengan baik, serta ventilasi dan sistem sanitasi yang baik. Apotek harus mempunyai papan nama apotek berukuran minimal 40x60 cm dengan tulisan berwarna hitam (ukuran 5 cm) di atas dasar berwarna putih yang memuat nama apotek, nama APA, nomor SIA, dan alamat apotek. Apotek harus memiliki perlengkapan yang memadai seperti timbangan, mortir, wadah dan etiket, tempat penyimpanan obat, termasuk lemari khusus narkotika dan psikotropika, kartu stok, dan sebagainya. Apotek harus melaporkan pemakaian narkotika dan psikotropika setiap bulan kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta setempat dengan tembusan kepada Balai Besar POM di DKI Jakarta.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
21 SIA
dapat
dicabut
jika
terdapat
pelanggaran-pelanggaran
yang
menyebabkan pencabutan SIA tersebut yang diatur menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MenKes/SK/X/2002 Pasal 25 adalah: a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA). b. Apoteker tidak lagi memenuhi kewajiban dalam pelayanan kefarmasian. c. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terusmenerus. d. Terjadi pelanggaran terhadap UU tentang narkotika, psikotropika, kesehatan, dan ketentuan perundang-undangan yang lain. e. Surat izin kerja APA dicabut. f. Pemilik sarana apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundangundangan di bidang obat. Secara umum persyaratan izin apotek yang bekerja sama dengan pihak lain adalah: a. Surat permohonan APA yang ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas materai Rp. 6000,00. b. Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum dari Departemen Kehakiman dan HAM bila dalam bentuk PT yang disahkan/ terdaftar pada Departemen Kehakiman dan HAM RI. c. Fotokopi KTP DKI dari APA. d. Fotokopi Surat Izin Kerja (SIK)/ Surat Penugasan (SP) apoteker, dengan lampiran surat keterangan selesai masa bakti apoteker bagi nonpegawai negeri. e. Fotokopi surat status kepemilikan tanah; fotokopi sertifikat, bila gedung milik sendiri; fotokopi surat perjanjian kontrak bangunan minimal 2 (dua) tahun dan KTP pemilik bangunan yang masih berlaku minimal dua tahun, bila kontrak/ sewa. f. Fotokopi Undang-Undang Gangguan (UUG). g. Fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) h. Surat keterangan domisili dari kelurahan setempat. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
22 i. Surat pernyataan pemohon yang menyatakan akan tunduk serta patuh kepada peraturan perundangan yang berlaku di atas materai Rp. 6000,00. j. Peta lokasi dan denah ruangan. k. Surat pernyataan dari pemilik sarana apotek tidak pernah terlibat dan tidak akan terlibat dalam pelanggaran peraturan di bidang farmasi/ obat dan tidak akan ikut campur dalam pengelolaan obat di atas materai Rp. 6000,00. l. Surat pernyataan APA bahwa yang bersangkutan tidak bekerja pada bidang farmasi lain di atas materai Rp. 6000,00. m. Surat pernyataan tidak melakukan penjualan narkotika, obat keras tertentu tanpa resep di atas materai Rp.6000,00. n. Struktur organisasi dan tata kerja/ tata laksana (dalam bentuk Organogram). o. Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan. p. SIK Asisten Apoteker/ D3 farmasi. q. Rencana jadwal buka apotek. r. Daftar peralatan peracikan obat. s. Buku wajib peraturan perundangan di bidang farmasi. t. Formulir pelaporan narkotika dan psikotropika. u. Akte notaris perjanjian kerjasama APA dan PSA (asli/ legalisir). v. Surat izin atasan bagi apoteker Pegawai Negeri Sipil. Secara umum persyaratan izin apotek praktik profesi: a. Surat permohonan apoteker praktek profesi ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas materai Rp.6000,00. b. Surat rekomendasi dari Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) DKI Jakarta yang menyatakan bahwa yang bersangkutan layak untuk melakukan apotek profesi yang diterbitkan setiap tahun sekali. c. Fotokopi KTP DKI apoteker apotek praktik profesi. d. Status
kepemilikan
bangunan, IMB, dan surat sewa menyewa minimal
2 tahun. e. Denah bangunan beserta peta lokasi. f. Daftar peralatan peracikan, etiket, dll. g. Fotokopi NPWP apoteker. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
23 h. SIK/ SP apoteker dan pas foto 2x3 sebanyak 2 lembar dengan melampirkan surat selesai masa bakti apoteker. i. Surat pernyataan dari apotek bahwa selama buka apotek harus ada apotekernya (bila tidak ada apotekernya maka harus tutup). j. Jadwal buka apotek bersama dengan petugas/ apoteker yang lain yang ikut melakukan praktik profesi dengan melampirkan SIK dan KTP DKI Jakarta. Secara umum persyaratan izin depo obat/ farmasi: a. Surat permohonan apoteker penanggung jawab depo ditujukan kepada Suku Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas materai Rp.6000,00. b. Fotokopi izin klinik yang masih berlaku. c. Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum dari Departemen Kehakiman dan HAM bila dalam bentuk badan hukum. d. Fotokopi KTP DKI APA. e. Ijasah/ SIK/ SP apoteker dengan melampirkan surat selesai masa bakti apoteker. f. Surat pengangkatan apoteker sebagai karyawan/penanggung jawab depo obat/ farmasi. g. Proposal untuk mendirikan depo obat/ farmasi. h. Ijazah/ SIK asisten apoteker. i. Peta lokasi dan denah bangunan seatap/sepekarangan dengan klinik serta denah bangunan tertutup. j. NPWP perusahaan. k. UUG. l. Status gedung/ sertifikat gedung sewa minimal dua tahun. m. Surat pernyataan apoteker hanya melayani resep dari klinik perusahaannya (bukan dari resep umum), kecuali atas nama pasien perusahaan. Apabila apotek memberikan pelayanan 24 jam, maka apotek tersebut harus memiliki apoteker pendamping, dan apabila APA dan apoteker pendamping berhalangan melakukan tugasnya, APA dapat menunjuk apoteker pengganti. Penunjukan tersebut harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
24 Kabupaten/ Kota, dalam hal ini kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi setempat untuk daerah DKI Jakarta dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. APA bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker pendamping maupun apoteker pengganti/ supervisor, dalam pengelolaan apotek. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus-menerus, maka harus menunjuk apoteker pengganti, sedangkan jika APA berhalangan melakukan tugasnya dalam waktu 1-3 bulan, maka harus menunjuk apoteker supervisor (Peraturan Menteri Kesehatan No. 1332/MenKes/SK/X/2002, 2002). Pada setiap pengalihan tanggung jawab kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA oleh apoteker pengganti, harus diikuti dengan serah terima resep, narkotika, dan perbekalan farmasi lainnya serta kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Serah terima ini harus diikuti dengan pembuatan berita acara. Apabila apotek melakukan pelanggaran, maka dapat diberikan teguran secara lisan untuk segera dilakukan perbaikan. Apabila tidak ada perbaikan dari apotek tersebut, maka diberikan peringatan tertulis kepada APA. Pelaksanaan pencabutan SIA dapat dilakukan setelah dikeluarkan peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masingmasing dua bulan atau pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selamalamanya 6 bulan. Akan tetapi, pembekuan izin ini dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan
yang
berlaku
(Peraturan
Menteri
Kesehatan
No.
1332/MenKes/SK/X/2002, 2002). 3.3.2.4 Apotek Rakyat (Dinkes Provinsi, 2002 ; Peraturan Menteri Kesehatan No. 284/MenKes/PER/III/2007, 2007) Apotek rakyat adalah sarana kesehatan tempat dilaksanakannya pelayanan kefarmasian, dimana dilakukan penyerahan obat dan perbekalan kesehatan, dan tidak melakukan peracikan dan pelayanan resep narkotika dan psikotropika. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 284/MenKes/PER/III/2007, ketentuan yang harus dipenuhi oleh Apotek rakyat adalah: Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
25 a. Apotek rakyat dalam pelayanan kefarmasian harus mengutamakan obat generik. b. Apotek rakyat dapat menyimpan dan menyerahkan obat-obatan yang termasuk golongan obat keras, obat bebas terbatas, obat bebas, dan perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Apotek rakyat dilarang menyediakan narkotika dan psikotropika, meracik obat, dan menyerahkan obat dalam jumlah besar. d. Setiap apotek rakyat harus memiliki satu orang apoteker sebagai penanggung jawab dan dapat dibantu oleh asisten apoteker. e. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, apotek rakyat yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan dapat dikenakan tindakan administratif berupa teguran lisan, tertulis, sampai dengan pencabutan izin. f. Pedagang eceran yang statusnya sudah berubah menjadi apotek sederhana dianggap telah menjadi apotek rakyat. Secara umum persyaratan izin apotek yang berasal dari toko obat/ apotek sederhana (apotek rakyat): a. Surat permohonan APA ditujukan kepada kepala Suku Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas materai Rp.6.000,00. b. Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum dari Departemen Kehakiman dan HAM bila bentuk PT. c. Salinan/ fotokopi KTP DKI dari APA. d. Fotokopi izin domisili dari lurah. e. Status bangunan milik sendiri lampirkan sertifikat, bila sewa, foto kopi perjanjian kontrak bangunan dan KTP pemilik bangunan yang masih berlaku minimal 2 (dua) tahun. f. Pernyataan pemilik sarana lokasi hanya untuk pada sentra pasar tempat toko obat dan tidak pindah diluar pasar diatas materai Rp.6000,00. g. Surat pernyataan kepala pasar yang menyatakan pihaknya ikut mengawasi kegiatan apotek terhadap ketentuan per UU Farmasi yang berlaku di atas materai Rp. 6000,00. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
26 h. Surat keterangan domisili dari lurah atau kepala pasar. i. Surat pernyataan pemohon dan pemilik yang menyatakan akan tunduk serta patuh kepada peraturan yang berlaku di atas materai Rp.6000,00. j. Peta lokasi dan denah bangunan. k. Surat pernyataan pemilik sarana apotek tidak terlibat lagi dalam pelanggaran peraturan di bidang farmasi/ obat di atas materai Rp.6000,00. l. Surat pernyataan APA sanggup mengelola apotek/ toko obat diatas materai Rp.6000,00. m. Surat pernyataan dari APA dan PSA tidak melakukan peracikan dan penjualan obat narkotika baik dengan resep dokter maupun tanpa resep dokter dari pemilik dan apoteker di atas materai Rp.6000,00. n. Struktur organisasi apotek dan tata kerja/ tata laksana. o. Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan dilampiri sengan SK pengangkatan dan daftar gaji yang disetujui oleh apoteker, pemilik, dan tenaga kerja tersebut di atas materai Rp.6000,00. p. Surat izin kerja/surat penugasan apoteker. q. Surat izin kerja AA/ D3 Farmasi. r. Rencana jadwal buka apotek. s. Daftar peralatan lainnya. t. Daftar buku wajib peraturan per UU di bidang Farmasi. u. Surat peryataan APA dan pemilik bersedia bila diperiksa ke apotek oleh petugas kesehatan yang berwenang di atas materai Rp.6000,00. 3.3.2.5 Toko Obat (Dinkes Provinsi DKI Jakarta, 2002) Pedagang eceran obat didefinisikan sebagai orang/ badan hukum di Indonesia yang mempunyai izin untuk menyimpan obat-obat bebas (label hijau) dan obat-obat bebas terbatas (label biru) untuk dijual secara eceran di tempat tertentu sebagai tercantum dalam surat izin. Pedagang eceran obat harus menjaga agar obat-obat yang dijual bermutu baik dan berasal dari pabrik-pabrik farmasi atau pedagang besar farmasi yang mendapat izin dari Menteri Kesehatan RI. Surat izin pendirian suatu toko obat dapat diperoleh dengan mengajukan surat permohonan Izin Usaha kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
27 setempat yaitu di Seksi Sumber Daya Kesehatan bagian Farmasi, Makanan dan Minuman. Izin toko obat berlaku selama 2 tahun dan dapat diperpanjang kembali dengan penanggung jawab teknis adalah seorang asisten apoteker.
Adapun
persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh izin usaha toko obat antara lain: a. Surat permohonan izin toko obat yang ditujukan kepada Kepala Sudinkes Kotamadya setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas materai Rp. 6000,00. b. Fotokopi KTP DKI Jakarta pemilik toko obat. c. Akte pendirian perusahaan bila bentuk badan hukum yang terdaftar pada Menteri Kehakiman dan HAM. d. Gambar denah lokasi tempat usaha dan denah ruangan. e. Ijazah dan SIK AA, foto 2x3 2 lembar. f. Surat pernyataan kesediaan bekerja sebagai AA penanggung jawab teknis pada toko obat di atas materai Rp. 6000,00. g. Status bangunan tempat usaha milik sendiri (lampirkan sertifikat) dan bila sewa minimal dua tahun dengan melampirkan surat sewa serta fotokopi KTP pemilik. h. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). i. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Setiap perubahan fisik maupun nonfisik yang terjadi, pihak toko obat harus mengajukan permohonan tertulis kepada Seksi Sumber Daya Kesehatan yang membawahi bagian Farmasi, Makanan, dan Minuman Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi setempat. Perubahan nonfisik meliputi: a. Terjadi pergantian asisten apoteker penanggung jawab teknis sarana kesehatan toko obat (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya). b. Terjadi pergantian nama sarana kesehatan toko obat. c. Terjadi perubahan alamat sarana kesehatan toko obat tanpa pemindahan lokasi. d. Terjadi pergantian pemilik sarana kesehatan toko obat (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya). e. Terjadi karena surat izin sarana kesehatan toko obat hilang atau rusak. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
28 Perubahan fisik meliputi: a. Terjadi pemindahan lokasi sarana kesehatan toko obat. b. Terjadi perpanjangan izin sarana kesehatan toko obat. Toko obat harus menjalankan usahanya sesuai ketentuan dan peraturan perundangan yang berlaku. Oleh karena itu, apabila toko obat melakukan pelanggaran akan dikenakan sanksi baik berupa sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi administratif yaitu mulai dari pemberian surat peringatan, penghentian sementara kegiatan toko obat sampai pencabutan surat izin, sedangkan untuk sanksi pidana pemilik toko obat dapat diajukan ke pengadilan. 3.3.2.6 Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) (Dinkes Provinsi DKI Jakarta, 2002 ; Peraturan Menteri Kesehatan No. 246/Menkes/PER/V/1990, 1990) Menurut Permenkes No. 246/MenKes/Per/V/1990, Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) adalah perusahaan yang memproduksi
obat tradisional
dengan total aset tidak lebih dari Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah), tidak termasuk harga tanah dan bangunan. Persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh Izin Prinsip Industri Kecil Obat Tradisional, antara lain: a. Surat permohonan dari direktur/pimpinan perusahaan/perorangan, ditujukan kepada Sudinkes setempat sebanyak 2 (dua) rangkap dan 1 (satu) rangkap di atas materai Rp. 6000,00. b. Rencana denah bangunan industri IKOT. c. Jadwal rencana pendirian bangunan dan pemasangan mesin produksi. d. UUG, dengan melihat lokasi yang sesuai denah industri. e. Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Izin Prinsip berlaku selama 3 (tiga) tahun dengan mewajibkan sebagai penanggung jawab teknis satu orang asisten apoteker yang bekerja penuh. Tujuan Prinsip IKOT agar pemohon dapat langsung melakukan persiapan-persiapan dan usaha pembangunan, pengadaan, pemasangan instalasi-instalasi peralatan, dan lain-lain yang diperlukan pada lokasi yang disetujui sedangkan izin IKOT berlaku selama perusahaan tersebut masih beroperasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
29 Persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh Izin Industri Kecil Obat Tradisional, antara lain: a. Permohonan izin prinsip/ izin tetap dari direktur/ pimpinan perusahaan/ perorangan, ditujukan kepada Sudinkes setempat sebanyak tiga rangkap beserta lampirannya dan satu rangkap di atas materai Rp. 6000,00. b. Akte pendirian perusahaan bila dalam bentuk PT yang disahkan oleh Menteri Kehakiman dan HAM. c. Ijazah apoteker penanggung jawab teknis. d. KTP DKI Jakarta dari penanggung jawab teknis. e. Surat perjanjian kerjasama antara apoteker dengan pihak perusahaan di atas materai Rp. 6000,00. f. Undang-Undang Gangguan. g. Peta lokasi, IMB. h. Denah ruangan produksi, kantor, gudang bahan baku, dan gudang produk jadi. i. Bentuk obat tradisional yang akan diproduksi. j. Peralatan dan pengolahan serta pengemasan. k. Peralatan laboratorium. l. Sumber daya/ energi yang dipakai. m. Jumlah tenaga kerja. n. Nilai investasi. o. Rencana pemasaran. p. Buku peraturan perundang-undangan di bidang farmasi dan lain-lain. q. Status gedung (sewa/ milik sendiri) lampirkan fotokopi sertifikat, bila sewa, lampirkan surat sewa minimal lima tahun beserta fotokopi KTP pemilik. r. Analisis dampak lingkungan/Surat Pernyataan Pengelolahan Limbah (SPPL). s. Peralatan pengendalian pencemaran. Perubahan fisik maupun nonfisik juga dapat terjadi pada Industri Kecil Obat Tradisional. Setiap perubahan fisik maupun nonfisik yang terjadi harus dilaporkan dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Suku Dinas Seksi Kesehatan Sumber Daya Kesehatan yang membawahi bagian Farmasi, Makanan, dan Minuman setempat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
30 Perubahan nonfisik meliputi: a. Terjadi pergantian direktur/ pimpinan sarana kesehatan IKOT (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya). b. Terjadi pergantian nama sarana kesehatan IKOT. c. Terjadi perubahan alamat sarana kesehatan IKOT tanpa pemindahan lokasi. d. Terjadi pergantian penanggung jawab teknis sarana kesehatan IKOT (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya). e. Terjadi karena surat izin sarana kesehatan IKOT hilang atau rusak. Perubahan fisik meliputi: a. Terjadi pemindahan lokasi sarana kesehatan IKOT. b. Terjadi perluasan lokasi sarana kesehatan IKOT. c. Terjadi perluasan atau penambahan jenis produksi dari sarana kesehatan IKOT. 3.3.2.7 Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK) Cabang Penyalur Alat Kesehatan adalah badan hukum atau badan usaha yang telah memperoleh izin usaha untuk pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran alat kesehatan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK) merupakan sarana yang legal yang dapat menyalurkan alkes berbeda fungsi dari Penyalur Alat Kesehatan (PAK) dimana perusahaan yang sama namanya yang telah mendapat izin dari Depkes RI. Izin Cabang Penyalur Alat Kesehatan belaku sesuai dengan penunjukkan yang diberikan oleh PAK pusat dan paling lama adalah 3 (tiga) tahun. Alat kesehatan adalah instrumen, apparatus, mesin, alat untuk ditanamkan, reagen/produk diagnostik in vitro atau barang lain yang sejenis atau yang terkait komponen, bagian, dan perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendiagosis penyakit, menyembuhkan, merawat, memulihkan, atau mencegah penyakit pada manusia.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
31 Persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh izin Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK), antara lain: a. Surat permohonan dari direktur/ pimpinan Usaha Penyalur Alat Kesehatan (UPAK), bukan dari CPAK, yang ditujukan kepada Sudinkes setempat sebanyak tiga rangkap dan satu rangkap di atas materai Rp. 6000,00. b. Surat penunjukkan dari UPAK sebagai CPAK di atas materai Rp. 6.000,00. c. Fotokopi izin UPAK. d. Akte perusahaan CPAK bila bentuk PT dan terdaftar pada Menteri Kehakiman dan HAM. e. Denah bangunan/ruangan dari CPAK. f. Peta lokasi CPAK. g. SIUP CPAK. h. NPWP CPAK. i. UUG. j. Domisili perusahaan. k. Status bangunan bila milik sendiri, lampirkan sertifikat dan bila sewa minimal dua tahun dengan melampirkan surat sewa serta fotokopi KTP pemilik. l. Penanggung jawab teknis (AA atau SMU yang mempunyai sertifikat pengelolaan alat kesehatan). Perubahan fisik maupun nonfisik pada sarana CPAK juga harus dilaporkan dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Sudinkes Seksi Sumber Daya Kesehatan yang membawahi bagian Farmasi, Makanan, dan Minuman. Perubahan nonfisik meliputi: a. Terjadi pergantian pemilik sarana kesehatan CPAK (baik meninggal dunia maupun lainnya). b. Terjadi pergantian nama sarana kesehatan CPAK. c. Terjadi perubahan alamat sarana kesehatan CPAK tanpa pemindahan lokasi. d. Terjadi karena surat izin sarana kesehatan CPAK hilang atau rusak. Perubahan fisik (dilakukan pemeriksaan lapangan), meliputi: a. Terjadi pemindahan lokasi sarana kesehatan CPAK. b. Terjadi perluasan lokasi sarana kesehatan CPAK.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
32 Izin CPAK berlaku paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang kembali bila semua persyaratan telah dipenuhi. 3.3.2.8 Toko Alat Kesehatan (Kemenkes/No. 1191/MenKes/Per/VIII/2010, 2010) Toko alat kesehatan adalah unit usaha yang diselenggarakan oleh perorangan atau badan untuk melakukan kegiatan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran alat kesehatan tertentu secara eceran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Toko alat kesehatan hanya dapat menyalurkan alat kesehatan tertentu dan dalam jumlah yang terbatas. Persyaratan memperoleh izin toko alat kesehatan adalah sebagai berikut: a. Berbentuk badan usaha atau perorangan yang baik memperoleh izin usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Memiliki toko dengan status milik sendiri, kontrak, atau sewa, paling singkat 2 (dua) tahun. Izin toko alat kesehatan dapat dicabut apabila: a. Mendistribusikan alat kesehatan yang tidak mempunyai izin edar. b. Mengadakan alat penyaluran kesehatan yang bukan dari Penyalur Alat Kesehatan atau dari Cabang Penyalur Alat Kesehatan. c. Pencabutan izin ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota. 3.3.2.9 Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) (Dinkes Provinsi DKI Jakarta, 2002) Berdasarkan UU No. 28 tahun 2004 pasal 1 disebutkan bahwa perusahaan Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis. Menurut Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat Makanan (BPOM) RI Nomor HK.00.05.5.1640 tanggal 30 April 2003 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT), maka SPP-IRT bertujuan untuk: a. Meningkatkan pengetahuan produsen dan karyawan tentang pengolahan pangan dan peraturan perundang-undangan di bidang keamanan pangan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
33 b. Menumbuhkan kesadaran dan motivasi produsen dan karyawan tentang pentingnya pengolahan pangan yang higienis dan tanggung jawab terhadap keselamatan konsumen. c. Meningkatkan daya saing dan kepercayaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan PIRT Syarat-syarat Sertifikasi Penyuluhan Keamanan Pangan, yaitu: a.
Permohonan di atas materai Rp. 6000,00.
b.
Fotokopi KTP.
c.
Pasfoto berwarna ukuran 3x4 cm sebanyak dua lembar. Syarat-syarat Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga, antara
lain: a. Surat permohonan dari direktur/ pimpinan perusahaan/ perorangan yang ditujukan kepada Sudinkes setempat sebanyak 2 (dua) rangkap dan 1 (satu) rangkap di atas materai Rp. 6000,00. b. Data perusahaan bila dalam bentuk CV lampirkan akte notarisnya. c. Peta lokasi, IMB. d. Denah ruangan produksi. e. Rancangan etiket. f. Fotokopi KTP pemilik (DKI Jakarta). g. Pasfoto pemilik berwarna ukuran 3x4 cm sebanyak dua lembar. h. Surat izin perindustrian dari Dinas/ Suku Dinas Perindustrian. i. Data produk makanan yang akan diproduksi. j. Khusus untuk pengemasan kembali, harus disertai dengan surat keterangan dari asal produk. k. Status bangunan (sewa/ milik sendiri) lampirkan fotokopi sertifikat, dan bila sewa lampirkan surat sewa minimal 2 (dua) tahun beserta fotokopi KTP pemilik. Tata cara penyelenggaraan SPP-IRT yaitu: a. Pengajuan permohonan 1. Permohonan untuk mendapatkan SPP-IRT ditujukan kepada Pemerintah Daerah atau Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota. 2. Permohonan tidak dapat dipenuhi apabila pangan yang diproduksi berupa: Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
34 a) Susu dan hasil olahan. b) Daging, ikan, unggas dan hasil olahannya yang memerlukan proses dan atau penyimpanan beku. c) Pangan kaleng. d) Pangan bayi. e) Minuman beralkohol. f) Air minum dalam kemasan. g) Pangan lain yang wajib memenuhi persyaratan SNI (contoh: coklat bubuk, garam yodium, dan tepung). h) Pangan lain yang ditetapkan oleh BPOM. 3. Pemohon diwajibkan mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP) dan telah melewati tahap pemeriksaan sarana produksinya oleh Sudinkes Kotamadya. b. Penyelenggaraan dan pelaksanaan penyuluhan keamanan pangan c. Penyelenggaraan dan penyuluhan keamanan pangan dalam rangka SPP-IRT dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota atau Suku Dinas Kesehatan di DKI Jakarta. Pelaksanaannya dapat dilaksanakan secara bersama-sama oleh beberapa Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota. Materi penyuluhan keamanan pangan yang diberikan, meliputi: 1. Berbagai jenis bahaya biologi, kimia, fisik, cara menghindari, dan memusnahkannya serta pengawetan pangan. 2. Higienis dan sanitasi sarana perusahaan pangan industri rumah tangga. 3. Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB). 4. Peraturan perundangan tentang keamanan pangan, penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP), label, dan iklan pangan. Materi pelengkap dapat dikembangkan sesuai kebutuhan perusahaan pangan industri rumah tangga, misalnya: 1. Pengemasan dan penyimpanan produk pangan industri rumah tangga. 2. Pengembangan usaha perusahaan pangan industri rumah tangga termasuk etika bisnis.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
35 d. Pemeriksaan sarana produksi Setelah melaksanakan Penyuluhan Keamanan Pangan, petugas Suku Dinas Kesehatan Kotamadya melakukan pemeriksaan ke sarana produksi PIRT. Petugas yang melakukan pemeriksaan tersebut harus memiliki Sertifikasi Inspektur Pangan. Laporan pemeriksaan sarana produksi IRTP dengan hasil minimal cukup merupakan salah satu persyaratan utama untuk mendapatkan SPP-IRT. e. Sertifikasi produksi pangan IRT Sertifikasi yang diterbitkan dari kegiatan ini terdiri dari dua jenis, yaitu: 1. Sertifikasi penyuluhan keamanan pangan Sertifikasi ini diberikan kepada peserta yang telah lulus mengikuti penyuluhan keamanan pangan, dimana semua IRTP harus mempunyai minimal satu orang tenaga yang telah memiliki sertifikat penyuluhan keamanan pangan. Apabila IRTP tidak mempunyai tenaga yang telah memiliki sertifikat yang dimaksud, maka perusahaan tersebut harus menunjuk tenaga yang sesuai dengan tugasnya untuk mengikuti penyuluhan keamanan pangan. 2. Sertifikasi produksi pangan Sertifikat ini diberikan pada IRTP yang mempunyai tenaga yang lulus Penyuluhan Keamanan Pangan dan telah diperiksa sarana produksinya dengan hasil minimal cukup, dimana sertifikat ini diterbitkan untuk satu jenis pangan produk IRTP. IRTP berlaku untuk selamanya selama IRTP tersebut masih tetap beroperasi. f. Sistem pendataan dan pelaporan Penyelenggaraan
SPP-IRT
di Sudinkes
Kota
Administrasi
setempat
melaporkan kepada Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dan Badan POM atau Balai Besar POM setempat dengan melampirkan Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan dan Sertifikat Produksi Pangan IRTP yang selambatlambatnya satu bulan setelah penyelenggaraan. Balai Besar POM melaporkan rekapitulasi penerbitan SPP-IRT kepada Badan POM. Sistem pendataan dan pelaporan SPP-IRT dilakukan oleh Sudinkes Kota Administrasi setempat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
36 3.3.2 Koordinator Tenaga Kesehatan Ruang lingkup perizinan tenaga kesehatan di wilayah DKI Jakarta yang proses perizinannya telah didelegasikan ke Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi adalah: a. Surat Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian b. Surat Izin Praktik Dokter (Dokter, Dokter Spesialis, Dokter Gigi dan Dokter gigi spesialis) c. Surat Izin Kerja Perawat d. Surat Izin Kerja Perawat Gigi e. Surat Izin Praktik Bidan f. Surat Izin Kerja Radiografer g. Surat Izin Kerja Refraksionis Optisien h. Surat Izin Praktik Fisioterapis i. Surat Izin Praktik Terapis Wicara 3.3.2.1 Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian (Keputusan Menteri Kesehatan No. 889/Menkes/Per/V/2011, 2011) Tenaga
kefarmasian
adalah
tenaga
yang
melakukan
pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Tenaga Teknis Kefarmasian dapat berupa Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, atau Tenaga Menengah Farmasi/ Asisten Apoteker. Setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian harus telah terdaftar dan memiliki izin kerja/ praktik. Sebelumnya, Apoteker dan Asisten Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian harus memiliki surat izin berupa Surat Penugasan atau Surat Izin Kerja bagi Apoteker atau SIAA dan SIKAA bagi Asisten Apoteker. Namun sejak tanggal 1 juni 2011, diberlakukan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 889/Menkes/PerV/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Berdasarkan Permenkes ini, setiap Tenaga Kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi. Surat Tanda Registrasi tersebut berupa STRA bagi Apoteker dan STRTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian. Setelah memiliki STRA atau STRTTK, Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
37 kefarmasian bekerja. Surat izin tersebut dapat berupa SIPA atau SIKA bagi Apoteker dan SIKTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian. Apoteker yang telah memiliki SP atau SIK wajib mengganti SP atau SIK dengan STRA dan SIPA/ SIKA dengan cara mendaftar melalui website KFN (Komite Farmasi Nasional). Setelah mendapatkan STRA, Apoteker wajib mengurus SIPA dan SIKA di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan. Sementara bagi Asisten Apoteker yang telah memiliki SIAA dan/ atau SIKAA harus menggantinya dengan STRTTK dengan cara mendaftar melalui Dinas Kesehatan Provinsi. Setelah mendapat STRTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian wajib mengurus SIKTTK di Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota. STRA dan STRTTK dikeluarkan oleh Menteri, dimana Menteri akan mendelegasikan pemberian STRA kepada Komite Farmasi Nasional dan STRTTK kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. STRA dan STRTTK berlaku selama lima tahun dan dapat diregistrasi ulang selama memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh
STRTTK,
Tenaga
Teknis
Kefarmasian
harus
mengajukan
permohonan kepada kepala dinas kesehatan provinsi. Surat permohonan STRTTK harus melampirkan: a. Fotokopi ijazah Sarjana Farmasi atau Ahli Madya Farmasi atau Analis Farmasi atan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker; b. Surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki SIP; c. Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika kefarmasian; d. Surat rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA, atau pimpinan institusi pendidikan lulusan, atau organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian; dan e. Pas foto terbaru berwarna ukuran 4x6 cm dua lembar dan ukuran 2x3 cm dua lembar. Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. Surat izin tersebut berupa SIPA bagi Apoteker Penanggung Jawab atau Apoteker Pendamping di fasilitas pelayanan kefarmasian, SIKA bagi Apoteker yang Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
38 melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas produksi atau fasilitas distribusi/ penyaluran, atau SIKTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kefarmasian. SIPA bagi apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian atau SIKA hanya diberikan untuk satu tempat fasilitas kefarmasian sementara SIPA bagi apoteker pendamping dapat diberikan untuk paling banyak tiga tempat fasilitas pelayanan kefarmasian. SIKTTK dapat diberikan untuk paling banyak tiga tempat fasilitas kefarmasian. SIPA, SIKA, atau SIKTTK dikeluarkan oleh Kepala DinKes Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan. Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan. Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan: a. Fotokopi STRA yang dilegalisisr oleh KFN; b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/ penyaluran; c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi; d. Pas foto berwarna ukuran 4x6 cm sebanyak dua lembar dan 3x4 cm sebanyak dua lembar. Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai Apoteker Pendamping harus dinyatakan permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua, atau ketiga. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota harus menerbitkan SIPA atau SIKA paling lama dua puluh hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap. Permohonan SIKTTK harus melampirkan: a. Fotokopi STRTTK; b. Surat pernyataan Apoteker atau pimpinan tempat pemohon melaksanakan pekerjaan kefarmasian; c. Surat rekomendasi dari organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian; dan d. Pas foto berwarna berukuran 4x6 cm sebanyak dua lembar dan 3x4 cm sebanyak dua lembar. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
39 Dalam mengajukan permohonan SIKTTK harus dinyatakan permintaan SIKTTK untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua, atau ketiga. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota harus menerbitkan SIKTTK paling lama dua puluh hari sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap. 3.3.2.2 Izin
Praktik
Dokter
(Peraturan
Menteri
Kesehatan
No. 2052/Menkes/Per/X/2011, 2011) Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan. Dokter dan dokter gigi yang dimaksud meliputi dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis. Setiap dokter dan dokter gigi yang akan melakukan praktik kedokteran wajib memiliki Surat Izin Praktik (SIP). SIP adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota kepada dokter dan dokter gigi yang telah memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktik kedokteran. Kepala Dinas
Kesehatan
Kabupaten/
Kota
dalam
memberikan
SIP
harus
mempertimbangkan keseimbangan antara jumlah dokter dan dokter gigi dengan kebutuhan pelayanan kesehatan. Dokter atau dokter gigi mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota tempat praktik kedokteran dilaksanakan untuk memperoleh SIP. Dokumen yang harus terlampir dalam permohonan SIP tersebut meliputi: a. Fotokopi Surat Tanda Registrasi (STR) dokter atau STR dokter gigi yang diterbitkan dan dilegalisasi asli oleh Konsil Kedokteran Indonesia yang masih berlaku; b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik, atau surat keterangan dari sarana pelayanan kesehatan sebagai tempat praktiknya; c. Surat persetujuan dari atasan langsung bagi dokter dan dokter gigi yang bekerja pada instansi/ fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah atau pada instansi/ fasilitas pelayanan kesehatan lain secara purna waktu; d. Surat rekomendasi asli dari organisasi profesi sesuai tempat praktik; dan e. Pas foto berwarna ukuran 4x6 cm sebanyak tiga lembar dan 3x4 cm sebanyak dua lembar. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
40 Selain dokumen tersebut, Suku Dinas Kota Administrasi Jakarta Timur menambahkan persyaratan dokumen sebagai berikut: a. Fotokopi SIP yang telah dimiliki; b. Surat keterangan aktif bekerja dari atasan langsung; dan c. Fotokopi KTP. Fotokopi KTP ditambahkan untuk menghindari kesalahan penulisan nama pada SIP karena terkadang tulisan dari para dokter sulit untuk dibaca oleh petugas. Fotokopi SIP yang telah dimiliki dan surat keterangan aktif bekerja dari atasan langsung ditambahkan sebagai tambahan pertimbangan bagi Suku Dinas Administrasi Kota Administrasi Jakarta Timur dalam pengambilan keputusan apakah izin akan dibuatkan atau tidak. Dokter atau dokter gigi yang telah memenuhi persyaratan tersebut diberikan SIP untuk satu tempat praktik. SIP dokter atau dokter gigi diberikan paling banyak untuk tiga tempat praktik, baik pada sarana pelayanan kesehatan milik pemerintah, swasta, maupun praktik perorangan. Oleh karena itu, dalam pengajuan permohonan SIP harus dinyatakan permintaan SIP tersebut untuk tempat praktik pertama, kedua, atau ketiga. SIP yang diberikan berlaku selama 5 tahun sepanjang STR masih berlaku dan tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIP. 3.3.2.3 Izin Praktik Bidan (Kepmenkes H.K. 02.02/Menkes/149/ I/2010, 2010) Bidan dapat menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan yang meliputi, fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri dan/ atau praktik mandiri. Setiap bidan yang menjalankan praktik wajib memiliki
Surat Izin
Praktik Bidan (SIPB), kecuali bagi bidan yang menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri atau bidan yang menjalankan tugas pemerintah sebagai bidan desa. Surat Izin Praktik Bidan adalah bukti tertulis yang diberikan kepada bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktik kebidanan. Untuk memperoleh SIPB, bidan harus mengajukan permohonan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota dengan melampirkan: a. Fotokopi STR yang masih berlaku dan dilegalisir; b. Surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik; Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
41 c. Surat pernyataan memiliki tempat praktik; d. Pas foto berwarna terbaru ukuran 4x6 cm sebanyak tiga lembar; dan e. Rekomendasi dari Organisasi Profesi. SIPB hanya diberikan untuk satu tempat praktik. Bidan dalam menjalankan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan meliputi tempat praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan kebidanan. 3.3.2.4 Izin Praktik Perawat (Kepmenkes H.K. 02.02/Menkes/148/ I/2010, 2010) Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/Menkes/148/I/2010, Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Perawat dapat melaksanakan praktik keperawatan pada fasilitas pelayanan kesehatan, baik fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri dan/atau praktik mandiri. Perawat yang melaksanakan praktik pada wajib memiliki Surat Izin Praktik Perawat (SIPP), kecuali untuk perawat yang menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri. SIPP hanya diberikan untuk satu tempat praktik. SIPP dapat diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan melampirkan: a.
Fotokopi STR yang masih berlaku dan dilegalisir;
b.
Surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki SIP;
c.
Surat pernyataan memiliki tempat praktik;
d.
Pas foto berwana ukuran 4x6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar; dan
e.
Rekomendasi dari Organisasi Profesi Pelaksanaan
perizinan
perawat
di Suku Dinas
Kesehatan
Kota
Administrasi Jakarta Timur pada tahun 2011 belum dilaksanakan sesuai dengan Permenkes No. HK.02.02/Menkes/148/I/2010 tersebut karena belum terbentuknya Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) dan Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) yang bertugas melaksanakan registrasi tenaga kesehatan di setiap provinsi. MTKI dan MTKP baru terbentuk pada akhir tahun 2011. Dengan demikian registrasi tenaga kesehatan masih dilakukan di Dinas Kesehatan dan pemberian Surat Izin Kerja Perawat pada tahun 2011 dilaksanakan oleh Suku Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
42 Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur sesuai dengan Permenkes No. 1239 tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat. 3.3.2.5 Izin
Kerja
Perawat
Gigi
(Peraturan
Menteri
Kesehatan
No. 1392/Menkes/SK/XII/2001, 2001) Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1392/Menkes/SK/XII/2001 Perawat Gigi adalah setiap orang yang lulus pendidikan perawat gigi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Surat Izin Kerja (SIK) adalah bukti tertulis yang diberikan kepada perawat gigi untuk melakukan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut di sarana kesehatan. SIK sebagaimana dimaksud diperoleh dengan mengajukan permohonan
kepada
Kepala
Suku
Dinas
Kesehatan
setempat
dengan
melampirkan: a. Foto kopi ijazah pendidikan perawat gigi; b. Foto kopi SIPG (surat izin perawat gigi) yang masih berlaku; c. Surat keterangan sehat dari dokter; d. Pas foto ukuran 4 X 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar; e. Surat keterangan dari pimpinan sarana kesehatan yang menyebutkan tanggal mulai bekerja sebagai perawat gigi; dan f. Rekomendasi dari organisasi profesi ( PPGI). SIK berlaku sepanjang SIPG belum habis masa berlakunya dan selanjutnya dapat diperbaharui. SIPG berlaku selama 5 tahun dan dapat diperbarui kembali serta merupakan dasar untuk memperoleh SIK. 3.3.2.6 Izin
Kerja
Radiografer
(Peraturan
Menteri
Kesehatan
No. 357/Menkes/Per/2006, 2006). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 357/Menkes/Per/2006 Radiografer adalah tenaga kesehatan lulusan akademi penata rontgen, diploma III radiologi, pendidikan ahlimadya/ akademi/ diploma III teknik radiodiagnostik dan radioterapi yang telah memiliki ijazah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Setiap radiografer untuk menjalankan pekerjaan radiografi pada sarana pelayanan kesehatan pemerintah Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
43 maupun swasta wajib memilki Surat Izin Kerja Radiografer (SIKR). Untuk memperoleh SIKR, maka radiografer yang bersangkutan mengajukan permohonan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan setempat dengan melampirkan: a. Fotokopi Surat Izin Radiografer (SIR) yang masih berlaku; b. Fotokopi ijazah radiografer yang disahkan oleh pimpinan penyelenggara pendidikan radiografer; c. Surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki SIP; d. Pas foto ukuran 4x6 cm sebanyak 2 (dua) lembar; dan e. Surat keterangan telah melaksanakan tugas dari pimpinan sarana pelayanan kesehatan. SIK berlaku sepanjang SIR belum habis masa berlakunya dan dapat diperbaharui. SIR berlaku selama 5 tahun dan dapat diperbaharui kembali serta merupakan dasar untuk memperoleh SIK. 3.3.2.7 Izin
Kerja
Refraksionis
Optisien
(Peraturan
Menteri
Kesehatan
No. 544/Menkes/VI/2002, 2002). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 544/Menkes/VI/2002 Refraksionis Optisien adalah seseorang yang telah lulus pendidikan refraksionis optisien minimal program pendidikan diploma, baik di dalam
maupun
di
luar
negeri
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundangundangan yang berlaku. Setiap refraksionis optisien untuk melakukan pekerjaan pada sarana kesehatan wajib memiliki SIK. SIK diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan setempat dengan melampirkan: a.
Fotokopi Surat Izin Refraksionis Optisien (SIRO) yang masih berlaku;
b.
Surat keterangan sehat dari dokter;
c. Pasfoto ukuran 4x6 cm sebanyak 2 (dua) lembar; d. Surat keterangan dari pimpinan sarana kesehatan yang menyatakan tanggal mulai bekerja; dan e. Rekomendasi dari organisasi profesi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
44 SIK berlaku sepanjang SIRO belum habis masa berlakunya dan dapat diperbaharui kembali. SIRO berlaku selama 5 tahun dan dapat diperbaharui serta merupakan dasar untuk memperoleh SIK. 3.3.2.8 Izin
Praktik
Fisioterapis
(Peraturan
Menteri
Kesehatan
No. 1363/Menkes/SK/XII/2001, 2001). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1363/Menkes/SK/XII/2001 Fisioterapis adalah seseorang yang telah lulus pendidikan fisioterapi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara, dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis, dan mekanis), pelatihan fungsi, dan komunikasi. Fisioterapis dapat melaksanakan praktek fisioterapi pada sarana pelayanan kesehatan, praktek perorangan dan/ atau berkelompok. Fisioterapis yang melaksanakan praktek fisioterapi harus memiliki Surat Izin Praktek Fisioterapis (SIPF). SIPF dapat diperoleh dengan mengajukan permohonan
kepada
Kepala
Suku
Dinas
Kesehatan
setempat
dengan
melampirkan: a. Fotokopi ijazah pendidikan fisioterapis; b. Fotokopi SIF (surai izin fisioterapis) yang masih berlaku; c. Surat keterangan sehat dari dokter; d. Pas foto ukuran 4x6 cm sebanyak 2 (dua) lembar; e. Surat keterangan dari pimpinan sarana pelayanan kesehatan yang menyatakan tanggal mulai bekerja; dan f. Surat keterangan menyelesaikan adaptasi, bagi lulusan luar negeri. SIPF berlaku sepanjang SIF belum habis masa berlakunya dan selanjutnya dapat diperbaharui. SIF berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperbaharui kembali serta merupakan dasar untuk memperoleh SIPF.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
45 3.3.2.9 Izin
Praktik
Terapis
Wicara
(Peraturan
Menteri
Kesehatan
No. 867/Menkes/Per/VIII/2004, 2004). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 867/Menkes/Per/VIII/2004 Terapis wicara adalah seseorang yang telah lulus pendidikan terapis wicara baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terapis wicara dapat melaksanakan praktek terapis wicara pada sarana pelayanan terapi wicara, praktek perorangan dan/atau berkelompok. Terapis wicara yang melakukan praktek pada sarana pelayanan terapi wicara, praktek perorangan, dan/ atau berkelompok harus memiliki Surat Izin Praktek Terapis Wicara (SIPTW). SIPTW dapat diperoleh dengan megajukan permohonan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan setempat dengan dengan tembusan kepada Ikatan Terapis Wicara yang terdekat dengan wilayah tersebut. Permohonan tersebut diajukan dengan melampirkan: a. Fotokopi ijazah yang disahkan oleh pimpinan penyelenggara pendidikan terapis wicara; b. Fotokopi SITW yang masih berlaku; c. Surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki SIP; d. Surat keterangan dari pimpinan sarana yang menyatakan tanggal mulai bekerja, untuk yang bekerja di sarana pelayanan terapi wicara; dan e. Pas foto ukuran 4x6 cm sebanyak 2 (dua) lembar. SIPTW berlaku sepanjang SITW belum habis masa berlakunya dan dapat diperbaharui kembali. SITW berlaku selama 5 tahun dan dapat diperbaharui serta merupakan dasar untuk memperoleh SIPTW. 3.3.3 Koordinator Standardisasi Mutu Kesehatan (Sudinkes, 2009) Ruang lingkup kebijakan mutu Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur adalah sebagai berikut: a.
Orientasi pada kepuasan pelanggan.
b.
Perbaikan/ peningkatan terus menerus dan berkesinambungan (continous and sustainable improvement).
c. Mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
46 d. Memberikan jasa pelayanan dan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian (Binwasdal) bidang kesehatan yang profesional dan responsif. Adapun sasaran mutu yang ingin dicapai dalam jasa pelayanan dan Binwasdal yang diselenggarakan oleh Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur adalah sebagai berikut. a. Binwasdal Sumber Daya Manusia (SDM) Sudinkes 100% terlaksana secara baik, benar, dan tepat waktu. b. Binwasdal program 100% terlaksana secara baik, benar, dan tepat waktu. c. Pelayanan perizinan tenaga kesehatan 12 hari kerja. d. Pelayanan sarana kesehatan 12 hari kerja. e. Keluhan pelanggan 100% ditindaklanjuti. f. Kepuasan pelanggan 85% dipenuhi. g. Tanggung jawab pencapaian sasaran mutu terdistribusi sampai Subbag dan Seksi pemilik program pencapaian sasaran mutu. h. Pencapaian sasaran mutu Sistem Manajemen Mutu di Sudinkes Jaktim dilakukan secara bertahap sesuai tabel pencapaian sasaran mutu dan dilakukan evaluasi periodik dalam rapat-rapat tinjauan manajemen. Dokumen mutu merupakan dokumen yang ditetapkan oleh Sudinkes Jaktim sebagai bentuk penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008. Ada beberapa level dokumen mutu, berdasarkan tingkatan penggunaannya di lingkungan Sudinkes Jaktim. a. Dokumen level pertama (I), yaitu manual mutu (quality manual) yang merupakan dokumen mutu induk yang menjadi dasar dan rujukan bagi semua dokumen mutu lainnya dan berlaku bagi seluruh bagian Sudinkes Jaktim. b. Dokumen level kedua (II), yaitu prosedur mutu (quality procedure) yang merupakan penjelasan lebih rinci mengenai hal-hal tertentu yang disebutkan dalam manual mutu serta terbagi atas prosedur yang berlaku bersama untuk seluruh bagian Sudinkes Jaktim dan prosedur yang hanya berlaku untuk satu seksi/ subbagian saja. c. Dokumen level ketiga (III), yaitu instruksi kerja merupakan penjelasan mendetail mengenai hal-hal tertentu dalam prosedur mutu yang perlu dijelaskan lebih lanjut. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
47 d. Dokumen level keempat (IV), yaitu format gambar dan dokumen pendukung lainnya yang dipakai dalam sistem manajemen mutu dalam berbagai kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan kendali mutu. Manual mutu Suku Dinas Kota Administrasi Jakarta Timur merupakan suatu dokumen mutu yang menjadi pedoman dan acuan dasar pelaksanaan sistem manajemen mutu di lingkungan Sudinkes Jaktim. Hal-hal pokok yang tercantum dalam Manual Mutu Sudinkes Jaktim adalah sebagai berikut. a. Pengantar Sistem Manajemen Mutu Sudinkes Jaktim b. Profil Organisasi Sudin c. Sistem Manajemen Mutu Sudin d. Persyaratan Umum Sistem Manajemen Mutu e. Komitmen Mutu f. Manjemen Sumber Daya g. Realisasi Pelayanan h. Pengukuran, Analisis, dan Implementasi Sistem Manajemen Mutu Beberapa kegiatan implementasi sistem manajemen mutu di Sudinkes Jaktim adalah sebagai berikut: a. Audit Mutu Internal, yaitu suatu kegiatan pemeriksaan/ audit yang dilakukan oleh bagian Standardisasi Mutu Kesehatan dari Seksi Sumber Daya Kesehatan untuk memastikan tercapainya sasaran mutu yang telah ditetapkan untuk dicapai oleh Sudinkes Jaktim. Audit ini dilakukan minimal dua kali dalam setahun. b. Audit Surveilans, yaitu suatu kegiatan pemeriksaaan/ audit yang dilakukan oleh pihak luar, yakni badan sertifikasi independen yang memberikan sertifikat terhadap implementasi Sistem Manajemen Mutu berdasarkan ISO 9001:2008 kepada Sudinkes Jaktim, untuk memastikan terpeliharanya implementasi Sistem Manajemen Mutu tersebut. Audit ini dilakukan minimal satu kali dalam setahun. c. Tinjauan Manajemen, yaitu suatu kegiatan rapat seluruh bagian Sudinkes Jaktim guna membahas hasil evaluasi pemeliharaan implementasi sistem manajemen mutu di Sudinkes Jaktim sehingga dapat dilakukan langkahlangkah yang diperlukan untuk memperbaiki hal tersebut sehingga Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
48 implementasi sistem manajemen mutu di Sudinkes Jaktim dapat lebih baik lagi. Tinjauan manajemen dilakukan minimal 1 tahun sekali. d. Survei Kepuasan Pelanggan, yaitu survei untuk menilai terpenuhinya kepuasan pelanggan Sudinkes terhadap pelayanan yang diberikan oleh semua bagian (Seksi dan Subbagian) Sudinkes Jaktim. Survei ini dilaksanakan melalui pengisian angket oleh pelanggan yang datang dan menerima pelayanan Sudinkes, misalnya pihak yang mengurus sarana perizinan seperti apotek dan toko obat. Selanjutnya, hasil pengisian angket ini dianalisis sehingga nilai pemenuhan kepuasan pelanggan dapat diperoleh dan dapat ditingkatkan lagi apabila hasil analisis menunjukkan kekurangan. e. Pelatihan-pelatihan, misalnya pelatihan auditor pemimpin (lead auditor) dan pelatihan kepuasan pelanggan, yang berguna untuk membantu implementasi sistem manajemen mutu oleh segenap karyawan Sudinkes Jaktim.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
4.1.1 Koordinator Tenaga Kesehatan a. Hasil analisis dengan menggunakan metode rasio antara jumlah tenaga medis yang membuka praktek pribadi dengan jumlah penduduk di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur yang dinyatakan dalam 100.000 penduduk pada tahun 2011 menunjukkan bahwa: 1. Untuk tenaga dokter, Kecamatan Pulo Gadung merupakan kecamatan dengan rasio tertinggi, yaitu sebesar 59,76 dan Kecamatan Cakung dengan rasio terendah yaitu sebesar 22,69. Untuk Kelurahan di Kota Adminsitrasi Jakarta Timur tidak ada yang memenuhi standar minimal rasio yang telah ditetapkan. 2. Untuk tenaga dokter gigi, Kecamatan Cakung yang tidak memenuhi standar rasio minimal, sedangkan Kecamatan lain yang ada di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur memenuhi standar rasio yang telah ditetapkan. Kelurahan Kayu Putih dan Rawa Mangun merupakan dua kelurahan yang memenuhi standar rasio minimal, yaitu 13,79 dan 11,87, sedangkan untuk kelurahan lain tidak memenuhi standar rasio minimal. 3. Untuk tenaga dokter spesialis (baik spesialis dasar, penunjang, lainnya dan dokter gigi spesialis), hanya Kecamatan Pulo Gadung dan Duren Sawit yang memenuhi standar rasio minimal. Kecamatan Pulo Gadung merupakan Kecamatan dengan rasio tertinggi yaitu 11,87, sedangkan Kecamatan Cakung dan Ciracas memiliki rasio terendah yaitu 0,80. Selain itu, terdapat dua Kecamatan yang tidak memiliki Rumah Sakit, yaitu Kecamatan Matraman dan Cipayung. Untuk tingkat kelurahan, hanya Kelurahan Rawa Mangun yang memenuhi standar rasio, yaitu sebesar 6,13. b. Hasil analisis jumlah dan distribusi tenaga medis berdasarkan jenis dan klasifikasi Rumah Sakit Di Kota Administrasi Jakarta Timur tahun 2011 49
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
50 menunjukkan bahwa Rumah Sakit Umum kelas B yang hampir memenuhi standar minimal jumlah tenaga medis adalah RS Premier Jatinegara. Rumah Sakit Khusus kelas B yang hampir memenuhi standar minimal jumlah tenaga medis adalah RSIA Hermina dan RSKO Cibubur. c. Jumlah total masing-masing tenaga kesehatan yang bekerja di puskesmas, yaitu: 178 dokter umum, 127 dokter gigi, 8 dokter spesialis, 516 perawat, 57 perawat gigi, 290 bidan, 16 apoteker, 38 asisten apoteker, 63 tenaga kesehatan masyarakat, dan 43 ahli gizi. d. Ketersediaan tenaga kesehatan di puskesmas tingkat kecamatan dan kelurahan di wilayah Jakarta Timur belum sepenuhnya terpenuhi. Kekurangannya yaitu: 1. Tenaga medis: satu puskesmas tingkat kelurahan tidak memiliki tenaga dokter dan tiga puskesmas tingkat kelurahan tidak memiliki tenaga dokter gigi. 2. Tenaga keperawatan: dua puskesmas tingkat kelurahan tidak memiliki tenaga perawat dan satu puskesmas tingkat kelurahan tidak memiliki tenaga bidan. 3. Tenaga kefarmasian: hanya 19 puskesmas tingkat kelurahan yang memiliki tenaga teknis kefarmasian. 4. Tenaga kesehatan masyarakat dan ahli gizi sebagian besar hanya tersebar di puskesmas tingkat kecamatan. 4.1.2 Koordinator Standardisasi Mutu Kesehatan a. Sarana farmasi, makanan, dan minuman yang melakukan perizinan baru di bawah Binwasdal seksi Sumber Daya Kesehatan Koordinator Farmasi Makanan Minuman Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur dari data terakhir pada periode Januari 2012 terdapat 2 apotek, 3 apotek rakyat, dan 2 P-IRT. b. Perizinan yang diterbitkan oleh koordinator Farmasi Makanan dan Minuman di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur pada periode Januari 2012 berjumlah 7 perizinan. Seluruhnya memenuhi sasaran mutu pelayanan, yaitu ≤ 12 hari kerja. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
51 Tabel 4.1. Perizinan sarana farmasi, makanan, dan minuman yang dilakukan oleh Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur pada periode Januari 2012 (dengan standar 12 hari kerja) No 1 2 3 4 5 6 7
Nama Sarana
Berkas Masuk Customer SDK Service 16-Jan-12 16-Jan-12
Apotek K-24 Condet Apotek Ibin 20-Des-11 Sina Apotek 09-Jan-12 Rakyat Abadi Jaya Sentosa Apotek 24-Jan-12 Rakyat Krisna Farma Apotek 23-Des-11 Rakyat Suma Farma P-IRT Herbal 06-Jan-12 Holistik P-IRT Mabel 18-Jan-12 Food
23-Des-11 13-Jan-12
Cetak SI Lama Perizinan Perizinan 24-Jan12 31-Jan12 18-Jan12
6 hari 6 hari 3 hari
Kriteria dari Segi Waktu Memenu hi Memenu hi Memenu hi
25-Jan-12
31-Jan12
4 hari
Memenu hi
27-Des-11
06-Jan12
9 hari
Memenu hi
10-Jan-12
24-Jan12 31-Jan12
10 hari
Memenu hi Memenu hi
20-Jan-12
7 hari
c. Perizinan yang diterbitkan oleh koordinator Tenaga Kesehatan di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur tidak ada yang masuk pada periode bulan Januari 2012. d. Sistem Manajemen Mutu yang dilaksanakan berdasarkan ISO 9001:2008 telah dan terus menerus dijalankan di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur untuk menjamin kualitas pelayanan publik dalam bidang kesehatan yang diselenggarakan oleh Sudinkes Jaktim. e. Quality Procedure tentang pelayanan perizinan dan sertifikasi mengalami revisi terkait proses perizinan yang masih ditangani oleh seksi Sumber Daya Kesehatan sesuai dengan salah satu aspek mendasar Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 mengenai dokumentasi. f. Pemeliharaan implementasi sistem manajemen mutu di Sudinkes Jaktim dilakukan lewat pelaksanaan audit internal dan surveilans, survei kepuasan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
52 pelanggan dan tinjauan manajemen, serta berbagai pelatihan seperti pelatihan lead auditor dan pelatihan manajemen kepuasan pelanggan. 4.1.3 Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman a. Analisis terhadap Sistem pelaporan LPLPO pada Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur, didapatkan hasil bahwa obat yang paling banyak dipakai di Puskesmas wilayah Jakarta Timur pada bulan Januari 2012 yaitu tablet klorfeniramin maleat (CTM), tidak satu pun puskesmas kecamatan yang mecapai target pengadaan obat generik untuk tahun 2012 yaitu minimal 98%, sementara persentase pengadaan obat generik tertinggi di wilayah Jakarta Timur pada bulan Januari 2012 adalah PKC Kramat Jati (95,5%), dan masih terdapat puskesmas kecamatan yang menyediakan obat dengan merk dagang, padahal obat tersebut tersedia generiknya. b. Rekapitulasi data pelaporan penggunaan narkotika dengan Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) menunjukkan bahwa sampai dengan 27 Februrai 2012, unit pelayanan kesehatan (UPK) di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur yang melaporkan penggunaan narkotikaa pada bulan Desember 2011 sebanyak 226 dari 373 atau 60,59%. Sedangkan, untuk penggunaan pada bulan Januari 2012, UPK yang melaporkan sebanyak 194 dari 373 atau 52,01%. Narkotikaa yang paling banyak digunakan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur pada bulan Desember 2011 adalah tablet kodein 10 mg dan pada bulan Januari 2012 juga tablet kodein 10 mg. Lima narkotika yang paling banyak digunakan pada bulan Desember 2011 dan Januari 2012 adalah kodein tablet, codipront kapsul, fentanil injeksi, petidin HCl injeksi, dan morfin HCl injeksi. UPK di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur yang paling banyak menggunakan narkotika pada bulan Desemember 2011 adalah puskesmas: PKC Matraman, apotek: Rini, dan rumah sakit: RS Persahabatan (Instalasi Farmasi). Sedangkan, pada bulan Januari 2012, unit pelayanan kesehatan yang paling banyak menggunakan narkotika adalah puskesmas: PKC Duren Sawit, apotek: Rini, dan untuk rumah sakit: RS Persahabatan (Instalasi Farmasi).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
53 c. Berdasarkan dari hasil rekapitulasi pelaporan pengunaan psikotropika unit pelayanan kesehatan yang dilakukan di Sudinkes pada saat melakukan praktek kerja lapangan apoteker memperoleh data sebagai berikut bahwa psikotropika yang paling banyak digunakan oleh semua unit pelayanan di Jakarta Timur adalah Diazepam 2 mg tablet sejumlah 379.920.35 tablet pada bulan Desember 2011 dengan jumlah pelapor 180 pelapor dan pada bulan Januari 2012 psikotropikaa yang paling banyak digunakan luminal 30 mg 158.511 tablet dengan jumlah pelapor 149 pelapor. d. Monitoring harga obat generik yang dilakukan oleh Seksi Sumber Daya Kesehatan Koordinator Farmasi Makanan Minuman Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur pada tahun 2011 terhadap 23 sarana, terdapat tiga sarana yang menjual obat generik sesuai dengan HET, sedangkan 20 sarana lainnya menjual obat generik dengan rentang 10%-83,33% yang melebihi HET dari obat generik yang dipantau. Dari rata-rata persentase yang diperoleh berdasarkan monitoring obat generik terhadap 23 sarana, didapatkan 58,55% item obat generik yang memenuhi HET dan 41,45% item obat generik yang tidak memenuhi HET. Hasil monitoring dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Persentase per item hasil Monitoring Obat Generik periode tahun 2011 pada Sarana Pelayanan Kesehatan di wilayah Jakarta Timur No
Nama Sarana IFRS / APOTEK
Item yang memenuhi
Item yang melebihi
sesuai HET
tidak sesuai HET
Jumlah
%
Jumlah
%
1
RS Bunda Aliyah
5
16,67
25
83,33
2
KPRI RSCM Kramat Jati
6
20
24
80
3
RS Bedah Rawamangun
7
23,33
23
76,67
4
RS Harapan Jayakarta
9
30
21
70
5
RS Harum Jakarta
9
30
21
70
6
Apotek Sehati Pharma
9
30
21
70
7
RS Omni Medical Center
10
33,37
20
66,67
8
RSUD Budhi Asih
10
33.37
20
66.67
9
Apotek K-24 Klender
12
40
18
60
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
54 Tabel 4.2. (lanjutan) Persentase per item hasil Monitoring Obat Generik periode tahun 2011 pada Sarana Pelayanan Kesehatan di wilayah Jakarta Timur No
Nama Sarana IFRS / APOTEK
10
Apotek Century Pharma Duren Sawit
Item yang memenuhi
Item yang melebihi
sesuai HET
tidak sesuai HET
Jumlah
%
Jumlah
%
13
43,33
17
56,67
11
RS.Yadika
14
46,67
16
53,33
12
RS Hermina Jatinegara
18
60
12
40
13
RS Pondok Kopi
18
60
12
40
14
RSIA Resti Mulya
12
73,33
8
26,67
23
76,67
7
23,33
15
Apotek Rakyat Nur Agung
16
RSIA Sayyidah
24
80
6
20
17
Apotek K-24 Condet
26
86,67
4
13,33
18
RS Bunga Rampai
25
83,33
5
16,67
19
RS Dharma Nugraha
27
90
3
10
20
Apotek Rakyat UPHIA
17
90
3
10
21
Apotek Ibin Sina
30
100
0
0
22
Apotej Jati Farma Indah
30
100
0
0
30
100
0
0
23
Apotek Rakyat Hasbi Allah Rata-rata
58,55
41,45
Evaluasi Binwasdal yang telah dilakukan oleh koordinator Farmasi Makanan dan Minuman di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur pada periode Januari 2011 - Desember 2012, masih terdapat kekurangan-kekurangan pada sarana unit pelayanan kesehatan yang harus diperbaiki. Selain itu, juga ditemukan kesalahan-kesalahan fatal sarana unit pelayanan kesehatan sehingga dilakukan penghentian kegiatan sementara pada 5 apotek dan penutupan 2 apotek.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
55 4.2
Pembahasan Suku Dinas Kesehatan baru dibentuk pada bulan Januari 2009. Suku Dinas
Kesehatan ini merupakan gabungan dari Suku Dinas Pelayanan Kesehatan dan Suku Dinas Kesehatan Masyarakat, dimana sebelumnya kedua suku dinas ini dipisah, hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan efisiensi berdasarkan Perda No. 10 tahun 2008. Di daerah DKI Jakarta saat ini terdapat enam Suku Dinas yang terdapat di enam wilayah yaitu Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Selatan dan Pulau Seribu. Masing-masing Suku Dinas Kesehatan dipimpin oleh Kepala Suku Dinas Kesehatan serta mempunyai tugas pokok melaksanakan perizinan, pengendalian, dan penilaian efektivitas pelayanan kesehatan dan program kesehatan masyarakat. 4.2.1 Koordinator Tenaga Kesehatan Berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 150 tahun 2009, disebutkan bahwa Seksi Sumber Daya Kesehatan Suku Dinas Kota Administrasi mempunyai tugas untuk melaksanakan kegiatan bimbingan teknis tenaga kesehatan, menyusun peta kebutuhan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan berdasarkan analisis kebutuhan pendidikan dan pelatihan, serta melaksanakan monitoring dan pemetaan sumber daya kesehatan. Berdasarkan analisis data, diketahui bahwa jumlah tenaga medis yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah rumah sakit yang ada dan standar minimal jumlah tenaga medis yang telah ditetapkan. Rumah Sakit Umum yang hampir memenuhi seluruh standar klasifikasi berdasarkan jumlah tenaga kesehatan yang dimiliki adalah RS Premier Jatinegara, sedangkan Rumah Sakit Khusus yang hampir memenuhi standar minimal jumlah tenaga medis adalah RSIA Hermina dan RSKO Cibubur. Analisis dilakukan dengan membandingkan jumlah tenaga medis yang ada di Rumah Sakit dengan jumlah standar minimum yang ditetapkan berdasarkan Permenkes No. 340/MENKES/PER/III/2010 dan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian. Analisis terhadap pemetaan tenaga medis yang membuka praktet pribadi di Kota Administrasi Jakarta Timur dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1202/MENKES/SK/VIII/2003 yang menyatakan bahwa rasio Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
56 tenaga kesehatan dilihat jumlah tenaga kesehatan per 100.000 jumlah penduduk. Dari analisis pemetaan tenaga medis, didapatkan hasil bahwa tenaga medis pada masing-masing Kecamatan dan Kelurahan di Kota Administrasi Jakarta Timur sebagian besar tidak memenuhi rasio indikator Indonesia Sehat 2010. Hal ini tidak dapat menunjukan bahwa jumlah tenaga medis di Kota Administrasi Jakarta Timur sedikit, sebab data yang dianalisis hanya bersumber dari data jumlah tenaga medis yang membuka praktek pribadi. Pada sarana kesehatan lainnya yaitu di puskesmas, dilakukan pula pemetaan dan selanjutnya penempatan tenaga kesehatan oleh Suku Dinas Kesehatan. Untuk ketersediaan minimal tenaga kesehatan di puskesmas yaitu dari tenaga medis terdapat satu tenaga medis yang masing-masing meliputi dokter dan dokter gigi. Selain itu, juga harus terdapat minimal satu tenaga keperawatan yang masing-masing meliputi perawat dan bidan. Puskesmas tingkat kelurahan minimal memiliki satu tenaga kefarmasian, dapat meliputi apoteker maupun teknis kefarmasian.
Puskesmas tingkat kecamatan diharuskan memiliki tenaga
kefarmasian yaitu apoteker minimal satu. Dari hasil rekapitulasi data yang dikumpulkan olehSuku Dinas Kesehatan terlihat bahwa masih terdapat beberapa puskesmas, terutama puskesmas tingkat kelurahan yang belum memenuhi ketersediaan minimal tersebut. Analisis rasio untuk melihat penyebaran tenaga kesehatan juga dilakukan dengan membandingkan jumlah tenaga kesehatan di setiap kecamatan dan kelurahan dengan total penduduk per kecamatan atau kelurahan. Dari hasil analisis rasio tersebut memperlihatkan tingkat penyebaran tenaga kesehatan di puskesmas yang belum merata. Hal tersebut dapat terlihat dari masih terdapatnya puskesmas yang tidak lengkap tenaga kesehatannya. 4.2.2 Koordinator Standardisasi Mutu Kesehatan Tugas pokok dan fungsi lainnya dari suku dinas kesehatan adalah memberikan private good (perizinan), dimana kebijakan sistem perizinan dari Kota Administrasi Jakarta Timur adalah melalui sistem satu pintu. Sistem satu pintu ini merupakan suatu sistem, dimana seluruh berkas permohonan harus masuk melalui Costumer Service yang berada di walikota, kemudian dilanjutkan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
57 ke seksi yang bersangkutan. Pemohon dapat melakukan konsultasi dengan seksi yang bersangkutan agar dapat melengkapi berkas permohonan ketika dimasukkan ke customer service, sehingga proses pembuatan izin berjalan lancar. Batas waktu 12 hari kerja dapat digunakan sebagai pedoman bagi petugas dalam menyelesaikan setiap permohonan izin. Selain itu, bagi pemohon batasan 12 hari kerja ini merupakan suatu kepastian bahwa izin dapat diperoleh dalam jangka waktu tersebut. Berdasarkan Undang-undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 Pasal 23 yang menyebutkan bahwa dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah. Salah satu tugas pokok dan fungsi Seksi Sumber Daya Kesehatan Koordinator Tenaga Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur adalah melaksanakan pemberian izin tenaga kesehatan. Sebelum dikeluarkannya Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 150 tahun 2009, koordinator Tenaga Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur hanya memproses perizinan Surat Izin Kerja Asisten Apoteker (SIKAA), sedangkan izin tenaga kesehatan lainnya diproses oleh Seksi Pelayanan Kesehatan Sudinkes Jakarta Timur. Pada periode Januari 2011 hingga Juli 2011, ruang lingkup perizinan tenaga kesehatan meliputi Surat Izin Praktik Dokter, Surat Izin Praktik Dokter Spesialis, Surat Izin Praktik Dokter Gigi, Surat Izin Praktik Dokter Gigi Spesialis, Surat Izin Kerja Asisten Apoteker, Surat Izin Kerja Perawat, Surat Izin Kerja Perawat Gigi, Surat Izin Praktik Bidan, Surat Izin Kerja Radiografer, Surat Izin Kerja Refraksionis Optisien, Surat Izin Praktik Fisioterapis dan Surat Izin Praktik Terapis Wicara diproses oleh seksi Sumber Daya Kesehatan. Sejak periode September 2011 sampai Desember 2011 ruang lingkup perizinan tenaga kesehatan mengalami sedikit perubahan karena mulai diberlakukannya Permenkes RI nomor 889 tahun 2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Berdasarkan Permenkes ini maka tugas Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur ditambah dengan perizinan Surat Izin Kerja Apoteker dan Surat Izin Praktik Apoteker, sementara Surat Izin Kerja Asisten Apoteker diganti menjadi Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian. Sejak periode Januari 2012, ruang lingkup perizinan tenaga Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
58 kesehatan yang dikelola oleh koordinator Tenaga Kesehatan berubah menjadi hanya mengurus perizinan praktek bidan. Perizinan profesi lainnya telah dipindahkan ke kantor walikota Jakarta Timur. Kebijakan sistem perizinan untuk tenaga kesehatan dari Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur dilaksanakan melalui sistem satu pintu, dimana seluruh berkas permohonan harus masuk melalui Costumer Service yang berada di walikota, kemudian diberikan ke bagian umum Sudinkes. Bagian umum Sudinkes akan menerima dan mencatat berkas perizinan, serta menyerahkan berkas perizinan ke koordinator tenaga kesehatan. Koordinator tenaga kesehatan akan memeriksa keabsahan berkas, setelah itu membuat Surat Izin Kerja dan melakukan verifikasi Surat Izin Kerja tersebut. Surat Izin Kerja tenaga kesehatan akan ditandatangani oleh Kepala Suku Dinas Kesehatan. Setelah ditandatangani, lembar fotokopi Surat Izin disimpan sebagai arsip. Koordinator Tenaga Kesehatan akan menyerahkan Surat Izin tenaga kesehatan dan SKRD (Surat Ketetapan Retribusi Daerah) ke petugas Customer service. Customer service akan menyerahkan Surat Izin ke pemohon setelah pemohon melunasi SKRD. Namun, dalam perizinan Apoteker belum ditentukan Retribusi Daerah sehingga dalam perizinannya Apoteker tidak perlu membayar SKRD. Lembar kendali dibuat agar proses perizinan dapat terkontrol. Dalam lembar kendali tertera tanggal terima berkas dari costumer service dan tanggal proses pembuatan izin di seksi yang bersangkutan serta tanggal persetujuan Kepala Suku Dinas Kesehatan sampai dengan tanggal surat izin diberikan kepada pemohon. Semua proses perizinan dilakukan tidak melebihi 12 hari kerja dengan ketentuan seluruh persyaratan administrasi lengkap. Semua alur proses perizinan tercatat dalam lembar Kendali Perizinan, yang mencantumkan tanggal terima dan diserahkannya berkas perizinan dari satu bagian ke bagian lainnya. Oleh sebab itu, apabila terjadi keterlambatan maka dapat ditelusuri pada bagian mana keterlambatan terjadi. Pelayanan administratif yang diberikan oleh Sudinkes Jakarta Timur ini dilakukan dengan sasaran mutu tertentu, misalnya 12 hari kerja untuk permohonan perizinan tenaga kesehatan dan 12 hari kerja untuk permohonan perizinan sarana kesehatan yang ditangani seksi Sumber Daya Kesehatan sesuai dengan kewajiban Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
59 yang tercantum dalam Undang-undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Sudinkes Jaktim merupakan pelayanan administratif yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah, khususnya dalam bidang kesehatan. Dengan adanya sasaran mutu dalam pelaksanaan setiap program Sudinkes Jakarta Timur, maka akan ada jaminan atas implementasi yang berkualitas. Implementasi sistem manajemen mutu yang berorientasi pada kepuasan pelanggan oleh Sudinkes Jakarta Timur didasarkan pada sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 yang berlaku secara internasional. Salah satu aspek penting dari sistem manajemen mutu adalah dokumentasi. Seluruh proses yang dijalankan harus didokumentasikan dan disesuaikan dengan prosedur tetap yang ada. Beberapa proses perizinan saat ini sudah tidak ditangani oleh seksi Sumber Daya Kesehatan sehingga perlu dilakukan perbaharuan agar sesuai dengan kondisi terkini. Quality Procedure tentang pelayanan perizinan dan sertifikasi mengalami revisi terkait proses perizinan yang masih ditangani oleh seksi Sumber Daya Kesehatan sesuai dengan persyaratan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 mengenai dokumentasi. Pihak yang berkepentingan (stake holders) di Sudinkes Jakarta Timur terdiri atas stake holders internal, yang berasal dari dalam Sudinkes Jakarta Timur, dan stake holders eksternal yang berasal dari luar Sudinkes Jakarta Timur. Stake holders interrnal meliputi staf/ karyawan Sudinkes, kepala seksi dan subbagian, serta Kepala Sudinkes Jakarta Timur, sedangkan stake holders eksternal meliputi puskesmas kecamatan dan kelurahan, lintas sektor, institusi pendidikan/ LSM/ organisasi profesi kesehatan, dan masyarakat umum. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur juga melaksanakan Sistem Manajemen Mutu berdasarkan ISO 9001:2008 untuk menjamin kualitas pelayanan publik dalam bidang kesehatan. Pemeliharaan implementasi sistem manajemen mutu ini dilakukan lewat pelaksanaan audit internal dan surveilans, survei kepuasan pelanggan dan tinjauan manajemen, serta berbagai pelatihan seperti pelatihan lead auditor dan pelatihan manajemen kepuasan pelanggan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
60 4.2.3 Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman Tugas pokok dan fungsi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur Seksi Sumber Daya Kesehatan Bagian Farmasi, Makanan dan Minuman di antaranya adalah melaksanakan kegiatan pengelolaan dan pengawasan persediaan obat dan perbekalan kesehatan di Kota Administrasi Jakarta Timur. Persediaan yang dimaksud juga termasuk narkotika dan psikotropika. Pelaksanaan kegiatan pengelolaan dan pengawasan persediaan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan melalui Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yang digunakan sebagai laporan pemakaian obat bulanan oleh penanggung jawab obat Puskesmas. Sistem pelaporan LPLPO pada Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur dari Puskesmas Kecamatan dilakukan dengan menggunakan sistem manual dengan cara memasukkan data pemakaian dan pengadaan obat dari puskesmas kelurahan dan puskesmas kecamatan tersebut selama satu bulan dalam bentuk hard copy pada program Microsoft excel. LPLPO dikirimkan oleh setiap puskesmas kecamatan ke sudinkes Jakarta Timur. Kemudian setiap 3 bulan kompilasi data LPLPO tersebut dikirimkan ke Dinas Kesehatan Provinsi untuk dikompilasi lagi dan selanjutnya diserahkan ke pusat yaitu Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan alat Kesehatan setiap enam bulan sekali. Berdasarkan analisis terhadap Sistem pelaporan LPLPO pada Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur, obat yang paling banyak dipakai adalah klorfeniramin maleat (CTM). CTM sering digunakan untuk mengobati tanda tanda alergi seperti bersin, gatal, dan batuk. Pemerintah Dinas Kesehatan DKI Jakarta menargetkan dan menetapkan bahwa pengadaan item obat generik di puskesmas pada tahun 2012 adalah 98%. Hal ini berkaitan dengan tujuan menyediakan pelayanan dan fasilitas kesehatan yang terjangkau dan murah untuk seluruh lapisan masyarakat dengan tetap memperhatikan kualitasnya. Berdasarkan
data persentase pengadaan obat
generik, kesepuluh
puskesmas kecamatan tersebut belum memenuhi target 98% seperti yang dicanangkan pemerintah provinsi. Pengadaan obat di puskesmas kecamatan tidak semuanya generik karena memang ada golongan obat tertentu yang tidak/ belum ada generiknya. Selain itu, data ini hanya berasal dari LPLPO satu bulan saja, Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
61 yaitu bulan Januri, sementara persentase pemakaian obat generik ini ditargetkan untuk pemakaian selama satu tahun. Pertimbangan lain yang perlu diketahui, pada bulan Januari puskesmas kecamatan belum mengadakan pengadaan. Jadi, obat yang digunakan adalah sisa dari pengadaan pada tahun sebelumnya 2011. Oleh karena itu, angka persentasenya masih bisa diperbaiki dan ditingkatkan penggunaan obat generik sehingga puskesmas kecamatan dapat memenuhi target 98% di akhir tahun 2012. Ssesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, UPK wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/ atau pengeluaran narkotika yang berada dalam penguasaannya. Laporan berupa print out dan email disampaikan kepada dinas kesehatan kabupaten atau kota tempat masing-masing unit pelayanan kesehatan tersebut berada. Laporan direkapitulasi dalam aplikasi SIPNAP oleh dinas kesehatan kabupaten atau kota untuk kemudian dikirimkan secara online ke dinas kesehatan provinsi dan pusat. Untuk wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur, pelaporan narkotika disampaikan kepada Sudinkes Kota Administrasi Jakarta Timur Bagian Farmasi, Makanan, dan Minuman Seksi Sumber Daya Kesehatan. Hasil rekapitulasi data laporan pengunaan nakotika menunjukkan tingkat kepatuhan UPK belum cukup baik. Hal ini disebabkan oleh UPK yang tidak mengirim laporan tepat waktu. Beberapa UPK melaporkan penggunaan narkotikanya dirapel atau sekaligus selama beberapa bulan. Padahal,idealnya pelaporan dilakukan sebulan sekali setiap awal bulan berikutnya. Dari hasil rekapitulasi, narkotika yang paling banyak digunakan selama Desember 2011 dan Januari 2012 di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur adalah kodein. Tanpa melihat ukuran dan bentuk sediaan, lima jenis narkotika yang paling banyak digunakan selama Desember 2011 dan Januari 2012 di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur adalah tablet kodein, kapsul codipront, injeksi fentanil, injeksi petidin HCl, dan injeksi morfin HCl. Aplikasi SIPNAP sudah cukup baik sebagai suatu sistem pelaporan narkotika. Namun, masih ada beberapa kekurangan pada aplikasi ini, antara lain nama unit pelayanan kesehatan dan nama narkotika yang tidak berurutan sehingga menyulitkan pencarian ketika proses pemasukkan data. Jumlah stok yang tidak Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
62 cocok antara bulan ini dan bulan sebelumnya, serta nama unit pelayanan kesehatan yang belum terdaftar juga menjadi kendala dalam SIPNAP. Hal ini disebabkan ada data-data yang belum dimasukkan ke dalam aplikasi SIPNAP karena keterbatasan jumlah sumber daya manusia, serta ada data-data yang belum dilaporkan oleh unit pelayanan kesehatan. Pengarsipan dari laporan-laporan yang sudah diterima sebaiknya diperbaiki karena masih ditemukan beberapa arsip yang berasal dari bulan yang berbeda yang tercampur. Kegiatan dari Bagian Farmasi, Makanan, dan Minuman lainnya yaitu membuat rekapitulasi pelaporan penggunaan psikotropika di unit pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit dan apotek di Jakarta Timur dengan menggunakan aplikasi SIPNAP. SIPNAP adalah sistem yang mengatur pelaporan penggunaan Narkotika dan Psikotropika dari Unit Layanan (Puskesmas, Rumah Sakit dan Apotek) ke Suku Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dengan menggunakan
pelaporan
elektronik,
selanjutnya
Suku
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/ Kota melaporkan ke tingkat yang lebih tinggi (Dinas Kesehatan Provinsi dan Direktorat Jenderal Binfar dan Alkes) melalui mekanisme pelaporan online yang menggunakan fasilitas internet. SIPNAP dilakukan secara online menggunakan aplikasi yang dikembangkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia (sekarang Kementerian Kesehatan RI) sebulan satu kali. Tujuannya adalah membangun sistem yang dapat terintegrasi dalam melakukan pengawasan secara menyeluruh dari penyediaan hingga penyerahan obat golongan narkotika dan psikotropika sehingga dapat meminimalkan bahaya penyalahgunaan serta peredaran gelap narkotika dan psikotropika. Pelaporan melalui SIPNAP juga bertujuan untuk menjamin ketersediaan narkotika dan psikotropika jenis tertentu yang sangat dibutuhkan. Unit pelayanan puskesmas yang paling banyak menggunakan psikotropika pada bulan Desember 2011 yaitu PKC Ciracas dan pada bulan Januari 2012 adalah PKC Pulogadung; unit pelayanan rumah sakit pada bulan desember 2011 dan Januari 2012 yang paling banyak menggunakan psikotropika adalah RS Persahabatan; dan unit pelayanan apotek yang paling banyak menggunakan psikotropika pada bulan Desember 2011 dan Januari 2012 adalah Apotek Rini.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
63 Hasil rekapitulasi dianalisis kepatuhan pelaporan semua unit pelayanan di Kota Administrasi Jakarta Timur
bulan Desember 2011 dan Januari 2012.
Analisis kepatuhan berdasarkan jumlah laporan penggunaan psikotropika yang masuk ke Sudinkes. Unit pelayanan di Jakarta Timur berjumlah 373 unit dengan jumlah 10 puskesmas, 33 rumah sakit dan 330 apotek. Berdasarkan dari data yang diperoleh, diketahui tingkat kepatuhan pelaporan psikotropika pada bulan Desember 2011 adalah 48,26% dari jumlah semua pelapor 180 unit dengan 9 puskesmas, 24 rumah sakit, dan 147 apotek. Sedangkan, tingkat kepatuhan pelaporan psikotropika ada bulan Januari 2012 adalah 39,95% dari jumlah semua pelapor 149 dengan 8 puskesmas, 20 rumah sakit dan 121 apotek. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan unit pelayanana di Jakarta Timur masih rendah dalam melaporkan penggunaan psikotropika. Berdasarkan hasil analisis tersebut disimpulkan bahwa tingkat kepatuhan yang rendah disebabkan oleh beberapa faktor yaitu unit pelayanan terlambat dalam melaporkan yang sebenarnya telah ditetapkan pelaporan yang masuk paling lambat pada tanggal 10, adanya unit pelayanan yang mengirimkan laporan untuk penggunaan psikotropika 3 bulan serta adanya beberapa unit pelayanan yang tidak menyediakan psikotropika sehingga tidak melaporkan ke Sudinkes. Untuk apotek dengan penggunaan nihil namun telah melapor, seringkali terlewat untuk direkapitulasi data ketaatannya karena tidak ada data mengenai penggunaan obat yang diinput ke dalam aplikasi. Selanjutnya, di antara tupoksi Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman
berdasarkan
Peraturan
Gubernur
No.150
tahun
2009
yaitu
melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian (Binwasdal) pelayanan sarana kesehatan kefarmasian meliputi industri kecil obat tradisional, subpenyalur alat kesehatan, apotek, toko obat, depo obat, dan industri makanan dan minuman rumah tangga, dan juga melaksanakan kegiatan pemantauan dan monitoring harga obat generik dan persediaan cadangan obat essensial. Dari hasil Binwasdal yang dilakukan Suku Dinas Kesehatan wilayah Jakarta Timur seksi Sumber Daya Kesehatan masih terdapat beberapa sarana kesehatan yang masih terdapat kekurangan-kekurangan seperti untuk apotek yaitu lemari narkotika belum pintu ganda, kartu stok narkotika tidak rutin dijalankan, serta administrasi Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
64 dan pengelolaan
narkotika yang tidak rapi. Untuk puskesmas umumnya
kekurangan yang ada ialah pada sarana gudang penyimpanan yaitu tidak dilengkapi pendingin ruangan sebagai pengatur suhu ruang penyimpanan obat atau memiliki pendingin ruangan tetapi dalam keadaan rusak dan belum diperbaiki, serta penataan obat yang kurang rapi. Kekurangan yang ada pada instalasi farmasi rumah sakit umumnya adalah jumlah tenaga farmasi yang belum mencukupi untuk menunjang berlangsungnya kegiatan di instalasi farmasi rumah sakit tersebut. Selama periode Januari 2009 sampai dengan Februari 2012, terdapat beberapa apotek yang ditutup karena melakukan pelanggaran berat seperti menjual obat tanpa izin edar, menjual obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat, tidak memiliki izin apotek, dan tidak adanya apoteker penanggung jawab apotek. Selain itu, terdapat pula beberapa apotek yang diberhentikan kegiatan apotek sementara selama 1 bulan karena melakukan pelanggaran seperti melayani penyerahan narkotika dengan kopi resep, tidak membuat arsip laporan narkotika-psikotropika,
tidak
menyertakan nomor batch pada kartu stok narkotika, menyerahkan obat jadi yang mengandung prekursor dalam jumlah besar kepada sarana yang tidak berhak, menyerahkan obat keras bukan berdasarkan resep dokter dan bukan oleh petugas farmasi. Sedangkan, 23 sarana yang dilakukan monitoring harga obat generik, hanya 3 sarana yang menjual obat generik sesuai dengan HET, sedangkan 20 sarana lainnya menjual obat generik dengan rentang 10% - 83,33% yang melebihi HET dari obat generik yang dipantau. Dari rata-rata persentase yang diperoleh berdasarkan monitoring obat generik terhadap 23 sarana, didapatkan 58,55% item obat generik yang memenuhi HET dan 41,45% item obat generik yang tidak memenuhi HET.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 1. Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur memiliki tugas dan fungsi dalam pembinaan dan pengembangan, termasuk pengawasan dan pengendalian hal yang berkaitan dengan kesehatan, baik di masyarakat maupun lingkungan. 2. Seksi Sumber Daya Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur membawahi 3 (tiga) koordinator: Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman, Koordinator Tenaga Kesehatan, dan Koordinator Standardisasi Mutu Kesehatan. 5.2. Saran 1. Setiap personel sebaiknya meningkatkan kinerjanya pada setiap pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing, dan sesuai dengan tingkat pendidikan/ kompetensinya. Peningkatan kompetensi personel dapat dilakukan dengan memperhatikan tiga hal pokok yaitu pendidikan, pelatihan dan pengalaman. 2. Implementasi sistem manajemen mutu berdasarkan ISO 9001:2008 yang telah dijalankan saat ini dengan cukup baik oleh Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur harus dipertahankan, bahkan ditingkatkan lagi di masa yang akan datang.
65
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ACUAN
Undang-undang No. 25 Tahun 2009. (2009). Undang-undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 . (2009). Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Undang-undang No. 22 Tahun 1999 . (1999). Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009. (2009). Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000. (2000). Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom Presiden RI. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan No. 2052/Menkes/Per/X/2011. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan No. 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan No 284/MenKes/PER/III/2007. (2007). Peraturan Menteri Kesehatan No 284/MenKes/PER/III/2007, tentang Apotek Rakyat. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan No. 357/Menkes/Per/2006. (2006). Peraturan Menteri Kesehatan No. 357/Menkes/Per/2006 Tentang Registrasi dan Izin Radiografer. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan No. 867/Menkes/Per/VIII/2004. (2004). Peraturan Menteri Kesehatan No. 867/Menkes/Per/VIII/2004 tentang Registrasi dan Praktik Terapis Wicara. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
66
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
67 Peraturan Menteri Kesehatan No. 1332/MenKes/SK/X/2002. (2002). Peraturan Menteri Kesehatan No. 1332/MenKes/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan No. 544/Menkes/VI/2002. (2002) Peraturan Menteri Kesehatan No. 544/Menkes/VI/2002 Tentang Registrasi dan Izin Kerja Refraksionis Optisien. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1392/Menkes/SK/XII/2001. (2001). Peraturan Menteri Kesehatan No. 1392/Menkes/SK/XII/2001 tentang Registrasi dan Izin Kerja Perawat Gigi. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Peraturan Menteri Kesehatan No. 1363/Menkes/SK/XII/2001. (2001). Peraturan Menteri Kesehatan No. 1363/Menkes/SK/XII/2001 Tentang Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapis Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan No. 142/MenKes/PER/III/1991. (1991). Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 142/MenKes/PER/III/1991 tentang Penyalur Alat Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan No. 246/Menkes/PER/V/1990. (1990). Peraturan Menteri Kesehatan No. 246/Menkes/PER/V/1990 Tentang Izin Usaha Industri Kecil Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan No. 889/Menkes/Per/V/2011. (2011). Keputusan Menteri Kesehatan No. 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan H.K. 02.02/Menkes/149/ I/2010. (2011).Keputusan Menteri Kesehatan H.K. 02.02/Menkes/149/ I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan H.K. 02.02/Menkes/148/ I/2010 .(2011). Keputusan Menteri Kesehatan H.K. 02.02/Menkes/148/ I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
68 Keputusan Menteri Kesehatan No. 1202/MENKES/SK/VIII/2003. (2003). Keputusan Menteri Kesehatan No. 1202/MENKES/SK/VIII/2003 tentang Indikator Indonesia Sehat 2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Daerah DKI Jakarta No.4 Tahun 2009. (2009). Peraturan Daerah DKI Jakarta No.4 Tahun 2009 tentang Sistem Kesehatan Daerah. Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009. (2009). Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Suku Dinas Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta..(2009). Pedoman Perizinan Sarana Farmasi Makanan dan Minuman Provinsi DKI Jakarta. Jakarta: Suku Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. (2002). Pedoman Perizinan Sarana Farmasi Makanan dan Minuman Provinsi DKI Jakarta. Jakarta: Suku Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur. (2009). Dokumen Sistem Manajemen Mutu Sudinkes Kodya Jakarta Timur Tahun 2009; Deskripsi Kerja Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur. Jakarta: Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
LAMPIRAN
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
69 Lampiran 1. Bagan struktur organisasi Dinas Kesehatan
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
70 Lampiran 2. Bagan struktur organisasi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
71 Lampiran 3. Dokumentasi proses perizinan apotek
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
72 Lampiran 4. Dokumentasi proses binwasdal
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
73 Lampiran 5. Dokumentasi proses penutupan apotek
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
REKAPITULASI LAPORAN PENGGUNAAN NARKOTIKA UNIT PELAYANAN KESEHATAN DI KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR PADA BULAN DESEMBER 2011 DAN JANUARI 2012
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
WULAN YULIASTUTI, S.Farm. 1106047474
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
REKAPITULASI LAPORAN PENGGUNAAN NARKOTIKA UNIT PELAYANAN KESEHATAN DI KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR PADA BULAN DESEMBER 2011 DAN JANUARI 2012
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
WULAN YULIASTUTI, S.Farm. 1106047474
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012 ii Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................. DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... DAFTAR TABEL .........................................................................................
i ii iii iv
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1.2 Tujuan ......................................................................................
1 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Narkotika ................................................................................. 2.1.1 Penggolongan Narkotika ................................................ 2.1.2 Penyaluran Narkotika ..................................................... 2.2 Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) .......
3 4 5 5
BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat .................................................................. 3.2 Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data ...........................
7 7
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................
9
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ............................................................................ 14 5.2 Saran ...................................................................................... 14 DAFTAR ACUAN ......................................................................................... 17
ii Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Gambar 4.1. Gambar 4.2.
Alur proses SIPNAP secara keseluruhan ................................ 6 Diagram jumlah pelapor penggunaan narkotika di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur selama Desember 2011 ...... 10 Diagram jumlah pelapor penggunaan narkotika di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur selama Januari 2012 .......... 10
iii Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Jumlah pelapor penggunaan narkotika di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur ......................................................... Tabel 4.2. Jumlah penggunaan narkotika di seluruh unit pelayanan kesehatan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur pada bulan Desember 2011 .................................................................. Tabel 4.3. Jumlah penggunaan narkotika di seluruh unit pelayanan kesehatan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur pada bulan Januari 2012 ....................................................................... Tabel 4.4. Daftar narkotika yang paling banyak digunakan di puskesmas di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur pada bulan Desember 2011 ............................................................................ Tabel 4.5. Daftar sepuluh narkotika yang paling banyak digunakan di apotek di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur pada bulan Desember 2011 .................................................................. Tabel 4.6. Daftar sepuluh narkotika yang paling banyak digunakan di rumah sakit di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur pada bulan Desember 2011 .................................................................. Tabel 4.7. Daftar sepuluh narkotika yang paling banyak digunakan di seluruh unit pelayanan kesehatan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur pada bulan Desember 2011 ............. Tabel 4.8. Daftar narkotika yang paling banyak digunakan di puskesmas di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur pada bulan Januari 2012 ................................................................................. Tabel 4.9. Daftar sepuluh narkotika yang paling banyak digunakan di apotek di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur pada bulan Januari 2012 ....................................................................... Tabel 4.10. Daftar sepuluh narkotika yang paling banyak digunakan di rumah sakit di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur pada bulan Januari 2012 ....................................................................... Tabel 4.11. Daftar sepuluh narkotika yang paling banyak digunakan di seluruh unit pelayanan kesehatan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur pada bulan Januari 2012 ................. Tabel 4.12. Unit pelayanan kesehatan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur yang paling banyak menggunakan narkotika pada bulan Desember 2011 .......................................................... Tabel 4.13. Unit pelayanan kesehatan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur yang paling banyak menggunakan narkotika pada bulan Januari 2012 ..............................................................
iv Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
18 19 20 21 21 22 22 23 23 24 24 25 25
Universitas Indonesia
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan
untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan atau masyarakat khususnya generasi muda. Hal ini akan lebih merugikan jika disertai dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional. Oleh karena itu, Pemerintah RI mengatur produksi, penyaluran, penggunaan, pengawasan, serta sanksi terhadap pelanggaran mengenai narkotika dalam Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika (Pemerintah RI, 2009). Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa unit pelayanan kesehatan (puskesmas, apotek, dan rumah sakit) wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam penguasaannya (Pemerintah RI, 2009). Pelaporan dilakukan dengan menyerahkan atau mengirimkan print out dan email kepada dinas kesehatan kabupaten atau kota tempat masing-masing unit pelayanan kesehatan tersebut berada. Laporan-laporan yang terkumpul direkapitulasi dalam aplikasi Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) oleh dinas kesehatan kabupaten atau kota untuk kemudian dikirimkan secara online ke dinas kesehatan provinsi dan pusat (Dirjen Binfar dan Alkes Depkes RI, 2009). Untuk wilayah Jakarta Timur, pelaporan narkotika disampaikan kepada Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) Kota Administrasi Jakarta Timur Bagian Farmasi Makanan dan Minuman Seksi Sumber Daya Kesehatan. Laporan penggunaan narkotika dibuat dan ditandatangi oleh apoteker pengelola apotek (APA) setiap unit pelayanan kesehatan, baik puskesmas, apotek,
1
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
2
maupun rumah sakit. Sebagai calon apoteker, penting untuk mengetahui bagaimana sistem pelaporan narkotika dan bagaimana aplikasi SIPNAP. Dalam Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Sudinkes Kota Administrasi Jakarta Timur, penulis mendapatkan tugas khusus berupa rekapitulasi data penggunaan narkotika pada bulan Desember 2011 dan Januari 2012. Hal tersebut dalam rangka pemahaman mengenai sistem pelaporan narkotika dan aplikasi SIPNAP, serta untuk mengetahui jumlah penggunaan narkotika di wilayah Jakarta Timur. 1.2
Tujuan Tujuan penyusunan laporan ini adalah:
a. Untuk mengetahui tingkat kepatuhan unit pelayanan kesehatan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur dalam pelaporan penggunaan narkotika pada bulan Desember 2011 dan Januari 2012. b. Untuk mengetahui narkotika yang paling banyak digunakan pada bulan Desember 2011 dan Januari 2012 di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur. c. Untuk mengetahui unit pelayanan kesehatan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur yang paling banyak menggunakan narkotika pada bulan Desember 2011 dan Januari 2012.
1
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Narkotika Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (Pemerintah RI, 2009). Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, namun di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama. Oleh karena itu, Pemerintah RI mengatur produksi,
penyaluran,
penggunaan,
pengawasan,
serta
sanksi
terhadap
pelanggaran mengenai narkotika dalam Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika (Pemerintah RI, 2009). Pemerintah membuat undang-undang tersebut dengan beberapa tujuan, yaitu (Pemerintah RI, 2009): a. Untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui upaya peningkatan di bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan, antara lain dengan mengusahakan ketersediaan narkotika jenis tertentu yang sangat dibutuhkan sebagai obat. b. Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika yang sangat merugikan dan membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. c. Untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan narkotika prekursor narkotika. d. Untuk menjamin upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pencandu narkotika
3
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
4
2.1.1 Penggolongan Narkotika Narkotika dibedakan ke dalam tiga golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, yaitu: a. Narkotika Golongan I Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Narkotika yang termasuk dalam golongan I, antara lain: opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari buah tanaman Papaver Somniferum L. yang hanya mengalami pengolahan sekedar untuk pembungkus dan pengangkutan tanpa memperhatikan kadar morfinnya; daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk serbuk dari semua tanaman
genus
Erythroxylon
dari
keluarga
Erythroxylaceae
yang
menghasilkan kokain secara langsung atau melalui perubahan kimia; tanaman ganja, semua tanaman genus genus Cannabis dan semua bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis (Pemerintah RI, 2009). b. Narkotika Golongan II Narkotika golongan II adalah narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Narkotika yang termasuk dalam golongan II, antara lain: fentanil, metadon, morfin, petidin, dan sufentanil (Pemerintah RI, 2009). c. Narkotika Golongan III Narkotika golongan III adalah narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Narkotika yang termasuk dalam golongan III, antara lain: kodein, etilmorfin, propiram, dan garam-garam dari narkotika dalam golongan ini (Pemerintah RI, 2009).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
6
2.1.2 Penyaluran Narkotika Penggunaan Narkotika golongan I harus mendapatkan persetujuan Menteri Kesehatan atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Narkotika golongan II dan II hanya dapat disalurkan oleh industri farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah yang telah memiliki izin khusus penyaluran narkotika dari Menteri Kesehatan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika (Pemerintah RI, 2009). Narkotika yang berada dalam penguasaan industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib disimpan secara khusus, serta wajib dibuat, disampaikan, dan disimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika tersebut (Pemerintah RI, 2009). Penyerahan narkotika hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dan dokter. Rumah sakit, apotek, pusat kesehatan masyarakat, dan balai pengobatan hanya dapat menyerahkan narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter (Pemerintah RI, 2009). 2.2
Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika/ SIPNAP Pelaporan penggunanan narkotika dan psikotropika dilakukan secara
terintegrasi melalui aplikasi yang dikembangkan oleh Departemen Kesehatan RI sejak tahun 2006. Terdapat lima bagian yang terintegrasi melalui sistem ini, yaitu unit pelayanan kesehatan, dinas kesehatan kabupaten atau kota, dinas kesehatan provinsi, pusat, dan web server (Dirjen Binfar dan Alkes Depkes RI, 2009). Unit pelayanan kesehatan yang terdaftar melakukan pelaporan penggunaan narkotika melalui formulir khusus yang diberikan oleh dinas kesehatan kabupatan atau kota. Formulir ini harus diisi setiap bulannya kemudian dikirimkan kembali ke dinas kesehatan kabupaten atau kota dalam bentuk print out atau email. Dinas kesehatan kabupaten atau kota bertanggung jawab dalam merekapitulasi laporan tersebut untuk kemudian dikirimkan secara online ke dinas kesehatan provinsi dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
6
pusat (Dirjen Binfar dan Alkes Depkes RI, 2009). Alur proses SIPNAP secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 2.1.
[Sumber: Dirjen Binfar dan Alkes Depkes RI, 2009.] Gambar 2.1. Alur proses SIPNAP secara keseluruhan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
6
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1
Waktu dan Tempat Pengambilan data dilakukan di Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) Kota
Administrasi Jakarta Timur, Seksi Sumber Daya Kesehatan bagian Farmasi Makanan dan Minuman, dari tanggal 14 Februari 2012 sampai dengan 27 Februari 2012. 3.2
Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data Data dikumpulkan dari laporan penggunaan narkotika selama Desember
2011 dan Januari 2012 yang berasal dari unit pelayanan kesehatan, yaitu pusat kesehatan masyarakat (puskesmas), apotek, dan rumah sakit, yang berada di wilayah kota admistratif Jakarta Timur. Laporan penggunaaan narkotika tersebut berupa print out dan email yang diserahkan atau dikiriman ke Seksi Sumber Daya Kesehatan bagian Farmasi Makanan dan Minuman Sudinkes Kota Administrasi Jakarta Timur. Data diolah dengan menggunakan aplikasi SIPNAP dari Departemen Kesehatan RI. Hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk tabel untuk mendapatkan gambaran deskriptif, meliputi: a. Jumlah penggunaan narkotika pada bulan Desember 2011 dan Januari 2012 oleh semua unit pelayanan kesehatan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur. b. Sepuluh narkotika yang paling banyak digunakan pada bulan Desember 2011 dan Januari 2012 oleh semua unit pelayanan kesehatan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur. c. Sepuluh narkotika yang paling banyak digunakan pada bulan Desember 2011 dan Januari 2012 oleh masing-masing unit pelayanan kesehatan (puskesmas, apotek, dan rumah sakit) di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur. d. Tiga nama unit pelayanan kesehatan dari masing-masing jenis unit pelayanan kesehatan (puskesmas, apotek, dan rumah sakit) di wilayah Kota Administrasi
7
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
8
Jakarta Timur yang paling banyak menggunakan narkotika pada bulan Desember 2011 dan Januari 2012.
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
8
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, unit pelayanan kesehatan (puskesmas, apotek, dan rumah sakit) wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam penguasaannya (Pemerintah RI, 2009). Laporan berupa print out dan email disampaikan kepada dinas kesehatan kabupaten atau kota tempat masing-masing unit pelayanan kesehatan tersebut berada. Laporan direkapitulasi dalam aplikasi SIPNAP oleh dinas kesehatan kabupaten atau kota untuk kemudian dikirimkan secara online ke dinas kesehatan provinsi dan pusat. Untuk wilayah Jakarta Timur, pelaporan narkotika disampaikan kepada Sudinkes Kota Administrasi Jakarta Timur bagian Farmasi Makanan dan Minuman Seksi Sumber Daya Kesehatan. Di daerah Jakarta Timur terdapat 373 unit pelayanan kesehatan, yang terdiri dari 10 puskesmas, 330 apotek, dan 33 rumah sakit. Pelaporan narkotika seharusnya dilakukan secara berkala oleh setiap unit pelayanan kesehatan, baik ada maupun tidak ada penggunaan narkotika. Namun, sampai dengan tanggal 27 Februari 2012 masih cukup banyak unit pelayanan kesehatan yang belum menyampaikan laporan penggunaan narkotikanya pada bulan Desember 2011 dan Januari 2012. Jumlah pelapor penggunaan narkotika di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur pada bulan Desember 2011 dan Januari 2012 dapat dilihat pada Tabel 4.1, Gambar 4.1, dan Gambar 4.2. Unit pelayanan kesehatan yang melaporkan penggunaan narkotika pada bulan Desember 2011 sebanyak 226 dari 373 atau 60,59%. Sedangkan, untuk penggunaan selama Januari 2012 baru 194 dari 373 atau 52,01% unit pelayanan kesehatan yang menyampaikan laporan.
9
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
10
10 147
Puskesmas 191
Apotek Rumah Sakit Belum Melapor
25
Gambar 4.1. Diagram jumlah pelapor penggunaan narkotika di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur selama Desember 2011
10 179
165
Puskesmas Apotek Rumah Sakit
19
Belum Melapor
Gambar 4.2. Diagram jumlah pelapor penggunaan narkotika di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur selama Januari 2012 Data pada Tabel 4.1 menunjukkan tingkat kepatuhan unit pelayanan kesehatan dalam pelaporan penggunaan narkotika belum cukup baik. Hal ini disebabkan oleh unit pelayanan kesehatan yang tidak mengirim laporan tepat waktu. Hal yang penulis temukan selama peng pengumpulan umpulan data adalah beberapa unit pelayanan kesehatan melapork melaporkan penggunaan narkotikanya dirapel atau sekaligus sek selama beberapa bulan. Padahal, idealnya pelaporan dilakukan sebulan sek sekali setiap awal bulan berikutnya berikutnya.. Hal tersebut bertujuan supaya data yang penggunaan narkotika setiap bulannya dapat diperbarui, serta mempermudah perekapitulasian data dan penyimpanan arsip laporan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
11
Laporan penggunaan narkotika yang dikirim melalui pos juga dapat menyebabkan laporan tidak sampai karena faktor salah alamat tujuan. Laporan yang dikirim melalui email dapat menjadi solusi bagi unit pelayanan kesehatan yang tidak sempat mengantarkan print out laporan. Namun, pengiriman laporan melalui email ini dinilai kurang efektif karena menyulitkan pengarsipan data. Laporan yang dikirim melalui email juga tidak dapat diperiksa keabsahan tanda tangan apoteker penanggung jawab apotek (APA)-nya. Sebaiknya selain email, print out laporan juga dikirimkan ke Sudinkes. Dari data yang dikumpulkan sampai dengan 27 Februari 2012, penulis mendapatkan data jumlah penggunaan narkotika pada bulan Desember 2011 dan Januari 2012 di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur. Data jumlah penggunaan tersebut dapat dilihat dalam Tabel 4.2 dan Tabel 4.3. Sepuluh narkotika yang paling banyak digunakan pada bulan Desember 2011 di masing-masing unit pelayanan kesehatan dan di semua unit pelayanan kesehatan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur dapat dilihat pada Tabel 4.4 sampai dengan Tabel 4.7. Sepuluh narkotika yang paling banyak digunakan pada bulan Januari 2012 di masing-masing unit pelayanan kesehatan dan di semua unit pelayanan kesehatan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur dapat dilihat pada Tabel 4.8 sampai dengan Tabel 4.11. Dari tabel dapat terlihat bahwa, narkotika yang paling banyak digunakan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur pada bulan Desember 2011 adalah tablet kodein 10 mg dan pada bulan Januari 2012 juga tablet kodein 10 mg. Pada data penggunaan narkotika di puskesmas dapat dilihat bahwa penggunaan hanya tablet kodein 10 mg saja. Hal ini disebabkan puskesmas memang hanya menyediakan narkotika jenis tersebut saja. Tanpa melihat dosis sediaan, lima jenis narkotika yang paling banyak digunakan pada bulan Desember 2011 dan Januari 2012 di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur adalah tablet kodein, kapsul codipront, injeksi fentanil, injeksi petidin HCl, dan injeksi morfin HCl. Kodein
dapat
meredakan
nyeri
sedang
sampai
menengah
dan
biasadikombinasikan dengan obat saluran pernapasan lain dalam pengobatan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
12
batuk. Codipront berisi kodein anhidrat dan feniltoloksamin. Codipront berkhasiat mengobati gejala batuk kering yang disertai alergi (Lippincott Williams & Wilkins, 2006). Batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh di saluran pernafasan. Batuk juga merupakan gejala suatu penyakit atau reaksi tubuh terhadap iritasi di tenggorokan. Penyakit ini umum terjadi sehingga wajar jika kodein dan codipront yang dapat mengatasi batuk banyak digunakan. Fentanil memiliki sifat analgesik dan digunakan dalam meredakan nyeri yang disebabkan oleh kanker. Fentanil juga dapat digunakan sebagai zat anestesi bersama neuroleptik seperti droperidol. Morfin HCl dimanfaatkan sebagai pereda nyeri yang menengah sampai parah. Petidin HCl biasa digunakan sebagai analgesik dalam proses melahirkan dan sebelum, selama, atau sesudah operasi. Fentanil, morfin HCl, dan petidin HCl digunakan dalam bentuk injeksi. Penggunaan ketiga jenis narkotika tersebut hanya ditemui di rumah sakit karena sediaan injeksi narkotika hanya boleh diberikan oleh dokter. Efek tidak diinginkan yang dapat ditimbulkan oleh kelima jenis narkotika tersebut hampir sama. Efek yang paling sering terjadi adalah rasa bingung, bardikardi, konstipasi, diare, sakit kepala, hiertensi, sedasi, vasodilatasi, dan muntah. Sedangkan efek yang paling berbahaya adalah depresi saluran pernapasan, depresi sirkulasi, koma, shock, gagal jantung, dan hipoventilasi (Lippincott Williams & Wilkins, 2006). Selain 31 jenis narkortika yang terdapat dalam daftar nama narkotika pada aplikasi SIPNAP, ada beberapa nama narkotika lain yang dilaporkan penggunaannya. Penggunaan narkotika tersebut dilaporkan oleh Rumah Sakit Ketergantungan Obat Cibubur, yaitu metadon liquid sebanyak 251, tablet suboxone 2 mg sebanyak 7755, dan tablet suboxone 8 mg sebanyak 4452. Metadon merupakan analgesik opioid yang digunakan untuk mengurangi gejala withdrawal dalam terapi pada penderita ketergantungan heroin dan narkotika lain. Suboxone merupakan kombinasi dari buprenorfin dan nalokson. Narkotika jenis ini digunakan dalam terapi pada penderita ketergantungan opiat (Cerner Multum Inc., 2009 dan Cerner Multum Inc., 2012). Metadon dan suboxone sebaiknya dimasukkan dalam daftar nama narkotika di SIPNAP. Hal
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
13
tersebut bertujuan supaya jumlah penyimpanan dan penggunaannya juga dapat dipantau. Narkotika lain yang tidak ada dalam daftar di SIPNAP, namun dilaporkan oleh beberapa unit pelayaanan kesehatan, yaitu acidov II dan cosylan sirup. Acidov II terdiri dari pulvis doveri dan salamid, sedangkan cosylan berisi etilmorfin hidroklorida. Keduanya dapat digunakan untuk mengatasi batuk (Tan Hoan Tjay & K. Rahardja, 2007). Acidov II dan cosylan tidak dilaporkan penggunaannya, namun hanya dilaporkan penyimpannya dalam stok. Tidak adanya
kedua
jenis
narkotika
ini
dalam
daftar
mungkin
disebabkan
penggunaannya dalam pengobatan sudah tidak dilakukan lagi. Tiga nama unit pelayanan kesehatan dari masing-masing jenis unit pelayanan kesehatan (puskesmas, apotek, dan rumah sakit) di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur yang paling banyak menggunakan narkotika pada bulan Desember 2011 dan Januari 2012 dapat dilihat pada Tabel 4.12 dan Tabel 4.13. Nama-nama apotek dan rumah sakit yang paling banyak menggunakan narkotika relatif sama pada bulan Desember 2011 dan Januari 2012. Namun, untuk puskesmas lebih bervariasi. Narkotika memang memiliki banyak manfaat, namun juga memiliki banyak efek yang tidak diinginan dan potensi disalahgunakan. Hal inilah yang menyebabkan pentingnya pengawasan penggunaan narkotika. Pengawasan dapat dilakukan jika ada kerja sama dari unit pelayanan kesehatan dalam pelaporan penggunaan narkotika. Suatu sistem pelaporan yang baik dan sumber daya manusia yang mendukung juga sangat diperlukan. Aplikasi SIPNAP sudah cukup baik sebagai suatu sistem pelaporan narkotika. Namun, masih ada beberapa kekurangan yang penulis rasakan mengenai aplikasi ini. Kekurangan yang penulis temukan dalam SIPNAP antara lain nama unit pelayanan kesehatan dan nama narkotika tidak berurutan. Hal ini menyulitkan pencarian ketika proses pemasukkan data dan dapat memperlambat pemasukkan data. Jumlah stok yang tidak cocok antara bulan ini dan bulan sebelumnya, serta nama unit pelayanan kesehatan yang belum terdaftar menjadi kendala dalam aplikasi SIPNAP. Hal ini disebabkan terdapat data-data yang belum dimasukkan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
14
ke dalam aplikasi SIPNAP karena belum adanya pelaporan oleh unit pelayanan kesehatan. Ketidakpatuhan unit pelayanan kesehatan dalam pelaporan narkotika menjadi masalah besar dan harus diatasi.
Keterbatasan jumlah sumber daya
manusia di suku dinas kesehatan yang menangani SIPNAP ini juga merupakan penyebab lain dari data-data yang belum dimasukkan dalam aplikasi SIPNAP. Selain dari aplikasi SIPNAP, kekurangan yang penulis temui pada pelaporan narkotika ini adalah penyimpanan arsip. Penulis menemukan beberapa arsip yang berasal dari bulan yang berbeda yang tercampur. Pengarsipan dari laporan-laporan tersebut sebaiknya diperbaiki supaya memudahkan pencarian arsip jika suatu saat dibutuhkan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
14
BAB 5 PENUTUP
5.1
Kesimpulan
a. Tingkat kepatuhan unit pelayanan kesehatan dalam pelaporan penggunaan belum baik. Pada bulan Desember 2011 rasio kepatuhan sebesar 60,59% dan pada bulan Januari 2012 sebesar 52,01%. b. Narkotika yang paling banyak digunakan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur pada bulan Desember 2011 dan Januari 2012 sama, yaitu tablet kodein 10 mg. c. Puskesmas di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur yang paling banyak menggunakan narkotika pada bulan Desember 2011 adalah PKC Matraman dan pada bulan Januari 2012 adalah PKC Duren Sawit. Apotek di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur yang paling banyak menggunakan narkotika pada bulan Desember 2011 dan Januari 2012 adalah Apotek Rini. Rumah Sakit di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur yang paling banyak menggunakan narkotika pada bulan Desember 2011 dan Januari 2012 adalah RS Persahabatan (Instalasi Farmasi). 5.2
Saran
a. Tingkat kepatuhan unit pelayanan kesehatan dalam melaporkan penggunaan narkotika belum baik, sehingga sebaiknya ada perbaikan dalam hal ini. Sosialisasi ulang mengenai SIPNAP serta pemberian peringatan atau sanksi atas keterlambatan pelaporan mungkin dapat meningkatkan kepatuhan unit pelayanan kesehatan. b. Aplikasi SIPNAP sudah cukup baik sebagai suatu sistem pelaporan narkotika. Namun, masih ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dan diperbarui, antara lain mengenai daftar nama unit pelayanan kesehatan dan nama narkotika. Hal ini bertujuan untuk mempermudah proses pemasukkan data. c. Data-data yang belum dimasukkan ke dalam aplikasi SIPNAP dan arsip-arsip yang tercampur dapat disebabkan oleh kurangnya sumber daya manusia dalam 15
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
16
menangani hal tersebut. Sebaiknya ada petugas tersendiri yang bertanggung jawab dalam pemasukkan data pelaporan penggunaan narkotika ke dalam aplikasi SIPNAP dan pengarsipan laporan-laporan penggunaan narkotika tersebut.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
17
DAFTAR ACUAN
Cerner Multum Inc. (2009, December 4). Suboxone. April 15, 2012. http://www.drugs.com/suboxone.html Cerner Multum Inc. (2012, January 27). Methadone. April 15, 2012. http://www.drugs.com/methadone.html Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Reublik Indonesia. (2009). Panduan SIPNAP Versi 1.2009.10. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Lippincott Williams & Wilkins. (2006). Drug Facts and Comparisons: Pocket Version 2007. USA: Lippincott Williams & Wilkins. Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Undang-undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta: Lembar Negara Republik Indonesia. Tan Hoan Tjay & Rahardja, K. (2007). Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek Sampinya Edisi 6. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
17
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
18
Tabel 4.1. Jumlah pelapor penggunaan narkotika di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur Unit Pelayanan Bulan
Kesehatan (UPK) Puskesmas
Desember 2011
Januari 2012
Jumlah
Jumlah UPK
Pelapor
Rasio Kepatuhan
10
10
100%
191
330
57,79%
Rumah Sakit
25
33
75,75%
Semua UPK
226
373
60,59%
Puskesmas
10
10
100%
165
330
50%
Rumah Sakit
19
33
57,58%
Semua UPK
194
373
52,01%
Apotek
Apotek
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
19
Tabel 4.2. Jumlah penggunaan narkotika di seluruh unit pelayanan kesehatan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur pada bulan Desember 2011 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Nama Narkotika Kodein 10 mg Tablet Kodein 15 mg Tablet Kodein 20 mg Tablet Kodein Pulvis Codipront Kapsul Codipront Cum Exp Kapsul Codipront Cum Exp Sirup Codipront Sirup Doveri 100 mg Tablet Doveri 150 mg Tablet Doveri 200 mg Tablet Doveri Pulvis Durogesic 25 MU Durogesic 50 MU Fentanil 0,05 mg/ml Inj Fentanil 0,5 mg/ml Inj Morfin HCl 10 mg/ ml Inj Morfin Sirup MST Continous 10 mg MST Continous 15 mg MST Continous 20 mg Petidin HCl 50 mg/ml Inj Sufenta 0,005 mg Inj Coditam 30 mg Tab Coditam Tab (Askes) Durogesic Matrix 12,5 MU Fentanil Inj (Abbot) Morfin 20 mg MST Continous 60 mg MST Continous 100 mg Sufenta 0,005 mg Inj (forte)
Puskesmas 36756 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah Penggunaan Rumah Apotek Sakit 16965,5 16337 5288,7 4036 22129,6 12758 0 0 2518 3983 2476 3242 184 392 181 342 0 0 0 0 0 0 0 0 31 62 32 20 11 197 2 1065 31 853 4 55 0 253 466 22 130 0 33 1088 24 2 0 139 238 0 0 56 16 15 0 27 0 0 0 0 0 0
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
Total 70058,5 9324,7 34887,6 0 6501 5718 576 523 0 0 0 0 93 52 208 1067 884 59 253 488 130 1121 26 139 238 56 31 27 0 0 0
20
Tabel 4.3. Jumlah penggunaan narkotika di seluruh unit pelayanan kesehatan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur pada bulan Januari 2012 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Nama Narkotika Kodein 10 mg Tablet Kodein 15 mg Tablet Kodein 20 mg Tablet Kodein Pulvis Codipront Kapsul Codipront Cum Exp Kapsul Codipront Cum Exp Sirup Codipront Sirup Doveri 100 mg Tablet Doveri 150 mg Tablet Doveri 200 mg Tablet Doveri Pulvis Durogesic 25 MU Durogesic 50 MU Fentanil 0,05 mg/ml Inj Fentanil 0,5 mg/ml Inj Morfin HCl 10 mg/ ml Inj Morfin Sirup MST Continous 10 mg MST Continous 15 mg MST Continous 20 mg Petidin HCl 50 mg/ml Inj Sufenta 0,005 mg Inj Coditam 30 mg Tab Coditam Tab (Askes) Durogesic Matrix 12,5 MU Fentanil Inj (Abbot) Morfin 20 mg MST Continous 60 mg MST Continous 100 mg Sufenta 0,005 mg Inj (forte)
Puskesmas 28259 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah Penggunaan Rumah Apotek Sakit 12947,9 10853 5959 2144 25420,9 10603 0 0 3044 3498 1946 1959 207 255 210 250 0 0 0 0 0 0 0 0 18 44 15 13 18 55 84 981 3 507 0 131 613 125 149 20 38 1 62 914 0 7 318 53 0 0 23 39 0 0 0 104 0 0 0 0 0 0
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
Total 52059.9 8103 36023,9 0 6542 3905 462 460 0 0 0 0 62 28 73 1065 510 131 738 169 39 976 7 371 0 62 0 104 0 0 0
21
Tabel 4.4. Daftar narkotika yang paling banyak digunakan di puskesmas di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur pada bulan Desember 2011 No 1
Nama Narkotika Kodein 10 mg Tablet
Jumlah Penggunaan 36756
Tabel 4.5. Daftar sepuluh narkotika yang paling banyak digunakan di apotek di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur pada bulan Desember 2011 No
Nama Narkotika
Jumlah Penggunaan
1
Kodein 20 mg Tablet
22129,6
2
Kodein 10 mg Tablet
16945.5
3
Kodein 15 mg Tablet
5288,7
4
Codipront Kapsul
2518
5
Codipront Cum Exp Kapsul
2476
6
MST Continous 10 mg
466
7
Coditam 30 mg Tab
238
8
Codipront Cum Exp Sirup
184
9
Codipront Sirup
181
10
MST Continous 15 mg
130
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
22
Tabel 4.6. Daftar sepuluh narkotika yang paling banyak digunakan di rumah sakit di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur pada bulan Desember 2011 No
Nama Narkotika
Jumlah Penggunaan
1
Kodein 10 mg Tablet
16337
2
Kodein 20 mg Tablet
12758
3
Kodein 15 mg Tablet
4036
4
Codipront Cum Exp Kapsul
3983
5
MST Continous 10 mg
3242
6
Doveri 150 mg Tablet
1088
7
Durogesic Matrix 12,5 MU
1065
8
Durogesic 50 MU
853
9
Coditam 30 mg Tab
392
10
MST Continous 15 mg
342
Tabel 4.7. Daftar sepuluh narkotika yang paling banyak digunakan di seluruh unit pelayanan kesehatan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur pada bulan Desember 2011 No
Nama Narkotika
Jumlah Penggunaan
1
Kodein 10 mg Tablet
70058.5
2
Kodein 20 mg Tablet
34887,6
3
Kodein 15 mg Tablet
9324,7
4
Codipront Kapsul
6501
5
Codipront Cum Exp Kapsul
5718
6
Petidin HCl 50 mg/ml Inj
1121
7
Fentanil 0,5 mg/ml Inj
1067
8
Morfin HCl 10 mg/ ml Inj
884
9
Codipront Cum Exp Sirup
576
10
Codipront Sirup
523
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
23
Tabel 4.8. Daftar narkotika yang paling banyak digunakan di puskesmas di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur pada bulan Januari 2012 No 1
Nama Narkotika Kodein 10 mg Tablet
Jumlah Penggunaan 28259
Tabel 4.9. Daftar sepuluh narkotika yang paling banyak digunakan di apotek di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur pada bulan Januari 2012 No
Nama Narkotika
Jumlah Penggunaan
1
Kodein 20 mg Tablet
25420,9
2
Kodein 10 mg Tablet
12947,9
3
Kodein 15 mg Tablet
5959
4
Codipront Kapsul
3044
5
Codipront Cum Exp Kapsul
1946
6
MST Continous 10 mg
613
7
Coditam 30 mg Tab
318
8
Codipront Sirup
210
9
Codipront Cum Exp Sirup
207
10
MST Continous 15 mg
149
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
24
Tabel 4.10. Daftar sepuluh narkotika yang paling banyak digunakan di rumah sakit di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur pada bulan Januari 2012 No
Nama Narkotika
Jumlah Penggunaan
1
Kodein 20 mg Tablet
10853
2
Kodein 10 mg Tablet
10603
3
Codipront Kapsul
3498
4
Kodein 15 mg Tablet
2144
5
Codipront Cum Exp Kapsul
1959
6
Fentanil 0,5 mg/ml Inj
981
7
Petidin HCl 50 mg/ml Inj
914
8
Morfin HCl 10 mg/ ml Inj
507
9
Codipront Cum Exp Sirup
255
10
Codipront Sirup
250
Tabel 4.11. Daftar sepuluh narkotika yang paling banyak digunakan di seluruh unit pelayanan kesehatan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur pada bulan Januari 2012 No
Nama Narkotika
Jumlah Penggunaan
1
Kodein 10 mg Tablet
52059,9
2
Kodein 20 mg Tablet
36023,9
3
Kodein 15 mg Tablet
8103
4
Codipront Kapsul
6542
5
Codipront Cum Exp Kapsul
3905
6
Fentanil 0,5 mg/ml Inj
1065
7
Petidin HCl 50 mg/ml Inj
976
8
MST Continous 10 mg
738
9
Morfin HCl 10 mg/ ml Inj
510
10
Codipront Cum Exp Sirup
462
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012
25
Tabel 4.12. Unit pelayanan kesehatan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur yang paling banyak menggunakan narkotika pada bulan Desember 2011 No Nama Unit Pelayanan Kesehatan Puskesmas 1
PKC Matraman
2
PKC Kramat Jati
3
PKC Pulo Gadung
Apotek 1
Rini
2
Budi Sehat
3
Djatinegara
Rumah Sakit 1
RS Persahabatan (Instalasi Farmasi)
2
RSKO Cibubur
3
RS Premier Jatinegara
Tabel 4.13. Unit pelayanan kesehatan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur yang paling banyak menggunakan narkotika pada bulan Januari 2012 No Nama Unit Pelayanan Kesehatan Puskesmas 1
PKC Duren Sawit
2
PKC Pulogadung
3
PKC Pasar Rebo
Apotek 1
Rini
2
Budi Sehat
3
Djatinegara
Rumah Sakit 1
RS Persahabatan (Instalasi Farmasi)
2
RS Premier Jatinegara
3
RS Omni Medical Center
Laporan praktek..., Wulan Yuliastuti, FMIPA UI, 2012