UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 7 APRIL – 18 APRIL 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
TRIANI DIAN ANGGRAINI, S. Farm 1306344330
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2014
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 7 APRIL – 18 APRIL 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
TRIANI DIAN ANGGRAINI, S. Farm 1306344330
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2014 ii
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa laporan praktek kerja profesi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.
Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan Plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya.
Depok,
Juni 2014
Triani Dian Anggraini
iii
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan praktek kerja profesi ini adalah hasil karya sendiri, dan semua baik yang dikutip atau dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
Nama
: Triani Dian Anggraini
NPM
: 1306344330
Tanda Tangan : Tanggal
:
Juni 2014
iv
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Praktek Kerja Profesi ini diajukan oleh : Nama : Triani Dian Anggraini, S.Farm NPM : 1306344330 Program Studi : Apoteker – Fakultas Farmasi Universitas Indonesia Judul Skripsi : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemetrian Kesehatan Republik Indonesia Periode 7 April-18April 2014 Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I
: Dina Sintia Pamela, M.Pharm., S.Si., Apt.(
)
Pembimbing II
: Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S.
(
)
Penguji I
:
(
)
Penguji II
:
(
)
Penguji III
:
(
)
Ditetapkan di : Depok Tanggal
: 28 Juni 2014 v
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa mencurahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada periode 7 April - 17 April 2014. Kegiatan PKPA bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa dan mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan. Laporan PKPA ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian akhir Apoteker pada Fakultas Farmasi UI. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini, yaitu kepada : 1.
Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
2.
Bapak Dr. Hayun, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
3.
Dra. Maura Linda Sitanggang, Ph.D, selaku Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada umumnya.
4.
Dra. R. Dettie Yuliati, M.Si., Apt., selaku Direktur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
5.
Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., selaku pembimbing dari Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang selalu memberi saran dan mendukung penulis.
6.
Dina Sintia Pamela, S. Si., Apt., M.Pharm., selaku Kepala Seksi Standarisasi Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional dan pembimbing dalam penulisan tugas umum yang selalu memberi saran dan mendukung penulis.
7.
Anwar Wahyudi, SE., S.Farm., Apt., MKM, selaku Kepala Subbagian Tata Usaha.
8.
Seluruh staf dan karyawan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia atas segala keramahan, pengarahan, dan bantuan selama penulis melaksanakan PKPA.
9.
Seluruh dosen pengajar dan tata usaha program Profesi Apoteker Fakultas vi
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Farmasi Universitas Indonesia yang telah membantu kelancaran dalam perkuliahan dan penyusunan laporan ini. 10. Keluarga tercinta atas semua dukungan, kasih sayang, perhatian, kesabaran, dorongan, semangat, dan doa yang tak pernah putus mengiringi setiap langkah perjalanan hidup penulis. 11. Seluruh teman-teman Apoteker angkatan 78 Universitas Indonesia atas kebersamaan, kerjasama dan kesediaan berbagi suka dan duka, dukungan dan semangat yang diberkan kepada penulis. 12. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan dan dukungannya kepada penulis
Penulis menyadari bahwa laporan PKPA ini jauh dari sempurna. Semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis dapatkan selama kegiatan PKPA ini dapat berguna dan bermanfaat bagi para pembaca.
Penulis
2014
vii
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama NPM Program studi Fakultas Jenis Karya
: Triani Dian Anggraini : 1306344330 : Apoteker : Farmasi : Laporan kerja praktek profesi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode 7 April - 17 April 2014 beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Pada tanggal
: Depok : 28 Juni 2014
Yang menyatakan
(Triani Dian Anggraini)
viii
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
ABSTRAK
Nama NPM Program Studi Judul
: : : :
Triani Dian Anggraini, S.Farm. 1306344330 Profesi Apoteker Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia April - 17 April 2014
Direktorat Direktorat Kesehatan Periode 7
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan bertujuan untuk mengetahui dan memahami tugas Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, khususnya di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian serta memahami peran dan fungsi apoteker dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Tugas khusus yang diberikan berjudul Pengolahan data survey terhadap industri farmasi mengenai kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle. Tugas khusus ini untuk mengetahui kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle dari seluruh obat yang berada pada Fornas secara nasional dengan pengolahan data hasil survey.
Kata kunci
: direktorat bina kefarmasian dan alat kesehatan, direktorat bina produksi dan distribusi kefarmasian, farmasi, industri, kapasitas idle, kapasitas produksi, kapasitas terpasang, Tugas umum : xv + 60 halaman; 4 gambar; 5 tabel ; 8 lampiran Tugas khusus : iii + 39 halaman; 6 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 5 (2009 - 2014) Daftar Acuan Tugas Khusus : 6 (2010 - 2014)
ix
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
ABSTRACT
Name NPM Study Program Title
: : : :
Triani Dian Anggraini, S.Farm. 1306344330 Apothecary Profession Report of Pharmacist Profession Internship at Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia in 7 April 17 April 2014
Pharmacists Internship Program at Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian and Alat Kesehatan aims to understand the main duties and functions of Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian and Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, specifically in Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, and also to understand the role of a pharmacist at Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian and Alat Kesehatan. The specific assignment that is given entitled processing of data survey on the pharmaceutical industry regarding installed capacity, production capacity, and idle capacity. This assignment aims to determine the installed capacity, production capacity, and idle capacity of all drugs that are on Fornas with national acumulation.
Keywords
: direktorat bina kefarmasian dan alat kesehatan, direktorat bina produksi dan distribusi kefarmasian, idle capacity, installed capacity, production capacity, pharmacy, pharmaceutical industry General Assignment : xv + 60 pages; 4 pictures; 5 tables; 8 appendices Specific Assignment : iii + 39 pages; 6 appendices Bibliography of General Assignment: 5 (2009 - 2014) Bibliography of Specific Assignment: 6 (2010 - 2014)
x
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ii SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ...................................... iii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................ iv HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... v KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi HALAMAN PERNYATAAN PERSTUJUAN PUBLIKASI ........................ viii ABSTRAK ......................................................................................................... ix ABSTRACT ....................................................................................................... x DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiv DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xv BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1 1.2 Tujuan ........................................................................................... 3 BAB 2. TINJAUAN UMUM ........................................................................... 4 2.1 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia ................................. 4 2.2 Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan .......... 15 BAB 3. TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN ....................................................... 23 3.1 Tugas Pokok dan Fungsi .............................................................. 23 3.2 Tujuan .......................................................................................... 23 3.3 Visi dan Misi................................................................................ 24 3.4 Sasaran ......................................................................................... 24 3.5 Indikator ....................................................................................... 25 3.6 Arah program Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian ............................................................................... 25 3.7 Strategi ......................................................................................... 26 3.8 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian ................................................................................. 26 3.9 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional .................................................................................. 26 3.10 Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan ....................... 28 3.11 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus ..................................... 29 3.12 Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat ............. 30 3.13 Subbagian Tata Usaha ................................................................. 31 3.14 Strategi Pelaksanaan .................................................................... 32 3.15 Sumber Daya................................................................................ 34 xi
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
BAB 4. PEMBAHASAN ................................................................................... 36 4.1 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional ................................................................................... 36 4.2 Subdirektorat Produksi Kosmetik dan Makanan ......................... 40 4.3 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus ..................................... 43 4.4 Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat ............. 45 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 49 5.1 Kesimpulan .................................................................................. 49 5.2 Saran ............................................................................................ 49 DAFTAR ACUAN ............................................................................................. 50 LAMPIRAN ....................................................................................................... 52
xii
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1. Penampilan Rekapitulasi Perizinan Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional Tahun 2013....... Gambar 4.2. Rekapitulasi Perizinan Sub Direktorat Produksi dan Makanan Tahun 2013........................................................... Gambar 4.3. Proses Penyelesaian Perizinan Sub Direktorat Produksi Kosmetik dan Makanan Tahun 2013.................................... Gambar 4.4. Perbandingan Capaian Indikator Jumlah Bahan Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional Produksi di Dalam Negeri...................................................................................
xiii
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
39 42 43
48
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Tabel 4.1 Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Jumlah Pegawai di Lingkungan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Tahun 2013 ................................................ 34 Perizinan Bidang Obat dan Obat Tradisional Tahun 2013 .............. 38 Izin Impor/Ekspor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi Tahun 2013 yang diterbitkan Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus ................................................................................ 45 Target, Realisasi dan Capaian Indikator Kinerja Jumlah Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional Produksi di Dalam Negri Tahun 2013 .................................................................................................. 46 Perbandingan Capaian Indikator Kinerja Jumlah Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional Produksi di Dalam Negri Tahun 2013 ................................................................................................. 48
xiv
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8.
Struktur Organisasi Kementrian Kesehatan RI...................... 52 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan.............................................................. 53 Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal............ 54 Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kefarmasian ..................................................... 55 Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian.......................................................................... 56 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan..................................................................... 57 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian ........................................................................ 58 Daftar Nama Bahan Baku Obat dan Bahan Baku Obat Tradisional yang Telah Siap Diproduksi Didalam Negeri................................................................................... 59
xv
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan merupakan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis merupakan definisi dari kesehatan menurut UU No. 36 tahun 2009 . Organisasi Kesehatan Sedunia atau yang biasa disebut World Health Organization (WHO) juga memiliki pernyataan bahwa kesehatan dapat dimaknai sebagai suatu keadaan fisik, mental dan kesejahteraan sosial secara lengkap yang tidak hanya sekedar tidak mengidap penyakit atau kelemahan tertentu saja. Tubuh yang sehat merupakan faktor yang sangat penting bagi setiap individu untuk dapat menjalankan segala aktivitas kehidupannya dengan baik dan berkualitas. Derajat kesehatan masyarakat juga merupakan investasi bagi pembangunan negara. Oleh karena itu, pembangunan kesehatan merupakan hal yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kesehatan rakyat Indonesia. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Hal ini merupakan suatu investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis (Kementerian Kesehatan RI, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, pembangunan kesehatan dibangun dengan
asas
perikemanusiaan,
keseimbangan,
manfaat,
perlindungan,
penghormatan terhadap hak, dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah memiliki tanggung jawab yang besar dalam mewujudkan pembangunan kesehatan. Tanggung jawab pemerintah tersebut yaitu mecakup tentang perencanaan, pengaturan, peyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasaan
1 Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
2
terhadap penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Hal ini dimaksudkan untuk tercapinya
derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Pemerintah juga bertanggung jawab atas ketersediaan segala sumber daya yang dibutuhkan untuk mendukung pembangunan kesehatan negara. Hal ini dikarenakan seluruh rakyat Indonesia berhak memiliki hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau (Kementerian Kesehatan RI,2009). Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan terus berupaya untuk memberikan dan menyediakan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Salah satu upaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan adalah dengan pelayanan kefarmasian yang profesional. Terwujudnya pelayanan kefarmasian yang mumpuni merupakan tanggung jawab dari berbagai pihak, salah satunya adalah apoteker. Apoteker selaku tenaga kesehatan yang bertanggung jawab atas pelayanan kefarmasian dituntut untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan melalui pembinaan pelayanan kefarmasian. Untuk menunjang hal tersebut, maka pemerintah melalui Keputusan Menteri Kesehatan No. 1277/MENKES/SK/2001 membentuk Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Yanfar dan Alkes). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1575/MENKES/PER/XI/2005, Ditjen Yanfar dan Alkes berganti nama menjadi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Binfar dan Alkes). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dibagi menjadi empat direktorat. Salah satunya direktorat yang terdapat pada Ditjen Binfar dan Alkes adalah Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Direktorat ini bertugas melaksanakan penyiapan, perumusan, dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Peran apoteker di pemerintahan memegang peranan yang sangat penting.
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
3
Peran penting apoteker berkaitan dengan penanganan sediaan farmasi dan alat kesehatan. Calon apoteker harus memiliki bekal ilmu dan pengetahuan yang cukup mengenai tugas dan fungsi apoteker dalam bidang kefarmasian sehingga nantinya mampu menjalankan perannya sebagai apoteker yang baik dalam masyarakat. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Kementerian Kesehatan merupakan salah satu cara untuk mewujudkan harapan tersebut. Calon apoteker dapat memperoleh gambaran nyata tentang peran apoteker di masyarakat secara umum dan di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan secara khusus, terutama di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
1.2
Tujuan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki beberapa tujuan. Tujuan-tujuan tersebut adalah : a.
Apoteker dapat mengetahui dan memahami tugas Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, khususnya di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
b.
Calon Apoteker dapat memahami peran dan fungsi profesi apoteker dalam melaksanakan
pekerjaan
kefarmasian
di
Direktorat
Jenderal
Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, khususnya di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 2 TINJAUAN UMUM
2.1
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Badan pelaksana pemerintah di bidang kesehatan adalah Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Kementrian Kesehatan RI ini dipimpin oleh seorang Menteri yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 nama Kementerian Kesehatan digunakan untuk menggantikan nama sebelumnya yaitu Departemen Kesehatan
2.1.1 Dasar Hukum Dasar hukum yang digunakan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia terdiri dari tiga poin. Tiga dasar hukum tersebut yaitu : a.
Perpres RI No. 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara.
b.
Perpres RI No. 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara.
c.
Permenkes RI No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan.
2.1.2
Visi dan Misi “Sehat Yang Mandiri ,dan Berkeadilan” adalah visi yang dimiliki oleh
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menetapkan beberapa misi untuk mendukung tercapainya visi tersebut. Misi yang dilakukan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia adalah sebagai berikut: a.
Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani.
b.
Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya
4
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
5
kesehatan yang paripurna, merata bermutu dan berkeadilan. c.
Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan.
d.
Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
2.1.3
Strategi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia menyusun beberapa strategi
untuk mewujudkan Visi dan Misi yang telah ditetapkan terkait peningkatan pembangunan kesehatan. Strategi yang dimiliki Kementrian Kesehatan Republik Indonesia yaitu: a.
Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan melalui kerja sama nasional dan global.
b. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan berkeadilan, serta berbasis bukti; dengan pengutamaan pada upaya promotif dan preventif. c.
Meningkatkan
pembiayaan
pembangunan
kesehatan,
terutama
untuk
mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional. d. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan yang merata dan bermutu. e.
Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan.
f.
Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan berdayaguna dan berhasilguna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang bertanggungjawab.
2.1.4
Nilai-Nilai Untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan, Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia membuat beberapa strategi. Strategi-strategi tersebut digunakan untuk tercapainya visi dan misi. Strategi-strategi tersebut harus menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai sebagai berikut berikut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesis, 2011) : a.
Pro Rakyat
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
6
Kementerian Kesehatan harus selalu mendahulukan kepentingan rakyat. Segala tindakan yang dilakukan dalam pembangunan kesehatan haruslah menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. Derajat kesehatan yang setinggitingginya bagi setiap orang merupakan salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama, dan status sosial ekonomi.
b.
Inklusif Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan saja. Dengan demikian, seluruh komponen masyarakat harus berpartisipasi aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasi profesi, organisasi masyarakat pengusaha, masyarakat madani dan masyarakat akar rumput.
c.
Responsif Program kesehatan harus sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat. Ketanggapan dalam mengatasi segala permasalahan di daerah merupakan suatu keharusan. Situasi kondisi setempat, sosial budaya dan kondisi geografis serta hal-hal lainnya tetap harus diperhatikan. Faktor-faktor ini menjadi dasar dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda, sehingga diperlukan penanganan yang berbeda pula.
d.
Efektif Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang telah ditetapkan dan bersifat efisien.
e.
Bersih Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), transparan, dan akuntabel.
2.1.5 Tujuan Sebagai penjabaran dari Visi Kementrian Kesehatan, maka tujuan yang akan dicapai adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasilguna dan berdaya-guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Kementrian Kesehatan repuplik Indonesia, 2011). Tujuan
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
7
tersebut dicapai melalui pembinaan, pengembangan, dan pelaksanaan, serta pemantapan fungsi-fungsi administrasi kesehatan yang didukung oleh system informasi kesehatan, ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, serta hukum kesehatan.
2.1.6
Sasaran Strategis Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan
diselenggarakan
dengan
berdasarkan
pada
perikemanusiaan,
pemberdayaan dan kemandirian, adil dan merata, serta pengutamaan dan manfaat dengan perhatian khusus pada penduduk rentan, antara lain ibu, bayi, anak, lanjut usia (lansia), dan keluarga miskin. Oleh sebab itu diperlukan sasaran-sasaran starategis guna meningkatkan pembangunan kesehatan di Indonesia, berikut adalah sasaran strategis dalam pembangunan kesehatan tahun 2010–2014, yaitu (Kementerian Kesehatan Republik Indonesis, 2011): a.
Meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat, dengan: 1) Meningkatnya umur harapan hidup dari 70,7 tahun menjadi 72 tahun 2) Menurunnya angka kematian ibu melahirkan dari 228 menjadi 118 per 100.000 kelahiran hidup 3) Menurunnya angka kematian bayi dari 34 menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup 4) Menurunnya angka kematian neonatal dari 19 menjadi 15 per 1.000 kealahiran hidup 5) Menurunnya prevalensi anak balita yang pendek (stunting) dari 36,8 persen menjadi kurang dari 32 persen 6) Persentase ibu bersalin yang ditolong oleh naskes terlatih (cakupan PN) sebesar 90% 7) Persentase puskesmas rawat inap yang mampu melaksanakan Pelayanan Obstetri Neonatus Esensial Dasar (PONED) sebesar 100% 8) Persentase Rumah Sakit Kabupaten Kota yang melaksanakan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komperhensif (PONEK)
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
8
sebesar 100% 9) Cakupan kunjungan neonatal lengkap (KN lengkap) sebesar 90%. b.
Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular, dengan : 1) Menurunnya prevalensi Tuberculosis dari 235 menjadi 224 per 100.000 penduduk 2) Menurunnya kasus malaria (Annual Paracite Index-API dari 2 menjadi 1 per 1.000 penduduk 3) Terkendalinya prevalensi HIV pada populasi dewasa dari 0,2 menjadi di bawah 0,5% 4) Meningkatnya cakupan imunisasi dasar lengkap bayi usia 0-11 bulan dari 80% menjadi 90% 5) Persentase desa yang mencapai Universal Child Immunization (UCI) dari 80% menjadi 100% 6) Angka kesakitan demam berdarah dengue (DBD) dari 55 menjadi 51 per 100.000 penduduk
c.
Menurunnya disparasitas status kesehatan dan status gizi antar wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi serta gender, dengan menurunnya disparasitas separuh dari tahun 2009.
d.
Meningkatnya penyediaan anggaran publik untuk kesehatan dalam rangka mengurangi resiko financial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh penduduk, terutama penduduk miskin.
e.
Meningkatnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tingkat rumah tangga dari 50 persen menjadi 70 persen.
f.
Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis di Daerah Tertinggal, Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK).
g.
Seluruh provinsi melaksanakan program pengendalian penyakit tidak menular.
h.
Seluruh Kabupaten/kota melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM).
2.1.7
Rencana Strategis (Renstra) Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka sebagai salah satu pelaku
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
9
pembangunan kesehatan, Kementrian Kesehatan telah menyusun Rencana Strategis
(Renstra)
Kementrian
Kesehatan
periode
2010-2014.
Renstra
Kementrian Kesehatan merupakan dokumen perencanaan yang bersifat indikatif dan memuat berbagai program pembangunan kesehatan yang akan dilaksanakn langsung oleh Kementrian Kesehatan untuk kurun waktu 2010-2014, dengan penekanan pada penetapan sasaran Prioritas Nasional, Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan Millenium Development Goals’s (MDG’S). Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan dilaksanakan melalui beberapa upaya untuk peningkatan : 1. Upaya kesehatan 2. Pembinaan kesehatan 3. Sumber daya manusia kesehatan 4. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan 5. Manajemen dan informasi kesehatan 6. Pemberdayaan masyarakat Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan (RPJPK) 2005-2025 dalam tahap ke-2 (2010-2014), kondisi pembangunan kesehatan diharapkan telah mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat
yang
ditunjukkan
dengan
membaiknya
berbagai
indikator
pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), seperti meningkatnya derajat kesehatan dan status gizi masyarakat, meningkatnya kesetaraan gender, meningkatnya tumbuh kembang optimal, kesejahteraan dan perlindungan anak, terkendalinya jumlah dn laju pertumbuhan penduduk, serta menurunnya kesenjangan antar individu, antar kelompok masyarakat, dan antar daerah.
2.1.8
Arah Kebijakan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesis, 2011) Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan bidang
sosial budaya dan kehidupan beragama yang diarahkan untuk mencapai sasaran peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang ditandai dengan meningkatnya IPM dan Indeks Pembangunan Gender (IPG), yang didukung oleh tercapainya
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
10
penduduk tumbuh seimbang, serta semakin kuatnya jati diri dan karakter bangsa. Sesuai visi misi Presiden, kebijakan pembangunan kesehatan periode 5 tahun ke depan (2010-2014) diarahkan pada tersedianya akses kesehatan dasar yang murah dan terjangkau terutama pada kelompok menengah ke bawah guna mendukung pencapainya MDG’s pada tahun 2015. Tema Prioritas Pembangunan Kesehatan pada tahun 2010-2014 adalah “Peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan” melalui : 1.
Program Kesehatan Masyarakat
2.
Program Keluarga Berencana (KB)
3.
Sarana Kesehatan
4.
Obat
5.
Asuransi Kesehatan Nasional Prioritas Pembangunan Kesehatan pada tahun 2010-2014 difokuskan pada
delapan fokus prioritas, yaitu : 1.
Peningkatan kesehatan ibu, bayi, balita, dan Keluarga Berencana (KB)
2.
Perbaikan status gizi masyarakat
3.
Pengendalian penyakit menular serta penyakit tidak menular diikuti penyehatan lingkungan
4.
Pemenuhan, pengembangan, dan pemberdayaan SDM kesehatan
5.
Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, keamanan, mutu, dan penggunaaan obat serta pengawasan obat dan makanan
6.
Pengembangan sistem Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas)
7.
Pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan bencana dan krisis kesehatan
8.
Peningkatan pelayanan kesehatan primer, sekunder, dan tersier Arah kebijakan dan strategi Kementerian Kesehatan didasarkan pada arah
kebijakan dan strategi nasional sebagaimana tercantum di dalam Rencana Pembangunan jangka
Menengah
Nasional
(RPJMN)
2010-2014
dengan
memperhatikan permasalahan kesehatan yang telah diindentifikasi melalui hasil review pelaksanaan pembangunan kesehatan sebelumnya. Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan periode tahun 2010-2014. Perencanaan program dan kegiatan secara keseluruhan telah dicantumkan di
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
11
dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan. Namun untuk menjamin terlaksanannya berbagai upaya kesehatan yang dianggap prioritas dan mempunyai daya ungkit besar di dalam pencapaian hasil pembangunan kesehatan, dilakukan upaya yang bersifat reformatif dan akseleratif. Upaya tersebut meliputi pengembangan Jaminan Kesehatan Masyarakat, peningkatan pelayanan kesehatan di DTPK, ketersediaan, keterjangkauan obat di seluruh fasilitas kesehatan, saintifikasi jamu, pelaksanaan reformasi birokrasi, pemenuhan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), Penanganan Daerah Bermasalah Kesehatan (PDBK), pengembangan pelayanan untuk Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia (World Class Hospital). Langkah-langkah pelaksanaan upaya reformasi tersebut disusun di dalam dokumen tersendiri, dan menjadi dokumen yang tidak terpisahkan dengan dokumen Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014 ini. Upaya kesehatan tersebut juga ditujukan untuk peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan yang dimaksudkan untuk mengurangi kesenjangan status kesehatan dan gizi masyarakat antar wilayah, gender, dan antar tingkat sosial ekonomi, melalui: pemihakan kebijakan yang lebih membantu kelompok miskin dan daerah yang tertinggal, pengalokasikan sumber daya yang lebih memihak kepada kelompok miskin dan daerah yang tertinggal, pengembangan instrument untuk memonitor kesenjangan antar wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi, dan peningkatan advokasi dan capacity building bagi daerah yang tertinggal. Selain itu, untuk dapat meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan, kedelapan fokus prioritas pembangunan nasional bidang kesehatan didukung oleh peningkatan kualitas manajemen dan pembiayaan kesehatan, sistem informasi dan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, melalui: a.
Peningkatan
kualitas
perencanaan,
penganggaran
dan
pengawasan
pembangunan kesehatan b.
Pengembangan perencanaan pembangunan kesehatan berbasis wilayah
c.
Penguatan peraturan perundangan pembangunan kesehatan
d.
Penataan dan pengembangan sistem informasi kesehatan untuk menjamin ketersediaan data dan informasi kesehatan melalui pengaturan sistem
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
12
informasi yang komprehensif dan pengembangan jejaring e.
Pengembangan penguasaan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan dalam bidang kedokteran, kesehatan masyarakat, rancang bangun alat kesehatan dan penyediaan bahan baku obat
f.
Peningkatan penapisan teknologi kesehatan dari dalam dan luar negeri yang cost effective
g.
Peningkatan pembiayaan kesehatan untuk kegiatan preventif dan promotif;
h.
Peningkatan pembiayaan kesehatan dalam rangka pencapaian sasaran luaran dan sasaran hasil
i.
Peningkatan pembiayaan kesehatan di daerah untuk mencapai indikator SPM
j.
Penguatan advokasi untuk peningkatan pembiayaan kesehatan
k.
Pengembangan kemitraan dengan penyedia pelayanan masyarakat dan swasta
l.
Peningkatan efisiensi penggunaan anggaran
m. Peningkatan biaya opersional Puskesmas dalam rangka peningkatan kegiatan preventif dan promotif dengan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK)
2.1.9
Struktur Organisasi Struktur
organisasi
Kementerian
Kesehatan
Republik
Indonesia
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1144/ MENKES/PER/VIII/2010 pasal 4 menyatakan bahwa Kementerian Kesehatan Republik Indonesia terdiri atas (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) : a.
Sekretariat Jenderal.
b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. c.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
d.
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.
e.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
f.
Inspektorat Jenderal.
g.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
h.
Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.
i.
Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi.
j.
Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat.
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
13
k.
Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan.
l.
Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi.
m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal. n.
Pusat Data dan Informasi.
o.
Pusat Kerja Sama Luar Negeri.
p.
Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan.
q.
Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan.
r.
Pusat Komunikasi Publik.
s.
Pusat Promosi Kesehatan.
t.
Pusat Inteligensia Kesehatan.
u.
Pusat Kesehatan Haji. Bagan struktur organisasi Kementerian Kesehatan dapat dilihat pada
lampiran 1.
2.1.10 Kedudukan Berdasarkan
Peraturan
Menteri
No.1144/MENKES/PER/VIII/2010
pasal
Kesehatan 1,
Republik
kedudukan
dari
Indonesia Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia adalah (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) : 1.
Kementrian Kesehatan berada di bawah dan beranggung jawab kepada Presiden.
2.
Kementrian Kesehatan dipimpin oleh Menteri Kesehatan.
2.1.11 Tugas Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1144/MENKES/PER/VIII/2010 pasal 2, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan Negara (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a).
2.1.12 Fungsi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
14
1144/MENKES/PER/VIII/2010 pasal 3 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
menyelenggarakan
fungsi
(Kementerian
Kesehatan
Republik
Indonesia, 2010a) : a. Perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan. b. Pengelolaan barang milik atau kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia di daerah. e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
2.1.13 Kewenangan Dalam menyelenggarakan fungsinya, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia mempunyai kewenangan, berikut adalah kewenangan Kementrian Kesehatan RI : a.
Penetapan kebijakan nasional di bidang kesehatan untuk mendukung pembangunan secara makro
b. Penetapan pedoman untuk menetukan standar pelayanan minimal yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten/Kota di bidang Kesehatan c.
Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang kesehatan
d.
Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidang kesehatan
e.
Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi di bidang kesehatan
f.
Pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan atas nama Negara di bidang kesehatan
g.
Penetapan standar pemberian izin oleh daerah di bidang kesehatan
h.
Penanggulangan wabah dan bencana yang berskala nasional di bidang kesehatan
i.
Penetapan kebijakan sistem informasi nasional di bidang kesehatan
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
15
j.
Penetapan persyaratan kualifikasi usaha jasa di bidang kesehatan
k.
Penyelesaian perselisihan antar Propinsi di bidang kesehatan
l.
Penetapan kebijakan pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian ibu, bayi, dan anak
m. Penetapan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat n.
Penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan
o.
Penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan
p.
Penetapan pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi kesehatan dan standar etika penelitian kesehatan
q.
Penetapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi
r.
Penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana kesehatan
s.
Surveilans
epidemiologi
serta
pengaturan
pemberantasan
dan
penanggulangan wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa t.
Penyediaan obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan dasar sangat esensial (buffer stock nasional)
u.
Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu : 1) Penempatan dan pemindahan tenaga kesehatan tertentu 2) Pemberian izin dan pembinaan produksi dan distribusi alat kesehatan
2.2.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
2.2.1
Kedudukan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesis, 2010) Direktorat Jenderal adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Menteri. Direktorat Jenderal dipimpin oleh Direktur Jenderal. 2.2.2 Tugas dan Fungsi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesis, 2010) Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Dalam melaksanakan tugasnya, Direkorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
16
a.
Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
b.
Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
c.
Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
d.
Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
e.
Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
2.2.3 Tujuan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011) a.
Terjaminnya ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan;
b.
Terlindunginya masyarakat dari penggunaan obat dan perbekalan kesehatan yang tidak memenuhi standar mutu, keamanan, dan kerasionalan; dan
c.
Meningkatnya mutu pelayanan farmasi komunitas dan farmasi rumah sakit dalam kerangka pelayanan kesehatan komprehensif yang didukung oleh tenaga farmasi yang profesional.
2.2.4 Sasaran dan Indikator ( Ditjen Binfar dan Alkes,2013) Sasaran
hasil
program
kefarmasian
dan
alat
kesehatan
adalah
meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2014 adalah persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%..
2.2.5 Kegiatan (Ditjen Binfar dan Alkes,2013) Untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan , maka diperlukan dilakukan upaya kegiatan untuk mencapai sasaran tersebut. kegiatan yang akan dilakukan meliputi: a.
Peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan;
b.
Peningkatan produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;
c.
Peningkatan pelayanan kefarmasian; dan
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
17
d.
Peningkatan produksi dan distribusi kefarmasian.
2.2.6
Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dipimpin oleh
Direktur Jenderal yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri Kesehatan. Struktur Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 2. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) : a. Sekretariat Direktorat Jenderal. b. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. c. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. d. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. e. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
2.2.6.1 Sekretariat Direktorat Jenderal Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal Kesehatan . Struktur Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 3. Dalam
melaksanakan
tugasnya,
Sekretariat
Direktorat
Jenderal
menyelenggarakan fungsi, berikut adalah fungsinya ((Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) : a.
Koordinasi dan penyusunan rencana, program, dan anggaran.
b. Pengelolaan data dan informasi. c.
Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional, dan hubungan masyarakat.
d.
Pengelolaan urusan keuangan.
e.
Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah tangga, dan perlengkapan.
f.
Evaluasi dan penyusunan laporan. Sekretariat Direktorat Jendral terdiri atas (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2010):
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
18
1) Bagian Program dan Informasi. 2) Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat. 3) Bagian Keuangan. 4) Bagian Kepegawaian dan Umum. 5) Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.6.2 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalam melaksanakan tugasnya,
Direktorat
Bina
Obat
Publik
dan
Perbekalan
Kesehatan
menyelenggarakan fungsi, yaitu (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010): a.
Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.
b.
Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.
c.
Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.
d.
Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.
e.
Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
19
dan perbekalan kesehatan. f.
Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai
struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 4): a.
Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat.
b.
Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
c.
Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
d.
Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
e.
Subbagian Tata Usaha.
f.
Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.6.3 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Direktorat
Bina
Pelayanan
Kefarmasian
mempunyai
tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, serta penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi, yaitu (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010): a.
Penyiapan
perumusan
kebijakan
di
bidang standardisasi,
farmasi
komunitas,farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. b.
Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional.
c.
Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional.
d.
Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional.
e.
Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional.
f.
Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
20
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai struktur organisasi yang terdiri atas (Lampiran 5): 1) Subdirektorat Standarisasi 2) Subdirektorat Farmasi Komunitas 3) Subdirektorat Farmasi Klinik 4) Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional 5) Subbagian Tata Usaha 6) Kelompok Jabatan Fungsional
2.2.6.4 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas
melaksanakan
penyiapan
perumusan
dan
pelaksanaan
kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 588, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan RI, 2010): a.
Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. c.
Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
d.
Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
e.
Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
f.
Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
21
Struktur organisasi Direktorat Bina Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas (Lampiran 6): 1) Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan. 2) Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. 3) Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. 4) Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi. 5) Subbagian Tata Usaha. 6) Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.6.5 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Dalam melaksanakan tugasnya,
Direktorat
Bina
Produksi
dan
Distribusi
Kefarmasian
menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan RI, 2010): a.
Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. c.
Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
d.
Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
e.
Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
f.
Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
g.
Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi kefarmasian
terdiri atas (Lampiran 7): 1) Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional.
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
22
2) Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan. 3) Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus. 4) Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat. 5) Subbagian Tata Usaha. 6) Kelompok Jabatan Fungsional.
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
24
Visi dan Misi (Direktorat Bina Prodis Kefarmasian, 2013)
3.3
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian telah menetapkan tujuan yang hendak dicapai. Oleh karena itu, tujuan yang telah ditetapkan tersebut diupayakan dengan melalui berbagai aktivitas operasional sesuai dengan visi dan misi. Visi dan misi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Visi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian adalah mewujudkan Industri farmasi dan Makanan yang mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri dan bersaing di era globalisasi. Misi
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian terdiri dari empat poin yaitu: a.
Menyusun dan mengembangkan standar dan persyaratan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian dan makanan.
b.
Melaksanakan pelayanan publik yang prima dalam bidang produksi dan distribusi kefarmasian dan makanan.
c.
Membentuk aliansi strategis dalam bidang obat, obat tradisonal, sediaan farmasi khusus, kosmetik dan makanan.
d.
Melaksanakan pembinaan sarana produksi dan distribusi farmasi dan makanan.
3.4
Sasaran Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian telah menetapkan
beberapa sasaran. Sasaran-sasaran ini dimaksudkan untuk tercapainya tujuan dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian itu sendiri. Sasaran-sasaran Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian adalah sebagai berikut: (Direktorat Bina Prodis Kefarmasian, 2013) a.
Menciptakan iklim industri yang kondusif melalui penyusunan regulsi, standar dan pedoman yang dapat mengakomodir pengembangan di bidang farmasi dan makanan.
b.
Melaksanakan pelayanan publik yang prima dalam bidang produksi dan dsitribusi kefarmasian dan makanan
c.
Melaksanakan pembinaan sarana produksi dan distribusi farmasi dan makanan
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN
3.1
Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian bertugas untuk
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian (Kementerian Kesehatan RI,
2010).
Direktorat
Bina
Produksi
dan
Distribusi
Kefarmasian
menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan RI, 2010): a.
Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
b.
Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
c.
Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dibidang produksi dan distribusi kefarmasian.
d.
Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis dibidang produksi dan distribusi kefarmasian.
e.
Pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
f.
Pelaksanaan perizinan dibidang produksi dan distribusi kefarmasian.
g.
Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.
3.2
Tujuan (Direktorat Bina Prodis Kefarmasian, 2013) Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tujuan
yang hendak dicapai. Tujuan tersebut tergambar dari pernyataan “Industri Farmasi dan Makanan Yang Memenuhi Syarat dan Mampu Memenuhi Kebutuhan Dalam Negeri Serta Bersaing di Era Globalisasi.” Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat diketahui bahwa tujuan utama Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian tidak hanya mengenai kebutuhan dalam negeri namun juga bagaimana agar Industri farmasi dan makanan Indonesia dapat berkembang dan mampu bersaing dengan kualitasnya yang terjamin.
23 Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
25
d.
3.5
Menciptakan kemandirian di bidang kefarmasian
Indikator Kegiatan Peningkatan produksi dan Distribusi Kefarmasian memiliki
luaran sebagai berikut : a.
Meningkatnya produksi bahan baku dan obat lokal serta mutu sarana produksi dan distribusi kefarmasian
b.
Meningkatnya kualitas produksi dan distribusi kefarmasian
c.
Meningkatnya produksi bahan baku obat dan obat tradisional produksi dalam negeri.
3.6
Arah program Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Arah program Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
dilaksanakan melalui 10 program, meliputi (Direktorat Bina Prodis Kefarmasian, 2013) : a.
Menyusun norma, standar, persyaratan serta regulasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian dan makanan;
b.
Mengupayakan kemandirian di bidang obat, bahan baku obat dan obat tradisional Indonesia melalui pemanfaatan keanekaragaman hayati;
c.
Meningkatkan pelaksanaan pelayanan prima didalam perijinan di bidang obat, narkotika, psikotropika, prekursor dan obat tradisional dan sediaan farmasi khusus, dan kosmetika;
d.
Membentuk aliansi strategis dalam rangka meningkatkan kemandirian obat, obat tradisional, kosmetika dan makanan;
e.
Menintegrasikan obat tradisional dalam pelayanan kesehatan formal;
f.
Meningkatkan daya saing industri farmasi dan makanan;
g.
Meningkatkan keamanan, khasiat dan mutu sediaan farmasi dan makanan yang beredar serta melindungi masyarakat dari penggunaan yang salah danpenyalahgunaan sediaan farmasi dan makanan;
h.
Melaksanakan pembinaan terhadap sarana dan prasarana kefarmasiaan dan makanan;
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
26
i.
Peningkatan kemampuan sumber daya manusia dalam bidang produksi dan distribusi kefarmasian dan makanan;
j.
Monitoring dan evaluasi program Direktorat Produksi dan Distribusi Kefarmasian
3.7
Strategi (Direktorat Bina Prodis Kefarmasian, 2013) Strategi dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran Direkorat Bina
Produksi dan Distribusi Kefarmasian dengan cara sebagai berikut : a.
Menyusun regulasi, standar dan pedoman yang dapat mengakomodir pengembangan di bidang farmasi dan makanan.
b.
Membentuk aliansi strategis dan mengintegrasikan sumber daya.
c.
Melaksanakan koordinasi dan pembinaan yang terpadu.
d.
Meningkatkan kapasitas SDM yang kompeten dan profesional.
3.8
Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Dalam menjalankan tugas dan fungsinya Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Kefarmasian memiliki Struktur Organisasi sebagai berikut(Kementerian Kesehatan RI, 2010): a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional. b. Sudirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan. c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus. d. Subdirekorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional.
3.9
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional (Kementerian Kesehatan RI, 2010)
3.9.1
Tugas dan Fungsi (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan,
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
27
bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. c. Pelaksanaan pemberian izin sarana produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. d. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional.
3.9.2
Struktur Organisasi (Kementerian Kesehatan RI, 2010)
Struktur Organisai Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional terdiri atas : a. Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. b. Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang sarana produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional menangani penerbitan usaha industri farmasi, pedagang besar farmasi, pedagang besar bahan baku farmasi, industri obat tradisional dan penyusunan standar dan pedoman di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
28
3.10
Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan (Kementerian Kesehatan RI, 2010)
3.10.1 Tugas dan Fungsi (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Subdirektorat Poduksi Kosmetika dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan
bahan
perumusan
dan
pelaksanaan
kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan dibidang produksi kosmetika dan makanan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dibidang produksi kosmetika dan makanan. b. Penyiapan bahan penyusunan norma standar, prosedur, dan kriteria di bidang kosmetika dan makanan. c. Pelaksanaan pemberian izin sarana produksi kosmetika. d. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang produksi kosmetika dan makanan. e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang produksi kosmetika dan makanan.
3.10.2 Struktur Organisasi (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Struktur Organisasi Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan terdiri atas: a. Seksi Standarisasi Produksi Kosmetika dan Makanan Standarisasi Produksi Kosmetika dan Makanan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi kosmetika dan makanan. b. Seksi Perizinan Sarana Produksi Kosmetika Seksi Perizinan Sarana Produksi Kosmetika mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan dibidang sarana produksi kosmetika. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan menangani
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
29
penerbitan izin usaha di bidang produksi kosmetika dan makanan dan penyusunan standar dan pedoman di bidang produksi ksometika dan makanan.
3.11
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus
3.11.1 Tugas dan Fungsi (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus dan makanan. b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dan pedoman di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika prekursor, dan sediaan farmasi khusus dan makanan. c. Pelaksanaan perizinan produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus dan makanan. d. Penyiapan bahan bimbingan dan pengendalian di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus dan makanan. e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan perizinan produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus dan makanan.
3.11.2 Struktur Organisasi (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Struktur Organisasi Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus terdiri dari atas:
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
30
a. Seksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi Seksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi. b. Seksi Sediaan Farmasi Khusus Seksi Sediaan Farmasi Khusus mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang sediaan farmasi khusus dan makanan.
Subdirekorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekusor dan Sediaan Farmasi Khusus sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, maka dalam hal ini Subdirektorat tersebut menangani/menerbitkan izin import/eksport prekusor, psikotropika.
3.12 Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat (Kementerian Kesehatan RI, 2010) 3.12.1 Tugas dan Fungsi Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat. Dalam
melaksanakan
tugas
sebagaimana
dimaksud
Subdirektorat
Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat menyelengarakan fungsi: a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat. b. Penyiapan bahan penyusunan norma standar, prosedur, dan kriteria dibidang kemandirian obat dan bahan baku obat.
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
31
c. Penyiapan bahan koordinasi serta pelakasanaan kerjasama lintas program dan lintas sektor di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat. d. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat. e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan dibidang kemandirian obat dan bahan baku obat.
3.12.2 Struktur Organisasi (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Struktur Organisasi Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat terdiri atas: a. Seleksi Analisis Obat dan Bahan Baku Obat Seleksi Analisis Obat dan Bahan Baku Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat. b. Seksi Kerjasama Seksi Kerjasama mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan koordinasi, pelaksanaan kerjasama lintas program dan lintas sektor, pengendalian serta evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kerjasama di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat.
3.13 Subbagian Tata Usaha (Direktorat Bina Prodis Kefarmasian, 2013) Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas untuk melaksanakan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat sebagai berikut : 3.13.1 Umum a. Pencatatan surat menyurat (surat masuk dan surat keluar) dengan sistem arsiparis. b. Distribusi surat masuk dan surat keluar ke subdit maupun eksternal Direktorat c. Pengetikan (komputerisasi) surat terutama untuk keperluan pimpinan d. Penyusunan daftar kepustakaan Direktorat e. Kearsipan dengan pola atau sistem arsiparis. 3.13.2 Kepegawaian
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
32
Tugas Subbagian Tata Usaha Kepegawaian adalah membuat data dan informasi kepegawaian. Data dan informasi tersebut antara lain: a. Daftar nama-nama pejabat berdasarkan nomor urut kepangkatan berikut nama jabatan, eselon dan golongan. b. Daftar seluruh pegawai berdasarkan nomor urut kepangkatan dan nama jabatan serta alamat. c. Informasi tentang kenaikan pangkat maupun memasuki masa pensiun. d. Menyusun dan menyimpan berkas-berkas data KP4 (Surat Keterangan Untuk Mendapat Tunjangan Keluarga) maupun daftar riwayat hidup seluruh pegawai. e. Menyusun dan menyimpan DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan) seluruh pegawai berdasarkan urutan tahun penilaian. f. Menyusun dan menyimpan berkas-berkas yang berkaitan dengan pegawai untuk seluruh pegawai. g. Mengurus data kenaikan pangkat pegawai yang mau naik pangkat. h. Membantu pengurusan pembuatan SIMKA (Sistem Informasi Kepegawaian). 3.13.3 Kerumahtanggaan Direktorat Tugas Subbagian Tata Usaha kerumahtangaan adalah sebagai berikut : a. Melakukan inventarisasi barang-barang inventaris milik negara. b. Melakukan pendataan yang berkaitan dengan pemeliharaan barang-barang inventaris dan bekerjasama dengan bagian umum dan kepegawaian Setditjen (Sekertaris Direktorat Jenderal) Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. c. Melakukan pendataan barang-barang inventaris yang akan diusulkan penghapusannya secara administratif yang selanjutnya diteruskan ke Bagian Umum dan Kepegawaian Setditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. d. Menyiapkan bahan-bahan untuk keperluan rapat atau tamu-tamu Direktur. e. Menata dan mengatur ruang penyimpanan berkas/barang inventaris di Gudang Direktorat.
3.14 Strategi Pelaksanaan (Direktorat Bina Prodis Kefarmasian, 2013) Strategi yang dilaksanakan oleh masing –masing Subdirektorat untuk mencapai target indikator adalah sebagai berikut : 3.14.1 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
33
a. Aliansi strategis dalam kemandirian di bidang obat tradisional b. Penyusunan NSPK di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional c. Pembinaan kepada sarana di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional d. Penguatan kapasitas SDM pusat, provinsi, dan kabupaten/kota di bidang pembinaan obat dan obat tradisional e. Membangun jejaring kerja dengan pemangku kepentingan nasional di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional 3.14.2 Subdirektorat Produksi Kosmetik dan Makanan a. Aliansi strategi di bidang produksi kosmetik dan makanan b. Penyusunan NSPK di bidang produksi kosmetik dan makanan c. Pembinaan kepada produsen kosmetik dan makanan d. Penguatan kapasitas SDM pusat, provinsi, kabupaten/kota di bidang pembinaan produksi makanan e. Membangun jejaring kerja dengan pemangku kepentingan nasional di bidang produksi kosmetik dan makanan 3.14.3 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus a. Membangun jejaring kerjasama dengan stake holder terkait melalui aliansi strategi di bidang produksi narkotika, psikotropika, prekursor dan sediaan farmasi khusus b. Penyusunan NSPK di bidang produksi narkotik, psilotropik, prekursor dan sediaan farmasi khusus c. Pembinaan terhadap industri farmasi dan PBF yang melakukan produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor dan sediaan farmasi khusus d. Penguatan kapasitas SDM pusat, provinsi, kabupaten/kota di bidang pembinaan produksi dan distibusi narkotika, psikotropika, prekursor dan sediaan farmasi khusus dan pelaporan Narkotika dan Psikotropika. 3.14.4 Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat a. Pendirian kelompok kerja kemandirian bahan baku obat. Kelompok kerja kemandirian bahan baku obat beranggotakan lintas kemandirian dan stake holder terkait lain dengan kementrian kesehatan sebagai koordinator
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
34
b. Kerjasama dan fasilitas penelitian dengan lembaga penelitian (BPPT dan LIPI) di bidang pengembangan bahan baku obat c. Pembentukan jejaring kerja dengan berbagai stake holder diantaranya institusi penelitian, kalangan indutri dan asosiasi pengusaha
3.15
Sumber Daya (Direktorat Bina Prodis Kefarmasian, 2014)
3.15.1 Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia yang bertugas di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan sampai akhir tahun 2013 berjumlah 47 orang yang terdiri dari 34 PNS dan 13 Non PNS. Berdasarkan jabatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri dari 14 orang dengan jabatan struktural dan 20 orang dengan jabatan fungsional umum/staf. Rinciannya dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Jumlah pegawai di lingkungan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Tahun 2013 No
Jabatan
Jumlah
Menurut Jabatan 1
Jabatan Struktural
14 orang
Jabatan Fungsional Umum/Staf
20 orang
Menurut Golongan 2
Golongan II
4 orang
Golongan III
23 orang
Golongan IV
7 orang
Menurut Pendidikan
3
4
S2
24 orang
S1
4 orang
D3
2 orang
SLTA
2 orang
SLTP
1 orang
Menurut Jenis Kelamin Pria
9 orang
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
35
Wanita
25 orang
Menurut Kelompok Usia
5
< 30 tahun
9 orang
31 – 40 tahun
12 orang
41 – 50 tahun
5 orang
51 – 58 tahun
8 orang
Total SDM
34
3.15.2 Sarana dan Prasarana (Direktorat Bina Prodis Kefarmasian, 2013) Sarana dan prasarana yang tersedia di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian sesuai dengan Laporan Barang Milik Negara (BMN) pada Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menggunakan data yang berasal dari Sistem Manajemen Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK BMN).
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 4 PEMBAHASAN Kementrian Kesehatan adalah suatu badan pelaksana pemerintah yang mempunyai tugas untuk mennyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerintah negara didasari pada nilai-nilai pro rakyat, inklusif, responsif, efektif, dan bersih. Kementrian kesehatan terdiri bari beberapa direktorat salah satunya adalah Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang memiliki tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat kesehatan terdiri atas Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, dan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian yang memiliki tugas dan fungsi masingmasing salah satunya Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian merupakan suatu Direktorat yang dibuat oleh Kementerian Kesehatan yang terdiri dari 4 subdirektorat yaitu Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional, Subdirektorat Produksi Kosmetika Dan Makanan, Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika,
Psikotropika,
Prekursor
dan
Sediaan
Farmasi
Khusus
Dan
Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat.
4.1
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional menyelenggarakan fungsi:
36
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
37
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. c. Pelaksanaan pemberian izin sarana produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. d. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional.
Berdasarkan pengamatan yang sudah dilakukan, Subdirektorat Produksi dan Distribusi obat dan Obat Tradisional telah melakukan tugas dan fungsinya dengan baik. Subdirektorat ini secara garis besar memberikan pembinaan kepada seluruh industri farmasi di Indonesia dan juga memberikan pembinaan kepada produsen herbal dari jamu gendong hingga industri obat tradisional. Kerja nyata yang telah dilaksanakan oleh Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional antara lain: a. Pemetaan industri farmasi, industri obat tradisional, Industri Ekstrak Bahan Alam, Pedagang Besar Farmasi dan Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat. b. Perizinan industri farmasi, Industri Obat Tradisional, Industri Ekstrak Bahan Alam, Pedagang Besar Farmasi Dan Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat. c. Penyusunan Farmakope Indonesia d. Penyusunan Kurikulum Modul Pembinaan di bidang Obat dan Obat Tradisional e. Penyusunan Pedoman Pembinaan IOT dan IEBA. f. Penyusunan Petunjuk Teknis dan Petunjuk Pelaksanaan di Bidang Obat dan Obat Tradisional g. Sosialisasi perizinan dalam mewujudkan pelayanan perizinan terhadap Industri Farmasi, Industri Obat Tradisional, Industri Ekstrak Bahan Alam, Pedagang Besar Farmasi Dan Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
38
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional telah mengeluarkan izin terhadap Industri Farmasi, Industri Obat Tradisional, Industri Ekstrak Bahan Alam, Pedagang Besar Farmasi dan Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat. Subdirektorat ini telah mengeluarkan izin sebanyak 577 selama tahun 2013 yang terbagi dalam 7 jenis. Rekapitulasi perizinan Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional yang telah diterbitkan pada tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 4.1 dan gambar 4.1
Tabel 4.1. Daftar Perizinan Bidang Obat dan Obat tradisional Tahun 2013 No
Jenis Kategori
Izin yang dikeluarkan
1
Izin IF
90
2
Persetujuan
6
Prinsip IF 3
Izin OT
15
4
Persetujuan
1
Prinsip IOT 5
Izin IEBA
2
6
Izin PBF
420
7
Izin PBF Bahan
43
Obat
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
39
Gambar 4.1. Rekapitulasi Perizinan Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional Tahun 2013
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional melakukan sosialisasi perizinan Industri Farmasi, Industri Obat Tradisional, Industri Ekstrak Bahan Alam, Pedagang Besar Farmasi Obat dan Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat secara berkesinambungan. Sosialisasi yang telah dilakukan dalam bentuk : 1. Aliansi strategis di bidang obat dan obat tradisional, 2. Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Obat Tradisional melalui media cetak 3. Pendampingan tenaga kesehatan Provinsi terhadap perizinan dalam rangka pelayanan prima 4. Pembekalan terhadap sarana produksi dan distribusi obat dan obat tradisional 5. Pendampingan bagi KUMKM bidang obat tradisional 6. Pembekalan tenaga kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota dalam rangka pembinaan industri dan usaha obat tradisional
Sosialisasi ini terus dilakukan dalam rangka meningkatkan kemampuan dan pemahaman industri farmasi, industri obat tradisional, Pedagang Besar Farmasi (PBF) dan Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat (PBFBO) agar mampu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
40
Pada proses pengaujuan perizinan Industri Farmasi, Industri Obat Tradisional, Pedagang Besar Farmasi dan Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat dilakukan pada loket 1 unit layanan terpadu. Pada prosesnya, masih banyak berkas perizinan yang belum lengkap sehingga pemohon harus datang berulangkali. Perizinan yang ditangani Direktorat Produksi dan Distribusi Kefarmasian ini merupakan suatu perizinan yang kompleks dan melibatkan juga instansi lainnya seperti Dinas Kesehatan Propinsi, Badan Pengawas Obat dan Makanan dan BKPM. Rekomendasi dari instansi lain tersebut merupakan salah satu persyaratan dari permohonan perizinan, sehingga tertundanya pengeluaran surat rekomendasi menyebabkan proses perizinan menjadi lebih lama. Selain itu, dari sekian banyak kegiatan pelayanan perizinan sarana produksi dan distribusi yang ditangani oleh Direktorat
Bina
Produksi
dan
Distribusi
Kefarmasian,
baru
perizinan
ekspor/impor narkotika saja yang menerapkan sistem online registration. Perizinan lainnya masih dilakukan pemeriksaan secara manual saja, namun akan diarahkan menjadi pelayanan online ke depannya. Dengan adanya sistem online registration ini, diharapkan proses akan lebih cepat dan efisien. Pada Subdirektorat selain memiliki seksi perizinan, terdapat pula Seksi Standarisasi Produksi dan Distribusi. Seksi ini mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang sarana produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. Selain itu, pada Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional juga dilakukan pengumpulan data-data untuk mendapatkan database yang akan dibutuhkan sewaktu-waktu. Data-data tersebut dikumpulkan dengan cara survey terhadap masing-masing Industri Farmasi, Industri Obat Tradisional, Pedagang Besar Farmasi dan Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat. Sebagai contoh adalah pengumpulan data kapasitas produksi suatu obat skala nasional yang dikumpulkan dengan cara survey terhadap Industri Farmasi yang memproduksi obat tersebut.
4.2
Subdirektorat Produksi Kosmetik dan Makanan Subdirektorat produksi kosmetika dan makanan bertanggung jawab dalam
pengautran regulasi produksi kosmetik dan makanan yaitu penyiapan bahan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
41
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi kosmetika dan makanan, serta bertanggung jawab dalam pembinaan terhadap industri kosmetik dan makanan untuk dapat memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Berdasarkan Pemenkes RI No. 1175/Menkes/Per/VIII/2010 tentang izin produksi kosmetika, diatur mengenai tata cara perizinan produksi kosmetika. Syarat yang harus dipenuhi dalam memperoleh izin produksi kosmetika adalah industri kosmetika harus menerapkan Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB) dalam produksinya. CPKB bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Izin produksi diberikan sesuai bentuk dan jenis kosmetik yang akan dibuat. Izin produksi dibedakan atas dua golongan sebagai berikut, industri kosmetik golongan A yaitu izin produksi yang dapat membuat semua bentuk dan jenis sediaan kosmetik dan wajib menerapkan seluruh aspek CPKB. Pada industri kosmetik golongan B yaitu izin produksi untuk industri kosmetik yang dapat membuat bentuk dan jenis sediaan kosmetik tertentu dengan menggunakan teknologi sederhana, namun harus mampu menerapkan hygiene sanitasi dan dokumentasi sesuai dengan CPKB. Hal ini bertujuan untuk menjamin mutu, keamanan dan kemanfaatan kosmetika yang beredar di masyarakat. Di Indonesia peraturan kosmetik disesuaikan dengan harmonisasi ASEAN tahun 1998. Penerapkan harmonisasi ASEAN di Indonesia pada tahun 2011 dalam bentuk notifikasi kosmetika. Tujuan perubahan alur registrasi menjadi notifikasi ialah agar masyarakat dilindungi dari peredaran dan penggunaan kosmetika yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, klaim manfaat produk serta mempermudah perolehan izin edar kosmetik. Notifikasi kosmetik, menetapkan aturan mengenai tata cara untuk memperoleh notifikasi dari suatu produk kosmetik sebelum diedarkan kemasyarakat yang diatur dalam Permenkes RI No. 1175Menkes/Per/VIII/2010 dan di bawah kewenangan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Notifikasi memiliki kelemahan, yaitu konsumen sulit untuk mengetahui apakah produk yang beredar tersebut telah ternotifikasi atau belum ternotifikasi. Hal ini disebabkan karena dalam notifikasi tidak wajib Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
42
mencantumkan nomor notifikasi di dalam kemasan produk kosmetik. Pada subdit ini juga dilakukan standarisasi kosmetik yang beredar dengan menyusun Formularium Kosmetik Indonesia. Pada pengaturan produksi makanan, kegiatan yang dilakukan antara lain melakukan regulasi, pembinaan, pengawasan terhadap industri makanan yang ada di Indonesia. Pada subdit ini, dilakukan penetapan standar terhadap bahan tambahan dalam pangan yang diatur dalam Permenkes RI No. 033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP), serta pembinaan terhadap Industri Rumah Tangga (IRT). Diharapkan produk yang sampai ke konsumen memenuhi syarat mutu dan keamanan. Subdirektorat produksi kosmetik dan makanan melaksanakan perizinan di bidang produksi kosmetik sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Selama tahun 2013, Subdirektorat Produksi dan Distribusi Kosmetika dan Makanan telah memberikan izin di bidang Kosmetika dan melakukan pembinaan pada Industri Rumah Tangga yang memproduksi makanan. Pada tahun 2013, jumlah izin produksi kosmetika yang masuk adalah sebanyak 106 buah, ditam jumlah izin yang masuk di tahun sebelumnya sehingga jumlah yang diterbitkan adalah sebanyak 118 buah izin, dengan rincian 113 izin (95,76%) diselesaikan tepat waktu dan izin (4,24%) tidak tepat waktu. Dinyatakan tepat waktu apabila waktu penyelesaian izin kurang dari 14 hari kerja, yang sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1175/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Izin Produksi Kosmetika. Rekapitulasi perizinan Subdirektorat Produksi Kosmetik dan Makanan yang telah diterbitkan pada tahun 2013 dapat dilihat pada Grafik dan Diagram di bawah ini.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
43
JUMLAH IZIN
REKAPITULASI PERIZINAN SUB DIREKTORAT PRODUKSI KOSMETIK DAN MAKANAN TAHUN 2013 100 80 60 40 20 0
83 16
4
3
JENIS IZIN
Gambar 4.2 Rekapitulasi Perizinan Sub Direktorat Produksi Kosmetik dan Makanan Tahun 2013
4%
≤ 14 HK (Sesuai Permenkes 1175) ≥ 14 HK (Tidak Sesuai Permenkes 1175) 96%
Gambar 4.3. Proses Penyelesaian Perizinan Sub Direktorat Produksi Kosmetik dan Makanan Tahun 2013 4.3
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika dan Sediaan Farmasi Khusus Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor
dan Sediaan Farmasi Khusus merupakan subbagian dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian yang khusus menangani hal-hal yang terkait perizinan di bidang impor/ekspor narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi seperti Surat Persetujuan Impor (SPI), Surat Persetujuan Ekspor (SPE), Importir Produsen (IP), Importir Terdaftar (IT), Eksportir Produsen (EP) dan Eksportir Terdaftar (ET). Selain menangani perizinan narkotika, Subdirektorat ini juga Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
44
menangani pengadaan sediaan farmasi khusus melalui jalur SAS (Special Access Scheme) untuk sediaan farmasi yang belum memiliki izin edar di Indonesia. Pemberian izin sebagai IP narkotika, psikotropika maupun prekursor farmasi serta Surat Persetujuan impor/ekspor narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi dapat diberikan atas persetujuan Menteri Kesehatan. Dalam hal impor/ekspor narkotika, PT Kimia Farma ditunjuk sebagai Industri tunggal yang memiliki izin sebagai IP (Importir Produsen) dan PBF tunggal sebagai IT (Importir Terdaftar) narkotika di mana impor/ekspor psikotropika dan prekursor farmasi dapat dilakukan oleh industri farmasi maupun PBF lainnya.Narkotika dan Psikotropika memerlukan penanganan khusus terkait produksi dan distribusinya mulai dari pengadaan bahan baku hingga dalam bentuk produk jadi yang siap diedarkan. Selain narkotika dan psikotropika, dikenal istilah prekursor atau bahan kimia yang dengan reaksi sederhana dapat diubah menjadi narkotika dengan penambahan senyawa lain. Prekursor farmasi juga memiliki tingkat resiko penyalahgunaan yang tinggi sehingga memerlukan pengawasan khusus seperti Narkotika dan Psikotropika. Sediaan Farmasi Khusus merupakan sediaan yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan pelayanan kesehatan masyarakat Indonesia tetapi belum memiliki izin edar di Indonesia yang dapat diperoleh dari sumbangan negara lain. Obat tersebut digunakan untuk pengobatan penyakit langka atau menyangkut keselamatan jiwa manusia seperti obat untuk penyakit Hemofilia. Kurangnya nilai komersial dari sediaan farmasi khusus menyebabkan tidak ada importir atau produsen yang bersedia menangani registrasi dan izin edarnya. Pengadaansediaan farmasi khusus ini melalui jalur khusus yang dikenal dengan istilah SAS (Special Access Scheme). Berdasarkan Laporan Tahunan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Tahun 2013, Rekapitulasi perizinan Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus yang telah diterbitkan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
45
Tabel 4.2. Izin Impor/Ekspor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi Tahun 2013 yang diterbitkan Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus
No 1. 2. 3.
Narkotika Psikotropika Prekursor
4.4
SPI 63 175 245
SPE 1 149 76
Jumlah IP 1 22 41
EP 0 0 0
IT 0 0 0
Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat melaksanakan
tugasnya yang bertujuan menjadikan negara Indonesia dapat mandiri dalam hal pengadaan obat dan bahan baku obat karena hampir 96% kebutuhan produk obat tersebut tergantung pada bahan baku obat (BBO) impor. Ada beberapa faktor yang menghambat kemandirian obat dan bahan baku obat dalam negeri diantaranya bahan baku hasil penelitian tidak sesuai kebutuhan bahan baku obat di industri dan tingginya pajak yang dikenakan untuk komponen pembuatan bahan baku obat. Hal ini mengakibatkan harga bahan baku hasil produksi dalam negeri menjadi lebih tinggi daripada harga bahan baku impor. Kemandirian yang dimaksud adalah industri farmasi mudah mendapatkan bahan baku obat hasil produksi dalam negeri sehingga tidak terpengaruh dengan kondisi pasar global. Keadaan ini akan menjaga kestabilan harga obat dalam negeri. Untuk mencapai tujuan kemandirian obat dan dan ketersediaan bahan baku obat, pemerintah melakukan beberapa hal, dimulai dengan pengalokasian dana riset bekerjasama dengan lembaga terkait dan industri farmasi, menstimulasi berdirinya industri bahan baku obat, dan mengupayakan kerjasama distribusi bahan baku obat produksi dalam negeri ke pasar internasional. Definisi operasional dari bahan baku obat dan obat tradisional yang diproduksi di dalam negeri yaitu : “bahan awal penyusun sediaan farmasi (obat dan obat tradisional) dapat berupa bahan berkhasiat maupun bahan tambahan yang merupakan hasil penerapan teknologi maupun bahan alam yang siap diproduksi”. Untuk memenuhi bahan baku obat dalam negeri, pemerintah menyusun roadmap Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
46
pengembangan bahan baku. Dengan roadmap ini diharapkan terjalin kerjasama antara instansi/lembaga terkait dengan industri farmasi. Dalam roadmap tersebut telah ditetapkan strategi yaitu mengembangkan kebijakan yang berpihak pada pengembangan bahan baku obat; meningkatkan sinergitas Academic Business Goverment (ABG); menguatkan riset di bidang bahan baku obat yang berorientasi pada kebutuhan; meningkatkan kemampuan iptek; dan meningkatkan produksi bahan kimia sederhana, pemanfaatan sumber daya alam, dan bioteknologi. Untuk pengembangan bahan baku obat yang lebih efektif, saat ini telah dibentuk POKJANAS pengembangan bahan baku yang terdiri dari beberapa lembaga, yaitu Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Badan POM, Kemenkokesra, BPPT, LIPI, universitas, dan industri farmasi. Pada tahun 2013, jumlah bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri yang tersedia mencapai 39 jenis dari target yang telah ditetapkan, seperti yang tertera pada tabel 4.4
Tabel 4.3. Target, Realisasi dan Capaian Indikator Kinerja Jumlah Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional Produksi di Dalam Negeri Tahun 2013
INDIKATOR KINERJA Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri
TARGET 2013 35
REALISASI 2013 39
CAPAIAN (%) 111,43
Upaya yang dilakukan adalah dengan pendirian kelompok kerja kemandirian bahan baku obat beranggotakan lintas kementrian dan stakeholder terkait lainnya dengan Kementrian Kesehatan sebagai koordinator. Pencapaian kemandirian obat dan bahan baku obat juga terutama dilakukan melalui kerjasama dan fasilitasi penelitian dengan lembaga penelitian (BPPT, LIPI dan Perguruan Tinggi) di bidang pengembangan bahan baku obat serta pembentuk jejaring dengan berbagai stakeholder diantaranya institusi penelitian, kalangan industri dan asosiasi pengusaha.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
47
Optimalisasi koordinasi dengan pihak terkait dilakukan melalui perluasan jaringan kerja sama dengan universitas negeri yang memiliki basis riset dan bermitra dengan industri farmasi dan atau industri obat tradisional. Pada tahun 2012 kerja sama ini baru dilakukan dengan Kementrian Riset dan Teknologi dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Pada tahun 2013 dilakukan optimalisasi dengan kementrian terkait yaitu Kementrian Keuangan, Kementrian Perindustrian, Kementrian Perdagangan, Kementrian Negara Ristek, dan Kementrian Perekonomian. Juga telah dilakukan perbaikan skema kerja pengembahan bahan baku dan bahan baku obat tradisional yang tidak hanya berorientasi pada produk, tetapi juga pada proses produksi lebih lanjut. Hal ini diperkuat dengan adanya Peta Jalan Pengembangan Bahan Baku dan Rencana Induk Pengembangan Bahan Baku Obat Tradisional di Indonesia. Untuk mencapai kemandirian di bidang obat tradisional, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian telah melaksanakan pembangunan berupa: a. Fasilitasi peralatan untuk Pusat Pengolahan Pasca Panen Tanaman Obat (P4TO) diempat tempat yaitu Kabupaten Kaur (Bengkulu), Kabupaten Bangli (Bali), Kabupaten sukoharjo (Jawa Tengah) dan Kabupaten Tegal (Jawa Tengah). b. Fasilitasi peralatan untuk Pusat Ekstrak Daerah (PED) di Kota Pekalongan (Jawa Tengah). c. Fasilitasi peralatan Laboratorium Mikrobiologi untuk tiga daerah penerima P4TO tahun 2012, yaitu Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Sumatera Utara dan Kota Pekalongan. Tiga puluh sembilan jenis bahan baku obat dan obat tradisional yang telah siap diproduksi di dalam negeri (kumulatif 2011-2013) dapat terlihat pada Lampiran 8. Kinerja pemerintah untuk meningkatkan jumlah bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negri guna meningkatkan kemandirian bahan baku terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Persentase peningkatannya dapat dilihat pada tabel 4.5 dan gambar 4.4.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
48
Tabel 4.4. Perbandingan capaian indikator kinerja jumlah bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri tahun 2011 – 2013 INDIKATOR KINERJA Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri
Tahun 2011 T R C 15 4 26,67 %
Tahun 2012 T R C 25 15 60,00 %
T 35
Tahun 2013 R C 39 111,43 %
Ket : T = Target R = Realisasi C = Capaian
Perbandingan Capaian Indikator Jumlah Bahan Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional Produksi di Dalam Negeri Jumlah BBO dan BBOT
50 40 30 Target
20
Realisasi
10 0 2010
2011
2012
2013
2014
Tahun
Gambar 4.4. Perbandingan Capaian Indikator Jumlah Bahan Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional Produksi di Dalam Negeri Jika bahan baku obat berhasil diproduksi secara mandiri di dalam negeri, maka pemerintah akan turut serta membantu dalam hal pemasaran bahan baku dengan menjalin kerja sama internasional untuk memperluas pasar bahan baku obat di luar negeri. Hal tersebut dilakukan jika hasil produksi dari industri bahan baku obat lokal telah memenuhi standar internasional. Dengan adanya pemasaran bahan baku obat ke luar negeri, diharapkan industri bahan baku obat akan mendapatkan profit yang lebih besar. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Berdasarkan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang telah
dilaksanakan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Kementerian Kesehatan dapat disimpulkan bahwa : 1. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian memiliki tugas melaksanakan penyimpanan, perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis dan evaluasi dibidang Produksi dan Distribusi Kefarmasian. 2. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian merupakan tempat bagi apoteker untuk menjalankan fungsi profesinya berkaitan dengan pembuatan regulasi, pembinaan, serta mengawasi produsen dan distributor di bidang farmasi, kosmetika, dan makanan yang bertujuan untuk memastikan bahwa produk yang beredar di pasaran memenuhi persyaratan serta terjamin mutu dan keamanannya.
5.2
Saran
1. Meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) setiap pegawai agar lebih baik lagi dalam pembinaan petugas pusat dan daerah, industri farmas, industri obat tradisional, pedagang besar farmasi, dan pedagang bahan baku obat. 2. Menjalin kerja sama di bidang akademik dengan beberapa perguruan tinggi, pihak negeri maupun swasta berkaitan dengan pendidikan dan peningkatan kemandirian bahan baku obat, obat tradisional, kosmetika, dan makanan. 3. Memperbaiki
program
Aplikasi
sistem
Pelaporan
Narkotika
dan
Psikotropika (SIP-NAP) sehingga dapat memperlancar impor data di program tersebut. 4. Melakukan pengembangan sistem e-registration terhadap semua perizinan yang ditangani oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
49
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian RI. (2013). Laporan Tahunan Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI. (2014). Laporan Tahunan 2013 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Jakarta Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010, tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 021/MENKES/SK/1/2011 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta.
50
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
52 Lampiran I. Struktur Organisasi Kementrian Kesehatan RI
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
53 Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
54 Lampiran 3. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
55 Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Kesehatan
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
56 Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
57 Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
58 Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
59 Lampiran 8. Daftar Nama Bahan Baku Obat dan Bahan Baku Obat Tradisional yang Telah Siap Diproduksi di Dalam Negeri
Nama 1.
Fraksi bioaktif kayu manis (Cinamomum burmani)
2.
Fraksi bioaktif bungur (Lagerstroemia speciosa)
3.
Fraksi bioaktif mahkota dewa (Phaleria macrocara)
4.
Fraksi protein bioaktif cacing tanah (Lumbricus Rubellus)
5.
Ekstrak herba sambiloto ( Andrographis paniculata)
6.
Ekstrak herba sambiloto terfraksinasi
7.
Ekstrak pegagan (Centella asiatica)
8.
Ekstrak pegagan terfraksinasi
9.
Ekstrak herba meniran (Phylanthus niruri)
Tahun 2011
2012
10. Ekstrak herba meniran tefraksinasi 11. Ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza) 12. Ekstrak rimapng jahe (Zingiber officinale) 13. Ekstrak Rimpang Kencur (Kaemferia galanga) 14. Difruktosa anhidra III 15. Pati ter-pragelatinasi 16. Ekstrak terstandar legundi (Vitex trifolia Linn.) 17. Ekstrak terstandar palisa (Kleinhovia hospita Linn.) 18. Ekstrak rumput laut (Eucheuma cottoni) 19. Karaginan rumput laut 20. Ekstrak terstandar pugun lano (Curanga fel-terrae) 21. Ekstrak terstandar daun jati belanda (Guazuma ulmifolia) 22. Ekstrak terstandar herba sidaguri (Sida rhombifolia) 23. Ekstrak terstandar daun sirsak (Annona muricata L.) 24. Ekstrak terstandar biji buah kedaung (Parkia timoriana) 25. Ekstrak tersandar daun salam (Syzygium polyanthum) 26. Tetrasiklin 27. Albumin 28. Ekstrak terstandar pegagan (Centella asiatica L.) 29. Fraksi triterpen Pegagan 30. Isolat pegagan (asiatikosida)
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
2013
60 31. Isolat pegagan (asam madekasat) 32. Isolat pegagan (asam asiatat) 33. Ekstrak terstandar Ganoderma lucidum 34. 2-metoksi-isobutilisonitril (MIBI) 35. Amilum jagung pulut ter-pragelatinasi-hidrolisis enzimatik fosforilasi 36. Ekstrak
terstandar
kulit
buah
manggis
(Garcinia
mangostana L.) 37. Ekstrak terstandar herba tapaak dara (Catharanthus roseus) 38. Ekstrak terstandar umbi bawang putih (Allium sativum L.) 39. Ekstrak terstandar Biji mahoni (Swietenia mahagoni L.) Jacq.
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGOLAHAN DATA SURVEY TERHADAP INDUSTRI FARMASI MENGENAI KAPASITAS TERPASANG, KAPASITAS PRODUKSI, DAN KAPASITAS IDLE
TRIANI DIAN ANGGRAINI, S. Farm 1306344330
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK APRIL 2014
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... iii BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1 1.2 Tujuan ........................................................................................... 2 BAB 2. TINJAUAN UMUM ........................................................................... 3 2.1 Direktorat Jendral Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian .... 3 2.2 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat dan Obat Tradisional .................................................................... 4 2.2 Jaminan Kesehatan Nasional ....................................................... 5 2.3 Formularium Nasional ................................................................. 6 2.4 Industri Farmasi ........................................................................... 6 BAB 3. METODOLOGI ANALISIS ............................................................. 9 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Tugas Khusus .......................... 9 3.2 Metode ......................................................................................... 9 BAB 4. PEMBAHASAN ................................................................................... 10 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 14 5.1 Kesimpulan .................................................................................. 14 5.2 Saran ............................................................................................ 14 DAFTAR ACUAN ............................................................................................. 15 LAMPIRAN ....................................................................................................... 16
ii Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Formulir informasi umum yang harus diisi oleh industri farmasi................................................................................... 17
Lampiran 2.
Formulir pengisian kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle yang harus diisi oleh industri farmasi...... 18
Lampiran 3.
Formulir mengenai sertifikat CPOB yang dimiliki industri farmasi....................................................................................19
Lampiran 4.
Formulir yang diberikan berdasarkan sediaanya dari industri farmasi ...................................................................................20
Lampiran 5.
Form pengolahan data survey................................................ 21
Lampiran 6.
Ringkasan kapasitas produksi, dan kapasitas idle................. 22
iii Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bentuk pelayanan
kesehatan terbaru yang baru dilaksanakan pada awal bulan januari tahun 2014 dan memiliki tujuan yaitu melindungi semua penduduk Indonesia agar dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang layak. Program terbaru ini harus disertai dengan pelayanan dan fasilitas kesehatan yang berkualitas, tidak terkecuali pelayanan dan penyediaan obat. Dalam rangka mensukseskan program JKN ini, maka banyak hal yang harus direncanakan termasuk penyediaan obat. Hal utama yang selalu menjadi masalah klasik di Indonesia ada ketersediaan obat secara nasional sering mengalami kelangkaan. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka Direktorat Jenderal Bina Kefarmasiaan dan Alat kesehatan telah merilis sistem elektronik catalog (e-Catalogue) obat-obatan. Sistem e-Catalogue ini diluncurkan untuk mendukung program JKN. E-Catalogue sendiri merupakan daftar obat yang dijamin dalam sistem JKN yang memuat harga satuan obat. E-Catalogue adalah kelanjutan dari daftar Formularium Nasional (Fornas) yang menjadi acuan bagi fasilitas pelayanan kesehatan. Melalui Fornas, masyarakat akan mendapatkan obat yang sesuai dengan penyakit yang dideritanya. E-Catalogue dimaksudkan untuk menjamin ketersediaan dan pemerataan obat yang aman, bermutu, dan berkhasiat untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan, perlu dilaksanakan pengadaan obat secara transparan, efektif, efisien, serta hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Pengguna dari E-Catalogue sendiri adalah rumah sakit, klinik, dan apotek. Kemudian para pengguna E-Catalogue akan melihat daftar obat yang berada pada E-Catalogue dan melakukan tender terhadap industri farmasi. Industri farmasi mana yang siap memproduksi obat sesuai kebutuhan dan ketepatan waktu distribusi. Tujuan awal E-Catalogue adalah untuk menjamin ketersediaan dan pemerataan obat. Untuk menjamin kebutuhan obat yang merata di seluruh wilayah di Indonesia, maka perlu diketahui kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan 1
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
2
kapasitas idle pada seluruh obat yang tercantum dalam Formularium Nasional yang akan dilanjutkan ke E-Catalogue dari seluruh industri farmasi di Indonesia sehingga dapat diketahui kapasitas secara nasional. Kapasitas terpasang adalah kemampuan pada suatu Industri untuk memproduksi obat tertentu. Kapasitas produksi adalah jumlah obat yang sudah diproduksi oleh industri farmasi tertentu. Sedangkan, kapasitas idle adalah kemampuan yang tersisa untuk memproduksi obat tertentu. Jika database mengenai kemampuan kapsitas terpasang, produksi, dan idle sudah terpenuhi maka akan mudah untuk mengetahui kemampuan produksi secara nasional pada obat tertentu sehingga jika terdapat kelangkaan obat atau kekurangan obat akan teratasi. Untuk itu Pemerintah Pusat dalam hal ini Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian membuat suatu survey terhadap seluruh industri farmasi di Indonesia sehingga dapat diketahui kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle pada seluruh obat yang berada di fornas secara nasional.
1.2.
Tujuan Tujuan tugas khusus Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini adalah
untuk mengetahui kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle dari seluruh obat yang berada pada Fornas secara nasional dengan dilakukannya pengolahan data dari hasil survey.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Dalam melaksanakan tugasnya,
Direktorat
Bina
Produksi
dan
Distribusi
Kefarmasian
menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan RI, 2010): a.
Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. c.
Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
d.
Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
e.
Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
f.
Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
g.
Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi kefarmasian
terdiri atas : 1) Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional. 2) Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan. 3) Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus. 4) Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat. 5) Subbagian Tata Usaha. 6) Kelompok Jabatan Fungsional.
3
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
4
2.2.
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional
2.2.1
Tugas dan Fungsi (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. c. Pelaksanaan pemberian izin sarana produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. d. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional.
2.2.2. Struktur Organisasi (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Struktur Organisai Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional terdiri atas : a. Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. b. Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang sarana produksi dan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
5
distribusi obat dan obat tradisional. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional menangani penerbitan usaha industri farmasi, pedagang besar farmasi, pedagang besar bahan baku farmasi, industri obat tradisional dan penyusunan standar dan pedoman di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
2.3.
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat
yang
layak.
Prinsip-prinsip
dari
JKN
adalah
prinsip
kegotongroyongan, nirlaba, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat, dan hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial. Sistem JKN akan menjamin kebutuhan kesehatan masyarakat akan terpenuhi tidak terkecuali obat. Obat seringkali menjadi masalah dalam penjaminan kesehatan, dikarenakan masalah pengadaan dan kelangkaan obat pada daerah-daerah tertentu. Untuk menjamin ketersediaan dan pemerataan obat yg aman, bermutu dan berkhasiat untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan, perlu dilaksanakan pengadaan obat secara transparan, efektif, efisien serta hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu pada sistem JKN dibuatlah suatu sistem pengadaan obat berdasarkan e-Catalogueue. Pengadaan obat berdasarkan e-Catalogueue bertujuan agar proses pengadaan obat menjadi lebih transparan, akuntabel, efektif dan efisien. Menurut surat edaran Menteri Kesehatan No. KF/Menkes/167/III/2014 tentang pengadaan obat, Pengadaan obat dilaksanakan berdasarkan e-Catalogueue obat dengan menggunakan metode pembelian secara elektronik (e-Purchasing) sebagaimana tercantum dlm eCatalogueue Obat yg ditetapkan oleh Kepala LKPP (dapat dilihat dlm website resmi LKPP: inaproc.lkpp.go.id) atau pembelian secara manual. e-Catalogueue sendiri merupakan daftar harga obat dan bahan medis habis pakai (BMHP) yang mengacu pada daftar obat dan BMHP pada Formularium Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
6
Nasional yang sudah ditetapkan oleh Menkes. e-Catalogueue adalah sistem untuk mengatur dan mengendalikan jumlah obat. Ini sekaligus dapat memudahkan rumah sakit (RS) mendapatkan obat yang dibutuhkan pasien saat program jaminan kesehatan nasional berjalan. Saat ini e-Catalogueue terdapat 300 jenis obat yang sudah terdaftar yang mengacu pada Formularium Nasional.
2.4.
Formularium Nasional Formularium Nasional adalah daftar obat terpilih yang dibutuhkan dan
harus tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan sebagai acuan dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan perlu menjamin aksesibilitas obat yang aman, berkhasiat, bermutu, dan terjangkau dalam jenis dan jumlah yang cukup. Sebagai referensi utama Fornas diambil dari Daftar Obat Essensial (DOEN). Fornas menggunakan konsep obat essensial yang artinya obat-obat yang digunakan harus aman, efisien, dan hemat biaya sehingga biaya dan mutu pengobatan dapat dikendalikan serta memudahkan perencanaan dan penyediaan obat. Obat yang masuk dalam daftar obat Fornas digunakan sebagai acuan untuk penulisan resep dalam JKN. Kriteria pemilihan obat, yaitu obat harus memiliki khasiat keamanan terbaik berdasarkan bukti ilmiah mutakhir dan valid, memiliki rasio manfaat-risiko (benfit-risk ratio) yang paling menguntungkan pasien, memiliki izin edar dan indikasi yang disetujui oleh Badan POM, memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi, dalam kriteria ini tidak termasuk obat tradisional dan suplemen makanan. Daftar obat yang berada pada Formularium Nasional ini adalah yang menjadi acuan daftar obat yang berada pada e-Catalogueue.
2.5.
Industri Farmasi Industri
Farmasi
menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor
1799/MENKES/PER/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Sedangkan yang dimaksud dengan obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
7
sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Bahan obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi. Pembuatan Obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat, yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan. Berdasarkan pasal 4 Permenkes No. 1799/MENKES/PER/XII/2010,
setiap
pendirian
Industri
farmasi
wajib
memperoleh izin Industri Farmasi dari Direktur Jenderal. Persyaratan untuk memperoleh izin industri terdiri atas: berbadan usaha berupa perseroan terbatas; memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat; memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak; memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara Indonesia mesing-masing sebagai penanggungjawab pemastian mutu, produksi dan pengawasan mutu; komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung maupun tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundangundangan di bidang kefarmasian. Tahap persetujuan prinsip harus dilalui oleh setiap industri farmasi untuk dapat memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi. Persetujuan prinsip diberikan kepada industri farmasi agar melakukan persiapan-persiapan dan usaha pembangunan, pengadaan, pemasangan, instalasi peralatan termasuk produksi percobaan dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan di bidang obat. Persetujuan prinsip tersebut berlaku selama jangka waktu tiga tahun, dan setiap enam bulan sekali perusahaan yang bersangkutan menyampaikan informasi kemajuan pembangunan proyeknya kepada Direktur Jenderal dari Kementerian Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Industri farmasi harus menjamin bahwa produk yang diproduksinya dapat memenuhi syarat mutu, berkhasiat, dan aman. Setiap pendirian industri farmasi wajib memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan di bidang tata ruang dan lingkungan hidup. Oleh karena itu, industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB untuk menjamin itu semua. CPOB Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
8
(Cara Pembuatan Obat yang Baik) adalah cara pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya. CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. CPOB sendiri terdiri dari 12 bab yaitu diantaranya manajemen mutu; personalia; bangunan dan fasilitas; perlatan; sanitasi dan higiene; produksi; pengawasan mutu; inspeksi diri, audit mutu dan audit & persetujuan pemasok; penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk; dokumentasi; pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak; dan kuliafikasi dan validasi. 12 bab pada CPOB tersebut merupakan pilar Pemenuhan persyaratan CPOB tersebut dapat dibuktikan dengan adanya sertifikat CPOB. Sertifikat CPOB adalah dokumen sah yang merupakan bukti bahwa industry farmasi telah memenuhi persyaratan CPOB dalam membuat satu jenis bentuk sediaan obat yang berlaku selama lima tahun sepanjang memenuhi persyaratan. Serifikasi CPOB diberikan untuk setiap unit bangunan sesuai dengan bentuk sediaan dan proses pembuatan yang dilakukan untuk semua tahapan atau sebagian tahapan. Pada industri farmasi terdapat istilah kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle. Kapasitas terpasang merupakan kapasitas terpasang, produksi saat ini, dan kapasitas idle menunjukkan jumlah produksi per unit terkecil untuk setiap bentuk sediaan pert tahun. Contoh : 1.000.000 tablet/tahun. Kapasitas terpasang adalah kapasitas maksimal yang dapat diproduksi pada industri farmasi. Kapasitas produksi adalah kapasitas yang digunakan untuk memproduksi dalam satu periode operasi. Sedangkan kapasitas idle adalah kapasitas yang belum digunakan untuk produksi. Kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle dihitung berdasarkan jumlah obat yang diproduksinya disesuaikan dengan sertifikat CPOB yang dimiliki dari industri farmasi tersebut.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
BAB 3 METODOLOGI ANALISIS
Waktu dan Tempat Pengumpulan Data
3.1.
Pengolahan data survey terhadap industri farmasi mengenai kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian dilakukan ketika mahasiswa melakukan praktek kerja profesi apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tanggal 7– 18 April 2014
3.2.
Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam pengolahan data survey terhadap industri
farmasi mengenai kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle pada Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian yakni melalui analisis data dari data yang sudah dikumpulkan dan melakukan penelusuran/studi literature dari media cetak maupun elektronik. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penyusunan laporan tersebut adalah : 1. Mahasiswa melakukan pengolahan data survey dari industri farmasi 2. Mahasiswa melakukan penelusuran literatur mengenai data survey dari industri farmasi 3. Mahasiswa melakukan analisa dari hasil pengolahan data survey dari industri farmasi
9
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 4 PEMBAHASAN
Pada era JKN, pengadaan obat sudah harus merata diseluruh wilayah di Indonesia agar dapat memenuhi kebutuhan dasar dari masyarakat Indonesia. Maka dari itu dibuatlah Fornas atau Formularium Nasional yang merupakan daftar obat terpilih yang dibutuhkan dan harus tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan yang kemudian akan dicantumkan pada e-Catalogueue. JKN memiliki tujuan pemerataan kesehatan masyarakat yang layak secara nasional. Pemerataan kesehatan tersebut termasuk pemerataan dalam hal pengadaan obat. Kekosongan atau kelangkaan obat dalam wilayah indonesia tidak boleh terjadi. Untuk mencegah kekosongan dan kelangkaan obat, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasiaan melakukan antisipasi yaitu dengan membuat suatu database kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle dari masingmasing obat yang tercantum pada Fornas. Dengan mengetahui kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle tersebut maka dapat diketahui kemampuan secara nasional dalam usahnya untuk memproduksi obat tertentu. Database dibuat dengan melakukan survey ke seluruh industri farmasi di Indonesia. Proses survey diawali dengan mengirimkan surat kepada industri farmasi untuk dapat mengumpulkan data nama obat, nama zat aktif obat, kekuatan obat, bentuk sediaannya, kapsitas terpasang, kapasitas produksi, kapasitas idle, volume dalam negeri, dan volume luar negeri. Setelah beberapa minggu dari pengirimin surat ke industri farmasi, surat balasan berisi formulir data yang dibutuhkan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasiaan banyak berdatangan. Setelah beberapa lama waktu pengumpulan terkumpulah data-data dari industri farmasi. Pengumpulan data tersebut tidak sesuai dengan waktu yang sudah ditetapkan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasiaan karena beberapa industri farmasi belum mengumpulkan formulir data tersebut walaupun sudah melewati batas waktu yang ditetapkan. Contoh dari surat formulir data yang diberikan oleh industri farmasi dapat dilihat pada lampiran 1 dan lampiran 2.
10
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
11
Setelah data-data dari industri farmasi tersebut dikumpulkan, dilakukanlah pengolahan data untuk mendapatkan hasil dari survey tersebut yaitu kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle secara nasional. Tahap pertama yang dilakukan adalah mendata kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle pada setiap masing-masing industri farmasi terhadap obat yang diproduksinya dan sudah terdaftar pada fornas ke form yang sudah disediakan. Pengolahan data kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle disesuaikan dengan sertifikat CPOB yang dimiliki industri farmasi tersebut. Sertifikat CPOB yang dimiliki harus sertifikat yang terbaru yang dan tidak boleh kadaluarsa. Contoh bukti sertifikat CPOB yang ditunjukkan dapat dilihat pada lampiran 3. Data-data industri farmasi yang sudah terkumpul dibagikan ke dalam tim, setiap orang memegang 10-20 industri farmasi untuk diolah. Penulis mengolah 10 industri farmasi yaitu pabrik A, pabrik B, pabrik C, pabrik D, pabrik E, pabrik F, pabrik G, pabrik H, pabrik I, dan pabrik J. Dalam pengolahan data ini, masingmasing industri farmasi memiliki permasalahan masing-masing. Masalah-masalah yang dialami pada sepuluh industri ini diantaranya adalah tidak mencantumkan kekuatan sediaan; hanya mencantumkan nama dagangnya saja tetapi tidak mencantumkan nama zat aktifnya; tidak mencantumkan kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle pada sediaan tertentu; tidak mencantumkan satuan pada kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle; dan satuan pada masing-masing industri tidak sama sehingga sulit untuk mengolah data. Karena terdapat masalah maka pengolahan data tidak berjalan dengan cepat dan lancar. Setiap masalah harus diberikan solusinya masing-masing agar dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya. Masing-masing masalah sudah diberikan solusinya. Untuk industri farmasi yang memiliki masalah tidak mencantumkan kekuatan sediaan dan hanya mencantumkan nama dagangnya saja, maka solusinya adalah dengan mencari zat aktif dari nama dagang tersebut dan kekuatan sediaan tersebut dari literaturliteratur yang ada seperti MIMS, ISO, ataupun internet. Tidak semua produk dari industri farmasi ada dalam literatur-literatur tersebut. Jika memang tidak ada pada literatur, maka harus dicatat kemudian akan diberikan surat kepada industri Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
12
farmasi tersebut untuk melengkapi kekurangannya. Untuk industri farmasi yang memiliki masalah tidak mencantumkan kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle pada sediaan tertentu, pengolahan tidak dapat dilanjutkan jika mereka tidak memberikan data tersebut. Oleh karena itu, solusi yang diberikan adalah memberikan surat kepada industri farmasi terkait agar dapat dilengkapi. Untuk industri farmasi yang memiliki masalah tidak mencantumkan satuan pada kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle, memiliki solusi yang sama dengan masalah satuan dari setiap industri tidak sama. Solusinya adalah dengan mengkonversi jumlahnya dalam bentuk presentase sehingga akan lebih mudah dalam perhitungan jumlah secara nasional. Setelah sudah selesai mendata kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle dari masing-masing industri farmasi yang disesuaikan dengan fornas, dilanjutkan dengan pengolahan data tahap ke dua. Pengolahan data tahap ke dua yaitu mengkonversi satuan menjadi bentuk presentase sehingga akan lebih mudah dalam penjumlahan dan untuk mengatasi perbedaan satuan dari masingmasing industri farmasi. Setelah itu dilanjutkan pada tahap ke tiga menjumlahkan presentase kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle dari industri farmasi yang memiliki obat yang sama. Setelah itu dirata-ratakan sehingga dapat diketahui kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle secara nasional. Hasil yang diinginkan dari survey industri farmasi ini adalah dapat mengetahui kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle dari seluruh obat yang tercantum pada formnas secara nasional. Pada kenyataannya, hasil akhir yang didapatkan tidak memenuhi tujuan awal. Seluruh obat yang tercantum pada formularium nasional tidak memiliki data kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle dari industri farmasi. Hal tersebut bisa disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah adanya industri farmasi yang belum menyerahkan data hasil survey tersebut sehingga terdapat kekosongan data pada obat-obat tertentu dari daftar formularium nasional karena seharusnya seluruh obat yang tercantum pada daftar formularium nasional tersebut pasti diproduksi oleh industri farmasi tertentu. Hal tersebut dapat berakibat tidak adanya database pada obat tersebut sehingga menyebabkan tidak terpantaunya Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
13
pengadaan untuk obat tersebut sehingga akan rentan terjadi kelangkaan pada obat tersebut. Solusi yang dapat diberikan adalah dengan mencari tahu industri farmasi mana yang memproduksi obat yang mengalami kekosongan data tersebut. Pencarian dapat dilakukan dengan menelusuri literatur-literatur yang ada seperti MIMS dan ISO. Jika sudah diketahui industri farmasi mana yang memproduksi obat tersebut, maka pihak dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian akan mengirimkan surat terhadap industri farmasi untuk segera mengirimkan data-data survey yang dibutuhkan oleh pihak Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Database ini harus diperbaharui setiap tahunnya, karena yang didaftarkan adalah kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle per tahunnya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan Berdasarkan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang telah
dilaksanakan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Kementerian Kesehatan dapat disimpulkan bahwa : 1.
Hasil dari pengolahan data survey terhadap industri farmasi mengenai kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle masih tidak sesuai dengan harapan, karena masih banyak daftar obat pada fornas yang belum terisi kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle.
2.
Kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle yang sudah diolah datanya belum dapat dikatakan skala nasional karena belum semua industri farmasi mengumpulkan data yang dibutuhkan
5.2.
Saran Adapun saran yang dapat diberikan oleh penulis antara lain:
1. Industri farmasi sebaiknya mengikuti petunjuk yang diberikan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian dalam hal pengisian data yang dibutuhkan agar tidak terjadi permasalahan yang dapat menghambat. 2. Data kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle daftar obat fornas dari industri farmasi harus diperbaharui setiap tahunnya untuk mengantisipasi kekosongan obat
14
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. (2011). Pedoman Pembinaan Industri Farmasi. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 328/Menkes/SK/VIII/2013, tentang Formularium Nasional. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010, tentang Industri Farmasi. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Surat Edaran Nomor KF/MENKES/167/III/2014, tentang Pengadaan Obat Berdasarkan Katalog Eleketronik (E-Catalogue). Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia
Nomor
1144/MENKES/PER/VIII/2010,
tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan.
15
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
17
Lampiran1. Formulir informasi umum yang harus diisi oleh industri farmasi
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
18
Lampiran 2. Formulir pengisian kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kapasitas idle yang harus diisi oleh industri farmasi
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
19
Lampiran 3. Formulir mengenai sertifikat CPOB yang dimiliki industri farmasi
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
20
Lampiran 4. Formulir yang diberikan berdasarkan sediaanya dari industri farmasi
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
21
Lampiran 5. Form pengolahan data survey
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
22
Lampiran 6. Ringkasan rata-rata kapasitas produksi dan rata-rata kapasistas idle Nama Obat dan Kekuatan
asam mefenamat 1. kaps 250 mg 2. kaps 500 mg tab 500 mg kaptab salut selaput 500 mg kaplet salut selaput 500 mg kaplet ibuprofen 1. tab 200 mg 2. tab 400 mg 3. sir 100 mg/5 mL 4. sir 200 mg/5 mL ketoprofen 1. sup 100 mg ketorolak 1. inj 30 mg/mL natrium diklofenak 1. tab 25 mg 2. tab 50 mg parasetamol 1. tab 500 mg 2. sir 120 mg/5 mL 3. tts 60 mg/0,6 mL 4. drips (infus) 1000 mg/100 mL
RATA-RATA KAP PRODUKSI
RATA-RATA KAP IDLE
32,58919842 51,50352829 100 26,16666667 76,71293274 49,76294479
67,41080158 48,49647171 0 73,83333333 23,28649466 50,18887588
39,55188664 53,34414124 23,03117817 0,119695586
60,44811336 46,65585876 76,96882183 99,88030441
30,7256
69,2744
15,51221458
42,82111875
42,66726557
57,29416426
47,93827391
52,06169271
44,75349768 45,87943802 37,15939014 80
59,06800445 54,12056198 73,18467425 20
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
23 tramadol 1. inj 50 mg/mL alopurinol 1. tab 100 mg 2. tab 300 mg ketamin 1. inj 50 mg/mL (i.v.) 2. inj 100 mg/mL (i.v.) klorfeniramin 1. tab 4 mg loratadin 1. tab 10 mg setirizin 1. tab 10 mg 2. sir 5 mg/5 mL efedrin 1. inj 50 mg/mL fenitoin Na 1. kaps 50 mg 2. kaps 100 mg 3. inj 100 mg/2 mL 4. inj 50 mg/mL fenobarbital 1. tab 30 mg 2. tab 100 mg karbamazepin 2. sir 100 mg/5 mL albendazol
30,59891467
41,62330756
70,72864701 38,33597615
34,44338519 72,00884582
26,80822286
69,62034857
38,09938755
66,63894623
33,53678422
66,46321578
40,57686663
59,42313337
15,51221458
42,82111875
38,58024691 51,02040816
61,41975309 48,97959184
105,8725806 -
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
24 1. tab 400 mg pirantel pamoat 1. tab scored 125 mg 2. tab scored 250 mg 4. susp 125 mg/5 mL dietilkarbamazin 1. tab 100 mg amoksisilin 1. tab 250 mg 2. tab 500 mg 3. sir kering 125 mg/5 mL 4. sir forte 250 mg/5 mL sefadroksil 1. kaps 250 mg 2. kaps/tab 500 mg 3. sir kering 125 mg/5 mL 4. sir kering 250 mg/5 mL sefazolin 1. serb inj 1 g/vial sefepim 1. serb inj 1000 mg/vial sefiksim 1. tab 100 mg 2. sir 100 mg/5 mL sefotaksim 1. inj 500 mg/vial 2. serb inj 1.000 mg/vial sefpodoksim proksetil 1. tab sal 100 mg
-
82,67195767 100 60
-
17,32804233 0 40 -
26,7516027 60,03086407 73,74478099 69,13920415
73,2483973 43,31839255 26,25493417 30,86059239
47,88914456 19,82459036 92,52351228 87,12060478
52,11085544 80,17540964 7,476250351 12,87911037
99,11328125
0,88671875
99,11328125
0,88671875
46,15693679 119,5380498
53,84301113 -19,53804977
99,11328125 99,11328125
0,88671875 0,88671875
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
25 sefoperazon 1. serb inj 1.000 mg/vial seftazidim 1. serb inj 1.000 mg/vial seftriakson 1. serb inj 1.000 mg/vial sefuroksim 1. tab 250 mg 2. tab sal 500 mg 3. serb inj 750 mg/vial doksisiklin 1. kaps 50 mg 2. kaps 100 mg tetrasiklin 1. kaps 250 mg 2. kaps 500 mg kloramfenikol 1. kaps 250 mg 3. susp 125 mg/5 mL 4. serb inj 1.000 mg/mL kotrimoksazol (dewasa) kombinasi : a.
sulfametoksazol
b.
trimetoprim 1. tab 480 mg tiap 5 ml suspensi : a.
sulfametoksazol
b.
trimetoprim
99,11328125
0,88671875
99,11328125
0,88671875
99,11328125
0,88671875
9,284938889 9,284938889
90,71506111 90,71506111
-
39,47597538
60,52402462
16,06760931 23,17083995
43,93239069 76,82966005
42,17331385 40,84833859
75,57996377 59,15166141
61,78317726
38,1978218
400 mg 80 mg
200 mg 40 mg
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
26 1. susp 240 mg kotrimoksazol forte kombinasi: a.
sulfametoksazol
b.
trimetoprim
181,8132427
133,1867573
47,48713047
52,48074998
32,05340578 30,68563034 0,872130674
67,94659422 69,31436966 99,12786933
43,78762999 43,28132739
56,21237001 56,71867261
800 mg 160 mg
1. tab 960 azitromisin 1. tab 250 mg 2. tab 500 mg 3. sir kering 200 mg/5 mL eritromisin 1. kaps 250 mg 2. tab 500 mg 3. sir 200 mg/5 mL klindamisin 1. kaps 150 mg 2. kaps 300 mg spiramisin 2. tab 500 mg gentamisin 2. inj 40 mg/mL kanamisin 1. inj 1.000 mg/ vial levofloksasin 1. tab 500 mg 2. inf 5 mg/mL ofloksasin 1. tab 200 mg
-
78,27908476 36,70517708
21,72091524 63,29482292
30,36493949
69,63506051
53,10833866
26,058328
32,01142544
67,96105422
-
51,31115956
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
55,32832119
27 2. tab 400 mg siprofloksasin 1. tab scored 500 mg meropenem 1. serb inj 500 mg/vial 2. serb inj 1000 mg/vial metronidazol 1. tab 250 mg 2. tab 500 mg 3. sup 500 mg 6. lar inf 5 mg/mL rifampisin 1. kaps 300 mg 2. tab 450 mg 3. tab 600 mg etambutol 1. tab 250 mg 3. tab 500 mg isoniazid 1. tab 100 mg 2. tab 300 mg pirazinamid 1. tab 500 mg asam pipemidat 1. kaps 400 mg flukonazol 1. kaps 50 mg 2. kaps 150 mg griseofulvin (micronized)
48,56154632
51,39027435
49,56007811
50,09849869
99,11328125 99,11328125
0,88671875 0,88671875
-
93,5875011 42,50744792
16,11762711 57,49255208
38,71928456 47,33402192 48,63048865
61,28071544 56,63618641 54,52996135
-
57,90268815
42,04913252
25 76,59002197
75 23,40997803
55,78848165
44,17297489
32,05340578
67,94659422
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
28 1. tab 125 mg 3. tab 500 mg ketokonazol 1. tab 200 mg doksisiklin 1. kaps 100 mg asiklovir 1. tab 200 mg 2. tab 400 mg valasiklovir 1. tab 500 mg propranolol 1. tab 10 mg 2. tab 40 mg kombinasi : a. ergotamin b. kafein 1. tab deksametason 1. tab 0,5 mg metilprednisolon 1. tab 4 mg 2. tab 16 mg hidro klorokuin 1. tab 150 mg kombinasi : a. benserazid b. levodopa 1. kaps
42,5170068 27,38588333
57,4829932 72,61411667
61,45413259
38,51833636
32,05340578
67,94659422
56,82961032 68,36516378
43,17038968 31,63483622
17,9548542
82,0451458
52 52
48 48
75,23219814
24,76780186
45,99017575
46,31751465
29,22706466 17,9548542
70,77293534 82,0451458
1 mg 50 mg
-
-
25 mg 100 mg 43,33606749
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
56,59969341
29 triheksifenidil 1. tab 2 mg asam folat 1. tab 0,4 mg 2. tab 1 mg sianokobalamin (vitamin B12) 1. tab 50 mcg 2. inj 500 mcg/mL asam traneksamat 1. tab 500 mg 2. inj 50 mg/mL fluoresein 1. tts mata 2,5 mg/mL povidon iodin 1. lar 100 mg/mL etanol 70% 1. cairan 70% furosemid 1. tab 40 mg 2. inj 10 mg/mL (i.v./i.m.) spironolakton 1. tab 25 mg glibenklamid 2. tab 5 mg gliklazid* 3. tab 80 mg glikuidon 1. tab 30 mg glimepirid
42,68901879
57,31098121
20,44392523
79,55607477
-
-
-
-
42,77502478 15,51221458
57,22497522 42,82111875
100 87,5
25
34,34916667
65,65083333
64,04437899 12,83769483
43,23446716 35,43816724
18,3499069
81,6500931
55,23501923
52,04382692
65,26977948
34,73022052
22,67036877
77,32963123
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
30 1. tab 1 mg 2. tab 2 mg 3. tab 3 mg* 4. tab 4 mg* metformin 1. tab 500 mg 2. tab 850 mg klomifen sitrat 1. tab 50 mg deksametason 1. tab 0,5 mg prednison 1. tab 5 mg atenolol 1. tab 50 mg diltiazem HCl 1. tab 30 mg isosorbid dinitrat 1. tab 5 mg 2. tab 10 mg digoksin 1. tab 0,25 mg verapamil 1. tab 80 mg amlodipin 1. tab 5 mg 2. tab 10 mg bisoprolol* 1. tab 5 mg
96,21025641
16,72991453
55,79583433 47,60615109
44,18228527 52,39384891
1,08752809
98,91247191
20,44392523
79,55607477
46,52051227
9918,467652
27,38588333
72,61411667
-
-
-
77,30364873
22,69635127
77,30364873
22,69635127
-
29,09193012 41,83144454
70,90806988 58,16855546
40,64410492
59,01881643
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
31 diltiazem* 1. tab 30 mg doksazosin* 1. tab 1 mg 2. tab 2 mg kaptopril* 1. tab 12,5 mg 2. tab 25 mg 3. tab 50 mg klonidin* 1. tab 0,15 mg klortalidon* 1. tab 50 mg lisinopril* 1. tab 5 mg 2. tab 10 mg nifedipin* 1. kaps 10 mg nikardipin 1. inj 10 mg/vial propranolol* 1. tab 10 mg ramipril* 1. tab 2,5 mg 2. tab 5 mg 3. tab 10 mg verapamil* 1. tab 80 mg asam asetilsalisilat (asetosal)
-
-
-
71,13712607 67,61427172 100
28,86287393 32,38572828 0
75,23219814
24,76780186
38,82726679
61,03442003
90,70446275
9,295537255
52 91,47307692
48 37,64230769
-
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
-
32 1. tab 80 mg 2. tab 100 mg klopidogrel 1. tab 75 mg kaptopril 3. tab 50 mg spironolakton 1. tab 25 mg dobutamin 2. inj 50 mg/mL dopamin 1. inj 40 mg/mL fenofibrat* 1. kaps 100 mg 2. kaps 300 mg gemfibrozil* 1. kaps 300 mg 2. kaps 600 mg pravastatin* 1. tab 10 mg simvastatin * 1. tab sal 10 mg 2. tab sal 20 mg kloramfenikol 1. salep kulit 2% natrium fusidat 1. salep 20 mg/g antifungi, kombinasi : a. asam benzoat
-
89,67330838
10,32669162
19,95430977
80,04569023
82,64802632
17,35197368
18,3499069
81,6500931
15,51221458
42,82111875
15,51221458
42,82111875
33,82604377 22,68603831
66,17395623 77,31396169
22,85811789 60,44313146
77,14188211 39,55686854
59,61907648
39,95998834
55,70023584 84,81960517
52,25694071 15,18039483
12,92517007
87,07482993
66,19514696
33,80041012
6%
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
33 b.
asam salisilat 1. salep ketokonazol 1. krim 2% 2. scalp sol 2% betametason 2. krim 0,1% desoksimetason 1. krim 0,25% 2. salep 0,25% flusinolon asetonid 1. krim 0,025% hidrokortison 1. krim 1% 2. krim 2,5% mometason furoat 1. krim 0,1% salep 2-4, kombinasi : a. asam salisilat b. belerang endap 1. salep bedak salisil 1. serb 2% garam oralit kombinasi : a. natrium klorida b. kalium klorida trinatrium sitrat c. dihidrat d. glukosa
3% 83,33333333
25
38,22732293 80
61,77267707 20
10,14125
89,85875
83,09757348 56,50494505
41,90020506 47,90604396
41,4448
58,5552
50 42,48550725
50 57,29710145
42,28303571
28,08733466
22,55
67,45
2% 4%
0,52 g 0,30 g 0,58 g 2,7 g
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
34 anhidrat 1. serb untuk 200 mL air natrium bikarbonat 1. tab 500 mg tetrakain 1. tts mata 0,5% gentamisin 1. salep mata 0,3% 2. tts mata 0,3% kloramfenikol 1. tts mata 0,5% 2. tts mata 1% 3. salep mata 1% natamisin 1. tts mata 50 mg/mL fluorometolon 1. tts mata 0,1% atropin 1. tts mata 0,5% 2. tts mata 1% homatropin 1. tts mata 2% tropikamid 1. tts mata 1% asetazolamid 1. tab 250 mg 2. tts mata 0,01% pilokarpin 1. tts mata 2%
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
50
50
100
0
100 100
0 0
100
0
100
0
100
0
100 100
0 0
100
0
100
0
100 100
0 0
100
0
35 timolol 1. tts mata 0,25% 2. tts mata 0,5% 1. tts mata 0,35% karboksimetilselulosa 1. tts mata kombinasi: a.
natrium klorida
b.
kalium klorida
100 100
0
100
0
100
0
59,84729435 40,5762973
39,95998834 31,64592492
15,51221458
42,82111875
77,30364873 85,03401361
22,69635127 14,96598639
75,66018564
38,80114801
82,67195676
17,32804324
46,58073289 75,20661157
53,41926711 24,79338843
59,84729435
39,95998834
8,664 mg
1,32 mg tts mata 2,5 mg/mL
1. metilergometrin 1. tab salut 0,125 mg 2. inj 0,2 mg/mL oksitosin 1. inj 10 UI/mL diazepam 1. tab 2 mg 2. tab 5 mg klobazam 1. tab 10 mg amitriptilin 1. tab sal 25 mg maprotilin HCl 1. tab sal 25 mg 2. tab sal 50 mg sertralin 1. tab sal 50 mg
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
36 klomipramin 1. tab 25 mg haloperidol 1. tab 0,5 mg 2. tab 1,5 mg 4. tab 5 mg klorpromazin 1. tab sal 25 mg 2. tab sal 100 mg 1. tab 25 mg 2. tab 100 mg antasida, kombinasi : a.
aluminium hidroksida
b.
magnesium hidroksida 1.
tab kunyah
2. susp lansoprazol 1. kaps 30 mg omeprazol 1. kaps 20 mg ranitidin 1. tab 150 mg 2. inj 25 mg/mL sukralfat 1. tab 500 mg
200 mg 200 mg
75,20661157
24,79338843
47,82677782 46,14286014 46,14286014
52,17322218 53,85713986 53,85713986
25 52,59938414 59,84729435 59,84729435
75 47,30425721 39,95998834 39,95998834
121,3875124
78,61248761
22,65190398
77,34809602
29,48348499 0
70,51651501 0
18,75426958
61,24847014
47,5202181
52,4797819
54,69445304 15,51221458
48,73750865 42,82111875
46,24918447
53,75081553
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
37 dimenhidrinat 1. tab 50 mg domperidon 1. tab 10 mg 2. susp 5 mg/5 mL 3. tts 5 mg/mL klorpromazin 1. tab 25 mg metoklopramid 1. tab 5 mg 2. tab 10 mg 3. sir 5 mg/5 mL 4. drop botol 10 mL 5. inj 5 mg/mL 1. tab 4 mg 2. tab 8 mg hiosina butilbromida 1. tab 10 mg 2. inj 20 mg/mL atapulgit 1. tab zinc 1. tab disp 20 mg 2. sir 20 mg/5 mL loperamid 1. tab 2 mg bisakodil 1. tab sal 5 mg 2. sup 5 mg
21,67981642
78,32018358
56,34679486 24,66488955
43,66272895 75,33511045
25
75
18,3499069 42,06184167 34,78479479 14,12093646 53,10833866 38,70864062 29,76685771
81,6500931 50,98331363 50,96559333 43,13022792 26,058328 61,29135938 70,23314229
45,52110869 15,51221458
54,41368118 42,82111875
64,87469766
35,12624845
30,68563034 38,64628534
69,31436966 61,35371466
45,96702994
54,00085051
30,05555556 13,0944003
69,94444444 86,9055997
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
38 3. sup 10 mg laktulosa 1. sir 3,335 g/5 mL aminofilin 2. tab 200 mg 3. inj 24 mg/mL deksametason 1. tab 0,5 mg 2. cairan ih 0,1% ipratropium bromida 1. ih 20mcg/puff metilprednisolon 1. tab 4 mg 2. tab 16 mg salbutamol 1. tab 2 mg 2. tab 4 mg 6. sir 2 mg/5 mL* teofilin* 1. tab 100 mg 3. tab SR 300 mg terbutalin* 1. tab 2,5 mg 2. sir 1,5 mg/5 mL asam askorbat (vitamin C) 1. tab 50 mg 2. tab 250 mg kalsium glukonat 1. inj 100 mg/mL
13,0944003
86,9055997
12,33244477
37,66755523
20,44392523 15,51221458
79,55607477 42,82111875
33,99421248
65,95760819
47,57800804
58,24506889
42,77502478
57,22497522
71,50691486 52,80577888
28,49308514 47,19422112
59,92760432 21,25372396
40,00815658 28,74627604
40,63358129
59,36641871
15,51221458
42,82111875
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014
39 kalsium laktat (kalk) 1. tab 500 mg piridoksin (vitamin B6) 1. tab 10 mg 2. tab 25 mg 3. inj 100 mg/mL sianokobalamin (vitamin B12) 1. tab 50 mcg tiamin (vitamin B1) 1. tab 50 mg vitamin B kompleks 1. tab
52,05044112
47,94931584
32,87541092 40,75082184 15,51221458
67,12458908 59,24917816 42,82111875
40,75082184
59,24917816
23,83837274 56,5649284
76,16162726 57,05093407
Laporan praktek…, Triani Dian Anggraini, F Far UI, 2014