UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 18 JUNI – 29 JUNI 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
SALWA BAINANA, S. Farm. 1106153486
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 18 JUNI – 29 JUNI 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
SALWA BAINANA, S. Farm. 11061534865
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012
ii Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh
:
Nama
: Salwa Bainana, S. Farm.,
NPM
: 1106153486
Program Studi
: Apoteker
Judul Laporan
: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian
dan
Alat
Kesehatan
Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia Periode 18 Juni – 29 Juni 2012
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I
: Drs. Masrul, Apt.
(
)
Pembimbing II
: Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt.,
(
)
Penguji I
:
(
)
Penguji II
:
(
)
Penguji III
:
(
)
Ditetapkan di
: Depok
Tanggal
:
iii Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
iv Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir pada Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mencapai kelulusan pada Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi.Penulismenyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan laporan ini, sangatlah sulit bagi Penulis untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Drs. Masrul, Apt., Kasubdit Stardardisasi dan Sertifikasi serta sebagai pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama melaksanakan PKPA dan menyusun tugas akhir.
2.
Dra. Nasirah Bahaudin, Apt., MM., Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yang telah mengizinkan dan memberikan fasilitas kepada mahasiswa peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker.
3.
Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt., sebagaiDekan Fakultas Farmasi UI dan
selaku
pembimbing
yang
telah
meluangkan
waktunya
untuk
membimbing penulis dalam menyusun laporan ini. 4.
Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI dan pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama penulis menempuh pendidikan di Farmasi UI.
5.
Seluruh Ketua Seksi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang telah memberikan pengarahan dan petunjuk dalam penyusunan tugas akhir selama PKPA.
6.
Seluruh karyawan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis melaksanakan Praktek KErja PRofesi Apoteker.
v Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
7.
Seluruh staf pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi yang telah banyak memberikan bekal ilmu, berbagi pengalaman, dan pengetahuan kepada penulis selama masa studi di Fakultas Farmasi.
8.
Seluruh teman-teman Apoteker UI angkatan 75 yang telah mendukung dan bekerja sama selama perkuliahan dan pelaksanaan PKPA.
9.
Dan akhirnya, tak henti penulis mengucap syukur dan berterimakasih kepada keluarga yang telah memberikan dukungan moriil dan materiil kepada Penulis.
10. Semua pihak yang turut membantu dan memberikan dukungan selama saya melaksanakan PKPA dan penyusunan laporan. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini. Harapan penulis, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia farmasi.
Penulis
2012
vi Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
to my mother and father, you are my heroes and to my sister
-thank you-
vii Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................. iii KATA PENGANTAR.......................................................................................... iv DAFTAR ISI........................................................................................................ vii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................1 1.1 Latar Belakang..........................................................................................1 1.2 Tujuan .......................................................................................................2 BAB 2 TINJAUAN UMUM ..................................................................................3 2.1 Kementrerian Kesehatan Republik Indonesia ..........................................3 2.2 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan ....................9 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS .............................................................................15 3.1 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ......................15 3.2 Visi dan Misi .........................................................................................16 3.3 Tugas Pokok dan Fungsi ........................................................................17 3.4 Tujuan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ..........18 3.5 Strategi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan .........18 3.6 Sasaran Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan .........19 3.7 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ................................................................................................19 3.8 Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan .......25 3.9 Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT ................................................................................................35 3.10 Jadwal Kegiatan PKPA di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ................................................................................................38 BAB 4 PEMBAHASAN .......................................................................................40 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................47 5.1 Kesimpulan .............................................................................................47 5.2 Saran .......................................................................................................47 DAFTAR ACUAN................................................................................................49
viii Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
halaman
Lampiran 1
Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan RI ...........................50
Lampiran 2
Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal .....................51
Lampiran 3
Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan .............................................................................52
Lampiran 4
Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan .....................................................................................53
Lampiran 5
Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian ......54
Lampiran 6
Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian .................................................................................55
Lampiran 7
Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan .............................................................................56
Lampiran 8
Struktur Lengkap Organisasi DirektoratBina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan .............................................................57
Lampiran 9
Kesehatan/Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)...........58
Lampiran 10 a Formulir Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan ...................59 Lampiran 10 b Formulir Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan (lanjutan) ...60 Lampiran 11
Laporan pengawasan iklan DinKes Propinsi/Kabupaten/Kota ..61
Lampiran 12
Laporan pengawasan iklan DitJen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan .....................................................................................62
Lampiran 13
Alur kerja untuk petugas Propinsi/Kabupaten/Kota .....................63
Lampiran 14
Alur kerja untuk petugas pusat .....................................................64
ix Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu perlu dilakukan upaya kesehatan secara menyeluruh agar terwujud masyarakat yang sehat, mandiri dan berkeadilan. Upaya kesehatan adalah kegiatan memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselengggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitative) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Pada saat ini jenis dan jumlah alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) yang beredar dan digunakan masyarakat semakin bertambah, sehingga perlu adanya jaminan mutu, keamanan, dan manfaat terhadap alat kesehatan dan PKRT yang beredar sehingga sampai ke pengguna memenuhi persyaratan yang sama dengan saat diproduksi.Hal ini bertujuan ntuk melindungi masyarakat dari priduk yang tidak memenuhi syarat, penggunaan yang salah maupun penyalahgunaan pemakaian. Berdasarkan masalah diatas maka dibentuklah Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yang merupakan salah satu direktorat di Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Direktorat yang lain merupakan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Farmasi, dan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In Vitro dan PKRT, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, Subbagian Tata Usaha dan Kelompok Jabatan Fungsional.
1 Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
2
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan memiliki tanggung jawab dalam hal pemberian sertifikasi produksi, izin penyalur alat kesehatan, izin edar serta pembinaan, pengendalian, dan pengawasan alat kesehatan dan PKRT yang beredar dalam wilayah lingkungan Republik Indonesia. Dasar keilmuan yang dimiliki oleh seorang apoteker ikut berperan dalam Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.Apoteker tidak hanya diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat tapi juga, melindungi
masyarakat
terhadap
bahaya
yang
dapat
ditimbulkan
dari
penyalahgunaan alat kesehatan maupun PKRT.Untuk memahami peranan apoteker dibidang alat kesehatan dan PKRT maka dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
1.2
Tujuan
1.2.1 Mengetahui secara umum struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 1.2.2. Mengetahui struktur organisasi, tugas, dan fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan 1.2.3. Memperoleh wawasan dan pengetahuan mengenai peranan apoteker dalam bidang pelayanan kefarmasian khususnya dalam bidang produksi dan distribusi alat kesehatan PKRT.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
2.1.1 Visi dan Misi (Kementerian kesehatan RI,2010a) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mempunyai visi, yaitu “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”. Misi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yaitu : a. Meningkatkan
derajat
kesehatan
masyarakat
melalui
pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani. b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata bermutu dan berkeadilan c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik
2.1.2 Tujuan Terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil-guna dan berdaya-guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Kementerian Kesehatan, 2010a).
2.1.3 Dasar Hukum Dasar hukum Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menurut Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor:
1144/MENKES/PER/2010, yaitu: a. Undang-undang No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 No. 166, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916). b. Undang-undang No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 No. 144, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 5063). c. Peraturan Presiden Republik Indonesia No.47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara). d. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 84/P Tahun 2009.
3 Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
4
e. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014. f. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon 1 Kementerian Negara. g. Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010. h.
Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan.
i. Keputusan Menteri Kesehatan No.375/Menkes/SK/V/2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025.
2.1.4 Nilai-nilai Guna mewujudkan visi dan misi rencana strategis pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai yaitu (Kementerian Kesehatan, 2010a) : a. Pro rakyat Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan haruslah menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama, dan status sosial ekonomi. b. Inklusif Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak, karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan saja. Oleh karena itu, seluruh komponen masyarakat harus ikut berpartisipasi secara aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasi profesi, organisasi masyarakat, pengusaha, masyarakat madani dan masyarakat bawah. c. Responsif Program kesehatan haruslah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat, serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi setempat,
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
5
sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor ini menjadi dasar dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda, sehingga diperlukan penanganan yang berbeda pula. d. Efektif Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang telah ditetapkan, dan bersifat efisien.
e. Bersih Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), transparan, dan akuntabel.
2.1.5 Struktur Organisasi Struktur organisasi Kementerian Kesehatan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1144/MENKES/PER/VIII/2010
yang
dikeluarkan tanggal 19 Agustus 2010. Peraturan Menteri Kesehatan tersebut menyatakan bahwa Kementerian Kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan terdiri atas : a. Sekretariat Jenderal; b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan; c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak; e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan; f. Inspektorat Jenderal; g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan; i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi; j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat; k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan; l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi; m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal; n. Pusat Data dan Informasi; o. Pusat Kerja Sama Luar Negeri;
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
6
p. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan; q. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan; r. Pusat Komunikasi Publik; s. Pusat Promosi Kesehatan; t. Pusat Inteligensia Kesehatan; dan u. Pusat Kesehatan Haji. Struktur organisasi Kementerian Kesehatan RI dapat dilihat pada Lampiran 1. Pejabat Eselon di Direktorat terdiri atas : a. Eselon 1
: Direktur jenderal
b. Eselon 2
: Direktur
c. Eselon 3
: Kepala subdirektorat
d. Eselon 4
: Kepala seksi
Pejabat Eselon di sekretariat Direktorat Jenderal terdiri atas : a. Eselon 1
: Direktur jenderal
b. Eselon 2
: Sekretaris direktorat jenderal
c. Eselon 3
: Kepala bagian
d. Eselon 4
: Kepala sub bagian
2.1.6 Tugas Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 pasal 2, Kementerian Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden RI dalam menyelenggarakan pemerintahan Negara.
2.1.7 Fungsi Menurut pasal 3, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010,
Kementerian
Kesehatan
menyelenggarakan
fungsi, yaitu (Kementerian kesehatan RI,2010b) : a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan. b. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan RI.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
7
c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan RI. d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan di daerah. e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
2.1.8 Rencana Strategis Sasaran
strategis dalam pembangunan
kesehatan
2010-014, yaitu
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a): a. Meningkatkan status kesehatan dan gizi masyarakat. b. Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit
menular
c. Menurunnya disparitas status kesehatan dan status gizi antar wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi serta gender. d. Meningkatnya penyediaan anggaran publik untuk kesehatan dalam rangka mengurangi risiko finansial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh penduduk, terutama penduduk miskin. e. Meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tingkat rumah tangga dari 50 persen menjadi 70 persen. f. Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis di Daerah Tertinggal, Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan Terluar (DTPK). g. Seluruh provinsi melaksanakan program pengendalian penyakit tidak menular. Seluruh kabupaten/kota melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM).
2.1.9 Wewenang (Kementerian kesehatan RI, 2010b) Dalam menyelenggarakan fungsi, Kementerian Kesehatan RI mempunyai kewenangan : a. Penetapan kebijakan nasional di bidang kesehatan untuk mendukung pembangunan secara makro; b. Penetapan pedoman untuk menetukan standar pelayanan minimal yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten/Kota di bidang Kesehatan; c. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang kesehatan; d. Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidang kesehatan;
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
8
e. Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi di bidang kesehatan; f. Pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan atas nama Negara di bidang kesehatan; g. Penetapan standar pemberian izin oleh daerah di bidang kesehatan; h. Penanggulangan wabah dan bencana yang berskala nasional di bidang kesehatan; i. Penetapan kebijakan sistem informasi nasional di bidang kesehatan; j. Penetapan persyaratan kualifikasi usaha jasa di bidang kesehatan; k. Penyelesaian perselisihan antar Propinsi di bidang kesehatan; l. Penetapan kebijakan pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian ibu, bayi, dan anak; m. Penetapan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat; n. Penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan; o. Penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan; p. Penetapan pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi kesehatan dan standar etika penelitian kesehatan; q. Penetapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi; r. Penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana kesehatan; s. Surveilans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penenggulangan wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa; t. Penyediaan obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan dasar sangat esensial (buffer stock nasional); dan u. Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu penempatan dan pemindahan tenaga kesehatan tertentu dan pemberian izin dan pembinaan produksi dan distribusi alat kesehatan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
9
2.2.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
2.2.1 Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Direktorat Jenderal adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri.Direktorat Jenderal dipimpin oleh Direktur Jenderal.Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Perumusan kebijakan dibidang bina penggunaan obat rasional, farmasi komunitas dan klinik, obat publik dan perbekalan kesehatan, serta bina produksi dan distribusi alat kesehatan. b. Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang bina obat rasional, farmasi komunitas dan klinik, obat publik dan perbekalan kesehatan, serta bina produksi dan distribusi alat kesehatan. c. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi. d. Pelaksanaan administrasi direktorat jenderal.
2.2.2 Susunan Organisasi Struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 3.Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari: a. Sekretariat Direktorat Jenderal; b. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; c. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian; d. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan; dan e. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian 2.2.2.1 Sekretariat Direktorat Jenderal Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis
administrasi
kepada
semua
unsur
di
lingkungan
Direktorat
Jenderal.Sturktur organisasi Sekretariat Jenderal dapat dilihat pada Lampiran 2.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
10
Dalam
melaksanakan
tugasnya,
Sekretariat
Direktorat
Jenderal
menyelenggarakan fungsi: a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program, dan anggaran; b. Pengelolaan data dan informasi c. Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah tangga, dan perlengkapan;Pengelolaan urusan keuangan; d. Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional dan hubungan masyarakat; dan e. Evaluasi dan penyusunan laporan.
Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri atas : a.
Bagian Program dan Informasi;
b.
Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat;
c.
Bagian Keuangan;
d.
Bagian Kepegawaian dan Umum; dan
e.
Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.2.2.Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan, pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi, yaitu: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
11
dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; dan f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.
Struktur organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 4.Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas : a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat; b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional
2.2.2.3.Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan; penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional; b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional;
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
12
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional; d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional; e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional; dan f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.
Struktur organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian dapat dilihat pada Lampiran 5.Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri atas : a. Subdirektorat Standardisasi; b. Subdirektorat Farmasi Komunitas; c. Subdirektorat Farmasi Klinik; d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.2.4.Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi kefarmasian;
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
13
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; dan g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.
Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian dapat dilihat pada Lampiran 6. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri atas: a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional; b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan; c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus; d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional
2.2.2.5.Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan, pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
14
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; dan f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.
Struktur organisasi Direktorat Bina Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 7.Dan struktur lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8.Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas : a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan; b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN 3.1
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan merupakan salah
satu direktorat pada Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dipimpin oleh seorang Direktur, yang bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atasSubdirektorat
Penilaian
Alat
Kesehatan;
Subdirektorat
Penilaian
ProdukDiagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; SubdirektoratInspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; SubdirektoratStandardisasi dan Sertifikasi; Subbagian Tata Usaha; dan Kelompok Jabatan Fungsional (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b). Dalam lingkup tugas dan fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alkes Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alkes Departemen Kesehatan RI, bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan tersebut antara lain dilakukan melalui pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan pengamanan Alkes dibidang informasi, produksi, dan peredaran dalam rangka memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan Alkes. Pembinaan, pengendalian dan pengawasan Alkes adalah satu rangkaian upaya menyeluruh agar alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) yang beredar dan digunakan oleh masyarakat memenuhi persyaratan dan tidak merugikan atau membahayakan serta terjangkau oleh masyarakat. Oleh karena itu, pembinaan, pengendalian dan pengawasan Alkes dan PKRT harus dilakukan sejak dini, mulai proses produksi hingga proses tersebut digunakan oleh
15 Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
16
masyarakat, yaitu pada tingkat pengadaan, tingkat distribusi dan tingkat penggunaan agar diperoleh penggunaan Alkes yang tepat dan berhasil guna. Dalam pelaksanaan pembinaan, pengendalian dan pengawasan alat kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alkes berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten/Kota, instansi terkait serta bermitra dengan Asosiasi Perusahaan alat kesehatan dan lembaga kemasyarakatan lainnya sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan kegiatankegiatan yang dilaksanakan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.Pengamanan yang dimaksud dalam peraturan ini adalah upaya untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan yang tidak tepat, dan atau yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan.
3.2
Visi Dan Misi
3.2.1. Visi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b). Tersedianya alat kesehatan aman, bermutu dan bermanfaat sesuai dengan kebutuhan serta terjangkau oleh masyarakat.
3.2.2. Misi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b) Guna tercapainya visi yang telah ditetapkan tersebut Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai misi antara lain : a. Menjamin kualitas, keamanan, kemanfatan alat kesehatan serta menjamin ketersediaan alat kesehatan dengan harga terjangkau. b. Melindungi masyarakat terhadap penggunaan alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan atau mutu persyaratan. c. Mencegah penyalahgunaan dan kesalahgunaan alat kesehatan. d. Mengembangkan penyelenggaraan usaha-usaha alat kesehatan secara efektif dan efisien. e. Meningkatkan profsionalisme sumber daya manusia.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
17
f. Menyusun peraturan, perundang-undangan dan kebijakan di bidang produksi dan distrubusi alat kesehatan. g. Memanfaatkan perkembangan IPTEK untuk meningkatkan mutu, manfaat dan keamanan alat kesehatan. h. Meningkatkan peran serta dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang alat kesehatan.
3.3 Tugas Pokok Dan Fungsi Berdasarkan
Keputusan
No.1144/MENKES/PER/XIII/2010
Menteri tentang
Kesehatan Organisasi
Republik dan
Indonesia
Tata
Kerja
Kementerian Kesehatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas pokok menyiapkan perumusan dan melaksanakan kebijakan, menyusun norma, standar, prosedur, dan criteria (NSPK), serta memberi bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b). Dalam melaksanakan tugas pokok, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi dan Alat Kesehatan mempunyai fungsi, yaitu (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b): a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
18
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
3.4
Tujuan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Tujuan dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, yaitu:
a. Meningkatkan mutu dan keamanan alat kesehatan dan PKRT; b. Meningkatkan ketersediaan alat kesehatan dan PKRT dalam jenis yang lengkap, jumlah cukup, harga yang terjangkau, bermutu, digunakan secara tepat dan dapat diperoleh saat diperlukan; dan c. Meningkatkan ketersediaan alat kesehatan dan PKRT melalui optimalisasi industri nasional dengan memperlihatkan keanekaragaman produk dan keunggulan daya asing.
3.5
Strategi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Untuk mencapai tujuannya Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan mempunyai
strategi, yaitu (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia,2005) : a. Penggalangan kemitraan. b. Peningkatan keterpaduan program. c. Pengembangan profesionalisme sumber daya manusia. d. Peningkatan dukungan peraturan dan perundangan. e. Meningkatkan sosialisasi dan advokasi. f. Mobilisasi sumber dana dan tenaga. g. Pemberdayaan daerah. h. Konsolidasi internal. i. Melakukan regulasi di bidang alat kesehatan. j. Mengoptimalkan industri alat kesehatan berbasis keanekaragaman sumber daya alam dan keunggulan daya asing. k. Meningkatkan penerapan standar mutu, keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan. l. Memberdayakan dan meningkatkan pelaksanaan komunikasi, informasi, dan edukasi.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
19
3.6
Sasaran Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai
sasaran, antara lain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005): a. Terjaminnya ketersediaan alat kesehatan sesuai kebutuhan. b. Terjaminnya ketersediaan alat kesehatan di sektor publik. c. Terjaminnya mutu pengelolaan alat kesehatan di kabupaten/kota. d. Terjaminnya mutu alat kesehatan yang beredar. e. Diterapkannya petunjuk pengelolaan alat kesehatan melalui peningkatan pelayanan perizinan yang professional dan tepat waktu. f. Terjaminnya mutu sarana produksi dan distribusi alat kesehatan. g. Tercegahnya resiko atau akibat samping dari penggunaan alat kesehatan yang tidak memenuhi syarat. h. Terhindarnya masyarakat dari alat kesehatan yang tidak bermutu serta mengoptimalkan efektifitas alat kesehatan terhadap biaya dan manfaat terhadap resiko. i. Tersedianya sistem informasi alat kesehatan yang akurat, objektif, dan terkini sehingga mudah diakses oleh tenaga kesehatan dan masyarakat.
3.7
Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 7. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010, terdiri dari:
3.7.1. Sub Direktorat Penilaian Alat Kesehatan: Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan di bidang penilaian alat kesehatan.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
20
Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi, yaitu : a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian alat kesehatan; b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dibidang penilaian alat kesehatan; c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang penilaian alat kesehatan; dan d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian alat kesehatan. Subdirektorat penilaian alat kesehatan, terdiri dari Seksi Alat Kesehatan Elektromedik dan Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik.
3.7.1.1.Seksi Alat Kesehatan Elektromedik Seksi Alat Kesehatan Elektromedik mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian alat kesehatan elektromedik. Alat kesehatan elektromedik merupakan alat kesehatan yang dalam penggunaannya menggunakan tenaga listrik dan rangkaian elektronika (sirkuit elektronik) sebagai pengontrol kerja dari alat, baik untuk diagnostik, monitoring maupun terapi. Penggunaan alat ini dilakukan oleh orang yang ahli (expert), sehingga alat kesehatan tersebut tidak perlu dicantumkan cara penggunaannya, tetapi harus terdapat manual book baik dalam Bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris. Contoh alat kesehatan elektromedik adalah EKG, USG, alat pacu jantung, inkubator, dan lain-lain.
3.7.1.2.Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik memiliki tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian alat kesehatan non elektromedik. Alat kesehatan
non
elektromedik
merupakan
alat
kesehatan
yang
dalam
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
21
penggunaannya tidak menggunakan tenaga listrik. Penggunaan alat kesehatan ini dapat dilakukan oleh orang biasa (bukan ahli), sehingga cara penggunaannya harus dicantumkan pada alat kesehatan tersebut atau pada kemasannya. Contoh alat kesehatan non elektromedik adalah kassa, tensimeter, termometer, kursi roda, softlens, dan lain-lain.
3.7.2. Sub Direktorat Penialaian Produk Diagnostik In Vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur,
dan
kriteria
serta
bimbingan
teknis,
pemantauan,
evaluasi
danpenyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam
melaksanakan
tugasnya,
Subdirektorat
Penilaian
Produk
Diagnostik In vitro dan PKRT menyelenggarakan fungsinya, yaitu: a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga; b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga; c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga; d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan PKRT, terdiri dari Seksi Produk Diagnostik In vitro dan Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
3.7.2.1.Seksi Produk Diagnostik In vitro
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
22
Seksi Produk Diagnostik In vitro mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro. Produk diagnostik in vitro adalah reagensia, instrumen, dan sistem yang digunakan untuk mendiagnosa penyakit atau kondisi lain, termasuk penentuan kondisi kesehatan, untuk penyembuhan, pengurangan atau pencegahan penyakit atau akibatnya termasuk produk yang penggunaannya ditunjukkan bagi pengumpulan, penyiapan dan pengujian spesimen yang diambil dari tubuh manusia. Contoh dari produk diagnostik in vitro adalah dengue test, strip gula darah, tes kehamilan, dan lainlain
3.7.2.2.Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang penilaian perbekalan kesehatan rumah tangga. Perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) adalah alat atau bahan yang digunakan untuk memelihara dan merawat kesehatan yang digunakan oleh manusia, hewan peliharaan, tempat-tempat umum dan rumah tangga berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.Contoh PKRT adalah repelan, tissue, kapas, deterjen, dan lain-lain.
3.7.3. Sub Direktorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
23
melaksanakan tugas, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga menyelenggarakan fungsinya, yaitu : a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, terdiri dari Seksi Inspeksi Produk dan Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi.
3.7.3.1.Seksi Inspeksi Produk Seksi Inspeksi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
3.7.3.2.Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang inspeksi sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
3.7.4. Sub Direktorat Standardisasi dan Serifikasi
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
24
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi menyelenggarakan fungsi, antara lain : a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, terdiri dari Seksi Standardisasi Produk dan Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi.
3.7.4.1.Seksi Standardisasi Produk Seksi Standardisasi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 3.7.4.2.Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
25
Seksi
Standardisasi
dan
Sertifikasi
Produksi
dan
Distribusi
mempunyaitugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
3.8
Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Kegiatan yang dilakukan oleh DirektoratBina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan yaitu: 1. Melaksanakan premarket control dengan melakukan evaluasi dan monitoring terhadap keamanan, mutu, efektifitas dan keterjangkauan serta tepat guna alat kesehatan. 2. Mengembangkan, mempromosikan dan menerapkan kebijakan dan standar terhadap alat kesehatan. 3. Melakukan pengawasan post-market (surveilance, vigilance) untuk menjamin senantiasa keamanan dan kemanfaatan (safety and performance) dalam penggunaannya. 4. Mengantisipasi dan merespon setiap masalah kesehatan masyarakat yang terkait dengan alat kesehatan Kegiatan-kegiatan utama yang dilaksanakan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, meliputi : sertifikasi produksi, pemberian izin edar dan pemberian izin penyalur alat kesehatan serta pelayanan surat keterangan.
3.8.1. Sertifikasi Produksi Sertifikasi produksi diberikan kepada sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang telah melaksanakan cara produksi yang baik untuk menghasilkan produk yang memenuhi standar mutu. Sertifikasi produksi didasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1189/MENKES/PER/ VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, sebelumnya yang berlaku adalah izin produksi. Produksi alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang memiliki sertifikat produksi dan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
26
perusahaan yang telah memperoleh sertifikat produksi harus dapat menunjukkan bahwa produksi dilaksanakan sesuai dengan pedoman Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) dan atau Cara Pembuatan Perbekalan Kesehatan Dan Rumah Tangga yang Baik (CPPKRTB). Hal-hal yang harus diperhatikan dalam CPAKB dan CPPKRTB adalah: a. Bangunan (denah untuk berproduksi). Diperhatikan apakah sudah memenuhi persyaratan ruangan produksinya baikuntuk pencampuran, pengisian, pewadahan, penandaan dan lain-lain. b. Peralatan dan Bahan. c. Organisasi dan sumber daya manusia (terutama penanggung jawab teknisnya). d. Perlengkapan kerja, seperti sarung tangan, masker, penutup kepala, pakaiankerja, dan lain-lain. e. Higiene dan sanitasi. f. Pengawasan mutu. g. SOP (Standard Operating Procedure). h. Inspeksi diri. i. Penanganan terhadap keluhan. j. Dokumentasi, dan lain-lain.
Tata cara atau prosedur mendapatkan sertifikat produksi alat kesehatan dan/atau PKRT, sebagai berikut : a. Perusahaan pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri Kesehatan Republik Indonesia melalui Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat, dengan menggunakan contoh Formulir 1. b. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota membentuk tim pemeriksaan bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat. Tim pemeriksaan bersama, jika diperlukan, dapat melibatkan tenaga ahli/konsultan/lembaga tersertifikasi di bidang produksi yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
27
c. Tim pemeriksaan bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja melakukan pemeriksaan dan membuat berita acara pemeriksaan. d. Apabila telah memenuhi persyaratan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksaan bersama membuat surat rekomendasi kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. e. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf (b), (c), dan (d) tidak dilaksanakan pada waktunya, perusahaan pemohon yang bersangkutan dapat membuat surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehtan Kabupaten/Kota setempat. f. Setelah surat rekomendasi diterima dan lampirannya sebagaimana dimaksud pada huruf (e), Direktur Jenderal mengeluarkan sertifikat produksi alat kesehatan dan /atau PKRT, dalam jangka waktu 30 hari kerja setelah berkas lengkap. g. Dalam jangka waktu 30 hari kerja sebagaimana dimaksud pada huruf (f), Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat melakukan penundaan atau penolakan permohonan sertifikat produksi. h. Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud huruf (g), diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratannya yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 6 bulan sejak diterbitkannya surat penundaan. Menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
No.1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi
Republik Alat
Indonesia
Kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, maka sertifikat produksi alat kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu : a. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas A Sertifikat produksi alat kesehatan kelas A adalah sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah menerapkan CPAKB secara keseluruhan sehingga diizinkan untuk memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa, kelas IIb dan kelas III. Penanggung jawab teknisnya minimal Apoteker atau sarjana lainyang sesuai dan harus mempunyai laboratorium sendiri.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
28
b. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas B Sertifikat produksi alat kesehatan kelas B adalah sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa, dan kelas IIb, sesuai ketentuan CPAKB. Khusus alat kesehatan kelas I yang dimaksud adalah kelas I steril. Penanggung jawab teknisnya minimal D3 farmasi, kimia, teknik yang sesuai dengan bidangnya. Jika tidak memiliki laboratorium sendiri, harus bekerja sama dengan laboratorium yang ditunjuk. c. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas C Sertifikat produksi alat kesehatan kelas C adalah sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I, dan kelas IIa tertentu, sesuai ketentuan CPAKB. Penanggung jawab teknisnya asisten apoteker atau tenaga lain yang sederajat, bekerja sama dengan laboratorium yang terakreditasi.
3.8.2. Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan Badan
usaha
yang telah memiliki
izin edar sebagai
penyalur
dapatbmelaksanakan penyaluran alat kesehatan. Persyaratan yang dibutuhkan dalam proses permohonan izin penyalur alat kesehatan adalah sebagai berikut : 3.8.2.1.Surat Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan Surat permohonan ditujukan kepada dinas kesehatan propinsi setempat dilengkapi dengan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009) : a. Akte notaries b. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan). c. Peta lokasi dan denah bangunan. d. Alamat gedung, dan bengkel. e. Penanggung jawab teknis. f. Tenaga teknisi. g. Surat penunjukan dari produsen luar negeri sebagai penyalur tunggal yang dilegalisir oleh KBRI setempat atau dari produsen dalam negeri sebagai penyalur tunggal yang dilegalisir oleh notaris setempat. h. Jenis atau macam alat kesehatan yang diedarkan.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
29
i. Brosur/katalog dari alat kesehatan yang diedarkan.
3.8.2.2.Tata Cara Pengajuan Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan Tata cara pengajuan permohonan dan pemberian IPAK (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010d), sebagai berikut: a. Pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melalui Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. b. Kepala Dinas Kesehatan Propinsi selambat-lambatnya 12 hari kerja sejak menerima tembusan
permohonan, berkoordinasi dengan Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota untuk membentuk tim pemeriksaan bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat dan tim pemeriksaan bersama selambat lambatnya 12 hari kerja melakukan pemeriksaan dan membuat berita acara pemeriksaan. c. Apabila telah memenuhi persyaratan, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi selambat-lambatnya dalam waktu 6 hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksa bersama wajib melaporkan hasil pemeriksaan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana yang dimaksud pada (b) hingga (d) tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon bersangkutan dapat membuat surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima surat pernyataan, dengan mempertimbangkan persyaratan, Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat melakukan penundaan atau penolakan izin PAK. f. Dalam jangka 30 (tiga puluh) hari kerja setelah diterima hasil pemeriksaan, Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengeluarkan izin PAK.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
30
g. Terhadap penundaan, pemohon diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak diterbitkan surat penundaan.
3.8.3. Pemberian Izin Edar Produk Dalam
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1189/MENKES/ PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga tercantum ketentuan pelaksanaan pendaftaran, cara pendaftaran, formulir pendaftaran, formulir permohonan, penilaian data, keputusan, perubahan data, penambahan ukuran kemasan, pembatalan persetujuan, pendaftaran kembali, kategori dan subkategori serta petunjuk pengisian formulir pendaftaran alat kesehatan maupun perbekalan kesehatan rumah tangga produksi dalam negeri dan impor. Untuk alat kesehatan lokal, pengajuan pendaftaran dilakukan oleh produsen yang telah memiliki sertifikat produksi. Sedangkan, untuk alat kesehatan impor pengajuan pendaftaran dilakukan oleh penyalur alat kesehatan. Persyaratan alat kesehatan untuk mendapat izin registrasi, alat tersebut haruslah memiliki kriteria, sebagai berikut : a. Khasiat atau manfaat dan keamanan yang dibuktikan dengan melakukan uji klinis atau bukti-bukti lain sesuai dengan status perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Selain itu, untuk perbekalan kesehatan rumah tangga dibuktikan juga dengan uji keamanan yaitu tidak menggunakan bahan yang dilarang dan tidak melebihi batas kadar yang telah ditentukan. b. Mutu yang memenuhi syarat dinilai dari cara produksi yang baik dan hanya menggunakan bahan dengan spesifikasi yang sesuai untuk alat kesehatan maupun perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Penandaan berisi informasi yang dapat mencegah terjadinya salah pengertian atau salah penggunaan. Perbekalan kesehatan rumah tangga harus berisi informasi yang cukup termasuk tanda peringatan dan cara penanggulangannya apabila terjadi kecelakaan.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
31
Pengajuan izin registrasi alat kesehatan dan PKRT harus dilengkapi datadata yang terdiri dari data administrasi dan data teknis.
3.8.3.1.Data Administrasi a. Data yang harus ada untuk registrasi alat kesehatan dalam negeri, yaitu: sertifikat produksi sesuai dengan jenis alat kesehatan yang didaftarkan, lisensi (bila merek produk dan formulanya berasal dari pihak lain), paten merek (bila menggunakan merek sendiri). b. Data yang harus ada untuk registrasi alat kesehatan luar negeri/impor, yaitu: izin usaha penyalur alat kesehatan, surat penunjukkan/surat kuasa untuk mendaftarkan yang di legalisir oleh KBRI setempat, surat keterangan dari pejabat pemerintah/badan yang diberi kewenangan di negara asal (Certificateof Free Sale atau lainnya) bahwa produk tersebut diizinkan untuk dijual. c. Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT dalam negeri, yaitu sertifikat
produksi,
surat
perjanjian
kerjasama/MOU
(Memorandum
ofUnderstanding) bila produsen memproduksi berdasarkan pesanan pihak lain (toll manufacturing), surat lisensi bila merek dan formula berasal dari pihak lain, surat pernyataan merek, paten merek yang dikeluarkan Ditjen HAKI (jika ada), izin Komisi Pestisida (untuk PKRT yang mengandung pestisida), formulir lampiran AA (formula dan prosedur pembuatan), formulir lampiran BB (spesifikasi bahan baku dan wadah), formulir lampiran CC (spesifikasi dan stabilitas produk jadi), formulir lampiran DD (kegunaan, cara penggunaan, penandaan dan contoh produk), hasil pengujian, rancangan penandaan. Catatan : Khusus PKRT yang mengandung pestisida harus menyertakan surat persetujuan dari Komisi Pestisida. Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT impor, yaitu: surat penunjukan sebagai distributor dari pabrik asal dan telah dilegalisir oleh KBRI setempat, surat kuasa untuk mendaftar dari pabrik asal, certificate of free sale untuk produk PKRT yang akan didaftarkan, ijin Komisi Pestisida, formulir lampiran AA (formula dan prosedur pembuatan), formulir lampiran BB (spesifikasi bahan baku dan wadah), formulir lampiran CC (spesifikasi dan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
32
stabilitas produk jadi), formulir lampiran DD (kegunaan, cara penggunaan, penandaan dan contoh produk), hasil pengujian, rancangan penandaan.
3.8.3.2.Data Teknis Data teknis yang diperlukan, sebagai berikut : a. Untuk produk yang terbentuk dari bahan kimia, pendaftar harus memberikan komponen formula dalam satuan internasional atau persentase dan menuliskan fungsi masing-masing bahan. b. Prosedur pembuatan secara singkat berupa alur kerja/flow chart dalam proses produksi disertai dengan keterangan tentang proses kritis yang mempengaruhi kualitas dan langkah yang dilakukan untuk mengontrol proses kritis tersebut. c. Untuk produk HIV, harus melampirkan hasil evaluasi dari RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Untuk produk elektromedik, pastikan keamanan dengan melampirkan data hasil uji sesuai dengan persyaratan IEC 60601 mengenai keselamatan listrik. d. Untuk kelas I, sertifikat CE dapat menggantikan CoA dan proses produksi. e. Untuk alat kesehatan, formulir yang perlu dilampirkan adalah Formulir A (data administrasi), Formulir B (informasi produk), Formulir C (spesifikasi dan jaminan mutu), Formulir D (penandaan dan petunjuk penggunaan), dan Formulir E (post market evaluation). Evaluasi dan penilaian data dilaksanakan oleh tim penilai alat kesehatan. Untuk alat kesehatan dengan teknologi baru atau canggih, maka dilakukan evaluasi oleh tim ahli yang terdiri dari pakar di bidangnya. Bila hasil penilaian dan keputusan pendaftaran dinyatakan lengkap maka akan dikeluarkan nomor registrasi/izin edar. Sedangkan, bila dinyatakan kurang atau tidak lengkap makan dapat diberikan kesempatan untuk melengkapi data yang kurang dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 bulan terhitung mulai tanggal pemberitahuan.Jika sampai pada batas waktu yang ditentukan pemohon tidak melengkapi data maka dilakukan penolakan pendaftaran. Nomor registrasi akan dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia setelah permohonan izin edar telah disetujui. Nomor registrasi terdiri dari 11 digit dengan keterangan sebagai berikut :
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
33
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Digit 1
: kelas
Digit 2,3
: kategori
Digit 4,5
: sub kategori
Digit 6,7
: tahun pemberian izin (dibalik)
Digit 8 sampai 11
: nomor urut pendaftaran
Alat Kesehatan Dalam Negeri
: AKD
Alat Kesehatan Impor
: AKL
PKRT Impor
: PKL
PKRT Dalam Negeri
: PKD
Contoh nomor izin edar alat kesehatan : AKL 21104900078 AKL
: Alat Kesehatan Luar Negeri
Digit 1 (Angka 2)
: kelas 2 (resiko sedang)
Digit 2,3 (Angka 11)
: Peralatan obstetrik dan ginekologi (OG)
Digit 4,5 (Angka 04)
: Peralatan obstetrik dan ginekologi bedah
Digit 6,7 (Angka 90)
: tahun pemberian izin (dibalik) 2009
Digit 8-11 (Angka 0078)
: nomor urut pendaftaran 0078
Alat ini adalah alat kesehatan luar negeri (AKL), termasuk kelas 2 dan didaftarkan pada tahun 2009. Untuk penentuan/penilaian kelas, kategori dan sub kategori alat kesehatan mengacu pada Code of Federal Regulation (CFR).
Contoh nomor izin edar PKRT : PKD 20305700520 PKD
: PKRT dalam negeri
Digit 1 (Angka 2)
: kelas 2 (sedang)
Digit 2,3 (Angka 03) `
: kategori 3 (pembersih)
Digit 4,5 (Angka 05)
: sub kategori 5 (pembersih kloset)
Digit 6,7 (Angka 70)
: tahun pemberian izin (dibalik) 2007
Digit 8-11 (Angka 0520)
: nomor urut pendaftaran 0879
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
34
Alat ini adalah perbekalan kesehatan rumah tangga dalam negeri (PKD), termasuk kelas 2, kategori pembersih, subkategori pembersih kloset, dan didaftarkan pada tahun 2007. Pencabutan nomor pendaftaran/izin edar dan memerintahkan penarikan dari peredaran alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar merupakan wewenang dari pemerintah, jika terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan.Pendaftaran/izin edar produk berlaku selama 5 tahun. Jika dalam masa peredarannya terdapat penambahan atau perubahan pada produk yang telah diizin edar tersebut, seperti: nama, penandaan, kemasan, penambahan ukuran kemasan, dan lain-lain, maka produk tersebut harus didaftarkan kembali, produk tidak perlu mengganti nomor izin edar (masih dapat memakai nomor izin edar yang lama). Namun, jika terjadi perubahan formula maka produk harus didaftarkan lagi ke Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan) dan nomor izin edar lama tidak berlaku lagi (diganti dengan nomor izin edar baru).
3.8.4. Pelayanan Surat Keterangan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan selain memberikan pelayanan pengajuan sertifikat produksi, izin penyalur dan izin edar, juga memberikan pelayanan surat keterangan, diantaranya yaitu : a. Certificate Of Free Sale (CFS) CFS adalah surat keterangan bahwa produk alat kesehatan atau perbekalan kesehatan
rumah
tangga
yang
akan
diekspor
telah
terdaftar
pada
KementeriannKesehatan Republik Indonesia dan telah beredar di Indonesia. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan CFS, yaitu : i.
Surat permohonan mendapatkan CFS dengan mencantumkan negara tujuan.
ii.
Lembar izin edar yang mencantumkan nama produk.
iii.
Surat izin produksi atau sertifikat produksi.
b. Surat Keterangan Lainnya Surat keterangan lainnya hanya diberikan untuk keperluan berikut :
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
35
1. Produk alat kesehatan dan atau perbekalan kesehatan rumah tangga impor yang berupa bantuan atau donasi untuk kepentingan masyarakat atau kondisi bencana. 2. Produk alat kesehatan dan atau perbekalan kesehatan rumah tangga untuk penelitian. 3. Bahan atau komponen bahan baku impor untuk digunakan dalam memproduksi alat kesehatan dan atau perbekalan kesehatan rumah tangga yang sudah terdaftar. 4. Bahan atau produk tertentu yang berdasarkan kajian bukan termasuk alat kesehatan dan atau perbekalan kesehatan rumah tangga yang harus didaftarkan pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan) 5. Produk alat kesehatan yang diperlukan untuk pengujian dalam rangka persyaratan pemberian izin edar. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan surat keterangan tersebut diantaranya yaitu : a. Surat permohonan mendapatkan surat keterangan yang sesuai. b. Surat perjanjian Goverment to Goverment dari pihak yang berwenang. c. Surat keterangan impor barang yang sudah disetujui oleh pihak bea cukai (invoice). d. Surat perjanjian kerjasama antara donatur dan penerima serta persetujuan dari Direktorat Jenderal Pelayanan Medik bila digunakan di rumah sakit atau persetujuan Direktorat Jederal Bina Kesehatan Masyarakat bila digunakan di puskesmas. e. Surat protokol pengujian. f. Izin edar dan sertifikat produksi terkait produk yang dimaksud. g. Katalog/brosur/data pendukung lainnya mengenai produk tersebut.
3.9
Pembinaan,
Pengendalian
dan
Pengawasan
Keamanan
Alat
Kesehatan dan PKRT 3.9.1. Pembinaan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT Pembinaan yang dilakukan dalam rangka pengamanan alat kesehatan dan PKRT bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan alat kesehatan dan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
36
PKRT yang memenuhi persyaratan, melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan alat kesehatan dan PKRT yang tidak tepat atau tidak memenuhi persyaratan, dan menjamin terpenuhinya atau terpeliharanya persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan dan PKRT. Pembinaan keamanan alat kesehatan dan PKRT dilakukan dalam berbagai bidang, antara lain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2010c): a. Informasi produk, yang lengkap yaitu tidak hanya mencantumkan informasi tentang kegunaan tetapi juga memberikan informasi tentang peringatan dan hal-hal yang harus diperhatikan oleh pemakai. b. Produksi, antara lain: meningkatkan kemampuan teknik dan cara penerapan produksi alat kesehatan dan PKRT yang baik (CPAKB/ dan CPPKRTB). c. Perdagangan d. Sumber daya manusia, dilakukan dengan meningkatkan keterampilan teknis tenaga kesehatan, membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan dan atau lembaga pelatihan, menyediakan tenaga penyuluhan yang ahli dalam bidang alat kesehatan dan PKRT, pelayanan kesehatan, dilakukan dengan menjamin tersedianya alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan dalam rangka pelayanan masyarakat. e. Pelayanan kesehatan f. Periklanan,
yaitu
penyebarluasan
informasi
kepada
masyarakat
dan
melindungi masyarakat dari iklan yang tidak objektif, tidak lengkap dan menyesatkan.
3.9.2. Pengendalian dan Pengawasan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT Penggunaan alat kesehatan dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan dan membahayakan kesehatan sehingga dapat merugikan pasien atau operator alat tersebut.Oleh karena itu, pengawasan perlu dilakukan untuk dapat menjamin mutu, keamanan dan kemanfaatan dari produk baik pre market maupun post market.Pengawasan ini dilaksanakan baik oleh pemerintah, produsen/penyalur maupun masyarakat. I.
Pengawasan yang dapat dilakukan oleh pemerintah (pengawasan eksternal), yaitu :
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
37
a. Melaksanakan
pembinaan,
pengendalian
dan
pengawasan
dengan
memanfaatkan seluruh potensi yang ada terutama di Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten. b. Memberikan sanksi administratif berupa peringatan tertulis sampai dengan pencabutan sertifikat produksi terhadap pabrik yang melakukan kesalahan. c. Meningkatkan peran serta masyarakat pada tingkat kabupaten, propinsi, dan pusat. Pengawasan harus dilakukan oleh produsen ataupun penyalur untuk memberikan jaminan keamanan, mutu, dan manfaat produknya terhadap masyarakat.
II.
Pengawasan yang dapat dilakukan oleh produsen/penyalur (pengawasan internal), yaitu: a. Produsen berkewajiban mengadakan pembenaran di lapangan, tentang mutu dan klaim produknya. b. Melaksanakan pemantauan efek samping dari produknya c. Melaksanakan perbaikan dan atau menarik produknya yang tidak memenuhi standar. d. Masyarakat sebagai konsumen juga dapat berperan aktif dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran alat kesehatan dan PKRT yang tidak memenuhi persyaratan.
III.
Pengawasan yang dapat dilakukan oleh masyarakat (pengawasan eksternal), yaitu : a. Memberdayakan masyarakat untuk mengetahui hak dan kewajibannya terhadap alat kesehatan yang beredar. b. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya penggunaan alat kesehatan yang tidak memenuhi standar yang ditetapkan. c. Dapat memberikan masukan kepada pemerintah dan produsen demi peningkatan mutu
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
38
3.10
Jadwal Kegiatan PKPA di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Tabel 3.1 Jadwal kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan No 1.
Hari dan Tanggal Senin, 18 Juni 2012
2.
Selasa, 19 Juni 2012
3.
Rabu, 20 Juni 2012
4.
Kamis, 21 Juni 2012
Jenis atau Materi Kegiatan 1. Penjelasan umum tentang struktur organisasi Kementian Kesehatan dan penjelasan struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan oleh Ibu Rida Wijarti, Apt,MKM. 2. Penjelasan tentang direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan oleh Kasubag Tata UsahaIbu Lucia Dina Kombong, SH., M.Si. 3. Membaca buku pedoman Permenkes 1189,1190 dan 1191 serta pengenalan ke semua staf 1. Penjelasan mengenai tata cara registrasi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) oleh Kasie Alat kesehatan Nonelektromedik Ibu Dra. Nurlaili Isnaini, Apt., MM. 2. Penjelasan mengenai Pembagian Kewenangan Pusat dan Daerah dalam Sistem Pengawasan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga serta Kebijakan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi di Bidang Kesehatan oleh Kasie. Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi Bapak Lupi Trilaksono,S.Si,Apt. 1. Penjelasan mengenai tata cara registrasi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga oleh Kasie Produk Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Ibu Nurhidayat, S.Si., Apt. 2. Penjelasan mengenai tata cara registrasi diagnostic in vitro oleh Kasie Produk diagnostik in vitro Ibu Dra. Ema Viaza, Apt. 1. Penjelasan mengenai pelayanan perizinan sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT oleh Kasie Standarisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi Ibu Dra. Lili Sa’diah Jusuf, Apt. 2. Melakukan penilaian berkas registrasi alat kesehatan non elektromedik, diagnostic in vitro, izin produksi dan izin penyalur alat kesehatan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
39
5. 6.
7 8 9 10
Jumat, 22 Juni 2012 Senin, 23 Juni 2012 Selasa, 24 Juni 2012 Rabu, 25 Juni 2012 Kamis, 26 Juni 2012 Jumat, 27 Juni 2012
Menyusun laporan tugas umum Meninjau kegiatan di loket 2 ( izin produksi dan izin penyalur) serta loket 3 (izin edar) Menyusun laporan tugas umum dan khusus Menyusun laporan tugas khusus Menyusun laporan tugas khusus Menyusun laporan tugas khusus Menyusun laporan tugas khusus
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
BAB 4 PEMBAHASAN Pada saat ini jenis dan jumlah alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) yang beredar dan digunakan masyarakat semakin bertambah.Alat kesehatan (Alkes) dan PKRT merupakan suatu kebutuhan masyarakat yang umumnya tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan sehari-hari. Perlu adanya jaminan mutu, keamanan dan manfaat terhadap alat kesehatan dan PKRT yang beredar sehingga sampai ke pengguna memenuhi persyaratan yang sama dengan saat diproduksi. Kementerian Kesehatan merupakan institusi pemerintah yang mempunyai tugas dan wewenang menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan untuk membantu
Presiden
dalam
menyelenggarakan
pemerintahan
negara
di
Indonesia.Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan salah satu Direktorat Jenderal yang berada di bawah Kementerian Kesehatan RI.Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan membawahi empat Direktorat yakni Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, serta Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian yang masing-masing direktorat tersebut mempunyai tugas pokok dan fungsi masing-masing. Jumlah pegawai yang terdapat di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ini adalah lima puluh orang, dimana terdiri dari pegawai tetap sebanyak 38 orang dan 12 pegawai honorer. Jam operasional dimulai pukul 09.00 hingga 17.00 WIB dari Senin hingga Jum’at. Seragam dinas kepemerintahan digunakan setiap hari senin dan kamis, hari Selasa dan Jumat menggunakan batik sedangkan hari lainnya menggunakan baju bebas yang rapi serta sopan. Sumber daya manusia yang ada terdiri dari tenaga farmasis, profesi apoteker, dokter maupun hukum. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri dari empat subdirektorat, yaitu: Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, Subdirektorat
40 Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
41
Penilaian Produk Diagnostik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT, serta Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi. Masing-masing subdirektorat dikepalai oleh satu orang kepala subdit yang membawahi dua orang kepala seksi.Pembagian subdirektorat ini berdasarkan tugas pokok dan fungsi yang sesuai dengan Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor.1144/MENKES/PER/VIII/2010. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan terdiri dari seksi Alat Kesehatan Elektromedik dan seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik.Pada struktur organisasi sebelumnya, dua seksi ini terpisah dalam subdirektorat yang berbeda.Perubahan struktur ini bertujuan untuk lebih mengefisiensikan dan mengefektifkan kinerja. Alat kesehatan adalah instrument, apparatus, mesin dan atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan, dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. Alat kesehatan elektromedik adalah alat kesehatan yang dalam penggunaannya menggunakan teknik listrik dan rangkaian elektronika (sirkuit elektronik) sebagai pengontrol kerja dari alat, baik untuk diagnostik, monitoring maupun terapi. Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh produsen alat kesehatan elektromedik adalah mempunyai bengkel untuk reparasi atau workshop dan mempunyai izin dari BAPETEN ( Badan Pengawas Tenaga Nuklir) jika alat yang hendak diedarkan menggunakan radiasi atau x-ray. Alat kesehatan non elektromedik
adalah
alat
kesehatan
yang
dalam
penggunaannya
tidak
menggunakan tenaga listrik. Penggunaan alat kesehatan ini beberapa ada yang dapat dilakukan oleh orang biasa (bukan tenaga ahli), sehingga cara penggunaannya harus dicantumkan pada alat kesehatan atau tertera pada kemasan. Namun beberapa alat kesehatan non elektromedik juga memerlukan tenaga ahli seperti penggunaan implant jantung yang sangat beresiko apabila penggunaannya tidak menggunakan bantuan tenaga ahli. Pembagian kelas alat kesehatan dilakukan berdasarkan resiko yaitu kelas I berarti resiko rendah seperti kasa, kelas II berarti resiko sedang seperti PCG dan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
42
kelas III berarti resiko tinggi seperti implant jantung. Alat kesehatan dibagi ke dalam kategori dan sub kategori yang mengikuti code of federal registration dari Amerika karena penilaiannya bagus dibandingkan dengan penilaian yang dilakukan Eropa. Pembagiannya terdiri dari peralatan kimia klinik dan toksikologi klinik; peralatan hematologi dan toksikologi klinik; peralatan imunologi dan mikrobiologi; peralatan anestesi; peralaatn kardiologi; peralatan gigi; peralatan telinga, hidung dan tenggorokan (THT); peralatan gastroenterology-urologi (GU); peralaatn Rumah Sakit Umum dan perorangan (RSU & P); peralaatn neurologi; peralaatn obstetrik dan ginekologi (OG); peralatan mata; peralatan ortopedi; peralatan kesehatan fisik; peralaatn radiologi; peralatan bedah umum dan bedah plastic. Untuk menjamin mutu, manfaat dan keamanan alat kesehatan yang beredar di masyarakat maka dilakukan penilaian pre-market dan post-market surveillance. Penilaian pre-market dilakukan dengan waktu terbatas untuk mendapat izin edar dengan persyaratan utama harus memiliki sertifikat produksi dan izin penyalur untuk produl local atau dengan memiliki izin penyalur, surat penunjukkan dan certificate of free sale untuk produk impor. Penilaian post market surveillance terdiri dari sampling dan vigilance. Tidak semua barang dilakukan sampling, sampling dilakukan dengan indikator banyaknya produk sering dipakai seperti kondom, pembalut disposible syringe, pembersih lantai, dan lain-lain. Syarat utama sampling dilakukan pada batch yang sama diperiksa di laboratorium yang telah terakreditasi. Teknik vigilance dilakukan bila pemerintah, produsen, atau distributor mengetahui kejadian yang yang tidak diinginkan dan kesalahan fungsi alat kesehatan yang diketahui melalui hasil pengujian, laporan dari pengguna dan informasi lain. Jika produk mengalami masalah yang cukup signifikan maka produkl bisa ditarik dari peredaran atau Recall. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) merupakan subdit yang menilai produk diagnostik invitro dan PKRT.Kegiatan yang dilakukan adalah menilai dan memberikan izin edar sebelum diedarkan ke Indonesia baik produk yang berasal dari luar negeri maupun dalam negeri. Penilaian ini bertujuan untuk dapat melakukan penilaian apakah produk diagnostik invitro dan PKRT yang akan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
43
beredar telah memenuhi persyaratan yang berlaku dalam rangka menjamin keamanan, mutu, dan manfaat produk tersebut. Hal-hal yang dinilai berupa data administrasi dan data teknis. Data administrasi meliputi formulir pendaftaran, sertifikat produksi (produksi dalam negeri), IPAK, surat penunjukan sebagai agen tunggal, surat kuasa untuk mendaftar, certificate of free sale (untuk produk impor), surat pernyataan kepemilikan merek (produk dalam negeri), sedangkan data teknis meliputi formula/kompisisi, prosedur pembuatan, spesifikasi produk jadi, Certificate of Analysis (CoA), kestabilan, uji fungsi alat, penandaan serta penanganan komplain. Produk diagnostik invitro adalah alat kesehatan yang baik digunakan tunggal maupun dalam kombinasi, ditujukan oleh pabrikannya untuk pemeriksaan invitro spesimen yang berasal dari tubuh manusia yang semata-mata atau pada prinsipnya digunakan untuk memberikan informasi bagi tujuan diagnostik, pemantauan atau kesesuaian.Produk ini mencakup reagen, kalibrator, wadah spesimen, piranti lunak, dan instrument atau perlengkapan terkait atau barang lainnya.Produk diagnostik in vitro dibagi dalam 4 kategori yaitu peralatan kimia klinik dan toksikologi klinik, peralatan hematologi dan patologi, peralatan imunologi dan mikrobiologi dan peralatan obstetrik dan ginekologi.Khusus registrasi alat kesehatan diagnostik invitro kelas III (misalnya untuk penyakit HIV atau flu burung) harus menyertakan uji klinis dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).Berbeda dengan jenis alat kesehatan lainnya, produk diagnostik in vitro memiliki kekhasan tersendiri.Sebagian produk memiliki persyaratan penyimpanan suhu dan kelembapan bahkan ada produk yang harus disimpan pada suhu 2O-8OC, dan rentan terhadap perubahan suhu dan kelembapan.Sehingga kondisi penyimpanan dan distribusi sangat mempengaruhi kualitas produk.Oleh karena itu, dibutuhkan suatu penilaian produk diagnostik sebelum diberikan izin edar. Selain produk diagnostik invitro, PKRT juga harus diregistrasi terlebih dahulu.PKRT adalah alat, bahan atau campuran bahan untuk pemeliharaan dan perawatan kesehatan untuk oleh manusia, pengendalian kutu hewan peliharaan, rumah tangga dan tempat-tempat umum.PKRT dibagi kedalam 7 kategori yaitu tissue dan kapas, sediaan untuk mencuci, pembersih, alat perawatan bayi,
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
44
antiseptika dan desinfektan, pewangi dan pestisida rumah tangga.Sedangkan untuk pembagian kelas baik untuk produk diagnostik invitro dan PKRT dibagi menjadi tiga kelas yaitu kelas I (resiko rendah), kelas II (resiko sedang), dan kelas III (resiko tinggi). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Pembentukan subdit ini didasarkan pada pentingnya pemerataan kualitas produk serta sarana produksi dan distribusi untuk menjamin keamanan dan mutu produk. Dalam melakukan standardisasi, subdit ini bekerja sama dengan Badan Standarisasi Nasional (BSN). Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi terdiri dari dua seksi, yaitu: (1) Seksi Standardisasi Produk; (2) Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi. Seksi Standardisasi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga merupakan bagian dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yang bertugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
45
Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT memiliki dua seksi yaitu, inspeksi produk dan inspeksi sarana produksi dan distribusi. Alkes dan PKRT yang beredar dan digunakan di Indonesia harus selalu terjamin keamanan, mutu dan manfaatnya, untuk itu perlu dilakukan pembinaan, pengendalian dan pengawasan. Kegiatan pengawasan dalam rangka menjamin keamanan mutu dan manfaat alkes dilakukan dengan 5 (lima) kegiatan utama yaitu: Inspeksi sarana produksi dan distribusi, post market surveilance dalam bentuk sampling dan pengujian, pengawasan promosi iklan, surveilance terhadap efek samping yang tidak diinginkan dan tindak lanjut terhadap hasil temuan pada kegiatan pengawasan. Pengawasan tersebut dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan alokasi biaya, waktu, dan pengaturan tugas pelaksanaan.Dalam mencapai hasil yang optimal, kegiatan pengawasan alat kesehatan dan PKRT dilaksanakan secara terpadu dengan melibatkan pemerintah, produsen, distributor, dan masyarakat.
Kegiatan
pengawasan
memberdayakan pemerintah daerah
oleh
pemerintah
dilakukan
dengan
yaitu provinsi dan juga kabupaten/kota
dengan bimbingan dari pemerintah pusat. Pemerintah juga bersama-sama dengan produsen dan distributor melakukan PMS (Post Market Survailance) yang dimana merupakan kegiatan pengumpulan informasi secara pro aktif mengenai keamanan, kualitas, dan manfaat setelah alat tersebut diedarkan. Selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, dapat terlihat banyaknya permohonan registrasi alat kesehatan yang masuk ke Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan tidak sebanding dengan jumlah tenaga kerja yang menanganinya. Oleh karena itu, diperlukan penambahan tenaga kerja untuk meningkatkan kecepatan pelayanan serta.Ruang tunggu yang dimiliki Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan juga tidak sebanding dengan pemohon yang datang sehingga perlu diperluas agar pemohon tidak perlu menunggu di luar ruang tunggu.Selain itu ruang kerja juga perlu diperluas agar ruang gerak pekerja menjadi lebih leluasa untuk bekerja. Sistem online perlu diterapkan dalam proses registrasi agar pelayanan menjadi lebih cepat dan baik. Sehingga mahasiswa dapat menyimpulkan bahwa diperlukan sosialisasi lebih lanjut mengenai registrasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
46
kepada produsen, distributor, dan juga masyarakat. Sosialisasi kepada produsen untuk menerapkan cara produksi yang baik agar menghasilkan alat kesehatan dan PKRT yang aman, bermutu, dan bermanfaat. Sosialisasi kepada distributor untuk melakukan cara distribusi yang baik agar alat kesehatan dan PKRT terjamin mutunya hingga ke tangan konsumen (masyarakat). Sosialisasi kepada masyarakat bertujuan agar masyarakat mengetahui produk alat kesehatan yang memang benar dilegalkan oleh Kementerian Kesehatan. Serta dengan adanya sosialisasi kepada masyarakat, masyarakat juga akan ikut membantu dalam pengawasan alat kesehatan dan PKRT karena akan timbulnya kesadaran untuk menggunakan alat kesehatan yang terdaftar dan kesadaran untuk melaporkan efek samping yang merugikan dari penggunaan alat kesehatan dan PKRT tersebut. Selain itu, pengawasan terhadap produk yang sudah diedarkan juga perlu dilakukan karena banyak perusahaan yang tidak memperpanjang izin edar alat kesehatan dan perbekalan rumah tangga yang lama serta untuk melindungi konsumen (masyarakat) dari alat kesehatan yang tidak memenuhi standar.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan
5.1.1. Menteri
Kesehatan membawahi
beberapa
Direktorat
Jenderal
dan
Sekretariat Jenderal. Direktorat tersebut adalah Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Farmasi, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan serta Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian 5.1.2. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan membawahi Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan; Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi; Subbagian Tata Usaha; dan Kelompok
Jabatan
menyelenggarakan
Fungsional. upaya
Direktorat
ini
berperan
dalam
kesehatan melalui penilaian, pembinaan,
pengendalian, dan pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan
pengamanan
alat
kesehatan
dan
perbekalan
rumah
tangga.Pelayanan yang diberikan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan adalah pelayanan sertifikat produksi,
izin
penyalur alat kesehatan, dan izin edar alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 5.1.3. Apoteker berperan sebagai tim penilai yang mengevaluasi berkas permohonan sertifikat produksi, izin penyalur alat kesehatan, dan izin edar alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
5.2
Saran
5.2.1. Penambahan jumlah tenaga kerja dan memperluas ruangan kerja untuk meningkatkan kinerja dan kecepatan pelayanan terhadap pemohon serta memperluas
ruang
tunggu
untuk
tamu
sehingga
dapat
melayani
tamu/pendaftar dengan baik.
47 Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
48
5.2.2. Penggunaan
sistem
online untuk
mempermudah
dan
mempercepat
pelayanan sertifikat produksi, izin penyalur alat kesehatan, dan izin edar alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 5.2.3. Sosialisasi lebih luas mengenai registrasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga kepada masyarakat. 5.2.4. Program pengawasan mengenai periklanan dan sampling perlu ditingkatkan, untuk menjaga konsumen atau masyarakat dari produk yang tidak memenuhi syarat mutu, efikasi, dan manfaat.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
DAFTAR ACUAN Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2005). Rencana Strategis Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Depkes RI tahun 2005-2009. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010a). Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2010-2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010b). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010c). Peraturan Kesehatan Republik Indonesia No. 1189/MENKES/PER/VIII/2010 Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Menteri Tentang Tangga. Jakarta:
Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan.. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia..
49 Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
44
LAMPIRAN
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
50
Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan RI
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
51
Lampiran 2. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
52
Lampiran 3. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
53
Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
54
Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
55
Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
56
Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
57
Lampiran 8. Struktur Lengkap Organisasi DirektoratBina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan DIREKTUR BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN Dra.Nasirah Bahauddin, Apt, MM SUBBAGIAN TATA USAHA Lucia Dina Kombong, SH
SUBDIT PENILAIAN ALKES
drg. Arianti Anaya MKM
SEKSI ALKES ELEKTROMEDIK
SUBDIT PENILAIAN PRODUK DR DAN PKRT
Dra.Rully Makarawo, Apt
Dra.Ema Viaza, Apt
SEKSI ALKES NON ELEKTROMEDIK
SEKSI PRODUK PKRT
Dra.Nurlaili Isnaini, Apt
Drs. Rahbudi Helmi, Apt, MKM.
SEKSI PRODUK DR
Siti Nurhasanah, S.Si, Apt
SUBDIT INSPEKSI ALKES DAN PKRT
SEKSI INSPEKSI PRODUK
Nurhidayat, S.Si, Apt
SUBDIT STANDARDISASI DAN SERTIFIKASI Drs. Masrul, Apt
SEKSI STANDARDISASI PRODUK
Hasnil Randa Sari, S.Si, Apt
Dra.Ninik Hariyati, Apt
SEKSI INSPEKSI SARANA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI
SEKSISTANDARDISASI DAN SERTIFIKASI PRODUKSI DAN DISTRIBUSI
Lupi Trilalaksono, S.Si, Apt.
KELOMPOK JABFUNG Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Dra.Lili Sa’diah Jusuf, Apt
58
Lampiran 9. Formulir Permohonan Sertifikat Produksi Alat Kesehatan/Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT). PERMOHONAN SERTIFIKAT PRODUKSIALATKESEHATAN /PERBEKALAN KESEHATANRUMAHTANGGA Sayayangbertanda tangandibawah inimengajukan permohonan sertifikat produksiAlatKesehatan/PerbekalanKesehatanRumah Tangga 1. Nama Pemohon
:
Alamat Pemohon
:
2. Nama Pabrik
:
Alamat Pabrik
:
3. Badan Usaha
:
4. NPWP
:
SIUP
:
TDI
:
5. Status Permodalan
:
6. Alamat Surat menyurat dan
:
Nomor Telepon Alamat Gudang
:
7. Jenis yang akan diproduksi
:
8. Nama Penanggung Jawab
:
Teknis Produksi 9. Pendidikan Penanggung
:
Jawab Produksi
Pas foto pemohon
Berwarna Ukuran 4 x 6
Pemohon,
Stempel Perusahaan Materai 6000
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Tanda Tangan
(.......................)
59
Lampiran 10a. Formulir Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
60
Lampiran 10b. Formulir Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan (Lanjutan)
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
61
Lampiran 11. Laporan pengawasan iklan DinKes Propinsi/Kabupaten/Kota
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
62
Lampiran 12. Laporan pengawasan iklan DitJen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
63
Lampiran 13. Alur kerja untuk petugas Propinsi/Kabupaten/Kota
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
64
Lampiran 14. Alur kerja untuk pekerja pusat
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERIKSAAN DAN PENILAIAN BERKAS BERKAS PERMOHONAN IZIN EDAR DAN PERUBAHAN IZIN EDAR PKRT KELAS I, II, DAN III
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
SALWA BAINANA, S. Farm.
1106153486
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
DAFTAR ISI halaman HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ iii BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................1 1.1 Latar Belakang ............................................................................................1 1.2 Tujuan .........................................................................................................2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................3 2.1 Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) .........................................3 2.2 Alur Registraasi Alat Kesehatan PKRT .....................................................5 2.3 Pra-Registrasi ..............................................................................................7 2.4 Persyaratan Pendaftaran Izin Edar PKRT...................................................8 2.5 Penandaan .................................................................................................10 2.6 Penulisan Nomor Registrasi .....................................................................11 2.7 Masa Berlaku Izin Edar ............................................................................12 BAB 3 METODOLOGI PEMERIKSAAN DAN ANALISIS BERKAS .........13 3.1 Pengamatan Berkan Permohonan Perubahan Izin Edar dan Berkas Permohonan Izin Edar .................................................................13 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................14 4.1 Hasil .........................................................................................................14 4.2 Pembahasan ..............................................................................................19 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................25 5.1 Kesimpulan ..............................................................................................25 5.2 Saran .........................................................................................................25 DAFTAR ACUAN................................................................................................26
ii Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
halaman
Lampiran
Lampiran 1 Alur pelaksanaan pemberian izin edar Alkes dan PKRT .................28 Lampiran 2 Surat Permohonan Perubahan Penandaan ........................................29 Lampiran 3 Formulir Permohonan Perubahan Penambahan Ukuran / Isi ...........30 Lampiran 4 Surat Pernyataan Tidak Ada yang Berubah (Formulasi) ..................31 Lampiran 5 Surat Pernyataan / Laporan Efek Samping .......................................32 Lampiran 6 Hasil Pemeriksaan Permohonan Perubahan Izin Edar untuk “Produk H” .......................................................................................33 Lampiran 7 Formulir Permohonan Permintaan Izin Edar Import ........................34 Lampiran 8 Formulir Data Teknis Persyaratan Izin Edar ....................................35 Lampiran 9 Formulir Data Teknis Persyaratan Izin Edar (lanjutan)....................36 Lampiran 10 Formulir Data Teknis Persyaratan Izin Edar (lanjutan)....................37 Lampiran 11 Formulir Data Teknis Persyaratan Izin Edar (lanjutan)....................38 Lampiran 12 Formulir Data Teknis Persyaratan Izin Edar (lanjutan)....................39 Lampiran 13 Hasil Pemeriksaan Permohonan Pendaftaran Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga untuk “Produk S” ....................................................40 Lampiran 14 Hasil Pemeriksaan Permohonan Pendaftaran Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga “Produk S” (lanjutan) ..............................................41 Lampiran 15 Hasil Pemeriksaan Permohonan Pendaftaran Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga “Produk S” (lanjutan) ..............................................42 Lampiran 16 Hasil Pemeriksaan Permohonan Pendaftaran Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga untuk “Produk HP”..................................................43 Lampiran 17 Hasil Pemeriksaan Permohonan Pendaftaran Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga “Produk HP” (lanjutan) ...........................................44 Lampiran 18 Hasil Pemeriksaan Permohonan Pendaftaran Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga “Produk HP” (lanjutan) ...........................................45
iii Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) adalah alat, bahan, atau
campuran bahan untuk pemeliharaan dan perawatan kesehatan untuk manusia, pengendali kutu hewan peliharaan, rumah tangga dan tempat-tempat umum (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b). PKRT memiliki peran penting secara langsung maupun tidak langsung dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Produk PKRT saat ini mudah didapatkan karena penyalurannya tidak memerlukan penyalur/distributor tertentu. Selain itu, produk PKRT merupakan suatu kebutuhan masyarakat yang umumnya tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan sehari-hari sehingga penggunaan produk PKRT ini sangat dekat dengan masyarakat. Pada saat ini jenis dan jumlah alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) yang beredar dan digunakan masyarakat semakin bertambah, sehingga perlu adanya jaminan mutu, keamanan, dan manfaat terhadap alat kesehatan dan PKRT yang beredar sehingga sampai ke pengguna memenuhi persyaratan yang sama dengan saat diproduksi. Hal ini bertujuan ntuk melindungi masyarakat dari produk yang tidak memenuhi syarat, penggunaan yang salah maupun penyalahgunaan pemakaian. Berdasarkan masalah diatas maka dibentuklah Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yang merupakan salah satu direktorat di Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In Vitro dan PKRT, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, Subbagian Tata Usaha dan Kelompok Jabatan Fungsional. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan memiliki tanggung jawab dalam hal pemberian sertifikasi produksi, izin penyalur alat 1 Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
2
kesehatan, izin edar serta pembinaan, pengendalian, dan pengawasan alat kesehatan dan PKRT yang beredar dalam wilayah lingkungan Republik Indonesia. Dalam rangka pengamanan PKRT, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan melaksanakan pengawasan dan pengendalian PKRT. Pengawasan dan pengendalian ini dimaksudkan agar PKRT yang beredar dan digunakan oleh masyarakat telah memenuhi persyaratan dan tidak merugikan kesehatan masyarakat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) terdiri dari kelas I, kelas II, dan kelas III didasarkan pada tingkat risiko yang ditimbulkan. PKRT kelas I merupakan PKRT yang paling banyak digunakan karena harga yang relatif murah, biaya produksi tidak besar, mudah dalam penggunaannya, dan paling aman dibandingkan dengan PKRT kelas lainnya, contohnya adalah tisu basah. PKRT kelas II memiliki tingkat resiko sedang, seperti produk desinfektan. Sedangkan PKRT kelas III pada penggunaannya dapat menimbulkan akibat serius seperti karsinogenik, contoh produknya adalah pestisida rumah tangga. Untuk melindungi konsumen dari produk yang tidak memenuhi persyaratan diperlukan penilaian untuk mencegah persaingan produk tersebut yang berdampak pada kualitas produk PKRT. Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dilakukan dengan tujuan agar mahasiswa PKPA mendapatkan gambaran mengenai aktivitas farmasis di lingkungan pemerintahan dalam melakukan pemeriksaan
dan
penilaian
terhadap berkas permohonan yang
ditujukan oleh perusahaan untuk mendapatkan
izin edar, dan berperan serta
dalam menangani berkas-berkas yang diajukan di loket pendaftaran alkes dan PKRT.
1.2
Tujuan
1.2.1
Memahami proses pemberian izin edar produk Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) dan memahami cara pemeriksaan dan penilaian kelengkapan dan kebenaran berkas permohonan izin edar produk PKRT.
1.2.2. Mengetahui hasil penilaian dari berkas yang di registrasikan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga atau PKRT adalah alat, bahan atau
campuran untuk pemeliharaan dan perawatan kesehatan untuk manusia, hewan pemeliharaan, rumah tangga dan tempat-tempat umum (Kemenkes RI, 2010c). Produk PKRT saat ini mudah didapatkan karena penyalurannya tidak memerlukan penyalur/distributor tertentu. Selain itu, produk PKRT merupakan suatu kebutuhan masyarakat yang umumnya tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan sehari-hari sehingga penggunaan produk PKRT ini sangat dekat dengan masyarakat. Klasifikasi kelas PKRT menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1190/MENKES/PER/2010 tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, yaitu : a. Kelas I (Risiko Rendah) PKRT yang penggunaannya tidak menimbulkan akibat yang berarti seperti iritasi, korosif, karsinogenik. PKRT ini sebelum beredar perlu mengisi formulirpendaftaran tanpa harus disertai hasil pengujian laboratorium. Contoh: kapas dan tisu. b. Kelas II (Risiko Sedang) PKRT yang penggunaannya dapat menimbulkan akibat seperti iritasi, korosif tapi tidak menimbulkan akibat serius seperti karsinogenik. PKRT inisebelum beredar perlu mengisi formulir pendaftaran dan memenuhi persyaratan disertai hasil pengujian laboratorium. Contoh: deterjen dan pewangi ruangan. c. Kelas III (Risiko tinggi) PKRT yang mengandung pestisida dimana pada penggunaannya dapat menimbulkan akibat serius seperti karsinogenik. PKRT ini sebelum beredar perlu mengisi formulir pendaftaran dan memenuhi persyaratan, melakukan pengujianpadalaboratoriumyangtelah ditentukan
serta telah mendapatkan
persetujuan dan komisi pestisida. Contoh: anti nyamuk bakar dan repelan.
3 Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
4
Pembagian kategori dan sub kategori PKRT berdasarkan Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1190/MENKES/PER/VIII/ 2010, tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dapat dilihat pada Tabel 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2.1 Kategori dan Subkategori PKRT No Kategori 1 Tisu dan Kapas
2
Sediaan untuk Mencuci
3
Pembersih
4
Alat Perawatan Bayi
a. b. c. d. e. f. g. h. a. b. c. d. e. f. g. h. a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. a. b. c. d.
Subkategori Kapas kecantikan Tisu wajah Tisu toilet Tisu basah Tisu makan Cotton bud Paper towel Tisu dan kapas lainnya Sabun cuci Deterjen Pelembut cucian Pemutih Enzim pencuci Pewangi pakaian Sabun cuci tangan Sediaan untuk mencuci lainnya Pembersih peralatan dapur Pembersih kaca Pembersih lantai Pembersih porselen Pembersih kloset Pembersih mebel Pembersih karpet Pembersih mobil Pembersih sepatu Penjernih air Pembersih lainnya Dot dan sejenisnya Popok bayi Botol susu Alat perawatan bayi lainnya
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
5
5
Antiseptika dan Desinfektan
6
Pewangi
7
Pestisida Rumah Tangga
2.2.
a. b. c. a. b. c. d. e. a. b. c. d.
Antiseptika Desinfektan Antiseptika dan desinfektan lainnya Pewangi ruangan Pewangi telepon Pewangi mobil Pewangi kulkas Pewangi lainnya Pengendali serangga Pencegah serangga Pengendali kutu rambut Pengendali kutu binatang peliharaan (bukan ternak) e. Pengendali tikus rumah f. Pestisida rumah tangga lainnya
Alur Registrasi Alat Kesehatan dan PKRT Alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) yang
beredar Indonesia harus memiliki izin edar. Izinedar adalah izin yang dikeluarkan kepada perusahaan untuk produk alat kesehatan atau perbekalan kesehatan rumah tangga,yang akan diimpor,dan/atau digunakan, dan/atau diedarkan di wilayah Republik Indonesia, berdasarkan penilaian terhadap mutu, keamanan dan kemanfaatan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Izin
edar
diberikan
dan
setelah
seluruh
penilaian
kelayakan
produk terpenuhi
Kementerian Kesehatan akan memberikan nomor izin edar sesuai dengan kelas produk terdaftar. Alat Kesehatan dan PKRT yang mendapatkan izin edar wajib memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan yang dibuktikan dengan melakukan uji klinis dan/atau bukti-bukti lain yang diperlukan. b. Keamanan dan kemanfaatan PKRT dibuktikan dengan menggunakan bahan yang tidak dilarang dan tidak melebihi batas kadar yang telah ditentukan sesuai peraturan dan/atau data klinis atau data lain yang diperlukan. c. Mutu dinilai dari cara pembuatan yang baik dan menggunakan bahan dengan spesifikasi yang sesuai dan memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
6
SesuaiPeraturan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
1190/Menkes/Per/VIII/2010 Tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga bahwa Alkes dan PKRT yang beredar atau dijual di wilayah Indonesia harus mendapat izin dari Menteri Kesehatan. Izin edar adalah izin yang diberikan oleh Menteri Kesehatan terhadap Alkes dan PKRT untuk beredar di wilayah Indonesia setelah dilakukan evaluasi meliputi keamanan, mutu, dan manfaat. Alur pelaksanaan pemberian izin edar Alkes dan PKRT dapat dilihat pada Lampiran 1. Prosedur Permohonan
izin
edar alat
kesehatan
sebagai
berikut
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009): 1. Pemohon mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan seluruh lampiran yang
dipersyaratkan
(lampiran
disusun
sesuai
dengan urutan
persyaratan yang diminta). 2. Pemohon memasukkan berkas (formulir dan lampiran) melalui loket dengan melampirkan: a. Tanda terima berkas sementara rangkap 2 yang telah diisi b. Formulir pemeriksaan kelengkapan persyaratan 3. Berkas diterima oleh petugas loket dan tanda terima diberi stampel “Sementara”. 4. Petugas loket memisahkan berkas sesuai subdit. 5. Penilai memeriksa kelengkapan dan kebenaran berkas masuk dalam waktu 5 (lima) hari kerja setelah berkas diterima. 6. Persyaratkan pendaftaran izin edar alat kesehatan dan PKRT 7. Berkas yang tidak memenuhi persyaratan akan dikembalikan kepada pemohon dan diberi keterangan data yang masih harus dilengkapi. 8. Pemohon yang berkasnya telah dinyatakan lengkap harus membayar Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sesuai ketentuan pada bank yang telah ditunjuk. 9. Bukti setoran (difotokopi 2 kali) diserahkan kepada petugas loket. 10. Berkas yang telah memenuhi syarat diberi tanda terima tetap untuk diproses lebih lanjut dan dicatat oleh petugas loket dibuku tanda terima loket.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
7
11. Berkas selanjutnya diserahkan ke Kasubdit untuk didistribusikan ke kepala seksi dan selanjutnya dianalisis oleh evaluator. 12. Hasil
evaluasi
dari
verifikasi
diberikan
ke Kepala
seksi untuk
verifikasi ulang dan selanjutnya diserahkan ke Kasubdit untuk dilakukan verifikasi akhir. 13. Berkas tidak lengkap dibuatkan surat tambahan data. 14. Surat tambahan data ditandatangani oleh Direktur dan diberikan kepada pemohon. 15. Surat tambahan data di kirim ke website prodis alkes. 16. Berkas yang sudah lengkap dilakukan pengetikan sertifikat/izin edar. 17. Sertifikat/izin edar diserahkan ke subdit untuk direkomendasikan ke Direktur. 18. Direktur merekomendasikan sertifikat/izin edar untuk disetujui dan ditandatangani oleh Direktur Jenderal. 19. Sertifikat/izin edar yang telah selesai di entry ke dalam sistem dan diberikan kepada pemohon. 20. Untuk mengetahui perkembangan proses berkas pemohon dapat dilakukan konsultasi pada jadwal yang telah ditetapkan atau dapat dilihat di website http://www.depkes.go.id link ke Ditjen Binfar Alkes, link ke Dit Bina Prodis Alkes. Waktu penerbitan sertifikat/izin edar PKRT: •
Kelas I: 30 hari kerja
•
Kelas II: 40 hari kerja
•
Kelas III : 60 hari kerja
Waktu dihitung sejak dokumen dinyatakan lengkap dan memiliki tandaterima tetap.
2.3.
Pra Registrasi Merupakanprosespenilaianawalyangdilaksanakandiloket
pendaftaran.
Petugas yang melaksanakan pra-registrasi adalah anggota tim penilai. Adapun hal yang dinilai
dalam
proses
pra-registrasi adalah memeriksa kelengkapan
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009) :
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
8
a. Data administrasi b. Data teknis c. Formulir Pendaftaran
2.4.
Persyaratan Pendaftaran Izin Edar PKRT Pemohon perlu melengkapi data administrasi dan data teknis untuk
memperoleh
izin
edar PKRT (Kementerian
Kesehatan
Republik
Indonesia,2010b). Data tersebut harus diisi dengan lengkap sesuai peraturan dan jenis produk dalam negeri dan produk luar negeri.
2.4.1. Data Administrasi Nama produk yang didaftarkan harus sesuai dengan nama produk pada penandaan, terdapat tanda tangan penanggung jawab teknis dan pimpinan serta stempel perusahaan. Kelengkapan data administrasi pendaftaran PKRT: 1. PKRT dalam negeri: a. Sertifikat produksi sesuai dengan jenis PKRT yang didaftarkan. Produk yang didaftarkan termasuk dalam lampiran sertifikat produk bila tidak tercantum harus mengajukan addendum. b. Lisensi (bila merek produk dan formulanya berasal dari pihak lain) c. Surat kerjsama untuk produk lisensi.
2. PKRT luar negeri: a. Surat Penunjukkan/ Letter of Authorization (LoA) yang telah dilegalisasi oleh pihak KBRI setempat: i.
Dikeluarkan oleh prinsipal, jika
dikeluarkan oleh
perwakilan
prinsipal, harus disertai dengan surat penujukan perwakilan yang dikeluarkan oleh prinsipal. ii.
Perhatikan waktu berlakunya penunjukan.
iii.
Perhatikan apakah produk yang didaftarkan termasuk dalam surat penunjukkan tersebut.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
9
b. Certificate of Free Sale (CFS) i.
Dikeluarkan
oleh
pemerintah
atau
mengeluarkan surat tersebut dan
badan
yang
berwenang
produk yang didaftarkan sama
dengan yang dinyatakan dalam CFS yang diberikan. ii.
CFS menyebutkan nama dan alamat pabrik, harus diperhatikan hanya produk
buatan pabrik tersebut yang
diperbolehkan dan
tercantum pada nomor registrasi. iii.
CFS berasal dari country of origin (yang memiliki sistem regulasi yang diakui), jika tidak ada dapat digantikan dengan CFS dari Negara lain dimana produk tersebut telah diedarkan.
iv.
Untuk produk yang tidak termasuk PKRT di Negara asal, bisa digantikan dengan surat keterangan dari chamber of commerce.
2.4.2. Data Teknis Seluruh Lampiran AA, BB, CC, DD harus diisi lengkap. Lampiran AA: Formula dan cara pembuatan 1. Untuk produk yang terbentuk dari bahan kimia, pendaftar harus memberikan komponen formula dalam satuan internasional atau persentase dan menuliskan fungsi masing-masing bahan. 2. Prosedur pembuatan secara singkat berupa alur kerja/ flow chart dalam proses produksi disertai dengan keterangan tentang proses kritis yang mempengaruhi kualitas dan langkah yang dilakukan untuk mengontrol proses kritis tersebut. Lampiran BB: Spesifikasi bahan baku dan wadah 1. Spesifikasi bahan baku berupa sertifikat analisa bahan baku. 2. Spesifikasi wadah-tutup; diperlukan untuk mengetahui jenis wadah yang digunakan dan bahwa jenis kemasan tersebut sesuai dengan produk. Lampiran CC: Spesifikasi produk jadi dan stabilitas 1. Terutama untuk produk kelas II dan III, dalam memberikan spesifikasi produk
jadi, pendaftar diarahkan untuk memiliki
spesifikasi produk yang mengacu pada standar, sehingga perlu
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
10
diminta standar yang digunakan. Kemudian kita bandingkan hasil uji terhadap produk jadi dengan spesifikasi standar. Hasil uji produk jadi yang tidak sesuai standard dinyatakan tidak memenuhi syarat (evaluasi produk jadi). 2. Data stabilitas produk diminta agar pemohon memastikan produk mereka sesuai dengan spesifikasi untuk waktu yang cukup lama sebelum sampai dan digunakan masyarakat. Sesuaikan dengan karakteristik produk (untuk produk dengan masa kadaluarsa kurang dari 2 tahun). Lampiran DD: Kegunaan dan cara penggunaan 1. Kegunaan produk merupakan uraian mengenai deskripsi produk, meliputi informasi
mengenai
produk,
tujuan
penggunaan,
bagaimana digunakan dan di mana lokasi penggunaan sehingga pembaca bisa mendapat gambaran yang menyeluruh tentang produk. 2. Contoh kode produksi/nomor lot/nomor bets dan artinya, untuk mengetahui cara melacak riwayat produksi produk dan diperlukan terutama untuk pelaksanaan post market surveillance dan saat terjadi kasus atau masalah dengan produk ketika sudah dipasarkan.
2.5.
Penandaan Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menilai penandaan antara lain
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009) : a. Informasi yang diperlukan untuk mengidentifikasi produk dan
cara
penggunaan produk dengan aman harus tersedia. Jika kemasan individual tidak memungkinkan informasi yang lengkap, informasi tersebut harus terdapat dalam leaflet, insert, atau bentuk lain yang sesuai. b. Cara penggunaan harus jelas dan mudah dipahami (dalam bahasa Indonesia) c. Perhatikan adanya klaim berlebihan yang tidak disertai dengan data pendukung yang memadai. Penandaan sekurang-kurangnya berisi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b):
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
11
a. Nama produk dan /atau nama dagang b. Nama dan alamat perusahaan yang memproduksi alkes dan PKRT c. Nama dan alamat Penyalur Alat Kesehatan (PAK) atau importir PKRT yang memasukkan produk ke dalam wilayah Indonesia d. Komponen pokok PKRT e. Kegunaan dan cara penggunaan harus dalam bahasa Indonesia f. Tanda peringatan atau efek samping harus dalam bahasa Indonesia g. Batas waktu daluarsa untuk PKRT tertentu h. Nomor bets/kode produksi, nomor izin, dan netto.
2.6.
Penulisan Nomor Registrasi Nomor registrasi akan dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan Republik
Indonesia setelah permohonan izin edar telah disetujui. Nomor registrasi terdiri dari 11 digit dengan keterangan sebagai berikut : 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Digit 1
: kelas
Digit 2,3
: kategori
Digit 4,5
: sub kategori
Digit 6,7
: tahun pemberian izin (dibalik)
Digit 8 sampai 11
: nomor urut pendaftaran
Alat Kesehatan Dalam Negeri
: AKD
Alat Kesehatan Impor
: AKL
PKRT Impor
: PKL
PKRT Dalam Negeri
: PKD
Contoh nomor izin edar alat kesehatan : PKL 20207900078 PKL
: PKRT Luar Negeri
Digit 1 (Angka 2)
: kelas 2 (resiko sedang)
Digit 2,3 (Angka 02)
: Sediaan untuk mencuci
Digit 4,5 (Angka 07)
: Sabun cuci tangan
Digit 6,7 (Angka 90)
: tahun pemberian izin (dibalik) 2009
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
12
Digit 8-11 (Angka 0078)
: nomor urut pendaftaran 0078
Alat ini adalah PKRT
luar negeri (PKL), termasuk kelas II dan
didaftarkan pada tahun 2009.
2.7.
Masa Berlaku Izin Edar a. Masa berlaku izin edar Alkes dan PKRT selama5 (lima) tahun terhitung sejak pertama kali diterbitkan dan /atau berlaku sesuai waktu yangdisepakati dalam LoA dengan waktu maksimum 5 tahun. b. Pengajuan perpanjangan izin edar dilakukan selambat-lambatnya 3 bulansebelum masa edar habis. c. Izin edar yang pernah ada perubahan, masa berlaku dihitung sejak pertama kali nomor diterbitkan.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
BAB 3 METODOLOGI PEMERIKSAAN DAN ANALISIS BERKAS
3.1
Pengamatan Berkas Permohonan Perubahan Izin Edar dan Berkas Permohonan Izin Edar Pemeriksaan atau penilaian dilakukan pada berkas permohonan perubahan
izin edar untuk produk dalam PKRT dalam negeri serta berkas permohonan izin edar untuk produk PKRT impor yang diajukan di Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, Direktorat Bina Produksi dan Alat Kesehatan. Untuk menilai kelengkapan berkas digunakan lembar penilaian yang mencantumkan syarat-syarat yang harus dilengkapi. Pengamatan terhadap berkas permohonan perubahan izin edar diajukan oleh PT. MM dan permohonan izin edar diajukan oleh PT. MI atas dasar lisensi dari perusahaan DP dan PT. RN atas dasar lisensi dari perusahaan E, dimulai dengan pencatatan nama alat kesehatan dan tipe kemasan yang kemudian dilanjutkan dengan mencatat klasifikasi/identifikasi alat kesehatan meliputi kategori, sub kategori, nama, nomor jenis, dan kelas sesuai dengan PERMENKES 1190.
13 Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Permohonan Perubahan Izin Edar Berkas permohonan perubahan izin edar yang diperiksa adalah untuk produk local atau dalam negri. Dalam hal ini permohonan perubahan izin edar dilakukan oleh PT. MM untuk “Produk H”. Perubahan izin edar dilakukan karena terdapat perubahan penandaan pada produk tersebut. Sebelumnya tidak terdapat penandaan pada kemasan primer, dan saat ini PT. MM melakukan permohonan perubahaan penandaan untuk membuat penandaan pada kemasan primer. Berkas permohonan yang diperiksa adalah meliputi data penandaan lama, penandaan baru, serta dokumen lain yang diperlukan. Dokumen tersebut antara lain nomor registrasi lama, surat permohonan, surat pernyataan tidak ada yang berubah (formulasi), dan surat pernyataan / laporan efek samping. a. Penandaan lama Tidak terdapat penandaan pada kemasan primer. Contoh penandaan lama terlampir pada berkas. b. Penandaan baru Terdapat penambahan penandaan pada kemasan primer dan contoh penandaan baru terlampir pada berkas. c. Dokumen penunjang i. Nomor registrasi lama Nomor registrasi lama dari “Produk H” PT. MM terlampir pada berkas. ii. Surat pemohonan Surat permohonan perubahan penandaan yang ditujukan kepada Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan untuk merubah nomor izin edar terlampir pada berkas. Surat permohonan perubahan izin edar dapat dilihatpadaLampiran2. Pendaftar juga menyertakan formulir permohonan perubahan penambahan ukuran / isi yang dapat dilihat pada Lampiran 3.
iii. Surat pernyataan tidak ada yang berubah (formulasi) 14 Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
15
Surat yang menyatakan bahwa tidak ada yang berubah pada formulasi “Produk H” PT. MM terlampir pada berkas dan dapat dilihat pada Lampiran 4. iv. Surat pernyataan / laporan efek samping Surat yang menyatakan bahwa tidak ada efek samping yang dilaporkan PT. MM untuk “Produk H” terlampir pada berkas dan dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil pemeriksaan permohonan perubahan/perpanjangan izin edar untuk “Produk H” dapat dilihat pada Lampiran 6.
4.1.2. Permohonan Izin Edar Berkas PKRT yang diperiksa adalah berkas permohonan izin edar produk impor. Berkas yang diperiksa meliputi formulir permohonan izin edar, persyaratan data administrasi dan persyaratan data teknis. 4.1.2.1. “Produk S” Berkas PKRT yang diperiksa adalah berkas permohonan izin edar produk impor. Berkas yang diperiksa meliputi formulir permohonan izin edar, persyaratan data administrasi dan persyaratan data teknis. Dalam hal ini produk yang akan didaftarkan adalah“Produk S” yang merupakan tissue basah yang diproduksi oleh perusahaan DP yang berasal dari Amerika. Namun perusahaan yang mendaftarkan adalah perusahaan dalam negri yaitu perusahaan MI dengan lisensi dari perusahaan DP. a. Formulir Permohonan Izin Edar Formulir permohonan izin edar PKRT telah diisi secara lengkap oleh pemohon. Formulir permohonan pendaftaran PKRT dapat dilihat pada Lampiran 7. b. Persyaratan Data Administrasi Untuk Produk Impor i. Surat kuasa untuk mendaftar ke Depkes RI (menyertakan jenis produk dan jangka waktu) Surat kuasa yang dikeluarkan oleh perusahaanDP dengan nama Letter of Authorization di Arizona, USAdan telah dilegalisasi oleh KBRI di Wasington DC, USA yang menyatakan telah memberi autorisasi penuh
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
16
untuk meregistrasikan, mengimpor, menjual, dan mendistribusikan produknya. Surat persetujuan ini berlaku selama 5 tahun,dari Maret 2011 sampai Maret 2016. ii. Keterangan pejabat setempat yang berwenang dan telah dilegalisir oleh KBRI / Kepala pabrik yang telah di legalisir oleh Pejabat yang berwenang dan KBRI. Surat kuasa ini biasa disebut sebagai Certificate of Free Sale. Surat ini menunjukkan bahwa “Produk S” didistribusika dan diperjual belikan di negara asal. iii. Surat penunjukan sebagai agen tunggal atau distributor tunggal dari pabrik induk Surat kuasa yang dikeluarkan oleh perusahaan DP dengan nama Letter of Authorization di Arizona, USA dan telah dilegalisasi oleh KBRI di Wasington DC, USA yang menyatakan telah memberi autorisasi penuh kepada perusahaan MI untuk meregistrasikan, mengimpor, menjual, dan mendistribusikan produknya. Surat persetujuan ini berlaku selama 5 tahun, dari Maret 2011 sampai Maret 2016
c. Persyaratan Data Teknis Untuk Produk Impor i. Lampiran AA (Formula/Komponen, Prosedur Pembuatan, Nama resmi / Nama Kimia, serta Pemeriksaan bahan yang dilarang / melebihi kadar) Nama kimia, formula kualitatif dan kuantitatif beserta fungsi setiap bahan yang digunakan, juga prosedur pembuatan telah dilampirkan. Contoh formulir data teknis untuk lampiran AA dapat dilihat pada Lampiran 8. ii. Lampiran BB (Spesifikasi Setiap Bahan Baku, Sertfikat Uji Laboratorium dari bahan, serta Spesifikasi Wadah dan tutup) Spesifikasi setiap bahan baku termasuk cara penyimpanan dan uji keamanan dari produk tersebut terlampir dalam berkas dokumen. Hal ini terlihat dengan dilampirkannya berkas Material Safety Data Sheet (MSDS) dari setiap bahan baku. Namun, sertifikat uji laboratorium dari bahan baku atau CoA (Certificate of Analysys) tidak dilampirkan. Pada spesifikasi wadah dan tutup,berkas terlampir pada dokumen. Spesifikasi
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
17
yang dilampirkan berupa kemasan primer dan kemasan sekunder. Contoh formulir data teknis untuk lampiran BB dapat dilihat pada Lampiran 9. iii. Lampiran CC (Spesifikasi dan Stabilitas Produk Jadi) Pada lampiran CC ini pendaftar melampirkan spesifikasi untuk “Produk S”, pada Certificate of Analysis (CoA) menyatakan produk tersebut memenuhi syarat yang ditetapkan untuk uji spesifikasi. Namun perusahaan DP tidak mencantumkan data stabilitas dan batas kadaluarsa. Pendaftar juga tidak melampirkan mengenai Material Safey Data Sheet (MSDS) dari produk tersebut. Contoh formulir data teknis untuk lampiran CC dapat dilihat pada Lampiran 10. iv. Lampiran DD (Lampiran dan Contoh) Pada formulir ini pendaftar melampirkan penandaan yang ada pada kemasan primer dan petunjuk penggunaan. Pendaftar juga melampirkan kode produksi beserta artinya. Contoh formulir data teknis untuk lampiran DD dapat dilihat pada Lampiran 11. v. Penandaan (wadah, bungkus, brosur) Pada lampiran ini, pendaftar melampirkan beberapa berkas yang sesuai persyaratan, namun terdapat beberapa data yang tidak terlampir, seperti, tanggal kadaluarsa peringatan untuk aerosol, dan keterangan cara penanggulangan bila terjadi kecelakaan. Contoh formulir data teknis untuk form penandaan dapat dilihat pada Lampiran 12. Hasil pemeriksaan permohonan izin edar untuk “Produk S” dapat dilihat pada Lampiran 13 - 15.
4.1.2.2. “Produk HP” Berkas PKRT yang diperiksa adalah berkas permohonan izin edar produk impor. Berkas yang diperiksa meliputi formulir permohonan izin edar, persyaratan data administrasi dan persyaratan data teknis. Dalam hal ini produk yang akan didaftarkan adalah “produk HP” yang merupakan produk desinfektan yang diproduksi oleh perusahaan E. Namun perusahaan yang mendaftarkan adalah perusahaan dalam negri yaitu perusahaan RN dengan lisensi dari perusahaan E. a. Formulir Permohonan Izin Edar
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
18
Formulir permohonan izin edar PKRT telah diisi secara lengkap oleh pemohon. Formulir permohonan izin edar dapat dilihat pada Lampiran 7. b. Persyaratan Data Administrasi Untuk Produk Impor i. Surat kuasa untuk mendaftar ke Depkes RI (menyertakan jenis produk dan jangka waktu) Surat kuasa yang dikeluarkan oleh perusahaan E dengan nama Letter of Authorization di Inggris dan telah dilegalisasi oleh KBRI di Inggris yang menyatakan telah memberi autorisasi penuh untuk meregistrasikan, mengimpor, menjual, dan mendistribusikan produknya. Surat persetujuan ini disahkan pada bulan Februari 2012. Dengan masa berlaku selama 5 tahun,dari 1 Desember 2011 sampai 31 Desember 2016. ii. Keterangan pejabat setempat yang berwenang dan telah dilegalisir oleh KBRI / Kepala pabrik yang telah di legalisir oleh Pejabat yang berwenang dan KBRI Surat kuasa ini biasa disebut sebagai Certificate of Free Sale. Pendaftar tidak melampirkan berkas Certificate of Free Sale. iii. Surat penunjukkan sebagai agen tunggal atau distributor tunggal dari pabrik induk Surat kuasa yang dikeluarkan oleh perusahaan E dengan nama Letter of Authorization di Inggris dan telah dilegalisasi oleh KBRI di Inggris yang menyatakan telah memberi autorisasi penuh kepada perusahaan E untuk meregistrasikan, mengimpor, menjual, dan mendistribusikan produknya. Surat persetujuan ini berlaku selama 5 tahun, dari 1 Desember 2011 sampai 31 Desember 2016. c. Persyaratan Data Teknis Untuk Produk Impor i. Lampiran AA (Formula/Komponen dan Prosedur Pembuatan) Formula dan fungsi dari setiap bahan yang digunakan pada “Produk HP” ini terlampir secara lengkap. Prosedur pembuatan secara singkat juga terlampir pada berkas registrasi ini. Contoh formulir data teknis untuk lampiran AA dapat dilihat pada Lampiran 8.
ii. Lampiran BB (Spesifikasi Bahan Baku dan Wadah)
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
19
Spesifikasi setiap bahan baku termasuk cara penyimpanan dan uji keamanan dari produk tersebut terlampir dalam berkas dokumen. Hal ini terlihat dengan dilampirkannya berkas Material Safety Data Sheet (MSDS) dari setiap bahan baku. Sertifikat uji laboratorium dari bahan baku atau CoA (Certificate of Analysys)juga dilampirkan. Namun spesifikasi wadah dan tutup,berkas tidak dilampirkan. Contoh formulir data teknis untuk lampiran BB dapat dilihat pada Lampiran 9. iii. Lampiran CC (Spesifikasi dan Stabilitas Produk Jadi) Pada lampiran CC ini pendaftar tidak melampirkan spesifikasi dan Certificate of Analysis (CoA) untuk “Produk HP”. Namun perusahaan DP mencantumkan data stabilitas dan batas kadaluarsa. Contoh formulir data teknis untuk lampiran CC dapat dilihat pada Lampiran 10. iv. Lampiran DD (Lampiran dan Contoh) Pada lampiran ini pendaftar melampirkan penandaan yang ada pada kemasan primer dan petunjuk penggunaan. Pendaftar juga melampirkan kode produksi beserta artinya. Contoh formulir data teknis untuk lampiran DD dapat dilihat pada Lampiran 11. v. Penandaan Pada lampiran ini, pendaftar melampirkan beberapa berkas yang sesuai persyaratan, namun terdapat beberapa data yang tidak terlampir, seperti tanggal kadaluarsa peringatan untuk aerosol, dan keterangan cara penanggulangan bila terjadi kecelakaan. Contoh formulir data teknis untuk lampiran penandaan dapat dilihat pada Lampiran 12. Hasil pemeriksaan permohonan izin edar untuk “Produk HP” dapat dilihat pada Lampiran 16 - 18.
4.2.
Pembahasan
4.2.1. Permohonan Perubahan Izin Edar Permohonan perubahan izin edar yang dilakukan oleh perusahaan E untuk merubah penandaan tidak perlu melakukan registrasi ulang, namun hanya melakukan registrasi variasi. Karena pada perubahan penandaan tidak terdapat perubahan dalam hal formulasi.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
20
Pada permohonan perubahan izin edar, terdapat beberapa berkas yang harus dilengkapi. Diantaranya penandaan lama, penandaan baru, dan dokumen lain seperti No. registrasi lama, surat permohonan, surat pernyataaan tidsk ada yang berubah (formulasi), serta surat pernyataan / laporan efek samping. Dalam hal ini perubahan penandaan yang dilakukan oleh PT. MI adalah perubahan pada kemasan sekunder. Pada penandaan lama tidak terdapat penandaan pada kemasan sekunder, sehingga penandaan baru yang diajukan oleh PT. MI adalah penambahan penandaan pada kemasan sekunder. PT. MI melampirkan secara lengkap semua berkas yang diperlukan untuk mengajukan permohonan perubahan izin edar. Sehingga berkas yang diajukan oleh PT. MI dapat diterima dan bisa segera diproses.
4.2.2. Permohonan Izin Edar 4.2.2.1. “Produk S” “Produk S” merupakan produk PKRT import yang diproduksi oleh perusahaan DP. “Produk S” termasuk kedalam PKRT kelas I, kategori tisu dan kapas dan sub kategori tisu basah. Permohonan izin edar “Produk S” diajukan oleh PT. MI yang diberikan autorisasi
penuh
oleh
DP
untuk
mengurus
registrasi
registrasi
dan
mendistribusikan produknya di Indonesia. Produk tersebut merupakan produk impor sehingga data administrasi yang harus dilengkapi adalah Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK), surat penunjukan/Letter of Authorization (LOA), Certificate of Free Sale (CFS), dan data teknis meliputi Formulir A, B, C, D, dan Formulir E. PT. MI selaku selaku pendaftar harus melakukan pendaftaran dengan mendatangi loket Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan untuk mengisi berkas permohonan pendaftaran PKRT impor. Selanjutnya berkas yang telah diserahkan di loket (pra registrasi) akan dibawa bagian TU yang kemudian akan dibawa ke Kepala Subdirektorat penilaian produk diagnostik invitro dan PKRT. Kepala subdirektorat akan menyerahkan berkas kepada kepala seksi produk PKRT untuk ditelaah lebih lanjut, dan kepala seksi akan menyerahkan berkas kepada tim penilai untuk dilakukan pemeriksaan dan penilaian terhadap berkas permohonan izin edar.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
21
Pemeriksaan data administrasi pada lampiran AA untuk produk yang impor adalah surat kuasa penunjukan (Letter of Authorization/LOA) sebagai agen tunggal dari pabrik di Negara asal. Pada LOA yang harus diperhatikan adalah waktu berlakunya penunjukan dan apakah produk didaftarkan termasuk dalam surat penunjukan tersebut. Pada LOA yang diserahkan menyatakan bahwa DP telah menunjuk PT. MI sebagai agen tunggal di Indonesia untuk meregistrasikan, menjual dan mendistribusikan produknya dan telah dilegalisir oleh KBRI di Washington. Namun, pada surat penunjukan ini tidak tercantum produk yang akan didaftarkan akan tetapi tercantum dalam Certificate of Free Sale. Surat penunjukan ini berlaku hingga 1 Maret 2016. Untuk Certificate of Free Sale yang dilampirkan telah memenuhi syarat. Dalam surat ini dinyatakan bawa produk tersebut telah beredar di State of Arizona, USA, dan beberapa negara bagian lain di USA dan dapat dipasarkan di luar Uni Eropa. Keterangan Pra Market Approval tidak perlu disertakan karena produk yang diedarkan bahwa produk yang didaftarkan bukan produk alat kesehatan kelas III. Dari hasil evaluasi di atas dapat dinyatakan bahwa data administrasi permohonan izin edar “Produk S” yang diajukan oleh PT. MI dinyatakan lengkap dan dapat diterima. Selanjutnya adalah evaluasi data teknis. Pada formulir data teknis PT. MI harus mengisi/melengkapi formulir yang ada pada permohonan pendaftaran Alat Kesehatan/PKRT dan harus sesuai dengan persyaratan pada PERMENKES No. 1190/MENKES/PER/VIII/2010. Produk yang didaftarkan oleh PT. MI adalah produk PKRT. Pada lampiran AA harus dicantumkan komponen/formula dengan nama kimia yang umum diketahui dari produk beserta fungsi setiap bahan. Pada formulir ini juga dijelaskan mengenai prosedur pembuatan secara singkat dan lengkap. Pada form ini pendaftar melengkapi semua persyaratan yang diperlukan. Pada lampiran BB harus dijelaskan mengenai spesifikasi setiap bahan baku, sertifikat uji laboratorium dari bahan (Certificate of Analysis - CoA), serta spesifikasi wadah dan tutup. Dalam mendaftarkan produknya PT. MI melampirkan spesifikasi masing-masing bahan baku (Material Safety Data Sheet - MSDS) serta spesifikasi wadah / kemasan dari produk. Namun, pendaftar tidak
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
22
menyertakan sertifikat uji laboratorium (CoA) dari masing-masing bahan yang digunakan. Lampiran CC berisi spesifikasi dan prosedur pemeriksaan produk jadi, stabilitas produk jadi dan batas kadaluarsa, serta hasil uji Lab Produk Jadi (SNI). PT. MI hanya melampirkan spesifikasi produk jadi, namun tidak menyertakan hasil uji laboratorium (CoA), data stabilitas serta waktu kadaluarsa. Lampiran
DD
harus
melampirkan
kegunaan,
cara
penggunaan,
peringatan, keterangan lain; contoh kode produksi, serta contoh produk (2 buah). Pendaftar telah menyertakan kegunaan, cara penggunaan, peringatan, dan contoh kode produksi beserta artinya. Namun PT. MI tidak memberikan contoh produk. Pada penandaan (wadah, bungkus, dan brosur) PT. MI melampirkan nama dagang/merk dan nama jenis, nama produsen, alamat produsen, nama dan alamat distributor, penempatan No registrasi, kode produksi, netto dalam satuan metric, nama dan kadar bahan aktif, warna desain penandaan, kegunaan dan cara penggunaan dalam bahasa Indonesia. Namun pendaftar tidak memberikan tanggal kadaluarsa, peringatan untuk aerosol dan cara penanggulangan bila terjadi bencana. Hasil pemeriksaan data secara keseluruhan berkas yang diberikan oleh PT. MI harus menambah data untuk dilengkapi, yaitu data stabilitas produk jadi dan sertifikat analisis untuk produk jadi.
4.2.2.2. “Produk HP” “Produk HP” merupakan produk PKRT import yang diproduksi oleh perusahaan E. “Produk HP” termasuk kedalam PKRT kelas II, kategori antiseptik dan desinfektan dengan sub kategori desinfektan. Permohonan izin edar “Produk HP” diajukan oleh PT. RN yang diberikan autorisasi penuh oleh perusahaan E untuk mengurus registrasi registrasi
dan
mendistribusikan produknya di Indonesia. Produk tersebut merupakan produk impor sehingga data administrasi yang harus dilengkapi adalah Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK), surat penunjukan/Letter of Authorization (LOA), Certificate of Free Sale (CFS), dan data teknis meliputi Formulir A, B, C, D, dan Formulir E.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
23
PT. RN selaku selaku pendaftar harus melakukan pendaftaran dengan mendatangi loket Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan untuk mengisi berkas permohonan pendaftaran PKRT impor. Selanjutnya berkas yang telah diserahkan di loket (pra registrasi) akan dibawa bagian TU yang kemudian akan dibawa ke Kepala Subdirektorat penilaian produk diagnostik invitro dan PKRT. Kepala subdirektorat akan menyerahkan berkas kepada kepala seksi produk PKRT untuk ditelaah lebih lanjut, dan kepala seksi akan menyerahkan berkas kepada tim penilai untuk dilakukan pemeriksaan dan penilaian terhadap berkas permohonan izin edar. Pemeriksaan data administrasi pada formulir AA untuk produk yang impor adalah surat kuasa penunjukan (Letter of Authorization/LOA) sebagai agen tunggal dari pabrik di negara asal. Pada LOA yang harus diperhatikan adalah waktu berlakunya penunjukan dan apakah produk didaftarkan termasuk dalam surat penunjukan tersebut. Pada LOA yang diserahkan menyatakan bahwa perusahaan E telah menunjuk PT. RN sebagai agen tunggal di Indonesia untuk meregistrasikan, menjual dan mendistribusikan produknya dan telah dilegalisir oleh KBRI di Inggris. Surat penunjukan ini berlaku dari 1 Desember 2011 sampai31 Desember 2016. Pendaftar tidak mencantumkan Certificate of Free Sale untuk “Produk HP”, sehingga tidak dapat diketahui apakah “Produk HP” tersebut didistribusikan atau tidak di negara produsen. Selanjutnya adalah evaluasi data teknis. Pada formulir data teknis PT. RN harus mengisi/melengkapi formulir yang ada pada permohonan pendaftaran Alat Kesehatan/PKRT dan harus sesuai dengan persyaratan pada PERMENKES No. 1190/MENKES/PER/VIII/2010. Produk yang didaftarkan oleh PT. RN adalah produk PKRT. Pada lampiran AA harus dicantumkan
komponen/formula dengan nama kimia yang umum
diketahui dari produk beserta fungsi setiap bahan. Pada formulir ini juga dijelaskan mengenai prosedur pembuatan secara singkat dan lengkap. Pada form ini pendaftar melengkapi semua persyaratan yang diperlukan. Pada form BB harus dijelaskan mengenai spesifikasi setiap bahan baku, sertifikat uji laboratorium dari bahan ( CoA), serta spesifikasi wadah dan tutup. Dalam mendaftarkan produknya PT. RN melampirkan spesifikasi masing-masing
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
24
bahan baku (Material Safety Data Sheet - MSDS) serta sertifikat uji laboratorium dari bahan (CoA). Namun spesifikasi wadah/kemasan dari produk tidak dicantumkan. Lampiran CC berisi spesifikasi dan prosedur pemeriksaan produk jadi, stabilitas produk jadi dan batas kadaluarsa, serta hasil uji Lab Produk Jadi (SNI). PT. RN hanya melampirkan hasil uji laboratorium (CoA), data stabilitas serta waktu kadaluarsa.Pendaftar tidak melampirkan spesifikasiproduk jadi. Lampiran
DD
harus
melampirkan
kegunaan,
cara
penggunaan,
peringatan, keterangan lain; contoh kode produksi, serta contoh produk (2 buah). Pendaftar menyertakan kegunaan, cara penggunaan, peringatan, dan contoh kode produksi beserta artinya. Namun PT. RN tidak memberikan contoh produk. Pada penandaan (wadah, bungkus, dan brosur) PT. RN melampirkan nama dagang/merk dan nama jenis, nama produsen, alamat produsen, nama dan alamat distributor, penempatan No registrasi, kode produksi, netto dalam satuan metric, nama dan kadar bahan aktif, warna desain penandaan, kegunaan, cara penggunaan dalam bahasa Indonesia dan cara penanggulangan bila terjadi bencana. Namun pendaftar tidak memberikan tanggal kadaluarsa dan peringatan untuk aerosol. Hasil pemeriksaan data secara keseluruhan berkas yang diberikan oleh PT. RN harus menambah data untuk dilengkapi. Secara umum dengan adanya Unit Pelayanan Terpadu (UPT), proses registrasi untuk PKRT menjadi lebih mudah dan teratur. Namun apabila terdapat ketidaksesuaian
atau
kekurangan
berkas
persyaratan,
perusahaan
yang
bersangkutan harus kembali lagi ke UPT untuk menyerahkan berkas yang sesuai, hal ini sedikit menyulitkan bagi perusahaan yang bersangkutan, apalagi jika perusahaan tersebut berdomisili diluar Jakarta. Dan juga penomoran dokumen registrasi masih dilakukan secara manual, yang menyulitkan bagi tim penilai untuk menelusuri berkas apabila sewaktu-waktu dibutuhkan. Untuk membantu mengatasi masalah tersebut, hendaknya dapat dilakukan sistem online untuk memudahkan tim penilai dalam menilai berkas registrasi dan pendaftar dalam melakukan registrasi produknya.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan
5.1.1. Produk alat kesehatan dan PKRT wajib memiliki izin edar sebelum dilakukan penyaluran kepada masyarakat. Izin edar diperoleh dengan cara registrasi produk di
Unit Pelayanan
Terpadu
(UPT)
Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Registrasi memerlukan data administrasi dan data teknis sebagai dokumen wajib. Produk akan diberikan izin jika memenuhi semua persyaratan keamanan, performa, dan mutu. 5.1.2. “Produk H” yang melakukan permohonan perubahan izin edar telah memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen administrasi dan data teknis. “Produk S” dan “Produk HP” masih harus melengkapi persyaratan kelengkapan dokumen administrasi dan data teknis untuk dapat diberikan nomor pendaftaran tetap dan tidak dapat melakukan pembayaran untuk selanjutnya ditindaklanjuti proses pengajuan izin edarnya
5.2
Saran
5.2.1. Perlu dilakukan penataan dokumen yang lebih rapi untuk dokumen yang akan dikembalikan kepada pemohon agar lebih menghemat waktu pencarian berkas. 5.2.2. Pendaftaran via online perlu diterapkan segera. 5.2.3. Sehubungan masih banyaknya alat kesehatan dan PKRT yang berasal dari luar negeri, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan perlu diberikan toleransi bagi produk alkes dan PKRT dalam negeri dalam registrasi alkes dan PKRT tetapi masih tetap menjaga kredibilitas penilaian alkes dan PKRT.
25 Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2005). Rencana Strategis Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Depkes RI tahun 2005-2009. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010a). Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2010-2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010b). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010c). Peraturan Kesehatan Republik Indonesia No. 1189/MENKES/PER/VIII/2010 Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Menteri Tentang Tangga. Jakarta:
Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.
26 Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
27
LAMPIRAN
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
28
Lampiran 1. Alur pelaksanaan pemberian izin edar Alkes dan PKRT
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
29
Lampiran 2. Surat Permohonan Perubahan Penandaan
PT. MM Tanggal Nomor Lampiran Hal
: xxx : 1 berkas : permohonan perubahan penandaan “Produk H”
Kepada Yth. Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI Jl. HR Rasuna Said Blok X5 Kapling No. 4 – 9 Dengan hormat, Bersama ini kami mengajukan permohonan perubahan penandaan. “Produk H” KEMENKES RI PKD xxxxxxxxxxx Berikut kami sertakan lampiran formulir perubahan design. Demikian permohonan kami. Besar harapan kami atas terkabulnya permohonan ini. Atas perhatian dan bantuan yang diberikan kami ucapkan terimakasih.
Tanggal Tanda tangan (Pemimpin perusahaan)
Alamat dan nomor telp PT. MM (rahasia)
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
30
Lampiran 3. Formulir Permohonan Perubahan Penambahan Ukuran / Isi
PT. MM 1. Nama PKRT (a) 2. Berikan fotokopi nomor registrasi yang telah dimiliki 3. Kategori / Subkategori 4. 5. 6. 7.
Bentuk / warna Kemasan Data yang akan dirubah Data tersebut adalah sbb (c)
: “Produk H” : terlampir : Pestisida serangga / Pengendali serangga : xxx : xxx : Penandaan :
Data lama: - Penandaan
: tidak ada penandaan pada kemasan sekunder
Data baru - Penandaan
: penambahan penandaan pada kemasan sekunder
Tanggal Tanda tangan (Pemimpin perusahaan) Keterangan: 1. Ditulis sama dengan yang tercantum pada lembar nomor registrasi yang dimiliki 2. Coret yang tidak perlu 3. Khusus untuk perubahan bahan / formula, supaya disertai spec bahan dan produk yang berubah. Sebutkan dengan jelas perubahan tersebut dibandingkan dengan yang telah mendapat nomor registrasi. Data tersebut langsung diisikan pada ruangan yang tersedia. Apabila ruangan yang tersedia tidak cukup dapat diberikan dalam lembaran tambahan tersendiri. Alamat dan nomor telp PT. MM (rahasia)
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
31
Lampiran 4. Surat Pernyataan Tidak Ada yang Berubah (Formulasi)
PT. MM Surat pernyataan No. xxxx Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : PT. MM Alamat : (rahasia) Dengan ini menyatakan bahwa PKRT : “Produk H” Adalah tetap. Dalam arti komposisi formulasi tidak berubah. Demikian Surat Pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya.
Tanggal Tanda tangan (Pemimpin perusahaan)
Alamat dan nomor telp PT. MM (rahasia)
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
32
Lampiran 5. Surat Pernyataan / Laporan Efek Samping
PT. MM Surat pernyataan No. xxxx Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : PT. MM Alamat : (rahasia) Dengan ini menyatakan bahwa PKRT : “Produk H” Tidak memiliki efek samping. Demikian Surat Pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya.
Tanggal Tanda tangan (Pemimpin perusahaan)
Alamat dan nomor telp PT. MM (rahasia)
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
33
Lampiran 6. Hasil Pemeriksaan Permohonan Perubahan Izin Edar untuk “Produk H”
BLANKO PERUBAHAN/PERPANJANGAN IZIN EDAR KEMKES RI PK XXX Nama Produk
: “Produk H”
Jenis Produk
: PKRT
Kategori
: Pestisida Rumah Tangga
Sub Kategori
: Pengendali Serangga
Bentuk Sediaan / warna
: Padat/Kuning
Kemasan
: Plastik PET 12/PE 30
Nama Pabrik
: PT. MM
Nama Pendaftar
: PT. MM
Atas Dasar Licensi
:-
Kelengkapan Data : Form Perubahan Data Penandaan Lama Penandaan Baru Dokumen Lain No. Reg Lama Surat Permohonan Surat Pernyataan tidak ada yang berubah Surat Pernyataaan / Laporan Efek Samping Kesimpulan
Pemeriksa
(
: :
L(√) / TL L(√) / TL
: : : : :
L(√) / TL L(√) / TL L(√) / TL L(√) / TL L(√) / TL
Ka. Sie
)
(
Ka. Subdit
)
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
(
)
34
Lampiran 7. Formulir Permohonan Permintaan Izin Edar Import DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN ALAT KESEHATAN PERMOHONAN PENDAFTARAN ALAT KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NO: 1190/MENKES/PER/VIII 2010 PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA IMPORT (PKRT) 1. Nama Produsen yang mendaftarkan (Perusahaan yang Diberi Kuasa untuk mendaftar) Alamat Lengkap & Nomor Telepon NPWP
:
:
2. Nama Dagang PKRT sesuai etiket
:
3. Kategori dan Sub Kategori PKRT
:
4. HS Code
:
5. Keterangan lain mengenai PKRT (Tipe, Netto, Isi, Kemasan, Ukuran)
:
6. Nama Pemilik Pemberi Kuasa untuk mendaftar
:
Alamat lengkap
:
7. Nama Perusahaan Luar Negri yang Memberi Kuasa untuk Mendaftar Alamat Lengkap
:
8. Terangkan apakah PKRT ini sudah Diperdagangkan secara resmi di luar negeri. Sebutkan nama tempat PKRT diperdagangkan
: :
9. Permohonan ini dilengkapi dengan
: … lampiran
:
Tanggal Tanda tangan (Pemimpin perusahaan)
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
35
Lampiran 8. Formulir Data Teknis Persyaratan Izin Edar LAMPIRAN AA FORMULA DAN PROSEDUR PEMBUATAN NAMA PERUSAHAAN YANG MENDAFTARKAN
:
NAMA PKRT
:
BENTUK WARNA KEMASAN NETTO/ISI
: : : :
KETERANGAN LAIN
:
1. Berikan formula (kualitatif dan kuantitatif) yang digunakan serta fungsi setiap bahan yang digunakan. Formula serta fungsi setiap bahan yang digunakan terlampir. 2. Berikan prosedur pembuatan secara singkat dan jelas. Prosedur pembuatan secara lengkap terlampir.
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
36
Lampiran 9. Formulir Data Teknis Persyaratan Izin Edar (lanjutan) LAMPIRAN BB SPESIFIKASI BAHAN BAKU DAN WADAH NAMA PERUSAHAAN YANG MENDAFTARKAN
:
NAMA PKRT
:
BENTUK WARNA KEMASAN NETTO/ISI
: : : :
KETERANGAN LAIN
:
1. Berikan spesifikasi dan atau persyaratan bahan baku. Spesifikasi bahan baku terlampir. 2. Berikan sertifikat uji laboratorium dari bahan yang digunakan. Sertifikat uji laboratorium dari bahan yang digunakan terlampir. 3. Berikan spesifikasi wadah dan tutup. Spesifikasi wadah (kemasan) terlampir.
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
37
Lampiran 10. Formulir Data Teknis Persyaratan Izin Edar (lanjutan) LAMPIRAN CC SPESIFIKASI DAN STABILITAS PRODUK JADI NAMA PERUSAHAAN YANG MENDAFTARKAN
:
NAMA PKRT
:
BENTUK WARNA KEMASAN NETTO/ISI
: : : :
KETERANGAN LAIN
:
1. Berikan spesifikasi prosedur pemeriksaan produk jadi. Spesifikasi produk jadi terlampir. 2. Berikan stabilitas produk jadi dan batas kadaluarsa jika ada.
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
38
Lampiran 11. Formulir Data Teknis Persyaratan Izin Edar (lanjutan) LAMPIRAN DD KEGUNAAN, PENADAAN, DAN CONTOH NAMA PERUSAHAAN YANG MENDAFTARKAN
:
NAMA PKRT
:
BENTUK WARNA KEMASAN NETTO/ISI
: : : :
KETERANGAN LAIN
:
1. Berikan keterangan mengenai kegunaan, cara penggunaan serta hal-hal yang perlu diterangkan termasuk peringatan dan sebagainya. Keterangan mengenai kegunaan, dll ada di rancangan penandaan (terlampir). 2. Berikan contoh kode produksi dan jelaskan artinya. Contoh kode produksi dan artinya terlampir. 3. Lampirkan rancangan penandaan. (etiket, wadah dan pembungkus, brosur serta tulisan lainnya yang menyertai PKRT tersebut) 4. Berikan contoh produk. Contoh produk terlampir.
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
39
Lampiran 12. Formulir Data Teknis Persyaratan Izin Edar (lanjutan) PENANDAAN (wadah, bungkus, brosur) 1. Nama dagang/merek dan nama jenis 2. Nama produsen 3. Alamat produsen 4. Nama distributor (produk impor) 5. Alamat distributor (produk impor) 6. Penempatan No. registrasi 7. Kode produksi 8. Tanggal kadaluarsa 9. Netto dalam satuan metric 10. Nama dan kadar bahan aktif 11. Warna desain penandaan 12. Kegunaan dan cara penggunaan dalam bahasa Indonesia 13. Peringatan untuk Aerosol 14. Keterangan cara penanggulangan bila terjadi kecelakaan 15. Klaim sesuai data yang ada
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
40
Lampiran 13. Hasil Pemeriksaan Permohonan Pendaftaran Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga untuk “Produk S” HASIL PEMERIKSAAN PERMOHONAN PENDAFTARAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA Nama Registrasi Tanggal / No. Pendaftaran
: :
Nama Pemeriksa Tanggal Pemeriksaan
: Salwa Bainana : 25 Juni 2012
Nama PKRT
: Produk S
Kategori Sub Kategori
: Tissue dan Kapas : Tissu Basah
Bentuk Sediaan / warna Kemasan, Netto
: Padat/Putih : kantong plastic, 20 wipes
Nama Pabrik Alamat Pabrik
: Perusahaan DP : (rahasia)
Nama Pendaftar Alamat Pendaftar
: PT. MI : (rahasia)
Atas Dasar Licensi dari
: Perusahaan DP
Hasil Pemeriksaan Data
:
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Data Administrasi Formula dan cara pembuatan Spesifikasi bahan baku dan wadah Spesifikasi produk jadi dan stabilitas Kegunaan dana cara penggunaan Penandaan
Kesimpulan Hasil Pemeriksaan
: : : : : :
( ( ( ( ( (
Lengkap √ ) √ ) ) √ ) √ ) √ )
Tidak Lengkap ( ) ( ) ( √ ) ( ) ( ) ( )
: 1. Lengkap 2. Kurang Lengkap (√)
Ka. Sie
(
Penilai
)
(
Ka Sub Dit
( NIP
)
Saran: 1. Disetujui 2. Disetujui dengan melengkapi data 3. Menambah data (√) 4. Ditolak )
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
41
Lampiran 14. Hasil Pemeriksaan Permohonan Pendaftaran Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga “Produk S” (lanjutan) PEMERIKSAAN DATA TEKNIS 1. No. Urut 2. Tanggal Pemeriksaan 3. Nama Pemeriksa
: : 25 Juni 2012 : Salwa Bainana
Nama PKRT Bentuk/warna/kemasan/netto
: Produk S : Padat/putih/kantong plasti/20 wipes
II.
ADMINISTRASI A. PRODUK IMPOR 1. Ijin Usaha Penyalur PKRT 1.1. Mencantumkan Nama Pabrik/Merk 1.2. Mencantumkan Nama Jenis
Lengkap ( ( (
+ + +
) ) )
( ( (
-
) ) )
(
+√
)
(
-
)
( (
+√ +
) )
( (
-√
) )
3.
Keterangan pejabat setempat yang ( berwenang dan telah dilegalisir oleh KBRI / Kepala pabrik yang telah dilegalisir Pejabat yang berwenang & KBRI
+√
)
(
-
)
4.
Surat penunjukkan sebagai agen tunggal ( atau distributor tunggal dari pabrik induk
+√
)
(
-
)
+ +
) )
( (
-
) )
+ +
) )
( (
-
) )
(
+√
)
(
-
)
(
+√
)
(
-
)
( (
+√ +√
) )
( (
-
) )
( ( (
+√ + +√
) ) )
( ( (
-√ -
) ) )
2.
Surat kuasa untuk mendaftar ke Depkes RI 2.1. Jenis Produk 2.2. Jangka Waktu
B. PRODUK DALAM NEGERI 1. Ijin Produksi dan lampirannya 1.1.Masih Berlaku
( (
**Surat keterangan dari Komisi Pestisida untuk Produk yang mengandung pestisida (produk impor dan dalam negeri) 1.1. Izin penggunaan pestisida dari Deptan ( 1.2. Penandaan yang disetujui Komisi ( Pestisida III.
IV.
Tidak Lengkap
LAMPIRAN AA 1. Formula (kualitatif dan kuantitatif) dan Fungsi bahan 2. Prosedur pembuatan secara singkat dan Lengkap 3. Nama resmi/Nama Kimia 4. Pemeriksaan bahan yang dilarang/ melebihi kadar LAMPIRAN BB 1. Spesifikasi setiap bahan baku 2. Sertifikat uji laboratorium dari bahan 3. Spesifikasi wadah dan tutup
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
42
Lampiran 15. Hasil Pemeriksaan Permohonan Pendaftaran Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga “Produk S” (lanjutan) Lengkap V.
VI.
LAMPIRAN CC 1. Spesifikasi dan prosedur pemeriksaan Produk jadi 2. Stabilitas produk jadi dan batas Kadaluarsa (jika ada) 3. Hasil uji Lab Produk Jadi (SNI)
(
+√
)
(
-
)
(
+
)
(
-√
)
(
+
)
(
-√
)
+√
)
(
-
)
+√
)
(
-
)
( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( (
+√ ) +√ ) +√ ) +√ ) +√ ) +√ ) +√ ) + ) +√ ) +√ ) +√ ) +√ )
( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( (
-√ -
) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) )
( (
+ +
( (
-√ -√
) )
LAMPIRAN DD Kegunaan, cara penggunaan, peringatan ( Ket. Lain 2. Contoh kode produksi ( 3. Contoh produk (2 buah) 1.
VII.
PENANDAAN (wadah, bungkus, brosur) 1. Nama dagang/merk dan nama jenis 2. Nama produsen 3. Alamat produsen 4. Nama distributor (produk impor) 5. Alamat distributor (produk impor) 6. Penempatan No. Registrasi 7. Kode produksi 8. Tanggal kadaluarsa 9. Netto dalam satuan metric 10. Nama dan kadar bahan aktif 11. Warna desain penandaan 12. Kegunaan dan cara penanggulangan Bila terjadi kecelakaan 13. Peringatan untuk aerosol 14. Keterangan cara penganggulangan bila Terjadi kecelakaan 15. Klaim sesuai dengan data yang ada
Tidak Lengkap
) )
DATA YANG HARUS DILENGKAPI 1. Sertifikat analisis bahan baku 2. Data stabilitas produk jadi 3. Tanggal kadaluarsa
Penilai
(………………………)
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
43
Lampiran 16. Hasil Pemeriksaan Permohonan Pendaftaran Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga “Produk HP” HASIL PEMERIKSAAN PERMOHONAN PENDAFTARAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA Nama Registrasi Tanggal / No. Pendaftaran
: :
Nama Pemeriksa Tanggal Pemeriksaan
: Salwa Bainana : 25 Juni 2012
Nama PKRT
: Produk HP
Kategori Sub Kategori
: Antiseptik dan Desinfektan : Desinfektan
Bentuk Sediaan / warna Kemasan, Netto
: Cair/Pink : Botol, 600 ml
Nama Pabrik Alamat Pabrik
: Perusahaan E : (rahasia)
Nama Pendaftar Alamat Pendaftar
: PT. RN : (rahasia)
Atas Dasar Licensi dari
: Perusahaan E
Hasil Pemeriksaan Data
:
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Data Administrasi Formula dan cara pembuatan Spesifikasi bahan baku dan wadah Spesifikasi produk jadi dan stabilitas Kegunaan dana cara penggunaan Penandaan
Kesimpulan Hasil Pemeriksaan
: : : : : :
( ( ( ( ( (
Lengkap √ ) √ ) √ ) ) √ ) √ )
Tidak Lengkap ( ) ( ) ( ) ( √ ) ( ) ( )
: 1. Lengkap 2. Kurang Lengkap (√)
Ka. Sie
(
Penilai
)
(
Ka Sub Dit
( NIP
)
Saran: 1. Disetujui 2. Disetujui dengan melengkapi data 3. Menambah data (√) 4. Ditolak )
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
44
Lampiran 17. Hasil Pemeriksaan Permohonan Pendaftaran Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga untuk “Produk HP” (lanjutan) PEMERIKSAAN DATA TEKNIS 1. No. Urut 2. Tanggal Pemeriksaan 3. Nama Pemeriksa
: : 25 Juni 2012 : Salwa Bainana
Nama PKRT Bentuk/warna/kemasan/netto
: Produk HP : Cair/pink/botol/600 ml
II.
ADMINISTRASI C. PRODUK IMPOR 1. Ijin Usaha Penyalur PKRT 2.1. Mencantumkan Nama Pabrik/Merk 2.2. Mencantumkan Nama Jenis 2.
Surat kuasa untuk mendaftar ke Depkes RI 6.1. Jenis Produk 6.2. Jangka Waktu
Lengkap ( ( (
+ + +
) ) )
( ( (
-
) ) )
(
+
)
(
-
)
( (
+√ +√
) )
( (
-
) )
3.
Keterangan pejabat setempat yang ( berwenang dan telah dilegalisir oleh KBRI / Kepala pabrik yang telah dilegalisir Pejabat yang berwenang & KBRI
+
)
(
-√
)
4.
Surat penunjukkan sebagai agen tunggal ( atau distributor tunggal dari pabrik induk
+
)
(
-√
)
+ +
) )
( (
-
) )
+ +
) )
( (
-
) )
(
+√
)
(
-
)
(
+√
)
(
-
)
( (
+√ +
) )
( (
-√
) )
( ( (
+√ +√ +
) ) )
( ( (
-√
) ) )
D. PRODUK DALAM NEGERI 1. Ijin Produksi dan lampirannya 1.1.Masih Berlaku
( (
**Surat keterangan dari Komisi Pestisida untuk Produk yang mengandung pestisida (produk impor dan dalam negeri) 1.1. Izin penggunaan pestisida dari Deptan ( 1.2. Penandaan yang disetujui Komisi ( Pestisida III.
IV.
Tidak Lengkap
LAMPIRAN AA 1. Formula (kualitatif dan kuantitatif) dan Fungsi bahan 2. Prosedur pembuatan secara singkat dan Lengkap 3. Nama resmi/Nama Kimia 4. Pemeriksaan bahan yang dilarang/ melebihi kadar LAMPIRAN BB 1. Spesifikasi setiap bahan baku 2. Sertifikat uji laboratorium dari bahan 3. Spesifikasi wadah dan tutup
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
45
Lampiran 18. Hasil Pemeriksaan Permohonan Pendaftaran Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga “Produk HP” (lanjutan) Lengkap V.
VI.
LAMPIRAN CC 1. Spesifikasi dan prosedur pemeriksaan Produk jadi 2. Stabilitas produk jadi dan batas Kadaluarsa (jika ada) 3. Hasil uji Lab Produk Jadi (SNI)
(
+
)
(
-√
)
(
+√
)
(
-
)
(
+
)
(
-√
)
+√
)
(
-
)
+√
)
(
-
)
( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( (
+√ +√ +√ +√ +√ +√ +√ +√ +√ +√ +√ +√
) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) )
( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( (
-
) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) )
( (
+ +√
) )
( (
-√ -
) )
LAMPIRAN DD Kegunaan, cara penggunaan, peringatan ( Ket. Lain 2. Contoh kode produksi ( 3. Contoh produk (2 buah) 1.
VII.
PENANDAAN (wadah, bungkus, brosur) 1. Nama dagang/merk dan nama jenis 2. Nama produsen 3. Alamat produsen 4. Nama distributor (produk impor) 5. Alamat distributor (produk impor) 6. Penempatan No. Registrasi 7. Kode produksi 8. Tanggal kadaluarsa 9. Netto dalam satuan metric 10. Nama dan kadar bahan aktif 11. Warna desain penandaan 12. Kegunaan dan cara penanggulangan Bila terjadi kecelakaan 13. Peringatan untuk aerosol 14. Keterangan cara penganggulangan bila Terjadi kecelakaan 15. Klaim sesuai dengan data yang ada
Tidak Lengkap
DATA YANG HARUS DILENGKAPI 1. Certificate of free sale 2. Letter of Authorization 3. Sertifikat analisa produk jadi
Penilai
(………………………)
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA Jl. KARTINI RAYA NO. 34 A, JAKARTA PUSAT PERIODE 6 SEPTEMBER – 17 OKTOBER 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
SALWA BAINANA, S. Farm. 1106153486
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2013
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA Jl. KARTINI RAYA NO. 34 A, JAKARTA PUSAT PERIODE 6 SEPTEMBER – 17 OKTOBER 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
SALWA BAINANA, S. Farm. 1106153486
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2013
ii Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh
:
Nama
: Salwa Bainana, S. Farm
NPM
: 1106153486
Program Studi
: Apoteker
Judul Laporan
: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Apotek Atrika Jl. Kartini Raya No. 34 A, Jakarta Pusat Periode 6 September – 17 Oktober 2012
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I
: Dr. Harmita, Apt.
(
)
Pembimbing II
: Nadia Farhanah S. S. Farm., M.Si., Apt
(
)
Penguji I
:
(
)
Penguji II
:
(
)
Penguji III
:
(
)
Ditetapkan di
: Depok
Tanggal
:
iii Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
iv Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir pada Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mencapai kelulusan pada Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan laporan ini, sangatlah sulit bagi Penulis untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Bapak Winardi Hendrayanta sebagai Pemilik Sarana Apotek Atrika.
2.
Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia
3.
Bapak Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi dan pembimbing dari Apotek Atrika yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penulisan laporan PKPA.
4.
Ibu Nadia Farhanah S. S. Farm., M.Si., Apt sebagai pembimbing dari Fakultas Farmasi yang telah memberikan ilmu, bimbingan, dan nasehat yang begitu bermanfaat.
5.
Para karyawan Apoteker Atrika (Shintawati, S.Farm., Apt.; Ibu Meta; Ibu Mimin; Ibu Tuti; Ibu Febi; Ibu Ponah; dan lain-lain) atas ilmu, arahan dan bantuan yang telah diberikan selama pelaksanaan PKPA ini.
6.
Seluruh staf pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi yang telah banyak memberikan bekal ilmu, berbagi pengalaman, dan pengetahuan kepada penulis selama masa studi di Fakultas Farmasi.
7.
Seluruh teman-teman Apoteker UI angkatan 75 yang telah mendukung dan bekerja sama selama perkuliahan dan pelaksanaan PKPA. Serta sahabat yang selalu membantu dan mendukung Penulis di saat senang dan susah.
8.
Rekan-rekan PKPA di Apotek Atrika yang telah berbagi ilmu, pengalaman, dan juga menghibur selama pelaksanaan PKPA.
v Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
9.
Dan akhirnya, tak henti penulis mengucap syukur dan berterimakasih kepada keluarga yang telah membesarkan penulis, yang selalumencurahkan kasih sayang, motivasi, bantuan dan dukungan yang tak ternilai selama ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini.
Harapan penulis, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia farmasi.
Penulis
2013
vi Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
to my mother and father, you are my heroes and to my sister
-thank you-
vii Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN SAMPUL........................................................................................... i HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................. iii KATA PENGANTAR.......................................................................................... iv DAFTAR ISI........................................................................................................ vii DAFTAR GAMBAR............................................................................................ ix DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................x BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................1 1.1 Latar Belakang ............................................................................................1 1.2 Tujuan..........................................................................................................2 BAB 2 TINJAUAN UMUM APOTEK.................................................................3 2.1 Definisi Apotek ...........................................................................................3 2.2 Landasan Hukum Apotek ............................................................................3 2.3 Tugas dan Fungsi Apotek............................................................................4 2.4 Persyaratan Pendirian Apotek .....................................................................5 2.5 Tata Cara Perizinan Apotek ........................................................................7 2.6 Pelanggaran Apotek ....................................................................................9 2.7 Pencabutan Surat Izin Apotek ...................................................................10 2.8 Pelimpahan Wewenang .............................................................................12 2.9 Tenaga Kerja di Apotek ............................................................................13 2.10 Sediaan Farmasi di Apotek........................................................................15 2.11 Pengelolaan ApotekApotek .......................................................................24 2.12 Pengendalian Persediaan Apotek ..............................................................27 2.13 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apoetek .............................................30 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK ATRIKA ..........................................36 3.1 Sejarah dan Lokasi ....................................................................................36 3.2 Tata Ruang ................................................................................................36 3.3 Struktur Organisasi....................................................................................37 3.4 Tugas dan Fungsi Jabatan..........................................................................38
viii Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
3.5 Kegiatan di Apotek Atrika ........................................................................42 BAB 4 PEMBAHASAN .......................................................................................55 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................59 5.1 Kesimpulan................................................................................................59 5.2 Saran ..........................................................................................................59 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................60
ix Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Logo Golongan Obat..........................................................................16 Gambar 2.2 Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas .............................................17 Gambar 2.3 Matriks Analisa VEN-ABC ...............................................................30
x Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Denah Apotek Atrika........................................................................64 Lampiran 2. Struktur Organisasi Apotek Atrika ...................................................64 Lampiran 3. Surat Pesanan Apotek Atrika............................................................65 Lampiran 4. Surat Pesanan Narkotika...................................................................66 Lampiran 5. Laporan Penggunaan Narkotika .......................................................67 Lampiran 6. Surat Pesanan Pssikotropika.............................................................68 Lampiran 7. Laporan Penggunaan Psikotropika ...................................................69 Lampiran 8. Alur Penanganan Resep.....................................................................70 Lampiran 9. Copy Resep Apotek Atrika................................................................71 Lampiran 10. Etiket Apotek Atrika........................................................................72 Lampiran 11. Berita Acara Pemusanahan Resep ...................................................73
xi Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor yang penting diperhatikan untuk
keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu perlu diselenggarakan upaya kesehatan secara menyeluruh agar terwujud masyarakat yang sehat dan mandiri. Upaya kesehatan adalah kegiatan memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Sarana dalam pelaksanaan upaya kesehatan bisa bermacam-macam, seperti rumah sakit, puskesmas, apotek, balai kesehatan, dan lain-lain. Apotek sebagai salah satu sarana dalam pelaksanaan upaya kesehatan, yakni dalam hal pelayanan kesehatan, memegang peranan penting dalam peningkatan kesehatan masyarakat. Untuk dapat melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan, apotek memerlukan sumber daya sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang farmasi, meliputi Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian, seperti sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi, dan asisten apoteker. Saat ini apotek bukan hanya sebagai tempat penjualan obat, namun apotek juga telah menjadi tempat konsultasi atau konseling mengenai obat dan penggunaannya dengan apoteker yang bertanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan konseling. Hal ini gunanya untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai obat yang digunakannya dan untuk meminimalkan kejadian yang tidak diharapkan yang berkaitan dengan obat dan efek sampingnya. Karenanya saat ini apotek bisa memberikan pelayanan kesehatan dirumah (home care). Selain
melaksanakan
kegiatan
pelayanan
kesehatan,
apotek
juga
melaksanakan fungsi bisnis dan manajemen apotek. Hal ini untuk menjaga agar apotek dapat tetap berdiri dan melayani masyarakat. Karenanya Apoteker selaku penanggung jawab harus memiliki kemampuan dan pengetahuan di bidang
1 Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
2
managerial, seperti manajemen keuangan, sumber daya manusia, dan operasional, serta di bidang marketing sehingga dapat memampukan Apoteker untuk menjalankan usaha yang dapat terus berkembang dan memberikan kepuasan bagi masyarakat. Pembekalan berupa praktek kerja secara langsung sangat diperlukan sehingga calon apoteker mendapatkan gambaran mengenai fungsi dan tanggung jawabnya diapotek serta mampu memberikan kontribusi pikiran dan tenaga yang maksimal untuk peningkatan kualitas kesehatan masyarakat. Dari pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika ini diharapkan calon apoteker mendapatkan pengalaman kerja dan pemahaman yang lebih dalam tentang tugas dan fungsi Apoteker di apotek.
1.2
Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika, bertujuan agar
para calon Apoteker : 1.2.1. Mengetahui dan memahami peran dan tanggung jawab seorang Apoteker di apotek. 1.2.2. Mempelajari cara pengelolaan apotek dalam kegiatan administrasi dan manajemen apotek, baik pengadaan, penyimpanan, maupun penjualan, serta dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat di apotek 1.2.3. Mempraktekkan pelayanan kefarmasian di apotek secara profesional sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan etika yang berlaku dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Apotek Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, dijelaskan bahwa apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Sedangkan, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1027/Menkes/SK/IX/2004 dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/Menkes/ SK/X/2002, apotek merupakan suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika; sedangkan perbekalan kesehatan yang dimaksud adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang terdiri dari sediaan farmasi, alat kesehatan, gas medik, reagen dan bahan kimia, radiologi, dan nutrisi (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1027/MENKES/SK/IX/2004, 2004). Pekerjaan kefarmasian menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. Dalam pengelolaannya, apotek harus dikelola oleh Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan dan telah memperoleh Surat Izin Apotek (SIA) dari Dinas Kesehatan setempat.
2.2. Landasan Hukum Apotek Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang diatur dalam : 1.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 Tahun 1965 tentang Apotek.
2.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 Tahun 1980 tentang Perubahan atas PP No. 26 Tahun 1965 tentang Apotek.
3 Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
4
3.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 21 Tahun 1990 tentang Masa Bakti Apoteker.
4.
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
922/MenKes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. 5.
Peraturan
Menteri
Kesehatan
No.
184/MenKes/Per/II/1995
yang
menyempurnakan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 21 Tahun 1990 tentang Masa Bakti Apoteker. 6.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
7.
Keputusan
Menteri
Kesehatan
1332/MenKes/SK/X/2002 Kesehatan
Republik
tentang
Indonesia
Republik
Perubahan No.
atas
Indonesia
No.
Peraturan
Menteri
922/MenKes/Per/X/1993
tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. 8.
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1027/MenKes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. 9.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
10. Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
2.3. Tugas dan Fungsi Apotek Menurut Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980, tugas dan fungsi apotek adalah: 1.
Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan.
2.
Sarana
farmasi
yang melaksanakan peracikan, pengubahan
bentuk,
pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat. 3.
Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus mendistribusikan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
4.
Sarana pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
5
2.4. Persyaratan Pendirian Apotek 2.4.1. Perysaratan Apotek Suatu apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin Apotek (SIA) yang merupakan surat yang diberikan Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana apotek untuk menyelenggarakan pelayanan apootek di suatu tempat tertentu. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Tata Cara Pemberian Izin Apotek, disebutkan bahwa persyaratan yang harus dipenuhi oleh apotek, yaitu : 1.
Untuk mendapatkan izin apotek, Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenui persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.
2.
Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.
3.
Dalam hal Apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan sarana dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerja sama antara Apoteker dan pemilik sarana.
4.
Pemilik sarana harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam Surat Pernyataan yang bersangkutan. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027/MENKES/SK/IX/2004,
disebutkan bahwa : 1.
Sarana apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat.
2.
Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek.
3.
Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat.
4.
Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk, serta mengurangi risiko kesalahan penyerahan.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
6
5.
Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh Apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling.
6.
Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya, bebas dari hewan pengera, serangga.
7.
Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin. Ruangan atau fasilitas yang harus dimiliki oleh apotek berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 : 1.
Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.
2.
Tempat untuk menampilkan informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/materi informasi.
3.
Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi, serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.
4.
Ruang racikan dan tempat pencucian alat.
5.
Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun untuk pasien. Peralatan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan
obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan, serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang te;ah ditetapkan.
2.4.2. Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek Apoteker menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Pekerjaan kefarmasian seorang Apoteker adalah bentuk hakiki dari profesi Apoteker, oleh karena itu Apoteker Pengelola Apotek (APA) wajib mencurahkan waktu, pemikiran, dan tenaganya untuk menguasai, memanfaatkan, dan mengembangkan apotek yang didasarkan pada kepentingan masyarakat. karena Apoteker merupakan motor penggerak kemajuan suatu apotek. Sebelum melaksanakan kegiatannya, seorang APA wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA) yang berlaku untuk seterusnya selama apotek masih aktif melakukan kegiatan dan APA dapat melakukan pekerjaannya, serta masih
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
7
memenuhi persyaratan. Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993, APA harus memenuhi persyaratan, yaitu : 1.
Ijazah telah terdaftar pada Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
2.
Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai Apoteker
3.
Memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
4.
Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai Apoteker.
5.
Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi secara penuh dan tidak menjadi Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain.
2.5. Tata Cara Perizinan Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332/MENKES/SK/X/2002 bab II pasal 4, izin apotek diberikan oleh Menteri Kesehatan yang melimpahkan wewenang
pemberian
izin
apotek
kepada
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. Sesuai pasal 7 dan 9 Keputusan Menteri Kesehatan tersebut, ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek adalah : 1.
Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menggunakan contoh Formulir Model APT-1 bermaterai, dengan lampiran: a. Fotokopi SIK b. Fotokopi KTP c. Fotokopi denah bangunan dan keterangan kondisi bangunan d. Surat Keterangan status bangunan (hak milik atau sewa) e. Daftar tenaga kesehatan f. Daftar alat perlengkapan apotek (alat pengolahan atau peracikan, alat perlengakapan farmasi atau lemari dan buku-buku standar) g. Surat pernyataan tidak bekerja di perusahaan farmasi lain atau tidak menjadi APA di apotek lain h. Surat izin atasan (untuk pegawai negeri atau ABRI0
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
8
i. Akte perjanjian kerja sama dengan pemilik sarana apotek (PSA) 2.
Dengan
menggunakan
Formulir
APT-2,
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya enam hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan; 3.
Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat lambatnya enam hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh Formulir APT-3;
4.
Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam poin (2) dan (3) tidak dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-4;
5.
Dalam jangka waktu 12 hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud poin (3), atau pernyataan dimaksud poin (4), Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-5;
6.
Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud poin (3) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-6;
7.
Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam poin (6), Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat Penundaan;
8.
Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat-
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
9
lambatnya 12 hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasanalasannya dengan mempergunakan contoh Formulir Model APT-7.
2.6. Pelanggaran Apotek Pelanggaran apotek dapat dikategorikan menjadi dua macam, berdasarkan berat dan ringannya pelanggaran tersebut. 1.
Kegiatan yang termasuk pelanggaran berat apotek, meliputi : a. Melakukan kegiatan tanpa ada tenaga teknis farmasi. b. Terlibat dalam penyaluran atau penyimpanan obat palsu atau gelap. c. Pindah alamat apotek tanpa izin. d. Menjual narkotika tanpa resep dokter. e. Bekerja sama dengan PBF dalam menyalurkan obat kepada pihak yang tidak berhak dalam jumlah besar. f. Tidak menunjuk Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti pada waktu APA keluar daerah.
2.
Kegiatan yang termasuk pelanggaran berat apotek, meliputi : a. Tidak menunjuk Apoteker Pendamping pada waktu APA tidak dapat hadir pada jam buka apotek. b. Mengubah denah apotek tanpa izin. c. Menjual obat daftar G kepada yang tidak berhak. d. Melayani resep yang tidak jelas dokter penulis resepnya. e. Menyimpan obat rusak, tidak mempunyai penandaan atau belum dimusnahkan. f. Obat dalam kartu stok tidak sesuai dengan jumlah yang ada. g. Salinan resep yang tidak ditandatangani oleh Apoteker. h. Melayani salinan resep narkotika dari apotek lain. i. Lemari narkotika tidak memenuhi syarat. j. Resep narkotika tidak dipisahkan. k. Buku narkotika tidak diisi atau tidak bisa dilihat atau diperiksa. l. Tidak mempunyai atau mengisi kartu stok sehingga tidak dapat diketahui dengan jelas asal usul obat tersebut.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
10
Setiap pelanggaran apotek terhadap ketentuan yang berlaku dapat dikenakan sanksi, baik sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi adminstratif yang diberikan menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/2002 adalah : 1.
Peringatan tertulis kepada APA sebanyak tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing dua bulan.
2.
Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya enam bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan izin apotek. Keputusan pencabutan SIA disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
3.
Pembekuan izin apotek tersebut dapat dicairkan kembali apabila apotek tersebut dapat membuktikan bahwa seluruh persyaratan yang ditentukan dalam Keputusan Menteri Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan tersebut telah dipenuhi. Sanksi pidana berupa denda maupun hukuman penjara dapat diberikan
apabila terdapat pelanggaran terhadap : 1.
Undang-Undang Obat Keras (St. 1937 No. 541)
2.
Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992.
3.
Undang-Undang Narkotika No. 22 Tahun 1997.
2.7. Pencabutan Surat Izin Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat wajib melaporkan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek dalam jangka waktu setahun sekali kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut surat izin apotek apabila : 1.
Apoteker
tidak
lagi
memenuhi
kewajibannya
untuk
menyediakan,
menyimpan, dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Sediaan farmasi yang sudah dikatakan tidak bermutu
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
11
baik atau karena sesuatu hal tidak dapat dan dilarang untuk digunakan seharusnya dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri. 2.
Apoteker Pengelola Apotek (APA) berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus.
3.
Pelanggaran terhadap Undang-Undang Obat Keras St. 1937 No. 541, Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, serta ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.
4.
Surat Ijin Kerja Apoteker Pengelola Apotek dicabut.
5.
Pemilik
Sarana
Apotek
terbukti
terlibat
dalam
pelanggaran
perundangundangan di bidang obat. 6.
Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan mengenai kesiapan tempat pendirian apotek serta kelengkapan sediaan farmasi dan perbekalan lainnya, baik merupakan milik sendiri atau pihak lain. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan
SIA berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Pelaksanaan pencabutan SIA dilaksanakan setelah dikeluarkan : 1.
Peringatan tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek sebanyak tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing dua bulan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-12.
2.
Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selambat-lambatnya enam bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek dengan menggunakan Formulir Model APT-13. Pembekuan izin apotek dapat dicairkan kembali apabila apotek telah
membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini dengan menggunakan contoh formulir Model APT-14. Pencairan izin apotek dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
12
Apabila SIA dicabut, APA atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengamanan tersebut wajib mengikuti tata cara sebagai berikut : 1.
Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu, dan obat lainnya, serta seluruh resep yang tersedia di apotek.
2.
Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci.
3.
APA wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan atau petugas yang diberi wewenang tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud di atas.
2.8. Pelimpahan Wewenang Wewenang dan tanggung jawab APA dapat dilimpahkan kepada Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti. Apoteker Pendamping adalah Apoteker ayng bekerja di apotek disamping APA dan/atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. Sedangkan, Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan APA selama APA tersebut tidak berada ditempat lebih dari tiga bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di apotek lain. Ketentuan mengenai pelimpahan wewenang
ini
diatur
dalam
Keputusan
Menteri
Kesehatan
No.
1332/MENKES/SK/X/2002 pasal 19 dan 24 dengan ketentuan sebagai berikut : 1.
Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, maka APA harus menunjuk Apoteker Pendamping.
2.
Apabila APA dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk Apoteker Pengganti yang harus dilaporkan kedapa Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat.
3.
Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus-menerus, SIA atas nama Apoteker bersangkutan dicabut.
4.
Apabila APA meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali 24 jam, ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Kepala
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
13
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Sementara itu, pelimpahan wewenang diberikan kepada Apoteker Pendamping.
2.9. Tenaga Kerja di Apotek Untuk menjamin lancarnya kegiatan pelayanan kefarmasian di suatu apotek diperlukan tenaga-tenaga pendukung, antara lain : 2.9.1. Apoteker Pengelola Apotek Seseorang yang bertanggung jawab terhadap kegiatan apotek dan telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan Surat Izin Apotek (SIA) disebut Apoteker Pengelola Apotek (APA). APA bertanggung jawab penuh terhadap semua kegiatan yang berlangsung di apotek, juga bertanggung jawab kepada pemilik modal (jika bekerja sama dengan pemilik sarana apotek). Tugas dan kewajiban Apoteker di apotek adalah sebagai berikut : 1.
Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non teknis kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku.
2.
Mengatur, melaksanakan, dan mengawasi administrasi.
3.
Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan omset, mengadakan pembelian yang sah dan penekanan biaya serendah mungkin.
4.
Melakukan pengembangan apotek. Pengelolaan apotek oleh APA ada dua bentuk, yaitu pengelolaan bisnis (non
teknis kefarmasian) dan pengelolaan di bidang pelayanan (teknis kefarmasian). Untuk dapat melaksanakan usahanya dengan sukses, seorang APA harus melakukan kegiatan sebagai berikut : 1.
Memastikan bahwa jumlah dan jenis produk yang dibutuhkan senantiasa tersedia dan diserahkan kepada yang membutuhkan.
2.
Menata apotek sedemikian rupa sehingga berkesan bahwa apotek meyediakan berbagai obat dan perbekalan kesehatan lain secara lengkap.
3.
Menetapkan harga jual produknya dengan harga bersaing.
4.
Mengupayakan agar pelayanan di apotek dapat berkembang dengan cepat dan ekonomis.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
14
Selain itu, seorang APA juga memiliki wewenang dan tanggung jawab yang meliputi menentukan arah terhadap seluruh kegiatan, menentukan sistem (peraturan) terhadap seluruh kegiatan, mengawasi pelaksanaan seluruh kegiatan di apotek, dan bertanggung jawab terhadap kinerja yang dicapai. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332 tahun 2002, dalam melakukan tugasnya, seorang APA dapat dibantu oleh Apoteker Pendamping dan Apoteker Pengganti. 1.
Apoteker Pendamping, yaitu Apoteker yang bekerja di apotek selain APA dan/atau menggantikan APA pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek.
2.
Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan APA jika APA berhalangan hadir selama lebih dari tiga bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di tempat lain.
2.9.2. Asisten Apoteker Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
573/MENKES/SK/VI/2008, Asisten Apoteker adalah tenaga kesehatan yang berijazah sekolah Asisten Apoteker/Sekolah Menengah Farmasi, Politeknik Kesehatan Jurusan Analisa Farmasi dan Makanan, Akademi Analisa Farmasi dan Makanan yang telah melakukan sumpah sebagai Asisten Apoteker dan mendapatkan surat izin sebagai tenaga kesehatan sesuai dengan perundangundangan yang berlaku. Lingkup pekerjaan kefarmasian Asisten Apoteker sesuai dengan pasal 8 ayat 2 keputusan menkes tersebut meliputi : 1.
Melaksanakan pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
2.
Pekerjaan kefarmasian yang dilakukan oleh Asisten Apoteker dilakukan dibawah pengawasan Apoteker/pimpinan unit atau dilakukan secara mandiri sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
15
2.9.3. Juru Resep Tenaga teknis yang membantu Asisten Apoteker dalam menyiapkan (meracik) obat menurut resep, kemudian resep beserta obatnya disiapkan dan diperiksa oleh asisten apoteker disebut Juru Resep atau teknisi farmasi.
2.9.4. Kasir dan Pegawai Administrasi/Tata Usaha Petugas yang mencatat penerimaan dan pengeluaran uang yang dilengkapi dengan kuitansi, nota, tanda setoran, dan lain-lain disebut kasir. Selain itu, juga terdapat pegawai administrasi, yaitu petugas yang bertugas membantu Apoteker dalam kegiatan administrasi, seperti membuat laporan harian meliputi pencatatan penjualan tunai dan kredit, pencatatan pembelian, mengurus gaji, pajak, izin, asuransi, dan lain-lain disebut pegawai administrasi/tata usaha.
2.10. Sediaan Farmasi di Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332/MENKES/SK/ X/2002, sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan, dan kosmetika. Obat merupakan satu di antara sediaan farmasi yang dapat ditemui di apotek. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Obat-obat yang beredar di Indonesia digolongkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan dalam 5 kategori, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, obat golongan psikotropika, dan obat golongan narkotika. Penggolongan ini dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan terhadap peredaran dan pemakaian obat-obat tersebut. Setiap golongan obat diberi tanda atau loga pada kemasan yang terlihat. Logo untuk masing-masing golongan obat dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
16
Logo
Golongan Obat
Obat bebas
Obat bebas terbatas
Obat keras
Obat narkotika
Gambar 2.1 Logo Golongan Obat 1.
Obat OTC (Over the Counter) a. Obat Bebas Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa
resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh obat bebas adalah Panadol® (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006). b. Obat Bebas Terbatas Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk dalam golongan obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006) Wadah atau kemasan obat bebas terbatas perlu dicantumkan tanda peringatan dan penyerahannya harus dalam bungkus aslinya. Tanda peringatan tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (atau disesuaikan dengan kemasannya) dan diberi tulisan peringatan penggunaannya Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
17
dengan huruf berwarna putih (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006). Tanda peringatan obat bebas terbatas dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas
2.
Obat Ethical Obat ethical adalah obat yang hanya dapat diperoleh oleh pasien dengan
menggunakan resep dokter. Obat ethical terdiri dari obat keras, psikotropika, dan narkotika. a. Obat Keras Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Obat-obat yang masuk ke dalam golongan ini antara lain obat jantung, antihipertensi, obat diabetes, hormon, antibiotika, beberapa obat ulkus lambung, dan semua obat injeksi.
b. Obat Psikotropika (Pemerintah Republik Indonesia, 1997) Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Ruang lingkup pengaturan psikotropika adalah segala yang berhubungan dengan psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan ketergantungan. Tujuan dari pengaturan psikotropika adalah untuk menjamin ketersediaan psikotropika Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
18
guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah terjadinya penyalahgunaan, dan memberantas peredaran gelap psikotropika. Psikotropika dibedakan menjadi empat golongan, yaitu : 1.
Psikotropika golongan I, yaitu psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya adalah esktasi, meskalin, dan psilosibin.
2.
Psikotropika golongan II, yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan, serta mempunyai
potensi
kuat
mengakibatkan
sindroma
ketergantungan.
Contohnya adalah amfetamin, metamfetamin, dan flunitrazepam. 3.
Psikotropika golongan III, yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya adalah amobarbital, siklobarbital, dan luminal.
4.
Psikotropika golongan IV, yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya adalah derivat diazepam. Pengelolaan psikotropika di apotek, meliputi pemesanan, penyimpanan,
pelayanan, pelaporan, dan pemusnahan. 1.
Pemesanan Obat-obat golongan psikotropika dapat diperoleh dari Pedagang Besar
Farmasi (PBF) dengan menggunakan Surat Pesanan (SP) Psikotropika dan ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama jelas, nama apotek, nomor SIK, da stempel apotek. Satu surat pesanan dapat digunakan untuk memesan lebih dari satu jenis obat golongan psikotropika dan dibuat tiga rangkap. 2.
Penyimpanan Penyimpanan untuk obat golongan psikotropika belum diatur dengan suatu
peraturan khusus. Namun, karena obat-obatan golongan psikotropika ini cenderung disalahgunakan, maka disarankan agar menyimpan obat-obatan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
19
tersebut dalam suatu rak atau lemari khusus dan membuat kartu persediaan psikotropika. 3.
Pelayanan Pelayanan psikotropika hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit,
puskesmas, balai pengobatan, dan dokter. Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, dan balai pengobatan dilaksanakan berdasarkan resep dokter. Penyerahan psikotropika oleh dokter hanya boleh dilakukan dalam keadaan menjalankan praktek terapi dan diberikan melalui suntikan, menolong orang sakit dalam keadaan darurat, dan menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek. Psikotropika yang diserahkan dokter hanya dapat diperoleh dari apotek. 4.
Pelaporan Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan kegiatan yang berhubungan
dengan psikotropika dan melaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat secara berkala, dengan tembusan kepada Balai Besar POM/Balai POM setempat, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat, dan satu salinan sebagai arsip. 5.
Pemusnahan Pada pemusnahan psikotropika, Apoteker wajib membuat berita acara
paling sedikit rangkap tiga yang memuat hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan; nama pemegang izin khusus, APA, atau dokter pemilik psikotropika; nama seorang saksi dari pemerintah atau seorang saksi dari apotek bersangkutan; nama dan jumlah psikotropika yang dimusnahkan; dan cara pemusnahan; serta tanda tangan APA dan para saksi. Pemusnahan berlangsung dengan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam tujuh hari setelah mendapat kepastian. Menurut pasal 53 Undang-Undang No. 5 Tahun 1997, pemusnahan psikotropika dilakukan apabila berkaitan dengan tindak pidana, psikotropika yang diproduksi tidak memenuhi standar dan persyaratan bahan baku yang berlaku, kadaluarsa, dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
20
c. Obat Narkotika (Pemerintah Republik Indonesia, 2009b) Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Kemasan obat narkotika ditandai dengan lingkaran yang di dalamnya terdapat palang (+) berwarna merah dan disebut dalam obat daftar O (opiat). Narkotika digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu : 1.
Narkotika golongan I, yaitu narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contohnya adalah opium, kokain, dan ganja.
2.
Narkotika golongan II, yaitu narkotika berkhasiat pengobatan yang digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contohnya adalah morfin dan petidin.
3.
Narkotika golongan III, yaitu narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan,
serta
mempunyai
potensi
ringan
mengakibatkan
ketergantungan. Contohnya adalah kodein. Narkotika merupakan obat yang bermanfaat dalam pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Namun, apabila salah digunakan dapat mengakibatkan ketergantungan dan pada akhirnya menimbulkan kematian. Oleh karena itu, pemerintah mengatur tata cara ekspor-impor, produk, penanaman, peredaran, penyediaan, penyimpanan, dan penggunaan narkotika, dengan tujuan untuk mencegah dan menanggulangi bahaya yang ditimbulkan oelh efek samping penggunaan dan penyalahgunaan, serta memulihkan kembali penderita kecanduan narkotika (rehabilitasi). Selain itu, pengaturan narkotika dimaksudkan untuk memberantas peredaran gelap narkotika. Pengelolaan narkotika di apotek di apotek, meliputi pemesanan, penyimpanan, pelayanan, pelaporan, dan pemusnahan.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
21
1. Pemesanan Pemesanan narkotika hanya dapat dilakukan kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan (SP) Narkotika yang ditandatangani oleh APA, dilengkapi nama jelas, nama apotek, nomor SIK, dan stempel apotek. Satu lembar surat pesanan hanya dapat digunakan untuk memesan satu macam narkotika dan dibuat rangkap empat. 2.
Penyimpanan Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 28/Menkes/Per/1987 pasal 5 dan 6
dijelaskan bahwa apotek harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika yang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan yang lain yang kuat. b. Harus mempunyai kunci ganda yang berlainan. c. Lemari dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama dipergunakan untuk penyimpanan morfin, petidin, dan garam–garam, serta persediaan narkotika. Bagian kedua untuk menyimpan narkotika lain yang dipakai sehari–hari. d. Jika lemari khusus tersebut berupa lemari dengan ukuran kurang dari 40 x 80 x 100 cm, lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai. e. Lemari khusus tidak dipergunakan untuk menyimpan bahan lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan. f. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh pegawai yang diberi kuasa. g. Lemari khusus harus ditempatkan pada tempat yang aman dan tidak diketahui oleh orang lain. 3.
Pelayanan Narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit
berdasarkan resep dokter. Selain itu, berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang Badan POM) No. 336/E/SE/1997 disebutkan bahwa apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli. Salinan resep dari
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
22
narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Oleh karena itu, dokter tidak boleh menambahkan tulisan iter pada resep-resep yang mengandung narkotika. 4.
Pelaporan Apotek berkewajiban menyusun, mengirimkan, dan menyimpan laporan
bulanan yang ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIK, SIA, nama jelas, dan stempel apotek. Laporan tersebut terdiri dari laporan penggunaan bahan baku narkotika, laporan penggunaan sediaan jadi narkotika, dan laporan khusus pengunaan morfin, petidin, dan derivatnya. Laporan penggunaan narkotika ini harus dilaporkan setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya yang ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat dengan tembusan Kepala Balai Besar POM/Balai POM, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat, dan berkas untuk disimpan sebagai arsip. 5.
Pemusnahan Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 28/MENKES/PER/1978
pasal, disebutkan bahwa APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa, atau tidak memenuhi syarat lagi untuk digunakan dalam pengobatan dan/atau pengembangan penelitian. Pelaksanaan pemusnahan apotek, diatur sebagai berikut : a. Apotek yang berada di tingkat propinsi disaksikan oleh Balai POM setempat. b. Apotek yang berada di tingkat kabupaten/kota disaksikan oleh Kepala Dinas Kesehatan tingkat II. APA yang memusnahkan narkotika harus membuat berita acara pemusnahan paling sedikit rangkap tiga yang memuat hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan; nama pemegang izin khusus, APA, atau dokter pemilik narkotika; nama seorang saksi dari pemerintah atau seorang saksi dari apotek bersangkutan; nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan; dan cara pemusnahan; serta tanda tangan APA dan para saksi.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
23
3.
Pelayanan Obat Wajib Apotek Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh Apoteker
kepada pasien di Apotek tanpa resep dokter. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993, obat yang diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria sebagai berikut : 1.
Tidak dikontraindikasikan pada wanita hamil, anak di bawa usia 2 tahun dan orang tua diatas usia 65 tahun.
2.
Pengobatan sendiri dengan obat yang dimaksud tidak memberikan risiko kelanjutan penyakit.
3.
Penggunaannya tidak memerlukan cara dan alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.
4.
Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.
5.
Obat
yang
dimaksud
memiliki
rasio
keamanan
yang
dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri. Kewajiban Apoteker dalam menyerahkan OWA kepada pasien, yaitu : 1.
Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan dalam DOWA.
2.
Membuat catatan pasien dan obat yang telah diserahkan (medical record).
3.
Memberikan informasi yang meliputi dosis, aturan pakai, kontraindikasi, efek samping obat, dan lain-lain. Obat-obat yang termasuk dalam DOWA, antara lain :
1.
Kontasepsi oral, baik tunggal maupun kombinasi untuk satu siklus.
2.
Obat saluran cerna, pemberian maksimal 20 tablet, yang terdiri dari : a. Antasida + antispasmodik + sedatif b. Antispasmodik (papaverin, hiosin, atropin) c. Analgetik + antispasmodik
3.
Obat mulut dan tenggorokan, maksimal satu botol.
4.
Obat saluran napas yang terdiri dari obat asma tablet ataupun mukolitik, maksimal 20 tablet.
5.
Obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular maksimal 20 tablet, yang terdiri dari :
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
24
a. Analgetik b. Antihistamin 6.
Antiparasit yang terdiri dari obat cacing, maksimal 6 tablet.
7.
Obat kulit topikal maksimal 1 tube yang terdiri dari : a. Semua salep/krim antibiotik b. Semua salep/krim kortikosteroid c. Semua salep/krim antifungi d. Antiseptik lokal e. Enzim antiradang topikal f. Pemutih kulit
2.11. Pengelolaan Apotek Berdasarkan PP No. 26 tahun 1965 tentang Apotek, pengelolaan apotek merupakan tugas dan tanggung jawab seorang Apoteker. Dalam mengelola apotek, Apoteker harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan
yang
baik,
mengambil
keputusan
yang
tepat,
kemampuan
berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola sumber daya manusia secara efektif, selalu belajar sepanjang karir, serta membantu memberikan pendidikan dan peluang untuk meningkatkan pengetahuan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993, pengelolaan apotek dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengelolaan teknis kefarmasian dan pengelolaan non teknis kefarmasian. Pengelolaan teknis kefarmasian meliputi : 1.
Mengawasi pelayanan resep, meliputi pembuatan, pengelolaan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, dan penyerahan obat atau bahan obat.
2.
Mengawasi mutu obat yang dijual, meliputi pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya.
3.
Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi, meliputi pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter, tenaga kesehatan lainnya, maupun kepada masyarakat, serta
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
25
pengamatan dan pelaporan mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan/atau mutu obat dan perbekalan farmasi lainnya. 4.
Pembuatan laporan mengenai penggunaan obat-obat khusus (narkotika dan psikotropika). Adapun sebagai pengelola non teknis kefarmasian, APA bertanggung jawab
terhadap semua kegiatan administrasi, keuangan, personalia, pelayanan komoditi selain perbekalan farmasi dan bidang lainnya yang berhubungan dengan fungsi apotek. Seorang APA dituntut untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan memadai yang tidak hanya dalam bidang farmasi tetapi juga dalam bidang lain seperti manajemen agar dapat mengelola apotek dengan baik dan benar. Prinsip dasar manajemen yang perlu diketahui oleh seorang APA dalam mengelola apoteknya, yaitu perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengawasan. Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku, meliputi: perencanaan, pengadaan, penyimpanan, administrasi, dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistem FIFO (first in first out) dan FEFO (first expire first out). 2.11.1. Perencanaan Kegiatan perencanaan meliputi penyusunan rencana kebutuhan yang tepat, mencegah terjadinya kekurangan dan kelebihan perbekalan farmasi yang tersimpan dalam gudang. Banyaknya jenis perbekalan farmasi yang dikelola mendorong diperlukannya suatu perencanaan yang dilakukan secara cermat sehingga pengelolaan persediaan dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan pola penyakit, kemampuan masyarakat, dan budaya masyarakat.
2.11.2. Pengadaan Pengadaan perbekalan farmasi harus diterapkan sebaik mungkin agar pengendalian, keamanan, dan jaminan mutu perbekalan farmasi dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Prinsip pengadaan tidak hanya sekedar membeli barang, tetapi juga mengandung pengertian meminta kerja sama pemasok dalam
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
26
menyediakan barang yang dibutuhkan. Pengadaan harus disesuaikan dengan kebutuhan yang direncanakan dan kemampuan atau kondisi keuangan yang ada.
2.11.3. Penyimpanan Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Ketika isi harus dipindahkan ke dalam wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan ditulis informasi yang jelas pada wadah baru yang memuat sekurang-kurangnya nomor bets dan tanggal kadaluarsa. Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai untuk menjamin kestabilan bahan. Penataan perbekalan farmasi perlu memperhatikan peraturan yang berlaku dan kemudahan dalam melakukan kegiatan pelayanan, serta memiliki nilai estetika. Penataan pada desain lemari harus menjamin higienitas sehingga kebersihan dan keamanan perbekalan farmasi tetap terjaga.
2.11.4. Administrasi Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi, meliputi administrasi umum dan administrasi pelayanan. Kegiatan administrasi umum meliputi pencacatan, pengarsipan, pelaporan narkotika dan psikotropika, dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Administrasi pelayanan meliputi pengarsipan resep, pengarsipan cacatan pengobatan pasien dan pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.
2.11.5. Pelayanan Peraturan yang mengatur tentang pelayanan apotek adalah Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 dan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/MENKES/SK/X/2002, yaitu : 1.
Apotek wajib melayani resep dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter hewan. Pelayanan resep ini atas dasar tanggung jawab APA, sesuai dengan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat;
2.
Apotek wajib menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin;
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
27
3.
Apotek tidak diizinkan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat bermerek dagang. Namun, resep dengan obat dengan merek dagang atau obat paten boleh diganti dengan obat generik;
4.
Apotek wajib memusnahkan perbekalan farmasi yang tidak memenuhi syarat sesuai ketentuan yang berlaku, dengan membuat Berita Acara. Pemusnahan ini dilakukan dengan cara dibakar atau ditanam, atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Badan POM;
5.
Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang diresepkan, Apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat yang lebih tepat;
6.
Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat;
7.
Apabila Apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan di atas resep;
8.
Salinan resep harus ditandatangani oleh Apoteker;
9.
Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu tiga tahun;
10. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat pasien, pasien yang bersangkutan, petugas kesehatan, atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku; 11. APA, Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti diizinkan menjual obat keras tanpa resep yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA), yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
2.12. Pengendalian Persediaan Apotek Pengendalian persediaan dalam hal ini berhubungan dengan aktivitas dalam pengaturan persediaan obat di apotek agar menjamin kelancaran pelayanan pasien di apotek secara efektif dan efisien. Unsur dari pengendalian persediaan ini
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
28
mencakup penentuan cara pemesanan atau pengadaannya, menentukan jenis persediaan yang menjadi prioritas pengadaan, hingga jumlah persediaan yang optimum dan yang harus ada di apotek untuk menghindari kekosongan persediaan. Oleh karena itu, pengelolaan dan pengendalian persediaan obat di apotek berfungsi untuk memastikan pasien memperoleh obat yang dibutuhkan, mencegah risiko kualitas barang yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan, dan mendapatkan keuntungan dari pembelian dengan memilih distributor obat yang memberi harga obat bersaing, pengiriman cepat, dan kualitas obat yang baik. Salah satu cara untuk menentukan dan mengendalikan jenis persediaan yang seharusnya dipesan adalah dengan melihat pergerakan keluar masuknya obat dan mengidentifikasi jenis persediaan yang menjadi prioritas pemesanan. Metode pengendalian persediaan dengan menyusun prioritas tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut (Quick, 1997) : 1.
Analisis VEN (Vital, Esensial, Non esensial) Pengendalian obat dengan memperhatikan kepentingan dan vitalitas obat
yang harus selalu tersedia untuk melayani permintaan untuk pengobatan. Dalam analisis VEN, setiap obat dimasukkan ke dalam salah satu dari ketiga golongan berikut ini : a. Vital (V), yaitu obat untuk penyelamatan hidup manusia atau untuk pengobatan karena penyakit yang mengakibatkan kematian. Pengadaan obat golongan ini diprioritaskan. Contohnya adalah obat-obat hipertensi dan diabetes. b. Esensial (E), yaitu obat yang banyak diminta untuk digunakan dalam tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak, yang resepnya sering datang ke apotek. Dengan kata lain, obat-obat golongan ini adalah obat yang fastmoving. c. Non esensial (N), yaitu obat pelengkap yang tidak banyak diminta dan tidak
termasuk
dalam
golongan
obat
yang
diperlukan
untuk
menyelamatkan hidup atau pengobatan penyakit terbanyak.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
29
2.
Analisis Pareto (ABC) Analisis pareto disusun berdasarkan penggolongan persediaan yang
mempunyai nilai harga yang paling tinggi. Analisis pareto membagi persediaan berdasarkan atas nilai rupiah sehingga untuk mengendalikan persediaan barang difokuskan pada item persediaan yang bernilai tinggi daripada yang bernilai rendah. Kriteria kelas dalam klasifikasi ABC adalah : a. Kelas A, merupakan persediaan yang memiliki volume rupiah tinggi. Kelas ini mewakili sekitar 75 – 80 % dari total nilai persediaan. Meskipun jumlahnya hanya sekitar 20 % dari seluruh ítem tetapi memiliki dampak biaya yang tinggi. Pengendalian khusus dilakukan secara intensif. b. Kelas B, merupakan persediaan yang memiliki volume rupiah menengah. Kelas ini mewakili sekitar 15 – 20 % dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya sekitar 30 % dari seluruh item. Pengendalian khusus dilakukan secara moderat. c. Kelas C, merupakan persediaan yang memiliki volume rupiah yang rendah. Kelas ini mewakili sekitar 5 % dari total nilai persediaan, tetapi terdiri dari sekitar 50 % dari seluruh item. Pengendalian khusus dilakukan secara sederhana. Analisis pareto dilakukan dengan menghitung nilai investasi dari tiap sediaan obat dengan cara menghitung total investasi tiap jenis obat kemudian mengelompokan berdasarkan nilai investasi dan diurutkan mulai dari nilai investasi terbesar hingga terkecil. Syarat pengelompokkannya adalah kelompok A memiliki nilai investasi 70 % dari total investasi obat keseluruhan, kelompok B memiliki nilai investasi 20 % dari total investasi obat keseluruhan, dan kelompok C memiliki nilai investasi 10 % dari total investasi obat keseluruhan.
3.
Analisis VEN-ABC Analisis ini mengkategorikan item obat berdasarkan volume dan nilai
penggunaannya selama periode waktu tertentu, biasanya 1 tahun. Analisis VENABC menggabungkan analisa pareto dan VEN dalam suatu matriks sehingga analisis menjadi lebih tajam. Matriks dapat dibuat sebagai berikut:
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
30
V
E
N
A
VA
EA
NA
B
VB
EB
NB
C
VC
EC
NC
Gambar 2.3. Matriks Analisa VEN-ABC
Matriks di atas dapat dijadikan dasar dalam menetapkan prioritas untuk menyesuaikan anggaran atau perhatian dalam pengelolaan persediaan. Semua obat vital dan esensial dalam kelompok A, B, dan C harus disediakan di apotek. Namun, kuantitasnya harus disesuaikan dengan kondisi keuangan apotek dan laju penjualan obat yang bersangkutan. Misalnya, obat vital golongan A perlu disediakan walaupun dalam jumlah sedikit, karena obat ini penting untuk menyelamatkan hidup. Obat esensial golongan B dan C dapat disediakan dalam jumlah cukup besar karena golongan obat ini penting dan banyak digunakan, serta harganya tidak terlalu mahal. Untuk obat non esensial dalam kelompok A tidak diprioritaskan, sedangkan kelompok B dan C pengadaan disesuaikan.
2.13. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Pharmaceutical care (PC) atau pelayanan kefarmasian adalah tanggung jawab farmakoterapi dari seorang Apoteker untuk mencapai dampak tertentu dalam meningkatkan kualitas hidup pasien. PC diimplementasikan dengan Good Pharmacy Practice (Cara Praktek di Apotek yang Baik). Dengan demikian Good Pharmacy Practice merupakan suatu pedoman yang digunakan untuk menjamin bahwa pelayanan yang diberikan Apoteker kepada setiap pasien telah memenuhi kualitas yang tepat. Dengan adanya pedoman tersebut diharapkan bahwa masyarakat dapat menggunakan obat-obatan dan produk, serta jasa kesehatan dengan lebih tepat sehingga tercapai tujuan terapi yang diinginkan. Pelaksanaan Good Pharmacy Practice di farmasi komunitas adalah sebagai berikut : 1.
Melakukan serah terima obat kepada pasien atas resep dokter dengan beberapa kriteria. Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
31
2.
Melakukan pemilihan obat pada pasien dalam upaya pengobatan diri sendiri (swamedikasi).
3.
Memonitor kembali penggunaan obat oleh pasien akan tujuan yang optimal melalui telepon atau kunjungan residensial.
4.
Melakukan ceramah tentang kesehatan dan obat, memberdayakan masyarakat tentang penggunaan obat yang baik dan upaya dalam pencegahan penyakit di masyarakat. Pelayanan yang dapat diberikan di apotek terbagi menjadi dua secara garis
besar, yaitu : 1.
Pelayanan resep, yang terdiri dari : a. Skrinning resep yang meliputi keaslian resep, kelengkapan resep, persyaratan administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinik. b. Penyiapan obat yang meliputi peracikan, pemberian etiket, pengemasan, dan penyerahan obat kepada pasien.
2.
Pelayanan non resep seperti pelayanan informasi obat Pasien perlu mendapatkan informasi obat yang akurat dengan penyampaian
yang dapat dimengerti oleh pasien karena beberapa hal berikut : a. Interpretasi pasien beragam terhadap etiket atau label obat. b. Tingkat pemahaman pasien beragam terhadap obat-obat, sperti inhalasi dan suppositoria. c. Tingkat kepatuhan pasien yang beragam. d. Efek samping dari penggunaan obat yang mungkin terjadi. e. Obat populer untuk terapi penyakit tertentu diinginkan dokter untuk terapi penyakit lain. f. Banyak sumber informasi tentang obat yang bebas beredar, kemudian diserap oleh pasien sepintas sehingga menimbulkan kesalahpahaman terhadap pemakaian obat tersebut. g. Semakin banyak obat tradisional yang beredar yang dianggap oleh pasien mempunyai kekuatan melebihi obat yang sedang diminumnya.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
32
3.
Pelayanan residensial (home care) Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan
kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia, pasien yang ditunjuk oleh dokter, dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini, Apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record). 2.13.1. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) di bidang kefarmasian merupakan rangkaian kegiatan interaksi positif antara Apoteker dengan pasien, keluarga pasien, atau dengan tenaga kesehatan. Tujuannya adalah untuk membangun hubungan dan kepercayaan dengan pasien, mendapatkan informasi dari pasien, memberikan instruksi pada pasien yang berkaitan dengan obat, serta untuk memberikan dukungan maupun semangat kepada pasien supaya penyakitnya cepat sembuh. Konseling dan informasi yang diberikan berupa informasi mengenai efek samping, dosis, cara penggunaan, interaksi obat, harga obat, dan lain-lain. Seorang Apoteker harus dapat menyarankan pengobatan yang rasional dan dapat memberikan alternatif pengobatan lain yang lebih aman dan efektif. Latar belakang perlunya KIE adalah sebagai berikut: 1.
Ketidakpatuhan pasien Berbagai macam penyebab ketidakpatuhan antara lain status ekonomi
pasien maupun adanya interaksi antara pasien dengan tenaga kesehatan yang kurang baik. Ketidakpatuhan ini dapat terjadi dalam bentuk resep tidak ditebus oleh pasien, resep yang lama tidak ditebus kembali, atau dosis yang tidak efektif membuat pasien menggandakan dosis sendiri. 2.
Penggunaan obat yang tidak rasional Hal ini dapat berupa obat tidak tepat indikasi, tidak tepat pasien, jenis obat,
dosis, rute pemberian, waktu pemberian, durasi pemberian dan obat tidak terjangkau oleh pasien. 3.
Penggunaan obat yang tidak benar Hal ini lebih ditekankan pada teknik penggunaan obat oleh pasien. Terdapat
beberapa bentuk sediaan obat yang memerlukan teknik khusus dalam
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
33
penggunaannya agar lebih efektif, antara lain obat asma yang menggunakan inhaler, suppositoria, dan obat tetes. KIE dapat memberikan manfaat, baik bagi pasien, keluarga pasien, tenaga kesehatan, maupun Apoteker. Beberapa manfaat tersebut, antara lain : 1.
Bagi pasien, keluarga, atau tenaga kesehatan a. Menurunkan kesalahan dalam menggunakan obat b. Menurunkan ketidakpatuhan. c. Menurunkan efek samping obat. d. Menurunkan biaya pengobatan. e. Meningkatkan pemahaman tentang penyakit. f. Meningkatkan penggunaan obat yang rasional.
2.
Bagi Apoteker a. Meningkatkan citra profesi. b. Meningkatkan kepuasan kerja. c. Menarik customer.
2.13.2. Pelayanan Informasi Obat (PIO) Peranan terhadap keberadaan Apoteker di apotek dalam pemberian informasi obat kepada pasien, dokter, maupun tenaga medis lainnya sangat penting. Pelaksanaan PIO di apotek bertujuan untuk tercapainya penggunaan obat yang rasional, yaitu tepat indikasi, tepat pasien, tepat regimen (dosis, cara, saat dan lama pemberian), tepat obat, dan waspada efek samping. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Dalam memberikan informasi obat, seorang Apoteker harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1.
Mandiri, berarti Apoteker bebas dari segala bentuk keterikatan dengan pihak lain sehingga menyebabkan informasi yang diberikan menjadi tidak objektif.
2.
Objektif
3.
Seimbang, berarti Apoteker dalam memberikan informasi harus melihat dari berbagai sudut pandang yang mungkin berlawanan.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
34
4.
Ilmiah, berarti Apoteker dalam menyampaikan informasi harus berdasarkan sumber data atau referensi yang dapat dipercaya.
5.
Berorientasi pada pasien, berarti informasi yang disampaikan tidak hanya mencakup informasi produk, seperti ketersediaan, kesetaraan generik, melainkan juga mencakup informasi yang mempertimbangkan kondisi pasien.
2.13.3. Konseling Salah satu bentuk standar pelayanan kefarmasian yang dilakukan Apoteker di apotek adalah pemberian konseling. Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau pasien dapat terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, Apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
2.13.4. Swamedikasi Swamedikasi adalah melakukan pengobatan mandiri tanpa melalui dokter ketika sedang sakit. Umumnya, swamedikasi dilakukan untuk mengatasi gangguan kesehatan ringan mulai dari batuk pilek, demam, sakit kepala, maag, masalah pada kulit, hingga iritasi ringan pada mata. Konsep modern dari swamedikasi adalah upaya pencegahan terhadap penyakit, dengan mengonsumsi vitamin dan suplemen kesehatan atau suplemen makanan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Beberapa hal yang menjadi faktor berkembangnya swamedikasi di masyarakat adalah : 1.
Harga obat yang melambung tinggi dan biaya pelayanan kesehatan yang semakin mahal mendorong masyarakat berinisiatif untuk mengobati dirinya sendiri dengan obat-obatan yang tersedia di pasaran tanpa melalui konsultasi dengan dokter. Biasanya penggunaan obat yang dipilih adalah kategori obat OTC dan obat DOWA.
2.
Pergeseran pola pengobatan dari kuratif rehabilitatif menjadi preventif rehabilitatif. Penyebabnya adalah tingkat pengetahuan masyarakat yang
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
35
semakin tinggi; penghasilan per individu yang meningkat; teknologi informasi semakin cepat, mudah, dan jelas; dan lain-lain. Untuk itu, upaya yang dilakukan adalah pencegahan terhadap kemungkinan terserang penyakit, sehingga obat-obatan yang dicari adalah obat-obat bebas dan suplemen makanan atau suplemen kesehatan. Terdapat
beberapa
hal
yang
perlu
diperhatikan
saat
melakukan
swamedikasi, antara lain : 1.
Membaca secara teliti informasi yang tertera pada kemasan atau brosur di dalam kemasan. Informasi yang diberikan meliputi komposisi zat aktif, indikasi, kontraindikasi, efek samping, interaksi obat, dosis, dan cara penggunaan.
2.
Memilih obat dengan jenis kandungan zat aktif sesuai keperluan, misalnya apabila gejala penyakit hanya batuk maka obat yang dipilih hanya mengatasi batuk saja, tidak perlu obat penurun demam.
3.
Penggunaan obat hanya jangka pendek (seminggu), jika gejala menetap atau memburuk maka segera konsultasikan ke dokter.
4.
Memperhatikan aturan pemakaian, bagaimana cara memakainya, berapa jumlahnya, berapa kali sehari, dipakai sebelum atau sesudah makan atau menjelang tidur, serta berapa lama pemakaiannya.
5.
Perlu diperhatikan masalah kontraindikasi (pada keadaan mana obat tidak boleh digunakan) dan bagaimana cara penyimpanan obat (obat disimpan dimana dan apakah sisa obat yang disimpan dapat digunakan lagi).
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK ATRIKA
3.1. Sejarah dan Lokasi Apotek atrika berdiri pada tanggal 21 Juli 2001 menggunakan sarana milik Bapak Winardi Hendrayanta dengan sebagai Apoteker Pengelola Apotek adalah Dr. Harmita, Apt dan SIA: 1387.01/KANWIL/SIA/01/0. SIA yang diperoleh berubah menjadi SIA:1.11.0226.2009.4.04/08/08 karena pada tanggal 26 Juli 2008 Apotek Atrika pindah lokasi. Apotek Atrika terletak di Jalan Kartini Raya No.34, Jakarta Pusat. Daerah ini merupakan kawasan pemukiman penduduk atau kompleks perumahan yang mudah dijangkau oleh kendaraan dan dilalui oleh angkutan umum. Apotek Atrika terletak di sisi jalan dua arah dengan badan jalan yang tidak terlalu lebar. Apotek Atrika buka pada hari senin sampai jum;at pukul 08.00 sampai 22.00 WIB, hari sabtu pukul 08.00 sampai 17.00 WIB. Hari minggu dan hari libur nasional libur.
3.2. Tata Ruang Papan nama apotek memiliki tulisan yang jelas berwarna merah dengan warna dasar kuning sehingga cukup menarik perhatian pengunjung dan dapat dilihat dari jarak jauh. Apotek Atrika memiliki halaman yang cukup untuk digunakan sebagai tempat parkir. Pintu masuk apotek menggunakan kaca bening sehingga susunan obat-obat OTC yang diletakkan pada etalase ruang bagian dapat terlihat dari luar. Ruangan Apotek Atrika terbagi menjadi dua bagian, yaitu ruang bagian depan dan ruang bagian dalam. Ruang bagian depan terdiri dari ruang tunggu, kasir, tempat penerimaan resep sekaligus tempat penyerahan obat, dan etalase untuk obat bebas (OTC). Ruang bagian dalam terdiri dari ruang racik yang di dindingnya terdapat lemari untuk obat ethical, obat narkotik dan psikotropik pada lemari terpisah, ruang kamar mandi, dan wastafel (Lampiran 1). Penyusunan obat di apotek atrika dibedakan berdasarkan jenis sedian dan disusun sesuai dengan urut alfabet dan obat yang masa daluarsanya lebih awal diletakkan paling depan dari setiap susunan masing-masing obat agar bisa lebih
36 Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
37
awal terjual. Sediaan yang terdapat di Apotek atrika dibagi menjadi tiga jenis, yaitu sediaan oral padat (tablet, kapsul), sediaan oral cair (sirup, suspensi, emulsi), dan sediaan topikal (salep, krim, gel). Untuk suppositoria, ovula, obat tetes mata, obat tetes telinga diletakkan dalam satu lemari dengan obat-obat topikal. Obatobat generik diletakkan pada lemari terpisah, begitu juga dengan obat golongan narkotik, psikotropik, dan obat yang mendekati tiga bulan masa daluarsanya diletakkan pada lemari terpisah.
3.3. Struktur Organisasi Struktur
organisasi
merupakan
suatu
jaringan
hubungan
yang
menggambarkan fungsi dalam suatu organisasi. Adanya organisasi dapat menciptakan hubungan yang jelas antara posisi dan memastikan kerja sama timbal balik antara masing-masing individu. Seorang APA harus dapat memprediksi dan membentuk struktur organisasi apotek yang disertai dengan uraian fungsi dan tugas, wewenang dan tanggung jawab antara masing-masing individu agar terdapat definisi pekerjaan yang jelas dan dapat menempatkan orang yang tepat pada pekerjaan yang tepat sehingga apotek dapat berjalan sesuai dengan tujuan dan rencana organisasi. Struktur organisasi Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 2. Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, Apotek Atrika mempunyai beberapa orang karyawan dengan rincian sebagai berikut : 1.
Pemilik Sarana Apotek : 1 orang
2.
Tenaga teknis kefarmasian yang terdiri dari : a. Apoteker Pengelola Apotek : 1 orang b. Apoteker Pendamping : 1 orang c. Asisten Apoteker : 2 orang d. Juru resep : 1 orang
3.
Tenaga non teknis kefarmasian yang terdiri dari : a. Tenaga keuangan dan kasir : 2 orang b. Pesuruh : 2 orang c. Kurir : 5 orang
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
38
3.4. Tugas dan Fungsi Jabatan 3.4.1. Apoteker Pengelola Apotek Apoteker Pengelola Apotek (APA) memiliki beberapa tugas dan tanggung jawab, antara lain : 1.
Seorang APA menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan fungsinya (apotek sebagai tempat pengabdian profesi) dan mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang perapotekan yang berlaku.
2.
Seorang APA harus dapat memimpin seluruh kegiatan managerial apotek termasuk mengoordinasikan dan mengawasi kinerja karyawan, seperti mengatur daftar giliran kerja, menetapkan pembagian beban kerja, dan tanggung jawab masing-masing karyawan.
3.
Seorang APA harus aktif berusaha meningkatkan omset penjualan dan mengembangkan hasil usaha apotek dengan mempertimbangkan saran dan usul dari karyawan dengan tujuan untuk perbaikan pelayanan dan kemajuan apotek.
4.
Dalam melayani permintaan obat, baik pelayanan obat bebas maupun obat yang diresepkan oleh dokter, seorang APA harus dapat memberikan pelayanan mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik obat, menuliskan etiket, mengemas, sampai dengan penyerahan obat kepada pasien.
5.
Dalam melakukan pelayanan kepada pasien, seorang APA harus dapat memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. Dalam hal ini Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas, mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini.
6.
Seorang APA harus dapat melaksanakan pelayanan swamedikasi.
7.
Seorang APA harus memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien, meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, dan nama pasien. Saat menyerahkan obat kepada pasien harus disertai dengan pemberian informasi tentang lama penggunaan penggunaan obat, aturan dan cara penggunaan obat, serta informasi tambahan lain yang diperlukan.
8.
Seorang APA membuat salinan resep dan kuintasi bila dibutuhkan.
9.
Seorang APA harus mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai harian.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
39
3.4.2. Apoteker Pendamping Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian, seorang Apoteker Pendamping memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut : 1.
Seorang Apoteker Pendamping melaksanakan tugas dan tanggung jawab APA ketika APA sedang berhalangan hadir atau tidak berada di tempat.
2.
Seorang Apoteker Pendamping harus menjamin penyampaian informasi obat kepada pasien.
3.
Seorang Apoteker Pendamping juga harus memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien, meliputi bentuk sediaan, jumlah obat, nama obat, dan nama pasien. Saat menyerahkan obat kepada pasien harus disertai dengan pemberian informasi tentang lama penggunaan penggunaan obat, aturan dan cara penggunaan obat, serta informasi tambahan lain yang diperlukan.
4.
Seorang Apoteker Pendamping melakukan pencatatan dan penghitungan bon penjualan kredit untuk resep-resep kredit.
3.4.3. Asisten Apoteker Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian juga terdapat seorang Asisten Apoteker. Seorang Asisten Apoteker memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut : 1.
Seorang Asisten Apoteker bertugas melakukan pendataan kebutuhan barang.
2.
Seorang Asisten Apoteker mengatur, mengontrol, dan menyusun obat pada tempat penyimpanan obat di ruang peracikan.
3.
Seorang Asisten Apoteker dapat melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik, menuliskan etiket, mengemas, sampai dengan menyerahkan obat.
4.
Seorang Asisten Apoteker memberi harga untuk setiap resep yang masuk dan memeriksa kelengkapan resep.
5.
Seorang Asisten Apoteker juga harus memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien, meliputi bentuk sediaan, jumlah obat, nama obat, nomor resep, dan nama pasien. Saat menyerahkan obat kepada pasien harus disertai dengan pemberian informasi tentang lama penggunaan penggunaan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
40
obat, aturan dan cara penggunaan obat, serta informasi tambahan lain yang diperlukan. 6.
Seorang Asisten Apoteker bertugas melakukan pencatatan jumlah barang atau obat yang keluar maupun masuk.
7.
Seorang Asisten Apoteker harus melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mempunyai kadaluarsa.
8.
Seorang Asisten Apoteker menyusun daftar barang yang masuk dan menandatangani faktur pembelian obat yang masuk setiap harinya.
9.
Seorang Asisten Apoteker mencatat penerimaan uang setelah dihitung terlebih dahulu, begitu juga dengan pengeluaran yang harus dilengkapi dengan kuintasi, nota, dan tanda setoran yang sudah diparaf APA atau karyawan yang ditunjuk.
3.4.4. Juru Resep Selain itu, juga terdapat seorang juru resep dalam melakukan pekerjaan kefarmasian. Juru resep adalah tenaga yang membantu Asisten Apoteker dalam meracik obat di apotek. Tugas dan tanggung jawab yang dimiliki seorang juru resep, antara lain : 1.
Seorang juru resep membantu tugas Apoteker dan Asisten Apoteker dalam penyediaan atau pembuatan obat jadi maupun obat racikan.
2.
Seorang juru resep menyiapkan dan membersihkan alat-alat peracikan, serta melaporkan hasil sediaan yang sudah jadi kepada Asisten Apoteker.
3.
Seorang juru resep membuat obat-obat racikan standar di bawah pengawasan Asisten Apoteker.
4.
Seorang juru resep harus menjaga kebersihan apotek.
3.4.5. Kasir Dalam menjalankan kegiatan operasional apotek, juga dibutuhkan seorang kasir yang memliki tugas dan tanggung jawab, sebagai berikut: 1.
Seorang kasir bertugas menerima setiap pembayaran tunai maupun dengan kartu kredit yang dilakukan oleh pasien.
2.
Seorang kasir bertanggung jawab menerima barang atau obat yang masuk.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
41
3.
Seorang kasir bertugas memberi harga untuk setiap resep yang masuk.
4.
Seorang kasir dapat melayani penjualan obat bebas dan bebas terbatas.
5.
Seorang kasir harus mencatat, menghitung, dan menyimpan uang hasil penjualan.
6.
Seorang kasir harus menyetor uang hasil penjualan ke bagian keuangan.
7.
Seorang kasir bertanggung jawab terhadap kesesuaian uang yang masuk dengan penjualan.
3.4.6. Keuangan Dalam mengatur semua urusan yang berhubungan dengan keuangan, sebuah apotek juga dapat memiliki bagian keuangan yang menjalankan fungsi tersebut. Tugas dan tanggung jawab bagian keuangan, antara lain sebagai berikut : 1.
Bagian keuangan bertanggung jawab terhadap kondisi aliran kas.
2.
Bagian keuangan menerima uang yang disetor oleh kurir dan dari penjualan obat tunai, baik obat bebas, obat bebas terbatas, maupun penjualan obat dengan resep.
3.
Bagian keuangan bertugas mengeluarkan uang yang diperlukan untuk melaksanakan dan menunjang kegiatan operasional apotek, seperti listrik, air, internet, dan telepon.
4.
Bagian keuangan bertanggung jawab menyimpan bukti pembayaran dan pembelian barang, serta bukti pertukaran faktur dengan PBF.
3.4.7. Pesuruh Selain memiliki tenaga teknis kefarmasian, sebuah apotek juga harus memiliki tenaga non teknis kefarmasian, salah satunya adalah pesuruh. Seorang pesuruh memiliki tugas dan tanggung jawab, sebagai berikut: 5.
Seorang pesuruh bertanggung jawab dalam menjaga kebersihan apotek.
6.
Seorang pesuruh harus dapat menjamin kerapian apotek.
7.
Seorang pesuruh membantu petugas apotek lain yang memerlukan bantuan non teknis kefarmasian
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
42
3.4.8. Kurir Dalam menunjang pelayanan obat kepada pasien dapat dilakukan pengantaran obat langsung kepada pasien. Adanya pelayanan obat dengan sistem tersebut dapat meningkatkan pelayanan kepada pasien dan dapat meningkatkan minat pasien dalam melakukan pembelian atau pemesanan obat di sebuah apotek. Untuk dapat melakukan fungsi tersebut maka dibutuhkan seorang kurir. Seorang kurir memiliki tugas dan tanggung jawab, sebagai berikut : 1.
Seorang kurir bertugas melakukan pengantaran obat dan sediaan farmasi untuk pelayanan pesan antar.
2.
Seorang kurir bertanggung jawab menjamin obat yang tepat sampai kepada pasien yang tepat.
3.
Seorang kurir menerima uang hasil pembayaran obat.
3.5. Kegiatan di Apotek Atrika Tenaga kerja di Apotek Atrika bekerja secara bergantian berdasarkan jam kerja yang telah ditentukan menjadi dua shift, yaitu shift I dengan waktu kerja pukul 08.00 - 16.00, shift II dengan waktu kerja pukul 14.00 - 22.00. Jam operasional Apotek Atrika buka dari hari Senin hingga Jumat mulai pukul 08.00 22.00 WIB dan hari Sabtu mulai pukul 08.00 - 17.00 WIB, sedangkan pada hari Minggu dan hari libur nasional tidak melakukan pelayanan apotek. Kegiatan yang dilakukan di Apotek Atrika dikelompokkan menjadi dua, yaitu kegiatan teknis kefarmasian dan kegiatan non teknis kefarmasian. 3.5.1. Kegiatan Teknis Kefarmasian 1.
Pengelolaan Obat dan Perbekalan Farmasi a. Pengadaan obat dan perbekalan farmasi Tanggung jawab dan wewenang dalam melakukan pengadaan setiap obat
dan perbekalan farmasi dilakukan oleh seorang APA, sedangkan Asisten Apoteker bertanggung jawab untuk menjaga kelancaran dan ketepatan persediaan obat dan perbekalan farmasi, serta melakukan pengadaan obat dan perbekalan farmasi untuk keperluan mendesak yang dilakukan pada pagi hari dengan surat pesanan (SP) sementara yang diparaf oleh Asisten Apoteker. Untuk pengadaan obat dan perbekalan farmasi di Apotek Atrika, jenis dan jumlah barang yang disediakan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
43
disesuaikan dengan kondisi keuangan dan kategori arus barang fast moving atau slow moving, serta didasarkan pada jenis obat-obatan yang banyak diresepkan oleh dokter yang praktek di sekitar apotek. Pengadaan obat dan perbekalan farmasi yang dilakukan, yaitu dengan cara konsinyasi dan kredit. Konsinyasi merupakan cara pengadaan dengan menitipkan obat dan/atau perbekalan farmasi dari distributor kepada apotek, dimana apotek akan menerima komisi apabila obat dan/atau perbekalan farmasi tersebut dapat terjual, namun apabila tidak terjual maka obat dan/atau perbekalan farmasi tersebut dapat dikembalikan ke distributor asalnya. Cara pengadaan dengan konsinyasi umumnya dilakukan untuk obat-obat baru yang belum dijual di apotek, dimana obat-obatan tersebut sedang dalam masa promosi, dan pembayaran dilakukan hanya terhadap obat-obatan yang telah terjual; sedangkan pembayaran secara kredit adalah pembayaran yang dilakukan apabila faktur pembelian obat dan/atau perbekalan farmasi dinyatakan telah jatuh tempo.
b. Pemesanan obat dan perbekalan farmasi Setiap pemesanan obat maupun perbekalan farmasi yang dibutuhkan dilakukan berdasarkan buku defekta kepada PBF. Pemesanan obat dan perbekalan farmasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan surat pesanan (SP) langsung kepada salesman atau melalui telepon. Surat pesanan Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 3.
c. Penerimaan obat dan perbekalan farmasi Setiap obat dan/atau perbekalan farmasi yang diterima harus diperiksa oleh Asisten Apoteker berdasarkan SP dan faktur untuk melihat kesesuaiannya, baik kuantitas maupun kualitas (tanggal kadaluarsa, keadaan fisik barang, kode produksi/bets, dan lain-lain). Apabila obat dan/atau perbekalan farmasi yang diterima sudah sesuai dengan SP, maka Asisten Apoteker menandatangani dan membubuhkan stempel apotek pada faktur. Selanjutnya, faktur asli diserahkan kembali ke PBF dan salinan faktur disimpan di apotek sebanyak dua rangkap sebagai bukti bahwa apotek pernah melakukan pemesanan sejumlah obat dan/atau perbekalan farmasi tersebut dan selanjutnya untuk dilakukan pembayaran setelah
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
44
faktur dinyatakan telah jatuh tempo. Obat dan/atau perbekalan farmasi tersebut kemudian dicatat dalam buku “Penerimaan Barang Datang” yang berisi tanggal pembelian, nama PBF, nomor faktur, nama dan jumlah obat atau perbekalan farmasi yang diterima, tanggal kadaluarsa, harga satuan, potongan harga (bila ada), pajak, dan harga total. Jumlah obat dan/atau perbekalan farmasi yang diterima kemudian ditambahkan ke dalam kartu stok besar (kartu stok gudang) dan kartu stok kecil (kartu stok harian). Apabila terjadi perubahan harga, maka perubahan harga dicatat pada buku “Perubahan Harga Barang” dan pada buku “Daftar Harga Barang” dan komputer kasir.
d. Penyimpanan obat dan perbekalan farmasi Apotek Atrika melakukan penyimpanan barang berdasarkan bentuk sediaan obat dan menurut abjad, baik untuk obat ethical maupun untuk obat bebas (obat Over The Counter/OTC). Obat disusun berdasarkan sistem FEFO (First Expired First Out), dimana obat yang memiliki tanggal kadaluarsa lebih awal diletakkan di bagian yang paling depan dan/atau paling atas. Hal tersebut dimaksudkan agar obat yang memiliki batas kadaluarsa lebih awal dapat keluar terlebih dahulu. Selain itu, terdapat juga lemari khusus yang dipergunakan untuk menyimpan obatobatan yang telah mendekati waktu kadaluarsanya.
e. Pengeluaran obat dan perbekalan farmasi Sistem FEFO (First Expired First Out) diberlakukan oleh Apotek Atrika untuk melakukan pengeluaran barang dengan tujuan agar obat-obat yang memiliki batas kadaluarsa lebih awal dapat keluar terlebih dahulu. Setiap obat dan/atau perbekalan farmasi yang keluar dari penjualan bebas dicatat pada buku penjualan, sedangkan setiap obat dan/atau perbekalan farmasi yang keluar dari penjualan resep dicatat pada buku resep.
f. Pemeriksaan dan pencatatan stok obat dan perbekalan farmasi Setiap obat dan/atau perbekalan farmasi yang masuk maupun keluar dilakukan pemeriksaan dan pencatatan stok setiap hari berdasarkan buku “Penerimaan Barang Datang”, buku “Penjualan Barang”, dan buku “Resep”.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
45
Selanjutnya, jumlah terakhir obat dan/atau perbekalan farmasi yang ada dihitung dan dicocokkan dengan jumlah yang tertera pada kartu stok kecil (kartu stok harian). Obat dan perbekalan farmasi yang diketahui telah kosong persediaannya dicatat pada buku defekta untuk dilakukan pemesanan.
g. Pembuatan sediaan standar Sediaan standar merupakan obat-obat yang dibuat di apotek berdasarkan resep-resep standar dalam buku resmi untuk dijual bebas ataupun berdasarkan resep dokter. Beberapa sediaan standar yang dibuat di Apotek Atrika antara lain minyak kayu putih, minyak telon, lysol, obat batuk putih, obat batuk hitam, obat biang keringat, obat jerawat, rivanol, salicyl spiritus, dan bedak salisilat. Sediaansedian standar ini ditempatkan di rak dan disusun berdasarkan abjad.
2.
Pengelolaan Narkotika a. Pengadaan narkotika Dalam melakukan pemesanan narkotika, Apotek Atrika mengikuti tata cara
yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemesanan narkotika dilakukan berdasarkan surat pesanan (SP) khusus untuk narkotika yang terdiri dari 4 rangkap (warna putih, kuning, merah, dan biru). SP narkotika ini hanya digunakan untuk pemesanan satu jenis narkotika dan ditujukan kepada PBF Kimia Farma. Untuk melakukan penerimaan narkotika yang telah dipesan dilakukan oleh Apoteker Pendamping atau Asisten Apoteker yang memiliki SIK dan bukti penerimaannya diterima dan disimpan oleh Apoteker Pengelola Apotek. Surat pesanan obat Narkotika dapat dilihat pada Lampiran 4.
b. Penyimpanan narkotika Setiap narkotika disimpan dalam lemari khusus yang menempel di dinding dan kuncinya dipegang oleh Apoteker Pendamping. Dalam penyimpanannya, narkotika tersebut disusun berdasarkan bentuk sediaan dan diurutkan menurut abjad, serta apabila terdapat narkotika dengan nama yang sama maka narkotika tersebut disusun berdasarkan kekuatan mulai dari kekuatan terkecil hingga
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
46
terbesar. Jumlah narkotika yang diterima kemudian ditambahkan ke dalam kartu stok besar (kartu stok gudang) khusus untuk narkotika dan buku stok narkotika.
c. Pelayanan narkotika Pelayanan resep yang mengandung narkotika telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pelayanan narkotika di Apotek Atrika hanya dilakukan apabila pasien membawa resep dari dokter yang meresepkan dan resep tersebut sesuai dengan persyaratan administratif yang berlaku. Setiap pengeluaran narkotika dilakukan sistem pencatatan ganda, yaitu dicatat dalam kartu stok kecil (kartu stok harian) khusus narkotika dan buku stok narkotika, selanjutnya diperiksa kesesuaian jumlahnya. Narkotika pada resep diberi garis bawah merah dan resep disimpan terpisah dari resep lain.
d. Pelaporan narkotika Laporan penggunaan narkotika di Apotek Atrika dibuat setiap bulan dan dikirim ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat paling lambat tanggal 10 setiap bulannya dengan tembusan kepada Balai Besar POM dan untuk arsip. Laporan penggunaan narkotika di Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 5.
e. Pemusnahan narkotika Dalam melakukan pemusnahan narkotika di Apotek Atrika selama ini dilakukan sesuai dengan ketentuan dan tata cara yang berlaku. Pemusnahan dilakukan dengan dihadiri oleh APA dan Apoteker Pendamping atau Asisten Apoteker, serta dari pihak – pihak terkait antara lain Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat dan Balai Besar POM.
3.
Pengelolaan Psikotropika a. Pengadaan psikotropika Pada prinsipnya pemesanan psikotropika yang dilakukan di Apotek Atrika
sama seperti saat melakukan pemesanan narkotika. Dalam melakukan pemesanan psikotropika, Apotek Atrika mengikuti tata cara yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemesanan psikotropika dilakukan berdasarkan surat pesanan (SP)
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
47
khusus untuk psikotropika yang terdiri dari 3 rangkap (warna putih, kuning, dan merah). SP psikotropika ini dapat digunakan untuk melakukan pemesanan beberapa jenis psikotropika apabila psikotropika tersebut berasal dari satu PBF yang sama. Untuk melakukan penerimaan psikotropika yang telah dipesan dilakukan oleh Apoteker Pendamping atau Asisten Apoteker yang memiliki SIK dan bukti penerimaannya diterima dan disimpan oleh Apoteker Pengelola Apotek. Surat pesanan obat psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 6.
b. Penyimpanan psikotropika Setiap psikotropika disimpan dalam lemari khusus dan kuncinya dipegang oleh Apoteker Pendamping. Dalam penyimpanannya, psikotropika tersebut disusun berdasarkan abjad dan apabila terdapat psikotropika dengan nama yang sama maka psikotropika tersebut disusun berdasarkan kekuatan mulai dari kekuatan terkecil hingga terbesar. Jumlah psikotropika yang diterima kemudian ditambahkan ke dalam kartu stok besar (kartu stok gudang) khusus untuk psikotropika dan buku stok psikotropika.
c. Pelayanan psikotropika Pelayanan prikotropika di Apotek Atrika hanya dilakukan apabila pasien membawa resep dari dokter yang meresepkan atau salinan resep, serta resep tersebut sesuai dengan persyaratan administratif yang berlaku. Sama seperti pada pengeluaran narkotika, setiap pengeluaran prikotropika dilakukan sistem pencatatan ganda, yaitu dicatat dalam kartu stok kecil (kartu stok harian) khusus prikotropika dan buku stok prikotropika, selanjutnya diperiksa kesesuaian jumlahnya. Resep yang mengandung psikotropika disimpan terpisah.
d. Pelaporan psikotropika Laporan penggunaan psikotropika di Apotek Atrika dibuat setiap bulan dan dikirim ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat paling lambat tanggal 10 setiap bulannya dengan tembusan kepada Balai Besar POM dan untuk arsip. Laporan penggunaan psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 7.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
48
e. Pemusnahan psikotropika Dalam melakukan pemusnahan psikotropika di Apotek Atrika selama ini dilakukan sesuai dengan ketentuan dan tata cara yang berlaku. Pemusnahan dilakukan dengan dihadiri oleh APA dan Apoteker Pendamping atau Asisten Apoteker, serta dari pihak – pihak terkait antara lain Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat dan Balai Besar POM.
4.
Pelayanan Apotek 1. Pelayanan obat dengan resep Proses pelayanan obat dengan resep di Apotek Atrika dilakukan sesuai
dengan prinsip HTKP (Harga, Timbang, Kemas, Penyerahan). Asisten Apoteker menerima resep dari pasien, kemudian dilakukan skrining resep dan diberi harga pada huruf H dari HTKP berdasarkan harga yang terdapat pada komputer kasir. Setelah itu, pada huruf H tersebut diberi paraf. Apabila resep berasal dari dokter untuk dipakai sendiri atau pada keadaan tertentu lainnya, harga yang telah dihitung kemudian dikurangi dengan potongan harga sejumlah yang telah ditentukan. Selanjutnya, pasien membayar harga obat yang disetujui di kasir dan kasir mencatat alamat dan nomor telepon pasien. Resep kemudian dibawa ke bagian peracikan untuk dikerjakan oleh Asisten Apoteker dan juru resep. Setelah semua bahan dalam resep ditimbang, maka huruf T pada HTKP diberi paraf. Resep yang telah selesai dikerjakan dan diberi etiket diperiksa oleh Apoteker atau Asisten Apoteker, kemudian huruf K dari HTKP diberi paraf. Resep yang telah diperiksa kemudian diserahkan kepada pasien. Apoteker atau Asisten Apoteker yang menyerahkan obat menyampaikan informasi yang berkaitan dengan obat tersebut dan memberikan paraf pada huruf P pada HTKP. Resep yang telah selesai dikumpulkan berdasarkan nomor urut resep per hari dan dicatat dalam buku resep. Pada dasarnya, pelayanan resep secara tunai sama dengan pelayanan resep secara kredit. Namun, untuk pelayanan resep secara kredit kuitansi pembayaran tidak diserahkan ke pasien tetapi disimpan untuk dilakukan penagihan pada awal bulan berikutnya. Alur pelayanan obat resep dapat dilihat pada Lampiran 8.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
49
Apotek Atrika pun melayani untuk pembuatan copy resep, apabila terdapat resep iter, kecuali yang mengandung narkotik. Copy resep Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 9. Pada pembuatan obat racik, terdapat etiket yang dibuta khusus oleh apotek atrika. Etiket yang terdapat di Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 10. Resep-resep yang sudah terlalu lama, sudah selayaknya untuk dimusnahkan, berita acara pemusnahan resep dapat dilihat pada Lampiran 11.
2. Pelayanan/penjualan bebas Apotek Atrika melakukan penjualan obat tanpa menggunakan resep dokter (obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib apotek) dan penjualan sediaan lain di luar obat-obatan. Pembayaran dilakukan di kasir secara tunai kemudian barang dan bukti pembayaran diserahkan kepada pembeli.
3.5.2. Kegiatan Non Teknis Kefarmasian 1.
Kegiatan Administrasi a. Administrasi personalia Apotek Atrika melakukan administrasi personalia yang berkaitan dengan
semua hal mengenai urusan pegawai, meliputi : absensi, gaji, hak cuti, dan fasilitas lain yang berhubungan dengan pegawai.
b. Administrasi umum Dalam melakukan administrasi umum, Apotek Atrika melakukan pelaporan penggunaan bahan baku dan sediaan jadi narkotika, pelaporan penggunaan psikotropika, dan segala hal yang berhubungan dengan urusan administrasi.
c. Administrasi penjualan Dalam melakukan kegiatan administrasi penjualan, Apotek Atrika melakukan pencatatan terhadap semua penjualan resep dan penjualan bebas secara tunai. Pengaturan juga dilakukan terhadap harga jual yang dimasukkan ke dalam buku daftar harga jual maupun komputer kasir yang dijadikan sebagai acuan. Apabila terdapat perubahan harga, maka harga yang tertera pada buku harga jual dan komputer kasir akan diubah.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
50
d. Administrasi pembelian Dalam melakukan kegiatan administrasi pembelian, Apotek Atrika melakukan pencatatan terhadap semua pembelian obat dan perbekalan farmasi di buku pembelian dan pengumpulan faktur-faktur berdasarkan debitur. Tanggal tukar faktur yang ditentukan oleh Apotek Atrika adalah tanggal 5 dan 15 setiap bulannya, sedangkan tanggal melakukan pembayaran akan ditentukan pada saat penukaran faktur.
e. Administrasi pajak Dalam melakukan administrasi pajak, Apotek Atrika melakukan pencatatan dan pengumpulan faktur pajak, serta menghitung jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh apotek. Kegiatan administrasi pajak juga menangani pajak lain yang harus dibayarkan, seperti pajak reklame.
f. Administrasi pergudangan Dalam melakukan administrasi pergudangan, Apotek Atrika melakukan pencatatan pemasukan dan pengeluaran obat menggunakan kartu stok gudang maupun kartu stok harian yang tersedia untuk setiap obat sehingga dapat diketahui sisa persediaan obat yang ada di apotek.
g. Administrasi piutang Dalam melakukan administrasi piutang, Apotek Atrika melakukan pengumpulan kuitansi piutang yang dilakukan terhadap penjualan kredit kepada suatu badan sosial dan melakukan pencatatan apabila telah dilunasi. 2.
Sistem Administrasi Apotek Atrika memiliki sistem administrasi yang dikelola dengan baik,
dimulai dari perencanaan, pengadaan, pengelolaan, dan pelaporan obat dan perbekalan farmasi yang masuk dan keluar. Pengelolaan ini dilakukan oleh Apoteker dan Asisten Apoteker yang dibantu oleh karyawan administrasi. Kelengkapan administrasi di Apotek Atrika, meliputi :
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
51
a. Buku defekta Buku ini digunakan untuk mencatat daftar nama obat atau sediaan yang habis atau yang harus segera dipesan untuk memenuhi kebutuhan apotek sehingga proses pemesanan menjadi lebih cepat dan mudah, serta obat dan perbekalan farmasi yang tersedia di apotek dapat terkontrol dan terjamin dengan baik.
b. Surat pesanan Setiap pemesanan obat dan/atau perbekalan farmasi kepada PBF dilakukan dengan menggunakan surat pesanan (SP). SP ini terdiri dari 2 lembar, dimana lembar pertama untuk diberikan kepada PBF dan lembar lainnya untuk keperluan arsip di apotek. Dalam SP ini terdapat nomor SP, tanggal pemesanan, nama PBF yang ditunjuk, nomor dan nama barang, jumlah pesanan, tanda tangan pemesan, dan stempel apotek. Surat pesanan Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 6.
c. Buku daftar harga Buku ini digunakan untuk mencatat harga barang untuk penjualan bebas dan untuk penjualan resep. Pada buku ini tercantum nama obat dengan merek dagang, generik, maupun bahan baku. Penyusunan nama obat diurutkan berdasarkan abjad dan dipisahkan antara obat dengan nama dagang dan nama generik, serta untuk bahan baku.
d. Buku faktur Buku ini berfungsi sebagai buku penerimaan barang. Dalam buku ini tercantum tanggal penerimaan, nomor urut faktur, nama PBF, nomor faktur, jumlah barang, nama barang, tanggal kadaluarsa, harga satuan, potongan harga, harga setelah potongan, dan jumlah total harga seluruh barang. Untuk buku penerimaan barang depan dan barang dalam dilakukan pemisahan.
e. Buku pembelian dan penggunaan narkotika dan psikotropika Buku ini digunakan untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran obat-obat narkotika dan psikotropika. Dalam buku ini tercantum bulan dan tahun, nama obat, persediaan awal, penambahan jumlah yang meliputi tanggal pembelian,
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
52
jumlah, nama PBF, pengurangan jumlah, dan sisa stok, serta keterangan lain apabila ada.
f. Buku pemasukan barang dalam Buku ini digunakan untuk mencatat pemasukan barang dalam. Pada buku ini tercantum nama barang, jumlah obat dalam satuan terkecil, dan tanggal kadaluarsa obat.
g. Buku perubahan harga Buku ini digunakan untuk mencatat setiap perubahan harga barang. Jika terjadi perubahan harga barang, maka harga terbaru barang dicatat di buku ini, kemudian dilakukan perubahan harga barang pada buku daftar harga dan komputer kasir, serta dilakukan pemberitahuan kepada Apotek Atrika cabang.
h. Buku pengiriman barang ke atrika cabang Buku ini digunakan untuk mencatat setiap obat dan perbekalan farmasi yang dikirimkan ke Apotek Atrika cabang. Untuk setiap Apotek Atrika cabang memiliki buku yang berbeda-beda. Dalam buku tersebut tercantum nama barang, jumlah barang, dan tanggal kadaluarsa.
i. Faktur pengiriman barang ke atrika cabang Surat pengiriman ini digunakan untuk mencatat setiap obat dan perbekalan farmasi yang dikirimkan ke Apotek Atrika cabang. Pada surat pengiriman barang tercantum nama Apotek Atrika cabang yang dituju, nomor urut surat pengiriman, tanggal pengiriman barang, nomor dan nama barang, jumlah barang yang dikirimkan, satuan dalam bentuk kemasan, nomor bets, dan tanggal kadaluarsa barang, serta tanda tangan pengirim dan stempel apotek. Surat pengiriman barang ini terdiri dari 2 lembar, dimana lembar pertama untuk diberikan kepada Apotek Atrika cabang yang disertakan saat pengiriman dilakukan dan lembar lainnya untuk keperluan arsip di Apotek Atrika pusat.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
53
j. Buku resep Pengeluaran obat berdasarkan resep dicatat dalam buku ini. Buku ini memuat tanggal, bulan, dan tahun dibuatnya resep, nomor resep, nama obat, jumlah obat, serta bentuk dan jumlah sediaan yang dibuat.
k. Kartu stok besar Kartu stok besar (kartu stok gudang) digunakan untuk mencatat barangbarang yang masuk atau baru dibeli. Untuk masing-masing barang memiliki kartu stok yang berbeda-beda. Warna dari kartu stok ini dibedakan berdasarkan bentuk sediaan dan tujuan penggunaannya, seperti untuk obat yang berbentuk
solid
(padatan)
yang
dimaksudkan
untuk
penggunaan
oral
menggunakan kartu stok yang berwarna putih, untuk obat yang berbentuk semisolid dan cair yang ditujukan untuk penggunaan topikal menggunakan kartu stok yang berwarna biru, dan untuk obat yang berbentuk cair (sirup, eliksir, suspensi, dan suspensi kering) yang dimaksudkan untuk penggunaan oral menggunakan kartu stok yang berwarna merah muda. Kartu stok ini memuat tanggal penerimaan barang, jumlah barang dalam satuan terbesar, nama PBF, nomor faktur, harga barang yang telah ditambahkan pajak, potongan harga (bila ada), nomor bets, dan tanggal kadaluarsa.
l. Kartu stok kecil Kartu stok kecil (kartu stok harian) digunakan untuk mencatat jumlah barang yang keluar dan masuk, serta sisa stok barang. Sama seperti pada kartu stok besar, untuk masing-masing barang memiliki kartu stok yang berbeda-beda. Warna dari kartu stok ini juga dibedakan berdasarkan bentuk sediaannya dan tujuan penggunaannya, seperti untuk obat yang berbentuk solid (padatan) yang dimaksudkan untuk penggunaan oral menggunakan kartu stok berwarna putih, untuk obat yang berbentuk semisolid dan cair yang ditujukan untuk penggunaan topikal menggunakan kartu stok berwarna biru, dan untuk obat yang berbentuk cair (sirup, eliksir, suspensi, dan suspensi kering) yang dimaksudkan untuk penggunaan oral menggunakan kartu stok berwarna merah muda. Kartu stok kecil memuat
tanggal
keluar
atau
masuk
barang,
keterangan
(nomor
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
54
resep/penjualan/nomor Atrika cabang untuk pengeluaran barang dan tanggal kadaluarsa untuk pemasukan barang), jumlah yang masuk, jumlah yang keluar, dan sisa stok barang yang ada pada lemari.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Apotek Atrika yang berlokasi Jalan Kartini Raya No. 34, Jakarta Pusat didirikan pada tanggal 21 Juli 2001 atas kerjasama dari Dr. Harmita, Apt sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA) dengan Bapak Winardi Hendrayanta. Saat ini Apotek Atrika memiliki tiga cabang yang terletak di daerah Kuningan, Mangga Dua, dan Pantai Indah Kapuk dimana kegiatannya dikoordinasikan oleh Apotek Atrika yang terletak di Jalan Kartini sebagai pusatnya. Apotek Atrika terletak di jalan dua arah dan dekat dengan pemukiman penduduk. Di sekitar Apotek Atrika juga terdapat berbagai fasilitas dan sarana kesehatan seperti dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis, dokter hewan, rumah sakit, puskesmas, dan lain-lain. Apotek Atrika memiliki halaman yang cukup luas sehingga dapat digunakan sebagai tempat parkir dengan kapasitas satu buah mobil dan beberapa sepeda motor. Tata ruang Apotek Atrika sendiri terdiri dari dua bagian yaitu ruang depan dan ruang dalam. Ruang depan merupakan ruang tunggu, kasir, tempat penerimaan resep dan penyerahan obat, dan tempat obat-obat bebas dan bebas terbatas (OTC). Sedangkan di bagian ruang dalam terdiri dari tempat peracikan, tempat obat-obat ethical, wastafel, dan kamar mandi. Pembagian dua ruangan ini dibatasi oleh dinding dan satu pintu sebagai penghubung ruang luar dan ruang dalam. Tempat peracikan obat-obat ethical terletak di tengah-tengah ruang dalam yang dikelilingi oleh lemari penyimpanan obat-obat ethical. Tempat peracikan juga dilengkapi dengan buku-buku dan semua peralatan untuk menunjang peracikan agar berjalan dengan efektif dan nyaman. Berdasarkan catatan obat-obat di buku pemesanan/ defecta, pemesanan dilakukan oleh seorang petugas apotek yang telah diberi wewenang. Petugas apotek yang bertugas untuk memesan barang kemudian mengelompokkan obatobat tersebut berdasarkan PBF yang memiliki obat tersebut untuk suatu obat yang dimiliki beberapa PBF, maka pemilihan PBF didasarkan atas faktor harga, besaran diskon yang diberikan, lokasi, dan ketepatan waktu PBF tersebut dalam mengantarkan obat. Selain pembelian kredit, apotek juga menerima barang titipan atau konsinyasi dimana jika barang tersebut terjual, maka apotek akan menerima
55 Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
56
komisi. Apabila barang tersebut tidak laku hingga batas waktu yang ditetapkan atau kadaluarsa, maka barang tersebut dapat dikembalikan. Pemesanan barang biasanya dilakukan melalui telepon atau medical representative yang berkunjung ke apotek. Sewaktu barang yang dipesan datang, selanjutnya diperiksa dari segi kuantitas maupun kualitas (tanggal kadaluarsa, keadaan fisik barang, spesifikasi, dan lain-lain). Faktur yang telah sesuai kemudian diberi stempel apotek dan tanda tangan petugas. Biasanya faktur terdiri atas 4 rangkap, dua lembar pertama akan diambil oleh PBF dan sisanya diserahkan ke apotek. Sedangkan SP terdiri dari dua rangkap, lembar putih diserahkan ke PBF sedangkan yang merah untuk arsip apotek. Faktur yang diterima oleh apotek dari PBF kemudian dilakukan pencatatan pada buku faktur Apotek Atrika dimana hal ini akan mempermudah penelusuran riwayat pembayaran suatu PBF. Setelah input data ke buku faktur selesai, selanjutnya dilakukan pencatatan pada kartu stok barang yang dibagi atas tiga warna. Kartu stok putih untuk sediaan oral padat, kartu stok merah untuk sediaan oral cair, dan kartu stok hijau untuk sediaan topikal. Hal ini berfungsi untuk mempermudah dalam pengambilan kartu dan hanya untuk membedakan saja. Penyimpanan barang/ obat di Apotek Atrika disusun berdasarkan abjad, bentuk sediaan, dan jenis obat baik untuk obat-obat ethical maupun obat OTC. Untuk penyusunan obat-obat ethical yang terdapat di bagian ruang dalam dilakukan pemisahan untuk sediaan yang terdiri dari obat-obat sediaan solid, liquid, dan semi solid. Untuk obat-obat generik disimpan dalam lemari tersendiri dan beberapa dari obat generik tersebut diletakkan di meja racik seperti klorfeniramin maleat (CTM), prednison, deksametason, dan lain-lain, sehingga mempermudah pengerjaan peracikan obat. Pengeluaran obat dilakukan dengan menggunakan sistem FIFO (First In First Out) untuk obat dengan batas kadaluarsa yang sama dan FEFO (First Expired First Out) yaitu obat dengan batas kadaluarsa tercepat dikeluarkan terlebih dahulu. Pengelolaan obat golongan narkotika dan psikotropika di Apotek Atrika dilakukan secara khusus. Untuk pemesanan narkotika (hanya 1 jenis) dan psikotropika (dapat beberapa jenis) menggunakan SP khusus yang ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek dengan mencantumkan nama jelas, nomor SIA
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
57
dan SIK/SP, serta nama, alamat, dan stempel apotek. Obat golongan narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus terpisah dengan obat-obat lainnya. Obat golongan narkotik hanya dapat diberikan kepada pasien yang membawa resep asli dari dokter. Resep yang mengandung narkotika tidak boleh diulang atau jika tidak ditebus semua, maka sisa obat yang belum diambil hanya dapat dibeli di Apotek Atrika yang menyimpan resep aslinya. Obat psikotropika disimpan di tempat khusus namun diberlakukan seperti obat ethical lainnya. Pengeluaran obat-obat golongan narkotika dan psikotropika dicatat pada buku khusus pengeluaran narkotika dan psikotropika dan pada kartu stok masingmasing untuk mempermudah pelaporan penggunaan. Apotek Atrika melakukan pelaporan penggunaan narkotika dan psikotropika kepada instansi yang berwenang yaitu Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat yang dikirimkan dalam bentuk CD setiap tanggal 10 bulan berjalan. Setiap pengeluaran barang baik karena pembelian maupun untuk dikirim ke Apotek Atrika cabang dicatat dalam buku catatan resep, buku penjualan bebas, atau buku pengiriman. Pelayanan resep di Apotek Atrika mulai dari penerimaan resep, pemberian harga, penimbangan/peracikan, pengemasan, pemberian etiket, pemeriksaan kembali, dan penyerahan obat dilakukan dengan satu sistem yang berfungsi untuk mengurangi kesalahan serta mempermudah pengawasan dan penelusuran apabila terjadi kesalahan. Sistem ini dinamakan HTKP (Harga, Timbang, Kemas, Penyerahan) pada suatu kertas kecil dimana masing-masing petugas yang menyelesaikan tugasnya, menandatangani kolom yang telah tersedia pada HTKP. Apotek Atrika memiliki kerjasama dengan apotek lain dan dokter seperti dr. Freddy S. Hardjoko, Sp.KK sehingga untuk obat-obat jenis tertentu ditebus di apotek atrika. Hubungan kerjasama dengan apotek lain berkaitan dengan ketersediaan obat-obatan yang dapat saling melengkapi, sehingga pelayanan resep berdasarkan kecepatan dan ketepatan dapat terpenuhi. Sedangkan pelayanan informasi obat telah terlaksana dengan baik karena apoteker selalu berada di tempat. Pelayanan informasi obat ini meliputi cara pemakaian obat, waktu minum obat, interaksi obat, efek samping obat, dan konseling jika diperlukan.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
58
Sistem administrasi di Apotek Atrika sendiri menggunakan dua cara, yaitu cara manual dan cara komputerisasi. Sistem administrasi secara komputerisasi dilakukan dengan menggunakan software khusus untuk apotek. Sistem ini menghubungkan secara langsung antara komputer kasir dengan komputer bagian administrasi di ruang dalam. Barang-barang masuk atau keluar yang diinput dapat diawasi oleh sistem administrasi. Tapi untuk hal ini masih menjadi kendala karena sistem seringkali mengalami kegagalan fungsi (error) sehingga masih harus disempurnakan. Dengan demikian sistem manual masih menjadi pilihan utama.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 5.1.1. Apoteker memiliki peran dan tanggung jawab yang penting dalam mengelola kegiatan di apotek. Apoteker memiliki tanggung jawab penuh atas setiap kegiatan yang berlangsung di apotek, baik kegiatan teknis kefarmasian maupun kegiatan non teknis kefarmasian. 5.1.2. Kegiatan pengelolaan yang dilakukan oleh Apotek Atrika telah sesuai dengan etika, tata cara, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam sistem pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. 5.1.3. Pekerjaan kefarmasian yang dilakukan Apoteker di apotek secara profesional diwujudkan dengan peran nyata Apoteker dalam menerapkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat, melalui pelayanan obat, pemberian informasi mengenai obat dan pengobatannya, konseling obat, dan melaksanakan monitoring penggunaan obat dan terhadap efek yang tidak diinginkan dari penggunaan obat.
5.2. Saran 5.2.1. Untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, Apotek sebaiknya menyediakan permen atau air minum mineral kemasan, untuk mencegah pelanggan merasa jenuh ketika menunggu obat mereka disiapkan. 5.2.2. Untuk meningkatkan pemberian informasi obat kepada masyarakat, sebaiknya perlu disediakan leaflet/brosur yang berisi informasi mengenai cara pakai obat atau mengenai penyakit dan pengobatannya, terutama penyakit-penyakit ringan yang dapat diobati sendiri melalui swamedikasi, sebagai sarana edukasi dan promosi bagi masyarakat.
59 Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1997). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28/Menkes/Per/I/1978 Tentang Tata Cara Penyimpanan Narkotika. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993a). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 919/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993b). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta : Pemerintah Republik Indonesia.
60 Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
61
Pemerintah Republik Indonesia. (2009b). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta : Pemerintah Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta : Pemerintah Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan dan Tambahan Atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek. Jakarta : Pemerintah Republik Indonesia. Quick, J. (1997). Managing Drug Supply, The selection, Procurement, Distribution, and Use of Pharmaceuticals, 2nd ed Revised and Expanded. Kumarian Pers. Seto, S., Yunita, N., & T, L. (2004). Manajemen Farmasi. Jakarta : Airlangga University Pers.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
LAMPIRAN
77 Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
63
Lampiran 1. Denah Apotek Atrika
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
64
Lampiran 2. Struktur Organisasi Apotek Atrika
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
65
Lampiran 3. Surat Pesanan Apotek Atrika
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
66
Lampiran 4. Surat Pesanan Obat Narkotika
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
67
Lampiran 5. Laporan Penggunaan Narkotika
LAPORAN PENGGUNAAN NARKOTIKA Nama Apotek Alamat dan Telepon Bulan Nama Codein 10 mg Tablet Codein 20 mg Tablet Codipront Cum Exp Kapsul Codipront Syrup
: Atrika : Jalan Kartini Raya No. 34 A Jakarta Pusat 6394153, 6260276 : Tahun : Satuan
Saldo Awal
Form
:
Lembar : 1
PEMASUKAN PENGGUNAAN Dari Jumlah Untuk Jumlah
Tablet Tablet Kapsul Botol
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Saldo Akhir
68
Lampiran 6. Surat Pesanan Obat Psikotropika
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
69
Lampiran 7. Laporan Penggunaan Psikotropika
LAPORAN PENGGUNAAN PSIKOTROPIKA Nama Apotek Alamat dan Telepon Bulan
: Atrika : Jalan Kartini Raya No. 34 A Jakarta Pusat 6394153, 6260276 : Tahun :
Nama
Satuan
Alganax 1 mg
Tablet
Apisate Tab
Tablet
Ativan 0.5 mg
Tablet
Ativan 2 mg
Tablet
Braxidin Tab
Tablet
Danalgin Tab
Tablet
Esilgan 1 mg
Tablet
Esligan 2 mg
Tablet
Frisium 10 mg
Tablet
Luminal 30 mg
Tablet
Spasmium 5 mg Tab
Tablet
Valisanbe 5 mg Tab
Tablet
Xanax 0.25 mg Tab
Tablet
Saldo Awal
Form
:
Lembar : 1
PEMASUKAN PENGGUNAAN Dari Jumlah Untuk Jumlah
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Saldo Akhir
70
Lampiran 8. Alur Pelayanan Resep
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
71
Lampiran 9. Copy Resep Apotek Atrika
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
72
Lampiran 10. Etiket Apotek Atrika
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
73
Lampiran 11. Berita Acara Pemusnahan Resep
POM.53.OB.53.AP.53.P1 BERITA ACARA PEMUSNAHAN RESEP Pada hari ini tanggal bulan tahun sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 280/Men.Kes/SK/V/1981 tentang Ketentuan dan Tata cara Pengelolaan Apotek, Kami yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Apoteker Pengelola Apotek S.I.P.A Nomor Nama Apotek Alamat Apotek
: : : :
Dengan disaksikan oleh : 1. Nama Jabatan S.I.K Nomor 2. Nama Jabatan S.I.K Nomor
: : : : : :
tanggal
tanggal
tanggal
Telah melakukan pemusnahan resep pada Apotek kami yang telah melewati batas waktu penyimpanan selama tiga tahun, yaitu : resep dari tanggal sampai dengan tanggal seberat kg. Tempat dilakukan pemusnahan : Demikian berita acara ini kami buat sesungguhnya dengan penuh tanggung jawab. Berita acara ini dibuat dalam rangkap empat dan dikirimkan kepada : 1. Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi 3. Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan 4. Satu sebagai arsip di Apotek ..……………….…..20…...... Saksi-saksi : Yang membuat berita acara, 1. ( S.I.K. No :
)
2. ( S.I.K. No :
)
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
( S.I.P.A. no :
)
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34 A, JAKARTA PUSAT PERIODE 6 SEPTEMBER – 17 OKTOBER 2012
PENGKAJIAN RESEP HIPERTENSI DI APOTEK ATRIKA PERIODE FEBRUARI - AGUSTUS 2012
SALWA BAINANA, S. Farm. 1106153486
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR............................................................................................ iii DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................1 1.2 Tujuan .............................................................................................................2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................3 2.1 Konseling ........................................................................................................3 2.2 Hipertensi ......................................................................................................10 BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN ...............................................................18 3.1 Waktu dan Lokasi .........................................................................................18 3.2 Metode Pengkajian........................................................................................18 BAB 4 PEMBAHASAN ........................................................................................19 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................26 5.1 Kesimpulan ...................................................................................................26 5.2 Saran..............................................................................................................26 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................27
ii Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Tahapan terapi hipertensi ..................................................................15
iii Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbandingan pendekatan “Medical Model” dengan pendekatan “Helping Model”......................................................................................5 Tabel 2.2 Klasifikasi hipertensi .............................................................................11 Tabel 2.3 Modifikasi gaya hidup untuk mengontrol hipertensi .............................13 Tabel 2.4. Berbagai hipertensi (AH) oral dengan dosis dan sediaannya ...............16 Tabel 4.1 Jenis obat hipertensi yang diresepkan selama bulan Februari hingga Agustus 2012 .........................................................................................19 Tabel 4.2 Allopurinol .............................................................................................21 Tabel 4.3 Captopril.................................................................................................21 Tabel 4.4 Amlodipine.............................................................................................24
iv Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor yang penting diperhatikan untuk
keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu perlu diselenggarakan upaya kesehatan secara menyeluruh agar terwujud masyarakat yang sehat dan mandiri. Upaya kesehatan adalah kegiatan memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan (Sedyaningsih, 2012). Salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat adalah hipertensi. Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular. Diperkirakan telah menyebabkan 4.5% dari beban penyakit secara global, dan prevalensinya hamper sama besar di negara berkembang maupun di negara maju. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama gangguan jantung. Selain mengakibatkan gagal jantung, hipertensi dapat berakibat terjadinya gagal ginjal maupun penyakit serebrovaskular. Penyakit ini bertanggung jawab terhadap tingginya biaya pengobatan dikarenakan alasan tingginya angka kunjungan ke dokter, perawatan di rumah sakit dan / atau penggunaan obat jangka panjang (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan, 2006). Pengobatan hipertensi bertujuan untuk menurunkan kerusakan organ target seperti kejadian kardiovaskular atau serebrovaskular, gagal jantung, dan penyakit ginjal dan juga mengurangi resiko dari penyakit hipertensi. Penatalaksanaan hipertensi dapat ditempuh dengan 2 cara yaitu non farmakologi dan farmakologi (National Heart Foundation of Australia, 2008-2010). Dalam pengobatan hipertensi secara farmakologi, dilakukan dengan bantuan dokter dan apoteker. Apoteker diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dalam menyampaikan informasi obat dan memberi motivasi supaya masyarakat paham dan patuh dalam menjalankan terapi pengobatannya. Oleh karena itu, Praktek 1 Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
2
Kerja Profesi Apoteker (PKPA), khususnya di apotek, perlu dilakukan oleh para calon Apoteker agar dapat lebih mengetahui dan sebagai gambaran di kemudian hari mengenai peranannya terhadap pelayanan kesehatan di masyarakat. Dalam kesempatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika, dilakukan pengkajian resep-resep obat hipertensi yang diterima di Apotek Atrika selama periode Februari sampai Agustus 2012. Dari hasil pengkajian resep-resep ini, dapat diketahui obat hipertensi yang paling sering diresepkan oleh dokter dan dapat diketahui juga kerasionalan dari resep tersebut.
1.2
Tujuan Penyusunan laporan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker ini
bertujuan untuk mengkaji peresepan obat untuk terapi hipertensi yang diterima Apotek Atrika selama periode Februari sampai Agustus 2012 dari sisi kerasionalan resep.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Konseling
2.1.1.
Pengertian Konseling (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007) Konseling berasal dari kata counsel yang artinya memberikan saran,
melakukan diskusi dan pertukaran pendapat. Konseling adalah suatu kegiatan bertemu dan berdiskusinya seseorang yang membutuhkan (klien) dan seseorang yang memberikan (konselor) dukungan dan dorongan sedemikian rupa sehingga klien memperoleh keyakinan akan kemampuannya dalam pemecahan masalah. Pelayanan konseling pasien adalah suatu pelayanan farmasi yang mempunyai tanggung jawab etikal serta medikasi legal untuk memberikan informasi dan edukasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan obat. Kegiatan konseling dapat diberikan atas inisiatif langsung dari apoteker mengingat perlunya pemberian konseling karena pemakaian obat-obat dengan cara penggunaan khusus, obat-obat yang membutuhkan terapi jangka panjang sehingga perlu memastikan untuk kepatuhan pasien meminum obat. Konseling yang diberikan atas inisiatif langsung dari apoteker disebut konseling aktif. Selain konseling aktif dapat juga konseling terjadi jika pasien datang untuk berkonsultasi kepada apoteker untuk mendapatkan penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan obat dan pengobatan, bentuk konseling seperti ini disebut konseling pasif.
2.1.2.
Tujuan dan Manfaat Konseling (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007) Dalam melakukan konseling terdapat beberapa tujuan yang ingin
dicapai. Tujuan umum dari proses konseling, antara lain: 1. Meningkatkan keberhasilan terapi 2. Memaksimalkan efek terapi 3. Meminimalkan risiko efek samping 4. Meningkatkan cost effectiveness
3 Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
4
5. Menghormati pilihan pasien dalam menjalankan terapi. Adapun tujuan khusus dari konseling adalah : 1. Meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dengan pasien. 2. Menunjukkan perhatian dan kepedulian terhadap pasien. 3. Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan obatnya. 4. Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan dengan penyakitnya. 5. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan. 6. Mencegah atau meminimalkan Drug Related Problem. 7. Meningkatkan kemampuan pasien untuk memecahkan masalahnya sendiri dalam hal terapi. 8. Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan. 9. Membimbing dan mendidik pasien dalam menggunakan obat sehingga dapat mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan pasien. Selain terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai, konseling juga memiliki manfaat, baik bagi pasien maupun bagi Apoteker sendiri. Manfaat konseling yang diperoleh pasien, antara lain: 1. Menjamin keamanan dan efektivitas pengobatan 2. Mendapatkan penjelasan tambahan mengenai penyakitnya 3. Membantu dalam merawat atau perawatan kesehatan sendiri 4. Membantu pemecahan masalah terapi dalam situasi tertentu 5. Menurunkan kesalahan penggunaan obat 6. Meningkatkan kepatuhan dalam menjalankan terapi 7. Menghindari reaksi obat yang tidak diinginkan 8. Meningkatkan efektivitas serta efisiensi biaya kesehatan. Sedangkan, manfaat yang diperoleh Apoteker dari konseling adalah: 1. Menjaga citra profesi Apoteker sebagai bagian dari tim pelayanan kesehatan 2. Mewujudkan bentuk pelayanan asuhan kefarmasian sebagai tanggung jawab profesi Apoteker 3. Menghindarkan Apoteker dari tuntutan karena kesalahan penggunaan obat (medication error) 4. Pelayanan tambahan untuk menarik pelanggan sehingga menjadi upaya dalam memasarkan jasa pelayanan.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
5
2.1.3.
Prinsip Dasar Konseling (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007) Prinsip dasar konseling adalah terjadinya kemitraan atau korelasi antara
pasien dengan Apoteker sehingga terjadi perubahan perilaku pasien secara sukarela. Pendekatan Apoteker dalam pelayanan konseling mengalami perubahan model pendekatan dari pendekatan “medical model” menjadi pendekatan “helping model”.
Tabel 2.1 Perbandingan pendekatan “Medical Model” dengan pendekatan “Helping Model” No
Medical Model
1
Pasien pasif
2
Dasar ditunjukkan
Pasien terlibat secara aktif dari
kepercayaan Kepercayaan
berdasarkan
profesi 3
5
2.1.4.
didasarkan
dari
citra hubungan pribadi yang berkembang setiap saat
Mengidentifikasi
masalah
menetapkan solusi 4
Helping Model
dan Menggali
semua
masalah
dan
memilih cara pemecahan masalah
Pasien bergantung pada petugas Pasien mengembangkan rasa percaya kesehatan
dirinya untuk memecahkan masalah
Hubungan seperti ayah-anak
Hubungan setara (seperti teman)
Sasaran Konseling (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007) Pemberian konseling ditujukan untuk pasien rawat jalan maupun pasien
rawat inap. Konseling dapat diberikan langsung kepada pasien atau melalui perantara, yaitu keluarga pasien, pendamping pasien, perawat pasien, atau siapa saja yang bertanggung jawab dalam perawatan pasien. Pemberian konseling melalui perantara diberikan apabila pasien tidak mampu mengenali obat-obatan dan terapinya, pasien pediatrik, dan pasien geriatrik. Pemberian konseling untuk pasien rawat jalan dapat diberikan saat pasien mengambil obat yang dapat dilakukan saat penyerahan obat, tetapi lebih
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
6
efektif apabila dilakukan di ruangan khusus untuk konseling. Pemilihan tempat konseling bergantung pada kebutuhan dan tingkat kerahasiaan atau kerumitan terhadap hal-hal yang perlu dikonselingkan ke pasien. Konseling untuk pasien rawat inap diberikan saat pasien akan melanjutkan terapi di rumah. Pemberian konseling harus lengkap karena setelah pulang dari rumah sakit pasien harus mengelola sendiri terapi obat di rumah. Selain pemberian konseling saat akan pulang, konseling pada pasien rawat inap juga diberikan pada pasien dengan tingkat kepatuhan yang rendah dan apabila terdapat perubahan terapi berupa penambahan terapi, perubahan regimen terapi, maupun perubahan rute pemberian.
2.1.5.
Proses Konseling (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007)
2.1.5.1. Penentuan Prioritas Pasien Dalam kegiatan pelayanan kefarmasian, pemberian konseling tidak dapat diberikan kepada semua pasien karena waktu pemberian konseling yang cukup lama. Oleh karena itu, perlu dilakukan seleksi pasien yang harus diberikan konseling. Seleksi pasien dilakukan dengan penentuan prioritas pasien-pasien yang perlu mendapat konseling, yaitu : 1. Pasien dengan populasi khusus 2. Pasien dengan terapi pengobatan jangka panjang 3. Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus 4. Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan indeks terapi sempit 5. Pasien yang memiliki riwayat kepatuhan rendah dalam menjalankan terapi
2.1.5.2. Persiapan dan Pertanyaan dalam Melakukan Konseling Dalam menerapkan konseling yang baik, maka Apoteker harus memiliki persiapan. Apoteker sebaiknya melihat dahulu data rekam medis pasien agar mengetahui kemungkinan masalah yang terjadi, seperti interaksi obat maupun kemungkinan alergi pada obat-obatan tertentu. Selain itu, Apoteker juga harus mempersiapkan diri dengan informasi-informasi terbaru yang berhubungan dengan pengobatan yang diterima oleh pasien.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
7
Pemilihan kalimat tanya merupakan faktor penting dalam mewujudkan keberhasilan komunikasi. Pertanyaan yang digunakan sebaiknya adalah openended questions karena memungkinkan Apoteker memperoleh beberapa informasi yang dibutuhkan dari satu pertanyaan dan akan menghasilkan respon yang memuaskan karena dapat memberikan informasi yang maksimal. Kata tanya yang digunakan sebaiknya dimulai dengan “bagaimana” atau “mengapa”.
2.1.5.3. Tahapan Konseling 1. Pembukaan Pembukaan konseling yang baik dengan pasien dapat menciptakan hubungan baik, sehingga pasien akan merasa percaya untuk memberikan informasi kepada Apoteker, serta dapat menghasilkan pembicaraan yang menyenangkan dan tidak kaku. Apoteker harus memperkenalkan diri terlebih dulu sebelum memulasi sesi konseling. Selain itu, Apoteker juga harus mengetahui identitas pasien sehingga pasien merasa lebih dihargai dan harus menjelaskan kepada pasien tentang tujuan konseling dan berapa lama konseling berlangsung.
2. Diskusi untuk mengumpulkan informasi dan identifikasi masalah Pada tahap ini Apoteker dapat mengetahui berbagai informasi dari pasien mengenai masalah potensial yang mungkin terjadi selama pengobatan. Pasien dapat merupakan pasien baru maupun pasien yang meneruskan pengobatan.
3. Diskusi untuk mencegah atau memecahkan masalah dan mempelajarinya Setiap alternatif cara pemecahan masalah harus didiskusikan dengan pasien. Apoteker juga harus mencatat terapi dan rencana untuk monitoring terapi yang diterima pasien. Untuk pasien yang menerima resep baru ataupun pasien yang menerima resep yang sama harus diajak terlibat untuk mempelajari keadaan yang memungkinkan terjadinya masalah sehingga masalah dapat diminimalisasi.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
8
4. Memastikan pasien memahami informasi yang diperoleh Apoteker harus memastikan informasi yang diberikan selama konseling dapat dipahami dengan baik oleh pasien dengan meminta kembali pasien untuk mengulang informasi yang sudah diterima sehingga dapat diidentifikasi apabila terdapat penerimaan informasi yang salah dan dapat segera dilakukan perbaikan.
5. Menutup diskusi Sebelum menutup diskusi, sangat penting untuk bertanya kepada pasien mengenai hal-hal yang masih ingin ditanyakan maupun yang tidak dimengerti oleh pasien. Mengulang pernyataan dan mempertegasnya sangat penting sebelum menutup diskusi karena pesan yang diterima lebih dari satu kali dan diberi penekanan biasanya akan diingat oleh pasien.
6. Follow up diskusi Pada tahap ini agak sulit dilakukan, karena terkadang pasien mendapatkan Apoteker yang berbeda pada konseling berikutnya. Oleh karena itu, dokumentasi kegiatan konseling perlu dibuat agar perkembangan pasien dapat terus dipantau.
2.1.6.
Aspek Konseling yang Harus Disampaikan Kepada Pasien (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007) Beberapa aspek harus disampaikan kepada pasien saat proses konseling
berlangsung, meliputi: 1. Deskripsi dan kekuatan obat Apoteker harus memberikan informasi kepada pasien mengenai bentuk sediaan dan cara pemakaian obat, nama obat dan zat aktif yang terkandung di dalamnya, dan kekuatan obat (mg atau gram). 2. Jadwal dan cara penggunaan obat Penekanan dilakukan untuk obat dengan instruksi khusus, seperti “minum obat sebelum makan“, “jangan diminum bersama susu“, dan sebagainya. Kepatuhan pasien tergantung pada pemahaman dan perilaku sosial ekonominya.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
9
3. Mekanisme kerja obat Apoteker harus mengetahui indikasi obat, penyakit atau gejala yang sedang diobati sehingga Apoteker dapat memilih mekanisme yang harus dijelaskan. Hal tersebut dikarenakan banyak obat yang multi-indikasi. Penjelasan harus sederhana dan ringkas agar mudah dipahami oleh pasien. 4. Dampak gaya hidup Banyak regimen obat yang memaksa pasien untuk mengubah gaya hidup. Apoteker harus dapat menanamkan kepercayaan pada pasien mengenai manfaat perubahan gaya hidup untuk meningkatkan kepatuhan pasien. 5. Penyimpanan Pasien harus diberitahukan tentang cara penyimpanan obat, terutama obat-obat yang harus disimpan pada temperatur kamar, adanya cahaya, dan lain sebagainya. Tempat penyimpanan sebaiknya jauh dari jangkauan anak-anak. 6. Efek potensial yang tidak diinginkan Apoteker sebaiknya menjelaskan mekanisme atau alasan terjadinya toksisitas secara sederhana. Penekanan penjelasan dilakukan terutama untuk obat yang menyebabkan perubahan warna urin, yang menyebabkan kekeringan pada mukosa mulut, dan sebagainya. Pasien juga diberitahukan tentang tanda dan gejala keracunan.
2.1.7.
Dokumentasi (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007) Pendokumentasian adalah hal yang perlu dilakukan dalam setiap
kegiatan pelayanan farmasi. Pendokumentasian berguna untuk evaluasi kegiatan dalam upaya peningkatan mutu pelayanan. Dalam pelayanan konseling obat kegiatan pendokumentasian sangat diperlukan. Tujuan pendokumentasian pelayanan konseling obat adalah : 1. Mendapatkan data / profil pasien 2. Mengetahui riwayat penyakit pasien 3. Memantau kepatuhan pasien dalam berobat 4. Mengevaluasi pemahaman pasien tentang pengobatan 5. Menyediakan data jika terjadi tuntutan pada kesalahan penggunaan obat
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
10
6. Menyediakan data untuk evaluasi kegiatan kefarmasian 7. Menyediakan data untuk evaluasi terapi Pendokumentasian dapat berupa kartu konseling yang berisi data pasien dan kegiatan konseling yang dilakukan dan buku besar pencatatan kegiatan untuk mencatat volume kegiatan. Dalam pendokumentasian perlu dicantumkan petugas yang melaksanakan konseling.
2.2.
Hipertensi
2.2.1.
Definisi Hipertensi Hipertensi didefinisikan sebagai suatu peningkatan tekanan darah (TD)
sistolik dan/atau diastolik yang tidak normal. Diagnosis hipertemsi tidak boleh ditegakkan berdasarkan sekali pengukuran, kecuali bila TD sistolik ≥ 210 mmHg dan/atau TD diastolik ≥ 120 mmHg. Pengukuran pertama harus dikonfirmasi pada sedikitnya 2 kunjungan lagi dalam waktu 1 sampai beberapa minggu. Diagnosis hipertensi ditegakkan bila dari pengukuran berulang-ulang tersebut diperoleh nilai rata-rata TD sistolik ≥ 140 mmHg dan/atau TD diastolik ≥ 90 mmHg (Price, Sylvia A., dan Lorraine M. Wilson, 1995 dan Gunawan, 2007).
2.2.2.
Klasifikasi Hipertensi (U.S. Department of Health and Human Services – JNC 7, 2003) Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori, dengan nilai normal
pada TD sistolik < 120 mm Hg dan tekanan darah diastolik (TDD) < 80 mmHg. Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit tetapi mengidentifikasi pasien-pasien yang tekanan darahnya cendrung meningkat ke klasifikasi hipertensi dimasa yang akan datang. Klasifikasi hipertensi dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
11
Tabel 2.2. Klasifikasi hipertensi* Klasifikasi
Tekanan darah sistolik Tekanan darah diastolik (mmHg) (mmHg) Normal <120 <80 Prehipertensi 120-139 80-89 Hipertensi tahap 1 140-159 90-99 Hipertensi tahap 2 ≥160 ≥100 *Tabel 2.2 klasifikasi hipertensi untuk dewasa umur ≥18 tahun
2.2.3.
Faktor Penyebab Hipertensi Terdapat dua penyebab hipertensi, yaitu:
1. Hipertensi primer atau esensial (97-98%) Beberapa mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum satupun teori yang tegas menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut. Namun diduga hal ini berhubungan dengan genetik dan faktor lingkungan (U.S. Department of Health and Human Services – JNC 7, 2003).
2. Hipertensi sekunder (2-3%) Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau gangguan pada sistem endokrin adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan atau mengobati / mengoreksi kondisi penyakit yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan, 2006 dan U.S. Department of Health and Human Services – JNC 7, 2003).
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
12
2.2.4.
Penatalaksanaan Hipertensi (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan, 2006 dan U.S. Department of Health and Human Services – JNC 7, 2003) Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah:
a. Penurunan mortalitas dan morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi. Mortalitas dan morbiditas ini berhubungan dengan kerusakan organ target. b. Mengurangi resiko merupakan tujuan utama terapi hipertensi, dan pilihan terapi obat dipengaruhi secara bermakna oleh bukti yang menunjukkan pengurangan resiko. Target nilai tekanan darah yang di rekomendasikan: 1. Kebanyakan pasien < 140/90 mmHg 2. Pasien dengan diabetes < 130/80 mmHg 3. Pasien dengan penyakit ginjal kronis < 130/80 mmHg Penanganan terapi hipertensi yang diutamakan adalah pasien dengan TD < 140/90 mmHg atau dengan TD < 130/80 mmHg pada pasien dengan penyakit diabetes atau gagal ginjal dan pasien yang memerlukan dua terapi pengobatan untuk tercapainya target. Modifikasi gaya hidup saja bisa dianggap cukup untuk pasien dengan prehipertensi, tetapi tidak cukup untuk pasien-pasien dengan hipertensi atau untuk pasien-pasien dengan target tekanan darah ≤130/80 mmHg (DM dan penyakit ginjal). Pemilihan obat tergantung berapa tingginya tekanan darah dan adanya indikasi khusus. Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi.
2.2.4.1. Terapi Nonfarmakologi (U.S. Department of Health and Human Services – JNC 7, 2003 dan Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan, 2006) Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting untuk mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam penanganan hipertensi. Semua pasien dengan prehipertensi dan hipertensi harus melakukan perubahan gaya hidup. Perubahan yang sudah terlihat menurunkan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
13
tekanan darah dapat terlihat pada Tabel 2.3 sesuai dengan rekomendasi dari JNC 7. Disamping menurunkan tekanan darah pada pasien-pasien dengan hipertensi, modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi pada pasien-pasien dengan tekanan darah prehipertensi.
Tabel 2.3 Modifikasi gaya hidup untuk mengontrol hipertensi* Modifikasi
Rekomendasi
Range penurunan tekanan darah Penurunan berat badan Pelihara berat badan 5-20 mmHg/10-kg (BB) normal (BMI 18.5 – 24.9) penurunan BB Adopsi pola makan Diet kaya dengan buah, 8-14 mmHg DASH sayur, dan produk susu rendah lemak Diet rendah sodium Mengurangi diet sodium, 2-8 mmHg tidak lebih dari 100meq/L (2,4 g sodium atau 6 g sodium klorida) Aktifitas fisik Regular aktifitas fisik 4-9 mmHg aerobic seperti jalan kaki 30 menit/hari, beberapa hari/minggu Singkatan: BMI, body mass index, BB, berat badan, DASH, Dietary Approach to Stop Hypertension *Berhenti merokok, untuk mengurangi resiko kardiovaskular secara keseluruhan Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat menurunkan tekanan darah adalah mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau gemuk; mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yang kaya akan kalium dan kalsium; diet rendah natrium; aktifitas fisik; dan mengkonsumsi alkohol sedikit saja. Pada sejumlah pasien dengan pengontrolan tekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat antihipertensi; mengurangi garam dan berat badan dapat membebaskan pasien dari menggunakan obat. Program diet yang mudah diterima adalah yang didisain untuk menurunkan berat badan secara perlahan-lahan pada pasien yang gemuk dan obes disertai pembatasan pemasukan natrium dan alkohol. Untuk ini diperlukan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
14
pendidikan ke pasien, dan dorongan moril. Fakta-fakta berikut dapat diberitahu kepada pasien supaya pasien mengerti rasionalitas intervensi diet: 1. Hipertensi 2 – 3 kali lebih sering pada orang gemuk dibanding orang dengan berat badan ideal 2. Lebih dari 60 % pasien dengan hipertensi adalah gemuk (overweight) 3. Penurunan berat badan, hanya dengan 10 pound (4.5 kg) dapat menurunkan tekanan darah secara bermakna pada orang gemuk 4. Obesitas abdomen dikaitkan dengan sindroma metabolik, yang juga prekursor dari hipertensi dan sindroma resisten insulin yang dapat berlanjut ke DM tipe 2, dislipidemia, dan selanjutnya ke penyakit kardiovaskular. 5. Diet kaya dengan buah dan sayuran dan rendah lemak jenuh dapat menurunkan tekanan darah pada individu dengan hipertensi. 6. Walaupun ada pasien hipertensi yang tidak sensitif terhadap garam, kebanyakan pasien mengalami penurunaan tekanan darah sistolik dengan pembatasan natrium JNC 7 menyarankan pola makan DASH yaitu diet yang kaya dengan buah, sayur, dan produk susu redah lemak dengan kadar total lemak dan lemak jenuh berkurang. Natrium yang direkomendasikan < 2.4 g (100 mEq)/hari. Aktifitas fisik dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga aerobik secara teratur paling tidak 30 menit/hari beberapa hari per minggu ideal untuk kebanyakan pasien. Studi menunjukkan kalau olah raga aerobik, seperti jogging, berenang, jalan kaki, dan menggunakan sepeda, dapat menurunkan tekanan darah. Keuntungan ini dapat terjadi walaupun tanpa disertai penurunan berat badan. Pasien harus konsultasi dengan dokter untuk mengetahui jenis olah-raga mana yang terbaik terutama untuk pasien dengan kerusakan organ target. Merokok merupakan faktor resiko utama independen untuk penyakit kardiovaskular. Pasien hipertensi yang merokok harus dikonseling berhubungan dengan resiko lain yang dapat diakibatkan oleh merokok.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
15
2.2.4.2. Terapi Farmakologi Pengobatan hipertensi pada prinsipnya dapat dilakukan secara bertahap. Tahapan terapi hipertensi dapat dilihat pada Gambar 2.1 (Gunawan, 2007 dan National Heart Foundation of Australia, 2008-2010). Modifikasi pola hidup: - Penurunan berat badan - Aktivitas fisik teratur - Penghambatan garam dan alcohol - Berhenti merokok
Respon cukup (TD sasaran telah dicapai)
Respon kurang
Lanjutkan Modifikasi pola hidup: Pilihan Antihipertensi tahap pertama: - Diuretic atau β-bloker - Penghambat ACE, Antagonis kalsium, α-bloker, α, β-bloker
Respon cukup (TD sasaran telah dicapai) Jika target TD tidak tercapai: ACE inhibitor + antagonis kalsium Atau ACE inhibitor + Dosis rendah diuretik tiazid
Jika target TD tidak tercapai: ACE inhibitor + antagonis kalsium + Dosis rendah diuretik tiazid
Jika target TD tidak tercapai: Pertimbangkan untuk ke dokter spesialist Gambar 2.1. Tahapan terapi hipertensi
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
16
Obat antihipertensi (AH) yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.4 (Gunawan, 2007).
Tabel 2.4. Berbagai Hipertensi (AH) Oral Dengan Dosis Dan Sediaannya Dosis (mg)
Jenis Obat 1. Diuretik a. Diuretik tiazid - Hidroklortiazid - Klortalidon - Bendroflumetiazid - Indapamid - Metolazon - Metolazon rapid acting - Xipamid b. Diuretik kuat - Furosemide* - Torsemid**
Frekuensi pemberian
Sediaan
12,5 - 25 12,5 - 25 2,5 - 5 1,25 - 2,5 2,5 - 5 0,5 - 1
1x 1x 1x 1x 1x 1x
Tablet 25; 50 mg Tablet 50 mg Tablet 5 mg Tablet 2,5 mg Tablet 2,5; 5; 10 mg Tablet 0,5 mg
10 - 20
1x
Tablet 20 mg
20 - 80
2 - 3x
2,5 - 10
1 – 2x
Tablet 40 mg, amp 20 mg Tablet 5; 10; 20; 100 mg; amp 10 mg/ml (2 dan 5 ml)
c. Diuretic hemat kalsium - Amilorid - Spironolakton * - Triamteren
5 - 10 1-2x Tablet 5 mg 25 – 100 1x Tablet 25; 100 mg 25 - 300 1x Tablet 50 ; 100 mg * Dosis furosemid untuk gagal jantung dan gagal ginjal dapat ditingkatkan sampai 240 mg/hari ** Dosis torsemid untuk gagal jantung dapat ditingkatkan sampai 200 mg/hari *** Dosis spironolakton untuk asites refrakter dapat ditingkatkan sampai 400 mg/hari 2. Beta-bloker a. Kardioselektif - Asebutolol - Atenolol - Bisoprolol - Metoprolol biasa Metoprolol lepas lambat b. Nonselektif - Alpronolol - Karteolol - Nadolol - Oksprenolol biasa
200 25 2,5 50 100
1 - 2x 1x 1x 1-2x 1x
Kap 200mg; tab 400mg Tablet 50; 100 mg Tablet 5 mg Tablet 50; 100 mg Tablet 100 mg
100 2,5 20 80
2x 2-3x 1x 2x
Tablet 50 mg Tablet 5 mg Tablet 40; 80 mg Tablet 40; 80 mg
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
17
Dosis (mg) 80
Frekuensi pemberian 1x
Tablet 80; 160 mg
5 40 20 12,5 100
2x 2 - 3x 2x 1x 2x
Tablet 5; 10 mg Tablet 10; 40 mg Tablet 10; 20 mg Tablet 25 mg Tablet 100 mg
3. Alfa-bloker - Doxazosin - Prazosin - Terazosin - Bunazosin
1-2 0,5 1-2 1,5
1x 1 - 2x 1x 3x
Tablet 1; 2 mg Tablet 1; 2 mg Tablet 1; 2 mg Tablet 0,5; 1 mg
4. Penghambat ACE - Kaptopril - Lisinopril - Enalapril - Benazepril - Fosinopril - Quinapril - Perindopril - Ramipril - Trandolapril - Imidapril
25 - 100 10 - 40 2,5 - 40 10 - 40 10 - 40 10 - 40 4-8 2,5 - 20 1-4 2,5 – 10
2 - 3x 1x 1-2x 1 - 2x 1x 1x 1 - 2x 1x 1x 1x
Tablet 12,5; 25 mg Tablet 5; 10 mg Tablet 5; 10 mg Tablet 5; 10 mg Tablet 10 mg Tablet 5; 10; 20 mg Tablet 4 mg Tablet 10 mg Tablet 10 mg Tablet 5; 10 mg
5. Antagonis Kalsium - Verapamil
80 - 320
2 - 3x
240 - 480 90 - 180
1 – 2x 3x
30 - 60 2,5 - 10 2,5 - 20 2,5 - 10
3 - 4x 1x 1x 1x 2x
60 – 120
2x
10 - 40
1x
Tablet 40; 80; 120 mg, amp 2,5 mg/ml Tablet 240 mg Tablet 30; 60 mg, amp 50 mg Tablet 10 mg Tablet 30; 60, 90 mg Tablet 5 mg, 10 mg Tablet 2,5; 5; 10 mg Tablet 2,5; 5 mg Kapsul 20; 30 mg Tablet 30, 45, 60 mg, amp 2,5 mg/ml Tablet 10; 20; 20; 30; 40 mg
Jenis Obat
-
-
-
Oksprenolol lepas lambat Pindolol Propranolol Timolol Karvedilol Labetalol
Verapamil lepas lambat Diltiazem Nifedipin Nifedipin long acting Amlodipine Felodipine Isradipin Nikardipin Nikardipin lepas lambat Nisoldipin
Sediaan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN
3.1
Lokasi dan Waktu Pengkajian Pengkajian terhadap resep untuk terapi hipertensi dilakukan di Apotek
Atrika Jalan Kartini Raya No. 34 Jakarta Pusat pada saat pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA), yaitu pada minggu kelima hingga minggu keenam.
3.2
Metode Pengkajian Data yang dikumpulkan diperoleh dari resep-resep yang diterima atau
dilayani oleh Apotek Atrika. Kriteria inklusi untuk resep tersebut adalah: 1. Resep dari bulan Februari sampai Agustus 2012 2. Dalam resep terdapat satu atau lebih obat hipertensi Kriteria eksklusi untuk resep tersebut adalah: 1. Resep yang tidak terbaca tulisannya 2. Copy resep Dari resep-resep yang masuk kedalam kriteria, kemudian dipilih 2 resep yang kemudian dilakukan analisis terhadap kerasionalan resepnya.
18 Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 4 PEMBAHASAN Pada pelaksanaan PKPA di Apotek Atrika, dilakukan penelusuran dan pengkajian terhadap resep-resep yang ditujukan untuk penggunaan terapi hipertensi, baik terhadap obat dengan merek dagang maupun obat generik, selama periode Februari hingga Agustus 2012. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengetahui profil peresepannya, termasuk untuk mengetahui obat yang paling sering diresepkan dan paling banyak terjual di Apotek Atrika. Apotek Atrika disamping melayani resep bebas dari pasien, melayani pula resep hasil kerjasama dengan Poliklinik dari Gereja setempat. Pelayanan resep untuk terapi hipertensi di Apotek Atrika tidak terlalu banyak, hal ini dikarenakan tidak banyak terdapat dokter praktek atau rumah sakit yang beroperasi di sekitar Apotek Atrika. Jumlah resep bebas untuk terapi hipertensi di Apotek Atrika dari bulan Februari sampai Agustus 2012 adalah sebanyak 3 resep saja dan resep dari Poliklinik Gereja ada sebanyak 14 resep yang diantaranya merupakan resep ulangan (iter). Berdasarkan hasil pengkajian resep, obat hipertensi yang sering diresepkan di Apotek Atrika selama bulan Februari sampai Agustus 2012, antara lain: Tabel 4.1 Jenis obat hipertensi yang diresepkan selama bulan Februari hingga Agustus 2012 No
Nama Obat
Zat Aktif
Indikasi
Penghambat ACE 1.
Captopril
Generik
Hipertensi, gagal jantung
Generik
Hipertensi, angina
Antagonis kalsium 1.
Amlodipine
Setelah semua resep yang berhubungan dengan terapi hipertensi selama bulan Februari hingga bulan Agustus 2012 direkapitulasi dan dilihat profil peresepannya, selanjutnya dipilih 2 resep yang digunakan untuk melihat kerasionalan terapi dan konseling yang dapat diberikan untuk masing-masing resep tersebut. Sebelumnya dilakukan skrining resep terhadap resep terpilih
19 Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
20
tersebut, untuk melihat kelengkapan administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis pada resep tersebut.
4.1.
Penyelesaian Kasus Resep 1 Pada resep pertama dipilih resep nomor 1 yang diterima atau dilayani oleh
Apotek Atrika pada tanggal 27 Juni 2012. Pasien bernama Tn. X. Beliau memeriksakan dirinya ke dokter umum di BLUD Puskesmas Kec. Tanah Abang. Pada resep tersebut tidak terdapat tanggal dituliskannya resep, sehingga tidak diketahui dengan pasti tanggal Tn. X memeriksakan diri ke dokter, namun resep tersebut masih resep original. Dalam resep tersebut dokter memberikan resep yang berisi: 1. Allopurinol tab 100 mg
3 kali sehari 1 tablet
2. Captopril tab 25 mg
2 kali sehari 1 tablet
4.1.1. Penulisan Ulang Resep Dokter BLUD PUSKESMAS KEC. TANAH ABANG Jl. KH. Mas Mansyur No. 30 Telp 3150427, 31902143 Fax. 31903147 Kec/Kel:….. Jakarta, …………… 20..
R/
Allopurinol 100 mg
No. XXX
S3ddI
R/
Captopril 25 mg
No. XXX
S2dd1
Pro
:X
Usia
:
Perhatian
: Resep tidak boleh diganti tanpa seizin Dokter
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
21
4.1.2. Data Obat 1. Allopurinol Tabel 4.2 Allopurinol (Djuanda, Adhi dkk. 2009) Nama obat Komposisi Indikasi Kontraindikasi Peringatan
Efek Samping
Interaksi Obat Dosis
Allopurinol Allopurinol 100 mg Hiperurisemia primer dan sekunder (gout) Serangan gout akut Hentikan terapi jika timbul gejala ruam kulit/alergi. Gangguan gunjal, hiperurisemia asimtomatik. Hamil & laktasi. Dapat mengganggu kemampuan mengemudi atau menjalankan mesin Hipersensitivitas, pruritus, gangguan GI, mual, diare, sakit kepala, vertigo, mengantuk, gangguan daya penglihatan & pengecapan, leukopenia, anemia hemoloitik & aplastik Antikoagulan oral, merkaptopurin, azatipurin, siklofosfamid Dewasa. Awal 100-200 mg/hari. Pemeliharaan 200-600 mg/hari. Anak. 10-20 mg/kg BB/hari atau 100-400 mg/hari
2. Captopril Tabel 4.3 Captopril (Djuanda, Adhi dkk. 2009) Nama obat Komposisi Indikasi Kontraindikasi Peringatan
Efek Samping Interaksi Obat Dosis
Captopril Captopril 12,5 mg atau 25 mg Hipertensi, gagal jantung Stenosis aorta. Gagal ginjal. Hamil & laktasi. Hipersensitif terhadap ACE inhibitor lain Gangguan fungsi ginjal dengan penyakit renovaskular, kelainan vascular kolagen; terapi dengan imunosupresan; laktasi; bayi Ruam kulit, pruritus, muka kemerahan, batuk kering, gangguan pengecapan; hipotensi; netropenia Obat imunosupresan, suplemen K atau diuretic yang mengandung K, iduretik Hipertensi ringan s/d sedang Awal 12,5 mg 2x/hari. Pemeliharaan: 25 mg 2x/hari, dapat ditingkatkan dengan selang waktu 2-4 minggu. Maks: 50 mg 2x/hari. Dapat ditambahkan Thiazid jika respon tidak cukup atau dosis diuretic dapat ditingkatkan sesudah 1-2 minggu. Hipertensi berat Awal 12,5 2x/hari, dapat ditingkatkan bertahap s/d maks 50 mg 3x/hari dan harus diberikan bersamaan dengan obat antihipertensi lain dengan dosis yang disesuaikan. Maks: 150 mg/hari. Gagal
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
22
jantung Awal 6,25 mg atau 12,5 mg. pemeliharaan: 25 mg 23x/hari, dapat ditingkatkan bertahap dengan selang waktu 2 minggu. Maks: 150 mg/hari. Lansia Dianjurkan untuk memberikan dosis awal yang rendah. Anak Awal 0,3 mg/kg BB/hari. Maks: 6 mg/kgBB/hari diberikan dalam 2—3 dosis. 4.1.3. Kerasionalan dan Informasi yang Dapat Diberikan Dapat dilihat dari resep terdapat beberapa masalah terkait kelengkapan administratif resep. Seperti tidak terdapat nama dan SIP dari dokter yang meresepkan, hal ini mungkin dikarenakan Tn. X berobat pada puskesmas sehingga tidak terdapat nama jelas dari dokter yang bertugas. Dalam resep tersebut juga tidak terdapat tanggal penulisan resep dan tanda tangan dokter yang bersangkutan. Keterangan mengenai pasien pun tidak diketahui, seperti umur dan alamat pasien. Namun ketika Tn. X menebus resep obat di Apotek Atrika, apoteker menanyakan nomor telefon yang bisa dihubungi, hal ini dapat dilihat pada resep terdapat tulisan nomor telefon yang penulisannya berbeda dengan tulisan dokter. Dari resep tersebut dapat diketahui Tn. X menderita penyakit gout dan hipertensi. Namun tidak ada keterangan mengenai kadar asam urat dan nilai tekanan darah yang miliki oleh Tn. X. Hal ini karena keterbatasan informasi yang diperoleh, resep tersebut pun bukan resep untuk diulang, sehingga tidak dapat diperoleh lebih lanjut mengenai kondisi Tn. X. Informasi yang dapat diberikan adalah Tn. X memperoleh obat 30 tablet Allopurinol 100 mg. Tn. X tersebut harus meminumnya sehari 3 kali sebanyak 1 tablet. Dalam resep tidak terdapat keterangan waktu yang tepat untuk meminum obat allopurinol. Allopurinol sebaiknya diminum pada saat atau segera setelah makan, karena apabila allopurinol diminum pada saat perut kosong, akan menimbulkan rasa tidak nyaman pada perut (Australian Rheumatology Association, 2009 dan Sandoz, 2012). Informasi yang harus diberikan kepada pasien adalah ketika mengkonsumsi obat ini pasien harus banyak minum air putih (Prometheus Laboratories Inc. Zyloprim®, 2003). Tn. X juga memperoleh obat 30 tablet Captopril 25 mg. Bapak tersebut harus meminumnya sehari 2 kali sebanyak 1 tablet yang diminum pada saat perut
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
23
kosong, 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan. Hal ini dikarenakan bioavalibiltas kaptopril berkurang bila diberikan bersamaan dengan makanan (Apotex, 2009). Dari waktu pemberian kaptopril dinyatakan sudah tepat, karena untuk dosis pemeliharaan kaptopril cukup diberikan 2 kali sehari. Informasi yang harus diberikan kepada Tn. X adalah mengenai efek samping dari kaptopril, yaitu batuk kering. Apabila batuk kering dirasa terlalu mengganggu, Tn. X sebaiknya segera menghubungi dokter untuk dapat mengganti captopril dengan obat lain yang disesuaikan dengan kondisi Tn. X.
4.2.
Penyelesaian Kasus Resep 2 Pada resep kedua dipilih resep nomor 1 yang diterima atau dilayani oleh
Apotek Atrika pada tanggal 4 Juli 2012. Pasien bernama Ny. Y. Beliau memeriksakan dirinya ke dokter umum di Klinik Kasih Sayang pada tanggal 3 Juli 2012 dan dokter memberikan resep yang berisi: 1. Amlodipine 10 mg
1 kali sehari 1 tablet setelah makan (sore)
2. Captopril 25 mg
1 kali sehari 1 tablet setelah makan (pagi)
4.2.1. Penulisan Ulang Resep Dokter KLINIK KASIH SAYANG Jl. Utan Panjang Raya 3 No. 6B Kemayoran – Jakarta Tel. 021-4220569, 4220038 Fax. 021-4220450 Kec/Kel:….. Jakarta, 3 / 7 / 12 R/
Amlodipine 10 mg
No. X
S 1 d d I pc (sore) R/
Captopril 25 mg
No. XXX
S 1 d d I pc (pagi) Pro
: Ny. Y
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
24
4.2.2. Data Obat 1. Amlodipine Tabel 4.4 Amlodipine (Djuanda, Adhi dkk. 2009) Nama obat Komposisi Indikasi Kontraindikasi Peringatan Efek Samping Interaksi Obat Dosis
Amlodipine Amlodipine 5 mg atau 10 mg Hipertensi, angina Hipersensitif terhadap amlodipine atau dihidropirine lain. Gangguan fungsi hati, gagal ginjal, gagal jantung kongestif. Hamil, laktasi. Anak < 6 tahun, lanjut usia sakit kepala, edema, lelah, pusing, mual, palpitasi, rasa panas & kemerahan pada wajah Tiazid, β-bloker Hipertensi Dewasa Awal 5 mg 1x/hari. Maks: 10 mg 1x/hari. Lanjut usia atau pasien dengan gangguan fungsi hati Awal 2,5 mg 1x/hari. Anak 6-17 tahun 2,5-5 mg 1x/hari. Terapi kombinasi dengan obat antihipertensi lain Awal 2,5 mg 1xhari. Angina pectoris 5-10 mg 1x/hari.
2. Captopril Data mengenai captopril dapat dilihat pada Tabel 4.3.
4.2.3. Kerasionalan dan Informasi yang Dapat Diberikan Dapat dilihat dari resep terdapat beberapa masalah terkait kelengkapan administratif resep. Seperti tidak terdapat nama dan SIP dari dokter yang meresepkan, hal ini mungkin dikarenakan Ny. Y berobat pada puskesmas sehingga tidak terdapat nama jelas dari dokter yang bertugas. Dalam resep tersebut terdapat tanggal penulisan resep, namun tidak terdapat tanda tangan dokter yang bersangkutan. Keterangan mengenai pasien pun tidak diketahui, seperti umur dan alamat pasien. Tidak diketahui pula nilai tekanan darah yang miliki oleh Ny. Y. Hal ini karena keterbatasan informasi yang diperoleh. Informasi yang dapat diberikan adalah Ny. Y memperoleh obat 10 tablet Amlodipine 10 mg. Ny. Y harus meminum obat tersebut sehari 1 kali sebanyak 1 tablet yang diminum setelah makan pada sore hari. Amlodipine dapat diminum pada saat perut kosong ataupun bersamaan dengan makanan. Dalam resep
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
25
amlodipine diminum 1 kali sehari, hal ini dinilai sudah tepat, karena dosis maksimal dari amlodipine adalah 10 mg sehari (MIMS, 2009) Selanjutnya Ny. Y memperoleh obat 10 tablet Captopril 25 mg. Ny. Y tersebut harus meminumnya sehari 1 kali sebanyak 1 tablet yang diminum setelah makan, pada pagi hari. Namun terdapat masalah, karena kaptopril seharusnya diminum saat perut kosong. Hal ini dikarenakan bioavalibiltas kaptopril berkurang bila diberikan bersamaan dengan makanan (Apotex, 2009). Efek samping dari kaptopril adalah batuk kering, sehingga kaptopril sebaiknya diminum pada pagi hari, apabila diminum sore atau malam hari akan mengganggu waktu tidur pasien. Berdasarkan resep Ny. Y, waktu pemberian kaptopril dinilai sudah tepat, yaitu diminum pagi hari. Namun apabila Ny. Y merasa terganggu dengan batuk kering yang muncul, maka Ny. Y dapat berkonsultasi dengan dokter untuk menggantinya dengan obat hipertensi golongan lain.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan Berdasarkan 2 resep pilihan yang terkait terapi obat hipertensi yang
dilayani Apotek Atrika, terdapat masalah dalam kelengkapan administratif resep, keseuaian farmasetis, dan pertimbangan klinis.
5.2
Saran
5.2.1. Apoteker yang melaksanakan kegiatan konseling harus memiliki pemahaman yang baik dalam aspek farmakoterapi obat maupun teknik berkomunikasi dengan pasien. 5.2.2. Untuk kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat hipertensi, maka pada saat penyerahan obat ke pasien, hendaklah apoteker atau asisten apoteker memberikan informasi, dan edukasi kepada pasien terhadap waktu minum obat, interaksi obat, efek samping obat, dan cara pemakaian obat.
26 Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN Apotex Pty Ltd. GenRx Captopril Tablets, Product Information - Australia. 2009. Australia. (http://www.pbs.gov.au/meds%2Fpi%2Fgxpcapto10509.pdf). Diunduh pada 6 Desember 2012 pukul 19.00 WIB. Australian Rheumatology Association. Patient Information on Allopurinol (Brand names: Allohexal, Allosig, Progout, Zyloprim). 2009. Arthritis Australia (http://www.aont.org.au/wp-content/uploads/2011/11/Allopurinol.pdf). Diunduh pada 6 Desember 2012 pukul 18.15 WIB. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2007. Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian di Sarana Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2006. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Djuanda, Adhi dkk. 2009. MIMS Indonesia : Petunjuk Konsultasi Edisi 9 2009/2010. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer. Sedyaningsih, Endang Rahayu. 2012. Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Promosi Kesehatan Rumah Sakit. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (www.djpp.depkumham.go.id). Diunduh pada 5 Desember 2012 pukul 14.00 WIB. Gunawan, Sulistia Gan, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Bagian Farmakologi UI. Ilyas, Muhammad. 2009. Review Article: Hypertension in Adults: Part 1. Prevalence, types, causes and effects. Southern Sudan Medical Bulletin Vol 2, No 3 August 2009. (http://www.southsudanmedicaljournal.com/assets/files/Journals/SSMB%20 Aug%202009.pdf). Diunduh pada 6 Desember 2012 pukul 15.00 WIB. National Heart Foundation of Australia. 2008-2010. Guide to management of hypertension 2008, Assessing and managing raised blood pressure in adults Updated December 2010. Australia. (http://www.heartfoundation.org.au/SiteCollectionDocuments/Hypertension Guidelines2008to2010Update.pdf). Diunduh pada 6 Desember 2012 pukul 13.05 WIB
27
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
Price, Sylvia A., dan Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. Prometheus Laboratory Inc. Zyloprim®, Patient Information. 2003. California. (http://www.prometheuspatients.com/PDF/Zyloprim.pdf). Diunduh pada 6 Desember 2012 pukul 19.20 WIB. Sandoz Pty Ltd. Allopurinol Sandoz®, Consumer Medicine Information. 2012 (http://www.betterhealth.vic.gov.au/bhcv2/bhcmed.nsf/pages/szcallop/$File/ szcallop.pdf). Diunduh pada 6 Desember 2012 pukul 20.10 WIB U.S. Department of Health and Human Services. 2003. JNC 7 Express - The Seventh Report of the Joint National Comitte on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. USA: National Institue of Health Publication.
28
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI KAWASAN INDUSTRI PULOGADUNG Jl. PULOGADUNG NO. 6 JAKARTA PERIODE 12 JULI – 31 AGUSTUS 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
SALWA BAINANA, S. Farm. 1106153486
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2013 i Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI KAWASAN INDUSTRI PULOGADUNG Jl. PULOGADUNG NO. 6 JAKARTA PERIODE 12 JULI – 31 AGUSTUS 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
SALWA BAINANA, S. Farm. 1106153486
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2013
ii Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh
:
Nama
: Salwa Bainana, S. Farm.
NPM
: 1106153486
Program Studi
: Apoteker
Judul Laporan
: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di PT. SOHO Industri
Pharmasi
Kawasan
Industri
PulogadungJl.
Pulogadung No. 6 JakartaPeriode 12 Juli – 31 Agustus 2012
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker,Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I
: Dian Cahyaningtyas, S. Si., Apt.
(
)
Pembimbing II
:Dr. Harmita, Apt.
(
)
Penguji I
:
(
)
Penguji II
:
(
)
Penguji III
:
(
)
Ditetapkan di
: Depok
Tanggal
:
iii Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
iv Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir pada Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. SOHO Industri Pharmasi. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mencapai kelulusan pada Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan laporan ini, sangatlah sulit bagi Penulis untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi UI.
2.
Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI dan pembimbing dari Fakultas Farmasi UI yang telah memberikan bimbingan selama penulis menempuh pendidikan di Farmasi
3.
Ibu Dian Cahyaningtyas, S.Si., Apt. selaku Quality Assurance Department Head dan pembimbing atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk mengenal Departemen Quality Assurance.
4. Ibu Dra. Lily Sutedjo, Apt. selaku Quality Operation Division Head yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengenal DivisiQuality Operation. 5. Florentina Dewi Susianti, S.Farm., Apt., sebagai Quality Monitoring Section Head atas kesempatan, bantuan, dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis. 6. Prici Stella, Apt sebagai Quality Compliance Section Heada tas kesempatan, bantuan, dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis 7. Hamzah Bahmudah, S.Farm., Apt., sebagai Quality Support Section Head atas kesempatan, bantuan, dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis. 8. Seluruh manajer dan karyawan di PT. SOHO Industri Pharmasi yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas kesediannya membantu dan memberikan pengarahan selama praktek kerja profesi apoteker ini.
v Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
9.
Seluruh staf pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi yang telah banyak memberikan bekal ilmu, berbagi pengalaman, dan pengetahuan kepada penulis selama masa studi di Fakultas Farmasi.
10. Seluruh teman-teman Apoteker UI angkatan 75 yang telah mendukung dan bekerja sama selama perkuliahan dan pelaksanaan PKPA. Serta sahabat yang selalu membantu dan mendukung Penulis di saat senang dan susah. 11. Dan akhirnya, tak henti penulis mengucap syukur dan berterimakasih kepada keluarga yang telah membesarkan penulis, yang selalumencurahkan kasih sayang, motivasi, bantuan dan dukungan yang tak ternilai selama ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini. Harapan penulis, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia farmasi.
Penulis
2013
vi Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
to my mother and father, you are my heroes and to my sister
-thank you-
vii Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................. iii KATA PENGANTAR.......................................................................................... iv DAFTAR ISI........................................................................................................ vii DAFTAR GAMBAR............................................................................................ ix DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................x BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................1 1.1 Latar Belakang............................................................................................1 1.2 Tujuan .........................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN UMUM ..................................................................................3 2.1 Industri Farmasi ..........................................................................................3 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi ..............................................................3 2.1.2 Persyaratan Usaha Industri Farmasi .................................................3 2.1.3 Pembinaan dan Pengawasan Industri Farmasi .................................5 2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik ...............................................................7 2.2.1 Manajemen Mutu ............................................................................7 2.2.2 Personalia .......................................................................................9 2.2.3 Bangunan dan Fasilitas ................................................................10 2.2.4 Peralatan .......................................................................................11 2.2.5 Sanitasi dan Higiene ....................................................................12 2.2.6 Produksi .......................................................................................12 2.2.7 Pengawasan Mutu ........................................................................13 2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu .......................................................14 2.2.9 Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Produk, dan Produk Kembalian .......................................................................15 2.2.10 Dokumentasi ................................................................................16 2.2.11 Pembuatan Analisis Berdasarkan Kontrak ...................................18 2.2.12 Kualifikasi danValidasi ................................................................18
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS .............................................................................20 3.1 Sejarah SOHO Group ..............................................................................20 3.1.1 PT. ETHICA Indusri Farmasi ........................................................21 3.1.2 PT. SOHO Industri Pharmasi .........................................................22 3.1.3 PT. Parit Padang Global .................................................................23 3.1.4 PT. Global Harmony Retailindo ....................................................23 3.1.5 PT. Universal Health Network .......................................................24
viii Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
3.2 Visi dan Misi SOHO Group .....................................................................24 3.2.1 Visi SOHO Group ........................................................................24 3.2.2 Misi SOHO Group .......................................................................25 3.3 Struktur Organisasi SOHO Group ...........................................................25 3.3.1 Research and Development (R&D)Division ................................25 3.3.2 Quality Operation Division ..........................................................27 3.3.3 Production Division .....................................................................36 3.3.4 Supply Chain Management (SCM)Division .................................46 3.3.5 Validation and Documentation Departement (VDD) ...................50 3.3.6 Technical Division .......................................................................52 3.4 Lokasi dan Sarana PT. SOHO Industri Pharmasi ....................................62 3.4.1 Ruangan Produksi di Gedung 2 .....................................................62 3.4.2 Ruangan Produksi di Gedung 3 .....................................................63 3.4.3 Ruangan Produksi di Gedung Obat Tradisional (OT) ...................63 3.4.4 Bangunan dan Fasilitas serta Sarana Penunjang ...........................63 BAB 4 PEMBAHASAN .......................................................................................65 4.1 Manajemen Mutu ....................................................................................65 4.2 Personalia ...............................................................................................65 4.3 Bangunan dan Fasilitas ..........................................................................66 4.4 Peralatan .................................................................................................67 4.5 Sanitasi dan Higiene ..............................................................................68 4.6 Produksi .................................................................................................69 4.7 Pengawasan Mutu ..................................................................................70 4.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu .................................................................71 4.9 Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Produk, dan Produk Kembalian ..............................................................................................71 4.10 Dokumentasi ..........................................................................................73 4.11 Kualifikasi danValidasi ..........................................................................74 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................75 5.1 Kesimpulan ...............................................................................................75 5.2 Saran .........................................................................................................75 DAFTAR ACUAN................................................................................................76
ix Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR Gambar halaman Gambar 3.1 Logo SOHO Group ...........................................................................21 Gambar 3.2 Logo PT. ETHICA Industri Farmasi .................................................22 Gambar 3.3 Logo PT. SOHO Industri Pharmasi ...................................................23 Gambar 3.4 Logo PT. Parit Padang Global............................................................23 Gambar 3.5 Logo PT. Universal Health Network .................................................24 Gambar 3.6. Skema kerja AHU..............................................................................56
x Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran halaman Lampiran 1 Struktur organisasi manufaktur PT SOHO Industri Pharmasi...........78 Lampiran 2 Struktur organisasi Research& Development Division ....................79 Lampiran 3 Struktur organisasi Quality Operation Division ...............................80 Lampiran 4 Struktur organisasi Quality Assurance Department .........................81 Lampiran 5 Struktur organisasi SOHO Quality Control Department ..................82 Lampiran 6 Struktur organisasi Quality Control Ethica Department ..................83 Lampiran 7 Struktur organisasi Production Division ..........................................84 Lampiran 8 Struktur organisasi Supply Chain Management Division .................85 Lampiran 9 Struktur organisasi Validation and Documentation Department .....86 Lampiran 10 Struktur organisasi Technical Division ...........................................87 Lampiran 11 Struktur organisasi Engineering Department ..................................88 Lampiran 12 Skema Alur Pembuatan Purified Water ..........................................89
xi Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Bidang farmasi berada dalam lingkup dunia kesehatan yang berkaitan erat
dengan produk dan pelayanan produk untuk kesehatan. Dewasa ini, industri farmasi di Indonesia merupakan salah satu industri yang berkembang cukup pesat dengan pasar yang terus berkembang dan merupakan pasar farmasi terbesar di kawasan ASEAN. Tentunya iklim kompetisi akan berlangsung semakin ketat dengan adanya berbagai persyaratan dari pemerintah untuk menjamin tersedianya obat yang bermutu, aman, dan berkhasiat. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam mewujudkannya antara lain dengan menerapkan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) bagi Industri Farmasi serta diharuskannya penelitian BABE (Bioavaibilitas dan bioekuivalensi) untuk obat-obatan tertentu yang akan dipasarkan. CPOB adalah pedoman pembuatan obat bagi industri farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk memastikan sifat dan mutu obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pendidikan tinggi farmasi diIndonesia menghasilkan apoteker yang mempunyai peranan penting dalam menerapkan aspek-aspek yang tercantum dalam CPOB tersebut. Dengan pesatnya perkembangan ilmu kefarmasian maka apoteker telah dapat menempati bidang pekerjaan yang makin luas seperti apotek, rumah sakit, lembaga pemerintahan, perguruan tinggi, lembaga penelitian, laboratorium pengujian mutu, laboratorium klinis, laboratorium forensik, berbagai jenis industri meliputi industri obat, kosmetik, jamu, obat herbal, fitofarmaka, nutraseutikal, health food, obat veteriner dan industri vaksin, lembaga informasi obat serta badan asuransi kesehatan adalah tempat-tempat untuk seorang apoteker melaksanakan pengabdian profesi kefarmasian. Pembekalan berupa praktek kerja secara langsung sangat diperlukan sehingga calon apoteker mendapatkan gambaran mengenai fungsi dan tanggung jawabnya diindustri farmasi serta mampu memberikan kontribusi pikiran dan tenaga yang maksimal untuk peningkatan kualitas dan kuantitas dari produk farmasi berkaitan dengan penerapan CPOB. Dari pelaksanaan praktek kerja
1 Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
2
lapangan tersebut diharapkan calon apoteker mendapatkan pengalaman kerja dan pemahaman yang lebih dalam tentang tugas dan fungsi Apoteker di industri farmasi. Oleh karena itu Departemen Farmasi Universitas Indonesia bekerja sama dengan PT.SOHO Industri Pharmasi untuk mengadakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan mulai tanggal 12 Juli – 31 Agustus 2012.
1.2
Tujuan Tujuan dilaksanakannya Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
industri farmasi adalah sebagai berikut. 1.2.1 Memahami penerapan CPOB di PT.SOHO Industri Pharmasi 1.2.2 Memahami tugas dan tanggung jawab apoteker di PT.SOHO Industri Pharmasi
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Industri Farmasi
2.1.1. Pengertian Industri Farmasi Menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi, industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Proses pembuatan obat dan/atau bahan obat hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi. Industri farmasi dapat melakukan kegiatan proses pembuatan obat dan/atau bahan obat untuk semua tahapan dan/atau sebagian tahapan. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat, yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan. (Kementerian Kesehatan RI, 2010).
2.1.2. Persyaratan Usaha Industri Farmasi (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Industri farmasi untuk melaksanakan proses industrinya harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah. Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi, usaha industri farmasi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a.
Setiap pendirian industri farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi dari Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
b.
Industri farmasi yang membuat obat dan/atau bahan obat yang termasuk dalam golongan narkotika wajib memperoleh izin khusus untuk memproduksi narkotika sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi terdiri atas:
a.
Berbadan usaha berupa perseroan terbatas,
b.
Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat,
c.
Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),
3 Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
4
d.
Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara Indonesia (WNI) masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi dan pengawasan mutu,
e.
Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian. Untuk memperoleh izin industri farmasi diperlukan persetujuan prinsip
yang berlaku selama 3 (tiga) tahun. Permohonan persetujuan prinsip diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Dalam hal permohonan persetujuan prinsip dilakukan oleh industri Penanaman Modal Asing (PMA) atau Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), pemohon harus memperoleh surat persetujuan penanaman modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Persetujuan prinsip diberikan oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan setelah pemohon memperoleh persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari Kepala BPOM. Dalam hal permohonan persetujuan prinsip telah diberikan, pemohon dapat langsung melakukan persiapan, pembangunan, pengadaan, pemasangan dan instalasi peralatan termasuk produksi percobaan dengan memperhatikan ketentuan perundangundangan. Setiap pendirian industri farmasi wajib memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang tata ruang dan lingkungan hidup. Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB yang dibuktikan dengan sertifikat CPOB. Sertifikat CPOB berlaku selama 5 (lima) tahun sepanjang memenuhi persyaratan. Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara sertifikasi CPOB diatur oleh Kepala BPOM. Selain wajib memenuhi ketentuan yang telah disebutkan, industri farmasi juga wajib melakukan farmakovigilans. Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan rekomendasi dari Kepala BPOM. Izin ini berlaku seterusnya selama perusahaan industri farmasi tersebut berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Industri farmasi yang akan melakukan perubahan bermakna terhadap pemenuhan persyaratan CPOB, baik
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
5
untuk perubahan kapasitas dan/atau fasilitas produksi wajib melapor dan mendapat persetujuan sesuai ketentuan perundang-undangan. Untuk industri farmasi Penanaman Modal Asing (PMA) masa berlakunya sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan peraturan pelaksanaannya. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri wajib: a.
Menyampaikan laporan industri secara berkala mengenai kegiatan usahanya yaitu sekali dalam enam bulan, meliputi jumlah dan nilai produksi setiap obat atau bahan obat yang dihasilkan serta sekali dalam satu tahun.
b.
Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri farmasi yang dilakukannya;
c.
Melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, bahan baku dan bahan penolong, proses serta hasil produksinya termasuk pengangkutannya dan keselamatan kerja;
d.
Melakukan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang berlaku bagi jenis-jenis industri yang telah ditetapkan dan kewajiban untuk melakukannya setelah memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi.
2.1.3. Pembinaan dan Pengawasan Industri Farmasi Pembinaan terhadap pengembangan industri
farmasi dilakukan oleh
Kepala BPOM. Dalam melaksanakan pengawasan, tenaga pengawas dapat memasuki
setiap
tempat
yang
digunakan
dalam
kegiatan
pembuatan,
penyimpanan, pengangkutan dan perdagangan obat dan bahan obat untuk memeriksa, meneliti dan mengambil contoh, membuka dan meneliti kemasan obat, serta memeriksa dokumen atau catatan lain yang diduga memuat keterangan mengenai kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan dan perdagangan obat dan bahan obat. Tenaga pengawas juga dapat mengambil gambar (foto) seluruh atau sebagian fasilitas dan peralatan yang digunakan dalam pembuatan, penyimpanan, pengangkutan dan/atau perdagangan obat dan bahan obat.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
6
Pelanggaran terhadap ketentuan yang tercantum dalam peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi dapat dikenakan sanksi administratif berupa: a.
Peringatan secara tertulis (diberikan oleh Kepala BPOM);
b.
Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk penarikan kembali obat atau bahan obat dari peredaran bagi obat atau bahan obat yang tidak memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat, atau mutu (diberikan oleh Kepala BPOM);
c.
Perintah pemusnahan obat atau bahan obat jika terbukti tidak memenuhi persyaratan keamanan, khasiat atau mutu (diberikan oleh Kepala BPOM);
d.
Penghentian sementara kegiatan (diberikan oleh Kepala BPOM);
e.
Pembekuan izin industri farmasi (diberikan oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan atas rekomendasi Kepala BPOM);
f.
Pencabutan izin industri farmasi (diberikan oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan atas rekomendasi Kepala BPOM).
Izin usaha industri farmasi dapat dicabut dalam hal: a.
Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi melakukan pemindahtanganan hak milik Izin Usaha Industri Farmasi dan perluasan tanpa memiliki izin sesuai dengan ketentuan dalam Surat Keputusan ini; dan atau
b.
Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi tidak menyampaikan informasi industri farmasi secara berturutturut 3 (tiga) kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar; dan atau
c.
Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari menteri; dan atau
d.
Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku, obat palsu; dan atau
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
7
e.
Tidak dipenuhinya ketentuan dalam Izin Usaha Industri Farmasi yang ditetapkan dalam Surat Keputusan.
2.2.
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) (BPOM, 2006) Cara pembuatan obat yang baik bertujuan untuk menjamin obat dibuat
secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara kesehatan. Suatu produk tidak hanya lulus dari serangkaian pengujian tapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang hebat. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan pengujian tertentu saja, namun obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat. CPOB ini merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya, bila perlu dapat dilakukan penyesuaian pedoman dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tetap tercapai.
2.2.1. Manajemen Mutu Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar, dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah, atau tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu kebijakan mutu yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen dalam perusahaan, para pemasok, dan distributor. Unsur dasar manajemen mutu adalah suatu tindakan infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses, dan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
8
sumber daya, dan tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Pemastian mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun secara kolektif yang akan mempengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan. Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Pengawasan mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Setiap industri farmasi hendaklah mempunyai fungsi pengawasan mutu. Fungsi ini hendaklah independen dari bagian lain. Pengawasan mutu secara menyeluruh juga mempunyai tugas lain, antara lain menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua proses pengawasan mutu, mengevaluasi, mengawasi, dan menyimpan baku pembanding, memastikan kebenaran bahan dan produk, memastikan bahwa stabilitas dari zat aktif dan obat jadi dipantau, mengambil bagian dalam investigasi keluhan yang terkait dengan mutu produk, dan ikut mengambil bagian dalam pemantauan lingkungan. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk melakukan pengambilan sampel dan investigasi sampel bila diperlukan. Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap semua obat terdaftar termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas, dan obat jadi untuk melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
9
2.2.2. Personalia Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan termasuk instruksi mengenal higienis yang berkaitan dengan pekerjaan. Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan kewenangan dari personil pada posisi penanggungjawab hendaklah dicantumkan dalam uraian tugas tertulis. Hendaklah aspek penerapan CPOB tidak ada yang terlewatkan ataupun tumpang tindih dalam tanggung jawab yang tercantum dalam uraian tugas. Personil kunci mencakup kepala bagian produksi, kepala bagian pengawasan mutu dan kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu). Posisi utama tersebut dijabat oleh personil purna waktu. Kepala bagian produksi dan kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) / kepala bagian pengawasan mutu harus independen satu terhadap yang lain. Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil karena tugasnya harus berada dalam area produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk. Disamping pelatihan dasar dalam teori dan praktik CPOB, personil baru hendaklah mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan hendaklah juga diberikan, dan efektifitas penerapannya hendaklah dinilai secara berkala. Hendaklah tersedia program pelatihan yang disetujui kepala bagian masing-masing dan catatan pelatihan hendaklah disimpan. Setelah mengadakan pelatihan, prestasi karyawan dinilai untuk menentukan apakah mereka telah memiliki kualifikasi yang memadai untuk melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
10
2.2.3. Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, dan memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutuobat. Adapun syarat-syarat bangunan dan fasilitas menurut CPOB adalah sebagai berikut: a.
Lokasi bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah dan air maupun dari kegiatan di dekatnya;
b.
Bangunan dan fasilitas hendaklah dikonstruksi, dilengkapi dan dirawat dengan tepat agar memperoleh perlindungan maksimal dari pengaruh cuaca, banjir, rembesan melalui tanah serta masuk dan bersarangnya binatang kecil, tikus, burung, serangga atau hewan lainnya;
c.
Dalam
menentukan
rancang
bangun
dan
tata
letak
hendaklah
dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut: kesesuaian dengan kegiatan lain, yang mungkin dilakukan dalam sarana yang sama atau dalam sarana yang berdampingan; d.
Tata letak ruang yang sedemikian rupa untuk memungkinkan kegiatan produksi dilaksanakan di daerah yang letaknya diatur secara logis dan berhubungan mengikuti urutan tahap produksi dan menurut kelas kebersihan yang disyaratkan; luasnya ruang kerja yang memungkinka npenempatan peralatan terlaksananya
kegiatan,
dan bahan secara teratur dan logis serta kelancaran
arus
kerja,
komunikasi
dan
pengawasan yang efektif; pencegahan penggunaan kawasan industry sebagai lalu lintas umum; e.
Daerah pengolahan produk steril dipisahkan dari daerah produksi lain serta dirancang dan dibangun secara khusus;
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
11
f.
Obat yang mengandung golongan penisilin dan sefalosporin diproduksi dalam suatu bangunan yang terpisah dilengkapi peralatan pengendali udara;
g.
Permukaan bagian dalam ruangan (dinding, lantai dan langit-langit) hendaklah licin, bebas dari keretakan dan sambungan yang terbuka serta mudah dibersihkan dan bila perlu mudah didesinfeksi. lantai dan dinding di daerah pengolahan dibuat dari bahan kedap air, permukaannya rata dan memungkinkan pembersihan secara cepat dan efisien. sudut-sudut antara dinding, lantai dan langit-langit dalam daerah-daerah kritis hendaklah dibentuk lengkungan;
h.
Saluran air limbah hendaklah cukup besar dan mempunyai bak kontrol serta ventilasi yang baik;
i.
Bangunan memiliki penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi dengan fasilitas pengendali udara.
2.2.4. Peralatan Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat agar mutu obat terjamin sesuai serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan
pembersihan
serta
perawatan.
Permukaan
peralatan
yang
bersentuhan dengan bahan baku, produk antara, produk ruahan atau obat jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorpsi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar dari batas yang telah ditentukan. Peralatan sebaiknya dapat dibersihkan dengan mudah, baik bagian dalam maupun bagian luar, serta tidak boleh menimbulkan akibat yang merugikan terhadap produk. Pemasangan dan penempatan peralatan diatur sedemikian rupa sehingga proses produksi dapat berjalan secara efektif dan efisien. Peralatan hendaklah dirawat menurut jadwal yang tepat supaya tetap berfungsi dengan baik dan mencegah terjadinya pencemaran yang dapat mengubah identitas, mutu atau kemurnian produk. Peralatan yang rusak harus dikeluarkan dari area produksi dan pengawasan mutu, atau setidaknya diberi penandaan yang jelas.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
12
2.2.5. Sanitasi dan Hygiene Tingkat sanitasi dan higienis yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higienis meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber kontaminasi produk. Sumber kontaminasi potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higienis yang menyeluruh dan terpadu, serta program tersebut senantiasa dievaluasi secara berkala untuk menjamin efektifitasnya. Pembersihan mesin dapat mencegah adanya kontaminasi terhadap produk. Tiap kali sebelum dipakai, kebersihan peralatan diperiksa untuk memastikan bahwa semua produk atau bahan dari bets sebelumnya telah dihilangkan. Metode pembersihan dengan cara vakum atau cara basah lebih dianjurkan. Penggunaan udara bertekanan dan sikat sedapat mungkin dihindari karena dapat menambah risiko pencemaran produk. Pembersihan dan sanitasi peralatan serta wadah yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah tercakup dalam suatu prosedur tertulis yang cukup rinci. Penerapan higienis perorangan meliputi pemeriksaan kesehatan, menjaga kebersihan diri, memakai alat pelindung diri (APD) dengan baik, menjaga kesehatan dan beberapa peraturan lain di area produksi. Semua personil hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan pada saat direkrut. Selain itu, hendaklah dilakukan juga pemeriksaan kesehatan kerja dan kesehatan personil secara berkala.
2.2.6. Produksi Produksi obat hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Produksi obat membutuhkan sarana gedung produksi-pengemasan-penyimpanan, material yang memenuhi persyaratan, peralatan yang terkualifikasi dan terkalibrasi, personalia yang terlatih dan berkualitas, proses produksi yang tervalidasi dan dokumen produksi yang sah yang dapat ditelusuri. Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasil
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
13
analisaterhadap produk akhir melainkan juga oleh mutu yang dibangun selama tahapan proses produksi sejak pemilihan bahan awal, penimbangan, proses produksi personalia, bangunan, peralatan kebersihan, dan higienis sampai dengan pengemasan. Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Prosedur produksi dibuat oleh penanggung jawab produksi bersama dengan penanggung jawab pengawasan mutu yang dapat menjamin obat yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Prosedur kerja standar hendaklah tertulis, mudah dipahami dan dipatuhi oleh karyawan produksi, serta didokumentasikan. Dokumentasi setiap langkah dilakukan dengan cermat, tepat dan ditangani oleh karyawan yang melaksanakan tugas.
2.2.7. Pengawasan Mutu Pengawasan mutu merupakan bagian yang penting dari CPOB untuk memastikanbahwa produk yang dibuat senantiasa konsisten dan mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Keterlibatan dan tanggung jawab semua pihak yang berkepentingan dalam seluruh rangkaian pembuatan adalah mutlak untuk mencapai sasaran mutu yang ditetapkan mulai dari saat obat dibuat sampai pada distribusi obat jadi. Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analisis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini juga mencakup uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan memperbarui spesifikasi bahan dan produk serta metode pengujiannya. Tiap personil yang bertugas melakukan kegiatan laboratorium hendaklah memiliki pendidikan, mendapat pelatihan dan pengalaman yang sesuai untuk memungkinkan pelaksanaan tugas dengan baik. Personil hendaklah memakai pakaian pelindung dan alat pengaman seperti masker, kacamata pelindung, dan sarung tangan tahan asam atau basa sesuai tugas yang dilaksanakan. Peralatan, instrumen dan perangkat lunak terkait hendaklah dikualifikasi atau divalidasi, dirawat dan dikalibrasi dalam selang waktu yang telah ditetapkan dan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
14
dokumentasinya disimpan. Prosedur pengujian hendaklah divalidasi dengan memperhatikan fasilitas dan peralatan yang ada sebelum prosedur tersebut digunakan dalam pengujian rutin. Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan sebelum bahan yang digunakan dalam produksi dan produk yang disetujui sebelum didistribusikan. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk pengambilan sampel dan penyelidikan yang diperlukan. Personil, bangunan dan fasilitas, serta peralatan laboratorium hendaklah sesuai untuk segala jenis tugas yang ditentukan dan skala kegiatan pembuatan obat.
2.2.8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu Inspeksi diri bertujuan untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Inspeksi diri meliputi seluruh aspek yang tercantum dalam CPOB, yaitu antara lain personalia, bangunan termasuk fasilitas untuk personil, perawatan bangunan dan peralatan, penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi, peralatan, pengolahan dan pengawasan selama proses, pengawasan mutu, dokumentasi, sanitasi dan higienis, program validasi dan revalidasi, kalibrasi alat atau system pengukuran, prosedur penarikan kembali obat jadi, penanganan keluhan, pengawasan label, hasil inspeksi diri sebelumnya dan tindakan perbaikan. Inspeksi diri dilakukan oleh suatu tim, yang terdiri dari tiga (3) anggota yang berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan memahami CPOB. Anggota tim tersebut dapat dibentuk baik dari dalam atau dari luar
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
15
perusahaan,tetapi tiap anggota hendaklah bersifat independen dalam melakukan inspeksi. Inspeksi diri dapat dilakukan per bagian sesuai dengan kebutuhan perusahaan, namun inspeksi diri yang menyeluruh dilakukan minimal satu kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri hendaklah tertulis dalam prosedur tetap inspeksi diri. Setelah inspeksi diri selesai dilaksanakan, perlu ada laporan inspeksi diri dan evaluasi laporan serta tindakan perbaikan. Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan.
2.2.9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. Penarikan kembali produk dapat berupa satu atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari semua peredaran distribusi. Hal ini dilakukan bila terdapat produk yang tidak memenuhi persyaratan kualitas (cacat mutu) bila ada laporan mengenai reaksi yang merugikan yang serius serta beresiko terhadap kesehatan. Penarikan kembali ini dapat mengakibatkan penundaan atau penghentian pembuatan obat tersebut. Penarikan kembali produk dilakukan oleh personil yang bertanggung jawab untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan penarikan kembali produk dan hendaklah ditunjang oleh staf yang memadai untuk menangani semua aspek penarikan kembali sesuai dengan tingkat urgensinya. Personil tersebut hendaklah independen terhadap bagian penjualan dan pemasaran. Keputusan penarikan kembali produk dapat diprakarsai oleh industri farmasi atau atas perintah Otoritas Pengawasan Obat, serta secara interen
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
16
hendaklah datang dari Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan manajemen perusahaan. Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, daluwarsa, atau alasan lain misalnya kondisi wadah yang dapat menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, jumlah dan keamanan obat yang bersangkutan. Berdasarkan hasil evaluasi, produk kembalian dapat dikategorikan sebagai berikut: a.
Produk kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dan karena itu dapat dikembalikan ke dalam persediaan;
b.
Produk kembalian yang dapat diproses ulang;
c.
Produk kembalian yang tidak memenuhi spesifikasi dan tidak dapat diproses ulang. Produk kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan.
Prosedur pemusnahan bahan atau pemusnahan produk yang ditolak hendaklah disiapkan. Prosedur ini mencakup tindakan pencegahan terhadap pencemaran lingkungan dan penyalahgunaan bahan atau produk oleh orang yang tidak mempunyai wewenang. Pemusnahan produk harus didokumentasikan, mencakup berita acara pemusnahan yang diberi tanggal dan ditandatangani oleh personil yang melaksanakan dan personil yang menyaksikan pemusnahan.
2.2.10.Dokumentasi Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil resiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting. Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
17
ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Dokumen spesifikasi yang diperlukan yaitu spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi yang disahkan dengan benar dan diberi tanggal; jika perlu tersedia juga spesifikasi bagi produk antara dan produk ruahan. Spesifikasi bahan awal dan bahan pengemas mencakup deskripsi bahan, petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan, persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan, kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan, serta batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian kembali. Spesifikasi produk antara dan produk ruahan hendaklah tersedia apabila produk tersebut dibeli atau dikirim, atau apabila data dari produk antara digunakan untuk mengevaluasi produk jadi. Spesifikasi produk antara dan produk ruahan hendaklah mirip dengan spesifikasi bahan awal atau produk jadi sesuai keperluan. Spesifikasi produk jadi mencakup nama produk yang ditentukan dan kode produk, formula/komposisi atau rujukan, deskripsi bentuk sediaan dan uraian mengenai kemasan, termasuk ukuran kemasan, petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan, persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan, kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan khusus, serta masa edar atau simpan. Dokumen yang termasuk dalam dokumen produksi adalah Dokumen Produksi Induk, Prosedur Produksi Induk dan Catatan Produksi Bets. Dokumen Produksi Induk berisi formula produksi dari suatu produk dalam bentuk sediaan dan kekuatan tertentu, tidak tergantung dari ukuran bets. Prosedur Produksi Induk terdiri dari dua dokumen, yaitu Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk. Masing-masing prosedur tersebut berisi prosedur pengolahan dan prosedur pengemasan yang rinci untuk suatu produk dengan bentuk sediaan, kekuatan dan ukuran bets spesifik. Catatan Produksi Bets, terdiri dari Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets, yang berisi semua data dan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan produksi dari suatu bets produk. Dokumen Produksi Induk, Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk (Formula Pembuatan, Instruksi Pengolahan dan Instruksi Pengemasan) menyatakan seluruh bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan serta menguraikan semua operasi pengolahan dan pengemasan.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
18
Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi tertentu, misalnya pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan sampel, pengujian dan pengoperasian peralatan, sedangkan catatan menyajikan riwayat tiap bets produk, termasuk distribusinya dan semua keadaan relevan yang berpengaruh pada mutu produk akhir. Prosedur dan catatan mencakup penerimaan, pengambilan sampel, pengujian dan lain-lain. Menurut CPOB, hendaklah tersedia prosedur tertulis dan catatan penerimaan untuk tiap pengiriman tiap bahan awal, bahan pengemas primer dan bahan pengemas cetak. Selain itu, hendaklah tersedia prosedur tertulis untuk pengambilan sampel yang mencakup personil yang diberi wewenang mengambil sampel, metode dan alat yang harus digunakan, jumlah yang harus diambil dan segala tindakan pengamanan yang harus diperhatikan untuk menghindarkan kontaminasi terhadap bahan atau segala penurunan mutu. Pengujian bahan dan produk yang diperoleh dari tiap tahap produksi juga memerlukan prosedur tertulis yang menguraikan metode dan alat yang harus digunakan dalam pengujian.
2.2.11.Pembuatan Analisis Berdasarkan Kontrak Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak
dilakukan jika suatu
perusahan membuat produk di perusahaan lain atau sebaliknya. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dengan penerima kontrak harus dibuat secara jelas dalam hal tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pengawasan Mutu).
2.2.12.Kualifikasi dan Validasi CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang diperlukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
19
kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi. Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV hendaklah merupakan dokumen yang singkat, tepat dan jelas. RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya data sebagai berikut: kebijakan validasi; struktur organisasi kegiatan validasi; ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi; format dokumen: format protokol dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan; pengendalian perubahan; dan acuan dokumen yang digunakan. Protokol validasi hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan. Laporan harus dibuat mengacu pada protokol kualifikasi dan/atau protokol validasi dan memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, kesimpulan dan rekomendasi perbaikan. Tiap perubahan terhadap rencana yang ditetapkan dalam protocol hendaklah didokumentasikan dengan pertimbangan yang sesuai.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI 3.1.
Sejarah Soho Group PT. Ethica adalah perusahaan pertama yang didirikan oleh Tan Tjhoen
Lim pada tahun 1946. Pada awalnya, perusahaan ini bernama NV Handel Ethica MY, tapi kemudian diubah menjadi PT. Ethica Industri Farmasi. Ini adalah perusahaan pertama yang memproduksi obat suntik maka dibuat sebagai pelopor untuk obat resep di pasar. Perusahaan “adik”, PT. SOHO Industri Pharmasi didirikan pada tahun 1951. Nama SOHO diambil dari Societas HONORABILIS, sebuah istilah Latin yang berarti masyarakat dari orang-orang terhormat. PT. SOHO memproduksi obat oral dan merupakan pelopor dan trendsetter dalam penggunaan produk alami di pasar resep. Pada tahun 1996, PT. SOHO memasuki seluruh pasar OTC. Menyadari kebutuhan untuk memiliki distribusi sendiri perusahaan, PT. PARIT PADANG GLOBAL didirikan pada tahun 1956. Parit Padang, adalah nama salah satu kabupaten di Pulau Bangka, sebagai inspirasi dari pendiri perusahaan tersebut. Saat ini, PPG memiliki 25 cabang di Indonesia dan bertindak sebagai distributor PT. Ethica dan PT. SOHO serta industri lainnya. Pada tahap awal, tiga perusahaan dijalankan sebagai penjualan tradisional dan berjalan secara terpisah tanpa koordinasi sistematis. Tidak ada system yang terstruktur untuk rencana pengembangan bagi karyawan, jenjang karir sehingga didefinisikan dan rencana suksesi pada dasarnya tidak ada. Semua ini berubah pada tahun 2006 ketika generasi kedua, Tan Eng Liang, memutuskan untuk menempatkan semua tiga perusahaan di bawah satu payung, SOHO Group. Selain itu, perusahaan menerapkan sistem baru untuk mengelola strateginya. Strategi pengelolaan yang dilakukan dengan menggunakan Balanced Scorecard (BSC) bahwa setiap orang di perusahaan memungkinkan untuk benarbenar memahami tujuan perusahaan dan bagaimana untuk mencapai tujuan tersebut. Ini memungkinkan setiap orang untuk melihat dengan jelas fokus utama perusahaan.
20 Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
21
Gambar 3.1 Logo SOHO Group
Unsur-unsur yang terdapat pada logo SOHO Group adalah: a. Segitiga sama sisi dan dua bentuk setengah lingkaran yang simetris mencerminkan kesamaan kedudukan dan adil untuk semua pihak. b. Bentuk segitiga mencerminkan tiga perusahaan inti yang mengawali pergerakan usaha, membentuk satu kesatuan yang kokoh, saling menjaga kerja sama dan bersinergi. c. Warna hijau mengandung arti alamiah, segar, harmonis, serasi, sehat, sejuk, dan damai. Sedangkan warna biru bermakna selalu berkembang dan sejahtera. d. Logo SOHO Group merupakan pemersatu dari semua perusahaan yang berada di dalamnya, menjadi intisari dari semua kegiatan/usaha, dan cita-cita para pendirinya. Hal ini pada akhirnya diharapkan bisa menjadi daya dorong bagi seluruh anggota Keluarga Besar SOHO Group untuk selalu bahumembahu, bersemangat tinggi, serta bertanggung jawab tinggi dalam menyongsong masa depan yang lebih baik
3.1.1. PT. ETHICA Indusri Farmasi Ethic adidirikan sebagai produsen produk farmasi pada tanggal 30 November 1946, di Jl. Gunung Sahari XII No 11, Jakarta Pusat. Ini adalah perusahaan farmasi pertama untuk menghasilkan produk dalam bentuk injeksi di Indonesia pada tahun 1950, dan menjabat sebagai panutan bagi perusahaan farmasi lainnya di Indonesia. Pada bulan Agustus 1996, Ethica pindah ke premis yang lebih besar dengan luas 8000 meter persegi di Kawasan Industri Pulogadung. Sebuah sistem produksi baru didirikan dalam rangka memenuhi persyaratan pemerintah dan memperoleh sertifikasi CPOB. Pada pertengahan tahun 1997, sebuah tim Pemasaran didirikan untuk memasarkan dan mempromosikan produk-produk kami oral dan suntik. Sejak itu, Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
22
perusahaan telah mengalami pertumbuhan yang kuat dengan dukungan karyawan profesional kami. Pada pertengahan tahun 2007, PT. ETHICA memiliki 350 karyawan termasuk tenaga lapangan Penjualan kami 240 orang yang berbasis di berbagai lokasi di seluruh Indonesia. PT. ETHICA juga telah menerima sertifikasi ISO 9001:2008 dari SGS. Logo PT. ETHICA Industri Farmasi merupakan inisial huruf E yang berada di dalam dua buah lingkaran. Lingkaran mempunyai arti kesempurnaan, fleksibilitas, dan tekad yang bulat demi meraih cita-cita. Dua buah lingkaran dapat diartikan sebagai suatu kerjasama yang saling mendukung untuk mencapai tujuan.Warna merah tua (maroon) mempunyai arti semangat perjuangan serta dedikasi yang tinggi. Nama Ethica, selain berarti budi pekerti yang baik, juga mencerminkan etos kerja dan usaha yang bermartabat.
Gambar 3.2 Logo PT. ETHICA Industri Farmasi
3.1.2. PT. SOHO Industri Pharmasi PT SOHO Industri Pharmasi, sebagai anggota SOHO Group didirikan pada tahun 1951 oleh Mr Tan dan Mr Bertus Soesman. Nama SOHO singkatan SOcietas HOnorabilis, yang berarti sebagai masyarakat orang dengan perilaku terhormat. Perusahaan ini dikenal sebagai produsen, ekstraksi produk padat, semipadat dan cair Pada tahun 1970-an, PT SOHO Industri Pharmasi diperluas ke usaha patungan dengan dua perusahaan global terkemuka farmasi terkemuka, yaitu PT Warner Lambert Indonesia-saat ini bergabung dengan PT Pfizer Indonesia, dan PT ICI Farmasi Indonesia-saat ini dikenal sebagai PT AstraZeneca Indonesia. Pada 1990-an, PT SOHO Industri Pharmasi diberikan sertifikasi CPOB dari Departemen Kesehatan di Indonesia. Pada tahun 2000an, PT SOHO Industri Pharmasi diberikan sertifikasi ISO 9001:2008 dari SGS yang diperlukan perusahaan untuk berkomitmen untuk memberikan usaha terbaik untuk
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
23
meningkatkan layanan dan produk untuk menang melawan persaingan di pasar global.
Gambar 3.3 Logo PT. SOHO Industri Pharmasi
3.1.3. PT. Parit Padang Global PT Parit Padang Global, Distributor Farmasi dan Kesehatan pertama dengan sistem komputer real-time on-line, didirikan oleh Mr Tan Tjhoen Lim pada tahun 1956. Nama diambil dari Parit Padang salah satu desa di pulau Bangka yang mengilhami pendiri SOHO Group untuk menjadi seperti perusahaan distribusi dalam nama kelompok SOHO Group. Di bawah kepemimpinan yang kuat dari Mr Tan Eng Liang, penerus pendiri, PT Parit Padang global bergerak rajin dan dinamis untuk menjadi salah satu perusahaan terkemuka di Indonesia, sebagaimana tercantum dalam visi perusahaannya. Selama lebih dari 50 tahun, PT Parit Padang global telah terus menerus dan konsisten mendistribusikan produk farmasi terkenal dari perusahaan sister yaitu PT Soho Industri Pharmasi dan PT Ethica Industri Pharmasi, serta dari lainnya prinsipal terkemuka global seperti AstraZeneca, Pfizer, Kimberly Clark, dan lain-lain.
Gambar 3.4 Logo PT. Parit Padang Global
3.1.4. PT. Global Harmony Retailindo PT. Global Harmony Retailindo (PT. GHR), merupakan Unit Bisnis barudari SOHO Group, dan saat ini berada di bawah manajemen PT. Parit Padang. PT.Global Harmony Retailindo didirikan di Jakarta pada tanggal 11 November 2008,sebagai salah satu usaha untuk mendukung terwujudnya Visi
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
24
2015 di mana SOHOGroup akan menyediakan produk dan kesehatan yang berkualitas tinggi. Dan salah satu bisnis utama dari PT. Global Harmony Retailindo adalah Apotek Harmony. Apotek Harmony hadir sebagai Wellness Pharmacy, yang menyediakan produk dan pelayanan kesehatan yang memperhatikan keseimbangan dan keharmonisan di berbagai aspek kehidupan, dan memposisikan perusahaan sebagai perusahaan yang fokus dan ramah kepada pelanggan. Tim manajemen Apotek Harmony diperkuat oleh tenaga-tenaga kerja yang sudah sangat berpengalaman dalam dunia farmasi. Motto kerja Apotek Harmony adalah “Melayani dengan Segenap Hati”. Adapun pelayanan yang disediakan oleh Apotek Harmony adalah: a. Apotek b. Praktek Dokter Umum c. Praktek Dokter Spesialis d. Praktek Dokter Gigi e. Laboratorium Klinik
3.1.5. PT. Universal Health Network PT. Universal Health Network (Unihealth), merupakan perusahaan multilevel marketing, yang didirikan pada tahun 2009. Unihealth menyediakan produk-produk kesehatan terbaik, seperti suplemen kesehatan dan kecantikan, vitamin, perawatan kulit dan perlengkapan kecantikan baik itu produksi lokal maupu nmancanegara.
Gambar 3.5 Logo PT. Universal Health Network
3.2.
Visi dan Misi SOHO Group
3.2.1. Visi SOHO Group Visi 2015 SOHO Group adalah menjadi salah satu kelompok perusahaan global terkemuka dalam bidang manufaktur, distribusi, dan menyediakan produk
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
25
dan jasa kesehatan berkualitas tinggi. Adapun tujuan Visi 2015 adalah sebagai berikut: a. Perspektif Keuangan Untuk mencapai pertumbuhan penghasilan SOHO Group. b. Perspektif Pelanggan Untuk didedikasikan pada kepuasan pelanggan dengan level yang tertinggi dan memperoleh kepercayaan dari dokter, pasien dan pelanggan lain yang dilayani. c. Perspektif Proses Internal Untuk mencapai “bestinclass” diseluruh aktivitas operasional. d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Untuk mengembangkan ketrampilan-ketrampilan yang “bestinclass”.
3.2.2. Misi SOHO Group Visi 2015 juga dilengkapi dengan Misi SOHO Group, yaitu merupakan kebanggaan melayani pelanggan kami dengan menyediakan secara terus-menerus produk dan jasa kesehatan yang berkualitas tinggi untuk meningkatkan mutu kehidupan dan usia panjang.
3.3.
Struktur Organisasi PT. SOHO Industri Pharmasi SOHO Group dipimpin oleh seorang President Commissioner yang
membawahi enam bagian
yakni
Finance and IT, Human Resources,
Manufacturing, Marketing, Compliance, dan Office Strategy Management. Manufacturing Head langsung membawahi delapan divisi, yaitu Production Division, Supply Chain Division, Quality Operation Division, Technical Division, Validation and Documentation Department, Research and Development Division, Human Research Account, dan Finance Account. Struktur organisasi operasional SOHO Group dapat dilihat pada Lampiran 1. 3.3.1.
Researchand Development (R&D)Division Divisi R&D dipimpin oleh
Division Head. Divisi Formulation
seorang apoteker dengan jabatan R&D
R&D dibagi menjadi empat departemen yaitu Group
Development
Department,
Analytical
Method
Development
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
26
Department, Packaging Development Department, dan R&D Compliance& Support Department. Struktur organisasi divisi ini dapat dilihat pada Lampiran 2 3.3.1.1. Group Formulation Development Department Departemen Group Formulation Development bertanggungjawab dalam studi dan pengembangan formula produk,meliputi produk herbal, food supplement, dan produk bioekuivalensi. Penyusunan formula merupakan hal yang sangat penting dalam pembuatan obat. Formula yang disusun oleh departemen ini disebut formula induk, yang berisi identitas
obat (no. batch, expired date),
formula obat (bahan aktif, bahan tambahan), dan langkah-langkah proses produksi obat. 3.3.1.2. Analytical Method Development Department Departemen ini bertanggungjawab dalam pengembangan metode analisis, meliputi metode stabilitas dan metode fisikakimia. Departemen ini terbagi menjadi tiga sub departemen yaitu, Stability Method Sub Department, Physical Chemical Method Sub Department dan Analytical Method Development administrator. Stability method subd epartment memiliki tanggung jawab dalam uji stabilitas produk baru dimaksudkan untuk menjamin kualitas produk yang telah diluluskan dan akan beredar dipasaran. Dengan uji stabilitas dapat diketahui pengaruh faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban terhadap parameter– parameter stabilitas produk seperti kadar zat aktif, pH, berat jenis dan net volume sehingga dapat ditetapkan tanggal kadaluwarsa yang sebenarnya. 3.3.1.3. Packaging Development Department Packaging Developmentmerupakan departemen yang bertanggung jawab dalam mendesain kemasan produk baru,produk lama yang direvisi, maupun produk yang dikemas ulang. Packaging composition berisi daftar nama dan jumlah bahan pengemas beserta dengan kelengkapannya antara lain berisi jumlah leaflet, sendok takar, karton, master box, dan label.
3.3.1.4. R&D Compliance&Support Department Departemen ini bertanggung jawab dalam dokumentasi dan registrasi obat baru. Dokumentasi yang dilakukan mencakup dokumentasi pengembangan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
27
formulasi, analisa, dan pengemasan dari produk ethical, herbal & produk suplemen, serta riset baru.
3.3.2.
Quality Operation Division Sistem manajemen mutu PT. SOHO Industri Pharmasi dilaksanakan oleh
Quality Operation (QO) Division. QO Division terdiri atas dua departemen, yaitu Quality Control (QC) Department dan Quality Assurance (QA) Department. Struktur organisasi divisi ini dapat dilihat pada Lampiran 3 3.3.2.1. Quality Assurance (QA) Department Quality Assurance Department dipimpin seorang apoteker dengan jabatan Quality Assurance Department Head (QADH) yang memiliki tanggung jawab ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan acuan mutu perusahaan dan memastikan penerapan sistem mutu, memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala, melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian pengawasan mutu, mengevaluasi catatan batch dan meluluskan/menolak produk jadi untuk penjualan dengan mempertimbangkan semua faktor terkait, serta memprakarsai dan berperan aktif dalam audit eksternal dan program validasi. Departemen QA memiliki tiga bagian yaitu Quality Compliance Section, Quality Monitoring System Sub Department dan Quality Support Section. Struktur organisasi departemen ini dapat dilihat pada Lampiran 4. a.
Quality Compliance Section Hal-hal yang menjadi tanggung jawab Quality Compliance Section
antara lain menangani Follow Up Stability, Product Quality Review (PQR), dan register compliance. Quality Compliance Section memiliki dua Quality Compliance Executive. Quality Compliance Executive 1 bertugas dalam penanganan Follow Up Stability (FUS) yaitu uji stabilitas produk–produk yang sudah beredar di pasaran untuk mengetahui apakah suatu produk tetap memenuhi spesifikasi pada masa peredaran ataupun penyimpanan. Uji stabilitas dilakukan sampai ED + 1 tahun, artinya uji stabilitas dilakukan sampai waktu kadaluwarsa ditambah satu tahun. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui adanya kemungkinan dilakukan perpanjangan masa daluwarsa suatu produk. Perpanjangan masa daluwarsa
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
28
dilakukan untuk produk yang masih memenuhi syarat sampai ED + 1 tahun. Apabila ditemukan produk yang sudah tidak memenuhi syarat saat ED atau sebelum ED, maka bisa dilakukan pemendekan waktu kadaluarsa dalam pembuatan produk selanjutnya. Quality Compliance Executive 2 bertugas dalam penanganan registrasi produk-produk yang hampir habis masa berlakunya. Penyiapan data dan pelengkapan data untuk registrasi dimulai enam bulan sebelum masa berlakunya habis. Dokumen yang diperlukan antara lain batch record, prosedur pemeriksaan bahan baku, produk setengah jadi dan produk jadi, lembar spesifikasi produk, sertifikat analisa bahan baku, produk setengah jadi, dan produk jadi. Setelah dokumen terkumpul, maka koordinator akan menyerahkannya kepada bagian registrasi. PQR dilaksanakan secara periodik untuk memverifikasi konsistensi suatu produk yang berhubungan dengan Good Manufacturing Practice (GMP) dan kesesuaian dengan spesifikasi terkini menggunakan analisa kecenderungan (trend analysis). PQR dilakukan dan didokumentasikan setiap tahun untuk setiap produk (minimal 3 batch) sesuai jadwal yang telah disetujui, termasuk di dalamnya review dari PQR sebelumnya dan setidaknya meliputi data laboratorium QC, data dari divisi produksi yang termasuk data mesin, pemeriksaan IPC dan yields, dan data quality (pengenalan produk, pemeriksaan analisa IPC, pemeriksaan bahan awal, pemeriksaan seluruh OOS dan investigasinya, pemeriksaan dari seluruh penyimpangan dan kejadian, pemeriksaan Non Conformance Product (NCP), pemeriksaan dari seluruh pengendalian perubahan yang dilakukan, pemeriksaan hasil program pemantauan stabilitas pada tahun tersebut dan setiap kecenderungan yang merugikan, pemeriksaan seluruh obat kembalian yang terkait keluhan dan penarikan kembali obat jadi (PKOJ) dan investigasi yang dilakukan terkait dengan kualitas produk, pemeriksaan data validasi proses dan metode analisa, pemeriksaan data kalibrasi dan kualifikasi dari mesin dan peralatan, pemeriksaan efektifitas dari tindakan koreksi dan pencegahan yang diambil. Trend Analysis diperiksa dan dievaluasi oleh QO Division Head dan Production Division Head agar dapat mengambil tindakan yang sesuai bila diperlukan.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
29
b.
Quality Monitoring System Sub Department Quality Monitoring System Sub Department Head membawahi Quality
Monitoring Section Head, Quality System Executive, dan Quality Release Section Head. Quality Monitoring Section Head membawahi Quality Monitoring Inspector (QMI) dan Product Sorter. Secara umum, Quality Monitoring Section menangani audit, inspeksi diri, rancang bangun dan penanganan keluhan. Pelaksanaan inspeksi diri dilakukan secara berkala dan disusun jadwal pada awal tahun. Inspeksi diri mencakup semua bagian di manufacturing dan dilakukan oleh divisi lain sebagai inspektor. Pada penanganan keluhan, keluhan yang diterima harus segera diteruskan ke QA, terutama keluhan yang terkait dengan keamanan produk. QMI harus memasukkan data keluhan yang masuk ke dalam log book keluhan. Kemudian dilakukan penilaian resiko awal yang mencakup pemeriksaan keluhan dan penarikan kembali obat jadi dari produk yang sama untuk menentukan prioritas melakukan investigasi. Setelah itu dilakukan pemeriksaan mencakup keluhan sebelumnya pada produk yang sama, Corrective Action and Preventice Action (CAPA) yang telah diimplementasikan, dan pemeriksaan batch lain yang berpotensi. Quality Monitoring Section Head akan melakukan investigasi terhadap sampel keluhan dengan mengevaluasi batch record dan bila perlu mengirimkan sampel ke QC untuk diuji. Pengujian dilakukan terhadap sampel keluhan dan sampel pertinggal. Apabila sampel keluhan dan contoh pertinggal memenuhi syarat, atau sampel keluhan tidak memenuhi syarat tetapi sampel tertinggal memenuhi syarat, maka keluhan dapat dinyatakan not justified (tidak dapat diterima). Bila sampel keluhan dan sampel pertinggal tidak memenuhi syarat maka keluhan dapat dinyatakan justified (diterima). Bila keluhan diterima, maka QA Department Head harus melakukan investigasi terhadap produk yang sama dengan batch yang berbeda. Bila ternyata ditemukan penyimpangan yang sama pada batch lain maka keluhan dapat dilanjutkan dengan membuat CAPA atau bila perlu recall produk jika kasus dianggap sangat berbahaya. Penanganan pemilihan vendor dilakukan oleh QC bekerjasama dengan QA. Vendor yang sudah disetujui akan masuk dalam daftar Approved Vendor List.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
30
Audit eksternal untuk vendor dilakukan secara langsung atau dengan kuesioner untuk vendor yang tidak bisa dikunjungi secara langsung. Quality Monitoring Inspector (QMI) bertugas dalam menganalisis sampel pertinggal jika terdapat keluhan dari konsumen. Product Sorter bekerjasama dengan bagian warehouse untuk memeriksa jumlah dan fisik produk, membuat laporan disposisi ke marketing untuk menentukan tindakan selanjutnya terhadap produk. Quality Sistem Executive bertanggungjawab dalam penanganan CAPA, deviasi, Lembar Usulan Perubahan (LUP), dan Non Conformance Product (NCP). CAPA muncul ketika terjadi permasalahan yang sama berulang-ulang dan permasalahan berakibat pada bagian lain di luar masalah tersebut. Deviasi atau penyimpangan dibagi menjadi tiga yaitu planned deviation seperti pergantian mesin produksi, unplanned deviation seperti terjadi capping pada tablet, dan incident/accident seperti listrik mati. LUP merupakan change control atau pengendalian perubahan untuk perubahan dokumen, alat, mesin, dan lain-lain. NCP merupakan penyimpangan yang terjadi sebelum proses produksi seperti saat mengecek bahan pengemas sebelum produksi ternyata bahan pengemas mengalami kerusakan. CAPA berasal dari laporan OOS, keluhan, NCP, audit, inspeksi diri, PQR, dan deviasi. Hal-hal di atas bisa ditindaklanjuti dengan CAPA apabila setelah diinvestigasi diketahui bersifat sistemik, kemungkinan berulang sering dan membutuhkan penyelesaian jangka panjang. Terakhir adalah Quality Release Section. Quality Release Section Head menangani kelengkapan dokumen produk-produk yang akan dirilis ke pasaran. Quality Release Section Head membawahi IPC (In Process Control). ). IPC bekerjasama dengan bagian IPC di Divisi Produksi untuk melakukan pengendalian proses selama produksi. In process control dilakukan terhadap semua tahap produksi, mulai dari mixing, tableting, coating, pengemasan primer dan pengemasan sekunder. Tujuan IPC adalah supaya proses produksi dapat menghasilkan produk sesuai spesifikasi dan mengurangi jumlah produk yang ditolak karena tidak masuk spesifikasi. IPC Inspector merupakan personil QA yang memiliki akses ke area produksi untuk pengambilan sampel dan penyelidikan yang dilakukan oleh IPC produksi. IPC itu sendiri merupakan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
31
kegiatan pemeriksaan dan pengujian yang ditetapkan serta dilaksanakan selama proses pembuatan produk, termasuk pemeriksaan dan pengujian terhadap lingkungan dan peralatan c.
Quality Support Section Quality Support Section Head bertanggung jawab dalam kualifikasi alat-
alat produksi dan laboratorium bekerjasama dengan Engineering Department, validasi metode analisa, dan penanganan dokumen-dokumen kalibrasi. Quality Support Section juga bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kalibrasi alat-alat yang terdapat di laboratorium QC. Kalibrasi alat dilakukan secara berkala yaitu kalibrasi satu tahunan, kalibrasi enam bulanan, kalibrasi tiga bulanan, kalibrasi bulanan, dan verifikasi harian. Untuk kalibrasi satu tahunan dapat dilakukan oleh pihak eksternal (supplier) atau pihak internal. Sedangkan untuk kalibrasi enam bulanan, tiga bulanan, bulanan, dan verifikasi harian dilakukan oleh pihak internal yang biasanya dilakukan oleh para analis yang sudah mengikuti pelatihan kalibrasi sebelumnya. Selain itu, Quality Support Section Head juga bertanggung jawab untuk membuat dan merevisi Standard Operating Procedure (SOP) penggunaan dan pembersihan dan SOP kalibrasi alat-alat yang terdapat di laboratorium QC. Setelah SOP jadi maka harus dilaksanakan pelatihan terhadap analis agar para analis dapat menggunakan alat dengan baik dan benar.
3.3.2.2. Quality Control (QC) Department Pada industri farmasi, bagian Quality Control (QC) merupakan bagian yang penting. QC memberikan kepastian tentang mutu produk agar tetap konsisten memiliki spesifikasi yang telah ditetapkan, sehingga produk memberikan manfaat kepada konsumen. Kegiatan pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tetapi juga terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. QC Department di PT. SOHO Industri Pharmasi secara struktural berada di bawah Quality Operational Division yang dikepalai oleh QO Division Head. Departemen QC bersifat independen, sejajar dengan Departemen QA, serta tidak tergantung dengan produksi sehingga QC dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
32
tanpa terpengaruh oleh bagian lain. QC PT. SOHO Industri Pharmasi terpisah dari QC PT. ETHICA Industri Farmasi. Departemen QC dikepalai oleh seorang apoteker yang disebut QC Department Head dan memiliki beberapa tanggung jawab sebagai berikut : a. Menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produkjadi. b. Memastikan seluruh pengujian
yang diperlukan dan validasinya
telah
dilaksanakan. c. Memberi persetujuan terhadap
spesifikasi,
instruksi kerja
pengambilan
sampel, metode pengujian, kontrak analisis dan prosedur pengawasa nmutu yang lain. d. Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian pengawasan mutu. e. Menetapkan, memvalidasi, dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu. QC Department Head membawahi lima section yang menangani Bahan Baku (Raw Material Section Head), Bahan Kemas (Packaging Material Section Head), Produk Setengah Jadi (Half Finished Goods Section Head), dan Mikrobiology Section Head. Struktur organisasi departemen ini dapat dilihat pada Lampiran 5-6. a.
Raw Material Section Quality Control bagian ini menangani bahan baku, baik yang digunakan
untuk produksi, maupun untuk pengembangan produk (R&D Department). Dalam pelaksanaannya, section ini dibantu oleh beberapa analis dan helper. Proses pemeriksaan bahan baku dimulai dari barang datang dari vendor ke gudang. Warehouse Department akan membuat Lembar Penerimaan Barang (LPB). LPB ini dikirimkan ke QC Raw Material beserta CoA dari vendor agar bahan baku ini diambil sampelnya untuk dilakukan sampling pada bahan baku. Sampling menjadi kegiatan yang penting dalam pengawasan mutu yaitu mengambil sebagian kecil dari satu batch. Pengambilan sampel dilakukan sedemikian rupa untuk mencegah kontaminasi atau efek lain yang berpengaruh tidak baik terhadap mutu. Pengambilan sampel dilakukan di ruang sampling.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
33
Wadah yang diambil sampelnya diberi label yang mencantumkan isi wadah, nomor batch, tanggal pengambilan sampel dan diberi label “contoh sudah diambil” dengan warna jingga pada wadah bahan baku ersebut. Wadah ditutup rapat kembali setelah pengambilan sampel. Semua alat pengambilan sampel dan wadah sampel terbuat dari bahan yang inert dan dijaga kebersihannya. Mutu suatu batch bahan baku dapat dinilai dengan mengambil dan menguji sampel yang representative. Jumlah yang diambil untuk menyiapkan sampel representative ditentukan secara statistik dan dicantumkan dalam pola pengambilan sampel. Penentuan status bahan baku diluluskan maupun ditolak berdasarkan hasil analisa yang dibandingkan dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Spesifikasi ditetapkan berdasarkan literatur yang ada (USP, EP, BP, FI serta CoA dari vendor) dan beberapa modifikasi yang disesuaikan. Apabila hasil analisa dinyatakan bahwa bahan baku diluluskan maka analis akan membuat CoA dan label hijau. Sedangkan bahan baku yang ditolak dibuatkan label merah. Dalam proses produksi, bahan baku yang belum habis dapat dilakukan analisa ulang (reanalisa) untuk mengetahui kondisi bahan baku yang akan digunakan. Frekuensi analisa ulang bahan baku berbeda-beda tergantung dari sifat bahan baku sendiri. Bahan baku yang berupa zat aktif waktu analisa ulang adalah setiap satu tahun. Sedangkan bahan baku sebagai bahan tambahan waktu analisa ulang adalah setiap dua tahun, kecuali flavour setiap enam bulan. Bahan baku tambahan yang memerlukan pemeriksaan mikrobiologi frekuensi analisa ulang adalah setiap satu tahun, kecuali untuk kapsul kosong setiap dua tahun. Hasil reanalisa yang masih memenuhi syarat spesifikasi diberi label hijau (diluluskan) sehingga dapat dipergunakan untuk produksi. Sedangkan hasil reanalisa yang tidak memenuhi syarat spesifikasi diberi label merah (ditolak). Perlakuan terhadap bahan baku yang ditolak ini disesuaikan dengan perjanjian yang telah dibuat dengan vendor apakah barang dikembalikan dan diganti, atau langsung dimusnahkan.
b.
Packaging Material Section QC bagian ini menangani tentang pengawasan kualitas bahan kemas.
Proses pengawasan dimulai dari penerimaan LPB dari Warehouse Department
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
34
agar dilakukan sampling terhadap bahan kemas. Spesifikasi dari bahan kemas ditetapkan dengan penekanan pada kompatibilitas bahan terhadap produk yang diisikan ke dalamnya. Pengujian terhadap bahan kemas difokuskan pada pemeriksaan fisik meliputi pemerian, jenis bahan kemas, ukuran (panjang, lebar, dan tebal), dan keragaman bobot serta kualitas cetak pada bahan kemas karena cacat fisik yang kritis dan kebenaran penandaan dapat berdampak besar yaitu dapat memberikan kesan meragukan terhadap kualitas produk. Pemeriksaan mikrobiologi diperlukan untuk bahan kemas produk sirup dan cream. Bahan kemas juga dilakukan reanalisa. Frekuensi reanalisa untuk bahan kemas primer adalah setiap satu tahun, sedangkan untuk bahan kemas sekunder dilakukan setiap dua tahun. Parameter yang diperiksa ulang adalah pemerian dan mikrobiologi sesuai dengan spesifikasi masing-masing bahan. c.
Half Finished-Finished Goods Section Quality Control bagian ini mengawasi mutu dari produk setengah jadi
dan produk jadi. Dalam pelaksanaannya QC Finished Goods dibantu oleh beberapa analis, helper dan dibantu petugas IPC. Pengawasan mutu dari produk setengah jadi dimulai dari pengambilan sampel di bagian produksi. Pelaksana pengambilan sampel dilakukan oleh petugas IPC. Sampling dilakukan setelah proses produksi selesai disertai lembar PA (Permintaan Analisis) dari produksi. Waktu sampling tergantung dari jenis produk dan sifat fisika kimianya. Sampling untuk produk steril dilakukan setelah proses sterilisasi. Produk aseptis sampling dilakukan setelah proses filling selesai. Sampling produk setengah jadi nonsteril dalam bentuk granul dilakukan pada saat proses mixing berlangsung dengan alat thief sampler. Pengambilan sampel dilakukan pada bagian atas, tengah dan bawah dari drum mixer. Sampel untuk granul dilakukan untuk produk yang mengalami perubahan atau validasi proses, seperti perubahan batch size, bahan baku, mesin, dan proses produksi. Pengambilan sampel untuk tablet, kaplet dan kapsul diambil di bagian awal, tengah dan akhir proses produksi, sedangkan untuk untuk tablet salut dan dragee dilakukan di akhir proses produksi. Sampel obat jadi diambil setelah pengemasan primer selesai. Sampel dimasukkan ke dalam wadah yang sesuai lengkap dengan label dan ditutup rapat. Label berisi nama produk, nomor batch,
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
35
tanggal pembuatan, tanggal sampling dan paraf petugas IPC yang melakukan sampling. Sampel yang diperoleh diletakkan di tempat penyimpanan QC. Sampel yang diperoleh kemudian dianalisa menggunakan prosedur pengujian untuk masing-masing produk dengan metode yang telah disetujui. Spesifikasi dan prosedur pengujian untuk tiap produk setengah jadi dan produk jadi mencakup spesifikasi dan prosedur pengujian mengenai identitas, kemurnian, mutu dan kadar/potensi. Prosedur pengujian mencakup hal yang seperti telah disebutkan dalam Raw material. Hasil pengujian dilaporkan analis dalam Lembar Data Awal (LDA). LDA berisi nama dan nomor batch dan bentuk sediaan, metode analisis yang digunakan, pernyataan mengenai nilai yang diharapkan, pernyataan apakah memenuhi atau tidak memenuhi syarat, tanggal dan tanda tangan analis yang melakukan pengujian dan yang memeriksa perhitungan. Hasil pengujian (terutama perhitungan) diperiksa oleh supervisor (Half Finished Goods Section Head) sebelum bahan atau produk tersebut diluluskan atau ditolak. d.
Microbiology Section Quality Control bagian ini menangani pengujian mikrobiologi baik pada
bahan baku maupun bahan pengemas, produk setengah jadi dan produk jadi. Tidak semua bahan baku maupun produk jadi dilakukan pengujian mikrobiologi, hanya yang memiliki probabilitas terkontaminasi yang besar seperti bahan baku yang berupa ekstrak serta produk dalam bentuk sediaan sirup dan cream. Pengujian mikrobiologi dimulai dengan diterimanya Permintaan Analisis (PA) dari produksi dan QC Raw Material (RM) / Packaging Material (PM). Kemudian dilakukan sampling dengan perlakuan yang lebih khusus yaitu menggunakan wadah sampling yang steril. Hasil pengujian dilaporkan analis dalam Lembar Mikrobiologi yang berisi nama dan nomor batch dan bentuk sediaan, media yang dipergunakan, pernyataan nilai yang diharapkanpernyataan tidak atau memenuhi syarat, tanggal pemeriksaan dan tanda tangan analis yang melakukan pengujian, tanggal dan tanda tangan QC Microbiology Section Head. Hasil pemeriksaan mikrobiologi ini kemudian diserahkan kepada analis bahan baku atau analis produk setengah jadi sesuai dengan bahan yang diuji. Analis bahan baku atau produk setengah jadi akan membuat Certificate of Analysis
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
36
(CoA) untuk bahan yang memiliki spesifikasi mikrobiologi sehingga dapat dinyatakan diluluskan (released). 3.3.3.
Production Division Production Division dipimpin oleh seorang apoteker dengan jabatan
Production Division Head. Tanggung jawab Production Division Head adalah sebagai berikut: a. Merencanakan, mengatur, dan memimpin seluruh kegiatan produksi yang diperlukan oleh pabrik. b. Menjamin pelaksanaan produksi yang tepat waktu serta pengiriman semua produk dengan biaya yang rasional sesuai dengan kebijakan mutu SOHO Group,dan CPOB. c. Memastikan semua tahap produksi sesuai prosedur agar memenuhi syarat mutu yang ditetapkan. Production Division terdiri dari tiga departemen yaitu Non Steril Production Department (NSP), Steril, and Cephalosporine & Extract Production Department (SCEP). SCP Department melakukan produksi sediaan steril dan cephalosporine di PT. Ethica, sedangkan NSP Department melakukan produksi di PT. SOHO Industri Pharmasi. Struktur organisasi Divisi Produksi dapat dilihat pada Lampiran 7. Proses produksi adalah pengolahan bahan baku sampai dikemas menjadi barang jadi/finished good. Sediaan yang diproduksi oleh Departemen NSP adalah sediaan solid (tablet, kaplet, kapsul, dry sirup), sediaan liquid (larutan, suspensi dan emulsi), sediaan semisolid (krim dan gel), dan sediaan herbal/obat tradisional. Bagian ini bertanggung jawab untuk memproduksi produk-produk solid dan non solid mulai dari mixing, tabletting, coating sampai pengemasan primer dan sekunder. Pengambilan bahan baku atau bahan pengemas dari gudang menggunakan picklist. Picklist merupakan daftar material yang dibutuhkan saat produksi dibuat oleh Material Planning di Supply Chain Management Division berdasarkan daftar material dalam rencana produksi dan didistribusikan ke Warehouse Department. Penjadwalan dan rencana produksi menggunakan sistem Monthly Planning Packaging, yaitu penentuan jadwal pengemasan terlebih dahulu baru
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
37
diikuti mixing, tableting dan coating. Setiap bahan baku dan bahan pengemas yang datang dari pemasok disimpan di gudang dengan status karantina. Tanda bahwa bahan baku dan bahan pengemas berstatus karantina adalah terdapat label karantina warna putih dan kuning di wadah bahan. Bahan baku dan bahan pengemas tersebut baru bisa digunakan untuk produksi setelah diperiksa kemudian dinyatakan lulus oleh QC. Saat dinyatakan lulus, label lulus warna hijau ditempel menutupi label karantina di wadah bahan baku dan bahan pengemas. Bahan baku dan bahan pengemas yang tidak memenuhi syarat dikeluhkan dan dikembalikan ke pemasok.
3.3.3.1. Penimbangan bahan baku Proses penimbangan merupakan tahap yang kritis dalam proses produksi karena merupakan proses awal dalam produksi dan jika terjadi kesalahan dalam penimbangan maka proses selanjutnya akan bermasalah. Bahan baku dipesan dari gudang
berdasarkan
picklist
bahan
baku.
Bahan
baku
dari
gudang
diserahterimakan ke bagian produksi di ruang penyangga (buffer room) dan dilakukan pengecekan identitas bahan baku satu–persatu sesuai picklist meliputi nomor part, nama dan nomor bahan baku, expired date, analisa ulang serta label hijau (released). Bahan baku yang sudah lolos pengecekan diletakkan di ruang staging before weighing, masing-masing diletakkan perbatch (satu palet hanya untuk satu batch). Proses yang perlu dilakukan sebelum penimbangan adalah penyiapan ruang timbang. Ruang timbang terbagi menjadi dua jenis yaitu ruang timbang low RH dan ruang timbang biasa. Pemisahan ini berdasarkan perbedaan sifat produk yang akan ditimbang, bahan baku yang higroskopis dan mudah rusak karena kelembaban di atas 30% ditimbang di ruang timbang low RH sedangkan bahan baku yang tidak rusak karena kelembaban di atas 30% ditimbang di ruang timbang biasa. Penyiapan ruang timbang meliputi pengaktifan sistem down flow booth, pengecekan suhu dan RH, dan pengecekan waterpass. Sistem down flow booth adalah sistem pengaturan aliran udara untuk membawa debu dan partikel bahan baku yang jatuh serta terhambur di udara masuk ke dalam fine filter (di bagian samping bawah ruang timbang) sehingga tidak mengontaminasi
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
38
penimbang. Sistem down flow booth dinyalakan selama 15 menit dan baru boleh dipakai setelah aliran udara mencapai 40 m/detik. Suhu untuk ruang timbang biasa dan low RH adalah ≤ 25°C. RH untuk ruang timbang biasa adalah 45-75%, dan untuk low RH <30%. Waterpass adalah parameter distribusi berat pada timbangan, kondisi waterpass adalah dimana kondisi distribusi berat merata di semua sisi timbangan, jadi di sisi manapun bahan ditimbang akan menghasilkan massa/berat yang sama. Pengecekan waterpass dilakukan dengan mengecek posisi gelembung air dalam alat cek waterpass, posisi yang tepat adalah gelembung berada tepat di tengah lingkaran alat cek waterpass. Penimbangan dilakukan setelah persyaratan down flow both, suhu, RH dan waterpass terpenuhi. Penimbangan dilakukan pada timbangan sesuai kapasitas masing-masing. Bahan–bahan padat yang sudah ditimbang dimasukkan dalam plastik. Bahan-bahan cair dimasukkan dalam stainless steel can, untuk alkohol dan larutan yang memiliki resiko terbakar/meledak dimasukkan dalam safety can. Plastik, stainless steel can dan safety can yang digunakan harus sudah dicek dan dirilis oleh QC. Bahan yang sudah dimasukkan dalam wadah kemudian dilabel dengan label timbang, kemudian diletakkan di dalam ruangan staging after weighing. 3.3.3.2. Produksi Solid a.
Mixing Section Mixing
section
memiliki
tugas
utama
yaitu
melakukan
mixing/pencampuran bahan baku hingga bahan baku homogen dan memenuhi persyaratan untuk proses selanjutnya. Proses utama dalam mixing section adalah pencampuran bahan untuk kempa langsung, granulasi basah, dan granulasi kering. Sedangkan proses granulasi kering adalah proses pembentukan granul kering dengan bantuan tekanan tinggi. Proses granulasi kering dilakukan untuk bahanbahan yang tidak tahan panas dan mudah rusak karena hidrolisis air, tetapi tahan terhadap tekanan tinggi. Proses kempa langsung merupakan proses yang paling sederhana dan paling cepat karena hanya satu tahap saja yaitu pencampuran kering/dry mixing. Bahan-bahan untuk kempa langsung dicampur di dalam mixer sampai homogen selanjutnya ditampung dalam wadah dan dilabel. In process control tidak dilakukan pada proses pencampuran bahan untuk kempa langsung.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
39
Proses granulasi basah adalah proses pembentukan granul basah yang menggunakan bantuan air untuk membentuk granul. Larutan lain yang dapat digunakan untuk granulasi basah adalah alkohol, isopropanol dan kombinasi keduanya. Proses granulasi basah dilakukan untuk bahan–bahan yang tahan panas dan tidak rusak karena hidrolisis air. Proses pencampuran bahan untuk granulasi basah dimulai dengan pencampuran basah (wet mixing) zat aktif dengan fase dalam yaitu bahan pengisi, pengikat dan penghancur. Alat yang digunakan adalah super mixer, yaitu alat yang mempunyai kemampuan untuk mencampur bahan dengan putaran agitator dan membentuk granul dengan chopper. Agitator berbentuk seperti baling-baling dan dapat berputar pada kecepatan tinggi sehingga massa yang ada dapat teraduk dan tercampur oleh gaya putar agitator. Proses selanjutnya setelah pencampuran basah adalah pengeringan dengan FBD (Fluid Bed Dryer). Granul yang dikeringkan dicek kadar airnya, alat yang digunakan untuk mengecek kadar air adalah alat pengukur Moisture Balance. Granul yang sudah memenuhi persyaratan kadar air selanjutnya diproses dengan granulator. Granul kering hasil granulator selanjutnya dicampur kering (dry mixing) dengan fase luar (bahan pelicin, lubrikan, dan disintegran) dalam mixer. Selanjutnya jika untuk proses pencampuran bahan untuk granulasi kering, zat aktif dan fase dalam dicampur dan dimasukkan dalam granulator, di dalam granulator zat aktif dan fase dalam mengalami proses roller compaction dan kemudian diayak dengan mesh tertentu. Granul yang dihasilkan selanjutnya dicampur kering dalam mixer. Hasil mixing kering proses granulasi basah atau granulasi kering selanjutnya dibungkus dalam wadah, dilabel dan diletakkan di ruang work in process (WIP) sebelum diproses ke tabletting section. Ruangan WIP berfungsi untuk menyimpan bahan–bahan hasil mixing sebelum masuk proses selanjutnya karena tidak semua bahan setelah selesai proses mixing langsung diproses lebih lanjut. Bahan-bahan yang tidak memenuhi persyaratan, dikarantina, dilaporkan kejadiannya ke QA untuk menunggu tindakan yang diambil (reprocessing atau reject). Bahan sisa yang tidak digunakan dalam proses yang gagal dikembalikan ke gudang untuk digunakan kembali pada batch lain produk yang sama (recovery).
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
40
b.
TablettingSection Bagian tableting memiliki tugas untuk mencetak hasil mixing menjadi
tablet atau kaplet. Hasil mixing yang telah diizinkan untuk proses dilanjutkan dibawa ke ruang tabletting untuk dicetak. In process control tablet berlangsung saat pencetakan tablet dilakukan setiap 30 menit sekali. In process control yang dilakukan adalah ketebalan tablet, keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan, dan waktu hancur. Masalah yang sering dihadapi dalam pencetakan tablet adalah capping, laminating, lengket pada dies, dan lengket pada punch. Capping dan laminating diatasi dengan menurunkan tekanan kempa, menambahkan jumlah pengikat sampai optimum, dan memasukkan granul yang kekeringan ke dalam oven dalam keadaan mati/off. Granul tersebut akan menyerap uap air sehingga terjadi peningkatan kadar air dalam granul. Massa tablet yang lengket pada punch dan dies terjadi karena granul terlalu basah, tekanan kempa kurang besar, dan terlalu banyak bahan pengikat. Pengatasan massa tablet yang lengket pada punch dan dies adalah dengan mengeringkan granul yang terlalu basah, menaikkan tekanan kempa dan memakai bahan pengikat dalam jumlah yang optimum. Tablet yang memenuhi syarat disimpan di ruang WIP tablet. Tablet yang tidak memenuhi syarat dikarantina terlebih dahulu, kemudian didiskusikan dengan QA untuk tindakan selanjutnya (reprocessing atau reject). Tablet yang direject dikumpulkan dan dimusnahkan.
c.
Coating Section Proses coating/penyalutan bertujuan untuk menutupi rasa, bau, atau
warna obat, memberi perlindungan fisik dan kimia pada obat, mengendalikan pelepasan obat dan meningkatkan penampilan tablet. Proses penyalutan dilakukan setelah tablet hasil cetak sudah memenuhi persyaratan dan dilabel untuk proses selanjutnya. Tahapan proses penyalutan adalah penyiapan larutan salut, proses sealing, proses subcoating, proses smoothing-coloring, dan proses polishing. Semua tahapan tersebut tidak selalu berlaku untuk setiap tablet tergantung dari jenis tablet yang diproduksi. Jenis tablet salut yang diproduksi adalah tablet salut film/salut selaput, salut gula, dan salut enterik. Tahap penyiapan larutan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
41
merupakan tahap kritis, jika larutan tidak homogen maka tablet tidak tersalut sempurna atau warna tidak merata. Tahap sealing bertujuan untuk menutupi permukaan bahan yang disalut dari penetrasi air dan untuk memperkeras permukaan, larutan yang digunakan adalah larutan yang tidak dapat larut air, seperti shellac, HPMC. Tahap subcoating bertujuan untuk menutupi permukaan bahan yang disalut sehingga menjadi bundar sesuai dengan bentuk dan ketebalan yang dikehendaki, larutan yang digunakan adalah larutan gula. Tahap smoothingcoloring bertujuan untuk menutupi dan mengisi cacat pada permukaan tablet yang disebabkan oleh tahap subcoating, dan untuk memberi warna dasar pada tablet, larutan yang digunakan adalah larutan gula ditambah lake. Tahap polishing bertujuan untuk mengkilapkan permukaan tablet salut sehingga terlihat mengkilap dan menarik dengan menggunakan polimer selulosa. Alat yang digunakan untuk penyalutan adalah sistem automated coating pan. Pan yang digunakan adalah jenis perforated, yaitu panci berlubang dan dapat dialiri udara panas lebih banyak lewat lubang-lubang tersebut sehingga pengeringan lebih efektif. Bagian spray gun digunakan untuk menyemprotkan larutan salut. Parameter kritis saat penyalutan adalah suhu dan putaran pan. Tablet yang sudah selesai disalut dimasukkan ke dalam panci polishing untuk memoles tablet supaya mengkilat. In process control yang dilakukan adalah pengukuran waktu hancur dan keseragaman bobot. In process control dilakukan setelah selesai penyalutan. Tablet salut yang tidak memenuhi persyaratan harus segera dikonfirmasi ke QA untuk memastikan tindakan selanjutnya. Masalah–masalah yang dihadapi saat penyalutan adalah sticking, twinning, chipping dan mottled color. Sticking adalah menempelnya bagian tablet salut pada dinding mesin sehingga mengakibatkan tablet tidak utuh. Hal ini disebabkan oleh pengeringan yang tidak maksimal. Permasalahan ini dapat diatasi dengan meningkatkan efisiensi pengeringan. Twinning adalah menempelnya tablet salut pada tablet salut yang lain. Hal ini disebabkan oleh kecepatan pan yang lambat, dan spray gun menyemprot larutan salut terlalu cepat. Twinning dapat diatasi dengan mempercepat putaran pan, dan memperlambat semprotan spray gun. Chipping adalah lepasnya bagian tablet atau rusakknya bagian tablet. Hal ini terjadi putaran pan yang cepat dan tablet inti yang rapuh. Chipping diatasi dengan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
42
memperlambat putaran pan dan menggunakan tablet inti yang tidak rapuh. Mottled color adalah kondisi warna tablet salut yang tidak merata disebabkan oleh pencampuran larutan coating yang kurang homogen dan posisi spray gun yang terlalu jauh dari tablet. Mottled color dapat diatasi dengan pencampuran homogen larutan coating dan posisi spray gun yang lebih dekat dengan tablet. d.
Proses produksi kapsul Selain melakukan produksi kapsul, dilakukan juga pengisian kapsul
cangkang gelatin keras. Prinsip kerja mesin filling kapsul ini adalah cangkang kapsul yang telah dimasukkan ke dalam hopper akan masuk ke dalam jalur kapsul. Dengan menggunakan vacuum, cap dan body kapsul dipisahkan. Bagian body pada shaft siap diisi granul atau serbuk. Kapsul yang rusak di-reject secara otomatis. Cap dan body yang sudah terisi ditempatkan pada shaft dan siap untuk ditutup. Kemudian cap dan body ditutup lalu dikunci. Kapsul yang telah terkunci dikeluarkan dari mesin yang kemudian masuk ke mesin polishing. Polishing bertujuan untuk membersihkan debu partikel yang menempel pada permukaan cangkang kapsul. e.
Primary Packaging Section Pengemasan primer untuk tablet dan salut dibuat dalam dua bentuk yaitu
strip dan blister. Bahan kemasan strip adalah alufoil, sedangkan bahan kemasan blister adalah plastik dan alufoil. Bahan pengemasan yang digunakan adalah bahan pengemas yang sudah dinyatakan released oleh QC. Pengecekan bahan pengemas dilakukan sebelum proses pengemasan, yang dicek adalah nomor batch dan kualitas pengemas. Pengemas yang tidak layak pakai tidak digunakan untuk proses
pengemasan
dan
selanjutnya
dikarantina
untuk
dimusnahkan.
Pertimbangan pemilihan strip atau blister terletak pada stabilitas bahan yang dikemas dan permintaan pasar. Obat–obat yang peka cahaya hanya dapat dikemas dengan strip, karena blister memiliki bagian transparan yang dapat ditembus cahaya sehingga obat yang peka cahaya akan rusak. Blister merupakan kemasan yang mudah dibuka yaitu dengan didorong dari belakang (Push through pack), lebih disukai konsumen dibandingkan strip yang dibuka dengan merobeknya. Pengemasan tablet juga dapat dilakukan dengan botol, bahan-bahan yang rusak karena panas tidak boleh dikemas dengan strip atau blister, karena mesin
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
43
strip dan blister menggunakan panas tinggi. Proses pengemasan dengan botol adalah dimulai dengan blowing botol, filling tablet atau kaplet, dan capping (tutup botol). Proses blowing botol berfungsi untuk menghilangkan partikel/debu yang terdapat di botol. Produk dry sirup dikemas juga dengan botol khusus, proses yang dilakukan sama dengan pengemasan botol biasa. IPC yang dilakukan adalah tes kebocoran dengan larutan metilen blue dalam mesin sedot vakum, dilakukan setiap 15 menit sekali. IPC dilakukan setiap 15 menit supaya saat ditemukan kemasan yang rusak atau bocor dapat segera diambil tindakan perbaikan dan pencegahan sehingga jumlah kemasan yang reject tidak terlalu banyak. Cara menguji kebocoran adalah dengan memasukkan strip ke dalam larutan metilen blue (dalam mesin sedot vakum) dan ditutup pintu mesin, vakum dinyalakan dan jika terjadi kebocoran maka strip atau blister akan terisi larutan metilen blue. Sampel IPC harus dibuang dan tidak boleh dikemas ulang setelah dibuka. Strip/blister yang mengalami kebocoran dikarantina dan dikonfirmasi ke QA untuk melakukan pengemasan ulang. Pengecekan penampilan juga dilakukan saat pengemasan, kemasan yang bergaris, penyok atau tidak sempurna segera dicek penyebabnya, kemudian dikarantina dan dimusnahkan. Pemusnahan dilakukan supaya kemasan bekas tidak disalahgunakan oleh pihak yang bertanggungjawab. Alufoil sisa pengemasan dikembalikan ke gudang. f.
Secondary Packaging Section Pengemasan sekunder dilakukan langsung setelah pengemasan primer,
mesin dibuat model in-line. Urutan model in-line adalah mesin labelling, mesin printing untuk label, mesin printing untuk kemasan sekunder dan mesin sealing master box. Proses kritis dari pengemasan sekunder adalah proses printing. Proses printing dilakukan dengan printer dengan warna tinta hitam yang tidak mudah terhapus oleh udara atau gesekan, yang dicetak adalah no mor batch, expired date, dan tanggal produksi. Hasil printing yang tidak bagus (miring, kabur), dapat dihapus dengan larutan penghapus/semacam thinner kemudian direprinting. Pengemasan sekunder masih dilakukan dengan bantuan tenaga manusia dengan dimasukkan secara manual dalam dus kemasan. Dus kemasan juga diprint no batch, expired date dan tanggal produksinya. Dus kemasan dimasukkan ke dalam master box dan ditutup dengan plakband. Master box dilabel dan selanjutnya
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
44
diserahterimakan dengan bagian gudang. Beberapa informasi tercantum pada master box antara lain, terlindung dari cahaya, cara menyusun, jangan memakai alat pengait, dan maksimal tumpukan, tujuannya adalah untuk menghindari kerusakan selama penyimpanan. In process control yang dilakukan hanya cek printed material seperti tersebut di atas.
3.3.3.3. Obat Tradisional (OT) Pada awalnya bagian OT merupakan departemen yang berdiri sendiri, tetapi mulai September 2011 bagian ini berada di bawah Production Division tepatnya di Non Sterile Production Department. Aktivitas produksi berupa ekstraksi simplisia dilakukan oleh departemen SCEP. Sebagian proses ekstraksi simplisia yang dilakukan secara toll-out karena keterbatasan kapasitas mesin. Simplisia yang diperoleh dari warehouse akan dihaluskan terlebih dahulu. Setelah dihaluskan, bahan baku akan diekstraksi dengan metode maserasi dalam tangki. Maserasi dapat dilakukan hingga empat sampai lima kali. Ekstraksi dilakukan menggunakan dua pelarut, yaitu air dan alkohol 70%. Dari hasil ekstraksi, akan diperoleh ekstrak cair yang selanjutnya akan dievaporasi di tangki evaporator untuk menghasilkan ekstrak kental. Lama proses evaporasi kurang lebih 7-12 jam. Pelarut alkohol dapat memakan waktu paling lama 9 jam, sedangkan untuk pelarut air kurang lebih 12 jam. Ekstrak kental yang diperoleh dari proses evaporasi selanjutnya akan diolah menjadi ekstrak kering. Proses yang digunakan dalam pembuatan ekstrak kering adalah granulasi basah. Bahan pengisi/filler akan ditambahkan dalam ekstrak kental, kemudian dilakukan pencampuran dalam mesin dengan agitator di dalamnya. Setelah dilakukan pencampuran, akan diperoleh ekstrak setengah kering. Ekstrak setengah kering tersebut kemudian dikeringkan dalam oven hingga kadar air mencapai yang dipersyaratkan, yaitu kurang dari 4%. Pengeringan dalam oven dilakukan pada suhu 90°C dengan massa kurang lebih 300 kg selama 20-30 jam. Ekstrak kering yang diperoleh akan dihaluskan dengan ayak kering. Setelah selesai diayak, ekstrak kering tersebut selanjutnya diuji oleh bagian QC untuk memperoleh label released sehingga proses selanjutnya dapat dilanjutkan.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
45
Hal-hal yang dianalisa oleh QC antara lain: kadar senyawa aktif, kadar tannin, bulk density, kadar air, % lolos mesh, dan mikrobiologi. Dari hal-hal tersebut, permasalahan yang paling sering dihadapi adalah kadar mikroba diatas ambang yang telah ditentukan. Hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah membawa ekstrak kering tersebut ke BATAN untuk dilakukan proses radiasi. Ekstrak kering yang telah memperoleh label released selanjutnya diserahkan ke warehouse untuk disimpan sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan.
3.3.4.
Supply Chain Management (SCM) Division SCM terbagi menjadi empat departemen yaitu Production Planning
Department, Warehouse Department, Material Procurement Department dan Custom Clearance Department. Struktur organisasi divisi ini dapat dilihat pada Lampiran 8 3.3.4.1. Production Planning Department Production Planning Department bertanggungjawab dalam perencanaan produksi. Departemen ini terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian Production Planning dan Product Supply Management. Bagian Production Planning terbagi menjadi dua sub bagian yaitu Contract Management yang bertanggungjawab dalam perencanaan toll manufacturing, dan Production Planning yang bertanggungjawab tentang perencanaan dana produksi dan pemasok. Bagian Production Planning Department ini bertanggungjawab dalam pengaturan jadwal produksi. Perencanaan produksi sangat berpengaruh terhadap jumlah produksi. Perencanaan produksi dibuat berdasarkan order plan dari distributor. Order plan dibuat berdasarkan forecasting/peramalan dari Marketing Department. Peramalan sangat penting dalam
perencanaan produksi karena mempertimbangkan
kebutuhan marketing yaitu situasi penjualan masa lalu dan kebutuhan pasar masa depan dengan melihat pertumbuhan pasar. Production Planning Department bertugas untuk menganalisa setiap forecast/peramalan yang berasal dari bagian marketing, kemudian melakukan perencanaan Master Production Scheduling (MPS) dan Master Requirements Planning (MRP). Master Production Scheduling (MPS) berisi jenis, jumlah produk yang akan diproduksi, serta jadwal kapan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
46
dilakukannya proses produksi. Setelah MPS dibuat, selanjutnya dibuat MRP untuk menunjang MPS. Master Requirements Planning (MRP) berisi nama dan jumlah material yang dibutuhkan dalam proses produksi. Dokumen Master Requirements Planning (MRP) di-follow up ke bagian warehouse, QA, produksi, dan marketing.
3.3.4.2. Warehouse Department Untuk mendukung perencanaan produksi, penyediaan barang harus dilakukan. Penyimpanan bahan baku maupun produk jadi harus diperhatikan agar barang yang disimpan selalu dalam kondisi baik. Kualitas material maupun barang jadi dipengaruhi oleh cara penyimpanan barang tersebut. Semua bahan dan produk hendaklah disimpan secara rapi dan teratur untuk mencegar resiko campur baur atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan. Gudang
berfungsi
sebagai
tempat
penerimaan,
penyimpanan,
pemeliharaan, pendistribusian, pengendalian, pemusnahan, dan pelaporan material serta peralatan agar kualitas dan kuantitas terjamin. Beberapa manfaat gudang yaitu terjaganya kualitas dan kuantitas perbekalan kesehatan, tertatanya perbekalan kesehatan, peningkatan pelayanan pendistribusian, kemudahan akses dalam pengendalian dan pengawasan, tersedianya data informasi yang lebih akurat, aktual dan dapat dipertanggungjawabkan. Syarat gudang menurut CPOB yaitu: a. Harus ada protap yang mengatur tata kerja (penerimaan, penyimpanan, dan distribusi barang. b. Cukup luas, terang, dapat menyimpan bahan dalam keadaan kering, bersuhu sesuai dengan persyaratan, bersih, dan teratur. c. Harus terdapat tempat khusus untuk menyimpan bahan yang mudah terbakar atau mudah meledak. d. Tersedia tempat khusus barang karantina dan rejected. e. Tersedia ruangan khusus untuk sampling, dengan kualitas ruangan seperti grey area. f. Pengeluaran barang mengikuti prinsip First In First Out (FIFO) atau First Expired First Out (FEFO).
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
47
Bangunan yang dijadikan sebagai tempat penyimpanan barang harus terjamin kebersihan dan higienitasnya. Selain itu, gudang harus memiliki kelembaban ruangan 75%, namun untuk produk kapsul memiliki kelembaban ruang 35%-65%, bahan yang disimpan tidak boleh bersentuhan langsung dengan lantai, jarak antara bahan mempermudah pembersihan dan inspeksi, dan pallet harus dalam keadaan bersih dan terawat. Pembagian gudang ada dua, yaitu berdasarkan suhu penyimpanan dan berdasarkan jenis barang yang disimpan. Berdasarkan suhu penyimpanan, gudang dibagi menjadi 3, yaitu gudang suhu kamar (≤ 30oC), gudang ber-AC (15-25oC), dan gudang dingin (2-8oC). Sedangkan berdasarkan jenisnya gudang dibagi menjadi 7, yaitu bahan baku, bahan pengemas, bahan beracun, bahan yang mudah meledak atau terbakar, bahan yang ditolak, karantina obat jadi, dan obat jadi. Warehouse Department memiliki dua sub departemen yaitu sub departemen Finished Goods dan sub departemen Material Procurement. Sub departemen Finished Goods bertanggung jawab dalam penanganan penyimpanan obat jadi. Sub departemen Material Procurement bertanggung jawab dalam penanganan penyimpanan bahan baku dan bahan pengemas. PT. SOHO memiliki beberapa gudang, yaitu PG5 dan PG6 untuk menyimpan bahan baku, Rawaudang untuk menyimpan bahan pengemas, serta Pulokambing untuk menyimpan bahan baku, bahan pengemas, dan barang jadi. Simplisia herbal dan senyawa mudah terbakar seperti alkohol disimpan dalam gudang Rawakepiting. PT. Parit Padang sebagai distributor tunggal PT. SOHO menyimpan barang jadi. Gudang PT. SOHO ada yang masih terhubung langsung dengan bagian pengemasan sekunder dan ada yang terpisah di lain tempat. Gudang dan ruang pengemas sekunder dibatasi oleh ruang air lock, demikian juga antara gudang dan pintu keluar. Dalam gudang juga terdapat staging area sebagai tempat transit barang jadi yang akan dikirim keluar gudang. Adanya staging area akan mempermudah proses pengeluaran barang dari ruang penyimpanan utama menuju keluar gudang. Barang jadi berada dalam staging area tidak lebih hari tiga hari. Material disimpan berdasarkan proses selanjutnya (produksi solid atau liquid), setelah itu baru dipisah berdasarkan suhu dan urutan abjad. Bahan pengemas disimpan berdasarkan abjad. Gudang bahan baku dan obat jadi dikondisikan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
48
dalam tiga tingkatan suhu, yaitu 16-25°C untuk penyimpanan produk yang stabil pada suhu kamar, kurang dari 32°C untuk produk yang stabil terhadap panas dan 2-8°C
untuk
penyimpanan
produk
yang tidak
stabil
terhadap
panas.
Pengkondisian suhu 2-8°C dilakukan dengan menyimpan barang dalam kotak sterofoam dengan icegel di dalamnya sebagai pendingin, sedangkan ruangan yang lain dikondisikan menggunakan AC (Air Conditioning). Sebelum dilakukan pemasangan AC, dilakukan proses mapping. Mapping bertujuan untuk mengetahui bagian-bagian ruangan yang kritis terhadap perubahan suhu, sehingga pemasangan termohidrometer dapat dilakukan pada tempat yang paling tepat. Aktivitas utama gudang bahan baku dan pengemas adalah terima, simpan, dan kirim. Penerimaan barang oleh gudang disertai dengan formulir LPB (Lembar Penerimaan Barang). LPB tersebut akan diperiksa oleh QC Department. Setelah LPB diterima oleh QC, QC kemudian akan melakukan sampling barang. Apabila barang yang datang diluar spesifikasi yang telah ditentukan, barang tersebut akan direject. Barang yang memenuhi spesifikasi akan diluluskan oleh QC untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam stok gudang, kemudian pengeluaran barang dilakukan berdasarkan picklist, suatu dokumen untuk menyiapkan barang yang dibuat oleh Production Planning yang akan dicetak oleh bagian produksi. PT. SOHO bekerja sama dengan Geocycle (Holcim Group) untuk melakukan pemusnahan obat kembalian yang dimana menjelang kadaluarsa diterima dari distributor untuk dimusnahkan. Selain itu, pemusnahan juga dilakukan terhadap setiap barang yang direject. Geocycle melakukan pemusnahan terhadap barang jadi, packaging material, dan raw material yang diserahkan bersama dengan master box.
3.3.4.3. Material Procurement Department Material Procurement Department terbagi menjadi tiga section yaitu Material Planning Section, Raw Material Procurement Section, dan Packaging Material Procurement Section. Departemen ini bertugas dalam pembelian bahan baku (Raw Material Procurement Section) dan bahan pengemas (Packaging Material Procurement Section) dari supplier. Departemen ini menindaklanjuti Purchase Requisition yang berisi
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
49
permintaan bahan baku dan bahan pengemas dari Production Planning. Pembelian bahan baku dan bahan pengemas dilakukan dengan mengirimkan Purchase Order ke pemasok yang disetujui oleh QA. Approved Vendor List merupakan daftar yang berisi pemasok-pemasok bahan baku dan bahan pengemas yang disetujui oleh QA. Setiap bahan baku dan bahan pengemas minimal memiliki dua supplier. Departemen Material Procurement secara kontinyu juga mencari alternatif pemasok untuk memenuhi kebutuhan bahan baku dan bahan pengemas jika dua supplier yang sudah disetujui oleh QA tidak bisa memenuhi kebutuhan bahan baku dan bahan pengemas. Material Planning Section bertugas dalam perencanaan pemesanan material dalam bentuk shop order yang dibuat berdasarkan Bill of Material (BOM). Shop order inilah yang menjadi dasar pembuatan picklist yang digunakan oleh produksi untuk memesan bahan baku dari warehouse. 3.3.4.4. CustomClearanceDepartmen Custom Clearance Department bertanggung jawab dalam eksport dan import. Aktivitas Departemen ini masih didominasi oleh import, karena bahan baku mayoritas import dari luar negeri.
3.3.5.
Validation and Documentation Department (VDD) Departemen ini berada di bawah struktur Manufacturing. VDD
membawahi dua bagian yakni Validation Section dan Dokumentasi. Tugas dari VDD adalah mengelola aktivitas validasi dan mengelola dokumen terkendali dalam lingkup manufacturing untuk memenuhi ketentuan CPOB lokal maupun internasional. Departemen ini memiliki 12 orang karyawan yang terdiri dari satu orang Validation and Documentation Head (VDD Head), satu orang Validation Section Head (VSH), satu orang Manufacturing Documentation Executive (MDE), tujuh orang Validation Engineer (VE), serta dua orang Validation and Documentation Administrator. VDD Head, VSH, dan MDE adalah apoteker. Beberapa VE juga merupakan apoteker, dan beberapa lainnya berlatar belakang pendidikan Teknik (S-1). Struktur organisasi dapat dilihat pada Lampiran 9.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
50
Aktivitas validasi bertujuan untuk memastikan bahwa equipment, facility, utility, dan proses yang digunakan untuk memproduksi obat memenuhi syarat yang telah ditentukan dan akan menghasilkan produk yang sesuai dengan tujuan penggunaanya. Kebijakan validasi yang berlaku pada lingkungan SOHO Group tertuang dalam Validation Master Plan (VMP) masing-masing fasilitas. Secara garis besar aktivitas-aktivitas yang dilakukan adalah: 3.3.5.1. Analisa Resiko Risk Analysis (RA) atau Analisa Resiko menganalisa kemungkinan resiko yang berasal dari desain/fungsi maupun penggunaan equipment. Tahap Ini dilakukan sebelum proses kualifikasi dimulai. 3.3.5.2. Kualifikasi Kualifikasi merupakan upaya pembuktian bahwa equipment,utility,dan facility, yang digunakan bekerja dengan benar. Kualifikasi terdiri dari: a.
Design Qualification (DQ) Dilakukan untuk memastikan apakah desain peralatan yang digunakan
telah sesuai dengan kriteria cGMP yang difenisikan dalam User Requirement Specification dan Analisis Resiko. b.
Installation Qualification (IQ) of equipment/utility system Dilakukan untuk memastikan apakah peralatan telah terpasang sesuai
dengan spesifikasi yang ditetapkan oleh pembuat equipment/utility. c.
Operational Qualification (OQ) of equipment/utility system Dilakukan untuk memastikan apakah peralatan beroperasi sesuai dengan
spesifikasinya. d.
Performance Qualification (PQ) of equipment/utility system Dilakukan untuk memastikan apakah peralatan memiliki performa yang
diinginkan atau sesuai spesifikasi secara konsisten dan terpercaya.
3.3.5.3. ValidasiProses Merupakan pembuktian terdokumentasi bahwa proses yang dioperasikan menunjukkan performa yang efektif dan reprodusibel untuk menghasilkan produk yang sesuai spesifikasi dan ketetapan GMP.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
51
3.3.5.4. Validasi Pembersihan Merupakan pembuktian bahwa cara pembersihan yang diterapkan pada equipment yang kontak dengan produk terbukti secara efektif mengurangi tingkat kontaminasi pada batas yang dapat diterima.
3.3.5.5. Validasi Sistem Komputer Bertujuan untuk membuktikan bahwa sistem komputerisasi yang digunakan (hardware dan software) dalam proses pembuatan produk obat sesuai dengan persyaratan CPOB yang berlaku.
3.3.6.
Technical Division Technical division memiliki tiga departemen yaitu Engineering
Department, Health and Safety Environment Department, dan General Affairs Department. Struktur dapat dilihat pada Lampiran 12. 3.3.6.1. General Affair Department Departemen ini bertujuan untuk memfasilitasi dan memastikan kelancaran berbagai kegiatan core bussiness dan menjadi support system secara umum di PT. SOHO Industri Pharmasi. Struktur organisasi General Affair Department dapat dilihat pada Lampiran 10. Untuk sistem pengolahan dan limbah dan pemusnahan obat kembalian berada di bawah Waste and Pest Management Section. Limbah yang dihasilkan setiap hari kurang lebih 85 m3, dengan rincian 75 m3 berasal dari PT. SOHO Industri Pharmasi dan 7-10 m3 berasal dari PT. Ethica. Setiap macam limbah yang dihasilkan akan melalui berbagai macam proses perlakuan hingga akhirnya olahan limbah tersebut menjadi ramah lingkungan. Limbah sendiri terbagi menjadi tiga macam, yaitu limbah domestik, limbah B3 (Berbau, Beracun, Berbahaya), dan limbah cair. Limbah domestik adalah limbah yang tidak berbahaya yang berasal dari kegiatan sehari-hari industri. Limbah domestik sendiri dibagi menjadi dua, yaitu domestik produksi seperti bahan pengemas dan domestik kegiatan non produksi seperti, limbah kantin, sampah daun, dan kertas bekas. Limbah B3 adalah limbah baik berupa padat maupun cair, yang sifatnya bila tidak dikelola/dimusnahkan dengan tepat
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
52
dapat mencemarkan lingkungan maupun menimbulkan efek yang tidak baik unruk makhluk hidup, atau dapat juga membahayakan, dikarenakan sifatnya yang beracun, reaktif, mudah terbakar, dan lain-lain. Limbah B3 ditampung di tempat penyimpanan sementara (TPS) limbah B3. Secara periodik, limbah tersebut akan dikirim untuk dimusnahkan. Pemusnahan limbah B3 dilaksanakan oleh perusahaan lain yang telah bekerja sama dengan PT. SOHO Group seperti PT. WASTEC, PT. Geocycle, dan PT. Tipar Nirmala Sakti. Beberapa contoh limbah B3 adalah produk-produk yang telah kadaluarsa, bahan baku atau produk reject dari produksi, sisa cangkang kapsul, solven, reagen, limbah infeksius dari poliklinik, dan lain-lain. Sumber limbah cair yang diolah dibagi menjadi tiga, yaitu limbah domestik (limbah toilet, washtafel), limbah herbal (ekstraksi OT), dan limbah produksi seperti limbah yang dihasilkan dari kegiatan produksi seperti air cucian alat, reagen, dan solven. Limbah betalaktam dari PT. Ethica Industri Farmasi akan ditampung dalam bak buffer sebagai tempat penampungan sementara. Dari bak buffer, limbah tersebut akan dialirkan ke bak reaktor antibiotik dengan menggunakan HCl dan NaOH untuk memecah cincin betalaktam, setelah itu baru dialirkan ke bak ekualisasi anaerob. Dengan melihat kandungan oksigen yang terlarut di dalam air dapat ditentukan seberapa jauh tingkat pencemaran air lingkungan telah terjadi. Limbah domestik cair akan menuju STP (Sewage Treatment Plant). PT. SOHO memiliki delapan STP tetapi hanya enam yang memenuhi syarat. Dua STP yang lainnya selalu menghasilkan profil limbah yang tidak memenuhi syarat. STP merupakan suatu sistem perlakuan limbah berupa kolam yang tertutup dengan tiga pipa di dalamnya. Aktivitas pengolahan limbah di STP adalah pengadukan, oksigenasi bakteri, dan pembuangan lumpur aktif (bakteri). Tujuan pengolahan limbah di STP ini adalah untuk mengurangi kadar BOD, COD, dan pH air limbah tersebut. Di setiap STP terdapat pump pit untuk mengambil sampel air limbah untuk ditentukan kadar BOD, COD, dan pH. Limbah yang telah memenuhi syarat kemudian akan melalui proses selanjutnya, yaitu proses anaerob. Limbah produksi dan herbal tidak melalui sistem STP, melainkan ditampung dalam suatu bak penampung untuk kemudian diproses secara anaerob. Hal tersebut dilakukan karena bakteri aerob dalam STP tidak mampu menguraikan limbah produksi dan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
53
herbal. Limbah produksi dan herbal banyak mengandung senyawa yang dapat membunuh bakteri, oleh karena itu limbah tersebut harus diproses secara anaerob terlebih dahulu. Limbah yang telah dialirkan ke bak ekualisasi anaerob kemudian akan dialirkan ke bak anaerob. Bak anaerob berisi bakteri anaerob yang membantu dalam proses pemecahan molekul-molekul yang terkandung dalam limbah menjadi bentuk yang lebih sederhana. Setelah melalui proses anaerob, limbah akan menuju reactor tank, yaitu bak penampungan sebelum limbah masuk ke equalisasi aerob. Dari reactor tank, limbah akan dialirkan ke bak ekualisasi aerob untuk selanjutnya dialirkan ke bak aerob. Keberadaan dua bak aerob dengan tujuan mengantisipasi meluapnya limbah. Dalam bak aerob terdapat aerator untuk mensuplai oksigen bagi bakteri. Dari bak aerob, limbah akan dialirkan menuju bak sedimentasi untuk proses pengendapan lumpur aktif. Proses ini tidak menggunakan koagulan, melainkan limbah murni didiamkan selama beberapa waktu. Limbah tersebut kemudian dialirkan ke bak klorinasi. Dari bak klorinasi, limbah akan dialirkan menuju filter feed sebagai bak penampungan sebelum masuk ke filter tank. Filter tank terdiri dari dua tangki yang terpisah. Satu tangki berisi pasir dan satu tangki lagi berisi karbon aktif. Filter tank bertujuan untuk menyaring air limbah dan mengurangi bau. Setelah melalui filter tank, limbah akan dialirkan menuju bak outlet. Dari bak outlet limbah dibagi menjadi dua aliran, satu aliran menuju ke reservoir tank dan aliran satunya menuju fish pond. Air limbah olahan yang disimpan dalam reservoir tank digunakan untuk keperluan menyiram tanaman disekitar area industri, sedangkan limbah yang dialirkan ke fish pond bertujuan sebagai indikator limbah yang ramah lingkungan sehingga ikan bisa hidup di air limbah olahan tersebut. Fish pond dihubungkan dengan outlet drain berupa bak kecil untuk tempat pengambilan sampel analisis kualitas air limbah oleh QC.
3.3.6.2. Engineering Department Struktur organisasi Engineering Department dapat dilihat di Lampiran 11. Departemen ini memiliki tiga sub departemen, yaitu:
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
54
a.
Operational Maintenance Sub Department Operational Maintenance Sub Department bertanggung jawab dalam
hal
pemeliharaan
peralatan
operasional.
Operational
Maintenance
Sub
Department terbagi menjadi dua, yaitu maintenance section dan utility section. Maintenance section bertanggung jawab terhadap perawatan alat di PT. SOHO Industri Pharmasi dan PT. ETHICA Industri Farmasi. Maintenance section terbagi menjadi maintenance area I yang bertanggung jawab sebagai coordinator di area I (PT SOHO Industri Pharmasi) dan maintenance area II yang bertanggung jawab sebagai coordinator di area 2 (PT. ETHICA Industri Farmasi). Pelaksanaan maintenance suatu alat dilaksanakan secara rutin berdasarkan waktu (manual book/hystorical), frekuensi penggunaan, dan jam penggunaan. Pelaksanaan maintenance suatu alat dilaksanakan secara rutin berdasarkan waktu (manual book/hystorical), frekuensi penggunaan, dan jam penggunaan. Dalam melakukan maintenance terdapat 3 form, yaitu preventive check & preventive service form, form serah terima antara Engineering dengan produksi, dan form pembersihan. Pengecekan untuk pemeliharaan mesin dilakukan setiap dua bulan sekali sering disebut sebagai periodic maintenance. Hasil pengecekan didata dalam preventive check and preventive service form. Kerusakan pada mesin produksi harus segera dilaporkan kepada Engineering melalui work order form, dan akan ditindaklanjuti segera oleh Engineering bersamaan dengan itu dilakukan dokumentasi berupa form serah terima. Utility section bertanggungjawab dalam pengoperasian dan perawatan alat- alat penunjang produksi seperti boiler, chiller, genset, kompresor, fire hydrant, pompa air dan limbah. Boiler berfungsi menghasilkan uap air panas dengan suhu tinggi yang sering digunakan untuk produksi. Kompresor digunakan untuk menghasilkan udara bertekanan, kompresor untuk industri farmasi adalah jenis kompresor oil free. Genset berfungsi untuk menghasilkan arus listrik saat listrik mati, genset yang digunakan adalah dua genset masing-masing dengan kekuatan 2000 kVA. Alat-alat analisis pada laboratorium R&D, QA dan QC menggunakan penyimpan daya dan stabilizer untuk menjaga kemungkinan listrik PLN padam. Fire hydrant terdapat dalam setiap ruangan, posisinya di atap berbentuk karet bundar putih. Fire hydrant ini akan pecah dan menyala otomatis
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
55
saat ada api. Pengaturan pompa air dan limbah, utility bekerjasama dengan General Affairs untuk mengatur dan mengoperasikannya. Selain perawatan peralatan penunjang, utility section juga bertugas dalam memantau dan merawat ruang mezzanine. Ruang mezzanine adalah ruang yang terdapat di atas ruang yang terlibat dalam pembuatan produksi, ruang mezzanine berisi AHU, pipa hydrant, pipa steam, pipa listrik, pipa air PAM, pipa purified water, dan ducting. Utility section terbagi menjadi empat bagian, yaitu workshop, utility, electrical, dan HVAC and clean media. Workshop bertanggung jawab mengurus perbaikan alat. Utility bertanggung jawab untuk mengoperasikan alat seperti boiler dan operator yang menjalankan bertanggung jawab terhadap alat harus tersertifikasi. Electrical berperan dalam pemantauan dan perawatan perangkat kelistrikan dan berhubungan langsung dengan PLN sebagai penyedia tenaga listrik. Rangkaian listrik untuk pabrik dimulai dari gardu PLN kemudian menuju gardu listrik kecil kemudian menuju ke panel besar yang berada di setiap gedung dan terakhir menuju setiap panel kecil yang berada di ruangan. Tenaga listrik merupakan faktor yang sangat penting untuk produksi, untuk mengatasi keadaan tidak ada tenaga listrik saat mati lampu disediakan dua genset kapasitas 2000 KVA yang dalam waktu lima detik akan segera memenuhi seluruh kebutuhan listrik pabrik. Genset akan mati secara otomatis ketika listrik dari PLN menyala kembali. HVAC and clean media bertanggung jawab terhadap yang berhubungan dengan kebersihan produksi seperti sistem Heating Ventilating Air Conditioning (HVAC) dan pengolahan purified water. Heating Ventilating Air Conditioning (HVAC)merupakan sistem sirkulasi udara
yang mengatur
temperatur, kelembaban relatif (RH), dan jumlah partikel. Air Handling Unit (AHU) merupakan suatu perangkat pengolahan udara yang menggunakan prinsip HVAC. Tiga fungsi Utama HVAC yaitu heating, ventilating, dan air conditioning saling berhubungan untuk menghasilkan udara yang berkualitas dalam gedung, mengurangi infiltrasi udara, ventilasi, dan menjaga hubungan tekanan antar ruangan. Prinsip kerja HVAC adalah sebagai berikut, udara luar (fresh air) dan udara hasil resirkulasi di dalam ruangan masuk ke dalam mixing chamber yang
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
56
kemudian disaring menggunaan pre filter G4 (efisiensi 80%) dan medium filter F7 (efisiensi 95%) untuk mengurangi jumlah partikel. Udara kemudian didinginkan dan diturunkan kelembabannya dengan pendinginan oleh cooling coil sebagai hasil pendinginan oleh chiller atau freon. Udara hasil pendinginan melewati heater/steam coil untuk dipanaskan sesuai dengan suhu udara yang dibutuhkan ruangan kemudian didorong oleh motor menuju filter F9 (98%). Udara hasil penyaringan filter F9 akan mengalami penyaringan akhir oleh HEPA filter H13 (99,95%) dan keluar melalui outlet untuk selanjutnya didistribusikan melalui pipapipa. Udara hasil penyaringan HEPA filter selanjutnya dijadikan udara pasokan untuk ruangan produksi yang dikenal dengan nama supply air. Supply air dari AHU disalurkan melalui ducting menuju ke ruangan dengan melalui lubang supply air yang terdapat di atap ruangan. Udara yang telah dikondisikan dan disaring kemudian masuk ke ruang-ruang produksi melalui supply diffuser baik dengan tipe swirl ataupun grill. Pada ruangan produksi menggunakan aliran udara swirl agar aliran udara langsung menuju low return perforated. Sebelum masuk ke mixing chamber, udara akan melewati temperature dan humidity sensor di mana sensor tersebut akan otomatis mengirimkan sinyal kepada cooling coil untuk mengatur temperatur dan kelembabannya. Skema kerja AHU dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 3.6. Skema kerja AHU
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
57
HEPA merupakan singkatan dari High-Efficiency Particulate Air. Efisiensi HEPA tergantung dari jenisnya. HEPA H13 sanggup menyaring 99,95% dari semua partikel yang lebih besar dari 0,3 mikron. Hal ini berarti untuk setiap10.000 partikel yang berukuran lebih besar dari 3 mikron, hanya ada peluang 5 partikel yang lolos dari HEPA. Ada empat parameter yang perlu diperhatikan dan dikendalikan dalam sistem AHU yaitu, yang pertama temperatur ruangan yang harus diatur sedemikian rupa agar persyaratan suhu ruangan untuk kegiatan produksi dapat terpenuhi. Temperatur udara dikondisikan dengan bantuan chiller dan boiler. Chiller berfungsi sebagai pensuplai air dingin pada coil, sedangkan boiler berfungsi sebagai pensuplai air panas pada heater. Kedua adalah Kelembaban relatif ruangan, kelembaban udara adalah parameter kritis bagi produk-produk yang bersifat higroskopis, seperti sediaan effervescent yang membutuhkan RH di bawah 30%. Tingkat kelembaban udara diatur dengan menggunakan dehumidifier. Ketiga yaitu jumlah partikel. Jumlah partikel dalam setiap ruangan berbeda-beda tergantung klasifikasi ruangan. Jumlah partikel dikendalikan oleh beberapa filter yang terdapat pada AHU. Kemudian yang keempat adalah jumlah sirkulasi udara dan perbedaan tekanan. Jumlah sirkulasi udara dan perbedaan
tekanan akan
menentukan tingkat kebersihan ruangan. Hal ini bertujuan untuk meminimalisasi terjadinya kontaminasi silang. Selanjutnya, selain HVAC, Clean Media Section juga memantau purified water. Tahapan tahapan dalam memproduksi purified water yang pertama adalah Pre-treatment yang bertujuan untuk memenuhi persyaratan air yang masuk ke dalam sistem Reverse Osmosis (RO). Penggunaan RO atau Electrodeionization (EDI) bertujuan untuk menurunkan konduktivitas dan total kandungan karbon (TOC). Penurunan kesadahan dilakukan dengan agen silika atau kalsium bikarbonat. Feed water merupakan air sumur atau air dari PAM, sedangkan air yang dihasilkan disebut sebagai potable water yang selanjutnya diolah menjadi purified water. Tahapannya adalah klorinasi, Water softening yang bertujuan untuk mengurangi tingkat kesadahan dengan mengikat ion-ion logam yang terdapat dalam air menggunakan resin penukar ion kation dan negatif, pH treatment yaitu pengecekan sekaligus pengaturan pH yang diinginkan yaitu antara
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
58
5-7, anti scaling untuk mencegah pengendapan CaCO3 dan silika dengan cara memutus ikatan kristal pada senyawa tersebut sehingga tidak membentuk agregat/kristal, deklorinasi untuk menghilangkan kandungan klorin dalam air dengan
penambahan
sodium
metabisulfit
atau
sinar
UV,
penyaringan
microfiltration dan ultrafiltration, reverse osmosis (RO) yaitu penyaringan cairan dari yang bertekanan rendah ke yang lebih tinggi melewati membran semipermeabel seperti cellulose acetate atau thin film composite (polyamide) sehingga partikel serta kontaminan akan tertahan pada filter, dan terakhir Continous Electrodeionization (CEDI). Pada tahap ini terjadi pertukaran ion kation dan anion secara bersamaan dan terus menerus. Setelah melewati tahap ini konduktivitas air turun dari 12-30 μS menjadi di bawah 1.3 μS. Purified water disimpan dalam tangki penyimpanan kemudian didistribusikan ke semua ruangan dengan cara dipompa. Alur proses pembuatan purified water dapat dilihat pada Lampiran 12. b.
Engineering Planning and Reliability Sub Department Engineering Planning and Reliability Sub Department bertanggung
jawab dalam hal perencanaan kegiatan Engineering. Engineering Planning and Reliability Sub Department terbagi menjadi tiga bagian, yaitu warehouse spare part section, engineering planner section, dan automation and calibration section. Warehouse spare part section bertanggung jawab untuk menyimpan setiap peralatan yang digunakan untuk maintenance setiap mesin yang ada. Selain itu, bagian warehouse juga melakukan penyetokan sparepart mesin yang cukup vital dengan tujuan apabila terjadi kerusakan pada mesin, bagian Engineering dapat melakukan perbaikan atau penggantian sparepart tanpa harus menunggu sparepart dari supplier. Engineer planner section bertanggung jawab terhadap perencanaan kegiatan maintenance terhadap semua sarana utama (mesin produksi) dan sarana penunjang. Engineer planner section terbagi menjadi dua, yaitu Engineering Document Control Executive dan Maintenance Planner Executive. Automation and calibration section terbagi menjadi dua, yaitu bagian calibration yang bertanggung jawab terhadap kalibrasi alat di produksi dan bagian mecathronic yang bertanggung jawab menangani alat atau mesin yang bekerja
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
59
secara otomatis serta menangani alat-alat yang berarus lemah. Kalibrasi merupakan suatu proses penetapan hubungan secara berkala antara perangkat pengukuran dan satuan pengukuran untuk memastikan kebenaran pengukuran dan analisis, sedangkan verifikasi adalah suatu tindakan pembuktian yang dilakukan terhadap alat ukur untuk mengetahui bahwa alat ukur tersebut secara konsisten manpu memberikan hasil yang dapat dipercaya. Kalibrasi dilakukan secara berkala terhadap setiap alat pengukuran, sedangkan verifikasi dilakukan setiap hari dan hanya dilakukan pada timbangan saja. Proses kalibrasi dilakukan dengan cara membandingkan hasil dari alat dengan alat lain yang sudah terkalibrasi. Suatu kalibrator memiliki akurasi dan resolusi yang tinggi. Setiap peralatan yang digunakan untuk pengukuran hasrus dikalibrasi dan dikalibrasi ulang secara berkala. PT. SOHO memiliki kalibrator untuk setiap peralatan kecuali timbangan. Timbangan akan dikalibrasi ke pihak ketiga. Kalibrator disimpan dalam kondisi sedemikian rupa dengan syarat penyimpanan dengan suhu sebesar 25±3° C, dan RH sebesar 60±10 %. Standar tersebut sesuai dengan standar ISO 17025 dan Komite Akreditasi
Nasional
(KAN). Metode kalibrasi masing-masing alat berbeda-beda, oleh karena itu dibuat prosedur tetap kalibrasi alat. c.
Mechanical Equipment Project Section Mechanical Equipment Project Section bertanggung jawab dalam hal
penanganan proyek baru Engineering hingga sebelum dilakukan validasi. Mechanical Equipment Project Section membawahi bagian mechanical desain.
3.3.6.3. Health, Safety, and Environmental (HSE) Department SOHO Group berkeinginan
untuk
meningkatkan dan
menjaga
standar yang paling tinggi dalam hal keselamatan kerja dari setiap aktivitas perusahaan. Dimanapun kita bekerja dalam kegiatan yang beragam, lingkungan kerja yang aman adalah yang pertama dan utama. HSE adalah suatu departemen yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan keselamatan, kesehatan kerja, dan lingkungan hidup. Setiap karyawan baru akan mendapatkan pengarahan dari departemen ini. Tujuan dilakukannya pengarahan adalah agar setiap karyawan memahami persyaratan yang berlaku di Soho Group sehingga kecelakaan kerja
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
60
dapat dihindari. Peraturan tersebut dituangkan dalam Petunjuk Umum Keselamatan Kerja Soho Group. Petunjuk-petunjuk yang tertera dalam buku tersebut
bersifat
tambahan dari
Peraturan
Perundang-Undangan
tentang
Keselamatan Kerja yang ada di Republik Indonesia yang berhubungan dengan jenis perkerjaan yang dilakukan. Kesehatan (health) meliputi pelaksanaan medical checkup pada saat bergabung dengan perusahaan dan pemeriksaan kesehatan karyawan secara berkala. Kesehatan sangat penting untuk diperhatikan agar tidak mengganggu kinerja karyawan dalam bekerja yang berakibat pada mutu produk yang dihasilkan. Aspek safety (keselamatan kerja) dilakukan dengan pelatihan yang terkait keselamatan kerja ketika berada di area perusahaan baik visitor maupun karyawan. Karyawan wajib mengikuti pedoman keselamatan pekerja.Environment (lingkungan) berhubungan dengan dampak yang ditimbulkan proses produksi terhadap kelestarian lingkungan. Salah satunya dengan pengolahan limbah yang bertujuan untuk mengurangi cemaran ke lingkungan sekitar. Prinsip dari keselamatan kerja adalah kenali lingkungan kerja, pelajari bahaya dan resiko yang mungkin Timbul, kemudian cari cara pencegahannya. HSE menerapkan lima hirarki control secara bertahap, yaitu eliminasi, substitusi, pendekatan teknis, administration control, dan APD (Alat Pelindung Diri). Eliminasi yaitu menghilangkan setiap bahaya dan resiko. Substitusi adalah mengganti aktivitas pekerjaan dengan metode yang lain untuk mengurangi resiko yang ada. Pendekatan teknis yaitu penggunaan alat-alat yang mempermudah pekerjaan dan mengurangi resiko terjadinya kecelakaan kerja. Administration control adalah melakukan pengawasan, pendampingan, serta pembuatan prosedur tetap. APD yaitu memperlengkapi diri dengan pelindung seperti jas lab, goggle, sarung tangan, masker ketika diperlukan.
3.4.
Lokasi dan Sarana PT. SOHO Industri Pharmasi PT. SOHO Industri Pharmasi berlokasi di Jl. Pulogadung No.6, Kawasan
Industri Pulo Gadung, Jakarta. Di lokasi ini, SOHO Group memiliki area untuk Manufacturing yang terdiri dari gedung 2, gedung 3, gedung Obat Tradisional (OT). Area manufacturing tersebut berada di komplek PG6 kawasan industri
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
61
Pulogadung. Ruangan produksi sendiri terbagi menjadi 3 yaitu area yang terdapat di gedung 2, gedung 3 dan gedung OT. Pembagian ruangan masing-masing adalah sebagai berikut: 3.4.1. Ruangan Produksi di Gedung 2 Ruang produksi di gedung 2 terdiri dari ruang timbang (weighing room) dan ruang produksi sediaan liquid. Ruang timbang terdiri dari ruang timbang solid, ruang timbang liquid, buffer room, staging before weighing room, staging after weighing room, ruang penyimpanan peralatan timbang. Ruang produksi sediaan liquid terdiri dari ruang blowing botol, ruang mixing, ruang fillingpackaging primer, ruang packaging sekunder, ruang In Process Control (IPC) liquid, ruang penyimpanan peralatan liquid, ruang penyimpanan pengemas primer, ruang penyimpanan pengemas sekunder, Work In Process (WIP) room, ruang cuci, ruang supervisor dan administrasi. 3.4.2. Ruangan Produksi di Gedung 3 Ruang produksi yang terletak di gedung 3 terdiri dari ruang ganti sepatu dan pakaian karyawan, ruang produksi sediaan solid dan ruang supervisor dan administrasi. Untuk ruang produksi sediaan solid terdiri dari ruang mixing, ruang tabletting, ruang coating, ruang filling kapsul, ruang packaging primer, ruang printing, ruang packaging sekunder, ruang penyimpanan cangkang kapsul, ruang penyimpanan peralatan solid, ruang penyimpanan pengemas primer, ruang penyimpanan pengemas sekunder, ruang IPC tablet, ruang IPC mixing, WIP room, ruang cuci.
3.4.3. Ruangan Produksi di Gedung Obat Tradisional (OT) Ruang produksi yang terletak di gedung OT terdiri dari ruang ganti sepatu dan pakaian karyawan, ruang produksi sediaan likuid dan ruang supervisor dan administrasi. Untuk ruang produksi sediaan likuid terdiri dari ruang penghalusan bahan, ruang pengeringan, ruang ekstraksi, ruang granulasi, ruang pengemasan primer, ruang IPC , WIP room, dan ruang cuci. Ruang produksi di atas menjadi dikelompokkan menjadi dua kelas yaitu kelas E dan kelas F. Ruang kelas E digunakan untuk produksi sediaan non steril
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
62
yang ditujukan untuk penggunaan oral dan pengemasan primer, sedangkan kelas F digunakan untuk ruang pengemasan sekunder.
3.4.4.
Bangunan dan Fasilitas Serta Sarana Penunjang Bangunan di SOHO Group didesain sedemikian rupa untuk dapat
menjamin kualitas produk, begitu juga dengan fasilitas serta sarana penunjang. 3.4.4.1. Desain Pabrik Ruang penerimaan bahan, karantina barang masuk, penyimpanan bahan awal dan bahan pengemas, penimbangan dan penyerahan produk, pengolahan, pencucian peralatan, penyimpanan peralatan, penyimpanan produk ruahan, pengemasan, karantina produk jadi sebelum pelulusan akhir, pengiriman produk, dan laboratorium pengawasan mutu berada di ruang terpisah satu sama lain. Area produksi memiliki beberapa ruang untuk penimbangan, mixing, granulating, tableting, coating, dan packaging dan terpisah satu sama lain.
Selain itu,
peralatan yang digunakan di ruang produksi tersebut terdiri dari beberapa jenis alat dengan kapasitas yang berbeda-beda, hal ini memungkinkan beberapa produk diproduksi dalam waktu bersamaan. Permukaan dinding dan lantai untuk area Manufacturing dilapisi dengan cat epoksi. Hal ini bertujuan untuk memperoleh permukaan yang rata dan tidak berpori, tahan terhadap bahan kimia, mudah dibersihkan, dan mudah dibilas dengan air. Pertemuan antara dinding dengan lantai dibuat sedemikian rupa sehingga menghindari adanya sudut (curving). Kemungkinan terdapatnya celah antara rangka jendela dengan kaca, celah pada pemasangan lampu serta pipa harus dihindari untuk mengurangi kontaminasi.Salah satu caranya dengan menggunakan sealant atau dengan mendesain pemasangannya sedemikian rupa. 3.4.4.2. Sistem pengolahan air Air yang digunakan untuk kegiatan produksi ada dua macam, yaitu potable water dan purified water. Potable water diperoleh dari air PAM ditampung di tangki penampungan dan telah mengalami proses filtrasi menggunakan pasir dan karbon filter. Potable water digunakan untuk keperluan pembersihan, aktivitas kantin, dan juga sebagai raw water untuk diolah menjadi purified water. Proses pengolahan purified water (PW) terdiri dari tahap
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
63
pretreatment, reverse osmosis (RO), dan distribution. Pretreatment merupakan proses awal untuk mengolah potable water sehingga dapat memenuhi persyaratan untuk proses pengolahan selanjutnya. 3.4.4.3. Heating, Ventilating, and Air Conditioning (HVAC) Sistem pengaturan tata udara (Air Handling Unit) dalam ruang produksi menggunakan sistem Heating, Ventillating, and Air Conditioning (HVAC). Sistem HVAC berada di bawah tanggung jawab bagian Engineering Department. Udara yang digunakan berasal dari campuran antara udara sirkulasi dan udara segar. Campuran udara ini akan mengalami filtrasi melalui filter dengan efisiensi kecil hingga besar. Selain itu, mengalami pendinginan dan pemanasan udara untuk mengatur kondisi udara yang dibutuhkan. Parameter kritis yang diatur dari sistem tata udara adalah kelembaban relatif (RH), temperatur, partikel, dan tekanan udara. Setiap parameter tersebut diatur dan dikendalikan sesuai dengan kebutuhan setiap ruangan. 3.4.4.4. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT. SOHO Industri Pharmasi memiliki beberapa sistem untuk pengolahan limbah baik cair maupun padat. IPAL atau Waste Water Treatment Plant (WWTP) merupakan suatu sistem yang digunakan untuk mengolah limbah cair dari kegiatan produksi dan kegiatan sehari-hari di industri. PT. SOHO Industri Pharmasi memiliki sistem pengolahan limbah domestik, limbah produksi non- betalaktam, dan limbah produksi betalaktam. Kegiatan pengolahan limbah akhir masih dilakukan di dua area terpisah untuk proses aerob dan anaerob. Namun, saat ini sedang dilakukan pembangunan untuk satu area pengolahan limbah yang terpusat agar lebih efisien. Untuk pemusnahan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), PT. SOHO Industri Pharmasi bekerjasama dengan PT. WASTEC, PT. Geocycle, dan PT. Tipar Nirmala Sakti. 3.4.4.5. Pengelolaan dan pengendalian Hama Pengelolaan dan Pengendalian Hama di PT. SOHO bekerja sama dengan PT. Aardwolf Pestkare. Hama yang dikendalikan antara lain tikus, semut, cicak, lalat, nyamuk, rayap, dan kecoa. Upaya pengendalian dan pembasmian hama tersebut harus dilakukan oleh industri farmasi untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kontaminasi atau kerusakan produk akibat aktivitas hama-hama
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
64
tersebut. Seluruh bahan kimia yang digunakan untuk pest control harus mendapat persetujuan dari Departemen Quality Assurance (QA) SOHO Group. Seluruh temuan di area produksi harus segera dilaporkan ke pihak terkait dan Quality Operation Division Head (QO Div. Head).
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
PT. SOHO Industri Pharmasi merupakan salah satu perusahaan farmasi terbesar dan termasuk dalam sepuluh besar industri farmasi dalam negeri dengan status Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang cukup sukses diantara industri-industri yang memproduksi obat-obat ethical, OTC, dan food supplement yang ada di Indonesia. PT. SOHO Industri Pharmasi bergabung dengan PT. ETHICA Industri Farmasi untuk membentuk SOHO Group.
4.1.
Manajemen Mutu PT.SOHO Industri Pharmasi telah menjalankan manajemen mutu sesuai
dengan petunjuk CPOB. Mutu suatu produk obat tidak ditentukan pada hasilnya akhirnya saja, tetapi terus dipantau disetiap tahapan proses produksi. Sistem manajemen mutu yang diterapkan di PT. SOHO Industri Pharmasi disebut dengan Quality Operational (QO). QO dibagi menjadi dua bagian, yaitu Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA). Aktifitas QA yang terdapat dalam SOHO Group sudah sejalan dengan prinsip CPOB. Pemenuhan CPOB terus ditingkatkan oleh SOHO Group di setiap aspek pabrik dalam rangka peningkatan kualitas produk yang dihasilkan.
4.2.
Personalia Personalia PT.SOHO Industri Pharmasi sudah memenuhi persyaratan yang
ditetapkan oleh CPOB, dimana untuk Kepala Bagian Produksi, Kepala Bagian Pengawasan Mutu dan Kepala Bagian Manajemen Mutu dipimpin oleh seorang Apoteker. Di dalam menjalankan kegiatannya, industri farmasi harus memiliki struktur organisasi yang jelas dan deskripsi tugas yang jelas pula. Untuk kegiatan manufaktur,
PT.
SOHO
Industri
Pharmasi
terbagi
dalam
beberapa
divisi/departemen, yaitu Quality Operation Divison, Production Division, Technical Division, Validation and Documentation Department, Supply Chain Division, Finance Department, dan Human Resource Department.
65 Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
66
Industri farmasi harus memiliki sebuah system untuk mengontrol dan mengawasi kualitas dari obat atau produk tersebut. QO (Quality Operation) Divisiosn Head berperan dalam mengontrol dan memastikan semua hal yang berkaitan dengan operasional dan mutu obat terjamin. QO membawahi QA (Quality Assurance) dan QC (Quality Control). Dalam hal ini QA berperan merupakan suatu system untuk mengawasi mutu dari suatu produk obat. QA Dept Head membawahi Quality Compliance, Quality Monitoring (QM), dan Quality Support. Quality Compliance menangani registrasi produk, mendata PQR (Product Quality Review), dan melakukan follow up terhadap stabilitas produk. QM berperan dalam monitoring produk dan mengawasi semua hal yang berhubungan dengan produk obat, seperti dengan menggunakan system CAPA, menangani LUP (Lembar Usulan Perubahan), menangani deviasi, contoh pertinggal, menangani keluhan terhadap produk dan juga menangani obat kembalian. Quality Support berperan dalam membantu hal-hal yang berkaitan dengan mutu produk, seperti menangani validasi dan kalibrasi. Departemen QA juga bertanggung jawab terhadap penolakan dan pelulusan obat jadi. Untuk pelulusan obat jadi, dilakukan oleh tiga orang apoteker dari penanggung jawab produksi, QC, dan QA. Dalam keseluruhan aspek tersebut, departemen QA telah melakukan dengan baik setiap proses yang berkaitan dengan pemastian mutu produk sesuai dengan regulasi yang berlaku. Dalam meningkatkan kinerja SDM nya, PT.SOHO Industri Pharmasi mengadakan training yang disesuaikan dengan kebutuhan SDM dan kebutuhan perusahaan, seperti training cara pengemasan yang baik training cara sortir yang baik, dan lain-lain. Disamping itu juga terdapat training dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang terdapat dalam PT. SOHO Industri Pharmasi.
4.3.
Bangunan dan Fasilitas CPOB mempersyaratkan lokasi bangunan untuk menghindari perencanaan
lingkungan disekelilingnya, seperti perencanaan udara, tanah dan air serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan, atau jika tidak memungkinkan harus dilaksanakan tindakan yang mencegah terjadinya pencemaran, PT. SOHO
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
67
Industri Pharmasi berusaha untuk memenuhi persyaratan CPOB, yang ditunjukan dengan lokasi perusahaan yang berada dikawasan industri pulogadung sehingga meminimalkan pencemaran ke area hunian penduduk. Bangunan dalam PT. SOHO Industri Pharmasi telah memenuhi kriteria CPOB. Untuk memudahkan pembersihan dan mencegah perembesan air maka dinding lantai dan atap ruangan produksi dilapisi epoxy, lapisan epoxy bersifat kedap air, licin dan tahan goresan logam atau roda sehingga mudah dibersihkan. Tiap sudut ruangan produksi dibuat melengkung mudah dibersihkan. Selain itu ruangan produksi dilengkapi dengan sistem AHU (Air Handling Unit) untuk mengatur kondisi udara, suhu, tekanan, kelembaban dan sirkulasi udara agar sesuai untuk proses produksi. Ruangan produksi di PT. SOHO Industri Pharmasi dikelompokan menjadi beberapa ruangan seperti ruang penimbangan, ruang pengolahan, ruang pencetakan, ruang penyalutan, ruang IPC, dan ruang pengemasan. Selain ruangruang tersebut PT. SOHO Industri Pharmasi memiliki ruangan produksi untuk sediaan liquid dan semi liquid. Ruangan produksi tersebut berada in-line sehingga memperlancar proses produksi, ruangan produksi juga langsung berhubungan dengan pengemas black sehingga proses pengemasan sekunder dapat langsung dilaksanakan. Laboratorium pengawasan mutu juga telah memenuhi persyaratan CPOB. Laboratorium pengawasan mutu terpisah dari area produksi dan dibuat area tersendiri untuk lab mikrobiologi. Dilaboratorium tersebut telah tersedia lemari atau ruangan untuk sampel, standar, pelarut, dan reagen; acid chambers; ruang cuci peralatan laboratorium; dan emergency aid. Ruang untuk instrumen telah dibuat terpisah agar terlindung dari pengaruh getaran. Terdapat pula gedung kesehatan atau yang biasa disebut poli, hal ini untuk memudahkan karyawan yang sedang sakit untuk segera mendapatkan perawatan. Terdapat juga ruang untuk ibu menyusui.
4.4.
Peralatan Peralatan yang dimiliki oleh PT. SOHO Industri Pharmasi telah
memenuhi persyaratan CPOB, yaitu permukaan alat dilapisi oleh suatu lapisan Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
68
inert atau alat yang terbuat dari bahan yang bersifat inert, pembersihan dilakukan sesuai dengan protap dan disimpan dalam kondisi kering dan bersih. Peralatan atau mesin-mesin produksi ditempatkan pada ruangan-ruangan produksi berdasarkan pengunaan mesin tersebut. Tiap-tiap ruangan hanya digunakan untuk satu mesin, sehingga masih memungkinkan space yang cukup bagi operator. Pemeliharaan alat dalam PT. SOHO Industri Pharmasi menjadi tanggung jawab bersama antara departemen produksi, departemen engineering, dan departemen QA. Departemen produksi bertangung jawab pada pembersihan dan pengatasan problem ringan saat proses produksi. Departemen engineering bertanggung jawab untuk menjaga performa mesin, kalibrasi dan validasi mesin dilakukan secara berkala, serta dalam pengatasan masalah yang cukup serius. Penjagaan performa mesin meliputi pemilihan jenis pelumas dan servis berkala. Sedangkan kalibrasi mesin dilakukan secara berkala sesuai dengan protap yang telah disusun. Departemen QA pada divisi Quality Support System melakukan kalibrasi pada peralatan yang terdapat dalam bagian QA dan QC. Mesin dan peralatan juga dilengkapi dengan penandaan atau etiket mengenai status mesin. Mesin yang telah dibersihkan ditandai dengan etiket yang berwarna hijau, sedangkan untuk mesin-mesin yang rusak mereka ditandai dengan etiket yang berwarna merah. Jika departemen engineering tidak bisa mengatasi kerusakan mesin maka untuk perbaikan diserahkan pada suplier. Disamping mesin juga terdapat protap penggunaan mesin tersebut, hal ini untuk mencegah terjadinya kesalahan pengoperasian mesin tersebut.
4.5.
Sanitasi dan Higiene Sanitasi dan higiene merupakan aspek yang sangat menentukan mutu
produk. Karyawan atau tamu tidak boleh beraktifitas jika menderita luka terbuka ataupun menderita penyakit kulit dan influenza. Wajib hand-higiene diterapkan bagi seluruh karyawan, terutama karyawan yang langsung berhubungan dengan produk. PT. SOHO Industri Pharmasi telah menyediakan sarana untuk mencuci tangan untuk setiap bagian. Makanan hanya boleh ditempatkan di kafetaria dan pantry pada setiap departemen. Pada departemen QO minum hanya boleh dilakukan di ruang minum (drinking area).
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
69
Sanitasi bangunan dan fasilitas dilakukan setiap hari. Sanitasi ruangan produksi menjadi tanggung jawab bersama antara departemen GA dan departemen produksi. Setelah proses produksi selesai maka operator wajib membersihkan alat atau mesin sesuai dengan protap pembersihan dan melakukan sanitasi ruangan. Sedangkan departemen GA bertanggung jawab dalam pembersihan lantai koridor ruangan produksi dan mengelap dinding ruangan produksi secara berkala. Pembersihan dilakukan sesuai dengan protap yang berlaku. PT.SOHO Industri Pharmasi menyediakan toilet dalam jumlah yang memadai dan terpisah dari area kerja karyawan. Toilet tersebut dilengkapi dengan tisu, sabun dan pengering tangan.
4.6.
Produksi SOHO Group terdiri dari 2 perusahaan besar, yaitu PT. ETHICA Industri
Farmasi atau yang biasa dikenal dengan SCEP (Sterile, Cephaloasporin, Extraction Production) dan PT. SOHO Industri Pharmasi yang dikenal dengan NSP (Non-Sterile Production). PT. SOHO Industri Pharmasi memproduksi sediaan solid, liquid, dan semi solid yang tidak bersifat steril, sedangkan PT. ETHICA Industri Farmasi memproduksi sediaan steril seperti injeksi. Semua kegiatan produksi tersebut dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yangsesuai dengan kebutuhan produksinya seperti yang dipersyaratkan oleh CPOB. Ruang produksi di PT. SOHO Industri Pharmasi dikelompokkan berdasarkan proses pengerjaan yang dilakukan. seperti ruang penimbangan, ruang mixing, dan lain-lain. Ruangan produksi tersebut berada in-line tujuannya untuk mempermudah proses produksi dan biasanya ruangan-ruangan tersebut berisi alat yang in-line misalnya ada satu ruangan yang berisikan supermixer, FBD, dan granulator. Peralatan tersebut dibuat secara in-line untuk mempercepat proses produksi sehingga memperlancar proses produksi. Masing-masing ruangan produksi tidak memproduksi 2 produk yang berbeda. Dipintu bagian depan ruangan tersebut terdapat kertas yang bertuliskan nama produk yang sedang diproduksi. Jika produk yang berbeda tetapi diproduksi dengan menggunakan mesin yang sama maka akan diproduksi secara bergantian yaitu
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
70
setelah satu produk selesai, mesin dan ruangan harus dibersihkan dahulu dan dicek oleh supervisor baru kemudian dilanjutkan dengan produk yang lain.Selain itu, ruangan produksi memiliki airlock sebagai ruang antara, yang membatasi ruang produksi dan lingkungan luar. Pada setiap proses produksi terdapat tahap-tahap yang harus diperiksa untuk menguji apakah produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang telah dipersyaratkan, atau yang disebut dengan In Process Control (IPC). IPC dilakukan pada tahap awal, tengah, dan akhir proses produksi. Untuk sediaan solid IPC yang dilakukan umunya meliputi: pemerian, kode penandaan, bobot, kekerasan, diameter, ketebalan, keregasan, dan waktu hancur. Untuk sediaan liquid, IPC yang dilakukan meliputi: pemerian, berat jenis, dan pH. Selain IPC, operator dari produksi juga mengirimkan sampel untuk diuji oleh bagian Quality Control. Apabila semua hasil uji telah memenuhi syarat, maka produk tersebut dapat di-release ke pasaran.
4.7.
Pengawasan Mutu (Quality Control) Pengawasan mutu diperlukan dalam memastikan kualitas dari suatu
produk. Pengawasan mutu yang dilakukan dilakukan dari bahan baku, bahan kemas, produk setengah jadi, produk jadi, serta mikrobiologi. Hal tersebut dilakukan untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Bagian pengawasan mutu atau Quality Control (QC) berada dibawah QO. QC juga merupakan bagian yang penting dalam memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Aktivitas QC tidak terbatas hanya pada kegiatan laboratorium saja, tetapi juga terlibat aktif dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan mutu produk. QC memiliki laboratorium mikrobiologi, laboratorium kimia, laboratorium instrument yang dilengkapi dengan alat-alat yang dapat membantu pemeriksaan biologi, fisika, dankimia. Laboratorium mikrobiologi memeriksa apakah terdapar kontaminasi pada bahan baku, bahan kemas, atau pada produk jadi. Laboratorium kimia melakukan identifikasi bahan baku, bahan kemas, dan produk jadi untuk melihat apakah bahan-bahan tersebut telah sesuai dengan spesifikasi yang telah
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
71
dipersyaratkan. Laboratorium instrument berisi alat atau instrument yang digunakan untuk analisa kuantitatif. Selain itu,di lab ini juga dilakukan pengujian terhadap metode untuk validasi metode analisa. Instrumen yang ada di lab QC selalu dikalibrasi secara rutin dan berkala,seperti kalibrasi satu tahunan, kalibrasi enam bulanan, kalibrasi tiga bulanan, kalibrasi bulanan, dan verifikasi harian. Jadwal kalibrasi tersebut dibuat oleh Quality Support Section Head. Secara garis besar QC telah sejalan dengan prinsip CPOB.
4.8.
Inspeksi Diri dan Audit Mutu PT. SOHO Industri Pharmasi melaksanakan program inspeksi diri melalui
departemen QA khususnya seksi QM (QualityMonitoring) seksi ini bertanggung jawab dalam memonitor kualitas obat. Inspeksi juga dilakukan pada departemen lain yang terdapat dalam PT. SOHO Industri Pharmasi. Inspkesi diri dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan mutu produk, personalia dan lingkungan secara keseluruhan. Inspeksi diri yang dilakukan terdiri dari berbagai aspek CPOB, diantaranya karyawan; bangunan dan fasilitas; penyimpanan bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi; produksi dan pengemasan; pengawasan mutu; dokumentasi; dan house keeping (kebersihan peralatan, lingkungan, dan ruangan). Dareah yang diinspeksi meliputi gudang; semua area produksi; QA dan QC; R & D; Engineering; dan tempat penyimpanan dokumen. QM juga melakukan audit internal dan audit eksternal. Audit internal dilaksanakan dengan tujuan untuk meninjau kesesuaian antara kenyataan dilapangan dengan persyaratan perusahaan. Audit juga dapat dilakukan oleh pihak luar seperti pabrik yang membuat produknya di PT. SOHO Industri Pharmasi dan dari BPOM.
4.9.
Penanganan Keluhan Terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan Obat Kembalian Pentingnya mutu suatu produk obat dewasa ini telah mendorong berbagai
industri farmasi untuk meningkatkan kualitas perusahaannya masing-masing. Begitu pentingnya mutu sehingga untuk menjamin mutu suatu produk, maka
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
72
setiap perusahaan harus menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) atau Good Manufacturing Practices (GMP) secara konsisten dalam seluruh aspek rangkaian kegiatan sehingga produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan spesifikasi yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. (Badan POM RI, 2006). Persyaratan-persyaratan yang ditetapkan ini dapat merupakan kebutuhan spesifik dari pasien, sebagaimana di tentukan oleh suatu perusahaan seperti PT. SOHO Industri Pharmasi. Suatu perusahaan tentunya harus memperhatikan feedback dari pelanggan untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan. Kita dapat mengetahui nilai kepuasan pelanggan dengan melihat keluhan dari pelanggan, statistic competitor, atau melalui survey kepuasan pelanggan (Hoyle, David. 2001). PT. SOHO Industri Pharmasi selalu menjaga kepuasan pelanggan melalui Departemen QA (Quality Assurance) khususnya QM (Quality Monitoring) dengan melakukan pemantauan dan investigasi terhadap keluhan yang terjadi pada produknya. Pemantauan dan investigasi ini bertujuan untuk mencegah keluhan yang sama terulang kembali dan mencegah terjadinya keluhan. Penarikan kembali obat jadi atau yang biasa yang disebut dengan recall dilakukan apabila terdapat instruksi dari dari BPOM, hal ini terkait dengan ditemukannya kandungan atau senyawa yang dapat membahayakan konsumen. Jika terdapat obat recall maka akan dilakukan investigasi dan penelitian untuk dapat memastikan kebenaran alasan obat ditarik. Penarikan keseluruhan obat, hanya dilakukan jika terdapat reaksi farmakologi yang merugikan sebagai akibat paparan obat tersebut. Obat recall tersebut kemudian diolah ulang atau dapat langsung dimusnahkan yang disaksikan oleh saksi dari perusahaan maupun dari lembaga pemerintahan terkait. Obat kembalian merupakan obat jadi yang telah didistribusikan ke apotek, rumah sakit atau distributor-distributor lainnya yang dikembalikan ke perusahaan karena keluhan, kerusakan, kadaluarsa, masalah keabsahan maupun sebab lain mengenai kondisi obat,wadah atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas dan mutu obat yang bersangkutan. PT. SOHO Industri Pharmasi telah menetapkan prosedur penanganan obat kembalian yaitu dilakukan investigasi alasan mengapa obat dikembalikan dan menganalisa kelayakan obat
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
73
tersebut untuk diproses ulang.
4.10. Dokumentasi PT. SOHO Industri Pharmasi memiliki departemen sendiri yang bertugas mengelola dokumen yang terdapat di SOHO Group. Validation and Documentation Department (VDD) merupakan departemen yang bertanggun gjawab dalam mengelola dan menjaga dokumen. VDD merupakan pusat segala dokumen, VDD menyimpan master batch record, semua SOP, mendata semua nomor surat yang keluar PT. SOHO Industri Pharmasi, dan lain-lain. SOP (Standard of Procedure) di lakukan review setiap 3 tahun. Dokumen disimpan dengan sistem inventarisasi yang memudahkan pengawasan dan penelusuran dokumen. Selain dokumentasi secara manual, dokumentasi juga dilakukan dengan mengunakan sistem IFS yang dapat dijangkau oleh setiap tenaga kerja yang berkompeten. Setiap dokumen yang memerlukan pencatatan dilakukan: a. Pencatatan dengan bolpoint tinta biru yang
tidak mudah luntur, hal ini
bertujuan untuk membedakan dokumen yang asli dengan hasil salinan; b. Tulisan terbaca, rapi dan mudah dimengerti; c. Kata-kata tidak menimbulkan arti ganda, langsung pada tujuan; d. Tidak boleh ada huruf yang bertumpuk; e. Semua entries/bagian dokumen yang perlu ditulis tangan dilengkapi, tidak boleh ada bagian yang kosong. Bagian yang kosong dicoret menyilang seperti huruf Z dan diberi paraf dan tanggal pengisian dokumen; f. Setiap bagian dokumen yang tidak memungkinkan untuk diisi ditulis N.A; g. Koreksi dilakukan dengan mencoret tulisan yang salah dengan satu garis lurus, diberi paraf, diberi tanggal, dan ditulis data yang benar tepat disamping data yang salah. h. Setiap dokumen yang memerlukan perubahan harus disertai dengan change request berupa Laporan Usulan Perubahan (LUP).
4.11. Kualifikasi dan Validasi Kegiatan kualifikasi dan validasi yang dilakukan PT. SOHO
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
74
Industri Pharmasi meliputi kualifikasi peralatan, kualifikasi bangunan dan fasilitas, kualifikasi infrastruktur, validasi proses produksi, validasi cara pembersihan, validasi metode analisa, serta verifikasi peralatan dan infrastruktur. Aktifitas kualifikasi dan validasi dilakukan oleh Validation and Documentation Department (VDD). Kualifikasi yang dilakukan terdiri dari Design Qualification (DQ), Installation Qualification (IQ) of equipment/utility system, Operational Qualification (OQ) of equipment/utility system, dan Performance Qualification (PQ) of equipment/utility system. Dan validasi yang dilakukan adalah Validasi Proses, Validasi Pembersihan, dan Validasi Sistem Komputer.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan selama pelaksanaan PKPA, dapat
disimpulkan bahwa: 5.1.1. PTSOHO Industri Farmasi telah menerapkan pedoman CPOB dan untuk semua proses baik dalam proses produksi, pengawasan dan pengendalian mutu, serta kegiatan lain yang terkait. Aspek-aspek CPOB tersebut telah diimplementasikan dan didokumentasikan dengan baik. 5.1.2. Seorang apoteker dalam industri farmasi memiliki peranan penting yaitu, menjadi personil kunci sebagai kepala produksi, kepala pengawasan mutu dan kepala bagian pemastian mutu.
5.2
Saran
5.2.1. Tetap menjaga dan mempertahankan kualitas dalam produksi sediaan obat sesuai dengan CPOB. 5.2.2. Memastikan semua bagian melakukan tugasnya dengan baik untuk meningkatkan kualitas SDM dan produknya.
75 Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Company Profile PT. ETHICA Industri Farmasi. 2012. http://www.ethica.co.id/. Diakses pada tanggal 11 September 2012 pukul 01.45 WIB. Company Profile PT. Parit Padang Global. 2012. http://www.paritpadangglobal.com/. Diakses pada tanggal 11 September 2012 pukul 02. 20 WIB. Company Profile PT. SOHO Industri Pharmasi. 2012. http://www.soho.co.id/. Diakses pada tanggal 11 September 2012 pukul 01.12 WIB. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799 Tentang Industri Farmasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. PT. SOHO Industri Farmasi. Orientation Program SOHO Group Value For Health. Jakarta: PT. SOHO Industri Pharmasi.
76 Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
77 Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
78
Lampiran 1. Struktur Organisasi SOHO Group
VP Supply and Operation Quality Operation Divison
Production Division
Technical Division.
Validation and Documentation Department
Supply Chain Division
Finance Department
Human Resource Department
78
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
79
Lampiran 2. Struktur organisasi Research & Development Division
79
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
80
Lampiran 3. Struktur organisasi Quality Operation Division
Quality Operation Div Head
Quality Assurance Dept Head
Quality Control Dept Head (for Non Sterile Production)
Quality Control Dept Head (for Sterile & Cephalosporin Production)
Quality Operation Administrator
80
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
81
Lampiran 4. Struktur organisasi Quality Assurance Department
81
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
82
Lampiran 5. Struktur organisasi SOHO Quality Control Department
Quality Control Dept Head
QC Raw Material Sec Head
QC Packaging Material Sec Head
QC Finish Good Sec Head
QC Raw Material Analyst
QC Packaging Material Analyst
QC Finish Good Analyst
QC Raw Material Helper
QC Packaging Material Helper
QC Finish Good Helper
QC Microbiology Sec Head
QC Microbilogy Analyst
QC Microbiology Helper
82
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
83
Lampiran 6. Struktur organisasi Quality Control Ethica Department
Ethica Quality Control Dept. Head
Microbiology Sect. Head
Raw Material Sect. Head and Packaging Material Sect. Head
Half Finished / Finished Goods Sect. Head
83
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
84
Lampiran 7. Struktur organisasi Production Division
Production Div Head
Production Administrator
Sterile, Cephalosporin, Extract Production Dept Head
Non Sterile Production Dept Head Non Sterile Production Administrator
Sterile, Cepha, & Extract Production Administrator
Sterile Production Sub Dept Head
Cephalosporin & Extract Production Sub Dept Head Sterile, Cepha, Extract Production System & Documentation Specialist
Production Process Excellence Dept Head
Production Process Excellence Administrator
Non Sterile Dispensing Section Head
Production Quality Compliance Administrator
Production Quality Compliance
Solid Processing Sub Dept Head Packaging & Non Solid Processing Sub Dept Head
Production Quality Compliance Dept Head
Production Process Excellence Specialist
Non Sterile Production System & Documentation Specialist
84
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
85
Lampiran 8. Struktur organisasi Supply Chain Management Division
Supply Chain Div Head Supply Chain Adm
Production Planning Dept Head Production Planning Sub DH Production Planning Administrator Product Supply Management SDH
Warehouse Dept Head
Material Procurement Dept Head
Material Warehouse SDH
Material Procurement Adm
Warehouse Administrator
Material Planning SH
FG Warehouse SDH
PM Procurement SH
Custom Clearance Dept Head
Custom Clearance SH Custom Clearance Administrator
RM Procurement SH
85
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
86
Lampiran 9. Struktur organisasi Validation and Documentation Department
Validation & Documentation Dept Head
Validation Sect Head Validation Engineer
ValidationSect Head
Validation Sect Head
Sr Validation Engineer
Manufacturing Documentation Executive
Validation Engineer
Validation Engineer Manufacturing Documentation Administrator Manufacturing Documentation Administrator
Sr Validation Engineer
Validation Engineer
Validation Engineer
Manufacturing Documentation Administrator
86
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
87
Lampiran 10. Struktur organisasi Technical Division
Technical Div Head
Technical Division Administrator
Continous Improvement Dept Head
HSE Dept Head
Process Improvement Section Head
BBS & Environment Executive
Business Process Performance Section Head
Safety & Loss Prevention Executive
HSE Industrial Hygiene Executive
Civil Engineering & Project Control Dept Head
Civil Engineering & Building Maintenance Sub Dept Head
Project Control Sub Dept Head
General Affairs Dept Head
General Affairs Branch Service Sub Dept Head
Engineering Dept Head
Operational Maintenance Sub Dept Head
Fixed Asset & Spare Part Procurement
Fixed Asset & Spare Part Procuremnet Adminsitartor
Internal General Affairs Sub Dept Head
Engineering Planning & Realiability Sub Dept Head
Fixed Asset & Spare Part Procurement Executive
External General Affairs Sub Dept Head
Manufacturing Project Sect Head
Fixed Asset & Spare Part Procurement Executive
87
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
88
Lampiran 11. Struktur organisasi Engineering Department
Engineering Dept. Head Engineering Admin
Operational Maintenance Sub Dept. Head
Utility Sect.Head
HVAC & Clean Media Coord
Maintenance Sect. Head
Warehouse Spare Part Sect. Head
Maintenance Area 1 Coord
Maintenance Area 2 Coord
Engineering Planner Sect. Head
Sterile Processing Sect. Head
Engineering Document Control Executive
Sterile Packaging Sect. Head
Maintenance Planner Executive
Workshop Coord
Utility operator
Mechanical Equipment Project Sect. Head
Engineering Planning & Reliability Sub Dept Head
Automation & Calibration Sect.Head
Mechanical Design Engineer
Calibration technician
Mechatronic Technician
88
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
89
Lampiran 12. Skema Alur Pembuatan Purified Water
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI KAWASAN INDUSTRI PULOGADUNG JL. PULOGADUNG NO. 6 JAKARTA PERIODE 12 JULI – 31 AGUSTUS 2012
IMPLEMENTASI KELUHAN YANG TERDOKUMENTASI DI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI
SALWA BAINANA, S. Farm. 1106153486
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iii DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................1 1.2 Tujuan ........................................................................................................... `2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................3 2.1 Definisi dan Tujuan Keluhan ..........................................................................3 2.2 Klasifikasi Kategori Keluhan ..........................................................................3 2.3 Tanggung Jawab..............................................................................................5 2.4 Prosedur Penanganan Keluhan dan Pelaporan Ekstern ..................................5 BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN .............................................................8 3.1 Waktu dan Lokasi ...........................................................................................8 3.2 Metode Pengkajian ..........................................................................................8 BAB 4 PEMBAHASAN .........................................................................................9 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................14 5.1 Kesimpulan ...................................................................................................14 5.2 Saran..............................................................................................................14 DAFTAR ACUAN................................................................................................15
ii Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Alur Prosedur Penanganan Keluhan di PT. SOHO Industri Pharmasi ..6
iii Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Matriks penilaian risiko berdasarkan keparahan dan kemungkinan terjadinya....................................................................................................4
iv Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor yang penting diperhatikan untuk
keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu perlu diselenggarakan upaya kesehatan secara menyeluruh agar terwujud masyarakat yang sehat dan mandiri. Upaya kesehatan adalah kegiatan memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Pada saat ini cukup banyak jenis dan jumlah produk obat yang beredar di masyarakat. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap kesehatan yang layak. Karenanya perlu adanya jaminan mutu, keamanan dan manfaat terhadap suatu produk obat yang beredar. Pentingnya mutu suatu produk obat dewasa ini telah mendorong berbagai industri farmasi untuk meningkatkan kualitas perusahaannya masing-masing. Begitu pentingnya mutu sehingga untuk menjamin mutu suatu produk, maka setiap perusahaan harus menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) atau Good Manufacturing Practices (GMP) secara konsisten dalam seluruh aspek rangkaian kegiatan sehingga produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan spesifikasi yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. (Badan POM RI, 2006). Persyaratan-persyaratan yang ditetapkan ini dapat merupakan kebutuhan spesifik dari pasien, sebagaimana di tentukan oleh suatu perusahaan seperti PT. SOHO Industri Pharmasi. Suatu perusahaan tentunya harus memperhatikan feedback dari pelanggan untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan. Kita dapat mengetahui nilai kepuasan pelanggan dengan melihat keluhan dari pelanggan, statistic competitor, atau melalui survey kepuasan pelanggan (Hoyle, David. 2001). PT. SOHO Industri Pharmasi selalu menjaga kepuasan pelanggan melalui Divisi QA (Quality Assurance) khususnya QM (Quality Monitoring) dengan melakukan pemantauan 1 Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
2
dan investigasi terhadap keluhan yang terjadi pada produknya. Pemantauan dan investigasi ini bertujuan untuk mencegah keluhan yang sama terulang kembali dan mencegah terjadinya keluhan. Keluhan juga berperan sebagai saran untuk pelaksanaan, perbaikan dan improvement yang berkesinambungan. Pemantauan keluhan merupakan bagian dari Quality System dalam rangka menjaga kualitas produknya.
1.2
Tujuan Penyusunan laporan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker ini
bertujuan untuk memahami proses penanganan keluhan yang ada di industri farmasi khususnya di PT. SOHO Industri Pharmasi
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Definisi dan Tujuan Keluhan Keluhan yang terkait dengan kualitas produk / GMP adalah setiap keluhan
yang diterima oleh perusahaan yang berpotensi mempunyai dampak pada identitas produk, keamanan, kemurnian, atau efeknya, kecuali pharmacovigilance, dan masalah marketing (seperti pesanan yang banyak, harga). Keluhan karena Pharmacovigilance seperti produk tidak mempunyai efek/tidak efektif, atau terjadinya efek samping yang tidak diinginkan. Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Laporan dan keluhan mengenai produk dapat disebabkan oleh: a. keluhan mengenai mutu yang berupa kerusakan fisik, kimiawi atau biologis dari produk atau kemasannya; b. keluhan atau laporan karena reaksi yang merugikan seperti alergi, toksisitas, reaksi fatal atau reaksi hampir fatal dan reaksi medis lain; c. keluhan atau laporan mengenai efek terapetik produk seperti produk tidak berkhasiat atau respon klinis yang rendah. (Badan POM RI, 2006). Ruang lingkup keluhan pelanggan menyangkut kualitas produk yang diterima baik dari dokter, pasien, customer, apotek, maupun instansi yang lain serta dapat juga dari internal perusahaan yang berhubungan langsung dengan kualitas produk dalam SOHO Group, kecuali produk alat kesehatan. Tujuan pemantauan keluhan adalah untuk meyakinkan agar keluhan obat jadi yang diterima mendapat penanganan yang tepat, cepat yaitu pencatatan, pelaksanaan, dan pengendalian sebagai dasar tindakan yang perlu dilakukan segera untuk menghindari dampak lebih luas akibat obat yang dikeluhkan. Juga sebagai masukan untuk mencegah terulangnya keluhan, mengkaji ulang formulasi atau proses produksi dari obat yang dikeluhkan dan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan akhir, bila perlu berupa Penarikan Kembali Obat Jadi atau pemberhentian produksi.
3 Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
4
2.2.
Klasifikasi Kategori Keluhan Terdapat beberapa kategori penilaian keluhan berdasarkan tingkat
keparahan dan kemungkinan terjadinya keluhan. Kategori tersebut menentukan lama dan proses penanganan investigasi terkait keluhan yang diterima. Klasifikasi kategori keluhan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Matriks penilaian risiko berdasarkan keparahan dan kemungkinan
Keparahan (Severity)
terjadinya
Rendah (Low) Menengah (Moderate) Tinggi (High)
Frekuensi (Frequence) Tidak Mungkin Mungkin Kemungkinan Besar (Unlikely) (Possible) (Likely) 1. Sangat rendah 2. Rendah 3. Mengengah (Very Low) (Low) (Medium) 3. Rendah 5. Menengah 6. Tinggi (Low) (Medium) (High) 7. Menengah 8. Tinggi 9. Kritis (Medium) (High) (Critical)
Keterangan: Tingkat resiko Zona merah - Prioritas kritis (9). Kategori Critical
Zona orange - Prioritas tinggi (6 dan 8). Kategori Major Zona kuning - Prioritas Menengah (3, 5, 7). Kategori Major Zona hijau - Prioritas Rendah (2, 4). Kategori Minor
Tindakan yang mungkin dilakukan Beritahu QO Div Head, Manufacturing Director, Legal, Senior Management dan Public Relations. Beritahu BPOM, Sales & Marketing Div Head, HD Div Head, Registration jika ada potensi untuk penarikan kembali obat jadi investigasi dilakukan maksimal 3 hari kerja. Beritahu QO Div Head Beritahu QA Dept Head Investigasi dilakukan maksimal 10 hari kerja. Beritahu QO Div Head Beritahu QA Dept Head Investigasi dilakukan maksimal 20 hari kerja Beritahu QO Div Head Beritahu QA Dept Head Pemeriksaan tidak perlu dilakukan, jika keluhan yang diterima adalah keluhan yang bersifat sangat minor, namun tetap dicatat beserta alasannya.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
5
Tingkat resiko Zona putih - Prioritas sangat rendah (1). Kategori Minor 2.3.
Tindakan yang mungkin dilakukan Tidak dilakukan pemeriksaan.
Tanggung Jawab Dalam
penanganan
keluhan,
hendaklah
ditunjuk
personil
yang
bertanggung jawab untuk menangani keluhan dan memutuskan tindakan yang hendak dilakukan bersama staf yang memadai untuk membantunya (Badan POM RI, 2006). Berikut adalah beberapa bagian dalam menangani keluhan yang diterima oleh SOHO Group: 1. Bagian Marketing, Sales, Manufacturing, Distributor, ataupun bagian lain dapat menerima setiap keluhan dari Dokter, pasien, apotek, customer, atau rumah sakit. Semua keluhan harus dilanjutkan ke QA untuk dievaluasi. 2. Quality Monitoring Sec. Head (QMSH) mencatat keluhan yang masuk karena dalam log book keluhan, memberi nomor identifikasi khusus, menindaklanjuti keluhan tersebut, dan melaporkan setiap keluhan produk. 3. QA Dept Head bertanggung jawab untuk memastikan penyelesaian setiap keluhan dan tindakan perbaikan yang dilakukan. 4. Departemen yang berkaitan seperti Marketing, Distributor, dll memberikan penjelasan kepada pihak pengomplaint berdasarkan hasil investigasi dari QA.
2.4.
Prosedur Penanganan Keluhan dan Pelaporan Ekstern Hendaklah tersedia prosedur tertulis yang merinci penyelidikan, evaluasi,
tindak lanjut yang sesuai, termasuk pertimbangan untuk penarikan kembali produk, dalam menanggapi keluhan terhadap obat yang diduga cacat. Tiap laporan dan keluhan hendaklah diselidiki dan dievaluasi secara menyeluruh dan mendalam mencakup: a. pengkajian seluruh informasi mengenai laporan atau keluhan; b. inspeksi atau pengujian sampel obat yang dikeluhkan dan diterima serta, bila perlu, pengujian sampel pertinggal dari bets yang sama; c. pengkajian semua data dan dokumentasi termasuk catatan bets, catatan distribusi dan laporan pengujian dari produk yang dikeluhkan atau dilaporkan (Badan POM RI, 2006).
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
6
Dalam menangani keluhan yang diterima, PT. SOHO memiliki prosedur yang berlaku dalam melakukan pemantauan dan investigasi. Prosedur tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. -
Keluhan disampaikan oleh konsumen
Quality Assurance (QA)
-
-
-
Departemen terkait dengan keluhan yang diterima
-
-
Quality Assurance (QA)
-
Keluhkan disampaikan oleh konsumen melalui email, telefon, surat resmi Mengirimkan sampel produk yang dikeluhkan Diterima oleh bagian QA Mengisi Form Laporan Keluhan Produk Memeriksa data laporan keluhan beserta sampel keluhan Memberi nomor keluhan pada Form Investigasi Keluhan Pelanggan dan melakukan investigasi pada keluhan tersebut Melakukan penilaian resiko awal Melakukan investigasi terkait keluhan, diantaranya memeriksa data batch record, memeriksa data Quality Control (QC), memeriksa data stabilitas, analisa sampel keluhan, dokumen lain, dan nomor batch lain Form Investigasi Keluhan Pelanggan dikirimkan ke Departemen lain yang terkait dengan keluhan yang diterima, untuk investigasi lebih lanjut dan lebih rinci Memberikan penjelasan mengenai tindakan perbaikan dan pencegahan yang Melakukan penilaian resiko akhir Memberikan kesimpulan akhir hasil investigasi keluhan, justified atau no justified
Gambar 1. Alur Prosedur Penanganan Keluhan di PT. SOHO Industri Pharmasi
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN
3.1
Waktu dan Lokasi Pengambilan data dan penulisan dilakukan selama dua bulan dari tanggal
12 Juli sampai 31 Agustus 2012 di Departemen Quality Assurance PT. SOHO Industri Pharmasi.
3.2
Metode Pengkajian Metode yang digunakan dalam mengkaji Formulir Investigasi Keluhan
Pelanggan di PT. SOHO Industri Pharmasi adalah melalui penelusuran literatur dan penilaian berkas keluhan.
7 Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 4 PEMBAHASAN Pada saat ini cukup banyak jenis dan jumlah produk obat yang beredar di masyarakat. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap kesehatan yang layak. Karenanya perlu adanya jaminan mutu, keamanan dan manfaat terhadap suatu produk obat yang beredar sehingga sampai ke pengguna memenuhi persyaratan yang sama dengan saat diproduksi. Keluhan adalah adalah setiap komunikasi yang diterima oleh perusahaan yang berpotensi mempunyai dampak pada identitas produk, keamanan, kemurnian, atau efeknya, kecuali pharmacovigilance, dan masalah marketing (seperti pesanan yang banyak, harga). Keluhan karena Pharmacovigilance seperti produk tidak mempunyai efek/tidak efektif, terjadinya efek samping yang tidak diinginkan. Keluhan bisa datang dari konsumen, dokter, apotek, ataupun dari distributor. Keluhan yang datang bisa bermacam-macam, seperti box rusak atau sobek, reaksi alergi, isi box kurang, dan lain-lain. Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif (Badan POM RI, 2006). Keluhan bisa disampaikan secara langsung, melalui telepon, melalui surat resmi atau melalui email. Keluhan yang disampaikan harus disertakan dengan produk yang dikeluhkan, apabila tidak memungkinkan dapat melampirkan foto keluhan yang berkaitan. Kemudian berdasarkan keluhan tersebut dilakukan investigasi oleh QA untuk menentukan apakah keluhan justified atau not justified. QA memiliki peranan penting dalam menangani keluhan, karena QA yang menerima dan menindaklanjuti keluhan yang diterima. Keluhan yang diterima oleh bagian QA akan dicatat dalam Form Keluhan Pelanggan. Dalam form tersebut, semua data mengenai pelanggan dan keluhan dicatat secara lengkap. Hal ini bertujuan untuk memudahkan QA untuk menginvestigasi keluhan. Apabila data keluhan tidak lengkap, maka QA akan menghubungi pelanggan yang
8 Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
9
melaporkan keluhan tersebut, untuk mengetahui lebih detail mengenai keluhan yang dilaporkan sehingga dapat dilakukan investigasi secara lengkap. Keluhan tersebut kemudian dicatat dalam Form Investigasi Keluhan Pelanggan dan diberi nomor urut dengan format KL-xx-yyy-z. KL merupakan singkatan dari keluhan, xx menandakan tahun terjadinya keluhan, yyy menunjukkan nomor urut keluhan yang terjadi, dan z menunjukkan kode perusahaan dalam Soho Group (S untuk PT. SOHO Industri Pharmasi dan E untuk PT. Ethica). Pemberian nomor urut ini digunakan sebagai dokumentasi untuk pelaksanaan, perbaikan dan improvement yang berkesinambungan QA akan melakukan investigasi terhadap keluhan tersebut. Investigasi dicatat dalam Formulir Investigasi Keluhan Pelanggan, kemudian dilakukan dalam formulir tersebut terdapat penilian resiko awal keluhan. Dalam penilaian resiko awal tersebut, dilihat tingkat keparahan dan resiko dari keluhan tersebut kepada konsumen atau pelanggan. Terdapat 3 kategori keluhan, yaitu minor, major, dan kritis yang menentukan tingkat keparahan, frekuensi, dan kategori keluhan tersebut. Apabila termasuk kategori minor keluhan tersebut tidak berpengaruh terhadap kualitas produk, apabila keluhan termasuk kategori major keluhan tersebut berpengaruh pada kualitas produk, dan apabila keluhan termasuk dalam kategori kritikal maka keluhan tersebut sangat berpengaruh terhadap kualitas produk dan dapat berdampak buruk pada perusahaan. Penilaian resiko awal juga menentukan prioritas pelaksanaan investigasi keluhan. Keluhan yang termasuk kedalam kategori kritikal termasuk prioritas utama untuk segera dilakukan investigasi dan investigasi dilakukan maksimal 3 hari kerja. Untuk kategori major, termasuk prioritas kedua untuk dilakukan investigasi dengan selang waktu maksimal 10 – 20 hari kerja. Terdapat beberapa poin yang di investigasi oleh QA, yaitu data batch record, data QC, data stabilitas, pemeriksaan sampel keluhan, pemeriksaan dokumen lain, dan pemeriksaan batch lain. Pada pemeriksaan data batch record, dilihat semua data yang tertera dalam batch record, apakah terdapat penyimpangan, mulai dari proses penimbangan bahan, proses produksi, sampai
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
10
pada proses pengemasan sekunder. Apabila terdapat penyimpangan yang terjadi, maka hal tersebut dapat menjadi pertimbangan dalam investigasi. Pada data QC dilihat hasil analisis yang dilakukan, apakah semua data memenuhi syarat, mulai dari pemeriksaan bahan baku, bahan kemas, produk setengah jadi, sampai sertifikat analisa produk jadi (CoA). Semua data tersebut harus memenuhi syarat yang telah ditetapkan, apabila tidak memenuhi syarat, maka harus dilakukan analisis apa yang menyebabkan nilai tersebut tidak memenuhi syarat dan dilakukan tindakan pencegahan dan perbaikan, yang tentunya berpengaruh ke dalam investigasi yang sedang dilakukan. Untuk menguji kualitas produk dilakukan uji stabilitas. Maka data stabilitas juga harus diperhatikan dalam investigasi yang sedang dilakukan. Hal ini untuk mengetahui apakah data stabilitas produk yang dikeluhkan memenuhi syarat atu tidak. Data stabilitas berguna untuk mengetahui ketahanan produk dalam suhu penyimpanan atau pada suhu ekstrim, yang kemudian dibandingkan dengan penyimpanan dari produk yang dikeluhkan. Kemudian dilakukan pemeriksaan sampel keluhan, pada pemeriksaan ini dilakukan pemeriksaan secara mendetail mengenai keluhan yang disampaikan. Apakah sampel keluhan yang diterima, kondisinya sesuai dengan data yang tertera dalam Form Keluhan Pelanggan. Sampel keluhan ini dijaga agar kondisinya tidak berubah seperti ketika dikeluhkan dan dilakukan pemeriksaan laboratorium jika memang diperlukan. Kemudian hasil diperolah dicatat dalam Form Investigasi Keluhan Pelanggan. Pemeriksaan sampel pertinggal dilakukan untuk melihat apakah sampel pertinggal produk memiliki kondisi yang sama dengan sampel yang dikeluhkan, dilakukan dengan cara membandingkan kondisi sampel pertinggal (dengan kondisi penyimpanan yang sesuai syarat) dengan produk yang dikeluhkan. Apabila hasil analisa dari contoh pertinggal dan sampel keluhan keduanya tidak memenuhi syarat, maka keluhan tersebut bisa dinyatakan justified. Namun apabila hasil analisa contoh pertinggal memenuhi syarat dan sampel keluhan tidak memenuhi syarat, akan dilihat hasil investigasi dari Departemen yang terkait Kemudian dalam investigasi dilakukan juga pemeriksaan dokumen lain, yaitu pemeriksaan produk yang sama dengan keluhan yang sama. Hal ini untuk
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
11
melihat frekuensi produk tersebut menerima keluhan. Hal ini dilakukan juga sebagai follow up bagi perusahaan untuk segera melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan untuk produk tersebut, agar keluhan yang sama tidak terulang kembali. Investigasi lain yang dilakukan oleh QA adalah pemeriksaan batch lain, yaitu pemeriksaan produk yang sama dengan nomor batch yang berbeda dengan keluhan yang berbeda pula. Hal ini untuk melihat data riwayat keluhan untuk produk tersebut. Apabila sering terjadi keluhan, maka produk tersebut harus dilakukan penyelidikan lebih lanjut, untuk mencegah keluhan terulang kembali. Dari hasil investigasi yang dilakukan oleh QA tersebut, diperoleh kesimpulan atau akar masalah penyebab terjadinya keluhan. Kemudian seteolah dilakukan investigasi oleh QA, Form Investigasi Keluhan Pelanggan tersebut, kemudian di kirimkan ke Departemen yang terkait dengan keluhan yang disampaikan, misalkan terdapat keluhan mengenai kardus penyok, maka dalam investigasi Form Investigasi Keluhan Pelanggan tersebut akan dikirimkan ke bagian gudang. Karena kardus penyok tersebut bisa disebabkan oleh penyimpanan yang tidak sesuai atau pada saat transportasi dari distributor ke apotek, dan yang memegang peranan dalan transportasi dan penyimpanan adalah bagian gudang, karena itu Form Investigasi Keluhan Pelanggan untuk kardus penyok diserahkan ke bagian gudang. Setelah itu
departemen terkait yang menerima Form
Investigasi Keluhan Pelanggan tersebut akan melakukan investigasi lebih lanjut mengenai keluhan tersebut. Dan menyebutkan tindakan perbaikan dilakukan yang berhubungan dengan keluhan tersebut. Apabila perlu dilakukan follow up, maka dilakukan tindakan pencegahan (CAPA - Corrective Action Preventive Action) untuk mencegah keluhan yang sama terulang kembali. Setelah departemen terkait melakukan investigasi dilakukan penilaian resiko akhir, hasil penilaian resiko akhir bisa berbeda dengan penilaian resiko awal, hal ini tergantung faktor resiko dari keluhan setelah akar permasalahan utama diketahui. Kemudian Form Investigasi Keluhan Pelanggan dikembalikan ke bagian QA untuk memberikan keputusan akhir mengenai keluhan tersebut. Apabila dari hasil investigasi, contoh pertinggal dan sampel keluhan keduanya tidak memenuhi syarat, maka keluhan tersebut bisa dinyatakan justified dan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
12
mendapat disposisi penggantian produk. Apabila hasil analisa contoh pertinggal memenuhi syarat dan sampel keluhan tidak memenuhi syarat, maka keluhan tersebut dinyatakan not justified dan tidak mendapat disposisi penggantian produk. Keluhan yang dinyatakan not justified, berarti keluhan tersebut tidak dapat dibuktikan, disebabkan selama produksi dan distribusi di PT. SOHO, kemungkinan keluhan tersebut terjadi di pelanggan, baik di outlet atau di konsumen akhir. Salah satu keluhan yang terdapat di PT. SOHO Industri Pharmasi terjadi pada Produk F. Keluhan datang dari distributor PT. SOHO Industri Pharmasi, keluhan yang disampaikan adalah master box Produk F rusak atau sobek. Keluhan tersebut kemudian dicatat dalam Form Keluhan Pelanggan yang kemudian oleh bagian QA dicatat dalam Form Investigasi Keluhan Pelanggan. Dari hasil investigasi yang dilakukan oleh QA, diperoleh hasil untuk penilaian resiko awal memiliki tingkat keparahan Low (rendah) dan frekuensi Likely (sering terjadi dan kemungkinan besar akan terulang), sehingga penilaian resiko keseluruhan untuk Produk F adalah Medium dan termasuk kategori Major. Investigasi pada data batch record tidak dilakukan karena keluhan tidak berhubungan dengan kualitas produk. Hasil analisa pada contoh keluhan memberikan hasil master box sobek atau berlubang, 2 box penyok, 22 box lainnya masih baik. Dan pada hasil analisa 2 box contoh pertinggal memberikan hasil 1 box penyok dan 1 box masih baik. Komentar dari Departemen yang terkait, yaitu Gudang, menyebutkan pemeriksaan tidak dilakukan pada semua master box. Kesimpulan dari departemen terkait tidak terdapat tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan yang akan dilakukan adalah melakukan sampling pemeriksaan master box pada setiap master box pada beberapa pallet. Penilaian resiko akhir dari keluhan tersebut memiliki tingkat keparahan Low dan frekuensi Possible dengan penilaian resiko keseluruhan Low dengan kategori Minor. Kesimpulan dari hasil invetigasi keluhan tersebut adalah Justified dengan keterangan tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu melakukan pemeriksaan untuk penerimaan berikutnya (dengan metode sampling). Setelah proses penanganan keluhan selesai dilakukan, selanjutnya dilakukan pemantauan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
13
terhadap tindakan pencegahan yang akan dilakukan, agar keluhan yang sama tidak terulang kembali
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan Quality Assurance (QA) memiliki peranan penting dalam menangani
keluhan yang diterima PT. SOHO Industri Pharmasi. QA akan melakukan investigasi terhadap keluhan yang diterima dan memberikan keputusan mengenai keluhan tersebut, apakah justified atau not justified serta mendapat disposisi penggantian atau tidak. Apabila keluhan yang terjadi sering terulang, maka dilakukan tindakan pencegahan dengan menggunakan system CAPA (Corrective Action and Preventive Action) agar keluhan yang sama tidak terulang kembali.
5.2
Saran
5.2.1. Melakukan training untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang terdapat dalam PT. SOHO Industri Pharmasi sehingga keluhan yang terjadi dapat di minimalisir. 5.2.2. Diperlukan pengawasan lebih ketat mengenai mutu produk untuk mencegah terjadinya keluhan atau agar keluhan tidak terulang kembali.
14 Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN Badan POM RI. 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Badan POM RI. Jakarta. Hoyle, David. 2001. ISO 2000 Quality Systems Handbook 4th Edition. USA: Butterworth-Heinemann. SOHO Group. 2011. Penanganan dan Pelaporan Keluhan Ekstern. Jakarta: SOHO Group
15
Laporan praktek…, Salwa Bainana, FF UI, 2014
Universitas Indonesia