UNIVERSITAS INDONESIA PEMAKNAAN PUSTAKAWAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN KOLEKSI BAHAN PERPUSTAKAAN : STUDI KASUS DI PERPUSTAKAAN THE JAPAN FOUNDATION JAKARTA
SKRIPSI
RISKA PUJIANTI 0706291943
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN DEPOK JULI 2011
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA PEMAKNAAN PUSTAKAWAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN KOLEKSI BAHAN PERPUSTAKAAN : STUDI KASUS DI PERPUSTAKAAN THE JAPAN FOUNDATION JAKARTA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora
RISKA PUJIANTI 0706291943
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN DEPOK JULI 2011
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa skripsi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia. Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan Plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya. Jakarta, 7 Juli 2011
Riska Pujianti
ii
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
SKRIPSI ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Riska Pujianti
NPM
: 0706291943
Tanda Tangan :
Tanggal
: 7 Juli 2011
iii
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Skripsi
: : Riska Pujianti : 0706291943 : Ilmu Perpustakaan : Pemaknaan Pustakawan terhadap Penyalahgunaan Koleksi : Studi Kasus Perpustakaan The Japan Foundation Jakarta
ini telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora pada Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI Pembimbing
: Y. Sumaryanto, Dip. Lib, M. Hum.
(
)
Penguji
: Ike Iswary Lawanda, M.S
(
)
Penguji
: Moh. Aries, M.Lib
(
)
Panitera
: Ratih Surtikanti, M.Hum
(
)
Ditetapkan di : Depok : 7 Juli 2011 Tanggal oleh Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia
Dr. Bambang Wibawarta, M.A. NIP. 196510231990031002
v
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia yang telah diberikan sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penelitian skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Humaniora Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak saya tidak dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, terima kasih yang tak terhingga saya ucapkan kepada: 1. Bapak Yohanes Sumaryanto, Dip.Lib, M.Hum selaku pembimbing skripsi dan juga pembimbing akademik saya atas segala waktu, tenaga, pikiran dan dukungan yang luar biasa yang telah diberikan untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini 2. Ibu Susanthy Candradewi selaku Kepala Perpustakaan The Japan Foundation Jakarta yang telah memberikan saya izin untuk melakukan penelitian dan memberikan bantuannya dalam memperoleh data beserta seluruh pustakawan dan staf Perpustakaan The Japan Foundation Jakarta. 3. Ibu Ike Iswary Lawanda, M.S dan Bapak Moh.Aries, M.Lib. selaku pembaca dan penguji skripsi saya. 4. Seluruh dosen jurusan Ilmu Perpustakaan yang telah memberikan bimbingan dan ilmu yang bermanfaat selama masa kuliah. 5. Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan bantuan material dan moral. 6. Teman-teman seperjuangan JIP 2007 atas segala dukungan dan doa yang diberikan. 7. Dukungan dan doa dari semua teman dan sahabat yaitu Ami, Euis, Yeasy, Utami, Lita, Fathia dan Thikie. 8. Ika Kurnia Anggi Utami yang telah bersedia meminjamkan laptopnya untuk saya selama laptop saya diservice dan juga Putri Ariza Kristimanta atas bantuannya dalam penyusunan skripsi saya ini. 9. Para senior JIP terutama Kak Friska Titi Nova, Kak Haryo Nurtiar dan Kak Dini W yang telah memberikan dukungannya selama ini. Semoga Allah dapat membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu saya.Skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu terutama di bidang Ilmu Perpustakaan dan bagi semua pembaca. Saya sangat menghargai segala kritikan dan saran yang membangun v
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
yang dapat diberikan kepada saya mengenai skripsi ini. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Jakarta, 7 Juli 2011
Riska Pujianti
vi
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : NPM : Program Studi : Departemen : Fakultas : Jenis karya :
Riska Pujianti 0706291943 Ilmu Perpustakaan Ilmu Perpustakaan dan Informasi Ilmu Pengetahuan Budaya Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Pemaknaan Pustakawan terhadap Penyalahgunaan Koleksi : Studi Kasus di Perpustakaan The Japan Foundation Jakarta beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 7 Juli 2011 Yang menyatakan
(Riska Pujianti)
vii
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
ABSTRAK Nama : Riska Pujianti Program Studi : Ilmu Perpustakaan Judul : Pemaknaan Pustakawan terhadap Penyalahgunaan Koleksi: Studi Kasus di Perpustakaan The Japan Foundation Jakarta
Skripsi ini membahas mengenai pemaknaan pustakawan di Perpustakaan The Japan Foundation Jakarta terhadap penyalahgunaan koleksi di perpustakaan meliputi vandalisme, mutilasi, peminjaman tidak sah dan pencurian. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Metode yang digunakan adalah metode studi kasus. Hasil penelitian ini yaitu pustakawan memaknai penyalahgunaan koleksi sebagai tindakan yang menyimpang. Penyalahgunaan koleksi juga merupakan suatu kerugian bukan hanya bagi perpustakaan tetapi juga bagi pengguna perpustakaan.
Kata kunci: Penyalahgunaan koleksi, pustakawan, peminjaman tidak sah, pencurian
pemaknaan, vandalisme, mutilasi,
viii Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
ABSTRACT Name : Riska Pujianti Study Program : Library Science Title : Librarians meaning of the abuse of library materials : A case study The Japan Foundation’s Library, Jakarta
The focus of this study is the meaning of the librarians at The Japan Foundation’s Library, Jakarta against abuse of library materials including vandalism, mutilation, theft and unauthorized borrowing. This research is qualitative descriptive interpretive.The method used is the case study method. The results of this research is librarians meaning of the abuse of library material as a deviant act. Abuse of library materials is also a loss, not only for libraries but also for library users.
Keyword : Abuse of library materials, abuse of collection, librarian, meaning, vandalism, mutilation, theft and unauthorized borrowing.
ix Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................................i SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ....................................................ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ..........................................................iii LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................iv KATA PENGANTAR………………...……………………………………...................v LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...……….......…….…vii ABSTRAK .………………………………………………………………………….... viii ABSTRACT .....................................................................................................................ix DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. ……...x DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………….….... xii DAFTAR TABEL… ………………………………………………………… …...…..xiii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................xiv 1. PENDAHULUAN........................................................................................................1 1.1 Latar Belakang........................................................................................................ 1 1.2 Perumusan Masalah ............................................................................................... 3 1.3Tujuan Penelitian .................................................................................................... 4 1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................................4 1.4.1 Manfaat Akademis..........................................................................................4 1.4.2 Manfaat Praktis...............................................................................................4 1.5 Definisi Istilah.........................................................................................................4 2. TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................6 2.1 Perpustakaan Khusus...............................................................................................6 2.2 Penyalahgunaan Koleksi..........................................................................................7 2.2.1 Bentuk-Bentuk Tindakan Penyalahgunaan Koleksi....................................8 2.2.2 Faktor Penyebab Penyalahgunaan Koleksi................................................11 2.2.3 Kasus Penyalahgunaan Koleksi.................................................................16 2.2.4 Dampak Penyalahgunaan Koleksi............................................................ 16 2.2.5 Usaha Pencegahan Penyalahgunaan Koleksi.............................................17 2.3 Pendidikan Pemakai (User Education).................................................................19 3. METODE PENELITIAN…………………………………………………………... 22 3.1 Jenis Penelitian…………………………………………………………………. .22 3.2 Sifat Penelitian………………………………………………………………….. 23 3.3 Pemilihan Informan………….………………………………………………. …23 3.4 Prosedur Penelitian……………………………………………………………... 23 3.4.1 Tahap Perencanaan Penelitian…..………………………...........................23 3.4.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian…………..………………………………….24 3.5 Waktu dan Tempat Penelitian…………...…………………………………….... 24 3.6 Metode/Teknik Pengumpulan Data……………………………………………...24 x Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
3.6.1 Wawancara (Interview)…………………………………………………… 24 3.6.2 Observasi.......................................................................................................25 3.6.3 Analisis Dokumen.........................................................................................25 3.7 Analisis Data dan Interpretasi................................................................................26 4. HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................................................28 4.1 Perpustakaan The Japan Foundation, Jakarta………………………………….... 28 4.2 Penyalahgunaan Koleksi.........................................................................................33 5. Kesimpulan dan Saran...................................................................................................64 DAFTAR REFERENSI....................................................................................................66
xi Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1
Penandaan menggunakan stabilo..............................................................41
Gambar 4.2
Mencoret-coret halaman yang kosong.......................................................41
Gambar 4.3
Memberi tip-ex...........................................................................................41
Gambar 4.4
Menggaris bawahi dan menerjemahkan kata tertentu..............................41
Gambar 4.5
Mencoret-coret gambar..............................................................................41
Gambar 4.6
Membuat catatan pada halaman isi............................................................42
Gambar 4.7
Membuat catatan pada halaman belakang buku .......................................42
Gambar 4.8
Mengisi soal latihan menulis huruf Jepang menggunakan pensil.............43
Gambar 4.9
Penyobekan sebagian sampul....................................................................43
Gambar 4.10 Penyobekan halaman isi.............................................................................43 Gambar 4.11 Penyobekan sebagian daftar isi..................................................................43 Gambar 4.12 Halaman jurnal yang digunting..................................................................44 Gambar 4.13 Halaman novel yang disobek beberapa halaman.......................................44 Gambar 4.14 Koleksi yang gambarnya pernah disobek..................................................44 Gambar 4.15 Kupon peminjaman buku….......................................................................57 Gambar 4.16 Kupon pengembalian buku........................................................................58 Gambar 4.17 Tampilan facebook Perpustakaan Japan Foundation mengenai pencoretan koleksi.....................................................................................62 Gambar 4.18 Tampilan facebook Perpustakaan The Japan Foundation mengenai halaman koleksi yang dilipat....................................................63 Gambar 4.19 Tampilan facebook Perpustakaan The Japan Foundation mengenai koleksi yang terlambat dikembalikan....................................................................64
xii Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1
Pedoman Wawancara……………………………………………………69
Lampiran 2
Transkrip Wawancara……………………………………………………70
Lampiran 3
Tabel Reduksi……………………………………………………………93
Lampiran 4
Contoh Daftar Black List…………………………………………….. ..121
Lampiran 5
Bentuk
himbauan
display
koleksi
perpustakaan
yang
disalahgunakan..........………………………...........................................123
xiv Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Profil Informan………………………………………………………...23 Tabel 3.2 Field Notes………………………..…………………………………..25 Tabel 4.1 SDM Perpustakaan The Japan Foundation Jakarta..………………......31
xiii Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perpustakaan tidak dapat dipisahkan dari koleksi karena dengan adanya koleksi, perpustakaan dapat menjalankan fungsinya dalam memenuhi kebutuhan pengguna dalam mencari informasi yang dibutuhkan. Berdasarkan UU No 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan yang dimaksud dengan koleksi perpustakaan adalah semua informasi dalam bentuk karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam dalam berbagai media yang mempunyai nilai pendidikan, yang dihimpun, diolah, dan dilayankan. Koleksi yang ada di perpustakaan tentu saja harus disesuaikan dengan kebutuhan penggunanya. Hal ini sesuai dengan 5 prinsip hukum ilmu perpustakaan (Five Laws of Library Science) yang digagas oleh S.R.Ranganathan (1957), yaitu Books are for use (buku ada untuk digunakan), Every reader his/her book (setiap pembaca ada bukunya) , Every book, its reader (setiap buku ada pembacanya), Save the time of the reader (menghemat waktu pembaca) dan A library is a growing organism (perpustakaan merupakan organisme yang tumbuh berkembang). Berdasarkan hukum tersebut sudah jelas bahwa dalam melayani penggunanya, perpustakaan harus menempatkan kebutuhan pengguna di tempat teratas. Pustakawan yang memiliki idealisme tinggi dalam menjalankan tugasnya sebagai pustakawan akan berusaha sebaik mungkin dalam melayani penggunanya agar dapat memenuhi kebutuhan penggunanya secara baik. Namun, sayangnya pengguna yang datang ke perpustakaan memiliki karakter yang beraneka ragam. Ada pengguna yang berperilaku baik dan ada pula yang kurang baik. Dalam hal ini adalah bagaimana cara mereka dalam memanfaatkan koleksi di perpustakaan. Sulistyo-Basuki menegaskan bahwa: “Manusia dalam hal ini pemakai perpustakaan dapat merupakan lawan atau juga kawan. Pemakai perpustakaan menjadi kawan bilamana dia membantu pengamanan buku dengan cara menggunakan bahan pustaka secara cermat dan hati-hati. Pengunjung akan menjadi musuh bilamana dia memperlakukan buku dengan kasar, sehingga sobek
1 Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
2
atau rusak.”(Sulistyo-Basuki, 1991, p.272). Pada perkembangannya tidak semua pengguna memanfaatkan koleksi yang ada di perpustakaan dengan baik. Terkadang kita menemukan koleksi dalam keadaan tercoret, ditandai dengan spidol, pensil, pulpen, stabilo, halaman koleksi yang sudah tersobek dengan sengaja baik berupa gambar maupun teks, dilipat dan bahkan hilang karena dicuri oleh pengguna di perpustakaan tersebut. Tindakan seperti ini dikenal dengan istilah penyalahgunaan koleksi. Penyalahgunaan koleksi di sini maksudnya adalah segala bentuk tindakan penggunaan dan pemanfaatan yang salah terhadap sebuah bahan koleksi oleh pengguna di perpustakaan sehingga seringkali menimbulkan kerusakan bahkan hilangnya koleksi. Menurut Obiagwu dalam Wahyudiati (2002), tindakan penyalahgunaan koleksi perpustakaan dapat digolongkan menjadi empat macam : (1) Theft (pencurian), (2) Mutilation (perobekan), (3) Unauthorized borrowing (peminjaman tidak sah), (4) Vandalism (vandalisme). Penyalahgunaan koleksi merupakan hal yang tidak dapat dihindari oleh perpustakaan manapun di seluruh dunia baik itu perpustakaan umum, khusus, sekolah maupun perguruan tinggi. Hal yang membedakan penyalahgunaan koleksi di setiap perpustakaan adalah seberapa besar intensitas hal tersebut terjadi. Tidak terkecuali dengan Perpustakaan The Japan Foundation Jakarta. Perpustakaan The Japan Foundation Jakarta berada di bawah lembaga The Japan Foundation, sebuah lembaga resmi khusus Jepang, yang bertujuan untuk melakukan pertukaran budaya antara Jepang dengan negara-negara lain di dunia. Perpustakaan The Japan Foundation berfungsi sebagai penyedia informasi bidang sosial budaya dan bahasa Jepang. Oleh karena itu koleksi yang dimilikinya pun tidak jauh dari bidangbidang tersebut. Sebagai perpustakaan khusus Jepang terbesar di Indonesia maka koleksi yang dimilikinya pun banyak yang tidak dimiliki oleh perpustakaan lain di Indonesia. Sebagai contoh adalah buku tentang pelajaran Bahasa Jepang yang diimpor langsung dari Jepang yang meliputi buku-buku latihan percakapan, menulis dalam huruf katakana, hiragana dan kanji, pola-pola kalimat dalam bahasa Jepang dan lain sebagainya. Buku-buku tersebut banyak digunakan oleh para pengajar, siswa sekolah maupun mahasiswa yang mempelajari ataupun tertarik dengan bahasa Jepang. Hal ini membuat koleksi yang ada di perpustakaan
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
3
tersebut bernilai tinggi dan karena itulah sudah seharusnya perpustakaan dapat menjaga koleksinya dengan baik agar jangan sampai koleksi tersebut rusak atau bahkan hilang. Tindakan penyalahgunaan koleksi yang dilakukan oleh pengguna secara disengaja maupun tidak yang menyebabkan
kerusakan bahkan hingga
menyebabkan hilangnya koleksi tentu saja akan berdampak buruk cepat atau lambat bukan hanya bagi perpustakaan tetapi juga bagi pemustaka lain di kemudian hari. Salah satu contoh kejadian yang terjadi di Indonesia yaitu di perpustakaan kota Malang, Jawa Timur, selama kurun waktu 2007-2009 telah kehilangan sekitar 32.000 eksemplar buku atau sekitar 20% (persen) dari total koleksi yaitu sebanyak 128.000 buku yang ada di perpustakaan tersebut. Koleksi buku perpustakaan yang hilang tersebut sebagian besar karena tidak dikembalikan oleh pemimjam yang rata-rata berpindah-pindah alamat dan buku yang dipinjam lolos dari sensor (deteksi) (TV One, 2009). Hal ini tentu saja sangat merugikan. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya pencegahan untuk meminimalisir terjadinya penyalahgunaan koleksi di perpustakaan. Di dalam usaha pencegahan terhadap penyalahgunaan tersebut tentunya pustakawan memiliki peran. Pustakawan memiliki idealisme di dalam usahanya melayani pengguna. Ia memiliki kepekaaan yang tinggi terhadap dampak yang ditimbulkan oleh tindakan penyalahgunaan koleksi. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penulis akan memfokuskan penelitian dengan judul : "Pemaknaan Pustakawan terhadap Tindakan Penyalahgunaan Koleksi: Studi Kasus di Perpustakaan The Japan Foundation Jakarta" 1.2 Perumusan Masalah Penelitian ini membahas mengenai pemaknaan pustakawan terhadap penyalahgunaan koleksi di Perpustakaan The Japan Foundation Jakarta. Fokus penelitian bila dilihat dari sudut pandang pustakawan. Pokok rumusan masalah yang akan diteliti adalah bagaimana tindakan penyalahgunaan koleksi dimaknai oleh pustakawan dan staf perpustakaan di Perpustakaan The Japan Foundation Jakarta?
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
4
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pemaknaan pustakawan dan staf perpustakaan terhadap penyalahgunaan koleksi di perpustakaan The Japan Foundation Jakarta. 1.4 Manfaat Akademis dan Manfaat Praktis Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini dibagi dibagi dalam manfaat akademis dan manfaat praktis. 1.4.1 Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan di bidang Ilmu Perpustakaan dan Informasi khususnya yang berhubungan dengan tindakan penyalahgunaan koleksi di perpustakaan. 1.4.2 Manfaat Praktis 1. Memberikan masukan bagi perpustakaan untuk mencegah /meminimalisir tindakan penyalahgunaan koleksi yang terjadi di lingkungan kerja perpustakaan. 2. Membantu meningkatkan peran pustakawan terutama dalam menghadapi tindakan penyalahgunaan koleksi di perpustakaan. 1.5 Definisi Istilah Untuk keperluan penelitian ini diberikan penjelasan beberapa istilah kunci. Perpustakaan Khusus. Beberapa definisi perpustakaan khusus seperti berikut ini: 1. Definisi perpustakaan khusus dapat merupakan perpustakaan sebuah departemen, lembaga negara, lembaga penelitian, organisasi massa, militer, industri, maupun perusahaan swasta. (Sulistyo-Basuki, 1995, p.49) 2. Perpustakaan khusus adalah perpustakaan yang diperuntukkan secara terbatas bagi pemustaka di lingkungan lembaga pemerintah, lembaga masyarakat, lembaga pendidikan keagamaan, rumah ibadah, atau organisasi lain. (UU No 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan)
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
5
3. Perpustakaan khusus adalah salah satu jenis perpustakaan yang dibentuk oleh lembaga (pemerintah/swasta) atau perusahaan atau asosiasi yang menangani atau mempunyai misi bidang tertentu dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan bahan pustaka informasi di lingkungannya
dalam
rangka
mendukung
pengembangan
dan
peningkatan lembaga maupun kemampuan sumber daya manusia. (Perpustakaan Nasional, 2002) Pengguna Perpustakaan (Pemustaka) adalah pengguna perpustakaan yaitu
perseorangan,
kelompok
orang,
masyarakat,
atau
lembaga
yang
memanfaatkan fasilitas layanan perpustakaan. (UU 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan) Koleksi perpustakaan adalah semua informasi dalam bentuk karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam dalam berbagai media yang mempunyai nilai pendidikan, yang dihimpun, diolah, dan dilayankan. (UU 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan) Makna dan Pemaknaan. Memberikan makna merupakan upaya lebih jauh dari penafsiran dan mempunyai kesejajaran dengan ekstrapolasi. Ekstrapolasi lebih menekankan kemampuan daya fikir manusia untuk menangkap hal-hal- yang berada di balik yang tersajikan.Pemaknaan lebih menuntut kemampuan integratif manusia dari segi indrawinya, daya fikirnya dan akal budinya. Sama seperti ekstrapolasi, materi yang tersajikan dilihat tidak lebih dari tanda-tanda atau indikator bagi sesuatu yang lebih jauh dibalik yang tersaji bagi ekstrapolasi terbatas dalam arti emperik, sedangkan pada pemaknaan dapat pula menjangkau yang etik dan yang transendental. (Muhadjir, 2000, p.187 – 188) Penyalahgunaan Koleksi adalah bentuk tindakan perusakan dan pemanfaatan yang salah dari koleksi perpustakaan. (Wahyudiati, 2002)
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perpustakaan Khusus Berdasarkan UU No 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan, perpustakaan khusus adalah perpustakaan yang diperuntukkan secara terbatas bagi pemustaka di lingkungan lembaga pemerintah, lembaga masyarakat, lembaga pendidikan keagamaan, rumah ibadah, atau organisasi lain. Sedangkan menurut SulistyoBasuki (1995, p.49), perpustakaan khusus dapat merupakan perpustakaan sebuah departemen, lembaga negara, lembaga penelitian, organisasi massa, militer, industri, maupun perusahaan swasta. Menurut Perpustakaan Nasional (2002), Perpustakaan Khusus adalah salah satu jenis perpustakaan yang dibentuk oleh lembaga (pemerintah/swasta) atau perusahaan atau asosiasi yang menangani atau mempunyai misi bidang tertentu dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan bahan pustaka informasi di lingkungannya dalam rangka mendukung pengembangan dan peningkatan lembaga maupun kemampuan sumber daya manusia. Perpustakaan khusus memiliki perbedaan dengan jenis perpustakaan lainnya. Adapun ciri utama sebuah perpustakaan khusus menurut Sulistyo-Basuki (1995, p.49) dan Surachman (2005) yaitu: a) Kedudukannya bernaung di bawah badan/instansi/lembaga/organisasi tertentu seperti organisasi profesi, perusahaan, pusat studi, departemen, dan lain sebagainya b) Berkaitan erat dengan bidang/subyek tertentu (khusus) dari berbagai disiplin ilmu. c) Mempunyai jenis-jenis koleksi yang mempunyai informasi tertentu (bidang tertentu tergantung dari spesifikasi perpustakaan) dan termuat dalam berbagai media. d) Keanggotaan perpustakaan terbatas pada sejumlah anggota yang ditentukan oleh kebijakan perpustakaan atau kebijakan badan induk tempat perpustakaan tersebut.
6 Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
7
e) Peran utama pustakawan ialah melakukan penelitian koleksi apa saja yang paling dibutuhkan untuk anggota. f) Tekanan koleksi bukan pada buku (dalam arti sempit) melainkan pada majalah, pamflet, paten, laporan penelitian, abstrak, atau indeks karena jenis tersebut umumnya informasinya lebih mutakhir dibandingkan buku. g) Jasa yang diberikan lebih mengarah kepada minat anggota perorangan. Karena itu perpustakaan khusus menyediakan jasa yang sangat berorientasi ke pemakainya dibandingkan jenis perpustakaan lain. Jasa yang diselenggarakan misalnya pemencaran informasi terpilih atau pengiriman fotokopi artikel sesuai dengan minat pemakai. h) Berfungsi untuk menyimpan, menemukan, memberikan dan menyebarkan informasi secara cepat. Berdasarkan karakteristik di atas, Perpustakaan The Japan Foundation Jakarta termasuk ke dalam salah satu jenis perpustakaan khusus. Hal ini dapat dilihat dari kekhususan koleksi yang dimilikinya yaitu mengenai topik yang berkaitan tentang kebudayaan Jepang baik berupa koleksi yang ditulis oleh penulis dari Jepang maupun penulis yang bukan berasal dari Jepang yang menulis tentang topik Jepang yang disesuaikan dengan visi dan misi lembaga induknya, The Japan Foundation. The Japan Foundation merupakan sebuah lembaga resmi yang didirikan oleh pemerintah Jepang dengan tujuan utama untuk melakukan pertukaran kebudayaan antara Jepang dengan negara lain. Namun, meskipun termasuk ke dalam jenis perpustakaan khusus, yang layanannya biasanya hanya diperuntukkan bagi kalangan tertentu, perpustakaan ini terbuka untuk umum sehingga siapa pun dapat menjadi anggota di perpustakaan ini. 2.2 Penyalahgunaan Koleksi Perpustakaan The Japan Foundation Jakarta adalah perpustakaan khusus tentang Jepang. Koleksi yang dimilikinya pun banyak yang tidak dimiliki oleh perpustakaan lain. Oleh karena itu, banyak pengguna yang sering berkunjung ke perpustakaan ini untuk mencari informasi mengenai Jepang. Jumlah pengguna rata-rata yang datang ke perpustakaan ini berkisar antara 50-100 orang per harinya. Dengan jumlah pengguna yang cukup banyak tersebut ditambah dengan
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
8
sistem layanan terbuka yang diterapkan oleh Perpustakaan The Japan Foundation Jakarta akan memungkinkan terjadinya hal yang tidak diinginkan terhadap koleksi. Dalam hal ini yaitu penggunaan koleksi perpustakaan. Manusia memegang peranan penting dalam penggunaan dan penanganan bahan pustaka. Apabila manusia melakukan kesalahan atau kekeliruan dalam melakukan peran tersebut, maka manusia dapat tergolong sebagai perusak bahan pustaka (Razak et al., 1992 seperti yang dikutip oleh Mulyono (1996, p.54). Kegiatan perusakan bahan pustaka tersebut dikenal dengan istilah penyalahgunaan koleksi. Penyalahgunaan koleksi adalah bentuk tindakan perusakan dan pemanfaatan yang salah dari koleksi perpustakaan. (Wahyudiati, 2002). 2.2.1 Bentuk – Bentuk Tindakan Penyalahgunaan Koleksi Tindakan penyalahgunaan koleksi dapat digolongkan menjadi empat macam seperti yang dikatakan oleh Obiagwu yang dikutip oleh Wahyudiati (2002) yaitu : (1) pencurian (theft), (2) perobekan (mutilation), (3) peminjaman tidak sah (unauthorized borrowing), (4) vandalisme (vandalism). Berikut ini akan dijelaskan satu persatu dari tindakan penyalahgunaan koleksi: 1. Pencurian (Theft) Pencurian atau theft adalah tindakan mengambil bahan pustaka tanpa melalui prosedur yang berlaku di perpustakaan dengan atau tanpa bantuan orang lain. Pencurian bermacam-macam jenisnya, dari pencurian kecil-kecilan sampai yang besar. Bentuk pencurian yang sering terjadi adalah menggunakan kartu perpustakaan curian. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Obiagwu dalam Wahyudiati (2002) yaitu: “Theft ranges from petty stealing or pilfering to largescale stealing and burglary. Borrowing through fraudulent means such as using stolen admission/identity cards is also a form of theft.” Disebut pencurian ketika koleksi yang tersedia di perpustakaan tidak dapat diketahui keberadaannya dikarenakan telah diambil oleh orang yang tidak bertanggung jawab. The American Library Crime Research Project (Lincoln, 1984) membedakan 4 jenis pencurian yaitu: a) Pencurian buku b) Pencurian bahan referens
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
9
c) Pencurian perlengkapan/peralatan d) Kategori pencurian lain, termasuk pencurian majalah, atau barang milik pembaca atau anggota lain atau staf 2. Mutilasi (Mutilation) Mutilasi
(mutilation)
adalah
tindakan
perobekan,
pemotongan,
penghilangan, dari artikel, ilustrasi dari jurnal, majalah, buku, ensiklopedia dan lain-lain tanpa atau dengan menggunakan alat. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Obiagwu seperti yang dikutip dalam Wahyudiati (2002), ”Mutilation is the excision of articles and illustration from journal, books, encyclopaedias, etc.”
Mutilasi adalah tindakan perobekan, pemotongan,
penghilangan dari artikel, ilustrasi dari jurnal, buku, ensiklopedia dan lain-lain tanpa atau dengan menggunakan alat. Ada dua tipe mutilasi yaitu pertama adalah mutilasi yang meliputi perobekan halaman yang sebagian besar terdiri dari ilustrasi dan fotografi, dan kedua adalah mutilasi teks/tulisan. Tindakan mutilasi dapat terdiri dari berbagai macam, antara lain adalah: a.
perobekan halaman cover/sampul majalah;
b.
perobekan satu halaman atau beberapa halaman dari suatu majalah;
c.
perobekan bagian dalam dari halaman di dalam suatu majalah.
(Wahyudiati, 2002) 3. Peminjaman Tidak Sah (Unauthorized Borrowing) Peminjaman tidak sah (unauthorized borrowing) adalah kegiatan pengguna yang melanggar ketentuan peminjaman. Tindakan ini meliputi pelanggaran batas waktu pinjam, pelanggaran jumlah koleksi yang dipinjam, membawa pulang bahan pustaka dari perpustakaan tanpa melaporkannya ke petugas/pustakawan, meskipun dengan maksud untuk mengembalikannya dan membawa pulang bahan-bahan yang belum diproses dari bagian pelayanan teknis. Bentuk lain dari peminjaman tidak sah adalah peredaran buku yang tersembunyi di dalam perpustakaan untuk kepentingan tertentu atau pribadi. 4. Vandalisme (Vandalism) Vandalisme artinya adalah perusakan atau sifat suka merusak. Vandalisme merupakan suatu tindakan perusakan barang-barang milik umum atau orang lain baik dengan cara penambahan, penghapusan, pengubahan, perusakan
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
10
yang secara sengaja dilakukan. Vandalisme dikatakan sebagai perusakan dan merupakan tindak kejahatan karena dilakukan dengan tanpa izin dan tidak sesuai dengan prosedur yang benar terhadap benda-benda milik orang lain atau milik umum (publik). Sehingga istilah vandalisme di perpustakaan merupakan salah satu tindak kejahatan (Kharismawan, 2006). Sedangkan menurut Obiagwu seperti yang dikutip dalam Wahyudiati (2002), Vandalism (vandalisme) adalah tindakan perusakan bahan pustaka dengan menulisi, mencorat-coret, memberi tanda khusus, membasahi, membakar dan lain-lain. Mengenalkan virus secara sengaja pada program komputer atau menekan disket database juga termasuk perbuatan vandalis. Menurut Goldstein and Stanley Cohen, seperti yang dikutip oleh Sandra Hart (2003), membagi vandalisme dalam beberapa jenis yaitu: 1. Acquisitive vandalism – Vandalisme karena keserakahan. Kategori pertama adalah vandalisme serakah, yang melibatkan tindakan dilakukan untuk mendapatkan properti atau uang (Goldstein). Contoh vandalisme serakah yang mungkin terjadi di perpustakaan mencakup kerusakan meter parkir, telepon umum, vending machine, dan mesin fotokopi (Lincoln). 2. Tactical vandalism - Vandalisme taktis. Hal ini termasuk tindakan dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan lain selain mendapatkan moneter (Cohen), seperti grafiti (Lincoln), atau perusakan bahan oleh siswa untuk mencegah penggunaan materi oleh sesama siswa. 3. Ideological vandalism - Vandalisme ideologi, yang bertindak dilakukan dalam promosi penyebab, sosial, politik atau lainnya (Goldstein), seperti penempatan stiker dalam bahan di perpustakaan umum. Sering kali vandalisme ideologi akan diidentifikasi oleh bahan baku yang ditargetkan (Cornog dan Perper). 4. Vindictive vandalism - Vandalisme membalas dendam, melibatkan tindakan untuk mendapatkan balas dendam (Goldstein). Dalam tinjauan literatur nya, Constantia Constantinou menemukan bahwa ada studi bertentangan untuk permusuhan apakah atau tidak terhadap perpustakaan adalah faktor yang signifikan dalam motivasi perusak itu.
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
11
5. Play vandalism - Vandalisme untuk kesenangan/permainan. Ini mencakup tindakan penghancuran atau pengrusakan dalam program permainan (Goldstein), seperti kelompok remaja yang memutuskan untuk bermain berlatih membidik dengan jendela perpustakaan. 6. Malicious vandalism Kategori terakhir dari vandalisme adalah vandalisme berbahaya.
Tindakan
ini mengekspresikan
amarah
atau
frustrasi
(Goldstein). Contoh tindakan vandalisme yang mungkin dihadapi oleh perpustakaan yaitu termasuk menyumbat toilet, menyalakan alarm kebakaran atau sistem sprinkler, atau buang air kecil di tempat umum. Namun, pencurian dan mutilasi koleksi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan. Jenis pengecekan keluar (checkout) yang dilakukan akan menentukan jenis kejahatan yang dilakukan. Sistem checkout
yang canggih akan
menghasilkan sedikitnya tindakan pencurian meskipun kemungkinan untuk meningkatkan tingkat mutilasi buku, dan kurang sistem checkout yang canggih akan menghasilkan pencurian lebih banyak dan lebih sedikit kerusakan. (Bean, 1992, p.27) 2.2.2 Faktor Penyebab/Pendorong Penyalahgunaan Koleksi Ada banyak faktor yang dapat mendorong terjadinya penyalahgunaan koleksi di perpustakaan. Faktor-faktor pendorong tersebut dapat berasal dari dalam diri manusia dan juga berasal dari lingkungan luar. Menurut Lincoln dan Lincoln (1987, p.12) ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya kejahatan di perpustakaan yaitu: a) Kemudahan Akses (ease of access) Kemudahan akses dalam hal ini adalah layanan terbuka (open access) yang dilakukan oleh perpustakaan. Layanan terbuka ini memungkinkan pengguna menelusur langsung ke rak koleksi tanpa melalui bantuan pustakawan. Hal ini memberikan kebebasan pengguna dalam mencari informasi yang ia butuhkan. Namun,
hal
ini
memberikan
peluang
untuk
munculnya
tindakan
penyalahgunaan koleksi yang lebih banyak bila dibandingkan dengan perpustakaan yang memberikan layanan tertutup (close access). Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Sulistyo–Basuki (1992, p.41), “Kerusakan fisik seperti
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
12
dokumen kotor, goresan pada foto dan rekaman, halaman koyak, dan coretan pada dokumen sering terjadi bila unit informasi terbuka untuk umum.” Maksudnya adalah perpustakaan yang memberikan kebebasan kepada pengguna untuk mengakses/menelusur sendiri ke rak penyimpanan sesuai dengan kebutuhannya tanpa melalui bantuan pustakawan atau biasa dikenal dengan istilah layanan terbuka (open access). Hal ini juga senada dengan pernyataan Hartati (2007), Kepala Perpustakaan UNY: “Perpustakaan yang menganut sistem layanan terbuka akan membuka peluang bagi pemakai untuk menyalahgunakan koleksi.'' Menurut Hartati, di sisi lain sistem layanan terbuka perpustakaan memang akan memuaskan karena pemakai bebas memilih alternatif lain jika pustaka yang dicari tidak ada atau dengan kata lain dapat memilih pustaka yang isinya hampir sama dengan subjek yang diinginkan. Tingkat penyalahgunaan koleksi tergantung sampai sejauh mana pengelola mengantisipasi hal tersebut. Namun, kemudahan akses bukanlah satu-satunya hal yang menjadi faktor pendorong lain penyalahgunaan koleksi di perpustakaan. Masih banyak faktor-faktor lain yang mendorong terjadinya penyalahgunaan koleksi di perpustakaan. b) Koleksi yang Diinginkan/Dibutuhkan (desirable contents) Banyak perpustakaan umum terdiri dari sejumlah barang-barang yang dibutuhkan/diinginkan dan dapat dijual dengan mudah termasuk buku, peralatan dan bahan Audio Visual, karya seni, uang, barang-barang antik dan lain sebagainya. Adanya barang-barang ini menjadi sebuah daya tarik untuk pencuri. Sebagai contoh adalah kasus pencurian oleh mahasiswa bernama Christopher Brian Valdes yang terjadi di perpustakaan hukum di Universitas OSU (Ohio State University) di Amerika. Buku yang ia curi tersebut kemudian dijual di Amazon.com dengan menggunakan 2 akun di amazon dengan username Orion Bookstore dan Brianisme. Ia berhasil mengumpulkan $35,000 atau sekitar Rp 350.000.000 dengan menjual 387 buku yang ia curi tersebut. Hal tersebut kemudian diketahui oleh pihak perpustakaan. Ia pun dikeluarkan oleh Universitas OSU dan dijatuhi hukuman penjara. Pihak perpustakaan meminta ganti rugi sebesar $34,600 untuk buku curian tersebut,
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
13
karena buku-buku yang sudah dijual ke pembeli di berbagai daerah di Amerika dan di dunia tersebut tidak mungkin didapatkan kembali. c) Usia Pengguna (age of patrons), Usia pengguna di sini maksudnya adalah usia remaja. Karena pada masa ini, biasanya remaja cenderung kurang stabil. d) Jadwal Operasional (the schedule), Perpustakaan yang ada di luar negeri rata-rata memiliki jadwal operasional yang panjang terutama di malam dan akhir minggu. Bahkan beberapa universitas memberikan layanan operasional 24 jam. Hal ini memungkinkan banyaknya para tunawisma-“street people” yang menjadikan perpustakaan tempat berlindung sehingga membuat kejahatan di perpustakaan bertambah. e) Kurangnya Pengamanan (lack of security), Hal ini seperti yang sudah diungkapkan oleh Lincoln dan Lincoln (1980), bahwa bila dibandingkan dengan bangunan publik lain seperti sekolah, museum, tempat olahraga,dan lain sebagainya, perpustakaan biasanya relatif kurang aman. f) Pelatihan Pencegahan Kejahatan (crime prevention training), Kurangnya/tidak
adanya
pelatihan
pencegahan
kejahatan
bagi
staf
perpustakaan pun turut mendorong penyalahgunaan koleksi ini karena dengan pelatihan ini akan membantu pustakawan mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam mengahadapi tindakan penyalahgunaan koleksi ini secara langsung. g) Desain Bangunan (building design), Faktor tambahan yang berhubungan dengan keamanan adalah desain bangunan perpustakaan. Tak dapat disangkal, konstruksi lebih baru dan renovasi
sering
memperhitungkan
masalah
keamanan.
Perbaikan
pandangan/pengawasan adalah salah satu contoh hubungan antara desain bangunan dan keamanan. Namun, banyak fasilitas perpustakaan lebih dulu dibangun sebelum adanya perasaan membutuhkan untuk mengamankan bangunan atau keseluruhan koleksi. Banyak bangunan-bangunan ini mempunyai begitu banyak pintu keluar dan masuk dan daerah tersembunyi yang sulit untuk dimonitor.
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
14
h) Tingkat Kesibukan (activity level), Dalam banyak kasus tidak adanya waktu bagi pustakawan untuk mengawasi pengguna atau untuk mewaspadai terhadap setiap pencuri buku. Hal ini dapat saja terjadi ketika pustakawan sibuk melayani pengguna di perpustakaan ditambah dengan jumlah pustakawan yang terbatas sehingga tidak memiliki waktu untuk mengawasi kegiatan “mencurigakan” yang dilakukan oleh pengguna lain. i) Peraturan (legislation), Dalam upaya untuk mengurangi kejahatan, perpustakaan biasanya sering memperbaiki peraturan. Namun, peraturan ini tidak selalu berhasil dalam mencegah kejahatan di perpustakaan. Sebagai contoh, banyak peraturan di Amerika yang bersifat ambigu, tidak secara jelas menyatakan apa itu kejahatan. j) Sikap Masyarakat (attitudes of public), Kejahatan juga biasanya terjadi ketika adanya kesempatan dan lingkungan iklim sosial yang mendukung kegiatan illegal. Dukungan sosial terletak kepada kepercayaan individu. Jika ada banyak orang dalam masyarakat yang percaya bahwa mengambil bahan perpustakaan bukan kejahatan, kemudian masalah tersebut mungkin akan sulit dikendalikan. Bukan hal yang umum orang mempunyai perilaku lebih toleran tentang perlakuan sumber umum daripada dengan sumber privat. Pengguna yang tidak pernah mengembalikan buku tidak pernah berpikir bahwa mereka sebagai “pencuri”. Mereka sering terlihat mempunyai perilaku “pertama datang, pertama dilayani” terhadap bahan perpustakaan. k) Sikap Pustakawan (attitudes of librarian). Toleransi perilaku dipertanyakan sering meluas ke staf profesional juga. Banyak pustakawan cenderung mengabaikan tindakan yang manajer dan administrator fasilitas lain tidak akan mentolerir. Misalnya, buku dapat dianggap "lama tertunda/dikembalikan" daripada dicuri. Pada beberapa titik harus menjadi jelas bahwa tidak ada niat untuk mengembalikan materi dan bahwa itu sedang diperlakukan sebagai milik pribadi pengguna. Banyak item diberi label hilang ketika mereka tidak muncul dalam inventarisasi.
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
15
Kemungkinan bahwa sebagian besar dari barang-barang yang berlaku dicuri. Hal ini penting untuk menetapkan standar memadai untuk apa yang perilaku yang tepat bagi staf dan pelindung dalam pengaturan perpustakaan. Selain itu, menurut Prasad seperti yang dikutip oleh Sandra Hart (2003), kemalasan dan keegoisan adalah motivasi utama dalam kasus mutilasi koleksi. “A sluggard is a problem for librarians. He is habitually lazy and inactive. He wants all the documents of interest to him to be at his service. He never takes pain to notes and is always looking for chance to take out the document or tear out the pages of his interest from the document.” Dalam pernyataan tersebut dengan jelas disebutkan bahwa seorang pemalas menginginkan semua dokumen yang mereka butuhkan/ inginkan harus tersedia. Ia tidak pernah berusaha untuk menulis catatan dan selalu mencari kesempatan untuk membawa keluar dokumen atau menyobek halaman dokumen yang menjadi perhatian mereka. Orang yang melakukan penyalahgunaan koleksi biasanya juga tidak mempedulikan kebutuhan orang lain. Selain itu, Prasad juga menambahkan singkatnya waktu (shortage of time), kurang/tidak tersedianya layanan fotokopi (lack of provision for copying), sakit (ill health), balas dendam (vengeance) dan kemarahan (anger) karena kurang tersedianya bahan seperti koleksi khusus. Namun, selain itu juga kelangkaan buku yang dibutuhkan juga menjadi penyebab penyalahgunaan koleksi. Sementara itu, faktor yang menyebabkan terjadinya vandalisme menurut Fatmawati (2007, p.3) yaitu: 1. faktor lingkungan, stress, design, 2. seseorang mengalami frustasi, fase kebingungan, maupun badai (mayoritas dialami oleh remaja), 3. pengguna (users) tidak bisa melawan petugas, sehingga langsung ke koleksi, 4. terbentur aturan/tata tertib perpustakaan yang berlaku, misalnya tidak diizinkan fotokopi, ketentuan maksimal buku yang bisa dipinjam ke luar, dan lain-lain, 5. pengguna banyak dikecewakan oleh pelayanan perpustakaan, 6. pengguna tidak bisa mendapatkan apa yang diharapkannya.
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
16
2.2.3 Kasus Penyalahgunaan Koleksi Di Indonesia berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yanis (1999, p.60-61), di Perpustakaan Centre Cultural Francais di Bandung yang menyebutkan bahwa 81,58% responden menyatakan sering merobek majalah. Hal ini menunjukkan bahwa mutilasi bahan berkala (periodic) adalah masalah utama di perpustakaan umum dan perguruan tinggi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka koleksi perpustakaan yang sangat rentan menjadi sasaran tindakan mutilasi adalah majalah dan koleksi terbitan berkala. Hal ini mungkin disebabkan kandungan informasi yang ada di dalam majalah lebih up to date bila dibandingkan dengan buku teks karena jadwal terbitnya yang berkala. Hal ini pun senada dengan pernyataan Sulistyo-Basuki (1991,p.242), “Informasi yang dimuat dalam majalah pasti lebih mutakhir daripada informasi dalam bentuk lain seperti buku“. Selain itu lebih up to date, majalah sering menjadi sasaran tindakan mutilasi karena isi majalah menarik dan unik seperti dengan banyaknya gambargambar bahkan foto-foto public figure (artis, penyanyi,atlet, dan lain-lain). Sedangkan menurut Ajegbomogun (2004) yang menjadi sasaran utama penyalahgunaan koleksi adalah buku referensi dan jurnal. Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Bello (1997) dan Luke (1991). Selain itu, menurut Akussah dan Bentil (2010), sebanyak 55 % responden mengatakan bahwa buku referensi adalah jenis koleksi yang paling banyak disalahgunakan. Sisanya sebanyak 45% menyebutkan bahwa buku teks adalah bahan koleksi yang paling banyak disalahgunakan. Buku referensi dan jurnal menjadi sasaran utama koleksi yang disalahgunakan biasanya dikarenakan kedua jenis koleksi tersebut tidak boleh dipinjam (dibawa pulang) oleh pengguna sehingga cara lain yang dapat dilakukan
oleh
pengguna
selain
memfotokopinya
adalah
dengan
menyobek/mencurinya. 2.2.4 Dampak Penyalahgunaan Koleksi: Koleksi yang mengalami penyalahgunaan (mengalami pengrusakan) tentu saja sangat merugikan terutama bagi pengguna di perpustakaan tersebut. Ada berbagai dampak yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan koleksi. Dampak
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
17
tersebut terutama dirasakan oleh perpustakaan dan pengguna perpustakaan tersebut. Menurut Wahyudiati, ada 2 dampak yang ditimbulkan oleh tindakan penyalahgunaan koleksi yaitu dampak sosial dan finansial. Dampak secara finansial yaitu kerugian yang dirasakan oleh perpustakaan dalam hal dana yang harus dikeluarkan untuk mengganti majalah yang rusak, memperbaiki kerugian kertas dan menjaga kualitas bahan pustaka. Kemudian kerugian sosial yang dialami oleh perpustakaan karena adanya koleksi yang dimutilasi adalah berkurangnya kepercayaan atau dapat memberikan suatu citra (image) yang kurang baik terhadap perpustakaan sebagai gudang informasi. Tindakan mutilasi ini dapat menimbulkan rasa marah dan frustasi pemakai perpustakaan yang menginginkan suatu artikel di suatu majalah yang ternyata tidak ada karena telah disobek orang lain. Di samping itu, pemakai perpustakaan terkadang harus menunggu beberapa hari untuk memperoleh artikel yang diinginkan karena harus menunggu perbaikan majalah oleh pustakawan (memperhambat akses ke koleksi). Menurut
Wahyudiati
(2002),
tindakan
mutilasi
pada
koleksi perpustakaan dapat mengakibatkan antara lain: 1. Menghalangi dan bahkan menghentikan transfer informasi, ilmu pengetahuan
serta
kemajuannya,
dan
peradaban
manusia
umumnya kepada generasi penerus; 2. Mengganggu iklim pendidikan; 3. Biaya preservasi bahan pustaka yang tinggi; 4. Mengurangi bahkan menghilangkan keindahan koleksi; 5. Berdampak sosial pada lingkungan dan diri objek misalnya menularnya kebiasaan melakukan tindakan mutilasi kepada orang lain. 2.2.5 Usaha Pencegahan Penyalahgunaan Koleksi: Menurut Wahyudiati (2002) ada beberapa usaha pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan koleksi di perpustakan antara lain dengan mengatur tata ruang layanan koleksi perpustakaan sedemikian rupa
sehingga
tidak
memungkinkan
pengguna
melakukan
tindakan
penyalahgunaan koleksi dengan leluasa. Pencegahan selanjutnya yaitu dengan menciptakan keadaan perpustakaan yang kondusif baik itu untuk membaca
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
18
ataupun untuk belajar sehingga menciptakan kenyamanan bagi pengunjung perpustakaan. Kemudian, menyediakan fasilitas mesin fotokopi yang memadai, dengan harga yang terjangkau dan hasil yang memuaskan. Dengan tersedianya mesin fotokopi ini, pengguna tetap dapat memperoleh informasi yang ia butuhkan sekalipun ia bukan anggota perpustakaan tersebut dan mungkin saja buku yang ia butuhkan itu adalah jenis koleksi yang hanya dapat dibaca di perpustakaan. Harganya pun diusahakan tidak terlalu mahal disesuaikan dengan keadaan pengguna perpustakaan itu sendiri. Usaha pencegahan selanjutnya yaitu dengan menambah jumlah eksemplar koleksi yang banyak dibutuhkan oleh pengguna. Wahyudiati juga menambahkan usaha pencegahan yang dapat dilakukan antara lain dengan menempatkan pengawas
(pustakawan)
secukupnya
di
ruang
layanan
koleksi
yang
memungkinkan untuk dengan leluasa mengawasi seluruh ruangan dan untuk berpatroli berkeliling ke seluruh ruangan baca koleksi untuk memonitor hal-hal yang tidak diinginkan. Lalu, pustakawan diharapkan dapat memeriksa setiap koleksi yang telah selesai dipinjam oleh pengguna. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah koleksi tersebut mengalami kerusakan atau tidak setelah dipinjam oleh pengguna tersebut. Perpustakaan juga dapat memasang poster-poster yang berisi larangan melakukan tindakan penyalahgunaan koleksi. Poster-poster tersebut tentu saja harus dibuat semenarik mungkin agar menarik perhatian pengguna dan pesan yang disampaikan pun akan diikuti oleh pengguna yang ada di perpustakaan tersebut. Selain itu Wahyudiati juga menyebutkan dengan memberi pengarahan kepada pengguna tentang bahaya dan kerugian akibat tindakan penyalahgunaan koleksi melalui program bimbingan pembaca juga merupakan salah satu cara pencegahan penyalahgunaan koleksi yang dapat dilakukan. Perpustakaan juga perlu memberlakukan sanksi yang tegas bagi pelaku tindakan penyalahgunaan koleksi dan meminta kepada pengguna jika melihat seseorang melakukan tindakan penyalahgunaan koleksi di perpustakaan untuk segera melaporkan hal itu kepada pustakawan yang terdekat. Pencegahan lain yang dapat dilakukan yaitu dengan membekali staf perpustakaan dengan pengetahuan yang cukup mengenai preservasi bahan pustaka. Bentuk pengamanan seperti pemasangan sistem
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
19
keamanan elektronik misalnya penggunaan kamera pengintai untuk memantau kegiatan pengguna di dalam perpustakaan juga dapat dilakukan. Bentuk usaha pencegahan penyalahgunaan koleksi yang terakhir menurut Wahyudiati adalah dengan pemasangan denah dan petunjuk (rambu-rambu) perpustakaan yang memudahkan pengguna dalam mencari informasi. Bentuk usaha pencegahan menurut Wahyudiati seperti yang dijelaskan di atas juga hampir senada seperti apa yang dinyatakan oleh Fatmawati (1997). Namun, Fatmawati menambahkan usaha lain yang dapat dilakukan untuk mencegah tindakan penyalahgunaan koleksi perpustakaan antara dengan menyediakan ruang baca representatif dengan pengaturan lay out yang terpisah dengan ruang / rak tempat koleksi; menggunakan kartu sensor pada saat pengguna masuk ke perpustakaan, sehingga yang hanya mempunyai kartu anggota perpustakaan saja yang bisa masuk ke ruang perpustakaan; merekam laporan daftar pengguna yang berkunjung, yang harus terawasi dengan KAP (Kartu Anggota Perpusatakaan); pemasangan Convex Mirror (cermin cembung) yang diletakkan di tembok bagian atas dekat dengan atap dan menerapkan pelayanan dengan sistem tertutup (closed access). 2.3 Pendidikan Pemakai (User Education): Perpustakaan yang ideal biasanya akan selalu berusaha memberikan layanan yang terbaik bagi penggunanya. Definisi pengguna di sini adalah salah satunya berdasarkan UU No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, pengguna perpustakaan
(pemustaka)
adalah
yaitu
perseorangan,
kelompok
orang,
masyarakat, atau lembaga yang memanfaatkan fasilitas layanan perpustakaan. Menurut Tjiptono (1997) seperti yang dikutip oleh Fatmawati (2007, p.7-8) mengemukakan adanya salah satu konsep agar dapat memberikan layanan pelanggan yang unggul yaitu “kemampuan memahami kebutuhan dan keinginan masyarakat pengguna perpustakaan, termasuk memahami tipe-tipe pengguna perpustakaan”. Tipe pengguna perpustakaan dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kategori: 1. Pengguna yang mengenal manfaat perpustakaan, tetapi belum pernah berkunjung atau menggunakan jasa perpustakaan,
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
20
2. Pengguna yang sering berkunjung ke perpustakaan, akan tetapi tidak tahu bagaimana caranya mengakses informasi secara cepat dan tepat, 3. Pengguna yang sudah sering bahkan secara rutin dapat memanfaatkan dan mengakses serta menggunakan perpustakaan. Dengan adanya berbagai macam tipe pengguna perpustakaan, maka di perlukanlah pendidikan pemakai di perpustakaan. Pendidikan pemakai dalam bahasa Inggris dikenal sebagai user education kadang-kadang disebut pula user instruction. Pendidikan pemakai adalah melatih bagaimana menggunakan sebuah perpustakaan, dimana informasi tersedia, mengapa menggunakan strategi pencarian khusus, sumber lain apa yang dapat membantu dan bagaimana mengeksplorasi lebih jauh. Istilah user education dapat digunakan untuk menggantikan ‘library instruction’, ‘library orientation’, dan ‘bibliographic instruction’. Tujuan pendidikan pemakai adalah mengembangkan keterampilan pemakai yang diperlukannya untuk menggunakan perpustakaan atau pusat dokumentasi, mengembangkan keterampilan tersebut mengidentifikasi masalah informasi yang dihadapi pemakai, merumuskan kebutuhan informasi sendiri (pemakai), mengidentifikasi kisaran kemungkinan sumber informasi dan yang paling penting mampu menghadapi ketidaksamaan informasi yang disediakan oleh sumber yang berlainan dan menerapkan informasi. (Sulistyo-Basuki, 2004, p.392). Salah satu cara dalam menerapkan pendidikan pemakai adalah melalui orientasi perpustakaan. Orientasi perpustakaan ini diharapkan agar pengguna dapat mengenal perpustakaan dengan baik. Gaunt (2007) seperti yang dikutip oleh Sukirno (2011) menyebutkan pendidikan pemakai melalui orintasi perpustakaan idealnya terlebih dahulu mengetahui kebutuhan siswa/mahasiswa/penggunanya. Setelah kebutuhan pengguna diketahui kemudian diperkenalkan bagaimana cara menggunakan dan sumber-sumber informasi yang ada di perpustakaan. Lebih lanjut Gaunt (2007) menyebutkan bahwa dalam muatan atau materi dalam oreintasi perpustakaan, meliputi: 1. Mengetahui bangunan perpustakaan dan pelayananya; 2. Pengorganisasian berbagai format kolekasi yang tersedia (buku, jurnal, photocopy, tipe materi khusus lainya);
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
21
3. Letak koleksi di perpustakaan; 4. Menggunakan alat bantu penelusuran untuk menemukan daftar bacaan; 5. Proses peminjaman, perpanjangan dan pengembalian koleksi dan system manajemen alat bantu penelusuran; 6. Menggunakan fasilitas buku dan jurnal elektronik; 7. Menggunakan photocopy/scanning/printing dan peraturannya bagi pengguna. Melalui oreintasi perpustakaan tersebut, pengguna perpustakaan menjadi familiar dengan perpustakaan sehingga dalam mencari informasi di perpustakaan tidak akan mengalami kesulitan. Selain itu, dalam upaya untuk mengurangi atau mencegah tindakan penyalahgunaan bahan koleksi di perpustakaan, pendidikan pemakai sangat penting untuk dilakukan oleh perpustakaan. Pendidikan pemakai merupakan hal yang penting terutama dalam memanfaatkan fasilitas yang ada di perpustakaan dengan baik. Tanpa adanya pemahaman yang baik dari pengguna dalam menelusur informasi pasti temu balik informasi tidak akan berjalan dengan baik. Seorang pemustaka yang tidak memiliki keterampilan menelusur yang baik, pasti akan kesulitan dalam menemukan informasi yang ia butuhkan. Karena ketidakmampuannya itu, bisa saja menyebabkan pengguna itu kesal dan marah sehingga ia akan cenderung melampiaskan kekesalan dan kemarahannya itu dengan merusak fasilitas yang ada di perpustakaan seperti dengan cara mencoretcoret dan menyobek bahan koleksi lain yang ada di perpustakaan. Jika pengguna perpustakaan telah mendapatkan pendidikan pemakai (user education) dengan baik, maka diharapkan tindakan-tindakan penyalahgunaan bahan koleksi dapat dikurangi atau bahkan dihindari.
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian Pada penelitian ini, pendekatan yang digunakan oleh peneliti adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang –oleh sejumlah individu atau sekelompok orang- dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari para partisipan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema umum, dan menafsirkan makna data. Laporan akhir untuk penelitian ini memiliki struktur atau kerangka yang fleksibel. Siapa pun yang terlibat dalam bentuk penelitian ini harus menerapkan cara pandang penelitian yang bergaya induktif, berfokus terhadap makna individual, dan menerjemahkan kompleksitas suatu persoalan (Creswell, 2007). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian studi kasus. Penelitian studi kasus adalah studi yang mengeksplorasi suatu masalah dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam, dan menyertakan berbagai sumber informasi. Menurut Stake (1995) dalam Creswell (2010) studi kasus merupakan strategi penelitian di mana di dalamnya peneliti menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses atau sekelompok individu. Kasus-kasus dibatasi oleh waktu dan aktivitas, dan peneliti mengumpulkan informasi secara lengkap dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data berdasarkan waktu yang telah ditentukan. Dalam hal ini penelitian ini yaitu mengenai pendapat/pandangan pustakawan mengenai tindakan penyalahgunaan bahan koleksi (pencurian, peminjaman tidak sah, vandalisme dan mutilasi bahan koleksi) di Perpustakaan The Japan Foundation Jakarta.
22 Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
23
3.2 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat eksploratif deskriptif yaitu mengeksplorasi pemaknaan pustakawan mengenai penyalahgunaan koleksi yang terjadi di perpustakaan The Japan Foundation Jakarta sehingga peneliti mendapatkan gambaran yang jelas mengenai hal tersebut. 3.3 Pemilihan Informan Informan terdiri dari 5 orang yaitu pustakawan dan staf perpustakaan The Japan Foundation Jakarta. Untuk menjaga kerahasiaan data pribadi informan, nama informan ditulis dengan inisialnya saja dengan rincian sebagai berikut: Tabel 3.1 Profil Informan No.
Nama
Keterangan
1.
SC
Kepala Perpustakaan
2.
NI
Staf Keanggotaan
3.
NBA
Staf Sirkulasi
4.
AB
Staf Informasi
5.
MHL
Pustakawan
Koleksi
Bahan
Audiovisual 3.4 Prosedur Penelitian Prosedur penelitian dibagi menjadi dua yaitu tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan penelitian. 3.4.1 Tahap Perencanaan Penelitian Tahap ini selain mengurus masalah perizinan tempat penelitian, peneliti membuat daftar pertanyaan yang akan ditanyakan kepada informan. Hal ini dimaksudkan agar mempermudah peneliti dalam menggali informasi yang dibutuhkan selain itu menjadi pedoman agar pertanyaan yang diberikan kepada informan tidak menyimpang dari jalur tujuan penelitian. Selain itu, peneliti juga mulai menentukan informan yang akan digunakan untuk penelitian ini. Informan yang digunakan disesuaikan dengan permasalahan penelitian.
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
24
3.4.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian Pada tahap ini, peneliti melakukan observasi di perpustakaan The Japan Foundation Jakarta. Observasi ini dilakukan untuk mengamati perilaku pustakawan dan staf perpustakaan sehari-hari dan juga mengobservasi langsung ke rak koleksi guna menemukan bukti-bukti koleksi yang disalahgunakan. Wawancara dilakukan kepada informan yang telah ditentukan sebelumnya. Peneliti menggunakan pedoman wawancara pada saat melakukan wawancara kepada informan sehingga pertanyaan yang diajukan tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Wawancara dilakukan dengan menggunakan alat perekam suara (tape recorder). Wawancara yang telah direkam tersebut lalu dibuat transkrip untuk
kemudian
direduksi
dan
dianalisis
oleh
peneliti
dengan
mengelompokkannya ke dalam kategori-kategori terlebih dahulu. Setelah itu, kemudian diinterpretasikan oleh peneliti. 3.5 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan The Japan Foundation Jakarta yang terletak di Gd. Sumitmas I, Lantai 2, Jl. Jenderal Sudirman Kav. 61-62 Jakarta 12190. Penelitian ini dilakukan selama bulan Maret-Mei 2011. 3.6 Metode/Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah dengan wawancara/interview, observasi dan dokumen. 3.6.1. Wawancara (Interview) Menurut Esterberg (2002), Interview didefinisikan sebagai berikut,” a meeting of two persons to exchange information and idea through question and responses, resulting in communication and joint construction of meaning about a particular topic”. Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara semi terstrukur (tidak terencana) atinya tidak memiliki persiapan sebelumnya, dalam arti kalimat dan urutan pertanyaan yang diajukan tidak harus mengikuti ketentuan secara ketat. Daftar petanyaan yang diajukan peneliti mencakup
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
25
beberapa pertanyaan spesifik dan beberapa pertanyaan bebas (open-ended). Pertanyaan open-ended adalah pertanyaan terbuka dilakukan untuk memperoleh pendapat informan. Peneliti melakukan wawancara terhadap pustakawan dan staf perpustakaan perpustakaan The Japan Foundation Jakarta. Wawancara dilakukan pada saat keadaan perpustakaan tidak terlalu ramai sehingga tidak mengganggu pustakawan dan staf perpustakaan dalam melakukan pekerjaannya sehari-hari. Peneliti menggunakan pedoman wawancara pada saat melakukan wawancara dengan informan. Pedoman wawancara ini dibuat agar pertanyaan yang diajukan tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Namun, dengan teknik wawancara semi terstruktur ini pertanyaan yang diajukan dapat berkembang tergantung jawaban dari informan. Pertanyaan tambahan ini diajukan untuk memperoleh data yang lebih mendalam. Untuk mempermudah wawancara, penulis menggunakan alat perekam suara (tape recorder). 3.6.2. Observasi Teknik pengumpulan data yang kedua yaitu observasi. Peneliti mengamati kegiatan yang terjadi di perpustakaan terutama sikap dan perilaku pustakawan dalam kaitannya dengan tindakan penyalahgunaan koleksi. Selain itu, peneliti mengobservasi langsung ke rak koleksi dengan melihat keseluruhan isi dan juga bentuk fisik koleksi guna menemukan bukti koleksi yang disalahgunakan. Pengobservasian koleksi yang dirusak dilakukan secara acak dan hanya dilakukan pada beberapa judul koleksi saja mengingat banyaknya jumlah koleksi yang ada di perpustakaan serta terbatasnya waktu dan tenaga. Setelah itu dicatat dalam sebuah catatan khusus yang disebut catatan lapangan (field notes) seperti contoh di bawah ini: Tabel 3.1. Field Notes Kode (Untuk Kategori)
Kegiatan
Interpretasi
Menentukan Pertanyaan, jawaban dan Penjelasan kegiatan lain.
data-data
kegiatan
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
26
3.6.3. Analisis Dokumen Teknik pengumpulan data yang ketiga yaitu menggunakan dokumen sebagai sumber data. Dokumen yang digunakan peneliti antara lain laporan tahunan perpustakaan, laporan stock opname, daftar peminjaman, kartu peminjaman dan data-data laporan perpustakaan The Japan Foundation Jakarta lainnya yang dapat mendukung penelitian. Dari dokumen tersebut peneliti akan mendapatkan data mengenai jumlah pengunjung dan peminjam di perpustakaan tersebut, jumlah koleksi yang hilang baik itu karena tidak dikembalikan ataupun dicuri dan juga dapat diketahui banyaknya penggunaan bahan koleksi di kelas tertentu apakah turut mempengaruhi tindakan penyalahgunaan koleksi. 3.7 Analisis Data dan Interpretasi Data-data yang telah terkumpul kemudian diolah dan dianalisis oleh peneliti. Data-data yang telah terkumpul tersebut merupakan hasil catatan lapangan pada saat peneliti melakukan observasi dan hasil rekaman wawancara yang telah dibuat transkripnya oleh peneliti. Menurut Creswell (2007) serta Rossman dan Rallis (1998), analisis data merupakan proses berkelanjutan yang membutuhkan refleksi terus-menerus terhadap data, mengajukan pertanyaanpertanyaan analitis, dan menulis catatan singkat sepanjang penelitian. Analisis data dalam penelitian kualitatif menurut Creswell (2010) terdiri dari langkahlangkah sebagai berikut: 1. Mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis Pada tahap ini, peneliti melibatkan transkrip rekaman hasil wawancara terhadap informan, mengetik data lapangan selama melakukan observasi kemudian menyusun data-data tersebut ke dalam jenisnya masing-masing. 2. Membaca keseluruhan data Langkah pertama, peneliti merefleksikan makna secara keseluruhan informasi yang telah dikumpulkan. Peneliti mencari gagasan umum dari apa yang terkandung dalam perkataan informan yang telah diwawancara. Kemudian, peneliti menulis catatan-catatan khusus atau gagasan-gagasan umum tentang data yang telah diperoleh. 3. Menganalisis lebih detail dengan meng-coding data
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
27
Coding merupakan proses mengolah materi/informasi menjadi segmensegmen tulisan sebelum memaknainya (Rossman dan Rallis, 1998, p.171). Pada tahap ini peneliti mengambil data tulisan atau gambar yang telah dikumpulkan, mensegmentasi kalimat-kalimat, paragraf-paragraf atau gambar-gambar tersebut ke dalam kategori-kategori, kemudian melabeli kategori-kategori ini dengan istilah-istilah khusus yang sering kali didasarkan pada istilah/bahasa yang benar-benar berasal dari partisipan atau biasa disebut istilah in vivo. 4. Menerapkan proses coding untuk mendeskripsikan setting, orang-orang, kategori-kategori dan tema-tema yang akan dianalisis. Peneliti membuat kode-kode untuk mendeskripsikan informasi secara detail mengenai orang-orang (pustakawan, pengguna dan petugas keamanan) dan peristiwa yang terjadi di Perpustakaan The Japan Foundation Jakarta. Kemudian, peneliti membuat kategori dan kode-kode untuk mendeksripsikan semua ini dan menganalisisnya. 5. Menunjukkan bagaimana deskripsi dan tema-tema ini akan disajikan kembali dalam narasi/laporan kualitatif 6. Menginterpretasi atau memaknai data Neuman mengartikan kata interpretation sebagai ’’assigning significance or coherent meaning.” Jadi, interpretasi atau menafsir berarti menjelaskan dan menemukan makna hasil analisis. Interpretasi atau penafsiran menggarap
hasil-hasil analisis itu, membuat inferensi yang relevan
dengan relasi penelitian yang dikaji, serta membuat kesimpulan tentang relasi tersebut. (Silalahi, p. 342). Interpretasi dapat dilakukan berdasarkan interpretasi peneliti, dengan berpijak pada kenyataan bahwa peneliti membawa kebudayaan, sejarah, dan pengalaman pribadinya ke dalam penelitian. Interpretasi juga dapat berupa makna yang berasal dari perbandingan antara hasil penelitian dengan informasi yang berasal dari literatur atau teori. Selain itu juga dapat berupa pertanyaan-pertanyaan baru yang perlu dijawab selanjutnya: pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari data dan analisis dan bukan dari hasil ramalan peneliti.
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Perpustakaan The Japan Foundation Jakarta Perpustakaan The Japan Foundation Jakarta pada awalnya terdiri atas Perpustakaan Pusat Kebudayaan Jepang yang berdiri 3 April 1979 dan Perpustakaan Pusat Bahasa Jepang yang berdiri 28 Maret 1991, yang kemudian bergabung pada tahun 1996 menjadi perpustakaan khusus Jepang terbesar di Indonesia, yang bernaung di bawah lembaga The Japan Foundation, Jakarta. The Japan Foundation Jakarta merupakan salah satu cabang dari lembaga The Japan Foundation yang berpusat di Jepang. The Japan Foundation didirikan pada tahun 1972 dan merupakan sebuah organisasi nirlaba semi pemerintah di bawah supervisi departemen luar negeri Jepang. Dasar pendirian untuk The Japan Foundation adalah Ketetapan Khusus dari Diet (Parlemen Jepang). Tujuannya adalah mempromosikan kegiatan pertukaran kebudayaan antara Jepang dengan negara-negara lain di dunia. Program-program kegiatan yang dilakukan pada masa itu pada intinya adalah memperkenalkan Jepang di luar negeri agar masyarakat di luar Jepang memahami Jepang dari sudut pandang kebudayaan dan kehidupan masyarakatnya. Pada tahun 1990 di Tokyo didirikan ASEAN Cultural Center yang kegiatannya difokuskan pada program kerjasama berbagai bidang antara Jepang dengan negara-negara ASEAN. Dengan adanya pusat kebudayaan ASEAN ini, jangkauan kegiatan Japan Foundation semakin meluas sekaligus meningkat baik secara kuantitas maupun kualitas. The Japan Foundation yang selama ini lebih mengedepankan seni pertunjukan, mulai mengirim dan mengundang para perupa, baik seni lukis seni grafis, atau pun seni instalasi. Kemudian, pada tahun 1995 dengan berubahnya ASEAN Cultural Center menjadi Asia Center, grafik kegiatan dalam bidang pertukaran intelektual meningkat tajam. Program-program baru dibuat dan hubungan kerjasama dilaksanakan tidak hanya dengan lembaga pemerintah ataupun lembaga besar saja, tetapi lebih menyentuh lembaga berskala kecil bahkan lembaga yang berlokasi di daerah-daerah terpencil sekalipun. 28 Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
29
Program-program yang telah dilakukan dan berdampak sangat positif bagi upaya pemahaman di antara kedua bangsa antara lain program revitalisasi budaya lokal yang memberikan kesempatan bagi kebudayaan tradisi di Indonesia untuk diperhatikan dan/atau diselamatkan dari kepunahan, di antaranya adalah program penyelamatan kesenian topeng Cirebon. Kemudian, program artist in residence yang memberikan kesempatan bagi para seniman muda untuk bermukim beberapa saat di Jepang dan melakukan kolaborasi antar seniman berbagai negara di lokasi yang sama. Dengan bermukim di tengah masyarakat Jepang, diharapkan seniman tersebut dapat menyerap budaya di sana dan juga membagikan pengetahuannya kepada masyarakat sekitar. Program selanjutnya mengundang lebih banyak lagi seniman Asia untuk tampil dalam pertunjukan dan pameran di Jepang dan negara Asia lainnya, semakin meluas dan berkembangnya jaringan antar LSM dan seniman lintas bidang dari tahun ke tahun membuat nama The Japan Foundation semakin akrab di telinga masyarakat di seluruh daerah-daerah di Indonesia dari berbagai kalangan, semakin banyak diselenggarakannya seminar, simposium, dan diskusi dalam berbagai bidang seputar pengembangan studi Jepang membuat tenaga ahli studi Jepang semakin bertambah. Program selanjutnya dinamakan Neopion, yaitu progam dimana para seniman muda yang belum banyak pengalaman berpameran, diberikan kesempatan untuk berpameran dengan harapan melalui pameran di Galeri Mini the Japan Foundation, nama mereka akan dikenal oleh masyarakat luas. Kesempatan yang diberikan ini terbukti telah membantu mencuatkan nama para seniman muda di bidangnya sehingga mereka pun berkesempatan untuk lebih mengembangkan karir. Program yang terakhir yaitu program kunjungan ke The Japan Foundation Jakarta yang ditujukan bagi sekolah, universitas, maupun lembaga
pendidikan
lainnya
yang
berkembang
sangat
positif
dalam
mempromosikan kegiatan The Japan Foundation. Pengunjung juga berkesempatan mengetahui fasilitas-fasilitas yang dimiliki the Japan Foundation seperti perpustakaan dan kursus-kursus yang diadakan sekaligus memperkenalkan kebudayaan Jepang seperti film, origami, bahkan demo memakai yukata (pakaian tradisional Jepang di musim panas).
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
30
Kemudian sejak tanggal 1 Oktober 2003, status the Japan Foundation berubah menjadi lembaga administratif independen. Program-program pokok yang dijalankan tetap mengacu pada tujuan awal pendirian lembaga ini yaitu menjalin rasa saling pengertian antar bangsa. Program-program pertukaran yang dilakukan di Indonesia disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan Indonesia, bekerjasama dengan lembaga pemerintah, organisasi kebudayaan, lembaga pendidikan, LSM, dan individu terkait lainnya. Dengan adanya perubahan struktur organisasi The Japan Foundation, dapat dijumpai beberapa program yang dipangkas secara kuantitas, tetapi secara kualitas tetap dipertahankan atau bahkan berusaha ditingkatkan. Dengan adanya perubahan status ini, diharapkan The Japan Foundation akan dapat lebih mudah berkonsentrasi untuk tujuan pertukaran kebudayaan antara Jepang dengan negara-negara lain. Kegiatan the Japan Foundation saat ini dipusatkan pada empat area kegiatan (yang sekaligus juga menjadi empat tujuan utama Japan Foundation), yaitu: a) Pertukaran kebudayaan, b) Pendidikan Bahasa Jepang, c) Pertukaran intelektual dan pengembangan studi Jepang, dan d) Pengoleksian dan penyediaan informasi yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan pertukaran internasional. Berdasarkan empat area kegiatan tersebut, maka struktur organisasi The Japan Foundation, terbagi dalam tiga divisi utama, yaitu: Divisi Kebudayaan, Divisi Bahasa, dan Divisi Studi Jepang. Saat ini The Japan Foundation juga lebih giat berperan sebagai mediator program pertukaran antara organisasi di Jepang dan Indonesia. Misalnya saja penyelenggaraan program kolaborasi teater, festival teater anak di Toyama, Borobudur International Festival, Tokyo Performing Art Market, dan banyak lagi, yang pada intinya The Japan Foundation tidak terlibat secara langsung sebagai lembaga penyelenggara. The Japan Foundation Jakarta juga sedang berusaha menjadi lembaga pusat informasi untuk berbagai kalangan misalnya informasi tentang kelompok-kelompok tari dan teater, daftar nama ahli studi Jepang di Indonesia atau sebaliknya. The Japan Foundation di masa depan diharapkan dapat menjadi pintu gerbang informasi bagi seluruh masyarakat yang
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
31
membutuhkan masukan yang menyangkut berbagai informasi tentang Jepang dan Indonesia. Salah satu fasilitas penunjang yang dimiliki oleh lembaga The Japan Foundation Jakarta adalah perpustakaan. Fungsi dari perpustakaan ini yaitu sebagai penyedia informasi bidang sosial budaya dan bahasa Jepang. Selain itu, tujuan dari didirikannya perpustakaan The Japan Foundation Jakarta ini adalah memperkenalkan kebudayaan Jepang kepada masyarakat Indonesia dan menunjang para mahasiswa atau peneliti yang tengah menekuni studi Jepang. Perpustakaan The Japan Foundation termasuk ke dalam perpustakaan khusus sehingga jumlah staf yang dimilikinya pun tidak terlalu banyak. Jumlah SDM (staf) perpustakaan The Japan Foundation Jakarta yaitu sebanyak 5 orang termasuk Kepala Perpustakaan dengan rincian sebagai berikut: Tabel 4.1 SDM Perpustakaan The Japan Foundation Jakarta Bagian/Jabatan Kepala Perpustakaan
Pendidikan Terakhir
Jumlah
S1 Ilmu Perpustakaan
1 orang
S2 Ilmu Komunikasi Sirkulasi
S1 Sastra Jepang
1 orang
Keanggotaan
S1 Sastra Jepang
1 orang
Layanan Informasi
S1 Sastra Jepang
1 orang
Koleksi Audio Visual
S1 Ilmu Perpustakaan
1 orang
Informan pada penelitian ini yaitu pustakawan dan staf perpustakaan The Japan Foundation Jakarta. Pustakawan di sini maksudnya adalah petugas yang memiliki latar belakang ilmu perpustakaaan sedangkan staf perpustakaan di sini maksudnya adalah petugas yang tidak memiliki latar belakang perpustakaan. Jika melihat dari tabel di atas dapat dilihat bahwa SDM yang ada di perpustakaan The Japan Foundation Jakarta terdiri dari 2 latar belakang jurusan yang berbeda yaitu jurusan Ilmu Perpustakaan dan juga Sastra Jepang. Hal ini disesuaikan dengan kondisi Perpustakaan The Japan Foundation itu sendiri yaitu perpustakaan khusus mengenai Jepang. Oleh karena itu, untuk dapat mengelola koleksi perpustakaan dibutuhkan orang yang mengerti tentang perpustakaan dan juga orang yang dapat
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
32
memahami bahasa Jepang. SDM yang dapat bekerja di Perpustakaan The Japan Foundation Jakarta harus berasal dari jurusan Ilmu Perpustakaan atau Sastra Jepang. SDM yang berasal dari jurusan Ilmu Perpustakaan pun diwajibkan memiliki kemampuan berbahasa Jepang pada tingkat tertentu. Namun, SDM yang berasal dari jurusan Sastra Jepang tidak harus memiliki dasar di bidang perpustakaan karena hal tersebut dengan sendirinya akan diajarkan langsung oleh pustakawan dengan latar belakang ilmu perpustakaan terutama dalam pengelolaan koleksi. Koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan The Japan Foundation berkisar pada bidang bahasa, sosial budaya, sejarah, seni dan sastra Jepang. Koleksi tersebut berjumlah sekitar 25.000 eksemplar yang tersedia dalam bentuk tercetak maupun multimedia dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum dengan cara menjadi anggota perpustakaan yang dikhususkan
untuk penduduk wilayah
Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) maupun sebagai pengunjung biasa. Koleksi tersebut antara lain: 1. Buku dan Referensi Koleksi buku dan bahan referensi tersedia dalam bahasa Jepang, bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Koleksi referensi yang tersedia antara lain ensiklopedia, buku tahunan, buku panduan, dan peta. 2. Majalah dan Terbitan Berkala (surat kabar, buletin dan newsletter Jepang) Koleksi majalah tersedia dalam bidang bahasa, seni, budaya, sinematografi, olahraga, arsitektur termasuk majalah remaja, wanita dan keluarga. 3. Bahan Audio Visual dan Multimedia Terdiri dari kaset video, CD, CD-ROM, DVD, poster huruf kanji, kartu hurufhuruf Jepang, kartu permainan, dan kamishibai. Koleksi tersebut mengenai kehidupan orang Jepang, baik budaya maupun bahasanya. Penempatan koleksi di Perpustakaan The Japan Foundation Jakarta dibedakan antara koleksi yang berbahasa Jepang dengan koleksi berbahasa Inggris dan Indonesia. Koleksi berbahasa Jepang diletakkan pada sisi sebelah kanan perpustakaan dan koleksi berbahasa Inggris dan Indonesia diletakkan pada sisi
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
33
sebelah kiri perpustakaan. Selain itu Perpustakaan The Japan Foundation Jakarta menerapkan 2 sistem klasifikasi yaitu sistem klasifikasi Dewey Decimal Clasificatin (DDC) dan sistem klasifikasi Jepang yaitu Nipon Decimal Clasification (NDC). Sistem klasifikasi DDC digunakan untuk koleksi berbahasa Inggris dan Indonesia sedangkan sistem klasifikasi NDC digunakan untuk koleksi berbahasa Jepang. Penggunaan sistem klasifikasi NDC untuk memudahkan pengklasifikasian buku-buku berbahasa Jepang yang memiliki subyek dan istilahistilah Jepang yang tidak tercakup di DDC. Sistem NDC memiliki beberapa perbedaan dengan sistem klasifikasi DDC. Hal ini yang membuat koleksi subjek kelas bahasa di nomor kelas 400 pada sistem klasifikasi DDC dimasukkan ke nomor kelas 800 berdasarkan sistem klasifikasi Jepang. 4.2 Penyalahgunaan Koleksi Informan pada penelitian ini memiliki 2 latar belakang pendidikan yang berbeda yaitu jurusan Ilmu Perpustakaan atau Sastra Jepang. Oleh karena itu, sebelum membahas mengenai pemahaman mereka mengenai penyalahgunaan koleksi di sini akan sedikit dibahas mengenai latar belakang mengapa mereka memilih bekerja di perpustakaan. Menurut informan NBA dan AB, alasan mereka bekerja di perpustakaan adalah karena mereka berasal dari jurusan Sastra Jepang sehingga mereka memiliki kemampuan dalam bahasa Jepang dan hal tersebut dapat digunakan untuk bekerja di Perpustakaan The Japan Foundation meskipun diakui oleh mereka bahwa mereka tidak memiliki dasar di bidang Ilmu Perpustakaan. NBA: “Kalau aku sih kan baru lulus tuh...ada lowongan di perpustakaan..gak ngerti apa-apa sebenarnya tentang perpustakaan, tapi Japan Foundation mikirnya ada JepangJepangnya pasti kepake lah ya Jepangnya...pas ke sini ternyata jadi ya kayak belajar dari awal lagi tentang perpustakaaan...ya daripada nganggur juga.” AB: “Karena perpustakaannya bukunya buku-buku Jepang jadi untuk belajar jadi mudah cocoklah untuk kerja di sini.” Informan AB juga menambahkan bahwa alasan ia memilih untuk bekerja di perpustakaan The Japan Foundation Jakarta adalah karena sebelumnya, telah mengenal Perpustakaan The Japan Foundation Jakarta sejak masih kuliah.
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
34
AB: “Kebetulan bidang perpus sama sekali gak tahu ya tapi kebetulan kalo pemilahan buku berdasarkan apanya sudah tahu. Kebetulan tahu karena saya sering ke sini waktu kuliah waktu nyusun skripsi setidaknya tahu tentang perpus ini. “ Hal ini pun sama dengan apa yang dikatakan oleh informan MHL, alasan ia memilih bekerja di perpustakaan yaitu disesuiakan dengan latar belakang pendidikan yang dimilikinya yaitu Ilmu Perpustakaan dan dengan begitu menurutnya ia dapat mengembangkan lagi ilmu yang dimiliknya. MHL: “Karena udah sesuai dengan ilmunya jadi kan kalo kerja di bidang lain gak ada gunanya kan? kalau kerja di perpustakaan kan jadi bisa mengembangkan ilmunya lagi.” Berdasarkan hal tersebut di atas dapat diketahui bahwa alasan mereka bekerja di perpustakaan adalah karena adanya kesesuaian antara latar belakang pendidikan dan bidang yang digelutinya. Dengan perbedaan latar belakang pendidikan tersebut dalam penelitian ini juga dapat dilihat apakah mereka memiliki pemaknaan yang sama tentang penyalahgunaan koleksi. Perpustakaan The Japan Foundation melalui koleksi yang dimilikinya banyak menyediakan informasi yang cukup lengkap mengenai kebudayaan Jepang sehingga membuat orang yang membutuhkan informasi mengenai Jepang datang ke perpustakaan ini. Dengan jumlah pengguna rata-rata sekitar 50-100 orang setiap harinya dan sistem open access (layanan terbuka) yang diterapkan di Perpustakaan The Japan Foundation Jakarta maka ada kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap koleksi. Hal-hal yang tidak diinginkan ini dalam hal penggunaan koleksi. Terkadang tidak semua pengguna perpustakaan menggunakan koleksi perpustakaan dengan baik. Hal inilah yang disebut dengan istilah penyalahgunaan koleksi. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan yaitu pustakawan dan staf perpustakaan di Perpustakaan The Japan Foundation Jakarta mereka memaknai bahwa penyalahgunaan koleksi merupakan tindakan yang salah. Yang dimaksud tindakan yang salah di sini adalah salah dalam hal menggunakan koleksi perpustakan, hal ini seperti yang terangkum dalam petikan wawancara dengan informan MHL berikut ini:
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
35
MHL: "Paling misalkan salah cara penggunaannya aja..biasanya sih kayak gitu orang-orangnya tidak peduli ah kayak sesuka hati suka dilipet-dilipet, nyoret-nyoret." Informan NBA menambahkan bahwa yang dimaksud penyalahgunaan koleksi berupa tindakan-tindakan seperti mencoret-coret, tidak mengembalikan buku, menyobek, menutup cap buku perpustakaan dengan kertas dan juga mengotori buku. NBA: "Ya kayak dicoret-coret gitu kan, gak dibalikin bukunya, ada yang nyobek, buku yang ada cap JF difotokopi waktu dia pinjem trus labelnya (cap perpustakaan) ditutupin, kayak ngotorin buku." Sedangkan menurut informan SC yang juga merupakan pustakawan, penyalahgunaan koleksi adalah segala bentuk tindakan pengguna yang memanfaatkan koleksi perpustakaan sebagai milik pribadi serta merasa bebas melakukan apa saja terhadap koleksi tersebut sehingga koleksi yang seharusnya dibaca, dipinjam, dan dirawat tersebut dimanfaatkan secara salah oleh pengguna tersebut. SC:
“Penyalahgunaan koleksi memang seharusnya buku perpustakaan dipinjam, dibaca, dirawat, tapi kadangkadang juga orang-orang enggak sampai ke situ mikirnya yang penting dia butuh sebuah informasi dan dia dapatkan dan dia merasa itu milik dia…boleh diapa-apain.”
Sedangkan menurut Wahyudiati (2002), penyalahgunaan koleksi adalah bentuk tindakan perusakan dan pemanfaatan yang salah dari koleksi perpustakaan. Berdasarkan hal tersebut, informan baik pustakawan maupun staf perpustakaan memiliki pemahaman yang sama tentang apa yang dimaksud dengan penyalahgunaan koleksi di perpustakaan yaitu segala tindakan yang menggunakan koleksi perpustakaan seperti milik pribadi sehingga pengguna merasa bebas dalam menggunakan koleksi tersebut dan seringkali digunakan secara salah oleh pengguna
tersebut.
Pustakawan
dan
staf
perpustakaan
mengartikan
penyalahgunaan koleksi sebagai sesuatu yang menyimpang. Informan
AB
dan
MHL
menyayangkan
terjadinya
tindakan
penyalahgunaan koleksi.
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
36
AB:
"Terhadap koleksinya sayang aja kenapa harus ada tindakan seperti itu ya..."
MHL: “Yah mau gimana lagi..cuma bisa tarik nafas.mikir, "hah kok ada ya yang berbuat seperti itu.?” Hal ini pun senada dengan pernyataan informan NBA, menurutnya ia tidak dapat berbuat banyak terhadap koleksi-koleksi lama yang sudah banyak dirusak. Namun, ia mengakui merasa kesal ketika melihat koleksi-koleksi baru yang terutama diproses sendiri olehnya dirusak oleh pengguna. NBA:“Kalo buku yang udah lama..."ah udah lama ini turun temurun udah rusak"..tapi kalo buku-buku baru saya yang proses sendiri.."iih ini kan udah rapi-rapi pas dibalikin udah kayak gitu"...kesel juga.” Perasaan yang sama juga dirasakan oleh informan SC ketika melihat koleksi yang dirusak tersebut antara lain adalah kesal, marah dan merasa kasihan kepada pengguna yang melakukan hal tersebut. Kasihan di sini maksudnya adalah perasaan ikut prihatin dan simpati terhadap pengguna yang tidak tahu bahwa tindakan tersebut salah dan akan merugikan orang lain. Ketidaktahuan ini juga dapat disebabkan tidak ada orang yang memberitahukan kepada dia tentang akibat tindakan penyalahgunaan koleksi ini. SC:
“Mungkin kesal, marah juga, kasihan...mungkin karena dia tidak tahu, merasa banyak hal yang belum dilakukan sehingga terjadi hal seperti ini...macem-macem si ya perasaannya, tapi rasanya tidak pernah ada perasaaan yang bergembira...adanya perasaan yang merasa kesal, merasa rugi, merasa sedih, merasa kasihan, merasa marah. Itu ya campur-campur lah semuanya...,tetapi kita harus langsung berpikir bagaimana mengatasinya.”
Berdasarkan petikan wawancara dengan informan-informan tersebut dapat dikatakan bahwa baik pustakawan maupun staf perpustakaan menyayangkan terjadinya tindakan penyalahgunaan koleksi ini. Berbagai macam perasaan yang bersifat negatif dirasakan oleh informan seperti kesal, marah, heran, kecewa, kasihan dan lain sebagainya ketika melihat koleksi yang disalahgunakan tersebut. Hal ini membuktikan adanya kepedulian dan perasaan memiliki dari pustakawan dan juga staf perpustakaan terhadap koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan.
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
37
Menurut pustakawan, penyalahgunaan koleksi merupakan suatu kerugian. Kerugian tersebut bukan hanya bagi pengguna tetapi juga bagi perpustakaan itu sendiri. Koleksi yang disalahgunakan dapat menyebabkan pengguna terhambat dalam mendapatkan informasi dari buku tersebut. Bagi perpustakaan jika koleksi tersebut dirusak atau bahkan sampai hilang dan pengguna tersebut tidak bertanggung jawab akan perbuatannya, hal itu tentu saja merugikan perpustakaan yaitu perpustakaan harus membeli lagi koleksi yang sama untuk mengganti koleksi yang disalahgunakan tersebut sementara untuk membeli koleksi memerlukan waktu. AB : “Kalo pengguna lain ada..apalagi kalo itu buku cuma satu karena kalo misalnya bukunya 1 orang lain yang mau pinjem jadi terhambat mendapat informasi dari buku itu. Kalo dari perpus sendiri ya pasti ada kerugian karena itu kan koleksi dibeli pake uang perpustakaan sedangkan yang merusak itu gak bertanggung jawab. Biarpun pemakainya mengganti pasti perpus ada kerugian. Bukan semata sebatas masalah penggantiannya tapi ke masalah tanggung jawab karena sejak awal dari dia mengajukan menjadi anggota itu sudah diberitahu peraturannya... menjaga buku sebagai salah satu kewajiban anggota perpus jadi kerugian bukan secara materil tapi secara waktu juga karena otomatis untuk menggantinya perlu waktu yang lama juga untuk membelinya. Informan AB menambahkan bahwa untuk mengganti koleksi yang disalahgunakan tersebut tidak harus dengan membeli dengan koleksi yang sama, tetapi juga dapat membeli dengan koleksi lain. Hal itu tergantung dari tingkat kebutuhan pengguna akan koleksi tersebut. Pembelian koleksi yang sama dilakukan terutama apabila koleksi tersebut masih banyak orang yang membutuhkannya, tetapi apabila koleksi tersebut sudah lama sekali dan yang menggunakannya sangat sedikit perpustakaan akan mengganti dengan membeli buku lain yang lebih dibutuhkan. AB: “Tergantung prioritas bukunya. Kalo bukunya memang masih baru banyak dibaca orang mungkin harus mengganti dengan buku yang sama. Kalo buku lama gak terlalu baru juga bukunya gak banyak yang menggunakannya mungkin diharuskan mengganti dengan koleksi lain.”
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
38
Menurut pernyataan informan NI pengawasan untuk koleksi yang disalahgunakan terutama koleksi yang sudah lama lebih sulit untuk dilakukan bila dibandingkan dengan buku baru. Oleh karena itu, pengawasan untuk buku baru lebih ketat dibandingkan dengan buku lama karena lebih mudah untuk dicek bentuk penyalahgunaan/kerusakan yang terjadi dan pelakunya lebih mudah ditemukan karena yang menggunakan buku tersebut masih sedikit. Selain itu nampaknya apresiasi pustakawan terhadap fisik koleksi cukup tinggi, tidak hanya isinya saja. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh informan NI bahwa ia tidak suka melihat tindakan penyalahgunaan koleksi tersebut. NI:
“Pokoknya untuk buku baru sekarang kita wajibin bagi kita sendiri pasti kita periksa karena bagi kita sendiri buku bagus kayak gini dicoret-coret gak rela juga…gak suka juga kalo misalnya ada buku yang kayak gitu. Kalo buku lama susah juga ya untuk bilang, ”Mbak ini jangan dicoretcoret ya!”… ”Itu udah kayak gitu mbak.. ” Itu akan selalu dibantah, ”Itu emang udah kayak gitu bukan salah saya..’’ Akhirnya malah dia nya yang marah pernah juga kayak gitu..ya udah akirnya kita minta maaf mungkin bukan dia.
Perpustakaan The Japan Foundation memiliki kekhasan koleksi yakni bahasa dan kebudayaan Jepang yang jarang ditemui di perpustakaan lain atau di toko buku karena sebagian besar koleksinya diimpor dari Jepang. Hal itulah yang kemudian membuat koleksi-koleksi tersebut dicari dan digunakan oleh banyak orang, yang mengakibatkan koleksi-koleksi tersebut lebih rentan untuk disalahgunakan. Menurut informan, koleksi yang paling banyak disalahgunakan di Perpustakaan The Japan Foundation Jakarta yaitu koleksi pelajaran
bahasa
Jepang, sastra, lingustik dan ilmu sosial. MHL: "Paling banyak kayaknya pelajaran bahasa terutama juga buku berbahasa Inggris." NBA: "Pelajaran...kayak soal-soalnya diisi." AB: "buku pelajaran.." SC : “…koleksi buku pelajaran bahasa Jepang yang mungkin tidak terlalu banyak dimiliki oleh perpustakaan lain atau bahkan oleh para pengajar-pengajar bahasa Jepang juga..koleksi tersebut salah satu yang paling banyak disalahgunakan.
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
39
Kemudian, mungkin dari kelas ilmu sosial seperti penelitian atau riset mengenai Jepang, mengenai koleksi sastra yang biasanya dikaji oleh perguruan tinggi di Indonesia di sana kan banyak ya yang cari data.” NI:
“ Linguistik….Di sini kan memang konsentrasinya lebih ke bahasa dan banyak banget yang minjem itu para pembelajar bahasa Jepang, sensei-sensei gitu. Jadi, banyak yang menggunakan buku-buku itu mungkin kebutuhan juga..jadinya lebih sering lihat yang di situ. Entah itu difotokopi sendiri..rusak jadinya, ada yang berusaha ngebenerin sendiri malah tambah rusak.”
Namun, menurut SC, selain buku-buku pelajaran Bahasa Jepang dan ilmu sosial, buku tentang seni juga terkadang mengalami tindakan penyalahgunaan. Hal ini terjadi karena adanya gambar/foto yang menarik pada buku-buku seni tersebut sehingga rentan untuk disobek. SC : “ buku-buku lain juga…buku-buku seni itu kan biasanya buku-buku bergambar, menarik karena foto-fotonya bagus bisa juga itu kadang-kadang ada yang hilang satu jenis frame fotonya itu atau satu halaman.” Selain buku tentang seni, majalah pun juga terkadang menjadi sasaran penyalahgunaan koleksi. Seringkali majalah menyediakan bonus yang menarik seperti poster, pembatas buku, booklet dan pernak-pernik menarik lainnya sehingga akan mendorong pengguna untuk mengambil bonus tersebut. Seperti contoh kejadian yang didapat dari keterangan informan AB. AB: "Kalo majalah ada bonusnya bonusnya lupa diambil pernah ada yang sengaja ngambil. Contohnya booklet mungkin orang suka bookletnya, kita lupa pisahin ternyata udah hilang. " Bentuk penyalahgunaan koleksi yang terjadi di Perpustakaan The Japan Foundation adalah tindakan vandalisme. Menurut Obiagwu seperti yang dikutip oleh Wahyudiati (2002), vandalisme (vandalism) adalah tindakan perusakan bahan pustaka dengan menulisi, mencorat-coret, memberi tanda khusus, membasahi, membakar, dan lain-lain. Vandalisme yang terjadi di perpustakaan The Japan Foundation, Jakarta yaitu berupa memberi tanda dengan menebalkan
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
40
menggunakan spidol, menggaris bawahi, memberi tip ex, menerjemahkan katakata dalam bahasa asing, membuat catatan, dan mencoret-coret pada halaman yang kosong.
Gambar 4.1 Gambar 4.2 Penandaan menggunakan Mencoret-coret halaman stabilo yang kosong
Gambar 4.3 Memberi tip-ex
NI: “ Digarisbawahi pake pulpen atau gak ditutupin, misalnya kan kalo yang bahasa Jepang gitu dia artiin dalam bahasa Jepangnya gitu terus disitu malah dia tulis artinya atau yang bahasa Inggris juga ditulis artinya… pake pulpen lagi!, labelnya ditutupin, dicoret-coret, ditip-ex misalnya jadinya kayaknya dia itu mau bikin soal trus nomornya ditip-exin, kena air...” MHL: “Paling banyak coret-coret...yang kedua dilipet, kadang ada beberapa yang diambil halamannya terus ada juga beberapa yang ditempelin logo JFnya ditutupin waktu difotokopi. Ada beberapa juga yang gak dirawat pas dibalikin gak seperti keadaan semula. “
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
41
Gambar 4.4 Menggaris bawahi dan menerjemahkan kata tertentu
Gambar 4.5 Mencoret-coret gambar
Tindakan seperti menggarisbawahi dan menebalkan kata-kata tertentu digunakan pengguna tersebut untuk menandai bagian-bagian yang penting sedangkan penerjemahan kata-kata dalam bahasa asing digunakan untuk memahami kata-kata yang sulit sehingga pengguna tersebut lebih mudah dalam memahami isi keseluruhan teks yang ia baca. Padahal tindakan tersebut adalah tindakan yang salah karena buku yang ia coret-coret tersebut adalah buku milik perpustakaan dan juga digunakan oleh orang lain. Semakin banyak coretan yang ada di buku tersebut, akan semakin menggangu orang lain yang membaca buku tersebut. Namun, tindakan seperti ini cenderung dilakukan pada lembar bagian halaman yang kosong. Para pengguna biasanya memanfaatkan halaman ini untuk mencatat hal-hal tertentu baik berkaitan dengan koleksi yang sedang ia baca maupun hal-hal yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan isi koleksi.
Gambar 4.6 Membuat catatan pada halaman isi
Gambar 4.7 Membuat catatan pada halaman belakang buku
Selain itu, pengguna pun terkadang malas atau secara tidak sadar membuat catatan pada koleksi perpustakaan bukan di tempat lain seperti terlihat pada gambar 4.7 dan 4.8. Hal lain yang sering dilakukan oleh pengguna perpustakaan adalah dengan mengisi soal latihan pada koleksi pelajaran Bahasa Jepang. Koleksi pelajaran Bahasa Jepang ini merupakan salah satu koleksi yang paling banyak dimiliki oleh perpustakaan mengingat tujuan yang dimiliki oleh lembaga induknya yaitu The Japan Foundation yang tujuannya adalah dengan pertukaran kebudayaan
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
42
yang salah satu caranya yaitu memberikan pengajaran Bahasa Jepang seperti pada contoh gambar di bawah ini:
Gambar 4.8 Mengisi soal latihan menulis huruf Jepang menggunakan pensil Kemudian, diikuti oleh mutilasi (penyobekan koleksi) berupa penyobekan artikel dan juga penyobekan gambar baik sebagian maupun satu halaman. Menurut Obiagwu seperti yang dikutip oleh Wahyudiati (2002), mutilasi (mutilation) adalah tindakan perobekan, pemotongan, penghilangan, dari artikel, ilustrasi dari jurnal, majalah, buku, ensiklopedia dan lain-lain tanpa atau dengan menggunakan alat. SC:
“...dari mulai memberi tanda,mencoret-coret atau membuat catatan di dalam buku, menyobek juga ada..menyobek 1 halaman atau menyobek sebagian atau memfotokopi…ditutup..cap perpustakaan…bahkan sampai jilidannya juga berubah bentuk atau dipinjam difotokopi di luar jadi berubah bentuk gitu kan. ”
NI: ” sobek jadi kayaknya sengaja ada yang nyobek bagian itu aja seperti majalah pernah...buku juga kayaknya pernah deh..jadi dalemnya gak ada...satu halaman gak ada gitu.”
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
43
Gambar 4.9 Penyobekan sebagian sampul
Gambar 4.10 Penyobekan halaman isi
Gambar 4.11 Penyobekan sebagian daftar isi
Gambar di atas adalah contoh koleksi yang dimutilasi (mengalami penyobekan). Pada gambar 4.9 merupakan contoh koleksi komik yang sampulnya telah disobek sebagian. Gambar 4.10 adalah contoh koleksi yang salah satu halaman isinya sobek. Gambar 4.11 adalah contoh koleksi yang daftar isinya disobek sebagian. Selain itu ada pula koleksi jurnal yang telah digunting salah satu bagian artikelnya. Seperti pada gambar berikut ini:
Gambar 4.12 Halaman jurnal yang digunting
Gambar 4.13 Halaman novel yang disobek beberapa halaman
Gambar 4.12 merupakan contoh koleksi jurnal yang sebagian artikelnya telah digunting oleh pengguna. Koleksi tersebut merupakan salah satu jurnal yang dapat dipinjam oleh pengguna sehingga kemungkinan besar koleksi tersebut digunting pada saat koleksi tersebut sedang dipinjam karena jika hal tersebut dilakukan di dalam perpustakaan pasti akan langsung ketahuan oleh pihak staf
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
44
perpustakaan. Gambar 4.13 merupakan contoh koleksi novel yang halamannya hilang/disobek oleh pengguna sebanyak 8 halaman, entah untuk tujuan apa.
Gambar 4.14 Koleksi yang gambarnya pernah disobek Gambar 4.14 di atas merupakan salah satu koleksi buku yang pernah mengalami tindakan penyalahgunaan koleksi. Judul buku tersebut yaitu ”The Book of Sushi” yang memuat tentang keseluruhan tentang segala hal mengenai sushi (makanan Jepang yang terbuat dari ikan mentah) baik mengenai resep dan tata cara membuat sushi dan peralatan apa saja yang digunakan untuk membuat sushi dan lain sebagainya. Jadi, pada waktu itu ada pengguna yang menyobek gambar pisaunya saja (bagian kanan bawah) entah itu untuk tujuan apa. Kemudian, oleh perpustakaan koleksi tersebut lalu disobek satu halaman penuh (halaman yang memuat gambar pisau yang sudah disobek), karena dikhawatirkan pengguna lain yang melihat hal tersebut akan mengikuti melakukan hal yang sama. Perpustakaan kebetulan memiliki koleksi dengan jenis dan judul yang sama, lalu halaman yang disobek itu (halaman sebelah kanan) diganti dan ditempel dengan halaman yang sama tetapi hasil fotokopi dari koleksi cadangan yang dimiliki oleh perpustakaan. Penyalahgunaan koleksi berikutnya yaitu berupa peminjaman tidak sah berupa peminjaman menggunakan kartu orang lain dan peminjaman yang melebihi batas waktu peminjaman. SC:
“ ...dulu ada yang pinjam lewat staf, tapi dia lama mengembalikan kami tetap memperingatkan staf yang meminjamkan karena tidak menggunakan kartunya sendiri... ”
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
45
AB: " Untuk peminjaman memakai kartu orang lain sampai saat ini sih belum nemu, tapi untuk internet pernah..itupun ke anaknya pernah beberapa kali." Yang terakhir yaitu peminjaman buku yang tidak dikembalikan dapat dikategorikan sebagai tindakan pencurian. SC :
”Kemudian peminjaman yang tidak dikembalikan itu ada juga….”
Koleksi yang disalahgunakan ini ditemukan ketika staf perpustakaan melakukan pemeriksaan langsung ke koleksi terutama pada saat stock opname dan pengembalian koleksi. Namun, terkadang koleksi yang disalahgunakan ini ditemukan ketika melakukan shelving . SC:
”Sering waktu diperiksa. Ya biasanya halaman sudah hilang beberapa halaman, halamannya dilipat-lipat...ya itu.. dicoret-coret, distabilo, cap perpustakaan ditutup juga ada.“
AB: " Biasanya pas lagi stock opname kalo shelving gak terlalu tapi pernah, dan pengembalian." Tindakan yang dilakukan selanjutnya oleh staf perpustakaan yaitu mengumpulkan koleksi yang disalahgunakan dan dicatat bentuk kerusakan yang terjadi. Kemudian, berdasarkan hasil catatan tersebut akan digunakan untuk menentukan langkah apa yang perlu dilakukan selanjutnya terhadap koleksi tersebut. Apakah akan dijilid ulang, difotokopi, atau menggantinya dengan koleksi lain yang sejenis. Hal ini dilakukan agar informasi yang ada pada koleksi tersebut tidak hilang sehingga pengguna masih dapat mengakses koleksi tersebut. SC:
”Biasanya sih kita kumpulkan untuk kemudian dilihat gitu mengapa bisa seperti ini jadi biasanya gini setelah dikumpulkan dilihat macam-macam penyalahgunaannya biasanya paling utama kepada staf perpus dulu karena kalau kepada pengguna kita mungkin tidak bisa mementukan siapa yang melakukannya karena kan sudah banyak yang pinjam gitu ya. Setelah itu biasanya sih kita kumpulkan untuk kemudian dilihat gitu mengapa bisa seperti ini jadi biasanya gini setelah dikumpulkan dilihat macam-macam penyalahgunaannya biasanya paling utama kepada staf perpus dulu karena kalau kepada pengguna kita
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
46
mungkin tidak bisa mementukan siapa yang melakukannya karena kan sudah banyak yang pinjam gitu ya.” Faktor penyebab penyalahgunaan koleksi dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor dari dalam individu itu sendiri (pengguna) dan faktor dari lingkungan luar. Sedangkan menurut informan, penyalahgunaan koleksi dapat disebabkan oleh kedua belah pihak baik dari pihak perpustakaan maupun dari pihak pengguna. Dari pihak perpustakaan dapat disebabkan oleh peraturan perpustakaan itu sendiri. Hal ini sesuai dengan salah satu faktor penyebab yang disebutkan oleh Lincoln dan Lincoln (1987) yaitu peraturan (legislation). Dalam hal ini yaitu ketentuan batas peminjaman koleksi baik itu jumlah koleksi yang dapat dipinjam, lamanya waktu peminjaman, orang tersebut tidak memenuhi syarat untuk menjadi anggota perpustakaan, dan juga ada pula jenis koleksi tertentu yang dapat dibawa pulang yaitu jenis koleksi rujukan (referens). SC: ’’..dari perpustakaan mungkin keterbatasan bahwa bukunya boleh dipinjam sehingga terpaksa harus digunakan di tempat karena dia tidak termasuk kriteria yang bisa menjadi anggota atau mungkin dari buku tersebut adalah buku refrens sehingga bukunya tidak boleh dibawa pulang saya kira dari itu juga." Padahal koleksi tersebut sangat dibutuhkan oleh pengguna tersebut dan koleksi tersebut juga bersifat langka mungkin hanya bisa didapatkan di luar negeri sehingga tidak dapat ditemui di tempat lain seperti perpustakaan dan juga toko buku. SC:
"Atau mungkin dari ya kelangkaan buku tersebut sehingga enggak bisa dibeli di luar sehinga ditemukan di sini dan terutama karena adanya disini.’’
Kalaupun koleksi tersebut ada di toko buku harganya sangat mahal. Keterbatasan koleksi ini membuat seorang pengguna melakukan cara-cara lain untuk mendapatkan koleksi yang ia butuhkan. NBA: "Dia pengen punya tapi gak bisa mungkin di sini ada meskipun di Kinokuniya ada kayak buku No Ken gitu tapi harganya mahal 3 kali lipat jadi dia seenaknya aja. Buku itu kan bukan buku sendiri lah ya."
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
47
Faktor penyebab penyalahgunaan koleksi menurut informan adalah kemalasan untuk mencatat, memfotokopi, kurangnya rasa toleransi bahwa koleksi tersebut bukan hanya ia saja yang membutuhkan tetapi orang lain juga, kurangnya kesadaran untuk memperlakukan buku dengan baik, dan juga anggapan yang salah bahwa buku perpustakaaan adalah milik umum sehingga ia bebas melakukan tindakan apa saja terhadap koleksi tersebut dan tindakan yang dilakukannya menurutnya tidak menyalahi aturan. SC:
“... dari pengguna mungkin kemalasan untuk mencatat, kemalasan memfotokopi, ketidaktahuan bahwa buku tersebut milik bersama sehingga rasa toleransinya kurang bahwa buku tersebut harus dirawat seperti milik sendiri.....dia mengangap yang hal yang umum lah menurutnya perpustakaan itu koleksinya adalah milik umum sehingga boleh saja koleksinya disalahgunakan.“
Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Prasad seperti yang dikutip oleh Sandra Hart (2003): “A sluggard is a problem for librarians. He is habitually lazy and inactive. He wants all the documents of interest to him to be at his service. He never takes pain to notes and is always looking for chance to take out the document or tear out the pages of his interest from the document.” Dalam pernyataan tersebut dengan jelas disebutkan bahwa seorang pemalas menginginkan semua dokumen yang mereka butuhkan/inginkan harus tersedia. Ia tidak pernah berusaha untuk menulis catatan dan selalu mencari kesempatan untuk membawa keluar dokumen atau menyobek halaman dokumen yang menjadi perhatian mereka. Jadi, seorang pengguna yang malas mencatat atau malas memfotokopi akan melakukan cara lain untuk mendapatkan informasi yang ia butuhkan dengan menyobek halaman yang mereka butuhkan. Selain itu kurangnya rasa kepedulian pengguna dalam memperlakukan koleksi perpustakaan dengan baik juga menjadi penyebab penyalahgunaan koleksi. AB: " Karena kurangnya kesadaran pengunjung peminjam sih lebih tepatnya, mereka terbisa mencoret-coret melipat buku jadi kurang dalam memperlakukan buku dengan baik.
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
48
Harusnya lebih tinggi lah kesadaran untuk menjaga bukubuku perpustakaan." Hal ini juga ditunjukkan oleh pernyataan salah satu informan ketika menemukan pengguna yang sedang mengisi soal latihan pelajaran Bahasa Jepang, “Minna no Nihongo”, milik perpustakaan. Hal ini seperti petikan wawancara berikut ini: NI:
“Kemarin belum lama (kira-kira 2 hari lalu) ada yang lagi nulis di buku linguistik di soal latihannya pake pensil sih..terus aku bilang, “Maaf ya mbak ini buku yang mana ya?” langsung curiga dong karena kan memang di sini gak boleh buku lain selain buku JF yang dibawa atau kalo bukan fotokopian…”Gak kok saya gak coret-coret!”.., tapi karena aku udah liat dari jauh mastiin kan jangan sampe salah…ya ternyata emang dia sedang melakukannya. ”Ini kan bisa dihapus mbak! pake pensil ini”.. agak ngeyel ya dan emang susah kalo gak ketahuan jelas banget kan kita bisa dianggap nuduh, tapi waktu itu pas ketahuan lagi lewat, sebenernya udah curiga liatnya udah dari sini (tempat sirkulasi)..kayaknya dia agak-agak gini liat-liat (menoleh kanan kiri) dan dia pura-pura cuek..tapi berpikir “ah mungkin enggak” , tapi pas balik dari sholat melihat ternyata iya… “
Menurut informan, pengguna tersebut kemungkinan besar adalah seorang mahasiswa. NI : “ Mahasiswa kayaknya..karena dia isi soal ”Minna no Nihongo”..rata-rata kan yang pake Minna no Nihongo mahasiswa.” Faktor lainnya yaitu karena adanya kebutuhan dari pengguna itu sendiri misalnya ketika belajar secara sadar maupun tidak sadar pengguna tersebut mencoret-coret koleksi pelajaran bahasa Jepang atau bisa juga mencoret-coret koleksi untuk menandakan paragraf tertentu dan memahami kata-kata/huruf dalam bahasa asing seperti huruf Jepang yang sulit dalam mendapatkan informasi yang ia butuhkan. AB: "...cuma biasanya orang belajar mungkin secara gak sadar ataupun dengan sadar mencoret-coret paling banyak bukubuku pelajaran. Mungkin ada kebutuhan juga dari dia untuk membuat catatan kalo untuk yang dicoret-coret ya. Atau
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
49
ada juga yang buku-buku referensi atau buku teori yang berbahasa Inggris untuk menandakan paragraf mana yang penting padahal itu salah karena buku perpus buku untuk umum." Menurut pengakuan informan, penyalahgunaan koleksi yang terjadi di Perpustakaan The Japan Foundation lebih banyak terjadi pada zaman dulu yaitu sekitar awal-awal tahun 2000. Hal ini dikarenakan oleh jumlah staf tidak sebanding dengan jumlah pengguna sehingga lebih sulit untuk mengontrol buku yang disalahgunakan oleh pengguna. SC :
” Dulu-dulu (sekitar tahun 2000) lebih banyak seperti yang contohnya seperti yang sudah saya sebutkan tadi.”
NI: “…kalo untuk yang dulu katanya rame banget dan bagian sirkulasi cuma 1 orang. Jadi, bisa dimengerti gitu kenapa ada yang sampe ada yang nulis-nulis atau gimana-gimana. Dulu penggunanya banyak banget… peminjamnya banyak.” Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Lincoln dan Lincoln (1987) bahwa salah satu faktor yang mendorong kejahatan di perpustakaan adalah tingkat kesibukan yang tinggi sehingga menyebabkan pengawasan pustakawan berkurang ketika sedang melayani pengguna ditambah dengan jumlah pustakawan/staf yang tidak sebanding dengan jumlah pengguna. Namun, sekarang jumlah staf perpustakaan sudah bertambah (pada bagian sirkulasi dan pendaftaran anggota baru) sehingga pengawasan lebih mudah dilakukan. NI : ”Kalo sekarang lebih bisa mengontrol..kalo misalkan rusak kalo lepas-lepas, tapi mbak ini yang terakhir pinjem mau gak mau dia yang harus tanggung jawab. Biasanya sih mereka mau tanggung jawab. Kalo misalnya rusak biasanya juga dia bilang dulu, “mbak saya mau pinjem, tapi rusak.” Kita bilang “Oh kalo rusak mending gak usah.”Tapi kalo dia maksa…butuh banget paling gak kita benerin dulu. Kalo misalnya tanggung jawab siapa situasinya juga sih ...kita sebagai ininya juga harus jaga cuma kita gak bisa ngontrol orang kan kayak gimana. Kita udah bilang, “mbak tolong bukunya jangan dirusak karena kan bukunya dibutuhkan untuk orang lain juga bukan untuk mbak aja.” Kadang mereka gak mendengarkan.”
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
50
Namun, menurut informan AB penyalahgunaan koleksi bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya semakin menurun. Hal ini dikarenakan semakin banyak orang yang sadar akan pentingnya sarana umum. Penurunan jumlah penyalahgunaan koleksi ini dilihat dari perbandingan antara koleksi lama dan koleksi baru yang disalahgunakan. Biasanya yang paling banyak disalahgunakan adalah buku-buku lama sedangkan untuk buku baru karena pengawasannya juga lebih ketat, buku-buku baru ini lebih terjaga. AB: "kalo sekarang sih makin sedikit makin banyak yang sadar pentingnya sarana umum gak sebanyak dulu buku yang dirusak atau dicoret-coret misalnya pas difotokopi atau apa biasanya buku lama kalo buku baru kan penjagaannya lebih ketat sampai saat ini sih belum begitu banyak buku-buku baru yang rusak " Dalam menghadapi tindakan penyalahgunaan koleksi ini, pustakawan dan staf perpustakaan telah melakukan berbagai usaha pencegahan. Usaha pencegahan tindakan penyalahgunaan koleksi yang selama ini sudah dilakukan oleh Perpustakaan The Japan Foundation Jakarta antara lain: a) Pelarangan membawa tas dan buku teks selain milik Perpustakaan The Japan Foundation ke dalam perpustakaan Pengunjung dilarang membawa tas ke dalam ruangan dan harus dititipkan di tempat penitipan barang. Selain itu, pengunjung tidak diperbolehkan membawa buku dari luar, meskipun terpaksa dibawa masuk ke perpustakaan karena buku tersebut penting, pengguna tersebut wajib melaporkannya kepada petugas keamanan sebelum masuk dan sesudah akan meninggalkan perpustakaan. Dengan membawa buku teks dari luar dikhawatirkan akan tertukar atau justru sengaja ditukar dengan koleksi miliki perpustakaan oleh pengguna tersebut. Selain itu, untuk membiasakan pengguna yang datang untuk menggunakan koleksi milik perpustakaan. Seperti pernyataan informan berikut ini: SC: “Iya..takutnya tertukar atau mungkin ya membiasakan orangorang yang suka membawa dari luar, sementara keutaamaan kita adalah menggunakan buku-buku yang ada di sini karena kami tidak mempunyai ruang khusus belajar. Jadi, kalo
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
51
memang dia mau belajar mungkin dia mau menggunakan buku-buku sendiri bisa di tempat lain lah ya istilahnya.” b) Mengingatkan pengguna untuk selalu menjaga dan merawat koleksi perpustakaan Bentuk usaha pencegahan lainnya yaitu dengan mengingatkan setiap peminjam untuk menjaga dan memperlakukan koleksi yang dipinjamnya dengan baik. Pada saat mendaftar menjadi anggota perpustakaan juga staf perpustakaan akan menyebutkan semua peraturan yang harus dipenuhi sebagai anggota perpustakaan. Tujuannya agar si pengguna tersebut mengetahui apa saja peraturan yang ia harus patuhi sehingga diharapkan ia tidak melakukan tindakan penyalahgunaan koleksi perpustakaan. NI : “ Biasanya sih kita bilangin jangan diginiin yah apalagi kan pas lagi buka disitu trus (orang tersebut) ada disitu pokoknya jangan dianggap kita menuduh paling gak mereka ngerti bahwa ini tuh jangan sampe rusak. Setiap kali bikin kartu anggota itu kan dikasih tahu..tiap kali kita sebutin syaratnya satu persatu dari awal ampe akhir atau gak kalo misalnya rusak biasanya dia bilang “ oh ya nanti saya ganti.” Biasanya kita telponin trus dia belum bisa pinjam dulu, tapi ada juga kesadaran sendiri untuk ganti karena ganti buku kan bermanfaat untuk orang lain. Jadi kita lebih suka ngasih tau verbal ...“jangan dicoret-coret ya!“. Jadi tindakannya ya langsung aja.” c) Pemeriksaan buku ketika pengguna akan meminjam dan mengembalikan buku Usaha pencegahan yang selama ini sudah dilakukan oleh perpustakaan The Japan Foundation ini antara lain yaitu, pertama, dengan melakukan pengecekan koleksi terutama untuk koleksi baru, banyak dibutuhkan orang dan harganya mahal. Pengecekan untuk koleksi baru lebih mudah dibandingkan dengan pengecekan koleksi lama. Hal ini karena koleksi baru masih sedikit orang yang menggunakannya sehingga bisa cepat diketahui siapa yang merusak koleksi tersebut dengan melihat daftar peminjam terakhir. Untuk koleksi lama diakui memang agak sulit untuk melakukan pengecekan siapa yang melakukan penyalahgunaan koleksi hal ini dikarenakan koleksi tersebut sudah lama dan
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
52
banyak sekali orang yang sudah menggunakannya. Setiap pengguna yang terbukti merusak koleksi akan langsung ditegur. SC: ” Yang selama ini sih lebih kepada mempersiapkan staf untuk memeriksa sebelum meminjamkan terutama buku baru yang mahal, yang sering dipinjam, yang istilahnya impor lah ya...itu sebelum meminjakan kita periksa dulu. Kemudian, setelah dipinjamkan dan dikembalikan kita periksa lagi. Jadi, kalo misalnya ternyata ada coretan, ada hasil fotokopian yang dirusak atau apa kita bisa langsung tegur orangnya karena kan tercatat nama peminjamnya. ” NI: “Pokoknya untuk buku baru sekarang kita wajibin bagi kita sendiri pasti kita periksa karena bagi kita sendiri buku bagus kayak gini dicoret-coret gak rela juga…gak suka juga kalo misalnya ada buku yang kayak gitu. Kalo buku lama susah juga ya untuk bilang, ”Mbak ini jangan dicoret-coret ya!”… ”Itu udah kayak gitu mbak.. ” Itu akan selalu dibantah, ”Itu emang udah kayak gitu bukan salah saya..’’ Akhirnya malah dia nya yang marah pernah juga kayak gitu..ya udah akirnya kita minta maaf mungkin bukan dia. Cuma kalo buku baru langsung kita periksa sekalipun lagi rame di depan mukanya. Kalo ketahuan ada langsung kita tegur..ada juga yang mungkin malah tersinggung akhirnya kita minta maaf dulu , ”Jangan tersinggung ya.. ini cara supaya buku ini jangan dirusak atau gak sengaja jadi rusak..”. Namun, pengecekan koleksi yang baru dikembalikan tidak selalu dapat dilakukan pada saat itu juga di depan peminjam tersebut. Hal ini dikarenakan situasi perpustakaan yang sedang ramai sehingga petugas tidak sempat untuk mengecek. Namun, pengecekan dapat dilakukan setelah suasana tidak begitu ramai. NI: “ Iya, kalo misalnya ngecek buku itu kita kan lihat situasi juga. Kalo lagi gak rame mau gak mau kita buka-buka dulu, tapi misalnya ya dalam situasi rame banget kadang-kadang gak ngeh langsung taro aja gitu …banyak orang. Tapi kalo bukubuku yang baru kan banyak peminatnya .... sekarang kita sekalipun dalam keadaan sibuk, kita gak langsung taro…mungkin kita taro dulu…lalu kita periksa nanti, tapi nanti kan masih ketahuan kan siapa yang pinjem terakhir kali. Tapi sih kita usahain buku yang baru-baru itu di depan orangnya langsung kita buka-buka atau kita udah bilang ini gak boleh diiniin (dirusak) ya karena nanti bakal ketahuan. ”
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
53
d) Pemberian kupon bagi setiap peminjaman dan pengembalian buku Meskipun tidak ada pintu elektronik, dalam mencegah hilangnya koleksi (buku keluar perpustakaan tanpa izin), setiap pengguna yang meminjam buku perpustakaan akan menerima sebuah kupon yang berisi nama, jumlah buku yang dipinjam dan cap perpustakaan. Pada gambar 4.15 merupakan contoh kupon peminjaman buku. Angka 2 menunjukkan jumlah buku yang dipinjam oleh pengguna perpustakaan.
Gambar 4.15 Kupon peminjaman buku SC: ” Untuk supaya tidak ada buku yang keluar tanpa izin, itu peminjam buku sebelum keluar harus menyerahkan sebuah kupon yang berisikan nomor tertulis buku yang dipinjam yang kemudian diberikan kepada petugas penitipan tas sehingga diharapkan buku yang dipinjam keluar sesuai dengan yang tercatat di counter peminjaman. ” Kupon ini diberikan oleh staf sirkulasi ketika pengguna tersebut meminjam buku dan harus ia tunjukkan kepada petugas keamanan di tempat penitipan barang ketika ia akan meninggalkan perpustakaan. Tanpa kupon ini, pengguna tersebut tidak dapat membawa buku perpustakaan keluar.
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
54
Gambar 4.16 Kupon pengembalian buku Begitu pula pengguna yang akan mengembalikan buku perpustakaan yang ia pinjam ke rumah, petugas keamanan di tempat penitipan barang akan memberikan sebuah kupon yang bertuliskan jumlah buku yang ia kembalikan dan kupon ini harus ditunjukkan ke staf sirkulasi. Kupon pengembalian buku terlihat pada gambar 4.16. Angka 2 pada kupon tersebut menunjukkan berapa jumlah koleksi yang dikembalikan oleh masing-masing pengguna. Menurut informan, cara ini dinilai cukup efektif terutama dalam mencegah hilangnya koleksi. SC:” Untuk anggota lumayan karena paling tidak kita harus menuliskan namanya. Jadi, kalau tidak sesuai anggota meminjam sudah bisa kelihatan berapa jumlahnya ada namanya. Kalau untuk yang di luar anggota memang agak sulit karena siapa tahu dia bukan anggota, tapi mungkin dia berusaha untuk mencuri buku. Kami tidak mengkhususkan pemerikasaan detail seperti pemeriksaan baju atau apa ya...tapi paling tidak diharapkan paling tidak orang segan takut ketahuan...paling tidak dia malu lah atau apa. Paling tidak seperti itu yang paling mudah untuk minimal bisa kita lakukan.“ e) Pengawasan dari staf perpustakaan dan staf perpustakaan Selain itu, dilakukan patroli keliling untuk mengawasi perilaku pengguna yang dianggap mencurigakan dalam arti akan merusak atau mencuri koleksi. Patroli dapat dilakukan ketika staf atau petugas keamanan sedang melewati pengguna atau melakukan tugas harian seperti shelving dan membereskan kursi yang selesai digunakan oleh pengguna.
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
55
SC: ”Terus untuk tugas sehari-hari petugas kemanan dan staf kami berkeliling untuk mengawasi atau menyisir lah ya di antara pengguna kita lihat sekilas apa dia sedang berbuat menyalahi aturan atau enggak ya... Selain itu, kita juga selalu mengusahakan agar pengunjung tidak membawa buku dari luar. kalaupun sangat penting kita akan selalu tanya dan bilang bahwa pas mau keluar bukunya harus dilaporkan kembali“ f) Sanksi bagi peminjam yang terlambat mengembalikan / menghilangkan buku Bagi peminjam yang terlambat mengembalikan buku biasanya pihak perpustakaan akan menelepon langsung untuk memberikan peringatan terhadap pengguna tersebut. Peringatan ini terutama diberlakukan setelah batas 2 kali perpanjangan peminjaman, dengan waktu satu kali peminjaman yaitu 2 minggu, sehingga total adalah 60 hari setelah ditambah 2 kali perpanjangan peminjaman. SC : ” seminggu sekali paling tidak kami telepon orang yang mulai terlambat mengembalikan buku...kalo surat jarang sekali. Tidak pernah lewat surat karena cenderung lewat surat tidak pernah ditanggapi jadi lebih sering lewat telepon. ” Selain itu diberlakukan pula sistem denda bagi setiap orang yang terlambat mengembalikan buku. Denda bagi peminjam yang terlambat mengembalikan buku. Satu hari dikenakan denda sebesar Rp. 1000,00. Jika merasa keberatan, peminjam dapat mengajukan keringanan atau dengan cara menyumbang buku lain bagi perpustakaan. SC : ” ada denda Rp. 1000,00 sehari 1 buku. Tapi bagi sementara orang ada yang berkeberatan dengan denda tersebut. Biasanya minta keringanan biasanya kita lihat yang penting bukunya kembali dan dia tetap bertanggung jawab. Mungkin tidak dalam bentuk uang tapi menyumbang buku...” Kemudian, bagi pengguna yang menghilangkan buku juga dikenai sanksi. Sanksi buku yang hilang harus diganti sebesar 3x lipat dari harga buku tersebut atau mengganti dengan buku yang sama atau mengganti dengan buku lain yang sedang diperlukan oleh perpustakaan. Sebelum buku tersebut diganti, maka ia
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
56
tidak boleh meminjam buku atau di black list tidak boleh menjadi anggota perpustakaan lagi. g) Meningkatkan kesadaran pengguna akan pentingnya merawat buku di perpustakaan dengan jalan membukakan pikiran tersebut Cara lain yang sudah dilakukan oleh perpustakaan dalam mencegah semakin banyaknya penyalahgunaan koleksi terutama dicoret-coret, dilipat, digarisbawahi, terlambat dikembalikan maupun tidak dikembalikan oleh pengguna perpustakaan adalah dengan pembukaan pikiran pengguna supaya menyadari pentingnya merawat dan memperlakukan koleksi perpustakaan dengan baik. Menurut informan, ide pemasangan display koleksi buku-buku yang rusak seperti dicoret-coret, digarisbawahi, disobek, kotor, dan lain sebagainya didapat ketika beliau sedang mengadakan kunjungan ke Jepang. Pada saat itu, beliau mengunjungi perpustakaan umum yang ada di sana dan kebetulan di sana sedang dipasang display koleksi yang dirusak oleh pengguna. Tujuannya agar para pengguna dan masyarakat umum menjadi lebih peduli tentang pentingnya merawat koleksi perpustakaan. Setelah melihat itu, beliau lalu mencoba menerapkannya di perpustakaan The Japan Foundation, Jakarta. Display dipajang di depan perpustakaan. Namun, pemasangan display koleksi yang dirusak di perpustakaan The Japan Foundation Jakarta baru dilakukan satu kali pada tahun 2010 setelah stock opname dan belum menjadi agenda yang rutin. SC : ”Hal lain di sini pernah mengadakan display buku-buku setelah stock opname, kita panjang buku-buku yang dirusak yang banyak coretan yg banyak lipatan kita pajang dan kita berikan komentar dibawahnya bagaimana perasaan orang-orang jika menemukan, mendapati buku-buku perpustakaan yang diperlakukan seperti ini. Hanya untuk memberikan contoh betapa tidak enaknya membaca buku yang sudah tercoret, terlipat sehingga kemudian jadi susah baca karena banyak tulisan di bawahnya,di atasnya atau mungkin kotor atau mungkin jadi keriting kalo dikumpulkan bukunya jadi beberapa menimbulkan paling tidak ada perasaan “wah kok jadi gini ya?” dibandingkan dengan buku yang bersih buku yang baru diharapkan dengan visual lebih memberikan kesan memberitahu bahwa buku perpustakaan juga dipelihara seperti sebagaimana buku pribadi. Itu pernah kami lakukan tapi baru 1 kali.”
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
57
Namun, pada saat itu display hanya dilakukan sekitar 2 minggu dari display yang biasa dilakukan sekitar satu bulan karena ada display lain yang harus dipromosikan di perpustakaan. SC:” Itu tahun 2010 setelah stok opname,tapi waktu itu memang jangka waktunya memang singkat sehingga displaynya harus diganti mungkin sekitar 2 minggu ya sementara display biasanya kami pajang 1 bulan tapi kalau tidak salah belum sampai 1 bulan harus diganti karena ada display lain yang harus dipromosikan pada saat itu.” Pembukaan pikiran pengguna dengan cara lainnya yaitu melalui media jejaring sosial seperti facebook fanfage perpustakaan The Japan Foundation Jakarta dengan menuliskannya melalui status pendapat
pustakawan
tentang
penyalahgunaan
facebook tersebut mengenai koleksi
yang terjadi
di
perpustakaan The Japan Foundation Jakarta dan kemudian pengguna dan masyarakat umum memberi komentar mengenai hal tersebut. SC: ” Pencegahan lainnya dibukakan pikiran pada para angota perpustakaan baik yang baru atau yang jarang ke perpustakaan dan tidak terlalu peduli bukubuku...pemeliharaan buku-buku. Jadi, kita harapkan mereka mempunyai wawasan bahwa buku-buku perpustakaan adalah buku bersama. Sebagai contoh mungkin karena kita punya facebook fanpage kita buat semacam pancingan atau sekedar ingin share bagaimana pendapat anggota atau masyarakat umumlah yang baca itu, kita pancing kalau memang kita mempunyai masalah mengenai buku-buku yang dicoret bagaimana pendapat mereka dan mereka memberikan pendapatnya di status di facebook tersebut. Menurut informan, hal ini sudah beberapa kali dilakukan pada tahun 2010. Penulisan status yang pertama yaitu mengenai buku perpustakaan yang sering dicoret-coret oleh pengguna: “sambil mengecek buku-buku, sering menemukan buku-buku perpustakaan yang dicoret-coret seperti milik pribadi saja...hmmm...kira-kira kalau gantian kami mencoret-coret buku mereka, kira-kira suka tidak ya?jika tidak suka, jangan lakukan itu pada buku-buku perpustakaan manapun...agar tidak mengganggu
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
58
pembaca berikutnya dan agar buku tersebut lebih ber bersih dan awet...lebih indah dan lebih mudah membacanya kan kalau bukunya bersih?”
Gambar 4.17 Tampilan facebook Perpustakaan Japan Foundation mengenai pencoretan koleksi Kemudian, status berikutnya yaitu tentang para pengguna yang sering kali melipat halaman buku sebagai penanda. “sangat menyayangkan orang-orang yang suka melipat halaman buku perpustakaan sebagai penanda, baik penanda halaman yang sedang dibaca maupun yang akan difotokopi...sebaiknya gunakan pembatas buku/kertas lain dan catat halaman yang akan difotokopi, tidak sulit kan...asal ada kesadaran bahwa buku perpustakaan ’milik’ bersama yang harus dijaga...”
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
59
Gambar 4.18 Tampilan facebook Perpustakaan The Japan Foundation mengenai halaman koleksi yang dilipat Sebagian besar orang yang membaca hal tersebut pun setuju. Komentar yang diberikan dari mereka yaitu diantaranya seharusnya para pengguna buku di perpustakaan merawat buku milik perustakaan seperti milik sendiri dan ada pula yang menyarankan bahwa perpustakaan menyediakan pembatas kertas agar hal tersebut tidak terjadi lagi. Status berikutnya yaitu mengenai peminjam yang seringkali terlambat atau tidak mengembalikan buku yang ia pinjam. “ Baru selesai mengecek seluruh komik dan manga yang jadi koleksi perpustakaan...sayang sekali kadang ada peminjam yang lalai mengembalikan buku, sehingga koleksi menjadi tidak lengkap.”
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
60
Gambar 4.19 Tampilan facebook Perpustakaan The Japan Foundation mengenai koleksi yang terlambat dikembalikan Namun, pihak perpustakaan sebenarnya juga telah melakukan upaya dengan mengingatkan peminjam yang terlambat mengembalikan buku melalui telepon. Namun, terkadang ada saja orang yang tetap tidak mempedulikannya. Semua itu kembali ke individu itu masing-masing. Menurut pihak perpustakaan pada status facebook tersebut: “ Meminjam buku adalah hak anggota, tetapi mereka juga punya kewajiban untuk disiplin dan lebih toleran terhadap orang lain.” Berdasarkan hal tersebut di atas, dengan jelas disebutkan bahwa ketika menjadi anggota perpustakaan, setiap orang seharusnya sudah sadar akan hak dan kewajibannya. Mereka berhak untuk memanfaatkan fasilitas yang ada di perpustakaan seperti meminjam buku, tetapi mereka pun harus melaksanakan kewajiban
mereka
untuk
mematuhi
peraturan
di
perpustakaan
seperti
mengembalikan buku tepat pada waktunya dan juga harus memiliki sikap toleransi terhadap orang lain dengan memperlakukan koleksi sebagaimana mestinya dan
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
61
menjaga koleksi yang ada di perpustakaan dengan baik karena koleksi yang ada di perpustakaan adalah milik bersama. SC: “Hanya itu saja sih sebetulnya karena di mana dia masuk menjadi anggota sudah dikenai hak dan kewajiban, tapi dia juga harus ingat jangan hanya menuntut hak tapi kewajibannya juga harus dilakukan...banyak juga yang tidak mau mengikuti kewajibannya. Jadi, pada saat itu kita bisa beritahu pada saat jadi anggota sudah tertulis dalam kartu, buku yang rusak yang hilang harus diganti. Mengapa tidak mau mengganti? berarti anda ingin hak saja tetapi tidak mau kewajiban. Mahasiswa pun belum tentu mengerti gitu ya mendapat hak dan kewajiban itu jadi kalo dari saya lebih suka memberi pengertian akan pentingnya perawatan, pemeliharaan koleksi perpustakaan yang dilakukan oleh pengguna dan memberikan pengertian mengapa dia mempunyai hak dan mengapa juga harus mempunyai kewajiban dengan itu baru dia bisa mengolah kan.” Dengan adanya keseimbangan pemahaman antara hak dan kewajiban dari semua pengguna, akan lebih mudah untuk menimbulkan perasaan untuk merawat koleksi perpustakaan bersama-sama. Seperti pernyataan informan berikut ini: SC: “Jadi, tidak egois lah ya dari jadi pihak perpustakaan memberi dari dia juga memberi. Kami menerima dia juga pun menerima. Kalo itu sudah seimbang saya pikir itu lebih mudah gitu ya untuk mungkin merawat kebersamaan kepemilikan perpustakaan kemudian memperhatikan kebutuhan dia, kami juga lebih mudah. Tapi kalau tidak ada pengertian hak dan kewajiban saya kira jadi kadang-kadang ada yang mau egois kami juga nanti tidak mau menolong misalkan lebih di hal-hal yang seperti pribadi.” Daripada menghukum dengan membayar sejumlah uang untuk buku yang hilang, pihak perpustakaan lebih suka melakukan cara dengan pembukaan pikiran karena menurut informan hal tersebut tidak menimbulkan efek jera. Selain itu, kepada pengguna yang menghilangkan buku, selain mengganti dengan sejumlah uang, cara lain yang dilakukan yaitu dengan meminta pengguna tersebut untuk membeli sendiri buku yang ia hilangkan dengan mencarinya di tempat lain seperti toko buku atau pembelian lewat internet. Dengan begitu diharapkan pengguna tersebut akan menyadari betapa sulitnya proses untuk mendatangkan sebuah buku apalagi jika buku yang ia hilangkan adalah buku yang diimpor langsung dari
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
62
Jepang, hal itu akan lebih sulit lagi. Setelah pengguna tersebut sadar, diharapkan ia kemudian tidak akan mengulangi hal tersebut dan menjadi lebih bertanggung jawab terhadap koleksi yang ia pinjam dengan menjaga serta memperlakukannya dengan baik. SC: “Saya lebih suka bisa membukakan wawasan dari pada menghukum tapi ada kalanya kalau juga enggak bisa melakukan pembukaan pikiran, terpaksa kita melakukan istilahnya...coba deh kalo kamu yang melakukannya misalkan mengganti buku..kami biasanya minta tolong diganti buku yang sama. Silakan cari sendiri. Nanti dia akan cari ke berbagai toko buku karena mengalami hal itu, baru dia merasakan oh iya ternyata tidak mudah cari buku yang kemarin saya coret-coret dengan mudahnya...yang kemarin saya dapatkan dengan mudanhya...trus bukunya hilang atau apa terus sekarang dia harus mengganti ternyata tidak semudah itu. Dari situ kan diharapkan jera gitu ya karena tidak mudah. Apalagi bukunya harus dicari dari Jepang itu. Biasanya kita tidak mau begitu saja menerima penggantian uang karena kita sangat jarang mau menerima penggantian uang karena efeknya bagi dia uang bagi sebagian orang mudah, tapi tidak membuat efek pembelajaran...tidak membuat efek jera. Kalau misalkan kita minta tolong dia carikan buku ini, kita beritahu caranya, toko buku mana atau apakah pemesanannya lewat internet atau sistem apa biar dia melakukan sehinggga dia mengetahui proses mendatangkan buku tidak mudah. Baru setelah itu mudah-mudahan bisa ada pengertian gitu kan. Lebih sering seperti itu...untuk kalau langsung gitu ya efek seperti menghukum, tapi biasanya lebih suka kalo orang lebih terbuka pikirannya...lebih diutamakan ya pembukaan pikiran aja.”
Perpustakaan adalah sarana milik umum, sehingga seharusnya semua jenis fasilitas yang ada di perpustakaan termasuk koleksinya juga harus dijaga dengan baik karena digunakan oleh banyak orang. Menurut informan, hal ini merupakan tanggung jawab bersama bagi pustakawan/staf perpustakaan dan semua pengguna perpustakaan. MHL: "Kalau koleksi perpus kan pasti untuk umum kan jadi bukan hanya dari pihak pustakawan tetapi juga dari pengguna yang harus menjaga..kayak miliki sendiri aja.lebih ke himbauan-himbauan...jadi koleksi perpustakaan harus dijaga bersama. Saya rasa sih bisa diajak pengguna untuk menjaga koleksi perpustakaan dengan baik."
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
63
Menurut informan, perpustakaan
selain pengguna, pihak pustakawan dan juga staf
seharusnya dapat menjaga koleksi yang ada di perpustakaan
misalnya dengan cara melakukan pengawasan kepada setiap pengguna dan melakukan pengecekan terhadap koleksi. Namun, diakui oleh informan, hal ini hanya dapat dilakukan di perpustakaan. Ketika koleksi dipinjam (dibawa pulang) oleh pengguna, pengawasan penggunaan koleksi tidak dapat lagi dilakukan oleh pustakawan dan juga staf karena itu sudah menjadi tanggung jawab dari pengguna tersebut. Tindakan yang dapat dilakukan selanjutnya yaitu melakukan pengecekan pada saat pengembalian untuk mengecek apakah ada kerusakan atau tidak. AB: " Kalo buku yang dipinjamkan kalo sudah di luar perpustakaan kita tidak bisa melakukan pengawasan lagi kalaupun misalnya pas ngembaliin itu ada cacat atau rusak gak semuanya bisa dicek jadi stafnya paling gak pada saat pengembalian dicek lagi." Dari pihak pengguna sebaiknya dalam hal merawat koleksi diperlakukan seperti miliknya sendiri dan harus dijaga dengan baik karena koleksi yang ada di perpustakaan juga dibutuhkan oleh orang lain sehingga diperlukan sikap toleransi dalam menggunakan koleksi di perpustakaan. AB:
"Memperlakukan buku perpustakaan itu seperti memperlakukan buku sendiri dalam hal merawat. Apalagi kan ini sarana umum semua orang bisa memakainya."
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Penyalahgunaan koleksi merupakan hal yang tidak dapat dihindari oleh perpustakaan manapun tidak terkecuali di Perpustakaan The Japan Foundation Jakarta. Pustakawan Perpustakaan The Japan Foundation Jakarta memaknai penyalahgunaan koleksi sebagai bentuk tindakan pengguna yang memanfaatkan koleksi perpustakaan sebagai milik pribadi serta merasa bebas dalam melakukan apa
saja
terhadap
koleksi
tersebut
sehingga
dapat
dikatakan
bahwa
penyalahgunaan koleksi merupakan tindakan pengguna yang menyimpang. Kekhususan koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan pun turut mempengaruhi terjadi penyalahgunaan koleksi di perpustakaan tersebut. Koleksi di Perpustakaan The Japan Foundation Jakarta sangat dibutuhkan oleh pengguna karena merupakan koleksi yang khas yaitu mengenai bahasa dan kebudayaan Jepang dan jarang ada di perpustakaan lain. Di perpustakaan lain mungkin ada, tetapi jumlahnya tidak sebanyak dan tidak terlalu up-to-date seperti yang ada di perpustakaan The Japan Foundation. Hal ini dapat dilihat dari koleksi yang paling banyak disalahgunakan yaitu koleksi di bidang pelajaran Bahasa Jepang, ilmu sosial dan sejarah. Penyalahgunaan koleksi juga dimaknai oleh pustakawan dan staf perpustakaan sebagai suatu kerugian baik bagi pengguna perpustakaan dan juga perpustakaan itu sendiri. Menurut pustakawan dan juga staf perpustakaan, penyalahgunaan koleksi disebabkan karena ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban pengguna perpustakaan. Masih ada saja individu yang hanya ingin agar haknya terpenuhi dalam hal ini yaitu memperoleh informasi yang dibutuhkan di perpustakaan, tanpa melaksanakan kewajiban mereka untuk mematuhi peraturan yang ada di perpustakaan seperti mengembalikan koleksi tepat pada waktunya, menjaga agar jangan sampai hilang, dan menggunakan buku seperti keadaan sebelumnya, terkadang mereka tidak mempedulikan kepentingan orang lain.
64 Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
65
Selain itu, masih kurangnya kesadaran dari tiap individu untuk memperlakukan koleksi di perpustakaan dengan baik karena buku di perpustakaan adalah milik bersama. Meskipun begitu, banyak pula pengguna yang sudah sadar akan pentingnya merawat koleksi di perpustakaan dengan baik seperti merawat koleksi miliki pribadi. Pustakawan juga sudah menyadari akan pentingnya menjaga koleksi yang mereka miliki dengan baik. 5.2 Saran Menurut peneliti, usaha pencegahan yang sudah dilakukan oleh pustakawan dan staf perpustakaan sudah cukup baik. Saran yang dapat diberikan oleh peneliti dalam meminimalisir tindakan penyalahgunaan koleksi ini diantaranya dengan memanfaatkan fasilitas scanner untuk mendigitalisasi koleksi yang dibutuhkan oleh pengguna. Hal ini dilakukan selain untuk mempermudah pengguna dalam mengakses koleksi perpustakaan, tetapi juga untuk mencegah koleksi tersebut disalahgunakan seperti misalnya dicoret-coret dan digunting.
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
66
DAFTAR REFERENSI
Ajegbomogun, F O. (2004). Users' assessment of library security: a Nigerian university case study. Library Management, 25 : .386 http://proquest.umi.com/pqdweb?index=0&did=743875891&SrchMode=1&si d=3&Fmt=6&VInst=PROD&VType=PQD&RQT=309&VName=PQD&TS= 1300852930&clientId=45625 diakses pada 23 maret 2011 pukul 11.26 Akussah, Harry dan Bentil, Winifred. (2010). Abuse of library materials in academic libraries: a Study of the university of Cape Coast main library. African Journal of Library, Archives and Information Science. October, 2010. http://findarticles.com/p/articles/mi_7002/is_2_20/ai_n56577467/pg_3/?tag=c ontent;col1 diakses 16 maret 2011 pukul 00.55 Bean, Philip. (1992). An overview of crime in library. In Michael Chaney & Man F. MacDougall. Security and crime prevention in libraries. (p.27). England: a Shagate Bello, M.A. (1998). Library security, materials theft and mutilation in technological university libraries in Nigeria. Library Management. 19 (6), p. 379 http://proquest.umi.com/pqdweb?index=1&did=116356672&SrchMode=1&si d=3&Fmt=3&VInst=PROD&VType=PQD&RQT=309&VName=PQD&TS= 1300852930&clientId=45625 diakses pada 23 maret 2011 pukul 11.11 Chaney, Michael & MacDougall, Alan F. (ed). (1992). Security and crime prevention in libraries. England: a Shagate. Creswell, John W., (2010). Research Design : Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed. (Fawaiz, Achmad, Penerjemah). Jakarta: Pustaka Pelajar. Dekker, Marcel. (1981). Vandalism. Ensiklopedia of Library and Information Science,32. New York :Inc. Fatmawati, Endang,. (2007). Vandalisme di Perpustakaan. Media Informasi XVI (1), 1-8. Feather, John & Sturges, Paul. (1997). International encyclopedia of information and library science. London: Routledge. Gillham, Bill. 2000. Case Study Research Methods. London : Continuum.
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
67
Lincoln, Alan Jay & Lincoln, Carol Zall. (1987). Library crime and security: An international perspective. New York: Haworth Press. Lorenzen, Michael. Security in the Public Libraries of Illinois.. http://www.lib.niu.edu/1997/il970121.html diakses pada 25 maret 2011 pukul 13.00 Mahmudin. (2008). Pendidikan Pemakai (User Education) Perpustakaan. Makalah disampaikan pada pelatihan dan magang pustakawan Universitas Gorontalo di Perpustakaan Pusat ITB tanggal 10 November-6 Desember 2008. Bandung : Perpustakaan ITB. Muhadjir, Noeng. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi IV. Yogyakarta: Rake Sarasin. Muljono, Pudji. (1996). Kerusakan buku di perpustakaan dan penanggulangannya: Studi kasus di Institut Pertanian Bogor. Jurnal Perpustakaan Pertanian V (2). Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. (2002). Standar Perpustakaan Khusus. Jakarta: Author. Santoso, Hari. Jurnal Kepustakawanan dan Masyarakat Membaca Vol.24 No1 Tahun 2008 halaman 1-15. Strategi Perpustakaan Perguruan Tinggi dalam Menghadapi Vandalisme. Soeatminah. 1992. Perpustakaan Kepustakawanan dan Pustakawan. Yogyakarta: Kanisius. Sulistyo-Basuki. (1995). Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. _____________. (2004). Pengantar Dokumentasi. Bandung: Rekayasa Sains. _____________. (2006). Metode Penelitian.Jakarta: Wedatama Widya Sastra Sandra Hart. (2003). Vandalism in Libraries: Causes, Common Occurrences and Prevention Strategies. http://capping.slis.ualberta.ca/cap05/sandy/capping.htm diakses pada 2 April 2010 pukul 19.55 Silalahi, Uber. ( 2006). Metode Penelitian Sosial. Bandung:UPAR press. Surachman, Arif. Pengelolaan Perpustakaan Khusus. Disampaikan dalam “Seminar Jurusan Seni Kriya”, Institut Seni Indonesia, 31 Agustus 2005 TV One. Perpustakaan Kota Malang Kehilangan 32.000 Buku. 29 September 2009. http://www.tvonenews.tv/nusantara diakses pada 1 Maret 2011 Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
68
UU No.43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Wahyudiati. 2008.”Mutilasi” Awal Bencana bagi Ilmu Pengetahuan. http://pustaka.uns.ac.id/?menu=news&option=detail&nid=17# diakses pada 11 Juni 2009 pukul 13.21 Wahyudiati. (2008). Penyalahgunaan Koleksi Perpustakaan di Perguruan Tinggi. http://pustaka.uns.ac.id/include/inc_pdf.php?nid=17 diakses pada 2 April 2010 pukul 20.15 12 Ribu Buku Perpustakaan Raib. (2011, May 19). Media Online Bhirawa. http://www.harianbhirawa.co.id/kasus/30746-12-ribu-buku-perpustakaan-raib
Universitas Indonesia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Lampiran 1 69
PEDOMAN WAWANCARA PUSTAKAWAN DAN STAF PERPUSTAKAAN DI THE JAPAN FOUNDATION JAKARTA
1. 2. 3. 4. 5.
Latar belakangnya apa? Mengapa memilih kerja di perpustakaan? Bagaimana menurut Anda kalau koleksi dirusak? Mengapa penyalahgunaan koleksi bisa terjadi? Bagaimana seharusnya pengguna perpustakaan dalam memperlakukan koleksi perpustakaan? 6. Bagaimana pustakawan / staf perpustakaan dalam menjaga koleksi di perpustakaan?
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Transkrip Wawancara Lanjutan70 Nama SC
Tanggal 12 Mei 2011
Waktu 10.00-11.10
Tempat Ruang Baca Perpustakaan
RP : Tentang penyalahgunaaan koleksi, menurut ibu sendiri penyalahgunaan seperti apa? Bentuknya seperti apa ? SC : Penyalahgunaa koleksi ya…memang seharusnya buku perpustakaan dipinjam, dibaca, dirawat….karena itu milik bersama … tapi kadang-kadang juga orangorang enggak sampai ke situ mikirnya yang penting dia butuh sebuah informasi dan dia dapatkan dan dia merasa itu milik dia…boleh diapa-apain. Contohnya kalau buku ya mungkin karena dia sedang menulis skripsi atau membuat tugas dia menemukan informasi dalam suatu buku … untuk memudahkan dia beri tanda, beri garis bawah, beri stabilo atau ditandai dari halaman sekian –sekian, dilipat segala macem..untuk memenuhi kebutuhan dia membuat tulisan tugas gitu ya… saya kira itu salah satu juga bentuk penyalahgunaan karena tidak sepantasnya karena bukan milik pribadi. Kemudian juga mungkin buku perpustakaan adalah buku milik bersama dan dia juga enggak mau susah gak mau bertoleransi maka dia mungkin.karena susah cari bukunya di luar ya…dia ambil aja buku perpustakaan tidak dikembalikan atau mungkin bahkan tidak dimintakan izin untuk dipinjam alias dicuri istilah nya gitu atau disobek halaman yg penting karena dia malas memfotokopi, malas melakukan prosedur itu atau juga ya…itu tadi mungkin karena susah cari di luar ….lainnya
mungkin
buku
discan
atau
difoto..kemudian
dikutip
tanpa
menggunakan sumbernya mungkin salah satu bentuk penyalahgunaan lainnya lagi ya itulah tidak dirawat dengan semestinya gitu ya tidak dirawat semestinya…mungkin ketumpahan air ..sambil makan gitu ya kotor dan dia jadi lengket dan pasti gak bisa dibuka lagi jadi karena lengket itu atau mungkin difotokopi kemudian ada halaman yang ditutup pake kertas yang dilem tidak bisa dicabut lagi… kalo mau dicabut kertasnya ikut sobek. RP :
Menurut ibu, selama kerja di sini ada penyalahgunaan koleksi gak yang terjadi di perpustakaan Japan Foundation?
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Lanjutan71 SC :
Dulu-dulu lebih banyak seperti yang contohnya seperti yang sudah saya sebutkan tadi dari mulai memberi tanda,mencoret-coret atau membuat catatan di dalam buku, menyobek juga ada..menyobek 1 halaman atau menyobek sebagian atau memfotokopi…ditutup..cap
perpustakaan…bahkan
sampai
jilidannya
juga
berubah bentuk atau dipinjam difotokopi di luar jadi berubah bentuk gitu kan. Kemudian peminjaman yang tidak dikembalikan itu ada juga…memfoto dari majalah atau buku ada juga, hampir yang saya sebutkan tadi ada ya sempat terjadi gitu. RP :
Biasanya koleksi jenis apa sih bu yang paling sering disalahgunakan?
SC :
Yang sering mungkin yang jarang ada di perpustakaan lain karena di kita khusus tentang jepang jadi di perpustakaan lain tidak sebanyak disini…pas kebetulan ketemu anggaplah mungkin sesuai untuk tugas yang dia butuhkan itu dan itulah yang dia gunakan… kebetulan mungkin dia juga bukan anggota perpustakaan sehingga bukunya tidak bisa dia pinjam hanya boleh baca di tempat saja..atau juga mungkin selagi dipinjam dia supaya tidak susah ya dia catet-catet disitu berasa milik sendiri gitu.
RP :
Menurut ibu, apa arti buku yang hilang, dicoret-coret, disobek atau tidak dikembalikan bagi perpustakaan?
SC :
Bagi perpustakaan ya merupakan suatu kerugian karena misalkan buku hilang itu mengurangi salah satu akses kami. Buku dicoret-coret menghalangi atau membuat orang lain tidak bisa membaca buku dengan lebih enak karena sudah terganggu. Ya itu merupakan hambatan lah ya istilahnya dalam memberikan pelayanan kan karena kita berusaha memberikan koleksi yang baik yang membuat pembaca merasa enak merasa nyaman dalam menggunakannya,tapi setelah ada halaman yang hilang,dicoret-coret, ditandai, distabilo, halaman yang rusak, kotor dan lain sebagainya bagi kami seperti jadi tidak bisa memberi pelayanan yang maksimal karena terhambat oleh kerusakan seperti itu yang dibuat oleh orang lain ya bukan dari pihak kami. Buat saya merupakan hambatan jadinya ya dan juga hambatan juga tidak bisa memuaskan pengguna yang lain.
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Lanjutan72 RP :
Tadi kan dibilang koleksi paling banyak disalahgunakan adalah yang jarang ada di perpustakaan lain, kalau jenisnya adalah buku di nomor/kelas atau subjek apa yang paling banyak mengalami penyalahgunaan?
SC :
Kalau di perpus kami yang paling utama... jarang atau tidak ada di perpustakaan lain yaitu terutama pelajaran bahasa jepang karena salah satu tujuan founder kami juga adalah ingin memberikan pengajaran atau pendidikan mengenai bahasa jepang di Indonesia secara umum. Jadi, kami memiliki koleksi buku pelajaran bahasa jepang yang mungkin tidak terlalu banyak dimiliki oleh perpustakaan lain atau bahkan oleh para pengajar-pengajar bahasa jepang juga..koleksi tersebut salah satu yang paling banyak disalahgunakan. Kemudian, mungkin dari kelas ilmu sosial seperti penelitian atau riset
mengenai jepang mengenai koleksi
kemudian sastra yang biasanya dikaji oleh perguruan tinggi di Indonesia di sana kan banyak ya yang cari data. RP :
Berarti itu banyaknya dari kalangan mahasiswa?
SC :
Kita tidak bisa bilang itu dari kalangan mahasiswa atau apa ya tapi secara umum memang anggota atau pengunjung kami dari kalangan mahasiswa
RP :
Biasanya mahasiswa itu jurusan apa ya bu?
SC :
Macem-macem salah satunya jurusan Sastra Jepang atau Hubungan Internasional atau ilmu sosial lainnya lah ya misalnya kadang–kadang sejarah…dan buku-buku lain juga…buku-buku seni itu kan biasanya
buku-buku bergambar, menarik
karena foto-fotonya bagus bisa juga itu kadang-kadang ada yang hilang satu jenis frame fotonya itu atau satu halaman…itu gak bisa dibilang juga siapa ya..mungkin karena jenisnya foto bukan
mahasiswa juga ya mungkin juga
penikmat seni…umum…karena kan kita dikunjungi oleh umum juga. RP :
Apa yang jadi penyebab koleksi tersebut disahgunakan?
SC :
Penyebab menurut saya bisa dari kedua belah pihak ya. Jadi, dari pengguna mungkin kemalasan untuk mencatat, kemalasan memfotokopi, ketidaktahuan bahwa buku tersebut milik bersama sehingga rasa toleransinya kurang bahwa buku tersebut harus dirawat seperti milik sendiri.. itu mungkin
kurang.
Kemudian, kalau dari perpustakaan mungkin keterbatasan bahwa bukunya boleh dipinjam sehingga terpaksa harus digunakan di tempat karena dia tidak termasuk
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Lanjutan73 kriteria yang bisa menjadi anggota…. mungkin itu. Atau mungkin dari buku tersebut adalah buku refrens sehingga bukunya tidak boleh dibawa pulang saya kira dari itu juga. Atau mungkin dari ya kelangkaan buku tersebut sehingga enggak bisa dibeli di luar sehinga ditemukan di sini dan terutama karena adanya disini dan ditambah juga dari faktor pengguna tadi yang tidak tahu bahwa kalau dia mengangap yang hal yang umum lah menurutnya perpustakaan itu koleksinya adalah miliki umum sehingga boleh saja koleksinya disalahgunakan. RP :
Bisa dari kelengahan pustakawan juga gak sih atau dari petugas kemanan yang kemudian dimanfaatkan?
SC :
Mungkin juga ada yang mencoba-coba seperti itu..ya..ada saya kira itu juga ya...tapi khusus dari pihak perpustakaan sendiri sih diharapkan selalu memperhatikan para pengguna yang di dalam ya kalau yang diluar kita susah karena kan di luar gitu ya..tapi kalau yang di dalam kita selalu berusaha memperhatikan caranya dengan berkeliling seperti patroli mungkin staf kemanan atau sambil merapikan buku, meja. Bahkan sekarang katanya trendnya justru pustakawan itu mendatangi pengguna untuk menanyakan apakah ada kesulitan atau apa gitu ya tapi mungkin di sini belum sampai situ…kita masih mulai perlahan-lahan aja dan yang lebih sering sih seperti patroli mungkin tidak harus sambil mengecek … sambil merapikan atau mungkin sambil lewat mata kita tetap melihat-lihat ketika ada yang mencurigakan.
RP :
Trus pernahkah gak ibu menemukan pengguna yang melakukan tindakan penyalahgunaan koleksi seperti mencoret-coret, menyobek, mencuri koleksi di perpustakaan Japan Foundation?
SC :
Mungkin kalau menyobek…mencuri gak kelihatan kan pasti dia tidak mau terlihat juga tapi kalau memfoto itu pernah kemudian mungkin membuat catatan kecil itu juga sempat terlihat gitu.ya kalau misalkan menyobek belum pernah melihat mencuri juga belum pernah liat mungkin staf yang lain pernah liat tapi saya kurang tahu juga. Saya pribadi sih lebih sering menemukan yang memfoto kemudian baru mau mencoret membuat catatan kecil.
RP : Tindakan apa yang ibu lakukan selanjutnya artinya pas menemukan pengguna yang sedang menyalahgunakan koleksi ?
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Lanjutan74 SC :
Kalau menemukan hal seperti itu biasanya langsung kita tegur pada saat itu juga, kita beritahu…minta maaf bahwa kalau buku perpustakaan tidak boleh difoto, tidak boleh buat catatan, kita anjurkan untuk jalan keluanya bagaimana atau beri pengertian kenapa tidak bolehnya.
RP :
Pernah gak sih bu ada yang ngeyel enggak mau dengerin?
SC :
Belum ada ya biasanya dia langsung mengerti kalau untuk penyalahgunaan ya karena mungkin dia tahu kalau itu tidak boleh …sebetulnya…tapi sebetulnya dia sendiri yang pura-pura tidak tahu. Kalau diberitahu sih biasanya langsung berhenti.
RP :
Pernahkah ibu nemu koleksi rusak misalkan lagi gak sengaja buka-buka eh ternyata koleksi tersebut sudah dirusak oleh pengguna?
SC :
Sering waktu diperiksa. Ya biasanya halaman sudah hilang beberapa halaman, halamannya dilipat-lipat...ya itu.. dicoret-coret, distabilo, cap perpustakaan ditutup juga ada.
RP :
Tindakan apa yang ibu lakukan selanjutnya?
SC :
Biasanya sih kita kumpulkan untuk kemudian dilihat gitu mengapa bisa seperti ini jadi biasanya gini setelah dikumpulkan dilihat macam-macam penyalahgunaannya biasanya paling utama kepada staf perpus dulu karena kalau kepada pengguna kita mungkin tidak bisa mementukan siapa yang melakukannya karena kan sudah banyak yang pinjam gitu ya. Jadi, kepada staf dulu khususnya untuk buku baru dan yang mungkin harganya mahal yang banyak dipinjam yang sangat dibutuhkan itu biasanya salah satu cara setiap kali peminjaman dan pengembalian harus dicek apakah ada kerusakan setelah dipinjam. Sebelum dipinjam juga kan kita lihat kalau kembalinya ada kerusakan kita tahu siapa yang pinjam sebelumnya. Untuk buku baru dan populer, harganya mahal karena kalau memang terlihat ada ini langsung ditegur si peminjam tersebut karena kalau tidak...terus dibiarkan makin banyak. Paling tidak buku baru lebih mudah untuk memantaunya. Kalau buku lama memang agak susah tapi kalaupun kita tahu walaupun bukan dia pelakuknya mungkin kita bisa ajak diskusi ..wah ini buku kok jadi gini ya rusak... gini-gini. Anggaplah kita merasa kesal walaupun bukan dia paling tidak setidaknya dia mengerti, jadi tahu kalo kami kesal paling tidak ada masukan bagi dia supaya dia
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Lanjutan75 mungkin tidak melakukannya sehingga mendapat komplain dari kita paling tidak diajak seperti curhat lah ya gitu supaya ada rasa bahwa oh mungkin ternyata sebetulnya tidak boleh. Paling tidak seperti itu. RP :
Tadi kan dicatat ya bu buku yang rusak, berarti ada catetan khusus tersendiri ya?
SC :
Sebetulnya judul-judul bukunya aja sih misalkan buku apa yang rusak tapi kemudian setelah itu kita perbaiki jadi catatan itu untuk menindak lanjuti bahwa bukunya harus dikopi lagi , dibundel lagi...atau diapain gitu ya..tapi tidak menjadi sebuah agenda yang rutin. Jadi, yang dirasa sangat perlu yang enggak ada gantinya itu kita perbaiki kalau misalkan kita punya buku lain sejenis yang baru kita ganti dengan baru. Kecuali buku yang tidak ada lagi, enggak terbit lagi itu kita fotokopi sehingga informasinya tidak hilang atau dibundel lagi juga bisa.
RP :
Berarti itu diperbaiki oleh staf nya langsung?
SC :
Kalau yang mampu oleh kita biasanya kita perbaiki sendiri kalau yang tidak mampu berarti dibawa ke penjilidan. Kalo misalnya bukunya enggak terbit lagi sebetulnya kita memfotokopi itu untuk punya dokumentasi aja jadi bukan untuk dipinjamkan juga jadi kalau ada yang tanya kita bisa perlihatkan tapi tidak untuk ditaro dirak, hanya untuk dibaca di tempat saja.
RP :
Menurut ibu siapa kira-kira yang bertanggung jawab terhadap supaya tidak terjadinya hal ini?
SC :
Kalau tidak terjadinya tentunya sih pertama dari pihak kami pihak perpustakaan tapi dari kami sudah maksimal kalo masih terjadi bagaimana ya..karena menurut saya banyak faktornya jadi ketidaktahuan pengguna bahwa buku harus dirawat juga mungkin tidak bisa dipersalahkan kepada dia...mungkin dia juga tidak penah mendapat pendidikan itu dari kecil tidak pernah mendapat perpustakaan itu harus diapain-diapain gitu kan...dan itu juga tidak bisa disalahin pustakawan karena itu seperti pendidikan dari kecil karena kalo di luar negeri perawatan buku, penggunaan perpustaaan diajarkan dari TK nah saya harus tanya kepada si pengguna itu apakah dulu waktu TK –SD pernah diajari bahwa perpustakaan koleksinya untuk dirawat kan....paling tidak ya susah mau nyalahin siapa guru orang tua susah juga paling tidak setelah dewasa mereka harusnya lebih tahu hak
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Lanjutan76 dan kewajiban. Hanya itu saja sih sebetulnya karena di mana dia masuk menjadi anggota sudah dikenai kewajiban juga haknya jadi anggota sudah dikenai hak dan kewajiban, tapi dia juga harus ingat jangan hanya menuntut hak tapi kewajibannya juga harus dilakukan...banyak juga yang tidak mau mengikuti kewajibannya. Jadi, pada saat itu kita bisa beritahu pada saat jadi anggota sudah tertulis dalam kartu, buku yang rusak yang hilang harus diganti. Mengapa tidak mau mengganti? berarti anda ingin hak saja tetapi tidak mau kewajiban. Mahasiswa pun belum tentu mengerti gitu ya mendapat hak dan kewajiban itu jadi kalo dari saya lebih suka memberi pengertian akan pentingnya perawatan, pemeliharaan koleksi perpustakaan yang dilakukan oleh pengguna dan memberikan pengertian mengapa dia mempunyai hak dan mengapa juga harus mempunyai kewajiban dengan itu baru dia bisa mengolah kan. Jadi, tidak egois lah ya dari jadi pihak perpustakaan memberi dari dia juga memberi. Kami menerima dia juga pun menerima. Kalo itu sudah seimbang saya pikir itu lebih mudah gitu ya untuk mungkin
merawat
kebersamaan
kepemilikan
perpustakaan
kemudian
memperhatikan kebutuhan dia, kami juga lebih mudah. Tapi kalau tidak ada pengertian hak dan kewajiban saya kira jadi kadang-kadang ada yg mau egois kami juga nanti tidak mau menolong misalkan lebih di hal-hal yang seperti pribadi. Saya lebih suka bisa membukakan wawasan dari pada menghukum tapi ada kalanya kalau juga enggak bisa melakukan pembukaan pikiran, terpaksa kita melakukan istilahnya...coba deh kalo kamu yang melakukannya misalkan mengganti buku..kami biasanya minta tolong diganti buku yang sama. Silakan cari sendiri. Nanti dia akan cari ke berbagai toko buku karena mengalami hal itu, baru dia merasakan oh iya ternyata tidak mudah cari buku yang kemarin saya coret-coret
dengan
mudahnya...yang
kemarin
saya
dapatkan
dengan
mudanhya...trus bukunya hilang atau apa terus sekarang dia harus mengganti ternyata tidak semudah itu. Dari situ kan diharapkan jera gitu ya karena tidak mudah. Apalagi bukunya harus dicari dari Jepang itu. Biasanya kita tidak mau begitu saja menerima penggantian uang karena kita sangat jarang mau menerima
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Lanjutan77 penggantian uang karena efeknya bagi dia uang bagi sebagian orang mudah, tapi tidak membuat efek pembelajaran...tidak membuat efek jera. Kalau misalkan kita minta tolong dia carikan buku ini, kita beritahu caranya, toko buku mana atau apakah pemesanannya lewat internet atau sistem apa biar dia melakukan sehinggga dia mengetahui proses mendatangkan buku tidak mudah. Baru setelah itu mudah-mudahan bisa ada pengertian gitu kan. Lebih sering seperti itu...untuk kalau langsung gitu ya efek seperti menghukum, tapi biasanya lebih suka kalo orang lebih terbuka pikirannya...lebih diutamakan ya pembukaan pikiran aja. RP : Pernahkah pustakawan mengalami pengaduan/keluhan dari pengguna mengenai penyalahgunaan koleksi (buku yang rusak)? SC :
Ya sebetulnya...walapun dia ternyata menerima dalam keadaan seperti itu tentunya keluhan ya ada...seperti “mbak ini ke mana sih yang ni kok halamannya tinggal segini?ini kok jilid yang ini enggak ada terus padahal saya perlu jilid yang sebelumnya...’’. Kalau dia memang perlu sekali dia akan mengeluh seperti itu. Itu ada juga. Mungkin kadang-kadang tidak langsung kepada pustakawan, tetapi mungkin dalam media lain. Dia merasa kesal kok bukunya susah dibaca karena banyak tulisan-tulisan. Seperti itu ada.
RP :
Perasaan ibu sendiri kalau melihat koleksi yang dirusak bagaimana?
SC :
Susah dibilang ya..karena kalau dibilang perasaan semuanya ada situ. Mungkin kesal, marah juga, kasihan...mungkin karena dia tidak tahu, merasa banyak hal yang belum dilakukan sehingga terjadi hal seperti ini...macem-macem si ya perasaannya, tapi rasanya tidak pernah ada perasaaan yang bergembira...adanya perasaan yang merasa kesal, merasa rugi, merasa sedih, merasa kasihan, merasa marah. Itu ya campur-campur lah semuanya...,tetapi kita harus langsung berpikir bagaimana mengatasinya.
RP : Dampak penyalalahgunaan koleksi bagi perpustakaan, pustakawan dan pengguna bagaimana? SC :
Dampak bagi perpustakaan ya seperti tadi mengurangi pelayanan lah ya istilahnya. Jadi, membuat pengguna menjadi kurang puas karena layanan yang kita berikan tehambat kan karena adanya itu. Kemudian, untuk pustakawan dampaknya ya macem-macem juga... artinya bisa membuat pustakawan harus
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Lanjutan78 memikirkan langkah selanjutnya untuk mengurangi penyalahgunaan koleksi tersebut dengan berbagai cara. Kemudian, harus dibicarakan dengan staf perpustakaan untuk melakukan tindakan atau solusi dari penyalahgunaan tersebut. Untuk pengguna kemudian dampaknya mungkin mengeluhkan ketidaknyamanan dengan adanya penyalahgunaan koleksi yang diakibatkan oleh pengguna lain. RP :
Apa usaha pencegahan yang sudah dilakukan oleh perpustakaan?
SC :
Yang selama ini sih lebih kepada mempersiapkan staf untuk memeriksa sebelum meminjamkan terutama
buku baru yang mahal, yang sering dipinjam, yang
istilahnya impor lah ya...itu sebelum meminjakan kita periksa dulu. Kemudian, setelah dipinjamkan dan dikembalikan kita periksa lagi. Jadi, kalo misalnya ternyata ada
coretan, ada hasil fotokopian yang dirusak atau apa kita bisa
langsung tegur orangnya karena kan tercatat nama peminjamnya. Untuk supaya tidak ada buku yang keluar tanpa izin, itu peminjam buku sebelum keluar harus menyerahkan sebuah kupon yang berisikan nomor tertulis buku yang dipinjam yang kemudian diberikan kepada petugas penitipan tas sehingga diharapkan buku yang dipinjam keluar sesuai dengan yang tercatat di counter peminjaman. Terus untuk tugas sehari-hari petugas kemanan dan staf kami berkeliling untuk mengawasi atau meyisir lah ya di antara pengguna kita lihat sekilas apa dia sedang berbuat menyalahi aturan atau enggak ya...mungkin dia sedang memfoto atau juga mungkin menulisi kertas di bukunya atau mungkin menyilet atau menyobek...pernah sih dulu staf ada yang sempat melihat yang mau menyobek kalo gak salah. Saya sih pernah lihat dia memotret sering...kalo mencoret hampir enggak sih ya..mungkin gak ketahuan gitu ya...,menyalin full teks dikhawatirkan tidak menyebutkan sumbenya itu juga penyalahgunaan. Selain itu, kita juga selalu mengusahakan agar pengunjung tidak membawa buku dari luar. kalaupun sangat penting kita akan selalu tanya dan bilang bahwa pas mau keluar bukunya harus dilaporkan kembali,diharapkan sih mereka masuk ke sini dan menggunakan buku-buku yang ada di sini. RP :
Takutnya mungkin ketuker atau dituker gitu ya bu?
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Lanjutan79 SC :
Iya..takutnya tertukar atau mungkin ya membiasakan orang-orang yang suka membawa dari luar, sementara keutaamaan kita adalah menggunakan buku-buku yang ada di sini karena kami tidak mempunyai ruang khusus belajar. Jadi, kalo memang dia mau belajar mungkin dia mau menggunakan buku-buku sendiri bisa di tempat lain lah ya istilahnya. Pencegahan lainnya dibukakan pikiran pada para angota perpustakaan baik yang baru atau yang jarang ke perpustakaan dan tidak terlalu peduli buku-buku...pemeliharaan buku-buku. Jadi, kita harapkan mereka mempunyai wawasan bahwa buku-buku perpustakaan adalah buku bersama. Sebagai contoh mungkin karena kita punya facebook fanpage kita buat semacam pancingan atau sekedar ingin share bagaimana pendapat anggota atau masyarakat umumlah yang baca itu kita pancing kalau memang kita mempunyai masalah mengenai buku-buku yang dicoret bagaimana pendapat mereka dan mereka memberikan pendapatnya di status di facebook tersebut. Paling tidak kita tahu bahwa ada sebagian orang yang peduli...ada juga yang tidak peduli setelah membaca komentar teman-temannya mempunyai pendapat sendiri nantinya gitu ya. Hal lain di sini pernah mengadakan display buku-buku setelah stock opname, kita panjang buku-buku yang dirusak yang banyak coretan yg banyak lipatan kita pajang dan kita berikan komentar dibawahnya bagaimana perasaan orang-orang jika menemukan, mendapati buku-buku perpustakaan yang diperlakukan seperti ini. Hanya untuk memberikan contoh betapa tidak enaknya membaca buku yang sudah tercoret, terlipat sehingga kemudian jadi susah baca karena banyak tulisan di bawahnya,di atasnya atau mungkin kotor atau mungkin jadi keriting kalo dikumpulkan bukunya jadi beberapa menimbulkan paling tidak ada perasaan “wah kok jadi gini ya?” dibandingkan dengan buku yang bersih buku yang baru diharapkan dengan visual lebih memberikan kesan memberitahu bahwa buku perpustakaan juga dipelihara seperti sebagaimana buku pribadi. Itu pernah kami lakukan tapi baru 1 kali.
RP :
Itu tahun berapa ya bu?
SC :
Itu tahun 2010 setelah stok opname,tapi waktu itu memang jangka waktunya memang singkat sehingga displaynya harus diganti mungkin sekitar 2 minggu ya
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Lanjutan80 sementara display biasanya kami pajang 1 bulan tapi kalau tidak salah belum sampai 1 bulan harus diganti karena ada display lain yang harus dipromosikan pada saat itu. RP : Menurut ibu dari adanya display tersebut cukup efektif enggak untuk mengurangi penyalahgunaan koleksi tersebut? SC :
Belum ada tindak lanjut dan juga belum kami lihat dampaknya karena memang itu sangat singkat ya tapi kalau ga salah memang tidak jauh dari pembuatan status facebook itu jadi ya seiring lah yah. Tapi paling tidak ada yang memberikan komentar ada yang peduli setelah melihat itu...tapi memang belum pernah diukur atau diteliti dicermati dampaknya kemudian. Jadi, memang baru pertama kali. Jadi, saya dapat ide waktu pulang dari Jepang,
berkunjung ke perpustakaan
umum di Jepang kebetulan pada asaat itu ada display semacam itu. Jadi, di Jepang pun di perpustakaan besar terjadi hal-hal
seperti itu juga...jadi mereka
perlihatkan kepada pengunjung, kepada anggota dan masyarakat seperti diketuk lah yah hatinya bagaimana ni kalo ada seperti ini? bukankah sayang sekali... mungkin
perpustakaannya
perpustakaan
khusus
atau
buku-bukunya
langka....bukunya dirusak begitu saja. Nah, itu diharapkan mengetuk hati untuk lebih ikut memelihara kelengkapan koleksi, kenyamanan membaca dengan merawat buku di perpustakaan itu. RP :
Kalau
bentuk
pencegahan
yang
seharusnya
dilakukan
perpustakaan...idealnya seperti apa? SC :
Idealnya susah ya karena patokan ideal juga macem-macem. Ada juga yang mungkin perpustakaan tidak terlalu peduli ada juga yang bilang kalo bukunya hilang bahwa bukunya penting...masih ada yang gitu... dicoret-coret berarti bukunya berguna bagi dia. Cuma kalo idealnya kalau semua orang sudah mengerti tentang perawatan buku perpustakaan dan berdisplin dalam menggunakaannya, meminjamkan dan mengembalikan dengan utuh. Mungkin perpustakaan selain perturan, dilengkapi dengan alat pengaman misalkan pintu yang bisa mendeteksi itu kan atau juga kaca cermin juga memang bisa. Kalo memang ada budget dan memang
dirasakan perlu ya
kalo memang perpustakaan besar dan banyak
sudutnya,misalnya sementara stafnya kurang bisa mengawasi mungkin dengan
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Lanjutan81 user educationnya... dengan pendidikan pemakai khususnya untuk perawatan atau penumbuhan rasa kebersamaan dalam merawat dan menggunakan koleksi perpustakaan. RP :
Bentuknya user education seperti apa?
SC :
User education itu berkesinambungan. Seharusnya dimulai sejak kita kecil dari keluarga, dari sekolah karena kalo di sekolah asing dimulai dari TK sudah diajari how to handle book dengan cara sederhana. Misalkan anak-anak kecil suka membaca buku sambil makan dicontohkan oleh gurunya, “wah saya sedang membaca buku sambil makan es krim”, dengan anak-anaknya mengetahui kalo itu salah
mereka
diajarkan
untuk
menolak
atau
meneriakkan
kata-kata
“Stop!Hentikan!” misalnya gitu. Saya pernah lihat sendiri karena saya pernah kerja di perpustakaan internasional dan saya kira itu menyenangkan untuk anak kecil dan diharapkan sampai dewasa paling tidak oh membaca buku sambil makan es krim itu salah karena inget waktu kecil sudah diajarkan oleh gurunya. Setelah dewasa hal-hal tersebut tidak harus dikasih tahu lagi karena sudah terbentuk bertahun-tahun karena kalo misalnya di perpustakaan perpustakaan
sini adalah
umum yang menggunakan dari berbagai kalangan, agak susah
untuk membuat program user education yang berkesinambungan gitu ya mungkin kerjasama dengan perpustakaan sekolah atau apa tapi khususnya untuk di sini saja kami angap semua pengguna sudah dewasa yang sudah seharusnya mengerti paling tidak bahwa kita hanya mengingatkan kembali bahwa kami harapkan ikut memelihara koleksi, fasilitas perpustakaan karena ini milik bersama, kami sudah mengadakan buku yang tidak mudah juga, memakan waktu dan tidak murah juga diharapkan mempunyai rasa timbal balik gitu aja. Yang belum dilakukan sih mungkin sebetulnya ada rencana untuk membuat seperti satu lembar kertas yang isinya ajakan untuk ikut memelihara kerapihan buku, kebersihan buku dan itu diselipkan didalamnya setiap kali dipinjam terutama buku baru, buku favorit yang dicurigai nantinya akan disalahgunakan. Maunya sih nanti dikasih ya mungkin tidak semua buku, tapi paling tidak ada 1 lembar berisi ajakan seperti kertas….tapi belum ya..mungkin kita coba tahun ini atau setelah stock opname atau dirasa kami rasa sudah siap untuk itu.
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Lanjutan82 RP :
Berarti itu tadi salah satu bentuk pencegahan juga yang akan dilakukan?ada rencana lain enggak?
SC :
Iya..user education juga sudah terpikir tapi memang belum dilaksanakan karena kita
juga
harus
membuat
rancangan
dulu
kan
ya
mungkin
kepada
siapa?Bagaimana cara paling efektif yang akan disampaikan?bagaimana medianya? Itu memang belum direncanakan lebih detail, tapi sudah terbayang sih mungkin mau mengundang anggota-anggota baru, mungkin siapa saja yang berminat walaupun bukan anggota yang mungkin tertarik dengan perpustakaan ini ya… tidak ada salahnya juga kita undang untuk menghadiri mungkin 1 hari…1 jam perkenalan dengan perpustakaan ini, terutama bagi yang baru sekalian memperkenalkan fasilitas dan koleksi. Diselipi bumbu-bumbu untuk ikut menjaga kerapihan, ikut merawat koleksi,
mengenalkan koleksi yang jarang dipake
mungkin dia belum tahu. RP :
Pintu elektronik ada rencana juga ga sih bu?
SC :
Pintu elektronik itu sudah dari 10 tahun juga sudah kami minta, tapi karena budgetnya besar pihak perpustakaan juga budgetya belum ada jadi perpustakaan memang dikhususkan untuk menambah koleksi. Jadi, memang sekarang pakai cara manual saja , ada petugas kemananan yang saya sebutkan tadi.
RP :
Menurut ibu sistem kupon tadi itu sudah cukup efektif tidak?
SC :
Untuk anggota lumayan karena paling tidak kita harus menuliskan namanya. Jadi, kalau tidak sesuai anggota meminjam sudah bisa kelihatan berapa jumlahnya ada namanya. Kalau untuk yang di luar anggota memang agak sulit karena siapa tahu dia bukan anggota, tapi mungkin dia berusaha untuk mencuri buku. Kami tidak mengkhususkan pemerikasaan detail seperti pemeriksaan baju atau apa ya...tapi paling tidak diharapkan paling tidak orang segan takut ketahuan...paling tidak dia malu lah atau apa. Paling tidak seperti itu yang paling mudah untuk minimal bisa kita lakukan.
RP : Kalau di sini kan majalah bisa dipinjam menurut ibu bisa mengurangi penyalahgunaan koleksi tidak? SC :
Majalah dipinjam mungkin malah sebetulnya membuat penyalahgunaan koleksi di luar perpustakaan, tapi majalah yang bisa dipinjam itu yang lama. Untuk yang
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Lanjutan83 baru tetap tidak boleh dipinjam karena itu mungkin bisa 1 tahun atau 2 tahun dari terbitan akhir. Kalau majalah bisa juga misalkan ada buku teks yang dibutuhkan buku formatnya kan cenderung kurang terkini kalo majalah informasi lebih terkini paling tidak bisa tergantikan. Bisa saja kemudian untuk buku yang referens tidak bisa dipinjam dia bisa menggantinya menggunakan majalah. Kekurangannya dia bisa melakukan hal yang tidak bisa dilakukan di dalam perpustakaan...jadi pas dipinjam mungkin hal pernah ambil salah satu halamannya. Pernah si dulu rasanya pas kembali kok jadi tipis tapi biasanya dia enggak ngaku kalo kita tanya tapi mungkin kalo majalah dia khususnya untuk artikel...mungkin artikel tahun kapan mungkin dia bisa angkat kembali. Diharapkan diterbitan berikutnya infonya masih bisa digantikan. RP :
Kalo koran ada yang suka disobek?
SC :
Kalo koran untuk koran lokal ya...untuk lowongan pekerjaan. Padalah kita kan sudah sediakan layanan fotokopi. Tapi tetep saja ada. Kalau koran yang memerlukan bisanya dia fotokopi atau biasanya sih ada yang minta dibawa pulang gitu. Kalo kami rasa punya serepnya atau mungkin sudah lama...kita juga gak pernah bundel juga...itu biasanya boleh saja di bawa pulang. Biasanya dia bicara secara langsung.
RP :
Jumlah pengunjung ynag berkurang disebabkan penyalahgunaan koleksi juga gak sih bu?
SC :
Jumlah pengujung berkurang saya kira gak juga karena kalao dia butuh dan di tempat lain susah ditemukan...dia tidak akan menyerah dengan buku yang dicoret..., dia mendapati di perpus lain gak ada atau mungkin bisa saja dia kemudian mencatat judul buku, penerbit... bisa saja dia cari di toko buku. Atau mungkin terbitannya sudah lama dia bisa fotokopi sehingga tidak terlalu berhubungan dengan penyalahgunaan koleksi.
RP :
Kalo di sini sistemnya seperti apa?
SC :
Kalo pinjam kita computerized, back up manual. Untuk statistik sudah computerized tapi untuk mengecek kembali bisa dengan manual. Tanpa data manual pun kita berjalan jadi pakai komputer aja bisa atau sebaliknya.
RP :
Kalau misalnya buku yang telat suka ditelpon atau kirim email gitu ya ?
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Lanjutan84 SC :
Kami lebih suka menelpon karena langsung diterima oleh anggota. Kalo ditelpon juga belum...maka kami kirimkan juga email...tapi lebih sering telepon. Itu seminggu sekali paling tidak kami telpon orang yang mulai terlambat mengembalikan buku...kalo surat jarang sekali. Tidak pernah lewat surat karena cenderung lewat surat tidak pernah ditanggapi jadi lebih sering lewat telepon.
RP :
Pernah didatangi langsung gak?
SC :
Dulu sekali waktu sekitar 10 tahun lalu sih pernah didatangi, tapi ke sini-ke sini karena kertebatsan waktu, tenaga jadi gak pernah didatatangi. Mungkin kebetulan ada temannya yang dekat, yang kenal atau kebetulan lokasinya masih mungkin bisa kita datangi. Jadi, mungkin kalau teman bisa secara continue yah mungkin yang kenalnya juga tidak kerja di sini lagi tetetp kita lewat temennnya titipi pesan untuk mengembalikan buku atau siapa yang kenal dengan dia. Memang pernah terjadi juga lewat staf tapi kita tetap berikan peringatan kepada staf kita peringatkan staf karena tidak pakai kartunya sendiri. Jadi, semakin banyak memperingatkan maka dia jadi ingat untuk mengembalikan.memang pernah terjadi juga...dulu ada yang pinjam lewat staf tapi dia lama mengembalikan kami tetap memperingatkan staf yang meminjamkan karena tidak menggunakan kartunya sendiri walaupun stafnya sudah tidak di sini tapi kami terus memperingatkan karena dia harus tetap bertanggung jawab apalagi kalau bukunya hilang. Memang bukunya tidak hilang tapi lama sekali dikembalikan..., tapi ya daripada tidak kembali...kami lebih suka mengingatkanan karena bukunya jarang dan na kalau hilang tetap dia harus membayar 3 kali lipat untuk mengganti buku tersebut.
RP :
Kalau yang terlambat mengembalikan buku ada denda tidak bu?
SC :
Iya...ada denda Rp. 1000,00 sehari 1 buku. Tapi bagi sementara orang ada yang berkeberatan dengan denda tersebut. Biasanya minta keringanan biasanya kita lihat yang penting bukunya kembali dan dia tetap bertanggung jawab. Mungkin tidak dalam bentuk uang tapi menyumbang buku karena buku kemudian menjadi koleksi dan kemudian digunakan oleh banyak orang jadi kan dia sudah menyumbang memberikan bantuan yang lebih bermanfaat bagi banyak orang...jadi kan lama pakainya. Kalau dalam bentuk uang dia harus membayar
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Lanjutan85 sejumlah yang agak besar, dia agak keberatan. Jadi, buku meskipun agak mahal tapi bermanfaat bagi banyak orang.
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Transkrip Wawancara Lanjutan81 Nama NI
Tanggal 12 Mei 2011
Waktu 16.40-17.10
Tempat Ruang Baca Perpustakaan
RP :
Selama kerja di sini pernah menemukan buku yang dirusak gitu gak mbak?
NI :
Banyak
RP :
Bentuk kerusakannya kayak gimana?
NI :
Bukunya itu kayak labelnya ditutupin, dicoret-coret, ditipex mialnya jadinya kayaknya dia itu mau bikin soal trus nomornya ditipexin, kena air, sobek jadi kayaknya sengaja ada yang nyobek bagian itu aja.
RP :
Itu kalo yang disobek itu buku atau majalah? yang pernah nemu langsung gitu?
NI :
Majalah pernah...buku juga kayaknya pernah deh..jadi dalemnya gak ada...satu halaman gak ada gitu.
RP : Kalo misalnya koleksi yang paling banyak disalahgunakan itu buku, subjek/nomor berapa yang paling banyak disalahgunakan? NI :
Linguistik
RP :
Berarti 800 ya?
NI : 810...800-an lah RP :
Itu kenapa paling banyak disalahgunakan?
NI : Di sini kan memang konsentrasinya lebih ke bahasa dan banyak banget yang minjem itu para pembelajar bahasa Jepang sensei-sensei gitu. Jadi, banyak yang menggunakan buku-buku itu mungkin kebutuhan juga..jadinya lebih sering lihat yang di situ. Entah itu difotokopi sendiri..rusak jadinya, ada yang berusaha ngebenerin sendiri malah tambah rusak. Misalnya kayak sensei bikin soal atau misalnya pembelajar bahasa Jepang fotokopi sendiri…gak diperhatiin. Jadi, mereka seenaknya aja pake buku itu. RP : Jadi, ngerasa milik sendiri gitu kali ya? NI :
Iya, kadang-kadang bahasa Inggris juga suka lihat. Digaris bawahi pake pulpen atau gak ditutupin, misalnya kan kalo yang bahasa Jepang gitu dia artiin dalam
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Lanjutan82 bahasa Jepangnya gitu terus disitu malah dia tulis artinya atau yang bahasa Inggris juga ditulis artinya… pake pulpen lagi! RP:
Pernah nemu pengguna yang lagi ngerusak buku gitu gak?
NI :
Enggak pernah. (Kemarin belum lama (kira-kira 2 hari lalu) ada yang lagi nulis di buku linguistik di soal latihannya pake pensil sih..terus aku bilang, “Maaf ya mbak ini buku yang mana ya?” langsung curiga dong karena kan memang di sini gak boleh buku lain selain buku JF yang dibawa kalo bukan fotokopian…”Gak kok saya gak coretcoret!”.., tapi karena aku udah liat dari jauh mastiin kan jangan sampe salah…ya ternyata emang dia sedang melakukannya. ”Ini kan bisa dihapus mbak! pake pensil ini”.. agak ngeyel ya dan emang susah kalo gak ketahuan jelas banget kan kita bisa dianggap nuduh, tapi waktu itu pas ketahuan lagi lewat, sebenernya udah curiga liatnya udah dari sini (tempat sirkulasi)..kayaknya dia agak-agak gini liatliat (menoleh kanan kiri) dan dia pura-pura cuek..tapi berpikir “ah mungkin enggak” , tapi pas balik dari sholat melihat ternyata iya…)
RP:
Itu laki-laki atau perempuan?
NI :
Perempuan
RP :
Kira-kira mahasiswa atau murid SMA ?
NI :
Mahasiswa kayaknya..karena dia isi soal ”Minna Nihongo”..rata-rata kan yang pake Minna Nihongo mahasiswa.
RP :
Trus ada orang habis minjem buku suka dicek-cekin lagi gak bukunya?
NI :
Iya, kalo misalnya ngecek buku itu kita kan lihat situasi juga. Kalo lagi gak rame mau gak mau kita buka-buka dulu, tapi misalnya ya dalam situasi rame banget kadang-kadang gak ngeh langsung taro aja gitu …banyak orang. Tapi kalo bukubuku yang baru kan banyak peminatnya .... sekarang kita sekalipun dalam keadaan sibuk, kita gak langsung taro…mungkin kita taro dulu…kita periksa nanti, tapi nanti kan masih ketahuan kan siapa yang pinjem terakhir kali. Tapi sih kita usahain buku yang baru-baru itu di depan orangnya langsung kita buka-buka atau kita udah bilang ini gak
boleh diiniin (dirusak) ya karena nanti bakal
ketahuan. Itu aja sih. Cuma liat orangnya juga sih...kan ketahuan yang berbakat merusak.
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Lanjutan83 RP : Pas lagi ngecek gitu tindakan yang dilakukan selanjutnya gimana? NI : Ngeceknya pas lagi ada orangnya atau gak? RP : Tergantung pas lagi ada orangnya gimana pas lagi gak ada orangnya gimana? NI :
Waktu itu pernah di depan orangnya .. orangnya gak ngaku karena kan buku lama gitu ya...jadi ya mau diapain juga kan. Kalo yang misalnya yang ditutupin bisa kita copotin…kita copotin kalo misalnya lebih ngerusak buku mendingan udah lah. Kalo pake pensil kita hapus-hapusin karena kasihan juga..suka ada juga pengunjung yang protes “mbak ini kok jadi seperti ini banyak ditulis –tulisin?”. Belajarnya disitu. Kalo sampe yang kayak rusak itu kalo misalnya masih bisa kita lem…kita lem, yang rusak…kalo yang udah parah banget kita bawa ke tempat penjilidan…tempat benerin gitu. Pokoknya untuk buku baru sekarang kita wajibin bagi kita sendiri pasti kita periksa karena bagi kita sendiri buku bagus kayak gini dicoret-coret gak rela juga…gak suka juga kalo misalnya ada buku yang kayak gitu. Kalo buku lama susah juga ya untuk bilang, ”Mbak ini jangan dicoret-coret ya!”… ”Itu udah kayak gitu mbak.. ” Itu akan selalu dibantah, ”Itu emang udah kayak gitu bukan salah saya..’’ Akhirnya malah dia nya yang marah pernah juga kayak gitu..ya udah akirnya kita minta maaf mungkin bukan dia.Cuma kalo buku baru langsung kita periksa sekalipun lagi rame di depan mukanya. Kalo ketahuan ada langsung kita tegur..ada juga yang mungkin malah tersinggung akhirnya kita minta maaf dulu , ”Jangan tersinggung ya.. ini cara supaya buku ini jangan dirusak atau gak sengaja jadi rusak..”. Tapi dari pengunjung sendiri ada juga yang punya kesadaran kayak kemarin majalah yang rusak dia bilang duluan mau mengganti. Komik juga ada, katanya ada yang kena hujan basah gak bisa diselamakan akhirnya dia udah muter-muter nyari gak ada karena udah lama juga akhirnya dia ganti uang.
RP : Berarti pernah dapet keluhan juga dari pengguna? NI :
Iya..buat difotokopi juga jadi gak bisa gitu. Biasanya sih kita kasih alasan kalo bukunya udah lama dari tahun 90-an gitu..jadi kita gak bisa kontrol satu-satu. Paling gak kita benerin atau cariin buku lain yang lebih bersih lah...ketimbang yang itu.
RP:
Judul yang sama gitu ya?
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Lanjutan84 NI :
Iya
RP: Menurut
mbak siapa yang kira-kira bertanggung jawab terhadap
penyalahgunaan ini? NI :
Kalo bisa dibilang itu sih penggunanya juga harusnya sudah sadar karena itu kan bukan bukunya dia…dari pihak kita sendiri harusnya paling gak ngecek gitu kan. Cuma kadang-kadang
situasinya gak
memungkinkan kita untuk mengecek.
Sekarang sih ada saat-saat gak terlalu rame. Kalo dulu kita sih masih bisa paham karena kalo untuk yang dulu katanya rame banget dan bagian sirkulasi cuma 1 orang. Jadi, bisa dimengerti gitu kenapa ada yang sampe ada yang nulis-nulis atau gimana-gimana. Dulu penggunanya banyak banget… peminjamnya banyak. Kalo sekarang lebih bisa mengontrol..kalo misalkan rusak kalo lepas-lepas, tapi mbak ini yang terakhir pinjem mau gak mau dia yang harus tanggung jawab. Biasanya sih mereka mau tanggung jawab. Kalo misalnya rusak biasanya juga dia bilang dulu, “mbak saya mau pinjem, tapi rusak.” Kita bilang “Oh kalo rusak mending gak usah.”Tapi kalo dia maksa…butuh banget paling gak kita benerin dulu. Kita lihat juga kerusakannya separah apa. Kita kasih peringatan juga ini bukunya rusak paling gak harus dijaga dan biasanya sih dia jaga. Kalo misalnya tanggung jawab siapa situasinya juga sih ...kita sebagai ininya juga harus jaga cuma kita gak bisa ngontrol orang kan kayak gimana. Kita udah bilang, “mbak tolong bukunya jangan dirusak karena kan bukunya dibutuhkan untuk orang lain juga bukan untuk mbak aja.” Kadang mereka gak mendengarkan.) RP :
Terus menurut mbak dampaknya bagi perpustakaan sendiri?
NI : Misalnya kalo masih bisa kita perbaiki kita perbaiki kalo udah rusak banget dulu sih akhirnya di withdrawn tapi karena dia masih punya buku yang direserved. Kalo yang sekarang biasanya yang bisa kita benerin kita benerin, kita lihat dulu kebutuhan pengunjung. Kalo buku bahasa Inggris agak sulit sementara mereka juga butuh yang lainnya kayak buku sosial atau buku budaya. Kalo buku bahasa Inggris kita pertahankan karena buku tentang Jepang yang berbahasa Inggris lebih sulit untuk dicari dibandingkan dengan koleksi dalam bahasa Jepang. Jadi paling gak sih dampaknya itu harus diperbaiki juga tapi kadang ada complaint juga kan
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Lanjutan85 jadinya. Misalnya udah gak bisa diperbaiki akhirnya di withdrawn akhirnya pada nanyain buku itu padahal itu buku udah gak layak. RP : Menurut mbak itu bisa mempengaruhi dari citra perpustakaan sendiri juga gak sih? NI :
Gak juga sih kalo ke situ kayaknya gak juga ya kalo sekarang sih justru karena anak sekarang jarang mau baca buku lebih ribet
RP :
Mungkin lebih suka lewat internet kali ya?
NI :
Iya ...kalo menurut mereka misalnya ada lah yang nayain bisa gak dikases lewat internet tapi bukan karena itu buku rusak
RP :
Kalo dampaknya bagi pengguna ada gak menurut mbak?
NI :
Kalo bagi pengguna yah itu tadi mereka jadi kurang nyaman baca. Kalo misalnya bukunya rusak atau bagian itunya hilang jadi ketika mereka butuh informasi yang penting-pentingnya malah gak ada. Mereka jadi kehilangan informasi itu...padahal kan mereka butuh banget itu. Kayak kemarin dia butuh informasi mengenai sejarah komik itu buku yang penting dan satu-satunya tentang sejarah komik yang berbahasa Inggris gitu kan. Ketika dia mau memasuki bagian yang penting itu gak ada dan itu hilang beberapa halaman doang 2 atau 3 halaman...“Lho ini gak ada? gimana nih?“. Tapi gak kelihatan kayak ada robekan, jadinya kayaknya udah dirobek trus diteken gitu jadinya kan kelihatannya gak ada halaman yang hilang...dulu juga pernah ada yang 1 halamannya hilang...dirobek gitu buku kayaknya majalah juga ada cuma gak tahu seberapa pentingnya sampingnya kan iklan gak tahu kalo itu gambar apa.
RP :
Masih ada di sini gak?
NI :
Gak ada sih uadah dicabut soalnya udah parah banget
RP : Kalo menurut mbak usaha pencegahan yang sudah dilakukan oleh perpustakaan itu apa? NI :
Biasanya sih kita bilangin jangan diginiin yah apalagi kan pas lagi buka disitu trus ada di situ pokonya jangan dianggap kita menuduh paling gak mereka ngerti bahwa ini tuh jangan sampe rusak. Setiap kali bikin kartu anggota itu kan dikasih tahu..tiap kali kita sebutin syaratnya satu persatu dari awal ampe akhir atau gak kalo misalnya rusak biasanya dia bilang “ oh ya nanti saya ganti.” Biasanya kita
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Lanjutan86 telponin trus dia belum bisa pinjam dulu, tapi ada juga kesadaran sendiri untuk ganti karena ganti buku kan bermanfaat untuk orang lain. Mereka yang butuh saat itu bisanya mereka cuma pinjam satu kali. Cuma datang 1 kali. Bisanya yang kayak gitu yang kurang merhatiin dibandingkan yang lain orang-orang lama ngerti lah gimana cara ngerawat buku perpustakaan. RP : Berarti perbandingan antara yang sadar dan gak sadar masih lebih banyak yang mana? NI :
Masih banyak yang sadar sih.kalo yang dicoret-coret agak susah ya.kecuali buku baru bisa ketangkep kan istilahnya.kita masih bisa.tapi selama ini bukunya udah lama jadi zaman dulu situasinya bisa dipahami gitu.
RP :
Kalo menurut mbak ada usulan gak mengenai penyalahgunaan koleksi?
NI : Waktu itu sih pernah buat contoh...ini buku yang dirusak. Kalo itu sih kita lagi mikirin juga..masih kita bicarain.memikirkan gimana enaknya. Jadi kita lebih suka ngasih tau verbal ...“jangan dicoret-coret ya!“. Jadi tindakannya ya langsung aja. Mungkin nanti bisa kita pasang pesan atau apa tapi harus dipikirin naronya di mana, bikin pesan yang ada gambar atau fotonya.
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Lanjutan 85 Transkrip Wawancara
Nama NBA
Tanggal 24 Juni 2011
Waktu 10.45
Tempat Perpustakaan The Japan Foundation Jakarta
RP : Latar belakangnya apa? NBA: Sastra Jepang RP : Kenapa pilih kerja di perpustakaan? Kalau aku sih kan baru lulus tuh...ada lowongan di perpustakaan..gak ngerti apa-apa sebenarnya tentang perpustakaan, tapi Japan Foundation mikirnya ada Jepang-Jepangnya pasti kepake lah ya Jepangnya...pas ke sini ternyata jadi ya kayak belajar dari awal lagi tentang perpustakaaan...ya daripada nganggur juga. RP : Berarti ilmu dari Sastra Jepangnya kepake banget? NBA: Kepake banget ...buat baca sih RP : Mungkin karena bukunya banyak tulisan-tulisan Jepang ya? NBA: Iya..tapi tentang perpustakaannya kayak belajar dari awal RP : Pernah dapet pelatihan di bidang perpustakaan? NBA: Nggak waktu itu pas buka lowongan perpustakaan terus ngobrol sama ibunya (pustakawan perpustakaan kampus) dikit...pas wawancara juga nanya-nanya tentang perpus gimana sih nah baru belajar dikit disini ada DDC NDC jadi ya wawancara sih persiapan pas di perpus kampus doang RP : Trus udah berapa lama kerja di sini? NBA: Sekarang masuk 10 bulan RP : Tapi udah lumayan ngerti tentang perpus? NBA: Jujur sih baca buku NDC DDC masih sedikit 'roaming'.. RP : Tapi masih bisa nanya-nanya kan? NBA: Ehmmm.. RP : Menurut mbak yang dimaksud penyalahgunaan koleksi itu apa? NBA: Ya kayak dicoret-coret gitu kan, gak dibalikin bukunya, ada yang nyobek, buku yang ada cap JF difotokopi waktu dia pinjem trus labelnya (cap) ditutupin, kayak ngotorin buku RP : Jadi yang dimaksud penyalahgunaan koleksi itu mungkin koleksi digunakan tidak semestinya yang seharusnya dibaca dengan baik malah dirusak? NBA: Iya itu buku bareng-bareng kan .. RP : Kalo perasaan mbak sendiri kalo liat koleksi yang dirusak itu bagaimana? NBA: Kalo buku yang udah lama..."ah udah lama ini turun temurun udah rusak"..tapi kalo buku-buku baru saya yang proses sendiri.."iih ini kan udah rapi-rapi pas dibalikin udah kayak gitu"...kesel juga. RP : Kalo buku baru lebih mudah ya? NBA: Beda kan buku baru...bisa kelihatan RP : Bagaimana pustakawan/petugas perpustakaan dalam menjaga koleksi di perpustakaan? NBA: Kan kita ngawasinnya susah juga kalau dari jauh...paling cuma negur aja sih kalau di sini RP : Berarti pernah nemu gitu ya?
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Lanjutan 86
NBA: Pernah RP : Menurut mbak ada dampaknya gak? NBA: Ada bagi pengguna lainnya...jadi dia komplain ke akau "mbak kok ini ada coretannya?" jadi kita hapusin..jadi pengguna ada yang protes RP : Kalo koleksi yang hilang ada gak? NBA: Ada...biasanya hilang karena dipinjam gak dikembaliin ditelepon ke orangnya gak diangkat. Dari buku yang hilang biasanya di belakang ada cadangan...kalo beli lagi jangka waktunya lebih lama RP : Penyalahgunaan koleksi itu bisa terjadi kenapa? NBA: Dia pengen punya tapi gak bisa mungkin disini ada meskipun di Kinokuniya ada kayak buku No Ken gitu tapi harganya mahal 3 kali lipat mungkin jadi dia seenaknya aja. Buku itu kan bukan buku sendiri lah ya. RP : Koleksi yang paling banyak disalahgunakan apa? NBA: Pelajaran...kayak soal-soalnya diisi. Jadi kayak milik sendiri ya. Harusnya ya didapetin kayak gini bagus..., dibalikin bagus lagi RP : Terus kalo menurut mbak pembatasan jam fotokopi bisa mempengaruhi penyalahgunaan koleksi gak seperti misalnya karena males dateng kagi jadi di sobek aja gitu? NBA: Banyak sih kecewa ..tapi dia tetep fotokopi tapi diambil besok RP : Kalo koleksi yang dirusak itu biasanya nemunya kapan? NBA: Pas lagi shelving sama balikin buku RP : Jadi dicek gitu? NBA: Iya di sini kan Rabu tutup jadi dipakai buat shelving RP : Kalo nemu bukun yang rusak tindakan yang selanjutnya dilakukan apa? NBA: Tergantung rusaknya...kalau masih bisa kita benerin sendiri kita benerin kayak disteples. Kalo yang rusak banget kita bawa ke fotokopi buat dijilid atau direparasi RP : Menurut mbak siapa yang kira-kira bertanggung jawab?Apa dari penggunanya aja atau petugas? NBA: Dua-duanya sih kalau petugas lalai..Kalo ngembaliin buku gak dicekin satu-satu apakah ada kerusakan seperti dicoret-coret ...saking banyaknya biasanya kan jam 2 (pengguna) datang..brek..(banyak). Jadi Cuma dicekin satu-satu nomor bukunya dan dicocokin judulnya aja. Cocok gak ... jadi gak dicekin setiap halaman. Jadi bukunya ditumpuk dan baru dicekin terakhir. Kalau dari pengguna kurang bertanggung jawab. RP : Jadi usaha pencegahan yang sudah dilakukan dalam mencegah hal ini apa? NBA: Paling kayak tulisan dilarang..pesan...gitu doang sih..kupon juga RP : Pernah ada yang nyuri buku gitu gak? NBA: Sebatas ini sih karena pinjam trus gak dikembaliin aja RP : Majalah itu kan banyak poster-poster bonus...itu suka banyak yang disobek gitu gak? NBA: Gak itu kan sebelum disimpan di rak di ambil dulu bonusnya dan simpan. RP : Di sini kan dilihat dari laporan tahunan jumlah pengunjung semakin berkurang itu disebabkan oleh penyalahgunaan koleksi yang terjadi di perpustakaan tidak seperti misalnya koleksi yang dicoret-coret?
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Lanjutan 87
NBA: Gak juga sih..mungkin karena sekarang bukunya banyak yang baru jadi naik, karena budaya Korea sekarang lebih banyak dari Jepang, bisa juga karena bukunya gak up to date RP : Mungkin karena orang lebih suka lewat fasilitas internet gitu kali ya? NBA: Iya mungkin tapi kalo skripsi kan masih harus nyantumin halaman sekian sampe sekian sehingga terpaksalah dia harus ke perpustakaan cari bukunya. Jadi sumber internet sebagai opsi kedua lah. RP : Mungkin gak ada dari pengguna yang pinjam trus baca sambil makan trus bukunya ketumpahan makanan? NBA: Ada...bukunya kotor atau jadi keriting gitu. Buku perpus harus dijaga namanya buku orang...kalo buku sendiri rusak ngamuk kan? RP : Terus bagaimana cara pengelolaan perpustakaan yang baik itu? NBA: Saya sih ngikutin aja...belajar...letak-letaknya si...masukin ke buku induk database jadi banyak mengulang RP : Kalau dalam melayani pengguna bagaimana? NBA: Yah pokoknya jangan galak-galak tapi dalem jadi misalnya kan ada yang rada kesel sih sering ada menyepelekan takutnya nanti galak-galak malah gimana.
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Lanjutan 88 Transkrip Wawancara Nama AB
Tanggal 23 Juni 2011
Waktu 16.45
Tempat Perpustakaan The Japan Foundation
Latar belakangnya apa? Sastra Jepang Kenapa memilih kerja di perpustakaan? Karena perpustakaannya bukunya buku-buku Jepang jadi untuk belajar jadi mudah cocoklah untuk kerja di sini Jadi mas tertarik kerja di perpustakaan? Kebetulan bidang perpus sama sekali gak tahu ya tapi kebetulan kalo pemilahan buku berdasarkan apanya sudah tahu. Kebetulan tahu karena saya sering ke sini waktu kuliah waktu nyusun skripsi setidaknya tahu tentang perpus ini. Kerja di sini sudah berapa lama? Sampai dengan bulan Juli 1 tahun 7 bulan Udah pernah dapet pelatihan di bidang perpustakaan? Pelatihan nggak sih paling cuma diarahkan aja. Misalnya shelving atau misalnya stock opname atau weedingnya kataloging itu emang dikasih tahu sama librariannya kalo untuk pelatihan gak pernah. Itu kan belum ada pelatihannya terus menurut mas bagaimana pengelolaan perpustakaan yang baik? Secara mendalam sih saya gak begitu tahu tentang perpustakaan karena perpustakaan sendiri ada jurusannya itupun 4 tahun belajar itu mungkin dalam 1 tahun kurang, kurang bisa tahu tentang perpustakaan. Mungkin staf di sini tidak terlalu banyak jadi tidak terlalu berat. Hanya mengolah buku, pengklasifikasian buku memang diajarkan seperti hal-hal mendasar gitu ya oleh pustakawan. Bagaimana menurut mas tentang koleksi yang sering dirusak seperti dicoretcoret,disobek? Terhadap koleksinya sayang aja kenapa harus ada tindakan seperti itu ya menurut saya kalo sekarang sih makin sedikit makin banyak yang sadar pentingnya sarana umum. gak sebanyak dulu buku yang dirusak atau dicoret-coret misalnya pas difotokopi atau apa biasanya buku lama kalo buku baru kan penjagaannya lebih ketat sampai saat ini sih belum begitu banyak buku-buku baru yang rusak Bagaimana pengguna perpustakaan dalam memperlakukan koleksi perpustakaan seharusnya? Memperlakukan buku perpustakaan itu seperti memperlakukan buku sendiri dalam hal merawat. Apalagi kan ini sarana umum semua orang bisa memakainya. Kenapa hal ini bisa terjadi? Karena kurangnya kesadaran pengunjung peminjam sih lebih tepatnya, mereka terbisa mencoret-coret melipat buku jadi kurang dalam memperlakukan buku dengan baik. Harusnya lebih tinggi lah kesadaran untuk menjaga buku-buku perpustakaan Kalo dari petugasnya bagaimana dalam menjaga koleksi perpustakaan? Kalo buku yang dipinjamkan kalo sudah di luar perpustakaan kita tidak bisa melakukan pengawasan lagi kalaupun misalnya pas ngembaliin itu ada cacat atau rusak gak semuanya bisa dicek jadi stafnya Paling gak pada saat pengembalian dicek lagi Pernah menemukan pengguna yang koleksi?
sedang melakukan penyalahgunaan
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Lanjutan 89 Kalo coret-coret atau menyobek halaman sih belum pernah Cuma mungkin sekarang kan eranya udah digital kalo foto pernah beberapa kali sementara di sini peraturannya kalo foto buku gak boleh Kalo nemu kayak gitu biasanya diapaian? Ditegur Pernah gak pas ditegur ada yang melakukan hal yang sama? Gak sih..biasanya mereka malu sekali ditegur Kalo menurut mas koleksi yang dirusak ini ada dampaknya gak? Kalo pengguna lain ada..apalagi kalo itu buku cuma satu karena kalo misalnya bukunya 1 orang lain yang mau pinjem jadi terhambat mendapat informasi dari buku itu. Kalo dari perpus sendiri ya pasti ada kerugian karena itu kan koleksi dibeli pake uang perpustakaan sedangkan yang merusak itu gak bertanggung jawab Selama ini lebih banyak menemukan koleksi yang dirusak itu pas lagi apa? Biasanya pas lagi stock opaname kalo shelving gak terlalu tapi pernah, dan pengembalian Jenis koleksi yang paling banyak dirusak apa sih di sini? buku pelajaran buku pelajaran bahasa Jepang gitu? Iya Jadi di sini paling banyak yang merusak dari kalangan mahasiswa gitu ya? Bukan mengeneralisasikan mahasiswa juga cuma biasanya orang belajar mungkin secara gak sadar ataupun dengan sadar mencoret-coret paling banyak buku-buku pelajaran. Mungkin ada kebutuhan juga dari dia untuk membuat catatan kalo dicoretcoret Atau ada juga yang buku-buku referensi atau buku teori yang berbahasa Inggris untuk menandakan paragraf mana yang penting padahal itu salah karena buku perpus buku untuk umum Kalo nemu koleksi yang dirusak itu emang ada penanggulangannya kalo jilidnya lepas terus dijilid ulang, atau dibundlen atau difotokopi Pernah gak bukunya udah parah banget rusaknya tapi yang butuh masih banyak? Biasanya rusak parah kan buku-buku lama tapi kan sekarang buku-buku baru udah banyak jadi dengan adanya buku baru bisa tergantikan buku nya lebih up to date Pernah gak sih ada yang pinjem pakai kartu orang lain? Untuk peminjaman sampai saat ini sih belum nemu, tapi untuk internet pernah..itupun ke anaknya pernah beberapa kali Pernah nemu yang mencuri koleksi? Belum Kalo majalah ada bonusnya bonusnya lupa diambil pernah ada yang sengaja ngambil Contohnya booklet mungkin orang suka bookletnya, kita lupa pisahin ternyata udah hilang. Jadi karena pustakawannya gak sadar. Pustakawannya juga gak bisa ngawasin terus menerus Bagaimana cara untuk mengurangi tindakan penyalahgunaan koleksi ini? Kalo itu sih pencegahan aja kayak bonus-bonus majalah atau dari buku kita pisahkan sebelum diletakkan di rak gitu. Langkah pencegahan untuk yang mengambil koleksi Kupon itu ya Kalo misalnya dia pinjam 2 buku di kuponnya juga tertulis 2 Jadi menurut mas siapa yang kira-kira bertanggung jawab?
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Lanjutan 90 Koleksi yang dirusak misalnya yang ketahuan rusak biasanya yang bertanggung jawab peminjam dengan penggantian buku yang sama atau mengganti 3 x lipat tapi kalo misalnya gak ketahuan kita kumpulkan kita jilid ulang atau kita perbaiki Bisa jadi kurang mengerti hak dan keawajiban dari pengguna Jadi ada beberapa pengguna yang seperti itu
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Lanjutan 91 Transkrip Wawancara
Nama MHL
Tanggal 25 Juni 2011
Waktu 11.15
Tempat Perpustakaan The Japan Foundation
Latar belakangnya apa? Ilmu Perpustakaan Selama ini udah pernah dapet pelatihan Belum Jadi mungkin ilmu dari kuliah di perpustakaan langsung diterapkan aja ya? iya Kenapa pilih kerja di perpustakaan? Karena udah sesuai dengan ilmunya jadi kan kalo kerja di bidang lain gak ada gunanya kan?kalau kerja diperpustakaan kan jadi bisa mengembangkan ilmunya lagi Bagaimana pengelolalan perpus yang baik ? Itu terlalu luas kan ya....mungkin apa yang kita cari bisa ditemukan...jadi dibutuhkan oleh pengguna bisa ditemukan di perpustakaan Jadi koleksi yang ada di perpus harus sesuai dengan kebutuhan pengguna Iya Bagaimana koleksi perpus itu dijaga? Kalau koleksi perpus kan pasti untuk umum kan jadi bukan hanya dari pihak pustakawan juga dari pengguna..kayak miliki sendiri aja.lebih ke himbauanhimbauan...jadi koleksi perpustakaan harus dijaga bersama. Saya rasa sih bisa diajak pengguna untuk Apa yang dimaksud penyalahgunaan koleksi ? Paling misalkan salah cara penggunaannya aja..biasanya sih kayak gitu orangorangnya tidak peduli ah kayak sesuka hati suka dilipet-dilipet nyoret-nyoret Jadi dari kesadaran penggunanya kurang gitu? Iya Perasaan mas kalo liat koleksi yang disalahgunakan itu bagaimana? Yah mau gimana lagi..cuma bisa tarik nafas.mikir, "hah kok ada ya? Harusnya sih agar semua orang bisa pake buku seperti milik bersama. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Selain dari pengguna faktor lain mungkin kurang pengawasan. Bentuk penyalahgunaan.koleki yang paling banyak terjadi di perpustakaan Japan Foundation kayak gimana? Paling banyak coret-coret...yang kedua dilipet, kadang ada beberapa yang diambil halamannya terus ada juga beberapa yang ditemepelin logo jfnya ditutupin waktu difotokopi. Ada beberapa juga yang gak dirawat pas dibalikin gak Biasanya nemu paling banyak sewaktu kapan? Biasanya sih pas lagi shelving, pas lagi ngembaliin buku biasanya kan suka diperiksa ada kerusakan atau gak Pernah nemu langsung gak pengguna yang sedang merusak koleksi? Kalo saya sendiri belum pernah nangkep basah paling cerita-cerita dari yang lama doang kalo dulu sih banyak kalo sekarang sedikit Jenis koleksi yang paling banyak disalahgunakan di JF? Paling banyak kayaknya bahasa terutama juga buku berbahasa Inggris Paling banyak dicoret-coret
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Lanjutan 92 Kalo yang dari koleksi audio visual sendiri pernah ada yang rusak atau hilang karena dicuri? Hilang gak pernah sih. Kalo disini kan setiap yang mau pinjem harus ke staf dulu begitu pula mengembalikan. Untuk pemakaian sendiri biasanya stafnya yang nyetelin. Tindakan yang biasanya dilakukan lagi? Biasanya dikumpulin dipisahin..setiap mulai ada tanda-tanda rusak. Pernah gak sih Kalo buku yang banyak dicari biasanya kita punya reserved atau punya 2 atau 3 fotokopi. Menurut mas siapa yang kira-kira bertanggung jawab terhadap tindakan ini? Sebenernya agak susah mau nyalahin pengguna susah nyalahin pustakawan juga susah karena itu kepentingan bersama sehingga harusnya itu tanggung jawab bersama. Dampaknya sendiri bagi perpustakaan pengguna itu apa? Kalo dari pengguna jelas kalo buku yang rusak jadi gak nyaman, atau bukunya udah rusak mesti ditarik. Kalo dari perpustakaan Kalo koleksi yang hilang tergantung itu Kalo koleksi yang rusak bisa menular gak sih? Gak sih...karena itu kembali ke karakter pengguna Usaha pencegahan yang sudah dilakukan selama ini apa? Kalo yang suka ngelipet pas mau fotokopi biasany kita kasih tahu terus setiap pengembalian Kalo buku-buku warna putih yang gampang rusak itu biasanya kita sampul dulu. Ke depannya sih mungkin mau biskin semacam himbauan. Kalo misalnya lihat dari laporan tahunan jumlah pengunjung berkurang setiap tahunnya, hal itu disebabkan oleh penyalahgunaan koleksi tidak? Gak juga sih mungkin karena kurang sosialisasi Di sini kan juga ada koleksi majalah dan biasanya ada bonusnya, kira-kira pernah ada yang mengambil bonusnya itu ga? Kalo bonus biasanya kita pisahin dulu kalo ada pengguna yang nanya baru kita kasih liat.biasanya nanti bonusnya kita satuin nanti di belakang (ruang staf). Menurut mas jumlah penyalahgunaan koleksi itu semakin berkurang atau bertambah setiap tahunnnya? Kurang tahu ya karena tiap tahun tidak pernah dihitung yang rusak berapa mungkin kalo sekarang buku baru lebih mudah mengeceknya Kalo nyuri koleksi atau pinjam kartu temenya pernah ada gak ? Kalo nyuri koleksi saat ini gak...gak tahu kalo dulu-dulu karena setiap di depan selalu dicek. Kalo minjem kartu temennnya juga gak boleh kan. Pernah nemu? Kalo nyuri koleksi gak pernah tapi kalo pinjem kartu orang lain suka tapi biasanya kita kasih tahu.
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Reduksi Wawancara
No. 1.
Informan SC
Pertanyaan Apa yang dimaksud dengan penyalahguna an koleksi menurut Anda?
Jawaban Penyalahgunaan koleksi memang seharusnya buku perpustakaan dipinjam, dibaca, dirawa, tapi kadangkadang juga orang-orang enggak sampai ke situ mikirnya yang penting dia butuh sebuah informasi dan dia dapatkan dan dia merasa itu milik dia…boleh diapaapain
2.
SC
Bagaimana bentuk penyalahguna an koleksi menurut anda?
Contohnya kalau buku mungkin karena dia sedang menulis skripsi atau membuat tugas dia menemukan informasi dalam suatu buku … untuk memudahkan dia beri tanda, beri garis bawah, beri stabilo atau ditandai dari halaman sekian –sekian, dilipat segala macem….dia juga enggak mau susah gak mau bertoleransi maka dia mungkin.karena susah cari bukunya di luar ya…dia ambil aja buku perpustakaan tidak dikembalikan atau mungkin bahkan tidak dimintakan izin untuk dipinjam alias dicuri istilah nya gitu atau disobek halaman yang penting karena dia malas memfotokopi, malas melakukan prosedur itu atau juga ya…itu tadi mungkin karena susah cari di luar ….lainnya mungkin buku discan atau difoto..kemudian dikutip tanpa menggunakan sumbernya mungkin salah satu bentuk penyalahgunaan lainnya …ya itulah tidak dirawat dengan semestinya gitu ya…mungkin
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
93
Interpretasi Menurut informan, penyalahgunaan koleksi adalah segala bentuk tindakan pengguna yang memanfaatkan koleksi perpustakaan sebagai milik pribadi sehingga ia merasa bebas melakukan apa saja terhadap koleksi tersebut sehingga koleksi yang seharusnya dibaca, dipinjam dan dirawat tersebut dimanfaatkan secara salah oleh pengguna tersebut. Bentuk penyalahgunaan koleksi antara lain: Pemberian tanda seperti menggaris bawahi, memberi stabilo dan melipat Tidak mengembalikan buku perpustakaan dan mencuri Menyobek buku Menscan Memfoto Mengutip tetapi tidak mencantumkan sumbernya Mengotori koleksi seperti menumpahkan makanan dan minuman Menempeli halaman buku dengan kertas yang ditempel menggunakan selotip sehingga jika dicabut kertasnya akan merusak kertas Mengutip tanpa mencantumkan sumbernya
(lanjutan) 94
ketumpahan air ..sambil makan gitu ya kotor dan dia jadi lengket dan pasti gak bisa dibuka lagi jadi karena lengket itu atau mungkin difotokopi kemudian ada halaman yang ditutup pake kertas yang dilem tidak bisa dicabut lagi… kalo mau dicabut kertasnya ikut sobek. 3.
SC
4.
SC
5.
SC
Apa saja bentuk penyalahguna an koleksi yang terjadi di Perpustakaan The Japan Foundation Jakarta?
”...dari mulai memberi tanda,mencoret-coret atau membuat catatan di dalam buku, menyobek juga ada..menyobek 1 halaman atau menyobek sebagian atau memfotokopi…ditutup..cap perpustakaan…bahkan sampai jilidannya juga berubah bentuk atau dipinjam difotokopi di luar jadi berubah bentuk gitu kan. Kemudian peminjaman yang tidak dikembalikan itu ada juga…memfoto dari majalah atau buku ada juga, hampir yang saya sebutkan tadi ada ya sempat terjadi gitu....dulu ada yang pinjam lewat staf tapi dia lama mengembalikan kami tetap memperingatkan staf yang meminjamkan karena tidak menggunakan kartunya sendiri.. Bagaimana Dulu-dulu (sekitar tahun frekuensi 2000-an) lebih banyak seperti penyalahguna yang contohnya seperti yang an koleksi sudah saya sebutkan tadi bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya?
Jenis koleksi “…koleksi buku pelajaran
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Bentuk penyalahgunaan koleksi yang terjadi adalah vandalisme yaitu dengan memberi tanda (melipat), mencoret-coret atau membuat catatan dalam buku, memfotokopi tetapi cap perpustakaan ditutup (menggunakan kertas kecil yang dilem dengan selotip); mutilasi dengan menyobek sebagian atau 1 halaman penuh; mencuri dengan peminjaman yang tidak dikembalikan; peminjaman tidak sah yaitu tidak menggunakan kartu sendiri tetapi menggunakan kartu staf; memfoto koleksi.
Frekuensi penyalahgunaan koleksi lebih banyak terjadi dulu. Hal ini terjadi karena dulu jumlah pengguna lebih banyak dan informasi yang tersedia paling banyak ditemukan di perpustakaan khususnya perpustakaan Japan Foundation, tidak seperti sekarang yang informasinya dapat ditemukan di internet. Jenis koleksi yang paling
(lanjutan) 95
6.
SC
apa saja yang paling banyak disalahgunak an di perpustakaan ?
bahasa Jepang yang mungkin tidak terlalu banyak dimiliki oleh perpustakaan lain atau bahkan oleh para pengajarpengajar bahasa jepang juga..koleksi tersebut salah satu yang paling banyak disalahgunakan. Kemudian, mungkin dari kelas ilmu sosial seperti penelitian atau riset mengenai jepang, mengenai koleksi sastra yang biasanya dikaji oleh perguruan tinggi di Indonesia di sana kan banyak ya yang cari data.” “ buku-buku lain juga…buku-buku seni itu kan biasanya buku-buku bergambar, menarik karena foto-fotonya bagus bisa juga itu kadang-kadang ada yang hilang satu jenis frame fotonya itu atau satu halaman.”
banyak disalahgunakan adalah buku terutama pelajaran bahasa Jepang, sastra, ilmu-ilmu sosial dan buku-buku seni. Jenis koleksi ini paling banyak disalahgunakan karena sebagian besar anggota perpustakaan berasal dari kalangan mahasiswa seperti jurusan sastra Jepang, Hubungan Internasional dan Sejarah sehingga lebih banyak menggunakan koleksi-koleksi tersebut. Namun, buku seni juga terkadang menjadi sasaran penyalahgunaan koleksi karena menampilkan fotofoto atau gambar yang menarik.
Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan koleksi tersebut disalahgunak an?
’’ Penyebab menurut saya bisa dari kedua belah pihak ya..dari perpustakaan mungkin keterbatasan bahwa bukunya boleh dipinjam sehingga terpaksa harus digunakan di tempat karena dia tidak termasuk kriteria yang bisa menjadi anggota atau mungkin dari buku tersebut adalah buku refrens sehingga bukunya tidak boleh dibawa pulang saya kira dari itu juga. Atau mungkin dari ya kelangkaan buku tersebut sehingga enggak bisa dibeli di luar sehinga ditemukan di sini dan terutama karena adanya disini. “... dari pengguna mungkin kemalasan untuk mencatat, kemalasan memfotokopi,
Faktor penyebab penyalahgunaan koleksi dapat dilihat berasal dari faktor perpustakaan dan pengguna. Faktor dari perpustakaan antara lain karena disebabkan oleh peraturan perpustakaan itu sendiri seperti pembatasan jumlah buku yang boleh dipinjam, koleksi tersebut bersifat referens sehingga tidak dapat dibawa pulang, seseorang tidak dapat meminjam koleksi untuk dibawa pulang karena ia tidak memenuhi kriteria untuk menjadi pengguna perpustakaan (terhambat oleh persyaratan peraturan keanggotaan perpustakaan) dan karena kelangkaan
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
(lanjutan) 96
ketidaktahuan bahwa buku tersebut milik bersama sehingga rasa toleransinya kurang bahwa buku tersebut harus dirawat seperti milik sendiri.....dia mengangap yang hal yang umum lah menurutnya perpustakaan itu koleksinya adalah milik umum sehingga boleh saja koleksinya disalahgunakan.“
koleksi tersebut tidak dapat ditemukan di tempat lain. Faktor dari pengguna yaitu karena kemalasan untuk mencatat,
Sewaktu memeriksa koleksi informan sering menemukan koleksi yang mengalami tindakan penyalahgunaan seperti halaman yang hilang akibat disobek dengan sengaja oleh pengguna, pemberian tanda dengan melipat ujung halaman, dicoret-coret, distabilo, dan menutup cap perpustakaan dengan kertas lain yang di tempel sewaktu koleksi tersebut di fotokopi di luar. Tindakan yang dilakukan selanjutnya oleh staf perpustakaan yaitu mengumpulkan koleksi yang disalahgunakan dan dicatat bentuk kerusakan yang terjadi. Kemudian, berdasarkan hasil catatan tersebut akan digunakan untuk menentukan langkah apa yang perlu dilakukan selanjutnya terhadap koleksi tersebut. Apakah akan dijilid ulang, difotokopi, atau menggantinya dengan koleksi lain yang sejenis. Hal ini dilakukan agar informasi yang ada pada koleksi tersebut tidak hilang sehingga pengguna masih dapat mengakses koleksi
7.
SC
Pernahkah anda menemukan koleksi yang sudah rusak (karena dirusak dengan sengaja oleh pengguna)? Seperti apa saja bentuknya?
Sering waktu diperiksa. Ya bisanya halaman sudah hilang beberapa halaman, halamannya dilipat-lipat...ya itu.. dicoret-coret, distabilo, cap perpustakaan ditutup juga ada.
8.
SC
Tindakan apa yang Anda lakukan selanjutnya?
Biasanya sih kita kumpulkan untuk kemudian dilihat gitu mengapa bisa seperti ini jadi biasanya gini setelah dikumpulkan dilihat macammacam penyalahgunaannya biasanya paling utama kepada staf perpus dulu karena kalau kepada pengguna kita mungkin tidak bisa mementukan siapa yang melakukannya karena kan sudah banyak yang pinjam gitu ya. Setelah itu biasanya sih kita kumpulkan untuk kemudian dilihat gitu mengapa bisa seperti ini jadi biasanya gini setelah dikumpulkan dilihat macam-macam penyalahgunaannya biasanya
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
(lanjutan) 97
9.
SC
10.
SC
paling utama kepada staf perpus dulu karena kalau kepada pengguna kita tidak bisa mungkin mementukan siapa yang melakukannya karena kan sudah banyak yang pinjam gitu ya. kemudian setelah itu kita perbaiki jadi catatan itu untuk menindak lanjuti bahwa bukunya harus dikopi lagi , dibundel lagi...atau diapain gitu ya..tapi tidak menjadi sebuah agenda yang rutin. Jadi, yang dirasa sangat perlu yang enggak ada gantinya itu kita perbaiki kalau misalkan kita punya buku lain sejenis yang baru kita ganti dengan baru. Kecuali buku yang tidak ada lagi, enggak terbit lagi itu kita fotokopi sehingga informasinya tidak hilang atau dibundel lagi juga bisa. Pernahkah Mungkin kalau Anda menyobek…mencuri gak menemukan kelihatan kan pasti dia tidak pengguna mau terlihat juga tapi kalau (pelaku) yang memfoto itu pernah kemudian sedang mungkin membuat catatan melakukan kecil itu juga sempat terlihat tindakan gitu. Ya kalau misalkan mencoretmenyobek belum pernah coret, melihat mencuri juga belum menyobek, pernah liat mungkin staf yang mencuri lain pernah liat tapi saya koleksi dan kurang tahu juga. Saya lain pribadi sih lebih sering sebagainya di menemukan yang memfoto perpustakaan kemudian baru mau mencoret ? membuat catatan kecil.
tersebut.
Tindakan apa yang Anda lakukan selanjutnya kepada
Ketika menemukan pengguna yang hendak memfoto koleksi atau pun membuat catatan di koleksi tersebut informan akan
Kalau menemukan hal seperti itu biasanya langsung kita tegur pada saat itu juga, kita beritahu…minta maaf bahwa kalau buku perpustakaan
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Informan belum pernah menemukan pengguna yang sedang mencoret atau pun mencuri. Informan hanya pernah melihat pengguna yang memfoto koleksi dan baru akan membuat catatan kecil di koleksi tersebut.
(lanjutan) 98
pengguna tersebut?
11.
SC
12.
SC
tidak boleh difoto, tidak boleh buat catatan, kita anjurkan untuk jalan keluanya bagaimana atau beri pengertian kenapa tidak bolehnya.
langsung menegurnya dan memberi pengertian kenapa hal tersebut tidak boleh dilakukan.
Ya sebetulnya...walapun dia ternyata menerima dalam keadaan seperti itu tentunya keluhan ya ada...seperti “mbak ini ke mana sih yang ini kok halamannya tinggal segini?ini kok jilid yang ini enggak ada terus padahal saya perlu jilid yang sebelumnya...’’. Kalau dia memang perlu sekali dia akan mengeluh seperti itu. Itu ada juga. Mungkin kadangkadang tidak langsung kepada pustakawan, tetapi mungkin dalam media lain. Dia merasa kesal kok bukunya susah dibaca karena banyak tulisantulisan. Siapa yang Pertama dari pihak kami kira-kira pihak perpustakaan tapi dari bertanggung kami sudah maksimal kalo jawab masih terjadi bagaimana terhadap ya..karena menurut saya terjadinya banyak faktornya jadi tindakan ini? ketidaktahuan pengguna bahwa buku harus dirawat juga mungkin tidak bisa dipersalahkan kepada dia...mungkin dia juga tidak penah mendapat pendidikan itu dari kecil, tidak pernah mendapat perpustakaan itu harus diapain-diapain gitu kan...dan itu juga tidak bisa disalahin pustakawan karena itu seperti pendidikan dari kecil. Paling tidak setelah dewasa mereka harusnya lebih tahu hak dan kewajiban. Hanya itu
Informan pernah mendapatkan semacam pengaduan/keluhan dari pengguna mengenai koleksi yang dirusak. Menurut informan, meski keluhan tersebut tidak langsung ditujukan kepada pustakawan, mungkin saja pengguna akan mengeluh mengenai koleksi yang susah dibaca akibat banyak tulisan-tulisan melalui media lain seperti misalnya melalui jejaring sosial.
Pernahkah pustakawan mengalami pengaduan/ke luhan dari pengguna mengenai penyalahguna an koleksi ini?
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Menurut informan, yang bertanggung jawab terhadap terjadinya penyalahgunaan koleksi ini adalah dari kedua belah pihak yaitu pihak perpustakaan dan juga pengguna. Dari pihak perpustakaan sudah melakukan usaha yang maksimal dalam mencegah penyalahgunaan koleksi tersebut, mungkin saja justru itu datang dari pihak pengguna misalnya karena ketidaktahuan bahwa koleksi perpustakaan harus dirawat, kurang mendapat pendidikan pemakai atau user education sejak kecil mengenai perlakukan terhadap koleksi perpustakaan, dan kurang
(lanjutan) 99
13.
SC
Apakah dampaknya bagi perpustakaan ?
14.
SC
Apakah dampaknya
saja sih sebetulnya karena di mana dia masuk menjadi anggota sudah dikenai kewajiban juga haknya jadi anggota sudah dikenai hak dan kewajiban, tapi dia juga harus ingat jangan hanya menuntut hak tapi kewajibannya juga harus dilakukan...banyak juga yang tidak mau mengikuti kewajibannya. Bagi perpustakaan ya merupakan suatu kerugian karena misalkan buku hilang itu mengurangi salah satu akses kami. Ya itu merupakan hambatan lah ya istilahnya dalam memberikan pelayanan kan karena kita berusaha memberikan koleksi yang baik yang membuat pembaca merasa enak merasa nyaman dalam menggunakannya,tapi setelah ada halaman yang hilang,dicoret-coret, ditandai, distabilo, halaman yang rusak, kotor dan lain sebagainya bagi kami seperti jadi tidak bisa memberi pelayanan yang maksimal karena terhambat oleh kerusakan seperti itu yang dibuat oleh orang lain ya bukan dari pihak kami. Buat saya merupakan hambatan jadinya ya dan juga hambatan juga tidak bisa memuaskan pengguna yang lain. Dampak bagi perpustakaan ya mengurangi pelayanan lah ya istilahnya. Jadi, membuat pengguna menjadi kurang puas karena layanan yang kita berikan tehambat kan karena adanya itu. Bisa membuat pustakawan harus memikirkan langkah
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
seimbangnya pelaksanaan hak dan kewajiban ketika menjadi anggota di perpustakaan. Hak anggota adalah dapat menggunakan dan meminjam koleksi perpustakaan, sedangkan kewajibannya adalah menjaga dan merawat koleksi yang ia pergunakan tersebut sebagaimana mestinya Dampak penyalahgunaan koleksi bagi perpustakaan yaitu perpustakaan tersebut tidak dapat dapat memberikan layanan yang maksimal (layanan prima) kepada penggunanya karena menimbulkan perasaan kurang puas dalam menggunakan koleksi di perpustakaan. Koleksi yang seharusnya dapat dinikmati dengan nyaman, akan menjadi kurang nyaman ketika koleksi tersebut disalahgunakan oleh pengguna lain.
Dampaknya perpustakaan
bagi yaitu
(lanjutan) 100
bagi pustakawan?
15.
SC
16.
SC
selanjutnya untuk mengurangi penyalahgunaan koleksi tersebut dengan berbagai cara. Kemudian, harus dibicarakan dengan staf perpustakaan untuk melakukan tindakan atau solusi dari penyalahgunaan tersebut Apakah Pengg Pengguna dampaknya mungkin mengeluhkan dampaknya ketidaknyamanan dengan bagi adanya penyalahgunaan pengguna? koleksi yang diakibatkan oleh pengguna lain.”
Apa saja bentuk pencegahan penyalahguna an koleksi yang seharusnya (idealnya dilakukan oleh perpustakaan ?
Idealnya susah ya karena patokan ideal juga macemmacem. Cuma kalo idealnya kalau semua orang sudah mengerti tentang perawatan buku perpustakaan dan berdisplin dalam menggunakaannya, meminjamkan dan mengembalikan dengan utuh. Mungkin perpustakaan selain perturan, dilengkapi dengan alat pengaman misalkan pintu yang bisa mendeteksi itu kan atau juga kaca cermin juga memang bisa. Kalo memang ada budget dan memang dirasakan perlu ya kalo memang perpustakaan besar dan banyak sudutnya,misalnya sementara stafnya kurang bisa mengawasi mungkin dengan user educationnya... dengan pendidikan pemakai khususnya untuk perawatan atau penumbuhan rasa kebersamaan dalam merawat dan menggunakan koleksi
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
pustakawan harus memikirkan solusi selanjutnya (langkah yang lebih efektif) untuk mengurangi tindakan ini.
Dampak bagi pengguna yaitu menimbulkan ketidaknyamanan dalam membaca dan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan) bagi penggunanya akibat koleksi yang dicoret-coret, disobek dan lain sebagainya Bentuk pencegahan yang ideal menurut informan tidak dapat ditentukan karena tolak ukur yang ideal itu ada bermacam-macam. Idealnya mungkin ketika semua orang sudah mengerti akan pentingnya merawat koleksi perpustakaan dan berdisiplin dalam menggunakannya. Kemudian dari pihak perpustakaan selain dilengkapi dengan berbagai peraturan juga dilengkapi dengan alat pengaman seperti pintu pengaman elektronik dan cermin. Namun, itu semua tergantung dari kondisi yang ada di perpustakaan dan ketersediaan dana di perpustakaan tersebut. Cara lainnya yaitu dengan menerapkan user education di perpustakaan terutama dalam merawat dan menggunakan koleksi di perpustakaan sebagai milik
(lanjutan) 101
17.
SC
Apa saja bentuk pencegahan penyalahguna an koleksi yang sudah dilakukan di perpustakaan Japan Foundation?
perpustakaan. Mungkin dengan user educationnya... khususnya untuk perawatan atau penumbuhan rasa kebersamaan dalam merawat dan menggunakan koleksi perpustakaan. Yang selama ini sih lebih kepada mempersiapkan staf untuk memeriksa sebelum meminjamkan terutama buku baru yang mahal, yang sering dipinjam, yang istilahnya impor lah ya...itu sebelum meminjakan kita periksa dulu. Kemudian, setelah dipinjamkan dan dikembalikan kita periksa lagi. Jadi, kalo misalnya ternyata ada coretan, ada hasil fotokopian yang dirusak atau apa kita bisa langsung tegur orangnya karena kan tercatat nama peminjamnya. Jadi, kepada staf dulu khususnya untuk buku baru dan yang mungkin harganya mahal yang banyak dipinjam yang sangat dibutuhkan itu biasanya salah satu cara setiap kali peminjaman dan pengembalian harus dicek apakah ada kerusakan setelah dipinjam. Sebelum dipinjam juga kan kita lihat kalau kembalinya ada kerusakan kita tahu siapa yang pinjam sebelumnya. Untuk buku baru dan populer, harganya mahal karena kalau memang terlihat ada ini langsung ditegur si peminjam tersebut mungkin tidak melakukannya sehingga mendapat komplain dari kita paling tidak diajak seperti curhat lah ya gitu supaya ada
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
bersama.
Bentuk pencegahan yang pertama sudah dilakukan yaitu melakukan pemeriksaan koleksi pada saat akan dipinjam dan dikembalikan. Pengecekan koleksi ini terutama dilakukan pada koleksi yang baru, harganya mahal dan banyak dibutuhkan oleh orang banyak. Jika, terbukti ada hasil coretan atau koleksi tersebut rusak, staf perpustakaan akan langsung menegur peminjam yang lalai tersebut untuk tidak melakukan hal tersebut lagi. Pengecekan ini terutama dilakukan di depan si peminjam sehingga staf perpustakaan dapat langsung menegur pengguna yang lalai tersebut. Namun, jika pengecekan tidak dapat dilakukan pada saat itu juga, staf perpustakaan dapat melihat dari daftar peminjam terakhir berdasarkan kartu peminjaman pada koleksi tersebut. Atau kalau pun ia tidak terbukti melakukan, staf akan mengatakan hal-hal seperti keluhan mengenai koleksi yang dirusak oleh pengguna lain. Tujuannya agar pengguna tersebut menjadi terbuka pikirannya bahwa merusak koleksi
(lanjutan) 102
rasa bahwa oh mungkin ternyata sebetulnya tidak boleh. Paling tidak seperti itu.karena kalau tidak...terus dibiarkan makin banyak. Paling tidak buku baru lebih mudah untuk memantaunya. Kalau buku lama memang agak susah tapi kalaupun kita tahu walaupun bukan dia pelakuknya mungkin kita bisa ajak diskusi ..wah ini buku kok jadi gini ya rusak... ginigini. Anggaplah kita merasa kesal walaupun bukan dia paling tidak setidaknya dia mengerti, jadi tahu kalo kami kesal paling tidak ada masukan bagi dia. Untuk supaya tidak ada buku yang keluar tanpa izin, itu peminjam buku sebelum keluar harus menyerahkan sebuah kupon yang berisikan nomor tertulis buku yang dipinjam yang kemudian diberikan kepada petugas penitipan tas sehingga diharapkan buku yang dipinjam keluar sesuai dengan yang tercatat di counter peminjaman. Untuk anggota lumayan efektif karena paling tidak kita harus menuliskan namanya. Jadi, kalau tidak sesuai anggota meminjam sudah bisa kelihatan berapa jumlahnya ada namanya. Kalau untuk yang di luar anggota memang agak sulit karena siapa tahu dia bukan anggota, tapi mungkin dia berusaha untuk mencuri buku. Kami tidak mengkhususkan pemerikasaan detail seperti pemeriksaan baju atau apa
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
adalah tindakan yang salah sehingga ia tidak akan melakukan hal-hal tersebut.
Untuk mencegah koleksi yang hilang karena dicuri atau pun dipinjam tanpa izin, perpustakaan menyediakan semacam kupon yang harus diserahkan kepada staf sirkulasi dan petugas keamanan. Kupon ini terdiri dari 2 macam yaitu kupon untuk peminjaman koleksi dan kupon untuk pengembalian koleksi. Kupon pengembalian akan diserahkan oleh pihak petugas keamanan pada saat pengguna datang untuk mengembalikan koleksi dan kupon ini harus diserahkan kepada staf sirkulasi. Sedangkan kupon peminjaman akan diberikan dari staf sirkulasi untuk kemudian diserahkan ke petugas keamanan pada saat pengguna akan pergi meninggalkan perpustakaan tersebut. Cara ini dinilai cukup
(lanjutan) 103
ya...tapi paling tidak diharapkan paling tidak orang segan takut ketahuan...paling tidak dia malu lah atau apa. Paling tidak seperti itu yang paling mudah untuk minimal bisa kita lakukan. Terus untuk tugas sehari-hari petugas kemanan dan staf kami berkeliling untuk mengawasi atau meyisir lah ya di antara pengguna kita lihat sekilas apa dia sedang berbuat menyalahi aturan atau enggak ya...mungkin dia sedang memfoto atau juga mungkin menulisi kertas di bukunya atau mungkin menyilet atau menyobek... Selain itu, kita juga selalu mengusahakan agar pengunjung tidak membawa buku dari luar. kalaupun sangat penting kita akan selalu tanya dan bilang bahwa pas mau keluar bukunya harus dilaporkan kembali,
Pencegahan lainnya dibukakan pikiran pada para angota perpustakaan baik yang baru atau yang jarang ke perpustakaan dan tidak terlalu peduli bukubuku...pemeliharaan bukubuku. Jadi, kita harapkan mereka mempunyai wawasan bahwa buku-buku perpustakaan adalah buku bersama. Sebagai contoh mungkin karena kita punya facebook fanpage kita buat semacam pancingan atau sekedar ingin share bagaimana pendapat
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
efektif karena dengan adanya ini, akan tercatat berapa jumlah koleksi yang dipinjam/dikembalikan dan juga nama peminjamnya. Selain itu, patroli juga dilakukan oleh petugas staf keamanan dan perpustakaan dalam mengawasi pengguna sehari-hari. Pengawasan ini dapat dilakukan ketika petugas keamanan atau staf perpustakaan sedang berjalan melewati pengguna ataupun melakukan tugas harian seperti membereskan kursi dan shelving Pengunjung juga tidak diperbolehkan untuk membawa buku dari luar. Kalaupun hal tersebut sangat penting, pengguna tersebut harus melaporkannya kepada petuga keamanan (petugas penitipan barang) pada saat masuk dan keluar perpustakaan. Pencegahan lainnya yaitu membukakan pikiran para anggotanya untuk memberi pemahaman bahwa koleksi perpustakaan adalah koleksi milik bersama yang harus diperlakukan dengan baik karena koleksi tersebut dibutuhkan oleh banyak orang. Salah satu cara yaitu share melalui jejaring sosial seperti facebook mengenai koleksi yang disalahgunakan tersebut. Cara lainnya yaitu dengan membuat display koleksi perpustakaan yang dirusak
(lanjutan) 104
anggota atau masyarakat umumlah yang baca itu kita pancing kalau memang kita mempunyai masalah mengenai buku-buku yang dicoret bagaimana pendapat mereka dan mereka memberikan pendapatnya di status di facebook tersebut. Hal lain di sini pernah mengadakan display bukubuku (tahun2010) setelah stock opname, kita panjang buku-buku yang dirusak yang banyak coretan yg banyak lipatan kita pajang dan kita berikan komentar dibawahnya bagaimana perasaan orang-orang jika menemukan, mendapati buku-buku perpustakaan yang diperlakukan seperti ini. Hanya untuk memberikan contoh betapa tidak enaknya membaca buku yang sudah tercoret, terlipat sehingga kemudian jadi susah baca karena banyak tulisan di bawahnya,di atasnya atau mungkin kotor atau mungkin jadi keriting kalo dikumpulkan bukunya jadi beberapa menimbulkan paling tidak ada perasaan “wah kok jadi gini ya?” dibandingkan dengan buku yang bersih buku yang baru diharapkan dengan visual lebih memberikan kesan memberitahu bahwa buku perpustakaan juga dipelihara seperti sebagaimana buku pribadi. Itu pernah kami lakukan tapi baru 1 kali. Buku yang telat seminggu sekali paling tidak kami telpon orang yang mulai terlambat mengembalikan
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
oleh pengguna. Dengan cara ini diharapkan pengguna perpustakaan akan terbuka hati dan pikirannya untuk memperlakukan koleksi perpustakaan dengan sebaik mungkin dan tidak merusaknya karena hal itu akan merugikan orang lain.
Setiap peminjam yang terlambat mengembalikan koleksi akan diberi peringatan oleh pihak
(lanjutan) 105
buku...kalo surat jarang sekali. Tidak pernah lewat surat karena cenderung lewat surat tidak pernah ditanggapi jadi lebih sering lewat telepon.
Dulu sekali waktu sekitar 10 tahun lalu sih pernah didatangi kalau kebetulan lokasinya masih mungkin bisa kita datangi, tapi ke sinike sini karena kertebatasan waktu, tenaga jadi gak pernah didatatangi. Mungkin kebetulan ada temannya yang dekat, yang kenal atau kita titipi pesan untuk mengembalikan buku.
Iya..ada denda Rp. 1000,00 sehari 1 buku. Tapi bagi sementara orang ada yang berkeberatan dengan denda tersebut. Biasanya minta keringanan biasanya kita lihat yang penting bukunya kembali dan dia tetap bertanggung jawab. Mungkin tidak dalam bentuk uang tapi menyumbang buku karena buku kemudian menjadi
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
perpustakaan melalui telepon. Hal ini terutama dilakukan pada koleksi yang telah melebihi batas 60 hari peminjaman (1 kali peminjaman 2 minggu ditambah dengan 2 kali perpanjangan peminjaman masing-masing 2 minggu pula). Bentuk peringatan ini terutama dilakukan melalui telepon tidak melalui media lain seperti email dan surat karena menurut informan jika melalui media komunikasi lain cenderung tidak direspon oleh pengguna. Sekitar 10 tahun yang lalu yaitu tahun 2000-an, pihak perpustakaan pernah mendatangi langsung pengguna yang terlambat mengembalikan koleksi perpustkaaan terutama jika alamat lokasi pengguna dekat denagn perpustakaan. Namun, kini hal tersebut tidak dilakukan lagi karena terbatasnya jumlah tenaga dan waktu. Pihak perpustakaan juga akan menitipkan pesan kepada teman atau kenalan dari pengguna tersebut untuk mengembalikan koleksi. Setiap pengguna yang mengembalika terlambat koleksi akan dikenakan denda sebesar Rp.1000,00 sehari. Namun, bagi pengguna yang keberatan akan hal ini dapat mengajukan keringanan atau dapat pula dengan mengganti dalam bentuk buku karena hal tersebut dinilai jauh lebih
(lanjutan) 106
18.
SC
Apa saja bentuk usaha pencegahan penyalahguna an koleksi yang akan dilakukan oleh perpustakaan ? (rencana pencegahan)
koleksi dan kemudian digunakan oleh banyak orang jadi kan dia sudah menyumbang memberikan bantuan yang lebih bermanfaat bagi banyak orang...jadi kan lama pakainya. Kalau dalam bentuk uang dia harus membayar sejumlah yang agak besar, dia agak keberatan. Jadi buku meskipun agak mahal tapi bermanfaat bagi banyak orang. Sebetulnya ada rencana untuk membuat seperti satu lembar kertas yang isinya ajakan untuk ikut memelihara kerapihan buku, kebersihan buku dan itu diselipkan didalamnya setiap kali dipinjam terutama buku baru, buku favorit yang dicurigai nantinya akan disalahgunakan. Maunya sih nanti dikasih ya mungkin tidak semua buku, tapi paling tidak ada 1 lembar berisi ajakan seperti kertas….tapi belum ya..mungkin kita coba tahun ini atau setelah stock opname atau dirasa kami rasa sudah siap untuk itu. Iya..user education juga sudah terpikir tapi memang belum dilaksanakan karena kita juga harus membuat rancangan dulu kan. , tapi sudah terbayang sih mungkin mau mengundang anggotaanggota baru, mungkin siapa saja yang berminat walaupun bukan anggota yang mungkin tertarik dengan perpustakaan ini ya… tidak ada salahnya juga kita undang untuk
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
bermanfaat.
Rencana yang akan dilakukan yaitu membuat semacam kertas yang berisi pesan untuk menjaga dan merawat kebersihan dan keutuhan koleksi ketika dipinjam. Terutama ditujukan untuk buku baru dan buku yang paling banyak dibutuhkan. Kertas ini akan disisipkan di dalam koleksi pada saat akan dipinjam.
Selain itu, bentuk pencegahan yang akan dilakukan yaitu user education bagi pengguna. User education ini bentuknya yaitu seperti semacam seminar mengenai pengenalan terhadap perpustakaan dan diselingi dengan ajakan untuk memperlakukan dan merawat koleksi perpustakaan dengan baik. Kegiatan ini terutama
(lanjutan) 107
menghadiri mungkin 1 hari…1 jam perkenalan dengan perpustakaan ini, terutama bagi yang baru sekalian memperkenalkan fasilitas dan koleksi. Diselipi bumbu-bumbu untuk ikut menjaga kerapihan, ikut merawat koleksi, mengenalkan koleksi yang jarang dipake mungkin dia belum tahu. Pintu elektronik itu sudah dari 10 tahun juga sudah kami minta, tapi karena budgetnya besar pihak perpustakaan juga budgetya belum ada, jadi perpustakaan memang dikhususkan untuk menambah koleksi. Jadi, memang sekarang pakai cara manual saja, ada petugas kemananan yang saya sebutkan tadi.
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
ditujukan bagi pengguna baru.
para
Sebenarnya pihak perpustaan telah mengajukan untuk membuat semacam pintu pengamanan elektronik terutama untuk mencegah pencurian koleksi. Namun, karena memerlukan dana yang besar hal tersebut belum dapat dipenuhi. Selain itu, hal tersebut masih belum menjadi sebuah prioritas dan prioritas perpustakan saat ini lebih diutamakan ke penambahan koleksi.
Reduksi Wawancara 108
No. 1.
Informan NI
Pertanyaan Apa saja bentuk penyalahgunaan koleksi yang terjadi di Perpustakaan The Japan Foundation Jakarta?
2.
NI
3.
NI
Bagaimana frekuensi penyalahgunaan koleksi bila dibandingkan dengan tahuntahun sebelumnya? Jenis koleksi apa saja yang paling banyak disalahgunakan di perpustakaan?
4.
NI
Apa saja faktorfaktor yang menyebabkan koleksi tersebut disalahgunakan?
Jawaban Bukunya itu kayak labelnya ditutupin, dicoret-coret, ditipex misalnya jadinya kayaknya dia itu mau bikin soal trus nomornya ditipexin, kena air, sobek jadi kayaknya sengaja ada yang nyobek bagian itu aja. Digaris bawahi pake pulpen atau gak ditutupin, misalnya kan kalo yang bahasa Jepang gitu dia artiin dalam bahasa Jepangnya gitu terus disitu malah dia tulis artinya atau yang bahasa Inggris juga ditulis artinya… pake pulpen lagi! “…kalo untuk yang dulu katanya rame banget dan bagian sirkulasi cuma 1 orang. Jadi, bisa dimengerti gitu kenapa ada yang sampe ada yang nulis-nulis atau gimana-gimana. Dulu penggunanya banyak banget… peminjamnya banyak. Linguistik….Di sini kan memang konsentrasinya lebih ke bahasa dan banyak banget yang minjem itu para pembelajar bahasa Jepang sensei-sensei gitu. Jadi, banyak yang menggunakan buku-buku itu mungkin kebutuhan juga..jadinya lebih sering lihat yang di situ. Entah itu difotokopi sendiri..rusak jadinya, ada yang berusaha ngebenerin sendiri malah tambah rusak.” Di sini kan memang konsentrasinya lebih ke bahasa dan banyak banget yang minjem itu para pembelajar bahasa Jepang sensei-sensei gitu. Jadi, banyak yang menggunakan buku-buku itu mungkin kebutuhan juga..jadinya lebih sering lihat yang di situ. Entah itu difotokopi sendiri..rusak jadinya, ada yang berusaha ngebenerin sendiri malah tambah rusak. Misalnya kayak
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Interpretasi Peneliti Bentuk penyalahgunaan koleksi yang terjadi adalah vandalisme berupa penutupan cap perpustakaan untuk kemudian difotokopi (cap ditutup menggunakan kertas yang ditempel selotip), dicoret-coret menggunakan tip ex, pulpen dan pensil, digaris bawahi, dan mutilasi yaitu penyobekan.
Penyalahgunaan koleksi lebih banyak terjadi zaman dulu karena pada saat itu jumlah staf sirkulasi hanya sedikit sedangkan jumlah pengguna banyak sehingga lebih sulit melakukan pengawasan Koleksi yang paling banyak disalahgunakan yaitu koleksi linguistik karena koleksi yang dimiliki perpustakaan memang lebih berkonsentrasi ke bidang bahasa dan koleksi tersebut banyak dibutuhkan khususnya oleh para pembelajar bahasa Jepang.
Faktor yang menyebabkan terjadinya penyalahgunaan koleksi menurut informan adalah karena adanya faktor kebutuhan misalnya untuk kebutuhannya yaitu fotokopi di luar perpustakaan sehingga menyebabkan jilidannya rusak dank arena tindakan yang kurang bertanggung jawab ketika menggunakan koleksi tersebut.
(lanjutan) 109
5.
NI
Pernahkah anda menemukan koleksi yang sudah rusak (karena dirusak dengan sengaja oleh pengguna)? Seperti apa saja bentuknya?
6.
NI
Tindakan apa yang Anda lakukan selanjutnya?
7.
NI
Pernahkah Anda menemukan pengguna (pelaku) yang sedang melakukan tindakan mencoret-coret, menyobek, mencuri koleksi dan lain sebagainya di perpustakaan?
sensei bikin soal atau misalnya pembelajar bahasa Jepang fotokopi sendiri…gak diperhatiin. Jadi, mereka seenaknya aja pake buku itu. Banyak. Bukunya itu kayak labelnya ditutupin, dicoret-coret, ditipex misalnya jadinya kayaknya dia itu mau bikin soal trus nomornya ditipexin, kena air, sobek jadi kayaknya sengaja ada yang nyobek bagian itu aja seperti majalah pernah...buku juga kayaknya pernah deh..jadi dalemnya gak ada...satu halaman gak ada gitu. Kalo yang misalnya yang ditutupin bisa kita copotin…kita copotin kalo misalnya lebih ngerusak buku mendingan udah lah. Kalo pake pensil kita hapus-hapusin karena kasihan juga..suka ada juga pengunjung yang protes “mbak ini kok jadi seperti ini banyak ditulis –tulisin?”. Belajarnya disitu. Kalo sampe yang kayak rusak itu kalo misalnya masih bisa kita lem…kita lem, yang rusak…kalo yang udah parah banget kita bawa ke tempat benerin penjilidan…tempat gitu. Kemarin belum lama (kira-kira 2 hari lalu) ada yang lagi nulis di buku linguistik di soal latihannya pake pensil sih..terus aku bilang, “Maaf ya mbak ini buku yang mana ya?” langsung curiga dong karena kan memang di sini gak boleh buku lain selain buku JF yang dibawa kalo bukan fotokopian…”Gak kok saya gak coret-coret!”.., tapi karena aku udah liat dari jauh mastiin kan jangan sampe salah…ya ternyata emang dia sedang melakukannya. ”Ini kan bisa dihapus mbak! pake pensil ini”.. agak ngeyel ya dan emang
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Informan pernah menemukan koleksi yang disalahgunakan seperi dicoret-coret, memberi tip ex, buku dan majalah yang disobek baik itu berupa penyobekan sebagian ataupun satu halaman.
Tindakan yang dilakukan selanjutnya yaitu memperbaiki koleksi tersebut. Jika koleksi sudah sangat banyak coretan menggunakan pensil maka pustakakawan akan menghapus sendiri sebelum dipinjam oleh pengguna dan misalnya jilidannya lepas dilem sendiri atau dibawa ke penjilidan.
Informan pernah menemukan langsung pengguna yang sedang melakukan vandalisme yaitu mengisi soal latihan pada buku pelajaran Bahasa Jepang.
(lanjutan) 110
susah kalo gak ketahuan jelas banget kan kita bisa dianggap nuduh, tapi waktu itu pas ketahuan lagi lewat, sebenernya udah curiga liatnya udah dari sini (tempat sirkulasi)..kayaknya dia agak-agak gini liat-liat (menoleh kanan kiri) dan dia pura-pura cuek..tapi berpikir “ah mungkin enggak” , tapi pas balik dari sholat melihat ternyata iya… Kalo ketahuan ada langsung kita tegur..ada juga yang mungkin malah tersinggung akhirnya kita minta maaf dulu , ”Jangan tersinggung ya.. ini cara supaya buku ini jangan dirusak atau gak sengaja jadi rusak..”. Iya.. buat difotokopi juga jadi gak bisa gitu. Biasanya sih kita kasih alasan kalo bukunya udah lama dari tahun 90-an gitu..jadi kita gak bisa kontrol satu-satu. Paling gak kita benerin atau cariin buku lain yang lebih bersih lah...ketimbang yang itu.
8.
NI
Tindakan apa yang Anda lakukan selanjutnya kepada pengguna tersebut?
9.
NI
Pernahkah pustakawan mengalami pengaduan/keluha n dari pengguna mengenai penyalahgunaan koleksi ini?
8.
NI
Siapa yang kira- Kalo bisa dibilang itu sih kira bertanggung penggunanya juga harusnya jawab terhadap sudah sadar karena itu kan bukan bukunya dia…dari pihak terjadinya kita sendiri harusnya paling gak tindakan ini? ngecek gitu kan. Cuma kadangkadang situasinya gak memungkinkan kita untuk mengecek. Sekarang sih ada saat-saat gak terlalu rame. Kalo dulu kita sih masih bisa paham karena kalo untuk yang dulu katanya rame banget dan bagian sirkulasi cuma 1 orang. Jadi, bisa dimengerti gitu kenapa ada yang sampe ada yang nulis-nulis atau gimanagimana. Dulu penggunanya banyak banget… peminjamnya banyak. Kalo sekarang lebih bisa mengontrol..kalo misalkan rusak kalo lepas-lepas, tapi
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Tindakan yang dilakukan ketika menemukan pengguna yang sedang melakukan tindakan penyalahgunaan koleksi adalah menegurnya dengan sopan. Informan pernah mendapat keluhan dari pengguna mengenai koleksi yang disalahgunakan. Tindakan yang dilakukan selanjutnya yaitu memperbaikinya jika memang kerusakan sudah sangat parah atau mencarikan buku cadangan lain yang sejenis yang lebih bersih yang dimiliki oleh perpustakaan. Yang bertanggung jawab terhadap terjadinya tindakan penyalahgunaan koleksi ini menurut informan kembali lagi ke kesadaran pengguna tersebut. Pihak perpustakaan seharusnya dapat mengawasi setiap penggunanya. Namun, terkadang hal ini sulit dilakukan pada saat jam sibuk ketika pengguna yang datang ke perpustakaan jumlahnya banyak sehingga pengawasan menjadi sedikit berkurang.
(lanjutan) 111
10
11.
NI
Apakah dampaknya bagi perpustakaan?
Apakah dampaknya bagi pustakawan?
mbak ini yang terakhir pinjem mau gak mau dia yang harus tanggung jawab. Biasanya sih mereka mau tanggung jawab. Kalo misalnya rusak biasanya juga dia bilang dulu, “mbak saya mau pinjem, tapi rusak.” Kita bilang “Oh kalo rusak mending gak usah.”Tapi kalo dia maksa…butuh banget paling gak kita benerin dulu. Kalo misalnya tanggung jawab siapa situasinya juga sih ...kita sebagai ininya juga harus jaga cuma kita gak bisa ngontrol orang kan kayak gimana. Kita udah bilang, “mbak tolong bukunya jangan dirusak karena kan bukunya dibutuhkan untuk orang lain juga bukan untuk mbak aja.” Kadang mereka gak mendengarkan. Misalnya kalo masih bisa kita perbaiki kita perbaiki kalo udah rusak banget dulu sih akhirnya di withdrawn tapi karena dia masih punya buku yang direserved. Kalo yang sekarang biasanya yang bisa kita benerin kita benerin, kita lihat dulu kebutuhan pengunjung. Kalo buku bahasa inggris agak sulit sementara mereka juga butuh yang lainnya kayak buku sosial atau buku budaya. Jadi paling gak sih dampaknya itu harus diperbaiki juga tapi kadang ada complaint juga kan jadinya. Misalnya udah gak bisa diperbaiki akhirnya di withdrawn akhirnya pada nanyain buku itu padahal itu buku udah gak layak Kalo yang misalnya yang ditutupin bisa kita copotin…kita copotin kalo misalnya lebih ngerusak buku mendingan udah lah. Kalo pake pensil kita hapushapusin karena kasihan juga..suka ada juga pengunjung yang protes “mbak ini kok jadi
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Dampak bagi perpustakaan yaitu perpustakaan harus memperbaiki koleksi yang disalahgunakan tersebut. Jika kerusakannya sudah sangat parah maka koleksi tersebut akan di withdrawn oleh perpustakaaan. Namun dengan adanya withdrawn tersebut akan merugikan para pengguna yang masih membutuhkan koleksi tersebut
Dengan adanya penyalahgunaan koleksi tersebut akan menambah pekerjaan staf perpustakaan seperti misalnya harus menghapus buku yang dicoretcoret menggunakan pensil, memperbaiki jilid halaman
(lanjutan) 112
12.
13
Apakah dampaknya pengguna?
NI
bagi
Apa saja bentuk pencegahan penyalahgunaan koleksi yang sudah dilakukan di perpustakaan Japan Foundation?
seperti ini banyak ditulis – tulisin?”. Belajarnya disitu. Kalo sampe yang kayak rusak itu kalo misalnya masih bisa kita lem…kita lem, yang rusak…kalo yang udah parah banget kita bawa ke tempat penjilidan…tempat benerin gitu. Kalo bagi pengguna yah itu tadi mereka jadi kurang nyaman baca. Kalo misalnya bukunya rusak atau bagian itunya hilang jadi ketika mereka butuh informasi yang pentingpentingnya malah gak ada. Mereka jadi kehilangan informasi itu...padahal kan mereka butuh banget itu. Kayak kemarin dia butuh informasi mengenai sejarah komik itu buku yang penting dan satusatunya tentang sejarah komik yang berbahasa Inggris gitu kan. Ketika dia mau memasuki bagian yang penting itu gak ada dan itu hilang beberapa halaman doang 2 atau 3 halaman...“Lho ini gak ada? gimana nih? Iya, kalo misalnya ngecek buku itu kita kan lihat situasi juga. Kalo lagi gak rame mau gak mau kita buka-buka dulu, tapi misalnya ya dalam situasi rame banget kadang-kadang gak ngeh langsung taro aja gitu …banyak orang. Tapi kalo buku-buku yang baru kan banyak peminatnya .... sekarang kita sekalipun dalam keadaan sibuk, kita gak langsung taro…mungkin kita taro dulu…kita periksa nanti, tapi nanti kan masih ketahuan kan siapa yang pinjem terakhir kali. Tapi sih kita usahain buku yang baru-baru itu di depan orangnya langsung kita buka-buka atau kita udah bilang ini gak boleh diiniin (dirusak) ya karena nanti bakal ketahuan. Itu aja sih. Cuma liat orangnya juga sih...kan ketahuan yang
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
yang rusak sebagainya.
dan
lain
Dampak bagi pengguna yaitu menimbulkan perasaan tidak nyaman ketika membaca buku yang disalahgunakan tersebut. Koleksi yang disobek akan membuat pengguna kehilangan informasi yang dibutuhkan dan juga menimbulkan perasaan marah dan kecewa.
Usaha pencegahan yang dilakukan antara lain yaitu dengan melakukan pengecekan terhadap koleksi yang dirusak pada saat pengguna akan meminjam dan mengembalikan koleksi dan terutama dikhususkan bagi koleksi baru, harganya mahal dan dibutuhkan oleh banyak orang. Karena diakui bahwa pengecekan untuk koleksi buku baru lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan koleksi lama karena koleksi lama sudah banyak digunakan. Pengecekan terutama dilakukan di depan peminjam tersebut, sehingga jika terbukti merusak koleksi, dapat langsung ditegur.
(lanjutan) 113
berbakat merusak. Biasanya sih kita bilangin jangan diginiin yah apalagi kan pas lagi buka disitu trus ada sisitu pokonya jangan dianggap kita menuduh paling gak mereka ngerti bahwa ini tuh jangan sampe rusak. Setiap kali bikin kartu anggota itu kan dikasih tahu..tiap kali kita sebutin syaratnya satu persatu dari awal ampe akhir atau gak kalo misalnya rusak biasanya dia bilang “ oh ya nati saya ganti.” Biasanya kita telponin trus dia belum bisa pinjam dulu, tapi ada juga kesadaran sendiri untuk ganti karena ganti buku kan bermanfaat untuk orang lain. Jadi kita lebih suka ngasih tau verbal ...“jangan dicoret-coret ya!“. Jadi tindakannya ya langsung aja. Waktu itu sih pernah buat contoh...ini buku yang dirusak.. 14.
NI
Apa saja bentuk Kalo itu sih kita lagi mikirin usaha pencegahan juga..masih kita penyalahgunaan bicarain.memikirkan gimana koleksi yang akan enaknya. Mungkin nanti bisa dilakukan oleh kita pasang pesan atau apa tapi perpustakaan? harus dipikirin naronya di (rencana mana, bikin pesan yang ada gambar atau fotonya. pencegahan)
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Bentuk usaha pencegahan lainnya yaitu dengan mengingatkan setiap peminjam untuk menjaga dan memperlakukan koleksi yang dipinjamnya dengan baik. Pada saat mendaftar menjadi anggota perpustakaan juga staf perpustakaan akan menyebutkan semua peraturan yang harus dipenuhi sebagai anggota perpustakaan. Tujuannya agar si pengguna tersebut mengetahui apa saja peraturan yang ia harus patuhi sehingga diharapkan ia tidak melakukan tindakan penyalahgunaan koleksi perpustakaan.
Tindakan pencegahan lain yaitu dengan memberikan contoh display koleksi yang dirusak. Perpustakaan masih memikirkan langkah yang lebih efektif dalam mencegah penyalahgunaan koleksi. Ada rencana kemungkinan akan membuat semacam pesan yang ada gambar atau foto yang menarik mengenai pesan untuk merawat koleksi perpustakaan dengan baik.
Reduksi Wawancara 114
No. 1
Informan NBA
Pertanyaan Latar belakangnya apa? Mengapa memilih kerja di perpustakaan?
Jawaban Sastra Jepang
2
NBA
3
NBA
Apa yang dimaksud penyalahgunaan koleksi?
Ya kayak dicoret-coret gitu kan, gak dibalikin bukunya, ada yang nyobek, buku yang ada cap JF difotokopi waktu dia pinjem trus labelnya (cap) ditutupin, kayak ngotorin buku
4
NBA
Bagaimana perasaan Anda ketika melihat koleksi yang dirusak?
Kalo buku yang udah lama..."ah udah lama ini turun temurun udah rusak"..tapi kalo buku-buku baru saya yang proses sendiri.."iih ini kan udah rapi-rapi pas dibalikin udah kayak gitu"...kesel juga.
5
NBA
Bagaimana
Buku perpus harus dijaga
Kalau aku sih kan baru lulus tuh...ada lowongan di perpustakaan..gak ngerti apa-apa sebenarnya tentang perpustakaan, tapi Japan Foundation mikirnya ada Jepang-Jepangnya pasti kepake lah ya Jepangnya...pas ke sini ternyata jadi ya kayak belajar dari awal lagi tentang perpustakaaan...ya daripada nganggur juga.
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Interpretasi
Informan memilih bekerja di Perpustakaan The Japan Foundation karena menurutnya hal tersebut sesuai dengan latar belakang pendidikan yang dimilikinya yaitu Sastra Jepang. Ia mengakui bahwa sebenarnya ia juga tidak memahami tentang perpustakaan. Penyalahgunaan koleksi menurut pemahaman informan yaitu tindakan seperti mencoret-coret, menyobek, menutup cap perpustakaan dengan kertas lain sehingga dapat merusak koleksi dan mengotori buku Informan mengakui bahwa tidak dapat berbuat banyak terhadap koleksi lama yang sudah dirusak tetapi untuk koleksi baru yang dirusak ia pun merasa kesal melihatnya. Pengguna
(lanjutan) 115
6
NBA
7
NBA
seharusnya pengguna perpustakaan dalam memperlakukan koleksi perpustakaan? Bagaimana pustakawan / staf perpustakaan dalam menjaga koleksi di perpustakaan?
namanya buku orang...kalo perpustakaan buku sendiri rusak ngamuk sebaiknya dapat kan? menjaga koleksi perpustakaan dengan baik sama halnya menjaga miliknya sendiri. Kan kita ngawasinnya susah Tindakan yang juga kalau dari jauh...paling dapat dilakukan cuma negur aja sih kalau di selain sini pengawasan adala dengan cara menegur setiap pengguna yang melakukan penyalahgunaan koleksi. Mengapa Dia pengen punya tapi gak Menurutnya penyalahgunaan bisa mungkin disini ada penyalahgunaan koleksi bisa meskipun di Kinokuniya koleksi, dapat terjadi? ada kayak buku No Ken gitu terjadi karena tapi harganya mahal 3 kali pengguna tersebut lipat mungkin jadi dia ingin memiliki seenaknya aja. Buku itu kan koleksi milik bukan buku sendiri lah ya perpustakaan karena koleksi tesebut harganya mahal atau sulit dicari di tempat lain.
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Reduksi Wawancara 116
No. 1.
Informan AB
2.
AB
3.
AB
4.
AB
Pertanyaan Latar belakangnya apa? Mengapa memilih kerja di perpustakaan?
Jawaban Sastra Jepang Karena perpustakaannya bukunya buku-buku Jepang jadi untuk belajar jadi mudah cocoklah untuk kerja di sini. Kebetulan bidang perpus sama sekali gak tahu ya tapi kebetulan kalo pemilahan buku berdasarkan apanya sudah tahu. Kebetulan tahu karena saya sering ke sini waktu kuliah waktu nyusun skripsi setidaknya tahu tentang perpus ini.
Bagaimana menurut Anda kalau koleksi dirusak?
Terhadap koleksinya sayang aja kenapa harus ada tindakan seperti itu ya menurut saya kalo sekarang sih makin sedikit makin banyak yang sadar pentingnya sarana umum. gak sebanyak dulu buku yang dirusak atau dicoret-coret misalnya pas difotokopi atau apa biasanya buku lama kalo buku baru kan penjagaannya lebih ketat sampai saat ini sih belum begitu banyak buku-buku baru yang rusak. Apakah dampak Kalo pengguna lain penyalahgunaan ada..apalagi kalo itu buku koleksi bagi cuma satu karena kalo pengguna dan misalnya bukunya 1 perpustakaan? orang lain yang mau pinjem jadi terhambat mendapat informasi dari buku itu. Kalo dari perpus sendiri ya pasti ada kerugian karena itu
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Interpretasi
Alasan informan AB memilih untuk bekerja di perpustakaan adalah karena perpustakaan The Japan Foundation adalah perpustakaan khusus tentang Jepang sehingga koleksi yang dimilikinya pun sebagian besar berbahasa Jepang sehingga dengan latar belakang pendidikan yang dimilikinya yaitu lulusan Sastra Jepang akan lebih mudah untuk mengelola koleksi yang ada di perpustakaan. Informan AB menyayangkan terjadinya tindakan penyalahgunaan koleksi (buku yang dirusak) di perpustakaan. Namun, menurutnya penyalahgunaan koleksi tersebut makin sedikit terjadi di perpustakaan bila dibandingkan dengan dulu karena semakin banyak orang yang menyadari pentingnya perpustakaan sebagai sarana umum.
Menurut informan tindakan penyalahgunaan koleksi ini dapat menimbulkan kerugian bagi pengguna dan juga perpustakaan. Bagi pengguna, hal tersebut akan menyebabkan pengguna terhambat memperoleh informasi
(lanjutan) 117
4.
AB
5.
AB
kan koleksi dibeli pake uang perpustakaan sedangkan yang merusak itu gak bertanggung jawab. Biarpun pemakainya mengganti pasti perpus ada kerugian. Bukan semata sebatas masalah penggantiannya sih, tapi ke masalah tanggung jawab karena sejak awal dari dia mengajukan menjadi anggota itu sudah diberitahu peraturannya menjaga buku sebagai salah satu kewajiban anggota perpus. Jadi, kerugian bukan secara materil tapi secara waktu juga karena otomatis untuk menggantinya perlu waktu yang lama juga untuk membelinya. Tergantung proioritas bukunya kalo bukunya memang masih baru banyak dibaca orang mungkin harus mengganti dengan buku yang sama. Kalo buku lama gak terlalu baru juga bukunya gak banyak yang menggunakannya mungkin diharuskan mengganti dengan koleksi lain. Memperlakukan buku perpustakaan itu seperti memperlakukan buku sendiri dalam hal merawat. Apalagi kan ini sarana umum semua orang bisa memakainya.
Bagaimana seharusnya pengguna perpustakaan dalam memperlakukan koleksi perpustakaan? Bagaimana Kalo buku yang pustakawan / staf dipinjamkan kalo sudah
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
yang dibutuhkan apalagi jika hanya satu koleksinya. Bagi perpustakaan yaitu perpustakaan memerlukan waktu lama untuk melakukan pembelian koleksi yang disalahgunakan tersebut.
Sebaiknya semua pengguna perpustakaan dapat merawat koleksi perpustakaan dengan baik seperti miliknya sendiri karena koleksi perpustakaan digunakan oleh banyak orang. Menurut informan AB, pengawasan hanya dapat
(lanjutan) 118
6.
AB
perpustakaan dalam menjaga koleksi di perpustakaan?
di luar perpustakaan kita tidak bisa melakukan pengawasan lagi kalaupun misalnya pas ngembaliin itu ada cacat atau rusak gak semuanya bisa dicek jadi stafnya Paling gak pada saat pengembalian dicek lagi
Mengapa penyalahgunaan koleksi bisa terjadi?
Karena kurangnya kesadaran pengunjung peminjam sih lebih tepatnya, mereka terbisa mencoret-coret melipat buku jadi kurang dalam memperlakukan buku dengan baik. Harusnya lebih tinggi lah kesadaran untuk menjaga bukubuku perpustakaan.
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
dilakukan untuk koleksi yang ada di perpustakaan sedangkan ketika koleksi dipinjam untuk dibawa pulang pengawasan dalam hal penggunaan koleksi sudah tidak dapat dilakukan lagi. Sehingga pada saat pengembalian pustakawan / staf perpustakaan perlu mengecek kondisi koleksi apabila ada kerusakan dan lain sebagainya. Penyebab terjadinya penyalahgunaan koleksi menurut informan AB terjadi karena kurangnya kesadaran peminjam dalam memperlakukan koleksi perpustakaan.
Reduksi Wawancara 119
No Informan . 1. MHL
Pertanyaan
Jawaban
Latar belakangnya apa? Mengapa memilih kerja di perpustakaan?
Ilmu Perpustakaan
2.
MHL
Karena udah sesuai dengan ilmunya jadi kan kalo kerja di bidang lain gak ada gunanya kan?kalau kerja di perpustakaan kan jadi bisa mengembangkan ilmunya lagi
3.
MHL
Apa yang dimaksud penyalahgunaan koleksi menurut Anda?
Paling misalkan salah cara penggunaannya aja..biasanya sih kayak gitu orang-orangnya tidak peduli ah kayak sesuka hati suka dilipetdilipet nyoret-nyoret
4.
MHL
Yah mau gimana lagi..cuma bisa tarik nafas.mikir, "hah kok ada ya?”
5.
MHL
6.
MHL
Bagaimana perasaan Anda ketika melihat koleksi yang dirusak atau disalahgunakan tersebut? Bagaimana seharusnya pengguna perpustakaan dalam memperlakukan koleksi perpustakaan? Bagaimana pustakawan / staf perpustakaan
Harusnya sih agar semua orang bisa pake buku seperti milik bersama.
Interpretasi
Latar belakang informan memilih bekerja di perpustakaan karena menyesuaikan dengan latar belakang pendidikan yang dimilikinya yaitu Ilmu Perpustakaan. Dengan begitu maka, ia dapat mengembangkan lagi ilmu yang telah dimilikinya ketika bekerja di perpustakaan. Menurut informan, yang dimaksud penyalahgunaan koleksi adalah pengguna menggunakan koleksi perpustakaan secara salah. Pengguna tersebut juga tidak memiliki kepedulian dalam memperlakukan koleksi perpustakaan dengan baik. Informan merasa kecewa dan juga heran ketika melihat adanya koleksi yang disalahgunakan oleh pengguna. Pengguna perpustakaan juga sebaiknya dapat menjaga koleksi di perpustakaan dengan baik karena koleksi tersebut digunakan oleh orag banyak.
Kalo yang suka ngelipet Pustakawan seharusnya pas mau fotokopi dapat menjaga koleksi biasanya kita kasih tahu perpustakaan dengan
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
(lanjutan) 120
dalam menjaga terus setiap koleksi di pengembalian. Kalo perpustakaan? buku-buku warna putih yang gampang rusak itu biasanya kita sampul dulu. Ke depannya sih mungkin mau bikin semacam himbauan.
7.
MHL
baik. Menurut informan, ada beberapa usaha yang dapat dilakukan antara lain menegur pengguna, memberi sampul pada koleksi tertentu yang mudah rusak dan rencananya juga mereka akan memberikan semacam himbauan kepada pengguna untuk menggunakan koleksi perpustakaan dengan baik Mengapa Selain dari pengguna Penyalahgunaan koleksi penyalahgunaan faktor lain mungkin dapat terjadi karena koleksi bisa kurang pengawasan. kedua belah pihak yaitu terjadi? pengguna dan juga pustakawan. Penyalahgunaan koleksi disebabkan karena kurangnya kepedulian pengguna untuk memperlakukan koleksi. Selain itu, kurangnya pengawasan dari pustakawan dan staf perpustakaan juga menjadi penyebab terjadinya penyalahgunaan koleksi ini.
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011
Pemaknaan pustakawan..., Riska Pujianti, FIB UI, 2011