1
UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PILIHAN SANKSI ADMINISTRASI DAN SANKSI PIDANA DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH YANG BERPOTENSI MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA MENURUT HUKUM KEUANGAN PUBLIK
RINGKASAN SKRIPSI
Arsa Mufti Yogyandi 0906490046
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM SARJANA REGULER DEPOK JANUARI, 2013
Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013
2
ABSTRAK Nama : Arsa Mufti Yogyandi Program Studi : Ilmu Hukum Judul : Penerapan Pilihan Sanksi Administrasi dan Sanksi Pidana Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang Berpotensi Merugikan Keuangan Negara Menurut Hukum Keuangan Publik Skripsi ini mebahas mengenai sanksi yang dikenakan terhadap penyimpangan atau pelanggaran yang terjadi dalam proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang berpotensi merugikan keuangan negara dapat berupa sanksi pidana dan sanksi administrasi. Skripsi ini membagi penyimpangan dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang berpotensi merugikan keuangan negara yang dikenakan sanksi pidana dan sanksi administrasi karena tidak semua penyimpangan dalam proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dikenakan sanksi pidana. Penelitian ini termasuk penelitian Yuridis Normatif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis. Hasil penelitian menyarankan untuk dibuatnya Standar Operasional (SOP) bagi lembaga negara yang bertugas memeriksa adanya kerugian keuangan negara (BPK) terhadap penyimpangan dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang dikenakan sanksi pidana atau sanksi administrasi guna menciptakan adanya kepastian hukum. Kata Kunci
: Pengadaan, Procurement, Administrasi ABSTRACT
Name : Arsa Mufti Yogyandi Study Program: Law Title : The Application of Administrative Sanctions and Criminal Sanctions in Procuring Government Goods and Services Which are Potential Adverse State Finances According to Law on Public Finance This thesis examine sanctions imposed against infringment or violations that occurred in the Procurement of Goods / Services potentially devastating state finances can be criminal sanctions or administrative sanctions. This thesis is divided infringment in the Procurement of Goods / Services potentially devastating financial state to criminal sanctions or administrative sanctions for not all irregularities in the Procurement of Goods / Services are imposed criminal sanctions. This research is a normative juridical study aims to describe and analyze. The results suggest to make an Operational Standards (SOP) for the state agencies in charge of examining the state of financial loss (BPK) to the aberration in the Procurement of Goods / Services are subject to criminal sanctions or administrative sanctions in order to create legal certainty. Key Words
: Government, Procurement, Administrative
Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013
3
1. Pendahuluan Dalam mewujudkan kepastian hukum yang merupakan salah satu tujuan dari adanya hukum atas penegakan hukum terhadap penyimpangan yang terjadi dalam pengadaan barang/jasa pemerintah yang berpotensi merugikan keuangan negara yang menimbulkan ketidakpastian hukum dalam penerapan pilihan sanksi pidana atau sanksi administrasi yang diberlakukan. Untuk menciptakan suatu ketertiban umum dalam kehidupan bersama perlu diciptakan suatu suasana yang tertib. Jadi kebutuhan akan ketertiban merupakan syarat pokok (fundamental) bagi adanya suatu masyarakat manusia yang teratur.1 Pesatnya
pembangunan
tentunya
harus
diimbangi
dengan
peran
pemerintah dalam menyediakan berbagai bentuk berupa barang, jasa maupun pembangunan infrastruktur.2 Kondisi demikian membuat pengadaan barang dan jasa Pemerintah menjadi suatu kebutuhan yang tidak bisa dihindarkan. Namun sayangnya, berbagai penyimpangan kerap terjadi dalam proses pengadaan barang dan jasa Pemerintah. Seringnya terjadi penyimpangan atas ketentuan pengadaan barang/jasa Pemerintah dapat diindikasikan dari banyaknya penanganan tindak pidana korupsi terkait pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun oleh penegak hukum lain di Indonesia. Penyimpangan dalam proses pengadaan barang dan jasa yang merugikan keuangan negara merupakan salah satu bentuk korupsi. Definisi korupsi itu sendiri diatur Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Definisi tersebut memuat unsurunsur korupsi diantaranya memuat unsur secara melawan hukum; memperkaya diri sendiri; orang lain atau suatu korporasi; yang dapat menimbulkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara. Penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa Pemerintah, seringkali terjadi karena adanya perbuatan dari pejabat pengadaan serta pejabat terkait 1
Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, (Bandung: Alumni, 2002), hal. 3. 2
Yohanes Sogar Simamora, Disertasi, Prinsip Hukum Kontrak dalam Pengadaan Barang dan Jasa oleh Pemerintah, Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya, (Yohanes Sogar Simamora I, 2005), hal.1.
Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013
4
lainnya yang melakukan penyalahgunaan wewenang yang dimilikinya. Dari beberapa proses dalam pengadaan barang/jasa oleh pemerintah, masing-masing tahap berpotensi terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam pengadaan barang dan jasa. Pihak-pihak yang dimaksud adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Panitia Pengadaan di satu pihak. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah pejabat yang diangkat oleh Pengguna Anggaran (PA)/ Kuasa Pengguna Anggaran /Dewan Gurbernur Bank Indonesia (BI)/ Pemimpin Badan Hukum Milik Negara (BHMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)/Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai pemilik pekerjaan yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang dan jasa3. Panitia/Pejabat Penerima
Hasil
Anggaran/Kuasa
Pekerjaan
adalah
Pengguna
tim
yang
diangkat
Anggaran/Dewan
oleh
Gubernur
Pengguna
BI/Pimpinan
BHMN/Direksi BUMN/Direksi BUMD, untuk memeriksa dan menerima hasil pekerjaan pengadaan barang dan jasa.4 Dalam praktek, pihak-pihak tersebut seringkali dianggap sebagai pihak yang bertanggungjawab apabila terjadi penyimpangan terhadap proses pengadaan barang dan jasa. Bahkan pihak-pihak tersebut langsung diproses secara pidana, pihak-pihak yang ternyata terbukti melanggar ketentuan dan prosedur pengadaan barang dan jasa, maka:5 a. dikenakan sanksi administrasi; b. dituntut ganti rugi/digugat secara perdata; c. dilaporkan untuk diproses secara pidana. Seharusnya langkah penanganannya diawali dengan mengidentifikasi dan mengklasifikasi
penyimpangan
tersebut
termasuk
dalam
ranah
hukum
administrasi atau hukum pidana. Langkah ini penting untuk mengetahui aturan hukum yang mana yang akan berlaku pada kasus tersebut. Untuk menentukan apakah sanksi pidana atau sanksi administrasi yang diterapkan diperlukan pemeriksaan/audit oleh lembaga yang berwenang yaitu Badan Pemeriksa 3
Indonesia (A), Peraturan Presiden Tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah, Perpres No. 54 Tahun 2010, Ps. 1 angka 7. 4
Ibid., Ps. 1 angka 10.
5
Ibid., Ps. 118 ayat (7).
Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013
5
Keuangan (BPK) berupa Audit Investigatif yang terdiri dari Audit Finansial dan Audit Performa untuk mementukan apakah ada kerugian negara atau tidak dan menentukan apakah kerugian keuangan negara tersebut disebabkan oleh perbuatan yang melawan hukum atau tidak. Unsur kerugian keuangan negara dapat disebabkan oleh kelalaian atau perbuatan melawan hukum.6 Hal tersebut yang akan digunakan kemudian untuk menentukan penyimpangan atau pelanggaran yang dilakukan oleh pejabat dalam proses pengadaan barang dan jasa termasuk lingkup pidana (Tindak Pidana Korupsi) ataukah sekedar mal-administrasi yang diberlakukan sanksi administrasi terhadapnya. Penyimpangan tersebut juga dapat diduga menimbulkan kerugian keuangan negara yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum. Dengan demikian, dapat dikatagorikan suatu penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa Pemerintah memenuhi unsur-unsur yang ada di dalam delik korupsi, yakni unsur menyalahgunakan kewenangan; kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan; yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara. Jika
ditinjau
dari
segi
pertanggungjawaban,
dalam
praktiknya
pertanggungjawaban atas penyimpangan terhadap suatu proses pengadaan barang dan jasa Pemerintah dilimpahkan kepada para pejabat dalam struktur pengadaan barang/jasa khususnya terhadap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)/PIMPRO. Hal ini tidak terlepas dari kedudukan dan jabatan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)/PIMPRO dalam struktur pengadaan barang dan jasa di Pemerintah yang memiliki tugas, fungsi dan kewenangan dan tanggungjawab yang sangat besar. Pengguna barang/jasa bertanggungjawab dari segi administrasi, fisik, keuangan dan fungsional atas pengadaan barang/jasa yang dilaksanakannya.7 Berbagai penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa Pemerintah menarik untuk dilihat dari berbagai aspek seperti aspek hukum pidana dan administrasi. Dilihat dari aspek hukum pidana dan administrasi, terdapat beberapa hal yang menarik untuk dikaji dan dibahas terkait dengan hal tersebut. Pertama, 6
Indonesia (B) Undang-Undang Tentang Pembendaharaan Negara, UU No. 1 Tahun 2004, LN No. 5 Tahun 2004, TLN No. 4335, Ps. 1 ayat (22). 7
Indonesia (A), Op. Cit., Ps. 9 ayat (5).
Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013
6
apa saja pelanggaran/penyimpangan dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa Pemerintah yang dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum dalam konsep pidana ataukah hanya sebatas pada pelanggaran administrasi saja. Kedua, bagaimana ketentuan Undang-Undang Tindak pidana Korupsi diterapkan apabila terjadi penyimpangan pada pelaksanaan pengadaan barang/jasa Pemerintah dan termasuk sebagai perbuatan melawan hukum dalam konsep hukum pidana.
1.1.
Rumusan Permasalahan Berdasarkan pemaparan yang diuraikan di dalam latar belakang,
masalah yang akan dibahas di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kriteria Kerugian Keuangan Negara berdasarkan Hukum Keuangan Publik ? 2. Bagaimana menentukan penyimpangan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah dikenakan sanksi administrasi atau sanksi pidana?
2.
Pembahasan Untuk menentukan sanksi yang diberikan terhadap suatu pengadaan
barang dan jasa pemerintah yang mengakibatkan kerugian keuangan negara, terlebih dahulu harus dilihat dan dianalisis adanya kerugian keuangan negara yang disebabkan oleh penyimpangan tersebut. Pengertian kerugian keuangan negara adalah: 1. Kekurangan semua hak dan kewajiban Negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik Negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Yang meliputi : a. Hak Negara untuk memungut Pajak; b. Kewajiban Negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga; c. Penerimaan Negara; d. Pengeluaran Negara; e. Penerimaan Daerah; f. Pengeluaran Daerah;
Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013
7
g. Kekayaan Negara/daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan Negara/daerah; (BUMN dan BUMND); h. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum; i. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah. 2. Sudah berada dalam penguasaan Menteri Keuangan Sebagai Bendahara Umum Negara; 3. Bersifat pasti, maksudnya uang berkurang telah dipastikan jumlahnya melalui laporan keuangan; 4. Bersifat nyata, maksudnya uang tersebut telah menjadi hak atau kewajiban negara; 5. Disebabkan Perbuatan Melawan Hukum (pidana/perdata) atau kelalaian. Dari beberapa unsur dalam kerugian keuangan negara yang telah disebutkan di atas, beberapa unsur seperti unsur pada huruf g, h dan i masih mengalami perdebatan oleh beberapa ahli hukum keuangan negara karena perbedaan pandangan mengenai pengertian keuangan negara itu sendiri. Jika salah satu dari hal tersebut tidak terpenuhi, maka secara hukum administratif tidaklah dapat dikatakan sebagai Kerugian Keuangan Negara. Adanya kerugian negara dapat dikatagorikan sebagai perbuatan melawan hukum, khususnya hukum pidana, apabila kerugian negara mengandung kekurangan yuridis, yaitu :8 1. Paksaan atau suapan, yaitu kerugian negara yang terjadi karena paksaan dari pihak manapun, baik langsung ataupun tidak langsung yang diikuti dengan pemberian janji atau usaha pemberian sesuatu. 2. Tipuan yang bersifat muslihat , yaitu kerugian negara yang terjadi akibat penggunaan uang, surat berharga, dan barang yang direkayasa atau seolaholah telah sesuai dengan peraturan yang ada.
8
Simatupang, Op. Cit., hal. 332.
Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013
8
Namun, dalam hal tindakan yang dilakukan karena salah kira yang didasarkan pada pertimbangan pokok yang salah atau salah mengira mengenai ketentuan dan salah mengira mengenai wewenang diri sendiri (kelalaian) secara hukum administrasi negara tidak termasuk perbuatan melawan hukum dalam hukum pidana, tetapi merupakan penyimpangan administrasi (mal-administrasi) yang dapat dituntut ganti kerugian karena tindakan yang dilakukan tetap sah, tetapi dapat dibatalkan sesuai dengan prosedur administrasi negara. Alasan ketetapan ini tetap sah, tetapi dapat dibatalkan adalah karena hukum administrasi negara tetap harus melindungi aparat negara yang beritikad baik meskipun tidak bersalah sehingga dapat dikenakan ganti rugi/ sanksi administrasi yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Jadi dapat disimpulkan atas pemaparan tersebut bahwa sanksi yang dikenakan terhadap kerugian keuangan negara terbagi dua yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana sebagaimana disebutkan dalam UU PTPK. Sanksi administrasi itu sendiri adalah sanksi yang dijatuhkan kepada Pegawai Negeri apabila melakukan tindakan berupa mal-administrasi dengan tidak mengurangi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pidana, Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin dijatuhi hukuman disiplin oleh pejabat yang berwenang menghukum :9 (1) Tingkat hukuman disiplin terdiri dari : a. hukuman disiplin ringan; b. hukuman disiplin sedang; dan c. hukuman disiplin berat. (2) Jenis hukuman disiplin ringan terdiri dari : a. tegoran lisan; b. tegoran tertulis; dan c. pernyataan tidak puas secara tertulis. (3) Jenis hukuman disiplin sedang terdiri dari : a. penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun;
9
Indonesia (F), Op. Cit., Ps. 7.
Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013
9
b. penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun; dan c. penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun. (4) Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari: a. penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 (satu) tahun; b. pembebasan dari jabatan; c. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil; dan d.
pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Sedangkan sanksi pidana (Tindak Pidana Korupsi) terhadap tindakan yang merugikan keuangan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU PTPK, yaitu : Pasal 2: “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).” Pasal 3: “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan
yang
dapat
merugikan
keuangan
negara
atau
perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00
Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013
10
(lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”
Untuk menentukan adanya kerugian negara atau tidak, diperlukan adanya pemeriksaan terhadap potensi kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang. Lembaga yang berwenang untuk menghitung adanya kerugian keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (UU BPK), BPK diberikan wewenang untuk menentukan jumlah kerugian negara yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum. Pasal 6 ayat (1): “BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
yang
dilakukan oleh Pemerintah
Pusat,
Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.” Pasal 8 ayat (3) : “Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -undangan paling lama 1 (satu) bulan sejak diketahui adanya unsur pidana tersebut.” Pasal 10 : “BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.” Pasal 62 ayat (1) UU No.1 Tahun 2004 menyatakan : “Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.”
Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013
11
Dalam Konsiderans Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, dikatakan bahwa : “ Bahwa untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu dilakukan pemeriksaan berdasarkan standar pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri” Selain hal tersebut BPK juga berwenang untuk menggunakan tenaga ahli dan/atau tenaga pemeriksa di luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK, jadi secara tidak langsung BPK dapat meminta BPKP untuk membantu BPK dalam hal melakukan wewenangnya sesuai peraturan yang berlaku dengan bertindak untuk dan atas nama BPK (Pasal 9 ayat (1) huruf g UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK). Guna menentukan apakah dugaan penyimpangan dalam tindakan hukum administrasi negara tersebut memenuhi kriteria perbuatan melawan hukum atau tidak, prosedur pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK dilakukan 2 (dua) tahap, yaitu:10 1. Pemeriksaan keuangan (finansial), yang akan menetapkan dan menilai kekurangan uang, barang dan surat berharga yang pasti jumlahnya, yang kemudian dilanjutkan ke; 2. Pemeriksaan performa (kinerja), yang akan menentukan kekurangan uang, barang dan surat berharga yang telah pasti jumlahnya tersebut termasuk kedalam kriteria perbuatan melawan hukum (pidana) atau kelalaian (maladministrasi) Proses
pemeriksaan
BPK
yang
melalui
2
(dua)
tahap
yaitu
audit/pemeriksaan keuangan (finansial) dan performa (kinerja) harus memenuhi asas asersi, yaitu para pihak termasuk aparatur pejabat pemerintah diberi kesempatan memberikan penjelasan serta pembelaan diri sesuai dengan banding administratif serta penelaahan yang mendalam dari semua segi. Ketentuan asas asersi merupakan asas yang harus diikuti sesuai dengan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Standar Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Jika asas asersi tidak
10
Simatupang, Op. Cit., hal. 333.
Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013
12
terpenuhi, pemeriksaan yang dilakukan secara yuridis formal harus dinyatakan batal demi hukum. Terhadap kerugian negara sebagai akibat mal-administrasi hakikatnya dapat dikenakan sanksi administrasi karena tidak memenuhi kewajiban administratif yang tercantum dalam suatu peraturan perundang-undangan semu atau norma jabaran. Sanksi administrasi tersebut adalah berupa eksekusi yang nyata sebagaimana diatur dalam sanksi disiplin pegawai negeri sipil sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 atau ganti kerugian dengan menjadikan kekurangan sebagai piutang pihak yang lalai memenuhi kewajiban. Dasar hukum kerugian negara tersebut dapat diselesaikan dengan sanksi administrasi apabila telah memenuhi unsur kerugian negara dari administratif adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Pembendaharaan Negara yang menyatakan “Setiap kerugian negara/daerah disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus segera diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”11 Kerugian negara dapat terjadi karena pelanggaran hukum atau kelalaian pejabat negara atau pegawai negeri bukan bendahara negara dalam rangka pelaksanaan kewenangan administratif atau oleh bendahara dalam rangka pelaksanaan kewenangan kebendaharaan. Oleh karena itu, jelas dalam peraturan perundang-undangan dan teori hukum, persoalan kewenangan administratif diselesaikan menurut hukum administratif negara. Adapun kemungkinan kewenangan yang memuat paksaan dan tipuan secara hukum termasuk dalam hukum pidana. Oleh sebab itu, berdasarkan ketentuan hukum yang ada, jelas pertanggung jawaban kerugian negara tidak serta merta selalu disandarkan pada sanksi pidana, karena sanksi administrasi juga memiliki dasar hukum pelaksanaan dan efek yang jera terhadap pelaku. Adanya kerugian negara dapat dikatagorikan sebagai perbuatan melawan hukum, khususnya hukum pidana, apabila kerugian negara mengandung kekurangan yuridis, yaitu:12 11
Indonesia (B), Ps. 59 ayat (1).
12
Simatupang, Op. Cit., hal. 332.
Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013
13
1. Paksaan atau suapan, yaitu kerugian negara yang terjadi karena paksaan dari pihak manapun, baik langsung ataupun tidak langsung yang diikuti dengan pemberian janji atau usaha pemberian sesuatu. 2. Tipuan yang bersifat muslihat , yaitu kerugian negara yang terjadi akibat penggunaan uang, surat berharga, dan barang yang direkayasa atau seolaholah telah sesuai dengan peraturan yang ada. Namun, dalam hal tindakan yang dilakukan karena salah kira yang didasarkan pada pertimbangan pokok yang salah atau salah mengira mengenai ketentuan dan salah mengira mengenai wewenang diri sendiri (kelalaian) secara hukum administrasi negara tidak termasuk perbuatan melawan hukum dalam hukum pidana, tetapi merupakan penyimpangan administrasi (mal-administrasi) yang dapat dituntut ganti kerugian karena tindakan yang dilakukan tetap sah, tetapi dapat dibatalkan sesuai dengan prosedur administrasi negara. Alasan ketetapan ini tetap sah, tetapi dapat dibatalkan adalah karena hukum administrasi negara tetap harus melindungi aparat negara yang beritikad baik meskipun tidak bersalah sehingga dapat dikenakan ganti rugi/ sanksi administrasi yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Maka sesuai dengan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara yang menyatakan untuk menentukan adanya indikasi perbuatan melawan hukum atau kelalaian dilakukan dengan audit investigatif yang dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) yang terdiri dari audit finansial (keuangan) dan audit performa (kinerja). Proses pengadaan barang dan jasa pemerintah yang transparan tetapi tidak efisien akan menyebabkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan yang memiliki risiko korupsi dan merugikan keuangan negara yang terjadi dalam proses pengadaan barang dan jasa. Penyimpangan dan potensi korupsi dapat terjadi dalam setiap tahapan pengadaan barang dan jasa pemerintah dan berbeda jenis di setiap tahapnya. Berikut adalah contoh manifestasi dan potensi korupsi yang paling sering dijumpai dalam setiap tahapan :13 13
Sutedi, Op. Cit, hal. 114-116.
Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013
14
1. Tahap Penilaian Kebutuhan/Penentuan Kebutuhan : a. Ketidakharusan melakukan investasi dan pembelian. Adanya tawaran dari beberapa perusahaan untuk membuat kesepakatan; b. Menerapkan sistem baru yang justru lebih rentan terhadap kebocoran; c. Adanya investasi yang tidak adil secara ekonomis dan merusak mekanisme yang ada; d. Hanya menguntungkan sebagian penyedia barang; e. Suap / uang “terima kasih”; f. Konflik kepentingan, dimana pembuat kebijakan mempengaruhi proses tender dengan cara menekan panitia tender. 2. Tahap persiapan Perancangan dan Persiapan Dokumen Tender : a. Dokumen atau panduan tender dibuat untuk menguntungkan salah satu kontraktor; b. Mengatur jumlah barang atau jasa, sehingga menguntungkan sebagian kontraktor; c. Kompleksitas proyek dalam dokumen dan panduan tender untuk membingungkan proses pengawasan; d. Konsultan
sengaja
membuat
perencanaan
proyek
untuk
menguntungkan peserta tender; e. Menyalahgunakan prinsip penunjukkan langsung; 3. Tahap Pemilihan Peserta dan Penentuan Pemenang tender : a. Pembuat kebijakan bersikap tidak adil (karena disuap atau ada konflik kepentingan); b. Seleksi kriteria yang sangat subjektif untuk memudahkan pembuat kebijakan mengambil alih peran didalamnya; c. Penyalahgunaan kerahasiaan; d. Adanya pemberian informasi yang bersifat rahasia sebelum penawaran dimulai; e. Kriteria pemilihan pemenang tender diumumkan kepada publik (transparansi hasil evaluasi penawaran);
Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013
15
f. Pembayaran harga sangat mahal akibat proses tender yang tidak benar. 4. Tahap Pelaksanaan Pekerjaan : a. Sebagai ganti atas suap dan uang tidak resmi lainnya, kontraktor akan mengganti dengan barang dengan kualitas lebih rendah; b. Re-negosiasi kontrak dengan sejumlah imbalan; c. Harga yang meningkat akibat adanya perubahan kontrak; d. Pengawas dan pemantau tidak independen; e. Akuntan yang melakukan audit tidak jujur dan meluluskan banyak bukti akutansi yang tidak benar.
Berdasarkan pengalaman dan penelitian yang dilakukan oleh TI, mulai sejak awal dan akhir proses pengadaan barang dan jasa sangat rawan terjadi korupsi dan merugikan keuangan negara. Hal-hal yang menimbulkan adanya potensi korupsi adalah :14 1. Keterbatasan akses informasi; 2. Penyalahgunaan sistem penunjukkan langsung dan tender tertutup; 3. Keterbatasan atau ketidakefisienan pengawasan dan pemantauan selama proses tender dilakukan; 4. Kurangnya transparansi dalam penghitungan anggaran.
Berkaitan dengan putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap mengenai penyimpangan dalam proses Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang ditemukan, sebagai berikut : Terdakwa Drs. BANGGAS SITORUS, MM. sebagai kuasa pengguna anggaran dari Menteri keuangan, yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan Pengadaan Tanah / Belanja Modal Tanah tempat dibangunnya Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Deli Serdang yang baru, untuk itu terdakwa
14
Hasil lebih lengkap tentang penerapan dan metodologi Sistem Pengawasan dalam pengadaan barang dan jasa yang dikembangkan Transparency International untuk memetakan risiko korupsi dalam sistem pengadaan barang dan jasa dapat dilihat pada http://www.transparency.org regional_pages/americas/contrataciones_publicas_y_medicion.
Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013
16
membentuk panitia pengadaan dan melakukan proses pengadaan sampai ditentukanlah Sdr. Eddy Susanto sebagai pemenang tender. Tetapi menurut peraturan yang berlaku Pasal 20 Perpres Nomor 36 Tahun 2005 dijelaskan bahwa pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan tanah yang luasnya tidak lebih dari 1 (satu) hektar dapat dilakukan langsung oleh instansi pemerintah yang memerlukan tanah dengan para pemegang hak atas tanah dengan cara jual beli atau tukar menukar atau cara lain yang disepakati kedua belah pihak ,jadi tidak melalui tender, namun Terdakwa Drs. Banggas Sitorus, MM selaku Kuasa Pengguna Anggaran tidak melaksanakan ketentuan Pasal 20 Perpres Nomor 36 Tahun 2005 tersebut dan malah membuat Surat Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Deli Serdang tentang Pembentukan Panitia Untuk Pekerjaan Pengadaan Tanah Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Deli Serdang. Dengan melakukan penawaran yang besifat tender (penawaran umum) maka negara dianggap telah dirugikan karena ditemukan fakta bahwa Sdr. Eddy Susanto selaku pemenang tender bukanlah pemilik asli tanah, berdasarkan surat kuasa jual yang dimiliki oleh Sdr. Eddy , dan tanah tersebut milik orang lain. Dengan kondisi ini, terdakwa dianggap telah menyalahgunakan kewenangannya yang mengakibatkan keuangan negara dirugikan, karena apabila membeli secara langsung kepada pemilik tanah aslinya , negara tidak akan mengeluarkan biaya sebesar itu. Berdasarkan audit dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sumatera Utara terdapat pembebanan / pengeluaran uang negara melebihi nilai prestasi / perolehan tanah sehingga secara keseluruhan diperoleh hasil perhitungan kerugian keuangan negara atas dugaan tindak pidana korupsi Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Deli Serdang Tahun Anggaran 2007 sebesar Rp 1.018.934.009,00 (satu milyar delapan belas juta sembilan ratus tiga puluh empat ribu sembilan rupiah). Kasus ini merupakan bentuk penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah dalam proses pembentukan panitia tender, dalam proses ini yang dilakukan adalah Panitia Tender yang merupakan lembaga pelaksanaan yang pertama dibentuk oleh Pengguna Anggaran (PA) atau Kuasa Pengguna Anggaran
Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013
17
(KPA) setelah seluruh persiapan administrasi kegiatan ditetapkan. Panitia tender memiliki kewenangan antara lain : 15 a. Menyusun dokumen tender; b. Menyusun dan menyeleksi peserta tender; Dalam proses ini penyimpangan yang dilakukan adalah pada saat pemilihan dan menyeleksi peserta tender. Pasal 20 Perpres Nomor 36 Tahun 2005 dijelaskan bahwa pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan tanah yang luasnya tidak lebih dari 1 (satu) hektar dapat dilakukan langsung oleh instansi pemerintah yang memerlukan tanah dengan para pemegang hak atas tanah dengan cara jual beli atau tukar menukar atau cara lain yang disepakati kedua belah pihak , jadi tidak melalui tender. Adanya kerugian negara dapat dikatagorikan sebagai perbuatan melawan hukum, khususnya hukum pidana, apabila kerugian negara mengandung kekurangan yuridis, yaitu 16: 1. Paksaan atau suapan, yaitu kerugian negara yang terjadi karena paksaan dari pihak manapun, baik langsung ataupun tidak langsung yang diikuti dengan pemberian janji atau usaha pemberian sesuatu. 2. Tipuan yang bersifat muslihat , yaitu kerugian negara yang terjadi akibat penggunaan uang, surat berharga, dan barang yang direkayasa atau seolaholah telah sesuai dengan peraturan yang ada. Dalam kasus ini tidak ditemukan adanya tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh Terdakwa, melainkan hanya ditemukan tindakan salah kira atau lalai dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan yaitu melanggar ketentuan Pasal 20 Perpres Nomor 36 Tahun 2005. Sehingga seharusnya sanksi yang dikenakan adalah sanksi administrasi bukanlah sanksi pidana karena tidak adanya unsur paksaan/suapan ataupun tipuan yang bersifat muslihat dan hanya mengandung unsur kelalaian. Selain itu dalam kasus ini yang menghitung adanya kerugian keuangan negara adalah BPKP yang seharusnya tidak memiliki wewenang untuk menghitung atau menyatakan adanya kerugian keuangan negara 15
Amiruddin, Op. Cit., hal. 74.
16
Simatupang Op. Cit., hal. 332.
Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013
18
kecuali BPKP bertindak untuk dan atas nama BPK sebagai satu-satunya lembaga yang dapat menyatakan adanya kerugian keuangan negara. Sehingga untuk menentukan adanya perbuatan melawan hukum atau kelalaian (mal-administratif) diperlukan adanya audit performa yang merupakan bagian dari audit investigatif yang hanya bisa dilakukan oleh BPK.
3.
Simpulan Berdasarkan Rumusan Masalah dalam penelitian ini dan uraian serta
penjelasan 1. Kriteria kerugian keuangan negara berdasarkan Hukum Keuangan Publik adalah: 1) Kekurangan semua hak dan kewajiban Negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik Negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Yang meliputi : a. Hak Negara untuk memungut Pajak; b. Kewajiban Negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga; c. Penerimaan Negara; d. Pengeluaran Negara; e. Penerimaan Daerah; f. Pengeluaran Daerah; 2) Kekayaan Negara/daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan Negara/daerah; (BUMN dan BUMND) 3) Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum; 4) Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah. 5) Sudah berada dalam penguasaan Menteri Keuangan Sebagai Bendahara Umum Negara;
Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013
19
6) Bersifat pasti, maksudnya uang berkurang telah dipastikan jumlahnya melalui laporan keuangan; 7) Bersifat nyata, maksudnya uang tersebut telah menjadi hak atau kewajiban negara; 8) Disebabkan Perbuatan Melawan Hukum (pidana/perdata) atau kelalaian. 2. Menentukan penyimpangan dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dikenakan sanksi administrasi atau sanksi pidana dengan melihat dugaan penyimpangan dalam tindakan hukum administrasi negara tersebut memenuhi kriteria perbuatan melawan hukum atau tidak melalui Audit Investigatif yang dilakukan oleh BPK. Tindakan yang dilakukan karena salah kira yang didasarkan pada pertimbangan pokok yang salah atau salah mengira mengenai ketentuan dan salah mengira mengenai wewenang diri sendiri (kelalaian) secara hukum administrasi negara tidak termasuk perbuatan melawan hukum dalam hukum pidana, tetapi merupakan penyimpangan administrasi (mal-administrasi) yang dapat dituntut ganti kerugian karena tindakan yang dilakukan tetap sah. Tindakan yang mengandung unsur melawan hukum dikenakan sanksi pidana dan tindakan yang mengandung unsur kelalaian atau mal-administrasi dikenakan sanksi administrasi.
Adanya
sanksi
administrasi
tidak
menghilangkan
diberlakukannya sanksi pidana.
4. Saran Terkait dengan penelitian ini, terdapat beberapa saran yang penulis sampaikan, yaitu: 1. Perlunya dibuat Standar Operasional bagi Penyidik (POLRI dan Kejaksaan) dan Komisi Pemberantasan Korupsi pelanggaran-pelanggaran dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang dapat dikenakan sanksi pidana dan sanksi administrasi. 2. Harus adanya keseragaman dalam peraturan perundang-undangan mengenai siapa yang sebenarnya berwenang untuk memeriksa adanya kerugian keuangan negara sehingga kinerja Badan Pemeriksa Keuangan
Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013
20
(BPK) tidak tumpang tindih dengan lembaga lain sehingga pengenaan sanksi terhadap penyimpangan dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dapat berjalan dengan baik.
Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013
21
DAFTAR PUSTAKA
A.
Buku
Alatas, Syed Husein. Sosiologi Korupsi: Sebuah Penjelajahan Dengan Data Kontemporer. Jakarta: LP3ES, 1983. Amiruddin. Korupsi Dalam Pengadaan Barang dan Jasa. Yogyakarta: Genta Publishing, 2010. Arief, Barda Nawawi dan Muladi. Bunga Rampai Hukum Pidana. Bandung: Alumni, 1992. Asshiddiqie, Jimly. Perihal Undang-Undang. Jakarta: Konstitusi Press, 2006. Atmadja, Arifin. P, Soeria. Keuangan Publik dalam Perspektif Hukum. Teori, Kritik, dan Praktik.Jakarta: Rajawali Pers, 2009. Black, Henry Campbel. Black’s Law Dictionary. Fifth Edition. St. Paul: Minn West Publishing, 1979. Chazawi, Adami. Hukum Pidana Materiil dan Formiel Korupsi di Indonesia. Cet. II. Malang: Bayumedia Publishing, 2005. Hadjon, Philipus M. et. al. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2008. Indarti,
Maria Farida. Ilmu Perundang-Undangan Pembentukannya. Jakarta: Kanisius, 1998.
Dasar-Dasar
dan
Indonesia. Prinsip Dasar Kebijakan & Kerangka Hukum Pengadaan Barang & Jasa. Jakarta: Indonesian Procurement Watch, 2005. Kusumaatmadja, Mochtar. Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan. Bandung: Alumni, 2002. Marzuki, Peter Mahmud. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008. Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty, 2002. Moeljatno. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta, 2008. Mulyadi, Lilik. Tindak Pidana Korupsi di Indonesia :Normatif, Teoritis, Praktik dan Masalahnya. Bandung: Alumni, 2007.
Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013
22
Plato. The Laws. New York: Penguin Books, 2005. Purbacaraka, Purnadi dan Soerjono Soekanto. Perihal Kaedah Hukum. Bandung: Alumni, 1982. Sidman, Ann et. al. Penyusunan Rancangan Undang-Undang Dalam Perubahan Masyarakat Yang Demokratis, Jakarta: ELIPS, 2001. Simatupang, Dian P.N. Paradoks Rasionalitas Perluasan Lingkup Keuangan Negara dan Implikasinya Terhadap Kinerja Pemerintah . Jakarta: FHUI Press, 2011. Soesilo, R.. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1996. Subekti, R. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT. Intermasa, 1985. Sutedi, Adrian. Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa dan Berbagai Permasalahannya. Sinar Grafika: Jakarta, 2008.
B.
Jurnal, Artikel dan Sumber Lainnya
Arief, Barda Nawawi, “Pokok Pikiran Kebijakan Pembaharuan Undang-Undang Pemberantasan Korupsi”, (makalah disampaikan pada seminar di Universitas Jenderal Soedirman, Poerwokerto, 1999). Okatani, Naoki, “Regulations on Bid Rigging in Japan, The United States and Europe”, Pacific Rim Law & Policy Journal, March, 1995. Rajagukguk, Erman, “Pengertian Keuangan Negara dan Kerugian Negara”,(makalah disampaikan pada “Diskusi Publik Pengertian Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi Komisi Hukum Nasional RI”, Jakarta, 26 Juli 2006), hal.12., Jakarta 26 Juli 2006. Simamora, Yohanes Sogar, Disertasi, Prinsip Hukum Kontrak dalam Pengadaan Barang dan Jasa oleh Pemerintah, Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya, (Yohanes Sogar Simamora I, 2005). Soepardi, Eddy Mulyadi, “Memahami Kerugian Keuangan Negara sebagai Salah Satu Unsur Tindak Pidana Korupsi”, (makalah disampaikan pada ceramah ilmiah pada Fakutals Hukum Universitas Pakuan, Bogor, 24 Januari 2009). Plats, Stephen D., “Optimalisasi Fungsi BPK dalam Pengawasan Keuangan Negara, Sebagai Upaya Preventif terjadinya KKN”, (makalah disampaikan pada seminar di Universitas Jenderal Soedirman, Poerwokerto, 1999).
Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013
23
Takeshima, Kazuhiko (Chairman Fair Trade Commission of Japan), The Lessons from Experience of Antimonopoly Act in Japan and the Future of Competition Laws and Policies in East Asia, disajikan dalam The 2nd East Asia Conference on Competition Law and Policie (Toward Effective Implementation of Competition Policies in East Asia), Bogor, 3-4 Mei 2005 Theberge, Leonard J., “Law and Economic Development”, Journal of International Law and Policy. Vol. 9 Tahun 1980.
C.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Indonesia. Undang-Undang Tentang Pembendaharaan Negara. UU No. 1 Tahun 2004, LN No. 5 Tahun 2004, TLN No. 4335. Indonesia. Undang-Undang Badan Pemeriksa Keuangan. UU No. 15 Tahun 2006, LN No. 85 Tahun 2006, TLN No. 4654. Indonesia. Undang-Undang Keuangan Negara, UU No. 17 Tahun 2003. UU No.17 Tahun 2003, LN No. 47 Tahun 2003, TLN No. 4286. Indonesia. Undang Undang Badan Usaha Milik Negara, UU No. 19 Tahun 2003, LN No.70 Tahun 2003, TLN No.4352. Indonesia. Undang-Undang Perseroan Terbatas. UU No. 40 Tahun 2007, LN No. 106 Tahun 2007, TLN No. 4756. Indonesia. Peraturan Pemerintah Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Perpres No. 53 Tahun 2010, LN No. 74 Tahun 2010, TLN No. 5135. Indonesia. Peraturan Presiden Tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah. Perpres No. 54 Tahun 2010, Ps. 1 angka 7. Indonesia. Peraturan Pemerintah Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Perpres No. 70 Tahun 2012, LN No. 155 Tahun 2012, TLN No. 5334.
Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013