UNIVERSITAS INDONESIA
PERANAN NOTARIS DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN KREDIT PEMILIKAN RUMAH MELALUI PERJANJIAN BAKU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
TESIS
ELZA HUZAIFAH NIRMALIANA NPM 1006828110
FAKULTAS HUKUM PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN SALEMBA JANUARI 2013
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
PERANAN NOTARIS DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN KREDIT PEMILIKAN RUMAH MELALUI PERJANJIAN BAKU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan
ELZA HUZAIFAH NIRMALIANA NPM 1006828110
FAKULTAS HUKUM PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN SALEMBA JANUARI 2013
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh
:
Nama
: Elza Huzaifah Nirmaliana
NPM
: 1006828110
Program Studi
: Magister Kenotariatan
Judul Tesis
: Peranan Notaris Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Kredit Pemilikan Rumah Melalui Perjanjian Baku Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bahan
persyaratan
yang diperlukan
untuk
memperoleh
gelar
Magister
Kenotariatan pada Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Henny Marlyna, S.H., M.H.,M.L.I.
Penguji
: Wenny Setiawati, S.H., M.H.
Penguji
: Akhmad Budi Cahyono, S.H., M.H.
Ditetapkan di : Depok, Jawa Barat
Tanggal
: 21 Januari 2013
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Elza Huzaifah Nirmaliana
NPM
: 1006828110
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 21 Januari 2013
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya. Sholawat dan salam juga disampaikan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, yang memberikan suri tauladan bagi umat manusia di muka bumi ini serta telah mengantarkan umatnya dari zaman jahiliyah ke alam yang penuh berkah, semoga mendapatkan tempat yang dijanjikanNya. Amien. Penyelesaian tesis ini dengan judul : “Peranan Notaris Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Kredit Pemilikan Rumah Melalui Perjanjian Baku Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen”, ini semula terasa berat, namun dengan hati yang bulat serta semangat yang tiada putus-putusnya akhirnya tesis ini Alhamdulillah terselesaikan juga. Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk memenuhi sebagian syarat-syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Dalam penyusunan tesis ini penulis telah mengerahkan kemampuan yang maksimal, akan tetapi penulis menyadari bahwa apa yang telah dicapai tidak sesempurna yang diharapkan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi melengkapi kesempurnaan tesis ini. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu dan penyelesaian skripsi ini, terutama kepada yang terhormat : 1. Bapak Dr. Drs. Widodo Suryandono., S.H., M.H., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
2. Ibu Henny Marlyna, S.H., M.H.,M.L.I., selaku Dosen Pembimbing tesis, yang telah banyak memberi bimbingan, arahan serta motivasi penulis yang berguna sehingga tesis ini dapat terselesaikan. 3. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang telah memberi bimbingan, arahan dan didikan bagi penulis selama masa perkuliahan. 4. Seluruh Staf Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang telah memberikan kemudahan di bidang administrasi selama penulis mengikuti pendidikan. 5. Bapak Winanto Wiryomartani, SH., M.Hum, Ibu Arikanti Natakusuma, SH, Ibu Drs. Ayu Tiara Siregar, SH, Ibu Dwi Puspita Sari, SH., M.Kn, dan Ibu Dewi Tenty Septy Artiany, SH, M.Kn, selaku Notaris/PPAT, yang telah memberikan izin,waktu dan kesempatan kepada penulis untuk memperoleh informasi dan mengambil data yang diperlukan untuk menyelesaikan tesis ini. 6. Terima kasih dari lubuk hati yang paling dalam penulis sampaikan kepada yang tercinta Papa H. Nofrizal, S.H dan Mama Hj. Darnelly, S.H yang selalu memberikan motivasi, semangat, dukungan dan tiada henti-hentinya mendoakan penulis untuk penyelesaian tesis ini. Untuk adinda tersayang M. Iqbal Febrizal dan M. Arief Dafrizal yang selalu memberikan semangat dan doanya untuk penulis. Untuk Hanif Ananda Pratama, Haneshia Laili Ramadhani dan Bunda terima kasih untuk doa dan semangatnya. Semua keluarga yang telah banyak membantu dan telah senantiasa berdoa sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Gelar ini penulis persembahkan untuk mereka yang penulis sayangi dan cintai. 7. Arias Ichsan Rindes, S.Sn yang telah memberikan semangat, dukungan ,doa serta sedia mendengarkan keluh kesah penulis, selama penulis menyelesaikan tesis ini. 8. Sahabat-sahabat tersayang Vita Puspita, S.T, Weny Napitupulu, Yulviana Gitria Putri, S.Ikom, Yoan Adelinadinanti, S.Pd, Ana Atthahira, Triamy Rostarum, S.H, Aulia Beatrice, S.E, Miranty Kuswandari, S.Pt, Altamevia Fina, S.H, Siti Rawdiah Sari, S.H dan Risa Celviani, S.H yang selalu
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
memberikan semangat, dorongan, doa serta setia mendengarkan keluh kesah penulis terkait dengan penyelesaian tesis ini, sehingga tesis ini terselesaikan. 9. Sahabat-sahabat di Magister Kenotariatan, Dewi Susanti, S.H, Delny Teoberto, S.H dan suami, Novi Herawati S.H dan suami, Sari Jacob, S.H, Nani Norseva, S.H, Meidicianawati, S.H dan suami, Astried Triana, S.H dan suami, Chikita Goenawan, S.H, Tika Amelia, S.H dan Nalia Safitri, S.H terima kasih untuk semua bantuan, support, doa dan selalu ada dikala susah dan senang. Akhirnya tesis kita masing-masing terselesaikan dengan hasil yang memuaskan dan kita wisuda bareng. 10. Dan semua teman-teman Magister Kenotariatan Angkatan 2010 Universitas Indonesia serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam melakukan penelitian ini mulai sejak awal sampai selesainya tesis ini. Atas segala bimbingan dan bantuan yang telah diberikan, penulis mendoakan semoga Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang senantiasa melimpahkan rahmat-Nya dan membalas semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Dan akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jambi,
21 Januari 2013
Penulis,
Elza Huzaifah Nirmaliana, S.H
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN PESETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: Elza Huzaifah Nirmaliana
NPM
: 1006828110
Program Studi
: Magister Kenotariatan
Fakultas
: Hukum
Jenis Karya
: Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Peranan Notaris Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Kredit Pemilikan Rumah Melalui Perjanjian Baku Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti NonEkslusif
ini,
Universitas
mengalihmediakan/formatkan,
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengolah dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Depok, Jawa Barat
Pada Tanggal
: 21 Januari 2013
Yang Menyatakan
Elza Huzaifah Nirmaliana
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
ABSTRAK
Nama
: Elza Huzaifah Nirmaliana
Program Studi
: Magister Kenotariatan
Judul
: Peranan Notaris Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Kredit Pemilikan Rumah Melalui Perjanjian Baku Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Dalam suatu perjanjian terdapat salah satu asas, yaitu asas kebebasan berkontrak, dimana diharapkan dalam pembuatan perjanjian posisi tawar menawar para pihak adalah relatif seimbang. Sedangkan dalam perjanjian baku, posisi tawar menawar para pihak tidak seimbang, konsumen hanya dihadapkan pada satu pilihan. Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta otekntik, dalam hal ini membuat perjanjian Kredit Pemilikan Rumah, dituntut untuk dapat memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen yang menggunakan jasanya. Notaris dalam menjalankan jabatannya harus sesuai dengan peraturan Undang-Undang Jabatan Notaris, yakni menjalankan kewajibannya sebagaimana yang telah diterangkan dalam Undang-Undang. Notaris dituntut untuk mampu memberikan penyuluhan hukum dan dapat menjaga kepentingan para pihak, agar hak konsumen terlindungi.
Kata Kunci : Peranan Notaris, Kredit Pemilikan Rumah
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
ABSTRACK
Name
: Elza Huzaifah Nirmaliana
Study Program
: Magister of Notary
Title
:
The Role of a Public Notary
in Providing Legal
Protection for Home Loan Customers Through Standart Agreement Based on Law No 8 of 1999 on the Consumer Protection Act. In an agreement, there is one principle, that is freedom of contracts, in which both parties position are balanced. But in standart agreement, the bargaining positions of both parties are not balanced.. While the standard contract, the parties' bargaining positions are not balanced, the consumer faced with a choice. Consumers can not bargain or amend the contract's content , consumer only has option to receive or not to approve it at all.. Notary as a public official authorized to make deed, in this case made a pact home loans, one is required to protect consumers who use her service.. Notaries in running position must conform to the rules Notary Law, its obligations as explained in the Act. Notaries are required to be able to provide information on the law and safeguard the interests of the parties, that the rights of consumers are protected.
Keyword : The Role Of a Public Notary, Home Loan
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................. HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.................................... LEMBAR PENGESAHAN....................................................................... KATA PENGANTAR .............................................................................. LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH............. ABSTRAK................................................................................................ ABSTRACT............................................................................................... DAFTAR ISI..............................................................................................
i ii iii iv vii viii ix x
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang........................................................................... 1 1.2. Pokok Masalah..................................................................................... 1.3. Metode Penelitian ............................................................................... 1.4. Sistematika Penulisan...........................................................................
12 13 14
2. PERANAN NOTARIS DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN KREDIT PEMILIKAN RUMAH MELALUI PERJANJIAN BAKU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 2.1. Tinjauan Umum Perjanjian.................................................................. 16 2.1.1. Pengertian Perjanjian................................................................... 16 2.1.2. Perjanjian Baku Pada Umumnya................................................ 22 2.1.3. Pengertian Perjanjian Baku......................................................... 23 2.1.4. Perjanjian Baku dalam perspektif Undang-Undang Perlindungan Konsumen............................................................ 33 2.1.5. Perjanjian Kredit........................................................................ 41 2.1.6. Perjanjian KPR.......................................................................... 46 2.1.7. Peranan Notaris Dalam Menjalankan Profesi............................ 52 2.2. Temuan Penelitian..................................................................... 57 2.2.1. Prosedur Pengikatan Perjanjian KPR.................................... 57 2.2.2 Bargaining Position yang tidak seimbang antara Bank dan Debitur KPR...................................................................... 59 2.2.3. Perlindungan Hukum bagi Konsumen KPR dalam Perjanjian Baku................................................................................. 62 2.2.4. Peran Notaris dalam prosedur pengikatan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah.............................................................. 67 2.3. Analisis Hukum........................................................................ 72 2.3.1. Perlindungan hak-hak konsumen oleh Notaris dalam pembuatan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR)....... 72 2.3.2. Konteks Peraturan Undang-Undang Jabatan Notaris Terhadap Peranan Notaris.................................................
76
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
3. PENUTUP 3.1. Kesimpulan............................................................................. 3.2. Saran......................................................................................
79 80
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik
sejauh mana pembuatan akta otentik tersebut tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Pembuatan akta otentik harus dilakukan oleh peraturan perundangundangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum. Selain itu akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan. Notaris membuat akta otentik yang merupakan alat pembuktian terkuat dan terpenuh yang mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam setiap kehidupan masyarakat. Dalam berbagai hubungan bisnis, perbankan, kegiatan sosial dan lain-lain. Kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik makin meningkat sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan kepastian hukum dalam berbagai kegiatan ekonomi dan sosial, baik pada tingkat Nasional maupun Internasional. Dengan adanya akta otentik, memberikan kepastian hukum bagi pemegangnya dan menghindari terjadinya sengketa di kemudian hari, dan walaupun sengketa tidak dapat dihindari, akta otentik tersebut merupakan alat bukti tertulis terkuat dan terpenuh dalam proses penyelesaian sengketa. Seiring dengan perkembangan era globalisasi dewasa ini, kebutuhan masyarakat akan notaris dan akta-akta yang dibuatnya mengalami perkembangan yang semakin meluas. Masyarakat sekarang lebih mempunyai kesadaran hukum dalam melakukan hubungan-hubungan hukumnya, baik itu hubungan hukum dalam bidang bisnis, perbankan, bahkan kegiatan-kegiatan sosial telah menggunakan jasa notaris untuk membuat akta otentik yang mengikat para pihak dalam kegiatannya.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Perkembangan ini juga berpengaruh besar terutama dalam bidang perbankan. Notaris merupakan salah satu unsur yang penting dalam setiap operasional transaksi perbankan, terutama dalam pembuatan akta-akta jaminan kredit/pembiayaan, surat pengakuan hutang, grosse akta, legalisasi dan waarmerking dan tugas-tugas lain dari notaris yang telah diatur oleh peraturan perundang-undangan. Keberadaan notaris sebagai pekerja jasa diberi kewenangan oleh negara untuk membuat akta otentik dan selanjutnya mewakili negara pemerintah dalam kompetensi hubungan hukum privat yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Keberadaan notaris dalam hal ini benar-benar begitu berperan karena notaris dalam kapasitasnya yang dipercaya untuk membuat akta otentik, dengan sendirinya juga dipandang sebagai pejabat umum yang selalu berusaha mencegah terjadinya konflik. Profesi notaris merupakan instansi yang membuat akta-akta yang menimbulkan alat-alat pembuktian tertulis dan mempunyai sifat yang otentik. Dalam hal ini notaris harus aktif dalam pekerjaannya, dan bersedia melayani masyarakat dimanapun juga, notaris tidak hanya melayani masyarakat perkotaan tapi juga harus melayani masyarakat pedesaan sekalipun harus mengeluarkan tenaga dan materi yang tidak sedikit untuk melayani masyarakat yang membutuhkan jasa notaris. “Alat pembuktian itu dapat membuktikan dengan sah dan kuat tentang suatu peristiwa hukum sehingga menimbulkan lebih banyak kepastian hukum (Rechtszerkerheid)”. 8 Notaris sebagai ahli dalam bidang hukum dapat memberi bantuannya, baik dengan
nasehat-nasehat
yang
diberikan
olehnya
kepada
mereka
yang
membutuhkan, maupun dengan penyusunan akta-akta yang sedemikian rupa, sehingga dapat dicapai apa yang dibutuhkan oleh pihak-pihak yang membutuhkan jasa notaris. Dalam penyusunan akta itulah terletak keterampilan dan seni dari seorang notaris dalam menerapkan hukum, sehingga dapat memenuhi maksud dan keinginan dari pihak-pihak yang membuat perjanjian, tanpa meninggalkan hukum
8
R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1993), hal. 7.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
yang berlaku bahkan dengan demikian dapat menimbulkan kasus-kasus baru dan mencari penyelesaian-penyelesaian dimana hukum atau undang-undang tidak mengatur secara jelas mengenai suatu kasus, sehingga dengan demikian notaris ikut serta menemukan hukum baru dengan memperhatikan segala hal yang menyangkut segala hal, antara lain hal-hal yang menyangkut tata hidup masyarakat. Hal demikian sebagaimana diuraikan dalam Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris yang memberikan ketentuan tentang definisi notaris serta apa yang menjadi tugas notaris, yakni : “Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta-akta tentang segala tindakan, perjanjian dan keputusankeputusan yang oleh perundang-undangan umum diwajibkan, atau para yang bersangkutan supaya dinyatakan dalam suatu surat otentik, menetapkan tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse akta (salinan sah), salinan akta dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga diwajibkan kepada pejabat atau khusus menjadi kewajibannya”. Peranan notaris senantiasa diperlukan masyarakat, salah satunya pada saat masyarakat ingin memiliki rumah dengan cara Kredit Pemilikan Rumah (selanjutnya di singkat KPR) dengan Bank. Rumah merupakan parameter dalam mengukur kesejahteraan suatu masyarakat sebagai kebutuhan pokok. Maksudnya adalah bahwa untuk melihat tingkat kesejahteraan seseorang baik dari kemampuan ekonomi, tingkat pendidikan dan status sosial seseorang, masyarakat cenderung menilai dari keberadaan rumah sebagai tempat tinggalnya. Rumah juga merupakan salah satu kebutuhan primer manusia, setelah kebutuhan terhadap pangan dan sandang. Kebutuhan yang bersifat primer adalah kebutuhan yang harus terpenuhi untuk kelangsungan hidup. Namun untuk memenuhi atau memperoleh kebutuhan rumah, tidak semudah dan sesederhana pemenuhan kebutuhan terhadap pangan dan sandang. Karena rumah terdiri dari tanah dan bangunan. Tanah dari hari ke hari selalu menunjukkan nilai ekonomis yang semakin tinggi, semakin mahal, sebagai akibat laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Begitu juga harga bahan-bahan bangunan terus meninggi seiring laju
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
inflasi. Dengan demikian untuk memenuhi kebutuhan utama yang
bernama
rumah sebagai tempat tinggal diperlukan biaya yang tidak sedikit. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan perumahan ini, terbentur akan situasi ekonomi yang berubah-ubah. Dimana tingkat kenaikan harga barang, khususnya rumah semakin tidak terjangkau oleh kemampuan daya beli masyarakat yang membutuhkannya. Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa permintaan lebih besar daripada penawaran sedangkan faktor daya beli yang idealnya ikut meningkat secara signifikan tidak terpenuhi. Khusus
di kota-kota besar utama dimana jumlah penduduknya sudah
sangat padat, kebutuhan perumahan akan menyangkut segi kuantitas dan kualitas dalam proses pemenuhannya. Segi kuantitas bisa dipenuhi dengan cara membangun sebanyak-banyaknya perumahan dan dari segi kualitas dipenuhi dengan jalan membangun perumahan yang layak untuk semua strata masyarakat. Pemenuhan kebutuhan
perumahan tersebut memperoleh hambatan pada
terbatasnya lahan sebagai tempat membangun perumahan. Hal tersebut dipenuhi dengan cara membangun secara horizontal maupun vertikal bangunan perumahan. Secara horizontal yaitu dengan memberikan kesempatan kepada pengembang (developer) untuk membuka daerah pemekaran dan secara vertikal dilakukan dengan membangun bertingkat untuk perumahan misalnya hunian bersama atau yang biasa disebut rumah susun. Daya beli masyarakat yang rendah diatasi dengan upaya dari pemerintah dengan menyediakan dana-dana dalam bentuk program pembiayaan perumahan. Biasanya pembiayaan perumahan tersebut pelunasannya secara angsuran dan diarahkan untuk strata masyarakat menengah kebawah. Upaya dari pemerintah tersebut tidak lepas dari tanggung jawab pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan perumahan, dimana hal tersebut telah dimasukan dalam dasar konstitusi negara Indonesia, khususnya pada Pasal 28 I ayat (4) perubahan kedua Undang-Undang Dasar 1945, yang selengkapnya berbunyi: “(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.” Oleh developer yang melihat masih tingginya permintaan akan perumahan khususnya untuk masyarakat menengah ke atas maka ditanggapi dalam
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
melibatkan lembaga keuangan swasta sebagai pemberi dana dalam bentuk kredit perumahan.
Beberapa
developer
yang
menyelenggarakan
sendiri
paket
pembiayaan perumahannya, dengan jalan mengumpulkan calon pembelinya berdasarkan pesanan (indent), ada pula yang menyediakan perumahan siap huni terlebih dahulu (real estate) dan menjualnya kemudian. Mengingat bahwa kebutuhan dana untuk investasi di bidang perumahan tersebut sudah menyangkut jumlah dana yang besar, peluang ini dimanfaatkan oleh lembaga keuangan khususnya perbankan dengan meluncurkan produknya berupa paket-paket kredit perumahan. Di antara bank sebagai penyedia dana dan nasabahnya hubungan yang terjadi apabila ditinjau dari sisi hukum adalah termasuk dalam hubungan hukum perjanjian, dimana melibatkan dua pihak pokok yaitu pihak bank sebagai kreditur dan nasabahnya sebagai pihak debitur. Perumahan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan pembentukan watak dan kepribadian bangsa sehingga perlu dibina dan dikembangkan demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan masyarakat. Perumahan dan pemukiman tidak dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan kehidupan semata-mata, tetapi lebih dari itu merupakan proses bermukim manusia dalam menciptakan ruang kehidupan untuk memasyarakatkan dirinya, dan menampakkan jati diri. Andi Hamzah, I Wayan Suandra dan B.A. Manalu menegaskan bahwa tujuan dari pembangunan perumahan dan pemukiman adalah : “ Merupakan upaya untuk memenuhi salah satu kebutuhan dasar manusia, sekaligus untuk meningkatkan mutu lingkungan kehidupan, memberi arah pada
pertumbuhan
wilayah,
memperluas
lapangan
kerja
serta
menggerakkan kegiatan ekonomi dalam rangka meningkatkan dan pemerataan kesejahteraan rakyat.”
9
Sehubungan dengan itu upaya pembangunan perumahan dan pemukiman terus ditingkatkan untuk menyediakan perumahan dengan jumlah yang makin meningkat dan dengan tetap memperhatikan persyaratan minimun bagi rumah yang layak, sehat, aman dan serasi.
9
Andi Hamzah, I Wayan Suandra, dan B.A. Manalu, Dasar-Dasar Hukum Perumahan, Cet. Ketiga, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 1.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Akan tetapi tidak banyak masyarakat yang mampu membeli rumah secara tunai. Problem keterbatasan dana untuk membeli rumah secara tunai, dapat diatasi dengan cara KPR dari perbankan. Sebagaimana kredit pada umumnya, maka KPR juga merupakan sebuah perjanjian. Dalam hal ini perjanjian kredit, dimana Bank adalah pihak yang meminjamkan uang (kreditur) kepada nasabahnya (debitur). Kredit ini khusus hanya dapat dipergunakan untuk keperluan membayar rumah yang dibeli oleh debitur tersebut. Dalam praktik pemberian KPR di Indonesia, sebagaimana layaknya perjanjian kredit biasa, perjanjian KPR juga dibuat dalam bentuk perjanjian standar atau perjanjian baku. Karena itu, isi atau klausula-klausulanya telah disusun dan disiapkan sebelumnya oleh pihak Bank. Dengan demikian, nasabah KPR sebagai debitur hanya dihadapkan pada satu pilihan yaitu menerima seluruh isi atau klausula perjanjian KPR itu. Bila tidak bersedia menerimanya sebagian atau seluruhnya isi dan klausula-klausula itu, maka nasabah tidak akan diberikan fasilitas KPR. Akibatnya tentu impian untuk membeli dan memiliki
rumah
sendiri menjadi pupus. Sebagai konsekuensi dari perjanjian kredit yang bersifat standar, kedudukan Bank sebagai kreditur dan nasabah sebagai debitur tidak pernah seimbang. Debitur tidak ada daya dan harus mengikuti ketentuan dari isi perjanjian kredit yang sudah dibuat baku oleh Bank tersebut. 10 Ini tentu tidak adil. Persoalan perlindungan konsumen merupakan masalah yang banyak mengundang
perhatian
masyarakat,
khususnya
konsumen
yang
ingin
menggunakan fasilitas KPR pada Bank. Mereka sering dirugikan oleh pihak Bank sebagai penyalur dana, agar dapat terpenuhi impian konsumen memiliki rumah. Beberapa kasus yang terjadi pada umumnya pihak konsumen tidak berdaya mempertahankan hak-haknya, karena tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih sangat relatif rendah. Konsumen yang keberadaannya sangat tidak terbatas dengan strata yang sangat bervariasi. Untuk itu semua cara pendekatan diupayakan sehingga mungkin menimbulkan berbagai dampak, termasuk keadaan
10
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993), hal. 2.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
yang menjurus pada tindakan yang bersifat negatif bahkan tidak terpuji yang berawal dari itikad buruk. Dampak buruk yang sering terjadi diantaranya menyangkut kualitas dan informasi yang tidak jelas. Secara umum memang diakui bahwa posisi konsumen sangatlah lemah bila dibandingkan dengan pihak Bank, baik dilihat dari segi ekonomi, pengetahuan teknis maupun dalam mengambil tindakan hukum melalui institusi pengadilan, sehingga kadangkala konsumen tidak menyadari bahwa haknya telah dilanggar oleh pihak Bank. Konsumen tenyata tidak hanya dihadapkan pada persoalan lemahnya kesadaran dan ketidakmengertian (pendidikan) terhadap hak-haknya sebagai konsumen. Hak-hak yang dimaksud, misalnya bahwa konsumen ternyata tidak memiliki bargaining position (posisi tawar) yang berimbang. 11 Sedangkan hukum perjanjian itu menganut asas kebebasan berkontrak, yang mana asas ini memberikan pada setiap orang hak untuk dapat mengadakan berbagai kesepakatan sesuai kehendak dan persyaratan yang disepakati kedua pihak, dengan syaratsyarat subjektif dan objektif tentang sahnya suatu persetujuan tetap terpenuhi. Syarat-syarat sah dalam perjanjian dapat dilihat pada Pasal 1320 KUHPerdata. Adapun isi syarat sah tersebut adalah : 1.
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2.
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3.
Suatu hal tertentu;
4.
Suatu sebab yang halal. Syarat yang sepakat dan kecakapan disebut syarat subjektif karena
menyangkut orang-orang atau pihak-pihak yang membuat perjanjian. Orang-orang atau pihak-pihak ini sebagai subjek yang membuat perjanjian. Apabila syarat subjektif tersebut tidak dipenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan (canceling) oleh salah satu pihak yang cakap. Dapat dibatalkan oleh salah satu pihak artinya salah satu pihak dapat melakukan pembatalan atau tidak melakukan pembatalan. Apabila salah satu pihak tidak membatalkan perjanjian itu maka perjanjian yang
11
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Cet. Ketiga, (Jakarta: Gramedia, 2003), hal. 3.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
telah dibuat tetap sah. Yang dimaksud salah satu pihak yang membatalkan disini adalah pihak yang tidak cakap menurut hukum. Sedangkan apabila syarat suatu hal tertentu dan sebab yang halal disebut syarat objektif, yang mana apabila syarat objektif tersebut tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut akan batal demi hukum. Batal demi hukum artinya perjanjian yang dibuat para pihak tersebut sejak awal dianggap tidak pernah ada. Jadi para pihak tidak terikat dengan perjanjian itu sehingga masing-masing pihak tidak dapat menuntut pemenuhan perjanjian karena perjanjian sebagai dasar hukum tidak ada sejak semula. Dengan dipenuhi keempat syarat sah perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya. Namun dalam perkembangannya, pada perjanjiannya ternyata kedua belah pihak mempunyai keinginan masing-masing, yaitu pihak kreditur dengan motifasi untuk menjamin pelunasan dana kredit yang telah dikeluarkan maka dilibatkanlah pihak penjamin (asuransi) dan membebankan objek perjanjian dengan hak tanggungan, sedangkan pihak debitur untuk menjamin kebebasan dalam memperoleh perumahan yang diinginkan maka debitur melibatkan developer. Perkembangan yang dimaksud di atas dalam hal pengaturan terlibatnya para pihak di luar perjanjian kredit tersebut dimungkinkan di dalam sistem hukum Indonesia, karena dianutnya asas kebebasan berkontrak yang ada dalam sistem hukum perdata. Kembali kepada masalah esensi perjanjian KPR maka akan kembali kepada masalah hakekat dasar daripada perjanjian. Dimana dalam membuat suatu perjanjian para pihak bebas menentukan sendiri isi daripada perjanjian dengan berpijak pada asas kebebasan berkontrak. Namun pada dasarnya menurut KUHPerdata kebebasan tersebut tentunya tidak terlepas dari syarat sahnya suatu perjanjian dimana harus memenuhi salah satu syarat yaitu unsur kesepakatan antara para pihak yang mengadakan perjanjian. Jadi kata sepakat merupakan syarat mutlak yang harus terpenuhi agar suatu perjanjian dapar dianggap sah dan mampu mengikat (sebagai undang-undang) bagi kedua belah pihak. Asas kebebasan berkontrak menganut sistem yang terbuka, yang mana setiap orang dapat mengadakan berbagai perjanjian, bahkan dengan bentuk-bentuk
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
perjanjian lain. Dengan asas kebebasan berkontrak, sistem terbuka dan bahwa hukum perjanjian itu merupakan hukum pelengkap saja, lengkaplah sudah kebebasan setiap orang untuk mengadakan perjanjian, termasuk perjanjian yang dipaksakan kepadanya. Apabila yang mengadakan perjanjian adalah mereka yang seimbang kedudukan ekonomi, tingkat pendidikan dan/atau kemampuan daya saingnya, mungkin masalahnya menjadi lain. Dalam keadaan sebaliknya, yaitu para pihak tidak seimbang, pihak yang lebih kuat akan dapat memaksa kehendaknya atas pihak lain yang lebih lemah. Mengingat bahwa para pihak yang terkait di dalam perjanjian mempunyai motifasi masing-masing, maka sampai sejauh mana objektifitas isi perjanjian dapat dianggap fair bagi kedua belah pihak masih perlu diuji. Khusus mengenai dari perjanjian kredit perumahan yang tidak terlepas dari hukum penawaran dan permintaan, dimana permintaan lebih besar daripada penawaran, maka pembuktian kedudukan para pihak akan menjadi sulit bila dikatakan bahwa kedudukannya sama (seimbang). Calon nasabah KPR dengan motifasi kebutuhan akan perumahan sebagai tempat tinggal sudah sangat mendesak dengan harga yang terjangkau, mencari pihak-pihak yang mempunyai dana dan bersedia menalangi pembayaran harga rumah yang di inginkan. Calon nasabah tersebut dengan mendatangi lembaga perbankan, diharuskan mengisi aplikasi permohonan dengan berbagai syarat yang menyangkut kemampuan si calon nasabah dari segi finansial. Dari aplikasi (permohonan) kredit tersebut ditindaklanjuti oleh pihak bank dengan berbagai prosedur pengamanan sesuai kebijaksanaan intern lembaga bank itu sendiri, dengan tindakan pemeriksaan, penilaian dan lain-lain yang semata-mata untuk keuntungan pihak bank. Tahap berikutnya dilakukan dengan pembuatan draft perjanjian yang sudah merupakan perjanjian baku yang harus ditandatangani oleh para pihak. Yang isinya sebagian besar menyangkut masalah pengamanan dana bank baik langsung maupun tidak langsung, yaitu misalnya adanya klausul bank yang mengharuskan terlibatnya asuransi jiwa bagi debitur, asuransi bagi objek perjanjian (rumah), pemberian kuasa-kuasa, bahkan objek perjanjiannya sendiripun masih harus dibebani dengan hak tanggungan.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Dari segi lebih banyaknya syarat yang ditentukan oleh pihak kreditur dibandingkan pihak debitur maka syarat kata sepakat oleh masing-masing pihak akan menjadi kabur, karena sudah selayaknya kesepakatan diperoleh dari kebebasan masing-masing pihak untuk saling tawar menawar kehendak atas apa yang akan diperjanjikan, sehingga masing-masing pihak dengan sukarela mengikat diri. Dalam hal terjadinya perjanjian KPR sangatlah lemah, dikarenakan konsumen tidak dapat menuntut hak sebagai nyatanya. Jika masalah perlindungan terhadap konsumen tersebut berdasarkan atas saling membutuhkan antara pihak Bank dengan konsumen, dengan prinsip kesederajatan sama hak-hak konsumen, menimbulkan kewajiban pihak Bank. Maka sebenarnya pihak Bank bertanggung jawab terhadap perjanjian baku yang standarnya telah ditetapkan terlebih dahulu oleh pihak Bank, yang mana konsumen tidak dapat mengubahnya. Secara normatif hubungan hukum antara pihak Bank dengan konsumen diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, untuk selanjutnya disebut UUPK. Lahirnya UUPK pada tanggal 20 April 1999 diharapkan menciptakan kegiatan usaha perdagangan yang fair, tidak hanya bagi kalangan pelaku usaha, melainkan secara langsung untuk kepentingan konsumen, baik selaku pengguna, pemanfaat maupun pemakai barang dan/atau jasa yang ditawarkan oleh pelaku usaha. Harapan agar masyarakat (konsumen) terutama masyarakat awam selaku pemakai atau yang membutuhkan perumahan sebagai tempat tinggalnya dapat terbantu dengan adanya Undang-Undang ini. Adapun contoh yang menunjukan lemahnya posisi konsumen (debitur), yakni dalam Pasal 4 perjanjian KPR di salah satu Bank Pemerintah menyebut bahwa konsumen (debitur) harus menyetujui secara langsung, bilamana sewaktuwaktu suku bunga naik. Konsumen harus membayar suku bunga Bank sesuai dengan yang telah ditetapkan. Adapun suku bunga untuk rumah, sebesar 5,5 % p.a (lima koma lima persen per annum) efektif fixed rate untuk tahun pertama dan 8,5 % p.a (delapan koma lima persen per annum) efektif fixed rate untuk tahun kedua. Bunga tersebut setiap tahun dapat berubah menurut penetapan Bank (kreditur). Apabila perubahan bunga itu terjadi, maka perubahan tersebut berlaku pula bagi perjanjian kredit tersebut. Apabila debitur tidak setuju atas perubahan bunga
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
tersebut, maka Bank (kreditur) dapat menghentikan perjanjian kredit ini, sedangkan pihak konsumen (debitur) harus melunasi seluruh kredit sejumlah utang pokok dan bunga serta segala sesuatu yang menjadi beban konsumen (debitur). Tidak hanya itu, bahkan sebelum perjanjian KPR ditandatangani pun calon nasabah sudah diperlakukan yang tidak adil oleh Bank pemberi KPR. Debitur
betul-betul berada pada posisi yang selalu direndahkan. Seperti
perjanjian baku yang telah ditetapkan terlebih dahulu oleh pihak Bank. Bank-bank tertentu membuat perjanjian KPR dengan perjanjian di bawah tangan dan kemudian diikuti dengan perjanjian Pengakuan Utang secara notariil. Beberapa Bank lain menerapkan kebijakan dengan membuat Perjanjian KPR dengan akta otentik (akta notariil). Hal ini dilatarbelakangi terhadap adanya kebutuhan akan pembuktian yang tertulis, dimana notaris mampu memenuhi kebutuhan tersebut, karena notaris memiliki fungsi untuk membuat dan memberikan dokumen (akta) otentik sebagai alat bukti yang kuat sehingga diharapkan mampu memberi perlindungan hukum bagi konsumen maupun pihakpihak yang berkepentingan terhadap akta tersebut. Namun para notaris tidak banyak yang memainkan peran ini. Sebagian besar notaris cenderung mengikuti saja pasal-pasal yang diminta dicantumkan oleh pihak Bank, tanpa banyak mendengarkan bagaimana suara hati debitur sebagai konsumen. Dalam hal ini sebenarnya para notaris sebagai pejabat umum yang membuat perjanjian KPR atau akta Pengakuan Utang haruslah mampu berperan besar agar isi perjanjian tidak semata-mata melindungi kepentingan pihak yang lebih kuat (Bank, kreditur), tetapi juga memperhatikan kepentingan pihak nasabah KPR (debitur). Faktor keseimbangan para pihak
dalam penyusunan perjanjian KPR,
menjadi penekanan dalam penelitian ini mengingat bahwa pihak-pihak yang terkait dalam pembentukan perjanjiannya salah satunya adalah notaris. Sehingga diharapkan notaris sebagai profesional dibidang hukum yang menjalankan tugas penyusunan perjanjian KPR, tidak melakukan kesalahan dalam menjalankan profesinya, dengan mengingat bahwa kedudukan para pihak dalam perjanjian kredit seharusnya adalah sama (seimbang). Dengan demikian, perjanjian tersebut dapat memberikan perlindungan yang seimbang bagi para pihak.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Berdasarkan pada persoalan-persoalan di atas dan dihubungkan dengan kenyataan yang sering dijumpai, maka guna memperhatikan pentingnya peranan notaris dalam memberi perlindungan terhadap konsumen, maka penulis tertarik untuk membahas dan menuangkan hasilnya dalam suatu karya ilmiah berbentuk tesis dengan judul “Peranan Notaris Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Kredit Pemilikan Rumah Melalui Perjanjian Baku Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen”.
1.2.
Pokok Permasalahan Berdasarkan apa yang telah penulis uraikan dalam latar belakang di atas,
maka ada beberapa pokok permasalahan yang akan diteliti yaitu : 1.
Apakah notaris memperhatikan hak-hak konsumen dalam pembuatan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR), dalam rangka memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen?
2.
Bagaimanakah konteks Peraturan Undang-Undang Jabatan Notaris terhadap peranan Notaris?
1.3.
Metode Penelitian Penelitian memiliki arti dan tujuan sebagai suatu upaya pencarian dan
tidak hanya merupakan objek yang terlihat kasat mata. Suatu penelitian secara ilmiah dilakukan oleh manusia untuk menyalurkan hasrat ingin tahunya yang telah mencapai taraf ilmiah, yang disertai dengan suatu keyakinan, bahwa setiap gejala akan ditelaah dan dicari hubungan sebab akibatnya, atau kecenderungan yang timbul. Metode pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini, adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu suatu pendekatan terhadap hubungan antara faktor-faktor yuridis (hukum positif) dengan faktor-faktor normatif (asas-asas hukum). Adapun tipologi penelitian yang penulis gunakan yakni penelitian deskriptif analitis. Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
membantu didalam memperkuat teori-teori lama, atau didalam kerangka menyusun teori-teori baru. 12 Sesuai dengan fokus utama penelitian yaitu yuridis normatif, maka datadata yang hendak dikumpulkan adalah data-data sekunder dari hukum positif, yang meliputi bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer, sekunder dan tersier. 13 Sumber data dalam penelitian diperoleh dari data hukum positif yaitu bahan hukum primer berupa bahan-bahan hukum yang mengikat yakni peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder yaitu yang memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti buku-buku penunjang, hasil-hasil penelitian hukum dan bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang. Dalam rangka melaksanakan penelitian ini agar mendapatkan data yang tepat, digunakan metode pengumpulan data yaitu studi kepustakaan. Yang berarti bahwa penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini yakni studi dokumen dan juga melakukan wawancara yang dilakukan dalam rangka menemukan data yang lebih terperinci. Wawancara terhadap responden, informan dan narasumber dapat dilakukan dengan kuesioner atau pedoman wawancara. Metode analisis data dalam penelitian ini yakni pendekatan kualitatif. Penelitian ini memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari satuan-satuan gejala yang ada pada kehidupan manusia, atau pola-pola yang di analisis gejala-gejala sosial budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku. 14 Pendekatan ini merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu apa yang dinyatakan oleh sasaran penelitian yang bersangkutan secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata. Yang diteliti dan dipelajari adalah objek penelitian utuh. Deskriptif analitis ini dikenal pula
12
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas IndonesiaPress, 2010), hal. 10. 13
Roni Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1998), hal. 40. 14
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hal. 21
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
dengan menggambarkan sesuatu kenyataan yang terjadi dan kemudian dihubungkan dengan peraturan perundang-undang, pendapat para ahli dan akhirnya ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan.
1.4.
Sistematika Penulisan Penulisan ini disusun sebagai suatu rangkaian yang sistematis, dimana
setiap bagian-bagiannya mempunyai kaitan yang erat satu sama lainnya. Dengan demikian untuk memperoleh gambaran dan mempermudah pembaca mengenai isi dan pembahasan, dalam sistematika penulisan terdiri dari 3 (tiga) bab yaitu : Bab 1 : Pendahuluan, bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang, Pokok Permasalahan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. Bab 2 : Peranan Notaris Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah Melalui Perjanjian Baku Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Didalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai hal-hal seperti: A.
Landasan Teori: 1. Tinjauan Umum Perjanjian; 2. Pengertian Perjanjian; 3.
Perjanjian Baku Pada Umumnya; 4. Pengertian Perjanjian Baku; 5. Perjanjian Baku dalam perspektif Undang-Undang Perlindungan Konsumen 6. Perjanjian Kredit; 7. Perjanjian KPR.; 8. Peranan Notaris dalam menjalankan Profesinya. B.
Temuan Penelitian : 1. Prosedur Pengikatan Perjanjian KPR. 2.
Bargaining Position yang tidak seimbang antara Bank dan Debitur KPR; 3. Perlindungan Hukum bagi Konsumen KPR dalam Perjanjian Baku; 4. Peranan Notaris dalam Prosedur Pengikatan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah. C.
Analisis Hukum: 1. Notaris memperhatikan hak-hak konsumen dalam
pembuatan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR), dalam rangka memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen 2. Konteks Peraturan Undang-Undang Jabatan Notaris Terhadap Peranan Notaris. Bab 3 : Penutup, dalam bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran, dimana kesimpulan ini diperoleh dari pembahasan masalah pada bab sebelumnya dan saran yang diberikan oleh penulis sebagai bentuk hasil pemikiran atas permasalahan yang diteliti.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
BAB 2 PERANAN NOTARIS DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN KREDIT PEMILIKAN RUMAH MELALUI PERJANJIAN BAKU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
2.1.
Tinjauan Umum Perjanjian Hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada
masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Pasal dari Hukum Perjanjian merupakan apa yang dinamakan hukum pelengkap, yang berarti bahwa pasalpasal itu boleh disingkirkan manakala dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuat suatu perjanjian. Masyarakat diperbolehkan membuat ketentuanketentuan sendiri yang menyimpang dari pasal-pasal Hukum Perjanjian. Masyarakat diperbolehkan mengatur sendiri kepentingannya dalam perjanjianperjanjian yang diadakan. Kalau tidak mengatur sendiri suatu soal, itu berarti mengenai soal tersebut akan tunduk kepada undang-undang. Memang tepat sekali nama hukum pelengkap itu, karena benar-benar pasal-pasal dari Hukum Perjanjian itu dapat dikatakan melengkapi perjanjian-perjanjian yang dibuat secara tidak lengkap. Dan memang biasanya orang yang mengadakan suatu perjanjian tidak mengatur secara terperinci semua persoalan yang bersangkutan dengan perjanjian itu. Biasanya hanya menyetujui hal-hal yang pokok saja, dengan tidak memikirkan soal-soal lainnya. Kalau kita mengadakan perjanjian jual-beli misalnya, cukuplah apabila kita sudah setuju tentang barang dan harganya. Tentang di mana barang harus diserahkan, siapa yang harus memikul biaya pengantaran barang, tentang bagaimana kalau barang itu musnah dalam perjalanan, soal-soal itu lazimnya tidak kita pikirkan dan tidak diperjanjikan. Cukuplah mengenai soal itu kita tunduk saja pada hukum dan undang-undang,
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
biasanya timbul perselisihan, baiklah kita menyerahkan saja kepada hukum dan undang-undang. 15
2.1.1. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUHPerdata dapat kita jumpai definisi perjanjian, yaitu suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 16 Ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata tersebut di atas menurut Abdulkadir Muhammad dianggap kurang memuaskan dan ada beberapa kelemahannya, hal tersebut dinyatakan dalam bukunya yang berjudul Hukum Perikatan. Pengertian perjanjian dalam pasal tersebut terlalu luas, karena mencakup juga pelangsungan perkawinan, janji kawin, yang diatur dalam lapangan hukum keluarga. Padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan harta kekayaan saja. Perjanjian yang dikehendaki oleh buku ketiga KUHPerdata sebenarnya adalah perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan perjanjian yang bersifat personal. Dalam perumusan Pasal 1313 KUHPerdata tersebut, tidak menyebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan diri tidak jelas untuk apa. Berdasarkan alasan tersebut, Abdulkadir Muhammad merumuskan pengertian perjanjian menjadi, Perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan sesuatu hal dalam lapangan harta kekayaan. 17 R. Setiawan dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok Hukum Perikatan juga berpendapat bahwa definisi perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata tersebut selain belum lengkap juga terlalu luas. Belum lengkapnya definisi tersebut karena hanya menyebutkan perjanjian sepihak saja, terlalu luas karena dipergunakan kata “Perbuatan” yang juga mencakup perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum. Sehubungan dengan hal tersebut, maka definisi
15
Subekti-I, Hukum Perjanjian, Cet. XVI, (Jakarta: Intermasa, 1996), hal. 13.
16
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek),Prof. R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, (Jakarta: PT.Pradnya Paramita,2006) , Ps. 1313. 17
Abdulkadir, Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1992),
hal. 78.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
perjanjian perlu diperbaiki menjadi antara lain perbuatan tersebut harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum. Dan menambahkan perkataan “atau saling mengikatkan dirinya” dalam Pasal 1313 KUHPerdata. Menurut R. Setiawan, perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. 18 Menurut R. Wiryono Prododikoro “Perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua belah pihak, dalam mana suatu pihak berjanji untuk melakukan suatu hal atau tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak untuk menuntut pelaksanaan perjanjian. 19 Dalam praktik istilah kontrak atau perjanjian terkadang masih dipahami secara rancu. Banyak pelaku bisnis mencampur adukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan pengertian yang berbeda. Potheir tidak memberikan perbedaan antara kontrak dan perjanjian, namun membedakan pengertian contract dengan convention (pacte). Disebut convention (pacte) yaitu perjanjian dimana dua orang atau lebih menciptakan, menghapuskan (opheffen) atau merubah perikatan. Sedangkan contract adalah perjanjian yang mengharapkan terlaksananya perikatan. 20 Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Perikatan paling banyak diterbitkan oleh suatu perjanjian, tetapi ada juga sumber lain yang melahirkan perikatan. Sumber lain tersebut adalah undang-undang. Sehingga perikatan dapat lahir dari perjanjian dan ada pula perikatan yang lahir dari undang-undang.
21
Perikatan yang lahir dari perjanjian paling banyak terjadi
dalam kehidupan sehari-hari dan banyak dipelajari oleh ahli hukum, 18
R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, (Bandung: Bina Cipta, 1979), hal. 49.
19
R. Wiryono Prododikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Cet. VII, (Bandung: Sumur, 1987), hal. 7. 20
Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Hukum Perikatan, (Surabaya: Bina Ilmu, 1978), hal. 84. 21
Subekti-I, op.,cit, hal. 1.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
dikembangkan secara luas menjadi aturan-aturan hukum positif yang tertulis oleh para legislator. 22 Sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang pada dasarnya bukanlah suatu perikatan yang dikehendaki oleh para pihak. Salah satu contohnya adalah yang di atur dalam Pasal 1365 KUHPerdata yang dikenal dengan nama perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum ini merupakan suatu perikatan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan manusia yang melanggar hukum. 23 Dalam hukum perjanjian berlaku juga suatu asas yang dinamakan asas konsensualisme. Perkataan ini berasal dari bahasa latin consensus yang berarti sepakat, artinya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan. 24 Dengan kesepakatan dimaksudkan bahwa di antara pihak-pihak yang bersangkutan tercapai suatu persesuaian kehendak, artinya apa yang dikehendaki oleh yang satu juga dikehendaki pula oleh yang lain. Kedua kehendak itu bertemu dalam “sepakat” tersebut. Tercapainya sepakat dinyatakan dengan perkataanperkataan ataupun juga dengan bersama-sama menaruh tanda-tangan di bawah pernyataan tertulis sebagai tanda (bukti) bahwa kedua belah pihak telah menyetujui segala apa yang tertera di atas tulisan tersebut. 25
Tiap-tiap
perjanjian mempunyai dasar pembentukannya. Ilmu hukum mengenal empat unsur pokok yang harus ada agar suatu perbuatan hukum dapat disebut dengan perjanjian yang sah. 26 Adapun ke empat unsur pokok tersebut dapat di temukan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu Sepakat mereka yang mengikatkan diri; Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; Suatu hal tertentu;
22
Gunawan Widjaja dan Ahmad RajaGrafindo Persada, 2001), hal. 13. 23
Ibid., hal. 27.
24
Ibid., hal. 15.
25
Ibid., hal. 3.
26
Ibid, hal. 14.
Yani, Jaminan Fidusia, Ed. 1, Cet. 2, (Jakarta:
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
dan Suatu sebab yang halal. 27 Untuk unsur Kesepakatan dan Kecakapan dinamakan unsur subjektif karena kedua unsur tersebut mengenai subjek perjanjian, sedangkan unsur Suatu hal tertentu dan Suatu sebab yang halal disebut unsur objektif karena mengenai objek perjanjian. 28 Dalam pembuatan perjanjian, unsur Subjektif haruslah dipenuhi. Unsur Sepakat adalah mereka yang mengikat dirinya, yang dapat disimpulkan bahwa setiap perjanjian sudah sah (dalam arti mengikat) apabila sudah tercapai kesepakatan mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian itu. 29 Dengan sepakat dimaksudkan bahwa kedua yang mengadakan perjanjian harus bersepakat mengenai hal-hal pokok dari perjanjian tersebut. Kesepakatan bebas dianggap terjadi pada saat perjanjian dibuat oleh para pihak, kecuali dapat dibuktikan bahwa kesepakatan tersebut menjadi karena adanya kekhilafan, paksaan maupun penipuan. Orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum. Pada asasnya, setiap orang yang sudah dewasa atau akil baliq dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum. Dalam Pasal 1330 KUHPerdata disebut sebagai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa, mereka yang ditaruh pengampuan dan orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Apabila pada waktu pembuatan perjanjian ada kekurangan mengenai syarat subjektif, maka perjanjian dapat dimintakan pembatalan oleh salah satu pihak. Kekurangan mengenai syarat subjektif tidak begitu saja dapat diketahui oleh Hakim, jadi harus diajukan oleh pihak yang berkepentingan, apakah ia menghendaki pembatalan perjanjian atau tidak. 30
27
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), op. cit., Ps. 1320.
28
Mariam Darus Badrulzaman-I , Aneka Hukum Bisnis. Cet.1, (Bandung: Alumni,1994),
29
Ibid.
30
R. Subekti-I, op. cit., hal. 22-23
hal. 23
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Untuk unsur objektif, suatu perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya, bahwa barang itu sudah ada atau sudah berada ditangannya si berutang pada waktu perjanjian dibuat. Tidak diharuskan oleh undang-undang, juga jumlahnya tidak perlu disebutkan, asal saja kemudian dapat dihitung atau ditetapkan. 31 Sebab atau causa yang halal dari suatu perjanjian adalah isi perjanjian itu sendiri merupakan sesuatu yang tidak terlarang. Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum. 32 Apabila syarat objektif tidak terpenuhi, maka perjanjiannya adalah batal demi hukum, artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum adalah gagal. Dengan demikian, maka tiada dasar untuk saling menuntut di depan hakim. 33 Yang dimaksud dengan subjek perjanjian ialah pihak-pihak yang terkait dengan diadakannya suatu perjanjian. KUHPerdata membedakan tiga golongan yang tersangkut dengan perjanjian, yaitu : 1.
Para pihak yang membedakan perjanjian itu sendiri;
2.
Para ahli waris mereka, dan mereka yang mendapat hak daripadanya;
3.
Pihak ketiga. Pada dasarnya suatu perjanjian berlaku bagi para pihak yang mengadakan
perjanjian itu sendiri, asas ini merupakan asas pribadi (Pasal 1315 jo. 1340 KUHPerdata). Para pihak tidak dapat mengadakan perjanjian yang mengikat pihak ketiga, kecuali dalam apa yang disebut janji guna pihak ketiga (beding ten behoeve van derden) Pasal 1317 KUHPerdata. Apabila seorang mengadakan
31
Ibid., hal. 19.
32
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), op.cit., Ps. 1337.
33
R. Subekti-I, op. cit., hal. 20.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
perjanjian, maka orang itu dianggap mengadakan perjanjian bagi ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak daripadanya (Pasal 1318 KUHPerdata). 34 2.1.2. Perjanjian Baku Pada Umumnya Setelah memasuki era globalisasi dewasa ini transaksi-transaksi bisnis telah menggunakan bentuk-bentuk perjanjian yang telah dibakukan, yang disusun dan dicetak oleh salah satu pihak sebelum pengikatan perjanjian itu dilakukan. Perjanjian bentuk baku biasanya merupakan ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan bisnis dengan memanfaatkan sepenuhnya kebebasan dalam perjanjian atau otonomi pihak-pihak yang bersangkutan. Dalam kesempatan ini sering sekali ketentuan-ketentuan ini yang dipilih oleh penyusun perjanjian dijadikan standar-standar dan syarat-syarat hukum dimasukkan dalam perjanjian tersebut. Hal ini menimbulkan persoalan-persoalan teoritis dan praktis, seberapa jauh nilai-nilai garis keseimbangan dihormati antara dua gagasan-gagasan atau pemikiran-pemikiran utama yang fundamental atau prinsip-prinsip dasar mengadakan kebebasan dalam perjanjian dan keadilan kontraktual. 35 Dalam masyarakat bisnis, bentuk perjanjian yang ditafsirkan tidak dapat dihindarkan dan selalu diberlakukan dengan percaya sepenuhnya kepatutan isi syarat standar tanpa mengabaikan suatu kelayakan syarat-syarat tersebut mengikat perjanjian dan bagaimana mengenai isi syarat-syarat yang dibakukan memenuhi arti esensialnya harus ditemukan dalam kandungannya dengan pelaksanaan perjanjian yang timbal balik antara kedua pihak, temuan pelaksanaan di mana pihak-pihak yang bersangkutan telah bersepakat melaksanakan perjanjian. 36 Bila ditelaah, ternyata hampir setiap perikatan yang ada pada bisnis perbankan merupakan perjanjian baku (standar contract). Dari segi bentuknya perjanjian baku tersebut merupakan suatu perjanjian yang konsep atau draftnya
34
Mariam Darus Badrulzaman-II Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 87. 35
Djuhaendah Hasan, Pengkajian Masalah Hukum Kebebasan Berkontrak dan
Perlindungan Yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Ham RI, 2004), hal. 37. 36
Ibid, hal. 38.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh salah satu pihak. Dalam transaksi perbankan, biasanya perjanjian tersebut telah dipersiapkan oleh bank, sedangkan pihak lain (nasabah) hanyalah “take it or leave it”. Perjanjian baku ini di samping memuat aturan-aturan yang umumnya biasa tercantum dalam sesuatu perjanjian, memuat pula persyaratan-persyaratan khusus, baik berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian, menyangkut hal-hal tertentu dan/atau berakhirnya perjanjian (event of default). 37
2.1.3. Pengertian Perjanjian Baku Sekarang ini perjanjian atau kontrak antara pelaku usaha dengan konsumen hampir selalu menggunakan perjanjian atau kontrak yang berbentuk standar atau baku, oleh sebab itu di dalam Hukum Perjanjian, perjanjian atau kontrak
semacam
itu
dinamakan
perjanjian/kontrak
standar
atau
perjanjian/kontrak baku. 38 Kontrak standar/kontrak baku adalah kontrak berbentuk tertulis yang telah digandakan berupa formulir-formulir, yang isinya telah distandarisasikan atau dibakukan terlebih dahulu secara sepihak oleh pihak yang menawarkan, dalam hal ini pelaku usaha dan ditawarkan secara massal tanpa mempertimbangkan perbedaan kondisi yang dimiliki konsumen. 39 Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu standart contract, standart agreement. Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap pihak ekonomi lemah. 40 Perjanjian baku artinya perjanjian yang menjadi tolak ukur yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi setiap konsumen
37
Ibid, hal. 31.
38
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: PT. Grasindo, 2000),
39
Johannes Gunawan, Tanggung Jawab Pelaku Usaha Menurut UU No. 8 Tahun 1999
hal, 119.
tentang Perlindungan Konsumen, Hukum Bisnis, Vol. 8 Tahun 1999, hal. 46.
40
Mariam Darus Badrulzaman-II ,op., cit, hal. 47.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
yang mengadakan hubungan hukum dengan pengusaha. Suatu perjanjian itu seharusnya terjadi berdasarkan asas kebebasan berkontrak di antara dua pihak. Dimana para pihak itu mempunyai kedudukan yang seimbang. Kedua belah pihak berusaha untuk mencapai kesepakatan yang diperlukan bagi terjadinya perjanjian itu melalui suatu proses negoisasi di antara mereka. Akan tetapi tampak kecenderungan bahwa dalam suatu hubungan bisnis, kesepakatan terjadi bukan melalui negoisasi bisnis yang seimbang di antara kedua belah pihak. Namun, perjanjian itu terjadi dimana pihak yang satu sudah menyiapkan syarat-syarat yang baku dalam suatu perjanjian yang sudah dicetak dan kemudian disodorkan kepada pihak yang lain untuk disetujui. Prosesnya hampir tidak pernah memberikan kebebasan sama sekali kepada pihak lain untuk melakukan negoisasi atas syarat-syarat yang disodorkan. Perjanjian semacam itulah yang sering disebut dengan perjanjian baku. Perjanjian baku sebenarnya sudah dikenal sejak zaman Yunani Kuno. Plato (423-347 SM) misalnya, pernah memaparkan praktik penjualan makanan yang harganya ditentukan secara sepihak oleh penjual, tanpa memperhatikan perbedaan mutu makanan tersebut. 41 Dalam perkembangannya, tentu saja penentuan secara sepihak oleh produsen atau menyalur produk (penjual) tidak lagi sekedar masalah harga tetapi mencakup syarat-syarat yang lebih detail. Selain itu, bidang-bidang yang diatur dengan perjanjian baku pun bertambah luas. Di Indonesia perjanjian baku sudah merambah ke sektor properti, dengan cara-cara yang secara yuridis masih kontroversial. Misalnya, diperbolehkannya sistem pembelian rumah tinggal dan satuan rumah susun secara indent yang diikat hanya dalam bentuk Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang berbentuk perjanjian baku. Semua isi perjanjian ditentukan oleh pihak yang memiliki ekonomi tinggi. Pihak yang berekonomi lemah seperti konsumen, hanya dapat mengikutinya saja. 42 Pembakuan syarat-syarat perjanjian merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari. Bagi para pengusaha mungkin ini merupakan cara mencapai tujuan ekonomi yang efisien, praktis, cepat dan tidak bertele-tele. Tetapi bagi konsumen, 41
Shidarta, op., cit, hal. 19.
42
Ibid, hal. 20.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
justru merupakan pilihan yang tidak menguntungkan karena hanya dihadapkan pada suatu pilihan, yaitu, menerima walaupun dengan berat hati. Tentu saja fenomena demikian tidak selamanya berkonotasi negatif. Tujuan dibuatnya perjanjian baku, sebenarnya untuk memberikan kemudahan atau kepraktisan bagi para pihak yang bersangkutan. 43 Perjanjian baku adalah wujud dari kebebasan individu pengusaha menyatakan kehendak dalam menjalankan usahanya. Dalam membuat perjanjian, pihak pengusaha selalu berada pada posisi kuat berhadapan dengan konsumen yang umumnya berposisi lemah. Konsumen hanya dihadapkan pada dua pilihan, yaitu take it (jika konsumen membutuhkan silahkan ambil ), dan leave it (jika keberatan tinggalkan saja). 44 Secara tradisional mutu perjanjian terjadi berdasarkan asas kebebasan berkontrak di antara dua pihak yang mempunyai kedudukan yang seimbang dan kedua belah pihak berusaha untuk mencapai kesepakatan yang diperlukan bagi terjadinya perjanjian itu melalui suatu proses negoisasi di antara mereka. 45 Akan tetapi asas kebebasan berkontrak tetap terbatas oleh tanggung jawab para pihak, sehingga biasa disebut asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab. Asas ini mendukung kedudukan yang seimbang di antara para pihak, sehingga sebuah kontrak akan bersifat stabil dan memberikan keuntungan bagi kedua pihak. 46 Dalam
perkembangannya
ternyata
kebebasan
berkontrak
dapat
mendatangkan ketidakadilan karena prinsip tersebut hanya dapat mencapai tujuannya, yaitu mendatangkan kesejahteraan seoptimal mungkin para pihak memiliki “bargaining power” yang seimbang. 47 Ada kalanya kedudukan kedua belah pihak dalam suatu negoisasi tidak seimbang, sehingga melahirkan suatu
43
Mariam Darus Badrulzaman-I ,op., cit, hal. 43.
44
Ibid, hal. 44.
45
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia (IBI), 1993), hal. 65. 46
Mariam Darus Badrulzaman-II, op. cit., hal. 45.
47
Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 17.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
perjanjian yang tidak terlalu menguntungkan bagi salah satu pihak. 48 Bahkan sekarang banyak perjanjian dalam transaksi bisnis bukan melalui proses negoisasi yang seimbang, tetapi perjanjian itu terjadi dengan cara salah satu pihak menyiapkan syarat-syarat baku pada suatu formulir perjanjian yang sudah dicetak, kemudian disodorkan kepada pihak lain yang disetujui dan hampir tidak memberikan kebebasan sama sekali kepada pihak yang satu untuk melakukan negoisasi atas syarat-syarat yang disodorkan tersebut. Perjanjian tersebut dinamakan perjanjian baku atau perjanjian standar atau perjanjian adhesi. 49 Munir Fuady merumuskan perjanjian baku sebagai berikut : “Suatu kontrak tertulis yang dibuat oleh salah satu pihak dalam kontrak yang sudah tercetak dalam bentuk formulir, yang ketika ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data-data informatif tertentu dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausul-klausulnya, dimana pihak lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai atau hanya sedikit kesepakatan untuk menegoisasi klausula-klausula yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut, sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah.” 50 Pendapat Hondius mengenai perjanjian baku yang dikutip oleh Mariam Darus Badrulzaman adalah : “Konsep perjanjian tertulis yang disusun tanpa membicarakan isinya dan lazimnya dituangkan dalam sejumlah perjanjian tidak terbatas yang sifatnya tertentu.” 51 Rumusan perjanjian baku oleh Sudaryatmo dapat dilihat dari ciri-cirinya sebagai berikut : 1.
Perjanjian dibuat secara sepihak oleh pelaku usaha yang posisinya relatif lebih kuat dari konsumen.
2.
Konsumen sama sekali tidak dilibatkan dalam menetukan isi perjanjian. 48
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, op. cit., hal 53
49
Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 66.
50
Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Cet.1., (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 76. 51
Mariam Darus Badrulzaman-II, op. cit., hal. 47.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
3.
Dibuat dalam bentuk tertulis dan masal.
4.
Konsumen terpaksa menerima isi perjanjian karena didorong oleh kebutuhan. 52 Perjanjian baku merupakan suatu bentuk perjanjian yang secara teoritis
masih mengundang perdebatan, khususnya dalam kaitannya dengan asas kebebasan berkontrak dan syarat sahnya perjanjian. Beberapa pendapat mengenai kedudukan perjanjian baku dalam hukum perjanjian sebagaimana dikutip oleh Ahmadi Miru dan Sutarman adalah: 1.
Sluijter mengatakan bahwa perjanjian baku bukan merupakan perjanjian, sebab kedudukan pengusaha dalam perjanjian itu adalah seperti pembentuk undang-undang swasta.
2.
Pitlo menggolongkan perjanjian baku sebagai perjanjian paksa (dwang contract), secara teoritis yuridis tidak memenuhi ketentuan undang-undang dan oleh beberapa ahli hukum ditolak, namun dalam kenyataannya, kebutuhan masyarakat berjalan dalam arah yang berlawanan dengan keinginan hukum.
3.
Asser Ruten menyatakan bahwa setiap orang yang menandatangani perjanjian bertanggungjawab pada isi dan apa yang ditandatanganinya. Jika ada orang yang membutuhkan tandatangan pada formulir perjanjian baku, tandatangan itu akan membangkitkan kepercayaan bahwa yang ditandatangan
mengetahui
dan
menghendaki
isi
formulir
yang
ditandatangani. Tidak mungkin seseorang menandatangani apa yang tidak diketahui isinya. 4.
Hondius berpendapat, bahwa perjanjian baku mempunyai kekuatan mengikat, berdasarkan kebiasaan yang berlaku di lingkungan masyarakat dan lalu lintas perdagangan.
5.
Stein mengemukakan bahwa perjanjian baku dapat diterima sebagai perjanjian, berdasarkan fiksi adanya kemauan dan kepercayaan para pihak
52
Sudaryatmo, Hukum dan Advokasi Konsumen, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999),
hal. 93.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
mengikatkan diri pada perjanjian itu, jika debitur menerima dokumen perjanjian itu berarti secara sukarela setuju pada isi perjanjian tersebut. 53 Perjanjian kredit yang dibuat oleh pihak bank dan konsumen merupakan suatu perjanjian baku (standar). Menurut Mariam Darus Badrulzaman perjanjian baku (standar) adalah perjanjian yang isinya dibakukan, yang mana isinya berupa klausula eksenorasi dan dituangkan dalam bentuk suatu
formulir. 54 Klausula
eksenorasi disebut sebagai klausula yang berisi pembatasan pertanggungan jawab dari kreditur.
55
Perjanjian baku ini selalu dibuat oleh pihak yang dianggap paling
kuat dalam perjanjian. Dalam hal ini, yang membuat perjanjian KPR adalah pihak kreditur . Sementara itu, menurut Sutan Remy Sjahdeini, perjanjian baku adalah perjanjian yang hampir seluruh klausulanya sudah dibakukan oleh pemakainya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan terhadap isi perjanjian. 56 Yang belum dibakukan hanyalah beberapa hal saja, misalnya yang menyangkut jenis, harga, jumlah, warna, tempat, waktu, dan beberapa hal lainnya yang spesifik dari objek yang diperjanjikan. Dengan kata lain, yang dibakukan bukan formulir perjanjian tersebut, tetapi klausula-klausulanya. Ahmadi Miru dan Sutarman Yado berpendapat perjanjian baku tetap mengikat para pihak yang menandatanganinya, walau klausula yang terdapat dalam perjanjian baku banyak mengalihkan beban tanggung gugat dari pihak perancang perjanjian baku kepada pihak lawannya. Namun setiap kerugian yang timbul di kemudian hari akan tetap ditanggung oleh para pihak yang harus
53
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Ed. 1., Cet. 2., (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), hal. 116-118. 54
Mariam Darus Badrulzaman-II, op. cit,. hal. 47.
55
Mariam Darus Badrulzaman-III, Perjanjian Baku (Standard) Perkembangannya di Indonesia. Dimuat dalam : Beberapa Guru Besar Berbicara tentang Hukum dan Pendidikan Hukum (Kumpulan Pidato-Pidato Pengukuhan), (Bandung: Alumni, 1981), hal. 109. 56
Sutan Remy Sjahdeini, op., cit, hal. 66.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
bertanggung gugat berdasarkan klausula perjanjian tersebut, kecuali jika klausula tersebut dilarang berdasarkan Pasal 18 UUPK. 57 Perjanjian baku itu tersendiri memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan dari perjanjian baku tersebut adalah Efisien dalam pengeluaran biaya, efisien dalam tenaga dan efisien dalam hal waktu, terutama bagi kontrak-kontrak masal. Sedangkan kekurangan dari perjanjian baku tersebut adalah terkait mengenai keabsahan dari perjanjian baku tersebut dan sehubungan dengan pemuatan klausula atau ketentuan yang secara tidak wajar sangat memberatkan bagi pihak lainnya. 58 Mengenai keabsahan berlakunya perjanjian baku, tidak perlu dipersoalkan lagi karena perjanjian baku eksistensinya sudah merupakan kenyataan yang terbentuk karena lahir dari kebutuhan masyarakat sendiri. Yang perlu persoalkan apakah perjanjian itu tidak “bersifat berat sebelah” dan tidak mengandung “klausula yang secara tidak wajar sangat memberatkan bagi pihak lainnya”. 59 Klausula yang dinilai sebagai klausula yang memberatkan dalam perjanjian baku dikenal dengan klasula eksemsi. 60 Sedangkan Mariam Darus Badrulzaman menggunakan istilah klausul eksonerasi. Yang dimaksud dengan klausul eksemsi menurut Munir Fuady adalah: “Suatu klausul dalam kontrak yang membebaskan atau membatasi tanggung jawab dari salah satu pihak jika terjadi wanprestasi, padahal menurut
hukum,
tanggung
jawab
tersebut
mestinya
dibebankan
kepadanya.” 61 Sutan Remy Sjahdeini menjelaskan yang dimaksud dengan klausul eksemsi adalah: “Klausul yang bertujuan untuk membebaskan atau membatasi tanggung jawab salah satu pihak terhadap gugatan pihak lainnya dalam hal yang 57
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo,op.,cit, hal. 118.
58
Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 68.
59
Ibid., hal. 70-71.
60
Ibid., hal. 72.
61
Munir Fuady, op. cit., hal 98.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
bersangkutan
tidak
atau
tidak
dengan
semestinya
kewajibannya yang ditentukan didalam perjanjian tersebut.”
melaksanakan 62
Menurut Mariam Darus Badrulzaman klausul eksenorasi/perjanjian baku dapat dibedakan dalam 3 (tiga) jenis yaitu: 1.
Perjanjian baku sepihak, yaitu, perjanjian yang isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya di dalam perjanjian itu. Pihak yang kuat adalah pihak kreditur yang lazimnya mempunyai posisi (ekonomi) kuat dibandingkan dengan pihak debitur;
2.
Perjanjian baku yang ditetapkan oleh pemerintah, yaitu perjanjian yang isinya ditentukan pemerintah terhadap perbuatan-perbuatan hukum tertentu mengenai objek-objek hak atas tanah, misal akta jual beli tanah, akta hak tanggungan;
3.
Perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan notaris atau advokat, terdapat perjanjian-perjanjian yang konsepnya sejak semula sudah disediakan untuk memenuhi permintaan masyarakat yang minta bantuan notaris atau advokat. Dalam kepustakaan Belanda disebut dengan Contract Model.
63
Perjanjian baku dengan klausula eksonerasi yang meniadakan atau membatasi kewajiban salah satu pihak untuk membayar ganti kerugian kepada debitur, memiliki ciri sebagai berikut: a.
Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak kreditur yang posisinya relatif kuat daripada debitur;
b.
Debitur sama sekali tidak ikut menentukan isi perjanjian itu;
c.
Terdorong oleh kebutuhannya, debitur terpaksa menerima perjanjian tersebut;
d.
Bentuknya tertulis;
e.
Dipersiapkan terlebih dahulu secara masal atau individual. Dari ciri-ciri tersebut di atas, terlihat bahwa hakikat perjanjian baku adalah
perjanjian yang telah distandarsasi isinya oleh pihak ekonomi kuat, sedangkan
62
Sutan Remy Sjahdeini, op. cit, hal. 75.
63
Mariam Darus Badrulzaman-I, op. cit., hal. 49-50.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
pihak lain hanya diminta untuk menerima atau menolak isinya. Apabila debitur menerima isi perjanjian tersebut, maka ia menandatangani perjanjian tersebut. Sebaliknya, apabila ia menolak, maka tidak usah menandatanganinya dan otomatis perjanjian itu tidak pernah ada. 64 Dalam masyarakat kapitalis, sudah lumrah jika pengusaha besar mengendalikan perekonomian masyarakat (negara) dengan menjual produk atau jasa yang dihasilkannya berdasarkan model-model perjanjian yang mengandung syarat-syarat yang menguntungkan pihaknya. Syarat-syarat perjanjian yang mereka buat dan sodorkan kepada konsumen umumnya kurang mencerminkan rasa keadilan karena konsumen tidak berhak menawar syarat-syarat yang telah ditentukan oleh pengusaha. Menawar berarti menolak syarat-syarat yang ditentukan. Perjanjian baku diterima oleh para pengusaha umumnya dan dijadikan model perjanjian tidak hanya di negara-negara maju, melainkan juga di negaranegara berkembang sebagai dasar prinsip ekonomi, yaitu dengan usaha sedikit mungkin, dalam waktu sesingkat mungkin, dengan biaya seringan mungkin, dengan cara sepraktis mungkin, memperoleh keuntungan sebesar mungkin. Dalam hubungan hukum sesama pengusaha, perjanjian baku hampir tidak menimbulkan masalah apa-apa karena mereka berpegang pada prinsip ekonomi yang sama dan menerapkan sistem bersaing secara sehat dalam melayani konsumen. 65 Dalam hubungan hukum antar pengusaha dan konsumen biasa (common consumers) justru muncul permasalahan utama, yaitu kemampuan konsumen memenuhi syarat-syarat yang telah diterapkan secara baku dan sepihak oleh pengusaha. Dalam hal ini konsumen harus menerima segala akibat yang timbul dari perjanjian tersebut walaupun akibat itu merugikan konsumen tanpa kesalahannya. Konsumen dihadapkan pada satu pilihan, yaitu, menerima dengan berat hati. 66
64
Salim, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Cet. 3, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hal. 107. 65
Mariam Darus Badrulzaman-I, op., cit, hal. 64.
66
Ibid.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Beberapa contoh penggunaan perjanjian baku dapat ditemukan dalam berbagai transaksi, misalnya polis asuransi, konsumen perkapalan (bill of lading), perjanjian jual beli rumah dari perusahaan developer, transaksi-transaksi perbankan seperti perjanjian kartu kredit, perjanjian rekening koran, perjanjian kredit bank, termasuk Perjanjian KPR. Konsumen selaku calon debitur berada dalam posisi yang lemah jika dibandingkan dengan bank sebagai kreditur, dimana terdapat kedudukan yang tidak seimbang antara konsumen sebagai debitur dan juga bank sebagai kreditur. Mengingat di dalam perjanjian kredit, seharusnya berdasarkan asas kebebasan berkontrak dan dapat bermanfaat hanya jika para pihak berada dalam posisi yang sama kuatnya, jika salah satu pihak berada dalam posisi yang lemah, pihak yang kuat akan dapat menentukan secara sepihak isi dari perjanjian yang dimaksud. 67 Jika dilihat dari asas kebebasan berkontrak yang menjadi tulang punggung dalam hukum perjanjian, perjanjian baku tidak memenuhi syarat yang tersebut dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Namun, pada kenyataannya menunjukkan penggunaan perjanjian baku tersebut sepertinya tidak dapat dihambat lagi, karena memenuhi syarat efesiensi. Konsumen selaku calon debitur hanya mempunyai pilihan antara menerima seluruh isi atau klausul perjanjian itu atau bersedia menerima klausul itu baik sebagian atau seluruhnya yang berakibat konsumen tidak akan menerima kredit tersebut. 68 Mengingat muncul masalah,
yaitu kemampuan konsumen untuk
memenuhi syarat-syarat yang telah diterapkan secara baku dan sepihak oleh bank. Dalam hal ini konsumen harus menerima segala akibat yang timbul dari perjanjian tersebut, walaupun akibat itu dapat merugikan konsumen, dimana jika konsumen tidak menerima haknya, bank tetap menuntut konsumen untuk melaksanakan kewajiban dari konsumen tersebut tanpa melihat penyebabnya karena telah tercantum dalam perjanjian baku tersebut. Tidak adanya pilihan bagi salah satu pihak dalam perjanjian ini cenderung merugikan pihak yang kurang dominan. Terlebih lagi dengan sistem pembuktian
67
Salim, op., cit, hal. 5.
68
Salim, op., cit, hal. 3.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
yang berlaku di negara Indonesia saat ini, jelas tidaklah mudah bagi pihak yang cenderung dirugikan tersebut untuk membuktikan tidak adanya kesepakatan pada saat dibuatnya perjanjian baku tersebut, atau atas klausula baku yang termuat dalam perjanjian yang ada. 69 Mengingat itu perlu kiranya diperhatikan mengenai perlindungan hukum bagi konsumen perumahan terhadap perjanjian baku yang dibuat secara sepihak oleh pihak kreditur (bank) dan tanggung jawab developer (pengembang) atas iklan yang dipublikasikannya. Hal ini disebabkan aduan konsumen yang telah menjadi debitur sering tidak mendapat tanggapan positif dari bank jika menyangkut persoalan yang berkaitan dengan pengembang. 70
2.1.4 Perjanjian Baku Dalam Perspektif Undang-Undang Perlindungan Konsumen Dengan melihat kenyataan bahwa “bargaining position” konsumen pada praktiknya jauh di bawah para pelaku usaha, maka Undang-Undang Perlindungan Konsumen merasa perlu adanya pengaturan mengenai ketentuan perjanjian baku dan/atau klausula baku dalam setiap perjanjian yang dibuat oleh pelaku usaha. UUPK memberikan definisi tentang klausula baku yaitu : “Setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.” 71 Perlindungan konsumen merupakan salah satu prinsip hukum yang berlaku dalam hubungan antara pihak produsen dengan pihak konsumen. Dalam hubungan dengan pihak konsumen, maka kontrak baku yang berat sebelah atau yang dibuat dengan cara-cara yang tidak layak bertentangan dengan prinsip-prinsip perlindungan konsumen sebagaimana diatur dalam UUPK. 69
Gunawan Widaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), hal. 53. 70
Johanes Ibrahim, Mengupas Tuntas Kredit Komersial dan Konsumtif Dalam Perjanjian Kredit Bank (Perspektif Hukum dan Ekonomi), (Bandung: Mandar Maju, 2004), hal. 230. 71
Indonesia, Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 LN. No. 42 Tahun 1999, TLN. No. 3821, Ps. 1 butir (10).
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Kenyataan sehari-hari menunjukkan bahwa dalam transaksi antara pelaku usaha dengan konsumen, seperti misalnya antara bank dengan nasabahnya, pihak bank berada dalam posisi yang dominan dan menentukan. Dengan kedudukan yang lebih dominan tersebut, adalah lazim bagi bank bahwa sekurang-kurangnya saat ini untuk membuat dan menyediakan perjanjian baku, suatu perjanjian atau klausula yang sudah ditetapkan sebelumnya oleh bank dan tidak dapat ditawar oleh pihak nasabah. “Take it or leave it” adalah kondisi yang dihadapi nasabah. Dalam UUPK setidak-tidaknya dapat diketemukan 2 (dua) larangan yang diberlakukan bagi pelaku usaha (bank) yang membuat perjanjian baku dan/atau mencantumkan klausula baku dalam perjanjian. Prinsip-prinsip perlindungan konsumen dalam hubungannya dengan eksistensi kontrak baku adalah sebagaimana ditentukan oleh Pasal 18 UUPK, yang menyatakan bahwa dalam suatu kontrak baku dilarang dengan ancaman batal demi hukum terhadap hal-hal sebagai berikut: 1.
Menyatakan pengalihan tanggung jawab usaha.
2.
Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen.
3.
Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen.
4.
Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha, baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
5.
Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen.
6.
Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa.
7.
Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
8.
Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk membebankan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. Selanjutnya dalam Pasal 18 ayat (2) UUPK ditetapkan, bahwa: “Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti”. Sebagai konsekuensi yuridis atas pelanggaran terhadap ketentuan pada
Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) di atas, maka berdasarkan Pasal 18 ayat (3) UUPK Klausula Baku tersebut dinyatakan batal demi hukum. Disamping itu pelanggaran terhadap ketentuan tersebut berdasar Pasal 62 ayat (1) UUPK dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda maksimal Rp. 2.000.000.000,- (dua miliyar rupiah). Kebatalan akan suatu klausula baku dalam perjanjian tersebut sesungguhnya merupakan penegasan kembali akan tidak terpenuhinya kebebasan berkontrak sebagaimana yang disyaratkan oleh Pasal 1320 KUHPerdata. Dengan demikian suatu perjanjian yang memuat klausula baku yang dilarang dalam Pasal 18 ayat (3) UUPK, maka UUPK Pasal 18 ayat (4) mewajibkan kepada para pelaku usaha untuk menyesuaikan dokumen atau perjanjian yang tidak memenuhi atau bertentangan dengan UUPK. UUPK ditenggarai banyak mengandung hal-hal baru itu masih banyak menimbulkan perbedaan di kalangan pakar hukum, juga Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Salah satu yang patut dicermati adalah masalah klausula baku. Praktek selama ini substansi klausula baku lebih banyak merugikan konsumen (tapi menguntungkan produsen). Di samping itu, beberapa klausula lain yang biasa terdapat dalam kontrak yang sangat potensial untuk merugikan konsumen sehingga perlu diwaspadai, yaitu klausula-klausula sebagai berikut: 1.
Klausula yang menyatakan tidak melakukan pemberian garansi purnajual atas barang yang dijual.
2.
Klausula yang membatasi tanggung jawab jika terjadi wanprestasi terhadap garansi purnajual atas barang yang dijual.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
3.
Klausula yang memaksakan proses beracara yang tidak layak.
4.
Klausula yang menghilangkan tangkisan hukum terhadap pihak penerima pengalihan hak (assignee).
5.
Klausula penjaminan silang (cross collateral).
6.
Pengalihan upah/gaji debitur kepada kreditur. Yang merupakan sumber malapetaka dari suatu kontrak baku adalah
terdapatnya beberapa klausula dalam kontrak tersebut, klausula mana sangat memberatkan salah satu pihak. Klausula berat sebelah ini dalam bahasa Belanda disebut dengan onredelijk bezwarend, atau dalam bahasa Inggris disebut dengan unreasonably onerous. Salah satu klausula berat sebelah tersebut adalah apa yang disebut dengan “klausula eksemsi” (exemption clause), yang dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah exoneratie clausule. Yang dimaksud dengan klausula eksemsi adalah suatu klausula dalam kontrak yang membebaskan atau membatasi tanggung jawab dari salah tersebut mestinya dibebankan kepadanya. Terhadap kontrak baku berupa perjanjian kredit bank, ada banyak klausula yang sangat memberatkan salah satu pihak, khususnya memberatkan pihak nasabah penerima kredit. Klausula-klasula yang memberatkan nasabah penerima kredit tersebut antara lain sebagai berikut : 1.
Kewenangan bank untuk sewaktu-waktu secara sepihak tanpa alasan apapun dan tanpa pemberitahuan sebelumnya menghentikan izin tarik kredit.
2.
Dalam hal penjualan barang jaminan yang kreditnya sudah macet, maka bank berwenang secara sepihak untuk menentukan harga jual dari barang agunan tersebut.
3.
Nasabah debitur diwajibkan untuk tunduk kepada segala petunjuk dan peraturan bank yang telah ada dan yang masih akan ditetapkan kemudian oleh bank.
4.
Nasabah debitur diwajibkan untuk ditunduk kepada syarat-syarat dan ketentuan umum tentang hubungan rekening koran dari bank yang bersangkutan, tanpa diberi kesempatan untuk mempelajari syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan tersebut.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
5.
Nasabah debitur harus memberi kuasa yang tidak dapat dicabut kembali kepada bank untuk melakukan segala tindakan yang dipandang perlu oleh bank.
6.
Nasabah debitur harus memberi kuasa yang tidak dapat dicabut kembali kepada bank untuk mewakili dan melaksanakan hak-hak nasabah debitur dalam setiap rapat umum pemegang saham.
7.
Dicantumkan klausula-klausula eksemsi yang membebaskan bank dari tuntutan ganti rugi oleh nasabah debitur atas terjadinya kerugian yang diderita oleh nasabah debitur sebagai akibat dari tindakan bank.
8.
Dicantumkan klausula eksemsi tentang tidak adanya hak nasabah debitur untuk dapat menyatakan keberatan atas pembebanan bank terhadap rekeningnya.
9.
Kelalaian nasabah debitur dibuktikan secara sepihak oleh pihak bank semata-mata.
10.
Bunga bank ditetapkan dan dihitung secara merugikan nasabah debitur.
11.
Denda keterlambatan yang merupakan bunga terselubung.
12.
Perhitungan
bunga
berganda
menurut
praktek
perbankan
yang
bertentangan dengan Pasal 1251 KUHPerdata. 13.
Pengesampingan Pasal 1266 dan Pasal 1267 KUHPerdata jika terjadi events of default.
14.
Kewajiban pelunasan bunga terlebih dahulu, yang meskipun sesuai dengan Pasal 1397 KUHPerdata, tetapi sangat memberatkan nasabah. 72
Belum ada keseragaman mengenai standar model perjanjian kredit tertulis dalam KPR. Di dalam Undang-Undang Perbankan maupun aturan/petunjuk pelaksanaanya tidak ditentukan secara spesifik. Mengenai modal dari naskah perjanjiannya, dalam praktek perbankan model perjanjiannya tumbuh sesuai dengan kebutuhan dunia usaha. Sehingga masing-masing bank penyelanggara KPR membuat sendiri standar perjanjian KPR sesuai dengan kebijaksanaan masing-masing.
72
Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., 194.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Pihak yang mengadakan suatu perjanjian, pada umumnya bertujuan untuk pelaksanaan perjanjian yang normal, satu pihak bertujuan untuk menerima prestasi, baik berupa barang-barang, dan atau jasa-jasa dari suatu jenis dengan sifat dan mutu tertentu, dan pihak lain bersedia untuk memberikan hal-hal ini dengan harga, dan dalam waktu serta tempat tertentu. Karena perumusan perjanjian dalam ketentuan-ketentuan kontrak, serta perundingan-perundingan mengenai hal itu berjalan rumit dan memerlukan waktu yang lama, maka lahirlah kebiasaan untuk menetapkan ketentuan-ketentuan kontrak sebelumnya dalam bentuk tertulis yang diperbanyak. Syarat-syarat umum yang dicetak diberikan bersama offerte dan pihak lawannya diberikan kebebasan untuk menerima atau tidak ketentuan-ketentuan tersebut umumnya disebut dengan istilah “syarat-syarat baku”. Sebagaimana dikatakan oleh Hondius, yang dimaksud dengan syarat-syarat baku adalah syarat-syarat konsep tertulis yang dimuat dalam beberapa perjanjian yang akan dibuat, yang jumlahnya tidak tertentu, tanpa membicarakan terlebih dahulu isinya. 73 Hondius selanjutnya mengatakan syarat-syarat baku dalam perjanjian sejarahnya makin lama makin panjang. Ternyata selalu ada lagi kegiatan-kegiatan yang memerlukan satu pengaturan kontraktual. Syarat-syarat baku yang demikian dari luar mirip undang-undang. Sedangkan ketentuan-ketentuan undang-undang secara hukum, jadi otomatis dapat ditetapkan, maka syarat-syarat baku kecuali dalam syarat yang biasa selalu dipakai harus diikut sertakan, harus dimasukkan dalam perjanjian. Penerapan dalam prakteknya yang sering terjadi, antara lain dengan cara: 1.
Dokumen-dokumen kontrak yang ditandatangani; Metode penerapan syarat-syarat baku yang paling aman adalah bahwa syarat-syarat dimasukkan dalam satu dokumen kontrak, dan meminta kepada pihak peserta kontrak untuk menandatangani. Dokumen-dokumen yang dimasukkan dapat berupa satu kontrak satu formulir kontrak, tetapi
73
Hondius, E. H., Syarat-syarat Baku dalam Hukum Kontrak, dalam Kompendium Hukum.(Belanda: Leiden, 1978), hal. 139
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
juga satu formulir permintaan untuk asuransi, formulir pemesanan atau surat pengukuhan. 2.
Pemberitahuan di atas dokumen-dokumen kontrak; Pemberian
atau
pengiriman
dokumen-dokumen
kontrak
untuk
ditandatangani, hanya terjadi dalam bidang-bidang perusahaan tertentu. Dibidang lain ada kebiasaan untuk mencetak syarat-syarat baku di atas dokumen-dokumen kontrak yang tidak ditandatangani, seperti kertas surat, katalog-katalog, offerte-offerte, rencana-rencana pekerjaan, suratsurat angkutan, tanda-tanda tempat surat penerimaan dan sebagainya. 3.
Pemberitahuan atau penunjukan dalam dokumen-dokumen kontrak; Dalam praktek penunjukan-penunjukan itu secara teratur menyebabkan persoalan-persoalan, seperti digambarkan contoh berikut dari kejadiankejadian yang beraneka ragam. Apakah satu tanda dari organisasi sudah cukup untuk mencapai penerapan syarat-syarat baku yang ditetapkan organisasi tersebut. Jika mengenal transaksi perdagangan, maka peradilan berpendapat bahwa hal itu dapat tercapai.
4.
Pengumuman atau penunjukan di atas papan pengumuman; Tidak pada semua transaksi ditukarkan naskah-naskah, maka adalah penting bahwa syarat-syarat baku dapat dijadikan bagian dari isi kontrak dengan jalan pengumuman atau penunjukan di atas papan pengumuman. 74
Dewasa ini terdapat syarat-syarat baku dalam kontrak di hampir semua bidang, termasuk syarat-syarat umum perbankan, tetapi tidaklah tepat bila dikatakan seakan-akan semua transaksi dibuat atas syarat-syarat baku, karena masih terdapat banyak perjanjian yang dibuat dalam bentu syarat-syarat kontrak individual, sebagaimana diatur sesuai dengan asas kebebasan berkontrak, karena tidak semua transaksi cocok untuk dibakukan, dan ada di antara mereka menganggap bahwa syarat baku tidak sesuai dengan asas kebebasan berkontrak, karena menyebabkan tidak adanya pilihan lain bagi salah satu pihak selain take it or leave it.
74
Ibid, hal. 143-146.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Untuk melindungi debitur atau konsumen, maka ketidakseimbangan antara bank dengan debitur dalam pembuatan klausula-klausula baku pada perjanjian kredit bank tetap harus dihindari, tetapi tidak berarti dengan melarang adanya praktek perjanjian baku, karena dalam perkembangan transaksi perbankan yang semakin maju dan modern pada saat ini, perjanjian baku sangat diperlukan demi efisiensi. Demi kesetaraan dalam pelaksanaannya, batasan atau pedoman terdapat isi dari suatu perjanjian baku dalam perjanjian kredit yang akan diterapkan dapat disesuaikan dengan kebutuhan pada perjanjian kredit tersebut, dengan tetap menunjuk pada Pasal 18 UUPK, selanjutnya Bank wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini. Selain itu, jika dilihat dari UUPK mengenai pembatasan pencantuman klausula baku dalam perjanjian seperti yang tercantum dalam Pasal 18 UUPK. Dengan demikian pelaku usaha, dalam hal ini bank yang menyiapkan perjanjian kredit wajib menyesuaikan klausula yang terdapat dalam perjanjian kredit dengan aturan-aturan dalam UUPK. Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas atau yang mengungkapkannya sulit dimengerti. Menurut Pasal 22 UUPK, pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana dimaksud Pasal 19 ayat (4) dan Pasal 21 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha, tanpa menutup kemungkinan
bagi
jaksa
untuk
melakukan
pembuktian.
Ketentuan
ini
dimaksudkan untuk menerapkan dalam sistem beban pembuktian terbalik. Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam undang-undang dikualifikasikan sebagai suatu perbuatan melawan hukum, sehingga menentukan beban tanggung jawab bagi pelanggar untuk membayar kompensasi atau akibat yang ditimbulkan atas pelanggaran tersebut. Di Indonesia, tonggak gerakan konsumen ditandai dengan berdirinya Yayasan Lembaga Konsumen pada tanggal 13 Maret 1973, yang kemudian menjadi Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Perjalanan panjang hampir empat puluh tahun, tetapi menghasilkan perkembangan yang belum menggembirakan.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
2.1.5. Perjanjian Kredit Pelaksanaan pemberian kredit umumnya dilakukan oleh bank, baik melalui bank pemerintah maupun bank swasta. Sesuai dengan fungsinya, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat, guna diarahkan ke bidang-bidang yang mempertinggi taraf hidup rakyat. Usaha bank tersebut dapat berupa simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 75 Istilah kredit berasal dari bahasa Romawi, credere yang berarti percaya atau credo atau creditum yang berarti saya percaya. Seseorang yang mendapatkan kredit adalah seseorang yang telah mendapat kepercayaan dari kreditur. 76 Kepercayaan merupakan dasar dari setiap perikatan, yaitu seseorang berhak menuntut sesuatu dari orang lain. Elemen dari kredit adalah adanya dua pihak, kesepakatan pinjam meminjam, kepercayaan, prestasi, imbalan dan jangka waktu tertentu. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa kredit mempunyai arti luas, yang mempunyai objek benda. 77 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan memberikan rumusan mengenai pengertian kredit, yaitu: “Kredit adalah penyedian uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.” 78 Apabila ditelusuri pengertian kredit dalam Pasal 1 butir (11) UndangUndang Perbankan tersebut, dalam pengertian tersebut terdapat unsur-unsur yakni: 75
R. Ay. Sri Hartati, “Hak Tanggungan dan Permasalahannya”, Bunga Rampai Hukum Ekonomi dan Permasalahannya, Editor imly Asshiddiqie, (Jakarta: Watampone Press, 2003), hal. 43. 76
Johanes Ibrahim, op. cit., hal. 7.
77
Mariam Darus Badrulzaman-I, op. cit., hal. 137. Indonesia, Undang-Undang Tentang Perbankan Atas Perubahan Undang-Undang Nomor. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, UU No. 10 LN. No. 182 Tahun 1998, TLN. No. 3790, Ps. 1 butir (11). 78
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
a.
Penyediaan;
b.
Uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu;
c.
Persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam;
d.
Antara bank dengan pihak lain;
e.
Kewajiban pihak peminjam untuk melunasi utangnya;
f.
Jangka waktu tertentu;
g.
Bunga. Mengupas lebih lanjut mengenai unsur-unsur tersebut, maka unsur
pertama adalah persetujuan atau kesepakatan (pinjam meminjam). Persetujuan diartikan sebagai perjanjian, sehingga kredit sendiri menurut Undang-Undang Perbankan sudah mengandung pengertian perjanjian. Perjanjian dalam sistematika hukum perdata termasuk dalam hukum perjanjian yang secara umum diatur dalam Buku Ketiga KUHPerdata. Perjanjian yang dibuat para pihak menimbulkan hubungan perikatan di antaranya. Hubungan perikatan yang dimaksud adalah pinjam meminjam yang diatur pada Buku Ketiga, dan secara khusus di dalam Bab Ketigabelas. Jadi pengertian kredit mengandung maksud hubungan hukum perikatan khususnya pinjam meminjam melalui unsur-unsur definisi kredit menurut Undang-Undang Perbankan. Unsur uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, mengandung maksud bahwa kredit menurut Undang-Undang Perbankan adalah suatu hubungan hukum yang menimbulkan perikatan, karena adanya kriteria bahwa suatu hubungan hukum mempunyai kekuatan mengikat apabila dapat dinilai dengan uang. Khusus mengenai definisi perikatan dalam kredit menurut Undang-Undang Perbankan ini, hubungan hukum yang terjadi mempunyai kekuatan mengikat karena adanya ancaman sangsi. Antara bank dan pihak lain, merupakan unsur yang menunjukkan bahwa para pihak yang sepakat untuk mengikatkan diri dalam perjanjian kredit adalah bank sebagai kreditur dan nasabah sebagai debitur. Jadi Undang-Undang Perbankan memberi penegasan bahwa para pihak yang terkait dalam kredit adalah kreditur dan debitur. Kredit dalam pengertiannya sebagai hubungan hukum yang mengikat, subjek hukumnya dikaitkan dengan prestasi masing-masing adalah
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
kreditur sebagai pihak yang berhak atas prestasi (pihak yang aktif) atau yang berpiutang dan pihak yang pasif adalah debitur atau yang berutang. 79 Para pihak tersebut merupakan subjek dari kredit dalam pengertian perikatan. Namun apakah hanya pihak-pihak tersebut yang mengadakan perikatan saja yang dimaksud sebagai subjek perikatan? Ternyata KUHPerdata juga menyangkut pihak-pihak lain, yaitu para ahli waris masing-masing. Unsur penyediaan dan unsur mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya, sengaja penulis gabungkan pembahasannya dengan mengingat bahwa kedua-duanya sebetulnya merupakan prestasi yang seharusnya dilakukan oleh masing-masing pihak. Yaitu bagi bank ada kewajiban (prestasi) untuk menyediakan uangnya dan dapat segera dipergunakan oleh debitur. Hal ini penulis artikan dari bunyi Pasal 1 ayat (2), yaitu: “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalan rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.” 80 Hal ini mengingat bahwa ada kemungkinan pihak bank dapat mengurungkan/menolak memberikan pinjamannya atau besarnya jumlah yang diserahkan berlainan dengan jumlah yang semula disetujui dalam hal bank mendapat informasi baru yang tidak menguntungkan bagi pemohon (nasabah debitur). 81 Selain daripada itu kedudukan bank sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana masyarakat yang menjalankan fungsi-fungsi publik sebagaimana diamanatkan bunyi Pasal 3, 4 jo Pasal 6 (b) Undang-Undang Perbankan, berkewajiban untuk menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan
79
Mariam Darus Badrulzaman-I, hal. 4.
80
Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 31 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3472), Pasal 1 ayat (2). 81
Mariam Darul Badrulzaman-III, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung: Penerbit Alumni, 1994), hal. 29.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
nya dalam bentuk pemberian kredit. Jadi di samping bank sebagai keditur yang berhak atas prestasi, juga wajib melakukan prestasi. Bagi debitur sebagai pihak yang wajib melakukan prestasi tercermin dari unsur kewajiban pihak peminjam untuk melunasi utangnya. Jadi Undang-Undang Perbankan mengartikan kredit sebagai perikatan yang mewajibkan si debitur untuk memenuhi tuntutan (melakukan prestasi berupa pengembalian uang pinjaman). Unsur setelah jangka waktu tertentu menunjukkan bahwa menurut Undang-Undang Perbankan, di dalam kredit hubungan hukum perikatan antara bank dan debiturnya terjalin selama para pihak tersebut masih dalam hubungan perikatan.
Unsur
ini
penting
mengingat
bahwa
perhitungan
waktu akan menentukan prestasi yang dituntut kepada debitur, misalnya yang berhubungan dengan hari bunga. Dimana sejak ditandatanganinya perjanjian kredit merupakan awal perhitungan bunga hingga berakhirnya perikatan yaitu pada saat lunasnya pinjaman. Unsur terakhir yaitu bunga, bahwa kredit menurut Undang-Undang Perbankan diisyaratkan adanya bunga. Tetapi mengenai besarnya tidak ditetapkan secara spesifik. Apabila dikaitkan dengan ketentuan tentang bunga di dalam KUHPerdata, maka tingkat bunga boleh ditentukan sendiri dalam perjanjian (Pasal 1765 KUHPerdata). Dengan asumsi bahwa Undang-Undang Perbankan tidak menentukan tingkat bunga, maka bisa disimpulkan bahwa Undang-Undang Perbankan menganut sistem bunga yang mengambang sesuai dengan kehendak pasar. 82 Dari pembahasan mengenai unsur-unsur kredit tersebut di atas bisa dimengerti bahwa di dalam praktek, perjanjian kredit menggunakan UndangUndang Perbankan sebagai dasar hukumnya. Kaitannya dengan hukum perjanjian yang terdapat dalam Buku Ketiga KUHPerdata, maka kredit dalam pengertiannya sebagai perikatan yang bersumber dari perjanjian tunduk kepada hukum perjanjian yang menganut sistem terbuka yaitu memberikan kebebasan yang
82
Mariam Darus Badrulzaman-I, Aneka Hukum Bisnis, op.cit, hal. 143.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar ketertiban dan kesusilaan. 83 Perjanjian kredit menurut Hukum Perdata Indonesia adalah salah satu dari bentuk perjanjian pinjam meminjam sebagimana diatur dalam Pasal 1754 sampai dengan 1769. Dengan demikian perjanjian kredit dapat mendasarkan pada ketentuan dalam KUHPerdata, tetapi dapat pula berdasarkan kesepakatan di antara para pihak, artinya dalam ketentuan yang tidak memaksa diserahkan kepada para pihak. 84 Pengertian tentang perjanjian kredit belum dirumuskan dalam UndangUndang Perbankan, tetapi diinstruksikan dalam Instruksi Presidium Kabinet Nomor 15/EK/10 tanggal 3 Oktober 1966 jo Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) Unit Nomor 2/539/UPK tanggal 8 Oktober 1966 yang menginstruksikan bahwa dalam bentuk apapun setiap pemberian kredit, bank wajib menggunakan akad kredit. Akad kredit tersebut dalam praktek perbankan dikenal dengan istilah perjanjian kredit. Oleh karena itu perlu kiranya untuk memahami perjanjian kredit yang diutarakan oleh para pakar hukum dibawah ini: Menurut Abdulkadir Muhammad, yang dimaksud dengan perjanjian kredit adalah: “Perjanjian pinjam meminjam uang antara bank dan pihak peminjam dalam mana bank berhak memberi kredit kepada peminjam dan peminjam berkewajiban melunasi kredit tersebut dalam jangka waktu yang ditentukan dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan yang telah ditetapkan.” 85 Sedangkan menurut Subekti, sebagaimana dikutip oleh Johannes Ibrahim bahwa: “Dalam bentuk apapun juga perjanjian kredit itu diadakan, dalam semuanya itu pada hakikatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam 83
Subekti-I, op. cit., hal. 13.
84
Muhammad Djumhana , Hukum Perbankan Indonesia, Cet. 2., (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 240. 85
Abdulkadir Muhammad, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, Cet.2., (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993), hal. 183-184.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
meminjam sebagaimana diatur oleh KUHPerdata Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769”. 86 Hal yang sama diungkapkan oleh Mariam Darus Badrulzaman yaitu: “Perjanjian kredit berdasarkan perjanjian pinjam meminjam dalam KUHPerdata, dimana objeknya adalah benda yang menghabis, termasuk di dalamnya uang. Karenanya perjanjian kredit merupakan perjanjian yang bersifat riil, yaitu bahwa perjanjian kredit ditentukan oleh “penyerahan” uang oleh bank kepada nasabah.” 87 Pendapat Sutan Remy Sjahdeini mengenai perjanjian kredit adalah: “Perjanjian antara bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai debitur mengenai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu yang mewajibkan nasabah-nasabah debitur untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan.” 88
2.1.6 Perjanjian KPR Perjanjian KPR merupakan perjanjian pokok dimana untuk terjadinya diawali dan diikuti oleh perjanjian-perjanjian lainnya yang menyertai. Perjanjian yang mengawali perjanjian KPR merupakan perjanjian yang berdiri sendiri, sedangkan perjanjian-perjanjian lainnya yang mengikuti kemudian, adalah perjanjian tambahan yang bersifat accessoir tetapi melekat pada perjanjian pokoknya. Perjanjian accessoir akan berakhir bila perjanjian pokoknya telah terpenuhi. Apabila membeli rumah dengan cara KPR, maka seorang konsumen akan menjumpai dokumen-dokumen hukum (legal documents) yang penting, yaitu, Perjanjian Pendahuluan, Akta Jual Beli, Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah, dan Surat Kuasa Pembebanan Hak Tanggungan (SKMHT). Dokumen-dokumen tersebut sangat penting untuk diketahui oleh konsumen, terutama sekali sebelum membeli rumah agar konsumen dapat mengetahui sejauh mana perlindungan
86
Johanes Ibrahim, op. cit., hal. 27.
87
Mariam Darus Badrulzaman, op. cit., hal. 110-111.
88
Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 14.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
hukum terhadap konsumen dalam pembelian rumah yang dilakukan dengan cara KPR. 89 Perjanjian-perjanjian di atas bila disusun sesuai dengan urutan terjadinya dalam rangka proses pembelian rumah yang memanfaatkan fasilitas kredit bank, pada pokoknya adalah : 1.
Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Pada tahap ini biasanya dilakukan pengikatan antara calon penjual dan calon pembeli. Disebut calon penjual dan calon pembeli karena yang terjadi adalah kesepakatan untuk menjual dan membeli sedangkan jual beli yang sebenarnya akan terjadi kemudian. Hal ini dikarenakan calon pembeli belum membayar lunas harga objek yang diperjanjikan. Pada tahap ini perjanjiannya yang terjadi adalah perjanjian pokok, dan tidak perlu ada perjanjian tambahan yang menyertainya. Antara para pihak yang terlibat di dalamnya dan saling mengikatkan diri adalah developer yang dalam hal ini dalam kedudukannya adalah sebagai pihak kreditur, dan di pihak debitur adalah calon pembeli rumahnya. Dari segi pembayarannya secara keseluruhan pada tahapan ini baru merupakan uang muka, yang besarnya bervariasi dan biasanya bagi bank pemerintah menentukan adalah dua puluh persen dari harga rumah. Perjanjian pendahuluan Jual Beli biasa juga disebut Pengikatan Jual Beli. Esensi daripada perjanjian pada tahap ini adalah janji-janji untuk menjual dan membeli atas rumah karena belum lunas harganya. Sedangkan objek perjanjian pada tahapan ini adalah presentasi antara kreditur dan debitur. Perjanjian Pendahuluan adalah perjanjian yang disepakati oleh pihak konsumen dan developer yang merupakan suatu perjanjian pengikatan jual beli. Tercapai kesepakatan secara terperinci mengenai hak dan kewajiban antara debitur (konsumen) dengan developer (penjual). Sifat perjanjian tersebut dinamakan “pactum de contrahendo” yaitu perjanjian untuk mengadakan perjanjian. 90 Umumnya debitur membayar uang muka serta
89
Hasil wawancara dengan Oktafian, Kepala Divisi Realisasi Kredit PT. Daviza Permata Citra pada tanggal 15 Juli 2012.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
biaya lainnya atas pembelian rumah yang diinginkan pada perjanjian pendahuluan tersebut. Apabila perjanjian pendahuluan tersebut tidak dilanjutkan atas permintaan konsumen, maka akan dikenakan potongan sebesar 25% dari uang muka yang sudah dibayarkan jika dilakukan sebelum wawancara permohonan KPR dan 50% dari uang muka jika terjadi setelah wawancara permohonan KPR. Jika permohonan KPR ditolak oleh bank, maka uang muka dan biaya lainnya dikembalikan, tetapi uang booking fee dianggap hangus. Adapun yang dimaksud dengan wawancara adalah proses pertemuan antara kreditur (bank) dengan debitur (konsumen) untuk menetukan kelayakan dan besarnya kredit yang akan diperoleh ataupun ditolak oleh kreditur dalam pemberian KPR. Tujuan wawancara tersebut mengklarifikasi keinginan dan kebutuhan calon nasabah debitur. Bank sebagai pemberi fasilitas kredit akan melihat sejauh mana kebenaran keterangan-keterangan yang diberikan calon nasabah debitur tentang data pemohon sebagai syarat umum pemberian kredit, antara lain data pekerjaan, data suami/isteri pemohon, data penghasilan dan lain sebagainya. Setelah dilakukan wawancara, maka diadakan Rapat Komisi Kredit (Rakomdit) oleh bank yang bersangkutan. Jika terdapat penolakan perolehan kredit dari bank hal tersebut merupakan hak mutlak dari bank yang tidak dapat diganggu gugat. Jika kredit disetujui oleh bank, maka proses perolehan kredit akan berlanjut ke tahap berikutnya, yaitu Akad Kredit yang terdiri dari Perjanjian KPR, Akta Jual Beli dan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) yang dilakukan pada saat yang sama. 91 2.
Perjanjian Kredit Pada tahapan kedua, dengan maksud untuk melunasi sisa pembayaran dari harga rumah, konsumen perumahan bisa mengajukan permohonan kredit kepada bank (yang menyediakan fasilitas KPR). Permohonan ini ditindaklanjuti dengan analisa kemampuan calon debitur (konsumen 90
Mariam Darus Badrulzaman, op. Cit., hal. 36.
91
Hasil wawancara dengan Oktafian, op. cit.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
perumahan) oleh pihak bank. Apabila dari penelitian bank ternyata telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan maka pihak bank membuat draft perjanjian. Karena KPR merupakan produk bank yang sifatnya masal maka adakalanya bentuk perjanjiannya sudah dipersiapkan sebelumnya berupa semacam formulir dengan isi, syarat dan kondisi standar. Pada tahapan ini konsumen perumahan dalam kedudukannya sebagai debitur dan bank sebagai kreditur. Apabila kreditur melalui wakilnya yang berwenang dan pihak debitur telah menandatangani draft perjanjiannya maka sesuai dengan ketetapan waktu di dalam perjanjian, maka dilakukan pelunasan pembayaran kepada developer, untuk dan atas nama konsumen (debitur). Dengan kata lain diberikanlah dana kredit. Jadi pada tahapan ini yang menjadi objek perjanjian bukanlah perumahan tetapi dana kredit. Sedangkan perjanjiannya sendiri merupakan perjanjian obligatoir (pokok) dimana di dalamnya klausula mengenai dana kredit yang dikeluarkan harus dijamin pengambilannya oleh debitur dengan memberi agunan yaitu tanah dan bangunan yang dibeli dengan menggunakan dana kredit. 3.
Jual Beli Tanah dan Bangunan Pada tahapan ini dengan menganut sistem jual beli tanah dan bangunan sesuai dengan hukum agraria nasional yang bersumber dari hukum adat, maka jual beli yang dilakukan pembayaran harganya dilakukan secara tunai dan riil.92 Jadi pada tahapan ini merupakan pelaksanaan nyata dari Perjanjian Pendahuluan Jual Beli sebelumnya. Dengan asumsi bahwa telah dilakukan pembayaran lunas harganya maka pada tahapan ini telah beralihlah hak atas tanah dan bangunan yang diperjanjikan sebelumnya. Pada tahap ini merupakan penyerahan yuridis dari perjanjian pendahuluan yang dilakukan sebelumnya, dibuat dalam bentuk akta otentik oleh Pejabat Pembuat Akta tanah (PPAT) dan harus didaftarkan. 93
92
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya), Cet.Kedelapan, (Jakarta: Djambatan, 1999), hal. 204. 93
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perjanjian, Cet. XVI, (Jakarta: PT. Intermasa, 1996), hal. 79.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
4.
Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT) Guna memenuhi ketentuan mengenai perkreditan nasional, yang berlaku bagi setiap pengeluaran dana kredit oleh bank umum, maka atas dana kredit yang telah dikeluarkan, debitur perlu memberikan jaminan. Termasuk dalam traksaksi KPR, debiturnya perlu memberikan jaminan yaitu tanah dan bangunan yang diperolehnya dijadikan agunan. Sehingga tanah dan bangunan yang dibeli oleh debitur dengan mempergunakan dana kredit pada perjanjian KPR perlu dibebani hak tanggungan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Hak Tanggungan Atas Tanah dan Benda-benda yang Ada di Atasnya (Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, Lembaran Negara Nomor 75 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 3632 Tahun 1996). Dari bunyi Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang tersebut dapat disimpulkan bahwa Hak Tanggungan dapat digunakan untuk menjamin utang yang telah diperjanjikan perikatan para pihak didalamnya, terdapat dua subjek hukum yaitu bank (kreditur) dan debitur. Di dalam praktik, perjanjian KPR timbul dari kebutuhan masyarakat. Sudah menjadi kebiasaan umum, dalam lalu lintas kegiatan hidup masyarakat modern, kebutuhan hidup masyarakat sehari-harinya dapat terpenuhi dengan adanya kapital. Demikian pula praktik terjadinya perjanjian KPR, karena didasari oleh kebutuhan masyarakat tersebut baik produsen maupun konsumen akan unsur kapital. Dinamika kegiatan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya tersebut
menghendaki setiap
anggota masyarakat berhubungan di antaranya. Tidak
terkecuali pada anggota masyarakat produsen, dalam hal ini bank yang memproduksi jasa keuangan, dan konsumennya. Guna mengantisipasi kegiatan masyarakat tersebut maka diperlukan aturan yang mewadahi. Secara nyata hubungan antara bank dan debiturnya hubungan yang terjadi hubungan hukum dalam perikatan pinjam meminjam uang. Secara spesifik pada perjanjian KPR, tidak diperoleh ketentuan khusus yang mendasarinya. Tetapi dengan pendekatan pada pengertian bahwa perjanjian KPR sebagai perjanjian yang mempunyai objek yang diperjanjikan adalah kredit, maka perangkat hukum yang mendasari adalah ketentuan mengenai perkreditan
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
nasional. Perjanjian KPR ini berlaku ketentuan perjanjian kredit umum, dengan pendekatan pengertian bahwa perjanjian KPR adalah perjanjian kredit dengan objek uang, yang ditentukan secara khusus penggunaannya dan tidak untuk tujuan komersial. Pendekatan ini dimaksudkan untuk membedakan kredit konsumtif uang mungkin diselenggarakan lembaga perkreditan non bank. Namun pihak perbankan sendiri dalam praktek lebih cenderung menggolongkan KPR sebagai jenis kredit perorangan, yang juga dikenal dengan nama kredit konsumen (consumers loan). 94 Dimana jenis kredit perorangan ini dari cara pembayarannya dibedakan menjadi (a) kredit dengan pembayaran kembali secara mencicil, (b) kredit dengan pembayaran kembali sekaligus, dan (c) kredit dengan batas plafon pinjaman. KPR sendiri dimasukkan sebagai kredit perorangan (kredit konsumtif) dengan cara pembayaran kembali secara mencicil. 95 KPR subsidi merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh bank yang merupakan program pemerintah yang diperuntukkan untuk seluruh masyarakat Indonesia (WNI) berpenghasilan rendah (maksimal Rp. 1,5 juta perbulan) dan belum mempunyai rumah yang dibuktikan dengan keterangan dari kelurahan. Karena perumahan dan pemukiman pada hakikahnya merupakan upaya berkesinambungan yang dilakukan sebagai pemenuhan kebutuhan dasar untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. 96 Produk KPR sudah disodorkan oleh bank-bank pemerintah nasional sekitar tahun 1988. Jumlahnya berkembang hingga 1997. Perkembangan laju KPR terhenti saat terjadinya krisis ekonomi yang menyebabkan perbankan berhenti menyalurkan kredit, termasuk KPR. Barulah pada tahun 2000 secara perlahan perbankan kembali mulai menyalurkan KPR kembali dan terus berkembang pesat sejak tahun 2002 hingga saat ini. 97
94
Siswanto Sutojo, Analisa Kredit Bank Umum (Konsep dan Teknik), (Jakarta: PT. Pustaka Binamas Pressindo, 1995), hal. 169. 95
Ibid
96
Ibid, hal. 170
97
V. Miemie Murniati, “Prospek KPR Masih Bagus”, Bisnis Properti, (Februari, 2004),
hal. 40.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Dilihat dari keberadaannya, KPR tetap dan semakin dibutuhkan masyarakat. Sebab KPR mampu memecahkan pendanaan bagi konsumen yang ingin memiliki rumah tetapi belum memiliki dana yang cukup untuk membayar seluruh harga rumah. Peranan perbankan nasional perlu ditingkatkan sesuai dengan fungsinya dalam menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat dengan lebih memperhatikan pembiayaan kegiatan sektor perekonomian nasional dengan prioritas kepada koperasi, pengusaha kecil dan menengah, serta berbagai lapisan masyarakat tanpa diskriminasi sehingga akan memperkuat, struktur perekonomian nasional. 98 Fasilitas KPR merupakan fasilitas kredit yang ditujukan langsung kepada konsumen, dinamakan kredit konsumen atau konsumer atau konsumtif, sehingga dikategorikan sebagai fasilitas kredit yang sifatnya untuk konsumtif. 99
2.1.7 Peranan Notaris dalam Menjalankan Profesi Di dalam Pasal 1870 dan 1871 KUHPerdata dikemukan bahwa akta otentik itu adalah alat pembuktian yang sempurna bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya sekalian orang yang mendapat hak darinya tentang apa yang dimuat dalam akta tersebut. Akta otentik yang merupakan bukti yang lengkap (mengikat) berarti kebenaran dari hal-hal yang tertulis dalam akta tersebut dianggap benar, selama kebenarannya itu tidak ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya. 100 Menurut Pasal 1868 KUHPerdata, akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya. Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN), notaris adalah satu-satunya yang mempunyai
98
Lihat Penjelasan Umum, Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan , op. cit. 99
Ibrahim, op. cit., hal. 224.
100
Teguh Samudera, Hukum Pembuktian dalam Acara Perdata, Edisi Pertama, (Bandung: PT. Alumni, 2004), hal. 49.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
wewenang umum itu, artinya tidak turut para pejabat lainnya. Wewenang notaris adalah bersifat umum, sedangkan wewenang pejabat lain adalah pengecualian. 101 Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik tidak dikhususkan kepada pejabat umum lainnya. Pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Selain itu, akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyrakat secara keseluruhan. 102 Kedudukan seorang notaris sebagai suatu fungsionaris dalam masyarakat hingga sekarang dirasakan masih disegani. Seorang notaris biasanya dianggap sebagai pejabat tempat seseorang dapat memperoleh nasihat yang boleh diandalkan. Segala sesuatu yang ditulis serta ditetapkannya adalah benar, ia adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum. 103 Akta otentik merupakan alat bukti bagi para pihak yang mengadakan hubungan hukum perjanjian. Adanya akta ini untuk kepentingan para pihak, dan dibuat oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta demikian mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna maksudnya adalah kebenaran yang dinyatakan di dalam akta notaris itu tidak perlu dibuktikan dengan dibantu lagi dengan alat bukti yang lain. Undang-undang memberikan kekuatan pembuktian demikian itu atas akta tersebut karena akta itu dibuat oleh atau di hadapan notaris sebagai pejabat umum yang diangkat oleh Pemerintah. Pemahaman mengenai arti akta notaris dengan demikian sangat penting dalam menciptakan ketertiban hubungan hukum di antara para pihak. Alat bukti bagi para pihak itu tentu dimaksudkan bahwa para pihak itu menghendaki
101
102
GHS.L.Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Cet. 3, (Jakarta: Erlangga, 1983), hal. 34. Penjelasan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
103
Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba Serbi Praktek Notaris, (Jakarta: PT. Ichtiar baru Van Hoeve, 2007), hal. 444.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
hubungan hukum seperti yang telah meraka sepakati bersama. Hubungan hukum itu terjadi karena atas kehendak mereka bersama. Sehubungan dengan jabatan notaris ini, Habib Adjie mengemukan sebagai berikut : “Jabatan notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum. Dengan dasar seperti ini mereka yang diangkat sebagai notaris harus mempunyai semangat untuk melayani masyarakat dan atas pelayanan tersebut, masyarakat yang telah merasa dilayani oleh notaris sesuai dengan tugas dan jabatannya dapat memberikan honorarium kepada notaris. Oleh karena itu notaris tidak berarti apa-apa jika masyarakat tidak membutuhkannya.” 104 Menurut Heryanti, seorang notaris dalam menjalankan profesinya sebagai notaris dan sebagai pejabat publik, notaris harus memerankan 4 (empat) fungsi, yakni : “Pertama, notaris sebagai pejabat yang membuatkan akta-akta bagi pihak yang datang kepadanya baik itu berupa akta partij maupun akta relaas. Kedua, notaris sebagai hakim dalam hal menentukan pembagian warisan. Ketiga, notaris sebagai Penyuluh Hukum dengan memberikan keteranganketerangan bagi pihak dalam hal pembuatan suatu akta. Keempat, notaris sebagai
pengusaha
yang
dengan
segala
pelayanannya
berusaha
mempertahankan klien atau relasinya agar operasionalisasi kantornya tetap berjalan.” 105 Seorang notaris di dalam menjalankan jabatannya harus dapat bersikap profesional dengan dilandasi kepribadian yang luhur dengan senantiasa melaksanakan undang-undang sekaligus menjunjung tinggi Kode Etik profesinya yaitu Kode Etik Notaris. Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN, seorang
104
Habib Adjie-I, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Cet. 2, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2009), hal 32. 105
Heryanto, Notaris Antara Profesi dan Jabatan, http://arsip.pontianakpost.com/berita/index.asp?berita=opini&id=102865, diakses pada tanggal 20 Januari 2012.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
notaris diharapkan dapat bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak yang terkait dalam perbuatan hukum. Oleh karena itu, notaris dalam melaksanakan tugasnya harus tunduk dan terikat dengan peraturan-peraturan yang ada. Dalam melaksanakan tugas jabatannya seorang notaris harus berpegang teguh kepada kode etik jabatan notaris, karena tanpa itu, harkat dan martabat profesionalisme akan hilang sama sekali. 106 Menurut Bertens, kode etik profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh kelompok profesi, yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu moral profesi itu di mata masyarakat. 107 Notaris sebagai profesi memiliki Kode Etik Notaris yang dibuat oleh Organisasi Notaris Indonesia atau yang dikenal dengan Ikatan Notaris Indonesia (INI). Dalam Kode Etik Notaris Indonesia telah ditetapkan beberapa kaidah yang harus dipegang oleh notaris (selain UUJN), di antaranya adalah: 1.
Kepribadian Notaris, hal ini dijabarkan kepada: a. Dalam melaksanakan tugasnya dijiwai Pancasila, sadar dan taat kepada hukum peraturan jabatan notaris, sumpah jabatan, kode etik notaris dan berbahasa Indonesia yang baik. b. Memiliki perilaku profesional dan ikut serta dalam pembangunan nasional, terutama sekali dalam bidang hukum. c. Berkepribadian baik dan menjunjung tinggi martabat dan kehormatan notaris, baik di dalam maupun di luar tugas jabatannya.
2.
Dalam menjalankan tugasnya, notaris harus: a. Menyadari kewajibannya, bekerja mandiri, jujur tidak berpihak dan dengan penuh rasa tanggung jawab. b. Menggunakan satu kantor sesuai dengan yang ditetapkan oleh undangundang, dan tidak membuka kantor cabang dan perwakilan dan tidak menggunakan perantara. c. Tidak menggunakan media masa yang bersifat promosi.
3.
Hubungan notaris dengan klien harus berdasarkan:
106
Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 35.
107
Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hal 77.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
a. Notaris memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan jasanya dengan sebaik-baiknya. b. Notaris memberikan penyuluhan hukum untuk mencapai kesadaran hukum yang tinggi, agar anggota masyarakat menyadari hak dan kewajibannya. c. Notaris harus memberikan pelayanan kepada anggota masyarakat yang kurang mampu. 4.
Notaris dengan sesama rekan notaris haruslah: a. Hormat menghormati dalam suasana kekeluargaan. b. Tidak melakukan perbuatan ataupun persaingan yang merugikan sesama. c. Saling menjaga dan membela kehormatan dan korps notaris atas dasar solidaritas dan sifat tolong menolong secara konstruktif. 108 Notaris dalam menjalankan jabatanya memiliki kewenangan, kewajiban
dan larangan. Kewenangan, kewajiban dan larangan merupakan inti dari praktek kenotariatan. Tanpa adannya ketiga elemen ini, maka profesi dan jabatan notaris menjadi tidak berguna. Notaris sebagai sebuah jabatan tentunya mempunyai kewenangan tersendiri. Wewenang merupakan suatu tindakan hukum yang diatur dan diberikan kepada suatu jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur jabatan yang bersangkutan. 109 Pasal 1868 KUHPerdata merupakan sumber untuk otensitas akta notaris dan juga merupakan dasar legalitas eksistensi akta notaris, dengan syarat-syarat sebagai berikut: 1.
Akta itu harus dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum.
2.
Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang.
3.
Pejabat umum oleh atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai wewenang untuk membuat akta tersebut. 110
108
Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hal. 52. 109
Habib Adjie-II, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2008), hal 77. 110
Habib Adjie-I, op., cit, hal. 56-57.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
2.2
Temuan Penelitian Hasil penelitian ini diperoleh dari wawancara yang dilakukan penulis
terhadap 3 (tiga) orang Notaris, yang telah dipilih oleh penulis secara acak. Tujuan wawancara yang dilakukan penulis untuk mengetahui peranan yang semestinya yang harus dilakukan oleh seorang Notaris terhadap kliennya, dalam hal ini konsumen yang menggunakan jasanya untuk dapat memperoleh kredit, agar dapat memenuhi kebutuhan rumah yang nyaman dengan bantuan yang diberikan oleh Pihak Bank.
2.2.1. Prosedur Pengikatan Perjanjian KPR Prosedur pengikatan perjanjian antara notaris dengan konsumen KPR, diawali dengan kerjasama antara notaris dengan bank. Yang mana notaris yang dapat membuat perjanjian KPR hanyalah seorang notaris yang rekanan dengan bank. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi seorang notaris agar dapat menjadi rekanan bank yakni seorang notaris itu harus mengajukan curiculum vitae kepada bank yang bersangkutan, serta beberapa contoh perjanjian yang yang terkait dengan KPR. Untuk notaris yang telah menjadi rekanan dengan bank, maka notaris mendapat pekerjaan dari pihak bank seperti pengikatan KPR antara notaris dengan konsumen rumah. Notaris sebagai pejabat umum dituntut untuk memberikan
perlindungan
sesuai
dengan
peranannya
untuk
melindungi
konsumen, agar tidak diberatkan dengan adanya perjanjian baku dari pihak bank. Adapun beberapa prosedur pengikatan perjanjian KPR yaitu : 1.
Permintaan bank kepada notaris untuk membuatkan perjanjian KPR.
2.
Konsumen melengkapi semua berkas yang diperlukan untuk KPR. Notaris disini tidak mendapat berkas dari Bank, Notaris hanya menyimpan satu lembar order untuk KPR saja, namun ada juga bank yang telah memberi lebih dulu berkas-berkas yang notaris butuhkan, sehingga notaris tidak perlu lagi untuk meminta kelengkapan berkas KPR.
2.
Pengecekan berkas-berkas KPR dan Pengecekan NPWP ke kantor pajak guna penghitungan BPHTP dan SPPnya. Apabila ada pembuatan AJB, namun apabila tidak ada pembuatan AJB tidak diperlukan pembayaran pajak.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
3.
Notaris meminta dokumen-dokumen asli konsumen, guna untuk pembuatan akta-akta yang diperlukan dalam proses KPR.
4.
Setelah akta selesai maka notaris dapat memberitahukan pihak bank bahwa semua kebutuhan KPR telah selesai.
5.
Bank menjadwalkan pengikatan/penandatangan akta. Biasanya disini notaris dan konsumen hanya dapat mengikuti jadwal yang telah ditetapkan oleh pihak bank, namun bisa saja disesuaikan yang terpenting adalah semua pihak dapat hadir yakni konsumen, notaris dan pihak bank.
6.
Sebelum penandatanganan dipastikan pembayaran PBB lunas, tidak ada tagihan dan pajak BPHTB dan SPP lunas. Biasanya disini bank meminta bukti pembayaran pajak-pajak itu semua, bagi yang ada AJB.
7.
Pada saat penandatangan, biasanya ada hal-hal yang harus ditandatangani oleh konsumen dan bank, setelah itu baru tandatangan dengan notaris, namun sebelumnya notaris harus meminta kembali berkas asli/dokumen asli untuk dapat diperlihatkan untuk dicocokkan dengan akta, kemudian difotocopy lagi berkas yang dibawa pada saat penandatangan.
8.
Pembacaan serta penjelasan yang dilakukan oleh notaris, serta tanya jawab, apabila ada akta-akta yang kurang dimengerti oleh konsumen. Setelah pembacaan dan semua isi akta jelas dan cukup dimengerti, maka semua pihak dapat menandatangi akta-akta. Proses pencairan dana KPR dapat dilakukan oleh pihak bank. Jarak waktu penandatangan dan pencairan dana KPR cukup singkat, hanya membutuhkan waktu satu jam. 111
2.2.2. Bargainingn Position yang Tidak Seimbang antara Bank dan Debitur KPR Pada waktu KPR diberikan, umumnya bank yang memberikan fasilitas pinjaman kredit berada pada posisi yang lebih kuat dibandingkan dengan calon debitur. Ini tentu dapat dipahami, karena calon nasabah debitur berada pada posisi yang sangat membutuhkan pinjaman agar dapat mewujudkan impiannya
111
Hasil wawancara dengan salah satu Notaris, di Jakarta, pada tanggal 28 November
2012.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
membeli rumah idaman. Apabila, pada umumnya mereka sudah membayar uang minimal 20 % kepada perusahan pengembang atau pemilik rumah. Calon nasabah debitur tidak akan banyak menuntut, karena mereka khawatir permohonan kredit mereka bisa dibatalkan oleh bank. Bila pembatalan oleh bank terjadi, maka 20 % uang muka yang sudah dibayarkanpun bisa terancam pula. Sehingga hal itu menyebabkan posisi tawar menawar bank betul-betul menjadi sangat kuat, sementara sebaliknya calon nasabah debitur sebagai konsumen, begitu lemahnya. 112 Bank pemberi fasilitas pinjaman KPR akan meminta calon nasabah debitur memenuhi semua persyaratan. Mulai dari data identitas diri, kartu keluarga, surat nikah, Nomor Pokok Wajib Pajak(NPWP), rekening koran atau buku tabungan 6 (enam) bulan terakhir, slip gaji dan surat keterangan dari perusahaan dimana nasabah bekerja. 113 Tidak hanya itu, bila rumah yang akan dibeli dari perusahaan pengembang, tetapi rumah dari milik peorangan, maka bank-bank tertentu mengharuskan calon nasabah debitur membayar uang apraisal. Bank tersebut akan meminta perusahaan jasa penilai atau apraisal untuk menaksir harga rumah yang akan diberikan fasilitas pinjaman KPR. Calon nasabah diharuskan membayar yang apraisal di muka, kepada perusahaan jasa penilai, baik dikabulkan atau tidak permohonan KPR tersebut. Uang apraisal itu sebanyak 1 % dari dana kredit yang diajukan kepada bank tersebut. 114 Yang paling tidak adil adalah kasus mengenai penentuan suku bunga yang penulis temukan pada salah satu bank pemerintah. Pada waktu calon nasabah debitur mengajukan permohonan KPR, suku bunga pada saat itu 5,5 %. Tentu saja dengan bunga yang cukup baik itu membuat calon nasabah tertarik untuk mengajukan permohonan KPR ke bank tersebut. 115
112
Hasil wawancara dengan Oktafian, op. cit.
113
Ibid
114
Ibid
115
Ibid
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Setelah aplikasi diproses bank dan permohonan KPR calon nasabah debitur dalam tenggang waktu 2 minggu kemudian dikabulkan, terjadi kenaikan suku bunga menjadi 8,5 %. Kondisi suku bunga baru tersebut diberitahukan kepada calon nasabah debitur. Awalnya calon nasabah debitur cukup kaget. Namun akhirnya diterima juga, dengan pertimbangan karena sudah terlanjur diproses bank dan sudah terlanjur memberi uang muka kepada perusahaan pengembang. Ketika perjanjian KPR sudah dipersiapkan notaris dan pengikatan jaminan dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan siap ditandatangani, tiba-tiba bank menyatakan ada kenaikan suku bunga kembali. Calon nasabah begitu kecewa atas kenaikan suku bunga pasar yang tidak terduga ini, akan tetapi walaupun hal demikian terjadi calon nasabah harus mengikuti keadaan tersebut, karena tidak memiliki kuasa apapun untuk menolak. 116 Keadaan yang lemah ini membuat calon nasabah tidak berdaya untuk mempertahankan haknya. Situasi suku bunga pasar yang tidak stabil membuat calon nasabah mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh bank. Dikarenakan calon nasabah menginginkan bantuan dana kredit dari bank. Tidak hanya mengenai naiknya suku bunga pasar yang tak terduga, penulis juga menemukan kasus yang sebaliknya, yakni turunnya suku bunga pasar. Pada saat calon nasabah mengajukan permohonan KPR, suku bunga KPR awalnya adalah 9,5 %. Setelah kelengkapan data-data telah di penuhi dan telah diproses, pihak bank mengeluarkan Surat Persetujuan Kredit (SPK), terjadi penurunan suku bunga menjadi 7,5 %, penurunan itu terjadi sebelum penandatanganan Akta Perjanjian Kredit. Suku bunga manakah yang akan diberlakukan? Suku bunga 9,5 % atau 7,5 %? Bila bank bersikap fair, seharusnya suku bunga yang dikenakan adalah 7,5 %. Tapi ternyata tidak demikian. Suku bunga KPR yang berlaku adalah tetap suku bunga yang 9,5 %. Apabila suku bunga 7,5 % bertahan cukup lama, maka suku bunga itu baru dapat berlaku pada konsumen, paling cepat dalam dalam jangka waktu dua bulan dan paling lambat satu tahun kemudian. Karena bank disini tidak serta merta menurunkan suku bunga. Hal ini sangatlah tidak adil untuk konsumen. Jelas sangat merugikan, padahal seharusnya konsumen dapat
116
Hasil wawancara dengan Konsumen yang menggunakan Fasilitas KPR, pada tanggal 21 September 2012
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
menikmati suku bunga yang cukup rendah tersebut, karena perjanjian kredit belum lah ditandatangani. Akan tetapi konsumen tetap tidak dapat berbuat banyak. Dari temuan penelitian di atas terlihat betapa bargaining power antara calon nasabah debitur dengan bank benar-benar tidak seimbang. Dan itu sudah dimulai ketika dalam proses calon nasabah debitur mengajukan permohonan KPR. Kasus seperti itu seharusnya tidak boleh terjadi, karena dalam hukum perjanjian kedudukan hukum para pihak harusnya sederajat. Kesedarajatan posisi sesuai dengan asas keseimbangan yang merupakan jiwa dari suatu perikatan. Secara teoritis dikemukakan bahwa asas keseimbangan merupakan kelanjutan dari asas persamaan. Jika dalam suatu perjanjian menempatkan salah satu pihak pada posisi yang tinggi (biasanya kreditur), maka seharusnya diimbangi dengan penegakkan itikad baik kreditur. Penegakkan itikad baik kreditur akan menunjang posisi tawar debitur (bargaining) tawar menjadi indikator untuk menilai apakah dalam perjanjian KPR terjadi perbedaan posisi dalam pelaksanaan perjanjian. Dalam perjanjian KPR posisi tawar para pihak yang menggunakan perjanjian syarat baku sudah dapat diprediksikan tidak seimbang. Ketidak seimbangan posisi tawar terjadi karena isi perjanjian sudah berisi syarat baku. Landasan asas kemitraan pada pembuatan perjanjian kredit bukan saja karena bekerjanya asas itikad baik, tetapi juga karena bagi bank, nasabah adalah sesungguhnya mitra usaha. Bukan saja nasabah debitur yang memerlukan bank, tetapi bank juga membutuhkan nasabah debitur sebagai mitra usaha. Nasabah tidak dapat berkembang usahanya tanpa bank, sebaliknya bank juga tidak dapat berkembang usahanya tanpa nasabah. Oleh karena bank dan nasabah debitur harus saling menjadi mitra, maka dalam perjanjian di antara mereka tidak boleh ada yang lebih kuat kedudukannya. 117
2.2.3. Perlindungan Hukum bagi Konsumen KPR dalam Perjanjian Baku Fenomena kenaikan suku bunga KPR menempatkan konsumen pada posisi lemah dan tidak berdaya. Konsumen bukan sebagai penyebab gejolak moneter,
117
Sjahdeini, op. cit., hal 193.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
melainkan harus turut pula menanggung beban. Instrumen hukum perdata tidak banyak menolong konsumen, malah justru menempatkannya pada posisi terpuruk. Dalam perjanjian KPR atau akta pengakuan utang, konsumen sering dihadapkan pada klausul yang menyatakan bahwa konsumen menyetujui perubahan suku bunga sewaktu-waktu tanpa diperlukan persetujuan terlebih dahulu dari konsumen dan perubahan tersebut bersifat mengikat. Dengan pemberitahuan tertulis, pihak bank pemberi KPR berhak secara sepihak menaikkan atau menurunkan suku bunga KPR. Apalagi mengenai tingkat suku bunga, Bank Indonesia menyerahkan sepenuhnya pada kebijakan bank yang bersangkutan. Itu berarti konsumen KPR tidak terlindungi oleh naiknya suku bunga KPR. Belum lagi masalah tagihan denda keterlambatan atau penalti atau sejenis dengan itu. keterlambatan pembayaran disebabkan kenaikan jumlah angsuran KPR bulanan yang jauh di atas rata-rata penghasilannya. 118 Sebaliknya pihak bank dilindungi perjanjian standar perbankan (dalam hal ini perjanjian KPR) dengan klausula sepihak dari pihak bank yang pada intinya menegaskan bahwa nasabah (konsumen) tunduk pada segala petunjuk dan peraturan bank yang telah ada dan yang masih akan diterapkan kemudian oleh pihak bank. 119 Klausula tersebut sebenarnya tidak sah, karena tidak ada kesepakatan murni dari konsumen. Lagi pula klausula tersebut bertentangan dengan kepatutan. Kepatutan menghendaki bahwa dalam suatu perjanjian, suatu pihak hanya terikat pada ketentuan-ketentuan atau syarat-syarat yang sebelumnya telah diketahui dan dipahami oleh yang bersangkutan. Sebagaimana layaknya sebuah perjanjian baku, maka hampir seluruh isi perjanjian KPR antara nasabah debitur dengan bank penyedia fasilitas KPR diteliti, betul-betul hanya mementingkan kepentingan bank semata. Sedangkan kepentingan debitur (konsumen), nyaris tidak pernah diperhatikan. Hubungan hukum antara bank pemberi fasilitas kredit KPR dengan nasabah KPR, sebenarnya tidak hanya sekedar hubungan antara debitur dan kreditur. Mengutip
118
Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2009), hal.57. 119
Sutan Remy Sjahdeini, op., cit, hal. 208.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
pendapat beberapa ahli hukum seperti Symon, Sutan Remy Sjahdeini menyatakan, bahwa hubungan hukum antara bank dan nasabah, lebih dari sekedar hubungan kreditur dan debitur. Lebih dari itu, hubungan hukum antara bank dengan nasabah juga merupkan hubungan kepercayaan (fiduciary relation), hubungan kerahasian (confidential relation) dan hubungan kehati-hatian (prudential relation). 120 Bila dikaitkan dengan hukum perlindungan konsumen, maka hubungan antara bank dengan nasabahnya, tidak hanya menyangkut ketiga hubungan seperti yang diuraikan Sutan Remy Sjahdeini tersebut di atas. Namun, yang lebih penting lagi adalah bahwa hubungan hukum antara bank dengan nasabah (apakah nasabah penyimpan dana maupun nasabah peminjam dana, termasuk peminjam dana dalam rangka KPR) juga merupakan hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumen. Bank sebagai penyedia fasilitas KPR sebagai konsumen. Menurut UUPK, pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia,
baik
sendiri
maupun
bersama-sama
melalui
perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Sedangkan pengertian konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang
lain,
maupun
makhluk
hidup
lain
dan
tidak
untuk
diperdagangkan. 121 Dengan demikian, bank yang menyediakan fasilitas KPR adalah pelaku usaha. Sedangkan nasabah peminjam dana KPR adalah konsumen, nasabah KPR sebagai konsumen berhak mendapat perlindungan konsumen yaitu segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan pada konsumen. Mengingat perjanjian kredit merupakan salah satu perjanjian baku, maka perlu diperhatikan ketentuan dalam UUPK yang juga mengatur tentang perjanjian baku tersebut. Dalam UUPK, ketentuan mengenai klausula baku ini diatur dalam
120
Sjahdeini, op. cit., hal 162-165.
121
Indonesia, Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 LN No. 42 tahun 1999, TLN. No. 3821, ps.1.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Bab V tentang ketentuan Pencantuman Klausula Baku yang hanya terdiri dari satu pasal, yaitu Pasal 18 UUPK. Pasal 18 UUPK tersebut secara prinsip mengatur dua macam larangan yang diperlakukan bagi para pelaku usaha yang membuat perjanjian baku dan/atau mencantumkan klausula baku dalam perjanjian yang dibuat olehnya. Pasal 18 ayat (1) mengatur larangan pencantuman klausula baku, dan Pasal 18 ayat (2) mengatur bentuk atau format, serta penulisan perjanjian baku yang dilarang. Yang dijelaskan bahwa pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang mengungkapnya sulit dimengerti. Sebagai konsekuensi atas pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) tersebut, Pasal 18 ayat (3) UUPK menyatakan batal demi hukum setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memuat ketentuan yang dilarang Pasal 18 ayat (1) maupun perjanjian baku atau klausula baku yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 ayat (2). Bila diamati perjanjian-perjanjian KPR dari berbagai bank, maka banyak ketentuan-ketentuan dalam perjanjian KPR yang dibuat bank, sebenarnya tergolong pada pelanggaran atas UUPK. Pelanggaran dimaksud antara lain dapat diuraikan sebagai berikut: 1.
Pengalihan tanggung jawab pelaku usaha. Pasal-pasal dalam perjanjian kredit banyak sekali yang merupakan pengalihan tanggung jawab bank sebagai pelaku usaha. Artinya, sebenarnya resiko tersebut adalah tanggung jawab bank, tetapi kenyataannya dalam perjanjian KPR dibebankan sepenuhnya kepada debitur sebagai konsumen. Kasus ini penulis kelompokkan sebagai berikut: a. Bank setiap saat dapat mengakhiri perjanjian kredit antara lain karena faktor nilai jaminan berkurang sedemikian rupa sehingga tidak lagi merupakan jaminan yang cukup atas seluruh utangnya, satu dan lain menurut pertimbangan dan penetapan kreditur. Di sini tampak bahwa bank melepaskan tanggung jawabnya atas kelalaian atau kesalahannya dalam menganalisis jaminan sebelum memutuskan memberi kredit. Seharusnya
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
bank sudah menilai dan mengantisipasinya secara akurat nilai jaminan tersebut sebelum mencairkan kredit. Bila terjadi nilai jaminan berkurang, maka hal tersebut adalah kesalahan bank atau kesalahan perusahaan apraisal yang ditunjuk bank dalam menilai jaminan. Bila resiko tersebut dibebankan kepada nasabah, jelas merupakan pengalihan tanggung jawab bank. b. Bank setiap saat dapat mengakhiri perjanjian kredit jika keadaan keuangan debitur tidak mengizinkan karena force majeure, resesi ekonomi, kebijakan pemerintah atau sebab lain di luar kekuasaan debitur atau penjaminnya. Dalam perjanjian KPR sebuah bank pemerintah istilah “bank berhak menuntut semua pembayaran utang seketika sekaligus tanpa perlu somasi bila peminjam menolak pembebanan biaya-biaya yang ditetapkan oleh bank berkenaan dengan perubahan situasi ekonomi, gejolak moneter, atau hal lain yang mengakibatkan timbulnya kenaikan biaya bank.” Menurut penulis, hal ini juga merupakan klausula yang mengalihkan tanggung jawab bank sebagai pelaku usaha. Seharusnya, bila terjadi force majeure, resesi ekonomi, gejolak moneter atau kebajikan pemerintah yang menyebabkan keadaan keuangan debitur merosot sehingga menggangu kelancaran pembayaran kreditnya, seharusnya hal tersebut tidak semata-mata menjadi tanggung jawab debitur sebagai konsumen. Karena hal tersebut terjadi di luar kemauan dan kekuasaan debitur sebagai konsumen. Begitu juga di luar kemauan bank sebagai pelaku usaha. Karena kejadian seperti disebut di atas bukan karena kelalaian dan kemauan dan di luar kekuasaan keduabelah pihak, seharusnya resikonya juga ditanggung berdua antara bank dan debitur. Bank tidak boleh egois membebankan masalah tersebut kepada debitur semata, tetapi harus menjadi resiko bersama-sama. c. Bank setiap saat dapat mengakhiri perjanjian kredit bila debitur meninggal dunia, kecuali bila para ahli warisnya dapat memenuhi kewajibannya menurut Undang-Undang. Ketentuan ini juga merupakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha. Apabila debitur sebagai konsumen meninggal dunia, tidak seharusnya kewajiban tersebut dibebankan kepada
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
para ahli waris. Sebab, sebelum perjanjian kredit ditandatangani, bukankah bank sudah memberi daftar biaya-biaya yang harus dibayar debitur, di mana salah satu biaya tersebut adalah biaya premi asuransi jiwa atas nama debitur. Debitur telah menutup asuransi jiwa. Biasanya pada perusahaan asuransi jiwa yang satu grup usaha dengan bank atau yang menjadi rekanan resmi bank kreditur KPR. Premi wajib dibayar sebelum akad kredit. Ketika terjadi risiko terhadap jiwa debitur, seharusnya bank tidak lagi mengutak-atik kewajiban debitur kepada ahli warisnya. Namun, bank harus langsung menagih klaim kepada perusahaan asuransi jiwa tersebut untuk kemudian digunakan melunasi sisa kredit debitur. Tujuan ditutupnya asuransi jiwa dan menjadi syarat wajib dalam pencairan KPR adalah justru untuk mengantisipasi resiko bila debitur meninggal dunia. Tetapi dalam perjanjian KPR, hak debitur tersebut seakan disembunyikan. 2.
Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya. Klausula baku yang mencantumkan masalah ini juga ada di beberapa perjanjian KPR. Contohnya, para KPR salah satu Bank Pemerintah, klausula ini terdapat dalam Pasal 18 di bawah judul Yield Protection. Bunyi lengkapnya sebagai berikut: “1. Apabila terjadi suatu perubahan pada
peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku
atau
dalam
penafsirannya atau pelaksanaanya oleh pihak yang berwenang atas pemberian kredit oleh bank kepada debitur berdasarkan perjanjian kredit ini menjadi melanggar ketentuan yang berlaku, maka kewajiban bank untuk memberi/mempertahankan kredit kepada debitur dengan sendirinya berakhir dan bank berhak dengan pemberitahuan tertulis kepada debitur meminta debitur untuk segera melunasi seluruh jumlah terhutang secara seketika dan sekaligus lunas; 2. Apabila dalam peraturan perundangundangan yang berlaku dan atau perubahannya atau dalam penafsirannya atau pelaksanaannya mensyaratkan bahwa debitur harus melakukan pemotongan atau penahanan sehubungan atau berdasarkan ketentuan pajak
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
atas setiap pembayaran utang pokok, bunga, provisi/fee, denda dan kewajiban lainnya oleh debitur kepada bank berdasarkan perjanjian kredit ini, maka debitur wajib memastikan bahwa bank menerima dari jumlah membayaran
tersebut
secara
utuh,
bebas
dan
bersih
dari
pemotongan/pungutan/beban atau penahanan yang berkaitan dengan pajak sebagimana diatur dalam perjanjian kredit ini. Sehubungan dengan adanya pemotongan atau penahanan berkaitan dengan kewajiban pajak atas pembayaran yang dilakukan debitur kepada bank berdasarkan perjanjian kredit ini, seluruhnya menjadi beban dan tanggung jawab serta wajib dibayar oleh debitur sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.” Dari sisi terlihat bahwa bank memberlakukan ketentuan dalam klausula bakunya bahwa konsumen harus tunduk pada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, atau lanjutan, pada masa debitur sebagai konsumen memanfaatkan fasilitas KPR bank tersebut. Pelanggaran atas satu poin Pasal 18 UUPK tersebut di atas dalam perjanjian KPR bank, sangat tegas sanksinya. Pelaku usaha (dalam hal ini bank kreditur KPR) bisa dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah).
2.2.4. Peranan Notaris dalam Prosedur Pengikatan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah
Masalah perlindungan debitur KPR sebagai konsumen, sebenarnya tidak hanya bisa dikaitkan dengan pihak bank sebagai kreditur yang merupakan pelaku usaha. Namun, ada pihak lain yang juga besar perannya dalam melindungi nasabah KPR, yaitu Notaris. Perjanjian Kredit antara pihak nasabah selaku debitur dan pihak bank selaku kreditur pemberi fasilitas KPR yang pada umumnya disebut Perjanjian KPR, sebagian besar dibuat dengan akta otentik yang dibuat di hadapan Notaris. Sedangkan terhadap Perjanjian KPR tersebut, para pihak juga membuat perjanjian ikutannya atau perjanjian accesoir berupa pengikatan jaminan baik melalui SKMHT maupun langsung dengan APHT, dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang pada umumnya melibatkan pula Notaris yang
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
membuat Perjanjian KPR tersebut namun dalam kedudukannya selaku PPAT. Pada umumnya perjanjian KPR tersebut memuat klausula-klasula yang jelas dan pada akhirnya akan mengikat para pihak, diantaranya mengenai objek perjanjian, besarnya kredit yang diberikan termasuk bunga, denda dan biaya lainnya, ketentuan force majeur serta mengenai klausula tambahan. Peran yang bisa dimainkan Notaris dalam membantu debitur KPR sebagai konsumen bank, tersirat dari ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN yang mengamanatkan agar dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. Ketentuan tersebut tidak boleh tidak, wajib pula dilaksanakan. Hal ini juga sesuai dengan Kode Etik Notaris. Pasal 1 ayat (1) Kode Etik Notaris menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugasnya Notaris diwajibkan: a.
Senantiasa menjunjung tinggi hukum dan asas negara serta bertindak sesuai dengan makna sumpah jabatannya.
b.
Mengutamakan pengabdiannya kepada kepentingan masyarakat dan negara. Dengan berpegang teguh pada landasan yuridis UUJN dan Kode Etik
Notaris itu saja, sebenarnya Notaris sudah mempunyai dasar yang kuat dan jelas untuk ikut serta menegakkan hak-hak konsumen sesuai dengan UUPK. Hal tersebut dapat diaplikasikan antara lain dengan : 1.
Notaris tidak menerima sepenuhnya dan kemudian menuangkan secara keseluruhan dalam aktanya mengenai isi Perjanjian KPR yang biasanya diusulkan oleh pihak bank agar dicantumkan dalam akta perjanjian KPR. Sebelum akta perjanjian KPR dibacakan, Notaris meneliti ulang isi perjanjian tersebut, apakah ada klausula-klausula yang mungkin tidak seimbang, merugikan konsumen dan bisa dikategorikan melanggar UUPK. Misalnya apakah ada klausula yang isinya termasuk pengalihan tanggung jawab bank sebagai pelaku usaha? Atau apakah ada pasal yang berisi menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha (bank) dalam masa perjanjian kredit? Atau hal
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
lain yang bertentangan dengan UUPK. Bila Notaris menemukan hal yang demikian, maka Notaris harus memberikan masukan kepada pihak bank, bahwa hal tersebut melanggar UUPK. Menanggapi masukan dari Notaris tersebut, kemungkinan pihak bank akan mengatakan bahwa isi Perjanjian KPR itu sudah baku dari kantor pusat dan hal seperti itu sudah dipraktikan selama ini secara terus menerus. Dalam hal ini Notaris harus menjelaskan bahwa
masukan
tersebut
bukan
semata-mata
untuk
kepentingan
nasabahnya sebagai konsumen, tetapi juga justru untuk pihak bank selaku pelaku usaha supaya tidak terjerumus pada pelanggaran terhadap UUPK. Karena bila suatu saat terjadi hal yang tidak diinginkan kemudian hari, misalnya pelaporan dari konsumen dengan mengugat bank ke pengadilan berdasarkan UUPK, maka hal tersebut justru membahayakan pihak bank, karena pelanggaran terhadap ketentuan tersebut sanksinya adalah pidana penjara atau denda. Dengan memberikan masukan seperti itu, berarti Notaris telah membantu bank juga dalam melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (4) UUPK yang berbunyi “Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan Undang-Undang ini”. 2.
Sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf l UUJN tentang kewajiban notaris dalam pembacaan akta, dimana pada saat dibacakan, Notaris harus menerangkan apa maksud dalam pasal-pasal perjanjian KPR tersebut kepada debitur sebagai konsumen. Oleh karena sebagian besar bunyi pasal-pasal dalam Perjanjian KPR merupakan bahasa hukum yang sulit dipahami oleh debitur, maka Notaris mempunyai kewajiban untuk membacakan akta tersebut dihadapan konsumen. Pembacaan akta dan pemahaman yang jelas dan terang merupakan salah satu bentuk perlindungan Notaris terhadap konsumennya, agar konsumen mengerti mengenai isi akta dan apa yang telah diperjanjikan. Apabila telah ditandatangani akta tersebut, maka konsumen di anggap mengerti dan sepakat mengenai apa yang telah diperjanjikan.
3.
Apabila Notaris menemukan klausula yang tidak relevan dengan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian KPR tersebut, maka Notaris dapat mencoret (renvoi) ketentuan tersebut. Akan tetapi perubahan ataupun
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
ronvoi tersebut, harus melalui kesepakatan para pihak. Misalnya dalam Perjanjian Kredit ditemui ada pasal yang mencantumkan kewajiban debitur menyerahkan asli sertipikat hak atas tanah dan sertipikat hak tanggungan kepada pihak bank. Pasal tersebut tidak relevan dalam perjanjian KPR, karena kewajiban menyerahkan asli sertipikat hak atas tanah dan sertipikat hak tanggungan kepada bank adalah kewajiban Notaris dan PPAT yang bersangkutan. Sebab Notaris dan PPAT sudah membuat Surat Keterangan atau cover note kepada bank mengenai hal tersebut. 4. Bila ada klausula perjanjian KPR yang tidak wajar, maka Notaris harus memberikan masukan kepada kedua belah pihak, bahwa hal tersebut tidak wajar. Misalnya, dalam perjanjian KPR terdapat klausula mengenai pengosongan tanah dan bangunan bila terjadi pelelangan, maka debitur harus mengosongkan tanah dan bangunan yang menjadi jaminan paling lambat dalam waktu tertentu setelah terjadi pelelangan. Bila terlambat menyerahkan tanah dan bangunan yang jadi jaminan dalam keadaan kosong, maka tiap-tiap hari keterlambatan tersebut biasanya debitur atau penjamin dikenakan denda untuk setiap hari keterlambatan. Besarnya denda tersebut harus disesuaikan dengan kewajaran, jangan sampai terlalu mencekik nasabah debitur. Untuk menentukan kewajarannya bisa dilihat perbandingan pada bank-bank lainnya. Misalnya, disebuah bank swasta besarnya denda keterlambatan pengosongan Rp. 1.000.000,- per hari. Bila ternyata ada bank dalam Perjanjian KPR yang memasang denda keterlambatan pengosongan mencapai Rp. 5.000.000,- tentu hal tersebut sesuatu yang kurang wajar, walaupun hal demikian belum ditemukan dalam prakteknya, akan tetapi hal ini haruslah diperhatikan, agar tidak ada konsumen yang dirugikan dikemudian hari oleh pelaku usaha. Bila Notaris menemukan hal-hal seperti tersebut di atas, maka Notaris harus menggunakan amanat yang diberikan Undang-Undang kepadanya yaitu wajib bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum, dengan
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
memberikan penyuluhan hukum yang akan melindungi kepentingan dan memberikan kepastian hukum bagi kedua belah pihak. Dalam kenyataannya masih ditemukan Notaris yang tidak memainkan perannya sebagaimana tertera dalam UUJN dan Kode Etik Notaris. Masih ditemukan Notaris yang diduga berlaku tidak adil dalam menjalankan tugas, Notaris masih cenderung lebih berpihak kepada pelaku usaha dalam hal ini pihak bank dan kurang memperhatikan pentingan konsumen, yang juga berharap mendapat perlindungan hukum yang seimbang dari seorang Notaris. Diduga hal demikian terjadi, karena notaris mendapatkan banyak pekerjaan dari Bank, sehingga Notaris lebih cenderung berpihak pada Bank. Notaris kurang memperhatikan pihak konsumen yang pada kenyataannya berada di posisi tawar yang lemah dan diberatkan oleh pihak pelaku usaha. Hal ini sungguh tidak adil bagi konsumen. Terutama karena konsumenlah yang membayar honor/fee agar mendapat bantuan hukum dari Notaris, khususnya dalam pembuatan akta dan pembebanan jaminan terkait perjanjian KPR antara konsumen selaku debitur dan bank selaku kreditur. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan dan pembinaan yang sifatnya berkelanjutan kepada para Notaris, agar Notaris dapat menjalankan tugas jabatannya secara adil dan netral dengan tetap menjaga kepentingan para pihak tanpa terkecuali. Hal ini sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 67 UUJN yang memberikan
kewenangan
kepada
Majelis
Pengawas
untuk
melakukan
pengawasan dan pembinaan kepada seluruh Notaris agar dapat menjalankan tugas jabatannya untuk melayani kebutuhan masyarakat khususnya dalam pembuatan akta otentik. Dengan demikian, akan dapat tetap terjaga kepercayaan masyarakat kepada notaris dan kehormatan lembaga notaris pun tidak akan tercoreng.
2.3.
Analisis Hukum Setelah menguraikan apa yang penulis temukan dalam penelitian, di bawah
ini penulis mencoba menganalisis apa yang terjadi dalam kenyatannya, sebagaimana yang telah dirumuskan dalam perumusan masalah di atas. Sehingga akan menemukan jawaban dari permasalahan tersebut.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
2.3.1. Perlindungan Hak-Hak Konsumen Oleh Notaris Dalam Pembuatan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, khususnya dalam hal kurang diperhatikannya hak-hak konsumen dalam perjanjian KPR, untuk itu penulis akan menjabarkan apa saja yang menjadi hak konsumen. Dalam Pasal UUPK ditegaskan bahwa konsumen mempunyai delapan hak, yaitu: 1.
Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2.
Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3.
Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4.
Hak untuk didengar pendapat dan keluhanya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5.
Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6.
Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7.
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8.
Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau sebagaimana mestinya. Pada kenyataannya, untuk hak-hak yang tercantum dalam Pasal tersebut,
tidak seluruhnya didapat oleh pihak konsumen. Bila dikaitkan dengan hak-hak debitur KPR sebagai konsumen, maka dapat dikategorikan sebagai berikut: 1.
Hak-hak sebelum akta KPR ditandatangani. a.
Hak atas informasi yang, jelas dan jujur mengenai : (1) Transparansi sehubungan
mengenai dengan
jumlah
KPR,
biaya-biaya
meliputi
provisi
yang bank,
timbul biaya
administrasi bank, premi asuransi jiwa debitur, premi asuransi
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
kerugian barang jaminan, biaya perjanjian kredit, SKMHT, APHT dan lainnya. (2) Transparansi mengenai jangka waktu berlakunya bunga. (3) Transparansi mengenai sistem penghitungan suku bunga. (4) Transparansi hak-hak debitur sebagai konsumen bila debitur dalam masa perjanjian KPR meninggal dunia. Misalnya tentang status sisa kredit, hak-hak ahli waris, prosedur pelaporan kematian, prosedur klaim asuransi dan sebagainya. (5) Transparansi mengenai masalah bila debitur melakukan pelunasan dipercepat, baik seluruhnya maupun sebagian. Bila diperjanjikan ada penalti, harus dijelaskan dengan benar. Pada dasarnya hak-hak tersebut adalah hak-hak yang sifatnya harus dipenuhi, namun dalam praktek hak-hak tersebut belum sepenuhnya diperoleh debitur selaku konsumen. Sebagai contoh, dalam hal terjadinya penetapan suku bunga, konsumen harus mengikuti apabila sewaktu-waktu terjadi kenaikan suku bunga pasar, yang mana konsumen tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh bank. Terkadang untuk kenaikan suku bunga ini, bank secara langsung menaikkannya. Beda halnya apabila terjadinya penurunan suku bunga, dimana bank tidak serta merta langsung menurunkan suku bunga tersebut. Hal ini tentu sangatlah tidak adil untuk kepentingan konsumen yang bersangkutan.
b. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya. Debitur sebagai konsumen juga berhak untuk didengar pendapat dan keluhannya, mengenai klausula-klausula yang dimasukkan dalam perjanjian. Mengenai hal tersebut, masih terdapat notaris yang kurang memperhatikan hal-hal apa yang seharusnya notaris berikan kepada konsumen, khususnya untuk melindungi hak-hak konsumen. Selain itu, apabila ada konsumen keberatan akan isi akta yang diperjanjikan tersebut, masih ada notaris yang tidak dapat membela kepentingan
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
konsumennya, padahal ia sebagai pengemban kepercayaan masyarakat mengetahui bahwa isi dari klausula baku tersebut akan
sangat
memberatkan konsumen. Notaris tersebut beralasan bahwa perjanjian tersebut sifatnya telah baku, sebagaimana yang telah ditetapkan oleh pihak bank, sehingga pada akhirnya konsumen tidak mendapatkan apa yang diinginkan terutama kaitannya dengan klausul yang memberatkan tersebut. Namun demikian, tidak semua notaris dalam menjalankan tugas jabatanya melakukan hal demikian terhadap konsumennya, masih ada notaris yang mencoba membela hak-hak
konsumen yang
mempunyai posisi tawar yang lemah, dengan cara memberikan memberikan penyuluhan hukum dan menyarankan untuk melakukan renvoi pada perjanjian KPR tersebut, sampai dikiranya klausula itu tidaklah memberatkan konsumen. Selain ini, masih ada pula bank yang akan menerima, apa yang diusulkan oleh notaris, sehingga perjanjian baku tersebut, dapat berimbang bagi kedua belah pihak. 2.
Hak-hak debitur setelah Perjanjian KPR ditandatangani. a. Hak atas perlakukan layanan yang benar, jujur dan tidak diskriminatif. Dengan dijaminnya hak debitur KPR sebagai konsumen mengenai perlakukan layanan yang benar, jujur dan tidak diskriminatif. Di dalam temuan penelitian, ditemukan bahwa bank sengaja mengulur-ulur pencairan KPR berhubung akan ada kenaikan suku bunga, dan bank bermaksud agar nasabah tersebut diikat dengan suku bunga baru yang lebih tinggi. Sikap bank seperti ini tentu saja merugikan konsumen. Namun dalam hal ini notaris kurang memainkan peranannya sebagai penyuluh atau penengah apabila terjadi hal yang demikian, sehingga bank selaku kreditur dapat semena-mena memainkan peranannya dengan kedudukan yang lebih tinggi. b. Hak atas kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian. Seringkali ketika suku bunga naik, maka bank pada saat itu segera dan cepat-cepat menaikkan suku bunganya. Namun ketika suku bunga turun, bank seolah-olah tidak tahu suku bunga di pasaran sudah turun. Contohnya seperti waktu penandatanganan perjanjian KPR, suku bunga
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
pada saat itu 9,5 %. Suku bunga tersebut diperjanjikan tetap berlaku untuk 1 tahun, dan setelah 1 tahun akan berlaku suku bunga yang berlaku dipasar. Dengan kata lain, bila suku bunga naik, maka suku bunga KPR debitur tersebut akan naik pula, sebaliknya bila turun, suku bunga KPR tersebut akan turun. Ternyata setelah 1 tahun KPR berjalan, suku bunga di
pasar turun menjadi 7,5 %. Ternyata bank tidak
menurunkan bunga sesuai dengan keadaan di pasar. Untuk kenaikan atau penurunan suku bunga juga tidak semua notaris dapat memberikan perlindungan kepada konsumen. Adakalanya notaris tidak mengetahui, dan tidak mau tahu terhadap permasalahan suku bunga ini. Setelah tanda-tangan perjanjian, notaris tidak memiliki kewenangan lagi atas permasalahan naik atau turunnya suku bunga. Namun ada juga notaris yang masih memperhatikan persoalan ini, notaris yang taat akan UUJN dan kode etik. Notaris ini akan mencoba menrenvoi kembali, atas Pasal terkait suku bunga, dengan menambahkan Pasal yang mungkin dapat memberikan kenyamanan untuk debitur apabila terjadinya naik atau turun
suku
bunga
“memberitahukan
bank.
perubahan
Seperti suku
menambahkan
bunga,
dan
kalimat
bank
akan
memberitahukan penyesuaian tersebut kepada debitur melalui surat pemberitahuan tertulis atau media lainnya”. Hal ini tentu harus disepakati dulu di antara para para pihak dengan
memberikan
penyuluhan, masukan mengenai tambahan pasal tersebut. Sebagaimana yang disampaikan seyogjanya notaris itu fungsinya sebagai pejabat umum harus dapat bersikap netral tanpa harus memihak dan tidak berat sebelah. Notaris dalam melakukan perbuatan hukum harus menjaga semua kepentingan termasuk kepentingan konsumen. Notaris diharapkan tidak boleh terpaku pada Perjanjian KPR yang sudah bersifat standar dari pihak bank. Notaris haruslah
dapat
menjamin
perlindungan
hukum
untuk
konsumen
yang
menggunakan jasanya. Namun masih ditemukan dalam klausula perjanjian KPR beberapa pasal-pasal yang masih memberatkan konsumen, salah satunya seperti kewenangan bank untuk secara sepihak sewaktu-waktu mengubah tingkat suku bunga kredit. Hal tersebut sangatlah memberatkan konsumen, karena masih ada
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
beberapa Notaris yang mengabaikan, Notaris menganggap hal tersebut sudah merupakan perjanjian baku yang telah ditetapkan oleh pihak bank sehingga tidak dapat diganggu gugat dan notaris tidak mampu berbuat banyak dalam hal pengubahan klausula baku demi mempertahankan hak-hak konsumen. Namun masih ada ditemukan Notaris yang masih menjunjung tinggi Kode Etik Notaris, sehingga Notaris masih menjalankan profesinya dengan hati nurani, tanpa berani mengambil resiko yang buruk dan melindungi konsumen yang menggunakan jasanya, juga untuk melindungi dirinya sendiri dikemudian hari apabila terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan. Ini merupakan pengaman notaris untuk dirinya sendiri agar tidak terkena sanksi dalam UUJN. Oleh karena itu, pentingnya sikap kemandirian, seksama, adil dan tidak berpihak, bagi notaris dalam menjalankan tugas jabatannya agar dapat melindungi kepentingan para pihak dan menjamin kepastian hukum atas perjanjian KPR yang dibuat.
2.3.2. Konteks Peraturan Undang-Undang Jabatan Notaris terhadap Peranan Notaris
Notaris berwenang untuk membuat semua mengenai perbuatan, perjanjian dan penetapan yang seharusnya oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik. Notaris hanya berwenang membuat akta otentik apabila hal itu dikendaki atau diminta oleh pihak yang berkepentingan, dengan kata lain bukan merupakan perbuatan dari notaris itu sendiri. Notaris diberikan wewenang untuk mengkonstatir perbuatan-perbuatan yang bukan merupakan perbuatan hukum, perbuatan itu dalam dua golongan. Di dalam golongan pertama termasuk perbuatan-perbuatan di mana notaris mengkonstatir perbuatan-perbuatan nyata yang termasuk dalam pembuatan akta notaris biasa, misalnya perbuatan berupa pembacaan dan penandatanganan
akta,
perbuatan
menyatakan
formalitas-formalitas
yang
ditentukan di dalam akta. Di dalam golongan kedua termasuk perbuatanperbuatan, di mana notaris mengkonstantir perbuatan-perbuatan nyata tertentu secara tersendiri, misalnya akta pencatatan bundel, akta berita acara mengenai kejadian-kejadian dalam suatu rapat umum para pemegang saham dalam
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
perseroan terbatas, protes wesel, akta penawaran pembayaran tunai dan konsinasi dan lain sebagainya. Dalam semua hal di atas, notaris mengkonstantir perbuatanperbuatan, baik perbuatan yang dilakukannya sendiri maupun yang dilakukan oleh orang lain, yang bukan merupakan perbuatan-perbuatan hukum. Selain membuat akta-akta otentik, notaris juga ditugaskan untuk melakukan pendaftaran dan mensahkan surat-surat atau akta-akta yang dibuat dibawah tangan. Notaris juga memberikan nasehat hukum atau penyuluhan hukum dan penjelasan mengenai undang-undang kepada pihak-pihak yang bersangkutan. Juga sebagaimana telah dikemukan di atas, menurut kenyataannya tugas notaris bersamaan dengan perkembangan waktu, tugas notaris sebagaimana menurut undang-undang dan tugas notaris menurut yang sebenarnya dan tugas yang harus dijalankannya, yang dilekatkan kepadanya oleh Undang-Undang, sangat berbeda sekali dengan tugas yang dibebankan kepadanya oleh masyarakat di dalam praktek. Peranan Notaris sebagai pejabat umum haruslah dapat memegang teguh sumpah jabatan profesi Notaris, Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris. Berdasarkan Kode Etik Notaris Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugasnya notaris diwajibkan untuk mengutamakan pengabdiannya kepada kepentingan masyarakat dan negara. Sedangkan UUJN Pasal 16 ayat (1) huruf a, seorang Notaris dituntut untuk dapat berlaku adil dalam menjalankan tugasnya berdasarkan Undang-Undang, seperti bertindak jujur, seksama, tidak berpihak dan menjaga kepentingan para pihak yang terkait. Menjaga kepentingan dalam hal ini hanya dapat dilakukan notaris sebatas mengadakan penyuluhan hukum kepada konsumen. Di satu sisi notaris diharapkan peranannya untuk melaksanakan kewajibannya untuk menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum sesuai dengn UUJN Pasal 16 ayat (1) huruf a, namun dalam hal ini notaris hanya dapat bersifat pasif, menerima keinginan para pihak yang akan mengadakan perjanjian dengan menggunakan jasanya, menuangkan apa yang menjadi keinginan para pihak kedalam akta, untuk mendapatkan alat bukti yang otentik. Namun disisi lain notaris diharapkan dapat memberikan perlindungan hukum agar konsumen yang menggunakan jasanya merasa nyaman dan haknya terlindungi.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Dalam pelaksanaan perjanjian KPR yang menggunakan perjanjian standar atau perjanjian baku, notaris tidak memiliki kuasa selain mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh pihak bank, karena tugas notaris hanya dibatasi untuk mengikuti keinginan kedua belah pihak. Apabila konsumen setuju dengan apa yang ada di dalam perjanjian, maka konsumen dapat menandatangani akta tersebut, sebagai tanda kesepakatan bahwa apa yang ada di dalam perjanjian tersebut telah konsumen ketahui. Notaris memiliki kewajiban untuk membacakan akta, sebatas konsumen menyatakan bahwa akta tersebut benar telah dibacakan oleh notaris, sebagai syarat formalitas, agar perjanjian tersebut otentik dan memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Di sini notaris hanya sebatas membacakan akta kepada para pihak, notaris tidak dituntut untuk menjelaskan secara lebih terang mengenai apa yang diperjanjikan. Sifat notaris yang pasif, tidak dapat membantu konsumen melebihi dari pembuatan akta yang otentik, notaris tidak dapat dituntut apapun apabila terjadi sesuatu hal diluar kehendak. Untuk itu peranan notaris dalam konteks peraturan UUJN tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dalam hal pembuatan perjanjian KPR ini. Di dalam pembuatan perjanjian KPR tersebut, notaris dituntut dapat memberikan perlindungan hukum kepada konsumen, namun dalam UUJN notaris hanya bersifat pasif tanpa harus memperhatikan apakah akta tersebut telah seimbang. Namun dengan pembuatan akta otentik yang benar, sesuai dengan syarat-syarat formalitas guna mencapai akta yang bersifat otentik, notaris sudah dapat dianggap memberikan perlindungan hukum kepada konsumen, di mana konsumen memiliki alat bukti yang otentik dan akta tersebut dapat digunakan sebagai
alat
pembuktian
yang
sempurna.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
BAB 3 PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Dari uraian pada bab sebelumnya yang telah disampaikan dalam penulisan ini maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1.
Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dapat dilihat bahwa konsumen memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang jelas dan jujur, namun kenyataanya notaris belum memberikan hal tersebut kepada konsumen. Notaris masih kurang memperhatikan peranannya dalam memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen dalam pembuatan perjanjian baku dalam hal ini perjanjian KPR. Masih ditemukan klausula yang terlihat memberatkan konsumen, notaris belum mampu memberikan posisi yang berimbang agar konsumen tidak dirugikan oleh pihak bank. Namun masih ada pula notaris yang menjalankan pekerjaannya sebagai pejabat umum yang netral, yang masih memperhatikan kepentingan konsumen, dan bersikap adil sesuai dengan hati nuraninya.
2.
Konteks peraturan UUJN terhadap peranan notaris dalam memberikan perlindungan hukum kepada konsumen, belum sesuai dengan apa yang seharusnya menjadi kewajiban notaris. Dalam UUJN notaris memiliki sifat yang pasif, notaris hanya berwenang sebatas membuat akta otentik sebagai alat bukti yang dapat digunakan oleh konsumen. Notaris belum mampu memberi perlindungan yang seutuhnya kepada konsumen sebagaimana tang ternyata dalam Undang-Undang perlindungan konsumen, terhadap penyesuaian klasula baku.
3.2.
Saran
Sehubungan dengan apa yang dibahas dan disimpulkan di atas maka guna melengkapi penulisan perlu disampaikan saran-saran sebagai berikut :
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
1.
Mengingat bentuk perjanjian kredit yang ada saat ini berupa perjanjian yang sudah baku dan ternyata banyak yang tidak seimbang atau bahkan banyak yang mengandung klausula-klausula yang secara tidak wajar sangat memberatkan bagi debitur, maka Notaris selaku pejabat umum harus memainkan perannya semaksimal mungkin, notaris tidak boleh berat sebelah, notaris harus mampu memberikan perlindungan hukum kepada konsumen sebagai pengguna jasanya. Agar konsumen merasa haknya dipenuhi dan terlindungi.
2.
Sejauh ini, dari temuan penulis, belum ada ditemukan kasus bahwa seorang konsumen melaporkan Notaris kepada Majelis Pengawas Notaris. Hal ini disebabkan kedudukan konsumen yang lebih rendah dari seorang pelaku usaha, sehingga konsumen merasa tidak mampu untuk menggugat seorang notaris, yang kedudukannya lebih tinggi dan di anggap telah mengetahui hukum. Hal ini sunggunglah ironis, dimana sebaiknya aparat hukum dapat mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa aspirasi konsumen dapat ditampung secara penuh agar dapat diproses lebih lanjut, agar konsumen mendapatkan segala hak nya sesuai dengan UndangUndang Perlindungan Konsumen.
3.
Sebaiknya perjanjian baku dibuat tidak lagi mementingan pihak pelaku usaha, tapi juga lebih memperhatikan kepentingan konsumen yang tidak memahami banyak mengenai hukum.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
DAFTAR PUSTAKA
BUKU: Adjie, Habib. Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Bandung: PT. Refika Aditama, 2008. Adjie, Habib. Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik. Cet. 2. Bandung: PT. Refika Aditama, 2009. Ashshofa, Burhan. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta, 2007. Badrulzaman, Mariam Darul. Aneka Hukum Bisnis, Cet. I. Bandung: Penerbit Alumni, 1994. Badrulzaman, Mariam Darus. Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001. Badrulzaman, Mariam Darus. Perjanjian Kredit Bank. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003. Badrulzaman, Mariam Darus Badrulzaman. Perjanjian Baku (Standard) Perkembangannya di Indonesia. Dimuat dalam : Beberapa Guru Besar Berbicara tentang Hukum dan Pendidikan Hukum (Kumpulan PidatoPidato Pengukuhan). Bandung: Alumni, 1981. Djumhana, Muhammad. Hukum Perbankan Indonesia. Cet. 2. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996. Fuady, Munir. Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis). Cet.1. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003. Gunawan, Johannes. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Menurut UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hukum Bisnis. Vol. 8 Tahun 1999. Hamzah, Andi, I Wayan Suandra, dan B.A. Manalu. Dasar-Dasar Hukum Perumahan. Cet. Ketiga. Jakarta: Rineka Cipta, 2000. Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan UndangUndang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya). Cet.Kedelapan. Jakarta: Djambatan, 1999.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Hartati, R. Ay. Sri. “Hak Tanggungan dan Permasalahannya”, Bunga Rampai Hukum Ekonomi dan Permasalahannya, Editor imly Asshiddiqie. Jakarta: Watampone Press, 2003. Hasan, Djuhaendah. Pengkajian Masalah Hukum Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia. Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Ham RI, 2004. Hernoko, Agus Yudha. Hukum Perjanjian, Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial. Cet.1. Yogyakarta: LaksBang Mediatama, 2008. Hondius. Syarat-syarat Baku dalam Hukum Kontrak, dalam Kompendium Hukum. Belanda: Leiden, 1978 Ibrahim, Johanes. Mengupas Tuntas Kredit Komersial dan Konsumtif Dalam Perjanjian Kredit Bank (Perspektif Hukum dan Ekonomi). Bandung: Mandar Maju, 2004. Kie, Tan Thong. Studi Notariat dan Serba Serbi Praktek Notaris. Jakarta: PT. Ichtiar baru Van Hoeve, 2007. Kohar, A. Notaris Dalam Praktek Hukum. Bandung: Alumni, 1983. Lubis, Suhrawardi. Etika Profesi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2008. Mamudji, Sri. Et al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum . Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005. Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo. Hukum Perlindungan Konsumen. Ed. 1., Cet. 2. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004. Muhammad, Abdulkadir. Etika Profesi Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006. Muhammad, Abdulkadir. Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia. Cet.2. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993. Muhammad,
Abdulkadir.
Perjanjian
Baku
dalam
Praktek
Perusahaan
Perdagangan. Cet.1. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992. Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perjanjian. Bandung: Alumni, 1980. Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perikatan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1992.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Murniati, V. Miemie. “Prospek KPR Masih Bagus”. Bisnis Properti. Februari, 2004. Notodisoerjo, R. Soegondo. Hukum Notariat di Indonesia. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1993. Prawirohamidjojo, Soetojo dan Marthalena Pohan. Hukum Perikatan. Surabaya: Bina Ilmu, 1978. Prododikoro, Wiryono. Asas-asas Hukum Perjanjian. Cet. VII. Bandung: Sumur, 1987. Salim. Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Cet. 3, Jakarta: Sinar Grafika, 2006. Salim. Perkembangan Hukum Kontrak diluar KUHPerdata. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006. Samudera, Teguh. Hukum Pembuktian dalam Acara Perdata. Edisi Pertama, Bandung: PT. Alumni, 2004. Setiawan. Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Bandung: Bina Cipta, 1979), hal. 49.
Shidarta. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta: PT. Grasindo, 2000. Sjahdeini, Sutan Remy. Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia. Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993. Shofie, Yusuf. Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2009. Soesanto. Tugas, Kewajiban dan Hak-hak Notaris dan Wakil Notaris. Jakarta: Pradnya Paramita, 1982. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum.
Jakarta: Universitas
Indonesia-Press, 2010. Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen. Hukum Perjanjian. Cet. XVI. Jakarta: PT. Intermasa, 1996. Subekti. Aneka Perjanjian. Cet. X. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995. Subekti. Hukum Perjanjian, Cet. XVI. Jakarta: Intermasa,1996.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Sudaryatmo. Hukum dan Advokasi Konsumen. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999. Supriadi. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2006. Sutojo, Siswanto. Analisa Kredit Bank Umum (Konsep dan Teknik). Jakarta: PT. Pustaka Binamas Pressindo, 1995. Tedjasaputro, Liliana. Etika Profesi Notaris (dalam penegakan hukum pidana). Yogyakarta: BIGRAF Publishing, 1995. Tobing. Peraturan Jabatan Notaris. Cet. 3. Jakarta: Erlangga, 1983. Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani. Hukum Tentang Perlindungan Konsumen. Cet. Ketiga. Jakarta: Gramedia, 2003. Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani. Jaminan Fidusia. Ed. 1, Cet. 2. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Indonesia, Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen. UU No. 8 LN No. 42 tahun 1999. TLN. No. 3821. Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 31 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3472). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Subekti dan R. Tjitrosudibio. Jakarta: PT.Pradnya Paramita, 2006.
MAJALAH
Marzuki, Peter Mahmud. Batas-Batas Kebebasan Berkontrak. Yuridika. Volume 18 No. 3, Mei Tahun, 2003. Murniati, V. Miemie. “Prospek KPR Masih Bagus”. Bisnis Properti. Februari, 2004.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Setiawan, Wawan. Sikap Profesionalisme Notaris Dalam Pembuatan Akta Otentik. Media Notariat. Edisi Mei dan Juni 2004.
INTERNET Herdiansyah,
Hadi.
Hubungan
Antara
Klien
dengan
Pengacara.
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl1834/perjanjian-jasapengacara-terhadap-klien. Diunduh 7 Oktober 2012. Heryanto.
Notaris
Antara
Profesi
dan
Jabatan.
http://arsip.pontianakpost.com/berita/index.asp?berita=opini&id=102865, diakses pada tanggal 20 Oktober 2012.
Universitas Indonesia
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA
1. Apakah seorang notaris telah mengetahui mengenai adanya Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK)? Apakah Notaris telah menerapkan pasal-pasal tersebut dalam prakteknya? 2. Apakah notaris telah melaksanakan peranannya dalam pelaksaan UU PK? 3. Apakah peranan notaris dalam pembuatan akta Perjanjian KPR? 4. Dalam pembuatan perjanjian kredit, notaris sebagai rekanan bank, apakah notaris bekerja sepenuhnya untuk bank? 5. Siapakah yang membuat draft perjanjian kredit? Notaris atau pihak bank selaku pelaku usaha? 6. Apakah dibolehkan bank yang membuat draft perjanjian? 7. Apakah tahapan atau proses pengikatan perjanjian kredit? 8. Bagaimana menurut notaris terhadap perjanjian baku yang telah ditetapkan oleh bank? Apakah perjanjian itu sudah sesuai dengan UU PK? 9. Dalam perjanjian kredit, adakah klausula yang memberatkan konsumen? Menurut notaris, klausula apa yang seharusnya tidak boleh dimuat dalam perjanjian KPR apabila dihubungankan UU PK? 10. Apakah notaris memperhatikan hak-hak konsumen dalam pembuatan perjanjian kredit, dalam rangka memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen? 11. Mengenai turun naiknya suku bunga, apakah disini bank serta merta langsung menurunkan apabila terjadi penurunan suku bunga bank? Bagaimana pula apabila terjadi penaikan suku bunga? 12. Untuk permasalahan naik turun suku bunga bank, notaris ikut mengetahui tidak? 13. Mengenai kenaikan suku bunga bank, apakah konsumen diberitahukan terlebih dahulu? Bagaimana perhitungan bunga secara anuitas? 14. Dalam pelaksanaan perjanjian kredit? Seorang notaris di bayar oleh konsumenkah? 15. Apabila dibayar oleh konsumen, kenapa kok notaris tidak bisa sepenuhnya berpihak kepada konsumen? 16. Dalam prakteknya pernah tidak terjadi penundaan tanda tangan akta perjanjian kredit? Biasanya dikarenakan apa?
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
17. Apabila konsumen keberatan terhadap isi perjanjian, upaya apa yang bisa notaris lakukan untuk melindungi konsumen? 18. Dalam pelaksanaan pengikatan perjanjian, apakah dimungkinkan terjadinya perubahan draft, bila mana draft yang diberikan oleh pihak bank tidak sesuai dengan UU PK? 19. Apakah pada pembacaan dan penandatanganan akta dihadapan notaris, para pihak seperti debitur dan kreditur selalu ikut hadir? Terutama untuk Bank selaku kreditur, apakah pernah terjadi pihak bank tidak turut hadir pada saat pembacaan akta perjanjian? 20. Dalam pembacaan perjanjian, apakah notaris telah membacakan secara keseluruhan isi perjanjian dihadapan para pihak? Mengingat pembacaan akta haruslah dilakukan. 21. Mengingat perjanjian kredit dibuat secara notaris, bagaimana notaris dapat berperan dalam memberikan perlindungan yang seimbang kepada debitur sebagai konsumen? 22. Apakah notaris telah melaksanakan peranannya dalam hal pelaksanaan perjanjian kredit? Apakah telah sesuai dengan UUPK? 23. Sejauh ini, upaya terbaik apa yang diberikan notaris terhadap konsumen, dalam hal membantu melindungi kedudukan konsumen yang rendah, dibandingkan pihak bank? 24. Adakah keluhan dari konsumen atas pelanggaran notaris ke Dewan Pengawas Notaris?
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012