UNIVERSITAS INDONESIA
STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN BACKBONE JAKARTA - SINGAPURA MELALUI JALUR DARAT DAN LAUT DI INDONESIA DENGAN METODE TEKNO EKONOMI (Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas Nusa)
TESIS
FANDI KRISMANTO 080642437
FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO KEKHUSUSAN MANAJEMEN TELEKOMUNIKASI JAKARTA GENAP 2011
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
ii Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh
:
Nama
: Fandi Krismanto
NPM
: 0806424371
Program Studi
: Manajemen Telekomunikasi
Judul Seminat
: ”Studi kasus penyediaan layanan backbone
Jakarta – Singapura melalui jalur darat dan laut di Indonesia dengan Metode Tekno Ekonomi”.
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Teknik pada Program Studi Manajemen Telekomunikasi, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta Tanggal
: 8 Juli 2011
iii Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
KATA PENGANTAR
Assalamu`alaikum Wr. Wb Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmah, Hidayah dan Inayah-Nya, penulis diberikan kekuatan, kesabaran, dan kemudahan untuk menyusun dan menyelesaikan laporan tesis ini. Sholawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Penelitian ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mengikuti tesis Jurusan Manajemen Telekomunikasi Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Muhamad Asvial, M.Eng selaku Pembimbing seminar/tesis yang begitu besar peranannya dalam memberikan bimbingan serta pengarahan dalam penulisan tesis ini. 2. Rekan-rekan di PT. NAP INFO LINTAS NUSA dan PT. MORA TELEMATIKA INDONESIA yang telah membantu pengumpulan Data yang dibutuhkan, serta memberi masukan, saran dan pengarahannya. 3. Orang tua dan kakak, yang memberikan dorongan baik moril maupun materil, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sampai selesai. 4. Seluruh rekan-rekan di Manajemen Telekomunikasi Universitas Indonesia. 5. Serta semua pihak yang telah membantu penyusunan tesis ini.
Akhir kata semoga Tuhan YME berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini.
iv Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Departemen Fakultas Jenis Karya
: Fandi Krismanto : 0806424371 : Manajemen Telekomunikasi : Teknik Elektro : Teknik : Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclisive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saua yang berjudul: ” Studi kasus penyediaan layanan backbone Jakarta – Singapura melalui jalur darat dan laut di Indonesia dengan Metode Tekno Ekonomi”. Beserta perangkatan yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/ formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis, pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Jakarta Pada Tanggal : 8 Juli 2011
v Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
ABSTRAK
Nama
: Fandi Krismanto
Program Studi
: Teknik Elektro
Judul
: Studi kasus penyediaan layanan backbone Jakarta – Singapura melalui jalur darat dan laut di Indonesia dengan Metode Tekno Ekonomi
Pelanggan internet di Indonesia akan bertambah dari hari ke hari. Lonjakan jumlah pelanggan ini tentu menggembirakan pelaku industri penyedia internet. Namun penambahan jumlah pelanggan juga membawa konsekuensi serius bagi operator, yaitu kapasitas jaringan untuk menjamin konektifitas pelanggannya. Dengan menggunakan data periode tertentu dan metode tekno ekonomi untuk melakukan penelitian kapasitas trafik dan harga. Perhitungan dan analisis dilakukan untuk mendapatkan komponen nilai kapasitas total backbone terpakai dan pengaruh investasi dari penyelenggaraan backbone terutama link Jakarta Singapura. Setelah diperoleh total kapasitas bandwith dari beberapa penyedia akses dan teknologi yang diterapkan maka dapat
diketahui nilai ekonomis dari
penyelenggaraan infrastruktur backbone internasional ini melalui analisa nilai NPV, IRR dan BEP. Dari pengaruh investasi tersebut maka didapat faktor harga penyewaan backbone Jakarta - Singapura apakah semakin meningkat atau menurun.
Kata Kunci : Kapasitas, Tekno-Ekonomi, NPV, IRR, BEP
vi Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
ABSTRACT
Name
: Fandi Krismanto
Study Program
: Electrical Engineering
Title
: Case studies services backbone Jakarta-Singapore using
link land and link sea in Indonesia using Methode of
Techno - Economics
Internet subscribers in Indonesia will grow from day to day. Surge in the number of customers is certainly encouraging industry players internet provider. But the increase in the number of customers also have serious consequences for the operator, namely the capacity of the network to ensure connectivity customers. By using the data specified period of economic and techno methods to conduct research traffic capacity and price. Calculation and analysis is performed to obtain the value of the total capacity of backbone components used and the effect of the implementation of investment primarily backbone link Jakarta – Singapura. Having obtained the total bandwidth capacity of multiple access providers and technologies are applied, it can be known to the economic value of organizing this international backbone infrastructure through analysis NPV, IRR and BEP. The effect this investments is derived factor rental prices backbone Singapore Singapore is increasing or decreasing.
keywords: Traffic, Techno-economics, NPV, IRR and BEP
vii Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………….. i PERNYATAAN ORISINALITAS ……………………………………………... ii KATA PENGANTAR …………………………………………..…….……….. iii HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………………... iv HALAMAN PERSETUJUAN KARYA ILMIAH PUBLIKASI ……………….. v ABSTRAK ………………………………………………………………...….. vi ABSTRACT ……………………………………………………..…………….. vii DAFTAR ISI ……………………………………………………...………… viii DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………… xi DAFTAR TABEL …………………………………………………………….. xiii DAFTAR SINGKATAN ……………………………………………………... xiv BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang ……………………………………………..…….………… 1.2.Identifikasi Permasalahan ……………………………….………..………. 1.3.Pembatasan Masalah ……….………………………………………..……. 1.4.Tujuan Penelitian ………….………………………………………..…… 1.5.Metode Penulisan ………...…………………………………….………..…
BAB II
1 3 3 4 4
LANDASAN TEORI
2.1. Penetrasi Internet di Indonesia …………………………………………..… 5 2.2. Layanan Broadband di Indonesia ………………………………………..… 6 2.3. Proyek pembangunan broadband Perusahaan PT. Nap Info Lintas Nusa dan PT. Mora Telematika Indonesia ………………………… 7 2.4. Teknologi SDH (Syncrhonous Digital Hierarchy) …………………..….. 8 2.5. Teknologi DWDM 2.5.1 Teknologi Dense Wavelength Division Multiplexing ………. 9 2.5.2 Konsep Dasar DWDM …………………………………… 13 2.5.3 Spasi Kanal ………………………………………………. 14 2.5.4 Elemem Jaringan DWDM…………………………………. 15 2.6 Teknologi Jaringan …..……………………………………………... 16 2.6.1 Network Topologi …………………..……………………... 16 2.6.2 Model OSI dan TCP IP ………………………………..…….. 19 2.6.3 Routing Protocols ……………………………………………. 22 viii Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
2.6.4 Konsep Switching ……………..………………………………………….. 24 2.7 Servis Layanan
…………………………………………………………
25
2.8 Internet Global Routing …………………………………………………..
27
BAB III ANALISA TEKNO EKONOMI …………………………………
28
3.1
Tahap Pengumpulan Data ………………….…………………………… 29
3.2 Tahap Analisa ………………………………………….……………..
30
3.3 Aspek Teknologi ……………………………………………………….
30
3.3.1 Infrastruktur Penyelenggaran Backbone Internasional ……..…
30
3.3.2 Topologi yang diterapkan di Moratelindo dan Nap Info ………
31
3.3.2.1 Topologi backbone layer 1 ……………………………………
32
3.3.2.2 Topologi backbone layer 2 ……………………………………... 33 3.3.2.3 Topologi backbone Layer 3 .………………………..………….. 34 3.3.3 Perangkat yang digunakan dan desain kapasitas …………………… 34 3.3.4 Target Market Pendistribusian Layanan …………………………… 36 3.3.5 OSP Provider ……………………………………………………….. 38 3.4 Aspek Ekonomis …………………………………………….………….. 41 3.4.1 Arus kas (Cash Flow) ………………………………...…………… 43 3.4.2 CAPEX dan OPEX …………………………………………......... 3.4.3 Discount Rate
43
…………………………………………………. 44
3.4.4 EBIT dan EBITDA …………….…………………………………. 45 3.4.5 COGS
………………………………………………………….. 46
3.4.6 BEP
………………………………………………………….. 46
3.4.7 Depresiasi …………………………...……………………………… 47
ix Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Traffik Data Internet Existing …………………………………………….. 48 4.2 Alokasi Anggaran …………………………………………………………. 50 4.2.1 CAPEX dan OPEX ……………………………………… 50 4.3 Sumber Pendapatan ……………...………………………………………..
51
4.4 Analisa Revenue ……………………..…………………………………… 53 4.5 Analisa Investasi ………………………………………………………….
54
4.5.1 Metode Internal Rate of Return ………………………..
56
4.5.2 Metode NPV …………………………………………… 56
BAB V KESIMPULAN ……………………………………………………… 59 DAFTAR REFERENSI ………………………………………….…….........
60
x Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Penetrasi Internet Global ……….………………………………. 1 Gambar 2.1 Servis layanan telekomunikasi ………………………………… 6 Gambar 2.2 Konvergensi Layanan Broadband ………………………………. 7 Gambar 2.3 Struktur Multiplexing SDH Multiplexing ……………………… 9 Gambar 2.4 Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM)......……… 9 Gambar 2.5 Perbandingan Sistem DWDM Terbuka Dan Tertutup ………… 10 Gambar 2.6 Konsep DWDM ………………………………………………… 13 Gambar 2.7 Topologi Jaringan ………………………………………………... 18 Gambar 2.8 Model OSI dan TCP/IP ………………...………………………… 19 Gambar 2.9 Routing Protocols dinamik IGP dan EGP ……………..………….. 23 Gambar 2.10 Konsep Switching ………………………………….....…………. 24 Gambar 2.11 Servis Layer 1 over SDH …………………………………...…. 25 Gambar 2.12 Servis Layer 2 …………………………………...……………. 25 Gambar 2.13 Servis Layer 3 ………………………………………………….. 26 Gambar 2.14 Looking Glass Nap Info Lintas Nusa di Global Internet …… 27 Gambar 2.15 Looking Glass Moratelindo di Global Internet net ………… 27 Gambar 3.1 Metodologi Tekno Ekonomi Uni Eropa …………………………. 28 Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian Tekno Ekonomi…………………………. 29 Gambar 3.3. Infrastruktur Jakarta – Singapura……………………………. 31 Gambar 3.4 Penerapan layer 1 Nap Info Lintas Nusa …………………….…. 32 Gambar 3.5 Penerapan layer 1 Moratelindo ………………………………. 32 Gambar 3.6 Penerapan Metro Ethernet Layer 2 Nap Info Lintas Nusa ....……. 33 Gambar 3.7 Penerapan Metro Ethernet Layer 2 Moratelindo…………….…… 33 Gambar 3.8 Penerapan Routing Layer 3 Nap Info Lintas Nusa ...……………. 34 Gambar 3.9 Penerapan Routing Layer 3 Moratelindo …………………..… 34 Gambar 3.10 Desain Perangkat DWDM ………………………….…………. 35 Gambar 3.11 Perangkat Sub Marine Cable ………………………………….. 36 Gambar 3.12 Akses POP Matrix Cable System ……………………………… 37 Gambar 3.13 Netwok Akses POP Moratelindo ……………………………… 38 Gambar 4.1 Total Penggunaan Inbond Bandwith Upstream Internasional NAP INFO ……………………………………………………………….…….. 48 Gambar 4.2 Total Penggunaan Outbond Bandwith Upstream Internasional NAP INFO……………………………………………………………………... 48 Gambar 4.3 Total Penggunaan Kapasitas bandwith Inbound dan Outbond Upstream STIX Moratelindo …………………………………..… 49 Gambar 4.4 Total Penggunaan Kapasitas bandwith Inbound dan Outbond Upstream PCCW Moratelindo …………………….… 49 Gambar 4.5 Total Penggunaan Kapasitas bandwith Inbound dan Outbond Upstream TATA Moratelindo ……………………….…….….… 49 Gambar 4.6 Total Penggunaan Kapasitas bandwith Inbound dan Outbond Upstream STIX Moratelindo …………………………….…….… 50 Gambar 4.7 Pelanggan IPLC Matrix ………………………………….…….… 52 xi Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Gambar 4.8 Pelanggan IPLC Moratelindo ………………………….……….... 52 Gambar 4.9 Pelanggan IP Transit dan Internet Matrix …………….…………. 53 Gambar 4.10 Pelanggan IP Transit dan Internet Moratelindo ……………….... 53 Gambar 4.11 Grafik Analisis Break Even Point Matrix ……………………….. 58 Gambar 4.12 Grafik Analisis Break Even Point Moratelindo ………………..... 59
xii Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Konversi spasi lamda ke spasi frekuensi (λ=1550 nm) ………...….
15
Tabel 2.2 Model OSI ……………………………………….…………………
19
Table 3.1 OSP Matrix Cable System …………………………………………
39
Tabel 3.2 OSP Moratelindo …………………………………………………
39
Tabel 3.3 Discount Rate Bank Sentral………...………………………………. 44 Tabel 4.1 CAPEX Matrix ………………………………..............................
51
Tabel 4.2 CAPEX Moratelindo ……………………………………………….
51
Tabel 4.3 Faktor Investasi ………………………………………..……………. 52 Tabel 4.4 Revenue Matrik ……………………………………………………… 53 Tabel 4.5 Revenue Moratelindo ………………………………………………. 54 Tabel 4.6 Cash Flow Revenue Matrix Cable System ……………………..…… 55 Tabel 4.7 Cash Flow Revenue Moratelindo ………………………………….. 56
xiii Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
DAFTAR SINGKATAN
APJII
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia
ANSI
America National Standard Institute
ATM
Ansychronous Transfer Mode
BGP
Border Gateway Protocol
CWDM
Coarse Wavelength Division Multiplexing
DWDM
Dense Wavelength Division Multiplexing
DCF
Discount Cash Flow
DHCP
Dynamics Host Configuration Protocol
DNS
Domain Name System
EDFA
Erbium Doped Fiber Amplifier
EU
Europian Union
EGP
External Gateway Protocol
EVDO
Evolution Data Only
FCC
Federal Communications Commission
FTP
File Transfer Protocols
HSDPA
High-Speed Downlink Packet Access
HTTP
Hypertext Transfer Protocol
IETF
Internet Engineering Task Force
IGP
Internal Gateway Protocol
ISO
International Standarization Organization
ISP
Internet Service Provider
ILA
In Line Amplifier
IPLC
International Private Link Circuit
IP
Internet Protocol
ITU
International Telecomunication Union
ICMP
Internet Control Message Protocol xiv Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
IGMP
Internet Group Management Protocol
ISDN
Integrated Service Digital Network
IRR
Internal Rate of Return
ISOC
Internet Society
IAB
Internet Architecture Board
LAN
Local Area Network
LED
Light Emitting Diode
LLC
Logical Link Control
MCS
Matrix Cable System
MAC
Media Access Control
MAN
Metro Area Network
NAP
Network Access Provider
NFS
Network File System
NPV
Net Present Value
NIC
Network Interface Card
OADM
Optical Add / Drop Multiplexer
OSI
Open Systems Interconnection
OXC
Optical Cross Connect
OEO
Optical Electrooptic
OA
Optical Amplifier
OECD
Organization for Economic Co-orperation and Development
PBP
Pay Back Periode
PSTN
Public Switched Telephone Network
PDH
Plesiochronous Digital hierarchy
RDP
Remote Desktop Protocol
RFC
Request For Commence
R&D
Reasearch And Development
SDH
Synchronous Digital Hierarchy
SONET
Synchronous Optical Networking xv Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
STM
Synchronous Transport Module
SMTP
Simple Mail Transfer Protocol
SNMP
Simple Network Management Protocol
TCP
Transmission Control Protocol
UDP
User Diagram Protocol
VLAN
Virtual LAN
VNC
Virtual Network Computing
WDM
Wavelength Division Multiplexing
WAN
Wide Area Network
WINSOCK
Windows Socket
xvi Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Seiring berkembangnya teknologi telekomunikasi di dunia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya membuka peluang bagi penyelenggara telekomunikasi untuk berkembang. Di Indonesia perkembangan internet menjadikan bisnis baru yang cukup marak dalam hal perkembangan infrastruktur telekomunikasi, penggunaan perangkat dan teknologi telekomunikasi yang akan diterapkan. Hal tersebut menjadikan para penyelenggara telekomunikasi yaitu NAP, ISP dan Operator seluler berkompetensi untuk meningkatkan kualitas layanan internetnya disisi pelanggan dengan pemenuhan kapasitas jaringan backbone internasional. NAP, ISP dan Operator telekomunikasi di Indonesia memberikan dampak yang penting dalam hal distribusi kapasitas bandwith layanan internet di Indonesia pada sisi end-user. Di sisi end-user pemilihan Operator Telekomunikasi dan ISP untuk kenyamanan berinternet dengan akses yang cepat dan berkualitas dengan terpenuhi kapasitas bandwith mereka. Di sisi Operator Telekomunikasi dan ISP pemilihan NAP merupakan hal yang krusial dalam peningkatan kualitas layanan langsung terhadap jaringan mereka dan secara tidak langsung ke pelanggan dimana pemenuhan kapasitas backbone mereka terpenuhi.
Gambar 1.1 Penetrasi Internet Global [1]
1 Universitas Indonesia Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Pada gambar 1.1 menjelaskan penetrasi internet secara global. Saat ini diperkirakan pertumbuhan masyarakat Internet mencapai 1,97 miliar pemakai dengan tingkat penetrasi mencapai 28.7% (tumbuh sampai 448%). Secara khusus di Asia, China masih menempati di urutan pertama sebagai negara yang memiliki penetrasi 31,6% (dengan jumlah pemakai Internet mencapai 420 juta). Yang cukup membanggakan adalah Indonesia menempati urutan ke 5 dengan tingkat penetrasi 12.3% (dengan jumlah pemakai Internet mencapai 30 juta) [1]. Berdasarkan data tersebut maka di Indonesia kebutuhan akan layanan internet dimana dibutuhkan akses yang cepat, berkualitas dan harga yang terjangkau menjadi sangat penting. Penggunaan jaringan serat optik untuk pemenuhan kapasitas backbone
merupakan salah satu solusi untuk telekomunikasi di
Indonesia. Nap Info Lintas Nusa dan Moratelindo dalam beberapa tahun terakhir ini cukup berperan aktif dalam penyediaan jalur backbone
internasional.
Implementasi jaringan internasional yang dimaksud backbone adalah topologi point to point (PTP) yaitu pada layer 1, 2 dan 3. Untuk servis layanan layer 1 yaitu
IPLC (E1, VC3, DS3 dan NxSTM) dan EPL (Fast Ethernet, Gigabit
Ethernet) melalui teknologi SDH. Pada layer 2 yaitu layanan EVPL (VLAN) dengan backbone menggunakan teknologi switching. Terakhir adalah layer 3 adalah servis layanan internet lebih dikenal dengan IP Transit, yaitu melalui routing. Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh dalam penyelenggaran backbone dalam faktor tekno - ekonomi yaitu faktor teknologi dan ekonomi. Faktor teknologi lebih mengarah terhadap arsitektur jaringan yaitu penerapan topologi jaringan, teknologi perangkat, rute jalur backbone darat atau laut terhadap servis layanan yang akan dijual. Seperti kita ketahui pembangunan infrastruktur backbone
internasional sangat mahal, yaitu besarnya nilai capex dan opex.
Faktor ekonomi yang dibahas pada tahapan ini adalah aspek ekonomis NPV, IRR, BEP, Discount Rate dan cash flow.
2 Universitas Indonesia Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Berdasarkan faktor – faktor tersebut dan mengambil data pada dua operator ini maka dapat dianalisis dengan metode Tekno-Ekonomi penyelenggaraan backbone terhadap permintaan kapasitas dan harga penyewaan backbone internasional di Indonesia.
1.2 Identifikasi Permasalahan Dalam penelitian ini penulis menemukan beberapa permasalahan untuk koneksi jaringan backbone internasional di Indonesia. 1. Keterbatasan kapasitas jalur backbone
internasional dan penyediaan
perangkat sesuai dengan permintaan akan kapasitas sehingga perlunya diadakan pembangunan backbone internasional. 2. Persaingan harga terhadap kapasitas bandwith backbone internasional yang dibutuhkan.
1.3 Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini, penulis memberikan batasan masalah agar pembahasan tidak terlalu meluas, dan diharapkan bisa fokus terhadap pokok permasalahan. Berikut adalah batasan-batasan yang diberikan oleh penulis: a. Penelitian ini hanya pada segmen jalur Jakarta – Singapura yang merupakan traffik paling banyak untuk penggunaan bandwith di Indonesia. b. Metode tekno ekonomi yang digunakan berdasarkan metodologi yang dikembangkan Uni Eropa. c. Penelitian dilakukan dengan mengambil studi kasus di Moratelindo dan Nap Info Lintas Nusa, sehingga penulisan didasarkan pada data perusahaan terkait.
3 Universitas Indonesia Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
1.4 Tujuan Penelitian a. Menganalisa pengaruh teknologi DWDM terhadap pemenuhan kapasitas jaringan backbone Jakarta – Singapura pada provider Moratelindo dan Nap Info Lintas Nusa. b. Menganalisa menggunakan metode tekno ekonomi (NPV, IRR, BEP dan Payback Period) pembangunan jalur Jakarta – Singapura melalui darat dan laut yang diterapkan pada Moratelindo dan Nap Info Lintas Nusa.
1.5. Metode Penulisan 1. Studi literatur yaitu meliputi pengambilan referensi dari beberapa sumber. 2. Pengumpulan data yaitu bersumber dari beberapa sampel provider yang bergerak dalam jasa internet dimana terkoneksi pada jaringan 2 operator NAP ini. 3. Analisa menggunakan metode Tekno - Ekonomi yaitu menganalisa implementasi teknologi terhadap investasi yang dikeluarkan. 4. Kesimpulan yaitu menganalisis hasil perhitungan investasi yang dikeluarkan yaitu nilai NPV, IRR dan BEP.
4 Universitas Indonesia Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
BAB II LAYANAN INTERNET DI INDONESIA, TEKNOLOGI JARINGAN OPTIK (SDH, DWDM) DAN NETWORK TOPOLOGI
2.1 Penetrasi Internet di Indonesia Di Indonesia penyedia jasa internet disebut dengan ISP (Internet Servis Provider). Berdasarkan data APJII 2011 ada sekitar 234 ISP yang telah terdaftar semenjak tahun 1996, akan tetapi kurang dari 200 ISP yang masih aktif saat ini. ISP ini menawarkan layanan ke pelanggan secara langsung maupun tidak langsung ke pelanggan. Secara langsung ISP mendapat ijin untuk mendistribusikan internet ke perusahaan atau personal sedangkan secara tidak langsung bekerja sama dengan beberapa operator telekomunikasi dimana memiliki cakupan yang luas termasuk servis mobile internet. NAP (Network Access Provider) di Indonesia bertugas sebagai penyedia infrastruktur terhadap jaringan akses provider di Indonesia seperti ISP dan Operator telekomunikasi. Pengaruh NAP cukup signifikan terhadap kualitas dan harga internet di Indonesia. Semakin banyaknya infrastruktur yang dibuat menjadikan kapasitas yang besar membuat harga semakin lebih kompetitif. Operator telekomunikasi terutama seluler dan fixed line sudah berjalan dahulu untuk pelayanan jasa telekomunikasi di Indonesia dan sangat familiar terhadap konsumen di Indonesia akan kebutuhan telekomunikasi. Seiring dengan perkembangan teknologi telekomunikasi dan semakin variatif kebutuhan konsumen di Indonesia maka operator berlomba – berlomba untuk memperbarui jenis layanannya lihat gambar 2.1. Kebutuhan masyarakat Indonesia dalam industri telekomunikasi sudah berubah dimana komunikasi suara bukan layanan yang utama. Salah satu layanan yang cukup fenomenal pada akhir tahun 2008 adalah layanan Blackberry Internet Service (BIS). Didalam layanan BIS konsumen mendapat paket layanan bukan hanya suara saja, adapun jenis layanannya adalah email dan internet. 5 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Gambar 2.1 Servis layanan telekomunikasi [2]
2.2 Layanan Broadband di Indonesia Broadband adalah internet berkecepatan tinggi dan
biasanya memiliki kecepatan
mengirimkan data berbeda dengan dial up lewat modem. ITU-T merekomendasikan I.113 yaitu broadband sebagai kapasitas transmisi yang lebih cepat dari ISDN pada 1,5-2 Mbit/s [25]. FCC mendefinisikan broadband adalah 2000 kbit/s (0,2 Mbit/s) dalam satu arah dan advanced broadband setidaknya 200 Kbit/s dalam dua arah [25]. The Organization
for Economic Co-operation and
Development (OECD)
mendefinisikan sebagai 256 kbit /s setidaknya dalam satu arah dan kecepatan bit ini adalah dasar yang paling umum yang dipasarkan sebagai broadband diseluruh dunia [25].
6 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Gambar 2.2 Konvergensi layanan broadband [3]
Di Indonesia kebutuhan akan layanan broadband mengalami konvergensi, lihat gambar 2.2. Salah satu teknologi broadband yang berkembang di Indonesia adalah mobile broadband seperti (3G, HSDPA, dan EVDO) dan fixed broadband adalah fiber optik dan kabel coaxial. Dari beberapa teknologi broadband tersebut untuk memenuhi kebutuhan kapasitas backbone internasional adalah fiber optik. Keuntungan penggunaan fiber optik adalah : -
Fiber optik akan meningkatkan kualitas, reabilitas, dan penghematan dalam operasional
-
Harga bersaing dibanding dengan kabel coaxial
-
Fiber optik menawarkan 2-way serviss dimana akan meningkatkan pendapatan bagi perusahaan
-
Jaringan fiber optik dapat di ekspansi dengan kapasitas lebih besar untuk menyediakan kekurangan layanan.
2.3 Proyek pembangunan broadband Perusahaan PT. Nap Info Lintas Nusa dan PT. Mora Telematika Indonesia PT. Mora Telematika Indonesia (Moratelindo) dan PT. Nap Info Lintas Nusa merupakan penyedia jalur backbone backbone
domestik dan international. Pembangunan
yang cukup sensasional adalah pembangunan jalur internasional yaitu 7 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
jalur dari Jakarta ke Singapura. Nap Info memiliki rute cable system terpanjang dari Jakarta ke Singapura dengan produknya yang bernama Matrix Cable System (MCS) dengan panjang 1055 km dengan kapasitas 100 Gbps dan dapat mencapai kapasitas maksimum 2,5 Terrabytes [18]. Sementara Moratelindo memiliki panjang sekitar 370 km untuk kabel laut dari Singapura ke Dumai dan sisanya melalui jalur darat ke Jakarta dengan kapasitas lebih dari (9 x 10 Gbps) [17]. Sebagai operator penyedia infrastruktur telekomunikasi Nap Info Lintas Nusa dan Moratelindo menawarkan produk utama layanan internasional yaitu IPLC (Internasional Private Link Circuit), EPL (Ethernet Private Line), EVPL (Ethernet Virtual Private Line) dan layanan internet internasional (IP Transit).
2.4 Teknologi SDH (Syncrhonous Digital Hierarchy) SDH merupakan suatu struktur transport digital yang beroperasi dengan pengaturan yang tepat terhadap payload dan mengirimnya melalui jaringan transmisi sinkron. Sebelum SDH, hirarki digital yang paling umum digunakan adalah plesiochronous digital hierarchy (PDH), di dunia ada tiga macam versi PDH yaitu versi Amerika, Eropa dan Jepang, ketiga versi tersebut tidak kompatibel satu dengan yang lainnya, sehingga untuk mengatasi hal tersebut maka munculah teknologi sinkron yang baru yaitu SDH. Selain itu keterbatasan PDH untuk menyediakan kanal yang besar turut pula melatar belakangi munculnya Teknologi SDH yang mampu mengirimkan sinyal informasi dengan kecepatan dan fleksibilitas yang cukup tinggi. Selain itu SDH memiliki struktur yang lebih sederhana dari pada PDH. Dalam SDH, tributary Amerika Utara dan Eropa hanya melalui satu tahapan pemultipleksan, sedangkan dalam PDH pemultipleksan asinkron digunakan saat suatu tributary di multipleks ke dalam suatu tributary yang laju bitnya lebih tinggi. Struktur Multiplexing SDH merupakan gabungan beberapa proses dan elemen yang harus dilalui oleh sinyal sampai ditransmisikan.Struktur multiplexing pada SDH
8 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
merupakan suatu urutan proses multiplexing dimulai dari tahap tributary sampai membentuk satu frame STM-N seperti ditunjukan pada gambar 2.3.
Gambar 2.3 Struktur Multiplexing SDH Multiplexing [9]
2.5.1 Teknologi DWDM (Dense Wavelength Division Multiplexing) Pada awal tahun 1980 diperkenalkan teknologi WDM (Wavelength Division Multiplexing), yang mampu memanfaatkan cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-beda (tiap panjang gelombang mengandung sinyal informasi yang berbeda) yang kemudian dimultipleks menjadi satu sinyal agar dapat dikirimkan dalam satu utas serat optis secara simultan. WDM pada saat itu hanya mempunyai 2 kanal yang terletak pada panjang gelombang 1310 dan 1550 nm [13].
Gambar 2.4 Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) [13]
9 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Teknologi DWDM merupakan perbaikan teknologi WDM yang telah dikembangkan sebelumnya, yaitu memperkecil spasi antar kanal, sehingga terjadi peningkatan jumlah kanal yang mampu dimultipleks. Inti perbaikan terdapat pada infrastruktur yang digunakan, seperti jenis laser, tapis, dan penguat. Perbaikan teknologi ini dipicu dengan adanya perkembangan teknologi fotonik, seperti penemuan EDFA (Erbium Doped Fiber Amplifier) sebagai penguat optis, dan laser dengan presisi yang lebih tinggi yang disebut teknologi DWDM (Dense Wavelength Division Multiplexing). Penemuan EDFA memungkinkan DWDM beroperasi pada daerah 1550 nm yang memiliki atenuasi rendah, sementara sebagian besar sistem WDM konvensional masih beroperasi pada daerah 1310 nm dengan tingkat atenuasi lebih tinggi. Terdapat beberapa kelebihan dari DWDM secara umum, yaitu: -
Kapasitas sistem maksimum
-
Jarak maksimum tercapai dengan penggunaan EDFA
-
Telah tersedianya fungsi OAM
Berkaitan dengan ketransparanan sistem DWDM dikenal ada dua sistem antarmuka, yaitu system terbuka dan sistem tertutup, ditunjukkan oleh Gambar 2.4.
Gambar 2.5 Perbandingan Sistem DWDM Terbuka Dan Tertutup [13]
10 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Elemen jaringan DWDM sistem terbuka memungkinkan SONET/SDH, switch IP dan ATM disambungkan secara langsung pada jaringan DWDM. Sedangkan pada sistem tertutup, switch IP dan atau ATM tidak dapat secara langsung dihubungkan ke jaringan DWDM, namun memerlukan perantara SONET/SDH yang berasal dari vendor perangkat DWDM yang digunakan. Perbandingan teknologi serat optik konvensional dan teknologi DWDM adalah sebagai berikut : 1. Kapasitas serat optik yang dipakai lebih optimal. DWDM dapat mengakomodir banyak cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda dalam sehelai serat optik,
sedangkan
teknologi
serat
optik
konvensional
hanya
dapat
mentransmisikan satu panjang gelombang dalam sehelai serat optik. 2. Instalasi jaringan lebih sederhana. Penambahan kapasitas jaringan pada teknologi serat optik konvensional dilakukan dengan memasang kabel serat optik baru, sedangkan pada DWDM cukup dilakukan dengan penambahan beberapa panjang gelombang baru tanpa harus melakukan perubahan fisik jaringan. 3. Penggunaan penguat lebih efisien. DWDM menggunakan penguat optik yang dapat menguatkan beberapa panjang gelombang sekaligus dengan interval penguatan yang lebih jauh, sehingga penguat optik yang digunakan pada DWDM lebih sedikit dibandingkan dengan teknologi serat optik konvensional. Penguat optik yang digunakan dalam teknologi DWDM adalah EDFA. EDFA (Erbium Doped Fiber Amplifier) merupakan serat optik dari bahan silica (SiO2) dengan intinya (core) telah dikotori dengan bahan Erbium (Er3+), termasuk ke dalam golongan Rare-Earth Doped Fiber Amplifier. Berikut ini beberapa keunggulan yang dimiliki oleh EDFA, sehingga dapat mendukung teknologi DWDM: -
Faktor peroleh EDFA sangat tinggi. EDFA pada tahap eksperimen memiliki gain sebesar 40 dB. Sedangkan perangkat EDFA komersil mempunyai gain 20-30 dB dengan memompa energi sebesar 10 mW. 11 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
-
Bandwith lebar Ion Erbium melepaskan foton dengan interval panjang gelombang 1530-1560 nm atau sama dengan bandwith sebesar 3 THz. Pada interval tersebut redaman yang terjadi pada serat optik hanya berkisar 0.2 dB/km, sehingga EDFA dapat memperkuat puluhan sinyal dengan panjang gelombang yang berbeda secara bersamaan.
-
Noise figure EDFA sangat kecil. Noise figure merupakan perbandingan antara S/Nin dengan S/Nout, sehingga untuk tansmisi jarak jauh akan menghasilkan akumulasi derau optik, namun dengan adanya tapis optik pada perangkat EDFA maka noise figure yang muncul sangat kecil.
-
Daya output yang besar. Daya output pada EDFA meningkat seiring dengan meningkatnya daya diode laser (optikal pump).
-
Kemudahan instalasi. EDFA mudah diinstalasi karena EDFA juga berbentuk serat.
4. Biaya pemasangan, pemeliharaan dan pengembangan lebih efisien. Hal ini akibat arsitektur jaringan DWDM lebih sederhana dibandingkan arsitektur jaringan serat optik konvensional. Terdapat pula beberapa kekurangan DWDM, seperti: -
Teknologi yang kompleks dan membutuhkan daya lebih besar
-
Diperlukan Laser dengan akurasi tinggi
-
Diperlukan filter panjang gelombang yang baik
-
Penggunaan EDFA sebagai amplifier cukup mahal
-
Biaya peluncuran yang lebih besar daripada CWDM
12 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
2.5.2 Konsep Dasar DWDM
Gambar 2.6 Konsep DWDM [13]
Secara umum, sistem DWDM melakukan fungsi-fungsi sebagai berikut: 1. Sinyal dihasilkan melalui sumber cahaya (laser atau LED). 2. Sinyal digabungkan dengan menggunakan multiplexer. 3. Sinyal ditransmisikan. 4. Amplifying dan regenerating. Sinyal yang melewati fiber optik perlu melalui proses penguatan. Amplifier berfungsi untuk menguatkan sinyal yang diterima untuk diteruskan kembali. Sedangkan, regenerator berfungsi untuk menguatkan dan memperbaiki kualitas sinyal. Masukan sistem DWDM berupa trafik yang memiliki format data dan laju bit yang berbeda dihubungkan dengan laser DWDM. Laser tersebut akan mengubah masingmasing sinyal informasi dan memancarkan dalam panjang gelombang yang berbedabeda λ 1, λ 2, λ 3,…. λN. Kemudian masing-masing panjang gelombang tersebut dimasukkan kedalam MUX (multiplexer), dan keluaran disuntikkan kedalam sehelai serat optik. Selanjutnya keluaran MUX ini akan ditransmisikan sepanjang jaringan serat. Untuk mengantisipasi pelemahan sinyal, maka diperlukan penguatan sinyal sepanjang jalur transmisi. Sebelum ditransmisikan sinyal ini diperkuat terlebih dahulu dengan menggunakan penguat akhir (post amplifier) untuk mencapai tingkat daya sinyal yang cukup. ILA (in line amplifier) digunakan untuk menguatkan sinyal 13 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
sepanjang saluran transmisi. Sedangkan penguat awal (pre-amplifier) digunakan untuk menguatkan sinyal sebelum dideteksi. DEMUX (demultiplexer) digunakan pada ujung penerima untuk memisahkan antar panjang gelombang yang selanjutnya akan dideteksi menggunakan photo detector. Multiplexing serentak kanal masukan dan demultiplexing kanal keluaran dapat dilakukan oleh komponen yang sama, yaitu multiplexer / demultiplexer.
2.5.3 Spasi Kanal Spasi kanal merupakan jarak minimum antar panjang gelombang agar tidak terjadi interferensi. Standarisasi spasi perlu dilakukan agar sistem DWDM dari berbagai vendor yang berbeda dapat saling berkomunikasi. Jika panjang gelombang operasi berbanding terbalik dengan frekuensi, hubungan bedanya dikenal dalam panjang gelombang masing-masing sinyal. Faktor yang mengendalikan besar spasi kanal adalah bandwith pada penguat optik dan kemampuan penerima mengidentifikasi dua set panjang gelombang yang lebih rendah dalam spasi kanal. Kedua faktor itulah yang membatasi jumlah panjang gelombang yang melewati penguat. Saat ini terdapat dua pilihan untuk melakukan standarisasi kanal, yaitu menggunakan spasi lamda atau spasi frekuensi. Hubungan antara spasi lamda dan spasi frekuensi adalah:
(2.1)
∆f = ƛమ ∆ƛ
∆f
: spasi frekuensi (GHz)
∆λ
: spasi lamda (nm)
λ
: panjang gelombang daerah operasi (nm)
c
: 3 x 108 m/s.
Konversi spasi lamda ke spasi frekuensi dan sebaliknya akan menghasilkan nilai yang kurang presisi, sehingga sistem DWDM dengan satuan yang berbeda akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. ITU-T kemudian menggunakan spasi frekuensi sebagai standar penentuan spasi kanal. 14 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Tabel 2.1 Konversi spasi lamda ke spasi frekuensi (λ=1550 nm) [13]
2.5.4 Elemem Jaringan DWDM Dalam aplikasi DWDM terdapat beberapa elemen yang memiliki spesifikasi khusus disesuaikan dengan kebutuhan sistem. Elemen tersebut adalah: 1. Wavelength Multiplexer/Demultiplexer. Wavelength Multiplexer berfungsi untuk memultiplikasi kanal-kanal panjang gelombang optik yang akan ditransmisikan dalam serat optik. Sedangkan wavelength demultiplexer berfungsi untuk mendemultiplikasi kembali kanal panjang gelombang yang ditransmisikan menjadi kanalkanal panjang gelombang menjadi seperti semula. 2. OADM (Optikal Add/Drop Multiplexer). Diantara titik multiplexing dan demultiplexing dalam sistem DWDM merupakan daerah dimana berbagai macam panjang gelombang berada, pada beberapa titik sepanjang span ini sering diinginkan untuk dihilangkan atau ditambah dengan satu atau lebih panjang gelombang. OADM inilah yang digunakan untuk melewatkan sinyal dan melakukan fungsi add and drop yang bekerja pada level optik. 3. OXC (Optikal Cross Connect). Perangkan OXC ini melakukan proses switching tanpa terlebih dahulu melakukan proses konversi OEO (Optik electrooptik) dan 15 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
berfungsi untuk merutekan kanal panjang gelombang. OXC ini berukuran NxN dan biasa digunakan dalam konfigurasi jaringan ring yang memiliki banyak node terminal. 4. OA (Optikal Amplifier). Merupakan penguat optik yang bekerja dilevel optik, yang dapat berfungsi sebagai pre-amplifier, in line-amplifier dan post-amplifier.
2.6 Teknologi Jaringan Beberapa hal dasar untuk memenuhi kualitas jaringan adalah sebagai berikut : 1. Jaringan harus memenuhi kebutuhan user. 2. Jaringan berkembang secara sebagian dan tidak keseluruhan. 3. Jaringan dibangun dengan memperhatikan teknologi masa depan. 4. Jaringan menyediakan tools untuk manajemen.
2.6.1 Network Topologi Topologi jaringan merupakan bentuk koneksi fisik untuk menghubungkan setiap node pada sebuah jaringan. Pada sistem LAN terdapat tiga topologi utama yang paling sering digunakan: bus, star dan ring. Topologi jaringan ini kemudian berkembang menjadi topologi tree dan mesh yang merupakan kombinasi dari star, mesh, dan bus. Dengan populernya teknologi nirkabel dewasa ini maka lahir pula satu topologi baru yaitu topologi wireless. Berikut topologi-topologi yang dimaksud: 1. Topologi bus ini sering juga disebut sebagai topologi backbone , dimana ada sebuah link yang dibentang kemudian beberapa node dihubungkan pada kabel tersebut.
16 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Kelebihan topologi Bus adalah: -
Instalasi relatif lebih murah
-
Kerusakan satu end user tidak akan mempengaruhi komunikasi antar end user lainnya
-
Biaya relatif lebih murah
Kelemahan topologi Bus adalah: -
Jika kabel utama (bus) atau backbone putus maka komunikasi gagal
-
Bila kabel utama sangat panjang maka pencarian gangguan menjadi sulit
-
Kemungkinan akan terjadi tabrakan data (data collision) apabila banyak client yang mengirim pesan dan ini akan menurunkan kecepatan komunikasi.
2. Topologi ring biasa juga disebut sebagai topologi cincin karena bentuknya seperti cincing yang melingkar. Semua komputer dalam jaringan akan di hubungkan pada sebuah cincin. Cincin ini hampir sama fungsinya dengan concenrator pada topologi star yang menjadi pusat berkumpulnya ujung kabel dari setiap komputer yang terhubung. 3. Topologi star/ extended star karena bentuknya seperti bintang, sebuah alat yang disebut concentrator bisa berupa hub atau switch menjadi pusat, dimana semua komputer dalam jaringan dihubungkan ke concentrator ini. Kelebihan topologi bintang : -
Karena setiap komponen dihubungkan langsung ke simpul pusat maka pengelolaan menjadi mudah, kegagalan komunikasi mudah ditelusuri.
-
Kegagalan pada satu komponen/terminal tidak mempengaruhi komunikasi terminal lain.
17 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Kelemahan topologi bintang: -
Kegagalan pusat kontrol (simpul pusat) memutuskan semua komunikasi
-
Bila yang digunakan sebagai pusat kontrol adalah HUB maka kecepatan akan berkurang sesuai dengan penambahan komputer, semakin banyak semakin lambat.
4. Topologi tree adalah pengembangan atau generalisasi topologi bus. Media transmisi merupakan satu kabel yang bercabang namun loop tidak tertutup. Ada dua kesulitan pada topologi ini: -
Karena bercabang maka diperlukan cara untuk menunjukkan kemana data dikirim, atau kepada siapa transmisi data ditujukan.
-
Perlu suatu mekanisme untuk mengatur transmisi dari terminal terminal dalam jaringan.
5. Topologi Mesh adalah topologi yang tidak memiliki aturan dalam koneksi. Topologi ini biasanya timbul akibat tidak adanya perencanaan awal ketika membangun suatu jaringan. Karena tidak teratur maka kegagalan komunikasi menjadi sulit dideteksi, dan ada kemungkinan boros dalam pemakaian media transmisi.
Gambar 2.7 Topologi Jaringan [5]
18 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
2.6.2 Model OSI dan TCP/IP Model referensi jaringan terbuka OSI atau OSI Reference Model for open networking adalah sebuah model arsitektural jaringan yang dikembangkan oleh badan International Organization for Standarization (ISO) di Eropa pada tahun 1977. OSI sendiri merupakan singkatan dari Open System Interconnection. Model ini disebut juga dengan model "Model tujuh lapis OSI" (OSI seven layer model).
Gambar 2.8 Model OSI dan TCP/IP [6] Tabel 2.2 Model OSI [21]
Lapisan ke-
Nama lapisan
Keterangan
Berfungsi sebagai antarmuka dengan aplikasi dengan fungsionalitas 7
Application
jaringan, mengatur bagaimana aplikasi dapat mengakses jaringan, dan
layer
kemudian membuat pesan-pesan kesalahan. Protocol yang berada dalam lapisan ini adalah HTTP, FTP, SMTP, dan NFS.
Berfungsi untuk mentranslasikan data yang hendak ditransmisikan oleh aplikasi ke dalam format yang dapat ditransmisikan melalui jaringan. 6
Presentation
Protocol yang berada dalam level ini adalah perangkat lunak redirektor
layer
(redirector software), seperti layanan Workstation (dalam Windows NT) dan juga Network shell (semacam Virtual Network Computing (VNC) atau Remote Desktop Protocol (RDP)).
Berfungsi untuk mendefinisikan bagaimana koneksi dapat dibuat, 5
Session layer
dipelihara, atau dihancurkan. Selain itu, di level ini juga dilakukan resolusi nama.
19 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Berfungsi untuk memecah data ke dalam paket-paket data serta memberikan nomor urut ke paket-paket tersebut sehingga dapat disusun 4
Transport layer
kembali pada sisi tujuan setelah diterima. Selain itu, pada level ini juga membuat
sebuah
tanda
bahwa
paket
diterima
dengan
sukses
(acknowledgement), dan mentransmisikan ulang terhadp paket-paket yang hilang di tengah jalan.
Berfungsi 3
Network layer
untuk
mendefinisikan alamat-alamat
IP,
membuat header untuk paket-paket, dan kemudian melakukan routing melalui internetworking dengan menggunakan router dan switch layer-3.
Befungsi untuk menentukan bagaimana bit-bit data dikelompokkan menjadi format yang disebut sebagai frame. Selain itu, pada level ini terjadi koreksi kesalahan, flow-control, 2
Data-link layer
pengalamatan perangkat
keras (seperti
halnya Media Access Control Address (MAC Address)), dan menetukan bagaimana perangkat-perangkat jaringan seperti hub, bridge, repeater, dan switch layer 2 beroperasi. Spesifikasi IEEE 802, membagi level ini menjadi dua level anak, yaitu lapisan Logical Link Control (LLC) dan lapisan Media Access Control (MAC).
Berfungsi untuk mendefinisikan media transmisi jaringan, metode pensinyalan, 1
Physical layer
sinkronisasi
bit,
arsitektur
jaringan
(seperti
halnya
Ethernet atau Token Ring), topologi jaringan dan pengabelan. Selain itu, level ini juga mendefinisikan bagaimana Network Interface Card (NIC) dapat berinteraksi dengan media kabel atau radio.
Tujuan utama penggunaan model OSI adalah untuk membantu desainer jaringan memahami fungsi dari tiap-tiap layer yang berhubungan dengan aliran komunikasi data. Termasuk jenis-jenis protoklol jaringan dan metode transmisi. Model dibagi menjadi 7 layer, dengan karakteristik dan fungsinya masing-masing. Tiap layer harus dapat berkomunikasi dengan layer di atasnya maupun dibawahnya secara langsung melalui gabungan protocol dan standar.
20 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Protocol TCP/IP dikembangkan pada akhir dekade 1970-an hingga awal 1980-an sebagai sebuah protocol standar untuk menghubungkan komputer-komputer dan jaringan untuk membentuk sebuah jaringan yang luas (WAN). TCP/IP merupakan sebuah standar jaringan terbuka yang bersifat independen terhadap mekanisme transport jaringan fisik yang digunakan, sehingga dapat digunakan di mana saja. Protocol ini menggunakan skema pengalamatan yang sederhana yang disebut sebagai alamat IP (IP Address) yang mengizinkan hingga beberapa ratus juta komputer untuk dapat saling berhubungan satu sama lainnya di Internet. Protocol ini juga bersifat routable yang berarti protocol ini cocok untuk menghubungkan sistemsistem berbeda (seperti Microsoft Windows dan keluargaUNIX) untuk membentuk jaringan yang heterogen. Protocol TCP/IP selalu berevolusi seiring dengan waktu, mengingat semakin banyaknya kebutuhan terhadap jaringan komputer dan Internet. Pengembangan ini dilakukan oleh beberapa badan, seperti halnya Internet Society (ISOC), Internet Architecture Board (IAB), dan Internet Engineering Task Force (IETF). Macammacam protocol yang berjalan di atas TCP/IP, skema pengalamatan, dan konsep TCP/IP
didefinisikan
dalam
dokumen
yang
disebut
sebagai Request
for
Comments (RFC) yang dikeluarkan oleh IETF. Setiap lapisan yang dimiliki oleh kumpulan protocol (protocol suite) TCP/IP diasosiasikan dengan protocolnya masing-masing. Protocol utama dalam protocol TCP/IP adalah sebagai berikut: -
Protocol lapisan aplikasi: bertanggung jawab untuk menyediakan akses kepada aplikasi terhadap layanan jaringan TCP/IP. Protocol ini mencakup protocol Dynamic Host Configuration Protocol (DHCP), Domain Name System (DNS), Hypertext
Transfer
(FTP), Telnet, Simple
Protocol (HTTP), Mail
Transfer
File
Transfer
Protocol (SMTP), Simple
Protocol Network
Management Protocol (SNMP), dan masih banyak protocol lainnya. Dalam 21 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
beberapa implementasi stack protocol, seperti halnya Microsoft TCP/IP, protocolprotocol lapisan aplikasi berinteraksi dengan menggunakan antarmuka Windows Sockets (Winsock) atau NetBIOS over TCP/IP (NetBT). -
Protocol lapisan antar host (transport) berguna untuk membuat komunikasi menggunakan sesi koneksi yang bersifat connection-oriented atau broadcast yang bersifat connectionless. Protocol dalam lapisan ini adalah Transmission Control Protocol (TCP) dan User Datagram Protocol (UDP).
-
Protocol lapisan internetwork: bertanggung jawab untuk melakukan pemetaan (routing) dan enkapsulasi paket-paket data jaringan menjadi paket-paket IP. Protocol yang bekerja dalam lapisan ini adalah Internet Protocol (IP), Address Resolution
Protocol (ARP), Internet
Control
Message
Protocol (ICMP),
dan Internet Group Management Protocol (IGMP). -
Protocol lapisan antarmuka jaringan: bertanggung jawab untuk meletakkan frame-frame jaringan di atas media jaringan yang digunakan. TCP/IP dapat bekerja dengan banyak teknologi transport, mulai dari teknologi transport dalam LAN (seperti halnya Ethernet dan Token Ring), MAN dan WAN (seperti halnya dial-up modem yang berjalan di atas Public Switched Telephone Network (PSTN),
Integrated
Serviss
Digital
Network (ISDN),
serta
Asynchronous Transfer Mode (ATM)).
2.6.3 Routing Protocol Tipe Routing berungsi mencari jalur terbaik untuk sampai ke tujuan. Untuk meneruskan paket yang ditujukan untuk destination, router harus memiliki informasi mengenai jaringan. Informasi ini diperoleh secara statik atau dinamik. 1. Statik berarti informasi jaringan secara manual diberikan pada router oleh admin. 2. Dinamik berarti router mengetahui informasi jaringan dari router lainnya.
22 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Statik route biasanya digunakan sebagai cadangan ketika dinamik route tidak berfungsi maka statik route mengambil alih fungsi. Agar statik route berperan sebagai backup, maka nilai administratif jaraknya dikonfigurasi melebihi nilai administrative distance yang dimiliki oleh dinamik route Pada gambar 2.9 merupakan protocol routing dinamik yang umumnya diterapkan oleh beberapa ISP di Indonesia. IGP (Internal Gateway Protocol) dan EGP (External Gateway Protocol) untuk memebedakan routing dinamik internal dan eksternal sehingga jaringan dapat terkoneksi sesuai dengan fungsinya.
Gambar 2.9 Routing Protocols dinamik IGP dan EGP [7]
Routing protocol memiliki satu atau lebih dari tujuan desain sebagai berikut: -
Optimasi
-
Kesederhanaan dan overhead rendah
-
Robustness dan stabilitas
-
Fleksibilitas
-
Konvergensi cepat
23 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
2.6.4 Konsep Switching Perancangan LAN switching berdasarkan hirarki pada gambar 2.10 adalah sebagai berikut :
Gambar 2.10 Konsep Switching [6]
1. Fungsi Access Layer: Sharing bandwith, Switched bandwith, MAC layer bandwith, microsegmentation. 2. Pada distribution layer termasuk beberapa fungsi yaitu : Aggregation koneksi, definisi domain Broadcast/multicast, VLAN routing, Beberapa kejadian transisi media dan sekuriti. 3. Core layer merupakan high-speed switching backbone . Core layer harus didesain untuk paket switch yang cepat. Perancangan layer 2 bertujuan menyediakan flow control, error detection, error correction, dan mengurangi kemacetan. Hal ini tepenuhi dengan penggunaan bridge dan switch (layer 2 device). Selain itu perancangan layer 2 harus memperhatikan ukuran collision domain agar dapat sekecil mungkin. Perancangan layer 3 yang dapat menghubungkan LAN ke jaringan WAN. Selain itu router juga memblok setiap paket broadcast, menyediakan keamanan melalui VLAN.
24 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
2.7 Servis layanan Backbone
Gambar 2.11 Servis Layer 1 over SDH [3]
Servis layanan dari pembangunan backbone internasional bervariasi. Pada gambar 2.11 merupakan servis layanan layer 1 yaitu menghubungkan Jakarta dan Singapura. Keuntungan servis layer 1 adalah sebagai berikut : -
Tingkat keamanan komunikasi data
-
Dedicated bandwith
-
Sedikit flow control
Gambar 2.12 Servis layer 2 [3]
Pada gambar 2.12 merupakan servis layanan layer 2. Keuntungan servis layer 2 ini adalah : -
Servis Multipoint (shared bandwith) 25 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
-
Pelanggan secara logika menggunakan switching konsep (vlan)
-
Harga lebih murah dari servis layer 1
Gambar 2.13 Servis Layer 3 atau IP Transit [4]
Pada servis layer 3 lebih dikenal dengan IP transit merupakan layanan internet yang cukup berkembang dewasa ini. Pada gambar 2.13 merupakan distribusi layanan backbone internet sampai ke Indonesia.
2.8 Internet global routing Dalam hal IP Transit (Internet Akses) peering BGP terhadap upstream menjadi hal yang signifikan untuk meningkatkan performansi realibilitas akses internet. Saat ini internet global versi 4 di internet akses memiliki lebih dari 345 ribu prefix di Internasional dan 6000 prefix di domestik. Untuk mencapai hal tersebut maka pemilihan peering ke internasional menjadi faktor dominan. Dengan melihat pada routing glass kita dapat melihat topologi global dari penyedia layanan internet. Pada gambar 2.14 merupakan peering Nap Info di internet global dengan empat upstream yaitu Telianet AS Number 1299, Tata AS Number 6453 dan STIX AS Number 7473 dan Bharti Airtel AS Number 9498. Sedangkan untuk Moratelindo dapat kita lihat pada gambar 2.15. 26 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Moratelindo memiliki empat peering internasional yaitu Tata AS Number 6453, STIX AS Number 7473, PCCW AS Number 3491 dan NTT Global AS Number 2914 .
Gambar 2.14 Looking Glass Nap Info Lintas Nusa di Global Internet [11]
Gambar 2.15 Looking Glass Moratelindo di Global Internet [12]
27 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
BAB III METODE TEKNO – EKONOMI
Model tekno ekonomi sering digunakan oleh ITU – D yaitu menganalisa dampak ekonomis dari rencana penerapan suatu platform jaringan baru di negara berkembang. Sejak 2004 model ini digunakan oleh program R&D negara-negara eropa yang dikenal dengan program techno economic of integrated communication system and service (ECOSYS). Metode analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode analisis Tekno Ekonomi dimana menganalisis implementasi teknologi yang digunakan terhadap nilai ekonomis dari implementasi teknologi tersebut. Khusus untuk analisa implementasi jaringan broadband fiber optik juga sudah digunakan sejak 1990-an yang diprakasai oleh Negara-negara uni eropa (EU), dengan beberapa proyek seperti optimized architecture for multimedia networks and services (optimum) yang menghasilkan program riset ACTS (FP4) dan techno economic of IP optimized network and services (TONIC). Metodologi yang dikembangkan proyek Eropa tersebut dapat dianalisis menjadi 3 aspek penting dalam tekno ekonomi, yaitu : input yang diperlukan, hasil output yang didapatkan dari analisis, penilaian realibilitas hasil yang didapatkan terhadap resiko yang dimiliki yaitu penggunaan teknologi dan investasi.
Gambar 3.1 Metodologi Tekno Ekonomi Uni Eropa [22]
28 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian Tekno Ekonomi
Pada gambar 3.2 diagram alir tersebut terdapat beberapa data yang diperlukan seperti investasi awal, implementasi layanan, target market, pendapatan, tingkat diskon dan topologi Jaringan dan output yang akan didapat NPV, IRR, Payback Period dan BEP dari investasi tersebut.
3.1 Tahap pengumpulan data Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data terhadap jumlah total ISP dan Operator yang ada di Indonesia dimana terkoneksi dengan dua operator ini dari beberapa sumber routing-glass di Internet. Data yang dikumpulkan adalah akumulasi trafik data yang di berikan oleh Nap Info dan Moratelindo. Dari data tersebut akan dapat diperkirakan jumlah kapasitas yang dipakai sebagai analisis target market untuk perhitungan revenue. Data berikutnya adalah mengumpulkan nilai investasi capex dan opex yang merupakan faktor penting mempengaruhi harga pada kedua operator tersebut.
29 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
3.2 Tahap analisa Pada tahapan ini adalah menganalisa faktor ekonomis dari implementasi suatu teknologi. Teknologi yang dipakai adalah DWDM pada backbone Jakarta – Singapura pada kedua operator ini, sedangkan aspek investasi yang dibahas pada tahapan ini adalah aspek ekonomis NPV, IRR, PBP, BEP dan cash flow. Dari data yang dianalisa terhadap dua operator ini dan perkiraan pertumbuhan demand dan harga.
3.3 Aspek Teknologi Dalam aspek teknologi merupakan hal terpenting untuk mendesain servis layanan yang akan diberikan. Berikut faktor –faktor penerapan teknologi penyelenggaraan infrastruktur backbone : -
Infrastruktur penyelenggaraan backbone internasional
-
Desain kapasitas
-
Target market pendistribusian layanan
-
OSP FO
-
Perangkat yang digunakan
3.3.1 Infrastruktur Penyelenggaran Backbone Internasional Jaringan Internasional pada kedua provider ini berbeda jalur dimana ada yang melewati darat dan laut maupun melalui laut saja dapat dilihat pada gambar 3.3.
30 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Gambar 3.3 Infrastruktur Jakarta – Singapura
3.3.2 Topologi yang diterapkan di Moratelindo dan Nap Info Topologi yang dimaksud adalah pada backbone yang diterapkan, yaitu implementasi layer 1, layer 2, dan layer 3 pada link point to point (PTP). Penerapan dengan konsep load balancing atau redudancy merupakan faktor penting untuk meningkatkan reabilitas koneksi jaringan backbone pada setiap tingkatan layernya.
31 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
3.3.2.1 Topologi backbone layer 1 Pada gambar 3.4 dan gambar 3.5 merupakan penerapan implementasi topologi layer 1 pada Nap Info Lintas Nusa dan Moratelindo. Penerapan layer 1 yang dimaksud adalah topologi SDH dan DWDM. Dari penerapan teknologi yang dimiliki Nap Info ini didapat desain kapasitas total link Jakarta – Singapura sebesar 2,5 Terrabytes, sementara Moratelindo dengan desain redudancy didapat kapasitas total sebesar 1 Terrabytes.
1
1
1
1
1
1
1
1
Gambar 3.4 Penerapan layer 1 Nap Info Lintas Nusa
Gambar 3.5 Penerapan layer 1 Moratelindo
32 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
3.3.2.2 Topologi backbone Layer 2 Pada layer 2 yang dimaksud merupakan implementasi switching, gambar 3.6 dan gambar 3.7 merupakan penerapan implementasi topologi layer 2 pada Nap Info Lintas Nusa dan Moratelindo.
Gambar 3.6 Penerapan Metro Ethernet Layer 2 Nap Info Lintas Nusa
Gambar 3.7 Penerapan Metro Ethernet Layer 2 Moratelindo
3.3.2.3 Topologi backbone Layer 3
Topologi layer 3 merupakan implementasi routing, gambar 3.8 dan gambar 3.9 merupakan penerapan implementasi topologi layer 3 pada Nap Info Lintas Nusa dan Moratelindo.
33 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Gambar 3.8 Penerapan Routing Layer 3 Nap Info Lintas Nusa
Gambar 3.9 Penerapan Routing Layer 3 Moratelindo
3.3.3 Perangkat yang digunakan dan desain kapasitas Dalam pembangunan infrastruktur fiber optik sub marine dan melalui darat memiliki topologi dan perangkat yang berbeda. Keterbatasan jumlah core menjadikan penggunaan teknologi perangkat hal yang penting untuk pemenuhan kapasitas.
34 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Perangkat dimana menggunakan teknologi DWDM merupakan solusi untuk pemenuhan kapasitas ini (Gambar 3.10).
Gambar 3.10 Desain Perangkat DWDM
Untuk pembangunan infrastruktur submarine desain kapasitas tergantung dari teknologi dan perangkat yang digunakan. Pada gambar 3.11 dijelaskan faktor – faktor penting teknologi submarine fiber optik.
Gambar 3.11 Perangkat Submarine Cable [14]
Desain kapasitas merupakan hal yang penting dalam menentukan target penjualan dan harga layanan internasional. Dalam menghitung desain kapasitas DWDM adalah sebagai berikut : Total Kapasitas DWDM = Kapasitas Port x Jumlah Panjang Gelombang x Fiber Pair …….(3.1)
35 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Pada kapasitas untuk link MCS memiliki kapasitas dengan desain kapasitas sebagai berikut : Kapasitas Total Matrix
= 10G x 64 x 4 Fiber pairs = 2,56 Tb/s
Alokasi Desain Kapasitas Matrix
= 10G x 8 wavelengths x 1 fiber pairs = 80 Gb/s
Sementara untuk desain kapasitas untuk Moratelindo bervariatif. Untuk Kabel darat dan Laut. Untuk investasi kabel laut yaitu submarine Dumai – Batam memiliki 24 Core (12 lambda) dan submarine Batam – Singapura 48 Core (24 lambda). Sedangkan untuk link dari Dumai ke Jakarta melakukan penyewaan core. Desain kapasitas Desain yang telah di install adalah sebagai berikut : Desain Kapasitas Moratelindo
= 10G x 8 wavelengths x 2 fiber pairs = 80 Gbps/s
3.3.4
Target Market Pendistribusian Layanan
Penerapan desain market pada kedua provider ini dimana harus melakukan penjualan servis layanan merupakan hal penting. Dengan melakukan pemilihan lokasi POP sebagai backhaul mempermudah pendistrisbusian backbone ke akses provider. Pada Gambar 3.12 merupakan desain layer 1 Matrix Cable System. Pada gambar tersebut terlihat bahwa jaringan MCS sangat berfokus pada servis layanan backbone internasional dikarenakan POP untuk melayani layanan servis internet hanya pada segmen Jakarta dan Singapura.
36 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Gambar 3.12 Akses POP Matrix Cable System
Pembangunan POP Moratelindo pada gambar 3.13 yaitu melewati backbone Sumatera. Jangkauan akses provider ini sangat luas dikarenakan membangun POP di wilayah kota daerah Sumatera. Dengan kondisi tersebut servis yang diberikan oleh Moratelindo cukup banya dan membutuhkan operasi maintenance yang cukup besar.
37 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
OADM
OADM
OADM
OADM
OADM
OADM
OADM
OADM
Gambar 3.13 Netwok Akses POP Moratelindo
3.3.5 OSP Fiber Optik Provider Untuk segmen OSP jalur kabel Matrix cables system dapat dilihat pada tabel 3.1 yaitu sepanjang 1055 km yang diinvestasikan dan 21 Km sewa untuk lokal Singapura.
38 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Table 3.1 OSP Matrix Cable System
Segmen From
-
To
Jarak (KM)
1
Equinix
-
Changi
21
Inland
Leased
2
Global Switch
-
Changi
21
Inland
Leased
3
Changi
-
Batam
26
Submarine
Invest
4
Batam
Jakarta
1029
Submarine
Invest
No
Total (KM)
Keterangan
CAPEX
1076
Pada Moratelindo untuk membangun infrastruktur internasional dengan mengadakan konsorsium, yaitu bekerja sama dengan beberapa operator yang sudah lebih dulu memiliki infrastruktur fiber optik. Pada tabel 3.2 dijelaskan segmen mana saja yang disewa maupun di bangun sendiri oleh Moratelindo. Tabel 3.2 OSP Moratelindo
Segmen From
-
To
Jarak (KM)
1
Equinix
-
Global Switch
21
Inland
Leased
2
Global Switch
-
Batam
81
Submarine
Invest
3
Batam
-
Dumai
350
Submarine
Invest
5
Dumai
-
Duri
73
Inland
Leased
6
Duri
-
Gelombang
73
Inland
Leased
7
Gelombang
-
Pekanbaru
69
Inland
Leased
8
Sorek
-
Pangkalan Kerinci
50
Inland
Leased
No
Keterangan
CAPEX
39 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
9
Pangkalan Kerinci
-
Pekanbaru
76
Inland
Leased
10
Pekanbaru
-
Pangkalan Kerinci
70
Inland
Leased
11
Sorek
-
Puncak Selasi
73
Inland
Leased
12
puncak Selasi
-
Sungai Akar
77
Inland
Leased
13
Sungai Akar
-
Taman Raja
92
Inland
Leased
14
Bukit Daling
-
Pande Arang
71
Inland
Leased
15
Pande Arang
-
Banyung Lencir
68
Inland
Leaseds
16
Banyu Lencir
-
Sri Gunung
52
Inland
Leased
17
Sri Gunung
Lubuk Karet
78
Inland
Leased
18
Lubuk Karet
-
Palembang
77
Inland
Leased
19
Palembang
-
Kayu agung
71
Inland
Leased
20
Kayu agung
-
Bumi Agung
72
Inland
Leased
21
Bumi Agung
-
Tulang Bawang
82
Inland
Leased
22
Tulang Bawang
-
Lempuyang
76
Inland
Leased
23
lempuyang Bandar
-
Kedaton
81
Inland
Leased
24
Kedaton
-
Kalianda
67
Inland
Leased
25
Kalianda
-
Anyer
65
Submarine
Leased
26
Anyer
-
Cikupa
47
Inland
Leased
27
Cikupa
-
Jakarta
27
Inland
Leased
Total (KM)
2039
40 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
3.4 Aspek Ekonomis Capex, Opex, NPV, IRR, PBP, BEP dan cash flow Secara ekonomis, untuk menilai kelayakan proyek atau suatu investasi dalam suatu periode waktu tertentu pada umumnya menggunakan perhitungan Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of Return (IRR). Perhitungan ini merupakan teknik aliran arus kas diskonto (Discounted Cash flow, DCF) yang memperhitungkan nilai waktu dari uang terhadap nilai sekarang bersih. Pendekatannya adalah mencari nilai sekarang arus kas yang diharapkan dari suatu investasi yang diskonto pada biaya modal dan nilainya dikurangi dengan biaya awal pengeluaran proyek. Persamaannya dinyatakan sebagai berikut :
NPV = ∑ () ] −
(3.1)
CFt : aliran kas pada tahun t (Cash flow pada tahun t) Io : Investasi awal (Initial Investment) K : Biaya modal atau bunga diskonto (discount rate) N : umur proyek Karena memperhitungkan semua arus kas dan didiskontokan pada tingkat biaya modal atau suku bunga yang ditentukan pasar, maka metode NPV juga dianggap memenuhi prinsip penambahan nilai. Jika nilai sekarang bersih positif, maka suatu proyek atau investasi dinilai menguntungkan. Sebaliknya apabila NPV bernilai negatif , maka sebaiknya proyek tidak dijalankan karena tidak menguntungkan. Jika terdapat beberapa pilihan alternatf proyek, maka dipilih dengan NPV tertinggi. Pada kondisi NPV sama dengan nol, maka proyek akan memberikan hasil pengembalian yang cukup untuk menutup semua hutang kepada Investor, sesuai dengan tingkat hasil pengembalian yang mereka harapkan atas resiko yang diambil. Besarnya suku
41 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
bunga atau biaya modal yang didapatkan pada kondisi ini dikenal dengan istilah tingkat hasil pengembalian internal atau Internal Rate of Return (IRR). Atau dengan pengertian lain IRR adalah tingkat bunga pada saat nilai investasi awal sama dengan nilai dimasa depan (future value) dari aliran kas selama umur proyek. Semakin besar nilai IRR suatu investasi akan semakin menguntungkan. Rumusan IRR dinyatakan sebagai berikut :
NPV=0=∑ () −
(3.2)
Metode perhitungan NPV dan IRR di atas digunakan secara bersama-sama untuk menentukan secara konsisten tingkat kelayakan investasi atau proyek. Apabila NPV yang dihasilkan bernilai positif dan juga IRR didapatkan berada diatas tingkat suku bunga yang ditargetkan, maka dapat disimpulkan bahwa proyek tersebut layak dan menguntungkan. Persamaan untuk NPV adalah sebagai berikut : NPV = PWpendapatan - PWpengeluaran
(3.3)
Payback Period adalah periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash Investment) dengan menggunakan arus kas. Dengan kata lain Payback period merupakan rasio antara initial cash investment dengan cash inflow yang hasilnya merupakan satuan waktu. Selanjutnya nilai rasio ini dibandingkan dengan maksimum Payback period yang dapat diterima. Rumus sederhana dari Payback period adalah sebagai berikut : Payback Period =
/
12 "#$%&
(3.4)
42 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
3.4.1
Arus kas (Cash flow)
Cash flow merupakan arus kas atau aliran kas yang ada dalam perumusan dalam suatu periode tertentu. Cash flow menggambarkan berapa uang yang masuk (cash in) dan berapa uang yang keluar (cash out) serta jenis-jenis biaya yang dikeluarkan. Cash in
: pinjaman dari lembaga keuangan, pendapatan perusahaan
Cash out
: pembayaran pinjaman dan bunga, biaya produksi, biaya tenaga kerja, biaya pemasaran dan lain – lain.
Dalam cash flow semua data pendapatan yang diterima dan biaya yang dikeluarkan baik jenis maupun jumlahnya diestimasi sedemikian rupa, sehingga menggambarkan kondisi pemasukan dan pengeluaran dimasa yang akan datang.
3.4.2 CAPEX dan OPEX Penggunaan CAPEX umumnya digunakan oleh perusahaan besar yang memiliki basis konsumen cenderung stabil dan bermodal besar seperti perusahaan telekomunikasi misalnya. Secara akuntansi, segala pembelian, perbaikan atau penggantian dari aset perusahaan termasuk dalam CAPEX. Sedangkan OPEX pada dasarnya digunakan untuk menjaga kelangsungan aset dan menjamin aktivitas perusahaan. OPEX bersifat harian sehingga biaya operasi tidak meliputi pajak pendapatan, depresiasi, dan biaya financial seperti bunga pinjaman. OPEX dialokasikan secara terencana dalam budget untuk melakukan operasional perusahaan (sumber: wikipedia).
43 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
3.4.3 Discount Rate Discount rate adalah salah satu parameter ekonomi yang menyatakan laju bunga yang dialami akibat pinjaman
modal yang diinvestasikan. Parameter ini
menggambarkan nilai uang menurut waktu yang digunakan untuk mengkonversikan keuntungan dan biaya yang terjadi dalam waktu yang berbeda. Yang dimaksud evaluasi ekonomi dari suatu proyek yang ditawarkan pada parameter ini perlu dianalisis agar diperoleh acuan umum atas beberapa proyek yang ditawarkan dalam nilai dan waktu yang berbeda. Discount rate biasanya menggambarkan oportunity cost dari modal yang diinvestasikan, dan dapat diatur nilainya oleh kebijakankebijakan pemerintah. Pada penelitian ini menggunakan Discount Rate 18% dengan penentuan diatas bunga bank sebesar 10,83% pada 2010. Tabel 3.3 Discount Rate Bank Sentral [26]
Year Central bank discount rate Rank 2008
8
51
2009
8
52
2010
10.83
42
2011
6.46
66
Diperlukannya analisis discount rate disebabkan beberapa faktor dan kondisi yang dialami dalam suatu penanaman investasi. Penanaman investasi dalam skala besar biasanya melibatkan modal yang bersumber dari berbagai pihak serta adanya aturan-aturan
atau
kebijakan
finansial
yang harus dipenuhi,
seperti bunga
pinjaman bank, pembayaran berbagai bentuk fee, seperti bank provision, commitment fee, pajak, dan sebagainya.
44 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
3.4.4 EBIT (LSBP) dan EBITDA Dalam akuntansi dan keuangan, Laba sebelum bunga dan pajak (LSBP) atau penghasilan operasi adalah ukuran dari profitabilitas suatu perusahaan yang tidak termasuk bunga dan beban pajak penghasilan. LBSP = Pendapatan operasi - Beban operasi + Pendapatan non-operasi Penghasilan operasi = Pendapatan operasi - Beban operasi
3.5 3.6
EBITDA mengukur perkiraan arus kas perusahaan yang beroperasi berdasarkan data dari laporan laba rugi perusahaan. Dihitung dengan melihat laba sebelum dikurangi beban bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi. Ini mengukur laba menjadi minat khusus dalam kasus di mana perusahaan-perusahaan memiliki sejumlah besar aktiva tetap yang dikenakan biaya penyusutan berat (seperti perusahaan manufaktur) atau dalam kasus di mana sebuah perusahaan memiliki sejumlah besar aktiva tidak berwujud yang diperoleh pada buku tersebut yang sehingga dikenakan biaya amortisasi besar (seperti perusahaan yang telah membeli merek atau perusahaan yang baru saja membuat akuisisi besar). Karena akuntansi distorsi dan efek pembiayaan pada pendapatan perusahaan tidak faktor ke EBITDA, ini adalah cara yang baik untuk membandingkan perusahaan-perusahaan di dalam dan di industri. Langkah ini juga menarik bagi kreditur perusahaan, karena EBITDA pada dasarnya pendapatan bahwa sebuah perusahaan memiliki gratis untuk pembayaran bunga.Secara umum, EBITDA merupakan ukuran yang berguna hanya untuk perusahaan besar dengan aset yang signifikan, dan / atau untuk perusahaan dengan jumlah yang signifikan pembiayaan utang. Ini adalah jarang ukuran yang berguna untuk mengevaluasi sebuah perusahaan kecil tanpa kredit signifikan. EBITDA kadang-kadang juga disebut arus kas operasional.
45 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
3.4.5 COGS (Cost of Good Sold) / HPP Harga pokok penjualan atau HPP adalah istilah yang digunakan pada akuntansi keuangan dan pajak untuk menggambarkan biaya langsung yang timbul dari barang yang diproduksi dan dijual dalam kegiatan bisnis. Ini termasuk biaya bahan baku, tenaga kerja langsung, dan biaya overhead dan tidak termasuk periode (operasi) biaya seperti penjualan, iklan atau riset dan pengembangan. HPP muncul pada laporan laba rugi sebagai komponen utama dari biaya operasi. HPP juga disebut sebagai biaya penjualan.Untuk perusahaan dagang, metode menghitung harga pokok penjualan adalah sebagai berikut : Harga pokok penjualan (HPP) = persediaan awal + pembelian bersih – persediaan akhir
(3.6)
3.4.6 BEP (Break Even Point) Dalam jangka panjang sebuah perusahaan harus menghasilkan laba dalam suatu investasi. Hubungan anatara biaya, volume dan laba secara matematis dapat didekati dengan analisis titik impas (break even Point). Rumus perhitungan BEP dalam unit penjualan adalah sebagai berikut : +, -./.
'() = 01 2 /3
(3.7)
Apabila dihitung dalam rupiah maka rumus BEP menjadi sebagai berikut : '() =
+, -./. 4
(3.8)
56787 97:67;<=/>?6
@7:A7 BC7=/>?6
46 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
3.4.7 Depresiasi Depresiasi digunakan perusahaan untuk mengembalikan aset, proses depresiasi dari aset ini juga disebut dengan pengembalian modal. Depresiasi dapat digolongkan menjadi 2 kelompok: 1. Physical Degredation -
Berkurangnya nilai aset karena umur pemakaian sehingga kemampuan aset itu menjadi berkurang.
-
Kebutuhan produksi atau jasa yang lebih baru dan lebih besar.
-
Penurunan kebutuhan produksi atau jasa.
2. Fungsional Depresiasi -
Semakin majunya perkembangan teknologi sehingga properti atau aset tersebut menjadi usang.
-
Penemuan property atau aset yang bisa menghasilkan produk yang lebih baik dengan ongkos yang lebih rendah dan tingkat keselamatan yang lebih memadai.
47 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASANNYA
4.1 Traffik data internet existing Traffik data internet pada gambar 4.1 sampai dengan gambar 4.6 merupakan trafik data internet menggunakan link Jakarta – Singapura. Kapasitas traffik data internet ini bervariasi setiap bulannya dan dapat dianalisa menggunakan software CACTI. Pengambilan data trafik existing yang diambil adalah pada tahun 2010. Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 merupakan hasil analisis inbound dan outbound trafik backbone internasional Nap Info.
Gambar 4.1 Total Penggunaan Inbond Bandwith Upstream Internasional NAP INFO
Gambar 4.2 Total Penggunaan Outbond Bandwith Upstream Internasional NAP INFO
Pada Upstream Nap Info kapasitas bandwith terbesar menggunakan TATA dengan pencapaian kapasitas inbound maksimum sebesar 4,6 Gb/s, sementara untuk outbond maksimum penggunaan bandwith terbesar adalah STIX yaitu sebesar 1,07 Gb/s. Total
48
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
kapasitas inbound pada IP Transit yang dibutuhkan untuk mendeliver ke customer dalam kondisi peak hour sebesar 7,65 Gb/s dan untuk kapasitas outbound sebesar 1,17 Gb/s. Pada gambar 4.3 sampai dengan gambar 4.6. terlihat grafik inbound dan outbound dari upstream Moratelindo. Mayoritas upstream terbesar yang dipakai adalah PCCW dengan kapasitas 2 Gbs/s dimana kapasitas upstream maksimum total upload sebesar 3 Gb/s dan download 5Gb/s.
Gambar 4.3 Total Penggunaan Kapasitas bandwith Inbound dan Outbond Upstream STIX Moratelindo
Gambar 4.4 Total Penggunaan Kapasitas bandwith Inbound dan Outbond Upstream PCCW Moratelindo
Gambar 4.5 Total Penggunaan Kapasitas bandwith Inbound dan Outbond Upstream TATA Moratelindo
49
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Gambar 4.6 Total Penggunaan Kapasitas bandwith Inbound dan Outbond Upstream STIX Moratelindo
Berdasarkan analisa Cacti pada kedua provider diatas mengalami kenaikan trafik data internet menggunakan link Jakarta – Singapura setiap bulannya pada tahun 2010.
4.2 Alokasi Anggaran Pada Sub bab ini akan dibahas tentang biaya total CAPEX, OPEX dan total pendapatan di tahun 2010.
4.2.1 CAPEX dan OPEX Dalam penentuan CAPEX ini terbagi dalam beberapa kategori yaitu : 1. OSP FO merupakan investasi pembangunan infrastruktur jaringan baik investasi sendiri, sewa dan swap core. 2. SITAC (Node/POP) adalah anggaran untuk menentukan alokasi network akses point untuk kemudahan distribusi backbone ke provider. 3. Equipment adalah anggaran yang dipakai dalam pembelian perangkat sesuai dengan desain kapasitas yang diterapkan. Pada tabel 4.1 dan 4.2 adalah Total capex pembangunan infratruktur MCS dan Moratelindo.
50
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Tabel 4.1 CAPEX Matrix
CAPEX
529,074,148,800 41,570,000,000 186,010,000,000 15,133,082,976 771,787,231,776
OSP FO Sitac (Node / PoP) Equipment Project Management Total
Tabel 4.2 CAPEX Moratelindo
CAPEX
OSP FO Investasi OSP FO Swap Core Sitac (Node / PoP) Equipment Project Management Total
204,700,000,000 (119,300,000,000) 19,970,000,000 19,624,500,000 4,885,890,000 249,180,390,000
Terlihat bahwa perbedaan jumlah total investasi CAPEX kedua provider ini sangat berbeda jauh. Untuk backbone link MCS jauh lebih mahal dibandingkan dengan Moratelindo dikarenakan pembangunan dilakukan melalui laut langsung dari Jakarta menuju Singapura. Sedangkan pada Moratelindo melakukan konsorsium yaitu tukar guling core backbone pada jalur darat dan jalur laut. Selain biaya CAPEX terdapat biaya Operational Expanditur (OPEX), yaitu seluruh biaya yang dikeluarkan selama setahun untuk biaya yang meliputi, biaya PLN, dan biaya pemeliharaan. Investasi juga memperhitungkan nilai depreciation, COGS, Interest, TAX dan proyek Management. Pada tabel 4.3 dijelaskan faktor investasi dalam analisis proyek.
51
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Tabel 4.3 Faktor Investasi
10% 10% 15% 18% 30% 2%
Depreciation COGS OPEX Interest TAX Project Management
Investasi Revenue Revenue Loan (CAPEX)
Investment
4.3 Sumber Pendapatan Sumber pendapatan merupakan hal penting dalam penilaian investasi merupakan cara yang praktis untuk mengetahui apakah proyek menguntungkan atau tidak. Berikut adalah total pendapatan pada masing – masing provider penyelenggara. Total pendapatan ini berasal dari service IPLC, IP Transit dan layanan internet dengan data pelanggan pada gambar 4.7 sampai tabel 4.10 2%
2% 2%
2%
7% 9%
28%
8% 1%
2%
1%
11%
0% 4%
13%
4% 4%
2%
0%
1%
1%
CBN Arthatel CSM DTP FAST SPEED GLOBAL AXCESS IPC LYNX MORATELINDO NGT NOKIA PCCW PRIMACOM PRINCIPIA REACH SINGTEL
Gambar 4.7 Pelanggan IPLC Matrix
4% 4% 1%1% 3% 3%
Telkomsel Bakrie Telecom
Excelcomindo
21%
18%
NTS 4%
2%
2%
Sampoerna Smart
37%
Mobile 8 Gambar 4.8 Pelanggan IPLC Moratelindo
52
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Mbps
12000 10000 8000 6000 4000 2000 0
Customer
Mbps
Gambar 4.9 Pelanggan IP Transit dan Internet Matrix
5000 4000 3000 2000 1000 0
Customer Gambar 4.10 Pelanggan IP Transit dan Internet Moratelindo
4.4 Analisa Revenue Berdasarkan jumlah pelanggan dan harga servis untuk link internasional maka dapat dianalisa revenue untuk Matrik terlihat pada tabel 4.4 dan pada tabel 4.6 adalah cash flow revenue Matrix.
Tabel 4.4 Revenue Matrik REVENUE TARGET (LEASEDLINE) FO Jakarta -Singapura Backbone (E1) Internet Bandwidth (Mbps) Market Growth price-decreasing Deployment
Total
Harga
4,032 10,000
2,000,000 3,000,000
38,064,000,000 8,064,000,000 30,000,000,000 10% 5% 9
53
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
per month per month per month Annual Annual Month
Sedangkan untuk Moratelindo dapat dilihat pada tabel 4.5 untuk revenue yang dihasilkan dan pada tabel 4.7 adalah cash flow revenue moratelindo.
Tabel 4.5 Revenue Moratelindo
REVENUE TARGET (LEASED LINE) FO Sumatera Backbone (E1) Internet Bandwidth (Mbps) Market Growth price-decreasing Deployment
Existing 5,000 6,000
Harga 2,000,000 1,000,000
16,000,000,000 10,000,000,000 6,000,000,000 10% 5% 9
54
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
per month per month per month Annual Annual Month
Tabel 4.6 Cash Flow Revenue Matrix Cable System 1USD Discount Factor
8,900
IDR
18%
100.00%
84.75%
71.82%
60.86%
51.58%
43.71%
37.04%
31.39%
26.60%
22.55%
Y0
Y1
Y2
Y3
Y4
Y5
Y6
Y7
Y8
Y9
REVENUE
114,192,000,000
456,768,000,000
477,322,560,000
498,802,075,200
521,248,168,584
544,704,336,170
569,216,031,298
594,830,752,706
621,598,136,578
649,570,052,724
COGS
11,419,200,000
Depreciation
45,676,800,000
47,732,256,000
49,880,207,520
52,124,816,858
54,470,433,617
56,921,603,130
59,483,075,271
62,159,813,658
64,957,005,272
95,363,625,000
95,363,625,000
95,363,625,000
95,363,625,000
95,363,625,000
95,363,625,000
95,363,625,000
95,363,625,000
95,363,625,000
334,226,679,000
353,558,242,680
373,759,726,726
394,870,277,553
416,930,803,168
439,984,052,436
464,074,697,920
489,249,422,452
Gross Profit
102,772,800,000
315,727,575,000 69%
70%
71%
72%
72%
73%
74%
75%
75%
OPEX
17,128,800,000
68,515,200,000
71,598,384,000
74,820,311,280
78,187,225,288
81,705,650,426
85,382,404,695
89,224,612,906
93,239,720,487
97,435,507,909
EBIT
85,644,000,000
247,212,375,000
262,628,295,000
278,737,931,400
295,572,501,438
313,164,627,128
331,548,398,473
350,759,439,530
370,834,977,434
391,813,914,543
EBITDA
85,644,000,000
342,576,000,000
357,991,920,000
374,101,556,400
390,936,126,438
408,528,252,128
426,912,023,473
446,123,064,530
466,198,602,434
487,177,539,543
75%
75%
75%
75%
75%
75%
75%
75%
75%
171,654,525,000
171,654,525,000
171,654,525,000
171,654,525,000
171,654,525,000
171,654,525,000
171,654,525,000
171,654,525,000
171,654,525,000
Interest TAX
25,693,200,000
22,667,355,000
27,292,131,000
32,125,021,920
37,175,392,931
42,453,030,638
47,968,162,042
53,731,474,359
59,754,135,730
66,047,816,863
EAT
59,950,800,000
224,545,020,000
235,336,164,000
246,612,909,480
258,397,108,507
270,711,596,489
283,580,236,431
297,027,965,171
311,080,841,704
325,766,097,680
EAT
59,950,800,000
224,545,020,000
235,336,164,000
246,612,909,480
258,397,108,507
270,711,596,489
283,580,236,431
297,027,965,171
311,080,841,704
325,766,097,680
Depreciation
0
95,363,625,000
95,363,625,000
95,363,625,000
95,363,625,000
95,363,625,000
95,363,625,000
95,363,625,000
95,363,625,000
95,363,625,000
Investment
(953,636,250,000)
Proceed
(893,685,450,000)
319,908,645,000
330,699,789,000
341,976,534,480
353,760,733,507
366,075,221,489
378,943,861,431
392,391,590,171
406,444,466,704
421,129,722,680
1,590,070,925,07 8
1,996,515,391,78 2
2,417,645,114,46 2
Cumulative
(893,685,450,000)
(573,776,805,000)
(243,077,016,000)
98,899,518,480
452,660,251,987
818,735,473,476
1,197,679,334,9 07
NPV
(893,685,450,000)
271,109,021,186
237,503,439,385
208,137,476,616
182,465,850,808
160,014,853,147
140,372,757,852
123,181,542,973
108,129,739,580
94,946,252,639
(385,072,989,428)
(176,935,512,81 2)
5,530,337,996
165,545,191,143
305,917,948,995
429,099,491,968
537,229,231,548
632,175,484,187
NPV Cumulative
(893,685,450,000)
(622,576,428,814)
55 Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Tabel 4.7 Cash Flow Revenue Moratelindo 1USD Discount Factor
8,900
IDR
18%
100.00%
84.75%
71.82%
60.86%
51.58%
43.71%
37.04%
31.39%
26.60%
22.55%
Y0
Y1
Y2
Y3
Y4
Y5
Y6
Y7
Y8
Y9
REVENUE
48,000,000,000
192,000,000,000
200,640,000,000
209,668,800,000
219,103,896,000
228,963,571,320
239,266,932,029
250,033,943,971
261,285,471,449
273,043,317,665
COGS Depreciat ion
4,800,000,000
19,200,000,000
20,064,000,000
20,966,880,000
21,910,389,600
22,896,357,132
23,926,693,203
25,003,394,397
26,128,547,145
27,304,331,766
24,918,039,000
24,918,039,000
24,918,039,000
24,918,039,000
24,918,039,000
24,918,039,000
24,918,039,000
24,918,039,000
24,918,039,000
Gross Profit
OPEX
43,200,000,000
7,200,000,000
147,881,961,000
155,657,961,000
163,783,881,000
172,275,467,400
181,149,175,188
190,422,199,826
200,112,510,574
210,238,885,304
220,820,946,898
77%
78%
78%
79%
79%
80%
80%
80%
81%
28,800,000,000
30,096,000,000
31,450,320,000
32,865,584,400
34,344,535,698
35,890,039,804
37,505,091,596
39,192,820,717
40,956,497,650
EBIT
36,000,000,000
119,081,961,000
125,561,961,000
132,333,561,000
139,409,883,000
146,804,639,490
154,532,160,022
162,607,418,978
171,046,064,587
179,864,449,248
EBITDA
36,000,000,000
144,000,000,000
150,480,000,000
157,251,600,000
164,327,922,000
171,722,678,490
179,450,199,022
187,525,457,978
195,964,103,587
204,782,488,248
75%
75%
75%
75%
75%
75%
75%
75%
75%
44,852,470,200
44,852,470,200
44,852,470,200
44,852,470,200
44,852,470,200
44,852,470,200
44,852,470,200
44,852,470,200
44,852,470,200
Interest
TAX
10,800,000,000
22,268,847,240
24,212,847,240
26,244,327,240
28,367,223,840
30,585,650,787
32,903,906,947
35,326,484,633
37,858,078,316
40,503,593,715
EAT
25,200,000,000
96,813,113,760
101,349,113,760
106,089,233,760
111,042,659,160
116,218,988,703
121,628,253,075
127,280,934,345
133,187,986,271
139,360,855,534
EAT Depreciat ion Investme nt
25,200,000,000
96,813,113,760
101,349,113,760
106,089,233,760
111,042,659,160
116,218,988,703
121,628,253,075
127,280,934,345
133,187,986,271
139,360,855,534
0
24,918,039,000
24,918,039,000
24,918,039,000
24,918,039,000
24,918,039,000
24,918,039,000
24,918,039,000
24,918,039,000
24,918,039,000
(249,180,390,000)
Proceed
(223,980,390,000)
121,731,152,760
126,267,152,760
131,007,272,760
135,960,698,160
141,137,027,703
146,546,292,075
152,198,973,345
158,106,025,271
164,278,894,534 1,053,253,099,36 8
Cumulativ e
(223,980,390,000)
(102,249,237,240)
24,017,915,520
155,025,188,280
290,985,886,440
432,122,914,143
578,669,206,218
730,868,179,563
888,974,204,834
NPV
(223,980,390,000)
103,161,993,864
90,683,103,103
79,735,070,747
70,127,015,569
61,692,295,560
54,285,368,534
47,779,067,761
42,062,236,638
37,037,674,103
325,545,761,776
362,583,435,879
NPV Cumulative
(223,980,390,000)
(120,818,396,136)
(30,135,293,033)
49,599,777,714
119,726,793,283
181,419,088,843
56 Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
235,704,457,378
283,483,525,138
4.5 Analisa Investasi Pada bagian ini akan dibahas mengenai investasi yang akan dilakukan apakah mendukung atau tidak. Metode yang digunakan adalah Metode Internal Rate of Return dan Metode Net Present Value terhadap Discount Rate.
4.5.1 Metode Internal Rate of Return Internal Rate of return yang dicari menggunakan program microsoft excel mengacu pada besarnya cash flow pada tabel 4.6 dan 4.7. Discount factor rate lebih kecil dari nilai IRR sehingga investasi ini menguntungkan. Untuk Discount rate yang digunakan adalah 18 %. Pada tabel 4.6 merupakan investasi Matrik didapat nilai IRR adalah 35 % selama 5 tahun, maka investasi baik. Sedangkan untuk Moratelindo IRR selama 5 tahun yang didapat mengacu pada tabel 4.7 nilai IRR sebesar 49 % dan investasi sangat baik.
4.5.2. Metode Net Present Value Perhitungan NPV dalam suatu penilaian investasi merupakan cara yang praktis untuk mengetahui apakah proyek menguntungkan atau tidak. NPV adalah selisih antara Present Value dari arus Benefit dikurangi Present Value PV dari arus biaya. Proyek yang memberikan keuntungan adalah proyek yang memberikan nilai positif atau NPV > 0, artinya manfaat yang diterima proyek lebih besar dari semua biaya total yang dikeluarkan. Jika NPV = 0, berarti manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya total yang dikeluarkan. NPV < 0, berarti rugi, biaya total yang dikeluarkan lebih besar dari manfaat yang diperoleh. Perhitungan NPV disini menggunakan formula yang ada di Microsoft Exel. Analisis yang didapat pada Matrix cable system terlihat pada gambar 4.11.
57
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Matrix Jakarta - Singapure
600 400
227
Cash Flow RP (Milliar)
200 0
(200)
0 1
261
250
274
300
286
314
329
77
77
77
77
77
77
77
77
77
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Time Value (Tahun)
(400)
Investment EAT
(600) (800)
60
238
Depreciation Proceed
(772)
(1,000)
Gambar 4.11 Grafik Analisis Break Even Point Matrix
Pada Gambar 4.11 didapatkan hasil perhitungan sebagai berikut :
Discount Rate 18 % IRR (in 5 years) 35 % NPV (in 5 years) Rp. 299,625,679,049 BREAK EVEN 3 Years 3 months 11 days PAYBACK - with npv 4 Years 1 months 29 days Berdasarkan perhitungan tersebut dengan waktu proyek selama 5 tahun didapat nilai NPV > 0. Proyek ini bernilai positif atau NPV > 0 dengan Break Even Point pada tahun ke 3 lebih 3 bulan dan 11 hari. Penyelenggaraan infrastrukstur oleh Matrix Cable System dengan menggunakan submarine memenuhi kapasitas dengan harga yang cukup bersaing dimana proyek pembangunan ini menguntungkan.
58
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Sedangkan untuk investasi Moratelindo terlihat pada gambar 4.12.
Moratelindo Jakarta - Singapure
200
97
Cash Flows Rp(Miilliar)
100 0
0 1
25
101
111
106
116
122
139
25
25
25
25
25
25
25
25
25
2
3
4
5
6
7
8
9
10
(100) Investment EAT
(200) (300)
133
127
Depreciation Proceed
Time Value (Tahun)
(249)
Gambar 4.12 Grafik Analisis Break Even Point Moratelindo
Dari gambar 4.12 diatas maka didapat hasil perhitungan sebagai berikut :
Discount Rate 18 % IRR (in 5 years) 49 % NPV (in 5 years) 181,419,088,843 IDR BREAK EVEN 2 Years 9 months 21 days PAYBACK - with npv 3 Years 4 months 17 days Penyelenggaraan backbone yang dilakukan oleh provider Moratelindo ini juga menunjukkan NPV > 0. Hal ini membuktikan bahwa investasi yang dikeluarkan menunjukkan keuntungan dimana Break event Point dapat tercapai pada tahun ke 2 lebih 9 bulan dan 21 hari.
59
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
BAB V KESIMPULAN
Teknologi DWDM merupakan solusi untuk memenuhi kebutuhan kapasitas jaringan backbone Jakarta - Singapura yang besar yaitu dapat dipenuhinya kapasitas total pemakaian dengan harga yang kompetitif. Pada pengguna layanan internet untuk backbone Jakarta - Singapura Nap Info dengan kapasitas total mencapai 7 Gb/s dapat dipenuhi dengan teknologi tersebut. Hal ini juga berlaku untuk pelanggan internet Moratelindo. Pemanfaatan jalur backbone Jakarta – Singapura dengan menggunakan teknologi DWDM dapat dipenuhi untuk pencapaian kapasitas hingga 5 Gb/s. Pembangunan kedua penyelenggara backbone Jakarta - Singapura ini cukup berpotensi dalam hal investasi dengan melihat analisa NPV dan IRR dalam kurun waktu 5 tahun. Pembangunan melalui submarine yaitu Matrix cable systerm didapat nilai IRR berkisar 35 % dengan discount rate 18 % dimana break even point sekitar 3 tahun 3 bulan dan 11 hari, sedangkan untuk Moratelindo IRR 49 % dengan break event point 2 tahun 9 bulan dan 21 hari. NPV matrik dalam 5 tahun sekitar Rp. 299,625,679,049 sedangkan NPV moratelindo dalam 5 tahun sekitar
Rp.
181,419,088,843. Penetapan harga servis pada masing-masing layanan (internet maupun leased line) sangat mempengaruhi nilai NPV dan IRR. Dalam hal penentuan harga penjualan layanan matrix memakai harga lebih mahal dibandingkan moratelindo sehingga membedakan nilai NPV dan IRR pada kedua provider ini, akan tetapi faktor harga tersebut masih memiliki nilai NPV positif dan IRR diatas discount rate. Perbedaannnya hanya di faktor Break Even point dimana pengembalian modal dan pencapaian keutungan sesuai dengan target pasar penjualan servis layanan mereka. 59 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
DAFTAR PUSTAKA
[1]
Enrique, DA,MBA.(2002). The Miniwatts Marketing Group. Februari, 2011, diambil dari : http://www.internetworldstats.com
[2]
“ Alcatel Training module ”, 1626LM DWDM Introduction, 2009.
[3]
“ Eci Telecom presentation ”, Ethernet and ATM Services in XDM, 2007.
[4]
“ Tata Communication presentation ”, IP Transit Presentation for Workshop Indonesia, 2011.
[5]
“ Cisco System Training Module “, CCNA 1 Versi 3, 2003.
[6]
“ Cisco System Training Module “, CCNA 2 Versi 3, 2003.
[7]
“ Cisco System Training Module “, CCNA 3 Versi 3, 2003.
[8]
“ Cisco System Training Module “, CCNA 4 Versi 3, 2003.
[9]
“ Huawei Technologies “, Advance SDH and Networking Application, 2006.
[10]
“ Alcatel Training Module “, SDH and DWDM Overview, 2007
[11]
“ Looking Glass - Hurricane Electric (AS45147) “, diambil dari : http://bgp.he.net/AS45147
[12]
“ Looking Glass - Hurricane Electric (AS23947) “, diambil dari : http://bgp.he.net/AS23947
[13]
Endah Sudarmilah, Dense Wavelength Division Multiplexing DWDM sebagai Solusi Krisis Kapasitas Banwidth pada Transmisi Data,2002, diambil dari : http://eprints.ums.ac.id/775/1/Emitor_EDS_DWDM.pdf
[14]
“ Tyco Telecommunications Training Module “, Submarine Fiber Optic Network System, 2008
[15]
Leland Bank, P.E and Anthony Tarquin, P.E. Engineering Economy, 5th edition. Mc-Graw-Hill. 2002.
60 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
[16]
“ Product and Services Layanan Moratelindo,2011, diambil dari : http://www.moratelindo.co.id/
[17]
“ About US capacity backbone “, 2011, diambil dari : http://www.cepat.net.id/
[18]
“ Service dan Product “, 2011, diambil dari : http://www.nap.net.id/
[19]
Sitorus. “Apa-itu-biaya-operasi-opex-dan-biaya-modal-capex?” Online Posting. 24 Jan 2009, diambil dari : http://garisgaris.wordpress.com/2009/01/24/apa-itu-biaya-operasi-
opex-dan-biaya-modal-capex/
[20]
AM Sumastutu SE, MM. Keunggulan NPV Sebagai Alat Analisis Uji Kelayakan Investasi Dan Penerapannya. 2006, diambul dari : <jurnal.bl.ac.id/wp-content/.../BEJ-v3-n1-artikel7-agustus2006.pdf>
[21]
“ Apa itu TCP (Transmission Control Protocol) “, diambil dari : http://id.wikipedia.org/wiki/Transmission_Control_Protocol
[22]
“ TONIC ECOSYS Uni Eropa “, diambil dari : http://www.nrc.nokia.com/tonic/
[23]
“ Statistik Anggota APJII “, 2011, diambil dari : http://www.apjii.or.id/
[24]
Our Network Matrix Cable System, 2011 http://www.matrixnetworks.sg/
[25]
“ Apakah itu broadband “, 2011, diambil dari : http://en.wikipedia.org/wiki/Broadband_Integrated_Services_Digital_
Network
[26]
“Discount Rate Bank Sentral Indonesia”, diambil dari : http://www.indexmundi.com/indonesia/central_bank_discount_rate.html
61 Universitas Indonesia
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011