UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK KERJAPROFESIAPOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 02 SEPTEMBER – 28 OKTOBER2013
LAPORANPRAKTEK KERJAPROFESIAPOTEKER
BETA ZUDIA FERTAVENI, S.Farm. 1206329410
ANGKATAN LXXVII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JANUARI 2014 i
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK KERJAPROFESIAPOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 02 SEPTEMBER – 28 OKTOBER2013
LAPORANPRAKTEK KERJAPROFESIAPOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
BETA ZUDIA FERTAVENI, S.Farm. 1206329410
ANGKATAN LXXVII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JANUARI 2014 ii
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAI\' ORISINALITAS
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri, dan s€mua sumb6 baik yang dikutip Inaupun dirujuk talah saya nyatakan dengan benar.
Nama NPM
| 1206329410
TandaTangan
:
Tanggal
:
: Beta Zudia Fertaveni. S.Farm
13 Januad 2014
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
HALAMAN PENGESAE{N Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diaiukan oleh : Beta Zudia Fertaveni. S.Fann Nama . 12a6:29410 NPM : Profesi Apoteker Program Studi : Laporan Prakek Kerja Profesi Apoteker di Rurnah Sakit Judul Laporan Cipto Umum Pusat Nasional (RSUPN) 28 Oktober Mangunkusumo Periode 02 September :
Dr.
-
2At3
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Stutli Profesi Apoteker Fakultas Farmasi flniversitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
1
:i
,
Pembimbing
I
\
. Dewi Febrianti, S.Si, MARS, Apt.
Pembimbing 11 : Santi Purna Sari, M.Si, Apt.
( Penguji I
Penguji
II
Penguji III
,ft'Ors \bUqn
:
) )
, Fr Sr
flrt t'r Dt. lc,s\r'ita flllalisesurs , Y\ (.,11^
-D
t0,i?A u(
di : Depok Tanggal : \\ lanuan
Ditetapkan
tll
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulishaturkan kepada Tuhan Yang Maha Esaatassegala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan program Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo yang telah dilaksanakan pada tanggal 02September – 28Oktober 2013, serta dapat menyelesaikan laporan tugas umum ini dengan tepat waktu. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.
Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia
2.
Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt. selaku Pj.S. DekanFakultas Farmasi Universitas Indonesia sampai 20 Desember 2013.
3.
Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama penulis menempuh pendidikan di Farmasi Universitas Indonesia dan selama melaksanakan PKPA;
4.
Santi Purnasari, M.Si., Apt. selaku pembimbing dalam yang telah bersedia meluangkan waktunya membimbing penulis selama penyusunan laporan ini;
5.
Dra. Yulia Trisna, M.Pharm., Apt. selaku kepala Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk dapat menggali ilmu sebanyak-banyaknya selama PKPA;
6.
Dewi Febrianti, S.Si., MARS, Apt. selaku pembimbing luar atas waktu, pengarahan, serta membimbing penulis selama penyusunan laporan PKPA;
7.
Seluruh apoteker dan staf di Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo yang telah banyak berbagi ilmu kepada penulis selama pelaksanaan PKPA di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo;
8.
Keluarga dan orang-orang terdekat penulis yang selama ini tidak pernah berhenti memberikan dukungan dan doa;
iv
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
9.
Seluruh rekan sesama Apoteker Angkatan 77 Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, atas kerja sama, dukungan, semangat, dan persahabatan yang telah terjalin selama menempuh pendidikan di program profesi apoteker;
Penulis
menyadari
bahwa
masih
terdapat
kekurangan
dan
ketidaksempurnaan di dalam laporan ini. Oleh karena itu, penulis terbuka untuk menerima saran dan kritik yang membangun untuk memperbaiki penulisan laporan penulis ke depannya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat, baik bagi diri penulis maupun pihak lain yang terlibat dan membaca laporan ini.
Penulis
2014
v
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
HALAMAN PER}TYATAA}I PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPSNTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Univemitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah
ini: Nama
Beta Zudia Fertaveni, S.Farm.
NPM
1206329410
Pogram Studi Apoteker Fakultas
Farmasi
Jenis karya
I"aporan Praltek Kerja Profesi Apoteker
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia RoyatlFrce Right\
Hak Bebas Royalti
Noneksklusif (Non-exclnsive
atss karya ilmiah saya yang berjudul:
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROF'ESI APOTEKER DI RIJMAH SAIqT UMUM PUSAT NASIONAI, (RSUPN) DR CIPTO MANGUNI(USUMO PERIODE 02 SEPTEMBER _ 28 OKTOBER 2013 beserta perangkat yang ada (bila dipedukan) dengan Hak Bebas Royalti Nonekskiusif
ini Udiversitas Indonesia berhak menyimpaqmengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk basis data, merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya sela.rna tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Clpta. Demikian pemyataan ini saya buat dengan seb€narnya.
Dibuatdi
: Deook
Pada Tanggal : 13 Januari 2014
Yang menyatakan
(Beta Zudia Fertaveni, S.Faxm.)
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
ABSTRAK Nama : Beta Zudia Fertaveni Program Studi : Apoteker Judul : Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo Periode 02 September - 28 Oktober 2013 Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di Rumah Sakit yang menunjang upaya pelayanan kesehatan yang bermutu. Bagian yang berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan obat di Rumah Sakit adalah Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS). Kegiatan yang dilakukan oleh IFRS meliputi pengelolaan perbekalan farmasi seperti produksi, pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian serta pelayanan kefarmasian terkait penggunaan obat dan alat kesehatan yang habis pakai. Salah satu upaya untuk meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan dan kemampuan bekerja sama dengan profesi kesehatan lainnya, maka Fakultas Farmasi Universitas Indonesia menyelenggarakan program Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) bagi mahasiswa Program Pendidikan Apoteker yang bekerja sama dengan Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta yang berlangsung selama dua bulan. Kata Kunci
: Praktek Kerja Profesi Apoteker, Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta ix+100halaman : 2 gambar, 4 tabel Daftar Pustaka : 7 (1996-2009)
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
ABSTRACT Name : Beta Zudia Fertaveni Program Study : Apothecary Title : Pharmacist Internship Program at Dr. Cipto Mangunkusumo National Center General Hospital Period September 2nd October 28th 2013 Hospital pharmacy service is one of the activities that support the quality health care efforts in the hospital. The installation that have the authorities to provide universal medicine at the Hospital is the Hospital Pharmacy (IFRS). Some activities undertaken by the IFRS are include pharmaceuticals such as production management, selection, planning, procurement, receipt, storage, distribution and pharmacy services related to the use of drugs and medical equipment consumables. One of the efforts to improve the insight, knowledge, skills and ability to work closely with other health professions, the Faculty of Pharmacy, University of Indonesia held a Pharmacist Job Training Program (PKPA) for students of Pharmacists Education Program in cooperation with the National Center Hospital (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo which held for two months. Key Words ix+100 pages Bibliography
: Pharmacist Internship Program, National Center Hospital (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo : 2 pictures, 4 tables : 7 (1996-2009)
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... KATA PENGANTAR ....................................................................................... DAFTAR ISI ...................................................................................................... DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ DAFTAR TABEL ............................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
ii iii iv vi vii viii ix
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1.2 Tujuan ..................................................................................................
1 1 2
BAB 2 TINJAUAN UMUM ............................................................................. 3 2.1 Rumah Sakit .......................................................................................... 3 2.2 Tenaga Kesehatan ................................................................................. 6 2.3 Instalasi Farmasi Rumah Sakit.............................................................. 7 2.4 Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) ......................................................... 9 2.5 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit ................................ 12 2.6 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit ................................. 20 BAB 3 3.1 3.2 3.3 3.4
TINJAUAN KHUSUS ......................................................................... Profil RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ............................................ Profil Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ................ Keterlibatan Farmasi dalam Kepanitiaan Rumah Sakit ........................ Instalasi Sterilisasi Pusat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ..............
25 25 26 29 33
BAB 4 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7
PEMBAHASAN ................................................................................... Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) ..................................... Satelit Farmasi Pusat ............................................................................. Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A) ............................................... Satelit Intensive Care Unit (ICU) .......................................................... Satelit Kirana ......................................................................................... Gudang Perbekalan Farmasi Pusat ........................................................ Sub Instalasi Produksi ...........................................................................
38 38 47 52 62 67 72 77
BAB 5KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 83 5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 83 5.2 Saran ..................................................................................................... 83 DAFTAR ACUAN............................................................................................. 87
vi
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
(lanjutan) DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Alur Defekta Satelit Farmasi di IGD ............................................. 40 Gambar 4.2 Alur Pelayanan Resep Individual ................................................. 43
vii
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
(lanjutan) DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Tabel4.2 Tabel 4.3 Tabel4.4
Pembagian Jumlah Asisten Apoteker Tiap Shift di IGD ................. Aturan Pengiriman Obat di IGD ...................................................... Jadwal Pengambilan Perbekalan Farmasi Satelit Farmasi Pusat ..... Pembagian Ruang Rawat Gedung A ................................................
viii
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
39 44 50 52
(lanjutan) DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Timeline Kegiatan PKPA .............................................................. 88 Lampiran 2. Struktur Organisasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ............... 89 Lampiran 3. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi ............................................ 90 Lampiran 4. Struktur Organisasi Koordinator Administrasi dan Keuangan ...... 91 Lampiran 5. Struktur Organisasi Koordinator Produksi dan Diklitbang............ 92 Lampiran 6. Struktur Organisasi Koordinator Pelayanan Farmasi .................... 93 Lampiran 7. Contoh Etiket ................................................................................. 94 Lampiran 8. Contoh Klip Plastik Obat Unit Dose.............................................. 95 Lampiran 9. Contoh Stiker Obat ........................................................................ 96 Lampiran 10.Contoh Blanko Kartu Stok ............................................................ 97 Lampiran 11.Formulir Konseling Obat Pasien Pulang ....................................... 98 Lampiran 12.Lembar Monitoring Pengobatan Pasien Rawat Inap ..................... 99 Lampiran 13.Formulir Medication History TakingPasien .................................. 100
ix
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi (Republik Indonesia, 2009a). Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum ini, harus diwujudkan melalui berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh dan terpadu yang didukung oleh suatu sistem kesehatan nasional. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan
kesehatan
(promotif),
pencegahan
penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Konsep kesatuan upaya kesehatan ini menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia termasuk rumah sakit. Rumah sakit yang merupakan salah satu dari fasilitas pelayanan kesehatan, merupakan rujukan pelayanan kesehatan dengan fungsi utama menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi pasien. Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di Rumah Sakit yang menunjang upaya pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut diperjelas dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit, yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinis yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Bagian yang berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan obat di Rumah Sakit adalah Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS). Kegiatan yang dilakukan oleh IFRS meliputi pengelolaan perbekalan farmasi seperti produksi, pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian serta pelayanan kefarmasian terkait penggunaan obat dan alat kesehatan yang 1
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
habis pakai. Untuk memaksimalkan pelayanan obat di Rumah Sakit, sangat diperlukan profesionalisme apoteker. Apoteker bertanggung jawab dalam menjamin penggunaan obat yang rasional, efektif, aman, dan terjangkau oleh pasien dengan menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya (Siregar, 2004). Apoteker merupakan tenaga kefarmasian yang memiliki kewenangan dan tanggung
jawab
untuk
melaksanakan
pekerjaan
kefarmasian.
Seiring
perkembangan zaman, profesionalisme apoteker semakin diperlukan, karena pekerjaan kefarmasian tidak lagi berorientasi pada produk semata (product oriented), tetapi cenderung berorientasi pada pasien (patient oriented). Perubahan orientasi pekerjaan tersebut menuntut apoteker untuk memiliki pengetahuan yang luas dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian, baik dalam pengelolaan perbekalan farmasi maupun pelayanan farmasi klinis. Salah
satu
upaya
untuk
meningkatkan
wawasan,
pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan bekerja sama dengan profesi kesehatan lainnya, maka Fakultas Farmasi Universitas Indonesia menyelenggarakan program Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) bagi mahasiswa Program Pendidikan Apoteker yang bekerja sama dengan Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta yang berlangsung selama dua bulan.
1.2 Tujuan Tujuan pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah untuk memahami tugas pokok seorang apoteker di rumah sakit, yaitu peran manajerial dan pelayanan farmasi klinis di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit juga dapat didefinisikan sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial (Republik Indonesia, 2009a).
2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Menurut UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, untuk menjalankan tugas sebagaimana yang dimaksud, rumah sakit mempunyai fungsi sebagai berikut : 1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit, 2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis, 3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan, dan 4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
3
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
4
2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit Suatu sistem klasifikasi rumah sakit diperlukan untuk memberi kemudahan mengetahui identitas, organisasi, jenis pelayanan yang diberikan pemilik serta evaluasi golongan rumah sakit. Rumah sakit dapat diklasifikasikan menjadi beberapa golongan berdasarkan jenis pelayanan, kepemilikan, dan rumah sakit pendidikan.
2.1.3.1 Klasifikasi Rumah Sakit Berdasarkan Jenis Pelayanan Berdasarkan jenis pelayanan, rumah sakit dapat digolongkan menjadi: 1.
Rumah sakit umum Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, rumah sakit umum digolongkan menjadi: a.
Rumah sakit umum kelas A Rumah sakit umum kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit empat pelayanan medik spesialis dasar, lima pelayanan spesialis penunjang medik, duabelas pelayanan medik spesialis lain, dan tiga belas pelayanan medik subspesialis. b.
Rumah sakit umum kelas B Rumah sakit umum kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit empat pelayanan medik spesialis dasar, empat pelayanan spesialis penunjang medik, delapan pelayanan medik spesialis lainnya, dan dua pelayanan medik subspesialis dasar. c.
Rumah sakit umum kelas C Rumah sakit umum kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit empat pelayanan medik spesialis dasar dan empat pelayanan spesialis penunjang medik. d.
Rumah sakit umum kelas D Rumah sakit umum kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit dua pelayanan medik spesialis dasar.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
5
2.
Rumah Sakit Khusus Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya. Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, rumah sakit khusus digolongkan menjadi: a.
Rumah Sakit khusus kelas A
b.
Rumah Sakit khusus kelas B
c.
Rumah Sakit khusus kelas C
2.1.3.2 Berdasarkan Pengelola Berdasarkan pengelolanya, rumah sakit dapat digolongkan menjadi : 1.
Rumah sakit publik Rumah sakit publik adalah rumah sakit yang dapat dikelola oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2.
Rumah sakit privat Rumah sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum
dengan tujuan profit yang berbentuk Persero Terbatas atau Persero.
2.1.3.3 Rumah Sakit Pendidikan Rumah sakit pendidikan merupakan rumah sakit yang menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang pendidikan profesi kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan tenaga kesehatan lainnya.
2.1.4 Struktur Organisasi Rumah Sakit Setiap rumah sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan akuntabel agar dapat menjalankan fungsinya secara optimal. Menurut UU No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, organisasi rumah sakit paling sedikit terdiri atas kepala rumah sakit atau direktur rumah sakit, unsur pelayanan medis, unsur Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
6
keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan. Kepala rumah sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan. Pemilik rumah sakit tidak boleh merangkap menjadi kepala rumah sakit.
2.1.5 Indikator Pelayanan Rumah Sakit Indikator berguna untuk mengetahui tingkat pemanfaatan mutu dan efisiensi pelayanan rumah sakit, antara lain : 1.
Bed Occupancy Ratio (BOR): persentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu.
2.
Length of Stay (LOS): rata-rata lama rawat pasien.
3.
Bed Turn Over (BTO): frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu.
4.
Turn Over Interval (TOI): rata-rata hari di mana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya.
2.2 Tenaga Kesehatan Menurut UU No.36 tahun 2009, tenaga kesehatan merupakan setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan juga harus memiliki kualifikasi minimum, memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional. Kode etik dan standar profesi diatur oleh organisasi profesi masing-masing. Menurut Peraturan Pemerintah RI No.32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, tenaga kesehatan terdiri dari: 1.
Tenaga medis yang meliputi dokter dan dokter gigi;
2.
Tenaga keperawatan yang meliputi perawat dan bidan;
3.
Tenaga kefarmasian yang meliputi apoteker, analis farmasi, dan asisten apoteker;
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
7
4.
Tenaga kesehatan masyarakat yang meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog
kesehatan,
mikrobiolog
kesehatan,
penyuluh
kesehatan,
administrator kesehatan, dan sanitarian; 5.
Tenaga gizi yang meliputi nutrisionis dan dietisian;
6.
Tenaga keterapian medik yang meliputi fisioterapis, okupasiterapis, dan terapi wicara; dan
7.
Tenaga keteknisian teknis yang meliputi radiographer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis, optisien, ototik prostetik, teknisi transfusi darah, dan perekam medis.
2.3 Instalasi Farmasi Rumah Sakit 2.3.1 Definisi IFRS Instalasi adalah fasilitas penyelenggara pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, kegiatan penelitian, pengembangan, pendidikan, pelatihan, dan pemeliharaan sarana rumah sakit. Farmasi rumah sakit adalah seluruh aspek kefarmasian yang dilakukan rumah sakit. Jadi, Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu bagian/unit/divisi atau fasilitas di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar, 2004).
2.3.2 Tujuan IFRS Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1197/MENKES/SK/X/2004, tujuan pelayanan farmasi ialah: 1.
Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun fasilitas yang tersedia;
2.
Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi;
3.
Melaksanakan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) mengenai obat;
4.
Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku;
5.
Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah, dan evaluasi pelayanan; Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
8
6.
Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah, dan evaluasi pelayanan; serta
7.
Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda.
2.3.3 Tugas dan Tanggung Jawab IFRS Tugas utama IFRS adalah pengelolaan yang dimulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita hingga pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan oleh pasien rawat inap, rawat jalan, maupun semua unit di rumah sakit. Berkaitan dengan pengelolaan tersebut, IFRS harus menyediakan terapi obat yang optimal bagi semua penderita dan menjamin pelayanan bermutu tinggi dengan biaya minimal. IFRS juga bertanggung jawab mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan tepat untuk memenuhi kebutuhan berbagai bagian/unit diagnosa dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medik, dan rumah sakit keseluruhan untuk kepentingan pelayanan pasien yang lebih baik (Siregar, 2004).
2.3.4 Ruang Lingkup Fungsi IFRS IFRS mempunyai berbagai fungsi yang dapat digolongkan menjadi fungsi klinik dan non-klinik. Fungsi non-klinik meliputi perencanaan, penetapan spesifikasi
produk
dan
pemasok,
pengadaan,
pengendalian,
produksi,
penyimpanan, pengemasan dan pengemasan kembali, distribusi, dan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar (Siregar, 2004). Ruang lingkup farmasi klinis mencakup fungsi farmasi yang dilakukan dalam program rumah sakit yaitu pemantauan terapi obat (PTO), evaluasi penggunaan obat (EPO), penanganan bahan sitotoksik, pelayanan di unit perawatan kritis, penelitian, pengendalian infeksi rumah sakit, sentra informasi obat, pemantauan reaksi obat merugikan (ROM), sistem pemantauan kesalahan obat, buletin terapi obat, program edukasi ‘in-service’ bagi Apoteker, dokter, dan perawat, serta investigasi obat, konseling, pemantauan kadar obat dalam darah, ronde/visite pasien, pengkajian resep, dan penggunaan obat (Siregar, 2004).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
9
2.3.5 Struktur Organisasi IFRS Berdasarkan
keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
1197/Menkes/SK/X/2004, pelayanan farmasi diselenggarakan dengan visi, misi, tujuan, dan bagan organisasi yang mencerminkan penyelenggaraan berdasarkan filosofi
pelayanan
kefarmasian.
Bagan
organisasi
adalah
bagan
yang
menggambarkan pembagian tugas, koordinasi, dan kewenangan serta fungsi. Kerangka organisasi minimal mengakomodasi penyelenggaraan pengelolaan perbekalan, pelayanan farmasi klinis dan manajemen mutu, serta harus selalu dinamis sesuai perubahan yang dilakukan yang tetap menjaga mutu sesuai harapan pelanggan. Struktur organisasi dapat dibagi menjadi tiga tingkat yaitu tingkat puncak, tingkat menengah, dan garis depan. Manajer tingkat puncak bertanggung jawab untuk perencanaan, penerapan, dan peningkatan efektifitas fungsi dari sistem mutu secara menyeluruh. Manajer tingkat menengah sebagian besar merupakan kepala bagian/unit fungsional yang bertanggung jawab untuk mendesain dan menerapkan berbagai kegiatan pelayanan yang diinginkan. Manajer garis depan terdiri
atas
personil
pengawas
yang
secara
langsung
memantau
dan
mengendalikan kegiatan yang berkaitan dengan mutu pelayanan. Setiap personil IFRS harus mengetahui lingkup, tanggung jawab, kewenangan fungsi mereka, dampaknya pada pelayanan, dan bertanggung jawab untuk mencapai mutu produk dan pelayanan (Siregar, 2004).
2.4 Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2004). 2.4.1 Definisi PFT Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan Apoteker wakil dari farmasi rumah sakit, serta tenaga kesehatan lainnya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
10
2.4.2 Fungsi dan Ruang Lingkup PFT Berikut adalah beberapa fungsi PFT, yaitu: 1.
Mengembangkan formularium di rumah sakit dan merevisinya. Pemilihan obat untuk dimasukan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi secara subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok, dan produk obat yang sama;
2.
Panitia Farmasi dan Terapi harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis;
3.
Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang termasuk dalam kategori khusus;
4.
Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional;
5.
Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan mengkaji medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi. Tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus penggunaan obat secara rasional;
6.
Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat; dan
7.
Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis dan perawat.
2.4.3 Struktur Organisasi PFT Susunan organisasi PFT serta kegiatan yang dilakukan bagi tiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit setempat. 1.
PFT harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) dokter, Apoteker, dan perawat. Untuk rumah sakit yang besar, tenaga dokter bisa lebih dari 3 (tiga) orang yang mewakili semua staf medis fungsional yang ada;
2.
Ketua PFT dipilih dari dokter yang ada di dalam kepanitiaan dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik, maka sebagai ketua berasal
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
11
dari bidang Farmakologi. Sekretarisnya adalah Apoteker dari instalasi farmasi atau Apoteker yang ditunjuk; 3.
PFT harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali. Rapat PFT dapat mengundang pakar-pakar dari dalam maupun dari luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan PFT;
4.
Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT diatur oleh sekretaris, termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat; dan
5.
Membina hubungan kerja dengan panitia di dalam rumah sakit yang sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat.
2.4.4 Tugas Apoteker Dalam Panitia Farmasi dan Terapi Apoteker dalam panitia farmasi dan terapi memili tugas antara lain: 1.
Menjadi salah seorang anggota panitia (wakil ketua/sekretaris);
2.
Menetapkan jadwal pertemuan;
3.
Mengajukan acara yang akan dibahas dalam pertemuan;
4.
Menyiapkan dan memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk pembahasan dalam pertemuan;
5.
Mencatat semua hasil keputusan dalam pertemuan dan melaporkan pada pimpinan rumah sakit;
6.
Menyebarluaskan keputusan yang sudah disetujui oleh pimpinan kepada seluruh pihak yang terkait;
7.
Melaksanakan keputusan-keputusan yang sudah disepakati dalam pertemuan.
8.
Menunjang pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, pedoman penggunaan antibiotika, dan pedoman penggunaan obat dalam kelas terapi lain;
9.
Membuat formularium rumah sakit berdasarkan hasil kesepakatan PFT;
10. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan; 11. Melaksanakan pengkajian dan penggunaan obat; dan 12. Melaksanakan umpan balik hasil pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat pada pihak terkait.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
12
2.4.5 Formularium Rumah Sakit Formularium adalah himpunan obat yang diterima atau disetujui oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi pada setiap batas waktu yang ditentukan. Komposisi formularium terdiri dari halaman judul, daftar nama anggota Panitia Farmasi dan Terapi (PFT), daftar isi, informasi mengenai kebijakan dan prosedur di bidang obat, produk obat yang diterima untuk digunakan, dan lampiran. Sistem yang dipakai adalah suatu sistem dimana prosesnya tetap berjalan terus, dalam arti kata bahwa sementara formularium itu digunakan oleh staf medis, di lain pihak Panitia Farmasi dan Terapi mengadakan evaluasi dan menentukan pilihan terhadap produk obat yang ada di pasaran, dengan lebih mempertimbangkan kesejahteraan pasien.
2.5 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit
(Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2008 dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2004) Pengelolaan perbekalan farmasi atau sistem manajemen perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari
perencanaan sampai
evaluasi yang saling terkait antara satu dengan yang lain. Kegiatannya mencakup perencanaan,
pengadaan,
penerimaan,
penyimpanan,
pendistribusian,
pengendalian, pencatatan dan pelaporan, penghapusan, monitoring dan evaluasi.
2.5.1 Perencanaan Perencanaan perbekalan farmasi adalah salah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan perbekalan farmasi di rumah sakit. Tujuan perencanaan perbekalan adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tahapan perencanaan kebutuhan farmasi meliputi: 1.
Pemilihan Fungsi pemilihan adalah untuk menentukan apakah perbekalan farmasi
benar-benar diperlukan sesuai dengan jumlah pasien atau kunjungan dan pola penyakit di rumah sakit. Pemilihan obat di rumah sakit merujuk kepada Formularium RS, Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) sesuai kelas rumah sakit Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
13
masing-masing, Formularium Jaminan Kesehatan bagi masyarakat miskin, Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) Askes, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). 2.
Kompilasi Penggunaan Kompilasi penggunaan perbekalan farmasi berfungsi untuk mengetahui
penggunaan bulanan masing-masing jenis perbekalan farmasi di unit pelayanan selama setahun dan sebagai pembanding bagi stok optimum. 3.
Perhitungan Kebutuhan Perhitungan kebutuhan obat dilakukan untuk menghindari masalah
kekosongan obat atau kelebihan obat. Metode yang biasa digunakan dalam perhitungan kebutuhan obat, antara lain : a.
Metode Konsumsi Secara umum, metode konsumsi menggunakan data konsumsi obat
individual dalam memproyeksikan kebutuhan yang akan datang berdasarkan data konsumsi tahun sebelumnya. Dasarnya adalah data riil konsumsi obat per periode yang lalu dengan berbagai penyesuaian dan koreksi. b.
Metode Morbiditas Metode morbiditas menggunakan data jumlah pasien pengguna fasilitas
kesehatan yang ada dan tingkat morbiditas (frekuensi masalah kesehatan yang umum) untuk membuat rencana kesehatan obat yang dibutuhkan. Dasarnya adalah jumlah kebutuhan obat yang digunakan untuk beban kesakitan. Metode morbiditas membutuhkan sebuah daftar tentang masalah kesehatan umum, sebuah daftar obat-obatan yang penting mencakup terapi untuk masalah-masalah tersebut dan satu set pengobatan standar untuk tujuan perhitungan (berdasarkan pada Praktek rata-rata atau pedoman pengobatan). c.
Metode Kombinasi Pada kasus tertentu digunakan metode morbiditas atau epidemiologi,
selain itu dihitung dengan menggunakan metode konsumsi. Misalnya metode morbiditas digunakan untuk meghitung obat-obat yang digunakan untuk kasus demam berdarah berdasarkan angka prevalensinya, sisanya dihitung dengan menggunakan metode konsumsi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
14
4.
Evaluasi Perencanaan Setelah dilakukan perhitungan kebutuhan perbekalan farmasi untuk tahun
yang akan datang, biasanya akan diperoleh jumlah kebutuhan dan idealnya diikuti dengan evaluasi. Evaluasi dapat dilakukan dengan cara atau teknik seperti analisa nilai ABC untuk evaluasi aspek ekonomi, kriteria VEN untuk evaluasi aspek medik atau terapi, kombinasi ABC dan VEN, dan revisi daftar perbekalan farmasi.
2.5.2 Pengadaan Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui melalui pembelian, produksi atau pembuatan sediaan farmasi dan sumbangan/droping/hibah. Tujuan pengadaan adalah untuk mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga layak, mutu yang baik, serta pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar, dan tidak memerlukan tenaga dan waktu berlebihan. 1.
Pembelian Pembelian adalah rangakaian proses pengadaan untuk mendapatkan
perbekalan farmasi. Terdapat empat metode pada proses pembelian, yaitu : a.
Pelelangan (tender) Terbuka Berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar dan sesuai dengan kriteria
yang telah ditentukan. Pada penentuan harga metode ini lebih menguntungkan. Pelaksanaannya memerlukan staf yang kuat, waktu lama, dan perhatian penuh. b.
Tender Terbatas Tender terbatas sering disebut juga sebagai lelang tertutup. Hanya
dilakukan pada rekanan tertentu yang sudah terdaftar dan memiliki riwayat yang baik. Harga masih dapat dikendalikan, tenaga dan beban kerja lebih ringan bila dibandingkan dengan lelang terbuka. c.
Pembelian dengan Tawar-menawar Metode dilakukan bila item tidak penting, tidak banyak dan biasanya
dilakukan pendekatan langsung untuk item tertentu.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
15
d.
Pembelian Langsung Pembelian dilakukan dalam jumlah kecil untuk item yang perlu segera
tersedia. Harga untuk item tertentu relatif lebih mahal dibanding pada pembelian dengan metode lain. 2.
Produksi Produksi merupakan kegiatan membuat, mengubah bentuk, dan mengemas
kembali sediaan farmasi steril atau non-steril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria obat yang diproduksi adalah : a.
Sediaan Farmasi dengan Formula Khusus;
b.
Sediaan Farmasi dengan Harga Murah;
c.
Sediaan Farmasi dengan Kemasan yang Lebih Kecil;
d.
Sediaan Farmasi yang Tidak Tersedia di Pasaran;
e.
Sediaan Farmasi untuk Penelitian;
f.
Sediaan Nutrisi Parenteral;
g.
Rekonstruksi Sediaan Obat Kanker; dan
h.
Sediaan Farmasi yang Harus Dibuat Baru.
Jenis sediaan farmasi yang diproduksi : a.
Produksi Steril Persyaratan teknis untuk produksi steril, antara lain :
1) Ruangan aseptis; 2) Peralatan, contohnya laminar air flow (horizontal dan vertikal), autoclave, oven, cytoguard, dan alat pelindung diri; serta 3) Sumber daya manusia merupakan petugas yang terlatih.
Kegiatan produksi steril meliputi : 1) Nutrisi (TPN) TPN adalah nutrisi dasar untuk pemberian secara intravena yang diperlukan bagi penderita yang kebutuhan nutrisinya tidak dapat terpenuhi secara enteral. Contoh TPN adalah campuran sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, dan mineral untuk kebutuhan individual dan dikemas ke dalam kantong khusus untuk nutrisi. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
16
2) Pencampuran Obat Suntik / Sediaan Intravena (IV admixture) IV admixture adalah pencampuran sediaan steril ke dalam larutan intravena secara aseptis untuk menghasilkan suatu sediaan steril. Contoh kegiatan IV admixture adalah mencampur sediaan intravena ke dalam cairan infus dan melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut yang sesuai. 3) Pengemasan kembali (re-packing) 4) Rekonstitusi sediaan sitostatika
b. Produksi Non-Steril Kegiatan produksi non-steril meliputi : 1) Pembuatan sirup Contoh sirup yang umum dibuat di rumah sakit adalah OBH (Obat Batuk Hitam). 2) Pembuatan salep Contoh : salep AAV. 3) Pembuatan puyer Contoh : obat racikan 4) Pengemasan kembali (re-packing) Contoh : Alkohol, Povidon Iodine 5) Pengenceran Contoh : H2O2 3%. Sediaan farmasi yang diproduksi oleh IFRS harus akurat dalam identitas, kekuatan, kemurnian, dan mutu. Oleh karena itu, harus ada pengendalian proses dan produk untuk semua sediaan yang diproduksi atau pembuatan sediaan ruah dan pengemasan yang memenuhi syarat. Formula induk dan batch harus terdokumentasi dengan baik (termasuk hasil pengujian produk). 3.
Sumbangan/droping/hibah Pada prinsipnya pengelolaan perbekalan farmasi dari hibah/sumbangan
mengikuti kaidah umum pengelolaan perbekalan farmasi reguler. Perbekalan farmasi yang tersisa dapat dipakai untuk menunjang pelayanan kesehatan di saat situasi normal.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
17
2.5.3 Penerimaan Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian. Staf farmasi merupakan bagian dari tim penerimaan perbekalan farmasi. Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi : 1.
Setiap produk jadi yang telah di produksi oleh pabrik harus mempunyai certificate of analysis (CA);
2.
Barang harus bersumber dari distributor utama;
3.
Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk kategori bahanbahan berbahaya;
4.
Khusus untuk alat kesehatan atau kedokteran harus mempunyai certificate of origin (CO); dan
5.
Waktu kadaluarsa minimal 2 tahun.
2.5.4 Penyimpanan Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Tujuan penyimpanan, antara lain: 1.
Memelihara mutu sediaan farmasi;
2.
Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab;
3.
Menjaga ketersediaan; dan
4.
Memudahkan pencarian dan pengawasan Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, menurut
bentuk sediaan dan alfabetis, dengan menerapkan prinsip FIFO dan FEFO, dan disertai sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. Penyimpanan sebaiknya dilakukan dengan memperpendek jarak gudang dengan pemakai agar efisien.
2.5.5
Pendistribusian Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah
sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
18
rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Tujuan distribusi adalah tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan secara tepat waktu, tepat jenis, dan jumlah. Distribusi perbekalan farmasi di rumah sakit dapat dilakukan dengan berbagai sistem distribusi yang dirancang atas dasar kemudahan dijangkau pasien dengan mempertimbangkan : 1.
Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada;
2.
Metode sentralisasi atau desentralisasi; dan
3.
Sistem total floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi. Beberapa kategori sistem pendistribusian perbekalan farmasi, antara lain :
1.
Sistem Persediaan Lengkap Di Ruangan (Total Floor Stock) Pada sistem total floor stock, sejumlah perbekalan farmasi disimpan dalam
ruang rawat untuk memenuhi kebutuhan di ruang tersebut. Pendistribusian perbekalan farmasi menjadi tanggung jawab perawat ruangan. Perbekalan yang disimpan tidak dalam jumlah besar dan dapat dikontrol secara berkala oleh petugas farmasi . Sistem distribusi ini hanya digunakan untuk kebutuhan gawat darurat dan bahan dasar habis pakai. Beberapa keuntungan dari sistem total floor stock adalah : a.
Obat yang dibutuhkan cepat tersedia;
b.
Meniadakan retur obat;
c.
Pasien tidak harus membayar obat berlebih; dan
d.
Mengurangi jumlah personil farmasi. Beberapa kelemahan dari sistem total floor stock adalah :
a.
Kesalahan obat tinggi (salah order dari dokter, salah peracikan oleh perawat, atau salah etiket obat);
b.
Persediaan obat di ruangan menjadi banyak;
c.
Kemungkinan kehilangan dan kerusakan obat lebih besar; dan
d.
Menambah beban kerja bagi perawat.
2.
Sistem Resep Perorangan (Resep Individual) Pada distribusi dengan sistem resep individual, perbekalan farmasi
disiapkan dan didistribusikan kepada pasien sesuai dengan yang tertulis di resep. Pendistribusian perbekalan farmasi dengan sistem resep individual dilakukan melalui instalasi farmasi. Beberapa keuntungan dari sistem ini adalah : Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
19
a.
Resep dapat dikaji terlebih dahulu oleh apoteker;
b.
Ada interaksi antara apoteker, dokter, dan perawat; dan
c.
Ada pengendalian persediaan. Kelemahan dari sistem ini adalah :
a. Bila obat berlebih, pasien tetap harus membayar; b. Obat dapat terlambat sampai ke pasien; c. Masih memerlukan tenaga perawat untuk menyiapkan obat sebelum diberikan ke pasien; dan d. Kehilangan dan kesalahan penggunaan obat masih cukup besar karena tidak adanya proses pengawasan ganda. 3. Sistem Unit Dosis Pada sistem unit dosis, pendistribusian obat dilakukan melalui resep perorangan yang disiapkan, diberikan atau digunakan, dan dibayar dalam unit untuk penggunaan satu kali dosis. Penyiapan dan pengendalian obat dilakukan oleh instalasi farmasi untuk tiap waktu penggunaan dalam sehari. Selanjutnya, obat diserahkan kepada perawat untuk diberikan ke pasien. Sistem unit dosis hanya dapat dilakukan untuk pasien rawat inap, bukan untuk pasien rawat jalan. Keuntungan dari sistem distribusi unit dosis, antara lain : a.
Pasien hanya membayar obat yang telah dipakainya;
b.
Tidak ada kelebihan obat atau obat yang tidak terpakai di ruang perawatan;
c.
Semua obat dipersiapkan oleh farmasi sehingga perawat mempunyai waktu yang lebih untuk merawat pasien;
d.
Menciptakan sistem pengawasan ganda yaitu oleh farmasi ketika membaca resep dokter, sebelum dan sesudah menyiapkan obat serta oleh perawat ketika membaca formulir instruksi obat sebelum memberikan obat kepada pasien. Hal ini akan mengurangi kesalahan pengobatan (medication error);
e.
Memperbesar kesempatan komunikasi antara farmasi, perawat, dan dokter serta pasien;
f.
Memungkinkan farmasi mempunyai profil farmasi penderita yang dibutuhkan untuk drug use review (pengkajian penggunan obat); dan
g.
Memudahkan pengendalian dan pemantauan penggunaan persediaan farmasi. Kelemahan dari sistem distribusi unit dosis adalah : Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
20
a.
Membutuhkan banyak tenaga farmasi;
b.
Harus segera siap sebelum jam makan pasien; dan
c.
Menggunakan lebih banyak bungkus obat.
2.6
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit (Kementerian Republik Indonesia, 2004)
2.6.1
Pengkajian Resep Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari skrining resep
meliputi persyaratan administrasi, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Persyaratan administrasi meliputi : a. Nama, tanggal lahir, nomor rekam medis, jenis kelamin, dan berat badan pasien; b. Nama, nomor ijin, alamat, dan paraf dokter; c. Tanggal resep; dan d. Ruangan atau unit asal resep.
Kesesuaian farmasetik meliputi : a. Bentuk dan kekuatan sediaan; b. Dosis dan jumlah obat; c. Stabilitas dan ketersediaan; dan d. Aturan, cara, dan teknik penggunaan. Pertimbangan klinis meliputi : a. Ketepatan indikasi, dosis, dan waktu penggunaan obat; b. Duplikasi pengobatan; c. Alergi, interaksi, dan efek samping obat; d. Kontraindikasi; dan e. Efek aditif.
2.6.2
Pelayanan Informasi Obat (PIO) PIO merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk
memberikan informasi secara akurat, tidak bias, dan terkini kepada tenaga kesehatan dan pasien. Tujuan PIO meliputi : Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
21
1.
Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan dilingkungan rumah sakit;
2.
Menyediakan
informasi
untuk
membuat
kebijakan-kebijakan
yang
berhubungan dengan obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan Terapi (PFT); 3.
Meningkatkan profesionalisme Apoteker; dan
4.
Menunjang terapi obat yang rasional. Kegiatan yang termasuk dalam PIO meliputi :
1.
Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif dan pasif;
2.
Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat, atau tatap muka;
3.
Membuat buletin, leaflet, dan label obat;
4.
Menyediakan
informasi
bagi
PFT
sehubungan
dengan
penyusunan
formularium rumah sakit; 5.
Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga kesehatan lainnya; dan
6.
Mengoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian.
2.6.3
Pemantauan dan pelaporan Efek Samping Obat (ESO) Pemantauan dan pelaporan ESO merupakan kegiatan pemantauan setiap
respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis, dan terapi. Tujuan monitoring ESO yakni menemukan ESO sedini mungkin (terutama yang berat, tidak dikenal, atau frekuensinya jarang), menentukan frekuensi dan insiden ESO, dan mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan atau mempengaruhi timbulnya ESO. Kegiatan monitoring efek samping obat meliputi: 1.
Menganalisa laporan ESO;
2.
Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami ESO;
3.
Mengisi formulir ESO; dan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
22
4.
Melaporkan ke Panitia ESO Nasional. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam monitoring ESO yakni
kerjasama dengan PFT dan ruang rawat serta ketersediaan formulir monitoring ESO. Apoteker yang ingin memulai atau menerapkan program tersebut, dapat mengusulkan beberapa metode kepada PFT. Usulan ini mencakup pelaporan sukarela oleh praktisi individu, mengaji kartu pengobatan pasien, surveilans obat individu, dan surveilans unit pasien.
Pengkajian Penggunaan Obat (Drug Use Review)
2.6.4
Pengkajian
penggunaan obat
adalah
alat
untuk
mengidentifikasi
permasalahan terkait penggunaan obat seperti dosis yang tidak benar, reaksi efek samping yang bisa dihindari, pemilihan obat yang tidak tepat, dan kesalahan dalam penyiapan dan pemberian obat. Pengkajian penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman, dan terjangkau oleh pasien. Tujuan dari pengkajian penggunaan obat adalah: 1.
Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter tertentu;
2.
Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter satu dengan yang lain;
3.
Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik; dan
4.
Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.
Alat yang digunakan dalam pengkajian penggunaan obat adalah 1.
2.
Indikator peresepan, yang mencakup parameter inti sebagai berikut : a.
Rata-rata jumlah obat per pasien;
b.
Persentase obat yang diresepkan menggunakan nama generik;
c.
Persentase pasien yang diresepkan antibiotik;
d.
Persentase pasien yang diresepkan injeksi; dan
e.
Persentase obat yang diresepkan dari daftar obat esensial.
Indikator pelayanan pasien, yang mencakup parameter inti sebagai berikut : a. Rata-rata waktu konsultasi; b. Rata-rata waktu dispensing; Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
23
c. Persentase obat aktual yang disiapkan; d. Persentase pelabelan yang benar; dan e. Persentase pasien yang memiliki pemahaman yang benar tentang obat. 3.
Indikator fasilitas, yang mencakup parameter inti sebagai berikut : a. Ketersediaan daftar obat-obat esensial b. Ketersediaan obat-obat esensial.
2.6.5 Konseling Konseling merupakan suatu proses sistematik untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pasien terkait penggunaan obat pasien rawat jalan dan rawat inap. Konseling bertujuan untuk memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan mengenai nama obat, tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat, efek samping obat, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat, dan interaksi dengan penggunaan obat-obat lain. Konseling dapat dilakukan untuk pasien dengan kriteria sebagai berikut : 1.
Pasien rujukan dokter,
2.
Pasien dengan penyakit kronis,
3.
Pasien dengan obat yang berindeks terapi sempit dan polifarmasi,
4.
Pasien geriatrik, dan
5.
Pasien pulang sesuai dengan kriteria di atas. Konseling terdiri dari beberapa kegiatan, di antaranya :
1.
Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien.
2.
Menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan obat yang dikatakan oleh dokter kepada pasien dengan metode open-ended question, mencakup: a. Apa yang dikatakan dokter mengenai obat b. Bagaimana cara pemakaiannya c. Efek yang diharapkan dari obat tersebut
3.
Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat.
4.
Melakukan
verifikasi
akhir
yaitu
mengecek
pemahaman
pasien,
mengidentifikasi, dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
24
2.6.6
Ronde/visite pasien Ronde merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim
dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang bertujuan untuk : 1. Pemilihan obat, 2. Menerapkan secara langsung pengetahuan farmakologi terapeutik, 3. Menilai kemajuan pasien, dan 4. Bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain. Kegiatan yang dilakukan pada pelaksanaan ronde adalah sebagai berikut : 1.
Apoteker harus memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari kunjungan tersebut kepada pasien;
2.
Untuk pasien yang baru dirawat, apoteker harus menanyakan terapi obat terdahulu dan memperkirakan masalah yang mungkin terjadi;
3.
Apoteker memberikan keterangan pada formulir resep untuk menjamin penggunaan obat yang benar; dan
4.
Melakukan pengkajian terhadap catatan perawat, yang akan berguna untuk pemberian obat. Setelah kunjungan, apoteker membuat catatan mengenai permasalahan dan
penyelesaian masalah dalam buku yang digunakan bersama antara apoteker sehingga dapat menghindari pengulangan kunjungan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS 3.1 Profil RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo 3.1.1 Sejarah Singkat Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo didirikan pada tanggal 19 November 1919 dengan nama Centrale Burgerlijke Ziekenhuis (CBZ). Bulan Maret 1942, pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, CBZ dijadikan rumah sakit perguruan tinggi (Ika Daigaku Byongin). CBZ diubah namanya menjadi Rumah Sakit Oemoem Negeri (RSON) yang dipimpin oleh Prof. Dr. Asikin Widjaya Koesoema dan delanjutnya dipimpin oleh Prof. Tamija pada tahun 1945. Pada tahun 1950, RSON berubah nama menjadi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) diresmikan menjadi Rumah Sakit Tjipto Mangunkusumo (RSTM) oleh Menteri Kesehatan pada masa itu, Prof. Dr. Satrio, yang dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1964. Sejalan dengan perkembangan ejaan baru Bahasa Indonesia, RSTM diubah menjadi RSCM. Pada tanggal 13 Juni 1994, sesuai SK Menkes Nomor 553/Menkes/SK.VI/1994, rumah sakit ini berubah namanya menjadi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo hingga saat ini. Berdasarkan PP No. 116 tahun 2000, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ditetapkan sebagai Perusahaan Jawatan (Perjan) RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta dan dalam perkembangan selanjutnya, status Perjan RSCM diubah menjadi Badan Layanan Umum (BLU) berdasarkan PP No. 23 Tahun 2005, dengan harapan RSCM mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
3.1.2 Visi RSCM memiliki visi “Menjadi rumah sakit pendidikan dan pusat rujukan nasional terkemuka di Asia Pasifik tahun 2014”.
25
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
26
3.1.3 Misi RSCM memiliki misi antara lain: 1.
Memberikan pelayanan kesehatan paripurna dan bermutu serta terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
2.
Menjadi tempat pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan.
3.
Menyelenggarakan
penelitian
dan
pengembangan
dalam
rangka
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui manajemen yang mandiri.
3.1.4 Pengelolaan organisasi dan sumber daya manusia RSCM dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang membawahi lima direktorat, yaitu Direktorat Medik dan Keperawatan, Direktorat Pengembangan dan Pemasaran, Direktorat Sumber Daya Manusia dan Pendidikan, Direktorat Keuangan, dan Direktorat Umum dan Operasional yang terkait dengan pelayanan rumah sakit. Struktur organisasi RSCM dapat dilihat secara lebih jelas pada Lampiran 1.
3.1.5 Klasifikasi RSCM merupakan rumah sakit umum pemerintah pusat kelas A yang merupakan pusat rujukan nasional. RSCM juga merupakan rumah sakit pendidikan yang bekerjasama dengan berbagai pihak, salah satunya bekerjasama dengan Universitas Indonesia dalam melaksanakan program pendidikan dibidang kesehatan. Misalnya, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) sebagai mitra penyelenggara program pendidikan Spesialis dan Sub Spesialis dan Fakultas Farmasi (FFUI) sebagai mitra penyelenggara program pendidikan profesi Apoteker.
3.2 Profil Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Instalasi Farmasi RSCM merupakan satuan kerja fungsional sebagai pusat pendapatan di lingkungan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo yang berada di bawah Direktorat Medik dan Keperawatan. Instalasi Farmasi dipimpin oleh seorang Apoteker pejabat yang disebut Kepala Instalasi Farmasi.
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
27
3.2.1 Visi Instalasi Farmasi RSCM memiliki visi “Menjadi penyelenggara pelayanan farmasi yang komprehensif dengan kualitas terbaik dan mengutamakan kepuasan pelanggan di Asia Pasifik pada tahun 2014”.
3.2.2 Misi Instalasi Farmasi RSCM memiliki misi antara lain: 1.
Menyelenggarakan pelayanan farmasi prima untuk kepuasan pelanggan.
2.
Menyelenggarakan manajemen perbekalan farmasi yang efektif dan efisien.
3.
Menyelenggarakan
pelayanan
farmasi
klinis
untuk
meningkatkan
keselamatan pasien dan mencapai hasil terapi obat yang optimal. 4.
Menunjang penyelenggaraan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional.
5.
Memproduksi sediaan farmasi tertentu yang dibutuhkan RSCM sesuai persyaratan mutu.
6.
Berperan serta dalam peningkatan pendapatan rumah sakit.
7.
Berperan serta dalam program pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan farmasi.
3.2.3 Nilai Budaya RSCM memiliki 5 nilai budaya Profesionalisme, Integritas, Kepedulian, Penyempurnaan Berkesinambungan serta Belajar dan Mendidik.
3.2.4 Tujuan Umum Menyelenggarakan pelayanan farmasi yang profesional, berdasarkan prosedur kefarmasian dan etika profesi, bekerjasama dengan dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lain yang terkait dalam rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional.
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
28
3.2.5 Tujuan Khusus 1.
Aspek manajemen, antara lain mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien, menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan, mewujudkan sistem informasi tepat guna dan berdaya guna, meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan farmasi melalui pendidikan dan pelatihan, serta mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi mutu pelayanan farmasi.
2.
Aspek klinik, antara lain mengkaji instruksi pengobatan, mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan obat, memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat, menjadi pusat informasi obat bagi tenaga kesehatan, pasien/keluarga dan masyarakat, melaksanakan konseling pada pasien, melakukan pengkajian obat, melakukan penanganan obat-obat kanker, melakukan perencanaan, penerapan dan evaluasi obat, bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain, dan berperan serta dalam tim/kepanitiaan di rumah sakit seperti Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) serta Pelaksana Pengendalian Resistensi Antibiotik (PPRA).
3.2.6 Tugas Pokok dan Fungsi Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo memiliki tugas melaksanakan
pengelolaan
perbekalan
farmasi
yang
optimal,
meliputi
perencanaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian perbekalan farmasi dan produksi sediaan farmasi, serta melaksanakan pelayanan farmasi klinis sesuai prosedur kefarmasian dan etika profesi. Selain itu, Instalasi Farmasi juga berpartisipasi aktif dalam kegiatan pendidikan, pelatihan dan penelitian di bidang Farmasi. Untuk menjalankan tugasnya tersebut, Instalasi Farmasi RSCM berfungsi dalam: 1.
Penyusunan standar, kriteria, prosedur dan indikator kinerja pelayanan kefarmasian
2.
Pengkoordinasian perencanaan perbekalan farmasi
3.
Pengelolaan perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit
4.
Penyelenggaraan produksi sediaan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
29
5.
Penyelenggara pengkajian instruksi pengobatan dan resep pasien.
6.
Pengidentifikasian masalah dengan penggunaan obat dan alat kesehatan.
7.
Pencegahan dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat kesehatan terhadap efektivitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan.
8.
Pemberian informasi kepada petugas kesehatan, pasien / keluarga.
9.
Pemberian konseling kepada pasien / keluarga.
10. Pelaksanaan pencampuran obat suntik, dispensing, dosis unit. 11. Penyelenggaraan supervisi terhadap pelayanan farmasi. 12. Pemantauan, pengawasan, dan pengendalian terhadap jaminan mutu pengelolaan pelayanan kefarmasian. 13. Pengembangan profesi SDM kefarmasian. 14. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan.
3.2.7 Pengelolaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia Instalasi Farmasi RSCM bertanggung jawab langsung kepada Direktorat Medik dan Keperawatan. Instalasi Farmasi berpusat di Gedung Central Medical Unit (CMU) 2 lantai 3 dan dipimpin oleh seorang apoteker selaku Kepala Instalasi Farmasi RSCM yang membawahi : 1.
Koordinator Administrasi dan Keuangan (Adminkeu);
2.
Koordinator Produksi dan Diklitbang; dan
3.
Koordinator Pelayanan Farmasi
3.3 Keterlibatan Farmasi dalam Kepanitiaan Rumah Sakit 3.3.1 Pelaksana pengendalian resistensi antimikroba (PPRA) PPRA merupakan suatu tim pelaksana yang dibentuk rumah sakit dengan tujuan: 1.
Tercapainya peningkatan mutu dalam pemakaian antibiotik di rumah sakit melalui kerja sama dengan empat pilar yang terdiri dari Panitia Farmasi dan Terapi,
Panitia
Pengendalian
Infeksi
Rumah
Mikrobiologi Klinik dan Tim Farmasi Klinik.
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
Sakit
(PPIRS),
Tim
30
2.
Terlaksananya pengawasan, pemantauan, dan pengendalian prosedur pemakaian antibiotik di masing-masing unit, agar tidak menyimpang dari prosedur yang telah ditetapkan.
3.
Terlaksananya evaluasi pelaksanaan pemakaian antibiotik.
4.
Terselenggaranya pendidikan, pelatihan, dan penelitian dalam pengendalian resistensi antimikroba. Tim PPRA melaksanakan pengawasan dan pengendalian penggunaan
antimikroba secara bijak (meliputi efikasi, biaya, keamanan, kenyamanan) di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Tim PPRA terdiri dari: 1. Tim inti yaitu: a. Perwakilan dari Panitia Farmasi dan Terapi. b. PPIRS. c. Spesialis Farmasi Klinik. d. Spesialis Mikrobiologi Klinik. 2. Perwakilan dari Departemen Patologi Klinik. 3. Perwakilan Departemen Penyakit Dalam, Departemen Bedah, Departemen Kebidanan dan Kandungan, dan Departemen Ilmu Kesehatan Anak. 4. Perwakilan Divisi Penyakit Tropik Dept. Ilmu Penyakit Dalam. 5. Perwakilan Bidang Pelayanan Medik dan bidang Keperawatan Organisasi PPRA meliputi Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, dan Anggota yang terdiri dari unsur klinis (mewakili Departemen/UPT/Instalasi terkait), perawat, apoteker, spesialis Mikrobiologi Klinik, spesialis Patologi Klinik, spesialis Farmakologi Klinik, dan Konsultan Penyakit Tropik Infeksi. Dalam melaksanakan tugasnya, Tim PPRA dibantu oleh Pokja PPRA dari berbagai departemen/UPT/instalasi yang pelayanannya berhubungan dengan penggunaan antimikroba. Pokja departemen terdiri dari Ketua, yang merangkap sebagai anggota tim PPRA, dan beberapa orang anggota. Pokja PPRA tingkat departemen/instalasi/UPT sebagai berikut (SK No.10281/TU.K/34/VI/2011): 1.
Departemen Penyakit Dalam.
2.
Departemen Bedah.
3.
Departemen IKA.
4.
Departemen Obstetri dan Ginekologi.
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
31
5.
Departemen Kulit dan Kelamin.
6.
Departemen Gigi dan Mulut.
7.
Departemen Bedah Syaraf.
8.
Departemen Mata.
9.
Departemen Neurologi.
10. Departemen Urologi. 11. Departemen THT. 12. ICU. 13. Unit Pelayanan Luka Bakar. 14. Pelayanan Jantung terpadu. 15. Instalasi Gawat Darurat. Tugas pokok Tim PPRA adalah melaksanakan pengendalian resistensi antimikroba PPRA memilki fungsi, antara lain: 1.
Menetapkan kebijakan pengendalian penggunaan antibiotik.
2.
Menerapkan kebijakan di bidang pengendalian resistensi antimikroba melalui koordinasi empat pilar.
3.
Menyusun
Program
Kerja
Tim
PPRA
dan
Pokja
PPRA
Departemen/UPT/Instalasi. 4.
Menyebarluaskan dan meningkatkan pemahaman serta kesadaran tentang prinsip pengendalian resistensi antimikroba yang terkait dengan penggunaan antibiotik secara bijak.
5.
Sebagai konsultan dalam pemilihan antibiotik lini 3.
6.
Melakukan pemantauan dan evaluasi penggunaan antibiotik, pola resistensi kuman, insiden MRSA. Tim PPRA menyelenggarakan ronde klinik setiap minggu dan pertemuan
berkala secara terencana minimal satu bulan sekali. Kegiatan ini untuk membahas program dan kegiatan yang telah ditetapkan dalam PPRA dan menyampaikan rekomendasi hasil keputusan rapat secara tertulis kepada Direktur Medik dan Keperawatan dan pihak terkait (Departemen/UPT/Instalasi Pelayanan dan empat pilar PPRA). Adapun 4 pilar yang berkoordinasi dengan Tim PPRA yaitu, Tim Mikrobiologi Klinik yang berkoordinasi dengan Departemen Patologi Klinik,
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
32
Panitia Farmasi Terapi, Tim Farmasi Klinik, dan Tim Panitia Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit (PPIRS).
3.3.2 Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) Panitia Farmasi dan Terapi adalah panitia ahli di bawah Komite Medik yang membantu Direktur Utama dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan peraturan tentang pengelolaan dan penggunaan perbekalan farmasi di RSCM. Keanggotaan Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) adalah berdasarkan pengusulan dari Kepala Departemen/Bidang/Instalasi dan disahkan oleh Direktur Utama. Keanggotaannya diperbarui maksimal setiap 5 tahun sekali. Anggota PFT tidak boleh mempunyai ikatan kerja dengan perusahaan farmasi manapun. Ketua, sekretaris dan 2 (dua) anggota PFT ditetapkan sebagai pengurus harian. Setiap departemen memiliki PFT tingkat departemen yang terdiri atas ketua, sekretaris dan 2-3 orang anggota. Ketua PFT tingkat departemen menjadi anggota ex officio PFT tingkat RSCM. PFT menyusun program kerja tentang pemilihan dan penyusunan formularium. PFT juga mengajukan anggaran setiap tahun guna mendukung program kerjanya. Tugas PFT mencakup : 1.
Sebagai penasehat bagi pimpinan RSCM dan tenaga kesehatan dalam semua masalah yang ada kaitannya dengan perbekalan farmasi.
2.
Menyusun kebijakan penggunaan perbekalan farmasi di RSCM.
3.
Menyusun formularium obat, daftar alat kesehatan, dan reagensia; dan memperbaharuinya secara berkala. Seleksi obat, alat kesehatan, dan reagensia didasarkan pada kemanjuran, keamanan, kualitas dan harga. PFT harus mampu meminimalkan jenis obat yang nama generiknya sama atau jenis obat yang indikasinya sama.
4.
Memantapkan dan melaksanakan program dan agenda kegiatan yang menjamin berlangsungnya pelaksanaan terapi yang efektif, aman dan hemat biaya.
5.
Merencanakan dan melaksanakan program pelatihan dan penyebaran informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan seleksi, pengadaan dan penggunaan obat kepada staf medis RSCM.
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
33
6.
Berperan aktif dalam penjaminan mutu pemilihan, pengadaan dan penggunaan perbekalan farmasi.
7.
Menyelenggarakan pemantauan dan evaluasi efek samping obat yang terjadi di RSCM.
8.
Memandu tinjauan penggunaan obat (drug utilization review) dan mengumpanbalikkan hasil tinjauan itu ke seluruh staf medis. Dalam melaksanakan tugas tersebut di atas, PFT perlu mengadakan rapat
rutin sekurang-kurangnya satu bulan sekali untuk membicarakan implementasi dari kebijakan dan peraturan tentang seleksi, pengadaan, penyimpanan, dan penggunaan perbekalan farmasi. Keputusan rapat pleno yang menyangkut kebijakan diambil berdasarkan musyawarah. Bila musyawarah tidak berhasil, maka dapat dilakukan pemungutan suara. Setiap anggota PFT dalam pengambilan keputusan harus bebas dari kepentingan pribadi atau kelompok, dan semata-mata adalah untuk kepentingan pasien. (Formularium RSCM, 2012)
3.4 Instalasi Sterilisasi Pusat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Kondisi steril melalui sterilisasi merupakan prinsip dasar untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Sterilisasi menjadi langkah awal
untuk
terlaksananya patient safety melalui pemutusan mata rantai penyebaran mikroorganisme. Pelaksanaan sterilisasi membutuhkan perangkat dan sistem yang utuh dalam pelaksanaannya dengan petugas khusus dengan ketrampilan khusus sebagai first step to quality. Oleh karena itu, instalasi sterilisasi pusat menjadi unit yang sangat dibutuhkan di rumah sakit untuk memenuhi ketersediaan atas barangbarang steril untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Alat kesehatan steril menjadi produk akhir sterilisasi di instalasi sterilisasi pusat.
3.4.1 Definisi Instalasi Sterilisasi Pusat Instalasi sterilisasi pusat merupakan suatu unit kerja yang bertugas menyediakan barang-barang dan peralatan steril, seperti perbekalan farmasi dasar, instrumen steril, linen steril, dan lain-lain, yang dibutuhkan oleh departemen, instalasi atau unit kerja lainnya di RSCM.
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
34
3.4.2 Visi dan Misi Instalasi Sterilisasi Pusat RSCM Visi dari instalasi sterilisasi pusat adalah menjadi instalasi sterilisasi pusat yang terkemuka di Asia Pasifik Tahun 2014. Misi dari instalasi sterilisasi pusat adalah: 1.
Menyelenggarakan pusat pelayanan sterilisasi yang aman dan bermutu;
2.
Menjadi penyedia alat kesehatan steril untuk jejaring pelayanan kesehatan;
3.
Meningkatkan kompetensi SDM dibidang sterilisasi;
4.
Menyedikan sarana dan prasarana yang handal; dan
5.
Menyediakan tempat pendidikan / pelatihan dan penelitian / pengembangan di bidang sterilisasi.
3.4.3 Tujuan dan Strategi Instalasi Sterilisasi Pusat RSCM Tujuan dari instalasi sterilisasi pusat RSCM adalah tercapainya pelayanan pusat sterilisasi dengan pergeseran posisi menjadi revenue center. Strategi yang digagas adalah: 1.
Meningkatkan efisiensi produktivitas;
2.
Meningkatkan profesionalisme;
3.
Menciptakan restrukturisasi;
4.
Menerapkan sistem managemen keuangan;
5.
Menetapkan tarif pelayanan sterilisasi berdasarkan perhitungan unit cost; dan
6.
Meningkatkan mutu pemantauan dan evaluasi.
3.4.4 Pengelolaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia Instalasi Sterilisasi Pusat RSCM Instalasi sterilisasi pusat RSCM dikepalai oleh Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Umum dan Operasional. Struktur organisasi instalasi sterilisasi pusat RSCM dapat dilihat pada Lampiran 4. Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi membawahi empat Penanggungjawab sebagai berikut: a. Penanggungjawab SDM & Keuangan; b. Penanggungjawab Peralatan & Pelayanan; c. Penanggungjawab Administrasi dan Rumah Tangga; dan
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
35
d. Penanggungjawab Logistik dan Inventaris. Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi juga membawahi dua kepala bagian, yaitu Kepala Sub Instalasi Operasional dan Kepala Sub Instalasi Mutu. Kepala bagian tersebut masing-masing memiliki tiga penanggungjawab yang menjadi pelaksana
kegiatan.
Kepala
Sub
Instalasi
Operasional
membawahi
Penanggungjawab Dekontaminasi, Penanggungjawab Pengemasan & Labeling, dan Penanggungjawab Proses Sterilisasi, sedangkan Kepala Sub Instalasi Mutu membawahi Penanggungjawab Penyimpanan dan Distribusi, Penanggungjawab Quality Control, dan Penanggungjawab Audit Mutu. Sumber daya manusia instalasi sterilisasi pusat RSCM harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu, seperti terlatih, tidak mempunyai luka terbuka, tidak mempunyai penyakit yang menular, disiplin memakai alat pelindung diri dalam tugas operasional dan mematuhi aturan sterilisasi.
3.4.5 Ruang dan Sarana Instalasi Sterilisasi Pusat RSCM Ruang instalasi sterilisasi pusat RSCM memiliki suhu 18-220C dan kelembaban 35-72%. Pertukaran udara dilakukan minimal 10 kali per jam dan pada setiap ruangan harus memiliki exhaust/ hepafilter. Alat yang digunakan untuk membantu sterilisasi yaitu ultrasonic, washer automatic, dry heat sterilisator, autoclave sterilisator, dan plasma sterilisator. Instalasi sterilisasi pusat RSCM memiliki tiga jenis area, yaitu: 1.
Area unclean Area bertekanan negatif sebagai tempat proses dekontaminasi.
2.
Area clean Tempat dilakukannya proses pengemasan, labeling, dan sterilisasi.
3.
Area steril Area bertekanan positif untuk pelaksanaan uji visual, penyimpanan, dan distribusi barang steril.
3.4.6 Sistem Pelayanan Instalasi Sterilisasi Pusat RSCM Sistem pelayanan ISP terbagi dua, yaitu sistem pelayanan yang tersentralisasi dan desentralisasi. Sistem pelayanan tersentralisasi mencakup
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
36
dalam hal manajemen (SDM, SOP, perencanaan) dan pelayanan sterilisasi perbekalan farmasi dasar steril. Untuk sistem pelayanan desentralisasi mencakup dalam hal khusus seperti pelayanan sterilisasi instrumen, linen, dan lain-lain. Pelaksanaan sterilisasi di RSCM tersentralisasi di instalasi sterilisasi pusat. Keuntungan sentralisasi tersebut diantaranya yaitu peningkatan efisiensi ruangan, SDM, peralatan, dan waktu. Mutu dari alat kesehatan steril juga akan terjamin karena adanya prosedur indikator mutu. Pelayanan yang diberikan akan lebih cepat dan dapat mengurangi beban kerja SDM di unit pemakai. Selain itu, instalasi sterilisasi pusat juga akan lebih mudah untuk diawasi dan lebih terkendali serta dapat mencegah duplikasi dalam proses sterilisasi.
3.4.7 Kegiatan Instalasi Sterilisasi Pusat RSCM Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh instalasi sterilisasi pusat, yaitu: 1.
Alur perpindahan barang satu arah Instalasi sterilisasi pusat RSCM memiliki alur dalam perpindahan barang.
Alur tersebut berupa alur satu arah, dari area kotor ke area bersih dan akhirnya ke area steril. Pada area kotor, barang non steril diterima serta dipilih dan di sortir. Barang direndam, dibersihkan, dibilas, dan dikeringkan sebelum dibawa ke area bersih. Pada area bersih, barang diterima dan dikemas. Barang yang dikemas kemudian diberi label, disusun dan diuji secara mekanik, kimia, dan biologi, lalu barang akan melalui proses sterilisasi. Setelah proses sterilisasi, barang akan masuk ke area steril dan disimpan. 2. Alur Aktivitas Fungsional Terdapat dua subjek yang ditangani oleh ISP, yaitu supplier dan customer. Supplier memberikan barang bersih yang ditempatkan pada loket barang bersih ISP. Berbeda dengan supplier, barang kotor yang berasal dari customer diserahkan melalui loket barang kotor. Barang kotor diseleksi dan dilakukan dekontaminasi lalu dikemas dan diberi label. Sebelum dilakukan pengemasan & pemberian label, petugas akan melakukan uji mutu pada sebagian barang. Barang bersih yang lolos uji mutu dapat memasuki tahap pengemasan dan labeling. Setelah dikemas dan diberi label, barang diuji mutunya sebelum memasuki proses sterilisasi. Pada proses sterilisasi, barang steril yang rusak akan dilakukan proses ulang dengan
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
37
mengulang proses sterilisasi dari awal. Sedangkan barang yang kondisinya memenuhi persyaratan akan ditempatkan di penyimpanan barang steril. Barangbarang di penyimpanan barang steril kemudian didistribusikan melalui loket distribusi dan akan diawasi mutunya oleh customer. 3.
Proses Sterilisasi Perbekalan Farmasi Dasar Barang bersih memasuki tahap kontrol spesifikasi sebelum pengemasan
dan labeling. Selain itu, barang diuji secara mekanik, kimia, dan biologi. Setelah dikemas dan diberi label, barang disusun dengan baik sebelum sterilisasi. Sterilisasi menggunakan suhu tinggi atau suhu rendah. Setelah proses sterilisasi, barang akan melalui uji visual, dan ditempatkan pada bagian penyimpanan barang steril untuk didistribusikan. 4.
Proses Sterilisasi Barang Medis Ulang Pakai Proses sterilisasi barang medis ulang pakai ISP RSCM harus melalui
proses dekontaminasi terlebih dahulu dan lolos uji mekanik, kimia, dan biologi sebelumnya. Barang yang didekontaminasi dikeringkan dan dilakukan kontrol spesifikasi, lalu memasuki tahap pengemasan, labeling dan penyusunan. Setelah penyusunan barang disterilisasi dengan suhu tinggi atau suhu rendah. Barang diuji secara visual dan ditempatkan di bagian penyimpanan barang steril untuk didistribusikan.
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
BAB 4 PEMBAHASAN PKPA (Praktek Kerja Profesi Apoteker) dilakukan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo yang merupakan Rumah Sakit Tipe A. Kegiatan ini dilaksanakan selama 2 bulan, periode 2 September – 28 Oktober 2013. Adapun timeline kegiatan selama PKPA berlangsung dapat dilihat pada Lampiran 1. Berikut merupakan uraian mengenai kegiatan di Instalasi Farmasi tempat dilaksanakan PKPA.
4.1 Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) Satelit Farmasi IGD hanya melayani kebutuhan perbekalan farmasi di IGD dan tidak menerima resep dari unit lain di RSCM. Satelit Farmasi IGD terdiri dari satu satelit di lantai 1 dan satu satelit di lantai 4. Satelit lantai 1 melayani kebutuhan perbekalan farmasi di lantai 1 hingga lantai 3 IGD, sementara satelit lantai 4 hanya melayani kebutuhan perbekalan farmasi untuk ruang operasi di lantai 4 IGD.
4.1.1 Kegiatan PKPA di satelit IGD Mahasiswa bertugas di satelit IGD selama 3 hari. Selama berada di satelit IGD, mahasiswa berkesempatan untuk terlibat dalam kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi dan melakukan pelayanan farmasi klinis. Beberapa kegiatan tersebut, antara lain : a.
Melakukan verifikasi resep pasien
b.
Monitoring pengobatan pasien ICU lantai 2
c.
Membantu proses dispensing obat di satelit lantai 1
d.
Menelusuri pasien IGD yang mendapat dekstromethorpan sediaan tunggal, karena DMP sediaan tunggal sudah ditarik dari peredaran oleh BPOM.
4.1.2 Sumber Daya Manusia (SDM) Satelit Farmasi IGD memiliki 2 orang Apoteker, yang masing-masing bertanggung jawab untuk pelaksanaan kegiatan manajemen perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinis, 23 orang Asisten Apoteker, dan 5 orang Pekarya. 38
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
39
Pelayanan farmasi di satelit lantai 1 dan satelit lantai 4 setiap harinya dilakukan dalam 3 shift selama 24 jam sehingga dapat selalu mengantisipasi kebutuhan pasien IGD yang kondisinya dapat berubah-ubah setiap saat. Pembagian jumlah Asisten Apoteker yang bertugas pada masing-masing shift adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1 Pembagian jumlah asisten apoteker tiap shift di satelit IGD Pagi
Siang
Malam
(07.30 –14.30 WIB)
(14.00–21.00 WIB)
(21.00 –08.00 WIB)
Satelit lantai 1
9 orang
4 orang
4 orang
Satelit lantai 4
1 orang
1 orang
1 orang
Pembagian Jumlah Asisten Apoteker pada hari Sabtu dan Minggu untuk shift pagi berjumlah 5 orang. Di samping pembagian kerja sesuai shift seperti di atas, 1 orang Asisten Apoteker bertugas di luar jadwal shift. Asisten Apoteker ini bekerja di hari Senin hingga Jumat dari pukul 08.00 – 15.30 WIB dan bertugas dalam hal pemesanan barang ke Gudang Pusat. Petugas yang terdapat di satelit lantai 4 bukan petugas tetap, melainkan petugas yang berasal dari satelit lantai 1. Dari 22 orang Asisten Apoteker yang bertugas di satelit lantai 1, mereka akan secara bergantian menjadi petugas di satelit lantai 4. 4.1.3 Pengelolaan Perbekalan Farmasi a.
Perencanaan, pengadaan, dan penerimaan perbekalan farmasi Pengelolaan perbekalan farmasi untuk satelit lantai 1 dan depo lantai 4
dilakukan secara terpisah. Perencanaan untuk pengadaan perbekalan farmasi berdasarkan pada pola dan jumlah pemakaian di IGD menggunakan metode konsumsi. Semakin banyak barang yang keluar dari stok, maka permintaan untuk barang tersebut juga semakin besar. Perencanaan di IGD dilakukan setiap 6 bulan sekali mengikuti jadwal perencanaan di RSCM. Satelit lantai 1 melakukan defekta besar ke bagian gudang pusat RSCM dua kali dalam seminggu, yaitu pada hari Senin dan Kamis. Alur pelaksanaan defekta adalah sebagai berikut :
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
40
Entry data melaui sistem IT ke gudang
Gudang menyiapkan barang yang diminta
Penambahan kedalam kartu stok dan IT
Pengecekan kembali oleh apoteker penanggung jawab
Pengambilan barang di gudang pusat
Verifikasi kesesuaian barang
Gambar 4.1. Alur defekta Satelit Farmasi IGD Satelit IGD membuat entry data defekta yang di-posting melalui sistem IT ke Gudang Pusat, bertujuan agar pihak gudang menyiapkan terlebih dahulu barang yang diminta oleh Satelit IGD. Keesokan harinya, pekarya dan Asisten Apoteker dari IGD datang ke Gudang Pusat untuk mengurus pengangkutan pengambilan barang yang telah diminta. Pekarya akan melakukan pengambilan barang, sementara Asisten Apoteker bersama dengan petugas gudang akan melakukan pengecekan untuk menyesuaikan antara nama perbekalan farmasi, jenis, bentuk sediaan, dan jumlah barang yang diambil dari Gudang Pusat dengan data defekta dari IGD dan data yang di-entry pihak gudang ke dalam sistem IT-nya. Setelah data sesuai, lembar defekta ditandatangani oleh pihak yang menyerahkan (pihak gudang) dan pihak yang menerima barang (pihak Satelit IGD). Pihak Satelit IGD akan mendapat satu copy lembar defekta tersebut. Apoteker Penanggungjawab Satelit IGD akan mengecek kembali kesesuaian data dari lembar defekta dengan barang yang diterima. Selanjutnya, penambahan stok barang di satelit IGD akan diproses melalui sistem IT yang ada. Defekta perbekalan farmasi dipisahkan, antara defekta obat, alat kesehatan,
dan
narkotika.
Maksud
pemisahan
tersebut
adalah
untuk
mempermudah pelaporan mutasi oleh pihak gudang. Permasalahan terkait defekta yang sering terjadi adalah tidak terpenuhinya jumlah barang yang diminta Satelit IGD dengan jumlah barang yang diberikan Gudang Pusat. Hal tersebut menyebabkan defekta kecil juga sering dilakukan di luar hari defekta besar untuk memenuhi kebutuhan barang yang belum terpenuhi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
41
Satelit lantai 1 juga menyediakan perbekalan farmasi untuk keperluan depo lantai 4. Sistem pengadaan barang di depo lantai 4 dilakukan dengan mengajukan defekta ke satelit lantai 1. Defekta besar dari depo lantai 4 juga dilakukan 2 kali dalam seminggu, yaitu pada hari Senin dan Kamis. b.
Penyimpanan perbekalan farmasi di Satelit Farmasi IGD Penyimpanan perbekalan farmasi di Satelit Farmasi IGD telah diatur
sesuai dengan persyaratan dan standar kefarmasian. Susunan penyimpanan dibuat berdasarkan pembagian berikut : 1) Bentuk dan jenis perbekalan farmasi a) Obat Penyusunan obat dibedakan lagi berdasarkan bentuk sediaannya, yaitu sediaan tablet, sediaan cair, sediaan topikal, injeksi, dan cairan infus. b) Alat kesehatan Penyusunan alat kesehatan dikelompokkan berdasarkan kegunaannya. 2) Suhu penyimpanan dan stabilitas Obat-obat termolabil yang memerlukan penyimpanan di suhu dingin (2°–8°C) disimpan pada lemari pendingin. 3) Susunan alfabetis Obat disusun sesuai urutan alfabetis nama generik atau nama dagangnya. 4) Sifat bahan Bahan beracun dan berbahaya (B3) disimpan secara terpisah dalam lemari yang terbuat dari bahan tahan api, serta dilengkapi dengan label bahan berbahaya dan lembar Material Safety Data Sheet (MSDS). 5) Sistem FIFO dan FEFO Perbekalan farmasi disusun dengan menempatkan barang yang pertama kali masuk atau barang dengan tanggal daluwarsa paling dekat terletak di bagian depan sehingga dapat dengan mudah dikeluarkan lebih dulu. 6) Obat high alert dan LASA Obat-obat yang termasuk dalam kelompok obat high alert dan obat LASA di Satelit Farmasi IGD disimpan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, yaitu dengan menempelkan stiker merah bertuliskan high alert pada kemasan primer dan stiker hijau bertuliskan LASA pada wadah penyimpanan. Obat Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
42
high alert disimpan dalam lemari khusus ditandai dengan plester berwarna merah pada bagian tepinya. Sedangkan obat LASA diletakkan tidak bersebelahan dengan obat pasangannya. 7) Sediaan narkotika dan psikotropika Penyimpanan narkotika dan psikotropika dalam lemari khusus yang terletak di bagian belakang satelit, terpisah dari lemari penyimpanan obat lain. Kedua lemari tersebut selalu terkunci dan khusus untuk lemari narkotika, dilengkapi dengan pintu ganda. Kunci lemari dikalungkan pada salah satu petugas farmasi yang sedang bertugas. Kunci diserahterimakan kepada petugas farmasi lainnya ketika pemegang kunci sebelumnya meninggalkan area kerja. c.
Pengontrolan stok perbekalan farmasi Stock opname (SO) untuk semua perbekalan farmasi yang terdapat di
satelit lantai 1 dilakukan setiap 3 bulan sekali. Pelaksanaan SO bertujuan mengontrol stok perbekalan farmasi yang terdapat di Satelit Farmasi IGD sesuai dengan data sistem IT. Langkah pengontrolan lainnya yang juga dilakukan adalah dengan memisahkan penyimpanan produk obat-obat mahal, pengecekan stok narkotika setiap satu minggu sekali, penerapan sistem sampling yang harus dilakukan oleh semua AA setiap harinya untuk mengecek kesesuaian stok dari data kartu stok dengan jumlah fisik barang di satelit, serta pengecekan stok persediaan benang bedah setiap pergantian shift. Pengecekan benang bedah pada setiap pergantian shift untuk meminimalisir terjadinya kehilangan. d.
Distribusi perbekalan farmasi Sistem distribusi perbekalan farmasi yang diterapkan di Satelit Farmasi
IGD adalah berdasarkan dua sistem, yaitu sistem peresepan individu dan sistem floor
stock.
Sistem peresepan
individu
adalah
sistem
penyiapan
dan
pendistribusian perbekalan farmasi berdasarkan resep per pasien. Sistem peresepan di IGD sebagian besar masih menggunakan resep manual. Akan tetapi, saat ini telah dilakukan uji coba penggunaan peresepan online menggunakan sistem Electronic Health Record (EHR) yang dimulai dari lantai 3 kemudian lantai 2 IGD. Selama masa uji coba, penerapan sistem EHR masih mengalami beberapa masalah, yaitu :
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
43
1) Resep seringkali salah kirim ke gedung A yang juga sudah menjalankan sistem peresepan secara online; 2) Belum semua dokter memiliki akun untuk mengoperasikan sistem peresepan; 3) Dokter seringkali memberikan akunnya kepada perawat dengan alasan untuk mempercepat peresepan sehingga resep dapat dibuat oleh perawat; serta 4) Sistem bed management yang belum baik sehingga seringkali ruangan tujuan resep tidak jelas. Pola peresepan yang ditemui di IGD dapat berupa resep harian atau resep untuk per satu kali pemakaian, tergantung asal ruangan resep tersebut. Alur pelayanan untuk resep individu adalah sebagai berikut : Resep dokter
Nurse Station
Satelit farmasi IGD
Ruang rawat pasien
Gambar 4.2. Alur pelayanan resep individual Resep dari dokter akan diserahkan ke Nurse Station. Di Nurse Station masing-masing lantai terdapat Pembantu Orang Sakit (POS) yang akan mengantarkan resep tersebut ke Satelit Farmasi IGD lantai 1. Resep kemudian diverifikasi oleh Apoteker. Apabila Apoteker tidak sedang berada di tempat, maka verifikasi resep dilakukan oleh Asisten Apoteker. Verifikasi yang dilakukan meliputi skrining kelengkapan administratif resep, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Pemeriksaan kelengkapan resep meliputi nama dokter, ruangan asal resep, nama pasien, nomor rekam medis, dan tanggal lahir pasien. IGD sudah menerapkan sistem barcode untuk data pasien sehingga sebagian besar data pasien sudah tercetak dalam bentuk label yang ditempelkan pada resep. Dengan demikian, kelengkapan identitas pasien lebih terjamin dan mudah terbaca oleh petugas farmasi. Verifikasi lainnya adalah untuk kesesuaian farmasetik yang dilihat dari kesesuaian nama sediaan, bentuk sediaan, dan kekuatan sediaan. Apabila terdapat ketidaklengkapan dari kedua aspek tersebut, petugas farmasi yang melakukan verifikasi resep akan menuliskan temuannya pada lembar checklist review resep obat pasien. Verifikasi dari segi klinis, antara lain berupa pengecekan ada tidaknya status alergi pasien, dosis, serta frekuensi penggunaan obat. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
44
Petugas satelit selanjutnya akan memastikan bahwa barang yang diminta tersedia dan menentukan jumlah barang yang akan diberikan. Jika stok obat tersedia di satelit, data dari resep akan di-input ke dalam sistem IT farmasi dan diberi harga. Setelah seluruh prosedur verifikasi selesai, barang akan disiapkan sesuai resep. Setiap melakukan pengambilan barang dari stok di satelit, petugas harus mencatat mutasinya pada kartu stok barang yang sesuai. Barang yang telah diambil lalu diberi etiket dan dimasukkan ke dalam kantong plastik yang telah dilengkapi dengan nama pasien. Penyerahan obat dapat dilakukan dengan cara diantar ke ruang rawat atau diambil langsung oleh perawat, dokter, atau keluarga pasien di satelit farmasi lantai 1. Ketentuan pengiriman obat di IGD yaitu: a.
Apabila CITO, maka harus diselesaikan dalam waktu < 15 menit
b.
Apabila tidak CITO, maka mengikuti aturan pengiriman Obat sebagai berikut:
Tabel 4.2 Aturan pengiriman obat di IGD No.
1 2 3 4 5 6
Waktu Antar Resep dari ruangan
05.00 - 11.00 13.00 - 17.00 18.00 - 23.00 01.00 - 05.00 Simvastatin dan Simarc Untuk antibiotika, disesuaikan jam masuk awal penyuntikan
Waktu Resep Selesai dan diantar
Waktu Penyuntikan di Ruangan
Max 11.00 Max 17.00 Max 23.00 Max 05.00 Max 20.00
12.00 - 13.00 18.00 - 19.00 24.00 - 01.00 06.00 - 07.00 21.00 - 22.00
c. Tugas shift pagi : Semua resep CITO untuk pasien baru dan ganti terapi, resep ICU dan penyiapan resep untuk penyuntikan pukul 12.00 dan 18.00 (jika resep sudah datang) d. Tugas Shift Sore: Semua resep CITO untuk pasien baru dan ganti terapi, resep ICU pasien baru dan penyuntikan resep untuk penyuntikan pukul 18.00 e. Tugas shift Malam: Semua resep CITO untuk pasien baru dan ganti terapi, resep ICU pasien baru dan penyiapan resep untuk penyuntikan pukul 24.00 dan 06.00 f. Untuk resep dari ruang boarding diberikan untuk satu hari g. Untuk resep dari ruangan urgent observasi diberikan satu hari h. Untuk ruang ICU dikirimkan pukul 14.00 WIB Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
45
Sementara itu, sistem distribusi floor stock diberlakukan untuk persediaan paket tindakan, BMHP, dan persediaan perbekalan farmasi di troli emergensi. 1) Paket tindakan Paket yang disiapkan oleh Satelit Farmasi IGD di lantai 1 dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu paket yang termasuk dalam unit cost pasien dan paket yang tidak termasuk dalam unit cost pasien. Paket untuk tindakan medis di bagian urgent lantai 1 dan di ruang hemodialisa anak merupakan paket yang termasuk dalam unit cost pasien sehingga setiap pasien pasti akan dibebani biaya yang sama untuk paket ini, meskipun pasien tidak menggunakannya. Paket yang tidak termasuk dalam unit cost, antara lain paket kebidanan (untuk lantai 3 IGD) serta paket bedah dan paket anestesi (untuk lantai 4 IGD). Biaya ketiga paket tersebut hanya dibebankan kepada pasien sesuai dengan jenis dan jumlah perbekalan farmasi yang digunakan. 2) BMHP BMHP (Bahan Medis Habis Pakai) merupakan perbekalan farmasi dasar yang disediakan oleh pihak farmasi di gudang penyimpanan di IGD. Stok BMHP disalurkan setiap 1 minggu sekali ke gudang IGD, yaitu pada hari Senin. 3) Troli emergensi Dalam rangka penanganan terhadap kemungkinan terjadinya kondisi kegawatdaruratan medis di IGD, tersedia 6 buah troli emergensi yang masingmasing terdapat di lantai 1 (ruang imet dan unit anak), lantai 2 (ICU dan RRA (Ruang Rawat Akut)), lantai 3 (kebidanan), dan lantai 4 (OK). Isi dari troli emergensi adalah OPH (Obat Penyelamat Hidup), alat untuk membuka jalan napas (airway), alat bantu napas (breathing), alat untuk pengelolaan sirkulasi darah (circulation), dan BMHP (Bahan Medis Habis Pakai). Barang-barang di dalam troli emergensi diisi oleh pihak Satelit Farmasi lantai 1 IGD. Isi troli disesuaikan dengan kebutuhan OPH dan alat kesehatan ABC (alat untuk membuka jalan napas (airway), alat bantu napas (breathing), alat untuk pengelolaan sirkulasi darah (circulation)) dari unit di mana troli tersebut berada. Tanggal kadaluwarsa obat dan alat kesehatan yang dimasukkan ke dalam troli harus dicatat pada lembar checklist troli emergensi yang tersedia. Setelah troli terisi, pihak farmasi akan menguncinya menggunakan kunci disposable baru. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
46
Dimana, Nomor seri kunci harus dicatat setiap kali terjadi penggantian kunci. Petugas farmasi yang melakukan penguncian troli harus mengisi berita acara penutupan troli yang berisi nama pembuka troli, tanggal pembukaan, alasan pembukaan, dan nama pasien yang memerlukan. Berita acara tersebut ditandatangani oleh petugas farmasi beserta perawat sebagai saksi. Troli emergensi akan dibuka ketika terjadi code blue yang berarti terjadi kondisi kegawatdaruratan medis. Setelah tindakan untuk pasien dilakukan, dokter atau perawat menandai nama perbekalan farmasi dan jumlah yang digunakan dari troli pada lembar checklist troli emergensi serta menuliskan nama pasien yang menggunakan. Dokter membuat resep untuk penggantian perbekalan farmasi yang telah digunakannya dari troli emergensi dan memberitahukan pihak Satelit lantai 1. Resep dibuat atas nama pasien yang menggunakan perbekalan farmasi dari troli sehingga biaya penggantiannya akan ditagihkan kepada pasien tersebut. Petugas farmasi dari Satelit lantai 1 akan menyiapkan barang pengganti sesuai resep dokter beserta kunci baru untuk troli tersebut. Bersama dengan perawat, pihak farmasi akan mengecek kembali kelengkapan seluruh isi troli. Barang yang terdapat pada floor stock tidak perlu diresepkan kembali oleh dokter karena telah tersedia di ruang rawat pasien. Apabila terdapat barang floor stock pada resep dokter, maka pihak farmasi akan mengonfirmasi kepada dokter yang bersangkutan untuk membatalkan peresepan barang tersebut. Saat verifikasi resep, jika ditemui peresepan barang floor stock, maka kejadian tersebut dicatat di dalam lembar checklist review resep obat pasien sebagai temuan masalah obat.
4.1.4 Pelayanan farmasi klinis Kegiatan farmasi klinik di IGD telah berjalan dengan adanya seorang Apoteker klinis. Pelayanan farmasi klinis dilakukan untuk melayani kebutuhan pasien dari lantai 1 hingga lantai 3 IGD. Beberapa jenis pelayanan yang telah dilakukan, antara lain : a.
Verifikasi resep : Apoteker klinis akan melakukan verifikasi resep sebelum obat di-dispense. Akan tetapi, ketika Apoteker klinis tidak ada di satelit, proses verifikasi dilakukan oleh AA;
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
47
b.
Monitoring penggunaan obat : dilakukan dengan cara menyesuaikan antara obat yang diresepkan oleh dokter dengan rencana pengobatan dalam status pasien dan pemberian obat oleh perawat yang tercatat dalam kardeks;
c.
Pemberian informasi obat pulang : dilakukan pada saat penyerahan obat kepada pasien yang akan pulang. Pemberian informasi obat pulang di IGD diutamakan untuk pasien dengan penggunaan obat khusus dan berkelanjutan. Berdasarkan hasil pengamatan mahasiswa selama berada di Satelit IGD,
terdapat beberapa hal yang masih perlu diperbaiki untuk meningkatkan kualitas pelayanan farmasi Satelit Farmasi IGD. Beberapa hal tersebut, antara lain : 1.
Terdapat selisih di kartu stok dengan jumlah fisik obat
2.
Etiket masih ditulis manual, terkadang ada tulisan yang tidak jelas. Penulisan etiket secara manual juga memperlama respon time pelayanan kepada pasien
3.
SDM yang kurang ramah dan pengetahuan yang masih minim tentang ruang lingkup di Satelit IGD.
4.2 Satelit Farmasi Pusat Satelit Farmasi Pusat melaksanakan pelayanan kefarmasian selama 24 jam pada hari Senin hingga Minggu yang masing-masing terbagi ke dalam tiga shift kerja. Shift pertama dilakukan pada pukul 08.00 – 14.30 WIB, shift kedua dilakukan pada pukul 14.00 – 21.00 WIB dan shift ketiga dilakukan pada pukul 21.00 – 08.00 WIB. Sumber Daya Manusia di Satelit Farmasi Pusat terdiri dari 1 Apoteker, 10 Asisten Apoteker, dan 2 juru resep. Pembagian dalam satu shift terdiri dari 2 Asisten Apoteker dan 1 juru resep untuk shift pagi dan sore. Sementara untuk shift malam, terdapat 2 Asisten Apoteker yang bertugas. Selain itu, pada hari-hari pelayanan yang ramai (Selasa, Rabu, Jum’at) ditempatkan 2 AA dan 2 JR untuk shift pagi, 3 AA untuk shift sore, dan 2 AA untuk shift malam. Satelit ini melayani pasien jaminan, baik berupa Jamkesmas, Jamkesda, KJS Dinkes DKI Jakarta, Jampeltas, Jampersal, ASKES, dan Jaminan Perusahaan serta pasien umum. Resep yang dilayani meliputi pasien rawat inap yang tidak memiliki satelit farmasi ataupun satelit farmasi yang tidak buka 24 jam dan juga resep pasien rawat jalan dari beberapa Poliklinik. Resep rawat inap yang dilayani berasal dari rawat inap Bedah Anak (BCh), Paviliun Tumbuh Kembang (PTK), Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
48
Perinatalogi (PICU dan NICU), Unit Luka Bakar (ULB), Psikiatri (PKL, PKW, PKA) dan Pelayanan Jantung Terpadu (pada shift kedua dan ketiga). Resep pasien rawat jalan yang dilayani berasal dari Poliklinik Hemodialisa, semua Poliklinik yang melakukan pembedahan (Bedah Vaskuler, Bedah Digestif, Bedah Tumor, Bedah Orthopedi), Poliklinik Hematologi-Onkologi, Poliklinik Kebidanan (khusus untuk kemoterapi), Poliklinik Radioterapi, dan Poliklinik Thalasemia. Pengelolaan perbekalan farmasi di Satelit Farmasi Pusat dilakukan mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, serta pelaporan kegiatan pelayanan. Perencanaan perbekalan farmasi Satelit Farmasi Pusat ke Gudang Pusat dilakukan dua kali dalam satu tahun, yaitu periode Januari – Juni dan Juli – Desember. Perencanaan dilakukan berdasarkan data pemakaian barang yang dilihat dari laporan mutasi barang pada periode sebelumnya. Pada proses pengadaan, dilakukan defekta secara online 2 kali dalam seminggu, yaitu pada hari Senin dan Kamis. Selanjutnya, petugas gudang memeriksa ketersediaan perbekalan farmasi sesuai dengan permintaan. Keesokan harinya, petugas Satelit Farmasi Pusat akan datang ke Gudang Pusat untuk melakukan penerimaan perbekalan farmasi. Setelah melakukan pengecekan terhadap kesesuaian jenis dan jumlah barang yang diminta dengan yang diberikan pihak gudang, petugas Satelit Farmasi Pusat akan menandatangani fomulir defekta barang. Selanjutnya, petugas satelit farmasi akan mencatat jumlah barang yang diterima pada kartu stok barang dan sistem IT di satelit, dan menyusun perbekalan farmasi di tempat yang telah disediakan. Beberapa jenis perbekalan farmasi disimpan di tempat terpisah sebagai buffer stock. Selain melakukan defekta secara rutin, Satelit Farmasi Pusat juga melaksanakan defekta cito saat stok kosong atau terdapat permintaan perbekalan farmasi yang tidak terduga. Petugas tetap melakukan defekta secara online dan akan datang langsung ke Gudang mengambil obat atau alat kesehatan yang dibutuhkan. Penyimpanan perbekalan farmasi di Satelit Pusat disusun secara alfabetis dengan sistem First In First Out (FIFO) atau First Expired First Out (FEFO) dengan pemantauan suhu ruang penyimpanan 15-25oC yang dilakukan satu kali
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
49
sehari. Perbekalan farmasi disusun menurut jenisnya, yaitu obat, alat kesehatan dan B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Penyimpanan obat disusun sesuai dengan bentuk sediaan, obat generik ataupun obat nama dagang. Bentuk sediaan yang ada di Satelit Farmasi Pusat antara lain oral, injeksi, cairan infus, nutrisi parenteral, sirup/drop serta obat luar. Di Satelit Farmasi Pusat terdapat obat-obat dengan penyimpanan khusus meliputi: 1) Termolabil, disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 2°-8° C. Kualitas perbekalan farmasi yang disimpan harus selalu dijaga melalui pengecekan lemari pendingin sebanyak tiga kali sehari 2) Obat sitostatika, ditempel stiker ungu untuk obat kanker 3) High Alert, di lemari berbeda yang dibatasi dengan lakban merah dan ditempel stiker High Alert pada kemasan primer obat 4) Narkotika, disimpan dalam lemari kayu khusus yang terdiri dari 2 sekat dengan kunci ganda 5) Psikotropika, di dalam lemari kayu khusus 6) Obat dengan penyimpanan terpisah, seperti sediaan nutrisi, obat ASKES, dan obat mahal. Berbeda dengan obat, penyimpanan alat kesehatan dilakukan berdasarkan jenis dan fungsinya. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan proses penyiapan alat kesehatan. Penyimpanan B3 dilakukan dalam lemari tahan api. Selain itu, terdapat pelabelan khusus untuk perbekalan farmasi di Satelit Farmasi Pusat antara lain pelabelan obat-obat LASA dan obat yang mendekati tanggal kadaluwarsa. Obat-obat LASA (Look Alike Sound Alike) disimpan dengan ketentuan yang berlaku yakni dengan tidak meletakkan dua jenis obat yang tergolong LASA secara berdampingan dan terdapat stiker LASA berwarna hijau yang ditempelkan pada wadah penyimpanan obat. Untuk obat-obat yang mendekati kadaluwarsa dalam jangka waktu 3 bulan, dimasukkan ke dalam plastik kuning dan diberi label bewarna kuning dengan mencantumkan bulan dan tahun kadaluwarsa obat tersebut pada kemasan plastik dan wadah penyimpanan. Pendistribusian perbekalan farmasi yang dilakukan di Satelit Farmasi Pusat menggunakan sistem distribusi peresepan individual. Resep yang diterima oleh Satelit Farmasi Pusat terdiri dari resep manual dan resep online. Resep online Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
50
diperoleh dari rawat inap Bedah Anak (BCh), Unit Luka Bakar (ULB) dan Psikiatri (PKL, PKW, PKA). Resep manual diperoleh dari Paviliun Tumbuh Kembang (PTK), Perinatalogi (PICU dan NICU) dan Pelayanan Jantung Terpadu (PJT) pada shift kedua dan ketiga. Perbekalan farmasi yang telah disiapkan akan diambil oleh petugas dari masing-masing Unit Kerja. Berikut jadwal pengambilan perbekalan farmasi yang diterima oleh Satelit Farmasi Pusat : Tabel 4.3 Jadwal pengambilan perbekalan farmasi di Satelit Farmasi Pusat Waktu Resep Datang ≤ 09.00 > 09.00 19.00 Resep Cito
Waktu Pengambilan Perbekalan Farmasi 11.00 15.00 (untuk Psikiatri dan Unit Luka Bakar) 19.00 09.00 < 15 menit
Khusus obat kemoterapi, pasien hanya menerima bon penitipan obat dan obat kemoterapi yang telah disiapkan akan didistribusikan oleh petugas Satelit Farmasi Pusat ke unit produksi tempat dilakukannya dispensing obat kemoterapi, atau gedung A bagian sitostatika dan pada hari kemoterapi baru dilakukan pencampuran. Pada pasien rawat jalan diharuskan menggunakan resep dari dokter dan hanya berlaku untuk 1 hari sesuai dengan tanggal SJP (Surat Jaminan Pelayanan) yang berlaku. Apabila resep tidak sesuai dengan tanggal yang berlaku, maka resep tersebut tidak akan dilayani. Resep yang datang akan diverifikasi terlebih dahulu. Verifikasi resep meliputi verifikasi administratif, farmasetik, dan kelengkapan lainnya, seperti syarat jaminan khusus untuk pasien jaminan, kuitansi untuk semua pasien, protokol dan jadwal terapi, serta formulir pencampuran obat khusus untuk pasien kemoterapi, dan hasil lab khusus untuk pasien pengguna obat mahal dan antibiotik lini 2 dan 3. Setelah diverifikasi jumlah dan jenis obat dimasukkan melalui sistem IT. Setelah dimasukkan dan diberi harga, resep diberikan kepada petugas satelit lainnya untuk di-dispense. Bagi pasien yang membayar secara tunai, dapat langsung membayar kepada petugas satelit, sedangkan pasien jaminan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
51
wajib menyerahkan resep asli dan kelengkapan jaminan lainnya kepada petugas satelit. Petugas satelit yang melakukan dispensing mengambil obat dengan jenis dan jumlah yang sesuai dan mencatatnya pada kartu stok. Selain dispensing obat, Satelit Farmasi Pusat juga menerima resep racikan. Obat racikan diracik di ruang racik secara manual dengan kertas perkamen khusus. Obat diberi label dan dikemas. Kemudian obat diberikan oleh petugas setelah dilakukan pengecekan terhadap kesesuaian jenis dan jumlah obat terhadap resep. Penyerahan obat dilakukan oleh petugas yang berbeda dengan yang melakukan dispensing. Pemberian obat pada pasien rawat inap dilakukan untuk pemakaian per hari, pengecualian untuk psikiatri yakni untuk pemakaian selama 3 hari (untuk obat oral) dan pemakaian per hari (untuk injeksi). Untuk pasien yang akan pulang, diberikan untuk pemakaian selama 1 minggu, pengecualian untuk pasien ASKES diberikan untuk pemakaian selama 3 hari. Pada pasien rawat jalan, jumlah obat yang diberikan sesuai dengan jumlah yang tertulis pada resep. Pasien hemodialisa yang menggunakan cairan dianeal, diberikan injeksi untuk kebutuhan satu bulan, sedangkan pasien yang tidak menggunakan cairan Dianeal, cukup diberikan obat untuk keperluan satu minggu dan tergantung pada keperluan pemakaian. Sedangkan untuk pasien thalasemia, diberikan obat untuk pemakaian satu bulan penuh. Obat dapat diretur jika obat tidak digunakan oleh pasien dengan kondisi obat yang masih layak pakai, dan obat berasal dari Satelit Farmasi Pusat. Prosedur retur obat tidak dilaksanakan sepenuhnya sesuai dengan standar prosedur operasional yang telah ditetapkan. Pengecekan obat retur akan dilakukan pada saat pasien tersebut akan pulang. Hal ini dimaksudkan untuk efisiensi kerja bagi petugas farmasi di Satelit Farmasi Pusat. Kendala yang dihadapi di Satelit Farmasi Pusat, diantaranya adalah : 1) Penyusunan obat di rak penyimpanan yang masih bertumpuk ke belakang dan bertumpuk ke atas, sehingga kotak obat seringkali saling menghalangi. Hal ini dapat menyulitkan petugas dalam mencari obat. 2) Letak penyimpanan kartu stok yang tidak rapih/berantakan, terutama untuk kartu stok yang sudah penuh pencatatannya disimpan tidak berdasarkan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
52
alfabetis atau bulan pemakaiannya sehingga pada saat terjadi selisih stok sulit dilakukan penelusuran karena kartu stok yang terselip dalam penyimpanan dan sebagainya. 3) Beberapa unit kerja masih menggunakan resep manual dalam peresepan ke Satelit Farmasi Pusat. Penggunaan resep manual ini memiliki kekurangan, yaitu memungkinkan terjadinya kesalahan pembacaan resep oleh petugas satelit dan memperlambat proses pelayanan resep. 4) Penulisan etiket secara manual juga memperlambat proses pelayanan resep.
4.3 Unit Rawat Inap Terpadu (Gedung A) Gedung A merupakan ruang rawat inap terpadu bagi semua pasien yang sedang menjalani pengobatan di RSCM. Gedung A terdiri dari 8 lantai yang pada setiap lantainya terdiri dari dua zona, yaitu zona A dan zona B. Tabel 4.4 Pembagian ruang rawat Gedung A Lantai
Ruang Rawat Zona A
Ruang Rawat Zona B
1
Anak
Kelas khusus dewasa
2
Penyakit dalam dan kebidanan
Kebidanan
3
Kelas khusus dewasa
Kelas khusus dewasa
4
Bedah
Bedah
5
Syaraf dan stroke
Bedah syaraf, HCU
6
Kelas khusus dewasa
HCU dewasa, ICU anak, penyakit dalam
7
Penyakit dalam dewasa
Penyakit dalam dewasa, THT, mata
8
Hematologi dewasa, geriatri
Hematologi dewasa
Tugas pokok dan peran Apoteker di Gedung A terdiri dari dua, yaitu manajemen perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinik.
4.3.1
Kegiatan PKPA di Gedung A Kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa selama PKPA untuk memahami
manajemen perbekalan farmasi di Gedung A, yaitu : a.
Memahami prosedur defekta dari depo ke Gudang Farmasi Basement dengan membantu menyediakan dan mengemas perbekalan farmasi berdasarkan defekta dari depo farmasi. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
53
b. Membantu memeriksa kesesuaian penempelan stiker LASA pada rak obat yang tergolong ke dalam obat LASA. c. Memahami proses penyiapan obat racik di Gudang Farmasi Basement melalui pengamatan proses peracikan yang dilakukan oleh juru racik dari awal persiapan hingga proses peracikan selesai. Selain itu, mahasiswa juga melakukan pengamatan terhadap alat pelindung diri (APD) yang digunakan oleh juru racik hingga alat-alat yang digunakan selama proses peracikan. d. Memahami proses dispensing obat di depo farmasi Gedung A dengan ikut serta membantu proses dispensing obat dan berdiskusi bersama AA yang bertugas di depo tersebut. Kegiatan farmasi klinik yang dilakukan mahasiswa PKPA di Gedung A antara lain: a.
Melakukan monitoring dan pengambilan riwayat pengobatan pada formulir yang tersedia, serta berdiskusi bersama apoteker klinik mengenai data yang didapatkan.
b.
Mengikuti diskusi dalam jurnal reading mengenai obat PPI pada pediatri dan interaksi obat PPI dengan clopidogrel
c.
Mengikuti rapat PFT bulan September 2013
d.
Menyiapkan obat, menulis informasi obat pulang pada formulir yang telah disediakan dan memberikan konseling obat untuk pasien yang akan pulang.
e.
Melakukan pelayanan informasi obat dengan menjawab pertanyaan yang diajukan melalui telepon yang masuk ke unit PIO. Mahasiswa mendapatkan beberapa pertanyaan yang diajukan oleh petugas farmasi di depo dan dokter. Dalam menjawab pertanyaan yang diterima, mahasiswa mencari informasi dari literatur yang telah tersedia di ruangan, yaitu Drug Information Handbook dan literatur lain, seperti MIMS serta literatur dari internet.
4.3.2
Manajemen perbekalan farmasi di Gedung A Manajemen perbekalan farmasi dikelola oleh Satelit Farmasi yang terdiri
dari satelit farmasi di setiap lantai dan Gudang Farmasi Basement Gedung A. Satelit farmasi bertugas melayani kebutuhan obat-obat pasien yang dirawat di lantai tersebut. Sedangkan Gudang Farmasi Basement berfungsi menyediakan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
54
kebutuhan perbekalan farmasi bagi semua satelit di lantai Gedung A, menyiapkan obat racikan, dan melayani resep-resep tambahan pasien Gedung A pada malam hari (di atas pukul 21.00 WIB). Gudang Farmasi Basement akan mendistribusikan perbekalan farmasi ke setiap depo farmasi, kemudian depo farmasi tersebut yang akan mendistribusikannya ke pasien melalui perawat. Pelayanan farmasi untuk pasien rawat inap Gedung A dilakukan selama 24 jam yang terbagi menjadi dua shift (pagi pukul 08.00 – 14.30 WIB dan sore pukul 14.00 – 21.00 WIB), dilayani di depo farmasi setiap lantai dan tiga shift dengan penambahan shift malam pukul 21.00 – 08.00 WIB dikarenakan ada pengalihan pelayanan dari depo tiap lantai ke Gudang Farmasi Basement Gedung A. Jumlah SDM di satelit farmasi Gedung A saat ini (akhir bulan Oktober) terdiri dari 4 orang penanggung jawab, 2 orang apoteker dan 2 orang asisten apoteker senior, 69 orang asisten apoteker, 14 orang pekarya, dan 2 orang bagian administrasi. Administrasi merupakan suatu bagian yang menangani kelengkapan berkas-berkas penagihan obat bagi pasien jaminan agar dapat ditagihkan ke pihak penjamin. Petugas administrasi ini bertugas di bagian keuangan di basement Gedung A. Pengelolaan perbekalan farmasi di Gudang Basement sama seperti pengelolaan perbekalan farmasi di satelit farmasi lain, yaitu mulai dari perencanaan perbekalan farmasi yang dibutuhkan hingga distribusinya ke pasien, dan pelaporannya. Perencanaan Gudang Farmasi Basement berdasarkan pada kebutuhan depo farmasi setiap lantai. Setelah pihak Gudang Basement merekapitulasi jumlah perbekalan farmasi yang dibutuhkan, maka akan dilakukan pengadaan melalui defekta ke Gudang Pusat setiap tiga kali dalam seminggu, yaitu pada hari Senin, Rabu, dan Jumat menggunakan sistem online. Setelah dilakukan pemesanan dan penyiapan barang oleh petugas Gudang Pusat, pekarya dari Gudang Farmasi Basement Gedung A akan melakukan penerimaan perbekalan farmasi di Gudang Pusat. Perbekalan farmasi yang telah diterima dan diperiksa disimpan di Gudang Basement. Perbekalan farmasi terdiri dari sediaan farmasi dan alat kesehatan. Sediaan farmasi disusun berdasarkan sistem alfabetis, bentuk sediaan, generik/non-generik, kestabilan (obat termolabil), dan FIFO/FEFO, sedangkan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
55
alat kesehatan disusun berdasarkan fungsinya. Beberapa sediaan farmasi harus disimpan secara khusus atau terpisah dari sediaan lainnya antara lain: a. Narkotika: disimpan di lemari khusus yang berkunci ganda. Lemari tersebut harus selalu dikunci dan kuncinya dikalungkan pada petugas farmasi yang bertanggung jawab pada saat itu. b. Psikotropika: disimpan di lemari khusus yang berpintu. Lemari tersebut juga harus selalu terkunci dan kuncinya dikalungkan pada petugas farmasi yang bertanggungjawab pada saat itu. Kunci lemari psikotropika biasanya akan digabung dengan kunci lemari narkotika. c. Obat mahal: disimpan di lemari terpisah dengan sediaan lainnya agar dapat memudahkan pengontrolan penggunaan obat tersebut. d. Obat LASA: yaitu obat yang memiliki bentuk atau penampilan dan pengejaan yang hampir sama. Selain itu obat-obat LASA termasuk juga obat-obat yang memiliki kekuatan dosis lebih dari satu. Obat jenis ini tidak dipisahkan dengan sediaan lainnya, tetapi hanya diberi stiker LASA di bagian depan rak penyimpanannya dan diberi jarak dengan obat pasangannya. e. Obat High Alert: merupakan obat yang memiliki risiko tinggi jika terjadi kesalahan dalam penggunaannya, sehingga harus digunakan secara hati-hati. Obat jenis ini disimpan di lemari terpisah dan diberi stiker high alert pada setiap satuan terkecil obat, sehingga setiap petugas medis yang menggunakan obat tersebut akan lebih berhati-hati dalam menggunakannya. Lemari obat high alert ditandai dengan garis merah menggunakan lakban yang memenuhi semua bagian tepi/sisi lemari. f. Obat sitostatika: yaitu obat yang digunakan untuk pasien kanker pada saat menjalani kemoterapi. Obat sitostatika disimpan di lemari terpisah dan diberi stiker ungu obat kemoterapi pada setiap satuan terkecil obat. Penanganan obat ini harus sangat diperhatikan karena bahaya yang ditimbulkan akibat paparan obat ini sangat besar. Lemari obat sitostatika ditandai garis merah menggunakan lakban yang memenuhi semua bagian tepi/sisi dari lemari, sama seperti lemari obat high alert. g. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3): oleh karena sifatnya yang korosif, mudah terbakar, dan sifat yang berbahaya lainnya, maka obat ini harus Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
56
disimpan di lemari besi yang tertutup rapat. Di bagian depan pintu harus tertempel simbol B3 dan terdapat MSDS yang merupakan pedoman penanganan untuk masing-masing B3 di dalam lemari tersebut. h. Obat yang memiliki waktu daluwarsa tiga bulan ke depan akan dimasukkan ke dalam plastik berwarna kuning dan ditempeli stiker kuning yang berisi informasi bulan dan tahun daluwarsa. Untuk
memenuhi
kebutuhan
pasien,
Gudang
Farmasi
Basement
mendistribusikan perbekalan farmasi ke depo farmasi di setiap lantai berdasarkan defekta dari depo. Depo di setiap lantai biasanya melakukan defekta ke Gudang Farmasi Basement setiap hari sesuai dengan kebutuhan obat pasien. Perbekalan farmasi yang sudah disiapkan oleh petugas Gudang Basement akan dikirimkan ke depo farmasi. Obat-obat yang perlu diracik disiapkan di ruang peracikan khusus yang tersedia di Gudang Farmasi Basement. Pada hari Senin dan Kamis, AA dari depo lantai satu akan membantu penyiapan obat yang akan diracik di Gudang Farmasi Basement karena dua hari tersebut adalah hari peresepan oleh dokter, sehingga resep obat-obat racikan untuk pasien anak sangat banyak. Sistem peresepan di Gedung A sudah menggunakan sistem online berupa Electronic Health Record (EHR). Kelebihan penggunaan sistem ini adalah dapat mengurangi kesalahan dalam membaca resep, sehingga kesalahan dalam pemberian obat juga berkurang. Selain itu, kelengkapan administrasi resep secara otomatis terpenuhi, resep lebih cepat sampai di depo farmasi, sehingga akan lebih cepat untuk melakukan dispensing obat, serta tagihan pasien dapat diketahui secara real time. Dokter mengirimkan resep pasien pada hari Senin untuk penggunaan dari Senin sore hingga Kamis siang serta resep Kamis untuk penggunaan dari Kamis sore hingga Senin siang. Akan tetapi, masih ada beberapa dokter yang melakukan peresepan secara manual khususnya dokter konsulen yang menangani pasien kelas khusus, resep manual tersebut kemudian di input ke sistem IT oleh tenaga farmasi di depo. Obat-obat yang sudah diresepkan kemudian disiapkan oleh farmasi di depo dan didistribusikan ke pasien melalui perawat. Sistem distribusi yang digunakan, yaitu daily dose, unit dose, dan peresepan individual. Sistem resep harian, yaitu Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
57
sistem distribusi obat yang disiapkan untuk penggunaan obat selama satu hari, untuk obat oral akan dikemas berdasarkan unit dose. Sistem unit dose, yaitu sistem distribusi obat yang disiapkan untuk setiap kali waktu minum obat, dimulai dari sore hingga siang hari di hari berikutnya. Walaupun obat disiapkan secara unit dose, namun penyerahan obat ke perawat tetap dilakukan satu kali sehari untuk penggunaan secara satu hari, yaitu setiap sore hari sebelum pukul 17.00 WIB. Sistem unit dose ini hanya diberlakukan untuk obat oral, kecuali di depo farmasi lantai 3 yang sudah menerapkan sistem unit dose untuk obat-obat parenteral dan alat kesehatan. Sistem distribusi peresepan individu digunakan untuk penyiapan obat bagi pasien yang akan pulang. Selain ketiga sistem distribusi tersebut, depo farmasi Gedung A juga menerapkan sistem distribusi floor stock. Perbekalan farmasi yang didistribusikan dengan metode floor stock, yaitu perbekalan farmasi yang diberikan tanpa melalui verifikasi petugas farmasi. Perbekalan farmasi ini meliputi perbekalan farmasi dasar (bahan medik habis pakai) dan troli emergensi. Perbekalan farmasi dasar tersedia di ruang perawat (nurse station) untuk digunakan bersama-sama bagi seluruh pasien di lantai tersebut dan merupakan tanggung jawab dari perawat di lantai tersebut. Troli emergensi merupakan persediaan perbekalan farmasi pada keadaan darurat, berisi obat-obat penyelamat hidup, cairan nutrisi, dan alat-alat kesehatan penyelamat hidup (airways, breathing, circulation). Setiap kegiatan manajemen perbekalan farmasi yang dilakukan harus disertakan dengan laporan. Laporan yang disiapkan oleh Gudang Farmasi Basement antara lain laporan mutasi, laporan pendapatan, laporan sasaran mutu, laporan pemakaian antibiotik, laporan IKI pegawai, laporan barang exp.date, laporan SO, laporan narkotika dan psikotropika. Laporan tersebut dibuat setiap bulan dan dikirim maksimal tanggal 10 setiap bulannya ke Kepala Sub Instalasi Perbekalan Farmasi, Kepala Sub Instalasi Adminkeu, dan Koordinator Pelayanan Farmasi.
4.3.3
Farmasi Klinik Gedung A Kegiatan farmasi klinik di Gedung A RSCM sudah berjalan cukup baik.
Farmasi klinik adalah pelayanan yang berorientasi kepada pasien yang bertujuan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
58
untuk menjamin efektivitas, keamanan, dan efisiensi penggunaan obat serta dalam rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional. Penggunaan obat yang rasional adalah penggunaan obat yang tepat indikasi, tepat obat, tepat cara pemberian, tepat waktu pemberian, dan tepat lama pemberian. Kegiatan farmasi klinik di Gedung A meliputi verifikasi resep, monitoring pengobatan, visite, diskusi kasus, pelayanan konseling, pelayanan informasi obat, dan pengambilan riwayat pengobatan (medication history taking). a.
Verifikasi resep Hal-hal yang dilakukan oleh apoteker selama verifikasi resep meliputi
pemeriksaan kesesuaian farmasetis dan pertimbangan klinis pasien. Pemeriksaan kelengkapan administrasi resep tidak dilakukan karena Gedung A sudah menggunakan sistem EHR, sehingga kelengkapan administrasi resep telah lengkap secara otomatis. b.
Monitoring pengobatan Monitoring pengobatan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ada
tidaknya diskrepansi (ketidaksesuaian pengobatan pasien) dan mengetahui perkembangan pengobatan pasien. Hal-hal yang dilakukan selama monitoring pengobatan pasien meliputi : 1) Melihat kesesuaian antara resep dokter di EHR dengan kardeks (laporan pemberian obat oleh perawat) serta obat yang ditulis di status pasien (Medical Record). 2) Kesuaian pemberian obat terhadap hasil laboratorium pasien. 3) Melihat kesesuaian dosis yang diberikan. 4) Interaksi obat yang terjadi karena polifarmasi. c.
Visite Visite merupakan kunjungan yang dilakukan ke ruang rawat pasien yang
bertujuan untuk : 1) meningkatkan
pemahaman
mengenai
riwayat
pengobatan
pasien,
perkembangan kondisi klinik, dan rencana terapi secara komprehensif; 2) memberikan informasi mengenai farmakologi, farmakokinetika, bentuk sediaan obat, rejimen dosis, dan aspek lain terkait terapi obat pada pasien; dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
59
3) memberikan rekomendasi sebelum keputusan klinik ditetapkan dalam hal pemilihan terapi dan monitoring terapi. Visite
dapat
dilakukan
oleh
Apoteker
secara
mandiri
maupun
berkolaborasi bersama tim medis lainnya sesuai dengan situasi dan kondisi. Dalam kegiatan visite, Apoteker berperan dalam memberikan rekomendasi pengobatan pasien terkait kesesuaian obat dengan penyakitnya, kesesuaian dosis dan sediaan obat, ketersediaan obat, harga obat, efek yang tidak diinginkan, serta kemungkinan terjadinya interaksi obat. d.
Diskusi kasus Kegiatan yang dilakukan selama diskusi kasus dapat bermacam-macam
sesuai dengan kondisi unit yang melakukan diskusi kasus. Diskusi kasus dapat meliputi : 1) Sharing informasi pasien atau ilmu baru yang didapat. 2) Ronde klinik PPRA untuk membahas kasus penggunaan antibiotik, baik kasus yang berasal dari pasien maupun yang terjadi secara umum. 3) Ronde geriatri (geriatric meeting). 4) Ronde bersama (waktunya tidak pasti dan dilakukan minimal satu bulan sekali). 5) Diskusi kasus lainnya sesuai kebutuhan pasien. 6) Pelayanan konseling Konseling dilakukan untuk pasien rawat jalan dan pasien rawat inap. Konseling diprioritaskan bagi pasien geriatri (usia lanjut >60 tahun), pediatri (anak-anak <12 tahun), pasien yang akan pulang, pasien yang mendapatkan lebih dari 7 rejimen obat, pasien yang mendapatkan obat dengan indeks terapi sempit, dan pasien yang mendapatkan efek obat yang tidak diharapkan dari penggunaan obatnya. Konseling yang diberikan bagi pasien yang akan pulang cukup informatif. Umumnya, pasien telah terbiasa dengan cara penggunaan obat-obat tersebut selama dirawat di rumah sakit sehingga tidak membutuhkan penjelasan yang terlalu mendetail. Akan tetapi, apoteker sebaiknya meminta pasien untuk mengulangi informasi yang telah disampaikan. Hal tersebut sebagai proses
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
60
evaluasi dan untuk memastikan bahwa informasi telah diterima dengan tepat oleh pasien tanpa ada kesalahan dalam memahami informasi. Selain itu, apoteker juga menuliskan informasi obat pada formulir informasi obat pulang terlebih dahulu. Informasi yang diberikan kepada pasien meliputi nama obat, jumlah obat yang diberikan, aturan dan waktu pemakaian obat, serta informasi khusus. Formulir informasi obat pulang sangat membantu bagi pasien karena biasanya obat yang diberikan kepada pasien lebih dari satu jenis obat sehingga pasien dapat lebih mudah dalam meminum obat. Sebaiknya informasi obat yang tertera dalam etiket juga mencantumkan cara penggunaan obat (sebelum/setelah makan). Walaupun pada saat konseling oleh apoteker telah diberikan formulir informasi obat, namun pasien akan lebih sering melihat aturan penggunaan obat pada etiket. Oleh karena itu, informasi ini juga sangat penting tersedia di etiket obat agar pasien tidak salah dalam penggunaan obat. e.
Pelayanan informasi obat (PIO) PIO merupakan kegiatan yang dapat dilakukan oleh apoteker secara
mandiri maupun berkelompok. PIO terdiri dari: 1) PIO pasif, yaitu berupa menjawab pertanyaan yang berasal dari tenaga kesehatan di lingkungan RSCM. Saat ini kegiatan PIO pasif baru terlaksana bagi tenaga medis di lingkungan Gedung A RSCM. 2) PIO aktif, yaitu berupa memberikan informasi secara aktif, seperti melalui buku panduan, leaflet, brosur, dan media lainnya. Dalam melakukan kegiatan PIO, Apoteker mencari informasi yang dibutuhkan menggunakan buku-buku literatur terbaru maupun media elektronik seperti internet yang berasal dari sumber yang dapat dipercaya. Pertanyaan yang diajukan oleh tenaga medis maupun pasien dapat berupa pertanyaan mengenai kestabilan obat, substitusi obat, dosis obat untuk pasien dengan keadaan tertentu, dan pertanyaan lainnya yang mungkin ditemukan selama pasien menjalani perawatan. Laporan dari kegiatan PIO akan direkapitulasi dan dilaporkan setiap bulan sehingga memudahkan pencarian kembali apabila pertanyaan serupa ditanyakan kembali di lain waktu.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
61
PIO aktif RSCM saat ini hanya dilakukan berdasarkan kebutuhan, belum dapat dilakukan secara rutin. Untuk kedepannya, kegiatan PIO aktif dapat dilakukan secara lebih rutin dan tidak hanya ditujukan bagi pasien dan petugas medis RSCM, tetapi juga dapat bermanfaat bagi pengunjung RSCM. f.
Pengambilan riwayat pengobatan (medication history taking) Pengambilan riwayat penggunaan obat dilakukan bagi pasien yang baru
dirawat di Gedung A. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat alergi, melihat efek samping dari penggunaan obat sebelumnya, dan menyesuaikan terapi sebelum perawatan dan saat perawatan di RSCM. Pengambilan riwayat penggunaan obat dilakukan dalam waktu 48 jam saat pertama pasien datang. Ketika melakukan pengambilan riwayat pengobatan, Apoteker menyiapkan lembar daftar obat sebelum perawatan dan menanyakan tentang riwayat penggunaan obat pasien sebelum dirawat di rumah sakit, meliputi: nama obat yang digunakan (nama generik/ nama dagang), cara perolehan (resep, non-resep) termasuk obat herbal dan suplemen, dosis/aturan pakai, lama penggunaan obat (kapan mulai menggunakan dan kapan dihentikan), kepatuhan (dengan jadwal teratur, kadang-kadang, jika timbul gejala saja, dll), sumber obat, dan jumlah obat tersisa. Selain itu, apoteker juga menanyakan riwayat alergi dan efek samping obat yang pernah dialami pasien. Berdasarkan hasil pengamatan mahasiswa selama berada di Gedung A, terdapat beberapa hal yang masih perlu diperbaiki untuk meningkatkan kualitas pelayanan farmasi di Gedung A baik dari segi manajemen dan farmasi klinisnya. Beberapa hal tersebut, antara lain : 1.
Pada saat PKPA di gudang farmasi basement gedung A, terlihat ruangan gudang ada yang bocor dibagian langit-langit yang dikhawatirkan dapat merusak obat bila terkena air bocoran tersebut dan menghalangi kegiatan pengambilan obat karena adanya tampungan ember untuk menampung air bocoran tersebut.
2.
Berdasarkan pengamatan ada tenaga farmasi yang kurang disiplin di gudang karena ditemukan peletakan barang yang bukan pada tempatnya seperti MSDS setelah digunakan tidak diletakkan kembali disamping lemari B3.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
62
Sehingga petugas lain dapat mengalami kesulitan saat mencari perbekalan farmasi tersebut. Masih ada kartu stok yang tidak diletakkan disamping obat. 3.
Masih banyak petugas yang terlambat mengikuti briefing di pagi hari.
4.
Pada saat melakukan konseling untuk pasien pulang, apoteker menggunakan istilah yang sulit dimengerti oleh orang awam, dan terkadang apoteker tidak meminta pasien untuk mengulang kembali informasi yang telah diberikan.
5.
Apoteker belum terlibat langsung dalam visite bersama tenaga kesehatan lain
6.
PIO yang dilaksanakan di RSCM belum maksimal.
7.
Apoteker belum mengutamakan konseling pasien pulang.
4.4 Satelit Farmasi Intensive Care Unit (ICU) Satelit Farmasi ICU merupakan salah satu unit yang melayani pasien selama 24 jam setiap hari. Setelit ini beroperasi mulai pukul 07.30 – 14.30 untuk shift pertama, pukul 14.00 – 21.00 untuk shift kedua, dan pukul 21.00 – 08.00 untuk shift ketiga. Pelayanan resep dilakukan untuk pasien jaminan maupun pasien umum yang membayar secara tunai. Satelit ini melayani resep rawat inap dari ICU dewasa, ICCU, dan juga menyiapkan paket tindakan endoskopi. Pelayanan farmasi di Satelit Farmasi ICU dikelola oleh satu orang Apoteker manajemen perbekalan farmasi dan satu orang Apoteker klinis, dibantu oleh delapan orang Asisten Apoteker dan dua orang pekarya. Apoteker manajemen perbekalan farmasi bertanggung jawab atas ketersediaan perbekalan farmasi sedangkan Apoteker farmasi klinis bertanggung jawab atas perkembangan pasien secara klinis. Kedua apoteker tersebut berada dibawah tanggung jawab Koordinator Pelayanan Farmasi. Pelayanan kefarmasian yang dilakukan di Satelit Farmasi ICU meliputi pengelolaan perbekalan kefarmasian, mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian. Pelayanan farmasi klinis yang dilakukan di Satelit Farnasi ICU meliputi parade pagi, visite pasien, pengkajian resep, monitoring obat, konseling obat pasien pulang di ICCU dan pemberian informasi obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
63
4.4.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Satelit Farmasi ICU Perencanaan perbekalan farmasi di Satelit Farmasi ICU dilakukan 2 kali dalam satu tahun berdasarkan pemeriksaan pada kartu stok dan banyaknya kebutuhan perbekalan farmasi dari resep. Pengadaan perbekalan farmasi di Satelit Farmasi ICU menggunakan defekta online ke Gudang Pusat setiap hari Senin dan Kamis, sedangkan untuk pengambilan barang dilakukan pada hari Selasa dan Jumat. Sama halnya dengan satelit-satelit lain, satelit farmasi ICU melakukan pengadaan perbekalan farmasi sesuai dengan standar prosedur operasional yang berlaku. Penyimpanan perbekalan farmasi dibedakan berdasarkan jenisnya, yaitu obat dan alat kesehatan. Penyimpanan obat di Satelit Farmasi ICU dilakukan berdasarkan bentuk sediaan, generik atau nama dagang. Untuk alat kesehatan, penyimpanan dilakukan berdasarkan fungsi dan penggunaannya. Sama halnya dengan satelit-satelit lain, penyimpanan perbekalan farmasi sudah dilakukan sesuai dengan standar prosedur operasional yang telah ditetapkan, termasuk obatobat narkotika dan psikotropika, obat-obat high alert, serta obat-obat termolabil. Di Satelit Farmasi ICU terdapat pelabelan khusus dalam penyimpanan obat yaitu obat-obat LASA dan obat yang mendekati waktu daluwasa. Penyimpanan obat-obat LASA telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan tidak meletakkan dua jenis obat yang tergolong LASA secara berdampingan dan diberikan stiker LASA berwarna hijau yang ditempelkan pada wadah penyimpanan obat. Obat yang mendekati waktu daluwarsa dimasukkan ke dalam plastik obat berwarna kuning dan diberi label warna kuning dengan mencantumkan bulan dan tahun daluwarsa obat tersebut. Sistem distribusi yang dilakukan di Satelit Farmasi ICU meliputi peresepan individual dan floor stock. Pada sistem distribusi peresepan individual, dokter menuliskan resep obat secara manual. Resep biasanya diantar ke satelit oleh perawat atau keluarga pasien. Petugas satelit akan melakukan verifikasi terhadap resep yang diterima. Verifikasi resep, meliputi verifikasi administratif, farmasetik, klinis dan kelengkapan lainnya, seperti kelengkapan persyaratan jaminan pasien serta hasil lab untuk penggunaan obat-obat tertentu, seperti albumin. Setelah verifikasi, jumlah obat dan jenis obat dimasukkan melalui sistem Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
64
IT dan diberi harga. Setelah itu, obat disiapkan oleh petugas satelit. Petugas pelaksana dispensing mengambil obat dengan jenis dan jumlah yang sesuai dengan permintaan dalam resep, lalu dicatat mutasinya pada kartu stok. Selanjutnya, obat dikemas dan diberi etiket. Setelah selesai dispensing, petugas ruangan diinformasikan oleh pertugas Satelit Farmasi ICU untuk mengambilnya di Satelit Farmasi ICU. Berbeda dengan resep harian, perawat atau dokter yang telah menyerahkan resep cito ke Satelit ICU akan menunggu obat yang di dispensing untuk segera dibawa ke ruang rawat. Untuk sistem distribusi floor stock, Satelit Farmasi ICU mendistribusikan perbekalan farmasi ke ruang rawat berupa troli emergensi. Prosedur penggunaan barang pada troli emergensi sudah dilakukan sesuai dengan standar prosedur operasional yang telah ditetapkan. Yang bertanggungjawab atas troli emergensi adalah farmasi dan perawat. Farmasi bertanggungjawab dalam hal perbekalan farmasi,
sedangkan
perawat
bertanggungjawab
dalam
hal
pengontrolan
kelengkapan dan penggunaan alat di dalam troli. Obat pasien dapat diretur jika obat tidak digunakan, kondisinya masih layak pakai, dan berasal dari Satelit Farmasi ICU. Prosedur retur obat tidak dilaksanakan sepenuhnya sesuai dengan standar prosedur operasional yang telah ditetapkan. Prosedur retur obat yang dilakukan di Satelit Farmasi ICU yaitu perawat mengecek perbekalan farmasi yang diretur lalu menuliskan di form retur dan menyerahkan ke satelit, petugas satelit mengecek kembali baik jenis maupun jumlah perbekalan farmasi tanpa didampingi dengan perawat dan selanjutnya petugas satelit mengembalikan perbekalan pada tempatnya dan menulis di kartu stok.
4.4.2 Pelayanan Farmasi Klinik di Satelit Farmasi ICU Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan di Satelit Farnasi ICU meliputi parade pagi, visite pasien, pengkajian resep, monitoring obat, konseling obat pasien pulang di ICCU dan pemberian informasi obat. Apoteker klinis di Satelit Farmasi ICU melakukan parade pagi setiap pukul 08.00 – 10.00 WIB bersama dokter, perawat, dan dietisian. Parade ini bertujuan untuk membahas seputar permasalahan pasien, perkembangan pasien, Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
65
dan rencana tindakan atau pengobatan yang akan diberikan kepada pasien. Apoteker akan memberikan rekomendasi mengenai obat yang dibutuhkan dalam perawatan pasien, ketersediaan obat di Instalasi Farmasi, dosis obat yang sesuai indikasinya, dan interaksi obat. Selain itu, perencanaan pengobatan pasien juga disesuaikan dengan hasil laboratorium pasien. Setelah parade pagi, apoteker klinis melaksanakan visite bersama dokter, perawat, dan dietisian. Melalui kegiatan visite, tim tersebut dapat mengetahui kondisi pasien yang sebenarnya. Pada saat melakukan visite, dapat terjadi perubahan terapi ataupun tindakan. Peran apoteker pada saat itu adalah memberikan rekomendasi dan berkoordinasi dengan dokter terkait rencana terapi atau tindakan yang akan diterapkan. Selain itu, apoteker klinis juga melakukan pengkajian resep. Apoteker mengkaji kesesuaian farmasetik dan klinis obat yang diresepkan oleh dokter. Jika terdapat terapi yang kurang sesuai, apoteker meminta konfirmasi kepada dokter yang bersangkutan dan memberi rekomendasi jika diperlukan. Monitoring obat dilakukan oleh apoteker dengan memeriksa kesesuaian antara resep, kardeks, dan status pasien serta menganalisis perkembangan pasien dengan terapi yang diperoleh. Pasien di ICU dengan kondisi yang telah stabil umumnya akan dipindahkan ke ruang rawat inap di Gedung A, sedangkan pasien ICCU yang kondisinya sudah baik dapat dipulangkan. Apoteker klinis juga melaksanakan kegiatan farmasi klinis di ICCU, salah satunya adalah memberikan informasi obat pada pasien yang akan pulang dengan melampirkan form informasi obat pulang yang berisikan mengenai informasi obat-obat yang diberikan disertai dengan indikasi, jumlah obat maupun aturan pemakaian. Apoteker juga mencantumkan nomor telepon yang dapat dihubungi sehingga pasien dapat menanyakan hal-hal yang kurang jelas terkait dengan terapi pengobatan pasien kepada apoteker di rumah. Selama pelaksanaan PKPA di Satelit Farmasi ICU, terdapat beberapa hal yang diamati oleh mahasiswa. Berikut adalah hasil pengamatan serta beberapa masukan untuk memperbaiki kinerja di Satelit Farmasi ICU :
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
66
a.
Resep-resep yang diterima di Satelit ICU terkadang tidak memenuhi kelengkapan syarat penulisan resep. Contohnya, seringkali ditemukan tidak ada nama dokter, riwayat alergi, jenis sediaan, kekuatan sediaan, nomor rekam medis (NRM) pasien, serta tanggal lahir pasien. Hal ini mungkin disebabkan karena dokter lupa menulis, terburu-buru, atau karena dokter menganggap bahwa petugas farmasi telah mengetahui obat ataupun data administrasi yang dimaksud. Ketidaklengkapan syarat penulisan resep ini dapat berpotensi menyebabkan terjadinya medication error.
b.
Petugas Satelit Farmasi ICU harus menuliskan etiket manual dengan jumlah yang sangat banyak dari setiap resep dan pengerjaannya dalam waktu yang sesingkat mungkin.
c.
Satelit Farmasi ICU dilengkapi dengan lemari yang tingginya dapat mencapai lebih dari dua meter. Terdapat beberapa perbekalan farmasi serta dokumen yang diletakkan pada posisi yang cukup tinggi dan sulit dijangkau oleh petugas. Biasanya petugas menggunakan alat bantu kursi untuk menjangkau perbekalan farmasi serta dokumen yang diletakkan pada posisi tersebut. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja.
d.
Satelit Farmasi ICU terletak cukup jauh dari ruang tunggu keluarga pasien sehingga petugas satelit harus berteriak keluar ruangan untuk memanggil keluarga pasien saat pengurusan tagihan obat atau administrasi pasien.
e.
Penyimpanan perbekalan farmasi di Satelit Farmasi ICU sudah tertata dengan cukup baik. Akan tetapi, masih ditemukan beberapa produk obat tablet yang disimpan tercampur dalam satu wadah. Penyimpanan obat tersebut berisiko menimbulkan kesalahan dan menyulitkan pencarian obat saat proses dispensing.
f.
Prosedur retur obat di Satelit Farmasi ICU dilakukan tidak sesuai dengan standar prosedur operasional yang ditetapkan yakni petugas satelit tidak langsung memeriksa jumlah dan jenis obat yang telah diretur oleh perawat.
g.
Pelayanan farmasi klinis berupa konseling pasien pulang masih terdapat sedikit kekurangan yakni pasien yang akan pulang harus menunggu cukup lama untuk menerima konseling dari apoteker.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
67
h.
Tidak adanya petugas kasir khusus di ICU sehingga asisten apoteker ikut dalam proses pengembalian barang dalam bentuk uang kepada keluarga pasien jika barang tersebut tidak terpakai.
4.5 Satelit Farmasi Kirana Satelit Farmasi Kirana dibuka oleh IFRS pada tahun 2011 dan ditujukan khusus untuk pasien dengan diagnosis penyakit mata. Satelit yang terletak di gedung Kirana, Jl. Kimia No.8, Jakarta Pusat ini memiliki dua depo farmasi, yaitu depo farmasi lantai 1 dan lantai 3. Depo lantai 1 melayani pasien rawat jalan dan rawat inap, sementara depo lantai 3 melayani paket operasi dan tambahan kebutuhan perbekalan farmasi untuk tindakan operasi mata. Depo lantai 1 dan 3 beroperasi setiap hari Senin hingga Jumat dengan jadwal dua shift, shift pertama mulai pukul 08.00-15.30 WIB, kemudian ada middle shift yang mulai pukul 10.00-18.00 WIB, untuk depo farmasi lantai 3 asisten harus menunggu sampai semua tindakan operasi selesai dilakukan.
4.5.1 Kegiatan PKPA di Satelit Kirana Mahasiswa bertugas di satelit Kirana selama 3 hari. Selama berada di satelit Kirana, mahasiswa berkesempatan untuk terlibat dalam kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi. Beberapa kegiatan tersebut, antara lain : a.
Mengamati alur pelayanan resep di depo lantai 1.
b.
Mengecek dan mencatat perbekalan farmasi yang akan exp.date, dan memisahkan barang yang sudah exp.date.
c.
Membantu proses dispensing obat sesuai resep yang ada.
d.
Mengamati alur pelayanan kefarmasian di depo lantai 3
e.
Membantu menyiapkan paket operasi di depo lantai 3.
4.5.2
Sumber Daya Manusia (SDM) Satelit Kirana memiliki dua orang penanggung jawab, yaitu satu orang
apoteker dan satu orang asisten apoteker senior. Di depo lantai 1 dibantu oleh 2 orang asisten apoteker, satu orang juru resep, dan satu orang pekarya, sedangkan di depo lantai 3 dibantu oleh 2 orang asisten apoteker dan satu orang pekarya. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
68
Selain obat mata, depo lantai satu juga menyediakan obat-obat lain, berupa obat oral, injeksi, narkotika, dan psikotropika sebagai terapi penyerta di luar pengobatan mata untuk pasien Kirana, karena sebagian besar pasien merupakan geriatri yang terkadang memerlukan terapi lain disamping pengobatan untuk mata.
4.5.3 Kegiatan Satelit Kirana Depo farmasi lantai 1 melayani pasien rawat jalan dari poli mata, rawat jalan dari bagian VIP (Citra), pasien rawat inap, dan pasien pulang pasca-operasi, sedangkan depo farmasi lantai 3 hanya melayani paket operasi dan tambahan kebutuhan operasi. Bagian OK di Satelit Kirana memiliki 12 divisi mata dan masing-masing menggunakan sistem paket untuk pendistribusian perbekalan farmasinya. Dokumentasi mutasi barang, selain dengan sistem IT, juga dilakukan melalui pencatatan pada kartu stok. Pengeluaran barang dari depo lantai 3 akan dicatat menggunakan lembar formulir permintaan paket tindakan yang telah tersedia. Data pasien yang akan dioperasi dan jumlah paket yang diambil dari depo oleh perawat atau dokter dari ruang bedah tercatat pada lembar tersebut. Selain permintaan dalam bentuk paket, seringkali permintaan barang yang sifatnya cito terjadi di tengah-tengah pelaksanaan tindakan operasi. Dokumentasi permintaan cito dicatat pada formulir yang berbeda dengan mencantumkan nama pasien, nama barang, dan jumlah yang diminta. Data permintaan cito tersebut akan digabungkan dengan data yang terdapat pada formulir permintaan paket tindakan sesuai nama pasien. Keseluruhan formulir permintaan paket (yang telah dilengkapi juga dengan data permintaan cito pasien) direkap setiap harinya sebagai dokumentasi mutasi di depo lantai 3.
4.5.4 Pengelolaan Perbekalan Farmasi Perencanaan untuk pengadaan perbekalan farmasi di Satelit Kirana dilakukan berdasarkan data pemakaian selama enam bulan terakhir dan trend selama 3 bulan terakhir. Data perencanaan dikirim ke Gudang Pusat untuk disiapkan pengadaannya. Depo lantai 3 membuat perencanaan untuk pemesanan barang dan dikirimkan ke depo lantai 1. Defekta perbekalan farmasi di Satelit Kirana dilakukan oleh pihak depo lantai 1 secara online pada hari Senin dan Rabu, Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
69
sedangkan pengambilan perbekalan farmasi dilakukan pada hari Selasa dan Kamis. Satelit Kirana memiliki 2 orang pekarya, maka perbekalan farmasi yang diminta akan diambil oleh pekarya depo lantai 1. Pada hari pengambilan barang ke Gudang Pusat, dilakukan verifikasi terhadap kesesuaian perbekalan farmasi yang diterima dengan defekta oleh petugas farmasi di Gudang Pusat. Kemudian, perbekalan farmasi dimasukkan ke rak perbekalan farmasi dan dicatat pemasukannya pada kartu stok. Untuk kebutuhan perbekalan farmasi depo lantai 3, barang akan diambil dari depo lantai 1 ke depo lantai 3 oleh pekarya di depo lantai 3 setiap hari Selasa dan Kamis. Khusus untuk pengadaan barang konsinyasi, seperti lensa mata, perencanaan jumlah
kebutuhan dan spesifikasi serta beberapa rekomendasi
vendor terbaik yang dipilih secara langsung diajukan oleh pihak Satelit Kirana ke Direktur Pelayanan Medik, yang kemudian akan berdiskusi dengan Bagian Keuangan RSCM. Jika disetujui, bagian Unit Layanan Pengadaan (ULP) akan melakukan sistem tender untuk menentukan vendor mana yang akan menangani barang konsinyasi ini. Setelah diputuskan pemenangnya, maka pihak Unit Kerja Kirana akan menghubungi vendor untuk melakukan pemesanan barang. Dokumentasi penggunaan lensa di Satelit Kirana dilakukan pada buku khusus pencatatan penggunaan lensa yang akan digunakan sebagai pedoman untuk pembuatan laporan pemakaian lensa per bulan. Laporan tersebut ditandatangani oleh Kepala Departemen Mata dan Kepala Sub Instalasi Perbekalan Farmasi lalu diberikan ke bagian Instalasi Farmasi untuk dibuatkan faktur. Faktur ini akan diserahkan ke bagian keuangan untuk dijadikan dasar penagihan pembayaran bagi vendor dan acuan untuk pengadaan kembali. Lensa dengan power yang sering digunakan akan di supplay lebih banyak, sedangkan untuk stock opname lensa dilakukan oleh pihak vendor dan pihak depo lantai 5 setiap satu bulan sekali. Penyimpanan perbekalan farmasi di Satelit Kirana menggunakan sistem FIFO dan FEFO yang disusun secara alfabetis dan dibedakan berdasarkan generik dan nama dagang. Penyimpanan perbekalan farmasi di satelit ini terbagi menjadi tiga, yaitu penyimpanan obat, penyimpanan alat kesehatan, dan penyimpanan obat khusus. Penyimpanan obat
dilakukan berdasarkan bentuk sediaan dan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
70
stabilitasnya, sedangkan penyimpanan alat kesehatan disimpan terpisah dari obat dan diatur berdasarkan fungsi atau penggunaannya. Penyimpanan obat khusus di Satelit Kirana, meliputi penyimpanan narkotika dan psikotropika, obat high alert, obat sitostatika, obat termolabil, dan kit emergensi. Obat-obat yang tergolong LASA diatur agar tidak terletak bersebelahan dengan obat pasangannya dan telah dilakukan penempelan stiker LASA pada wadah obat-obat tersebut. Obat-obat High Alert disimpan di lemari khusus yang pada bagian tepinya ditandai dengan plester berwarna merah, serta pada tiap kemasan primer obat diberi stiker merah High Alert. Obat kanker disimpan di lemari terpisah yang diberi stiker ungu. Narkotika disimpan di lemari khusus yang berkunci ganda. Kunci lemari narkotika dikalungkan pada AA yang bertugas di satelit. Barang-barang dengan masa daluwarsa tiga bulan ke depan ditandai dengan label kuning yang dilengkapi dengan data bulan dan tahun daluwarsa obat tersebut. Obat-obat termolabil disimpan di dalam lemari pendingin dengan suhu 2o–8o C. Pengecekan suhu lemari pendingin serta suhu ruangan penyimpanan Satelit Kirana dilakukan setiap hari, khusus untuk lemari pendingin pengecekan dilakukan 3 kali. Sebagai langkah pengontrolan terhadap stok perbekalan farmasi yang ada, dilakukan kegiatan stock opname (SO) di Satelit Kirana setiap tiga bulan sekali, tetapi asisten apoteker di depo wajib melakukan sampling SO setiap hari. Barang-barang yang diketahui telah mencapai tanggal daluwarsa atau rusak akan dimusnahkan. Umumnya pemusnahan dilakukan dua kali dalam setahun oleh panitia pemusnahan di bawah tanggung jawab IAL (Instalasi Administrasi dan Logistik). Sistem distribusi perbekalan farmasi di Satelit Kirana dilakukan dengan dua cara, yaitu sistem peresepan individual dan sistem floor stock. Resep yang diterima di satelit ini adalah resep manual, tetapi untuk resep dari beberapa dokter di ruang OK VIP telah menggunakan sistem online. Peresepan individual untuk pelayanan pasien rawat jalan, rawat inap, dan paket operasi. Untuk pasien rawat jalan akan disiapkan secara daily dose oleh depo lantai 1, sedangkan paket operasi akan disiapkan oleh depo lantai 3 satu hari sebelum operasi berdasarkan jadwal rencana operasi masing-masing pasien. Sistem floor stock meliputi troli
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
71
emergency dan bahan medis habis pakai (BMHP). Troli emergency terletak di OK, sehingga menjadi tanggung jawab depo lantai 3.
4.5.4 Alur Pelayanan Resep a.
Pasien umum (resep tunai) Pasien umum cukup datang dengan membawa resep asli dari dokter. Resep
tersebut diverifikasi terlebih dahulu oleh petugas farmasi, meliputi verifikasi kelengkapan resep, ketersediaan barang di satelit, dan jumlah obat yang akan diberikan. Setelahnya, petugas satelit akan menginformasikan harga obat kepada pasien untuk selanjutnya dilakukan transaksi di kasir, yang letaknya diluar depo lantai
1.
Kemudian,
petugas
satelit
melakukan
dispensing
obat
dan
menyerahkannya kepada pasien disertai dengan pemberian informasi obat. Alur pelayanan di Satelit Kirana sesuai dengan standar VHDS (Verifikasi, Hargai, Dispensing, Serahkan) yang berlaku di RSCM, yaitu mulai dari pelaksanaan verifikasi, pemberian harga, dispensing obat, dan penyerahan obat. b.
Pasien jaminan Perbedaan alur pelayanan resep pasien umum dengan pasien jaminan
terletak pada saat proses penerimaan resep. Pasien jaminan harus membawa resep asli, fotokopi resep, dan surat jaminan. Untuk pasien jaminan Askes, petugas satelit harus memastikan bahwa obat yang akan ditebus oleh pasien terdapat dalam Buku DPHO (Daftar Plafon Harga Obat) Askes. Jika obat yang akan ditebus
tidak
terdapat
dalam
DPHO
Askes,
maka
petugas
harus
menginformasikan kepada pasien bahwa obat tersebut tidak dibayarkan oleh Askes dan menjadi tanggungan pasien. Berdasarkan hasil pengamatan mahasiswa selama berada di Satelit Kirana, terdapat beberapa hal yang masih perlu diperbaiki untuk meningkatkan kualitas pelayanan farmasi Satelit Farmasi Kirana. Beberapa hal tersebut, antara lain : 1.
Komunikasi antar depo belum terjalin dengan baik
2.
Retur perbekalan farmasi di depo lantai masih tinggi, sehingga menambah beban pekerjaan petugas farmasi di depo tersebut
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
72
3.
Tidak ada pintu akses yang terkunci untuk memisahkan petugas farmasi dengan petugas lain di lantai 3 OK, sehingga petugas lain bebas keluar masuk ruangan mengambil obat dan alkes
4.
Pengerjaan kartu stock di depo lantai 3 baru mulai diterapkan dan yang mengerjakan seorang pekarya, hal ini kurang efektif.
4.6 Gudang Perbekalan Farmasi Pusat Gudang Perbekalan Farmasi RSCM saat ini berada di bawah Instalasi Administrasi dan Logistik (IAL). Gudang Perbekalan Farmasi Pusat RSCM terdiri atas Gudang Farmasi I, Gudang Farmasi II, dan Gudang Gas Medis. Waktu pelayanan Gudang Perbekalan Farmasi Pusat, yaitu pukul 08.00 hingga 18.00 yang terbagi dalam 2 shift. Sumber daya manusia yang terdapat di Gudang Pusat, yaitu sebanyak 20 orang yang terdiri dari 1 orang Apoteker, 1 orang Asisten Apoteker (AA) Penanggungjawab, 5 orang AA Bidang Pelaksana Obat, 5 orang AA Bidang Pelaksana Alat Kesehatan, 4 orang AA Bidang Pelaksana Administrasi, dan 4 orang Pekarya. Sedangkan di Gudang Gas Medis terdapat 6 orang pekarya yang bertugas untuk melakukan pengawasan dan pengiriman ke Unit Kerja. Kegiatan utama yang dilakukan di Gudang Perbekalan Farmasi Pusat terdiri atas pemesanan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengawasan, dan pelaporan perbekalan farmasi di Rumah Sakit. Pemesanan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Kerja (SPK) yang dikeluarkan oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP). Dalam rangka menjaga ketersediaan perbekalan farmasi di RSCM, Gudang Pusat melakukan permintaan perbekalan farmasi yang dibutuhkan. Pemesanan dilakukan berdasarkan permintaan (defekta) perbekalan farmasi yang dilakukan rutin dua kali dalam seminggu, serta dari permintaan mendesak/cito yang dapat dilakukan setiap hari. Permintaan perbekalan farmasi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan selama dua minggu hingga satu bulan. Defekta yang telah dibuat oleh pihak Gudang Pusat selanjutnya dikirim ke koordinator logistik, jika permintaan telah disetujui oleh koordinator logistik maka petugas pemesanan akan menghubungi distributor terkait yang selanjutnya Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
73
akan dikirim ke Gudang Pusat. Setelah perbekalan farmasi diterima di Gudang Pusat, selanjutnya dilakukan proses penerimaan barang yang dilakukan oleh Panitia Penerimaan bersama dengan petugas gudang. Pada proses penerimaan, dilakukan kegiatan pemeriksaan yang meliputi kesesuaian daftar pesanan, baik jenis dan jumlah pesanan, dan penyesuaian dengan faktur penjualan melalui komputer. Selain itu, dilakukan pula pemeriksaan terhadap bentuk fisik, nama perbekalan farmasi dan tanggal daluwarsa perbekalan farmasi yang akan diterima. Apabila terdapat kemasan yang telah rusak atau ketidaksesuaian perbekalan farmasi, maka dapat dilakukan penggantian barang ke distributor. Khusus untuk perbekalan farmasi yang bersifat termolabil, pemeriksaan juga dilakukan dengan melihat kesesuaian penyimpanan perbekalan farmasi, misalnya dengan melihat proses penyimpanan perbekalan farmasi tersebut selama proses distribusi dari distributor ke Gudang Pusat, yaitu dengan menyimpan perbekalan farmasi tersebut di dalam cool box yang dilengkapi dengan termometer dan dipastikan berada pada suhu yang sesuai (2o – 8o C). Pemeriksaan juga dilakukan terhadap dokumen-dokumen penyerta perbekalan farmasi, misalnya Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk bahan berbahaya dan beracun (B3). Setelah pemeriksaan dilakukan dan perbekalan farmasi yang diterima telah sesuai dengan pesanan, Panitia Penerimaan membubuhkan tanda tangan, nama jelas dan stempel gudang farmasi, serta tanggal penerimaan pada faktur penjualan dan salinan faktur. Lembar asli faktur dan salinannya diserahkan kepada petugas gudang. Data dari lembar faktur tersebut akan di-input oleh petugas ke dalam sistem komputer dan kartu stok manual, meliputi data spesifikasi produk, asal distributor, jumlah, dan waktu daluwarsa. Perbekalan Farmasi yang telah diterima disimpan di Gudang Pusat. Tujuan penyimpanan perbekalan farmasi adalah menempatkan perbekalan farmasi yang diterima dengan aman dan sesuai aturan kefarmasian agar terjamin kualitas dan kuantitasnya. Penyimpanan yang sesuai dapat memudahkan kegiatan pencarian barang untuk mempercepat pelayanan, dan memudahkan pengawasan dan operasional penyimpanan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
74
Penyimpanan perbekalan farmasi disusun dengan sistem First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO). Selain itu, penyimpanan juga disusun berdasarkan jenis perbekalan farmasi, yaitu alat kesehatan yang diletakkan di Gudang Farmasi I ruang Alkes I, II, dan III; obat (oral atau injeksi) yang diletakkan di Gudang Farmasi I ruang penyimpanan obat; bahan berbahaya dan beracun (B3) diletakkan di Gudang Farmasi I ruang tahan api; cairan dan hemodialisa diletakkan di Gudang Farmasi II, dan gas medis yang diletakkan di Gudang Gas Medis. Selain berdasarkan jenis perbekalan farmasi, penyimpanan juga didasarkan pada bentuk sediaan, kestabilan perbekalan farmasi, sifat perbekalan farmasi (high alert atau sitostatika), perbekalan farmasi Askes dan Non-Askes, rute pemberian obat, obat produksi RSCM serta nama generik dan nama dagang. Penyimpanan obat di Gudang Pusat juga disusun berdasarkan alfabetis dengan memperhatikan penyusunan untuk obat yang tergolong Look Alike Sound Alike (LASA) untuk menghindari kesalahan dispensing. Obat yang tergolong LASA memiliki bentuk dan pengucapan yang mirip sehingga penyimpanannya dipisah dengan satu atau dua obat lain, dan pada wadah penyimpanan diberi penandaan dengan stiker LASA berwarna hijau. Obat-obat mahal, obat-obat high alert dan obat-obat sitostatika disimpan pada lemari yang khusus. Untuk obat high alert, tempat penyimpanan ditandai dengan lakban berwarna merah dan diberi label high alert pada tiap kemasan terkecil obat. Penyimpanan obat sitostatika disimpan di lemari terpisah dan diberi label berwarna ungu “Obat Kanker, Tangani dengan Hatihati”. Penyimpanan obat sudah tertata rapi dan baik dengan pemberian label petunjuk pada setiap kelompok obat. Hal ini memudahkan dispensing obat mengingat jenis dan jumlah perbekalan farmasi yang banyak. Untuk narkotika dan psikotropika disimpan di dalam lemari khusus yang terpisah dari penyimpanan obat lainnya. Narkotika disimpan dalam lemari berpintu dua dengan kunci ganda. Kunci lemari tersebut dipegang oleh Asisten Apoteker yang bertugas pada tiap shift. Penyimpanan
alat
kesehatan
di
Gudang
Pusat
terpisah
dengan
penyimpanan obat-obatan. Alat kesehatan disusun berdasarkan kesamaan jenis misalnya kapas, alat pelindung diri, pouches dan indikator steril, serta kelompok Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
75
departemen pengguna, misalnya Departemen Bedah, Departemen Mata, dan Departemen Pelayanan Jantung Terpadu (PJT). Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pengambilan barang. Agar mutu perbekalan farmasi tetap terjaga, maka petugas gudang melakukan stock opname (SO) setiap tiga bulan sekali untuk memudahkan pengawasan perbekalan farmasi dengan mengetahui kesesuaian fisik perbekalan farmasi yang ada dengan jumlah yang tertera pada kartu stok dan sistem IT. Kegiatan stock opname juga dilakukan untuk mempermudah pengawasan terhadap perbekalan farmasi yang mendekati waktu daluwarsa. Produk yang akan daluwarsa dalam waktu tiga bulan ke depan akan diberi label berwarna kuning yang dilengkapi dengan waktu daluwarsanya. Selain itu, dilakukan pula pemantauan suhu pada lemari pendingin dan ruangan yang dilakukan setiap hari. Pemantauan suhu lemari pendingin dilakukan sebanyak tiga kali sehari, yaitu pada pukul 06.00, 14.00, dan 20.00 WIB, sedangkan pemantauan suhu ruangan dilakukan satu kali sehari pada pukul 08.00 WIB. Gudang Pusat merupakan pusat pendistribusian perbekalan farmasi di Rumah Sakit. Gudang melayani permintaan dari seluruh Satelit dan Unit Kerja. Permintaan perbekalan farmasi ke Gudang Pusat dapat dilakukan secara rutin sesuai jadwal yang telah ditetapkan untuk masing-masing Satelit dan Unit Kerja ataupun permintaan cito setiap hari. Permintaan ke Gudang Pusat dapat dilakukan dengan dua sistem, yaitu sistem online untuk Satelit Farmasi dan sistem manual untuk Unit Kerja. Permintaan yang diajukan oleh Satelit Farmasi akan langsung dicetak oleh Gudang Pusat dalam bentuk surat permintaan barang, sedangkan Unit Kerja yang melakukan permintaan manual menggunakan formulir permintaan barang farmasi dan harus mengantarkan formulir tersebut ke Gudang dua hari sebelum pengambilan barang. Untuk defekta obat-obat narkotika dibuat dalam formulir permintaan tersendiri. Petugas Gudang Pusat akan menyiapkan perbekalan farmasi yang diminta serta melakukan pencatatan jenis dan jumlah perbekalan farmasi yang tertera pada formulir permintaan. Petugas administrasi akan memproses formulir permintaan tersebut
untuk
mendapatkan
Form
Distribusi
Obat/Alkes
bagi
tiap
Satelit/Unit/Departemen terkait. Setelah perbekalan farmasi disiapkan, petugas Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
76
gudang akan menghubungi Satelit atau Unit Kerja terkait untuk memberitahukan bahwa perbekalan farmasi sudah siap diambil. Pada saat penyerahan, dilakukan pengecekan kembali oleh petugas gudang dan pihak satelit atau unit kerja dengan membaca ulang dan memeriksa perbekalan farmasi yang telah disiapkan serta melakukan pencatatan pada buku serah terima yang terdapat di ruang pendistribusian Gudang Pusat. Setelah dinyatakan bahwa barang yang diterima pihak satelit atau unit kerja sesuai dengan permintaannya, lalu dilakukan penandatanganan bersama Form Distribusi Obat/Alkes. Lembar form yang asli disimpan oleh pihak gudang, sedangkan lembar copy diberikan kepada pihak satelit farmasi atau unit kerja. Gudang Pusat juga melayani permintaan mendesak/cito setiap hari. Perbekalan farmasi yang diambil untuk kebutuhan cito dicatat pada buku cito di Gudang dan Unit terkait. Untuk memenuhi permintaan perbekalan farmasi di luar jam operasional gudang, petugas satelit harus menghubungi Penanggungjawab Gudang Pusat untuk mengambil perbekalan farmasi di Gudang dengan didampingi satu orang saksi dan petugas keamanan untuk membuka pintu gudang. Gudang Pusat juga melakukan kegiatan pemusnahan untuk perbekalan farmasi yang telah daluwarsa maupun yang rusak. Untuk perbekalan farmasi yang hampir daluwarsa maupun yang sudah daluwarsa, ataupun rusak diretur kembali ke Gudang dari Satelit-satelit dan Unit Kerja. Pemusnahan dilakukan sesuai perintah direktur dan dilakukan oleh Panitia Pemusnahan dan dibuat berita acara pemusnahan. Berdasarkan hasil pengamatan selama pelaksanaan PKPA di Gudang Pusat, terdapat beberapa permasalahan yang ditemukan, antara lain: 1.
Masih terdapat data kartu stok yang selisih dengan jumlah fisik dan jumlah barang di IT dan urutan tanggal yang masih berantakan.
2.
Masih terdapat lemari pendingin yang tidak memiliki daftar nama obat-obat yang terdapat di dalamnya sehingga menyulitkan staf atau pegawai baru yang akan menyiapkan permintaan perbekalan farmasi.
3.
Masih ada obat-obat LASA yang penyimpanannya tidak sesuai
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
77
4.7 Sub Instalasi Produksi Sub Instalasi Produksi merupakan salah satu fasilitas kegiatan pengadaan perbekalan farmasi di RSCM. Sumber daya manusia yang terdapat di Sub Instalasi Produksi, terdiri dari 3 Apoteker, 24 asisten apoteker, dan 4 pekarya. Sub Instalasi Produksi melayani antara lain : 1. Produksi sediaan farmasi, dimana produksi sediaan farmasi yang dilakukan ini merupakan produksi lokal untuk keperluan RSCM sendiri. Produksi sediaan farmasi yang dilakukan di RSCM terdiri dari sediaan steril dan non-steril. Kriteria sediaan farmasi yang diproduksi antara lain: a. Sediaan dengan formula khusus, b. Sediaan dengan kemasan yang lebih kecil (repacking), c. Sediaan yang tidak ada di pasaran, d. Sediaan dengan harga yang lebih murah, e. Produk yang harus selalu dibuat segar, dan f. Sediaan untuk keperluan penelitian. 2. Pelayanan aseptic dispensing, lokasi untuk pelayanan aseptic dispensing di RSCM, antara lain terdapat di : a. Central Medical Unit (CMU) 2 lantai 3: melakukan pencampuran obat suntik (IV admixture),
pencampuran obat kemoterapi, dan repacking
sediaan serbuk steril. b. Perinatologi : melakukan pencampuran obat suntik (IV admixture) dan TPN. c. Gedung A lantai 8: melakukan pencampuran obat kemoterapi. d. Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA): melakukan pencampuran obat kemoterapi. Sub Instalasi Produksi dan Perinatologi beroperasi dalam 2 shift yaitu pada pukul 08.00 – 20.00 WIB dari hari Senin hingga Sabtu. Gedung A lantai 8 beroperasi dalam 2 shift yaitu pukul 08.00 - 19.30 WIB untuk hari senin hingga jumat sedangkan untuk hari sabtu dan minggu hanya 1 shift mulai pukul 09.00 – 15.00 WIB. Departemen IKA beroperasi hanya 1 shift pada pukul 08.00 – 15.30 WIB dari hari senin hingga jumat. 3. Pelatihan mengenai kegiatan aseptic dispensing. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
78
Sub Instalasi Produksi di gedung CMU 2 lantai 3 memiliki fasilitas untuk melaksanakan kegiatan produksi agar selalu sesuai standar dan terjamin mutunya. Fasilitas disesuaikan dengan kegiatan produksi yang dilakukan dalam ruangan tersebut. Terdapat beberapa ruangan di dalamnya, yaitu : a.
Ruang karantina sebagai tempat untuk menyimpan alat yang baru masuk sebelum digunakan pada proses produksi.
b.
Ruang pencucian sebagai tempat untuk membersihkan alat dan kemasan yang akan digunakan dalam proses produksi.
c.
Ruang bahan baku sebagai tempat penyimpanan bahan baku obat yang akan digunakan dalam proses produksi. Penyimpanan bahan baku disimpan berdasarkan rute penggunaannya, yaitu bahan baku untuk sediaan oral dan obat luar.
d.
Ruang peracikan sediaan farmasi non-steril yang terdiri dari ruangan tempat dilakukannya peracikan obat oral dan peracikan sediaan obat luar.
e.
Ruang produksi steril sebagai tempat dilakukannya kegiatan produksi steril dan repacking.
f.
Ruang uji mutu sebagai tempat dilakukannya kegiatan pengujian kualitas produk yang dihasilkan.
g.
Ruang penyiapan aseptic, terdiri dari: 1) Ruang Sitostatika, merupakan ruangan tempat dilakukannya peracikan dan pencampuran (dispensing) obat-obat kemoterapi. Prinsip tekanan dalam ruangan ini adalah tekanan negatif sehingga tekanan di luar ruangan lebih besar dari tekanan di dalam ruangan. Dengan prinsip seperti ini, diharapkan zat-zat yang bersifat sitostatik tidak menyebar keluar ruangan sehingga petugas yang di luar ruang terhindar dari efek paparan obat sitostatika. 2) Ruang Obat Suntik dan Nutrisi Parenteral, merupakan ruangan tempat dilakukan peracikan dan pencampuran (dispensing) sediaan obat suntik atau nutrisi parenteral. Prinsip tekanan dalam ruangan adalah tekanan positif sehingga tekanan dalam ruangan lebih besar dibanding luar ruangan. Hal ini bertujuan agar ruangan dalam tidak terkontaminasi dari partikel yang terdapat di luar ruangan. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
79
Produksi steril dan non-steril yang dilaksanakan di Sub Instalasi Produksi menghasilkan sekitar 142 jenis sediaan dengan berbagai konsentarasi dan volume yang bermacam – macam yang terdiri dari obat dalam 29 item, obat luar 105 item dan obat steril 8 item. Produk steril yang diproduksi, antara lain sediaan salep kemicetin, kloramfenikol tulle, dan metilen blue. Sementara sediaan non-steril yang dihasilkan, yaitu sediaan obat oral seperti kapsul dan serbuk bungkus, sediaan obat luar, seperti salep dan salicyl talk, hand rub, alkohol 70%, dan povidone iodine. PKPA yang dilaksanakan di Sub Instalasi Produksi berlokasi di gedung CMU 2 lantai 3 dan berlangsung selama tiga hari. Beberapa kegiatan yang diamati dan diikuti mahasiswa, antara lain : a.
Mengamati kegiatan rekonstitusi obat sitostatika pasien rawat jalan Alur pelayanan dispensing obat kemoterapi yang dilakukan di Sub
Instalasi Produksi dimulai dari penerimaan resep berupa formulir pelayanan pencampuran obat sitostatika dari pihak satelit farmasi pusat oleh petugas rekonstitusi obat sitostatika. Untuk menghindari terjadinya kesalahan dispensing, formulir juga dilengkapi dengan salinan/copy protokol kemoterapi yang ditulis oleh dokter. Petugas yang akan melakukan rekonstitusi kemudian melakukan skrining resep dengan memeriksa kesesuaian pasien dan dosis obat untuk menjamin keamanan pasien. Petugas juga memeriksa obat-obatan yang diserahkan beserta cairan infus dan spuit yang dibutuhkan sesuai dengan jumlah yang tertulis dalam formulir permintaan rekonstitusi. Apabila pasien tidak jadi atau berhalangan melakukan kemoterapi, maka obat disimpan di Depo Sitostatika sebagai obat titipan pasien. Persiapan pencampuran obat sitostatika meliputi penyiapan cairan, obat sitostatika, dan spuit sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Selain itu, juga dilakukan pembuatan etiket yang berisi nama pasien, nomor rekam medik (NRM), jumlah obat yang dioplos beserta jumlah cairan pelarutnya, rute pemberian, tanggal dan waktu pembuatan, serta tanggal dan waktu kedaluwarsa. Seluruh obat, cairan, spuit, dan etiket yang diperlukan ditempatkan di dalam kotak obat dan didistribusikan melalui pass box yang terhubung ke dalam ruang steril tempat penyiapan obat secara aseptis. Sebelum masuk keruangan steril dan melakukan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
80
rekonstitusi, petugas terlebih dahulu menggunakan alat pelindung diri (APD) sesuai ketentuan yang berlaku untuk keamanan bagi petugas sendiri dan menjamin sterilitas produk yang dihasilkan. Persiapan tersebut meliputi pemakaian gown dan APD lainnya, seperti penutup kepala, sarung tangan steril, masker N95, penutup mata (goggle), dan penutup kaki. Sarung tangan yang digunakan untuk prosedur aseptis pencampuran obat sitostatika adalah rangkap dua, sarung tangan pertama digunakan di ruang ganti (gowning), sarung tangan yang kedua digunakan petugas setelah masuk ke dalam ruang steril. Selanjutnya, petugas masuk ke dalam ruang steril tempat pencampuran yang di dalamnya terdapat Biological Safety Cabinet (BSC) yang merupakan Laminar Air Flow (LAF) dengan aliran udara vertikal. Sebelum proses rekonstitusi, perlu dilakukan pembersihan area kerja agar tercipta lingkungan yang aseptik dengan cara mengelap bagian dalam BSC dengan alcohol 70% dan gerakan yang searah, serta mengelap kemasan obat, cairan, dan spuit yang akan dimasukkan ke dalam BSC dengan mengunakan alcohol 70%. Perlu disiapkan juga tempat pembuangan khusus limbah sitostatika dan peralatan lain yang dibutuhkan, seperti beaker glass. Adapun rekonstitusi obat sitostatika yang telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dimana dilakukan di ruang steril dalam BSC serta dikerjakan dengan hati-hati dan teliti. Setelah selesai direkonstitusi, sediaan sitostatika ditempeli etiket dan label obat sitostatika. Pelabelan dan pemberian etiket juga dilakukan di dalam ruang steril. Khusus obat yang tidak tahan cahaya, obat dikemas menggunakan aluminium foil. Sediaan akhir yang selesai dikerjakan kemudian dikeluarkan dari ruang steril melalui pass box dan dikemas ke dalam plastik klip per pasien. b.
Mengamati proses aseptic dispensing Mahasiswa mengamati kegiatan aseptic dispensing sediaan parenteral
berupa KCl premix dan kegiatan repacking sediaan serbuk steril. Alur yang dilakukan pada aseptic dispensing adalah pengecekan permintaan yang dilakukan secara online. Jika terdapat permintaan, akan dilakukan pengisian form permintaan yang telah disediakan. Kemudian, disiapkan bahan-bahan lain yang akan digunakan. Proses dispensing dilakukan di ruang aseptic dengan tekanan udara positif, menggunakan APD lengkap serta pembersihan area kerja dengan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
81
alcohol 70%. Dalam ruangan tersebut, dilakukan pengemasan dan pemberian etiket pada sediaan yang telah siap. Obat yang telah siap akan diantarkan oleh pekarya ke satelit atau unit kerja yang memesan sediaan tersebut. c.
Pembuatan Hand Rub Hand Rub yang dibuat ini adalah contoh sediaan yang dibuat dengan
forumula khusus, dimana formula yang digunakan hanya diketahui oleh bagian produksi. Pada pembuatan hand rub dilakukan proses quality control (QC) untuk mengontrol mutu sediaan produk agar sesuai dengan standar dan pengerjaan sesuai Standar Prosedur Operasional (SOP). Adapun proses pembuatan hand rub yang teramati telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. d.
Repacking pembuatan sediaan povidone iodine Proses repacking dilakukan untuk mengemas kembali sediaan menjadi
kemasan yang lebih kecil dan ekonomis, meliputi kemsan 10 cc, 30 cc, dan 60 cc. e.
Pembuatan sirup omeprazole Sirup omeprazole merupakan sediaan sirup yang tidak tersedia di pasaran
sehingga produksi sirup omeprazole ini dapat memenuhi kebutuhan di RSCM. Umumnya, produksi sirup ini tidak banyak dan hanya diproduksi sesuai dengan permintaan agar kestabilan obat tetap terjaga. f.
Pengisian kapsul Pengisian kapsul yang dilakukan adalah pengisian kapsul NaCl. Sebelum
pengerjaan dilakukan, area kerja dan peralatan yang akan digunakan dibersihkan menggunakan alkohol. Proses pengisian kapsul dilakukan dengan menggunakan alat. Setelahnya, kapsul dimasukkan ke dalam wadah dan diberi etiket berisi nama obat, jumlah sediaan, tanggal pembuatan, dan tanggal kedaluwarsa. g.
Mengemas serbuk KCl Serbuk KCl dikemas menggunakan kertas perkamen khusus yang nantinya
akan ditutup dengan menggunakan mesin press. Dalam proses pengemasan, harus diperhatikan kebersihan tempat, peralatan, dan tangan petugas pengemas. Proses pembagian serbuk dilakukan secara manual dan sesuai perkiraan sehingga dituntut ketelitian dan ketepatan dalam pelaksanaannya. Setelah pengemasan selesai, sediaan dimasukkan ke dalam plastik dan diberi etiket.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
82
Berdasarkan hasil pengamatan selama pelaksanaan PKPA di Sub Instalasi Produksi, kegiatan produksi yang dilaksanakan di Sub Instalasi Produksi telah sesuai dengan prosedur dan telah memanfaatkan sumber daya yang ada dengan maksimal. Hanya saja, terdapat beberapa masalah yang ditemukan, antara lain : 1. Pada proses pembuatan hand rub pengisian cairan ke dalam botol hand rub dilakukan secara manual menggunakan keran, dimana dapat menyebabkan pengisian volume yang tidak sama antara botol hand rub dan resiko terjadinya tumpahan juga besar. 2. Terjadinya kekosongan bahan baku yang menyebabkan kegiatan produksi tidak berjalan dengan baik.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan a.
Pelayanan kefarmasian yang dilakukan apoteker di rumah sakit mencakup kegiatan manajemen terkait pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit dan pelayanan farmasi klinik untuk menjamin bahwa terapi yang diterima oleh pasien rasional. Pelaksanaan pelayanan kefarmasian di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo sudah memenuhi persyaratan pelayanan kefarmasian dari Kementerian Kesehatan RI dan standar akreditasi internasional dari JCI (Joint Commission International). Akan tetapi, masih ditemui adanya aspek pelayanan yang belum dilakukan secara maksimal karena faktor keterbatasan jumlah SDM dan beberapa fasilitas penunjang.
b. Apoteker di rumah sakit berperan sebagai pelaksana pelayanan kefarmasian. Dari segi manajemen, apoteker bertugas untuk memastikan bahwa perbekalan farmasi yang memenuhi persyaratan untuk penyelenggaraan upaya kesehatan di rumah sakit selalu tersedia. Dari segi klinis, apoteker bertugas untuk memantau pengobatan pasien serta memberikan informasi yang diperlukan demi tercapainya tujuan pengobatan pasien dengan mengutamakan patient safety. Selain itu, Apoteker juga berperan sebagai seorang manajer yang bertugas melakukan pengelolaan sumber daya manusia (SDM), sarana dan prasarana, serta berkontribusi dalam upaya peningkatan pendapatan rumah sakit.
5.2 Saran Berdasarkan
pengamatan
selama
PKPA
di
RSUPN
Dr.
Cipto
Mangunkusumo, berikut adalah beberapa saran yang dapat kami sampaikan: 5.2.1 Instalasi Gawat Darurat (IGD) a.
Dilakukan pengecekan/koreksi jumlah obat dan alat kesehatan yang datang saat defekta sebelum dimasukkan ke dalam kartu stok dan stok IT.
b.
Pengadaan print label etiket agar dapat mempercepat dan mempermudah petugas dalam proses dispensing obat sehingga pelayanan obat ke pasien akan lebih cepat. 83
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
84
c.
Mengadakan pelatihan dan motivasi untuk petugas satelit farmasi di IGD.
5.2.2 Satelit Farmasi Pusat a.
Dilakukan sistem penyusunan obat secara bertingkat pada rak penyimpanan di satelit, sehingga kotak obat tidak saling menghalangi satu sama lain.
b.
Dilakukan sistem penyimpanan kartu stok yang baik sehingga mempermudah pada saat penulusuran akibat terjadinya selisish stok.
c.
Penerapan resep elektronik (EHR) diharapkan dapat segera diaplikasikan di seluruh unit kerja, khususnya Satelit Farmasi Pusat.
d.
Pengadaan printer etiket di seluruh unit kerja dapat membantu mempercepat proses pelayanan resep yang dilakukan pihak Satelit Farmasi Pusat.
5.2.3 Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A) a.
Dilakukan perbaikan ruangan yang bocor di Gudang Farmasi Basement Gedung A sebelum kerusakan menjadi semakin parah.
b.
Meningkatkan kedisplinan tenaga farmasi dalam melakukan pekerjaan terutama pada saat meletakkan kartu stok dan lembar MSDS.
c.
Meningkatkan kesadaran petugas farmasi akan pentingnya briefing di pagi hari.
d.
Pada saat memberikan konseling, apoteker meminta pasien untuk mengulang kembali informasi yang telah dijelaskan, untuk memastikan informasi yang diberikan sudah tepat.
e.
Apoteker perlu mengikuti visite bersama sehingga akan lebih dikenal oleh tenaga kesehatan lain.
f.
Kegiatan PIO (Pelayanan Informasi Obat) yang dilakukan di Gedung A RSCM sudah berjalan dengan baik, tetapi perlu dikembangkan menjadi PIO formal sehingga dapat menjadi PIO sentral bagi seluruh departemen di RSCM
5.2.4 Satelit Intensive Care Unit (ICU) a.
Penerapan sistem peresepan online karena dengan sistem tersebut, data administratif pasien pada resep dapat dilengkapi secara otomatis, mencegah terjadinya medication error serta mempercepat pelayanan.
b.
Pengadaan printer etiket agar mempercepat pelayanan kefarmasian dan data pada etiket dapat terisi dengan lengkap dan jelas. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
85
c.
Penambahan fasilitas tangga lipat diperlukan untuk mengurangi resiko terjadinya kecelakaan kerja.
d.
Pengadaan alat pengeras suara untuk memudahkan petugas dalam melakukan pemanggilan keluarga pasien.
e.
Penambahan wadah obat atau pemberian sekat pada wadah untuk membatasi penyimpanan antara satu produk obat dengan produk obat lain dengan pemantauan rutin dilakukan setiap harinya agar produk obat disimpan sesuai dengan letak penyimpanannya.
f.
Asisten Apoteker sebaiknya memeriksa jumlah dan jenis obat langsung dihadapan perawat saat melakukan retur sehingga apabila terdapat hal yang tidak sesuai dapat langsung dikonfirmasi kepada perawat tersebut.
g.
Apabila apoteker tidak dapat memberikan konseling, formulir informasi obat sebaiknya diisi dengan lengkap dan mendelegasikan kepada asisten apoteker untuk memberikan penjelasan mengenai obat.
h.
Penambahan tenaga kasir untuk mempermudah kegiatan pelayanan keuangan di Satelit ICU.
5.2.5 Satelit Kirana a.
Menempatkan penanggung jawab di Satelit Kirana lantai 3 untuk memudahkan koordinasi antar satelit lantai 1 dan 3.
b.
Kegiatan briefing setiap pagi perlu dilakukan untuk membahas masalah yang ada dan mencari solusinya sehingga terjalin kerjasama yang baik antara apoteker, asisten apoteker, dan pekarya.
c.
Dilakukan evaluasi paket bedah mata dengan melibatkan petugas farmasi, perawat dan dokter untuk mengurangi retur barang, karena retur menambah beban kerja. Selain itu dapat merugikan RSCM karena jika retur terlambat maka perputaran uang juga akan terganggu yang mengakibatkan penurunan omset RSCM.
d.
Dibuat loket untuk pengambilan obat dan alat operasi, sehingga hanya petugas farmasi yang berhak masuk ke dalam satelit lantai 3, yang bertujuan untuk mencegah kehilangan perbekalan farmasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
86
e.
Kartu stok sebaiknya dikerjakan oleh asisten apoteker yang pada dasarnya lebih mengerti tentang perbekalan farmasi. Tugas menyiapkan paket dapat digantikan oleh pekarya karena relatif lebih mudah dilakukan.
5.2.6 Gudang Perbekalan Farmasi Pusat a.
Membuat daftar nama obat-obat yang terdapat di dalam masing-masing lemari pendingin dan menempelkannya pada pintu lemari pendingin yang sesuai. Daftar tersebut juga perlu diperiksa dan diperbaharui secara berkala sehingga data yang tersedia selalu ter-update sesuai dengan persediaan yang terdapat di dalamnya.
b.
Dilakukan pengecekan kembali saat melakukan penyimpanan perbekalan farmasi agar penyimpanannya tepat dan memudahkan petugas dalam pelayanan terutama pada obat-obat tergolong LASA.
5.2.7 Sub Instalasi Produksi a.
Pengadaan mesin otomatis filling liquid untuk meminimalisir volume yang tidak sama antara botol hand rub dan meminimalisir terjadinya tumpahan.
b.
Instalasi Administrasi dan Logistik harus memperhatikan ketersediaan bahan baku untuk produksi agar pelaksanaan produksi tidak terhambat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
DAFTAR ACUAN
Departemen Kesehatan RI. (2008). Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Menteri Kesehatan. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197/ Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Menteri Kesehatan. (2005). Permenkes RI No. 1672/Menkes/Per/XII/2005 tanggal 27 Desember 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Republik Indonesia. (1996). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. Jakarta : Sekretariat Negara Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta : Sekretariat Negara. Republik Indonesia. (2009b). Undang-Undang No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta : Sekretariat Negara. Siregar, Lia Amalia. 2004. Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
87
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
88
Lampiran 1. Timeline kegiatan PKPA Jadwal Hari 1
Kuliah + Diskusi
1
2
3
4
5
C D
C D
C D
6
7
8
S A B T U
M I N G G U
9
Sep-13 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
30
Jam 08.00-09.00 Pengarahan Ka.Inst.Diklat jam 09.10-10.00 Pengarahan Ka.Inst.Farmasi Pengarahan KaSub jam 10.00 -11.00 Farklindiklitbang O R I E N T A S I
jam 11.00 - 12.00 Pengarahan PJ Diklitbang jam 13.00-selesai Orientasi Ke Lapangan PIC
Satelit CMU Produksi Farmasi Satelit Pusat Satelit IGD Satelit Kirana Satelit Gedung A (Managemen) Gudang Pusat CSSD
P K P A
Perencanaan
S A B T U
U I
IPD Lt7 Gd A (Farklin) Lt 1 Gd A (Farklin) R Apoteker Klinik (PIO) Geriatri Gd A Satelit ICU (Farklin) HCU Lt6
D C
D C
D C
D
D
D
C
C
C
M I N G G U
D C
M S I A N B G T G U U
D C
D C
D C
D C C D
D C C C
C
D D
D
S A B T U
M I N G G U
C D
Paediatri (bu Rina M)
Jadwal Hari 1
Kuliah + Diskusi
1
2
3
4
5
6
7
8
Oktober 2013 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Jam 08.00-09.00 Pengarahan Ka.Inst.Diklat P E R S I A P A N
jam 09.10-10.00 Pengarahan Ka.Inst.Farmasi Pengarahan KaSub jam 10.00 -11.00 Farklindiklitbang jam 11.00 - 12.00 Pengarahan PJ Diklitbang jam 13.00-selesai Orientasi Ke Lapangan PIC
Satelit CMU Produksi Farmasi Satelit Pusat Satelit IGD Satelit Kirana Satelit Gedung A (Managemen) Gudang Pusat CSSD Perencanaan
C D
C
C
C
D
D
D
M S I A N B G T G C C C U U D D D C C D D
S A B T U
M I N G G U
C U T I B E R S A M A
I D U L A D H A
IPD Lt7 Gd A (Farklin) Lt 1 Gd A (Farklin) R Apoteker Klinik (PIO) Geriatri Gd A Satelit ICU (Farklin) HCU Lt6
Beta, Jaka, Kaniya
D
Irvan, Meilina
C
C
D D
Paediatri (bu Rina M)
C
S A B T U
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
M I D N G G U
D
D
C D C D
C
D
C
C
C
P S R A E B S T E U N T A S I
M I N G G U
P R E S E N T A S I P K P A U I
89
Lampiran 2. Struktur organisasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Direktur Utama
Komite Medik, Komite Etik, PPIRS, Komite Mutu
Direktur Medik dan Keperawatan
Direktur Pengembangan dan Pemasaran
Direktur Keuangan
Direktur SDM dan Pendidikan
Direktur Umum dan Operasional
Departemen
Instalasi promkes
Bagian Anggaran
Bagian Diklat
Bagian Administrasi
Instalasi Farmasi
UPJM
Bagian Perbendaharaan
Bagian SDM
Bagian Aset dan Inventaris
Bagian Hukor
Bagian Teknik Pemeliharaan Sarana dan Prasarana
Instalasi Pendidikan
Instalasi Medik
UPT
Bagian Akuntansi
ULP
Unit Utilitas
[sumber : Permenkes RI No. 1672/Menkes/Per/XII/2005 tanggal 27 Desember 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, telah diolah kembali]
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
90
Lampiran 3. Struktur organisasi instalasi farmasi
Direktorat Medik dan Keperawatan
Kepala Instalasi Farmasi
Koordinator Administrasi dan Keuangan
Koordinator Produksi dan Ditlitbang
Koordinator Pelayanan Farmasi
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
91
Lampiran 4. Struktur organisasi koordinator administrasi dan keuangan
Kepala Instalasi Farmasi
Koordinator Administrasi dan Keuangan
Penanggung Jawab Keuangan
Penanggung Jawab Akuntansi dan IT
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
Penanggung Jawab SDM dan Administrasi
92
Lampiran 5. Struktur organisasi koordinator produksi dan diklitbang
Kepala Instalasi Farmasi
Koordinator Produksi dan Diklitbang
Penanggung Jawab Produksi Sediaan Farmasi
Pelaksana Produksi Non Steril
Pelaksana Repacking Sediaan Injeksi Serbuk
Penanggung Jawab Aseptik Dispensing
Pelaksana Pencampuran Obat Sitostatika
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
Pelaksana Pencampuran Obat Suntik
Penanggung Jawab Diklitbang
Pelaksana Repacking Sediaan Injeksi Cair
93
Lampiran 6. Struktur organisasi ooordinator pelayanan farmasi
Kepala Instalasi Farmasi Koordinator Pelayanan Farmasi
Penanggung Jawab Perencanaan Perbekalan Farmasi
Satelit IGD
Satelit ICU
Satelit Pusat
Penanggung Jawab Pelayanan Farmasi
Satelit Kirana
Satelit Gedung A
Penanggung Jawab Satelit
Satelit Poli di URJT
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
Satelit Radio terapi
Penanggung Jawab Farmasi Klinis
Satelit ULB
Satelit PJT
Satelit IBP
94
Lampiran 7. Contoh etiket
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
95
Lampiran 8. Contoh klip plastik obat unit dose
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
96
Lampiran 9. Contoh stiker obat
Stiker High Alert
Stiker LASA
Stiker Obat Termolabil
Stiker Obat Sitostatika
Stiker Obat yang Mendekati Tanggal Kadarluasa
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
97
Lampiran 10. Contoh blanko kartu stok
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
98
Lampiran 11. Formulir konseling obat pasien pulang
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
99
Lampiran 12. Lembar monitoring pengobatan pasien rawat inap
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
100
Lampiran 13. Formulir medication history taking pasien
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 02 SEPTEMBER – 28 OKTOBER 2013
Evaluasi Paket Bedah Vaskuler di Instalasi Bedah Pusat Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo
BETA ZUDIA FERTAVENI, S.Farm. 1206329410
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ DAFTAR ISI ..................................................................................................... DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ DAFTAR TABEL ............................................................................................ DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
i ii iii iv v
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 1 Latar Belakang ............................................................................ 1 1.1 1.2 Tujuan ......................................................................................... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 2.1 Definisi Perbekalan Farmasi ....................................................... 2.2 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit ...................... 2.3 Jenis-jenis Tindakan Bedah ........................................................ Monitoring dan Evaluasi ............................................................ 2.4
3 3 3 6 9
BAB 3 METODE PENGKAJIAN .................................................................. 3.1 Metode Pengkajian ..................................................................... 3.2 Tempat dan Waktu ..................................................................... 3.3 Sampel ........................................................................................ Kriteria Inklusi dan Eksklusi ...................................................... 3.4 3.5 Langkah-langkah Pengkajian .....................................................
10 10 10 10 10 10
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 12 4.1 Hasil ............................................................................................ 12 4.2 Pembahasan ................................................................................ 14 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 17 5.1 Kesimpulan ................................................................................. 17 Saran ........................................................................................... 17 5.2 DAFTAR ACUAN ............................................................................................ 18
ii
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
(lanjutan) DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Diagram persentase ketidaksesuaian perbekalan farmasi yang digunakan pasien dengan paket bedah vaskuler .............................
iii
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
13
(lanjutan) DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Tabel 4.2
Jenis tindakan dengan kesesuaian rata-rata pemakaian perbekalan farmasi paket bedah vaskuler bulan Januari 2013 .......................... Ketidaksesuaian pemakaian perbekalan farmasi paket bedah vaskuler di Instalasi Bedah Pusat RSCM bulan Januari 2013 ........
iv
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
12 13
(lanjutan) DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Formulir Pemakaian Barang Departemen Bedah Vaskuler dan Usulan Pemakaian Perbekalan Farmasi Tindakan Debridement .................................................................................... Lampiran 2 Formulir Pemakaian Barang Departemen Bedah Vaskuler dan Usulan Pemakaian Perbekalan Farmasi Tindakan Vlebektomi ...................................................................................... Lampiran 3 Formulir Pemakaian Barang Departemen Bedah Vaskuler dan Usulan Pemakaian Perbekalan Farmasi Tindakan Ligasi Vena ..................................................................................... Lampiran 4 Formulir Pemakaian Barang Departemen Bedah Vaskuler dan Usulan Pemakaian Perbekalan Farmasi Tindakan AVM Eksisi Masa ........................................................................... Lampiran 5 Formulir Pemakaian Barang Departemen Bedah Vaskuler dan Usulan Pemakaian Perbekalan Farmasi Tindakan pasang Cellsite ................................................................................ Lampiran 6 Formulir Pemakaian Barang Departemen Bedah Vaskuler dan Usulan Pemakaian Perbekalan Farmasi Tindakan Bypass Aorta ................................................................................... Lampiran 7 Formulir Pemakaian Barang Departemen Bedah Vaskuler dan Usulan Pemakaian Perbekalan Farmasi Tindakan STSG Debridement ......................................................................... Lampiran 8 Formulir Pemakaian Barang Departemen Bedah Vaskuler dan Usulan Pemakaian Perbekalan Farmasi Tindakan AV Shunt dengan Graf ...................................................................
v
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
19
20
21
22
23
24
25
26
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu bagian/unit/divisi atau fasilitas di Rumah Sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu. Tugas utama IFRS adalah pengelolaan yang mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita hingga pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan oleh pasien rawat inap, rawat jalan maupun semua unit di Rumah Sakit. IFRS bertanggung jawab mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan tepat untuk memenuhi kebutuhan berbagai bagian/unit diagnosa dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medik dan rumah sakit keseluruhan untuk kepentingan pelayanan pasien yang lebih baik (Siregar, 2004). Instalasi Bedah Sentral merupakan salah satu bagian dari sistem pelayanan kesehatan di Rumah Sakit dalam hal memberikan pelayanan kepada pasien yang memerlukan tindakan pembedahan, baik untuk kasus-kasus bedah terencana (elektif) maupun untuk kasus-kasus bedah darurat/segera (cito). Terdapat fasilitas kamar operasi di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusomo, yaitu kamar operasi untuk kasus akut yang berkedudukan di Instalasi Gawat Darurat (IGD), kamar operasi mata di RSCM Kirana, kamar operasi Orthopaedi di RSCM Kencana, kamar operasi kasus elektif dan kamar operasi ODC (One Day Care) yang keduanya berkedudukan di Instalasi Bedah Pusat RSCM. Perbekalan farmasi yang terdapat di pelayanan farmasi IBP adalah obatobatan sediaan injeksi terutama obat anestesi dan alat kesehatan habis pakai. Dalam pemenuhan kebutuhan perbekalan farmasi di IBP, terdapat satelit farmasi yang menyediakan perbekalan farmasi bagi pasien untuk melakukan bedah / operasi. Distribusi perbekalan farmasi untuk bedah di IBP dilakukan dengan sistem paket bedah sesuai dengan tindakan yang akan diterima pasien. Kegunaan dari pembuatan paket tersebut adalah untuk mempermudah pengerjaan asisten
1
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
apoteker dalam menyiapkan obat dan alat-alat kesehatan yang akan digunakan untuk bedah / operasi. Penentuan perbekalan farmasi yang masuk ke dalam paket bedah tersebut berdasarkan usulan dari apoteker penanggung jawab di IBP dengan kesepakatan tenaga medis yang melayani bedah di IBP. Pada pelaksanaannya diruang operasi, perbekalan farmasi yang ada dalam paket tidak semuanya digunakan ataupun ada perbekalan farmasi yang kurang atau tidak tersedia. Oleh sebab itu, pada tugas khusus ini akan dianalisis kesesuaian perbekalan farmasi yang telah disiapkan dalam bentuk paket untuk bedah khususnya bedah vaskuler dengan penggunaan yang sebenarnya di ruang operasi. Hal tersebut penting mengingat tugas Apoteker dalam pengelolaan perbekalan farmasi harus efektif dan efisien bagi pasien dan rumah sakit.
1.2. Tujuan Mengevaluasi efektivitas paket bedah vaskuler yang telah dibuat dengan melihat kesesuaian penggunaan perbekalan farmasi di kamar operasi Instalasi Bedah Pusat pada bulan Januari 2013.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Perbekalan Farmasi Perbekalan farmasi adalah sediaan farmasi yang terdiri dari obat, bahan obat, alat kesehatan, reagensia, radio farmasi dan gas medis (Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1197 Tahun 2004).
2.2. Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit Pengelolaan perbekalan farmasi atau sistem manajemen perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari perencanaan sampai evaluasi yang saling terkait antara satu dengan yang lain. Kegiatannya mencakup perencanaan,
pengadaan,
penerimaan,
penyimpanan,
pendistribusian,
pengendalian, pencatatan dan pelaporan, penghapusan, monitoring dan evaluasi (Departemen Kesehatan RI, 2008). Fungsi dari pengelolaan perbekalan farmasi adalah (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004) : a. Memilih perbekalan farmasi sesuai dengan kebutuhan pelayanan rumah sakit. b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal. c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku. f. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian. g. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit.
3
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
4
2.2.1 Perencanaan Perencanaan perbekalan farmasi
adalah salah satu
fungsi
yang
menentukan. Dalam proses pengadaan perbekalan farmasi di rumah sakit. Tujuan perencanaan perbekalan adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit (Departemen Kesehatan RI, 2008).
2.2.2 Pengadaan Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui melalui pembelian, produksi/pembuatan sediaan farmasi dan sumbangan/droping/hibah. Tujuan pengadaan untuk mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga layak, dengan mutu yang baik, pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar dan tidak memerlukan tenaga dan waktu berlebihan (Departemen Kesehatan RI, 2008).
2.2.3 Penerimaan Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian. Staf farmasi merupakan bagian dari tim penerimaan perbekalan farmasi (Departemen Kesehatan RI, 2008).
2.2.4 Penyimpanan Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Tujuan penyimpanan (Departemen Kesehatan RI, 2008) : a. Memelihara mutu sediaan farmasi b. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab c. Menjaga ketersediaan d. Memudahkan pencarian dan pengawasan Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, menurut bentuk sediaan dan alfabetis, dengan menerapkan prinsip FEFO dan FIFO, dan disertai sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
5
sesuai kebutuhan. Penyimpanan sebaiknya dilakukan dengan memperpendek jarak gudang dengan depo agar efisien (Departemen Kesehatan RI, 2008).
2.2.5 Pendistribusian Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Tujuan dari pendistribusian adalah tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan secara tepat waktu, jenis dan jumlah. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004) : a. Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada. b. Metode sentralisasi atau desentralisasi. c. Sistem total floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi.
2.2.6 Pengendalian Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan / kekosongan obat di unit-unit pelayanan. Kegiatan pengendalian mencakup : a. Memperkirakan / menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu. b. Menentukan stok optimum dan stok pengaman. c. Menentukan waktu tunggu (leadtime), yaitu waktu yang diperlukan dari mulai pemesanan sampai obat diterima (Departemen Kesehatan RI, 2008).
2.2.7 Penghapusan Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan farmasi yang tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan perbekalan farmasi kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku. Tujuan dari penghapusan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat dikelola sesuai dengan standar yang berlaku. Adanya penghapusan akan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
6
mengurangi beban penyimpanan maupun mengurangi resiko terjadi penggunaan obat yang tidak memenuhi standar (Departemen Kesehatan RI, 2008).
2.2.8 Pencatatan dan pelaporan Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memonitor transaksi perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di lingkungan IFRS. Pencatatan akan memudahkan petugas untuk melakukan penelusuran bila terjadi adanya mutu obat yang tidak memenuhi standar dan harus ditarik dari peredaran. Pencatatan dapat dilakukan dengan menggunakan bentuk digital maupun manual. Kartu yang umum digunakan untuk melakukan pencatatan adalah kartu stok dan kartu stok induk. Manfaat informasi yang dari pencatatan yaitu dapat dengan cepat mengetahui jumlah persediaan perbekalan farmasi, membantu dalam pelaporan, informasi untuk perencanaan, pengadaan dan distribusi, pengendalian persediaan, pertanggungjawaban bagi petugas penyimpanan dan pendistribusian dan sebagai alat bantu kontrol bagi Kepala IFRS (DepKes RI,2008). Pelaporan merupakan kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajiakan kepada pihak yang berkepentingan. Tujuan dari pelaporan adalah (Departemen Kesehatan RI, 2008) : a. Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi b. Tersedianya informasi yang akurat c. Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan d. Tersedianya data yang lengkap untuk membuat perencanaan.
2.2 Jenis-jenis Tindakan Bedah 2.1
Debridement Debridement adalah pengangkatan jaringan yang rusak dan mati sehingga
luka menjadi bersih. Debridement merupakan suatu tindakan eksisi yang bertujuan untuk membuang jaringan nekrosis maupun debris yang mengahalangi proses penyembuhan luka dan potensial terjadi atau berkembangnya infeksi sehingga merupakan tindakan pemutus rantai respon inflamasi sistemik dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
7
maupun sepsis. Tindakan ini dilakukan seawal mungkin, dan dapat dilakukan tindakan ulangan sesuai kebutuhan. Debridement merupakan sisi lain pada perawatan luka bakar. Tindakan ini memiliki tujuan untuk menghilangkan jaringan yang terkontaminasi oleh bakteri dan benda asing dan menghilangkan jaringan yang sudah mati dalam persiapan kesembuhan luka.
2.2
Striping vena Suatu
tindakan
dengan
cara
mengangkat
vena
dengan
menggunakan stripper. Pada dasarnya, vena yang telah mengalami kerusakan berarti telah menjadi ektasi, harus dikeluarkan, karena akan dapat memutuskan mata rantai pathofisiologi-nya. Menurut Stadium klinisnya maka mulai Stadium II sudah harus dipikirkan tindakan pembedahan.
2.3
Vlebektomi Tindakan Vlebektomi merupakan tindakan eksisi pembuluh vena, atau
bagian dari pembuluh vena.
2.4
Cimino Cimino adalah operasi kecil pada lengan dimana arteri dan vena di
sambung, sehingga memudahkan proses HD, tidak perlu menusuk lagi vena di pangkal paha, dengan operasi ini pasien lebih santai dan rileks.
2.5
Double lumen Lumen adalah rongga atau saluran dalam tabung atau organ tubular.
Double lumen yaitu salah satu akses sirkulasi yang di pasang secara temporer pada vena jugularis dan subclavia terdiri dari dua lumen untuk menghubungkan sirkulasi darah (sirkulasi ekstraporeal) dengan tubuh (sirkulasi sistemik).
2.6
Ligasi Vena Tindakan yang dilakukan berupa pengikatan pembuluh vena untuk
mencegah penumpukan darah. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
8
2.7
AVM Ekisi Massa Arterio Venous Malformation (AVM) adalah salah satu tipe kelainan
pembuluhdarah otak kongenital yang jarang terjadi. Kelainan ini disebabkan oleh hubunganabnormal dari arteri dan vena.
2.8
Bypass Aorta Bypass adalah sebuah saluran tambahan, seperti disekitar suatu segmen
yang tersumbat pada sistem sirkulasi atau saluran cerna. Pembuatan saluran tersebut melalui pembedahan.
2.9
Carotid dan Anterocutan Carotid berkenaan dengan pembuluh arteri yang penting pada leher (arteria
carotis communis). Antero adalah awalan yang berarti sebelum dan kutan berkenaan dengan kulit, disebut juga dermal atau dermik.
2.10
Pseudoaneurisma ekplorasi dan repair Pseudoaneurisma merupakan dilatasi pembuluh darah, kadang-kadang
berkelok-kelok sehingga memberikan gambaran aneurisma. Disebut juga false atau spurious aneurysm dan pulsating hemotoma. Exploratory berkenaan dengan eksplorasi atau penyelidikan. Repair adalah perbaikan untuk memulihkan keadaan setelah mengalami kerusakan atau cidera. Perbaikan fisik atau mekanik atas jaringan yang rusak atau sakitdengan pertumbuhan sel-sel baru yang sehat atau dengan perbaikan secara bedah.
2.11
AV Shunt dengan Graft AV adalah atrioventricular; arteriovenous. Shunt berbelok ke satu sisi,
beralih atau memintas. Pintasan atau anastomosis diantara dua pembuluh alami, terutama di antara pembuluh-pembuluh darah, struktur seperti itu dapat terbentuk secara fisiologis (e.g. untuk memintas suatu trombosis), atau oleh anomaly struktural. Anastomosis yang dibentuk dengan pembedahan. Graft adalah semua jaringan atau organ implantasi (penanaman) atau transplantasi (pencangkokan). Menanam atau mencangkok jaringan. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
9
2.3 Monitoring dan evaluasi Salah satu upaya untuk terus mempertahankan mutu pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit adalah dengan melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi (monev). Kegiatan ini juga bermanfaat sebagai masukan guna penyusunan perencanaan dan pengambilan keputusan. Pelaksanaan monev dapat dilakukan secara periodik dan berjenjang. Keberhasilan monev ditentukan oleh supervisor maupun alat yang digunakan. Tujuan dari monev adalah meningkatkan produktivitas para pengelola perbekalan farmasi di Rumah Sakit agar dapat ditingkatkan secara optimum (Departemen Kesehatan RI, 2008).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
BAB 3 METODE PENGKAJIAN
3.1 Metode Pengkajian Pengkajian dilakukan dengan menganalisis data secara retrospektif. Data yang digunakan adalah data pemakaian perbekalan farmasi pasien yang diambil melalui sistem IT dan data biaya operasi Januari tahun 2013.
3.2 Tempat dan Waktu Pengambilan data perbekalan farmasi yang digunakan pasien bedah vaskuler Instalasi Bedah Pusat dilakukan di Satelit ICU RSCM pada tanggal 11 - 12 Oktober 2013.
3.3 Sampel Sampel adalah pasien yang mengalami tindakan bedah vaskuler di Instalasi Bedah Pusat pada bulan Januari 2013. Jumlah pasien yang mengalami tindakan bedah vaskuler sebanyak 35 orang. Jumlah pasien yang dijadikan sampel adalah 14 orang.
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi Adapun kriteria pengambilan sampel adalah pasien bedah vaskuler, dengan kriteria inklusinya yaitu memiliki data pasien yang lengkap. Sedangkan kriteria eksklusinya adalah pasien bedah vaskuler yang tidak memiliki nomor rekam medik (NRM) atau dengan nomor rekam medik (NRM) yang salah, sehingga tidak dapat diikutsertakan dalam sampel.
3.5 Langkah-langkah Pengkajian Langkah-langkah pengkajian, meliputi : a. Pengumpulan data operasi pasien bedah vaskuler bulan Januari 2013 melalui sistem IT yang berada di Satelit ICU RSCM,
10
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
11
b. Membandingkan jumlah perbekalan farmasi yang digunakan oleh pasien di kamar operasi dengan jumlah perbekalan farmasi dalam formulir paket bedah vaskuler, c. Menghitung persentase kesesuaian rata-rata pemakaian perbekalan farmasi dari setiap tindakan bedah vaskuler, d. Menghitung perbekalan farmasi yang tidak tersedia dan yang tidak digunakan oleh pasien dalam formulir paket bedah vaskuler, e. Menghitung persentase ketidaksesuaian perbekalan farmasi yang tidak tersedia dan persentase ketidaksesuaian perbekalan farmasi yang tidak digunakan oleh pasien dalam paket bedah vaskuler, f. Penulisan laporan.
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Persentase kesesuaian perbekalan farmasi yang digunakan oleh pasien
pada bulan Januari 2013 untuk 8 tindakan dalam paket operasi / bedah vaskuler dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Jenis tindakan dengan kesesuaian rata-rata pemakaian perbekalan farmasi paket bedah vaskuler bulan Januari 2013.
Ketidaksesuaian pemakaian perbekalan farmasi dapat terjadi dikarenakan perbekalan farmasi yang tidak tersedia dalam paket, tetapi dibutuhkan pasien dan perbekalan farmasi yang telah disediakan dalam paket, tetapi tidak digunakan pasien. Ketidaksesuaian pemakaian perbekalan farmasi dari paket bedah vaskuler di Instalasi Bedah Pusat RSCM bulan Januari 2013 dapat dilihat pada Tabel 4.2.
12
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
13
Tabel 4.2 Ketidaksesuaian pemakaian perbekalan farmasi paket bedah vaskuler di Instalasi Bedah Pusat RSCM bulan Januari 2013. Pasien Tn. J
Perbekalan farmasi yang tidak tersedia (jenis) 8
Perbekalan farmasi yang tidak digunakan (jenis) 9
Tn. G
2
17
Tn. H
6
13
Ny. Y
4
14
Tn. TE
5
21
Ny. N
5
19
Tn. TS
13
17
Ny. E
2
10
Tn. M
10
18
Tn. K
5
9
Ny. R
1
15
Tn. R
5
15
Tn. I
7
15
Ny. D
12
10
Total
85
202
Persentase ketidaksesuaian perbekalan farmasi yang tidak tersedia dalam paket bedah vaskuler adalah sebesar 29,62 % kejadian dan persentase ketidaksesuaian perbekalan farmasi yang tidak digunakan pasien dalam paket bedah vaskuler adalah sebesar 70,38 % kejadian (lihat Gambar 4.3).
perbekalan farmasi yang tidak tersedia perbekalan farmasi yang tidak digunakan
Gambar 4.1
Diagram persentase ketidaksesuaian perbekalan farmasi yang
digunakan pasien dengan paket bedah vaskuler.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
14
4.2
Pembahasan Pembuatan paket bedah bertujuan untuk mempermudah pengerjaan dalam
menyiapkan obat dan alat-alat kesehatan yang akan digunakan untuk operasi. Penentuan perbekalan farmasi yang masuk ke dalam paket bedah berdasarkan usulan dari apoteker penanggung jawab dengan kesepakatan tenaga medis yang melayani bedah. Pada pelaksanaannya diruang operasi Instalasi Bedah Pusat, perbekalan farmasi yang ada dalam paket tidak semuanya digunakan ataupun ada perbekalan farmasi yang kurang atau tidak tersedia. Oleh sebab itu, dilakukan pengkajian kesesuaian perbekalan farmasi untuk paket bedah vaskuler di Instalasi Bedah Pusat RSCM. Instalasi Bedah Pusat memiliki 13 jenis tindakan untuk bedah vaskuler, yaitu Debridement, Cimino, Stripping Vena/Vlebektomi, Cimino, Ligasi Vena, Double lumen, AVM Eksisi Massa, Pasang Cellsite, By Pass Aorta, STSG Debridement, Pseudeaneurisma Eksplorasi & Repair, AV Shunt dengan Graf, dan Carotid & Anterocutan. Jumlah pasien yang mengalami bedah vaskuler sebanyak 14 orang dengan 8 jenis tindakan pada bulan Januari 2013. Tindakan Debridement pada bulan Januari 2013 memiliki kesesuaian ratarata sebesar 42,03 % dari 3 pasien yang mengalami bedah vaskuler. Perbekalan farmasi yang digunakan oleh Tn. J, Tn. G, dan Tn. H secara berturut-turut adalah sebanyak 14, 6, dan 10 dari 23 jenis perbekalan farmasi yang disediakan dalam paket. Tindakan Vlebektomi yang dijalani oleh Ny. Y menggunakan 13 dari 27 jenis perbekalan farmasi yang telah disediakan dalam paket. Persentase kesesuaian pemakaian yang diperoleh sebesar 48,15 %. Tindakan Ligasi Vena untuk Tn. TE menggunakan perbekalan farmasi sebanyak 4 jenis dan untuk Ny. N menggunakan perbekalan farmasi sebanyak 6 jenis dari 25 jenis perbekalan farmasi yang disediakan dalam paket. Artinya, kesesuaian rata-rata pemakaian perbekalan farmasi untuk tindakan Ligasi Vena hanya sebesar 20 %. Tindakan AVM Eksisi Massa yang dijalani oleh Tn. TS menggunakan perbekalan farmasi sebanyak 15 jenis dari 32 jenis perbekalan farmasi yang disediakan dalam paket sehingga kesesuaian pemakaiannya sebesar 46,87 %. Kesesuaian pemakaian perbekalan farmasi untuk pasang Cellsite oleh Ny. E sebesar 47,37 % dimana jumlah yang digunakan sebanyak 9 jenis dari 19 jenis perbekalan farmasi yang Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
15
disediakan dalam paket. Tindakan Bypass Aorta yang telah dialami oleh Tn. M menggunakan perbekalan farmasi sebanyak 19 jenis dari 42 jenis yang disediakan dalam paket. Kesesuaian pemakaian perbekalan farmasi untuk Tn. M sebesar 45,24 %. Kesesuaian rata-rata pemakaian perbekalan farmasi oleh Tn. K, Ny. R, dan Tn. R pada tindakan STSG Debridement mencapai 53,57 % dimana Tn. K menggunakan perbekalan farmasi sebanyak 19 jenis, sedangkan Ny. R dan Tn. R menggunakan perbekalan farmasi sebanyak 13 jenis dari 28 jenis yang telah disediakan dalam paket. Sedangkan tindakan AV Shunt dengan Graf umtuk Tn. I dan Ny. D memiliki kesesuaian pemakaian rata-rata sebesar 33,33 % dengan penggunaan perbekalan farmasi sebanyak 6 jenis oleh Tn.I dan 8 jenis oleh Ny.D dari 21 jenis yang telah disediakan dalam paket. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh persentase pemakaian perbekalan farmasi oleh pasien untuk tindakan Debridement, Vlebektomi, Ligasi Vena, AVM Eksisi Masa, Cellsite, By Pass Aorta, dan AV Shunt dengan Graf pada bulan Januari 2013 kurang dari 50 % dari jumlah yang tersedia dalam paket. Sehingga, paket bedah vaskuler yang telah dibuat untuk tindakan di atas belum dapat dikatakan efektif. Sedangkan paket bedah vaskuler untuk tindakan STSG Debridement sudah dapat dikatakan cukup efektif, dikarenakan pemakaian perbekalan farmasi oleh pasien di kamar operasi mencapai 50 % dari jumlah yang tersedia dalam paket. Ketidaksesuaian yang terjadi yaitu terdapat perbekalan farmasi yang tidak tersedia dalam paket, tetapi dibutuhkan pasien dan terdapat juga perbekalan farmasi yang telah disediakan dalam paket, tetapi tidak digunakan pasien. Persentase ketidaksesuaian yang didapat yaitu sebesar 29,62 % kejadian perbekalan farmasi yang tidak tersedia dan 70,38 % kejadian perbekalan farmasi yang tidak digunakan pasien dalam paket. Hasil analisis menunjukkan bahwa penyediaan perbekalan farmasi dalam bentuk paket bedah vaskuler untuk hampir di semua tindakan belum efektif atau tidak sesuai dengan kebutuhan yang pasien gunakan di ruang operasi. Hal tersebut terjadi karena kebutuhan tiap-tiap individu pasien yang berbeda. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi perbedaan tersebut adalah kondisi keparahan penyakit yang diderita, usia pasien, penyakit penyerta,
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
16
respon pasien terhadap obat dan kecocokan pasien terhadap alat kesehatan yang digunakan. Apabila perbekalan farmasi yang dibutuhkan pasien tidak ada di dalam paket, tentu akan menyulitkan tenaga medis pelaksana operasi untuk mendapatkannya dalam kondisi sedang berlangsungnya operasi. Kelebihan perbekalan farmasi dari dalam paket juga akan menambah beban kerja petugas farmasi untuk menerima dan menyimpan kembali perbekalan farmasi tersebut. Apoteker berperan penting dalam pengelolaan perbekalan farmasi di Rumah Sakit, termasuk perbekalan farmasi paket bedah / operasi. Pengelolaan perbekalan farmasi tersebut harus dikelola dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan pasien. Apoteker dapat memberi saran kepada tim pembuat kebijakan agar sesuai dalam menentukan perbekalan farmasi pada paket bedah vaskuler. Data perbekalan farmasi yang digunakan untuk paket bedah / operasi harus selalu dievaluasi dan direvisi sesuai dengan yang digunakan di kamar operasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Ketidaksesuaian perbekalan farmasi yang tidak tersedia dalam paket bedah vaskuler adalah sebesar 29,62 % dan ketidaksesuaian perbekalan farmasi yang tidak digunakan oleh pasien dalam paket bedah vaskuler adalah sebesar 70,38 %. Sehingga dapat dikatakan bahwa paket bedah vaskuler di Instalasi Bedah Pusat RSCM belum efektif.
5.2 Saran a.
Waktu pengambilam sampel pasien untuk analisis diperpanjang agar data yang diperoleh lebih mewakili untuk jangka waktu yang lebih panjang.
b.
Perlu dilakukan revisi paket bedah vaskuler yang disesuaikan dengan pemakaian rutin terbaru di kamar operasi Instalasi Bedah Pusat RSCM.
17
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
DAFTAR ACUAN Dorland, Newman. (2010). Kamus Kedokteran Dorland. (Ed. ke-31). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Menteri Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1197/MenKes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Menteri Kesehatan RI. (2008). Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Siregar, Charles J.P. (2004). Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
18
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
19
Lampiran 1. Formulir Pemakaian Barang Departemen Bedah Vaskuler Tindakan Debridement NAMA PASIEN
:
NO. RM
:
RUANG RAWAT : HARI/TANGGAL :
Usulan Pemakaian Perbekalan Farmasi
DIAGNOSA
Tindakan Debridement
KODE
: NAMA BARANG
JUMLAH
SISA
KODE
NAMA BARANG
PAKAI MP 10/20
2/2
CATHETER
1
CATHETER
URINE BAG
1
URINE BAG
XYLOCAIN JELLY
1
XYLOCAIN JELLY
SPUIT 20 ML/WFI 25 ML
1/1
MP 20
SPUIT 20 ML/WFI 25 ML
APRON
4
APRON
AMPLAS
1
SILKAM 2/0 TAPPER
SILKAM 2/0 TAPPER
2
SILKAM 3/0 TAPPER
SILKAM 3/0 TAPPER
2
VICRYL 2/0 TAPPER
VICRYL 2/0 TAPPER
2
VICRYL 3/0 TAPPER
VICRYL 3/0 TAPPER
2
PROLENE 2/0 CUTTING
PROLENE 2/0 CUTTING
2
PROLENE 3/0 CUTTING
PROLENE 3/0 CUTTING
2
DARYANTULE
DARYANTULE
4
MICROPORE
MICROPORE
1
ELASTIS VERBAN 6"
ELASTIS VERBAN 6"
2
ELASTIS VERBAN 4"
ELASTIS VERBAN 4"
2
CUTIMED SORBAC GEL
CUTIMED SORBAC GEL
2
TRANSOFIX
TRANSOFIX
1
UNDERPAD
UNDERPAD
1
NACL 0,9% 500 ML
NACL 0,9% 100 ML
2
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
20
Lampiran 2. Formulir Pemakaian Barang Departemen Bedah Vaskuler Tindakan Vlebektomi NAMA PASIEN
:
NO. RM
:
RUANG RAWAT : HARI/TANGGAL :
Usulan Pemakaian Perbekalan Farmasi
DIAGNOSA
Tindakan Vlebektomi
KODE
: NAMA BARANG
JUMLAH
SISA
KODE
NAMA BARANG
PAKAI MP 10/11/15
2/2/2
MP 10/11/15
CHATETER
1
CHATETER
URINE BAG
1
URINE BAG
1
XYLOCAIN JELLY
XYLOCAIN JELLY SPUIT 20 ML/WFI 25 ML
1/1
SPUIT 20 ML/WFI 25 ML
APRON
4
APRON
AMPLAS
1
SILKAM 2/0 TAPPER
SILKAM 215
1
SILKAM 3/0 TAPPER
SILKAM 2/0 TAPPER
2
VICRYL 2/0 TAPPER
SILKAM 3/0 TAPPER
2
VICRYL 3/0 TAPPER
VICRYL 2/0 TAPPER
2
VICRYL 4/0 TAPPER
VICRYL 3/0 TAPPER
2
VICRYL 4/0 CUTTING
VICRYL 4/0 TAPPER
2
PROLEN 2/0 CUTTING
VICRYL 4/0 CUTTING
2
PROLEN 3/0 CUTTING
PROLEN 2/0 CUTTING
2
PROLENE 4/0 CUTTING
PROLEN 3/0 CUTTING
2
ELASTIS VERBAN 6"
PROLENE 4/0 CUTTING
2
ELASTIS VERBAN 4"
DARYANTULE
2
LEUKOMED T PLUS 8 X 15
ELASTIS VERBAN 6"
2
UNDERPAD
ELASTIS VERBAN 4"
2
TRANSOFIX
LEUKOMED KECIL
5
NACL 0,9% 500 ML
UNDERPAD
1
TRANSOFIX
1
NACL 0,9% 100 ML
1
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
21
Lampiran 3. Formulir Pemakaian Barang Departemen Bedah Vaskuler Tindakan Ligasi Vena NAMA PASIEN
:
NO. RM
:
RUANG RAWAT : HARI/TANGGAL :
Usulan Pemakaian Perbekalan Farmasi
DIAGNOSA
Tindakan Ligasi Vena
KODE
: NAMA BARANG
JUMLAH
SISA
KODE
NAMA BARANG
PAKAI MP 10/15
2/2
CHATETER
1
CHATETER
URINE BAG
1
URINE BAG
1
XYLOCAIN JELLY
XYLOCAIN JELLY SPUIT 20 ML/WFI 25 ML
1/1
MP 10
SPUIT 20 ML/WFI 25 ML
APRON
4
APRON
AMPLAS
1
SILKAM 2/0 TAPPER
SILKAM 215
1
SILKAM 3/0 TAPPER
SILKAM 2/0 TAPPER
2
VICRYL 2/0 TAPPER
SILKAM 3/0 TAPPER
2
VICRYL 3/0 TAPPER
VICRYL 2/0 TAPPER
2
PROLEN 2/0 TAPPER
VICRYL 3/0 TAPPER
2
PROLEN 3/0 TAPPER
PROLEN 2/0 TAPPER
2
Leukomed 7,2 x 5
PROLEN 3/0 TAPPER
2
UNDERPAD
DARYANTULE
2
LIDOCAIN
ELASTIS VERBAN 3"
2
SPUIT 3/5/10
ELASTIS VERBAN 4"
2
TRANSOFIX
1
UNDERPAD
1
LIDOCAIN
10
SPUIT 3/10
2/1
MICROPORE
1
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
22
Lampiran 4. Formulir Pemakaian Barang Departemen Bedah Vaskuler Tindakan AVM Eksisi Massa NAMA PASIEN
:
NO. RM
:
RUANG RAWAT : HARI/TANGGAL :
Usulan Pemakaian Perbekalan Farmasi
DIAGNOSA
Tindakan Eksisi Massa
KODE
: NAMA BARANG
JUMLAH
SISA
KODE
NAMA BARANG
PAKAI MP 10/15
1/1
MP 10/15
CHATETER
1
CHATETER
URINE BAG
1
URINE BAG
SPUIT 5 ML/ 3 ML
2/2
SPUIT 5 ML/ 3 ML
SPUIT 20 ML/WFI 25 ML
1/1
SPUIT 20 ML/WFI 25 ML
APRON
4
APRON
AMPLAS
1
SILKAM 2/0 TAPPER
SILKAM 215/212/213
1/1/1
SILKAM 3/0 TAPPER
SILKAM 2/0 TAPPER
2
SILKAM 4/0 TAPPER
SILKAM 3/0 TAPPER
2
VICRYL 2/0 TAPPER
SILKAM 4/0 TAPPER
2
VICRYL 3/0 TAPPER
VICRYL 2/0 TAPPER
2
VICRYL 4/0 TAPPER
VICRYL 3/0 TAPPER
2
PROLEN 2/0 CUTTING
VICRYL 4/0 TAPPER
2
PROLEN 3/0 CUTTING
PROLEN 2/0 CUTTING
2
PROLEN 4/0 CUTTING
PROLEN 3/0 CUTTING
2
DARYANTULE
PROLEN 4/0 CUTTING
2
TRANSOFIX
DARYANTULE
2
UNDERPAD
ELASTIS VERBAN 6"
2
NACL 0,9%100 ML
ELASTIS VERBAN 4"
2
TRANSOFIX
1
HIPAFIX
1
MICROPORE
1
UNDERPAD
1
NACL 0,9%100 ML
1
SURGICEL
2
SPONGOSTAN
2
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
23
Lampiran 5. Formulir Pemakaian Barang Departemen Bedah Vaskuler Tindakan Pasang Cellsite NAMA PASIEN
:
NO. RM
:
RUANG RAWAT : HARI/TANGGAL :
Usulan Pemakaian Perbekalan Farmasi
DIAGNOSA
Tindakan Pasang Cellsite
KODE
: NAMA BARANG
JUMLAH
SISA
KODE
NAMA BARANG
PAKAI MP 15/11 LIDOCAIN SPUIT 10/5/3 ML
1/1
MP 15
10
LIDOCAIN
2/2/1
SPUIT 10/5/3 ML
INVICLOT
1
INVICLOT
NACL 0,9% 100 ML
2
NACL 0,9% 100 ML
HIPAFIX
1
APRON
PROLEN 4/0 CUTTING
1
PROLEN 4/0 CUTTING
PROLEN 4/0 TAPPER
1
PROLEN 4/0 TAPPER
VICRYL 4/0 CUTTING
1
VICRYL 4/0 CUTTING
VICRYL 4/0 TAPPER
1
VICRYL 4/0 TAPPER
VICRYL 3/0 TAPPER
1
VICRYL 3/0 TAPPER
LEUKOMED KECIL
1
LEUKOMED 7,2 x 5
TRANSOFIX
1
UNDERPAD
UNDERPAD
1
XYLOCAIN JELLY
DARYANTULE
1
XYLOCAIN JELLY
1
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
24
Lampiran 6. Formulir Pemakaian Barang Departemen Bedah Vaskuler Tindakan Bypass Aorta NAMA PASIEN
:
NO. RM
:
RUANG RAWAT : HARI/TANGGAL :
Usulan Pemakaian Perbekalan Farmasi
DIAGNOSA
Tindakan Bypass Aorta
KODE
: NAMA BARANG
JUMLAH
SISA
KODE
NAMA BARANG
PAKAI MP 11/15/20
1/1/1
MP 11/15/20
CHATETER
1
XYLOCAIN JELLY
URINE BAG
1
SPUIT 20 ML/WFI 25 ML
1
APRON
XYLOCAIN JELLY SPUIT 20 ML/WFI 25 ML APRON/AMPLAS
3/1
SILKAM 2/0 TAPPER
6/1
SILKAM 3/0 TAPPER
SILKAM 212/213/215
1/1/1
VICRYL 2/0 TAPPER
SILKAM 2/0 TAPPER
4
VICRYL 3/0 TAPPER
SILKAM 3/0 TAPPER
4
VICRYL 2/0 TAPPER
4
VICRYL 3/0 TAPPER
4
VICRYL 4/0 TAPPER PROLEN 5/0 TAPPER (DOUBLE JARUM) PROLEN 6/0 TAPPER (DOUBLE JARUM) PROLEN 4/0 TAPPER (DOUBLE JARUM) PROLEN 3/0 TAPPER (DOUBLE JARUM) VICRYL 1/0 TAPPER
4
VICRYL 4/0 TAPPER PROLEN 5/0 TAPPER (DOUBLE JARUM) PROLEN 6/0 TAPPER (DOUBLE JARUM) PROLEN 4/0 TAPPER (DOUBLE JARUM) PROLEN 3/0 TAPPER (DOUBLE JARUM) VICRYL 1/0 TAPPER
4 4 4
DARYANTULE 2
UNDERPAD
4
PDS II TAPPER
1
PREMILENE 1/0 TAPPER PREMILENE 3/0 CUTTING PREMILENE 4/0 CUTTING ETHILOP BIRU / MERAH
1
PREMILENE 1/0 TAPPER PREMILENE 3/0 CUTTING PREMILENE 4/0 CUTTING NELATON NO.KECIL
2
SPUIT 3/5/10
DARYANTULE
3
HIPAFIX / UNDERPAD
NGT NO.8
SURGICEL 2 2/2 1
NELATON NO.KECIL SPUIT 3/5/10
1/2
1 2/2/2
ABBOCATH NO.18
2
SURGICEL
6
TRANSOFIX
1
NACL 0,9% 100 ML
2
GENTAMYCIN
3
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
TRANSOFIX NACL 0,9% 100 ML
25
Lampiran 7. Formulir Pemakaian Barang Departemen Bedah Vaskuler Tindakan STSG Debridement NAMA PASIEN
:
NO. RM
:
RUANG RAWAT : HARI/TANGGAL :
Usulan Pemakaian Perbekalan Farmasi
DIAGNOSA
Tindakan Debridement
KODE
: NAMA BARANG
JUMLAH
SISA
KODE
NAMA BARANG
PAKAI MP 22/20/11
2/2/2
MP 22/20/11
CATHETER
1
CATHETER
URINE BAG
1
URINE BAG
1
XYLOCAIN JELLY
XYLOCAIN JELLY SPUIT 20 ML/WFI 25 ML
1/1
SPUIT 20 ML/WFI 25 ML
APRON
4
APRON
AMPLAS
1
MICROPORE
PISAU HAMBI
1
PISAU HAMBI
SILKAM 2/0 CUTTING
4
SILKAM 2/0 CUTTING
SILKAM 2/0 TAPPER
4
SILKAM 2/0 TAPPER
SILKAM 3/0 TAPPER
4
SILKAM 3/0 TAPPER
VICRYL 2/0 TAPPER
4
VICRYL 2/0 TAPPER
VICRYL 3/0 TAPPER
4
VICRYL 3/0 TAPPER
PROLENE 4/0 TAPPER
5
PROLENE 4/0 TAPPER
PROLENE 4/0 CUTTING
4
PROLENE 4/0 CUTTING
PROLENE 3/0 CUTTING
4
PROLENE 3/0 CUTTING
PROLENE 2/0 CUTTING
4
PROLENE 2/0 CUTTING
DARYANTULE
10
DARYANTULE
EPINEFRIN
1
EPINEFRIN
ELASTIS VERBAN 6"
2
ELASTIS VERBAN 6"
ELASTIS VERBAN 4"
2
ELASTIS VERBAN 4"
CUTIMED SORBAC GEL
2
NaCl 0,9 % 500 mL
PP
1
PP
TRANSOFIX
1
TRANSOFIX
UNDERPAD
2
UNDERPAD
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014
26
Lampiran 8. Formulir Pemakaian Barang Departemen Bedah Vaskuler Tindakan AV Shun dengan Graf NAMA PASIEN
:
NO. RM
:
RUANG RAWAT : HARI/TANGGAL :
Usulan Pemakaian Perbekalan Farmasi
DIAGNOSA
Tindakan AV Shun dengan Graf
KODE
: NAMA BARANG
JUMLAH
SISA
KODE
NAMA BARANG
PAKAI MP 15/11
2/2
SPUIT 10/5/3 ML
2/2/2
MP 15/11 SPUIT 10/5/3 ML
APRON
4
APRON
AMPLAS
1
XYLOCAIN 2% 20 ML
UNDERPAD
1
UNDERPAD
SILK 215
1
SARUNG TANGAN GAMEX NO 6.5
VICRYL 4/0 TAPPER
3
SARUNG TANGAN GAMEX NO 7.5
VICRYL 4/0 CUTTING PROLEN 5/0 TAPPER (DOUBLE JARUM) PROLEN 6/0 TAPPER (DOUBLE JARUM) PROLEN 7/0 TAPPER (DOUBLE JARUM) SURGICEL
3
VICRYL 4/0 TAPPER
2
VICRYL 4/0 CUTTING PROLEN 5/0 TAPPER (DOUBLE JARUM) PROLEN 6/0 TAPPER (DOUBLE JARUM) PROLEN 7/0 TAPPER (DOUBLE JARUM) SURGICEL
NGT 5/6/8
2 2 4 1/1/1
DARYANTULE
1
DARYANTULE
TRANSOFIX
1
TRANSOFIX
NACL 0,9% 100 ML
2
NACL 0,9% 500 ML
Laporan praktek..., Beta Zudia, FFar UI, 2014