UNIVERSITAS INDONESIA
PERBANDINGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA YANG MENDAPAT PROGRAM DAKU! DAN YANG TIDAK TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI KOTA SINGKAWANG TAHUN 2012
SKRIPSI
IMA FATMAWATI 1006820114
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM STUDI SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KEBIDANAN KOMUNITAS DEPOK JUNI 2012
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
PERBANDINGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA YANG MENDAPAT PROGRAM DAKU! DAN YANG TIDAK TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI KOTA SINGKAWANG TAHUN 2012
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Peminatan Kebidanan Komunitas di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
IMA FATMAWATI 1006820114
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM STUDI SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KEBIDANAN KOMUNITAS DEPOK JUNI 2012 i Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
ABSTRAK
Asiah Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Kebidanan Komunitas Perbandingan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Remaja Yang Mendapat Program DAKU! dan Tidak Terhadap Kesehatan Reproduksi di Kota Singkawang Tahun 2012 Viii, 59 hal + 10 tabel + 3 gambar + lampiran
Penelitian ini membandingkan tingkat pengetahuan dan sikap remaja di sekolah DAKU! (76 responden) dengan sekolah non DAKU! (76 responden), dengan menggunakan desain potong lintang. Pengambilan data dengan mengisi kuesioner. Hasil analisis bivariat menunjukkan ada perbedaan pengetahuan dan sikap remaja dari sekolah DAKU! dengan sekolah non DAKU!.
Kata Kunci
: Remaja, Pengetahuan, Sikap, DAKU!
ABSTRACT
Ima Fatmawati Bachelor Of Public Health Midwifery Community Comparison Level Knowledge and Attitudes of Youth Program DAKU! and Not Against the Reproductive Health in the Year 2012 Singkawang Viii, 59 pages + 10 tables + 3 pictures + attachments
This study compared the level of knowledge and attitudes of young people in school me! (76 respondents) with a non school me! (76 respondents), using crosssectional design. Retrieval of data by filling in a questionnaire. The results of bivariate analysis showed no differences in knowledge and attitudes of adolescent school DAKU! with non school DAKU! Key words: Adolescent, Knowledge, Attitudes, DAKU!
vi Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
RIWAYAT HIDUP
Nama
: Ima Fatmawati
Tempat Tanggal Lahir
: Pemangkat, 14 Juli 1975
Pendidikan
:
1. SDN 1 Singkawang
1980 - 1986
2. SMPN 1 Singkawang
1987 - 1990
3. SPK Depkes Singkawang
1990 - 1993
4. PPB RSAB Harapan Kita Jakarta
1993 - 1994
5. D3 Kebidanan Poltekes Pontianak
2006 - 2009
6. S 1 Kebidanan Komunitas FKM UI
2010 - 2012
Pekerjaan
:
1. Bidan PTT di Kab. Sanggau
1994 - 1996
2. Bidan PTT di Kab. Sambas
1996 - 1999
3. PNS di RSUD Pemangkat di Kab. Sambas
2000 - 2006
4. PNS di Puskesmas Singkawang Utara
2006 - sekarang
vii Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana Kesehatan Masyarakat Peminatan Kebidanan Komunitas di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bantuan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Ibu DR.dra. Rita Damayanti, MSPH, selaku dosen pembimbing dalam menyusun skripsi ini, di samping kesibukan yang ada beliau masih meluangkan waktunya untuk membimbing dengan sabar, mengarahkan dan memberi semangat kepada penulis sehingga skripsi ini selesai.
2.
Bapak Ir. Ahmad Syafiq, MSc, PhD, selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukan.
3.
Ibu drg. Ratna Kirana, MS, selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukan.
4.
Kepala Dinas Pendidikan kota Singkawang yang telah memberi ijin untuk melakukan penelitian ini.
5.
Bapak Bachraini, S.Pd, selaku kepala SMA Negeri 3 Singkawang, yang telah memberi ijin mengambil data untuk keperluan penelitian ini.
6.
Bapak Mus'an, S.Pd, selaku kepala SMA Negeri 9 Singkawang, yang telah memberi ijin mengambil data untuk keperluan penelitian ini.
7.
Para staf dewan guru dari sekolah SMA Negeri 3 dan SMA Negeri 9, yang telah membantu dalam pengambilan data.
8.
Suamiku tercinta Bosni, S.Sos dan anak-anakku tercinta dan tersayang Nur Apriliani dan Muhammad Iqbal yang senantiasa memberikan dorongan, cinta, semangat, kasih sayang dan doa tulus sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini.
viii Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
9.
Orangtuaku yang tersayang serta adik-adikku, yang senantiasa memberikan dorongan dan doa yang tulus selama sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini.
10. Sahabat tercinta Henny Kurniasih, Herfia dan teman kost Asiah, Hasmini, Heni, Widyo dan Amah yang telah membantu dan memberikan support dalam kebersamaan. 11. Teman soulmate bimbingan Sulikah, kebersamaan dalam usaha dan do’a untuk menyelesaikan skripsi ini. 12. Teman-teman Peminatan Kebidanan Komunitas khususnya kelas B, kebersamaan yang telah kita lalui dengan suka dan dukanya, yang akan penulis rindukan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini banyak kekurangan, akan tetapi penulis sudah berusaha semaksimal mungkin agar harapan yang diinginkan dari skripsi ini dapat tercapai dengan baik. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan dimasa mendatang. Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Depok, 5 Juli 2012
Penulis
ix Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................... HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS...................................... LEMBAR PENGESAHAN..................................................................... SURAT PERNYATAAN........................................................................ HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.............. ABSTRAK.............................................................................................. ABSTRACT............................................................................................ DAFTAR RIWAYAT HIDUP................................................................ KATA PENGANTAR............................................................................. DAFTAR ISI........................................................................................... DAFTAR TABEL................................................................................... DAFTAR GAMBAR.............................................................................. DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................
i ii iii iv v vi vii viii ix x xiv xvi xvii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang..................................................................... 1.2 Rumusan Masalah................................................................ 1.3 Pertanyaan Penelitian........................................................... 1.4 Tujuan Penelitian................................................................. 1.5 Manfaat Penelitian............................................................... 1.6 Ruang Lingkup Penelitian....................................................
1 5 5 6 6 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Remaja dan perkembangannya............................................ 2.1.1 Perubahan Biologis .................................................. 2.1.2 Perkembangan Psikososial dan Emosi...................... 2.1.3 Perkembangan Kognitif............................................ 2.2 Pendidikan Seks Pada Remaja............................................. 2.2.1 DAKU!...................................................................... 2.3 Kesehatan Reproduksi Remaja............................................ 2.3 Pengetahuan.......................................................................... 2.3.1 Tingkat Pengetahuan................................................. 2.3.2 Proses Perilaku Tahu................................................. 2.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Pengetahuan............................................................... 2.4 Sikap.................................................................................... 2.4.1 Tingkatan Sikap......................................................... 2.4.2 Komponen Sikap.......................................................
8 8 9 9 11 12 20 22 24 25 26 27 28 29
BAB 3 KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep................................................................ 31 3.2 Definisi Operasional................................................................ 32 3.3 Hipotesis.............................................................................. 33
x Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
BAB 4 METODE PENELITIAN........................................................ 4.1 Desain Penelitian................................................................. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian............................................... 4.3 Populasi dan Sampel........................................................... 4.3.1 Populasi................................................................... 4.3.2 Sampel..................................................................... 4.4 Pengumpulan Data............................................................. 4.4.1 Persiapan................................................................. 4.4.2 Pelaksanaan............................................................. 4.5 Pengolahan Data.................................................................. 4.6 Analisa Data........................................................................
34 34 34 34 34 34 36 36 36 37 37
BAB 5 HASIL PENELITIAN............................................................. 5.1 Analisis Univariat............................................................... 5.2 Analisis Bivariat.................................................................
39 39 47
BAB 6 PEMBAHASAN........................................................................ 6.1 Keterbatasan Penelitian.................................................... 6.2 Analisis Pengetahuan........................................................ 6.3 Analisis Sikap....................................................................
50 50 50 53
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan........................................................................... 7.2 Saran.....................................................................................
55 55
DAFTAR PUSTAKA
xi Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional................................................................. Tabel 4.1 Besar Sampel Penelitian........................................................... Tabel 5.1 Gambaran Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi di kota Singkawang................................................................. Tabel 5.2 Distribusi Pengetahuan dan Pengkategorian........................... Tabel 5.3 Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi di Kota Singkawang............................ Tabel 5.4 Gambaran Sikap Tentang Kesehatan Reproduksi di Kota Singkawang.............................................................................. Tabel 5.5 Distribusi Sikap dan Pengkategorian....................................... Tabel 5.6 Distribusi Sikap Responden terhadap Kesehatan Reproduksi di Kota Singkawang.................................................................. Tabel 5.7 Hubungan antara program DAKU! dengan Tingkat Pengetahuan.............................................................................. Tabel 5.8 Hubungan antara program DAKU! dengan Tingkat Sikap.........................................................................................
xii Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
32 35 40 42 43 44 46 47 48 49
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.2 Kerangka Konsep......................................................
27
Gambar 5.1 Grafik histogram dan kurve normal variabel Pengetahuan..............................................................
42
Gambar 5.1 Grafik histogram dan kurve normal variabel Sikap.........................................................................
xiii Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
46
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kuesioner Penelitian 2. Surat ijin penelitian dari SMUN 3 Kota Singkawang 3. Surat ijin Penelitian dari SMUN 9 Kota Singkawang
xiv Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pemerintah Indonesia sejak tahun 1996 telah memberikan perhatian yang serius terhadap masalah kesehatan reproduksi remaja. Modernisasi, globalisasi teknologi dan informasi serta berbagai faktor lainnya turut mempengaruhi perubahan perilaku kehidupan remaja yang kemudian berpengaruh pada perilaku kehidupan kesehatan reproduksi mereka. Perubahan perilaku kesehatan reproduksi, jika tidak ditangani dengan seksama akan berdampak pada penurunan kualitas keluarga di kemudian hari.
Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan pesat baik fisik, psikologis maupun intelektual. Pola karakteristik pesatnya tumbuh kembang ini menyebabkan remaja dimanapun ia menetap, mempunyai sifat khas yang sama yaitu rasa keingintahuan yang besar, menyukai petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas perbuatannya tanpa didahului oleh pertimbangan yang matang. Keadaan ini seringkali mendatangkan konflik batin dalam dirinya. Apabila keputusan yang diambil dalam menghadapi konflik tidak tepat, mereka akan jatuh ke dalam perilaku berisiko dan mungkin harus menanggung akibat lanjutnya dalam bentuk berbagai masalah kesehatan fisik dan psikososial, yang mungkin harus ditanggung seumur hidupnya.
Dalam era globalisasi komunikasi dan informasi saat ini, remaja dapat dengan mudah mengakses informasi dari berbagai belahan dunia dengan corak budaya yang beraneka ragam, sehingga terbuka lebar peluang bagi remaja untuk terkontaminasi informasi yang seringkali justru bertentangan atau bahkan bertolak belakang dengan budaya masyarakat sendiri. Dalam kondisi tersebut tanpa bimbingan dan pendampingan yang memadai remaja akan mudah terpengaruh informasi yang menyesatkan dan terbawa arus pergaulan yang tidak sehat, mengingat remaja belum mempunyai filter yang cukup kuat untuk menyaring berbagai informasi yang diterimanya, juga belum mempunyai daya tangkal untuk
1 Universitas Indonesia Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
2
menepis dominasi lingkungan pergaulan, akibat kepribadian remaja yang masih labil dan tingkat pengetahuan yang masih minim (Anonim, 2004).
Kurangnya
pengetahuan
remaja
tentang
kesehatan
reproduksi
dapat
mengakibatkan remaja terjebak dalam perilaku seksual berisiko yang memberikan dampak terhadap kehidupan mereka, terutama kesehatan reproduksinya. Menikah, hamil dan melahirkan di usia muda atau tertular penyakit seksual merupakan dampak dari perilaku seksual remaja yang harus mereka terima.
Kesehatan reproduksi remaja dipengaruhi oleh kehamilan, aborsi, penyakit menular seksual (PMS), kekerasan seksual, dan oleh sistem yang membatasi akses terhadap informasi dan pelayanan klinis. Hal ini juga dipengaruhi oleh gizi, kesehatan psikologis, ekonomi dan ketidaksetaraan jender yang menyulitkan remaja putri menghindari seks yang dipaksakan atau seks komersial.
Kehamilan dan persalinan membawa risiko morbiditas dan mortalitas yang lebih besar pada remaja dibandingkan pada wanita yang telah berusia di atas 20 tahun, terutama di wilayah di mana pelayanan medis sangat langka atau tidak tersedia. Remaja putri yang berusia kurang dari 18 tahun mempunyai 2 sampai 5 kali risiko kematian (maternal mortality) dibandingkan dengan wanita yang telah berusia 1825 tahun akibat persalinan lama dan persalinan macet, perdarahan maupun faktor lain (WHO, 2000: Programming for Adolescent Health and Development).
Kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja sering kali berakhir dengan aborsi. Seringkali pelajar yang hamil mencari pelayanan aborsi agar mereka tidak dikeluarkan dari sekolah. Aborsi yang disengaja seringkali berisiko lebih besar pada remaja putri dibandingkan pada wanita yang lebih tua. Remaja cenderung menunggu lebih lama sebelum mencari bantuan karena tidak dapat mengakses pelayanan kesehatan, atau bahkan mungkin mereka tidak sadar atau tidak tahu bahwa mereka hamil (PATH, 2000). Di Indonesia setiap tahun terdapat sekitar 2 juta kasus aborsi (BKKBN, 2009). Sedikitnya 700 ribu diantaranya dilakukan oleh remaja dan perempuan yang berusia di bawah 20 tahun (Yudi, 2008).
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
3
Remaja cenderung lebih berisiko tertular PMS, termasuk HIV/AIDS karena berbagai sebab. Seringkali hubungan seksual terjadi tanpa direncanakan atau tanpa diinginkan. Walaupun hubungan seks dilakukan atas keinginan bersama, namun seringkali remaja tidak merencanakan lebih dahulu sehingga tidak siap dengan kondom maupun kontrasepsi lain, dan mereka yang belum berpengalaman berKB cenderung menggunakan alat kontrasepsi tersebut secara tidak benar. Dan remaja putri mempunyai risiko lebih tinggi terhadap infeksi dibandingkan wanita dewasa karena belum matangnya sistem reproduksi mereka.
Data BPS 2011, jumlah penduduk Indonesia telah mencapai sekitar 230 juta jiwa. Jumlah penduduk yang tinggi tersebut harus diimbangi dengan upaya peningkatan kualitas penduduk. Salah satu upaya peningkatan kualitas hidup manusia dapat dilakukan melalui upaya peningkatan kesehatan reproduksi. Kesehatan repoduksi khususnya bagi remaja dan generasi muda akan meningkatkan indeks sumber daya manusia di masa yang akan datang. Hal tersebut disebabkan karena jumlah remaja yang berusia 15-19 tahun cukup besar yaitu tidak kurang dari 22,3 juta jiwa dan usia 20-24 tahun 21,3 juta jiwa atau hampir 25% dari total penduduk Indonesia. Dari data Statistik menyebutkan bahwa jumlah total penduduk propinsi Kalimantan Barat tahun 2010 mencapai 18.475.220 jiwa. Dari jumlah tersebut ternyata remaja umur 10-14 tahun mencapai 5%, umur 15-19 tahun mencapai 8,9% dan remaja umur 20-24 tahun mencapai 8%.
DKT Indonesia dalam penelitiannya mengenai perilaku seksual (2004) menyatakan bahwa remaja mendapatkan informasi tentang seks dan kesehatan reproduksi yang paling banyak adalah dari teman (35%) dan film porno (22%). Studi ini juga menyatakan bahwa sekolah, orang tua dan keluarga tidak memainkan peran yang berarti dalam memberikan informasi kepada remaja mengenai seks dan kesehatan reproduksi. Dari hasil penelitian Perkumpulan Keluarga Berencana (PKBI) pada tahun 2001 terhadap responden remaja khususnya siswa SMU dan mahasiswa, yang dilaksanakan di lima kota yaitu: Kupang (NTT), Palembang (Sum-Sel), Singkawang (Kal-Bar), Cirebon dan
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
4
Tasikmalaya (Ja-Bar) melibatkan 2.479 responden memiliki pengetahuan kesehatan reproduksi yang tidak memadai, karena sumber pengetahuan mereka hanya dari teman. Sedangkan sebanyak 72,77% memiliki pengetahuan memadai mengenai cara penularan PMS terutama HIV/AIDS, sekitar 227 orang (16,46%) responden mengaku pernah melakukan hubungan seks, yang melakukan dengan pacar sebanyak 170 orang (78,89%) dan sebanyak 42,26% diantaranya melakukan seks secara rutin 1-2 kali sebulan. Alasan responden melakukan hubungan seksual pertama kali karena suka sama suka atau dilandasi cinta (68,7%), karena ingin tahu rasanya (23,7%), melakukannya karena pengaruh obat (9,6%), melakukannya karena terpaksa (6,1%) dan 6,1% lainnya melakukannya karena alasan ekonomi.
Di kota Singkawang jumlah penderita penyakit menular seksual (PMS) pada tahun 2009 berjumlah 743 orang, sedangkan penderita HIV/AIDS 134 orang dengan kelompok umur 15-24 tahun sebanyak 17 orang (Data Klinik Mawar, RSUD Abdul Azis Singkawang, 2010). Dari data ini dapat dilihat bahwa penderita HIV/AIDS 12,7% adalah remaja. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa masalah kesehatan remaja perlu penanganan yang optimal. Pendekatan yang bisa dilakukan diantaranya melalui institusi sekolah. Sebagai institusi dalam pembentukan karakter siswa, sekolah juga diharapkan mampu membangun komunikasi yang kondusif dengan siswa khususnya tentang kesehatan reproduksi remaja.
Bagi remaja sekolah merupakan rumah kedua setelah tempat tinggal bersama orang tuanya. Di sekolah yang berperan sebagai orang tua adalah guru yang juga berperan sebagai pendidik. Sekolah juga menjadi penentu bagi para remaja yang sedang tumbuh dalam hal perkembangan kepribadiannya. Oleh karena itu diperlukan peran yang sangat besar dari seorang guru sebagai pemberi informasi, khususnya masalah yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi.
Melalui program DAKU! yang dikembangkan oleh WPF, memberikan pendidikan kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi dengan keterampilan menggunakan komputer. Hak asasi manusia dan pendekatan positif terhadap seksualitas menjadi
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
5
titik awal pengembangan kompetensi sosial dan teknis remaja, seperti keterampilan bernegosiasi, penggunaan alat kontrasepsi, serta hak untuk menolak berhubungan seks. Kompetensi tersebut diperlukan agar remaja mampu mengambil keputusan yang didasarkan pada pengetahuan yang benar dan cukup. Lingkungan aman karena menggunakan komputer yang dijalankan secara mandiri oleh siswa, akan menyediakan proses pembelajaran interaktif, terutama ketika mendiskusikan isu-isu sensitif. Stuktur pelajaran yang seragam dan sistematis menjamin kualitas pembelajaran dari satu bab ke bab lainnya. Perpaduan antara tulisan, gambar dan suara dalam tiap ajaran, dapat secara efektif membentuk keselarasan antara pengetahuan, sikap dan keterampilan remaja dalam proses pembelajaran sosial mereka.
DAKU! merupakan modul pelatihan berbasis teknologi yang membahas kesehatan seksual dan reproduksi, pencegahan AIDS sekaligus keterampilan komputer kreatif untuk siswa dan guru. Modul ini ditujukan untuk siswa sekolah lanjutan, berusia 12-19 tahun, yang dapat diterapkan oleh sekolah yang memiliki fasilitas komputer. Tahun 2009 program DAKU! dikenalkan pada lima SLTA di kota Singkawang. Dengan tujuan untuk memberi informasi penting tentang kesehatan reproduksi, membimbing
remaja
menuju
perilaku
sehat
dan
bertanggung
jawab,
mempromosikan keterampilan hidup yang berharga seperti komunikasi dan keterampilan bernegosiasi dan ketegasan.
Mengingat pentingnya pendidikan seks dan kesehatan reproduksi remaja, maka peneliti tertarik ingin mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap remaja tentang kesehatan reproduksi di kota Singkawang.
1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada perbedaan pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi antara remaja yang mendapat program DAKU! dan yang tidak mendapat program DAKU! ?”
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
6
1.3 Pertanyaan Penelitian 1.3.1 Bagaimana gambaran pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi? 1.3.2 Bagaimana gambaran sikap remaja tentang kesehatan reproduksi? 1.3.3 Apakah ada perbedaan pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi antara SLTA yang mendapat program DAKU! dan yang tidak mendapat program DAKU!? 1.3.4 Apakah ada perbedaan sikap remaja tentang kesehatan reproduksi antara SLTA yang mendapat program DAKU! dan yang tidak mendapat program DAKU!?
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Untuk mengetahui gambaran pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi. 1.4.2 Untuk mengetahui gambaran sikap remaja tentang kesehatan reproduksi. 1.4.3 Untuk mengetahui perbedaan pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi antara SLTA yang mendapat program DAKU! dan yang tidak mendapat program DAKU!. 1.4.4 Untuk mengetahui perbedaan sikap remaja tentang kesehatan reproduksi antara SLTA yang mendapat program DAKU! dan yang tidak mendapat program DAKU!.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi sekolah tempat penelitian Sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar mengajar terhadap pengetahuan kesehatan reproduksi remaja di sekolah . 1.5.2 Bagi Dinas Pendidikan Sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam pengembangan kurikulum di SLTA dalam hal pengetahuan kesehatan reproduksi remaja di sekolah. 1.5.3 Bagi FKM Mendapatkan informasi tentang pengetahuan dan sikap remaja tentang kesehatan reproduksi melalui program DAKU! di kota Singkawang. Selain
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
7
itu dapat menambah kepustakaan dan tambahan wawasan ilmu kesehatan reproduksi remaja.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah tentang perbandingan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja di 2 SLTA Kota Singkawang dengan melihat pengetahuan dan sikap remaja terhadap kesehatan reproduksi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April – Mei 2012.
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Remaja dan Perkembangannya Secara etimologi, remaja berarti “tumbuh menjadi dewasa”. Definisi remaja (adolescence) menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah periode usia antara 10 sampai 19 tahun, sedangkan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyebut kaum muda (youth) untuk usia antara 15 sampai 24 tahun. Sementara itu menurut The Health Resources and Services Administrations Guidelines Amerika Serikat, rentang usia remaja adalah 11 sampai 21 tahun dan terbagi tiga tahap, yaitu remaja awal (11-14 tahun); remaja menengah (15-17 tahun); dan remaja akhir (18-21 tahun). Definisi ini kemudian disatukan dalam terminologi kaum muda (youth) yang mencakup usia 10 sampai 24 tahun. Definisi remaja dapat ditinjau dari tiga aspek, yaitu: a. Secara kronologis, remaja adalah individu yang berusia 11-12 tahun sampai 20-21 tahun; b. Secara fisik, remaja ditandai oleh ciri perubahan penampilan fisik dan fungsi fisiologis, terutama yang terkait dengan kelenjar seksual; c. Secara psikologis, remaja merupakan masa di mana individu mengalami perubahan – perubahan dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan moral, diantara masa anak-anak menuju masa dewasa.
Menurut Wong (2008), remaja adalah periode transisi antara anak-anak dan dewasa, dimana terjadi perubahan biologis, intelektual, psikologis dan emosional yang sangat besar. Selama periode ini remaja mencapai kematangan fisik dan seksual, mengembangkan kemampuan berargumentasi, dan membuat keputusan.
2.1.1
Perubahan Biologis Perkembangan biologis pada remaja terdiri dari atas pertumbuhan fisik dan perkembangan karakteristik seks primer dan sekunder. Pertumbuhan fisik meliputi pertumbuhan Tinggi Badan (TB) dan Berat Badan (BB) yang sangat cepat. Perkembangan karakteristik adalah pertumbuhan terkait
Universitas Indonesia 8 Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
9
organ eksternal dan internal yang melaksanakan fungsi reproduksi, misalnya ovarium, uterus, payudara dan penis. Sedangkan perubahan karakteristik seks sekunder merupakan perubahan yang terjadi di seluruh tubuh sebagai hasil dari perubahan hormonal tetapi tidak berperan langsung dalam reproduksi, misalnya perubahan suara pada laki-laki dan massa otot pada perempuan.
Terkait kematangan seks, pada remaja putri terjadi perubahan pada payudara, pertumbuhan rambut pubis, penampakan rambut ketiak dan menstruasi yang biasanya dimulai pada dua tahun setelah munculnya tanda pertama pubertas. Sedangkan pada remaja putra terjadi perubahan pembesaran testis, tumbuh rambut pubis, rambut ketiak, kumis, bulu pada wajah dan bagian tubuh lainnya. (Wong, 2008).
Perubahan-perubahan tersebut di atas secara fisiologis timbul diawali karena perubahan hormonal dalam tubuh remaja. Perubahan tersebut juga yang menyebabkan pada usia remaja mulai tumbuh dorongan seksual terhadap lawan jenis. Jika perubahan ini tidak diimbangi dengan pengetahuan, kontrol dari orang tua dan lingkungan, maka dapat mengarah ke perilaku berisiko.
2.1.2
Perkembangan Psikososial dan Emosi Perkembangan psikososial remaja meliputi perkembangan identitas diri, identitas kelompok, identitas peran seksual dan emosional. Krisis perkembangan pada masa remaja menghasilkan terbentuknya identitas. Pada masa remaja, mereka mulai melihat dirinya sebagai individu yang berbeda, unik dan terpisah dari yang lain.
Meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Karena perubahan emosi biasanya terjadi lebih cepat pada masa awal remaja, tetapi lebih menonjol pada masa remaja akhir (Hurlock, 1980).
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
10
Status emosional remaja juga masih labil, antara perilaku yang sudah matang dengan perilaku seperti anak-anak. Akibat emosi yang mudah berubah ini, remaja sering dijuluki sebagai orang yang tidak stabil, tidak konsisten dan sulit diterka (Wong, 2008). Perkembangan psikososial remaja yang masih mencari identitas diri serta emosi yang belum stabil ini apabila tidak didukung oleh pengetahuan dan kontol dari orangtua serta lingkungan, maka remaja dapat mengarah ke perilaku yang berisiko.
2.1.3
Perkembangan Kognitif Pada masa ini pemikiran remaja tidak hanya dibatasi pada hal-hal yang konkret dan aktual saja. Mereka dapat membayangkan suatu rangkaian peristiwa yang mungkin terjadi dan akibatnya. Pikiran mereka dapat dipengaruhi oleh prinsip-prinsip logis, dan tidak hanya persepsi atau pengalaman mereka sendiri. Remaja juga mampu berpikir tentang kemungkinan yang dipikirkan oleh orang lain. Mereka ingin tahu apa pendapat orang lain tentang dirinya. Kemampuan mereka untuk membayangkan dan menginterpretasikan apa yang dipikirkan orang lain semakin meningkat (Wong, 2008).
Menurut Jean Piaget (Dacey & Maureen, 1997; dalam Sumiati, 2009) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap perkembangan kognitif remaja, yang disebut The Formal Operation Stage, terbagi menjadi dua yaitu: a. The Early Formal Operantion Stage (11-14 tahun) Pada tahap pertama ini remaja awal sudah dapat berfikir secara abstrak, mereka mampu menggambarkan realitas melalui simbolsimbol, dapat berfikir dengan logis. Pada periode ini untuk pertama kalinya mereka dapat menganalisis apa yang mereka pikirkan. Kadang mereka menyadari apa yang mereka kerjakan dan mengatakan alasan yang mereka pikirkan dan dapat menjelaskan
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
11
motivasinya. Pada masa ini remaja diajar untuk mencoba memecahkan masalahnya.
b. The Late Operation Stage (15-19 tahun) Pada periode ini idealnya remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir remaja berkembang sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat dan hasilnya.
2.2 Pendidikan Seks Pada Remaja Dalam menanggulangi masalah-masalah remaja, maka berbagai program pendidikan seks dan kesehatan reproduksi telah dilakukan. Adapun strategi program pendidikan seks yang komprehensip menurut Depkes RI (2005), memiliki empat tujuan, yaitu: a. Memberikan informasi yang akurat tentang aktifitas seksual manusia. b. Memberikan kesempatan bagi remaja untuk berkembang dan mengetahui nilai-nilai, sikap dan kepercayaan tentang seksualitas. c. Membantu remaja mengembangkan keterampilan membina hubungan dan kerterampilan interpersonal. d. Membantu remaja melatih merespon mengenai hubungan seks termasuk pantangan seks, tekanan untuk terlibat seks masa remaja dan penggunaan kontrasepsi serta alat ukur kesehatan seks lainnya.
Pada penelitian Nitirat (2007) tentang Perilaku Seksual Remaja Thailand dan Sekolah Berbasis Pendidikan Seks, menyatakan bahwa sekolah berbasis pendidikan seks, diakui sebagai strategi yang tepat untuk mengurangi perilaku seksual yang tidak sehat dan untuk mempromosikan kesehatan reproduksi remaja Thailand. Begitu pula dengan pendidikan seks harus diberikan di sekolah 53% menyatakan sangat setuju, sedangkan 47% menyatakan sekolah dan orang tua berbagi
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
12
tanggung jawab untuk menyiapkan anak dengan pendidikan kesehatn seksual (Sandra; et al, 2003).
2.2.1 DAKU! Salah satu program pendidikan seks dan kesehatan reproduksi di sekolah adalah program DAKU! yang dikembangkan oleh WPF (World Population Foundation). DAKU! merupakan kependekan dari Dunia RemajaKu Seru adalah modul pelatihan berbasis teknologi yang membahas kesehatan seksual dan reproduksi, pencegahan AIDS sekaligus keterampilan komputer kreatif untuk siswa dan guru. Modul ini bertujuan untuk menjadikan kesehatan seksual dan reproduksi menjadi lebih nyata dan menarik bagi siswa di sekolah. Program DAKU! memberikan pendidikan seks yang unik di mana hak asasi manusia dan pendekatan positif terhadap seksualitas menjadi titik awal pengembangan kompetensi sosial dan teknis remaja, seperti keterampilan bernegosiasi, penggunaan alat kontrasepsi, serta hak untuk menolak berhubungan seks. Secara keseluruhan tujuan dari program DAKU! ini adalah memberikan rasa percaya diri dan kendali pada siswa (remaja) terhadap kehidupannya dengan memberi dukungan untuk membuat keputusan berdasarkan informasi yang lengkap. Adapun materi di program DAKU! adalah sebagai berikut: 2.2.1.1
Semua berawal dari saya Pada komponen ini remaja dapat berperan menciptakan suasana yang nyaman untuk berkomunikasi secara terbuka dan mempunyai hak untuk membuat keputusan bagi diri sendiri serta mengekspresikan diri, dan menjelaskan bagaimana hal ini akan berbeda-beda pada masing-masing individu. Diharapkan remaja juga menyadari, mengetahui dan menghargai bahwa mereka adalah pribadi yang unik dan dapat merenungkan ciri kepribadian serta karakteristik dirinya.
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
13
2.2.1.2
Perubahan Emosi Remaja mulai menyadari ada beberapa hal yang sedang berubah dalam proses menjadi dewasa, seperti perubahan fisik yang sangat menyolok. Tetapi ada hal yang lebih menarik, yaitu munculnya perubahanperubahan dalam aspek emosi dalam diri remaja yang terkadang lebih menonjol dibandingkan dengan perubahan fisik. Pada perubahan emosi, remaja akan menemukan bahwa suasana hati berubah-ubah, kepedulian yang tiba-tiba terhadap tubuh sendiri, alasan bertengkar dengan orang tua atau orang dewasa, serta perasaan malu yang muncul tiba-tiba, perasaan pada saat menyukai lawan jenis. Sehingga biasanya muncul pertanyaan dalam diri remaja, “Apa yang terjadi padaku? Kenapa aku suka menangis untuk hal kecil? Mengapa aku bertentangan dengan orangtua, padahal sebelumnya aku suka bila sedang bersama mereka? Tiba-tiba aku peduli dengan tubuhku, dan aku tidak ingin orang-orang melihatku!” Emosi adalah ungkapan perasaan seseorang, bukan hal yang negatif dan tidak identik dengan perasaan marah. Perasaan senang, susah, bahagia, kesal dan berbagai perasaan lainnya juga adalah emosi. Perubahan emosi pada masa remaja adalah wajar, karena pada masa ini banyak hal yang terjadi pada diri remaja dan sekelilingnya yang akan mempengaruhi emosi.
2.2.1.3
Apakah Tubuhmu juga Berubah? Pada komponen ini remaja belajar perubahan fisik yang disebabkan pubertas pada remaja laki-laki dan perempuan, menyikapi perubahan tubuh dan masalah kebersihan diri, serta menjaga kebugaran tubuh. Haid pertama sering digunakan sebagai kriteria kematangan seksual anak perempuan, tetapi ini bukanlah perubahan fisik pertama dan terakhir yang terjadi selama masa puber. Bila haid terjadi, organ-organ seks dan ciri-ciri seks sekunder semua sudah mulai berkembang, tetapi belum ada yang matang. Sedangkan pada anak laki-laki, kriteria yang dipakai adalah mimpi basah (Hurlock, 1980).
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
14
Banyak remaja yang tidak puas dengan perubahan fisiknya, karena mereka menganggap pentingnya penampilan untuk mendapat dukungan sosial, dan remaja sering menyalahkan penampilan sebagai penyebab kurang sesuainya dukungan yang mereka peroleh dengan apa yang mereka harapkan (Hurlock, 1980). Remaja yang melakukan latihan kebugaran dan olahraga biasanya merasa lebih nyaman dibandingkan yang tidak. Mereka cenderung lebih percaya diri dan menghabiskan lebih banyak waktu bersama teman, mengindikasikan mereka menggunakan olahraga sebagai sarana sosialisasi (Papalia, et al., 2008).
2.2.1.4
Pertemanan dan Hubungan lainnya Remaja menginginkan teman yang mempunyai minat dan nilai-nilai yang sama, yang dapat mengerti dan membuatnya merasa aman, yang bisa ia percayakan masalah-masalah dan membahas hal-hal yang tidak dapat dibicarakan dengan orang tua maupun guru (Hurlock, 1980).
Remaja dan orang tua menghabiskan lebih sedikit waktu untuk kegiatan bersama. Konflik keluarga paling sering terjadi pada awal masa remaja, ketika emosi negatif mencapai puncaknya, tetapi konflik semakin intens pada masa pertengahan masa remaja. Keluarga dan orang tua yang memberikan kehangatan serta ikatan emosi dalam kadar tidak berlebihan dan senantiasa memberi dukungan positif dapat membantu anak mengembangkan kontrol diri dan percara diri (Papalia, et al., 2008).
Menurut Sarwono (2003), semakin tinggi tingkat pemantauan orang tua terhadap anak remaja, semakin rendah kemungkinan perilaku menyimpang yang menimpa remaja. Karena itu, di samping komunikasi yang baik dengan remaja, orang tua juga perlu mengembangkan
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
15
kepercayaan pada remaja, sehingga remaja lebih terbuka dan mau bercerita dan orang tua dapat memastikan pergaulan anak remajanya.
Remaja yang melewati perubahan fisik yang cepat mendapatkan kenyamanan dengan bersama orang lain yang juga sedang melewati perubahan yang sama. Kelompok teman sebaya merupakan sumber afeksi, simpati, pemahaman, dan panduan moral; tempat untuk bereksperimen; dan independensi dari orang tua (Papalia, et al., 2008). Pada komponen ini remaja diharapkan dapat menghargai persahabatan dan tidak menyetujui sikap teman sebaya yang suka memaksa atau menekan orang lain.
2.2.1.5
Gender (laki-laki dan perempuan) Gender adalah peran-peran yang diberikan kepada laki-laki dan perempuan oleh masyarakat tempat kita tinggal dan hidup. Peran-peran ini dapat berubah dan diubah, serta bukan merupakan kodrat bagi perempuan dan laki-laki. Peran laki-laki dan perempuan dewasa, serta remaja perempuan dan laki-laki, akan berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya. Berikut isu-isu gender di kalangan remaja: a) Anak laki-laki diajarkan untuk tidak menangis dan tidak menunjukkan emosinya; b) Olahraga tinju hanya untuk laki-laki, balet untuk anak perempuan; c) Remaja laki-laki boleh ganti-ganti pacar, sedangkan remaja perempuan tidak boleh. d) Laki-laki dianggap wajar bila telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah atau selingkuh (bila telah menikah), sementara perempuan harus tetap mempertahankan keperawanannya sampai ia menikah. e) Banyak laki-laki merasa lebih pintar dari perempuan. Padahal terbukti secara akademis laki-laki dan perempuan sama pintarnya.
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
16
f) Hampir semua negara, perempuan mendapat upah yang lebih sedikit dari laki-laki, meskipun pekerjaan mereka sama. g) Laki-laki hanya diharapkan bertanggung jawab mencari uang bagi keluarganya, sementara perempuan diharapkan menjadi ibu rumah tangga yang menjaga dan mengasuh anak-anaknya.
2.2.1.6
Perjuangkan Hakmu Ada 12 hak yang telah ditandatangani oleh hampir seluruh negara, termasuk Indonesia pada konferensi dunia mengenai penduduk dan pembangunan, tujuh diantaranya menyangkut kesehatan reproduksi remaja, yaitu: a) Hak menjadi diri sendiri Remaja bebas membuat keputusan sendiri, mengekspresikan diri, melihat seksualitas sebagai kekuatan yang positif, memiliki rasa aman, memilih menikah atau tidak menikah, dan merencanakan keluarga.
b) Hak mendapatkan informasi Remaja berhak untuk mendapatkan informasi tentang seksualitas, alat kontrasepsi, Penyakit Menular Seksual, HIV/AIDS dan informasi lainnya yang akan membantu remaja dalam membuat keputusan sendiri terkait dengan kesehatan seksual dan reproduksi.
c) Hak untuk sehat (atas kesehatan) Beberapa masalah kesehatan seksual dan reproduksi seperti HIV/AIDS, dapat
menyebabkan kematian.
Akses terhadap
informasi, keterampilan dan pelayanan berkualitas akan membantu remaja dalam pilihan yang terbaik sehingga dapat melindungi diri dan orang lain dari masalah-masalah ini.
d) Hak untuk melindungi diri sendiri dan dilindungi
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
17
Remaja mempunyai hak untuk melindungi diri sendiri dari kehamilan yang tidak diinginkan, PMS/HIV, sunat perempuan, serta pelecehan dan kekerasan seksual.
e) Hak untuk pelayanan kesehatan Remaja berhak mendapat pelayanan kesehatan yang menjamin kerahasiaan,
terjangkau,
dapat
diakses,
berkualitas
serta
menghargai klien mereka.
f) Hak untuk dilibatkan dalam pengambilan keputusan Remaja berhak dilibatkan dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan kesehatan seksual dan reproduksinya.
g) Hak untuk berbagi informasi Remaja berhak untuk belajar tentang masalah-masalah kesehatan seksual dan reproduksi, serta berbagi informasi yang telah didapatkan dengan orang lain.
2.2.1.7
Seksualitas dan cinta Kematangan seksual pada remaja menyebabkan munculnya minat seksual dan keingintahuan remaja tentang seksual. Mereka mencari informasi mengenai seks, baik melalui buku, film, atau gambar-gambar lain yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Hal ini dilakukan remaja karena kurang terjalinnya komunikasi antara remaja dengan orang dewasa, baik orang tua maupun guru, dan masyarakat masih menganggap tabu untuk membicarakan masalah seksual dalam kehidupan sehari-hari (Kusmiran, 2011).
Apabila remaja mendapatkan informasi dari sumber yang kurang tepat, dikhawatirkan akan memunculkan perilaku remaja yang berisiko, seperti melakukan eksperimen ke lokalisasi pekerja seks komersial,
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
18
melakukan hubungan seks sebelum nikah dengan pasangan (pacar), melakukan oral seks, tanpa pertimbangan akibat dari perbuatannya.
2.2.1.8
Kehamilan Seorang remaja dengan minimnya informasi tentang “bagaimana seseorang bisa hamil”, mempertinggi kemungkinan terjadinya kasus kehamilan yang tidak diinginkan. Kehamilan pada masa remaja mempunyai risiko medis yang cukup tinggi, karena alat reproduksi belum cukup matang untuk melakukan fungsinya. Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) adalah suatu kehamilan yang terjadi karena suatu sebab sehingga keberadaannya tidak diinginkan oleh salah satu atau kedua calon orang tua bayi tersebut. Efek KTD yang dirasakan oleh remaja dapat meliputi efek bio, psiko, sosial maupun spiritual. Efek yang dirasakan oleh remaja jauh lebih berat daripada yang dialami oleh golongan umur yang lebih tua. Hal itu terjadi karena pertumbuhan dan perkembangan remaja belum optimal yang dapat menyebabkan remaja masih sangat bergantung dengan keluarganya (Widioningsih, 2011).
2.2.1.9
Lindungi dirimu dari IMS dan HIV/AIDS IMS adalah Infeksi Menular Seksual yang ditularkan melalui kontak seksual (hubungan seks). Infeksi ini ditularkan melalui kontak dengan cairan tubuh, seperti sperma, cairan vagina dan darah. Remaja cenderung lebih berisiko tertular IMS, termasuk HIV/AIDS karena berbagai sebab. Seringkali hubungan seksual terjadi tanpa direncanakan atau tanpa diinginkan. Sehingga remaja tidak siap dengan kondom maupun kontrasepsi yang lain, dan mereka yang belum berpengalaman memakai kontrasepsi cenderung menggunakannya secara tidak benar (PATH, 2000). Kondom mencegah penularan IMS dan HIV bila digunakan secara benar dan konsisten serta efek sampingnya sangat kecil.
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
19
2.2.1.10 HIV/AIDS – Kamu juga punya peran HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, yaitu virus yang melemahkan sistem kekebalan tubuh. Sedangkan AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrom, yang berarti kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya kekebalan tubuh yang sifatnya diperoleh (bukan bawaan). Cara penularan HIV/AIDS, yaitu: a) Melalui hubungan seksual. Merupakan jalur utama penularan HIV/AIDS yang paling umum ditemukan. Virus dapat ditularkan dari seseorang yang sudah terkena HIV kepada pasangan seksual tanpa pengaman (kondom).
b) Parental. Penularan dapat terjadi melalui transfusi darah atau produk darah, atau penggunaan alat-alat yang sudah terkontaminasi darah, seperti jarum suntik, jarum tato, tindik, dan sebagainya.
c) Perinatal. Penularan melalui ibu kepada anaknya. Ini terjadi saat anak masih berada dalam kandungan, ketika dalam proses lahir atau sesudah lahir.
Salah satu strategi penanggulangan HIV/AIDS adalah menciptakan lingkungan yang kondusif, yaitu menghilangkan segala bentuk diskriminasi terhadap penderita HIV/AIDS. Menurut Harahap (2003), stigma seringkali menyebabkan terjadinya diskriminasi dan pada akhirnya mendorong munculnya pelanggaran hak asasi manusia bagi ODHA dan keluarganya. Stigma dan diskriminasi menghambat usaha pencegahan dan perawatan dengan penyangkalan tentang HIV/AIDS seperti juga menyisihkan ODHA dan mereka yang
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
20
rentan
terhadap
infeksi
HIV.
Mengingat
HIV/AIDS
sering
diasosiasikan dengan seks, penggunaan narkoba dan kematian, banyak orang yang tidak peduli, tidak menerima, dan takut terhadap penyakit ini di hampir seluruh lapisan masyarakat.
2.2.1.11 Narkoba dan Dunia Remaja Narkotika adalah zat yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Misalnya: putaw (heroin), ganja dan kokain. Psikotropika adalah zat selain narkotika yang mempengaruhi susunan syaraf pusat dan menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku. Misalnya: exstacy, shabu-shabu, LSD. Zat Adiktif adalah zat selain narkotika dan psikotropika yang menyebabkan ketergantungan.
2.2.1.12 Cinta seharusnya tidak menyakiti Pelecehan seksual, pemaksaan hubungan seks, kekerasan seksual, dan pemerkosaan merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Remaja berhak untuk merasa nyaman dan aman dalam menjalani suatu hubungan.
2.3 Kesehatan Reproduksi Remaja Pengertian kesehatan reproduksi yang telah diputuskan pada konferensi ICPD di Kairo pada tahun 1994 adalah suatu keadaan sejahtera secara menyeluruh baik fisik, mental dan sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan dalam semua hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi dan terhadap fungsi serta prosesnya. Sejak itu pula seksualitas, kesehatan reproduksi, keterampilan hidup dan perencanaan hidup semuanya telah diakui sebagai komponen dari pendidikan kesehatan reproduksi (UNFPA, 2003).
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
21
Berbagai risiko kesehatan reproduksi antara lain adalah: a. Kehamilan yang tidak diinginkan Di Indonesia, kehamilan di luar perkawinan sangat ditentang baik di kalangan orangtua, masyarakat atau agama. Bila seorang wanita yang hamil dan belum menikah, ada kecendrungan wanita tersebut berusaha melakukan aborsi untuk menghindari tekanan rasa malu dan celaan masyarakat. Menurut data SKRRI 2007, sebanyak 8 persen wanita (n = 8.481) dan 6 persen pria (n = 10.830) mengaku mengetahui seseorang teman yang mereka kenal secara pribadi yang pernah mengalami kehamilan tidak diinginkan.
b. Aborsi yang tidak aman Dengan status remaja yang belum menikah maka besar kemungkinan aborsi merupakan salah satu alternatif yang sering diambil oleh remaja. Larangan aborsi berakibat pula banyaknya aborsi tidak aman yang mengakibatkan kematian. Berdasarkan data BKKBN ada 2 juta kasus aborsi yang terjadi setiap tahunnya di Indonesia. Menurut Yudi (2008) sedikitnya 700 ribu dilakukan oleh remaja atau wanita berusia di bawah 20 tahun. Dan sebanyak 11,3% dari semua kasus aborsi di Indonesia dilakukan karena kehamilan yang tidak diinginkan.
c. IMS dan HIV/AIDS Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami peningkatan kerentanan terhadap berbagai ancaman risiko kesehatan, terutama yang berkaitan dengan kesehatan seksual dan reproduksi termasuk dari HIV/AIDS. Menurut data dari Subdit AIDS dan PMS Ditjen P2PL, Kemenkes: persentase kumulatif kasus AIDS sampai Maret 2011 untuk kelompok umur 5-14 tahun adalah 0,8%, umur 15-19 tahun 3,1%, dan untuk kelompok umur 20-29 tahun sebesar 47,2%. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS. Dari data Riskesdas 2010, penduduk berumur 15 tahun ke atas yang pernah
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
22
mendengar tentang HIV sebesar 57,5% dan pengetahuan komprehensif tentang HIV sebesar 88,6% masih kurang.
d. Female Genital Mutilation (FGM). Sunat pada perempuan merupakan praktek tradisional. Penelitian Zamroni (2011) dalam studi kualitatif yang menyatakan bahwa pelaksanaan sunat perempuan pada usia bayi merupakan adat istiadat yang dilakukan turun temurun dan bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM). Menurut WHO dalam Zamroni (2011) sunat perempuan termasuk bentuk penyiksaan sehingga dimasukkan dalam salah satu bentuk kekerasan pada wanita dan sekaligus pelanggaran hak asasi manusia, walaupun dilakukan oleh tenaga medis.
Menurut
penelitian
Kurniawan
(2008),
peran
orang
tua
dalam
menyampaikan kesehatan reproduksi 52,8% masih menjawab ragu-ragu, sedangkan guru sebanyak 79,1% juga menjawab ragu-ragu. Pengetahuan kesehatan reproduksi remaja yang paling utama adalah diperoleh dari informasi yang tepat dan akurat melalui orang tua dan guru. Untuk mencari pengetahuan tentang seks, ada remaja yang melakukannya secara
terbuka,
seperti
ketika
pacaran
mereka
mengekspresikan
perasaannya dalam bentuk perilaku yang menuntut keintiman, berupa berciuman, bercumbu, dan lain-lain.
2.4 Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terhadap objek terjadi melalui panca indera manusia, yaitu: penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
23
Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, akan tetapi dapat diperoleh melalui pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek, yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu. Menurut teori WHO (World Health Organization) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007), salah satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri.
Peningkatan aktifitas seksual pada remaja, tidak diiringi dengan peningkatan pengetahuan tentang kesehatan seksual dan reproduksi termasuk HIV/AIDS, penyakit menular (PMS) dan alat-alat kontrasepsi (Suryoputro; J.Ford; Shaluhiyah; 2004).
Penelitian WHO menunjukkan kurangnya pengetahuan remaja tentang masa subur, dapat terlihat pada pengetahuan mereka tentang risiko kehamilan. Sebanyak 19,2% remaja menyatakan bahwa perempuan yang melakukan hubungan seksual sebelum mengalami menstruasi bisa hamil, dan sebanyak 8,8% remaja yang mendengar istilah masa subur menyatakan bahwa perempuan tidak bisa hamil bila melakukan hubungan seksual pada masa subur (PKBI dalam Kurniawan, 2008).
Penelitian Mohammadi et.all (Reproductive Knowledge, Attitudes an Behavior Among Adolescent Males in Tehran, Iran 2006), sekitar 44% mengetahui bahwa wanita bisa hamil saat hubungan seksual pertama kali. Begitu pula dengan penelitian Adeokun, Ricketts, Ajuwon dan Ladipo (Sexual and Reproductive Health Knowledge, Behavior and Education Needs of In-School Adolescent in
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
24
Northern Nigeria), menyatakan bahwa 47% siswa percaya perempuan bisa hamil saat hubungan seksual pertama kali. Menurut SKRRI 2007, 54% yang berpendapat bahwa seorang perempuan dapat hamil hanya dengan sekali melakukan hubungan seksual. Kurangnya pengetahuan remaja ini perlu mendapatkan perhatian karena hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan tetap mempunyai risiko untuk hamil.
Infeksi menular seksual memerlukan deteksi dini yang terus menerus karena merupakan salah satu pintu untuk memudahkan terjadinya penularan HIV. Pengetahuan tentang IMS dan HIV/AIDS pada penelitian Adeokun, Ricketts, Ajuwon dan Ladipo menyatakan bahwa 87,1% siswa tahu tentang HIV dan IMS. Hal ini juga terlihat pada penelitian Gokengin, et.all (Sexual Knowledge, Attitude and Risk Behavior of Students in Turkey, 2003), bahwa 96,3% siswa tahu tentang HIV dan 66% tahu tentang IMS. Sedangkan penelitian Bankole, Biddlecom, Guiella, Singh, dan Zulu (Sexual Behavior, Knowlegde and Information Source of Very Young Adolescents in Four Sub-Saharan African Countries), memiliki pengetahuan tentang HIV di Burkina Faso 77,2%; Ghana 94,1%; Malawi 91,5%; Uganda 98,2%. Sedangkan menurut SKRRI 2007, remaja yang pernah mendengar tentang AIDS sebesar 84% wanita dan 77% pria. Remaja wanita (67%) dan pria (89%) menyebutkan Syphillis, 33% wanita dan 19% pria menyebutkan Gonorrhoe sebagai penyakit menular seksual.
2.4.1 Tingkat Pengetahuan Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan yang cukup di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan (Notoatmodjo, 2003), yaitu: 2.4.1.1 Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah.
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
25
2.4.1.2 Memahami (Comprehension) Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan di mana dapat mengintrepertasikan secara benar. Individu yang telah paham terhadap objek atau materi, dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap suatu objek yang dipelajari.
2.4.1.3 Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode dan prinsip dalam konteks atau situasi yang lain.
2.4.1.4 Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
2.4.1.5 Sintesis (Synthesis) Sintesis yang dimaksud meninjukkan pada suatu kemampuan untuk melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyususn formulasi baru dari formulasi yang ada.
2.4.1.6 Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
26
2.4.2 Proses Perilaku “Tahu” Menurut Rogers (1974) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu: 2.4.2.1 Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). 2.4.2.2 Interest (merasa tertarik), di mana individu mulai menaruh perhatian dan tertarik pada stimulus. 2.4.2.3 Evaluation (menimbang-nimbang), individu akan mempertimbangkan baik buruknya tindakan terhadap stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. 2.4.2.4 Trial, di mana individu mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. 2.4.2.5 Adoption, di mana individu telah berperilaku batu sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
2.4.3
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
2.4.3.1 Faktor Internal a. Pendidikan Konsep dasar pendidikan suatu proses belajar yang berarti di dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih baik, dan lebih matang pada diri individu, kelompok, masyarakat (Notoatmodjo, 2003). Pendidikan yang didapat remaja di tempat formal dan non formal akan membawa perubahan pada diri remaja untuk menjadi lebih baik dan menghindari perilaku yang berisiko.
Dalam Health Canada (2003) yang dikutip oleh McKay, Alexander (2004), sekolah adalah salah satu lembaga pendidikan formal untuk memiliki kontak atau hubungan dengan setiap individu, baik mereka dalam kategori anak-anak, remaja, dewasa muda dengan pengetahuan dan keterampilan yang mereka butuhkan untuk melakukan sesuatu dan
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
27
bertindak berdasarkan keputusan yang menyangkut kesehatan seksual sepanjang hidup mereka.
Begitu pula dengan penelitian Nitirat (2007), yang menyatakan bahwa sekolah yang berbasis sex education diakui sebagai strategi yang tepat untuk mengurangi perilaku seksual yang tidak sehat dan untuk mempromosikan kesehatan reproduksi remaja.
b. Umur Menurut Hurlock (1998) yang dikutip oleh Wawan dan Dewi (2010), semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan sesorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.
2.4.3.2 Faktor Eksternal a. Lingkungan dan Sosial Lingkungan yang dimaksud di sini adalah lingkungan tempat tinggal remaja, yaitu orang tua dan lingkungan teman sebaya. Apabila orang tua tidak memberi tahu tentang pendidikan seks atau menekan rasa ingin tahu remaja tentang seksualitas dan menghindari pembahasan masalah
tersebut,
informasi
seksual
yang
diterima
remaja
kemungkinan diperoleh seluruhnya dari teman sebaya. Jika teman sebaya merupakan satu-satunya sumber informasi mengenai seks, informasi tersebut akan diberikan dan disampaikan dalam percakapan rahasia serta mengandung banyak informasi yang salah (Wong, 2008). Penelitian yang dilakukan Iryanti (2011) menyatakan bahwa teman sebaya dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja terhadap kesehatan reproduksi dengan nilai P value 0,000.
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
28
2.4 Sikap Sikap adalah kecenderungan bertindak, berfikir, berpersepsi dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukanlah perilaku, tetapi lebih merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara tertentu terhadap objek sikap (Sobur, 2009).
Sikap juga merupakan disposisi untuk merespon baik atau yang tidak baik ke beberapa orang, sesuatu, acara, tempat, gagasan atau situasi. Sikap memiliki komponen kepercayaan, komponen emosional, dan komponen tindakan. Komponen keyakinan terdiri dari apa yang dipikirkan seseorang atau percaya terhadap obyek sikap. Komponen emosional juga terdiri dari perasaan sesorang terhadap objek sikap, sedangkan komponen tindakan dilihat dari bagaimana seseorang untuk cenderung bertindak terhadap suatu objek (Zanna & Rampel, 1988; Coon, 1996 dalam Frimpong, 2006).
Menurut Newcomb dalam Notoatmodjo (2003), sikap dapat dipelajari berdasarkan pengetahuan, berfikir, keyakinan yang akan menjadi suatu kebiasaan melalui proses belajar, menjalani proses sosialisasi, imitasi serta mengacu kepada pembentukan adaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap objek.
Sikap remaja dalam memandang hubungan seks di luar nikah dapat dilihat dari beberapa penelitian. Mohammadi, et al dalam penelitiannya (Reproduvtive Knowledge, Attitudes and Behavior Among Adolescent Males in Tehran, Turkey) menyatakan bahwa 27,5% setuju remaja yang belum menikah boleh melakukan hubungan seksual. Dalam SKRRI 2007 menyebutkan sebanyak 1% wanita dan 5% pria menyetujui adanya hubungan seksual sebelum menikah bagi wanita. Sedangkan yang menyetujui pria melakukan hubungan seksual sebelum menikah, sebanyak 2% dari wanita dan 8 % dari pria.
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
29
Penelitian yang dilakukan oleh Darwinsyah tentang survey remaja di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Lampung dalam Widyastuti (2008) menyatakan bahwa ada 2,2% responden laki-laki dan 1% responden perempuan setuju melakukan hubungan seksual sebelum menikah.
Dalam penelitan Husodo dan Widagdo (2008) menyatakan setelah mendapatkan penyuluhan kesehatan reproduksi pada konselor SMP menunjukkan adanya peningkatan sikap yang mendukung terhadap kesehatan reproduksi sebanyak 93% dengan p value 0,003. Begitu pula dengan penelitian Suryoputro, Ford dan Shaluhiyah (2004), menyatakan bahwa lebih dari 75% setuju terhadap layanan kesehatan seksual dan sikap responden terhadap aborsi 75% tidak setuju.
2.4.1 Tingkatan Sikap Sikap terdiri dari beberapa tingkatan, yang terdiri dari: 2.4.1.1 Menerima (Receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). 2.4.1.2 Merespons (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut. 2.4.1.3 Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah. 2.4.1.4 Bertanggung jawab (Responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
30
Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek.
2.4.2 Komponen Sikap Dalam bagian lain Allport (1954) yang dikutip Notoatmodjo (2003) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok, yaitu: a.
Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
b.
Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.
c.
Kecendrungan untuk bertindak (trend to behave).
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
31
BAB 3 KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep Berdasarkan teori maka kerangka konsep penelitian ini ingin melihat bagaimana gambaran pengetahuan dan sikap remaja yang mendapat program DAKU! dan yang tidak mendapat program DAKU!. Dalam penelitian ini DAKU! adalah variabel independen dan variabel dependennya adalah pengetahuan dan sikap.
Pengetahuan
DAKU! Ya Tidak Sikap
Gambar 2. Kerangka Konsep
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
32
3.2 Definisi Operasional Variabel
DAKU!
Definisi Operasional Modul pelatihan
31
Alat Ukur
Kuesioner
berbasis teknologi
Cara Ukur
Hasil Ukur
Mengisi
1: Tidak
kuesioner
2: Ya
Mengisi
1: < mean 2: ≥ mean
Skala Ukur Ordinal
yang membahas kesehatan seksual dan reproduksi, pencegahan HIVAIDS sekaligus keterampilan komputer kreatif untuk siswa dan guru
Pengetahuan
Pemahaman responden
remaja
terhadap kesehatan
kuesioner
reproduksi, NAPZA,
no. 3
HIV-AIDS
sampai 21
Sikap remaja
Tanggapan responden
Kuesioner
Kuesioner
Mengisi
1: Sikap
tentang kesehatan
kuesioner
negatif bila
reproduksi yang
no. 22
skor < mean
dinyatakan dalam
sampai 32
Ordinal
Ordinal
2: Sikap
bentuk persetujuan.
positif bila skor ≥ mean
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
33
3.3 Hipotesis 3.3.1 Ada perbedaan tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi antara remaja yang mendapat program DAKU! dan yang tidak mendapat program DAKU!. 3.3.2 Ada perbedaan sikap remaja tentang kesehatan reproduksi antara remaja yang mendapat program DAKU! dan yang tidak mendapat program DAKU!.
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
34
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain cross sectional. Desain cross sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, variabel sebab atau risiko dan akibat atau kasus yang terjadi pada objek penelitian di ukur atau dikumpulkan secara simultan (dalam waktu yang bersamaan). Pengumpulan data untuk variabel sebab (independen) maupun variabel akibat (dependen) dilakukan secara bersama-sama atau sekaligus (Notoatmodjo, 2005). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan pengetahuan dan sikap remaja yang mendapat program DAKU! dengan yang tidak mendapat program DAKU! di kota Singkawang.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di SMUN 3 dan SMUN 9 Singkawang, Propinsi Kalimantan Barat pada bulan April sampai Mei 2012.
4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMUN di kota Singkawang.
4.3.2 Sampel Sampel adalah sebagian dari yang mewakili populasi (Hastono, 2006). Penentuan besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus pengujian hipotesis dua proporsi (Ariawan, 1998), sebagai berikut:
=
1−
2
2 (1 − ) + 1 − ( 1 − 2)
1(1 − 1) + 2(1 − 2)
34 Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
35
n 1−
= jumlah sampel = derajat kemaknaan pada 95% (1,96)
2
1− P1
= kekuatan uji pada 80% (0,84) = estimasi proporsi pada kelompok 1
P2
= estimasi proporsi pada kelompok 2
P
= rata-rata dari proporsi kelompok pertama dan kedua Tabel 4.1 Besar sampel minimal dari variabel yang berhubungan dengan pengetahuan dan sikap berbagai sumber penelitian
1.
Pengetahuan
P1 % 80,7
2.
Sikap
49
No
Variabel
P2 % 35
18
Supriatiningsih, 2003
26
69
Nadirahilah, 2011
N
Sumber
Jadi : = 1,96 2 ∗ 0,37(1 − 0,37) + 0,84 0,49(1 − 0,49) + 0,26(1 − 0,26) (0,49 − 0,26)
n = 69
Dari rumus di atas didapatkan hasil sampel minimal 69 untuk masingmasing kelompok, sehingga besar sampel minimal yang dibutuhkan untuk penelitian adalah 138 orang, dan ditambah 10% (14 orang). Sehingga jumlah sampel keseluruhan adalah 152 orang (76 orang untuk masingmasing sekolah).
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara acak sederhana (simple random sampling) dengan mengundi seluruh SMUN yang ada. Hasil yang didapat adalah SMUN 3 (sekolah DAKU!) dan SMUN 9 (sekolah non DAKU!). Di SMUN 3 program DAKU! sudah diberikan dari kelas X sampai kelas XII dan masuk dalam mata pelajaran. Sedangkan untuk SMUN 9 semua siswa belum mendapat program DAKU!. Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
36
Kriteria inklusinya adalah siswa yang bersedia dan yang hadir pada saat pengisian kuesioner serta seluruh siswa kelas XI.
Setelah diketahui jumlah sampel masing-masing sekolah, maka langkah selanjutnya adalah pengambilan sampel dengan cara acak sistematis, yaitu membagi jumlah siswa dengan jumlah sampel yang diinginkan. Sebagai contoh pengambilan sampel di SMUN 3, di mana jumlah siswa kelas XI 122 orang, sedangkan sampel yang diinginkan 76 orang, maka intervalnya 122 : 76 = 1,6 atau 2. Sehingga didapat sampel selanjutnya setiap interval 2. Untuk menentukan sampel yang pertama maka dapat digunakan atau dilihat dari absen siswa. 4.4 Pengumpulan Data 4.4.1 Persiapan Mempersiapkan instrumen penelitian berupa kuesioner yang berisi pertanyaan dan pernyataan pengetahuan dan sikap remaja terhadap kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi. Kemudian melakukan uji validitas terhadap 30 responden, yang menghasilkan dari 20 pertanyaan pengetahuan diperoleh 19 pertanyaan yang valid dengan Cronbachs Alpha 0,974. Dan dari 15 pernyataan sikap diperoleh 10 pernyataan yang valid. Setelah dilakukan proses validitas, maka pertanyaan dan pernyataan tersebut diuji terhadap reliabilitasnya dan hasilnya reliabel dengan Cronbachs Alpha 0,693 sehingga dapat dipergunakan pada penelitian ini.
4.4.2 Pelaksanaan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Pengumpulannya dilakukan dengan cara membagikan kuesioner dan responden mengisi kuesioner secara bersama-sama dalam satu hari dengan pengawasan dari peneliti, dengan terlebih dahulu mengisi lembar persetujuan bersedia menjadi objek penelitian.
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
37
4.5 Pengolahan Data Setelah data terkumpul selanjutya dilakukan pengolahan data secara manual dan menggunakan SPSS. Adapun pengolahan dan analisa data melalui tahap sebagai berikut: 4.5.1 Editing Melakukan pengeditan data atau memeriksa dan memastikan data yang telah diperoleh telah terisi dengan baik seperti kelengkapan jawaban, kesalahan penulisan, dan konsistensi pada setiap jawaban kuesioner. 4.5.2 Coding Data yang diperoleh dari hasil pembagian kuesioner diberi kode sebelum diolah tujuannya untuk memudahkan masuk ke komputer. 4.5.3 Entry Memasukkan data-data yang sudah dikumpulkan ke dalam program komputer dengan menggunakan software SPSS untuk proses analisis. 4.5.4 Cleaning Pengecekan kembali data yang sudah dientry apakah ada kesalahan atau tidak. Pengecekan ini berguna untuk mengetahui apakah ada data yang tidak konsisten, variasi data dan missing data. 4.5.5 Scoring Pemberian skor dilakukan untuk memberikan bobot pada masing-masing pertanyaan sehingga memudahkan dalam pengolahan data. Untuk variabel pengetahuan, pernyataan positif jawaban benar diberi skor 1, salah dan tidak tahu diberi skor 0. Begitu pula sebaliknya untuk pernyataan negatif jawaban salah diberi skor 1, benar dan tidak tahu diberi skor 0. Sedangkan variabel sikap, untuk pernyataan positif jika sangat setuju diberi skor 5, setuju diberi skor 4, ragu-ragu diberi skor 3, tidak setuju diberi skor 2 dan sangat tidak setuju diberi skor 1, sementara untuk pernyataan negatif sebaliknya.
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
38
4.6 Analisis Data 4.6.1 Analisis Univariat Analisa ini digunakan hanya untuk memperoleh distribusi gambaran dari masing-masing variabel yang diteliti, baik variabel dependen maupun variabel independen.
4.6.2 Analisis Bivariat Analisa ini dilakukan untuk membuktikan adanya perbedaan pengetahuan dan sikap remaja terhadap kesehatan reproduksi dari sekolah yang mendapat program DAKU! dan yang tidak mendapat program DAKU! dengan uji Chi Square. 4.6.2.1
Uji Chi Square Digunakan signifikansi pada derajat penolakan α = 5% (p≤0,05). Untuk menguji kemaknaan , digunakan batas kemaknaan sebesar 5% (α = 0,05). a. Hasil uji diketahui ada
hubungan/perbedaan bermakna
bila
nilai p ≤ α (p≤0,05). b. Hasil uji dikatakan tidak ada hubungan/perbedaan bermakna bila nilai p > α (p>0,05). 4.6.2.2 Odds Ratio (OR) Untuk mengetahui derajat hubungan dan membandingkan kelompok yang terpapar dan kelompok yang tidak terpapar.
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
39
BAB 5 HASIL PENELITIAN Hasil analisis yang disajikan dalam Bab 5 merupakan data kuantitatif yang didapatkan dari hasil pengisian kuesioner di dua SLTA. Data kuantitatif disajikan dalam dua tahap yaitu analisis univariat dan analisis bivariat. 5.1 Analisis Univariat Analisis Univariat merupakan gambaran mengenai distribusi responden yang diteliti, yaitu yang mendapat program DAKU! dan yang tidak sebagai variabel independen sedangkan pengetahuan dan sikap sebagai variabel dependen.
5.1.1 Pengetahuan Untuk mengetahui tingkat pengetahuan responden tentang kesehatan reproduksi digunakan 19 pertanyaan, di mana bobot nilai dari masing-masing pertanyaan adalah 1. Distribusi responden sekolah DAKU! 18 pertanyaan dijawab dengan benar (>75,0%), dan 1 pertanyaan yang dijawab benar (67,1%) oleh responden tentang perempuan wajib disunat. Sedangkan distribusi responden sekolah non DAKU! 15 pertanyaan dijawab dengan benar (>75,0%) dan ada 4 pertanyaan yang sedikit dijawab benar (6,6%) tentang perempuan wajib disunat, perempuan dapat hamil walau hanya sekali melakukan hubungan seksual 51,3%; HIV tidak dapat ditularkan dengan cara makan sepiring dengan orang yang telah tertular HIV 59,2%; bisa tertular HIV apabila memeluk ODHA 56,6%. Hasil analisis dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
39
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
40
Tabel 5.1 Gambaran pengetahuan tentang kesehatan reproduksi di kota Singkawang tahun 2012 No
Pertanyaan
Jawaban yang benar Sekolah DAKU! (n = 76) frek %
Sekolah non DAKU! (n = 76) frek %
1.
Remaja mengalami perubahan emosi yang menyebabkan suasana hati berubah-ubah.
76
100
76
100
2.
Perempuan wajib disunat. (perempuan tidak wajib disunat)
51
67,1
5
6,6
3.
Seorang perempuan dapat hamil, walau hanya sekali melakukan hubungan seksual.
66
86,8
39
51,3
4.
Seorang perempuan yang sudah menstruasi dan pria yang sudah mengalami mimpi basah, apabila melakukan hubungan seksual dapat terjadi kehamilan.
75
98,7
69
90,8
5.
Pertemuan sel sperma dan sel telur disebut pembuahan.
76
100
74
97,4
6.
Alat kontrasepsi adalah untuk mencegah terjadinya kehamilan.
75
98,7
70
92,1
7.
Kondom merupakan alat kontrasepsi pria untuk mencegah kehamilan.
73
96,1
72
94,7
8.
Kondom dapat dipakai ulang.
73
96,1
74
97,4
9.
Perempuan harus minum pil KB setiap hari agar efektif mencegah kehamilan.
63
82,9
57
75,0
10.
NAPZA adalah kependekan dari narkotika, psikotropika dan zat adiktif.
75
98,7
73
96,1
11.
Obat-obatan seperti ganja, shabu-shabu, putau, apabila dikonsumsi bisa memberi efek berfantasi, perasaan senang.
72
94,7
72
94,7
12.
Pemakai narkoba suntik yang bergantian, mempunyai
76
100
75
98,7
76
100
76
100
risiko tertular penyakit Hepatitis dan HIV. 13.
Risiko yang dapat terjadi apabila melakukan hubungan seksual bebas adalah tertular IMS, HIV dan kehamilan yang tidak diinginkan.
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
41
No
Pertanyaan
Jawaban yang benar Sekolah DAKU! (n = 76)
Sekolah non DAKU! (n = 76)
frek
%
frek
%
14.
Jika laki-laki tertular IMS, gejalanya adalah keluar nanah dari alat kelamin dan berbau, bila kencing terasa nyeri, terdapat bengkak dan bisul pada alat kelamin.
75
98,7
76
100
15.
Jika perempuan tertular IMS, gejalanya adalah keputihan yang berbau, gatal, kemerahan dan bisul pada alat kelamin.
75
98,7
73
96,1
16.
HIV dapat masuk ke tubuh melalui penggunaan jarum suntik yang tidak steril.
75
98,7
75
98,7
17.
HIV tidak dapat ditularkan dengan cara makan sepiring dengan orang yang telah tertular HIV/AIDS.
62
81,6
45
59,2
18.
Saya bisa tertular HIV apabila memeluk ODHA (orang dengan HIV/AIDS) (saya tidak bisa tertular apabila memeluk ODHA)
69
90,8
43
56,6
19.
HIV dapat ditularkan dari seorang ibu hamil yang sudah tertular HIV ke anak yang dikandungnya.
72
94,7
72
94,7
Total
76
76
Setelah mendapat hasil distribusi frekwensi dari pertanyaan pengetahuan, maka hasilnya di beri skor untuk kemudian dikategorikan. Untuk pernyataan positif jawaban benar diberi skor 1, salah dan tidak tahu diberi skor 0. Begitu pula sebaliknya untuk pernyataan negatif jawaban salah diberi skor 1, benar dan tidak tahu diberi skor 0. Untuk mengetahui distribusi data tersebut normal atau tidak, maka dapat dilihat dari grafik histogram dan kurve normal di bawah ini.
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
42
Gambar 5.1 Grafik histogram dan kurve normal
Histogram 50
Frequency
40 30 20 10 Mean = 16.98 Std. Dev. = 1.584 N = 152
0 10
12
14
16
18
20
Tingkat pengetahuan
_
Dari tampilan grafik di atas dapat dilihat bahwa distribusi variabel pengetahuan berbentuk normal. Selanjutnya untuk distribusi responden dan pengkategorian variabel pengetahuan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.2 Distribusi pengetahuan dan pengkategorian
Variabel
Mean
Median
SD
Min-max
Kategori
Pengetahuan Skor 0-19
16,98
17,00
1,584
12 – 19
≥ mean < mean
Hasil analisis didapatkan nilai rata-rata untuk pengetahuan responden adalah 16,98, dengan standar deviasi 1,584. Skor nilai pengetahuan terendah 12 dan nilai tertinggi 19. Berikut adalah tabel distribusi responden menurut pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang telah dikategorikan.
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
43
Tabel 5.3 Distribusi responden menurut pengetahuan tentang kesehatan reproduksi di kota Singkawang tahun 2012 Pengetahuan
Sekolah DAKU! Frek %
Sekolah non DAKU! frek %
≥ mean
70
92,1
33
43,4
< mean
6
7,9
43
56,6
Total
76
100
76
100
Berdasarkan tabel di atas bahwa sebagian besar responden sekolah DAKU! mempunyai pengetahuan ≥ mean sebanyak 92,1% dan yang mempunyai pengetahuan < mean sebanyak 7,9%. Sedangkan sekolah non
DAKU!
menunjukkan bahwa responden yang mempunyai pengetahuan ≥ mean sebanyak 43,4% dan responden yang mempunyai pengetahuan < mean sebanyak 56,6%.
5.1.2 Sikap Untuk mengetahui sikap responden terhadap kesehatan reproduksi digunakan 10 pertanyaan. Adapun pertanyaan tersebut ada yang positif dan ada yang negatif. Berikut distribusi jawaban responden tentang sikap terhadap kesehatan reproduksi.
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
44
Tabel 5.4 Gambaran sikap asertif remaja terhadap kesehatan seksual dan stigma terhadap ODHA di kota Singkawang tahun 2012 No
Pertanyaan
Sekolah DAKU! n=76 RR TS
S
Sekolah non DAKU! n=76 S RR TS
f
%
F
%
f
%
f
%
f
%
f
%
1.
Pada saat pacaran berpegangan tangan merupakan hal yang wajar.
63
82,9
8
10,5
5
6.6
61
80,3
5
6,6
10
12,8
2.
Meraba-raba bagian tubuh adalah ungkapan kasih sayang.
5
6,6
12
15,8
59
84,2
16
21
9
11,8
51
67,1
3.
Jika seorang laki-laki sedang ingin berhubungan seksual, maka pasangannya berhak untuk menolaknya.
70
92,1
5
6,6
1
1,3
57
75
5
6,6
14
18,4
4.
Akan lebih baik remaja seusia saya yang sudah mempunyai hubungan serius menunda melakukan hubungan seksual sampai menikah.
76
100
0
0
0
0
68
89,3
1
1,3
7
9,2
5.
Saya yakin bahwa saya bisa berpacaran tanpa harus melakukan hubungan seksual.
75
98,7
0
0
1
1,3
65
85,5
9
11,8
2
2,6
6.
Menurut saya aborsi bisa dilakukan, yang penting ada persetujuan dari pihak yang terlibat dan dilakukan diam-diam.
7
9,2
0
0
69
90,8
12
15,8
3
3,9
61
80,3
7.
Perempuan berhak atas tubuhnya sendiri, oleh karena itu aborsi seharusnya dilegalkan.
3
3,9
1
1,3
72
94,7
46
60,6
8
10,5
22
28,9
8.
Saya rela melakukan apa saja terhadap pacar saya.
4
5,2
3
3,9
69
90,8
12
15,8
6
7,9
58
76,3
9.
Menurut saya ODHA harus dijauhi.
6
7,9
10
13,2
60
79
29
38,2
11
14,5
36
47,4
10.
Jika salah satu anggota keluarga menderita HIV/AIDS, saya tidak bersedia merawatnya di rumah.
4
5,3
9
11,8
63
82,9
13
17,1
16
21,1
47
61,9
Total
76
76
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
45
Keterangan: Setuju merupakan gabungan dari sangat setuju dan setuju; Tidak setuju gabungan antara tidak setuju dan sangat tidak setuju.
Berdasarkan tabel 5.3 di atas, maka jawaban responden yang tertinggi baik dari sekolah DAKU! (100%) dan sekolah non DAKU! (89,3%) adalah pernyataan mengenai akan lebih baik remaja seusia saya yang sudah mempunyai hubungan serius menunda melakukan hubungan seksual sampai menikah,
Tetapi ada juga perbedaan pernyataan mengenai aborsi seharusnya dilegalkan antara responden sekolah DAKU! 94,7% menyatakan tidak setuju dan sekolah non DAKU! 60,6% menyatakan setuju. Sebaran tersebut juga menunjukkan baik untuk pernyataan positif maupun negatif masih ada beberapa responden yang menjawab ragu-ragu, dan yang menjawab ragu-ragu terbanyak untuk pernyataan jika salah satu anggota keluarga menderita HIV/AIDS, saya tidak bersedia merawatnya di rumah sebanyak 21,1%. Setelah diberi skor untuk pernyataan positif jika sangat setuju diberi skor 5, setuju diberi skor 4, ragu-ragu diberi skor 3, tidak setuju diberi skor 2 dan sangat tidak setuju diberi skor 1, sementara untuk pernyataan negatif sebaliknya, maka nilai sikap dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu sikap positif jika nilainya ≥ mean, dan sikap negatif jika < mean. Untuk mengetahui distribusi data tersebut normal atau tidak, maka dapat dilihat dari grafik histogram dan kurve normal di bawah ini.
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
46
Gambar 5.2 Grafik histogram dan kurve normal
Histogram
40
Frequency
30
20
10
Mean = 38.11 Std. Dev. = 4.745 N = 152
0 20
25
30
35
40
45
50
Tingkat Sikap
Dari tampilan grafik di atas dapat dilihat bahwa distribusi variabel sikap berbentuk normal. Selanjutnya untuk distribusi responden dan pengkategorian variabel sikap tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 5.5 Distribusi sikap dan pengkategorian
Variabel
Mean
Median
SD
Min-max
Sikap Skor 5-50
38,11
39,00
4,745
22-46
Kategori Positif : ≥ 38 Negatif : < 38
Hasil analisis didapatkan nilai rata-rata sikap adalah 38,11 dengan standar deviasi 4,745. Nilai terendah untuk skoring sikap adalah 22 dan yang tertinggi 46. Berikut adalah tabel distribusi sikap responden terhadap kesehatan reproduksi yang sudah dikategorikan.
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
47
Tabel 5.6 Distribusi sikap asertif responden terhadap kesehatan seksual dan stigma terhadap ODHA di kota Singkawang tahun 2012 Sikap
Positif Negatif Total
Sekolah DAKU!
Sekolah non DAKU!
Frek
%
Frek
%
66 10
86,8 13,2
24 52
31,6 68,4
76
100
76
100
Berdasarkan tabel 5.4 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden sekolah DAKU! 86,8% mempunyai sikap positif terhadap kesehatan reproduksi dan yang mempunyai sikap negatif sebanyak 13,2%. Sedangkan untuk responden dari sekolah non DAKU! menunjukkan bahwa 31,6% mempunyai sikap positif terhadap kesehatan reproduksi dan 68,4% menunjukkan sikap negatif.
5.2 Analisis Bivariat Hasil analisis ini merupakan analisis bivariat untuk melihat apakah ada perbedaan antara variabel independen (DAKU!) dengan variabel dependen (pengetahuan dan sikap) melalui uji Chi Square.
5.2.1 Hubungan antara program DAKU! dengan tingkat pengetahuan Analisis ini ingin melihat apakah ada perbedaan tingkat pengetahuan responden dari sekolah DAKU! dengan sekolah non DAKU!.
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
48
Tabel 5.7 Hubungan program DAKU! dengan tingkat pengetahuan di kota Singkawang tahun 2012 DAKU!
Tingkat pengetahuan
OR (95% CI)
P Value
15,202 (5,884-39,274)
0,000
Total
≥ mean
< mean
n
%
n
%
n
%
Ya
70
92,1
6
7,9
76
100
Tidak
33
43,3
43
56,6
76
100
Total
103
67,8
49
32,2
152
100
Dari hasil analisis ini menunjukkan bahwa ada 70 (92,1%) responden dari sekolah
DAKU! tingkat pengetahuannya ≥ mean. Sedangkan responden dari
sekolah non DAKU!, ada 33 (43,4%) yang berpengetahuan < mean. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,000 maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan tingkat pengetahuan antara responden dari sekolah DAKU! dengan responden dari sekolah non DAKU!. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR=15,202, artinya responden dari sekolah DAKU! mempunyai peluang 15,2 atau 15 kali mempunyai pengetahuan ≥ mean dibandingkan dengan responden dari sekolah non DAKU!.
5.2.2 Hubungan antara program DAKU! dengan sikap Analisis ini ingin melihat apakah ada perbedaan tingkat pengetahuan responden dari sekolah DAKU! dengan sekolah non DAKU!.
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
49
Tabel 5.8 Hubungan program DAKU! dengan sikap asertif terhadap kesehatan reproduksi di kota Singkawang tahun 2012 DAKU!
Sikap Positif
Ya
Total
OR (95% CI)
P value
14,300
0,000
Negatif
n
%
n
%
n
%
66
86,8
10
13,2
76
100
(6,283 – 32,545) Tidak
24
31,6
52
68,4
76
100
Total
90
59,2
62
40,8
152
100
Hasil analisis tabel 5.6 menunjukkan bahwa ada 66 (86,8%) responden dari sekolah DAKU! mempunyai sikap positif terhadap kesehatan reproduksi. Sedangkan responden dari sekolah non DAKU! ada 24 (31,6%) yang mempunyai sikap positif. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,000 maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan sikap antara responden dari sekolah DAKU! dengan sekolah non DAKU!. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR=14,300, artinya responden dari sekolah DAKU! mempunyai peluang 14 kali untuk bersikap positif terhadap kesehatan reproduksi dibanding responden dari sekolah non DAKU!.
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
50
BAB 6 PEMBAHASAN
Pada bab ini diuraikan mengenai keterbatasan penelitian, gambaran dan perbandingan tingkat pengetahuan dan sikap remaja dari sekolah DAKU! dan sekolah non DAKU! di kota Singkawang.
6.1 Keterbatasan Penelitian Dalam analisis ini keterbatasan penelitiannya adalah tidak adanya data baseline dari sekolah yang mendapat program DAKU!. Sehingga tidak bisa dilihat perbedaan antara sebelum dan sesudah program DAKU! itu dilaksanakan. Untuk itu peneliti hanya bisa melaksanakan penelitian ini dengan desain cross sectional. Desian cross sectional (potong lintang), bertujuan untuk mengamati variabel independen dan dependen secara bersamaan. Hasil analisis ini hanya menggambarkan tingkat kemaknaan antara berbagai variabel independen dan dependen, hasil analisis ini tidak menggambarkan hubungan sebab akibat.
6.2 Analisis Pengetahuan Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, akan tetapi dapat diperoleh melalui pendidikan non formal (Notoatmodjo, 2003).
Penelitian Nursal, 2007 menunjukkan adanya pengaruh pengetahuan tentang kesehatan reproduksi terhadap perilaku seksual remaja. Tetapi penelitian di Jawa Tengah (Suryoputro; J.Ford; Shaluhiyah 2006) menyatakan bahwa pengetahuan yang rendah cenderung untuk tidak melakukan hubungan seksual pra-nikah. Namun ini bukan berarti menyarankan untuk mempertahankan rendahnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, IMS dan HIV/AIDS. Mungkin pengetahuan bukan faktor yang mempunyai pengaruh langsung terhadap perilaku
Universitas Indonesia 50 Ima Fatmawati, FKM UI, 2012 Perbandingan tingkat...,
51
seksual remaja. Kemungkinan ada faktor lain sebagai perantara yang menghubungkan pengetahuan dengan perilaku seksual remaja.
Dari analisis tingkat pengetahuan didapatkan bahwa responden dari sekolah non DAKU! tingkat pengetahuannya masih kurang (54%). Untuk pertanyaan perempuan tidak wajib disunat, hanya 6,6% jawabannya benar.
Di kota
Singkawang memang masih ada budaya sunat perempuan yang dilakukan saat masih balita, tujuannya adalah agar alat kelamin perempuan tersebut bersih. Hal ini sejalan dengan penelitian Zamroni (2011) dalam studi kualitatif yang menyatakan bahwa pelaksanaan sunat perempuan pada usia bayi merupakan adat istiadat yang dilakukan turun temurun dan bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM). Menurut WHO dalam Zamroni (2011) sunat perempuan termasuk bentuk penyiksaan sehingga dimasukkan dalam salah satu bentuk kekerasan pada wanita dan sekaligus pelanggaran hak asasi manusia, walaupun dilakukan oleh tenaga medis.
Masalah seksualitas bukan sekedar hubungan seksual, tetapi ada masalah yang lebih luas seputar masalah seksualitas manusia, yaitu cinta, hubungan intim, nilainilai seksual, pilihan seksual, respek terhadap tubuh sendiri, respek terhadap orang lain, perilaku seksual yang bertanggungjawab dan ketegasan. Banyak remaja yang hanya mendapatkan sedikit bimbingan atau bahkan tidak sama sekali. Mereka kerap kekurangan informasi dasar yang dibutuhkan untuk membuat keputusan positif dan sehat mengenai perilaku seksual, padahal mereka harus membuat keputusan tersebut dalam usia muda (Sumiati, 2009).
Seorang perempuan dapat hamil, walau hanya sekali melakukan hubungan seksual, responden dari sekolah non DAKU! yang menjawab benar 51,3%. Hal ini sejalan dengan penelitian Mohammadi et.all (Reproductive Knowledge, Attitudes an Behavior Among Adolescent Males in Tehran, Iran 2006), sekitar 44% mengetahui bahwa wanita bisa hamil saat hubungan seksual pertama kali. Begitu pula dengan penelitian Adeokun, Ricketts, Ajuwon dan Ladipo (Sexual and Reproductive Health Knowledge, Behavior and Education Needs of In-School
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
52
Adolescent in Northern Nigeria), menyatakan bahwa 47% siswa percaya perempuan bisa hamil saat hubungan seksual pertama kali. Menurut SKRRI 2007, 54% yang berpendapat bahwa seorang perempuan dapat hamil hanya dengan sekali melakukan hubungan seksual. Kurangnya pengetahuan remaja ini perlu mendapatkan perhatian karena hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan tetap mempunyai risiko untuk hamil.
Stigma terhadap ODHA terlihat dari pertanyaan HIV tidak dapat ditularkan dengan cara makan sepiring dengan ODHA sebanyak 59,2% dan tidak tertular HIV bila memeluk ODHA sebanyak 56,6% untuk sekolah non DAKU!. Masih ada yang berpendapat bahwa dengan makan sepiring dengan ODHA dan memeluk ODHA bisa tertular HIV. Kurangnya pengetahuan ini menyebabkan timbulnya diskriminasi dengan ODHA. HIV dapat masuk ke tubuh manusia melalui hubungan seksual, parental (dapat terjadi melalui tranfusi darah atau penggunaan alat-alat yang sudah terkontaminasi darah seperti jarum suntik, jarum tato, tindik dan sebagainya), perinatal (penularan melalui ibu kepada anaknya).
Dari analisis ini memberikan gambaran bahwa responden dari sekolah non DAKU! kurang mendapat informasi tentang kesehatan reproduksi dan HIV/AIDS di sekolah. Hal ini sejalan dengan penelitian Nitirat (2007) yang menyatakan bahwa sekolah yang berbasis sex education diakui sebagai strategi yang tepat untuk mengurangi perilaku seksual yang tidak sehat dan untuk mempromosikan kesehatan reproduksi remaja.
Sedangkan untuk perbandingan tingkat pengetahuan remaja, didapatkan hasil bahwa ada perbedaan yang bermakna untuk tingkat pengetahuan responden sekolah DAKU! dengan responden sekolah non DAKU!. Hal ini sejalan dengan penelitian Christina (2007) bahwa peran sekolah merupakan sumber informasi kesehatan reproduksi remaja yang berpengaruh kuat dalam membentuk pengetahuan kesehatan reproduksi pada siswa. Program DAKU! dilaksanakan dan telah menjadi bagian dari kegiatan sekolah, di mana siswa juga mendapatkan informasi seperti kesehatan reproduksi,
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
53
perkembangan remaja, penyakit menular seksual, cara menghargai orangtua, guru, dan lingkungan, serta siswa diajarkan cara merencanakan masa depannya dari awal.
6.2 Analisis Sikap Pernyataan sikap negatif dari responden sekolah non DAKU! adalah mengenai aborsi harus dilegalkan, sebanyak 60,6% menyatakan setuju, sedangkan responden yang mendapat program DAKU! menyatakan tidak setuju sebanyak 94,7%. Selama ini diketahui bahwa layanan kontrasepsi dan kesehatan reproduksi lainnya tidak cukup tersedia bagi masyarakat remaja yang belum menikah, dan aborsi dilarang di Indonesia. Sehingga terlihat ada kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan layanan kesehatan seksual dan reproduksi remaja. Larangan aborsi berakibat pula banyaknya aborsi tidak aman yang mengakibatkan kematian. Berdasarkan data BKKBN ada 2 juta kasus aborsi yang terjadi setiap tahunnya di Indonesia. Menurut Yudi (2008) sedikitnya 700 ribu dilakukan oleh remaj atau wanita berusia di bawah 20 tahun. Dan sebanyak 11,3% dari semua kasus aborsi di Indonesia dilakukan karena kehamilan yang tidak diinginkan.
Pernyataan sikap negatif lainnya adalah ODHA harus dijauhi, responden dari sekolah non DAKU! menjawab setuju sebanyak 38,2%. Sedangkan responden dari sekolah DAKU! menjawab setuju sebanyak 7,9%. Menurut Harahap (2003), stigma seringkali menyebabkan terjadinya diskriminasi dan pada akhirnya mendorong munculnya pelanggaran hak asasi manusia bagi ODHA dan keluarganya. Stigma dan diskriminasi menghambat usaha pencegahan dan perawatan dengan penyangkalan tentang HIV/AIDS seperti juga menyisihkan ODHA dan mereka yang rentan terhadap infeksi HIV. Perlu adanya dukungan, peraturan dan ketentuan lainnya sebagai perundang-undangan yang tepat untuk menghapus segala bentuk diskriminasi dan memastikan pemilikan hak-hak azasi oleh ODHA.
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
54
Gambaran
mengenai
sikap
responden
terhadap
kesehatan
reproduksi
menunjukkan bahwa responden dari sekolah DAKU! mempunyai sikap positif terhadap kesehatan reproduksi sebanyak 86,8%. Sedangkan responden dari sekolah non DAKU! mempunyai sikap positif terhadap kesehatan reproduksi sebanyak 31,6%. Hal ini sejalan dengan penelitian Husodo dan Widagdo (2008) yang menyatakan bahwa sikap remaja setelah mendapat pendidikan tentang kesehatan reproduksi menjadi sikap positif atau mendukung, dengan p value 0,0095
Hasil analisis bivariat menyimpulkan bahwa responden dari sekolah DAKU! mempunyai peluang 14 kali untuk bersikap positif terhadap kesehatan reproduksi dibanding responden dari sekolah DAKU!.
Sikap merupakan sistem yang berubah-ubah dalam penilaian positif dan negatif, emosi dan kecenderungan untuk setuju dan tidak setuju pada objek sosial yang akan dinilainya. Menurut Newcomb dalam Notoatmodjo (2003), sikap dapat dipelajari berdasarkan pengetahuan, berfikir, keyakinan yang akan menjadi suatu kebiasaan melalui proses belajar, menjalani proses sosialisasi, imitasi serta akan mengacu kepada pembentukan adaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Sikap merupakan manifestasi yang tidak dapat dilihat secara langsung oleh manusia, sikap ini hanya dapat ditafsirkan dari perilaku yang tertutup, tetapi secara nyata sikap menunjukkan adanya kesesuaian antara reaksi terhadap stimulus yang diterima dalam kehidupan sehari-hari berupa reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus.
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
55
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 1. Gambaran pengetahuan tentang kesehatan seksual dan reproduksi, didapatkan bahwa mitos tentang HIV di sekolah DAKU! lebih sedikit. Dan hasil analisis menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara tingkat pengetahuan responden dari sekolah DAKU! dengan sekolah non DAKU!.
2. Sikap responden dari sekolah DAKU! positif/mendukung dalam kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual.. Dan hasil analisis menunjukkan bahwa ada perbedaan sikap yang signifikan antara responden sekolah DAKU! dengan sekolah non DAKU!.
3. Program DAKU! sangat menarik bagi siswa dalam belajar kesehatan reproduksi dan memberikan dampak terhadap peningkatan pengetahuan siswa diantaranya mengenai kesehatan reproduksi, proses perkembangan remaja, penyakit menular seksual, cara menghargai orangtua, teman, guru dan
lingkungan
serta
siswa
juga
mengetahui
bagaimana
cara
merencanakan masa depan mereka.
7.2 Saran 1. Bagi sekolah tempat penelitian, dapat ditingkatkan lagi pendidikan dan pemberian informasi kepada siswa tentang kesehatan seksual dan reproduksi terutama mengenai informasi sunat perempuan dan stigma terhadap ODHA.
2. Bagi Dinas Pendidikan, program DAKU! dapat menjadi pertimbangan untuk pengembangan kurikulum pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja di sekolah dan dapat diterapkan di semua sekolah.
55
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
57
DAFTAR REFERENSI
Adeokun; Ricketts; Ajuwon; Ladipo. (2009). Sexual and Reproduction Health Knowledge, Behavior and Education Needs of In-School Adolescent in Northen Nigeria. Original Research Article. 2009. ProQuest. Anonim, (2004). Remaja dan Masalah Kesehatan Reproduksi. (Online). http://www.situs.kespro.com/. Diakses Februari 2012. Ariawan, Iwan. (1998). Besar dan metode sampel pada penelitian kesehatan. Depok: FKM UI Bankole; Biddlecom; Guiella; Singh; Zulu; Sexual Behavior, Knowledge and Information Sources of Very Young Adolescents in Four Sub-Saharan African Countries. The African Journal of Repductive Health Vol.11.2007. ProQuest. BKKBN., Depkes., UNFPA., PKBI. Booklet kesehatan reproduksi (informasi untuk remaja). BPS., BKKBN., Depkes., USAID. (2008). Survei demografi dan kesehatan Indonesia 2007. _____________________________. (2008). Survei kesehatan reproduksi remaja Indonesia 2007. Byers, E Sandra; et al. (2003). An Adolescent Perspective On Sexual Health Education At School And At Home. The Canadian Journal of Human Sexuality; Spring 2003; 12, 1; ProQuest. Christina.
Peran
Sekolah
Dalam
Memberikan
Pengetahuan
Kesehatan
Reproduksi Remaja Pada Siswa. Depkes RI., & WHO. (2003). Profil Kesehatan Reproduksi Indonesia 2003.
56 Universitas Indonesia Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
57
Diane E, Papalia, et al. (2008). Human Development (Psikologi Perkembangan). Kencana. Jakarta. DKT Indonesia. (2005). Ringakasan Riset: Studi Mengenai Perilaku Seksual Kawula Muda di Empat Kota Besar Indonesia. DKT-Indonesia, Jakarta. _________________. (2006). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia. Gokengin, et al. Sexual Knowledge, Attitudes, and Risk Behaviors of Students in Turkey. The Journal of School Health; 73,7; ProQuest. Hayuningsih; Yuyun Rani. (2003). Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja kelas 2 SMUN kota Bogor tahun 2003. Pasca Sarjana: UI Hurlock. (1980). Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Erlangga. Jakarta. Husodo, Widagdo. Pengetahuan dan Sikap Konselor SMP dan SMA Dalam Penyuluhan Kesehatan Reproduksi di Kota Semarang. Makara Kesehatan. Vol.12, No.2. Desember 2008: 59-62. Iryanti. (2010). Pengaruh pendidikan kesehatan reproduksi melalui metode pendidikan sebaya terhadap pengetahuan dan sikap remaja dalam pencegahan kehamilan tidak diinginkan (KTD) di SMKN 15 Kotamadya Bandung. Kurniawan. (2008). Faktor-faktor Yang Berpengaruh Terhadap Praktek Kesehatan Reproduksi Remaja di SMA 1 Purbalingga. Kusmiran, Eny. (2012). Kesehatan reproduksi remaja dan wanita. Jakarta: Salemba Medika. Lemeshow, Stanley., Hosmer Jr, David W., & Klar, Janelle. (1997). Besar sampel dalam penelitian kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
58
McKay, Alexander. (2004). Sexual Health Education in the School. The Canadian Journal of Human Sexuality; Fall 2004; 13, ¾; ProQuest.pg.129. Melchert; Burnet. Attitudes, Knowledge and Sexual Behavior of High-Risk Adolescent: Implications for Counseling and Sexuality Education. Journal of Counseling and Development: JDC. ProQuest. Mohammadi, et al; Reproductive Knowledge, Attitudes and Behavior Among Adolescent Males in Tehran, Iran. International Perspective on sexual Reproductive Health. 2009;32,1; ProQuest. Musthofa; Syamsulhuda B.; & Winarti, Puji. (2010). Faktor yang mempengaruhi perilaku seks pranikah mahasiswa di Pekalongan tahun 2009-2010. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 1, 32-41. Nadirahillah. (2011). Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Keterpaparan Informasi Mengenai Kesehatan Reproduksi terhadap Perilaku Seksual Mahasiswa STIKES Jayakarta Propinsi DKI Jakarta. Tesis. FKM-UI. Nitirat, Pornruedee. (2007). Thai Adolescents Sexual Behaviors and School-Based Sex Education. The Thai Journal of Sex Education; Chapel Hill 2007; ProQuest. Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Promosi Kesehatan, teori dan aplikasinya. Rineka Cipta. Jakarta. (2007). Promosi Kesehatan dan ilmu perilaku. Rineka Cipta. Jakarta. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. Nursal, Dien. G.A. (2008). Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual murid SMU Negeri di kota Padang tahun 2007. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2, 175-180. Sarwono, Sarlito W. (2007). Psikologi remaja. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
59
________________.
(2010).
Pengantar
psikologi
umum.
Jakarta:
PT.
Rajagrafindo Persada. Santrock, John W. (2002). Life-Span development: perkembangan masa hidup. Jakarta: Erlangga. Sobur, Alex. (2009). Psikologi Umum. Jakarta. Sumiati, Tati. (2009). Perbandingan Pola Determinan Perilaku Seksual Siswa SMU Sederajat antara DKI Jakarta dan Bandar Lampung Tahun 2008. (Analisis Data Sekunder Program DAKU!). Tesis. FKM-UI. Suryoputro, Antono.; J.Ford, Nicholas.; & Shaluhiyah, Zahroh. (2006). Faktorfaktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja di Jawa Tengah: implikasinya terhadap kebijakan dan layanan kesehatan seksual dan reproduksi. Makara Kesehatan, 10, 29-40. Surbakti, E.B. (2002). Kenalilah anak remaja anda. Jakarta: PT. Elek media Komputindo ______________. (2003). Adolescence: perkembangan remaja. Jakarta: Erlangga PATH, UNFPA. (2000). Kesehatan Reproduksi Remaja: Membangun Perubahan Yang Bermakna. OutLook. Wawan; Dewi. (2010). Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Nuha Medika. Yogyakarta. Widyastari, Dyah Anantalia.; Shaluhiyah, Zahroh.; & Widjanarko, Bagoes. (2010). Adolescent in peril: internet and other factors influecing adolescents’ sexual attitudes. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 1, 1-13. Widyoningsih. (2011). Pengalaman Keluarga Merawat Anak Remaja dengan Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) di Kabupaten Cilacap Propinsi Jawa Tengah: Studi Fenomologi. Tesis FIK UI. Wong, Donna L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Vol 2. Alih bahasa. Edisi 6. EGC. Jakarta.
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
60
Yudi. (2008). 9000 Perempuan di Indonesia Aborsi. Zamroni, Imam. (2011). Sunat Perempuan Madura. (Belenggu Adat, Normativitas Agama, dan Hak Asasi Manusia). Pusat Studi Asia Pasifik UGM. Yogyakarta.
Universitas Indonesia
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
KUESIONER PERBANDINGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA YANG MENDAPAT PROGRAM DAKU DAN YANG TIDAK MENDAPAT PROGRAM DAKU TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI DI KOTA SINGKAWANG
No Responden:
(diisi oleh peneliti)
Kode sekolah :
(diisi oleh peneliti)
Petunjuk Pengisian: 1. Isilah pertanyaan dan pernyataan dengan tanda (V) pada jawaban yang anda pilih, dan jawablah dengan sejujurnya, karena jawaban anda dirahasiakan dan tidak akan disebarluaskan (tidak perlu mencantumkan nama pada lembaran pertanyaan/pernyataan). 2. Bacalah setiap pertanyaan dan pernyataan dengan seksama, kerjakan sendiri tidak perlu bertanya pada teman. 3. Jawaban anda tidak akan mempengaruhi kondite anda dan nama baik sekolah. 4. Jawaban anda hanya digunakan untuk kepentingan penelitian ilmiah. 5. Anda diperbolehkan bertanya kepada surveyor (petugas pemberi kuesioner). 6. Terima kasih atas partisipasi anda. 7. Selamat mengisi.
Saya bersedia mengisi kuesioner ini secara sukarela, dan saya mengerti bahwa saya dapat menghentikan pengisian kuesioner ini kapan pun saya mau: (pilih salah satu) Ya Tidak
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
IDENTITAS RESPONDEN
1. Apa jenis kelamin kamu? a. Laki-laki b. Perempuan 2. Berapa usia kamu (dalam tahun)? _______
PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN SEKSUAL DAN KESEHATAN REPRODUKSI No 3.
Pernyataan
Benar
Remaja mengalami perubahan emosi yang menyebabkan suasana hati berubah-ubah.
4.
Perempuan wajib untuk disunat.
5.
Seorang perempuan dapat hamil, walau hanya sekali melakukan hubungan seksual.
6.
Seorang perempuan yang sudah menstruasi dan pria sudah mengalami mimpi basah, apabila melakukan hubungan seksual dapat terjadi kehamilan.
7.
Pertemuan sel sperma dan sel telur disebut pembuahan.
8.
Alat kontrasepsi adalah alat untuk mencegah terjadinya kehamilan.
9.
Kondom merupakan alat kontrasepsi pria untuk mencegah kehamilan.
10.
Kondom dapat dipakai ulang.
11.
Perempuan harus minum pil KB setiap hari agar efektif mencegah kehamilan.
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
Salah
Tidak tahu
PENGETAHUAN REMAJA TENTANG NAPZA
No 12.
Pernyataan
Benar
Salah
Tidak tahu
NAPZA adalah kependekan dari narkotika, psikotropika dan zat adiktif.
13.
Obat-obatan seperti ganja, shabu-shabu, putau, apabila dikonsumsi bisa memberi efek berfantasi, perasaan senang.
14.
Pemakai narkoba suntik yang bergantian, mempunyai risiko tertular penyakit hepatitis dan HIV.
PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DAN HIV/AIDS
No
Pernyataan
15.
Risiko yang dapat terjadi apabila melakukan
Benar
hubungan seksual bebas adalah tertular tertular PMS, HIV, dan kehamilan yang tidak diinginkan. 16.
Jika laki-laki tertular PMS, gejalanya adalah keluar nanah dari alat kelamin dan berbau, bila kencing terasa nyeri, terdapat bengkak dan bisul pada alat kelamin.
17.
Jika perempuan tertular PMS, gejalanya adalah keputihan yang berbau, gatal, kemerahan, bengkak dan bisul pada alat kelamin.
18.
HIV dapat masuk ke tubuh melalui penggunaan jarum suntik yang tidak steril.
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
Salah
Tidak tahu
19.
HIV tidak dapat ditularkan dengan cara makan sepiring dengan orang yang telah tertular HIV/AIDS.
20.
Saya bisa tertular HIV apabila memeluk ODHA (Orang dengan HIV/AIDS).
21.
HIV dapat ditularkan dari seorang ibu hamil yang sudah tertular HIV ke anak yang dikandungnya.
SIKAP REMAJA TERHADAP PERILAKU SEKSUAL DAN KESEHATAN REPRODUKSI
SS
: sangat setuju
S
: setuju
RR
: ragu-ragu
TS
: tidak setuju
STS
: sangat tidak setuju
No
Pernyataan
SS
S
22. Pada saat pacaran berpegangan tangan merupakan hal yang wajar. 23. Meraba-raba bagian tubuh adalah ungkapan kasih sayang. 24. Jika seorang laki-laki sedang ingin berhubungan seksual, maka pasangannya berhak untuk menolaknya. 25. Akan lebih baik remaja seusia saya yang sudah mempunyai hubungan serius menunda melakukan hubungan seksual sampai menikah. 26. Saya yakin bahwa saya bisa berpacaran tanpa harus melakukan hubungan seksual.
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
RR
TS
STS
27. Menurut saya aborsi (pengguguran kandungan) bisa dilakukan, yang penting ada persetujuan dari pihak yang terlibat dan dilakukan diam-diam. 28. Perempuan berhak atas tubuhnya sendiri, oleh karena itu aborsi seharusnya dilegalkan. 29. Saya rela melakukan apa saja terhadap pacar saya. 30. Menurut saya ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) harus dijauhi. 31. Jika salah satu anggota keluarga menderita HIV/AIDS, saya tidak bersedia merawatnya di rumah.
TERIMA KASIH
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012
Perbandingan tingkat..., Ima Fatmawati, FKM UI, 2012