UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PASIEN POST OPERASI APENDEKTOMI DI RUANG TERATAI 3 UTARA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
MARIYATUL KIPTIYAH, S.Kep 1106129934
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM NERS ILMU KEPERAWATAN DEPOK, JAWA BARAT JULI 2014
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PASIEN POST OPERASI APENDEKTOMI DI RUANG TERATAI 3 UTARA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
KARYA ILMIAH AKHIR NERS Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Ners Keperawatan
MARIYATUL KIPTIYAH, S.Kep 1106129934
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM NERS ILMU KEPERAWATAN DEPOK, JAWA BARAT JULI 2014
i Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir. Karya ilmiah yang berjudul “Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Pasien Post Operasi Apendektomi
di Ruang Teratai 3 Utara RSUP Fatmawati” dalam rangka
memenuhi tugas mata ajar Karya Ilmiah Akhir. Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam karya ilmiah ini. Penulis menyadari tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak karya ilmiah ini sulit untuk diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih pada 1. Ibu Elfi Syahreni, M.Kep.Sp.Kep.An., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan ilmu, koreksi, dan motivasi sampai karya ilmiah ini selesai dengan baik. 2. Ibu Siti Chodidjah, SKp., MN., selaku dosen penguji yang telah memberikan koreksi dan saran untuk perbaikan karya ilmiah ini. 3. Ibu Fajar Tri Waluyanti, SKp., M.Kep., Sp. Kep. An., selaku Koordinator mata ajar peminatan anak. 4. Ibu Ns. Nur Hidayatun, S.Kep. M.Kep. Sp. Kep.An., selaku pembimbing klinik di ruang Teratai 3 Utara RSUP Fatmawati yang telah meluangkan waktu membimbing selama praktek klinik. 5. Ibu Juniarti Sahar, Phd., selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 6. Suamiku tercinta, Dwi Budi Prasetyo yang telah memberikan semangat, dukungan materil, moril, kasih sayang, dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini 7. Anak-anakku
tersayang Widya Prameswari, Rahmanita Larasati, dan
Andini Pitaloka yang memberikan dukungan moral dan doanya. 8. Orang tua tercinta Bapak Djakfar (alm), Ibu Kimiyah, Bapak Karmadi, dan Ibu Tuti yang selalu memberikan dukungan moral dan doanya.
v Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
9. Sahabat dan teman dekat yang secara langsung maupun tidak langsung membantu proses penyelesaian karya ilmiah ini. 10. Teman-teman kelompok peminatan anak yang selama 7 minggu yang telah berjuang bersama penulis untuk menyelesaikan praktik profesi. 11. Semua pihak tidak dapat penulis uraikan satu persatu tanpamengurangi rasa terima kasih penulis. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan karya ilmiah akhir ini. Tiada gading yang tak retak. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini lebih dapat dikembangkan lagi pada penelitian selanjutnya dan dapat memberi manfaat bagi pengembangan ilmu keperawatan.
Depok, 7 Juli 2014
Penulis
vi Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Mariyatul Kiptiyah, S.Kep : Profesi Keperawatan (Ners) : Analisis Praktek Klinik Ilmu Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Pasien Post Operasi Apendektomi di RSUP Fatmawati
Apendisitis adalah infeksi pada apendiks, merupakan keadaan yang paling sering memerlukan tindakan bedah pada anak. Karya ilmiah ini bertujuan untuk menggambarkan asuhan keperawatan anak post operasi apendektomi. Salah satu masalah keperawatan yang terjadi setelah tindakan pembedahan adalah nyeri. Tindakan keperawatan terkait nyeri meliputi pengkajian tingkat nyeri, pengaturan posisi baring, teknik relaksasi nafas dalam, penyediaan maianan yang disukai anak, massase punggung, dan kolaborasi pemberian analgetik. Asuhan keperawatan yang dilakukan juga merupakan penerapan terapi distraksi taktil berupa massase effleurage, mengurangi nyeri post operasi apendektomi. Hasil yang didapat klien merasa berkurang nyerinya setelah dilakukan pemijatan selama 3 menit pada punggung. Masase effleurage dapat digunakan untuk menambah ketrampilan perawat dalam mengatasi nyeri secara nonfarmakologis. Kata kunci : apendektomi, nyeri, massase effleurage
viii Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
ABSTRACT Name : Mariyatul Kiptiyah, S.Kep Study Program : Ners Subject : Analysis of Urban Health Nursing Clinical Practice Postoperative Appendectomy in RSUP Fatmawati (Teratai 3 Utara Room)
Appendicitis is an infection of the appendix, is a condition that most often require surgical intervention in children. Scientific purpose is to describe the postoperative nursing care children appendectomy. One of the nursing problems that occur after surgery is pain. Nursing actions related pain include assessment of pain level, setting the position of rest, deep breathing relaxation techniques, providing a toy that is preferred by children, massage backs, and collaboration providing analgesic. Nursing care is carried out is also an application of tactile form of distraction therapy massage effleurage, reducing postoperative pain appendectomy. The results obtained clients feel less pain after the massage for 3 minutes on the back. Effleurage massage can be used to increase skills of nurses in dealing with non-pharmacological pain. Keyword : Appendectomy, pain, effleurage massage
ix Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
DAFTAR ISI Halaman Judul ………………………………………………………………. i Lembar Pernyataan Orisinalitas …………………………………………….. ii Lembar Pengesahan ………………………………………………………… iii Lembar Persetujuan Pembimbing …………………………………………… iv Kata Pengantar ………………………………………………………………. v Lembar persetujuan Publikasi Karya Ilmiah ………………………………... vii Abstrak ………………………………………………………………………. viii Abstract ……………………………………………………………………… ix Daftar Isi …………………………………………………………………….. x Daftar Tabel ………………………………………………………………….. xii Daftar Gambar ……………………………………………………………….. xiii Daftra Lampiran ……………………………………………………………… xiv Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang …………………………………………………… 1 1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………... 4 1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………………… 5 1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………………….. 5 Bab 2 Tinjauan Kasus 2.1 Konsep Anak Usia Sekolah ……………………………………… 7 2.2 Konsep Hospitalisasi …………………………………………….. 8 2.2.1 Definisi ……………………………………………………. 8 2.2.2 Stesor Hospitalisasi ……………………………………….. 8 2.2.3 Resaksi Anak terhadap Hospitalisasi …………………….. 8 2.3 Anatomi dan Fisiologi Apendiks ………………………………… 9 2.4 Apendisitis ……………………………………………………….. 10 2.4.1 Definisi …………………………………………………… 11 2.4.2 Etiologi …………………………………………………… 11 2.4.3 Tanda dan Gejala …………………………………………. 11 2.4.4 Patofisiologi ………………………………………………. 12 2.4.5 Pemeriksaan Diagnostik ………………………………….. 12 2.4.6 Penatalaksanaan ………………………………………….. 13 2.5 Konsep Nyeri …………………………………………………….. 14 2.5.1 Definisi ……………………………………………………. 14 2.5.2 Mekanisme Nyeri …………………………………………. 15 2.5.3 Respon Nyeri ……………………………………………… 16 2.5.4 Tipe Nyeri ………………………………………………… 17 2.5.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri ……………….. 18 2.5.6 Nyeri Post Operasi ……………………………………….. 20 2.5.7 Penatalaksanaan Nyeri ……………………………………. 22 2.6 Massase Effleurage ………………………………………………. 25 2.6.1 Definisi …………………………………………………….. 25 2.6.2 Tehnik Massase ……………………………………………. 25 2.6.3 Effleurage ………………………………………………………… 25 2.7 Asuhan Keperawatan Pada anak Post Operasi Apendektomi …… 27
x Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Bab 3 Laporan Kasus Kelolaan 3.1 Gambaran Kasus ………………………………………………….. 30 3.2 Keadaan Umum …………………………………………………… 30 3.3 Pengkajian ………………………………………………………… 31 3.4 Masalah Keperawatan …………………………………………….. 32 3.5 Asuhan Keperawatan ……………………………………………... 33 Bab 4 Analisis Situasi 4.1 Profil Lahan Praktik ………………………………………………. 35 4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep terkait KKMP dan kasus ………………………………………………………… 37 4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian terkait ………………………………………………………………. 38 Bab 5 Penutup 5.1 Simpulan ………………………………………………………….. 42 5.2 Saran ……………………………………………………………… 42 Daftar Pustaka Lampiran
xi Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN Bab 1 merupakan bab pendahuluan, yang berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan umum dan khusus, serta manfaat penelitian. 1.1 Latar Belakang Anak usia sekolah adalah dalam rentang kehidupan usia 6-12 tahun, dimana anak sudah mulai masuk pada lingkungan sekolah. Anak mulai senang bergabung dengan teman seusianya dan mulai mempelajari budaya kanakkanak yang merupakan hubungan dekat pertama di luar anggota keluarganya (Wong, 2009). Pada usia sekolah juga didapatkan banyak permasalah kesehatan yang sangat menentukan kualitas hidup anak di masa depannya. Masalah kesehatan yang sering dialami anak usia sekolah antara lain adalah penyakit akibat permasalah lingkungan seperti demam berdarah, diare, cacingan, infeksi saluran nafas akut, serta reaksi sampingan terhadap terhadap makanan akibat buruknya sanitasi dan keamanan panagan (Judarwanto, 2005). Kondisi sakit pada anak usia sekolah sangat mmemungkinkan anak membutuhkan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Penyakit dan hospitalisasi sering kali menjadi krisis pertama yang harus dihadapi anak. Anak-anak sangat rentan terhadap penyakit dan hospitalisasi karena stress akibat perubahan dari keadaan sehat dan rutinitas lingkungannya dan keterbatasan koping yang dimiliki anak untuk menghadapi stresor. Stressor yang utama dari hospitalisasi adalah perpisahan, kehilangan kendali, cedera tubuh dan nyeri (Wong et al., 2009). Setiap anak akan berespon secara unik terhadap kondisi sakit yang dialaminya (Poter & Perry, 2005).
Apendisitis adalah inflamasi pada apendiks vermikularis (umbai cacing, kantung buntu di ujung sekum (Wong, 2004; Wong et al., 2009). Apendisitis merupakan keadaan yang paling sering memerlukan tindakan bedah pada usia kanak-kanak. Appendisitis jarang dijumpai pada anak-anak berusia kurang dari 2 tahun (Wong et al., 2009).
1 Universitas Indonesia Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
2
Penyebab pasti dari Apendisitis belum diketahui dengan pasti. Kondisi ini hampir selalu terjadi karena obstruksi lumen apendiks oleh material feses yang mengeras (fekalit), benda asing, mikroorganisme atau parasit. Penyebab lain meliputi hyperplasia limfoid, stenosis fibrosa akibat inflamasi sebelumnya, dan tumor (Wong et al., 2009). Apendisitis dapat juga disebabkan oleh gaya hidup dan kebiasaan sehari-hari yang tidak sehat seperti kurangnya mengkonsumsi makanan berserat dalam menu sehari-hari. Makanan rendah serat memicu terbentuknya fekalit yang dapat menyebabkan obstruksi pada lumen apendiks (Marianne, Susan & Loren, 2007).
Peradangan akut pada apendiks memerlukan tindakan pembedahan segera untuk mencegah terjadinya kompilkasi berbahaya (Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Apendisitis yang pada awalnya merupakan radang akut dapat berkembang dengan cepat menjadi perforasi dan peritonitis (Wong et al., 2009). Apendiktomi merupakan tindakan pembedahan untuk mengangkat apendiks dilakukan segera mungkin untuk mengurangi risiko perforasi (Brunner & Suddarth, 2001).
Ruang Teratai 3 Utara merupakan ruang khusus merawat kasus bedah anak di RSUP Fatmawati Angka kejadian anak yang dirawat di RSUP Fatmawati dengan diagnosis medis apendisitis dalam 3 bulan terakhir (1 Maret sampai dengan 17 Juni 2014) terdapat 54 kasus dari total pasien yang tercatat 459 pasien. Selama 7 minggu melaksanakan praktik profesi Ners di RS. Fatmawati, penulis sudah menemukan 6 anak yang mengalami apendisitis perforasi dengan rentang usia (4 sampai 6 tahun), 7 anak dengan rentang usia (7 sampai 12 tahun) dan 2 anak yang mengalami apendisitis akut dengan rentang usia (13 sampai 18 tahun).
Tindakan pembedahan mengakibatkan masalah keperawatan yang dialami oleh klien. Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada kasus post opersi Appendektomi antara lain resiko infeksi, resiko kekurangan volume cairan, nyeri akut (Doenges, 2000). Masalah keperawatan yang lain akibat
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
3
pembedahan adalah resiko cedera, cemas/takut, perubahan proses keluarga (Wong, 2004). Penulis menemukan masalah yang terjadi pada anak yang mengalami post opeasi apendektomi yaitu adanya nyeri akut, hipertermi, resiko infeksi, dan defisit perawatan diri.
Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi dan perilaku. Respon nyeri merupakan respon fisiologis dan perilaku yang terjadi setelah mempersepsikan nyeri tersebut (Potter & Perry, 2006). Reaksi anak terhadap nyeri dipengaruhi oleh usia perkembangan, pengalaman sebelumnya, keterampilan koping yang dimiliki dan sistem pendukung yang ada (Wong et al., 2009). Nyeri post operasi menyebabkan ketidaknyamanan dan penderitaan pada anak-anak, oleh sebab itu diperlukan upaya untuk mencegah rasa sakit dan mengobati secara efektif ketika mereka merasa nyeri. Nyeri mengakibatkan anak takut bergerak atau melakukan mobilisasi.
Pengurangan nyeri merupakan kebutuhan dasar dan hak dari semua anak. Metode pengurangan nyeri dapat dikelompokkan menjadi dua katagori yaitu farkologis dan nonfarmakologis. Jika memungkinkan keduanya dapat dilakukan, namun tindakan nonfarmakologis tidak dapat menggantikan analgetik (Wong et al., 2009). Penatalaksanaan nyeri secara nonfarmakologis terdiri dari berbagai strategi pelaksanaan nyeri secara fisik dan kognitif perilaku (Berman & Snyder, 2009). Beberapa teknik nonfarmakologis seperti distraksi, relaksasi, imajinasi terpimpin dan stimulasi kutaneus memberikan strategi koping yang dapat membantu mengurangi persepsi nyeri, membuat nyeri dapat lebih ditoleransi, menurunkan cemas dan meningkatkan efektifitas analgetik (Wong et al., 2009)
Penatalaksanaan nyeri secara nonfarmakologis terdiri dari berbagai strategi penatalaksanaan
nyeri
secara
fisik
dan
kognitif-perilaku.
Intervensi
keperawatan terkait kognitif perilaku meliputi aktivitas distraksi, teknik relaksasi, imajinasi, meditasi, biofeedback, hipnotis, dan sentuhan terapeutik. Tipe meliputi distraksi visual, distraksi auditori, distraksi taktil, dan distraksi
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
4
intelektual. Massase termasuk dalam distraksi taktil (Berman & Snyder, 2009).
Pemijatan atau massase merupakan tindakan dengan memberikan pijatan pada bagian tubuh tertentu untuk memperlancar sirkulasi darah (Potter & Perry, 2006). Teknik massase dengan metode Sweden massase meliputi effleurage / gosokan, petrisage / pijatan, shacking/ goncangan, tapotemen / pukulan, friction /gerusan, vibration / getaran, stroking / mengurut dan skin rolling / melipat dan menggeser kulit (Wiyoto, 2011).
Berdasarkan
penelitian
Fitrianingrum, (2012) ada pengaruh tehnik relaksasi effleurage terhadap nyeri pada pasien post apendiktomi di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus. Nirmala, (2011) juga melakukan penelitian pengaruh teknik effleurage terhadap penurunan nyeri post operasi Sectio Cassaria.di RSUD Tuban, hasilnya ternyata teknik effleurage ini ada manfaatnya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut penulis tertarik untuk mengaplikasikan tehnik distraksi dengan massase effleurage pada pasien post operasi apendiktomi.
1.2 Rumusan Masalah Kasus apendisitis yang terjadi di ruang Teratai 3 Utara cukup tinggi. Tiga bulan terakhir (April sampai Juni 2014) menempati urutan pertama melebihi kasus cidera kepala dan fraktur. Apendisitis menjadi salah satu penyebab dilakukannya
tindakan
bedah
intraabdominal
pada
anak.
Tindakan
apendektomi akan menimbulkan nyeri pada anak akibat pembedahan. Salah satu tindakan untuk menurunkan nyeri secara nonfarmakologi adalah melakukan massase effleurage yang dikombinasikan dengan pemberian analgetik. Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dari karya ilmiah ini adalah bagaimana pengaruh massase effleurage terhadap pengurangan nyeri pada anak post operasi apendektomi?
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
5
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1
Tujuan Umum Mengetahui gambaran asuhan keperawatan pada anak dengan post operasi laparatomi apendektomi dengan pemberian massase effleurage untuk mengurangi nyeri.
1.3.2
Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran umum anak dengan post operasi apendektomi b. Mengetahui gambaran masalah keperawatan yang terjadi pada anak dengan post operasi apendektomi c. Mengetahui efek pemberian massase effleurage disertai pemberian analgetik pada anak yang mengalami nyeri.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penulisan karya ilmiah ini dapat diambil manfaatnya baik untuk masyarakat, pendidikan keperawatan maupun praktek keperwatan di lapangan. 1.4.1
Bagi masyarakat Karya ilmiah ini bermanfaat sebagai salah satu bentuk pelayanan keperawatan dalam menangani masalah nyeri terkait perawatan anak dengan post operasi apendektomi. Massase effleurage ini diharapkan membawa manfaat untuk menurunkan nyeri secara nonfarmakologis dan mendekatkan hubungan orang tua dan anak.
1.4.2
Bagi Pendidikan Keperawatan Karya ilmiah ini dapat menjadi tambahan pengetahuan dalam pemberian asuhan keperawatan anak dengan post operasi laparatomi apendektomi bagi mahasiswa keperawatan dan perawat di lahan klinik. Karya ilmiah ini juga memberikan gambaran penerapan cara lain pengurangan nyeri berupa masase pada punggung.
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
6
1.4.3
Bagi Praktek Keperawatan Karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi landasan untuk menerapkan salah satu cara pengelolaan nyeri nonfarmakologis. Teknik distraksi massase effleurage dapat dijadikan salah satu alnernatif pilihan untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan ketrampilan perawat dalam melaksanakan tindakan mandiri dalam manajemen nyeri.
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab 2 adalah tinjauan pustaka yang berisikan konsep anak usia sekolah, konsep hospitalisasi, anatomi dan fisiologi apendiks, apendisitis, konsep nyeri, massase effleurage, dan asuhan keperawatan pada anak post operasi Apendektomi. 2.1 Konsep Anak Usia Sekolah Anak usia sekolah adalah anak yang berusia 6 sampai 12 tahun. Pada periode ini anak mulai memasuki dunia yang lebih luas, ditandai dengan anak memasuki dunia /lingkungan yang memberikan dampak perkembangan dan hubungan dengan orang lain. Karakeristik perkembangan anak usia sekolah dimulai dengan perkembangan biologis, psikososial, temperaman, moral spiritual, bahasa, social, konsep siri dan seksualitas (Hockenbery & Wilson, 2007).
Perkembangan biologis ditandai dengan perkembangan pertumbuhan dan berat badan, perubahan proporsi tubuh, dan kematangan sistem tubuh. Anak akan mengalami pertumbuhan 5 cm untuk mencapai tinggi badan 30-60 cm dan berat badan akan bertambah dua kali lipat dan bertambah dua sampai tiga kilogram pertahun. Perkembangan psikososial anak usia sekolah ditandai dengan
pengembangan
mengembangkan
fase
kemampuan
industri. personal
Pada dan
tahap
industri
kemampuan
anak sosial.
Perkembangan temperamen anak dikembangkan melalui interaksi dengan lingkungan sekitarnya (Hockenbery & Wilson, 2007).
Perkembangan kognitif usia sekolah menurut Pieget berada pada tahap concrete operation. Anak usia sekolah mulai memiliki kemampuan menghubungkan serangkaian kejadian yang dapat diungkapkan secara verbal ataupun simbolik (Hockenbery & Wilson, 2007). Tahap ini juga ditandai dengan tindakan logis dan pikiran konkrit yang reversibel (Muscuri, 2001). Ketrampilan yang penting pada usia sekolah adalah kemampuan membaca yang diperoleh selama bertahun-tahun sekolah dan menjadi alat kemandirian buat anak. Kemampuan untuk mengeksplorasi, berimajinasi dan memperluas 7 Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
8
pengetahuan ditingkatkan dengan kemampuan membaca (Hockenbery & Wilson, 2007). Anak sekolah juga mengalami perkembangan pola artikulasi kata seperti orang dewasa pada usia 7-9 tahun (Muscari, 2001). Kemampuan tersebut sangat membantu perawat dalam menjelaskan penatalaksanaan medis saat menjalani hospitalisasi (Hall & Blinder, 2003).
2.2 Konsep Hospitalisasi 2.2.1 Definisi Hospitalisasi adalah masuknya individu ke rumah sakit sebagai pasien dengan berbagai alasan seperti untuk pemeriksaan diagnostik, prosedur operasi, perawatan medis, pemberian obat atau pemantauan kondisi tubuh (Costello, 2008). Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi stressor bagi anak maupun keluarga (Wong et al., 2009).
2.2.2 Stresor Hospitalisasi Stressor utama dari hospitalisasi yang dialami anak selama dirumah sakit adalah cemas akibat perpisahan, kehilangan kendali, cedera tubuh dan nyeri. Reaksi anak terhadap krisis tersebut dipengaruhi oleh usia perkembangan, pengalaman sebelumnya tentang penyakit, perpisahan atau hospitalisasi, ketrampilan koping yang dimiliki anak, keparahan diagnosis, dan sistem pendukung yang ada (Wong et al., 2009).
2.2.3 Reaksi Anak Usia Sekolah Terhadap Hospitalisasi Hospitalisasi yang dialamai menuntut anak tersebut melakukan reaksi dan adaptasi. Mekanisme pertahanan utama anak usia sekolah adalah reaksi formasi, yaitu suatu mekanisme pertahan diri yang tidak disadari, anak menganggap suatu tindakan adalah berlawanan dengan dorongan hati yang mereka sembunyikan. Anak sekolah dapat bereaksi terhadap perpisahan dengan menunjukkan kesendirian, kebosanan, isolasi, dan depresi. Anak
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
9
mungkin juga menunjukkan agresi, iritabilitas, serta ketidakmampuan berhubungan dengan saudara kandung atau teman sebayanya. Perasaan kehilangan kendali dengan bergantung pada orang lain dan gangguan peran dalam keluarga. Takut cedera dan nyeri merupakan akibat dari rasa takut terhadap penyakit, kecacatan dan kematian (Muscari, 2001).
Pada beberapa anak usia sekolah, kemampuan menguasai stress hospitalisasi merupakan dasar dalam mencapai peningkatan koping untuk mengatasi kesulitan situasi lain. Beberapa metode untuk meningkatkan koping dan menurunkan stress antara lain terapi seni, terapi tari, doa, terapi musik, terapi relaksasi, terapi sentuhan, dan terapi binatang kesayangan (Potts & Mandleco, 2007). Perawat dituntut mempunyai keahlian dan ketrampilan dalam meningkatkan koping dan menurunkan stress anak.
2.3 Anatomi dan Fisiologi Apendiks Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kurang lebih 10 cm (4 inci), lebar 0,3 sampai dengan 0,7 sentimeter yang melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Apendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar pada bagian distal. Apendiks adalah tonjolan kecil mirip jari di dasar sekum atau berbentuk kantung buntu di bawah tautan antara usus halus dan usus besar di katup ileosekum (Sherwood, 2001).
Permukaan eksternal apendiks tampak halus berwarna merah kecokelatan hingga kelabu. Permukaan dalam atau mukosa apendiks secara umum sama dengan mukosa pada kolon, berwarna kuning muda, bernodular, dan terdapat komponen limfoid yang prominen. Jaringan limfoid terdapat di dinding mukosa
apendiks.
mesoapendiks
Permukaan
(mesenter
apendiks
pendek
yang
dikelilingi melekat
peritoneum
pada
usus
dan
halus).
Mesoapendiks berisi pembuluh darah apendikular dan persarafan. Apendiks diperdarahi oleh arteri apendikularis yang merupakan cabang dari bagian bawah arteri ileocoli. Arteri apendiks termasuk end arteri. Aliran balik
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
10
darah pada appendiks melalui vena apendiseal cabang dari vena ileocoli berjalan ke vena mesentrik superior dan kemudian masuk ke sirkulasi portal.
Persarafan yang mempersarafi apendiks terdiri dari saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dari arteri apendikularis. Sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus.
Apendiks merupakan bagian dari organ sistem pencernaan manusia yang tidak memiliki fungsi yang jelas. Namun apendiks memiliki fungsi sebagai pelindung
terhadap
infeksi
mikroorganisme
intestinal.
Apendiks
menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya.
2.4 Apendisitis
Gambar Apendisitis Sumber : medicine Net. Inc
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
11
2.4.1 Definisi Apendisitis Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks dan menjadi penyebab umum terjadinya tindakan emergency bedah abdomen pada anak (Hockenberry & Wilson, 2008). Definisi lain Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks, sebuah kantung buntu yang berhubungan dengan bagian akhir secum yang umumnya disebabkan oleh obstruksi pada lumen appendiks (Luxner, 2005). Jadi dapat disimpulkan apendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada apendiks (kantung buntu yang berhubungan dengan akhir secum) yang disebabkan oleh obstruksi pada lumen apendiks.
2.4.2 Etiologi Apendisitis yang terjadi antara lain disebabkan oleh obstruksi lumen appendiks. Obstruksi lumen pada apendiks yang menyebabkan apendisitis antara lain karena material feses yang keras (fecalit), hyperplasia jaringan limfoid, dan infeksi virus (Hockenberry & Wilson, 2007). Penyebab lainnya dari apendisitis antara lain benda asing, infeksi bakteri, parasit, dan tumor apendiks atau sekum (Lynn, Cynthia, & Jeffery, 2002). Gaya hidup dan kebiasaan sehari-hari yang tidak sehat seperti kurangnya mengkonsumsi makanan berserat dalam menu sehari-hari juga menjadi penyebab terjadinya Appendisitis. Makanan rendah serat memicu terbentuknya fecalit yang dapat menyebabkan obstruksi pada lumen apendiks (Marianne, Susan & Loren, 2007)
2.4.3 Tanda dan Gejala Apendisitis Manifestasi dari apendisitis adalah nyeri abdomen kuadran kanan bawah, demam, abdomen teraba kaku, bising usus melemahatau tidak terdengar, vomitus, konstipasi atau diare dapat terjadi, anoreksia, takikardia, pernafasan yang dangkal dan cepat, pucat, letargi, peka rangsang, postur tubuh membungkuk (Wong et al., 2009; Wong, 2004).
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
12
2.4.4 Patofisiologi Ketika terjadi obstruksi akut, aliran keluar sekresi mucus (lender) akan tersekat dan di dalam lumen terjadi peningkatan tekanan
yang
mengakibatkan kompresi pembuluh darah, iskemia yang terjadi akan diikuti dengan ulserasi dinding epitel dan invasi bakteri. Nekrosis yang timbul kemudian menyebabkan perforasi atau rupture dengan kontaminasi feses atau bakteri pada kavum peritoneal. Inflamasi yang ditimbulkan akan menyebar dengan cepat keseluruh abdomen (peritonitis) khususnya pada anak-anak kecil yang tubuhnya belum mampu melokalisasi infejsi. Inflamasi peritoneum yang progresif mengakibatkan obstruksi fungsional usus halus (ileus) karena releks saluran pencernaan yang intensif akan menghambat
motilitas
usus
dengan
kuat.
Karena
peritoneum
merepresentasikan bagian besar permukaan total tubuh, kehilangan cairan ekstrasel ke dalam kavum peritoneal dapat menimbulkan gangguan keseimbangan elektrolit dan syok hipovolemik (Wong et al., 2009).
2.4.5 Pemeriksaan Diagnostik Diagnosis dibuat terutama berdasarkan pada riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan
fisik
(sesuai
manifestasi
klinik).
Hasil
pemeriksaan
laboratorium meliputi hitung sel darah putih biasanya meninggi namun jarang melebihi 15.000 hingga 20.000/mm3, neutrophil meningkat sampai 75 %, urinalisis biasanya normal tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada. Hasil USG seperti terlihatnya apendiks dan keberadaan cairan di sekitar apendiks merupakan tanda sonografik yang penting. Pada foto abdomen dapat menyatakan adanya pergeseran material yang ada pada apendiks (fekalit) atau ileus terlokalisir (Wong et al., 2009; Doenges, Moorhause, & Geissler, 2000). Peningkatan suhu yang bervariasi dari 37.5-48.5°C pada apendisitis dapat terjadi. Jika suhu lebih dari 39°C, menandakan infeksi oleh virus atau perforasi (Hockenberry & Willson, 2007)
Pemeriksaan fisik dengan menemukan adanya tanda gejala atau manifestasi klinis anak yang mengalami apendisitis antara lain; nyeri periumbilikal,
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
13
mual, muntah, demam, dan nyeri tekan pada kuadaran kanan bawah perut (Marianne, Susan & Loren, 2007). Rasa nyeri yang merupakan gejala utama pada awalnya bersifat menyeluruh (biasanya periumbikal), kemudian nyeri ini kemudian berpindah ke kuadran abdomen kanan bawah. Lokasi nyeri yang paling terasa pada titik McBurney yang letaknya pada titik tengah antara krista iliaka anterior superior dan umbilikus (Wong et al., 2009). Beberapa tanda nyeri yang terjadi pada kasus apendisitis dapat diketahui melalui beberapa tanda nyeri antara lain; Rovsing’s sign, Psoas sign, dan Jump Sign, (Lynn, Cynthia & Jeffery, 2002). Rovsing’s sign yaitu nyeri yang dirasakan pada kuadran kanan bawah perut ketika dilakukan penekanan dan pelepasan pada bagian kiri perut. Psoas sign nyeri yang dirasakan pada saat dilakukan hiperekstensi pada paha kanan. Jump Sign merupakan tanda nyeri yang dirasakan pada kudran kanan bawah perut saat dilakukan gerakan tumit di angkat dan diturunkan. Nyeri lepas (rebound tenderness) bukan tanda yang bisa diandalkan dan tes ini akan menimbulkan rasa sangat nyeri pada anak. Nyeri alih (referred pain) yang ditimbulkan dengan perkusi ringan disekitar perimeter abdomen menunjukkan adanya iritasi peritoneum (Wong et al., 2009).
2.4.6 Penatalaksanaan Apendisitis Terapi Apendisitis sebelum perforasi meliputi rehidrasi, pemberian antibiotik, dan pembedahan untuk mengangkat apendiks (apendektomi). Tindakan bedah biasanya dilakukan pada kuadran kanan bawah perut dengan dilakukan insisi (apendektomi terbuka). Operasi laparoskopik biasanya dilakukan untuk mengatasi apendisitis akut nonperforasi. Tiga buah kanula dimasukkan ke dalam perut, satu kanula pada umbilicus, satu kanula pada kuadran kiri bawah perut, dan satu lagi pada area suprapubic. Telescope kecil dimasukkan melalui kanula pada kuadran kiri bawah dan stapler endoscopic dimasukkan melalui kanula umbilicus. Apendiks akan diligasi dengan menggunakan stapler dan dikeluarkan melalui kanula lewat umbilicus. Manfaat laparaskopi apendektomi mengurangi waktu operasi dan
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
14
dibawah pengaruh anestesi dan juga mengurangi risiko terjadinya infeksi pada luka post operasi (Hockenberry & Willson, 2007).
Pada apendisitis perforasi akibat rupture appendiks penatalaksanaannya dimulai dengan pemberian infus cairan serta elektrolit, antibiotik sistemik, dan dekompresi saluran gastro intestinal dengan menggunakan selang nasogastrik sebelum operasi, serta tindakan bedah laparatomi appendiktomi. Petatalaksanaan
perawatan post operasi meliputi management nyeri,
penggantian cairan dan elektrolit, meneruskan pemberian antibiotik, dekompresi usus sampai aktivitas ususnya normal. Anak yang mengalami peritonitis
diberikan
antibiotik
seperti
ampicilin,
gentamicin,
dan
clindamycin selama 7-10 hari (Hockenberry & Willson, 2007).
2.5 Konsep nyeri Nyeri merupakan salah satu alasan bagi seseorang untuk mencari pengobatan atau perawatan pada pelayanan kesehatan. Nyeri dapat timbul akibat dari penyakit, tindakan diagnostik, maupun akibat dari terapi. Nyeri dapat menyebabkan disabilitas dan distress pada seseorang dan dapat merupakan hal yang lebih menyita perhatiannya dibandingkan dengan penyakitnya sendiri (Potter & Perry, 2006). Nyeri merupakan mekanisme perlindungan, dikatakan demikian karena nyeri dapat timbul jika ada kerusakan jaringan dan dengan demikian menyebabkan seseorang bereaksi dengan memindahkan stimulus nyeri (Guyton & Hall, 2006). 2.5.1 Definisi Nyeri diartikan sebagai sensasi ketidaknyamanan tubuh pasien post operasi yang dipersepsikan oleh jiwa, fantasi luka yang dihubungkan dengan kondisi aktual atau potensial kerusakan jaringan dan keberadaanya diketahui bila orang pernah merasakannya (Tamsuri, 2007; Ignatavicius & Workman, 2006).
Individu akan bereaksi
menghilangkan sensasi nyeri. Reaksi yang dirasakan pasien terhadap nyeri dapat berespon dalam perilakunya seperti penarikan atau pertahanan serta reaksi emosi seperti menangis dan ketakutan. Respon
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
15
antar individu satu dengan yang lain berbeda-beda, dan perawat harus melakukan observasi dan tindakan (Campbell, Latimer & Johnston, 2007).
2.5.2 Mekanisme Nyeri Individu mengalami dan merasakan nyeri dapat dijelaskan melalui jalur mekanisme nyeri. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medulla spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai pada massa abu-abu di medulla spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral. Sekali stimulus mencapai korteks serebral, maka otak mengintepretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu dalam upaya mempersepsikan nyeri (McNair, 1990 dalam Potter & Perry, 2005). Mekanisme impuls nyeri berasal dari nociceptor melalui dua jenis serat afferent yaitu tipe myelinated nerve fiber (α delta fiber) atau jalur nyeri cepat yang berukuran besar dan bermielin 30 meter/perdetik, dan melalui jalur c fiber yang menghantarkan rasa nyeri dari polimodal nociceptor
dan
memiliki
kecepatan
yang
lambat.
Permulaan
perangsangan nyeri dirasakan tiba–tiba memberikan suatu sensasi ganda yaitu sensasi nyeri tertusuk yang cepat di ikuti sensasi terbakar (Guyton, 1995; Sherwood, 2001). Sherwood (2001) serat-serat aferent primer bersinaps dengan antar neuron ordo kedua di tanduk dorsal korda spinalis. Neurotransmitter yang dikeluarkan ujung aferen nyeri adalah substansi P sebagai neurotransmitter yang mengirim impuls listrik melewati sebuah sinap diantara dua serabut saraf. Jalur nyeri asenden memiliki tujuan di korteks somatosensorik, talamus, dan formasio retikularis. Peran
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
16
korteks dalam persepsi nyeri belum jelas walaupun korteks sendiri penting dalam penentuan lokalisasi nyeri. Nyeri terbakar berakhir di formasio diretikularis dan nukleus intralaminer talamus. Daerah ini merupakan bagian akhir dari isyarat sistem pengantar nyeri yang mempunyai efek kuat dalam mengikat seluruh sistem nyeri baik untuk membangunkan seseorang dari tidurnya, untuk menciptakan keadaan gembira dan meningkatkan sistem pertahanan yang dirancang untuk menjauhkan orang dari rasa nyeri (Guyton, 1995). Dengan demikian tubuh manusia merasa sakit sebenarnya menunjukkan kewaspadaan tubuh terhadap adanya potensi sel atau jaringan terhadap kerusakan. Struktur sistem saraf pusat sebagai penghubung antara nociseptor perifer untuk persepsi nyeri juga sebagai faktor presure terhadap nyeri, tampaknya ketika jalur-jalur syaraf nyeri menekan sewaktu masuk korda spinalis (Sherwood, 2001; Lewis et al., 2011). Perangsangan listrik terhadap substansia grisea yang mengelilingi akuaduktus serebri akan menimbulkan analgesia. Sistem analgesik ini dipengaruhi opiat endogen yaitu endorfin, enkefalin, dan dinorfin. Opiat dianggap sebagai neurotransmitter analgesik, yang menekan substansi P sehingga menghambat rasa nyeri (Kyriakidis et al., 2011; Ignatavicius & Workman, 2006). Nyeri post operasi yang dirasakan pasien dapat diatasi dengan obat yang sifatnya menekan aktivasi zat perantara di sepanjang
jalur
nyeri
atau
melalui
non
farmakologi
dengan
mengalihkan nyeri atau distraksi.
2.5.3 Respon Nyeri Reaksi terhadap nyeri merupakan respon fisiologis dan perilaku yang terjadi setelah mempersepsikan nyeri. Pada saat impuls nyeri naik ke medulla spinalis menuju ke batang otak dan thalamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon stress. Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem saraf otonom menghasilkan
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
17
respon fisiologis. Respon stimulasi simpatik terhadap nyeri dapat dirasakan pada semua organ tubuh.
Stimulasi simpatik paru mengakibatkan dilatasi saluran bronkus dan peningkatan frekuensi pernafasan sehingga menyebabkan peningkatan asupan oksigen. Pada jantung mengakibatkan peningkatan frekuensi denyut jantung dan vasokonstriksi perifer dapat menimbulkan peningkatan tekanan darah. Otot terjadi tegang sebagai upaya tubuh mempersiapkan otot untuk melakukan aksi. Kadar gula darah juga mengalami peningkatan sebagai upaya tubuh untuk menghasilkan energi tambahan.
Reaksi perilaku menurut Meinhart dan McCaffery (1989) dalam Potter dan Perry, (2005) mendeskripsikan ada tiga fase pengalaman nyeri yaitu antisipasi, sensasi dan akibat (aftermath). Fase antisipasi terhadap nyeri memungkinkan individu untuk belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkannya. Dengan instruksi dan dukungan yang adekuat klien belajar untuk memahami dan mengontrol ansietas sebelum nyeri terjadi. Sensasi nyeri terjadi ketika merasakan nyeri. Individu bereaksi terhadap nyeri dengan cara yang berbeda-beda. Gerakan tubuh yang khas dan ekspresi wajah yang mengindikasikan nyeri meliputi menggeretakkan gigi, memegang bagian tubuh yang terasa nyeri, postur tubuh membenkok, dan ekspresi wajah yang menyeringai.
2.5.4 Tipe Nyeri Nyeri dikategorikan menurut durasi, lokasi dan etiologi. Tipe nyeri dikategorikan menjadi : a. Nyeri akut adalah nyeri sering dihubungkan dengan kerusakan jaringan atau nosiseptik, namun dapat pula dihubungkan dengan proses neuropati, misalnya neuralgia trigeminal. Jika tidak terjadi kerusakan jaringan yang permanen atau tidak terjadi penyakit sistemik, nyeri akut akan berkurang atau hilang seiring dengan
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
18
terjadinya proses penyembuhan pada jaringan. Nyeri akut dapat didefinisikan sebagai nyeri yang terjadi dalam waktu beberapa detik hingga 6 bulan. Namun penetapan lamanya nyeri hingga 6 bulan masih perlumendapat perhatian sebab proses penyembuhan akut injuri dapat terjadi dalam beberapa minggu hingga 6 minggu. Dalam situasi ini, jika proses penyembuhanterjadi dalam waktu 3 minggu, namun pasien masih merasakan nyeri, maka keluhan tersebut perlu mendapat perhatian dan penanganan. b. Nyeri Kronik Nyeri kronik didefinisikan sebagai rasa nyeri yang terjadi lebih dari 6 bulan. Pada suatu kondisi tertentu, seseorang dapat dikatakan mengalami nyeri kronik meskipun keluhan nyeri belum mencapai masa 6 bulan, tetapi nyeri kronik dapat pula ditetapkan pada suatu keadaan saat seseorang merasakan nyeri yang lebih dari waktu 6 bulan. Biasanya keluhan nyeri yang dirasakan lebih dari 6 bulan lamanya, akan disertai dengan keluhan lain yang menyertai keluhan nyeri tersebut. 2.5.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri
Faktor yang mempengaruhi nyeri seseorang melibatkan faktor yang kompleks. Individu satu dengan individu yang lain berbeda-beda dalam merasakan nyeri. Faktor tersebut antara lain : a. Usia Rasa nyeri yang dirasakan antara usia anak-anak dan usia dewasa serta lansia memiliki perbedaan (Lewis et al., 2011). Anak kecil akan sulit mengungkapkan rasa sakit yang dialami dibanding usia muda dan dewasa.
Usia dewasa secara verbal lebih mudah
mengungkapkan rasa ketidaknyamanan, dan lansia cenderung lebih samar dalam mengungkapkan nyeri oleh karena lansia mengeluh sakit lebih dari satu bangian tubuh (Ignatavicius & Workman, 2006).
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
19
b. Budaya Keyakinan yang dianut pasien dan keluarga post operasi dalam mengatasi nyeri ikut mempengaruhi faktor nyeri. Reaksi nyeri dirasakan pasien post operasi mempengaruhi nyeri (Calvilo & Flakskerud, 1991 dalam Potter dan Perry, 2005). Ada perbedaan sikap dan keyakinan dari sisi budaya pasien dalam menafsirkan nyeri (Lewis et al., 2011). Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dituntut dapat menggali nyeri pasien. Pemahaman tentang nyeri dari makna budaya akan membantu perawat dalam memilih intervensi yang cocok dengan budaya pasien, sehingga perawat dalam mengurangi nyeri pasien tanpa harus menyalahkan budaya yang dimiliki pasien. Cara individu mengekspresikan nyeri merupakan budaya (Black & Hawks, 2009). Ungkapan nyeri merupakan alamiah dan harus dirasakan pasien, namun demikian ada pasien yang cenderung melatih perilaku menjadi tertutup ketika merasakan nyeri (Potter & Perry, 2005). Faktor budaya menjadi perhatian penting bagi perawat dalam melakukan pengkajian nyeri terhadap pasien post operasi apendektomi. c. Pengalaman sebelumnya Pengalaman nyeri yang telah dirasakan sebelumnya dan mampu mengatasi nyeri akan mempermudah dalam penerimaan rasa sakit, begitu juga sebaliknya. Jika pasien pernah mengalami nyeri dan tidak mampu mengatasi nyeri, maka akan mempunyai persepsi atau sensasi terhadap
nyeri sebagai
sesuatu
yang tidak
menyenangkan (Black & Hawks, 2009 ; Potter & Perry, 2005). Maka penggalian makna pengalaman nyeri sebelumnya bagi pasien post operasi menjadi sangat penting karena akan memberikan informasi penting didalam perawat memberikan intervensi keperawatan.
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
20
d. Perhatian Fokus perhatian pasien terhadap nyeri dapat meningkatkan dan mempengaruhi persepsi terhadap nyeri. Semakin fokus perhatian pasien terhadap nyeri akan meningkatkan rasa nyerinya (Gill, 1990 dalam Potter dan Perry, 2005). Perhatian terhadap nyeri bagi pasien post operasi hernia harus dapat di alihkan melalui teknik distraksi dan relaksasi (Black & Hawks, 2005). Beberapa teknik distraksi antara lain imaginasi, relaksasi, musik. Tindakantindakan tersebut merupakan bagian dari non farmakologi adjuvan (Peterson & Bredow, 2004). Karena terapi ini akan mempengaruhi rangsangan otak untuk mengeluarkan endorphin sebagai analgetik yang permanen, sehingga lambat laun rasa nyeri semakin menurun. e. Mekanisme Koping Pengalaman nyeri bagi pasien post operasi di rumah sakit akan menjadi pengalaman yang dirasa sebagai kesepian. Kondisi ini menuntut penggunaan koping individu (Nursalam, 2007). Pasien yang memiliki kendali lokus internal akan memiliki persepsi bahwa nyeri dapat dikendalikan (Gill, 1990 dalam Potter dan Perry, 2005). Sebaliknya jika pasien post memiliki fokus kendali eksternal akan berdampak pada emosi, marah (Black & Hawks, 2005).
Pasien
menyebabkan keseluruhan
post
apendektomi
ketidakmampuan dalam
berkooperatif
yang baik
mengalami sebagian
menjalankan
nyeri
maupun perawatan
menunjukkan mekanisme koping berbeda dan menjadi faktor penting dalam memberikan perawatan pasien.
2.5.6 Nyeri Post Operasi Nyeri pasien post operasi akan dirasa 12 sampai 36 jam jam sesudah operasi dan penurunan nyeri setelah 3 hari post operasi (Berman & Snyder, 2011). Nyeri diakibatkan oleh nociceptorstimuli selama tindakan pembedahan (Aasvang, Hansen & Kehlet, 2008). Pengalaman
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
21
nyeri setelah post operasi merupakan bagian yang harus dihadapi pasien. Nyeri setelah operasi didefinisikan sebagai sensori yang tidak menyenangkan atau pengalaman emosi yang berhubungan dengan kerusakan jaringan potensial atau nyata atau menggambarkan terminologi suatu kerusakan (Brygel, 2005; Cheifetz, 2010).
Sensasi nyeri dirasakan pasien post operasi ditimbulkan adanya rangsangan iritasi sepanjang saraf perifer akibat tindakan pembedahan. Rangsangan tersebut dapat berupa listrik, mekanik maupun kimiawi (Breman & Snyder, 2011). Pemicu nyeri post operasi apendektomi disebabkan oleh sayatan kulit abdomen yang menstimulasi rangsangan nociceptor. Nociceptor tersebut dihantarkan melalui susunan saraf pusat yaitu a delta fiber dan c fiber (Mas’ud, 1993). Rangsangan sensasi nyeri post operasi bagi pasien dapat meningkatkan kondisi kejiwaan yaitu stres post operasi, hal ini tentu akan berpengaruh negatif pada pengurangan rasa nyeri yang muncul (Lewis et al., 2011). Maka tindakan untuk mengontrol nyeri sesudah dilakukan pembedahan menjadi begitu penting baik yang bersifat farmakologis maupun non farmakologis.
Penilaian respon nyeri post apendektomi melalui penilaian skala nyeri. Salah satu cara untuk menilai respon nyeri adalah dengan menggunakan skala numerik. Penilaian skala numerik merupakan alat ukur yang menggunakan garis lurus dengan titik pada ujung garis yang diidentifikasi sebagai “tidak ada sakit” dan “sakit yang paling sakit”dan terkadang “sakit sedang” dibagian tengahnya. Pembagian di sepanjang garis tersebut baik vertical maupun horizontal ditandai dengan angka dari 0 sampai 5 atau 10 (Wong et al., 2009; Wong, 2004).
Secara singkat nilai skala numerik 0 (tidak ada nyeri); skala 1-3 (nyeri ringan) secara kasat mata nyeri dapat dilihat pasien mampu menunjukkan komunikasi yang baik; skala 4-6 (nyeri sedang) pada
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
22
kondisi nyeri ini pasien biasanya menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri dan mampu mengikuti perintah dengan baik; skala 7-9 (nyeri hebat) nyeri yang dirasakan akan menimbulkan pasien tidak dapat mengikuti perintah walaupun masih berespon terhadap tindakan, tidak dapat diatasi dengan alih posisi dan distraksi; skala 10 (Nyeri sangat berat) pada kondisi nyeri pasien tidak dapat menunjukkan komunikasi yang baik dan emosional dengan reflek memukul (Potter & Perry, 2005; Tamsuri 2007).
Skala numerik sebaiknya digunakan untuk anak-anak usia minimal 5 tahun, selama mereka dapat menghitung dan memiliki beberapa konsep angka dan nilai-nilai dalam kaitannya dengan angka yang lain. Penjelasan pada anak bahwa pada asalah satu ujung garis tersebut adalah 0, yang berarti orang tersebut tidak merasakan nyeri (sakit). Ujung yang lain biasanya 5 atau 10 yang berarti orang tersebut merasakan sakit (nyeri) yang paling sakit yang dapat dibayangkan. Angka 1 sampai 4 atau 9 menunjukkan rasa nyeri yang sangat sedikit sampai nyeri sekali. Minta anak untuk memilih angka yang paling menggambarkan nyeri anak tersebut (Wong et al., 2009; Wong, 2004, Potter & Perry, 2005).
Penilaian nyeri pasien post operasi memiliki
rentang antara 0-10 sebagai indikator rasa nyeri yang terjadi. Penilaian skala numerik sebagai berikut:
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Sumber : (Black & Hawks, 2009; Potter & Perry, 2005; Wong et al., 2009; Wong, 2004; Tamsuri, 2007) 2.5.7 Penatalaksanaan Nyeri Metode pengurangan nyeri dapat dikelompokkan menjadi dua katagori yaitu farkologi dan nonfarmakologi. Jika memungkinkan keduanya dapat dilakukan, namun tindakan nonfarmakologis tidak dapat menggantikan analgetik (Wong et al., 2009).
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
10
23
2.5.7.1 Manajemen Nyeri Farmakologis Tindakan menghilangkan nyeri dengan menggunakan obat sebagai bentuk pengendalian nyeri yang diberikan perawat dengan kolaborasi dengan dokter. Terdapat tiga kelompok obat nyeri yaitu : a. Analgesik Obat Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) Penatalaksanaan analgetik untuk nyeri ringan sampai sedang terutama asetomenofen (Tylenol) dan AISN dengan efek antipiretik, analgetik dan antiiflamasi. Asam asetilsalisilat (aspirin) dan Ibuprofin (Morfin, Advil) merupakan AINS yang sering digunakan untuk mengatasi nyeri akut derajat ringan (Sukandar et al., 2008). Pada AINS menghasilkan analgetik yang bekerjanya ditempat cedera melalui inhibisi sintesis prostaglandin dari prekorsor asam arokidonat. (Mutscher, 2005).
Ketorolac tromethamine adalah suatu obat AINS yang menunjukkan efek analgesik yang moderat bila diberi secara intramuskuler atau intrvaskuler. Obat ini diberikan sebagai analgesik post operasi baik sebagai obat tunggal maupun sebagai opioid suplemen (Rahmatsyah, 2008). Ketorolak 30 mg
sebagai
dosis
tunggal
yang
diberikan
secara
intramuskuler atau intravaskuler diberikan setiap 6-8 jam. Ketorolak sebagai obat analgesia sebanding dengan 10 mg morfin. Maksimum plasma konsentrasi tercapai pada 45-60 menit, dan lama waktu kerja obat analgesik secara parenteral selama 6 jam (Sukandar et al., 2008; Rahmatsyah, 2008). b. Analgesia opioid Analgetik jenis ini merupakan analgetik kuat untuk penatalaksanaan
nyeri
sedang
sampai
berat.
Morfin
merupakan jenis obat yang digunakan untuk mengobati nyeri berat
(Mutscher,
2005).
Morfin
menimbulkan
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
efek
Universitas Indonesia
24
analgetiknya di sentral. Morfin menimbulkan efek dengan mengikat reseptor opioid di nukleus modulasi di batang otak yang menghambat nyeri pada sistem assenden (Lewis et al., 2011).
2.5.7.2 Manajemen Nyeri Nonfarmakologis Terapi nonfarmakologis merupakan terapi tanpa obat, terapi ini dengan cara memberikan teknik-teknik untuk mengurangi nyeri. Tindakan nonfarmakogis mencakup intervensi perilaku-kognitif dan penggunaan agen-agens fisik. Tujuan intervensi perilakukognitif adalah mengubah persepsi pasien tentang nyeri, mengubah perilaku nyeri dan memberi rasa pengendalian diri yang lebih besar. Agens-agens fisik bertujuan untuk memberi rasa nyaman, memperbaiki disfungsi fisik, merubah respon fisiologis dan mengurangi rasa takut yang terkait dengan imobilisasi. Beberapa hal yang dapat dilakukan ialah distraksi, hypnosis, massage, nafas dalam (Potter & Perry, 2005; Black & Hawks, 2009).
Rangsangan sensasi nyeri post operasi bagi pasien dapat meningkatkan kondisi kejiawaan yaitu stres post operasi, hal ini tentu akan berpengaruh negatif pada pengurangan rasa nyeri yang muncul (Lewis et al., 2011). Beberapa latihan yang dapat dilakukan untuk post operasi antara lain latihan kaki, nafas dalam, dan latihan batuk, dan latihan mobilisasi dini. Maka pengetahuan dan penatalaksanaan nyeri post operatif bagi perawat merupakan salah satu intervensi yang harus dikuasai (Al-Shaer,
Hill,
&
Anderson,
2011).
Hasil
penelitian
membuktikan bahwa pemberian komplementer berupa nafas dalam, guided imagery dapat menurunkan level nyeri pasien post operatif (Gonzales, 2010).
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
25
2.6 Massase Effleurage 2.6.1 Definisi Massase Massase adalah suatu tindakan atau pijatan yang dilakukan untuk membantu proses pemulihan beberapa penyakit dengan menggunakan sentuhan tangan dan tanpa memasukkan obat ke dalam tubuh (Wiyoto, 2011). Massase merupakan salah satu bentuk distraksi taktil. Massase merupakan suatu tindakan sehingga dapat membantu relaksasi, menurunkan keteganagan otot, dan dapat menurunkan kecemasan (Berman & Snyder. 2009). Tujuan
massase adalah menciptakan
kenyamanan, relaksasi dan kebugaran melalui sentuhan terapis yang terangkai (Braun & Simson, 2014). Tujuan lain adalah memperbaiki sirkulasi darah, memperbaiki fleksibilitas dan mengurangi nyeri (Wiyoto, 2011).
2.6.2 Teknik Massase Massase merupakan teknik untuk memanipulasi jaringan lunak. Teknik massase yang umumnya digunakan adalah menggunakan metode Sweden massase. Teknik massase dengan menggunakan metode Sweden massase meliputi efflaurage menggosokan, petrisage atau pijatan, shacking atau gonjangan, tapotemen atau pukulan , friction atau gerusan, vibration atau getaran, stroking atau mengurut, dan skin rolling atau melipat dan menggeser kulit (Wiyoto, 2011).
2.6.3 Efflaurage Efflaurage adalah suatu gerakan dengan menggunakan seluruh permukaan telapak tangan melekat pada bagian tubuh yang digosok (Wiyoto, 2011). Effleurage merupakan tipe massase yang melibatkan gerakan yang panjang, perlahan, dan halus. Gosokan punggung, istilah yang menunkjukkan effleurage adalah tehnik yang sejak dulu digunakan dalam perawatan untuk meningkatkan istirahat dan relaksasi (Berman &
Snyder, 2009). Efek terapeutik dari effleurage
adalah
membantu
memperlancar peredaran darah vena dan peredaran getah bening,
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
26
memperbaiki proses metabolisme, menyempurnakan proses pembuangan sisa pembakaran atau mengurangi kelelahan, relaksasi dan mengurangi nyeri (Wiyoto, 2011). Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) dalam Perry dan Potter (2005) mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau bahkan dihambat oleh mekanisme pertahanan disepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan ditutup. Upaya pertahanan tersebut merupakan dasar terapi menghilangkan nyeri. Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung klien dengan lembut. Tehnik relaksasi efflurage merupakan tehnik relaksasi dengan melakukan massase daerah sekitar fokus nyeri yang terjadi, sehingga otot-otot sekitar menjadi relaksasi. Apabila otot rileks maka kita menempatkan tubuh pada posisi yang sebaliknya. Dalam kondisi rileks tubuh juga menghentikan produksi hormone adrenalin dan semua hormon yang diperlukan saat kita stress dan nyeri. Karena hormon stress dan nyeri adrenalin diproduksi dari blok bangunan kimiawi yang sama, ketika kita mengurangi stres kita juga telah mengurangi produksi kedua hormon nyeri tersebut. Jadi, dapat kita lihat perlunya relaksasi untuk memberikan kesempatan bagi tubuh untuk memproduksi hormon endorphin yang penting untuk mendapatkan keadaan yang bebas dari nyeri (Potter & Perry, 2005).
Hasil riset menunjukkan bahwa gosokan punggung sederhana selama 3 menit dapat meningkatkan kenyamanan dan relaksasi klien serta memiliki efek positif pada kardiovaskuler seperti tekanan darah, frekuensi denyut jantung dan pernafasan. Massase punggung memiliki kemampuan untuk relaksasi. Pijat punggung juga dapat meningkatkan kualitas tidur pada klien yang menderita sakit kritis (Labyak & Metzger, 1997; Gauthier, 1999; Richard, 1998 dalam Berman dan Snyder, 2009).
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
27
2.7 Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Post Operasi Apendektomi Proses keperawatan terdiri dari beberapa tahapan. Tahapan tersebut mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana tindakan, implementasi, dan evaluasi. Pengkajian pada pasien apendisitis meliputi data umum terkait identitas, riwayat penyakit yang dialami sebelumnya, observasi adanya manifestasi klinis apendisitis seperti nyeri abdomen kuadran kanan bawah, demam, abdomen kaku, bising usus tidak ada /menurun, muntah,konstipasi atau diare dapat terjadi, anoreksia, takikardia, pucat, letargi, pekak rangsang, postur membungkuk. Pada pengkajian juga observasi adanya tanda-tanda perforasi, yaitu demam, hilangnya nyeri secara tiba-tiba setelah perforasi, peningkatan nyeri yang biasanya menyebar dan disertai kaku abdomen, takikardia, pernafasan cepat dan dangkal, pucat, menggigil, pekak rangsang. Selain pemeriksaan fisik pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah lengkap, dan radiografi abdomen (Wong, 2004).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien apendisitis pra bedahnya antara lain nyeri akut, resiko tinggi kekurangan volume cairan, resiko tinggi infeksi. Diagnosa keperawatan setelah pembedahan antara lain nyeri akut, resiko tinggi penyebaran infeksi, resiko cedera, perubahan proses keluarga (Wong, 2004). Jika diagnosa keperawatan sudak ditegakkan tahap selanjutnya dari asuhan keperawatan adalah menuyusun rencana tindakan atau intervensi apa yang akan dilakukan. Intervensi keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan yang ada. Setelah disusun intervensi dilakukan imlementasi kepada pasien sesuai rencana tindakan yang telah dibuat. Evaluasi dilakukan gunanya untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan intervensi yang telah dibuat.
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
28
Rencana asuhan keperawatan pada anak dengan post operasi apendektomi yaitu : Diagnosa keperawatan
Hasil yang Intervensi diharapkan
Rasional
Nyeri akut
Anak tidak merasakan nyeri atau nyeri berkurang pada level yang dapat diterima anak (skala nyeri 1-2).
Kaji rasa nyeri post operasi (khususnya kapan) dengan skala nyeri yang sesuai umur dan perkembangan anak. Berikan posisi yang nyaman berbaring miring kanan atau semifowler (biasanya dengan posisi kaki ditekuk/ fleksi) Dorong ambulasi dini
Memberikan informasi yang dibutuhkan untuk pemberian terapi analgetik.
Berikan terapi kolaborasi analgetik sesuai indikasi
Sediakan permainan yang disukai anak
Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam dan melakukan massase punggung
Anak akan bebas dari tanda infeksi pada luka (kemerahan, nyeri, demam bengkak, kehilangan fungsi)
Lakukan cuci tangan yang baik dan perawatan luka aseptik Awasi tanda vital, perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen. Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka, adanya eritema. Berikan antibiotik sesuai indikasi
Risiko infeksi
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Menghilangkan ketegangan abdomen yang bertambahdengan posisi terlentang. Meningkatkan normalisasi fungsi organ, seperti merangsang peristaltik dan menurunkan ketidanyamanan abdomen serta kelancaran flatus. Mengurangi nyeri, mempermudah kerja sama dalam intervensi lain seperti ambulasi. Fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi, dan dapat meningkatkan koping. Meningkatkan istirahat, memusatkan kembali perhatian
Menurunkan penyebaran.
resiko
Dugaan adanys infeksi/ terjadinya sepsis, abses, peritonitis.
Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi,
Menurunkan penyebaran dan pertumbuhan organisme pada rongga abdomen.
Universitas Indonesia
29
Diagnosa Keperawatan Hipertermia
Hasil yang diharapkan Suhu tubuh dalam batas normal (36,50 C 37,50 C)
Defisit perawatan diri
Kebersihan diri terpelihara, tidak ada bau badan, penampilan sesuai keadaan.
Intervensi
Rasional
Mengetahui perkembangan hemodinamika tubuh Anjurkan memakai Memberikan rasa nyaman pakaian yang tipis dan dan meningkatkan penguapan menyerap keringat Ajarkan cara kompres Menurunkan panas secara maksimal yang benar Kolaborasi pemberian Terapi kolaborasi dalam menurunkan panas antipiretik Kaji tanda vital
Beri penjelasan kepada klien dan keluarga pentingnya menjaga kebersihan diri. Kaji tingkat kemampuan dan kekurangan klien dalam melakukan kebutuhan sehari-hari Dukung kemandirian klien dan keluarga dalam melakukan mandi dan hygine oral dan bantu jika diperlukan.
Menambah keluarga
pengetahuan
Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual Meningkatkan kemandirian, dan mendorong klien untukberusaha secara kontinu
Sumber : Doenges, 2000; Wong, 2004; Wong et al., 2009.
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA
Bab 3 merupakan laporan kasus kelolaan utama, terdiri dari gambaran kasus, keadaan umum, pengkajian, masalah keperawatan, dan asuhan keperawatan. 3.1 Gambaran Kasus An. F (12 tahun) pindahan dari ruang High Care Unit (HCU) ke ruang rawat bedah anak tanggal 19 Mei 2014. Diagnosa medis saat masuk Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati adalah Apendisitis suspek perforasi. An. F sebelumnya dirawat di rumah sakit Tangerang Selatan, karena fasilitas yang kurang lengkap dari RS tersebut maka dirujuk ke RSUP Fatmawati. Klien telah dilakukan tindakan bedah laparatomi Apendektomi. Klien masuk ke ruang rawat bedah anak post operasi hari ke dua. Berat badan klien 30 kilogram, tinggi badan 130 centimeter, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 96 kali per menit, suhu 37,90 C, pernafasan 28 kali per menit. Klien tampak lemas, merintih menangis kesakitan sambil memegang perutnya, skala nyeri 5. Terdapat luka operasi tertutup balutan kasa tampak bersih dan tidak ada rembesan. Sebelum masuk rumah sakit klien mengatakan nyeri perut ulu hati sejak 3 hari sebelumnya, nyeri seperti ditusuk dan ditekan. Nyeri terasa jika perut ditekan. Klien mengeluh 3 hari tidak BAB dan tidak bisa kentut, mual dan muntah setelah makan 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
3.2 Keadaan Umum An. F sewaktu masuk ruang rawat bedah anak lantai 3 Utara RSUP Fatmawati tampak menangis merintih kesakitan. An. F tampak lemas dan hanya terbaring di tempat tidur, belum bisa duduk karena masih merasa nyeri. An. F terlihat rewel mengeluhkan nyeri pada perutnya, skala nyeri 5. Terdapat luka post operasi
pada abdomen tampak bersih dan tidak ada
rembesan, terpasang dower kateter
nomer 12, terpasang pipa lambung
produksi 500 mililiter dalam 24 jam, warna hijau tua. An. F bertanya kapan boleh makan karena telah merasa lapar. Klien telah dipuasakan dua hari selama dirawat di HCU Teratai 3 Selatan.
30
Perut klien tampak sedikit
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
31
kembung, bising usus lemah, tidak tampak klien muntah dan tidak ada keluhan mual. Klien belum buang air besar dua hari setelah tindakan operasi yang dijalani.
3.2 Pengkajian Hasil pemeriksaan fisik pada An. F adalah kesadaran klien compos mentis, klien tampak merintih menangis, dan teraba hangat pada kulit klien. Klien mengeluhkan nyeri pada perut dan klien saat dilakukan pengkajian nyeri dengan VAS menunjukan skala nyeri yang dirasa pada skala 5. Status nutrisi An. F dengan berat badan 35 kilogram, tinggi badan 130 sentimeter, Indeks Massa Tubuh (IMT) 20,7 kg/m2, termasuk gizi baik.. Klien saat masuk ruang rawat bedah anak tampak konjungtiva tidak anemis, kulit dan mukosa bibir kering, turgor kulit elastis, capillari refill time (CRT) kurang dari 3 detik, tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 96 kali per menit, suhu 37.90 C, pernafasan 20 kali per menit, terpasang pipa lambung produksi 500 mililiter selama 24 jam , warna hijau tua, tidak ada kembung, terpasang dower kateter nomer 14, produksi urine 1200 mililiter dalam 24 jam, belum buang air besar, bising usus 10 kali per menit. Hasil observasi tampak balutan luka operasi klien tidak ada rembesan..
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 17 Mei 2014 menunjukkan adanya infeksi dengan
nilai Leukosit 13,7 ribu/ul. Sedangkan hasil
pemeriksaan elektolit, fungsi ginjal, fungsi hati, serta gula darah
klien
menunjukkan hasil dalam batas normal. Golongan darah O, Rhesus positif. Hasil pemeriksaan kultur dan sensivitas cairan rongga perut menjelaskan hasil biakan negatif atau tiidak terjadi peritonitis. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 21 Mei 2014 diperoleh data nilai turun menjadi Leukosit 11,9 ribu/ul, hal ini menandakan infesi mulai teratasi.
Terapi medis awal yang diberikan pada An. F adalah injeksi cefotaxim 3 kali 500 miligram, injeksi tramadol hidroklorida 3 kali 50 miligram, ranitidine 2 kali 25 miligram, injeksi ketorolac tromethamine 3 kali 15 mg. Tanggal 19
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
32
Mei 2014 ada perubahan terapi yaitu antibiotik cefotaxim diganti ceftriaxone 2 kali 1 gram dan penambahan injeksi F ursultiamin 2 kali 1 ampul . Cairan infus yang diberikan adalah Ringer Lactat 1500 mililiter dalam 24 jam.
3.4 Masalah Keperawatan Masalah keperawatan yang muncul pada An. F meliputi nyeri akut, defisit perawatan diri, hiipertermia, risiko infeksi. Masalah keperawatan nyeri akut pada An. F didukung dengan data klien mengatakan nyeri perut di daerah sekitar luka operasinya, klien mengatakan takut bergerak, karena takut bertambah nyeri.Ibu klien mengatakan semalam susah tidur karena anaknya kesakitan.Klien post op Appendisektomi hari kedua. Klien tampak merengek dan mengeluh sakit/nyeri akibat luka operasinya, ekspresi wajah menahan nyeri, skala nyeri 5, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 96 kali per menit, suhu 37,90 C, pernafasan 28 kali per menit, klien tampak takut bergerak .
Hipotermia pada An.F ditegakan yang didukung adanya data klien mengatakan badannya terasa panas, ingin minum, dan tenggorokannya terasa kering. Ibu klien mengatakan anaknya mengalami demam naik turun setelah operasi. Tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 98 kali per menit, suhu 37,90 C, pernafasan 24 kali per menit., kulit teraba hangat, mukosa bibir tampak kering, klien masih dipuasakan. Adanya luka operasi pada abdomen tertutup kassa terlihat bersih.
Defisit perawatan diri yang dialami klien didukung data sebagai berikut : klien mengatakan tadi pagi badannya sudah dibersihkan ibunya dengan air hangat tanpa sabun dan belum sikat gigi. Aktifitas klien hanya di tempat tidur, jarang mobilisasi karena takut nyeri operasinya bertambah, kebutuhan sehari-hari dibantu keluarga. Cara berpakaian klien sesuai keadaan.
Masalah keperawatan resiko infeksi pada An. F ditegakkan berdasarkan data An. F post operasi Apendiktomi hari kedua, terpasang infus Ringer Lactat pada tangan kiri, terpasang dower kateter dan pipa lambung. Luka operasi
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
33
pada abdomen tertutup kassa terlihat bersih,. Hasil laboratorium tanggal 17 Mei 2014 lekosit darah 13.700/ul dan tanggal 23 Mei 2014 lekosit 11.900 /ul.
3.5 Asuhan Keperawatan Masalah keperawatan yang muncul ditindaklanjuti dengan tindakan keperawatan
sesuai
diagnosa
keperawatan
yang
muncul.
Tindakan
keperawatan yang dilakukan tindakan mandiri keperawatan dan tindakan kolaborasi dengan tim kesehatan lain seperti dokter. Secara umum tindakan yang telah dilakukan adalah pengukuran tanda vital, edukasi terkait pemenuhan perawatan diri dan cuci tangan yang benar, kompres hangat, latihan relaksasi nafas dalam, distraksi dengan massase punggung, perawatan luka secara aseptik, kolaborasi pemberian analgetik, antimimeti, antipiretik dan antibiotik. Secara terperinci tindakan keperawatan akan dijabarkan berdasarkan diagnosa keperawatan serta hasil evaluasi tindakannya.
Asuhan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan nyeri akut meliputi mengkaji tingkat nyeri, menjelaskan penyebab nyeri, mengatur posisi tidur yang aman dan nyaman, mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, melakukan masase punggung., motivasi keluarga membawakan mainan yang disukai klien, melakukan pengukuran tanda vital, dan memberikan terapi kolaborasi injeksi ketorolac 15 miligram
intravena.
Tindakan keperawatan tersebut bertujuan untuk mengurangi nyeri pada anak, dan
membuat anak menjadi rileks dan dapat beristirahat. Evaluasi dari
tindakan yang telah diberikan, yaitu anak sudah dapat tenang tidak merintih lagi saat didistraksi dengan masase punggung (effleurage), anak tampak dapat beristirahat setelah pemberian analgetik dan klien menunjukkan penurunan rasa nyeri pada skala 3.
Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk masalah keperawatan hipertermi meliputi tiga tindakan utama. Tindakan keperawatan yang dilakukan, yaitu penerapan kompres dengan teknik tepid sponge disertai dengan pemberian antipiretik paracetamol drip 300 miligram setiap 8 jam sesuai program terapi
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
34
kolaborasi, dan memberi pendidikan kesehatan untuk menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat. Tindakan-tindakan tersebut bertujuan untuk menjaga suhu tubuh klien dalam batas normal, bebas dari kejang, dan bebas dari komplikasi kerusakan
neurologis. Evaluasi dari tindakan
keperawatan selama tiga hari, yaitu terjadi penurunan suhu tubuh anak dalam
rentang normal (36,5
0
C
sampai 37,50 C),
klien tampak
mengeluarkan keringat, Ibu tampak masih belum mandiri melakukan teknik tepid sponge pada hari pertama tapi pada hari berikutnya ibu tampak mampu melakukan teknik tepid sponge secara mandiri dengan benar
Asuhan keperawatan untuk masalah keperawatan risiko infeksi, yaitu berupa mempertahankan teknik steril saat tindakan perawatan luka, memberikan antibiotik ceftriaxon 1 gram intravena sesuai kolaborasi dengan tim medis, mengajarkan klien dan kelurga cara cuci tangan yang benar. Tujuan dilakukan tindakan ini adalah mengurangi terjadinya infeksi pada luka operasi dan meningkatkan penyembuhan luka klien. Evaluasi dari tindakan yang diberikan, yaitu tampak luka post op laparatomi dengan panjang sekitar15 cm memanjang dari sisi kanan ke kiri tubuh, tidak ada serumen yang kleluar dari insisi luka, tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada daerah insisi, perut klien tertutup kasa Balutan tidak ada rembes setelah selesai tindakan perawatan luka.
Asuhan keperawatan pada masalah defisit perawatan diri adalah memberi penjelasan pada keluarga manfaat merawat diri, motivasi keluarga membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari klien. Motivasi pada klien untuk melakukan perawatan diri sesuai kemampuan, motivasi keluarga untuk memotong kuku, mendemonstrasikan cara untuk membersihkan badan secara benar. Tujuan dari tindakan ini adalah kebersihan diri dapat terpenuhi. Evaluasi yang dapat dilihat adalah klien merasa lebih segar setelah dibersihkan badannya dan gigi telah dibersihkan, tidak ada bau yang tidak sedap pada badan dan mulutnya.
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 4 ANALISIS KASUS
Bab 4 adalah analisis kasus yang berisikan profil lahan praktek, analisis masalah keperawatan dengan konsep terkait kkmp dan kasus yang ada, dan analisis salah satu intervensi dengan konsep dan penelitian terkait. 4.1 Profil Lahan Praktik RSUP Fatmawati
merupakan salah satu rumah sakit yang terbesar di
Indonesia dan menjadi rumah sakit rujukan nasional. Letak RSUP Fatmawati cukup strategis yaitu berada di Cilandak, Jakarta Selatan dan mudah diakses masyarakat. RSUP Fatmawati melayani berbagai keluhan kesehatan masyarakat, dengan menyediakan berbagai pelayanan terutama perawatan dan pengobatan pada semua golongan umur khususnya pada pasien anak. RSUP Fatmawati mempunyai ruang perawatan anak di lantai 3 Teratai Selatan dan Utara. Ruang perawatan ini dibagi-bagi sesuai dengan kebutuhan. Ruang perawatan Teratai Utara khusus menangani pasien bedah dan Teratai Selatan untuk pasien penyakit dalam.
Gedung Teratai 3 Utara merupakan ruang rawat bedah anak di RSUP Fatmawati. Ruang Teratai 3 utara terdiri dari ruang rawat inap kelas satu, dua, dan tiga. Ruang ini memiliki kapasitas kamar untuk kelas tiga sebanyak empat kamar (24 tempat tidur), kamar kelas satu (delapan tempat tidur), dan dua kamar perawatan kelas dua (delapan tempat tidur). Ruang teratai juga memiliki satu kamar isolasi (dua tempat tidur) dan ruang khusus luka bakar ada tiga tempat tidur. Total kapasitas tempat tidurnya 45 buah. Tingkat ketergantungan pasien yang dirawat rata-rata termasuk katagori parsial care, tetapi ada juga yang tergolong self care dan total care.
Kasus penyakitt yang dirawat di ruang Teratai 3 Utara bervariasi. Ruangan ini untuk perawatan kelas satu dua, dan tiga. Kelas satu dan dua digunakan merawat pasien bedah dan non bedah, sedangkan kelas tiganya khusus merawat kasus bedah, tetapi terkadang juga merawat kasus non bedah seperti demam berdarah atau bronkopneumoni jika di Teratai 3 Selatan penuh. Status 35 Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
36
pasiennya diistilahkan pasien titipan, jika di Teratai 3 Selatan ada tempat maka akan dipindah di 3 Selatan.
Berdasarkan catatan kepegawaian di ruang anak Teratai 3 Utara diperoleh data bahwa pegawai di ruang ini terdiri dari 23 perawat, 2 pekarya, bagian gizi dan 2 Cleaning Service. Ruangan tersebut dipimpin oleh seorang kepala ruangan yang berlatar belakang pendidikan S1 Keperawatan dan sedang melanjutkan studi S2. Pendidikan perawat di ruang tersebut pun cukup bervariasi. Perawat ruangan memiliki tingkat pendidikan S1 (61%) dan D3 (37%). Terdapat 1 orang perawat yang sedang melanjutkan studi ke jenjang pendidikan S1 dan dua perawat yang melanjutkan studi ke jenjang pendidikan S2.
Apendisitis merupakan penyakit dengan angka kejadian di peringkat pertama menurut data di ruang Teratai 3 Utara periode 3 bulan terakhir.. Pada periode 1 Maret sampai dengan 17 Juni 2014, tercatat 54 anak yang dirawat dengan kasus Apendisitis. Bila dilihat dari kelompok usia penderita apendisitis, tercatat anak pada rentang usia 4 sampai dengan 6 tahun 40%, anak pada rentang usia 7 sampai dengan 12 tahun 46,7%, anak pada rentang usia 13 sampai dengan 18 tahun 13.3%. Lama hari rawat penderita apendisitis di ruang Teratai 3 Utara rata-rata dirawat 3 sampai 7 hari.
Apendisitis merupakan penyakit peradangan pada apendiks. Apendisitis merupakan keadan yang paling sering memerlukan tindakan pembedahan segera untuk mencegah terjadinya komplikasi lanjut (Wong et al., 2009). Anak yang dirawat setelah tindakan bedah membutuhkan pemantauan ketat, terutama pemantauan status hemodinamika, tingkat kesadaran, tanda-tanda infeksi yang dilihat melalui nilai leukosit, suhu tubuh dan kondisi luka post operasi anak. Pemantauan ini penting dilakukan untuk mengantisipasi dan memberikan intervensi yang tepat pada anak. Mengacu pada perbandingan jumlah perawat dan pasien yang tidak seimbang, proses penyembuhan luka
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
37
post operasi pada anak dapat berisiko mengalami penyebaran infeksi dan penyembuhan yang lambat.
Luka post operasi laparatomi apendektomi memerlukan perawatan khusus dengan mempertahankan sterilitas. Luka post operasi tersebut dapat mengalami infeksi oleh mikroorganisme yang ada di lingkungan rumah sakit. Luka post operasi yang terlihat basah dan adanya nanah mengindikasikan telah terjadinya infeksi pada luka. Kultur pus perlu dilakukan untuk melihat jenis mikroorganisme yang menginfeksi dan ketepatan terapi medis dalam pemberian antibiotik yang diberikan kepada klien.
Pencegahan agar tidak terjadinya kontaminasi silang pada luka post operasi klien dan petugas kesehatan diperlukan tindakan pemutusan rantai infeksi. Pemutusan rantai infeksi juga dapat dilakukan melalui portal keluar (Crisp & Taylor, 2009). Caranya adalah dengan melaksanakan teknik mencuci tangan dan penyediaan tempat pembuangan sampah infeksius. Teknik cuci tangan dengan enam
langkah merupakan program
rumah sakit yang sudah
disosialisasikan melalui media poster dan melalui penjelasan perawat kepada anggota keluarga klien. Setiap pasien yang masuk dijelaskan pada keluarga bagaimana cara mencuci tangan dengan enam langkah benar. Setiap dinding disediakan fasilitas hand rup sehingga keluarga pasien dapat memanfaatkan fasilitas tersebut. Ruangan Teratai 3 Utara telah melakukan pemisahan sampah medis, dan non medis.
4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep terkait KKMP dan Kasus Terkait Mahasiswa pada waktu praktek profesi keperawatan, mendapat tugas mengelola satu pasien kelolaan utama. Penulis tertarik untuk merawat pasien post operasi apendiktomi pada anak usia sekolah. Hal ini dikarenakan banyaknya kasus apendistis yang terjadi di ruangan dan anak sekolah lebih mudah untuk diajak komunikasinya. An. F merupakan pasien kelolaan utama dengan diagnosa medis apendisitis suspek perforasi. Masalah keperawatan
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
38
yang muncul pada An. F meliputi nyeri akut, hipertermia, risiko infeksi, dan defisit perawatan diri. Berdasarkan wawancara dengan ibu klien mengenai proses terjadinya apendisitis, didapat informasi bahwa
An. F mempunyai kebiasaan makan
yang tidak suka mengkonsumsi sayur dan jarang makan buah. Perilaku tersebut memungkinkan menjadi penyebab terjadinya apendisitis pada klien. Kurangnya konsumsi serat mengakibatkan konsistensi feses menjadi keras. Feses yang mengeras seperti batu (fekalit) dapat menyebabkan sumbatan pada lumen apendiks. Sumbatan yang terjadi pada lumen apendiks akan menimbulkan peradangan pada apendiks. Menurut penelitian Lund dan Folkman, 1996 (dalam Wong et al., 2009) bahwa anak-anak dengan diet tinggi serat memiliki angka insiden apendisitis lebih rendah dari pada anakanak dengan asupan serat yang rendah. Serat pangan akan meningkatkan massa dan kelunakan feses. Salah satu faktor yang bisa mengurangi kemungkinan obstruksi dan meningkatkan evakuasi.
Masyarakat perkotaan mempunayi kebiasaan pola makan yang kurang sehat. Masyarakat perkotaan saat ini lebih menggemari
dan mengkonsumsi
makanan yang serba instan dan cepat saji. Makanan yang cepat saji dan instan tersebut sedikit mengandung serat makanan. Kurangnya konsumsi makanan serat dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya sumbatan pada lumen appendiks. Sebuah hasil penelitian menunjukkan masyarakat urban Afrika Selatan yang mengkonsumsi makanan rendah serat daripada orang Caucasian, insiden apendisitis terjadi lebih rendah pada orang Caucasian (Carr, 2000). Urbanisasi mempengaruhi transisi demografi dan terjadi perubahan pola makan dalam masyarakat seiring dengan peningkatan penghasilan yaitu konsumsi tinggi lemak dan rendah serat (Sjamsuhidayat & Jong, 2005).
4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
39
kondisi tersebut menjadi stressor bagi anak maupun keluarga (Wong et al., 2009). Salah satu stressor yang dialami anak akibat hospitalisasi adalah nyeri. Tindakan pembedahan pada apendiks menimbulkan nyeri post operasi. Aplikasi tesis yang terkait dengan asuhan keperawatan anak dengan post operasi apendektomi yang mengalami nyeri adalah massase effleurage. Terapi massase effleurage ini merupakan salah satu cara distraksi taktil yang dilakukan dengan menggosok atau memijat pada daerah punggung klien. Tindakan ini dilakukan sejalan dengan penatalaksanaan medis dalam pemberian obat analgetik.
Nyeri pasien post operasi akan dirasa 12 sampai 36 jam sesudah operasi dan penurunan nyeri setelah tiga hari post operasi (Wong et al., 2009; Berman & Snyder, 2011). Pengalaman nyeri setelah post operasi merupakan bagian yang harus dihadapi pasien. Nyeri setelah operasi didefinisikan sebagai sensori yang tidak menyenangkan atau pengalaman emosi yang berhubungan dengan kerusakan jaringan potensial atau nyata atau menggambarkan terminologi suatu kerusakan (Brygel, 2005 ; Cheifetz, 2010).
Sensasi nyeri dirasakan pasien post operasi ditimbulkan adanya rangsangan iritasi sepanjang saraf perifer akibat tindakan pembedahan (Breman & Snyder, 2011). Pemicu nyeri post operasi apendektomi disebabkan oleh sayatan kulit abdomen yang menstimulasi rangsangan nociceptor (Mas’ud, 1993). Rangsangan sensasi nyeri post operasi bagi anak dapat meningkatkan kondisi kejiwaan yaitu stres post operasi. Hal ini tentu akan berpengaruh negatif pada pengurangan rasa nyeri yang muncul (Lewis et al., 2011). Maka tindakan untuk mengontrol nyeri sesudah dilakukan pembedahan menjadi begitu penting baik yang bersifat farmakologis maupun nonfarmakologis.
Metode pengurangan nyeri dapat dikelompokkan menjadi dua katagori yaitu secara farmakologi dan nonfarmakologis. Jika memungkinkan keduanya dapat dilakukan, namun tindakan nonfarmakologis tidak dapat menggantikan analgetik (Wong et al., 2009). Tindakan menghilangkan
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
nyeri dengan
Universitas Indonesia
40
menggunakan obat merupakan bentuk pengendalian nyeri yang diberikan perawat sebagai tindakan kolaborasi dengan dokter. Terapi nonfarmakologis merupakan terapi tanpa obat, terapi ini dengan cara memberikan teknikteknik tertentu untuk mengurangi nyeri. Tindakan nonfarmakologis merupakan tindakan mandiri perawat. Tindakan nonfarmakogis mencakup intervensi perilaku-kognitif dan penggunaan agen-agens fisik. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri secara nonfarmokologis ialah hypnosis, massage, nafas dalam (Potter & Perry, 2005; Black & Hawks, 2009). Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) dalam Perry dan Potter (2005) mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau bahkan dihambat oleh mekanisme pertahanan disepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan ditutup. Upaya pertahanan tersebut merupakan dasar terapi menghilangkan nyeri. Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung klien dengan lembut.
Massase adalah suatu tindakan atau pijatan yang dilakukan untuk membantu proses pemulihan beberapa penyakit dengan menggunakan sentuhan tangan dan tanpa memasukkan obat ke dalam tubuh (Wiyoto, 2011). Massase merupakan suatu tindakan sehingga dapat membantu relaksasi, menurunkan ketegangan otot dan dapat menurunkan kecemasan (Berman & Snyder. 2009). Tujuan massase adalah menciptakan kenyamanan, relaksasi dan kebugaran melalui sentuhan terapis yang dilakukan secara terangkai (Braun & Simson, 2014). Tujuan lain adalah memperbaiki sirkulasi darah, memperbaiki fleksibilitas dan mengurangi nyeri (Wiyoto, 2011).
Hasil riset menunjukkan bahwa gosokan punggung sederhana selama 3 menit dapat meningkatkan kenyamanan dan relaksasi klien serta memiliki efek positif pada kardiovaskuler seperti tekanan darah, frekuensi denyut jantung dan pernafasan. Massase punggung memiliki kemampuan untuk relaksasi. Pijat punggung juga dapat meningkatkan kualitas tidur pada klien yang
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
41
menderita sakit kritis (Labyak & Metzger, 1997; Gauthier, 1999; Richard, 1998 dalam Berman & Snyder, 2009). Efflaurage adalah suatu gerakan dengan menggunakan seluruh permukaan telapak tangan melekat pada bagian tubuh yang digosok (Wiyoto, 2011). Gosokan punggung, istilah yang menunkjukkan effleurage adalah tehnik yang sejak dulu digunakan dalam perawatan untuk meningkatkan istirahat dan relaksasi (Berman & Snyder, 2009). Berdasarkan penelitian Fitrianingrum,
(2012) ada pengaruh tehnik relaksasi effleurage terhadap nyeri pada pasien post apendiktomi di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus. Nirmala, (2011) juga melakukan penelitian pengaruh teknik effleurage terhadap penurunan nyeri post operasi sectio Cessaria (SC) di RSUD Tuban, hasilnya ternyata teknik efleurage ini bisa mengurangi rasa nyeri post operasi SC. Penulis telah melakukan intervensi massase punggung sebanyak tiga anak usia sekolah dengan kasus post apendektomi hari ke dua. Dua pasien mengatakan nyeri berkurang dari dari skala 5 ke skala 3, sedangkan satu pasien mengatakan nyeri tetap, tetapi badannya terasa lebih nyaman. Berdasarkan hal tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa massase effleurage dapat dijadikan alternatif tindakan mandiri perawat dalam mengurangi nyeri post operasi Apendektomi.
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 5 PENUTUP Bab 5 merupakan bab penutup, terdiri dari simpulan dan saran. 5.1 Simpulan Berdasarkan tujuan penulisan karya ilmiah ini yaitu, mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan post operasi apendektomi, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: a. Masalah keperawatan yang ditemukan pada kasus kelolaan adalah nyeri akut, hipertermia, resiko infeksi, dan defisit perawatan diri. b. Rencana tindakan yang dilakukan disesuaikan dengan masalah keperwatan yang muncul. Rencana tindakan keperawatan untuk nyeri akut meliputi kaji skala nyeri, berikan posisi yang nyaman, dorong ambulasi dini, sediakan permainan yang disukai anak, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dan distraksi masase punggung, serta kolaborasi pemberian analgetik. c. Implementasi yang dilakukan berdasarkan rencana tindakan yang telah dibuat dan disesuaikan dengan kondisi pasien. Implementasi yang dilakukan pada klien pada nyeri akut adalah mengkaji skala nyeri, memberikan posisi yang nyaman, mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, permainan yang digemari anak dan melakukan masase punggung (massase effleurage) serta pemberian injeksi ketorolac sesuai indikasi. d. Evaluasi diperlukan untuk mengetahui keberhasilan tindakan yang telah dilakukan. Hasil pelaksanaan tindakan yang dilakukan pada klien nyeri akut adalah klien mengalami penurunan nyeri, khususnya setelah dilakukan massase effleurage pada punggung selama 3 menit. e. Massase efleurage pada punggung dapat meningkatkan rasa nyaman dari klien sehingga nyeri bisa berkurang.
5.2 Saran Bedasarkan hasil penelitian yang menunjukkan ada penurunan nyeri pada anak operasi apendektomi setelah dilakukan pijatan (massase) pada punggung, maka hasil ini dapat menjadi pertimbangan untuk institusi
42 Universitas Indonesia Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
pendidikan dalam memberikan informasi dan pelatihan/ praktik saat perkuliahan mengenai terapi ini. Aplikasi terapi massase effleurage ini baru diberikan kepada pasien kelolaan utama dan dua orang pasien selama mahasiswa praktik di rumah sakit. Keterbatasan jumlah responden dan waktu mahasiswa ini kurang memberikan hasil yang signifikan bagi penelitian. Oleh karena itu, diharapkan penerapan aplikasi terapi distraksi massase effleurage pada punggung ini dapat diberikan dengan jumlah responden yang lebih banyak.
42 Universitas Indonesia Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
40
DAFTAR PUSTAKA
Ball, J.W., & Bindler R.C., (2003). Pediatric Nursing : Caring for Children. 3rd ed. New Jersey: Prentice Hall. Berman, A. & Snyder, S.J. (2011). Fundamental of nursing. 9 ed. USA : Person. Black, J. M. & Hawks, J. H. (2009). Medical surgical nursing : Clinical management for positive outcome. USA : Sounders Elsevier. Brunner, L.S., & Suddarth, D.S. (2001). Text book of medical surgical nursing. (6 ed). Philadelphia: J.B. Lippincott. Costello, A.M. (2008). Hospitalization. http://www.answer.com/topic/hospitalization. (Diuduh tanggal 19 Juni 2014). Crisp. J & Taylor. (2009). Fundamental of nursing. Australia: Mosby Elseiver. Doenges, M.E. (2000). Rencana asuhan keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC. Firtrianingrum, 2012. Pengaruh tehnik relaksasi effleurage terhadap penurunan nyeri pada pasien post Appendiktomy di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus. Jurnal : JIKK vol.4.no2,Juli 2013:45-51. Diunduh tanggal 24 Mei 2014. Guyton, A.C. & Hall, J>E> (2008). Fisiologi kedokteran. Edisi 11. Alih bahasa : Irawati, et al. Jakarta : EGC. Hockenberry, M.J, & Willson, D. (2007). Wong’s Nursing care of infants and children. (8 ed). St. Louis Missouri: Mosby Elseiver. Kozier, B., Erb, G., Berman, A,. & Snyder, S. (2010). Fundamental of nursing, concepts, process, and practice. (8th ed). California : Addison-Wesley. Lee, D. (2009). Appendicitis and appendectomy. http://www.medicinenet.com/appendicitis (Diunduh pada 19 Juni 2014). Manworren, R. C. B. (2010). Pediatric nurses' journeys to relieve children's postoperative pain. (Order No. 3408941, The University of Texas at Arlington). ProQuest Dissertations and Theses, , 357. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/609518721?accountid=17242. (609518721).
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
41
Messerer, B., Gutmann, A., Weinberg, A., & Sandner-kiesling, A. (2010). Implementation of a standardized pain management in a pediatric surgery unit. Pediatric Surgery International, 26(9), 879-89. doi:http://dx.doi.org/10.1007/s00383-010-2642-1. Potter, P.A., & Perry, A.G. (2006). Fundamental of nursing: concepts, process and practice. Edisi 4. Alih bahasa : Renata. Jakarta a; EGC. Sherwood, L. (2001). Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi 2. Cetakan I. Jakarta: EGC. Sjamsuhidjat, R. & Jong, W.D. (2005). Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2002). Textbook of medical-surgical nursing. (10 ed). Philadelphia ; Lippincott William & Wilkins.
th
Tamsuri, A. (2007). Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC. Wiyoto. T.B. (2011). Remedial massage panduan pijat penyembuhan bagi fisioterapis, praktisi, dan instruktur. Yogyakarta : Mulia medika. Wong, D. L. (2004). Pedoman klinis keperawatan pediatrik, Alih bahasa, Monica Ester; editor edisi bahasa Indonesia. Jakarta: EGC. Wong, et al. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik wong. Volume 2. Jakarta : EGC. Zengerle-Levi, K. (2006). Nursing the child who is alone in hospital. Pediatric Nursing. 32(3),226-231.
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PASIEN POST OPERASI APENDEKTOMI DI RUANG TERATAI 3 UTARA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
MARIYATUL KIPTIYAH, S.Kep 1106129934
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM NERS ILMU KEPERAWATAN DEPOK, JAWA BARAT JULI 2014
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PASIEN POST OPERASI APENDEKTOMI DI RUANG TERATAI 3 UTARA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
KARYA ILMIAH AKHIR NERS Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Ners Keperawatan
MARIYATUL KIPTIYAH, S.Kep 1106129934
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM NERS ILMU KEPERAWATAN DEPOK, JAWA BARAT JULI 2014
i Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir. Karya ilmiah yang berjudul “Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Pasien Post Operasi Apendektomi
di Ruang Teratai 3 Utara RSUP Fatmawati” dalam rangka
memenuhi tugas mata ajar Karya Ilmiah Akhir.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam karya ilmiah ini. Penulis menyadari tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak karya ilmiah ini sulit untuk diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih pada 1. Ibu Elfi Syahreni, M.Kep.Sp.Kep.An., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan ilmu, koreksi, dan motivasi sampai karya ilmiah ini selesai dengan baik. 2. Ibu Siti Chodidjah, SKp., MN., selaku dosen penguji yang telah memberikan koreksi dan saran untuk perbaikan karya ilmiah ini. 3. Ibu Fajar Tri Waluyanti, SKp., M.Kep., Sp. Kep. An., selaku Koordinator mata ajar peminatan anak. 4. Ibu Ns. Nur Hidayatun, S.Kep. M.Kep. Sp. Kep.An., selaku pembimbing klinik di ruang Teratai 3 Utara RSUP Fatmawati yang telah meluangkan waktu membimbing selama praktek klinik. 5. Ibu Juniarti Sahar, Phd., selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 6. Suamiku tercinta, Dwi Budi Prasetyo yang telah memberikan semangat, dukungan materil, moril, kasih sayang, dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini 7. Anak-anakku
tersayang Widya Prameswari, Rahmanita Larasati, dan
Andini Pitaloka yang memberikan dukungan moral dan doanya. 8. Orang tua tercinta Bapak Djakfar (alm), Ibu Kimiyah, Bapak Karmadi, dan Ibu Tuti yang selalu memberikan dukungan moral dan doanya.
v Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
9. Sahabat dan teman dekat yang secara langsung maupun tidak langsung membantu proses penyelesaian karya ilmiah ini. 10. Teman-teman kelompok peminatan anak yang selama 7 minggu yang telah berjuang bersama penulis untuk menyelesaikan praktik profesi. 11. Semua pihak tidak dapat penulis uraikan satu persatu tanpamengurangi rasa terima kasih penulis.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan karya ilmiah akhir ini. Tiada gading yang tak retak. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini lebih dapat dikembangkan lagi pada penelitian selanjutnya dan dapat memberi manfaat bagi pengembangan ilmu keperawatan.
Depok, 7 Juli 2014
Penulis
vi Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Mariyatul Kiptiyah, S.Kep : Profesi Keperawatan (Ners) : Analisis Praktek Klinik Ilmu Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Pasien Post Operasi Apendektomi di RSUP Fatmawati
Apendisitis adalah infeksi pada apendiks, merupakan keadaan yang paling sering memerlukan tindakan bedah pada anak. Karya ilmiah ini bertujuan untuk menggambarkan asuhan keperawatan anak post operasi apendektomi. Salah satu masalah keperawatan yang terjadi setelah tindakan pembedahan adalah nyeri. Tindakan keperawatan terkait nyeri meliputi pengkajian tingkat nyeri, pengaturan posisi baring, teknik relaksasi nafas dalam, penyediaan maianan yang disukai anak, massase punggung, dan kolaborasi pemberian analgetik. Asuhan keperawatan yang dilakukan juga merupakan penerapan terapi distraksi taktil berupa massase effleurage, mengurangi nyeri post operasi apendektomi. Hasil yang didapat klien merasa berkurang nyerinya setelah dilakukan pemijatan selama 3 menit pada punggung. Masase effleurage dapat digunakan untuk menambah ketrampilan perawat dalam mengatasi nyeri secara nonfarmakologis. Kata kunci : apendektomi, nyeri, massase effleurage
viii Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
ABSTRACT
Name : Mariyatul Kiptiyah, S.Kep Study Program : Ners Subject : Analysis of Urban Health Nursing Clinical Practice Postoperative Appendectomy in RSUP Fatmawati (Teratai 3 Utara Room)
Appendicitis is an infection of the appendix, is a condition that most often require surgical intervention in children. Scientific purpose is to describe the postoperative nursing care children appendectomy. One of the nursing problems that occur after surgery is pain. Nursing actions related pain include assessment of pain level, setting the position of rest, deep breathing relaxation techniques, providing a toy that is preferred by children, massage backs, and collaboration providing analgesic. Nursing care is carried out is also an application of tactile form of distraction therapy massage effleurage, reducing postoperative pain appendectomy. The results obtained clients feel less pain after the massage for 3 minutes on the back. Effleurage massage can be used to increase skills of nurses in dealing with non-pharmacological pain. Keyword : Appendectomy, pain, effleurage massage
ix Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
DAFTAR ISI Halaman Judul ………………………………………………………………. i Lembar Pernyataan Orisinalitas …………………………………………….. ii Lembar Pengesahan ………………………………………………………… iii Lembar Persetujuan Pembimbing …………………………………………… iv Kata Pengantar ………………………………………………………………. v Lembar persetujuan Publikasi Karya Ilmiah ………………………………... vii Abstrak ………………………………………………………………………. viii Abstract ……………………………………………………………………… ix Daftar Isi …………………………………………………………………….. x Daftar Tabel ………………………………………………………………….. xii Daftar Gambar ……………………………………………………………….. xiii Daftra Lampiran ……………………………………………………………… xiv Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang …………………………………………………… 1 1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………... 4 1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………………… 5 1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………………….. 5 Bab 2 Tinjauan Kasus 2.1 Konsep Anak Usia Sekolah ……………………………………… 7 2.2 Konsep Hospitalisasi …………………………………………….. 8 2.2.1 Definisi ……………………………………………………. 8 2.2.2 Stesor Hospitalisasi ……………………………………….. 8 2.2.3 Resaksi Anak terhadap Hospitalisasi …………………….. 8 2.3 Anatomi dan Fisiologi Apendiks ………………………………… 9 2.4 Apendisitis ……………………………………………………….. 10 2.4.1 Definisi …………………………………………………… 11 2.4.2 Etiologi …………………………………………………… 11 2.4.3 Tanda dan Gejala …………………………………………. 11 2.4.4 Patofisiologi ………………………………………………. 12 2.4.5 Pemeriksaan Diagnostik ………………………………….. 12 2.4.6 Penatalaksanaan ………………………………………….. 13 2.5 Konsep Nyeri …………………………………………………….. 14 2.5.1 Definisi ……………………………………………………. 14 2.5.2 Mekanisme Nyeri …………………………………………. 15 2.5.3 Respon Nyeri ……………………………………………… 16 2.5.4 Tipe Nyeri ………………………………………………… 17 2.5.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri ……………….. 18 2.5.6 Nyeri Post Operasi ……………………………………….. 20 2.5.7 Penatalaksanaan Nyeri ……………………………………. 22 2.6 Massase Effleurage ………………………………………………. 25 2.6.1 Definisi …………………………………………………….. 25 2.6.2 Tehnik Massase ……………………………………………. 25 2.6.3 Effleurage ………………………………………………………… 25 2.7 Asuhan Keperawatan Pada anak Post Operasi Apendektomi …… 27
x Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Bab 3 Laporan Kasus Kelolaan 3.1 Gambaran Kasus ………………………………………………….. 30 3.2 Keadaan Umum …………………………………………………… 30 3.3 Pengkajian ………………………………………………………… 31 3.4 Masalah Keperawatan …………………………………………….. 32 3.5 Asuhan Keperawatan ……………………………………………... 33
Bab 4 Analisis Situasi 4.1 Profil Lahan Praktik ………………………………………………. 35 4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep terkait KKMP dan kasus ………………………………………………………… 37 4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian terkait ………………………………………………………………. 38 Bab 5 Penutup 5.1 Simpulan ………………………………………………………….. 42 5.2 Saran ……………………………………………………………… 42 Daftar Pustaka Lampiran
xi Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN Bab 1 merupakan bab pendahuluan, yang berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan umum dan khusus, serta manfaat penelitian. 1.1 Latar Belakang Anak usia sekolah adalah dalam rentang kehidupan usia 6-12 tahun, dimana anak sudah mulai masuk pada lingkungan sekolah. Anak mulai senang bergabung dengan teman seusianya dan mulai mempelajari budaya kanakkanak yang merupakan hubungan dekat pertama di luar anggota keluarganya (Wong, 2009). Pada usia sekolah juga didapatkan banyak permasalah kesehatan yang sangat menentukan kualitas hidup anak di masa depannya. Masalah kesehatan yang sering dialami anak usia sekolah antara lain adalah penyakit akibat permasalah lingkungan seperti demam berdarah, diare, cacingan, infeksi saluran nafas akut, serta reaksi sampingan terhadap terhadap makanan akibat buruknya sanitasi dan keamanan panagan (Judarwanto, 2005). Kondisi sakit pada anak usia sekolah sangat mmemungkinkan anak membutuhkan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Penyakit dan hospitalisasi sering kali menjadi krisis pertama yang harus dihadapi anak. Anak-anak sangat rentan terhadap penyakit dan hospitalisasi karena stress akibat perubahan dari keadaan sehat dan rutinitas lingkungannya dan keterbatasan koping yang dimiliki anak untuk menghadapi stresor. Stressor yang utama dari hospitalisasi adalah perpisahan, kehilangan kendali, cedera tubuh dan nyeri (Wong et al., 2009). Setiap anak akan berespon secara unik terhadap kondisi sakit yang dialaminya (Poter & Perry, 2005).
Apendisitis adalah inflamasi pada apendiks vermikularis (umbai cacing, kantung buntu di ujung sekum (Wong, 2004; Wong et al., 2009). Apendisitis merupakan keadaan yang paling sering memerlukan tindakan bedah pada usia kanak-kanak. Appendisitis jarang dijumpai pada anak-anak berusia kurang dari 2 tahun (Wong et al., 2009).
1 Universitas Indonesia Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
2
Penyebab pasti dari Apendisitis belum diketahui dengan pasti. Kondisi ini hampir selalu terjadi karena obstruksi lumen apendiks oleh material feses yang mengeras (fekalit), benda asing, mikroorganisme atau parasit. Penyebab lain meliputi hyperplasia limfoid, stenosis fibrosa akibat inflamasi sebelumnya, dan tumor (Wong et al., 2009). Apendisitis dapat juga disebabkan oleh gaya hidup dan kebiasaan sehari-hari yang tidak sehat seperti kurangnya mengkonsumsi makanan berserat dalam menu sehari-hari. Makanan rendah serat memicu terbentuknya fekalit yang dapat menyebabkan obstruksi pada lumen apendiks (Marianne, Susan & Loren, 2007).
Peradangan akut pada apendiks memerlukan tindakan pembedahan segera untuk mencegah terjadinya kompilkasi berbahaya (Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Apendisitis yang pada awalnya merupakan radang akut dapat berkembang dengan cepat menjadi perforasi dan peritonitis (Wong et al., 2009). Apendiktomi merupakan tindakan pembedahan untuk mengangkat apendiks dilakukan segera mungkin untuk mengurangi risiko perforasi (Brunner & Suddarth, 2001).
Ruang Teratai 3 Utara merupakan ruang khusus merawat kasus bedah anak di RSUP Fatmawati Angka kejadian anak yang dirawat di RSUP Fatmawati dengan diagnosis medis apendisitis dalam 3 bulan terakhir (1 Maret sampai dengan 17 Juni 2014) terdapat 54 kasus dari total pasien yang tercatat 459 pasien. Selama 7 minggu melaksanakan praktik profesi Ners di RS. Fatmawati, penulis sudah menemukan 6 anak yang mengalami apendisitis perforasi dengan rentang usia (4 sampai 6 tahun), 7 anak dengan rentang usia (7 sampai 12 tahun) dan 2 anak yang mengalami apendisitis akut dengan rentang usia (13 sampai 18 tahun).
Tindakan pembedahan mengakibatkan masalah keperawatan yang dialami oleh klien. Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada kasus post opersi Appendektomi antara lain resiko infeksi, resiko kekurangan volume cairan, nyeri akut (Doenges, 2000). Masalah keperawatan yang lain akibat
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
3
pembedahan adalah resiko cedera, cemas/takut, perubahan proses keluarga (Wong, 2004). Penulis menemukan masalah yang terjadi pada anak yang mengalami post opeasi apendektomi yaitu adanya nyeri akut, hipertermi, resiko infeksi, dan defisit perawatan diri.
Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi dan perilaku. Respon nyeri merupakan respon fisiologis dan perilaku yang terjadi setelah mempersepsikan nyeri tersebut (Potter & Perry, 2006). Reaksi anak terhadap nyeri dipengaruhi oleh usia perkembangan, pengalaman sebelumnya, keterampilan koping yang dimiliki dan sistem pendukung yang ada (Wong et al., 2009). Nyeri post operasi menyebabkan ketidaknyamanan dan penderitaan pada anak-anak, oleh sebab itu diperlukan upaya untuk mencegah rasa sakit dan mengobati secara efektif ketika mereka merasa nyeri. Nyeri mengakibatkan anak takut bergerak atau melakukan mobilisasi.
Pengurangan nyeri merupakan kebutuhan dasar dan hak dari semua anak. Metode pengurangan nyeri dapat dikelompokkan menjadi dua katagori yaitu farkologis dan nonfarmakologis. Jika memungkinkan keduanya dapat dilakukan, namun tindakan nonfarmakologis tidak dapat menggantikan analgetik (Wong et al., 2009). Penatalaksanaan nyeri secara nonfarmakologis terdiri dari berbagai strategi pelaksanaan nyeri secara fisik dan kognitif perilaku (Berman & Snyder, 2009). Beberapa teknik nonfarmakologis seperti distraksi, relaksasi, imajinasi terpimpin dan stimulasi kutaneus memberikan strategi koping yang dapat membantu mengurangi persepsi nyeri, membuat nyeri dapat lebih ditoleransi, menurunkan cemas dan meningkatkan efektifitas analgetik (Wong et al., 2009)
Penatalaksanaan nyeri secara nonfarmakologis terdiri dari berbagai strategi penatalaksanaan
nyeri
secara
fisik
dan
kognitif-perilaku.
Intervensi
keperawatan terkait kognitif perilaku meliputi aktivitas distraksi, teknik relaksasi, imajinasi, meditasi, biofeedback, hipnotis, dan sentuhan terapeutik. Tipe meliputi distraksi visual, distraksi auditori, distraksi taktil, dan distraksi
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
4
intelektual. Massase termasuk dalam distraksi taktil (Berman & Snyder, 2009).
Pemijatan atau massase merupakan tindakan dengan memberikan pijatan pada bagian tubuh tertentu untuk memperlancar sirkulasi darah (Potter & Perry, 2006). Teknik massase dengan metode Sweden massase meliputi effleurage / gosokan, petrisage / pijatan, shacking/ goncangan, tapotemen / pukulan, friction /gerusan, vibration / getaran, stroking / mengurut dan skin rolling / melipat dan menggeser kulit (Wiyoto, 2011).
Berdasarkan
penelitian
Fitrianingrum, (2012) ada pengaruh tehnik relaksasi effleurage terhadap nyeri pada pasien post apendiktomi di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus. Nirmala, (2011) juga melakukan penelitian pengaruh teknik effleurage terhadap penurunan nyeri post operasi Sectio Cassaria.di RSUD Tuban, hasilnya ternyata teknik effleurage ini ada manfaatnya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut penulis tertarik untuk mengaplikasikan tehnik distraksi dengan massase effleurage pada pasien post operasi apendiktomi.
1.2 Rumusan Masalah Kasus apendisitis yang terjadi di ruang Teratai 3 Utara cukup tinggi. Tiga bulan terakhir (April sampai Juni 2014) menempati urutan pertama melebihi kasus cidera kepala dan fraktur. Apendisitis menjadi salah satu penyebab dilakukannya
tindakan
bedah
intraabdominal
pada
anak.
Tindakan
apendektomi akan menimbulkan nyeri pada anak akibat pembedahan. Salah satu tindakan untuk menurunkan nyeri secara nonfarmakologi adalah melakukan massase effleurage yang dikombinasikan dengan pemberian analgetik. Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dari karya ilmiah ini adalah bagaimana pengaruh massase effleurage terhadap pengurangan nyeri pada anak post operasi apendektomi?
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
5
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1
Tujuan Umum Mengetahui gambaran asuhan keperawatan pada anak dengan post operasi laparatomi apendektomi dengan pemberian massase effleurage untuk mengurangi nyeri.
1.3.2
Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran umum anak dengan post operasi apendektomi b. Mengetahui gambaran masalah keperawatan yang terjadi pada anak dengan post operasi apendektomi c. Mengetahui efek pemberian massase effleurage disertai pemberian analgetik pada anak yang mengalami nyeri.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penulisan karya ilmiah ini dapat diambil manfaatnya baik untuk masyarakat, pendidikan keperawatan maupun praktek keperwatan di lapangan. 1.4.1
Bagi masyarakat Karya ilmiah ini bermanfaat sebagai salah satu bentuk pelayanan keperawatan dalam menangani masalah nyeri terkait perawatan anak dengan post operasi apendektomi. Massase effleurage ini diharapkan membawa manfaat untuk menurunkan nyeri secara nonfarmakologis dan mendekatkan hubungan orang tua dan anak.
1.4.2
Bagi Pendidikan Keperawatan Karya ilmiah ini dapat menjadi tambahan pengetahuan dalam pemberian asuhan keperawatan anak dengan post operasi laparatomi apendektomi bagi mahasiswa keperawatan dan perawat di lahan klinik. Karya ilmiah ini juga memberikan gambaran penerapan cara lain pengurangan nyeri berupa masase pada punggung.
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
6
1.4.3
Bagi Praktek Keperawatan Karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi landasan untuk menerapkan salah satu cara pengelolaan nyeri nonfarmakologis. Teknik distraksi massase effleurage dapat dijadikan salah satu alnernatif pilihan untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan ketrampilan perawat dalam melaksanakan tindakan mandiri dalam manajemen nyeri.
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab 2 adalah tinjauan pustaka yang berisikan konsep anak usia sekolah, konsep hospitalisasi, anatomi dan fisiologi apendiks, apendisitis, konsep nyeri, massase effleurage, dan asuhan keperawatan pada anak post operasi Apendektomi. 2.1 Konsep Anak Usia Sekolah Anak usia sekolah adalah anak yang berusia 6 sampai 12 tahun. Pada periode ini anak mulai memasuki dunia yang lebih luas, ditandai dengan anak memasuki dunia /lingkungan yang memberikan dampak perkembangan dan hubungan dengan orang lain. Karakeristik perkembangan anak usia sekolah dimulai dengan perkembangan biologis, psikososial, temperaman, moral spiritual, bahasa, social, konsep siri dan seksualitas (Hockenbery & Wilson, 2007).
Perkembangan biologis ditandai dengan perkembangan pertumbuhan dan berat badan, perubahan proporsi tubuh, dan kematangan sistem tubuh. Anak akan mengalami pertumbuhan 5 cm untuk mencapai tinggi badan 30-60 cm dan berat badan akan bertambah dua kali lipat dan bertambah dua sampai tiga kilogram pertahun. Perkembangan psikososial anak usia sekolah ditandai dengan
pengembangan
mengembangkan
fase
kemampuan
industri. personal
Pada dan
tahap
industri
kemampuan
anak sosial.
Perkembangan temperamen anak dikembangkan melalui interaksi dengan lingkungan sekitarnya (Hockenbery & Wilson, 2007).
Perkembangan kognitif usia sekolah menurut Pieget berada pada tahap concrete operation. Anak usia sekolah mulai memiliki kemampuan menghubungkan serangkaian kejadian yang dapat diungkapkan secara verbal ataupun simbolik (Hockenbery & Wilson, 2007). Tahap ini juga ditandai dengan tindakan logis dan pikiran konkrit yang reversibel (Muscuri, 2001). Ketrampilan yang penting pada usia sekolah adalah kemampuan membaca yang diperoleh selama bertahun-tahun sekolah dan menjadi alat kemandirian buat anak. Kemampuan untuk mengeksplorasi, berimajinasi dan memperluas 7 Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
8
pengetahuan ditingkatkan dengan kemampuan membaca (Hockenbery & Wilson, 2007). Anak sekolah juga mengalami perkembangan pola artikulasi kata seperti orang dewasa pada usia 7-9 tahun (Muscari, 2001). Kemampuan tersebut sangat membantu perawat dalam menjelaskan penatalaksanaan medis saat menjalani hospitalisasi (Hall & Blinder, 2003).
2.2 Konsep Hospitalisasi 2.2.1 Definisi Hospitalisasi adalah masuknya individu ke rumah sakit sebagai pasien dengan berbagai alasan seperti untuk pemeriksaan diagnostik, prosedur operasi, perawatan medis, pemberian obat atau pemantauan kondisi tubuh (Costello, 2008). Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi stressor bagi anak maupun keluarga (Wong et al., 2009).
2.2.2 Stresor Hospitalisasi Stressor utama dari hospitalisasi yang dialami anak selama dirumah sakit adalah cemas akibat perpisahan, kehilangan kendali, cedera tubuh dan nyeri. Reaksi anak terhadap krisis tersebut dipengaruhi oleh usia perkembangan, pengalaman sebelumnya tentang penyakit, perpisahan atau hospitalisasi, ketrampilan koping yang dimiliki anak, keparahan diagnosis, dan sistem pendukung yang ada (Wong et al., 2009).
2.2.3 Reaksi Anak Usia Sekolah Terhadap Hospitalisasi Hospitalisasi yang dialamai menuntut anak tersebut melakukan reaksi dan adaptasi. Mekanisme pertahanan utama anak usia sekolah adalah reaksi formasi, yaitu suatu mekanisme pertahan diri yang tidak disadari, anak menganggap suatu tindakan adalah berlawanan dengan dorongan hati yang mereka sembunyikan. Anak sekolah dapat bereaksi terhadap perpisahan dengan menunjukkan kesendirian, kebosanan, isolasi, dan depresi. Anak
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
9
mungkin juga menunjukkan agresi, iritabilitas, serta ketidakmampuan berhubungan dengan saudara kandung atau teman sebayanya. Perasaan kehilangan kendali dengan bergantung pada orang lain dan gangguan peran dalam keluarga. Takut cedera dan nyeri merupakan akibat dari rasa takut terhadap penyakit, kecacatan dan kematian (Muscari, 2001).
Pada beberapa anak usia sekolah, kemampuan menguasai stress hospitalisasi merupakan dasar dalam mencapai peningkatan koping untuk mengatasi kesulitan situasi lain. Beberapa metode untuk meningkatkan koping dan menurunkan stress antara lain terapi seni, terapi tari, doa, terapi musik, terapi relaksasi, terapi sentuhan, dan terapi binatang kesayangan (Potts & Mandleco, 2007). Perawat dituntut mempunyai keahlian dan ketrampilan dalam meningkatkan koping dan menurunkan stress anak.
2.3 Anatomi dan Fisiologi Apendiks Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kurang lebih 10 cm (4 inci), lebar 0,3 sampai dengan 0,7 sentimeter yang melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Apendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar pada bagian distal. Apendiks adalah tonjolan kecil mirip jari di dasar sekum atau berbentuk kantung buntu di bawah tautan antara usus halus dan usus besar di katup ileosekum (Sherwood, 2001).
Permukaan eksternal apendiks tampak halus berwarna merah kecokelatan hingga kelabu. Permukaan dalam atau mukosa apendiks secara umum sama dengan mukosa pada kolon, berwarna kuning muda, bernodular, dan terdapat komponen limfoid yang prominen. Jaringan limfoid terdapat di dinding mukosa
apendiks.
mesoapendiks
Permukaan
(mesenter
apendiks
pendek
yang
dikelilingi melekat
peritoneum
pada
usus
dan
halus).
Mesoapendiks berisi pembuluh darah apendikular dan persarafan. Apendiks diperdarahi oleh arteri apendikularis yang merupakan cabang dari bagian bawah arteri ileocoli. Arteri apendiks termasuk end arteri. Aliran balik
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
10
darah pada appendiks melalui vena apendiseal cabang dari vena ileocoli berjalan ke vena mesentrik superior dan kemudian masuk ke sirkulasi portal.
Persarafan yang mempersarafi apendiks terdiri dari saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dari arteri apendikularis. Sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus.
Apendiks merupakan bagian dari organ sistem pencernaan manusia yang tidak memiliki fungsi yang jelas. Namun apendiks memiliki fungsi sebagai pelindung
terhadap
infeksi
mikroorganisme
intestinal.
Apendiks
menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya.
2.4 Apendisitis
Gambar Apendisitis Sumber : medicine Net. Inc
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
11
2.4.1 Definisi Apendisitis Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks dan menjadi penyebab umum terjadinya tindakan emergency bedah abdomen pada anak (Hockenberry & Wilson, 2008). Definisi lain Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks, sebuah kantung buntu yang berhubungan dengan bagian akhir secum yang umumnya disebabkan oleh obstruksi pada lumen appendiks (Luxner, 2005). Jadi dapat disimpulkan apendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada apendiks (kantung buntu yang berhubungan dengan akhir secum) yang disebabkan oleh obstruksi pada lumen apendiks.
2.4.2 Etiologi Apendisitis yang terjadi antara lain disebabkan oleh obstruksi lumen appendiks. Obstruksi lumen pada apendiks yang menyebabkan apendisitis antara lain karena material feses yang keras (fecalit), hyperplasia jaringan limfoid, dan infeksi virus (Hockenberry & Wilson, 2007). Penyebab lainnya dari apendisitis antara lain benda asing, infeksi bakteri, parasit, dan tumor apendiks atau sekum (Lynn, Cynthia, & Jeffery, 2002). Gaya hidup dan kebiasaan sehari-hari yang tidak sehat seperti kurangnya mengkonsumsi makanan berserat dalam menu sehari-hari juga menjadi penyebab terjadinya Appendisitis. Makanan rendah serat memicu terbentuknya fecalit yang dapat menyebabkan obstruksi pada lumen apendiks (Marianne, Susan & Loren, 2007)
2.4.3 Tanda dan Gejala Apendisitis Manifestasi dari apendisitis adalah nyeri abdomen kuadran kanan bawah, demam, abdomen teraba kaku, bising usus melemahatau tidak terdengar, vomitus, konstipasi atau diare dapat terjadi, anoreksia, takikardia, pernafasan yang dangkal dan cepat, pucat, letargi, peka rangsang, postur tubuh membungkuk (Wong et al., 2009; Wong, 2004).
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
12
2.4.4 Patofisiologi Ketika terjadi obstruksi akut, aliran keluar sekresi mucus (lender) akan tersekat dan di dalam lumen terjadi peningkatan tekanan
yang
mengakibatkan kompresi pembuluh darah, iskemia yang terjadi akan diikuti dengan ulserasi dinding epitel dan invasi bakteri. Nekrosis yang timbul kemudian menyebabkan perforasi atau rupture dengan kontaminasi feses atau bakteri pada kavum peritoneal. Inflamasi yang ditimbulkan akan menyebar dengan cepat keseluruh abdomen (peritonitis) khususnya pada anak-anak kecil yang tubuhnya belum mampu melokalisasi infejsi. Inflamasi peritoneum yang progresif mengakibatkan obstruksi fungsional usus halus (ileus) karena releks saluran pencernaan yang intensif akan menghambat
motilitas
usus
dengan
kuat.
Karena
peritoneum
merepresentasikan bagian besar permukaan total tubuh, kehilangan cairan ekstrasel ke dalam kavum peritoneal dapat menimbulkan gangguan keseimbangan elektrolit dan syok hipovolemik (Wong et al., 2009).
2.4.5 Pemeriksaan Diagnostik Diagnosis dibuat terutama berdasarkan pada riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan
fisik
(sesuai
manifestasi
klinik).
Hasil
pemeriksaan
laboratorium meliputi hitung sel darah putih biasanya meninggi namun jarang melebihi 15.000 hingga 20.000/mm3, neutrophil meningkat sampai 75 %, urinalisis biasanya normal tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada. Hasil USG seperti terlihatnya apendiks dan keberadaan cairan di sekitar apendiks merupakan tanda sonografik yang penting. Pada foto abdomen dapat menyatakan adanya pergeseran material yang ada pada apendiks (fekalit) atau ileus terlokalisir (Wong et al., 2009; Doenges, Moorhause, & Geissler, 2000). Peningkatan suhu yang bervariasi dari 37.5-48.5°C pada apendisitis dapat terjadi. Jika suhu lebih dari 39°C, menandakan infeksi oleh virus atau perforasi (Hockenberry & Willson, 2007)
Pemeriksaan fisik dengan menemukan adanya tanda gejala atau manifestasi klinis anak yang mengalami apendisitis antara lain; nyeri periumbilikal,
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
13
mual, muntah, demam, dan nyeri tekan pada kuadaran kanan bawah perut (Marianne, Susan & Loren, 2007). Rasa nyeri yang merupakan gejala utama pada awalnya bersifat menyeluruh (biasanya periumbikal), kemudian nyeri ini kemudian berpindah ke kuadran abdomen kanan bawah. Lokasi nyeri yang paling terasa pada titik McBurney yang letaknya pada titik tengah antara krista iliaka anterior superior dan umbilikus (Wong et al., 2009). Beberapa tanda nyeri yang terjadi pada kasus apendisitis dapat diketahui melalui beberapa tanda nyeri antara lain; Rovsing’s sign, Psoas sign, dan Jump Sign, (Lynn, Cynthia & Jeffery, 2002). Rovsing’s sign yaitu nyeri yang dirasakan pada kuadran kanan bawah perut ketika dilakukan penekanan dan pelepasan pada bagian kiri perut. Psoas sign nyeri yang dirasakan pada saat dilakukan hiperekstensi pada paha kanan. Jump Sign merupakan tanda nyeri yang dirasakan pada kudran kanan bawah perut saat dilakukan gerakan tumit di angkat dan diturunkan. Nyeri lepas (rebound tenderness) bukan tanda yang bisa diandalkan dan tes ini akan menimbulkan rasa sangat nyeri pada anak. Nyeri alih (referred pain) yang ditimbulkan dengan perkusi ringan disekitar perimeter abdomen menunjukkan adanya iritasi peritoneum (Wong et al., 2009).
2.4.6 Penatalaksanaan Apendisitis Terapi Apendisitis sebelum perforasi meliputi rehidrasi, pemberian antibiotik, dan pembedahan untuk mengangkat apendiks (apendektomi). Tindakan bedah biasanya dilakukan pada kuadran kanan bawah perut dengan dilakukan insisi (apendektomi terbuka). Operasi laparoskopik biasanya dilakukan untuk mengatasi apendisitis akut nonperforasi. Tiga buah kanula dimasukkan ke dalam perut, satu kanula pada umbilicus, satu kanula pada kuadran kiri bawah perut, dan satu lagi pada area suprapubic. Telescope kecil dimasukkan melalui kanula pada kuadran kiri bawah dan stapler endoscopic dimasukkan melalui kanula umbilicus. Apendiks akan diligasi dengan menggunakan stapler dan dikeluarkan melalui kanula lewat umbilicus. Manfaat laparaskopi apendektomi mengurangi waktu operasi dan
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
14
dibawah pengaruh anestesi dan juga mengurangi risiko terjadinya infeksi pada luka post operasi (Hockenberry & Willson, 2007).
Pada apendisitis perforasi akibat rupture appendiks penatalaksanaannya dimulai dengan pemberian infus cairan serta elektrolit, antibiotik sistemik, dan dekompresi saluran gastro intestinal dengan menggunakan selang nasogastrik sebelum operasi, serta tindakan bedah laparatomi appendiktomi. Petatalaksanaan
perawatan post operasi meliputi management nyeri,
penggantian cairan dan elektrolit, meneruskan pemberian antibiotik, dekompresi usus sampai aktivitas ususnya normal. Anak yang mengalami peritonitis
diberikan
antibiotik
seperti
ampicilin,
gentamicin,
dan
clindamycin selama 7-10 hari (Hockenberry & Willson, 2007).
2.5 Konsep nyeri Nyeri merupakan salah satu alasan bagi seseorang untuk mencari pengobatan atau perawatan pada pelayanan kesehatan. Nyeri dapat timbul akibat dari penyakit, tindakan diagnostik, maupun akibat dari terapi. Nyeri dapat menyebabkan disabilitas dan distress pada seseorang dan dapat merupakan hal yang lebih menyita perhatiannya dibandingkan dengan penyakitnya sendiri (Potter & Perry, 2006). Nyeri merupakan mekanisme perlindungan, dikatakan demikian karena nyeri dapat timbul jika ada kerusakan jaringan dan dengan demikian menyebabkan seseorang bereaksi dengan memindahkan stimulus nyeri (Guyton & Hall, 2006). 2.5.1 Definisi Nyeri diartikan sebagai sensasi ketidaknyamanan tubuh pasien post operasi yang dipersepsikan oleh jiwa, fantasi luka yang dihubungkan dengan kondisi aktual atau potensial kerusakan jaringan dan keberadaanya diketahui bila orang pernah merasakannya (Tamsuri, 2007; Ignatavicius & Workman, 2006).
Individu akan bereaksi
menghilangkan sensasi nyeri. Reaksi yang dirasakan pasien terhadap nyeri dapat berespon dalam perilakunya seperti penarikan atau pertahanan serta reaksi emosi seperti menangis dan ketakutan. Respon
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
15
antar individu satu dengan yang lain berbeda-beda, dan perawat harus melakukan observasi dan tindakan (Campbell, Latimer & Johnston, 2007).
2.5.2 Mekanisme Nyeri Individu mengalami dan merasakan nyeri dapat dijelaskan melalui jalur mekanisme nyeri. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medulla spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai pada massa abu-abu di medulla spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral. Sekali stimulus mencapai korteks serebral, maka otak mengintepretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu dalam upaya mempersepsikan nyeri (McNair, 1990 dalam Potter & Perry, 2005). Mekanisme impuls nyeri berasal dari nociceptor melalui dua jenis serat afferent yaitu tipe myelinated nerve fiber (α delta fiber) atau jalur nyeri cepat yang berukuran besar dan bermielin 30 meter/perdetik, dan melalui jalur c fiber yang menghantarkan rasa nyeri dari polimodal nociceptor
dan
memiliki
kecepatan
yang
lambat.
Permulaan
perangsangan nyeri dirasakan tiba–tiba memberikan suatu sensasi ganda yaitu sensasi nyeri tertusuk yang cepat di ikuti sensasi terbakar (Guyton, 1995; Sherwood, 2001). Sherwood (2001) serat-serat aferent primer bersinaps dengan antar neuron ordo kedua di tanduk dorsal korda spinalis. Neurotransmitter yang dikeluarkan ujung aferen nyeri adalah substansi P sebagai neurotransmitter yang mengirim impuls listrik melewati sebuah sinap diantara dua serabut saraf. Jalur nyeri asenden memiliki tujuan di korteks somatosensorik, talamus, dan formasio retikularis. Peran
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
16
korteks dalam persepsi nyeri belum jelas walaupun korteks sendiri penting dalam penentuan lokalisasi nyeri. Nyeri terbakar berakhir di formasio diretikularis dan nukleus intralaminer talamus. Daerah ini merupakan bagian akhir dari isyarat sistem pengantar nyeri yang mempunyai efek kuat dalam mengikat seluruh sistem nyeri baik untuk membangunkan seseorang dari tidurnya, untuk menciptakan keadaan gembira dan meningkatkan sistem pertahanan yang dirancang untuk menjauhkan orang dari rasa nyeri (Guyton, 1995). Dengan demikian tubuh manusia merasa sakit sebenarnya menunjukkan kewaspadaan tubuh terhadap adanya potensi sel atau jaringan terhadap kerusakan. Struktur sistem saraf pusat sebagai penghubung antara nociseptor perifer untuk persepsi nyeri juga sebagai faktor presure terhadap nyeri, tampaknya ketika jalur-jalur syaraf nyeri menekan sewaktu masuk korda spinalis (Sherwood, 2001; Lewis et al., 2011). Perangsangan listrik terhadap substansia grisea yang mengelilingi akuaduktus serebri akan menimbulkan analgesia. Sistem analgesik ini dipengaruhi opiat endogen yaitu endorfin, enkefalin, dan dinorfin. Opiat dianggap sebagai neurotransmitter analgesik, yang menekan substansi P sehingga menghambat rasa nyeri (Kyriakidis et al., 2011; Ignatavicius & Workman, 2006). Nyeri post operasi yang dirasakan pasien dapat diatasi dengan obat yang sifatnya menekan aktivasi zat perantara di sepanjang
jalur
nyeri
atau
melalui
non
farmakologi
dengan
mengalihkan nyeri atau distraksi.
2.5.3 Respon Nyeri Reaksi terhadap nyeri merupakan respon fisiologis dan perilaku yang terjadi setelah mempersepsikan nyeri. Pada saat impuls nyeri naik ke medulla spinalis menuju ke batang otak dan thalamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon stress. Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem saraf otonom menghasilkan
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
17
respon fisiologis. Respon stimulasi simpatik terhadap nyeri dapat dirasakan pada semua organ tubuh.
Stimulasi simpatik paru mengakibatkan dilatasi saluran bronkus dan peningkatan frekuensi pernafasan sehingga menyebabkan peningkatan asupan oksigen. Pada jantung mengakibatkan peningkatan frekuensi denyut jantung dan vasokonstriksi perifer dapat menimbulkan peningkatan tekanan darah. Otot terjadi tegang sebagai upaya tubuh mempersiapkan otot untuk melakukan aksi. Kadar gula darah juga mengalami peningkatan sebagai upaya tubuh untuk menghasilkan energi tambahan.
Reaksi perilaku menurut Meinhart dan McCaffery (1989) dalam Potter dan Perry, (2005) mendeskripsikan ada tiga fase pengalaman nyeri yaitu antisipasi, sensasi dan akibat (aftermath). Fase antisipasi terhadap nyeri memungkinkan individu untuk belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkannya. Dengan instruksi dan dukungan yang adekuat klien belajar untuk memahami dan mengontrol ansietas sebelum nyeri terjadi. Sensasi nyeri terjadi ketika merasakan nyeri. Individu bereaksi terhadap nyeri dengan cara yang berbeda-beda. Gerakan tubuh yang khas dan ekspresi wajah yang mengindikasikan nyeri meliputi menggeretakkan gigi, memegang bagian tubuh yang terasa nyeri, postur tubuh membenkok, dan ekspresi wajah yang menyeringai.
2.5.4 Tipe Nyeri Nyeri dikategorikan menurut durasi, lokasi dan etiologi. Tipe nyeri dikategorikan menjadi : a. Nyeri akut adalah nyeri sering dihubungkan dengan kerusakan jaringan atau nosiseptik, namun dapat pula dihubungkan dengan proses neuropati, misalnya neuralgia trigeminal. Jika tidak terjadi kerusakan jaringan yang permanen atau tidak terjadi penyakit sistemik, nyeri akut akan berkurang atau hilang seiring dengan
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
18
terjadinya proses penyembuhan pada jaringan. Nyeri akut dapat didefinisikan sebagai nyeri yang terjadi dalam waktu beberapa detik hingga 6 bulan. Namun penetapan lamanya nyeri hingga 6 bulan masih perlumendapat perhatian sebab proses penyembuhan akut injuri dapat terjadi dalam beberapa minggu hingga 6 minggu. Dalam situasi ini, jika proses penyembuhanterjadi dalam waktu 3 minggu, namun pasien masih merasakan nyeri, maka keluhan tersebut perlu mendapat perhatian dan penanganan. b. Nyeri Kronik Nyeri kronik didefinisikan sebagai rasa nyeri yang terjadi lebih dari 6 bulan. Pada suatu kondisi tertentu, seseorang dapat dikatakan mengalami nyeri kronik meskipun keluhan nyeri belum mencapai masa 6 bulan, tetapi nyeri kronik dapat pula ditetapkan pada suatu keadaan saat seseorang merasakan nyeri yang lebih dari waktu 6 bulan. Biasanya keluhan nyeri yang dirasakan lebih dari 6 bulan lamanya, akan disertai dengan keluhan lain yang menyertai keluhan nyeri tersebut. 2.5.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri
Faktor yang mempengaruhi nyeri seseorang melibatkan faktor yang kompleks. Individu satu dengan individu yang lain berbeda-beda dalam merasakan nyeri. Faktor tersebut antara lain : a. Usia Rasa nyeri yang dirasakan antara usia anak-anak dan usia dewasa serta lansia memiliki perbedaan (Lewis et al., 2011). Anak kecil akan sulit mengungkapkan rasa sakit yang dialami dibanding usia muda dan dewasa.
Usia dewasa secara verbal lebih mudah
mengungkapkan rasa ketidaknyamanan, dan lansia cenderung lebih samar dalam mengungkapkan nyeri oleh karena lansia mengeluh sakit lebih dari satu bangian tubuh (Ignatavicius & Workman, 2006).
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
19
b. Budaya Keyakinan yang dianut pasien dan keluarga post operasi dalam mengatasi nyeri ikut mempengaruhi faktor nyeri. Reaksi nyeri dirasakan pasien post operasi mempengaruhi nyeri (Calvilo & Flakskerud, 1991 dalam Potter dan Perry, 2005). Ada perbedaan sikap dan keyakinan dari sisi budaya pasien dalam menafsirkan nyeri (Lewis et al., 2011). Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dituntut dapat menggali nyeri pasien. Pemahaman tentang nyeri dari makna budaya akan membantu perawat dalam memilih intervensi yang cocok dengan budaya pasien, sehingga perawat dalam mengurangi nyeri pasien tanpa harus menyalahkan budaya yang dimiliki pasien. Cara individu mengekspresikan nyeri merupakan budaya (Black & Hawks, 2009). Ungkapan nyeri merupakan alamiah dan harus dirasakan pasien, namun demikian ada pasien yang cenderung melatih perilaku menjadi tertutup ketika merasakan nyeri (Potter & Perry, 2005). Faktor budaya menjadi perhatian penting bagi perawat dalam melakukan pengkajian nyeri terhadap pasien post operasi apendektomi. c. Pengalaman sebelumnya Pengalaman nyeri yang telah dirasakan sebelumnya dan mampu mengatasi nyeri akan mempermudah dalam penerimaan rasa sakit, begitu juga sebaliknya. Jika pasien pernah mengalami nyeri dan tidak mampu mengatasi nyeri, maka akan mempunyai persepsi atau sensasi terhadap
nyeri sebagai
sesuatu
yang tidak
menyenangkan (Black & Hawks, 2009 ; Potter & Perry, 2005). Maka penggalian makna pengalaman nyeri sebelumnya bagi pasien post operasi menjadi sangat penting karena akan memberikan informasi penting didalam perawat memberikan intervensi keperawatan.
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
20
d. Perhatian Fokus perhatian pasien terhadap nyeri dapat meningkatkan dan mempengaruhi persepsi terhadap nyeri. Semakin fokus perhatian pasien terhadap nyeri akan meningkatkan rasa nyerinya (Gill, 1990 dalam Potter dan Perry, 2005). Perhatian terhadap nyeri bagi pasien post operasi hernia harus dapat di alihkan melalui teknik distraksi dan relaksasi (Black & Hawks, 2005). Beberapa teknik distraksi antara lain imaginasi, relaksasi, musik. Tindakantindakan tersebut merupakan bagian dari non farmakologi adjuvan (Peterson & Bredow, 2004). Karena terapi ini akan mempengaruhi rangsangan otak untuk mengeluarkan endorphin sebagai analgetik yang permanen, sehingga lambat laun rasa nyeri semakin menurun. e. Mekanisme Koping Pengalaman nyeri bagi pasien post operasi di rumah sakit akan menjadi pengalaman yang dirasa sebagai kesepian. Kondisi ini menuntut penggunaan koping individu (Nursalam, 2007). Pasien yang memiliki kendali lokus internal akan memiliki persepsi bahwa nyeri dapat dikendalikan (Gill, 1990 dalam Potter dan Perry, 2005). Sebaliknya jika pasien post memiliki fokus kendali eksternal akan berdampak pada emosi, marah (Black & Hawks, 2005).
Pasien
menyebabkan keseluruhan
post
apendektomi
ketidakmampuan dalam
berkooperatif
yang baik
mengalami sebagian
menjalankan
nyeri
maupun perawatan
menunjukkan mekanisme koping berbeda dan menjadi faktor penting dalam memberikan perawatan pasien.
2.5.6 Nyeri Post Operasi Nyeri pasien post operasi akan dirasa 12 sampai 36 jam jam sesudah operasi dan penurunan nyeri setelah 3 hari post operasi (Berman & Snyder, 2011). Nyeri diakibatkan oleh nociceptorstimuli selama tindakan pembedahan (Aasvang, Hansen & Kehlet, 2008). Pengalaman
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
21
nyeri setelah post operasi merupakan bagian yang harus dihadapi pasien. Nyeri setelah operasi didefinisikan sebagai sensori yang tidak menyenangkan atau pengalaman emosi yang berhubungan dengan kerusakan jaringan potensial atau nyata atau menggambarkan terminologi suatu kerusakan (Brygel, 2005; Cheifetz, 2010).
Sensasi nyeri dirasakan pasien post operasi ditimbulkan adanya rangsangan iritasi sepanjang saraf perifer akibat tindakan pembedahan. Rangsangan tersebut dapat berupa listrik, mekanik maupun kimiawi (Breman & Snyder, 2011). Pemicu nyeri post operasi apendektomi disebabkan oleh sayatan kulit abdomen yang menstimulasi rangsangan nociceptor. Nociceptor tersebut dihantarkan melalui susunan saraf pusat yaitu a delta fiber dan c fiber (Mas’ud, 1993). Rangsangan sensasi nyeri post operasi bagi pasien dapat meningkatkan kondisi kejiwaan yaitu stres post operasi, hal ini tentu akan berpengaruh negatif pada pengurangan rasa nyeri yang muncul (Lewis et al., 2011). Maka tindakan untuk mengontrol nyeri sesudah dilakukan pembedahan menjadi begitu penting baik yang bersifat farmakologis maupun non farmakologis.
Penilaian respon nyeri post apendektomi melalui penilaian skala nyeri. Salah satu cara untuk menilai respon nyeri adalah dengan menggunakan skala numerik. Penilaian skala numerik merupakan alat ukur yang menggunakan garis lurus dengan titik pada ujung garis yang diidentifikasi sebagai “tidak ada sakit” dan “sakit yang paling sakit”dan terkadang “sakit sedang” dibagian tengahnya. Pembagian di sepanjang garis tersebut baik vertical maupun horizontal ditandai dengan angka dari 0 sampai 5 atau 10 (Wong et al., 2009; Wong, 2004).
Secara singkat nilai skala numerik 0 (tidak ada nyeri); skala 1-3 (nyeri ringan) secara kasat mata nyeri dapat dilihat pasien mampu menunjukkan komunikasi yang baik; skala 4-6 (nyeri sedang) pada
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
22
kondisi nyeri ini pasien biasanya menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri dan mampu mengikuti perintah dengan baik; skala 7-9 (nyeri hebat) nyeri yang dirasakan akan menimbulkan pasien tidak dapat mengikuti perintah walaupun masih berespon terhadap tindakan, tidak dapat diatasi dengan alih posisi dan distraksi; skala 10 (Nyeri sangat berat) pada kondisi nyeri pasien tidak dapat menunjukkan komunikasi yang baik dan emosional dengan reflek memukul (Potter & Perry, 2005; Tamsuri 2007).
Skala numerik sebaiknya digunakan untuk anak-anak usia minimal 5 tahun, selama mereka dapat menghitung dan memiliki beberapa konsep angka dan nilai-nilai dalam kaitannya dengan angka yang lain. Penjelasan pada anak bahwa pada asalah satu ujung garis tersebut adalah 0, yang berarti orang tersebut tidak merasakan nyeri (sakit). Ujung yang lain biasanya 5 atau 10 yang berarti orang tersebut merasakan sakit (nyeri) yang paling sakit yang dapat dibayangkan. Angka 1 sampai 4 atau 9 menunjukkan rasa nyeri yang sangat sedikit sampai nyeri sekali. Minta anak untuk memilih angka yang paling menggambarkan nyeri anak tersebut (Wong et al., 2009; Wong, 2004, Potter & Perry, 2005).
Penilaian nyeri pasien post operasi memiliki
rentang antara 0-10 sebagai indikator rasa nyeri yang terjadi. Penilaian skala numerik sebagai berikut:
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Sumber : (Black & Hawks, 2009; Potter & Perry, 2005; Wong et al., 2009; Wong, 2004; Tamsuri, 2007) 2.5.7 Penatalaksanaan Nyeri Metode pengurangan nyeri dapat dikelompokkan menjadi dua katagori yaitu farkologi dan nonfarmakologi. Jika memungkinkan keduanya dapat dilakukan, namun tindakan nonfarmakologis tidak dapat menggantikan analgetik (Wong et al., 2009).
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
10
23
2.5.7.1 Manajemen Nyeri Farmakologis Tindakan menghilangkan nyeri dengan menggunakan obat sebagai bentuk pengendalian nyeri yang diberikan perawat dengan kolaborasi dengan dokter. Terdapat tiga kelompok obat nyeri yaitu : a. Analgesik Obat Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) Penatalaksanaan analgetik untuk nyeri ringan sampai sedang terutama asetomenofen (Tylenol) dan AISN dengan efek antipiretik, analgetik dan antiiflamasi. Asam asetilsalisilat (aspirin) dan Ibuprofin (Morfin, Advil) merupakan AINS yang sering digunakan untuk mengatasi nyeri akut derajat ringan (Sukandar et al., 2008). Pada AINS menghasilkan analgetik yang bekerjanya ditempat cedera melalui inhibisi sintesis prostaglandin dari prekorsor asam arokidonat. (Mutscher, 2005).
Ketorolac tromethamine adalah suatu obat AINS yang menunjukkan efek analgesik yang moderat bila diberi secara intramuskuler atau intrvaskuler. Obat ini diberikan sebagai analgesik post operasi baik sebagai obat tunggal maupun sebagai opioid suplemen (Rahmatsyah, 2008). Ketorolak 30 mg
sebagai
dosis
tunggal
yang
diberikan
secara
intramuskuler atau intravaskuler diberikan setiap 6-8 jam. Ketorolak sebagai obat analgesia sebanding dengan 10 mg morfin. Maksimum plasma konsentrasi tercapai pada 45-60 menit, dan lama waktu kerja obat analgesik secara parenteral selama 6 jam (Sukandar et al., 2008; Rahmatsyah, 2008). b. Analgesia opioid Analgetik jenis ini merupakan analgetik kuat untuk penatalaksanaan
nyeri
sedang
sampai
berat.
Morfin
merupakan jenis obat yang digunakan untuk mengobati nyeri berat
(Mutscher,
2005).
Morfin
menimbulkan
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
efek
Universitas Indonesia
24
analgetiknya di sentral. Morfin menimbulkan efek dengan mengikat reseptor opioid di nukleus modulasi di batang otak yang menghambat nyeri pada sistem assenden (Lewis et al., 2011).
2.5.7.2 Manajemen Nyeri Nonfarmakologis Terapi nonfarmakologis merupakan terapi tanpa obat, terapi ini dengan cara memberikan teknik-teknik untuk mengurangi nyeri. Tindakan nonfarmakogis mencakup intervensi perilaku-kognitif dan penggunaan agen-agens fisik. Tujuan intervensi perilakukognitif adalah mengubah persepsi pasien tentang nyeri, mengubah perilaku nyeri dan memberi rasa pengendalian diri yang lebih besar. Agens-agens fisik bertujuan untuk memberi rasa nyaman, memperbaiki disfungsi fisik, merubah respon fisiologis dan mengurangi rasa takut yang terkait dengan imobilisasi. Beberapa hal yang dapat dilakukan ialah distraksi, hypnosis, massage, nafas dalam (Potter & Perry, 2005; Black & Hawks, 2009).
Rangsangan sensasi nyeri post operasi bagi pasien dapat meningkatkan kondisi kejiawaan yaitu stres post operasi, hal ini tentu akan berpengaruh negatif pada pengurangan rasa nyeri yang muncul (Lewis et al., 2011). Beberapa latihan yang dapat dilakukan untuk post operasi antara lain latihan kaki, nafas dalam, dan latihan batuk, dan latihan mobilisasi dini. Maka pengetahuan dan penatalaksanaan nyeri post operatif bagi perawat merupakan salah satu intervensi yang harus dikuasai (Al-Shaer,
Hill,
&
Anderson,
2011).
Hasil
penelitian
membuktikan bahwa pemberian komplementer berupa nafas dalam, guided imagery dapat menurunkan level nyeri pasien post operatif (Gonzales, 2010).
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
25
2.6 Massase Effleurage 2.6.1 Definisi Massase Massase adalah suatu tindakan atau pijatan yang dilakukan untuk membantu proses pemulihan beberapa penyakit dengan menggunakan sentuhan tangan dan tanpa memasukkan obat ke dalam tubuh (Wiyoto, 2011). Massase merupakan salah satu bentuk distraksi taktil. Massase merupakan suatu tindakan sehingga dapat membantu relaksasi, menurunkan keteganagan otot, dan dapat menurunkan kecemasan (Berman & Snyder. 2009). Tujuan
massase adalah menciptakan
kenyamanan, relaksasi dan kebugaran melalui sentuhan terapis yang terangkai (Braun & Simson, 2014). Tujuan lain adalah memperbaiki sirkulasi darah, memperbaiki fleksibilitas dan mengurangi nyeri (Wiyoto, 2011).
2.6.2 Teknik Massase Massase merupakan teknik untuk memanipulasi jaringan lunak. Teknik massase yang umumnya digunakan adalah menggunakan metode Sweden massase. Teknik massase dengan menggunakan metode Sweden massase meliputi efflaurage menggosokan, petrisage atau pijatan, shacking atau gonjangan, tapotemen atau pukulan , friction atau gerusan, vibration atau getaran, stroking atau mengurut, dan skin rolling atau melipat dan menggeser kulit (Wiyoto, 2011).
2.6.3 Efflaurage Efflaurage adalah suatu gerakan dengan menggunakan seluruh permukaan telapak tangan melekat pada bagian tubuh yang digosok (Wiyoto, 2011). Effleurage merupakan tipe massase yang melibatkan gerakan yang panjang, perlahan, dan halus. Gosokan punggung, istilah yang menunkjukkan effleurage adalah tehnik yang sejak dulu digunakan dalam perawatan untuk meningkatkan istirahat dan relaksasi (Berman &
Snyder, 2009). Efek terapeutik dari effleurage
adalah
membantu
memperlancar peredaran darah vena dan peredaran getah bening,
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
26
memperbaiki proses metabolisme, menyempurnakan proses pembuangan sisa pembakaran atau mengurangi kelelahan, relaksasi dan mengurangi nyeri (Wiyoto, 2011). Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) dalam Perry dan Potter (2005) mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau bahkan dihambat oleh mekanisme pertahanan disepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan ditutup. Upaya pertahanan tersebut merupakan dasar terapi menghilangkan nyeri. Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung klien dengan lembut. Tehnik relaksasi efflurage merupakan tehnik relaksasi dengan melakukan massase daerah sekitar fokus nyeri yang terjadi, sehingga otot-otot sekitar menjadi relaksasi. Apabila otot rileks maka kita menempatkan tubuh pada posisi yang sebaliknya. Dalam kondisi rileks tubuh juga menghentikan produksi hormone adrenalin dan semua hormon yang diperlukan saat kita stress dan nyeri. Karena hormon stress dan nyeri adrenalin diproduksi dari blok bangunan kimiawi yang sama, ketika kita mengurangi stres kita juga telah mengurangi produksi kedua hormon nyeri tersebut. Jadi, dapat kita lihat perlunya relaksasi untuk memberikan kesempatan bagi tubuh untuk memproduksi hormon endorphin yang penting untuk mendapatkan keadaan yang bebas dari nyeri (Potter & Perry, 2005).
Hasil riset menunjukkan bahwa gosokan punggung sederhana selama 3 menit dapat meningkatkan kenyamanan dan relaksasi klien serta memiliki efek positif pada kardiovaskuler seperti tekanan darah, frekuensi denyut jantung dan pernafasan. Massase punggung memiliki kemampuan untuk relaksasi. Pijat punggung juga dapat meningkatkan kualitas tidur pada klien yang menderita sakit kritis (Labyak & Metzger, 1997; Gauthier, 1999; Richard, 1998 dalam Berman dan Snyder, 2009).
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
27
2.7 Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Post Operasi Apendektomi Proses keperawatan terdiri dari beberapa tahapan. Tahapan tersebut mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana tindakan, implementasi, dan evaluasi. Pengkajian pada pasien apendisitis meliputi data umum terkait identitas, riwayat penyakit yang dialami sebelumnya, observasi adanya manifestasi klinis apendisitis seperti nyeri abdomen kuadran kanan bawah, demam, abdomen kaku, bising usus tidak ada /menurun, muntah,konstipasi atau diare dapat terjadi, anoreksia, takikardia, pucat, letargi, pekak rangsang, postur membungkuk. Pada pengkajian juga observasi adanya tanda-tanda perforasi, yaitu demam, hilangnya nyeri secara tiba-tiba setelah perforasi, peningkatan nyeri yang biasanya menyebar dan disertai kaku abdomen, takikardia, pernafasan cepat dan dangkal, pucat, menggigil, pekak rangsang. Selain pemeriksaan fisik pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah lengkap, dan radiografi abdomen (Wong, 2004).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien apendisitis pra bedahnya antara lain nyeri akut, resiko tinggi kekurangan volume cairan, resiko tinggi infeksi. Diagnosa keperawatan setelah pembedahan antara lain nyeri akut, resiko tinggi penyebaran infeksi, resiko cedera, perubahan proses keluarga (Wong, 2004). Jika diagnosa keperawatan sudak ditegakkan tahap selanjutnya dari asuhan keperawatan adalah menuyusun rencana tindakan atau intervensi apa yang akan dilakukan. Intervensi keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan yang ada. Setelah disusun intervensi dilakukan imlementasi kepada pasien sesuai rencana tindakan yang telah dibuat. Evaluasi dilakukan gunanya untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan intervensi yang telah dibuat.
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
28
Rencana asuhan keperawatan pada anak dengan post operasi apendektomi yaitu : Diagnosa keperawatan
Hasil yang Intervensi diharapkan
Rasional
Nyeri akut
Anak tidak merasakan nyeri atau nyeri berkurang pada level yang dapat diterima anak (skala nyeri 1-2).
Kaji rasa nyeri post operasi (khususnya kapan) dengan skala nyeri yang sesuai umur dan perkembangan anak. Berikan posisi yang nyaman berbaring miring kanan atau semifowler (biasanya dengan posisi kaki ditekuk/ fleksi) Dorong ambulasi dini
Memberikan informasi yang dibutuhkan untuk pemberian terapi analgetik.
Berikan terapi kolaborasi analgetik sesuai indikasi
Sediakan permainan yang disukai anak
Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam dan melakukan massase punggung
Anak akan bebas dari tanda infeksi pada luka (kemerahan, nyeri, demam bengkak, kehilangan fungsi)
Lakukan cuci tangan yang baik dan perawatan luka aseptik Awasi tanda vital, perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen. Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka, adanya eritema. Berikan antibiotik sesuai indikasi
Risiko infeksi
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Menghilangkan ketegangan abdomen yang bertambahdengan posisi terlentang. Meningkatkan normalisasi fungsi organ, seperti merangsang peristaltik dan menurunkan ketidanyamanan abdomen serta kelancaran flatus. Mengurangi nyeri, mempermudah kerja sama dalam intervensi lain seperti ambulasi. Fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi, dan dapat meningkatkan koping. Meningkatkan istirahat, memusatkan kembali perhatian
Menurunkan penyebaran.
resiko
Dugaan adanys infeksi/ terjadinya sepsis, abses, peritonitis.
Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi,
Menurunkan penyebaran dan pertumbuhan organisme pada rongga abdomen.
Universitas Indonesia
29
Diagnosa Keperawatan Hipertermia
Hasil yang diharapkan Suhu tubuh dalam batas normal (36,50 C 37,50 C)
Defisit perawatan diri
Kebersihan diri terpelihara, tidak ada bau badan, penampilan sesuai keadaan.
Intervensi
Rasional
Mengetahui perkembangan hemodinamika tubuh Anjurkan memakai Memberikan rasa nyaman pakaian yang tipis dan dan meningkatkan penguapan menyerap keringat Ajarkan cara kompres Menurunkan panas secara maksimal yang benar Kolaborasi pemberian Terapi kolaborasi dalam menurunkan panas antipiretik Kaji tanda vital
Beri penjelasan kepada klien dan keluarga pentingnya menjaga kebersihan diri. Kaji tingkat kemampuan dan kekurangan klien dalam melakukan kebutuhan sehari-hari Dukung kemandirian klien dan keluarga dalam melakukan mandi dan hygine oral dan bantu jika diperlukan.
Menambah keluarga
pengetahuan
Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual Meningkatkan kemandirian, dan mendorong klien untukberusaha secara kontinu
Sumber : Doenges, 2000; Wong, 2004; Wong et al., 2009.
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA
Bab 3 merupakan laporan kasus kelolaan utama, terdiri dari gambaran kasus, keadaan umum, pengkajian, masalah keperawatan, dan asuhan keperawatan. 3.1 Gambaran Kasus An. F (12 tahun) pindahan dari ruang High Care Unit (HCU) ke ruang rawat bedah anak tanggal 19 Mei 2014. Diagnosa medis saat masuk Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati adalah Apendisitis suspek perforasi. An. F sebelumnya dirawat di rumah sakit Tangerang Selatan, karena fasilitas yang kurang lengkap dari RS tersebut maka dirujuk ke RSUP Fatmawati. Klien telah dilakukan tindakan bedah laparatomi Apendektomi. Klien masuk ke ruang rawat bedah anak post operasi hari ke dua. Berat badan klien 30 kilogram, tinggi badan 130 centimeter, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 96 kali per menit, suhu 37,90 C, pernafasan 28 kali per menit. Klien tampak lemas, merintih menangis kesakitan sambil memegang perutnya, skala nyeri 5. Terdapat luka operasi tertutup balutan kasa tampak bersih dan tidak ada rembesan. Sebelum masuk rumah sakit klien mengatakan nyeri perut ulu hati sejak 3 hari sebelumnya, nyeri seperti ditusuk dan ditekan. Nyeri terasa jika perut ditekan. Klien mengeluh 3 hari tidak BAB dan tidak bisa kentut, mual dan muntah setelah makan 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
3.2 Keadaan Umum An. F sewaktu masuk ruang rawat bedah anak lantai 3 Utara RSUP Fatmawati tampak menangis merintih kesakitan. An. F tampak lemas dan hanya terbaring di tempat tidur, belum bisa duduk karena masih merasa nyeri. An. F terlihat rewel mengeluhkan nyeri pada perutnya, skala nyeri 5. Terdapat luka post operasi
pada abdomen tampak bersih dan tidak ada
rembesan, terpasang dower kateter
nomer 12, terpasang pipa lambung
produksi 500 mililiter dalam 24 jam, warna hijau tua. An. F bertanya kapan boleh makan karena telah merasa lapar. Klien telah dipuasakan dua hari selama dirawat di HCU Teratai 3 Selatan.
30
Perut klien tampak sedikit
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
31
kembung, bising usus lemah, tidak tampak klien muntah dan tidak ada keluhan mual. Klien belum buang air besar dua hari setelah tindakan operasi yang dijalani.
3.2 Pengkajian Hasil pemeriksaan fisik pada An. F adalah kesadaran klien compos mentis, klien tampak merintih menangis, dan teraba hangat pada kulit klien. Klien mengeluhkan nyeri pada perut dan klien saat dilakukan pengkajian nyeri dengan VAS menunjukan skala nyeri yang dirasa pada skala 5. Status nutrisi An. F dengan berat badan 35 kilogram, tinggi badan 130 sentimeter, Indeks Massa Tubuh (IMT) 20,7 kg/m2, termasuk gizi baik.. Klien saat masuk ruang rawat bedah anak tampak konjungtiva tidak anemis, kulit dan mukosa bibir kering, turgor kulit elastis, capillari refill time (CRT) kurang dari 3 detik, tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 96 kali per menit, suhu 37.90 C, pernafasan 20 kali per menit, terpasang pipa lambung produksi 500 mililiter selama 24 jam , warna hijau tua, tidak ada kembung, terpasang dower kateter nomer 14, produksi urine 1200 mililiter dalam 24 jam, belum buang air besar, bising usus 10 kali per menit. Hasil observasi tampak balutan luka operasi klien tidak ada rembesan..
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 17 Mei 2014 menunjukkan adanya infeksi dengan
nilai Leukosit 13,7 ribu/ul. Sedangkan hasil
pemeriksaan elektolit, fungsi ginjal, fungsi hati, serta gula darah
klien
menunjukkan hasil dalam batas normal. Golongan darah O, Rhesus positif. Hasil pemeriksaan kultur dan sensivitas cairan rongga perut menjelaskan hasil biakan negatif atau tiidak terjadi peritonitis. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 21 Mei 2014 diperoleh data nilai turun menjadi Leukosit 11,9 ribu/ul, hal ini menandakan infesi mulai teratasi.
Terapi medis awal yang diberikan pada An. F adalah injeksi cefotaxim 3 kali 500 miligram, injeksi tramadol hidroklorida 3 kali 50 miligram, ranitidine 2 kali 25 miligram, injeksi ketorolac tromethamine 3 kali 15 mg. Tanggal 19
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
32
Mei 2014 ada perubahan terapi yaitu antibiotik cefotaxim diganti ceftriaxone 2 kali 1 gram dan penambahan injeksi F ursultiamin 2 kali 1 ampul . Cairan infus yang diberikan adalah Ringer Lactat 1500 mililiter dalam 24 jam.
3.4 Masalah Keperawatan Masalah keperawatan yang muncul pada An. F meliputi nyeri akut, defisit perawatan diri, hiipertermia, risiko infeksi. Masalah keperawatan nyeri akut pada An. F didukung dengan data klien mengatakan nyeri perut di daerah sekitar luka operasinya, klien mengatakan takut bergerak, karena takut bertambah nyeri.Ibu klien mengatakan semalam susah tidur karena anaknya kesakitan.Klien post op Appendisektomi hari kedua. Klien tampak merengek dan mengeluh sakit/nyeri akibat luka operasinya, ekspresi wajah menahan nyeri, skala nyeri 5, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 96 kali per menit, suhu 37,90 C, pernafasan 28 kali per menit, klien tampak takut bergerak .
Hipotermia pada An.F ditegakan yang didukung adanya data klien mengatakan badannya terasa panas, ingin minum, dan tenggorokannya terasa kering. Ibu klien mengatakan anaknya mengalami demam naik turun setelah operasi. Tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 98 kali per menit, suhu 37,90 C, pernafasan 24 kali per menit., kulit teraba hangat, mukosa bibir tampak kering, klien masih dipuasakan. Adanya luka operasi pada abdomen tertutup kassa terlihat bersih.
Defisit perawatan diri yang dialami klien didukung data sebagai berikut : klien mengatakan tadi pagi badannya sudah dibersihkan ibunya dengan air hangat tanpa sabun dan belum sikat gigi. Aktifitas klien hanya di tempat tidur, jarang mobilisasi karena takut nyeri operasinya bertambah, kebutuhan sehari-hari dibantu keluarga. Cara berpakaian klien sesuai keadaan.
Masalah keperawatan resiko infeksi pada An. F ditegakkan berdasarkan data An. F post operasi Apendiktomi hari kedua, terpasang infus Ringer Lactat pada tangan kiri, terpasang dower kateter dan pipa lambung. Luka operasi
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
33
pada abdomen tertutup kassa terlihat bersih,. Hasil laboratorium tanggal 17 Mei 2014 lekosit darah 13.700/ul dan tanggal 23 Mei 2014 lekosit 11.900 /ul.
3.5 Asuhan Keperawatan Masalah keperawatan yang muncul ditindaklanjuti dengan tindakan keperawatan
sesuai
diagnosa
keperawatan
yang
muncul.
Tindakan
keperawatan yang dilakukan tindakan mandiri keperawatan dan tindakan kolaborasi dengan tim kesehatan lain seperti dokter. Secara umum tindakan yang telah dilakukan adalah pengukuran tanda vital, edukasi terkait pemenuhan perawatan diri dan cuci tangan yang benar, kompres hangat, latihan relaksasi nafas dalam, distraksi dengan massase punggung, perawatan luka secara aseptik, kolaborasi pemberian analgetik, antimimeti, antipiretik dan antibiotik. Secara terperinci tindakan keperawatan akan dijabarkan berdasarkan diagnosa keperawatan serta hasil evaluasi tindakannya.
Asuhan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan nyeri akut meliputi mengkaji tingkat nyeri, menjelaskan penyebab nyeri, mengatur posisi tidur yang aman dan nyaman, mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, melakukan masase punggung., motivasi keluarga membawakan mainan yang disukai klien, melakukan pengukuran tanda vital, dan memberikan terapi kolaborasi injeksi ketorolac 15 miligram
intravena.
Tindakan keperawatan tersebut bertujuan untuk mengurangi nyeri pada anak, dan
membuat anak menjadi rileks dan dapat beristirahat. Evaluasi dari
tindakan yang telah diberikan, yaitu anak sudah dapat tenang tidak merintih lagi saat didistraksi dengan masase punggung (effleurage), anak tampak dapat beristirahat setelah pemberian analgetik dan klien menunjukkan penurunan rasa nyeri pada skala 3.
Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk masalah keperawatan hipertermi meliputi tiga tindakan utama. Tindakan keperawatan yang dilakukan, yaitu penerapan kompres dengan teknik tepid sponge disertai dengan pemberian antipiretik paracetamol drip 300 miligram setiap 8 jam sesuai program terapi
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
34
kolaborasi, dan memberi pendidikan kesehatan untuk menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat. Tindakan-tindakan tersebut bertujuan untuk menjaga suhu tubuh klien dalam batas normal, bebas dari kejang, dan bebas dari komplikasi kerusakan
neurologis. Evaluasi dari tindakan
keperawatan selama tiga hari, yaitu terjadi penurunan suhu tubuh anak dalam
rentang normal (36,5
0
C
sampai 37,50 C),
klien tampak
mengeluarkan keringat, Ibu tampak masih belum mandiri melakukan teknik tepid sponge pada hari pertama tapi pada hari berikutnya ibu tampak mampu melakukan teknik tepid sponge secara mandiri dengan benar
Asuhan keperawatan untuk masalah keperawatan risiko infeksi, yaitu berupa mempertahankan teknik steril saat tindakan perawatan luka, memberikan antibiotik ceftriaxon 1 gram intravena sesuai kolaborasi dengan tim medis, mengajarkan klien dan kelurga cara cuci tangan yang benar. Tujuan dilakukan tindakan ini adalah mengurangi terjadinya infeksi pada luka operasi dan meningkatkan penyembuhan luka klien. Evaluasi dari tindakan yang diberikan, yaitu tampak luka post op laparatomi dengan panjang sekitar15 cm memanjang dari sisi kanan ke kiri tubuh, tidak ada serumen yang kleluar dari insisi luka, tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada daerah insisi, perut klien tertutup kasa Balutan tidak ada rembes setelah selesai tindakan perawatan luka.
Asuhan keperawatan pada masalah defisit perawatan diri adalah memberi penjelasan pada keluarga manfaat merawat diri, motivasi keluarga membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari klien. Motivasi pada klien untuk melakukan perawatan diri sesuai kemampuan, motivasi keluarga untuk memotong kuku, mendemonstrasikan cara untuk membersihkan badan secara benar. Tujuan dari tindakan ini adalah kebersihan diri dapat terpenuhi. Evaluasi yang dapat dilihat adalah klien merasa lebih segar setelah dibersihkan badannya dan gigi telah dibersihkan, tidak ada bau yang tidak sedap pada badan dan mulutnya.
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 4 ANALISIS KASUS
Bab 4 adalah analisis kasus yang berisikan profil lahan praktek, analisis masalah keperawatan dengan konsep terkait kkmp dan kasus yang ada, dan analisis salah satu intervensi dengan konsep dan penelitian terkait. 4.1 Profil Lahan Praktik RSUP Fatmawati
merupakan salah satu rumah sakit yang terbesar di
Indonesia dan menjadi rumah sakit rujukan nasional. Letak RSUP Fatmawati cukup strategis yaitu berada di Cilandak, Jakarta Selatan dan mudah diakses masyarakat. RSUP Fatmawati melayani berbagai keluhan kesehatan masyarakat, dengan menyediakan berbagai pelayanan terutama perawatan dan pengobatan pada semua golongan umur khususnya pada pasien anak. RSUP Fatmawati mempunyai ruang perawatan anak di lantai 3 Teratai Selatan dan Utara. Ruang perawatan ini dibagi-bagi sesuai dengan kebutuhan. Ruang perawatan Teratai Utara khusus menangani pasien bedah dan Teratai Selatan untuk pasien penyakit dalam.
Gedung Teratai 3 Utara merupakan ruang rawat bedah anak di RSUP Fatmawati. Ruang Teratai 3 utara terdiri dari ruang rawat inap kelas satu, dua, dan tiga. Ruang ini memiliki kapasitas kamar untuk kelas tiga sebanyak empat kamar (24 tempat tidur), kamar kelas satu (delapan tempat tidur), dan dua kamar perawatan kelas dua (delapan tempat tidur). Ruang teratai juga memiliki satu kamar isolasi (dua tempat tidur) dan ruang khusus luka bakar ada tiga tempat tidur. Total kapasitas tempat tidurnya 45 buah. Tingkat ketergantungan pasien yang dirawat rata-rata termasuk katagori parsial care, tetapi ada juga yang tergolong self care dan total care.
Kasus penyakitt yang dirawat di ruang Teratai 3 Utara bervariasi. Ruangan ini untuk perawatan kelas satu dua, dan tiga. Kelas satu dan dua digunakan merawat pasien bedah dan non bedah, sedangkan kelas tiganya khusus merawat kasus bedah, tetapi terkadang juga merawat kasus non bedah seperti demam berdarah atau bronkopneumoni jika di Teratai 3 Selatan penuh. Status 35 Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
36
pasiennya diistilahkan pasien titipan, jika di Teratai 3 Selatan ada tempat maka akan dipindah di 3 Selatan.
Berdasarkan catatan kepegawaian di ruang anak Teratai 3 Utara diperoleh data bahwa pegawai di ruang ini terdiri dari 23 perawat, 2 pekarya, bagian gizi dan 2 Cleaning Service. Ruangan tersebut dipimpin oleh seorang kepala ruangan yang berlatar belakang pendidikan S1 Keperawatan dan sedang melanjutkan studi S2. Pendidikan perawat di ruang tersebut pun cukup bervariasi. Perawat ruangan memiliki tingkat pendidikan S1 (61%) dan D3 (37%). Terdapat 1 orang perawat yang sedang melanjutkan studi ke jenjang pendidikan S1 dan dua perawat yang melanjutkan studi ke jenjang pendidikan S2.
Apendisitis merupakan penyakit dengan angka kejadian di peringkat pertama menurut data di ruang Teratai 3 Utara periode 3 bulan terakhir.. Pada periode 1 Maret sampai dengan 17 Juni 2014, tercatat 54 anak yang dirawat dengan kasus Apendisitis. Bila dilihat dari kelompok usia penderita apendisitis, tercatat anak pada rentang usia 4 sampai dengan 6 tahun 40%, anak pada rentang usia 7 sampai dengan 12 tahun 46,7%, anak pada rentang usia 13 sampai dengan 18 tahun 13.3%. Lama hari rawat penderita apendisitis di ruang Teratai 3 Utara rata-rata dirawat 3 sampai 7 hari.
Apendisitis merupakan penyakit peradangan pada apendiks. Apendisitis merupakan keadan yang paling sering memerlukan tindakan pembedahan segera untuk mencegah terjadinya komplikasi lanjut (Wong et al., 2009). Anak yang dirawat setelah tindakan bedah membutuhkan pemantauan ketat, terutama pemantauan status hemodinamika, tingkat kesadaran, tanda-tanda infeksi yang dilihat melalui nilai leukosit, suhu tubuh dan kondisi luka post operasi anak. Pemantauan ini penting dilakukan untuk mengantisipasi dan memberikan intervensi yang tepat pada anak. Mengacu pada perbandingan jumlah perawat dan pasien yang tidak seimbang, proses penyembuhan luka
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
37
post operasi pada anak dapat berisiko mengalami penyebaran infeksi dan penyembuhan yang lambat.
Luka post operasi laparatomi apendektomi memerlukan perawatan khusus dengan mempertahankan sterilitas. Luka post operasi tersebut dapat mengalami infeksi oleh mikroorganisme yang ada di lingkungan rumah sakit. Luka post operasi yang terlihat basah dan adanya nanah mengindikasikan telah terjadinya infeksi pada luka. Kultur pus perlu dilakukan untuk melihat jenis mikroorganisme yang menginfeksi dan ketepatan terapi medis dalam pemberian antibiotik yang diberikan kepada klien.
Pencegahan agar tidak terjadinya kontaminasi silang pada luka post operasi klien dan petugas kesehatan diperlukan tindakan pemutusan rantai infeksi. Pemutusan rantai infeksi juga dapat dilakukan melalui portal keluar (Crisp & Taylor, 2009). Caranya adalah dengan melaksanakan teknik mencuci tangan dan penyediaan tempat pembuangan sampah infeksius. Teknik cuci tangan dengan enam
langkah merupakan program
rumah sakit yang sudah
disosialisasikan melalui media poster dan melalui penjelasan perawat kepada anggota keluarga klien. Setiap pasien yang masuk dijelaskan pada keluarga bagaimana cara mencuci tangan dengan enam langkah benar. Setiap dinding disediakan fasilitas hand rup sehingga keluarga pasien dapat memanfaatkan fasilitas tersebut. Ruangan Teratai 3 Utara telah melakukan pemisahan sampah medis, dan non medis.
4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep terkait KKMP dan Kasus Terkait Mahasiswa pada waktu praktek profesi keperawatan, mendapat tugas mengelola satu pasien kelolaan utama. Penulis tertarik untuk merawat pasien post operasi apendiktomi pada anak usia sekolah. Hal ini dikarenakan banyaknya kasus apendistis yang terjadi di ruangan dan anak sekolah lebih mudah untuk diajak komunikasinya. An. F merupakan pasien kelolaan utama dengan diagnosa medis apendisitis suspek perforasi. Masalah keperawatan
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
38
yang muncul pada An. F meliputi nyeri akut, hipertermia, risiko infeksi, dan defisit perawatan diri. Berdasarkan wawancara dengan ibu klien mengenai proses terjadinya apendisitis, didapat informasi bahwa
An. F mempunyai kebiasaan makan
yang tidak suka mengkonsumsi sayur dan jarang makan buah. Perilaku tersebut memungkinkan menjadi penyebab terjadinya apendisitis pada klien. Kurangnya konsumsi serat mengakibatkan konsistensi feses menjadi keras. Feses yang mengeras seperti batu (fekalit) dapat menyebabkan sumbatan pada lumen apendiks. Sumbatan yang terjadi pada lumen apendiks akan menimbulkan peradangan pada apendiks. Menurut penelitian Lund dan Folkman, 1996 (dalam Wong et al., 2009) bahwa anak-anak dengan diet tinggi serat memiliki angka insiden apendisitis lebih rendah dari pada anakanak dengan asupan serat yang rendah. Serat pangan akan meningkatkan massa dan kelunakan feses. Salah satu faktor yang bisa mengurangi kemungkinan obstruksi dan meningkatkan evakuasi.
Masyarakat perkotaan mempunayi kebiasaan pola makan yang kurang sehat. Masyarakat perkotaan saat ini lebih menggemari
dan mengkonsumsi
makanan yang serba instan dan cepat saji. Makanan yang cepat saji dan instan tersebut sedikit mengandung serat makanan. Kurangnya konsumsi makanan serat dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya sumbatan pada lumen appendiks. Sebuah hasil penelitian menunjukkan masyarakat urban Afrika Selatan yang mengkonsumsi makanan rendah serat daripada orang Caucasian, insiden apendisitis terjadi lebih rendah pada orang Caucasian (Carr, 2000). Urbanisasi mempengaruhi transisi demografi dan terjadi perubahan pola makan dalam masyarakat seiring dengan peningkatan penghasilan yaitu konsumsi tinggi lemak dan rendah serat (Sjamsuhidayat & Jong, 2005).
4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
39
kondisi tersebut menjadi stressor bagi anak maupun keluarga (Wong et al., 2009). Salah satu stressor yang dialami anak akibat hospitalisasi adalah nyeri. Tindakan pembedahan pada apendiks menimbulkan nyeri post operasi. Aplikasi tesis yang terkait dengan asuhan keperawatan anak dengan post operasi apendektomi yang mengalami nyeri adalah massase effleurage. Terapi massase effleurage ini merupakan salah satu cara distraksi taktil yang dilakukan dengan menggosok atau memijat pada daerah punggung klien. Tindakan ini dilakukan sejalan dengan penatalaksanaan medis dalam pemberian obat analgetik.
Nyeri pasien post operasi akan dirasa 12 sampai 36 jam sesudah operasi dan penurunan nyeri setelah tiga hari post operasi (Wong et al., 2009; Berman & Snyder, 2011). Pengalaman nyeri setelah post operasi merupakan bagian yang harus dihadapi pasien. Nyeri setelah operasi didefinisikan sebagai sensori yang tidak menyenangkan atau pengalaman emosi yang berhubungan dengan kerusakan jaringan potensial atau nyata atau menggambarkan terminologi suatu kerusakan (Brygel, 2005 ; Cheifetz, 2010).
Sensasi nyeri dirasakan pasien post operasi ditimbulkan adanya rangsangan iritasi sepanjang saraf perifer akibat tindakan pembedahan (Breman & Snyder, 2011). Pemicu nyeri post operasi apendektomi disebabkan oleh sayatan kulit abdomen yang menstimulasi rangsangan nociceptor (Mas’ud, 1993). Rangsangan sensasi nyeri post operasi bagi anak dapat meningkatkan kondisi kejiwaan yaitu stres post operasi. Hal ini tentu akan berpengaruh negatif pada pengurangan rasa nyeri yang muncul (Lewis et al., 2011). Maka tindakan untuk mengontrol nyeri sesudah dilakukan pembedahan menjadi begitu penting baik yang bersifat farmakologis maupun nonfarmakologis.
Metode pengurangan nyeri dapat dikelompokkan menjadi dua katagori yaitu secara farmakologi dan nonfarmakologis. Jika memungkinkan keduanya dapat dilakukan, namun tindakan nonfarmakologis tidak dapat menggantikan analgetik (Wong et al., 2009). Tindakan menghilangkan
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
nyeri dengan
Universitas Indonesia
40
menggunakan obat merupakan bentuk pengendalian nyeri yang diberikan perawat sebagai tindakan kolaborasi dengan dokter. Terapi nonfarmakologis merupakan terapi tanpa obat, terapi ini dengan cara memberikan teknikteknik tertentu untuk mengurangi nyeri. Tindakan nonfarmakologis merupakan tindakan mandiri perawat. Tindakan nonfarmakogis mencakup intervensi perilaku-kognitif dan penggunaan agen-agens fisik. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri secara nonfarmokologis ialah hypnosis, massage, nafas dalam (Potter & Perry, 2005; Black & Hawks, 2009). Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) dalam Perry dan Potter (2005) mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau bahkan dihambat oleh mekanisme pertahanan disepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan ditutup. Upaya pertahanan tersebut merupakan dasar terapi menghilangkan nyeri. Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung klien dengan lembut.
Massase adalah suatu tindakan atau pijatan yang dilakukan untuk membantu proses pemulihan beberapa penyakit dengan menggunakan sentuhan tangan dan tanpa memasukkan obat ke dalam tubuh (Wiyoto, 2011). Massase merupakan suatu tindakan sehingga dapat membantu relaksasi, menurunkan ketegangan otot dan dapat menurunkan kecemasan (Berman & Snyder. 2009). Tujuan massase adalah menciptakan kenyamanan, relaksasi dan kebugaran melalui sentuhan terapis yang dilakukan secara terangkai (Braun & Simson, 2014). Tujuan lain adalah memperbaiki sirkulasi darah, memperbaiki fleksibilitas dan mengurangi nyeri (Wiyoto, 2011).
Hasil riset menunjukkan bahwa gosokan punggung sederhana selama 3 menit dapat meningkatkan kenyamanan dan relaksasi klien serta memiliki efek positif pada kardiovaskuler seperti tekanan darah, frekuensi denyut jantung dan pernafasan. Massase punggung memiliki kemampuan untuk relaksasi. Pijat punggung juga dapat meningkatkan kualitas tidur pada klien yang
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
41
menderita sakit kritis (Labyak & Metzger, 1997; Gauthier, 1999; Richard, 1998 dalam Berman & Snyder, 2009). Efflaurage adalah suatu gerakan dengan menggunakan seluruh permukaan telapak tangan melekat pada bagian tubuh yang digosok (Wiyoto, 2011). Gosokan punggung, istilah yang menunkjukkan effleurage adalah tehnik yang sejak dulu digunakan dalam perawatan untuk meningkatkan istirahat dan relaksasi (Berman & Snyder, 2009). Berdasarkan penelitian Fitrianingrum,
(2012) ada pengaruh tehnik relaksasi effleurage terhadap nyeri pada pasien post apendiktomi di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus. Nirmala, (2011) juga melakukan penelitian pengaruh teknik effleurage terhadap penurunan nyeri post operasi sectio Cessaria (SC) di RSUD Tuban, hasilnya ternyata teknik efleurage ini bisa mengurangi rasa nyeri post operasi SC. Penulis telah melakukan intervensi massase punggung sebanyak tiga anak usia sekolah dengan kasus post apendektomi hari ke dua. Dua pasien mengatakan nyeri berkurang dari dari skala 5 ke skala 3, sedangkan satu pasien mengatakan nyeri tetap, tetapi badannya terasa lebih nyaman. Berdasarkan hal tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa massase effleurage dapat dijadikan alternatif tindakan mandiri perawat dalam mengurangi nyeri post operasi Apendektomi.
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 5 PENUTUP Bab 5 merupakan bab penutup, terdiri dari simpulan dan saran. 5.1 Simpulan Berdasarkan tujuan penulisan karya ilmiah ini yaitu, mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan post operasi apendektomi, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: a. Masalah keperawatan yang ditemukan pada kasus kelolaan adalah nyeri akut, hipertermia, resiko infeksi, dan defisit perawatan diri. b. Rencana tindakan yang dilakukan disesuaikan dengan masalah keperwatan yang muncul. Rencana tindakan keperawatan untuk nyeri akut meliputi kaji skala nyeri, berikan posisi yang nyaman, dorong ambulasi dini, sediakan permainan yang disukai anak, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dan distraksi masase punggung, serta kolaborasi pemberian analgetik. c. Implementasi yang dilakukan berdasarkan rencana tindakan yang telah dibuat dan disesuaikan dengan kondisi pasien. Implementasi yang dilakukan pada klien pada nyeri akut adalah mengkaji skala nyeri, memberikan posisi yang nyaman, mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, permainan yang digemari anak dan melakukan masase punggung (massase effleurage) serta pemberian injeksi ketorolac sesuai indikasi. d. Evaluasi diperlukan untuk mengetahui keberhasilan tindakan yang telah dilakukan. Hasil pelaksanaan tindakan yang dilakukan pada klien nyeri akut adalah klien mengalami penurunan nyeri, khususnya setelah dilakukan massase effleurage pada punggung selama 3 menit. e. Massase efleurage pada punggung dapat meningkatkan rasa nyaman dari klien sehingga nyeri bisa berkurang.
5.2 Saran Bedasarkan hasil penelitian yang menunjukkan ada penurunan nyeri pada anak operasi apendektomi setelah dilakukan pijatan (massase) pada punggung, maka hasil ini dapat menjadi pertimbangan untuk institusi
42 Universitas Indonesia Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
pendidikan dalam memberikan informasi dan pelatihan/ praktik saat perkuliahan mengenai terapi ini. Aplikasi terapi massase effleurage ini baru diberikan kepada pasien kelolaan utama dan dua orang pasien selama mahasiswa praktik di rumah sakit. Keterbatasan jumlah responden dan waktu mahasiswa ini kurang memberikan hasil yang signifikan bagi penelitian. Oleh karena itu, diharapkan penerapan aplikasi terapi distraksi massase effleurage pada punggung ini dapat diberikan dengan jumlah responden yang lebih banyak.
42 Universitas Indonesia Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
40
DAFTAR PUSTAKA
Ball, J.W., & Bindler R.C., (2003). Pediatric Nursing : Caring for Children. 3rd ed. New Jersey: Prentice Hall. Berman, A. & Snyder, S.J. (2011). Fundamental of nursing. 9 ed. USA : Person. Black, J. M. & Hawks, J. H. (2009). Medical surgical nursing : Clinical management for positive outcome. USA : Sounders Elsevier. Brunner, L.S., & Suddarth, D.S. (2001). Text book of medical surgical nursing. (6 ed). Philadelphia: J.B. Lippincott. Costello, A.M. (2008). Hospitalization. http://www.answer.com/topic/hospitalization. (Diuduh tanggal 19 Juni 2014). Crisp. J & Taylor. (2009). Fundamental of nursing. Australia: Mosby Elseiver. Doenges, M.E. (2000). Rencana asuhan keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC. Firtrianingrum, 2012. Pengaruh tehnik relaksasi effleurage terhadap penurunan nyeri pada pasien post Appendiktomy di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus. Jurnal : JIKK vol.4.no2,Juli 2013:45-51. Diunduh tanggal 24 Mei 2014. Guyton, A.C. & Hall, J>E> (2008). Fisiologi kedokteran. Edisi 11. Alih bahasa : Irawati, et al. Jakarta : EGC. Hockenberry, M.J, & Willson, D. (2007). Wong’s Nursing care of infants and children. (8 ed). St. Louis Missouri: Mosby Elseiver. Kozier, B., Erb, G., Berman, A,. & Snyder, S. (2010). Fundamental of nursing, concepts, process, and practice. (8th ed). California : Addison-Wesley. Lee, D. (2009). Appendicitis and appendectomy. http://www.medicinenet.com/appendicitis (Diunduh pada 19 Juni 2014). Manworren, R. C. B. (2010). Pediatric nurses' journeys to relieve children's postoperative pain. (Order No. 3408941, The University of Texas at Arlington). ProQuest Dissertations and Theses, , 357. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/609518721?accountid=17242. (609518721).
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
41
Messerer, B., Gutmann, A., Weinberg, A., & Sandner-kiesling, A. (2010). Implementation of a standardized pain management in a pediatric surgery unit. Pediatric Surgery International, 26(9), 879-89. doi:http://dx.doi.org/10.1007/s00383-010-2642-1. Potter, P.A., & Perry, A.G. (2006). Fundamental of nursing: concepts, process and practice. Edisi 4. Alih bahasa : Renata. Jakarta a; EGC. Sherwood, L. (2001). Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi 2. Cetakan I. Jakarta: EGC. Sjamsuhidjat, R. & Jong, W.D. (2005). Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2002). Textbook of medical-surgical nursing. (10 ed). Philadelphia ; Lippincott William & Wilkins.
th
Tamsuri, A. (2007). Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC. Wiyoto. T.B. (2011). Remedial massage panduan pijat penyembuhan bagi fisioterapis, praktisi, dan instruktur. Yogyakarta : Mulia medika. Wong, D. L. (2004). Pedoman klinis keperawatan pediatrik, Alih bahasa, Monica Ester; editor edisi bahasa Indonesia. Jakarta: EGC. Wong, et al. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik wong. Volume 2. Jakarta : EGC. Zengerle-Levi, K. (2006). Nursing the child who is alone in hospital. Pediatric Nursing. 32(3),226-231.
Analisis praktek ..., Mariyatul Kiptiyah, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia